Pencarian

Sleep With Devil 1

Sleep With The Devil Karya Santhy Agatha Bagian 1


SANTHY AGATHA SLEEP WITH THE DEVIL situs baca secara online ini dibuat oleh Saiful .... admin http://cerita-
silat.mywapblog.com Pedang Sakti Cersil Istana Pendekar Dewa Naga Raja Iblis
Racun Ceritasilat.... thank.
Penerbit Saira Publisher SLEEP WITH THE DEVIL Oleh: Santhy Agatha Copyright ? November 2012 by Santhy Agatha
Penerbit Saira Publisher www.anakcantikspot.blogspot.com
(demondevile@gmail.com) Editor Meyrizal Desain Sampul: (Picture by Google design Saira Production)
Diterbitkan melalui: www.nulisbuku.com Dari Penulis Novel ini merupakan hasil dari pendalaman karakter yang
berbeda dari novel sebelumnya, dengan dua tokoh yang saling
membenci dan kemudian berubah jadi cinta. Proses yang klise,
tetapi sungguh menarik untuk diikuti. Yah, seperti kata orang,
batas cinta dan benci hanyalah sebatas benang tipis. Cinta
memang tidak pernah bisa diduga kemunculannya, kadangkala
dari kekaguman yang dipupuk sekian lama, kadangkala dari
kasih sayang dan penghargaan, dan kadangkala pula... dari
kebencian. Itulah indahnya menulis tentang cinta, karena
imaginasi tentangnya tak pernah terbatasi.
Terima kasih untuk pangeran pribadiku, sang penggemar
pertamaku, Mr. Irawan yang terus dan terus memberikan
dukungannya sekaligus cinta yang begitu melimpah. Terima
kasih untuk admin www.portalnovel.blogspot.com yang telah
bersedia memuat cerita ini secara bersambung di blognya.
Terimakasih untuk Mey, sahabatku, yang karena kebaikan
hatinya, rela membantu proses editing novel ini tanpa imbalan
apapun. Dan terima kasih pula untuk all readers, yang bahkan
sebelum cerita ini terbit, sudah menanti dan percaya bahwa
cerita ini akan menjadi cerita yang indah. Semoga aku tidak
mengecewakan kalian semua.
Silahkan menikmati kisah pangeran dan putri saya, dan seperti
yang kita harapkan, semoga kisah ini bisa memberi inspirasi,
meluapkan emosi dan membuat kalian semua berbahagia "
Salam dan Peluk Erat Santhy Agatha "Kau Adalah Kelemahanku"
-Mikail Raveno BAB 1 Suasana yang hingar bingar membuat Lana mengeryitkan
matanya. Dia tidak suka suasana ramai dan menyesakkan
seperti ini. Dia merindukan kamarnya, kamar tenang yang
damai, tempat dia bisa duduk dan membaca sambil
mendengarkan musik sayup-sayup.
Tapi musik yang sangat keras ini hampir melampaui batas
toleransinya, ingin rasanya dia pergi dari tempat ini, tapi dia
tidak bisa. Lelaki itu, lelaki jahat itu -
menurut sumber yang dia dengar akan datang ke tempat ini beberapa saat lagi.
Lana mencoba menarik turun rok hitam pendeknya yang
mulai terasa tidak nyaman. Seragam waitress ini amat
sangat tidak nyaman, dengan belahan dada yang begitu
rendah dan rok yang begitu pendek, Lana seperti dipaksa
menyamar menjadi orang yang tidak dikenalnya. Tetapi
bukankah itu memang tujuannya" Dia tidak ingin lelaki itu
mengenalnya, meskipun hal itu sepertinya tidak perlu
ditakutkannya. Mereka hanya pernah bertemu satu kali, pada
pertemuan singkat yang tak disengaja, saat lelaki itu
menemui ayahnya di ruang kerjanya. Saat itu penampilan
Lana tidak seperti sekarang, rambutnya masih panjang
dengan kacamata berbingkai tebal membingkai wajahnya,
bajunya tertutup dan sopan, beda sekali dengan sekarang.
Lana mengernyitkan matanya lagi, Aku benar-benar
berpenampilan seperti perempuan murahan, desahnya.
Suara berisik dari arah pintu masuk mengalihkan perhatian
Lana, matanya mencari-cari dan itu dia! Lelaki itu ada di
sana, dengan kedatangannya yang begitu heboh dikelilingi
banyak sekali bodyguard berbadan kekar. Tanpa sadar Lana
mendengus, yah karena dia lelaki jahat yang suka menyakiti
orang, dia pasti punya banyak musuh yang ingin
membunuhnya. Dengan penasaran Lana menjinjitkan kakinya, berusaha
melihat dengan jelas sosok lelaki itu, Mikail Raveno. Sosok
yang ditakuti dalam dunia bisnis karena tidak segan-segan
menggilas siapapun yang menghalangi jalannya. Siapapun
yang berani melawan Mikail Raveno, akan berakhir dalam
tragedi. Seperti ayahnya, seperti seluruh keluarganya. Desah
Lana pahit. Dulu keluarga Lana adalah keluarga berada, ayahnya adalah
seorang pengusaha sukses di bidang konversi kelapa sawit.
Kebun mereka ada berhektar-hektar di luar pulau, dan
mereka sangat kaya. Bagi Lana keluarga mereka adalah
keluarga bahagia, meskipun ibunya adalah wanita lemah
yang sakit-sakitan, tapi selain itu dia adalah ibu yang
sempurna. Pikiran Lana menerawang di saat-saat bahagia itu, saat dia,
ayahnya dan ibunya berkumpul bersama di meja makan,
menyantap sarapan pagi bersama ayah dan ibunya yang
penuh cinta. Ayahnya akan bercerita tentang pengalamanpengalaman
dalam perjalanan bisnisnya, dan ibunya akan
menatap sang ayah dengan tatapan memuja. Semua terasa
begitu bahagia, semua terasa begitu sempurna.
Sampai kemudian Mikail Raveno datang dalam kehidupan
mereka. Mikail Raveno tertarik dengan perkembangan pesat
bisnis ayah Lana dan berpikiran untuk menjalin suatu
hubungan kerjasama. Pada awalnya, ayahnya tidak tertarik,
dia sudah cukup puas dengan bisnis yang dijalankannya
sendiri. Tapi Mikail tidak menyerah, dengan berbagai cara
dia berusaha mendekati ayahnya. Dan entah kenapa
ayahnya akhirnya menyerah ke dalam kuasa Mikail Raveno,
ke dalam kuasa iblis kegelapan yang ketika mencengkeram
tidak akan melepaskannya lagi.
Mikail menghancurkan keluarganya secara harfiah, entah
kenapa kepemilikan ayahnya atas bisnis itu dimentahkan
begitu saja, semuanya diambil oleh Mikail dan dikendalikan
di bawah tangannya. Ayahnya tidak punya hak apa-apa lagi
selain jatah bulanan untuknya dan keluarganya.
Keluarga Lana jatuh miskin
disita paksa, mereka harus
sederhana. Mereka berusaha
tanpa pelayan-pelayan yang
melayani kebutuhan mereka.
seketika. Rumah mewah mereka
pindah ke rumah mungil memenuhi kebutuhan sendiri,
biasanya selalu siap sedia
Lana kuat menanggung itu semua, tetapi ibunya tidak.
Ibunya dari kecil terbiasa bergelimang kekayaan, seperti putri
raja. Sampai menikah dengan ayahnyapun, ayahnya terbiasa
memperlakukannya seperti Ratu dengan banyak pelayan
yang mengelilinginya. Ibunya sudah hancur ketika dipaksa
memasak sendiri dengan tangannya yang rapuh dan tidak
terampil itu - karena tidak pernah memasak seumur
hidupnya. Dan makin hancur ketika mereka makin miskin,
makin menderita. Akhirnya penderitaan itu tak
tertanggungkan lagi bagi ibunya, dia mulai sakit-sakitan...
semakin kurus, semakin sering menangis di malam-malam
sepi. Lalu suatu pagi, ibunya meninggal begitu saja.
Lana masih ingat ketika dia berdiri di samping ayahnya yang
membeku menatap wajah ibunya yang kurus dan pucat.
Ekspresinya seperti tertidur, dan merasa sedih karena
menyadari kenyataan bahwa ibunya mungkin lebih bahagia
sekarang setelah meninggal dunia.
Sepeninggal ibunya, Ayahnya hancur. Hancur total. Dia mulai
mabuk-mabukan, kadang berteriak-teriak dan menangis
sendirian di malam-malam sepi. Hingga pada suatu hari,
ayahnya mengendarai mobil mereka, satu-satunya harta
mereka yang masih tersisa, dan menabrakkan diri pada
tembok pembatas jalan hingga mobil itu terguling beberapa
kali. Ayahnya tewas seketika di tempat. Polisi mengatakan
bahwa kandungan alkohol di darah ayahnya sangat tinggi,
hingga dapat dikatakan, ayahnyalah yang membunuh dirinya
sendiri. Lana menjadi sebatang kara dan rasa dendam yang
terpendam dalam hatinya makin menyeruak setelah
kematian kedua orang tuanya. Semua ini berakar dari Mikail
Raveno. Sejak lelaki itu muncul di keluarganya, semuanya
hancur dan musnah. Lana harus membalas dendam, dengan
cara apapun, untuk membalaskan kesedihan ibunya, dan
kematian sia-sia ayahnya.
Sejak itu, dia menyelidiki semua hal tentang Mikail Raveno,
di mana dia tinggal, bagaimana jadwalnya, apa
kesukaannya. Semua informasi itu dikumpulkannya baik-baik
dan disusunnya. Ketika Lana mendapat informasi, bahwa
Mikail sering menghabiskan waktunya dengan kekasihkekasihnya
di klub kelas atas ini, Klub Azalea. Tanpa pikir
panjang, Lana meninggalkan pekerjaannya sebagai guru di
taman kanak-kanak, pindah dari tempat tinggalnya dan
melamar sebagai waitress di sini.
Semua butuh pengorbanan, Lana menyadari bahwa
pembalasan dendam butuh pengorbanan besar. Seperti
ketika dia harus berdandan sebagai wanita murahan dengan
rok mini dan baju seksi. Kadang malam demi malam harus
menahan diri dari siksaan kegaduhan dan hingar bingar
musik, ataupun harus menahan hati karena banyaknya lelaki
lelaki genit yang selalu berpikir bahwa dia wanita murahan
yang bisa dibeli. Semua butuh pengorbanan, mahal
harganya. Tapi Lana merasa itu akan sebanding dengan
kepuasan yang akan dia dapatkan nanti. Kepuasan untuk
membunuh lelaki itu dalam siksaan menyakitkan, seperti
yang dilakukan lelaki itu pada ayah dan ibunya.
Dia sudah mengoleskan racun yang tidak akan terdeteksi, di
dasar gelas yang sudah disiapkan khusus untuk Mikail
Raveno malam ini. Mikail Raveno tidak mau menggunakan
gelas yang sama dengan orang lain. Gelasnya ekslusif,
khusus hanya dipakai dirinya, dan tadi siang ketika berpurapura
membersihkan bar, Lana menyelinap ke tempat
penyimpanan khusus itu dan mengoleskan racun yang tidak
terdeteksi ke gelas tersebut. Seteguk saja minuman dari
gelas yg sudah diolesi racun itu ditelan oleh Mikail Raveno,
maka seluruh dendamnya akan terbalaskan.
*** Mikail Raveno merasa muram malam ini. Entah kenapa, dia
sedang ingin menghajar seseorang, atau kalau perlu,
membunuh seseorang. Malam ini dia datang ke klub bukan
untuk bersenang-senang, tetapi untuk mencari masalah.
Dengan dikelilingi para bodyguard yang selalu siap
menjaganya, meskipun sebenarnya tidak perlu, karena Mikail
menguasai beberapa keahlian bela diri. Tetapi ketika kau
punya uang banyak, memang lebih baik jika kau membiarkan
orang lain melakukan segala sesuatunya untukmu.
Pemilik Klub sendiri yang menyambutnya. Tentu saja,
mengingat betapa besar hutangnya kepada Mikail. Dengan
tergopoh-gopoh lelaki gendut itu menggiringnya ke kursi VIP
terbaik. "Anda bisa memilih siapapun untuk menemani Anda,"
gumam si pemilik Klub dengan nada menjilat.
Mikail menatap ke sekeliling dengan tak berminat, menatap
semua perempuan di sana yang hampir-hampir seperti
semut mengelilinginya, dengan tatapan berharap untuk
dipilih. Terlalu murahan, gumamnya dalam hati. Semua
manusia di dunia ini murahan dan penjilat.
Mikail memutuskan tidak memilih siapapun, ketika tatapan
matanya terpaku pada perempuan itu. Perempuan yang
tampak salah tempat di klub malam mewah ini. Mengenakan
baju luar biasa seksi, tetapi tampak tidak nyaman di
dalamnya. Tanpa sadar seulas senyum jahat muncul di bibirnya,
"Aku mau dia," gumamnya sambil menunjuk perempuan itu.
*** "Aku mau dia." Kalimat itu diucapkan dengan nada malas yang tenang,
tetapi gaungnya terdengar ke seluruh ruangan. Entah kenapa
suasana hiruk pikuk itu menjadi hening. Dan Lana
merasakan semua tatapan tertuju padanya. Pada dirinya
yang sedang bersandar di meja bar, sibuk dengan pikirannya
sendiri. Dengan gugup Lana menegakkan tubuhnya, berusaha
membalas tatapan mata semua orang, lalu matanya terpaku
pada mata itu. Mata cokelat pucat sehingga nyaris bening,
menyebabkan pupil matanya tampak begitu hitam dan tajam.
"Cepat kesana. Dia menginginkanmu," sang bartender yang
berdiri di belakangnya berbisik kepadanya, seolah takut
kalau Lana tidak cepat-cepat menuruti keinginan Mikail, akan
berakibat fatal. Lana mengernyit pada Mikail, mencoba menantang mata
laki-laki itu, yang masih menatapnya dengan begitu tajam
tanpa ekspresi. "Apakah... apakah.." Lana berdehem karena suaranya begitu
serak, "Apakah Anda ingin dibawakan minuman?"
Mikail hanya menatapnya beberapa saat yang
menegangkan, lalu menganggukkan kepalanya.
"Bawakan satu, minumanku yang biasa"
Secepat kilat sang bartender meracik minuman kesukaan
Mikail, minuman yang biasa. Tangan Lana gemetar ketika
menerima nampan minuman itu. Sedikit lagi Lana.....,
gumamnya mencoba menyemangati dirinya sendiri. Sedikit
lagi semua dendammu akan terbalaskan...... sedikit lagi....


Sleep With The Devil Karya Santhy Agatha di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lana mengucapkan kata-kata itu bagaikan doa, dengan
langkah gemetar dia mendekati Mikail yang duduk bagaikan
sang raja, menunggunya. Diletakkannya gelas itu di meja depan Mikail,
Semoga kau lekas meminumnya dan lekas mati. Doa Lana
dalam hati. Tetapi sepertinya Tuhan masih menginginkan Mikail hidup,
karena lelaki itu terlihat tidak tertarik untuk menyentuh
minumannya. Matanya malahan tertuju pada Lana dan memandangnya
tajam. "Duduk." Mikail menjentikkan jarinya. Melirik tempat di
sebelahnya. Sekujur tubuh Lana mengejang menerima perintah yang
begitu arogan. Tanpa sadar matanya memancarkan
kebencian, siapa lelaki ini berani-beraninya memerintahnya
seperti ini" Ketika Lana termenung, seorang waitress lain dengan gugup
mendorongnya supaya duduk, menuruti permintaan Mikail.
Sehingga dengan terpaksa Lana duduk di sebelah Mikail.
"Siapa namamu?" , Mikail menatap tajam ke arah Lana,
sama sekali tidak melirik gelas minuman di mejanya.
Lana sudah siap dengan pertanyaan ini, nama samarannya,
"Sara." Jawabnya kaku
Mikail mengernyit menatapnya dengan seksama, lalu jemari
panjang itu tiba-tiba terulur dan menarik dagu Lana
mendekat, supaya dia bisa mengamati wajah Lana dengan
cermat, "Aku tidak pernah melihat wajahmu sebelumnya di sini"
"Eh... dia... dia pegawai baru kami, tuan Mikail, maafkan
ketidaksopanannya, saya belum pernah mengajarinya
bagaimana membawakan minuman untuk tamu sepenting
Anda," sang pemilik klub menyela dengan gugup. Wajahnya
tampak cemas melihat Lana melayani tamu pentingnya
dengan setengah hati. Dengan pandangan memarahi dia
memperingatkan Lana, "Ayo Sara perkenalkan dirimu kepada
tuan Mikail, tuan Mikail telah memilihmu untuk menjadi
pelayan minumannya. Itu merupakan suatu kehormatan
untukmu, harusnya kau berterima kasih"
Perintah itu membuat Lana menegakkan dagunya dengan
angkuh, "Saya sudah memperkenalkan diri saya, dan saya sudah
membawakan minuman untuk tuan Mikail yang terhormat,
karena itu saya akan pergi," jawab Lana ketus, sambil
beranjak dari tempat duduknya, toh misinya sudah tercapai.
Gelas minuman beracun itu sudah ada di meja Mikail, dan
sebentar lagi Mikail akan mati karena sesak napas.
Tetapi sebelum Lana sempat berdiri, Mikail meraih jemarinya
dan menariknya kencang, supaya terduduk lagi. Kali ini di
pangkuan Mikail. "Apa... apaaan....," Suaranya terhenti ketika bibir yang keras
dan dingin itu tiba-tiba melumat bibirnya. Lana memberontak
ketika menyadari bahwa Mikail sedang memagut bibirnya
dengan ciuman yang basah dan panas.
Ciuman itu sungguh tak sopan karena bibir dingin Mikail
tanpa permisi langsung memagut bibirnya, melumatnya
tanpa ditahan-tahan. Lidahnya langsung menyeruak masuk
merasakan keseluruhan diri Lana, menghisapnya,
menikmatinya, dan menggilasnya tanpa ampun.
Sekujur tubuh Lana terasa terbakar, panas karena amarah
dan demam kerena gairah. Lelaki ini sudah jelas-jelas sangat
ahli ketika mencumbu perempuan, sehingga Lana yang
belum berpengalamanpun terbawa oleh gairahnya,
mengalahkan kebenciannya. Tetapi pikiran bahwa lelaki ini
telah memanfaatkan begitu banyak wanita demi memuaskan
rasa arogan dan kekuasaannya membuat Lana merasa
muak. Dan tiba-tiba muncul kekuatan dari dalam dirinya
untuk mendorong laki-laki itu menjauh dan menamparnya
sekuat tenaga. Plakk!!! Suasana di klub itu menjadi sangat hening. Luar biasa
hening. Bahkan musik yang hiruk pikuk itupun terhenti
karena semua orang berhenti melakukan aktivitasnya dan
menatap ke arah Lana, yang berdiri dengan terengah-engah
berhadapan dengan Mikail yang membatu duduk di sofa VIPnya.
Sedetik kemudian, sebuah tangan kasar mencengkeram
lengan Lana. Begitu menyakitkan hingga membuat Lana
menjerit, "Kurang ajar kau !! berani-beraninya memukul Tuan Mikail,"
teriak sebuah suara berat dan kasar. Lana menoleh dan
mendapati dirinya ditelikung oleh lelaki berbadan besar yang
sepertinya salah satu bodyguard Mikail.
Lengan lelaki itu yang besar dan kuat menahannya sampai
tangannya terasa kaku dan sakit. Tapi Lana tidak menyerah,
dia meronta sekuat tenaga, mencakar, dan menggigit lengan
yang tetap terasa sekeras batu itu. Napasnya terengahengah
dan wajahnya merah padam menahan amarah dan
rasa malu karena sebagai perempuan kekuatannya begitu
tak berdaya menahan dominasi kekuatan laki-laki.
"Lepaskan dia," suara dingin Mikail terdengar di keheningan.
Orang-orang masih diam menunggu, memusatkan perhatian
kepada apa yang akan dilakukan lelaki yang terkenal luar
biasa kejam itu pada perempuan yang berani menamparnya.
Seketika itu juga, bodyguard Mikail yang berbadan kekar
melepaskan Lana, membuatnya hampir terjatuh karena
kelelahan meronta-ronta. Mereka berdiri berhadap-hadapan di bawah tatapan mata
banyak orang yang menanti. Mikail masih berdiri dengan
wajah dingin tak berekspresi sambil mengusap pipinya,
bekas tamparan Lana. "Berapa hargamu"," suara Mikail terdengar tenang dan
dingin, Mata Lana membelalak, harga?" Apa yang dibicarakan lelaki
ini" Matanya melirik ke gelas minuman Mikail yang sudah
diracuninya di meja. Semuanya berantakan, serunya
menahan kekesalan pada dirinya sendiri. Semua gara-gara
dia tidak bisa menahan kebenciannya. Seharusnya ketika
Mikail melecehkannya dia bisa menahan diri dan berpurapura
menjadi perempuan gampangan, seharusnya dia mau
berkorban menahan perasaannya. Setidaknya ketika dia
menurut, Mikail mungkin akan merasa senang dan lengah,
lalu meminum minumannya itu dan mati. Tetapi sekarang
semua sudah terlambat, Mikail tampak tidak tertarik lagi pada
minumannya dan tertarik sepenuhnya kepada Lana. Lagipula
Lana tidak bisa berpura-pura menyukai Mikail, kebenciannya
terlalu dalam pada lelaki itu.
Donita, primadona di bar ini mendekati Mikail dengan tatapan
merayu. Dialah yang biasanya dipilih Mikail untuk menemani
lelaki itu minum ketika Mikail berkunjung, dan sekarang
hatinya dipenuhi kecemburuan karena Mikail tampak begitu
tertarik kepada anak baru itu. Padahal kalau dilihat dari
kecantikannya, anak baru itu jauh lebih jelek daripada
dirinya, "Sudahlah Mikail," Donita menyentuhkan tangannya di kerah
baju Mikail, "Perempuan jelek itu tidak akan bisa
memuaskanmu, lebih baik biarkan aku yang menemani,,,,,
aduhhh!!!" Donita meraba dengan terasa mengaduh karena Mikail merenggut tangannya yang
kerah baju Mikail. Jemari Mikail mencengkeramnya
kekuatan tak ditahan-tahan lagi, menyakitinya hingga
menusuk ke tulang, "Menyingkir," gumam Mikail dengan tatapan membunuh pada
Donita, lalu menghempaskan tangan Donita dengan kasar
sehingga tubuh Donita terdorong menjauh. Sambil meringis
menahan nyeri dan kesakitan Donita lekas-lekas menjauh.
"Nah," Mikail memusatkan mata dinginnya kembali ke Lana,
"Katakan berapa hargamu, dan aku akan membayarnya"
*** Aku harus memiliki perempuan ini.
Mikail memutuskan dalam hati. Aku harus memilikinya
segera. Tuhan tahu dia sudah berusaha menyelamatkan perempuan
ini. Tetapi entah kenapa perempuan satu ini memiliki tekad
yang kuat untuk mencelakainya, hingga lupa bahwa dia
sudah menantang lelaki paling berbahaya.
Mata Mikail melirik gelas yang diletakkan Lana di mejanya,
dia tahu kalau dia diracuni. Lana terlalu tidak berpengalaman
dalam usaha pertamanya membunuh orang. Tangannya
gemetaran dan matanya gugup, berkali-kali melirik ke gelas
minuman itu. Dan juga nama palsu yang menggelikan itu.
Lana bahkan tidak menyadari bahwa penyamarannya sudah
terbongkar dari awal. Sebenarnya tadi Mikail memutuskan untuk menertawakan
Lana diam-diam, dengan pura-pura akan meminum minuman
beracun itu. Tapi bibir ranum itu, dan penampilan Lana yang
luar biasa seksi memunculkan sisi iblis dalam dirinya, sisi
Iblis yang kehausan. Mungkin sudah waktunya perempuan yang satu ini menerima
pelajaran atas kenekatannya.
*** Lana tertegun marah mendengar pelecehan Mikail atas
dirinya. Berapa harganya" Hah! Dia pikir dia raja yang bisa
membeli apa saja yang dia mau"
Lelaki iblis ini harus diajari, bahwa meskipun banyak
perempuan yang bertekuk lutut di kakinya dan memohonmohon
untuk dimilikinya, ada perempuan yang tidak sudi
disentuh olehnya. Dengan marah Lana mendongakkan dagunya menantang
MIkail, "Saya lebih memilih mati daripada menjual diri kepada Anda,"
gumamnya kasar Suara di seluruh klub itu langsung dipenuhi dengungan
gelisah menanti rekasi Mikail.
Tidak disangka-sangka Mikail tersenyum. Lalu melirik ke
arah bodyguardnya, "Tidak ada sesuatupun yang bisa menolak kalau aku ingin
memilikinya," gumamnya datar dan memberikan isyarat
tangannya kepada para bodyguardnya.
Semuanya berlangsung cepat; Lana tidak sempat lari
ataupun panik, karena tiba-tiba bodyguard Mikail yang
berbadan paling besar, merenggutnya kasar,
mengangkatnya, lalu membantingnya di pundaknya seperti
sekarung beras Sekejap dipenuhi rasa pusing karena posisi kepalanya dibalik
mendadak, Lana tersadar bahwa dia sudah diangkat keluar
dari klub itu. Sekuat tenaga Lana mencoba memberontak.
Tangannya memukul-mukul punggung bodyguard itu dan
kakinya menendang-nendang keras sambil berteriak-teriak
menahan marah dan frustasi.
Tetapi tubuh bodyguard itu sekeras batu, tidak bereaksi atas
pemberontakan Lana. Percuma meminta tolong, karena Lana yakin tidak akan ada
yang berani menolongnya. Semua pengunjung klub yang
pengecut itu hanya menatap kejadian di depan mereka
dengan muka bodohnya. Sang pemilik klub masih
memandang takjub Mikail yang melenggang dengan santai
meninggalkan ruangan dengan Lana yang meronta-ronta dan
menjerit-jerit dalam gendongan bodyguardnya.
*** Sesampainya di tempat parkir Lana diturunkan. Sedetik
setelah dia diturunkan, Lana berlari sekuat tenaga berusaha
menjauh. Tetapi baru beberapa langkah, tangan sekeras
batu itu menangkapnya lagi.
Lana meronta tapi tak bisa berontak, dengan frustasi dia
menggigit sekuat tenaga tangan yang mendekapnya itu.
Sang bodyguard mengaduh sambil mengumpat-umpat,
sedangkan Mikail hanya menatap kegaduhan di depannya
sambil terkekeh geli. Lana mencoba berontak, menggigit, dan menendang sampai
kelelahan. Dia menatap Mikail terengah-engah dengan
pandangan penuh kebencian, masih dalam cengkeraman
kuat tangan bodyguard Mikail.
Mikail membalas tatapannya dengan senyum manis yang
jahat, "Kalau kau berjanji mau bersikap baik, mungkin aku akan
menawarimu tempat yang nyaman, di sebelahku di dalam
mobil" "Mati saja kau!," sembur Lana penuh kemarahan.
Mikail terkekeh lagi, "Oke, kau yang minta," dengan isyarat anggukan kepala,
Mikail memberi perintah pada para bodyguardnya,
"Masukkan dia ke bagasi"
*** BAB 2 Perjalanan itu terasa menyiksa dan panjang. Tubuh Lana
dilempar begitu saja dengan kasar oleh bodyguard Mikail ke
bagasi dan dikunci dari luar.
Lana berusaha menendang, berteriak, meronta, tetapi pada
akhrnya dia kelelahan dan kehabisan oksigen. Menyadari
bahwa ruang bagasi ini begitu sempit dan pengap dengan
asupan oksigen yang makin menipis, Lana terdiam. Ia
berusaha menenangkan jantungnya yang berdebar keras,
campur aduk antara rasa takut dan ingin tahu, akan dibawa
kemanakah dirinya " Lama sekali Lana menunggu, sampai akhirnya mobil itu
melambat. Terdengar suara pintu gerbang yang berat dibuka,
lalu mobil itu melaju lagi, melambat, dan kemudian berhenti.
Suara pintu mobil dibanting. Dan syukurlah, ada gerakan
membuka bagasi. Lana bersiap melompat dan menyerang
siapa saja yang membuka pintu bagasi itu, lalu kabur. Ah ya
Tuhan, semoga semudah itu.
Pintu bagasi terbuka sedikit dan secercah cahaya masuk
melalui celah yang hanya dibuka sempit.
"Lana," itu suara Mikail dan lelaki itu memanggil namanya.
Wajah Lana langsung pucat pasi. Lelaki itu sejak awal sudah


Sleep With The Devil Karya Santhy Agatha di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengetahui penyamarannya!
"Aku akan membuka pintu bagasi ini, tapi kau harus berjanji
untuk bersikap tenang dan tidak memberontak," Ada
seberkas senyum di suara Mikail. Kurang ajar. Lelaki itu pasti
dari tadi sudah menertawakan kebodohannya!, "Kau ada di
rumahku, dan perlu kau tahu, para pengawalku sangat tidak
ramah. Kusarankan kau turun dengan sikap penurut dan
tenang, demi dirimu sendiri, karena para pengawalku
mungkin akan melukaimu kalau kau bertindak bodoh"
Rumah Mikail. Lana memejamkan matanya frustrasi. Dari
informasi yang dia dapatkan, rumah Mikail yang terletak di
atas tanah begitu luas di kawasan elite pinggiran kota.
Rumah itu dipagari dengan pagar tinggi di sekelilingnya dan
setiap akses masuk dijaga oleh pengawal-pengawal Mikail.
Tidak ada seorangpun yang bisa masuk ke area rumah ini
tanpa sepengetahuan Mikail. Begitupun, tidak akan ada
orang yang bisa keluar dari rumah ini tanpa seizin Mikail.
"Bagaimana Lana" Apakah kau berjanji untuk bersikap baik,
dan aku akan mengeluarkanmu secara manusiawi. Atau kau
memilih bertindak bodoh lalu mungkin aku akan mengikatmu
dalam karung dan kusekap di gudang," suara Mikail di luar
menyadarkan Lana dari lamunannya.
"Kenapa kau membawaku kemari"," gumam Lana penuh
keberanian. Terdengar suara Mikail terkekeh di luar sana,
"Menurutmu kenapa Lana" Apa kau pikir aku semudah itu
diracuni di tempat umum" Apa kau pikir aku tidak tahu kalau
kau selama ini mengendus-endus mencari kesempatan untuk
membalaskan dendammu?" Suara Mikail terdengar dekat,
"Kau sudah bermain api," bisiknya, "Sekarang saatnya kau
untuk terbakar." Pintu bagasi itu terbuka tiba-tiba dan Lana belum siap
meronta. Lagipula, percuma meronta. Di belakang Mikail
yang berdiri dengan pongahnya, ada beberapa bodyguard
dengan tubuh kekar bertampang seperti batu. Dan melihat
tampang dan penampilan mereka, Lana tahu, mereka tidak
akan segan-segan melukainya kalau Lana berbuat sesuatu
yang sekiranya akan mencelakakan majikan mereka.
Mikail mundur selangkah, lalu mengulurkan tangannya
setengah membungkuk, "Silahkan tuan puteri, biarkan aku membantumu keluar,"
gumamnya mengejek. Lana menatap tangan itu lalu menggeram marah. Kurang
ajar sekali iblis yang satu ini!
Dengan marah, ditepiskannya tangan Mikail dan dia
berusaha keluar sendiri dari bagasi sempit itu meskipun
sedikit kesulitan karena kaki dan tangannya kaku dilipat di
ruangan sempit dan menempuh perjalanan entah berapa
puluh kilo. Akhirnya Lana berhasil berdiri keluar dari bagasi, dengan
sepenuh harga dirinya. Mikail mengamati Lana dari ujung kepala sampai ujung kaki
dengan tatapan melecehkan, lalu senyum muncul lagi di
sudut bibirnya, "Mari, silahkan masuk. Selamat datang di rumahku,"
setengah memaksa lelaki itu mencengkeram lengan Lana
yang kaku lalu membawanya masuk ke dalam rumahnya.
Bagian depan ruang tamu Mikail sangat megah, dengan
arsitektur gaya lama yang entah kenapa bisa tampak
modern. Lantai marmernya berkilauan dengan warna gading,
dan pilar-pilar besar di ruang tamu dengan warna serupa
begitu menjulang tinggi, dipadukan dengan nuansa warna
merah dan emas. Mikail membawa Lana menuju ke sebuah tangga besar
melingkar berwarna putih dan sekali lagi setengah
menyeretnya menaiki tangga.
Mereka berdua berhenti di depan sebuah pintu besar
berwarna putih, "Kau akan tinggal di kamar ini mulai sekarang," gumam
Mikail datar. Lana membelalakkan mata, marah pada Mikail,
"Atas dasar apa kau memutuskan aku harus tinggal di mana.
Aku mau pulang" Bibir Mikail masih menyiratkan senyum, tapi matanya tidak.
Mata itu bersinar dengan tatapan tajam dan dingin,
"Kau tidak bisa pulang. Sekarang, ini adalah rumahmu.
Bersamaku" Dengan cepat lelaki itu merengkuh pundak Lana, dan detik
itu Lana menyadari bahwa lelaki itu akan menciumnya.
Secepat mungkin dia memalingkan muka, mencoba
memberontak, hingga bibir Mikail hanya mendarat di
pelipisnya. Cengkeraman Mikail di pundaknya makin kuat sehingga
terasa menyakitkan, "Aku sudah memutuskan untuk memilikimu. Dan satusatunya
cara kau lepas dariku adalah ketika aku
memutuskan untuk melepaskanmu, atau ketika kau... Mati,"
dengan kalimat penutupnya yang begitu kejam, MIkail
membuka pintu putih itu, dan mendorong Lana masuk. Lalu
menguncinya dari luar, meninggalkan Lana yang menggedor
gedor dan menendang-nendang pintu itu dari dalam dengan
histeris. *** "Menurutmu apakah dia sudah siap untukku"," Mikail
mengenakan jubah tidurnya, sutera hitam, dan duduk di sofa
di dalam kamarnya. Hidangan lengkap tersedia untuknya di
meja. Dengan tenang, lelaki itu menyesap anggurnya, lalu
menatap Norman, pengawal pribadinya sekaligus orang
kepercayaannya yang berdiri di depannya dengan wajah
khasnya yang tanpa ekspresi.
"Saya pikir dia sudah siap, bukan untuk menyerah kepada
Anda, tetapi siap membunuh anda. Tatapan matanya adalah
tatapan pembunuh yang penuh kebencian"
Mikail tersenyum tipis mendengar jawaban Norman itu,
"Ya, tatapan matanya membakar, penuh kebencian.," Mikail
menyesap anggurnya lagi, memejamkan matanya, "Tapi kau
tahu bagaimana aku sangat ingin memilikinya malam ini"
"Ya saya tahu," jawab Norman tenang, "Apakah Anda akan
memaksanya...?" "Aku tidak suka memaksa perempuan, kau tentu tahu"
Mikail terbiasa dikelilingi perempuan yang menyerahkan diri
padanya. Tidak ada seorang perempuanpun yang mampu
menolak pesona Mikail Raveno. Dengan rambut hitam legam
yang sedikit panjang mengena kerah, mata cokelat pucat dan
wajah aristrokatnya hampir bisa dikatakan sempurna seperti
malaikat...... Kalau saja matanya tidak begitu dingin, tanpa
perasaan dan menyimpan kebencian mendalam,
menakutkan. Mikail bagaikan iblis yang terperangkap dalam
raga malaikat. "Aku ingin dia menyerahkan dirinya padaku dengan sukarela"
Tentu saja. Gumam Norman dalam hati. Kata-kata Mikail
bagaikan perintah baginya.
*** Obat ini sangat keras, dan tidak bisa digunakan untuk mainmain. Norman mengamati
bubuk putih dalam wadah kecil di
depannya. Sangat keras, sekaligus sangat efektif.
Dan kalau perempuan itu meminumnya, maka perempuan itu
akan menyerah pada Mikail, dan menyenangkan tuannya.
Dengan gerakan pelan penuh perhitungan, Norman
mencampurkan bubuk putih tanpa rasa itu ke dalam
minuman Lana. Obat ini akan membuat perempuan tersiksa, meminta
dipuaskan. Kalau tidak ada yang memuaskannya,
perempuan itu akan merasa seluruh tubuhnya terbakar,
kesakitan. Dan Norman yakin, Lana akan meminta, bahkan
memohon-mohon pada tuannya malam ini.
Malam ini perempuan itu akan menyerah dalam tanganmu,
Tuanku. Norman tersenyum dalam hati, menanti apa yang akan
terjadi. *** Sudah hampir satu jam Lana dikurung di dalam kamar ini,
kamar mewah bernuansa putih, di karpet, di ranjang, di
semua furniture-nya. Kamar ini dibuat untuk perempuan, dan
Lana merasa jijik membayangkan bahwa mungkin kekasihkekasih
Mikail yang sebelumnya juga ditempatkan di ruangan
ini. Salah seorang pengawal Mikail yang bertampang paling
dingin, setengah jam yang lalu masuk, membawa nampan
makanan, meletakkannya di meja. Lalu tanpa berkata apaapa
pergi dan mengunci kembali pintu itu dari luar.
Dan selama setengah jam yang panjang itu pula, Lana
mencoba setengah mati untuk tidak melirik pada nampan
yang sangat menggoda itu.
Perutnya keroncongan, dan dia merasa haus. Dia belum
makan dari siang karena terlalu gugup merencanakan
pembalasan dendamnya pada Mikail, dan sekarang dia kena
batunya. Aroma makanan itu terasa begitu menggoda, aroma manis
dan gurih masakan yang masih panas.
Mungkin jika aku mengintip sedikit apa makanannya.....tidak!
Lana menghardik dirinya sendiri dalam hati. Dia tidak akan
makan, lebih baik dia mati kelaparan daripada harus
menyerah pada kekuasaan Mikail.
Tapi jika hanya minum mungkin tidak apa-apa. Lana melirik
haus pada minuman di nampan itu. Sari jeruk segar yang
tampak begitu menggoda. Akhirnya lana menyerah. Dia haus sampai terasa mau
pingsan, dan dia harus minum, kalau tidak dia mungkin akan
benar-benar pingsan. Lana tidak boleh pingsan, dia harus
mencari cara untuk melarikan diri dari kamar ini, dari rumah
ini. Dengan cepat disambarnya gelas itu, diminumnya langsung
berteguk-teguk karena begitu hausnya. Aliran dingin air itu
terasa begitu segar ketika membasahi kerongkongannya.
Tanpa sadar segelas minuman itu tandas sudah, Lana
meletakkan gelas itu dengan pelan, sedikit merasa bersalah.
Tapi bagaimanapun juga dia tidak menyesal. Dia merasa
lebih baik. Sekarang dia bisa memikirkan cara untuk kabur
dari rumah ini, Mata Lana berputar, ke sekeliling ruangan, mencari cara
untuk melarikan diri. Ada jendela besar di ujung sana, yang
dilapisi gorden berwarna putih, mungkin Lana bisa mencari
cara keluar dari sana. Dengan hati-hati Lana melangkah ke arah jendela itu untuk
memeriksanya, tetapi seketika itu juga hatinya kecewa.
Jendela itu sudah dilapisi kaca tebal, dan penuh dengan
teralis besi yang sangat kuat. Lagipula Lana baru menyadari
bahwa dia ada di lantai dua, kalaupun dia bisa membuka
jendela itu, dia harus mencari cara agar bisa turun dari lantai
dua dengan selamat. Lana mencoba berpikir, dia belum memeriksa kamar mandi
yang ada di ujung kamar, mungkin ada jalan keluar dari sana
yang lolos dari pengawasan. Dengan cepat dia melangkah
ke kamar mandi, tetapi langkahnya terhuyung. Entah kenapa
kepalanya terasa pening, dan seluruh tubuhnya
menggelenyar.... Kepanasan...
Ada apa ini" Lana meraba dahinya sendiri, terasa panas,
Apakah dia demam" Napas Lana terengah, semuanya
terasa panas..... terasa panas... Lana sangat butuh....
*** Mikail membuka pintu kamar tempat Lana dikurung dengan
pelan. Sudah larut malam, dan Mikail tidak mengharapkan
Lana masih bangun. Kamar itu gelap dan remang-remang, tapi mata Mikail
menangkap nampan makanan yang masih utuh, hanya
minumannya yang habis. Gadis keras kepala. Geram Mikail dalam hati, dia pikir dia
bisa mengancam Mikail dengan membiarkan dirinya sendiri
kelaparan. Dia tidak tahu bahwa Mikail akan menggunakan
segala cara untuk membuat Lana menyerah padanya...
Gerakan gemerisik di ranjang membuat Mikail menoleh
waspada. Dalam keremangan kamar itu, Mikail melihat Lana
terbaring di sana, gelisah. Perempuan itu belum tidur
rupanya.... Dan dia tampak... tidak tenang.
Ingin tahu, Mikail mendekat, dan menemukan Lana berbaring
disana dengan tatapan mata tersiksa. Tubuhnya menggeliat
di atas ranjang berseprei satin putih itu seperti kepanasan,
"Tolong...panas....," suara Lana mendesah, serak seperti
kesakitan. Mengernyitkan keningnya, Mikail duduk di tepi ranjang, dan
menyentuhkan jemarinya ke dahi Lana, suhunya normal, dia
tidak demam. Kerutan di kening Mikail makin dalam, lalu
kenapa perempuan ini bilang kalau dia kepanasan"
"Kau mau minum"," dengan cekatan Mikail mengambil gelas
air di meja pinggir ranjang, "Sini, aku bantu kau minum."
Mikail bangkit dan mengangkat tubuh Lana, lalu mencoba
membuatnya berdiri. Tubuh Lana menggayut lemah di
lengannya, dan napas perempuan itu terengah,
"Panas.... Tolong... panas sekali....," Sekali lagi Lana
mendesahkan suara itu, suara kepanasan, seperti tersiksa.
Mikail meminumkan air itu kepada Lana, dan dengan rakus
Lana menghirup air itu. Tetapi napasnya tetap terengah, dan
dia masih tampak tersiksa oleh rasa panas yang mendera
tubuhnya. Pasti ada sesuatu.... Jangan-jangan....
Mikail memundurkan tubuh Lana yang bersandar padanya,
supaya dia bisa mengamati Lana dengan jelas.
Wajah Lana merona kemerahan, napasnya terengah, dan
matanya sedikit tidak fokus, dia selalu mengeluh
kepanasan.... Jangan-jangan...
Dengan cepat Mikail membaringkan Lana di ranjang, dan
melangkah keluar dari kamar bernuansa putih itu,
membanting pintunya, dan berteriak,
"Norman!" Sekejap, tanpa suara seolah menggunakan sihir, Norman
muncul di depan Mikail, "Ya Tuan" "Kau campurkan apa di minuman Lana?"
Norman sedikit membungkukkan tubuhnya, wajahnya tanpa


Sleep With The Devil Karya Santhy Agatha di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ekspresi, "Saya mencampurkan obat milik saya, Tuan tahu
itu obat apa" Wajah Mikail mengeras, "Ya. Aku tahu itu obat apa. Dan aku
menolak memperalat wanita dalam pengaruh obat. Kau
melakukan sendiri tanpa meminta izinku, kau tahu kalau aku
marah aku bisa menghukummu"
Norman tampak tidak terpengaruh dengan kata-kata Mikail,
"Anda memerintahkan saya untuk membuat perempuan itu
menyerah. Dia sangat membenci anda, dan pasti akan
berontak mati-matian. Obat itulah satu-satunya cara
membuat dia menyerah," Norman menatap mata Mikail,
"Anda bisa meninggalkan kamar ini kalau anda tidak ingin
memanfaatkannya" "Dia kesakitan, kau tahu itu," geram Mikail marah.
Norman mengangkat bahunya,
"Anda bisa meredakan sakitnya. Dan besok, setelah Anda
memilikinya, mungkin dia akan menjadi lebih penurut"
"Berapa banyak obat yang kau berikan padanya?"
"Dosis biasa tuan, tetapi efeknya berbeda-beda tergantung
orangnya" "Jadi ini bisa berlangsung selama berjam-jam atau bisa juga
sepanjang malam?" "Ini bisa berlangsung selama Anda ingin bersenang-senang,
Tuan" Mikail terdiam. Kata-kata Norman terasa begitu menggoda.
*** Mikail kembali masuk ke dalam kamar, didorong perasaan
yang kuat untuk melihat Lana kembali.
Lana masih menggeliat dan mengerang-erang di atas
ranjang, ketika Mikail duduk di ranjang. Lana menatap Mikail
dengan mata berkabut, seolah tidak mengenalinya.
"Aku sakit....tubuhku... panas..."
Mikail tersenyum dengan kelembutan yang aneh. Lana
benar-benar tidak tahu apa yang terjadi kepada dirinya,
bahwa hanya ada satu cara untuk menyembuhkan Lana dari
kesakitannya. Dan Lana membutuhkan Mikail untuk itu.
Mikail mencondongkan tubuhnya dan menyapu lembut bibir
Lana, mendapati mata Lana membelalak kaget. Mikail tidak
bisa menahan dirinya untuk tersenyum. Sungguh luar biasa,
perpaduan antara kepolosan dan gairah yang kuat sungguhsungguh
menggodanya. "Kau tidak menyukainya"," bisik Mikail lembut.
Lana menatap Mikail, atau setidaknya mencoba menatap
dengan matanya yang sulit fokus,
"Aku... apa yang terjadi pada diriku?"
Mikail mengulurkan jemarinya, dan menyapukannya di pipi
Lana, membuat tubuh Lana bergetar.
"Anak buahku mengambil keputusan sendiri dan
mencampurkan obat di minumanmu..."
"Obat..." Apakah aku diracuni?"
"Itu bukan racun Lana, obat itu akan merangsangmu sampai
hasratmu tak terkendali, dan kau akan kesakitan jika dirimu
tidak dipuaskan" Lana butuh waktu sesaat untuk mencerna, sampai kemudian
menyadari arti kata-kata Mikail, sedikit kesadarannya
meneriakkan peringatan akan bahaya. Dan tubuhnya
langsung beringsut, susah payah mencoba menjauhi Mikail.
Tetapi Mikail merengkuh Lana lagi dan berbisik lembut di
telinga Lana, "Aku bisa membantumu menyembuhkan rasa sakitmu,"
sambil berbicara, tangannya yang bebas turun ke dada Lana.
Erangan Lana ketika merasakan jemari Mikail menyentuhnya
terdengar begitu menderita, "Terlalu sensitif, sayang" Kau
membutuhkan pelampiasan dengan segera bukan"," Tangan
Mikail bergerak ke pusat gairah Lana.
"Tidak!," Lana mencoba berteriak dan mencengkeram lengan
Mikail, "Jangan! Kau tidak boleh melakukannya!"
"Ini satu-satunya cara agar kau tidak kesakitan lagi, Sayang,"
suara Mikail terdengar sedikit parau, "Biarkan aku
membantumu" Lana mengerang ketika denyutan itu meningkat seiring
dengan sentuhan Mikail. Otaknya memberontak atas apa
yang dilakukan pria itu dengan jari-jarinya, tapi tubuhnya tak
kuasa menolaknya. Lana membutuhkan jemari Mikail itu....
Ia membutuhkan.... "Aku akan menolongmu Lana, tapi kau juga harus
menolongku. Aku juga butuh pelepasan sendiri. Lihat aku
Lana, lihatlah tubuhku"
Mikail membuka jubah sutra hitamnya, dan tubuhnya
telanjang di balik jubah itu. Dan napas Lana tercekat ketika
melihat bukti gairah Mikail begitu keras.
"Gunakan diriku Lana, biarkan aku merasakan tubuhku ada
di dalam dirimu dan menyembuhkanmu,"
Kata-kata itu adalah satu-satunya kata yang mirip dengan
permintaan yang pernah Mikail gunakan pada perempuan,
dan hanya dia lakukan kepada Lana. Mikail melakukannya
karena dia sangat bergairah kepada Lana, dia amat sangat
bergairah, dan Lana tidak dalam kondisi untuk menolak
gairahnya. Tubuh Mikail sudah menindih Lana, dan perempuan itu
menggodanya dengan pinggulnya yang menggeliat dan
mengundang. Mikail menyangga tubuhnya dengan siku,
menjaga agar dadanya yang keras tidak menindih tubuh
Lana. Mikail menunduk dan mencicipi bibir Lana yang begitu
menggoda dan menggairahkan, bibir itu begitu manis dan
menggoda, "Tenang sayang, aku mungkin akan menyakitimu," Mikail
menahan pinggul Lana dengan tangannya, karena pinggul itu
bergerak-gerak mendesaknya dengan mengundang. Lana
sudah sepenuhnya ada di bawah pengaruh obat itu, "Tapi
aku berjanji, setelah rasa sakit itu, kau akan merasakan
kenikmatan" Detik itu juga Mikail mendesakkan dirinya ke dalam tubuh
Lana. Hati-Hati. Mikail menggertakkan giginya, mencoba
menahan gairahnya yang begitu kuat, mencoba meredakan
dorongan untuk menerjang dan menenggelamkan tubuhnya
dalam-dalam ke dasar balutan sutera panas milik Lana.
Hati-hati, perempuan ini masih perawan. Mikail mencoba
mengingatkan dirinya lagi. Penghalang itu ada, seolah
mencoba menahan Mikail memasukinya, dan Mikail
mendesak maju, mengklaim apa yang menjadi miliknya.
Lana adalah miliknya! *** BAB 3 "Sakit!!," Lana menjerit, berusaha mendorong tubuh Mikail.
Tubuhnya berteriak antara kesakitan dan keinginan untuk
dipenuhi gairahnya. Sebutir air mata menetes dari sudut
matanya, sisa-sisa dari kesadarannya yang tertinggal.
Mikail mendesakkan dirinya sedalam mungkin, akhirnya
berhasil menembus penghalang itu, mengabaikan jeritan
kesakitan Lana. Ketika akhirnya jeritan Lana mereda. Mikail mengangkat
kepalanya, dan mengecup lembut bibir Lana yang terbuka
dan terengah-engah, "Setelah ini.... Aku akan mengajarkanmu bagaimana
memuaskanku," ucapan itu menggema di dalam ruangan,
bagaikan janji dari sang kegelapan.
Dan Lana, sudah benar-benar kehilangan kesadarannya,
tubuhnya menggeliat merasakan kenikmatan yang
menggelenyar ketika rasa sakit itu akhirnya menghilang.
Berganti dengan kenikmatan panas yang membagikan
gelenyar menyiksa ke seluruh tubuhnya.
Mikail merasakan gerakan pinggul Lana, merasakan
denyutannya yang menggenggam panas tubuhnya, yang
tertanam jauh di dalam tubuh Lana. Mendesak dengan
berani, menarik Mikail lebih dan lebih dekat lagi.
Mikail menggertakkan gigi, menahan diri, membiarkan Lana
menggerakkan pinggulnya, mencari kenikmatannya sendiri
dengan sesuka hati. Dan tidak butuh waktu lama ketika akhirnya perempuan itu
mencapai pemenuhan kepuasannya,
"Oh... oh ... Astaga...," Lana memejamkan mata ketika
kenikmatan itu meledak dan membanjiri tubuhnya dengan
rasa panas yang tak tertahankan.
Dan walaupun Mikail bisa memperpanjang kenikmatannya
sendiri, pemandangan akan orgasme Lana dan denyutan
Lana yang meremas dirinya, jauh di dalam sana,
membuatnya tidak bisa menahan diri lagi. Detik itu pula,
Mikail meledakkan gairahnya bergabung dengan Lana dalam
gairah yang melemahkan. *** Entah apa yang membuat Lana terbangun dari tidurnya yang
lelap, rasa sakit yang aneh di badannya, ataukah cahaya
terang yang mendadak muncul entah dari mana. Lana
membuka matanya. Sekilas pandangannya terasa kabur, dan
dia mencoba untuk memfokuskan dirinya.
Kamar itu, dengan nuansa putih yang feminim....
Kilasan-kilasan ingatan berkelebat di benaknya, dia masih di
sekap di sini, di dalam kamar di rumah Mikail yang jahat.
Dengan panik Lana terduduk dari ranjangnya, dan
selimutnya melorot hampir jatuh menutupi dadanya, melorot"
Lana menundukkan kepalanya, dan menyadari kalau dia
telanjang bulat di balik selimutnya, apa yang.....
"Selamat Pagi" Suara maskulin itu terdengar dekat sekali dan Lana
menolehkan kepalanya kaget,
Pemandangan di hadapannya membuat jantungnya
bergejolak. Mikail ada di sana, di ranjangnya, mereka ada
dalam selimut yang sama, dan menilik kepada selimut Mikail
yang hampir saja melorot di pinggulnya, mereka sama-sama
telanjang! Lana masih terperangah menatap pemandangan di
depannya. Mikail berbaring dengan angkuhnya, jelas-jelas
telanjang bulat di balik selimutnya, dan menatapnya dengan
tatapan berhasrat yang memiliki.
Dengan panik Lana menarik selimutnya hampir untuk
menutupi seluruh dadanya, tetapi gerakannya itu malahan
membuat selimut Mikail melorot dan hampir memperlihatkan
kejantanannya. Dengan malu Lana memalingkan kepalanya
dan disambut dengan senyuman jahat Mikail.
Keberanian dan kemarahan Lana langsung muncul ketika
menyadari rasa pedih di antara ke dua pahanya. Lelaki ini
memperkosanya! Entah apa yang terjadi semalam, Lana
tidak ingat sama sekali. Tapi yang pasti, dia sudah dinodai
oleh iblis berhati kejam ini.
"Kau sungguh iblis yang tidak bermoral, mengambil
keuntungan dari perempuan yang sangat membencimu!,"
desis Lana menahan marah, masih tidak mau menatap Mikail
Mikail terkekeh mendengar suara geram Lana,
"Membenciku"," dengan santai lelaki itu berdiri, tak malu
dengan tubuh telanjangnya yang berotot, "Lihat aku Lana,
kau meninggalkan tanda-tanda di tubuhku, kau sangat
bergairah semalam, seperti Kucing betina yang mencakar di
sana sini untuk dipuaskan.... Dan atas gairahmu semalam,
aku tidak yakin kalau kau membenciku"
Lana melirik sekilas ke tubuh telanjang Mikail yang berdiri di
samping ranjang, mukanya merah padam karena malu.
Bekas-bekas itu ada, tanda-tanda merah di dada, di pinggul
Mikail, di dekat kejantanannya.... Apakah dia yang
melakukannya?" "Ya. Kau yang melakukannya." Ada senyum di suara Mikail,
"Dengan sangat bergairah dan lapar. Aku cuma berbaring di
sana dan kau menyantapku bulat-bulat, sepanjang malam"
Kelebatan ingatan akan percintaan yang panas muncul di
ingatan Lana, samar-samar dan tidak jelas. Tapi dia tidak
mampu mengingat semuanya, kenapa dia tidak mampu
mengingat semuanya" Lana teringat minuman yang di berikan Norman semalam,
dan rasa muaknya memuncak ketika menyadari ada sesuatu
yang dicampurkan di situ, dengan mata menyala-nyala.
Dikuasai oleh kemarahan yang campur aduk menjadi satu,
Lana menantang tatapan Mikail, mencoba tidak
mempedulikan ketelanjangan Mikail.
"Aku selalu mendengar kau jahat dan licik, tapi aku sungguh
tak menyangka kau serendah itu, menggunakan obat untuk
memaksa perempuan yang jijik kepadamu supaya mau
melayanimu!" Sepertinya kata-kata Lana mengena di hati Mikail karena
rahang lelaki itu tampak mengeras, marah.
Dengan kasar, Mikail menyambar jubah sutra hitamnya dan
mengenakannya. Lalu dengan gerakan tiba-tiba, naik ke atas
ranjang dan mencengkeram rahang Lana dengan sebelah
tangannya. Cengkeraman itu terasa keras dan menyakitkan sehingga
Lana mengernyit. Tetapi Lana menahan diri untuk tidak
mengaduh, dia tidak mau memberikan kepuasan kepada
lelaki itu. "Apapun yang kau katakan, satu hal yang pasti, kau sudah
menjadi milikku. Dan seperti yang kubilang, segala sesuatu
yang menjadi milik Mikail Raveno tidak akan pernah bisa
lepas, kecuali aku melepaskanmu.. atau aku membunuhmu!"
Dengan kasar Mikail melepaskan cengkeramannya di rahang
Lana, membuat tubuh Lana terdorong lagi ke ranjang. Lalu
dengan langkah tegas, Mikail melangkah keluar kamar
sambil membanting pintu di belakangnya.
*** Lana masih termangu di ranjang, lalu kilasan rasa sakit di
antara pahanya menyadarkannya.
Noda darah itu tampak mencolok di seprai putih itu, tampak
menertawakannya. Sungguh ironis, keperawanannya terenggut oleh bajingan
berhati iblis yang ingin dibunuhnya. Tubuh Lana gemetar,
dipenuhi oleh rasa campur aduk yang menyesakkan ketika
dia mencoba berdiri. Noda merah di ranjang itu sangat mengganggunya, hingga
dengan kasar Lana merenggut seprai itu dan
membantingnya ke lantai. Napas Lana terengah-engah dan
entah kenapa kemudian tubuhnya ambruk ke lantai,
menangis penuh emosi.

Sleep With The Devil Karya Santhy Agatha di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ingatannya melayang kepada ayah dan ibunya, kepada
dendamnya yang belum terbalaskan, dan kepada nasibnya
yang membuatnya terperangkap di sini, dalam cengkeraman
musuh besarnya. Kini dia terpuruk di sini, dalam cengkeraman Mikail, dan yang
sangat menyakitkan dia tidak berdaya menghadapi lelaki itu.
Lana mengusap air matanya tiba-tiba. Tidak! Dia sudah
cukup menangis, dia harus melawan, dengan segala cara!
Dengan pelan Lana melangkah ke kamar mandi, dia harus
mandi dan menghapus semua jejak dan noda yang
ditinggalkan Mikail di tubuhnya.
Mikail boleh saja menodainya, tetapi bukan berarti lelaki itu
memilikinya. Lana wanita bebas, wanita bebas yang bertekad
untuk menghancurkan Mikail. Tunggu saja, dia hanya belum
punya kesempatan. *** Lana hanya duduk di kursi putih itu putus asa sebab setelah
sekian lama berkeliling ruangan, memeriksa setiap sudut di
kamar mandi dan jendela, tetap benar-benar tidak ada celah
yang bisa digunakan sebagai jalannya untuk melarikan diri.
Putus asa, Lana duduk sambil memeluk lututnya, Kalau
begini, bagaimana caranya dia bisa keluar dari rumah ini"
Sedangkan keluar dari kamar ini saja dia tidak mampu.
Matanya melirik ke pintu kamar. Pintu yang terkunci itu satusatunya
jalan. Tetapi yang bisa keluar masuk dari pintu itu hanya Mikail,
dan juga seorang lelaki bertampang dingin bernama Norman,
yang selalu ada di sebelah Mikail setiap ada kesempatan.
Lelaki bertampang dingin itu sepertinya ditugaskan untuk
mengantarkan makanannya. Pikiran Lana berputar... memang rasanya tidak mungkin, jika
tidak dicoba dia tidak akan tahu...
Seperti sudah diatur, pintu kamar itu terbuka, dan Lana
langsung terduduk tegak waspada, menanti siapapun yang
akan masuk. Norman muncul di sana membawa nampan makanan,
wajahnya datar tanpa ekspresi seperti biasa. Dan Lana
langsung sengaja memasang wajah kesakitan,
"Aku minta tolong....," rintihnya sesakit mungkin.
Norman mengernyit dan mendekat,
"Ada apa nona"'
"Aku... aku mau muntah... tolong aku," Lana meremas
perutnya, berusaha semeyakinkan mungkin.
Dan sepertinya Norman tidak curiga, lelaki itu mendekat, dan
menatap Lana, "Kau mau dibantu ke kamar mandi?"
Lana mengangguk lemah. Dengan tangan kuatnya, Norman membantu Lana berdiri dan
memapah tubuh Lana yang lunglai ke kamar mandi.
Ketika Norman membuka pintu kamar mandi, Lana berakting
seolah-olah muntahnya akan keluar, hingga Norman
langsung bergegas membawanya ke kamar mandi,
Di wastafel, Lana menundukkan kepalanya seolah-olah akan
muntah hebat, "Handuk... tolong....," gumam Lana lemah, melirik ke arah
lemari handuk yang ada di ujung ruangan kamar mandi,
Masih tanpa curiga, Norman melangkah ke arah lemari
handuk. Saat itulah dengan secepat kilal Lana melompat dan
berlari ke arah pintu keluar kamar mandi.
Norman menyadari kalau dia ditipu ketika melihat kelebatan
langkah cepat Lana. Dia berusaha mengejar tapi terlambat,
Lana yang melompat gesit sudah keluar dari kamar mandi
dan membanting pintunya dari luar, lalu menguncinya rapatrapat.
Dengan napas terengah karena pacuan adrenalin, Lana
menyandarkan tubuhnya di pintu kamar mandi, memejamkan
mata, tak peduli akan gedoran-gedoran marah Norman dari
dalam, "Kau tidak akan bisa melarikan diri," ancam Norman,
berteriak dari dalam, "Tuan Mikail pasti akan menemukanmu,
dan aku bersumpah, kalau kau sampai membuat Tuan Mikail
marah, kau akan menyesalinya"
Teriakan-teriakan Norman makin keras dibarengi dengan
gedoran-gedorannya di pintu, Kata-kata Norman sempat
membuat hati Lana kecut, tapi dia menggelengkan
kepalanya, Mikail memang lelaki kejam, tetapi Lana tidak
boleh takut. Dia harus berani menantang Mikail,
menunjukkan pada lelaki itu kalau dia bukanlah perempuan
yang bisa ditundukkan dengan begitu mudahnya.
Dengan langkah hati-hati, Lana membuka pintu putih yang
tak terkunci itu, matanya mengintip sedikit keluar, khawatir
kalau-kalau ada penjaga yang menjaga di pintu.
Tetapi rupanya Mikail beranggapan Lana terlalu lemah
sehingga tidak perlu menempatkan penjaga di pintu. Lorong
itu kosong. Dengan hati-hati Lana melangkah keluar. Suara
gedoran-gedoran pintu kamar mandi dan teriakan Norman
masih terdengar ketika Lana keluar, tetapi ketika Lana
menutup pintu putih besar itu, suara itu lenyap dan menjadi
senyap. Rupanya ruangan putih tempatnya dikurung itu
kedap suara. Lana melangkah lagi melewati lorong itu. Tidak ada pintu lain
di lorong itu, arahnya langsung ke tangga spiral yang besar
menuju ke pintu depan. Dengan hati-hati, Lana mengintip
dari ujung tangga ke arah bawah. Kosong. Kemanakah para
penjaga yang dia lihat kemarin"
Pelan dan waspada, Lana melangkah menuruni tangga. Dia
sudah berhasil menyeberangi ruangan dan memegang
handle pintu besar itu, ketika suara dingin yang mulai
dikenalnya terdengar tepat di belakangnya,
"Kau pikir kau akan kemana?"
*** Terlonjak kaget, Lana membalikkan badan dan hampir
menabrak dada bidang Mikail.
Lelaki itu berdiri dekat sekali di belakangnya, dan
menekannya ke pintu, tatapannya menyala penuh
kemarahan, seperti iblis yang siap membakar musuhmusuhnya.
"Berani sekali kau mempermalukan Norman seperti itu, dan
berani sekali kau mencoba melarikan diri dari rumahku,"
Tangan besar Mikail mencengkeram lengan Lana dengan
kasar lalu menyeret Lana yang tidak bersedia.
Lana meronta-ronta, mencoba bertahan, tetapi Mikail tidak
peduli, tetap menyeret Lana dengan kekuatan besarnya.
Hingga Lana mau tidak mau harus terseret-seret mengikuti
daripada tangannya putus.
Mikail menyeret Lana menaiki tangga dan kembali menuju
kamar putih tempat Lana tadi dikurung.
Di sana beberapa pengawal Mikail berkumpul, dan Norman
berdiri di sana. Rupanya dia berhasil menghubungi Mikail
dan dibebaskan dari kamar mandi.
Lana mengernyit dalam hati, seharusnya tadi dia lebih cepat,
atau mungkin dia pukul kepala Norman dengan sesuatu
sehingga lelaki itu pingsan dan tidak bisa menghubungi
teman-temannya dengan segera.
Mikail melepaskan cengkeramannya lalu mendorong Lana ke
depan dengan kasar, "Kau lihat Norman" Perempuan kecil seperti ini, dan kau,
pengawalku yang sudah bertahun-tahun lamanya bisabisanya
dibodohi seperti ini"
Norman hanya terdiam, menatap Mikail dengan muka datar,
sepenuhnya mengabaikan keberadaan Lana. Hingga Lana
mengernyit, apakah lelaki ini memang tidak punya ekspresi"
"Dan kau Lana," Mikail melepas jasnya dan menggulung
lengan kemejanya, "Ini adalah peringatan untukmu. Kalau
kau membodohi salah satu pegawaiku lagi untuk melarikan
diri, kau akan membuang satu nyawa, karena aku akan
langsung membunuh pegawaiku,"
Tanpa dinyana, Mikail menghantam Norman dengan satu
pukulan telak hingga kepala Norman mundur ke belakang,
darah menetes dari sudut bibirnya.
Lana terkesiap mundur dan makin terkesiap ketika Mikail
menghajar Norman, lagi dan lagi tanpa perlawanan hingga
lelaki itu jatuh berlutut dengan memar dan bibir berdarah
yang mengotori kemejanya.
Mikail mundur satu langkah ketika Norman terjatuh, dia
menoleh dan menatap Lana,
"Kalu lihat itu Lana" Setiap kau mencoba melarikan diri, aku
bersumpah akan ada nyawa yang berkorban untukmu.
Mereka semua yang lengah hingga memberi kesempatan
padamu untuk lari, akan kubunuh!,"
Dengan kejam Mikail mengarahkan pukulannya sekali lagi ke
arah Norman. Lana berteriak, spontan mencengkram lengan Mikail yang
terayun, mencegah Mikail menghabisi Norman,
"Jangan.... ! Jangan ! Aku yang salah, aku yang salah!
Jangan bunuh dia! Aku yang salah ! ", teriaknya panik.
Mikail terdiam dan mematung, ketika akhirnya dia menatap
Lana, matanya sedingin es. Lelaki itu tampak amat sangat
marah kepada Lana. "Jadi kau mengaku salah..," Mikail mundur lagi dan Lana
merasa lega luar biasa karena lelaki itu tidak jadi
melampiaskan kemarahannya kepada Norman yang sudah
berlutut tak berdaya di lantai.
"Aku hanya ingin keluar dari tempat ini," teriak Lana marah,
frustrasi karena Mikail menggunakan ancaman licik untuk
mencegahnya melarikan diri.
"Kau milikku, dan tidak ada milikku yang bisa keluar dari sini
tanpa seizinku" "Atas dasar apa?"," Lana berteriak marah, "Aku bukan milik
siapa-siapa, apalagi lelaki jahat sepertimu. Aku cuma mau
keluar dari sini, aku muak terhadapmu, muak atas semua
yang ada di sini....Aku cuma mau keluarr!!!!
"Kau mau keluar hah?"," Mikail mencengkeram lengan Lana
lagi, di tempat yang sama hingga Lana merasa lengannya
memar, "Mari kita keluar!"
*** Tak ada yang berani menolong ketika Lana berteriak-teriak
dalam seretan Mikail. Sepertinya kemarahan Mikail adalah hal biasa di rumah ini
dan tidak ada satupun yang berani melawan laki-laki itu.
Mikail membawa Lana ke ujung lorong, ke jendela kaca lantai
dua yang mengarah langsung ke balkon.
Dengan kasar Mikail mendorong Lana keluar lalu
mendesaknya ke ujung balkon, hingga kepala Lana
mengarah ke bawah dan menatap ngeri ke kolam renang
yang sangat luas di bawahnya.
Kolam itu tampak sangat bening dan dalam. Lana bergidik.
Dia tidak bisa berenang, apakah Mikail akan mendorongnya
ke bawah" Mikail benar-benar mendesak tubuh Lana sampai ke ujung
balkon, membuat kepalanya terbungkuk ke bawah,
sementara tangannya di kekang oleh Mikail di belakangnya,
"Kau lihat itu" Salah sedikit aku melemparmu ke bawah,
kepalamu bisa pecah terkena ubin pinggiran kolam," napas
Mikail sedikit terengah oleh kemarahan, "Kau perempuan tak
tahu diuntung, harusnya kau bersyukur atas kebaikan hatiku
padamu dan keluargamu, hingga kau masih bisa hidup
sampai sekarang.... Tahukah kau kalau aku bisa dengan
mudah mencabut nyawamu kapanpun aku mau"
"Tuhan yang berhak mencabut nyawaku, bukan iblis seperti
kau." Lana berteriak berusaha menantang meski jantungnya
makin berpacu kencang diliputi ketakutan luar biasa.
"Perempuan tidak tahu terima kasih," Mikail mendorong Lana
lagi sampai ke ujung, "Ada kata-kata terakhir?"
Lana memalingkan kepalanya sehingga tatapan matanya
yang penuh kebencian bertemu dengan mata dingin Mikail,
"Terima kasih karena sudah membebaskanku"
Lalu tubuh Lana terlempar, melayang di udara kemudian
meluncur ke bawah, ke kolam renang yang dalam itu.
Setidaknya kalau aku mati, aku sudah mencoba
membalaskan dendam kita, Ayah....
Sedetik kemudian, tubuh Lana terbanting menembus
permukaan kolam lalu tenggelam. Lana tidak berusaha
menyelamatkan diri, membiarkan tubuhnya makin tenggelam
dalam kolam itu. Matanya menggelap dan memejam, dan entah berapa
banyak air kolam yang tertelan olehnya. Napasnya terasa
sesak dan paru-parunya terasa mau pecah.
Oh Tuhan... aku akan mati....
*** Ketika Lana sudah sampai di titik akan kehilangan
kesadarannya, terdengar ceburan lain yang tak kalah
kerasnya di kolam. Tak lama kemudian, sebuah lengan yang kuat
merengkuhnya dan mengangkat tubuhnya, lalu
membawanya ke permukaan. Tubuh lemas Lana dibaringkan
di lantai di pinggiran kolam, lalu dia merasakan perutnya di
tekan dengan ahli hingga aliran air yang tertelan keluar.
Lana memuntahkan banyak air dan terbatuk-batuk kesakitan.
Paru-parunya masih terasa begitu sakit dan nyeri
Siapakah penolongnya" Apakah dia memang belum
diizinkan mati" Tangan kuat itu terus menekan hingga seluruh cairan
terpompa keluar dari perut Lana. Mata Lana mulai buram,
kesadarannya semakin hilang, ketika suara itu terdengar
tenang di atasnya, "Panggil Dokter"
Itu suara Mikail. Apakah Mikail yang menyelamatkannya"
Lagipula... kenapa lelaki itu menyelamatkannya"
*** BAB 4 Mikail keluar dari kamar mandi dengan masih menyimpan
kemarahan. Rambutnya basah kuyup. Dan seluruh
pakaiannya yang basah teronggok di lantai.
Sebuah gerakan di sudut kamar membuatnya menoleh.
Norman berdiri di sana, bekas-bekas pukulan Mikail masih
menimbulkan memar-memar di sana sini, tetapi lelaki itu
sepertinya sudah diobati,
"Bagaimana dia"," tanya Mikail dingin.
"Dokter sedang menanganinya, paru-parunya kemasukan
cairan...Anda sendiri Tuan Mikail, Anda tidak apa-apa"
Terjun dari lantai dua seperti itu hanya untuk menyelamatkan


Sleep With The Devil Karya Santhy Agatha di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perempuan itu..." Mikail melirik pada Norman dengan tatapan tajam, lalu
meraih handuk untuk menggosok rambutnya yang basah,
"Tadinya aku berniat membunuhnya"
"Kalau begitu kenapa Anda menyelamatkannya?"
Mikail membalikkan tubuhnya dan menatap Norman dengan
mata menyala-nyala, "Karena aku memutuskan, belum saatnya dia mati," mata
cokelat Mikail bagaikan berbinar di kegelapan, "Dan kau....
Kenapa kau sengaja membiarkannya lolos?"
Norman menatap Mikail, tampak ada keterkejutan di matanya
meskipun sekejap kemudian dia langsung memasang wajah
datar, "Saya tidak sengaja membiarkannya lolos"
"Kau pikir aku bodoh"," suara Mikail menajam, setajam
tatapannya, "Kau adalah pengawalku paling berpengalaman,
tak mungkin kau bisa diperdaya gadis itu, kecuali kau
memang membiarkan dirimu diperdaya"
Norman menelan ludahnya, "Saya ingin membebaskannya,
saya takut dia akan membawa masalah untuk kita"
Mikail melempar handuknya dengan marah ke sofa,
"Dalam dua hari ini kau sudah dua kalI mengambil keputusan
sendiri dan menentangku. Dengarkan ini baik-baik Norman,"
suara Mikail dalam dan mengancam, "Sekali lagi kau
membuat kebodohan yang merepotkanku, bukan hanya
pukulan yang kau dapat, aku akan menghabisimu secepat
aku bisa" Suara ancaman itu masih menggema di kegelapan, bagaikan
janji Iblis yang memanggil-manggil meminta nyawa.
*** Ketika Lana terbangun, yang dirasakannya pertama kali
adalah rasa sesak di dadanya. Dia menggeliat panik,
mencoba menarik napas sekuat-kuatnya, dalam usahanya
mencari oksigen sebanyak-banyaknya.
"Tenang, kau sudah ada di daratan, kau bisa bernafas
secara normal," Suara Mikail membawa Lana kembali pada
kesadarannya. Dengan waspada dia menoleh dan mendapati Mikail sedang
duduk di tepi ranjangnya. Lana beringsut sejauh mungkin
dari Mikail dan tingkahnya itu memunculkan secercah cahaya
geli di mata Mikail, "Apakah kau takut padaku setelah kejadian tadi"," nada
gelipun tersamar dalam suara Mikail.
Kurang ajar, batin Lana dalam hati. Dia berjuang meregang
nyawa, dan lelaki ini malah duduk disini menertawainya.
Tetapi, apakah benar Mikail yang terjun ke kolam waktu itu
dan menyelamatkannya" Kenapa" Bukankah jelas-jelas
dalam kemarahannya Mikail sudah memutuskan untuk
membunuhnya" Kenapa lelaki itu berubah pikiran"
"Ya, aku memang menyelamatkanmu," Mikail bergumam
seolah-olah bisa membaca pikiran Lana, "Tetapi itu bukan
demi dirimu, itu demi kepuasanku."
Lana menatap Mikail geram,
"Apa maksudmu?"
Dengan tenang lelaki itu melepas dasinya, gerakannya pelan
tetapi mengancam hingga tanpa sadar Lana bergidik dan
beringsut menjauh. "Aku tidak suka bercinta dengan mayat," Senyum di bibir
Mikail tampak kejam, "Kau lebih nikmat kalau hidup dan
bernafas." Ketika Lana menyadari maksud Mikail, sudah terlambat.
Lelaki itu mencengkeram kedua lengannya dengan satu
tangan. Kekuatan Lana tidak sebanding dengan kekuatan
tubuh Mikail yang besar dan kuat di atasnya. Dengan
mudahnya lelaki itu mengikat kedua pergelangan tangannya
dengan ikatan mati yang sangat rapi, lalu menalikannya di
kepala ranjang, "Kau.... Kau mau apa ?"', Lana mulai panik ketika Mikail
yang setengah duduk di atasnya membuka kancing
kemejanya. Senyum Mikail tampak penuh kepuasan melihat kondisi Lana
yang tidak berdaya. Lelaki itu membuka seluruh kancing
kemejanya sehingga dada dan perutnya yang berotot terlihat.
Sejenak Lana terpana melihat kulit berwarna perungggu
yang berkilauan bagai satin itu, tetapi kemudian dia sadar
bahwa dia ada dalam kondisi genting. Dengan panik Lana
mulai meronta dan menendang, sedapat mungkin bergerak
untuk melepaskan diri. Tapi percuma, ikatan Mikail ke tangannya sangat kuat, dan
dalam kondisi terikat seperti itu, Lana benar-benar tak
berdaya. "Semalam kau bercinta denganku, panas, dan
memabukkan.... Tapi kau mungkin tak bisa mengingat
dengan jelas dan aku tak suka itu....," suara Mikail
merendah, penuh gairah, "Malam ini, akan kubuat kau
mengingat setiap detiknya"
*** Dalam kondisi terikat dan tak berdaya, Lana melihat ketika
Mikail melepas kemejanya dan setengah menindihnya.
Mulutnya sangat dekat dengan bibir Lana, hingga napas
mereka beradu, Mikail menundukkan kepalanya, mencium
sisi leher Lana, membuat Lana berjingkat dan berusaha
meronta lagi, "Sshhh.... Kau akan menyakiti lenganmu kalau kau merontaronta
terus seperti itu," bibir Mikail merayap dan mendarat di
bibir Lana. Lelaki itu mengecup sedikit ujung bibir Lana, lalu
lidahnya menelusup masuk, membuka bibir Lana yang
lembut, mencecapnya dan merasakan seluruh tekstur bibir
Lana yang hangat dan panas. Lidahnya mengait lidah Lana
dan memainkannya dengan intensitas yang sangat ahli.
Ketika Mikail melepaskan bibirnya, napas Lana terengahengah,
ciuman ini adalah ciuman yang paling intens yang
pernah di rasakannya. "Kau menyukainya bukan"', Mikail berbisik lembut dengan
nafasnya yang panas di telinga Lana, "Aku sangat menyukai
bibirmu, dan sensasi kelembutannya di bibirku....," tangan
Mikail merayap ke bawah, meraba kulit leher Lana, "Seluruh
tubuhmu hangat sayang, seakan menggodaku....," Jemari
Mikail menyingkap rok Lana dan menelusup ke dalam sana,
menggoda pusat gairahnya, "Di sini.... Yang paling panas"
Lana menggelinjang, mencoba meronta, tetapi tubuh kuat
Mikail yang setengah menindihnya membuat gerakannya
terbatas. Apalagi tangannya yang terikat di atas, membuat
lengannya terasa kram dan pergelangan tangannya ngilu
ketika dia menggerak-gerakkannya.
Mikail melirik ke pergelangan tangan Lana yang terikat, dan
menyadari bahwa ikatan itu menyakiti Lana.
"Jangan bergerak-gerak, atau kau akan mengalami memarmemar
ketika ini selesai" Setetes air mata mengalir di sudut mata Lana, dia putus asa
dalam usahanya untuk melepaskan diri.
"Jangan lakukan ini, please..."
Mata Mikail sedikit melembut ketika mendengar permohonan
Lana, tetapi kemudian senyumannya tampak mengeras,
"Aku hanya ingin membuatmu sadar dimanakah tempat kau
seharusnya berada Lana," Mikail membuka kancing kemeja
Lana satu persatu, membiarkan payudara Lana terbuka
bebas untuknya, "Ini milikku," Mikail menyentuh payudara Lana dan
menggodanya, menikmati ketika mendengar erangan
tersiksa Lana, "Seluruh tubuhmu milikku," Mikail mengecup
ujung payudara Lana, mencecapnya dengan lidahnya. Lalu
bibirnya berpindah menelusuri bagian samping payudara
Lana, menikmatinya dengan bibirnya sehingga meninggalkan
jejak-jejak basah dan panas di sana.
Lana melengkungkan punggungnya atas sensasi yang
menyiksanya tanpa ampun. Dalam kondisi terikat dan tak
berdaya, merasakan lelaki iblis itu mencumbunya, dan
menyiksanya dengan godaan-godaannya yang sangat ahli,
ada perasaan aneh yang menjalar di tubuhnya. Seperti
gelenyar panas yang bergulung-gulung, terasa seperti arus
listrik yang mengalir dari jemarinya, dan menjadi semakin
panas ketika menyatu di pusat dirinya.
Dan jemari Mikail menyentuh ke sana, dengan begitu ahli,
memainkan Lana sesuka hatinya. Tubuh Lana meronta tak
tahan akan alunan sensasi permainan jemari Mikail, tapi
lengan MIkail yang kuat menahan tubuhnya.
Kemudian bibir Mikail mengikuti jemarinya. Lana terkesiap
merasakan hembusan napas panas di pusat dirinya.
Seketika dia menegakkan tubuhnya dan tertahan oleh ikatan
di pergelangan tangannya.
"Jangan!!," teriaknya panik, mencoba merapatkan kaki,
mencegah bibir Mikail menyentuhnya.
Tetapi lengan Mikail yang kuat menahannya, dan kemudian,
Lana melengkungkan punggungnya dan mengerang keras
merasakan sensasi itu. Sensasi sentuhan bibir dan lidah
Mikail di pusat dirinya, dengan hembusan nafasnya yang
panas. Panas bertemu panas dan dia terbakar.
Pandangannya menggelap karena sensasi kenikmatan yang
tak tertanggungkan. "Sshhhh.... Semua bagian tubuhmu milikku Lana, Milikku."
Mikail mencumbu pusat gairah Lana menyatakan
kepemilikannya. Dan ketika Mikail selesai bermain-main, Lana sudah
terbaring, lemas, dan tak berdaya dengan nafas terengahengah
dan tubuh membara. Mikail menaikkan kembali
tubuhnya dan mengecup lembut bibir Lana. Dada bidangnya
menggesek payudara Lana, dan Lana merasakan kejantanan
Mikail yang begitu keras menyentuh pahanya dengan begitu
menggoda seolah mengerti apa yang paling Lana inginkan.
Mikail menempatkan dirinya dengan begitu tepat, seolah
telah mengenal setiap jengkal tubuh Lana. Dan Lana
merasakan tubuh Mikail yang keras dan panas menyatu
dengan tubuhnya, memberikan geleyar kenikmatan yang
makin menghujam. "Lana," Mikail mengerang merasakan tubuh Lana yang
panas, halus, dan membungkusnya dengan begitu erat,
menggodanya untuk mencapai kepuasan secepat mungkin.
Tapi tidak, malam ini untuk Lana. Mikail ingin Lana
mengingat setiap detik percintaan mereka malam ini.
Ketika Mikail bergerak, Lana mengerang. Semua ini terlalu
nikmat untuk ditanggungnya, dia tak bisa menjangkau
kesadarannya lagi, hampir frustasi karena pada akhirnya
tubuhnya menyerah dalam pusaran gairah Mikail. Mikail
menundukkan kepalanya, lalu mengecup sudut bibir Lana
dengan posesif, menyatakan kepemilikannya, dan
menghujamkan dirinya dalam-dalam.
"Kau milikku, Lana. Ingat itu baik-baik"
Sedetik kemudian, Mikail membawa Lana melewati pusaran
gelombang semakin dan semakin naik hingga guncangan
orgasme menerjang mereka berdua. Menyatukan mereka
dalam satu titik kenikmatan.
*** Mikail mengangkat tubuhnya dari Lana yang terengah-engah,
dengan pikiran masih berkabut karena orgasme. Dengan
lembut jemarinya membuka ikatan tangan Lana, Ikatan itu
menimbulkan bekas kemerahan di sana. Dan Mikail
mengecup kedua pergelangan tangan Lana,
"Kau milikku, ingat itu. Kalau kau mencoba melarikan diri lagi,
aku akan menghukummu dengan hukuman yang lebih berat"
Lalu Mikail bangkit, mengenakan pakaiannya dan menatap
Lana yang memalingkan muka darinya, tak mau
menatapnya, "Kuharap kau tidak melupakan malam ini, setiap detiknya,"
gumamnya dingin, lalu melangkah pergi meninggalkan Lana
yang terbaring diam di ranjang.
Setetes air mata mengalir kembali di sudut mata Lana. Mikail
benar, Lana tidak akan pernah bisa melupakan malam ini,
setiap detiknya. *** BAB 5 Sudah hampir dua minggu Lana dikurung di dalam kamar
putih ini, tidak boleh keluar sama sekali. Hari-hari Lana dilalui
dengan menatap ke luar dari jendela lantai dua ke
pekarangan rumah Mikail. Lana sudah merasa begitu muak dan frustrasi karena bosan.
Setelah memaksakan kehendaknya malam itu, Mikail tidak
pernah mengunjungi Lana lagi.
Mungkin dia sedang bersenang-senang dengan kekasih
barunya. Lana mencibir, mencoba mengabaikan perasaan
seperti tercubit di dadanya. Tetapi kalau memang benar
begitu, kenapa Mikail tidak melepaskannya"
Apakah karena lelaki itu tahu bahwa Lana berniat
membunuhnya, jadi dia menawan Lana di sini karena
menganggap Lana ancaman yang berbahaya" Kalau begitu
kenapa Mikail tidak membunuhnya sekalian"
Beberapa lama terpaku di jendela, Lana menyadari bahwa
ada kesibukan yang tidak biasa di luar sana. Beberapa mobil
tampak lalu lalang keluar masuk rumah Mikail yang biasanya
lengang. Sehari-hari pemandangan yang didapat Lana
hanyalah pemandangan pengawal-pengawal Mikali dan
beberapa pelayan yang lewat di halaman depan rumah.
Kali ini Lana melihat ada mobil bunga dan mobil katering.
Apakah Mikail akan mengadakan pesta" Kalau iya, mungkin
saja kesempatan Lana untuk melarikan diri bisa muncul
kembali. Sedang larut dalam lamunannya, tiba-tiba pintu kamar putih
membuka. Lana bahkan tidak menolehkan kepalanya
sedikitpun. Karena yang masuk ke kamar ini selalu hanya
Norman yang mengantarkan makanan, dan pelayan yang
membersihkan ruangan dan membawakan pakaian ganti
untuknya - tentu saja di bawah pengawasan Norman.
Lana tidak pernah berinteraksi dengan Norman lagi setelah
kejadian kemarin, dan sepertinya lelaki itu juga tidak berniat
untuk mengajaknya berbicara. Lagipula rasa bersalah yang
ditanggung Lana terlalu besar. Karena dialah Norman dihajar
oleh Mikail, bekas-bekas hajaran itu masih ada dari memarmemar
di wajah Norman dan hidungnya yang patah.
Setiap melihat Norman, Lana disergap perasaan ngeri dan
rasa bersalah yang luar biasa. Mikail mengancam akan


Sleep With The Devil Karya Santhy Agatha di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

membunuh siapapun yang lengah dan membiarkan Lana
lolos. Apakah sepadan mengorbankan satu nyawa demi
meloloskan diri" Lana memang tidak kenal dengan Norman, tetapi kalau
mendapatkan kebebasan dengan mengorbankan nyawa
orang lain, tetap saja terasa tidak benar baginya....
"Lana." Itu suara Mikail. Lana terlonjak saking kagetnya. Dia
menolehkan kepalanya, dan Mikail-lah yang berdiri di tengah
ruangan, lelaki itu tadi sepertinya terdiam, mengamati Lana
yang sedang melamun sambil memandang Lana yang
sedang menatap ke luar jendela.
Otomatis Lana mengepalkan tangannya, reaksi impulsifnya
ketika menyadari aura Mikail yang berkuasa memenuhi
ruangan. Mikail melirik tangan Lana yang terkepal, dan senyum sinis
muncul di bibirnya. Lelaki itu menolehkan kepalanya ke
belakang dan Lana baru menyadari ada orang lain di
belakang Mikail, seorang laki-laki berbadan kecil dan sedikit
gemulai, "Ini Theo," gumam Mikail tenang, "Dia akan
mempersiapkanmu untuk nanti malam," Setelah berkata
begitu, Mikail melangkah mundur, membalikkan tubuhnya
dan meninggalkan kamar itu.
Mempersiapkannya untuk apa"
*** "Kau sebenarnya cantik sekali Nona, hanya saja kau tidak
pandai berdandan," Theo bergumam dengan suara
gemulainya, memoles wajah Lana yang masih memejamkan
matanya di depan cermin, Sementara Lana masih memejamkan matanya, diam karena
didandani oleh Theo.... Kalau Mikail menyuruhnya didandani,
maka dia pasti akan diperbolehkan untuk turun ke pesta
yang diadakan Mikail. Hal itu berarti ada kesempatan
baginya untuk melarikan diri dari rumah ini.
"Nah, sudah selesai, coba buka matamu," gumam Theo.
Ada nada puas dalam suaranya,
Lana membuka matanya pelan-pelan karena bulu mata palsu
terasa memberati matanya. Dan dia terpana menatap sosok
yang balas menatapnya di depan cermin itu.
Yang menatapnya bukannya Lana, perempuan yang seumur
hidupnya sangat jarang berdandan, yang ada di depannya
adalah perempuan yang sangat cantik. Luar biasa cantiknya
dengan riasan yang tidak terlalu tebal tapi sangat pas di
semua sisi. Theo memang perias yang sangat berbakat, dan sangat
terkenal tentunya dengan tarif sekali riasnya yang amat
sangat mahal. Lana sering sekali mendengar nama perias ini
di media sebelumnya, tapi tidak pernah berfikir bahwa dia
akan merasakan tangan dingin sang perias berbakat ini.
Matanya tampak begitu lebar, kuat, sekaligus rapuh dengan
polesan warna cokelat keemasan, dan Theo sedemikian rupa
menonjolkan struktur tulang pipinya yang tinggi sehingga
tampak menarik dan aristrokat.... Dan bibirnya dipoles
dengan lipstik warna peach dengan nuansa yang membuat
bibirnya seolah-olah selalu basah.
Lana menyentuh pipinya ragu, dan bayangan cantik di
depannya juga menyentuh pipinya. Mata Lana terpaku,
masih terpana akan bayangan di depannya.
Theo mendecak kagum melihat hasil karyanya sendiri,
kemudian bergumam, mengalihkan perhatian Lana,
"Kau paling berbeda dari kekasih-kekasih Tuan Mikail
sebelumnya," Theo meringis, "Bukan berarti kau kurang
cantik, tapi kau kurang glamour, kurang mempesona.
Kekasih-kekasih Mikail sebelum-sebelumnya selalu cantik
luar biasa, bagaikan dewi"
Lana mendengus sinis, apakah Mikail juga menyuruh perias
ini untuk mendandani kekasih-kekasihnya"
Theo sibuk merapikan peralatannya di belakang Lana sambil
terus bergumam, "Tapi kau istimewa, harusnya kau bersyukur, Tuan Mikail
tidak pernah menyuruhku mendandani kekasih-kekasihnya
yang lain," gumaman Theo itu telah menjawab pertanyaan
Lana sebelumnnya, "Dan yang paling sensasional adalah
gaun ini, Tuan Mikail menyuruhku memesannya langsung
dari perancangnya di Paris. Pesanan khusus karena
diselesaikan hanya dalam waktu 1 minggu, gaun ini khusus
dibuat untukmu, tiada duanya di dunia ini. Theo berseru kecil
dengan feminim, tampak terpesona dengan sesuatu di
tangannya, "Kau harusnya bersyukur karena Tuan Mikail
memperlakukanmu dengan istimewa"
Lana menoleh, ingin tahu apa yang begitu menarik perhatian
Theo, dan sekali lagi dia terpesona. Di tangan Theo,
digantung di gantungan baju yang elegan, ada sebuah gaun
yang luar biasa indahnya.
Gaun itu dibuat dari bahan sutera hijau berkilau dengan
kristal kecil menyebar di sepanjang gaun, memberikan efek
kilauan yang menakjubkan. Kaki gaun itu melebar ke
samping dan menjuntai dengan indahnya. Gaun itu adalah
gaun terindah yang pernah dilihat oleh Lana, dan gaun itu
untuknya" "Pakailah gaun ini, kau harus siap dalam setengah jam. Tuan
Mikail ingin melihatmu sebelum ke pesta," gumam Theo,
menghamparkan gaun hijau itu di ranjang lalu melangkah
keluar dari kamar. Kata-kata terakhir Theo sebelum pergi itu menyadarkan Lana
dari keterpesonaannya akan keindahan gaun itu.
MIkail telah memperlakukannya sama seperti kekasihkekasihnya,
yang bisa diperintah sesuka hati seperti boneka!
Kali ini dia tidak akan membuat Mikail puas. Lana bukan
kekasih Mikail dan dia bukan boneka yang bisa diatur-atur
sesukanya, Mikail harus menyadari itu
*** Mikail masuk dan Lana menunggu dengan penuh antisipasi.
Mikail mengenakan jas hitam legam yang rapi. Rambutnya
yang sedikit panjang hingga menyentuh kerah disisir ke
belakang, membuatnya tampak seperti iblis tampan yang
begitu menggoda. Lelaki itu melangkah memasuki ruangan dan Lana
merasakan Mikail tertegun sejenak menatap wajah Lana
yang sudah dirias sedemikian cantiknya.
Tetapi kemudian mata Mikail menatap ke arah Lana yang
masih mengenakan baju biasa yang selalu digunakannya di
kamar itu. Mata Mikail menggelap seolah ada badai yang
akan menerjang di sana, "Kenapa tidak kau pakai gaunmu"," desis Mikail pelan.
Lana mundur selangkah, menyadari intensitas kemarahan
dalam suara Mikail. Lelaki satu ini mungkin menderita post
power sindrome sehingga mudah naik darah kalau
keinginannya tidak diikuti, batin Lana dalam hati.
"Aku tidak mau," Lana menegakkan dagunya menantang,
meski batinnya sedikit kecut.
"Gaun itu khusus dipesankan untukmu," kali ini suara Mikail
sedikit menggeram, menahan kesabaran.
Lana melirik gaun indah itu, gaun itu luar biasa indahnya, dan
Lana sudah jatuh cinta pada gaun itu sejak pandangan
pertama. Tetapi dia tidak boleh mengenakan gaun itu,
meskipun batinnya berteriak-teriak ingin merasakan gaun
secantik itu sekali saja.
Tidak! Dia tidak boleh mengenakan gaun itu, itu sama saja
dengan mengakui penguasaan Mikail atas dirinya.
"Aku tidak mau memakainya," Lana berhasil mengeraskan
suaranya hingga terdengar Lantang, "Aku bukan bonekamu
yang bisa kau perintah-perintah semaumu!"
"Boneka katamu"," Mikail melangkah maju dan otomatis
Lana melangkah mundur, "Kau pakai baju itu atau aku akan
memperkosamu sekarang juga di lantai. Supaya kau tahu
bagaimana aku memperlakukan bonekaku!"
Jantung Lana berdetak sekejap merasa takut akan ancaman
Mikail. Apakah Mikail akan melaksanakan ancamannya"
Tetapi melihat mata yang menyala karena marah itu, Lana
tiba-tiba sadar bahwa Mikail tidak main-main. Lelaki ini
menyimpan iblis di dalam dirinya, dan ketika iblis itu keluar,
Mikail tidak akan segan-segan berbuat kejam.
Salah sendiri kau menantang Iblis ini, Lana! Lana mengutuk
dirinya sendiri dalam hati.
"Lana, kenakan gaun ini atau aku akan benar-benar
membuatmu menyesal," Mikail mulai mendesis marah.
Tangannya meraih gaun hijau itu dan melemparnya dengan
sembarangan ke arah Lana yang langsung menangkapnya
dan memegang gaun itu dengan hati-hati.
Mikail memperlakukan gaun semahal dan seindah ini
layaknya memperlakukan kain lap. Lelaki iblis ini memang
tidak paham keindahan! Tanpa sadar kebencian Lana
meluap lagi kepada Mikail, dorongan untuk menantang Mikail
amatlah besar. Meskipun sisi lain dirinya berteriak untuk tidak
menantang Mikail lebih jauh lagi.
Mereka berdua berdiri berhadap-hadapan, udara di antara
mereka sangatlah tegang. Senyap dan tanpa suara, hanya
dua mata yang saling menatap dan saling menantang.
"Pakai gaun itu, Lana," kali ini Mikail melangkah mendekat,
seolah tak sabar. Lana langsung mundur selangkah lagi, menjauhi Mikail,
jantungnya berdegup kencang. Dia mulai merasa takut,
"Baiklah, aku akan memakainya, kau keluar dulu dari sini!',
teriaknya marah karena dipaksa menyerah, air mata hampir
menetes dari matanya. Tetapi Mikail bergeming, lelaki itu menggertakkan
gerahamnya menahan marah,
"Aku tidak akan pergi. Kesempatanmu sudah habis, tadi aku
sudah berbaik hati memberikan kesempatan padamu untuk
ikut pesta dan memakai gaun bagus. Sekarang cepat pakai
gaun itu," Mikail tidak menaikkan suara sama sekali, tapi
kemarahan di dalam suaranya menjalar ke udara dan
memaksa Lana melakukan apa yang diinginkannya.
Dengan menahan air mata, dan menahan malu, Lana
melepas pakaiannya di depan tatapan Mikail yang berdiri
kaku menatapnya, kemudian mengenakan gaun itu. Gaun itu
luar biasa bagusnya, meluncur pelan membungkus tubuhnya
dan terasa sangat pas. Sejenak Lana melupakan perasaan
frustrasi atas pemaksaan Mikail dan larut dalam
keterpesonaan atas keindahan gaun itu di tubuhnya.
Mikail mengamati Lana sejenak dalam balutan gaun indah
itu. Lana tampak seperti dewi hutan yang diturunkan dari
khayangan, luar biasa cantiknya.
"Bagus," geram MIkail, lalu dengan gerakan cepat meraih
gaun itu dan merobeknya dari tubuh Lana.
Lana terpana ketika Mikail merobek gaun itu di bagian dada.
Gaun seindah dan sebagus itu rusak sudah, dengan robekan
kain dan benang yang berjuluran, dan kristal-kristalnya jatuh
bertebaran dengan suara dentingan pelan di lantai. Mata
Lana berkaca-kaca, tidak menyangka Mikail akan sekejam
itu, merobek sebuah gaun yang sedemikian indahnya demi
memamerkan arogansi dan kekuasaannya. Sungguh lelaki
yang kejam! "Kenapa kau tampak ingin menangis"," Kau tidak mau
memakai gaun ini bukan"," gumam Mikail sambil menatap
Lana tajam, "Maka kukabulkan permintaanmu"
Dengan gerakan tiba-tiba, Mikail meraih Lana,
mencengkeram punggung Lana merapat ke arahnya. Lana
mencoba meronta tapi tak berdaya
"Mulai sekarang kau harus berfikir ulang kalau mau
menantangku. Aku bukan orang baik dan aku tidak segan
segan berbuat kejam," Bibir Mikail terasa dekat dengan bibir
Lana, dan napas lelaki itu sedikit terengah.
Kepala Mikail menunduk dan sejenak Lana merasa pasti
bahwa Mikail hendak menciumnya. Tetapi entah kenapa
leher lelaki itu menjadi kaku dan mengurungkan niatnya.
Mikail mendorong Lana menjauh. Lalu membalikkan
tubuhnya ke arah pintu, "Theo!," suara Mikail sedikit keras ketika memanggil perias
wajah yang gemulai itu. Pintu terbuka, dan Theo terburu-buru masuk. Lelaki itu
terkesiap mendapati kondisi Lana yang penuh airmata
dengan baju itu - baju eksklusif rancangan desainer terkenal,
satu-satunya di dunia, yang sangat mahal dan pasti
membuat iri semua perempuan itu - sekarang menjuntai
sobek di dada Lana dengan kondisi menyedihkan dan tak
karuan. Riasan mahal masterpiece untuk wajah Lana juga
tak karuan karena bekas air mata di wajah Lana.
"Bereskan dia," Mikail tidak menatap Lana lagi, lelaki itu
langsung keluar dan membanting pintu di belakangnya
dengan marah. *** "Kau benar-benar nekat menantang tuan Mikail seperti itu",
Theo bergumam setengah menggerutu. Dari tadi lelaki
gemulai itu memang sibuk menggerutu karena harus
memulai dari awal mendandani Lana. Apalagi ketika
tatapannya terarah pada gaun hijau Lana yang sekarang
teronggok seperti sampah di lantai, Theo akan mendesah
secara dramatis, lalu menggerutu lagi dengan kata-kata tidak
jelas. Untunglah Theo membawa gaun cadangan. Gaun itu cukup
bagus meskipun tidak semewah dan seindah gaun hijau
yang sudah dirobek oleh Mikail. Warnanya merah marun dan
berpotongan sederhana, membungkus tubuh Lana dengan
sempurna. "Nah sudah selesai", Theo meletakkan kuas bibir di meja dan
menatap bayangan Lana di cermin, "Lumayan cantik,
meskipun tidak semewah tadi."
Lana tanpa dapat ditahan melirik ke gaun hijau di lantai itu
dan menghembuskan napas sedih. Tetapi bagaimanapun
juga, dibalik kekecewaannya ada kepuasan karena
setidaknya dia bisa menunjukkan kalau dia bisa melawan
Mikail. Betapa mengerikannya lelaki itu kalau marah, Lana
mengernyit. Sejak usahanya yang terakhir kali untuk
melarikan diri, penjagaan atas dirinya diperketat. Ada dua
orang laki-laki berjas hitam dan berbadan kekar yang berjaga


Sleep With The Devil Karya Santhy Agatha di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

di depan pintunya. Malam ini adalah pertama kalinya Lana diberi kelonggaran,
untuk turun, keluar dari kamar ini. Kalau Lana cukup
waspada, mungkin dia bisa melarikan diri dari rumah ini.
"Nah, pakai sepatu ini", Theo meletakkan sepatu emas yang
cantik di karpet, "Lalu aku akan mengantarmu turun, Tuan
Mikail menunggu di bawah, karena pesta sudah dimulai".
*** Ketika Lana menuruni tangga, seketika itu juga hatinya
terasa kecut. Semua orang yang hadir di pesta ini berpakaian
spektakuler, semuanya pasti gaun rancangan terbaru dari
desainer terkenal. Para laki-laki berjas tampak berkumpul dan mengobrol di
satu sudut dekat perapian, dan para perempuan tampak
berkelompok dengan sahabat-sahabatnya menyebar di
semua sisi ballroom itu. Sebuah meja sajian besar di sudut menyajikan berbagai jenis
makanan mewah. Bartender di satu sudut sibuk melayani
permintaan tamu dan para pelayan berpakaian hitam putih
hilir mudik, menawarkan nampan-nampan hidangan dan
sampanye yang mengalir tak ada habisnya.
Ketika Lana menuruni tangga, semua pandangan tertuju
padanya, hingga Lana merasakan tangannya berkeringat.
Lana mencari-cari Mikail, tetapi lelaki itu sepertinya tidak ada.
Dengan gugup, merasa terasing di keramaian, Lana berdiri
diam, di sudut dekat jendela, memilih untuk mengamati
daripada membaur. Dia mengernyit ketika menyadari bahwa
di setiap akses pintu keluar, semuanya berdiri dua atau tiga
orang pengawal Mikail dengan jas hitam yang serupa dan
tampak selalu waspada. Lana harus melewati mereka kalau
ingin keluar dari tempat ini.
"Itu kekasih Mikail yang terbaru?", sebuah suara sinis
terdengar, rupanya pemilik suara sengaja supaya Lana
mendengarnya. Lana menoleh dan mendapati segerombolan perempuanperempuan
cantik tengah berbisik-bisik dan menatapnya
dengan tatapan benci. Salah seorang perempuan, yang paling cantik dengan gaun
hitamnya yang sangat seksi terang-terangan mengamati
Lana dengan pandangan meremehkan dari atas ke bawah,
"Aku mendengar Mikail mengajaknya tinggal bersama bayangkan!
Tidak ada satupun perempuan yang pernah
diajak Mikail tinggal bersama.... Kupikir dia perempuan yang
sangat cantik! Ternyata dia biasa saja, mungkin Mikail
sedang mabuk saat membawanya tinggal bersama"
"Aku pikir juga begitu", perempuan di kelompok itu, yang
bergaun merah muda menyahut dengan suara yang tak
kalah sinis "Mengingat sejarah kekasih-kekasih Mikail selalu
luar biasa cantiknya... Tapi lihat dia, dia tampak tak cocok
berada di sini, dia pasti bukan perempuan berkelas!"
"Gaunnya gaun lama, rancangan keluaran bulan lalu, dia
pasti gadis miskin", suara perempuan lain berambut
kemerahan dengan gaun biru muda, berbisik jahat, ikut
memanaskan suasana, "Dia mempermalukan Mikail dengan
penampilannya" "Dia tak pantas bersanding dengan Mikail, berani bertaruh,
sebentar lagi Mikail pasti muak dan mencampakkannya",
perempuan seksi berbaju hitam itu mengibaskan rambutnya
angkuh, "Begitu melihatku, Mikail pasti akan menyukaiku dan
membuangnya" Pipi Lana memerah mendengar hinaan-hinaan yang
dilemparkan terang-terangan kepadanya, Sabar Lana,
desisnya dalam hati. Perempuan-perempuan jalang itu
terbiasa hidup kaya sehingga kadang tak punya sopan
santun. "Menungguku, sayang?" suara Mikail terdengar dekat sekali
di belakang Lana hingga ia terlonjak kaget. Lana menoleh
dan mendapati Mikail berdiri santai, sedikit bersandar di
jendela di dekatnya. Lelaki itu tampaknya sudah lama berdiri
di sana, dia pasti mendengar jelas semua hinaan-hinaan
yang dilontarkan kepadanya tadi. Pipi Lana makin merona,
merasa malu sekaligus terhina.
Mikail mendekat, dan perempuan-perempuan di gerombolan
itu tampak terkesiap dengan ketampanannya. Lelaki itu
memang tampan, Lana menggumam dalam hati. Merasa
kesal karena mau tak mau dia harus mengakui kebenaran
yang terpampang di depannya.
Dengan rambut coklat yang sedikit acak-acakan, mata coklat
muda yang dalam tapi tajam, bibir tipis yang melengkung
jantan, dan tulang pipi tinggi yang membentuk sudut
wajahnya sedemikian rupa, diimbangi dengan jas hitam
legam yang membungkus tubuh ramping berototnya dengan
pas, membuatnya tampak seperti malaikat tampan dengan
nuansa jahat yang mempesona.
Mikail tampaknya tahu sedang diperhatikan dengan
terkesima oleh gerombolan perempuan-perempuan muda itu,
tetapi dia sama sekali tidak menatap mereka. Matanya
terpaku menatap Lana, dan senyum miring muncul di
bibirnya, "Kau cantik sekali sayang", Mikail meraih Lana, merangkul
pinggang Lana dengan lembut, lalu mengecup hidung Lana
mesra, "Dari semua perempuan di ruangan ini, kau yang
paling cantik. Yang lainnya cuma sampah", Mikail
mengucapkan kata-kata itu dengan lantang, yang terdengar
langsung oleh gerombolan perempuan itu. Suara terkesiap
terdengar dari sana, dan ketika Lana menoleh, perempuanperempuan
itu tampak berdiri dengan wajah merah padam,
malu luar biasa atas hinaan Mikail. Lalu dengan berbagai
alasan, mereka membubarkan diri dan berpindah tempat.
Mikail terkekeh, melihat tingkah mereka. Lalu menunduk dan
menatap Lana, senyumnya langsung hilang,
"Jangan coba-coba melarikan diri -dan jangan mencoba
meminta tolong pada siapapun di sini, mereka tidak akan
bisa menolongmu, dan kalau sampai aku tahu kau
melakukannya, kau akan dihukum", bisiknya dingin. Sikapnya
berubah kaku dan dia melepaskan pelukannya dari Lana,
dan tanpa kata-kata lagi meninggalkan Lana.
Lana termangu, masih terpesona oleh pertunjukan sandiwara
kasih sayang yang diperagakan Mikail tadi. Apakah lelaki itu
sengaja melakukannya untuk membelanya dari gerombolan
perempuan-perempuan jahat itu"
"Sungguh kekasih yang baik", sebuah suara lembut
terdengar di belakangnya. Lana menoleh dan berhadapan
dengan perempuan cantik berbaju putih yang tersenyum
lembut kepadanya. Mungkin perempuan inilah satu-satunya
tamu pesta ini yang mau menyapanya.
"Siapa?", Lana mengernyit ketika menyadari komentar
perempuan itu barusan, Perempuan itu tertawa kecil, bahkan tawanya pun terdengar
merdu, Lana membatin dalam hatinya.
"Mikail Raveno, kekasihmu", Perempuan itu mengedikkan
bahunya ke arah kepergian Mikail, "Dia membelamu dengan
gagah berani dihadapan perempuan-perempuan
menjengkelkan itu..ups", perempuan itu menutup bibirnya
dengan jemarinya yang lentik, "Aku tidak boleh
mengatakannya, tapi mereka memang menjengkelkan
bukan" Kalau bukan karena suamiku, aku tidak akan mau
menghadiri pesta ini dan berbaur dengan mereka",
perempuan itu tertawa lagi.
Dia perempuan yang bahagia, Lana membatin dalam hati.
Perempuan cantik yang bahagia, ralat Lana. Dengan gaun
putih keemasannya yang indah, tatanan rambut sempurna,
make up sederhana, dan tatapan matanya yang berbinarbinar
penuh cinta. Perempuan di depannya ini tampak
memancarkan kebahagiaan. Suaminya pasti sangat
mencintainya, Lana mengambil kesimpulan dalam hati.
"Ah ya maaf, aku mengoceh ke sana kemari, tetapi lupa
memperkenalkan diri", perempuan itu mengulurkan
tangannya dan tersenyum, "Aku Serena"
Senyum ramah perempuan itu menular, Lana membalas
uluran tangan Serena dan ikut tersenyum lebar,
"Lana", gumamnya memperkenalkan dirinya, "Terima kasih
sudah mau menyapaku"
Serena tersenyum lagi, dan menatap ke arah gerombolan
perempuan-perempuan tadi yang sekarang sudah saling
berpencar dan asyik bergosip satu sama lain,
"Jangan pedulikan mereka, mereka hanya iri padamu"
Lana mengernyit, "Iri padaku" Kenapa?"
"Ah kau pasti tak pernah mendengar dunia luar", Serena
tertawa lagi, "Gosip menyebar dengan cepat di dunia elit ini.
Kau adalah perempuan yang paling hangat dibicarakan
akhir-akhir ini" "Kenapa?", Lana menatap Serena penuh ingin tahu.
"Karena Mikail Raveno, taipan paling dingin di sini,
mengajakmu tinggal bersamanya di rumahnya", Serena
mengedikkan dagunya, "Meskipun memiliki banyak kekasih,
Mikail dikenal berprinsip mensterilkan rumahnya dari
kehadiran perempuan. Tidak pernah ada satu perempuanpun
-selain pelayan -yang bisa tinggal di rumah ini. Bahkan
katanya, kekasih-kekasihnya yang dulu belum pernah ada
yang menginap di rumah ini, Mikail lebih memilih menemui
kekasih-kekasihnya di hotel miliknya", Serena menatap Lana
dan tersenyum, "Kaulah satu-satunya perempuan yang
diajaknya tinggal dirumahnya, dan bahkan tak keluar-keluar
sampai sekarang. Mereka semua merasa iri, karena apa
yang kau alami adalah impian mereka semua, tinggal
bersama dengan bujangan paling diminati di sini"
Lana tercenung. Mereka semua tak tahu apa yang terjadi
sebenarnya. Lana bukan kekasih Mikail, dia tinggal di rumah
ini bukan sebagai kekasih Mikail, tetapi lebih seperti
tawanan. Dia disekap dan dilecehkan semau Mikail.
"Apakah kau juga salah satu dari mereka" Mengagumi
ketampanan Mikail?" Spontan Serena tertawa mendengar pertanyaan Lana.
"Tidak, menurutku suamiku yang paling tampan di dunia ini.
Aku tidak sempat mengagumi lelaki lain", Serena tersenyum
dan matanya berbinar penuh cinta ketika membayangkan
suaminya. Lana memalingkan muka, tiba-tiba merasa sedih menyadari
betapa beruntungnya Serena dibandingkan dirinya.
Perempuan itu tampak begitu bahagia dan tanpa beban,
sedang dirinya, bahkan dia tidak tahu akan dijadikan apa
dirinya oleh Mikail. Mata Lana berkaca-kaca ketika
membayangkan kegagalan rencananya untuk melukai Mikail
yang malah membuatnya terjebak dalam cengkeraman lelaki
iblis itu. Serena memperhatikan raut kesedihan di wajah Lana, dan
dahinya berkerut, "Kenapa Lana" Kau sakit?"
Lana menatap Serena lagi, perempuan ini baik hati, mungkin
saja Serena bisa menolongnya...
"Tolong aku...", Lana berbisik lemah, takut suaranya
ketahuan, oleh Mikail ataupun para pengawalnya yang
bertebaran di mana-mana, "Tolong aku keluar dari sini"
Serena mengernyit, jelas-jelas merasa kaget mendengar
permintaan Lana, matanya menatap penuh tanda tanya,
"Apa Lana" Tapi... Bukankah.."
"Disini kau rupanya, aku mencarimu kemana-mana sayang",
suara yang dalam itu mengalihkan perhatian Serena dari
Lana. Lana menoleh dan terpesona menatap Lelaki yang
melingkarkan lengannya di pinggang Serena dengan posesif.
Lelaki itu luar biasa tampan, dengan rambut cokelat yang
berpadu nuansa keemasan dan mata sebiru langit. Serena
rupanya tidak main-main ketika mengatakan bahwa
suaminya luar biasa tampan. Lana pun, kalau memiliki suami
setampan itu, pasti tidak akan mau melirik lelaki lain.
"Damian", Serena bergumam lembut, pipinya memerah,
tampak malu-malu atas kemesraan terang-terangan yang
dilakukan Damian. Suami Serena tampak amat sangat mencintai isterinya, Lana
berkesimpulan dalam hati. Lelaki itu menatap Serena seolaholah
akan melahapnya. "Kita harus segera pulang. Mari kita berpamitan dulu pada
tuan rumah" "Tapi Damian, kita baru sebentar di sini... Apakah sopan
kalau..." "Ssshh", Damian menghentikan protes Serena dan
menyentuh bibir Serena dengan jemarinya lembut, "Aku lebih
ingin berada di rumah, bersama isteriku", gumamnya penuh
arti. Siapapun mengerti apa maksud kata-kata Damian. Bukan
hanya Serena, pipi Lana pun memerah mendengar nada
kepemilikan penuh gairah Damian kepada isterinya. Serena
menyentuh lengan Damian lembut, mengalihkan perhatian
Damian yang tampaknya tidak bisa lepas dari isterinya
kepada Lana, "Ini, kenalkan, Lana", gumam Serena lembut.
Lana mengulurkan tangannya dengan sopan, dan Damian
menjabat tangannya, lalu menatapnya dengan tajam.
Membuat Lana merasa nyalinya sedikit menciut di bawah
hujaman tatapan tajam dari mata sebiru langit itu.
"Lana yang itu?", ada tanya dalam suara Damian,
Serena menyentuh lengan Damian lagi, mengingatkannya,
lalu menatap Lana penuh permintaan maaf,
"Gosip cepat menyebar, bahkan di kalangan laki-laki",
gumamnya pada Lana, meminta pengertian.
Lana tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Ada sedikit
kekecewaan terbersit di hatinya. Damian sepertinya rekan
bisnis Mikail. Kalau begitu, pupus sudah harapannya
meminta bantuan kepada Serena.
"Ayo sayang, kita berpamitan", Damian mengangguk pada
Lana, lalu menarik pinggang isterinya untuk mengikutinya.
"Tunggu sebentar", Serena mengeluarkan kartu emas kecil
dari tasnya, "ini kartu namaku", digenggamkannya kartu
nama itu di jemari Lana, "Hubungi aku kapan saja kau mau.
Aku pikir kita bisa bersahabat"
Dan kemudian, pasangan sempurna itu menjauh dan
tenggelam di keramaian pesta. Meninggalkan Lana yang


Sleep With The Devil Karya Santhy Agatha di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

masih berdiri terpaku di sana, menggenggam kartu nama itu
erat-erat seolah hanya itulah tiket penyelamatannya.
*** "Dia meminta tolong kepadaku", Serena mengernyit sambil
merebahkan kepalanya di dada Damian. Lelaki itu masih
berbaring santai dengan mata terpejam, menikmati saat-saat
tenang setelah percintaan mereka yang panas,
Mata Damian terbuka, menatap Serena penuh ingin tahu,
"Siapa sayang?"
"Lana, kekasih Mikail"
Damian tercenung, lalu mengangkat bahunya, "Kurasa kita
tidak usah ikut campur dalam urusan Mikail Raveno. Dia
rekan bisnis yang luar biasa, dan aku senang perusahaanku
menjalin kerjasama dengan perusahaannya, Tetapi dari segi
pribadi...", Damian mengusap-usapkan jemarinya di
punggung telanjang Serena, "Aku tidak terlalu menyukainya"
"Kenapa?", Serena menatap Damian ingin tahu,
"Yah... Mikail terkenal sangat....kejam. Dia berpenampilan
dingin dan kaku, tetapi ketika terusik, dia tak punya ampun.
Kadang-kadang aku sedikit tak simpati atas sikap tak
berbelas-kasihannya"
"Kalau begitu aku semakin mencemaskan Lana", Serena
mengingat permohonan Lana tadi kepadanya, "Dia minta
tolong kepadaku untuk membantunya melepaskan diri dari
rumah itu. Pandangannya begitu tersiksa, apakah mungkin
Mikail menyanderanya di rumah itu dengan paksa?"
"Mungkin saja", Damian mengecup dahi Serena lembut,
"Tetapi seperti kataku tadi, itu bukan urusan kita"
"Setidaknya maukah kau mencoba berbicara dengan Mikail"
Kau ada pertemuan besok pagi dengannya kan?", Serena
menatap Damian penuh permohonan. Ada kecemasan di
suaranya, apalagi ketika mengingat betapa Lana tampak
sangat tersiksa ketika memohon kepadanya tadi.
Damian terkekeh, lalu menggulingkan tubuhnya menindih
tubuh Serena, "Baiklah tuan puteri, akan kucoba",
didekatkannya wajahnya ke wajah Serena, menggoda bibir
Serena dengan usapan bibirnya yang panas, "Sekarang
bisakah kita menghentikan pembicaraan kita tentang orang
lain dan bercinta lagi?"
Serena tidak menolak, bercinta dengan Damian selalu
menjadi kegiatan yang luar biasa menyenangkan
*** BAB 6 Kopi sudah dihidangkan, pertanda meeting santai itu sudah
usai. Beberapa lelaki memilih keluar untuk merokok, sedang
Damian duduk diam di ujung sofa, mengamati Mikail yang
masih sibuk mempelajari berkas-berkas di tangannya.
Mikail bukanlah lelaki yang bisa membaur, lelaki ini
penyendiri, dan wataknya yang terkenal membuat orangorang segan mendekatinya.
Damian tidak akrab dengan
Mikail, mereka hanya berbicara tentang bisnis. Dan apabila
menyangkut bisnis, Mikail cukup kooperatif. Kerja sama
mereka telah membuahkan banyak keuntungan bagi
perusahaan masing-masing.
Damian ragu untuk menanyakan perihal Lana kepada Mikail.
Rasanya terlalu aneh untuk membahas masalah itu di sini.
Tetapi isterinya - Serena yang cantik - telah berhasil
membuatnya berjanji untuk melakukannya.
Damian berdehem, menarik perhatian Mikail dari berkasberkas
yang ditelusurinya dengan serius,
"Kami, aku dan isteriku bertemu dengan kekasihmu
semalam" Kepala Mikail langsung terangkat seperti disentakkan, ia
menatap Damian dengan waspada,
"Oh ya"," nada suaranya santai, tetapi ketegangan dalam
suara Mikail tidak bisa menipu Damian, ada sesuatu di sini,
batin Damian dalam hatinya, ada sesuatu yang dirahasiakan
Mikail... "Yah, dia berkenalan dengan isteriku kemarin, dan berbicara
panjang lebar dengannya," Damian berusaha memancing
Mikail dan sepertinya pancingannya kena karena mata Mikail
menyipit dan menatapnya curiga.
"Apakah dia mengatakan sesuatu kepada isterimu?"
Damian menatap Mikail lurus-lurus,
"Dia meminta tolong kepada isteriku untuk diselamatkan,
supaya dia bisa keluar dari rumahmu"
Bibir Mikail mengetat membentuk garis tipis, lalu dia segera
berdiri, "Bilang pada isterimu untuk tidak melakukan apa-apa.
Perempuan itu milikku, dan siapapun tidak akan bisa
melepaskannya dari rumahku, kecuali atas seizinku," Mikail
menatap Damian lurus, menimbang-nimbang, "Aku
menghormatimu Damian, kau adalah salah satu dari sedikit
orang yang aku hormati dan aku tidak ingin hubungan saling
menghargai ini rusak. Maaf aku permisi dulu karena ada janji
pertemuan dengan pihak lain setelah ini"
Setelah mengangguk kaku, Mikail melangkah pergi
meninggalkan ruangan meeting besar itu.
Damian duduk diam dan menyesap kopinya, matanya masih
menatap pintu di mana Mikail menghilang di baliknya.
Tingkah Mikail mengingatkannya pada dirinya dulu. Senyum
muncul di bibir Damian. Mikail mungkin akan mengalami hal
yang sama seperti dirinya, kalau dia tidak hati-hati kepada
Lana *** Ketika pintu kamarnya dibuka dari luar, Lana tidak
menyangka kalau Mikail-lah yang masuk. Lelaki itu telah
sepenuhnya mengabaikannya akhir-akhir ini. Lana bahkan
hampir tidak pernah melihat lelaki itu, kecuali dari
pemandangan ketika Mikail memasuki mobilnya di teras
bawah yang kelihatan dari jendela lantai dua tempat Lana
dikurung. Dan seperti biasanya, lelaki itu tampak marah. Lana
mengerutkan alisnya, kenapa lelaki itu tidak pernah
sedikitpun tampak ceria dan tersenyum" Kalaupun
tersenyum, senyumnya hanyalah senyum jahat dan sinis.
Apakah lelaki itu tidak pernah merasakan bahagia sedikitpun
di dalam hatinya" Tanpa basa basi, Mikail melempar jasnya ke kursi dan
melonggarkan dasinya, lalu menatap Lana tajam,
"Apa yang kau katakan kepada Isteri Damian?"
Lana langsung mengkerut takut. Serena mungkin telah
menyampaikan permintaan tolongnya kepada Damian, dan
Damian mengatakannya kepada Mikail.
Ketika rasa ketakutan menggelayutinya, Lana langsung
menggelengkan kepalanya mencoba mengembalikan
keberaniannya. Diingatnya wajah ayah dan ibunya yang
bahagia, lalu tergantikan dengan wajah pucat mereka yang
terbaring di peti mati. Kebencian dan kemarahan adalah
senjatanya untuk menghadapi Mikail,
"Aku memang meminta tolong kepada Serena untuk
menyelamatkanku," Lana mengangkat dagunya angkuh,
menantang Mikail. Mikail menggeram marah, matanya menyala,
"Coba saja kalau kau berani. Minta Serena untuk
membebaskanmu, dan kalau perempuan itu berani
melakukan sesuatu, aku akan melenyapkan nyawanya,"
Mikail mendesis geram, "Dan aku tidak pernah main-main
dengan perkataanku Lana, kebebasanmu akan diganti
dengan nyawa orang-orang yang lengah atau orang-orang
yang mencoba menyelamatkanmu"
Wajah Lana memucat. Apakah Mikail benar-benar akan
melukai Serena" Diingatnya senyum lembut di wajah cantik
Serena dan kebaikan hati perempuan itu. Ah ya Tuhan,
Serena adalah satu-satunya kesempatannya untuk
melepaskan diri. Tetapi jika gantinya Mikail akan melukai
Serena, maka Lana tidak punya kesempatan apa-apa lagi.
"Kenapa kau tidak melepaskanku" Aku muak menjadi
tawananmu" Mikail menyipitkan matanya, mengamati Lana dari ujung
kepala sampai kaki, "Terlalu mudah jika aku melepaskanmu, kau pasti akan
mencari cara untuk membalaskan dendammu lagi... dan
terlalu mudah pula kalau aku membunuhmu, tubuhmu terlalu
nikmat untuk mati sia-sia...," Mikail melangkah mendekat,
dan otomatis Lana langsung melangkah mundur.
"Jangan... jangan mendekat!," Lana tanpa sadar
mencengkeram dadanya dengan gerakan melindungi diri.
Mikail sudah pernah memaksakan kehendak kepadanya,
memar di tangannya masih terasa nyeri, bekas ikatan dasi
yang kejam di pergelangannya.
Mikail hanya tersenyum meremehkan melihat gerakan Lana
itu, "Kau tahu kau tidak bisa menolak kalau aku ingin
memaksamu. Apakah kau tidak belajar dari pengalaman
bercinta kita kemarin"," dengan tenang lelaki itu
melemparkan dasinya yang sudah dilonggarkan ke lantai,
lalu melepas kancing kemejanya, satu demi satu.
Lana menatap pemandangan di depannya itu dengan panik,
"Kau... kau mau apa?""
"Menurutmu aku mau apa"." Mikail melemparkan kemejanya
dan berdiri dengan dada telanjang di depan Lana. Tubuh
lelaki itu luar biasa indah, ramping tapi kuat dengan ototototnya
yang menyembul, terlihat begitu keras.
"Aku mau mandi," Mikail tampak geli melihat keterkejutan
Lana, "Dan kau ikut denganku"
Wajah Lana memucat dan menatap Mikail dengan marah.
"Apa-apaan" Kenapa kau mandi disini" Kau... kau kan
punya kamar mandi sendiri di kamarmu... ini... ini adalah..."
"Ini adalah kamar kekasihku," Mikail menyelesaikan kalimat
Lana dengan tenang, "Ya. Kau kekasihku Lana, kau harus
terima itu. Kau ada di sini untuk memuaskan nafsuku"
"Kurang ajar!," Lana menyembur marah, dan didorong akan
rasa tersinggungnya atas hinaan Mikail, Lana maju dan
mencoba mencakar wajah Mikail.
Tetapi Mikail cukup gesit, digenggamnya lengan Lana, dan
dengan gerakan cepat di telikungnya tangan Lana di
belakang punggungnya, "Tidak semudah itu Lana, ingat itu, aku laki-laki yang cukup
kuat, kalau kau bersikap baik, aku akan bersikap baik
kepadamu, tetapi kalau kau menantangku, aku mungkin akan
menyakitimu," Dengan satu tangan masih menelikung Lana,
Lelaki itu meraih dagu Lana dan memaksa mengecup
bibirnya dengan panas, "Ketika aku bilang kau harus mandi
denganku, maka kau akan melakukannya"
Mikail mendorong Lana masuk ke kamar mandi dengan
nuansa marmer putih itu *** Mikail merasa dirinya hampir gila. Dia tidak berhubungan
seks dengan wanita manapun akhir-akhir ini. Karena dia
tidak tertarik. Gairahnya terpusat kepada Lana, perempuan
ini membuatnya ingin menundukkannya, menaklukkannya,
dan mendominasinya dengan posesif. Mikail ingin Lana
tunduk di kakinya, memujanya seperti yang dilakukan banyak
orang kepadanya. Well itu mungkin butuh waktu lama, Mikail mengernyit
melihat ekspresi Lana. Perempuan ini harus selalu dipaksa,
harus selalu diikat, dan Mikail sebenarnya tidak suka
menyakiti perempuan yang akan ditidurinya.
Bukti gairahnya terlihat jelas, dan Lana menolak untuk
melihatnya, Mikail mendorong tubuh Lana ke pancuran,
membiarkan air hangat membasahi mereka berdua. Ketika
Lana sekali lagi mencoba memberontak, Mikail
mencengkeram kedua tangannya erat-erat ke dinding dan
merapatkan tubuhnya, menempelkan bukti gairahnya ke
pusat tubuh Lana, membuat muka Lana merah padam,
"Hati-hati Lana, aku tidak ingin menyakitimu, aku cuma ingin
mandi" Lana mengerjap, "Mandi?" Ada sinar geli di mata Mikail,
"Ya, mandi, kau pikir aku mau apa?"
Pipi Lana makin memerah, apalagi ketika matanya tersapu
pada kejantanan Mikail yang mengeras, terlihat jelas laki-laki
itu sudah amat sangat terangsang.
Mikail mengikuti arah tatapan Lana dan tersenyum,
"Aku cuma ingin mandi, tetapi sepertinya kau lebih tertarik
ke yang lain" Lana menatap marah ke mata Mikail, tetapi lelaki itu hanya
terkekeh, "Terserah kau, kau mandi di sini bersamaku. Atau kalau kau
lebih memilih menantangku, kita bisa berakhir dengan
hubungan seks yang hebat di kamar mandi. Sekarang tolong
gosok punggungku dengan sabun," Mikail melepaskan
celananya, terkekeh lagi ketika Lana langsung memalingkan
mukanya, tak mau melihat.
"Ayo, gosok punggungku," Mikail membalikkan tubuhnya,
membiarkan pundak dan bahunya diterpa air hangat dari
shower, yang mengalir menuruni punggung berototnya dan
turun ke pantatnya yang kencang...
Lana terpana dan mengerjapkan matanya ketika menyadari
bahwa matanya terpaku pada keindahan tubuh Mikail yang
berotot dan keras. Ramping tapi jantan, dan semua begitu
proposional pada tempatnya, seolah Tuhan menciptakan
laki-laki ini sambil tersenyum.
Mikail menolehkan kepalanya dan menangkap basah Lana
yang sedang mengamati tubuhnya. Tatapan sensualnya
memancar, panas, dan bergairah. Tetapi kemudian dia
mendapati mata Lana yang berputar ke seluruh penjuru
kamar mandi. Perempuan ini masih belum menyerah dalam
usahanya untuk melukai Mikail. Mikail berani bertaruh bahwa
Lana sedang mencari-cari senjata, sesuatu - mungkin untuk
dipukulkan ke kepala Mikail yang sedang lengah,
"Lana," suara Mikail terdengar rendah dan mengancam,
meskipun sebenarnya lelaki itu sangat menikmati
mengucapkan nama Lana lambat-lambat di mulutnya, "Kalau
kau tidak melakukan perintahku dan sibuk mencari cara
untuk melakukan - entah rencana apa yang ada di dalam
kepalamu yang cantik itu, maka mungkin saja aku akan
berubah pikiran dan langsung menyetubuhimu saja"


Sleep With The Devil Karya Santhy Agatha di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Lana terlonjak, dan langsung meraih sabun cair, lalu
mengusapkannya ke punggung Mikail yang keras dan
berotot itu. Sentuhan itu membuat keduanya sama-sama terkesiap.
Mikail bahkan tidak bisa menahan erangannya,
kejantanannya sudah begitu keras. Seperti batu di bawah
sana hingga terasa menyakitkan, memprotes untuk
dipuaskan. Sentuhan tangan lembut Lana di punggungnya
semakin memperburuk keadaan, membuatnya terangsang
sampai di tingkat dia tak dapat menanggungnya.
Lana mengernyit mendengar suara erangan Mikail. Dia tidak
dapat melihat ekspresi Mikail, hanya bisa melihat rambut
belakang Mikail yang kecoklatan dan sekarang basah,
menempel di tengkuknya. "Kenapa"," Lana bertanya, pada akhirnya ketika Mikail
mengerang lagi. Jemarinya menggosok lembut bahu dan
punggung Mikail yang sekarang licin karena sabun. Guyuran
air hangat membasahi mereka berdua, membuat kaca-kaca
kamar mandi itu berembun karena uapnya.
Mikail menggertakkan giginya, mencoba menahan gairahnya.
"Tidak apa-apa," suaranya berupa erangan yang dalam,
mencoba menahan dirinya ketika tangan lembut Lana yang
berlumuran sabun itu menyentuh pinggangnya. Dia ingin
merenggut tangan Lana itu, menyentuhkan ke kejantanannya
yang sangat menginginkannya, dan kemudian memuaskan
dirinya di dalam tubuh Lana.
Tetapi dia tidak bisa. Mikail ingin membuat Lana menyerah
dengan sukarela. Dua percintaan mereka yang terakhir tidak
dilakukan dengan sukarela. Meskipun pada akhirnya Mikail
bisa membuat Lana merasakan kenikmatan. Mikail Raveno
tidak pernah memaksa perempuan jatuh ke dalam
pelukannya. Para perempuanlah yang berebut untuk dipeluk
olehnya. Dan itu harus terjadi pada Lana. Lana-lah yang
harus menyerah dalam pelukannya.
Mikail memejamkan matanya, membayangkan bagaimana
nikmatnya nanti ketika Lana pada akhirnya menyerah ke
dalam pelukannya dan memohon kepadanya.
Mikail melirik kepada Lana, dan .... Astaga ! Demi para dewa
yang ada di semesta alam ini.... Lana masih memakai
pakaian lengkap, dan yang membuat semuanya lebih buruk,
pakaian Lana adalah rok panjang tipis berwarna putih. Dan
ketika baju itu basah kuyup, malahan membuat tubuh Lana
begitu seksi, tercermin samar-samar di balik pakaian putih
yang membuatnya tampak misterius.
Mikail menggertakkan giginya. Dia tidak tahan lagi bermainmain
seperti ini. Ada di dekat Lana, telanjang, dan siap
seperti ini membuatnya merasa hampir gila.
Perempuan ini harus menyerah padanya. Harus!
*** Mikail memasang jasnya dan menoleh pada Norman yang
berdiri menungguinya di dekat pintu.
"Bagaimana dengan kasus terakhir itu" Sudah kau
bereskan?" Norman mengangkat bahunya,
"Tuan Franky memendam kemarahan kepada tuan. Apalagi
karena tindakan tuan sudah menggilas habis seluruh
perencanaan proyeknya"
Mikail tersenyum, membayangkan muka Franky Alfredo saat
ini pasti sedang merah padam karena marah.
"Dia selalu marah kepadaku, sejak awal. Tetapi sampai
sekarang dia tidak akan bisa berbuat apa-apa kepadaku. Dia
tahu dia akan mati kalau sekali saja dia mencoba
membunuhku, lalu gagal."
"Bagaimana kalau dia mencoba dan berhasil"," Norman
menyela dengan cepat, "Tuan Franky sangat licik dan
bertangan kotor. Dia menggunakan banyak orang untuk
mencapai tujuannya, kita tidak boleh meremehkannya dan
harus selalu berhati-hati." Norman menatap Mikail dengan
tatapan mata serius. "Seharusnya tuan menyuruh saya untuk
membereskan orang itu dari dulu, supaya dia tidak berani
berbuat macam-macam"
Mikail menggelengkan kepalanya tak peduli,
"Dia tidak akan berani, dan kalaupun dia berani melakukan
apapun... aku sendiri yang akan menghabisinya"
Franky Alfredo adalah salah satu musuh bisnis Mikail. Lelaki
itu bersikap munafik karena di depan Mikail dia selalu
bersikap baik dan bersahabat. Tetapi Mikail tahu kalau lelaki
itu menyimpan kebencian yang amat mendalam kepadanya
karena bisnisnya semakin terpuruk akibat gilasan ekspansi
yang dilakukan Mikail. Mikail sadar dia memang tidak boleh meremehkan Franky,
karena Franky punya teman-teman penting di balik bisnis
kotornya. Berdasarkan penyelidikan yang dilakukan anak
buahnya, lelaki itu berhubungan dengan sindikat senjata
gelap dan kelompok-kelompok bawah tanah. Tidak menutup
kemungkinan Franky pada akhirnya akan menyewa salah
seorang dari mereka untuk membunuhnya. Mikail, meskipun
dibekali dengan kemampuan bela diri dan sangat ahli dalam
berbagai jenis senjata serta dikelilingi oleh pasukan
pengawalnya yang kompeten, harus selalu waspada.
Suatu saat, ketika Franky sudah terasa sangat mengganggu
seperti hama penyakit yang harus dibasmi, Mikail sendiri
yang akan membereskannya. Tetapi tidak sekarang,
mungkin reputasi Mikail yang kejam membuat Franky sangat
berhati-hati dalam bertindak, Mikail ingin melihat sejauh
mana gerakan Franky, baru setelah itu dia memutuskan akan
dibagaimanakan sampah itu.
Nanti. Gumam Mikail dalam hati, Sekarang dia harus makan
malam dengan perempuannya.
Setelah merasa puas dengan penampilannya, MIkail
memutar tubuhnya dan mengedikkan bahunya kepada
Norman, "Dia sudah siap?"
Norman menganggukkan kepalanya,
"Theo sudah menyiapkannya dari satu jam yang lalu,"
Norman membungkukkan badannya, lalu membukakan pintu
untuk Mikail. *** Ketika didandani oleh Theo, Lana sudah terlalu lelah untuk
melakukan pemberontakan sekecil apapun. Dia bahkan tadi
tidak bertanya apapun ketika Norman mengantar Theo ke
kamarnya dan laki-laki itu tiba-tiba mendandaninya,
"Sepertinya kau berubah menjadi pendiam, kau tidak ingin
tahu mengapa kau didandani"," Theo bertanya setelah dia
selesai mengoleskan eye shadow warna keemasan di
kelopak mata Lana. Lana hanya menggelengkan kepalanya, tidak mampu
menjawab. Ingatan akan kejadian di kamar mandi tadi
membuat perasaannya campur aduk. Oh ya, sesuai janjinya,
Mikail hanya mandi. Setelah Lana selesai menyabuni
punggungnya, Mikail meneruskan mandi dan kemudian
dengan tatapan lancang, menawarkan diri untuk
memandikan Lana - yang tentu saja langsung ditolaknya
mentah-mentah dengan berbagai sumpah serapah yang
menyembur dari bibirnya. Mikail hanya tersenyum,
mengambil handuk putih, mengikatkannya di pinggangnya
dan melangkah pergi dengan santai. Meninggalkan Lana
yang masih terpaku dalam guyuran air shower kamar mandi
itu. Mikail benar-benar terangsang. Lana tidak perlu memegang
untuk mengetahui itu, bukti kejantanan Mikail sudah
menonjol tanpa tahu malu. Tetapi kenapa lelaki itu tidak
melakukan apa-apa kepadanya" Bukannya Lana ingin Mikail
melakukan apapun kepadanya. Tetapi bayangan itu,
bayangan MIkail yang bergitu bergairah tidak bisa hilang dari
pikirannya. Entah kenapa perasaan malu dan terhina merambati
pikiriannya, Sungguh memalukan! Mungkinkah sebenarnya
di dalam dirinya tersembunyi sosok perempuan jalang yang
siap meledak" Atau jangan-jangan Mikail memang begitu ahli
merayu perempuan sehingga membuat Lana hampir-hampir
bertekuk lutut di kakinya"
"Sudah selesai," suara Theo terdengar puas, mengembalikan
Lana dari lamunannya. Lana sedikit melirik ke cermin, pada mulanya tidak begitu
tertarik akan hasil dandanan Theo, tetapi mau tak mau
pandangan matanya tertahan lebih lama di sana.
Gaun hitamnya tampak menjuntai di belakang, dengan
potongan sederhana, tetapi elegan. Rambutnya diangkat ke
atas, memamerkan telinganya yang dihiasi anting rubi
dengan ukiran emas. Secara keseluruhan, penampilannya
tampak begitu elegan dan berkelas. Theo memang hebat
bisa membuat penampilannya berubah drastis seperti ini.
"Tuan Mikail akan mengajakmu makan di Atmosphere," Theo
mengernyit ketika melihat Lana tampak biasa saja
mendengar nama restaurant itu, "Hei itu restaurant bintang
lima paling berkelas di sini, di sana akan ada banyak mata
yang melihat dan menilamu, tapi jangan pedulikan mereka,"
Theo memutar matanya genit, "Mereka hanya iri karena kau
bersama bujangan yang paling diminati."
Bujangan paling diminati" Tanpa sadar Lana memutar
matanya, mungkin orang-orang itu terlalu silau akan
Bloon Cari Jodoh 24 Pendekar Pulau Neraka 21 Cakar Harimau Anting Mustika Ratu 2
^