Kisah Cinta 4
Kisah Cinta Karya Sherls Astrella Bagian 4
Halbert terperangah melihat wajah murka ibunya yang lembut. Mata hijau yang
menatap tajam padanya itu menyalahkannya.
"Cepat pergi!" Ratu sudah hampir berteriak karena kesalnya.
Halbert tidak membantah. Ratu yang marah seperti ini tidak dapat diajak
berunding. Ini kali pertama Halbert melihat ibunya murka seperti ini.
Halbert dapat memahami mengapa Ratu murka. Mereka tengah membicarakan
masalah kerajaan dan ia membingungkan Sarita.
Sikap ibunya sudah mulai berubah sejak Sarita menginjakkan kaki di Istana.
Ratu tentulah murka. Ia telah membawa pulang wanita. Halbert tidak pernah
melakukannya sebelumnya dan ketika ia melakukannya untuk kali pertama, ia
membawa pulang anak haram. Tentu saja Ratu Kathleen marah. Belum lagi
ditambah sikap ayahnya yang hangat. Setiap ada kesempatan Raja pasti akan
berbicara dengan Sarita. Halbert pun pernah melihat mereka tertawa bersama di
suatu siang di Ruang Perpustakaan.
Halbert tidak ingin bersitegang dengan Ratu yang akhir-akhir ini sudah panas. Ia
segera mempersiapkan diri untuk pergi ke Quadville, kediaman Duke of
Vinchard. Namun pikirannya terus tertuju pada ketakutannya akan kepergian
Sarita. Atas dasar apa Ratu yakin Sarita tidak akan pergi ke mana-mana" Tapi Raja
yang tidak ingin Sarita pergi pun yakin. Tentu ada sesuatu yang mereka tentang
kepergian Sarita ini, yang tidak ia ketahui.
"Setidaknya Sarita tidak membawa kopernya," Halbert mencoba meredakan
kepanikannya melihat koper besar Sarita masih di samping tempat tidur.
Satu jam kemudian Halbert sudah berada di Quadville.
"Selamat datang di Quadville, Pangeran," sambut Brudce " sang Kepala Rumah
Tangga Quadville. "Aku mendengar Duke of Vinchard jatuh sakit."
"Istana memang cepat," Brudce tersenyum.
"Apa yang terjadi" Kemarin malam aku melihatnya meninggalkan Istana."
"Duke sudah tua, Yang Mulia. Sudah sewajarnya ia sakit-sakitan."
Halbert tidak mempercayainya. Walau Duke sudah berkepala tujuh, Halbert
masih sering melihatnya pergi berkuda atau berburu. Duke of Vinchard memang
sudah tua namun jiwanya tidak pernah menua.
Brudce membawa Halbert menemui Duke of Vinchard.
Seorang pria tua yang terbaring dengan wajah lesu di tempat tidur membuat
Halbert tertegun. Sekalipun ia tidak pernah membayangkan akan melihat Duke
of Vinchard yang keras dan aktif ini terbaring tanpa daya di tempat tidur.
"Siapa" Sharonkah?" suaranya yang lemah bertanya.
"Pangeran Halbert datang menjenguk Anda, M"lord," Brudce memberitahu.
Halbert berdiri di sisi Duke. "Saya dengar Anda jatuh sakit. Apakah Anda sudah
merasa lebih baik?" Duke memalingkan wajah. Halbert melihat Brudce dengan bingung.
"Duke sedang dalam suasana hati buruk. Ia selalu seperti ini setiap kali ia sakit.
Tidak seorang pun berani mendekatinya ketika ia dalam suasana hati buruk
kecuali saya." Untuk seorang pria yang selalu aktif seperti Duke of Vinchard, sudah sewajarnya
ia tidak suka berdiam diri di tempat tidur.
"Apakah kau sudah memanggil Dokter?"
"Sudah, Yang Mulia."
"Apa katanya?" Duke hanya terkena demam biasa tapi"," Brudce hanya mengangkat bahu
dengan pasrah. Halbert melihat Duke. Untuk pria tua seusianya, demam biasa pun bisa
mematikan. Halbert bersimpati padanya. "Adakah yang bisa saya lakukan untuk
Anda?" Halbert memegang tangan keriput itu.
Duke sama sekali tidak menghiraukannya.
Halbert mengikuti pandangan Duke. Seketika tubuhnya membeku.
Sarita! Bagaimana lukisan Sarita biasa berada di sini!" Halbert melihat Duke
yang tampak tidak bertenaga itu. Apakah Duke datang ke Istana untuk dirinya
sendiri" Apakah ini alasan ibunya menyuruh Savanah mengawasi Sarita" Entah
bagaimana Duke mengetahui tentang Sarita. Hidup seorang diri di Kastil
Quadville yang megah tanpa istri dan anak pasti membuatnya kesepian. Halbert
sudah mendengar Duchess of Vinchard meninggal puluhan tahun lalu tanpa
meninggalkan keturunan pada Duke. Apakah kecantikan Sarita pun mempesona
Duke of Vinchard" Halbert berdiri di bawah lukisan itu dan memperhatikannya lekat-lekat. Saat
itulah ia sadar gadis muda dalam lukisan itu bukan Sarita. Gadis itu benar-benar
mirip Sarita kecuali sepasang mata hijaunya yang menantang penuh keberanian.
Halbert terkesiap. "Siapa dia?" ia bertanya pada Brudce.
Brudce diam membisu. Matanya melirik Duke yang terus menatap lukisan itu
dari tempat tidur lalu pada Halbert yang menatapnya dengan wajah pucat.
"Ia adalah Lady Sharon Elwood, putri Duke Vinchard."
"Putri Duke!?" Halbert membelalak.
"Duchess hanya meninggalkan seorang putri ketika ia meninggal. Duke sangat
mencintai Lady Sharon. Namun Tuan Puteri memilih untuk pergi meninggalkan
Duke demi pria yang dicintainya."
Penjelasan singkat itu langsung membuat Halbert menghambur keluar. "Aku
pergi dulu, Brudce. Aku akan mengirim orang untuk merawat Duke."
Halbert yakin ia baru menemui ibu Sarita. Dapat dimengerti mengapa Duke of
Vinchard tidak merestui cinta putrinya. Menjadi wanita simpanan pria lain
bukanlah suatu hal yang bisa diterima orang seperti Duke of Vinchard.
"Di mana Sarita?" tanya Halbert begitu ia menginjakkan kaki di Istana.
"Lady Sarita belum kembali, Yang Mulia," jawab Wyatt.
Jawaban itu membuat Halbert langsung melesat ke kamar Sarita.
Koper Sarita masih di sisi tempat tidur.
Halbert membuka isinya " memastikan Sarita tidak bermain licik dengannya.
Bagus, baju-baju Sarita masih di sana.
Tunggu dulu! Akhir-akhir ini Sarita tidak mengenakan gaun-gaun katunnya yang
kasar. Sarita beranjak ke lemari baju Sarita.
Deretan gaun-gaun sutra Sarita yang berjajar rapi di dalam lemari membuat
Halbert lega tapi itu tidak mampu membuatnya tenang. Ia terus berjalan
mondar-mandir dari pintu ke pintu serambi.
Halbert sudah hampir meledak ketika akhirnya ia mendengar langkah-langkah
kaki ringan Sarita mendekat.
"Ke mana saja kau!?"
Sarita kaget. Pintu kamarnya terbuka bahkan sebelum ia memegang pegangan
pintu dan wajah murka Halbert menyerangnya.
"Aku pergi bicara denganmu!" Halbert menarik Sarita dengan kasar dan
menutup pintu di hadapan tiga orang yang masih belum pulih dari kaget itu.
Sarita melihat Halbert dengan bingung. Ada apa dengan pemuda ini" Apa jiwa
petualangannya sekarang menyesali kesempatan yang telah disia-siakannya
semalam" "Ke mana saja kau!?" Halbert bertanya dengan murka.
"Saya pergi ke Travlienne," jawab Sarita " kebingungan oleh kemurkaan Halbert
yang tidak beralasan. Dan ia menambahkan, "Paduka Raja mengijinkan saya
pergi." "Papa tidak ingin kau pergi," desis Halbert, "Ia bahkan takut kau tidak betah
tinggal di Istana." Jadi inilah alasannya. Pantas saja akhir-akhir ini Raja Marshall selalu bertanya
apakah ia betah, apakah ia membutuhkan sesuatu.
"Saya mendapat ijin untuk meninjau gudang pangan di Travlienne untuk
referensi pembangunan gudang Cookelt yang baru."
Kemurkaan Halbert langsung mereka oleh nama itu. Ia duduk di ranjang.
Tiba-tiba saja ia merasa kepenatan yang teramat sangat. Matanya menatap
gadis yang masih menatapnya dengan mata tidak berdosanya. Ia begitu takut
kehilangan Sarita tapi gadis ini terus menerus menyatakan ingin pergi. Mungkin
setelah kembali ke pelukan keluarganya pikiran itu akan pergi dari kepala cantik
itu. "Siapa nama ibumu, Sarita?"
Suara lembut Halbert membuat Sarita kian kebingungan. "Saya tidak tahu," dan
ketika melihat ekspresi wajah Halbert, ia menambahkan. "Papa tidak pernah
menyebut apapun tentang dia."
Halbert termenung. Ini artinya Sarita benar-benar tidak tahu ia masih punya
keluarga di Helsnivia. "Kemasi barangmu, Sarita. Kau akan tinggal di Quadville."
Sarita membelalak. Halbert tidak mau ia pergi dan sekarang ia mengusirnya!"
"Duke of Vinchard jatuh sakit. Ia membutuhkanmu."
"Membutuhkan saya" Mengapa?"
"Karena kau berpengalaman merawat orang sakit," jawab Halbert " menolak
memberikan jawaban yang sebenarnya. Ia tidak mau mengatakan apa pun
mengenai temuannya ini sebelum ia membuktikan kebenarannya. "Akau melihat
kau merawat almarhum Duke Norbert dengan sangat baik. Duke Ephraim pasti
akan senang kalau kau mau merawatnya."
Sarita melihat wajah tampan yang sekarang melembut itu. Ia tidak mengerti. Ia
tidak tahu apa yang dipikirkan petualang satu ini. Tapi Sarita tidak
menolak.Pergi ke Quadville adalah langkah pertama yang bagus untuk menjauhi
Halbert. Di Quadville tidak ada Savanah maupun dua prajurit yang selalu
mengekornya. Ia bisa memulai petualangannya dari Quadville.
Chapter 14 "Siapakah Anda?" mata jeli Brudce memperhatikan Sarita lekat-lekat.
"Saya adalah Sarita Yvonne Lloyd. Pangeran Halbert mengirim saya untuk
merawat Duke of Vinchard," jawab Sarita sopan.
Brudce terperanjat. Sarita yakin pria tua ini pasti tidak tahu kedatangannya.
Prajurit menurunkan koper-koper Sarita yang sudah beranak-pianak menjadi
lima koper " satu kopernya sendiri dan empat koper berisi barang-barang yang
dikemasi Savanah untuknya.
Begitu mendengar Sarita akan pergi ke Quadville, Savanah terlihat sangat
gembira hingga wajah dingin kakunya tidak dapat menutupi kegembiraannya
itu. Ia langsung mengemasi barang-barangnya dan mempersiapkan
keberangkatannya ke Quadville.
Sarita bersumpah ia melihat senyum puas Ratu Kathleen ketika mereka
berpapasan di Hall. Si anak haram akhirnya meninggalkan Istana!
Tidak seorang pun memprotes Sarita membawa pergi gaun-gaun yang bukan
miliknya selama si anak haram tidak mencemari Istana.
Halbert pun terkesan ingin segera mengusirnya pergi. Tak sampai sepuluh menit
setelah Halbert memerintahkannya pergi, pemuda itu sudah menyiapkan kereta
kuda untuknya. Bahkan Halbert terlihat sangat gelisah ketika ia tidak segera
muncul. Mungkin hanya Raja Marshall yang tidak tega ditinggalkannya. Berulang
kali ia menyuruh Sarita kembali ke Istana bila ia tidak betah.
Tentu saja Sarita tidak akan kembali! Betah atau tidak, ia tetap akan
meninggalkan Helsnivia. Pasti karena sudah tahu pikirannya inilah, Halbert
memerintahkan prajurit untuk mengawal kepergiannya ke Quadville.
"Selamat datang, Tuan Puteri," Brudce pulih dari kekagetannya. "Kami dengan
senang hati menyambut kedatangan Anda," katanya hormat. "Saya adalah
Brudce, Kepala Rumah Tangga Quadville. Bila Anda membutuhkan sesuatu,
jangan ragu mengatakannya pada saya. Saya akan melakukan yang terbaik
untuk Anda." Sarita terperangah. Inikah cara mereka menyambut seorang gadis yang akan
menjadi perawat tuan mereka" Tampaknya Duke yang satu ini bukan orang
yang mudah dihadapi. "Bila Anda berkenan, saya akan membawa Anda menemui Duke sementara
pelayan mempersiapkan kamar Anda."
Ia pasti tidak tahu! Entah apa yang dipikirkan Halbert. Apa sekarang ia berpikir
untuk menyembunyikannya di sini"
"Tentu," Sarita tersenyum, "Saya akan senang sekali bertemu dengan Duke."
Dengan tangannya, Brudce memerintahkan pelayan untuk membawa masuk
koper-koper Sarita. Sarita dapat melihat mata para pelayan pria itu terus memperhatikannya.
Mereka pasti berpikir perawat seperti apakah dia" Datang dengan lima koper
besar hanya untuk menjaga seorang sakit. Sarita tidak peduli. Toh bukan
semuanya miliknya. Brudce membawa Sarita ke kamar Duke of Vinchard.
Sarita mengikuti Brudce tanpa suara.
Brudce berhenti di depan pintu kayu putih. "Duke adalah seorang yang keras. Ia
suka segalanya dilaksanakan seperti keinginannya," Brudce memberitahu,
"Kadang kala ia menjadi sangat pemarah dan cerewet." Brudce melihat Sarita
lekat-lekat. "Saya berharap Anda memahaminya. Bertahun-tahun ia tinggal di
sini seorang diri." "Saya mengerti."
Brudce mengetuk pintu dengan perlahan.
Seseorang membuka pintu. "Ada apa, Brudce?"
Sarita terperanjat. Pria yang membuka pintu itu juga terkejut. "Mengapa Anda ada di sini, Lady
Sarita?" "S-saya pikir," Sarita melihat Brudce lalu pada Gunter Elwood, pria yang baru
dikenalnya kemarin malam.
"Apakah Anda mengenal Tuan Puteri, Tuan Muda?" tanya Brudce tidak kalah
kaget. "Ya," jawab Gunter, "Semalam kami bertemu di pesta Viscount Padilla." Gunter
tidak melepaskan mata dari Sarita, "Apakah yang membuat Anda datang?"
"Pangeran mengirim saya untuk merawat Duke," jawab Sarita. Sarita merasa
sekarang giliran mereka menjawab kebingungannya. "Mengapa Anda di sini"
Saya pikir Duke tinggal seorang diri."
"Duke memang tinggal seorang diri," jawab Gunter, "Aku adalah cucu
keponakannya." "Tuan Muda Gunter adalah penerus Duke of Vinchard," tambah Brudce.
Sarita bertanya-tanya. Apa yang sedang direncanakan Halbert" Tidak mungkin
Halbert tidak tahu tentang ini. Apa mereka sedang bersekongkol untuk
mempermainkannya" "Apakah kau ingin bertemu Duke?" Gunter memberi jalan, "Ia baru saja tidur."
"Bila Anda tidak keberatan."
"Tentu saja tidak."
"Tuan Muda," kata Brudce, "Bila Anda mengijinkan, saya akan menyiapkan
kamar untuk Tuan Puteri."
"Pergilah, Brudce," Gunter merestui, "Aku akan menemani Sarita."
"Mari, Sarita," Brudce meletakkan tangan di punggung Sarita dan dengan
lembut membawanya masuk. "Kau tidak keberatan aku memanggilmu Sarita,
bukan?" "Tidak. Saya sama sekali tidak keberatan," Sarita melangkah masuk.
"Kau bisa memanggilku Gunter," Gunter menutup pintu dengan perlahan.
Sarita terpaku melihat seorang pria tua terbaring di tempat tidur. Sebuah
perasaan rindu muncul di dadanya. Rasanya seperti melihat Duke Norbert
terbaring di tempat tidur hanya saja ia jauh lebih tua.
"Kau tidak apa-apa, Sarita?" Gunter bertanya lembut melihat mata basah Sarita.
"Saya tidak apa-apa," Sarita mengejap-ngejapkan matanya. "Rasanya seperti
melihat Norbert," bisiknya.
"Aku turut berduka atas ayahmu, Sarita."
"Terima kasih," Sarita mendekati Duke Vinchard yang tengah tidur pulas.
"Ia masih tidur," Gunter memberitahu.
Sarita duduk di kursi di sisi tempat tidur. Ia meraih tangan keriput Duke dan
meletakkannya di pipinya. Ah, betapa rindunya ia akan perasaan ini.
"Apakah kau mau berkeliling Quadville, Sarita?" tanya Gunter, "Aku akan
mengantarmu berkeliling."
"Tidak," Sarita meletakkan tangan Duke kembali di sisi tubuhnya dan melihat
Gunter, "Saya ingin berada di sini. Duke mungkin membutuhkan sesuatu jika ia
terbangun." Gunter tersenyum. "Kau adalah seorang perawat yang baik. Aku percaya Duke
akan menyukaimu." Sarita mengalihkan wajahnya kepada Duke.
"Aku harus pergi. Brudce akan memberitahumu jika kamarmu siap."
Sarita mengangguk. "Selamat jalan."
"Selamat siang, Sarita."
Sarita tidak memperhatikan kepergian Gunter. Matanya kembali pada Duke
Vinchard yang membuatnya merindukan Duke Norbert.
Kisah Cinta Karya Sherls Astrella di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Berhari-hari dibutuhkan Sarita untuk memulihkan rasa sedihnya. Berhari-hari ia
berjuang mengatasi kerinduannya pada Duke Norbert. Sekarang pria tua d
hadapannya ini membangkitkan kembali kerinduannya. Hanya kesibukannya
sebagai wali Chrislah yang dapat membuatnya melupakan sedih.
Tiba-tiba Sarita teringat tugas-tugasnya yang belum disentuhnya sama sekali
hari ini. Sarita ragu apakah Halbert sudah meringkasnya untuknya" Apakah
yang harus dilakukannya untuk mengirim suratnya pada Graham" Bagaimana
surat-surat Graham akan tiba di tangannya"
Sarita berdiri menuju pintu.
Tunggu dulu! Langkah kakinya terhenti di depan pintu. Ia sama sekali tidak tahu
di mana kamar barunya. Ia tidak tahu jalan kecuali jalan ke pintu masuk!
"Sharon?" Sarita melihat tempat tidur.
"Sharon, kaukah itu?"
Mata Duke melihat ke arahnya dengan sayu.
"Sharon?" Sarita kembali ke sisi Duke. "Ya, aku di sini," ia berlutut di sisi Duke dan
menggenggam tangannya dengan lembut.
Ayahnya dan Duke Norbert sering seperti ini ketika mereka akan meninggal.
Duke of Vinchard tidak akan meninggal, bukan" Sarita berpikir sedih. Sarita
tidak mau melihat orang lain pergi di hadapannya.
"Sharon, kau sudah pulang," Duke tersenyum lemah. Tangannya terulur meraih
kepala Sarita. "Kau sudah pulang, Sharon."
Sarita melihat senyum bahagia di wajah Duke dan ia memutuskan untuk terus
bermain sebagai Sharon. "Ya, aku sudah pulang," bisik Sarita.
Senyum di wajah Duke semakin melebar kemudian tangannya jatuh lemas.
Detak jantung Sarita terhenti. "Ia tidak mungkin mati!" Dengan panik ia
memeriksa nafas Duke. Sarita langsung duduk lega di lantai ketika merasakan nafas Duke yang teratur.
Matanya mengawasi nafas Duke of Vinchard yang teratur itu. Perasaannya
kembali tenang. Sarita meraih kursinya dan duduk mengawasi senyum di wajah Duke.
Duke Norbert juga tersenyum seperti ini ketika ia meninggal. Sarita tidak ingat
apakah ayahnya juga tersenyum ketika ia pergi meninggalkannya untuk selamalamanya.
Suara ketukan di pintu menyadarkan Sarita dari lamunannya.
Sarita beranjak bangkit untuk membuka pintu.
"Utusan Pangeran Halbert datang mengantar ini untuk Anda," Brudce
menyerahkan sebuah kotak coklat pada Sarita, "Katanya ini sangat penting."
Sarita membuka tutupnya dan ia terkesiap. Savanah rupanya melupakan kertaskertas kerjanya.
"Ia juga berkata setiap hari ia akan datang pada waktu biasa untuk mengantar
surat-surat Anda." Sarita merasa ia harus berterima kasih pada Halbert. Halbert benar-benar
memperhatikannya dalam hal satu ini. Bahkan ketika ia sudah tidak ada di
Ririvia pun, Halbert masih mengutus orang khusus untuknya.
"Tuan Puteri," Brudce berkata hati-hati, "Saya mendengar tentang ayah Anda.
Saya turut berdua cita."
"Terima kasih." Ini kali kedua ia menerima bela sungkawa hari ini.
"Kamar Anda sudah hampir siap. Apakah Anda mau memeriksanya?"
Sarita melirik Duke Ephraim yang masih tidur nyenyak. "Tentu," jawabnya.
"Ijinkan saya membawanya untuk Anda, Tuan Puteri," Brudce mengulurkan
tangan. "Tidak perlu. Aku sangat memerlukannya," Sarita menolak halus, "Brudce, aku
punya satu permintaan."
"Katakan, Tuan Puteri. Saya akan melakukan apa pun permintaan Anda."
"Bisakah kau memindahkan sebuah meja kerja untukku ke dalam kamar Duke?"
Raut wajah Brudce jelas menyatakan ia tidak dapat memahami permintaan
Sarita tapi ia tetap berkata, "Tentu, Tuan Puteri."
"Terima kasih, Brudce," Sarita tersenyum, "Aku akan meletakkan kotak ini di
dalam kemudian aku akan pergi denganmu."
"Baik, Tuan Puteri. Saya akan menanti Anda di sini."
Sarita segera meletakkan kotak itu di sisi tempat tidur kemudian menemui
Brudce. Brudce membawa Sarita ke kamar kedua setelah kamar Duke. "Saya
mempersiapkan kamar ini untuk mempermudah Anda," ia membuka pintu
kamar. Tiga orang wanita sibuk memindahkan isi koper-koper Sarita ke ruang ganti.
Dan dua orang lain sibuk merapikan tempat tidur.
Kelimanya bekerja di bawah pengawasan seorang wanita tua.
Mereka langsung berhenti mendengar langkah kaki Sarita dan menatapnya
lekat-lekat. Sarita merasa pandangan mereka seperti berkata: inikah si perawat kaya itu"
"Oh, Tuan Puteri Sarita," wanita tua itu menyambut Sarita dengan haru, "Saya
sungguh gembira Anda mau datang." Wanita itu menggenggam jari Sarita eraterat hingga gadis itu kesakitan.
"Apa yang kalakukan di sini, Zielle?" Brudce bertanya kaget, "Bukankah aku
melarangmu ke sini?"
"Kau tidak berhak melarangku menemui Tuan Puteri," protes Zielle.
Sarita hanya dapat berdiri dengan bingung.
"Maafkan atas gangguan kecil ini, Tuan Puteri," Brudce berkata dengan nada
bersalahnya, "Saya sudah melarang Zielle tapi rupanya ia terlalu bersemangat
untuk menemui Anda."
"Jangan dipikirkan," Sarita berpikir begitu sulitkah menjaga Duke Vinchard
hingga wanita tua ini begitu bersemangat untuk menemuinya" Pasti wanita ini
adalah orang yang merawat Duke sebelum ia datang. Tak heran ia terlihat
begitu antusias. "Zielle," Sarita tersenyum lembut. "Mengapa kau tidak beristirahat" Aku yakin
mereka bisa mengatur kamarku."
"Tugas saya adalah melayani Anda!" Zielle bersikeras.
Sarita heran. Beginikah cara keluarga ini memperlakukan seorang perawat" Ia
tidak pernah mendengar seorang perawat dilayani secara khusus.
Mungkinkah" Sarita menatap lekat-lekat wajah tua itu.
Mungkinkah Ratu Kathleen memerintahkan Zielle mengawasinya" Wanita ini
terlihat berbeda dari Savanah tapi mungkin tujuan mereka sama. Apakah
sekarang Ratu Kathleen mau memastikan ia tidak akan menemui putranya lagi"
Sarita merasakan sebuah keinginan kuat untuk menulis surat pada Ratu
Kathleen menyatakan ia tidak tertarik pada Halbert dan ingin segera
menjauhinya selekas mungkin setelah Duke membaik dan sebelum ia benarbenar jatuh cinta hanya untuk patah hati.
"Aku sungguh menghargainya namun aku di sini bukan untuk dilayani.
Keberadaanku di sini adalah untuk menjaga Duke Vinchard sesuai perintah
Pangeran Halbert." Zielle memperhatikan Sarita lekat-lekat hingga Sarita merasa tidak nyaman.
"Makan siang akan segera tersedia," Brudce menarik perhatian Sarita, "Apakah
Anda ingin pelayan mengantar makanan ke kamar Duke?"
"Bila itu tidak merepotkan," sambut Sarita, "Aku akan sangat senang bila kau
mau melakukannya." "Tentu, Tuan Puteri," Brudce cepat-cepat berkata dengan hormat, "Adalah
kehormatan bagi kami untuk dapat melayani Anda."
Sarita menyerah. Entah apa yang mereka pikirkan. Mereka terus memperlakukannya dengan
hormat seperti memperlakukan majikannya. Apakah karena mereka tahu ia
adalah putri almarhum Duke of Cookelt" Sarita tidak tahu apa yang mereka
pikirkan. Orang-orang di Sternberg pun tidak memperlakukannya sehormat ini.
Sarita mengijinkan dirinya sendiri untuk tidak memusingkan masalah ini. Untuk
saat ini ia tahu pekerjaannya bertambah.
Ia tidak akan menyalahkan Halbert. Menjaga Duke Vinchard membawa
kepuasan tersendiri bagi Sarita sambil mengurus Cookelt.
-----0----- "Halbert, di mana Sarita?" tanya Raja Marshall. "Seharian ini aku tidak
melihatnya. Apakah ia belum kembali?"
"Aku mengirimnya ke Quadville," jawaban itu membelalakkan mata Raja.
"Ke?" Quadville," Raja belum pulih dari kekagetannya.
"Aku memintanya menjaga Duke of Vinchard."
"KAU GILA!?"" Raja Marshall panik, "Dari sekian banyak tempat, mengapa kau
harus mengirimnya ke sana!" Apa kau."
"Marshall!" seru Ratu tidak senang. Mata dinginnya langsung menutup mulut
Raja Marshall rapat-rapat. "Tidak ada pembicaraan tentang gadis itu!" ia
menegaskan lalu beralih pada Halbert. "Mengerti!?"
Halbert tidak mengeluarkan satu patah katapun. Ratu memang tidak menyukai
Sarita semenjak mereka bertemu tapi baru kali ini ia benar-benar
menunjukkannya. Halbert menyadari Ratu Kathleen mempunyai alasan bagus untuk membenci
Sarita. Sarita bukan anak dari keluarga terhormat. Ia adalah anak haram.
Bagaimana ia mengharapkan ayah ibunya menerima Sarita"
Gadis itu sendiri adalah suatu masalah lain.
Jelas terlihat Sarita ingin menjauhinya. Setiap saat ia selalu berkata ingin pergi,
ingin pergi, dan ingin pergi. Sekarang ia sudah benar-benar pergi!
Halbert mendesah. Mengapa ia membuat keputusan segegabah itu" Belum
sehari ia berpisah dengan Sarita. Sekarang ia sudah begitu merindukannya.
"Aku peringatkan jangan sampai aku mendengarmu pergi ke Quadville," Ratu
Kathleen membaca pikiran Halbert, "Jangan salahkan aku mengurungmu kalau
itu sampai terjadi," ia mengancam serius, "Aku tidak ingin mendengar kau
berhubungan dengannya!"
Halbert tidak bersuara. "Besok ayahmu ada pertemuan penting di Travlienne. Aku ingin kau pergi
dengannya." "Ya, Mama." Saat Ratu Kathleen mulai berkata keras, tidak ada yang boleh
melawannya. Memang orang sabar bisa menjadi sangat menakutkan ketika marah.
"Cepat habiskan makananmu dan segera tidur!" perintah Ratu, "Besok masih
banyak tugas menantimu."
"Ya, Mama." Mungkin kesibukan yang paling diperlukannya saat ini. Kesibukan
hingga tidak suatu saat pun tersisa untuknya memikirkan Sarita.
Halbert termenung. Mampukah dia"
-----0----- Sarita memperhatikan Dokter memeriksa Duke Vinchard dengan was-was.
Sudah dua hari ini ia merawat Duke. Selama dua hari ini pula Duke tidak sadar
diri. Hanya ingauannyalah yang meyakinkan Sarita Duke masih hidup.
Kemarin Sarita sudah meminta Gunter memanggil dokter namun pria itu
mengatakan dokter keluarga mereka sedang sibuk. Baru siang inilah Gunter
muncul bersama dokter. Dokter selesai memeriksa Duke.
Sarita dengan tidak sabar menanti dokter meringkas peralatannya.
"Bagaimana keadaannya, Dokter?" tanya Sarita.
Dokter Freddy tersenyum, "Tak diragukan lagi putri Sharon."
"Sharon?" Sarita heran. "Siapa dia?"
"Dokter Freddy," Gunter mengulangi pertanyaan Sarita, "Apakah Duke sudah
membaik?" Sang dokter terkejut. "Oh ya" ya"," katanya gugup.
Sarita melihat dua pria itu dengan bingung.
"Jangan khawatir. Keadaan Duke sudah lebih stabil," Dokter Freddy
memberitahu, "Saya yakin dalam waktu dekat ini Duke akan sembuh seperti
semua. Anda memang seorang perawat yang baik, Lady... er" Lady?"
"Sarita Yvonne Lloyd," Sarita menyebut namanya. "Nama salah Sarita Yvonne
Lloyd." "Yvonne Lloyd"," Dokter Freddy mengulangi dengan takjub.
Sarita mulai merasa ada yang tidak beres dengan dokter ini. Semenjak ia
memasuki kamar, ia selalu terlihat seperti ini. Anehnya, Sarita sama sekali tidak
merasa jijik padanya seperti yang dirasakannya pada pria-pria di Trottanilla.
Dokter Freddy bukan terpesona olehnya. Tidak mungkin semua pria di Helsnivia
tahu akan masa silamnya. Itu tidak mungkin! Pasti ada alasan lain yang
membuatnya terbengong-bengong seperti ini.
Mungkinkah" Mungkinkah Pangeran Halbert"
Tidak! Itu mustahil! Halbert tidak mungkin melakukan ini padanya. Tapi"
mungkin juga penyebabnya adalah Halbert " hubungannya dengan sang Putra
Mahkota Helsnivia. "Sarita," Gunter membuyarkan lamunan Sarita, "Aku akan mengantar dokter
pulang. Aku yakin ada pasien lain yang menantinya."
"Sebelum Anda pergi, bisakah Anda memberitahu apa yang harus saya
lakukan?" "Anda lebih tahu dari saya," jawab Dokter Freddy, "Kabari saya kalau Duke
sudah bangun." Sarita mengantar mereka sampai ke pintu.
"Mengapa Anda tidak memberitahu saya, Tuan Muda Gunter?" Sarita mendengar
Dokter Freddy bertanya pada Gunter ketika mereka menjauh.
"Aku tidak tahu, Freddy. Aku tidak yakin hubungannya dengan Sharon."
Ini bukan kali pertama Sarita mendengar nama itu. Duke selalu memanggil
nama itu dalam ingauannya. Sarita merasa ia perlu tahu tentang Sharon dan
hubungannya dengan penyakit Duke ini.
"Sharon?" Sarita menuju tempat tidur. "Aku di sini," Sarita menggenggam tangan Duke.
Sesaat Sarita melihat senyum di wajah keriput Duke. Ia merasa Duke
menggenggam tangannya erat-erat.
Sarita tersenyum. Hubungan antara dua manusia memang sulit dijelaskan. Ia
baru melihat Duke Ephraim dua hari lalu namun ia merasa seperti sudah
mengenalnya sejak lama. Ia baru mendengar suara Duke Ephraim dua hari lalu
namun rasanya ia sudah lama merindukan suaranya. Baru dua hari mereka
bertemu tapi Duke sudah bukan orang asing. Sarita menyayanginya. Sarita
mencintainya sebagai keluarganya.
Sarita mendengar pintu diketuk dan sesaat kemudian Brudce masuk membawa
kirimannya dari Trottanilla.
"Terima kasih, Brudce," Sarita beranjak dari sisi Duke, "Brudce, ada suatu hal
yang ingin aku ketahui."
"Katakan, Tuan Puteri," kata Brudce, "Saya akan menjawab sejauh yang saya
ketahui." "Siapakah Sharon?"
Brudce terkejut mendengar pertanyaan itu.
"Duke selalu memanggil namanya. Dokter Freddy juga menyebutnya. Apakah
dia adalah almarhum Duchess?"
"Ia"," mata Brudce melirik Duke, "Saya tidak tahu. Maafkan saya, Tuan Puteri.
Saya tidak dapat menjawab pertanyaan Anda."
Sarita merasa Brudce berbohong tapi ia tidak dapat memaksanya mengatakan
sesuatu yang tidak bisa dikatakannya.
"Tidak mengapa," kata Sarita, "Aku akan bertanya pada yang lain."
Sarita yakin pasti ada seseorang dalam bangunan ini yang mengenal seorang
wanita yang bernama Sharon ini. Namun ketika Sarita menanyakannya pada
setiap orang di Quadville, tidak ada yang dapat menjawab pertanyaannya itu.
Reaksi mereka semua sama dengan reaksi Brudce: takut dan tidak tahu!
Semakin sering Sarita mendapat jawaban seperti itu, semakin Sarita yakin
mereka tahu siapa Sharon yang selalu dipanggil Duke. Duke Vinchard pastilah
orang yang membuat mereka tidak berani menyebut wanita itu padanya.
Hanya satu jawaban yang berbeda yang ia dengar dari mulut Gunter namun itu
sama sekali tidak membantu. "Bagaimana aku bisa mengetahuinya" Aku tidak
setua Duke," kata Gunter ketika Sarita bertanya. Sarita percaya pria ini pun
berbohong padanya. Ia mendengar sendiri Gunter menyebut nama Sharon pada
Dokter Freddy. Pada akhirnya, Sarita mengambil kesimpulan Sharon adalah almarhum Duchess
yang begitu dicintai Duke sehingga dalam mimpi pun ia sering menjumpainya.
Yang terpenting, ia tidak mempunyai urusan dengan Sharon. Tugasnya saat ini
adalah merawat Duke hingga Duke sehat!
Chapter 15 "Ada apa, Sarita?" Halbert terperanjat melihat gadis itu berdiri di depan pintu
gerbang Kastil Quadville dengan mata sembab dan koper-kopernya di tanah.
Semenjak kepergian Sarita, Halbert melewati hari-harinya seperti padang pasir.
Belum seminggu Sarita berada di Quadville merawat Duke namun bertahuntahun rasanya bagi Halbert. Dalam hari-hari belakangan ini sikap Ratu yang
dingin sama sekali tidak berubah. Raja yang tidak menutupi kerinduannya pada
Sarita pun tidak luput dari mata dinginnya.
Berkali-kali Halbert ingin pergi ke Quadville. Hanya Ratu Kathleenlah yang
membuatnya tidak berani menginjakkan kaki di Quadville. Raja Marshall yang
selalu terlihat ingin melesat ke Quadville, juga tidak berani.
Sikapnya itulah yang membuat Halbert semakin menyadari betapa dalamnya
Kisah Cinta Karya Sherls Astrella di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ketidaksukaan ibunya pada Sarita. Akhir-akhir ini Halbert merasa sikap ibunya
kepada dirinya semakin dingin. Ratu terlihat sangat marah padanya untuk suatu
alasan yang Halbert sendiri tidak ketahui hingga tidak mau berbicara dengannya
kecuali ia mempunyai keperluan penting.
Halbert hanya dapat memaklumi sikap Ratu ini. Halbert sadar dan tahu Sarita
bukan gadis yang dapat dicintainya. Sarita bukan gadis terhormat yang dapat
diterima ibunya. Ia juga telah berulang kali memperingati dirinya sendiri. Namun
semua itu tetap saja tidak ada gunanya. Ia jatuh cinta pada gadis itu! Halbert
merasa kian hari cintanya kepada Sarita kian dalam hingga ia dapat meyakinkan
dirinya sendiri tidak ada yang dapat menggantikan posisi Sarita di hatinya.
Di suatu saat ia menyesali dirinya sendiri yang telah mengirim Sarita pergi. Di
saat lain ia berharap Duke Ephraim segera mengenali Sarita sebagai
keturunannya dan mengakuinya sehingga gadis itu tidak akan pernah berpikir
untuk meninggalkan Helsnivia.
Demi menyingkirkan kerinduannya pada Sarita, ia menyibukkan diri dengan
tugas-tugas kerajaan. Demi membunuh waktu, ia berusaha mencari informasi
tentang Sharon Elwood, satu-satunya putri Duke Vinchard. Namun tidak ada dari
satu hal itu yang berguna. Hatinya terus merindukan Sarita dan pikirannya
semakin tidak lepas dari Sarita.
Setiap ia mencari informasi tentang Sharon Elwood, seluruh jiwanya langsung
tertuju pada Sarita. Setiap ia berusaha mengalihkan pikirannya, semakin ingin ia
menemukan jejak Sharon Elwood.
Halbert yakin Sarita adalah keturunan Duke Vinchard namun ia tidak berani
mengutarakan pendapatnya ini. Ia tidak bisa bertindak gegabah hingga orang
lain mengetahui apa yang sekarang ada dalam pikirannya.
Duke of Vinchard bukan sembarang orang. Ia tidak akan suka bila gosip tibatiba beredar di sekitarnya. Bila sampai ada gosip yang menyangkut dirinya,
Duke pasti segera menemukan sang sumber gosip dan membuat perhitungan
dengannya tak peduli siapa sang sumber gosip itu.
Di atas semua itu, Halbert yakin Ratu Kathleen, yang sudah tidak suka pada
Sarita, akan melakukan segala tindakan yang ia sendiri tidak berani bayangkan
namun bisa ia pastikan tidak akan ia sukai.
Halbert sadar walaupun Sarita adalah keturunan Duke Vinchard, ibunya tidak
akan menerimanya. Bagaimanapun juga Sarita adalah putri haram. Ratu
Kathleen yang menjunjung tinggi moral itu tidak akan menerima seorang anak
yang lahir di luar pernikahan menjadi menantunya. Halbert paham benar akan
hal itu. Namun sekarang yang menjadi permasalahan terbesar baginya bukanlah Ratu
Kathleen melainkan Sharon Elwood!
Halbert tidak mengerti. Mengapa ia tidak bisa menemukan satu jejak pun dari
Sharon Elwood ini. Ia tidak dapat menemukan sebuah informasi pun mengenai
wanita ini bahkan jejak kelahirannya! Halbert tidak percaya ia tidak dapat
menemukan jejak wanita yang dilahirkan di Helsnivia ini namun itulah
kenyataannya. Ia tidak dapat bertanya pada orang lain mengenai putri Duke Vinchard karena
hal itu akan membocorkan pendapatnya. Ia tidak dapat mengerahkan orang lain
untuk mencari jejak Sharon Elwood karena itu akan menimbulkan kecurigaan
orang lain. Namun ia juga tidak dapat menemukan sehuruf pun yang
menyebutkan Sharon Elwood pernah muncul di dunia ini.
Ada kalanya Halbert berpikir Brudce, sang Kepala Rumah Tangga Quadville
berbohong padanya. Ada kalanya pula Halbert berpikir gadis dalam lukisan itu
adalah Sarita. Bila Sharon Elwood pernah muncul di dunia ini, setidaknya ada catatan
mengenai kelahiran wanita itu. Bila catatan itu hilang, tentu namanya tertulis
dalam silsilah keluarga Elwood. Namun ia tidak menemukan secarik kertas pun
yang menyebutkan Sharon Elwood!
Lebih mudah mempercayai Sarita adalah gadis dalam lukisan itu. Duke Norbert
tentu bangga mempunyai putri secantik dan sejelita Sarita. Sudah sewajarnya
Duke Norbert, sebagai orang tua yang mencintai putrinya, ingin memamerkan
kecantikan putrinya pada teman-temannya. Namun, mengetahui Duke Ephraim
telah lama hidup menyendiri, Duke Norbert takut Duke Vinchard akan tertarik
pada putrinya. Karena itulah ia menyuruh sang pelukis memberi goretan yang
berbeda pada lukisan itu. Duke Ephraim yang tidak mengetahui siapa gadis
dalam lukisan pemberian Duke Norbert, menamai gadis itu Sharon dan
menyebutnya sebagai putrinya.
Cerita kedua ini lebih mudah diterima oleh Halbert daripada pernyataan Brudce.
Pagi ini seorang pelayan Quadville tiba-tiba menemuinya dengan wajah panik
dan memintanya segera pergi ke Quadville. "Pangeran, segeralah pergi ke
Quadville. Duke... Duke Ephraim... ia...," katanya dengan nafas terengah-engah.
Perkataan itu membuat Halbert langsung melesat meninggalkan Istana ke
Quadville. Dalam perjalanan hanya satu yang ada dalam pikirannya: Duke
Vinchard tidak mungkin meninggal dunia!
Air mata yang membasahi wajah pucat Sarita meruntuhkan segala
keyakinannya. Ia begitu kasihan pada gadis itu sehingga tidak tahu apa yang
harus diucapkannya. Gadis itu tampak rapuh dan tak berdaya " tepat seperti
ketika Duke Norbert meninggal dunia.
Hati Halbert ikut pilu melihat wajah sedih itu. Ia ingin membawa gadis itu ke
dalam pelukannya dan membisikkan kata-kata yang menghibur. Mengingat
penolakan Sarita di masa lalu, Halbert tidak yakin Sarita akan menyukainya.
"P-Pangeran," bibir bergetar Sarita mendesiskan panggilan itu ketika ia berlari
memeluk Halbert. Halbert terperanjat. Ia tidak pernah membayangkan saat seperti ini terjadi.
Sarita memeluknya! "Oh, Sarita," Halbert mendekap gadis itu erat-erat. Sebuah perasaan yang tidak
dapat diungkapkan, memenuhi dadanya. Kehangatan inilah yang ia cari dari
wanita-wanita lain. Perasaan inilah yang selalu menghantuinya selama berharihari. Halbert sadar ia tidak ingin melepaskan Sarita. Sekarang tidak. Besok juga
tidak. Selamanya ia ingin gadis ini di sisinya!
Isak tangis Sarita membangunkan Halbert dari sensasinya.
Tiba-tiba Halbert merasakan sebuah perasaan bersalah. Ia telah berbahagia di
atas kesedihan Sarita. "Jangan menangis, sayang," bisik Halbert, "Kau telah menjaga Duke dengan
baik. Jangan bersedih. Duke pasti bahagia di alam sana."
Sarita menggeleng. "Du" Duke" dia" dia" mengusirku."
Halbert terperanjat. Bukankah Duke Vinchard meninggal dunia"
"D"dia mengatakan Papa adalah gelandangan," Sarita mencoba menjelaskan di
antara isak tangisnya. Halbert merasa ini akan menjadi cerita panjang. "Jelaskan perlahan-lahan
padaku di dalam, Sarita," ia berkata lembut sambil mengangkat Sarita. Tanpa
membuang waktu, Halbert memerintahkan prajurit yang mengawalnya
menaikkan koper-koper Sarita ke dalam kereta dan membopong gadis itu ke
dalam kereta. Sarita pun memulai ceritanya di antara sela-sela tangisnya.
Sehari setelah kedatangannya, keadaan Duke sempat memburuk namun berkat
kesigapan dan pengalaman Sarita merawat orang sakit, kesehatan Dule
berangsur-angsur membaik. Penyakit Duke bukan hanya demam biasa seperti
yang Brudce katakan di hari pertama ia berada di Quadville.
Dari hari ke hari merawat Duke, Sarita sadar sumber penyakitnya ini adalah
pikirannya atau lebih tepatnya kerinduannya pada almarhum Duchess Vinchard,
istrinya tercinta, Sharon Elwood.
Sarita sadar ada hal yang bisa ia lakukan untuk Duke dan ada hal yang tidak
dapat ia lakukan untuk Duke. Ia dapat merawat Duke dengan baik. Namun ia
tidak dapat mempertemukan Duke dengan almarhum Duchess.
Sarita percaya bila Duke bertemu Duchess maka ia akan pulih dalam kejapan
mata. Namun tidak seorang pun dapat mempertemukan mereka yang kini telah
terpisah dalam dua dunia. Saat ini yang dapat dilakukan Sarita hanyalah
berperan sebagai Sharon. Sering ketika Duke memanggil-manggil Sharon, Sarita berpikir apakah Duke
tengah memimpikan Sharon.
Dari hari ke hari Duke semakin sering memanggil-manggil Sharon. Tak jarang ia
menggenggam erat tangan Sarita hingga Sarita tidak rela meninggalkan pria tua
yang tidak kehilangan wibawanya sekalipun ia terbaring sakit.
Semenjak Sarita berada di Quadville, hanya di malam pertama ia tidur di kamar
mewahnya yang dipersiapkan Zielle. Di hari-hari berikutnya ia melalui malam
yang panjang di sisi Duke Vinchard. Di saat terang hari, ia mengurus Cookelt di
sela-sela tugas barunya merawat Duke of Vinchard. Begitu sibuknya ia hingga
tidak ada satu waktu luangpun tersedia untuknya memikirkan Halbert.
Kesibukannya itu pula yang membuat Zielle sering marah-marah padanya.
Dalam beberapa hal Zielle lebih cerewet dari Savanah. Ia tidak pernah terlambat
memanggil Sarita untuk makan. Ia tidak pernah berhenti menyuruh Sarita
beristirahat demi kesehatannya sendiri. Ia tidak pernah melewatkan kesempatan
untuk mengurus Sarita. Ia tidak dapat membiarkan satu cacat pun dalam
penampilan Sarita. Sikapnya yang terlalu berlebihan itu sering membuat Sarita berpikir apakah
wanita ini sadar tujuannya berada di Quadville"
Sikap Brudce dan para pelayan lainnya di Quadville juga tidak berbeda. Mereka
begitu menghormatinya. Satu patah kata darinya, maka para pelayan langsung
melakukan segala hal untuk memenuhi keinginannya. Satu perintah darinya
maka setiap orang akan melaksanakannya dengan sepenuh hati.
Sarita tidak dapat memahami cara tiap sosok di Quadville memperlakukannya.
Gunter juga sama sekali tidak membantu. Ia hanya tertawa ketika Sarita
mengeluhkan sikap mereka yang menyanjungnya sebagai Ratu itu. Hanya satu
komentar yang ia berikan, komentar yang tidak berguna dan sama sekali tidak
membantu. "Kau akan terbiasa," katanya.
Seiring dengan membaiknya kondisi Duke, Sarita mulai terbiasa dengan
perlakuan tiap orang di Quadville.
Pagi ini adalah bukti nyata keadaan Duke Ephraim yang semakin membaik.
Seperti malam-malam sebelumnya, Sarita duduk di sisi Duke sambil
menggenggam tangannya dan memandang wajah tenang Duke. Tidak ada yang
ingin dilakukan Sarita selain menatap wajah yang menenangkan pikiran itu
hingga kantuk menyerang. "S-siapa?" Sarita mendengar seeorang bertanya.
"Siapa kau?" Sarita terkejut. Matanya membelalak melihat wajah segar Duke. Ia tidak tahu
apakah Duke Vinchard sedang mengingau atau ia sudah benar-benar bangun.
Duke juga kaget melihat Sarita. "Berani-beraninya kau menampakkan mukamu
di sini!!" ujarnya geram.
Sarita kaget mendengar suara keras Duke.
"PERGI!! Di sini bukan tempatmu!" Duke menunjuk pintu.
Wajah Sarita pucat pasi. Duke Ephraim telah mengenalinya sebagai anak haram
almarhum Duke of Cookelt.
"Tidak, kau bukan Sharon," Duke menatap tajam wajah Sarita, "Siapa kau?"
"S-saya"," Sarita bingung. Ia sama sekali tidak dapat memahami situasi ini,
"Saya adalah Sarita Yvonne Lloyd."
"Lloyd!?" Duke memekik keras. "Beraninya kau menginjakkan kaki di sini,
Lloyd!?" Sadarlah Sarita Duke tidak sedang mengingau. Ia tidak mengerti apa yang
dibicarakan Duke namun ia tahu Lloyd yang dikatakan Duke adalah dirinya.
"Siapa yang memasukkan gelandangan ini ke rumahku!?" Duke membunyikan
bel dengan tidak sabar. "Brudce! Di mana dia!" Berani-beraninya mereka
memasukkan seorang gelandangan ke rumahku!" Ithnan Lloyd seorang sudah
cukup! Sekarang masih bertambah seorang gadis gelandangan!"
"P"papa" Anda mengenal Papa?" Sarita terperanjat.
"Mengenal, katamu!?" Duke mendengus, "Melihat mukanya saja aku tidak sudi!
Gelandangan seperti dia sama sekali tidak pantas untuk seorang Elwood! Beraniberaninya dia membawa kabur Sharon. Semestinya ia sudah merasa terhormat
seorang Duke seperti aku tahu gelandangan macam dia ada di dunia."
"Papa bukan gelandangan!" Sarita membantah. "Papa tidak pernah mengemis
pada seorang pun!" Sarita tidak dapat menerima hinaan Duke. "Walaupun kami
tidak punya uang, kami tidak akan mengemis!"
"Apa yang kautahu, anak muda" Kau tidak tahu apa yang sudah diperbuat
bajingan itu. Ia menculik Sharon dan membunuhnya demi uang."
"TIDAK!" Sarita histeris, "Itu tidak benar! Papa tidak akan melakukannya!"
"DIA SUDAH MELAKUKANNYA!!" suara Duke pun tidak kalah keras. "Kau pikir
karena siapa sekarang aku begini!" Kau pikir siapa yang telah menghancurkan
hidupku!!?" "Tidak"," Sarita menggeleng, "Itu tidak benar." Air mata menuruni wajah
pucatnya. "Papa tidak mungkin melakukan itu. Papa hanya mencintai Mama
seorang. Papa tidak pernah merebut seorang pun. Papa" Papa tidak pernah
mengkhianati Mama." "Omong kosong! Apa kau pikir aku akan percaya pada omongan gelandangan!?"
nampak jelas Duke tidak suka dibantah, "Brudce! Brudce! Di mana dia!!"
Mengapa dia tidak segera mengusir gelandangan ini!" Duke membunyikan bel
dengan tidak sabar. Ia sudah kehilangan batas kesabarannya sehinga ketika
Brudce muncul ia langsung menyambar,
"Ke mana saja kau!" Apa kau tuli!?"
"M-mmaafkan kelambatan saya, Yang Mulia."
"Mengapa seorang Lloyd bisa di sini!" Jelaskan mengapa seorang gelandangan
bisa memasuki rumahku!!?"
"S-sssaya"," Brudce melihat Sarita lalu berpaling pada Duke dengan ketakutan.
"Usir dia! Keluarkan dia dari sini! Tidak seorang Lloyd pun boleh menginjakkan
kaki di sini!" Atas perintah itulah sekarang Sarita menangis dalam pelukan Halbert.
Halbert tertegun. Ia hanya berpikir Duke pasti gembira dapat berkumpul lagi
dengan cucunya. Tidak sedikitpun ia berpikir mengapa ia tidak dapat
menemukan secarik kertas pun tentang Sharon Elwood. Duke Vinchard yang
kolot itu tentunya sangat menentang hubungan putrinya dan almarhum Duke
Norbert. Namun Sharon Elwood bersikukuh pada cintanya sehingga Duke
mengusirnya. Karena kemarahannya pula Duke dengan segala kekuasaannya,
menghilangkan semua bukti keberadaan Sharon Elwood. Itu pula penyebab
Sarita tidak pernah tahu ia masih mempunyai keluarga di Helsnivia.
Penjelasan ini lebih masuk akal dari semua penjelasan yang pernah
dipikirkannya. "I-itu tidak mungkin," isak Sarita. "Papa tidak mungkin melakukannya. Papa
tidak pernah merebut Duchess."
Halbert ikut bersedih. Ia memeluk Sarita erat-erat dan membiarkan Sarita
meluapkan segala kesedihan dan amarahnya.
"Duke pembohong! Ia tidak mengenal Papa!" Sarita menjatuhkan tinjunya di
dada Halbert, "Dia tidak tahu siapa Papa. Bagaimana dia bisa mengatakan Papa
seperti itu!?" Halbert membelai Sarita dengan lembut. Sekarang hanya dia seorang yang bisa
melindungi Sarita. Hanya dia yang bisa memberi Sarita tempat berlindung.
Kereta melewati pintu gerbang Istana.
Halbert mengetuk jendela kecil yang memungkinkan ia berbicara dengan kusir
kuda. "Suruh prajurit memberitahu Wyatt hari ini aku tidak bisa melaksanakan
tugasku. Aku punya urusan penting."
"Saya mengerti, Yang Mulia."
Panggilan itu langsung menyadarkan Sarita.
Sarita menenangkan diri dan mengatur jalan pikirannya.
Ithnan Lloyd yang disebut Duke of Vinchard pasti bukan ayahnya. Ayahnya
hanyalah seorang pengelana miskin yang tidak mungkin mengenal seorang
Duke. Ayahnya juga tidak pernah mencintai wanita lain selain ibunya apalagi
membawa kabur seorang Duchess. Ayahnya juga bukan seorang perusak rumah
tangga orang lain. Ketika mengembara bersama ayahnya, Sarita sering
menjumpai orang yang bernama keluarga Lloyd. Tidak mungkin tidak ada
seorang dari sekian banyak Lloyd yang bernama sama dengan ayahnya. Ithnan
Lloyd yang dikenal Duke Vinchard pasti bukan Ithnan Lloyd yang ia kenal!
Mengapa ia harus bersedih" Ia tidak berencana tinggal di Quadville. Ia hanyalah
seorang perawat yang diutus Pangeran Halbert untuk merawat Duke. Ia boleh
meninggalkan Quadville ketika Duke sehat. Sekarang Dulke sudah sadar.
Dengan kemarahannya yang meluap-luap pagi ini, Sarita dapat meyakinkan diri
ia sudah tidak diperlukan di Quadville. Sekarang ia bisa meninggalkan Quadville
dan Helsnivia, seperti rencananya di awal ia menginjakkan kaki di Quadville.
Sarita sudah benar-benar tenang ketika Halbert selesai berbicara dengan
pengawal-pengawalnya. Ia meletakkan tangan di dada Halbert dan menjauhkan
diri. Halbert tidak menutupi kekecewaannya. Inilah Sarita, si gadis yang ia cintai. Di
suatu saat ia begitu terbuka dan pada detik kemudian tertutup. Inilah gadis
yang berhasil menjerat cintanya. Di detik ini ia memberinya kesempatan dan di
detik kemudian ia menutupnya rapat-rapat.
"Terima kasih, Pangeran," Sarita berkata tulus. "Saya sudah tidak apa-apa.
Kisah Cinta Karya Sherls Astrella di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Saya." "Aku akan membawamu ke sebuah tempat," Halbert memotong. "Aku tidak
pernah membawamu berkeliling Helsnivia. Sekarang adalah waktu yang tepat
untuk menepati janjiku."
"Janji?" Sarita bertanya-tanya. "Anda tidak pernah menjanjikan apa-apa pada
saya." "Engkau pasti sudah tidak ingat," Halbert berkelat. Di saat Sarita berterima
kasih padanya, ia tahu gadis itu akan meninggalkannya. Itulah yang selalu
dilakukan Sarita padanya. Memberinya kesempatan dengan tangan terbuka
kemudian menutup diri rapat-rapat dan menjauhinya.
Tidak peduli gadis itu suka atau tidak, ia tidak akan membiarkan Sarita pergi
dari sisinya. Penyiksaaan dalam seminggu ini sudah lebih dari cukup untuk
membuktikan ketergantungannya pada Sarita.
Halbert sudah memutuskan ia akan melindungi Sarita dan dan tidak
membiarkan seorangpun mengambil Sarita dari sisinya. Ia juga tidak akan
pernah membiarkan Sarita meninggalkan sisinya. Halbert juga telah
memutuskan akan membawa Sarita pulang ke Ririvia tanpa peduli penolakan
ibunya. Ratu Kathleen harus memilih membiarkan Sarita tinggal atau ia ia pergi
bersama Sarita. Melihat wajah tanpa dosa Sarita, Halbert sadar. Halangan terbesarnya bukan
ibunya melainkan Sarita sendiri.
Sebelum ia dapat mencegah orang lain mengambil Sarita dari sisinya, ia harus
memastikan pikiran pergi meninggalkan Helsnivia pergi dari kepala Sarita untuk
selama-lamanya. Untuk itu Halbert bersumpah. Bila ia tidak bisa membuat Sarita jatuh cinta
padanya maka hari ini ia akan melakukan segala hal untuk membuat Sarita
jatuh cinta pada Helsnivia. Ia akan membuat Sarita tidak sanggup meninggalkan
Helsnivia selama-lamanya. Hanya bila Sarita sudah jatuh cinta pada Helsnivia, ia
mempunyai kesempatan untuk membuat Sarita jatuh cinta padanya.
Halbert yakin ia berhasil ketika sepanjang hari itu senyum gembira Sarita selalu
mengembang. Dalam hati ia bersuka cita ketika Sarita mendesah penuh
ketakjuban. Ia menyembunyikan kepuasannya ketika mata gadis itu bersinarsinar melihat pemandangan yang ditunjukkannya.
Pada saat yang bersamaan, Halbert berharap gadis itu bisa tersenyum bahagia
kepadanya. Sarita bisa melihatnya dengan mata yang berbinar-binar dan Sarita
tanpa henti-hentinya memujinya. Namun untuk saat ini ia sudah harus berpuas
diri dengan kondisi ini. "Pangeran," Sarita memutuskan ia harus mengatakan keputusannya sebelum
mereka tiba di Ririvia, "Saya benar-benar berterima kasih pada kepedulian
Anda. Sekarang Anda tidak perlu mengkhawatirkan saya. Saya sudah jauh lebih
tenang. Anda bisa menurunkan saya di Travlienne."
Mengapa gadis ini selalu ingin meninggalkannya" Halbert melihat Sarita dengan
sakit hati. "Tidak, Sarita. Kau akan pulang bersamaku."
"Saya tidak dapat, Yang Mulia," Sarita menolak halus, "Saya tidak dapat pulang
bersama Anda." "Ke mana kau akan pergi, Sarita?" Mengapa Sarita tidak pernah mau tinggal di
sisinya" "Kau tidak punya tempat tinggal. Kau tidak punya tujuan."
"Benar," Sarita mengakui, "Namun itu tidak berarti saya tidak bisa menemukan
tempat tinggal." "Ke mana kau akan pergi?"
"Malam ini saya akan menemukan tempat menginap di Travlienne kemudian
besok saya akan meninggalkan Helsnivia. Ketika Norbert meninggal dunia, saya
sudah memutuskan untuk berpetualang seperti ayah saya."
Halbert membelalak. Inikah alasan Sarita tidak mau tinggal di sisinya" Inikah
sebab Sarita mempermainkannya" Karena Sarita ingin berpetualangan dengan
cinta seperti Duke Norbert!
"Tidak!" Halbert berkata tegas, "Kau tidak akan pergi ke mana-mana!" Ia sudah
memutuskan tidak akan membiarkan pria lain mendapatkan Sarita. "Kau akan
tinggal di Ririvia." Ia tidak akan membiarkan Sarita melakukan petualangannya.
Ia akan melakukan segala cara untuk mencegah Sarita menemui pria lain!
"Saya sangat berterima kasih pada semua yang telah Anda lakukan untuk saya.
Namun Anda tidak mempunyai hak untuk mengatur saya," Sarita mengingatkan
kenyataan yang Halbert sendiri pun tahu, "Saya setuju pulang bersama Anda ke
Helsnivia murni karena saya ingin menjauhi keluarga Riddick. Saya sangat
berterima kasih atas pertolongan Anda dan kepedulian Anda sehingga saya
masih tetap bisa melaksanakan tugas yang dipercayakan Norbert tanpa berada
di sekitar keluarga Riddick. Saya juga berterima kasih atas segala usaha Anda
untuk menjauhkan Chris dari saya. Tidak satu pun satu tindakan Anda yang
tidak saya hargai. Namun semua ini sudah cukup. Saya tidak bisa terus
merepotkan Anda. Anda masih mempunyai banyak hal yang perlu Anda
perhatikan. Saya juga tidak bisa terus menggantungkan diri pada kebaikan
Anda. Anda tidak perlu mengkhawatirkan saya lagi. Saya bukan anak kecil. Saya
telah terbiasa hidup berpetualang. Saya bisa menjaga diri."
"Mengapa kau tidak pernah mau menetap di Istana?" akhirnya Halbert
mengutarakan pertanyaan yang mengganjal di hatinya.
"Anda tahu mengapa," jawab Sarita tenang. Ketika berada di Ririvia, Sarita tidak
pernah merepotkan diri mengikuti perkembangan sekitarnya. Ia tidak pernah
mengikuti gosip yang berputar sekitar Istana. Namun ketika ia berada di
Quadville, Sarita mulai menyadari gosip yang berputar di sekitar dirinya dan
sang Pangeran. Selama ia berada di Quadville, Zielle hampir tidak pernah absen dari sisinya.
Ketika ia sibuk mengurus Cookelt, Zielle akan selalu siap melayaninya dan
mengingatkan waktu. Ketika ia menjaga Duke Vinchard, Zielle akan selalu
menemaninya. Dari wanita itulah Sarita menyadari gosip yang terus berkembang dengan
kemunculannya di Ririvia. Dari wanita itu pula ia tahu Halbert tidak berbohong.
Ia adalah wanita pertama yang dibawa Halbert pulang! Sayangnya itu bukanlah
sesuatu yang membuatnya bangga. Semakin Zielle bercerita tentang gosip
tentangnya, semakin Sarita menyadari jurang di antara mereka. Sekarang seisi
Helsnivia sudah tahu Pangeran mereka yang suka bermain wanita membawa
pulang seorang anak haram. Semua orang tahu Pangeran yang mereka cintai
memamerkan sang anak haram di pesta Viscount Padilla. Tidak seorang pun di
Helsnivia yang tidak tahu siapa Sarita Yvonne Lloyd, sang anak haram almarhum
Duke of Cookelt! "Saya dan Anda tidak berasal dari dunia yang sama. Saya tidak pantas
menginjakkan kaki di Istana. Saya tidak cocok tinggal di Istana yang megah."
"Siapa yang mengatakannya!" Siapa!?" sahut Halbert, "Tidak seorang pun
melarang kau tinggal di Istana. tidak seorangpun melarangmu tinggal
bersamaku. Hanya kau seoranglah yang tidak menyukainya. Hanya kau yang
melarang dirimu sendiri."
"Anda benar," Sarita tidak menyangkal, "Saya melarang diri saya memasuki
Istana karena saya tidak bisa mencemarkan nama Anda."
"Omong kosong!"
Kereta berhenti. "Kita sudah tiba di Istana, Pangeran," seseorang
mengumumkan. "Tanpa seijinku, kau tidak akan meninggalkan Istana!" Halbert menegaskan dan
ia melesat dari kereta. Sarita melihat kepergian Halbert dengan pasrah. Ia tidak mengerti mengapa
pemuda ini tidak mau melepaskannya.
"Yang Mulia Paduka Raja dan Ratu menanti Anda dan Lady Sarita di Ruang
Baca," seorang pelayan menyambut kedatangan Halbert.
Sarita dapat menebak hal ini akan terjadi. Ia telah membuat sang Pangeran
meninggalkan tugas-tugasnya. Apa ia mengharapkan sambutan hangat sang
Ratu yang tidak pernah menyukainya"
Halbert tidak membuang waktu. Ia harus menegaskan pada orang tuanya bahwa
Sarita tidak akan meninggalkan Istana. Sarita akan tinggal di sisinya dengan
atau tanpa persetujuan orang tuanya.
"Ke mana saja kau!?" sambut Ratu tidak senang.
Sarita hanya berdiam diri di belakang Pangeran.
"Sarita tidak akan meninggalkan tempat ini! Ia?" Halbert terkejut melihat Duke
of Vinchard duduk di depan ibunya. Mengapa Duke ada di sini"
Sarita juga menyadari keberadaan Duke ketika Duke berdiri dari kursinya yang
memunggungi pintu. Tanpa ia sadari, ia bersembunyi di belakang Halbert.
Sesuatu membuat Halbert merasa ia harus melindungi Sarita. Ia melingkarkan
tangan di pundak Sarita dan mendekapnya erat.
"Sarita akan pulang bersama Duke Vinchard ke Quadville!" Ratu berkata dengan
suara tegasnya. Baik Sarita maupun Halbert terperanjat.
Sarita mencengkeram kemeja Halbert erat-erat sementara Halbert mempererat
pelukannya. Duke of Vinchard tidak melepaskan pandangannya dari Sarita. Sinar kemurkaan
yang ditunjukkannya pagi ini sudah hilang dari matanya. Sebaliknya, sebuah
sinar yang tak terbaca terlihat di sana.
"Sarita, kau tidak sebatang kara," Raja membuka suara. "Duke of Vinchard
adalah kakekmu." "Ka"kek"," Sarita melihat Raja kemudian pada Duke.
Halbert sudah mencurigai hal ini. Namun ia tetap terkejut mendengar
pernyataan ayahnya. "Kau adalah satu-satunya keturunan Duke Vinchard," Raja Marshall melanjutkan
dengan suaranya yang lembut, "Ibumu, Sharon Elwood adalah putri Duke of
Vinchard." "Sharon" Elwood"," Sarita mengulangi dengan suara lirihnya.
"Mungkin ini terlalu mendadak bagimu. Percayalah, kami tidak membohongimu.
Kami juga mengerti engkau tidak pernah mengetahui siapa ibumu."
"Cukup!" Ratu memotong, "Hari sudah malam. Duke Vinchard baru sembuh. Ia
membutuhkan istirahat. Halbert, antar Duke pulang."
"Tidak perlu, Kathleen," untuk pertama kalinya Duke membuka suara. "Selamat
malam," Duke berpamitan dan ia meninggalkan ruangan itu.
Sarita melihat pada Duke yang terus melangkah pergi kemudian pada Raja dan
Ratu. "Pulanglah bersama Duke, Sarita," Raja tersenyum.
Sarita tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Otaknya masih belum
sepenuhnya mencerna fakta yang baru saja didengarnya. Namun ia tahu saat ini
ia hanya dapat mengikuti anjuran itu.
Semenjak menemui ibu Sarita, Halbert selalu menginginkan gadis itu pulang ke
pelukan keluarganya. Namun sekarang ia tidak sanggup ditinggalkan gadis itu
lagi. Dengan berat hati, ia melepaskan Sarita. Sinar sedih dan patah hati
matanya mengikuti punggung gadis itu.
"Sekarang," suara geram Ratu menarik perhatian Halbert, "Apa yang harus
kulakukan denganmu?"
"Aku ingin beristirahat, Mama," Halbert tidak menunggu reaksi ibunya. Saat ini
ia hanya ingin menyendiri. Ia butuh waktu untuk menyembuhkan patah hatinya.
Chapter 16 Sarita menghabiskan makan paginya tanpa suara. Sesekali matanya mencuri
pandang pada wajah dingin Duke.
Tiga hari telah berlalu semenjak ia mengetahui Duke adalah kakeknya. Tiga hari
pula mereka hidup seatap dengan suasana yang kaku dan menegangkan seperti
ini. Mereka tidak berbicara ketika meninggalkan Istana. Mereka juga tidak
berbicara ketika tiba di Quadville. Hingga hari ini tidak seorang pun dari mereka
yang membuka pembicaraan.
Zielle sangat gembira melihat kepulangannya bersama Duke. Ia langsung
memeluknya dengan air mata terharu. Sepanjang malam itu Zielle tiada
hentinya berkata, "Akhirnya Anda pulang, Tuan Puteri. Akhirnya Anda kembali."
Sekarang Sarita sudah mengerti mengapa semua orang di Quadville begitu
hormat padanya sejak pertama kali ia menginjakkan kaki di depan castil ini.
Sarita juga tidak lagi meragukan hubungannya dengan Duke of Vinchard.
Di pagi pertama ia tinggal di Quadville sebagai cucu Duke of Vinchard, Zielle
menunjukkan lukisan diri ibunya.
Air mata Sarita langsung jatuh tanpa henti melihat wajah ibu yang tidak pernah
dilihatnya itu. "Mama," panggilnya sambil memeluk lukisan itu erat-erat.
"Anda begitu mirip dengan Tuan Puteri Sharon. Di saat pertama melihat Anda,
saya tahu Anda adalah putri Tuan Puteri Sharon," Zielle ikut menangis melihat
air mata Sarita. "Tidak akan ada orang yang menyangsikan Anda adalah putri
Lady Sharon Elwood, satu-satunya keturunan Duke of Vinchard."
Selain menunjukkan lukisan ibunya, Zielle yang mengasuh ibunya sejak bayi,
juga menceritakan segala hal tentang ibunya mulai dari semasa ia kecil hingga
ia meninggalkan kekayaan dan kedudukannya demi cinta.
Sejak kecil Sharon Elwood telah menjadi pujaan banyak orang. Tua muda
mencintai semangatnya. Pria wanita mengagumi kecantikannya. Kecantikkannya
itulah yang membuatnya termahsyur baik di dalam maupun di luar Helsnivia.
Banyak pria yang meminangnya namun tidak ada yang mendapatkan hatinya.
Almarhum Duke of Cookelt adalah satu di antara pria-pria itu.
Kisah cinta Sharon berawal dari pertemuannya dengan Ithnan Lloyd, kawan
akrab Duke Norbert. Sejak awal pertemuan mereka, Sharon Elwood telah jatuh
cinta pada sang pengelana Ithnan Lloyd. Tiada hari tanpa pembicaraan tentang
Ithnan dan petualangan-petualangannya.
Zielle telah berulang kali memperingati Sharon. Duke Vinchard tidak akan
menyukai Ithnan Lloyd, seorang pengelana miskin.
Peringatan Zielle terbukti. Duke Vinchard langsung murka ketika mengetahui
hubungan putri kesayangannya dengan seorang pengelana miskin. Semenjak itu
tiada hari mereka lalui tanpa pertengkaran. Puncaknya adalah ketika Sharon
kabur dari Quadville untuk mengikuti Ithnan.
Duke of Vinchard dibuat murka olehnya. Dengan segala pengaruhnya, ia
menghilangkan Sharon dari Helsnivia. Dengan segala kekuasaannya, ia
melarang tiap orang menyebut nama Sharon. Ia menghancurkan semua hal
yang berhubungan dengan Sharon dan tidak mengakui keberadaan Sharon. Ia
juga membuat semua orang di Helsnivia mengingkari bahwa Sharon Elwood
pernah ada di dunia ini. Ia membuat semua orang mengingkari kenyataan
bahwa ia mempunyai seorang putri.
Semua ini bukanlah hal sulit bagi Duke karena ia adalah orang yang berkuasa di
Helsnivia selain Raja. Sarita juga baru menyadari besarnya kuasa kakeknya di
Helsnivia dalam tiga hari belakangan ini.
Tidak hanya itu saja yang dilakukan Duke Vinchard. Ia menyegel kamar Sharon.
Semua lukisan diri Sharon dibuang ke gudang. Setiap pelayan dilarang
menyebut nama Sharon apalagi membicarakannya.
Hanya Brudce yang tahu Duke Ephraim menyembunyikan lukisan diri Sharon
yang paling besar di Quadville di kamarnya. Sering Duke menghabiskan waktu
menatap lukisan putri yang sangat dicintainya itu.
Duke Vinchard tidak pernah mengakuinya namun Zielle tahu Duke selalu
merindukan putrinya. Sering ia ingin mencari jejak putrinya namun harga diri
menghalanginya. Ketika berita Pangeran Halbert pulang dari Trottanilla membawa putri haram
almarhum Duke of Cookelt, Duke Vinchard mulai mencurigai jati diri sang putri
haram ini. Beberapa orang yang pernah melihatnya mengatakan ia adalah
seorang gadis yang sangat cantik. Puncak kecurigaannya adalah ketika gadis itu
terlihat berkuda bersama Pangeran di suatu pagi. Kecantikannya dan
kemiripannya dengan Sharon Elwood tidak dapat membendung mulut tiap
orang. Akhirnya Duke of Vinchard memutuskan untuk menemui sang putri
haram itu. Sayangnya, Pangeran membawa pergi gadis itu ke pesta Viscount
Padilla. Pertemuan Gunter dengan Sarita di pesta tersebut membawa perubahan besar
bagi Duke Vinchard. Gunter pernah melihat lukisan Sharon di dalam kamar Duke
Vinchard. Ia tidak tahu siapa gadis dalam lukisan itu namun beberapa kali ia
mendapati Duke Vinchard tengah menatap lukisan tersebut dengan wajah sedih.
Kecurigaannya bertambah kuat ketika dalam pesta itu para bangsawan tua tiada
hentinya membicarakan Sarita Yvonne Lloyd.
Selain Gunter, Viscount Padilla juga menemui Duke Vinchard untuk
mengabarkan pertemuannya dengan Sarita Yvonne Lloyd. Itulah akar jatuh
sakitnya sang Duke of Vinchard, Ephraim Elwood.
Duke meletakkan peralatan makannya dan mengusap mulut.
Sarita terperanjat ketika Duke Vinchard tiba-tiba berdiri.
Tanpa mengatakan apa-apa Duke meninggalkan ruang makan. Kepergiannya
membawa kelegaan bagi Sarita. Sarita mulai dapat menikmati makan paginya
dengan tenang. Dalam tiga hari ini Sarita memahami kerasnya watak Duke. Sekali ia
mengatakan tidak boleh, maka tidak ada ampunan bagi orang yang
melanggarnya. Tidak heran ayahnya tidak pernah membawanya memasuki Helsnivia. Tidak
heran pula Duke Norbert bersikeras ia hanya dapat memasuki Helsnivia bila
Pangeran Halbert membawanya.
Sarita percaya Duke pasti akan melakukan segala hal untuk melenyapkannya
Kisah Cinta Karya Sherls Astrella di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dari Helsnivia sama seperti ia melenyapkan segala hal yang berhubungan
dengan ibunya. Sarita tidak mengerti. Bila Duke Ephraim sedemikian membencinya yang
keturunan seorang pengelana miskin, mengapa ia menjemputnya pulang" Bila
Duke Ephraim sudah memaafkan ayah dan ibunya, mengapa hingga hari ini ia
tidak pernah mengajaknya berbicara,
"Kudengar perang dingin di antara kalian belum berakhir."
Sarita melihat Gunter, sepupunya memasuki ruangan.
"Aku juga tidak menginginkannya," Sarita murung, "Tapi aku tidak tahu harus
berkata apa pada Duke. Aku takut. Kurasa ia masih tidak dapat memaafkan
Papa Mama." "Yang kulihat bukan itu," Gunter duduk di sisi Sarita, "Yang kulihat Duke
Ephraim juga takut padamu."
"Takut padaku!?" Sarita tidak percaya.
"Aku telah mendengarnya, Sarita," Gunter mengingatkan, "Duke telah
mengusirmu dan membuatmu menangis. Aku yakin sekarang Duke takut
melakukan kesalahan yang sama."
"Itu tidak mungkin," Sarita menyangkal, "Duke tahu aku tidak dapat
meninggalkan Quadville tanpa ijinnya."
"Itulah yang membuatnya semakin takut," Gunter menguatarakan pendapatnya,
"Ia takut terlalu mengekangmu sehingga kau meninggalkannya seperti ibumu."
"Itu tidak mungkin. Itu?"
"Tidak ada yang perlu kaukhawatirkan," Gunter menggenggam tangan Sarita,
"Duke mencintaimu."
Sarita juga mengharapkannya karena ia tidak tahu ke mana ia harus pergi bila
Duke mengusirnya lagi. Ia sudah mencintai Duke. Ia sudah jatuh cinta pada
kastil ini dan" di sini ada orang yang tidak sanggup ia jauhi.
Sarita mendesah. Apa gunanya ia ditemukan. Duke tidak mengharapkan
kehadirannya. Ratu Kathleen dan seisi kerajaan tidak menerimanya.
Sarita tidak perlu seorang pun membohonginya. Sejak Duke menjemputnya,
koran-koran tidak henti-hentinya membicarakan tentang statusnya sebagai anak
haram yang dibawa pulang Pangeran Halbert kemudian diakui Duke of Vinchard
sebagai satu-satunya cucunya.
Terima kasih pada Duchess Belle. Tidak ada yang percaya ia bukan putri
almarhum Duke Norbert. Setiap orang lebih mempercayai Sharon Elwood
meninggalkan Quadville untuk menjadi istri simpanan Duke Norbert. Sekarang
satu-satunya orang yang dapat mengubah pandangan mereka itu adalah Duke
of Vinchard. Namun" Wajah dingin Duke terlintas di benak Sarita.
Duke tidak tertarik untuk membenarkan pandangan orang-orang kepadanya.
Saat ini ia sudah cukup bersyukur Duke of Vinchard mau mengakuinya. Ia sudah
cukup puas dengan keadaan ini.
Lagipula, Sarita berpikir lanjut, apa gunanya tiap orang tahu ia adalah putri
kandung Ithnan Lloyd, seorang pengelana" Ia tetap bukan gadis yang pantas
mendampingi Pangeran Halbert.
Sarita meletakkan koran di meja dan beralih pada tugas-tugasnya sebagai wali
Chris, sang Duke baru Cookelt. Saat ini yang diperlukannya adalah mengalihkan
perhatiannya dari sang Pangeran yang memikat itu.
"Tuan Puteri." Sarita terkejut oleh panggilan itu.
"Anda mempunyai tamu," pelayan itu memberitahu, "Saya telah memintanya
menanti di Ruang Tamu."
Sarita bingung. Ini adalah kali pertamanya ia mendapatkan tamu di Quadville.
Siapakah gerangan orang itu" Apakah orang itu adalah Pangeran Halbert"
Tidak, Sarita segera menyadari. Pangeran Halbert tidak mungkin menemuinya.
Sarita mendengar Pangeran mendapatkan hukuman dari Ratu Kathleen. Demi
mencegah Pangeran kabur lagi dari tugas-tugasnya, Ratu memperketat jadwal
Pangeran. Siapakah tamunya ini" Walau banyak orang yang ingin bertemu dengan sang
cucu Duke Vinchard, tidak seorang pun berani menemuinya. Tiap orang menanti
Duke of Vinchard memperkenalkan cucu kandungnya di muka umum.
"Akhirnya kita berjumpa lagi."
Sarita mematung melihat Chris.
"M-mengapa kau di sini?"
"Tidak kuduga ibumu ternyata putri Duke of Vinchard. Apa kau tahu reaksi
Mama mendengar berita ini" Ia histeris!"
"Apa tujuanmu ke sini?" Sarita mencengkeram erat-erat sandaran kursi.
Chris mencermati isi ruangan itu tanpa melepaskan satu sudut pun. "Benarbenar tidak diduga. Kau cucu seorang Duke yang berpengaruh ke di Helsnivia."
"APA MAUMU!?" kepanikan Sarita telah menghilangkan kesabarannya.
"Mauku?" tanya Chris, "Tentu saja mendapatkanmu."
Sarita mempererat cengkeramannya. Hanya itulah satu-satunya yang dapat
menghentikan getaran tubuhnya. "Pergi!" usir Sarita, "Pergi dari sini!"
"Oh, aku takut," Chris merinding. Kemudian ia tertawa. "Kaupikir aku takut?"
ejeknya, "Di sini tidak ada Pangeran mata keranjang yang akan melindungimu."
"Ka"kakek ada di sini!"
"Kaupikir aku takut pada pria tua itu?" Chris menarik Sarita ke dalam
pelukannya, "Apa yang bisa dilakukan pria tua itu padaku?"
"Lepaskan!" Sarita meronta sekuat tenaga, "Lepaskan aku!"
Chris mengabaikan Sarita dan terus mencium gadis itu. "Sekarang tidak ada
yang dapat menghentikanku."
"TIDAK!!!" jerit Sarita. "Halbert!"
"Apa yang kaulakukan, anak muda!?" seseorang membanting Chris menjauhi
Sarita. "Halbert"," desis Sarita.
"Berani-beraninya kau menyentuh cucuku!?" Duke Ephraim menerjang Chris.
Sarita terperanjat melihat Duke of Vinchard.
"Siapa yang mengijinkan tangan kotormu itu menyentuh cucu kesayanganku!?"
Duke Ephraim menghajar Chris tanpa ampun.
Chris terpelanting. "Kau masih belum pantas menyentuh Sarita!" Duke mendekati Chris yang
berusaha keras berdiri. "Kau tidak pantas untuknya!"
Duke of Vinchard benar-benar murka! Sarita sadar Duke dapat membunuh Chris
saat ini juga. "Hentikan!" Sarita segera menghalangi Duke. "Hentikan, kakek! Jangan kau
sakiti dia!" Tinju Duke langsung berhenti. Matanya yang murka membelalak lebar.
"Kumohon jangan kau sakiti Chris."
"K-kau"," desis Duke geram.
Sarita menatap Duke tanpa gentar.
"Terserah padamu!" Duke Ephraim membalikkan badan.
Tiba-tiba Sarita sadar ia telah menyakiti hati Duke. Duke telah datang untuk
menolongnya namun ia memilih untuk melindungi Chris. Hati Sarita teriris
melihat punggung yang kesepian itu.
"Maafkan aku, Kakek," Sarita menghambur memeluk Duke Ephraim, "Maafkan
aku," isaknya. Duke terperanjat. Ia membalikkan badannya pada Sarita yang berlutut di lantai
sambil memeluk tubuhnya. "Maafkan aku, kakek. Aku tidak berniat menyakitimu. Aku" aku hanya?"
Untuk pertama kalinya Duke of Vinchard tersenyum pada Sarita. "Anak bodoh,"
katanya lembut, "Aku tidak pernah menyalahkanmu. Bagaimana aku bisa
menyalahkanmu kalau aku begitu mencintaimu?"
Sarita tidak dapat membendung air mata terharunya.
"Berdirilah," Duke membantu Sarita berdiri.
Sarita langsung memeluk Duke erat-erat. Ia merasa ia telah menemukan
rumahnya. Untuk pertama kalinya semenjak kepergian ayahnya, Sarita merasa
ia benar-benar pulang pada pelukan keluarganya.
Duke Ephraim tersenyum lembut dan memeluk Sarita erat-erat. Entah sudah
berapa lama ia tidak merasakan pelukan hangat ini. Rasanya sudah berpuluhpuluh tahun ia tidak memeluk gadis kecilnya.
Duke bersyukur telah mendengar nasehat Zielle, sang pengasuh putri
kesayangannya. Pagi itu setelah ia mengusir Sarita, Zielle menemuinya. Tanpa rasa gentar, Zielle
melabraknya. "Apa yang telah Anda lakukan, Yang Mulia!?" bentak Zielle dengan suara
tingginya, "Apakah Anda sadar Anda telah mengusir satu-satunya keluarga
Anda" Anda telah mengusir Tuan Puteri Sharon sekarang Anda mengusir Tuan
Puteri Sarita. Apakah Anda ingin selamanya hidup seorang diri sampai mati!?"
"DIAM!" Duke Ephraim tidak pernah suka dibantah orang lain apalagi oleh
seorang pelayan. "Saya tidak akan berdiam diri!" Zielle bersikeras pada pendiriannya, "Saya telah
berdiam diri ketika Anda mengusir Tuan Puteri Sharon. Saya selalu menyesali
tindakan saya. Sekarang saya tidak ingin menyesal untuk kedua kalinya. Saya
tidak akan berdiam diri melihat Anda mengusir Tuan Puteri Sarita."
"Diam, Zielle. Aku tidak butuh komentarmu! Aku tahu apa yang kulakukan."
"Zielle, sebaiknya engkau tidak membuka mulut," Brudce menasehati.
"Anda pasti akan menyesali hari ini sama seperti Anda selalu menyesali hari
Anda mengusir Tuan Puteri!" Zielle mengutuk.
"Tidak akan!" Duke membantah keras kepala, "Gadis miskin itu pasti datang
untuk meminta warisan."
"Anda salah! Tuan Puteri Sarita tidak pernah tahu ia adalah cucu Anda."
"OMONG KOSONG!"
"Tuan Puteri Sarita tidak pernah tahu ibunya. Tuan Puteri Sharon meninggal
ketika melahirkannya."
Mata Duke of Vinchard langsung melebar. Kata-katanya hilang dalam guncangan
jiwanya. "Ia tidak pernah melihat Tuan Puteri Sharon. Ia tidak pernah tahu tentang Tuan
Puteri Sharon!" Zielle menekankan. Kemudian ia memanfaatkan kediaman Duke
Ephraim untuk menceritakan semua yang ia ketahui dari Sarita sendiri. "Di usia
enam tahun, Tuan Puteri Sarita telah hidup sebatang kara. Sebelum meninggal,
Tuan Ithnan telah menghubungi almarhum Duke of Cookelt untuk merawat
putrinya. Semenjak itu Tuan Puteri Sarita tinggal bersama almarhum Duke
Norbert hingga kematian Duke Norbert. Sekarang Duke Norbert telah tiada.
Duchess Belle juga mengusirnya dari Sternberg. Ia tidak mempunyai tempat
tinggal. Ia sudah tidak mempunyai keluarga selain Anda. Apakah Anda tega
melihatnya hidup sebatang kara di dunia yang kejam ini" Apakah Anda tega
membiarkannya menggelandang tanpa tempat perlindungan yang aman?"
"Semua itu benar, Yang Mulia," Brudce akhirnya memutuskan untuk membuka
mulut. "Tuan Puteri Sarita akan terlantar bila Anda, satu-satunya keluarga yang
ia miliki, mengusirnya."
"Bila Anda tidak mengakuinya, siapa yang akan memberinya tempat
berlindung?" tanya Zielle, "Ia pasti mati di luar sana seperti Tuan Puteri Sharon."
Perkataan itu tepat mengenai titik lemah hati keras Duke Vinchard. "Sudah
terlambat," katanya dengan suara bergetar, "Ia sudah pergi" Aku sudah
mengusirnya." "Tidak, Yang Mulia. Sekarang masih belum terlambat, Yang Mulia," Brudce
memberitakan kabar yang melegakan Duke, "Pangeran Halbert menjemput Tuan
Puteri Sarita. Saya yakin Pangeran akan membawa Tuan Puteri pulang ke
Ririvia." Duke tidak membuang waktu untuk menjemput kembali satu-satunya cucu yang
ia miliki. Di saat pertama melihat Sarita, Duke Ephraim merasa melihat putri
kesayangannya. Ketika melihat Sarita baik-baik, ia tidak meragukan Sarita
adalah putri Sharon. "Maafkan aku pula, Sarita," bisik Duke, "Aku telah membuatmu hidup
menderita." Dalam tiga hari belakangan ini ia selalu mencari kesempatan untuk
mengatakannya namun ia tidak cukup berani. Ia takut ia akan berakhir dengan
mengusir Sarita. Ia takut membuat Sarita menangis lagi. "Aku mencintaimu,
cucuku," Duke lega dapat mengutarakan perasaan yang mengganjal di dadanya
selama hari-hari belakangan ini.
"Aku juga mencintaimu, Kakek."
Suara lembut Sarita membawa sebuah kehangatan dalam diri Duke of Vinchard.
Kekeraskepalaan, amarah, dan harga diri yang tahun-tahun belakangan ini
mengekangnya luluh oleh suara lembut yang hangat itu. Ia benar-benar
bersyukur telah menjemput Sarita pulang.
Chris melihat dua orang yang berpelukan erat itu. Ia tidak membuang
kesempatan itu untuk kabur.
"Ke mana kau akan pergi, anak muda?" suara tegas Duke langsung
menghentikan langkah kaki Chris. "Apa kaupikir aku akan melepaskanmu
setelah semua yang kaulakukan pada Sarita?"
"Kakek"," Sarita mencengkeram lengan Duke. Ia cemas melihat wajah Duke
kembali mengeras. Duke menepuk tangan Sarita dan mendekati Chris.
"Sarita adalah walimu dan sebagai kakek Sarita, aku juga mempunyai kewajiban
untuk mendidikmu sebagai seorang Duke yang baik." Mata tajam Duke melahap
Chris bulat-bulat hingga pemuda itu ketakutan. "Mulai detik ini kau tidak akan
meninggalkan Quadville tanpa seijinku!"
"K-kau tidak bisa melarangku!" Chris bergetar mulai dari kepala hingga kakinya.
"Kau tidak berhak mengaturku."
"Siapa yang mengatakannya?" tanya Duke, "Selama walimu mengijinkan, kau
tidak akan ke mana-mana." Duke melihat Sarita.
Sarita sadar Duke memutuskan untuk menahan Chris di Quadville bukan tanpa
alasan. Maka ia pun berkata, "Aku percaya pada Anda, Kakek."
Chris hanya membelalak melihat Sarita kemudian pada Duke of Vinchard yang
tampak begitu puas pada keputusan wali Duke of Cookelt itu.
Chapter 17 "Chris berada di Quadville!?" suara Halbert melengking tinggi. "Mengapa itu bisa
terjadi" Mengapa Duke Vinchard membiarkannya di sana!?" ia langsung
meletakkan peralatan makannya dan menyerbu keluar.
"Mau ke mana kau!?" Ratu Kathleen berseru. "Kau tidak akan ke mana-mana
hari ini!" Namun Halbert sudah menghilang dari pandangan.
"Anak itu," geram Ratu, "Aku akan mengurungnya. Lihat saja!"
"Sudahlah, Kathleen," Raja Marshall berusaha meredakan amarah istrinya, "Kau
tidak perlu mengkhawatirkan Halbert. Ia tidak akan."
"Apa yang kautahu!?" bentak Ratu, "Apa kaupikir ia akan melepaskan tangannya
dari Sarita!" Aku akan mencincangnya kalau ia sampai berani mendekati Sarita.
Lihat saja. Aku pasti akan membunuhnya!"
Raja Marshall mendesah panjang. Istrinya lepas kendali bila menyangkut Sarita.
"Apa yang kau keluhkan!?" Ratu langsung memeloti Raja, "Apa kau tidak bisa
melakukan sesuatu selain mengeluh!?"
Raja tidak tahu apa yang bisa ia lakukan. Saat ini ia hanya tahu ia tidak bisa
melakukan apa pun untuk menghentikan putranya mendekati Sarita.
Ketika Halbert pulang bersama Sarita, ia melihat seorang pemuda yang ingin
membantu seorang gadis muda yang kesepian. Sekarang ia melihat seorang
pemuda yang tergila-gila pada Sarita.
Tidak diragukan Sarita adalah putri Sharon Elwood, gadis yang telah
mematahkan hati banyak pria dan menggemparkan Helsnivia.
-----0----- "Apa hanya itu yang kau miliki, anak muda!?" bentak Duke Ephraim.
"Sial," geram Chris.
Duke tertawa melihat Chris kelelahan. "Kau masih terlalu muda seratus tahun
untuk dapat mengalahkanku."
Chris marah dibuatnya. "Aku tidak akan kalah dari orang tua sepertimu!" ia
menerjang. Lagi-lagi dengan mudahnya Duke menghindari serangan Chris.
"Benar-benar tidak kusangka," komentar Gunter.
Sarita tersenyum. Ia pun tidak menyangka kedua orang itu akan dengan cepat
menjadi akrab seperti ini. Kemarin siang Duke Ephraim tidak melewatkan
sedetik pun untuk menceramahi Chris. Chris yang dimanja oleh almarhum Duke
Norbert tidak terima perlakuan itu. Ia terus memberontak namun Duke Ephraim
bukanlah lawannya. Duke Ephraim masih menceramahi Chris ketika Sarita
memutuskan untuk tidur. Sarita menduga Chris telah memanfaatkan malam yang sepi untuk kabur.
Karena itu pagi ini Sarita benar-benar terkejut melihat kemunculan Chris di
Ruang Makan. Chris ingin melangsungkan serangannya kepada Sarita namun mata tajam Duke
Ephraim terus mengawasinya sehingga ia tidak mempunyai kesempatan untuk
mengusik Sarita. Di bawah mata awas Duke, Chris mengerjakan apa yang sudah menjadi
tugasnya sebagai Duke of Cookelt. Di bawah pengawasan Duke Ephraim pula
Chris belajar tata karma yang sesuai untuk seorang Duke. Dan di bawah
kekerasan watak Duke, Chris terperangkap dalam pelajaran yang lebih ketat
Kisah Cinta Karya Sherls Astrella di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dari yang pernah ia terima di Trottanilla.
Sarita sempat heran melihat Chris yang tiba-tiba berubah menjadi penurut.
Sarita tahu bukan kekerasan kakeknya yang membuat Chris tidak bisa
memberontak. Sesuatu dalam diri kakeknya, yang tidak pernah dilihatnya dari
almarhum Duke Norbert maupun guru-guru privatnyalah yang membuatnya
bertahan dalam pelajaran yang ketat ini.
Sarita baru menyadari apa yang membuat Chris tertarik pada Duke ketika
mereka mulai bermain pedang. Duke Ephraim memang orang yang keras. Ia
tidak suka melihat anak muda yang lembek namun ia juga mencintai anak
muda. Melihat Chris yang sudah bosan oleh pekerjaan yang tidak biasa ia
lakukan, Duke Ephraim memutuskan untuk melatih permainan pedang Chris.
Saat itulah Sarita melihat sinar ceria di mata Chris. Sudah lama ia tidak melihat
sinar ceria itu di mata Chris. Hanya ketika Chris masih kecil ia sering tertawa
gembira seperti ini. Chris menemukan kasih sayang yang tidak ia dapatkan dari
orang tuanya dalam diri Duke of Vinchard, kakeknya. Almarhum Duke Norbert
sibuk bermain wanita. Duchess Belle tidak suka menghabiskan waktu di dalam
rumah. Dorothy disibukkan oleh jadwal kencannya yang padat. Dan ia"
Ia mencintai Sarita seperti adiknya sendiri namun Duchess Belle telah
mempengaruhi Chris sehingga Chris tidak menerima kehadirannya. Setiap guru
privat yang diundang keluarga Riddick hanya tahu mereka akan mendapat
bayaran bila mereka datang tiap hari.
Walaupun Duke bersikap keras kepadanya, Chris dapat melihat kepedulian dan
kasih sayang Duke padanya. Tidak. Dalam sikap kerasnya itulah Duke
mewujudkan kasih sayangnya. Karena Duke peduli pada Chris, ia tidak ingin
Chris menjadi pemuda berandalan. Karena Duke mencintainya, Duke
menggunakan waktu sebaik-baiknya untuk mendidik Chris menjadi seorang
Duke of Cookelt yang baik.
"Kakek menyukai Chris. Chris juga menyukai kakek." Sarita merasakan
kehangatan tumbuh dalam dirinya melihat dua orang kesayangannya itu.
Seorang pelayan langsung menuang teh ke dalam gelas kosong Sarita. Dari
teras, dapat melihat Chris yang bergumul dengan ketangguhan Duke Ephraim.
Ketika mendengar mereka akan bermain pedang, Sarita memutuskan untuk
menonton. Zielle langsung menanggapi keinginannya dengan mempersiapkan meja kursi
dan makanan ringan beserta teh dan para pelayan yang selalu siap sedia.
Gunter menatap gadis itu. "Sekarang kau percaya padaku, bukan?" ia
tersenyum penuh arti, "Duke mencintaimu."
Sarita mengangguk. Sejak kemarin hingga hari ini Duke tidak henti-hentinya
bertanya apakah ia memerlukan sesuatu, apakah ada yang ia inginkan. Duke
Ephraim berencana mengajaknya berjalan-jalan siang ini namun Chris tidak bisa
ia tinggalkan. Sarita memaklumi keputusan Duke. Ia tidak menuntut apapun. Ia
telah mendapatkan lebih dari yang ia inginkan dari sebuah keluarga.
"Apakah engkau mempunyai keperluan dengan kakek?" Sarita ingat ia belum
menanyakan tujuan kedatangan Gunter sejak pria itu tiba beberapa saat lalu.
"Tidak ada," jawab Gunter, "Aku datang karena mencemaskanmu."
"Mencemaskanku?" Sarita bertanya-tanya.
Gunter tersenyum misterius. "Rupanya tidak hanya aku yang mencemaskanmu."
Sarita semakin kebingungan dibuatnya.
"Aku pulang dulu," Gunter berdiri, "Sampaikan salamku pada Duke dan adik
angkatmu." Saat matanya mengikuti kepergian Gunter itulah Sarita melihat Halbert
mendekat dengan wajah panik.
"Sela," Sarita kehilangan kata-katanya ketika Halbert menariknya tiba-tiba dan
memeluknya erat-erat. "Untunglah," katanya lega.
"P-Pangeran"," Sarita menyadari para pelayannya melihatnya dengan penuh
ingin tahu. "Apa yang Anda lakukan?"
"Apakah kau baik-baik saja" Apa Chris melukaimu" Apa Chris bertidak kurang
ajar padamu lagi?" Halbert memberondongnya dengan pertanyaan-pertanyaan
mendesak. Akhirnya Sarita sadar arti senyuman Gunter. "Tidak ada yang perlu Anda
khawatirkan, Pangeran," Sarita menenangkan pemuda itu, "Kakek
menghentikan Chris sebelum ia sempat bertindak kurang ajar pada saya. Kakek
telah memastikan Chris tidak akan mengganggu saya lagi. Lihatlah mereka."
Halbert mengikuti pandangan Sarita. Ia tidak dapat menanggapi melihat Duke
lawan main Duke Ephraim. "Kakek memutuskan untuk menahan Chris di sini."
"Apa katamu!?" Halbert terpekik panik.
"Tidak ada yang perlu Anda khawatirkan. Kakek tidak akan membiarkan Chris
mengganggu saya," Sarita meyakinkan pemuda itu, "Kakek hanya ingin
mendidik Chris menjadi seorang Duke yang baik. Ia tidak ingin Chris menjadi
pemuda yang tidak berguna."
Halbert melihat Sarita kemudian pada Duke dan Chris yang tidak menyadari
kedatangannya. "Bersediakah Anda bergabung bersama saya, Pangeran?" Sarita bertanya sopan.
Halbert melihat kursi kosong di sisi Sarita dan langsung duduk.
Pelayan langsung mempersiapkan cangkir kosong untuk Halbert dan pelayan
yang lain menuangkan teh untuknya.
"Kulihat engkau sudah berubah." Halbert melihat wajah gadis itu yang berseriseri.
Sarita tersenyum. "Saya sudah menjadi pengangguran kelas atas," Sarita
mengakui. "Tidak ada yang bisa saya lakukan selain menghabiskan waktu untuk
melamun." Sekarang ia sudah menjadi pengangguran kelas atas. Dengan ajaran
ketat Duke Ephraim, semua tugasnya beralih pada Chris. Sarita tentu saja tidak
menyukainya namun ia tahu cepat atau lambat Chris harus mengerjakan sendiri
pekerjaan ini. Zielle adalah orang yang paling bersuka cita oleh keputusan Duke. Pekerjaan itu
adalah pekerjaan pria, katanya.
Belum sehari Sarita melewati saat-saat yang selalu diimpikan banyak orang
namun ia sudah bosan. Ia tidak terbiasa duduk manis melewati waktu luang
dengan para pelayan yang selalu siap melayaninya.
"Mengapa engkau tidak memberitahuku?"
Sarita terperanjat. Memberitahu apa"
"Aku bisa mengajakmu berjalan-jalan."
Sarita tersedak. "Tuan Puteri," para pelayan langsung mendekatinya dengan cemas.
"Kau baik-baik saja?" Halbert langsung berlutut di depannya dengan panik.
"Tidak. Aku baik-baik saja," Sarita berusaha meredakan batuknya.
Halbert mengambil cangkir Sarita dan menyodorkannya ke mulut Sarita.
"Minumlah" perintahnya.
"Terima kasih," Sarita menerimanya.
Sesaat kemudian kepanikan itu mereda. Halbert duduk kembali di kursinya
dengan wajah cemberut dan para pelayan kembali ke posisi mereka masingmasing.
"Apakah pergi denganku demikian menyebalkan?" tanya Halbert.
"T-tidak," jawab Sarita. Tentu saja itu adalah sesuatu yang sangat
menyenangkan. Sarita dapat membayangkan Halbert tidak akan membuatnya
bosan. Halbert pasti tahu bagaimana menyenangkan hatinya karena"
"Karena ia sangat berpengalaman dengan wanita," Sarita mengakui dengan
sedih. Sarita meletakkan cangkirnya dengan sedih. Ia dapat terus mengingkari
perasaannya namun ada kenyataan yang tidak dapat dipungkiri. Kenyataan
bahwa Halbert sangat berpengalaman dalam menggaet wanita dan
mempermainkan wanita. Sarita tidak dapat membohonginya. Halbert tahu gadis ini selalu seperti ini.
Sarita tidak akan pernah memberinya kesempatan karena ia tidak tertarik
padanya. "Tolong siapkan jatah untuk mereka," Sarita berkata pada pelayan yang berbaris
di belakangnya. "Baik, Tuan Puteri."
Halbert melihat baik Duke Ephraim maupun Chris sudah kelelahan. "Tampaknya
mereka sudah akrab."
"Saya juga tidak menyangka mereka bisa cocok ," Sarita mengakui. "Norbert
juga pasti tidak menyangka kakek bisa menerima putranya. Tampaknya kakek
sudah memaafkan Norbert dan Papa."
"Norbert dan Papa?" kali ini Halbert mendengarnya dengan jelas.
"Norbert adalah orang yang mengenalkan Papa pada Mama," Sarita
memberitahu, "Karena itu kakek juga menyalahkan Norbert."
"Tunggu dulu, Sarita," Halbert menghentikan gadis itu untuk menjernihkan
ganjalan di hatinya, "Apa maksudmu dengan Norbert dan Papa" Bukankah
Norbert adalah ayahmu?"
"Benar, Norbert adalah ayah saya," Sarita membuat Halbert semakin bingung,
"Ia adalah ayah angkat saya."
"Ayah angkat?" Halbert mengulangi.
"Benar," Sarita membenarkan, "Semenjak Papa meninggal, Norbert menjadi
ayah angkat saya." "Kau" bukan putri Duke of Cookelt?" Halbert mengulangi lagi.
"Ya," jawab Sarita singkat.
"Mengapa kau tidak pernah memberitahuku?" Halbert menuntut.
"Anda tidak pernah bertanya pada saya."
Tiba-tiba saja Halbert merasa ia sungguh tidak berguna. Berminggu-minggu
lamanya ia pusing memikirkan status Sarita. Berhari-hari lamanya ia tersiksa
oleh status Sarita. Dan gadis ini mendiam keadaan ini! Sepertinya Sarita sengaja
melihatnya tersiksa. Inikah cara Sarita menolaknya"
Halbert benar-benar tidak tahu ia harus bereaksi apa. Tertawa" Marah" Senang"
Sedih" "Sejak awal saya tidak pernah menyebut saya adalah bagian dari keluarga
Riddick," Sarita mengingatkan.
Ya, Halbert ingat gadis itu berkata, "Perkenalkan nama saya adalah Sarita
Yvonne Lloyd," di saat pertemuan pertama mereka. Tapi, siapa yang tidak
berpikir Sarita adalah putri kandung Duke of Cookelt ketika melihat Duke
menggandeng gadis itu penuh cinta sementara putri kandungnya berada di
tempat yang sama" Siapa yang mau merepotkan diri berpikir mengapa Sarita
tidak menyebut nama keluarga Riddick"
Halbert benar-benar tidak tahu ia harus bagaimana menghadapi gadis ini.
"Sarita!" Chris berlari mendekat.
Halbert langsung berdiri di depan gadis itu.
"Rupanya Anda datang, Pangeran," sapa Duke.
"Duduklah, Kakek," sela Sarita, "Aku sudah meminta pelayan untuk menyiapkan
teh untuk kalian." Duke duduk di depan Sarita dan Chris di sisinya.
Halbert menarik kursinya mendekati Sarita dan memutuskan untuk tidak
melepaskan Chris dari matanya.
"Maaf saya tidak menyadari kedatangan Anda," kata Duke Ephraim dan ia
bertanya, "Kapan Anda datang"
"Aku baru saja datang," jawab Halbert, "Aku lihat kalian begitu larut dalam
permainan kalian sehingga aku memutuskan untuk menonton."
Duke Ephraim tertawa. "Saya lihat Anda hanya ingin menemani Sarita."
Sarita dibuat kikuk oleh reaksi Duke.
"Sarita, kakek berkata besok kita akan berjalan-jalan ke Travlienne," Chris
memberitahu dengan penuh semangat.
"Benarkah itu?"
"Tentu saja," Duke membenarkan, "Aku tidak akan menarik janjiku selama Chris
tidak membantahku seperti pagi ini."
"Kau dengar itu, Chris?"
Halbert tidak menyukai perhatian Sarita pada Chris.
Duke berpaling pada Halbert, "Anda bisa ikut bila Anda berkenan, Yang Mulia."
"Dengan senang hati," Halbert langsung menanggapi. Bagaimana mungkin ia
membiarkan Sarita pergi bersama Chris" Bermimpi pun Halbert tidak akan
mengijinkan! "Sarita, Sarita," Chris menarik perhatian Sarita, "Kakek berkata minggu depan ia
akan mengadakan pesta untuk memperkenalkanmu pada kalangan bangsawan."
"Pesta?" Sarita melihat kakeknya.
"Aku akan memperkenalkanmu pada semua orang," Duke menegaskan dengan
gembira. Sarita membelalak. "Ka" kakek," ia ragu-ragu, "Bisakah Kakek memikirkannya
ulang?" "Apa yang perlu dipikirkan?" tanya Duke, "Aku akan mengundang para
bangsawan juga sahabat-sahabatku. Aku juga perlu memesan baju pesta
untukmu. Menu makanan juga harus segera disiapkan."
"Kakek," Sarita memotong sebelum Duke larut lebih jauh lagi, "Aku tidak
menginginkan pesta itu."
"Tidak menginginkan?" Duke terkejut, "Apa maksudmu!?" suaranya meninggi.
Sarita tidak dapat mendapatkan jawaban yang tepat. Apa pun jawabannya,
Duke yang tidak suka dibantah ini tidak akan menyukainya. "Aku tidak
memerlukan pesta apapun," Sarita menemukan jawaban yang cukup
meyakinkan, "Kakek sudah cukup."
"Sudah kukatakan," Chris turun suara, "Sarita tidak akan mau. Papa juga tidak
dapat menemukan cara untuk tidak dapat membuat Sarita muncul dalam satu
pesta pun selain." "Pesta Earl of Striktar," sahut Halbert sambil menatap Sarita lekat-lekat.
"Pantas saja," gumam Duke, "Aku tidak pernah mendengar keberadaanmu di
Trottanilla." Halbert juga yakin bila Sarita sering muncul dalam kalangan bangsawan, Duke
of Vinchard akan dengan cepat menemukan cucunya.
Sarita menghindari sepasang mata Halbert yang membakar wajahnya itu.
"Sarita tidak tertarik pada pertemuan-pertemuan seperti itu," Chris
memberitakan apa yang ia ketahui. "Ia lebih suka mengurung diri di rumah
membantu Papa." Ini adalah nilai pertama lain yang Halbert temui dari Sarita.
"Aku tidak dapat menerima alasanmu itu," Duke memutuskan, "Pesta akan tetap
berlangsung dengan kehadiranmu."
"Apakah Anda mengijinkan saya menjadi pasangan dansa Anda, Lady Sarita?"
Sarita terkejut mendengar pertanyaan sopan Chris. Belum sehari Duke mendidik
Chris namun pemuda itu sudah menjadi sosok yang tidak ia kenali.
"Tentu saja tidak!" Duke Ephraim menjawab untuk Sarita, "Kau tidak pantas
untuk Sarita." Halbert tersenyum puas mendengarnya.
"Dalam pesta itu pasti ada banyak pemuda yang lebih cocok untuk Sarita
daripada kau, anak muda."
"Apa katamu, Kakek bangka!?" Chris berdiri dengan kesal.
"Begitukah caramu berbicara pada orang tua!?" Duke langsung naik pitam.
Sarita tertawa geli. Rupanya Chris hanya ingin mendapatkan persetujuan dari
Duke. Mereka melihat Sarita dengan heran.
"M-ma-maaf," Sarita berusaha keras meredakan tawanya, "Maaf. Aku tidak
berniat buruk." Dan ia menatap lembut pada Chris. "Aku tidak sabar menanti
pengakuan kakek padamu, Chris. Norbert juga pasti ingin segera melihatmu
menjadi Duke yang gagah."
Halbert sama sekali tidak menyukainya! Ia tidak senang Sarita bersikap begitu
lembut pada Chris. Ia tidak suka Sarita menaruh harapan pada Chris! Ia tidak
merestui! Halbert sudah tidak peduli lagi. Sebelum ia memastikan tidak ada pria yang
mendekati Sarita, ia harus menjauhkan Chris dari Sarita. Maka dari itu,
keesokan harinya, tanpa mempedulikan protes ibunya, Halbert melesat ke
Quadville sesuai jadwal perjanjian mereka.
"Anda benar-benar tepat waktu," komentar Sarita menyambut kedatangan sang
Pangeran yang sudah memutuskan akan menjadi pengawal pribadi Sarita.
"Duduklah. Saya yakin sebentar lagi Chris akan siap. Ia ketiduran pagi ini. Ia
sangat menantikan perjalanan hari ini sehingga semalam ia tidak tidur. Kakek
sudah memperingatinya untuk tidur awal namun rupanya Chris terlalu gembira
untuk memejamkan mata."
Chris lagi! Chris lagi! Halbert memastikan dalam waktu singkat Sarita akan
berhenti menyebut nama pemuda ingusan itu.
Halbert memperhatikan Sarita. Tak peduli pakaian apa yang dikenakannya,
gadis ini selalu tampak memukau. Sarita tidak perlu dandanan yang mencolok
untuk mendapatkan perhatiannya. Sarita tidak perlu pakaian mewah untuk
membuatnya bersinar. Dalam hatinya Sarita adalah gadis yang paling memukau
dan bersinar. Semakin Halbert memperhatikan Sarita, semakin ia sadar ia tidak
akan menemukan Sarita kedua.
"Kau benar-benar tidak berguna, anak muda," gerutu Duke terdengar mendekat,
"Aku tidak tahu bagaimana Norbert mendidikmu."
Kisah Cinta Karya Sherls Astrella di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Norbert mengajariku menggaet wanita," jawab Chris bangga.
"Memalukan!" sahut Duke. "Benar-benar memalukan! Generasi saat ini benarbenar mencoreng muka terhormat para bangsawan. Di mana harga diri dan
kebanggaan para bangsawan saat ini!" Tiap bangsawan hanya tahu berfoya-foya
dan bermain wanita. Benar-benar memalukan!"
Teguran Duke itu tepat mengenai Halbert.
"Sudahlah, kakek," Sarita berusaha meredakan emosi Duke, "Kita berada di sini
bukan untuk mendengar ceramah kakek. Kita akan pergi bersenang-senang."
Sarita menggandeng tangan Duke.
"Dengar, Sarita, jangan terperangkap oleh jerat para pemuda jaman sekarang,"
Duke memperingati Sarita dengan serius, "Carilah pemuda terhormat yang
setia." "Aku akan mencari pemuda seperti kakek," Sarita tersenyum sambil
menggandeng Duke menuju kereta.
Duke tertawa. "Aku khawatir kau akan menemukan pria tua."
Halbert terpaku melihat kepergian mereka. Ia tahu mendapatkan Sarita tidak
semudah menggaet wanita-wanita lain. Namun baru saat ini ia sadar
mendapatkan cinta Sarita bukanlah satu-satunya kesulitan yang harus ia hadapi.
Chapter 18 Sarita memperhatikan keramaian di halaman Kastil Quadville dengan putus asa.
Meja-meja tertata rapi di sepanjang ruang kosong. Para wanita dan pria
bergerombol di antara meja-meja. Mereka bercanda riang sambil membawa
gelas berisi anggur. Para pelayan berjalan mondar-mandir melayani para tamu
yang diundang khusus untuk hari special ini.
Haruskah ia melakukan ini" Tidak bisakah ia menghindarinya" Tidak bisakah ia
muncul secara normal"
Mata Sarita beralih pada Duke of Vinchard yang dengan bangga memberikan
sambutan. Sarita sadar ia tidak bisa mengubah apapun. Sejak awal ia sudah tidak
mempunyai kesempatan untuk membatalkan pesta ini.
Pesta ini memang baru berlangsung hari ini namun kesibukan Quadville sudah
dimulai semenjak Duke membuat keputusan.
"Akhirnya saat ini tiba," Zielle dengan gembira mengumumkan.
Sarita melihat wanita tua itu. Ialah orang yang paling bersemangat memilihkan
gaun pesta untuknya. Ia pula yang paling antusias menanti saat ini.
Sarita kembali mengarahkan perhatiannya pada halaman Kastil Quadville. Sekali
lagi ia bertanya, haruskah ia muncul di bawah mata semua orang itu"
"Inilah dia cucu tercintaku, Lady Sarita Yvonne Lloyd."
Seketika semua mata melihat ke serambi yang semester lebih tinggi dari
halaman Quadville. Sarita pun tahu ia tidak bisa.
"Cepatlah, Tuan Puteri. Duke telah memanggil Anda," Zielle membimbingnya
keluar dari balik tirai yang membatasi serambi menuju halaman dengan ruangan
tempat ia harus bersembunyi hingga Duke Vinchard memanggilnya.
Sarita melangkahkan kaki ke serambi. Matanya menatap para tamu dan kakinya
melangkah mantap ke arah Duke yang menatapnya dengan bangga.
Sarita bertanya-tanya apa yang ia cari dari para tamu kakeknya ini. Matanya
memandang mereka tetapi ia tidak melihat mereka. Apakah ia ingin membaca
bibir yang tengah berbisik-bisik itu" Apakah ia ingin mencari siapa yang paling
tertarik melihatnya"
Setiap pasang mata memperhatikannya lekat-lekat seolah-olah ingin menanti ia
membuat kesalahan yang memalukan.
Sayangnya Sarita akan mengecewakan para tamunya. Selama seminggu penuh
Zielle melatihnya berjalan anggun menuruni tangga serambi. Selama seminggu
Zielle memastikan ia berjalan tanpa cacat. Sarita telah menghafal setiap
langkahnya sehingga Sarita yakin walaupun dengan menutup matapun ia bisa
dengan selamat sampai di sisi Duke Vinchard.
Mulut para wanita berbisik-bisik seolah-olah ingin mencari kecacatan dalam
penampilannya hari ini. Sayangnya pula, Sarita akan mengecewakan mereka. Zielle telah memastikan ia
menjadi bintang hari ini. Dalam seminggu penuh ini Zielle telah mencoba
berbagai macam dandanan dan gaun. Sekarang ia sudah dari telapak kaki
hingga ujung rambut tampil sempurna seperti dalam kamus Zielle. Rambutnya
yang pucat telah ditata sedemikian rupa sehingga warnanya yang pucat
menonjolkan perhiasan yang menghiasi kepalanya. Kulitnya yang pucat
disembunyikan oleh gaun biru terang yang senada dengan matanya. Setiap
lipatan gaun yang dipilih Zielle selama seminggu ini menonjolkan setiap lekukan
tubuhnya. Inilah sebabnya ia tidak pernah ingin datang ke sebuah pesta apa pun. Sarita
tidak suka cara mereka menatapnya. Ia tidak suka mendengar bisik-bisik
Dewi Bunga Asmara 3 Kisah Dewi Kwan Im Karya Siao Shen Sien Sekolah Jerit 1
Halbert terperangah melihat wajah murka ibunya yang lembut. Mata hijau yang
menatap tajam padanya itu menyalahkannya.
"Cepat pergi!" Ratu sudah hampir berteriak karena kesalnya.
Halbert tidak membantah. Ratu yang marah seperti ini tidak dapat diajak
berunding. Ini kali pertama Halbert melihat ibunya murka seperti ini.
Halbert dapat memahami mengapa Ratu murka. Mereka tengah membicarakan
masalah kerajaan dan ia membingungkan Sarita.
Sikap ibunya sudah mulai berubah sejak Sarita menginjakkan kaki di Istana.
Ratu tentulah murka. Ia telah membawa pulang wanita. Halbert tidak pernah
melakukannya sebelumnya dan ketika ia melakukannya untuk kali pertama, ia
membawa pulang anak haram. Tentu saja Ratu Kathleen marah. Belum lagi
ditambah sikap ayahnya yang hangat. Setiap ada kesempatan Raja pasti akan
berbicara dengan Sarita. Halbert pun pernah melihat mereka tertawa bersama di
suatu siang di Ruang Perpustakaan.
Halbert tidak ingin bersitegang dengan Ratu yang akhir-akhir ini sudah panas. Ia
segera mempersiapkan diri untuk pergi ke Quadville, kediaman Duke of
Vinchard. Namun pikirannya terus tertuju pada ketakutannya akan kepergian
Sarita. Atas dasar apa Ratu yakin Sarita tidak akan pergi ke mana-mana" Tapi Raja
yang tidak ingin Sarita pergi pun yakin. Tentu ada sesuatu yang mereka tentang
kepergian Sarita ini, yang tidak ia ketahui.
"Setidaknya Sarita tidak membawa kopernya," Halbert mencoba meredakan
kepanikannya melihat koper besar Sarita masih di samping tempat tidur.
Satu jam kemudian Halbert sudah berada di Quadville.
"Selamat datang di Quadville, Pangeran," sambut Brudce " sang Kepala Rumah
Tangga Quadville. "Aku mendengar Duke of Vinchard jatuh sakit."
"Istana memang cepat," Brudce tersenyum.
"Apa yang terjadi" Kemarin malam aku melihatnya meninggalkan Istana."
"Duke sudah tua, Yang Mulia. Sudah sewajarnya ia sakit-sakitan."
Halbert tidak mempercayainya. Walau Duke sudah berkepala tujuh, Halbert
masih sering melihatnya pergi berkuda atau berburu. Duke of Vinchard memang
sudah tua namun jiwanya tidak pernah menua.
Brudce membawa Halbert menemui Duke of Vinchard.
Seorang pria tua yang terbaring dengan wajah lesu di tempat tidur membuat
Halbert tertegun. Sekalipun ia tidak pernah membayangkan akan melihat Duke
of Vinchard yang keras dan aktif ini terbaring tanpa daya di tempat tidur.
"Siapa" Sharonkah?" suaranya yang lemah bertanya.
"Pangeran Halbert datang menjenguk Anda, M"lord," Brudce memberitahu.
Halbert berdiri di sisi Duke. "Saya dengar Anda jatuh sakit. Apakah Anda sudah
merasa lebih baik?" Duke memalingkan wajah. Halbert melihat Brudce dengan bingung.
"Duke sedang dalam suasana hati buruk. Ia selalu seperti ini setiap kali ia sakit.
Tidak seorang pun berani mendekatinya ketika ia dalam suasana hati buruk
kecuali saya." Untuk seorang pria yang selalu aktif seperti Duke of Vinchard, sudah sewajarnya
ia tidak suka berdiam diri di tempat tidur.
"Apakah kau sudah memanggil Dokter?"
"Sudah, Yang Mulia."
"Apa katanya?" Duke hanya terkena demam biasa tapi"," Brudce hanya mengangkat bahu
dengan pasrah. Halbert melihat Duke. Untuk pria tua seusianya, demam biasa pun bisa
mematikan. Halbert bersimpati padanya. "Adakah yang bisa saya lakukan untuk
Anda?" Halbert memegang tangan keriput itu.
Duke sama sekali tidak menghiraukannya.
Halbert mengikuti pandangan Duke. Seketika tubuhnya membeku.
Sarita! Bagaimana lukisan Sarita biasa berada di sini!" Halbert melihat Duke
yang tampak tidak bertenaga itu. Apakah Duke datang ke Istana untuk dirinya
sendiri" Apakah ini alasan ibunya menyuruh Savanah mengawasi Sarita" Entah
bagaimana Duke mengetahui tentang Sarita. Hidup seorang diri di Kastil
Quadville yang megah tanpa istri dan anak pasti membuatnya kesepian. Halbert
sudah mendengar Duchess of Vinchard meninggal puluhan tahun lalu tanpa
meninggalkan keturunan pada Duke. Apakah kecantikan Sarita pun mempesona
Duke of Vinchard" Halbert berdiri di bawah lukisan itu dan memperhatikannya lekat-lekat. Saat
itulah ia sadar gadis muda dalam lukisan itu bukan Sarita. Gadis itu benar-benar
mirip Sarita kecuali sepasang mata hijaunya yang menantang penuh keberanian.
Halbert terkesiap. "Siapa dia?" ia bertanya pada Brudce.
Brudce diam membisu. Matanya melirik Duke yang terus menatap lukisan itu
dari tempat tidur lalu pada Halbert yang menatapnya dengan wajah pucat.
"Ia adalah Lady Sharon Elwood, putri Duke Vinchard."
"Putri Duke!?" Halbert membelalak.
"Duchess hanya meninggalkan seorang putri ketika ia meninggal. Duke sangat
mencintai Lady Sharon. Namun Tuan Puteri memilih untuk pergi meninggalkan
Duke demi pria yang dicintainya."
Penjelasan singkat itu langsung membuat Halbert menghambur keluar. "Aku
pergi dulu, Brudce. Aku akan mengirim orang untuk merawat Duke."
Halbert yakin ia baru menemui ibu Sarita. Dapat dimengerti mengapa Duke of
Vinchard tidak merestui cinta putrinya. Menjadi wanita simpanan pria lain
bukanlah suatu hal yang bisa diterima orang seperti Duke of Vinchard.
"Di mana Sarita?" tanya Halbert begitu ia menginjakkan kaki di Istana.
"Lady Sarita belum kembali, Yang Mulia," jawab Wyatt.
Jawaban itu membuat Halbert langsung melesat ke kamar Sarita.
Koper Sarita masih di sisi tempat tidur.
Halbert membuka isinya " memastikan Sarita tidak bermain licik dengannya.
Bagus, baju-baju Sarita masih di sana.
Tunggu dulu! Akhir-akhir ini Sarita tidak mengenakan gaun-gaun katunnya yang
kasar. Sarita beranjak ke lemari baju Sarita.
Deretan gaun-gaun sutra Sarita yang berjajar rapi di dalam lemari membuat
Halbert lega tapi itu tidak mampu membuatnya tenang. Ia terus berjalan
mondar-mandir dari pintu ke pintu serambi.
Halbert sudah hampir meledak ketika akhirnya ia mendengar langkah-langkah
kaki ringan Sarita mendekat.
"Ke mana saja kau!?"
Sarita kaget. Pintu kamarnya terbuka bahkan sebelum ia memegang pegangan
pintu dan wajah murka Halbert menyerangnya.
"Aku pergi bicara denganmu!" Halbert menarik Sarita dengan kasar dan
menutup pintu di hadapan tiga orang yang masih belum pulih dari kaget itu.
Sarita melihat Halbert dengan bingung. Ada apa dengan pemuda ini" Apa jiwa
petualangannya sekarang menyesali kesempatan yang telah disia-siakannya
semalam" "Ke mana saja kau!?" Halbert bertanya dengan murka.
"Saya pergi ke Travlienne," jawab Sarita " kebingungan oleh kemurkaan Halbert
yang tidak beralasan. Dan ia menambahkan, "Paduka Raja mengijinkan saya
pergi." "Papa tidak ingin kau pergi," desis Halbert, "Ia bahkan takut kau tidak betah
tinggal di Istana." Jadi inilah alasannya. Pantas saja akhir-akhir ini Raja Marshall selalu bertanya
apakah ia betah, apakah ia membutuhkan sesuatu.
"Saya mendapat ijin untuk meninjau gudang pangan di Travlienne untuk
referensi pembangunan gudang Cookelt yang baru."
Kemurkaan Halbert langsung mereka oleh nama itu. Ia duduk di ranjang.
Tiba-tiba saja ia merasa kepenatan yang teramat sangat. Matanya menatap
gadis yang masih menatapnya dengan mata tidak berdosanya. Ia begitu takut
kehilangan Sarita tapi gadis ini terus menerus menyatakan ingin pergi. Mungkin
setelah kembali ke pelukan keluarganya pikiran itu akan pergi dari kepala cantik
itu. "Siapa nama ibumu, Sarita?"
Suara lembut Halbert membuat Sarita kian kebingungan. "Saya tidak tahu," dan
ketika melihat ekspresi wajah Halbert, ia menambahkan. "Papa tidak pernah
menyebut apapun tentang dia."
Halbert termenung. Ini artinya Sarita benar-benar tidak tahu ia masih punya
keluarga di Helsnivia. "Kemasi barangmu, Sarita. Kau akan tinggal di Quadville."
Sarita membelalak. Halbert tidak mau ia pergi dan sekarang ia mengusirnya!"
"Duke of Vinchard jatuh sakit. Ia membutuhkanmu."
"Membutuhkan saya" Mengapa?"
"Karena kau berpengalaman merawat orang sakit," jawab Halbert " menolak
memberikan jawaban yang sebenarnya. Ia tidak mau mengatakan apa pun
mengenai temuannya ini sebelum ia membuktikan kebenarannya. "Akau melihat
kau merawat almarhum Duke Norbert dengan sangat baik. Duke Ephraim pasti
akan senang kalau kau mau merawatnya."
Sarita melihat wajah tampan yang sekarang melembut itu. Ia tidak mengerti. Ia
tidak tahu apa yang dipikirkan petualang satu ini. Tapi Sarita tidak
menolak.Pergi ke Quadville adalah langkah pertama yang bagus untuk menjauhi
Halbert. Di Quadville tidak ada Savanah maupun dua prajurit yang selalu
mengekornya. Ia bisa memulai petualangannya dari Quadville.
Chapter 14 "Siapakah Anda?" mata jeli Brudce memperhatikan Sarita lekat-lekat.
"Saya adalah Sarita Yvonne Lloyd. Pangeran Halbert mengirim saya untuk
merawat Duke of Vinchard," jawab Sarita sopan.
Brudce terperanjat. Sarita yakin pria tua ini pasti tidak tahu kedatangannya.
Prajurit menurunkan koper-koper Sarita yang sudah beranak-pianak menjadi
lima koper " satu kopernya sendiri dan empat koper berisi barang-barang yang
dikemasi Savanah untuknya.
Begitu mendengar Sarita akan pergi ke Quadville, Savanah terlihat sangat
gembira hingga wajah dingin kakunya tidak dapat menutupi kegembiraannya
itu. Ia langsung mengemasi barang-barangnya dan mempersiapkan
keberangkatannya ke Quadville.
Sarita bersumpah ia melihat senyum puas Ratu Kathleen ketika mereka
berpapasan di Hall. Si anak haram akhirnya meninggalkan Istana!
Tidak seorang pun memprotes Sarita membawa pergi gaun-gaun yang bukan
miliknya selama si anak haram tidak mencemari Istana.
Halbert pun terkesan ingin segera mengusirnya pergi. Tak sampai sepuluh menit
setelah Halbert memerintahkannya pergi, pemuda itu sudah menyiapkan kereta
kuda untuknya. Bahkan Halbert terlihat sangat gelisah ketika ia tidak segera
muncul. Mungkin hanya Raja Marshall yang tidak tega ditinggalkannya. Berulang
kali ia menyuruh Sarita kembali ke Istana bila ia tidak betah.
Tentu saja Sarita tidak akan kembali! Betah atau tidak, ia tetap akan
meninggalkan Helsnivia. Pasti karena sudah tahu pikirannya inilah, Halbert
memerintahkan prajurit untuk mengawal kepergiannya ke Quadville.
"Selamat datang, Tuan Puteri," Brudce pulih dari kekagetannya. "Kami dengan
senang hati menyambut kedatangan Anda," katanya hormat. "Saya adalah
Brudce, Kepala Rumah Tangga Quadville. Bila Anda membutuhkan sesuatu,
jangan ragu mengatakannya pada saya. Saya akan melakukan yang terbaik
untuk Anda." Sarita terperangah. Inikah cara mereka menyambut seorang gadis yang akan
menjadi perawat tuan mereka" Tampaknya Duke yang satu ini bukan orang
yang mudah dihadapi. "Bila Anda berkenan, saya akan membawa Anda menemui Duke sementara
pelayan mempersiapkan kamar Anda."
Ia pasti tidak tahu! Entah apa yang dipikirkan Halbert. Apa sekarang ia berpikir
untuk menyembunyikannya di sini"
"Tentu," Sarita tersenyum, "Saya akan senang sekali bertemu dengan Duke."
Dengan tangannya, Brudce memerintahkan pelayan untuk membawa masuk
koper-koper Sarita. Sarita dapat melihat mata para pelayan pria itu terus memperhatikannya.
Mereka pasti berpikir perawat seperti apakah dia" Datang dengan lima koper
besar hanya untuk menjaga seorang sakit. Sarita tidak peduli. Toh bukan
semuanya miliknya. Brudce membawa Sarita ke kamar Duke of Vinchard.
Sarita mengikuti Brudce tanpa suara.
Brudce berhenti di depan pintu kayu putih. "Duke adalah seorang yang keras. Ia
suka segalanya dilaksanakan seperti keinginannya," Brudce memberitahu,
"Kadang kala ia menjadi sangat pemarah dan cerewet." Brudce melihat Sarita
lekat-lekat. "Saya berharap Anda memahaminya. Bertahun-tahun ia tinggal di
sini seorang diri." "Saya mengerti."
Brudce mengetuk pintu dengan perlahan.
Seseorang membuka pintu. "Ada apa, Brudce?"
Sarita terperanjat. Pria yang membuka pintu itu juga terkejut. "Mengapa Anda ada di sini, Lady
Sarita?" "S-saya pikir," Sarita melihat Brudce lalu pada Gunter Elwood, pria yang baru
dikenalnya kemarin malam.
"Apakah Anda mengenal Tuan Puteri, Tuan Muda?" tanya Brudce tidak kalah
kaget. "Ya," jawab Gunter, "Semalam kami bertemu di pesta Viscount Padilla." Gunter
tidak melepaskan mata dari Sarita, "Apakah yang membuat Anda datang?"
"Pangeran mengirim saya untuk merawat Duke," jawab Sarita. Sarita merasa
sekarang giliran mereka menjawab kebingungannya. "Mengapa Anda di sini"
Saya pikir Duke tinggal seorang diri."
"Duke memang tinggal seorang diri," jawab Gunter, "Aku adalah cucu
keponakannya." "Tuan Muda Gunter adalah penerus Duke of Vinchard," tambah Brudce.
Sarita bertanya-tanya. Apa yang sedang direncanakan Halbert" Tidak mungkin
Halbert tidak tahu tentang ini. Apa mereka sedang bersekongkol untuk
mempermainkannya" "Apakah kau ingin bertemu Duke?" Gunter memberi jalan, "Ia baru saja tidur."
"Bila Anda tidak keberatan."
"Tentu saja tidak."
"Tuan Muda," kata Brudce, "Bila Anda mengijinkan, saya akan menyiapkan
kamar untuk Tuan Puteri."
"Pergilah, Brudce," Gunter merestui, "Aku akan menemani Sarita."
"Mari, Sarita," Brudce meletakkan tangan di punggung Sarita dan dengan
lembut membawanya masuk. "Kau tidak keberatan aku memanggilmu Sarita,
bukan?" "Tidak. Saya sama sekali tidak keberatan," Sarita melangkah masuk.
"Kau bisa memanggilku Gunter," Gunter menutup pintu dengan perlahan.
Sarita terpaku melihat seorang pria tua terbaring di tempat tidur. Sebuah
perasaan rindu muncul di dadanya. Rasanya seperti melihat Duke Norbert
terbaring di tempat tidur hanya saja ia jauh lebih tua.
"Kau tidak apa-apa, Sarita?" Gunter bertanya lembut melihat mata basah Sarita.
"Saya tidak apa-apa," Sarita mengejap-ngejapkan matanya. "Rasanya seperti
melihat Norbert," bisiknya.
"Aku turut berduka atas ayahmu, Sarita."
"Terima kasih," Sarita mendekati Duke Vinchard yang tengah tidur pulas.
"Ia masih tidur," Gunter memberitahu.
Sarita duduk di kursi di sisi tempat tidur. Ia meraih tangan keriput Duke dan
meletakkannya di pipinya. Ah, betapa rindunya ia akan perasaan ini.
"Apakah kau mau berkeliling Quadville, Sarita?" tanya Gunter, "Aku akan
mengantarmu berkeliling."
"Tidak," Sarita meletakkan tangan Duke kembali di sisi tubuhnya dan melihat
Gunter, "Saya ingin berada di sini. Duke mungkin membutuhkan sesuatu jika ia
terbangun." Gunter tersenyum. "Kau adalah seorang perawat yang baik. Aku percaya Duke
akan menyukaimu." Sarita mengalihkan wajahnya kepada Duke.
"Aku harus pergi. Brudce akan memberitahumu jika kamarmu siap."
Sarita mengangguk. "Selamat jalan."
"Selamat siang, Sarita."
Sarita tidak memperhatikan kepergian Gunter. Matanya kembali pada Duke
Vinchard yang membuatnya merindukan Duke Norbert.
Kisah Cinta Karya Sherls Astrella di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Berhari-hari dibutuhkan Sarita untuk memulihkan rasa sedihnya. Berhari-hari ia
berjuang mengatasi kerinduannya pada Duke Norbert. Sekarang pria tua d
hadapannya ini membangkitkan kembali kerinduannya. Hanya kesibukannya
sebagai wali Chrislah yang dapat membuatnya melupakan sedih.
Tiba-tiba Sarita teringat tugas-tugasnya yang belum disentuhnya sama sekali
hari ini. Sarita ragu apakah Halbert sudah meringkasnya untuknya" Apakah
yang harus dilakukannya untuk mengirim suratnya pada Graham" Bagaimana
surat-surat Graham akan tiba di tangannya"
Sarita berdiri menuju pintu.
Tunggu dulu! Langkah kakinya terhenti di depan pintu. Ia sama sekali tidak tahu
di mana kamar barunya. Ia tidak tahu jalan kecuali jalan ke pintu masuk!
"Sharon?" Sarita melihat tempat tidur.
"Sharon, kaukah itu?"
Mata Duke melihat ke arahnya dengan sayu.
"Sharon?" Sarita kembali ke sisi Duke. "Ya, aku di sini," ia berlutut di sisi Duke dan
menggenggam tangannya dengan lembut.
Ayahnya dan Duke Norbert sering seperti ini ketika mereka akan meninggal.
Duke of Vinchard tidak akan meninggal, bukan" Sarita berpikir sedih. Sarita
tidak mau melihat orang lain pergi di hadapannya.
"Sharon, kau sudah pulang," Duke tersenyum lemah. Tangannya terulur meraih
kepala Sarita. "Kau sudah pulang, Sharon."
Sarita melihat senyum bahagia di wajah Duke dan ia memutuskan untuk terus
bermain sebagai Sharon. "Ya, aku sudah pulang," bisik Sarita.
Senyum di wajah Duke semakin melebar kemudian tangannya jatuh lemas.
Detak jantung Sarita terhenti. "Ia tidak mungkin mati!" Dengan panik ia
memeriksa nafas Duke. Sarita langsung duduk lega di lantai ketika merasakan nafas Duke yang teratur.
Matanya mengawasi nafas Duke of Vinchard yang teratur itu. Perasaannya
kembali tenang. Sarita meraih kursinya dan duduk mengawasi senyum di wajah Duke.
Duke Norbert juga tersenyum seperti ini ketika ia meninggal. Sarita tidak ingat
apakah ayahnya juga tersenyum ketika ia pergi meninggalkannya untuk selamalamanya.
Suara ketukan di pintu menyadarkan Sarita dari lamunannya.
Sarita beranjak bangkit untuk membuka pintu.
"Utusan Pangeran Halbert datang mengantar ini untuk Anda," Brudce
menyerahkan sebuah kotak coklat pada Sarita, "Katanya ini sangat penting."
Sarita membuka tutupnya dan ia terkesiap. Savanah rupanya melupakan kertaskertas kerjanya.
"Ia juga berkata setiap hari ia akan datang pada waktu biasa untuk mengantar
surat-surat Anda." Sarita merasa ia harus berterima kasih pada Halbert. Halbert benar-benar
memperhatikannya dalam hal satu ini. Bahkan ketika ia sudah tidak ada di
Ririvia pun, Halbert masih mengutus orang khusus untuknya.
"Tuan Puteri," Brudce berkata hati-hati, "Saya mendengar tentang ayah Anda.
Saya turut berdua cita."
"Terima kasih." Ini kali kedua ia menerima bela sungkawa hari ini.
"Kamar Anda sudah hampir siap. Apakah Anda mau memeriksanya?"
Sarita melirik Duke Ephraim yang masih tidur nyenyak. "Tentu," jawabnya.
"Ijinkan saya membawanya untuk Anda, Tuan Puteri," Brudce mengulurkan
tangan. "Tidak perlu. Aku sangat memerlukannya," Sarita menolak halus, "Brudce, aku
punya satu permintaan."
"Katakan, Tuan Puteri. Saya akan melakukan apa pun permintaan Anda."
"Bisakah kau memindahkan sebuah meja kerja untukku ke dalam kamar Duke?"
Raut wajah Brudce jelas menyatakan ia tidak dapat memahami permintaan
Sarita tapi ia tetap berkata, "Tentu, Tuan Puteri."
"Terima kasih, Brudce," Sarita tersenyum, "Aku akan meletakkan kotak ini di
dalam kemudian aku akan pergi denganmu."
"Baik, Tuan Puteri. Saya akan menanti Anda di sini."
Sarita segera meletakkan kotak itu di sisi tempat tidur kemudian menemui
Brudce. Brudce membawa Sarita ke kamar kedua setelah kamar Duke. "Saya
mempersiapkan kamar ini untuk mempermudah Anda," ia membuka pintu
kamar. Tiga orang wanita sibuk memindahkan isi koper-koper Sarita ke ruang ganti.
Dan dua orang lain sibuk merapikan tempat tidur.
Kelimanya bekerja di bawah pengawasan seorang wanita tua.
Mereka langsung berhenti mendengar langkah kaki Sarita dan menatapnya
lekat-lekat. Sarita merasa pandangan mereka seperti berkata: inikah si perawat kaya itu"
"Oh, Tuan Puteri Sarita," wanita tua itu menyambut Sarita dengan haru, "Saya
sungguh gembira Anda mau datang." Wanita itu menggenggam jari Sarita eraterat hingga gadis itu kesakitan.
"Apa yang kalakukan di sini, Zielle?" Brudce bertanya kaget, "Bukankah aku
melarangmu ke sini?"
"Kau tidak berhak melarangku menemui Tuan Puteri," protes Zielle.
Sarita hanya dapat berdiri dengan bingung.
"Maafkan atas gangguan kecil ini, Tuan Puteri," Brudce berkata dengan nada
bersalahnya, "Saya sudah melarang Zielle tapi rupanya ia terlalu bersemangat
untuk menemui Anda."
"Jangan dipikirkan," Sarita berpikir begitu sulitkah menjaga Duke Vinchard
hingga wanita tua ini begitu bersemangat untuk menemuinya" Pasti wanita ini
adalah orang yang merawat Duke sebelum ia datang. Tak heran ia terlihat
begitu antusias. "Zielle," Sarita tersenyum lembut. "Mengapa kau tidak beristirahat" Aku yakin
mereka bisa mengatur kamarku."
"Tugas saya adalah melayani Anda!" Zielle bersikeras.
Sarita heran. Beginikah cara keluarga ini memperlakukan seorang perawat" Ia
tidak pernah mendengar seorang perawat dilayani secara khusus.
Mungkinkah" Sarita menatap lekat-lekat wajah tua itu.
Mungkinkah Ratu Kathleen memerintahkan Zielle mengawasinya" Wanita ini
terlihat berbeda dari Savanah tapi mungkin tujuan mereka sama. Apakah
sekarang Ratu Kathleen mau memastikan ia tidak akan menemui putranya lagi"
Sarita merasakan sebuah keinginan kuat untuk menulis surat pada Ratu
Kathleen menyatakan ia tidak tertarik pada Halbert dan ingin segera
menjauhinya selekas mungkin setelah Duke membaik dan sebelum ia benarbenar jatuh cinta hanya untuk patah hati.
"Aku sungguh menghargainya namun aku di sini bukan untuk dilayani.
Keberadaanku di sini adalah untuk menjaga Duke Vinchard sesuai perintah
Pangeran Halbert." Zielle memperhatikan Sarita lekat-lekat hingga Sarita merasa tidak nyaman.
"Makan siang akan segera tersedia," Brudce menarik perhatian Sarita, "Apakah
Anda ingin pelayan mengantar makanan ke kamar Duke?"
"Bila itu tidak merepotkan," sambut Sarita, "Aku akan sangat senang bila kau
mau melakukannya." "Tentu, Tuan Puteri," Brudce cepat-cepat berkata dengan hormat, "Adalah
kehormatan bagi kami untuk dapat melayani Anda."
Sarita menyerah. Entah apa yang mereka pikirkan. Mereka terus memperlakukannya dengan
hormat seperti memperlakukan majikannya. Apakah karena mereka tahu ia
adalah putri almarhum Duke of Cookelt" Sarita tidak tahu apa yang mereka
pikirkan. Orang-orang di Sternberg pun tidak memperlakukannya sehormat ini.
Sarita mengijinkan dirinya sendiri untuk tidak memusingkan masalah ini. Untuk
saat ini ia tahu pekerjaannya bertambah.
Ia tidak akan menyalahkan Halbert. Menjaga Duke Vinchard membawa
kepuasan tersendiri bagi Sarita sambil mengurus Cookelt.
-----0----- "Halbert, di mana Sarita?" tanya Raja Marshall. "Seharian ini aku tidak
melihatnya. Apakah ia belum kembali?"
"Aku mengirimnya ke Quadville," jawaban itu membelalakkan mata Raja.
"Ke?" Quadville," Raja belum pulih dari kekagetannya.
"Aku memintanya menjaga Duke of Vinchard."
"KAU GILA!?"" Raja Marshall panik, "Dari sekian banyak tempat, mengapa kau
harus mengirimnya ke sana!" Apa kau."
"Marshall!" seru Ratu tidak senang. Mata dinginnya langsung menutup mulut
Raja Marshall rapat-rapat. "Tidak ada pembicaraan tentang gadis itu!" ia
menegaskan lalu beralih pada Halbert. "Mengerti!?"
Halbert tidak mengeluarkan satu patah katapun. Ratu memang tidak menyukai
Sarita semenjak mereka bertemu tapi baru kali ini ia benar-benar
menunjukkannya. Halbert menyadari Ratu Kathleen mempunyai alasan bagus untuk membenci
Sarita. Sarita bukan anak dari keluarga terhormat. Ia adalah anak haram.
Bagaimana ia mengharapkan ayah ibunya menerima Sarita"
Gadis itu sendiri adalah suatu masalah lain.
Jelas terlihat Sarita ingin menjauhinya. Setiap saat ia selalu berkata ingin pergi,
ingin pergi, dan ingin pergi. Sekarang ia sudah benar-benar pergi!
Halbert mendesah. Mengapa ia membuat keputusan segegabah itu" Belum
sehari ia berpisah dengan Sarita. Sekarang ia sudah begitu merindukannya.
"Aku peringatkan jangan sampai aku mendengarmu pergi ke Quadville," Ratu
Kathleen membaca pikiran Halbert, "Jangan salahkan aku mengurungmu kalau
itu sampai terjadi," ia mengancam serius, "Aku tidak ingin mendengar kau
berhubungan dengannya!"
Halbert tidak bersuara. "Besok ayahmu ada pertemuan penting di Travlienne. Aku ingin kau pergi
dengannya." "Ya, Mama." Saat Ratu Kathleen mulai berkata keras, tidak ada yang boleh
melawannya. Memang orang sabar bisa menjadi sangat menakutkan ketika marah.
"Cepat habiskan makananmu dan segera tidur!" perintah Ratu, "Besok masih
banyak tugas menantimu."
"Ya, Mama." Mungkin kesibukan yang paling diperlukannya saat ini. Kesibukan
hingga tidak suatu saat pun tersisa untuknya memikirkan Sarita.
Halbert termenung. Mampukah dia"
-----0----- Sarita memperhatikan Dokter memeriksa Duke Vinchard dengan was-was.
Sudah dua hari ini ia merawat Duke. Selama dua hari ini pula Duke tidak sadar
diri. Hanya ingauannyalah yang meyakinkan Sarita Duke masih hidup.
Kemarin Sarita sudah meminta Gunter memanggil dokter namun pria itu
mengatakan dokter keluarga mereka sedang sibuk. Baru siang inilah Gunter
muncul bersama dokter. Dokter selesai memeriksa Duke.
Sarita dengan tidak sabar menanti dokter meringkas peralatannya.
"Bagaimana keadaannya, Dokter?" tanya Sarita.
Dokter Freddy tersenyum, "Tak diragukan lagi putri Sharon."
"Sharon?" Sarita heran. "Siapa dia?"
"Dokter Freddy," Gunter mengulangi pertanyaan Sarita, "Apakah Duke sudah
membaik?" Sang dokter terkejut. "Oh ya" ya"," katanya gugup.
Sarita melihat dua pria itu dengan bingung.
"Jangan khawatir. Keadaan Duke sudah lebih stabil," Dokter Freddy
memberitahu, "Saya yakin dalam waktu dekat ini Duke akan sembuh seperti
semua. Anda memang seorang perawat yang baik, Lady... er" Lady?"
"Sarita Yvonne Lloyd," Sarita menyebut namanya. "Nama salah Sarita Yvonne
Lloyd." "Yvonne Lloyd"," Dokter Freddy mengulangi dengan takjub.
Sarita mulai merasa ada yang tidak beres dengan dokter ini. Semenjak ia
memasuki kamar, ia selalu terlihat seperti ini. Anehnya, Sarita sama sekali tidak
merasa jijik padanya seperti yang dirasakannya pada pria-pria di Trottanilla.
Dokter Freddy bukan terpesona olehnya. Tidak mungkin semua pria di Helsnivia
tahu akan masa silamnya. Itu tidak mungkin! Pasti ada alasan lain yang
membuatnya terbengong-bengong seperti ini.
Mungkinkah" Mungkinkah Pangeran Halbert"
Tidak! Itu mustahil! Halbert tidak mungkin melakukan ini padanya. Tapi"
mungkin juga penyebabnya adalah Halbert " hubungannya dengan sang Putra
Mahkota Helsnivia. "Sarita," Gunter membuyarkan lamunan Sarita, "Aku akan mengantar dokter
pulang. Aku yakin ada pasien lain yang menantinya."
"Sebelum Anda pergi, bisakah Anda memberitahu apa yang harus saya
lakukan?" "Anda lebih tahu dari saya," jawab Dokter Freddy, "Kabari saya kalau Duke
sudah bangun." Sarita mengantar mereka sampai ke pintu.
"Mengapa Anda tidak memberitahu saya, Tuan Muda Gunter?" Sarita mendengar
Dokter Freddy bertanya pada Gunter ketika mereka menjauh.
"Aku tidak tahu, Freddy. Aku tidak yakin hubungannya dengan Sharon."
Ini bukan kali pertama Sarita mendengar nama itu. Duke selalu memanggil
nama itu dalam ingauannya. Sarita merasa ia perlu tahu tentang Sharon dan
hubungannya dengan penyakit Duke ini.
"Sharon?" Sarita menuju tempat tidur. "Aku di sini," Sarita menggenggam tangan Duke.
Sesaat Sarita melihat senyum di wajah keriput Duke. Ia merasa Duke
menggenggam tangannya erat-erat.
Sarita tersenyum. Hubungan antara dua manusia memang sulit dijelaskan. Ia
baru melihat Duke Ephraim dua hari lalu namun ia merasa seperti sudah
mengenalnya sejak lama. Ia baru mendengar suara Duke Ephraim dua hari lalu
namun rasanya ia sudah lama merindukan suaranya. Baru dua hari mereka
bertemu tapi Duke sudah bukan orang asing. Sarita menyayanginya. Sarita
mencintainya sebagai keluarganya.
Sarita mendengar pintu diketuk dan sesaat kemudian Brudce masuk membawa
kirimannya dari Trottanilla.
"Terima kasih, Brudce," Sarita beranjak dari sisi Duke, "Brudce, ada suatu hal
yang ingin aku ketahui."
"Katakan, Tuan Puteri," kata Brudce, "Saya akan menjawab sejauh yang saya
ketahui." "Siapakah Sharon?"
Brudce terkejut mendengar pertanyaan itu.
"Duke selalu memanggil namanya. Dokter Freddy juga menyebutnya. Apakah
dia adalah almarhum Duchess?"
"Ia"," mata Brudce melirik Duke, "Saya tidak tahu. Maafkan saya, Tuan Puteri.
Saya tidak dapat menjawab pertanyaan Anda."
Sarita merasa Brudce berbohong tapi ia tidak dapat memaksanya mengatakan
sesuatu yang tidak bisa dikatakannya.
"Tidak mengapa," kata Sarita, "Aku akan bertanya pada yang lain."
Sarita yakin pasti ada seseorang dalam bangunan ini yang mengenal seorang
wanita yang bernama Sharon ini. Namun ketika Sarita menanyakannya pada
setiap orang di Quadville, tidak ada yang dapat menjawab pertanyaannya itu.
Reaksi mereka semua sama dengan reaksi Brudce: takut dan tidak tahu!
Semakin sering Sarita mendapat jawaban seperti itu, semakin Sarita yakin
mereka tahu siapa Sharon yang selalu dipanggil Duke. Duke Vinchard pastilah
orang yang membuat mereka tidak berani menyebut wanita itu padanya.
Hanya satu jawaban yang berbeda yang ia dengar dari mulut Gunter namun itu
sama sekali tidak membantu. "Bagaimana aku bisa mengetahuinya" Aku tidak
setua Duke," kata Gunter ketika Sarita bertanya. Sarita percaya pria ini pun
berbohong padanya. Ia mendengar sendiri Gunter menyebut nama Sharon pada
Dokter Freddy. Pada akhirnya, Sarita mengambil kesimpulan Sharon adalah almarhum Duchess
yang begitu dicintai Duke sehingga dalam mimpi pun ia sering menjumpainya.
Yang terpenting, ia tidak mempunyai urusan dengan Sharon. Tugasnya saat ini
adalah merawat Duke hingga Duke sehat!
Chapter 15 "Ada apa, Sarita?" Halbert terperanjat melihat gadis itu berdiri di depan pintu
gerbang Kastil Quadville dengan mata sembab dan koper-kopernya di tanah.
Semenjak kepergian Sarita, Halbert melewati hari-harinya seperti padang pasir.
Belum seminggu Sarita berada di Quadville merawat Duke namun bertahuntahun rasanya bagi Halbert. Dalam hari-hari belakangan ini sikap Ratu yang
dingin sama sekali tidak berubah. Raja yang tidak menutupi kerinduannya pada
Sarita pun tidak luput dari mata dinginnya.
Berkali-kali Halbert ingin pergi ke Quadville. Hanya Ratu Kathleenlah yang
membuatnya tidak berani menginjakkan kaki di Quadville. Raja Marshall yang
selalu terlihat ingin melesat ke Quadville, juga tidak berani.
Sikapnya itulah yang membuat Halbert semakin menyadari betapa dalamnya
Kisah Cinta Karya Sherls Astrella di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ketidaksukaan ibunya pada Sarita. Akhir-akhir ini Halbert merasa sikap ibunya
kepada dirinya semakin dingin. Ratu terlihat sangat marah padanya untuk suatu
alasan yang Halbert sendiri tidak ketahui hingga tidak mau berbicara dengannya
kecuali ia mempunyai keperluan penting.
Halbert hanya dapat memaklumi sikap Ratu ini. Halbert sadar dan tahu Sarita
bukan gadis yang dapat dicintainya. Sarita bukan gadis terhormat yang dapat
diterima ibunya. Ia juga telah berulang kali memperingati dirinya sendiri. Namun
semua itu tetap saja tidak ada gunanya. Ia jatuh cinta pada gadis itu! Halbert
merasa kian hari cintanya kepada Sarita kian dalam hingga ia dapat meyakinkan
dirinya sendiri tidak ada yang dapat menggantikan posisi Sarita di hatinya.
Di suatu saat ia menyesali dirinya sendiri yang telah mengirim Sarita pergi. Di
saat lain ia berharap Duke Ephraim segera mengenali Sarita sebagai
keturunannya dan mengakuinya sehingga gadis itu tidak akan pernah berpikir
untuk meninggalkan Helsnivia.
Demi menyingkirkan kerinduannya pada Sarita, ia menyibukkan diri dengan
tugas-tugas kerajaan. Demi membunuh waktu, ia berusaha mencari informasi
tentang Sharon Elwood, satu-satunya putri Duke Vinchard. Namun tidak ada dari
satu hal itu yang berguna. Hatinya terus merindukan Sarita dan pikirannya
semakin tidak lepas dari Sarita.
Setiap ia mencari informasi tentang Sharon Elwood, seluruh jiwanya langsung
tertuju pada Sarita. Setiap ia berusaha mengalihkan pikirannya, semakin ingin ia
menemukan jejak Sharon Elwood.
Halbert yakin Sarita adalah keturunan Duke Vinchard namun ia tidak berani
mengutarakan pendapatnya ini. Ia tidak bisa bertindak gegabah hingga orang
lain mengetahui apa yang sekarang ada dalam pikirannya.
Duke of Vinchard bukan sembarang orang. Ia tidak akan suka bila gosip tibatiba beredar di sekitarnya. Bila sampai ada gosip yang menyangkut dirinya,
Duke pasti segera menemukan sang sumber gosip dan membuat perhitungan
dengannya tak peduli siapa sang sumber gosip itu.
Di atas semua itu, Halbert yakin Ratu Kathleen, yang sudah tidak suka pada
Sarita, akan melakukan segala tindakan yang ia sendiri tidak berani bayangkan
namun bisa ia pastikan tidak akan ia sukai.
Halbert sadar walaupun Sarita adalah keturunan Duke Vinchard, ibunya tidak
akan menerimanya. Bagaimanapun juga Sarita adalah putri haram. Ratu
Kathleen yang menjunjung tinggi moral itu tidak akan menerima seorang anak
yang lahir di luar pernikahan menjadi menantunya. Halbert paham benar akan
hal itu. Namun sekarang yang menjadi permasalahan terbesar baginya bukanlah Ratu
Kathleen melainkan Sharon Elwood!
Halbert tidak mengerti. Mengapa ia tidak bisa menemukan satu jejak pun dari
Sharon Elwood ini. Ia tidak dapat menemukan sebuah informasi pun mengenai
wanita ini bahkan jejak kelahirannya! Halbert tidak percaya ia tidak dapat
menemukan jejak wanita yang dilahirkan di Helsnivia ini namun itulah
kenyataannya. Ia tidak dapat bertanya pada orang lain mengenai putri Duke Vinchard karena
hal itu akan membocorkan pendapatnya. Ia tidak dapat mengerahkan orang lain
untuk mencari jejak Sharon Elwood karena itu akan menimbulkan kecurigaan
orang lain. Namun ia juga tidak dapat menemukan sehuruf pun yang
menyebutkan Sharon Elwood pernah muncul di dunia ini.
Ada kalanya Halbert berpikir Brudce, sang Kepala Rumah Tangga Quadville
berbohong padanya. Ada kalanya pula Halbert berpikir gadis dalam lukisan itu
adalah Sarita. Bila Sharon Elwood pernah muncul di dunia ini, setidaknya ada catatan
mengenai kelahiran wanita itu. Bila catatan itu hilang, tentu namanya tertulis
dalam silsilah keluarga Elwood. Namun ia tidak menemukan secarik kertas pun
yang menyebutkan Sharon Elwood!
Lebih mudah mempercayai Sarita adalah gadis dalam lukisan itu. Duke Norbert
tentu bangga mempunyai putri secantik dan sejelita Sarita. Sudah sewajarnya
Duke Norbert, sebagai orang tua yang mencintai putrinya, ingin memamerkan
kecantikan putrinya pada teman-temannya. Namun, mengetahui Duke Ephraim
telah lama hidup menyendiri, Duke Norbert takut Duke Vinchard akan tertarik
pada putrinya. Karena itulah ia menyuruh sang pelukis memberi goretan yang
berbeda pada lukisan itu. Duke Ephraim yang tidak mengetahui siapa gadis
dalam lukisan pemberian Duke Norbert, menamai gadis itu Sharon dan
menyebutnya sebagai putrinya.
Cerita kedua ini lebih mudah diterima oleh Halbert daripada pernyataan Brudce.
Pagi ini seorang pelayan Quadville tiba-tiba menemuinya dengan wajah panik
dan memintanya segera pergi ke Quadville. "Pangeran, segeralah pergi ke
Quadville. Duke... Duke Ephraim... ia...," katanya dengan nafas terengah-engah.
Perkataan itu membuat Halbert langsung melesat meninggalkan Istana ke
Quadville. Dalam perjalanan hanya satu yang ada dalam pikirannya: Duke
Vinchard tidak mungkin meninggal dunia!
Air mata yang membasahi wajah pucat Sarita meruntuhkan segala
keyakinannya. Ia begitu kasihan pada gadis itu sehingga tidak tahu apa yang
harus diucapkannya. Gadis itu tampak rapuh dan tak berdaya " tepat seperti
ketika Duke Norbert meninggal dunia.
Hati Halbert ikut pilu melihat wajah sedih itu. Ia ingin membawa gadis itu ke
dalam pelukannya dan membisikkan kata-kata yang menghibur. Mengingat
penolakan Sarita di masa lalu, Halbert tidak yakin Sarita akan menyukainya.
"P-Pangeran," bibir bergetar Sarita mendesiskan panggilan itu ketika ia berlari
memeluk Halbert. Halbert terperanjat. Ia tidak pernah membayangkan saat seperti ini terjadi.
Sarita memeluknya! "Oh, Sarita," Halbert mendekap gadis itu erat-erat. Sebuah perasaan yang tidak
dapat diungkapkan, memenuhi dadanya. Kehangatan inilah yang ia cari dari
wanita-wanita lain. Perasaan inilah yang selalu menghantuinya selama berharihari. Halbert sadar ia tidak ingin melepaskan Sarita. Sekarang tidak. Besok juga
tidak. Selamanya ia ingin gadis ini di sisinya!
Isak tangis Sarita membangunkan Halbert dari sensasinya.
Tiba-tiba Halbert merasakan sebuah perasaan bersalah. Ia telah berbahagia di
atas kesedihan Sarita. "Jangan menangis, sayang," bisik Halbert, "Kau telah menjaga Duke dengan
baik. Jangan bersedih. Duke pasti bahagia di alam sana."
Sarita menggeleng. "Du" Duke" dia" dia" mengusirku."
Halbert terperanjat. Bukankah Duke Vinchard meninggal dunia"
"D"dia mengatakan Papa adalah gelandangan," Sarita mencoba menjelaskan di
antara isak tangisnya. Halbert merasa ini akan menjadi cerita panjang. "Jelaskan perlahan-lahan
padaku di dalam, Sarita," ia berkata lembut sambil mengangkat Sarita. Tanpa
membuang waktu, Halbert memerintahkan prajurit yang mengawalnya
menaikkan koper-koper Sarita ke dalam kereta dan membopong gadis itu ke
dalam kereta. Sarita pun memulai ceritanya di antara sela-sela tangisnya.
Sehari setelah kedatangannya, keadaan Duke sempat memburuk namun berkat
kesigapan dan pengalaman Sarita merawat orang sakit, kesehatan Dule
berangsur-angsur membaik. Penyakit Duke bukan hanya demam biasa seperti
yang Brudce katakan di hari pertama ia berada di Quadville.
Dari hari ke hari merawat Duke, Sarita sadar sumber penyakitnya ini adalah
pikirannya atau lebih tepatnya kerinduannya pada almarhum Duchess Vinchard,
istrinya tercinta, Sharon Elwood.
Sarita sadar ada hal yang bisa ia lakukan untuk Duke dan ada hal yang tidak
dapat ia lakukan untuk Duke. Ia dapat merawat Duke dengan baik. Namun ia
tidak dapat mempertemukan Duke dengan almarhum Duchess.
Sarita percaya bila Duke bertemu Duchess maka ia akan pulih dalam kejapan
mata. Namun tidak seorang pun dapat mempertemukan mereka yang kini telah
terpisah dalam dua dunia. Saat ini yang dapat dilakukan Sarita hanyalah
berperan sebagai Sharon. Sering ketika Duke memanggil-manggil Sharon, Sarita berpikir apakah Duke
tengah memimpikan Sharon.
Dari hari ke hari Duke semakin sering memanggil-manggil Sharon. Tak jarang ia
menggenggam erat tangan Sarita hingga Sarita tidak rela meninggalkan pria tua
yang tidak kehilangan wibawanya sekalipun ia terbaring sakit.
Semenjak Sarita berada di Quadville, hanya di malam pertama ia tidur di kamar
mewahnya yang dipersiapkan Zielle. Di hari-hari berikutnya ia melalui malam
yang panjang di sisi Duke Vinchard. Di saat terang hari, ia mengurus Cookelt di
sela-sela tugas barunya merawat Duke of Vinchard. Begitu sibuknya ia hingga
tidak ada satu waktu luangpun tersedia untuknya memikirkan Halbert.
Kesibukannya itu pula yang membuat Zielle sering marah-marah padanya.
Dalam beberapa hal Zielle lebih cerewet dari Savanah. Ia tidak pernah terlambat
memanggil Sarita untuk makan. Ia tidak pernah berhenti menyuruh Sarita
beristirahat demi kesehatannya sendiri. Ia tidak pernah melewatkan kesempatan
untuk mengurus Sarita. Ia tidak dapat membiarkan satu cacat pun dalam
penampilan Sarita. Sikapnya yang terlalu berlebihan itu sering membuat Sarita berpikir apakah
wanita ini sadar tujuannya berada di Quadville"
Sikap Brudce dan para pelayan lainnya di Quadville juga tidak berbeda. Mereka
begitu menghormatinya. Satu patah kata darinya, maka para pelayan langsung
melakukan segala hal untuk memenuhi keinginannya. Satu perintah darinya
maka setiap orang akan melaksanakannya dengan sepenuh hati.
Sarita tidak dapat memahami cara tiap sosok di Quadville memperlakukannya.
Gunter juga sama sekali tidak membantu. Ia hanya tertawa ketika Sarita
mengeluhkan sikap mereka yang menyanjungnya sebagai Ratu itu. Hanya satu
komentar yang ia berikan, komentar yang tidak berguna dan sama sekali tidak
membantu. "Kau akan terbiasa," katanya.
Seiring dengan membaiknya kondisi Duke, Sarita mulai terbiasa dengan
perlakuan tiap orang di Quadville.
Pagi ini adalah bukti nyata keadaan Duke Ephraim yang semakin membaik.
Seperti malam-malam sebelumnya, Sarita duduk di sisi Duke sambil
menggenggam tangannya dan memandang wajah tenang Duke. Tidak ada yang
ingin dilakukan Sarita selain menatap wajah yang menenangkan pikiran itu
hingga kantuk menyerang. "S-siapa?" Sarita mendengar seeorang bertanya.
"Siapa kau?" Sarita terkejut. Matanya membelalak melihat wajah segar Duke. Ia tidak tahu
apakah Duke Vinchard sedang mengingau atau ia sudah benar-benar bangun.
Duke juga kaget melihat Sarita. "Berani-beraninya kau menampakkan mukamu
di sini!!" ujarnya geram.
Sarita kaget mendengar suara keras Duke.
"PERGI!! Di sini bukan tempatmu!" Duke menunjuk pintu.
Wajah Sarita pucat pasi. Duke Ephraim telah mengenalinya sebagai anak haram
almarhum Duke of Cookelt.
"Tidak, kau bukan Sharon," Duke menatap tajam wajah Sarita, "Siapa kau?"
"S-saya"," Sarita bingung. Ia sama sekali tidak dapat memahami situasi ini,
"Saya adalah Sarita Yvonne Lloyd."
"Lloyd!?" Duke memekik keras. "Beraninya kau menginjakkan kaki di sini,
Lloyd!?" Sadarlah Sarita Duke tidak sedang mengingau. Ia tidak mengerti apa yang
dibicarakan Duke namun ia tahu Lloyd yang dikatakan Duke adalah dirinya.
"Siapa yang memasukkan gelandangan ini ke rumahku!?" Duke membunyikan
bel dengan tidak sabar. "Brudce! Di mana dia!" Berani-beraninya mereka
memasukkan seorang gelandangan ke rumahku!" Ithnan Lloyd seorang sudah
cukup! Sekarang masih bertambah seorang gadis gelandangan!"
"P"papa" Anda mengenal Papa?" Sarita terperanjat.
"Mengenal, katamu!?" Duke mendengus, "Melihat mukanya saja aku tidak sudi!
Gelandangan seperti dia sama sekali tidak pantas untuk seorang Elwood! Beraniberaninya dia membawa kabur Sharon. Semestinya ia sudah merasa terhormat
seorang Duke seperti aku tahu gelandangan macam dia ada di dunia."
"Papa bukan gelandangan!" Sarita membantah. "Papa tidak pernah mengemis
pada seorang pun!" Sarita tidak dapat menerima hinaan Duke. "Walaupun kami
tidak punya uang, kami tidak akan mengemis!"
"Apa yang kautahu, anak muda" Kau tidak tahu apa yang sudah diperbuat
bajingan itu. Ia menculik Sharon dan membunuhnya demi uang."
"TIDAK!" Sarita histeris, "Itu tidak benar! Papa tidak akan melakukannya!"
"DIA SUDAH MELAKUKANNYA!!" suara Duke pun tidak kalah keras. "Kau pikir
karena siapa sekarang aku begini!" Kau pikir siapa yang telah menghancurkan
hidupku!!?" "Tidak"," Sarita menggeleng, "Itu tidak benar." Air mata menuruni wajah
pucatnya. "Papa tidak mungkin melakukan itu. Papa hanya mencintai Mama
seorang. Papa tidak pernah merebut seorang pun. Papa" Papa tidak pernah
mengkhianati Mama." "Omong kosong! Apa kau pikir aku akan percaya pada omongan gelandangan!?"
nampak jelas Duke tidak suka dibantah, "Brudce! Brudce! Di mana dia!!"
Mengapa dia tidak segera mengusir gelandangan ini!" Duke membunyikan bel
dengan tidak sabar. Ia sudah kehilangan batas kesabarannya sehinga ketika
Brudce muncul ia langsung menyambar,
"Ke mana saja kau!" Apa kau tuli!?"
"M-mmaafkan kelambatan saya, Yang Mulia."
"Mengapa seorang Lloyd bisa di sini!" Jelaskan mengapa seorang gelandangan
bisa memasuki rumahku!!?"
"S-sssaya"," Brudce melihat Sarita lalu berpaling pada Duke dengan ketakutan.
"Usir dia! Keluarkan dia dari sini! Tidak seorang Lloyd pun boleh menginjakkan
kaki di sini!" Atas perintah itulah sekarang Sarita menangis dalam pelukan Halbert.
Halbert tertegun. Ia hanya berpikir Duke pasti gembira dapat berkumpul lagi
dengan cucunya. Tidak sedikitpun ia berpikir mengapa ia tidak dapat
menemukan secarik kertas pun tentang Sharon Elwood. Duke Vinchard yang
kolot itu tentunya sangat menentang hubungan putrinya dan almarhum Duke
Norbert. Namun Sharon Elwood bersikukuh pada cintanya sehingga Duke
mengusirnya. Karena kemarahannya pula Duke dengan segala kekuasaannya,
menghilangkan semua bukti keberadaan Sharon Elwood. Itu pula penyebab
Sarita tidak pernah tahu ia masih mempunyai keluarga di Helsnivia.
Penjelasan ini lebih masuk akal dari semua penjelasan yang pernah
dipikirkannya. "I-itu tidak mungkin," isak Sarita. "Papa tidak mungkin melakukannya. Papa
tidak pernah merebut Duchess."
Halbert ikut bersedih. Ia memeluk Sarita erat-erat dan membiarkan Sarita
meluapkan segala kesedihan dan amarahnya.
"Duke pembohong! Ia tidak mengenal Papa!" Sarita menjatuhkan tinjunya di
dada Halbert, "Dia tidak tahu siapa Papa. Bagaimana dia bisa mengatakan Papa
seperti itu!?" Halbert membelai Sarita dengan lembut. Sekarang hanya dia seorang yang bisa
melindungi Sarita. Hanya dia yang bisa memberi Sarita tempat berlindung.
Kereta melewati pintu gerbang Istana.
Halbert mengetuk jendela kecil yang memungkinkan ia berbicara dengan kusir
kuda. "Suruh prajurit memberitahu Wyatt hari ini aku tidak bisa melaksanakan
tugasku. Aku punya urusan penting."
"Saya mengerti, Yang Mulia."
Panggilan itu langsung menyadarkan Sarita.
Sarita menenangkan diri dan mengatur jalan pikirannya.
Ithnan Lloyd yang disebut Duke of Vinchard pasti bukan ayahnya. Ayahnya
hanyalah seorang pengelana miskin yang tidak mungkin mengenal seorang
Duke. Ayahnya juga tidak pernah mencintai wanita lain selain ibunya apalagi
membawa kabur seorang Duchess. Ayahnya juga bukan seorang perusak rumah
tangga orang lain. Ketika mengembara bersama ayahnya, Sarita sering
menjumpai orang yang bernama keluarga Lloyd. Tidak mungkin tidak ada
seorang dari sekian banyak Lloyd yang bernama sama dengan ayahnya. Ithnan
Lloyd yang dikenal Duke Vinchard pasti bukan Ithnan Lloyd yang ia kenal!
Mengapa ia harus bersedih" Ia tidak berencana tinggal di Quadville. Ia hanyalah
seorang perawat yang diutus Pangeran Halbert untuk merawat Duke. Ia boleh
meninggalkan Quadville ketika Duke sehat. Sekarang Dulke sudah sadar.
Dengan kemarahannya yang meluap-luap pagi ini, Sarita dapat meyakinkan diri
ia sudah tidak diperlukan di Quadville. Sekarang ia bisa meninggalkan Quadville
dan Helsnivia, seperti rencananya di awal ia menginjakkan kaki di Quadville.
Sarita sudah benar-benar tenang ketika Halbert selesai berbicara dengan
pengawal-pengawalnya. Ia meletakkan tangan di dada Halbert dan menjauhkan
diri. Halbert tidak menutupi kekecewaannya. Inilah Sarita, si gadis yang ia cintai. Di
suatu saat ia begitu terbuka dan pada detik kemudian tertutup. Inilah gadis
yang berhasil menjerat cintanya. Di detik ini ia memberinya kesempatan dan di
detik kemudian ia menutupnya rapat-rapat.
"Terima kasih, Pangeran," Sarita berkata tulus. "Saya sudah tidak apa-apa.
Kisah Cinta Karya Sherls Astrella di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Saya." "Aku akan membawamu ke sebuah tempat," Halbert memotong. "Aku tidak
pernah membawamu berkeliling Helsnivia. Sekarang adalah waktu yang tepat
untuk menepati janjiku."
"Janji?" Sarita bertanya-tanya. "Anda tidak pernah menjanjikan apa-apa pada
saya." "Engkau pasti sudah tidak ingat," Halbert berkelat. Di saat Sarita berterima
kasih padanya, ia tahu gadis itu akan meninggalkannya. Itulah yang selalu
dilakukan Sarita padanya. Memberinya kesempatan dengan tangan terbuka
kemudian menutup diri rapat-rapat dan menjauhinya.
Tidak peduli gadis itu suka atau tidak, ia tidak akan membiarkan Sarita pergi
dari sisinya. Penyiksaaan dalam seminggu ini sudah lebih dari cukup untuk
membuktikan ketergantungannya pada Sarita.
Halbert sudah memutuskan ia akan melindungi Sarita dan dan tidak
membiarkan seorangpun mengambil Sarita dari sisinya. Ia juga tidak akan
pernah membiarkan Sarita meninggalkan sisinya. Halbert juga telah
memutuskan akan membawa Sarita pulang ke Ririvia tanpa peduli penolakan
ibunya. Ratu Kathleen harus memilih membiarkan Sarita tinggal atau ia ia pergi
bersama Sarita. Melihat wajah tanpa dosa Sarita, Halbert sadar. Halangan terbesarnya bukan
ibunya melainkan Sarita sendiri.
Sebelum ia dapat mencegah orang lain mengambil Sarita dari sisinya, ia harus
memastikan pikiran pergi meninggalkan Helsnivia pergi dari kepala Sarita untuk
selama-lamanya. Untuk itu Halbert bersumpah. Bila ia tidak bisa membuat Sarita jatuh cinta
padanya maka hari ini ia akan melakukan segala hal untuk membuat Sarita
jatuh cinta pada Helsnivia. Ia akan membuat Sarita tidak sanggup meninggalkan
Helsnivia selama-lamanya. Hanya bila Sarita sudah jatuh cinta pada Helsnivia, ia
mempunyai kesempatan untuk membuat Sarita jatuh cinta padanya.
Halbert yakin ia berhasil ketika sepanjang hari itu senyum gembira Sarita selalu
mengembang. Dalam hati ia bersuka cita ketika Sarita mendesah penuh
ketakjuban. Ia menyembunyikan kepuasannya ketika mata gadis itu bersinarsinar melihat pemandangan yang ditunjukkannya.
Pada saat yang bersamaan, Halbert berharap gadis itu bisa tersenyum bahagia
kepadanya. Sarita bisa melihatnya dengan mata yang berbinar-binar dan Sarita
tanpa henti-hentinya memujinya. Namun untuk saat ini ia sudah harus berpuas
diri dengan kondisi ini. "Pangeran," Sarita memutuskan ia harus mengatakan keputusannya sebelum
mereka tiba di Ririvia, "Saya benar-benar berterima kasih pada kepedulian
Anda. Sekarang Anda tidak perlu mengkhawatirkan saya. Saya sudah jauh lebih
tenang. Anda bisa menurunkan saya di Travlienne."
Mengapa gadis ini selalu ingin meninggalkannya" Halbert melihat Sarita dengan
sakit hati. "Tidak, Sarita. Kau akan pulang bersamaku."
"Saya tidak dapat, Yang Mulia," Sarita menolak halus, "Saya tidak dapat pulang
bersama Anda." "Ke mana kau akan pergi, Sarita?" Mengapa Sarita tidak pernah mau tinggal di
sisinya" "Kau tidak punya tempat tinggal. Kau tidak punya tujuan."
"Benar," Sarita mengakui, "Namun itu tidak berarti saya tidak bisa menemukan
tempat tinggal." "Ke mana kau akan pergi?"
"Malam ini saya akan menemukan tempat menginap di Travlienne kemudian
besok saya akan meninggalkan Helsnivia. Ketika Norbert meninggal dunia, saya
sudah memutuskan untuk berpetualang seperti ayah saya."
Halbert membelalak. Inikah alasan Sarita tidak mau tinggal di sisinya" Inikah
sebab Sarita mempermainkannya" Karena Sarita ingin berpetualangan dengan
cinta seperti Duke Norbert!
"Tidak!" Halbert berkata tegas, "Kau tidak akan pergi ke mana-mana!" Ia sudah
memutuskan tidak akan membiarkan pria lain mendapatkan Sarita. "Kau akan
tinggal di Ririvia." Ia tidak akan membiarkan Sarita melakukan petualangannya.
Ia akan melakukan segala cara untuk mencegah Sarita menemui pria lain!
"Saya sangat berterima kasih pada semua yang telah Anda lakukan untuk saya.
Namun Anda tidak mempunyai hak untuk mengatur saya," Sarita mengingatkan
kenyataan yang Halbert sendiri pun tahu, "Saya setuju pulang bersama Anda ke
Helsnivia murni karena saya ingin menjauhi keluarga Riddick. Saya sangat
berterima kasih atas pertolongan Anda dan kepedulian Anda sehingga saya
masih tetap bisa melaksanakan tugas yang dipercayakan Norbert tanpa berada
di sekitar keluarga Riddick. Saya juga berterima kasih atas segala usaha Anda
untuk menjauhkan Chris dari saya. Tidak satu pun satu tindakan Anda yang
tidak saya hargai. Namun semua ini sudah cukup. Saya tidak bisa terus
merepotkan Anda. Anda masih mempunyai banyak hal yang perlu Anda
perhatikan. Saya juga tidak bisa terus menggantungkan diri pada kebaikan
Anda. Anda tidak perlu mengkhawatirkan saya lagi. Saya bukan anak kecil. Saya
telah terbiasa hidup berpetualang. Saya bisa menjaga diri."
"Mengapa kau tidak pernah mau menetap di Istana?" akhirnya Halbert
mengutarakan pertanyaan yang mengganjal di hatinya.
"Anda tahu mengapa," jawab Sarita tenang. Ketika berada di Ririvia, Sarita tidak
pernah merepotkan diri mengikuti perkembangan sekitarnya. Ia tidak pernah
mengikuti gosip yang berputar sekitar Istana. Namun ketika ia berada di
Quadville, Sarita mulai menyadari gosip yang berputar di sekitar dirinya dan
sang Pangeran. Selama ia berada di Quadville, Zielle hampir tidak pernah absen dari sisinya.
Ketika ia sibuk mengurus Cookelt, Zielle akan selalu siap melayaninya dan
mengingatkan waktu. Ketika ia menjaga Duke Vinchard, Zielle akan selalu
menemaninya. Dari wanita itulah Sarita menyadari gosip yang terus berkembang dengan
kemunculannya di Ririvia. Dari wanita itu pula ia tahu Halbert tidak berbohong.
Ia adalah wanita pertama yang dibawa Halbert pulang! Sayangnya itu bukanlah
sesuatu yang membuatnya bangga. Semakin Zielle bercerita tentang gosip
tentangnya, semakin Sarita menyadari jurang di antara mereka. Sekarang seisi
Helsnivia sudah tahu Pangeran mereka yang suka bermain wanita membawa
pulang seorang anak haram. Semua orang tahu Pangeran yang mereka cintai
memamerkan sang anak haram di pesta Viscount Padilla. Tidak seorang pun di
Helsnivia yang tidak tahu siapa Sarita Yvonne Lloyd, sang anak haram almarhum
Duke of Cookelt! "Saya dan Anda tidak berasal dari dunia yang sama. Saya tidak pantas
menginjakkan kaki di Istana. Saya tidak cocok tinggal di Istana yang megah."
"Siapa yang mengatakannya!" Siapa!?" sahut Halbert, "Tidak seorang pun
melarang kau tinggal di Istana. tidak seorangpun melarangmu tinggal
bersamaku. Hanya kau seoranglah yang tidak menyukainya. Hanya kau yang
melarang dirimu sendiri."
"Anda benar," Sarita tidak menyangkal, "Saya melarang diri saya memasuki
Istana karena saya tidak bisa mencemarkan nama Anda."
"Omong kosong!"
Kereta berhenti. "Kita sudah tiba di Istana, Pangeran," seseorang
mengumumkan. "Tanpa seijinku, kau tidak akan meninggalkan Istana!" Halbert menegaskan dan
ia melesat dari kereta. Sarita melihat kepergian Halbert dengan pasrah. Ia tidak mengerti mengapa
pemuda ini tidak mau melepaskannya.
"Yang Mulia Paduka Raja dan Ratu menanti Anda dan Lady Sarita di Ruang
Baca," seorang pelayan menyambut kedatangan Halbert.
Sarita dapat menebak hal ini akan terjadi. Ia telah membuat sang Pangeran
meninggalkan tugas-tugasnya. Apa ia mengharapkan sambutan hangat sang
Ratu yang tidak pernah menyukainya"
Halbert tidak membuang waktu. Ia harus menegaskan pada orang tuanya bahwa
Sarita tidak akan meninggalkan Istana. Sarita akan tinggal di sisinya dengan
atau tanpa persetujuan orang tuanya.
"Ke mana saja kau!?" sambut Ratu tidak senang.
Sarita hanya berdiam diri di belakang Pangeran.
"Sarita tidak akan meninggalkan tempat ini! Ia?" Halbert terkejut melihat Duke
of Vinchard duduk di depan ibunya. Mengapa Duke ada di sini"
Sarita juga menyadari keberadaan Duke ketika Duke berdiri dari kursinya yang
memunggungi pintu. Tanpa ia sadari, ia bersembunyi di belakang Halbert.
Sesuatu membuat Halbert merasa ia harus melindungi Sarita. Ia melingkarkan
tangan di pundak Sarita dan mendekapnya erat.
"Sarita akan pulang bersama Duke Vinchard ke Quadville!" Ratu berkata dengan
suara tegasnya. Baik Sarita maupun Halbert terperanjat.
Sarita mencengkeram kemeja Halbert erat-erat sementara Halbert mempererat
pelukannya. Duke of Vinchard tidak melepaskan pandangannya dari Sarita. Sinar kemurkaan
yang ditunjukkannya pagi ini sudah hilang dari matanya. Sebaliknya, sebuah
sinar yang tak terbaca terlihat di sana.
"Sarita, kau tidak sebatang kara," Raja membuka suara. "Duke of Vinchard
adalah kakekmu." "Ka"kek"," Sarita melihat Raja kemudian pada Duke.
Halbert sudah mencurigai hal ini. Namun ia tetap terkejut mendengar
pernyataan ayahnya. "Kau adalah satu-satunya keturunan Duke Vinchard," Raja Marshall melanjutkan
dengan suaranya yang lembut, "Ibumu, Sharon Elwood adalah putri Duke of
Vinchard." "Sharon" Elwood"," Sarita mengulangi dengan suara lirihnya.
"Mungkin ini terlalu mendadak bagimu. Percayalah, kami tidak membohongimu.
Kami juga mengerti engkau tidak pernah mengetahui siapa ibumu."
"Cukup!" Ratu memotong, "Hari sudah malam. Duke Vinchard baru sembuh. Ia
membutuhkan istirahat. Halbert, antar Duke pulang."
"Tidak perlu, Kathleen," untuk pertama kalinya Duke membuka suara. "Selamat
malam," Duke berpamitan dan ia meninggalkan ruangan itu.
Sarita melihat pada Duke yang terus melangkah pergi kemudian pada Raja dan
Ratu. "Pulanglah bersama Duke, Sarita," Raja tersenyum.
Sarita tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Otaknya masih belum
sepenuhnya mencerna fakta yang baru saja didengarnya. Namun ia tahu saat ini
ia hanya dapat mengikuti anjuran itu.
Semenjak menemui ibu Sarita, Halbert selalu menginginkan gadis itu pulang ke
pelukan keluarganya. Namun sekarang ia tidak sanggup ditinggalkan gadis itu
lagi. Dengan berat hati, ia melepaskan Sarita. Sinar sedih dan patah hati
matanya mengikuti punggung gadis itu.
"Sekarang," suara geram Ratu menarik perhatian Halbert, "Apa yang harus
kulakukan denganmu?"
"Aku ingin beristirahat, Mama," Halbert tidak menunggu reaksi ibunya. Saat ini
ia hanya ingin menyendiri. Ia butuh waktu untuk menyembuhkan patah hatinya.
Chapter 16 Sarita menghabiskan makan paginya tanpa suara. Sesekali matanya mencuri
pandang pada wajah dingin Duke.
Tiga hari telah berlalu semenjak ia mengetahui Duke adalah kakeknya. Tiga hari
pula mereka hidup seatap dengan suasana yang kaku dan menegangkan seperti
ini. Mereka tidak berbicara ketika meninggalkan Istana. Mereka juga tidak
berbicara ketika tiba di Quadville. Hingga hari ini tidak seorang pun dari mereka
yang membuka pembicaraan.
Zielle sangat gembira melihat kepulangannya bersama Duke. Ia langsung
memeluknya dengan air mata terharu. Sepanjang malam itu Zielle tiada
hentinya berkata, "Akhirnya Anda pulang, Tuan Puteri. Akhirnya Anda kembali."
Sekarang Sarita sudah mengerti mengapa semua orang di Quadville begitu
hormat padanya sejak pertama kali ia menginjakkan kaki di depan castil ini.
Sarita juga tidak lagi meragukan hubungannya dengan Duke of Vinchard.
Di pagi pertama ia tinggal di Quadville sebagai cucu Duke of Vinchard, Zielle
menunjukkan lukisan diri ibunya.
Air mata Sarita langsung jatuh tanpa henti melihat wajah ibu yang tidak pernah
dilihatnya itu. "Mama," panggilnya sambil memeluk lukisan itu erat-erat.
"Anda begitu mirip dengan Tuan Puteri Sharon. Di saat pertama melihat Anda,
saya tahu Anda adalah putri Tuan Puteri Sharon," Zielle ikut menangis melihat
air mata Sarita. "Tidak akan ada orang yang menyangsikan Anda adalah putri
Lady Sharon Elwood, satu-satunya keturunan Duke of Vinchard."
Selain menunjukkan lukisan ibunya, Zielle yang mengasuh ibunya sejak bayi,
juga menceritakan segala hal tentang ibunya mulai dari semasa ia kecil hingga
ia meninggalkan kekayaan dan kedudukannya demi cinta.
Sejak kecil Sharon Elwood telah menjadi pujaan banyak orang. Tua muda
mencintai semangatnya. Pria wanita mengagumi kecantikannya. Kecantikkannya
itulah yang membuatnya termahsyur baik di dalam maupun di luar Helsnivia.
Banyak pria yang meminangnya namun tidak ada yang mendapatkan hatinya.
Almarhum Duke of Cookelt adalah satu di antara pria-pria itu.
Kisah cinta Sharon berawal dari pertemuannya dengan Ithnan Lloyd, kawan
akrab Duke Norbert. Sejak awal pertemuan mereka, Sharon Elwood telah jatuh
cinta pada sang pengelana Ithnan Lloyd. Tiada hari tanpa pembicaraan tentang
Ithnan dan petualangan-petualangannya.
Zielle telah berulang kali memperingati Sharon. Duke Vinchard tidak akan
menyukai Ithnan Lloyd, seorang pengelana miskin.
Peringatan Zielle terbukti. Duke Vinchard langsung murka ketika mengetahui
hubungan putri kesayangannya dengan seorang pengelana miskin. Semenjak itu
tiada hari mereka lalui tanpa pertengkaran. Puncaknya adalah ketika Sharon
kabur dari Quadville untuk mengikuti Ithnan.
Duke of Vinchard dibuat murka olehnya. Dengan segala pengaruhnya, ia
menghilangkan Sharon dari Helsnivia. Dengan segala kekuasaannya, ia
melarang tiap orang menyebut nama Sharon. Ia menghancurkan semua hal
yang berhubungan dengan Sharon dan tidak mengakui keberadaan Sharon. Ia
juga membuat semua orang di Helsnivia mengingkari bahwa Sharon Elwood
pernah ada di dunia ini. Ia membuat semua orang mengingkari kenyataan
bahwa ia mempunyai seorang putri.
Semua ini bukanlah hal sulit bagi Duke karena ia adalah orang yang berkuasa di
Helsnivia selain Raja. Sarita juga baru menyadari besarnya kuasa kakeknya di
Helsnivia dalam tiga hari belakangan ini.
Tidak hanya itu saja yang dilakukan Duke Vinchard. Ia menyegel kamar Sharon.
Semua lukisan diri Sharon dibuang ke gudang. Setiap pelayan dilarang
menyebut nama Sharon apalagi membicarakannya.
Hanya Brudce yang tahu Duke Ephraim menyembunyikan lukisan diri Sharon
yang paling besar di Quadville di kamarnya. Sering Duke menghabiskan waktu
menatap lukisan putri yang sangat dicintainya itu.
Duke Vinchard tidak pernah mengakuinya namun Zielle tahu Duke selalu
merindukan putrinya. Sering ia ingin mencari jejak putrinya namun harga diri
menghalanginya. Ketika berita Pangeran Halbert pulang dari Trottanilla membawa putri haram
almarhum Duke of Cookelt, Duke Vinchard mulai mencurigai jati diri sang putri
haram ini. Beberapa orang yang pernah melihatnya mengatakan ia adalah
seorang gadis yang sangat cantik. Puncak kecurigaannya adalah ketika gadis itu
terlihat berkuda bersama Pangeran di suatu pagi. Kecantikannya dan
kemiripannya dengan Sharon Elwood tidak dapat membendung mulut tiap
orang. Akhirnya Duke of Vinchard memutuskan untuk menemui sang putri
haram itu. Sayangnya, Pangeran membawa pergi gadis itu ke pesta Viscount
Padilla. Pertemuan Gunter dengan Sarita di pesta tersebut membawa perubahan besar
bagi Duke Vinchard. Gunter pernah melihat lukisan Sharon di dalam kamar Duke
Vinchard. Ia tidak tahu siapa gadis dalam lukisan itu namun beberapa kali ia
mendapati Duke Vinchard tengah menatap lukisan tersebut dengan wajah sedih.
Kecurigaannya bertambah kuat ketika dalam pesta itu para bangsawan tua tiada
hentinya membicarakan Sarita Yvonne Lloyd.
Selain Gunter, Viscount Padilla juga menemui Duke Vinchard untuk
mengabarkan pertemuannya dengan Sarita Yvonne Lloyd. Itulah akar jatuh
sakitnya sang Duke of Vinchard, Ephraim Elwood.
Duke meletakkan peralatan makannya dan mengusap mulut.
Sarita terperanjat ketika Duke Vinchard tiba-tiba berdiri.
Tanpa mengatakan apa-apa Duke meninggalkan ruang makan. Kepergiannya
membawa kelegaan bagi Sarita. Sarita mulai dapat menikmati makan paginya
dengan tenang. Dalam tiga hari ini Sarita memahami kerasnya watak Duke. Sekali ia
mengatakan tidak boleh, maka tidak ada ampunan bagi orang yang
melanggarnya. Tidak heran ayahnya tidak pernah membawanya memasuki Helsnivia. Tidak
heran pula Duke Norbert bersikeras ia hanya dapat memasuki Helsnivia bila
Pangeran Halbert membawanya.
Sarita percaya Duke pasti akan melakukan segala hal untuk melenyapkannya
Kisah Cinta Karya Sherls Astrella di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dari Helsnivia sama seperti ia melenyapkan segala hal yang berhubungan
dengan ibunya. Sarita tidak mengerti. Bila Duke Ephraim sedemikian membencinya yang
keturunan seorang pengelana miskin, mengapa ia menjemputnya pulang" Bila
Duke Ephraim sudah memaafkan ayah dan ibunya, mengapa hingga hari ini ia
tidak pernah mengajaknya berbicara,
"Kudengar perang dingin di antara kalian belum berakhir."
Sarita melihat Gunter, sepupunya memasuki ruangan.
"Aku juga tidak menginginkannya," Sarita murung, "Tapi aku tidak tahu harus
berkata apa pada Duke. Aku takut. Kurasa ia masih tidak dapat memaafkan
Papa Mama." "Yang kulihat bukan itu," Gunter duduk di sisi Sarita, "Yang kulihat Duke
Ephraim juga takut padamu."
"Takut padaku!?" Sarita tidak percaya.
"Aku telah mendengarnya, Sarita," Gunter mengingatkan, "Duke telah
mengusirmu dan membuatmu menangis. Aku yakin sekarang Duke takut
melakukan kesalahan yang sama."
"Itu tidak mungkin," Sarita menyangkal, "Duke tahu aku tidak dapat
meninggalkan Quadville tanpa ijinnya."
"Itulah yang membuatnya semakin takut," Gunter menguatarakan pendapatnya,
"Ia takut terlalu mengekangmu sehingga kau meninggalkannya seperti ibumu."
"Itu tidak mungkin. Itu?"
"Tidak ada yang perlu kaukhawatirkan," Gunter menggenggam tangan Sarita,
"Duke mencintaimu."
Sarita juga mengharapkannya karena ia tidak tahu ke mana ia harus pergi bila
Duke mengusirnya lagi. Ia sudah mencintai Duke. Ia sudah jatuh cinta pada
kastil ini dan" di sini ada orang yang tidak sanggup ia jauhi.
Sarita mendesah. Apa gunanya ia ditemukan. Duke tidak mengharapkan
kehadirannya. Ratu Kathleen dan seisi kerajaan tidak menerimanya.
Sarita tidak perlu seorang pun membohonginya. Sejak Duke menjemputnya,
koran-koran tidak henti-hentinya membicarakan tentang statusnya sebagai anak
haram yang dibawa pulang Pangeran Halbert kemudian diakui Duke of Vinchard
sebagai satu-satunya cucunya.
Terima kasih pada Duchess Belle. Tidak ada yang percaya ia bukan putri
almarhum Duke Norbert. Setiap orang lebih mempercayai Sharon Elwood
meninggalkan Quadville untuk menjadi istri simpanan Duke Norbert. Sekarang
satu-satunya orang yang dapat mengubah pandangan mereka itu adalah Duke
of Vinchard. Namun" Wajah dingin Duke terlintas di benak Sarita.
Duke tidak tertarik untuk membenarkan pandangan orang-orang kepadanya.
Saat ini ia sudah cukup bersyukur Duke of Vinchard mau mengakuinya. Ia sudah
cukup puas dengan keadaan ini.
Lagipula, Sarita berpikir lanjut, apa gunanya tiap orang tahu ia adalah putri
kandung Ithnan Lloyd, seorang pengelana" Ia tetap bukan gadis yang pantas
mendampingi Pangeran Halbert.
Sarita meletakkan koran di meja dan beralih pada tugas-tugasnya sebagai wali
Chris, sang Duke baru Cookelt. Saat ini yang diperlukannya adalah mengalihkan
perhatiannya dari sang Pangeran yang memikat itu.
"Tuan Puteri." Sarita terkejut oleh panggilan itu.
"Anda mempunyai tamu," pelayan itu memberitahu, "Saya telah memintanya
menanti di Ruang Tamu."
Sarita bingung. Ini adalah kali pertamanya ia mendapatkan tamu di Quadville.
Siapakah gerangan orang itu" Apakah orang itu adalah Pangeran Halbert"
Tidak, Sarita segera menyadari. Pangeran Halbert tidak mungkin menemuinya.
Sarita mendengar Pangeran mendapatkan hukuman dari Ratu Kathleen. Demi
mencegah Pangeran kabur lagi dari tugas-tugasnya, Ratu memperketat jadwal
Pangeran. Siapakah tamunya ini" Walau banyak orang yang ingin bertemu dengan sang
cucu Duke Vinchard, tidak seorang pun berani menemuinya. Tiap orang menanti
Duke of Vinchard memperkenalkan cucu kandungnya di muka umum.
"Akhirnya kita berjumpa lagi."
Sarita mematung melihat Chris.
"M-mengapa kau di sini?"
"Tidak kuduga ibumu ternyata putri Duke of Vinchard. Apa kau tahu reaksi
Mama mendengar berita ini" Ia histeris!"
"Apa tujuanmu ke sini?" Sarita mencengkeram erat-erat sandaran kursi.
Chris mencermati isi ruangan itu tanpa melepaskan satu sudut pun. "Benarbenar tidak diduga. Kau cucu seorang Duke yang berpengaruh ke di Helsnivia."
"APA MAUMU!?" kepanikan Sarita telah menghilangkan kesabarannya.
"Mauku?" tanya Chris, "Tentu saja mendapatkanmu."
Sarita mempererat cengkeramannya. Hanya itulah satu-satunya yang dapat
menghentikan getaran tubuhnya. "Pergi!" usir Sarita, "Pergi dari sini!"
"Oh, aku takut," Chris merinding. Kemudian ia tertawa. "Kaupikir aku takut?"
ejeknya, "Di sini tidak ada Pangeran mata keranjang yang akan melindungimu."
"Ka"kakek ada di sini!"
"Kaupikir aku takut pada pria tua itu?" Chris menarik Sarita ke dalam
pelukannya, "Apa yang bisa dilakukan pria tua itu padaku?"
"Lepaskan!" Sarita meronta sekuat tenaga, "Lepaskan aku!"
Chris mengabaikan Sarita dan terus mencium gadis itu. "Sekarang tidak ada
yang dapat menghentikanku."
"TIDAK!!!" jerit Sarita. "Halbert!"
"Apa yang kaulakukan, anak muda!?" seseorang membanting Chris menjauhi
Sarita. "Halbert"," desis Sarita.
"Berani-beraninya kau menyentuh cucuku!?" Duke Ephraim menerjang Chris.
Sarita terperanjat melihat Duke of Vinchard.
"Siapa yang mengijinkan tangan kotormu itu menyentuh cucu kesayanganku!?"
Duke Ephraim menghajar Chris tanpa ampun.
Chris terpelanting. "Kau masih belum pantas menyentuh Sarita!" Duke mendekati Chris yang
berusaha keras berdiri. "Kau tidak pantas untuknya!"
Duke of Vinchard benar-benar murka! Sarita sadar Duke dapat membunuh Chris
saat ini juga. "Hentikan!" Sarita segera menghalangi Duke. "Hentikan, kakek! Jangan kau
sakiti dia!" Tinju Duke langsung berhenti. Matanya yang murka membelalak lebar.
"Kumohon jangan kau sakiti Chris."
"K-kau"," desis Duke geram.
Sarita menatap Duke tanpa gentar.
"Terserah padamu!" Duke Ephraim membalikkan badan.
Tiba-tiba Sarita sadar ia telah menyakiti hati Duke. Duke telah datang untuk
menolongnya namun ia memilih untuk melindungi Chris. Hati Sarita teriris
melihat punggung yang kesepian itu.
"Maafkan aku, Kakek," Sarita menghambur memeluk Duke Ephraim, "Maafkan
aku," isaknya. Duke terperanjat. Ia membalikkan badannya pada Sarita yang berlutut di lantai
sambil memeluk tubuhnya. "Maafkan aku, kakek. Aku tidak berniat menyakitimu. Aku" aku hanya?"
Untuk pertama kalinya Duke of Vinchard tersenyum pada Sarita. "Anak bodoh,"
katanya lembut, "Aku tidak pernah menyalahkanmu. Bagaimana aku bisa
menyalahkanmu kalau aku begitu mencintaimu?"
Sarita tidak dapat membendung air mata terharunya.
"Berdirilah," Duke membantu Sarita berdiri.
Sarita langsung memeluk Duke erat-erat. Ia merasa ia telah menemukan
rumahnya. Untuk pertama kalinya semenjak kepergian ayahnya, Sarita merasa
ia benar-benar pulang pada pelukan keluarganya.
Duke Ephraim tersenyum lembut dan memeluk Sarita erat-erat. Entah sudah
berapa lama ia tidak merasakan pelukan hangat ini. Rasanya sudah berpuluhpuluh tahun ia tidak memeluk gadis kecilnya.
Duke bersyukur telah mendengar nasehat Zielle, sang pengasuh putri
kesayangannya. Pagi itu setelah ia mengusir Sarita, Zielle menemuinya. Tanpa rasa gentar, Zielle
melabraknya. "Apa yang telah Anda lakukan, Yang Mulia!?" bentak Zielle dengan suara
tingginya, "Apakah Anda sadar Anda telah mengusir satu-satunya keluarga
Anda" Anda telah mengusir Tuan Puteri Sharon sekarang Anda mengusir Tuan
Puteri Sarita. Apakah Anda ingin selamanya hidup seorang diri sampai mati!?"
"DIAM!" Duke Ephraim tidak pernah suka dibantah orang lain apalagi oleh
seorang pelayan. "Saya tidak akan berdiam diri!" Zielle bersikeras pada pendiriannya, "Saya telah
berdiam diri ketika Anda mengusir Tuan Puteri Sharon. Saya selalu menyesali
tindakan saya. Sekarang saya tidak ingin menyesal untuk kedua kalinya. Saya
tidak akan berdiam diri melihat Anda mengusir Tuan Puteri Sarita."
"Diam, Zielle. Aku tidak butuh komentarmu! Aku tahu apa yang kulakukan."
"Zielle, sebaiknya engkau tidak membuka mulut," Brudce menasehati.
"Anda pasti akan menyesali hari ini sama seperti Anda selalu menyesali hari
Anda mengusir Tuan Puteri!" Zielle mengutuk.
"Tidak akan!" Duke membantah keras kepala, "Gadis miskin itu pasti datang
untuk meminta warisan."
"Anda salah! Tuan Puteri Sarita tidak pernah tahu ia adalah cucu Anda."
"OMONG KOSONG!"
"Tuan Puteri Sarita tidak pernah tahu ibunya. Tuan Puteri Sharon meninggal
ketika melahirkannya."
Mata Duke of Vinchard langsung melebar. Kata-katanya hilang dalam guncangan
jiwanya. "Ia tidak pernah melihat Tuan Puteri Sharon. Ia tidak pernah tahu tentang Tuan
Puteri Sharon!" Zielle menekankan. Kemudian ia memanfaatkan kediaman Duke
Ephraim untuk menceritakan semua yang ia ketahui dari Sarita sendiri. "Di usia
enam tahun, Tuan Puteri Sarita telah hidup sebatang kara. Sebelum meninggal,
Tuan Ithnan telah menghubungi almarhum Duke of Cookelt untuk merawat
putrinya. Semenjak itu Tuan Puteri Sarita tinggal bersama almarhum Duke
Norbert hingga kematian Duke Norbert. Sekarang Duke Norbert telah tiada.
Duchess Belle juga mengusirnya dari Sternberg. Ia tidak mempunyai tempat
tinggal. Ia sudah tidak mempunyai keluarga selain Anda. Apakah Anda tega
melihatnya hidup sebatang kara di dunia yang kejam ini" Apakah Anda tega
membiarkannya menggelandang tanpa tempat perlindungan yang aman?"
"Semua itu benar, Yang Mulia," Brudce akhirnya memutuskan untuk membuka
mulut. "Tuan Puteri Sarita akan terlantar bila Anda, satu-satunya keluarga yang
ia miliki, mengusirnya."
"Bila Anda tidak mengakuinya, siapa yang akan memberinya tempat
berlindung?" tanya Zielle, "Ia pasti mati di luar sana seperti Tuan Puteri Sharon."
Perkataan itu tepat mengenai titik lemah hati keras Duke Vinchard. "Sudah
terlambat," katanya dengan suara bergetar, "Ia sudah pergi" Aku sudah
mengusirnya." "Tidak, Yang Mulia. Sekarang masih belum terlambat, Yang Mulia," Brudce
memberitakan kabar yang melegakan Duke, "Pangeran Halbert menjemput Tuan
Puteri Sarita. Saya yakin Pangeran akan membawa Tuan Puteri pulang ke
Ririvia." Duke tidak membuang waktu untuk menjemput kembali satu-satunya cucu yang
ia miliki. Di saat pertama melihat Sarita, Duke Ephraim merasa melihat putri
kesayangannya. Ketika melihat Sarita baik-baik, ia tidak meragukan Sarita
adalah putri Sharon. "Maafkan aku pula, Sarita," bisik Duke, "Aku telah membuatmu hidup
menderita." Dalam tiga hari belakangan ini ia selalu mencari kesempatan untuk
mengatakannya namun ia tidak cukup berani. Ia takut ia akan berakhir dengan
mengusir Sarita. Ia takut membuat Sarita menangis lagi. "Aku mencintaimu,
cucuku," Duke lega dapat mengutarakan perasaan yang mengganjal di dadanya
selama hari-hari belakangan ini.
"Aku juga mencintaimu, Kakek."
Suara lembut Sarita membawa sebuah kehangatan dalam diri Duke of Vinchard.
Kekeraskepalaan, amarah, dan harga diri yang tahun-tahun belakangan ini
mengekangnya luluh oleh suara lembut yang hangat itu. Ia benar-benar
bersyukur telah menjemput Sarita pulang.
Chris melihat dua orang yang berpelukan erat itu. Ia tidak membuang
kesempatan itu untuk kabur.
"Ke mana kau akan pergi, anak muda?" suara tegas Duke langsung
menghentikan langkah kaki Chris. "Apa kaupikir aku akan melepaskanmu
setelah semua yang kaulakukan pada Sarita?"
"Kakek"," Sarita mencengkeram lengan Duke. Ia cemas melihat wajah Duke
kembali mengeras. Duke menepuk tangan Sarita dan mendekati Chris.
"Sarita adalah walimu dan sebagai kakek Sarita, aku juga mempunyai kewajiban
untuk mendidikmu sebagai seorang Duke yang baik." Mata tajam Duke melahap
Chris bulat-bulat hingga pemuda itu ketakutan. "Mulai detik ini kau tidak akan
meninggalkan Quadville tanpa seijinku!"
"K-kau tidak bisa melarangku!" Chris bergetar mulai dari kepala hingga kakinya.
"Kau tidak berhak mengaturku."
"Siapa yang mengatakannya?" tanya Duke, "Selama walimu mengijinkan, kau
tidak akan ke mana-mana." Duke melihat Sarita.
Sarita sadar Duke memutuskan untuk menahan Chris di Quadville bukan tanpa
alasan. Maka ia pun berkata, "Aku percaya pada Anda, Kakek."
Chris hanya membelalak melihat Sarita kemudian pada Duke of Vinchard yang
tampak begitu puas pada keputusan wali Duke of Cookelt itu.
Chapter 17 "Chris berada di Quadville!?" suara Halbert melengking tinggi. "Mengapa itu bisa
terjadi" Mengapa Duke Vinchard membiarkannya di sana!?" ia langsung
meletakkan peralatan makannya dan menyerbu keluar.
"Mau ke mana kau!?" Ratu Kathleen berseru. "Kau tidak akan ke mana-mana
hari ini!" Namun Halbert sudah menghilang dari pandangan.
"Anak itu," geram Ratu, "Aku akan mengurungnya. Lihat saja!"
"Sudahlah, Kathleen," Raja Marshall berusaha meredakan amarah istrinya, "Kau
tidak perlu mengkhawatirkan Halbert. Ia tidak akan."
"Apa yang kautahu!?" bentak Ratu, "Apa kaupikir ia akan melepaskan tangannya
dari Sarita!" Aku akan mencincangnya kalau ia sampai berani mendekati Sarita.
Lihat saja. Aku pasti akan membunuhnya!"
Raja Marshall mendesah panjang. Istrinya lepas kendali bila menyangkut Sarita.
"Apa yang kau keluhkan!?" Ratu langsung memeloti Raja, "Apa kau tidak bisa
melakukan sesuatu selain mengeluh!?"
Raja tidak tahu apa yang bisa ia lakukan. Saat ini ia hanya tahu ia tidak bisa
melakukan apa pun untuk menghentikan putranya mendekati Sarita.
Ketika Halbert pulang bersama Sarita, ia melihat seorang pemuda yang ingin
membantu seorang gadis muda yang kesepian. Sekarang ia melihat seorang
pemuda yang tergila-gila pada Sarita.
Tidak diragukan Sarita adalah putri Sharon Elwood, gadis yang telah
mematahkan hati banyak pria dan menggemparkan Helsnivia.
-----0----- "Apa hanya itu yang kau miliki, anak muda!?" bentak Duke Ephraim.
"Sial," geram Chris.
Duke tertawa melihat Chris kelelahan. "Kau masih terlalu muda seratus tahun
untuk dapat mengalahkanku."
Chris marah dibuatnya. "Aku tidak akan kalah dari orang tua sepertimu!" ia
menerjang. Lagi-lagi dengan mudahnya Duke menghindari serangan Chris.
"Benar-benar tidak kusangka," komentar Gunter.
Sarita tersenyum. Ia pun tidak menyangka kedua orang itu akan dengan cepat
menjadi akrab seperti ini. Kemarin siang Duke Ephraim tidak melewatkan
sedetik pun untuk menceramahi Chris. Chris yang dimanja oleh almarhum Duke
Norbert tidak terima perlakuan itu. Ia terus memberontak namun Duke Ephraim
bukanlah lawannya. Duke Ephraim masih menceramahi Chris ketika Sarita
memutuskan untuk tidur. Sarita menduga Chris telah memanfaatkan malam yang sepi untuk kabur.
Karena itu pagi ini Sarita benar-benar terkejut melihat kemunculan Chris di
Ruang Makan. Chris ingin melangsungkan serangannya kepada Sarita namun mata tajam Duke
Ephraim terus mengawasinya sehingga ia tidak mempunyai kesempatan untuk
mengusik Sarita. Di bawah mata awas Duke, Chris mengerjakan apa yang sudah menjadi
tugasnya sebagai Duke of Cookelt. Di bawah pengawasan Duke Ephraim pula
Chris belajar tata karma yang sesuai untuk seorang Duke. Dan di bawah
kekerasan watak Duke, Chris terperangkap dalam pelajaran yang lebih ketat
Kisah Cinta Karya Sherls Astrella di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dari yang pernah ia terima di Trottanilla.
Sarita sempat heran melihat Chris yang tiba-tiba berubah menjadi penurut.
Sarita tahu bukan kekerasan kakeknya yang membuat Chris tidak bisa
memberontak. Sesuatu dalam diri kakeknya, yang tidak pernah dilihatnya dari
almarhum Duke Norbert maupun guru-guru privatnyalah yang membuatnya
bertahan dalam pelajaran yang ketat ini.
Sarita baru menyadari apa yang membuat Chris tertarik pada Duke ketika
mereka mulai bermain pedang. Duke Ephraim memang orang yang keras. Ia
tidak suka melihat anak muda yang lembek namun ia juga mencintai anak
muda. Melihat Chris yang sudah bosan oleh pekerjaan yang tidak biasa ia
lakukan, Duke Ephraim memutuskan untuk melatih permainan pedang Chris.
Saat itulah Sarita melihat sinar ceria di mata Chris. Sudah lama ia tidak melihat
sinar ceria itu di mata Chris. Hanya ketika Chris masih kecil ia sering tertawa
gembira seperti ini. Chris menemukan kasih sayang yang tidak ia dapatkan dari
orang tuanya dalam diri Duke of Vinchard, kakeknya. Almarhum Duke Norbert
sibuk bermain wanita. Duchess Belle tidak suka menghabiskan waktu di dalam
rumah. Dorothy disibukkan oleh jadwal kencannya yang padat. Dan ia"
Ia mencintai Sarita seperti adiknya sendiri namun Duchess Belle telah
mempengaruhi Chris sehingga Chris tidak menerima kehadirannya. Setiap guru
privat yang diundang keluarga Riddick hanya tahu mereka akan mendapat
bayaran bila mereka datang tiap hari.
Walaupun Duke bersikap keras kepadanya, Chris dapat melihat kepedulian dan
kasih sayang Duke padanya. Tidak. Dalam sikap kerasnya itulah Duke
mewujudkan kasih sayangnya. Karena Duke peduli pada Chris, ia tidak ingin
Chris menjadi pemuda berandalan. Karena Duke mencintainya, Duke
menggunakan waktu sebaik-baiknya untuk mendidik Chris menjadi seorang
Duke of Cookelt yang baik.
"Kakek menyukai Chris. Chris juga menyukai kakek." Sarita merasakan
kehangatan tumbuh dalam dirinya melihat dua orang kesayangannya itu.
Seorang pelayan langsung menuang teh ke dalam gelas kosong Sarita. Dari
teras, dapat melihat Chris yang bergumul dengan ketangguhan Duke Ephraim.
Ketika mendengar mereka akan bermain pedang, Sarita memutuskan untuk
menonton. Zielle langsung menanggapi keinginannya dengan mempersiapkan meja kursi
dan makanan ringan beserta teh dan para pelayan yang selalu siap sedia.
Gunter menatap gadis itu. "Sekarang kau percaya padaku, bukan?" ia
tersenyum penuh arti, "Duke mencintaimu."
Sarita mengangguk. Sejak kemarin hingga hari ini Duke tidak henti-hentinya
bertanya apakah ia memerlukan sesuatu, apakah ada yang ia inginkan. Duke
Ephraim berencana mengajaknya berjalan-jalan siang ini namun Chris tidak bisa
ia tinggalkan. Sarita memaklumi keputusan Duke. Ia tidak menuntut apapun. Ia
telah mendapatkan lebih dari yang ia inginkan dari sebuah keluarga.
"Apakah engkau mempunyai keperluan dengan kakek?" Sarita ingat ia belum
menanyakan tujuan kedatangan Gunter sejak pria itu tiba beberapa saat lalu.
"Tidak ada," jawab Gunter, "Aku datang karena mencemaskanmu."
"Mencemaskanku?" Sarita bertanya-tanya.
Gunter tersenyum misterius. "Rupanya tidak hanya aku yang mencemaskanmu."
Sarita semakin kebingungan dibuatnya.
"Aku pulang dulu," Gunter berdiri, "Sampaikan salamku pada Duke dan adik
angkatmu." Saat matanya mengikuti kepergian Gunter itulah Sarita melihat Halbert
mendekat dengan wajah panik.
"Sela," Sarita kehilangan kata-katanya ketika Halbert menariknya tiba-tiba dan
memeluknya erat-erat. "Untunglah," katanya lega.
"P-Pangeran"," Sarita menyadari para pelayannya melihatnya dengan penuh
ingin tahu. "Apa yang Anda lakukan?"
"Apakah kau baik-baik saja" Apa Chris melukaimu" Apa Chris bertidak kurang
ajar padamu lagi?" Halbert memberondongnya dengan pertanyaan-pertanyaan
mendesak. Akhirnya Sarita sadar arti senyuman Gunter. "Tidak ada yang perlu Anda
khawatirkan, Pangeran," Sarita menenangkan pemuda itu, "Kakek
menghentikan Chris sebelum ia sempat bertindak kurang ajar pada saya. Kakek
telah memastikan Chris tidak akan mengganggu saya lagi. Lihatlah mereka."
Halbert mengikuti pandangan Sarita. Ia tidak dapat menanggapi melihat Duke
lawan main Duke Ephraim. "Kakek memutuskan untuk menahan Chris di sini."
"Apa katamu!?" Halbert terpekik panik.
"Tidak ada yang perlu Anda khawatirkan. Kakek tidak akan membiarkan Chris
mengganggu saya," Sarita meyakinkan pemuda itu, "Kakek hanya ingin
mendidik Chris menjadi seorang Duke yang baik. Ia tidak ingin Chris menjadi
pemuda yang tidak berguna."
Halbert melihat Sarita kemudian pada Duke dan Chris yang tidak menyadari
kedatangannya. "Bersediakah Anda bergabung bersama saya, Pangeran?" Sarita bertanya sopan.
Halbert melihat kursi kosong di sisi Sarita dan langsung duduk.
Pelayan langsung mempersiapkan cangkir kosong untuk Halbert dan pelayan
yang lain menuangkan teh untuknya.
"Kulihat engkau sudah berubah." Halbert melihat wajah gadis itu yang berseriseri.
Sarita tersenyum. "Saya sudah menjadi pengangguran kelas atas," Sarita
mengakui. "Tidak ada yang bisa saya lakukan selain menghabiskan waktu untuk
melamun." Sekarang ia sudah menjadi pengangguran kelas atas. Dengan ajaran
ketat Duke Ephraim, semua tugasnya beralih pada Chris. Sarita tentu saja tidak
menyukainya namun ia tahu cepat atau lambat Chris harus mengerjakan sendiri
pekerjaan ini. Zielle adalah orang yang paling bersuka cita oleh keputusan Duke. Pekerjaan itu
adalah pekerjaan pria, katanya.
Belum sehari Sarita melewati saat-saat yang selalu diimpikan banyak orang
namun ia sudah bosan. Ia tidak terbiasa duduk manis melewati waktu luang
dengan para pelayan yang selalu siap melayaninya.
"Mengapa engkau tidak memberitahuku?"
Sarita terperanjat. Memberitahu apa"
"Aku bisa mengajakmu berjalan-jalan."
Sarita tersedak. "Tuan Puteri," para pelayan langsung mendekatinya dengan cemas.
"Kau baik-baik saja?" Halbert langsung berlutut di depannya dengan panik.
"Tidak. Aku baik-baik saja," Sarita berusaha meredakan batuknya.
Halbert mengambil cangkir Sarita dan menyodorkannya ke mulut Sarita.
"Minumlah" perintahnya.
"Terima kasih," Sarita menerimanya.
Sesaat kemudian kepanikan itu mereda. Halbert duduk kembali di kursinya
dengan wajah cemberut dan para pelayan kembali ke posisi mereka masingmasing.
"Apakah pergi denganku demikian menyebalkan?" tanya Halbert.
"T-tidak," jawab Sarita. Tentu saja itu adalah sesuatu yang sangat
menyenangkan. Sarita dapat membayangkan Halbert tidak akan membuatnya
bosan. Halbert pasti tahu bagaimana menyenangkan hatinya karena"
"Karena ia sangat berpengalaman dengan wanita," Sarita mengakui dengan
sedih. Sarita meletakkan cangkirnya dengan sedih. Ia dapat terus mengingkari
perasaannya namun ada kenyataan yang tidak dapat dipungkiri. Kenyataan
bahwa Halbert sangat berpengalaman dalam menggaet wanita dan
mempermainkan wanita. Sarita tidak dapat membohonginya. Halbert tahu gadis ini selalu seperti ini.
Sarita tidak akan pernah memberinya kesempatan karena ia tidak tertarik
padanya. "Tolong siapkan jatah untuk mereka," Sarita berkata pada pelayan yang berbaris
di belakangnya. "Baik, Tuan Puteri."
Halbert melihat baik Duke Ephraim maupun Chris sudah kelelahan. "Tampaknya
mereka sudah akrab."
"Saya juga tidak menyangka mereka bisa cocok ," Sarita mengakui. "Norbert
juga pasti tidak menyangka kakek bisa menerima putranya. Tampaknya kakek
sudah memaafkan Norbert dan Papa."
"Norbert dan Papa?" kali ini Halbert mendengarnya dengan jelas.
"Norbert adalah orang yang mengenalkan Papa pada Mama," Sarita
memberitahu, "Karena itu kakek juga menyalahkan Norbert."
"Tunggu dulu, Sarita," Halbert menghentikan gadis itu untuk menjernihkan
ganjalan di hatinya, "Apa maksudmu dengan Norbert dan Papa" Bukankah
Norbert adalah ayahmu?"
"Benar, Norbert adalah ayah saya," Sarita membuat Halbert semakin bingung,
"Ia adalah ayah angkat saya."
"Ayah angkat?" Halbert mengulangi.
"Benar," Sarita membenarkan, "Semenjak Papa meninggal, Norbert menjadi
ayah angkat saya." "Kau" bukan putri Duke of Cookelt?" Halbert mengulangi lagi.
"Ya," jawab Sarita singkat.
"Mengapa kau tidak pernah memberitahuku?" Halbert menuntut.
"Anda tidak pernah bertanya pada saya."
Tiba-tiba saja Halbert merasa ia sungguh tidak berguna. Berminggu-minggu
lamanya ia pusing memikirkan status Sarita. Berhari-hari lamanya ia tersiksa
oleh status Sarita. Dan gadis ini mendiam keadaan ini! Sepertinya Sarita sengaja
melihatnya tersiksa. Inikah cara Sarita menolaknya"
Halbert benar-benar tidak tahu ia harus bereaksi apa. Tertawa" Marah" Senang"
Sedih" "Sejak awal saya tidak pernah menyebut saya adalah bagian dari keluarga
Riddick," Sarita mengingatkan.
Ya, Halbert ingat gadis itu berkata, "Perkenalkan nama saya adalah Sarita
Yvonne Lloyd," di saat pertemuan pertama mereka. Tapi, siapa yang tidak
berpikir Sarita adalah putri kandung Duke of Cookelt ketika melihat Duke
menggandeng gadis itu penuh cinta sementara putri kandungnya berada di
tempat yang sama" Siapa yang mau merepotkan diri berpikir mengapa Sarita
tidak menyebut nama keluarga Riddick"
Halbert benar-benar tidak tahu ia harus bagaimana menghadapi gadis ini.
"Sarita!" Chris berlari mendekat.
Halbert langsung berdiri di depan gadis itu.
"Rupanya Anda datang, Pangeran," sapa Duke.
"Duduklah, Kakek," sela Sarita, "Aku sudah meminta pelayan untuk menyiapkan
teh untuk kalian." Duke duduk di depan Sarita dan Chris di sisinya.
Halbert menarik kursinya mendekati Sarita dan memutuskan untuk tidak
melepaskan Chris dari matanya.
"Maaf saya tidak menyadari kedatangan Anda," kata Duke Ephraim dan ia
bertanya, "Kapan Anda datang"
"Aku baru saja datang," jawab Halbert, "Aku lihat kalian begitu larut dalam
permainan kalian sehingga aku memutuskan untuk menonton."
Duke Ephraim tertawa. "Saya lihat Anda hanya ingin menemani Sarita."
Sarita dibuat kikuk oleh reaksi Duke.
"Sarita, kakek berkata besok kita akan berjalan-jalan ke Travlienne," Chris
memberitahu dengan penuh semangat.
"Benarkah itu?"
"Tentu saja," Duke membenarkan, "Aku tidak akan menarik janjiku selama Chris
tidak membantahku seperti pagi ini."
"Kau dengar itu, Chris?"
Halbert tidak menyukai perhatian Sarita pada Chris.
Duke berpaling pada Halbert, "Anda bisa ikut bila Anda berkenan, Yang Mulia."
"Dengan senang hati," Halbert langsung menanggapi. Bagaimana mungkin ia
membiarkan Sarita pergi bersama Chris" Bermimpi pun Halbert tidak akan
mengijinkan! "Sarita, Sarita," Chris menarik perhatian Sarita, "Kakek berkata minggu depan ia
akan mengadakan pesta untuk memperkenalkanmu pada kalangan bangsawan."
"Pesta?" Sarita melihat kakeknya.
"Aku akan memperkenalkanmu pada semua orang," Duke menegaskan dengan
gembira. Sarita membelalak. "Ka" kakek," ia ragu-ragu, "Bisakah Kakek memikirkannya
ulang?" "Apa yang perlu dipikirkan?" tanya Duke, "Aku akan mengundang para
bangsawan juga sahabat-sahabatku. Aku juga perlu memesan baju pesta
untukmu. Menu makanan juga harus segera disiapkan."
"Kakek," Sarita memotong sebelum Duke larut lebih jauh lagi, "Aku tidak
menginginkan pesta itu."
"Tidak menginginkan?" Duke terkejut, "Apa maksudmu!?" suaranya meninggi.
Sarita tidak dapat mendapatkan jawaban yang tepat. Apa pun jawabannya,
Duke yang tidak suka dibantah ini tidak akan menyukainya. "Aku tidak
memerlukan pesta apapun," Sarita menemukan jawaban yang cukup
meyakinkan, "Kakek sudah cukup."
"Sudah kukatakan," Chris turun suara, "Sarita tidak akan mau. Papa juga tidak
dapat menemukan cara untuk tidak dapat membuat Sarita muncul dalam satu
pesta pun selain." "Pesta Earl of Striktar," sahut Halbert sambil menatap Sarita lekat-lekat.
"Pantas saja," gumam Duke, "Aku tidak pernah mendengar keberadaanmu di
Trottanilla." Halbert juga yakin bila Sarita sering muncul dalam kalangan bangsawan, Duke
of Vinchard akan dengan cepat menemukan cucunya.
Sarita menghindari sepasang mata Halbert yang membakar wajahnya itu.
"Sarita tidak tertarik pada pertemuan-pertemuan seperti itu," Chris
memberitakan apa yang ia ketahui. "Ia lebih suka mengurung diri di rumah
membantu Papa." Ini adalah nilai pertama lain yang Halbert temui dari Sarita.
"Aku tidak dapat menerima alasanmu itu," Duke memutuskan, "Pesta akan tetap
berlangsung dengan kehadiranmu."
"Apakah Anda mengijinkan saya menjadi pasangan dansa Anda, Lady Sarita?"
Sarita terkejut mendengar pertanyaan sopan Chris. Belum sehari Duke mendidik
Chris namun pemuda itu sudah menjadi sosok yang tidak ia kenali.
"Tentu saja tidak!" Duke Ephraim menjawab untuk Sarita, "Kau tidak pantas
untuk Sarita." Halbert tersenyum puas mendengarnya.
"Dalam pesta itu pasti ada banyak pemuda yang lebih cocok untuk Sarita
daripada kau, anak muda."
"Apa katamu, Kakek bangka!?" Chris berdiri dengan kesal.
"Begitukah caramu berbicara pada orang tua!?" Duke langsung naik pitam.
Sarita tertawa geli. Rupanya Chris hanya ingin mendapatkan persetujuan dari
Duke. Mereka melihat Sarita dengan heran.
"M-ma-maaf," Sarita berusaha keras meredakan tawanya, "Maaf. Aku tidak
berniat buruk." Dan ia menatap lembut pada Chris. "Aku tidak sabar menanti
pengakuan kakek padamu, Chris. Norbert juga pasti ingin segera melihatmu
menjadi Duke yang gagah."
Halbert sama sekali tidak menyukainya! Ia tidak senang Sarita bersikap begitu
lembut pada Chris. Ia tidak suka Sarita menaruh harapan pada Chris! Ia tidak
merestui! Halbert sudah tidak peduli lagi. Sebelum ia memastikan tidak ada pria yang
mendekati Sarita, ia harus menjauhkan Chris dari Sarita. Maka dari itu,
keesokan harinya, tanpa mempedulikan protes ibunya, Halbert melesat ke
Quadville sesuai jadwal perjanjian mereka.
"Anda benar-benar tepat waktu," komentar Sarita menyambut kedatangan sang
Pangeran yang sudah memutuskan akan menjadi pengawal pribadi Sarita.
"Duduklah. Saya yakin sebentar lagi Chris akan siap. Ia ketiduran pagi ini. Ia
sangat menantikan perjalanan hari ini sehingga semalam ia tidak tidur. Kakek
sudah memperingatinya untuk tidur awal namun rupanya Chris terlalu gembira
untuk memejamkan mata."
Chris lagi! Chris lagi! Halbert memastikan dalam waktu singkat Sarita akan
berhenti menyebut nama pemuda ingusan itu.
Halbert memperhatikan Sarita. Tak peduli pakaian apa yang dikenakannya,
gadis ini selalu tampak memukau. Sarita tidak perlu dandanan yang mencolok
untuk mendapatkan perhatiannya. Sarita tidak perlu pakaian mewah untuk
membuatnya bersinar. Dalam hatinya Sarita adalah gadis yang paling memukau
dan bersinar. Semakin Halbert memperhatikan Sarita, semakin ia sadar ia tidak
akan menemukan Sarita kedua.
"Kau benar-benar tidak berguna, anak muda," gerutu Duke terdengar mendekat,
"Aku tidak tahu bagaimana Norbert mendidikmu."
Kisah Cinta Karya Sherls Astrella di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Norbert mengajariku menggaet wanita," jawab Chris bangga.
"Memalukan!" sahut Duke. "Benar-benar memalukan! Generasi saat ini benarbenar mencoreng muka terhormat para bangsawan. Di mana harga diri dan
kebanggaan para bangsawan saat ini!" Tiap bangsawan hanya tahu berfoya-foya
dan bermain wanita. Benar-benar memalukan!"
Teguran Duke itu tepat mengenai Halbert.
"Sudahlah, kakek," Sarita berusaha meredakan emosi Duke, "Kita berada di sini
bukan untuk mendengar ceramah kakek. Kita akan pergi bersenang-senang."
Sarita menggandeng tangan Duke.
"Dengar, Sarita, jangan terperangkap oleh jerat para pemuda jaman sekarang,"
Duke memperingati Sarita dengan serius, "Carilah pemuda terhormat yang
setia." "Aku akan mencari pemuda seperti kakek," Sarita tersenyum sambil
menggandeng Duke menuju kereta.
Duke tertawa. "Aku khawatir kau akan menemukan pria tua."
Halbert terpaku melihat kepergian mereka. Ia tahu mendapatkan Sarita tidak
semudah menggaet wanita-wanita lain. Namun baru saat ini ia sadar
mendapatkan cinta Sarita bukanlah satu-satunya kesulitan yang harus ia hadapi.
Chapter 18 Sarita memperhatikan keramaian di halaman Kastil Quadville dengan putus asa.
Meja-meja tertata rapi di sepanjang ruang kosong. Para wanita dan pria
bergerombol di antara meja-meja. Mereka bercanda riang sambil membawa
gelas berisi anggur. Para pelayan berjalan mondar-mandir melayani para tamu
yang diundang khusus untuk hari special ini.
Haruskah ia melakukan ini" Tidak bisakah ia menghindarinya" Tidak bisakah ia
muncul secara normal"
Mata Sarita beralih pada Duke of Vinchard yang dengan bangga memberikan
sambutan. Sarita sadar ia tidak bisa mengubah apapun. Sejak awal ia sudah tidak
mempunyai kesempatan untuk membatalkan pesta ini.
Pesta ini memang baru berlangsung hari ini namun kesibukan Quadville sudah
dimulai semenjak Duke membuat keputusan.
"Akhirnya saat ini tiba," Zielle dengan gembira mengumumkan.
Sarita melihat wanita tua itu. Ialah orang yang paling bersemangat memilihkan
gaun pesta untuknya. Ia pula yang paling antusias menanti saat ini.
Sarita kembali mengarahkan perhatiannya pada halaman Kastil Quadville. Sekali
lagi ia bertanya, haruskah ia muncul di bawah mata semua orang itu"
"Inilah dia cucu tercintaku, Lady Sarita Yvonne Lloyd."
Seketika semua mata melihat ke serambi yang semester lebih tinggi dari
halaman Quadville. Sarita pun tahu ia tidak bisa.
"Cepatlah, Tuan Puteri. Duke telah memanggil Anda," Zielle membimbingnya
keluar dari balik tirai yang membatasi serambi menuju halaman dengan ruangan
tempat ia harus bersembunyi hingga Duke Vinchard memanggilnya.
Sarita melangkahkan kaki ke serambi. Matanya menatap para tamu dan kakinya
melangkah mantap ke arah Duke yang menatapnya dengan bangga.
Sarita bertanya-tanya apa yang ia cari dari para tamu kakeknya ini. Matanya
memandang mereka tetapi ia tidak melihat mereka. Apakah ia ingin membaca
bibir yang tengah berbisik-bisik itu" Apakah ia ingin mencari siapa yang paling
tertarik melihatnya"
Setiap pasang mata memperhatikannya lekat-lekat seolah-olah ingin menanti ia
membuat kesalahan yang memalukan.
Sayangnya Sarita akan mengecewakan para tamunya. Selama seminggu penuh
Zielle melatihnya berjalan anggun menuruni tangga serambi. Selama seminggu
Zielle memastikan ia berjalan tanpa cacat. Sarita telah menghafal setiap
langkahnya sehingga Sarita yakin walaupun dengan menutup matapun ia bisa
dengan selamat sampai di sisi Duke Vinchard.
Mulut para wanita berbisik-bisik seolah-olah ingin mencari kecacatan dalam
penampilannya hari ini. Sayangnya pula, Sarita akan mengecewakan mereka. Zielle telah memastikan ia
menjadi bintang hari ini. Dalam seminggu penuh ini Zielle telah mencoba
berbagai macam dandanan dan gaun. Sekarang ia sudah dari telapak kaki
hingga ujung rambut tampil sempurna seperti dalam kamus Zielle. Rambutnya
yang pucat telah ditata sedemikian rupa sehingga warnanya yang pucat
menonjolkan perhiasan yang menghiasi kepalanya. Kulitnya yang pucat
disembunyikan oleh gaun biru terang yang senada dengan matanya. Setiap
lipatan gaun yang dipilih Zielle selama seminggu ini menonjolkan setiap lekukan
tubuhnya. Inilah sebabnya ia tidak pernah ingin datang ke sebuah pesta apa pun. Sarita
tidak suka cara mereka menatapnya. Ia tidak suka mendengar bisik-bisik
Dewi Bunga Asmara 3 Kisah Dewi Kwan Im Karya Siao Shen Sien Sekolah Jerit 1