Pencarian

Gadis Misterius 8

Gadis Misterius Karya Sherls Astrella Bagian 8


Alcon, "Minerva adalah gadis yang tertutup. Ia tidak menyukai suasana yang
ramai. Karena itu ia memilih tempat ini yang jauh dari keramaian."
"Karena itukah kamar Princess terpisah dari kamar-kamar keluarga Raja
lainnya," gumam Alexander.
Pangeran mengangguk. "Ya, di sinilah Minerva biasa menghabiskan waktunya
selain di Ruang Perpustakaan atau di dapur. Semua orang mengetahui Minerva
sebagai seorang gadis yang tidak mau diam tetapi aku mengenalnya sebagai
seorang gadis yang tertutup."
"Minerva sama sekali tidak pernah mau membicarakan perasaannya. Ia tidak
pernah mengatakan hal itu kepadaku. Bila ia mempunyai pendapat mengenai
suatu masalah, ia tidak akan pernah mengutarakannya. Hanya kepadaku saja ia
mau mengatakan pendapatnya karena itu aku yakin bila ia membuka dirinya
kepada orang lain, itu berarti ia memiliki perasaan istimewa terhadap orang
itu." Alexander diam berpikir mendengar kata-kata Pangeran Alcon. "Sesuatu
memang telah terjadi tetapi itu tidak seburuk yang engkau bayangkan."
"Aku memang telah menduganya. Aku mengerti bila engkau tidak mau
menceritakan lebih jauh kepadaku mengenai itu. Aku percaya kepadamu apa
yang terjadi itu tidak seburuk yang kukira," kata Pangeran Alcon, "Aku hanya
meminta engkau segera menyelesaikan masalah itu. Aku tidak ingin Minerva
disakiti seperti yang pernah kulakukan."
Alexander terkejut mendengar perkataan Pangeran Alcon. "Engkau pernah
menyakiti hati Princess?"
Pangeran Alcon tersenyum. "Memang tidak dapat dipercaya aku pernah
menyakiti perasaan Minerva bila melihat akrabnya hubungan kami. Tetapi itu
memang benar aku telah menyakiti hati Minerva."
Pangeran Alcon mulai menceritakan kejadian yang tidak pernah dilupakannya
kepada Alexander. Sewaktu kecil Pangeran Alcon sangat membenci adiknya. Ia tidak menyukai
adiknya yang telah merebut semua perhatian orang tuanya yang semula hanya
ditujukan padanya. Selama sepuluh tahun, ia menyukai kehidupannya sebagai
putra tunggal yang selalu mendapat perhatian siapa saja. Tetapi sejak adiknya
lahir, perhatian semua orang berpindah pada adiknya. Apalagi sejak lahir
Princess Minerva sering demam.
Rasa iri yang terus tumbuh di hatinya membuat Pangeran Alcon semakin tidak
menyukai Princess Minerva. Tetapi Princess Minerva yang masih kecil tidak
menyadari itu bahkan ia bersikap manja kepada kakaknya. Pangeran Alcon
semakin tidak menyukai adiknya yang selalu bersikap manja terhadapnya.
Princess Minerva sering meminta Pangeran menemaninya sewaktu ia akan tidur
tetapi Pangeran Alcon selalu menolaknya dengan kata-kata yang tajam.
Hal itu tidak membuat Princess Minerva merasa gentar bahkan Princess Minerva
dengan tersenyum manis meminta Pangeran Alcon menjaganya sampai ia
tertidur. Senyum manis Princess Minerva mampu membuat setiap orang
berubah pikiran demikian pula Pangeran Alcon. Walaupun Pangeran Alcon sering
berubah pikiran bila melihat senyum itu, ia tetap mempertahankan dirinya untuk
tidak menuruti keinginan adik yang sangat dibencinya. Hanya sesekali saja
Pangeran Alcon menuruti keinginan Princess Minerva.
Sejak kecil Princess Minerva telah menunjukkan rasa sayangnya kepada
kakaknya tetapi Pangeran Alcon selalu menolaknya hingga suatu kejadian yang
merubah semua itu. Saat itu Princess Minerva baru berusia empat tahun tetapi ia telah menjadi
seorang putri kecil yang menarik hati setiap orang demikian pula Pangeran Alcon
tetapi saat itu Pangeran Alcon tidak mau mengakuinya.
Ketika Princess Minerva meminta Pangeran Alcon mengantarnya ke laut yang
dekat Istana, Pangeran Alcon menurutinya.
Saat itu Pangeran Alcon menuruti keinginan Princess Minerva bukan karena ia
terpesona pada Princess hingga mau melakukan apa saja untuk Princess seperti
semua orang, tetapi karena suatu keinginan yang tiba-tiba muncul di hatinya.
Pangeran Alcon berharap dengan membawa Princess ke pantai sesuai keinginan
adiknya, ia dapat dengan mudah menyingkirkan Princess Minerva yang telah
merebut hati semua orang.
Pangeran Alcon tahu Princess Minerva sangat suka melihat matahari terbit atau
tenggelam karena itu ia mengajak Princess Minerva pergi ke pantai tepat
sebelum matahari terbit. Princess Minerva sangat senang karenanya.
Saat matahari mulai tenggelam, Pangeran Alcon sengaja meninggalkan Princess
Minerva yang terpesona pada pemandangan di hadapannya.
Pangeran bersembunyi di balik sebuah pohon tempat ia menambatkan kudanya.
Semula Pangeran Alcon memang bermaksud meninggalkan Princess Minerva di
sana dan berkata kepada orang tuanya bahwa Princess Minerva hilang. Tetapi
perasaan iba dan sayang yang tiba-tiba muncul membuat Pangeran Alcon
merasa ragu. Akhirnya Pangeran Alcon bersembunyi di balik pohon itu sambil
terus mengawasi Princess Minerva.
Setelah matahari itu benar-benar tenggelam, barulah Princess Minerva
mengalihkan perhatiannya dari permukaan laut. Princess Minerva sangat cemas
ketika melihat Pangeran Alcon tidak ada di dekatnya.
"Al! Di mana engkau?" tanya Princess Minerva cemas.
Tetapi tidak ada jawaban. Princess Minerva semakin cemas karenanya.
Melihat langit yang semakin malam, Princess Minerva menjadi semakin takut. Ia
tidak berani meninggalkan tempatnya. Princess Minerva terus menerus
memanggil nama kakaknya. Pangeran Alcon terus bersembunyi di balik pohon itu walaupun ia mendengar
suara panggilan Princess Minerva yang mencemaskan keadaannya. Langit
semakin malam dan udara semakin dingin tetapi Pangeran Alcon tidak segera
menghampiri adiknya. Princess Minerva benar-benar cemas. Ia berusaha mengabaikan udara dingin
yang menerpanya sambil terus memanggil nama kakaknya. Akhirnya Princess
Minerva tidak sanggup bertahan lagi dalam udara dingin itu. Ia jatuh pingsan.
Saat itulah Pangeran Alcon keluar dari persembunyiannya. Pangeran Alcon
sangat cemas ketika melihat adiknya pingsan dan ia semakin cemas karena
tubuh Princess Minerva sangat panas. Pangeran Alcon segera membawa adiknya
kembali ke Istana. Ketika Dokter Donter sedang memeriksa Princess Minerva di kamarnya,
Pangeran Alcon berkata, "Maafkan aku, Papa. Aku tidak dapat menjaga Minerva
dengan baik." Raja tersenyum mendengar penyesalan putranya. "Tidak apa-apa, Alcon. Aku
mengerti." Pangeran Alcon menggelengkan kepalanya. "Papa, tidak mengerti. Tadi aku
berniat meninggalkan Minerva sendirian di sana."
Raja masih tetap tersenyum walaupun telah mendengar pengakuan putranya.
"Aku mengerti, Alcon. Aku tidak menyalahkanmu."
"Aku menyesal, Papa. Aku benar-benar menyesal telah menyebabkan Minerva
sakit dan aku menyesal telah membencinya."
Raja menepuk pundak Pangeran Alcon sambil tersenyum penuh pengertian.
"Aku mengerti, Alcon. Aku dan Mamamu memang telah menduga engkau akan
membenci adikmu. Kami mengerti bagaimana perasaanmu setelah sepuluh
tahun engkau mendapat perhatian penuh tiba-tiba perhatian itu tercurah pada
adikmu. Kami mengerti semua itu, Alcon, dan kami tidak menyalahkanmu.
Minerva memang mudah sakit."
Saat itu Dokter Donter muncul dari kamar Princess Minerva beserta Ratu.
"Bagaimana keadaan Minerva, Dokter?" tanya Raja.
"Ia demam," kata Dokter Donter, "Dan seperti yang telah saya duga, Princess
Minerva tidak tahan dengan udara dingin. Selama ini saya telah berusaha
menemukan sebab Princess Minerva sering demam dan saya mengambil
kesimpulan ia tidak tahan udara dingin."
"Apakah itu berbahaya bagi kesehatannya?" tanya Raja.
"Sebaiknya kita menghindari Princess Minerva sering demam," jawab Dokter
Donter. "Apakah yang dapat kami lakukan untuk mencegah Minerva sakit?" tanya Ratu.
Dokter Donter terdiam. "Mungkin kita harus memindahkan Princess Minerva ke
tempat lain yang lebih hangat. Tetapi itu sulit, karena saya yakin Anda tidak
akan tega berpisah dengan Princess Minerva."
Raja tersenyum. "Anda benar, Dokter Donter."
"Saya hanya dapat mengusulkan Princess Minerva pindah ke tempat lain yang
udaranya lebih hangat daripada di Istana Plesaides di saat udara dingin dan
udara panas. Tetapi itu berarti Anda hanya dapat berkumpul dengan Princess
Minerva selama kurang lebih tiga bulan."
Raja dan Ratu terdiam mendengar usul Dokter Donter.
Pangeran Alcon yang sejak tadi termenung mendengar kata-kata Dokter Donter
semakin merasa bersalah. "Bila itu satu-satunya cara, kami hanya dapat melakukannya," kata Raja pada
akhirnya. "Baiklah, sekarang semuanya telah selesai. Saya mohon diri dulu, bila Anda
tidak berkeberatan," kata Dokter Donter.
Raja dan Ratu mengantar Dokter Donter hingga di depan Istana Plesaides
sedangkan Pangeran Alcon menjaga adiknya. Pangeran Alcon merasa menyesal
melihat wajah adiknya yang pucat. Saat itulah Pangeran Alcon menyadari wajah
adiknya sangat cantik. "Mengapa sebelumnya aku tidak pernah menyadari wajah adikku sangat cantik?"
tanya Pangeran Alcon pada dirinya sendiri. Pangeran Alcon sibuk memandangi
wajah Princess Minerva hingga tidak menyadari kedatangan kedua orang
tuanya. "Alcon," kata Ratu.
"Aku menyesal, Mama. Aku benar-benar menyesal," kata Pangeran Alcon.
Ratu tersenyum. "Mama mengerti, Alcon. Mama minta maaf. Selama ini Mama
hanya sibuk memperhatikan adikmu sehingga engkau merasa benci pada
adikmu. Mama berjanji juga akan memperhatikan dirimu. Tetapi Mama juga
meminta engkau berjanji tidak akan membenci adikmu lagi."
"Apakah semua telah terlambat?" kata Pangeran Alcon penuh penyesalan.
Raja menggelengkan kepalanya. "Tidak, Alcon. Selama engkau mau berubah
semuanya tidak terlambat."
Pangeran Alcon tersenyum mendengar hal itu. "Aku berjanji, Mama. Aku janji
tidak akan membenci Minerva lagi. Aku akan selalu berada di samping Minerva
dan menjaganya." Ratu tersenyum sedih mendengar janji Pangeran Alcon. "Engkau telah
mendengar sendiri apa yang dikatakan Dokter Donter. Kita tidak akan dapat
berkumpul lagi dengan Minerva sepanjang tahun."
Pangeran Alcon terkejut. Ia teringat akan kata-kata Dokter Donter dan semakin
merasa menyesal. "Papa, ijinkan aku mengurus Minerva," kata Pangeran Alcon setelah terdiam
beberapa saat, "Ijinkan aku yang mengurus segala hal yang menyangkut
Minerva. Ijinkan aku memutuskan segala sesuatunya untuk Minerva."
Raja dan Ratu terkejut mendengar permintaan Pangeran Alcon.
"Engkau masih terlalu kecil, Alcon," kata Ratu.
Pangeran Alcon tidak menyerah. "Ijinkan aku, aku janji aku tidak akan
mengecewakan kalian. Aku akan menjaga Minerva sebaik kalian. Ijinkan aku,
karena ini satu-satunya cara untukku untuk menebus dosaku kepada Minerva."
Raja tersenyum melihat keteguhan putranya. "Baiklah, Alcon. Aku menyerahkan
Minerva kepadamu. Sekarang engkaulah yang memutuskan segala sesuatunya
untuk Minerva tetapi aku berpesan engkau tidak boleh melupakan kami. Bila
engkau mendapatkan kesulitan, mintalah bantuan kami."
Pangeran Alcon sangat senang setelah mendapat ijin dari ayahnya.
"Apakah itu baik?" tanya Ratu pada suaminya.
"Tidak apa-apa. Alcon sudah besar lagipula ia harus dapat menunjukkan rasa
sayangnya pada Minerva. Sudah lama ia membenci Minerva sekarang saatnya ia
menunjukkan besarnya rasa sayangnya pada Minerva," kata Raja meyakinkan
Ratu. Ratu tersenyum mendengarnya. Ia tahu keputusan Raja adalah benar. Dengan
demikian Pangeran Alcon akan merasa bertanggung jawab sepenuhnya terhadap
adiknya dan tidak akan lagi merasa benci kepada adiknya.
Sejak saat itu sikap Pangeran Alcon terhadap Princess Minerva benar-benar
berubah. Pangeran Alcon menjadi sangat menyayangi adiknya dan selalu
memperhatikan adiknya seperti janjinya pada orang tuanya. Raja dan Ratu
merasa senang dengan perubahan Pangeran Alcon. Mereka senang melihat
hubungan kedua kakak beradik itu yang menjadi semakin akrab.
Setiap kali Princess Minerva tidak berada di Istana Plesaides, Pangeran Alcon
merasa sedih dan kesepian. Tetapi bila Princess ada di Istana Plesaides,
Pangeran Alcon menjadi seorang yang sangat periang yang selalu memanjakan
Princess. Setiap kali Princess Minerva berada di Istana, selalu ada tawa yang menghiasi
kehidupan Istana. Princess Minerva dengan daya tariknya membuat semua
orang di sekitarnya merasa gembira dan selalu ceria. Karena itu semua orang
mengatakan musim semi adalah musim cerianya Istana Plesaides.
Walaupun Raja telah mengatakan Pangeran Alcon boleh memutuskan segala
sesuatunya untuk adiknya tetapi mereka tidak pernah melewatkan pengawasan
mereka terhadap segala keputusan Pangeran Alcon.
Sejak Pangeran Alcon memperoleh kepercayaan dari kedua orang tuanya,
Pangeran benar-benar memanfaatkan kesempatan itu untuk menebus
kesalahannya. Tidak pernah ada keputusan yang dibuat Pangeran untuk Princess
yang tidak disetujui Raja dan Ratu.
Alexander terkejut mendengar cerita itu. Ia tidak pernah menyangka Pangeran
Alcon yang selama ini terlihat sangat menyayangi adiknya ternyata dulu pernah
menyakiti perasaan adiknya.
"Karena itu engkau yang memutuskan segala sesuatu mengenai Minerva," kata
Alexander. Pangeran Alcon mengangguk. "Karena itu pula aku tidak ingin Minerva disakiti
lagi. sekarang yang kuinginkan adalah engkau segera menyelesaikan
masalahmu dengan Minerva."
Alexander tampak ragu-ragu. "Apakah Princess akan mau menerima
penjelasanku dan memaafkanku?"
Pangeran Alcon tersenyum. "Engkau tahu arti nama Minerva?"
Alexander mengangguk. "Minerva dari bahasa Yunani yang berarti
kebijaksanaan." "Dan seperti arti namanya, Minerva memang seorang gadis yang bijaksana. Ia
selalu tahu bagaimana ia harus bersikap. Ia pasti mau mendengarkan katakatamu,"
kata Pangeran Alcon, "Minerva seorang anak yang penurut kecuali bila
disuruh diam. Ia paling tidak dapat diam."
"Ya, sewaktu di Obbeyville, ia juga tidak pernah mau diam. Selalu ada saja yang
dilakukannya. Entah itu membantu Mrs. Vye di Sidewinder House, berdongeng
kepada anak-anak." Pangeran Alcon tertawa mendengar kata-kata Alexander. "Aku telah
menduganya. Nanti bila ia bangun, ia pasti juga tidak mau diam. Sekarang
jagalah dia. Aku akan menyelesaikan urusanku."
Pangeran Alcon berjalan ke pintu dan sebelum ia menghilang di balik pintu itu,
ia berkata, "Bila masalahmu dengan Minerva sudah selesai, aku ingin engkau
memberi tahuku bagaimanakah rupa Baroness Lora maupun Lady Debora."
Alexander berdiri termangu di tempatnya. Ia tidak tahu apa yang harus
diperbuatnya. Baginya ini pertama kalinya ia sendirian di kamar Princess
Minerva yang besar. Suara burung yang berasal dari dekat piano menarik perhatian Alexander.
Ketika ia memperhatikan burung itu, pintu terbuka kembali dan tampaklah
Pangeran Alcon yang terkejut.
"Mengapa engkau belum ke tempat Minerva?" tanya Pangeran.
Alexander diam saja. "Aku mengerti engkau merasa ragu. Tetapi ingatlah apa yang telah kukatakan
kepadamu. Minerva selalu tahu apa yang harus dilakukannya."
Walaupun Pangeran Alcon telah meyakinkannya tetapi Alexander tetap merasa
ragu-ragu. "Aku telah sangat bersalah kepadanya. Mungkin ia tidak mau
mendengarkan kata-kata saya."
Pangeran tersenyum. "Apakah ia pernah tertawa bersamamu?"
Pertanyaan itu membuat Alexander merasa bingung.
"Minerva selalu tahu apa yang harus dilakukannya karena itu ia selalu menahan
dirinya. Apa pun yang dirasakannya, Minerva selalu tersenyum," kata Pangeran
Alcon memberi penjelasan.
Alexander mengangguk mendengar penjelasan Pangeran Alcon. Selama berada
di Obbeyville, ia selalu melihat Princess tersenyum sehingga semua orang
menganggap Princess merasa senang. Hanya dirinya sendiri yang tahu
sesungguhnya Princess Minerva merasa sedih dan bingung oleh masa lalunya


Gadis Misterius Karya Sherls Astrella di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang hilang dari ingatannya.
"Princess Minerva selalu terlihat tenang dengan senyum yang selalu menghiasi
wajahnya," kata Alexander.
"Aku mengagumi ketenangan yang dimilikinya. Ia selalu dapat tersenyum
walaupun hatinya sedang sedih. Dan bila ia merasa senang, ia juga selalu
tersenyum. Ia jarang tertawa karena itu aku yakin bila ia pernah tertawa
bersamamu, ia pasti mempunyai perasaan khusus terhadapmu."
"Princess Minerva selalu tertawa bersamamu, Alcon," kata Alexander.
Pangeran Alcon mengangguk. "Ya, Minerva memang selalu tertawa bila ia
bersamaku. Seperti yang pernah kukatakan Minerva hanya membuka dirinya
kepadaku tetapi ia tidak membuka dirinya sepenuhnya. Ia tidak mau
mengatakan apa yang telah terjadi selama ia berada di Obbeyville."
Alexander merasa bersalah mendengar nada sedih dalam suara Pangeran Alcon.
Alexander tahu sedikit banyak ia juga yang telah membuat Pangeran Alcon
merasa sedih karena Princess Minerva tidak mau menceritakan apa yang telah
terjadi selama ia berada di Obbeyville. "Jangan sedih, Alcon. Mungkin Princess
Minerva tidak pernah mau mengatakannya karena ia tidak ingin membuatmu
merasa sedih," hibur Alexander.
Pangeran Alcon mengangguk sedih. "Ya, karena itu pula ia tidak pernah terlihat
sedih di hadapanku. Entah engkau percaya atau tidak tetapi ini benar. Aku selalu
melihatnya tertawa tetapi tidak pernah melihatnya sedih atau menangis hingga
detik ini." Alexander terkejut mendengar kata-kata Pangeran Alcon. "Princess tidak pernah
menangis?" tanyanya tak percaya.
"Ia selalu tersenyum dan tertawa tetapi ia tidak pernah terlihat menangis.
Kurasa bukan hanya aku saja yang tidak pernah melihatnya sedih, semua orang
selalu melihat ia gembira," kata Pangeran Alcon.
Alexander terpana mendengar kata-kata Pangeran. Ia sukar mempercayai apa
yang didengarnya. Pangeran Alcon tersenyum. "Minerva memang hebat, bukan" Sungguh suatu
kemampuan yang luar biasa untuk dapat menahan kesedihan di balik senyum."
"Mungkin Princess Minerva tidak pernah merasa sedih," kata Alexander.
Pangeran Alcon menggelengkan kepalanya. "Engkau salah, Alexander. Minerva
pernah merasa sedih, hanya saja ia tidak ingin orang lain tahu kesedihannya.
Hanya di saat ia masih seorang bayi saja, ia menangis. Setelah itu ia sama
sekali tidak pernah terlihat sedih."
"Sukar dipercayai."
Pangeran Alcon mengangguk. "Memang sukar dipercayai tetapi ini nyata."
Alexander berdiri termangu di tempatnya. Berbagai macam pikiran muncul di
benaknya. Melihat Alexander tidak segera ke tempat adiknya terbaring, Pangeran Alcon
berkata, "Sekarang lekas temui Minerva dan selesaikan masalahmu sebelum
semuanya terlambat."
Alexander tak mengerti apa yang dikatakan Pangeran Alcon.
Pangeran Alcon berjalan ke pintu. "Cepat selesaikan masalahmu dengan
Minerva. Aku tidak akan menganggu kalian. Tadi aku hanya ingin memeriksa
apakah segala sesuatunya telah beres."
Melihat Alexander masih berdiri di tempatnya, Pangeran Alcon berkata, "Aku
akan memberi tahumu sesuatu yang tidak diketahui oleh Minerva sendiri. Hidup
Minerva tidak lama lagi. Kata Dokter Donter, bila Minerva sering demam, itu
berarti hidupnya tidak lama lagi. Karena itu, Alexander, temui Minerva atau
engkau akan menyesal seumur hidupmu."
Alexander terkejut mendengarnya.
"Tinggalkan burung kesayangan Minerva, Alexander, dan temui putri tidurku.
Jagalah ia," kata Pangeran Alcon sambil menutup pintu.
Alexander memandang Pangeran Alcon yang meninggalkan kamar Princess
Minerva. Setelah Pangeran Alcon menghilang di balik pintu itu, Alexander
meninggalkan sangkar burung layang-layang itu. Alexander memandang
ruangan itu. Tanpa diberi tahu siapapun, ia tahu letak Ruang Tidur Princess
Minerva. Perlahan-lahan dibukanya pintu Ruang Tidur itu.
Cahaya api dari perapian yang menerobos masuk ke ruangan itu membuat
ruangan itu menjadi terang. Sosok tubuh yang terbaring di tempat tidur, terlukis
pada tirai-tirai putih yang mengelilingi tempat tidur itu.
Alexander tersenyum sedih melihat sosok yang terlukis pada tirai-tirai putih
itu. "Putri tidur yang cantik," gumam Alexander sambil mendekati tempat tidur itu,
"Dan terluka karenaku."
Alexander telah tiba di samping tempat tidur besar itu tetapi ia tidak segera
membuka tirai yang menutupi tempat tidur itu. Ia hanya memandangi sosok
yang terlukis di tirai itu. Keindahan ruang itu tidak membuat Alexander
terpesona seperti pada saat pertama kali ia memasuki kamar Princess Minerva
yang penuh bunga. Sekarang Alexander hanya terpesona pada sosok mungil
yang terbaring di tempat tidur.
Perlahan-lahan Alexander membuka tirai itu dan tersenyum sedih melihat
Princess Minerva yang terbaring di sana. Melihatnya, Alexander teringat saat ia
menjaga Princess Minerva yang terus tidur di Obbeyville.
Princess Minerva terlihat kecil di atas tempat tidur yang besar itu. Wajahnya
yang pucat tertutupi oleh rambutnya yang tergerai di atas tempat tidur.
Alexander menyibakkan rambut yang menutupi wajah Princess Minerva dan
melihat seuntai kalung yang indah melingkari lehernya yang tertutup leher gaun
tidurnya. Hampir seluruh ruangan ini berwarna putih, bantal yang putih, tempat tidur
putih, tirai putih. Alexander tersenyum sedih melihat Princess Minerva dengan
segala warna putih di sekitarnya.
Alexander teringat kata-kata Mrs. Wve. "Princess Minerva menyukai warna
putih. Katanya warna putih adalah warna suci dan bagi saya warna putih adalah
lambang kesucian hati Princess."
"Anda benar, Mrs. Wve. Ia memang suci tetapi saya telah menyakitinya,"
gumam Alexander. Alexander melihat sebuah kursi di depan meja rias dan membawanya ke
samping tempat tidur Princess Minerva.
Selama tiga hari Alexander berada di Istana Plesaides, ia telah banyak
menyadari kesalahannya. Ia merasa menyesal dan tidak tahu harus bagaimana
mengungkapkan penyesalannya pada Princess Minerva.
Wajah yang pucat tanpa senyum itu mengingatkan Alexander akan saat terakhir
kali ia bertemu Princess Minerva di Obbeyville. Saat itu wajah Princess Minerva
sangat pucat mendengar kata-kata kasarnya tetapi itu tidak membuat Alexander
bergeming bahkan ketika Princess Minerva menangis. Kata-kata yang tak
berbelas kasihan terus keluar dari mulut Alexander dan terus membuat Princess
Minerva menangis. Alexander tidak tahu apa yang akan dikatakan Pangeran Alcon bila Pangeran
tahu ia telah membuat Princess Minerva menangis. Alexander tidak merasa
senang menjadi orang pertama yang membuat Princess Minerva menangis, ia
merasa sedih bahkan menyesal. Dan ia semakin menyesal karena ia masih
mengatakan kata-kata yang kasar setelah berjumpa kembali dengan Princess
Minerva. Alexander tidak pernah dapat melupakan peristiwa pertemuannya yang tidak
terduga dengan Princess Minerva di halaman Istana.
Setelah diantar Jacques ke kamarnya, Alexander tidak ingin beristirahat. Ia
tertarik pada patung-patung yang menghiasi halaman Istana yang dilihatnya
saat ia tiba. Ketika Alexander sedang berjalan-jalan di halaman Istana yang
ditutupi salju itu, tiba-tiba ia melihat sesuatu berwarna hijau cerah berjalan
di halaman itu. Warna hijau cerah itu menarik perhatian Alexander. Alexander terus
memandangi sosok tubuh dalam warna hijau itu yang terus berjalan di halaman
Istana. Alexander melihat sosok itu berhenti di bawah sebatang pohon cemara
dan membungkuk mencari sesuatu di sana. Lama Alexander memandang sosok
itu mencari sesuatu di bawah pohon cemara itu. Ketika melihat sosok itu tidak
segera bangkit, Alexander memutuskan untuk mendekat dan membantunya.
Betapa terkejutnya Alexander ketika ia tiba di belakang sosok itu. Ia melihat
rambut panjang yang keemasan menyentuh salju yang menutupi halaman
Istana. Alexander merasa curiga dan was-was. Alexander mengenal pemilik
rambut yang juga panjang dan keemasan seperti sosok yang membungkuk di
depannya. Alexander terpaku di tempatnya hingga ia lupa tujuannya semula.
Tak lama kemudian sosok itu berdiri dan berkata, "Kasihan sekali engkau,
burung kecil. Engkau kedinginan."
Alexander terkejut mendengar suara yang dikenalnya itu. Suara itu selalu ada
dalam ingatannya tetapi ia selalu berusaha melupakan suara itu. Sama seperti ia
ingin melupakan pemilik suara itu.
"Maria," desis Alexander.
Sosok itu membalikkan badannya dan tersenyum. Senyum yang menghiasi
wajah gadis itu menghilang ketika mata mereka bertemu.
Alexander terkejut melihat wajah gadis yang berdiri di hadapannya. Wajah gadis
itu adalah wajah gadis yang selama ini memenuhi benaknya tetapi selalu
berusaha dilupakannya. Sejak melihat Maria membiarkan Lady Debora bersikap semesra itu kepada
Marcel di belakangnya, Alexander mulai mencurigai Maria dan tidak menyukai
Maria. Dalam pandangan Alexander, Maria sama seperti Lady Debora yang selalu
berusaha merayu laki-laki demi kekayaan.
"Apa yang kaulakukan di sini, Maria?" tanya Alexander tajam, "Apakah sekarang
engkau bermaksud merayu Pangeran Alcon?"
Alexander melihat gadis itu berdiri terpaku di depannya tanpa dapat berkata
apa-apa. Melihat wajah gadis itu memucat, Alexander menduga tebakannya
benar. Gadis itu adalah Maria yang sekarang bermaksud merayu Pangeran
Alcon. "Mengapa, Maria" Apakah yang kukatakan tepat sehingga engkau tidak dapat
berbicara apa-apa?" kata Alexander tajam.
Alexander melihat wajah gadis itu semakin memucat mendengar kata-katanya
tetapi gadis itu tetap tidak bergeming. Alexander juga melihat air mata mulai
membasahi mata yang dulu pernah dikaguminya dan ia merasa muak melihat
melihatnya. Baru saja Alexander hendak berkata lagi ketika tiba-tiba terdengar
suara seseorang. "Princess! Apa yang Anda lakukan di sana?"
Alexander terkejut mendengar perkataan wanita itu. Ia melihat wajah gadis di
depannya yang masih tetap pucat kemudian ia melihat wajah wanita yang
mengucapkan itu. Wajah wanita itu mirip dengan Mrs. Vye sehingga untuk sesaat Alexander
menduga wanita itu adalah Mrs. Vye.
Alexander menatap lagi wajah gadis di depannya dan ia merasa bingung.
Gadis itu pergi meninggalkan Alexander terpaku di tempatnya. Ketika gadis itu
melewatinya, Alexander melihat senyum menghiasi wajah gadis itu tetapi sebutir
air mata mengalir dari matanya.
Peristiwa itu membuat Alexander benar-benar bingung hingga ia tidak dapat
tidur pada malam harinya. Ia terus memikirkan panggilan wanita yang diberikan
pada gadis yang dikenalnya sebagai Maria.
"Tidak mungkin Maria adalah Princess Minerva," kata Alexander pada dirinya
sendiri, "Kata Jacques, Princess Minerva sedang tidak enak badan. Jadi tidak
mungkin Maria adalah Princess Minerva. Mungkin wanita itu salah memanggil."
Memang Alexander telah berhasil meyakinkan dirinya sendiri tetapi ia tetap tidak
dapat menghapus semua kebingungan yang meliputinya.
"Seandainya Maria bukan Princess, mengapa ia mendatangi wanita itu," tanya
Alexander pada dirinya sendiri.
Kebingungan yang saat itu melanda dirinya benar-benar seperti kebingunan
yang melanda dirinya saat ia pertama kali berjumpa dengan Maria. Ketika
pertama kali berjumpa dengan Maria, Alexander benar-benar merasa terpesona
pada kecantikkan gadis itu. Gadis itu telah membuat Alexander tidak dapat tidur
setelah pertemuan mereka yang pertama. Alexander selalu teringat wajah cantik
gadis itu dengan senyumannya yang menawan hati. Alexander ingin mengenal
lebih jauh gadis yang belum pernah dilihatnya di Obbeyville. Alexander sering
berkuda ke Obbeyville dan ia telah mengenal hampir semua penduduk
Obbeyville tetapi ia tidak pernah melihat wajah gadis itu. Malam itu Alexander
berharap dapat berjumpa lagi dengan gadis yang ditemuinya di Sungai Alleghei
dan ia merasa senang ketika esok harinya ia berjumpa kembali dengan gadis
itu. Gadis itu tampak misterius. Matanya yang menawan selalu tampak tenang dan
senyum yang manis selalu menghiasi wajahnya yang cantik. Gerakannya yang
anggun membuat Alexander semakin ingin mengetahui diri gadis itu yang
sebenarnya. Tutur katanya yang lembut namun mampu menarik perhatian
setiap orang membuat Alexander semakin mengagumi gadis itu.
Sejak pertama kali bertemu dengan Maria, Alexander menyadari dirinya telah
terpikat pada daya tarik gadis itu. Alexander juga menyadari dirinya telah
berubah sejak mengenal gadis itu. Alexander yang dulunya enggan mendekati
wanita mulai mendekati gadis yang selalu membuatnya merasa bingung pada
pesonanya. Namun sejak Alexander mengetahui gadis itu membiarkan Lady Debora merayu
laki-laki di saat wanita itu sedang akrab dengannya, Alexander merasa benci
pada gadis itu. Ia menganggap gadis itu tidak berbeda jauh dari Lady Debora
yang seorang perayu. Dalam pandangan Alexander, Maria juga seorang wanita yang senang merayu
laki-laki hanya demi kekayaan. Alexander merasa dirinya terkecoh oleh
kecantikkan dan semua daya tarik gadis itu dan ia menjadi semakin marah
karenanya. Ia juga sadar ia telah terkecoh oleh gadis itu saat ia menciumnya
untuk pertama kalinya. Bila ia teringat gadis dalam pelukannya itu terkejut
seperti baru pertama kalinya dicium, ia merasa semakin marah telah
membiarkan dirinya menganggap gadis itu suci.
Dulu saat Maria berhasil memukul telak rayuan Marcel terhadap dirinya,
Alexander merasa kagum pada gadis itu tetapi kejadian itu telah membuat
Alexander berpandangan lain. Alexander menduga sebelum Maria mengenal
dirinya, ia telah mengenal Marcel dan peristiwa di pesta dansa keluarganya
adalah sandiwara mereka untuk mengelabuhi dirinya. Yang membuat Alexander
merasa semakin yakin adalah Lady Debora sedang bersama pria itu ketika ia
berhasil membongkar sandiwara mereka.
Alexander benar-benar marah pada dirinya sendiri dan Maria yang telah berhasil
mengecohnya dan ia semakin marah pada dirinya sendiri karena keinginannya
memeluk Maria ketika gadis itu menangis di hadapannya. Kemarahan yang telah
menguasai dirinya membuat Alexander melupakan keinginannya dan
meninggalkan Maria yang terus menangis.
Alexander semakin yakin dugaannya benar ketika keesokan harinya seluruh
penduduk Obbeyville gempar karena menghilangnya Maria bersama Mrs. Vye.
Penduduk Obbeyville menduga Maria kembali ke Holly Mountain dan membawa
serta Mrs. Vye yang selama ini telah menjaganya. Sedangkan Alexander
menganggap Maria meninggalkan Obbeyville karena topengnya telah terbuka
dan ia membawa Mrs. Vye beserta dengannya untuk menutupi kejadian yang
sebenarnya dari penduduk Obbeyville.
Walaupun Alexander telah berhasil membongkar semua sandiwara gadis itu,
tetapi ia tetap tidak dapat melupakan gadis yang pertama kali membuat dirinya
membuka diri terhadap wanita.
Alexander menjadi semakin membenci dirinya dan gadis itu ketika ia tidak dapat
melupakan gadis itu walaupun ia telah berusaha melupakannya. Sekeraskerasnya
Alexander melupakan Maria, ia tetap sering merindukan Maria. Dan ia
itu membuatnya kian marah.
Pertemuannya dengan Maria yang tak terduga di halaman Istana membuat
Alexander kembali merasa bingung. Dan ia semakin bingung ketika keesokan
harinya ia bertemu dengan Maria di Ruang Pertemuan saat makan pagi.
Ketika pintu Ruang Pertemuan terbuka, Alexander terkejut melihat prajurit yang
membuka pintu itu menepi dan seorang gadis berjalan dengan memasuki
ruangan. Di belakang gadis itu berjalan dua orang yang sangat mirip sehingga
membuat Alexander menduga kedua wanita tua itu bersaudara.
Gadis itu memasuki Ruang Pertemuan dengan anggun. Senyum menghiasi
wajahnya yang cantik walaupun agak pucat. Tetapi kepucatan wajah gadis itu
tertutupi oleh gaunnya yang berwarna cerah. Alexander terus memandang
wajah gadis itu. Bukan kecantikkan gadis itu yang membuat Alexander terus
menatapnya melainkan keanggunan dan wibawa yang terpancar pada diri gadis
itu. Tiba-tiba Jacques mendekati gadis itu dan mencium tangannya serta
menyapanya. Seperti halnya kedua orang tuanya, Alexander merasa terkejut mendengar
Jacques menyapa gadis itu. Saat itulah Alexander mau tidak mau harus


Gadis Misterius Karya Sherls Astrella di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menerima kenyataan bahwa Maria adalah orang yang sama dengan Princess
Minerva. Selama makan pagi itu Alexander tidak pernah melepaskan
pandangannya dari wajah Princess Minerva yang duduk di ujung meja makan
yang besar. Alexander terus melihat senyum yang menghiasi wajah Princess Minerva.
Senyum Princess sama sekali tidak berubah dengan senyumnya saat ia berada
di Obbeyville. Tutur kata Maria masih tetap lembut namun ada wibawa dalam
setiap kata-katanya. Yang berubah pada Maria hanyalah keanggunannya. Maria
yang biasanya tampil sederhana namun anggun kini nampak penuh keanggunan
dan wibawa dengan gaun yang indah dan seuntai kalung emas yang melingkari
lehernya. Rambut Maria yang biasanya hanya disanggul biasa atau dibiarkan
tergerai, saat itu ditata rapi dan dihiasi bunga-bunga yang memberikan kesan
kecantikan alami pada Princess Minerva. Setiap kalimatnya didengarkan semua
orang dengan penuh perhatian.
Alexander mengagumi kemampuan Princess Minerva mengubah suasana yang
semula terasa kaku menjadi ceria hanya dengan satu kalimat pendeknya.
Alexander tahu ia telah memberikan penilaian yang salah kepada gadis itu dan
ia harus segera meminta maaf pada gadis yang telah menerima tuduhannya
yang kejam. Alexander merasa menyesal telah memberikan tuduhan yang
sangat kejam pada Maria. Saat itu pula Alexander menyadari ia tidak mencintai
gadis yang salah. Ia mencintai seorang gadis yang suci, yang penuh pesona.
Selama perjamuan pagi itu Alexander tahu Princess Minerva tidak pernah
memandang dirinya walaupun Princess Minerva melihat ke arah Jacques yang
duduk di sampingnya. Alexander sedih. Ia menduga Princess Minerva tidak menyukai dirinya yang
telah memberikan tuduhan kejam pada dirinya. Alexander tahu Princess Minerva
berhak merasa marah pada dirinya tetapi itu tidak mengurangi kesedihan
hatinya. Princess Minerva sama sekali tidak pernah menatap wajahnya bahkan ketika ia
mengundang keluarganya ke kamarnya yang luas dan dipenuhi bunga.
Alexander teringat gerak Princess Minerva yang anggun saat ia berdiri dari
kursinya. Perapian di depannya, membuat tubuh Princess Minerva tampak
bersinar. Dengan burung mungil di tangannya, Princess Minerva benar-benar
tampak seperti seorang bidadari yang penuh belas kasih.
Tetapi kebingungan Alexander masih tidak berakhir.
Alexander kembali merasa bingung ketika keesokan harinya ia melihat Princess
Minerva yang kemarin tampak penuh wibawa kini tampak kekanak-kanakan
ketika menyambut kakaknya.
Ketika Princess Minerva memasuki Ruang Duduk, tanpa sengaja mata mereka
bertemu. Tetapi Princess Minerva segera mengalihkan pandangan matanya dan
berkata, "Al." Alexander terkejut mendengar panggilan itu dan merasa rindu pada panggilan
yang sama. Ia rindu mendengar Princess Minerva memanggil 'Al' pada dirinya.
Saat ini ketika ia memandang wajah gadis yang itu, ia merasa rindu melihat
mata ungu gadis itu dan senyumnya yang menawan hati.
Alexander meraih tangan Princess Minerva yang terlipat di depan dadanya dan
mempermainkan jemari Princess Minerva yang lentik dalam genggamannya.
Sementara tangan kirinya mempermainkan jemari Princess Minerva, tangan
Alexander yang lain menyentuh muka Princess Minerva. Ketika tangannya
menyentuh bibir Princess Minerva, Alexander kembali teringat saat ia mencium
bibir itu. Terdorong oleh kenangannya, Alexander membungkuk di depan wajah Princess
Minerva dan menatap wajah Princess Minerva dalam-dalam.
Dan kejadian selanjutnya benar-benar bagaikan dongeng putri tidur di mana
ketika Pangeran mencium putri tidur, kutukan sang putri berakhir.
Merasakan napas Princess Minerva mulai tidak teratur, Alexander segera
menjauhkan wajahnya dan wajah Princess Minerva.
Princess Minerva membuka matanya perlahan-lahan. Ketika matanya
menangkap sosok pria yang diterangi sinar dari serambi di depannya, Princess
Minerva berkata lirih, "Al."
Alexander terkejut mendengar panggilan itu, ia baru saja hendak menjawab
panggilan itu ketika ia melihat wajah Princess Minerva tiba-tiba berubah.
Sinar yang menerangi wajah itu membuat Princess Minerva sadar pria itu bukan
kakaknya. Princess Minerva terkejut ketika menyadari pria itu adalah Alexander.
BAB 21 Princess Minerva kembali merasa takut melihat pria itu berdiri di dekatnya. Ia
takut mendengarkan kata-kata pria itu, ia takut melihat sinar kemarahan
bercampur kebencian di mata pria itu.
Alexander merasa sedih melihat Princess Minerva memalingkan wajahnya. Ia
menduga Princess Minerva tidak ingin melihatnya.
Tiba-tiba Princess Minerva sadar Alexander berada di Ruang Tidurnya karena
ingin mendengar penjelasannya yang masih berani muncul di hadapannya
Princess Minerva tidak ingin mendengar pria itu mengatakannya, maka ia
berkata dulu. "Maafkan saya, Alexander," kata Princess Minerva tanpa memalingkan
wajahnya, "Saya tahu Anda tidak ingin melihat saya lagi tetapi mengertilah ini
adalah tugas saya. Setelah pesta itu berakhir saya benar-benar akan
menghilang dari pandangan Anda seperti yang Anda inginkan."
Alexander sedih mendengar kata-kata Princess Minerva. Ia sedih telah
diingatkan kata-katanya sendiri yang berbunyi, "Aku tidak ingin melihatmu lagi."
"Engkau tidak mengerti," kata Alexander perlahan.
Hati Princess Minerva terasa pedih mendengar itu. Ia mengerti apa yang hendak
dikatakan Alexander. "Tidak, Alexander. Saya mengerti. Saya mengerti Anda
marah kepada saya yang telah membiarkan wanita yang Anda cintai
mengkhianati cinta Anda," kata Princess Minerva.
Mendengar Princess Minerva mengucapkan kata-kata pedih itu dengan sopan
dan tanpa menyebut nama panggilannya, Alexander semakin sedih. Ia ingin
sekali mendengar Princess Minerva memanggil 'Al' kepada dirinya.
"Tidak, Maria. Engkau tidak mengerti, sama sekali tidak mengerti," kata
Alexander menegaskan. Princess Minerva menggelengkan kepalanya. "Tidak, Alexander. Saya mengerti.
Saya minta maaf karena itu. Saya mengerti saya telah bersalah besar pada
Anda hingga kata maaf saja tidak cukup. Tetapi saya ingin Anda percaya saat itu
saya benar-benar tidak tahu apa yang akan terjadi."
Alexander ingin sekali memalingkan tubuh Princess Minerva menghadap dirinya
dan menjelaskan segala perasaannya. Tetapi ia tahu bila ia melakukan tindakan
kasar itu mungkin Princess Minerva semakin tidak menyukainya.
"Tidak, Maria. Engkau tidak mengerti," kata Alexander, "Aku tidak mencintai
Lady Debora." Princess Minerva terkejut mendengar kata-kata Alexander tetapi ia tetap tidak
memalingkan kepalanya. Ia tetap memandang pintu yang menghubungkan
Ruang Tidurnya dengan Ruang Duduk.
"Aku mencintaimu, Maria. Aku tidak pernah mencintai Lady Debora hanya dirimu
yang kucintai," kata Alexander.
Princess Minerva semakin terkejut mendengar kata-kata yang tidak pernah
diduganya itu. Tanpa sadar ia memalingkan kepalanya ke Alexander yang
membelakangi serambi. Alexander tersenyum melihat wajah terkejut Princess Minerva. "Aku
mencintaimu, Maria," ulangnya.
Princess Minerva merasa bahagia mendengar kata-kata itu. Tetapi ia masih tidak
mempercayai apa yang didengarnya. Princess Minerva masih sukar
mempercayai kata-kata yang selalu ingin didengarnya tetapi tidak berani
dibayangkannya. Melihat gadis yang dicintainya tampak sedih dan bingung, Alexander tidak dapat
menahan dirinya lagi untuk tidak memeluk gadis yang terbaring di hadapannya.
"Aku mencintaimu sejak pertama kali aku berjumpa denganmu, Maria. Sejak
aku bertemu denganmu, aku sadar diriku telah terpesona pada daya tarikmu
dan hanya kepadamu saja cintaku kuberikan," kata Alexander sambil memeluk
Princess Minerva erat-erat.
"Mengapa engkau tidak pernah mengatakannya sewaktu kita di Obbeyville?"
tanya Princess Minerva. Alexander tersenyum mendengar pertanyaan itu. "Aku selalu ingin mengatakan
perasaanku kepadamu, Maria. Setiap kali aku melihatmu, aku selalu ingin
menyatakan cintaku tetapi aku selalu menahan diriku, Maria."
Princess Minerva terkejut mendengar kata-kata Alexander yang terdengar pilu.
"Saat itu aku tahu engkau merasa sedih karena tidak dapat mengingat masa
lalumu dan aku tidak ingin engkau merasa terbebani oleh cintaku. Aku tahu
engkau sedang berusaha mengingat masa lalumu dan aku takut engkau telah
mencintai pria lain, Maria."
"Mengapa engkau berpikir seperti itu?" tanya Princess Minerva sedih.
Alexander membelai kepala Princess Minerva seakan-akan ingin mengurangi
kesedihan dalam setiap kata Princess.
"Karena engkau sangat cantik, Maria. Engkau sangat cantik hingga aku takut
engkau telah mempunyai tunangan bahkan mungkin suami. Engkau sering
mengatakan kepadaku kalau aku mirip seorang pria dalam ingatanmu dan aku
semakin yakin engkau telah mencintai pria lain."
Princess Minerva tersenyum. "Aku tidak mempunyai tunangan maupun suami."
"Aku juga baru tahu itu setelah aku berjumpa denganmu kembali," kata
Alexander, "Dan aku minta maaf, Maria. Aku minta maaf telah mengucapkan
kata-kata yang kasar kepadamu bahkan ketika aku bertemu denganmu di
halaman Istana." Pandangan Princess Minerva kembali menjadi sayu mendengar hal itu. Princess
Minerva menyembunyikan wajah sedihnya di dada Alexander yang bidang.
Alexander tahu apa yang dikatakannya telah membuat Princess merasa sedih. Ia
terus menghibur Princess dengan membelai kepalanya.
"Aku tahu apa yang kukatakan memang menyedihkan, Maria, tetapi aku ingin
menjelaskan semuanya kepadamu," kata Alexander lembut.
Princess Minerva menahan air matanya yang mulai membasahi matanya. Ia
meletakkan tangannya di dada Alexander dan terus menahan air matanya.
"Aku tidak pernah mencintai Lady Debora, Maria. Aku tahu engkau menduga aku
mencintainya karena saat itu aku marah sekali. Saat itu aku marah bukan
karena aku cemburu dam menyalahkanmu, Maria. Aku marah karena aku
menduga engkau sama seperti Lady Debora."
Princess Minerva tidak dapat menahan air matanya mendengar Alexander
menceritakan kenangan yang sedih itu dengan kata-katanya yang lembut.
"Menangislah, Maria. Aku tahu engkau selama ini telah menahan kesedihanmu,"
bisik Alexander di telinga Maria, "Menangislah."
Alexander terus membelai Princess Minerva sambil membisikkan kata-kata
lembut untuk menenangkan Princess. Setelah merasa Princess Minerva mulai
tenang, Alexander melanjutkan kata-katanya.
"Melihat Lady Debora merayu Marcel di belakangku, aku menduga engkau juga
sama seperti dia karena saat itu Marcellah yang berada di sana. Aku menduga
engkau dan Marcel telah saling mengenal jauh sebelum engkau mengenalku.
Dan aku menduga selama itu engkau sedang bermain sandiwara termasuk
ketika engkau menghadapi rayuan Marcel di pesta dansa keluargaku."
Princess Minerva kembali terisak-isak di pelukan Alexander.
Alexander merasa sedih telah membuat gadis yang dicintainya menangis. Ia
mempererat pelukannya sambil terus berusaha menghibur gadis itu.
"Aku tahu apa yang kukatakan ini memang menyedihkan hatimu, Maria. Tetapi
aku harus menjelaskannya kepadamu," kata Alexander lagi, "Bila engkau
merasa sedih, menangislah, Maria."
"Bila engkau tidak mencintai Lady Debora mengapa engkau sering mengajaknya
pergi setelah pesta itu?" tanya Princess Minerva di sela-sela isakannya.
Alexander tersenyum mendengarnya. "Aku memang tidak mencintai Lady
Debora, Maria. Bagaimana aku bisa mencintai wanita lain setelah aku menyadari
diriku terjerat pada daya tarikmu?"
"Engkau sering mengajaknya pergi," kata Princess Minerva mengingatkan.
Princess Minerva menengadahkan kepalanya tetapi ketika ia melihat senyuman
di wajah Alexander, ia merasa malu dan bermaksud menyembunyikan kepalanya
lagi ketika tangan Alexander yang semula melingkari tubuhnya memegang
dagunya. Alexander tersenyum melihat wajah Princess Minerva basah oleh air mata.
Walaupun wajahnya basah oleh air mata, tetapi kecantikkan Princess Minerva
tidak pudar. Dengan tangannya yang lain, Alexander menyeka air mata yang
masih membasahi mata Princess Minerva.
"Aku selalu membuatmu sedih dan menangis," gumam Alexander.
Princess Minerva malu melihat senyum di mata Alexander. Ia mengalihkan
pandangan matanya ke bawah dan melihat hasil perbuatannya pada kemeja
Alexander. "Kemejamu basah," kata Princess Minerva sambil menyentuh kemeja yang
basah itu. Mendengar suara yang bersalah itu, Alexander tersenyum. "Tidak apa-apa.
Memang seharusnya itu yang kuterima. Aku telah membuatmu menangis maka
aku harus menyediakan tempat untukmu menangis sepuas hatimu."
Princess Minerva malu mendengar godaan itu. Ia hendak menunduk tetapi
tangan Alexander yang memegang dagunya menahannya.
"Baru kali ini aku melihatmu merasa malu," kata Alexander sambil tersenyum.
Kata-kata Alexander membuat Princess Minerva semakin merasa malu.
Alexander tersenyum melihat wajah Princess yang bersemu merah. "Sudah lama
aku tidak melihat wajahmu memerah," kata Alexander sambil menunduk
mencium pipi Princess Minerva yang memerah.
"Aku ingin terus menggodamu agar wajahmu semakin memerah seperti buah
apel tetapi aku masih harus menjelaskan segala masalah yang timbul karena
kesalahanku," kata Alexander.
Princess Minerva tidak berani melihat mata Alexander ketika pria itu
menjelaskan segala sesuatunya. Princess kembali berusaha menyembunyikan
wajahnya dari Alexander. Kali ini Alexander tidak mencegah Princess.
Setelah Princess Minerva menyembunyikan wajahnya di dadanya, Alexander
kembali memeluk Princess.
Jantung Princess Minerva berdebar-debar setelah canda mereka yang singkat
itu. Princess Minerva merasa wajahnya memanas.
Alexander tersenyum dan kembali membelai Princess Minerva.
"Sejak pesta itu aku memang sering mengajak Lady Debora pergi tetapi
sesungguhnya aku bermaksud mengajakmu pergi. Selama aku mengenalmu
hingga engkau tahu aku putra Duke of Blueberry, aku telah mengetahui kalau
engkau senang hidup sederhana sedangkan aku ingin menghiasimu dengan
segala yang indah dan mewah."
Alexander tersenyum lagi. "Lucu, bukan" Setelah mengetahui engkau seorang
putri, rasanya aku tidak perlu mewujudkan keinginanku karena engkau telah
hidup dalam kemewahan."
Princess Minerva hanya diam saja mendengar ucapan Alexander.
"Setelah mengetahui aku putra Duke of Blueberry, aku khawatir engkau tidak
mau lagi pergi denganku sedangkan aku ingin mengajakmu ke berbagai tempat.
Maka aku menggunakan Lady Debora sebagai alatku untuk mengajakmu pergi,"
kata Alexander. "Lady Debora pasti sangat marah bila ia tahu engkau menggunakannya untuk
mengajakku pergi," kata Princess Minerva.
Alexander tersenyum. Ia baru saja menyadari Princess Minerva sudah tidak
sesopan dulu lagi kepadanya. Sekarang yang diinginkan Alexander adalah
mendengar Princess Minerva memanggilnya 'Al'.
"Biarkan saja. Ia juga ingin menggunakan aku sebagai alat agar dia bisa
menjadi Duchess of Blueberry."
Princess Minerva terkejut. Ia menengadahkan kepala dan memandang
Alexander. "Engkau sudah tahu?"
Alexander tersenyum. "Tentu saja aku tahu, Maria."
"Lady Debora pasti akan semakin sedih."
"Ia tidak akan sedih melainkan jengkel, Maria," kata Alexander mengkoreksi, "Ia
akan semakin jengkel kalau tahu aku menggunakannya untuk membawamu ke
Blueberry House." Princess Minerva menatap wajah Alexander tanpa mengatakan apa-apa.
Alexander tidak dapat membaca apa yang dirasakan Princess Minerva saat ini.
Mata Princess Minerva kembali tampak tenang walaupun sisa air matanya masih
ada. Seulas senyum menghiasi wajahnya. Alexander merasa bahagia melihat
senyum itu. Ia tahu senyum itu hanya ditujukan padanya. Sudah lama sekali ia
ingin melihat gadis yang dicintainya tersenyum hanya pada dirinya.
"Apakah engkau memaafkan aku, Maria?"
Princess Minerva mengangguk. "Aku memaafkanmu. Sejak semula aku telah
memaafkanmu." Alexander tersenyum. "Sejak semula aku tahu engkau memang baik hati.
Rasanya sulit kupercayai engkau mau memaafkan aku setelah aku dengan


Gadis Misterius Karya Sherls Astrella di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

begitu kejam melukai perasaanmu."
"Aku memaafkanmu," kata Princess Minerva meyakinkan Alexander.
Princess Minerva tersenyum melihat keinginan Alexander yang tampak di
wajahnya. Walaupun Alexander tidak mengucapkannya tetapi Princess Minerva
dapat menduganya. "Aku mencintaimu, Al," kata Princess Minerva sambil
tersenyum manis. Alexander tersenyum bahagia mendengarnya. Ia memeluk Princess Minerva
erat-erat. "Katakan lagi, Maria."
Princess Minerva tersenyum dan mengulangi kata-katanya, "Aku mencintaimu,
Al. Aku mencintaimu sejak pertama kali kita bertemu."
Alexander semakin mempererat pelukannya.
"Al, kalau engkau terus mempererat pelukanmu, aku akan mati tercekik," goda
Princess Minerva. "Tidak akan, Maria. Aku akan melindungimu agar engkau tetap merasa
tentram," kata Alexander, "Sekarang, Maria, apakah engkau mau menikah
denganku?" Princess Minerva terkejut. "Mengapa, Al?"
Alexander memandang wajah Princess Minerva lekat-lekat. "Apakah engkau
tidak suka?" Princess Minerva menggelengkan kepalanya. "Bukan itu maksudku. Yang
kumaksudkan mengapa engkau terburu-buru?"
Alexander tersenyum. "Aku tidak ingin melepaskanmu lagi. Aku tidak akan
membiarkan engkau tiba-tiba menghilang seperti engkau tiba-tiba menghilang
dari Obbeyville." "Tetapi, Al, engkau sudah tahu aku berada di mana setiap musim apa. Aku tidak
akan menghilang lagi."
"Engkau tidak senang menikah denganku?" tanya Alexander cemberut.
Princess Minerva tersenyum penuh pengertian. "Aku senang sekali, Al."
"Maka menikahlah denganku," sela Alexander.
"Tetapi engkau seperti orang yang terburu-buru, Al. Kita baru saja bertemu lagi
dan engkau ingin segera menikah denganku."
Alexander tersenyum. "Ijinkanlah aku membahagiakanmu di sisa hidupmu,
Maria. Aku tahu engkau tidak dapat hidup lebih lama lagi karena itu ijinkan aku
membahagiakan hidupmu selagi engkau masih hidup."
Princess Minerva terkejut. "Siapa yang memberi tahumu?"
Alexander sadar ia telah melakukan kesalahan tetapi ia sudah terlambat untuk
mundur maka ia mengaku. "Kakakmu yang mengatakannya. Kata kakakmu,
Dokter Donter yang memberi tahunya."
Princess Minerva tertawa geli mendengar kata-kata itu.
Alexander kebingungan melihat Princess Minerva tertawa kecil. "Apa yang
terjadi, Maria?" "Engkau tidak perlu khawatir, Al. Aku masih dapat hidup hingga tua."
Mendengar penjelasan Princess Minerva, Alexander semakin tidak mengerti.
"Kakakmu yang mengatakannya, Maria. Kata kakakmu engkau belum tahu."
"Al, Dokter Donter tidak pernah berbohong kepadaku. Ia tahu bila ia berbohong
maka ia tidak akan mendapatkan kue buatanku. Ia sangat menyukai kue
buatanku sehingga ia tidak pernah berbohong kepadaku," kata Princess Minerva
menjelaskan. "Aku tidak peduli apakah kakakmu benar atau tidak. Yang kupedulikan adalah
engkau mau atau tidak menikah denganku?"
Princess Minerva tersenyum melihat kesungguhan dalam mata Alexander. Mata
pria mengatakan ia tidak ingin keinginannya ditolak. "Karena aku mencintaimu
dan engkau tidak ingin keinginanmu ditolak," kata Princess Minerva lambatlambat.
Alexander semakin tidak sabar mendengar kata-kata yang diucapkan Princess
Minerva lambat-lambat seakan-akan enggan menyelesaikan kalimatnya.
Princess Minerva mengetahui hal itu. Ia tersenyum manis dan melanjutkan
kalimatnya dengan penuh kesungguhan, "Aku bersedia, Al."
Kalimat pendek itu membuat Alexander merasa sangat bahagia. Tidak
disangkanya gadis yang dicintainya ternyata sangat mencintai dirinya hingga
mau memaafkan segala kesalahannya serta bersedia menikah dengannya.
Alexander tersenyum ketika teringat saat ia merasa khawatir Princess Minerva
tidak mau memaafkan kata-kata kejamnya. Selama berada di Istana Plesaides,
ia selalu melihat Princess Minerva selalu tersenyum ceria dan matanya masih
tetap tenang seolah-olah tidak pernah terjadi apapun selama ia berada di
Obbeyville. Alexander begitu khawatir Princess Minerva tidak mau mengingat
segala kenangannya di Obbeyville setelah ia membuat Princess Minerva
menangis. Alexander ragu Princess Minerva masih mau mengingat dirinya apalagi setelah
melihat Princess Minerva tampak sangat ingin menjaga jarak dengannya. Setiap
kali mereka bertemu Princess Minerva sama sekali tidak mau melihat wajahnya
bahkan tidak pernah mengajaknya bicara. Princess Minerva menganggap dirinya
tidak ada. Itulah yang semula dirasakan Alexander sebelum ia meyakinkan dirinya pada
kata-kata Pangeran Alcon. Pangeran Alcon berusaha keras meyakinkan
Alexander bahwa Princess Minerva tidak pernah memperlihatkan perasaannya
kepada siapapun. Dalam keadaan sedih maupun senang, Princess Minerva selalu
tersenyum. Dengan menyakinkan dirinya akan kata-kata Pangeran Alcon, Alexander menuju
Ruang Tidur Princess Minerva dan kini ia sedang memeluk gadis yang
dicintainya. Perasaan Alexander benar-benar terasa tenang dan bahagia. Alexander tidak
lagi khawatir gadis yang dicintainya tidak mau memaafkannya. Ia bahagia
setelah mendengar kata-kata gadis itu.
Alexander sadar Princess Minerva tidak pernah melihatnya bahkan
menganggapnya tidak ada ketika mereka bertemu bukan karena Princess
Minerva tidak mau memaafkannya tetapi karena Princess Minerva ingin
melakukan permintaannya. Permintaan untuk tidak melihat wajah Princess lagi.
Bukan hanya Alexander saja yang merasa bahagia. Princess Minerva juga
merasa sangat bahagia apalagi setelah menyadari kesedihannya selama ini tidak
akan pernah terwujud. Princess Minerva membaringkan kepalanya di dada Alexander dan tersenyum
bahagia. Tiba-tiba Princess Minerva teringat sesuatu. Princess menengadahkan
kepalanya. "Bagaimana kita mengatakannya kepada mereka, Al?" tanya Princess
Minerva cemas. Alexander tersenyum. Ia tahu apa yang dimaksudkan Princess Minerva. "Jangan
khawatir, Maria. Kita yang akan mengatakannya kepada mereka."
"Bagaimana kita mengatakannya kepada mereka tanpa mengatakan segala
sesuatunya?" "Kakakmu benar, engkau seorang gadis yang tertutup. Engkau tidak mau
seorang pun tahu apa yang engkau rasakan bahkan aku," kata Alexander,
"Engkau bahkan tidak pernah tertawa ketika bersamaku. Engkau hanya
menangis. Aku tidak dapat membuatmu tertawa, aku hanya membuatmu
merasa sedih." Princess Minerva tersenyum sedih mendengar suara sedih Alexander. "Engkau
salah, Alexander. Hanya kepadamu saja aku menunjukkan perasaanku. Engkau
selalu membuat aku tertawa tetapi aku menahannya."
Alexander tak percaya pada apa yang didengarnya. "Mengapa engkau
menahannya, Maria?" "Mungkin karena aku telah terbiasa menahan segala perasaanku."
"Aku ingin engkau tidak pernah menahan perasaanmu bila bersamaku, Maria.
Aku ingin melihat engkau tertawa, menangis, marah bukan hanya selalu
tersenyum," kata Alexander, "Aku selalu senang melihat senyummu tetapi aku
lebih senang melihat semua perasaanmu."
Princess Minerva tersenyum. "Aku tidak pernah menutupi perasaanku
kepadamu, Al. Aku tahu engkau berbeda dari semua orang."
"Berbeda?" tanya Alexander tak mengerti.
"Engkau tidak pernah mengharapkan aku selalu terlihat sempurna sedangkan
orang lain ingin melihat aku yang selalu sempurna," kata Princess Minerva
menjelaskan, "Mereka menganggap kesalahanku adalah sesuatu yang tidak
wajar sedangkan engkau tidak."
"Aku juga melihat engkau berbeda dari gadis-gadis lainnya," kata Alexander
mengakui, "Engkau selalu terlihat sempurna di mataku, Maria. Engkau benarbenar
seorang gadis yang sempurna di mataku."
"Bila aku tidak sempurna seperti yang kaulihat, engkau tidak akan
menyukaiku?" Alexander tersenyum mendengar kekhawatiran Princess Minerva. "Aku telah
terjerat oleh daya tarikmu, Maria, dan aku tidak dapat melepaskan diri. Tetapi
aku memang tidak ingin melepaskan diriku darimu atau lebih tepat aku tidak
ingin engkau menghilang dari sisiku."
"Bagaimana kita memberi tahu mereka tanpa mengatakan semuanya, Al. Aku
tidak ingin mereka juga merasa sedih mendengar cerita ini," kata Princess
Minerva. "Jangan khawatir, Maria. Kita akan mengatasinya," kata Alexander sambil
tersenyum. "Tetapi mereka pasti tidak percaya bila kita tidak menjelaskan semuanya mulai
dari yang terjadi di Obbeyville hingga saat ini."
Princess Minerva menatap cemas wajah Alexander.
Suara pintu yang tiba-tiba terbuka membuat kedua insan yang berpandangpandangan
itu memalingkan kepalanya.
Pangeran Alcon tersenyum senang di ambang pintu. "Tidak perlu repot-repot
memberi tahu kami. Kami semua sudah tahu semuanya."
Princess Minerva bingung mendengar kata-kata kakaknya.
Pangeran Alcon tersenyum nakal kemudian ia memalingkan kepalanya dan
bertanya, "Benar, bukan?"
Sebagai jawaban dari pertanyaan Pangeran Alcon, muncullah beberapa orang
dari belakang Pangeran sambil tersenyum senang.
Alexander dan Princess Minerva terkejut melihat Raja dan Ratu serta Duke dan
Duchess of Blueberry mendekati tempat mereka. Di belakang mereka masih ada
Mrs. Wve serta Mrs. Vye. "Sejak kapan kalian berada di sana?" tanya Princess Minerva curiga.
Pangeran Alcon duduk di samping Princess Minerva dan tersenyum nakal. "Sejak
tadi." "Mengapa aku tidak mendengar kalian?" tanya Alexander kebingungan.
Pangeran Alcon tersenyum. "Sejak tadi engkau hanya memperhatikan Minerva.
Bagaimana mungkin engkau akan memperhatikan yang lainnya?"
"Sejak kapan kalian mempunyai kebiasaan mencuri dengar pembicaran orang?"
"Ayolah, Minerva. Jangan berkata seperti itu. Kami semua ingin tahu bagaimana
hubungan kalian," kata Pangeran Alcon sambil menatap nakal pada adiknya.
"Mengapa engkau berbohong kalau aku tidak akan hidup lama?" tanya Princess
Minerva. Pangeran Alcon tersenyum sambil menatap wajah Alexander. "Tadi aku melihat
Alexander ragu-ragu menemuimu maka aku memberinya sediki dorongan
dengan menipunya." "Engkau memang jahat, Al," kata Princess Minerva sambil tersenyum pada
kakaknya. "Kakakmu benar, Maria. Tadi aku memang ragu-ragu menemuimu," kata
Alexander. "Mengapa engkau ragu-ragu menemui Minerva?" tanya Pangeran Alcon.
Alexander tersenyum sambil menatap Princess Minerva yang kini diapit dua
lelaki. Pria yang paling dicintainya duduk di tepi kiri pembaringannya sedangkan kakak
yang disayanginya duduk di tepi kanan pembaringannya.
"Aku telah mengatakan sesuatu yang membuat Maria menjauhiku," kata
Alexander tanpa melepaskan pandangannya dari Princess Minerva.
"Minerva selalu tahu apa yang harus dilakukannya," kata Raja yang berdiri di
belakang Pangeran Alcon. Alexander mengangguk. "Tetapi saya khawatir Maria tidak mau menemui saya
lagi." "Minerva anak yang penurut kecuali kalau disuruh diam. Ia selalu mendengarkan
kata-kata semua orang dan melakukannya dengan baik," kata Pangeran Alcon.
"Hanya bila disuruh berbaring saja, Minerva menjadi anak yang tidak penurut.
Hanya pada awalnya saja ia menjadi penurut tetapi bila ia mulai merasa bosan,
ia mulai melakukan segala kesibukannya," tambah Raja.
"Itulah kelebihan Princess Minerva dibandingkan semua orang," kata Mrs. Wve,
"Saya yakin ia satu-satunya putri yang tidak mau disuruh diam."
Ratu tersenyum pada putrinya, "Selamat, Minerva. Semoga Alexander berhasil
membuat engkau diam tanpa melakukan segala kesibukanmu yang rutin itu."
Princess Minerva menyandarkan kepalanya di dada Alexander dan tersenyum.
Duchess tersenyum melihat Alexander yang memeluk Princess dengan mesra.
"Tidak percuma aku membatalkan perjalananku," gumam Duchess.
Duke terkejut mendengarnya. "Engkau membatalkan perjalanan yang paling
kauinginkan untuk ini?"
Duchess tersenyum. "Aku melihat Alexander berubah setelah bertemu dengan
Princess Minerva dan aku merasa ada sesuatu di antara mereka yang harus
diselesaikan." "Saya juga merasa seperti itu," kata Mrs. Wve.
"Saya merasa mereka hubungan baik-baik saja. Saya tidak melihat yang lain,"
kata Mrs. Vye. Mrs. Wve menggelengkan kepalanya. "Aku susah mengatakan kepadamu, Mrs.
Vye. Engkau tidak dapat mengerti masalah perasaan."
Mrs. Vye mengangguk. "Aku memang paling tidak mengerti dengan masalah
perasaan." Pangeran Alcon tersenyum. "Ketika mendengar engkau pingsan di dapur, aku
mengira aku telah membuat keputusan yang salah tetapi kini aku merasa
keputusanku benar." Teringat akan peristiwa yang baru saja menggemparkan Istana, Ratu bertanya,
"Mengapa engkau ke dapur, Minerva" Bukankah engkau tahu dapur Istana
terletak di bawah tanah yang dingin."
"Aku ingin membuatkan sesuatu untuk Al, Mama. Aku tahu ia merindukan
kueku," jawab Princess Minerva sambil tersenyum melihat wajah kakaknya.
"Engkau memang nakal, Minerva," kata Pangeran Alcon, "Tetapi aku merasa
senang ternyata engkau memperhatikan aku."
"Aku selalu memperhatikan engkau, Al. Engkau kakakku," kata Princess
Minerva. Pangeran Alcon tersenyum, "Aku belum mengucapkan selamat kepadamu,
Minerva." Princess Minerva membalas senyuman kakaknya, "Engkau baru melakukannya."
"Kurasa akan merupakan kejutan yang sangat menarik bila kita juga
mengumumkan hal ini kepada masyarakat," kata Raja.
"Benar, Papa. Mengapa hal ini tak terpikirkan olehku," kata Pangeran Alcon,
"Aku akan mengumumkannya di pesta nanti."
"Pesta itu pasti akan menjadi pesta yang tak terlupakan oleh penduduk Kerajaan
Zirva," kata Mrs. Wve.
"Tentu saja, Mrs. Wve," kata Pangeran Alcon dengan tersenyum senang.
"Saya mengucapkan selamat kepada Anda, Princess," kata Mrs. Wve.
Setelah menerima ucapan selamat dari orang-orang yang dekat dengannya,
Princess Minerva masih menerima banyak ucapan selamat dari orang lain.
Sambil menanti pesta itu, Alexander lebih banyak menghabiskan waktunya
untuk menemani Princess Minerva.
Raja tersenyum kesal melihat saingannya bertambah satu. Pangeran Alcon juga
tersenyum kesal melihat ia mempunyai saingan baru yang lebih dekat dengan
adik kesayangannya dibandingkan dirinya. Tetapi baik Raja maupun Pangeran
merasa senang melihat Alexander semakin dekat dengan Princess Minerva.
Ratu yang mengetahui hanya tersenyum seperti biasanya. Ratu sendiri juga
bahagia dengan semua ini. Hubungan Ratu dan Duchess semakin dekat setiap
harinya demikian pula hubungan Duke dengan Raja dan Pangeran.
Princess Minerva tersenyum melihat semuanya.
Walaupun tidak pernah keluar dari kamarnya tetapi Princess Minerva tidak
pernah merasa kesepian. Raja dan Ratu juga kedua orang tua Alexander setiap
hari menghabiskan waktunya di kamar Princess Minerva.
Harapan Ratu terkabul. Alexander benar-benar membuat Princess Minerva tidak
merasa bosan berada di atas tempat tidurnya tanpa melakukan segala
kesibukannya. Bukan hanya Ratu saja yang senang melihat Princess Minerva mau diam demi
kesehatannya. Semua orang senang melihat Princess Minerva mau berada di
kamarnya hingga pesta yang direncanakan Pangeran Alcon berlangsung.
Persiapan yang dilakukan oleh semua orang di Istana untuk menghadapi pesta
musim dingin yang dibuat Pangeran Alcon, membuat Princess Minerva tertarik
untuk meninggalkan kamarnya dan membantu semua orang.


Gadis Misterius Karya Sherls Astrella di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tetapi Alexander tidak mengijinkan Princess Minerva meninggalkan kamarnya.
Bukan hanya Alexander saja yang melarang Princess. Semua orang melarang
Princess. "Kami ingin membuat kejutan untuk Anda, Princess," kata mereka.
Walaupun setiap orang mengatakan hal yang sama pada Princess Minerva tetapi
gadis itu tetap bersikeras membantu mereka.
"Engkau harus diam di sini, Maria," bujuk Alexander, "Biarkan mereka
menyiapkan segala sesuatunya untuk membuatmu terkejut."
"Aku ingin membantu mereka, Al," kata Princess Minerva.
Alexander tersenyum. "Engkau sudah membantu dengan tetap diam di sini. Aku
akan tinggal di sini dan menghiburmu agar engkau tidak bosan."
"Aku mulai bosan terus menerus berada di atas tempat tidur. Rasanya seluruh
badanku terasa kaku seperti boneka."
"Jadilah boneka yang manis dan cantik," kata Alexander.
Akhirnya Princess Minerva tidak lagi memaksa membantu setiap orang. Ia hanya
diam di kamarnya bersama Alexander sambil menantikan hari esok.
Ketika hari telah berganti, Pangeran Alcon terlihat sangat bersemangat.
Sepanjang hari Pangeran Alcon menyibukkan diri dengan memeriksa kembali
semua persiapan yang kemarin mereka kerjakan.
Princess Minerva tidak mengetahui kakaknya tampak antusias sekali menanti
sore hari. Princess Minerva juga tidak tahu pesta seperti apa yang disiapkan
kakaknya untuknya. Semua orang tampak sibuk menyelesaikan persiapan terakhir pesta dan
meninggalkan Princess Minerva sendirian di kamarnya. Alexander yang selalu
menemani Princess Minerva juga tidak tampak di kamar Princess.
Karena tidak boleh meninggalkan kamarnya, Princess Minerva hanya duduk di
depan pianonya sepanjang hari. Untuk menghabiskan waktu yang harus
dilaluinya sendirian, Princess Minerva memainkan pianonya dan menghiasi
seluruh koridor lantai empat dengan alunan pianonya yang merdu. Princess
Minerva mengerti Alexander serta semua orang sangat sibuk sehingga tidak
seorang pun yang menemaninya.
Setelah menyediakan sarapannya, Mrs. Wve dan Mrs. Vye meninggalkan kamar
Princess Minerva dan baru muncul ketika mereka akan mempersiapkan Princess
Minerva untuk menghadapi pesta itu.
Princess Minerva masih duduk di depan pianonya ketika kedua wanita itu
datang. Kedua wanita tua itu menggiring Princess Minerva ke Ruang Tidurnya dan mulai
mendandani Princess Minerva secantik mungkin.
"Anda cantik sekali, Princess. Saya yakin semua orang akan terpesona pada
Anda," kata Mrs. Wve sambil memperhatikan Princess Minerva.
Princess Minerva tersenyum sambil memandangi wajahnya di cermin.
Mrs. Wve dan Mrs. Vye mendandani Princess Minerva persis seperti saat Princess
Minerva menemui Duke of Blueberry di Ruang Pertemuan. Hanya saja kali ini
bunga-bunga yang menghiasi rambut Princess Minerva semuanya berwarna
putih, bukan bunga yang berwarna-warni. Demikian pula gaun Princess Minerva
yang berwarna putih polos. Kainnya yang lembut bersinar setiap kali Princess
Minerva bergerak. "Pangeran Alcon meminta Anda menanti di sini hingga ia memanggil Anda,
Princess," kata Mrs. Wve.
Princess tersenyum sambil menganggukkan kepalanya.
Kedua wanita itu membungkuk dan segera meninggalkan Princess.
Princess Minerva tersenyum pada bayangannya kemudian menuju sangkar
burung layang-layang di dekat piano putihnya. Burung layang-layang itu tampak
lebih sehat daripada waktu Princess Minerva menemukannya. Burung itu telah
bergerak di sangkarnya yang besar dan mulai terbang ke sana kemari.
"Sebentar lagi musim semi dan engkau akan segera berkumpul kembali dengan
teman-temanmu," kata Princess kepada burung itu.
Burung itu terbang dengan gembira di dalam sangkarnya seolah-olah mengerti
apa yang dikatakan Princess Minerva.
Princess Minerva tersenyum ketika ia teringat kekhawatiran yang dulu
dirasakannya ketika ia membayangkan pesta ini.
Saat itu Princess Minerva sangat khawatir memikirkan bagaimana harus
menghadapi Alexander. Kini Princess Minerva tidak lagi merasa khawatir. Tidak
ada lagi yang perlu dikhawatirkan Princess Minerva setelah Alexander
melamarnya. "Tinggalkan burung kesayanganmu itu, Minerva."
Princess Minerva terkejut mendengar teguran yang tiba-tiba itu. Ia tersenyum
dan memalingkan kepalanya kepada Pangeran Alcon.
Pangeran Alcon mendekati Princess Minerva. "Aku yakin engkau tidak ingin
mengurung burung ini dalam sangkarnya."
"Engkau benar, Al. Aku ingin melepas burung ini di dalam kamar ini tetapi aku
tahu kedua pengasuhku akan marah," kata Princess Minerva sambil tersenyum.
"Sebentar lagi engkau akan dapat melepaskannya."
"Ya, sebentar lagi musim semi dan teman-teman burung ini akan tiba," kata
Princess Minerva sambil menatap wajah kakaknya.
Pangeran Alcon tersenyum. "Hari ini engkau cantik sekali, Minerva. Dan
sekarang aku ingin menunjukkan kecantikanmu itu pada setiap orang," kata
Pangeran Alcon sambil mengulurkan tangannya.
Princess Minerva tersenyum sambil menerima uluran tangan Pangeran Alcon.
Tangan Pangeran Alcon terus menggenggam erat tangan Princess hingga
mereka tiba di Hall yang telah berisi beberapa orang.
Semua orang melihat pada Princess Minerva ketika melihat Princess Minerva
menuruni tangga bersama Pangeran Alcon.
Princess Minerva tersenyum pada orang-orang itu kemudian bersama kakaknya,
ia menghampiri kedua orang tuanya.
Ketika ia telah berada di sisi kedua orang tuanya, Princess Minerva mencium pipi
orang tuanya. "Engkau cantik sekali, Minerva," kata Raja sambil memegang pundak Princess
Minerva. "Terima kasih, Papa."
"Sambutlah setiap tamu yang ada, Minerva," kata Ratu.
Princess Minerva mengangguk dan segera menerima uluran tangan Pangeran
Alcon. "Bila melihat cara mereka menatap kita, kurasa mereka mengira kita adalah
sepasang kekasih," kata Pangeran Alcon.
Princess Minerva tersenyum mendengar kata-kata itu.
Bersama kakaknya, Princess Minerva menyambut setiap tamu yang datang.
Setiap tamu itu mula-mula mengira Princess Minerva adalah kekasih Pangeran
Alcon ketika melihat sikap Pangeran Alcon yang penuh perhatian kepada
Princess Minerva tetapi setelah diperkenalkan pada Princess Minerva, mereka
tahu dugaan mereka salah.
Princess Minerva hanya tersenyum ketika ia mengetahui dugaan tamu-tamunya
ketika melihat sikapnya yang akrab dengan kakaknya tetapi Pangeran Alcon
berpendapat lain. "Aku khawatir bila mereka terus mengira aku adalah kekasihmu, Alexander akan
cemburu padaku," kata Pangeran Alcon sambil mendekati tamu yang lain.
Princess Minerva tersenyum melihat tamu yang terkejut melihatnya.
"Selamat sore, Mr. Townie," sapa Princess Minerva.
"Engkau telah mengenalnya?" tanya Pangeran Alcon terkejut.
Princess Minerva mengangguk. "Aku bertemu dengannya ketika aku berada di
Obbeyville." Mendengar Princess Minerva mengucapkan nama 'Obbeyville', Trown Townie
semakin merasa terkejut. "Maria?" kata Trown Townie tak percaya pada apa
yang dilihatnya. "Lama kita tidak berjumpa," kata Princess Minerva.
"Aku tidak percaya," gumam Trown Townie, "Apakah Anda benar Maria?"
Princess Minerva tersenyum. "Seperti yang Anda lihat, Mr. Townie. Saya adalah
Maria." "Anda juga Princess Minerva," tambah Trown Townie.
Pangeran Alcon tersenyum. "Ia adalah Maria dan juga Princess Minerva," ulang
Pangeran Alcon. "Saya tidak percaya masih dapat melihat Anda setelah Anda menghilang dari
Obbeyville," kata Trown Townie, "Ketika Anda tiba-tiba menghilang, semua
penduduk Obbeyville mengatakan Anda kembali ke Holly Mountain dan
membawa serta Mrs. Vye."
Pangeran Alcon tertawa mendengarnya. "Engkau hebat, Minerva. Engkau
membuat banyak sensasi di Obbeyville."
Princess Minerva tersenyum melihat gelak tawa kakaknya.
"Saya yakin Duke of Blueberry juga terkejut bila ia mengetahui Anda adalah
Maria," kata Trown Townie.
"Duke of Blueberry telah mengetahuinya dan ia juga terkejut seperti Anda ketika
mengetahui Maria adalah gadis yang sama dengan Minerva," kata Pangeran
Alcon. Trown Townie terkejut. "Apakah Duke telah tiba?"
"Ia telah berada di Istana Plesaides jauh sebelum pesta ini dilaksanakan," jawab
Pangeran Alcon. "Saya tidak mengetahuinya. Saya hanya mendengar Duke sedang pergi."
"Duke ke Istana Plesaides dulu sebelum ia pergi. Semula Duke hendak meminta
ijin saya untuk tidak menghadiri pesta ini tetapi kemudian ia merubah
pikirannya," kata Pangeran Alcon.
"Saat ini Duke sedang berbicara bersama orang tua saya. Bila Anda mau, saya
akan memanggilkan Duke," kata Princess Minerva.
Trown Townie menggelengkan kepalanya. "Terima kasih, Princess Minerva.
Tetapi saya akan menemui mereka sendiri. Saya melihat Anda dan Pangeran
masih hendak menyambut tamu-tamu yang lain."
"Saya akan menemani Anda, Trown Townie," kata Pangeran Alcon.
Trown Townie menatap Princess Minerva.
Pangeran Alcon mengerti apa yang hendak dikatakan Trown Townie. "Saya akan
meminta Alexander menggantikan saya. Sejak tadi semua orang menduga saya
dan Minerva adalah kekasih. Saya rasa sebaiknya pandangan itu dirubah."
Pangeran Alcon menatap dalam-dalam wajah Princess Minerva. "Tunggulah di
sini, Minerva." Princess Minerva mengangguk. Princess Minerva melihat Trown Townie
mendekati kedua orang tuanya bersama kakaknya.
"Baroness Sidewinder dari Obbeyville tiba."
Princess Minerva terkejut mendengar suara prajurit yang mengumumkan
kedatangan Baroness Lora. Princess Minerva memalingkan kepalanya dan
melihat Baroness Lora serta Lady Debora berjalan dengan anggun memasuki
Hall. Seperti biasanya Baroness Lora maupun Lady Debora selalu tampil dengan
penuh kemewahan. Gaun yang dikenakan Lady Debora dan Baroness Lora juga
tampak menyolok dibandingkan gaun wanita-wanita lainnya. Wajah senang dan
penuh percaya diri di kedua wanita itu berubah ketika melihat Princess Minerva
mendekati mereka dengan senyum yang manis.
Kedua wanita itu terpaku melihat Princess Minerva mendekat.
"Selamat datang, Baroness Lora dan Lady Debora," sapa Princess Minerva,
"Saya telah menantikan Anda."
"Terima kasih," kata Baroness Lora gugup.
Baroness Lora dan Lady Debora tidak tahu mengapa gadis yang dulu mereka
kenal sebagai Maria bisa berada di Istana Plesaides tetapi mereka masih belum
tahu kalau gadis yang berdiri di hadapan mereka itu adalah Princess Minerva.
Princess Minerva tersenyum. "Silakan masuk. Kami semua telah menanti Anda."
Baroness Lora mengangguk dan segera memasuki Hall. Rasa terkejut dan heran
di wajah kedua wanita itu masih belum hilang ketika mereka mendekati
kerumunan orang di Hall yang membicarakan Princess Minerva. Ketika mereka
mendengar pembicaraan itu, barulah mereka mengerti mengapa Maria bisa
berada di Istana Plesaides dan mereka semakin merasa gugup ketika menyadari
gadis yang menyambut mereka adalah Princess Minerva.
Princess Minerva tersenyum melihat Baroness Lora serta Lady Debora mendekati
tamu-tamu yang lain. Kemudian Princess Minerva berdiri di jendela dan memandang ke halaman
Istana. "Maria." Panggilan itu membuat Princess Minerva memalingkan kepalanya. Princess
Minerva tersenyum pada Alexander.
"Mengapa engkau berada di sini" Engkau bisa sakit lagi," kata Alexander.
"Aku sedang menanti seseorang, Al," kata Princess Minerva sambil kembali
menatap halaman Istana. Ketika menyadari ia telah mengatakan sesuatu yang
salah, Princess Minerva segera memalingkan kepalanya lagi. "Aku memang
sedang menanti orang yang dekat denganku tetapi tidak seperti kauduga, Al."
Alexander tersenyum. "Aku mengerti, Maria. Tetapi kalau engkau terus berdiri di
sini, engkau dapat jatuh sakit."
"Tidak apa-apa, Al. Aku tidak akan lama. Kurasa sebentar lagi mereka datang,"
kata Princess. Alexander memegang pundak Princess Minerva dari belakangnya. "Engkau
memang seperti yang orang-orang itu katakan, Maria. Engkau selalu tampak
bercahaya," kata Alexander.
"Rupanya sejak tadi tamu-tamu itu membicarakan diriku," kata Princess Minerva
tanpa mengalihkan perhatiannya dari halaman Istana.
"Ya, sejak tadi mereka membicarakanmu. Aku melihat engkau menyambut
Baroness Lora dan Lady Debora," kata Alexander, "Kulihat mereka terkejut
melihatmu." Princess Minerva mengangguk. "Mereka memang terkejut melihatku dan mereka
semakin terkejut ketika mereka mengetahui siapa diriku dari tamu-tamu itu."
"Mereka pasti merasa bingung menghadapimu, Maria."
Princess Minerva mengangguk tanpa mengatakan apa-apa. Saat itu mata
Princess Minerva menangkap sesuatu yang berjalan mendekati gerbang Istana.
Ketika kereta itu semakin mendekat, Princess Minerva tersenyum.
"Mereka telah tiba," kata Princess Minerva kepada Alexander.
Walaupun tidak mengerti apa yang akan dilakukan Princess Minerva, Alexander
tetap mengikuti Princess Minerva.
Princess Minerva mendekati Mrs. Vye yang sedang berbicara dengan Mrs. Wve di
dekat tangga. "Mrs. Vye, ikutlah denganku," kata Princess Minerva sambil menarik tangan Mrs.
Vye. Mrs. Vye kebingungan melihat perbuatan Princess Minerva. Ia membiarkan
Princess Minerva menarik tangannya ke pintu depan Istana Plesaides.
Mrs. Wve yang mengikuti Mrs. Vye juga tidak mengerti dengan perbuatan
Princess Minerva. Ketika mereka tiba di depan pintu masuk Istana Plesaides, Princess Minerva
tersenyum pada Mrs. Vye. "Lihatlah apa yang ada di luar, Mrs. Vye," kata Princess Minerva.
Walaupun tidak mengerti apa yang sedang dilakukan Princess Minerva, Mrs. Vye
membuka pintu itu dan segera melihat apa yang ada di luar.
Setelah melihat Mrs. Wve mengikuti Mrs. Vye ke halaman Istana Plesaides,
Princess Minerva segera memberi perintah kepada prajurit yang menjaga pintu
itu untuk menutup pintu dengan tangannya.
"Apa yang sedang kaulakukan, Maria?" tanya Alexander ketika melihat Princess
Minerva berjalan ke jendela.
"Aku membuat kejutan untuk Mrs. Vye, Al," kata Princess Minerva sambil
tersenyum, "Aku tahu Mrs. Vye merindukan Mrs. Fat, Mrs. Dahrien juga Mr.
Liesting, maka aku mengundang mereka ke mari."
"Engkau mengirim kereta kuda untuk menjemput mereka dan mereka berangkat
setelah Baroness Lora berangkat ke Istana Plesaides."
Princess Minerva tersenyum mendengar kata-kata Al. "Engkau benar, Al. Saat
kakakku tiba, aku meminta ia melakukan ini dan ia melakukannya sesuai
permintaanku. Mrs. Vye pasti merasa senang."
"Mrs. Fat, Mrs. Dahrien juga Mr. Liesting pasti merasa terkejut tiba-tiba sebuah
kereta kuda mewah menjemput mereka dan mengantar mereka ke Istana
Plesaides," tambah Alexander.
Princess Minerva tersenyum mendengar itu. "Kurasa sebaiknya kita
membaurkan diri dengan tamu-tamu lainnya, Al, dan membiarkan Mrs. Vye
berbicara dengan teman-temannya."
Alexander merangkulkan tangannya di pinggang Princess Minerva dan membawa
Princess Minerva ke sisi orang tuanya.
"Kurasa semua orang telah tiba," kata Pangeran Alcon.
Princess Minerva melihat jumlah tamu yang memenuhi Hall Istana dan ia
tersenyum melihat banyaknya orang di Hall. Ia telah menduga kakaknya akan
mengundang banyak orang dalam pesta ini.
"Aku akan memperkenalkanmu pada setiap orang," kata Pangeran Alcon.


Gadis Misterius Karya Sherls Astrella di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Princess Minerva menggelengkan kepalanya. "Tidak perlu, Al. Aku yakin semua
orang telah mengenalku."
"Tetapi, Minerva, belum tentu mereka semua tahu siapa dirimu."
"Al, aku tidak ingin menganggu percakapan mereka. Tidakkah engkau melihat
mereka sedang sibuk bercakap."
"Minerva, kakakmu benar. Tidak semua orang di sini yang mengenalmu," kata
Raja. "Sebaiknya kita menghormati keinginan Minerva. Semua orang membicarakan
Minerva dan itu berarti semua telah mengenal Minerva," kata Ratu. "Tidakkah
engkau mendengar mereka membicarakan kecantikkan Minerva?"
Pangeran Alcon mengangguk. "Aku mendengarnya, Mama. Tetapi aku ingin
mengenalkan Minerva secara resmi pada mereka."
"Al, aku tidak ingin mereka mengenalku secara resmi. Kukira perkenalan tidak
selalu harus berlangsung dengan resmi."
Pangeran Alcon tersenyum mendengar kata-kata adiknya. "Engkau memang
pandai merusak rencana orang."
Princess Minerva tersenyum.
"Baiklah, aku tidak akan memaksa lagi. Aku tahu engkau ingin berduaan dengan
tunanganmu, Alexander."
"Berbicara mengenai itu, aku memiliki usul," kata Raja.
"Usul apa?" tanya Ratu ingin tahu.
Raja membisikkan sesuatu kepada Ratu.
Ratu tersenyum mendengarnya. "Kurasa itu ide yang paling bagus yang pernah
kudengar. Aku akan membicarakannya dengan Duke dan Duchess."
Ratu mendekati Duke dan Duchess yang sedang berbicara bersama beberapa
orang di dekat mereka. "Apa yang Papa usulkan?" tanya Pangeran Alcon.
Sekali lagi Raja mengatakan usulnya dengan berbisik.
Pangeran Alcon tersenyum mendengarnya. "Ide bagus, Papa. Mengapa aku tidak
pernah memikirkannya."
Princess Minerva dan Alexander saling berpandangan tak mengerti.
"Sekarang kalian pergilah ke mana kalian suka dan berduaanlah," kata Pangeran
Alcon, "Kami tidak akan menganggu kalian."
Alexander menggandeng tangan Princess Minerva ke dekat jendela.
Setelah membantu Princess Minerva duduk, Alexander duduk di samping
Princess Minerva. "Aku tidak mengerti apa yang mereka rencanakan," kata Alexander.
"Aku juga tidak mengerti."
Princess Minerva menatap pintu masuk yang masih tertutup. Dan ia tersenyum
ketika melihat Mrs. Fat, Mrs. Dahrien dan Mr. Liesting mendekatinya bersama
Mrs. Vye dan Mrs. Wve. Princess Minerva bangkit dan menyapa mereka, "Selamat malam."
"Selamat malam, Princess Minerva," kata mereka.
Ketika mereka melihat Alexander berdiri di samping Princess Minerva, mereka
berkata, "Selamat malam, Tuan Muda."
Alexander tersenyum dan membalas sapaan itu. "Selamat malam."
"Saya senang sekali kalian mau datang," kata Princess Minerva sambil
tersenyum. "Tentu saja kami bersedia datang, Princess. Apalagi Anda telah repot-repot
mengirim kereta khusus untuk menjemput kami," kata Mr. Liesting.
"Kami sangat terkejut ketika tak lama setelah kepergian Baroness Lora, sebuah
kereta yang megah datang. Semula kami mengira kereta itu berhenti di tempat
yang salah tetapi rupanya kereta itu datang untuk menjemput kami," tambah
Mrs. Fat. "Mula-mula kami terkejut ketika kusir kereta itu mengatakan ia datang untuk
menjemput kami tetapi ketika ia menunjukkan surat pendek dari Anda, kami
mengira kami telah bermimpi," kata Mrs. Dahrien meneruskan.
Princess Minerva tersenyum melihat ketiga orang yang dekat dengannya ketika
ia tinggal di Obbeyville bergantian bercerita dengan penuh semangat.
Ketiga orang itu tidak berubah. Mrs. Fat yang gemuk masih suka bercanda. Mr.
Liesting masih memiliki janggut putih lebatnya dan Mrs. Dahrien masih terlihat
segar walaupun ia sudah tua.
"Tentu kalian mengira saya hendak membawa serta kalian ke Holly Mountain,"
kata Princess Minerva sambil tersenyum, "Seperti kalian menduga saya
membawa Mrs. Vye ke Holly Mountain."
Mrs. Dahrien menatap wajah Princess Minerva yang selalu dihiasi senyum.
Wajah Princess Minerva terlihat tampak sangat cerah dan tiada kesan
kemisteriusan di wajahnya yang cantik. Yang ada hanya kesan keanggunan yang
menawan hati. Mrs. Dahrien tersenyum. "Mula-mula kami memang berpikir seperti itu. Surat
Anda sangat pendek. Anda tidak menjelaskan apa pun dalam surat Anda. Anda
hanya menulis: Saya ingin mengundang Anda ke tempat saya. Kereta ini saya datangkan khusus
untuk menjemput Anda semua.
Maria. Lagipula Anda dan Mrs. Vye tiba-tiba menghilang dari Obbeyville."
Princess Minerva tersenyum mendengar Mrs. Dahrien mengulang isi suratnya.
"Saya ingin membuat kalian juga Mrs. Vye terkejut."
"Karena itu Anda tidak pernah mengatakan apa-apa kepada saya?" kata Mrs.
Vye. Princess Minerva mengangguk. "Saya tahu engkau merindukan Obbeyville
khususnya Mrs. Fat, Mrs. Dahrien dan Mr. Liesting. Karena itu saya ingin
membuat suatu kejutan bagi kalian semua."
"Anda berhasil melakukannya, Princess. Kami benar-benar terkejut ketika kereta
yang menjemput kami membawa kami ke tempat yang megah seperti ini," kata
Mrs. Fat. "Saya sama sekali tidak pernah menduga Anda dan Maria adalah orang yang
sama," kata Mrs. Dahrien. "Anda terlihat berbeda daripada waktu Anda masih
menjadi Maria." Mendengar kata-kata yang penuh rasa tidak percaya itu, Princess Minerva
tersenyum. "Saya dan Maria adalah gadis yang sama. Yang berbeda dari kami
hanyalah Maria seorang gadis yang kehilangan ingatannya dan saya yang
sekarang adalah seorang gadis yang hidup dalam kemewahan."
"Anda tampak semakin cantik dengan gaun yang indah, Princess. Memang Anda
lebih pantas mengenakan gaun yang indah daripada gaun pelayan," kata Mrs.
Dahrien. Princess Minerva tersenyum. "Saya mengundang kalian kemari bukan untuk
membuat Anda mengagumi saya."
"Tetapi Anda memang pantas untuk selalu dikagumi, Princess," kata Mrs. Wve.
"Ia memang satu-satunya gadis yang paling dikagumi di pesta ini," kata
Alexander, "Lihatlah semua orang sejak tadi memandanginya sehingga aku
khawatir dibuatnya."
Princess Minerva tersenyum pada Alexander.
Mrs. Wve tersenyum melihatnya. "Saya rasa Anda benar, Princess. Anda
mengundang mereka ke pesta ini untuk bersenang-senang. Kami akan
bersenang-senang." Rupanya bukan hanya Mrs. Wve saja yang tahu apa yang harus dilakukannya
saat ini. Tanpa mengatakan apa-apa, mereka semua membungkuk dan
meninggalkan Princess Minerva berdua dengan Alexander.
"Nikmatilah pesta ini," kata Princess Minerva sambil memandangi sekelompok
orang yang disayanginya itu menjauh.
Alexander tersenyum pada Princess Minerva. "Engkau memang baik, Maria.
Engkau memikirkan mereka juga."
Princess Minerva membalas pujian itu dengan senyuman. "Saat ini aku sedang
memikirkan Lady Debora."
"Mengapa?" tanya Alexander tak mengerti.
"Lady Debora sangat ingin merebut hati Al tetapi Al tidak menyukainya. Andai ia
tahu entah apa yang akan dikatakannya."
"Bagus!" seru seseorang dari samping Princess Minerva.
Princess Minerva terkejut mendengarnya. Ia memalingkan kepalanya dan
melihat kakaknya sedang tersenyum puas. Tiba-tiba Princess Minerva menyadari
makna senyum puas di wajah kakaknya. "Tidak, Al. Engkau tidak boleh
melakukannya." "Tidak apa-apa, Minerva. Ia telah menyakitimu dan aku tidak akan diam
melihatnya." "Tidak, Al. Aku tidak mengijinkan engkau mempermainkan Lady Debora. Ia
memang ingin sekali menjadi Ratu tetapi engkau tidak boleh
mempermainkannya," bujuk Princess Minerva.
"Ia telah mempermainkan engkau, mengapa aku tidak boleh?" tanya Pangeran
Alcon merajuk. Princess Minerva tersenyum, "Karena berkat ia pula aku dapat berada di sini
saat ini selain itu engkau telah berjanji padaku."
Pangeran Alcon mengeluh karena diingatkan janjinya. "Dan engkau tidak senang
pada orang yang melanggar janjinya."
"Dari mana engkau mengetahuinya, Maria?"
"Lady Debora sendiri yang mengatakan hal itu kepada Baroness Lora dan aku
berada di sana saat itu. Ketika itu Lady Debora baru saja membaca berita
hilangnya diriku dan ia sangat mengharapkan dapat menjadi temanku kemudian
menjadi Ratu," kata Princess Minerva menjelaskan.
Princess Minerva melayangkan pandangannya kepada Lady Debora yang berada
di kerumunan antara tamu-tamu. Princess Minerva tidak tahu apa yang
dirasakan wanita itu setelah mengetahui ia tidak akan dapat menjadi Ratu
terutama karena Princess Minerva telah mengetahui segala rencananya.
Pangeran Alcon mengikuti pandangan Princess Minerva. "Kurasa tidak ada
buruknya bila aku mempermainkan ia sedikit saja. Ia telah berencana
memanfaatkanmu untuk dapat menjadi Ratu dan aku tidak dapat memaafkan
siapa pun yang memanfaatkan adikku."
"Sebenarnya apa tujuanmu kemari, Al?" tanya Princess Minerva mengalihkan
perhatian kakaknya dari Lady Debora.
"Aku hanya ingin melihat kalian," jawab Pangeran.
"Kami baik-baik saja di sini," kata Alexander.
Pangeran Alcon mengangguk. "Aku juga melihatnya. Aku hanya merasa
cemburu melihat kalian semakin akrab. Sebentar lagi aku akan benar-benar
kehilangan Minerva."
"Mengapa engkau berbicara seakan-akan aku akan meninggalkan engkau untuk
selama-lamanya?" tanya Princess Minerva sedih.
"Karena memang engkau tidak lama lagi berada di Istana Plesaides. Tidak
sampai satu bulan lagi engkau akan meninggalkan tempat ini dan ikut
suamimu," kata Pangeran Alcon sambil menatap Alexander.
Princess Minerva tidak mengerti apa yang dikatakan kakaknya. "Apa yang
kaumaksudkan, Al" Apa yang kalian rencanakan sebulan lagi?"
Pangeran Alcon terkejut mendengar pertanyaan itu. Ia tidak menduga dirinya
telah membicarakan sesuatu yang seharusnya menjadi kejutan untuk adiknya,
Princess Minerva. "Karena aku telah mengatakannya kurasa sebaiknya aku mengatakan semuanya
kepadamu," kata Pangeran Alcon, "Kami telah memutuskan untuk
menyelenggarakan pernikahanmu di hari ulang tahunmu, Minerva."
Princess Minerva terkejut tetapi Alexander lebih terkejut lagi.
"Engkau merencanakannya tanpa sepengetahuan kami?"
"Sebenarnya aku hanya ingin memberi tahu Alexander dan membuat hal ini
menjadi kejutan di hari ulang tahunmu tetapi karena aku tidak sengaja
mengatakannya maka kalian berdua kuberi tahu."
"Sayang sekali hal ini tidak jadi menjadi kejutan untuk hadiah ulang tahun
Maria," kata Alexander.
Mendengar Alexander secara tidak langsung juga menyetujui ide kakaknya serta
kedua orang tuanya, Princess Minerva tersenyum. Sekarang ia mengerti
mengapa tadi ibunya tampak gembira mendengar sesuatu dari ayahnya. Raja
membisikkan ide itu kepada Ratu dan Pangeran Alcon. Kemudian Ratu
membicarakannya dengan Duke dan Duchess dan mereka semua menyetujui ide
Raja. "Engkau benar, Minerva. Semua orang telah mengenalmu sebagai Princess
Minerva tanpa kuumumkan," kata Pangeran Alcon, "Tetapi aku masih
mendengar Alexander memanggilmu Maria."
Mendengar rasa ingin tahu dalam suara Pangeran Alcon, Alexander berkata,
"Aku lebih suka Minerva sebagai Maria yang tidak pernah menahan dirinya
daripada Minerva sebagai seorang putri yang selalu menahan dirinya dan
menjaga perasaannya."
"Engkau telah mendengarnya, Al. Al lebih suka aku menjadi Maria daripada
menjadi Princess Minerva."
Pangeran Alcon tersenyum. "Aku heran engkau memanggil kami dengan
panggilan yang sama, Al. Tetapi mengapa aku selalu tahu siapa yang
kaupanggil." "Aku tidak tahu, Al," kata Princess Minerva sambil tersenyum.
"Tetapi aku tahu. Engkau memanggil Alexander lebih mesra daripada saat
engkau memanggilku," kata Pangeran Alcon cemberut.
Princess Minerva tersenyum.
"Engkau tersenyum melihat aku cemburu."
Melihat kakaknya semakin cemberut, Princess Minerva tertawa.
Pangeran Alcon terkejut melihat adiknya tiba-tiba tertawa di depan banyak
orang yang juga terkejut melihat Princess Minerva tiba-tiba tertawa. Namun ia
ikut tertawa juga melihat tawa ceria adiknya. Ia belum pernah melihat adiknya
demikian terbuka. Princess Minerva tidak lagi berusaha menutupi semua
perasaannya. Pangeran Alcon senang melihat adiknya telah menemukan pria
yang mampu membuatnya tertawa.
Alexander tersenyum melihat tawa Princess Minerva. Ia tahu Princess Minerva
tidak akan lagi berusaha menahan semua perasaannya. Princess Minerva akan
selalu menjadi Maria yang tidak pernah menahan perasaannya.
Princess Minerva tersenyum pada Alexander. Princess Minerva tidak tahu apa
yang sedang dipikirkan Alexander tetapi ia tahu ia tidak akan pernah menahan
perasannya di hadapan pria itu. Ia membiarkan pria yang dicintainya itu melihat
apa yang dirasakannya. Alexander juga tidak tahu apa yang sedang dipikirkan Princess Minerva. Tetapi ia
dapat melihat cinta di mata gadis itu. Gadis itu mencintainya dan akan selalu
membuka dirinya kepada dirinya, hanya itu yang diketahui Alexander.
Mereka sama-sama tahu sejak saat itu mereka mempunyai seseorang yang
dapat diajak berbagi perasaan. Mereka akan selalu tertawa bersama dan
menangis bersama sepanjang masa.
Misteri Kapal Layar Pancawarna 5 Fear Street - Cheerleaders Musibah Pertama The First Evil Tiga Iblis Gunung Tandur 1
^