Kisah Cinta 5
Kisah Cinta Karya Sherls Astrella Bagian 5
mereka. Ia tidak pernah menikmati menjadi tokoh utama topik pembicaraan! Ia
tidak peduli mereka menyebutkan anak haram. Ia tidak terlalu memikirkan
komentar mereka. Ia hanya membenci mereka yang suka menjelek-jelekkan
Duke Norbert dan ayahnya.
Entah mengapa ia tidak bisa lepas dari mereka. Tak peduli ke manapun ia
melangkah, omongan itu selalu mengekor. Tak peduli apapun statusnya, matamata itu terus memandangnya.Tidak ada pengecualian! Tua muda, pria wanita
semua suka membuatnya menjadi tokoh utama seperti yang telah mereka
lakukan selama seminggu terakhir ini.
Koran-koran telah mengupas habis sejarah hidupnya. Bagaimana ia bisa hadir di
dunia ini, budaya-budaya yang pernah ia lihat, bahasa-bahasa yang ia kuasai,
tempat-tempat yang pernah ia kunjungi. Tidak satupun yang mereka lewatkan.
Sering ketika membaca koran-koran itu, Sarita berpikir mengapa Duke Vinchard
tidak menutup mulut mereka seperti ia melenyapkan ibunya dari muka bumi.
Sebaliknya, Sarita menyadari, semakin mereka menguliti masa lalunya, semakin
tinggi kebanggaan Duke. Sekarang Sarita berdoa setelah hari ini ia dapat
melalui hari ini dengan tenang, jauh dari para pria yang mengincarnya.
Sarita terkejut menyadari apa yang tengah ia cari. Pada saat yang bersamaan
matanya menemukan apa yang dicarinya: Pangeran Halbert!
Apa gunanya ia mencari pemuda itu" Apa gunanya ia menemukan pemuda itu"
Apa ia ingin Halbert kembali melindunginya dari para pria yang tidak ia sukai"
Halbert tersenyum bahagia. Matanya bersinar-sinar pada para wanita yang
berebut menjadi pasangan dansanya. Sarita segera mengalihkan pandangan
mata pada Duke. Dibandingkan menemaninya, Halbert tentunya lebih tertarik
menemukan teman kencan. "Kau sangat cantik," Duke Vinchard mengulurkan tangan menyambut Sarita,
"Aku bangga padamu."
Sarita tersenyum. Ia meletakkan tangan di siku Duke dan membiarkan Duke
mengenalkannya kepada sahabat-sahabatnya.
"Ia benar-benar mirip Sharon," kata seorang di antara mereka.
"Ia benar-benar seorang gadis muda yang mengagumkan," kata yang lain.
"Kudengar kau pernah mengunjungi negara di sisi lain daratan ini. Apakah
engkau pernah ke negara timur tengah?"
"Umurmu masih kecil namun kau sudah mengunjungi banyak negara. Benarbenar mengagumkan."
"Kau tentu menguasai banyak bahasa."
"Kudengar engkau menjadi wali Duke of Cookelt. Luar biasa!"
Sarita hanya tersenyum mendengar komentar mereka yang tiada hentinya itu.
Komentar-komentar mereka bukanlah hal baru baginya. Mereka hanya
mengulang isi koran. Sarita ingin meninggalkan mereka. Namun sebagai tuan rumah, ia hanya dapat
berdoa mereka segera melepaskannya.
Setelah kerumunan sahabat-sahabatnya, Duke Vinchard membawa Sarita
kepada para bangsawan Helsnivia.
Walaupun ingin segera kabur, Sarita tetap bertahan. Tidak ada yang perlu
dikhawatirkannya selama Duke of Vinchard ada di sisinya.
"Nah, Sarita, sekarang temuilah para pemuda yang menarik perhatianmu."
Sarita terperanjat ketika Duke melepaskannya.
"Sarita, aku akan menjadi pasanganmu. Aku akan menjadi pasanganmu," Chris
dengan penuh semangat mengajukan diri.
"Kau tidak akan ke mana-mana, Anak Muda," Duke Vinchard menarik tangan
Chris, "Kau akan ikut aku."
"Lepaskan aku, tua bangka! Aku punya urusan penting."
Tanpa mendengarkan protes Chris, Duke menarik Chris.
Akhir-akhir ini Sarita sudah terbiasa melihat pemandangan ini. Pengawasan
Duke yang ketat inilah yang membuat Sarita merasa aman sekalipun mereka
berada di bawah satu atap.
Begitu Sarita membalikkan badan, segerombolan pria sudah berada semeter di
depannya. "Lady Sarita, senang berkenalan dengan Anda."
"Kenalkan saya adalah?"
"Apakah Anda bersedia bersedia menjadi pasangan dansa saya?"
"Bersediakah Anda berdansa bersama saya?"
Mereka berebutan memperkenalkan diri dan menjadi pasangan dansanya.
Sarita berharap ia dapat memahami perasaan Halbert dikerumuni wanita cantik.
Sayangnya, ia bukan Halbert. Ia tidak menikmati kerumunan ini. Tanpa
disadarinya, matanya melirik Halbert yang masih bercanda dengan wanitawanita cantik di sisinya.
Sarita terkejut menyadari ia masih mengharapkan perlindungan Halbert. Bodoh!
Ia benar-benar bodoh! Tidakkah ia melihat Halbert tampak begitu gembira
berada di antara wanita-wanita yang memujanya"
Seorang pria melintas kerumunan itu.
Sarita tersenyum gembira. Saat ini hanya sepupunya inilah yang bisa
menjauhkan pria-pria ini. "Maaf, saya sudah punya janji," Sarita menerobos
kerumunan itu. "Gunter!" panggil Sarita.
Gunter terkejut melihat Sarita mendekatinya. "Mengapa kau ada di sini?" Gunter
semakin terkejut ketika Sarita meraih tangannya dan menariknya menjauhi
keramaian. Akhirnya Gunter sadar mengapa Sarita mencarinya. Ia sudah mendengar desasdesus tentang Sarita. Ia sudah mengetahui ketidaksukaan gadis ini menjadi
pusat perhatian. Sayangnya, ke mana pun Sarita berada, ia akan selalu menjadi
pusat perhatian. "Duke tidak akan suka melihatku bersamamu."
"Saat ini Kakek lebih tertarik memperkenalkan teman-temannya pada Chris,"
Sarita terus membawa Gunter menjauh.
Gunter memalingkan kepala mencari Duke of Vinchard. Seperti yang dikatakan
Sarita, Duke tengah memperkenalkan sang Duke baru Cookelt kepada
bangsawan-bangsawan penting Helsnivia. "Sepertinya ia sudah menganggap
Chris sebagai putranya."
"Ya," Sarita membenarkan. "Kakek sangat menyayangi Chris. Aku bahagia Chris
dapat menemukan seseorang yang ia puja."
Gunter memperhatikan wajah tegang Sarita. "Ke mana kau akan membawaku?"
"Entahlah. Aku hanya ingin menjauhi tempat ini."
"Besok kau akan menjadi berita utama Helsnivia," Gunter bergurau, "Lady Sarita
Yvonne Lloyd, sang tuan rumah Quadville, meninggalkan tamu-tamunya."
"Aku tidak terlalu memusingkannya," Sarita mengaku.
Tentu saja Gunter tahu. Sarita tidak pernah memusingkan gosip-gosip
tentangnya. Sarita hanya tidak menyukai cara semua pria memperlakukannya.
Gunter tidak menyalahkan Sarita. Sejak umur enam tahun Sarita telah dicap
sebagai anak haram Duke of Cookelt. Sejak masih anak-anak, gadis cantik ini
telah dipandang sebagai wanita rendahan seperti ibunya. Bertahun-tahun para
pria memperlakukannya sebagai wanita murahan yang bersedia melakukan apa
saja demi uang dan kedudukan.
"Sarita," Gunter berhenti dan menatap lembut pada gadis muda itu, "Tidak
semua pria seburuk yang kau pikirkan."
"Aku mengerti hal itu, namun"," Sarita mendesah, "Tidak mudah membuat
hatiku menerimanya." Matanya menatap langit biru. "Sering aku berpikir
mengapa hati dan otak manusia tidak bisa berjalan beriringan."
"Kau hanya membuat semuanya menjadi rumit."
"Mungkin"," Sarita mengakui. "Tampaknya tidak mudah mencari seorang pria
seperti Papa." Gunter menyadari para pria di sekitar Sarita memperkuat pandangan gadis ini.
Almarhum Duke Norbert bukanlah seorang pria setia. Chris, yang masih muda
itu suka bermain wanita. Dan Halbert, sang Pangeran yang telah memberinya
perlindungan adalah seorang playboy kelas atas. Hanya Ithnan Elwood satusatunya pria setia yang Sarita kenal. Hanya Ithnan Elwood yang tetap mencintai
satu wanita sampai akhir hayatnya.
Gunter melihat puluhan pasang mata yang cemburu menatap tajam padanya.
"Ini bukan ide yang baik."
Sarita melihat Gunter dengan bingung.
"Aku khawatir aku tidak dapat menjaga nyawaku yang berharga ini bila aku
terus bersamamu." Gunter memutar badan Sarita.
"Apa maksudmu?" Sarita menoleh pada pria itu.
"Pangeranmu sudah datang menjemput," Gunter mendorong Sarita.
Sarita yang tidak siap langsung terhuyung.
"Sarita!" Halbert menangkap Sarita.
Sarita terperanjat. Dadanya berdebar keras. Ia masih kaget oleh tindakan tibatiba Gunter. Sedetik lalu ia merasa tubuhnya seperti ditarik bumi.
Halbert memelototi Gunter dengan tidak senang.
"Jaga dia baik-baik, Yang Mulia," Gunter tersenyum penuh arti. "Jangan biarkan
pria lain mendekatinya."
Halbert tidak menyukai pria ini. Ia tidak menyukainya ketika mereka bertemu di
pesta Viscount Padilla. Sekarang pun ia tidak menyukainya. Hanya karena ia
adalah penerus Duke Vinchard, ia pikir ia bisa menguasai Sarita. Hanya karena
Sarita memilihnya, ia pikir Sarita adalah miliknya.
Halbert tidak suka melihat Gunter mendekati Sarita! Ia tidak suka pria-pria yang
mendekati Sarita! Ia sudah serasa terbakar emosi melihat gerombolan pria yang
mendekati Sarita. Ia benar-benar kehilangan kendali ketika Gunter membawa
Sarita ke tempat sepi. Sejak Duke mengumumkan pesta ini, ia sudah memutuskan tidak akan
menyerahkan Sarita pada siapa pun. Ia tidak akan membiarkan pria lain menjadi
pasangan dansa Sarita. Dia adalah pasangan dansa pertama Sarita dan yang
terakhir! Sejak ia tiba, gerombolan wanita terus mengekor. Wanita-wanita yang
merepotkan itu telah menyulitkannya. Celoteh mereka yang tiada henti telah
membuat pria-pria lain mempunyai kesempatan untuk mendekati Sarita! Andai
bukan karena sopan santun, Halbert pasti telah meninggalkan mereka untuk
memastikan tidak seorang pria pun mendekati Sarita.
Gunter terus menjauh dengan senyum lebar di wajah tampannya.
"Kau baik-baik saja, Sarita?" Halbert bertanya cemas pada gadis di tangannya,
"Apakah kau terluka?" Ia tidak akan melepaskan Gunter kalau Sarita sampai
terluka. "Saya baik-baik saja," jawab Sarita sambil tersenyum manis, "Terima kasih,
Yang Mulia." Halbert dapat merasakan penolakan gadis itu. "Kau hanya punya satu pilihan
kalau kau ingin menjauhi mereka," Halbert memperingati. Hanya saat inilah ia
mensyukuri ketidaksukaan Sarita pada para bangsawan mata keranjang"
sepertinya. Sarita pun menyadari kebenaran dalam kata-kata itu. Lebih mudah menghadapi
satu penggoda wanita yang telah ia kenal daripada puluhan pria yang tidak ia
kenal. Halbert membuka sikunya untuk Sarita.
Sebuah bunga kebahagiaan bersemi dalam hati Sarita ketika ia meletakkan
tangan di siku Halbert. Wanita-wanita memasang mata iri pada Sarita. Halbert langsung mengabaikan
mereka ketika Sarita muncul. Halbert langsung meninggalkan mereka ketika
Sarita berjalan bersama seorang pria.
Tatapan mereka menyadarkan Sarita akan posisinya. Bunga kebahagiaan di
hatinya layu bersamanya. Ia hanyalah satu di antara wanita-wanita Halbert.
Ia tidak akan pernah menempati tempat spesial di hati Halbert. Ia tidak akan
menjadi wanita terpenting dalam hidup Halbert. Ia tidak akan pernah
mendapatkan hati Halbert.
Halbert adalah seorang petualang. Sama seperti ayahnya, Halbert tidak akan
pernah terpuaskan. Mereka adalah petualang sejati dan seorang petualang sejati
tidak pernah berhenti berpetualang.
Tidak hanya Sarita yang memperhatikan orang-orang di sekitar mereka. Halbert
juga tengah mengawasi mereka. Hanya saja ia bukan wanita-wanita cantik itu
yang ia perhatikan. Ia tengah menatap tajam pria-pria yang tidak melepaskan
mata dari Sarita. Ia mempunyai alasan yang sama dengan Sarita untuk tidak menyukai pesta
yang diadakan Duke of Vinchard ini. Halbert tidak suka Sarita menjadi pusat
perhatian. Ia tidak suka pria-pria lain memperhatikan Sarita!
Halbert membawa Sarita ke keramaian para tamu. Ia tidak akan
menyembunyikan Sarita ke tempat sepi. Ia akan menunjukkan pada setiap
orang milik siapakah Sarita. Halbert tidak akan membuang kesempatan untuk
melenyapkan kesempatan tiap pria.
"Sarita," seseorang memanggil, "Pada akhirnya engkau bersama Pangeran."
"Sudah kukatakan, Sarita pasti akan bersama Pangeran lagi," komentar Chris
tidak senang. Sarita terperanjat. Duke Vinchard mengharapkan ia bisa mengenal pria lain
namun ia terus menempel pada Pangeran, jenis pria yang tidak disukai Duke.
Sarita menarik tangannya dari apitan Halbert.
Sebagai gantinya, Halbert meletakkan tangan di pinggang Sarita dan
menariknya merapat. Seketika Sarita sadar ia telah membuat kesalahan.
"Selamat siang, Duke," sapa Halbert, "Saya berharap Anda tidak keberatan saya
menemani cucu Anda sepanjang hari ini."
Duke memperhatikan Halbert menarik Sarita merapat ke sisinya. Ia melihat
sinar mata Halbert yang mempertegas kepemilikannya atas Sarita.
Duke tersenyum dan berkata, "Tidak. Saya tidak keberatan. Sama sekali tidak"
Lalu ia berkata, "Tolong jaga Sarita, Yang Mulia."
Sarita terperanjat. "APA!?" protes Chris, "Bagaimana kau bisa menyerahkan Sarita pada pria mata
keranjang ini!" Dia hanya mempermainkan Sarita. Aku lebih pantas untuk
Sarita." Sarita juga sadar Halbert tidak serius. Ia yakin Duke Vinchard juga tahu. Pasti
karena Halbert adalah seorang Pangeran maka Duke tidak mencegah. Andai
Halbert hanya seorang bangsawan biasa, Duke pasti melakukan segala cara
untuk mencegah Halbert mendekatinya. Pasti!
"Ikut aku, Chris. Aku akan mengenalkanmu pada temanku." Duke mengabaikan
protes itu. "Tunggu! Apa kau tidak mendengarku, tua bangka!" Tunggu aku!" Chris
bergegas mengikuti Duke. Sarita tertawa geli melihat mereka. Akhir-akhir ini memperhatikan kedua pria itu
adalah hobinya. Entah mengapa setiap melihat mereka, sebuah kehangatan
muncul di dadanya. "Aku benar-benar tidak menduga mereka bisa cocok seperti ini," entah untuk
keberapa kalinya Sarita berkomentar.
"Benar," Halbert tidak suka mendengarnya. Ia tidak pernah suka ketika Sarita
membicarakan pria lain. Tangannya beralih mengambil tangan Sarita dan
menggenggamnya erat-erat.
Ketika melihat Halbert cemburu seperti ini, Sarita berharap kecemburuan itu
dikarenakan cinta. Sayangnya, ketika Halbert menariknya mendekat, Sarita
hanya merasakan harga diri.
Setiap pasang mata terus mengikuti Halbert yang membawa Sarita berkeliling
sambil menyatakan kepemilikkannya atas Sarita. Di antara mata-mata yang
penuh ingin tahu itu, hanya satu pasang mata yang dipenuhi amarah.
"Berani-beraninya anak itu mendekati Sarita di depan mataku!" Ratu Kathleen
tidak henti-hentinya menggerutu, "Lihat saja. Aku pasti akan memisahkan
mereka. Aku akan melakukan segala cara untuk mencegahnya mendekati
Sarita." Raja Marshall hanya mendesah. "Sikapmu akhir-akhir ini sudah melewati batas."
"Aku harus melakukan segala cara!" Ratu Kathleen bersikeras, "Aku tidak bisa
berdiam diri melihat anak itu menyentuh Sarita!"
"Halbert tidak akan senang."
"Aku tidak peduli! Selama ia menjauhi Sarita, aku tidak peduli."
"Sikapmu itu hanya membuat orang-orang salah sangka. Aku khawatir Sarita
sendiri berpikir kau membencinya."
"Omong kosong!" sergah Ratu, "Sarita pasti tahu aku tidak bisa membencinya."
Raja Marshall tidak berkomentar lebih jauh. Sejak Duke of Vinchard
mengumumkan pesta ini, ia sudah tahu putranya akan berbuat seperti ini dan
istrinya akan terus mengawasi mereka.
"Anak itu"," tangan Ratu terkepal, "Berani-beraninya dia memeluk Sarita seperti
itu. Marshall, cepat lakukan sesuatu!"
Raja Marshall melihat Halbert mengajak Sarita berdansa. Ia yakin saat ini tidak
ada yang dapat membuat Halbert menjauhi Sarita. Raja tidak pernah melihat
putranya seperti ini. Ia tidak pernah melihat Halbert begitu berlebihan dalam
memperlakukan pasangannya. Ia yakin Halbert tidak ingin membiarkan seorang
pun merebut Sarita darinya.
"Apa yang dilakukan anak itu!" Mengapa ia membiarkan Sarita seorang diri!"
Apa dia tidak takut orang lain mendekati Sarita!?"
Raja melihat Halbert meninggalkan Sarita yang duduk di pinggir kolam ikan.
"Aku tidak bisa membiarkan ini!" Ratu memutuskan.
"Kathleen!" Raja terlambat mencegah Ratu mendekati Sarita.
Kisah Cinta Karya Sherls Astrella di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Raja menyerah. Ia tidak tahu di mana istrinya menempatkan posisinya. Di suatu
saat Kathleen memisahkan Halbert dari Sarita dan di saat lain ia memerintahkan
Halbert menemani Sarita. Satu yang tidak diragukannya: cinta Kathleen pada
Sarita. "Ke mana anak bodoh itu pergi?"
Sarita terperanjat. Wajah Ratu menampakkan jelas perasaannya. Ia seperti siap melumat Sarita.
Sarita memaklumi wajah yang tidak sedap dipandang itu.
"Kau benar-benar mempesona," Ratu duduk di sisi Sarita. "Tidak heran setiap
pria di tempat ini tidak dapat melepas mata darimu. Bahkan Halbert pun tidak
sanggup meninggalkanmu."
"Maafkan saya, Yang Mulia," Sarita sama sekali lupa ketidaksukaan Ratu
Kathleen padanya, "Saya berjanji tidak akan mendekati Pangeran lagi."
"Khawatirnya engkau tidak dapat," Ratu Kathleen mendesah, "Kulihat dari waktu
ke waktu Halbert semakin tertarik padamu." Dan Ratu tertawa lepas. "Tak
diragukan lagi kau memang putri Sharon."
Sarita terperangah. Bermimpi pun ia tidak pernah menduga ia akan melihat Ratu
yang anggun ini akan tertawa lepas seperti ini. Tanpa ia sadari, ia
menggumam,"Saya pikir Anda membenci saya."
"Membencimu!?" Ratu Marshall terperanjat, "Bagaimana mungkin!" Engkau
adalah putri sahabat baikku!"
"Mama?" Sarita terperanjat, "Anda mengenal Mama."
"Tidak hanya mengenalnya. Ia sudah seperti saudara bagiku." Untuk pertama
kalinya, Ratu Marshall tersenyum lembut pada Sarita!
Sarita tidak pernah membayangkannya!
"Apakah tidak ada yang memberitahumu?" Ratu Marshall heran.
Sarita menggeleng. "Kukira engkau sudah tahu."
"Zielle tidak memberitahu saya."
"Ia pasti melewatkannya," komentar Ratu Sharon. "Namun"," Ratu geram,
"Ithnan tidak pernah mengungkit Sharon bisa dimengerti. Bahkan Norbert juga
tidak pernah memberitahumu tentang Sharon!?""
Sarita semakin heran. "Anda juga mengenal Norbert?"
"Bagaimana mungkin aku tidak mengenal orang yang telah memperkenalkan
Sharon pada cinta sejatinya?" tanya Ratu, "Pada pria yang telah menghancurkan
hidup Sharon." Dari suaranya, Sarita dapat menangkap kebencian Ratu pada Duke Norbert dan
ayahnya. "Apakah" Anda membenci Papa?" Sarita bertanya hati-hati.
"Ya," dengan mantap Ratu Kathleen menjawab, "Dia telah menghancurkan hidup
Sharon. Namun"," tangan Ratu merangkum wajah Sarita dan dengan matanya
yang lembut ia berkata, "Ia juga telah memberikan kebahagiaan pada Sharon.
Dan ia juga memberi Sharon putri yang sangat manis."
"Paduka Ratu?" "Selama bertahun-tahun ini kau pasti melalui masa yang sulit."
"Tidak, Yang Mulia. Papa telah menjaga saya dengan baik. Duke Norbert juga
menyayangi saya." "Aku telah mendengarnya. Namun aku sama sekali tidak pernah menduga anak
haram Duke of Cookelt yang terkenal itu adalah kau."
Rasa bersalah meliputi Sarita. "Duchess Belle tidak menyukai saya."
"Aku juga telah mendengarnya. Wanita itu yang pernah mengirim orang
membunuhmu itu pasti terbaring kaku di ranjang sekarang. Ia pasti tidak
pernah menyangka anak haram yang dibencinya adalah keturunan Duke of
Vinchard yang terhormat dan bukan putri kandung Norbert. Earl of Mongar juga
pasti kehabisan kata-kata."
"Yang Mulia"," bahkan koran-koran tidak mengetahui pembunuh kiriman
Duchess Belle juga tentang Earl of Mongar. "Mengapa Anda bisa mengetahui
banyak hal tentang saya?"
"Aku menyuruh Savanah melayanimu bukan hanya untuk mengawasimu namun
juga untuk mengenalmu lebih dalam."
Pantas saja Savanah suka mengorek masa lalunya. Pantas saja Savanah selalu
tertarik mendengar cerita masa lalunya.
Ratu tersenyum penuh kasih sayang. "Bila kau mempunyai kesulitan atau
membutuhkan seseorang untuk berbicara, kau bisa menemuiku."
Sarita menatap lekat-lekat Ratu.
"Kau tidak mempercayaiku juga tidak bisa disalahkan. Siapa suruh aku tidak
pernah menghiraukanmu."
"Ti-tidak. Saya" saya"," Ratu menggenggam tangan Sarita.
"Aku ingin kau tahu aku sudah mencintaimu sejak melihatmu. Engkau begitu
mirip dengan ibumu hingga aku sering salah mengenal. Berulang kali aku ingin
berbicara denganmu. Berulang kali aku ingin memelukmu." Dan Ratu melakukan
kata-katanya. Sarita terpaku. Sebuah perasaan yang tidak pernah ia rasakan menghangatkan
tubuhnya. "Engkau bisa menganggapku sebagai ibu bila kau mau." Lagi-lagi Ratu
memandangnya penuh kasih sayang.
"Ibu"," gumam Sarita. Inikah perasaan dipeluk seorang ibu"
"Nah, Sarita. Selamat menikmati pestamu." Ratu melepaskan Sarita dan
menjauhi gadis yang masih mematung itu.
"Apa yang dibicarakan Mama denganmu?"
Suara tegas itu membuat Sarita terperanjat.
"Apa yang dibicarakan Mama?" suara Halbert menuntut jawaban.
"Ti-tidak ada," jawab Sarita. Bagaimana mungkin ia akan memberitahu Halbert
isi pembicarannya dengan sang Ratu, "Beliau tidak membicarakan apapun
dengan saya." Halbert memperhatikan Sarita dengan tajam. Ia tidak percaya ibunya mendekati
Sarita hanya untuk berbasa-basi. "Katakan padaku kalau ia mengatakan sesuatu
yang membuatmu tidak senang," Halbert memutuskan untuk melepaskan Sarita
lalu ia menyodorkan gelas minuman, "Ini minumanmu."
"Terima kasih," tanpa ragu-ragu Sarita menghabiskan minumannya.
Halbert terperangah. "Pangeran," tanya Sarita kemudian, "Minuman apa ini" Minuman ini sangat
sedap." "Itu hanya anggur merah."
Sarita merasa tubuhnya panas seperti terbakar dan kepalanya pening.
Pandangan matanya mengabur dan ia merasa tenaganya hilang.
"Kau baik-baik saja?" Halbert mulai khawatir melihat Sarita. "Sarita," ia
mengulurkan tangan. Sarita jatuh ke tangan Halbert.
"SARITA!" Gelas di tangan Sarita jatuh dan hancur berkeping-keping.
Sarita merasakan mual di perutnya. Pening di kepalanya sama sekali tidak
membantunya merasa lebih baik.
Tiba-tiba seseorang menciumnya. Sebelum Sarita menyadari apa yang terjadi
sebuah cairan mengalir dari mulut pria itu ke dalam tenggorokannya.
"Minum!" perintah Halbert.
Sarita tidak menyukai rasa minuman itu.
"Habiskan!" sekarang Halbert menyodorkan gelas ke mulutnya.
Sarita menuruti perintah itu.
"Kau benar-benar merepotkan," Halbert memeluknya erat-erat. "Kau
membuatku kaget. Kupikir aku sudah meracunimu. Mengapa tidak kau katakan
kalau kau tidak bisa minum minuman keras!?"
Sepasang mata yang cemas itu membuat Sarita merasa bersalah.
"Berbaringlah. Kau membutuhkan istirahat," Halbert kembali membaringkan
Sarita di atas pahanya. Sarita melihat rimbunan hijau daun pohon. Matanya terpaku pada sinar matahari
yang berusaha menerobos ketebalan dedaunan.
Pikiran Sarita mulai berputar. Ia ingat ia duduk di pinggir kolam ikan. Kemudian
Ratu Kathleen mendekatinya dan Halbert memberinya minuman yang membuat
tubuhnya serasa terbakar. Sekarang" Sarita bingung mengapa ia bisa berada di
bawah pohon. Ia tidak ingat ada pohon di sekitar kolam ikan. Dan mengapa"
Sarita berdiri. "Apa yang kaulakukan!?" Halbert terperanjat. "Berbaringlah!" Halbert menahan
Sarita. Wajah Sarita merah padam. Mengapa ia bisa berbaring di atas rumput dengan
kepalanya di paha Pangeran Halbert!"
"Apa kau pusing lagi!?" Halbert menundukkan kepala menatap Sarita dengan
cemas. Tangannya memegang dahi Sarita. "Mana yang sakit?" ia memijit lembut
kening Sarita. "Apa kau sudah merasa lebih baik?"
"Saya tidak apa-apa," Sarita menepis tangan Halbert.
Mengapa gadis ini selalu begini" Mengapa gadis ini tidak pernah menerimanya"
Bahkan di saat ia ingin memperhatikannya"
Sarita memaksakan dirinya untuk duduk. Seketika ia sadar mereka masih
berada di halaman Quadville tempat pesta diselenggarakan.
"Kau sudah merasa lebih baik, Sarita?"
Duke of Vinchard mendekat dengan cemas.
"K-kakek!" Sarita terperanjat. Seketika ia sadar ia pasti telah membuat
keributan. "Maafkan aku, kakek. Aku pasti telah mempermalukan kakek."
Bahkan Zielle pasti memarahinya malam ini.
Duke Vinchard hanya tertawa. "Tidak ada yang perlu kau khawatirkan. Pangeran
telah mengatasinya dengan baik. Sebelum banyak orang mengetahui, ia telah
membawamu ke tempat yang sepi ini."
"Terima kasih, Pangeran," Sarita tersipu-sipu.
"Sekarang aku mengerti mengapa wajahmu selalu memerah tiap kali sesudah
kau menghabiskan makan malammu," gumam Duke Vinchard, "Aku akan
memerintahkan koki menyiapkan menu yang tidak mengandung anggur
untukmu." "Sarita, kau sudah sadar?" Chris gembira, "Zielle membuat minuman khusus
untukmu. Katanya kau akan merasa lebih baik setelah menghabiskannya." Chris
mengulurkan segelas minuman pada Sarita.
"Terima kasih," Sarita mengulurkan tangan.
Halbert mencengkeram tangan Sarita.
Sarita terperanjat. "Berikan padaku," Halbert merampas gelas itu dari tangan Chris.
Chris marah. "Ikut aku," Duke Vinchard menarik Chris sebelum pemuda itu melepaskan
amarahnya. "Aku harus segera menyuruh koki menyiapkan makanan khusus
untuk Sarita." Kali ini Sarita. cukup. wanita Halbert tidak sedang bermain wanita. Ia benar-benar jatuh cinta pada
Sikapnya yang penuh perlindungan itu sudah merupakan bukti yang
Duke Vinchard tidak pernah melihat sang Pangeran yang suka bermain
itu bisa menjadi seorang pencemburu seperti ini.
"Kau masih tidak percaya padaku, Kathleen?" tanya Raja. "Kali ini Halbert
serius. Ia tidak sedang bermain-main."
Ratu Kathleen kesal. Ia tidak punya pilihan lain selain mengakui kenyataan itu.
Ketika melihat kepanikan Halbert ketika Sarita tiba-tiba pingsan, ia sadar
putranya tidak panik karena ia adalah seorang Pangeran namun karena ia
mencemaskan Sarita. Sikapnya yang penuh perlindungan itu tidak pernah
diberikannya pada wanita kencannya yang lain. Yang terutama, ia tidak pernah
melihat Halbert, sang penggoda wanita, bisa menjadi seorang pencemburu.
Tidak sekalipun ia membayangkan Halbert bisa begitu murka hanya karena
seorang pria mendekati pasangannya. Ia tidak pernah mengharapkan Halbert
bisa memandang tiap pria dengan mata yang berkata, "Gadis ini adalah milikku.
Jangan berharap seorangpun dari kalian bisa mendekatinya!"
"Dia memang putri Sharon," Ratu Kathleen tersenyum bangga. "Tidak. Ia lebih
mengagumkan dari Sharon. Ia melampaui Sharon! Ia tidak hanya membuat para
pria patah hati tapi juga para wanita."
Ratu Kathleen tertawa bangga.
"Siapa sebenarnya anakmu?" Raja Marshall menyerah.
Chapter 19 "Sudah cukup, Halbert!" Ratu tidak dapat mengendalikan emosinya. "Kapan
engkau sadar kau adalah seorang Pangeran!?"
Halbert tidak menyalahkan ibunya. Kesalahan memang terletak padanya. Akhirakhir ini ia tidak pernah berkencan namun ia juga tidak melaksanakan tugasnya
dengan baik. Ia juga tidak bisa berkonsentrasi pada pelajaran khusus untuk
mempersiapkannya menjadi seorang Raja.
"Kapan kau akan bangun dari mimpi-mimpimu itu!?" bentak Ratu. "Kau sudah
bukan anak kecil lagi. Bagaimana kau akan memimpin kerajaan ini kalau kau
tidak segera sadar!?"
"Aku tahu, Mama. Aku tahu!" Halbert juga tidak menginginkannya namun ia
tidak bisa menghentikan kecemasannya.
Sejak pesta itu, undangan terus berdatangan di pintu Quadville. Sejak pesta itu,
nama Sarita tidak pernah berhenti disebut. Semenjak pesta itu, ia selalu muncul
di Quadville setiap ia mempunyai waktu luang. Semenjak pesta itu, ia selalu
menyempatkan diri untuk menemui Sarita. Namun itu tidak cukup!
Setiap kali Sarita tidak berada di sisinya, kecemasan selalu menghantuinya.
Setiap Sarita berada di luar jangkauannya, ia tidak dapat menghentikan
kerinduannya pada Sarita.
Halbert tidak akan pernah merasa tenang sebelum Sarita menjadi miliknya.
Halbert sadar penyebab kecemasannya ini adalah sikap gadis yang dicintainya
itu. Ia telah melakukan segala cara untuk membuat gadis itu menerimanya
namun gadis itu selalu membuat jarak dengannya ketika ia berpikir Sarita sudah
menerimanya. Ia semua keahliannya tidak berguna. Semua daya pikatnya tidak
dapat menarik perhatian Sarita.
"Kau memikirkan Sarita?" tanya Raja Marshall.
Halbert terperanjat. Bagaimana ayahnya bisa tahu"
"Kau benar-benar jatuh cinta pada Sarita," Ratu Kathleen tersenyum.
Dan ibunya!" Halbert membelalak.
"Sarita memang mengagumkan," Ratu Kathleen menambahkan. "Sejak awal aku
sudah tahu Sarita pasti dapat menghentikan kebiasaan burukmu ini. Sejak
melihat Sarita aku sudah tahu hanya putri Sharon yang bisa menangkap jiwa
petualangmu itu." "Mama"," Halbert kehilangan kata-katanya, "Mama sudah tahu semuanya dari
awal?" Ratu mengangguk bangga. "Mengapa Mama tidak memberitahuku?"
"Aku sudah memberimu petunjuk," ujar Ratu santai.
"Mengapa Mama membiarkanku pusing sampai gila!?" Halbert tidak dapat
menerima penjelasan itu. "Aku tidak mau kau melukai Sarita."
Halbert membelalak. "Sarita bukan mainanmu! Aku tidak mau kau bermain-main dengan Sarita. Ia
adalah putri sahabatku. Aku tidak mau kau melukainya."
Halbert tidak tahu harus bereaksi apa. Ibunya ternyata lebih memihak Sarita.
"Itu salahmu sendiri," Ratu membaca ekspresi Halbert. "Kau tidak pernah serius
berhubungan dengan wanita. Ini adalah petualangan, kau selalu berkata. Begitu
melihatnya, aku tahu Sarita adalah putri Sharon. Aku harus melindunginya. Aku
tidak bisa membiarkan seorang pun melukainya sekalipun itu adalah putraku
sendiri!" Tiba-tiba saja semuanya menjadi jelas. Ratu memerintah Savanah melayani
Sarita bukan untuk mengawasinya tapi menjaganya. Ratu memaksanya
menemui Duke of Vinchard karena ia ingin Halbert sadar siapa ibu Sarita. Ratu
terus memperingatinya untuk menjauhi Sarita bukan karena ia tidak menyukai
status Sarita namun karena Ratu tidak ingin ia melukai Sarita!
Halbert tertawa hambar. Ibunya ternyata sama sekali tidak mempercayainya!
Selama ini ia selalu mempermainkan wanita dan sekarang ia dipermainkan oleh
ibunya sendiri. Halbert merasa sudah benar-benar gila.
"Begitu melihat Sarita, semua orang pasti tahu siapa ibunya," kata Raja Marshall
pula, "Sarita sangat mirip dengan Sharon. Ia lebih cantik. Lebih rapuh dari
Sharon." "Benar," Ratu sependapat. "Tak heran ia memang putri wanita tercantik di
Helsnivia." "Sejak melihatnya aku sudah tahu ia akan berhenti menjadi bahan
pembicaraan." Dan juga ayahnya!" Halbert membelalak lebar. Ia tidak percaya mereka
melakukan ini padanya hingga membuatnya berpikir orang yang ia hormati
tengah bermain mata dengan Sarita!
"Kau tidak perlu mencemaskan Sarita," ujar Ratu, "Ia tidak akan mengalami
bahaya apapun seperti yang ia alami di Trottanilla."
Kisah Cinta Karya Sherls Astrella di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Bukan itu yang aku cemaskan!?"
"Lalu apa?" tanya Raja tidak mengerti.
"Aku takut Sarita jatuh cinta pada pria lain!" Halbert mengakui.
Ratu Kathleen tersenyum penuh arti. "Tidak ada yang perlu kaucemaskan. Sarita
tidak akan jatuh cinta pada pria lain."
"Bagaimana aku tidak cemas!?" tanya Halbert dengan nada tinggi, "Dua bulan
lamanya ia tinggal bersamaku dan selama itu ia tidak pernah tertarik padaku.
Sedikit pun tidak pernah! Sekarang setiap saat segerombolan pria mengantri di
depan pintu kamarnya. Bagaimana aku tidak cemas?"
"Kau tidak bisa mencegahnya. Ia adalah gadis tercantik di Helsnivia bahkan
mungkiin di dunia," Ratu Kathleen menjawab dengan bangga seolah-olah Sarita
adalah putri kandungnya, "Walaupun ia lahir di luar nikah, ia tetap keturunan
keluarga terhormat. Bangsawan-bangsawan dari luar pun berdatangan untuk
melamarnya. Kudengar beberapa Pangeran negeri lain juga berencana
mengundangnya ke kerajaan mereka."
Halbert juga menyadari ke manapun Sarita pergi, ia akan menjadi pusat
perhatian. "Itulah yang membuatku kian tidak bisa tenang!" ujar Halbert gusar, "Di antara
mereka pasti ada yang menarik perhatian Sarita. Dalam hitungan hari pasti akan
muncul pria yang mendapatkan hati Sarita."
"Mengapa kau tidak ikut mengantri daripada bercemas ria di sini?" tanya Raja
Marshall. "MUSTAHIL!" "Mengapa?" tanya Ratu Kathleen.
Halbert tidak dapat menjawab.
"Hanya dirimulah yang menghalangimu," kata Raja Marshall.
"Omong kosong!" sergah Halbert tidak senang. "Mustahil adalah mustahil!
Bagaimanapun kau memaksanya mustahil tetaplah mustahil."
"Mengapa?" Ratu memaksa.
"Karena Sarita lebih suka menjauhiku daripada menemaniku!" Mengapa rahasia
umum seperti ini pun mereka tidak tahu"
"Benar. Karena kau hanya tahu bermain wanita," hina Ratu Marshall.
"Aku tidak sedang bermain-main!" Halbert marah, "Aku serius. Aku
mencintainya!" "Kalau kau mencintainya, lakukan sesuatu yang nyata!" sahut Ratu, "Kalau
Sarita bukan mainanmu, perlakukan dia dengan serius!"
"Aku serius! Aku selalu serius terhadapnya!"
"Aku tidak melihatnya," Raja menyela.
Halbert melihat ayahnya. "Kulihat caramu memperlakukan Sarita sama dengan caramu memperlakukan
wanita-wanitamu yang lain," komentar Ratu.
"Sarita bukan wanita yang akan menjadi pasanganmu hari ini dan akan kau
buang ketika kau bosan. Bukankah begitu, Halbert?" tanya Raja serius.
"Tentu saja. Aku mencintainya hingga aku hampir gila memikirkannya."
"Apa yang kauinginkan dari Sarita?" tanya Ratu lembut.
Apa yang ia inginkan dari Sarita" Tentu saja ia ingin Sarita mencintainya. Ia
ingin Sarita hanya memikirkan dirinya. Ia ingin Sarita selalu berada di sisinya. Ia
ingin Sarita menjadi miliknya seutuhnya, jiwa dan raganya. Ia ingin Sarita
tergila-gila padanya. "Apa kau tahu apa yang diinginkan Sarita?" tanya Ratu pula.
Apa yang diinginkan Sarita" Jawaban pertanyaan itu sudah jelas. Tanpa berpikir
pun Halbert dapat menjawab, Sarita ingin menjauhinya!
"Apa kau yakin?" Ratu membaca pikiran Halbert.
"Ia tidak mencintaiku, Mama. Ia pernah berkata aku bukan tipe pria yang akan
dicintainya?" "Mengapa?" tanya Ratu lebih lanjut.
"Karena aku adalah seorang playboy," Halbert mengakui dengan muram, "Aku
tidak pernah serius mencintai seorang wanita."
"Apakah sekarang kau juga demikian?"
"Aku?" Halbert tidak tahu. Ia telah mempergunakan semua keahliannya tapi
tidak ada yang berhasil. Ia telah memperlakukan Sarita dengan berbagai macam
perlakuan yang ia ketahui namun itu juga tidak berguna. Halbert hanya tahu ia
membutuhkan sesuatu yang lebih dari semua yang ia miliki saat ini. Ia
membutuhkan sesuatu yang lebih dahsyat untuk mendapatkan cinta Sarita.
"Aku telah memanfaatkan semua yang aku ketahui," Halbert mengakui.
"Sarita tidak pernah menganggapmu serius karena itulah," Raja menegaskan,
"Kalau kau memang mencintai Sarita, berhentilah memperlakukannya seperti
wanita-wanita yang lain."
Ratu menambahkan, "Kau memang pandai menghadapi wanita namun kau
benar-benar tolol dalam memperlakukan cinta sejatimu."
Mereka benar. Ia hanya tahu memperlakukan wanita namun ia tidak tahu
bagaimana mencintai seorang wanita.
"Kau sudah berubah, Halbert," Ratu Kathleen tersenyum penuh arti.
"Aku takut. Aku benar-benar takut, Mama," Halbert mengakui, "Kau tidak punya
ide bagaimana Sarita merubahku."
Ratu Kathleen tersenyum. "Dengar, anakku. Tidak sulit menaklukkan Sarita."
Halbert tidak punya ide apa yang dibicarakan ibunya.
"Sarita benar-benar mirip Sharon. Apa yang harus kaulakukan hanyalah menjadi
dirimu sendiri. Kau sudah mempunyai sesuatu yang menarik Sarita."
"Mama?" "Ya, Halbert. Yang perlu kaulakukan hanyalah menjadi dirimu sendiri. Semakin
kau berusaha, semakin kacau hasilnya. Jadilah dirimu sendiri dan semuanya
akan berlangsung dengan sendirinya."
"Mengapa Mama melakukan ini" Bukankah Mama tidak menyukai Sarita?"
"Aku?" tanya Ratu heran, "Bagaimana mungkin aku membenci putri sahabat
baikku?" "Mama membenci Sarita. Mama tidak pernah menyapa Sarita."
"Aku hanya tidak suka kenyataan ia adalah putri pria yang telah merebut Sharon
dariku. Tapi, karena Duke of Vinchard sudah mengakui Sarita, aku tidak punya
alasan lagi untuk membenci Ithnan, bukan?"
Halbert benar-benar kehilangan kata-katanya.
"Ini bukan ide yang buruk untuk menjadi satu keluarga dengan Sarita. Tidakkah
engkau berpendapat demikian, Marshall?" Ratu bertanya pada suaminya, "Ia
adalah sahabat terbaik yang pernah kumiliki."
"Mengatakannya memang mudah," komentar Halbert sinis.
Ratu tertawa. "Jangan khawatir. Aku percaya kau pasti berhasil. Aku yakin
Sharon juga merestuimu."
Andai saja hal itu dapat dipercayai, Halbert tidak akan gundah seperti ini.
Sekarang Sarita sudah berada di luar jangkauannya. Setiap hari Duke of
Vinchard memperkenalkannya pada setiap orang di Helsnivia.
Sudah bukan rahasia lagi Duke membanggakan cucu satu-satunya itu.
Semua ini membuat posisi Halbert semakin sulit. Ia tidak punya alasan untuk
setiap saat berada di sisi Sarita sementara setiap saat mungkin muncul seorang
pria yang akan merebut hati Sarita.
Sekarang Halbert benar-benar berharap ia bisa membalik waktu dan mencegah
pertemuan Duke of Vinchard dengan Sarita. Namun itu akan terlalu kejam untuk
Sarita, bukan" Sekarang Halbert hanya dapat berharap reaksi Sarita pada ciumannya bukan
palsu. "Aku bersumpah aku tidak akan membiarkan diriku jatuh cinta untuk kedua
kalinya. Ini semua sudah membuatku lebih dari tersiksa. Aku merasa setiap saat
aku akan mati." "Kau terdengar tragis," komentar Ratu.
"Aku benar-benar berharap dulu aku memenuhi keinginan Duke of Cookelt.
Setidaknya sekarang aku yakin tidak akan ada yang berani mengusik Sarita."
"Kalau kau demikian cemasnya, mengapa kau tidak langsung melamar Sarita?"
tanya Raja, "Tidak ada larangan yang menyebut kau tidak boleh melamar
Sarita." "Melamar Sarita?" Halbert mengulangi usul itu.
"Kau tidak pernah memikirkannya, bukan?" tebak Ratu.
Terbersit dalam benaknya pun tidak pernah.
"Kau pasti tidak pernah menyatakan cintamu pada Sarita," Ratu menebak lagi.
"Apakah itu penting?" Halbert bertanya polos. "Aku sudah menunjukkannya
dalam sikapku." "Halbert... Halbert...," desah Ratu putus asa, "Sikap yang menurutmu
membuktikan cintamu pada Sarita itu hanyalah omong kosong!" Suara Ratu kian
meninggi, "Apa yang perlihatkan itu hanyalah keinginan untuk memiliki,
keinginan untuk menguasai Sarita!"
Halbert termenung. Ia hanya ingin Sarita selalu berada di sisinya. Apakah itu
salah" Ia hanya tidak ingin pria lain mendekati Sarita. Apakah itu tidak boleh"
"Mencintai seseorang tidak selalu berarti harus memilikinya," Raja memberitahu
dengan sabar, "Ada kalanya cinta harus mengalah. Yang terutama adalah
bagaimana kau membahagiakan cintamu."
Membahagiakan Sarita" Halbert termenung. Selama ini ia hanya ingin
memuaskan dirinya sendiri. Dari dulu hingga kini hal itu tidak berubah. Ia
bermain-main dengan wanita hanya untuk kesenangannya sendiri. Ia
menginginkan Sarita juga karena ia tidak ingin terus bergelut dengan perasaan
yang menyiksa ini. Apakah itu yang dimaksudkan orang tuanya" Apakah ini
yang membuat Sarita tidak pernah menganggapnya serius"
Ia hanya tahu Sarita tidak mencintainya tapi ia tidak pernah tahu bagaimana
perasaan gadis itu padanya. Ia tahu Sarita ingin menjauhinya tapi ia tidak tahu
mengapa Sarita juga sering memberinya kesempatan.
"Kau tidak perlu aku memberikan pelajaran khusus, bukan?" Ratu memotong
lamunan Halbert. Halbert terperanjat. "T-tidak, Mama. Tidak perlu. Aku tahu apa yang harus
kulakukan." "Lalu apalagi yang kau tunggu!?" bentak Ratu marah, "Cepat ke Quadville!
Jangan pulang sebelum kau membawa pulang Sarita!"
Halbert serta merta melesat.
Raja Marshall tersenyum. Karena Kathleen mencintai keduanya, ia bersikap
keras pada Halbert. -----0----- Sarita menutup koran. "Anda baik-baik saja, Tuan Puteri?" tanya Zielle cemas, "Anda terlihat pucat."
"Aku baik-baik saja," jawab Sarita.
Zielle tidak akan pernah mengerti kegalauan hatinya ini.
"Lagi-lagi Anda dan Pangeran Halbert menjadi berita utama," Zielle melihat
halaman terdepan koran yang baru diletakkan Sarita di meja, "Anda berdua
memang serasi." Zielle mengambil koran itu dan membacanya dengan gembira.
Sarita ingin menyahut, "Sedikitpun tidak," namun ia tetap menutup mulut. Zielle
tidak akan senang mendengar bantahannya ini. Zielle tidak akan pernah
memahami kegalauannya. Ia mencintai Halbert. Sarita tidak meragukannya lagi. Semakin ia menyangkal,
semakin besar perasaan itu. Namun ia bukanlah pasangan yang cocok untuk
Halbert. Ia bukan keturunan keluarga bangsawan terhormat. Darah biru yang
mengalir dalam tubuhnya hanya setengah. Bagaimana ia bisa menyetarakan
dirinya dengan sang Pangeran yang terhormat"
"Saya dapat melihatnya," Zielle menegaskan dengan mantap, "Pangeran sangat
mencintai Anda. Pangeran selalu cemburu pada setiap pria yang mendekati
Anda." Itu bukan cinta. Sarita menyangkal. Halbert tidak pernah mencintainya. Halbert
hanya ingin menemukan petualangan baru darinya.
Zielle tertawa. "Anda telah membuat banyak wanita patah hati."
Tidak! Besok mereka pasti tertawa puas. Ketertarikan Halbert padanya hanyalah
sesaat. Bagaimanapun juga ia adalah petualang seperti ayahnya.
"Sarita juga akan membuat banyak pria patah hati bila ia tidak segera
menjawab undangan-undangan ini," Duke Ephraim muncul membawa sekotak
penuh surat undangan yang ditujukan padanya.
Sarita sama sekali tidak memiliki keinginan untuk muncul lagi di muka umum.
Duke meletakkan kotak itu di depan Sarita.
Sarita hanya memandang tidak tertarik pada surat-surat di dalam kotak itu.
"Kalau kau tidak segera menjawab undangan mereka, besok aku akan menjadi
berita utama," gurau Duke, "Semua orang akan mengatakan aku melarangmu
muncul." "Itu tidak akan terjadi," sela Chris, "Semua orang tahu Halbert yang
pencemburu itu tidak suka Sarita didekati pria manapun."
Bukan itu alasannya tidak ingin muncul. Ia hanya tidak menyukai pria-pria yang
selalu mendekatinya hanya untuk satu tujuan, dirinya! Andai ia mempunyai
perisai yang dapat menangkal mereka, ia mungkin akan memikirkan ulang
undangan mereka. Sayangnya, ia tidak punya. Ia juga tidak dapat terus
menggunakan Halbert sebagai perisainya. Halbert tidak dapat dipastikan hadir
dalam pesta-pesta tersebut. Halbert bukan kekasihnya, dan Halbert tidak
mencintainya. Ia juga tidak mungkin membawa pria lain dalam undangan
kencan mereka, bukan"
"Aku tidak membutuhkan mereka. Aku hanya menginginkan kakek seorang."
Sarita memandang kakeknya dengan sedih, "Apakah kakek tidak suka?"
Duke Vinchard tertawa. "Kau memang tahu bagaimana menyenangkan hatiku.
Persis seperti Sharon."
Tapi Chris lebih memahami Sarita. "Kalau kau mau, aku bisa menemanimu," ia
menawarkan diri. "Daripada menemani Sarita, kau masih punya tempat yang harus kaudatangi,"
sahut Duke Vinchard, "Jangan lupa besok kau akan pulang ke Cookelt
bersamaku!" "Kalian akan ke Cookelt?" Sarita terperanjat, "Kapan kalian memutuskannya"
Mengapa kalian tidak memberitahuku?"
"Aku memutuskannya kemarin," Duke Vinchard menjawab, "Chris tidak bisa
terus menerus di sini. Sewaktu-waktu ia juga perlu pulang melihat keadaan
Cookelt." "Aku ikut!" Sarita memutuskan.
Mereka terkejut. "Aku perlu menemui Graham," Sarita menjelaskan, "Graham mengabarkan
padaku keadaan Duchess tidak baik. Ia terlilit hutang besar."
"Itu salahnya sendiri," komentar Chris. "Siapa suruh dia mengincar hartaku."
"Harta keluarga Riddick masih belum menjadi milikmu sepenuhnya," Duke
Vinchard mengingatkan, "Kau masih harus menunggu beberapa tahun lagi."
Chris mendengus kesal. "Kapan kalian akan berangkat?" Sarita memotong pembicaraan mereka, "Aku
akan membuat janji dengan Graham. Aku juga perlu mendatangi beberapa
tempat. "Yang Mulia, Anda berkata akan mendidik Tuan Muda Chris menjadi penerus
Duke Norbert, tapi mengapa Tuan Puteri tetap mengurus Cookelt?" Zielle
memprotes. Pada awalnya Duke Vinchard mengawasi Chris melakukan pekerjaan Sarita
namun sekarang tidak lagi. Sarita mempercayai kakeknya namun rasa tanggung
jawab membuatnya tidak bisa menandatangani apa pun tanpa memahami duduk
persoalan. Sekarang Sarita akan mempelajari persoalan-persoalan yang dikirim
Graham lalu Duke Vinchard akan membimbing Chris membuat keputusan dan
Sarita akan melakukan pekerjaan selanjutnya. Memang lebih rumit tapi Chris
tahu apa yang tengah terjadi di wilayahnya sambil belajar mengambil langkah
bijaksana. "Aku adalah wali Chris, Zielle," entah berapa kali Sarita menjelaskan hal ini,
"Tidak ada hal tentang Cookelt yang tidak kuketahui sebelum Chris
mengetahuinya. Walaupun kakek telah bersedia mendidik Chris, kakek tetap
tidak mempunyai kekuasaan untuk membuat keputusan apapun."
"Yang Mulia!" Zielle memprotes keras, "Tidak bisakah Anda melakukan sesuatu!"
Apa Anda ingin Tuan Puteri menghabiskan waktunya di belakang meja terus
menerus!?" "Aku juga tidak dapat berbuat apa-apa, Zielle," Duke Vinchard menyerah, "Kalau
Chris bisa sadar, Sarita tidak perlu duduk di sini."
"Tuan Muda Chris!" Zielle mengalihkan sasaran ketidakpuasannya. "Ini semua
gara-gara Anda. Mengapa Anda terus bermain!?"
"Apa salahku?" gerutu Chris, "Yang memutuskan ini bukan aku tapi Papa."
"Anda tidak punya waktu lagi untuk bermain!" Zielle menjewer telinga Chris.
"Cepat, Yang Mulia Duke! Kita tidak punya waktu bercanda di sini!" Ia menarik
Chris pergi. "Lepaskan aku!" Chris memberontak, "Lepaskan tangan kotormu, Zielle!"
"Chris sudah ada kemajuan," Sarita tersenyum.
Chris yang dulu pasti akan memaki Zielle dengan segala kata yang tidak dapat
dibayangkan Sarita. Walaupun Chris tidak sepenuhnya menjadi seorang pemuda
yang sopan, ia sudah mengalami banyak kemajuan. Zielle adalah orang yang
Kisah Cinta Karya Sherls Astrella di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
paling berjasa dalam hal ini.
Wanita tua itu telah menjadi pelayan di sini semenjak muda. Walaupun telah
berkeluarga dan mempunyai cucu, ia masih mencintai Quadville. Ketegasannya
pada tata krama membuatnya tidak gentar pada Chris bahkan kepada Duke of
Vinchard, majikannya. Bila Zielle melihat suatu kesalahan, maka ia tidak akan
ragu melakukan hukumannya tanpa pandang bulu.
"Semua ini berkat Zielle."
"Untung di sini masih ada Zielle," Duke sependapat, "Aku selalu khawatir aku
terlalu keras terhadap Chris namun Zielle lebih ketat terhadap Chris."
"Aku lihat Chris menyukai cara kalian. Akhir-akhir ini aku selalu berpikir
mungkinkah Chris mencari keluarga seperti kalian. Kalian memang keras dan
ketat dalam mendidik Chris namun bagi Chris itu adalah bukti kalian
memperhatikannya." "Anak itu kurang kasih sayang."
"Benar," Sarita mengakui, "Duke Norbert maupun Duchess Belle selalu
menyibukkan diri dengan urusan mereka. Dorothy juga tidak tertarik menjadi
pengasuh adiknya." "Zielle benar." Duke menatap Sarita lekat-lekat, "Kau terlalu mempedulikan
orang lain." "Apakah itu tidak boleh?"
"Aku tidak mengatakan itu salah. Aku hanya mengingatkanmu untuk mengambil
batas." "Maksud kakek?"
"Yang Mulia!" Zielle menampakkan kepala di pintu dengan wajah tidak senang,
"Apa yang Anda lakukan!" Kita tidak punya waktu untuk bersantai-santai!"
"Baik. Aku akan segera ke sana," sahut Duke. Lalu ia berkata pada Sarita sambil
tersenyum, "Aku harus pergi, Sarita. Kau tahu Zielle."
Sarita hanya termenung melihat kepergian kakeknya. Sekarang tinggallah ia
seorang diri menghadapi tumpukan pekerjaan yang belum diselesaikannya.
Sebelum ia menyentuh tumpukan itu, ia harus segera mengirim surat kepada
Graham untuk mengabarkan kedatangannya. Ia tidak ingin menganggu waktu
kerja Graham seperti yang pernah dilakukannya.
Tengah ia menulis surat, seseorang memasuki ruangan.
"Apa kalian memerlukan sesuatu?" Sarita menengadahkan kepala.
Halbert memasuki ruangan dengan aura wibawanya.
Sarita terperanjat. "Selamat siang, Pangeran. Apakah ada yang bisa saya
bantu?" ia bertanya sopan.
"Satu hal yang pasti, kau tidak bisa menyisihkan waktu untukku," Halbert
melihat tumpukan kertas di depan Sarita. "Mengapa kau masih harus mengurusi
Cookelt?" tanyanya kemudian, "Katamu Duke Vinchard akan membimbing Chris
melakukan tugas-tugasnya."
"Saya tetap wali Chris. Selain itu, saya tidak terbiasa menjadi pengangguran."
"Aku sudah mengatakan kau bisa memanggilku kalau kau kesepian."
"Saya tidak bisa. Anda adalah seorang Pangeran."
Halbert berjalan ke sisi Sarita. "Sarita," ia menggenggam tangan Sarita.
Sarita terpesona. Sepasang mata lembut yang tidak pernah dilihatnya itu,
mengunci pandangannya hanya ke wajah tampan yang ia rindukan.
Cinta benar-benar menakjubkan. Semenjak orang tuanya memberinya ide untuk
melamar Sarita, pikiran Halbert dipenuhi oleh hari-hari bersama Sarita.
Beberapa saat lalu ketika melihat Sarita mengerjakan tugasnya sebagai wali
Duke Cookelt, hatinya dipenuhi suatu perasaan hangat yang tidak dapat ia
utarakan. Melihat gadis ini, Halbert dapat membayangkan hari-hari mendatang
bersama Sarita di sisinya, bersama Sarita yang dengan bijaksana membantunya
mengerjakan tugasnya sebagai seorang Raja, bersama Sarita yang dengan cinta
kasihnya merawat anak-anak mereka.
Anak-anak, Halbert terkesiap. Bayangan Sarita menggendong putra-putri
mereka membuat Halbert semakin terbang tinggi.
Sarita terperangah melihat senyum bahagia Halbert.
"Oh, Tuhan," Halbert menarik Sarita ke dalam pelukannya. Ia tidak pernah
merasakan perasaan seperti ini pada wanita manapun. Ia tidak pernah merasa
begitu bahagia hanya karena memandang seorang wanita. Ia tidak pernah
disesaki kebahagiaan seperti ini. Cinta memang menakjubkan.
Halbert membelai Sarita dan merapatkan Sarita ke pelukannya sehingga tidak
ada celah di antara mereka.
Sarita hanya terpaku. Halbert tidak pernah memperlakukannya seperti ini.
Halbert sering memeluknya tapi baru kali ini Sarita merasakan kebutuhan
Halbert. Bukan nafsu tetapi sesuatu yang lebih menggetarkan. Dari setiap
sentuhan Halbert, Sarita dapat merasakan sesuatu yang membuat tubuhnya
lebih bergetar dari saat Halbert menciumnya.
"Sarita," bisik Halbert, "Menikahlah denganku, Sarita. Menikahlah denganku."
Mata Sarita membelalak lebar.
"Menikahlah denganku," Halbert menatap Sarita dengan serius.
Sekarang Sarita yakin ia tidak sedang berkhayal.
"Menikahlah denganku, Sarita," Halbert mengulangi untuk keempat kalinya,
"Aku tidak bisa hidup tanpamu. Aku membutuhkanmu. Aku tidak dapat hidup
tanpamu." Tidak! Itu tidak mungkin! Halbert tidak mungkin melamarnya!
"Jangan bergurau, Pangeran."
"Aku tidak bergurau, Sarita," Halbert menegaskan. "Aku takut. Aku tidak pernah
merasakan perasaan seperti ini terhadap wanita mana pun. Aku tidak pernah
begitu takut kehilangan seorang wanita."
Pada akhirnya semua ini hanya karena satu kata, petualangan.
"Aku mencintaimu."
Sarita menggeleng sedih. Bahkan di saat-saat seperti inipun Halbert tahu
bagaimana merayu wanita. Sarita sadar Halbert tidak akan pernah berhenti
sebelum ia mendapatkan kepuasan itu. Sarita juga tahu ia tidak bisa terus
membiarkan Pangeran seperti ini.
"Aku serius, Sarita. Aku benar-benar mencintaimu. Aku tidak pernah merasakan
perasaan ini pada setiap wanita mana pun. Aku tidak pernah gila hanya karena
memikirkan seorang wanita."
"Cukup, Pangeran," Sarita menjauhkan diri dan dengan tegas berkata, "Anda
boleh bercanda apapun tetapi tidak dalam hal satu ini. Anda tidak mungkin
mencintai saya." "Aku tidak sedang bergurau, Sarita," Halbert menegaskan untuk sekian kalinya,
"Aku bersungguh-sungguh. Setiap kata-kataku adalah kenyataan."
"Tidak," Sarita menggeleng, "Saya tahu Anda tidak bersungguh-sungguh."
"Percayalah padaku," desak Halbert.
"Saya percaya Anda sedang bercanda."
Halbert merasa ia mulai kehilangan kesabarannya.
"Gurauan ini tidak menyenangkan, Pangeran," Sarita memberitahu, "Saya tidak
menyukainya." "Kau pikir aku bisa bercanda untuk hal seserius ini!?"
"Siapa tahu, Pangeran," jawab Sarita tenang, "Besok atau lusa Anda akan
bertemu wanita yang jauh lebih cantik dan menarik dari saya. Saat itu Anda
pasti akan berpaling."
Halbert geram hingga tidak bisa berkata apa-apa. Gadis ini adalah satu-satunya
orang yang memahami petualangannya. Sialnya, ia terlalu mengerti tentang
jiwa petualangannya! "Anda sendiri pernah berkata saya bukanlah tipe wanita yang bisa membuat
Anda ingin menikah."
"Aku memang pernah mengatakannya tetapi itu adalah dulu," Halbert membela
diri. "Anda juga tahu, Pangeran. Kita tidak boleh menikah."
"Katakan alasanmu," Halbert memerintah.
"Anda adalah keturunan keluarga terhormat sedangkan saya hanyalah putri
seorang petualang," dan sebelum Halbert menyahut, Sarita menambahkan,
"Saya tidak pernah menerima pendidikan layak seperti Anda. Darah biru yang
mengalir dalam tubuh saya juga hanya setengah. Rakyat Helsnivia tidak akan
dapat menerima saya."
"Omong kosong! Aku tahu tidak ada wanita yang lebih pantas dari kau."
"Tidak, Pangeran," Sarita menggeleng, "Ini semua hanyalah khayalan Anda.
Percayalah besok Anda akan menyesali hari ini."
"Apa kau serius?" Halbert tidak melepaskan mata dari Sarita.
Sarita mengangguk mantap.
Halbert marah. Sekalipun ia telah melakukan suatu tindakan yang serius,
memohon seperti yang tidak pernah dilakukannya terhadap wanita manapun,
gadis ini tetap tidak mempercayainya! "Apa kau lebih tertarik menikah dengan
Marcia, pemuda kotor itu!?"
"Mengapa tidak?" Sarita menjawab jujur, "Ia jujur dan setia. Walau ia tidak
kaya, ia mempunyai cinta yang tulus pada saya."
Bertambahlah sudah dosa Halbert.
Selama ini ia terus bermain-main dengan cinta sehingga ketika ia benar-benar
jatuh cinta, masa lalu tidak bisa lepas darinya. Kenyataan itu menyapu bersih
amarah Halbert dan menambah gumpalan putus asa dalam dirinya.
"Kau memang keras kepala, bukan?"
Sarita tidak menanggapi. "Tidak ada yang bisa merubah keputusanmu, bukan!?"
"Percayalah Anda akan menyesali keputusan Anda ini."
"Baik!" tegas Halbert, "Lakukan apa yang kausuka!"
Sarita memperhatikan pintu yang dibanting Halbert keras-keras. Ia yakin ia
sudah membuat keputusan yang benar untuk itu ia tidak akan mengeluarkan air
mata. Namun wajahnya telah basah sebelum ia mampu menegaskan hal itu
pada dirinya sendiri. Andaikan Halbert tahu betapa ia mengharapkan kesungguhan kata seorang
petualang cinta. Chapter 20 Sarita memandang keluar kereta dengan pandangan menerawang.
Walaupun Sarita memutuskan kepergiannya secara mendadak, waktu itu sudah
lebih dari cukup bagi Zielle untuk mempersiapkan semuanya. Kepergian yang
rencananya hanya terdiri dari Duke of Vinchard, Duke of Cookelt dan sang Lady
Sarita Yvonne Elwood, sekarang menjadi sebuah rombongan kecil.
Sarita duduk di dalam kereta terdepan bersama kedua Duke. Di belakang
mereka mengekor kereta berisi pelayan-pelayan yang menyertai kepergian
mereka termasuk Zielle. Dan di urutan paling belakang, kereta barang mereka
atau tepatnya barang-barang Sarita.
Sarita tidak mengerti mengapa ia harus membawa berkoper-koper pakaian dan
perhiasan ke Trottanilla. Ia pergi ke Trottanilla bukan untuk bersenang-senang.
Kepergiannya murni karena tugas sebagai wali Duke of Cookelt. Terima kasih
pada Zielle, sekarang ia lebih terlihat seperti hendak pindah ke Helsnivia.
Entah apa kata orang. Kemarin ia menolak sang Pangeran dan pagi ini ia
meninggalkan Helsnivia seperti ini.
Halbert mungkin marah. Halbert mungkin berpikir ia tengah melarikan diri.
Namun Sarita tetap berpendapat ia telah membuat keputusan yang tepat. Ia
tidak akan pernah menyesali keputusannya ini.
Andai Halbert bersungguh-sungguh. Andai itu adalah cinta sejati" Sarita
mendesah. "Kau baik-baik saja, Sarita?" Duke Vinchard bertanya cemas.
"Sarita pasti tidak ingin ke Trottanilla," komentar Chris, "Bukankah Sarita datang
ke Helsnivia karena ia melarikan diri dari Trottanilla."
"Benarkah itu, Sarita?" Duke Vinchard prihatin, "Kau tidak perlu ke Trottanilla.
Aku bisa mewakilimu."
"Tidak, Kakek," Sarita menolak, "Aku tahu aku bisa mempercayai Kakek. Namun
aku tetap ingin ke Trottanilla. Aku ingin mengunjungi Papa dan Norbert."
"Ithnan?" wajah Duke Vinchard langsung berubah.
Sarita sadar sampai kapanpun nama itu tetaplah merupakan topik yang paling
sensitif bagi Duke Vinchard.
Di luar dugaan Sarita, Duke bertanya, "Apakah aku boleh menemanimu
mengunjungi makam mereka, Sarita?"
"Tentu saja, Kakek. Mereka pasti akan senang dapat bertemu dengan Kakek,"
dan Sarita menambahkan dengan suara lirih, "Terutama Papa."
Duke of Vinchard tersenyum. Telah banyak yang ia lewatkan dalam bertahuntahun ini dan telah banyak kesalahan yang ia lakukan. Ketika memutuskan
menjemput Sarita pulang, Duke Vinchard juga memutuskan untuk menambal
semua kekurangan itu. Sarita kembali mengalihkan pandangannya ke luar jendela.
Kepergiannya ke Trottanilla ini bukanlah suatu kesalahan. Ia membutuhkan
waktu untuk mengusir Halbert dari pikirannya. Ia membutuhkan waktu untuk
melupakan Halbert. Ia hanya bisa melakukannya ketika Halbert tidak ada di
sisinya. Mungkin" selama itu pula Halbert akan sadar semua perasaannya hanyalah
khayalannya semata. Semua itu hanya perasaan sesaat seperti yang selalu ia
rasakan pada wanita mana pun.
Karena itu Sarita tidak pernah membuang waktunya untuk bersenang-senang di
Trottanilla. Kedatangan Duke of Vinchard beserta sang cucu yang baru ditemukannya telah
menyebar luas sebelum mereka tiba. Mereka juga telah tahu Duke Vinchard
akan tinggal di Sternberg selama mereka berada di Trottanilla. Berkat berita
burung itu, surat undangan sudah menumpuk di Sternberg sebelum mereka
tiba. Saat melihat surat-surat itulah Sarita mengerti mengapa Zielle bersikeras
mempersiapkan gaun-gaun pesta untuknya dan berbagai macam perhiasan.
"Sekarang pandangan semua orang padamu sudah berubah," komentar Duke
Vinchard di suatu pagi. Benar, pandangan mereka sudah berubah. Pertama, karena ia adalah cucu
seorang Duke yang berpengaruh di Helsnivia. Kedua, karena ia adalah wali Duke
of Cookelt yang masih muda. Hanya satu hal tidak berubah. Sikap para pria
kepadanya sama sekali tidak berubah!
"Sayangnya," ujar Zielle beberapa saat mereka tiba di Sternberg, "Duchess Belle
tidak ada." Menurut para pelayan Sternberg, Duchess Belle sudah menghilang sejak berita
kedatangan mereka tersebar.
"Ia pasti malu bertemu Anda," komentar Zielle pula.
Tentu saja Sarita tidak mempercayainya. Ia tahu Duchess Belle terbelit hutang
besar sedangkan almarhum suaminya memaklumatkan penerusnya tidak boleh
memberikan sepeserpun harta keluarga Riddick padanya. Duchess tentu tidak
akan membuang harga diri hanya untuk memohon pada putranya dan sang
gadis yang dipercayainya sebagai anak haram almarhum Duke Norbert. Satusatunya yang bisa melepaskannya dari belitan hutang ini adalah menghilang dari
muka bumi. Dorothy masih ada di Sternberg ketika mereka tiba. Walaupun Dorothy tidak
mengakui, sikapnya kepada Sarita telah berubah. Walaupun tidak menyukainya,
Dorothy tidak membentak ketika Sarita memanggil namanya. Walaupun wajah
kesal tidak hilang dari wajah cantiknya, Dorothy tidak memprotes ketika Sarita
memberikan sarannya. Perubahan sikap yang paling menyolok adalah para pelayan Sternberg. Mereka
yang dulu tidak menyukai Sarita sekarang menghormati Sarita bahkan
menyanjungnya. Sikap mereka membuat Sarita semakin sadar betapa pentingnya kedudukan,
garis keturunan, dan kekayaan di mata banyak orang. Tentu saja hal itu tidak
berarti bagi Zielle. Seperti yang dilakukannya pada Chris, Zielle memberikan pelajaran tata krama
pada Dorothy. Tidak satu kesalahanpun ditolerirnya. Ia juga tidak mengijinkan
Dorothy bersenang-senang. Tanpa peduli protes Dorothy, ia mengatur jadwal
harian sang Lady. Sikapnya yang tegas dan tanpa takut itu membuatnya
menjadi sang pemimpin pelayan di Sternberg hanya dalam dua hari.
Sikap Zielle itu tentu saja tidak membuat Dorothy senang. Semakin ia
memberontak, semakin keras sikap Zielle. Jika Dorothy berani menggunakan
kekerasan, Zielle tidak ragu untuk melawan balik. Ketika Dorothy mengeluarkan
umpatannya, Zielle tidak takut untuk menampar gadis itu.
Sayangnya bagi Dorothy, ia tidak dapat melakukan apa-apa. Zielle adalah
pelayan Duke of Vinchard dan Zielle bukan penduduk Trottanilla.
Dorothy tidak menyukai Zielle namun ia tidak akan meninggalkan Sternberg
karena hanya inilah satu-satunya tempat ia bermalam. Selain berharga diri
tinggi seperti Duchess Belle, Dorothy juga takut hidup susah.
Dari sekian banyak tanggapan atas kedatangan Sarita ini, hanya satu orang
yang benar-benar gembira melihatnya.
Graham tidak henti-hentinya mengucapkan puji syukurnya. "Saya turut
bergembira untuk Anda, Tuan Puteri. Duke Norbert dan Tuan Ithnan pasti turut
berbahagia untuk Anda. Mereka menginginkan ini sejak lama."
Sarita terkejut. Saat itulah ia baru tahu ternyata Graham juga telah mengetahui
asal usulnya. Graham juga tahu mengapa Duke Norbert bersikeras
memulangkannya ke Trottanilla.
Kisah Cinta Karya Sherls Astrella di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sarita merasakan kehangatan dalam hatinya. Ia tidak sebatang kara. Selalu ada
orang yang memperhatikannya, mencintainya dan melindunginya.
Marcia adalah orang yang paling terkejut dengan kedatangannya.
Berita tentangnya belum terdengar di Hauppauge sehingga pemuda itu sempat
mengira ia menikah dengan Chris yang saat itu menyertai kepergiannya dan
Duke of Vinchard. Tahu ia adalah cucu seorang Duke, sikap pemuda itu langsung
berubah. Dari tindak-tanduknya, Sarita sadar pemuda itu kikuk padanya. Marcia
tidak tahu lagi bagaimana harus bersikap kepadanya. Marcia yang telah menjadi
kawan baiknya bahkan sempat melamarnya itu tidak tahu bagaimana ia harus
memperlakukan seorang gadis miskin yang tiba-tiba menjadi cucu seorang
Duke. Juga tidak sedikit penduduk Hauppauge yang menjadi kikuk padanya.
Demi sopan santun, Duke of Vinchard menyempatkan diri memenuhi undangan
yang telah tiba di Sternberg sebelum kedatangan mereka. Duke Vinchard selalu
membawa Sarita besertanya. Mereka tahu tujuan undangan itu bukan hanya
untuk sang Duke Vinchard namun juga untuk melihat sang cucu yang pernah
menjadi anak haram almarhum Duke Norbert.
Pria-pria berebutan untuk menjadi pasangan Sarita namun gadis itu tidak rela
meninggalkan sisi Duke Vinchard. "Maaf, saya saya tidak dapat meninggalkan
sisi kakek," katanya setiap saat.
Sikap Sarita itu membuat Duke Vinchard berkeluh kesah, "Jangan terus
menempel padaku. Pergilah bersama pria-pria itu. Pasti ada seseorang yang
menarik perhatianmu." Dan Sarita akan menjawab, "Aku hanya ingin berada di
sisi Kakek. Apakah Kakek tidak suka?" Itu adalah sebuah jawaban yang tidak
bisa ditolak Duke Vinchard.
Rencana awal mereka, setelah menyelesaikan segala yang perlu diurus, Chris
akan ditinggalkan di Trottanilla. Namun rencana itu tidak hanya berubah
melainkan juga diperpanjang demi beberapa urusan mendadak.
Pertama, atas saran Duke Vinchard, Sarita atas nama Duke Cookelt
membereskan hutang-hutang Duchess Belle. Kedua, walaupun Sarita tidak
menginginkannya, mengeluarkan peraturan yang harus dipatuhi Dorothy untuk
dapat terus menerima kucuran dana. Ketiga, atas keinginan Chris,
mengumumkan kepada setiap bawahan Duke Cookelt bahwa sang Duke akan
tinggal di Helsnivia untuk waktu yang tak terbatas. Akibat keinginan Chris itu
pula, Sarita harus mengatur tugas setiap orang di bawah pimpinan Duke of
Cookelt. Selain itu, atas keinginan Sarita, mencari jejak Duchess Belle.
Pekerjaan terakhir inilah yang paling merepotkan dan juga memakan waktu.
Walaupun Chris menentang keinginannya ini, Sarita tetap bersikeras
menemukan Duchess Belle. Walaupun Duchess tidak pernah berbuat baik
kepadanya, Sarita tetap tidak bisa berdiam diri memikirkan Duchess yang selalu
hidup mewah itu mungkin sedang hidup sengsara. Selain Chris, Zielle juga tidak
menyukai keputusannya ini. "Untuk apa Anda mengkhawatirkan wanita itu!" Dia
sudah menghina Anda!" omelnya setiap saat. Namun Sarita tetap bersikeras
pada keputusannya ini. Sejak kecil ia tidak pernah melihat ibunya. Ia tidak
pernah merasakan kasih sayang seorang ibu. Ia tidak bisa membiarkan orang
lain menyia-nyiakan ibunya. Walaupun Duchess Belle tidak pernah melakukan
tugasnya sebaga sebagai seorang ibu, Duchess Belle tetaplah ibu Dorothy dan
Chris. Hanya Duke of Vinchard seorang yang mendukung keputusan Sarita. Bahkan
Duke Vinchard bersedia menggunakan kekuasaannya untuk membantu Sarita
dengan syarat Sarita atau siapa pun tidak boleh memaksa Duchess kembali ke
Sternberg. Apabila Duchess bersedia kembali, maka ia harus menuruti peraturan
main untuk tetap bisa tinggal di Sternberg, peraturan sama yang harus dituruti
Dorothy. Menurut Duke Vinchard, hanya ancaman yang bisa mencegah kedua wanita itu
menghancurkan keluarga Riddick. Sebagai wali Duke Cookelt, Sarita tidak hanya
bertugas membimbing sang Duke namun juga menjaga keutuhan dan
kehormatan keluarga Riddick. Sependapat dengan kakeknya, Sarita menerima
syarat itu. Sebulan setelah pencarian dimulai, jejak Duchess Belle ditemukan di pinggiran
Trottanilla. Seperti dugaan Sarita, Duchess tetap bergaya hidup mewah walaupun ia tidak
lagi mempunyai uang. Ia memanfaatkan kecantikannya serta gelar sebagai
seorang Duchess untuk mendapatkan yang terbaik. Sikapnya ini membuat Sarita
harus menyelesaikan persoalan baru yang ditimbulkannya selama
pengembaraannya ini. Yang tidak Sarita duga adalah kesediaan Duchess untuk
pulang dengan syarat memenuhi semua peraturan yang telah ditetapkan Sarita
atas nasehat Duke Vinchard! Tanpa komentar maupun bantahan, Duchess Belle
bersedia ditempatkan di peristirahatan keluarga Riddick yang jauh dari
keramaian bahkan dapat dibilang cukup terpencil.
Sarita menduga sebulan tanpa kemewahan yang selalu dinikmatinya membuat
Duchess pasrah. Mungkin bagi Duchess lebih baik hidup terkekang namun tetap
dilayani puluhan pelayan daripada hidup bebas namun tanpa sedikit kemewahan
pun. Dengan ditemukannya Duchess, berakhir pulalah masa tinggal mereka di
Sternberg. Baik Duke Vinchard maupun pelayan-pelayan Quadville yang menyertai
bersemangat menanti hari kepulangan mereka. Mereka tidak pernah
meninggalkan Helsnivia untuk waktu selama ini dan mereka sudah sangat
merindukan tanah air mereka serta sanak keluarga mereka.
"Akhirnya kita akan pulang," ujar Zielle sambil melipat gaun-gaun Sarita.
"Malam ini Anda harus segera tidur. Besok pagi-pagi kita akan meninggalkan
Sternberg," Zielle memberi peringatan keras kepada Sarita lalu setengah
melamun ia berkata, "Rasanya sudah lama sekali saya meninggalkan Quadville.
Saya tidak sabar ingin segera memeluk cucu-cucu saya."
Sarita hanya mengangguk. "Mengapa jawaban Anda hanya itu?" protes Zielle, "Apakah Anda tidak ingin
pulang ke Helsnivia?" tanyanya menuntut jawaban, "Yang Mulia Duke tidak akan
setuju meninggalkan Anda di sini."
Sarita pun tidak tahu jawaban pertanyaan itu.
"Apalagi yang Anda khawatirkan" Semua masalah di sini sudah beres.
Pembangunan gudang yang Anda rancang sudah selesai. Masalah keuangan
Cookelt sudah Anda luruskan. Wania hina itu juga sudah ditemukan" Anda sudah
tidak diperlukan lagi di sini."
Benar. Sekarang ia bisa kembali ke Helsnivia. Hatinya terasa berat untuk
kembali ke Helsnivia. "KAU!" Zielle tiba-tiba berseru, "Jangan masukkan gaun itu kesana! Berapa kali
harus kukatakan kalian harus memisah-misahkan gaun Tuan Puteri. Apa yang
akan kalian lakukan kalau Tuan Puteri tiba-tiba harus berganti baju di
perjalanan!" Apa kalian mau membuat Tuan Puteri menunggu kalian
membongkar muatan!?"
Sarita memalingkan kepala dari para pelayan yang sibuk meringkas barangbarangnya di bawah pimpinan Zielle. Pikirannya kembali melayang jauh ke atas
langit biru. Pulang ke Helsnivia". Itu artinya ia akan bertemu dengan bertemu Halbert lagi.
Sebulan ini ia hampir tidak dapat melupakan Halbert. Beberapa hari lagi ia akan
semakin kesulitan menyingkirkan pria itu dari kepalanya.
Sarita mendesah. Ia sudah mengatur waktunya sedemikian rupa sehingga ia
tidak mempunyai waktu luang namun tetap saja kepalanya tidak dapat berhenti
memikirkan Halbert. Dalam setiap pesta. Setiap menghadiri pesta, Sarita selalu
berharap Halbert juga ada di sana sehingga ia tidak perlu bersusah payah
menghindari pria yang ingin mendekatinya. Setiap ada pria yang mencoba
mendekatinya, Sarita selalu teringat wajah cemburu Halbert.
Sebagian dirinya berseru merindukan Halbert. Sebagian dirinya yang lain tidak
ingin kembali ke Helsnivia. Sarita tidak siap. Ia tidak siap kembali ke Helsnivia.
Ia tidak siap melihat Halbert bersama wanita lain. Ia tidak sanggup mendengar
berita tentang Halbert dan wanita lain.
Halbert adalah seorang pria yang tidak bisa hidup tanpa wanita. Tidak mungkin
Halbert tidak menemukan wanita baru dalam waktu sepanjang ini. Halbert tidak
mungkin masih mengatakan hal yang sama padanya.
Sebagian dari diri Sarita bergembira. Sebagian lagi bersedih.
Ketika ia kembali ke Helsnivia, wanita Halbert yang dibicarakan tiap penduduk
Helsnivia bukan lagi dirinya. Namun betapa pun ia ingin kabur dari Helsnivia,
hari itu akhirnya tiba juga.
"Selamat datang, Yang Mulia Duke, Tuan Puteri, dan Tuan Muda Chris," sambut
Brudce bersama pelayan-pelayan Quadville yang lain.
Sarita melihat orang-orang yang berbaris rapi sambil membungkukkan badan ke
arah mereka. Ia merasa setiap orang melihatnya dengan simpati. Ia berani
bersumpah mereka sedang bersimpati pada Tuan Puteri mereka yang kini bukan
lagi wanita Halbert. Begitu tiba di Quadville, Duke of Vinchard segera memanggil Gunter untuk
mengetahui perkembangan yang terjadi selama ia tidak ada. Chris langsung
memanfaatkan waktu untuk bermain-main di sekitar Quadville seperti
kesukaannya selama berada di Helsnivia. Para pelayan langsung berbaur dengan
pelayan yang lain untuk melepaskan rindu mereka. Dan Sarita"
Sarita bermuram diri. Ia tidak ingin menemui seorang pun. Ia tidak ingin
sanggup mereka berbicara tentang Halbert dan wanita barunya. Ia tidak ingin
mengikuti perkembangan Helsnivia Yang diinginkan Sarita saat ini hanyalah
mengurung diri dan mempersiapkan batin untuk mendengar berita petualangan
Halbert. "Apakah kau baik-baik saja, Sarita?" Duke Vinchard bertanya khawatir saat
mereka berkumpul di Ruang Makan, "Apakah kau sakit?" Duke merujuk pada
makanan yang hampir tidak disentuh Sarita.
"Aku baik-baik saja, Kakek," Sarita tersenyum, "Aku hanya lelah."
"Kau sudah seperti ini sejak kita memutuskan pulang," komentar Chris.
Sarita tidak menanggapi. Duke berdiri dan berpaling pada Sarita, "Ikutlah aku."
Sarita mengikuti Duke tanpa suara.
Duke Vinchard membawa Sarita ke sebuah ruangan di mana hanya ada mereka
berdua dan jauh dari pendengaran Chris yang masih duduk di Ruang Makan.
Sarita hanya memperhatikan Duke ketika Duke menutup pintu dengan perlahan.
Duke duduk di depan Sarita dan memandang lembut cucu satu-satunya itu.
"Sekarang kau bisa mengatakan semuanya padaku."
Sarita hanya melihat Duke dengan tidak mengerti.
"Apakah aku tidak bisa kaupercayai?" Duke bertanya, lalu Duke mendesah.
"Kasihannya aku. Cucuku tidak mau berbagi denganku."
Sarita terperanjat. Tanpa disadarinya ia telah melukai orang yang dicintainya.
"Tidak, Kakek. Aku percaya padamu. Aku senang berbagi denganmu."
"Kau memikirkan Pangeran Halbert?" Duke bertanya langsung.
Sarita terperanjat. Lidahnya mengeras dalam mulutnya yang menutup rapat.
"Aku benar, bukan" Kau memikirkan Pangeran Halbert."
"Ti" tidak," Sarita menyangkal panik, "Aku tidak memikirkannya. Aku tidak
pernah memikirkannya."
"Kau tentu sangat mencintainya."
Lagi-lagi Sarita terperanjat. Duke Vinchard telah menebak isi hatinya. "Maafkan
aku, Kakek," Sarita tidak berani menatap wajah kakeknya.
Duke Vinchard menglurkan tangan memegang dagu Sarita. "Aku tidak
menyalahkanmu, Sarita," Duke tersenyum lembut sambil menatap Sarita.
Sarita terperangah. "Apakah kau tahu mengapa aku tidak suka Chris mendekatimu" Apakah kau
tahu mengapa aku merestui hubunganmu dengan Pangeran?"
Keduanya adalah seorang pria yang selalu mempermainkan wanita. Satusatunya yang membuat mereka berbeda adalah"
"Aku tidak pernah mempersoalkan masalah usia," sambung Duke.
Maka satu-satunya jawaban adalah. "Karena Pangeran Halbert adalah seorang
Pangeran dan Chris hanya seorang Duke."
Lagi-lagi Duke Vinchard tersenyum sambil menatap lembut Sarita. "Tidak,
Sarita. Sharon sudah memberiku pelajaran. Aku tidak mempedulikan lagi
kedudukan seseorang."
Sarita tertegun. "Karena aku tahu Chris bukan pria yang pantas untukmu. Ia hanya tertarik
padamu. Marcia mencintaimu dengan setulus hati namun aku juga tidak akan
menyetujui hubungan kalian," Duke membuat Sarita bertanya-tanya, "Mereka
tidak dapat memberimu kebahagiaan." Lalu ia menggenggam erat tangan
Sarita. "Aku pernah menentang keras Sharon. Aku yang sekarang menentang
keras cucuku membuat kesalahan bodoh. Ketika Sharon meninggalkanku, aku
merasa begitu kesepian. Aku masih ingat perkataan terakhirnya sebelum
meninggalkanku. Apakah kau tahu apa itu, Sarita?"
Sarita menggeleng. "Katanya, uang tidak dapat membeli kebahagiaan."
Sarita hanya membisu. "Ketika melihatmu, aku menyadari kebenaran kata-katanya. Aku memiliki
banyak uang, namun aku tidak pernah merasa bahagia. Kebahagiaanku yang
sesungguhnya tiba setelah engkau berada di sisiku."
"Pangeran Halbert mencintaimu. Aku dapat melihat ia tidak bermain-main."
"Itu tidak mungkin. Pangeran pernah berkata ia tidak mungkin jatuh cinta
padaku. Aku bukan gadis cantik yang menarik perhatiannya."
"Kapankah ia mengatakan itu?"
"Ketika"," Sarita terdiam. Ia tidak ingin mengungkit detik-detik terakhirnya
bersama Duke Norbert. "Dia mengatakannya karena ia belum mengenalmu," hibur Duke, "Percayalah
padaku, Sarita. Aku tidak pernah melihat Pangeran seperti ini. Aku tidak pernah
melihat seorang pria yang begitu mencintai seorang wanita."
"Tidak. Itu tidak mungkin," Sarita menggeleng. Sedikit pun ia tidak dapat
membiarkan harapan muncul dalam hatinya.
"Ini semua salahku," Duke Vinchard bergumam sedih. "Andai aku
menemukanmu lebih awal, kau tidak akan seperti ini."
Sarita terkejut. "Tidak, Kakek. Kau tidak bersalah."
Namun Duke Vinchard meneruskan. "Norbert adalah seorang playboy. Chris juga
tidak lebih baik. Belle juga membuat keadaan lebih buruk. Halbert juga tidak
pernah serius mencintai seorang wanita," Duke membeberkan lingkungan Sarita
tumbuh dewasa yang ia ketahui lalu membuat kesimpulan, "Karena itulah ketika
Halbert serius, kau takut."
Takut" Sarita merenung. Mungkin Duke Vinchard benar. Ia tidak mau harapan
tumbuh dalam hatinya karena ia tahu itu hanya akan menyakitinya.
"Bagaimana kau tahu kau akan terluka kalau kau tidak mencoba?" Duke
bertanya lebih lanjut, "Bagaimana kau tahu Halbert hanya bermain-main
denganmu kalau kau tidak memberinya kesempatan?"
"Aku bukan wanita yang pantas untuknya," Sarita memberitahukan kenyataan
pahit itu, "Ia adalah seorang pria terhormat sedangkan aku hanyalah anak
seorang petualang." "Lalu mengapa?" tanya Duke.
"Jelas itu tidak mungkin. Aku tidak pantas bersanding di sisi Halbert."
"Siapa yang mengatakannya?"
"Semua"," Sarita terdiam. Tidak ada yang mengatakannya secara langsung.
Duke tersenyum lembut. "Tampaknya kau benar-benar kelelahan. Segeralah
beristirahat, Sarita. Jangan berpikir terlalu banyak." Duke Vinchard mencium
pipi Sarita. Sarita terperangah. Tangannya memegang pipi yang baru saja dicium Duke
Vinchard. "Selamat malam, Sarita."
Sarita mengangguk dan berjalan ke kamarnya. Ciuman kasih sayang Duke telah
membiusnya. -----0----- "Sarita! Sarita!"
Sarita merasa mendengar seseorang memanggil namanya.
"Bangun Sarita, atau aku menciummu."
"Aku masih ingin tidur, Papa," gumam Sarita sambil membalikkan badan.
Sarita merasa tubuhnya terangkat. Detik selanjutnya sesuatu menyentuh
bibirnya. Mata Sarita membelalak lebar.
"Akhirnya kau bangun," Halbert tersenyum gembira. "Bagaimana ciuman
selamat pagiku?" Tanpa sadar Sarita menyentuh bibir yang baru saja bersentuhan dengan bibir
Halbert. "Baiklah," Halbert menyerah. Ia menyingkirkan tangan Sarita dari bibirnya.
Halbert menunduk mencium Sarita lalu tersenyum, "Sekarang segeralah
bersiap-siap. Aku akan menantimu di bawah."
Sarita hanya menatap kepergian Halbert.
Baru saja Halbert menutup pintu ketika Zielle menerjang masuk. "Ya ampun,
Tuan Puteri. Apa yang sedang Anda lamunkan. Segeralah bersiap-siap." Zielle
tanpa belas kasihan menarik Sarita dari tempat tidur.
Ketika pikiran Sarita kembali berjalan, ia sudah berdiri di hadapan Zielle yang
Kisah Cinta Karya Sherls Astrella di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dengan gembira mengantar kepergiannya.
"Kau lebih cepat dari dugaanku," Halbert tersenyum menatap Sarita dari atas
kudanya. Tiba-tiba Sarita sadar. Saat ini matahari belum terbit. Saat ini adalah waktu
Halbert biasa pergi berkuda pagi. Tentu Halbert telah memanfaatkan
kekosongan pikirannya sesaat setelah bangun tidur. Namun Sarita tidak
mengerti mengapa Zielle tidak membantunya mengenakan baju berkuda.
"Saya akan segera berganti baju," Sarita membalikkan badan.
"Tidak perlu," Halbert membungkuk. Dalam satu gerakan, ia sudah mengangkat
Sarita ke depannya. Sarita terperangah. Sebelum ia benar-benar menyadari apa yang telah terjadi,
ia mendengar Zielle berkata gembira, "Selamat bersenang-senang, Tuan Puteri."
Dan mereka melaju meninggalkan Quadville.
"Ke mana kita akan pergi, Pangeran?" akhirnya Sarita mampu menguasai
dirinya. "Ke tempat rahasia kita," Halbert menjawab singkat.
Tempat rahasia" Apakah mereka mempunyai tempat itu"
"Tidurlah. Aku akan membangunkanmu kalau kita sudah sampai."
Tidur" Bagaimana mungkin ia bisa tidur dalam posisi seperti ini" Ia hanya duduk
menyamping di depan Halbert. Satu-satunya hal yang dapat mencegahnya jatuh
adalah sepasang tangan yang mengendalikan kuda itu.
Mata Sarita terpaku pada tangan yang mengendalikan kuda dengan mantap itu.
Sebuah perasaan rindu merayapi hatinya. Pagi ini Halbert telah membangkitkan
kembali kenangan masa kecilnya. Halbert membangunkannya dengan cara khas
ayahnya ketika ia malas bangun. Walaupun mengucapkan kata-kata yang sama,
ayahnya tidak mencium bibirnya seperti Halbert melainkan menggelitiknya.
Itulah yang selalu dimaksud ayahnya dengan mencium. Lebih dari sepuluh tahun
lamanya ia tidak dibangunkan dengan cara itu. Sepuluh tahun lebih lamanya ia
tidak berada dalam posisi seperti ini. Sepuluh tahun telah lewat sejak saat
terakhir ayahnya memberinya tumpangan.
Sarita bersandar pada orang yang memberinya tumpangan.
Sudah lama ia tidak merasakan perasaan seperti ini. Ia rindu pada kehangatan
di punggungnya dan angin semilir yang membelai wajahnya. Sarita
memejamkan mata. Ia ingin seluruh inderanya terpusat pada indera sentuhan.
Ia ingin merekam kenangan ini di dadanya.
Ketika Sarita membuka matanya kembali, ia berada di antara kaki Halbert yang
terbuka. Tangan Halbert yang memeluknya, merapatkan jubah hangat yang
menyelimutinya. Kakinya yang terbuka memanjang sepanjang rerumputan
hijau. Kepala Halbert bersandar di atas kepalanya yang menunduk. Hembusan
nafasnya meniup rambut Sarita.
Sarita memperhatikan langit yang sudah terang. Awan-awan putih menghiasi
langit. Matahari yang sudah hampir mencapai tahta tertingginya menyinari bumi
yang dingin. "Kau sudah bangun?" Halbert menatap wajahnya.
Sarita memperhatikan senyuman Halbert.
"Zielle benar. Kau menjadi lamban sesaat setelah bangun tidur," ia tersenyum
geli. Rupanya hembusan angin membuatnya tertidur. Kemarin malam ia tidak dapat
tidur. Semalam ia terus memikirkan kata-kata kakeknya dan Halbert. Walau
tidak ingin, ia tidak dapat berhenti memikirkan Halbert.
"Bagaimana" Apakah engkau merasa lebih segar?"
Sarita tidak melepaskan mata dari Halbert.
"Sekarang kau tampak lebih segar," ia tersenyum gembira.
Ringkikan kuda mengagetkan Sarita.
Sekarang pikirannya sudah benar-benar bangun. Terakhir ia membuka mata, ia
masih berada di atas kuda Halbert. Sekarang ia sudah berada di tempat yang
tidak ia ketahui. Sarita melihat sekeliling. Ia merasa ia pernah datang ke tempat
ini. "Apa kau lapar?" Halbert bertanya, "Zielle sudah membawakan bekal untuk
kita." Baru saat itulah Sarita melihat kantung yang menggantung di punggung kuda.
Punggung kuda" Mata Sarita membelalak lebar. "Pangeran, bagaimana Anda?" Sarita tidak dapat
melanjutkan kata-katanya. Ia melihat kuda yang berdiri tegap itu lalu pada
Halbert yang masih memeluknya.
Halbert hanya melayangkan senyum misteri. Halbert lebih suka membiarkan
Sarita bertanya-tanya. Ia tidak akan memberitahu Sarita bahwa kudanya juga
terlatih untuk duduk dengan satu perintah.
"Pangeran!" Sarita menuntut jawaban.
Halbert tidak tahan lagi. Ia merengkuh Sarita ke dalam pelukannya dan
memeluknya erat-erat. "Aku merindukanmu, Sarita. Aku sangat merindukanmu," bisiknya.
Sebulan ini ia benar-benar menderita. Ketika mendengar Sarita meninggalkan
Helsnivia, ia panik. Ia pikir Sarita kabur karenanya. Kemudian ketika berita
kepergian Duke of Vinchard menyebar, Halbert mulai merasa lega. Sarita masih
akan kembali ke Helsnivia! Baru ketika berita kepergian Chris bersama mereka
tiba di telinganya, ia menyadari tujuan kepergian mereka.
Sebulan ini ia benar-benar menderita. Tiada detik yang dilaluinya tanpa
memikirkan Sarita. Tiada saat ia tidak merindukan gadis yang dicintainya ini.
Kemarin ia langsung melesat ke Quadville ketika kabar kepulangan mereka tiba
di telinganya. Namun Duke of Vinchard melarangnya menemui Sarita. Waktu
tidak tepat, alasannya. Mereka baru saja tiba dan Sarita membutuhkan istirahat.
Kemudian Zielle memberinya ide ini. Hanya ketika Sarita baru bangun tidur
gadis itu menjadi luar biasa penurut.
"Jangan tinggalkan aku lagi," pinta Halbert, "Aku tidak sanggup hidup tanpamu.
Aku benar-benar mencintaimu, Sarita. Aku tidak bercanda."
Sarita terperangah. Halbert masih mengatakan kalimat terakhir yang
didengarnya. "Aku tidak pernah mencintai seorang wanita seperti ini, Sarita. Aku mencintaimu
dengan seluruh jiwa ragaku. Aku sangat mencintaimu."
Air mata Sarita menetes. Sarita memeluk Halbert dan membenamkan wajahnya
dalam-dalam di kehangatan dada pria itu. Ia tidak dapat lagi membohongi
dirinya sendiri. Biarlah ia terluka. Biarlah Halbert membohonginya. Saat ini ia
hanya ingin berada di sisi Halbert. Ia ingin berada di pelukan pemuda ini.
Halbert memegang pundak Sarita dan menjauhkan gadis itu dari dadanya.
"Menikahlah denganku, Sarita," ia menatap mata gadis itu dengan serius.
Sarita membuka mulut. "Tidak," Halbert mencegah. "Jangan memberi jawaban apapun. Jangan berkata
apapun sebelum aku selesai." Lalu Halbert berdiri.
Hawa dingin langsung menusuk tubuh Sarita. Matanya mengikuti Halbert
menuju kuda yang menanti mereka.
Halbert mengeluarkan sesuatu dari dalam kantung di punggung kuda dan
kembali ke sisi Sarita. "Terimalah ini," ia mengulurkan segulung kertas.
Sarita menerimanya dengan bingung. Melalui mata Halbert, ia tahu pemuda ini
ingin ia membaca isi kertas itu. Sarita melihat gulungan kertas di tangannya lalu
kembali pada Halbert. Halbert duduk di depan Sarita.
Sarita membuka tali yang mengikat gulungan kertas itu dengan ragu-ragu.
Halbert menanti dengan sabar hingga Sarita membuka gulungan kertas itu.
"Ini"," suara Sarita tercekat. Matanya kembali membasah.
"Sebulan ini aku mengikuti jejak masa lalu," Halbert menjelaskan, "Aku
menelusuri jejak ibu dan ayahmu. Aku menemukan surat nikah mereka di
sebuah gereja terpencil tempat mereka menikah."
Ketika Sarita menolak lamarannya, Halbert telah bersumpah untuk
mendapatkan gadis itu. Sebulan terakhir ini ia tidak membuang waktu untuk
menemukan segala macam senjata yang membuat Sarita tunduk.
Kekeraskepalaan Duke Vinchard yang terkenal itu menurun pada Sarita. Untuk
menundukkan kekeraskepalaan itu cara biasa tidak cukup. Halbert tidak
kesulitan menemukan segala hal yang menyangkut Sharon Elwood dan Ithnan
Lloyd. Kali ini ia tahu ia bisa bertanya pada banyak orang. Bahkan Duke of
Vinchardpun memberinya saran.
Sarita memperhatikan Halbert melalui matanya yang berkaca-kaca.
"Aku juga telah menelusuri garis keturunan ayahmu. Ayahmu dan almarhum
Duke Norbert bukan hanya teman tetapi juga sepupu. Kakek ayahmu adalah
adik kakek buyut Chris."
Garis keturunan Sharon Elwood tidak perlu diragukan namun Ithnan Lloyd"
Dalam sebulan ini Halbert terus bertanya-tanya mengapa Duke of Sternberg bisa
bersahabat dengan seorang pengelana miskin. Menurut Sarita, mereka telah
bersahabat sejak kecil. Dari lingkungan tempat ia dibesarkan, Norbert Riddick
tidak mempunyai kesempatan untuk berkenal dengan seorang gelandangan.
Sarita terperangah. "Sekarang kau tidak ragu lagi, bukan?"
Sarita mengangguk. Bagaimana mungkin ia meragukan surat pernikahan asli
orang tuanya" Bagaimana mungkin ia meragukan kerja keras sang Putra
Mahkota" "Sekarang kau tidak punya alasan untuk menolakku."
Sarita tertegun. "Jangan menolakku lagi, Sarita," pinta Halbert, "Kau tahu bagaimana sakitnya
penolakan. Jangan biarkan aku merasakannya," Halbert sudah tidak kuat untuk
tidak memeluk Sarita, "Aku benar-benar takut akan penolakanmu. Kau tidak
punya ide bagaimana tiap hari aku hidup dalam bayang-bayang ketakutan
seseorang akan merebutmu. Setiap detik aku berharap berada di sisimu."
"Anda melakukan ini untuk gosip-gosip itu?" tanya Sarita.
"Gadis bodoh," Halbert menatap Sarita penuh cinta, "Aku melakukannya
untukmu. Demi menundukkan kekeraskepalaanmu itu, aku rela melakukan apa
saja." "Oh" Halbert"," Sarita terharu, "Aku mencintaimu."
"Akhirnya kau mengatakannya," gumam Halbert.
Sarita mengangkat tangannya merangkul leher Halbert.
Halbert menunduk melumat bibir Sarita.
"Aku sudah tidak sabar mengikatmu selamanya di sisiku. Aku tidak mau menanti
sampai kau berubah pikiran."
Sarita tertawa. "Saya lebih takut Anda berpaling hati."
"Aku sudah berlabuh, Sarita. Kurasa aku sudah berlabuh semenjak aku
bertunangan denganmu di hadapan almarhum Duke of Cookelt." Dan Halbert
melumat bibir Sarita lagi. Ia bersumpah ia tidak akan melepaskan lagi gadis
dalam pelukannya ini walaupun Sarita sendiri yang menginginkannya.
Sarita menyandarkan badan di dada Halbert. "Pangeran," katanya, "Bisakah hari
ini kita tetap seperti ini?"
"Tidak hanya hari ini. Esok, lusa, dan seterusnya kita akan bersama," janji
Halbert, "Aku tidak akan memberimu kesempatan untuk meninggalkanku."
"Saya tidak akan meninggalkan Anda," Sarita berjanji pula.
"Aku sudah tidak sabar ingin segera membawamu pulang," Halbert meraih
tangan Sarita, "Aku tidak sabar ingin segera memasang cincin perkawinan kita
di jarimu," ia memainkan jari manis Sarita. "Duke telah menyetujui perkawinan
kita. Aku dan dia telah memutuskan untuk segera melangsungkan pernikahan
kita." Sarita terperanjat. "Jangan mengatakan padaku kau tidak ingin menikah denganku," Halbert
memperingatkan. Sarita tersenyum. "Bagaimana mungkin?" tanyanya, "Kalau saya terus ingin
seperti ini," ia kembali menempelkan tubuhnya di dada Halbert.
"Oh, Sarita," Halbert memeluk Sarita, "Andai kau tahu betapa aku takut
kehilanganmu." "Saya pun takut Anda akan berpaling pada wanita lain."
"Aku rasa tak lama lagi aku akan mematahkan hati mereka. Tapi aku tak peduli.
Aku hanya peduli pada dirimu seorang."
Sarita tersenyum. Walaupun pernikahan mereka akan membuat banyak wanita
menangis, ia tetap akan melangsungkannya karena ia tahu pernikahan ini juga
akan membawa kebahagiaan bagi banyak orang.
Ratu Kathleen adalah orang yang paling bersuka cita atas pernikahan mereka.
Senyum bahagia terus menghiasi wajah cantiknya hingga setelah mereka
menikah. "Sharon juga pasti bergembira di alam sana," bisiknya terharu ketika
keduanya saling bertukar janji perkawinan.
Raja mengangguk " mengamini pernyataan itu. Ia tidak pernah membayangkan
hari ini akan datang tapi hari ini akhirnya terwujud juga. Sang petualang cinta
itu akhirnya melabuhkan diri pada pujaannya.
-THE END- Pembantai Raksasa 2 Empat Serangkai - Gunung Rahasia The Secret Mountain Godfather Terakhir 10
mereka. Ia tidak pernah menikmati menjadi tokoh utama topik pembicaraan! Ia
tidak peduli mereka menyebutkan anak haram. Ia tidak terlalu memikirkan
komentar mereka. Ia hanya membenci mereka yang suka menjelek-jelekkan
Duke Norbert dan ayahnya.
Entah mengapa ia tidak bisa lepas dari mereka. Tak peduli ke manapun ia
melangkah, omongan itu selalu mengekor. Tak peduli apapun statusnya, matamata itu terus memandangnya.Tidak ada pengecualian! Tua muda, pria wanita
semua suka membuatnya menjadi tokoh utama seperti yang telah mereka
lakukan selama seminggu terakhir ini.
Koran-koran telah mengupas habis sejarah hidupnya. Bagaimana ia bisa hadir di
dunia ini, budaya-budaya yang pernah ia lihat, bahasa-bahasa yang ia kuasai,
tempat-tempat yang pernah ia kunjungi. Tidak satupun yang mereka lewatkan.
Sering ketika membaca koran-koran itu, Sarita berpikir mengapa Duke Vinchard
tidak menutup mulut mereka seperti ia melenyapkan ibunya dari muka bumi.
Sebaliknya, Sarita menyadari, semakin mereka menguliti masa lalunya, semakin
tinggi kebanggaan Duke. Sekarang Sarita berdoa setelah hari ini ia dapat
melalui hari ini dengan tenang, jauh dari para pria yang mengincarnya.
Sarita terkejut menyadari apa yang tengah ia cari. Pada saat yang bersamaan
matanya menemukan apa yang dicarinya: Pangeran Halbert!
Apa gunanya ia mencari pemuda itu" Apa gunanya ia menemukan pemuda itu"
Apa ia ingin Halbert kembali melindunginya dari para pria yang tidak ia sukai"
Halbert tersenyum bahagia. Matanya bersinar-sinar pada para wanita yang
berebut menjadi pasangan dansanya. Sarita segera mengalihkan pandangan
mata pada Duke. Dibandingkan menemaninya, Halbert tentunya lebih tertarik
menemukan teman kencan. "Kau sangat cantik," Duke Vinchard mengulurkan tangan menyambut Sarita,
"Aku bangga padamu."
Sarita tersenyum. Ia meletakkan tangan di siku Duke dan membiarkan Duke
mengenalkannya kepada sahabat-sahabatnya.
"Ia benar-benar mirip Sharon," kata seorang di antara mereka.
"Ia benar-benar seorang gadis muda yang mengagumkan," kata yang lain.
"Kudengar kau pernah mengunjungi negara di sisi lain daratan ini. Apakah
engkau pernah ke negara timur tengah?"
"Umurmu masih kecil namun kau sudah mengunjungi banyak negara. Benarbenar mengagumkan."
"Kau tentu menguasai banyak bahasa."
"Kudengar engkau menjadi wali Duke of Cookelt. Luar biasa!"
Sarita hanya tersenyum mendengar komentar mereka yang tiada hentinya itu.
Komentar-komentar mereka bukanlah hal baru baginya. Mereka hanya
mengulang isi koran. Sarita ingin meninggalkan mereka. Namun sebagai tuan rumah, ia hanya dapat
berdoa mereka segera melepaskannya.
Setelah kerumunan sahabat-sahabatnya, Duke Vinchard membawa Sarita
kepada para bangsawan Helsnivia.
Walaupun ingin segera kabur, Sarita tetap bertahan. Tidak ada yang perlu
dikhawatirkannya selama Duke of Vinchard ada di sisinya.
"Nah, Sarita, sekarang temuilah para pemuda yang menarik perhatianmu."
Sarita terperanjat ketika Duke melepaskannya.
"Sarita, aku akan menjadi pasanganmu. Aku akan menjadi pasanganmu," Chris
dengan penuh semangat mengajukan diri.
"Kau tidak akan ke mana-mana, Anak Muda," Duke Vinchard menarik tangan
Chris, "Kau akan ikut aku."
"Lepaskan aku, tua bangka! Aku punya urusan penting."
Tanpa mendengarkan protes Chris, Duke menarik Chris.
Akhir-akhir ini Sarita sudah terbiasa melihat pemandangan ini. Pengawasan
Duke yang ketat inilah yang membuat Sarita merasa aman sekalipun mereka
berada di bawah satu atap.
Begitu Sarita membalikkan badan, segerombolan pria sudah berada semeter di
depannya. "Lady Sarita, senang berkenalan dengan Anda."
"Kenalkan saya adalah?"
"Apakah Anda bersedia bersedia menjadi pasangan dansa saya?"
"Bersediakah Anda berdansa bersama saya?"
Mereka berebutan memperkenalkan diri dan menjadi pasangan dansanya.
Sarita berharap ia dapat memahami perasaan Halbert dikerumuni wanita cantik.
Sayangnya, ia bukan Halbert. Ia tidak menikmati kerumunan ini. Tanpa
disadarinya, matanya melirik Halbert yang masih bercanda dengan wanitawanita cantik di sisinya.
Sarita terkejut menyadari ia masih mengharapkan perlindungan Halbert. Bodoh!
Ia benar-benar bodoh! Tidakkah ia melihat Halbert tampak begitu gembira
berada di antara wanita-wanita yang memujanya"
Seorang pria melintas kerumunan itu.
Sarita tersenyum gembira. Saat ini hanya sepupunya inilah yang bisa
menjauhkan pria-pria ini. "Maaf, saya sudah punya janji," Sarita menerobos
kerumunan itu. "Gunter!" panggil Sarita.
Gunter terkejut melihat Sarita mendekatinya. "Mengapa kau ada di sini?" Gunter
semakin terkejut ketika Sarita meraih tangannya dan menariknya menjauhi
keramaian. Akhirnya Gunter sadar mengapa Sarita mencarinya. Ia sudah mendengar desasdesus tentang Sarita. Ia sudah mengetahui ketidaksukaan gadis ini menjadi
pusat perhatian. Sayangnya, ke mana pun Sarita berada, ia akan selalu menjadi
pusat perhatian. "Duke tidak akan suka melihatku bersamamu."
"Saat ini Kakek lebih tertarik memperkenalkan teman-temannya pada Chris,"
Sarita terus membawa Gunter menjauh.
Gunter memalingkan kepala mencari Duke of Vinchard. Seperti yang dikatakan
Sarita, Duke tengah memperkenalkan sang Duke baru Cookelt kepada
bangsawan-bangsawan penting Helsnivia. "Sepertinya ia sudah menganggap
Chris sebagai putranya."
"Ya," Sarita membenarkan. "Kakek sangat menyayangi Chris. Aku bahagia Chris
dapat menemukan seseorang yang ia puja."
Gunter memperhatikan wajah tegang Sarita. "Ke mana kau akan membawaku?"
"Entahlah. Aku hanya ingin menjauhi tempat ini."
"Besok kau akan menjadi berita utama Helsnivia," Gunter bergurau, "Lady Sarita
Yvonne Lloyd, sang tuan rumah Quadville, meninggalkan tamu-tamunya."
"Aku tidak terlalu memusingkannya," Sarita mengaku.
Tentu saja Gunter tahu. Sarita tidak pernah memusingkan gosip-gosip
tentangnya. Sarita hanya tidak menyukai cara semua pria memperlakukannya.
Gunter tidak menyalahkan Sarita. Sejak umur enam tahun Sarita telah dicap
sebagai anak haram Duke of Cookelt. Sejak masih anak-anak, gadis cantik ini
telah dipandang sebagai wanita rendahan seperti ibunya. Bertahun-tahun para
pria memperlakukannya sebagai wanita murahan yang bersedia melakukan apa
saja demi uang dan kedudukan.
"Sarita," Gunter berhenti dan menatap lembut pada gadis muda itu, "Tidak
semua pria seburuk yang kau pikirkan."
"Aku mengerti hal itu, namun"," Sarita mendesah, "Tidak mudah membuat
hatiku menerimanya." Matanya menatap langit biru. "Sering aku berpikir
mengapa hati dan otak manusia tidak bisa berjalan beriringan."
"Kau hanya membuat semuanya menjadi rumit."
"Mungkin"," Sarita mengakui. "Tampaknya tidak mudah mencari seorang pria
seperti Papa." Gunter menyadari para pria di sekitar Sarita memperkuat pandangan gadis ini.
Almarhum Duke Norbert bukanlah seorang pria setia. Chris, yang masih muda
itu suka bermain wanita. Dan Halbert, sang Pangeran yang telah memberinya
perlindungan adalah seorang playboy kelas atas. Hanya Ithnan Elwood satusatunya pria setia yang Sarita kenal. Hanya Ithnan Elwood yang tetap mencintai
satu wanita sampai akhir hayatnya.
Gunter melihat puluhan pasang mata yang cemburu menatap tajam padanya.
"Ini bukan ide yang baik."
Sarita melihat Gunter dengan bingung.
"Aku khawatir aku tidak dapat menjaga nyawaku yang berharga ini bila aku
terus bersamamu." Gunter memutar badan Sarita.
"Apa maksudmu?" Sarita menoleh pada pria itu.
"Pangeranmu sudah datang menjemput," Gunter mendorong Sarita.
Sarita yang tidak siap langsung terhuyung.
"Sarita!" Halbert menangkap Sarita.
Sarita terperanjat. Dadanya berdebar keras. Ia masih kaget oleh tindakan tibatiba Gunter. Sedetik lalu ia merasa tubuhnya seperti ditarik bumi.
Halbert memelototi Gunter dengan tidak senang.
"Jaga dia baik-baik, Yang Mulia," Gunter tersenyum penuh arti. "Jangan biarkan
pria lain mendekatinya."
Halbert tidak menyukai pria ini. Ia tidak menyukainya ketika mereka bertemu di
pesta Viscount Padilla. Sekarang pun ia tidak menyukainya. Hanya karena ia
adalah penerus Duke Vinchard, ia pikir ia bisa menguasai Sarita. Hanya karena
Sarita memilihnya, ia pikir Sarita adalah miliknya.
Halbert tidak suka melihat Gunter mendekati Sarita! Ia tidak suka pria-pria yang
mendekati Sarita! Ia sudah serasa terbakar emosi melihat gerombolan pria yang
mendekati Sarita. Ia benar-benar kehilangan kendali ketika Gunter membawa
Sarita ke tempat sepi. Sejak Duke mengumumkan pesta ini, ia sudah memutuskan tidak akan
menyerahkan Sarita pada siapa pun. Ia tidak akan membiarkan pria lain menjadi
pasangan dansa Sarita. Dia adalah pasangan dansa pertama Sarita dan yang
terakhir! Sejak ia tiba, gerombolan wanita terus mengekor. Wanita-wanita yang
merepotkan itu telah menyulitkannya. Celoteh mereka yang tiada henti telah
membuat pria-pria lain mempunyai kesempatan untuk mendekati Sarita! Andai
bukan karena sopan santun, Halbert pasti telah meninggalkan mereka untuk
memastikan tidak seorang pria pun mendekati Sarita.
Gunter terus menjauh dengan senyum lebar di wajah tampannya.
"Kau baik-baik saja, Sarita?" Halbert bertanya cemas pada gadis di tangannya,
"Apakah kau terluka?" Ia tidak akan melepaskan Gunter kalau Sarita sampai
terluka. "Saya baik-baik saja," jawab Sarita sambil tersenyum manis, "Terima kasih,
Yang Mulia." Halbert dapat merasakan penolakan gadis itu. "Kau hanya punya satu pilihan
kalau kau ingin menjauhi mereka," Halbert memperingati. Hanya saat inilah ia
mensyukuri ketidaksukaan Sarita pada para bangsawan mata keranjang"
sepertinya. Sarita pun menyadari kebenaran dalam kata-kata itu. Lebih mudah menghadapi
satu penggoda wanita yang telah ia kenal daripada puluhan pria yang tidak ia
kenal. Halbert membuka sikunya untuk Sarita.
Sebuah bunga kebahagiaan bersemi dalam hati Sarita ketika ia meletakkan
tangan di siku Halbert. Wanita-wanita memasang mata iri pada Sarita. Halbert langsung mengabaikan
mereka ketika Sarita muncul. Halbert langsung meninggalkan mereka ketika
Sarita berjalan bersama seorang pria.
Tatapan mereka menyadarkan Sarita akan posisinya. Bunga kebahagiaan di
hatinya layu bersamanya. Ia hanyalah satu di antara wanita-wanita Halbert.
Ia tidak akan pernah menempati tempat spesial di hati Halbert. Ia tidak akan
menjadi wanita terpenting dalam hidup Halbert. Ia tidak akan pernah
mendapatkan hati Halbert.
Halbert adalah seorang petualang. Sama seperti ayahnya, Halbert tidak akan
pernah terpuaskan. Mereka adalah petualang sejati dan seorang petualang sejati
tidak pernah berhenti berpetualang.
Tidak hanya Sarita yang memperhatikan orang-orang di sekitar mereka. Halbert
juga tengah mengawasi mereka. Hanya saja ia bukan wanita-wanita cantik itu
yang ia perhatikan. Ia tengah menatap tajam pria-pria yang tidak melepaskan
mata dari Sarita. Ia mempunyai alasan yang sama dengan Sarita untuk tidak menyukai pesta
yang diadakan Duke of Vinchard ini. Halbert tidak suka Sarita menjadi pusat
perhatian. Ia tidak suka pria-pria lain memperhatikan Sarita!
Halbert membawa Sarita ke keramaian para tamu. Ia tidak akan
menyembunyikan Sarita ke tempat sepi. Ia akan menunjukkan pada setiap
orang milik siapakah Sarita. Halbert tidak akan membuang kesempatan untuk
melenyapkan kesempatan tiap pria.
"Sarita," seseorang memanggil, "Pada akhirnya engkau bersama Pangeran."
"Sudah kukatakan, Sarita pasti akan bersama Pangeran lagi," komentar Chris
tidak senang. Sarita terperanjat. Duke Vinchard mengharapkan ia bisa mengenal pria lain
namun ia terus menempel pada Pangeran, jenis pria yang tidak disukai Duke.
Sarita menarik tangannya dari apitan Halbert.
Sebagai gantinya, Halbert meletakkan tangan di pinggang Sarita dan
menariknya merapat. Seketika Sarita sadar ia telah membuat kesalahan.
"Selamat siang, Duke," sapa Halbert, "Saya berharap Anda tidak keberatan saya
menemani cucu Anda sepanjang hari ini."
Duke memperhatikan Halbert menarik Sarita merapat ke sisinya. Ia melihat
sinar mata Halbert yang mempertegas kepemilikannya atas Sarita.
Duke tersenyum dan berkata, "Tidak. Saya tidak keberatan. Sama sekali tidak"
Lalu ia berkata, "Tolong jaga Sarita, Yang Mulia."
Sarita terperanjat. "APA!?" protes Chris, "Bagaimana kau bisa menyerahkan Sarita pada pria mata
keranjang ini!" Dia hanya mempermainkan Sarita. Aku lebih pantas untuk
Sarita." Sarita juga sadar Halbert tidak serius. Ia yakin Duke Vinchard juga tahu. Pasti
karena Halbert adalah seorang Pangeran maka Duke tidak mencegah. Andai
Halbert hanya seorang bangsawan biasa, Duke pasti melakukan segala cara
untuk mencegah Halbert mendekatinya. Pasti!
"Ikut aku, Chris. Aku akan mengenalkanmu pada temanku." Duke mengabaikan
protes itu. "Tunggu! Apa kau tidak mendengarku, tua bangka!" Tunggu aku!" Chris
bergegas mengikuti Duke. Sarita tertawa geli melihat mereka. Akhir-akhir ini memperhatikan kedua pria itu
adalah hobinya. Entah mengapa setiap melihat mereka, sebuah kehangatan
muncul di dadanya. "Aku benar-benar tidak menduga mereka bisa cocok seperti ini," entah untuk
keberapa kalinya Sarita berkomentar.
"Benar," Halbert tidak suka mendengarnya. Ia tidak pernah suka ketika Sarita
membicarakan pria lain. Tangannya beralih mengambil tangan Sarita dan
menggenggamnya erat-erat.
Ketika melihat Halbert cemburu seperti ini, Sarita berharap kecemburuan itu
dikarenakan cinta. Sayangnya, ketika Halbert menariknya mendekat, Sarita
hanya merasakan harga diri.
Setiap pasang mata terus mengikuti Halbert yang membawa Sarita berkeliling
sambil menyatakan kepemilikkannya atas Sarita. Di antara mata-mata yang
penuh ingin tahu itu, hanya satu pasang mata yang dipenuhi amarah.
"Berani-beraninya anak itu mendekati Sarita di depan mataku!" Ratu Kathleen
tidak henti-hentinya menggerutu, "Lihat saja. Aku pasti akan memisahkan
mereka. Aku akan melakukan segala cara untuk mencegahnya mendekati
Sarita." Raja Marshall hanya mendesah. "Sikapmu akhir-akhir ini sudah melewati batas."
"Aku harus melakukan segala cara!" Ratu Kathleen bersikeras, "Aku tidak bisa
berdiam diri melihat anak itu menyentuh Sarita!"
"Halbert tidak akan senang."
"Aku tidak peduli! Selama ia menjauhi Sarita, aku tidak peduli."
"Sikapmu itu hanya membuat orang-orang salah sangka. Aku khawatir Sarita
sendiri berpikir kau membencinya."
"Omong kosong!" sergah Ratu, "Sarita pasti tahu aku tidak bisa membencinya."
Raja Marshall tidak berkomentar lebih jauh. Sejak Duke of Vinchard
mengumumkan pesta ini, ia sudah tahu putranya akan berbuat seperti ini dan
istrinya akan terus mengawasi mereka.
"Anak itu"," tangan Ratu terkepal, "Berani-beraninya dia memeluk Sarita seperti
itu. Marshall, cepat lakukan sesuatu!"
Raja Marshall melihat Halbert mengajak Sarita berdansa. Ia yakin saat ini tidak
ada yang dapat membuat Halbert menjauhi Sarita. Raja tidak pernah melihat
putranya seperti ini. Ia tidak pernah melihat Halbert begitu berlebihan dalam
memperlakukan pasangannya. Ia yakin Halbert tidak ingin membiarkan seorang
pun merebut Sarita darinya.
"Apa yang dilakukan anak itu!" Mengapa ia membiarkan Sarita seorang diri!"
Apa dia tidak takut orang lain mendekati Sarita!?"
Raja melihat Halbert meninggalkan Sarita yang duduk di pinggir kolam ikan.
"Aku tidak bisa membiarkan ini!" Ratu memutuskan.
"Kathleen!" Raja terlambat mencegah Ratu mendekati Sarita.
Kisah Cinta Karya Sherls Astrella di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Raja menyerah. Ia tidak tahu di mana istrinya menempatkan posisinya. Di suatu
saat Kathleen memisahkan Halbert dari Sarita dan di saat lain ia memerintahkan
Halbert menemani Sarita. Satu yang tidak diragukannya: cinta Kathleen pada
Sarita. "Ke mana anak bodoh itu pergi?"
Sarita terperanjat. Wajah Ratu menampakkan jelas perasaannya. Ia seperti siap melumat Sarita.
Sarita memaklumi wajah yang tidak sedap dipandang itu.
"Kau benar-benar mempesona," Ratu duduk di sisi Sarita. "Tidak heran setiap
pria di tempat ini tidak dapat melepas mata darimu. Bahkan Halbert pun tidak
sanggup meninggalkanmu."
"Maafkan saya, Yang Mulia," Sarita sama sekali lupa ketidaksukaan Ratu
Kathleen padanya, "Saya berjanji tidak akan mendekati Pangeran lagi."
"Khawatirnya engkau tidak dapat," Ratu Kathleen mendesah, "Kulihat dari waktu
ke waktu Halbert semakin tertarik padamu." Dan Ratu tertawa lepas. "Tak
diragukan lagi kau memang putri Sharon."
Sarita terperangah. Bermimpi pun ia tidak pernah menduga ia akan melihat Ratu
yang anggun ini akan tertawa lepas seperti ini. Tanpa ia sadari, ia
menggumam,"Saya pikir Anda membenci saya."
"Membencimu!?" Ratu Marshall terperanjat, "Bagaimana mungkin!" Engkau
adalah putri sahabat baikku!"
"Mama?" Sarita terperanjat, "Anda mengenal Mama."
"Tidak hanya mengenalnya. Ia sudah seperti saudara bagiku." Untuk pertama
kalinya, Ratu Marshall tersenyum lembut pada Sarita!
Sarita tidak pernah membayangkannya!
"Apakah tidak ada yang memberitahumu?" Ratu Marshall heran.
Sarita menggeleng. "Kukira engkau sudah tahu."
"Zielle tidak memberitahu saya."
"Ia pasti melewatkannya," komentar Ratu Sharon. "Namun"," Ratu geram,
"Ithnan tidak pernah mengungkit Sharon bisa dimengerti. Bahkan Norbert juga
tidak pernah memberitahumu tentang Sharon!?""
Sarita semakin heran. "Anda juga mengenal Norbert?"
"Bagaimana mungkin aku tidak mengenal orang yang telah memperkenalkan
Sharon pada cinta sejatinya?" tanya Ratu, "Pada pria yang telah menghancurkan
hidup Sharon." Dari suaranya, Sarita dapat menangkap kebencian Ratu pada Duke Norbert dan
ayahnya. "Apakah" Anda membenci Papa?" Sarita bertanya hati-hati.
"Ya," dengan mantap Ratu Kathleen menjawab, "Dia telah menghancurkan hidup
Sharon. Namun"," tangan Ratu merangkum wajah Sarita dan dengan matanya
yang lembut ia berkata, "Ia juga telah memberikan kebahagiaan pada Sharon.
Dan ia juga memberi Sharon putri yang sangat manis."
"Paduka Ratu?" "Selama bertahun-tahun ini kau pasti melalui masa yang sulit."
"Tidak, Yang Mulia. Papa telah menjaga saya dengan baik. Duke Norbert juga
menyayangi saya." "Aku telah mendengarnya. Namun aku sama sekali tidak pernah menduga anak
haram Duke of Cookelt yang terkenal itu adalah kau."
Rasa bersalah meliputi Sarita. "Duchess Belle tidak menyukai saya."
"Aku juga telah mendengarnya. Wanita itu yang pernah mengirim orang
membunuhmu itu pasti terbaring kaku di ranjang sekarang. Ia pasti tidak
pernah menyangka anak haram yang dibencinya adalah keturunan Duke of
Vinchard yang terhormat dan bukan putri kandung Norbert. Earl of Mongar juga
pasti kehabisan kata-kata."
"Yang Mulia"," bahkan koran-koran tidak mengetahui pembunuh kiriman
Duchess Belle juga tentang Earl of Mongar. "Mengapa Anda bisa mengetahui
banyak hal tentang saya?"
"Aku menyuruh Savanah melayanimu bukan hanya untuk mengawasimu namun
juga untuk mengenalmu lebih dalam."
Pantas saja Savanah suka mengorek masa lalunya. Pantas saja Savanah selalu
tertarik mendengar cerita masa lalunya.
Ratu tersenyum penuh kasih sayang. "Bila kau mempunyai kesulitan atau
membutuhkan seseorang untuk berbicara, kau bisa menemuiku."
Sarita menatap lekat-lekat Ratu.
"Kau tidak mempercayaiku juga tidak bisa disalahkan. Siapa suruh aku tidak
pernah menghiraukanmu."
"Ti-tidak. Saya" saya"," Ratu menggenggam tangan Sarita.
"Aku ingin kau tahu aku sudah mencintaimu sejak melihatmu. Engkau begitu
mirip dengan ibumu hingga aku sering salah mengenal. Berulang kali aku ingin
berbicara denganmu. Berulang kali aku ingin memelukmu." Dan Ratu melakukan
kata-katanya. Sarita terpaku. Sebuah perasaan yang tidak pernah ia rasakan menghangatkan
tubuhnya. "Engkau bisa menganggapku sebagai ibu bila kau mau." Lagi-lagi Ratu
memandangnya penuh kasih sayang.
"Ibu"," gumam Sarita. Inikah perasaan dipeluk seorang ibu"
"Nah, Sarita. Selamat menikmati pestamu." Ratu melepaskan Sarita dan
menjauhi gadis yang masih mematung itu.
"Apa yang dibicarakan Mama denganmu?"
Suara tegas itu membuat Sarita terperanjat.
"Apa yang dibicarakan Mama?" suara Halbert menuntut jawaban.
"Ti-tidak ada," jawab Sarita. Bagaimana mungkin ia akan memberitahu Halbert
isi pembicarannya dengan sang Ratu, "Beliau tidak membicarakan apapun
dengan saya." Halbert memperhatikan Sarita dengan tajam. Ia tidak percaya ibunya mendekati
Sarita hanya untuk berbasa-basi. "Katakan padaku kalau ia mengatakan sesuatu
yang membuatmu tidak senang," Halbert memutuskan untuk melepaskan Sarita
lalu ia menyodorkan gelas minuman, "Ini minumanmu."
"Terima kasih," tanpa ragu-ragu Sarita menghabiskan minumannya.
Halbert terperangah. "Pangeran," tanya Sarita kemudian, "Minuman apa ini" Minuman ini sangat
sedap." "Itu hanya anggur merah."
Sarita merasa tubuhnya panas seperti terbakar dan kepalanya pening.
Pandangan matanya mengabur dan ia merasa tenaganya hilang.
"Kau baik-baik saja?" Halbert mulai khawatir melihat Sarita. "Sarita," ia
mengulurkan tangan. Sarita jatuh ke tangan Halbert.
"SARITA!" Gelas di tangan Sarita jatuh dan hancur berkeping-keping.
Sarita merasakan mual di perutnya. Pening di kepalanya sama sekali tidak
membantunya merasa lebih baik.
Tiba-tiba seseorang menciumnya. Sebelum Sarita menyadari apa yang terjadi
sebuah cairan mengalir dari mulut pria itu ke dalam tenggorokannya.
"Minum!" perintah Halbert.
Sarita tidak menyukai rasa minuman itu.
"Habiskan!" sekarang Halbert menyodorkan gelas ke mulutnya.
Sarita menuruti perintah itu.
"Kau benar-benar merepotkan," Halbert memeluknya erat-erat. "Kau
membuatku kaget. Kupikir aku sudah meracunimu. Mengapa tidak kau katakan
kalau kau tidak bisa minum minuman keras!?"
Sepasang mata yang cemas itu membuat Sarita merasa bersalah.
"Berbaringlah. Kau membutuhkan istirahat," Halbert kembali membaringkan
Sarita di atas pahanya. Sarita melihat rimbunan hijau daun pohon. Matanya terpaku pada sinar matahari
yang berusaha menerobos ketebalan dedaunan.
Pikiran Sarita mulai berputar. Ia ingat ia duduk di pinggir kolam ikan. Kemudian
Ratu Kathleen mendekatinya dan Halbert memberinya minuman yang membuat
tubuhnya serasa terbakar. Sekarang" Sarita bingung mengapa ia bisa berada di
bawah pohon. Ia tidak ingat ada pohon di sekitar kolam ikan. Dan mengapa"
Sarita berdiri. "Apa yang kaulakukan!?" Halbert terperanjat. "Berbaringlah!" Halbert menahan
Sarita. Wajah Sarita merah padam. Mengapa ia bisa berbaring di atas rumput dengan
kepalanya di paha Pangeran Halbert!"
"Apa kau pusing lagi!?" Halbert menundukkan kepala menatap Sarita dengan
cemas. Tangannya memegang dahi Sarita. "Mana yang sakit?" ia memijit lembut
kening Sarita. "Apa kau sudah merasa lebih baik?"
"Saya tidak apa-apa," Sarita menepis tangan Halbert.
Mengapa gadis ini selalu begini" Mengapa gadis ini tidak pernah menerimanya"
Bahkan di saat ia ingin memperhatikannya"
Sarita memaksakan dirinya untuk duduk. Seketika ia sadar mereka masih
berada di halaman Quadville tempat pesta diselenggarakan.
"Kau sudah merasa lebih baik, Sarita?"
Duke of Vinchard mendekat dengan cemas.
"K-kakek!" Sarita terperanjat. Seketika ia sadar ia pasti telah membuat
keributan. "Maafkan aku, kakek. Aku pasti telah mempermalukan kakek."
Bahkan Zielle pasti memarahinya malam ini.
Duke Vinchard hanya tertawa. "Tidak ada yang perlu kau khawatirkan. Pangeran
telah mengatasinya dengan baik. Sebelum banyak orang mengetahui, ia telah
membawamu ke tempat yang sepi ini."
"Terima kasih, Pangeran," Sarita tersipu-sipu.
"Sekarang aku mengerti mengapa wajahmu selalu memerah tiap kali sesudah
kau menghabiskan makan malammu," gumam Duke Vinchard, "Aku akan
memerintahkan koki menyiapkan menu yang tidak mengandung anggur
untukmu." "Sarita, kau sudah sadar?" Chris gembira, "Zielle membuat minuman khusus
untukmu. Katanya kau akan merasa lebih baik setelah menghabiskannya." Chris
mengulurkan segelas minuman pada Sarita.
"Terima kasih," Sarita mengulurkan tangan.
Halbert mencengkeram tangan Sarita.
Sarita terperanjat. "Berikan padaku," Halbert merampas gelas itu dari tangan Chris.
Chris marah. "Ikut aku," Duke Vinchard menarik Chris sebelum pemuda itu melepaskan
amarahnya. "Aku harus segera menyuruh koki menyiapkan makanan khusus
untuk Sarita." Kali ini Sarita. cukup. wanita Halbert tidak sedang bermain wanita. Ia benar-benar jatuh cinta pada
Sikapnya yang penuh perlindungan itu sudah merupakan bukti yang
Duke Vinchard tidak pernah melihat sang Pangeran yang suka bermain
itu bisa menjadi seorang pencemburu seperti ini.
"Kau masih tidak percaya padaku, Kathleen?" tanya Raja. "Kali ini Halbert
serius. Ia tidak sedang bermain-main."
Ratu Kathleen kesal. Ia tidak punya pilihan lain selain mengakui kenyataan itu.
Ketika melihat kepanikan Halbert ketika Sarita tiba-tiba pingsan, ia sadar
putranya tidak panik karena ia adalah seorang Pangeran namun karena ia
mencemaskan Sarita. Sikapnya yang penuh perlindungan itu tidak pernah
diberikannya pada wanita kencannya yang lain. Yang terutama, ia tidak pernah
melihat Halbert, sang penggoda wanita, bisa menjadi seorang pencemburu.
Tidak sekalipun ia membayangkan Halbert bisa begitu murka hanya karena
seorang pria mendekati pasangannya. Ia tidak pernah mengharapkan Halbert
bisa memandang tiap pria dengan mata yang berkata, "Gadis ini adalah milikku.
Jangan berharap seorangpun dari kalian bisa mendekatinya!"
"Dia memang putri Sharon," Ratu Kathleen tersenyum bangga. "Tidak. Ia lebih
mengagumkan dari Sharon. Ia melampaui Sharon! Ia tidak hanya membuat para
pria patah hati tapi juga para wanita."
Ratu Kathleen tertawa bangga.
"Siapa sebenarnya anakmu?" Raja Marshall menyerah.
Chapter 19 "Sudah cukup, Halbert!" Ratu tidak dapat mengendalikan emosinya. "Kapan
engkau sadar kau adalah seorang Pangeran!?"
Halbert tidak menyalahkan ibunya. Kesalahan memang terletak padanya. Akhirakhir ini ia tidak pernah berkencan namun ia juga tidak melaksanakan tugasnya
dengan baik. Ia juga tidak bisa berkonsentrasi pada pelajaran khusus untuk
mempersiapkannya menjadi seorang Raja.
"Kapan kau akan bangun dari mimpi-mimpimu itu!?" bentak Ratu. "Kau sudah
bukan anak kecil lagi. Bagaimana kau akan memimpin kerajaan ini kalau kau
tidak segera sadar!?"
"Aku tahu, Mama. Aku tahu!" Halbert juga tidak menginginkannya namun ia
tidak bisa menghentikan kecemasannya.
Sejak pesta itu, undangan terus berdatangan di pintu Quadville. Sejak pesta itu,
nama Sarita tidak pernah berhenti disebut. Semenjak pesta itu, ia selalu muncul
di Quadville setiap ia mempunyai waktu luang. Semenjak pesta itu, ia selalu
menyempatkan diri untuk menemui Sarita. Namun itu tidak cukup!
Setiap kali Sarita tidak berada di sisinya, kecemasan selalu menghantuinya.
Setiap Sarita berada di luar jangkauannya, ia tidak dapat menghentikan
kerinduannya pada Sarita.
Halbert tidak akan pernah merasa tenang sebelum Sarita menjadi miliknya.
Halbert sadar penyebab kecemasannya ini adalah sikap gadis yang dicintainya
itu. Ia telah melakukan segala cara untuk membuat gadis itu menerimanya
namun gadis itu selalu membuat jarak dengannya ketika ia berpikir Sarita sudah
menerimanya. Ia semua keahliannya tidak berguna. Semua daya pikatnya tidak
dapat menarik perhatian Sarita.
"Kau memikirkan Sarita?" tanya Raja Marshall.
Halbert terperanjat. Bagaimana ayahnya bisa tahu"
"Kau benar-benar jatuh cinta pada Sarita," Ratu Kathleen tersenyum.
Dan ibunya!" Halbert membelalak.
"Sarita memang mengagumkan," Ratu Kathleen menambahkan. "Sejak awal aku
sudah tahu Sarita pasti dapat menghentikan kebiasaan burukmu ini. Sejak
melihat Sarita aku sudah tahu hanya putri Sharon yang bisa menangkap jiwa
petualangmu itu." "Mama"," Halbert kehilangan kata-katanya, "Mama sudah tahu semuanya dari
awal?" Ratu mengangguk bangga. "Mengapa Mama tidak memberitahuku?"
"Aku sudah memberimu petunjuk," ujar Ratu santai.
"Mengapa Mama membiarkanku pusing sampai gila!?" Halbert tidak dapat
menerima penjelasan itu. "Aku tidak mau kau melukai Sarita."
Halbert membelalak. "Sarita bukan mainanmu! Aku tidak mau kau bermain-main dengan Sarita. Ia
adalah putri sahabatku. Aku tidak mau kau melukainya."
Halbert tidak tahu harus bereaksi apa. Ibunya ternyata lebih memihak Sarita.
"Itu salahmu sendiri," Ratu membaca ekspresi Halbert. "Kau tidak pernah serius
berhubungan dengan wanita. Ini adalah petualangan, kau selalu berkata. Begitu
melihatnya, aku tahu Sarita adalah putri Sharon. Aku harus melindunginya. Aku
tidak bisa membiarkan seorang pun melukainya sekalipun itu adalah putraku
sendiri!" Tiba-tiba saja semuanya menjadi jelas. Ratu memerintah Savanah melayani
Sarita bukan untuk mengawasinya tapi menjaganya. Ratu memaksanya
menemui Duke of Vinchard karena ia ingin Halbert sadar siapa ibu Sarita. Ratu
terus memperingatinya untuk menjauhi Sarita bukan karena ia tidak menyukai
status Sarita namun karena Ratu tidak ingin ia melukai Sarita!
Halbert tertawa hambar. Ibunya ternyata sama sekali tidak mempercayainya!
Selama ini ia selalu mempermainkan wanita dan sekarang ia dipermainkan oleh
ibunya sendiri. Halbert merasa sudah benar-benar gila.
"Begitu melihat Sarita, semua orang pasti tahu siapa ibunya," kata Raja Marshall
pula, "Sarita sangat mirip dengan Sharon. Ia lebih cantik. Lebih rapuh dari
Sharon." "Benar," Ratu sependapat. "Tak heran ia memang putri wanita tercantik di
Helsnivia." "Sejak melihatnya aku sudah tahu ia akan berhenti menjadi bahan
pembicaraan." Dan juga ayahnya!" Halbert membelalak lebar. Ia tidak percaya mereka
melakukan ini padanya hingga membuatnya berpikir orang yang ia hormati
tengah bermain mata dengan Sarita!
"Kau tidak perlu mencemaskan Sarita," ujar Ratu, "Ia tidak akan mengalami
bahaya apapun seperti yang ia alami di Trottanilla."
Kisah Cinta Karya Sherls Astrella di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Bukan itu yang aku cemaskan!?"
"Lalu apa?" tanya Raja tidak mengerti.
"Aku takut Sarita jatuh cinta pada pria lain!" Halbert mengakui.
Ratu Kathleen tersenyum penuh arti. "Tidak ada yang perlu kaucemaskan. Sarita
tidak akan jatuh cinta pada pria lain."
"Bagaimana aku tidak cemas!?" tanya Halbert dengan nada tinggi, "Dua bulan
lamanya ia tinggal bersamaku dan selama itu ia tidak pernah tertarik padaku.
Sedikit pun tidak pernah! Sekarang setiap saat segerombolan pria mengantri di
depan pintu kamarnya. Bagaimana aku tidak cemas?"
"Kau tidak bisa mencegahnya. Ia adalah gadis tercantik di Helsnivia bahkan
mungkiin di dunia," Ratu Kathleen menjawab dengan bangga seolah-olah Sarita
adalah putri kandungnya, "Walaupun ia lahir di luar nikah, ia tetap keturunan
keluarga terhormat. Bangsawan-bangsawan dari luar pun berdatangan untuk
melamarnya. Kudengar beberapa Pangeran negeri lain juga berencana
mengundangnya ke kerajaan mereka."
Halbert juga menyadari ke manapun Sarita pergi, ia akan menjadi pusat
perhatian. "Itulah yang membuatku kian tidak bisa tenang!" ujar Halbert gusar, "Di antara
mereka pasti ada yang menarik perhatian Sarita. Dalam hitungan hari pasti akan
muncul pria yang mendapatkan hati Sarita."
"Mengapa kau tidak ikut mengantri daripada bercemas ria di sini?" tanya Raja
Marshall. "MUSTAHIL!" "Mengapa?" tanya Ratu Kathleen.
Halbert tidak dapat menjawab.
"Hanya dirimulah yang menghalangimu," kata Raja Marshall.
"Omong kosong!" sergah Halbert tidak senang. "Mustahil adalah mustahil!
Bagaimanapun kau memaksanya mustahil tetaplah mustahil."
"Mengapa?" Ratu memaksa.
"Karena Sarita lebih suka menjauhiku daripada menemaniku!" Mengapa rahasia
umum seperti ini pun mereka tidak tahu"
"Benar. Karena kau hanya tahu bermain wanita," hina Ratu Marshall.
"Aku tidak sedang bermain-main!" Halbert marah, "Aku serius. Aku
mencintainya!" "Kalau kau mencintainya, lakukan sesuatu yang nyata!" sahut Ratu, "Kalau
Sarita bukan mainanmu, perlakukan dia dengan serius!"
"Aku serius! Aku selalu serius terhadapnya!"
"Aku tidak melihatnya," Raja menyela.
Halbert melihat ayahnya. "Kulihat caramu memperlakukan Sarita sama dengan caramu memperlakukan
wanita-wanitamu yang lain," komentar Ratu.
"Sarita bukan wanita yang akan menjadi pasanganmu hari ini dan akan kau
buang ketika kau bosan. Bukankah begitu, Halbert?" tanya Raja serius.
"Tentu saja. Aku mencintainya hingga aku hampir gila memikirkannya."
"Apa yang kauinginkan dari Sarita?" tanya Ratu lembut.
Apa yang ia inginkan dari Sarita" Tentu saja ia ingin Sarita mencintainya. Ia
ingin Sarita hanya memikirkan dirinya. Ia ingin Sarita selalu berada di sisinya. Ia
ingin Sarita menjadi miliknya seutuhnya, jiwa dan raganya. Ia ingin Sarita
tergila-gila padanya. "Apa kau tahu apa yang diinginkan Sarita?" tanya Ratu pula.
Apa yang diinginkan Sarita" Jawaban pertanyaan itu sudah jelas. Tanpa berpikir
pun Halbert dapat menjawab, Sarita ingin menjauhinya!
"Apa kau yakin?" Ratu membaca pikiran Halbert.
"Ia tidak mencintaiku, Mama. Ia pernah berkata aku bukan tipe pria yang akan
dicintainya?" "Mengapa?" tanya Ratu lebih lanjut.
"Karena aku adalah seorang playboy," Halbert mengakui dengan muram, "Aku
tidak pernah serius mencintai seorang wanita."
"Apakah sekarang kau juga demikian?"
"Aku?" Halbert tidak tahu. Ia telah mempergunakan semua keahliannya tapi
tidak ada yang berhasil. Ia telah memperlakukan Sarita dengan berbagai macam
perlakuan yang ia ketahui namun itu juga tidak berguna. Halbert hanya tahu ia
membutuhkan sesuatu yang lebih dari semua yang ia miliki saat ini. Ia
membutuhkan sesuatu yang lebih dahsyat untuk mendapatkan cinta Sarita.
"Aku telah memanfaatkan semua yang aku ketahui," Halbert mengakui.
"Sarita tidak pernah menganggapmu serius karena itulah," Raja menegaskan,
"Kalau kau memang mencintai Sarita, berhentilah memperlakukannya seperti
wanita-wanita yang lain."
Ratu menambahkan, "Kau memang pandai menghadapi wanita namun kau
benar-benar tolol dalam memperlakukan cinta sejatimu."
Mereka benar. Ia hanya tahu memperlakukan wanita namun ia tidak tahu
bagaimana mencintai seorang wanita.
"Kau sudah berubah, Halbert," Ratu Kathleen tersenyum penuh arti.
"Aku takut. Aku benar-benar takut, Mama," Halbert mengakui, "Kau tidak punya
ide bagaimana Sarita merubahku."
Ratu Kathleen tersenyum. "Dengar, anakku. Tidak sulit menaklukkan Sarita."
Halbert tidak punya ide apa yang dibicarakan ibunya.
"Sarita benar-benar mirip Sharon. Apa yang harus kaulakukan hanyalah menjadi
dirimu sendiri. Kau sudah mempunyai sesuatu yang menarik Sarita."
"Mama?" "Ya, Halbert. Yang perlu kaulakukan hanyalah menjadi dirimu sendiri. Semakin
kau berusaha, semakin kacau hasilnya. Jadilah dirimu sendiri dan semuanya
akan berlangsung dengan sendirinya."
"Mengapa Mama melakukan ini" Bukankah Mama tidak menyukai Sarita?"
"Aku?" tanya Ratu heran, "Bagaimana mungkin aku membenci putri sahabat
baikku?" "Mama membenci Sarita. Mama tidak pernah menyapa Sarita."
"Aku hanya tidak suka kenyataan ia adalah putri pria yang telah merebut Sharon
dariku. Tapi, karena Duke of Vinchard sudah mengakui Sarita, aku tidak punya
alasan lagi untuk membenci Ithnan, bukan?"
Halbert benar-benar kehilangan kata-katanya.
"Ini bukan ide yang buruk untuk menjadi satu keluarga dengan Sarita. Tidakkah
engkau berpendapat demikian, Marshall?" Ratu bertanya pada suaminya, "Ia
adalah sahabat terbaik yang pernah kumiliki."
"Mengatakannya memang mudah," komentar Halbert sinis.
Ratu tertawa. "Jangan khawatir. Aku percaya kau pasti berhasil. Aku yakin
Sharon juga merestuimu."
Andai saja hal itu dapat dipercayai, Halbert tidak akan gundah seperti ini.
Sekarang Sarita sudah berada di luar jangkauannya. Setiap hari Duke of
Vinchard memperkenalkannya pada setiap orang di Helsnivia.
Sudah bukan rahasia lagi Duke membanggakan cucu satu-satunya itu.
Semua ini membuat posisi Halbert semakin sulit. Ia tidak punya alasan untuk
setiap saat berada di sisi Sarita sementara setiap saat mungkin muncul seorang
pria yang akan merebut hati Sarita.
Sekarang Halbert benar-benar berharap ia bisa membalik waktu dan mencegah
pertemuan Duke of Vinchard dengan Sarita. Namun itu akan terlalu kejam untuk
Sarita, bukan" Sekarang Halbert hanya dapat berharap reaksi Sarita pada ciumannya bukan
palsu. "Aku bersumpah aku tidak akan membiarkan diriku jatuh cinta untuk kedua
kalinya. Ini semua sudah membuatku lebih dari tersiksa. Aku merasa setiap saat
aku akan mati." "Kau terdengar tragis," komentar Ratu.
"Aku benar-benar berharap dulu aku memenuhi keinginan Duke of Cookelt.
Setidaknya sekarang aku yakin tidak akan ada yang berani mengusik Sarita."
"Kalau kau demikian cemasnya, mengapa kau tidak langsung melamar Sarita?"
tanya Raja, "Tidak ada larangan yang menyebut kau tidak boleh melamar
Sarita." "Melamar Sarita?" Halbert mengulangi usul itu.
"Kau tidak pernah memikirkannya, bukan?" tebak Ratu.
Terbersit dalam benaknya pun tidak pernah.
"Kau pasti tidak pernah menyatakan cintamu pada Sarita," Ratu menebak lagi.
"Apakah itu penting?" Halbert bertanya polos. "Aku sudah menunjukkannya
dalam sikapku." "Halbert... Halbert...," desah Ratu putus asa, "Sikap yang menurutmu
membuktikan cintamu pada Sarita itu hanyalah omong kosong!" Suara Ratu kian
meninggi, "Apa yang perlihatkan itu hanyalah keinginan untuk memiliki,
keinginan untuk menguasai Sarita!"
Halbert termenung. Ia hanya ingin Sarita selalu berada di sisinya. Apakah itu
salah" Ia hanya tidak ingin pria lain mendekati Sarita. Apakah itu tidak boleh"
"Mencintai seseorang tidak selalu berarti harus memilikinya," Raja memberitahu
dengan sabar, "Ada kalanya cinta harus mengalah. Yang terutama adalah
bagaimana kau membahagiakan cintamu."
Membahagiakan Sarita" Halbert termenung. Selama ini ia hanya ingin
memuaskan dirinya sendiri. Dari dulu hingga kini hal itu tidak berubah. Ia
bermain-main dengan wanita hanya untuk kesenangannya sendiri. Ia
menginginkan Sarita juga karena ia tidak ingin terus bergelut dengan perasaan
yang menyiksa ini. Apakah itu yang dimaksudkan orang tuanya" Apakah ini
yang membuat Sarita tidak pernah menganggapnya serius"
Ia hanya tahu Sarita tidak mencintainya tapi ia tidak pernah tahu bagaimana
perasaan gadis itu padanya. Ia tahu Sarita ingin menjauhinya tapi ia tidak tahu
mengapa Sarita juga sering memberinya kesempatan.
"Kau tidak perlu aku memberikan pelajaran khusus, bukan?" Ratu memotong
lamunan Halbert. Halbert terperanjat. "T-tidak, Mama. Tidak perlu. Aku tahu apa yang harus
kulakukan." "Lalu apalagi yang kau tunggu!?" bentak Ratu marah, "Cepat ke Quadville!
Jangan pulang sebelum kau membawa pulang Sarita!"
Halbert serta merta melesat.
Raja Marshall tersenyum. Karena Kathleen mencintai keduanya, ia bersikap
keras pada Halbert. -----0----- Sarita menutup koran. "Anda baik-baik saja, Tuan Puteri?" tanya Zielle cemas, "Anda terlihat pucat."
"Aku baik-baik saja," jawab Sarita.
Zielle tidak akan pernah mengerti kegalauan hatinya ini.
"Lagi-lagi Anda dan Pangeran Halbert menjadi berita utama," Zielle melihat
halaman terdepan koran yang baru diletakkan Sarita di meja, "Anda berdua
memang serasi." Zielle mengambil koran itu dan membacanya dengan gembira.
Sarita ingin menyahut, "Sedikitpun tidak," namun ia tetap menutup mulut. Zielle
tidak akan senang mendengar bantahannya ini. Zielle tidak akan pernah
memahami kegalauannya. Ia mencintai Halbert. Sarita tidak meragukannya lagi. Semakin ia menyangkal,
semakin besar perasaan itu. Namun ia bukanlah pasangan yang cocok untuk
Halbert. Ia bukan keturunan keluarga bangsawan terhormat. Darah biru yang
mengalir dalam tubuhnya hanya setengah. Bagaimana ia bisa menyetarakan
dirinya dengan sang Pangeran yang terhormat"
"Saya dapat melihatnya," Zielle menegaskan dengan mantap, "Pangeran sangat
mencintai Anda. Pangeran selalu cemburu pada setiap pria yang mendekati
Anda." Itu bukan cinta. Sarita menyangkal. Halbert tidak pernah mencintainya. Halbert
hanya ingin menemukan petualangan baru darinya.
Zielle tertawa. "Anda telah membuat banyak wanita patah hati."
Tidak! Besok mereka pasti tertawa puas. Ketertarikan Halbert padanya hanyalah
sesaat. Bagaimanapun juga ia adalah petualang seperti ayahnya.
"Sarita juga akan membuat banyak pria patah hati bila ia tidak segera
menjawab undangan-undangan ini," Duke Ephraim muncul membawa sekotak
penuh surat undangan yang ditujukan padanya.
Sarita sama sekali tidak memiliki keinginan untuk muncul lagi di muka umum.
Duke meletakkan kotak itu di depan Sarita.
Sarita hanya memandang tidak tertarik pada surat-surat di dalam kotak itu.
"Kalau kau tidak segera menjawab undangan mereka, besok aku akan menjadi
berita utama," gurau Duke, "Semua orang akan mengatakan aku melarangmu
muncul." "Itu tidak akan terjadi," sela Chris, "Semua orang tahu Halbert yang
pencemburu itu tidak suka Sarita didekati pria manapun."
Bukan itu alasannya tidak ingin muncul. Ia hanya tidak menyukai pria-pria yang
selalu mendekatinya hanya untuk satu tujuan, dirinya! Andai ia mempunyai
perisai yang dapat menangkal mereka, ia mungkin akan memikirkan ulang
undangan mereka. Sayangnya, ia tidak punya. Ia juga tidak dapat terus
menggunakan Halbert sebagai perisainya. Halbert tidak dapat dipastikan hadir
dalam pesta-pesta tersebut. Halbert bukan kekasihnya, dan Halbert tidak
mencintainya. Ia juga tidak mungkin membawa pria lain dalam undangan
kencan mereka, bukan"
"Aku tidak membutuhkan mereka. Aku hanya menginginkan kakek seorang."
Sarita memandang kakeknya dengan sedih, "Apakah kakek tidak suka?"
Duke Vinchard tertawa. "Kau memang tahu bagaimana menyenangkan hatiku.
Persis seperti Sharon."
Tapi Chris lebih memahami Sarita. "Kalau kau mau, aku bisa menemanimu," ia
menawarkan diri. "Daripada menemani Sarita, kau masih punya tempat yang harus kaudatangi,"
sahut Duke Vinchard, "Jangan lupa besok kau akan pulang ke Cookelt
bersamaku!" "Kalian akan ke Cookelt?" Sarita terperanjat, "Kapan kalian memutuskannya"
Mengapa kalian tidak memberitahuku?"
"Aku memutuskannya kemarin," Duke Vinchard menjawab, "Chris tidak bisa
terus menerus di sini. Sewaktu-waktu ia juga perlu pulang melihat keadaan
Cookelt." "Aku ikut!" Sarita memutuskan.
Mereka terkejut. "Aku perlu menemui Graham," Sarita menjelaskan, "Graham mengabarkan
padaku keadaan Duchess tidak baik. Ia terlilit hutang besar."
"Itu salahnya sendiri," komentar Chris. "Siapa suruh dia mengincar hartaku."
"Harta keluarga Riddick masih belum menjadi milikmu sepenuhnya," Duke
Vinchard mengingatkan, "Kau masih harus menunggu beberapa tahun lagi."
Chris mendengus kesal. "Kapan kalian akan berangkat?" Sarita memotong pembicaraan mereka, "Aku
akan membuat janji dengan Graham. Aku juga perlu mendatangi beberapa
tempat. "Yang Mulia, Anda berkata akan mendidik Tuan Muda Chris menjadi penerus
Duke Norbert, tapi mengapa Tuan Puteri tetap mengurus Cookelt?" Zielle
memprotes. Pada awalnya Duke Vinchard mengawasi Chris melakukan pekerjaan Sarita
namun sekarang tidak lagi. Sarita mempercayai kakeknya namun rasa tanggung
jawab membuatnya tidak bisa menandatangani apa pun tanpa memahami duduk
persoalan. Sekarang Sarita akan mempelajari persoalan-persoalan yang dikirim
Graham lalu Duke Vinchard akan membimbing Chris membuat keputusan dan
Sarita akan melakukan pekerjaan selanjutnya. Memang lebih rumit tapi Chris
tahu apa yang tengah terjadi di wilayahnya sambil belajar mengambil langkah
bijaksana. "Aku adalah wali Chris, Zielle," entah berapa kali Sarita menjelaskan hal ini,
"Tidak ada hal tentang Cookelt yang tidak kuketahui sebelum Chris
mengetahuinya. Walaupun kakek telah bersedia mendidik Chris, kakek tetap
tidak mempunyai kekuasaan untuk membuat keputusan apapun."
"Yang Mulia!" Zielle memprotes keras, "Tidak bisakah Anda melakukan sesuatu!"
Apa Anda ingin Tuan Puteri menghabiskan waktunya di belakang meja terus
menerus!?" "Aku juga tidak dapat berbuat apa-apa, Zielle," Duke Vinchard menyerah, "Kalau
Chris bisa sadar, Sarita tidak perlu duduk di sini."
"Tuan Muda Chris!" Zielle mengalihkan sasaran ketidakpuasannya. "Ini semua
gara-gara Anda. Mengapa Anda terus bermain!?"
"Apa salahku?" gerutu Chris, "Yang memutuskan ini bukan aku tapi Papa."
"Anda tidak punya waktu lagi untuk bermain!" Zielle menjewer telinga Chris.
"Cepat, Yang Mulia Duke! Kita tidak punya waktu bercanda di sini!" Ia menarik
Chris pergi. "Lepaskan aku!" Chris memberontak, "Lepaskan tangan kotormu, Zielle!"
"Chris sudah ada kemajuan," Sarita tersenyum.
Chris yang dulu pasti akan memaki Zielle dengan segala kata yang tidak dapat
dibayangkan Sarita. Walaupun Chris tidak sepenuhnya menjadi seorang pemuda
yang sopan, ia sudah mengalami banyak kemajuan. Zielle adalah orang yang
Kisah Cinta Karya Sherls Astrella di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
paling berjasa dalam hal ini.
Wanita tua itu telah menjadi pelayan di sini semenjak muda. Walaupun telah
berkeluarga dan mempunyai cucu, ia masih mencintai Quadville. Ketegasannya
pada tata krama membuatnya tidak gentar pada Chris bahkan kepada Duke of
Vinchard, majikannya. Bila Zielle melihat suatu kesalahan, maka ia tidak akan
ragu melakukan hukumannya tanpa pandang bulu.
"Semua ini berkat Zielle."
"Untung di sini masih ada Zielle," Duke sependapat, "Aku selalu khawatir aku
terlalu keras terhadap Chris namun Zielle lebih ketat terhadap Chris."
"Aku lihat Chris menyukai cara kalian. Akhir-akhir ini aku selalu berpikir
mungkinkah Chris mencari keluarga seperti kalian. Kalian memang keras dan
ketat dalam mendidik Chris namun bagi Chris itu adalah bukti kalian
memperhatikannya." "Anak itu kurang kasih sayang."
"Benar," Sarita mengakui, "Duke Norbert maupun Duchess Belle selalu
menyibukkan diri dengan urusan mereka. Dorothy juga tidak tertarik menjadi
pengasuh adiknya." "Zielle benar." Duke menatap Sarita lekat-lekat, "Kau terlalu mempedulikan
orang lain." "Apakah itu tidak boleh?"
"Aku tidak mengatakan itu salah. Aku hanya mengingatkanmu untuk mengambil
batas." "Maksud kakek?"
"Yang Mulia!" Zielle menampakkan kepala di pintu dengan wajah tidak senang,
"Apa yang Anda lakukan!" Kita tidak punya waktu untuk bersantai-santai!"
"Baik. Aku akan segera ke sana," sahut Duke. Lalu ia berkata pada Sarita sambil
tersenyum, "Aku harus pergi, Sarita. Kau tahu Zielle."
Sarita hanya termenung melihat kepergian kakeknya. Sekarang tinggallah ia
seorang diri menghadapi tumpukan pekerjaan yang belum diselesaikannya.
Sebelum ia menyentuh tumpukan itu, ia harus segera mengirim surat kepada
Graham untuk mengabarkan kedatangannya. Ia tidak ingin menganggu waktu
kerja Graham seperti yang pernah dilakukannya.
Tengah ia menulis surat, seseorang memasuki ruangan.
"Apa kalian memerlukan sesuatu?" Sarita menengadahkan kepala.
Halbert memasuki ruangan dengan aura wibawanya.
Sarita terperanjat. "Selamat siang, Pangeran. Apakah ada yang bisa saya
bantu?" ia bertanya sopan.
"Satu hal yang pasti, kau tidak bisa menyisihkan waktu untukku," Halbert
melihat tumpukan kertas di depan Sarita. "Mengapa kau masih harus mengurusi
Cookelt?" tanyanya kemudian, "Katamu Duke Vinchard akan membimbing Chris
melakukan tugas-tugasnya."
"Saya tetap wali Chris. Selain itu, saya tidak terbiasa menjadi pengangguran."
"Aku sudah mengatakan kau bisa memanggilku kalau kau kesepian."
"Saya tidak bisa. Anda adalah seorang Pangeran."
Halbert berjalan ke sisi Sarita. "Sarita," ia menggenggam tangan Sarita.
Sarita terpesona. Sepasang mata lembut yang tidak pernah dilihatnya itu,
mengunci pandangannya hanya ke wajah tampan yang ia rindukan.
Cinta benar-benar menakjubkan. Semenjak orang tuanya memberinya ide untuk
melamar Sarita, pikiran Halbert dipenuhi oleh hari-hari bersama Sarita.
Beberapa saat lalu ketika melihat Sarita mengerjakan tugasnya sebagai wali
Duke Cookelt, hatinya dipenuhi suatu perasaan hangat yang tidak dapat ia
utarakan. Melihat gadis ini, Halbert dapat membayangkan hari-hari mendatang
bersama Sarita di sisinya, bersama Sarita yang dengan bijaksana membantunya
mengerjakan tugasnya sebagai seorang Raja, bersama Sarita yang dengan cinta
kasihnya merawat anak-anak mereka.
Anak-anak, Halbert terkesiap. Bayangan Sarita menggendong putra-putri
mereka membuat Halbert semakin terbang tinggi.
Sarita terperangah melihat senyum bahagia Halbert.
"Oh, Tuhan," Halbert menarik Sarita ke dalam pelukannya. Ia tidak pernah
merasakan perasaan seperti ini pada wanita manapun. Ia tidak pernah merasa
begitu bahagia hanya karena memandang seorang wanita. Ia tidak pernah
disesaki kebahagiaan seperti ini. Cinta memang menakjubkan.
Halbert membelai Sarita dan merapatkan Sarita ke pelukannya sehingga tidak
ada celah di antara mereka.
Sarita hanya terpaku. Halbert tidak pernah memperlakukannya seperti ini.
Halbert sering memeluknya tapi baru kali ini Sarita merasakan kebutuhan
Halbert. Bukan nafsu tetapi sesuatu yang lebih menggetarkan. Dari setiap
sentuhan Halbert, Sarita dapat merasakan sesuatu yang membuat tubuhnya
lebih bergetar dari saat Halbert menciumnya.
"Sarita," bisik Halbert, "Menikahlah denganku, Sarita. Menikahlah denganku."
Mata Sarita membelalak lebar.
"Menikahlah denganku," Halbert menatap Sarita dengan serius.
Sekarang Sarita yakin ia tidak sedang berkhayal.
"Menikahlah denganku, Sarita," Halbert mengulangi untuk keempat kalinya,
"Aku tidak bisa hidup tanpamu. Aku membutuhkanmu. Aku tidak dapat hidup
tanpamu." Tidak! Itu tidak mungkin! Halbert tidak mungkin melamarnya!
"Jangan bergurau, Pangeran."
"Aku tidak bergurau, Sarita," Halbert menegaskan. "Aku takut. Aku tidak pernah
merasakan perasaan seperti ini terhadap wanita mana pun. Aku tidak pernah
begitu takut kehilangan seorang wanita."
Pada akhirnya semua ini hanya karena satu kata, petualangan.
"Aku mencintaimu."
Sarita menggeleng sedih. Bahkan di saat-saat seperti inipun Halbert tahu
bagaimana merayu wanita. Sarita sadar Halbert tidak akan pernah berhenti
sebelum ia mendapatkan kepuasan itu. Sarita juga tahu ia tidak bisa terus
membiarkan Pangeran seperti ini.
"Aku serius, Sarita. Aku benar-benar mencintaimu. Aku tidak pernah merasakan
perasaan ini pada setiap wanita mana pun. Aku tidak pernah gila hanya karena
memikirkan seorang wanita."
"Cukup, Pangeran," Sarita menjauhkan diri dan dengan tegas berkata, "Anda
boleh bercanda apapun tetapi tidak dalam hal satu ini. Anda tidak mungkin
mencintai saya." "Aku tidak sedang bergurau, Sarita," Halbert menegaskan untuk sekian kalinya,
"Aku bersungguh-sungguh. Setiap kata-kataku adalah kenyataan."
"Tidak," Sarita menggeleng, "Saya tahu Anda tidak bersungguh-sungguh."
"Percayalah padaku," desak Halbert.
"Saya percaya Anda sedang bercanda."
Halbert merasa ia mulai kehilangan kesabarannya.
"Gurauan ini tidak menyenangkan, Pangeran," Sarita memberitahu, "Saya tidak
menyukainya." "Kau pikir aku bisa bercanda untuk hal seserius ini!?"
"Siapa tahu, Pangeran," jawab Sarita tenang, "Besok atau lusa Anda akan
bertemu wanita yang jauh lebih cantik dan menarik dari saya. Saat itu Anda
pasti akan berpaling."
Halbert geram hingga tidak bisa berkata apa-apa. Gadis ini adalah satu-satunya
orang yang memahami petualangannya. Sialnya, ia terlalu mengerti tentang
jiwa petualangannya! "Anda sendiri pernah berkata saya bukanlah tipe wanita yang bisa membuat
Anda ingin menikah."
"Aku memang pernah mengatakannya tetapi itu adalah dulu," Halbert membela
diri. "Anda juga tahu, Pangeran. Kita tidak boleh menikah."
"Katakan alasanmu," Halbert memerintah.
"Anda adalah keturunan keluarga terhormat sedangkan saya hanyalah putri
seorang petualang," dan sebelum Halbert menyahut, Sarita menambahkan,
"Saya tidak pernah menerima pendidikan layak seperti Anda. Darah biru yang
mengalir dalam tubuh saya juga hanya setengah. Rakyat Helsnivia tidak akan
dapat menerima saya."
"Omong kosong! Aku tahu tidak ada wanita yang lebih pantas dari kau."
"Tidak, Pangeran," Sarita menggeleng, "Ini semua hanyalah khayalan Anda.
Percayalah besok Anda akan menyesali hari ini."
"Apa kau serius?" Halbert tidak melepaskan mata dari Sarita.
Sarita mengangguk mantap.
Halbert marah. Sekalipun ia telah melakukan suatu tindakan yang serius,
memohon seperti yang tidak pernah dilakukannya terhadap wanita manapun,
gadis ini tetap tidak mempercayainya! "Apa kau lebih tertarik menikah dengan
Marcia, pemuda kotor itu!?"
"Mengapa tidak?" Sarita menjawab jujur, "Ia jujur dan setia. Walau ia tidak
kaya, ia mempunyai cinta yang tulus pada saya."
Bertambahlah sudah dosa Halbert.
Selama ini ia terus bermain-main dengan cinta sehingga ketika ia benar-benar
jatuh cinta, masa lalu tidak bisa lepas darinya. Kenyataan itu menyapu bersih
amarah Halbert dan menambah gumpalan putus asa dalam dirinya.
"Kau memang keras kepala, bukan?"
Sarita tidak menanggapi. "Tidak ada yang bisa merubah keputusanmu, bukan!?"
"Percayalah Anda akan menyesali keputusan Anda ini."
"Baik!" tegas Halbert, "Lakukan apa yang kausuka!"
Sarita memperhatikan pintu yang dibanting Halbert keras-keras. Ia yakin ia
sudah membuat keputusan yang benar untuk itu ia tidak akan mengeluarkan air
mata. Namun wajahnya telah basah sebelum ia mampu menegaskan hal itu
pada dirinya sendiri. Andaikan Halbert tahu betapa ia mengharapkan kesungguhan kata seorang
petualang cinta. Chapter 20 Sarita memandang keluar kereta dengan pandangan menerawang.
Walaupun Sarita memutuskan kepergiannya secara mendadak, waktu itu sudah
lebih dari cukup bagi Zielle untuk mempersiapkan semuanya. Kepergian yang
rencananya hanya terdiri dari Duke of Vinchard, Duke of Cookelt dan sang Lady
Sarita Yvonne Elwood, sekarang menjadi sebuah rombongan kecil.
Sarita duduk di dalam kereta terdepan bersama kedua Duke. Di belakang
mereka mengekor kereta berisi pelayan-pelayan yang menyertai kepergian
mereka termasuk Zielle. Dan di urutan paling belakang, kereta barang mereka
atau tepatnya barang-barang Sarita.
Sarita tidak mengerti mengapa ia harus membawa berkoper-koper pakaian dan
perhiasan ke Trottanilla. Ia pergi ke Trottanilla bukan untuk bersenang-senang.
Kepergiannya murni karena tugas sebagai wali Duke of Cookelt. Terima kasih
pada Zielle, sekarang ia lebih terlihat seperti hendak pindah ke Helsnivia.
Entah apa kata orang. Kemarin ia menolak sang Pangeran dan pagi ini ia
meninggalkan Helsnivia seperti ini.
Halbert mungkin marah. Halbert mungkin berpikir ia tengah melarikan diri.
Namun Sarita tetap berpendapat ia telah membuat keputusan yang tepat. Ia
tidak akan pernah menyesali keputusannya ini.
Andai Halbert bersungguh-sungguh. Andai itu adalah cinta sejati" Sarita
mendesah. "Kau baik-baik saja, Sarita?" Duke Vinchard bertanya cemas.
"Sarita pasti tidak ingin ke Trottanilla," komentar Chris, "Bukankah Sarita datang
ke Helsnivia karena ia melarikan diri dari Trottanilla."
"Benarkah itu, Sarita?" Duke Vinchard prihatin, "Kau tidak perlu ke Trottanilla.
Aku bisa mewakilimu."
"Tidak, Kakek," Sarita menolak, "Aku tahu aku bisa mempercayai Kakek. Namun
aku tetap ingin ke Trottanilla. Aku ingin mengunjungi Papa dan Norbert."
"Ithnan?" wajah Duke Vinchard langsung berubah.
Sarita sadar sampai kapanpun nama itu tetaplah merupakan topik yang paling
sensitif bagi Duke Vinchard.
Di luar dugaan Sarita, Duke bertanya, "Apakah aku boleh menemanimu
mengunjungi makam mereka, Sarita?"
"Tentu saja, Kakek. Mereka pasti akan senang dapat bertemu dengan Kakek,"
dan Sarita menambahkan dengan suara lirih, "Terutama Papa."
Duke of Vinchard tersenyum. Telah banyak yang ia lewatkan dalam bertahuntahun ini dan telah banyak kesalahan yang ia lakukan. Ketika memutuskan
menjemput Sarita pulang, Duke Vinchard juga memutuskan untuk menambal
semua kekurangan itu. Sarita kembali mengalihkan pandangannya ke luar jendela.
Kepergiannya ke Trottanilla ini bukanlah suatu kesalahan. Ia membutuhkan
waktu untuk mengusir Halbert dari pikirannya. Ia membutuhkan waktu untuk
melupakan Halbert. Ia hanya bisa melakukannya ketika Halbert tidak ada di
sisinya. Mungkin" selama itu pula Halbert akan sadar semua perasaannya hanyalah
khayalannya semata. Semua itu hanya perasaan sesaat seperti yang selalu ia
rasakan pada wanita mana pun.
Karena itu Sarita tidak pernah membuang waktunya untuk bersenang-senang di
Trottanilla. Kedatangan Duke of Vinchard beserta sang cucu yang baru ditemukannya telah
menyebar luas sebelum mereka tiba. Mereka juga telah tahu Duke Vinchard
akan tinggal di Sternberg selama mereka berada di Trottanilla. Berkat berita
burung itu, surat undangan sudah menumpuk di Sternberg sebelum mereka
tiba. Saat melihat surat-surat itulah Sarita mengerti mengapa Zielle bersikeras
mempersiapkan gaun-gaun pesta untuknya dan berbagai macam perhiasan.
"Sekarang pandangan semua orang padamu sudah berubah," komentar Duke
Vinchard di suatu pagi. Benar, pandangan mereka sudah berubah. Pertama, karena ia adalah cucu
seorang Duke yang berpengaruh di Helsnivia. Kedua, karena ia adalah wali Duke
of Cookelt yang masih muda. Hanya satu hal tidak berubah. Sikap para pria
kepadanya sama sekali tidak berubah!
"Sayangnya," ujar Zielle beberapa saat mereka tiba di Sternberg, "Duchess Belle
tidak ada." Menurut para pelayan Sternberg, Duchess Belle sudah menghilang sejak berita
kedatangan mereka tersebar.
"Ia pasti malu bertemu Anda," komentar Zielle pula.
Tentu saja Sarita tidak mempercayainya. Ia tahu Duchess Belle terbelit hutang
besar sedangkan almarhum suaminya memaklumatkan penerusnya tidak boleh
memberikan sepeserpun harta keluarga Riddick padanya. Duchess tentu tidak
akan membuang harga diri hanya untuk memohon pada putranya dan sang
gadis yang dipercayainya sebagai anak haram almarhum Duke Norbert. Satusatunya yang bisa melepaskannya dari belitan hutang ini adalah menghilang dari
muka bumi. Dorothy masih ada di Sternberg ketika mereka tiba. Walaupun Dorothy tidak
mengakui, sikapnya kepada Sarita telah berubah. Walaupun tidak menyukainya,
Dorothy tidak membentak ketika Sarita memanggil namanya. Walaupun wajah
kesal tidak hilang dari wajah cantiknya, Dorothy tidak memprotes ketika Sarita
memberikan sarannya. Perubahan sikap yang paling menyolok adalah para pelayan Sternberg. Mereka
yang dulu tidak menyukai Sarita sekarang menghormati Sarita bahkan
menyanjungnya. Sikap mereka membuat Sarita semakin sadar betapa pentingnya kedudukan,
garis keturunan, dan kekayaan di mata banyak orang. Tentu saja hal itu tidak
berarti bagi Zielle. Seperti yang dilakukannya pada Chris, Zielle memberikan pelajaran tata krama
pada Dorothy. Tidak satu kesalahanpun ditolerirnya. Ia juga tidak mengijinkan
Dorothy bersenang-senang. Tanpa peduli protes Dorothy, ia mengatur jadwal
harian sang Lady. Sikapnya yang tegas dan tanpa takut itu membuatnya
menjadi sang pemimpin pelayan di Sternberg hanya dalam dua hari.
Sikap Zielle itu tentu saja tidak membuat Dorothy senang. Semakin ia
memberontak, semakin keras sikap Zielle. Jika Dorothy berani menggunakan
kekerasan, Zielle tidak ragu untuk melawan balik. Ketika Dorothy mengeluarkan
umpatannya, Zielle tidak takut untuk menampar gadis itu.
Sayangnya bagi Dorothy, ia tidak dapat melakukan apa-apa. Zielle adalah
pelayan Duke of Vinchard dan Zielle bukan penduduk Trottanilla.
Dorothy tidak menyukai Zielle namun ia tidak akan meninggalkan Sternberg
karena hanya inilah satu-satunya tempat ia bermalam. Selain berharga diri
tinggi seperti Duchess Belle, Dorothy juga takut hidup susah.
Dari sekian banyak tanggapan atas kedatangan Sarita ini, hanya satu orang
yang benar-benar gembira melihatnya.
Graham tidak henti-hentinya mengucapkan puji syukurnya. "Saya turut
bergembira untuk Anda, Tuan Puteri. Duke Norbert dan Tuan Ithnan pasti turut
berbahagia untuk Anda. Mereka menginginkan ini sejak lama."
Sarita terkejut. Saat itulah ia baru tahu ternyata Graham juga telah mengetahui
asal usulnya. Graham juga tahu mengapa Duke Norbert bersikeras
memulangkannya ke Trottanilla.
Kisah Cinta Karya Sherls Astrella di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sarita merasakan kehangatan dalam hatinya. Ia tidak sebatang kara. Selalu ada
orang yang memperhatikannya, mencintainya dan melindunginya.
Marcia adalah orang yang paling terkejut dengan kedatangannya.
Berita tentangnya belum terdengar di Hauppauge sehingga pemuda itu sempat
mengira ia menikah dengan Chris yang saat itu menyertai kepergiannya dan
Duke of Vinchard. Tahu ia adalah cucu seorang Duke, sikap pemuda itu langsung
berubah. Dari tindak-tanduknya, Sarita sadar pemuda itu kikuk padanya. Marcia
tidak tahu lagi bagaimana harus bersikap kepadanya. Marcia yang telah menjadi
kawan baiknya bahkan sempat melamarnya itu tidak tahu bagaimana ia harus
memperlakukan seorang gadis miskin yang tiba-tiba menjadi cucu seorang
Duke. Juga tidak sedikit penduduk Hauppauge yang menjadi kikuk padanya.
Demi sopan santun, Duke of Vinchard menyempatkan diri memenuhi undangan
yang telah tiba di Sternberg sebelum kedatangan mereka. Duke Vinchard selalu
membawa Sarita besertanya. Mereka tahu tujuan undangan itu bukan hanya
untuk sang Duke Vinchard namun juga untuk melihat sang cucu yang pernah
menjadi anak haram almarhum Duke Norbert.
Pria-pria berebutan untuk menjadi pasangan Sarita namun gadis itu tidak rela
meninggalkan sisi Duke Vinchard. "Maaf, saya saya tidak dapat meninggalkan
sisi kakek," katanya setiap saat.
Sikap Sarita itu membuat Duke Vinchard berkeluh kesah, "Jangan terus
menempel padaku. Pergilah bersama pria-pria itu. Pasti ada seseorang yang
menarik perhatianmu." Dan Sarita akan menjawab, "Aku hanya ingin berada di
sisi Kakek. Apakah Kakek tidak suka?" Itu adalah sebuah jawaban yang tidak
bisa ditolak Duke Vinchard.
Rencana awal mereka, setelah menyelesaikan segala yang perlu diurus, Chris
akan ditinggalkan di Trottanilla. Namun rencana itu tidak hanya berubah
melainkan juga diperpanjang demi beberapa urusan mendadak.
Pertama, atas saran Duke Vinchard, Sarita atas nama Duke Cookelt
membereskan hutang-hutang Duchess Belle. Kedua, walaupun Sarita tidak
menginginkannya, mengeluarkan peraturan yang harus dipatuhi Dorothy untuk
dapat terus menerima kucuran dana. Ketiga, atas keinginan Chris,
mengumumkan kepada setiap bawahan Duke Cookelt bahwa sang Duke akan
tinggal di Helsnivia untuk waktu yang tak terbatas. Akibat keinginan Chris itu
pula, Sarita harus mengatur tugas setiap orang di bawah pimpinan Duke of
Cookelt. Selain itu, atas keinginan Sarita, mencari jejak Duchess Belle.
Pekerjaan terakhir inilah yang paling merepotkan dan juga memakan waktu.
Walaupun Chris menentang keinginannya ini, Sarita tetap bersikeras
menemukan Duchess Belle. Walaupun Duchess tidak pernah berbuat baik
kepadanya, Sarita tetap tidak bisa berdiam diri memikirkan Duchess yang selalu
hidup mewah itu mungkin sedang hidup sengsara. Selain Chris, Zielle juga tidak
menyukai keputusannya ini. "Untuk apa Anda mengkhawatirkan wanita itu!" Dia
sudah menghina Anda!" omelnya setiap saat. Namun Sarita tetap bersikeras
pada keputusannya ini. Sejak kecil ia tidak pernah melihat ibunya. Ia tidak
pernah merasakan kasih sayang seorang ibu. Ia tidak bisa membiarkan orang
lain menyia-nyiakan ibunya. Walaupun Duchess Belle tidak pernah melakukan
tugasnya sebaga sebagai seorang ibu, Duchess Belle tetaplah ibu Dorothy dan
Chris. Hanya Duke of Vinchard seorang yang mendukung keputusan Sarita. Bahkan
Duke Vinchard bersedia menggunakan kekuasaannya untuk membantu Sarita
dengan syarat Sarita atau siapa pun tidak boleh memaksa Duchess kembali ke
Sternberg. Apabila Duchess bersedia kembali, maka ia harus menuruti peraturan
main untuk tetap bisa tinggal di Sternberg, peraturan sama yang harus dituruti
Dorothy. Menurut Duke Vinchard, hanya ancaman yang bisa mencegah kedua wanita itu
menghancurkan keluarga Riddick. Sebagai wali Duke Cookelt, Sarita tidak hanya
bertugas membimbing sang Duke namun juga menjaga keutuhan dan
kehormatan keluarga Riddick. Sependapat dengan kakeknya, Sarita menerima
syarat itu. Sebulan setelah pencarian dimulai, jejak Duchess Belle ditemukan di pinggiran
Trottanilla. Seperti dugaan Sarita, Duchess tetap bergaya hidup mewah walaupun ia tidak
lagi mempunyai uang. Ia memanfaatkan kecantikannya serta gelar sebagai
seorang Duchess untuk mendapatkan yang terbaik. Sikapnya ini membuat Sarita
harus menyelesaikan persoalan baru yang ditimbulkannya selama
pengembaraannya ini. Yang tidak Sarita duga adalah kesediaan Duchess untuk
pulang dengan syarat memenuhi semua peraturan yang telah ditetapkan Sarita
atas nasehat Duke Vinchard! Tanpa komentar maupun bantahan, Duchess Belle
bersedia ditempatkan di peristirahatan keluarga Riddick yang jauh dari
keramaian bahkan dapat dibilang cukup terpencil.
Sarita menduga sebulan tanpa kemewahan yang selalu dinikmatinya membuat
Duchess pasrah. Mungkin bagi Duchess lebih baik hidup terkekang namun tetap
dilayani puluhan pelayan daripada hidup bebas namun tanpa sedikit kemewahan
pun. Dengan ditemukannya Duchess, berakhir pulalah masa tinggal mereka di
Sternberg. Baik Duke Vinchard maupun pelayan-pelayan Quadville yang menyertai
bersemangat menanti hari kepulangan mereka. Mereka tidak pernah
meninggalkan Helsnivia untuk waktu selama ini dan mereka sudah sangat
merindukan tanah air mereka serta sanak keluarga mereka.
"Akhirnya kita akan pulang," ujar Zielle sambil melipat gaun-gaun Sarita.
"Malam ini Anda harus segera tidur. Besok pagi-pagi kita akan meninggalkan
Sternberg," Zielle memberi peringatan keras kepada Sarita lalu setengah
melamun ia berkata, "Rasanya sudah lama sekali saya meninggalkan Quadville.
Saya tidak sabar ingin segera memeluk cucu-cucu saya."
Sarita hanya mengangguk. "Mengapa jawaban Anda hanya itu?" protes Zielle, "Apakah Anda tidak ingin
pulang ke Helsnivia?" tanyanya menuntut jawaban, "Yang Mulia Duke tidak akan
setuju meninggalkan Anda di sini."
Sarita pun tidak tahu jawaban pertanyaan itu.
"Apalagi yang Anda khawatirkan" Semua masalah di sini sudah beres.
Pembangunan gudang yang Anda rancang sudah selesai. Masalah keuangan
Cookelt sudah Anda luruskan. Wania hina itu juga sudah ditemukan" Anda sudah
tidak diperlukan lagi di sini."
Benar. Sekarang ia bisa kembali ke Helsnivia. Hatinya terasa berat untuk
kembali ke Helsnivia. "KAU!" Zielle tiba-tiba berseru, "Jangan masukkan gaun itu kesana! Berapa kali
harus kukatakan kalian harus memisah-misahkan gaun Tuan Puteri. Apa yang
akan kalian lakukan kalau Tuan Puteri tiba-tiba harus berganti baju di
perjalanan!" Apa kalian mau membuat Tuan Puteri menunggu kalian
membongkar muatan!?"
Sarita memalingkan kepala dari para pelayan yang sibuk meringkas barangbarangnya di bawah pimpinan Zielle. Pikirannya kembali melayang jauh ke atas
langit biru. Pulang ke Helsnivia". Itu artinya ia akan bertemu dengan bertemu Halbert lagi.
Sebulan ini ia hampir tidak dapat melupakan Halbert. Beberapa hari lagi ia akan
semakin kesulitan menyingkirkan pria itu dari kepalanya.
Sarita mendesah. Ia sudah mengatur waktunya sedemikian rupa sehingga ia
tidak mempunyai waktu luang namun tetap saja kepalanya tidak dapat berhenti
memikirkan Halbert. Dalam setiap pesta. Setiap menghadiri pesta, Sarita selalu
berharap Halbert juga ada di sana sehingga ia tidak perlu bersusah payah
menghindari pria yang ingin mendekatinya. Setiap ada pria yang mencoba
mendekatinya, Sarita selalu teringat wajah cemburu Halbert.
Sebagian dirinya berseru merindukan Halbert. Sebagian dirinya yang lain tidak
ingin kembali ke Helsnivia. Sarita tidak siap. Ia tidak siap kembali ke Helsnivia.
Ia tidak siap melihat Halbert bersama wanita lain. Ia tidak sanggup mendengar
berita tentang Halbert dan wanita lain.
Halbert adalah seorang pria yang tidak bisa hidup tanpa wanita. Tidak mungkin
Halbert tidak menemukan wanita baru dalam waktu sepanjang ini. Halbert tidak
mungkin masih mengatakan hal yang sama padanya.
Sebagian dari diri Sarita bergembira. Sebagian lagi bersedih.
Ketika ia kembali ke Helsnivia, wanita Halbert yang dibicarakan tiap penduduk
Helsnivia bukan lagi dirinya. Namun betapa pun ia ingin kabur dari Helsnivia,
hari itu akhirnya tiba juga.
"Selamat datang, Yang Mulia Duke, Tuan Puteri, dan Tuan Muda Chris," sambut
Brudce bersama pelayan-pelayan Quadville yang lain.
Sarita melihat orang-orang yang berbaris rapi sambil membungkukkan badan ke
arah mereka. Ia merasa setiap orang melihatnya dengan simpati. Ia berani
bersumpah mereka sedang bersimpati pada Tuan Puteri mereka yang kini bukan
lagi wanita Halbert. Begitu tiba di Quadville, Duke of Vinchard segera memanggil Gunter untuk
mengetahui perkembangan yang terjadi selama ia tidak ada. Chris langsung
memanfaatkan waktu untuk bermain-main di sekitar Quadville seperti
kesukaannya selama berada di Helsnivia. Para pelayan langsung berbaur dengan
pelayan yang lain untuk melepaskan rindu mereka. Dan Sarita"
Sarita bermuram diri. Ia tidak ingin menemui seorang pun. Ia tidak ingin
sanggup mereka berbicara tentang Halbert dan wanita barunya. Ia tidak ingin
mengikuti perkembangan Helsnivia Yang diinginkan Sarita saat ini hanyalah
mengurung diri dan mempersiapkan batin untuk mendengar berita petualangan
Halbert. "Apakah kau baik-baik saja, Sarita?" Duke Vinchard bertanya khawatir saat
mereka berkumpul di Ruang Makan, "Apakah kau sakit?" Duke merujuk pada
makanan yang hampir tidak disentuh Sarita.
"Aku baik-baik saja, Kakek," Sarita tersenyum, "Aku hanya lelah."
"Kau sudah seperti ini sejak kita memutuskan pulang," komentar Chris.
Sarita tidak menanggapi. Duke berdiri dan berpaling pada Sarita, "Ikutlah aku."
Sarita mengikuti Duke tanpa suara.
Duke Vinchard membawa Sarita ke sebuah ruangan di mana hanya ada mereka
berdua dan jauh dari pendengaran Chris yang masih duduk di Ruang Makan.
Sarita hanya memperhatikan Duke ketika Duke menutup pintu dengan perlahan.
Duke duduk di depan Sarita dan memandang lembut cucu satu-satunya itu.
"Sekarang kau bisa mengatakan semuanya padaku."
Sarita hanya melihat Duke dengan tidak mengerti.
"Apakah aku tidak bisa kaupercayai?" Duke bertanya, lalu Duke mendesah.
"Kasihannya aku. Cucuku tidak mau berbagi denganku."
Sarita terperanjat. Tanpa disadarinya ia telah melukai orang yang dicintainya.
"Tidak, Kakek. Aku percaya padamu. Aku senang berbagi denganmu."
"Kau memikirkan Pangeran Halbert?" Duke bertanya langsung.
Sarita terperanjat. Lidahnya mengeras dalam mulutnya yang menutup rapat.
"Aku benar, bukan" Kau memikirkan Pangeran Halbert."
"Ti" tidak," Sarita menyangkal panik, "Aku tidak memikirkannya. Aku tidak
pernah memikirkannya."
"Kau tentu sangat mencintainya."
Lagi-lagi Sarita terperanjat. Duke Vinchard telah menebak isi hatinya. "Maafkan
aku, Kakek," Sarita tidak berani menatap wajah kakeknya.
Duke Vinchard menglurkan tangan memegang dagu Sarita. "Aku tidak
menyalahkanmu, Sarita," Duke tersenyum lembut sambil menatap Sarita.
Sarita terperangah. "Apakah kau tahu mengapa aku tidak suka Chris mendekatimu" Apakah kau
tahu mengapa aku merestui hubunganmu dengan Pangeran?"
Keduanya adalah seorang pria yang selalu mempermainkan wanita. Satusatunya yang membuat mereka berbeda adalah"
"Aku tidak pernah mempersoalkan masalah usia," sambung Duke.
Maka satu-satunya jawaban adalah. "Karena Pangeran Halbert adalah seorang
Pangeran dan Chris hanya seorang Duke."
Lagi-lagi Duke Vinchard tersenyum sambil menatap lembut Sarita. "Tidak,
Sarita. Sharon sudah memberiku pelajaran. Aku tidak mempedulikan lagi
kedudukan seseorang."
Sarita tertegun. "Karena aku tahu Chris bukan pria yang pantas untukmu. Ia hanya tertarik
padamu. Marcia mencintaimu dengan setulus hati namun aku juga tidak akan
menyetujui hubungan kalian," Duke membuat Sarita bertanya-tanya, "Mereka
tidak dapat memberimu kebahagiaan." Lalu ia menggenggam erat tangan
Sarita. "Aku pernah menentang keras Sharon. Aku yang sekarang menentang
keras cucuku membuat kesalahan bodoh. Ketika Sharon meninggalkanku, aku
merasa begitu kesepian. Aku masih ingat perkataan terakhirnya sebelum
meninggalkanku. Apakah kau tahu apa itu, Sarita?"
Sarita menggeleng. "Katanya, uang tidak dapat membeli kebahagiaan."
Sarita hanya membisu. "Ketika melihatmu, aku menyadari kebenaran kata-katanya. Aku memiliki
banyak uang, namun aku tidak pernah merasa bahagia. Kebahagiaanku yang
sesungguhnya tiba setelah engkau berada di sisiku."
"Pangeran Halbert mencintaimu. Aku dapat melihat ia tidak bermain-main."
"Itu tidak mungkin. Pangeran pernah berkata ia tidak mungkin jatuh cinta
padaku. Aku bukan gadis cantik yang menarik perhatiannya."
"Kapankah ia mengatakan itu?"
"Ketika"," Sarita terdiam. Ia tidak ingin mengungkit detik-detik terakhirnya
bersama Duke Norbert. "Dia mengatakannya karena ia belum mengenalmu," hibur Duke, "Percayalah
padaku, Sarita. Aku tidak pernah melihat Pangeran seperti ini. Aku tidak pernah
melihat seorang pria yang begitu mencintai seorang wanita."
"Tidak. Itu tidak mungkin," Sarita menggeleng. Sedikit pun ia tidak dapat
membiarkan harapan muncul dalam hatinya.
"Ini semua salahku," Duke Vinchard bergumam sedih. "Andai aku
menemukanmu lebih awal, kau tidak akan seperti ini."
Sarita terkejut. "Tidak, Kakek. Kau tidak bersalah."
Namun Duke Vinchard meneruskan. "Norbert adalah seorang playboy. Chris juga
tidak lebih baik. Belle juga membuat keadaan lebih buruk. Halbert juga tidak
pernah serius mencintai seorang wanita," Duke membeberkan lingkungan Sarita
tumbuh dewasa yang ia ketahui lalu membuat kesimpulan, "Karena itulah ketika
Halbert serius, kau takut."
Takut" Sarita merenung. Mungkin Duke Vinchard benar. Ia tidak mau harapan
tumbuh dalam hatinya karena ia tahu itu hanya akan menyakitinya.
"Bagaimana kau tahu kau akan terluka kalau kau tidak mencoba?" Duke
bertanya lebih lanjut, "Bagaimana kau tahu Halbert hanya bermain-main
denganmu kalau kau tidak memberinya kesempatan?"
"Aku bukan wanita yang pantas untuknya," Sarita memberitahukan kenyataan
pahit itu, "Ia adalah seorang pria terhormat sedangkan aku hanyalah anak
seorang petualang." "Lalu mengapa?" tanya Duke.
"Jelas itu tidak mungkin. Aku tidak pantas bersanding di sisi Halbert."
"Siapa yang mengatakannya?"
"Semua"," Sarita terdiam. Tidak ada yang mengatakannya secara langsung.
Duke tersenyum lembut. "Tampaknya kau benar-benar kelelahan. Segeralah
beristirahat, Sarita. Jangan berpikir terlalu banyak." Duke Vinchard mencium
pipi Sarita. Sarita terperangah. Tangannya memegang pipi yang baru saja dicium Duke
Vinchard. "Selamat malam, Sarita."
Sarita mengangguk dan berjalan ke kamarnya. Ciuman kasih sayang Duke telah
membiusnya. -----0----- "Sarita! Sarita!"
Sarita merasa mendengar seseorang memanggil namanya.
"Bangun Sarita, atau aku menciummu."
"Aku masih ingin tidur, Papa," gumam Sarita sambil membalikkan badan.
Sarita merasa tubuhnya terangkat. Detik selanjutnya sesuatu menyentuh
bibirnya. Mata Sarita membelalak lebar.
"Akhirnya kau bangun," Halbert tersenyum gembira. "Bagaimana ciuman
selamat pagiku?" Tanpa sadar Sarita menyentuh bibir yang baru saja bersentuhan dengan bibir
Halbert. "Baiklah," Halbert menyerah. Ia menyingkirkan tangan Sarita dari bibirnya.
Halbert menunduk mencium Sarita lalu tersenyum, "Sekarang segeralah
bersiap-siap. Aku akan menantimu di bawah."
Sarita hanya menatap kepergian Halbert.
Baru saja Halbert menutup pintu ketika Zielle menerjang masuk. "Ya ampun,
Tuan Puteri. Apa yang sedang Anda lamunkan. Segeralah bersiap-siap." Zielle
tanpa belas kasihan menarik Sarita dari tempat tidur.
Ketika pikiran Sarita kembali berjalan, ia sudah berdiri di hadapan Zielle yang
Kisah Cinta Karya Sherls Astrella di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dengan gembira mengantar kepergiannya.
"Kau lebih cepat dari dugaanku," Halbert tersenyum menatap Sarita dari atas
kudanya. Tiba-tiba Sarita sadar. Saat ini matahari belum terbit. Saat ini adalah waktu
Halbert biasa pergi berkuda pagi. Tentu Halbert telah memanfaatkan
kekosongan pikirannya sesaat setelah bangun tidur. Namun Sarita tidak
mengerti mengapa Zielle tidak membantunya mengenakan baju berkuda.
"Saya akan segera berganti baju," Sarita membalikkan badan.
"Tidak perlu," Halbert membungkuk. Dalam satu gerakan, ia sudah mengangkat
Sarita ke depannya. Sarita terperangah. Sebelum ia benar-benar menyadari apa yang telah terjadi,
ia mendengar Zielle berkata gembira, "Selamat bersenang-senang, Tuan Puteri."
Dan mereka melaju meninggalkan Quadville.
"Ke mana kita akan pergi, Pangeran?" akhirnya Sarita mampu menguasai
dirinya. "Ke tempat rahasia kita," Halbert menjawab singkat.
Tempat rahasia" Apakah mereka mempunyai tempat itu"
"Tidurlah. Aku akan membangunkanmu kalau kita sudah sampai."
Tidur" Bagaimana mungkin ia bisa tidur dalam posisi seperti ini" Ia hanya duduk
menyamping di depan Halbert. Satu-satunya hal yang dapat mencegahnya jatuh
adalah sepasang tangan yang mengendalikan kuda itu.
Mata Sarita terpaku pada tangan yang mengendalikan kuda dengan mantap itu.
Sebuah perasaan rindu merayapi hatinya. Pagi ini Halbert telah membangkitkan
kembali kenangan masa kecilnya. Halbert membangunkannya dengan cara khas
ayahnya ketika ia malas bangun. Walaupun mengucapkan kata-kata yang sama,
ayahnya tidak mencium bibirnya seperti Halbert melainkan menggelitiknya.
Itulah yang selalu dimaksud ayahnya dengan mencium. Lebih dari sepuluh tahun
lamanya ia tidak dibangunkan dengan cara itu. Sepuluh tahun lebih lamanya ia
tidak berada dalam posisi seperti ini. Sepuluh tahun telah lewat sejak saat
terakhir ayahnya memberinya tumpangan.
Sarita bersandar pada orang yang memberinya tumpangan.
Sudah lama ia tidak merasakan perasaan seperti ini. Ia rindu pada kehangatan
di punggungnya dan angin semilir yang membelai wajahnya. Sarita
memejamkan mata. Ia ingin seluruh inderanya terpusat pada indera sentuhan.
Ia ingin merekam kenangan ini di dadanya.
Ketika Sarita membuka matanya kembali, ia berada di antara kaki Halbert yang
terbuka. Tangan Halbert yang memeluknya, merapatkan jubah hangat yang
menyelimutinya. Kakinya yang terbuka memanjang sepanjang rerumputan
hijau. Kepala Halbert bersandar di atas kepalanya yang menunduk. Hembusan
nafasnya meniup rambut Sarita.
Sarita memperhatikan langit yang sudah terang. Awan-awan putih menghiasi
langit. Matahari yang sudah hampir mencapai tahta tertingginya menyinari bumi
yang dingin. "Kau sudah bangun?" Halbert menatap wajahnya.
Sarita memperhatikan senyuman Halbert.
"Zielle benar. Kau menjadi lamban sesaat setelah bangun tidur," ia tersenyum
geli. Rupanya hembusan angin membuatnya tertidur. Kemarin malam ia tidak dapat
tidur. Semalam ia terus memikirkan kata-kata kakeknya dan Halbert. Walau
tidak ingin, ia tidak dapat berhenti memikirkan Halbert.
"Bagaimana" Apakah engkau merasa lebih segar?"
Sarita tidak melepaskan mata dari Halbert.
"Sekarang kau tampak lebih segar," ia tersenyum gembira.
Ringkikan kuda mengagetkan Sarita.
Sekarang pikirannya sudah benar-benar bangun. Terakhir ia membuka mata, ia
masih berada di atas kuda Halbert. Sekarang ia sudah berada di tempat yang
tidak ia ketahui. Sarita melihat sekeliling. Ia merasa ia pernah datang ke tempat
ini. "Apa kau lapar?" Halbert bertanya, "Zielle sudah membawakan bekal untuk
kita." Baru saat itulah Sarita melihat kantung yang menggantung di punggung kuda.
Punggung kuda" Mata Sarita membelalak lebar. "Pangeran, bagaimana Anda?" Sarita tidak dapat
melanjutkan kata-katanya. Ia melihat kuda yang berdiri tegap itu lalu pada
Halbert yang masih memeluknya.
Halbert hanya melayangkan senyum misteri. Halbert lebih suka membiarkan
Sarita bertanya-tanya. Ia tidak akan memberitahu Sarita bahwa kudanya juga
terlatih untuk duduk dengan satu perintah.
"Pangeran!" Sarita menuntut jawaban.
Halbert tidak tahan lagi. Ia merengkuh Sarita ke dalam pelukannya dan
memeluknya erat-erat. "Aku merindukanmu, Sarita. Aku sangat merindukanmu," bisiknya.
Sebulan ini ia benar-benar menderita. Ketika mendengar Sarita meninggalkan
Helsnivia, ia panik. Ia pikir Sarita kabur karenanya. Kemudian ketika berita
kepergian Duke of Vinchard menyebar, Halbert mulai merasa lega. Sarita masih
akan kembali ke Helsnivia! Baru ketika berita kepergian Chris bersama mereka
tiba di telinganya, ia menyadari tujuan kepergian mereka.
Sebulan ini ia benar-benar menderita. Tiada detik yang dilaluinya tanpa
memikirkan Sarita. Tiada saat ia tidak merindukan gadis yang dicintainya ini.
Kemarin ia langsung melesat ke Quadville ketika kabar kepulangan mereka tiba
di telinganya. Namun Duke of Vinchard melarangnya menemui Sarita. Waktu
tidak tepat, alasannya. Mereka baru saja tiba dan Sarita membutuhkan istirahat.
Kemudian Zielle memberinya ide ini. Hanya ketika Sarita baru bangun tidur
gadis itu menjadi luar biasa penurut.
"Jangan tinggalkan aku lagi," pinta Halbert, "Aku tidak sanggup hidup tanpamu.
Aku benar-benar mencintaimu, Sarita. Aku tidak bercanda."
Sarita terperangah. Halbert masih mengatakan kalimat terakhir yang
didengarnya. "Aku tidak pernah mencintai seorang wanita seperti ini, Sarita. Aku mencintaimu
dengan seluruh jiwa ragaku. Aku sangat mencintaimu."
Air mata Sarita menetes. Sarita memeluk Halbert dan membenamkan wajahnya
dalam-dalam di kehangatan dada pria itu. Ia tidak dapat lagi membohongi
dirinya sendiri. Biarlah ia terluka. Biarlah Halbert membohonginya. Saat ini ia
hanya ingin berada di sisi Halbert. Ia ingin berada di pelukan pemuda ini.
Halbert memegang pundak Sarita dan menjauhkan gadis itu dari dadanya.
"Menikahlah denganku, Sarita," ia menatap mata gadis itu dengan serius.
Sarita membuka mulut. "Tidak," Halbert mencegah. "Jangan memberi jawaban apapun. Jangan berkata
apapun sebelum aku selesai." Lalu Halbert berdiri.
Hawa dingin langsung menusuk tubuh Sarita. Matanya mengikuti Halbert
menuju kuda yang menanti mereka.
Halbert mengeluarkan sesuatu dari dalam kantung di punggung kuda dan
kembali ke sisi Sarita. "Terimalah ini," ia mengulurkan segulung kertas.
Sarita menerimanya dengan bingung. Melalui mata Halbert, ia tahu pemuda ini
ingin ia membaca isi kertas itu. Sarita melihat gulungan kertas di tangannya lalu
kembali pada Halbert. Halbert duduk di depan Sarita.
Sarita membuka tali yang mengikat gulungan kertas itu dengan ragu-ragu.
Halbert menanti dengan sabar hingga Sarita membuka gulungan kertas itu.
"Ini"," suara Sarita tercekat. Matanya kembali membasah.
"Sebulan ini aku mengikuti jejak masa lalu," Halbert menjelaskan, "Aku
menelusuri jejak ibu dan ayahmu. Aku menemukan surat nikah mereka di
sebuah gereja terpencil tempat mereka menikah."
Ketika Sarita menolak lamarannya, Halbert telah bersumpah untuk
mendapatkan gadis itu. Sebulan terakhir ini ia tidak membuang waktu untuk
menemukan segala macam senjata yang membuat Sarita tunduk.
Kekeraskepalaan Duke Vinchard yang terkenal itu menurun pada Sarita. Untuk
menundukkan kekeraskepalaan itu cara biasa tidak cukup. Halbert tidak
kesulitan menemukan segala hal yang menyangkut Sharon Elwood dan Ithnan
Lloyd. Kali ini ia tahu ia bisa bertanya pada banyak orang. Bahkan Duke of
Vinchardpun memberinya saran.
Sarita memperhatikan Halbert melalui matanya yang berkaca-kaca.
"Aku juga telah menelusuri garis keturunan ayahmu. Ayahmu dan almarhum
Duke Norbert bukan hanya teman tetapi juga sepupu. Kakek ayahmu adalah
adik kakek buyut Chris."
Garis keturunan Sharon Elwood tidak perlu diragukan namun Ithnan Lloyd"
Dalam sebulan ini Halbert terus bertanya-tanya mengapa Duke of Sternberg bisa
bersahabat dengan seorang pengelana miskin. Menurut Sarita, mereka telah
bersahabat sejak kecil. Dari lingkungan tempat ia dibesarkan, Norbert Riddick
tidak mempunyai kesempatan untuk berkenal dengan seorang gelandangan.
Sarita terperangah. "Sekarang kau tidak ragu lagi, bukan?"
Sarita mengangguk. Bagaimana mungkin ia meragukan surat pernikahan asli
orang tuanya" Bagaimana mungkin ia meragukan kerja keras sang Putra
Mahkota" "Sekarang kau tidak punya alasan untuk menolakku."
Sarita tertegun. "Jangan menolakku lagi, Sarita," pinta Halbert, "Kau tahu bagaimana sakitnya
penolakan. Jangan biarkan aku merasakannya," Halbert sudah tidak kuat untuk
tidak memeluk Sarita, "Aku benar-benar takut akan penolakanmu. Kau tidak
punya ide bagaimana tiap hari aku hidup dalam bayang-bayang ketakutan
seseorang akan merebutmu. Setiap detik aku berharap berada di sisimu."
"Anda melakukan ini untuk gosip-gosip itu?" tanya Sarita.
"Gadis bodoh," Halbert menatap Sarita penuh cinta, "Aku melakukannya
untukmu. Demi menundukkan kekeraskepalaanmu itu, aku rela melakukan apa
saja." "Oh" Halbert"," Sarita terharu, "Aku mencintaimu."
"Akhirnya kau mengatakannya," gumam Halbert.
Sarita mengangkat tangannya merangkul leher Halbert.
Halbert menunduk melumat bibir Sarita.
"Aku sudah tidak sabar mengikatmu selamanya di sisiku. Aku tidak mau menanti
sampai kau berubah pikiran."
Sarita tertawa. "Saya lebih takut Anda berpaling hati."
"Aku sudah berlabuh, Sarita. Kurasa aku sudah berlabuh semenjak aku
bertunangan denganmu di hadapan almarhum Duke of Cookelt." Dan Halbert
melumat bibir Sarita lagi. Ia bersumpah ia tidak akan melepaskan lagi gadis
dalam pelukannya ini walaupun Sarita sendiri yang menginginkannya.
Sarita menyandarkan badan di dada Halbert. "Pangeran," katanya, "Bisakah hari
ini kita tetap seperti ini?"
"Tidak hanya hari ini. Esok, lusa, dan seterusnya kita akan bersama," janji
Halbert, "Aku tidak akan memberimu kesempatan untuk meninggalkanku."
"Saya tidak akan meninggalkan Anda," Sarita berjanji pula.
"Aku sudah tidak sabar ingin segera membawamu pulang," Halbert meraih
tangan Sarita, "Aku tidak sabar ingin segera memasang cincin perkawinan kita
di jarimu," ia memainkan jari manis Sarita. "Duke telah menyetujui perkawinan
kita. Aku dan dia telah memutuskan untuk segera melangsungkan pernikahan
kita." Sarita terperanjat. "Jangan mengatakan padaku kau tidak ingin menikah denganku," Halbert
memperingatkan. Sarita tersenyum. "Bagaimana mungkin?" tanyanya, "Kalau saya terus ingin
seperti ini," ia kembali menempelkan tubuhnya di dada Halbert.
"Oh, Sarita," Halbert memeluk Sarita, "Andai kau tahu betapa aku takut
kehilanganmu." "Saya pun takut Anda akan berpaling pada wanita lain."
"Aku rasa tak lama lagi aku akan mematahkan hati mereka. Tapi aku tak peduli.
Aku hanya peduli pada dirimu seorang."
Sarita tersenyum. Walaupun pernikahan mereka akan membuat banyak wanita
menangis, ia tetap akan melangsungkannya karena ia tahu pernikahan ini juga
akan membawa kebahagiaan bagi banyak orang.
Ratu Kathleen adalah orang yang paling bersuka cita atas pernikahan mereka.
Senyum bahagia terus menghiasi wajah cantiknya hingga setelah mereka
menikah. "Sharon juga pasti bergembira di alam sana," bisiknya terharu ketika
keduanya saling bertukar janji perkawinan.
Raja mengangguk " mengamini pernyataan itu. Ia tidak pernah membayangkan
hari ini akan datang tapi hari ini akhirnya terwujud juga. Sang petualang cinta
itu akhirnya melabuhkan diri pada pujaannya.
-THE END- Pembantai Raksasa 2 Empat Serangkai - Gunung Rahasia The Secret Mountain Godfather Terakhir 10