Pencarian

Anting Mustika Ratu 2

Rajawali Emas 16 Anting Mustika Ratu Bagian 2


"Kalau kau tahu, katakan!" bentak Manusia Pema-
rah dengan mata melotot.
Seketika si nenek menoleh dengan tatapan tajam.
"Lelaki tua bangkotan! Ini semua gara-gara kedu-
nguanmu yang tak mampu menjaga murid Dewi Bulan
itu hingga aku tiba di tempat celaka seperti ini! Jaha-
nam kapiran!! Kenapa tidak kau urusi Bidadari Hati
Kejam, hah"!"
"Urusan mengurusi Bidadari Hati Kejam atau tidak
urusan belakangan! Siapa Sontoloyo keparat itu,
hah"!" balas Manusia Pemarah tetap dengan nada ma-
rah-marah dan mata melotot.
Iblis Cadas Siluman pejamkan kedua matanya. Ke-
ningnya dikernyitkan tanda dia berpikir keras.
Sementara Dewi Berlian membatin, "Mungkin ini-
lah yang dimaksudkan si nenek saat berkata 'aku in-
gat-aku ingat'."
Lalu didengarnya perempuan bertelinga sebelah ini
berucap pelan dan bergetar, "Aku ingat... ya, ya... dia...
dia... Datuk.... Bayangan...."
"Sontoloyo!" bentak Manusia Pemarah. "Urusan apa Datuk keparat itu main sambar
antingmu, hah" Hei,
Randa Barong! Katakan, apa kegunaan antingmu se-
benarnya" Dan mengapa kau tidak tahu kalau benda
itu adalah sebuah benda sakti?"
Iblis Cadas Siluman berdiri. Sambil membuka mata
lebih lebar dia menghardik, "Jangan campuri urusan-
ku! Lebih baik kau urus Bidadari Hati Kejam!" Lalu di-
palingkan kepalanya pada Dewi Berlian yang sejak tadi
mendiamkan saja kedua orang tua itu saling bentak,
"Bocah Ayu! Kau tinggal pilih! Ikut denganku atau ikut
dengan manusia sontoloyo itu!!"
Bagi Dewi Berlian saat ini, ikut dengan kedua-dua-
nya pun tak jadi masalah. Bahkan ditinggal keduanya
pun bukan masalah besar. Karena diam-diam gadis
yang di keningnya terdapat sebutir berlian yang berki-
lauan, mempunyai rencana untuk mencari Rajawali
Emas. Makanya dia berkata,
"Aku tak memilih ikut dengan siapa-siapa. Biar aku
sendiri saja."
"Kalau itu pilihanmu, terserah! Akan kucari Datuk
Bayangan keparat itu sebelum dia bikin ulah dengan
Anting Mustika Ratu!" kata Nyi Randa Barong lalu me-
nyambung dalam hati, "Seingatku, Datuk Bayangan
punya urusan dendam dengan Raja Arak. Apakah ma-
nusia sesat itu sekarang bermaksud mencari Raja Arak
yang menurut Rajawali Emas, saat ini orang tua tam-
bun pemabuk itu sedang menunggunya bersama Naga
Selatan di Lembah Karang Hantu" Kendati ini hanya
dugaan, tak ada salahnya bila aku mengecek ke sana."
Sebelum si nenek melangkah, Manusia Pemarah
berkata keras, "Sontoloyo! Apakah kau lupa pada mu-
ridmu, hah"!"
Iblis Cadas Siluman palingkan kepala pada lelaki
bangkotan pemarah.
"Aku tahu bagaimana keadaannya dan bersama
siapa muridku itu. Kupikir, tiba saatnya dia mengurusi
dirinya sendiri."
Habis berkata begitu, Iblis Cadas Siluman segera
berlalu dengan sejuta kemarahan tinggi seraya mem-
batin, Lalu sambungnya, "Aku tak tahu apa yang bisa
kuperbuat sekarang. Apakah kudiamkan saja ramalan
dari Malaikat Judi membawa kenyataan" Tetapi menu-
rut Rajawali Emas, segala urusan perjodohan ditentu-
kan Yang Maha Kuasa."
Manusia Pemarah yang ditinggal seperti itu mema-
ki-maki, "Dasar sontoloyo! Benar-benar sontoloyo! Hei, Bo-
cah Ayu! Apamu yang dipegang-pegang Pangeran Me-
rah, hah"!"
Wajah Dewi Berlian yang memperhatikan keper-
gian Iblis Cadas Siluman palingkan wajah. Lalu sem-
burnya, "Kau ini, Kek" Kalau bicara dipikir! Jangan
asal ucap saja, hah"!"
"Yang kutanyakan itu benar! Main bentak semba-
rangan!!" balas Manusia Pemarah tanpa merasa bersa-
lah. "Apamu yang dipegangnya, hah" Atau kau malah
senang?" "Sembarangan ngomong!" sungut si gadis sambil
menekuk wajah. Lalu seraya menghentakkan kakinya
di tanah dia berseru keras, "Kau ini benar-benar tak
punya otak rupanya! Bicara kok asal nyembur saja!"
"Bagus kalau pemuda sesat itu tak berlaku buruk
kepadamu. Nah, kau hendak ke mana sekarang, Bocah
Ayu?" sentak Manusia Pemarah keras.
"Aku hendak mengikuti Kang Tirta yang menyusul
Datuk Bayangan. Kau sendiri mau ke mana?"
"Sontoloyo! Rupanya kau benar-benar sudah jatuh
cinta pada Bocah Kebluk itu! Urusan kau jatuh cinta
dengannya atau tidak urusan belakangan! Kau tak ku-
rang suatu apa. Lebih baik cari gurumu yang kelihatan
mencemaskanmu!"
"Aku pun bermaksud mencari Guru! Dan kau sen-
diri hendak ke mana?"
"Urusan aku mau ke mana atau tidak, urusan be-
lakangan! Tetapi yang pasti, aku hendak mencari Kun-
ti Pelangi!"
"Rupanya kau benar-benar jatuh cinta pada nenek
berkonde guru Rajawali Emas itu!" seru Dewi Berlian
meniru kata-kata Manusia Pemarah tadi. "Urusan kau
jatuh cinta dengannya atau tidak, urusan belakangan!
Kau tak kurang suatu apa. Lebih baik cari nenek ber-
konde itu sebelum disambar orang dan kau merana
lantas membunuh diri di pohon toge!"
"Sontoloyo!!" dengus Manusia Pemarah sambil me-
lotot. Dewi Berlian berkacak pinggang dan balas melotot,
membuat Manusia Pemarah mendengus melihat sikap-
nya. Seraya mendahului, lelaki tua berkuncir itu mem-
bentak, "Benar-benar sontoloyo! Ayo! Kita keluar dari tem-
pat sontoloyo ini! Setelah itu, tempuh jalan masing-
masing! Berjalan bersamamu tak ubahnya berjalan
bersama nenek berkonde bau tanah itu!"
Di belakang Manusia Pemarah, Dewi Berlian men-
gangkat kedua alisnya dengan sikap jenaka.
*** Bab 5 " BARUNA... hentikan larimu! Aku ingin beristirahat du-lu! Lagi pula, kupikir
Dewi Segala Impian tak akan
mengejar kita, karena tentunya Rajawali Emas mena-
han langkahnya!" seruan itu terdengar dari sebuah ja-
lan setapak yang dipenuhi rerumputan dan rimbunnya
pohon keladi. Pagi sudah menghampar kembali. Sinar surya cu-
kup menerangi tempat itu. Orang yang berbicara tadi
yang ternyata seorang gadis jelita berbibir tipis meme-
rah dan mengenakan pakaian ringkas biru kehitaman,
memperhatikan sekelilingnya.
Di sisi si gadis yang di pinggangnya melilit angkin
bei warna hitam, satu sosok tubuh penuh bulu hitam
tebal berdiri dengan posisi merangkak, tak ubahnya
seekor hewan belaka.
Setelah memperhatikan sekelilingnya, si gadis yang
tak lain Angin Racun Barat adanya tolehkan kepala ke
kanan. Seraya tersenyum si gadis berkata, "Baruna...
berulang kali kukatakan, kau jangan lagi membiasa-
kan diri berdiri seperti itu. Ingat, kau anak manusia.
Dan namamu Baruna. Ayo, kau berdiri seperti yang
kulakukan."
Pemuda berbulu hitam tebal yang tak lain Manusia
Serigala adanya, mendongak, Sepasang mata merah-
nya memandang lekat pada si gadis yang sedang ter-
senyum. Sekejap terlihat wajah Baruna atau yang lebih di-
kenal dengan julukan Manusia Serigala memerah, se-
perti layaknya jejaka yang bertemu dengan tambatan
hatinya. Lalu perlahan-lahan, putra hasil hubungan gelap
antara Dewi Segala Impian dan Hantu Seribu Tangan
itu, berdiri. Dalam keadaan berdiri, sosoknya lebih
tinggi dari murid Iblis Cadas Siluman itu.
Diah Srinti alias Angin Racun Barat tersenyum
"Itu lebih bagus daripada kau harus selalu merang-
kak, Baruna," katanya. "Ingat... kau harus membiasakan diri berlaku seperti
itu." Lalu si gadis segera pandangi lagi sekitarnya.
"Hmm... apakah Rajawali Emas berhasil mengatasi
Dewi Segala Impian yang hendak membunuh Baruna"
Ah, nasib Baruna seperti telur di ujung tanduk. Dia
yang ternyata putra Dewi Segala Impian sendiri hasil
pengkhianatannya pada Mata Malaikat, sejak kecil te-
lah mengalami nasib tak menguntungkan. Apakah
sampai saat ini nasibnya, bahkan nyawanya, akan te-
rus jadi taruhan sebagai penutup malu ibu kandung-
nya sendiri?" batin si gadis dan diam-diam melirik pe-
muda berbulu hitam di sisinya.
Lalu gadis ini melanjutkan kata batinnya, "Aneh!
Mengapa semakin lama aku berada bersama Manusia
Serigala, semenjak secara tak langsung dia menyela-
matkanku dari tangan Beruang Mambang, aku merasa
begitu dekat dengannya. Bahkan kurasakan aku takut
kehilangan dirinya. Apakah ini cinta" Tidak! Aku tak
merasa memiliki rasa cinta pada Baruna, kendati kuli-
hat sekarang ini dia selalu nampak malu-malu. Apa-
kah dia mencintaiku" Tidak, ini tidak boleh terjadi.
Aku mencintai Kang Cakra. Ah... entah di mana Kang
Cakra berada" Apakah dia saat ini merindukanku?"
Untuk sesaat, murid Iblis Cadas Siluman yang
mencintai Cakra alias Pendekar Judi terdiam. Ter-
bayang kisah cintanya yang hanya bertepuk sebelah
tangan. Dan karena itulah dia nekat keluar dari Cadas
Siluman untuk melupakan segenap gundah hatinya.
Dan tanpa disangka, dia bertemu dengan pemuda itu
di saat si pemuda terluka parah akibat serangan Iblis
Seribu Muka yang akhirnya menyamar sebagai Pende-
kar Judi. (Silakan baca: "Mata Malaikat" dan "Jejak-jejak Kematian").
"Bila dia memang merindukanku seperti yang kura-
sakan saat ini, alangkah senangnya. Dan akan lebih
menggembirakan bila semuanya...."
Kata batin Angin Racun Barat terputus, tatkala di-
lihatnya pemuda berbulu hitam di sebelah kanannya
mendadak saja bergerak menerkam, seperti seekor se-
rigala ke balik rimbunnya pohon keladi.
Crass...!! Rimbunnya pohon keladi yang berjarak dua tombak
dari tempat Angin Racun Barat dan Manusia Serigala
berdiri tadi terpapas, terhajar runcingnya kuku di ke-
dua tangan Manusia Serigala. Kejap lain terdengar su-
ara cempreng bersungut-sungut,
"Kucing Besar! Kau mengganggu keasyikanku bu-
ang air kecil, hah"! Nakal! Bandel!"
Manusia Serigala membalikkan tubuh dalam kea-
daan merangkak. Kedua matanya nyalang tak bersa-
habat. Mulutnya keluarkan suara menggeram pelan.
Sementara itu Angin Racun Barat mengerutkan ke-
ningnya. Kedua mata jernihnya menatap tak berkedip
pada sosok yang barusan keluar dari balik pohon kela-
di dan bersungut-sungut itu.
"Aneh! Siapa gadis kecil bercelana kedodoran itu"
Bila melihat caranya melompat tadi, jelas dia memiliki
ilmu peringan tubuh. Siapa dia?" batin si gadis.
Sementara itu, sosok kecil yang barusan melompat
tadi segera mengacungkan tangan pada Manusia Seri-
gala, "Kucing Besar! Kenapa kau mengangguku, hah"
Apakah aku tidak boleh kencing" Jangan-jangan...
hei!" sosok kecil yang ternyata seorang gadis cilik ber-
kuncir dua ke atas dan diberi pita warna biru terdiam.
Lalu dengan sepasang mata terbeliak, gadis kecil ber-
pakaian merah biru penuh dengan motif bunga itu
bersuara heran, "Kucing Besar! Mengapa kau memiliki
wajah seperti manusia" Apakah kau kucing besar si-
luman?" Manusia Serigala menggereng dengan tatapan ber-
tambah nyalang. Tatkala dia mengambil ancang-
ancang seperti hendak menerkam, Angin Racun Barat
berseru, "Jangan gegabah, Baruna!" Lalu sambungnya
dalam hati, "Sikap Baruna hanya naluri belaka. Dia
tak bisa membedakan mana orang yang baik dan bu-
kan. Gadis kecil berkalung rangkaian bunga melati itu
sepertinya bukan orang berbahaya."
Kejap lain seraya maju satu langkah si gadis berke-
pang dua itu berkata, "Gadis kecil, siapakah kau"
Mengapa kau berada di tempat ini?"
Gadis kecil itu memalingkan kepalanya. Kedua ma-
tanya berbinar jenaka. Sambil memegangi celana hi-
tamnya yang kedodoran dia berkata, "Kakak yang baik!
Namaku Harum Sari. Tetapi guruku lebih suka me-
nyebutku si Naga Kecil. Aku lagi main-main saja di si-
ni. Kau sendiri siapa, Kakak?"
Angin Racun Barat langsung suka melihat sikap si
Naga Kecil. Sambil berlutut dia berkata, "Namaku Diah
Srinti. Tetapi orang-orang menyebutku Angin Racun
Barat. Dan pemuda itu bernama Baruna. Dan orang-
orang menyebutnya Manusia Serigala."
"O... pantas kalau wajah Kakak berbulu hitam itu
seperti manusia," kata si bocah dengan kepolosan seo-
rang anak kecil. "Kakak Diah... bolehkah aku menye-


Rajawali Emas 16 Anting Mustika Ratu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

butnya Kucing Besar?" lanjutnya lagi sambil meman-
dang penuh harap pada Angin Racun Barat.
Angin Racun Barat tersenyum.
"Kau boleh menanyakan keinginanmu itu padanya.
Tetapi bila Kakak Baruna tak suka, maka kau jangan
memaksanya."
"Aku tak pernah memaksa. Guru bisa marah be-
sar." Lalu si gadis kecil memalingkan kepalanya pada
Manusia Serigala yang kali ini menelengkan kepalanya.
Sikapnya tidak tegang seperti tadi. "Kakak Baruna...
bolehkah aku memanggilmu dengan sebutan Kucing
Besar?" Sesaat Baruna alias Manusia Serigala terdiam. Se-
pasang matanya menatap Angin Racun Barat seolah
minta pendapat. Tatkala dilihatnya Angin Racun Barat
mengangguk, dengan suara bergetar dan sangat susah
sekali dilakukannya, pemuda berbulu hitam itu berka-
ta, "Kau... bo... leh... memang... gilku... be... gitu...."
Naga Kecil langsung bersorak seraya bertepuk tan-
gan. Tanpa disangka gadis kecil berbaju merah biru
penuh motif bunga itu berlari merangkul Manusia Se-
rigala. Karena kedua tangannya yang sejak tadi meme-
gangi celana hitamnya yang kedodoran dan sekarang
dipergunakan untuk merangkul, maka tak ayal lagi ce-
lana itu melorot
Naga Kecil tak peduli. Tetapi Angin Racun Barat
yang justru malu. Terburu-buru dia mendekat dan me-
naikkan kembali celana yang kedodoran itu.
Naga Kecil menoleh.
"Kakak Diah... aku memang disulitkan oleh celana
ini. Bisakah kau mengakalinya?"
Angin Racun Barat memperhatikan sekelilingnya.
Lalu dilihatnya oyot dari sebuah pohon jati. Setelah di-
putusnya, diikatnya celana hitam yang kedodoran itu.
Naga Kecil bertepuk tangan seraya mengecup pipi An-
gin Racun Barat
"Nah, tadi kau katakan kau sedang bermain-main
di sini. Di manakah rumahmu, Naga Kecil?"
"Wah! Jauh sekali dari sini, Kakak. Aku tak punya
rumah sebenarnya. Yang ada hanya sebuah gubuk ke-
cil. Begitu Guru menyebutnya."
"Di manakah itu?"
"Lembah Karang Hantu."
Angin Racun Barat mengernyitkan keningnya. Lalu
tanyahya, "Siapakah gurumu, Naga Kecil?"
"Nama Guru, Nyi Polong. Tetapi dia disebut Naga
Selatan. Ayo, Kakak! Kita pergi ke Lembah Karang
Hantu. Di sana banyak sekali batu-batu karang! Kakak
pasti suka. Kakak Baruna, kau mau ikut serta, bu-
kan?" Manusia Serigala yang kini telah berdiri, lagi-lagi
memandangi Angin Racun Barat Angin Racun Barat
berkata pada Naga Kecil, "Kalau kau memang suka
mengajak kami ke tempat tinggalmu, kami bersedia."
"Tetapi Guru tidak ada di sana."
"Ke mana, Gurumu?"
"Kata Guru, dia hendak mencari Nenek Randa Ba-
rong. Pulangnya tidak tahu kapan. Aku kan jadi kese-
pian, makanya aku main-main saja. Padahal kalau
Guru tahu, aku bisa kena marah, Kakak Diah...."
Diah Srinti tersenyum melihat kepolosan yang di-
perlihatan bocah perempuan kecil ini. Namun sebelum
dia berkata apa-apa, mendadak saja terdengar seruan,
"Itu dia gadis kecil yang memukuliku, Ayah!!"
*** Berjarak tiga tombak dari mereka, telah berdiri em-
pat sosok tubuh. Tiga sosok tubuh tinggi besar dengan
wajah garang. Di tangan masing-masing terdapat se-
buah parang besar. Sementara yang seorang lagi, seo-
rang remaja kira-kira berusia empat belas tahun. Pi-
pinya nampak sembab. Dan matanya tajam menatap
Naga Kecil yang telah berkacak pinggang dengan mata
melotot "Lagi-lagi kau! Apakah kau mau kupukuli lagi,
hah"!" seru gadis kecil itu dengan suara lantang.
Remaja itu mundur satu tindak dengan pias, tetapi
tangannya menuding-nuding kacau ke arah murid Na-
ga Selatan yang masih melotot dengan mulut berben-
tuk kerucut, "Gadis kecil itu, Ayah! Dia yang memuku-
liku! Balas, Ayah! Pukul dia, Ayah!"
"O... mengadu, ya" Mengadu" Dasar tidak punya
nyali!" seru Naga Kecil tetapi segera bersembunyi di ba-
lik tubuh Angin Racun Barat dan memegang ping-gang
bagian belakang gadis berkepang dua itu,
Angin Racun Barat sedikit banyaknya segera tahu
apa yang terjadi. Tetapi tatkala dilihatnya salah seo-
rang lelaki yang berblangkon maju dua tindak dengan
parang terayun dia bertanya, "Orang gagah... ada apa-
kah ini" Mengapa kau begitu geram dan pakai mem-
bawa parang segala?"
Lelaki berkumis lebat itu menyeringai dengan mata
menyipit. Hidung besarnya kembang kempis menden-
gar panggilan tadi. Lalu dengan suara digagahkan dia
berucap, "Gadis manis... apakah gadis kecil itu adik-
mu?" Angin Racun Barat cuma menganggukkan kepa-
lanya. "Bagus! Adikmu telah berlaku kurang ajar pada pu-
traku. Dia memukulinya habis-habisan."
"Kakak Diah! Aku memukulnya karena dia mengin-
tipku selagi aku mandi di sungai!" seru Naga Kecil lan-
tang. Angin Racun Barat menyuruhnya diam seraya
membatin, "Benar dugaanku. Naga Kecil bukan bocah
sembarangan. Tentunya Naga Selatan telah meng-
ajarinya kesaktian. Terbukti remaja itu bisa dipuku-
linya padahal memiliki tubuh yang lebih besar darinya.
Hmm... terpaksa kutunda dulu urusan mengikuti Naga
Kecil ke Lembah Karang Hantu. Menurut Rajawali
Emas, guruku memiliki benda sakti yang belum dike-
tahui benda apa dan bagaimana kesaktiannya. Atau....
Rajawali Emas sudah mengetahuinya sekarang" Dia
sudah tahu atau belum, menurutnya dia hendak me-
nuju Lembah Karang Hantu menjumpai Naga Selatan
dan Raja Arak. Beruntung sebenarnya aku bisa berte-
mu dengan Naga Kecil yang ternyata murid Naga Sela-
tan. Tetapi... biarlah urusan yang ada di depan mataku
ini kuselesaikan lebih dulu."
Sambil melirik Manusia Serigala yang sudah bersi-
kap waspada, Angin Racun Barat berkata, "Orang Ga-
gah... kupikir yang dilakukan adikku benar. Putramu
lancang mengintipnya. Aku pun akan berlaku yang
sama bila ada orang yang kurang ajar begitu!"
Lelaki berkumis tebal yang bernama Harjo Pati bu-
kannya menjawab ucapan Angin Racun Barat, justru
alihkan pandangan pada kedua temannya. Kejap lain,
ketiganya tertawa lebar, sementara putranya yang ber-
nama Lolo menatap tak senang,
Masih tertawa Harjo Pati berkata, "Gadis manis...
aku mau kau pukuli bila kau beri kesempatan untuk
melihat tubuhmu yang indah itu. Dan kupikir, semua-
nya bisa diselesaikan bila kau mau melakukannya."
Membesi wajah murid Iblis Cadas Siluman. Kedua
tangannya sudah gatal untuk menghajar ketiga orang
itu. Sambil tindih kegusaran dia berkata, "Bila kau me-
rasa urusan bisa diselesaikan, berarti semuanya me-
mang sudah selesai, bukan" Lebih baik kau membuka
pakaianmu biar kedua temanmu yang melihat."
Kepala Harjo Pati menegak dengan tatapan mele-
bar. "Setan! Biar kurobek-robek pakaianmu!!" geram-
nya sengit seraya menyerang ke depan.
Angin Racun Barat yang siap menggerakkan tan-
gannya urung, tatkala sosok tubuh yang berada dibe-
lakangnya sudah menderu seraya berucap, "Kakak Di-
ah! Ini persoalanku! Biar aku yang mengatasi!"
Naga Kecil sudah mencelat ke depan. Dengan lin-
cahnya, gadis berpita biru itu menghindari sambaran
parang Harjo Pati. Lalu entah bagaimana melakukan-
nya kedua tinju kecilnya telah menghantam dada lelaki
berkumis lebat itu.
Des! Des...! Tubuh orang itu terhuyung ke belakang sambil ke-
luarkan pekikan tertahan. Dua temannya sesaat saling
pandang tak percaya melihat yang dilakukan si gadis
kecil. Seperti disepakati, kedua orang itu sudah mener-
jang ke depan dengan ganas. Menyusul Harjo Pati den-
gan kemarahan tinggi. Tiga parang yang berkilatan ter-
timpa sinar matahari berkelebat ke arah Naga Kecil
dan timbulkan suara berkesiur menggidikkan.
"Bagus, Ayah! Ayo, hajar gadis sialan itu! Bunuh
saja, Ayah! Bunuh saja!!" seru Lolo sambil bertepuk
tangan. Wajahnya puas sekali melihat Naga Kecil terus
menerus menghindar.
Murid Naga Selatan itu memang bukan bocah sem-
barangan. Gerakan menghindar yang dilakukannya
begitu menakjubkan. Angin Racun Barat yang semula
sudah cukup tegang melihatnya kini membiarkan saja.
Karena dalam perhitungannya, ketiga lelaki yang
dangkal ilmu silat itu tak akan mampu menandingi ke-
cepatan Naga Kecil.
Apa yang diduga Angin Racun Barat memang be-
nar. Karena sampai kedua orang itu kelelahan, tak sa-
tu pun parang di tangan masing-masing orang yang
mengenai sasaran. Sementara kendati terus menerus
menghindar, Naga Kecil masih segar bugar.
Dengan keceriaan seorang bocah dia berseru, "Ha-
yo dong! Lakukan lagi! Kata Guru aku memang harus
banyak belajar melemaskan tubuh! Lumayan serangan
kalian bisa kujadikan pemanasan! Ayo lagi, dong!!'
"Ayah! Jangan berhenti! Hajar gadis itu! Hajar,
Ayah!" seru si remaja yang kelihatan kecewa.
Ayahnya menoleh dengan mata melotot. Si remaja
seketika terdiam.
Dengan napas terengah Harjo Pati alihkan pan-
dangan pada Naga Kecil yang sedang berkacak ping-
gang, "Bocah sialan! Kau benar-benar ingin kubu-
nuh"!"
"Lho, lho" Kenapa ingin membunuhku" Apa salah-
ku, sih" Kalau kalian ingin pemanasan dulu kan lebih
baik sekalian" Ayo sini lagi! Ayo!"
Seruan Naga Kecil membuat panas hati Harjo Pati.
Dengan garang dia sudah mencelat, disusul dua te-
mannya ke arah Naga Kecil.
Tetapi Angin Racun Barat berpikir lain. Dia tak
mau bocah kecil itu akan mengalami nasib naas ken-
dati sejak tadi bocah itu berhasil menghindari setiap
serangan. Makanya gadis berbaju ringkas biru kehitaman ini
sudah melompat. Hanya dengan dua kali menggerak-
kan tangannya, parang di tangan masing-masing orang
telah pindah tempat. Lalu....
Trak! Tiga parang besar itu patah sekali potek.
Ciutlah hati ketiga orang itu mendapati kesaktian
gadis berkepang dua. Masing-masing orang segera
mundur dengan wajah pias.
Harjo Pati langsung menarik tangan putranya yang
nampak tidak puas.
"Kenapa harus pergi, Ayah" Ayo, hajar bocah sialan
itu! Hajar, Ayah! Dia... adduuuhhh!!"
Tangan kanan Harjo Pati sudah menempeleng pipi
Lolo yang menjerit kesakitan. Kejap itu pula dia men-
jerit-jerit keras. Harjo Pati yang sudah kehilangan nya-
li, dengan paksa menyeret putranya yang masih menje-
rit-jerit. Naga Kecil melompat dan berseru, "Hei! Kamu tidak
boleh melakukan itu! Lepaskan dia! Jangan...."
"Harum Sari,., tidak usah menahan. Biar itu men-
jadi urusannya...," kata Angin Racun Barat yang diam-
diam bangga melihat sikap Naga Kecil.
Si bocah mengurungkan maksud untuk mengejar.
Didongakkan kepalanya. Dengan mata bulat jernih
yang memandang keheranan dia berkata, "Tetapi, Ka-
kak... kasihan dia. Dia pasti dipukuli oleh ayahnya,
Kakak." Angin Racun Barat tersenyum.
"Kau benar, Harum. Tetapi, remaja itu memang ha-
rus mendapatkan ganjaran dari perbuatan lancangnya
yang mengintip kau mandi. Bolehlah dikatakan dia ha-
rus dihukum. Dan urusan menghukumnya, kita serah-
kan pada ayahnya yang sebenaraya juga harus dihu-
kum." "Kasihan dia, Kakak."
"Benar, Harum. Tetapi bila dia tidak dihukum, dia
akan terus melakukan perbuatan lancangnya itu. Kau
mengerti, kan?"
Perlahan-lahan kepala Naga Kecil menganggukkan
kepalanya. Seperti keceriaan semula dia berseru pada
Manusia Serigala, "Kucing Besar! Bolehkan aku me-
nunggangimu?"
Manusia Serigala yang sejak tadi bersiap menye-
rang, memandang Angin Racun Barat.
"Hmm... sebenarnya Naga Kecil tak boleh berkata
begitu. Tetapi, anggaplah dia minta digendong belaka,"
batinnya. Lalu dianggukkan kepalanya pada Manusia
Serigala seraya berkata, "Kau boleh menggendongnya,
Baruna. Tetapi bukan menunggangimu. Kau mengerti,
kan?"

Rajawali Emas 16 Anting Mustika Ratu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Manusia Serigala menggangguk-angguk. Sambil
menggereng pelan bernada gembira dia berjongkok.
Kontan Naga Kecil naik ke punggungnya.
"Ayo, Kucing Besar! Kita bermain-main di Lembah
Karang Hantu!!"
Manusia Serigala sudah berlari sambil menggereng
gembira. Angin Racun Barat menggeleng-gelengkan
kepala melihatnya.
"Begitu banyaknya ragam kehidupan yang masih
belum kumengerti Tetapi semuanya begitu lekat se
kali...." Kejap lain, murid Iblis Cadas Siluman ini sudah
berkelebat menyusul Manusia Serigala dan Naga Kecil.
Kejap itu pula, tempat itu kembali direjam sepi.
*** Bab 6 BAYANGAN itu terus berkelebat, melintasi setiap jeng-
kal tanah dengan kecepatan yang sangat sukar sekali
diikuti oleh mata. Namun anehnya tak terasa ada deru
angin saat tubuh orang itu berkelebat. Ini menanda-
kan orang itu memiliki ilmu peringan tubuh yang ting-
gi. Dua tarikan napas berikutnya, orang itu sudah
menghentikan kelebatannya di balik ranggasan semak
yang setinggi dada. Tanpa memperhatikan sekeliling-
nya, orang yang ternyata mengenakan pakaian gom-
brang panjang dan jubah warna putih, membuka tela-
pak tangan kanannya.
Nampak ada darah kering di sana. Dan yang sangat
menarik, di telapak tangannya terlihat sebuah anting
yang cukup berkilau. Kadang-kadang kilauannya me-
rah sepekat darah dan biru seterang langit.
Orang berwajah cekung dibaluti kulit tipis ini me-
nyeringai lebar. Sepasang matanya yang besar, tak
berkedip menatap benda di tangannya.
"Tak kusangka, kalau Anting Mustika Ratu yang
banyak diributkan dan diinginkan orang kini jatuh ke
tanganku," desis orang itu dengan suara berat. Serin-
gaiannya bertambah lebar saat melanjutkan kata, "Be-
rarti... sebentar lagi, aku, si Datuk Bayangan yang
akan menguasai rimba persilatan dan meneruskan
urusan lama dengan Raja Arak."
Orang yang menyebut dirinya Datuk Bayangan ini
angkat kepala. Kali ini matanya tajam memperhatikan
sekelilingnya, seolah khawatir akan ada yang muncul
dan merebut benda di tangannya. Kejap lain, orang ini
sudah menelengkan kepala.
"Hmm... samar kudengar suara gemuruh air sun-
gai. Menurut berita yang kudengar, kesaktian Anting
Mustika Ratu ini baru bisa dicapai dengan bantuan
air. Yah, , ya... mengapa tidak kulakukan saja" Inilah
saat yang tepat untuk menguji kesaktian anting yang
berkilau bergantian merah dan biru."
Kejap itu pula, lelaki tua berjubah dan berpakaian
putih gombrang berkelebat cepat ke arah timur. Gerak-
annya benar-benar laksana bayangan belaka.
Dalam lima kejapan saja, sungai yang berjarak se-
kitar seratus tombak dengan tempatnya semula tadi
sudah terlampaui. Tak mau membuang waktu, Datuk
Bayangan segera memotek selembar daun keladi besar
yang tumbuh di sana. Daun keladi itu segera ditekuk,
membentuk tekor. Lalu diambilnya air sungai itu.
Sejenak Datuk Bayangan terdiam sambil pandangi
air dalam tekor itu. Kejap lain dia sudah memasukkan
Anting Mustika Ratu ke dalam air di tekor itu.
Ditunggunya beberapa saat dengan perasaan ber-
debar dan tak sabar.
Dan perlahan-lahan, air yang bening itu berubah men-
jadi warna biru seterang langit. Wajah lelaki tua ce-
kung ini cerah bukan main.
Sepasang matanya bersinar puas.
Terburu-buru Datuk Bayangan meneguk habis air
itu tanpa sisa. Lalu diambilnya Anting Mustika Ratu
dan ditimang-timangnya dengan wajah cerah.
"Hmmm... air yang berubah warna menjadi biru se-
telah dimasukkan anting sakti ini, akan membuatku
kebal selama tiga hari. Ini kesempatan bagus untuk
mencari Raja Arak, sekaligus menuntaskan segala
urusan." Datuk Bayangan menyeringai lagi sambil memba-
yangkan apa yang akan dilakukannya bila bertemu
dengan Raja Arak. Lalu kelihatan kepalanya mengang-
guk-angguk saat berkata,
"Sebelum kusambar benda sakti itu, kulihat murid-
ku yang sebelumnya berguru pada Nenek Cabul, bera-
da di sana bersama perempuan cabul itu. Aku yakin,
tentunya murid keparat itu sudah melupakan tugas
yang kuberikan untuk melacak jejak Raja Arak. Pemu-
da celaka itu tentunya lebih suka mencari gadis atau
perempuan sebagai pemuas nafsunya. Bahkan sebe-
lumnya kulihat, kalau dia bergelut masyuk dengan
Nenek Cabul! Jahanam betul! Murid tak tahu diun-
tung! Tetapi biarlah semua berlalu. Karena dengan
bantuan benda sakti ini, semuanya akan dapat ku-
lampaui dan berhasil kurenggut...."
Lelaki ini kembali menyeringai puas.
"Lebih baik kutinggalkan tempat ini sekarang.
Mumpung keadaan tak terlalu...."
Kata-kata Datuk Bayangan terputus tatkala terden-
gar satu suara bernada merdu dari belakangnya,
"Benda itu bukan milikmu, Datuk Bayangan! Lebih
baik kau serahkan kepada pemiliknya!"
Seketika lelaki tua berambut putih panjang itu pu-
tar kepala. Saat itu pula dilihatnya seorang perem-
puan, setengah baya mengenakan tudung kepala ber-
bentuk kerucut, berdiri berjarak dua tombak dari ha-
dapannya. *** "Dewi Bulan," kata Datuk Bayangan dalam hati.
"Bagus! Kudengar dia memiliki ilmu yang tinggi. Berar-
ti inilah kesempatan bagiku untuk mencoba ilmu kebal
dari khasiat rendaman air Anting Mustika Ratu."
Seraya maju satu tindak, Datuk Bayangan berucap,
"Kiranya Dewi Bulan yang berdiri di hadapanku! Ini
perjumpaan yang tak pernah disangka-sangka! Tetapi,
apakah telingaku tak salah mendengar ucapan?"
Perempuan berwajah tenang yang mengenakan tu-
dung berbentuk kerucut itu tersenyum.
"Aku yakin kau tak salah mendengar ucapan. Dan
Anting Mustika Ratu yang berada di tanganmu, tak
layak kau miliki karena bukan kau pemiliknya. Lebih
baik jangan perpanjang urusan, Datuk Bayangan!"
Datuk Bayangan tertawa berderai. Sambil mema-
sukkan Anting Mustika Ratu ke balik pakaian gom-
brangnya dia berkata dengan tatapan tak berkedip,
"Dewi Bulan! Benda sakti ini banyak diinginkan oleh
orang-orang rimba persilatan! Apakah bila aku sudah
mendapatkannya maka aku harus menyerahkannya
begitu saja" Terlalu dungu bila kulakukan hal itu!
Yang terpenting lagi,.. aku baru saja meminum air
rendaman Anting Mustika Ratu! Dan bagusnya kau
hadir sekarang! Berarti, kau sangat beruntung karena
bisa kujadikan kelinci percobaan dari khasiat Anting
Mustika Ratu ini!!"
Perempuan berwajah tenang yang di pergelangan
dan jari-jari tangannya terdapat gelang dan cincin ber-
takhtakan berlian, tersenyum.
"Tak kusangka kalau aku berjumpa dengan manu-
sia sesat satu ini. Dulu kudengar dia punya silang
sengketa dengan Raja Arak. Dan kupikir, nampaknya
urusan itu belum tuntas! Dan sekarang, keinginanku
untuk mengetahui keadaan muridku yang dibawa oleh
Pangeran Merah nampaknya akan tertunda. Tetapi,
mengorbankan satu nyawa lebih baik ketimbang ma-
nusia sesat ini merajalela dengan Anting Mustika Ra-
tu." Habis membatin begitu, Dewi Bulan berkata, "Apa
pun yang kau katakan, sayangnya tak membuatku je-
ri, Datuk Bayangan. Berarti, aku tak akan mundur se-
tapak juga."
"Bagus! Kita buktikan sekarang!"
Selesai bentakannya, lelaki tua berwajah cekung itu
sudah menerjang dengan kedua tinju mengarah pada
wajah dan dada Dewi Bulan. Derasnya angin yang
menggidikkan mendahului serangan itu.
Wrrrrrr...!!! Dewi Bulan sadar akan kesaktian yang dimiliki Da-
tuk Bayangan. Makanya dia tak mau bertindak ayal.
Dilepaskan pukulan 'Pusaran Kilau Berlian'.
Seketika menghampar sinar berkilauan ke arah Datuk
Bayangan. Wuuuttt! Deru angin yang berasal dari serangan Datuk
Bayangan tertahan oleh sinar berkilau yang dilepaskan
Dewi Bulan. Seketika terdengar suara letupan cukup
keras dan muncratnya sinar berkilauan itu ke atas.
Blaamm! Blaaamm!
Tanah di mana terjadi benturan itu langsung reng-
kah. Dan berpentalan jatuh ke sungai yang menimbul-
kan suara bagai tembakan dilepaskan.
Sosok Datuk Bayangan rupanya tak terhenti sam-
pai di sana. Karena masih dalam keadaan cukup ang-
ker, sosoknya telah mencelat ke arah Dewi Bulan.
Seketika perempuan berpenampilan tenang ini
mengangkat kedua tangannya.
Buk! Buk! Wuuuttt! Bersamaan dengan itu kaki kanannya dilepaskan
dan tepat menghantam dada Datuk Bayangan. Orang
yang barusan terhantam itu tak mengeluarkan seruan
apa-apa, bahkan sosoknya sendiri tidak mundur atau
pun terhuyung. Justru Datuk Bayangan sendiri yang mengerutkan
kening. Dan tak percaya memandangi dirinya sendiri.
Kejap lain dia tertawa keras.
"Luar biasa! Sungguh luar biasa!!" serunya masih
tertawa. "Dewi Bulan! Ayo, hantam aku sepuasmu!
Ayo!!" Berjarak dua tombak, wajah Dewi Bulan berubah.
"Berbahaya! Tendangan yang telah kualirkan tena-
ga dalam itu tak mampu melukainya. Jangankan me-
lukainya, membuatnya mundur saja tidak. Tentunya
ini khasiat dari rendaman Anting Mustika Ratu itu.
Tapi...." Dewi Bulan memutus kata batinnya sendiri dan so-
soknya sudah mencelat ke muka. Kali ini pukulan
'Pusaran Kilau Berlian' dilipatgandakan.
Sinar berkilau itu semakin kuat menyala dan me-
nerangi tempat itu. Dan....
Bukk! Tepat menghantam tubuh Datuk Bayangan yang
kali ini tidak ragu lagi akan kehebatan khasiat dari
rendaman air Anting Mustika Ratu yang diminumnya.
Sosoknya tak bergeming sedikit juga. Justru pe-
rempuan berpakaian panjang biru kehitaman itu yang
terpental ke belakang. Bila saja dia tak mampu kuasai
keseimbangannya, sudah bisa dipastikan sosoknya
akan jatuh ke sungai!
"Celaka!" desis Dewi Bulan sambil menghapus da-
rah yang mengalir dari hidungnya. "Dia benar-benar
mendapatkan kekuatan yang luar biasa. Entah bagai-
mana caranya mengatasi orang ini."
Sementara itu Datuk Bayangan kembali umbar ta-
wa yang sangat keras. Dedaunan seketika berguguran.
"Kau akan mampus di tanganku, Perempuan Bertu-
dung Kerucut! Tetapi nampaknya... tubuhmu masih
lumayan bila kugunakan sebagai pelepas dahaga!!"
Habis umbar ancaman, lelaki berwajah cekung ini
sudah mencelat ke depan. Kali ini dia tak memperhi-
tungkan lagi serangan Dewi Bulan, mengingat dirinya
sudah memiliki ilmu kebal khasiat dari Anting Mustika
Ratu. Yang diinginkannya adalah menghajar Dewi Bu-
Ian! Dewi Bulan benar-benar dibuat pontang-panting
sekarang. Setiap kali dia berhasil melepaskan seran-
gan, justru dirinya yang seperti terhantam balik. Ken-
dati telah dikerahkan seluruh tenaga dalamnya, na-
mun dia tetap tak berdaya.
"Ayo, Dewi! Lebih baik kau menyerah ketimbang
tubuhmu akan kupatah-patahkan! Tetapi ingat, aku
akan menikmati apa yang kuinginkan sekarang! Sung-
guh sebuah peruntungan yang tak pernah kusangka
sebelumnya!"
Menggeram gusar perempuan berpenampilan te-
nang itu. Gusar bukan karena serangan atau ucapan
lawan, tetapi dikarenakan dia tak kuasa menghajar la-
wan kendati sebenarnya dia cukup memberikan perla-
wanan yang berarti.
Dalam tiga gebrak berikutnya, Dewi Bulan sudah
benar-benar jadi bulan-bulanan.
"Hmmm... umurku nampaknya hanya sampai di si-
ni saja! Dan bukan itu yang sebenarnya kukhawatir-
kan. Mati lebih baik ketimbang dipermalukannya!"
Memikir sampai di sana, perempuan bergelang dan
bercincin bertakhtakan berlian ini mendadak seperti
mendapat kekuatan. Dia terus menyerang hebat.
Sementara Datuk Bayangan yang memang ingin
mempermalukan Dewi Bulan merasa puas setelah ber-
hasil menghajar perempuan itu. Kali ini dia bermaksud
menguras tenaga Dewi Bulan. Makanya dibiarkan saja


Rajawali Emas 16 Anting Mustika Ratu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perempuan setengah baya yang masih cantik itu
menghajar tubuhnya yang diterimanya sambil tertawa.
"Ayo! Kau kuras seluruh tenagamu! Kau puaskan
dirimu, Dewi Bulan! Tetapi ingat, kau harus sisakan
sedikit tenagamu, karena nanti kita harus bersenang-
senang!" Semakin gusar Dewi Bulan pada dirinya sendiri.
"Bila saja dia tak meminum rendaman air Anting
Mustika Ratu, tak sesulit ini aku mengalahkannya. Te-
tapi sekarang, jangankan mengalahkannya membuat-
nya cedera saja sangat sulit kulakukan," batin perem-
puan berpenampilan tenang yang mulai bergetar juga
membayangkan apa yang akan terjadi.
Dan ...seperti yang telah diduganya, mendadak sa-
ja Datuk Bayangan mundur dua tindak di saat Dewi
Bulan sedang lancarkan jotosan hebat ke dadanya.
Kejap itu pula kedua tangan Datuk Bayangan ber-
gerak ke depan. Dan....
Tap! Tangannya erat mencengkeram kedua tangan Dewi
Bulan. Terdengar tawa Datuk Bayangan berderai se-
raya menarik Dewi Bulan ke dalam dekapannya.
Memekik tertahan Dewi Bulan menerima perla-
kuan menjijikkan itu. Dia berusaha melepaskan diri.
Tetapi selain tubuhnya yang tadi dihajar oleh Datuk
Bayangan, tenaganya juga yang mulai terkuras.
Makanya, gerakan merontanya hanya sebentar saja
bisa dilakukan. Apalagi tatkala secepat kilat Datuk Ba-
yangan menotok urat di bawah kedua pangkal lengan
perempuan bertudung kerucut itu, yang seketika me-
rasa pusing dengan mata berbinar nanar.
Kejap lain, dia merasa seluruh tulang-tulang dalam
tubuhnya seperti dilolosi sekaligus.
Meledak kembali tawa Datuk Bayangan, membe-
dah tempat itu dan memuncratkan air sungai karena
tawanya dibaluri tenaga dalam.
"Luar biasa! Kekuatan yang kumiliki berkat Anting
Mustika Ratu jelas memuluskan segala rencana! Ter-
utama membunuh Raja Arak!!"
Lalu dengan bengisnya lelaki berwajah cekung ini
melepaskan tubuh Dewi Bulan yang seketika ambruk
dalam keadaan telentang. Penuh seringaian dan tata-
pan birahi Datuk Bayangan berlutut di hadapan Dewi
Bulan. "Nasibmu sebenarnya kurang beruntung, Dewi Bu-
lan. Kau bukan hanya akan jatuh di tanganku, tetapi
di bawah telapak kakiku. Nah, ingin kurasakan apa
yang kuinginkan."
Dewi Bulan memejamkan matanya rapat-rapat. Tu-
buhnya benar-benar sudah tak berdaya. Kendati demi-
kian, perempuan ini telah kembali pada ketenangan
yang dimilikinya.
"Kau... akan... mendapatkan... balasannya, Datuk...
Bayangan...," ujarnya tersendat.
"Kau salah besar, Perempuan. Karena setelah aku
puas, kau akan kubunuh sebagai lambang keperka-
saanku!!" Dewi Bulan membuka kedua matanya. Sorot ma-
tanya tajam penuh emosi. Dan dia menggeram dingin
menyadari dirinya benar-benar tak berdaya.
Matanya segera dipejamkan kembali tatkala dili-
hatnya kedua tangan kurus Datuk Bayangan siap me-
robek-robek pakaiannya.
Namun sebelum nasib sial menimpa Dewi Bulan,
mendadak saja satu sosok tubuh berkelebat cepat dan
menyambarnya! "Hei!!" Mengkelap Datuk Bayangan seraya mengejar.
Tetapi sosok tubuh yang telah menyambar Dewi
Bulan itu telah hilang entah ke mana. Kejadian itu
membuat Datuk Bayangan menjadi marah besar.
"Manusia keparat! Keluar kau! Ingin kulihat kau bi-
sa apa sebenarnya"!"
Tetapi orang yang menyambar Dewi Bulan itu su-
dah benar benar lenyap seperti ditelan bumi.
"Keparat busuk! Jahanam! Siapa orang itu" Kele-
batannya seperti berwarna keemasan" Keparat betul!
Hhhh! Aku tak boleh buang waktu! Menurut kabar,
saat ini Raja Arak berada di Lembah Karang Hantu,
tempat tinggal Naga Selatan! Baiknya, aku segera saja
menuju ke sana! Sekaligus menghabisi Naga Selatan
bila dia ikut campur tangan!!"
Dengan membawa amarah karena gagal memper-
malukan Dewi Bulan dan menemukan orang yang me-
nyambar perempuan berpakaian panjang biru kehita-
man itu, Datuk Bayangan segera berkelebat ke arah
selatan! *** Bab 7 BEGITU tubuhnya disambar seseorang dan merasa
bukan Datuk Bayangan yang melakukannya, Dewi Bu-
lan segera membuka kedua matanya. Kejap lain dia
kembali memejamkannya.
"Ah... untunglah pemuda ini muncul. Kalau tidak,
entah sudah seperti apa nasibku," batin perempuan
berpakaian panjang biru kehitaman ini.
Tubuhnya dirasakan seperti dibawa terbang saja.
Dan mendadak saja naik. Rupanya dengan pencalan
satu kaki, pemuda yang menolongnya telah melompat
dan hinggap ke sebuah pohon hanya dengan sekali
menjadikan batang pohon di bagian tengah sebagai
tumpuan sebelum tiba di atas. Dan semuanya itu dila-
kukan tanpa menimbulkan suara.
Diam-diam Dewi Bulan mengagumi apa yang dila-
kukan si pemuda yang saat ini sedang memperhatikan
ke bawah. Beberapa saat kemudian, sambil mengalih-
kan pandangan padanya, si pemuda berkata, "Manusia
sesat itu sudah berlalu. Dewi... kau harus segera dito-
long...." Dewi Bulan hanya bisa mengangguk-anggukkan
kepalanya saja, karena anggota tubuh lainnya sukar
digerakkan. Pemuda berpakaian keemasan yang tak
lain Rajawali Emas adanya, membuka kedua totokan
di pangkal lengan Dewi Bulan.
Perempuan berpakaian panjang biru kehitaman itu
mengeluh pelan. Tubuhnya yang mendadak oleng ce-
pat ditahan oleh Rajawali Emas. Karena saat masih be-
rada dalam totokan, secara otomatis keseimbangannya
hilang. Dan begitu totokannya dibuka oleh Rajawali
Emas sudah barang tentu, dia belum bisa menguasai
keseimbangannya.
Rajawali Emas segera alirkan tenaga dalam melalui
telapak tangan Dewi Bulan. Beberapa kejap berlalu,
Dewi Bulan mulai merasakan keadaannya cukup pu-
lih. "Dewi... aku tak boleh membuang waktu," kata Ra-
jawali Emas seraya memandang ke arah kanan yang
sebelumnya memang sedang mengejar orang yang me-
nyambar Anting Mustika Ratu. Dan tak disangkanya
tatkala berhasil mengejar, justru orang yang dicarinya
siap mempermalukan Dewi Bulan. Dari atas pohon itu,
jalan setapak seolah meliuk laksana gerakan ular. Lalu
dialihkan pandangan kembali pada guru Dewi Berlian
itu. 'Dengan Anting Mustika Ratu yang dimiliki oleh le-
laki berpakaian gombrang dan berjubah putih, kea-
daan bisa menjadi kacau."
Perempuan setengah baya berpenampilan tenang
ini tersenyum seraya membatin, "Sungguh perkasa
dan memiliki budi luhur pemuda ini. Bila saja dia mau
berjodoh dengan muridku, alangkah senangnya."
Habis membatin dia berkata, "Anak muda... kesak-
tian Anting Mustika Ratu itu ternyata memang terbuk-
ti. Sulit untuk mengalahkan ilmu kebal yang menda-
dak dimiliki oleh Datuk Bayangan. Hanya yang mem-
bingungkanku, bagaimana Anting Mustika Ratu itu be-
rada di tangannya" Apakah.... Datuk sesat itu telah
membunuh...."
Tidak, Dewi. Iblis Cadas Siluman masih bernyawa
hingga saat ini. Lelaki celaka berjubah putih itu justru
mengambil Anting Mustika Ratu dengan cara paling
pengecut," potong Tirta dan menyambung dalam hati,
"Rupanya manusia keparat itu berjuluk Datuk Bayan-
gan. Benar-benar hebat, seperti julukannya dia berge-
rak laksana bayangan belaka."
Sedikit menindih geram, Rajawali Emas menceri-
takan apa yang terjadi. Termasuk tentang Dewi Ber-
lian! yang kini telah selamat dari ancaman Pangeran
Merah. "Bagus muridku sudah tak kurang suatu apa. Be-
rarti ada satu beban yang telah tertuntaskan melalui
bantuan Rajawali Emas," batin Dewi Bulan lalu mene-
ruskan kata, "Anak muda... sepintas kudengar Datuk
Bayangan hendak memburu Raja Arak yang konon
menuju ke Lembah Karang Hantu di mana Naga Sela-
tan tinggal. Berarti jalan yang dituju adalah Lembah
Karang Hantu."
Rajawali Emas terdiam sesaat.
"Seharusnya, tadi aku langsung menyerang Datuk
Bayangan hingga dia tak sempat meninggalkan tempat
ini. Tetapi kalau itu kulakukan, keadaan Dewi Bulan
bisa sangat parah." Habis membatin begitu, Rajawali
Emas berkata, "Kalau begitu, aku tak boleh membuang
waktu. Tetapi sulitnya, aku belum tahu di mana Lem-
bah Karang Hantu berada."
"Aku tahu tempat itu dan aku akan turut bersama-
mu menuju ke Lembah Karang Hantu."
Rajawali Emas cuma menganggukkan kepalanya
saja. Lalu dia segera melompat turun yang disusul oleh
Dewi Bulan. Tatkala keduanya hendak berkelebat, ter-
dengar satu suara,
"Benar-benar luar biasa! Atau kau sengaja memper-
mainkanku, hah"!".
Seketika keduanya menghentikan gerakan. Dari ba-
lik ranggasan semak belukar, muncul satu sosok tua
mengenakan pakaian hijau penuh tambalan. Di tangan
lelaki tua itu terdapat sebuah tongkat berwarna putih
yang mengeluarkan sinar putih terang. Dari sosok le-
laki tua itu yang sangat menarik adalah kedua ma-
tanya yang terpejam.
Tirta langsung nyengir, "Kakek Mata Malaikat! Apa
kabarmu?" Orang yang baru datang yang tak lain Mata Malai-
kat adanya melangkah sambil geleng-gelengkan kepa-
la. Dengan kedua mata tetap terpejam dia berkata,
"Waktu yang telah ditentukan telah lewat. Tetapi kau
masih dalam keadaan segar bugar. Apakah kau sudah
bertemu dengan Nyi Polong alias Naga Selatan dan
memberimu penangkal racun yang kau telan, ataukah
kau memang mampu menahan racun itu sendiri?"
Seperti diketahui, sebelumnya Tirta memang dipak-
sa untuk menelan racun 'Naga Merah' milik Naga Sela-
tan yang sedang mencari Iblis Cadas Siluman. Saat itu
dia sedang bersama Mata Malaikat yang menjadi ce-
mas memikirkan nasib Rajawali Emas yang hanya
punya waktu selama sebulan untuk bertahan hidup.
Rajawali Emas memang sengaja mempermainkan
Mata Malaikat, padahal racun yang ditelannya itu tak
mampu mengoyak tubuhnya. Ini dikarenakan dia me-
miliki ilmu 'Penolak Sejuta Racun' yang diwarisi oleh
Manusia Agung Setengah Dewa di Gunung Siguntang
Tinggallah Mata Malaikat yang tidak tahu apa yang di-
lakukan Rajawali Emas berusaha menemukan Naga
Selatan untuk meminta obat racun 'Naga Merah'. (Sila-
kan baca serial Rajawali Emas dalam episode: "Rahasia
Pesan Serigala" dan "Tapak Asmara").
Rajawali Emas menyeringai lebar.
"Aku memang telah bertemu dengan Naga Selatan,
Kek. Tetapi tidak mendapatkan penangkal racun 'Naga
Merah'nya."
"Kau mempermainkanku, Anak muda. Sampai lin-
tang pukang aku mencari Naga Selatan untuk menda-
patkan pemunah racun 'Naga Merah' yang kau telan.
Tetapi nyatanya, kau mampu memusnahkan racun
itu." "Ini cuma permainan kecil saja, Kek. Tetapi... men-
gapa kau mencemaskanku, Kek?"
Mata Malaikat menelengkan kepalanya. Tetap den-
gan mata yang selalu terpejam, dia menyahut, "Bila
kau sudah mampus sebelum waktunya, berarti ama-
nat yang kuberikan kepadamu tak akan pernah sam-
pai pada Dewi Segala Impian! Itulah yang kukhawatir-
kan." Rajawali Emas mendengus. Lalu katanya, "Gulun-
gan daun lontar yang kau berikan kepadaku untuk ku-
sampaikan pada Dewi Segala Impian telah kulakukan
Kek, kendati terjadinya tak sengaja."
Tirta segera menceritakan pertarungan dengan Dewi
Segala Impian. "Bagaimana sikapnya?" tanya Mata Malaikat kemu-
dian. "Dia marah besar dan tak percaya tatkala kukata-
kan kalau kau belum mengetahui isinya."
"Aku memang belum mengetahui isinya," sahut Ma-
ta Malaikat setelah terdiam beberapa saat. Lalu mene-
lengkan kepalanya ke kanan, "Dewi Bulan... maaf aku
lupa menyapamu."
Perempuan bertudung kerucut itu merangkapkan
tangan di dada. "Selamat bertemu lagi, Mata Malaikat."
Mata Malaikat hanya mengangguk-angguk. Lalu
berkata pada Rajawali Emas, "Anak muda... apakah
kau sudah bertemu dengan Nyi Randa Barong dan


Rajawali Emas 16 Anting Mustika Ratu di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengetahui apa yang dicari oleh Naga Selatan?"
"Sudah, Kek. Bahkan aku tahu kalau yang menca-
rinya bukan hanya Nenek Naga Selatan."
Tirta kembali menceritakan apa yang telah terjadi.
Lalu dilihatnya lelaki tua yang selalu memejamkan ke-
dua matanya mengangguk-anggukkan kepala.
"Hmmm.... Anting Mustika Ratu. Rasa-rasanya...
aku pernah mendengar tentang anting itu...," gumam
Mata Malaikat kemudian. Lalu katanya, "Berarti Naga
Selatan dan Raja Arak bermaksud untuk menyela-
matkan Anting Mustika Ratu dari orang-orang sera-
kah. Dan anting itu sekarang berada di tangan Datuk
Bayangan. Benar-benar urusan tak gampang. Anak
muda... sudahkah kau bertemu kembali dengan Dewi
Segala Impian?"
"Belum, Kek."
"Ya, ya... lupakanlah dia. Sekarang, aku hendak tu-
rut dengan kalian menuju ke Lembah Karang Hantu.
Aku ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi."
Dua kejapan mata berikutnya ketiga orang itu su-
dah berlalu dari sana.
*** Bab 8 PADA saat yang bersamaan, berjarak ratusan tombak
dari sebelah timur Lembah Karang Hantu, Bidadari
Hati Kejam menghentikan langkahnya. Si nenek ber-
kebaya batik kusam ini pandangi sekelilingnya sambil
mengatur napas.
Kejap lain, terdengar dia bersungut-sungut, "Jaha-
nam betul si Beruang Mambang itu! Dia telah membu-
ka seluruh rahasia! Dan tak kusangka kalau semua
rahasia itu termasuk rahasia hatiku terdengar oleh
Manusia Pemarah. Jahanam! Apa dayaku sekarang"
Biar bagaimanapun juga, sejak lama aku mencintai
Manusia Pemarah. Tetapi jangankan mengutarakan-
nya, menunjukkan saja aku tidak mau! Urusan benar-
benar jadi kapiran sekarang!"
Si nenek berkonde kembali edarkan pandangan pa-
da tempat yang dipenuhi rerumputan dan pohon-po-
hon tinggi. Perasaannya kali ini benar-benar tak te-
nang. Terutama bila teringat bagaimana Manusia Pe-
marah mengutarakan isi hatinya. Namun Bidadari Hati
Kejam tak mau menerima cinta itu begitu saja kendati
dia mencintainya. Karena, dia kesal mengingat Nenek
Cabul pernah memaksa Manusia Pemarah untuk tidur
dengannya. Padahal, Manusia Pemarah tak pernah
mengabulkan permintaan kotor Nenek Cabul. (Baca
serial Rajawali Emas dalam episode : "Tapak Asmara").
"Ke mana lagi perginya Beruang Mambang" Dia
memang harus diajar adat!" maki si nenek berkonde
lagi. Kembali si nenek terdiam dengan hati dibuncah
berbagai perasaan. Pandangannya melihat manggis
hutan menggantung di sebuah pohon.
Dengan sekali kibaskan tangan, lima buah manggis
hutan berlurukan jatuh yang sekali kelebat saja sudah
berada di tangannya. Sejenak si nenek berkonde melu-
pakan segala persoalan dan mengisi perutnya.
Tetapi setelah lima buah manggis hutan itu habis,
kembali si nenek dilingkari pikiran semula.
"Urusan bertambah panjang. Yang terberat adalah
urusan dengan Manusia Pemarah. Cukup malu aku
sebenarnya karena rahasia hati yang sekian lama ku-
pendam, terkuak begitu saja di hadapan lelaki bangko-
tan yang tak kusangka mendengar semua itu. Benar-
benar sialan!"
Kembali si nenek berkonde pandangi sekelilingnya.
Dan selagi dia menimbang-nimbang arah mana yang
hendak dituju, mendadak saja terdengar suara keras,
"Sontoloyo! Kenapa harus berjumpa dengan nenek
pembentak bau tanah ini" Benar-benar sontoloyo!!"
Si nenek berkonde serentak mengalihkan pandan-
gan ke belakang. Kejap lain terdengar dengusannya
tatkala melihat sosok lelaki bangkotan berkucir ekor
kuda. "Lelaki tua bau tanah! Mau apa kau tiba di sini,
hah" Apakah kau sengaja mencariku untuk memperli-
hatkan betapa kau mencintaiku"!" geramnya dengan
mata melotot. Kendati demikian, diam-diam si nenek
berkonde menindih segala kegalauan yang mendadak
muncul. Orang yang datang dan tak lain Manusia Pemarah
adanya menggeram.
"Jangan sembarangan ucapkan kata-kata sontoloyo
itu! Kebagusan amat aku mencari-cari nenek pemben-
tak seperti kau ini, Kunti! Huh! Urusan aku mencari-
mu atau tidak, urusan belakangan! Sekarang jawab
pertanyaanku! Aku mencintaimu! Apakah kau mencin-
taiku dan bersedia menjadi istriku"!"
Sesaat Bidadari Hati Kejam gelagapan mendapati
pertanyaan orang itu. Namun hanya sekejap karena
dia sudah keluarkan makian, "Jangan sembarangan
obral cinta di hadapanku! Lebih baik kau cari perem-
puan cabul yang menginginkan tidur denganmu!"
"Sontoloyo! Jangan asal ucap!" hardik Manusia Pe-
marah tetap dengan nada marah-marah dan mata se-
lalu melotot. "Orang tua keparat! Kau rupanya benar-benar hen-
dak memancing kemarahanku!!" geram si nenek ber-
konde seraya maju satu langkah. Kedua tinjunya men-
gepal. Manusia Pemarah mengucap berkali-kali dengan
mata tetap melotot. "Urusan aku hendak memancing
kemarahanmu atau tidak, urusan belakangan! Dan
urusan kau mau menjadi istriku atau tidak, urusan
belakangan! Nenek berkonde sontoloyo! Apakah kau
berjumpa dengan manusia sesat berjuluk Datuk
Bayangan?"
Nenek berkonde masih menatap tak berkedip pada
Manusia Pemarah. Lalu semburnya, "Urusan apa kau
menanyakan soal manusia keparat yang kerjanya
hanya membuat onar itu, hah"!"
Dengan suara tetap bernada marah-marah dan ma-
ta melotot lebar, Manusia Pemarah menceritakan apa
yang telah terjadi. Lalu sambungnya, "Apakah kau se-
karang hendak melakukan ancamanmu padaku, ten-
tang Dewi Berlian yang dibawa kabur oleh Pangeran
Merah"!"
Si nenek berkonde hanya mendengus. Teringat ka-
lau dia pernah lontarkan ancaman bila Manusia Pema-
rah tak berhasil menyelamatkan Dewi Berlian.
Lalu katanya, "Sejak perjumpaan di Lembah Maut pu-
luhan tahun lalu, aku tak pernah berjumpa lagi den-
gan Datuk Bayangan. Pada pertarungan di Lembah
Maut dulu, aku ingat kalau dia dikalahkan oleh Raja
Arak. Jangan-jangan...."
"Dia sedang mencari lelaki berbadan tambun yang
selalu minum arak itu?" potong Manusia Pemarah.
"Sejak dulu aku yakin kalau Datuk Bayangan me-
nyimpan urusan dendam pada Raja Arak. Bisa jadi se-
lama ini dia berupaya untuk membalas dendamnya.
Apalagi dia sudah memiliki Anting Mustika Ratu yang
dimiliki oleh Iblis Cadas Siluman. Huh! Mengherankan!
Bagaimana perempuan bertelinga sebelah itu tidak ta-
hu kalau anting di bagian tengah dari tiga buah anting
yang dimilikinya adalah sebuah benda sakti?"
"Urusan dia tahu atau tidak, urusan belakangan!
Kalau memang dugaan itu benar, di manakah Raja
Arak tinggal?"
"Manusia tambun pemabuk itu tak pernah menetap
di satu tempat. Tetapi... sejak dulu dia berkasih-
kasihan dengan Naga Selatan. Menurut muridku si
kebluk itu, dia pernah berjumpa dengan Raja Arak dan
Naga Selatan yang menyuruhnya untuk datang ke
Lembah Karang Hantu."
"Sontoloyo! Berarti Lembah Karang Hantu yang ha-
rus kita tuju!"
"Lelaki tua bangkotan" Kenapa kau mengatakan
'kita', hah"!" sambar Bidadari Hati Kejam keras. "Apakah kau pikir aku mau
berjalan bersamamu?"
"Benar-benar sontoloyo! Jaga ucapanmu itu, Kunti!
Jangan asal ngablak buka bacot!"
"Setan keparat! Apa maumu, hah"!" balas si nenek
berkonde seraya maju selangkah lagi.
Manusia Pemarah melotot gusar.
"Yang kuinginkan sebenarnya, kau menjadi istriku!
Tetapi lama kelamaan... rasanya keinginan itu akan
pupus dengan sendirinya! Siapa tahan punya istri
pembentak sepertimu!"
"Siapa yang mau mempunyai suami pemarah yang
sudah bau tanah seperti kau ini!!"
Manusia Pemarah keluarkan dengusan.
Memang sulit bila kedua orang yang sama-sama ke-
ras kepala ini bertemu, padahal sebenarnya, masing-
masing orang saling mengasihi satu sama lain.
"Semua urusan itu urusan belakangan! Aku hen-
dak menuju ke Lembah Karang Hantu!"
Bidadari Hati Kejam melipat kedua tangannya di
dadanya yang tipis dengan wajah menekuk.
"Lebih baik memang begitu! Karena bila kau lebih
lama berada di sini, perutku bisa bertambah mual!"
"Sontoloyo! Aku benar-benar telah melakukan tin-
dakan bodoh bila mengharapkan kau menjadi istriku!*
balas lelaki tua berkucir ekor kuda itu keras. Tetapi se-
jurus kemudian, tetap dengan nada marah- marah dan
mata melotot dia berujar, "Kunti! Maukah kau menjadi
istriku"!"
Si nenek berkonde memalingkan kepala dengan wa-
jah terbeliak. Perasaannya bertambah tak menentu se-
karang. "Benar-benar setan keparat lelaki tua bau tanah ini!
Dia bikin hatiku semakin tak menentu! Tetapi aku tak
sudi menerima cintanya karena dia pernah diajak tidur
oleh Nenek Cabul! Di mana-mana lelaki itu seperti
kucing tak boleh melihat daging mentah nganggur!!"
Habis membatin begitu si nenek berkonde berseru,
"Bila kau ucapkan lagi kalimat sialan itu, kurobek mu-
lut-mu!' "Nenek keparat bongkok! Jangan main bentak se-
perti itu, hah! Justru mulutmu yang nanti akan kuro-
bek!" "Heitt! Kau benar-benar menantang, ya"!"
Dengan gusar si nenek berkonde sudah menderu
kencang ke arah Manusia Pemarah. Angin yang keluar
dari gerakannya memapas ujung rerumputan hingga
rata. Lelaki tua berkucir itu mendengus, lalu melompat
ke samping seraya mengangkat kedua tangannya.
Des! Des! Dua kali benturan terjadi dan masing-masing orang
Pedang Hati Suci 10 Pendekar Mabuk 095 Dalam Pelukan Musuh Liang Pemasung Sukma 3
^