Pencarian

Perjanjian Hati 2

Perjanjian Hati Karya Santhy Agatha Bagian 2


Kevin. Lelaki itu mengangkat alisnya, "Acara" Malam minggu"
Dengan laki-laki?" Nessa merasa tersinggung, sebenarnya lebih mudah
kalau dia langsung menjelaskan kalau dia pergi dengan teman
perempuannya. Tetapi nada arogan di suara Kevin membuat
harga dirinya tergelitik. Lelaki itu tidak berhak mengatur-atur
dengan siapa dan kapan dia akan menghabiskan waktunya.
"Apa bedanya kalau dengan laki-laki atau perempuan?"
"Tidak boleh kalau dengan laki-laki." suara Kevin datar,
tapi mengancam. Hal itu malah membuat Nessa semakin
tersulut kemarahannya. "Aku berhak pergi dengan siapapun yang aku mau. Kau
memang suamiku, tetapi hanya di atas kertas. Kau tidak punya
hak-hak sebagai suami yang semestinya kepadaku, karena
pernikahan kita hanya sebatas perjanjian!"
"Hati-hati dengan perkataanmu Nessa, jangan
mengancamku. Kau akan menyesal kalau aku sampai marah."
Memangnya siapa dia sampai aku harus ketakutan
kepadanya?"" Nessa berseru dalam hati, dilumuri oleh rasa
marahnya. Meskipun tidak dapat disangkal, ada sebersit
ketakutan yang muncul jauh dalam hatinya mendengarkan
ancaman Kevin itu. "Aku tidak peduli kau marah atau tidak. Aku manusia
bebas dan kau tidak berhak melarangku!" Nessa
menghentakkan kakinya dan berjalan melewati Kevin.
72 Santhy Agatha Tetapi lelaki itu dengan cepat meraih siku Nessa dan
mencengkeramnya. "Katakan dulu kau pergi dengan laki-laki atau
perempuan." "Bukan urusanmu."
"Aku berhak tahu, aku suamimu."
"Kau cuma suami sandiwara!" Nessa meronta mencoba
melepaskan cengkeraman Kevin di sikunya, tetapi pegangan itu
begitu eratnya hingga usaha Nessa sia-sia, "Lepaskan aku!"
"Tak akan kulepaskan hingga kau menjelaskan dengan
siapa kau pergi dan apa keperluanmu."
"Aku pergi dengan teman sekantorku, Aya! Dia
perempuan! Puas"!" Nessa menjerit, dipenuhi rasa frustrasi atas
sikap kasar dan arogan Kevin.
Dalam sedetik, lelaki itu melepaskan pegangannya,
membuat Nessa bisa berputar secepat kilat dan melemparkan
telapak tangannya ke pipi Kevin, mendaratkan sebuah
tamparan yang cukup keras di sana.
PLAK! Kevin terdiam. Sejenak suasana hening. Antara Nessa
yang menunggu penuh antisipasi dan Kevin yang seolah
tertegun karena tamparan itu.
Lalu pelan lelaki itu melemparkan pandangan
menusuknya ke arah Nessa.
"Berani-beraninya kau menamparku." desis Kevin
geram, membuat Nessa gemetar tetapi bertahan. Dia tidak
boleh takut pada lelaki ini, Kevin adalah tipe penindas, sekali
Nessa mundur, lelaki itu akan mendesaknya sampai di titik
Nessa akan menyerah dan menuruti semua kemauannya. Nessa
tidak mau berakhir seperti itu. Kevin harus sadar bahwa dia
tidak bisa memperlakukan Nessa sama seperti orang lain.
"Karena kau harus disadarkan." seru Nessa berusaha
setegas mungkin, "Kau tidak punya hak apapun atas diriku.
Pernikahan ini hanya sandiwara, begitu pula dengan hak dan
kewajiban yang menyertainya!"
Perjanjian Hati 73 Kevin menatap Nessa dengan tatapan membunuh, lalu
mensedekapkan tangannya. "Terserah kepadaku mau memperlakukanmu seperti
apa. Selama kau masih tercatat sebagai isteriku, kau harus
mengikuti aturan-aturanku."
"Persetan denganmu!" Nessa membalikkan badan
dengan marah dan segera melangkah pergi meninggalkan Kevin
berdiri di sana. ?"" "Tidak biasanya kau kemari di malam hari, Nessa." Albert
mengerutkan keningnya sambil meletakkan secangkir cokelat
panas pesanan Nessa yang biasa.
Nessa tersenyum sedih, tadi dia bersama Aya
menghabiskan waktu dengan berburu buku dan mencicipi
camilan-camilan di tempat sekitar, tetapi dalam kurun waktu
itu, Nessa sama sekali tidak menikmatinya, pikirannya berat
berkecamuk tentang Kevin. Sampai akhirnya Aya pulang duluan
karena ditunggu ibunya, Nessa masih meragu, merasa sangat
berat untuk pulang dan menemui Kevin. Dia masih marah dan
tersinggung dengan perlakuan Kevin sehingga malas bertemu
dengannya. Pada akhirnya dia menuju ke Garden Cafe ini,
memesan cokelat panasnya yang biasa meskipun bukan di
waktu biasanya. Nessa selalu ke cafe ini sore hari, bukan larut
malam seperi ini, pantas saja Albert merasa aneh dan
menanyakannya. "Aku bertengkar dengan suamiku." akhirnya Nessa
menjawab perkataan Albert.
Albert mengangkat alisnya, dia sudah tahu kalau Nessa
menikah dengan terburu-buru karena ibu Kevin sakit. Tetapi
dia tidak tahu tentang perjanjian rahasia itu, yang diketahuinya
adalah Kevin dan Nessa menikah karena cinta.
"Jadi kau melarikan diri kemari?"
"Aku sangat marah jadi aku merasa harus menjauh
dulu darinya." Albert tersenyum, "Kalau kau sedang bertengkar,
jangan pergi dan melarikan diri. Itu akan membuat masalah
74 Santhy Agatha semakin berlarut-larut. Semakin lama sebuah masalah didalam
pernikahan digantung, dia akan menjadi semakin besar."
Nessa tersenyum lelah kepada Albert, "Jadi kau sudah
menjadi penasehat pernikahan sekarang?" senyumnya.
"Aku lebih senang disebut sebagai penasehat
hubungan." Albert terkekeh. "Pulanglah Nessa, selesaikan dulu
masalahmu dengan suamimu." gumamnya sebelum berbalik
pergi. Nessa menatap cangkir cokelat panas di depannya, lalu
meneguknya pelan. Rasa cokelat rupanya tergantung pada
suasana hati, putusnya dalam hati. Saat ini yang terasa adalah
pahit yang pekat, bukan manis yang kental seperti yang
biasanya dia rasakan kalau dia meminum secangkir cokelat
panas di sore hari. Dia menghabiskan cokelat panas itu, lalu memutuskan
untuk pulang. Malam sudah cukup larut dan Nessa memang
sengaja malam itu ingin pulang larut dan mematikan HPnya.
Biar saja Kevin marah besar kepadanya!
Dengan pelan dia meminta bill dan membayar
pesanannya, lalu berdiri. Pikirannya masih berkecamuk ketika
dia berjalan dan tanpa sengaja dia menyenggol seorang
perempuan. Perempuan itu membawa gelas anggur merah di
tangannya sepertinya dia berjalan dari sudut lain cafe itu, jauh
dari tempat Nessa duduk, dan hendak pergi meninggalkan Cafe,
Nessa membuat gelas anggurnya yang sudah kosong tetapi
masih basah bekas angur menempel di gaun putihnya, dan
menimbulkan noda di sana.
"Oh maafkan saya." Nessa berucap dengan menyesal,
mendongakkan kepala dan menatap perempuan itu.
Perempuan itu sangat cantik, dengan gaun putihnya yang
feminim dan senyumannya yang lembut.
"Tidak apa-apa." suaranya pun tak kalah lembut.
Nessa melirik noda di gaun itu dan menatap perempuan
itu dengan tatapan bersalah, "Tapi... Noda di baju anda.."
Perjanjian Hati 75 "Tidak apa-apa. Bisa dibawa ke laundry, jangan
dipikirkan." perempuan itu menganggukkan kepala kepada
Nessa lalu mengucap permisi dan melangkah pergi.
Nessa masih mengamati perempuan yang melangkah
semakin menjauh lalu meletakkan gelas anggur kosong itu di di
sebuah meja sebelum melangkah pergi. Apakah perempuan itu
sendirian di cafe dan meminum anggur merah" Dia seperti
perempuan yang sedang patah hati ada bekas air mata di
matanya... Tetapi dia begitu cantik, mungkinkah perempuan
secantik itu mengalami patah hati"
Lalu Nessa tersadar bahwa dia sudah melamun lama,
malam beranjak makin pekat, Nessa memutuskan bahwa sudah
waktunya dia pulang... dan menghadapi Kevin.
?"" Ketika Nessa sampai ke rumah, dia meliriknya jam tangannya,
sudah jam sepuluh malam. Dengan hati-hati Nessa memasuki
pintu rumah itu. Tidak biasanya suasana ruang tamu gelap, dan
sepi. Begitupun ruang keluarga. Biasanya sampai malam pun,
sudah terang benderang. Apakah semua orang sudah tidur"
Nessa melangkah memasuki kamarnya dan Kevin, kamar
itu kosong, tidak ada tanda-tanda orang di sana. Dengan ragu
dia meletakkan tasnya, kemudian meraih hp yang dia matikan.
Sambil menghela napas panjang Nessa duduk di ranjang,
perasaannya terasa tidak enak, dinyalakannya HP itu.
Layar putih itu tampak berkedip-kedip kemudian
memunculkan pemberitahuan. Bahwa dia telah dihubungi
hampir tiga puluh kali nomor Kevin dan mendapat dua puluh
pesan sms selama hpnya tidak aktif.
Sambil mengernyitkan keningnya Nessa membuka pesan
itu, dasar lelaki maniak, gerutunya memikirkan sempatsempatnya lelaki itu
mengganggu acaranya dengan
mengirimnya pesan dan memiscallnya berkali-kali.
Tetapi kemudian kernyitannya berubah menjadi panik
ketika menyadari bahwa semua pesan Kevin bertuliskan hal
yang sama. [....Ke rumah sakit. Mama sudah kritis...]
76 Santhy Agatha Nessa langsung meraih kembali tas-nya dan berlari
menuruni tangga. ?"" Langkah-langkah kaki Nessa terdengar jelas di lorong
rumah sakit yang sepi itu. Dia sampai di ruang ICCU dan
menemukan Delina sedang menangis terisak-isak di pelukan
Ervan. "Kak, kemana saja." Ervan langsung berseru ketika
melihat Nessa, "Kami semua mencoba menghubungimu, tetapi
tidak bisa." "Maafkan aku." permintaan maaf Nessa terucap dari
lubuk hatinya. Ah, berapa bodohnya dia! Perbuatan kekanakkanakannya karena marah
kepada Kevin ternyata merepotkan
semua orang. "Bagaimana mama?"
Ervan mengetatkan pelukannya kepada Delina yang
terisak semakin keras dan menggeleng sedih, "Mama sudah
meninggal setengah jam yang lalu."
Dan detik itu, hati Nessa dipenuhi penyesalan yang
mendalam, mencengkeramnya dan mengancam akan
menenggelamkannya ke ujung dunia.
?"" Lama mereka menunggu sampai kemudian Kevin keluar dari
ruangan iccu. Tampaknya Kevin sudah mengurus segalanya
secara kilat, untuk persiapan pemakaman besok dan
memulangkan jenazah mamanya ke rumah sebelum
diistirahatkan. Lelaki itu tampak pucat dan rapuh, seolah dia
akan hancur seketika kalau ada yang memukulnya.
Nessa berdiri di sana dengan berlinangan air mata.
Matanya melirik ke dalam ruang ICCU tempat jenazah mama
Kevin dibaringkan, ditutup dengan kain putih yang pilu.
Suara isak tangis Delina terdengar keras, untunglah
ada Ervan di sisinya. Memeluknya dan menguatkannya.
Nessa melangkah mendekati Kevin, bergumam dengan
hati-hati. Perjanjian Hati 77 "Maafkan aku." dia berbisik parau, di sela air matanya.
Tetapi Kevin hanya menatapnya sedetik dengan
tatapan mata yang tidak bisa dibaca, lalu memalingkan
mukanya dengan cepat. "Kita pulang." gumamnya dengan suara parau, lalu
meninggalkan Nessa dengan langkah panjang-panjang,
membuat Nessa setengah berlari mengejarnya.
?"" "Kak Nessa." Delina mendekati Nessa ketika mobil mereka
memasuki gerbang rumah, dia kelihatan sedih dan pucat. Tentu
saja, siapa yang tidak sedih ketika kehilangan mamanya"
"Iya Delina?" Nessa berusaha selembut mungkin,
mengingat berapa rapuhnya Delina saat ini. Mereka ada di kursi
belakang mobil Ervan yang sedang mengemudi.
Sementara Kevin masih di pemakaman, menyelesaikan
semua urusan sebelum nanti menyusul pulang.
"Kak Kevin, aku harap kakak bisa membantunya."
Nessa mengernyitkan keningnya, membantu Kevin"
Dalam hal apa" Lelaki itu tampak begitu tegar. Bahkan kemarin
ketika dia akhirnya melihat Nessa menyusul kerumah sakit,
lelaki itu hanya mengangkat alisnya, dengan wajah datar
seperti batu. Dan wajah itu yang terus dipakai Kevin sampai
sekarang hingga proses pemakaman usai. Tidak ada air mata,
tidak ada emosi dan ekspresi apapun yang menyiratkan
kepedihan. Wajahnya keras, seperti batu yang kosong.
"Dia memang tampak tegar di luar." Delina bergumam,
seperti bisa membaca pikiran Nessa, "Tetapi dia rapuh kak... Dia
selalu begitu ketika terpuruk, selalu membangun benteng
kokoh di sekelilingnya supaya tidak ada orang lain yang bisa
memasuki dan melihat jiwanya yang rapuh." Delina meringis,
"Mungkin kak Nessa belum tahu, kalau kak Kevin sebenarnya
pernah hancur karena pengkhianatan."
Nessa menoleh dan menatap Delina penuh ingin tahu,
"Pengkhianatan?"
78 Santhy Agatha Delina menganggukkan kepalanya, "Ya... Dulu kak Kevin
punya seorang kekasih, kekasihnya adalah perempuan yang
sangat dicintainya. Namanya Rika. Mereka sudah berpacaran
lama dan sangat cocok. Kakak tampak sangat bahagia waktu itu,
beda dengan yang sekarang, dia banyak tertawa, jahil, suka
bercanda." Delina tersenyum, tampak mengenang. "Lalu kak
Kevin memutuskan untuk memperkenalkannya kepada papa


Perjanjian Hati Karya Santhy Agatha di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kami." Delina mendesah, "Papa kami adalah seorang pebisnis
yang sangat pandai dan arogan, meskipun dia papa yang baik
bagi keluarganya. Di makan malam perkenalan itu, dengan
lantang papa mengajukan penawaran kepada Rika. Jika kak
Kevin menikahi Rika, maka kak Kevin akan kehilangan seluruh
hak warisnya dan diusir dari rumah papa. Tetapi jika Rika mau
meninggalkan kak Kevin, maka dia akan diberikan cek oleh
papa senilai seratus juta rupiah..." Delina menghela napas,
"Tentu saja papa hanya menggertak, beliau tidak mungkin
mengusir kak Kevin dari rumah, beliau sangat sayang kepada
kak Kevin, penawaran itu sebenarnya hanyalah ujian bagi
Rika..." Nessa menatap mata Delina yang sedih, ingin tahu apa
yang terjadi kemudian. Ervan yang sedang menyetir di depan
pun tampak memasang telinga, mendengarkan.
"Sayangnya yang terjadi kemudian tidak kami duga. Rika
menerima cek itu dan akhirnya meninggalkan kak Kevin."
Nessa menelan ludah. Pengkhianatan semacam itu dan
dilakukan di depan keluarganya pula. Pantas saja mengubah
Kevin menjadi orang yang begitu pahit, dia masih ingat
perkataan Kevin siang itu ketika lelaki itu menawarinya
perjanjian sandiwara ini.
"Kau akan terkejut mengetahui berapa banyak yang akan
menyambar umpan itu mentah-mentah."
Begitu ucap Kevin waktu itu, dengan nada pahit yang
sekarang baru disadari Nessa artinya.
"Hal itulah yang membuat kak Kevin menutup hatinya
seperti sekarang ini kak." sambung Delina parau, "Ketika kak
Kevin akhirnya membuka hatinya untuk kak Nessa dan
menikahi kak Nessa, aku sangat bahagia, aku tahu betapa
Perjanjian Hati 79 baiknya kak Nessa, dan betapa kak Nessa bisa membahagiakan
kak Kevin..." Delina mendesah, "Cuma aku sedikit cemas,
setelah mama meninggal, sikap kak Kevin sama persis seperti
dulu ketika dikhianati Rika, dia memasang topeng datar dan
dingin di wajahnya, di hatinya, membuat kita tidak bisa
mendekatinya." Delina menyusut air matanya, "Aku sangat
mencemaskannya kak..."
Nessa memeluk Delina yang terisak-isak ke dalam
rangkulannya. Hatinya terasa hangat karena menerima
pemahaman baru, bahwa Kevin juga pernah merasakan
sakitnya dikhianati, sama seperti dirinya.
?"" "Aku membawakan sup hangat untukmu."
Malam sudah sepi dan semua orang sudah masuk ke
kamar tidurnya. Nessa mengintip ke ruang kerja Kevin, lelaki
itu sepulang pemakaman, langsung menenggelamkan dirinya di
sana dan tidak keluar untuk makan malam.
Kevin mendongak dari berkas-berkas di meja kerjanya
dan mengerutkan kening, "Aku sedang tidak ingin makan
apapun." Nessa meletakkan nampan di meja, bersikeras, "Tetapi
kau harus makan Kevin, aku tidak melihatmu makan apapun
dari pagi. Bahkan sejak pemakaman tadi."
Kevin memasang tampang paling dingin dan
menyatukan telapak tangannya di bawah dagunya, "Kenapa kau
repot-repot memikirkanku eh?" gumamnya sinis.
Lelaki ini menyerangnya demi melindungi dirinya. Nessa
menghela napas, mencoba memahami, dia harus sabar
menghadapi lelaki ini. Kevin sedang sedih meskipun sekarang
dia sedang bersandiwara sebagai seorang bos yang arogan dan
jahat. Lelaki ini menutupi kesedihannya dengan semua itu.
"Karena aku mencemaskanmu."
"Hm... Kejutan. Seorang Nessa mencemaskanku. Apakah
kau cemas aku akan terpuruk dalam kesedihan, sayang?"
dengan gerakan halus, lelaki itu meluncur berdiri dan tiba-tiba
sudah ada di dekat Nessa, menjebaknya ke tembok, "Mungkin
80 Santhy Agatha aku tidak akan terlalu bersedih kalau kau bersedia
menghiburku..." disusurkannya jemarinya dengan lembut di
pipi Nessa. "Aku tidak akan menghiburmu dengan cara tidak
senonoh!" suara Nessa sedikit meninggi, antara takut, marah
dan sedikit gelenyar panas yang mengaliri tubuhnya merasakan
usapan sensual Kevin di pipinya.
Untunglah lelaki itu memutuskan tidak mendesaknya
lebih jauh, Kevin hanya terkekeh, lalu melepaskan Nessa,
meskipun masih berdiri di dekatnya.
"Aku tidak butuh simpati darimu." gumam Kevin sambil
mengacak rambutnya, "Terutama darimu..." tiba-tiba suara lakilaki itu hilang
seakan tertelan. Kevin memalingkan mukanya,
dan melangkah menjauh dari Nessa, "Pergilah!"
"Kevin...." "Pergilah!" suara Kevin berubah menjadi bentakan
keras. Nessa menghela napas panjang, hubungan mereka
memang sudah tidak baik dari awalnya. Sudah terlambat untuk
menunjukkan simpati dan niat baik, sesalnya dalam hati,
dengan pelan, dia melangkah menuju pintu.
"Jangan lupa dimakan supnya."
Hening. Dan Nessa membuka handle pintu hendak keluar. Lalu
isakan itu terdengar. Nessa menoleh dan mendapati Kevin berdiri
membelakanginya, isakan itu terdengar darinya, lelaki itu
menangis. Kali ini benar-benar menangis sepenuh hati,
suaranya penuh kedukaan dan kesakitan, duka yang membuat
bahunya berguncang dengan keras.
Tanpa pikir panjang, didorong oleh hatinya, Nessa
langsung melangkah mendekati Kevin dan merengkuhnya.
Lelaki itu langsung memeluknya dengan erat, dan menangis
dalam pelukannya, beban tubuhnya membuat Nessa terjatuh ke
sofa, dengan Kevin menangis dipelukannya.
Perjanjian Hati 81 Diusapnya bahu Kevin, rambutnya, berusaha meredakan
kesedihannya. Berusaha membantu lelaki itu menumpahkan
apa yang ada di hatinya. Tiba-tiba perasaan lembut
menyelemutinya, perasaan lembut yang sama ketika
mengetahui sisi rapuh lelaki ini, yang tidak pernah
ditampakkannya di depan orang lainnya.
Nessa memeluk Kevin erat-erat, sampai lama kemudian
isakan itu mereda, berubah menjadi napas yang tenang dan
teratur, dan lelaki itu masih meringkuk dengan kepala
tenggelam di bahu Nessa dengan mereka bergelung duduk di
atas sofa. Lalu Kevin mengangkat tubuhnya daan menjauhkan
kepalanya. "Maaf." suaranya terdengar parau.
Nessa tersenyum, "Tidak apa-apa Kevin, aku... Aku
senang bisa membantu..."
"Aku tidak pernah menangis di depan siapapun
sebelumnya." "Aku tahu." "Aku tidak sengaja menangis tadi."
"Itupun aku tahu." senyum Nessa tertahan, "Kau sedang
sedih, dan aku sedang bisa membantumu. aku harap kau
merasa sedikit ringan setelah menangis tadi."
Kevin tidak berkata apa-apa, hanya menatap Nessa
sambil mengacak rambutnya frustrasi. Lama mereka
bertatapan, lalu tatapan Kevin melembut. "Terima kasih."
Nessa menganggukkan kepalanya, "Sama-sama Kevin."
Lelaki itu menatap Nessa lagi dengan tajam, kemudian
tersenyum kecut dan memalingkan kepalanya, "Tidakkah kau
sadar" Setelah kematian mama... Kau dan aku tidak harus
terikat lagi." suaranya setajam tatapannya kemudian, "Kita bisa
mengakhiri perkawinan ini."
82 Santhy Agatha "Senja bergayut berganti malam,
begitupun rasa hatiku kepadamu. Kau
yang selalu ada, kau yang terbiasa
ada,tiba-tiba kusadari, aku takut
kalau kau jadi tak ada... Aku takut
kehilanganmu, wahai kau, sosok yang
perasaanku kepadamu... Tak bisa
terdeskripsikan oleh hatiku..."
7 Nessa tertegun. Menyadari kebenaran kata-kata Kevin.
Benar juga. Dari awal alasan utama mereka menikah adalah
demi menjaga perasaan mama Kevin, sekarang sang mama
sudah tiada, tidak ada lagi alasan yang membuat mereka harus
menikah. Tapi Nessa teringat kepada Delina yang
mempercayakan Kevin kepadanya, kepada Ervan yang akhirnya
mempercayai kalau Nessa dan Kevin saling mencintai, dan
kepada ibunya yang begitu berbahagia karena Nessa akhirnya
bisa menyembuhkan luka hatinya dan bertemu dengan
jodohnya. Bagaimana perasaan mereka semua kalau menyadari
bahwa Nessa dan Kevin telah membohongi mereka"
Kevin berdeham pelan, menggugah Nessa dari
lamunannya, "Tetapi tentu saja kita tidak bisa gegabah mengakhiri
pernikahan ini...." Kevin menatap Nessa dalam-dalam, "Selain
karena pernikahan ini baru sebentar, kita juga harus bisa
memberikan alasan yang tepat kepada keluarga kita kenapa
kita berpisah... Jadi sementara ini, mungkin kita harus
bertoleransi dan melanjutkan sandiwara pernikahan ini, kau
tidak keberatan kan Nessa?"
Nessa tercenung, sebenarnya melanjutkan sandiwara
pernikahan ini terasa sangat memberatkan, tetapi
Perjanjian Hati 83 membayangkan bercerai diusia pernikahan yang masih sangat
muda, belum lagi menjelaskan kepada semuanya terasa begitu
berat. Nessa juga yakin bahwa berpura-pura melanjutkan
pernikahan ini adalah yang terbaik.
"Ya... Mungkin kita bisa menjalani seperti ini dulu
sampai kita bisa menemukan alasan dan waktu yang tepat
untuk berpisah." Kevin menganggukkan kepalanya, lalu tersenyum
miring, "Lagipula kita sepertinya nyaman menjalani pernikahan
ini." senyumnya berubah menggoda, "Aku takut tiba-tiba kita
sudah menjalani bertahun-tahun dan tetap belum menemukan
alasan untuk berpisah. Hmmm... Bagaimana kalau kita jalani
pernikahan yang sesungguhnya saja?"
Nessa membelalakkan mata dan menatap Kevin dengan
marah, "Hentikan candaanmu itu."
"Aku tidak bercanda." senyum Kevin berubah sensual,
"Kupikir aku cukup bisa menerima memiliki isteri sepertimu,
dalam hal sebenarnya."
Wajah Nessa menjadi merah padam ketika berhasil
mencerna kata-kata Kevin, lelaki ini benar-benar kurang ajar
dan tidak tahu sopan santun. Kalau memang Nessa memiliki
impian tentang seorang suami, pasti dia bukan tipe lelaki
seperti Kevin! ?"" "Gaun baru untukmu sudah datang." Kevin yang sedang
membaca buku di atas ranjang mengedikkan bahunya ke arah
gaun hijau keemasan yang digantungkan di lemari, "Cobalah."
Nessa yang baru memasuki kamar mengernyit bingung.
Gaun baru" Untuk apa" Hari ini sudah hampir tiga minggu
setelah kematian mama Kevin. Semula semua terasa berat bagi
mereka di rumah ini. Delina masih sering menangis terisak-isak
sendirian, untunglah Ervan sering mengunjunginya dan
menguatkannya, hingga bisa membuatnya mulai bisa
tersenyum dan tertawa sedikit.
Sementara Kevin... Kevin masih tetap sama, selain
kerapuhannya yang ditunjukkan kepada Nessa malam itu,
84 Santhy Agatha Kevin luar biasa dingin dan kaku. Masih mengenakan topeng
yang sama, topeng datar dan tanpa emosi miliknya.
"Kau lupa?" Kevin terkekeh, "Besok kan hari pernikahan
mantan pacarmu." Marcell" Besok hari pernikahan Marcell" Tiba-tiba dada
Nessa terasa nyeri, dia memang sudah hampir bisa melupakan
Marcell, melupakan rasa sakitnya akibat ditinggalkan Marcell
dan melupakan perasaan cintanya yang dulu tumbuh begitu
subur kepada Marcell, tetapi entah kenapa, kesadaran bahwa
Marcell mengikat dirinya kepada perempuan lain, dan
pengetahuan bahwa Marcell tidak bahagia membuat dadanya
terasa sesak. Kevin menatap Nessa dan mengernyit, "Kau sudah tidak
lagi mencintai bajingan pengecut itu kan?" tanyanya
menyelidik, "Atau jangan-jangan kau masih cinta?"
Nessa menggelengkan kepalanya dengan tegas, "Tidak...
Aku sudah tidak..." "Kalau kau masih cinta berarti kau perempuan bodoh."
"Aku sudah tidak cinta lagi, tapi kau harusnya mengerti
perasaanku, bertahun lamanya aku hidup dengan kesadaran
bahwa aku mencintainya, harusnya kau mengerti bagaimana
rasanya ketika menyadari perasaan sesak ketika mantan
kekasih akan menikah."
"Tidak, aku tidak mengerti." jawab Kevin tegas, "Begitu
aku dikhianati oleh kekasihku, maka dia sama saja sudah mati.
Begitupun perasaanku kepadanya, mati. Jadi aku tidak
merasakan apapun." lelaki itu menutup buku yang dibacanya,
dan mengatur posisi tidurnya, "Selamat tidur."
Nessa termenung di sisi ranjang yang berlawanan dan
menatap punggung kaku Kevin yang membelakanginya. Dia
hampir lupa, lelaki ini juga memendam kesakitan yang pedih
karena pengkhianatan. Dan hal itu membuatnya menjadi keras.
Tetapi Nessa sendiri saksinya bahwa Kevin masih menyimpan
kerapuhan yang disembunyikannya, jauh di dalam hatinya.
?"" Perjanjian Hati 85 Nessa menyadari gerakan di sampingnya meskipun dia masih
setengah terlelap, sepertinya masih dini hari karena kamar itu
masih temaram dan terasa begitu dingin, tetapi kemudian
lengan hangat dan kuat itu merengkuhnya, memeluknya eraterat.
Lengan itu terasa asing sekaligus akrab, dan membuat
Nessa nyaman, dalam tidurnya dia mendesak dan menempel
pada tubuh hangat itu, menikmati eratnya dekapan yang
merengkuhnya, membuainya kembali ke alam mimpi.
"Nessa."

Perjanjian Hati Karya Santhy Agatha di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Itu suara Kevin, tetapi entah kenapa terdengar lebih
serak. Apakah Nessa sedang bermimpi"
Dengan meyakini bahwa dia sedang ada di dalam mimpi,
Nessa bergelung makin merapat ke tubuh hangat itu.
Mendesakkan tubuh lembutnya ke tubuh keras itu.
"Nessa, jangan sayang." suara Kevin kali ini terdengar
tersiksa, tubuhnya terasa kaku dan tegang di tubuh Nessa yang
menempel kepadanya. Suara Kevin yang terakhir itu membuat sepercik
kesadaran Nessa kembali, dia membuka matanya... Ada apa"
Lalu Nessa memekik ketika menyadari posisi tubuhnya,
dalam usahanya mencari kehangatan, dia sudah menempel
lengket seperti koala yang melingkari pohonnya kepada Kevin.
Pahanya melingkari tungkai dan pinggul Kevin tanpa malumalu, lengannya memeluk
dada dan punggung Kevin, sementara kepalanya bersandar tanpa permisi di dada lelaki
itu. Dalam detik yang sama Nessa langsung melepaskan
pelukannya dan setengah melompat, menjauh menuju seberang
ranjang yang paling ujung.
Kevin menghela napas panjang, seolah dilepaskan dari
ketegangan yang menyiksanya. lalu menatap Nessa dengan
marah, "Kalau kau tidak mau aku terangsang dan berbuat yang
tidak senonoh, jangan menempel-nempel padaku di atas
ranjang!" geramnya parau, lalu menarik selimut sampai dada
86 Santhy Agatha dan membalikkan badan memunggungi Nessa yang berbaring
dengan muka panas dan merah padam.
?"" Untunglah pagi hari ketika Nessa terbangun, Kevin sudah tidak
ada di ranjangnya, kalau tidak Nessa tidak akan tahu bagaimana
dia bisa menghadapi Kevin.
Wajahnya terasa panas ketika mengingat kejadian
semalam. Astaga, bagaimana bisa dia menempel begitu erat
kepada Kevin" Malam-malam sebelumnya dia tidak pernah
melakukannya. Apakah memang karena hawa dingin, ataukah
karena dorongan untuk mencari kenyamanan yang sepertinya
disediakan oleh tubuh Kevin"
Nessa mendengus, Kenyamanan yang disediakan oleh
tubuh Kevin" Apakah dia buta" Yang bisa disediakan oleh Kevin
adalah rasa tidak nyaman dan masalah. Dia harus ingat itu baikbaik setiap malam
sebelum mereka tidur agar kejadian
memalukan semalam tidak terulang lagi.
Setelah selesai mandi, Nessa melangkah menuju lemari
dan melihat gaun itu, gaun hijau keemasan yang dibelikan oleh
Kevin... Dia mengernyit lagi, gaun untuk datang ke pernikahan
Marcell. Pernikahan Marcell. Apa kabarnya lelaki itu" Lelaki yang
pernah dicintainya" Sejak kejadian ancaman bunuh diri Marcell
di jembatan waktu itu, Marcell tidak pernah menghubunginya
lagi, mungkin karena ancaman dari Kevin waktu itu, mungkin
pula akhirnya Marcell menyadari bahwa antara dirinya dan
Nessa sudah tidak ada harapan lagi.
Semoga pernikahan ini membuat Marcell bahagia,
akhirnya Nessa bisa mengucapkan doa itu dengan tulus, dan
membuat hatinya terasa lega.
Ternyata ketika hatinya bisa melepaskan dan
memaafkan, bisa membuat perasaannya terasa ringan.
Dielusnya gaun sutera itu dengan kagum, menyadari
keindahan setiap serat gaun itu, Ini pasti mahal. Nessa berkerut,
dan ini dibelikan oleh Kevin...
Perjanjian Hati 87 "Kenapa kau belum memakai gaunmu" Kita berangkat
satu jam lagi." Kevin tiba-tiba masuk tanpa permisi, membuat Nessa
terkesiap kaget dan hampir menjatuhkan gaun itu dari
tangannya. Lelaki itu berdiri di depan pintu, sudah mengenakan
kemeja hijau senada dengan gaun Nessa, dan celana resmi,
tetapi belum mengenakan jasnya.
"Satu jam lagi?" Nessa melirik jam emas antik di atas
meja di samping ranjang, tanpa sadar semburat merah muncul
di pipinya melihat Kevin. Ingatannya melayang tanpa ampun ke
kejadian semalam. Kevin mengangkat alisnya, menyadari semburat merah
di pipi Nessa, lalu tersenyum menggoda.
"Ya, satu jam lagi kita berangkat, bersiaplah." suaranya
merendah, "Lain kali kalau kau ingin membelitku seperti ular di
atas ranjang, peringatkan aku dulu."
Dan lelaki itu lalu melangkah pergi meninggalkan Nessa
berdiri di sana dengan wajah merah padam dan perasaan
campur aduk antara malu dan marah.
?"" Ketika Nessa menuruni tangga, Ervan ternyata baru saja datang
di rumah itu, bersama Delina. Ervan memang selalu datang
menemani Delina sejak kematian mama Kevin, untuk
mengiburnya. Mata Delina langsung berbinar-binar ketika melihat
Nessa, "Wow, kak Nessa, kakak cantik sekali!" dia berdiri dan
menatap Nessa dengan bersemangat,
"Kakak tidak pernah berdandan sih ya, jadi sekalinya
berdandan membuat orang terkagum-kagum," pujinya lagi,
membuat pipi Nessa memerah.
Delina mengernyitkan alisnya ke arah ruang kerja Kevin,
"Dimana kak Kevin ini, tadi katanya mau buru-buru berangkat
biar bisa cepat pulang lagi, sekarang malah menenggelamkan
diri di ruang kerjanya." Delina mengedipkan matanya kepada
Nessa, "Tunggu sebentar kak Nessa, akan aku seret kak Kevin
dari sana." lalu melangkah memasuki ruang kerja Kevin.
88 Santhy Agatha Ervan ikut-ikutan berdiri dan tersenyum mengagumi
kepada Nessa, "Kau cantik sekali kak."
Nessa meringis geli, "Jangan kau juga ikut-ikutan
memujiku, aku jadi malu."
Ervan terkekeh, "Tapi kau memang betul-betul cantik,
dan gaun itu sangat cocok untukmu, kata Delina, kak Kevin
khusus memesankannya untukmu." Ervan tersenyum lembut,
"Mulanya aku cukup cemas dengan pernikahan kalian. Tetapi
makin hari aku makin yakin, kau bahagia kak. itu yang
terpenting." Nessa memalingkan kepala, tidak mampu menatap
Ervan, takut kebohongannya akan tercermin di matanya.
Adiknya ini begitu mempercayainya, dan dia membohonginya.
Semoga ketika semuanya terkuak nanti, Ervan bisa memahami
dan tak marah kepadanya. Pada saat itu pintu ruang kerja Kevin terbuka, dan
lelaki itu keluar diikuti Delina. Sejenak Kevin tertegun
mengamati Nessa, lalu tersenyum.
"Gaun itu cocok buatmu." gumamnya tenang. Diiringi
dengan Delina dan Ervan yang saling melemparkan pandangan
penuh arti, membuat pipi Nessa memerah.
?"" Seperti yang diduga, ini adalah pesta pernikahan yang mewah.
Jantung Nessa terasa berdegup kencang ketika melangkah
memasuki gedung ini. Dekorasinya sangat indah dan kemudian
perasaan itu menyergapnya lagi, perasaan yang menyadarkannya bahwa dia sedang menghadiri pesta
pernikahan Marcell. Marcell. Lelaki itu berdiri di sana, dengan Susan di
sebelahnya. Keduanya tampak megah dalam balutan busana
bernuansa emas. Lalu keluarga Marcell, ibunya, sepupusepupunya, tantenya dan
semuanya yang dulu sempat
mengenal Nessa melihatnya, kemudian berbisik-bisik dan
menatapnya dengan penuh spekulasi. Jantung Nessa berdenyut
lagi, lebih kencang. Mampukah dia naik ke sana dan menyalami
Perjanjian Hati 89 Marcell dengan tegar, dibawah tatapan mata tajam seluruh
keluarga Marcell " Kevin seolah-olah menyadari perasaan Nessa yang
campur aduk, dia mengencangkan genggamannya di jemari
Nessa, dan berbisik lembut.
"Kau datang kesini bersamaku, aku suamimu. Dan aku
adalah laki-laki yang seratus kali lebih baik dari mantan
pacarmu yang sedang bersanding di pelaminan itu. Jadi
tegakkan dagumu, tunjukkan kebanggaanmu. Kau tidak rugi
ditinggalkan olehnya, dia yang rugi karena kehilanganmu.
Tunjukkan betapa berharganya dirimu kepada Marcell dan
keluarganya.Tunjukkan betapa berharganya dirimu, karena kau
adalah isteriku." Bisikan Kevin itu, meskipun begitu penuh kesombongan
dan arogansi, mampu menghilangkan kegugupannya. Kevin
benar, dia tidak seharusnya takut ataupun gugup atas
pandangan menilai ibu dan keluarga Marcell. Dia datang ke sini
bersama Kevin, suaminya. Dan Kevin mendukung sepenuhnya
Nessa untuk memamerkan kebanggaan dirinya, karena
ternyata mampu berujung lebih baik dari Marcell.
Kevin tersenyum melihat perubahan ekspresi Nessa,
"Bagus, ayo isteriku, kita salami mantan kekasihmu yang tidak
beruntung itu." Lelaki itu menghela Nessa dengan lembut menaiki
panggung tempat Marcell dan Susan berdiri. Kevin yang
melangkah duluan dan menyalami Marcell dengan senyum
mengejeknya yang menjengkelkan,
"Selamat." gumamnya dengan suara tegas, lalu menghela
Nessa mendekat, "Kemari sayang, kita harus memberi selamat
kepada pasangan ini." suaranya berubah mesra.
Nessa mendekat dan menyalami Marcell. Dia merasakan
genggaman yang berbeda dan Marcell menatapnya dengan
tatapan tersiksa. Tapi Nessa menguatkan diri. Ini jalan yang
dipilih Marcell dan Nessa sudah memilih jalan yang berbeda
jauh. 90 Santhy Agatha "Selamat Marcell. Selamat Susan." suaranya terdengar
tegas, dan kuat, dan tulus. Menyalami Marcell yang terlihat
sedih dan Susan yang tersenyum kaku.
Kemudian mereka berhadapan dengan mama Marcell.
Dan seketika ingatan itu berkelebat di benak Nessa, ingatan
ketika Marcell memperkenalkannya ke mamanya. Nessa yang
lugu waktu itu mengulurkan tangannya. Dan mama Marcell
hanya menatap jemarinya dengan angkuh, lalu memalingkan
mukanya dengan mencemooh, tak mau membalas salamannya
dan membuat Nessa harus menarik tangannya mundur pelanpelan dengan penuh rasa
malu. Kali ini, mama Marcell menatap Kevin dan Nessa dengan
gugup. "Nessa tidak kusangka bertemu lagi denganmu di sini."
suara mama Marcell bernada ramah yang dibuat-buat. Lalu
tanpa di sangka perempuan itu mengulurkan tangan
kepadanya, "Dan sekarang kau adalah isteri Tuan Kevin, kami
sekeluarga belum mengucapkan selamat, selamat ya."
Godaan untuk menolak uluran tangan itu dan
membalaskan kesakitannya di masa lalu sangatlah besar, tetapi
Nessa sadar, dia akan tampak kekanak-kanakan kalau
melakukannya, lagipula situasi ini sudah merupakan
pembalasan tidak langsung untuk Marcell dan ibunya.
Disambutnya uluran tangan itu lembut.
"Terima kasih," gumamnya pelan dalam senyum.
Kevin menatap kepadanya, memahaminya dalam
senyum pengertian. Lalu setelah basa-basi sejenak yang kaku,
Kevin berpamitan dan mengajak Nessa keluar dari gedung dan
acara penikahan yang menyesakkan napas itu.
Mereka berjalan bergandengan, melangkah menuju
mobil Kevin, lelaki itu masih menggandeng tangannya erat.
"Senang?" tanyanya dalam senyum memahami.
Nessa terdiam sejenak, berusaha menelaah perasaannya,
kemudian menemukan rasa ringan yang membuatnya tenang.
Ternyata yang diperlukannya hanyalah menghadapi masa
lalunya dengan berani, lalu melepaskan semua beban itu.
Perasaan sedih yang menggelayutinya selama ini itu sudah
Perjanjian Hati 91 tiada, dan rasanya menyenangkan. Dia mendongak, menatap
Kevin dan tersenyum, "Senang." senyumnya bertambah lebar, "Terima kasih
Kevin." Lelaki itu terkekeh dan menganggukkan kepalanya,
"Sama-sama Nessa, sama-sama."
?"" Ketika mereka sudah dijalan, Kevin melirik ke arah Nessa, "Mau
mampir ke cafe" Aku hanya makan sedikit tadi, dan aku masih
lapar," gumamnya pelan.
Nessa mau. Datang ke pernikahan Marcell sangat
menguras emosinya, membuat makanan yang ditelannya di
acara itu terasa seperti kertas. Dia butuh cokelat hangat yang
manis dan kental itu. "Aku mau." gumamnya.
Kevin tersenyum dan mengarahkan mobilnya menuju ke
cafe. Mereka tiba di cafe itu menjelang sore, karena terjebak
macet yang cukup lama. Suasana cafe sangat ramai, mungkin
karena di hari minggu, Kevin dan Nessa berjalan menuju
sebuah kursi yang terletak di sudut yang sejuk, di bawah
rimbunnya dedaunan yang berwarna hijau.
Albert yang menyambut mereka seperti biasa,
mempersilahkan mereka duduk dan mengedip kepada Nessa
bersahabat. "Cokelat panas seperti biasa Nona?" gumam Albert
ramah. Kevin mengangkat alisnya dan menatap ke arah Albert,
"Seperti biasanya?" matanya beralih ke arah Nessa, "Apakah
kau sering ke sini tanpaku?"
Nessa tersenyum kikuk, merasa tertangkap basah, "Aku
sering kemari sepulang kerja, untuk secangkir cokelat panas."
gumamnya mengaku. Kevin terkekeh, "Rupanya kau ketagihan dengan cokelat
panas dari cafe ini." Kevin menatap Albert pura-pura menuduh,
92 Santhy Agatha

Perjanjian Hati Karya Santhy Agatha di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Apa yang kau campurkan ke dalam minuman isteriku sehingga
dia ketagihan seperti ini?"
Albert tertawa dan menggelengkan kepalanya, "Saya
tidak mencampurkan apa-apa. Tetapi bukankah cokelat
mengandung bahan yang bisa membuat kecanduan meskipun
kadarnya sangat sedikit" Tetapi saya rasa ketenangan yang
didapatkan dari meminum cokelat itulah yang membuat
ketagihan." Albert tersenyum bijak, mencatat pesanan mereka
lalu membungkuk sopan sebelum undur diri.
"Kau tampak akrab dengan Albert." Kevin bergumam
sambil menatap kepergian lelaki setengah baya itu.
Nessa tersenyum, "Albert sangat ramah, dia juga sering
memberikan nasehat."
Kevin menganggukkan kepalanya, "Dia memang sangat
terkenal di cafe ini, bisa dibilang dialah yang menjadi pengelola
utama cafe ini, pemilik Cafe mengenalnya sejak lama dan
mempercayainya. Tetapi dia tidak mau mengambil jabatan
tinggi, dengan rencah hati dia bilang ingin menikmati pekerjaan
sebagai pelayan karena dia sangat menikmati berbicara dan
berbagi cerita dengan pelanggan-pelanggannya." Kevin
merenung, "Lelaki itu bekerja bukan untuk uang, tetapi untuk
kepuasan batin." "Mungkin dia hanyalah pria yang kesepian." Nessa
menggumam sambil menatap Albert yang menyapa pelanggan
lain dengan ramah. "Yah dia memang hidup sendirian di sini setelah
kehilangan anak dan isterinya." Kevin menatap Nessa dan
mengalihkan pembicaraan, "Bagaimana perasaanmu kepada
Marcell setelah tadi?"
Nessa memikirkannya sejenak, lalu merasa yakin dan
tersenyum, "Aku merasa lega, lepas dan bebas. Terima kasih
karena telah membantuku menghadapi mereka semua."
gumamnya, mengulang ucapan terima kasihnya.
Kevin hanya mengangguk, "Aku suamimu." gumamnya
serius, "Sudah kewajibanku untuk mendukungmu."
Perjanjian Hati 93 Pesanan makanan mereka pun datang, pelayan lain yang
mengantarkannya. Menu steak yang masih berasap dan
minuman. Kevin memesan minuman warna kuning dengan
aroma limau dan gelembung-gelembung di dalamnya, lelaki itu
mengernyit melihat minuman Nessa.
"Aku tidak pernah melihat orang memadukan steak
dengan cokelat panas sebelumnya."
Nessa terkekeh, "Sebetulnya aku ingin menikmati
cokelat panasnya duluan." disesapnya cokelat panas itu, tidak
bisa menahan dirinya. Kevin mengamatinya. "Jangan-jangan kau benar-benar
sudah kecanduan cokelat di sini." gumamnya, membuat Nessa
tertawa geli. "Mungkin aku memang kecanduan. Cokelat ini
menstimulasi ketenangan di otakku dengan rasa manis, aroma
khasnya dan kenikmatannya ketika mengaliri lidahku. Aku
terus menerus ingin menikmati sensasi itu."
Kevin mendecakkan lidahnya, "Gawat kalau begitu."
matanya menggoda, "Mungkin kita harus menculik peracik
minuman ini dan menyekapnya di rumah."
Nessa tertawa mendengar godaan Kevin itu. Mereka
menghabiskan makanan mereka dengan cepat. Rupanya Kevin
dan Nessa sama-sama tidak bisa menikmati makanan di resepsi
pernikahan Marcell. Ketika mereka pulang mereka berpapasan dengan
Albert, lelaki itu membawa baki berisi teh warna hijau yang
masih panas. "Maaf tadi tidak bisa menyapa kalian lagi. Aku harus
membawakan pesanan kepada pelanggan di sana, dia biasanya
datang tengah hari, tetapi hari ini dia datang terlambat, tampak
sangat sedih dan memesan minumannya yang biasa. Semoga
minuman ini bisa membuat hatinya ringan." Albert
menundukkan tubuhnya sedikit untuk mengucap selamat
tinggal, "Hati-hati di jalan dan kembalilah lain waktu,"
gumamnya dengan riang. 94 Santhy Agatha Nessa tersenyum dalam gandengan Kevin, "Pasti
Albert... Pasti..." ?"" "Selamat ulang tahun."
Nessa mengerjapkan matanya, dan menemukan Kevin
masih terbaring di ranjang, bertumpu pada sikunya dan miring
menghadap Nessa. Lelaki itu tampak luar biasa tampan bahkan ketika
bangun tidur. Seakan-akan rambut kusut dan penampilan acakacakannya malah
menambah pesonanya bukannya mengurangi.
Jauh berbeda dengan Nessa, dia sama sekali tidak yakin
penampilan bangun tidurnya bisa mempesona. Tetapi hal itu
sama sekali tidak berpengaruh kepada Kevin rupanya, lelaki itu
tetap tersenyum dan menatapnya dengan pandangan berbinarbinar, "Selamat ulang
tahun." lelaki itu mengulang, seakan tidak
yakin ucapannya yang pertama tadi bisa dicerna oleh Nessa.
Nessa mengerjapkan matanya sekali lagi, menghitung
tanggal dalam benaknya, dan menyadari bahwa sekarang
memang hari ulang tahunnya. "Terima kasih." gumamnya
tersenyum. Kevin terkekeh lalu bangkit dari ranjang, "Delina
memberitahuku kemarin, dia merencanakan sebuah pesta
kecil-kecilan untukmu, hanya kita dan keluarga, liburan di tepi
pantai." Hari ini memang hari sabtu, tetapi biasanya di hari
sabtupun Kevin pergi bekerja.
"Apakah kau libur?" tanya Nessa ragu.
Kevin mengangkat bahu, "Pekerjaan bisa menunggu,
lagipula Delina akan membunuhku kalau aku tidak bisa ikut.
Kau tahu dia kemarin bersemangat melanjutkan yang dilakukan
mama, yaitu mempersiapan acara resepsi pernikahan kita, dan
setelah bujukan yang luar biasa, akhirnya dia mau mengerti
bahwa kita memilih tidak mengadakan resepsi apapun untuk
menghormati mama yang telah tiada, setidaknya menyiapkan
acara liburan ulang tahunmu ini bisa menghiburnya."
Perjanjian Hati 95 Nessa tersenyum dan mengangguk, Delina benar-benar
perempuan yang tegar. Dia menghadapi kesedihannya dengan
menjadi kuat dan bersemangat. Dan Nessa sangat bersyukur
kalau memang Ervan berjodoh dengan Delina, dia akan menjadi
isteri yang hebat untuk Ervan.
Lalu pikiran itu tiba-tiba muncul di benak Nessa,
"Kevin..." suara Nessa yang serius menarik perhatian
Kevin, " Tentang pernikahan kita ini... Bagaimana ke depannya"
Apakah kau sudah memikirkannya?"
Kevin tercenung lalu mengangkat bahu, "Terus terang
aku tidak memikirkannya. Aku hanya menjalaninya, kau juga
seperti itu kan" Lagipula aku sedang tidak jatuh cinta dengan
siapapun, dan kau juga tidak jatuh cinta kepada siapapun. Jadi
kupikir kita bisa menjalankan pernikahan ini dengan biasa
dulu." "Kalau nanti kita jatuh cinta kepada orang lain?" Nessa
tidak bisa menahan diri untuk bertanya.
Kevin menghela napas, "Maka kita tidak boleh saling
menghalangi," gumamnya parau.
?"" Mereka berjalan meninggalkan makam mama Kevin dalam
keheningan. Sebelum berangkat liburan ke pantai untuk
merayakan ulang tahun Nessa, mereka berkunjung ke makam
untuk berdoa dan meletakkan bunga.
"Kevin!" suara itu memanggil dengan lembut dari
sebuah sudut, dan membuat mereka semua menoleh.
Delina yang pertama kali menghela napas, dia berdiri di
sebelah Nessa dan menepuk dahinya.
"Gawat," desahnya pelan.
Nessa menoleh dan menatap Delina, "Ada apa?"
"Itu Paula, mantan kekasih kak Kevin seorang model
profesional... Yah tidak bisa dibilang kekasih, dia selalu putus
sambung dengan kak Kevin... Dan dia... Sangat terobsesi dengan
kak Kevin, pada saat pernikahan kalian dia sedang ada di luar
negeri jadi tidak tahu, mungkin dia baru pulang dan mendengar
96 Santhy Agatha kak Kevin menikah, jadi dia menyusul ke sini." Delina berbisik
pelan kepada Nessa, "Hati-hati kak Nessa, dia tajam seperti
racun." Nessa tiba-tiba merinding ngeri. Selama menjadi isteri
Kevin, dia tahu banyak perempuan yang iri dan membencinya.
Tatapan-tatapan permusuhan kadang diterimanya ketika Kevin
bersikap mesra kepadanya di depan umum. Tetapi belum
pernah dia menghadapi kecemburuan secara frontal. Apalagi
kecemburuan dari seorang mantan kekasih.
"Dan dia tidak tahu malu," Delina berbisik lagi, "Aku
tidak pernah menyukainya karena itu, dia menghabiskan
sepanjang waktunya dengan mengejar-ngejar kak Kevin,
sampai lupa pada norma dan aturan yang berlaku..."
Paula berdiri di depan Kevin dan Nessa, perempuan itu
tinggi dan cantik, sesuai dengan profesinya sebagai seorang
model. Rambutnya panjang dan cokelat, dikuncir kelimis ke
belakang dan membentuk ekor kuda yang indah di
belakangnya. Pakaiannya begitu modis dan membungkus tubuhnya
dengan seksi. Nessa tiba-tiba memandang dirinya dengan
gelisah ketika membandingkan dirinya dengan perempuan
modis di depannya itu. Astaga, kalau begini selera Kevin sebelumnya, pantas
saja dia sama sekali tidak kesulitan menahan diri ketika tidur
seranjang dengan Nessa. Mantan kekasihnya ini begitu sensual,
dan Nessa hanya seperti anak kecil kalau dibandingkan
dengannya. "Hai Kevin, aku mendengar kabar mengejutkan kemarin
ketika mendarat pulang, kau menikah."
Kevin tampak tersenyum datar, "Kabar itu betul,
kenalkan ini isteriku, Nessa."
Paula mengulurkan tangannya dan Nessa membalasnya.
Senyum Paula tampak sinis dan perempuan itu memandangnya
dari ujung kepala sampai ujung kaki dengan mengejek.
"Aku Paula," gumamnya tak kalah mengejek, lalu seolah
tak mempedulikan Nessa, perempuan itu menoleh kembali
Perjanjian Hati 97 pada Kevin dengan merayu, "Aku merindukanmu Kevin, kapan
kita bisa bertemu lagi dan melepaskan rindu" Mungkin nanti
malam kita bisa memesan makan malam privat di tempat
biasa?" Nessa ternganga, kaget sekaligus marah. Perempuan ini
benar-benar tidak peduli bahwa Kevin sudah menikah dengan
Nessa! Bahkan dia terang-terangan meremehkan keberadaan
Nessa sebagai isteri Kevin dengan sengaja mengeluarkan
rayuan sensual kepada Kevin, padahal Nessa sedang berdiri di
sebelahnya. "Maaf." Nessa bergumam sebelum Kevin sempat
berkata-kata, "Suamiku tidak punya waktu untukmu malam ini
atau kapanpun, kami akan menghabiskan malam di pantai
untuk merayakan ulang tahunku," gumam Nessa geram, lebih
karena dipenuhi rasa terhina dan bukan cemburu.
Paula menatap Nessa jengkel karena berani menjawab
pertanyaannya yang ditujukan untuk Kevin, tetapi dia lalu
melemparkan pandangan sensual kepada Kevin menunjukkan
kalau dia meremehkan jawaban dari Nessa.
"Kalau begitu lain kali sayang. Aku yakin kau nanti ada
waktu untukku, seperti biasanya," bisiknya penuh arti
Kevin yang dari tadi tampak geli dengan situasi ini
mengangkat bahunya acuh tak acuh, "Kau dengar sendiri
isteriku tadi Paula. Isteriku memastikan bahwa aku tidak punya
waktu untuk kegiatan bersama orang lain." lelaki itu melirik
menggoda kepada Nessa, membuat wajah Nessa memerah.
Paula mengamati Kevin dan Nessa bergantian, menilai
situasi. Lalu tersenyum sinis.
"Oke, aku tidak akan menyerah, lain kali aku akan
mencoba lagi. Dan aku akan menunjukkan bahwa perempuan
dewasa yang berpengalaman sudah pasti jauh lebih baik jika
dibandingkan dengan perempuan kecil yang bahkan tidak bisa
mendandani dirinya sendiri dengan baik." Paula melemparkan
tatapan mencemooh kepada Nessa, membuat wajah Nessa
merah padam karena merasa terhina. Lalu dengan anggun
perempuan itu membalikkan tubuhnya dan melangkah pergi.
98 Santhy Agatha "Ketika kau mencintaiku, aku akan
selalu ada di hatimu. Pun ketika
kau membenciku, aku akan selalu ada
di pikiranmu. Pada akhirnya,aku
akan selalu ada" 8 Nessa menatap kepergian Paula dengan langkah anggun
dan dramatis itu, lalu menghela napas panjang. Di sisi lain
Kevin malahan mengamati Nessa, lalu terkekeh geli, membuat
Nessa melemparkan pandangan membunuh kepada lelaki itu.
"Kenapa kau tertawa?"
Kevin bahkan makin tergelak, "Kau. Kau membuatku
tertawa. Caramu menjawab pertanyaan Paula tadi membuatku
sedikit bangga. Ternyata isteriku rela mempertahankanku dari
rayuan perempuan lain."
"Jangan salah paham. Aku cuma tidak suka sikapnya
yang merayumu terang-terangan, padahal ada aku di
sebelahmu." Nessa melirik ke arah Delina dan Ervan yang juga
tersenyum-senyum mendengar percakapan mereka. Sialan
Kevin! Pasti sekarang Delina dan Ervan mengira dia cemberut
dan marah-marah karena cemburu.
Kevin mengikuti arah mata Nessa, menyadari bahwa
Delina dan Ervan mendengarkan percakapan mereka. Dia lalu
mengedipkan mata ke arah Nessa, mengirimkan isyarat bahwa
percakapan ini belum selesai, kemudian melangkah menuju
mobil. ?"" Pantai itu indah sekali, terletak di bagian selatan pulau, dengan
resort yang dihiasi oleh cottage-cottage yang indah dan artistik
dengan hamparan pasir putihnya yang begitu indah.
Perjanjian Hati 99 Langit tampak cerah, biru dihiasi awan putih berbagai


Perjanjian Hati Karya Santhy Agatha di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bentuk, seakan-akan menyambut mereka dengan keindahan
pemandangannya. Nessa berdiri tanpa alas kaki, menginjak pasir putih itu
dan memejamkan mata, merasakan hembusan angin laut yang
hangat yang menerpa pipinya. Rasanya hangat dan
mendamaikan, apalagi dengan alunan deburan ombak yang
begitu menenangkan. "Senang?" suara Kevin yang dekat di sampingnya
membuat Nessa hampir terlonjak kaget. Dia menoleh dan
melihat Kevin berdiri di sampingnya. Lelaki itu berpenampilan
santai, dengan t-shirt putih dan celana pendek warna khaki dan
kaki telanjang, sangat berbeda dari penampilan sehari-harinya
yang resmi. Nessa berpikir untuk membantah perkataan Kevin,
tetapi dia akan tampak tidak tahu terima kasih kalau
melakukannya, setidaknya biarpun menjengkelkan, Kevin
sudah mengajaknya bersama Ervan dan Delina untuk
menghabiskan akhir pekan menyenangkan dan merayakan
ulang tahunnya. "Senang." Nessa mencoba tersenyum, mengajak
berdamai, "Terima kasih sudah mengajak kemari."
Kevin membalas senyuman Nessa dengan senyuman
tipis, lalu menatap ke arah laut, hembusan angin laut membuat
rambutnya berantakan tertiup angin dan menerpa dahinya,
mengubah penampilan kerasnya menjadi lebih santai.
"Dulu kami sering berlibur kesini, sekeluarga. Aku,
mama, papa dan Delina, waktu umur kami masih kecil."
pandangan Kevin menerawang, mengenang, "Kemudian tahun
berganti dan papa menjadi semakin sibuk, mama semakin
lemah... Kadangkala disaat aku lelah, aku melarikan diri kesini."
Nessa mengernyit. Pasti Kevin membawa kekasihkekasihnya kemari untuk
menghabiskan malamnya, pikirnya
dengan sinis. Tanpa diduga Kevin menatapnya dan bisa membaca apa
yang ada di dalam benaknya, lelaki itu terkekeh.
100 Santhy Agatha "Hentikan semua pikiran buruk yang ada di dalam
kepalamu itu," gumamnya dalam tawa, "Sendirian. Aku selalu
kemari sendirian. Resort pribadi ini, cottage ini, sisi pantai yang
ini, semuanya khusus hanya untuk keluarga."
Nessa mengernyit lagi, "Dan apakah kau pikir aku
keluargamu?" Tatapan Kevin setelahnya begitu dalam dan misterius,
tidak terbaca, "Kau isteriku."
?"" "Malam ini kita akan makan di restoran pinggir pantai." Delina
duduk di ranjang Nessa dan tampak bersemangat, "Kak Kevin
memesan kue tart dari dapur resort khusus untukmu." Delina
mengedipkan matanya menggoda, "Dia tidak pernah
seperhatian itu kepada siapapun."
Pipi Nessa memerah, entah kenapa. Padahal dia tahu
pasti, Kevin melakukannya karena ada Delina dan Ervan di sini.
Semua ini hanya sandiwara... Tetapi kalau memang hanya
sandiwara, kenapa jantungnya berdegup tak karuan saat ini"
Mereka menginap di resort mewah di pinggir pantai,
dengan cottage indah dengan tiga kamar, ruang keluarga, dan
dapur yang penuh dengan peralatan modern, dimana salah satu
fasilitasnya menghadap ke arah pantai pribadi yang bisa di
datangi langsung dari pintu belakang cottage mereka. Nessa
tentu saja harus sekamar dengan Kevin, sedangkan Delina dan
Ervan menempati kamar sendiri-sendiri.
Malam ini mereka akan makan malam di restoran tepi
pantai yang terkenal dengan masakan kepitingnya. Delina
sedang menunggui Nessa berganti pakaian sambil bercerita
tentang berbagai hal, dan Nessa mendengarkannya sambil
tersenyum. Tersenyum dan bersyukur, karena Delina
sepertinya telah berhasil melalui kesedihannya dengan
ketegaran jiwanya. "Aku sudah siap, ayo kita keluar, para lelaki pasti telah
mengunggu kita dengan jengkel," gumam Nessa sambil
mengajak Delina melangkah keluar kamar.
Perjanjian Hati 101 Kevin duduk di sana sedang bercakap-cakap dengan
Ervan, ketika Nessa dan Delina keluar, dia mengangkat alisnya
dan tersenyum. "Sudah siap?" Nessa mengangguk dan Kevin langsung berdiri,
menghelanya ke pintu. Mereka berjalan menyusuri pinggiran
pantai, diikuti Delina dan Ervan di belakangnya.
Restoran pinggir pantai itu benar-benar berada di
pinggir pantai, tempat makannya ada di paviliun-paviliun kecil
dari kayu dan beratapkan rumbia, dengan lilin-lilin yang ditata
secara eksotis di sekelilingnya. Makanannya luar biasa
nikmatnya, berbagai macam hidangan laut dan minuman kelapa
yang menyegarkan. Mereka tertawa, mereka bercakap-cakap
dalam suasana yang begitu santai, hingga Nessa hampir
melupakan suasana permusuhan yang dibangunnya bersama
Kevin. Kevin banyak tertawa malam ini, lelaki itu mengedipkan
mata ketika seluruh hidangan dan piring kotor, serta meja
mereka dibersihkan. "Saatnya untuk yang paling istimewa."
Sedetik setelah Kevin berkata-kata, seolah sudah
diprogram sebelumnya, seorang pelayan datang membawakan
kue ulang tahun berwarna putih dengan lilin-lilin cantik di
atasnya, Pelayan itu meletakkan kue itu di meja, di depan Nessa,
dan Nessa ternganga menatap kue yang berlumuran cokelat
mengkilat, tampak sangat menggiurkan. Dia melemparkan
pandangan kepada Kevin yang tersenyum manis sambil
mengedipkan mata kepadanya, tahu bahwa lelaki itu menyadari
kesukaannya kepada cokelat. Ternyata Kevin memperhatikannya... "Saatnya mengucapkan pengharapanmu," gumam Delina
sambil bertepuk tangan bersemangat, mengalihkan Nessa dari
tatapannya kepada Kevin. 102 Santhy Agatha Nessa memejamkan matanya, lalu mengucapkan doa
singkat, bahwa dia ingin semua orang yang dicintainya
berbahagia. "Tiup lilinnya," gumam Ervan pelan.
Nessa meniup lilin itu dan semua bertepuk tangan
gembira. Suasana begitu membahagiakan, membuat Nessa
menoleh ke arah Kevin dan tersenyum tulus.
"Terima kasih Kevin."
Tanpa diduga, lelaki itu mendekatkan tubuhnya, lalu
mengecup dahi Nessa lembut.
"Sama-sama, sayang."
Delina dan Ervan tersenyum melihat keromantisan
tulus yang ditampilkan Nessa. Tetapi Nessa duduk disana
dengan jantung berdegup kencang, mencoba meyakinkan
hatinya bahwa semua ini hanyalah sandiwara sempurna yang
diperankan olehnya dan Kevin.
?"" Malam itu ketika Nessa membaringkan tubuhnya di ranjang, dia
merasa gugup. Rasanya aneh, padahal selama ini dia biasa saja
jika tidur di ranjang ini, menantikan Kevin menyusulnya ketika
hampir tengah malam setelah membereskan pekerjaannya, dan
tidur di sebelahnya. Malam ini terasa berbeda, entah kenapa. Mungkin
karena suasana kamar yang temaram dan romantis dengan
nuansa kuning kecoklatan dan debur ombak di kejauhan.
Mungkin pula karena nuansa yang dibangun dari pagi tadi
sampai sekarang, semua terasa berbeda. dan jantung Nessa
berdesir pelan ketika pintu kamar mandi terbuka, dan Kevin
keluar, dengan rambut basah sehabis mandi.
"Sudah mau tidur?" lelaki itu berdiri di tengah ruangan,
menatap Nessa dengan pandangan yang terasa misterius
karena tertutup bayang-bayang kamar yang remang-remang.
Nessa menatap Kevin dan tersenyum gugup, "Iya, aku
lelah seharian ini."
Perjanjian Hati 103 Kevin melangkah dan duduk di atas ranjang, mematikan
lampu tidur hingga membuat suasana kamar gelap, hanya
cahaya bulan yang menyusup dari balik jendela kaca yang
tertutup gorden putih yang menyinari kamar, lalu Kevin naik
dan berbaring di sebelah Nessa.
"Besok pagi kita melihat matahari terbit, kau pasti
terpesona, indah sekali. Lalu kita bisa berenang di laut."
"Kedengarannya menyenangkan." suara Nessa tercekat,
kenapa pula mereka melakukan pembicaraan basa-basi begini"
Lalu hening, Nessa pura-pura tertidur, membalikkan
tubuhnya membelakangi Kevin. Lama dia dalam posisi itu dan
dia tidak bisa tidur, tubuhnya terasa pegal, dan pelan dia
mengubah posisi tubuhnya, supaya tidak membangunkan Kevin
yang diyakininya sudah tidur karena dia tidak mendengar suara
apapun dari laki-laki itu.
"Tidak bisa tidur?" suara Kevin mendadak terdengar,
menembus keheningan dan membuat Nessa terlonjak karena
kaget. Dia membalikkan badannya dan mendapati Kevin
berbaring terlentang berbantalkan lengannya.
"Kupikir kau sudah tidur," bisik Nessa lirih.
Kevin menatap Nessa, lalu tersenyum, "Tidak, aku juga
tidak bisa tidur," suaranya berubah parau.
"Kenapa?" "Kau tahu kenapa." nafas Kevin terdengar berat, "Aku
tidak bisa tidur setiap malam sejak aku menikah denganmu."
"Karena kau tidur seranjang denganku?" Suara Nessa
berubah cemas, apakah dia mendengkur dengan keras sehingga
mengganggu istirahat Kevin, ataukah gaya tidurnya berantakan,
seperti kemarin, menempel-nempel Kevin atau mungkin
menendangnya dalam tidurnya"
"Ya. Karena aku tidur seranjang denganmu." Kevin
terkekeh, "Tidur seranjang denganmu dan tidak bisa
menyentuhmu." gumaman Kevin itu, biarpun pelan membuat
Nessa langsung beringsut ke ujung ranjang dengan waspada.
"Apa maksudmu?"
104 Santhy Agatha "Apakah aku harus menjelaskan maksudku dengan
gamblang seperti menjelaskan kepada anak kecil?" lelaki itu
memiringkan kepala, menatap sinis ke arah Nessa yang
menjauh ke ujung ranjang, "Kau pasti tahu pasti apa yang
dirasakan lelaki dewasa ketika harus melewatkan malam demi
malam dengan perempuan di ranjangnya, tanpa bisa berbuat
apa-apa." "Memangnya kau mau berbuat apa?" kali ini suara Nessa
benar-benar cemas. Kevin terkekeh lagi, terdengar meremehkan. "Tenang
Nessa, tak perlu melonjak dan lari dari ranjang ini, sesuai
janjiku kepadamu, aku tidak akan menyentuhmu." suara
sensualnya kembali memenuhi ruangan, "Kecuali kalau kau
mau kusentuh." "Aku tidak mau disentuh olehmu," jerit Nessa spontan.
Sedetik kemudian Nessa menyadari bahwa dia salah bicara,
karena gerakan tubuh Kevin tampak tegang, lelaki itu
tersinggung. "Kenapa kau tidak mau kusentuh?" Kevin bergerak
mendekat, dan sebelum Nessa bisa menyingkir dari ranjang,
lengan Kevin dengan kuat merengkuhnya, merapatkan
tubuhnya kepadanya. "Apakah aku menjijikkan untukmu?"
nafas Kevin terasa hangat di pipinya, membuatnya bergetar.
Nessa mencoba meronta, tetapi kedua lengan Kevin
menahan punggungnya dan menjepit lengannya di kedua sisi,
"Lepaskan aku." seru Nessa panik.
"Kenapa kau tidak mau kusentuh?" kali ini suara Kevin
berbisik di telinganya, membuat Nessa merasakan gelenyar geli
merayapi tubuhnya, "Aku suamimu."
Kemudian bibir itu melumat bibir Nessa, dengan panas
dan penuh penguasaan, seolah berusaha menaklukkan dan
mendominasi Nessa. Bibir kuatnya melumat kelembutan bibir
Nessa tanpa ampun, membuat Nessa terengah, kemudian
lidahnya mencicipi, mencecap kehangatan permukaan bibir
Nessa yang lembut, ketika lidah itu ingin menjelajah masuk,
Nessa mengatupkan bibirnya erat-erat, sekuat tenaga.
Perjanjian Hati 105 "Ayo sayang, biarkan aku masuk." suara Kevin berat dan
parau, penuh hasrat, bibirnya menggoda tanpa ampun,
menggelitik sudut bibir Nessa, hingga ketika Nessa membuka
mulutnya untuk memekik, dengan lihai Kevin menelusupkan
lidahnya, menjelajah masuk, berpesta pora di sana menikmati
seluruh rasa Nessa, dengan teknik ciumannya yang begitu ahli
dan tanpa ampun. Hingga ketika lelaki itu selesai melumatnya, Nessa
terbaring megap-megap dalam pelukannya.
Kevin menatap Nessa dengan tatapan yang tidak bisa
diartikan, membara, marah, sekaligus penuh kasih sayang.
"Nanti, ketika kau menyerahkan diri kepadaku, akan
kubuat itu menjadi malam yang tidak terlupakan olehmu." Lalu
dalam sekejap dia melepaskan pelukannya dan meninggalkan
ranjang, tergesa keluar, meninggalkan pintu berdebam di
belakangnya, dan Nessa yang masih terbaring di sana dengan
perasaan campur aduk. ?"" Kevin tidak kembali ke kamar malam itu, lelaki itu entah tidur
di mana semalam, yang pasti, ketika Nessa keluar untuk
sarapan, Kevin sudah duduk di sana, bercakap-cakap dengan
Delina dan Ervan. Lelaki itu hanya menatap Nessa datar, lalu berdiri dan
menarikkan kursi disebelahnya dengan sopan. Tidak ada
indikasi sama sekali bahwa lelaki itu mengingat insiden ciuman
paksanya di atas ranjang semalam. Nessa mencoba menahan
rasa panas yang menjalari pipinya ketika melihat Kevin,
mungkin bagi Kevin itu hal biasa, tetapi bagi Nessa hal itu
sangat intim, sangat baru dan membuatnya teringat terus setiap
detiknya. Tetapi, karena Kevin bersikap seolah semalam tidak
terjadi apa-apa, Nessa berusaha bersikap sama. Tidak akan


Perjanjian Hati Karya Santhy Agatha di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dibiarkannya Kevin tahu bahwa ciumannya begitu
mempengaruhi Nessa. "Kata kak Kevin, kak Nessa bangun terlambat karena
kelelahan." Delina tersenyum, "Sayang sekali, padahal tadinya
kita ingin mengajak kak Nessa melihat matahari terbit."
106 Santhy Agatha Nessa menatap Delina dengan pandangan menyesal,
"Maafkan aku Delina, aku langsung tertidur lelap semalam, dan
bangun-bangun sudah siang, mungkin aku memang benarbenar kecapekan."
"Tidak apa-apa kak Nessa, kita masih bisa berenang di
laut sekarang, kak Nessa bisa mencoba kembali berenang
sambil ditemani kak Kevin, kata Delina kak Kevin sangat jago
berenang melawan ombak."
Nessa menoleh kepada Kevin yang tersenyum
menggoda, "Kau tidak bisa berenang, Nessa?"
"Kak Nessa takut air," jawab Ervan sambil mengangkat
bahu, "Dulu waktu SD kami pernah berenang di kolam renang
umum. Ketika mencoba menyelam, kaki kak Nessa kram, tetapi
karena dia di dasar, tidak ada yang tahu kalau kak Nessa mulai
tenggelam, dia sudah tenggelam beberapa lama dan mengalami
serangan panik sampai kemudian salah satu orang tua
menyadari dan menyelamatkannya. Sejak itu kak Nessa tidak
mau berenang lagi." Kevin menatap Nessa penuh perhatian, "Jadi kau akan
melewatkan kegiatan menyenangkan kita untuk berenang di
laut pagi ini?" Nessa menghela napas, "Aku sangat menyesal, tetapi
mungkin aku memang harus melewatkannya."
"Tidak." Kevin berseru keras kepala, "Kau akan
berenang, dan kau tidak akan tenggelam, aku akan
menjagamu." "Aku tidak mau." Nessa mengernyit, meminta
pertolongan pada Delina dan Ervan, tetapi keduanya hanya
mengangkat bahu, tidak ada yang bisa membantah Kevin kalau
lelaki itu memutuskan sesuatu.
"Kau harus mau, titik." Kevin beranjak berdiri, "Sekarang
ganti baju renangmu aku menunggu di depan." ketika Kevin
melangkah pergi, Nessa menatap punggungnya sambil
mengucapkan berbagai macam cacian yang bisa diingatnya.
Dasar lelaki arogan yang keras kepala!
?"" Perjanjian Hati 107 "Ayo." Kevin menggenggam lengannya setengah memaksa,
"Aku akan menjagamu."
Kevin sudah berhasil memaksa Nessa ke tengah laut,
masih ditepian tetapi sudah lumayan dalam, dengan ombak
bermain di pinggang mereka, membuat kaki Nessa kadangkadang terasa melayang-
layang. Nessa mengikuti Kevin setengah terpaksa, "Kau memang
suka memaksakan kehendakmu ya, kuharap kau puas."
Kevin tertawa, tidak menutupi rasa puasnya, "Ya aku
puas. Lagipula sekarang kau sadar bukan, ketakutanmu hanya
ilusi. Kau bisa berenang dan air tidak akan mengalahkanmu."
"Tidak kalau kau kram dalam kedalaman air lima meter
dan tidak ada orang yang menyadari bahwa kau tenggelam."
Nessa meringis ketika kenangan yang membuatnya sesak napas
itu tergambar kembali di otaknya, membuatnya gemetar.
Kevin menyadari itu, dia menggenggam lengan Nessa
lembut, "Aku menjagamu. Jangan takut."
Entah kenapa kata-kata Kevin itu terdengar tulus,
membuat Nessa hampir saja memaafkan kelakuan Kevin di
insiden semalam ketika lelaki itu menciumnya dengan paksa.
"Kevin!" Suara itu familiar sekaligus membawa kenangan buruk
bagi Nessa. Dia langsung menoleh dengan waspada, dan
mendapati mimpi buruknya benar-benar terjadi, kenapa pula
Paula ada di pantai pribadi ini"
Ervan dan Delina tadi memutuskan keluar untuk
berjalan-jalan dan membeli es krim, dan sekarang Nessa harus
sendirian menghadapi perempuan yang merayu Kevin tanpa
malu-malu dan tidak mempedulikan kehadirannya.
"Boleh aku ikut bergabung bersama kalian?" Paula
melepas handuk yang melilit pinggangnya dan melemparnya ke
pasir, lalu mulai masuk ke air laut yang hangat, perempuan itu
tersenyum manis sambil menatap Nessa, senyuman palsu yang
penuh ejekan, "Oh, hai Nessa, kau ada di sini juga" kemarin aku
108 Santhy Agatha memutuskan menyusul kalian ke sini, untung aku masih
mendapat cottage di sebelah cottage kalian, jadi Kevin bisa
dekat kalau memutuskan mampir malam-malam." diliriknya
Kevin dengan tatapan menggoda, "Iya kan sayang?"
Kevin tidak menjawab, hanya terkekeh geli, lalu
mengarahkan Nessa untuk mencoba berenang ke tepian yang
lebih dalam, "Ayo Nessa, berenanglah, aku akan berjaga di
sebelahmu." Darah Nessa naik ke kepala. Kevin tampak tidak kaget
melihat Paula menyusul kesini. Jangan-jangan semua yang
dikatakannya bohong, jangan-jangan Kevin sering mengajak
Paula ke sini untuk bermalam, melihat Paula begitu luwes dan
tampak terbiasa memasuki bagian pantai pribadi di cottage
yang selalu di sewa Kevin kalau mereka kemari. Dan semalam,
Kevin tidak pulang ke kamarnya, apakah jangan-jangan lelaki
itu menginap di tempat Paula"
Suara Nessa bergetar ketika dia menghentakkan tangan
Kevin dengan kasar, "Jangan dekat-dekat! Aku bisa sendiri!"
serunya kasar. Kevin berdiri di sana, menatap Nessa yang memalingkan
muka tak mau menatapnya, "Kenapa Nessa" Kau tampak
marah, apakah karena Paula menyusul kemari" Jangan
pedulikan dia, dia memang suka mengikutiku kemanapun
mengingat dia sangat terobsesi padaku," gumam Kevin pelan,
mengedikkan bahunya ke arah Paula yang sudah mulai
berenang ke tengah dengan elegan, melambaikan tangannya
dan mengajak Kevin bergabung bersamanya.
"Aku tidak peduli kalau kau mau menghabiskan waktu
dengan simpananmu. Tetapi sungguh suatu penghinaan kalau
kau mengajaknya ke sini, saat kau sedang bersamaku!"
"Aku tidak pernah mengajaknya ke sini, dia sendiri yang
bilang tadi menyusul kita kemari, dia menginap di cottage
sebelah, lalu kau pikir aku harus berbuat apa" mengusirnya?"
Kau bisa mengusirnya dari pantai ini! Nessa menjerit
dalam hati, ingin rasanya dia memukuli dada Kevin dengan
marah. Tetapi itu tidak dilakukannya, dia menahan dirinya
Perjanjian Hati 109 sekuat tenaga, menghembuskan napasnya panjang-panjang.
Rasa sakit itu mulai menyeruak ke dadanya, rasa sakit yang
sama, rasa sakit yang menakutkan.
"Aku sangat membencimu. Pernikahan ini seperti neraka
untukku!" Nessa menggeram marah, meninggalkan Kevin yang
tertegun mendengar perkataannya, lalu dengan nekat masuk ke
air menyelam ke dalam lautan, dan berenang ke tengah,
menjauhi Kevin. Semula biasa saja, Nessa merasakan berenang di laut
ternyata sangat menyenangkan, berbeda ketika berenang di
kolam renang. Disini dia harus bisa menyesuaikan diri dengan
hempasan ombak yang membawa tubuhnya mengikutinya.
Sejenak Nessa menikmatinya, senang ketika dia bisa
menjauh dari pasangan tak tahu malu itu, Kevin dan Paula yang
mungkin sedang bercengkerama di sana, dia berenang makin
jauh, dan jauh... Sampai kemudian dia merasakan rasa sakit itu.
Rasa sakit menyengat di kakinya yang mulai terasa kaku.
Kakinya kram lagi! Dengan panik Nessa berusaha menjejak, menyadari dia
sudah berada jauh di tengah sehingga pasir sudah tidak bisa
digapai oleh kakinya. Nessa mulai tenggelam dengan sebelah
kaki kram dan sakit setengah mati. Tidak bisa berteriak.
Kevin! Teriaknya panik dalam hati sebelum kegelapan
menelannya. 110 Santhy Agatha "Kadangkala cinta yang kau nanti,
sudah ada dalam genggaman tanganmu.
Hanya saja kau belum menyadarinya."
9 Nessa merasakan napasnya sesak ketika air laut mulai
menenggelamkannya, asin yang panas memasuki tubuhnya,
membuatnya megap-megap mencoba meminta pertolongan
untuk terakhir kalinya, lalu semuanya hampir terasa gelap.
Lalu lengan kuat itu mengangkatnya, menempelkan
tubuh lemasnya ke dada telanjangnya yang keras. Aroma itu...
Aroma parfum yang sangat dikenalnya... Kevin" Nessa
tersenyum dalam hati, menyadari Kevin telah menyelamatkannya. Lalu kesadarannya hilang.
?"" Ketika terbangun, Nessa ada di rumah sakit. Yang dirasakan
pertama kali adalah pusing dan kehilangan orientasi, lalu dia
mengenali wajah itu, ibunya dan Ervan di belakangnya. Yang
duduk di tepi ranjangnya dan menatapnya dengan cemas.
Dia terbangun dan langsung terbatuk-batuk,
membersihkan tenggorokannya yang terasa panas, Ibu Nessa
berusaha menepuk-nepuk pundak Nessa untuk membantunya,
sementara Ervan berlari keluar untuk memanggil dokter.
Nessa menatap sekeliling ketika kesadarannya sudah
kembali, dimana Kevin" Itu yang terpikir olehnya pertama kali.
Bukankah waktu itu Kevin yang menyelamatkannya" Kenapa
sekarang dia tidak ada" Tiba-tiba sebersit rasa kecewa
memenuhi dirinya. Ervan masuk kembali dengan dokter dan Delina yang
mengikuti dengan cemas di belakangnya. Dokter memeriksa
Nessa sejenak lalu pergi dan tampak becakap-cakap dengan ibu
Nessa dan Ervan, sementara Delina duduk di tepi ranjang.
Perjanjian Hati 111 "Syukurlah kak Nessa, kakak sudah sadar, kami cemas
sekali menanti di sini." Delina duduk di pinggiran ranjang dan
menggenggam tangan Nessa.
Nessa tetap memandang ke sekeliling, masih susah
berbicara. Dimana Kevin" pikirnya.
Delina sepertinya menyadari apa yang ada di benak
Nessa, dia tersenyum. "Kak Kevin sedang membeli kopi di bawah. Kami yang
memaksanya supaya menyingkir karena seharian dia seperti
orang gila, mondar mandir di koridor, keluar masuk kamar,
menunggumu sadar." Kevin mencemaskannya sampai seperti itu" benarkah"
Sejenak dada Nessa membuncah oleh perasaan hangat.
Lalu dia teringat akan kejadian sebelum dia tenggelam,
kedatangan Paula, sikap acuh tak acuh Kevin ketika Paula
terang-terangan menggodanya, dan kemudian kemarahan
Nessa yang kekanak-kanakan.
Astaga, kenapa dia marah" Kalau dia tidak mempunyai
perasaan terhadap Kevin, dia tidak perlu semarah itu. Omong
kosong kalau Paula memang tidak menghargai keberadaannya,
seharusnya hal itu tidak akan mengganggunya kalau dia tidak
mempunyai perasaan apa-apa kepada Kevin.
Pipi Nessa memerah malu menyadari betapa kekanakkanakan sikapnya sebelum
tenggelam, Kevin pasti menertawakannya, karena dia seolah menunjukkan kalau dia
cemburu berat kepada Paula.
"Kak Kevin tampak sangat menyesal karena kak Nessa
sampai tenggelam." Delina menyambung, tidak menyadari
perubahan ekspresi Nessa.
Lalu pintu terbuka dan Kevin masuk, lelaki itu langsung
menghampiri Dokter dan bercakap-cakap dengannya, dan
setelah dokter pergi, langsung melangkah mendekati ranjang.
Delina, yang melihat ibu Nessa serta Ervan melangkah keluar,
langsung ikut berpamitan keluar dulu, memberi kesempatan
kepada Kevin berduaan dengan Nessa.
112 Santhy Agatha Lelaki itu tampak letih. Nessa menyimpulkan. Apakah
karena dirinya" "Bagaimana perasaanmu?" Kevin menarik kursi
mendekat dan duduk di samping ranjang, mengamati Nessa
dengan cermat. "Aku baik." jawab Nessa pelan, suaranya masih serak
dan tenggorokannya masih sakit. Tetapi secara keseluruhan dia
baik-baik saja. "Maafkan aku," suara Kevin berbisik, "Aku memaksamu
berenang. Pada akhirnya aku tidak menjagamu."
Karena aku yang lari darimu, karena aku cemburu dan
kekanak-kanakan. Nessa mendesah dalam hati, tetapi kata-kata
itu tidak bisa keluar dari bibirnya. Dia hanya menggeleng
lemah. Kevin tersenyum tipis sambil menatap Nessa, lalu
menghela napas. "Aku... Kau bilang pernikahan ini seperti di neraka."
mata Kevin tampak muram, "Aku tidak menyadari kalau kau
begitu tersiksa dengan pernikahan ini. Karena aku... Karena aku
sendiri mungkin bisa dikatakan menikmatinya." lelaki itu
mendesah, lalu seolah tidak tahan duduk lama disitu dia berdiri
dan memasukkan tangan ke saku celananya, "Nanti setelah kau
sembuh, kita bicarakan perihal perceraian. Aku akan
memikirkan cara terbaik untuk menjelaskan kepada semuanya.
Memang tidak adil menahanmu ke dalam pernikahan
sandiwara ini." Kevin mendekat ke tepi ranjang, lalu membungkuk dan
tanpa dinyana, mengecup dahi Nessa dengan lembut.
"Cepat sembuh ya." bisiknya pelan sebelum melangkah
pergi, meninggalkan Nessa yang tertegun tanpa mampu
berkata-kata. Perasaannya berkecamuk, dan dia bingung harus
bagaimana. ?"" Perceraian. Nessa memejamkan matanya. Bukankah itu jalan keluar
yang terbaik dari pernikahan sandiwara ini" Dari awal mereka
menikah untuk mencegah perjodohan yang dilakukan mama


Perjanjian Hati Karya Santhy Agatha di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Perjanjian Hati 113 Kevin untuk Kevin dan Delina, demi kebahagiaan adik-adik
mereka. Dan memang benar, setelah mama Kevin meninggal,
tidak ada yang perlu dipertahankan dari pernikahan ini.
Tetapi meskipun ini adalah jalan keluar yang terbaik,
entah kenapa Nessa merasa ini tidak benar. Hatinya
memberontak ketika mendengar kata perceraian, dan itu
karena alasan yang tidak dia tahu. Kenapa" Kenapa dia tidak
menginginkan perceraian" Apakah itu karena dia merasa
nyaman menjadi isteri Kevin, dan ingin terus menjadi isterinya.
Apakah sebenarnya... Tanpa disadarinya, dia telah jatuh cinta
kepada lelaki itu" Nessa memejamkan matanya ketika gemuruh
perasaannya membuat kepalanya terasa pening. Jatuh cintakah
dia kepada Kevin" Nessa tidak berpengalaman dalam hal jatuh
cinta. Dia hanya pernah satu kali menyerahkan hatinya kepada
laki-laki. Kepada Marcell, dan itupun dia telah dilukai
sedemikian rupa. Perasaannya sekarang kepada Kevin berbeda, bukan
perasaan berbunga-bunga, jantung berdegup kencang ataupun
terasa melayang-layang ketika membayangkan Marcell seperti
dulu. Perasaannya kepada Kevin ini tumbuh dengan pelan
seiring berjalannya waktu. Muncul ketika menyadari betapa
sayangnya Kevin kepada adik dan mamanya, muncul ketika dia
merengkuh Kevin yang rapuh menangis dalam pelukannya,
muncul dari kebersamaan mereka ketika Kevin tanpa ragu
menopangnya ketika dia butuh dorongan, muncul di setiap
detiknya bersama laki-laki itu. Dan mungkin inilah cinta, karena
dia merasakan cemburu luar biasa atas kehadiran Paula.
Oh astaga. Aku benar-benar telah jatuh cinta kepada
Kevin. Tapi bagaimana sekarang" Karena dorongan cemburu
yang kekanak-kanakan, dia telah mengatakan kepada Kevin
bahwa pernikahannya seperti di neraka. Padahal sesungguhnya, dia bahagia. Dia bahagia.
Haruskah dia mengungkapkan semuanya kepada Kevin"
Tapi perasaan Kevin kepadanya sangat misterius. Lelaki itu
mengatakan bahwa dia menikmati pernikahan mereka. Tidak
114 Santhy Agatha lebih. Belum lagi kejadian malam itu, yang menunjukkan bahwa
ketertarikan Kevin kepadanya hanya sekedar nafsu.
Ataukah jangan-jangan... Kevin memang menginginkan
perceraian ini" Karena ada Paula" Karena dia merindukan
kebebasannya bercinta dengan semua perempuan tanpa harus
dibebani tanggung jawab kepada seorang isteri"
Benak Nessa dipenuhi berbagai pikiran, membuat
dadanya semakin sesak. ?"" Pagi itu Nessa pulang dari rumah sakit, Kevin yang
menjemputnya di-jam makan siang, masih mengenakan jas
kerja yang membuatnya tampak elegan dan begitu tampan.
Mereka diam dalam perjalanan pulang.
Mereka masuk ke kamar dan Nessa duduk di pinggiran
ranjang, menatap Kevin yang meletakkan tas-tas berisi pakaian
Nessa ke depan meja rias.
"Kau tidak berangkat kerja lagi?"
Kevin menoleh dan tersenyum, "Tidak, aku tidak
kembali lagi. Aku pikir mungkin kau perlu ditemani hari ini."
Nessa mendesah, "Tidak apa-apa, aku bisa istirahat dan
tidur seharian." "Aku sudah memintakan izin ke TK tempatmu
mengajar," Kevin termenung, "Kau akan bosan kalau berbaring
seharian disini tanpa teman, jadi aku akan menemanimu. Delina
masih kuliah sampai sore, dan aku juga sudah meminta ibu
untuk sementara tinggal di sini menemanimu besok kalau aku
bekerja dan rumah kosong sementara kau masih harus istirahat
di rumah, beliau baru bisa menginap disini nanti malam, aku
sudah menyuruh supir menjemput beliau."
"Terima kasih Kevin." bisik Nessa dengan tulus.
Kevin tersenyum, lalu duduk di sofa di sudut kamar,
menatap Nessa dengan miris.
"Kita harus mulai mempersiapkan bagaimana
menjelaskan kepada mereka semua kalau kita akan berpisah."
Perjanjian Hati 115 Kenapa kau tampak sangat ingin segera berpisah
denganku" Hati Nessa dipenuhi oleh pertanyaan-pertanyaan yang
membuatnya pedih, tetapi dia tidak mampu mengutarakannya.
"Mungkin kita harus mengutarakan yang sebenarnya
kepada mereka," gumam Nessa akhirnya.
Kevin tersenyum, "Delina akan mengamuk kepadaku.
Dia pasti berpikir aku sudah menodaimu, mengingat reputasiku
selama ini." "Aku akan menjelaskan kepadanya," Nessa tersenyum,
"Bahwa kau berlaku bagai malaikat terhadapku setiap malam."
"Malaikat?" Kevin menatap Nessa dengan pandangan
misteriusnya lagi, seakan ingin berkata sesuatu tetapi
tertahankan, "Aku sebenarnya tidak ingin perceraian ini terjadi,
apalagi dalam waktu-waktu dekat."
Jantung Nessa berdegup, merasakan harapan tumbuh di
dalam dirinya. Kevin tidak menginginkan perpisahan
dengannya" Apakah itu karena Kevin ingin bersamanya"
Kevin...mencintainya?"
"Kenapa?" suara Nessa serak oleh antisipasi.
"Kalau kita bercerai kau akan menyandang janda di usia
muda, diceraikan hanya dalam beberapa bulan pernikahan...
Aku laki-laki, beban sosialku tidak akan seberat dirimu," Kevin
mendesah, "Aku mencemaskanmu. Itulah alasanku menundanunda perihal pernikahan
ini." Tetapi kau tidak mencintaiku. Nessa mendesah lagi
dalam hati. Seandainya kau bilang kau tidak menginginkan
perpisahan karena kau mencintaiku, aku akan mengaku kalau
aku mencintaimu... "Aku tidak apa-apa. Aku sudah lelah dengan sandiwara
ini." Nessa mendesah, akhirnya.
"Kenapa kau begitu ingin perceraian?" Kevin
menatapnya lurus-lurus, "Apakah kau tidak bahagia?"
116 Santhy Agatha Bukankah kau yang menginginkan perceraian" Nessa
menjerit dalam hati. Tetapi lalu memalingkan muka, bingung
harus menjawab apa. "Aku minta maaf kalau sudah membuat hidupmu bagai
di neraka. Sungguh aku tidak berencana menyiksamu seperti
itu. Kau mungkin ingin bebas dan menemukan cinta sejatimu di
luar sana, dan itu tidak akan terjadi kalau kau masih terikat
sebagai isteriku." Kevin mendesah, "Aku tidak berhak
menghalangi kebahagiaanmu."
Nessa memejamkan matanya, tak sanggup lagi
mendengar. "Kau tidak apa-apa?" Kevin tampak cemas melihat Nessa
memejamkan matanya sambil mengerutkan dahi.
"Aku hanya sedikit pusing." jawab Nessa pelan. Pusing
dan patah hati, pastinya.
Kevin mengangkat bahunya dan beranjak pergi.
"Yah... Istirahatlah, kita bicarakan nanti kalau kondisimu
sudah lebih baik. Kalau kau butuh apa-apa, aku ada di ruang
kerjaku." lelaki itu beranjak dan meninggalkan ruangan.
?"" Ibunya datang di sore harinya, seperti yang dikatakan oleh
Kevin. Sang ibu mengurusnya dengan baik, membantunya
mandi dan menyuapinya, lalu duduk di pinggir ranjang dan
menatapnya prihatin. "Bagaimana kondisimu, sayang?"
Nessa tersenyum, "Aku baik-baik saja ibu." Dia menghela
napas dengan sedih. Memikirkan ke depannya. Bagaimanakah
perasaan ibunya kalau tahu bahwa Nessa dan Kevin akan
bercerai" Ibunya pasti sedih luar biasa, belum lagi kalau ibunya
mengetahui bahwa pernikahan ini hanyalah sandiwara semata.
Nessa meringis, tiba-tiba merasa takut akan masa depan yang
akan dihadapinya. Sang ibu rupanya menyadari perubahan ekspresi Nessa,
dia menatap anaknya dengan cemas.
"Kenapa sayang" Kau tampak kesakitan."
Perjanjian Hati 117 Nessa langsung mencoba tersenyum kepada ibunya,
"Tidak apa-apa ibu, aku... Aku sedikit pusing."
"Berbaringlah." ibunya mendorongnya berbaring dan
menyelimutinya, "Tak kusangka kau akan mengalami hal yang
sama seperti dulu, hampir tenggelam karena kakimu kram.
Tetapi untunglah Kevin sigap menolongmu sehingga kau tidak
celaka." "Kevin juga yang membuatku mencoba berenang." Nessa
cemberut mengingat pemaksaan Kevin waktu itu.
"Tetapi dia sangat menyesal. Kau tidak tahu betapa
paniknya dia ketika kau belum sadar. Dia terus menerus
menggenggam tanganmu, terus menerus merapalkan kata maaf
bagaikan mantra." ibunya tersenyum lembut, "Ibu senang
dengan pernikahanmu ini nak, kau tampak bahagia dan Kevin
sangat bertanggung jawab dan mencintaimu. Pernikahan ini
tampaknya benar-benar menjadi lembaran baru untukmu,
membuatmu melupakan masa lalu. Bahkan Ervan cerita bahwa
kau datang ke pernikahan Marcell dengan tegar, didampingi
oleh Kevin." Nessa memalingkan muka. Tak tega membayangkan
perasaan ibunya nanti kalau mengetahui semuanya, "Iya ibu,
Kevin mengantarku datang ke pesta pernikahan Marcell dan
menghadapi semuanya, menghadapinya, menghadapi isterinya,
menghadapi mamanya dan keluarganya."
"Dan sekarang bagaimana perasaanmu mengenai itu?"
Nessa tersenyum lembut, "Lega ibu. Ternyata aku sudah
benar-benar melepaskan Marcell."
"Tentu saja." sang ibu tertawa, "Kau kan sudah bersuami,
dan suamimu seratus kali lebih baik daripada Marcell." gumam
ibunya menggoda. Nessa ingin menanggapi candaan ibunya itu dengan
senyum, tetapi yang berhasil dikeluarkannya hanyalah seringai
kecut. "Untunglah insiden kemarin terjadi ketika kau dalam
kondisi belum mengandung." ibunya mengalihkan topik
118 Santhy Agatha pembicaraan, "Kalau kau mengandung nanti, kau harus berhatihati."
"Mengandung?" Nessa menelan ludah dengan susah
payah. "Ya. Setiap pasangan yang bahagia pasti ingin segera
mempunyai bayi. Lagipula ibu sudah tidak sabar menimang
cucu." gumam ibunya ringan. Tidak menyadari perasaan yang
berkecamuk di dada Nessa.
Bagaimana mungkin dia bisa mengandung" Mereka
tidak pernah melakukan hubungan suami-isteri. Lagipula,
sebentar lagi mereka akan bercerai bukan" Dada Nessa sakit
membayangkan betapa kecewanya ibunya.
?"" "Bagaimana keadaanmu?"
Kevin datang larut malam setelahnya, sepertinya lelaki
itu datang malam-malam, sengaja menunggu setelah Nessa
tertidur, dan agak terkejut ketika melihat Nessa masih
terbangun dan membaca. "Aku baik-baik saja." Nessa menurunkan bukunya, dan
menatap Kevin dengan pedih, "Bagaimana kita akan
menjelaskan semuanya kepada ibuku" Kepada Ervan dan
Delina?" "Kita akan mencari cara." dengan canggung, Kevin naik
ke atas ranjang, dan duduk di sebelah Nessa, bersandar pada
kepala ranjang, "Bagaimanapun juga saat ini akan tiba. Kita
membuat perjanjian pernikahan ini dengan sadar, dan sekarang
kita harus menghadapi konsekuensinya."
Nessa menghela napas panjang, tiba-tiba buku yang
dipegangnya terasa tidak menarik lagi. Diletakkannya buku itu
dan lalu berbaring. Kevin menyusulnya kemudian. Lama
mereka berbaring di kegelapan, dengan mata nyalang dan
pikiran yang berkecamuk di benak masing-masing.
?"" Ketika keadaanya membaik dan sudah diperbolehkan masuk
kerja, Nessa langsung mengunjungi Garden Cafe itu
Perjanjian Hati 119 sepulangnya kerja di sore hari, dia sangat merindukan cokelat
panas yang bisa menenangkan hatinya.
Seperti biasa, Albert pulalah yang mengantarkan
minumannya. Lelaki itu hampir selalu ada di cafe ini. Cafe ini
adalah rumahnya, katanya. Dia tinggal di lantai dua cafe ini
seorang diri karena kehilangan isteri dan anaknya dalam
sebuah kecelakaan. Sejak itu dia menjadi pengurus cafe ini
karena kebetulan pemilik cafe ini mengenalnya sejak dulu, dan
menyibukkan diri menjadi pelayan cafe ini.
"Lama sekali kau tidak muncul Nessa, aku sampai
berpikir kalau kau mulai bosan dengan cokelat panas kami."
Nessa tertawa, menerima cangkir yang berisi cokelat
yang masih mengepul itu dengan tangannya, "Aku tidak pernah
bosan kemari. Cokelat di sini paling enak di dunia." jawabnya,
membuat Albert terkekeh. "Bagaimana dengan pernikahanmu" Aku harap kau
sudah menyelesaikan segala permasalahan di sana."
Ekspresi Nessa langsung berubah sedih, "Semua tidak
berjalan seperti yang semestinya, Albert... Mungkin keputusan
akhirnya adalah kami akan berpisah."
"Apa?" Albert setengah berseru, menatap Nessa dengan
serius, "Kau akan berpisah dengan Kevin" Apakah kau serius"
Kalian sepertinya pasangan yang sangat cocok."
Mereka memang beberapa kali makan malam di cafe ini
kalau Kevin kebetulan ada waktu dan menjemputnya sepulang
kerja. Dan tentu saja di depan umum, mereka berpura-pura
seperti pasangan bahagia yang mesra. Mungkin hal itu juga
yang ditangkap Albert selama ini.
Nessa tersenyum sedih, "Hubungan kami sangat rumit
Albert, saking rumitnya sampai kami tidak bisa menemukan


Perjanjian Hati Karya Santhy Agatha di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jalan keluar untuk saling bertemu."
Albert menatap Nessa menyelidik, "Apakah ada orang
ketiga di antara kalian?"
Bayangan Paula langsung terlintas di benak Nessa.
Membuat rasa nyeri itu kembali menyerang dadanya. Paula
yang begitu cantik dan menggoda. Nessa tidak ada apa-apanya
120 Santhy Agatha jika dibandingkan dengan Paula. Dan meskipun Kevin
mengatakan tidak ada apa-apa antara dirinya dengan Paula,
bahwa hubungan mereka sudah berakhir sejak lama, tetap saja
Nessa merasa ragu. "Ada seorang perempuan dari masa lalu. Dia sangat
cantik," Nessa tercenung.
"Apakah Kevin berselingkuh darimu?"
"Tidak." Nessa membantah cepat, "Kevin tidak
berselingkuh, tetapi perempuan itu tidak berhenti mengejarnya
dan aku takut... Aku takut..." Nessa menelan ludahnya, "Aku
takut pada akhirnya Kevin akan tergoda."
Albert terkekeh, "Itu berarti kau cemburu dan jika kau
cemburu berarti ada cinta di dalamnya." suara Albert berubah
serius, "Apakah kau mencintai suamimu, Nessa?"
Nessa tertegun lama mendengar pertanyaan Albert.
Apakah dia mencintai Kevin" Kevin yang begitu kuat sekaligus
rapuh" Kevin yang penuh kasih sayang dan siap menopangnya
ketika dia membutuhkan"
Nessa memejamkan matanya, "Ya Albert. Aku mencintai
suamiku. Sangat." Albert tersenyum, "Kalau begitu perjuangkanlah
pernikahanmu. Kau tahu kata-kataku tentang cokelat dan
pernikahan" Bahwa kepahitan cokelat bisa menjadi nikmat
dengan takaran gula dan susu yang pas" Dalam pernikahan,
cintalah bumbu penyedap itu. Selama kau masih punya cinta,
kau masih punya kesempatan untuk memaniskan
pernikahanmu." Albert menepuk pundak Nessa lembut sebelum
melangkah pergi, "Berjuanglah, jangan menyerah begitu saja."
gumamnya. ?"" Ketika Nessa pulang malam itu, Suasana rumah sunyi senyap,
dengan pelan dia menaiki tangga dan menuju kamarnya.
Jas Kevin tampak tersampir di kursi di kamar itu,
menunjukkan kalau lelaki itu sudah pulang dan berada di suatu
tempat di rumah ini. Nessa teringat perkataan Albert tentang
mempertahankan pernikahan.
Perjanjian Hati 121 Dia memang punya cinta untuk pernikahan ini. Tetapi
apakah Kevin juga mempunyainya"
Nessa menghela napas panjang, dia tidak akan tahu
kalau dia tidak menanyakannya. Setidaknya kalau ternyata
cinta Nessa bertepuk sebelah tangan, dia tidak meninggalkan
pernikahan ini dengan perasaan bertanya-tanya.
Rumah tampak lengang, tidak ada siapapun di sana. Para
pelayan mungkin sedang sibuk di dapur. Dan Kevin...mungkin
ada di ruangan kerjanya. Nessa melangkah menuruni tangga dengan pelan,
kemudian tertegun ketika berada di ruang tamu dan menatap
ke luar jendela. Ada mobil warna kuning cerah yang diparkir di
halaman. Apakah Kevin sedang menerima tamu"
Nessa melangkah penuh ingin tahu ke ruang kerja Kevin,
terdengar suara percakapan samar-samar di sana. Pintu ruang
kerja tidak tertutup sepenuhnya sehingga suara di dalam masih
bisa keluar. Itu suara perempuan... Suara Paula!
Oh Ya ampun! Bahkan perempuan itu masih mengejar
kemari, di rumah Kevin. Bertamu pada malam hari pula, dengan
kemungkinan Nessa sudah ada di rumah.Sungguh keterlaluan!
Tetapi kemudian, percakapan yang terdengar olehnya
membuatnya tertegun. ?"" "Apakah tujuanmu pada akhirnya tercapai?" itu suara Paula
dengan ciri khas genit dan bercampur logat kebaratbaratannya.
"Tidak. Belum. Dan aku masih membutuhkan
bantuanmu." itu suara Kevin, terdengar tegas dan dingin.
"Ah, Kevin yang keras hati ternyata masih membutuhkan
bantuanku." Paula terdengar terkekeh geli, lalu suaranya
merendah sensual, "Seperti malam itu, ketika kau menyusuhku
menyusul ke cottage tempatmu berada, tepat setelah kau
bertengkar dengan Nessa... Ternyata aku masih berguna juga
untuk menyenangkanmu."
122 Santhy Agatha Kevin yang menyuruh Paula menyusul ke cottage itu" Jadi
bukan Paula yang menyusul dengan inisiatifnya sendiri karena
obsesinya terhadap Kevin"
Wajah Nessa memucat. Astaga, betapa keterlaluannya
Kevin. Pada satu titik dia merayu Nessa karena terdorong nafsu
di atas ranjang dan ketika Nessa menolaknya, dengan
mudahnya Kevin memanggil perempuan lain untuk
memuaskan nafsunya! Nessa mungkin telah salah menilai Kevin, lelaki ini
bermoral bejat, dia tidak seharusnya mencintai Kevin!
"Nessa?" suara Kevin membuat Nessa yang berdiri
terpaku di pintu terlonjak dari lamunannya, "Sudah sejak kapan
kau ada di situ?" Suara Nessa bergetar karena emosi, "Sudah sejak aku
mendengar betapa tidak bermoralnya dirimu!" Ditatapnya
Kevin yang terpaku dengan tatapan cemas dan Paula yang
memandangnya dengan senyuman aneh berganti-ganti, "Aku
menginginkan perceraian. Segera." air mata mulai membuat
matanya terasa panas. Tidak! Kevin tidak boleh melihatnya
menangis! Dengan segera, dia membalikkan badan, hendak
meninggalkan tempat itu. Tetapi Kevin bergerak cepat dan
meraih tangannya, menahannya dengan keras.
"Tunggu dulu!" serunya marah, "Kau salah paham! Biar
aku jelaskan." "Menjelaskan apa?" Kali ini Nessa tidak bisa menahan air
matanya, "Aku mendengar sendiri, ternyata kau yang
menyuruh Paula menyusulmu ke pantai itu. Bukan Paula yang
mengejarmu! Aku jijik kepadamu Kevin! Aku tidak menyangka
kau tidak bisa menahan nafsumu, padahal status kita masih
suami isteri. Setidaknya kau harus menghormatiku, meskipun
pernikahan ini hanya sandiwara!" Nessa berteriak tidak peduli
ada Paula di sana, mendengar semuanya. Toh pernikahan ini
akan berakhir bukan"
"Kau salah paham! Aku tidak menyuruh Paula menyusul
untuk menidurinya!" Kevin berseru setengah emosi, "Aku
Perjanjian Hati 123 menyuruhnya untuk membantuku! Untuk membuatmu
cemburu!" Apa" Nessa tertegun. Pernyataan terakhir Kevin...
Apakah dia tidak salah dengar" Kevin meminta Paula
membantu membuatnya cemburu" Kenapa Kevin melakukannya" Ditatapnya Paula yang melihat pertengkaran
mereka sambil mengangkat alis dan senyum menghiasi
bibirnya yang berlipstick merah menyala itu.
"Wah... Wah, sepertinya ini pertengkaran pribadi suami
isteri, dan aku tidak berhak ikut campur." Paula meraih tasnya
yang tergeletak di meja, "Seharusnya kau berbangga hati Nessa,
seorang Kevin, yang tidak pernah peduli pada seorang
perempuan, sampai memohon bantuanku, hanya untuk
membuatmu cemburu." Paula mengedipkan sebelah matanya
sebelum melangkah pergi, "Dulu aku dan Kevin memang
kekasih, tetapi sekarang tidak lagi. Kami hanya bersahabat, aku
sudah menikah secara rahasia dengan kekasih sejatiku, bahkan
Kevin yang menjadi saksi pernikahan kami. Aku berutang
kepada Kevin, karena itulah aku setuju untuk membantunya."
Paula lalu melempar senyum kepada Kevin, "Sepertinya
sampai di sini aku bisa membantumu, Kevin sayang. Semoga
kau bisa membereskan masalah rumah tanggamu dengan baik
dan berujung bahagia." lalu perempuan itu melangkah pergi
meninggalkan ruangan. ?"" Nessa tertegun, menatap kepergian Paula, lalu berbalik
menatap Kevin dengan marah, dihempaskannya tangan Kevin
yang masih menahan tangannya, kali ini Kevin menyerah dan
melepaskannya. Mereka berdiri berhadap-hadapan di depan
ruang kerja Kevin. "Apa maksud semua ini?"
Kevin mengacak rambutnya frustrasi, lalu melangkah
memasuki ruangan kerjanya, "Duduklah, dan aku akan
menjelaskan semuanya."
Tanpa suara Nessa mengikuti Kevin dan duduk di sofa
ruang kerja itu, di depan Kevin.
124 Santhy Agatha "Jelaskan padaku." gumam Nessa dengan suara bergetar
ketika Kevin tetap tidak bersuara.
Lelaki itu memejamkan matanya, lalu menghembuskan
nafasnya. "Seperti yang kau bilang tadi, aku meminta bantuan
Paula untuk membuatmu cemburu."
"Kenapa?" sela Nessa cepat.
Kevin menatap Nessa dengan tajam, "Karena aku ingin
kau cemburu kepadaku."
"Lalu apa tujuanmu" Apakah untuk memuaskan ego
lelakimu ketika isterimu cemburu kepadamu?" gumam Nessa
jengkel. Sialan! Semua ini direncanakan dan dia terpancing
dengan mudahnya. Mungkin Kevin dan Paula menertawakan
sikapnya diam-diam di belakangnya. Pemikiran itu membuat
hatinya terasa sakit. "Bukan, astaga Nessa, kenapa kau selalu berpikiran
buruk kepadaku?" gumam Kevin marah, "Aku ingin kau
cemburu kepadaku karena aku mencintaimu."
Kali ini Nessa benar-benar ternganga, itu tadi... Apakah
itu pengakuan cinta Kevin kepadanya"
Kevin melirik Nessa yang terpaku, lalu tersenyum kecut.
"Yah, semua karena aku mencintaimu, mau dibilang
bagaimana lagi. Kau mungkin tidak percaya. Tetapi aku sudah
menyimpan perasaan kepadamu sejak di pesta itu, ketika aku
melihatmu pertama kali, berdiri dengan cantiknya di sana
sendirian. Lalu dengan angkuhnya menolak rayuanku. Aku
menyelidiki masa lalumu lebih karena aku ingin tahu
tentangmu, bukan karena kau adalah kakak Ervan. Dan aku
semakin mencintaimu ketika tahu kisahmu, masa lalumu
bersama Marcell, segalanya..." Kevin mendesah frustrasi, "Kau
mungkin tidak akan percaya, tetapi bahkan aku menawarkan
perjanjian sandiwara gila itu lebih karena aku terdorong oleh
perasaanku, daripada akal sehatku. "
Ketika Nessa tetap tidak berkata-kata, Kevin
melanjutkan. Perjanjian Hati 125 "Seiring berjalannya waktu perasaanku semakin dalam.
Pernikahan ini adalah saat paling membahagiakan dalam
hidupku. Ketika aku bangun di pagi hari dan menyadari kau
sedang bergelung mencari kehangatan di tubuhku, ketika aku
bergegas pulang dari kantor karena tidak sabar bertemu
denganmu. Ketika aku menatapmu dan bergumam dalam hati,
memanggilmu sebagai isteriku. Aku merasa terlalu bahagia,
sehingga menyimpan harapan konyol bahwa pernikahan ini
akan berlangsung selamanya."
Kevin menatap Nessa lekat-lekat, matanya tampak sedih,
"Tetapi aku tidak bisa membacamu. Aku tidak bisa menebak
perasaanmu, karena itulah aku meminta Paula membantuku,
untuk melihat apakah kau cemburu kepadaku." Kevin
mendesah, "Cara kau memarahi Paula di makam itu
membuatku bahagia luar biasa, kau dengan gigih
mempertahankanku. Karena itulah malam itu aku berharap
lebih, terlalu percaya diri, aku memutuskan untuk merayumu..."
Kevin mengerjapkan matanya, "Tetapi kau tahu hasilnya seperti
apa bukan" Bukannya merayumu, aku malah menunjukkan
kepadamu bahwa aku hanyalah bajingan yang menyimpan
nafsu tak bermoral kepadamu."
Nessa menggelengkan kepalanya, tetapi tak bisa
berkata-kata. "Malam itu aku begitu marah," gumam Kevin, "Aku ingin
membuatmu menunjukkan kalau kau juga menyimpan
perasaan yang sama kepadaku. Dalam kemarahanku aku
menelepon Paula, untuk menyusul ke pantai, untuk memancing
cemburumu lagi. Mungkin dengan kehadiran Paula kau bisa
menyadari bahwa kau sebenarnya juga tertarik kepadaku."
Kevin tertawa pahit, menertawakan dirinya sendiri, "Pada
akhirnya kau malahan mengatakan kepadaku bahwa
pernikahan kita bagaikan di neraka untukmu. Dan kemudian
aku malahan membuatmu celaka... Oh astaga padahal yang
kuinginkan hanyalah mengetahui perasanmu kepadaku. Aku
akan sangat senang kalau kau juga mencintaiku, tetapi kalau
kau belum mencintaiku pun aku bertekad akan membuatmu
mencintaiku." 126 Santhy Agatha "Bukan salahmu kalau aku tenggelam..." desah Nessa
cepat. Kevin mengangkat bahu, "Jangan membelaku, semua
salahku. Aku yang memaksamu mencoba berenang di laut, aku
berjanji untuk menjagamu tetapi pada akhirnya kau malah
tenggelam. Aku tidak ingin membuatmu menderita, karena
itulah aku menyerah. Kau akan kuberikan perpisahan yang
sangat kau inginkan itu. Tetapi... Aku hanya ingin kau tahu, aku
mencintaimu Nessa, dan aku tidak peduli kau membalas
cintaku atau tidak. Aku ingin kau tahu, cintaku ini milikmu,
bahkan nanti ketika kita sudah bercerai. Tetapi seandainya kau
memberiku kesempatan, aku ingin menunjukkan bahwa aku
mencintaimu, lebih dari yang pernah kau tahu."
Mata Nessa mulai berkaca-kaca. Semua informasi ini
terlalu mendadak, sekaligus terlalu membahagiakan. Nessa
tidak pernah menyangka kalau Kevin menyimpan perasaan
kepadanya. Bahwa lelaki itu memupuk perasaannya pelanpelan, diam-diam dan
semakin dalam selama pernikahan
mereka. "Tetapi aku tidak ingin bercerai," gumam Nessa pelan.


Perjanjian Hati Karya Santhy Agatha di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kevin mengerutkan keningnya mendengar jawaban
Nessa, "Tetapi kau bilang kau tidak bahagia, karena pernikahan
ini seperti di neraka?"
Nessa berdehem, jantungnya berdegup liar, "Itu semua
luapan perasaan kekanak-kanakanku, karena aku cemburu."
"Apa?" suara Kevin menjadi dalam, dan was-was, "Apa
Nessa?" "Aku mengatakan itu karena aku cemburu." kali ini
suaranya lebih mantap. "Dan itu karena...?" suara Kevin semakin tegang, Nessa
bisa merasakan jantung Kevin berdegup liar, sama sepertinya.
"Karena aku sepertinya juga menyimpan perasaan
kepadamu." "Nessa!" Kevin berseru, lalu melangkah cepat ke arah
Nessa dan menariknya berdiri menghadapnya, "Katakan sekali
lagi! Apa maksudnya itu?"
Perjanjian Hati 127 "Karena aku juga mencintaimu." kali ini Nessa
tersenyum lebar, "Dan terima kasih kepada Paula, dia memang
membantumu, karena kalau tidak ada dia, aku tidak akan
menyadari perasaanku."
Kevin berseru pelan, lalu memeluk Nessa erat-erat. "Ah.
Ya Tuhan Nessa." suara lelaki itu bergetar, "Kau tidak
menyadari betapa seringnya aku mencoba membaca hatimu,
menebak-nebak apa yang ada di dalam kepala cantikmu itu.
Aku tidak pernah merasa begini kepada wanita lain
sebelumnya. Tidak pernah!"
Dengan lembut, Nessa membalas pelukan Kevin, lelaki
itu kini terasa lebih dekat, tanpa penghalang saat mereka sudah
saling mengungkapkan perasaan masing-masing.
"Jadi kita harus bagaimana?" gumam Nessa dalam
senyuman. Kevin menatapnya serius. "Tidak ada perceraian. sudah
pasti tidak akan ada!" Kevin menjauhkan tubuhnya sedikit dari
Nessa, lalu mengecup dahi Nessa, mengecup pipi Nessa,
mengecup bibir Nessa dengan kecupan ringan yang lembut.
"Suka atau tidak suka kau akan menjadi isteriku selamanya."
Nessa terkekeh, "Kau sangat arogan, Kevin."
Lelaki itu balas tersenyum, "Aku sudah memilikimu
sebagai isteriku, dan akan kupertahankan." mata Kevin bersinar
sensual dan suaranya menjadi parau, "Mungkin sekarang kita
bisa membahas masalah malam pertama."
Nessa memukul lengan Kevin sambil tertawa, "Apakah
hal itu tidak jauh-jauh dari otak kotormu selama ini?"
Kevin tertawa, tawanya lepas, tampak bahagia. "Kau
tidak tahu betapa susahnya untukku menahan diri tidak
menyentuhmu di ranjang itu. Setiap pagi aku bangun dengan
nyeri yang menyiksa. Tetapi saat itu kupikir semua sepadan,
karena pada akhirnya aku akan memilikimu."
"Tetapi kau menyerah untuk melepaskanku tadi."
"Karena aku mencintaimu, karena aku ingin kau
bahagia." Kevin menundukkan kepalanya, lalu mengecup bibir
128 Santhy Agatha Nessa dengan lembut, "Sekarang setelah aku mengetahui
perasaanmu kepadaku, jangan harap kau akan kulepaskan."
Nessa membalas kecupan Kevin, sejenak mereka hanyut
dalam ciuman yang panas, sampai Kevin mengangkat kepalanya
dengan napas terengah, "Aku merencanakan bulan madu di
Paris dengan suasana romantis, tetapi sepertinya aku tidak mau
menunggu." matanya bersinar penuh pertanyaan, membuat
Nessa terharu sekaligus merasa sangat dihargai.
Ketika Nessa menganggukkan kepalanya dengan lembut,
Kevin meraih Nessa dan menggendongnya, seolah Nessa begitu
ringan di tangannya, "Kalau begitu sekarang." gumamnya
penuh hasrat, lalu mengangkat isteri yang belum pernah
disentuhnya, dan membawanya menaiki tangga menuju kamar.
Nessa mengalungkan lengannya di leher Kevin dengan
bahagia, tak pernah disangkanya pernikahan sandiwara karena
perjanjian ini akan berakhir seperti ini. Berakhir menjadi
penyatuan hati, menjadi perjanjian hati.
Nessa memejamkan matanya, tidak ini bukan akhir. Ini
adalah awal segalanya, bisa dibayangkannya dia dan Kevin
bergandengan di usia senja, menatap wajah anak cucu mereka
dengan bahagia. Tuhan memang selalu memberikan skenario misterius
bagi umatnya. Dulu dia pernah begitu mencintai Marcell hingga
merasa tidak mampu mencintai lelaki lain. Tetapi kemudian
Tuhan memberikan Kevin untuknya, yang dicintainya dengan
begitu saja. Yang juga mencintainya dengan begitu saja.
Dan dia yakin bahwa mereka akan bahagia sampai akhir.
Karena mereka saling mencintai, dan hati mereka sudah saling
berjanji. END Perjanjian Hati 129 "Pernikahan itu bagaikan perjanjian
hati. Perjanjian hati untuk saling
mengerti, saling memaafkan dan
saling menjaga cinta satu sama
lain." EPILOG Pagi hari yang mendung, hujan rintik-rintik turun di
luar sana, membuat suasana pagi gelap dan temaram. Nessa
menarik selimutnya sampai ke pundak, merasa lelah dan
mengantuk luar biasa. Lalu dia merasakan lengan itu melingkari
pinggangnya, lengan yang kuat, memeluknya dengan posesif.
Nessa mengerutkan kening, membuka matanya pelan dan
menunduk melihat lengan itu, kesadarannya kembali... Itu
lengan Kevin, suaminya. Suaminya. Pipi Nessa memerah dan dadanya dipenuhi
oleh perasaan hangat. Kevin benar-benar telah menjadi
suaminya yang sesungguhnya, semalam. Ingatannya melayang
kepada malam sebelumnya dimana Kevin berlaku sangat
lembut kepadanya, menyentuhnya dengan hati-hati dan penuh
penghormatan, lalu Kevin memberinya pengalaman luar biasa
dan membuat mereka benar-benar menjadi suami isteri.
Lengan Kevin yang memeluknya bergerak, lelaki itu
rupanya terbangun dan langsung mengecup pipi Nessa dari
belakang dengan lembut. "Selamat pagi." bisiknya serak di telinga Nessa.
Nessa menolehkan kepalanya dan tersenyum malumalu kepada Kevin, "Selamat pagi
juga." Kevin melirik ke arah hujan yang mulai turun dengan
deras di luar, "Hari ini hari minggu dan diawali dengan hujan
yang turun deras." lelaki itu mengedipkan matanya, "Sepertinya
kita akan berada di atas ranjang seharian."
130 Santhy Agatha Nessa sempat tertawa geli ketika Kevin menariknya
setengah menggoda ke dalam pelukannya dan menciuminya.
Dan memang benar, mereka baru turun dari ranjang lama
sekali sesudahnya. ?"" Ketika Nessa dan Kevin turun untuk makan siang dan
melewatkan sarapan, mereka bertemu dengan Delina dan
Ervan yang sedang duduk di ruang makan, menikmati makan
siang mereka. Ervan memang sengaja datang untuk menjemput
Delina ke sebuah acara kampus di hari minggu.
Delina mengangkat alisnya melihat pasangan itu dan
tersenyum menggoda. "Aku pikir kalian tidak akan bangun seharian."
gumamnya penuh arti, membuat pipi Nessa merah padam
karena malu. Kevin hanya terkekeh menanggapinya dan merangkul
pinggang Nessa erat-erat, "Kau tidak boleh protes, kami kan
masih bisa disebut pengantin baru."
"Kevin!" Nessa berbisik pelan sambil menyikut
pinggang suaminya pelan, membuat Kevin tergelak dan Delina
serta Ervan ikut tertawa.
Masih tersenyum Kevin menarikkan kursi makan
untuk Nessa dan duduk di sebelahnya. Mereka lalu makan
bersama. "Ibu di rumah sendirian?" Nessa melirik ke arah Ervan,
memikirkan ibunya dan tiba-tiba ingin tersenyum, ibunya akan
sangat bahagia dengan perkembangan ini, bahwa Nessa dan
Kevin benar-benar berbahagia dalam arti yang sesungguhnya.
"Ibu ada acara dengan ibu-ibu sekitar rumah, tadi aku
sudah mengajaknya ke sini tetapi dia tidak bisa karena sudah
berjanji akan datang ke acara itu."
"Oh." Nessa menganggukkan kepalanya dan
memusatkan perhatiannya kembali kepada makanannya.
"Kami akan berbulan madu ke Paris." gumam Kevin
memecah keheningan. Perjanjian Hati 131 Delina yang menanggapi pertama dengan senyum
lebarnya, "Akhirnya kalian berbulan madu juga." desahnya.
"Kapan kak Nessa?" tanyanya bersemangat.
Nessa menggelengkan kepalanya, dia sendiri tidak
tahu rencana ini, dia memang mendengar Kevin sempat
mengatakannya kemarin, tetapi dipikirnya waktu itu Kevin
masih akan melakukannya beberapa bulan lagi.
Nessa menoleh ke arah Kevin dengan penuh
pertanyaan, "Aku juga tidak tahu..." jawabnya kepada Delina,
"Memangnya kita akan berbulan madu kapan Kevin?"
Kevin tersenyum penuh rahasia, "Segera." gumamnya,
"Minggu depan."
Delina tersenyum makin lebar, "Dan kuharap kalian
membawakanku oleh-oleh calon keponakan sepulangnya kalian
dari sana." Pipi Nessa memerah mendengarnya, dan Kevin
tersenyum lembut. "Ada yang harus kukatakan kepada kalian," Kevin
menatap Nessa meminta persetujuan, ketika Nessa
mengangguk, Kevin melanjutkan. "Aku harap kalian tidak
marah kepada kami." Delina dan Ervan saling bertukar pandang, lalu
menatap Kevin dengan bingung.
"Tentang apa kak?" gumam Delina penasaran.
"Tentang pernikahan kami." Kevin menghela napas
panjang. "Semula kami menikah hanya berdasarkan perjanjian."
"Perjanjian?" kali ini Ervan yang menyela, menatap
Nessa dengan was-was. Kevin mengangguk dan menatap Ervan dengan serius,
"Jangan menyalahkan Nessa karena berbohong kepada kalian
selama ini, sebenarnya akulah yang mengusulkan perjanjian ini
kepadanya." Dia menghela napas, "Kau mungkin belum tahu
Ervan karena aku yakin Delina tidak cerita kepadamu... Kau
pasti sudah tahu bahwa aku adalah anak angkat keluarga ini,
bahwa aku dan Delina tidak ada hubungan darah. Jadi karena
132 Santhy Agatha ingin menjaga keutuhan keluarga, Mama kami ingin
menjodohkan kami. Aku dan Delina ke dalam sebuah
pernikahan. Tentu saja waktu itu mama kami belum
mengenalmu, Ervan." Ervan menoleh kepada Delina dengan pandangan
bertanya-tanya, dan Delina mengangguk, membenarkan
perkataan Kevin. "Aku berpikir aku tidak mungkin menikahi Delina, dia
sudah kuanggap seperti adik kandungku sendiri, dan aku yakin
begitu pula sebaliknya." Kevin melempar senyum kepada
Delina. "Kami berdua sangat ingin menolak pernikahan ini,
tetapi mengingat kondisi mama waktu itu, kami sangat bingung
dan tidak ingin membuat mama kecewa. Aku juga pusing
memikirkan jalan keluar dari polemik ini, sampai kemudian kau
membawa Nessa ke pesta itu dan mengenalkannya sebagai
kakakmu." Kevin menggenggam tangan Nessa, menatap mata
isterinya dengan lembut, "Ide itu muncul begitu saja. Aku dan
Nessa berkompromi untuk menjalankan hubungan pura-pura
ini, supaya kalian bisa menentukan kisah cinta kalian sendiri."
Ervan terperangah, "Jadi kalian berdua benar-benar
baru mengenal pertama kali di pesta itu" Bukan sudah
mengenal lama seperti yang kalian katakan?"
Kevin mengangguk, "Sekali lagi aku minta maaf karena
kami telah membohongi kalian semua, tetapi waktu itu kami
pikir itulah jalan yang terbaik." Kevin meremas jemari Nessa
semakin erat, "Pernikahan itu pada awalnya hanyalah sebuah
perjanjian. Tetapi kemudian kami saling mencintai. Dan kami
mensyukuri perjanjian pernikahan itu."
Mata Delina berkaca-kaca, "Kalian... Kalian terlah
berkorban demi kami berdua... Kalian mengikat diri agar kami
bisa bebas menentukan cinta kami." ditatapnya Ervan yang
berusaha menelaah semua ini, suaranya serak penuh perasaan,
"Terima kasih kakak."
Kevin tersenyum lembut kepada adiknya, "Sama-sama
sayang, pada akhirnya aku menemukan perempuan yang akan
aku cintai selamanya, isteriku."
Perjanjian Hati 133 Ervan menghela napas panjang, "Aku juga harus
mengucapkan terima kasih... Dan aku senang kalian akhirnya
berujung bahagia." matanya menatap lembut ke arah Nessa,
"Selamat kakak."
Nessa tersenyum kepada adiknya, "Sama-sama Ervan."
bisiknya tulus. Ternyata begitu mudah berterus terang kepada
kedua adik mereka. Tidak ada kebohongan lagi sehingga Nessa
akan lebih mudah melangkah ke depannya bersama Kevin
?"" "Aku mencintaimu." Kevin memeluk Nessa dari belakang
dengan menggoda, dia baru pulang dari kantor dan memeluk
isterinya dari belakang dan menggelitiknya setengah
menggoda. "Kevin!" Nessa berteriak kegelian dan menerima
kecupan-kecupan sayang Kevin di pipinya.
Kevin terkekeh sambil masih menciumi Nessa,
menghirup aroma isterinya yang sangat dirindukannya
seharian ini, "Apakah kau merindukanku selama aku tidak ada
di rumah?" bisiknya lembut, "Dan kau harus menjawab 'ya'
kalau tidak aku akan marah."
"Ya Kevin." Nessa membalikkan badannya dan
memeluk Kevin, membiarkan dahinya dikecup dengan lembut.
"Aku juga." Kevin mengaku. "Setiap saat yang
kupikirkan hanya kau, aku tidak sabar untuk cepat-cepat


Perjanjian Hati Karya Santhy Agatha di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pulang." Pipi Nessa bersemu merah dan menatap suaminya
penuh cinta. "Aku sangat bahagia bersamamu." bisiknya
kemudian membuat Kevin langsung memeluknya semakin erat.
"Syukurlah." gumam Kevin penuh perasaan, "Kau tahu
kebahagiaanmu telah menjadi obsesi pribadiku. Aku berjanji
akan menghabiskan seluruh sisa hidupku untuk membahagiakanmu." dikecupnya ujung hidung Nessa,
"Ngomong-ngomong tentang berbahagia, kita akan berangkat
ke Paris Sabtu ini. Aku sudah menyiapkan semuanya."
Mata Nessa berbinar, "Kau sudah bisa melepaskan diri
dari kegiatan kantormu?" Nessa tahu Kevin sibuk luar biasa,
134 Santhy Agatha karena lelaki itu bisa dibilang mengendalikan seluruh
perusahaan dengan kepandaiannya. Dia adalah orang inti di
perusahaan dan sangat sibuk, sehingga berbulan madu hampir
sebulan di Paris tentunya memerlukan persiapan yang cukup
lama bagi perusahaannya. Kevin tersenyum, "Sesibuk-sibuknya aku, kaulah
prioritasku, lagipula aku sudah membagi semua tugas kepada
para asistenku, aku yakin mereka semua memiliki kemampuan
yang baik untuk mengelola perusahaan selama aku tidak ada."
Nessa mendesah lega, "Jadi, kita akan berbulan madu?"
Kevin menganggukkan kepalanya, "Kita akan
meneruskan usaha untuk menciptakan Kevin Junior di Paris."
godanya, membuat pipi Nessa bersemu merah
Lelaki itu terpesona melihat kecantikan isterinya,
sehingga tidak bisa menahan diri untuk menunduk dan
mengecup bibir isterinya dengan penuh gairah. Disesapnya
bibir yang lembut itu dengan penuh kasih sayang.
Ketika mereka berdua mengangkat matanya, binarbinar kebahagiaan memancar dari
mata mereka, penuh dengan
cinta. Perjanjian Hati 135 Side Story Colorful Of Love
"Kami akan ke Paris untuk berbulan madu." Nessa
berkunjung ke Garden Cafe siang menjelang sore, Kevin bilang
dia akan menyusul nanti sepulang kerja, meminta Nessa
menunggunya di sana. "Wow!" gumam Albert sambil memutar bola matanya,
"Akhirnya aku mendengar kabar rencana bulan madu kalian,
kalian sudah membatalkan rencana resepsi pernikahan, aku
mengira kalian juga memutuskan untuk membatalkan bulan
madu. Syukurlah kalian memutuskan untuk berbulan madu."
Albert mengedipkan matanya, "Aku harap ketika kalian pulang
nanti kalian pulang bertiga, dengan calon bayi di dalam
perutmu." Nessa tersenyum dengan mata berbinar, "Aku harap juga
begitu." Albert meletakkan cokelat panas, pesanan Nessa yang
biasa di meja, lalu dia melirik ke arah televisi di atas bar cafe
itu. Televisi layar datar yang sangat besar itu biasanya
digunakan kalau ada even hiburan seperti acara nonton bareng
dan lain-lain. Kali ini televisi itu menanyangkan sebuah berita.
Albert mengerutkan keningnya ketika penyiar berita itu
membacakan berita penculikan seorang gadis belia yang masih
kuliah, yang kebetulan menjadi anak angkat keluarga kaya yang
paling berpengaruh di sini.
Dugaan penculikan bermotif meminta tebusan,
mengingat keluarga angkat gadis itu adalah keluarga kaya.
Sampai sekarang keberadaan gadis itu belum diketahui.
Dahi Albert makin berkerut ketika foto-foto gadis itu
ditayangkan. "Aku mengenal gadis itu." gumamnya.
Nessa yang sedang menyesap cokelat panasnya dan
menikmatinya mengangkat alisnya bingung.
"Apa?" tanyanya.
"Gadis itu." Albert masih mengamati televisi yang
menayangkan berita itu dengan heboh, "Dia sering datang ke
cafe ini." 136 Santhy Agatha "Pelanggan cafe ini?" Nessa tahu betul Albert sangat
hafal dan kenal dengan semua pelanggan cafe ini.
"Ya... Dia anak perempuan yang sangat cantik, dengan
penampilan sederhana dan senyum yang ramah, pada mulanya
aku tidak menyangka kalau dia adalah anak angkat keluarga
kaya raya itu. Aku pikir dia anak kuliahan biasa. Tetapi
kemudian dia bercerita kepadaku, dan ternyata menjadi anak
angkat keluarga kaya tidak semudah yang dibayangkan orang."
Albert menarik napas panjang, "Dia selalu datang di cafe ini
hampir setiap pagi, memesan oreo milkshake sebagai
sarapannya." Nessa ikut melirik ke berita di televisi, Albert benar,
gadis itu memang cantik, dan membayangkan kalau gadis itu
sekarang sedang mengalami penculikan membuatnya ngeri.
"Kita doakan saja semoga dia baik-baik saja. Aku harap
penculiknya memang ingin meminta tebusan, dengan begitu
keluarga kaya itu bisa menebusnya dengan mudah dan dia bisa
pulang dengan selamat." gumam Nessa prihatin.
"Yah. Semoga tidak terjadi sesuatu kepadanya. Aku akan
sangat sedih kalau sampai gadis itu tidak bisa datang lagi ke
cafe, memesan oreo milkshake kesukaannya setiap pagi sambil
membawa senyumnya yang secerah matahari." Albert
membungkukkan tubuhnya dan mengucap permisi.
Sementara itu Nessa memandang cangkir cokelatnya
yang telah disesapnya separuh. Rasa nikmat dari cokelat itu
masih tertinggal di mulutnya, menyisakan rasa manis yang
pekat, berpadu dengan pahit yang khas.
Albert memang benar. Pernikahan bagaikan secangkir
cokelat panas. Ketika meminumnya kau akan tahu bahwa ada
rasa pahit yang pasti akan muncul di sana, tetapi dengan
racikan yang pas, gula dan susu yang nikmat. Rasa pahit itu
akan berpadu, menciptakan kemanisan yang kental dan
membuat kecanduan. Nessa sangat bahagia sekarang, kisah cintanya dengan
Kevin baru dimulai. Dia tersenyum membayangkan masa
depannya, bersama Kevin, bersama anak-anak mereka nanti.
Perjanjian Hati 137 138 Santhy Agatha Tentang Penulis Santhy Agatha adalah perempuan karir yang mencuri waktu
senggangnya untuk menulis. Novelnya yang sudah terbit antara
lain "A Romantic Story About Serena", "Sleep With The Devil" ,
"Unforgiven Hero" dan "From The Darkest Side", seluruh novel ini
bisa dibaca secara online dalam postingan bersambung di
portalnovel.blogspot.com Buku yang anda pegang ini adalah seri pertama dari book
set "Colorful Of Love" yang terdiri dari empat buku dengan benang
merah yang istimewa yang menghubungkan antara keempat
tokohnya. Anda juga bisa menikmati karya Santhy Agatha [cerpen,
cerbung, puisi dan lainnya] di blog pribadinya www.anakcantikspot.blogspot.com
Ucapan Terimakasih penulis untuk :
Allah yang Maha Baik, suamiku yang kucintai, keluarga yang selalu
mendukungku, admin portalnovel.blogspot.com, mas Yudi.
Editorku tersayang Meyke dan Mendy Jane. Segenap kru
nulisbuku.com yang membantu penerbitan buku ini, dan seluruh
pembaca yang sangat aku cintai yang selalu memberikan dorongan
dan semangat, kritik yang membangun dan membawa perbaikan,
kalianlah yang mencerahkan hati dan hariku. :)
Salam hangat dan peluk erat,
Santhy Agatha Perjanjian Hati 139 Tugas Tugas Hercules 3 Wiro Sableng 186 Jenazah Simpanan Dendam Dalam Darah 1
^