Kelembutan Dalam Baja 3
Kelembutan Dalam Baja Karya Sherls Astrella Bagian 3
orang yang seharusnya kaulindungi?" ejek Adna.
Kakyu lelah menghadapi Adna. Ia tahu ia tidak akan pernah bisa membuat Adna
langsung ke pokok permasalahan yang dihadapinya ini.
Mungkin Kakyu harus mencobanya lagi suatu saat tetapi tidak saat ini.
Hampir seluruh penghuni perkemahan telah bangun dan tiba saatnya bagi Kakyu
untuk mulai sibuk. Tanpa mengatakan apa-apa, Kakyu meninggalkan pemuda itu sendirian di menara.
Adna cemas melihatnya. Ia merasa baru saja Kakyu menunjukkan keramahannya
padanya dan kini ia mulai bersikap tenang yang dingin. Hal itu dapat menghambat
penyelidikannya terhadap diri pemuda itu.
"Engkau marah?" tanyanya khawatir.
Kakyu membantahnya dengan tenang.
"Mengapa engkau pergi seperti seorang gadis yang sedang marah?"
"Memulai kesibukanku," jawab Kakyu singkat.
Adna tidak tahu bagaimana mengembalikan pemuda itu kepada keramahannya
yang sesaat lalu. "Baiklah, aku akan memberitahumu," kata Adna pada akhirnya.
Sesaat Adna ragu gambaran Pangeran yang manakah yang harus dikatakannya
kepada Kakyu. Kalau ia mengatakan tentang dirinya yang memang Pangeran yang asli, Kakyu pasti
akan curiga kalau tidak mendapatkan ciri-ciri itu pada Pangeran palsu.
Tetapi kalau ia memberikan gambaran Adna, kelak bila tiba saatnya kekeliruan
dibenarkan, akan muncul masalah.
Entah mengapa Adna menganggap Kakyu patut dicurigai.
Mungkin karena usianya yang terlalu muda untuk menjadi Perwira yang mengepalai
seluruh pasukan pengawal Istana. Mungkin juga karena tubuh kecil pemuda itu yang
tidak mendukung ketangguhannya yang sering dibicarakan orang.
Adna sendiri tidak tahu sebabnya. Tapi ia tahu pemuda itu tidak dapat dianggap
remeh. Baik oleh pemuda lain seusianya maupun ia yang lebih tua darinya.
Dalam satu hal Adna yang asli benar.
Pemuda itu patut dikagumi. Kakyu tidak seperti pemuda lain seusianya. Kakyu
bukan pemuda yang ceroboh dan bertindak tanpa dipikirkan dulu. Kakyu pemuda
yang penuh perhitungan dan penuh persiapan.
Hanya itu yang diakui Adna, tidak yang lain. Adna palsu belum mau mengakui
ketangguhan Kakyu. Kakyu tidak mau menunggu terlalu lama di menara itu.
Tidak perlu dikhawatirkannya apa yang akan dikatakan pemuda itu nanti. Ia memang
tidak merasa marah dan ia tidak bohong ketika ia mengatakan ia ingin memulai
kesibukannya. Kakyu menuruni tangga kayu dengan tenang.
Adna yang masih sibuk menimbang, terkejut melihat dirinya telah ditinggal
sendirian di menara itu oleh Kakyu. Cepat-cepat ia menyusul Kakyu.
Bila ia ingin mengetahui segala gerak-gerik pemuda itu yang dimatanya terasa
mencurigakan itu, ia tidak boleh kehilangan pemuda itu.
Pemuda itu harus selalu dapat dilihatnya agar ia dapat terus mengawasi
gerakgeriknya. Kakyu baru meninggalkan tangga kayu itu ketika Adna hampir mencapai ujungnya.
"Tunggu aku," Adna mengejar Kakyu yang berjalan tenang namun cepat.
Sekali lagi Adna mengulangi pertanyaannya, "Engkau marah?"
"Tidak," jawab Kakyu singkat.
"Lalu mengapa engkau tidak mau mendengar jawabanku?"
"Aku mempunyai tugas."
"Jadi, engkau tidak mau tahu jawabannya?" tanya Adna hati-hati.
Adna tahu ia akan sangat lega bila Kakyu tidak jadi menanyakan jawaban
pertanyaannya itu. Dengan demikian ia tidak perlu repot-repot memikirkan
jawabannya. Namun sayang sekali harapan Adna itu tidak terkabul. Kakyu berkata, "Katakan
saja sambil berjalan." Untuk menghindari kecurigaan Kakyu, Adna tidak mau berpikir terlalu lama lagi.
Ia segera berkata, "Pangeran orang yang gagah."
Kakyu telah mendengarnya dari Joannie.
"Ia banyak dikagumi wanita karena ketampanannya."
Kakyu diam saja. Ia tahu banyak wanita yang pasti akan menyukai Pangeran yang
gagah dan tampan seperti yang diungkapkan Joannie kepadanya semalam dengan
seluruh perasaan cintanya.
"Tapi selama ini ia tidak memperhatikan mereka. Pangeran tahu ia berada di
Inggris bukan untuk bersenang-senang tetapi untuk belajar," Adna terus bercerita tanpa
menyadari Kakyu yang sama sekali tidak nampak memperhatikan ceritanya itu.
Kakyu mendengarkan cerita Adna sembari memperhatikan sekelilingnya dan
sesekali mengangguk pada prajurit yang memberi salam kepadanya.
"Pangeran orang yang bertanggung jawab. Ia orang setia dan menyenangkan. Aku
yakin engkaupun akan menyukainya kalau engkau telah mengenalnya. Pangeran
orang yang penuh pengertian dan sabar. Bagiku sangat sulit membuatnya marah.
Tetapi kuperingatkan kepadamu. Jangan sekali-kali membuatnya marah. Kalau ia
sudah marah, ia akan sangat menakutkan."
"Dan kejam," tambah Adna pula.
"Tetapi Pangeran juga unik. Ia kadang seperti anak kecil yang senang menggoda,"
kata Adna, "Entah berapa kali aku digodanya sampai aku dibuat jengkel olehnya."
Kakyu tidak menanggapi apapun atas jawaban yang panjang lebar itu.
Pangeran Reinald akan sesuai untuk Joannie yang kadang tampak manja itu.
Kakyu merasa Joannie bukan memerlukan seorang pria yang kuat seperti yang
diinginkannya tetapi lebih dari itu. Joannie membutuhkan orang yang penuh
pengertian untuk mengatasi sikapnya yang kadang sangat manja, tetapi tidak
jarang pula ia tampak sangat pemberani.
"Dari tadi aku merasa telah bercerita banyak seperti seekor burung beo tetapi
engkau tetap diam," kata Adna tiba-tiba, "Menanggapi pun tidak."
Kakyu hanya menatap wajah Adna tanpa mengatakan apa-apa karena ia memang
tidak tahu harus mengatakan apa.
Tiba-tiba Adna merasa curiga, "Apakah engkau sejak tadi memperhatikanku?"
Sebagai jawabannya, Kakyu mengangguk.
"Mengapa engkau tidak berkomentar apapun?"
"Karena aku tidak tertarik," jawab Kakyu singkat.
Mulanya Adna berharap pertanyaannya akan membuka suatu percakapan baru di
antara mereka tetapi rupanya memang sulit mengajak Kakyu berbicara.
Pemuda satu ini benar-benar tampak aneh di mata Adna yang belum pernah melihat
pemuda yang lebih memilih diam dan menyendiri daripada harus berbicara banyak.
Pemuda ini hanya berbicara banyak kalau memang sangat perlu dan penting.
Kalau memang hanya masalah yang sangat penting yang dapat membuat Kakyu
berbicara panjang lebar, maka Adna harus memikirkan masalah penting apa yang
akan digunakannya untuk membuat pemuda itu bercerita banyak.
Adna mendapat ide untuk menggunakan Kirshcaverish sebagai pembuka
percakapan baru. "Menurutmu kapan Kirshcaverish akan memulai serangannya
kepada kita?" Sayangnya ide yang semula dianggap bagus oleh Adna itu hanya mendapat
jawaban singkat dari Kakyu.
Pemuda itu dengan ringannya berkata, "Entahlah."
Adna kesal sendiri menyadari dirinya seperti orang bodoh yang sedang berbicara
dengan angin. Tetapi ia tidak mau menyerah begitu saja apalagi kepada Kakyu yang
lebih muda darinya. "Apa rencanamu untuk menghadapi mereka?"
Untuk kesekian kalinya di pagi hari ini, Kakyu mengecewakan Adna.
Adna tahu Kakyu seharusnya menjawab banyak walau ia tidak punya rencana.
Kalau Kakyu memang seorang Perwira yang sangat diunggulkan Raja Alfonso, tentu
ia tidak akan menjawab 'Entahlah' semudah dan seringan itu. Setidak-tidaknya
Kakyu bisa menjelaskan apa yang mungkin dilakukannya kalau saat ini ia memang
belum mempunyai rencana yang pasti.
Adna semakin curiga dibuatnya. Dan ia semakin ingin tahu bagaimana cara pemuda
ini mendapatkan kedudukan yang paling penting di Istana Vezuza di usianya yang
masih muda ini. Apakah ia membohongi ayahnya atau mungkin karena campur tangan orang lain"
Mungkin juga karena keinginan Jenderal Reyn.
Hal itu tidak mustahil. Jenderal Reyn juga salah satu dari sekian Jenderal
tangguh Kerajaan Aqnetta. Kenalan Jenderal Reyn yang telah lama terjun ke dalam militer
ini tentu tidak sedikit lagi.
Bisa saja pemuda ini menjadi seorang Perwira Tinggi yang termuda karena usaha
ayahnya dan para Jenderal teman Jenderal Reyn. Entah bagaimana mereka
membuat Raja Alfonso mengangkat Kakyu menjadi Kepala Keamanan Istana.
Tanpa mengatakan apapun, Kakyu mengawasi setiap prajurit yang telah memulai
tugasnya. Beberapa prajurit yang kemarin malam telah ditugasi Kakyu untuk memeriksa
kekuatan benteng mereka, mulai mengerjakan tugas itu.
Dengan teliti mereka memeriksa setiap ikatan antara dua batang pohon dan
memastikan ikatan itu cukup kuat untuk menyangga batang yang besar.
Kemarin malam, mereka memang telah mengerjakannya dengan teliti tetapi saat itu
hari sudah larut malam. Satu-satunya cahaya yang menerangi pekerjaan mereka hanyalah api obor dan
sinar bulan di langit. Demi keselamatan penghuni benteng ini, Kakyu tidak mau mengambil resiko
apapun. Tak sengaja pandangan mata Kakyu tertuju pada tenda yang menjadi Ruang
Perundingan para Jenderal.
Kakyu merasa tertarik untuk melihat isi tenda itu.
Adna menyadari sikap Kakyu itu. Dengan perasaan ingin tahu dan curiga, Adna
mengikuti Kakyu memasuki Tenda Perundingan itu.
Walau tahu Adna tetap mengikutinya, Kakyu tidak mengatakan apa-apa.
Adna tidak perlu mengkhawatirkan perbuatan Kakyu maupun curiga pada pemuda
itu, Kakyu memasuki tenda Perundingan itu hanya untuk melihat apakah Jenderal
Erin telah mengetahui letak Kirshcaverish. Selain itu Kakyu ingin memeriksa peta
sekitar Farreway dan Hutan Naullie.
Kakyu tahu suatu saat nanti ia akan memerlukan peta itu dan sejak saat ini ia
harus mempelajarinya. Sebelum meninggalkan tenda, Kakyu mengamati peta yang penuh coretan itu
dengan seksama. Adna curiga melihat Kakyu begitu tekun mempelajari peta itu.
Seperti ketika ia masuk, ketika keluarpun, Kakyu tidak mengatakan apapun pada
Adna. Kakyu seolah-olah menganggap Adna sebagai angin lalu.
Kakyu tidak menyadari tindakannya itu membuat Adna merasa jengkel.
Kalaupun Kakyu sadar, pemuda itu tidak akan berbuat apapun untuk menghilangkan
kejengkelan itu. Kakyu pasti akan merasa ia tidak melakukan apapun yang membuat
pemuda itu jengkel. Begitu meninggalkan tenda Perundingan, Kakyu melanjutkan kembali perjalanannya
mengelilingi benteng sambil mengawasi setiap prajurit.
Belum jauh Kakyu berjalan, seseorang memanggilnya.
Jenderal Decker yang baru keluar dari tendanya segera menghampiri Kakyu.
"Selamat pagi, Jenderal," sapa Kakyu.
"Selamat pagi, Kakyu," balas Jenderal Decker, "Apa yang kaulakukan sepagi ini?"
"Berkeliling," jawab Kakyu singkat.
"Engkau melihat mereka?" tanya Jenderal Decker.
"Tidak," sekali lagi Kakyu menjawab singkat.
Adna yang mendengar percakapan itu merasa aneh. Ia ingin tahu mengapa
Jenderal Decker tampak tidak terganggu sama sekali oleh jawaban-jawaban singkat
Kakyu. Jenderal Decker yang merupakan Jenderal Tertinggi Kerajaan Aqnetta, tentu tahu
sebagai seorang Perwira, Kakyu seharusnya tidak memberikan jawaban singkat.
Kakyu harus menjelaskan dengan terperinci setiap laporannya apalagi di medan
pertempuran seperti ini. "Menurutmu, apakah ini saatnya bagi kita untuk menyerang mereka?"
"Belum saatnya," jawab Kakyu.
Adna sudah tidak sabar lagi. "Mengapa engkau berkata seperti itu" Bukankah ini
saat yang tepat bagi kita" Kita masih dalam keadaan segar dan Kirshcaverish
pasti tidak menduga akan menerima serangan mendadak seperti ini."
"Kita terutama pasukan yang baru datang, belum mengenal medan pertempuran ini,"
kata Kakyu tenang, "Sulit bertempur di hutan tanpa persiapan terlebih dulu."
"Kalau kita menyerang mereka saat ini, mereka tentu tidak akan menduganya dan
kita akan memenangkan pertempuran ini," Adna bersikeras dengan pendapatnya.
"Sebaliknya kita yang akan hancur terlebih dulu sebelum mereka hancur," Kakyu
berkata tetap dengan ketenangannya, "Walaupun mereka tidak siap, mereka lebih
mengenal hutan ini daripada kita. Itu satu kelemahan kita. Kelemahan kita yang
lain adalah kita tidak mengetahui secara pasti di mana markas mereka sedangkan kita
tidak dapat menyerang asal tebak begitu saja."
Adna memikirkan kembali kata-kata itu.
"Kurasa engkau benar," Adna mengakui, "Kita harus mengetahui terlebih dulu
posisi mereka sebelum kita menyerangnya. Akan sangat sulit bagi kita untuk menyerang
asal tebak. Bila salah perhitungan, kita bisa hancur sebelum menghancurkan
mereka." "Kakyu tidak pernah salah," Jenderal Decker memuji, "Apa yang dikatakannya
benar. Kita harus mengetahui posisi mereka. Sayangnya hingga saat ini kita belum
mengetahui posisi mereka secara pasti."
"Beberapa waktu yang lalu, aku telah mengirimkan sejumlah pasukan penyusup
untuk mencari markas mereka di Hutan Naullie tetapi mereka semua diserang
terlebih dulu oleh Kirshcaverish dan hanya dua orang yang selamat. Luka mereka
sangat parah akibatnya hingga sekarang luka mereka belum sembuh."
"Kami juga kesulitan menentukan secara pasti posisi mereka. Mereka tidak pernah
menyerang dari tempat yang sama. Mereka selalu berpindah-pindah bahkan mereka
selalu terpencar-pencar bila menyerang. Itulah yang membuat pasukan kita kalah."
Penjelasan panjang dari Jenderal Decker itu membawa ide baru kepada Kakyu.
Kakyu tahu apa yang harus dilakukan dengan menguntungkan dua pihak. Kakaknya
dan pasukan yang telah siap maupun belum siap perang ini.
"Kita bisa mengadakan pembenahan sambil menentukan posisi Kirshcaverish
dengan lebih tepat," kata Kakyu.
"Pembenahan?" tanya Jenderal Decker tidak mengerti, "Pembenahan apa yang
kaumaksud" Benteng ini atau pasukan kita?"
"Kedua-duanya," jawab Kakyu, "Pasukan yang luka, kita rawat dan benteng ini kita
perkuat." Jenderal Decker tersenyum. "Engkau benar. Mengapa hal itu tidak terpikirkan
sebelumnya olehku?" "Untuk itu kita harus membiarkan Joannie meninggalkan tendanya."
"Tidak bisa!" BAB 8 Seruan tegas itu membuat mereka berpaling pada Jenderal Reyn yang entah sejak
kapan telah berdiri di dekat mereka.
"Tapi..." Belum sempat Kakyu menyelesaikan kata-katanya, Jenderal Reyn telah berkata
tegas, "Sekali aku mengatakan 'Tidak!' selamanya tetap 'Tidak!'."
Kakyu tidak mau berhenti berusaha demi kakaknya, Joannie. "Kita memerlukan
seorang wanita untuk merawat luka prajurit yang terluka sementara kita
memperkuat benteng kita." "Kakyu benar," baru kali ini Adna mendukung Kakyu, "Kita memang membutuhkan
seorang wanita. Kita tidak mungkin bisa merawat mereka setekun para wanita.
Joannie bisa membantu tugas itu."
"Tidak bisa!" Jenderal Reyn tetap berpegang pada keputusan awalnya, "Keadaan di
luar terlalu bahaya bagi Joannie."
"Jangan khawatir, Reyn," Jenderal Decker yang telah berjanji tidak mencampuri
urusan Jenderal Reyn dengan putrinya selama berada di sini, turut membujuk, "Di
dalam benteng ini kita mempunyai lebih dari dua ribu seratus pasukan. Ditambah
benteng yang kuat, Joannie akan tetap aman."
"Saya mengerti kekhawatiran Anda, Jenderal," Adna memperkuat kata-kata Jenderal
Decker, "Kita tidak mungkin tidak dapat melindungi seorang wanita dengan pasukan
Kelembutan Dalam Baja Karya Sherls Astrella di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sebanyak ini." Kakyu merasa tidak perlu berusaha membujuk ayahnya lagi. Adna dan Jenderal
Decker telah membuat ayahnya bingung menentukan keputusannya.
"Aku telah berjanji padamu untuk tidak mencampuri segala keputusan yang kaubuat
untuk Joannie selama berada di sini," kata Jenderal Decker, "Tetapi kali ini
pikirkan permintaan ini. Aku mengerti engkau mengkhawatirkan keselamatan putrimu, tetapi
tenaga putrimu diperlukan untuk merawat prajurit yang terluka."
Kakyu mendapatkan gagasan lain. "Kalau Papa mau, kita bisa menyuruh beberapa
prajurit membantu Joannie sekaligus menjaganya."
Jenderal Reyn menatap lekat-lekat wajah putranya.
Ide menyuruh Joannie merawat pasukan yang terluka memang tepat. Joannie bisa
merawat mereka dengan bantuan beberapa prajurit lain yang juga akan
menjaganya. Sementara itu prajurit lainnya akan memperkuat benteng mereka.
Bila mereka telah siap menyerbu Kirshcaverish atau mungkin juga sebaliknya,
Kirshcaverish menyerbu benteng mereka, mereka telah siap dan benteng mereka
akan cukup kuat untuk menahan serangan musuh.
Di samping itu, bila Jenderal Reyn tetap bersikeras dengan keputusannya itu, ia
tidak pantas disebut Jenderal yang tangguh. Demi keselamatan putrinya, ia
membiarkan para prajurit yang terluka tetap terluka.
Tidak ada yang dapat dilakukan Jenderal Reyn selain menyetujui usul itu.
Jenderal Reyn tahu itu. "Baiklah, aku setuju."
Jenderal Decker tersenyum puas. "Aku akan memilih beberapa prajurit yang akan
membantu sekaligus menjaga Joannie."
Sepeninggal Jenderal Decker, Jenderal Reyn berkata, "Aku tidak tahu apakah
gagasanmu ini benar atau tidak, tetapi aku yakin engkau melakukannya dengan
penuh perhitungan." "Tentu," kata Kakyu sambil tersenyum.
Kakyu tidak tahu akan seperti apakah kakaknya nanti bila mengetahui berita
gembira ini. "Kurasa engkau pasti ingin memberitahu berita ini kepada kakakmu."
Kakyu tahu kakaknya akan lebih gembira kalau ayahnya yang mengatakannya
sendiri. "Lebih baik Papa sendiri," katanya.
"Baiklah." Setelah Jenderal Decker, Jenderal Reyn pun meninggalkan Kakyu dan Adna.
Kakyu tidak tahu sampai kapankah Adna akan mengikutinya. Ia hanya tahu ia
merasa terganggu karenanya.
Selama ini tidak ada orang yang selalu mengikuti Kakyu dan menganggu
ketenangannya. Kalaupun ada, Kakyu tidak merasa terganggu. Tetapi orang ini
lain. Entah apa yang diinginkannya, Kakyu tidak tahu tetapi sejak tadi ia merasa tidak
enak terus diikuti Adna. Kakyu tidak tahu apakah perasaannya benar atau salah,
tetapi sejak tadi ia merasa Adna mencurigainya.
Kakyu berharap itu hanya dugaannya saja. Mengenai Joannie, Kakyu berharap
dugaannya benar. Dan memang itulah yang terjadi.
Sejak diijinkan meninggalkan tendanya, Joannie sangat senang.
Kakyu yang semula berniat menemui Joannie setelah mendengar berita itu, ternyata
tidak perlu melakukannya karena Joannie sendiri yang telah menemuinya di
tendanya. "Aku senang sekali, Kakyu," kata Joannie begitu melihat Kakyu, "Papa
mengijinkanku meninggalkan tenda."
"Engkau keluar bukan untuk bersenang-senang," Kakyu mengingatkan, "Engkau
harus merawat prajurit-prajurit yang terluka."
"Aku mengerti, Kakyu," kata Joannie, "Aku tidak akan lupa."
Kakyu menyibukkan diri dengan barang-barang bawaannya.
"Aku sangat berterima kasih padamu, Kakyu."
Kakyu pura-pura tidak mengerti. "Untuk apa?"
"Engkau telah membujuk Papa untuk merubah keputusannya."
"Bukan aku yang melakukannya," kata Kakyu, "Jenderal Decker dan Adnalah yang
membujuk Papa." Joannie membantahnya. "Kata Papa, engkaulah yang mula-mula membujuknya."
"Kuharap engkau senang."
"Tentu saja. Aku tidak sabar membayangkan bisa bercakap-cakap dengan
Pangeran," kata Joannie senang.
Kakyu melihat wajah Joannie semakin berseri-seri ketika membicarakan Pangeran.
Dan ia diam saja menekuni pekerjaannya - membersihkan panah peraknya.
Hari-hari selanjutnya, Kakyu tetap menjadi pendengar yang baik bagi cerita
Joannie. Setiap ada waktu, Joannie selalu menemui Kakyu dan menceritakan segala sesuatu
yang dilakukannya selama sehari itu. Tetapi tetap saja yang paling banyak
laporannya adalah perjumpaannya dengan Pangeran. Joannie sering mengatakan
Pangeran sering mengunjungi tenda Perawatan untuk menanyakan keadaan para
prajurit. Dengan setianya, Kakyu mendengarkan kata-kata Joannie yang semuanya
diucapkannya dengan penuh perasaan cintanya. Bahkan di antara kesibukannya,
Kakyu masih mau mendengarkan cerita kakaknya, Joannie.
Kakyu mengerti selain dirinya, tidak ada lagi yang menjadi teman Joannie.
Kalau di Quentynna House, tidak perlu diragukan lagi siapa yang menjadi kawan
Joannie. Dalam segala hal, Joannie selalu bersama Vonnie, Marie juga Lishie.
Keempat gadis itu selalu bermain bersama, bercanda bersama, bahkan saling
bercerita tentang segala hal.
Hanya Kakyu sendiri yang tidak pernah terlibat dengan kegiatan kakak-kakaknya
itu. Kini tanpa Vonnie, Marie dan Lishie yang selalu menjadi teman bicara Joannie,
Joannie merasa kesepian. Hanya Kakyu satu-satunya teman bicaranya.
Jenderal Reyn, ayah mereka, tidak dapat diharapkan untuk menjadi teman bicara
yang baik di saat seperti ini. Kalau mereka di rumah, Jenderal Reyn akan menjadi
seorang ayah yang baik dan penuh pengertian. Tetapi tidak demikian halnya di
medan pertempuran seperti ini.
Dari setiap cerita Joannie, Kakyu mengetahui hubungan kakaknya dengan Pangeran
semakin dekat. Joannie juga mengatakan Pangeran tidak hanya menanyakan
keadaan prajurit yang terluka tetapi ia mulai bertanya tentang keluarga mereka.
Joannie dengan perasaan senang selalu menjawab setiap pertanyaan Pangeran
Reinald. Melihat cara Joannie menceritakan Pangeran Reinald, Kakyu tahu kakaknya sangat
mencintai Pangeran Reinald.
Melihat kakaknya semakin hari tampak semakin bahagia, Kakyu merasa senang.
Kakyu merasa senang dapat membantu kakaknya yang disayanginya itu.
Keadaan di sekitar benteng dan hutan Naullie yang tenang selama beberapa hari
terakhir ini memberikan angin baru bagi pasukan mereka.
Setiap hari Kakyu menerangkan keadaan Hutan Naullie kepada pasukan dan
menyusun rancangan benteng yang kuat.
Dengan banyaknya orang di benteng, dalam waktu singkat benteng menjadi
semakin kuat dibandingkan sebelumnya. Demikian pula pasukan Kerajaan Aqnetta.
Pada benteng yang menghadap Hutan Naullie, menara pengintai diperbanyak dan
dilengkapi dengan pasukan pemanah. Pasukan pemanah itu sendiri baru dibentuk
beberapa hari terakhir ini.
Dengan bahan-bahan dari hutan, Kakyu dibantu prajurit lain, membuat panah
lengkap dengan anak panahnya.
Para Jenderal juga ambil bagian. Selain membantu Kakyu mengatur pasukan,
mereka juga terus menyusun rencana pembaharuan benteng di samping rencana
penyerbuan Kirshcaverish.
Kesibukan itu melupakan Kakyu pada perasaan tidak enak yang ditimbulkan
pemuda yang selalu mengikutinya itu.
Tetapi tidak demikian halnya dengan Adna. Pemuda itu tidak melupakan
kecurigaannya kepada Kakyu walau ia sendiri juga sibuk. Matanya selalu
mengawasi gerak-gerik Kakyu untuk mencari sesuatu yang salah pada Kakyu.
Adna tidak dapat memastikan apa itu. Tetapi ia tidak dapat mengingkari, setiap
melihat Kakyu, ia selalu merasa ada sesuatu yang salah pada pemuda itu yang
menyebabkannya tampak tidak cocok menjadi Perwira.
Adna yang asli telah mengatakan apa yang salah itu tetapi Adna palsu tidak puas.
Berulang kali Adna asli mengatakan Kakyu tampak tidak cocok menjadi Perwira
karena tubuhnya yang lebih kecil dibandingkan pemuda lain seusianya. Tapi tetap
saja si Pangeran asli tidak puas.
Apa yang dapat dilakukan pengawal itu selain membiarkan majikannya mencari
sendiri jawaban kecurigaan-kecurigaannya itu"
Ketenangan yang muncul dalam beberapa hari terakhir ini, buyar pada suatu pagi.
Entah apa yang menjadi sebabnya, tiba-tiba orang-orang di Tenda Perawatan
berteriak-teriak. Mulanya tidak ada yang mencurigai hal itu hingga muncul seorang pria sambil
menodongkan sebilah pisau di leher Joannie.
Pasukan yang tidak siap menghadapi hal ini tidak dapat berbuat apa-apa apalagi
saat itu Joannielah yang digunakan sebagai tameng pria itu.
Sambil berjalan mundur, pria itu berseru, "Kalau kalian maju, aku akan
membunuhnya." Tidak ada yang berani berbuat apa-apa. Semua takut menghadapi Jenderal Reyn
kalau tahu putrinya terluka.
Kakyu yang sibuk membersihkan panah peraknya, mendengar keributan itu dan
segera keluar tendanya. Pandangan mata Kakyu segera menangkap kekacauan
yang terjadi di sekitar Tenda Perawatan.
Pria tak dikenal itu terus menodongkan pisaunya kepada Joannie yang ketakutan
sambil berjalan mundur. Hingga pria itu semakin mendekati pintu benteng yang menuju Hutan Naullie, tidak
ada yang berani berbuat apa-apa. Semua mengkhawatirkan keselamatan Joannie.
Melihat pria itu, Kakyu sadar kedatangan pria itu adalah karena kecerobohannya.
Ketenangan yang terjadi dalam beberapa hari terakhir ini, membuat pasukan
Kerajaan Aqnetta menjadi lengah.
Walau Kakyu tetap waspada di tengah kesibukannya, ia tidak mengira ia akan
kecurian seperti ini. Kakyu sangat yakin pria itu adalah anggota Kirshcaverish yang bertugas
mematamatai kegiatan mereka.
Entah bagaimana mata-mata itu masuk dan siapa yang pertama kali membongkar
identitas mata-mata itu, Kakyu tidak tahu. Ia hanya tahu saat ini juga ia harus
bertindak. Tak sedetikpun yang dilewatkan Kakyu lagi.
Sementara semua sibuk mengawasi pria yang terus menyekap Joannie itu, Kakyu
perlahan-lahan mendekati pria itu dan mencari posisi yang tepat.
"Lepaskan dia," seru Pangeran Reinald khawatir.
"Tidak!" balas pria itu, "Aku tidak akan melepaskannya sebelum aku meninggalkan
benteng ini dengan selamat."
"Kami jamin engkau dapat meninggalkan benteng ini," Pangeran Reinald berjanji,
"Asal engkau melepaskan wanita itu."
Kakyu memanfaatkan kesempatan ini.
Secepat mungkin Kakyu membidikkan panah yang terus dibawanya sejak ia
meninggalkan tendanya. Sesuatu berkilau yang melesat cepat, menyahut tangan pria yang sedang
menghadapi Pangeran Reinald itu dan membuat pria itu melepaskan pisaunya.
Melihat pria itu sedang meringis kesakitan, Pangeran Reinald cepat-cepat menarik
Joannie menjauh. Dengan meremas persendian pundaknya yang terkena panah, pria itu berlari
menerobos pintu benteng yang menghadap Hutan Naullie.
Secepat mungkin Kakyu menyahut seekor kuda dan meninggalkan benteng untuk
mengejar pria itu. Kakyu yakin pria itu tidak dapat pergi jauh dengan pundak yang terluka parah
seperti itu. Tak jauh dari tepi Hutan Naullie, Kakyu melihat pria tadi terbaring di bawah
sebatang pohon. Kakyu menduga pria itu pingsan karena pendarahannya yang cukup parah.
Dengan ketenangannya, Kakyu turun dari kuda dan mendekati pria itu.
Perlahanlahan Kakyu mendekati pria yang terbaring itu. Kakyu sangat terkejut
ketika pria itu tiba-tiba menyabetkan pisaunya.
Untung Kakyu sempat menghindar sehingga yang kena hanya lengan kanannya.
Tapi luka itu cukup dalam dan membuat darah segar segera mengalir cukup deras.
Kakyu yang semula berniat mencabut panah peraknya yang menancap di pundak
pria itu, tidak menanti apa-apa lagi.
Kakyu tahu hanya itu yang dapat membuat pria itu tidak dapat pergi jauh.
Dengan menahan rasa sakitnya sendiri, Kakyu mencabut panah itu kuat-kuat.
Seperti dirinya, pria itu juga tidak menduga akan mendapat serangan mendadak
seperti ini. Dengan tercabutnya panah dari pundaknya, darah semakin mengalir deras dan
membuat pria itu semakin kesakitan.
Pria itu menjerit-jerit menahan sakit yang luar biasa di persendian pundaknya.
Kakyu mendengar derap kaki kuda di belakangnya tapi ia tetap tidak berbuat
apaapa. Tanpa berkata apa-apa, ia menatap wajah pria yang terus menjerit kesakitan itu.
"Engkau tidak apa-apa?" tanya Adna sambil menatap lengan baju Kakyu yang sobek
dan kemerah-merahan. "Aku tidak apa-apa," kata Kakyu, "Kuserahkan dia padamu."
Kakyu segera meninggalkan mereka sebelum Adna juga prajurit yang datang
kemudian mengetahui lukanya.
Karena sejak terluka, Kakyu sama sekali tidak menyentuh lukanya, lengan baju
Kakyu tidak tampak terlalu merah.
Kalaupun mereka melihat noda darah di lengan baju seragam Kakyu, mereka hanya
akan menduga itu darah mata-mata itu.
Tanpa menanti pasukan membawa pria itu ke benteng, Kakyu meninggalkan tepi
Hutan Naullie dan segera menuju tendanya.
Sebelum memasuki tendanya, Kakyu melihat masih banyak prajurit yang
mengelilingi Joannie di depan Tenda Perawatan.
Kakyu hanya dapat menghela napas melihatnya.
Sebagai satu-satunya Joannie wanita di benteng, pasukan Kerajaan Aqnetta yang
semuanya pria itu tentu saja memuja Joannie. Joannie bukan hanya cantik di mata
mereka tetapi juga tampak penuh kasih sayang.
Kakyu sendiri sering tersenyum kalau mengetahui hal itu.
Andaikata mereka tahu apa yang membuat Joannie mau melakukan tugas yang
sebelumnya tidak pernah dilakukannya itu.
Kakyu meletakkan panahnya di tanah yang telah dialasi kain kemudian duduk di
sampingnya. Kakyu melihat panah perak yang baru saja digunakannya itu.
Dulu sebuah anak panah telah digunakannya untuk menyelamatkan Raja Alfonso
dan Putri Eleanor. Kini sebuah panah perak lagi digunakan untuk menyelamatkan.
Kali ini bukan Raja Alfonso dan Putri Eleanor yang diselamatkan, melainkan
Kerajaan Aqnetta. Kakyu menyadari bahaya apa yang dapat menimpa mereka andaikata mata-mata itu
berhasil menemui kelompoknya.
Dengan tangan kirinya, Kakyu mengamati panah perak itu.
Panah perak yang telah dikotori darah itu tidak akan dapat kembali seperti
semula. Demikianlah yang terjadi pada panah perak yang dulu. Walaupun Kakyu telah
berusaha keras untuk membersihkan panah itu, tetapi noda darahnya tetap ada.
Dari sebelas panah perak yang ada, kini hanya tinggal sembilan buah yang tetap
bersinar indah. Dua lainnya sedikit memudar karena darah yang tidak dapat hilang
dapi permukaannya. Ketika hendak menyentuh panah perak itu dengan kedua tangannya, tangan kanan
Kakyu membuat pemuda itu kesakitan. Kakyu sadar ia harus segera mengobati
lukanya sebelum terlalu banyak darah yang keluar.
Kakyu meletakkan panahnya kemudian mencari kemeja seragam yang lain sebelum
ia membuka kemeja yang telah kotor itu.
Gerakan Kakyu semakin perlahan ketika ia melepaskan lengan baju kanannya.
Kakyu tidak ingin darahnya terlalu banyak mengotori seragam putih kebiru-biruan
itu. Tengah Kakyu sibuk membuka kemejanya perlahan-lahan, seseorang menerobos
masuk. Kakyu terkejut. Sama terkejutnya dengan pria itu.
BAB 9 Melihat tubuh Kakyu yang tidak tertutup kemejanya itu, Adna terpana.
Kelembutan Dalam Baja Karya Sherls Astrella di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Matanya terpaku pada buah dada Kakyu yang dililit kain putih untuk membuatnya
tampak sedatar mungkin. Adna tidak pernah menduga bahkan tidak pernah sedikitpun terlintas dalam
benaknya bahwa Kakyu bukan seorang pria.
Kakyu adalah seorang gadis. Gadis yang mengenakan pakaian pria.
Kakyu menyadari apa yang terjadi.
Cepat-cepat ia menutupi dadanya dengan kemejanya. Tanpa melewatkan waktu
sedekitpun, Kakyu meraih pedangnya dan mengarahkan sisinya yang tajam di leher
Adna. "Jangan kaukatakan pada siapapun," ancamnya.
Adna yang masih belum pulih dari kagetnya, semakin terkejut dengan tindakan
tibatiba itu. "Aku janji," Adna berjanji.
Kakyu diam. Tak bergerak juga tidak bersuara.
Tanpa menghiraukan jarak mereka yang dekat, Kakyu terus mencari kesungguhan
di mata Adna. Adna menjauhkan sisi pedang itu dari lehernya.
"Aku telah berjanji padamu dan aku tidak akan mengingkarinya," kata Adna.
Tiba-tiba saja Adna merasa serba salah. Ia tidak tahu harus bersikap seperti apa
menghadapi kenyataan yang baru terbongkar ini.
Apakah ia harus semakin curiga pada Kakyu yang menjadi Perwira Muda di usia
muda" Ataukah ia harus curiga dengan sikap Kakyu yang baru saja" Atau ia harus
menghakimi Kakyu juga Jenderal Reyn atas penipuan besar ini"
Adna bingung. Kakyu berjalan menjauh dan kembali duduk. Kakyu meletakkan pedangnya di
sampingnya, di antara panahnya.
Dengan tenang Kakyu berkata, "Pergilah."
Tetapi Adna tidak mau disuruh pergi begitu saja. Ia datang bukan untuk diusir
tetapi untuk mengobati luka Kakyu.
Kakyu tidak tahu sejak awal ia meninggalkan tenda, Adna terus mengawasinya.
Ketika semua orang terkejut melihat sebuah panah perak menancap di pundak pria
itu, Adna menatap kagum Kakyu.
Tidak ada yang menduga Kakyu akan melakukan hal itu di tengah keributan.
Adna menyadari kalau Kakyu bukan pemuda yang tenang, pemuda itu tidak akan
dapat melakukan sesuatu dengan begitu cepat dan penuh perhitungan.
Bila tadi Kakyu kurang cepat, panahnya bisa mengenai orang lain. Demikian pula
bila ia tidak membidikkan panahnya dengan tepat, ia tentu akan melukai kakaknya
sendiri. Ketika Kakyu mengejar pria itu, Adnalah orang yang paling cepat mengikuti
tindakan Kakyu. Tak heran kalau ia sempat melihat lengan Kakyu dilukai pria itu.
Adna tidak menduga ia akan membongkar suatu kenyataan yang selama ini
disembunyikan justru pada saat ia merasa perlu membantu Kakyu dengan
mengobati lukanya. Adna mendekati Kakyu. "Aku tidak dapat pergi sebelum melakukan tujuanku datang
kemari." "Nanti saja," kata Kakyu tenang.
"Tidak bisa," sahut Adna, "Kali ini aku datang bukan untuk mengajukan berbagai
macam pertanyaan. Aku datang untuk mengobati lukamu."
"Mengobati?" tanya Kakyu tak percaya.
Adna jengkel mendengar nada tidak percaya itu. "Kaukira aku tidak punya rasa
kasihan!?" "Berikan saja obat itu padaku. Aku akan mengobati sendiri lukaku."
Adna memicingkan matanya - mengawasi Kakyu yang tetap tenang walau
rahasianya telah terbongkar.
Pria itu tidak tahu Kakyu merasa ketenangannya hilang.
Kakyu memang sengaja tidak menunjukkannya. Kakyu tidak mau pria itu melihatnya.
Bagaimana mungkin ketenangan Kakyu tidak hilang setelah rahasia yang selama ini
disimpan keluarganya bocor karena kesalahannya sendiri"
Entah apa yang akan dikatakan Jenderal Reyn kalau ia tahu. Tapi yang pasti ia
akan sangat kecewa sama kecewanya dengan saat ia menyadari putra bungsunya juga
seorang gadis, bahkan mungkin lebih kecewa.
Kakyu hanya dapat berharap Adna memenuhi janjinya.
"Tidak," Adna bersikeras, "Aku yang akan melakukannya."
Sebelum Kakyu sempat berbuat apa-apa, Adna menarik lengan Kakyu yang terluka.
Melihat luka yang cukup parah itu, Adna tidak berkata apa-apa. Ia hanya menatap
wajah Kakyu yang sama sekali tidak menunjukkan kesakitan. Kemudian ia merawat
luka itu. Kakyu memalingkan wajahnya ketika Adna merawat lukanya dengan penuh
kelembutan. Sejak kecil, Kakyu dididik sebagai seorang anak laki-laki. Sejak kecil pula,
Kakyu melupakan dirinya sebagai seorang gadis.
Kini Kakyu tidak mau dirinya yang selama ini berada dalam ketenangannya sebagai
gadis yang bertingkah laku seperti pria, menjadi kacau hanya karena seorang pria
yang secara tidak sengaja mengetahui ia bukan pria.
Tapi debar jantung Kakyu sebagai seorang gadis tidak dapat dilawan. Jantung itu
terus berdebar kencang ketika merasakan tangan-tangan Adna dengan lembut
merawat lengannya. Kakyu tidak tahu apa yang dipikirkan pria itu tentang dirinya.
Dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia ingin tahu apa yang dipikirkan
orang lain tentang dirinya. Sambil merawat luka itu, Adna sesekali menatap wajah Kakyu.
Sekarang Adna sadar apa yang membuat Kakyu tidak nampak pantas menjadi
Kepala Pengawal Istana. Selain karena rambut ikalnya yang merah seperti api. Wajah Kakyu juga tidak
tampak seperti pria umumnya. Wajah itu memberi kesan lembut. Belum lagi
tubuhnya yang terlalu kecil untuk ukuran pemuda seusianya.
Sekarang Adna menyadari mengapa Kakyu tampak sangat kurus dibandingkan
pemuda lain. Juga mengapa pemuda itu penuh perhatian kepada setiap prajurit
walau ia tampak acuh. Adna ingin tahu mengapa Kakyu bertingkah sebagai anak laki-laki hingga sampai
memiliki berbagai keahlian sebagai prajurit tangguh.
Tetapi apakah ia akan mendapatkan jawaban yang memuaskan dari Kakyu yang
pendiam itu" Jelas Adna tidak dapat bertanya pada orang lain karena ia telah berjanji pada
Kakyu untuk tidak mengatakan apapun tentang kejadian ini pada siapapun.
Adna tahu ia harus mencobanya.
"Mengapa engkau mengaku sebagai pria?" tanya Adna hati-hati.
Kakyu sudah menduga adanya pertanyaan itu tetapi ia tidak mau menjawab banyak
juga tidak menjelaskan masalah yang sebenarnya.
"Tidak apa-apa."
"Tidak mungkin tidak apa-apa, Kakyu. Tidak pernah ada gadis segila engkau yang
bertingkah sebagai laki-laki bahkan sampai terjun ke dunia laki-laki pula."
Kakyu memilih diam daripada berbohong.
"Kalau engkau tidak mau mengatakannya saat ini, tidak apa-apa. Tetapi lain kali
engkau akan menjelaskannya kepadaku bukan?"
Kakyu terkejut mendengar pertanyaan lembut itu. Biasanya Adna tidak pernah mau
bersikap lembut seperti ini kepadanya.
Apakah karena mengetahui ia bukan seorang pria, lantas ia bersikap lebih lembut"
Kakyu menatap wajah Adna dengan curiga. Tetapi pemuda itu menghiraukannya.
Dengan santai, Adna membalut luka Kakyu.
Kakyu mengawasi tangan Adna yang terus bergerak-gerak membalut lukanya
dengan kain perban yang dibawanya juga dari Tenda Perawatan.
"Selesai," Adna memberitahu.
Kakyu cepat-cepat menutup kembali tubuhnya dengan kemeja.
"Aku akan pergi sehingga engkau bisa berganti baju," kata Adna sambil beranjak
bangkit. Ketika sampai di pintu tenda, Adna menoleh.
"Mengenai janjiku, jangan khawatir," Adna meyakinkan Kakyu, "Aku tidak akan
mengatakan kepada siapa-siapa juga kepada Pangeran."
Kakyu segera mengenakan kemeja yang telah disiapkannya.
"Kakyu!" Kakyu terkejut. Ia segera memalingkan kepala ke arah datangnya suara itu.
Hatinya terasa lega ketika melihat yang datang bukan Adna tetapi kakaknya,
Joannie. Joannie melihat lengan Kakyu yang belum dilindungi kemejanya dan bertanya
cemas, "Apa yang terjadi padamu?"
"Tidak ada apa-apa," kata Kakyu sambil membenahi kemejanya.
Joannie mendekat. Melihat kemeja lain yang telah sobek dan di sekitar sobekannya memerah oleh
darah, Joannie tidak percaya tetapi ia tidak mau mendesak Kakyu lagi. Ia tahu
Kakyu tidak akan memberitahu apapun kepadanya.
Sebagai kakak yang telah tinggal serumah dengan Kakyu, tidak mungkin Joannie
tidak mengenal watak adiknya.
"Ada apa, Joannie?" giliran Kakyu yang bertanya.
"Aku ingin mengucapkan terima kasih padamu," kata Joannie, "Engkau telah
menyelamatkanku." "Berterima kasihlah pada Pangeran," kata Kakyu.
Dengan perkataan itu, Joannie tahu adiknya ingin mengatakan bukan dirinya yang
menyelamatkannya tadi. "Kalau engkau tidak melukai tangan pria itu, aku pasti sudah dibawanya entah ke
mana," kata Joannie.
"Mengapa engkau yang disandera?"
"Aku tidak tahu," kata Joannie, "Aku juga tidak tahu kalau ia itu mata-mata."
"Ia sedang berada di Tenda Perawatan ketika aku di sana. Melihat pasukan yang
belum pernah kulihat di Tenda Perawatan itu, aku menjadi ingin mengetahui
mengapa ia di sana. Aku sama sekali tidak menduga ia akan menodongkan
pisaunya di leherku sebagai jawabannya. Selanjutnya, engkau tahu sendiri apa
yang terjadi." "Untung Pangeran Reinald segera menarikmu," Kakyu mengganti topik
pembicaraan. "Ya, aku sangat terkejut tadi waktu Pangeran tiba-tiba menarikku," Joannie mulai
melupakan ketakutannya yang sesaat lalu timbul lagi, "Ia menenangkanku."
"Ia sungguh-sungguh baik hati dan penuh pengertian," tambah Joannie, "Dengan
lembut ia menghiburku dan membuat aku melupakan ketakutanku."
"Aku sangat bahagia, Kakyu," Joannie menunjukkan kata-katanya baik dalam
suaranya maupun sikapnya, "Aku yakin tidak akan ada pria yang sebaik dia. Ia
benar-benar seperti pria idamanku. Sayang tadi kami tidak bisa berduaan, banyak
prajurit yang mengelilingi kami."
"Mereka mencemaskanmu," Kakyu memberitahu.
"Aku tahu tetapi tidakkah mereka tahu aku juga ingin berduaan dengan Pangeran,"
kata Joannie manja. Melihat kakaknya yang semakin tampak menggemaskan dengan sikap lugunya,
Kakyu yakin tidak akan ada pria yang tidak senang melihatnya.
"Mereka tidak tahu engkau mencintai Pangeran," sekali lagi Kakyu memberitahukan
apa yang tidak diketahui kakaknya sebelumnya.
Hingga kini tidak ada orang lain yang tahu kalau Joannie jatuh cinta kepada
Pangeran Reinald. Jenderal Reynpun tidak tahu. Hanya Kakyu yang
mengetahuinya. Dengan wataknya yang tenang dan tidak mau mencampuri urusan orang lain, tentu
saja Kakyu tidak memberitahukan hal itu kepada siapapun.
Kepada Adna yang sering ditanyai berbagai macam pertanyaan tentang Pangeran
pun, Kakyu tidak memberitahu.
Kakyu membiarkan pemuda itu memikirkan kemungkinan yang aneh-aneh dengan
sikapnya yang seperti ingin tahu segala sesuatu tentang Pangeran Reinald.
"Pangeran sepertinya tidak menyukaiku," kata Joannie tiba-tiba.
Kakyu tidak tertarik mendengarnya, tetapi untuk mengibur kakaknya, ia bertanya,
"Mengapa?" "Pangeran tadi segera mengantarku ke tendaku sendiri ketika melihat pasukan
datang dengan pria itu. Lalu ia sendiri segera meninggalkanku."
Kakyu mengerti mengapa Pangeran berbuat seperti itu tetapi Joannie tidak. Karena
itu Kakyu merasa ia harus memberitahu Joannie. "Kau harus mengerti, Joannie,
Pangeran juga harus memeriksa orang itu."
"Gara-gara pria itu semuanya kacau," kata Joannie mengeluh.
Kakyu diam saja mendengar keluhan itu. "Berkat dia pula Pangeran menunjukkan
perhatiannya padamu," Kakyu mengingatkan Joannie.
"Andaikan saja tadi pria itu lolos..."
"Kita yang akan hancur," sahut Kakyu.
Joannie terdiam. Sebagai seorang wanita yang tidak pernah mengenal kerasnya sebuah
pertempuran, Joannie sama sekali tidak pernah memikirkan apa yang akan terjadi
bila mereka salah bertindak. Juga bila ada mata-mata yang memasuki benteng
mereka. "Sekarang Pangeran ada di mana?"
"Aku tidak tahu," jawab Joannie, "Tapi tadi aku melihat Adna pergi ke Tenda
Perundingan." Kakyu berdiri. "Engkau mau ke mana?" tanya Joannie.
"Mencari tahu apa yang terjadi," jawab Kakyu santai sambil berlalu dari hadapan
kakaknya. Di luar, Kakyu melihat pasukan telah bersiaga penuh setelah kejadian pagi ini.
Memang seharusnya sejak dulu itu yang mereka lakukan tetapi mereka terlalu sibuk
dengan benteng mereka sehingga melupakan Kirshcaverish.
Untung saja kecerobohan itu tidak membahayakan mereka.
Apa yang akan terjadi bila mata-mata itu berhasil menemui pimpinannya di dalam
Hutan Naullie, sudah sangat jelas.
Kakyu cepat-cepat menuju Tenda Pertemuan.
Tidak nampak mata-mata Kirshcaverish di sana, yang ada hanya para Jenderal
serta Pangeran dan tentu saja Adna.
Mereka tengah sibuk berunding hingga tidak memperhatikan kedatangan Kakyu.
Tanpa bersuara Kakyu mendengarkan perundingan mereka.
"Kita tidak dapat berdiam diri di sini," kata seorang Jenderal, "Kita harus
segera menumpas mereka." "Aku setuju," kata Jenderal Erin, "Sudah terlalu lama kita membiarkan
Kirshcaverish. Sekarang saatnya kita menyerang kembali."
"Kita mempunyai masalah," Jenderal Reyn mengingatkan, "Kita tidak tahu di mana
markas mereka. Kita hanya tahu mereka berkedudukan di Hutan Naullie."
"Saat ini pasukan kita lebih banyak dari mereka. Kita tidak perlu khawatir akan
kalah," kata Adna, "Kita bisa membagi pasukan ke dalam beberapa kelompok
kemudian kita melakukan serangan yang terpencar."
"Benar," Pangeran Reinald setuju, "Kalau kita menyebarkan pasukan di Hutan
Naullie, kita pasti dapat menemukan mereka."
"Sepertinya usul itu sangat bagus," kata Jenderal Decker, "Sekarang kita harus
menyempurnakan usul itu."
Mulanya Kakyu berharap Jenderal Decker sebagai Jenderal Tertinggi di Kerajaan
Aqnetta, akan menghentikan keinginan yang terburu-buru itu. Tetapi harapan itu
tidak terkabul. Sebagai gantinya, Kakyu sendiri yang menyatakan ketidaksetujuannya, "Tidak!
Kalian tidak dapat bertindak sejauh itu."
"Apa maksudmu?" tanya Jenderal Decker terkejut mendengar bantahan Kakyu yang
lantang itu - melebihi lantangnya suara para Jenderal yang setuju untuk
menggempur Kirshcaverish sesegera mungkin.
"Kalian pasti akan hancur," kata Kakyu cemas, "Kalian sama sekali tidak mengenal
Hutan Naullie. Kalian bahkan tidak tahu cerdiknya Kirshcaverish."
"Tidak akan, Kakyu," Jenderal Erin menenangkan, "Pasukan kita lebih banyak dari
mereka." "Tapi mereka lebih mengenal hutan ini daripada kita sendiri," bantah Kakyu.
"Berapapun pasukan kita, kita pasti akan hancur sebelum mengetahui kedudukan
mereka," Kakyu memberitahukan apa yang terlintas di benaknya saat mendengar
keputusan itu, "Di luar Hutan Naullie, kita memang lebih unggul daripada mereka.
Tetapi di dalam hutan, merekalah yang lebih unggul."
Adna yang selalu curiga kepada Kakyu - semakin curiga karenanya.
Kelembutan Dalam Baja Karya Sherls Astrella di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Apa maksudmu, Kakyu?" kecurigaan Adna sangat nampak dalam suaranya, "Sejak
dulu engkau selalu terkesan melindungi mereka."
"Tidak," bantah Kakyu.
"Lalu mengapa sejak dulu engkau seperti mengulur waktu. Mengapa tidak sejak
awal engkau menyerang mereka di saat keadaan mereka lemah" Apakah engkau
ingin mereka pulih dulu sebelum kita menyerang mereka dengan kekuatan baru
kita?" Adna tidak memberi kesempatan pada Kakyu untuk membantahnya.
"Sekarang mereka telah pulih dan mereka telah mengirimkan mata-matanya. Untung
saja mata-mata itu tertangkap. Apakah engkau ingin mata-mata mereka berhasil
mengetahui segala sesuatu tentang kita sebelum kita menyerang mereka?"
"Engkau tidak mengerti," kata Kakyu, "Kalian sama sekali tidak tahu sulitnya.
Kalian tidak tahu bahaya apa yang akan menimpa kalian bila kalian bertindak terburu-
buru seperti ini." "Apakah ini yang kaukatakan terburu-buru?" Adna mulai menampakkan
kemarahannya, "Sudah cukup lama kita membiarkan mereka. Sudah cukup lama
waktu yang kita berikan pada mereka untuk memulihkan diri. Kalau engkau ingin
kita mengulur waktu lagi, secara langsung engkau menunjukkan jati dirimu yang
sebenarnya." "Jati diri yang sebenarnya?" Kakyu khawatir Adna akan mengingkari janjinya.
"Mengakulah, Kakyu, engkau mata-mata mereka bukan?"
Kakyu terkejut mendengar tuduhan itu. Begitu pula mereka yang sejak tadi
mendengarkan pertengkaran itu.
"Bagaimana mungkin Kakyu mengkhianati negaranya sendiri?" Jenderal Decker
membela Kakyu. "Kalau tidak mengapa ia begitu membela mereka" Apa lagi yang ia inginkan selain
melindungi mereka?" "Engkau tidak mengetahui masalah yang sebenarnya, Adna," kata Kakyu tenang,
"Engkau tidak tahu kesulitan apa yang akan kita dapat dengan menyerang mereka
sebelum kita mengetahui dengan pasti kedudukan mereka dan situasi sekitar
markas mereka." "Jadi, beritahu kami," kata Adna tegas, "Aku yakin engkau tahu."
"Aku tidak tahu."
"Sudahlah, Kakyu. Percuma engkau membohongiku. Sejak awal aku memang
mencurigai sikapmu yang aneh itu."
"Sebaiknya engkau mengatakan apa yang kauketahui pada kami, Kakyu," bujuk
Jenderal Decker, "Aku yakin seperti kata Adna, engkau mengetahui sesuatu tentang
mereka." "Katakan saja, Kakyu," Jenderal Erin turut membujuk, "Katakan agar ia percaya
engkau bukan mata-mata seperti yang kami percayai."
Kakyu tahu ia bisa saja mengatakan semua yang diketahuinya tetapi masalahnya, ia
tidak tahu pasti apakah markas Kirshcaverish masih tetap di tempat dulu ataukah
sudah pindah. Bagus kalau mereka tetap di sana, tetapi akan sebaliknya kalau mereka sudah
pindah. Para Jenderal yang mempercayainya pasti menjadi tidak percaya kepadanya.
Jenderal Reyn akan kecewa pada putra yang dibanggakannya dan yang pasti Adna
senang dengan tebakannya yang tepat.
"Aku tidak pasti benar," kata Kakyu jujur.
"Ia pasti ingin melindungi kelompoknya," Adna mengejek.
Pangeran Reinald yang sejak tadi diam saja, tahu ia harus membela Kakyu. Seperti
para Jenderal lainnya yang mengenal Kakyu, Pangeran percaya pada pemuda itu.
"Sebaiknya kalian tidak menghiraukan Adna," kata Pangeran Reinald, "Ia memang
mempunyai masalah pribadi dengan Kakyu."
Adna yang merupakan Pangeran asli itu menatap tajam pria di sampingnya itu.
"Ia sudah berada di dalam Istana sebelum keberadaan Kirshcaverish diketahui,"
Pangeran Reinald memberitahu kenyataan pada Pangeran yang asli, "Kalau ia
memang mata-mata mereka, ia tentu tidak akan membiarkan kita mengetahui
keberadaan mereka di Hutan Naullie."
Adna tidak mau mendengarkan, ia malah bertanya dengan nada menuduh,
"Mengapa engkau membelanya?"
"Aku telah menjelaskannya padamu."
Merasa telah menimbulkan keributan, Kakyu memilih mengundurkan diri dari Tenda
Perundingan. Kedatangan Kakyu tadi bukan dengan tujuan mengacaukan keadaan tetapi untuk
mengetahui hasil pemeriksaan para Jenderal terhadap mata-mata Kirshcaverish.
Kakyu membiarkan mereka yang ada di Tenda Perundingan itu memilih sendiri
siapa yang dipercayainya. Ia juga membiarkan mereka berpikir sendiri sebab ia
meninggalkan Tenda Perundingan di saat Pangeran Reinald membelanya.
Kakyu kembali ke tendanya.
Sekarang semua terserah mereka. Apakah mereka akan menyerang Kirshcaverish
atau menunda lebih lama lagi hingga mereka tahu posisi Kirshcaverish.
Setelah beberapa kali gagal menyerang Kirshcaverish, para Jenderal itu masih
kurang mengerti kelemahan pasukan mereka.
Walaupun jumlah Kirshcaverish lebih sedikit dibandingkan mereka, mereka selalu
kalah. Sebabnya tak lain adalah posisi mereka yang kurang menguntungkan.
Setelah mengetahui berdirinya benteng pasukan Kerajaan Aqnetta di tepi Hutan
Naullie, Kirshcaverish tentu mulai memanfaatkan hutan lebat itu sebagai
penghalang jalan pasukan Kerajaan Aqnetta.
Di antara lebatnya semak-semak yang sebagian besar berduri itu, pasti banyak
jebakan yang telah dipasang. Ranjau darat yang tersembunyi di dalam tanah, pasti
juga turut meramaikan suasana.
Belum ditambah bahaya alam Hutan Naullie sendiri.
Di Hutan Naullie masih banyak binatang buas yang sewaktu-waktu bisa menyerang
mereka tanpa mengenal waktu.
Hutan Naullie yang masih lebat, tentu tidak membuat penghuninya merasa perlu
menjaga jarak dengan manusia. Mereka, terutama hewan pemakan dagingnya, pasti
menganggap manusia sebagai mangsa mereka.
Di hutan sekitar kaki Pegunungan Alpina Dinaria, labih banyak hewan buasnya
daripada hewan pemakan tumbuh-tumbuhan. Karena itu di sekitar Pegunungan
Alpina Dinaria jarang dijumpai pedesaan.
Kakyu mengerti benar hal ini tetapi tidak demikian halnya dengan para Jenderal
terutama Adna. Terlalu banyak resiko yang harus dihadapi pasukan Kerajaan Aqnetta bila menyerbu
Hutan Naullie tanpa mengenal Hutan Naullie.
Andaikan pepohonan di Hutan Naullie tidak rapat, pasukan Kerajaan Aqnetta masih
dapat mengatasi keadaan. Tetapi pada kenyataannya, selain pepohonannya rapat, dalam Hutan Naullie juga
banyak semak-semaknya hingga hampir tidak ada tanah kosong. Semua permukaan
hutan tertutup oleh hijaunya daun.
Hutan Naullie yang gelap dan selalu lembab itu juga bukan tempat yang baik untuk
dimasuki. Di dalam sana tentu banyak ular dan entah hewan berbisa apa lagi.
Kirshcaverish yang telah mengenal Hutan Naullie, tentu dapat mengatasi keadaan
itu. Kakyu menatap panahnya yang belum disimpannya.
BAB 10 Ketika tiba di benteng, Kakyu melihat tenda ayahnya terang.
Dengan mengendap-endap, Kakyu memasuki tenda ayahnya.
Jenderal Reyn sangat terkejut melihat bayangan hitan memasuki tendanya dengan
cepat. Kakyu cepat-cepat melepas topengnya sambil berkata, "Ini aku, Papa."
"Ke mana saja engkau?" selidik Jenderal Reyn. "Tidak tahukan engkau apa yang
kautimbulkan dengan kepergianmu itu" Semua orang sekarang mencurigaimu
sebagai mata-mata Kirshcaverish."
"Aku tahu, Papa," kata Kakyu, "Aku baru saja dari Hutan Naullie."
"Hutan Naullie!?" Jenderal terkejut mendengarnya, "Apa yang kaulakukan di sana?"
"Aku berhasil mengetahui letak markas mereka dan aku telah menggambarkan jalan
ke sana," kata Kakyu sambil menyerahkan peta buatannya.
Jenderal Reyn memeriksa peta itu dengan teliti. Kemudian menatap putrinya dengan
curiga. "Percayalah, Papa," kata Kakyu, "Aku bukan seorang dari mereka. Aku menelusuri
sendiri setiap sudut Hutan Naullie sebelum aku menggambarkannya."
"Aku percaya padamu, Kakyu," kata Jenderal Reyn, "Baru kali ini aku merasakan
ajaran yang diberikan Kenichi padamu bermanfaat."
"Papa, engkau tahu Bleriot?"
"Bleriot?" kata Jenderal Reyn, "Tentu saja aku tahu. Ia seorang Jenderal tua
yang buruk. Mengapa engkau tiba-tiba menanyakannya?"
"Ialah pemimpin Kirshcaverish," kata Kakyu.
"APA!!?" Jenderal Reyn tidak percaya.
"Ketika berada di sana, aku mendengar seseorang menyebut Bleriot sebagai
pemimpin mereka," kata Kakyu menjelaskan.
"Jadi, selama ini ialah dalang pemberontakan ini," Jenderal Reyn merenung,
"Pantas saja kita selalu kesulitan menghadapi Kirshcaverish."
"Mereka memasang banyak ranjau darat di sekitar tepi Hutan Naullie," kata Kakyu,
"Tetapi aku tidak mengeluarkannya. Aku hanya menggambarkannya dalam peta."
Jenderal Reyn mengamati sejumlah tanda silang di peta sekitar tepi Hutan
Naullie. Jenderal Reyn mengangguk melihatnya.
"Aku juga telah menggambarkan semak-semak sekitar markas mereka yang cukup
tinggi untuk tempat persembunyian mereka."
Sekali lagi Jenderal Reyn hanya mengangguk berulang kali sambil mengamati peta
buatan Kakyu. "Aku akan memberitahu Jenderal Decker," kata Jenderal Reyn.
"Aku ikut," kata Kakyu.
"Tidak!" larang Jenderal Reyn, "Engkau sebaiknya tetap di sini hingga Jenderal
lainnya percaya engkau bukan mata-mata mereka."
"Bukankah lebih baik aku menemui Jenderal Decker dan menjelaskan masalah yang
sebenarnya?" "Apa lagi yang akan kaujelaskan padanya?" tanya Jenderal Reyn, "Joannie telah
memperburuk keadaan dengan mengatakan engkau sering keluar masuk Hutan
Naullie." "Joannie mengatakannya?" Kakyu tidak percaya.
"Ya, dan ia membuat Adna semakin mencurigaimu."
"Aku akan menjelaskannya pada Jenderal Decker."
"Ia tidak akan mempercayaimu, Kakyu."
"Setidaknya aku telah mengatakan masalah yang sebenarnya kepadanya," kata
Kakyu, "Aku yakin Jenderal Decker akan mempercayaiku. Lagipula apa yang akan
Papa katakan kalau Jenderal Decker bertanya dari mana asal peta itu?"
Jenderal Reyn terdiam karenanya. "Terserah engkau," katanya mengalah.
"Sebaiknya Papa pergi dulu, aku akan menyusul," kata Kakyu sambil menyelinap
keluar. Sebelum menemui Jenderal Decker, Kakyu menyempatkan diri untuk menemui
Joannie. Joannie sangat senang melihat adiknya muncul.
"Aku mencemaskanmu, Kakyu," kata Joannie sambil memeluk Kakyu erat-erat.
"Bagaimana keadaanmu, Joannie?"
"Buruk sejak engkau pergi," kata Joannie, "Aku terus menerus mengkhawatirkanmu.
Dan semua orang di sini mencurigaimu sebagai mata-mata Kirshcaverish."
"Jangan khawatir, Joannie," kata Kakyu, "Mereka akan mengubah pendapat mereka
setelah ini." "Apa yang akan kaulakukan, Kakyu?" tanya Joannie curiga.
"Aku akan menemui Jenderal Decker."
"Kakyu!" Lagi-lagi Kakyu telah pergi sebelum Joannie sempat mencegahnya.
Jenderal Reyn telah berada di tenda Jenderal Decker ketika Kakyu tiba.
Seperti Jenderal Reyn, Jenderal Decker juga terkejut ketika bayangan hitam tiba-
tiba memasuki tendanya dengan cepat.
"Selamat malam, Jenderal Decker," sapa Kakyu.
"Selamat malam, Kakyu," kata Jenderal Decker, "Kata ayahmu engkau baru saja
menyelidiki Kirshcaverish di dalam hutan dan mendapatkan posisi mereka."
Kakyu mengangguk. "Saya tahu semua orang mencurigai saya dan kedatangan saya di sini hanya untuk
menjelaskan apa yang dikatakan kakak saya, Jenderal."
"Aku mempercayaimu, Kakyu," Jenderal Decker meyakinkan Kakyu.
"Sejak kecil saya memang sering keluar masuk Hutan Naullie, tetapi bukan untuk
berhubungan dengan Jenderal Bleriot."
"Bleriot?" tanya Jenderal Decker.
"Kata Kakyu, ialah pemimpin Kirshcaverish."
Jenderal Decker termenung. "Pasti ia yang dulu merencanakan masuknya
sekelompok orang ke dalam Istana," katanya tiba-tiba.
"Aku juga berpikir begitu," kata Jenderal Reyn, "Ia tidak mungkin membiarkan
sekelompok orang bersenjata memasuki Istana kalau bukan ia yang
merencanakannya." "Saya berharap Anda mempercayai peta yang saya buat itu, Jenderal Decker," kata
Kakyu, "Saya tidak pernah berhubungan dengan Kirshcaverish walau saya sering
keluar masuk Hutan Naullie. Selama bertahun-tahun saya keluar masuk hutan, saya
tidak pernah melihat adanya orang yang tinggal di sana. Baru sekitar setahun
yang lalu, saya melihat mereka. Saya dan Kenichi tidak pernah melihat adanya
kehidupan manusia di dalam Hutan Naullie sebelumnya."
"Kenichi?" tanya Jenderal Decker ingin tahu.
Jenderal Reyn membiarkan putrinya menjelaskan sendiri masalah yang sebenarnya.
"Ia adalah guru saya," kata Kakyu, "Ia sering mengajak saya ke Hutan Naullie
untuk menurunkan ilmunya kepada saya."
"Ilmu apa?" Jenderal Decker semakin ingin tahu.
"Seni membunuh rahasia dari Jepang, nin-jitsu," jawab Jenderal Reyn.
"Apa itu?" tanya Jenderal Decker, "Aku tidak pernah mendengarnya."
"Aku juga baru mendengarnya saat Kenichi mengatakannya," kata Jenderal Reyn,
"Tetapi ilmu itu benar-benar luar biasa. Siapapun yang mempelajarinya bisa
membunuh musuhnya tanpa meninggalkan banyak jejak. Tetapi untuk mempelajari
seluruh ilmu itu dibutuhkan waktu yang lama. Kakyu sejak kecil telah dididik
olehnya." "Jadi karena itu Kakyu lebih tangguh daripada pemuda lain seusianya," gumam
Jenderal Decker. "Saya tidak dapat berlama-lama di sini," kata Kakyu sambil mengenakan kembali
topengnya. "Engkau mau ke mana lagi?" tanya Jenderal Reyn.
"Menyelesaikan tugas akhirku," kata Kakyu.
Kakyu segera meninggalkan tenda Jenderal Decker sebelum seorang di antara
mereka sempat mencegahnya.
Ketika Jenderal Decker dan Jenderal Reyn mengejar Kakyu, mereka hanya bisa
terperangah melihat tidak tampakya bayangan Kakyu di sekitar tempat itu. Mereka
juga tidak bisa menemukan Kakyu di sekitar tenda.
"Nin-jitsu memang benar-benar...," Jenderal Decker tidak dapat mengutarakan
kekagumannya. "Tak heran ia bisa masuk Kirshcaverish seorang diri," Jeneral Reyn sependapat.
"Benar-benar luar biasa!"
Tetap dengan mengendap-endap, Kakyu menuju tenda tempat Geinn disekap.
Kakyu segera menyelinap ke belakang tenda itu sebelum prajurit yang menjaga
pintu tenda melihatnya. "Geinn!" Pria di dalam tenda itu terkejut mendengarnya. Dengan berbisik pula ia berkata,
"Siapa itu?" "Aku disuruh oleh Bleriot untuk mendapatkan informasi yang berhasil
kaudapatkan," kata Kakyu. "Tuan Bleriot," Geinn terdengar senang mendengarnya.
"Tetapi sebelumnya, ia ingin engkau menyebutkan kata sandimu," kata Kakyu yang
telah melihat setiap orang yang ingin memasuki markas Kirshcaverish, ditanyai
kata sandi mereka oleh pria yang mengawasi sekitar pintu masuk.
Kelembutan Dalam Baja Karya Sherls Astrella di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tentu," kata Geinn tanpa curiga.
Geinn segera menyebutkan kata sandinya kepada Kakyu. Tanpa curiga sedikitpun,
pria itu mengatakan pula hasil yang telah didapatkannya.
"Aku akan memberitahu Bleriot secepat mungkin," kata Kakyu, "Ia pasti akan
segera mengirimkan orang untuk melepaskanmu."
"Katakan pada Tuan Bleriot, aku tidak mengatakan apapun tentang kita kepada
mereka." "Tentu," kata Kakyu sambil tersenyum.
Kakyu segera meninggalkan tenda itu dan kembali ke dalam Hutan Naullie.
Untung saja Geinn tidak sempat kembali ke markasnya setelah berhasil mematamatai
mereka. Seperti yang dikatakan pria anggota Kirshcaverish itu, Geinn memang mata-mata
yang tangguh. Geinn mengetahui jumlah seluruh pasukan Kerajaan Aqnetta. Ia juga mengatakan
kepada Kakyu tentang kekuatan benteng pasukan Kerajaan lengkap dengan
menara-menara pengintainya yang diperkuat pasukan pemanah. Tak lupa ia
mengatakan tentang adanya Tenda Perawatan di dalam benteng serta perawatnya
yang cantik. Geinn juga menambahkan Bleriot akan menyukai perawat itu.
Pria itu tidak sadar ia telah membuat Kakyu mengetahui kelemahan pemimpinnya.
Rupanya Bleriot menyukai perempuan cantik, dan Kakyu bisa memanfaatkannya
untuk mengacaukan suasana di dalam markas Kirshcaverish sebelum pasukan
Kerajaan Aqnetta datang. Begitu melihat markas Kirshcaverish di depannya, Kakyu segera bersembunyi di
antara semak-semak sebelum mencari kesempatan untuk memasuki markas itu.
Tiba-tiba Kakyu mendengar suara dahan pohon yang patah di belakangnya.
Kakyu segera memalingkan kepala melihatnya.
Ia terkejut melihat Adna atau Pangeran yang asli berdiri tak jauh di
belakangnya. Melihat seorang anggota Kirshcaverish yang mengarahkan senapannya ke arah
Pangeran yang berdiri di tempat terbuka itu, Kakyu menjadi cemas.
Tanpa menanti apa-apa, Kakyu melompat ke arah Pangeran sambil melempar
shurikennya ke arah sang penembak.
"Awas!" serunya.
Akibat tindakannya yang terburu-buru itu, lengan kanan Kakyu yang belum sembuh
terkena akar pohon yang menggelantung.
Pangeran terlalu terkejut untuk menyadari suara kesakitan yang keluar dari bibir
Kakyu. Kakyu segera bangkit dan membantu Pangeran berdiri. Kemudian ia menariknya ke
semak-semak yang tinggi. Tak lama setelahnya, terdengar keributan di dalam markas Kirshcaverish dan
terdengar desingan senapan.
Untung saja Kakyu cepat-cepat menjauhkan Pangeran dari tempat terbuka yang
berbahaya itu. "Pangeran bodoh," kata Kakyu sambil menatap tajam wajah Pangeran Reinald.
Kakyu mengeluarkan busurnya dari punggungnya kemudian menarik sebatang
panah kayu dari tempat anak panah.
Rencana Kakyu terpaksa dirubah karenanya.
Kakyu yang semula berniat mengacaukan perhatian Kirshcaverish dengan
memasuki tempat itu sebagai seorang gadis, kini tidak dapat melakukannya lagi.
Pangeran Reinald pasti mengikutinya sejak tadi dan ia tidak membawa persiapan
apapun. Memang demikianlah yang terjadi pada Pangeran Reinald itu.
Ketika keluar dari tenda pengawalnya yang untuk sementara mengaku sebagai
dirinya, Pangeran Reinald melihat bayangan hitam meninggalkan tenda Jenderal
Decker yang terang. Pangeran Reinald yang mudah curiga, menjadi curiga karenanya.
Ia terus mengikuti pemuda yang berpakaian serba hitam itu.
Tanpa mengatakan apa-apa, ia melihat pemuda itu bercakap-cakap dengan matamata
Kirshcaverish yang ditawan dalam sebuah tenda yang dijaga ketat.
Melihat busur perak yang disandang pemuda itu, Pangeran Reinald yakin pemuda
itu tak lain adalah Kakyu.
Kecurigaannya semakin memuncak dan ia memutuskan untuk mengikuti Kakyu.
Hingga tempat persembunyian markas Kirshcaverish, Pangeran berhasil tidak
membuat Kakyu curiga. Tetapi setelahnya, ia bertindak ceroboh.
Ia ingin segera menangkap Kakyu sebelum gadis itu memasuki markas
kelompoknya, hingga ia melupakan dahan-dahan yang berserakan. Akibatnya Kakyu
menjadi tahu keberadaannya.
Melihat gadis itu menatap tajam di balik topengnya, Pangeran Reinald menduga
gadis itu akan menangkapnya. Tetapi ia salah gadis itu melompat ke atasnya dan
membuat mereka berdua terjatuh di tanah.
Kakyu mengeluarkan panah kayu khusus yang telah dibuatnya. Kakyu
menghidupkan api di ujung panah yang telah dibuat sedemikian rupa hingga
menyerupai obor. Dengan menahan rasa sakit di lengan kanannya, dari antara dedaunan Kakyu
mengarahkan panah api itu ke tenda tempat Kirshcaverish menyimpan senjata
mereka. Kakyu tidak berhenti dengan satu panah. Ia melakukannya berulang-ulang walau
tangannya terasa semakin sakit.
Andaikan luka di lengan Kakyu itu tidak dekat dengan pundaknya, mungkin gadis
itu tidak akan kesakitan. Walau setiap kali menarik panah, lengan kanannya terasa sakit dan semakin sakit
tiap detiknya, Kakyu terus membidikkan panahnya ke tenda-tenda Kirshcaverish
yang penting. Pangeran diam saja melihat gadis itu terus membidikkan panahnya. Ia tidak tahu
harus berbuat apa. Kakyu telah menyelamatkannya. Sedangkan ia terus menuduh
gadis itu sebagai mata-mata.
Pangeran mengawasi wajah Kakyu yang tampak dari topengnya. Wajah itu tetap
menunjukkan ketenangannya walau keadaan tiba-tiba berubah. Wajah itu juga tidak
menampakkan kecemasan. Walaupun Kakyu lebih kuat dari gadis lain seusianya, ia tetap seorang gadis.
Kakyu memang dapat menahan rasa sakitnya tetapi lama kelamaan, ia kehilangan
tenaganya juga. Kakyu memaksakan dirinya untuk melawan rasa sakitnya juga
kelelahannya. Pangeran Reinald melihat tangan Kakyu gemetar ketika ia menarik panah api yang
keenam kalinya. Pangeran Reinald sadar, ia harus membantu Kakyu.
Biar bagaimanapun kuatnya gadis itu, gadis itu pasti lelah setelah terus menerus
membidikkan panahnya dengan cepat.
"Biar aku saja," kata Pangeran Reinald sambil mengambil panah itu dari tangan
Kakyu. "Tidak." Kakyu tetap mempertahankan busur itu.
"Tanganmu sudah gemetar seperti itu," kata Pangeran Reinald sambil menarik
panah itu. Kakyu yang sudah tidak mempunyai kekuatan, tidak dapat berbuat apa-apa selain
membiarkan Pangeran meneruskan pekerjaannya.
Melihat Pangeran Reinald juga ahli menggunakan panah, Kakyu duduk diam.
Baru kali ini Kakyu benar-benar merasakan sakit di lengan kanannya. Dengan
tangan kirinya, Kakyu menutupi luka yang kembali mengeluarkan darah itu.
Untung pakaian Kakyu berwarna hitam. Kalau tidak, darah yang mengalir deras itu
pasti akan membuat Pangeran Reinald tahu keadaannya.
Walaupun Kakyu duduk diam dan kesakitan, bukan berarti gadis itu berhenti
memperhatikan Kirshcaverish di depannya.
Kakyu melihat Pangeran gerakan Pangeran yang terburu-buru membuat dedaunan
yang melindungi mereka, tersikap. Sebagian oleh gerakan tangan Pangeran,
sebagian oleh api dari panah api.
Seorang penjaga menara melihat cahaya api di antara semak-semak dan segera
mengarahkan senapan ke arah itu.
Kakyu menyadari hal itu dan segera mendorong Pangeran.
Lagi-lagi Kakyu membuat mereka berdua terjatuh di tanah.
Tanpa merasa malu melihat wajah Pangeran yang sangat dekat dengan wajahnya
sendiri, Kakyu berkata lirih di antara sakitnya, "Anda sangat ceroboh,
Pangeran." Pangeran Reinald terkejut mendengarnya.
"Kau!?" Kakyu mengabaikannya. "Sebaiknya kita mundur," katanya sambil bangkit
perlahanlahan. "Bagaimana engkau tahu?" tanya Pangeran Reinald curiga.
Menyadari Pangeran tengah memperhatikan dirinya, Kakyu mencegah tangan
kirinya yang ingin menutup luka di lengan kanannya.
Dengan memaksakan diri, Kakyu mengambil busur dan anak panahnya yang
terjatuh di dekatnya. Pangeran Reinald mengikuti gerakan Kakyu.
Ketika membantu Kakyu memungut anak panahnya, Pangeran melihat lengan
bajunya memerah. Kakyu tidak sadar ketika mendorong Pangeran hingga terjatuh, ia membuat baju
putih Pangeran menjadi merah dengan tangannya yang memerah oleh darah.
Pangeran terkejut melihat kemejanya memerah.
Dengan curiga, Pangeran melihat lengan kanan Kakyu yang tampak terjuntai lemah
di samping tubuhnya. Kakyu meninggalkan tempat itu melalui pepohonan tinggi di belakangnya.
Pepohonan itu melindunginya dari senapan Kirshcaverish, tetapi tidak dari
kecurigaan Pangeran. Melihat tangan kiri gadis itu juga memerah, Pangeran segera mendekati Kakyu.
Tanpa mengulur waktu, ia segera menarik tangan kiri Kakyu.
"Apa yang terjadi padamu?"
Kakyu melepaskan tangannya. "Tidak ada apa-apa," katanya tenang.
Pangeran Reinald menatap lengan kanan Kakyu yang tertutup oleh pakaian hitam.
Dengan sinar remang-remang yang menerangi hutan, Pangeran Reinald melihat
warna di sekitar lengan atas Kakyu lebih gelap daripada yang lain.
Pangeran Reinald menarik Kakyu ke sebatang pohon besar.
"Lenganmu terluka lagi," katanya menuduh.
"Tidak apa-apa."
"Apanya yang tidak apa-apa?" Pangeran Reinald jengkel melihat Kakyu tetap
terlihat tenang, "Lukamu yang belum sembuh terbuka lagi, tetapi engkau tetap tenang.
Malah memaksakan diri untuk memanah."
"Jangan khawatir," kata Kakyu tenang.
"Apanya yang jangan khawatir?" kata Pangeran Reinald cemas, "Engkau ini seorang
gadis, Kakyu, bukan pria. Siapa yang tidak cemas melihatmu menahan sakit seperti
ini." Pangeran Reinald menarik lengan Kakyu yang terluka.
Gerakannya yang tiba-tiba membuat Kakyu meringis kesakitan.
Pangeran menatap mata Kakyu yang tidak tertutup topengnya.
"Pakaian apalagi yang kaukenakan ini?" katanya, "Engkau tampak seperti pencuri."
Dengan lembut, Pangeran meletakkan tangan kanan Kakyu di pangkuan gadis itu
kemudian ia melepas topeng Kakyu.
Dengan keadaannya yang lemah, Kakyu tidak dapat berbuat apa-apa untuk
mencegah pemuda itu. Pangeran Reinald melihat sesuatu berwarna hitam terjulur dari pundak Kakyu, dan
menariknya. "Pedang apa lagi yang kaubawa ini?" katanya, "Engkau benar-benar ingin mencari
mati. Sendirian masuk Hutan Naullie dengan perlengkapan yang aneh pula."
Pangeran Reinald menyandarkan Kakyu di pohon sebelum kembali memeriksa
lengan gadis itu. "Bukankah saya salah satu dari mereka?" kata Kakyu lemah.
Pangeran memandang wajah Kakyu dengan sejumlah perasaan bersalah, "Maafkan
aku. Aku seharusnya tidak menuduhmu seperti itu."
"Aku masih sangat terkejut ketika itu. Aku bingung memikirkan mengapa engkau
yang seorang gadis ini mengaku sebagai laki-laki hingga menjadi Kepala Keamanan
Istana. Aku tidak tahu darimana datangnya tuduhan itu ketika engkau menolak
usulku. Tetapi kemudian aku tahu lebih mudah mempercayai engkau mau
melakukannya karena engkau mata-mata Kirshcaverish. Daripada membayangkan
caramu menjadi Kepala Kemanan Istana."
Pangeran terkejut ketika menyadari lengan kanan Kakyu basah oleh darah.
"Sepertinya lukamu terbuka karena aku."
Kakyu terkejut ketika Pangeran Reinald ingin melepaskan pakaian ninjanya. Dengan
tangan kirinya yang terbebas, ia mendorong Pangeran menjauh.
"Tidak apa-apa, Kakyu," katanya, "Aku hanya ingin memeriksa lenganmu."
"Saya bisa melakukannya sendiri."
"Dengan apa, Kakyu" Dengan tangan kirimu?" tanya Pangeran Reinald, "Tidak,
Kakyu. Engkau tidak dapat melakukannya sendiri."
"Tidak perlu," cegah Kakyu.
Pangeran melihat wajah itu memerah.
"Aku tidak akan melakukan apa-apa. Aku hanya akan memeriksa lenganmu
kemudian membalutnya lagi," kata Pangeran Reinald lembut, "Aku janji tidak akan
melihat yang lain selain lenganmu."
Kakyu tidak ingin untuk kedua kalinya, Pangeran melihat tubuh gadisnya.
"Saya akan melakukannya sendiri," cegah Kakyu.
"Tidak, Kakyu," kata Pangeran lembut.
Kakyu heran melihat sikap Pangeran Reinald yang berubah total setelah tahu ia
bukan mata-mata Kirshcaverish.
Tanpa memberi kesempatan pada Kakyu untuk menghindar, Pangeran menarik
tubuh Kakyu ke dalam pelukannya dan dengan perlahan, ia melepaskan baju atasan
gadis itu. Kakyu tidak dapat berbuat apa-apa. Ia tahu saat ini ia terlalu lemah untuk
melawan. Perlawanannya terhadap rasa sakitnya, telah menghabiskan tenaganya.
Sebagai seorang gadis, Kakyu merasa malu karena sikap Pangeran Reinald.
Pangeran Reinald memenuhi janjinya, selama melepas baju gadis itu, ia sama
sekali tidak melihat gadis itu. Pandangan matanya terus terarah pada batang pohong di
belakang gadis itu hingga baju itu terlepas dari tubuh Kakyu.
Pangeran Reinald menyampirkan baju itu di pundak Kakyu dan memeriksa lengan
kanan Kakyu. Dengan tangan kirinya, Kakyu menutup rapat-rapat tubuhnya dengan bajunya dan
membiarkan Pangeran Reinald melepas perban lukanya.
Pangeran Reinald terkejut melihat luka itu kembali terbuka hingga perban putih
itu menjadi merah. Pangeran mengawasi wajah Kakyu yang lebih terkesan malu daripada menahan
sakit. Baru kali ini Pangeran menjumpai gadis seperti Kakyu yang mampu menahan luka
separah itu. Bahkan tanpa membuat orang lain curiga, ia menggunakan tangannya
yang terluka untuk memanah.
Sementara tangan kirinya memegang lengan Kakyu, tangan Pangeran yang lain
mengambil kain penutup wajah Kakyu.
"Apa yang Anda lakukan?" tanya Kakyu cemas.
"Aku harus mengganti perban lukamu," kata Pangeran, "Perban ini sudah harus
diganti." Kakyu tidak ingin Pangeran menggunakan kain penutup wajahnya sebagai perban
apalagi kain itu termasuk salah satu perlengkapan ninja yang diberikan Kenichi
padanya. Tetapi... Kakyu tahu, Pangeran Reinald benar.
Kakyu membiarkan pemuda itu membalut lengannya. Dan ia tetap tidak bergerak
ketika Pangeran Reinald membantu mengenakan pakaiannya.
Tetap dengan kelembutan yang dimilikinya, Pangeran menyandarkan punggung
Kakyu di batang pohon. "Beristirahatlah."
Kakyu memegang lengannya yang terluka dan bertanya, "Mengapa Anda mengaku
sebagai Adna?" "Aku tidak tahu harus berbuat apa selain itu. Aku dan Adna terpisah dalam
perjalanan. Dan ketika aku tiba, aku mendapat kabar Adna telah pergi ke sini.
Aku menduga Jenderal-Jenderal itu salah mengenali Adna. Mereka akan menduga Adna
sebagai aku," Pangeran Reinald menjelaskan, "Selain itu aku curiga kepadamu."
"Curiga?" "Engkau terlalu muda untuk menjadi Kepala Keamanan Istana, Kakyu. Kecurigaanku
Kelembutan Dalam Baja Karya Sherls Astrella di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
semakin memuncak ketika secara tidak sengaja, aku mengetahui engkau seorang
gadis," kata Pangeran Reinald, "Karena itu aku menuduhmu sebagai mata-mata."
Kakyu tidak mengucapkan apapun.
Kecurigaan itu memang tidak salah, Kakyu menyadari ia memang terlalu muda
untuk menjadi Kepala Keamanan Istana.
Sesaat sebelum menerima jabatan ini, Kakyu telah menolaknya tetapi semua orang
memaksanya untuk menerimanya dan apalagi yang dapat dilakukan Kakyu saat itu
selain menerimanya dengan setengah hati. Tetapi tidak ketika ia melaksanakan
tugasnya. Seluruh perhatiannya tercurah ketika ia mengatur keamanan Istana dan tidak
pernah ada yang dilewatkan olehnya. Demi penghuni Istana Vezuza, Kakyu melaksanakan
tugasnya dengan baik. "Aku minta maaf. Tidak seharusnya aku menuduhmu seperti itu."
"Anda tidak salah," kata Kakyu, "Saya memang terlalu muda untuk jabatan
sepenting ini." "Setelah melihat sendiri ketangguhanmu yang sering dibicarakan orang, aku yakin
ayahku tidak memilihmu dengan sembarangan," kata Pangeran Reinald, "Aku ingin
tahu mengapa engkau bisa setangguh ini. Jauh lebih kuat dari pemuda seusiamu.
Aku yakin engkau tidak belajar dari ayahmu. Dibandingkan dia, engkau lebih
lincah dan lebih cepat dalam segala hal."
Kakyu tidak ingin memuaskan keingintahuan Pangeran Reinald.
"Setelah ini apakah Anda tetap mengaku sebagai Adna?"
"Aku tidak tahu," kata Pangeran Reinald, "Adna jatuh cinta pada kakakmu dan ia
ingin membuat Joannie kagum padanya. Menurutmu, bagaimana sikap Joannie
kalau ia mengetahui masalah ini?"
"Joannie mencintai Adna bukan karena gelarnya," kata Kakyu tenang, "Bagi
Joannie, Adna adalah pria impiannya. Seumur hidupnya Joannie selalu mencari pria yang
seperti Papa. Saya yakin ia tidak akan mempermasalahkan hal ini."
Pangeran Reinald diam saja.
Kakyu mengambil buntelannya yang diikatkannya pada pedangnya. Kakyu
mengeluarkan senjata di dalamnya satu per satu.
Pangeran Reinald yang terus memperhatikan Kakyu, memungut salah satu benda
yang berbentuk seperti skop kecil untuk berkebun itu dan berkata, "Senjata apa
ini?" Kakyu tidak menjawab pertanyaan itu. Ia terus menyibukkan diri dengan
senjatasenjata itu. Setelah mengeluarkan semuanya dan menyelinapkan beberapa di balik baju
ninjanya, Kakyu melipat kain pembungkus itu.
Kakyu merintih sakit ketika ia mengangkat lengan kanannya.
Pangeran Reinald menatap tajam wajah Kakyu yang tetap terlihat tenang. "Gadis
bodoh," katanya, "Gerakanmu hanya akan membuat lukamu terbuka kembali."
Pangeran Reinald mengambil kain itu dari tangan Kakyu dan membantu Kakyu
mengikat rambut panjangnya dengan kain itu.
"Engkau tidak terlalu pintar untuk mengaku sebagai pria," katanya sambil
mengikatkan kain itu di rambut Kakyu, "Tidak ada pria yang berambut panjang,
engkau tahu itu?" "Mama tidak setuju saya memendekkan rambut," kata Kakyu.
"Lalu mengapa ia membiarkan engkau bertingkah laku seperti pria?"
Kembali Kakyu tidak menjawab keingintahuan Pangeran.
Kakyu berdiri dan perlahan-lahan, ia mengintai markas Kirshcaverish.
Markas Kirshcaverish masih terbakar oleh api terutama api yang berasal dari
tenda penyimpanan senjata. Pangeran Reinald mengikuti Kakyu.
"Sekarang apa yang akan kita lakukan?" tanya Pangeran.
"Kita harus memanfaatkan keadaan," kata Kakyu, "Kita akan menyerang mereka di
saat mereka sibuk seperti ini."
"Kita berdua?" "Tidak," Kakyu terus mengawasi markas yang terbakar itu, "Salah seorang dari
kita harus kembali ke benteng dan memanggil pasukan untuk menyerbu saat ini juga.
Dan yang lain terus mengacaukan Kirshcaverish."
"Engkau yang akan pergi," Pangeran Reinald memutuskan.
"Tidak," Kakyu menolak.
"Engkau terluka, Kakyu," kata Pangeran Reinald, "Aku tidak ingin engkau terluka
lebih parah lagi." "Anda lupa, mereka mencurigai saya sebagai mata-mata?"
Kebenaran yang diucapkan dengan tenang itu membuat sebuah kata kasar
terlompat dari mulut Pangeran.
"Ini semua gara-gara aku," katanya menyesal, "Kalau saja aku tidak menuduhmu
sedemikian rupa." "Pergilah," kata Kakyu, "Saya akan memecahkan perhatian mereka."
Pangeran memincingkan matanya dan bertanya tajam, "Apa yang dapat kaulakukan
dengan lengan terluka seperti ini?"
Kakyu tersenyum. Ia mengetahui apa yang tidak diketahui Pangeran.
"Jangan khawatir," katanya tenang, "Mereka tidak akan dapat melukai saya."
"Benar, mereka tidak akan melukaimu," kata Pangeran jengkel melihat ketenangan
Kakyu, "Engkau juga tidak dapat melukai mereka dengan tangan terluka seperti
ini." "Saya masih bisa menggunakan tangan kiri," kata Kakyu.
"Jangan berharap aku akan setuju, Kakyu," Pangeran Reinald menegaskan
keputusannya, "Engkau ini seorang gadis, Kakyu. Hingga kapanpun aku tidak akan
membiarkan engkau menantang bahaya sendirian."
"Anda lupa tugas saya adalah melindungi setiap penghuni Istana?" kata Kakyu,
"Walaupun sekarang kita tidak berada di Istana Vezuza, Anda tetap harus saya
lindungi." "Lupakan tugas itu," perintah Pangeran, "Saat ini engkau harus menuruti
perintahku sebelum mereka mendapatkan kita."
"Anda yang harus pergi," Kakyu tetap bertahan dengan keinginannya, "Saya lebih
mengenal setiap sudut hutan ini daripada Anda. Berhati-hatilah ketika Anda
semakin mendekati benteng, banyak ranjau darat di sana."
Pangeran Reinald memanfaatkan pesan Kakyu itu. "Pergilah, Kakyu. Aku tidak
dapat menjamin aku akan selamat. Joannie mengatakan engkau sering keluar
masuk hutan ini, aku yakin engkau lebih dapat menjaga diri daripada aku. Aku
lebih aman di sini daripada harus kembali ke benteng. Aku tahu Jenderal Decker masih
mempercayaimu. Adna juga sangat mempercayaimu."
Kakyu tahu Pangeran Reinald benar.
Kemungkinan Pangeran Reinald untuk menghindari dari ranjau darat, lebih kecil
dibandingkan Kakyu yang telah mengetahui letak ranjau-ranjau itu.
"Baiklah," Kakyu mengalah.
"Bagus," Pangeran Reinald puas, "Sekarang berikan panahmu padaku. Aku akan
mengacaukan mereka."
Kakyu tidak yakin Pangeran hanya akan mengacaukan Kirshcaverish dari jauh
apalagi mengingat sifat tidak sabar Pangeran.
"Tidak," Kakyu tidak ingin Pangeran menerobos markas Kirshcaverish sendirian.
Sebelum Pangeran mengatakan apa-apa, Kakyu segera menerobos kegelapan
Hutan Naullie dan meninggalkan suara yang menggema di sekitar tempat itu, "Saya
akan segera kembali."
Tindakan Kakyu itu tentu saja membuat Pangeran Reinald yang ingin menyerbu
masuk ke dalam markas Kirshcaverish, menjadi jengkel. Kini tanpa sebuah
senjatapun, Pangeran Reinald tidak dapat berbuat apa-apa selain menanti
kedatangan Kakyu. BAB 11 Dugaan Kakyu tepat. Seluruh pasukan semua masih terjaga walau saat ini sudah hampir tengah malam.
Semua mengkhawatirkan Kirshcaverish yang bisa sewaktu-waktu muncul.
Tetap dengan mengendap-endap, Kakyu memasuki benteng.
Kakyu terlalu lincah untuk dilihat pasukan Kerajaan Aqnetta.
Walaupun di setiap sudut benteng, ada sejumlah pasukan, tidak seorangpun yang
melihat masuknya Kakyu ke dalam benteng.
Ketika melihat Kolonel Abel berpatroli sendirian di sekitar tenda Pangeran
Reinald, Kakyu memutuskan untuk menemuinya sebelum menemui Jenderal Decker.
"Kolonel!" panggilnya.
Kolonel Abel terkejut. Ia mencari asal suara itu di sekelilingnya.
Kakyu menuju tempat yang terang di sekitar tempat itu.
"Perwira," kata Kolonel Abel, "Ke mana saja Anda" Banyak yang terjadi di sini
sejak Anda pergi." "Aku tahu," kata Kakyu, "Sekarang aku ingin engkau menyiapkan semua pasukan.
Kita akan menggempur Kirshcaverish malam ini juga."
Kolonel Abel kaget. "Malam ini?"
"Cepat!" kata Kakyu lalu ia kembali bersembunyi di kegelapan.
Kolonel Abel terperangah melihat Kakyu telah menghilang. Ia sadar ini bukan
saatnya ia terpesona. Walaupun tidak mengerti, ia tetap melaksanakan perintah
singkat Kakyu. Kakyu menyelinap ke dalam tenda Jenderal Decker sambil memanggil Jenderal itu.
Jenderal Decker terlonjak kaget melihat Kakyu tiba-tiba muncul.
"Ada apa, Kakyu?"
"Kita harus menyerang mereka malam ini juga."
"Malam ini?" tanya Jenderal Decker, "Kami belum menyiapkan strategi perang
apapun." "Saya kira itu tidak perlu, Jenderal."
"Apa maksudmu, Kakyu?"
"Kirshcaverish dalam keadaan kacau saat ini dan saya rasa kita tidak akan
kesulitan menghadapi mereka yang sedang sibuk."
"Apa yang kaulakukan pada mereka?" tanya Jenderal Decker ingin tahu, "Yang pasti
engkau membuat mereka kewalahan bukan?"
Kakyu tersenyum. "Siapkan pasukan saat ini juga, Jenderal. Saya menunggu Anda
di sana. Dan jangan lupa untuk memperhatikan setiap langkah pasukan."
Seperti yang dilakukannya pada Kolonel Abel, Kakyu segera meninggalkan Jenderal
Decker sebelum Jenderal Decker sempat bertanya apa-apa.
Sekarang yang perlu dilakukan Kakyu adalah menemui Adna yang menyamar
sebagai Pangeran Reinald.
Tidak mungkin tidak ada yang terkejut melihat Kakyu yang tiba-tiba muncul dengan
pakaian hitam. "Adna," kata Kakyu, "Perintahkan setiap Jenderal untuk mengatur pasukan saat ini
juga." Adna terkejut mendengarnya. "Apa yang terjadi, Kakyu" Engkau tahu di mana
Pangeran?" "Pangeran aman," kata Kakyu, "Dengan kekuasaanmu saat ini, engkau harus
memerintahkan penyerbuan ke Hutan Naullie saat ini juga. Pangeran ingin engkau
tetap menjaga rahasia di antara kalian hingga ia sendiri yang memutuskan kapan
untuk membenarkan kekeliruan ini."
Adna yang sudah cemas sejak Pangeran Reinald menghilang, segera berkata, "Aku
mengerti." Kakyu merasa ia tidak perlu memberitahu banyak orang dengan rencananya.
Tiga orang itu pasti dapat menyiapkan pasukan secepat mungkin.
Sambil menunggu pasukan Kerajaan Aqnetta tiba di markas Kirshcaverish, Kakyu
harus mengacaukan markas itu.
Seperti janjinya kepada Pangeran Reinald, Kakyu segera muncul di tempat itu.
Pangeran Reinald tampak sangat jengkel ketika melihat Kakyu muncul dari antara
kegelapan malam. "Engkau benar-benar gadis yang menyebalkan, Kakyu," kata Pangeran begitu
melihat Kakyu. Dengan tenang, Kakyu menanggapi, "Anda terlalu ceroboh untuk saya biarkan
mengacaukan mereka sendirian."
"Engkau sudah memberitahu mereka?"
Kakyu mengangguk. Tanpa banyak berbicara lagi, Kakyu mengeluarkan busurnya.
Pangeran Reinald bertindak cepat. Ia segera mengambil alih busur dan anak
panahnya itu sambil berkata, "Biar aku."
Kakyu membiarkan Pangeran Reinald melakukannya.
Hanya itu yang dapat dilakukan untuk mencegah Pangeran Reinald bertindak lebih
jauh. Terlalu bahaya membiarkan Pangeran yang tidak sabar itu menyerbu markas
Kirshcaverish. Bisa-bisa yang terjadi bukan mereka yang berhasil mengacaukan
Kirshcaverish malah Kirshcaverish yang berhasil mengacaukan mereka.
Selagi Pangeran Reinald mengacaukan Kirshcaverish dengan panah api, Kakyu
bisa memanfaatkan keadaan itu.
Dengan menahan rasa sakitnya, Kakyu memaksa dirinya untuk melepas ikat
rambutnya dan menggenakannya sebagai topeng barunya.
Pangeran Reinald terlalu sibuk dengan apa yang dilakukannya untuk
memperhatikan Kakyu. Ketika gadis itu sudah siap memasuki Kirshcaverish, Pangeran Reinald masih tidak
tahu apa yang direncanakan Kakyu.
Baru ketika melihat sesuatu berwarna hitam yang hampir tidak kentara dalam
kegelapan malam, menuruni lembah menuju markas Kirshcaverish, Pangeran
Reinald sadar. Siapa lagi yang dapat bergerak sedemikian cepat dan tanpa menimbulkan suara
selain Kakyu yang diketahuinya sebagai gadis yang dapat bergerak cepat dan
penuh perhitungan. Cepat-cepat Pangeran Reinald mengejar Kakyu yang berjalan sangat hati-hati
hingga tidak menimbulkan suara maupun gerakan apapun yang akan membuat
Kirshcaverish curiga. "Apa yang kaulakukan?" tanya Pangeran Reinald begitu berhasil menangkap lengan
Kakyu. Kakyu terkejut. Kakyu tidak mengharapkan Pangeran Reinald tahu apa yang akan dilakukannya,
tetapi rupanya ia kurang hati-hati hingga Pangeran Reinald dapat melihatnya
dalam kegelapan malam. "Melakukan apa yang ingin saya lakukan sebelum Anda mengejutkan saya," kata
Kakyu. "Tidak!" kata Pangeran tegas, "Engkau tidak akan ke mana-mana sampai mereka
datang." "Tidak," Kakyu balas menentang, "Saya harus melakukannya."
"Apa yang harus kaulakukan saat ini adalah membuat perhatian Kirshcaverish
terpecah," kata Pangeran Reinald.
"Itulah yang akan saya lakukan," sahut Kakyu dengan ketenangannya.
Ketenangan Kakyu tidak membuat Pangeran Reinald kehilangan cara untuk
menghalangi niat gadis itu, "Engkau juga harus melindungiku. Jangan lupa itu."
Percuma saja Pangeran Reinald mencoba mencegah Kakyu yang telah memikirkan
semuanya sebelum ia memutuskan untuk mengacaukan Kirshcaverish dari dalam
markas mereka. Tetap dengan ketenangannya, Kakyu berkata, "Di atas sana, Anda akan aman
hingga pasukan datang."
"Tidak!" untuk kesekian kalinya Pangeran Reinald melarang Kakyu dengan tegas.
Pangeran teringat setiap orang mengatakan padanya Kakyu seorang Perwira yang
patuh. Walau diberi tugas sesulit apapun, ia tetap menerimanya dan
melaksanakannya dengan sebaik-baiknya.
Pangeran Reinald memanfaatkannya, "Aku memerintahkan kepadamu untuk tetap
tinggal di atas." Kakyu bukanlah gadis yang selalu patuh. Kakyu tahu kapan ia harus patuh dan
kapan ia boleh menentang perintah yang diberikan padanya.
Sebelum Pangeran mempererat pegangan di lengannya, Kakyu melepaskan
lengannya dengan cepat. Dan dengan cepat ia menghilang di balik bom asap yang
dilemparkannya dan hanya meninggalkan suara menggema.
Pangeran Reinald tidak tahu Kakyu telah dilatih untuk menghadapi situasi seperti
ini. Untuk segera menghilang sebelum musuh menangkapnya dan menghindari musuh
melihatnya.
Kelembutan Dalam Baja Karya Sherls Astrella di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Itulah yang dilakukan Kakyu setelah membuat pandangan Pangeran Reinald
terganggu oleh asap tebal yang seperti kabut itu.
Secepat kilat, Kakyu menyelinap di antara semak-semak tinggi dan perlahan-lahan
menuruni lembah itu. Pangeran Reinald jengkel ketika akhirnya asap itu hilang. Dan ia semakin jengkel
ketika melihat Kakyu tidak berada di depannya lagi. Gadis itu telah menghilang
dibalik asap putih. Seperti tadi, tidak ada yang dapat dilakukan Pangeran selain menunggu Kakyu di
atas. Anak panah yang ada tinggal sedikit dan itu adalah panah api bukan panah biasa.
Sedangkan untuk memasuki markas, Pangeran Reinald membutuhkan senjata yang
cukup menahan mereka. Pangeran Reinald bisa mengikuti Kakyu walau ia tidak bersenjata tetapi Pangeran
tidak mau melakukannya. Bukan karena ia tidak berani. Ia berani bahkan ia bisa
saja segera menyusul Kakyu tetapi ia tidak ingin membuat Kakyu mengkhawatirkan
dirinya yang kemudian berakibat Kakyu menjadi ceroboh.
Memasuki sarang musuh memerlukan perhitungan yang tepat. Sedikit kesalahan
saja bisa menimbulkan masalah tidak hanya bagi yang tertangkap tetapi juga bagi
kelompok yang tertangkap.
Pangeran Reinald tidak ingin itu terjadi apalagi mengingat dirinya adalah Putra
Raja Alfonso yang diharapkan kelak menggantikan Raja Alfonso.
Seandainya ia tertangkap dan Kirshcaverish tahu yang ditangkapnya adalah Putra
Mahkota, Kirshcaverish akan semakin mudah mencapai tujuannya. Sedangkan
kedatangan Pangeran Reinald ke sini bukan untuk itu.
Beberapa saat sebelum menyelesaikan sekolahnya di Oxford, Pangeran Reinald
menerima surat dari ayahnya yang meminta ia segera pulang setelah sekolahnya
selesai. Pangeran Reinald mulanya tidak tahu ada maksud lain di balik permintaan itu.
Ketika dalam perjalanan, beberapa orang berusaha menghentikan kepulangannya.
Adna yang bertugas mengawalnya selama ia tidak berada di Kerajaan Aqnetta, terus
berusaha melindunginya. Mulanya mereka memang terus dapat bersama tetapi
keadaan tidak dapat bertahan lama.
Karena orang-orang itu, mereka berdua terpencar dan akhirnya Pangeran Reinald
tiba lebih lambat dari Adna.
Baru ketika itulah Pangeran Reinald tahu permintaan untuk segera pulang bukan
hanya karena kerinduan yang telah lama terpendam tetapi juga untuk menguji hasil
yang telah didapat Pangeran selama ia berada di Inggris.
Raja Alfonso memerintahkan Pangeran Reinald menunjukkan apa yang telah
dipelajarinya dengan membantu para Jenderal menumpas Kirshcaverish di Hutan
Naullie. Pangeran Reinald akan gagal menunjukkan hasil belajarnya selama bertahun-tahun
di Inggris bila ia sampai tertangkap Kirshcaverish. Lagipula Pangeran tahu yang
harus dilakukannya saat ini adalah membantu Kakyu mengacaukan perhatian
Kirshcaverish sambil menanti datangnya pasukan Kerajaan Aqnetta.
Pangeran hanya dapat berharap gadis dapat menjaga dirinya. Walaupun semua
orang mengatakan Kakyu seorang pemuda yang tangguh, Pangeran Reinald yang
telah mengetahui Kakyu bukan seorang pria, tetap mengkhawatirkannya.
Hingga pasukan tiba, Pangeran Reinald berharap Kakyu memang setangguh yang
dikatakan orang-orang. Sementara Pangeran Reinald mengkhawatirkan Kakyu, Kakyu sendiri tidak
mengkhawatirkan dirinya. Gadis itu percaya ia dapat mengatasi Kirshcaverish bila ia ketahuan mereka.
Tetapi melihat keadaan di dalam markas Kirshcaverish yang kacau balau seperti ini,
Kakyu yakin tidak seorangpun dari mereka yang akan melihatnya.
Walaupun begitu Kakyu tetap berhati-hati memasuki markas Kirshcaverish lebih
dalam. Kemarin Kakyu telah mengetahui siapa pemimpin Kirshcaverish. Dan sekarang ia
akan mencari tempat Bleriot serta memastikan pria itu tidak meninggalkan tempat
ini baik sekarang maupun nanti bila pasukan telah tiba.
Kakyu menduga tenda Bleriot adalah tenda terbesar di tempat ini.
Orang-orang yang berlalu lalang di kegelapan malam itu sambil membawa ember
berisi air, tidak memperhatikan Kakyu yang mengendap-endap memeriksa tendatenda
besar satu demi satu. Seseorang muncul dari sebuah tenda di dekat tempat persembunyian Kakyu dan di
samping kanannya berdiri pria yang lain.
"Menurutmu ini hasil pekerjaan siapa?" tanya salah seorang pria itu pada pria
yang lain dengan geram. Kakyu menajamkan inderanya untuk mendengarkan percakapan mereka dengan
jelas di antara keributan anggota Kirshcaverish yang lain.
"Kurasa bukan pasukan Kerajaan Aqnetta," kata pria yang lain, "Selama ini tidak
seorangpun pasukan Kerajaan Aqnetta yang berhasil memasuki daerah sekitar
tempat ini." "Lalu siapakah orang ini, Orleando?"
"Aku tidak tahu, Bleriot," kata pria yang dipanggil Orleando itu, "Orang ini
sangat ahli. Dan ia tahu pasti letak-letak tenda penting kita. Kurasa ia telah memasuki
markas kita sebelumnya. Ia telah membakar tenda-tenda penting kita dan yang lebih
parah, tenda tempat penyimpanan senjata kita habis terbakar. Siapapun dia, ia pasti
bukan pasukan Kerajaan Aqnetta. Mungkin Raja Alfonso yang menyuruh orang ini?"
"Tidak mungkin!" bantah Bleriot, "Selama bertahun-tahun aku bekerja pada Raja
Alfonso, aku telah mengenal sifatnya. Raja Alfonso bukan orang yang dengan
mudah menyuruh orang lain di luar kerajaannya untuk membantu masalah dalam
negerinya." "Maksudku, orang ini pasti penduduk Kerajaan Aqnetta yang kemudian oleh Raja
disuruh menemukan letak markas kita dan mengacaukan kita."
"Itu lebih tidak mungkin lagi," kata Bleriot tajam, "Sebelum aku mengumpulkan
kalian di sini, aku telah menyelidiki terlebih dulu siapa saja yang bisa menjadi musuh
terkuatku. Dan selain para Jenderal yang sudah tua, aku tidak menemukan orang
lain, tidak juga rakyat biasa. Sejak saat itu aku tidak pernah berhenti mencari
orangorang yang dapat menjadi lawan terkuatku dan aku tetap tidak pernah
menemukannya." "Aku tidak tahu lagi," kata Orleando, "Aku belum pernah menemukan orang yang
sedemikian ahlinya."
Kakyu melihat Bleriot termenung. Sambil menggelengkan kepalanya, Bleriot
berkata, "Tidak. Tidak mungkin dia."
"Dia siapa, Bleriot?" tanya Orleando tidak mengerti.
Bleriot menepuk bahu Orleando sambil berkata, "Sudah. Lupakan saja. Sekarang
kita harus berharap pasukan Kerajaan Aqnetta tidak menyerbu saat ini. Kalau
tidak, kita pasti akan hancur."
"Lalu apa yang harus kita lakukan sekarang?"
"Berharap siapapun pria itu, tidak dapat melewati ranjau-ranjau darat kita,"
kata Bleriot geram, "Juga pasukan Kerajaan Aqnetta tidak akan dapat menerobos
ranjauranjau yang telah kita tanam. Siapapun dia, dia telah mengacaukan
rencanaku dan ia akan membayarnya bila aku sampai menangkapnya. Gara-gara dia sekarang kita
harus membeli senjata baru lagi. Kita harus segera mengirimkan daftar permintaan
kita ke mereka secepatnya."
Kakyu semakin menyembunyikan dirinya ke tenda ketika kedua pria itu lewat di
dekatnya. Sekarang Kakyu tahu seperti apakah pemimpin Kirshcaverish. Dan ia tidak akan
membiarkan pria itu lolos bila pasukan Kerajaan Aqnetta datang nanti. Pria itu
harus membayar apa yang dilakukannya pada Kerajaan Aqnetta juga pada keluarga
Halberd. Dalam persembunyiannya, Kakyu tidak melepaskan sedikitpun pandangannya dari
Bleriot. Kakyu yakin tak lama lagi pasukan Kerajaan Aqnetta akan tiba.
Perjalanan dari benteng ke markas Kirshcaverish tidak akan memakan waktu lebih
dari tiga jam sekalipun mereka berjalan lambat. Tetapi Kakyu tahu Jenderal
Decker juga Adna tidak akan membiarkan pasukan Kerajaan Aqnetta berjalan lambat.
Pangeran Reinald telah melaksanakan tugasnya di atas sana dan sekarang Kakyu
harus melaksanakan tugasnya sendiri. Mereka tidak boleh tertangkap sampai
pasukan Kerajaan Aqnetta tiba.
BAB 12 Pangeran Reinald tidak sabar menanti pasukan.
Sementara ia mengkhawatirkan Kakyu yang sampai sekarang tidak segera kembali,
pasukan Kerajaan Aqnetta tidak segera datang.
Berulang kali Pangeran Reinald ingin menyusul Kakyu tetapi ia terus menahan
diri. Ia tidak tahu hingga kapan ia mampu bertahan sementara kekhawatirannya semakin
bertambah tiap menitnya. Cukup lama Pangeran Reinald bertahan di tempatnya hingga ia akhirnya tidak sabar
lagi. Di saat itulah kedatangan pasukan Kerajaan Aqnetta terdengar di kejauhan.
Untung saja pasukan Kerajaan Aqnetta segera tiba di saat itu, bila tidak Kakyu
tidak hanya harus memperhatikan Bleriot tetapi juga Pangeran Reinald yang tidak pernah
sabar. Dan Kakyu pasti kesulitan karenanya.
Pangeran Reinald lega juga semakin tidak sabar mendengar suara itu.
Ketika akhirnya Adna muncul pertama kali dari kegelapan malam, Pangeran Reinald
berkata tajam, "Mengapa kalian lama sekali?"
"Maafkan saya, Pangeran," kata Adna, "Kami telah berusaha datang secepat
mungkin tetapi kami harus berhati-hati kalau tidak kami akan terkena ranjau."
Jenderal Decker yang datang kemudian, tidak mendengar percakapan itu. Kepada
Pangeran Reinald yang dikenalnya sebagai Adna, ia bertanya, "Di mana Kakyu?"
"Di sana," kata Pangeran Reinald sambil menunjuk markas Kirshcaverish yang
terbakar. Jenderal Decker kaget melihat markas itu dan lebih kaget lagi melihat markas itu
terbakar. Bukan hanya kebakaran kecil tetapi sudah menjadi kebakaran yang sangat
parah. "Cepat!" kata Pangeran Reinald, "Apalagi yang kalian tunggu! Serang saja mereka
di saat mereka kacau balau seperti ini."
Adna yang menyamar sebagai Pangeran Reinald segera berkata, "Cepat serang
mereka!" "Kita belum melakukan persiapan apapun, Pangeran," kata Jenderal Erin.
"Tidak perlu," jawab Jenderal Decker, "Kakyu mengatakan kalian tidak perlu
menyusun rencana apapun selain menyerang mereka dari segala penjuru."
"Saat ini juga!" tambah Pangeran Reinald dengan tegas.
"Sebaiknya kalian menuruti apa katanya," kata Adna.
"Engkau tidak perlu khawatir, Erin," kata Jenderal Decker, "Kakyu telah
membuatkan peta tempat ini lengkap dengan strateginya."
"Kakyu?" tanya Jenderal Erin tak mengerti.
"Tidak ada waktu untuk menjelaskan itu. Sekarang kita harus segera menyerang
Kirshcaverish seperti strategi yang dibuat Kakyu," Jenderal Decker menegaskan.
Bersama Jenderal Reyn yang telah mempelajari peta itu, Jenderal Decker mengatur
pasukan seperti strategi yang terlukis dalam selembar kertas bersama-sama peta
itu. Sementara pasukan bersiap-siap mengambil posisi di tempat mereka masingmasing,
Pangeran Reinald menarik Adna menjauh.
"Kakyu tahu," katanya memberitahu.
"Tahu apa, Pangeran?" tanya Adna.
"Tahu aku bukan engkau dan engkau bukan aku."
"Saya tidak terkejut," kata Adna jujur, "Ia memang bukan prajurit biasa. Entah
kemampuan apa yang dimiliknya sampai ia bisa muncul tiba-tiba sehingga membuat
saya terkejut." "Juga menghilang tiba-tiba," tambah Pangeran Reinald.
"Lalu apa yang harus kita lakukan?" tanya Adna, "Apakah kita harus tetap seperti
ini atau kita mengatakan semuanya?"
"Apakah tidak apa-apa bagimu?" selidik Pangeran Reinald.
Adna tampak ragu-ragu. "Saya tidak tahu, Pangeran. Tetapi kalau Anda
memerintahkan kita kembali ke posisi semula, saya akan menurut."
"Tidak, Adna," kata Pangeran Reinald, "Aku tahu hubunganmu dengan Joannie
semakin dekat. Aku tidak ingin merusaknya."
"Tetapi bagaimana dengan Kakyu?"
"Jangan mengkhawatirkan dia," kata Pangeran Reinald yang masih tidak mau
mengatakan Kakyu itu seorang gadis, "Ia juga telah menanyakan hal ini kepadaku.
Kurasa sampai kita akan kembali ke Chiatchamo, tidak akan terjadi apa-apa kalau
kita tetap seperti ini."
"Apakah kita akan menang, Pangeran?" tanya Adna cemas, "Selama ini pasukan
Pedang Bayangan Panji Sakti 9 Pendekar Naga Putih 28 Laba Laba Hitam Samurai Pengembara 1 2
orang yang seharusnya kaulindungi?" ejek Adna.
Kakyu lelah menghadapi Adna. Ia tahu ia tidak akan pernah bisa membuat Adna
langsung ke pokok permasalahan yang dihadapinya ini.
Mungkin Kakyu harus mencobanya lagi suatu saat tetapi tidak saat ini.
Hampir seluruh penghuni perkemahan telah bangun dan tiba saatnya bagi Kakyu
untuk mulai sibuk. Tanpa mengatakan apa-apa, Kakyu meninggalkan pemuda itu sendirian di menara.
Adna cemas melihatnya. Ia merasa baru saja Kakyu menunjukkan keramahannya
padanya dan kini ia mulai bersikap tenang yang dingin. Hal itu dapat menghambat
penyelidikannya terhadap diri pemuda itu.
"Engkau marah?" tanyanya khawatir.
Kakyu membantahnya dengan tenang.
"Mengapa engkau pergi seperti seorang gadis yang sedang marah?"
"Memulai kesibukanku," jawab Kakyu singkat.
Adna tidak tahu bagaimana mengembalikan pemuda itu kepada keramahannya
yang sesaat lalu. "Baiklah, aku akan memberitahumu," kata Adna pada akhirnya.
Sesaat Adna ragu gambaran Pangeran yang manakah yang harus dikatakannya
kepada Kakyu. Kalau ia mengatakan tentang dirinya yang memang Pangeran yang asli, Kakyu pasti
akan curiga kalau tidak mendapatkan ciri-ciri itu pada Pangeran palsu.
Tetapi kalau ia memberikan gambaran Adna, kelak bila tiba saatnya kekeliruan
dibenarkan, akan muncul masalah.
Entah mengapa Adna menganggap Kakyu patut dicurigai.
Mungkin karena usianya yang terlalu muda untuk menjadi Perwira yang mengepalai
seluruh pasukan pengawal Istana. Mungkin juga karena tubuh kecil pemuda itu yang
tidak mendukung ketangguhannya yang sering dibicarakan orang.
Adna sendiri tidak tahu sebabnya. Tapi ia tahu pemuda itu tidak dapat dianggap
remeh. Baik oleh pemuda lain seusianya maupun ia yang lebih tua darinya.
Dalam satu hal Adna yang asli benar.
Pemuda itu patut dikagumi. Kakyu tidak seperti pemuda lain seusianya. Kakyu
bukan pemuda yang ceroboh dan bertindak tanpa dipikirkan dulu. Kakyu pemuda
yang penuh perhitungan dan penuh persiapan.
Hanya itu yang diakui Adna, tidak yang lain. Adna palsu belum mau mengakui
ketangguhan Kakyu. Kakyu tidak mau menunggu terlalu lama di menara itu.
Tidak perlu dikhawatirkannya apa yang akan dikatakan pemuda itu nanti. Ia memang
tidak merasa marah dan ia tidak bohong ketika ia mengatakan ia ingin memulai
kesibukannya. Kakyu menuruni tangga kayu dengan tenang.
Adna yang masih sibuk menimbang, terkejut melihat dirinya telah ditinggal
sendirian di menara itu oleh Kakyu. Cepat-cepat ia menyusul Kakyu.
Bila ia ingin mengetahui segala gerak-gerik pemuda itu yang dimatanya terasa
mencurigakan itu, ia tidak boleh kehilangan pemuda itu.
Pemuda itu harus selalu dapat dilihatnya agar ia dapat terus mengawasi
gerakgeriknya. Kakyu baru meninggalkan tangga kayu itu ketika Adna hampir mencapai ujungnya.
"Tunggu aku," Adna mengejar Kakyu yang berjalan tenang namun cepat.
Sekali lagi Adna mengulangi pertanyaannya, "Engkau marah?"
"Tidak," jawab Kakyu singkat.
"Lalu mengapa engkau tidak mau mendengar jawabanku?"
"Aku mempunyai tugas."
"Jadi, engkau tidak mau tahu jawabannya?" tanya Adna hati-hati.
Adna tahu ia akan sangat lega bila Kakyu tidak jadi menanyakan jawaban
pertanyaannya itu. Dengan demikian ia tidak perlu repot-repot memikirkan
jawabannya. Namun sayang sekali harapan Adna itu tidak terkabul. Kakyu berkata, "Katakan
saja sambil berjalan." Untuk menghindari kecurigaan Kakyu, Adna tidak mau berpikir terlalu lama lagi.
Ia segera berkata, "Pangeran orang yang gagah."
Kakyu telah mendengarnya dari Joannie.
"Ia banyak dikagumi wanita karena ketampanannya."
Kakyu diam saja. Ia tahu banyak wanita yang pasti akan menyukai Pangeran yang
gagah dan tampan seperti yang diungkapkan Joannie kepadanya semalam dengan
seluruh perasaan cintanya.
"Tapi selama ini ia tidak memperhatikan mereka. Pangeran tahu ia berada di
Inggris bukan untuk bersenang-senang tetapi untuk belajar," Adna terus bercerita tanpa
menyadari Kakyu yang sama sekali tidak nampak memperhatikan ceritanya itu.
Kakyu mendengarkan cerita Adna sembari memperhatikan sekelilingnya dan
sesekali mengangguk pada prajurit yang memberi salam kepadanya.
"Pangeran orang yang bertanggung jawab. Ia orang setia dan menyenangkan. Aku
yakin engkaupun akan menyukainya kalau engkau telah mengenalnya. Pangeran
orang yang penuh pengertian dan sabar. Bagiku sangat sulit membuatnya marah.
Tetapi kuperingatkan kepadamu. Jangan sekali-kali membuatnya marah. Kalau ia
sudah marah, ia akan sangat menakutkan."
"Dan kejam," tambah Adna pula.
"Tetapi Pangeran juga unik. Ia kadang seperti anak kecil yang senang menggoda,"
kata Adna, "Entah berapa kali aku digodanya sampai aku dibuat jengkel olehnya."
Kakyu tidak menanggapi apapun atas jawaban yang panjang lebar itu.
Pangeran Reinald akan sesuai untuk Joannie yang kadang tampak manja itu.
Kakyu merasa Joannie bukan memerlukan seorang pria yang kuat seperti yang
diinginkannya tetapi lebih dari itu. Joannie membutuhkan orang yang penuh
pengertian untuk mengatasi sikapnya yang kadang sangat manja, tetapi tidak
jarang pula ia tampak sangat pemberani.
"Dari tadi aku merasa telah bercerita banyak seperti seekor burung beo tetapi
engkau tetap diam," kata Adna tiba-tiba, "Menanggapi pun tidak."
Kakyu hanya menatap wajah Adna tanpa mengatakan apa-apa karena ia memang
tidak tahu harus mengatakan apa.
Tiba-tiba Adna merasa curiga, "Apakah engkau sejak tadi memperhatikanku?"
Sebagai jawabannya, Kakyu mengangguk.
"Mengapa engkau tidak berkomentar apapun?"
"Karena aku tidak tertarik," jawab Kakyu singkat.
Mulanya Adna berharap pertanyaannya akan membuka suatu percakapan baru di
antara mereka tetapi rupanya memang sulit mengajak Kakyu berbicara.
Pemuda satu ini benar-benar tampak aneh di mata Adna yang belum pernah melihat
pemuda yang lebih memilih diam dan menyendiri daripada harus berbicara banyak.
Pemuda ini hanya berbicara banyak kalau memang sangat perlu dan penting.
Kalau memang hanya masalah yang sangat penting yang dapat membuat Kakyu
berbicara panjang lebar, maka Adna harus memikirkan masalah penting apa yang
akan digunakannya untuk membuat pemuda itu bercerita banyak.
Adna mendapat ide untuk menggunakan Kirshcaverish sebagai pembuka
percakapan baru. "Menurutmu kapan Kirshcaverish akan memulai serangannya
kepada kita?" Sayangnya ide yang semula dianggap bagus oleh Adna itu hanya mendapat
jawaban singkat dari Kakyu.
Pemuda itu dengan ringannya berkata, "Entahlah."
Adna kesal sendiri menyadari dirinya seperti orang bodoh yang sedang berbicara
dengan angin. Tetapi ia tidak mau menyerah begitu saja apalagi kepada Kakyu yang
lebih muda darinya. "Apa rencanamu untuk menghadapi mereka?"
Untuk kesekian kalinya di pagi hari ini, Kakyu mengecewakan Adna.
Adna tahu Kakyu seharusnya menjawab banyak walau ia tidak punya rencana.
Kalau Kakyu memang seorang Perwira yang sangat diunggulkan Raja Alfonso, tentu
ia tidak akan menjawab 'Entahlah' semudah dan seringan itu. Setidak-tidaknya
Kakyu bisa menjelaskan apa yang mungkin dilakukannya kalau saat ini ia memang
belum mempunyai rencana yang pasti.
Adna semakin curiga dibuatnya. Dan ia semakin ingin tahu bagaimana cara pemuda
ini mendapatkan kedudukan yang paling penting di Istana Vezuza di usianya yang
masih muda ini. Apakah ia membohongi ayahnya atau mungkin karena campur tangan orang lain"
Mungkin juga karena keinginan Jenderal Reyn.
Hal itu tidak mustahil. Jenderal Reyn juga salah satu dari sekian Jenderal
tangguh Kerajaan Aqnetta. Kenalan Jenderal Reyn yang telah lama terjun ke dalam militer
ini tentu tidak sedikit lagi.
Bisa saja pemuda ini menjadi seorang Perwira Tinggi yang termuda karena usaha
ayahnya dan para Jenderal teman Jenderal Reyn. Entah bagaimana mereka
membuat Raja Alfonso mengangkat Kakyu menjadi Kepala Keamanan Istana.
Tanpa mengatakan apapun, Kakyu mengawasi setiap prajurit yang telah memulai
tugasnya. Beberapa prajurit yang kemarin malam telah ditugasi Kakyu untuk memeriksa
kekuatan benteng mereka, mulai mengerjakan tugas itu.
Dengan teliti mereka memeriksa setiap ikatan antara dua batang pohon dan
memastikan ikatan itu cukup kuat untuk menyangga batang yang besar.
Kemarin malam, mereka memang telah mengerjakannya dengan teliti tetapi saat itu
hari sudah larut malam. Satu-satunya cahaya yang menerangi pekerjaan mereka hanyalah api obor dan
sinar bulan di langit. Demi keselamatan penghuni benteng ini, Kakyu tidak mau mengambil resiko
apapun. Tak sengaja pandangan mata Kakyu tertuju pada tenda yang menjadi Ruang
Perundingan para Jenderal.
Kakyu merasa tertarik untuk melihat isi tenda itu.
Adna menyadari sikap Kakyu itu. Dengan perasaan ingin tahu dan curiga, Adna
mengikuti Kakyu memasuki Tenda Perundingan itu.
Walau tahu Adna tetap mengikutinya, Kakyu tidak mengatakan apa-apa.
Adna tidak perlu mengkhawatirkan perbuatan Kakyu maupun curiga pada pemuda
itu, Kakyu memasuki tenda Perundingan itu hanya untuk melihat apakah Jenderal
Erin telah mengetahui letak Kirshcaverish. Selain itu Kakyu ingin memeriksa peta
sekitar Farreway dan Hutan Naullie.
Kakyu tahu suatu saat nanti ia akan memerlukan peta itu dan sejak saat ini ia
harus mempelajarinya. Sebelum meninggalkan tenda, Kakyu mengamati peta yang penuh coretan itu
dengan seksama. Adna curiga melihat Kakyu begitu tekun mempelajari peta itu.
Seperti ketika ia masuk, ketika keluarpun, Kakyu tidak mengatakan apapun pada
Adna. Kakyu seolah-olah menganggap Adna sebagai angin lalu.
Kakyu tidak menyadari tindakannya itu membuat Adna merasa jengkel.
Kalaupun Kakyu sadar, pemuda itu tidak akan berbuat apapun untuk menghilangkan
kejengkelan itu. Kakyu pasti akan merasa ia tidak melakukan apapun yang membuat
pemuda itu jengkel. Begitu meninggalkan tenda Perundingan, Kakyu melanjutkan kembali perjalanannya
mengelilingi benteng sambil mengawasi setiap prajurit.
Belum jauh Kakyu berjalan, seseorang memanggilnya.
Jenderal Decker yang baru keluar dari tendanya segera menghampiri Kakyu.
"Selamat pagi, Jenderal," sapa Kakyu.
"Selamat pagi, Kakyu," balas Jenderal Decker, "Apa yang kaulakukan sepagi ini?"
"Berkeliling," jawab Kakyu singkat.
"Engkau melihat mereka?" tanya Jenderal Decker.
"Tidak," sekali lagi Kakyu menjawab singkat.
Adna yang mendengar percakapan itu merasa aneh. Ia ingin tahu mengapa
Jenderal Decker tampak tidak terganggu sama sekali oleh jawaban-jawaban singkat
Kakyu. Jenderal Decker yang merupakan Jenderal Tertinggi Kerajaan Aqnetta, tentu tahu
sebagai seorang Perwira, Kakyu seharusnya tidak memberikan jawaban singkat.
Kakyu harus menjelaskan dengan terperinci setiap laporannya apalagi di medan
pertempuran seperti ini. "Menurutmu, apakah ini saatnya bagi kita untuk menyerang mereka?"
"Belum saatnya," jawab Kakyu.
Adna sudah tidak sabar lagi. "Mengapa engkau berkata seperti itu" Bukankah ini
saat yang tepat bagi kita" Kita masih dalam keadaan segar dan Kirshcaverish
pasti tidak menduga akan menerima serangan mendadak seperti ini."
"Kita terutama pasukan yang baru datang, belum mengenal medan pertempuran ini,"
kata Kakyu tenang, "Sulit bertempur di hutan tanpa persiapan terlebih dulu."
"Kalau kita menyerang mereka saat ini, mereka tentu tidak akan menduganya dan
kita akan memenangkan pertempuran ini," Adna bersikeras dengan pendapatnya.
"Sebaliknya kita yang akan hancur terlebih dulu sebelum mereka hancur," Kakyu
berkata tetap dengan ketenangannya, "Walaupun mereka tidak siap, mereka lebih
mengenal hutan ini daripada kita. Itu satu kelemahan kita. Kelemahan kita yang
lain adalah kita tidak mengetahui secara pasti di mana markas mereka sedangkan kita
tidak dapat menyerang asal tebak begitu saja."
Adna memikirkan kembali kata-kata itu.
"Kurasa engkau benar," Adna mengakui, "Kita harus mengetahui terlebih dulu
posisi mereka sebelum kita menyerangnya. Akan sangat sulit bagi kita untuk menyerang
asal tebak. Bila salah perhitungan, kita bisa hancur sebelum menghancurkan
mereka." "Kakyu tidak pernah salah," Jenderal Decker memuji, "Apa yang dikatakannya
benar. Kita harus mengetahui posisi mereka. Sayangnya hingga saat ini kita belum
mengetahui posisi mereka secara pasti."
"Beberapa waktu yang lalu, aku telah mengirimkan sejumlah pasukan penyusup
untuk mencari markas mereka di Hutan Naullie tetapi mereka semua diserang
terlebih dulu oleh Kirshcaverish dan hanya dua orang yang selamat. Luka mereka
sangat parah akibatnya hingga sekarang luka mereka belum sembuh."
"Kami juga kesulitan menentukan secara pasti posisi mereka. Mereka tidak pernah
menyerang dari tempat yang sama. Mereka selalu berpindah-pindah bahkan mereka
selalu terpencar-pencar bila menyerang. Itulah yang membuat pasukan kita kalah."
Penjelasan panjang dari Jenderal Decker itu membawa ide baru kepada Kakyu.
Kakyu tahu apa yang harus dilakukan dengan menguntungkan dua pihak. Kakaknya
dan pasukan yang telah siap maupun belum siap perang ini.
"Kita bisa mengadakan pembenahan sambil menentukan posisi Kirshcaverish
dengan lebih tepat," kata Kakyu.
"Pembenahan?" tanya Jenderal Decker tidak mengerti, "Pembenahan apa yang
kaumaksud" Benteng ini atau pasukan kita?"
"Kedua-duanya," jawab Kakyu, "Pasukan yang luka, kita rawat dan benteng ini kita
perkuat." Jenderal Decker tersenyum. "Engkau benar. Mengapa hal itu tidak terpikirkan
sebelumnya olehku?" "Untuk itu kita harus membiarkan Joannie meninggalkan tendanya."
"Tidak bisa!" BAB 8 Seruan tegas itu membuat mereka berpaling pada Jenderal Reyn yang entah sejak
kapan telah berdiri di dekat mereka.
"Tapi..." Belum sempat Kakyu menyelesaikan kata-katanya, Jenderal Reyn telah berkata
tegas, "Sekali aku mengatakan 'Tidak!' selamanya tetap 'Tidak!'."
Kakyu tidak mau berhenti berusaha demi kakaknya, Joannie. "Kita memerlukan
seorang wanita untuk merawat luka prajurit yang terluka sementara kita
memperkuat benteng kita." "Kakyu benar," baru kali ini Adna mendukung Kakyu, "Kita memang membutuhkan
seorang wanita. Kita tidak mungkin bisa merawat mereka setekun para wanita.
Joannie bisa membantu tugas itu."
"Tidak bisa!" Jenderal Reyn tetap berpegang pada keputusan awalnya, "Keadaan di
luar terlalu bahaya bagi Joannie."
"Jangan khawatir, Reyn," Jenderal Decker yang telah berjanji tidak mencampuri
urusan Jenderal Reyn dengan putrinya selama berada di sini, turut membujuk, "Di
dalam benteng ini kita mempunyai lebih dari dua ribu seratus pasukan. Ditambah
benteng yang kuat, Joannie akan tetap aman."
"Saya mengerti kekhawatiran Anda, Jenderal," Adna memperkuat kata-kata Jenderal
Decker, "Kita tidak mungkin tidak dapat melindungi seorang wanita dengan pasukan
Kelembutan Dalam Baja Karya Sherls Astrella di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
sebanyak ini." Kakyu merasa tidak perlu berusaha membujuk ayahnya lagi. Adna dan Jenderal
Decker telah membuat ayahnya bingung menentukan keputusannya.
"Aku telah berjanji padamu untuk tidak mencampuri segala keputusan yang kaubuat
untuk Joannie selama berada di sini," kata Jenderal Decker, "Tetapi kali ini
pikirkan permintaan ini. Aku mengerti engkau mengkhawatirkan keselamatan putrimu, tetapi
tenaga putrimu diperlukan untuk merawat prajurit yang terluka."
Kakyu mendapatkan gagasan lain. "Kalau Papa mau, kita bisa menyuruh beberapa
prajurit membantu Joannie sekaligus menjaganya."
Jenderal Reyn menatap lekat-lekat wajah putranya.
Ide menyuruh Joannie merawat pasukan yang terluka memang tepat. Joannie bisa
merawat mereka dengan bantuan beberapa prajurit lain yang juga akan
menjaganya. Sementara itu prajurit lainnya akan memperkuat benteng mereka.
Bila mereka telah siap menyerbu Kirshcaverish atau mungkin juga sebaliknya,
Kirshcaverish menyerbu benteng mereka, mereka telah siap dan benteng mereka
akan cukup kuat untuk menahan serangan musuh.
Di samping itu, bila Jenderal Reyn tetap bersikeras dengan keputusannya itu, ia
tidak pantas disebut Jenderal yang tangguh. Demi keselamatan putrinya, ia
membiarkan para prajurit yang terluka tetap terluka.
Tidak ada yang dapat dilakukan Jenderal Reyn selain menyetujui usul itu.
Jenderal Reyn tahu itu. "Baiklah, aku setuju."
Jenderal Decker tersenyum puas. "Aku akan memilih beberapa prajurit yang akan
membantu sekaligus menjaga Joannie."
Sepeninggal Jenderal Decker, Jenderal Reyn berkata, "Aku tidak tahu apakah
gagasanmu ini benar atau tidak, tetapi aku yakin engkau melakukannya dengan
penuh perhitungan." "Tentu," kata Kakyu sambil tersenyum.
Kakyu tidak tahu akan seperti apakah kakaknya nanti bila mengetahui berita
gembira ini. "Kurasa engkau pasti ingin memberitahu berita ini kepada kakakmu."
Kakyu tahu kakaknya akan lebih gembira kalau ayahnya yang mengatakannya
sendiri. "Lebih baik Papa sendiri," katanya.
"Baiklah." Setelah Jenderal Decker, Jenderal Reyn pun meninggalkan Kakyu dan Adna.
Kakyu tidak tahu sampai kapankah Adna akan mengikutinya. Ia hanya tahu ia
merasa terganggu karenanya.
Selama ini tidak ada orang yang selalu mengikuti Kakyu dan menganggu
ketenangannya. Kalaupun ada, Kakyu tidak merasa terganggu. Tetapi orang ini
lain. Entah apa yang diinginkannya, Kakyu tidak tahu tetapi sejak tadi ia merasa tidak
enak terus diikuti Adna. Kakyu tidak tahu apakah perasaannya benar atau salah,
tetapi sejak tadi ia merasa Adna mencurigainya.
Kakyu berharap itu hanya dugaannya saja. Mengenai Joannie, Kakyu berharap
dugaannya benar. Dan memang itulah yang terjadi.
Sejak diijinkan meninggalkan tendanya, Joannie sangat senang.
Kakyu yang semula berniat menemui Joannie setelah mendengar berita itu, ternyata
tidak perlu melakukannya karena Joannie sendiri yang telah menemuinya di
tendanya. "Aku senang sekali, Kakyu," kata Joannie begitu melihat Kakyu, "Papa
mengijinkanku meninggalkan tenda."
"Engkau keluar bukan untuk bersenang-senang," Kakyu mengingatkan, "Engkau
harus merawat prajurit-prajurit yang terluka."
"Aku mengerti, Kakyu," kata Joannie, "Aku tidak akan lupa."
Kakyu menyibukkan diri dengan barang-barang bawaannya.
"Aku sangat berterima kasih padamu, Kakyu."
Kakyu pura-pura tidak mengerti. "Untuk apa?"
"Engkau telah membujuk Papa untuk merubah keputusannya."
"Bukan aku yang melakukannya," kata Kakyu, "Jenderal Decker dan Adnalah yang
membujuk Papa." Joannie membantahnya. "Kata Papa, engkaulah yang mula-mula membujuknya."
"Kuharap engkau senang."
"Tentu saja. Aku tidak sabar membayangkan bisa bercakap-cakap dengan
Pangeran," kata Joannie senang.
Kakyu melihat wajah Joannie semakin berseri-seri ketika membicarakan Pangeran.
Dan ia diam saja menekuni pekerjaannya - membersihkan panah peraknya.
Hari-hari selanjutnya, Kakyu tetap menjadi pendengar yang baik bagi cerita
Joannie. Setiap ada waktu, Joannie selalu menemui Kakyu dan menceritakan segala sesuatu
yang dilakukannya selama sehari itu. Tetapi tetap saja yang paling banyak
laporannya adalah perjumpaannya dengan Pangeran. Joannie sering mengatakan
Pangeran sering mengunjungi tenda Perawatan untuk menanyakan keadaan para
prajurit. Dengan setianya, Kakyu mendengarkan kata-kata Joannie yang semuanya
diucapkannya dengan penuh perasaan cintanya. Bahkan di antara kesibukannya,
Kakyu masih mau mendengarkan cerita kakaknya, Joannie.
Kakyu mengerti selain dirinya, tidak ada lagi yang menjadi teman Joannie.
Kalau di Quentynna House, tidak perlu diragukan lagi siapa yang menjadi kawan
Joannie. Dalam segala hal, Joannie selalu bersama Vonnie, Marie juga Lishie.
Keempat gadis itu selalu bermain bersama, bercanda bersama, bahkan saling
bercerita tentang segala hal.
Hanya Kakyu sendiri yang tidak pernah terlibat dengan kegiatan kakak-kakaknya
itu. Kini tanpa Vonnie, Marie dan Lishie yang selalu menjadi teman bicara Joannie,
Joannie merasa kesepian. Hanya Kakyu satu-satunya teman bicaranya.
Jenderal Reyn, ayah mereka, tidak dapat diharapkan untuk menjadi teman bicara
yang baik di saat seperti ini. Kalau mereka di rumah, Jenderal Reyn akan menjadi
seorang ayah yang baik dan penuh pengertian. Tetapi tidak demikian halnya di
medan pertempuran seperti ini.
Dari setiap cerita Joannie, Kakyu mengetahui hubungan kakaknya dengan Pangeran
semakin dekat. Joannie juga mengatakan Pangeran tidak hanya menanyakan
keadaan prajurit yang terluka tetapi ia mulai bertanya tentang keluarga mereka.
Joannie dengan perasaan senang selalu menjawab setiap pertanyaan Pangeran
Reinald. Melihat cara Joannie menceritakan Pangeran Reinald, Kakyu tahu kakaknya sangat
mencintai Pangeran Reinald.
Melihat kakaknya semakin hari tampak semakin bahagia, Kakyu merasa senang.
Kakyu merasa senang dapat membantu kakaknya yang disayanginya itu.
Keadaan di sekitar benteng dan hutan Naullie yang tenang selama beberapa hari
terakhir ini memberikan angin baru bagi pasukan mereka.
Setiap hari Kakyu menerangkan keadaan Hutan Naullie kepada pasukan dan
menyusun rancangan benteng yang kuat.
Dengan banyaknya orang di benteng, dalam waktu singkat benteng menjadi
semakin kuat dibandingkan sebelumnya. Demikian pula pasukan Kerajaan Aqnetta.
Pada benteng yang menghadap Hutan Naullie, menara pengintai diperbanyak dan
dilengkapi dengan pasukan pemanah. Pasukan pemanah itu sendiri baru dibentuk
beberapa hari terakhir ini.
Dengan bahan-bahan dari hutan, Kakyu dibantu prajurit lain, membuat panah
lengkap dengan anak panahnya.
Para Jenderal juga ambil bagian. Selain membantu Kakyu mengatur pasukan,
mereka juga terus menyusun rencana pembaharuan benteng di samping rencana
penyerbuan Kirshcaverish.
Kesibukan itu melupakan Kakyu pada perasaan tidak enak yang ditimbulkan
pemuda yang selalu mengikutinya itu.
Tetapi tidak demikian halnya dengan Adna. Pemuda itu tidak melupakan
kecurigaannya kepada Kakyu walau ia sendiri juga sibuk. Matanya selalu
mengawasi gerak-gerik Kakyu untuk mencari sesuatu yang salah pada Kakyu.
Adna tidak dapat memastikan apa itu. Tetapi ia tidak dapat mengingkari, setiap
melihat Kakyu, ia selalu merasa ada sesuatu yang salah pada pemuda itu yang
menyebabkannya tampak tidak cocok menjadi Perwira.
Adna yang asli telah mengatakan apa yang salah itu tetapi Adna palsu tidak puas.
Berulang kali Adna asli mengatakan Kakyu tampak tidak cocok menjadi Perwira
karena tubuhnya yang lebih kecil dibandingkan pemuda lain seusianya. Tapi tetap
saja si Pangeran asli tidak puas.
Apa yang dapat dilakukan pengawal itu selain membiarkan majikannya mencari
sendiri jawaban kecurigaan-kecurigaannya itu"
Ketenangan yang muncul dalam beberapa hari terakhir ini, buyar pada suatu pagi.
Entah apa yang menjadi sebabnya, tiba-tiba orang-orang di Tenda Perawatan
berteriak-teriak. Mulanya tidak ada yang mencurigai hal itu hingga muncul seorang pria sambil
menodongkan sebilah pisau di leher Joannie.
Pasukan yang tidak siap menghadapi hal ini tidak dapat berbuat apa-apa apalagi
saat itu Joannielah yang digunakan sebagai tameng pria itu.
Sambil berjalan mundur, pria itu berseru, "Kalau kalian maju, aku akan
membunuhnya." Tidak ada yang berani berbuat apa-apa. Semua takut menghadapi Jenderal Reyn
kalau tahu putrinya terluka.
Kakyu yang sibuk membersihkan panah peraknya, mendengar keributan itu dan
segera keluar tendanya. Pandangan mata Kakyu segera menangkap kekacauan
yang terjadi di sekitar Tenda Perawatan.
Pria tak dikenal itu terus menodongkan pisaunya kepada Joannie yang ketakutan
sambil berjalan mundur. Hingga pria itu semakin mendekati pintu benteng yang menuju Hutan Naullie, tidak
ada yang berani berbuat apa-apa. Semua mengkhawatirkan keselamatan Joannie.
Melihat pria itu, Kakyu sadar kedatangan pria itu adalah karena kecerobohannya.
Ketenangan yang terjadi dalam beberapa hari terakhir ini, membuat pasukan
Kerajaan Aqnetta menjadi lengah.
Walau Kakyu tetap waspada di tengah kesibukannya, ia tidak mengira ia akan
kecurian seperti ini. Kakyu sangat yakin pria itu adalah anggota Kirshcaverish yang bertugas
mematamatai kegiatan mereka.
Entah bagaimana mata-mata itu masuk dan siapa yang pertama kali membongkar
identitas mata-mata itu, Kakyu tidak tahu. Ia hanya tahu saat ini juga ia harus
bertindak. Tak sedetikpun yang dilewatkan Kakyu lagi.
Sementara semua sibuk mengawasi pria yang terus menyekap Joannie itu, Kakyu
perlahan-lahan mendekati pria itu dan mencari posisi yang tepat.
"Lepaskan dia," seru Pangeran Reinald khawatir.
"Tidak!" balas pria itu, "Aku tidak akan melepaskannya sebelum aku meninggalkan
benteng ini dengan selamat."
"Kami jamin engkau dapat meninggalkan benteng ini," Pangeran Reinald berjanji,
"Asal engkau melepaskan wanita itu."
Kakyu memanfaatkan kesempatan ini.
Secepat mungkin Kakyu membidikkan panah yang terus dibawanya sejak ia
meninggalkan tendanya. Sesuatu berkilau yang melesat cepat, menyahut tangan pria yang sedang
menghadapi Pangeran Reinald itu dan membuat pria itu melepaskan pisaunya.
Melihat pria itu sedang meringis kesakitan, Pangeran Reinald cepat-cepat menarik
Joannie menjauh. Dengan meremas persendian pundaknya yang terkena panah, pria itu berlari
menerobos pintu benteng yang menghadap Hutan Naullie.
Secepat mungkin Kakyu menyahut seekor kuda dan meninggalkan benteng untuk
mengejar pria itu. Kakyu yakin pria itu tidak dapat pergi jauh dengan pundak yang terluka parah
seperti itu. Tak jauh dari tepi Hutan Naullie, Kakyu melihat pria tadi terbaring di bawah
sebatang pohon. Kakyu menduga pria itu pingsan karena pendarahannya yang cukup parah.
Dengan ketenangannya, Kakyu turun dari kuda dan mendekati pria itu.
Perlahanlahan Kakyu mendekati pria yang terbaring itu. Kakyu sangat terkejut
ketika pria itu tiba-tiba menyabetkan pisaunya.
Untung Kakyu sempat menghindar sehingga yang kena hanya lengan kanannya.
Tapi luka itu cukup dalam dan membuat darah segar segera mengalir cukup deras.
Kakyu yang semula berniat mencabut panah peraknya yang menancap di pundak
pria itu, tidak menanti apa-apa lagi.
Kakyu tahu hanya itu yang dapat membuat pria itu tidak dapat pergi jauh.
Dengan menahan rasa sakitnya sendiri, Kakyu mencabut panah itu kuat-kuat.
Seperti dirinya, pria itu juga tidak menduga akan mendapat serangan mendadak
seperti ini. Dengan tercabutnya panah dari pundaknya, darah semakin mengalir deras dan
membuat pria itu semakin kesakitan.
Pria itu menjerit-jerit menahan sakit yang luar biasa di persendian pundaknya.
Kakyu mendengar derap kaki kuda di belakangnya tapi ia tetap tidak berbuat
apaapa. Tanpa berkata apa-apa, ia menatap wajah pria yang terus menjerit kesakitan itu.
"Engkau tidak apa-apa?" tanya Adna sambil menatap lengan baju Kakyu yang sobek
dan kemerah-merahan. "Aku tidak apa-apa," kata Kakyu, "Kuserahkan dia padamu."
Kakyu segera meninggalkan mereka sebelum Adna juga prajurit yang datang
kemudian mengetahui lukanya.
Karena sejak terluka, Kakyu sama sekali tidak menyentuh lukanya, lengan baju
Kakyu tidak tampak terlalu merah.
Kalaupun mereka melihat noda darah di lengan baju seragam Kakyu, mereka hanya
akan menduga itu darah mata-mata itu.
Tanpa menanti pasukan membawa pria itu ke benteng, Kakyu meninggalkan tepi
Hutan Naullie dan segera menuju tendanya.
Sebelum memasuki tendanya, Kakyu melihat masih banyak prajurit yang
mengelilingi Joannie di depan Tenda Perawatan.
Kakyu hanya dapat menghela napas melihatnya.
Sebagai satu-satunya Joannie wanita di benteng, pasukan Kerajaan Aqnetta yang
semuanya pria itu tentu saja memuja Joannie. Joannie bukan hanya cantik di mata
mereka tetapi juga tampak penuh kasih sayang.
Kakyu sendiri sering tersenyum kalau mengetahui hal itu.
Andaikata mereka tahu apa yang membuat Joannie mau melakukan tugas yang
sebelumnya tidak pernah dilakukannya itu.
Kakyu meletakkan panahnya di tanah yang telah dialasi kain kemudian duduk di
sampingnya. Kakyu melihat panah perak yang baru saja digunakannya itu.
Dulu sebuah anak panah telah digunakannya untuk menyelamatkan Raja Alfonso
dan Putri Eleanor. Kini sebuah panah perak lagi digunakan untuk menyelamatkan.
Kali ini bukan Raja Alfonso dan Putri Eleanor yang diselamatkan, melainkan
Kerajaan Aqnetta. Kakyu menyadari bahaya apa yang dapat menimpa mereka andaikata mata-mata itu
berhasil menemui kelompoknya.
Dengan tangan kirinya, Kakyu mengamati panah perak itu.
Panah perak yang telah dikotori darah itu tidak akan dapat kembali seperti
semula. Demikianlah yang terjadi pada panah perak yang dulu. Walaupun Kakyu telah
berusaha keras untuk membersihkan panah itu, tetapi noda darahnya tetap ada.
Dari sebelas panah perak yang ada, kini hanya tinggal sembilan buah yang tetap
bersinar indah. Dua lainnya sedikit memudar karena darah yang tidak dapat hilang
dapi permukaannya. Ketika hendak menyentuh panah perak itu dengan kedua tangannya, tangan kanan
Kakyu membuat pemuda itu kesakitan. Kakyu sadar ia harus segera mengobati
lukanya sebelum terlalu banyak darah yang keluar.
Kakyu meletakkan panahnya kemudian mencari kemeja seragam yang lain sebelum
ia membuka kemeja yang telah kotor itu.
Gerakan Kakyu semakin perlahan ketika ia melepaskan lengan baju kanannya.
Kakyu tidak ingin darahnya terlalu banyak mengotori seragam putih kebiru-biruan
itu. Tengah Kakyu sibuk membuka kemejanya perlahan-lahan, seseorang menerobos
masuk. Kakyu terkejut. Sama terkejutnya dengan pria itu.
BAB 9 Melihat tubuh Kakyu yang tidak tertutup kemejanya itu, Adna terpana.
Kelembutan Dalam Baja Karya Sherls Astrella di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Matanya terpaku pada buah dada Kakyu yang dililit kain putih untuk membuatnya
tampak sedatar mungkin. Adna tidak pernah menduga bahkan tidak pernah sedikitpun terlintas dalam
benaknya bahwa Kakyu bukan seorang pria.
Kakyu adalah seorang gadis. Gadis yang mengenakan pakaian pria.
Kakyu menyadari apa yang terjadi.
Cepat-cepat ia menutupi dadanya dengan kemejanya. Tanpa melewatkan waktu
sedekitpun, Kakyu meraih pedangnya dan mengarahkan sisinya yang tajam di leher
Adna. "Jangan kaukatakan pada siapapun," ancamnya.
Adna yang masih belum pulih dari kagetnya, semakin terkejut dengan tindakan
tibatiba itu. "Aku janji," Adna berjanji.
Kakyu diam. Tak bergerak juga tidak bersuara.
Tanpa menghiraukan jarak mereka yang dekat, Kakyu terus mencari kesungguhan
di mata Adna. Adna menjauhkan sisi pedang itu dari lehernya.
"Aku telah berjanji padamu dan aku tidak akan mengingkarinya," kata Adna.
Tiba-tiba saja Adna merasa serba salah. Ia tidak tahu harus bersikap seperti apa
menghadapi kenyataan yang baru terbongkar ini.
Apakah ia harus semakin curiga pada Kakyu yang menjadi Perwira Muda di usia
muda" Ataukah ia harus curiga dengan sikap Kakyu yang baru saja" Atau ia harus
menghakimi Kakyu juga Jenderal Reyn atas penipuan besar ini"
Adna bingung. Kakyu berjalan menjauh dan kembali duduk. Kakyu meletakkan pedangnya di
sampingnya, di antara panahnya.
Dengan tenang Kakyu berkata, "Pergilah."
Tetapi Adna tidak mau disuruh pergi begitu saja. Ia datang bukan untuk diusir
tetapi untuk mengobati luka Kakyu.
Kakyu tidak tahu sejak awal ia meninggalkan tenda, Adna terus mengawasinya.
Ketika semua orang terkejut melihat sebuah panah perak menancap di pundak pria
itu, Adna menatap kagum Kakyu.
Tidak ada yang menduga Kakyu akan melakukan hal itu di tengah keributan.
Adna menyadari kalau Kakyu bukan pemuda yang tenang, pemuda itu tidak akan
dapat melakukan sesuatu dengan begitu cepat dan penuh perhitungan.
Bila tadi Kakyu kurang cepat, panahnya bisa mengenai orang lain. Demikian pula
bila ia tidak membidikkan panahnya dengan tepat, ia tentu akan melukai kakaknya
sendiri. Ketika Kakyu mengejar pria itu, Adnalah orang yang paling cepat mengikuti
tindakan Kakyu. Tak heran kalau ia sempat melihat lengan Kakyu dilukai pria itu.
Adna tidak menduga ia akan membongkar suatu kenyataan yang selama ini
disembunyikan justru pada saat ia merasa perlu membantu Kakyu dengan
mengobati lukanya. Adna mendekati Kakyu. "Aku tidak dapat pergi sebelum melakukan tujuanku datang
kemari." "Nanti saja," kata Kakyu tenang.
"Tidak bisa," sahut Adna, "Kali ini aku datang bukan untuk mengajukan berbagai
macam pertanyaan. Aku datang untuk mengobati lukamu."
"Mengobati?" tanya Kakyu tak percaya.
Adna jengkel mendengar nada tidak percaya itu. "Kaukira aku tidak punya rasa
kasihan!?" "Berikan saja obat itu padaku. Aku akan mengobati sendiri lukaku."
Adna memicingkan matanya - mengawasi Kakyu yang tetap tenang walau
rahasianya telah terbongkar.
Pria itu tidak tahu Kakyu merasa ketenangannya hilang.
Kakyu memang sengaja tidak menunjukkannya. Kakyu tidak mau pria itu melihatnya.
Bagaimana mungkin ketenangan Kakyu tidak hilang setelah rahasia yang selama ini
disimpan keluarganya bocor karena kesalahannya sendiri"
Entah apa yang akan dikatakan Jenderal Reyn kalau ia tahu. Tapi yang pasti ia
akan sangat kecewa sama kecewanya dengan saat ia menyadari putra bungsunya juga
seorang gadis, bahkan mungkin lebih kecewa.
Kakyu hanya dapat berharap Adna memenuhi janjinya.
"Tidak," Adna bersikeras, "Aku yang akan melakukannya."
Sebelum Kakyu sempat berbuat apa-apa, Adna menarik lengan Kakyu yang terluka.
Melihat luka yang cukup parah itu, Adna tidak berkata apa-apa. Ia hanya menatap
wajah Kakyu yang sama sekali tidak menunjukkan kesakitan. Kemudian ia merawat
luka itu. Kakyu memalingkan wajahnya ketika Adna merawat lukanya dengan penuh
kelembutan. Sejak kecil, Kakyu dididik sebagai seorang anak laki-laki. Sejak kecil pula,
Kakyu melupakan dirinya sebagai seorang gadis.
Kini Kakyu tidak mau dirinya yang selama ini berada dalam ketenangannya sebagai
gadis yang bertingkah laku seperti pria, menjadi kacau hanya karena seorang pria
yang secara tidak sengaja mengetahui ia bukan pria.
Tapi debar jantung Kakyu sebagai seorang gadis tidak dapat dilawan. Jantung itu
terus berdebar kencang ketika merasakan tangan-tangan Adna dengan lembut
merawat lengannya. Kakyu tidak tahu apa yang dipikirkan pria itu tentang dirinya.
Dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia ingin tahu apa yang dipikirkan
orang lain tentang dirinya. Sambil merawat luka itu, Adna sesekali menatap wajah Kakyu.
Sekarang Adna sadar apa yang membuat Kakyu tidak nampak pantas menjadi
Kepala Pengawal Istana. Selain karena rambut ikalnya yang merah seperti api. Wajah Kakyu juga tidak
tampak seperti pria umumnya. Wajah itu memberi kesan lembut. Belum lagi
tubuhnya yang terlalu kecil untuk ukuran pemuda seusianya.
Sekarang Adna menyadari mengapa Kakyu tampak sangat kurus dibandingkan
pemuda lain. Juga mengapa pemuda itu penuh perhatian kepada setiap prajurit
walau ia tampak acuh. Adna ingin tahu mengapa Kakyu bertingkah sebagai anak laki-laki hingga sampai
memiliki berbagai keahlian sebagai prajurit tangguh.
Tetapi apakah ia akan mendapatkan jawaban yang memuaskan dari Kakyu yang
pendiam itu" Jelas Adna tidak dapat bertanya pada orang lain karena ia telah berjanji pada
Kakyu untuk tidak mengatakan apapun tentang kejadian ini pada siapapun.
Adna tahu ia harus mencobanya.
"Mengapa engkau mengaku sebagai pria?" tanya Adna hati-hati.
Kakyu sudah menduga adanya pertanyaan itu tetapi ia tidak mau menjawab banyak
juga tidak menjelaskan masalah yang sebenarnya.
"Tidak apa-apa."
"Tidak mungkin tidak apa-apa, Kakyu. Tidak pernah ada gadis segila engkau yang
bertingkah sebagai laki-laki bahkan sampai terjun ke dunia laki-laki pula."
Kakyu memilih diam daripada berbohong.
"Kalau engkau tidak mau mengatakannya saat ini, tidak apa-apa. Tetapi lain kali
engkau akan menjelaskannya kepadaku bukan?"
Kakyu terkejut mendengar pertanyaan lembut itu. Biasanya Adna tidak pernah mau
bersikap lembut seperti ini kepadanya.
Apakah karena mengetahui ia bukan seorang pria, lantas ia bersikap lebih lembut"
Kakyu menatap wajah Adna dengan curiga. Tetapi pemuda itu menghiraukannya.
Dengan santai, Adna membalut luka Kakyu.
Kakyu mengawasi tangan Adna yang terus bergerak-gerak membalut lukanya
dengan kain perban yang dibawanya juga dari Tenda Perawatan.
"Selesai," Adna memberitahu.
Kakyu cepat-cepat menutup kembali tubuhnya dengan kemeja.
"Aku akan pergi sehingga engkau bisa berganti baju," kata Adna sambil beranjak
bangkit. Ketika sampai di pintu tenda, Adna menoleh.
"Mengenai janjiku, jangan khawatir," Adna meyakinkan Kakyu, "Aku tidak akan
mengatakan kepada siapa-siapa juga kepada Pangeran."
Kakyu segera mengenakan kemeja yang telah disiapkannya.
"Kakyu!" Kakyu terkejut. Ia segera memalingkan kepala ke arah datangnya suara itu.
Hatinya terasa lega ketika melihat yang datang bukan Adna tetapi kakaknya,
Joannie. Joannie melihat lengan Kakyu yang belum dilindungi kemejanya dan bertanya
cemas, "Apa yang terjadi padamu?"
"Tidak ada apa-apa," kata Kakyu sambil membenahi kemejanya.
Joannie mendekat. Melihat kemeja lain yang telah sobek dan di sekitar sobekannya memerah oleh
darah, Joannie tidak percaya tetapi ia tidak mau mendesak Kakyu lagi. Ia tahu
Kakyu tidak akan memberitahu apapun kepadanya.
Sebagai kakak yang telah tinggal serumah dengan Kakyu, tidak mungkin Joannie
tidak mengenal watak adiknya.
"Ada apa, Joannie?" giliran Kakyu yang bertanya.
"Aku ingin mengucapkan terima kasih padamu," kata Joannie, "Engkau telah
menyelamatkanku." "Berterima kasihlah pada Pangeran," kata Kakyu.
Dengan perkataan itu, Joannie tahu adiknya ingin mengatakan bukan dirinya yang
menyelamatkannya tadi. "Kalau engkau tidak melukai tangan pria itu, aku pasti sudah dibawanya entah ke
mana," kata Joannie.
"Mengapa engkau yang disandera?"
"Aku tidak tahu," kata Joannie, "Aku juga tidak tahu kalau ia itu mata-mata."
"Ia sedang berada di Tenda Perawatan ketika aku di sana. Melihat pasukan yang
belum pernah kulihat di Tenda Perawatan itu, aku menjadi ingin mengetahui
mengapa ia di sana. Aku sama sekali tidak menduga ia akan menodongkan
pisaunya di leherku sebagai jawabannya. Selanjutnya, engkau tahu sendiri apa
yang terjadi." "Untung Pangeran Reinald segera menarikmu," Kakyu mengganti topik
pembicaraan. "Ya, aku sangat terkejut tadi waktu Pangeran tiba-tiba menarikku," Joannie mulai
melupakan ketakutannya yang sesaat lalu timbul lagi, "Ia menenangkanku."
"Ia sungguh-sungguh baik hati dan penuh pengertian," tambah Joannie, "Dengan
lembut ia menghiburku dan membuat aku melupakan ketakutanku."
"Aku sangat bahagia, Kakyu," Joannie menunjukkan kata-katanya baik dalam
suaranya maupun sikapnya, "Aku yakin tidak akan ada pria yang sebaik dia. Ia
benar-benar seperti pria idamanku. Sayang tadi kami tidak bisa berduaan, banyak
prajurit yang mengelilingi kami."
"Mereka mencemaskanmu," Kakyu memberitahu.
"Aku tahu tetapi tidakkah mereka tahu aku juga ingin berduaan dengan Pangeran,"
kata Joannie manja. Melihat kakaknya yang semakin tampak menggemaskan dengan sikap lugunya,
Kakyu yakin tidak akan ada pria yang tidak senang melihatnya.
"Mereka tidak tahu engkau mencintai Pangeran," sekali lagi Kakyu memberitahukan
apa yang tidak diketahui kakaknya sebelumnya.
Hingga kini tidak ada orang lain yang tahu kalau Joannie jatuh cinta kepada
Pangeran Reinald. Jenderal Reynpun tidak tahu. Hanya Kakyu yang
mengetahuinya. Dengan wataknya yang tenang dan tidak mau mencampuri urusan orang lain, tentu
saja Kakyu tidak memberitahukan hal itu kepada siapapun.
Kepada Adna yang sering ditanyai berbagai macam pertanyaan tentang Pangeran
pun, Kakyu tidak memberitahu.
Kakyu membiarkan pemuda itu memikirkan kemungkinan yang aneh-aneh dengan
sikapnya yang seperti ingin tahu segala sesuatu tentang Pangeran Reinald.
"Pangeran sepertinya tidak menyukaiku," kata Joannie tiba-tiba.
Kakyu tidak tertarik mendengarnya, tetapi untuk mengibur kakaknya, ia bertanya,
"Mengapa?" "Pangeran tadi segera mengantarku ke tendaku sendiri ketika melihat pasukan
datang dengan pria itu. Lalu ia sendiri segera meninggalkanku."
Kakyu mengerti mengapa Pangeran berbuat seperti itu tetapi Joannie tidak. Karena
itu Kakyu merasa ia harus memberitahu Joannie. "Kau harus mengerti, Joannie,
Pangeran juga harus memeriksa orang itu."
"Gara-gara pria itu semuanya kacau," kata Joannie mengeluh.
Kakyu diam saja mendengar keluhan itu. "Berkat dia pula Pangeran menunjukkan
perhatiannya padamu," Kakyu mengingatkan Joannie.
"Andaikan saja tadi pria itu lolos..."
"Kita yang akan hancur," sahut Kakyu.
Joannie terdiam. Sebagai seorang wanita yang tidak pernah mengenal kerasnya sebuah
pertempuran, Joannie sama sekali tidak pernah memikirkan apa yang akan terjadi
bila mereka salah bertindak. Juga bila ada mata-mata yang memasuki benteng
mereka. "Sekarang Pangeran ada di mana?"
"Aku tidak tahu," jawab Joannie, "Tapi tadi aku melihat Adna pergi ke Tenda
Perundingan." Kakyu berdiri. "Engkau mau ke mana?" tanya Joannie.
"Mencari tahu apa yang terjadi," jawab Kakyu santai sambil berlalu dari hadapan
kakaknya. Di luar, Kakyu melihat pasukan telah bersiaga penuh setelah kejadian pagi ini.
Memang seharusnya sejak dulu itu yang mereka lakukan tetapi mereka terlalu sibuk
dengan benteng mereka sehingga melupakan Kirshcaverish.
Untung saja kecerobohan itu tidak membahayakan mereka.
Apa yang akan terjadi bila mata-mata itu berhasil menemui pimpinannya di dalam
Hutan Naullie, sudah sangat jelas.
Kakyu cepat-cepat menuju Tenda Pertemuan.
Tidak nampak mata-mata Kirshcaverish di sana, yang ada hanya para Jenderal
serta Pangeran dan tentu saja Adna.
Mereka tengah sibuk berunding hingga tidak memperhatikan kedatangan Kakyu.
Tanpa bersuara Kakyu mendengarkan perundingan mereka.
"Kita tidak dapat berdiam diri di sini," kata seorang Jenderal, "Kita harus
segera menumpas mereka." "Aku setuju," kata Jenderal Erin, "Sudah terlalu lama kita membiarkan
Kirshcaverish. Sekarang saatnya kita menyerang kembali."
"Kita mempunyai masalah," Jenderal Reyn mengingatkan, "Kita tidak tahu di mana
markas mereka. Kita hanya tahu mereka berkedudukan di Hutan Naullie."
"Saat ini pasukan kita lebih banyak dari mereka. Kita tidak perlu khawatir akan
kalah," kata Adna, "Kita bisa membagi pasukan ke dalam beberapa kelompok
kemudian kita melakukan serangan yang terpencar."
"Benar," Pangeran Reinald setuju, "Kalau kita menyebarkan pasukan di Hutan
Naullie, kita pasti dapat menemukan mereka."
"Sepertinya usul itu sangat bagus," kata Jenderal Decker, "Sekarang kita harus
menyempurnakan usul itu."
Mulanya Kakyu berharap Jenderal Decker sebagai Jenderal Tertinggi di Kerajaan
Aqnetta, akan menghentikan keinginan yang terburu-buru itu. Tetapi harapan itu
tidak terkabul. Sebagai gantinya, Kakyu sendiri yang menyatakan ketidaksetujuannya, "Tidak!
Kalian tidak dapat bertindak sejauh itu."
"Apa maksudmu?" tanya Jenderal Decker terkejut mendengar bantahan Kakyu yang
lantang itu - melebihi lantangnya suara para Jenderal yang setuju untuk
menggempur Kirshcaverish sesegera mungkin.
"Kalian pasti akan hancur," kata Kakyu cemas, "Kalian sama sekali tidak mengenal
Hutan Naullie. Kalian bahkan tidak tahu cerdiknya Kirshcaverish."
"Tidak akan, Kakyu," Jenderal Erin menenangkan, "Pasukan kita lebih banyak dari
mereka." "Tapi mereka lebih mengenal hutan ini daripada kita sendiri," bantah Kakyu.
"Berapapun pasukan kita, kita pasti akan hancur sebelum mengetahui kedudukan
mereka," Kakyu memberitahukan apa yang terlintas di benaknya saat mendengar
keputusan itu, "Di luar Hutan Naullie, kita memang lebih unggul daripada mereka.
Tetapi di dalam hutan, merekalah yang lebih unggul."
Adna yang selalu curiga kepada Kakyu - semakin curiga karenanya.
Kelembutan Dalam Baja Karya Sherls Astrella di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Apa maksudmu, Kakyu?" kecurigaan Adna sangat nampak dalam suaranya, "Sejak
dulu engkau selalu terkesan melindungi mereka."
"Tidak," bantah Kakyu.
"Lalu mengapa sejak dulu engkau seperti mengulur waktu. Mengapa tidak sejak
awal engkau menyerang mereka di saat keadaan mereka lemah" Apakah engkau
ingin mereka pulih dulu sebelum kita menyerang mereka dengan kekuatan baru
kita?" Adna tidak memberi kesempatan pada Kakyu untuk membantahnya.
"Sekarang mereka telah pulih dan mereka telah mengirimkan mata-matanya. Untung
saja mata-mata itu tertangkap. Apakah engkau ingin mata-mata mereka berhasil
mengetahui segala sesuatu tentang kita sebelum kita menyerang mereka?"
"Engkau tidak mengerti," kata Kakyu, "Kalian sama sekali tidak tahu sulitnya.
Kalian tidak tahu bahaya apa yang akan menimpa kalian bila kalian bertindak terburu-
buru seperti ini." "Apakah ini yang kaukatakan terburu-buru?" Adna mulai menampakkan
kemarahannya, "Sudah cukup lama kita membiarkan mereka. Sudah cukup lama
waktu yang kita berikan pada mereka untuk memulihkan diri. Kalau engkau ingin
kita mengulur waktu lagi, secara langsung engkau menunjukkan jati dirimu yang
sebenarnya." "Jati diri yang sebenarnya?" Kakyu khawatir Adna akan mengingkari janjinya.
"Mengakulah, Kakyu, engkau mata-mata mereka bukan?"
Kakyu terkejut mendengar tuduhan itu. Begitu pula mereka yang sejak tadi
mendengarkan pertengkaran itu.
"Bagaimana mungkin Kakyu mengkhianati negaranya sendiri?" Jenderal Decker
membela Kakyu. "Kalau tidak mengapa ia begitu membela mereka" Apa lagi yang ia inginkan selain
melindungi mereka?" "Engkau tidak mengetahui masalah yang sebenarnya, Adna," kata Kakyu tenang,
"Engkau tidak tahu kesulitan apa yang akan kita dapat dengan menyerang mereka
sebelum kita mengetahui dengan pasti kedudukan mereka dan situasi sekitar
markas mereka." "Jadi, beritahu kami," kata Adna tegas, "Aku yakin engkau tahu."
"Aku tidak tahu."
"Sudahlah, Kakyu. Percuma engkau membohongiku. Sejak awal aku memang
mencurigai sikapmu yang aneh itu."
"Sebaiknya engkau mengatakan apa yang kauketahui pada kami, Kakyu," bujuk
Jenderal Decker, "Aku yakin seperti kata Adna, engkau mengetahui sesuatu tentang
mereka." "Katakan saja, Kakyu," Jenderal Erin turut membujuk, "Katakan agar ia percaya
engkau bukan mata-mata seperti yang kami percayai."
Kakyu tahu ia bisa saja mengatakan semua yang diketahuinya tetapi masalahnya, ia
tidak tahu pasti apakah markas Kirshcaverish masih tetap di tempat dulu ataukah
sudah pindah. Bagus kalau mereka tetap di sana, tetapi akan sebaliknya kalau mereka sudah
pindah. Para Jenderal yang mempercayainya pasti menjadi tidak percaya kepadanya.
Jenderal Reyn akan kecewa pada putra yang dibanggakannya dan yang pasti Adna
senang dengan tebakannya yang tepat.
"Aku tidak pasti benar," kata Kakyu jujur.
"Ia pasti ingin melindungi kelompoknya," Adna mengejek.
Pangeran Reinald yang sejak tadi diam saja, tahu ia harus membela Kakyu. Seperti
para Jenderal lainnya yang mengenal Kakyu, Pangeran percaya pada pemuda itu.
"Sebaiknya kalian tidak menghiraukan Adna," kata Pangeran Reinald, "Ia memang
mempunyai masalah pribadi dengan Kakyu."
Adna yang merupakan Pangeran asli itu menatap tajam pria di sampingnya itu.
"Ia sudah berada di dalam Istana sebelum keberadaan Kirshcaverish diketahui,"
Pangeran Reinald memberitahu kenyataan pada Pangeran yang asli, "Kalau ia
memang mata-mata mereka, ia tentu tidak akan membiarkan kita mengetahui
keberadaan mereka di Hutan Naullie."
Adna tidak mau mendengarkan, ia malah bertanya dengan nada menuduh,
"Mengapa engkau membelanya?"
"Aku telah menjelaskannya padamu."
Merasa telah menimbulkan keributan, Kakyu memilih mengundurkan diri dari Tenda
Perundingan. Kedatangan Kakyu tadi bukan dengan tujuan mengacaukan keadaan tetapi untuk
mengetahui hasil pemeriksaan para Jenderal terhadap mata-mata Kirshcaverish.
Kakyu membiarkan mereka yang ada di Tenda Perundingan itu memilih sendiri
siapa yang dipercayainya. Ia juga membiarkan mereka berpikir sendiri sebab ia
meninggalkan Tenda Perundingan di saat Pangeran Reinald membelanya.
Kakyu kembali ke tendanya.
Sekarang semua terserah mereka. Apakah mereka akan menyerang Kirshcaverish
atau menunda lebih lama lagi hingga mereka tahu posisi Kirshcaverish.
Setelah beberapa kali gagal menyerang Kirshcaverish, para Jenderal itu masih
kurang mengerti kelemahan pasukan mereka.
Walaupun jumlah Kirshcaverish lebih sedikit dibandingkan mereka, mereka selalu
kalah. Sebabnya tak lain adalah posisi mereka yang kurang menguntungkan.
Setelah mengetahui berdirinya benteng pasukan Kerajaan Aqnetta di tepi Hutan
Naullie, Kirshcaverish tentu mulai memanfaatkan hutan lebat itu sebagai
penghalang jalan pasukan Kerajaan Aqnetta.
Di antara lebatnya semak-semak yang sebagian besar berduri itu, pasti banyak
jebakan yang telah dipasang. Ranjau darat yang tersembunyi di dalam tanah, pasti
juga turut meramaikan suasana.
Belum ditambah bahaya alam Hutan Naullie sendiri.
Di Hutan Naullie masih banyak binatang buas yang sewaktu-waktu bisa menyerang
mereka tanpa mengenal waktu.
Hutan Naullie yang masih lebat, tentu tidak membuat penghuninya merasa perlu
menjaga jarak dengan manusia. Mereka, terutama hewan pemakan dagingnya, pasti
menganggap manusia sebagai mangsa mereka.
Di hutan sekitar kaki Pegunungan Alpina Dinaria, labih banyak hewan buasnya
daripada hewan pemakan tumbuh-tumbuhan. Karena itu di sekitar Pegunungan
Alpina Dinaria jarang dijumpai pedesaan.
Kakyu mengerti benar hal ini tetapi tidak demikian halnya dengan para Jenderal
terutama Adna. Terlalu banyak resiko yang harus dihadapi pasukan Kerajaan Aqnetta bila menyerbu
Hutan Naullie tanpa mengenal Hutan Naullie.
Andaikan pepohonan di Hutan Naullie tidak rapat, pasukan Kerajaan Aqnetta masih
dapat mengatasi keadaan. Tetapi pada kenyataannya, selain pepohonannya rapat, dalam Hutan Naullie juga
banyak semak-semaknya hingga hampir tidak ada tanah kosong. Semua permukaan
hutan tertutup oleh hijaunya daun.
Hutan Naullie yang gelap dan selalu lembab itu juga bukan tempat yang baik untuk
dimasuki. Di dalam sana tentu banyak ular dan entah hewan berbisa apa lagi.
Kirshcaverish yang telah mengenal Hutan Naullie, tentu dapat mengatasi keadaan
itu. Kakyu menatap panahnya yang belum disimpannya.
BAB 10 Ketika tiba di benteng, Kakyu melihat tenda ayahnya terang.
Dengan mengendap-endap, Kakyu memasuki tenda ayahnya.
Jenderal Reyn sangat terkejut melihat bayangan hitan memasuki tendanya dengan
cepat. Kakyu cepat-cepat melepas topengnya sambil berkata, "Ini aku, Papa."
"Ke mana saja engkau?" selidik Jenderal Reyn. "Tidak tahukan engkau apa yang
kautimbulkan dengan kepergianmu itu" Semua orang sekarang mencurigaimu
sebagai mata-mata Kirshcaverish."
"Aku tahu, Papa," kata Kakyu, "Aku baru saja dari Hutan Naullie."
"Hutan Naullie!?" Jenderal terkejut mendengarnya, "Apa yang kaulakukan di sana?"
"Aku berhasil mengetahui letak markas mereka dan aku telah menggambarkan jalan
ke sana," kata Kakyu sambil menyerahkan peta buatannya.
Jenderal Reyn memeriksa peta itu dengan teliti. Kemudian menatap putrinya dengan
curiga. "Percayalah, Papa," kata Kakyu, "Aku bukan seorang dari mereka. Aku menelusuri
sendiri setiap sudut Hutan Naullie sebelum aku menggambarkannya."
"Aku percaya padamu, Kakyu," kata Jenderal Reyn, "Baru kali ini aku merasakan
ajaran yang diberikan Kenichi padamu bermanfaat."
"Papa, engkau tahu Bleriot?"
"Bleriot?" kata Jenderal Reyn, "Tentu saja aku tahu. Ia seorang Jenderal tua
yang buruk. Mengapa engkau tiba-tiba menanyakannya?"
"Ialah pemimpin Kirshcaverish," kata Kakyu.
"APA!!?" Jenderal Reyn tidak percaya.
"Ketika berada di sana, aku mendengar seseorang menyebut Bleriot sebagai
pemimpin mereka," kata Kakyu menjelaskan.
"Jadi, selama ini ialah dalang pemberontakan ini," Jenderal Reyn merenung,
"Pantas saja kita selalu kesulitan menghadapi Kirshcaverish."
"Mereka memasang banyak ranjau darat di sekitar tepi Hutan Naullie," kata Kakyu,
"Tetapi aku tidak mengeluarkannya. Aku hanya menggambarkannya dalam peta."
Jenderal Reyn mengamati sejumlah tanda silang di peta sekitar tepi Hutan
Naullie. Jenderal Reyn mengangguk melihatnya.
"Aku juga telah menggambarkan semak-semak sekitar markas mereka yang cukup
tinggi untuk tempat persembunyian mereka."
Sekali lagi Jenderal Reyn hanya mengangguk berulang kali sambil mengamati peta
buatan Kakyu. "Aku akan memberitahu Jenderal Decker," kata Jenderal Reyn.
"Aku ikut," kata Kakyu.
"Tidak!" larang Jenderal Reyn, "Engkau sebaiknya tetap di sini hingga Jenderal
lainnya percaya engkau bukan mata-mata mereka."
"Bukankah lebih baik aku menemui Jenderal Decker dan menjelaskan masalah yang
sebenarnya?" "Apa lagi yang akan kaujelaskan padanya?" tanya Jenderal Reyn, "Joannie telah
memperburuk keadaan dengan mengatakan engkau sering keluar masuk Hutan
Naullie." "Joannie mengatakannya?" Kakyu tidak percaya.
"Ya, dan ia membuat Adna semakin mencurigaimu."
"Aku akan menjelaskannya pada Jenderal Decker."
"Ia tidak akan mempercayaimu, Kakyu."
"Setidaknya aku telah mengatakan masalah yang sebenarnya kepadanya," kata
Kakyu, "Aku yakin Jenderal Decker akan mempercayaiku. Lagipula apa yang akan
Papa katakan kalau Jenderal Decker bertanya dari mana asal peta itu?"
Jenderal Reyn terdiam karenanya. "Terserah engkau," katanya mengalah.
"Sebaiknya Papa pergi dulu, aku akan menyusul," kata Kakyu sambil menyelinap
keluar. Sebelum menemui Jenderal Decker, Kakyu menyempatkan diri untuk menemui
Joannie. Joannie sangat senang melihat adiknya muncul.
"Aku mencemaskanmu, Kakyu," kata Joannie sambil memeluk Kakyu erat-erat.
"Bagaimana keadaanmu, Joannie?"
"Buruk sejak engkau pergi," kata Joannie, "Aku terus menerus mengkhawatirkanmu.
Dan semua orang di sini mencurigaimu sebagai mata-mata Kirshcaverish."
"Jangan khawatir, Joannie," kata Kakyu, "Mereka akan mengubah pendapat mereka
setelah ini." "Apa yang akan kaulakukan, Kakyu?" tanya Joannie curiga.
"Aku akan menemui Jenderal Decker."
"Kakyu!" Lagi-lagi Kakyu telah pergi sebelum Joannie sempat mencegahnya.
Jenderal Reyn telah berada di tenda Jenderal Decker ketika Kakyu tiba.
Seperti Jenderal Reyn, Jenderal Decker juga terkejut ketika bayangan hitam tiba-
tiba memasuki tendanya dengan cepat.
"Selamat malam, Jenderal Decker," sapa Kakyu.
"Selamat malam, Kakyu," kata Jenderal Decker, "Kata ayahmu engkau baru saja
menyelidiki Kirshcaverish di dalam hutan dan mendapatkan posisi mereka."
Kakyu mengangguk. "Saya tahu semua orang mencurigai saya dan kedatangan saya di sini hanya untuk
menjelaskan apa yang dikatakan kakak saya, Jenderal."
"Aku mempercayaimu, Kakyu," Jenderal Decker meyakinkan Kakyu.
"Sejak kecil saya memang sering keluar masuk Hutan Naullie, tetapi bukan untuk
berhubungan dengan Jenderal Bleriot."
"Bleriot?" tanya Jenderal Decker.
"Kata Kakyu, ialah pemimpin Kirshcaverish."
Jenderal Decker termenung. "Pasti ia yang dulu merencanakan masuknya
sekelompok orang ke dalam Istana," katanya tiba-tiba.
"Aku juga berpikir begitu," kata Jenderal Reyn, "Ia tidak mungkin membiarkan
sekelompok orang bersenjata memasuki Istana kalau bukan ia yang
merencanakannya." "Saya berharap Anda mempercayai peta yang saya buat itu, Jenderal Decker," kata
Kakyu, "Saya tidak pernah berhubungan dengan Kirshcaverish walau saya sering
keluar masuk Hutan Naullie. Selama bertahun-tahun saya keluar masuk hutan, saya
tidak pernah melihat adanya orang yang tinggal di sana. Baru sekitar setahun
yang lalu, saya melihat mereka. Saya dan Kenichi tidak pernah melihat adanya
kehidupan manusia di dalam Hutan Naullie sebelumnya."
"Kenichi?" tanya Jenderal Decker ingin tahu.
Jenderal Reyn membiarkan putrinya menjelaskan sendiri masalah yang sebenarnya.
"Ia adalah guru saya," kata Kakyu, "Ia sering mengajak saya ke Hutan Naullie
untuk menurunkan ilmunya kepada saya."
"Ilmu apa?" Jenderal Decker semakin ingin tahu.
"Seni membunuh rahasia dari Jepang, nin-jitsu," jawab Jenderal Reyn.
"Apa itu?" tanya Jenderal Decker, "Aku tidak pernah mendengarnya."
"Aku juga baru mendengarnya saat Kenichi mengatakannya," kata Jenderal Reyn,
"Tetapi ilmu itu benar-benar luar biasa. Siapapun yang mempelajarinya bisa
membunuh musuhnya tanpa meninggalkan banyak jejak. Tetapi untuk mempelajari
seluruh ilmu itu dibutuhkan waktu yang lama. Kakyu sejak kecil telah dididik
olehnya." "Jadi karena itu Kakyu lebih tangguh daripada pemuda lain seusianya," gumam
Jenderal Decker. "Saya tidak dapat berlama-lama di sini," kata Kakyu sambil mengenakan kembali
topengnya. "Engkau mau ke mana lagi?" tanya Jenderal Reyn.
"Menyelesaikan tugas akhirku," kata Kakyu.
Kakyu segera meninggalkan tenda Jenderal Decker sebelum seorang di antara
mereka sempat mencegahnya.
Ketika Jenderal Decker dan Jenderal Reyn mengejar Kakyu, mereka hanya bisa
terperangah melihat tidak tampakya bayangan Kakyu di sekitar tempat itu. Mereka
juga tidak bisa menemukan Kakyu di sekitar tenda.
"Nin-jitsu memang benar-benar...," Jenderal Decker tidak dapat mengutarakan
kekagumannya. "Tak heran ia bisa masuk Kirshcaverish seorang diri," Jeneral Reyn sependapat.
"Benar-benar luar biasa!"
Tetap dengan mengendap-endap, Kakyu menuju tenda tempat Geinn disekap.
Kakyu segera menyelinap ke belakang tenda itu sebelum prajurit yang menjaga
pintu tenda melihatnya. "Geinn!" Pria di dalam tenda itu terkejut mendengarnya. Dengan berbisik pula ia berkata,
"Siapa itu?" "Aku disuruh oleh Bleriot untuk mendapatkan informasi yang berhasil
kaudapatkan," kata Kakyu. "Tuan Bleriot," Geinn terdengar senang mendengarnya.
"Tetapi sebelumnya, ia ingin engkau menyebutkan kata sandimu," kata Kakyu yang
telah melihat setiap orang yang ingin memasuki markas Kirshcaverish, ditanyai
kata sandi mereka oleh pria yang mengawasi sekitar pintu masuk.
Kelembutan Dalam Baja Karya Sherls Astrella di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Tentu," kata Geinn tanpa curiga.
Geinn segera menyebutkan kata sandinya kepada Kakyu. Tanpa curiga sedikitpun,
pria itu mengatakan pula hasil yang telah didapatkannya.
"Aku akan memberitahu Bleriot secepat mungkin," kata Kakyu, "Ia pasti akan
segera mengirimkan orang untuk melepaskanmu."
"Katakan pada Tuan Bleriot, aku tidak mengatakan apapun tentang kita kepada
mereka." "Tentu," kata Kakyu sambil tersenyum.
Kakyu segera meninggalkan tenda itu dan kembali ke dalam Hutan Naullie.
Untung saja Geinn tidak sempat kembali ke markasnya setelah berhasil mematamatai
mereka. Seperti yang dikatakan pria anggota Kirshcaverish itu, Geinn memang mata-mata
yang tangguh. Geinn mengetahui jumlah seluruh pasukan Kerajaan Aqnetta. Ia juga mengatakan
kepada Kakyu tentang kekuatan benteng pasukan Kerajaan lengkap dengan
menara-menara pengintainya yang diperkuat pasukan pemanah. Tak lupa ia
mengatakan tentang adanya Tenda Perawatan di dalam benteng serta perawatnya
yang cantik. Geinn juga menambahkan Bleriot akan menyukai perawat itu.
Pria itu tidak sadar ia telah membuat Kakyu mengetahui kelemahan pemimpinnya.
Rupanya Bleriot menyukai perempuan cantik, dan Kakyu bisa memanfaatkannya
untuk mengacaukan suasana di dalam markas Kirshcaverish sebelum pasukan
Kerajaan Aqnetta datang. Begitu melihat markas Kirshcaverish di depannya, Kakyu segera bersembunyi di
antara semak-semak sebelum mencari kesempatan untuk memasuki markas itu.
Tiba-tiba Kakyu mendengar suara dahan pohon yang patah di belakangnya.
Kakyu segera memalingkan kepala melihatnya.
Ia terkejut melihat Adna atau Pangeran yang asli berdiri tak jauh di
belakangnya. Melihat seorang anggota Kirshcaverish yang mengarahkan senapannya ke arah
Pangeran yang berdiri di tempat terbuka itu, Kakyu menjadi cemas.
Tanpa menanti apa-apa, Kakyu melompat ke arah Pangeran sambil melempar
shurikennya ke arah sang penembak.
"Awas!" serunya.
Akibat tindakannya yang terburu-buru itu, lengan kanan Kakyu yang belum sembuh
terkena akar pohon yang menggelantung.
Pangeran terlalu terkejut untuk menyadari suara kesakitan yang keluar dari bibir
Kakyu. Kakyu segera bangkit dan membantu Pangeran berdiri. Kemudian ia menariknya ke
semak-semak yang tinggi. Tak lama setelahnya, terdengar keributan di dalam markas Kirshcaverish dan
terdengar desingan senapan.
Untung saja Kakyu cepat-cepat menjauhkan Pangeran dari tempat terbuka yang
berbahaya itu. "Pangeran bodoh," kata Kakyu sambil menatap tajam wajah Pangeran Reinald.
Kakyu mengeluarkan busurnya dari punggungnya kemudian menarik sebatang
panah kayu dari tempat anak panah.
Rencana Kakyu terpaksa dirubah karenanya.
Kakyu yang semula berniat mengacaukan perhatian Kirshcaverish dengan
memasuki tempat itu sebagai seorang gadis, kini tidak dapat melakukannya lagi.
Pangeran Reinald pasti mengikutinya sejak tadi dan ia tidak membawa persiapan
apapun. Memang demikianlah yang terjadi pada Pangeran Reinald itu.
Ketika keluar dari tenda pengawalnya yang untuk sementara mengaku sebagai
dirinya, Pangeran Reinald melihat bayangan hitam meninggalkan tenda Jenderal
Decker yang terang. Pangeran Reinald yang mudah curiga, menjadi curiga karenanya.
Ia terus mengikuti pemuda yang berpakaian serba hitam itu.
Tanpa mengatakan apa-apa, ia melihat pemuda itu bercakap-cakap dengan matamata
Kirshcaverish yang ditawan dalam sebuah tenda yang dijaga ketat.
Melihat busur perak yang disandang pemuda itu, Pangeran Reinald yakin pemuda
itu tak lain adalah Kakyu.
Kecurigaannya semakin memuncak dan ia memutuskan untuk mengikuti Kakyu.
Hingga tempat persembunyian markas Kirshcaverish, Pangeran berhasil tidak
membuat Kakyu curiga. Tetapi setelahnya, ia bertindak ceroboh.
Ia ingin segera menangkap Kakyu sebelum gadis itu memasuki markas
kelompoknya, hingga ia melupakan dahan-dahan yang berserakan. Akibatnya Kakyu
menjadi tahu keberadaannya.
Melihat gadis itu menatap tajam di balik topengnya, Pangeran Reinald menduga
gadis itu akan menangkapnya. Tetapi ia salah gadis itu melompat ke atasnya dan
membuat mereka berdua terjatuh di tanah.
Kakyu mengeluarkan panah kayu khusus yang telah dibuatnya. Kakyu
menghidupkan api di ujung panah yang telah dibuat sedemikian rupa hingga
menyerupai obor. Dengan menahan rasa sakit di lengan kanannya, dari antara dedaunan Kakyu
mengarahkan panah api itu ke tenda tempat Kirshcaverish menyimpan senjata
mereka. Kakyu tidak berhenti dengan satu panah. Ia melakukannya berulang-ulang walau
tangannya terasa semakin sakit.
Andaikan luka di lengan Kakyu itu tidak dekat dengan pundaknya, mungkin gadis
itu tidak akan kesakitan. Walau setiap kali menarik panah, lengan kanannya terasa sakit dan semakin sakit
tiap detiknya, Kakyu terus membidikkan panahnya ke tenda-tenda Kirshcaverish
yang penting. Pangeran diam saja melihat gadis itu terus membidikkan panahnya. Ia tidak tahu
harus berbuat apa. Kakyu telah menyelamatkannya. Sedangkan ia terus menuduh
gadis itu sebagai mata-mata.
Pangeran mengawasi wajah Kakyu yang tampak dari topengnya. Wajah itu tetap
menunjukkan ketenangannya walau keadaan tiba-tiba berubah. Wajah itu juga tidak
menampakkan kecemasan. Walaupun Kakyu lebih kuat dari gadis lain seusianya, ia tetap seorang gadis.
Kakyu memang dapat menahan rasa sakitnya tetapi lama kelamaan, ia kehilangan
tenaganya juga. Kakyu memaksakan dirinya untuk melawan rasa sakitnya juga
kelelahannya. Pangeran Reinald melihat tangan Kakyu gemetar ketika ia menarik panah api yang
keenam kalinya. Pangeran Reinald sadar, ia harus membantu Kakyu.
Biar bagaimanapun kuatnya gadis itu, gadis itu pasti lelah setelah terus menerus
membidikkan panahnya dengan cepat.
"Biar aku saja," kata Pangeran Reinald sambil mengambil panah itu dari tangan
Kakyu. "Tidak." Kakyu tetap mempertahankan busur itu.
"Tanganmu sudah gemetar seperti itu," kata Pangeran Reinald sambil menarik
panah itu. Kakyu yang sudah tidak mempunyai kekuatan, tidak dapat berbuat apa-apa selain
membiarkan Pangeran meneruskan pekerjaannya.
Melihat Pangeran Reinald juga ahli menggunakan panah, Kakyu duduk diam.
Baru kali ini Kakyu benar-benar merasakan sakit di lengan kanannya. Dengan
tangan kirinya, Kakyu menutupi luka yang kembali mengeluarkan darah itu.
Untung pakaian Kakyu berwarna hitam. Kalau tidak, darah yang mengalir deras itu
pasti akan membuat Pangeran Reinald tahu keadaannya.
Walaupun Kakyu duduk diam dan kesakitan, bukan berarti gadis itu berhenti
memperhatikan Kirshcaverish di depannya.
Kakyu melihat Pangeran gerakan Pangeran yang terburu-buru membuat dedaunan
yang melindungi mereka, tersikap. Sebagian oleh gerakan tangan Pangeran,
sebagian oleh api dari panah api.
Seorang penjaga menara melihat cahaya api di antara semak-semak dan segera
mengarahkan senapan ke arah itu.
Kakyu menyadari hal itu dan segera mendorong Pangeran.
Lagi-lagi Kakyu membuat mereka berdua terjatuh di tanah.
Tanpa merasa malu melihat wajah Pangeran yang sangat dekat dengan wajahnya
sendiri, Kakyu berkata lirih di antara sakitnya, "Anda sangat ceroboh,
Pangeran." Pangeran Reinald terkejut mendengarnya.
"Kau!?" Kakyu mengabaikannya. "Sebaiknya kita mundur," katanya sambil bangkit
perlahanlahan. "Bagaimana engkau tahu?" tanya Pangeran Reinald curiga.
Menyadari Pangeran tengah memperhatikan dirinya, Kakyu mencegah tangan
kirinya yang ingin menutup luka di lengan kanannya.
Dengan memaksakan diri, Kakyu mengambil busur dan anak panahnya yang
terjatuh di dekatnya. Pangeran Reinald mengikuti gerakan Kakyu.
Ketika membantu Kakyu memungut anak panahnya, Pangeran melihat lengan
bajunya memerah. Kakyu tidak sadar ketika mendorong Pangeran hingga terjatuh, ia membuat baju
putih Pangeran menjadi merah dengan tangannya yang memerah oleh darah.
Pangeran terkejut melihat kemejanya memerah.
Dengan curiga, Pangeran melihat lengan kanan Kakyu yang tampak terjuntai lemah
di samping tubuhnya. Kakyu meninggalkan tempat itu melalui pepohonan tinggi di belakangnya.
Pepohonan itu melindunginya dari senapan Kirshcaverish, tetapi tidak dari
kecurigaan Pangeran. Melihat tangan kiri gadis itu juga memerah, Pangeran segera mendekati Kakyu.
Tanpa mengulur waktu, ia segera menarik tangan kiri Kakyu.
"Apa yang terjadi padamu?"
Kakyu melepaskan tangannya. "Tidak ada apa-apa," katanya tenang.
Pangeran Reinald menatap lengan kanan Kakyu yang tertutup oleh pakaian hitam.
Dengan sinar remang-remang yang menerangi hutan, Pangeran Reinald melihat
warna di sekitar lengan atas Kakyu lebih gelap daripada yang lain.
Pangeran Reinald menarik Kakyu ke sebatang pohon besar.
"Lenganmu terluka lagi," katanya menuduh.
"Tidak apa-apa."
"Apanya yang tidak apa-apa?" Pangeran Reinald jengkel melihat Kakyu tetap
terlihat tenang, "Lukamu yang belum sembuh terbuka lagi, tetapi engkau tetap tenang.
Malah memaksakan diri untuk memanah."
"Jangan khawatir," kata Kakyu tenang.
"Apanya yang jangan khawatir?" kata Pangeran Reinald cemas, "Engkau ini seorang
gadis, Kakyu, bukan pria. Siapa yang tidak cemas melihatmu menahan sakit seperti
ini." Pangeran Reinald menarik lengan Kakyu yang terluka.
Gerakannya yang tiba-tiba membuat Kakyu meringis kesakitan.
Pangeran menatap mata Kakyu yang tidak tertutup topengnya.
"Pakaian apalagi yang kaukenakan ini?" katanya, "Engkau tampak seperti pencuri."
Dengan lembut, Pangeran meletakkan tangan kanan Kakyu di pangkuan gadis itu
kemudian ia melepas topeng Kakyu.
Dengan keadaannya yang lemah, Kakyu tidak dapat berbuat apa-apa untuk
mencegah pemuda itu. Pangeran Reinald melihat sesuatu berwarna hitam terjulur dari pundak Kakyu, dan
menariknya. "Pedang apa lagi yang kaubawa ini?" katanya, "Engkau benar-benar ingin mencari
mati. Sendirian masuk Hutan Naullie dengan perlengkapan yang aneh pula."
Pangeran Reinald menyandarkan Kakyu di pohon sebelum kembali memeriksa
lengan gadis itu. "Bukankah saya salah satu dari mereka?" kata Kakyu lemah.
Pangeran memandang wajah Kakyu dengan sejumlah perasaan bersalah, "Maafkan
aku. Aku seharusnya tidak menuduhmu seperti itu."
"Aku masih sangat terkejut ketika itu. Aku bingung memikirkan mengapa engkau
yang seorang gadis ini mengaku sebagai laki-laki hingga menjadi Kepala Keamanan
Istana. Aku tidak tahu darimana datangnya tuduhan itu ketika engkau menolak
usulku. Tetapi kemudian aku tahu lebih mudah mempercayai engkau mau
melakukannya karena engkau mata-mata Kirshcaverish. Daripada membayangkan
caramu menjadi Kepala Kemanan Istana."
Pangeran terkejut ketika menyadari lengan kanan Kakyu basah oleh darah.
"Sepertinya lukamu terbuka karena aku."
Kakyu terkejut ketika Pangeran Reinald ingin melepaskan pakaian ninjanya. Dengan
tangan kirinya yang terbebas, ia mendorong Pangeran menjauh.
"Tidak apa-apa, Kakyu," katanya, "Aku hanya ingin memeriksa lenganmu."
"Saya bisa melakukannya sendiri."
"Dengan apa, Kakyu" Dengan tangan kirimu?" tanya Pangeran Reinald, "Tidak,
Kakyu. Engkau tidak dapat melakukannya sendiri."
"Tidak perlu," cegah Kakyu.
Pangeran melihat wajah itu memerah.
"Aku tidak akan melakukan apa-apa. Aku hanya akan memeriksa lenganmu
kemudian membalutnya lagi," kata Pangeran Reinald lembut, "Aku janji tidak akan
melihat yang lain selain lenganmu."
Kakyu tidak ingin untuk kedua kalinya, Pangeran melihat tubuh gadisnya.
"Saya akan melakukannya sendiri," cegah Kakyu.
"Tidak, Kakyu," kata Pangeran lembut.
Kakyu heran melihat sikap Pangeran Reinald yang berubah total setelah tahu ia
bukan mata-mata Kirshcaverish.
Tanpa memberi kesempatan pada Kakyu untuk menghindar, Pangeran menarik
tubuh Kakyu ke dalam pelukannya dan dengan perlahan, ia melepaskan baju atasan
gadis itu. Kakyu tidak dapat berbuat apa-apa. Ia tahu saat ini ia terlalu lemah untuk
melawan. Perlawanannya terhadap rasa sakitnya, telah menghabiskan tenaganya.
Sebagai seorang gadis, Kakyu merasa malu karena sikap Pangeran Reinald.
Pangeran Reinald memenuhi janjinya, selama melepas baju gadis itu, ia sama
sekali tidak melihat gadis itu. Pandangan matanya terus terarah pada batang pohong di
belakang gadis itu hingga baju itu terlepas dari tubuh Kakyu.
Pangeran Reinald menyampirkan baju itu di pundak Kakyu dan memeriksa lengan
kanan Kakyu. Dengan tangan kirinya, Kakyu menutup rapat-rapat tubuhnya dengan bajunya dan
membiarkan Pangeran Reinald melepas perban lukanya.
Pangeran Reinald terkejut melihat luka itu kembali terbuka hingga perban putih
itu menjadi merah. Pangeran mengawasi wajah Kakyu yang lebih terkesan malu daripada menahan
sakit. Baru kali ini Pangeran menjumpai gadis seperti Kakyu yang mampu menahan luka
separah itu. Bahkan tanpa membuat orang lain curiga, ia menggunakan tangannya
yang terluka untuk memanah.
Sementara tangan kirinya memegang lengan Kakyu, tangan Pangeran yang lain
mengambil kain penutup wajah Kakyu.
"Apa yang Anda lakukan?" tanya Kakyu cemas.
"Aku harus mengganti perban lukamu," kata Pangeran, "Perban ini sudah harus
diganti." Kakyu tidak ingin Pangeran menggunakan kain penutup wajahnya sebagai perban
apalagi kain itu termasuk salah satu perlengkapan ninja yang diberikan Kenichi
padanya. Tetapi... Kakyu tahu, Pangeran Reinald benar.
Kakyu membiarkan pemuda itu membalut lengannya. Dan ia tetap tidak bergerak
ketika Pangeran Reinald membantu mengenakan pakaiannya.
Tetap dengan kelembutan yang dimilikinya, Pangeran menyandarkan punggung
Kakyu di batang pohon. "Beristirahatlah."
Kakyu memegang lengannya yang terluka dan bertanya, "Mengapa Anda mengaku
sebagai Adna?" "Aku tidak tahu harus berbuat apa selain itu. Aku dan Adna terpisah dalam
perjalanan. Dan ketika aku tiba, aku mendapat kabar Adna telah pergi ke sini.
Aku menduga Jenderal-Jenderal itu salah mengenali Adna. Mereka akan menduga Adna
sebagai aku," Pangeran Reinald menjelaskan, "Selain itu aku curiga kepadamu."
"Curiga?" "Engkau terlalu muda untuk menjadi Kepala Keamanan Istana, Kakyu. Kecurigaanku
Kelembutan Dalam Baja Karya Sherls Astrella di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
semakin memuncak ketika secara tidak sengaja, aku mengetahui engkau seorang
gadis," kata Pangeran Reinald, "Karena itu aku menuduhmu sebagai mata-mata."
Kakyu tidak mengucapkan apapun.
Kecurigaan itu memang tidak salah, Kakyu menyadari ia memang terlalu muda
untuk menjadi Kepala Keamanan Istana.
Sesaat sebelum menerima jabatan ini, Kakyu telah menolaknya tetapi semua orang
memaksanya untuk menerimanya dan apalagi yang dapat dilakukan Kakyu saat itu
selain menerimanya dengan setengah hati. Tetapi tidak ketika ia melaksanakan
tugasnya. Seluruh perhatiannya tercurah ketika ia mengatur keamanan Istana dan tidak
pernah ada yang dilewatkan olehnya. Demi penghuni Istana Vezuza, Kakyu melaksanakan
tugasnya dengan baik. "Aku minta maaf. Tidak seharusnya aku menuduhmu seperti itu."
"Anda tidak salah," kata Kakyu, "Saya memang terlalu muda untuk jabatan
sepenting ini." "Setelah melihat sendiri ketangguhanmu yang sering dibicarakan orang, aku yakin
ayahku tidak memilihmu dengan sembarangan," kata Pangeran Reinald, "Aku ingin
tahu mengapa engkau bisa setangguh ini. Jauh lebih kuat dari pemuda seusiamu.
Aku yakin engkau tidak belajar dari ayahmu. Dibandingkan dia, engkau lebih
lincah dan lebih cepat dalam segala hal."
Kakyu tidak ingin memuaskan keingintahuan Pangeran Reinald.
"Setelah ini apakah Anda tetap mengaku sebagai Adna?"
"Aku tidak tahu," kata Pangeran Reinald, "Adna jatuh cinta pada kakakmu dan ia
ingin membuat Joannie kagum padanya. Menurutmu, bagaimana sikap Joannie
kalau ia mengetahui masalah ini?"
"Joannie mencintai Adna bukan karena gelarnya," kata Kakyu tenang, "Bagi
Joannie, Adna adalah pria impiannya. Seumur hidupnya Joannie selalu mencari pria yang
seperti Papa. Saya yakin ia tidak akan mempermasalahkan hal ini."
Pangeran Reinald diam saja.
Kakyu mengambil buntelannya yang diikatkannya pada pedangnya. Kakyu
mengeluarkan senjata di dalamnya satu per satu.
Pangeran Reinald yang terus memperhatikan Kakyu, memungut salah satu benda
yang berbentuk seperti skop kecil untuk berkebun itu dan berkata, "Senjata apa
ini?" Kakyu tidak menjawab pertanyaan itu. Ia terus menyibukkan diri dengan
senjatasenjata itu. Setelah mengeluarkan semuanya dan menyelinapkan beberapa di balik baju
ninjanya, Kakyu melipat kain pembungkus itu.
Kakyu merintih sakit ketika ia mengangkat lengan kanannya.
Pangeran Reinald menatap tajam wajah Kakyu yang tetap terlihat tenang. "Gadis
bodoh," katanya, "Gerakanmu hanya akan membuat lukamu terbuka kembali."
Pangeran Reinald mengambil kain itu dari tangan Kakyu dan membantu Kakyu
mengikat rambut panjangnya dengan kain itu.
"Engkau tidak terlalu pintar untuk mengaku sebagai pria," katanya sambil
mengikatkan kain itu di rambut Kakyu, "Tidak ada pria yang berambut panjang,
engkau tahu itu?" "Mama tidak setuju saya memendekkan rambut," kata Kakyu.
"Lalu mengapa ia membiarkan engkau bertingkah laku seperti pria?"
Kembali Kakyu tidak menjawab keingintahuan Pangeran.
Kakyu berdiri dan perlahan-lahan, ia mengintai markas Kirshcaverish.
Markas Kirshcaverish masih terbakar oleh api terutama api yang berasal dari
tenda penyimpanan senjata. Pangeran Reinald mengikuti Kakyu.
"Sekarang apa yang akan kita lakukan?" tanya Pangeran.
"Kita harus memanfaatkan keadaan," kata Kakyu, "Kita akan menyerang mereka di
saat mereka sibuk seperti ini."
"Kita berdua?" "Tidak," Kakyu terus mengawasi markas yang terbakar itu, "Salah seorang dari
kita harus kembali ke benteng dan memanggil pasukan untuk menyerbu saat ini juga.
Dan yang lain terus mengacaukan Kirshcaverish."
"Engkau yang akan pergi," Pangeran Reinald memutuskan.
"Tidak," Kakyu menolak.
"Engkau terluka, Kakyu," kata Pangeran Reinald, "Aku tidak ingin engkau terluka
lebih parah lagi." "Anda lupa, mereka mencurigai saya sebagai mata-mata?"
Kebenaran yang diucapkan dengan tenang itu membuat sebuah kata kasar
terlompat dari mulut Pangeran.
"Ini semua gara-gara aku," katanya menyesal, "Kalau saja aku tidak menuduhmu
sedemikian rupa." "Pergilah," kata Kakyu, "Saya akan memecahkan perhatian mereka."
Pangeran memincingkan matanya dan bertanya tajam, "Apa yang dapat kaulakukan
dengan lengan terluka seperti ini?"
Kakyu tersenyum. Ia mengetahui apa yang tidak diketahui Pangeran.
"Jangan khawatir," katanya tenang, "Mereka tidak akan dapat melukai saya."
"Benar, mereka tidak akan melukaimu," kata Pangeran jengkel melihat ketenangan
Kakyu, "Engkau juga tidak dapat melukai mereka dengan tangan terluka seperti
ini." "Saya masih bisa menggunakan tangan kiri," kata Kakyu.
"Jangan berharap aku akan setuju, Kakyu," Pangeran Reinald menegaskan
keputusannya, "Engkau ini seorang gadis, Kakyu. Hingga kapanpun aku tidak akan
membiarkan engkau menantang bahaya sendirian."
"Anda lupa tugas saya adalah melindungi setiap penghuni Istana?" kata Kakyu,
"Walaupun sekarang kita tidak berada di Istana Vezuza, Anda tetap harus saya
lindungi." "Lupakan tugas itu," perintah Pangeran, "Saat ini engkau harus menuruti
perintahku sebelum mereka mendapatkan kita."
"Anda yang harus pergi," Kakyu tetap bertahan dengan keinginannya, "Saya lebih
mengenal setiap sudut hutan ini daripada Anda. Berhati-hatilah ketika Anda
semakin mendekati benteng, banyak ranjau darat di sana."
Pangeran Reinald memanfaatkan pesan Kakyu itu. "Pergilah, Kakyu. Aku tidak
dapat menjamin aku akan selamat. Joannie mengatakan engkau sering keluar
masuk hutan ini, aku yakin engkau lebih dapat menjaga diri daripada aku. Aku
lebih aman di sini daripada harus kembali ke benteng. Aku tahu Jenderal Decker masih
mempercayaimu. Adna juga sangat mempercayaimu."
Kakyu tahu Pangeran Reinald benar.
Kemungkinan Pangeran Reinald untuk menghindari dari ranjau darat, lebih kecil
dibandingkan Kakyu yang telah mengetahui letak ranjau-ranjau itu.
"Baiklah," Kakyu mengalah.
"Bagus," Pangeran Reinald puas, "Sekarang berikan panahmu padaku. Aku akan
mengacaukan mereka."
Kakyu tidak yakin Pangeran hanya akan mengacaukan Kirshcaverish dari jauh
apalagi mengingat sifat tidak sabar Pangeran.
"Tidak," Kakyu tidak ingin Pangeran menerobos markas Kirshcaverish sendirian.
Sebelum Pangeran mengatakan apa-apa, Kakyu segera menerobos kegelapan
Hutan Naullie dan meninggalkan suara yang menggema di sekitar tempat itu, "Saya
akan segera kembali."
Tindakan Kakyu itu tentu saja membuat Pangeran Reinald yang ingin menyerbu
masuk ke dalam markas Kirshcaverish, menjadi jengkel. Kini tanpa sebuah
senjatapun, Pangeran Reinald tidak dapat berbuat apa-apa selain menanti
kedatangan Kakyu. BAB 11 Dugaan Kakyu tepat. Seluruh pasukan semua masih terjaga walau saat ini sudah hampir tengah malam.
Semua mengkhawatirkan Kirshcaverish yang bisa sewaktu-waktu muncul.
Tetap dengan mengendap-endap, Kakyu memasuki benteng.
Kakyu terlalu lincah untuk dilihat pasukan Kerajaan Aqnetta.
Walaupun di setiap sudut benteng, ada sejumlah pasukan, tidak seorangpun yang
melihat masuknya Kakyu ke dalam benteng.
Ketika melihat Kolonel Abel berpatroli sendirian di sekitar tenda Pangeran
Reinald, Kakyu memutuskan untuk menemuinya sebelum menemui Jenderal Decker.
"Kolonel!" panggilnya.
Kolonel Abel terkejut. Ia mencari asal suara itu di sekelilingnya.
Kakyu menuju tempat yang terang di sekitar tempat itu.
"Perwira," kata Kolonel Abel, "Ke mana saja Anda" Banyak yang terjadi di sini
sejak Anda pergi." "Aku tahu," kata Kakyu, "Sekarang aku ingin engkau menyiapkan semua pasukan.
Kita akan menggempur Kirshcaverish malam ini juga."
Kolonel Abel kaget. "Malam ini?"
"Cepat!" kata Kakyu lalu ia kembali bersembunyi di kegelapan.
Kolonel Abel terperangah melihat Kakyu telah menghilang. Ia sadar ini bukan
saatnya ia terpesona. Walaupun tidak mengerti, ia tetap melaksanakan perintah
singkat Kakyu. Kakyu menyelinap ke dalam tenda Jenderal Decker sambil memanggil Jenderal itu.
Jenderal Decker terlonjak kaget melihat Kakyu tiba-tiba muncul.
"Ada apa, Kakyu?"
"Kita harus menyerang mereka malam ini juga."
"Malam ini?" tanya Jenderal Decker, "Kami belum menyiapkan strategi perang
apapun." "Saya kira itu tidak perlu, Jenderal."
"Apa maksudmu, Kakyu?"
"Kirshcaverish dalam keadaan kacau saat ini dan saya rasa kita tidak akan
kesulitan menghadapi mereka yang sedang sibuk."
"Apa yang kaulakukan pada mereka?" tanya Jenderal Decker ingin tahu, "Yang pasti
engkau membuat mereka kewalahan bukan?"
Kakyu tersenyum. "Siapkan pasukan saat ini juga, Jenderal. Saya menunggu Anda
di sana. Dan jangan lupa untuk memperhatikan setiap langkah pasukan."
Seperti yang dilakukannya pada Kolonel Abel, Kakyu segera meninggalkan Jenderal
Decker sebelum Jenderal Decker sempat bertanya apa-apa.
Sekarang yang perlu dilakukan Kakyu adalah menemui Adna yang menyamar
sebagai Pangeran Reinald.
Tidak mungkin tidak ada yang terkejut melihat Kakyu yang tiba-tiba muncul dengan
pakaian hitam. "Adna," kata Kakyu, "Perintahkan setiap Jenderal untuk mengatur pasukan saat ini
juga." Adna terkejut mendengarnya. "Apa yang terjadi, Kakyu" Engkau tahu di mana
Pangeran?" "Pangeran aman," kata Kakyu, "Dengan kekuasaanmu saat ini, engkau harus
memerintahkan penyerbuan ke Hutan Naullie saat ini juga. Pangeran ingin engkau
tetap menjaga rahasia di antara kalian hingga ia sendiri yang memutuskan kapan
untuk membenarkan kekeliruan ini."
Adna yang sudah cemas sejak Pangeran Reinald menghilang, segera berkata, "Aku
mengerti." Kakyu merasa ia tidak perlu memberitahu banyak orang dengan rencananya.
Tiga orang itu pasti dapat menyiapkan pasukan secepat mungkin.
Sambil menunggu pasukan Kerajaan Aqnetta tiba di markas Kirshcaverish, Kakyu
harus mengacaukan markas itu.
Seperti janjinya kepada Pangeran Reinald, Kakyu segera muncul di tempat itu.
Pangeran Reinald tampak sangat jengkel ketika melihat Kakyu muncul dari antara
kegelapan malam. "Engkau benar-benar gadis yang menyebalkan, Kakyu," kata Pangeran begitu
melihat Kakyu. Dengan tenang, Kakyu menanggapi, "Anda terlalu ceroboh untuk saya biarkan
mengacaukan mereka sendirian."
"Engkau sudah memberitahu mereka?"
Kakyu mengangguk. Tanpa banyak berbicara lagi, Kakyu mengeluarkan busurnya.
Pangeran Reinald bertindak cepat. Ia segera mengambil alih busur dan anak
panahnya itu sambil berkata, "Biar aku."
Kakyu membiarkan Pangeran Reinald melakukannya.
Hanya itu yang dapat dilakukan untuk mencegah Pangeran Reinald bertindak lebih
jauh. Terlalu bahaya membiarkan Pangeran yang tidak sabar itu menyerbu markas
Kirshcaverish. Bisa-bisa yang terjadi bukan mereka yang berhasil mengacaukan
Kirshcaverish malah Kirshcaverish yang berhasil mengacaukan mereka.
Selagi Pangeran Reinald mengacaukan Kirshcaverish dengan panah api, Kakyu
bisa memanfaatkan keadaan itu.
Dengan menahan rasa sakitnya, Kakyu memaksa dirinya untuk melepas ikat
rambutnya dan menggenakannya sebagai topeng barunya.
Pangeran Reinald terlalu sibuk dengan apa yang dilakukannya untuk
memperhatikan Kakyu. Ketika gadis itu sudah siap memasuki Kirshcaverish, Pangeran Reinald masih tidak
tahu apa yang direncanakan Kakyu.
Baru ketika melihat sesuatu berwarna hitam yang hampir tidak kentara dalam
kegelapan malam, menuruni lembah menuju markas Kirshcaverish, Pangeran
Reinald sadar. Siapa lagi yang dapat bergerak sedemikian cepat dan tanpa menimbulkan suara
selain Kakyu yang diketahuinya sebagai gadis yang dapat bergerak cepat dan
penuh perhitungan. Cepat-cepat Pangeran Reinald mengejar Kakyu yang berjalan sangat hati-hati
hingga tidak menimbulkan suara maupun gerakan apapun yang akan membuat
Kirshcaverish curiga. "Apa yang kaulakukan?" tanya Pangeran Reinald begitu berhasil menangkap lengan
Kakyu. Kakyu terkejut. Kakyu tidak mengharapkan Pangeran Reinald tahu apa yang akan dilakukannya,
tetapi rupanya ia kurang hati-hati hingga Pangeran Reinald dapat melihatnya
dalam kegelapan malam. "Melakukan apa yang ingin saya lakukan sebelum Anda mengejutkan saya," kata
Kakyu. "Tidak!" kata Pangeran tegas, "Engkau tidak akan ke mana-mana sampai mereka
datang." "Tidak," Kakyu balas menentang, "Saya harus melakukannya."
"Apa yang harus kaulakukan saat ini adalah membuat perhatian Kirshcaverish
terpecah," kata Pangeran Reinald.
"Itulah yang akan saya lakukan," sahut Kakyu dengan ketenangannya.
Ketenangan Kakyu tidak membuat Pangeran Reinald kehilangan cara untuk
menghalangi niat gadis itu, "Engkau juga harus melindungiku. Jangan lupa itu."
Percuma saja Pangeran Reinald mencoba mencegah Kakyu yang telah memikirkan
semuanya sebelum ia memutuskan untuk mengacaukan Kirshcaverish dari dalam
markas mereka. Tetap dengan ketenangannya, Kakyu berkata, "Di atas sana, Anda akan aman
hingga pasukan datang."
"Tidak!" untuk kesekian kalinya Pangeran Reinald melarang Kakyu dengan tegas.
Pangeran teringat setiap orang mengatakan padanya Kakyu seorang Perwira yang
patuh. Walau diberi tugas sesulit apapun, ia tetap menerimanya dan
melaksanakannya dengan sebaik-baiknya.
Pangeran Reinald memanfaatkannya, "Aku memerintahkan kepadamu untuk tetap
tinggal di atas." Kakyu bukanlah gadis yang selalu patuh. Kakyu tahu kapan ia harus patuh dan
kapan ia boleh menentang perintah yang diberikan padanya.
Sebelum Pangeran mempererat pegangan di lengannya, Kakyu melepaskan
lengannya dengan cepat. Dan dengan cepat ia menghilang di balik bom asap yang
dilemparkannya dan hanya meninggalkan suara menggema.
Pangeran Reinald tidak tahu Kakyu telah dilatih untuk menghadapi situasi seperti
ini. Untuk segera menghilang sebelum musuh menangkapnya dan menghindari musuh
melihatnya.
Kelembutan Dalam Baja Karya Sherls Astrella di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Itulah yang dilakukan Kakyu setelah membuat pandangan Pangeran Reinald
terganggu oleh asap tebal yang seperti kabut itu.
Secepat kilat, Kakyu menyelinap di antara semak-semak tinggi dan perlahan-lahan
menuruni lembah itu. Pangeran Reinald jengkel ketika akhirnya asap itu hilang. Dan ia semakin jengkel
ketika melihat Kakyu tidak berada di depannya lagi. Gadis itu telah menghilang
dibalik asap putih. Seperti tadi, tidak ada yang dapat dilakukan Pangeran selain menunggu Kakyu di
atas. Anak panah yang ada tinggal sedikit dan itu adalah panah api bukan panah biasa.
Sedangkan untuk memasuki markas, Pangeran Reinald membutuhkan senjata yang
cukup menahan mereka. Pangeran Reinald bisa mengikuti Kakyu walau ia tidak bersenjata tetapi Pangeran
tidak mau melakukannya. Bukan karena ia tidak berani. Ia berani bahkan ia bisa
saja segera menyusul Kakyu tetapi ia tidak ingin membuat Kakyu mengkhawatirkan
dirinya yang kemudian berakibat Kakyu menjadi ceroboh.
Memasuki sarang musuh memerlukan perhitungan yang tepat. Sedikit kesalahan
saja bisa menimbulkan masalah tidak hanya bagi yang tertangkap tetapi juga bagi
kelompok yang tertangkap.
Pangeran Reinald tidak ingin itu terjadi apalagi mengingat dirinya adalah Putra
Raja Alfonso yang diharapkan kelak menggantikan Raja Alfonso.
Seandainya ia tertangkap dan Kirshcaverish tahu yang ditangkapnya adalah Putra
Mahkota, Kirshcaverish akan semakin mudah mencapai tujuannya. Sedangkan
kedatangan Pangeran Reinald ke sini bukan untuk itu.
Beberapa saat sebelum menyelesaikan sekolahnya di Oxford, Pangeran Reinald
menerima surat dari ayahnya yang meminta ia segera pulang setelah sekolahnya
selesai. Pangeran Reinald mulanya tidak tahu ada maksud lain di balik permintaan itu.
Ketika dalam perjalanan, beberapa orang berusaha menghentikan kepulangannya.
Adna yang bertugas mengawalnya selama ia tidak berada di Kerajaan Aqnetta, terus
berusaha melindunginya. Mulanya mereka memang terus dapat bersama tetapi
keadaan tidak dapat bertahan lama.
Karena orang-orang itu, mereka berdua terpencar dan akhirnya Pangeran Reinald
tiba lebih lambat dari Adna.
Baru ketika itulah Pangeran Reinald tahu permintaan untuk segera pulang bukan
hanya karena kerinduan yang telah lama terpendam tetapi juga untuk menguji hasil
yang telah didapat Pangeran selama ia berada di Inggris.
Raja Alfonso memerintahkan Pangeran Reinald menunjukkan apa yang telah
dipelajarinya dengan membantu para Jenderal menumpas Kirshcaverish di Hutan
Naullie. Pangeran Reinald akan gagal menunjukkan hasil belajarnya selama bertahun-tahun
di Inggris bila ia sampai tertangkap Kirshcaverish. Lagipula Pangeran tahu yang
harus dilakukannya saat ini adalah membantu Kakyu mengacaukan perhatian
Kirshcaverish sambil menanti datangnya pasukan Kerajaan Aqnetta.
Pangeran hanya dapat berharap gadis dapat menjaga dirinya. Walaupun semua
orang mengatakan Kakyu seorang pemuda yang tangguh, Pangeran Reinald yang
telah mengetahui Kakyu bukan seorang pria, tetap mengkhawatirkannya.
Hingga pasukan tiba, Pangeran Reinald berharap Kakyu memang setangguh yang
dikatakan orang-orang. Sementara Pangeran Reinald mengkhawatirkan Kakyu, Kakyu sendiri tidak
mengkhawatirkan dirinya. Gadis itu percaya ia dapat mengatasi Kirshcaverish bila ia ketahuan mereka.
Tetapi melihat keadaan di dalam markas Kirshcaverish yang kacau balau seperti ini,
Kakyu yakin tidak seorangpun dari mereka yang akan melihatnya.
Walaupun begitu Kakyu tetap berhati-hati memasuki markas Kirshcaverish lebih
dalam. Kemarin Kakyu telah mengetahui siapa pemimpin Kirshcaverish. Dan sekarang ia
akan mencari tempat Bleriot serta memastikan pria itu tidak meninggalkan tempat
ini baik sekarang maupun nanti bila pasukan telah tiba.
Kakyu menduga tenda Bleriot adalah tenda terbesar di tempat ini.
Orang-orang yang berlalu lalang di kegelapan malam itu sambil membawa ember
berisi air, tidak memperhatikan Kakyu yang mengendap-endap memeriksa tendatenda
besar satu demi satu. Seseorang muncul dari sebuah tenda di dekat tempat persembunyian Kakyu dan di
samping kanannya berdiri pria yang lain.
"Menurutmu ini hasil pekerjaan siapa?" tanya salah seorang pria itu pada pria
yang lain dengan geram. Kakyu menajamkan inderanya untuk mendengarkan percakapan mereka dengan
jelas di antara keributan anggota Kirshcaverish yang lain.
"Kurasa bukan pasukan Kerajaan Aqnetta," kata pria yang lain, "Selama ini tidak
seorangpun pasukan Kerajaan Aqnetta yang berhasil memasuki daerah sekitar
tempat ini." "Lalu siapakah orang ini, Orleando?"
"Aku tidak tahu, Bleriot," kata pria yang dipanggil Orleando itu, "Orang ini
sangat ahli. Dan ia tahu pasti letak-letak tenda penting kita. Kurasa ia telah memasuki
markas kita sebelumnya. Ia telah membakar tenda-tenda penting kita dan yang lebih
parah, tenda tempat penyimpanan senjata kita habis terbakar. Siapapun dia, ia pasti
bukan pasukan Kerajaan Aqnetta. Mungkin Raja Alfonso yang menyuruh orang ini?"
"Tidak mungkin!" bantah Bleriot, "Selama bertahun-tahun aku bekerja pada Raja
Alfonso, aku telah mengenal sifatnya. Raja Alfonso bukan orang yang dengan
mudah menyuruh orang lain di luar kerajaannya untuk membantu masalah dalam
negerinya." "Maksudku, orang ini pasti penduduk Kerajaan Aqnetta yang kemudian oleh Raja
disuruh menemukan letak markas kita dan mengacaukan kita."
"Itu lebih tidak mungkin lagi," kata Bleriot tajam, "Sebelum aku mengumpulkan
kalian di sini, aku telah menyelidiki terlebih dulu siapa saja yang bisa menjadi musuh
terkuatku. Dan selain para Jenderal yang sudah tua, aku tidak menemukan orang
lain, tidak juga rakyat biasa. Sejak saat itu aku tidak pernah berhenti mencari
orangorang yang dapat menjadi lawan terkuatku dan aku tetap tidak pernah
menemukannya." "Aku tidak tahu lagi," kata Orleando, "Aku belum pernah menemukan orang yang
sedemikian ahlinya."
Kakyu melihat Bleriot termenung. Sambil menggelengkan kepalanya, Bleriot
berkata, "Tidak. Tidak mungkin dia."
"Dia siapa, Bleriot?" tanya Orleando tidak mengerti.
Bleriot menepuk bahu Orleando sambil berkata, "Sudah. Lupakan saja. Sekarang
kita harus berharap pasukan Kerajaan Aqnetta tidak menyerbu saat ini. Kalau
tidak, kita pasti akan hancur."
"Lalu apa yang harus kita lakukan sekarang?"
"Berharap siapapun pria itu, tidak dapat melewati ranjau-ranjau darat kita,"
kata Bleriot geram, "Juga pasukan Kerajaan Aqnetta tidak akan dapat menerobos
ranjauranjau yang telah kita tanam. Siapapun dia, dia telah mengacaukan
rencanaku dan ia akan membayarnya bila aku sampai menangkapnya. Gara-gara dia sekarang kita
harus membeli senjata baru lagi. Kita harus segera mengirimkan daftar permintaan
kita ke mereka secepatnya."
Kakyu semakin menyembunyikan dirinya ke tenda ketika kedua pria itu lewat di
dekatnya. Sekarang Kakyu tahu seperti apakah pemimpin Kirshcaverish. Dan ia tidak akan
membiarkan pria itu lolos bila pasukan Kerajaan Aqnetta datang nanti. Pria itu
harus membayar apa yang dilakukannya pada Kerajaan Aqnetta juga pada keluarga
Halberd. Dalam persembunyiannya, Kakyu tidak melepaskan sedikitpun pandangannya dari
Bleriot. Kakyu yakin tak lama lagi pasukan Kerajaan Aqnetta akan tiba.
Perjalanan dari benteng ke markas Kirshcaverish tidak akan memakan waktu lebih
dari tiga jam sekalipun mereka berjalan lambat. Tetapi Kakyu tahu Jenderal
Decker juga Adna tidak akan membiarkan pasukan Kerajaan Aqnetta berjalan lambat.
Pangeran Reinald telah melaksanakan tugasnya di atas sana dan sekarang Kakyu
harus melaksanakan tugasnya sendiri. Mereka tidak boleh tertangkap sampai
pasukan Kerajaan Aqnetta tiba.
BAB 12 Pangeran Reinald tidak sabar menanti pasukan.
Sementara ia mengkhawatirkan Kakyu yang sampai sekarang tidak segera kembali,
pasukan Kerajaan Aqnetta tidak segera datang.
Berulang kali Pangeran Reinald ingin menyusul Kakyu tetapi ia terus menahan
diri. Ia tidak tahu hingga kapan ia mampu bertahan sementara kekhawatirannya semakin
bertambah tiap menitnya. Cukup lama Pangeran Reinald bertahan di tempatnya hingga ia akhirnya tidak sabar
lagi. Di saat itulah kedatangan pasukan Kerajaan Aqnetta terdengar di kejauhan.
Untung saja pasukan Kerajaan Aqnetta segera tiba di saat itu, bila tidak Kakyu
tidak hanya harus memperhatikan Bleriot tetapi juga Pangeran Reinald yang tidak pernah
sabar. Dan Kakyu pasti kesulitan karenanya.
Pangeran Reinald lega juga semakin tidak sabar mendengar suara itu.
Ketika akhirnya Adna muncul pertama kali dari kegelapan malam, Pangeran Reinald
berkata tajam, "Mengapa kalian lama sekali?"
"Maafkan saya, Pangeran," kata Adna, "Kami telah berusaha datang secepat
mungkin tetapi kami harus berhati-hati kalau tidak kami akan terkena ranjau."
Jenderal Decker yang datang kemudian, tidak mendengar percakapan itu. Kepada
Pangeran Reinald yang dikenalnya sebagai Adna, ia bertanya, "Di mana Kakyu?"
"Di sana," kata Pangeran Reinald sambil menunjuk markas Kirshcaverish yang
terbakar. Jenderal Decker kaget melihat markas itu dan lebih kaget lagi melihat markas itu
terbakar. Bukan hanya kebakaran kecil tetapi sudah menjadi kebakaran yang sangat
parah. "Cepat!" kata Pangeran Reinald, "Apalagi yang kalian tunggu! Serang saja mereka
di saat mereka kacau balau seperti ini."
Adna yang menyamar sebagai Pangeran Reinald segera berkata, "Cepat serang
mereka!" "Kita belum melakukan persiapan apapun, Pangeran," kata Jenderal Erin.
"Tidak perlu," jawab Jenderal Decker, "Kakyu mengatakan kalian tidak perlu
menyusun rencana apapun selain menyerang mereka dari segala penjuru."
"Saat ini juga!" tambah Pangeran Reinald dengan tegas.
"Sebaiknya kalian menuruti apa katanya," kata Adna.
"Engkau tidak perlu khawatir, Erin," kata Jenderal Decker, "Kakyu telah
membuatkan peta tempat ini lengkap dengan strateginya."
"Kakyu?" tanya Jenderal Erin tak mengerti.
"Tidak ada waktu untuk menjelaskan itu. Sekarang kita harus segera menyerang
Kirshcaverish seperti strategi yang dibuat Kakyu," Jenderal Decker menegaskan.
Bersama Jenderal Reyn yang telah mempelajari peta itu, Jenderal Decker mengatur
pasukan seperti strategi yang terlukis dalam selembar kertas bersama-sama peta
itu. Sementara pasukan bersiap-siap mengambil posisi di tempat mereka masingmasing,
Pangeran Reinald menarik Adna menjauh.
"Kakyu tahu," katanya memberitahu.
"Tahu apa, Pangeran?" tanya Adna.
"Tahu aku bukan engkau dan engkau bukan aku."
"Saya tidak terkejut," kata Adna jujur, "Ia memang bukan prajurit biasa. Entah
kemampuan apa yang dimiliknya sampai ia bisa muncul tiba-tiba sehingga membuat
saya terkejut." "Juga menghilang tiba-tiba," tambah Pangeran Reinald.
"Lalu apa yang harus kita lakukan?" tanya Adna, "Apakah kita harus tetap seperti
ini atau kita mengatakan semuanya?"
"Apakah tidak apa-apa bagimu?" selidik Pangeran Reinald.
Adna tampak ragu-ragu. "Saya tidak tahu, Pangeran. Tetapi kalau Anda
memerintahkan kita kembali ke posisi semula, saya akan menurut."
"Tidak, Adna," kata Pangeran Reinald, "Aku tahu hubunganmu dengan Joannie
semakin dekat. Aku tidak ingin merusaknya."
"Tetapi bagaimana dengan Kakyu?"
"Jangan mengkhawatirkan dia," kata Pangeran Reinald yang masih tidak mau
mengatakan Kakyu itu seorang gadis, "Ia juga telah menanyakan hal ini kepadaku.
Kurasa sampai kita akan kembali ke Chiatchamo, tidak akan terjadi apa-apa kalau
kita tetap seperti ini."
"Apakah kita akan menang, Pangeran?" tanya Adna cemas, "Selama ini pasukan
Pedang Bayangan Panji Sakti 9 Pendekar Naga Putih 28 Laba Laba Hitam Samurai Pengembara 1 2