Pencarian

Ratu Pilihan 1

Ratu Pilihan Karya Sherls Astrella Bagian 1


RATU PILIHAN BAB 1 SEORANG KRIMINAL UNTUK RATU MENDATANG VIERING"
Duke Mathias yang berada pada urutan pertama pewaris tahta Kerajaan
Viering, dilaporkan telah menikah bulan lalu di sebuah gereja kecil. Pastor
Ruther yang meresmikan pernikahan keduanya dalam sebuah pesta
sederhana mengatakan sepasang mempelai itu terlihat sangat bahagia
dengan pernikahan mereka.
"Ia adalah wanita yang hebat," demikian komentar Duke Mathias
mengenai istrinya, "Aku mencintainya. Sangat mencintainya."
Sang mempelai wanita yang tiga tahun lebih tua dari Duke Binkley,
Simona Bardana juga terlihat sangat bahagia dengan pernikahannya. "Ia
adalah pria yang paling kucintai seumur hidupku ini. Aku sungguh
beruntung bisa mengenalnya."
Simona Bardana sekarang menjadi Duchess of Binkley dengan
pernikahannya ini dan berada dalam urutan pertama Ratu Viering jika
Pangeran Mathias naik tahta.
Orang-orang mengatakan Simona berasal dari sebuah desa terpencil di
luar perbatasan Viering, Coaber. Kedua orang tua Simona yang
meninggal ketika Simona masih kecil, merantau ke Viering semenjak
Simona masih bayi. "Aku tidak tahu kebenaran desas-desus itu dan aku tidak peduli," kata
Duchess Simona ketika ditanya mengenai asal usulnya, "Aku hanya tahu
sekarang aku telah menemukan tempatku. Bisa berada di sisi Mathias
adalah segalanya bagiku."
"Masa lalu bukanlah hal yang penting," Duke menegaskan, "Yang
terpenting dan terutama adalah kami saling mencintai."
"Kami akan terus saling mencintai sampai ajal memisahkan kami," Duke
of Binkley menegaskan. Hidup di jalanan semenjak ia masih kanak-kanak, Simona mempunyai
catatan kriminal yang cukup panjang. Catatan kriminal pertamanya
adalah pencurian ketika ia berusia tujuh tahun. Tahun-tahun berikutnya
penjara bukanlah hal yang asing lagi padanya. Ia bahkan tercatat pernah
terlibat dalam perampokan disertai pembunuhan. Namun, karena buktibukti yang
tidak memadai, ia dilepaskan dari segala tuduhan. Catatan
kriminal terakhirnya adalah pencurian ketika ia berusia 21 tahun.
Sebelum ia bertemu dengan Duke Mathias, Simona bekerja sebagai
pelayan di sebuah bar di Loudline, Dristol. Duke Binkley yang suka
berpesta pora itu, mengenalnya di Dristol lima bulan lalu. Melalui
hubungan yang singkat itu mereka memantapkan ikatan cinta mereka
dan meresmikan pernikahan mereka dalam sebuah pesta sederhana di
pinggiran Loudline. "Aku tidak peduli pada apa kata mereka. Ia adalah wanita yang hebat.
Aku yakin ia akan menjadi Ratu Viering yang terhebat sepanjang masa,"
jawab Duke Mathias ketika ditanya tentang kemungkinan istrinya naik
tahta. Akankah Viering dipimpin oleh seorang Ratu yang tidak jelas asal usulnya
dengan catatan kriminalnya yang panjang" Akankah Paduka Raja Quinn
tetap bersikeras dengan pendiriannya untuk tidak menikah" Kita tidak
tahu tetapi kita tahu rakyat Viering tidak akan menerima seorang Ratu
yang mempunyai catatan kriminal panjang.
Quinn melempar koran itu ke meja dengan geram. "Jelaskan apa maksud
semua ini!?" suaranya meninggi.
Tidak seorang pun mengeluarkan suara.
Tidak seorang pun berani mengucapkan sesuatu.
Tidak seorang pun! "Bernard?" mata Quinn langsung menatap mata pria tua itu.
Duke of Krievickie yang menjadi pembimbing Quinn semenjak kepergian
orang tuanya itu tidak berani membalas tatapan itu.
Kali ini Quinn bukan saja marah. Raja muda itu juga bukan saja murka.
Ia telah menjadi amarah itu sendiri. Ia adalah kemurkaan itu.
Bagaimana ia tidak marah" Sepupunya, Mathias, yang juga penerus tahta
Viering menikahi seorang wanita yang tidak jelas asal usulnya dan
bercatatan kriminal panjang.
Bagaimana ia tidak murka" Satu-satunya penerus tahta Viering, telah
mencoreng kehormatan Kerajaan Viering dengan pernikahan sembunyisembunyinya.
Bernard telah mengenal keduanya semenjak mereka masih kecil. Ia telah
mengenal baik watak keduanya terutama semenjak peristiwa kelam
sepuluh tahun yang lalu itu yang kemudian dikenal dengan sebutan Red
Invitation. Ia telah menjadi pembimbing kedua pewaris tahta Viering itu setelah
kematian orang tua mereka dalam badai.
Ialah yang menggantikan Raja Alvaro hingga Pangeran Quinn berusia 17
tahun, usia yang membuatnya pantas untuk naik tahta.
"Aku menantimu, Bernard," Quinn memperingatkan.
"Seperti yang Anda lihat, Paduka. Duke of Binkley telah menikahi Simona
bulan lalu. Saya telah meminta Kaven menyelidiki," Grand Duke melirik
Kaven, sang Menteri Kerakyatan.
"Surat pernikahan mereka sah, Paduka Raja," Kaven melapor dengan
hati-hati, "Seperti yang diberitakan, mereka diberkati secara resmi oleh
Pastor Ruther." "Aku tahu!" sergah Quinn kesal. "Sekarang di mana Mathias"!"
"Duke Mathias pergi berbulan madu di luar negeri bersama Duchess
Simona." "DUCHESS!!!?" suara Quinn yang melengking tinggi membuat Bernard
kembali terdiam. "Kau memanggil pelacur itu Duchess!?"" suaranya
meninggi. Quinn bukanlah pemuda pemarah tapi Bernard tahu tidak ada yang bisa
melawan Quinn ketika pemuda itu marah.
Ia yang telah menjadi penasehat, pembimbing, guru juga ayah angkatnya
tidak berani mengusik kemarahan itu apalagi mereka yang tidak
mengenal baik Raja Muda yang baru menduduki tahta selama tujuh tahun
itu. Quinn tersenyum sinis. "Jadi Mathias kabur ke luar negeri," ujarnya, "Kita
lihat sampai kapan ia bersembunyi di sana."
-----0----- Sementara itu beratus-ratus kilometer jauhnya dari Loudline, Mathias
terus mengawasi arah pelabuhan dengan cemas. Ia tidak dapat sedetik
pun menghapus kekhawatirannya akan kehadiran angkatan laut Viering.
Sedikit pun ia tidak dapat menghapus ketakutannya akan pengejaran
besar-besaran yang diperintahkan Quinn.
"Mengapa kita harus meninggalkan Viering secepatnya?" protes Simona,
"Mengapa kau harus takut pada Quinn seperti ini?"
"Kau tahu mengapa!" Mathias kesal, "Ini semua dikarenakan mulut
besarmu itu!" "Apa salahku?" Simona tidak diterima, "Aku hanya ingin setiap penduduk
Viering tahu aku adalah istrimu yang sah. Tidak akan ada yang berani
mengusikku setelah ini. Kau sendiri juga tidak suka jika ada pria lain yang
menggodaku. Memang apa yang perlu ditakutkan dari penggoda wanita
itu!?" "Kau tidak mengenal Quinn," ujar Mathias gusar sambil terus
memperhatikan lautan sekeliling mereka.
"Dia tidak akan menyakitimu!" Simona tidak setuju, "Kau adalah satusatunya
penerus tahta Viering. Ia tidak akan berbuat bodoh untuk
mencelakaimu." "Demi Tuhan!! Kau tidak tahu siapa Quinn!!!" seru Mathias panik.
Simona tidak mengerti. Ia tidak buta untuk mengetahui siapakah Quinn
itu. Tinggal di perbatasan Loudline, tidak membuatnya buta akan berita di
dalam Istana. Ia telah mendengar semua desas-desus dalam Istana yang
megah itu dari para pengunjung tempat ia bekerja terakhir kali. Ia tahu
Quinn tidak berminat untuk menikah dan tidak akan merubah niatnya
sekali pun dunia kiamat. Tetapi, Simona tidak tahu apakah yang membuat Mathias begitu takut
pada raja muda tampan yang sabar itu.
Apakah yang menakutkan dari seorang pria yang pandai mengontrol
dirinya sendiri itu"
Apakah yang perlu dikhawatirkan dari seorang pria yang telah
menjelaskan pada dunia bahwa penerusnya adalah Mathias hingga
pernikahan mereka harus disembunyikan dari kalangan umum"
Apakah yang perlu diwaspadai dari pria yang lebih suka menjalin
hubungan tanpa ikatan dengan wanita terpilih hingga Mathias begitu
panik ketika ia melihat koran pagi ini"
Bagi Simona, kekhawatiran Mathias terlalu berlebih-lebihan.
Quinn sudah jelas-jelas memilih Mathias sebagai penerusnya daripada
melepas status lajangnya. Apalagi yang perlu dikhawatirkan Mathias dari
seorang pria yang lebih suka memaafkan setiap kelakuan Mathias
daripada menghukumnya"
Seisi Viering sudah tahu Quinn selalu menutup sebelah mata atas segala
tingkah laku penerusnhya itu. Ia tidak pernah benar-benar memperingati
gaya hidup Mathias. Ia tidak pernah mencela Mathias walau ia tahu
sepupunya itu sering menghabiskan waktu dari satu bar ke bar yang lain.
Ia pun tidak pernah membuka mulut ketika gosip tentang Mathias
beredar. Satu-satunya hal yang ia katakan adalah berkata,
"Itu adalah urusannya. Ia sudah dewasa."
Simona tidak mengerti. Ia tidak akan pernah memahaminya.
Simona ingin bertemu dengan raja muda itu. Ia ingin tahu seperti apakah
raja muda Viering yang mampu membuat penerusnya yang lebih tua
darinya itu takut padanya.
-----0---- Eleanor membungkuk mengambil keranjang bunganya.
Sebuah kereta kuda memasuki gerbang Schewicvic.
Eleanor tersenyum gembira melihat kereta yang dikenalnya dengan baik
itu melaju ke bangunan utama Schewicvic.
Grand Duke Bernard turun dari dalam kereta. Wajahnya menggambarkan
dengan jelas keletihannya sepanjang hari ini.
"Bernard!" Grand Duke waspada. Ia segera berbalik dan menangkap sekuntum
bunga mawar yang dilempar Eleanor padanya.
"Tangkapan bagus," Eleanor tersenyum.
"Kau masih juga tidak berubah," keluh Bernard tetapi bibirnya
membentuk senyum manis. Ia menyematkan bunga itu di telinga Eleanor.
"Untukmu, putri manis," ia mencium pipi Eleanor.
"Kau juga," Eleanor merangkul lengan kanan Grand Duke dan
menggiringnya masuk, "Kau selalu datang bila kau mempunyai
kegusaran." Grand Duke Bernard terperanjat. "Bagaimana kau tahu?"
"Harus berapa kalikah kukatakan" Wajahmu menggambarkan semuanya
dengan jelas," Eleanor menatap wajah sang Grand Duke lekat-lekat.
"Lagipula siapa yang tidak dapat menebak sumber kegundahanmu"
Seluruh Viering membicarakannya. Papa juga telah menunggumu
sepanjang siang ini."
Grand Duke Bernard mendesah. "Aku akan heran kalau kau si biang gosip
tidak mengetahuinya."
Senyum nakal di wajah Eleanor kian melebar. Ia tahu Bernard tidak
bermaksud demikian tetapi sepertinya memang itulah yang selalu terjadi.
Sering ia mengetahui sesuatu sebelum Bernard memberitahunya atau
mengetahuinya. Grand Duke Bernard juga tahu Eleanor tidak mencari gosip-gosip itu.
Gosip-gosip itulah yang seolah-olah sengaja mendatanginya dan
memberitahunya. Eleanor adalah seorang gadis periang yang disukai
semua orang. Itulah sebabnya ia mempunyai banyak kawan dan tentu
saja, sumber gosip. Kadang Bernard berpikir sebanyak apakah yang
diketahui Eleanor tentang Istana Fyzool dan sedalam apakah
pengetahuannya tentang semua gosip di Viering.
Untungnya, Eleanor sendiri bukanlah seorang gadis yang suka menyebar
gosip. Ia menerima gosip-gosip itu sebagai berita burung dan
menyimpannya untuk dirinya sendiri hingga gosip itu benar-benar
diperlukan. Eleanor, si gadis riang itu mengerti bagaimana memisahkan
gosip yang hanya omong kosong dan mana yang bisa dipercayai.
"Papa menantimu di tempat biasa," Eleanor melepaskan rangkulannya.
"Aku akan menyiapkan sesuatu untuk kalian."
Grand Duke melihat keranjang penuh bunga di tangan kiri Eleanor. "Kau
akan mengunjungi Virgie lagi?"
Eleanor menatap bunga-bunga di keranjangnya dan tersenyum sedih.
"Ya," ujarnya lirih. Ia menatap Grand Duke dan tersenyum manis. "Aku
telah memilih bunga-bunga kesukaan Mama yang paling indah."
"Virgie akan sangat gembira di alam sana."
Senyum manis di wajah Eleanor memudar. "Aku akan segera menyiapkan
teh dan makanan kecil untuk kalian," katanya dan ia berbelok ke arah
dapur. Grand Duke melihat gadis itu menjauh.
Pembicaraan mengenai Countess Virgie adalah sebuah pembicaraan yang
menyedihkan untuk Eleanor. Tidak ada satu pun yang dapat menghapus
keriangan di wajah Eleanor kecuali pembicaraan tentang ibunya yang
meninggal dalam badai sepuluh tahun yang lalu.
Red Invitation, peristiwa yang terjadi sepuluh tahun yang lalu itu memang
merupakan peristiwa yang sangat menyedihkan untuk keluarga kerajaan,
keluarga Hielfinberg, keluarga Krievickie, keluarga Soyoz juga keluargakeluarga
lain yang pada hari itu berada di atas kapal pesiar Viering.
Peristiwa yang terlalu menyedihkan untuk dilupakan.
Tidak seorang pun menduga kapal pesiar yang membawa Raja Alvaro dan
Ratu Esther beserta para tamu undangannya tertimpa musibah besar.
Badai yang tidak terduga kedatangannya menggelamkan kapal pesiar
yang tadinya akan membawa mereka ke pulau Corogeanu di mana Raja
ingin menjamu para tamunya.
Sepuluh tahun telah berlalu tetapi rasa kehilangan Eleanor masih sangat
besar. Grand Duke Bernard masih dapat mengingat dengan jelas
bagaimana gadis kecil yang kala itu masih belum genap enam tahun itu
menangis histeris dalam upacara penghormatan kepada para korban
bencana itu. Sepuluh tahun sudah lewat tetapi Grand Duke Bernard masih juga tidak
dapat menghapus rasa sedihnya atas kepergian istrinya dalam bencana
yang sama. Sepuluh tahun sudah peristiwa itu menjadi sejarah bencana Viering yang
paling menyedihkan tetapi tiap orang masih mengingatnya dengan jelas.
Red Invitation adalah sejarah Viering yang tidak akan pernah berhenti
diceritakan turun temurun.
"Aku sudah menduga kau akan datang," kata Earl of Hielfinberg
menyambut kedatangan kawan karibnya.
"Eleanor mengatakan kau tengah menantiku."
Earl tertawa. "Kau masih saja tidak mengenal Eleanor. Begitu telinganya
mendengar berita dari Fyzool, ia sudah dapat meramalkan
kedatanganmu." Grand Duke tertawa mendengarnya. "Aku tidak akan kaget bila suatu hari
nanti ia menjadi seorang peramal."
"Jadi," kata Earl serius, "Bagaimana reaksi Paduka Raja?"
Tawa Duke Krievickie langsung menghilang. "Dunia tahu bagaimana
reaksinya." Earl mendesah. "Aku yakin Mathias juga telah menduganya."
"Ya," Grand Duke sependapat, "Karena itulah ia meninggalkan Viering"
"Mathias tidak ada di Viering?" Earl kaget.
"Mathias meninggalkan Viering bersama istrinya pagi ini."
"Jadi, Mathias sekarang ada di luar negeri," Earl Ruben mengulangi
dengan tidak percaya. Lalu dengan penuh kekaguman ia melanjutkan, "Ia
benar-benar pandai. Ia tahu satu-satunya cara untuk menghindari
kemurkaan Paduka adalah dengan menjauhinya untuk beberapa waktu.
Aku yakin ia telah meninggalkan Viering sedemikian rupa sehingga kalian
tidak bisa melacak tujuannya maupun mencium keberadaannya."
"Ya," keluh Grand Duke, "Hari-hari mendatang akan sangat berat bagiku.


Ratu Pilihan Karya Sherls Astrella di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Paduka tidak memintaku mencarinya tetapi aku tahu ia mengharapkan
kami menemukan Mathias sesegera mungkin."
"Tidak," Grand Duke cepat-cepat meralat, "Ia tidak mengharapkan tapi
menginginkan Mathias segera dibawa ke hadapannya secepat mungkin."
Lagi-lagi sang Grand Duke mengeluh panjang, "Ini adalah keinginan yang
tidak terlalu sulit. Aku percaya intel kita bisa segera mencium keberadaan
Mathias tetapi menghadapi kemurkaan Paduka sampai Mathias
ditemukan...," Grand Duke tampak letih dan tertekan.
Earl dapat memahami perasaan sahabatnya itu. Setiap orang yang
pernah masuk Istana tahu betapa menakutkannya kemurkaan Raja Muda
yang tampan dan murah senyum itu.
Earl memang tidak pernah melihat langsung kemarahan Quinn tetapi dari
apa yang ia lihat dan ia dengar dari sahabatnya, ia tahu kemarahan
Quinn bukanlah kemaharan biasa.
'Memang,' pikir Earl of Hielfinberg, 'Orang yang sabar akan menjadi
sangat menakutkan bila ia marah.'
"Bukankah masalah ini akan beres jika Paduka Raja mau menikah?"
"Kami juga berpikiran seperti itu tetapi siapa yang berani
mengutarakannya pada Paduka," Grand Duke menatap Earl putus asa,
"Terutama di saat-saat seperti ini."
Earl terdiam. Ia juga tahu betapa keras kepalanya pendirian Quinn
tentang pernikahan. Raja selalu marah setiap kali disinggung masalah pernikahan.
Sekarang ketika ia sudah benar-benar murka, siapa yang berani
mengatakannya padanya" Bahkan Duke of Krievickie yang dihormatinya
sebagai ayah angkatnya tidak berani apalagi orang lain"
Entah dari mana ia mewarisi sifat pemarahnya yang menakutkan itu.
Tidak seorang pun dalam garis keluarga Raja Quinn yang memiliki
kemurkaan yang menakutkan seperti itu.
Mungkin sifatnya itu muncul sebagai jawaban atas keraguan penduduk
Viering ketika ia berada dalam puncak pimpinan Kerajaan ini pada usia
yang sangat muda. Mungkin juga sifatnya itu muncul sebagai reaksi atas
tanggung jawab besar yang tiba-tiba dipikulnya dalam sehari di saat
teman-teman sebayanya masih bermain-main dengan kawan mereka.
"Mengapa kalian berdua saling mendesah seperti itu?" Eleanor muncul
dengan nampan besar di tangannya.
"Kalian akan tampak semakin tua dengan wajah berkerut kalian itu,"
Eleanor meletakkan cangkir di depan keduanya dan menuangkan teh
dengan hati-hati. "Kau hanya bisa meledek kami," keluh Earl, "Tidak adakah yang bisa
kaulakukan selain itu?"
"Ada," jawab Eleanor spontan, "Aku sedang melayani kalian saat ini."
Eleanor tersenyum penuh arti sambil meletakkan gelas di depan Earl.
Grand Duke tertawa geli. "Kurasa kau benar-benar kalah darinya."
"Makin lama ia makin pandai," keluh Earl sambil menyeduh teh
hangatnya. "Memang tidak ada hiburan yang paling menarik selain duduk di sini
menikmati teh hangat sajian Eleanor dan mendengar celotehnya," Grand
Duke setuju. Eleanor memasang muka cemberut mendengar gurauan Grand Duke.
"Kau mengatakannya seolah-olah aku adalah ratu gosip di Viering."
Grand Duke tertawa geli diiringi Earl.
Di saat tawa gembira menghiasi Schewicvic, awan gelap menggelantung
di atas Istana Fyzool. Mata tajam Quinn tak lepas dari judul berita utama koran-koran hari ini.
Bermacam-macam koran terhampar di permukaan meja kerjanya dan
setiap koran memasang sederet kata-kata berukuran besar yang senada:
Mathias dan pelacur yang tidak jelas asal-usulnya!
Inilah yang akan menjadi topik terbesar abad ini dalam sejarah Kerajaan
Viering. Tidak ada skandal yang lebih memalukan dari hal ini sepanjang
sejarah Viering! Bagaimana mungkin seorang kriminal memimpin Viering"
Bagaimana mungkin Quinn membiarkan seorang pelacur yang tak
bermoral menjadi wanita nomor satu di Viering" Bagaimana ia harus
menjelaskan semua ini pada leluhurnya bila mimpi buruk ini menjadi
kenyataan" TIDAK! Quinn tidak dapat membiarkan itu terjadi. Ia tidak boleh membiarkan itu
terjadi. Tetapi... apakah yang dapat dilakukannya"
Mathias pasti tidak suka idenya untuk memisahkan mereka berdua. Quinn
ragu Mathias akan menerima sarannya untuk menceraikan Simona.
Quinn termenung. ... kecuali Paduka Raja Quinn menikah.
Mata Quinn menangkap sederetan kata-kata itu.
Matanya bergerak ke koran-koran yang lain dan saat itulah ia
menyadarinya. Koran-koran itu tidak salah! Satu-satunya yang bisa menghentikan aib ini
adalah dirinya sendiri! Sekarang ia adalah Raja dan keputusannyalah
yang akan mempengaruhi masa depan kerajaan ini.
BAB 2 "Utusan Istana datang untuk menjemput Anda, Yang Mulia Grand Duke."
Duke of Krievickie menatap pelayan pria itu dengan bingung.
"Apakah gerangan yang membuat Paduka Raja menjemput Anda sepagi
ini?" kata Irina bertanya-tanya.
Grand Duke juga tidak dapat menjawab pertanyaan itu.
"Pasti karena Mathias lagi," komentar Derrick. "Dia memang pembuat
masalah." "Aku tidak menyukai dia," komentar Irina.
"Quinn tidak akan suka mendengarnya," timpal Derrick.
"Ya," Irina sependapat, "Ia tidak pernah suka mendengar orang lain
mengatakan yang buruk tentang Mathias. Tetapi ia juga tidak pernah
melakukan sesuatu untuk mengubah sikap sepupunya itu."
"Kurasa ia terlalu membiarkan Mathias," komentar Derrick, "Ia selalu
membela Mathias di depan semua orang tetapi di baliknya, ia selalu
mengomel karena sikap Mathias. Dan setiap kali Papalah yang menjadi
korbannya." "Mathias terlalu dimanjakan semenjak ia dilahirkan di dunia ini."
"Aku ingin kalian menghentikan pembicaraan ini," Grand Duke
meletakkan peralatan makannya, "Akupun tidak senang mendengar
kalian membicarakan keburukan Istana."
"Kami tidak membicarakan kebenaran, Papa," Irina membela diri.
"Apapun itu," kata Duke of Krievickie, "Aku berharap aku tidak pernah
mendengar hal itu lagi. Membicarakan keburukan mereka berarti
membicarakan kegagalanku membesarkan mereka sepeninggal keluarga
kerajaan." Irina langsung terdiam. Derrick melirik kakaknya. Matanya menertawakan kakaknya yang mati
kutu itu. Irina membalas lirikan itu dengan tidak senang.
"Aku akan pergi ke Istana sekarang juga," Grand Duke berdiri lalu pada
pelayan itu ia berkata, "Tolong sampaikan pada utusan itu aku akan
segera berangkat." "Baik, Yang Mulia Grand Duke," pelayan itu membungkuk lalu
meninggalkan Ruang Makan.
"Lanjutkanlah makan pagi kalian," Grand Duke berpesan pada putraputrinya. "Tanpa
membicarakan keburukan istana," tekannya.
"Baik, Papa," kata Derrick.
"Istana sudah memberi banyak beban pada Papa," Irina melirik Derrick,
"Kurasa sudah saatnya seseorang memberitahu Quinn dan memintanya
memberi istirahat pada Papa. Ia sudah terlalu lelah untuk semua ini."
"Apa boleh buat," kata Derrick mengangkat bahu, "Papa adalah Grand
Duke yang paling berkuasa di samping Raja dan Ratu kerajaan ini."
"Tetapi ini sudah terlalu banyak untuk Papa!" Irina menentang, "Ia sudah
menjadi ayah angkat bagi kedua pewaris tahta kerajaan ini semenjak Red
Invitation. Ia telah memegang ujung kekuasaan kerajaan ini hingga
Quinn naik tahta. Dan sekarang, setelah Quinn menjadi Raja Viering, ia
masih harus menjadi penasehat kerajaan. Apakah ini tidak terlalu banyak
untuk Papa" Ia sudah tua dan sudah saatnya ia menikmati masa tuanya."
"Aku rasa," Derrick memberi pendapat, "Papa menikmati pekerjaannya
ini. Walaupun semua ini sangat melelahkan, Papa menikmatinya karena ia
mencintai Viering." "Aku melihat," Irina menatap adiknya, "Sudah saatnya kau maju
menggantikan tugas-tugas Papa."
"Dan mengacaukan semuanya?" Derrick bertanya dengan nada tinggi.
"Tidak, terima kasih," katanya lagi, "Papa tidak pernah menyukai ide ini."
"Kau adalah penerus keluarga Krievickie. Kau adalah satu-satunya calon
Grand Duke setelah Papa."
"Papa tidak pernah menyukai ide aku campur tangan dalam
pekerjaannya. Ia terus menganggap aku adalah anak kecil yang tidak
tahu apa-apa. Ia lebih mempercayaimu. Ingat, ia lebih suka mengajakmu
menemaninya ke pertemuan-pertemuan penting daripada mengajakku, si
pembuat onar." "Itu adalah karena aku lebih tua darimu."
"Dua tahun! Hanya dua tahun!" Derrick menekankan, "Apakah artinya
dua tahun!?"" Irina terdiam. "Mengapa kita bertengkar?" tanyanya heran, "Bukankah kita sedang
membicarakan masalah Mathias dan kegemparan yang ditimbulkannya?"
"Kau yang memulainya," gerutu Derrick.
"Menurutmu, apakah yang dapat menghentikan kegemparan ini?" Irina
mengalihkan topik pembicaraan.
"Aku tidak ada ide," jawab Derrick, "Kalaupun seseorang ada, aku yakin
Quinn tidak akan menyukainya."
"Aku rasa semua orang sepakat. Satu-satunya orang yang bisa
menghentikan semua ini adalah Quinn sendiri."
"Quinn telah bersumpah untuk tidak menikah seumur hidupnya. Ia lebih
suka berganti-ganti pasangan daripada menjalin ikatan serius dengan
seorang gadis." "Ya," Irina sependapat, "Ia lebih suka menjadi seorang playboy.
Untungnya, ia mempunyai modal. Ia muda, tampan, gagah perkasa,
sopan dan yang terutama ia adalah seseorang yang berpengaruh di
Viering. Hampir setiap hari aku mendengar ia berganti pasangan. Aku
yakin hampir setiap gadis muda pernah menjadi pasangannya walau
hanya sesaat." "Tidak semuanya," Derrick meralat, "Ia tidak pernah mendekatimu. Ia
sama sekali tidak pernah mencoba untuk mendapatkanmu."
"Itu karena ia menghormatiku sebagai putri seseorang yang telah
menjadi penasehat pribadinya semenjak kematian orang tuanya."
"Ya, tetapi Mathias tidak seperti itu. Ia telah berulang kali berusaha
mendapatkanmu." Irina tertawa geli. "Ia selalu mengejarku sampai kau menghantamnya."
"Aku benar-benar tidak menyukai pria itu. Ia tidak menghormatimu.
Menurutku, ia lebih tertarik untuk menambah koleksinya daripada
mendapat cintamu," Derrick teringat kembali kekesalannya pada Mathias,
"Ia benar-benar parah. Seharusnya kau berterima kasih padaku karena
aku telah membuatnya menjauhimu. Aku tidak tahu apa yang akan
terjadi kalau sekarang kau menikah dengannya."
"Yang pasti Quinn tidak akan semurka saat ini."
"Tentu saja," sergah Derrick, "Kau jauh lebih terhormat daripada
Simona!" "Aku tidak pernah tertarik menjadi kekasihnya apalagi istrinya. Ia benarbenar
berbeda jauh dari Quinn. Ia tampan, gagah tetapi ia tidak sesopan
Quinn. Ia hanya tahu memuaskan diri dengan wanita-wanita cantik tanpa
peduli status mereka. Quinn juga suka wanita-wanita cantik yang seksi
tetapi ia tidak pernah mau melibatkan diri dengan mereka yang telah
terikat. Aku tidak akan heran bila Mathias masih suka membuat affair
setelah pernikahannya yang menghebohkan ini."
"Mendengar kata-katamu itu, aku rasa kau lebih tertarik menjadi istri
Quinn daripada Mathias."
"Tentu saja," Irina menegaskan, "Setidaknya Quinn tahu bagaimana
menghormati seorang wanita."
"Sayangnya, ia tidak ingin menikah."
"Itulah yang membuat keadaan ini kian sulit," keluh Irina, "Andaikan saja
ia mau menikahi seorang gadis baik-baik, semua tidak akan serumit ini."
"Tidak akan ada yang sanggup mengubah pendirian Quinn. Ia adalah pria
yang keras kepala," kata Derrick.
"Dan menakutkan ketika ia murka," timpal Irina, "Konon, burung di udara
dan para semut di dalam tanah tidak berani mengeluarkan sebuah suara
pun ketika Quinn marah."
Derrick tertawa geli. "Kau percaya gosip itu?"
"Mengapa tidak?" tanya Irina, "Mereka yang pernah melihatnya marah
tidak berani membantahnya. Papa yang dihormatinya pun tidak berani
mengeluarkan sepatah kata pun ketika ia marah."
"Kurasa aku tahu siapa yang berani."
"Siapa?" Irina tertarik.
"Si kecil Eleanor kita," Derrick tertawa geli, "Aku tidak akan heran
mendengar ia membalas Quinn. Eleanor selalu balas menggigit bila ia
digigit. Ia akan balas menggonggong ketika seseorang menggonggong
padanya." Irina ikut tertawa geli. "Aku percaya."
"Sayangnya," Derrick melanjutkan, "Kita tidak akan pernah melihatnya.
Eleanor tidak akan pernah bertemu dengan Quinn. Tidak akan!"
"Kau benar," tawa Irina menghilang, "Earl Ruben terlalu menjaganya.
Semenjak kematian Countess, Earl benar-benar mencemaskan Eleanor."
"Kurasa bukan itu penyebabnya. Kita semua tahu mengapa Earl begitu
takut seseorang mengetahui keberadaan Eleanor."
"Karena mereka mencari-cari Eleanor," kata Irina.
"Sedikitpun tidak salah."
"Menurutmu," gumam Irina, "Apakah Quinn akan tertarik pada Eleanor?"
"Quinn akan pingsan melihat Eleanor," Derrick tertawa geli.
"Eleanor adalah gadis yang manis. Ia sangat cantik dan anggun."
Derrick menatap lekat-lekat kakak perempuannya itu. "Kau tidak perlu
cemburu padanya. Quinn tidak akan pernah tertarik pada Eleanor.
Kalaupun ia tertarik, ia tidak akan pernah berniat menikahi Eleanor."
"Aku tidak khawatir akan hal itu!" Irina kesal, "Aku hanya ingin tahu
apakah Quinn akan tertarik pada Eleanor."
"Mungkin," jawab Derrick lalu ia menekankan, "Pada keliaran Eleanor."
Dan ia tertawa geli. "Itu juga karena kalian," gerutu Irina, "Kalian, tiga pria yang kurang
kerjaan, telah membentuk Eleanor menjadi Eleanor yang sekarang."
Tawa Derrick terhenti. "Maaf," katanya, "Aku tidak mendengarmu."
"Tidak ada," kata Irina membuang muka.
Semua orang tahu siapa yang paling bertanggung jawab atas kelakukan
Eleanor saat ini. Sebelum Countess Virgie meninggal, Eleanor adalah
seorang gadis manis yang cantik dan anggun. Sepeninggal Countess
Virgie, Eleanor menangis sepanjang hari. Tidak ada yang dapat
menghentikan tangisannya yang memilukan hati itu. Earl Hielfinberg,
sang ayah tidak berhasil. Irina, sang kakak angkat juga tidak berhasil
apalagi Derrick maupun Duke Krievickie.
Semua itu berlangsung selama berhari-hari hingga Derrick menemukan
ide untuk membuat gadis itu melupakan kesedihannya. Ide yang
dianggap Irina merupakan ide paling gila yang pernah diketahuinya.
Derrick mengajak Eleanor bermain selayaknya seorang pria!! Dan
semenjak itulah Derrick sering memperlakukan Eleanor sebagai seorang
pria daripada seorang gadis. Kemudian diikuti Earl of Hielfinberg. Yang
terparah, menurut Irina, ayahnya, Duke of Krievickie juga ikut-ikutan!
Mereka benar-benar membuat Irina merasa mempunyai dua orang adik
lelaki!! Kalaupun ada yang membuat Eleanor masih ingat bahwa ia adalah


Ratu Pilihan Karya Sherls Astrella di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seorang wanita, orang itu adalah Irina. Irina tiada hentinya mengingatkan
Eleanor untuk bersikap anggun selayaknya seorang gadis. Ia tidak pernah
berhenti mengingatkan Eleanor hingga detik ini!
"Aku akan mencari Eleanor," Derrick tiba-tiba berdiri.
"Aku ikut," Irina juga berdiri, "Aku ingin tahu apa reaksi Eleanor
mendengar berita ini."
Derrick tertawa, "Kurasa ia sudah mengetahui semuanya sebelum kau
memberitahunya. Ia jauh lebih penggosip daripada kau."
"Ia mempunyai banyak sumber gosip."
"Aku tidak akan kaget mendengar kau mengatakan burung-burung yang
ketakutan akan kemarahan Quinn melaporkan semuanya pada Eleanor."
"Derrick!" Irina tidak menyukai cara Derrick menyindirnya.
Derrick terus tertawa - menertawakan kakaknya yang suka mengadaada.
-----0----- Bernard tidak tahu apa yang membuat Quinn memanggilnya sepagi ini.
Sekalipun tidak pernah Quinn mengirim utusan untuk menjemputnya di
saat matahari baru saja menapaki langit. Tidak ada suatu urusan penting
dan mendesak sekali pun yang membuat raja muda itu tergesa-gesa
seperti ini. Dan itu membuat Bernard semakin was-was.
Pikirannya kian kacau ketika ia berdiri di depan Quinn yang menatapnya
dengan wajah seriusnya tanpa suara. Wajah tegangnya membuat Bernard
kian was-was. Mata Bernard melihat tumpukan koran kemarin yang kusut di meja kerja
Bernard dan tumpukan koran yang hari ini yang tercecer di depan
pemuda itu. Sesuatu mengatakan pada Bernard bahwa panggilan ini berkaitan dengan
berita heboh kemarin. Berita yang membuatnya meninggalkan rumahnya
begitu ia membaca berita utama itu. Berita yang membuat Quinn berang
dan Mathias kabur sebelum koran itu diterbitkan.
"Aku punya tugas penting untukmu," Quinn akhirnya membuka mulut.
"Aku ingin kau mencari pengantinku."
Grand Duke Bernard terperanjat. Ia merasa seutas tali jiwanya yang kecil
ini telah ditarik dari tubuhnya. Seluruh isi dunia ini berputar-putar di
sekitarnya. Telinganya seperti mendengar kabar kematiannya sendiri.
Bernard tidak dapat mempercayai pendengarannya. Mata Bernard tidak
lepas dari sepasang mata kelabu yang serius itu. Ia baru saja akan
mengulangi titah itu ketika Quinn berkata,
"Aku ingin kau menemukannya sebelum satu minggu. Tidak," Quinn
cepat-cepat mengkoreksi, "Aku ingin kau menemukannya hari ini."
Lagi-lagi Grand Duke terperanjat.
Quinn memutuskan untuk menikah!
Ini adalah keajaiban yang tidak pernah diharapkannya sekalipun berita
menghebohkan itu mengguncang Viering.
Ini adalah mimpi terburuk yang tidak pernah dimimpikannya.
Ini adalah kejadian yang tidak pernah dipikirkan setiap makhluk di
semesta ini! Dan sekarang pria yang teguh pada pendiriannya itu hanya memberinya
waktu satu hari!! Satu hari untuk menemukan calon mempelainya!!!
Bernard merasa tengah bermimpi buruk. Ia ingin seseorang
membangunkannya dan mengatakan padanya bahwa semua ini adalah
mimpi. Mimpi buruk yang tidak diharapkannya sekalipun ia tahu hanya ini
yang dapat menghentikan jalan Mathias menuju tahta Viering.
"Apakah kau sanggup?" Quinn menatap wajah tercengang Grand Duke.
"Ha...hamba akan berusaha," Grand Duke Bernard mengumpulkan
kembali kata-katanya. Quinn menangkap keragu-raguan dalam suara Grand Duke. "Kurasa satu
hari terlalu cepat untukmu. Aku memberimu waktu selambat-lambatnya
tiga hari." "Terima kasih, Paduka," kata Grand Duke.
"Apa lagi yang kau tunggu?" tanya Quinn tidak sabar, "Segera lakukan
tugasmu. Aku membebaskanmu dari tugas-tugas yang lain."
"B-baik, Paduka," Grand Duke segera beranjak.
"Tunggu!" Quinn memanggil.
"Hamba, Paduka?" kata Grand Duke yang masih belum pulih total dari
kekagetannya. "Aku ingin kau mencari seorang gadis terhormat yang penurut dan tidak
banyak tingkah. Ia tidak boleh banyak menuntut, tidak boleh banyak
bertanya. Ia harus bersahaja, santun, setia dan yang paling penting
adalah penurut," Quinn menekankan.
Grand Duke termangu. "Apalagi yang kautunggu, Bernard?" ujar Quinn tidak sabar, "Kau tidak
mempunyai banyak waktu. Ingat, kau hanya punya waktu tiga hari."
"H-hamba mengerti, Paduka," Grand Duke pulih dari lamunannya.
"Hamba akan segera melaksanakan titah Anda."
"Aku percaya padamu, Bernard," Quinn tersenyum puas.
Tanpa menanti perintah Quinn lagi, Grand Duke segera mengundurkan
diri dari Ruang Kerja. "Apa yang terjadi padamu, Bernard?" tanya Jenderal Houghton.
Bernard yang masih setengah melamun itu terkejut.
"Kelihatannya engkau baru menerima tugas berat."
"Ya," Grand Duke mendesah, "Paduka memintaku mencari mempelai
untuknya." "APA!?" sang Jenderal Angkatan Laut Viering itu terperanjat.
"Aku tidak tahu di mana aku harus menemukan gadis itu," keluh Grand
Duke Bernard, "Aku tidak tahu apakah aku bisa mendapatkan seorang
gadis yang tepat." Houghton melihat kegelisahan di wajah sang Grand Duke dan ia
tersenyum. "Jangan khawatir," hiburnya, "Aku percaya kau akan
menemukan gadis itu."
"Mengapa kau di sini?" tiba-tiba saja Grand Duke menyadarinya.
"Paduka Raja memanggilku."
Grand Duke keheranan. "Aku merasa ini berkaitan dengan Duke Mathias."
"Ia telah membuat kacau semuanya. Ia telah menggemparkan Viering
dengan pernikahannya yang tidak terduga itu."
"Aku dapat merasa untuk beberapa waktu ini kita akan benar-benar
dibuat kerepotan oleh tingkahnya yang tidak bertanggung jawab itu."
Grand Duke sependapat. "Aku tidak tahu apa yang akan diperintahkannya padaku tetapi aku dapat
meyakinkan diriku ia tidak akan memintaku mencarikan mempelai
untuknya," tambah Jenderal Houghton.
Bernard merasa ia diingatkan akan tugas beratnya.
"Aku akan segera menghadap Paduka," kata Houghton berpamitan,
"Beliau tidak akan senang dibuat menunggu."
"Ya, lekaslah menemui beliau," kata Grand Duke tetapi pikirannya
kembali pada tugas berat yang baru diterimanya itu.
Ia telah menerima tugasnya. Ia juga telah memahami tugasnya tetapi ia
tidak tahu ke mana ia harus memulainya. Ia juga tidak tahu bagaimana ia
harus memulai pencariannya ini.
Grand Duke bukannya tidak mempunyai banyak kenalan. Ia juga
bukannya tidak mengenal gadis-gadis muda mana yang cantik dan
bersahaja. Tetapi... Ia tidak pernah menyibukkan diri dengan gosip-gosip.
Ia tidak pernah menghabiskan waktunya untuk terlibat dengan para gadis
muda itu. Ia sudah terlalu tua untuk itu. Ia sudah terlalu sibuk untuk mengurusi hal
yang lain selain Viering.
Ia sama sekali tidak mengetahui kharakter para gadis manis di Viering
dengan baik. Ia sama sekali tidak mengetahui kelakuan para gadis muda terhormat itu
dengan baik. Ia tidak mengenal mereka dengan baik!
Ke manakah ia bisa mendapatkan seorang gadis terhormat yang penurut
dan pendiam seperti permintaan junjungannya"
Ke manakah ia bisa mendapatkan gadis yang cocok menjadi pendamping
Quinn" Tiba-tiba saja Grand Duke merasa masa depan Viering berada di
pundaknya. Tugasnya kali ini lebih berat daripada saat ia harus
membimbing Quinn menuju tahta Viering. Jauh lebih berat dari saat-saat
ia memegang tampuk pemerintahan Viering untuk sementara waktu
hingga Quinn cukup usia untuk naik tahta.
Bukan hanya masa depan Viering yang berada di pundaknya tetapi juga
masa depan Quinn. Bagaimana ia yang hanya tahu bagaimana menjalankan pemerintahan
dengan baik, diharapkan menemukan seorang gadis yang sesuai dengan
permintaan Quinn dan cocok untuk menjadi Ratu Kerajaan Viering"
Bagaimana ia yang hanya seorang pria tua diharapkan memuaskan
keinginan Quinn dan masa depan Viering"
Ini semua terlalu berat. Ini terlalu sulit. Tiba-tiba saja Grand Duke berharap istrinya masih hidup. Dengan
kebijaksanaannya dan pengetahuannya yang luas, istrinya pasti dapat
dengan cepat menemukan gadis yang terpilih itu.
Sang Grand Duke tua itu benar-benar tidak mempunyai gambaran gadis
manakah yang memenuhi semua kriteria itu. Kakinya melangkah dengan
lunglai tanpa arah. Pikirannya yang kalut terus bergumul untuk
menemukan jalan keluar. Matanya sama sekali tidak memperhatikan
orang-orang yang dilaluinya. Telinganya sudah tuli untuk mendengar
sapaan orang-orang itu. Ketika Grand Duke menemukan kembali dirinya, ia telah berdiri di sisi
kereta kudanya. Seorang prajurit membukakan pintu kereta untuknya.
"Ke manakah tujuan kita selanjutnya, Yang Mulia Grand Duke?" tanya
sang kusir kuda dengan sopan.
Grand Duke termangu. "Ke Schewicvic," jawaban itu terlompat begitu saja dari mulutnya
sebelum ia menyadarinya. Prajurit di sisi pintu itu mempersilakannya masuk ke dalam kereta dengan
hormat dan ketika Grand Duke telah memasuki keretanya, ia menutup
pintu dengan hati-hati tanpa menimbulkan suara.
Dalam waktu singkat kereta telah meninggalkan Fyzool dan menuju
Schewicvic. BAB 3 Eleanor memandang hamparan cakrawala di kejauhan.
Dari tempatnya duduk, ia dapat melihat Istana Fyzool yang berdiri di
puncak bukit itu menaungi rumah-rumah penduduk di sekitarnya.
Atapnya yang biru tampak begitu serasi dengan awan-awan putih tebal
yang melatar belakanginya. Dinding-dinding putihnya yang kokoh tampak
bersinar di bawah sinar mentari pagi.
Berada beberapa bepuluh-puluh mil dari Schewicvic, Istana Fyzool terlihat
seperti raksasa yang berdiri kokoh di antara rumah-rumah kecil yang
mengelilinginya. Istana yang begitu megah itu tampak begitu kontras
dengan rumah-rumah penduduk di sekitarnya. Ia tampak begitu kokoh
dan berkuasa. Tentu saja tidak semua bangunan di sekitar Istana kecil. Masih ada
gedung Parlemen yang megah. Kawasan elit para orang kaya juga berada
di salah satu sisi ibukota. Beberapa kilometer di belakang Istana juga
tampak kediaman keluarga Krievickie, Mangstone Villa. Di Loudline juga
ada banyak jalan-jalan yang terkenal. Ada jalan yang terkenal oleh
keindahannya, jalan yang terkenal oleh kerimbunan pepohonannya, ada
juga jalan yang terkenal oleh pertunjukan-pertunjukan atraksinya yang
tiada henti juga ada jalan lebar dengan toko-toko yang indah di kanan
kirinya. Di sana kau juga dapat menemukan restoran-restoran terkenal
yang dipercantik para pelayan wanita yang cantik molek. Bila tengah
malam kau memerlukan tempat beristirahat, hotel-hotel di segala penjuru
Loudline juga siap menyambutmu mulai dari harga yang terjangkau
hingga harga yang tinggi untuk para kaum elit. Di malam hari bila kau
tidak dapat tidur, kau bisa pergi ke coffee shop yang buka sepanjang hari
di setiap sudut kota terbesar di Viering itu. Bar-bar elit yang hanya
didatangi oleh bangsawan juga ada di segala penjuru Loudline, salah
satunya adalah Dristol, tempat Mathias bertemu dengan istrinya. Bila kau
tidak menyukai semua itu, kau juga bisa pergi ke taman kota yang
rimbun dan berhiaskan patung-patung yang indah dengan kolam air
mancurnya yang tinggi. Kau juga bisa mengunjungi satu-satunya
museum di Viering yang menyimpan sejarah Viering yang panjang. Bila
kau ingin berbelanja, ada kawasan pertokoan yang tidak pernah tutup
sepanjang tahun. Atau bila kau merasa sakit, ada rumah sakit terkenal
Viering di sana. Dokter-dokter terkemuka di Viering juga dapat ditemukan
dengan mudah. Kau juga tidak perlu mengkhawatirkan keamanan
Loudline. Dengan Istana Fyzool di sisi barat kota, siapa yang berani
menyepelekan keamanan kota yang menjadi benteng Fyzool itu" Bila para
polisi kau rasa kurang sigap mengamankan isi kota yang padat itu, maka
tentara Viering selalu siap sedia menjaga keamanan tempat itu. Para
pasukan bayangan Viering yang tangguh juga siap diturunkan bila
keadaan sangat mendesak. Itulah wajah ibukota Kerajaan Viering yang tidak pernah beristirahat.
Eleanor memandang istana yang megah itu lekat-lekat.
Tidak tampak tanda-tanda yang mencurigakan dari Istana. Tidak tampak
juga kejanggalan di dalam Istana yang selalu berkilau itu. Namun ada
banyak masalah di dalamnya.
Eleanor tidak perlu pergi ke sana untuk mengetahui masalah-masalah di
dalam bangunan yang megah itu.
Koran-koran cukup menceritakan apa yang ada di dalamnya. Kabar-kabar
burung yang sampai di telinganya cukup menjelaskan apa yang tengah
terjadi di sana. Seperti pagi ini, dari orang-orang yang ditemuinya di pasar ia mendengar
gejolak kemarahan Quinn masih belum surut.
Eleanor tidak yakin kemarahan pria itu akan reda dalam waktu singkat.
Dari Bernard, Eleanor sering mendengar bagaimana menyeramkannya
kemarahan Quinn. Eleanor tahu Bernard juga para bangsawan lain serta
pembantu Quinn tidak ada yang berani melawan pria itu ketika ia murka.
Ia yakin kali ini tidak akan ada yang dapat meredakan kemarahan Quinn
selain mengubah masa lalu.
"Tetapi itu tidak mungkin," desah Eleanor sambil menyandarkan
punggung ke batang pohon besar itu. Tangannya terlipat di belakang
kepalanya. Kakinya menjulur panjang di dahan tempat ia duduk. Matanya
memandang langit biru di atas kepalanya.
Bagi Eleanor, tiada saat yang lebih menyenangkan daripada duduk di atas
pohon di musim panas yang menyengat ini. Tidak ada yang peduli di
mana ia berada. Ayahnya tidak akan mencarinya. Ia dapat menikmati
waktunya di atas pohon sesuka hatinya dan sepuas hatinya. Eleanor
memejamkan matanya. "Eleanor!" "Eleanor, di mana kau?" Irina ikut-ikutan berseru memanggil.
Eleanor terkejut. "Sudah kuduga kau ada di sini," Derrick menengadah sambil tersenyum
puas. "Ya, Tuhan," pekik Irina, "Apa yang kaulakukan di atas sana?"
"Tunggu sebentar," sahut Eleanor, "Aku akan segera turun."
"Tidak! Tidak!" Irina panik. Wanita yang tidak pernah terbiasa oleh
kesukaan Eleanor akan memanjat pohon itu segera mendorong maju
adiknya dan berkata, "Derrick akan menurunkanmu."
Derrick membelalak. "Apa lagi yang kaukhawatirkan?" katanya heran,
"Kau selalu dan selalu begini padahal kau tahu dia sudah pandai dalam
hal ini." Di atas sana Eleanor tertawa. "Jangan khawatir, Irina," Eleanor berdiri,
"Lihatlah aku sudah sangat mahir untuk ini." Eleanor meloncat ke dahan
di bawah dan meloncat lagi ke dahan yang lain seperti seekor tupai.
"Ya Tuhan, Eleanor!!?""
Eleanor berpegang di dahan dan mengayunkan badannya ke dahan lain


Ratu Pilihan Karya Sherls Astrella di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang lebih rendah. Tiba-tiba tangannya terlepas.
"Eleanor!!?"" Irina berseru panik.
Derrick langsung bersiap menangkap Eleanor.
Eleanor jatuh meluncur dengan mulusnya ke dalam tangan Derrick yang
sudah siap menangkapnya. Mereka jatuh tersungkur di atas tanah.
"Kau semakin berat saja," keluh Derrick sambil memegang pantatnya
yang menghantam tanah. "Kaulah yang semakin lemah!" balas Eleanor tidak senang.
"Eleanor!" Irina berdiri sambil bersilang pinggang. "Apa kau sadar yang
kaulakukan ini sangat berbahaya!?"
"Kalau kau tidak tiba-tiba berteriak memecah perhatianku, aku tidak akan
terjatuh," keluh Eleanor.
"Eleanor!!" Irina naik pitam dan seketika itu ia menyadari sesuatu.
"Demi Tuhan, Eleanor!" pekiknya histeris, "Mengapa kau memakai gaun
seperti itu" Apa yang terjadi pada rambutmu" Apa mereka tidak
menatanya untukmu?" Itulah Irina, sang kakak dan ibu angkat Eleanor, ia selalu memperhatikan
setiap sudut penampilan Eleanor. Mulai dari ujung kepala hingga ujung
kaki tidak akan ada yang dilewatkan oleh Irina.
"Sudah berapa lama kau memakai gaun ini!?" selidik Irina melihat gaun
Eleanor yang sudah kekecilan dan sudah ketinggalan mode.
Eleanor mengabaikan pertanyaan itu. Ia berpaling pada Derrick, kakak
lelaki yang paling disayanginya.
"Derrick, apa yang membuatmu datang?" Eleanor mencoba merangkul
pundak Derrick tetapi tubuhnya terlalu pendek untuk dapat menggapai
pundak pria itu. "Mengapa kau kian lama kian tinggi?" komentar Eleanor
kesal. "Kaulah yang makin lama makin pendek," balas Derrick sambil menepuknepuk kepala
Eleanor. "Sikapmu inilah yang membuat aku kian pendek," Eleanor menapik
tangan Derrick. Derrick tertawa terpingkal-pingkal.
"KAU!?"" Eleanor melayangkan tinjunya ke wajah Derrick.
Derrick langsung memasang kuda-kuda untuk melawan Eleanor.
Keasyikan mereka sendiri membuat Irina tersisih. Sikap Eleanor yang
kelaki-lakian diimbangi Derrick membuatnya naik pitam. "Kalian ini!!"
serunya. "Derrick," hardik Irina, "Berapa kali kukatakan jangan merusak Eleanor!?"
"Siapa yang merusak Eleanor," gerutu Derrick.
"Eleanor," giliran Irina menghardik Eleanor, "Berapa kali kukatakan
jangan bersikap kelaki-lakian seperti itu!" Kau adalah wanita bukan lakilaki.
Apa kau masih tidak sadar juga!?""
"Aku tidak meminta dilahirkan sebagai seorang wanita," gerutu Eleanor.
"Eleanor!" suara Irina melengking tinggi.
Inilah Irina ketika ia marah. Di saat biasa ia adalah wanita cantik yang
lemah lembut tetapi ketika ia marah, ia akan menjadi sangat
menakutkan. Tetapi kedua orang itu telah terbiasa oleh kemarahannya.
"Apa kau mempunyai acara hari ini?" Derrick merangkul pundak Eleanor
seolah-olah tidak terjadi apa-apa.
"Tidak," jawab Eleanor, "Kau mempunyai acara?"
Irina dibuat geram oleh sikap mereka.
"Apa kau mau berkeliling bersamaku?" Derrick membawa Eleanor pergi.
"Tentu saja," sahut Eleanor gembira.
Irina mendesah panjang. Ia selalu kekurangan wibawa di hadapan kedua
adiknya itu. "Tunggu," Irina segera mengikuti mereka, "Aku juga ikut. Kita akan
mampir ke Snell untuk membeli beberapa gaun baru untuk Eleanor."
"Tidak!!" seketika keduanya berbalik dengan mata melotot.
"Aku tidak membutuhkan gaun baru," tambah Eleanor tidak sependapat.
"Aku juga tidak sedang berminat berbelanja," Derrick tidak mau kalah.
"Hari ini kami hanya akan berkuda."
"Hanya berkuda!" Eleanor menegaskan.
Irina mendesah. Inilah satu di antara banyak hal yang tidak disukainya
dari ajaran Derrick. Derrick telah berhasil membuat Eleanor menjadi
seorang laki-laki. Eleanor sama sekali tidak peduli pada tatanan
rambutnya. Ia juga tidak pernah berminat untuk berbelanja selayaknya
seorang gadis bangsawan. Satu-satunya orang yang membuat Eleanor
tetap tampil menawan sesuai dengan mode yang sedang populer adalah
Irina. Andai bukan karena Irina, Eleanor tidak akan mempunyai gaun
yang layak pakai. Irina mendesah lagi dan menggelengkan kepala. Inilah kedua adik
lelakinya. -----0----- "Hari ini benar-benar menyenangkan," kata Eleanor ketika mereka tiba di
pintu gerbang Schewicvic.
"Harus kuakui kian lama kau kian mahir."
"Tentu saja," sahut Eleanor berbangga diri, "Aku tidak akan membiarkan
dirimu menang dariku, Derrick."
"Kalian ini," keluh Irina. "Kalian benar-benar membuatku merasa
mempunyai dua adik lelaki."
"Aku adalah lelaki," sahut Eleanor.
"Dan aku adalah lelaki tulen," timpal Derrick.
"Eleanor!" pekik Irina, "Berapa kali kukatakan."
"Kau adalah seorang wanita bukan lelaki," sahut Eleanor tersenyum
manis. "Kau ini," Irina geram dibuatnya.
Derrick tertawa melihatnya.
"Rasanya aku benar-benar tidak mempunyai wibawa di hadapan kalian,"
keluh Irina, "Kalian selalu tertawa setiap kali aku marah."
"Jangan khawatir, Irina," hibur Eleanor, "Kemarahanmu masih lebih
menakutkan dari Quinn."
Irina membelalak mendengarnya.
Derrick tertawa terpingkal-pingkal hingga perutnya sakit.
"Tapi," lanjut Eleanor, "Kadang aku berpikir seperti apakah rupa Quinn
sehingga Bernard pun takut padanya. Ia hanyalah manusia biasa untuk
apa mereka takut padanya?"
"Kau tidak pernah bertemu Quinn?" Irina heran. Beberapa saat kemudian
ia tersadar. Eleanor tidak pernah bertemu dengan sang Paduka Raja
kerajaan ini. Bagaimana ia bisa bertemu dengannya bila ia selalu
menghindari pergaulan kaum bangsawan. Mereka tahu mengapa Eleanor
menghindari tempat-tempat itu. Mereka mengerti mengapa Eleanor tidak
pernah muncul dalam setiap undangan perjamuan. Mereka juga dapat
memaklumi sikap Earl yang terlalu melindungi Eleanor.
Suatu ketika Derrick pernah bercanda, "Aku tahu mengapa Earl tidak
mengijinkanmu meninggalkan Schewicvic. Ia pasti takut kau membuatnya
malu dengan sikapmu yang liar ini."
"Ia takut mereka mengetahui kalau aku adalah seorang pria dalam tubuh
wanita," Eleanor tertawa lepas.
Irina, tentu saja, marah. "Apa yang kaukatakan!?"" Irina merasa
usahanya untuk membuat Eleanor lebih anggun dan feminim sia-sia.
Selalu dan selalu Derrick merusak apa yang telah diupayakannya demi
membuat Eleanor bersikap selayaknya seorang Lady.
Irina menatap Eleanor lekat-lekat. Dari penampilannya, tidak sedikitpun
tampak sikap kelaki-lakian Eleanor. Ia bahkan terlihat begitu sempurna.
Baju berkudanya yang ketat itu menonjolkan setiap lekuk tubuhnya yang
ramping. Rambut emasnya yang tertata rapi sungguh mempesona.
Bahkan di depan sinar mentari yang cerah atau api perapian, rambut itu
terlihat seperti tembus pandang. Matanya yang biru muda juga begitu
mempesona. Bibir mungilnya yang selalu tersenyum ceria menambah
kesempurnaan wajahnya yang oval. Kulitnya yang kuning kecoklatan
akibat sering berjemur membuatnya tampak semakin menggairahkan. Ia
sungguh cantik dan mempesona! Benar-benar seorang lady dambaan
setiap pria. Hanya saja...
Irina mendesah panjang. "Kau pernah bertemu dengannya?" tanya Eleanor tertarik.
"Ya, beberapa kali."
"Sering," Derrick membetulkan, "Apa kau tahu, Eleanor, Quinn adalah
seorang pria yang sangat tampan hingga Irina tergila-gila padanya."
"Aku tidak tergila-gila padanya!?" Irina tidak menyukai godaan Derrick.
"Aku tidak akan heran bila Irina tergila-gila padanya," kalimat itu
membuat Irina terbelalak. Lalu dengan tenangnya Eleanor melanjutkan,
"Aku mendengar ia tidak pernah serius dalam menjalin hubungan dengan
wanita tetapi tetap saja ada ratusan bahkan ribuan wanita yang rela antri
untuk mendapatkan cinta semunya itu. Quinn pastilah seorang pria yang
menarik hingga mereka rela melakukan itu. Tentu saja, di samping ia
adalah seorang raja. Aku rasa kedudukannya itu juga merupakan daya
tarik tersendiri bagi para wanita tetapi itu bukanlah satu-satunya hal yang
menarik mereka. Mereka tentu tahu percuma saja mereka berusaha
menundukkan Quinn. Quinn lebih suka mati daripada menikah dengan
seorang wanita. Bahkan setelah gosip ini aku tidak yakin ia akan
mengubah keputusannya kecuali memang tidak ada jalan lain untuk
menyelamatkan Viering."
Irina tertegun. Dalam hati ia memuji Eleanor. Gadis itu memang
terkurung dalam Castil Schewicvic yang indah tetapi ia tidak pernah
ketinggalan berita. Ia juga mempunyai jalan pikir yang dalam
dibandingkan wanita-wanita seusianya bahkan dirinya sendiri. Mungkin
itu adalah hasil dari pergaulannya bersama Earl of Hielfinberg dan Duke
of Krievickie. "Aku juga yakin Quinn akan mengambil jalan yang dibencinya itu bila ia
sudah menghadapi jalan buntu."
"Pria sepertinya pasti memilih kehormatan kerajaan yang diwariskan
padanya daripada berpegang teguh pada keyakinannya," Eleanor
sependapat, "Aku tidak akan terkejut bila dalam waktu dekat ini aku
mendengar ia mencari seorang pengantin."
Irina termenung. "Kurasa itulah yang membuat Paduka Raja memanggil
Papa pagi ini," gumamnya.
"Bernard dipanggil?"
"Kau tidak mendengarnya?" Derrick balik bertanya heran, "Kupikir
burung-burung yang ketakutan itu telah melaporkan semuanya padamu."
"Burung-burung yang ketakutan?" Eleanor semakin heran.
"Pagi ini Irina mengatakan kemarahan Quinn sangat menakutkan hingga
burung-burung di udara pun terdiam mendengarnya. Lalu kukatakan
bahwa mereka langsung terbang mencari perlindungan padamu."
"Jangan mengukit-ukit masalah itu!" Irina kesal.
"Apa hubungan aku dengan Quinn?" tanya Eleanor kesal, "Jangan
sembarangan menghubung-hubungkan orang lain. Aku tidak mempunyai
hubungan dengan pria itu dan tidak tertarik. Lagipula kaupikir aku ini
apa" Aku tidak bisa berbicara bahasa burung."
"Benarkah itu?" tanya Derrick, "Aku malah berpikir kau bisa berbicara
segala macam bahasa hewan."
"Ia hanya menggodamu," Irina cepat-cepat menyahut sebelum Eleanor
bereaksi, "Kami benar-benar tidak mengerti bagaimana kau mengetahui
berita-berita itu sebelum kami tahu."
"Apa boleh buat," keluh Eleanor, "Aku tidak memintanya tetapi aku selalu
mendengarnya setiap hari di pasar."
"Kau masih sering pergi ke sana?" Irina terkejut.
"Papa tidak mengijinkanku pergi keluar seorang diri tanpa keberadaan
Nicci." "Kau seperti bukan Eleanor saja," komentar Derrick, "Aku tahu kau tidak
suka dikekang seperti ini. Kau pasti bisa menemukan cara untuk kabur
dari pengawasan ketat ayahmu."
"Dan membuatnya sakit jantung?" sahut Eleanor dan ia menggeleng,
"Tidak. Aku tidak akan melakukan itu. Setelah kepergian Mama, hanya
akulah yang dimilikinya. Ia takut sesuatu terjadi padaku karena itulah ia
melindungiku dengan begitu ketat. Aku juga tidak tahu ke mana aku
harus pergi." "Kau bisa datang ke Mangstone," kata Irina, "Sudah lama sekali kau tidak
datang." "Ya. Aku akan bermain ke sana tetapi tidak saat ini," janji Eleanor, "Aku
yakin Bernard sudah ada di Ruang Perpustakaan bersama Papa."
"Kau masih suka mendengarkan mereka?" tanya Derrick heran.
Eleanor tersenyum. "Tidak ada hal yang lebih menarik selain
mendengarkan diskusi mereka."
"Kau benar-benar bukan seorang gadis normal," keluh Derrick.
"Itu juga karena kau," Irina menyalahkan adiknya, "Kau yang membuat
Eleanor jadi seperti ini."
"Tidak ada yang membuat aku," Eleanor membela Derrick, "Aku adalah
aku." Derrick tersenyum puas dan Irina kehabisan kata-kata.
"Hari sudah sore," kata Eleanor, "Kurasa Bernard akan segera
meninggalkan Schewicvic. Aku tidak mau ketinggalan diskusi mereka."
"Bergegaslah masuk ke dalam," kata Irina, "Kami juga harus bergegas
pulang." "Kalian tidak menemui Bernard?" tanya Eleanor.
"Tidak," jawab Derrick, "Kami ingin segera mencapai rumah sebelum
langit gelap. Aku tidak ingin kemalaman di jalan."
Eleanor mengangguk mengerti. "Senang bisa bepergian bersama kalian,"
katanya berpamitan, "Sampai jumpa dan selamat malam," lalu ia
menjalankan kudanya memasuki pekarangan Schewicvic.
"Kita juga harus pulang," Derrick membalikkan kudanya.
Irina segera mengikuti Derrick meninggalkan Schewicvic Castle.
Seperti dugaan Eleanor, kereta keluarga Krievickie telah berada di pintu
masuk Schewicvic. Seorang pelayan pria langsung menyambut kedatangan Eleanor.
Eleanor meloncat turun dari kudanya dan membiarkan pelayan itu
membawa kudanya kembali ke istal beberapa meter dari bangunan utama
Schewicvic. Eleanor tidak perlu bertanya pada seorang pun di manakah kedua pria itu
berada. Dengan riang ia melangkahkan kakinya ke Ruang Perpustakaan.
Eleanor baru saja membuka pintu ketika ia mendengar Grand Duke
berkata dengan nada tinggi.
"Di mana aku harus menemukannya!?""
"Aku rasa kau membutuhkan lebih dari sekedar saran," komentar Earl of
Hielfinberg melihat tampang Grand Duke yang kusut seperti baru
bergumul dengan kuda. "Ya," desah Grand Duke, "Aku membutuhkan seorang calon pengantin."
Eleanor memperhatikan wajah muram kedua pria tua itu. Ia tidak perlu
bertanya untuk mengetahui apa yang tengah mereka bicarakan. Ia telah
memikirkan hal ini dan ia telah menduganya! Memang tidak ada jalan lain
yang dapat ditempuh Quinn selain mengakhiri masa lajangnya. Dan,
tentunya ia telah menyuruh Bernard, sang Grand Duke dan tangan
kanannya, mencari sang mempelai.Dengan tekun Eleanor mendengar
Duke membuka persyaratan sang Raja.
Ketika Duke selesai, Eleanor tidak dapat menahan tawa gelinya.
Pilihannya benar-benar pilihan seorang pendeta yang tidak mau repot.
Tawanya itu mengundang perhatian kedua pria tengah baya itu.
"Carikan saja kuda betina untuk dia. Kurasa tidak ada yang lebih pantas
untuk pria itu selain seekor kuda betina. Kemauannya terlalu banyak.
Memang ada yang sanggup menjadi istrinya hanya untuk melahirkan
keturunannya?" Grand Duke Bernard terperanjat.
"Eleanor!" hardik Earl.
"Apa salahku!?" Eleanor memprotes.
"Kau tahu salahmu!" Earl tidak senang, "Aku tidak pernah mengajarimu
untuk berkata seperti itu kepada keluarga kerajaan."
"Aku tidak menghina mereka," Eleanor membela diri.
"Diam! Masuk kamarmu!"
"Tapi..." "MASUK KAMAR!!!"


Ratu Pilihan Karya Sherls Astrella di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Eleanor memasang wajah masam dan pergi.
"Maafkan dia, Bernard," Earl merasa bersalah. "Ini semua salahku. Aku
tidak mendidiknya dengan baik."
"Tidak apa-apa, Ruben," Grand Duke berdiri, "Aku pergi dulu. Aku masih
ada urusan." "Silakan," kata Earl.
Mata Earl of Hielfinberg mengawasi kepergian sahabatnya. Tidak pernah
ia melihat Grand Duke tampak begitu lesu dan kacau seperti ini. Tidak
ketika Duchess meninggal. Tidak juga ketika gosip menerpa keluarganya
setelah Red Invitation. Earl mendesah. Pernikahan Mathias yang menghebohkan telah mengguncang Fyzool dan
mengusik kemurkaan sang penguasa.
Andai saja ada yang bisa dilakukannya untuk membantu Grand Duke
Bernard, Earl akan melakukannya sekalipun resikonya sangat besar.
Andai saja ada yang bisa dilakukannya untuk sahabat baiknya itu...
BAB 4 Sayup-sayup terdengar suara kereta kuda mendekat.
"Itu pasti Papa," kata Irina gembira. Ia berlari menuju jendela dan
memperhatikan kereta keluarga mereka berhenti di depan pintu masuk
Mangstone dari jendela di tingkat dua itu.
"Aku akan menyambut Papa," Irina meninggalkan jendela.
"Tidak perlu," Derrick memberi saran, "Aku yakin Papa akan segera
menuju tempat ini." Irina memperhatikan adiknya lekat-lekat. "Bagaimana kau tahu?"
"Paduka Raja memanggil Papa pagi-pagi itu sudah cukup menjelaskan
ada sesuatu yang penting dan mendesak yang harus segera diselesaikan
Papa," jawab Derrick, "Dan melihat ia pulang lebih awal dari biasanya,
aku bisa menebak pasti terjadi sesuatu yang membuat Papa gelisah."
"Kau benar," Irina sependapat, "Tidak biasanya Papa pulang sepagi ini.
Apakah ia tidak mampir ke Schewicvic seperti biasanya?"
"Aku yakin ia telah berkeluh kesah pada Earl Ruben. Aku juga percaya
Eleanor sudah mengetahui semuanya sebelum seorang dari kita
mengetahuinya." "Ya," Irina mendesah sedih, "Setiap kali Papa mempunyai masalah, orang
pertama yang diajaknya berunding adalah Earl."
"Apa yang bisa dilakukan oleh kita?" tanya Derrick, "Kita tidaklah
berpengalaman seperti Earl. Wawasan kita juga masih kalah dari Earl.
Selain itu, mereka berdua adalah sahabat baik."
"Menurutmu apakah Papa akan membicarakan panggilan Paduka pada
kita?" "Bukan kita," Derrick meralat, "Tetapi kau. Papa selalu dan selalu
mempercayaimu." "Papa tidak seperti itu," Irina membela ayahnya, "Ia tidak pernah
berpikiran seperti itu."
"Kenyataannya, ia lebih suka membicarakan masalahnya denganmu. Ia
lebih mempercayai pendapatmu daripada aku."
"Kau berpikir terlalu banyak," ujar Irina.
"Tidak, aku mengatakan kenyataan," sergah Derrick.
Grand Duke muncul dengan wajah suramnya.
Seketika keduanya berdiam diri - menghentikan pertengkaran mereka
yang baru saja dimulai. "Aku perlu bicara."
Derrick berdiri, "Denganmu, Irina," ia memotong.
"Tidak," Grand Duke Bernard membenarkan dan ia menegaskan, "Aku
perlu bicara denganmu, Derrick."
"Aku?" Derrick tidak percaya.
"Sudah kukatakan, Papa juga mempercayaimu," Irina tersenyum penuh
arti. Irina pun berdiri, "Kurasa aku tidak diperlukan di tempat ini. Aku
akan melihat bila makan malam sudah siap."
"Terima kasih, Irina," Grand Duke melihat putrinya yang tahu diri itu
mengundurkan diri. "Apa yang Papa ingin bicarakan denganku?" tanya Derrick ingin tahu.
Peristiwa apakah yang membuat Grand Duke lebih suka mencari
pendapatnya daripada Irina, sang putri kesayangan yang dipercayainya
itu. Grand Duke menarik kursi ke depan Derrick.
Derrick memperhatikan kerutan-kerutan di dahi pria tua itu. Ia tahu
sesuatu telah terjadi pagi ini di Istana. Sesuatu yang sangat penting telah
membuat ayahnya terlihat kian tua.
"Apa pandanganmu tentang Quinn?"
Derrick tidak mengerti tujuan dari pertanyaan ini. Belum sempat ia
menjawab pertanyaan itu ketika Grand Duke kembali berkata,
"Ia mau menikah."
Nafas Derrick tercekat di tenggorokannya. Tiba-tiba saja ia merasa ia
tidak lagi berada di dunia nyata. Pagi ini ia mendiskusikan kemungkinan
itu dengan Irina dan mereka berpendapat itu adalah suatu hal mustahil
yang tidak mungkin terjadi sekalipun dunia kiamat. Itu adalah seperti
mengharapkan matahari terbit dari barat dan tenggelam di timur.
"Reaksiku juga seperti itu ketika ia mengungkapkannya," Grand Duke
melihat putranya. "Ia tidak sedang bercanda bukan?" Derrick masih sulit mempercayai
pendengarannya, "Siapa yang akan menjadi mempelainya?"
"Itulah sebabnya ia memanggilku pagi-pagi ini," jawab Grand Duke, "Ia
memintaku mencari mempelai untuknya. Ia menginginkan seorang gadis
terhormat yang penurut."
"Siapa," Derrick cepat-cepat menutup mulut ketika menyadari saat ini
ayahnya lebih membutuhkan seorang pendengar yang baik daripada
seorang penanya. Dalam hatinya, Derrick bertanya-tanya, siapakah yang
mau menjadi istri Quinn hanya untuk memberikan penerus pada tahta
Viering. "Dan Eleanor mengusulkan padaku untuk mencari seekor kuda betina
untuknya." Derrick terperangah. "Tidak salah lagi. Ia memang Eleanor," Derrick
tersenyum geli. "Bagaimanakah menurutmu?" Grand Duke bertanya serius.
"Aku sependapat dengan Eleanor," Derrick menjawab dengan serius pula,
"Dibutuhkan seorang gadis yang tangguh untuk menghadapi Quinn. Gadis
yang lemah mungkin telah meninggal karena serangan jantung sebelum
ia melahirkan keturunan Quinn."
Grand Duke mendengarkan dengan seksama.
"Dengan sifat pemarahnya yang menakutkan itu, aku yakin Quinn akan
membuat gadis malang itu pingsan. Bukanlah hal yang tidak mungkin bila
mereka dibuat Quinn menangis ketakutan."
"Siapakah gadis itu?" tanya Grand Duke, "Siapakah gadis yang memenuhi
kriteria itu?" Dengan tangkas Derrick menjawab. "Siapa lagi kalau bukan Eleanor?"
katanya menahan tawa, "Memangnya ada lady lain yang setangkas
Eleanor" Apakah ada gadis cantik lain yang pandai memanjat pohon
seperti tupai seperti Eleanor" Apakah ada gadis terhormat lain yang
berani mengigit orang lain bila ia disinggung" Hanya dialah satu-satunya
gadis yang liar seperti kuda betina."
"Menurutmu," Grand Duke seakan-akan berbicara pada dirinya sendiri,
"Gadis seperti apakah Eleanor?"
Seketika Derrick terkesima. "Papa...," ia tidak dapat mengutarakan katakatanya.
Apakah Grand Duke menganggap serius gurauannya itu"
Apakah Grand Duke tidak sadar ia tengah bergurau"
Derrick mengakui Eleanor adalah gadis yang cantik dan manis. Ia akan
menjadi seorang Ratu yang hebat tetapi... Derrick tidak yakin Eleanor
pantas menjadi pendamping Quinn.
Baru pagi ini mereka membicarakannya dan sekarang...
"Aku sedang memikirkannya, Derrick," Grand Duke berkata serius.
Dari raut wajahnya Derrick juga dapat melihat sang Grand Duke itu tidak
sedang bercanda. "Apakah Earl akan setuju?" Derrick bertanya, "Mereka pernah mengejarngejar
Eleanor." "Mereka tidak mengejar Eleanor," Grand Duke meralat, "Mereka hanya
berusaha menemukan Eleanor untuk mengetahui kebenaran dalam
peristiwa Red Invitation."
"Apapun itu," kata Derrick, "Mereka telah membuat Earl begitu
melindungi Eleanor."
"Ruben hanya berusaha membuat Eleanor melupakan peristiwa itu. Ruben
tidak mau mereka membangkitkan kembali ingatan Eleanor akan kejadian
itu," lagi-lagi Grand Duke membela tindakan Istana sepuluh tahun yang
lalu. Derrick melihat keseriusan ayahnya. Ia tahu tidak ada hal yang dapat
merubah keputusan itu. "Eleanor adalah gadis yang manis," Derrick menjawab pertanyaan yang
terlupakan itu, "Ia adalah gadis yang pemberani dan tegar. Aku yakin ia
akan dapat menghadapi kemarahan Quinn tanpa dibuat takut oleh Quinn.
Quinn juga seorang pemuda yang bertanggung jawab. Aku tidak akan
khawatir ia akan membuat affair setelah pernikahannya. Mereka mungkin
akan menjadi pasangan yang serasi."
"Aku juga berpendapat begitu," Grand Duke tersenyum dan ia menatap
putra tunggalnya lekat-lekat, "Terima kasih, Derrick. Kau membuatku
yakin keputusanku tidak salah."
Grand Duke berdiri. "Aku tidak ikut makan malam bersama kalian,"
katanya, "Aku akan pergi ke Istana saat ini juga."
Derrick termenung mengawasi kepergian ayahnya.
Tiba-tiba saja ia merasa Grand Duke mengajaknya berbicara bukan untuk
meminta pendapatnya tetapi hanya untuk memantapkan keputusannya.
Ia sama sekali tidak membutuhkan pendapatnya karena ia telah
memutuskan! Derrick kesal. Ternyata selama ini ayahnya tidak pernah menganggapnya
cukup dewasa. "Makan malam sudah siap," Irina memberitahu dengan riang.
Irina heran melihat Derrick seorang diri di dalam ruangan itu. "Di mana
Papa?" "Ia pergi ke Istana," jawab Derrick, "Ia tidak dapat makan malam
bersama kita." Irina kecewa. Derrick kembali termenung dengan pikirannya.
"Apa yang Papa bicarakan denganmu?" Irina duduk di depan Derrick.
Derrick melihat raut wajah penuh ingin tahu itu. Andai saja Irina adalah
Eleanor. Derrick pasti akan memberitahunya. Sayangnya, Irina adalah
Irina. "Aku lapar," Derrick meninggalkan Irina.
"Derrick!" Irina menuntut jawaban.
"Ini adalah pembicaraan antara pria," jawab Derrick sambil lalu, "Hanya
kaum pria." Irina tidak senang mendengar jawaban itu. Dan ia menunjukkannya
dengan jelas sepanjang malam. Ia terus menuntut jawaban dari adiknya.
Di lain pihak Derrick bersikeras untuk tidak memberitahu Irina. Ia tidak
mau hal ini tersebar ke luar sebelum semuanya dipastikan.
Belum tentu Paduka Raja menerima usul Grand Duke. Earl juga belum
tentu menyukai ide ini. Dan Eleanor.
... Derrick rasa gadis itu tidak akan mempunyai suara. Tidak ketika sang
Grand Duke dan Earl terutama Paduka Raja Kerajaan Viering
menyetujuinya. Tidak peduli apa pun yang dilakukan Eleanor, tidak akan
ada yang bisa menghentikan mereka.
Derrick memahami Eleanor. Ia sangat memahami gadis yang tidak suka
diatur itu hingga ia dapat membayangkan bagaimana reaksi Eleanor. Juga
dapat dibayangkannya bagaimana Eleanor akan membangkang rencana
yang pasti tidak disukainya ini.
Derrick turut bersedih untuk Eleanor.
-----0----- Duke of Krievickie menatap Schewicvic lekat-lekat.
Ia ragu. Untuk kedua kalinya di hari ini ia berada di depan pintu masuk
Schewicvic. Ia tidak ragu untuk mengetuk pintu kayu besar itu. Ia juga tidak ragu
untuk menemui sahabat baiknya itu. Ia hanya ragu memberi tahu
sahabatnya itu keputusannya dan keputusan Raja Quinn.
Setelah meninggalkan Mangstone, ia langsung menuju istana.
Quinn masih sibuk di Ruang Kerjanya ketika ia tiba. Pria itu sangat puas
mendengar laporannya. "Aku tahu aku bisa mempercayaimu," katanya puas mendengar penasihat
kepercayaannya itu telah menemukan calon pengantin untuknya. "Aku
tahu kau bisa menyelesaikannya dalam waktu singkat."
"Terima kasih atas pujian Anda, Paduka," kata Grand Duke hormat.
"Segera persiapkan pesta pernikahan kami," katanya, "Tidak perlu
pertunangan. Aku ingin segeranya segera diselesaikan. Aku tidak mau
menunda waktu. Sedetik pun tidak."
Grand Duke terperangah. Ia belum memberitahu sang Raja siapakah
gadis pilihannya itu tetapi siapapun pilihannya itu, ia sepertinya tidak
keberatan. "Aku harus segera menyuruh Vicenzo segera mengatur pesta pernikahan
kami. Seseorang juga harus segera mengatur undangan untuk kerajaankerajaan lain.
Aku ingin semua diselesaikan dengan cepat tanpa
kesalahan." "Saya mengerti," kata Grand Duke. "Saya akan segera meminta
kesediaan Earl Hielfinberg."
Raja muda itu terperanjat. "Kau belum memberitahu mereka!?" nadanya
meninggi, "Kau belum meminta kesediaan mereka?"
Grand Duke juga tidak kalah terperanjatnya. "Saya ingin meminta
pendapat Anda terlebih dahulu sebelum meminta kesediaan mereka. Saya
khawatir Anda tidak menyukai pilihan saya."
"Aku sudah tidak mempunyai waktu untuk memilih lagi," Quinn
menegaskan, "Aku telah memberikan syarat-syaratku padamu. Itu sudah
lebih dari cukup. Aku percaya padamu."
"Terima kasih atas kepercayaan Anda, Paduka," kata Grand Duke
Bernard, "Saya akan segera memberitahu kabar gembira ini pada
mereka." "Pastikan mereka menerima pinanganku ini."
"Jangan khawatir, Yang Mulia," kata Grand Duke, "Ia pasti menerima
pinangan Anda ini. Setiap orang di Viering bersedia melakukan sesuatu
untuk Viering. Ini adalah suatu kehormatan untuk dapat melakukan
sesuatu bagi Viering."
"Cepat pergi temui mereka," kata Quinn tersenyum puas.
Dan itulah yang dilakukan Grand Duke. Namun sekarang ia ragu-ragu.
Tiba-tiba saja ia dapat merasakan kesedihan Ruben melepaskan satusatunya orang
tercinta yang tersisa di dunia ini. Ia dapat merasakan
betapa pedih dan sunyinya kehidupan sahabatnya itu sepeninggal
Eleanor. Akan sangat kejam sekali meminta satu-satunya orang yang
menghiasi kehidupannya yang sunyi ini.
Grand Duke tidak memikirkan hal itu ketika ia mendapat ide ini. Ia juga
tidak memiliki perasaan ini ketika ia menemui Quinn.
Ia ragu. Ia tidak tahu haruskah ia melangkah maju untuk Viering atau
mundur untuk Ruben. Keduanya sangat berarti baginya. Keduanya sangat
penting baginya. Ia tidak bisa menguntungkan yang satu dan menyakiti
yang lain. Ia tidak bisa merebut Eleanor dari sisi sahabat baiknya itu.
Eleanor adalah satu-satunya harta yang paling berharga untuk Earl of
Hielfinberg yang kesepian setelah kematian istri tercintanya.
Eleanor adalah permata yang akan selalu dijaganya dengan baik.
Eleanor adalah bidadarinya yang selalu menghiasi Schewicvic.
Eleanor adalah keceriaan Schewicvic Castle yang besar.
Eleanor adalah sinar mentari yang menghangati bangunan yang dingin
ini. Membawa Eleanor pergi sama dengan membunuh kehidupan Schewicvic
dan juga Earl of Hielfinberg.


Ratu Pilihan Karya Sherls Astrella di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Di saat Grand Duke sedang bimbang inilah, Eleanor membuka pintu.
"Aku sudah tahu itu adalah kau ketika aku mendengar suara kereta," kata
Eleanor tersenyum gembira.
Grand Duke terperanjat. "Apakah kau datang untuk menyelamatkanku?" Eleanor langsung
menggandeng tangan Grand Duke, "Papa mengurungku di dalam kamar
dan melarangku keluar sepanjang sore ini." Eleanor melapor dengan
cemberut. "Masih untung kau, aku tidak melarangmu makan malam," Earl muncul
dari dalam. Eleanor tersenyum nakal. "Apa yang membuatmu datang?" tanya Earl. Tidak biasanya Grand Duke
datang di waktu makan malam dan itu membuatnya curiga. Ia
mengkhawatirkan keadaan sahabatnya itu.
Setelah mengetahui tugas yang diberikan Raja Quinn, Earl tahu
sahabatnya itu tengah berada dalam kesulitan besar. Ia turut dapat
merasakan beban berat yang ditanggung sahabatnya itu dan ia turut
memikirkan tugas itu. Sepanjang sore ini, sepeninggal Grand Duke, ia terus memutar otak
memikirkan siapakah gerangan gadis yang cocok menjadi pendamping
Raja kerajaan ini. Siapakah gadis yang pantas menjadi Ratu kerajaan ini"
Ia telah berpikir dan berpikir keras tetapi ia tidak dapat menemukan
jawabannya. Earl yakin Grand Duke Bernard pun demikian. Mereka hanyalah dua orang
duda kesepian yang tidak pernah memikirkan hal lain selain keluarga
mereka dan masalah kerajaan. Mereka tidak pernah tertarik untuk
mendengar kabar tentang gadis-gadis keluarga lain. Mereka juga tidak
pernah secara khusus mendengar kabar burung tentang kelakuan para
gadis bangsawan itu. Untuk kedua kalinya dalam hari ini Earl merasa sungguh bersimpati pada
Duke of Krievickie, sang penasehat dan tangan kanan Paduka Raja
Kerajaan Viering. "Tidak ada alasan khusus," Grand Duke berbohong, "Tiba-tiba saja aku
ingin bergabung dengan acara makan malam kalian." Ia melihat Eleanor
dan bertanya, "Kalian belum menyelesaikan makan malam kalian bukan?"
"Belum," sahut Eleanor gembira, "Kami baru saja akan memulainya."
Eleanor menuntun Grand Duke ke dalam Ruang Makan. "Sudah lama
sekali engkau tidak makan malam bersama kami."
"Kau tahu Irina akan tidak senang bila aku melewatkan makan malamku
di rumah." Eleanor tertawa geli. "Makin lama ia makin mirip nenek tua yang cerewet.
Ia terus mengomeli kelakuan dan penampilanku."
Grand Duke memperhatikan Eleanor dengan jeli. "Aku lihat engkau
adalah gadis yang sempurna. Apa yang diomelkannya lagi?"
"Itulah Irina," Eleanor tidak suka, "Ia tidak pernah menyukai
penampilanku. Ia ingin aku tampil kaku seperti gadis-gadis lainnya. Ia
tidak tahu aku tidak bisa. Aku tidak menyukainya."
"Ia hanya memperhatikanmu," Earl membela putri Grand Duke Bernard
itu. "Ya, aku tahu." Eleanor tersenyum lembut, "Bila Irina tidak seperti ini, itu
bukanlah Irina. Aku menyayanginya karena ini seperti ini."
"Begitu pula kami," tambah Grand Duke Bernard.
Makan malam itu berlangsung begitu hangat. Mereka terus berbicara
mengenai keluarga mereka. Tidak tersirat sedikit pun kegelisahan yang
hinggap di pundak Grand Duke. Juga tidak tersirat pula simpati yang ada
di dalam hati Earl. Mereka begitu menikmati makan malam mereka yang
hangat itu. Tetapi semuanya berubah ketika Earl menyuruh Eleanor
kembali ke kamarnya dan mengajak Grand Duke untuk duduk di tempat
kesukaan mereka, Ruang Perpustakaan.
Bagaimana pun gembiranya Grand Duke sepanjang makan malam ini, ia
tidak dapat membohongi Earl. Earl tahu benar ada sesuatu yang ingin
dibicarakan Grand Duke padanya. Sesuatu yang sangat penting. Dan
itulah yang langsung dikatakannya pada Grand Duke ketika mereka
berdua telah berada di dalam Ruang Perpustakaan.
Grand Duke menanggapi pendapat Earl itu dengan menatapnya lekatlekat.
"Ruben, apa kau mau berkorban untuk kerajaan ini?" Grand Duke raguragu.
"Apa-apaan kau ini!" Tentu saja aku mau."
"Baguslah," Grand Duke lega.
Earl heran. "Aku minta putrimu."
BAB 5 Eleanor mengintip tempat tidur ayahnya. Ia tersenyum gembira melihat ayahnya
masih tidur pulas. Dengan hati-hati ia menutup pintu kamar tidur ayahnya dan
menuju teras. "Semuanya sudah siap, Tuan Puteri," lapor Fauston.
Eleanor tersenyum senang.
Ini adalah hari Kamis - hari di mana Eleanor dapat pergi ke Loudline tanpa
pengawasan ayahnya. Setiap hari Kamis pagi Fauston berbelanja keperluan
Hielfinberg selama seminggu di Loudline. Di saat itu pulalah Eleanor selalu ikut
serta. Walaupun Eleanor tidak dapat bersikap anggun seperti layaknya seorang lady, ia
tetaplah seorang gadis. Eleanor menyukai keramaian Loudline dan ia benarbenar
menikmati saat-saat ia bermain di sana tanpa sepengawasan siapa pun
baik itu Earl sendiri, Derrick maupun Irina!
"Earl tidak akan menyukai ini," seperti biasanya, Nicci mengeluh.
Eleanor melihat wanita itu dan tersenyum, "Papa tidak akan tahu, ia masih
tidur." "Apa kata Countess bila ia melihat Anda seperti ini," wanita yang telah melayani
Eleanor semenjak Eleanor kecil itu mendesah. Matanya menatap pakaian
seorang pelayan yang dikenakan Eleanor.
"Aku tidak mempunyai pilihan lain," Eleanor membela diri, "Hanya ini satusatunya
gaun yang pantas kukenakan."
"Anda perlu pergi ke penjahit dan membeli beberapa gaun baru yang sesuai
dengan ukuran Anda. Saya melihat beberapa gaun Anda sudah kekecilan untuk
dikenakan. Anda bisa mengajak Tuan Puteri Irina. Saya yakin ia akan menemani
Anda dengan senang hati."
"Aku tidak membutuhkan gaun baru," Eleanor menolak, "Tidak untuk saat ini."
Nicci tahu itu. Ia sudah mengenal watak Eleanor dengan baik. Nicci percaya
Eleanor adalah satu-satunya gadis bangsawan yang sama sekali tidak tertarik
untuk mengkoleksi gaun-gaun yang indah beserta aksesorisnya juga
perhiasanperhiasan yang mempesona.
Eleanor adalah gadis yang suka tampil apa adanya. Ia juga tidak senang rambut
panjangnya ditata rapi. Ia lebih suka membiarkannya tergerai bebas.
Untungnya, Eleanor jarang perlu menata rapi rambutnya. Setiap hari dan hampir
setiap saat ia berada di sekitar Hielfinberg.
"Apa kata Countess bila melihat Anda pergi seorang diri tanpa sepengetahuan
Yang Mulia," lagi-lagi Nicci mendesah.
"Mama tidak akan memarahiku hanya karena aku pergi ke Loudline tanpa
sepengetahuan Papa. Lagipula aku tidak sendirian," Eleanor membela diri,
"Fauston ada bersamaku. Kau boleh ikut bila kau mau."
"Tidak," Nicci menolak, "Saya harus ada bila Yang Mulia menanyakan
keberadaan Anda." "Kau selalu seperti ini," Eleanor tertawa geli, "Kau selalu melarangku tetapi
kau juga selalu melindungiku."
"Apa boleh buat," keluh wanita yang telah menginjak kepala tiga itu, "Saya tidak
suka melihat Anda terus dikurung di sini. Sekali-kali Anda juga perlu keluar."
"Papa tidak pernah mengurungku.," Eleanor membenarkan, "Ia hanya terlalu
mencemaskanku bila aku meninggalkan Hielfinberg."
"Saya akan lebih lega bila Tuan Puteri Irina atau Tuan Muda Derrick ikut
bersama Anda." "Tidak," Eleanor menolak tegas, "Aku tidak suka terus merepotkan mereka.
Mereka telah cukup menjadi pengawal dan pengasuhku. Sekarang aku sudah
dewasa. Aku bisa menentukan sendiri langkahku."
Lagi-lagi Nicci kalah. "Kami harus segera pergi," Eleanor berpamitan, "Aku tidak ingin kesiangan."
Nicci pun tidak berusaha mencegah Eleanor lagi. "Berhati-hatilah di jalan,"
pesan Nicci, "Pastikan Anda selalu berada di sekitar Fauston."
Fauston mengulurkan tangan - membantu Eleanor duduk di sisi tempat duduk
kusir kereta dan ia duduk di sisi Fauston - mengendalikan kereta barang
mereka. "Kami pergi, Nicci," Eleanor melambaikan tangannya ketika kereta mulai
beranjak meninggalkan Hielfinberg.
"Apakah hari ini kau akan membeli banyak barang?" Eleanor bertanya pada
Fauston. "Tidak, Tuan Puteri. Saya hanya perlu membeli beberapa keperluan sehari-hari."
"Apakah itu akan memakan waktu lama?" Eleanor bertanya ingin tahu.
"Saya rasa tidak," jawab Fauston.
"Baguslah," Eleanor lega, "Aku tidak ingin Papa bangun sebelum aku tiba."
"Saya akan berusaha sebaik mungkin, Tuan Puteri," kata Fauston kemudian ia
mempercepat laju kereta. Setelah melalui jalanan yang membentang di antara Hielfinberg dan Loudline,
akhirnya mereka tiba di pinggiran kota itu.
Mata Eleanor melirik sebuah gedung yang megah di pinggiran Loudline. Gedung
yang tampak sangat mencolok di jalan utama Loudline itulah tempat Mathias
bertemu dengan Simona. Gedung itulah tempat terakhir Simona bekerja.
Eleanor selalu melewati tempat ini setiap kali ia menuju Loudline. Ia tidak
pernah memperhatikan gedung itu sebelumnya. Sekarang, setelah berita yang
ramai itu, gedung itu tiba-tiba saja menjadi pusat perhatiannya dan juga setiap
orang di Viering. Tentu tidak seorang pun yang tidak ingin tahu tempat yang
menjadi awal mula berita yang menghebohkan ini. Dan tentu saja gereja kecil
yang menjadi saksi bisu berita paling ramai dibicarakan di Viering ini. Pastor
Ruther yang meresmikan pernikahan mereka juga tidak ketinggalan dalam
keramaian ini. Eleanor telah mendengar pihak istana memanggil Pastor itu dan menanyainya
tentang pernikahan Duke of Binkley.
Kereta berhenti tak jauh dari pusat kota. Di sinilah ia selalu berada setiap
Kamis pagi, di pasar Loudline. Tetapi ia datang bukan untuk berbelanja. Ia datang
untuk bermain-main di Loudline.
"Jangan pergi terlalu jauh, Tuan Puteri," pesan Fauston.
"Aku akan berada di sekitar tempat ini."
"Saya akan menanti Anda di atas kereta bila saya sudah selesai."
Eleanor mengangguk dan ia segera menghilang dalam keramaian. Sementara
Eleanor menikmati keramaian kota, Fauston sibuk membeli kebutuhan
Hielfinberg. Eleanor berjalan-jalan tanpa tujuan - seperti biasanya. Sepanjang jalan ia dapat
mendengar orang-orang sibuk membicarakan berita tentang Mathias dan juga
keputusan Quinn yang tidak terduga itu.
Memang itulah yang dinamakan gossip. Sekeras apa pun seseorang berusaha
menutupinya dan serapat apa pun ia menjaganya pasti ada yang
membocorkannya. Dalam hal ini Eleanor yakin bukan Bernardlah yang
membiarkan keputusan Quinn menjadi gosip segar.
Eleanor belum melihat koran hari ini. Pengantar koran belum datang ketika ia
pergi meninggalkan Hielfinberg. Walaupun begitu Eleanor dapat menebak judul
di halaman utamanya. Judul itu pasti tidak jauh dari keputusan Quinn untuk
menikah yang menghebohkan itu.
Kemarin ia begitu yakin pernikahan Putra Mahkota Kerajaan Viering dengan
seorang wanita bekas kriminal itu adalah berita yang paling menghebohkan
sepanjang sejarah Viering. Sekarang predikat itu telah digeser oleh keputusan
jejaka yang paling ternama di Viering itu.
Tak perlu Eleanor menjelaskan keputusan itu, semua orang sudah tahu Quinn
berubah pikiran karena terpaksa dan demi masa depan Viering.
"Apa kau sudah mendengarnya?" Eleanor mendengar seorang wanita berbicara.
"Istana mulai sibuk. Kudengar Paduka sedang mempersiapkan pesta
pernikahannya." "Pesta pernikahan?" tanya wanita satunya, "Apakah sang calon mempelai sudah
ditentukan?" "Entahlah. Kudengar pagi ini Paduka memanggil beberapa Menteri."
"Kurasa Paduka ingin segera mengadakan pesta pernikahan begitu calon
mempelainya telah ditentukan."
Eleanor tidak lagi mendengarkan percakapan kedua wanita itu. Ia terus
melangkahkan kakinya hingga ke bundaran air mancur yang berada tepat di
tengah-tengah Loudline. Ruas jalan di sekeliling air mancur itu bercabang ke
lima arah. Tiap arah menuju tempat yang berbeda.
Eleanor memperhatikan sekelilingnya yang perlahan-lahan mulai ramai. Ia
melihat kereta-kereta kuda yang perlahan-lahan memenuhi jalanan Loudline. Ia
tidak kaget melihat beberapa kereta kuda yang indah berjalan menuju satu
arah. Ia tidak dapat menduga siapa yang ada di dalamnya.
Dalam hatinya Eleanor tersenyum geli. Berita tentang pencarian mempelai Quinn
tentunya telah tersebar di Loudline. Eleanor tidak akan heran bila pinggiran
Viering juga mendengarnya.
Dalam beberapa hari mendatang ini, para penjahit ternama di Loudline akan
mempunyai banyak pesanan. Dalam beberapa hari ke depan hingga calon
pengantin Quinn ditentukan, para gadis akan sibuk mempercantik diri.
"Sudah kuduga kau akan berada di sini."
Eleanor terperanjat. "Derrick!" Apa yang kaulakukan di sini?"
"Sama sepertimu, berjalan-jalan menikmati udara pagi," Derrick berbohong.
Sebenarnya, ia sengaja datang ke kota untuk melihat keadaan Eleanor. Ia tahu
Eleanor mempunyai kebiasaan datang ke kota bersama Fauston, Kepala Rumah
Tangga Hielfinberg, tiap Kamis pagi. Kemarin ia terus mencemaskan Eleanor dan
itulah yang membuatnya muncul di tempat ini pagi ini. Dan sekarang setelah
bertemu Eleanor, ia menjadi curiga. Gadis itu tetap terlihat ceria seperti
biasanya. "Hari ini jalanan lebih ramai," mata Eleanor memperhatikan kereta-kereta kuda
yang berlalu lalang di perempatan jalan tak jauh dari mereka. "Mereka tentunya
tidak ingin menjadi yang terakhir."
Derrick bingung. Eleanor menatap Derrick lekat-lekat dan tersenyum lembut. "Untuk beberapa
hari mendatang kalian pasti akan kerepotan. Setiap bangsawan pasti akan
berusaha menemui Bernard dan mengajukan putri mereka."
Derrick heran. Ia bertanya-tanya. Apakah ayahnya belum memberitahu Earl"
Apakah Earl menolak" Ataukah ayahnya telah berubah pikiran" Apa pun itu,
Derrick dapat memastikan Eleanor tidak mengetahui apa pun tentang keputusan
yang telah dibuat ayahnya.
"Aku merasa ini bukan ide yang bagus," Eleanor berkata serius.
Derrick kebingungan. Ia masih belum mengerti apa yang sedang dibicarakan
Eleanor ketika ia mendengar seseorang berseru,
"Derrick, sungguh tidak menduga aku bisa bertemu denganmu di sini."
Derrick menoleh. Ia melihat seorang wanita bangsawan mendekatinya dengan
tergesa-gesa. Tangannya menarik seorang gadis yang mirip dengannya. Berdua
mereka mendekatinya dengan tergesa-gesa seolah-olah takut Derrick akan
pergi. Derrick melihat Eleanor dan ia mendapatkan senyum geli.
"Mengapa engkau berada di sini sepagi ini?" tanya wanita itu tanpa memberi
kesempatan pada Derrick untuk membuka mulut. "Apakah yang membuatmu
muncul di tempat ini" Sungguh tidak kusangka aku dapat berjumpa denganmu
di sini. Ini benar-benar sebuah kesempatan langka. Bagaimana keadaanmu"
Apakah Grand Duke sehat-sehat saja" Kau tahu ia sudah tua dan sudah saatnya
ia beristirahat. Tetapi kurasa hal itu mustahil terutama semenjak berita yang
menghebohkan itu. Kudengar Paduka Raja telah memberi sebuah tugas penting
pada Grand Duke. Katakan pada Grand Duke untuk memperhatikan
kesehatannya. Aku tahu tugas ini sangat penting tetapi kesehatan tetaplah
nomor satu." Seketika Derrick menyadarinya. Wanita itu tentunya tidak mendekat untuk
sekedar menyapanya. Ia mempunyai tujuan dan tujuannya itu sangatlah jelas.
Sekarang ia mengerti makna di balik senyum geli Eleanor.
"Derrick, apakah kau masih ingat putriku?" wanita itu memajukan putrinya,
"Kalian telah bertemu sebelumnya."


Ratu Pilihan Karya Sherls Astrella di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ya," akhirnya Derrick, "Senang berjumpa dengan Anda, M'Lady," Derrick
meraih tangan gadis manis itu dan menciumnya.
Eleanor menahan senyum gelinya meihat wajah gadis itu bersemu merah.
Dalam hati ia bertanya-tanya apakah gadis itu selalu memerah seperti ini setiap
tangannya dicium pria. "Senang berjumpa dengan Anda lagi, M'Lord," gadis berambut merah itu
menjawab dengan suaranya yang lembut, "Mengapa sepagi ini Anda sudah
berada di kota bersama pelayan Anda?"
"Pelayanku?" Derrick kebingungan. Seketika ia menoleh pada Eleanor dan
sadarlah ia bahwa penampilan Eleanor saat ini benar-benar mirip seorang
pelayan muda daripada seorang putri bangsawan.
Eleanor berusaha keras menahan tawa gelinya. Ia tahu ia tidak dapat
membiarkan tawanya terlepas begitu saja di tempat ini dan ia mencari akal
untuk meninggalkan mereka. "Terima kasih atas petunjuk anda, Tuan Muda.
Saya akan segera melakukannya sesuai perintah Anda."
Derrick kebingungan melihat Eleanor membungkuk hormat pada mereka
selayaknya seorang pelayan dan menjauh. Derrick yakin ia mendengar tawa
lepas gadis itu ketika ia berjalan menjauh. Ia sendiri yakin ia tidak akan
sanggup menahan tawa lepasnya bila bukan karena tiba-tiba saja ia melihat
beberapa wanita mendekatinya.
Lengkaplah sudah kegembiraan Eleanor di pagi ini. Ia telah melihat bagaimana
Derrick kewalahan menghadapi kedua wanita itu mencoba mengorek berita
darinya itu. Tak lama lagi Dristol percaya Derrick akan menarik perhatian tiap
orang yang tengah berusaha mempercantik diri itu. Derrick benar-benar harus
berusaha keras untuk menjawab setiap pertanyaan penuh ingin tahu mereka.
Eleanor tidak berminat membantu Derrick. Ia juga tidak dapat memberikan
bantuan apa-apa. Dengan dandanannya yang seperti seorang pelayan ini, siapa
yang akan memperhatikannya" Para bangsawan dan orang kaya itu hanya akan
merendahkannya. Tetapi itu pula yang membuat Eleanor merasa beruntung. Ia
tidak perlu ikut terlibat dalam serangan pertanyaan-pertanyaan yang tiada
hentinya itu. Eleanor segera kembali ke tempat Fauston menurunkannya.
Pria tengah baya itu tengah memindahkan barang-barang belanjaannya ke
dalam kereta barang mereka.
"Kelihatannya Anda sedang gembira," pria itu melihat senyum gembira di wajah
manis Eleanor. "Apakah sesuatu yang baik telah terjadi?"
"Ya, Fauston," Eleanor memberitahu, "Aku bertemu Derrick dan sekarang ia
tengah dikerumuni oleh para wanita."
"Tuan Muda Derrick memang tampan. Saya tidak akan heran melihat para
wanita begitu memujanya."
"Tidak, Fauston," Eleanor membenarkan, "Apakah kau tidak menyadari jumlah
kereta kuda lebih banyak dari biasanya?"
Fauston memperhatikan sekeliling dan saat itulah ia menyadari kereta kuda
yang berlalu lalang di jalanan Loudline pagi ini lebih banyak dari biasanya. Jam
masih menunjukkan pukul enam lebih ketika mereka meninggalkan Hielfinberg.
Tidak biasanya suasana Loudline seramai ini di pagi hari seperti ini.
"Para bangsawan dan orang kaya bergerak untuk memperoleh bola di tangan
Bernard." "Saya telah mendengarnya. Setiap orang sedang membicarakannya," kata
Fauston, "Mereka sibuk memperkirakan siapakah yang akan dipilih Grand Duke."
"Ah, Eleanor," seseorang berkata gembira, "Kau juga datang. Aku baru saja
bertanya-tanya mengapa aku tidak melihatmu pagi ini."
Eleanor tersenyum manis melihat seorang pemuda membawa karung yang berat
di punggungnya. Eleanor mengenal baik pemuda itu yang bernama Seb itu. Ia
sering terlihat membantu Fauston membawakan barang belanjaan dan dari Seb
pulalah ia sering mendapatkan gosip Viering. "Aku pergi memperhatikan
keramaian pagi ini," Eleanor menjawab keingintahuan pria muda itu.
"Letakkan karung itu di sini," Fauston menunjuk tempat kosong yang telah ia
siapkan. Dengan cekatannya pemuda yang berasal dari pinggiran Loudline itu meletakkan
barang itu. "Hari ini Loudline memang lebih ramai dari biasanya," Seb sependapat. "Sejak
kemarin sore Loudline menjadi ramai. Apakah kau tidak mendengarnya, Paduka
mencari mempelai!" Eleanor hanya tersenyum. Ia sudah mengetahuinya dari Bernard.
"Aku mendengar ia memerintahkan Grand Duke untuk mencari mempelai
untuknya. Aku juga mendengar Grand Duke sedang berusaha keras mencari
sang mempelai. Beberapa pelayan mendengar Paduka meminta seorang gadis
yang penurut dan cantik. Ia meminta seorang ratu yang sempurna! Sekarang
tiap gadis berusaha keras memperoleh kedudukan itu. Ini adalah kesempatan
yang langka! Setiap penduduk Loudline membicarakannya. Setiap orang sedang
menduga-duga siapakah yang akan dipilih Grand Duke. Aku bertemu seorang
pelayan istana. Dia mengatakan Grand Duke telah menentukan pilihannya.
Kemarin malam ia menemui Paduka dengan tergesa-gesa. Pagi ini Paduka
tampak begitu gembira. Ia sepertinya sudah melupakan perbuatan Duke
Binkley. Beberapa orang mengatakan ia mengajukan putrinya sendiri," Seb
memberitahu dengan penuh semangat.
Eleanor terperanjat. "Jadi itulah sebabnya kemarin malam Bernard muncul di
Hielfinberg," gumamnya. Eleanor tidak akan heran bila Grand Duke mengajukan
putrinya sendiri. Irina adalah seorang gadis yang cantik dan anggun. Ia akan
menjadi seorang ratu yang sempurna. Tetapi Eleanor tidak yakin Grand Duke
akan melakukan itu. Bila ia memang memilih Irina, ia pasti telah mendengarnya
dari Derrick pagi ini. Paling tidak dari Irina sendiri.
Eleanor mendengarkan pria itu memberitahunya segala berita yang diketahuinya
dengan penuh semangat. Pria muda itu mungkin akan terus mewartakan berita
terbaru yang diketahuinya bila bukan Fauston yang menghentikannya,
"Sudah. Sudah," Fauston yang sudah memegang kendali kuda berkata dengan
tidak sabar, "Kau hanya akan membuat kami kesiangan."
Eleanor tersenyum geli. "Jangan begitu, Fauston. Seb hanya ingin bersikap
ramah padaku." "Kurasa ia hanya ingin menarik perhatian," kata Fauston tidak suka.
Eleanor tertawa geli dan Seb memerah mengetahui niatnya telah dibongkar.
"Terima kasih sudah membawakan barang kami, Seb," kata Eleanor, "Sekarang
kami harus pulang." Eleanor naik ke kereta dan ia melambaikan tangan pada pemuda itu.
Ketika kereta mulai bergerak menjauhi pusat kota, Eleanor melihat kerumunan
di kejauhan. Ia tahu siapa saja yang berada di sana dan apa yang terjadi.
"Mereka masih mengerumuni Derrick," Eleanor memberitahu Fauston. Mereka
mengerumuninya karena mereka ingin tahu langkah Bernard atas perintah
Quinn." Gadis itu tertawa geli, "Saat ini Derrick bagaikan madu bagi para
kupukupu yang ingin tahu itu."
Eleanor masih tertawa geli ketika ia tiba di Hielfinberg.
"Tuan Puteri, akhirnya Anda pulang," Nicci tampak begitu lega melihat kereta
barang itu mendekati pintu masuk.
Eleanor keheranan melihat wajah gelisah wanita itu. "Apa yang terjadi?"
tanyanya. "Yang Mulia sudah bangun."
Eleanor terperanjat. Saat ini masih sekitar jam delapan lebih. Tidak biasanya
ayahnya bangun sepagi ini. "Apakah kami terlambat?"
"Tidak, Tuan Puteri," jawab Nicci, "Hari ini Yang Mulia bangun lebih awal dari
biasanya. Tak lama setelah Anda pergi, ia bangun.
Eleanor terperanjat. "Apa ia menanyakan aku?"
"Tidak, Tuan Puteri. Yang Mulia langsung menuju Ruang Perpustakaan. Ia
tampak begitu kacau seperti saat Countess baru meninggal. Saya benar-benar
cemas melihatnya. Sekarang ia masih mengurung diri di Ruang Perpustakaan."
"Apa yang terjadi?" Eleanor bertanya cemas.
"Saya kurang tahu, Tuan Puteri. Tetapi dari wajahnya saya dapat meyakinkan
sesuatu telah terjadi."
"Aku akan segera menemuinya," Eleanor pun berlari ke Ruang Perpustakaan.
BAB 6 Earl termangu menatap gambar diri istrinya yang telah lama tiada.
"Apakah keputusanku ini tepat, Virgie?" ujarnya, "Aku tidak tahu apa
yang harus kulakukan?"
Kemarin ketika Grand Duke mengungkapkan lamarannya itu, satusatunya reaksi yang
ditemukan Earl adalah berseru dengan keras,
"APA!?" "Bukan. Bukan itu," Grand Duke buru-buru menjelaskan, "Maksudku, aku
ingin dia menikah dengan Paduka Raja."
Earl membelalak. "Paduka telah setuju menikahi Eleanor."
Earl duduk kaget. "Tidak mungkin, Bernard. Kau mengenal Eleanor. Ia...
ia tidak pantas menjadi seorang Ratu."
"Sebaliknya," Grand Duke berkata penuh percaya diri, "Aku pikir hanya
dia yang pantas." Earl membisu. Ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Hingga saat ini
pun ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya.
"Katakan padaku, Virgie bila keputusanku ini tepat," lagi-lagi ia
bergumam. Eleanor membuka pintu Ruang Perpustakaan. Ia melihat ayahnya sedang
berdiri menatap lukisan diri ibunya. Seperti yang dikatakan Nicci, ia
tampak begitu galau. "Mama memang cantik. Ia adalah wanita paling cantik yang pernah aku
temui," Eleanor berdiri di samping ayahnya.
Earl menatap putrinya lalu kembali ke lukisan istrinya. "Ia adalah wanita
yang hebat." "Aku menyayanginya," Eleanor memeluk ayahnya, "Aku juga menyayangi
Papa." Earl melingkarkan tangan di pundak Eleanor. "Bagaimana perjalananmu
ke kota?" Eleanor tidak terkejut mendengar pertanyaan itu. Ia yakin ayahnya tahu
kebiasaannya ini. Selama ini tidak seorang pun dari mereka yang
membicarakannya. "Menarik," jawab Eleanor, "Aku bertemu Derrick. Saat ini ia sedang
dikerumuni orang-orang yang ingin mendaftarkan diri pada Bernard."
Eleanor tertawa geli membayangkan reaksi Derrick mendapat serbuan
para wanita yang penuh ingin tahu itu.
Earl mendesah panjang. Eleanor terkejut. "Apa yang terjadi, Papa" Sepertinya kau tidak senang
mendengarnya." "Kurasa kita perlu duduk," Earl membimbing Eleanor ke sofa.
Sikap Earl yang lain dari biasanya itu membuat Eleanor curiga.
"Dengarlah apa yang akan kukatakan padamu."
Eleanor dapat mencium ketidakberesan.
"Kau tahu Bernard mendapat tugas penting dari Paduka Raja, tugas yang
sangat penting, tugas yang menyangkut masa depan Viering."
"Ya," Eleanor mengangguk. "Ia ditugasi untuk menemukan gadis yang
tepat untuk menjadi Ratu Viering."
"Aku yakin kau telah mendengar kabar Bernard telah menentukan
pilihannya," kata Earl kemudian.
Eleanor terperanjat. Apakah mungkin berita yang baru didengarnya pagi
ini benar" Bernard pasti tidak akan melakukan itu. Ia pasti tidak akan
mengorbankan putrinya sendiri walau ia tahu ini demi masa depan
Viering. Hanya orang tolollah yang tidak tahu pernikahan ini hanyalah
demi menyelamatkan muka Viering.
"Papa... kau tidak mengatakan itu, bukan. Itu tidak mungkin terjadi."
"Ya, Eleanor," Earl berkata dengan penuh penyesalan, "Bernard
memilihmu." Memilihmu... Eleanor membelalak. Untuk sesaat Eleanor merasa ia tidak berada di
dunia nyata. "Tidak mungkin! Itu tidak mungkin," Eleanor menggelengkan
kepala - mencoba mengeluarkan kata 'memilihmu' itu dari otaknya.
"Bernard memilihmu dan aku telah menyetujuinya. Kau harus mengerti
ini demi masa depan Viering."
Eleanor membelalak. Ia tidak percaya ayahnya akan melakukan hal ini.
"Aku tidak mau!" Eleanor menolak, "Aku tidak mau menikah dengan
Quinn! Aku tidak mau menikah dengan plaboy kelas atas itu. Mati pun
aku tidak mau!" "DIAM!" suara Earl Hielfinberg meninggi.
Eleanor terperanjat. Ayahnya tidak pernah mengeluarkan nada setinggi
ini padanya. Ayahnya tidak pernah sekali pun memarahinya!
"Kau tidak mempunyai pilihan lain. Kau harus menikah dengan Paduka
Raja dan aku telah menyetujuinya."
Eleanor terpukul. Ia menatap ayahnya putus asa.
"Aku tidak mengerti mengapa Bernard memilihmu tetapi aku yakin ia
mempunyai pandangannya sendiri," gumam Earl.
"Aku tidak percaya!" Eleanor berseru kesal, "Aku akan mencari Bernard!"
Sebelum Earl sempat mencegah Eleanor, gadis itu telah berlari menuju
istal. Kehadirannya yang tiba-tiba mengagetkan para penjaga istal.
"Siapkan kuda untukku," Eleanor memberi perintah dan ia menekankan,
"Sekarang juga!"
Muslihat Dewi Berlian 1 Pendekar Mata Keranjang 11 Gembong Raja Muda Pedang Tanpa Perasaan 12
^