Garis Darah 1
Garis Darah Blood Line Karya Sidney Sheldon Bagian 1
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
GARIS DARAH Buku Pertama Sidney Sheldon Kiriman : Hendri Kho (trims)
Final edit & Ebook : Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/ Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
BLOODLINE by Sidney Sheldon ? Copyright 1977 by Sidney Sheldon
GARIS DARAH, Buku Pertama
Alihbahasa: Threes Susilastuti
GM 402 91.080 Hak cipta terjemahan Indonesia:
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama,
Jl. Palmerah Selatan 24-26, Jakarta 10270
Sampul dikerjakan oleh David
Diterbitkan pertama kali oleh
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama,
anggota IKAPI, Jakarta, April 1991
Cetakan kedua: Juni 1991 Cetakan ketiga: Maret 1992
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) SHELDON, Sidney
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Garis Darah, buku pertama / oleh Sidney Sheldon;
alihbahasa,Threes Susilastuti.- Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1991. 248 hal. ; 18 cm. Judul asli: Bloodline, ISBN 979-511-079-5 (no. jil. lengkap).
ISBN 979-511-080-2 (jil. 1).
1. Fiksi Amerika. I. Judul.
II. Susilastuti, Threes. 8XO,3 Dicetak oleh Percetakan PT Gramedia, Jakarta
Isi di luar tanggung jawab Percetakan PT Gramedia
Untuk Natalie dengan cinta UCAPAN TERIMA KASIH Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
MESKIPUN ini suatu karya rekaan, tetapi latar
belakangnya otentik, dan saya ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada mereka yang begitu bermurah hati membantu penelitian saya. Kalau dalam menyerap
keterangan mereka - sesuai dengan persyaratan sebuah novel - saya merasa perlu mengembangkan atau
mengurangi unsur-unsur waktu tertentu, hal itu menjadi tanggung jawab saya sepenuhnya. Penghargaan setinggi-tingginya saya sampaikan kepada
Dr. Margaret M. McCarron Direktur Medis Los Angeles County,
Universitas California Selatan
Dean Brady, Fakultas Farmasi,
Universitas California Selatan
Dr. Gregory A. Thompson, Direktur, Pusat Penerangan Obat
Los Angeles County, Universitas California Selatan
Dr. Bernd W. Schulze Pusat Penerangan Obat Los Angeles County, Universitas California Selatan
Dr. Judy Flesh Urs Jaggi, Hoffimann-La Roche & Co., A. G., Basel Dr. Gunter Siebel, Schering A. G., Berlin
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Divisi Penyelidikan Kriminal
Scotland Yard, Zurich dan Berlin
Charles Walford, Sotheby Parke Bernet, London
Dan kepada Jorja, yang membuat semua ini mungkin.
"Sang tabib dengan sangat hati-hati akan
menyiapkan suatu ramuan dari
kotoran buaya, daging kadal,
darah kelalawar, dan ludah unta. ."
- dari sebuah naskah papirus
yang mencatat 811 resep yang dipakai bangsa Mesir
dalam tahun 1550 S.M. BAGIAN PERTAMA BAB 1 Istambul Sabtu, 5 September Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Pukul sepuluh malam DIA duduk seorang diri dalam kegelapan malam, di
belakang meja Hajib Kafir. Matanya memandang hampa ke luar jendela kantor yang berdebu, menatap menara-menara Istambul yang seperti tak tersentuh waktu. Dia tergolong lelaki yang betah berada di belasan ibukota dunia, tetapi Istambul merupakan salah satu kota kesayangannya. Bukan daerah wisata Istambul di kawasan Jalan Beyoglu, atau Bar Lalezab-nya Hilton yang mencolok, tetapi daerah pinggiran yang hanya diketahui kaum Muslim: daerah yali, dan pasar-pasar kecil di daerah souk, dan makam Telli Baba, kuburan satu orang saja, di mana masyarakat berdatangan untuk berdoa kepadanya.
Penantiannya mengandung kesabaran seorang pemburu, ketenangan seorang lelaki yang mampu mengendalikan tubuh dan perasaannya. Dia seorang Wales, dengan
ketampanan wajah dan kekelaman kulit nenek moyangnya.
Dia berambut hitam dengan garis-garis wajah tegas, dan mata cerdas warna biru tua. Perawakannya jangkung
setinggi lebih dari seratus delapan puluh senti, dengan tubuh langsing berotot, menandakan seorang pria yang selalu menjaga kesempurnaan kondisi tubuhnya. Kantor itu menebarkan bau Hajib Kafir, tembakaunya yang manis, kopi Turki-nya yang tajam, tubuhnya yang gemuk
berminyak. Rhys Williams tidak menyadari semua itu.
Pikirannya terpusat pada berita telepon yang diterimanya dari Chamonix, sejam yang lalu.
"Kecelakaan yang mengerikan! Percayalah, Mr. Williams, kami semua merasa terpukul. Kejadiannya begitu cepat sehingga tak ada kesempatan untuk menyelamatkannya.
Mr. Roffe tewas seketika. ."
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Sam Roffe, presiden direktur Roffe and Sons, perusahaan obat-obatan terbesar kedua di dunia, sebuah dinasti bernilai multi milyaran dolar yang merambah seantero dunia. Betapa sulit membayangkan bahwa Sam Roffe telah mati. Dia biasanya penuh vitalitas, penuh hidup dan tenaga.
Seorang lelaki yang tak pernah tinggal diam, yang
melewatkan sebagian besar waktunya di pesawat terbang yang mendaratkannya di pabrik-pabrik perusahaan dan kantor-kantor di seluruh dunia, di mana dia memecahkan berbagai masalah yang tak bisa dipecahkan orang lain, mencetuskan konsep-konsep baru, memacu setiap orang untuk bekerja lebih keras dan lebih baik. Meskipun dia telah menikah, dan menjadi ayah seorang anak, minat utamanya tetap tertuju pada perusahaan. Sam Roffe sangat luar
biasa dan gemilang. Siapa yang dapat menggantikannya" Siapa yang dapat mengendalikan
kerajaan besar yang ditinggalkannya" Sam Roffe belum menunjuk seorang pewaris tahta. Maklum, dia tidak berniat mati pada usia lima puluh dua. Dia mengira masih punya banyak waktu.
Namun kini waktunya telah habis.
Lampu di dalam ruangan tiba-tiba menyala, dan Rhys Williams menoleh ke arah pintu. Matanya sejenak silau kena cahaya lampu.
"Mr. Williams! Saya tidak tahu ada orang di sini."
Itu Sophie, salah satu sekretaris perusahaan yang selalu melayani Rhys Williams jika berada di Istambul. Dia gadis Turki berumur dua puluhan, dengan wajah memikat dan sesosok tubuh semampai yang mengundang. Secara tersirat gadis itu telah memberitahu Rhys bahwa dirinya selalu siap memberi segala kesenangan yang diinginkannya, kapan pun dia menghendakinya. Namun, Rhys tidak berminat.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Kini gadis itu berkata, "Saya kembali untuk menyelesaikan beberapa surat untuk Mr. Kafir." Kemudian dia menambahkan lembut, "Mungkin ada sesuatu yang bisa saya kerjakan untuk Anda?"
Ketika gadis itu melangkah mendekati meja, Rhys dapat mencium aroma binatang buas yang sedang berahi.
"Di mana Mr. Kafir?"
Sophie menggelengkan kepalanya dengan penuh
penyesalan. "Dia sudah pergi sejak tadi." Dia melicinkan bagian depan gaunnya dengan telapak tangan yang
gemulai. "Adakah yang bisa saya bantu?" Matanya makin pekat dan berbinar-binar.
"Ya," sahut Rhys. "Cari dia."
Gadis itu mengerutkan keningnya. "Saya sungguh tak bisa menduga di mana dia- "
"Coba cari di Kervansaray, atau di Mermara."
Kemungkinan dia ada di tempat pertama, di mana salah satu pacarnya bekerja sebagai penari perut. Tetapi orang seperti Hajib Kafir sulit ditebak, pikir Rhys. Bisa saja dia saat ini malah sedang bersama istrinya.
Sophie lebih dulu minta maaf kalau gagal. "Saya akan coba, tetapi saya khawatir-"
"Jelaskan padanya, kalau dia tidak ke sini dalam waktu satu jam, dia akan dipecat."
Roman muka gadis itu segera berubah. "Saya akan
berusaha membawanya kemari, Mr. Williams." Dia beranjak menuju pintu.
"Matikan lampunya."
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Meski sulit dijelaskan, ternyata lebih enak duduk dalam kegelapan dengan pikirannya yang kalut. Wajah Sam Roffe terus membayang. Dalam waktu sekarang ini, awal
September, Mont Blanc sebenarnya tidak sulit didaki. Sam pernah mencoba pendakian itu, tetapi dia terhalang mencapai puncak karena badai.
"Aku akan menancapkan bendera perusahaan di atas
sana kali ini," ujarnya kepada Rhys berolok-olok.
Lalu berita telepon beberapa saat yang lalu, ketika Rhys berniat keluar dari Pera Palace. Masih terngiang di telinganya
suara penuh kecemasan itu. ". .Mereka bermaksud melintasi sebuah gletser. .. Mr. Roffe tergelincir dan tali pengikatnya putus . . Dia jatuh ke dalam celah yang sangat dalam . . .
Rhys bisa membayangkan tubuh Sam membentur
lapisan es yang garang, meluncur ke dasar celah. Dia menjauhkan pikirannya dari adegan itu. Semua itu masa lalu. Kini ada masa sekarang yang perlu dipikirkan. Kerabat Sam Roffe harus diberitahu tentang kematiannya, dan mereka tersebar di berbagai penjuru dunia. Suatu
pernyataan pers harus dipersiapkan. Berita itu akan beredar di kalangan keuangan internasional bagai
gelombang kejutan. Selagi perusahaan tengah mengalami krisis keuangan, mutlak sekali bahwa dampak kematian Sam Roffe harus diusahakan sekecil mungkin. Itu akan menjadi tugas Rhys.
Rhys Williams pertama kali bertemu Sam Roffe sembilan tahun yang lalu. Rhys, waktu itu
berumur dua puluh lima, bekerja sebagai manajer
penjualan sebuah perusahaan obat kecil-kecilan. Dia sangat cemerlang dan kaya dengan gagasan-gagasan baru. Ketika perusahaan itu makin berkembang, reputasi Rhys segera
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
menyebar. Dia ditawari pekerjaan di Roffe and Sons. Ketika dia menolak, Sam Roffe membeli perusahaan tempat Rhys bekerja, dan memanggilnya. Sekarang pun dia masih ingat pancaran kekuasaan dari kehadiran Sam Roffe pada
pertemuan mereka yang pertama.
"Kau sekarang menjadi bagian dari Roffe and Sons," Sam Roffe menjelaskan kepadanya. "Itu alasanku membeli seluruh tempat kerjamu."
Rhys merasa tersanjung, tetapi sekaligus juga kesal.
"Bagaimana seandainya saya tidak mau bekerja di sini?"
Sam Roffe tersenyum, dan berkata dengan yakin, "Kau pasti akan tetap di sini. Kau dan aku memiliki persamaan, Rhys. Kita berdua ambisius. Kita ingin memiliki dunia. Aku akan menunjukkan caranya kepadamu."
Kata-kata itu mengandung tuah, sebuah janji yang akan memenuhi dambaan yang menggelora dalam dirinya, sebab dia tahu satu hal yang tak diketahui Sam Roffe: Rhys Williams sebenarnya tidak ada. Tokoh itu merupakan mitos yang terbentuk dari tekad, dan kemiskinan, dan keputusasaan.
Dia dilahirkan di daerah lembah merahnya Wales, dekat ladang-ladang batu bara Gwent dan Carmarthen, di mana lapisan-lapisan batu pasir, dan piringan batu kapur, dan batu bara menutupi kehijauan tanah. Dia dibesarkan di sebuah dusun dongeng dengan nama-nama puitis: Brecon dan Peny Fan dan Penderyn dan Glyncorrwg dan Maesteg.
Sebuah desa legendaris, di mana 280 juta tahun
sebelumnya terbentuk batu bara yang terpendam jauh di dalam tanah. Lingkungan alamnya pernah begitu sarat pepohonan, sehingga seekor tupai dapat berkelana dari
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Brecon Beacons ke laut tanpa harus menyentuh tanah sekali pun. Tetapi kemudian berlangsung revolusi industri, dan pohon-pohon yang elok pun ditebangi oleh para
pembakar batu bara sebagai bahan bakar untuk industri besi.
Bocah lelaki itu tumbuh bersama para pahlawan dari kurun waktu dan dunia yang lain. Robert Farrer dibakar di atas tumpukan kayu oleh Gereja Katolik Roma karena tidak mau mengucapkan kaul membujang dan mengingkari istrinya; Raja Hywel yang Bijaksana, yang memperkenalkan hukum di daerah Wales, pada abad kesepuluh; prajurit perkasa Brychen, ayah dua belas anak lelaki dan dua puluh empat anak perempuan, yang dengan garang menangkis setiap penyerang kerajaannya. Tanah tempat bocah lelaki itu dibesarkan kaya dengan sejarah yang gemilang. Tetapi tidak semuanya demikian. Nenek moyang Rhys semuanya petambang, dan bocah lelaki itu terbiasa mendengar cerita-cerita
neraka yang meliputi - ayah dan paman-pamannya. Mereka membicarakan masa-masa sulit di mana tidak ada lapangan kerja, ketika ladang-ladang batu bara Gwent dan Carmarthen yang kaya ditutup
gara-gara pertentangan sengit antara pihak perusahaan dan para petambang; dan harkat para petambang makin merosot oleh kemiskinan yang mengikis ambisi dan harga diri, yang menguras semangat dan kekuatan seseorang, dan akhirnya membuat mereka menyerah.
Ketika tambang-tambang kemudian dibuka, terjadi
neraka lain. Sebagian besar keluarga Rhys mati di
pertambangan. Sebagian lenyap ke dasar bumi, yang lain digerogoti paru-paru yang hancur lebur. Hanya sedikit yang mampu bertahan hidup melampaui umur tiga puluh tahun.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Rhys terbiasa mendengarkan ayah dan paman-
pamannya - yang sebetulnya masih muda namun tampak tua didera penderitaan - membicarakan masa lalu,
kelongsoran tambang, pemogokan, dan tuntutan. Pembicaraan tentang masa-masa yang menyenangkan
maupun menyedihkan, yang bagi si bocah lelaki
kedengarannya sama saja. Semua serba menyusahkan.
Gagasan harus melewatkan tahun-tahun kehidupannya
dalam kegelapan perut bumi sangat mencekam Rhys. Dia tahu, dia harus melarikan diri dari dunia itu.
Dia lari dari rumah ketika berumur dua belas tahun. Dia meninggalkan lembah-lembah batu bara dan pergi ke
daerah pantai, ke Sully Ranny Bay dan Lavernock, yang dibanjiri para wisatawan kaya. Anak muda itu membuat dirinya bermanfaat dengan angkat-jinjing, membantu para wanita menuruni bukit-bukit batu karang curam ke pantai, mengangkat keranjang-keranjang piknik yang berat,
menjadi kusir kereta kuda di Penarth, dan bekerja di taman hiburan di Whitmore Bay. Dia hanya berada dalam jarak beberapa jam dari rumah, tetapi jauhnya tak terukur.
Orang-orang di sini berasal dari dunia lain. Rhys Williams tak pernah membayangkan ada orang-orang yang begitu menawan dan halus. Setiap wanita tampak bagaikan ratu baginya, dan para lelaki sangat gagah serta tampan. Inilah dunia yang tepat baginya, dan dia tak akan segan-segan menjalani apa pun untuk menjadikan dunia itu miliknya.
Pada saat Rhys berumur empat belas tahun, dia berhasil menabung cukup uang untuk membiayai perjalanannya ke London. Tiga hari pertama hanya dia habiskan untuk mengelilingi kota besar itu, memandang segalanya dengan takjub, mereguk semua pemandangan dan suara-suara
serta bau-bauan seperti orang kelaparan.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Pekerjaannya yang pertama sebagai pesuruh di toko
tirai. Di tempat itu ada dua karyawan lelaki, keduanya tinggi hati, dan seorang karyawati yang membuat hati anak muda
Wales itu berbunga-bunga setiap
kali dia memandangnya. Kedua karyawan memperlakukan Rhys
sebagaimana dia mesti diperlakukan, seperti sampah. Dia aneh. Pakaiannya berbeda dengan orang-orang lain, tidak tahu tata krama, dan tutur katanya berlogat sulit. Mereka bahkan
tak bisa mengucapkan namanya. Mereka memanggilnya Rice, dan Rye, dan Rise. "Harus diucapkan Reese," kata Rhys berkali-kali kepada mereka.
Karyawati itu agak iba kepadanya. Dia bernama Gladys Simpkins, dan menghuni sebuah flat kecil di Tooting bersama tiga gadis lain. Pada suatu hari dia mengizinkan pemuda itu berjalan pulang bersamanya seusai kerja, dan mengundangnya singgah untuk minum kopi. Rhys muda
jadi amat gugup. Dia mengira bahwa kesempatan itu akan merupakan pengalaman seksualnya yang pertama. Namun ketika dia mulai melingkarkan lengannya ke bahu Gladys, gadis itu menatapnya sejenak, lalu tertawa. "Aku tak akan memberi secuil pun dari semua itu kepadamu," dia berkata.
"Tapi aku akan memberi beberapa nasihat. Kalau kau ingin jadi orang, berpakaianlah yang lebih pantas, dan luaskan pengetahuan, dan belajarlah tata krama." Dia mengamati wajah ceking dan penuh gairah pemuda di hadapannya, dan menatap mata Rhys yang tajam dan biru tua, serta berkata lembut, "Kau pasti akan berhasil kelak."
Kalau kau ingin jadi orang. .
Itulah saat munculnya tokoh Rhys Williams bikinan.
Rhys Williams yang sebenamya adalah seorang pemuda goblok dan tak berpendidikan, tanpa latar belakang, tanpa
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
asuhan, tanpa masa lalu, tanpa masa depan. Tetapi dia memiliki daya khayal, kecerdasan, dan ambisi yang kuat.
Hal itu sudah cukup. Dia mulai dengan membentuk citra tentang diri yang diinginkannya, tokoh diri yang
dibayangkannya. Ketika memandang ke dalam cermin, dia bukannya melihat pemuda kikuk, jorok, dengan logat bicara yang aneh. Bayangan cerminnya memantulkan seorang
pemuda tampan, sopan, dan mantap. Sedikit demi sedikit, Rhys mulai menyesuaikan dirinya dengan bayangan dalam benaknya. Dia mengikuti sekolah malam, dan melewatkan akhir-akhir pekan di galeri-galeri seni rupa. Dia sering mengunjungi perpustakaan umum dan pergi ke teater, duduk di balkon dan mengamati pakaian mentereng yang dikenakan tamu-tamu pria yang duduk dekat panggung. Dia berhemat dengan makanan sehari-hari, sehingga sekali sebulan dia mampu pergi ke rumah makan yang baik, dan dengan cermat meniru tata cara makan orang-orang lain.
Dia mengamati dan belajar dan mengingat-ingat. Dia seperti busa, menghapus masa lalu, dan menyerap masa depan.
Dalam waktu setahun saja, Rhys sudah belajar cukup banyak untuk menyadari bahwa Gladys Simpkins, putri kayangannya, hanya seorang gadis Cockney murahan yang segera sudah terasa rendah untuk seleranya. Dia keluar dari toko tirai, dan bekerja sebagai karyawan sebuah toko obat yang merupakan bagian dari suatu mata rantai
industri farmasi besar. Dia kini hampir berumur enam belas tahun, tetapi tampak lebih tua. Tubuhnya tambah berisi
dan makin jangkung. Para wanita mulai memperhatikan ketampanan wajah Wales-nya, dan gaya bicaranya yang memikat. Dia langsung menjadi pusat perhatian di toko tempatnya bekerja. Para pelanggan wanita bersedia menunggu sampai Rhys sempat melayani
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
mereka. Dia berpakaian dengan cermat dan rapi. Tutur katanya sopan; Dia tahu bahwa dirinya sudah jauh
meninggalkan Gwent dan Carmarthen, tetapi kalau
memandang ke dalam cermin, dia masih belum juga puas.
Perjalanan yang direncanakannya masih terbentang
panjang di hadapannya. Dalam waktu dua tahun, Rhys Williams sudah diangkat menjadi manajer toko tempatnya bekerja. Manajer distrik dari rantai perusahaan mengatakan kepada Rhys, "Ini baru permulaan, Williams. Tetaplah bekerja keras, dan kelak kau akan menjadi pengawas beberapa buah toko."
Rhys nyaris tergelak. Betapa pendek kalau kedudukan itu sudah merupakan puncak ambisi seseorang! Rhys tak pernah berhenti belajar. Dia belajar administrasi niaga dan pemasaran dan hukum dagang. Dia ingin lebih lagi.
Bayangannya di dalam cermin menduduki puncak tangga; Rhys merasa dirinya masih tetap di jenjang bawah.
Kesempatan baginya untuk naik ke atas tiba, ketika pada suatu hari datang seorang tenaga penjual obat. Orang itu mengamati Rhys membujuk beberapa wanita untuk
membeli produk yang sebenarnya tidak mutlak mereka perlukan, dan berkata, "Kau membuang waktu di sini, Bung.
Kau seharusnya berkecimpung di kolam yang lebih besar."
"Anda punya gagasan apa?" tanya Rhys.
"Saya mau menceritakan tentang Anda kepada atasan
saya." Dua minggu kemudian, Rhys sudah bekerja sebagai
tenaga penjual di sebuah perusahaan farmasi kecil. Dia menjadi salah seorang di antara lima puluh tenaga penjual, tetapi ketika Rhys memandang ke dalam cermin
khususnya, dia sadar hal itu tidak benar. Satu-satunya pesaingnya adalah dirinya sendiri. Dia makin mendekati
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
citra dirinya sekarang, lebih dekat pada tokoh bikinan yang diciptakannya. Seorang pria cerdas, terpelajar, canggih, dan menarik. Segala usaha yang dilakukannya nyaris tak masuk akal. Setiap orang tahu bahwa nilai-nilai seperti di atas hanya mungkin dimiliki secara lahiriah, tidak bisa diciptakan. Namun Rhys berhasil mengupayakannya. Dia menjadi citra yang dibayangkannya.
Dia menjelajahi seluruh negara, menjual produk
perusahaan, berbicara dan mendengarkan. Kemudian dia akan kembali ke London penuh dengan berbagai saran praktis, dan dia dengan pesat naik jenjang.
Tiga tahun setelah bergabung dengan perusahaan itu, Rhys diangkat menjadi manajer umum bagian penjualan. Di bawah kecakapan bimbingannya, perusahaan mulai
Garis Darah Blood Line Karya Sidney Sheldon di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berkembang. Dan empat tahun kemudian, Sam Roffe muncul dalam
hidupnya. Dia mengenali kehausan dalam diri Rhys.
"Kau seperti aku," kata Sam Roffe. "Kita ingin memiliki dunia. Aku akan menunjukkan caranya kepadamu." Dan dia melakukan hal itu.
Sam Roffe merupakan pembimbing yang cemerlang.
Dalam sembilan tahun berikut, di bawah bimbingan Sam Roffe, Rhys Williams menjadi orang yang tak ternilai harganya bagi perusahaan. Selama kurun waktu itu, dia semakin diserahi tanggung jawab yang lebih besar,
membenahi berbagai divisi, menyelesaikan berbagai
kesulitan yang terjadi di mana pun di dunia, mengkoordinasi berbagai cabang Roffe and Sons, mencetuskan
konsep-konsep baru. Pada akhirnya, Rhys tahu lebih banyak tentang pengelolaan perusahaan daripada orang
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
lain, di samping Sam Roffe sendiri. Dengan sendirinya Rhys Williams merupakan putra mahkota untuk kursi direktur utama. Pada suatu pagi, ketika Rhys dan Sam Roffe pulang dari Karakas menumpang pesawat jet perusahaan, sebuah Boeing 707-320 mewah yang telah diubah, salah satu dari armada delapan pesawat, Sam Roffe memuji Rhys atas keberhasilannya mengadakan transaksi besar dengan
pemerintah Venezuela. "Bonus besar menantimu, Rhys."
Rhys menjawab tenang, "Aku tidak menginginkan bonus, Sam. Aku lebih senang mendapat saham, dan kursi dalam dewan direksimu."
Dia pantas mendapat semua itu, dan kedua lelaki itu menyadari hal tersebut. Tetapi Sam berkata, "Maaf, aku tak mungkin mengubah peraturan perusahaan. Meski untukmu sekalipun. Roffe and Sons adalah perusahaan keluarga. Tak seorang pun di luar keluarga bisa duduk dalam dewan direksi, atau menjadi pemegang saham."
Tentu saja, Rhys pun tahu akan hal itu. Dia selalu menghadiri semua rapat dewan direksi, tetapi tidak sebagai anggota. Dia orang luar. Sam Roffe merupakan lelaki terakhir dalam garis keturunan Roffe. Anggota keluarga Roffe yang lain, saudara-saudara sepupu Sam, semua perempuan. Para lelaki yang mereka nikahi duduk dalam direksi perusahaan. Walther Gassner, yang menikah dengan Anna Roffe; Ivo Palazzi, menikah dengan Simonetta Roffe; Charles Martel, menikah dengan Helene Roffe. Dan Sir Alec Nichols, yang beribukan seorang keturunan Roffe.
Maka Rhys terpaksa membuat suatu keputusan. Dia tahu dirinya layak duduk dalam dewan direksi, bahwa pada suatu saat dia akan memimpin perusahaan. Keadaan
sekarang memang tidak memungkinkan, tetapi keadaan
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
bisa berubah. Rhys memutuskan untuk tetap di situ, untuk menunggu dan melihat apa yang akan terjadi. Sam
mengajarinya untuk bersabar. Dan sekarang Sam telah mati.
Lampu-lampu ruangan menyala lagi, dan Hajib Kafir
berdiri di ambang pintu. Kafir adalah manajer penjualan Roffe and Sons, di Turki. Dia lelaki bertubuh pendek dan berkulit hitam, yang menggunakan perut buncit, dan emas berliannya sebagai perhiasan yang dia banggakan.
Tampangnya kali ini tampak seperti seseorang yang berpakaian
secara terburu-buru. Berarti Sophie tidak menemukannya di sebuah kelab malam. Apa boleh buat, pikir Rhys. Salah satu akibat sampingan dari kematian Sam Roffe, permainan cinta terpaksa putus setengah adegan.
"Rhys!" seru Kafir. "Maafkan aku, sobat. Aku sungguh tak tahu bahwa kau masih di Istambul! Kau tadi bermaksud mengejar pesawat, dan aku ada beberapa urusan mendesak yang. ."
"Duduklah, Hajib. Dengarkan baik-baik. Aku minta kau mengirim empat telegram dalam sandi perusahaan.
Keempatnya harus dikirim ke negara yang berlainan. Aku minta telegram itu diserahkan langsung oleh para petugas kita sendiri. Mengerti?"
"Tentu," sahut Kafir agak keheranan. "Jelas sekali."
Rhys melirik jam emas Baume & Mercier mungil di pergelangan tangannya. "Kantor Pos New City sudah tutup.
Kirimkan telegram-telegram itu lewat Yeni Posthane Cad dalam tiga puluh menit." Dia menyerahkan salinan naskah telegram yang ditulisnya kepada Kafir. "Siapa pun yang membicarakan telegram ini akan segera dipecat."
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Kafir melirik isi telegram, dan matanya membelalak. "Ya Tuhan!" dia berseru. "Ya, Tuhanku!" Dia mendongak ke wajah Rhys yang suram. "Bagaimana - bagaimana
terjadinya peristiwa yang mengerikan ini?"
"Sam Roffe tewas dalam suatu kecelakaan," kata Rhys.
Kini, untuk pertama kali, Rhys membiarkan pikirannya melayang pada sesuatu yang selama ini dia singkirkan dari kesadarannya, yang selama ini dia elakkan untuk
dipikirkan: Elizabeth Roffe, anak gadis Sam. Dia kini berumur dua puluh empat tahun. Ketika Rhys bertemu dengannya untuk pertama kali, dia seorang gadis remaja berumur lima belas tahun, memakai kawat gigi, sangat pemalu dan gemuk, seorang pembangkang yang kesepian.
Selama bertahun-tahun, Rhys menyaksikan Elizabeth
tumbuh menjadi seorang wanita muda yang memikat, yang mewarisi kecantikan ibunya dan kecerdasan serta
semangat ayahnya. Dia jadi semakin akrab dengan ayahnya.
Rhys tahu betapa berita ini akan membawa dampak berat padanya. Dia harus memberitahukan sendiri kepadanya.
Dua jam kemudian, Rhys Williams sudah melayang di
atas Laut Tengah dengan sebuah jet perusahaan, menuju New York.
BAB 2 Berlin Senin, 7 September Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Pukul sepuluh pagi ANNA ROFFE GASSNER tahu bahwa dia tidak boleh
berteriak lagi, sebab Walther pasti akan kembali dan membunuhnya. Dia meringkuk di sudut kamar tidurnya.
Tubuhnya gemetar tak terkendali, menunggu kematian.
Apa yang berawal sebagai dongeng yang indah, ternyata berakhir dengan teror yang mengerikan. Baru setelah sekian lama, dia menyadari kenyataan yang dihadapinya: lelaki yang dikawininya ternyata seorang pembunuh yang haus darah.
Anna Roffe tidak pernah mencintai seorangpun sebelum bertemu Walther Gassner. Dia bahkan tidak pernah
mencintai ibunya, ayahnya, maupun dirinya sendiri. Anna seorang anak yang lemah, sakit-sakitan, dan sering jatuh pingsan. Dia tak mampu mengingat saat mana dia bebas dari rumah sakit, atau perawat, atau dokter-dokter spesialis yang diterbangkan dari segala penjuru. Karena ayahnya adalah Anton Roffe, dari Roffe and Sons, para dokter spesialis paling top itu terbang ke sisi tempat tidur Anna di Berlin. Tetapi setelah mereka memeriksa dan menelitinya, dan akhirnya pulang lagi, pengetahuan mereka tidak lebih banyak daripada yang sudah mereka ketahui.
Mereka tidak mampu mendiagnosa penyakit Anna.
Anna tidak bisa ke sekolah seperti anak-anak lain, dan makin lama dia makin menutup diri, menciptakan suatu dunia bagi dirinya sendiri. Dunia penuh khayalan dan mimpi, yang tak boleh dimasuki orang lain. Dia melukiskan gambaran hidupnya sendiri, karena rona warna kenyataan terlalu berat baginya. Ketika Anna menginjak umur delapan
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
belas tahun, kepeningan dan serangan pingsan yang selama ini mengisi hidupnya, mendadak lenyap secara misterius sebagaimana
kemunculannya. Tetapi penyakit itu meninggalkan bekas dalam hidupnya. Sementara gadis-gadis seumurnya menginjak masa pertunangan atau menikah, Anna belum pernah dicium seorang pemuda. Dia berkeras pada dirinya bahwa dia tak peduli akan hal itu.
Dia puas hidup dalam mimpinya sendiri, terasing dari segala-galanya dan semua orang. Pada pertengahan umur dua puluhan banyak peminang mengajukan lamaran,
karena Anna merupakan seorang ahli waris yang
menyandang salah satu nama terpandang di dunia. Banyak lelaki yang ingin ikut menikmati kekayaannya. Dia
menerima lamaran dari seorang bangsawan Swedia,
seorang penyair Italia, dan sejumlah pangeran dari berbagai negara miskin. Anna menolak mereka semua. Pada ulang tahun anak gadisnya yang ketiga puluh, Anton Roffe mengeluh, "Aku akan mati tanpa meninggalkan seorang cucu pun."
Pada hari ulang tahunnya yang ketiga puluh lima, Anna pergi ke Kitzbuhel di Austria, dan di sana dia berternu Walther Cassner, seorang pelatih ski, tiga belas tahun lebih muda daripadanya.
Ketika melihat Walther untuk pertama kali, Anna
benar-benar terpukau. Lelaki itu sedang naik ski menuruni lembah Hahnenkamm, lintasan lomba ski yang terjal. Anna belum pernah menyaksikan pernandangan seindah itu. Dia mendekati jalur ski untuk dapat mengamati lelaki itu dengan lebih baik. Dia bagaikan seorang dewa muda, dan Anna sudah merasa cukup puas dengan memandanginya.
Lelaki itu menangkap pandangan matanya.
"Anda tidak main ski, gnadiges Fraulein?"
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Anna hanya menggelengkan kepala, tidak berani
mempercayai suaranya, dan lelaki itu pun tersenyum seraya berkata, "Kalau begitu, biarkan saya mengundang Anda makan siang."
Anna kabur diliputi perasaan panik, seperti anak
sekolah. Sejak saat itu, Walther Cassner
mulai mengejar-ngejarnya. Anna Roffe tidak lupa
daratan. Dia sadar dirinya tidak cantik maupun cerdas, dia seorang wanita biasa, dan selain namanya, tidak banyak yang dapat diberikannya kepada seorang lelaki. Tapi Anna tahu bahwa di bawah permukaan rupa yang biasa-biasa itu, terpendam seorang gadis cantik dan perasa, penuh cinta dan puisi, dan musik.
Mungkin karena tidak cantik, Anna sangat merighargai keindahan. Dia selalu mengunjungi museum-museum
besar, dan selama berjam-jam memandangi lukisan-lukisan dan patung-patung. Ketika melihat Walther Gassner, dia merasa sepertinya para dewa muncul hidup-hidup di
hadapannya. Anna sedang menikmati sarapan pagi di teras Hotel
Tennerhof pada hari kedua, ketika Walther Gassner datang menemaninya. Lelaki itu betul-betul tampak seperti seorang dewa muda. Raut wajahnya rapi, bersih, dan teratur. Perawakannya cakap, kuat, lembut. Wajahnya kecoklatan terbakar matahari, giginya putih rata. Dia berambut pirang, matanya semu kelabu. Di balik pakaian ski-nya, Anna bisa menyimak gerak otot-otot biseps dan pahanya, dan merasakan suatu getaran menjalari bawah perutnya. Dia
menyembunyikan kedua tangan di pangkuannya, agar lelaki itu tidak melihat tanda-tanda keratosisnya.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
"Saya mencari Anda di lintasan ski, kemarin sore," kata Walther. Anna tak mampu berbicara. "Kalau Anda tidak bisa main ski, saya ingin mengajari Anda." Dia tersenyum, lalu menambahkan, "Dengan cuma-cuma."
Dia membawa Anna ke Hausberg, lintasan untuk para pernula, untuk pelajaran pertama. Segera jelas bagi mereka berdua, bahwa Anna tidak berbakat main ski. Dia selalu kehilangan keseimbangan, dan jatuh terguling. Namun, dia bertekad untuk mencoba lagi, dan mencoba lagi. Da takut Walther akan menganggapnya bodoh kalau gagal. Tetapi setelah jatuh untuk kesepuluh kalinya, lelaki itu
mengangkatnya dan berkata lembut, "Kau ditakdirkan untuk hal-hal yang lebih baik daripada ini."
"Hal-hal apa?" tanya Anna sedih.
"Akan kukatakan pada waktu makan malam nanti."
Mereka makan berdua malam itu, dan makan pagi
keesokan harinya, dan kemudian makan siang serta makan malam lagi. Walther mengabaikan siswa-siswanya. Dia membatalkan pelajaran-pelajaran ski, agar dapat pergi ke desa bersama Anna. Dia membawanya ke kasino di Der Gol-dene Greif. Mereka pergi berkereta salju, berbelanja, pesiar, dan duduk di teras ngobrol sampai berjam-jam. Bagi Anna, semua itu merupakan suatu saat magis.
Lima hari setelah mereka bertemu, Walther menggenggam tangan Anna, dan berkata, "Anna, liebchen, aku ingin mengawinimu."
Rusaklah suasana gaib itu. Dia menarik Anna keluar dari alam dongengnya, dan membawanya kembali pada
kenyataan yang kejam tentang apa dan siapa dirinya.
Seorang perawan tua umur tiga-puluh-lima, tidak cantik,
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
tetapi merupakan hadiah yang menggiurkan bagi para pemburu harta karun.
Anna mencoba melepaskan diri, tetapi Walther
menahannya. "Kita saling mencintai, Anna. Kau tak bisa lari dari kenyataan ini."
Dia mendengarkan lelaki itu membual, mende-
ngarkannya berkata, "Aku belum pernah mencintai seorang pun," dan dia memberi peluang kepadanya, karena dia ingin sekali mempercayainya. Anna membawa lelaki itu ke kamarnya, dan mereka duduk bercakap-cakap di sana.
Sementara Walther menceritakan riwayat hidupnya, Anna mulai yakin, dan berpikir penuh
keheranan, Itu benar-benar kisah hidupku sendiri.
Seperti dirinya, Walther tak pernah memiliki seseorang untuk dicintai. Dia terasing dari dunia karena terlahir sebagai anak haram, sama sebagaimana Anna terasing oleh penyakitnya. Seperti dirinya, Walther selama ini merasa butuh memberi cinta. Dia dibesarkan di panti asuhan.
Ketika berumur tiga belas tahun, dan ketampanan wajahnya mulai mencolok, para wanita di panti asuhan itu mulai memanfaatkan dirinya. Mereka membawanya ke
kamar mereka pada malam hari, mengajaknya tidur di ranjang mereka, mengajarinya bagaimana dia bisa memberi kenikmatan kepada mereka. Sebagai imbalan, anak leIaki itu mendapat jatah makanan istimewa dengan lauk daging, dan kue-kue serta manisan. Dia menerima segalanya, kecuali cinta.
Ketika cukup besar untuk bisa lari dari panti asuhan, Walther menemukan bahwa dunia luar tidak berbeda.
Kaum wanita ingin memanfaafkan ketampanannya,
memakainya sebagai hiasan; namun tak pernah lebih
mendalam daripada itu. Mereka melimpahinya dengan
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
hadiah uang dan pakaian dan permata, namun tak pernah diri mereka sendiri.
Walther merupakan belahan jiwanya, kembarannya,
begitu Anna menyadari. Mereka menikah dengan upacara sederhana di balai desa.
Anna mengharapkan ayahnya akan melonjak kegirangan. Ternyata dia justru marah besar. "Goblok benar, kau," teriak Anton Roffe kepadanya. "Kau mengawini seorang pemburu harta yang tak becus apa-apa. Aku telah memerintahkan penelitian terhadap dirinya. Sepanjang hidupnya dia dihidupi kaum wanita, tetapi tidak menemukan seseorang
yang cukup goblok, yang bersedia mengawininya." "Diam!" tangis Anna. "Ayah tidak kenal dia."
Tetapi Anton Roffe tahu bahwa dia paham benar tentang Walther Gassner. Dia minta menantunya yang baru itu datang ke kantornya.
Walther mengamati dinding kantor yang berlapis kayu, dan lukisan-lukisan antik yang tergantung di dinding, dengan penuh kepuasan. "Saya senang tempat ini," kata Walther.
"Ya. Saya yakin, pasti lebih menyenangkan daripada keadaan panti asuhan."
Walther memandang tajam kepadanya. Matanya mendadak waspada. "Maaf, apa kata Anda?"
Anton berkata, "Sudahlah, kita tak perlu berbasa-basi.
Kau telah melakukan suatu kesalahan. Anakku tidak
mempunyai uang." Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Mata kelabu Walther seperti berubah menjadi batu.
"Anda mau mengelabui saya?"
"Aku tidak ingin mengelabui. Aku mau memberitahu.
Kau tidak akan mendapat sesen pun dari Anna, karena dia memang tidak mempunyai apa-apa. Kalau kau meneliti lebih dulu, kau akan tahu bahwa Roffe and Sons adaIah perusahaan keluarga yang sangat tertutup. Artinya, tidak ada sahamnya yang bisa dijual. Kami memang berkecukupan, tapi hanya sampai di situ saja. Tidak ada harta besar-besaran yang bisa dikuras dari tempat ini." Dia merogoh-rogoh ke dalam saku, mengeluarkan sebuah
sampul dan melemparkannya ke atas meja di depan
Walther. "Ini sebagai ganti rugi atas jerih payahmu. Aku minta kau sudah meninggalkan Berlin pada pukul enam.
Aku tidak mau Anna mendengar kabar darimu lagi."
Walther berkata dengan tenang, "Pernahkah terlintas dalam pikiran Anda, bahwa saya mungkin mengawini Anna karena saya jatuh cinta kepadanya?"
'Tidak," sahut Anton tajam. "Pernahkah hal itu terlintas dalam pikiranmu?"
Walther memandang sejenak kepadanya. "Coba kita
lihat, berapa harga pasaran saya." Dia merobek sampul dan menghitung uang di dalamnya. Dia memandang Anton
Roffe lagi. "Saya menilai diri saya lebih tinggi daripada dua puluh ribu mark."
"Kau tidak akan mendapat lebih dari itu. Itu saja kau sudah harus merasa beruntung."
"Memang," kata Walther. "Kalau Anda ingin tahu, saya merasa sangat beruntung. Terima kasih." Dia memasukkan uang itu dengan sikap acuh tak acuh, dan tak lama
kemudian melangkah ke luar pintu.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Anton Roffe merasa lega. Dia sempat dihinggapi
sekelumit rasa salah dan muak atas tindakan yang
dilakukannya. Kendati demikian dia tahu itu merupakan satu-satunya jalan keluar. Anna tentu akan sedih
ditinggalkan suaminya, tetapi lebih baik hal itu terjadi sekarang daripada kelak. Dia akan berusaha agar anak itu bertemu sejumlah
perjaka yang seumurnya, yang setidaknya menghargai meskipun tidak mencintainya. Seseorang yang benar-benar berminat pada dirinya, dan bukan kepada uang atau namanya. Seseorang yang tidak sudi disuap dua puluh ribu mark.
Ketika Anton Roffe tiba di rumah, Anna berlari
menyongsongnya dengan mata berkaca-kaca. Dia memeluk dan mendekap anaknya, dan berkata,
"Anna, liebchen, semua akan beres. Kau akan melupakan lelaki itu -"
Anton memandang lewat bahu anak perempuannya. Di
ambang pintu berdiri Walther Gassner. Anna menunjukkan jarinya sambil berkata, "Lihat apa yang dibelikan Walther untukku! Tidakkah ini cincin terbagus yang pernah Ayah lihat" Harganya dua puluh ribu mark."
Akhirnya orangtua Anna terpaksa menerima Walther
Gassner. Sebagai hadiah perkawinan, mereka membelikan sebuah rumah bangsawan Schinkel yang indah di Wannsee, dflengkapi perabotan gaya Prancis, dicampur dengan beberapa perangkat perabotan antik, dipan-dipan nyaman dan kursi-kursi malas, sebuah meja Roentgen di ruang
perpustakaan, dan lemari-lemari buku sepanjang dinding.
Tingkat atas ditata dengan perabotan anggun dari abad delapan belas dari Dermark dan Swedia.
"Ini terlalu banyak," kata Walther kepada Anna. "Aku tidak ingin sesuatu pun dari mereka atau darimu. Aku ingin
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
membelikan segaIa yang indah untukmu, liebchen." Dia melemparkan senyumnya yang kekanak-kanakan, dan
berucap, "Tapi aku tak punya uang-"
'Tentu kau punya," sahut Anna. "Segala yang kupunyai merupakan milikmu."
Walther tersenyum manis kepadanya, dan berkata,
"Benarkah?" Atas desakan Anna - karena Walther rupanya enggan
membicarakan soal uang - dia menerangkan keadaan
keuangannya kepada WaIther. Dia memiliki dana perwalian yang cukup untuk hidup berkecukupan, tetapi bagian terbesar dari kekayaannya tertanam dalam saham-saham Roffe and Sons. Saham-saham itu tidak bisa dijual tanpa persetujuan seluruh dewan direksi.
"Berapa nilai saham-saham atas namamu?" tanya
Walther. Anna menyebutkannya. Walther tak mampu mempercayainya. Dia memintanya untuk mengulangi lagi.
"Dan kau tak bisa menjual saham-saham itu?"
"Tidak. Saudara sepupuku, Sam, tak membiarkan
saham-saham itu dijual. Dia memegang kendali karena memiliki saham terbesar. Kelak. ."
Walther menunjukkan minat besar untuk bekerja dalam perusahaan keluarga itu. Anton Roffe tidak setuju.
"Apa yang bisa disumbangkan seorang pelatih ski
gelandangan kepada Roffe and Sons?" dia bertanya.
Tetapi pada akhirnya dia menyerah kepada anak
perempuannya, dan Walther diberi pekerjaan di bidang
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
administrasi. Dia ternyata cukup terampil di bidang itu, dan cepat maju. Ketika ayah Anna meninggal dua tahun
kemudian, Walther Gassner diangkat menjadi anggota dewan direksi. Anna begitu bangga kepadanya. Dia suami dan kekasih yang sempurna. Dia selalu membawakan bunga dan hadiah-hadiah kecil untuknya. Dia tampak cukup puas untuk tinggal di rumah bersamanya pada malam hari, hanya berduaan saja. Anna nyaris tak tahan mengenyam kebahagiaan itu. Ach, danke, lieber Gott, begitu dia berdoa dalam hati.
Anna belajar memasak, agar bisa membuat hidangan-hidangan kesayangan Walther. Dia membuat
choucroute, acar kubis dan bubur kentang yang ditaburi sayatan daging babi asap, sosis Frankfurt dan sosis Nuremberg. Dia menyiapkap sayatan daging babi yang direndam dalam bir dengan bumbu penyedap, dan
menghidangkannya dengan apel panggang yang dibuang bagian tengahnya dan diisi buah beri merah kecil-kecil.
"Kau juru masak paling pandai di dunia, liebchen," begitu kata Walther memuji, dan Anna selalu tersipu karena bangga.
Dalam tahun ketiga perkawinan mereka, Anna mulai
hamil. Delapan bulan pertama dari kehamilannya berlangsung penuh kesakitan, tetapi Anna menanggungnya dengan
bahagia. Namun ada soal lain yang mencemaskannya.
Hal itu mulai pada suatu hari setelah makan siang. Dia sedang merajut sebuah baju hangat untuk Walther, sambil melamun. Tiba-tiba dia mendengar suara Walther berkata,
"Ya Tuhan, Anna. Apa yang kaulakukan, duduk dalam
kegelapan begini?" Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Siang ternyata telah berganti dengan malam, dan dia berpaling ke baju hangat yang tergeletak di pangkuannya, dan
sama sekali belum disentuhnya. Apa yang dikerjakannya selama ini" Ke mana saja pikirannya" Sejak itu, Anna mengalami keiadian-kejadian serupa. Dia mulai bertanya-tanya apakah kehanyutan dirinya dalam kehampaan itu merupakan suatu pertanda, suatu petunjuk, bahwa dia akan mati. Dia tidak merasa takut untuk mati, tetapi dia tak tahan memikirkan harus meninggalkan Walther.
Empat minggu sebelum bayinya lahir, Anna terlena
dalam lamunannya lagi. Kakinya terpeleset pada injakan jenjang, dan dia jatuh dari tangga loteng.
Garis Darah Blood Line Karya Sidney Sheldon di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dia tersadar di rumah sakit.
Walther duduk di tepi ranjang, memegangi tangannya.
"Kau membuat aku cemas setengah mati."
Tiba-tiba, dalam kepanikan dia berpikir, si bayi! Aku tak merasakan bayi itu. Dia meraba ke bawah. Perutnya sudah rata. "Di mana bayiku?"
Walther memeluk dan mendekapnya erat-erat
Dokter mengatakan, "Anda melahirkan anak kembar,
Nyonya Gassner." Anna berpaling kepada Walther yang berlinangan air mata. "Lelaki dan perempuan, liebchen."
Dia nyaris mati seketika karena dipenuhi kebahagiaan.
Mendadak dia diliputi keinginan tak terbendung untuk mendekap kedua bayinya. Dia harus melihat mereka,
merasakan mereka, memeluk mereka.
"Kita akan bicara tentang mereka kalau Anda sudah
kuat," kata dokter. "Hanya setelah Anda benar-benar kuat.,
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Mereka meyakinkan Anna bahwa keadaannya semakin
baik setiap hari, tetapi dia menjadi ketakutan. Ada sesuatu yang terjadi pada dirinya yang tak dimengertinya. Walther biasanya datang, dan menggenggam tangannya, dan kemudian pamitan. Dia lalu menatapnya dengan keheranan, serta berkata, "Tapi kau baru saja datang. ." Kemudian dia menengok ke arah jam, dan ternyata tiga atau empat jam telah berlalu.
Dia sama sekali tak mengerti kenapa waktu berlalu
begitu cepat. Secara sangat samar-samar dia seperti ingat bahwa
mereka membawa bayi-bayinya kepadanya pada malam
hari, dan dia kemudian jatuh tertidur. Dia tidak bisa mengingat jelas, dan takut untuk menanyakan. Sudah, biarlah. Dia akan memiliki bayi-bayi itu sepenuhnya kalau Walther membawanya pulang.
-odwo- Hari yang indah itu akhirnya pun tiba. Anna
meninggalkan kamar rumah sakitnya di atas kursi roda, meskipun dia berkeras menyatakan cukup kuat untuk
berjalan. Dia sebenarnya merasa sangat lemah, tetapi terlalu gembira sehingga tak mempedulikan hal-hal lain, kecuah bahwa dia akan segera melihat bayi-bayinya.
Walther memapahnya ke dalam rumah, dan mau beranjak naik tangga ke kamar tidur mereka.
"Tidak, tidak!" seru Anna. "Bawa aku ke kamar
anak-anak." Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
"Kau harus istirahat sekarang, Sayang. Kau belum kuat untuk ?"
Dia tidak mendengarkan kelanjutan kata-kata suaminya.
Dia melepaskan diri dari rangkulannya, dan lari ke kamar anak-anak.
Tirai-tirai jendela tertutup rapat, dan kamar itu gelap.
Mata Anna butuh beberapa saat untuk menyesuaikan diri.
Dia dipenuhi kegembiraan yang meluap-luap sehingga agak merasa pening. Dia takut akan jatuh pingsan.
Walther kemudian masuk di belakangnya. Dia berbicara kepadanya, berusaha menjelaskan sesuatu, tetapi apa pun yang dikatakannya tidaklah penting-Sebab mereka ada di sana. Keduanya tidur nyenyak di ranjang, dan Anna melangkah perlahan ke arah mereka agar tak mengusik. Maka berdirilah dia di situ menatap mereka. Bayi-bayi paling elok yang pernah dilihatnya.
Sekarang ini pun dia sudah melihat bahwa si buyung akan mewarisi ketampanan wajah Walther dan rambut
pirangnya yang lebat. Si upik bagaikan boneka cantik, dengan rambut halus keemasan, dan wajah mungil bentuk segi tiga.
Anna berpaling kepada Walther dan berkata dengan
suara tersendat, "Mereka elok sekali. Aku - aku begitu bahagia."
"Ayo, Anna," bisik Walther. Dia merangkul dan
mendekapnya erat-erat, dan ada suatu keinginan kuat padanya. Anna merasakan suatu getaran menjalari dirinya.
Sudah begitu lama mereka tidak memadu cinta. Walther memang benar. Masih ada cukup banyak waktu untuk
anak-anak kelak. Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Si buyung dia namakan Peter, dan si upik Birgitta.
Mereka dua mukjizat indah buatannya bersama Walther.
Anna betah melewatkan waktu berjam-jam di kamar bayi, bermain bersama mereka, bercakap-cakap kepada mereka.
Meskipun mereka belum mengerti, namun dia tahu mereka bisa merasakan cintanya. Terkadang, selagi tengah
bermain, dia menoleh dan tampak olehnya Walther berdiri di ambang pintu, pulang dari kantor. Anna baru tahu bahwa seharian telah berlalu tanpa disadarinya.
"Ayo, main bersama kami," dia berkata.
"Kau sudah menyiapkan makan malam?" Walther akan
bertanya, dan dia lalu merasa bersalah. Dia kemudian berjanji untuk lebih memperhatikan Walther, dan
mengurangi waktu yang dicurahkannya kepada anak-anak.
Namun, keesokan hari terulang kejadian yang serupa lagi.
Si kembar bagaikan magnet yang tak dapat dihindarkan, yang menarik dirinya kepada mereka. Anna masih sangat mencintai
Walther, dan berusaha meredam rasa bersalahnya dengan meyakinkan diri bahwa anak-anak juga merupakan bagian dari Walther. Setiap malam, segera setelah Walther tidur, Anna selalu menyelinap turun dari ranjang, dan diam-diam masuk ke kamar bayi. Dia duduk di situ memandangi anak-anak sampai fajar mulai menyinari kamar. Kemudian dia bergegas kembali ke tempat tidur sebelum Walther bangun.
Suatu ketika di tengah malam, Walther masuk ke kamar bayi dan memergokinya di situ. "Demi Tuhan, sedang apa kau?"
'Tidak apa-apa, Sayang. Aku hanya -"
"Kembalilah ke tempat tidur!"
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Dia belum pernah berbicara dengan nada seperti itu kepadanya.
Pada waktu sarapan pagi Walther berkata,
"Kupikir kita harus pergi berlibur. Ada baiknya kita menyingkir sejenak."
"Tapi, Walther, anak-anak masih terlalu kecil untuk dibawa bepergian."
"Aku bicara tentang kita berdua."
Dia menggelengkan kepalanya. "Aku tak bisa meninggalkan mereka."
Walther menggamit tangannya, dan berkata,
"Aku minta kau melupakan anak-anak."
"Melupakan anak-anak?" Ada nada terkejut dalam
suaranya. Walther memandang ke matanya dan berkata,
"Anna, masih ingat kau betapa indahnya antara kita berdua sebelum kau hamil" Betapa senangnya waktu itu"
Betapa nikmatnya kita berdua, hanya kita berdua saja, tanpa ada orang lain yang mengganggu?"
Pada saat itulah dia mengerti. Walther cemburu
terhadap anak-anak. Minggu dan bulan berlalu cepat. Walther kini tak pernah mendekati anak-anak. Pada hari-hari ulang tahun mereka Anna membelikan hadiah-hadiah indah. Walther selalu berhasil mengatur agar dia berada di luar kota untuk urusan pekerjaan. Anna tak bisa menipu diri selama--
lamanya. Jelaslah bahwa Walther sama sekali tak menaruh
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
minat terhadap anak-anak. Anna merasa hal itu mungkin karena kesalahannya, karena dia terlalu memperhatikan mereka. Terbius, begitu menurut istilah Walther. Dia telah minta kepadanya untuk berkonsultasi pada seorang dokter tentang hal itu. Dia menurut untuk menyenangkan Walther.
Tetapi dokter itu sinting. Begitu dokter itu mulai bicara kepadanya, Anna menutup dirinya, membiarkan pikirannya melantur, sampai dia mendengar dokter itu berkata,
"Waktu kita telah habis, Nyonya Gassner. Kita bertemu lagi minggu depan?"
'Tentu." Dia tak pernah kembali. Anna merasa bahwa masalahnya tidak hanya terletak
pada dirinya, tetapi juga pada Walther. Kalau kesalahannya ialah terlalu mencintai anak-anak, maka kesalahan Walther adalah tidak cukup mencintai mereka.
Anna belaiar untuk tidak menyebut-nyebut tentang
anak-anak di depan Walther, tetapi dia selalu tak sabar menunggu keberangkatannya ke kantor, sehingga bisa bergegas ke kamar bayi. Hanya mereka sekarang bukan bayi lagi. Mereka baru saja merayakan ulang tahun ketiga, dan Anna sudah melihat bagaimana rupa mereka kalau dewasa kelak. Peter cukup jangkung untuk anak
seumurnya. Tubuhnya kuat serta atletis seperti ayahnya.
Anna sering mendekapnya di pangkuan dan menimangnya,
"Aduh, Peter, apa yang akan kaulakukan terhadap
gadis-gadis nanti" Perlakukan mereka baik-baik, Anakku sayang. Mereka pasti tergila-gila padamu."
Dan Peter hanya tersenyum malu-malu seraya
memeluknya. Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Kemudian Anna berpaling kepada Birgitta. Birgitta
tumbuh semakin cantik setiap hari. Dia tidak mirip Anna ataupun Walther. Rambutnya pirang keemasan dan
kulitnya sehalus kaca. Peter lekas naik darah seperti ayahnya dan terkadang Anna perlu memukulnya meski
tidak terlalu keras, tetapi Birgitta berwatak seperti malaikat. Kalau Walther tidak di rumah, Anna memutarkan piringan hitam atau membaca untuk mereka. Buku
kesayangan mereka ialah 101 Marchens, 101 Dongeng.
Mereka selalu mendesak Anna untuk membacakan mereka dongeng-dongeng tentang raksasa dan peri dan tukang sihir berulang-ulang. Pada malam hari, Anna akan
menidurkan mereka, sambil bersenandung:
Schlaf, Kindlein, schlaf Der Vater hut't die Schaf"
Anna selalu berdoa bahwa waktu akan melunakkan
sikap Walther, agar dia berubah. Dia
memang berubah, tetapi menjadi makin buruk. Dia
membend anak-anak. Pada mulanya Anna berkata pada diri sendiri bahwa hal itu karena Walther menginginkan
segenap cintanya bagi dirinya sendiri, bahwa dia tidak mau berbagi cinta dengan orang lain. Tetapi lambat laun dia menyadari bahwa sikap itu tidak bersangkut paut dengan rasa cinta kepadanya. Hal itu berkaitan dengan perasaan benci kepadanya. Ayahnya memang benar. Lelaki itu
menikahinya karena uangnya. Anak-anak merupakan
ancaman baginya. Dia ingin bebas dari mereka. Makin lama dia makin sering mendesak Anna untuk menjual
saham-sahamnya. "Sam tidak berhak menghalangi kita!
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Kita bisa mengambil seluruh uang itu dan pergi ke suatu tempat. Hanya kita berdua."
Dia memandang terbelalak kepadanya. "Bagaimana
dengan anak-anak?" Matanya berapi-api. "Tidak. Dengarkan aku. Demi
kepentingan kita berdua kita harus lepas dari mereka. Kita harus."
Pada saat itulah Anna mulai menyadari bahwa suaminya tidak waras. Dia dicekam ketakutan. Walther memecat semua pembantu rumah tangga, kecuali seorang wanita yang datang sekali seminggu untuk membersihkan rumah.
Anna dan anak-anak hanya sendirian menghadapinya, dan sangat tergantung pada belas kasihannya. Lelaki itu butuh pertolongan.
Mungkin belum terlambat untuk mengobatinya. Dalam abad kelima belas mereka mengumpulkan para penderita sakit jiwa dan mengurung mereka untuk selama-lamanya di rumah-rumah kapal,
Narrenschiffe, kapal orang-orang gila. Tetapi sekarang, dengan obat-obatan modern, dia merasa pasti ada satu jalan untuk menolong Walther.
Sekarang, pada hari di bulan September ini, Anna duduk lunglai di lantai kamar tidurnya, menunggu suaminya kembali. Walther telah menguncinya dalam kamar tersebut.
Anna tahu apa yang harus dilakukannya. Demi kepentingan suaminya, maupun kepentingan dirinya dan anakanak. Dia bangkit sempoyongan dan melangkah ke telepon. Dia hanya ragu-ragu sejenak, kemudian mengangkat telepon itu dan memutar 110, nomor gawat darurat polisi.
Sebuah suara asing beikata di telinganya,
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
"Hallo. Hier ist der Notruf der Polizei. Kann ich ihnen helfen?"
"Ja, bitte!" Suaranya tersendat. "Ich -"
Tanpa dia tahu dari mana, sebuah tangan telulur dan menarik gagang telepon yang dipegangnya, lalu meletakkan pesawat itu ke tempatnya kembali dengan bantingan keras.
Anna melangkah mundur. "Oh, jangan," dia mengiba-iba,
"jangan sakiti aku."
Walther menghampirinya, matanya berbinar-binar.
Suaranya begitu lembut sehingga dia nyaris tak mampu menangkap kata-katanya. "Liebchen, aku tidak akan menyakitimu. Aku mencintaimu, lupakah kau?" Dia
menyentuhnya, dan Anna merasa sekujur tubuhnya
merinding. "Hanya, kita tidak menginginkan polisi datang kemari, bukan?" Anna menggelengkan kepalanya perlahan-lahan, terlalu dicekam ketakutan untuk mampu berbicara.
"Anak-anak itulah yang menyebabkan kesulitan ini, Anna.
Kita harus melepaskan diri dari mereka. Aku -"
Bel pintu di bawah berbunyi. Walther termangu, agak ragu-ragu. Bel berbunyi lagi.
"Tunggu di sini," dia berkata tegas. "Aku akan segera kembali."
Anna mengawasi sambil terpaku ketika suaminya
tnelangkah ke luar pintu kamar tidur. Dia membanting pintu di belakangnya dan Anna mendengar bunyi ceklikan ketika kunci diputar.
Aku akan kembali, dia berkata.
Walther Gassner bergegas menuruni tangga, melangkah ke pintu depan dan membukanya. Seorang lelaki dalam seragam pesuruh kantor warna abu-abu berdiri di ambang
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
pintu, memegang sebuah sampul kertas manila yang
tersegel. "Saya membawa kiriman khusus untuk Mr. dan Mrs.
Walther Gassner. "Baik," kata Walther. "Saya akan menerimanya ?"
Dia menutup pintu kembali, mengamati sampul di
tangannya, kemudian membukanya. Perlahan-lahan dia membaca berita di dalamnya.
MENGABARKAN DENGAN PENUH DUKACITA BAHWA
SAM ROFFE TELAH TEWAS DALAM SUATU KECELAKAAN
PENDAKIAN. HARAP SUDAH BERADA DI ZURICH JUMAT
SORE UNTUK RAPAT DARURAT DEWAN DIREKSI.
Berita itu ditandatangani "Rhys Williams".
BAB 3 Roma Senin, 7 September Pukul enam sore IVO PALAZZI berdiri di tengah kamar tidurnya, darah bercucuran di wajahnya. "Mamma mia! Mi hai rovinato!"
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
"Aku belum lagi mulai memusnahkanmu, figlio di putana keparat!" Donatella berteriak-teriak kepadanya.
Mereka berdua telanjang bulat di kamar tidur yang besar di apartemen mereka di Via Montemignaio. Donatella memiliki tubuh sensual yang paling memikat yang pernah disaksikan Ivo Palazzi. Bahkan sekarang ini, ketika darahnya mengucur di wajah akibat cakaran-cakaran tajam perempuan itu, dia merasakan suatu getaran yang sangat dikenalnya di bagian bawah tubuhnya. Dio, betapa cantik perempuan itu. Ada suatu keseronokan polos pada
perempuan itu yang membuatnya tergila-gila. Dia memiliki wajah seekor macan tutul, tulang pipi yang tinggi dan mata sipit. Bibirnya merekah penuh. Bibir yang biasa mengisap dan menggelitiknya dan - tapi dia sebaiknya tidak
memikirkan hal itu sekarang. Dia memungut sehelai kain putih dari sebuah kursi untuk memampatkan cucuran
darah, dan dia terlambat menyadari bahwa kain putih itu ternyata kemejanya. Donatella berdiri tegak di tengah tempat tidur mereka
yang besar, berteriak-teriak
kepadanya. "Aku harap darahmu terkuras habis! Dan
setelah dirimu selesai kubereskan, lelaki sundal, kau tak akan bisa lagi membanggakan diri di depan wanita."
Untuk keseratus kali Ivo Palazzi terheran-heran
bagaimana dirinya bisa terjerat dalam situasi yang kalut itu.
Dia selalu membanggakan diri sebagai lelaki paling bahagia, dan semua kawan-kawannya sependapat akan hal itu.
Kawan-kawannya" Setiap orang! Sebab Ivo tak mempunyai musuh. Di masa lajangnya dia bujangan Roma yang tak kenal susah, seorang Don Giovanni yang dicemburui
separuh kaum lelaki Italia. Falsafah hidupnya dia rumuskan dalam pepatah Farsi onore con una donna - "Hargailah diri sendiri dengan satu orang wanita." Hal itu membuatnya sangat
sibuk. Dia seorang romantis sejati. Dia Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
terus-menerus jatuh cinta, dan setiap kali menggunakan pacar barunya untuk melupakan pacar yang lama. Ivo memuja wanita, dan baginya mereka semua cantik; dari para putane yang menawarkan komoditi dagang tertua di Via Appia, sampai para model kelas tinggi yang meleng-gang-lenggok sepanjang Via Condotti. Satu-satunya yang tak digubrisnya adalah gadis-gadis Amerika. Mereka terlalu mandiri menurut seleranya. Lagi pula, apa yang bisa diharapkan dari suatu bangsa dengan bahasa yang begitu kering, sehingga menerjemahkan Giuseppe Verdi menjadi Joe Green"
Ivo selalu berhasil memiliki sejumlah gadis dalam
berbagai tahap. Keseluruhannya meliputi lima tahap. Tahap pertama meliputi gadis-gadis yang baru dikenalnya.
Mereka menerima telepon setiap hari, karangan bunga, dan buku-buku tipis berisi puisi cinta. Tahap kedua meliputi kelompok yang dikirimi hadiah-hadiah berupa syal Gucci dan kotak-kotak porselen berisi coklat Perugina. Mereka yang tergolong tahap ketiga menerima perhiasan dan pakaian dan diajak makan malam di El Toula, atau Taverna Flavia. Mereka yang berada dalam tahap keempat boleh berbagi ranjang dan menikmati keahliannya dalam bermain cinta. Suatu acara bersama Ivo merupakan keistimewaan tersendiri. Apartemen kecilnya di Via Margutta yang tertata indah selalu dihiasi bungabunga, garofani atau papaveri.
Ilustrasi musiknya bisa petikan opera, lagu-lagu klasik atau rock, sesuai dengan selera gadis yang dijamu. Ivo pandai memasak, dan salah satu masakan istimewanya, yang
memang cocok dengan dirinya, adalah pollo alla cacciatora, ayam sang pemburu. Setelah makan malam, sebotol
sampanye dingin diminum di tempat tidur. . Ah, ya, Ivo selalu menikmati tahap keempat.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Namun, tahap kelima mungkin paling manis. Tahap itu berisikan ucapan perpisahan yang mendayu-dayu, sebuah hadiah perpisahan yang tak tanggung-tanggung, dan salam perpisahan arrivederci disertai cucuran air mata.
Tapi semua itu masa lalu. Kini, Ivo Palazzi memandang sekilas pada wajahnya yang berdarah dan penuh goresan di dalam kaca di atas tempat tidurnya, dan cemas setengah mati. Dia seperti baru digilas mesin pengirik.
"Lihat apa yang kaulakukan terhadapku," dia berteriak.
"Cara, aku tahu bukan begitu maksudmu."
Dia bergeser ke ranjang untuk memeluk Donatella.
Tangan-tangan lembut perempuan itu merayapi tubuhnya, dan
ketika dia bermaksud mendekapnya, dia membenamkan kuku-kuku panjangnya di punggungnya
yang telanjang, dan mencakarnya seperti binatang buas. Ivo berteriak kesakitan.
"Teriaklah!" jerit Donatella. "Kalau aku punya pisau akan kucincang kau. Biar tahu rasa."
"Aduh, aku mohon!" ujar Ivo mengiba-iba.
"Anak-anak akan mendengarmu."
"Biar!" jerit perempuan itu lagi. "Sudah waktunya
mereka tahu makhluk macam apa ayah mereka
sebenarnya." Dia melangkah menghampirinya. "Carissima ?"
"Jangan sentuh diriku! Lebih baik kuberikan tubuhku pada pelaut mabuk dan sakit kotor yang kujumpai di jalan, sebelum kau boleh mendekati diriku lagi."
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Ivo bangkit. Harga dirinya tersinggung "Itu bukan
kata-kata yang kuharapkan dari ibu anak-anakku."
"Kau ingin aku bicara sopan kepadamu" Kau ingin aku tidak memperlakukanmu seperti kutu busuk?" Suara
Donatella melengking lagi. "Kalau begitu penuhi permintaanku!" Ivo memandang gugup ke arah pintu. "Carissima - tak mungkin. Aku tidak punya."
"Kalau begitu cari untukku!" dia berteriak. "Kau sudah janii!"
Perempuan itu mulai sewot lagi, dan Ivo memutuskan bahwa dia sebaiknya angkat kaki secepat mungkin sebelum para tetangga memManggfl polisi lagi.
"Aku butuh waktu untuk mendapatkan sejuta dolar,"
katanya menenangkan. "Tapi - tapi aku akan berusaha."
Dia bergegas mengenakan celana dalam dan celana
panjangnya, kaus kaki dan sepatu, sementara Donatella hilir-mudik di kamar. Payudaranya yang sintal bergerak naik-turun, dan Ivo berkata dalam hati, Ya Tuhan, bukan main perempuan itu! Betapa aku memujanya. Dia meraih kemejanya yang berlumuran darah. Apa boleh buat. Dia memakainya, dan merasakan bahan lembap itu melekat di punggung dan dadanya. Dia melempar pandangan sekilas ke cermin. Darah masih menetes dari luka-luka cakaran kuku Donatella di wajahnya.
"Carissima,"
Garis Darah Blood Line Karya Sidney Sheldon di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
keluh Ivo, "bagaimana aku harus menjelaskan semua ini kepada istriku?"
Istri Ivo Palazzi adalah Simonetta Roffe, ahli waris cabang Italia dari keluarga Roffe. Ivo seorang arsitek muda
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
ketika bertemu Simonetta. Dia ditugaskan kantornya untuk mengawasi beberapa perombakan di vila keluarga Roffe di Porto Ercole. Begitu Simonetta menjatuhkan pandangan pada Ivo, masa lajangnya tak berumur panjang. Ivo
langsung menggolongkannya ke tahap empat pada malam pertama, dan tahu-tahu sudah menikahinya tak lama
kemudian. Simonetta tidak hanya cantik tetapi juga berkemauan keras, dan dia tahu apa yang diinginkannya: dia menginginkan Ivo Palazzi. Maka tanpa sempat
menyadari sepenuhnya, Ivo berubah dari bujangan yang bebas merdeka menjadi suami seorang ahli waris yang cantik. Tanpa menyesal, dia menyingkirkan cita-citanya di bidang arsitektur dan bergabung dengan Roffe and Sons, dengan kantor megah di EUR, bagian dari Roma yang
dibangun dengan harapan setinggi langit oleh mantan pemimpin besar Musolini yang tidak bernasib baik.
Ivo berhasil dalam perusahaan itu sejak awal. Dia cerdas, cepat belajar, dan setiap orang menyukainya. Memang sulit untuk tidak menyukai Ivo. Dia selalu tersenyum, selalu ramah. Kawan-kawannya iri akan watak baiknya dan
bertanya-tanya bagaimana dia bisa meraih semua itu.
Jawabannya cukup sederhana. Ivo menutupi sisi gelap dari wataknya. Sebenarnya dia lelaki yang sangat emosional, yang bisa menaruh dendam, bisa membunuh.
Perkawinan Ivo dengan Simonetta berjalan mulus.
Semula dia khawatir bahwa perkawinan merupakan suatu pengekangan yang akan menjerat kelelakiannya, tetapi kekhawatiran itu ternyata tak beralasan. Dia hanya perlu menerapkan program penghematan, mengurangi jumlah
kawan-kawan wanitanya, dan segalanya berjalan sebagaimana biasa. Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Ayah Simonetta membelikan mereka sebuah rumah
indah di atas tanah yang luas di Olgiata, 25 km di sebelah utara Roma. Sebuah rumah yang dilindungi pintu gerbang kokoh dan dijaga pengawal berseragam.
Simonetta seorang istri yang luar biasa. Dia mencintai Ivo dan memperlakukannya sebagai raja, yang menurut Ivo memang pantas diperolehnya. Namun ada satu titik
kekurangan pada Simonetta. Kalau dilanda cemburu, dia berubah menjadi pemberang. Sekali dia mencurigai Ivo membawa seorang relasi wanita ke Brazilia. Sudah tentu Ivo mendongkol atas tuduhan itu. Sebelum pertengkaran itu berakhir, seluruh rumah mereka hancur lebur. Tak sebuah piring maupun perabotan yang tetap utuh, dan sebagian besar hancur di atas kepala Ivo. Simonetta mengejarnya dengan pisau daging, mengancam akan
membunuhnya lalu dirinya sendiri. Ivo terpaksa mengerahkan segala tenaga dan kekuatannya untuk
merebut pisau itu dari tangannya. Mereka meneruskan pertengkaran dengan bergumul di lantai, dan Ivo akhirnya merobek pakaian istrinya dan membuatnya lupa akan
kemarahannya. Tetapi setelah kejadian itu, Ivo jadi sangat hati-hati. Dia mengatakan kepada relasi yang bersangkutan, bahwa dia tak mungkin lagi bepergian dengannya. Dia juga berusaha untuk tidak menimbulkan kecurigaan seperti itu lagi. Dia menyadari dirinya sebagai lelaki paling mujur di dunia. Simonetta masih muda, cantik dan cerdas serta kaya.
Mereka menaruh minat pada hal-hal dan orang-orang yang sama. Perkawinan mereka cukup sempuma. Ivo pun sering heran kenapa dia tetap berlaku serong, mengangkat
seorang gadis dari tahap dua ke tahap tiga, dan gadis lain dari tahap empat ke tahap lima pada saat bersamaan.
Namun, dia lalu mengangkat bahu sambil berkata pada diri
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
sendiri, Harus ada seseorang yang membuat perempuan-perempuan itu bahagia.
Ivo dan Simonetta telah menikah tiga tahun ketika dia bertemu Donatella Spolini dalam suatu perjalanan dinas ke Sicilia. Pertemuan itu lebih tepat dikatakan ledakan. Dua planet yang berpapasan dan berbenturan. Kalau tubuh Simonetta ramping dan memikat seperti patung wanita muda karya Manzu, tubuh Donatella merangsang dan
matang seperti karya Rubens. Wajahnya sangat cantik, dan matanya yang hijau membara membuat hati Ivo berapi-api.
Satu jam setelah berkenalan mereka sudah naik ranjang, dan Ivo, yang selalu membanggakan kecakapannya sebagai pemain cinta, harus mengakui bahwa dia sekarang menjadi murid dari Donatella gurunya. Perempuan itu membuatnya melambung ke puncak yang belum pernah dicapainya.
Tubuh perempuan itu merayapi tubuhnya dalam berbagai kemungkinan yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya.
Dia merupakan sumber kenikmatan yang tak kunjung
kering. Sementara terbaring di ranjang dengan mata terpejam mereguk sensasi-sensasi yang luar biasa, Ivo menyadari betapa bodoh kalau membiarkan Donatella
lepas dari tangannya. Maka jadilah Donatella gundiknya. Satu-satunya syarat yang diajukan perempuan itu ialah agar Ivo melepas semua wanita lain dalam hidupnya, kecuali istrinya. Ivo
menyetujui dengan perasaan bahagia. Itu semua terjadi delapan tahun yang lalu, dan selama kurun waktu itu Ivo tak pernah mengkhianati istri maupun gundiknya.
Memuaskan dua wanita yang haus cinta pasti akan
menguras tenaga seorang lelaki biasa, tetapi bagi Ivo justru sebahknya. Kalau memadu cinta dengan Simonetta, dia
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
membayangkan Donatella dengan tubuhnya yang matang merangsang, maka hasratnya pun menggelora. Sedang
selagi berasyik-masyuk dengan Donatella, dia teringat akan payudara Simonetta yang ranum dan mungil, dan dia pun makin berapi-api. Namun, dengan siapa pun dari kedua perempuan itu dia main cinta, dia merasa menipu yang seorang
lagi. Perasaan itu justru menambah kenikmatannya. Ivo membelikan sebuah apartemen indah di Via
Montemignaio bagi Donatella, dan selalu melewatkan setiap waktu yang bisa dia luangkan bersamanya. Dia selalu mengatur harus mendadak melakukan pelalanan dinas.
Padahal selama waktu itu, dia berbagi ranjang bersama Donatena. Dia selalu mampir menjenguknya dalam perjalanan ke kantor, dan melewatkan waktu istirahat siang bersamanya. Pernah sekali, ketika Ivo berlayar ke New York dengan kapal QE 2 bersama Simonetta, dia menempatkan Donatella di sebuah kamar satu tingkat di bawah geladak mereka. Saat itu merupakan perjalanan yang paling menggairahkan dalam hidup Ivo.
Pada malam ketika Simonetta menyatakan kepada Ivo
bahwa dirinya hamil, Ivo diliputi kegembiraan luar biasa.
Seminggu kemudian Donatella memberitahu Ivo bahwa dia hamil. Kebahagiaan Ivo pun meluap. Kenapa para dewa begitu bermurah hati padaku, demikian dia bertanya pada dirinya sendiri. Dalam segala kerendahan hati, Ivo terkadang merasa bahwa dia tidak patut menerima segala kebahagiaan yang dilimpahkan pada dirinya.
Pada saat yang telah ditetapkan Simonetta melahirkan seorang bayi perempuan dan seminggu kemudian
Donatella melahirkan seorang anak lelaki. Mau minta apa
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
lagi" Tetapi para dewa tidak berhenti sampai di situ. Dalam waktu tidak terlalu lama Donatella memberitahu Ivo bahwa dirinya hamil lagi, dan minggu berikutnya Simonetta juga menjadi hamil. Sembilan bulan kemudian, Donatella
memberi Ivo seorang anak lelaki lagi dan Simonetta melahirkan seorang anak perempuan lagi. Empat bulan kemudian, kedua perempuan itu hamil lagi dan kali ini mereka melahirkan pada hari yang sama. Ivo terpaksa lari tunggang-l.anggang dari Salvator Mundi, tempat Simonetta dirawat, ke Clinica Santa Chiara tempat Donatella
melahirkan. Dia mondar-mandir antara kedua rumah sakit, bolak-balik sepanjang Raccordo Anulare, melambaikan tangan kepada gadis-gadis yang duduk menunggu para langganan di depan tenda-tenda kecil di bawah payung merah jambu di kedua tepi jalan. Ivo mengendarai
mobilnya begitu kencang sehingga tak mampu menyimak wajah-wajah mereka, tetapi dia menyukai mereka semua dan mengharap yang terbaik bagi mereka.
Lagi-lagi Donatella melahirkan seorang anak lelaki dan Simonetta seorang anak perempuan.
Terkadang Ivo berharap keadaan itu terbalik adanya.
Sungguh ironis bahwa istrinya yang sah hanya memberinya anak-anak perempuan, sementara gundiknya anak-anak lelaki. Padahal dia menginginkan keturunan lelaki untuk meneruskan namanya. Namun, dia merasa puas sebagai lelaki. Dia mempunyai tiga anak sah dan tiga anak di luar nikah. Dia mencintai dan sangat memperhatikan mereka.
Dia tidak pernah melupakan hari-hari ulang tahun, pesta santo pelindung, dan nama-nama mereka. Anak-anak perempuannya bernama Isabella, Benedetta, dan Camilla.
Anak-anak lelakinya bernama Francesco, Carlo, dan Luca.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Ketika anak-anak semakin besar, hidup jadi makin rumit bagi Ivo. Bersama istri, gundik, dan keenam anaknya, Ivo harus mengingat delapan hari ulang tahun, delapan hari pesta santo pelindung, dan dua dari setiap hari libur. Dia mengatur kedua sekolah anak-anaknya jauh terpisah. Para gadis disekolahkan di Saint Dominic, biara Prancis di Via Cassia, dan anak-anak lelaki masuk ke Massimo, sekolah asuhan imam-imam Yesuit di EUR. Ivo menemui dan
berkenalan dengan semua guru mereka, membantu anakanak dengan pekerjaan rumah mereka, bermain bersama mereka, membetulkan mainan yang rusak. Mengelola dua keluarga dan mencegah mereka saling bertemu memang memerlukan segala kelihaian, namun dia bisa mengatur.
Dia benar-benar seorang ayah, suami, dan kekasih teladan.
Pada hari Natal dia tinggal di rumah bersama Simonetta, Isabella, Benedetta, dan Camilla. Pada hari Befana tanggal 6
januari, Ivo berperan sebagai Befana, si tukang sihir, dan membagi-bagi hadiah serta carbone, gula batu hitam kesukaan anak-anak, kepada Francesco, Carlo, dan Luca.
Istri dan gundiknya sama-sama cantik, dan anak-anaknya elok serta tampan, dan dia bangga akan mereka semua. Hidup benar-benar indah.
Namun, kemudian para dewa menampar wajah Ivo
Palazzi. Sebagaimana lazimnya sebagian besar bencana berat, yang satu ini pun datang tanpa pemberitahuan.
Pagi itu, selesai memadu cinta bersama Simonetta
menjelang sarapan, Ivo langsung berangkat ke kantornya, dan menyelesaikan pekerjaannya. Pada pukul satu siang dia mengatakan kepada sekretarisnya - lelaki, atas desakan
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Simonetta - bahwa dia harus menghadiri suatu pertemuan sampai sore hari.
Sambil tersenyum membayangkan kenikmatan yang
menanti dirinya, Ivo mengitari konstruksi yang menutupi jalan sepanjang Lungo Tevere, tempat pembangunan
jaringan jalan kereta api bawah tanah selama tujuh belas tahun terakhir, menyeberangi jembatan ke Corso Francia.
Tiga puluh menit kemudian dia mengarahkan mobilnya masuk garasi di Via Montemignaio. Begitu Ivo membuka pintu apartemen, dia tahu ada suatu ketidakberesan.
Francesco, Carlo, dan Luca menangis sambil mendekap Donatella. Ketika Ivo melangkah menghampiri Donatella, perempuan itu memandangnya dengan raut penuh
kebencian di wajah, sehingga sejenak Ivo mengira salah masuk apartemen.
"Stronzo!" teriak perempuan itu kepadanya.
Ivo memandang tak mengerti ke sekelilingnyal "
Carissima - anak-anak - ada apa" Apa salahku?"
Donatella bangkit berdiri. "Ini kesalahanmu!" Dia
melemparkan majalah Oggi ke wajahnya, "Lihatlah sendiri!"
Dengan kebingungan, Ivo membungkuk dan meraih
majalah itu. Pada sampul majalah terpampang foto dirinya, Simonetta, dan ketiga anak gadis mereka. Di bawahnya tercantum tulisan "Padre di Famiglia."
Dio! Dia lupa sama sekali akan hal itu. Berbulan-bulan yang lalu, majalah ini minta izin memuat sebuah tulisan tentang dirinya dan dia begitu bodoh untuk menyetujuinya.
Namun, Ivo tidak pernah mengira akan sehebat itu. Dia mengamati gundik dan anak-anaknya yang menangis
terisak-isak, dan berkata, "Aku bisa menjelaskan hal ini. .,
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
"Teman-teman sekolah mereka sudah cukup memberi
penjelasan;' Donatella menjerit. "Anakanakku pulang dengan menangis karena setiap anak di sekolah menuding mereka sebagai anak haram!"
"Cara, aku " "
"Induk semang dan para tetangga memperlakukan kami bagaikan orang kusta. Kami tidak bisa menegakkan kepala lagi. Aku harus membawa mereka pergi dari tempat ini."
Ivo memandang terbelalak kepadanya. "Apa katamu?"
"Aku akan meninggalkan Roma, dan aku akan membawa
anak-anakku." "Mereka juga anakku," dia berteriak. "Kau tidak boleh pergi."
"Jangan coba-coba menghalangi diriku, akan kubunuh kau."
Kejadian itu bagaikan mimpi buruk. Ivo berdiri terpaku, memandangi ketiga anak lelaki dan gundik yang dicintainya menjerit-jerit sewot. Sekilas terlintas dalam benaknya. Hal ini tak mungkin terjadi pada diriku.
Namun, Donatella belum selesai membuat perhitungan dengannya. "Sebelum kami pergi," dia menyatakan, "aku minta sejuta dolar tunai."
Permintaan itu begitu edan sehingga Ivo tak dapat
menahan tawa. "Sejuta ?"
"Ya. Kalau tidak aku akan menelepon istrimu."
Peristiwa itu terjadi enam bulan yang lalu. Donatella tidak melaksanakan ancamannya - belum - namun Ivo tahu dia tak akan segan-segan melakukannya. Setiap minggu dia
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
terus mendesak. Dia nekat menelepon ke kantornya dan berkata, "Aku tak peduli bagaimana caranya, tapi beri aku uang itu."
Hanya ada satu cara bagi Ivo untuk memperoleh jumlah sebesar itu. Dia harus bisa menjual saham-saham di Roffe and Sons. Sam Roffe-lah yang selalu menghalangi penjualan saham, Sam yang membuat perkawinan ivo berantakan, masa depannya suram. Dia harus dihentikan. Asal kita tahu orang yang tepat, segalanya bisa dijalankan.
Yang paling menyakitkan Ivo adalah Donatella -
gundiknya yang tercinta - tidak membiarkan dirinya menyentuhnya. Ivo boleh mengunjungi anak-anaknya
setiap hari, tetapi dilarang masuk ke kamar tidur.
"Setelah kau memberi uang itu," Donatella berjanji, "aku baru mau main cinta lagi."
Karena tak mampu menahan lebih lama lagi, pada suatu sore Ivo menelepon Donatella dan mengatakan, "Aku
segera datang. Uang sudah diatur."
Pokoknya, dia akan mencumbu perempuan itu dulu
sampai takluk dan kemudian menenangkan hatinya.
Rencananya ternyata gagal total. Dia berhasil menanggalkan pakaian perempuan itu, dan setelah mereka telanjang berdua, dia menceritakan hal sebenarnya
kepadanya. "Aku belum berhasil mendapatkan uang itu, tetapi pada saatnya nanti ?"
Pada saat itulah perempuan itu menyerangnya bagai
seekor binatang buas. -odwo- Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Ivo memikirkan hal-hal tersebut saat ini, ketika
mengemudikan mobilnya meninggalkan apartemen Donatella (dia menganggapnya demikian sekarang) menuju utara, ke Via Cassia yang ramai, lalu ke rumahnya di Olgiata. Dia melirik wajahnya di kaca depan mobil.
Perdarahan agak berkurang, tetapi luka-luka cakaran tampak jelas. Dia menoleh ke kemejanya yang berlumuran darah. Bagaimana dia harus menjelaskan kepada Simonetta tentang cakaran-cakaran di wajah dan punggungnya"
Sekejap Ivo ingin nekat dan menceritakan kejadian
sebenarnya kepadanya, tetapi kemudian menumpas
gagasan itu secepat kilat.
Dia bisa saja - memang bisa - mengaku kepada
Simonetta, bahwa dalam keadaan lupa diri sesaat, dia pernah
mengajak tidur seorang perempuan dan membuatnya hamil, dan dia bisa saja - memang bisa - lolos dengan selamat dari kesulitan ini. Tapi tiga orang anak"
Dalam waktu tiga tahun" Hidupnya tak akan lebih berharga dari selembar limaan lira. Sekarang ini tak ada
kemungkinan baginya untuk tidak pulang. Mereka menanti kedatangan tamu-tamu
untuk makan malam, dan Simonetta pasti menunggu kepulangannya. Ivo terperangkap. Berantakan sudah perkawinannya. Hanya Santo Gennaro, pelindung segala mukjizat, yang bisa membantunya. Mata Ivo menangkap sebuah rambu di
pinggir Via Cassia. Secepat kilat dia menginjak rem, keluar dari jalur cepat dan menghentikan mobilnya.
Tiga puluh menit kemudian, Ivo meluncur lewat gerbang Olgiata. Tanpa menghiraukan pandangan para penjaga yang melihat wajahnya yang babak-belur dan kemejanya yang berlumuran darah, Ivo melintasi kelok-kelok jalan masuk, sampai ke tikungan yang menuju ke depan rumah, dan berhenti di depan serambi. Dia memarkir mobilnya,
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
membuka pintu depan rumah dan melangkah masuk ruang duduk. Simonetta dan Isabella, anak mereka yang tertua, berada di kamar itu. Pandangan terkejut memenuhi wajah Simonetta ketika melihat wajah suaminya.
"Ivo! Apa yang terjadi?"
Ivo tersenyum bimbang, berusaha tidak mempedulikan rasa sakit, dan mengakui dengan konyol, "Aku khawatir telah melakukan suatu ketololan, cara ?"
Simonetta melangkah mendekat, mengamati luka-luka
cakaran di wajahnya, dan Ivo melihat matanya menyipit.
Ketika membuka suara, suaranya terdengar sangat dingin.
"Siapa yang mencakar wajahmu?"
"Tiberio," seru Ivo menjelaskan. Dari balik punggungnya dia mengacungkan seekor kucing besar jelek berbulu kelabu, yang meronta-ronta dalam cengkeramannya,
kemudian lari mengambil langkah seribu. "Aku membelinya untuk Isabella, tapi hewan sial itu menyerangku ketika mau kumasukkan dalam kurungan."
"Povere amore mio!" Dalam sekejap, Simonetta berada di sampingnya. "Angelo mio! Ayo naik dan berbaringlah. Aku akan memanggfl dokter. Biar kuberi yodium. Aku akan- "
"Tidak. Jangan! Aku tidak apa-apa," ujar Ivo tabah. Dia menyeringai ketika Simonetta merangkulnya. "Hati-hati!
Aku khawatir kucing kampung itu mencakari punggungku juga!"
"Amore! Kasihan sekali kau!"
"Oh, bukan begitu," kata Ivo. "Aku baik-baik saja." Dan dia memang merasa demikian.
Bel pintu depan berdering.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
"Aku akan membukanya," kata Simonetta.
"Tidak. Biar aku," ujar Ivo cepat. "Aku - aku menantikan beberapa surat penting dari kantor."
Dia bergegas menuju pintu depan dan membukanya.
"Signor Palazzi?"
"Si." Seorang pesuruh dengan seragam abu-abu, menyerahkan sebuah sampul. Di. daIamnya ada berita teleks dari Rhys Williams. Ivo membaca berita itu secepat kilat. Lama dia terpaku di pintu itu, lama sekali.
Kemudian dia menarik napas dalam-dalam dan naik ke loteng untuk bersiap menyambut tamu-tamunya.
BAB 4 Buenos Aires Senin, 7 September Pukul tiga sore STADION balap mobil Buenos Aires yang berdebu di
pinggiran ibu kota Argentina itu penuh sesak dengan lima puluh ribu penonton yang datang untuk menyaksikan
kejuaraan klasik. Suatu lomba 115-putaran mengitari sirkuit yang panjangnya hampir empat mil. Perlombaan telah berlangsung hampir lima jam di bawah terik
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
matahari. Yang ikut di lapangan start ada tiga puluh mobil, namun kini tinggal sedikit. Para penonton sedang
menyaksikan suatu catatan sejarah. Selama ini belum ada lomba semacam itu, dan mungkin juga tak akan ada lagi.
Semua nama yang merupakan legenda ikut dalam
perlombaan hari ini: Chris Amon dari Selandia Baru, dan Brian Redman dari Lancashire. Ada pula si pembalap Italia Andrea di Adamici, dengan sebuah Alfa Romeo Tipo 33, dan Carlos Maco dari Brazilia, dengan sebuah Mach Formula 1.
Sang juara dari Belgia, Jacky Ickx, ada pula di sana, dan Reine Wisell dari Swedia dengan sebuah BRM.
Untasan balap tampak seperti pelangi acak-acakan,
ditebari liukan warna-warna merah dan hijau dan hitam dan putih dan emas dari mobil-mobil Ferrari dan Brabham dan McLaren M19-A dan Lotus Formula 3.
Setelah putaran demi putaran yang melelahkan dilalui, para raksasa mulai berjatuhan. Chris Amon berada di tempat keempat ketika katup-katupnya mencuat lepas. Dia menyapu mobil Cooper yang dikendarai Brian Redman, sebelum mampu mengendalikan mobilnya dengan mematikan mesin. Tapi kedua mobil itu terlanjur tersingkir keluar arena. Reine Wisell berada di tempat pertama, dengan Jacky Ickx tepat di belakang mobil BRM itu. Pada putaran berikut, persneling BRM hancur berantakan dan baterai serta perangkat listriknya dimakan api. Mobil mulai berputar-putar, dan Ferrari Jacky Ickx terperangkap dalam putaran itu.
Penonton menjerit-jerit. Tiga mobil melesat ke depan mendahului yang lain-lain.
Jorje Amandaris dari Argentina, mengendarai Surtees; Nils Nilsson dari Swedia dengan Matra; dan Ferrari 312 B-2
dikendarai Martel dari Prancis. Mereka meluncur mulus,
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
melaju di lintasan lurus, meliuk tajam di tikungan, menderu maju.
Jorje Amandaris memimpin di depan, dan karena dia
salah satu dari mereka, orang-orang
Garis Darah Blood Line Karya Sidney Sheldon di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Argentina menyorakinya habis-habisan. Nils Nilsson yang mengemudikan Matra merah putih lengket di belakangnya, dan di belakangnya lagi, Ferrari hitam-kuning-emas dikendarai Martel dari Prancis.
Mobil Prancis itu nyaris lepas dari perhatian sampai lima menit terakhir, ketika mulai menerobos lintasan. Dia mencapai kedudukan kesepuluh, lalu ketujuh, kemudian kelima. Dan terus melaju pesat. Penonton kini mulai memperhatikan ketika pengemudi Prancis itu mulai
mendesak mobil nomor dua yang dikemudikan Nilsson.
Ketiga mobil itu melejit dengan kecepatan lebih dari 180
mil per jam. Di lintasan lomba dengan garis batas teratur seperti Brands Hatch atau Watkins Glen, kecepatan itu sudah cukup berbahaya, tetapi di lintasan Argentina yang lebih ganas berarti bunuh diri. Seorang wasit berjaket merah berdiri di tepi lintasan, mengacungkan sebuah tulisan, "LIMA PUTARAN".
Ferrari hitam-kuning-emas dari Prancis itu berusaha mendahului Matra-nya Nilsson dari sisi luar, dan Nilsson menggeser, menutupi langkah mobil Prancis tersebut.
Mereka menyalip mobil Jerman di lintasan dalam dengan kecepatan tinggi. Kini keduanya berdampingan dengan mobil Nilsson. Mobil Prancis itu agak mengurangi
kecepatan dan bergeser sehingga menempati celah sempit di belakang mobil Jerman dan Matra-nya Nilsson. Dengan operan persneling secepat kilat, pengemudi Prancis itu menyelinap di antara celah yang sempit, memaksa kedua mobil untuk menyingkir, kemudian melejit ke tempat
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
nomor dua. Penonton, yang sempat menahan napas
sejenak, bersorak memberi pujian. Suatu gerakan indah yang berani dan berbahaya.
Kini Amandaris memimpin, Martel kedua dan Nilsson
pada kedudukan ketiga, dan tinggal menempuh tiga
putaran lagi. Amandaris menyaksikan gerak siasat tadi.
Pengemudi Prancis itu hebat, kata Amandaris pada dirinya sendiri, tetapi belum cukup untuk menundukkanku. Amandaris berniat memenangkan kejuaraan. Di depannya dia melihat tanda yang dikibaskan - "DUA PUTARAN".
Perlombaan hampir selesai, dan akan memberi kemenangan padanya. Dari sudut matanya, dia bisa melihat Ferrari hitam-kuning emas itu mencoba maju ke
sampingnya. Sekilas dia menangkap wajah si pengendara yang kotor berdebu, tegar, dan penuh tekad di balik kacamata balap. Amandaris menghela napas. Dia menyesal harus bertindak, namun tak ada pilihan lain baginya. Balap mobil bukan mainan buat olahragawan, tetapi pemenang.
Kedua mobil itu hampir sampai ke sisi utara yang
bertikungan tajam, bagian paling berbahaya dari seluruh lintasan, tempat terjadinya puluhan kecelakaan. Amandaris melempar pandangan secepat kilat pada orang Prancis yang
mengemudikan Ferrari lalu mengencangkan genggamannya pada kemudi. Ketika kedua mobil itu
mendekati tikungan, Amandaris tanpa mencolok meng-
angkat kakinya dari pedal gas, sehingga Ferrari itu maju ke depan. Dia melihat si pengemudi melemparkan pandangan spekulatif kepadanya. Kemudian pengemudi itu mengikuti tindakannya, terperosok dalam jebakannya. Penonton bersorak-sorai. Jorje Amandaris menunggu sampai Ferrari hitam-kuning-emas itu benar-benar mendahuluinya dari sisi luar. Pada saat itu, Amandaris menggeser tangkai persneling lebar-lebar dan mulai bergerak ke kanan.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Dengan begitu dia menghadang lintasan Ferrari, sehingga satu-satunya pilihan adalah naik ke tanggul.
Amandaris melihat raut kekesalan di wajah pembalap Prancis itu dan berkata dalam hati, "Salud". Pada saat itu juga, pengemudi Ferrari tersebut mengarahkan kemudinya langsung ke Surtees milik Amandaris. Amandaris tak mampu mempercayai penglihatannya. Ferrari itu berniat menabraknya. Mereka hanya berjarak sembilan puluh
sentimeter, dan dengan kecepatan begitu tinggi. Amandaris harus segera mengambil keputusan. Siapa mengira pembalap Prancis itu sinting begitu" Secepat kilat, dengan tindakan refleks, Amandaris membanting kemudi tajam ke kiri, berusaha menghindari benturan dengan logam ribuan ton, dan menginjak rem sekuat tenaga. Mobil Prancis itu meleset beberapa sentimeter dari sasarannya, dan melejit di depannya menuju garis akhir. Sejenak mobil Jorje Amandaris meliuk-liuk, kemudian lepas dari kendali dan berputar, membentur lintasan dengan keras, berjungkir-balik dan akhirnya meledak disertai sinar merah hitam.
Namun, perhatian penonton tersedot ke Ferrari Prancis, yang
menderu-deru melewati garis akhir menuju
kemenangan. Penonton bersorak dan menjerit kegirangan ketika
berlarian mendekati mobil tersebut dan mengelilinginya. Si pengemudi bangkit perlahan dan melepas kacamata balap serta helmnya.
Dia seorang wanita berambut kuning gandum yang
dipangkas pendek, dengan raut wajah tajam dan kuat. Ada kecantikan klasik yang dingin pada dirinya. Tubuhnya gemetar, bukan karena penat, tapi karena penuh gairah mengenang saat memandang mata Jorje Amandaris ketika dia mengirim lelaki itu ke ajalnya. Pembawa acara berteriak
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
lewat pengeras suara, Pemenang adalah Helene Roffe-Martel, dari Prancis, mengemudikan Ferrari."
Dua jam kemudian, Helene dan suaminya, Charles,
berada di kamar VIP mereka di Hotel Ritz, di pinggiran Buenos Aires. Mereka bergelimpangan di atas permadani di depan perapian. Helene menindih suaminya dalam keadaan bugil, dalam posisi klasik la Diligence de Lyon, dan Charles berseru, "Oh, Tuhan! Jangan lakukan itu padaku! Jangan!"
Semakin Charles mengiba-iba, istrinya justru semakin menggebu-gebu. Dia makin mengeraskan tindihannya,
makin menyakitinya, menyaksikan air mata bercucuran di mata suaminya. Aku dihukum tanpa alasan, pikir Charles.
Dia ngeri membayangkan apa yang akan dilakukan Helene kepadanya, kalau perempuan itu menemukan kejahatan yang telah dilakukannya.
-odwo- Charles Martel mengawini Helene Roffe demi nama dan uangnya. Setelah upacara perkawinan, perempuan itu tetap mempertahankan namanya - dibubuhi nama Charles - dan uangnya. Ketika Charles menyadari bahwa perkiraannya meleset, nasi sudah menjadi bubur.
Charles seorang pengacara muda di kantor pengacara besar di Paris ketika bertemu Helene Roffe untuk pertama kali. Dia diminta membawakan berkas-berkas ke ruang rapat, di mana sedang berlangsung suatu pertemuan.
Keempat rekan senior berada di dalam ruangan itu bersama Helene Roffe. Charles telah mendengar tentang
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
perempuan itu. Setiap orang di Eropa tahu tentang dirinya.
Dia ahli waris industri farmasi Roffe. Dia binal dan modern, dan disanjung setinggi langit oleh kalangan surat kabar dan majalah. Dia juara ski, mengemudikan pesawat jet Lear-nya sendiri, pernah memimpin ekspedisi pendakian gunung di Nepal, ikut balap mobil dan ketangkasan berkuda, dan berganti pria seperti ganti pakaian. Gambar-gambarnya muncul secara tetap di Paris Match dan Jours de France. Dia kini berada di kantor pengacara itu, karena mereka menangani kasus perceraiannya. Yang keempat atau kelima
- Charles Martel tak tahu pasti, dan dia juga tidak berminat.
Keluarga Roffe yang kelas kakap berada di luar
jangkauannya. Charles menyerahkan berkas-berkas kepada atasannya.
Dia agak gugup, bukan karena Helene Roffe ada di dalam ruangan - dia nyaris tak melempar pandangan kepadanya -
tetapi karena kehadiran keempat rekan seniomya. Mereka mencerminkan Autoritas, dan Charles Martel menyegani Autoritas. Dia pada dasarnya lelaki sederhana, puas dengan hidup ala kadarnya, tinggal di sebuah apartemen kecil di Passy dan menekuni koleksi perangkonya yang tidak
seberapa pula. Charles Martel bukan pengacara ulung, tetapi cukup handal, tekun, dan bisa dipercaya. Seorang yang
menjunjung tinggi martabat profesinya. Dia berumur awal empat puluhan dan penampilan fisiknya, meskipun tidak jelek, tapi jauh dari tampan. Seseorang pernah mengatakan bahwa dia mempunyai kepribadian pasir basah, dan
gambaran itu memang tepat. Maka benar-benar di luar dugaan, bahwa sehari setelah bertemu Helene Roffe, Charles, Martel dipanggil ke kamar M. Michel Sachard, rekan paling senior, dan mendapat pemberitahuan. "Helene
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Roffe minta kau menangani kasus perceraiannya secara pribadi. Kau harus mengambil alih kasus itu sekarang juga."
Charles Martel terperangah. "Kenapa saya, Monsieur Sachard?"
Sachard memandang tajam kepadanya dan berkata,
"Saya tidak tahu-menahu. Tetapi, layani dia sebaik-baiknya." Karena menangani kasusnya, Charles harus sering
menemui perempuan itu. Terlalu sering, menurut
perasaannya. Helene menelepon dan mengundangnya
makan malam di vilanya di Le Vesinet, untuk membicarakan kasus itu, dan ke opera dan ke rumahnya di Deauville. Charles terus berusaha menjelaskan kepadanya bahwa kasus itu sangat sederhana, bahwa tidak ada
hambatan untuk memenangkan perceraian itu. Namun
Helene - dia mendesak Charles untuk memanggilnya
Helene - mengatakan, bahwa dia memerlukan kepastian terus-menerus dari Charles. Kelak Charles sering
mengingat muslihat itu dengan senyum pahit.
Selama minggu-minggu setelah pertemuan pertama
mereka, Charles mulai mencium bahwa Helene Roffe
menaruh minat asmara kepada dirinya. Dia tak bisa
mempercayai hal itu. Dia seorang yang tak berarti, sementara perempuan itu anggota salah satu keluarga terpandang. Namun, Helene tidak membiarkan dirinya terombang-ambing dalam kebimbangan. "Aku berniat
kawin denganmu, Charles."
Charles tak pernah berpikir akan menikah. Dia selalu merasa jengah dengan wanita. Lagi pula dia tidak mencintai Helene. Dia bahkan tidak yakin dia menyukai perempuan itu. Segala keributan dan perhatian yang dicurahkan kepada perempuan itu ke mana pun mereka pergi
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
membuatnya risi. Dia terseret dalam sorotan ketenarannya, dan dia tidak terbiasa dengan peran itu. Dengan berat hati dia juga menyadari perbedaan antara mereka berdua.
Kelincahan Helene sangat rnengganggu kekolotannya.
Helene adalah penentu gaya busana, dan penuh daya tarik, sedangkan dia - yah, dia pengacara biasa, setengah baya, dan sederhana. Dia tak bisa mengerti apa yang diharapkan Helene Roffe darinya. Orang-orang pun tak mengerti.
Keikutsertaannya dalam berbagai lomba berbahaya yang selalu diberitakan luas, dan biasanya merupakan bidang monopoli pria, menumbuhkan desas-desus santer bahwa Helene Roffe mendukung gerakan emansipasi wanita.
Padahal dia sebenarnya meremehkan gerakan itu, dan muak terhadap konsep persamaan. Dia tak melihat satu alasan kenapa lelaki harus dibiarkan sama dengan wanita.
Lelaki memang menyenangkan untuk berada di sekitar kita, pada saat dibutuhkan. Mereka pada dasarnya bukan
makhluk cerdas, tapi bisa dilatih untuk mengambil dan menyalakan rokok, disuruh ke sana-kemari, membukakan pintu, dan memberi kepuasan di ranjang. Mereka bisa dimanfaatkan sebagai makhluk piaraan, yang bisa mandi dan berpakaian sendiri, dan mengurus kebutuhan diri sendiri. Spesies yang menyenangkan.
Helene Roffe tak pernah kekurangan lelaki hidung
belang, pemberani, jutawan, perayu. Tapi dia belum pernah memiliki seorang seperti Charles Martel. Dia tahu benar siapa lelaki itu: seorang yang tak berarti. Segumpal tanah liat polos. Justru di situlah letak tantangannya. Dia berniat mencengkeramnya, membentuknya, dan melihat apa yang bisa diperbuatnya dengan lelaki itu. Sekali Helene Roffe membulatkan pikirannya, Charles Martel tak mempunyai kesempatan untuk mengelak.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Mereka menikah di Neuilly dan berbulan madu di Monte Carlo, di mana Charles kehilangan kelajangan dan
angan-angannya. Dia sebenarnya merencanakan untuk
kembali ke kantor pengacaranya lagi.
"Goblok," kata istrinya. "Kaupikir aku mau menikah dengan karyawan kantor pengacara" Kau harus masuk
perusahaan keluarga. Suatu hari nanti, kau akan memimpin perusahaan itu. Kita akan memimpin."
Helene mengatur agar Charles masuk Roffe and Sons
cabang Paris. Dia harus melaporkan segala sesuatu
kepadanya dan Helene membimbingnya, membantunya,
memberi saran-saran untuk diajukan. Charles maju pesat.
Dalam waktu singkat dia memimpin roda perusahaan di Prancis, dan menjadi anggota dewan direksi. Helene Roffe mengubahnya dari seorang pengacara tak terkenal menjadi pemimpin salah satu perusahaan terbesar di dunia.
Seharusnya Charles merasa di surga ketujuh. Tapi dia.
merasa di neraka. Sejak saat pertama dalam perkawinan mereka, Charles merasa dirinya sangat dikuasai istrinya.
Helene memilihkan penjahit, pembuat sepatu, dan perancang pakaiannya. Dia mendaftarkannya masuk Jockey Club yang eksklusif. Helene memperlakukan Charles, sebagai piaraan. Gajinya harus langsung diserahkan kepadanya, dan Charles mendapat uang saku yang sangat terbatas. Kalau butuh uang tambahan, dia harus minta kepada Helene. Dia harus melaporkan segala kegiatannya, dan tunduk pada segala perintahnya. Helene tampak merasakan kenikmatan kalau menghinanya. Dia sering meneleponnya di kantor dan memerintahkannya untuk segera pulang membawa
sebotol krem kulit, atau kebutuhan konyol lainnya. Kalau Charles tiba di rumah, dia menunggunya telanjang bulat di kamar tidur. Dia tak pernah puas, seperti seekor hewan.
Charles hidup bersama ibunya sampai umur tiga puluh dua,
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
saat wanita itu meninggal karena kanker. Sepanjang ingatan Charles, ibunya selamanya cacat, dan dia mera-watnya. Sama sekali tak ada waktu untuk bergaul dengan gadis-gadis apalagi menikah. Ibunya merupakan beban.
Ketika wanita itu meninggal, Charles mengira dia akan diliputi perasaan bebas. Ternyata, dia malah merasakan suatu kekosongan. Dia telanjur kehilangan minat terhadap wanita
maupun seks. Dalam kepolosannya, dia menceritakan hal itu kepada Helene ketika perempuan itu menyebut-nyebut soal perkawinan untuk pertama kali.
"Nafsuku tidak terlalu besar," dia berkata. Helene tersenyum. "Charles yang malang. Jangan khawatir tentang seks. Aku berjanji, kau akan menyukainya."
Dia benci dan muak. Hal itu justru meningkatkan
kenikmatan Helene. Perempuan itu menertawakan kelemahannya dan memaksanya melakukan hal-hal yang menjijikkan, yang membuat Charles merasa rendah dan hina. Permainan seks sudah cukup merendahkan derajat bagi Charles, tetapi Helene senang mencoba-coba,
melakukan aneka tindakan sadis dalam bermain seks.
Charles tak pernah bisa menebak apa yang akan terjadi. Dia takut setengah mati terhadap Helene. Perempuan itu membuatnya merasa dialah pihak lelaki dan dirinya pihak perempuan. Dia berusaha untuk menyelamatkan harga
Kelana Buana 25 Sekali Lagi Si Paling Badung The Naughtiest Girl Again Karya Enid Blyton Api Di Bukit Menoreh 6
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
GARIS DARAH Buku Pertama Sidney Sheldon Kiriman : Hendri Kho (trims)
Final edit & Ebook : Dewi KZ
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/ http://dewi-kz.info/ Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
BLOODLINE by Sidney Sheldon ? Copyright 1977 by Sidney Sheldon
GARIS DARAH, Buku Pertama
Alihbahasa: Threes Susilastuti
GM 402 91.080 Hak cipta terjemahan Indonesia:
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama,
Jl. Palmerah Selatan 24-26, Jakarta 10270
Sampul dikerjakan oleh David
Diterbitkan pertama kali oleh
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama,
anggota IKAPI, Jakarta, April 1991
Cetakan kedua: Juni 1991 Cetakan ketiga: Maret 1992
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) SHELDON, Sidney
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Garis Darah, buku pertama / oleh Sidney Sheldon;
alihbahasa,Threes Susilastuti.- Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1991. 248 hal. ; 18 cm. Judul asli: Bloodline, ISBN 979-511-079-5 (no. jil. lengkap).
ISBN 979-511-080-2 (jil. 1).
1. Fiksi Amerika. I. Judul.
II. Susilastuti, Threes. 8XO,3 Dicetak oleh Percetakan PT Gramedia, Jakarta
Isi di luar tanggung jawab Percetakan PT Gramedia
Untuk Natalie dengan cinta UCAPAN TERIMA KASIH Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
MESKIPUN ini suatu karya rekaan, tetapi latar
belakangnya otentik, dan saya ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada mereka yang begitu bermurah hati membantu penelitian saya. Kalau dalam menyerap
keterangan mereka - sesuai dengan persyaratan sebuah novel - saya merasa perlu mengembangkan atau
mengurangi unsur-unsur waktu tertentu, hal itu menjadi tanggung jawab saya sepenuhnya. Penghargaan setinggi-tingginya saya sampaikan kepada
Dr. Margaret M. McCarron Direktur Medis Los Angeles County,
Universitas California Selatan
Dean Brady, Fakultas Farmasi,
Universitas California Selatan
Dr. Gregory A. Thompson, Direktur, Pusat Penerangan Obat
Los Angeles County, Universitas California Selatan
Dr. Bernd W. Schulze Pusat Penerangan Obat Los Angeles County, Universitas California Selatan
Dr. Judy Flesh Urs Jaggi, Hoffimann-La Roche & Co., A. G., Basel Dr. Gunter Siebel, Schering A. G., Berlin
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Divisi Penyelidikan Kriminal
Scotland Yard, Zurich dan Berlin
Charles Walford, Sotheby Parke Bernet, London
Dan kepada Jorja, yang membuat semua ini mungkin.
"Sang tabib dengan sangat hati-hati akan
menyiapkan suatu ramuan dari
kotoran buaya, daging kadal,
darah kelalawar, dan ludah unta. ."
- dari sebuah naskah papirus
yang mencatat 811 resep yang dipakai bangsa Mesir
dalam tahun 1550 S.M. BAGIAN PERTAMA BAB 1 Istambul Sabtu, 5 September Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Pukul sepuluh malam DIA duduk seorang diri dalam kegelapan malam, di
belakang meja Hajib Kafir. Matanya memandang hampa ke luar jendela kantor yang berdebu, menatap menara-menara Istambul yang seperti tak tersentuh waktu. Dia tergolong lelaki yang betah berada di belasan ibukota dunia, tetapi Istambul merupakan salah satu kota kesayangannya. Bukan daerah wisata Istambul di kawasan Jalan Beyoglu, atau Bar Lalezab-nya Hilton yang mencolok, tetapi daerah pinggiran yang hanya diketahui kaum Muslim: daerah yali, dan pasar-pasar kecil di daerah souk, dan makam Telli Baba, kuburan satu orang saja, di mana masyarakat berdatangan untuk berdoa kepadanya.
Penantiannya mengandung kesabaran seorang pemburu, ketenangan seorang lelaki yang mampu mengendalikan tubuh dan perasaannya. Dia seorang Wales, dengan
ketampanan wajah dan kekelaman kulit nenek moyangnya.
Dia berambut hitam dengan garis-garis wajah tegas, dan mata cerdas warna biru tua. Perawakannya jangkung
setinggi lebih dari seratus delapan puluh senti, dengan tubuh langsing berotot, menandakan seorang pria yang selalu menjaga kesempurnaan kondisi tubuhnya. Kantor itu menebarkan bau Hajib Kafir, tembakaunya yang manis, kopi Turki-nya yang tajam, tubuhnya yang gemuk
berminyak. Rhys Williams tidak menyadari semua itu.
Pikirannya terpusat pada berita telepon yang diterimanya dari Chamonix, sejam yang lalu.
"Kecelakaan yang mengerikan! Percayalah, Mr. Williams, kami semua merasa terpukul. Kejadiannya begitu cepat sehingga tak ada kesempatan untuk menyelamatkannya.
Mr. Roffe tewas seketika. ."
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Sam Roffe, presiden direktur Roffe and Sons, perusahaan obat-obatan terbesar kedua di dunia, sebuah dinasti bernilai multi milyaran dolar yang merambah seantero dunia. Betapa sulit membayangkan bahwa Sam Roffe telah mati. Dia biasanya penuh vitalitas, penuh hidup dan tenaga.
Seorang lelaki yang tak pernah tinggal diam, yang
melewatkan sebagian besar waktunya di pesawat terbang yang mendaratkannya di pabrik-pabrik perusahaan dan kantor-kantor di seluruh dunia, di mana dia memecahkan berbagai masalah yang tak bisa dipecahkan orang lain, mencetuskan konsep-konsep baru, memacu setiap orang untuk bekerja lebih keras dan lebih baik. Meskipun dia telah menikah, dan menjadi ayah seorang anak, minat utamanya tetap tertuju pada perusahaan. Sam Roffe sangat luar
biasa dan gemilang. Siapa yang dapat menggantikannya" Siapa yang dapat mengendalikan
kerajaan besar yang ditinggalkannya" Sam Roffe belum menunjuk seorang pewaris tahta. Maklum, dia tidak berniat mati pada usia lima puluh dua. Dia mengira masih punya banyak waktu.
Namun kini waktunya telah habis.
Lampu di dalam ruangan tiba-tiba menyala, dan Rhys Williams menoleh ke arah pintu. Matanya sejenak silau kena cahaya lampu.
"Mr. Williams! Saya tidak tahu ada orang di sini."
Itu Sophie, salah satu sekretaris perusahaan yang selalu melayani Rhys Williams jika berada di Istambul. Dia gadis Turki berumur dua puluhan, dengan wajah memikat dan sesosok tubuh semampai yang mengundang. Secara tersirat gadis itu telah memberitahu Rhys bahwa dirinya selalu siap memberi segala kesenangan yang diinginkannya, kapan pun dia menghendakinya. Namun, Rhys tidak berminat.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Kini gadis itu berkata, "Saya kembali untuk menyelesaikan beberapa surat untuk Mr. Kafir." Kemudian dia menambahkan lembut, "Mungkin ada sesuatu yang bisa saya kerjakan untuk Anda?"
Ketika gadis itu melangkah mendekati meja, Rhys dapat mencium aroma binatang buas yang sedang berahi.
"Di mana Mr. Kafir?"
Sophie menggelengkan kepalanya dengan penuh
penyesalan. "Dia sudah pergi sejak tadi." Dia melicinkan bagian depan gaunnya dengan telapak tangan yang
gemulai. "Adakah yang bisa saya bantu?" Matanya makin pekat dan berbinar-binar.
"Ya," sahut Rhys. "Cari dia."
Gadis itu mengerutkan keningnya. "Saya sungguh tak bisa menduga di mana dia- "
"Coba cari di Kervansaray, atau di Mermara."
Kemungkinan dia ada di tempat pertama, di mana salah satu pacarnya bekerja sebagai penari perut. Tetapi orang seperti Hajib Kafir sulit ditebak, pikir Rhys. Bisa saja dia saat ini malah sedang bersama istrinya.
Sophie lebih dulu minta maaf kalau gagal. "Saya akan coba, tetapi saya khawatir-"
"Jelaskan padanya, kalau dia tidak ke sini dalam waktu satu jam, dia akan dipecat."
Roman muka gadis itu segera berubah. "Saya akan
berusaha membawanya kemari, Mr. Williams." Dia beranjak menuju pintu.
"Matikan lampunya."
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Meski sulit dijelaskan, ternyata lebih enak duduk dalam kegelapan dengan pikirannya yang kalut. Wajah Sam Roffe terus membayang. Dalam waktu sekarang ini, awal
September, Mont Blanc sebenarnya tidak sulit didaki. Sam pernah mencoba pendakian itu, tetapi dia terhalang mencapai puncak karena badai.
"Aku akan menancapkan bendera perusahaan di atas
sana kali ini," ujarnya kepada Rhys berolok-olok.
Lalu berita telepon beberapa saat yang lalu, ketika Rhys berniat keluar dari Pera Palace. Masih terngiang di telinganya
suara penuh kecemasan itu. ". .Mereka bermaksud melintasi sebuah gletser. .. Mr. Roffe tergelincir dan tali pengikatnya putus . . Dia jatuh ke dalam celah yang sangat dalam . . .
Rhys bisa membayangkan tubuh Sam membentur
lapisan es yang garang, meluncur ke dasar celah. Dia menjauhkan pikirannya dari adegan itu. Semua itu masa lalu. Kini ada masa sekarang yang perlu dipikirkan. Kerabat Sam Roffe harus diberitahu tentang kematiannya, dan mereka tersebar di berbagai penjuru dunia. Suatu
pernyataan pers harus dipersiapkan. Berita itu akan beredar di kalangan keuangan internasional bagai
gelombang kejutan. Selagi perusahaan tengah mengalami krisis keuangan, mutlak sekali bahwa dampak kematian Sam Roffe harus diusahakan sekecil mungkin. Itu akan menjadi tugas Rhys.
Rhys Williams pertama kali bertemu Sam Roffe sembilan tahun yang lalu. Rhys, waktu itu
berumur dua puluh lima, bekerja sebagai manajer
penjualan sebuah perusahaan obat kecil-kecilan. Dia sangat cemerlang dan kaya dengan gagasan-gagasan baru. Ketika perusahaan itu makin berkembang, reputasi Rhys segera
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
menyebar. Dia ditawari pekerjaan di Roffe and Sons. Ketika dia menolak, Sam Roffe membeli perusahaan tempat Rhys bekerja, dan memanggilnya. Sekarang pun dia masih ingat pancaran kekuasaan dari kehadiran Sam Roffe pada
pertemuan mereka yang pertama.
"Kau sekarang menjadi bagian dari Roffe and Sons," Sam Roffe menjelaskan kepadanya. "Itu alasanku membeli seluruh tempat kerjamu."
Rhys merasa tersanjung, tetapi sekaligus juga kesal.
"Bagaimana seandainya saya tidak mau bekerja di sini?"
Sam Roffe tersenyum, dan berkata dengan yakin, "Kau pasti akan tetap di sini. Kau dan aku memiliki persamaan, Rhys. Kita berdua ambisius. Kita ingin memiliki dunia. Aku akan menunjukkan caranya kepadamu."
Kata-kata itu mengandung tuah, sebuah janji yang akan memenuhi dambaan yang menggelora dalam dirinya, sebab dia tahu satu hal yang tak diketahui Sam Roffe: Rhys Williams sebenarnya tidak ada. Tokoh itu merupakan mitos yang terbentuk dari tekad, dan kemiskinan, dan keputusasaan.
Dia dilahirkan di daerah lembah merahnya Wales, dekat ladang-ladang batu bara Gwent dan Carmarthen, di mana lapisan-lapisan batu pasir, dan piringan batu kapur, dan batu bara menutupi kehijauan tanah. Dia dibesarkan di sebuah dusun dongeng dengan nama-nama puitis: Brecon dan Peny Fan dan Penderyn dan Glyncorrwg dan Maesteg.
Sebuah desa legendaris, di mana 280 juta tahun
sebelumnya terbentuk batu bara yang terpendam jauh di dalam tanah. Lingkungan alamnya pernah begitu sarat pepohonan, sehingga seekor tupai dapat berkelana dari
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Brecon Beacons ke laut tanpa harus menyentuh tanah sekali pun. Tetapi kemudian berlangsung revolusi industri, dan pohon-pohon yang elok pun ditebangi oleh para
pembakar batu bara sebagai bahan bakar untuk industri besi.
Bocah lelaki itu tumbuh bersama para pahlawan dari kurun waktu dan dunia yang lain. Robert Farrer dibakar di atas tumpukan kayu oleh Gereja Katolik Roma karena tidak mau mengucapkan kaul membujang dan mengingkari istrinya; Raja Hywel yang Bijaksana, yang memperkenalkan hukum di daerah Wales, pada abad kesepuluh; prajurit perkasa Brychen, ayah dua belas anak lelaki dan dua puluh empat anak perempuan, yang dengan garang menangkis setiap penyerang kerajaannya. Tanah tempat bocah lelaki itu dibesarkan kaya dengan sejarah yang gemilang. Tetapi tidak semuanya demikian. Nenek moyang Rhys semuanya petambang, dan bocah lelaki itu terbiasa mendengar cerita-cerita
neraka yang meliputi - ayah dan paman-pamannya. Mereka membicarakan masa-masa sulit di mana tidak ada lapangan kerja, ketika ladang-ladang batu bara Gwent dan Carmarthen yang kaya ditutup
gara-gara pertentangan sengit antara pihak perusahaan dan para petambang; dan harkat para petambang makin merosot oleh kemiskinan yang mengikis ambisi dan harga diri, yang menguras semangat dan kekuatan seseorang, dan akhirnya membuat mereka menyerah.
Ketika tambang-tambang kemudian dibuka, terjadi
neraka lain. Sebagian besar keluarga Rhys mati di
pertambangan. Sebagian lenyap ke dasar bumi, yang lain digerogoti paru-paru yang hancur lebur. Hanya sedikit yang mampu bertahan hidup melampaui umur tiga puluh tahun.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Rhys terbiasa mendengarkan ayah dan paman-
pamannya - yang sebetulnya masih muda namun tampak tua didera penderitaan - membicarakan masa lalu,
kelongsoran tambang, pemogokan, dan tuntutan. Pembicaraan tentang masa-masa yang menyenangkan
maupun menyedihkan, yang bagi si bocah lelaki
kedengarannya sama saja. Semua serba menyusahkan.
Gagasan harus melewatkan tahun-tahun kehidupannya
dalam kegelapan perut bumi sangat mencekam Rhys. Dia tahu, dia harus melarikan diri dari dunia itu.
Dia lari dari rumah ketika berumur dua belas tahun. Dia meninggalkan lembah-lembah batu bara dan pergi ke
daerah pantai, ke Sully Ranny Bay dan Lavernock, yang dibanjiri para wisatawan kaya. Anak muda itu membuat dirinya bermanfaat dengan angkat-jinjing, membantu para wanita menuruni bukit-bukit batu karang curam ke pantai, mengangkat keranjang-keranjang piknik yang berat,
menjadi kusir kereta kuda di Penarth, dan bekerja di taman hiburan di Whitmore Bay. Dia hanya berada dalam jarak beberapa jam dari rumah, tetapi jauhnya tak terukur.
Orang-orang di sini berasal dari dunia lain. Rhys Williams tak pernah membayangkan ada orang-orang yang begitu menawan dan halus. Setiap wanita tampak bagaikan ratu baginya, dan para lelaki sangat gagah serta tampan. Inilah dunia yang tepat baginya, dan dia tak akan segan-segan menjalani apa pun untuk menjadikan dunia itu miliknya.
Pada saat Rhys berumur empat belas tahun, dia berhasil menabung cukup uang untuk membiayai perjalanannya ke London. Tiga hari pertama hanya dia habiskan untuk mengelilingi kota besar itu, memandang segalanya dengan takjub, mereguk semua pemandangan dan suara-suara
serta bau-bauan seperti orang kelaparan.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Pekerjaannya yang pertama sebagai pesuruh di toko
tirai. Di tempat itu ada dua karyawan lelaki, keduanya tinggi hati, dan seorang karyawati yang membuat hati anak muda
Wales itu berbunga-bunga setiap
kali dia memandangnya. Kedua karyawan memperlakukan Rhys
sebagaimana dia mesti diperlakukan, seperti sampah. Dia aneh. Pakaiannya berbeda dengan orang-orang lain, tidak tahu tata krama, dan tutur katanya berlogat sulit. Mereka bahkan
tak bisa mengucapkan namanya. Mereka memanggilnya Rice, dan Rye, dan Rise. "Harus diucapkan Reese," kata Rhys berkali-kali kepada mereka.
Karyawati itu agak iba kepadanya. Dia bernama Gladys Simpkins, dan menghuni sebuah flat kecil di Tooting bersama tiga gadis lain. Pada suatu hari dia mengizinkan pemuda itu berjalan pulang bersamanya seusai kerja, dan mengundangnya singgah untuk minum kopi. Rhys muda
jadi amat gugup. Dia mengira bahwa kesempatan itu akan merupakan pengalaman seksualnya yang pertama. Namun ketika dia mulai melingkarkan lengannya ke bahu Gladys, gadis itu menatapnya sejenak, lalu tertawa. "Aku tak akan memberi secuil pun dari semua itu kepadamu," dia berkata.
"Tapi aku akan memberi beberapa nasihat. Kalau kau ingin jadi orang, berpakaianlah yang lebih pantas, dan luaskan pengetahuan, dan belajarlah tata krama." Dia mengamati wajah ceking dan penuh gairah pemuda di hadapannya, dan menatap mata Rhys yang tajam dan biru tua, serta berkata lembut, "Kau pasti akan berhasil kelak."
Kalau kau ingin jadi orang. .
Itulah saat munculnya tokoh Rhys Williams bikinan.
Rhys Williams yang sebenamya adalah seorang pemuda goblok dan tak berpendidikan, tanpa latar belakang, tanpa
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
asuhan, tanpa masa lalu, tanpa masa depan. Tetapi dia memiliki daya khayal, kecerdasan, dan ambisi yang kuat.
Hal itu sudah cukup. Dia mulai dengan membentuk citra tentang diri yang diinginkannya, tokoh diri yang
dibayangkannya. Ketika memandang ke dalam cermin, dia bukannya melihat pemuda kikuk, jorok, dengan logat bicara yang aneh. Bayangan cerminnya memantulkan seorang
pemuda tampan, sopan, dan mantap. Sedikit demi sedikit, Rhys mulai menyesuaikan dirinya dengan bayangan dalam benaknya. Dia mengikuti sekolah malam, dan melewatkan akhir-akhir pekan di galeri-galeri seni rupa. Dia sering mengunjungi perpustakaan umum dan pergi ke teater, duduk di balkon dan mengamati pakaian mentereng yang dikenakan tamu-tamu pria yang duduk dekat panggung. Dia berhemat dengan makanan sehari-hari, sehingga sekali sebulan dia mampu pergi ke rumah makan yang baik, dan dengan cermat meniru tata cara makan orang-orang lain.
Dia mengamati dan belajar dan mengingat-ingat. Dia seperti busa, menghapus masa lalu, dan menyerap masa depan.
Dalam waktu setahun saja, Rhys sudah belajar cukup banyak untuk menyadari bahwa Gladys Simpkins, putri kayangannya, hanya seorang gadis Cockney murahan yang segera sudah terasa rendah untuk seleranya. Dia keluar dari toko tirai, dan bekerja sebagai karyawan sebuah toko obat yang merupakan bagian dari suatu mata rantai
industri farmasi besar. Dia kini hampir berumur enam belas tahun, tetapi tampak lebih tua. Tubuhnya tambah berisi
dan makin jangkung. Para wanita mulai memperhatikan ketampanan wajah Wales-nya, dan gaya bicaranya yang memikat. Dia langsung menjadi pusat perhatian di toko tempatnya bekerja. Para pelanggan wanita bersedia menunggu sampai Rhys sempat melayani
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
mereka. Dia berpakaian dengan cermat dan rapi. Tutur katanya sopan; Dia tahu bahwa dirinya sudah jauh
meninggalkan Gwent dan Carmarthen, tetapi kalau
memandang ke dalam cermin, dia masih belum juga puas.
Perjalanan yang direncanakannya masih terbentang
panjang di hadapannya. Dalam waktu dua tahun, Rhys Williams sudah diangkat menjadi manajer toko tempatnya bekerja. Manajer distrik dari rantai perusahaan mengatakan kepada Rhys, "Ini baru permulaan, Williams. Tetaplah bekerja keras, dan kelak kau akan menjadi pengawas beberapa buah toko."
Rhys nyaris tergelak. Betapa pendek kalau kedudukan itu sudah merupakan puncak ambisi seseorang! Rhys tak pernah berhenti belajar. Dia belajar administrasi niaga dan pemasaran dan hukum dagang. Dia ingin lebih lagi.
Bayangannya di dalam cermin menduduki puncak tangga; Rhys merasa dirinya masih tetap di jenjang bawah.
Kesempatan baginya untuk naik ke atas tiba, ketika pada suatu hari datang seorang tenaga penjual obat. Orang itu mengamati Rhys membujuk beberapa wanita untuk
membeli produk yang sebenarnya tidak mutlak mereka perlukan, dan berkata, "Kau membuang waktu di sini, Bung.
Kau seharusnya berkecimpung di kolam yang lebih besar."
"Anda punya gagasan apa?" tanya Rhys.
"Saya mau menceritakan tentang Anda kepada atasan
saya." Dua minggu kemudian, Rhys sudah bekerja sebagai
tenaga penjual di sebuah perusahaan farmasi kecil. Dia menjadi salah seorang di antara lima puluh tenaga penjual, tetapi ketika Rhys memandang ke dalam cermin
khususnya, dia sadar hal itu tidak benar. Satu-satunya pesaingnya adalah dirinya sendiri. Dia makin mendekati
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
citra dirinya sekarang, lebih dekat pada tokoh bikinan yang diciptakannya. Seorang pria cerdas, terpelajar, canggih, dan menarik. Segala usaha yang dilakukannya nyaris tak masuk akal. Setiap orang tahu bahwa nilai-nilai seperti di atas hanya mungkin dimiliki secara lahiriah, tidak bisa diciptakan. Namun Rhys berhasil mengupayakannya. Dia menjadi citra yang dibayangkannya.
Dia menjelajahi seluruh negara, menjual produk
perusahaan, berbicara dan mendengarkan. Kemudian dia akan kembali ke London penuh dengan berbagai saran praktis, dan dia dengan pesat naik jenjang.
Tiga tahun setelah bergabung dengan perusahaan itu, Rhys diangkat menjadi manajer umum bagian penjualan. Di bawah kecakapan bimbingannya, perusahaan mulai
Garis Darah Blood Line Karya Sidney Sheldon di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
berkembang. Dan empat tahun kemudian, Sam Roffe muncul dalam
hidupnya. Dia mengenali kehausan dalam diri Rhys.
"Kau seperti aku," kata Sam Roffe. "Kita ingin memiliki dunia. Aku akan menunjukkan caranya kepadamu." Dan dia melakukan hal itu.
Sam Roffe merupakan pembimbing yang cemerlang.
Dalam sembilan tahun berikut, di bawah bimbingan Sam Roffe, Rhys Williams menjadi orang yang tak ternilai harganya bagi perusahaan. Selama kurun waktu itu, dia semakin diserahi tanggung jawab yang lebih besar,
membenahi berbagai divisi, menyelesaikan berbagai
kesulitan yang terjadi di mana pun di dunia, mengkoordinasi berbagai cabang Roffe and Sons, mencetuskan
konsep-konsep baru. Pada akhirnya, Rhys tahu lebih banyak tentang pengelolaan perusahaan daripada orang
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
lain, di samping Sam Roffe sendiri. Dengan sendirinya Rhys Williams merupakan putra mahkota untuk kursi direktur utama. Pada suatu pagi, ketika Rhys dan Sam Roffe pulang dari Karakas menumpang pesawat jet perusahaan, sebuah Boeing 707-320 mewah yang telah diubah, salah satu dari armada delapan pesawat, Sam Roffe memuji Rhys atas keberhasilannya mengadakan transaksi besar dengan
pemerintah Venezuela. "Bonus besar menantimu, Rhys."
Rhys menjawab tenang, "Aku tidak menginginkan bonus, Sam. Aku lebih senang mendapat saham, dan kursi dalam dewan direksimu."
Dia pantas mendapat semua itu, dan kedua lelaki itu menyadari hal tersebut. Tetapi Sam berkata, "Maaf, aku tak mungkin mengubah peraturan perusahaan. Meski untukmu sekalipun. Roffe and Sons adalah perusahaan keluarga. Tak seorang pun di luar keluarga bisa duduk dalam dewan direksi, atau menjadi pemegang saham."
Tentu saja, Rhys pun tahu akan hal itu. Dia selalu menghadiri semua rapat dewan direksi, tetapi tidak sebagai anggota. Dia orang luar. Sam Roffe merupakan lelaki terakhir dalam garis keturunan Roffe. Anggota keluarga Roffe yang lain, saudara-saudara sepupu Sam, semua perempuan. Para lelaki yang mereka nikahi duduk dalam direksi perusahaan. Walther Gassner, yang menikah dengan Anna Roffe; Ivo Palazzi, menikah dengan Simonetta Roffe; Charles Martel, menikah dengan Helene Roffe. Dan Sir Alec Nichols, yang beribukan seorang keturunan Roffe.
Maka Rhys terpaksa membuat suatu keputusan. Dia tahu dirinya layak duduk dalam dewan direksi, bahwa pada suatu saat dia akan memimpin perusahaan. Keadaan
sekarang memang tidak memungkinkan, tetapi keadaan
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
bisa berubah. Rhys memutuskan untuk tetap di situ, untuk menunggu dan melihat apa yang akan terjadi. Sam
mengajarinya untuk bersabar. Dan sekarang Sam telah mati.
Lampu-lampu ruangan menyala lagi, dan Hajib Kafir
berdiri di ambang pintu. Kafir adalah manajer penjualan Roffe and Sons, di Turki. Dia lelaki bertubuh pendek dan berkulit hitam, yang menggunakan perut buncit, dan emas berliannya sebagai perhiasan yang dia banggakan.
Tampangnya kali ini tampak seperti seseorang yang berpakaian
secara terburu-buru. Berarti Sophie tidak menemukannya di sebuah kelab malam. Apa boleh buat, pikir Rhys. Salah satu akibat sampingan dari kematian Sam Roffe, permainan cinta terpaksa putus setengah adegan.
"Rhys!" seru Kafir. "Maafkan aku, sobat. Aku sungguh tak tahu bahwa kau masih di Istambul! Kau tadi bermaksud mengejar pesawat, dan aku ada beberapa urusan mendesak yang. ."
"Duduklah, Hajib. Dengarkan baik-baik. Aku minta kau mengirim empat telegram dalam sandi perusahaan.
Keempatnya harus dikirim ke negara yang berlainan. Aku minta telegram itu diserahkan langsung oleh para petugas kita sendiri. Mengerti?"
"Tentu," sahut Kafir agak keheranan. "Jelas sekali."
Rhys melirik jam emas Baume & Mercier mungil di pergelangan tangannya. "Kantor Pos New City sudah tutup.
Kirimkan telegram-telegram itu lewat Yeni Posthane Cad dalam tiga puluh menit." Dia menyerahkan salinan naskah telegram yang ditulisnya kepada Kafir. "Siapa pun yang membicarakan telegram ini akan segera dipecat."
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Kafir melirik isi telegram, dan matanya membelalak. "Ya Tuhan!" dia berseru. "Ya, Tuhanku!" Dia mendongak ke wajah Rhys yang suram. "Bagaimana - bagaimana
terjadinya peristiwa yang mengerikan ini?"
"Sam Roffe tewas dalam suatu kecelakaan," kata Rhys.
Kini, untuk pertama kali, Rhys membiarkan pikirannya melayang pada sesuatu yang selama ini dia singkirkan dari kesadarannya, yang selama ini dia elakkan untuk
dipikirkan: Elizabeth Roffe, anak gadis Sam. Dia kini berumur dua puluh empat tahun. Ketika Rhys bertemu dengannya untuk pertama kali, dia seorang gadis remaja berumur lima belas tahun, memakai kawat gigi, sangat pemalu dan gemuk, seorang pembangkang yang kesepian.
Selama bertahun-tahun, Rhys menyaksikan Elizabeth
tumbuh menjadi seorang wanita muda yang memikat, yang mewarisi kecantikan ibunya dan kecerdasan serta
semangat ayahnya. Dia jadi semakin akrab dengan ayahnya.
Rhys tahu betapa berita ini akan membawa dampak berat padanya. Dia harus memberitahukan sendiri kepadanya.
Dua jam kemudian, Rhys Williams sudah melayang di
atas Laut Tengah dengan sebuah jet perusahaan, menuju New York.
BAB 2 Berlin Senin, 7 September Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Pukul sepuluh pagi ANNA ROFFE GASSNER tahu bahwa dia tidak boleh
berteriak lagi, sebab Walther pasti akan kembali dan membunuhnya. Dia meringkuk di sudut kamar tidurnya.
Tubuhnya gemetar tak terkendali, menunggu kematian.
Apa yang berawal sebagai dongeng yang indah, ternyata berakhir dengan teror yang mengerikan. Baru setelah sekian lama, dia menyadari kenyataan yang dihadapinya: lelaki yang dikawininya ternyata seorang pembunuh yang haus darah.
Anna Roffe tidak pernah mencintai seorangpun sebelum bertemu Walther Gassner. Dia bahkan tidak pernah
mencintai ibunya, ayahnya, maupun dirinya sendiri. Anna seorang anak yang lemah, sakit-sakitan, dan sering jatuh pingsan. Dia tak mampu mengingat saat mana dia bebas dari rumah sakit, atau perawat, atau dokter-dokter spesialis yang diterbangkan dari segala penjuru. Karena ayahnya adalah Anton Roffe, dari Roffe and Sons, para dokter spesialis paling top itu terbang ke sisi tempat tidur Anna di Berlin. Tetapi setelah mereka memeriksa dan menelitinya, dan akhirnya pulang lagi, pengetahuan mereka tidak lebih banyak daripada yang sudah mereka ketahui.
Mereka tidak mampu mendiagnosa penyakit Anna.
Anna tidak bisa ke sekolah seperti anak-anak lain, dan makin lama dia makin menutup diri, menciptakan suatu dunia bagi dirinya sendiri. Dunia penuh khayalan dan mimpi, yang tak boleh dimasuki orang lain. Dia melukiskan gambaran hidupnya sendiri, karena rona warna kenyataan terlalu berat baginya. Ketika Anna menginjak umur delapan
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
belas tahun, kepeningan dan serangan pingsan yang selama ini mengisi hidupnya, mendadak lenyap secara misterius sebagaimana
kemunculannya. Tetapi penyakit itu meninggalkan bekas dalam hidupnya. Sementara gadis-gadis seumurnya menginjak masa pertunangan atau menikah, Anna belum pernah dicium seorang pemuda. Dia berkeras pada dirinya bahwa dia tak peduli akan hal itu.
Dia puas hidup dalam mimpinya sendiri, terasing dari segala-galanya dan semua orang. Pada pertengahan umur dua puluhan banyak peminang mengajukan lamaran,
karena Anna merupakan seorang ahli waris yang
menyandang salah satu nama terpandang di dunia. Banyak lelaki yang ingin ikut menikmati kekayaannya. Dia
menerima lamaran dari seorang bangsawan Swedia,
seorang penyair Italia, dan sejumlah pangeran dari berbagai negara miskin. Anna menolak mereka semua. Pada ulang tahun anak gadisnya yang ketiga puluh, Anton Roffe mengeluh, "Aku akan mati tanpa meninggalkan seorang cucu pun."
Pada hari ulang tahunnya yang ketiga puluh lima, Anna pergi ke Kitzbuhel di Austria, dan di sana dia berternu Walther Cassner, seorang pelatih ski, tiga belas tahun lebih muda daripadanya.
Ketika melihat Walther untuk pertama kali, Anna
benar-benar terpukau. Lelaki itu sedang naik ski menuruni lembah Hahnenkamm, lintasan lomba ski yang terjal. Anna belum pernah menyaksikan pernandangan seindah itu. Dia mendekati jalur ski untuk dapat mengamati lelaki itu dengan lebih baik. Dia bagaikan seorang dewa muda, dan Anna sudah merasa cukup puas dengan memandanginya.
Lelaki itu menangkap pandangan matanya.
"Anda tidak main ski, gnadiges Fraulein?"
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Anna hanya menggelengkan kepala, tidak berani
mempercayai suaranya, dan lelaki itu pun tersenyum seraya berkata, "Kalau begitu, biarkan saya mengundang Anda makan siang."
Anna kabur diliputi perasaan panik, seperti anak
sekolah. Sejak saat itu, Walther Cassner
mulai mengejar-ngejarnya. Anna Roffe tidak lupa
daratan. Dia sadar dirinya tidak cantik maupun cerdas, dia seorang wanita biasa, dan selain namanya, tidak banyak yang dapat diberikannya kepada seorang lelaki. Tapi Anna tahu bahwa di bawah permukaan rupa yang biasa-biasa itu, terpendam seorang gadis cantik dan perasa, penuh cinta dan puisi, dan musik.
Mungkin karena tidak cantik, Anna sangat merighargai keindahan. Dia selalu mengunjungi museum-museum
besar, dan selama berjam-jam memandangi lukisan-lukisan dan patung-patung. Ketika melihat Walther Gassner, dia merasa sepertinya para dewa muncul hidup-hidup di
hadapannya. Anna sedang menikmati sarapan pagi di teras Hotel
Tennerhof pada hari kedua, ketika Walther Gassner datang menemaninya. Lelaki itu betul-betul tampak seperti seorang dewa muda. Raut wajahnya rapi, bersih, dan teratur. Perawakannya cakap, kuat, lembut. Wajahnya kecoklatan terbakar matahari, giginya putih rata. Dia berambut pirang, matanya semu kelabu. Di balik pakaian ski-nya, Anna bisa menyimak gerak otot-otot biseps dan pahanya, dan merasakan suatu getaran menjalari bawah perutnya. Dia
menyembunyikan kedua tangan di pangkuannya, agar lelaki itu tidak melihat tanda-tanda keratosisnya.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
"Saya mencari Anda di lintasan ski, kemarin sore," kata Walther. Anna tak mampu berbicara. "Kalau Anda tidak bisa main ski, saya ingin mengajari Anda." Dia tersenyum, lalu menambahkan, "Dengan cuma-cuma."
Dia membawa Anna ke Hausberg, lintasan untuk para pernula, untuk pelajaran pertama. Segera jelas bagi mereka berdua, bahwa Anna tidak berbakat main ski. Dia selalu kehilangan keseimbangan, dan jatuh terguling. Namun, dia bertekad untuk mencoba lagi, dan mencoba lagi. Da takut Walther akan menganggapnya bodoh kalau gagal. Tetapi setelah jatuh untuk kesepuluh kalinya, lelaki itu
mengangkatnya dan berkata lembut, "Kau ditakdirkan untuk hal-hal yang lebih baik daripada ini."
"Hal-hal apa?" tanya Anna sedih.
"Akan kukatakan pada waktu makan malam nanti."
Mereka makan berdua malam itu, dan makan pagi
keesokan harinya, dan kemudian makan siang serta makan malam lagi. Walther mengabaikan siswa-siswanya. Dia membatalkan pelajaran-pelajaran ski, agar dapat pergi ke desa bersama Anna. Dia membawanya ke kasino di Der Gol-dene Greif. Mereka pergi berkereta salju, berbelanja, pesiar, dan duduk di teras ngobrol sampai berjam-jam. Bagi Anna, semua itu merupakan suatu saat magis.
Lima hari setelah mereka bertemu, Walther menggenggam tangan Anna, dan berkata, "Anna, liebchen, aku ingin mengawinimu."
Rusaklah suasana gaib itu. Dia menarik Anna keluar dari alam dongengnya, dan membawanya kembali pada
kenyataan yang kejam tentang apa dan siapa dirinya.
Seorang perawan tua umur tiga-puluh-lima, tidak cantik,
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
tetapi merupakan hadiah yang menggiurkan bagi para pemburu harta karun.
Anna mencoba melepaskan diri, tetapi Walther
menahannya. "Kita saling mencintai, Anna. Kau tak bisa lari dari kenyataan ini."
Dia mendengarkan lelaki itu membual, mende-
ngarkannya berkata, "Aku belum pernah mencintai seorang pun," dan dia memberi peluang kepadanya, karena dia ingin sekali mempercayainya. Anna membawa lelaki itu ke kamarnya, dan mereka duduk bercakap-cakap di sana.
Sementara Walther menceritakan riwayat hidupnya, Anna mulai yakin, dan berpikir penuh
keheranan, Itu benar-benar kisah hidupku sendiri.
Seperti dirinya, Walther tak pernah memiliki seseorang untuk dicintai. Dia terasing dari dunia karena terlahir sebagai anak haram, sama sebagaimana Anna terasing oleh penyakitnya. Seperti dirinya, Walther selama ini merasa butuh memberi cinta. Dia dibesarkan di panti asuhan.
Ketika berumur tiga belas tahun, dan ketampanan wajahnya mulai mencolok, para wanita di panti asuhan itu mulai memanfaatkan dirinya. Mereka membawanya ke
kamar mereka pada malam hari, mengajaknya tidur di ranjang mereka, mengajarinya bagaimana dia bisa memberi kenikmatan kepada mereka. Sebagai imbalan, anak leIaki itu mendapat jatah makanan istimewa dengan lauk daging, dan kue-kue serta manisan. Dia menerima segalanya, kecuali cinta.
Ketika cukup besar untuk bisa lari dari panti asuhan, Walther menemukan bahwa dunia luar tidak berbeda.
Kaum wanita ingin memanfaafkan ketampanannya,
memakainya sebagai hiasan; namun tak pernah lebih
mendalam daripada itu. Mereka melimpahinya dengan
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
hadiah uang dan pakaian dan permata, namun tak pernah diri mereka sendiri.
Walther merupakan belahan jiwanya, kembarannya,
begitu Anna menyadari. Mereka menikah dengan upacara sederhana di balai desa.
Anna mengharapkan ayahnya akan melonjak kegirangan. Ternyata dia justru marah besar. "Goblok benar, kau," teriak Anton Roffe kepadanya. "Kau mengawini seorang pemburu harta yang tak becus apa-apa. Aku telah memerintahkan penelitian terhadap dirinya. Sepanjang hidupnya dia dihidupi kaum wanita, tetapi tidak menemukan seseorang
yang cukup goblok, yang bersedia mengawininya." "Diam!" tangis Anna. "Ayah tidak kenal dia."
Tetapi Anton Roffe tahu bahwa dia paham benar tentang Walther Gassner. Dia minta menantunya yang baru itu datang ke kantornya.
Walther mengamati dinding kantor yang berlapis kayu, dan lukisan-lukisan antik yang tergantung di dinding, dengan penuh kepuasan. "Saya senang tempat ini," kata Walther.
"Ya. Saya yakin, pasti lebih menyenangkan daripada keadaan panti asuhan."
Walther memandang tajam kepadanya. Matanya mendadak waspada. "Maaf, apa kata Anda?"
Anton berkata, "Sudahlah, kita tak perlu berbasa-basi.
Kau telah melakukan suatu kesalahan. Anakku tidak
mempunyai uang." Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Mata kelabu Walther seperti berubah menjadi batu.
"Anda mau mengelabui saya?"
"Aku tidak ingin mengelabui. Aku mau memberitahu.
Kau tidak akan mendapat sesen pun dari Anna, karena dia memang tidak mempunyai apa-apa. Kalau kau meneliti lebih dulu, kau akan tahu bahwa Roffe and Sons adaIah perusahaan keluarga yang sangat tertutup. Artinya, tidak ada sahamnya yang bisa dijual. Kami memang berkecukupan, tapi hanya sampai di situ saja. Tidak ada harta besar-besaran yang bisa dikuras dari tempat ini." Dia merogoh-rogoh ke dalam saku, mengeluarkan sebuah
sampul dan melemparkannya ke atas meja di depan
Walther. "Ini sebagai ganti rugi atas jerih payahmu. Aku minta kau sudah meninggalkan Berlin pada pukul enam.
Aku tidak mau Anna mendengar kabar darimu lagi."
Walther berkata dengan tenang, "Pernahkah terlintas dalam pikiran Anda, bahwa saya mungkin mengawini Anna karena saya jatuh cinta kepadanya?"
'Tidak," sahut Anton tajam. "Pernahkah hal itu terlintas dalam pikiranmu?"
Walther memandang sejenak kepadanya. "Coba kita
lihat, berapa harga pasaran saya." Dia merobek sampul dan menghitung uang di dalamnya. Dia memandang Anton
Roffe lagi. "Saya menilai diri saya lebih tinggi daripada dua puluh ribu mark."
"Kau tidak akan mendapat lebih dari itu. Itu saja kau sudah harus merasa beruntung."
"Memang," kata Walther. "Kalau Anda ingin tahu, saya merasa sangat beruntung. Terima kasih." Dia memasukkan uang itu dengan sikap acuh tak acuh, dan tak lama
kemudian melangkah ke luar pintu.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Anton Roffe merasa lega. Dia sempat dihinggapi
sekelumit rasa salah dan muak atas tindakan yang
dilakukannya. Kendati demikian dia tahu itu merupakan satu-satunya jalan keluar. Anna tentu akan sedih
ditinggalkan suaminya, tetapi lebih baik hal itu terjadi sekarang daripada kelak. Dia akan berusaha agar anak itu bertemu sejumlah
perjaka yang seumurnya, yang setidaknya menghargai meskipun tidak mencintainya. Seseorang yang benar-benar berminat pada dirinya, dan bukan kepada uang atau namanya. Seseorang yang tidak sudi disuap dua puluh ribu mark.
Ketika Anton Roffe tiba di rumah, Anna berlari
menyongsongnya dengan mata berkaca-kaca. Dia memeluk dan mendekap anaknya, dan berkata,
"Anna, liebchen, semua akan beres. Kau akan melupakan lelaki itu -"
Anton memandang lewat bahu anak perempuannya. Di
ambang pintu berdiri Walther Gassner. Anna menunjukkan jarinya sambil berkata, "Lihat apa yang dibelikan Walther untukku! Tidakkah ini cincin terbagus yang pernah Ayah lihat" Harganya dua puluh ribu mark."
Akhirnya orangtua Anna terpaksa menerima Walther
Gassner. Sebagai hadiah perkawinan, mereka membelikan sebuah rumah bangsawan Schinkel yang indah di Wannsee, dflengkapi perabotan gaya Prancis, dicampur dengan beberapa perangkat perabotan antik, dipan-dipan nyaman dan kursi-kursi malas, sebuah meja Roentgen di ruang
perpustakaan, dan lemari-lemari buku sepanjang dinding.
Tingkat atas ditata dengan perabotan anggun dari abad delapan belas dari Dermark dan Swedia.
"Ini terlalu banyak," kata Walther kepada Anna. "Aku tidak ingin sesuatu pun dari mereka atau darimu. Aku ingin
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
membelikan segaIa yang indah untukmu, liebchen." Dia melemparkan senyumnya yang kekanak-kanakan, dan
berucap, "Tapi aku tak punya uang-"
'Tentu kau punya," sahut Anna. "Segala yang kupunyai merupakan milikmu."
Walther tersenyum manis kepadanya, dan berkata,
"Benarkah?" Atas desakan Anna - karena Walther rupanya enggan
membicarakan soal uang - dia menerangkan keadaan
keuangannya kepada WaIther. Dia memiliki dana perwalian yang cukup untuk hidup berkecukupan, tetapi bagian terbesar dari kekayaannya tertanam dalam saham-saham Roffe and Sons. Saham-saham itu tidak bisa dijual tanpa persetujuan seluruh dewan direksi.
"Berapa nilai saham-saham atas namamu?" tanya
Walther. Anna menyebutkannya. Walther tak mampu mempercayainya. Dia memintanya untuk mengulangi lagi.
"Dan kau tak bisa menjual saham-saham itu?"
"Tidak. Saudara sepupuku, Sam, tak membiarkan
saham-saham itu dijual. Dia memegang kendali karena memiliki saham terbesar. Kelak. ."
Walther menunjukkan minat besar untuk bekerja dalam perusahaan keluarga itu. Anton Roffe tidak setuju.
"Apa yang bisa disumbangkan seorang pelatih ski
gelandangan kepada Roffe and Sons?" dia bertanya.
Tetapi pada akhirnya dia menyerah kepada anak
perempuannya, dan Walther diberi pekerjaan di bidang
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
administrasi. Dia ternyata cukup terampil di bidang itu, dan cepat maju. Ketika ayah Anna meninggal dua tahun
kemudian, Walther Gassner diangkat menjadi anggota dewan direksi. Anna begitu bangga kepadanya. Dia suami dan kekasih yang sempurna. Dia selalu membawakan bunga dan hadiah-hadiah kecil untuknya. Dia tampak cukup puas untuk tinggal di rumah bersamanya pada malam hari, hanya berduaan saja. Anna nyaris tak tahan mengenyam kebahagiaan itu. Ach, danke, lieber Gott, begitu dia berdoa dalam hati.
Anna belajar memasak, agar bisa membuat hidangan-hidangan kesayangan Walther. Dia membuat
choucroute, acar kubis dan bubur kentang yang ditaburi sayatan daging babi asap, sosis Frankfurt dan sosis Nuremberg. Dia menyiapkap sayatan daging babi yang direndam dalam bir dengan bumbu penyedap, dan
menghidangkannya dengan apel panggang yang dibuang bagian tengahnya dan diisi buah beri merah kecil-kecil.
"Kau juru masak paling pandai di dunia, liebchen," begitu kata Walther memuji, dan Anna selalu tersipu karena bangga.
Dalam tahun ketiga perkawinan mereka, Anna mulai
hamil. Delapan bulan pertama dari kehamilannya berlangsung penuh kesakitan, tetapi Anna menanggungnya dengan
bahagia. Namun ada soal lain yang mencemaskannya.
Hal itu mulai pada suatu hari setelah makan siang. Dia sedang merajut sebuah baju hangat untuk Walther, sambil melamun. Tiba-tiba dia mendengar suara Walther berkata,
"Ya Tuhan, Anna. Apa yang kaulakukan, duduk dalam
kegelapan begini?" Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Siang ternyata telah berganti dengan malam, dan dia berpaling ke baju hangat yang tergeletak di pangkuannya, dan
sama sekali belum disentuhnya. Apa yang dikerjakannya selama ini" Ke mana saja pikirannya" Sejak itu, Anna mengalami keiadian-kejadian serupa. Dia mulai bertanya-tanya apakah kehanyutan dirinya dalam kehampaan itu merupakan suatu pertanda, suatu petunjuk, bahwa dia akan mati. Dia tidak merasa takut untuk mati, tetapi dia tak tahan memikirkan harus meninggalkan Walther.
Empat minggu sebelum bayinya lahir, Anna terlena
dalam lamunannya lagi. Kakinya terpeleset pada injakan jenjang, dan dia jatuh dari tangga loteng.
Garis Darah Blood Line Karya Sidney Sheldon di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dia tersadar di rumah sakit.
Walther duduk di tepi ranjang, memegangi tangannya.
"Kau membuat aku cemas setengah mati."
Tiba-tiba, dalam kepanikan dia berpikir, si bayi! Aku tak merasakan bayi itu. Dia meraba ke bawah. Perutnya sudah rata. "Di mana bayiku?"
Walther memeluk dan mendekapnya erat-erat
Dokter mengatakan, "Anda melahirkan anak kembar,
Nyonya Gassner." Anna berpaling kepada Walther yang berlinangan air mata. "Lelaki dan perempuan, liebchen."
Dia nyaris mati seketika karena dipenuhi kebahagiaan.
Mendadak dia diliputi keinginan tak terbendung untuk mendekap kedua bayinya. Dia harus melihat mereka,
merasakan mereka, memeluk mereka.
"Kita akan bicara tentang mereka kalau Anda sudah
kuat," kata dokter. "Hanya setelah Anda benar-benar kuat.,
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Mereka meyakinkan Anna bahwa keadaannya semakin
baik setiap hari, tetapi dia menjadi ketakutan. Ada sesuatu yang terjadi pada dirinya yang tak dimengertinya. Walther biasanya datang, dan menggenggam tangannya, dan kemudian pamitan. Dia lalu menatapnya dengan keheranan, serta berkata, "Tapi kau baru saja datang. ." Kemudian dia menengok ke arah jam, dan ternyata tiga atau empat jam telah berlalu.
Dia sama sekali tak mengerti kenapa waktu berlalu
begitu cepat. Secara sangat samar-samar dia seperti ingat bahwa
mereka membawa bayi-bayinya kepadanya pada malam
hari, dan dia kemudian jatuh tertidur. Dia tidak bisa mengingat jelas, dan takut untuk menanyakan. Sudah, biarlah. Dia akan memiliki bayi-bayi itu sepenuhnya kalau Walther membawanya pulang.
-odwo- Hari yang indah itu akhirnya pun tiba. Anna
meninggalkan kamar rumah sakitnya di atas kursi roda, meskipun dia berkeras menyatakan cukup kuat untuk
berjalan. Dia sebenarnya merasa sangat lemah, tetapi terlalu gembira sehingga tak mempedulikan hal-hal lain, kecuah bahwa dia akan segera melihat bayi-bayinya.
Walther memapahnya ke dalam rumah, dan mau beranjak naik tangga ke kamar tidur mereka.
"Tidak, tidak!" seru Anna. "Bawa aku ke kamar
anak-anak." Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
"Kau harus istirahat sekarang, Sayang. Kau belum kuat untuk ?"
Dia tidak mendengarkan kelanjutan kata-kata suaminya.
Dia melepaskan diri dari rangkulannya, dan lari ke kamar anak-anak.
Tirai-tirai jendela tertutup rapat, dan kamar itu gelap.
Mata Anna butuh beberapa saat untuk menyesuaikan diri.
Dia dipenuhi kegembiraan yang meluap-luap sehingga agak merasa pening. Dia takut akan jatuh pingsan.
Walther kemudian masuk di belakangnya. Dia berbicara kepadanya, berusaha menjelaskan sesuatu, tetapi apa pun yang dikatakannya tidaklah penting-Sebab mereka ada di sana. Keduanya tidur nyenyak di ranjang, dan Anna melangkah perlahan ke arah mereka agar tak mengusik. Maka berdirilah dia di situ menatap mereka. Bayi-bayi paling elok yang pernah dilihatnya.
Sekarang ini pun dia sudah melihat bahwa si buyung akan mewarisi ketampanan wajah Walther dan rambut
pirangnya yang lebat. Si upik bagaikan boneka cantik, dengan rambut halus keemasan, dan wajah mungil bentuk segi tiga.
Anna berpaling kepada Walther dan berkata dengan
suara tersendat, "Mereka elok sekali. Aku - aku begitu bahagia."
"Ayo, Anna," bisik Walther. Dia merangkul dan
mendekapnya erat-erat, dan ada suatu keinginan kuat padanya. Anna merasakan suatu getaran menjalari dirinya.
Sudah begitu lama mereka tidak memadu cinta. Walther memang benar. Masih ada cukup banyak waktu untuk
anak-anak kelak. Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Si buyung dia namakan Peter, dan si upik Birgitta.
Mereka dua mukjizat indah buatannya bersama Walther.
Anna betah melewatkan waktu berjam-jam di kamar bayi, bermain bersama mereka, bercakap-cakap kepada mereka.
Meskipun mereka belum mengerti, namun dia tahu mereka bisa merasakan cintanya. Terkadang, selagi tengah
bermain, dia menoleh dan tampak olehnya Walther berdiri di ambang pintu, pulang dari kantor. Anna baru tahu bahwa seharian telah berlalu tanpa disadarinya.
"Ayo, main bersama kami," dia berkata.
"Kau sudah menyiapkan makan malam?" Walther akan
bertanya, dan dia lalu merasa bersalah. Dia kemudian berjanji untuk lebih memperhatikan Walther, dan
mengurangi waktu yang dicurahkannya kepada anak-anak.
Namun, keesokan hari terulang kejadian yang serupa lagi.
Si kembar bagaikan magnet yang tak dapat dihindarkan, yang menarik dirinya kepada mereka. Anna masih sangat mencintai
Walther, dan berusaha meredam rasa bersalahnya dengan meyakinkan diri bahwa anak-anak juga merupakan bagian dari Walther. Setiap malam, segera setelah Walther tidur, Anna selalu menyelinap turun dari ranjang, dan diam-diam masuk ke kamar bayi. Dia duduk di situ memandangi anak-anak sampai fajar mulai menyinari kamar. Kemudian dia bergegas kembali ke tempat tidur sebelum Walther bangun.
Suatu ketika di tengah malam, Walther masuk ke kamar bayi dan memergokinya di situ. "Demi Tuhan, sedang apa kau?"
'Tidak apa-apa, Sayang. Aku hanya -"
"Kembalilah ke tempat tidur!"
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Dia belum pernah berbicara dengan nada seperti itu kepadanya.
Pada waktu sarapan pagi Walther berkata,
"Kupikir kita harus pergi berlibur. Ada baiknya kita menyingkir sejenak."
"Tapi, Walther, anak-anak masih terlalu kecil untuk dibawa bepergian."
"Aku bicara tentang kita berdua."
Dia menggelengkan kepalanya. "Aku tak bisa meninggalkan mereka."
Walther menggamit tangannya, dan berkata,
"Aku minta kau melupakan anak-anak."
"Melupakan anak-anak?" Ada nada terkejut dalam
suaranya. Walther memandang ke matanya dan berkata,
"Anna, masih ingat kau betapa indahnya antara kita berdua sebelum kau hamil" Betapa senangnya waktu itu"
Betapa nikmatnya kita berdua, hanya kita berdua saja, tanpa ada orang lain yang mengganggu?"
Pada saat itulah dia mengerti. Walther cemburu
terhadap anak-anak. Minggu dan bulan berlalu cepat. Walther kini tak pernah mendekati anak-anak. Pada hari-hari ulang tahun mereka Anna membelikan hadiah-hadiah indah. Walther selalu berhasil mengatur agar dia berada di luar kota untuk urusan pekerjaan. Anna tak bisa menipu diri selama--
lamanya. Jelaslah bahwa Walther sama sekali tak menaruh
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
minat terhadap anak-anak. Anna merasa hal itu mungkin karena kesalahannya, karena dia terlalu memperhatikan mereka. Terbius, begitu menurut istilah Walther. Dia telah minta kepadanya untuk berkonsultasi pada seorang dokter tentang hal itu. Dia menurut untuk menyenangkan Walther.
Tetapi dokter itu sinting. Begitu dokter itu mulai bicara kepadanya, Anna menutup dirinya, membiarkan pikirannya melantur, sampai dia mendengar dokter itu berkata,
"Waktu kita telah habis, Nyonya Gassner. Kita bertemu lagi minggu depan?"
'Tentu." Dia tak pernah kembali. Anna merasa bahwa masalahnya tidak hanya terletak
pada dirinya, tetapi juga pada Walther. Kalau kesalahannya ialah terlalu mencintai anak-anak, maka kesalahan Walther adalah tidak cukup mencintai mereka.
Anna belaiar untuk tidak menyebut-nyebut tentang
anak-anak di depan Walther, tetapi dia selalu tak sabar menunggu keberangkatannya ke kantor, sehingga bisa bergegas ke kamar bayi. Hanya mereka sekarang bukan bayi lagi. Mereka baru saja merayakan ulang tahun ketiga, dan Anna sudah melihat bagaimana rupa mereka kalau dewasa kelak. Peter cukup jangkung untuk anak
seumurnya. Tubuhnya kuat serta atletis seperti ayahnya.
Anna sering mendekapnya di pangkuan dan menimangnya,
"Aduh, Peter, apa yang akan kaulakukan terhadap
gadis-gadis nanti" Perlakukan mereka baik-baik, Anakku sayang. Mereka pasti tergila-gila padamu."
Dan Peter hanya tersenyum malu-malu seraya
memeluknya. Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Kemudian Anna berpaling kepada Birgitta. Birgitta
tumbuh semakin cantik setiap hari. Dia tidak mirip Anna ataupun Walther. Rambutnya pirang keemasan dan
kulitnya sehalus kaca. Peter lekas naik darah seperti ayahnya dan terkadang Anna perlu memukulnya meski
tidak terlalu keras, tetapi Birgitta berwatak seperti malaikat. Kalau Walther tidak di rumah, Anna memutarkan piringan hitam atau membaca untuk mereka. Buku
kesayangan mereka ialah 101 Marchens, 101 Dongeng.
Mereka selalu mendesak Anna untuk membacakan mereka dongeng-dongeng tentang raksasa dan peri dan tukang sihir berulang-ulang. Pada malam hari, Anna akan
menidurkan mereka, sambil bersenandung:
Schlaf, Kindlein, schlaf Der Vater hut't die Schaf"
Anna selalu berdoa bahwa waktu akan melunakkan
sikap Walther, agar dia berubah. Dia
memang berubah, tetapi menjadi makin buruk. Dia
membend anak-anak. Pada mulanya Anna berkata pada diri sendiri bahwa hal itu karena Walther menginginkan
segenap cintanya bagi dirinya sendiri, bahwa dia tidak mau berbagi cinta dengan orang lain. Tetapi lambat laun dia menyadari bahwa sikap itu tidak bersangkut paut dengan rasa cinta kepadanya. Hal itu berkaitan dengan perasaan benci kepadanya. Ayahnya memang benar. Lelaki itu
menikahinya karena uangnya. Anak-anak merupakan
ancaman baginya. Dia ingin bebas dari mereka. Makin lama dia makin sering mendesak Anna untuk menjual
saham-sahamnya. "Sam tidak berhak menghalangi kita!
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Kita bisa mengambil seluruh uang itu dan pergi ke suatu tempat. Hanya kita berdua."
Dia memandang terbelalak kepadanya. "Bagaimana
dengan anak-anak?" Matanya berapi-api. "Tidak. Dengarkan aku. Demi
kepentingan kita berdua kita harus lepas dari mereka. Kita harus."
Pada saat itulah Anna mulai menyadari bahwa suaminya tidak waras. Dia dicekam ketakutan. Walther memecat semua pembantu rumah tangga, kecuali seorang wanita yang datang sekali seminggu untuk membersihkan rumah.
Anna dan anak-anak hanya sendirian menghadapinya, dan sangat tergantung pada belas kasihannya. Lelaki itu butuh pertolongan.
Mungkin belum terlambat untuk mengobatinya. Dalam abad kelima belas mereka mengumpulkan para penderita sakit jiwa dan mengurung mereka untuk selama-lamanya di rumah-rumah kapal,
Narrenschiffe, kapal orang-orang gila. Tetapi sekarang, dengan obat-obatan modern, dia merasa pasti ada satu jalan untuk menolong Walther.
Sekarang, pada hari di bulan September ini, Anna duduk lunglai di lantai kamar tidurnya, menunggu suaminya kembali. Walther telah menguncinya dalam kamar tersebut.
Anna tahu apa yang harus dilakukannya. Demi kepentingan suaminya, maupun kepentingan dirinya dan anakanak. Dia bangkit sempoyongan dan melangkah ke telepon. Dia hanya ragu-ragu sejenak, kemudian mengangkat telepon itu dan memutar 110, nomor gawat darurat polisi.
Sebuah suara asing beikata di telinganya,
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
"Hallo. Hier ist der Notruf der Polizei. Kann ich ihnen helfen?"
"Ja, bitte!" Suaranya tersendat. "Ich -"
Tanpa dia tahu dari mana, sebuah tangan telulur dan menarik gagang telepon yang dipegangnya, lalu meletakkan pesawat itu ke tempatnya kembali dengan bantingan keras.
Anna melangkah mundur. "Oh, jangan," dia mengiba-iba,
"jangan sakiti aku."
Walther menghampirinya, matanya berbinar-binar.
Suaranya begitu lembut sehingga dia nyaris tak mampu menangkap kata-katanya. "Liebchen, aku tidak akan menyakitimu. Aku mencintaimu, lupakah kau?" Dia
menyentuhnya, dan Anna merasa sekujur tubuhnya
merinding. "Hanya, kita tidak menginginkan polisi datang kemari, bukan?" Anna menggelengkan kepalanya perlahan-lahan, terlalu dicekam ketakutan untuk mampu berbicara.
"Anak-anak itulah yang menyebabkan kesulitan ini, Anna.
Kita harus melepaskan diri dari mereka. Aku -"
Bel pintu di bawah berbunyi. Walther termangu, agak ragu-ragu. Bel berbunyi lagi.
"Tunggu di sini," dia berkata tegas. "Aku akan segera kembali."
Anna mengawasi sambil terpaku ketika suaminya
tnelangkah ke luar pintu kamar tidur. Dia membanting pintu di belakangnya dan Anna mendengar bunyi ceklikan ketika kunci diputar.
Aku akan kembali, dia berkata.
Walther Gassner bergegas menuruni tangga, melangkah ke pintu depan dan membukanya. Seorang lelaki dalam seragam pesuruh kantor warna abu-abu berdiri di ambang
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
pintu, memegang sebuah sampul kertas manila yang
tersegel. "Saya membawa kiriman khusus untuk Mr. dan Mrs.
Walther Gassner. "Baik," kata Walther. "Saya akan menerimanya ?"
Dia menutup pintu kembali, mengamati sampul di
tangannya, kemudian membukanya. Perlahan-lahan dia membaca berita di dalamnya.
MENGABARKAN DENGAN PENUH DUKACITA BAHWA
SAM ROFFE TELAH TEWAS DALAM SUATU KECELAKAAN
PENDAKIAN. HARAP SUDAH BERADA DI ZURICH JUMAT
SORE UNTUK RAPAT DARURAT DEWAN DIREKSI.
Berita itu ditandatangani "Rhys Williams".
BAB 3 Roma Senin, 7 September Pukul enam sore IVO PALAZZI berdiri di tengah kamar tidurnya, darah bercucuran di wajahnya. "Mamma mia! Mi hai rovinato!"
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
"Aku belum lagi mulai memusnahkanmu, figlio di putana keparat!" Donatella berteriak-teriak kepadanya.
Mereka berdua telanjang bulat di kamar tidur yang besar di apartemen mereka di Via Montemignaio. Donatella memiliki tubuh sensual yang paling memikat yang pernah disaksikan Ivo Palazzi. Bahkan sekarang ini, ketika darahnya mengucur di wajah akibat cakaran-cakaran tajam perempuan itu, dia merasakan suatu getaran yang sangat dikenalnya di bagian bawah tubuhnya. Dio, betapa cantik perempuan itu. Ada suatu keseronokan polos pada
perempuan itu yang membuatnya tergila-gila. Dia memiliki wajah seekor macan tutul, tulang pipi yang tinggi dan mata sipit. Bibirnya merekah penuh. Bibir yang biasa mengisap dan menggelitiknya dan - tapi dia sebaiknya tidak
memikirkan hal itu sekarang. Dia memungut sehelai kain putih dari sebuah kursi untuk memampatkan cucuran
darah, dan dia terlambat menyadari bahwa kain putih itu ternyata kemejanya. Donatella berdiri tegak di tengah tempat tidur mereka
yang besar, berteriak-teriak
kepadanya. "Aku harap darahmu terkuras habis! Dan
setelah dirimu selesai kubereskan, lelaki sundal, kau tak akan bisa lagi membanggakan diri di depan wanita."
Untuk keseratus kali Ivo Palazzi terheran-heran
bagaimana dirinya bisa terjerat dalam situasi yang kalut itu.
Dia selalu membanggakan diri sebagai lelaki paling bahagia, dan semua kawan-kawannya sependapat akan hal itu.
Kawan-kawannya" Setiap orang! Sebab Ivo tak mempunyai musuh. Di masa lajangnya dia bujangan Roma yang tak kenal susah, seorang Don Giovanni yang dicemburui
separuh kaum lelaki Italia. Falsafah hidupnya dia rumuskan dalam pepatah Farsi onore con una donna - "Hargailah diri sendiri dengan satu orang wanita." Hal itu membuatnya sangat
sibuk. Dia seorang romantis sejati. Dia Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
terus-menerus jatuh cinta, dan setiap kali menggunakan pacar barunya untuk melupakan pacar yang lama. Ivo memuja wanita, dan baginya mereka semua cantik; dari para putane yang menawarkan komoditi dagang tertua di Via Appia, sampai para model kelas tinggi yang meleng-gang-lenggok sepanjang Via Condotti. Satu-satunya yang tak digubrisnya adalah gadis-gadis Amerika. Mereka terlalu mandiri menurut seleranya. Lagi pula, apa yang bisa diharapkan dari suatu bangsa dengan bahasa yang begitu kering, sehingga menerjemahkan Giuseppe Verdi menjadi Joe Green"
Ivo selalu berhasil memiliki sejumlah gadis dalam
berbagai tahap. Keseluruhannya meliputi lima tahap. Tahap pertama meliputi gadis-gadis yang baru dikenalnya.
Mereka menerima telepon setiap hari, karangan bunga, dan buku-buku tipis berisi puisi cinta. Tahap kedua meliputi kelompok yang dikirimi hadiah-hadiah berupa syal Gucci dan kotak-kotak porselen berisi coklat Perugina. Mereka yang tergolong tahap ketiga menerima perhiasan dan pakaian dan diajak makan malam di El Toula, atau Taverna Flavia. Mereka yang berada dalam tahap keempat boleh berbagi ranjang dan menikmati keahliannya dalam bermain cinta. Suatu acara bersama Ivo merupakan keistimewaan tersendiri. Apartemen kecilnya di Via Margutta yang tertata indah selalu dihiasi bungabunga, garofani atau papaveri.
Ilustrasi musiknya bisa petikan opera, lagu-lagu klasik atau rock, sesuai dengan selera gadis yang dijamu. Ivo pandai memasak, dan salah satu masakan istimewanya, yang
memang cocok dengan dirinya, adalah pollo alla cacciatora, ayam sang pemburu. Setelah makan malam, sebotol
sampanye dingin diminum di tempat tidur. . Ah, ya, Ivo selalu menikmati tahap keempat.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Namun, tahap kelima mungkin paling manis. Tahap itu berisikan ucapan perpisahan yang mendayu-dayu, sebuah hadiah perpisahan yang tak tanggung-tanggung, dan salam perpisahan arrivederci disertai cucuran air mata.
Tapi semua itu masa lalu. Kini, Ivo Palazzi memandang sekilas pada wajahnya yang berdarah dan penuh goresan di dalam kaca di atas tempat tidurnya, dan cemas setengah mati. Dia seperti baru digilas mesin pengirik.
"Lihat apa yang kaulakukan terhadapku," dia berteriak.
"Cara, aku tahu bukan begitu maksudmu."
Dia bergeser ke ranjang untuk memeluk Donatella.
Tangan-tangan lembut perempuan itu merayapi tubuhnya, dan
ketika dia bermaksud mendekapnya, dia membenamkan kuku-kuku panjangnya di punggungnya
yang telanjang, dan mencakarnya seperti binatang buas. Ivo berteriak kesakitan.
"Teriaklah!" jerit Donatella. "Kalau aku punya pisau akan kucincang kau. Biar tahu rasa."
"Aduh, aku mohon!" ujar Ivo mengiba-iba.
"Anak-anak akan mendengarmu."
"Biar!" jerit perempuan itu lagi. "Sudah waktunya
mereka tahu makhluk macam apa ayah mereka
sebenarnya." Dia melangkah menghampirinya. "Carissima ?"
"Jangan sentuh diriku! Lebih baik kuberikan tubuhku pada pelaut mabuk dan sakit kotor yang kujumpai di jalan, sebelum kau boleh mendekati diriku lagi."
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Ivo bangkit. Harga dirinya tersinggung "Itu bukan
kata-kata yang kuharapkan dari ibu anak-anakku."
"Kau ingin aku bicara sopan kepadamu" Kau ingin aku tidak memperlakukanmu seperti kutu busuk?" Suara
Donatella melengking lagi. "Kalau begitu penuhi permintaanku!" Ivo memandang gugup ke arah pintu. "Carissima - tak mungkin. Aku tidak punya."
"Kalau begitu cari untukku!" dia berteriak. "Kau sudah janii!"
Perempuan itu mulai sewot lagi, dan Ivo memutuskan bahwa dia sebaiknya angkat kaki secepat mungkin sebelum para tetangga memManggfl polisi lagi.
"Aku butuh waktu untuk mendapatkan sejuta dolar,"
katanya menenangkan. "Tapi - tapi aku akan berusaha."
Dia bergegas mengenakan celana dalam dan celana
panjangnya, kaus kaki dan sepatu, sementara Donatella hilir-mudik di kamar. Payudaranya yang sintal bergerak naik-turun, dan Ivo berkata dalam hati, Ya Tuhan, bukan main perempuan itu! Betapa aku memujanya. Dia meraih kemejanya yang berlumuran darah. Apa boleh buat. Dia memakainya, dan merasakan bahan lembap itu melekat di punggung dan dadanya. Dia melempar pandangan sekilas ke cermin. Darah masih menetes dari luka-luka cakaran kuku Donatella di wajahnya.
"Carissima,"
Garis Darah Blood Line Karya Sidney Sheldon di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
keluh Ivo, "bagaimana aku harus menjelaskan semua ini kepada istriku?"
Istri Ivo Palazzi adalah Simonetta Roffe, ahli waris cabang Italia dari keluarga Roffe. Ivo seorang arsitek muda
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
ketika bertemu Simonetta. Dia ditugaskan kantornya untuk mengawasi beberapa perombakan di vila keluarga Roffe di Porto Ercole. Begitu Simonetta menjatuhkan pandangan pada Ivo, masa lajangnya tak berumur panjang. Ivo
langsung menggolongkannya ke tahap empat pada malam pertama, dan tahu-tahu sudah menikahinya tak lama
kemudian. Simonetta tidak hanya cantik tetapi juga berkemauan keras, dan dia tahu apa yang diinginkannya: dia menginginkan Ivo Palazzi. Maka tanpa sempat
menyadari sepenuhnya, Ivo berubah dari bujangan yang bebas merdeka menjadi suami seorang ahli waris yang cantik. Tanpa menyesal, dia menyingkirkan cita-citanya di bidang arsitektur dan bergabung dengan Roffe and Sons, dengan kantor megah di EUR, bagian dari Roma yang
dibangun dengan harapan setinggi langit oleh mantan pemimpin besar Musolini yang tidak bernasib baik.
Ivo berhasil dalam perusahaan itu sejak awal. Dia cerdas, cepat belajar, dan setiap orang menyukainya. Memang sulit untuk tidak menyukai Ivo. Dia selalu tersenyum, selalu ramah. Kawan-kawannya iri akan watak baiknya dan
bertanya-tanya bagaimana dia bisa meraih semua itu.
Jawabannya cukup sederhana. Ivo menutupi sisi gelap dari wataknya. Sebenarnya dia lelaki yang sangat emosional, yang bisa menaruh dendam, bisa membunuh.
Perkawinan Ivo dengan Simonetta berjalan mulus.
Semula dia khawatir bahwa perkawinan merupakan suatu pengekangan yang akan menjerat kelelakiannya, tetapi kekhawatiran itu ternyata tak beralasan. Dia hanya perlu menerapkan program penghematan, mengurangi jumlah
kawan-kawan wanitanya, dan segalanya berjalan sebagaimana biasa. Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Ayah Simonetta membelikan mereka sebuah rumah
indah di atas tanah yang luas di Olgiata, 25 km di sebelah utara Roma. Sebuah rumah yang dilindungi pintu gerbang kokoh dan dijaga pengawal berseragam.
Simonetta seorang istri yang luar biasa. Dia mencintai Ivo dan memperlakukannya sebagai raja, yang menurut Ivo memang pantas diperolehnya. Namun ada satu titik
kekurangan pada Simonetta. Kalau dilanda cemburu, dia berubah menjadi pemberang. Sekali dia mencurigai Ivo membawa seorang relasi wanita ke Brazilia. Sudah tentu Ivo mendongkol atas tuduhan itu. Sebelum pertengkaran itu berakhir, seluruh rumah mereka hancur lebur. Tak sebuah piring maupun perabotan yang tetap utuh, dan sebagian besar hancur di atas kepala Ivo. Simonetta mengejarnya dengan pisau daging, mengancam akan
membunuhnya lalu dirinya sendiri. Ivo terpaksa mengerahkan segala tenaga dan kekuatannya untuk
merebut pisau itu dari tangannya. Mereka meneruskan pertengkaran dengan bergumul di lantai, dan Ivo akhirnya merobek pakaian istrinya dan membuatnya lupa akan
kemarahannya. Tetapi setelah kejadian itu, Ivo jadi sangat hati-hati. Dia mengatakan kepada relasi yang bersangkutan, bahwa dia tak mungkin lagi bepergian dengannya. Dia juga berusaha untuk tidak menimbulkan kecurigaan seperti itu lagi. Dia menyadari dirinya sebagai lelaki paling mujur di dunia. Simonetta masih muda, cantik dan cerdas serta kaya.
Mereka menaruh minat pada hal-hal dan orang-orang yang sama. Perkawinan mereka cukup sempuma. Ivo pun sering heran kenapa dia tetap berlaku serong, mengangkat
seorang gadis dari tahap dua ke tahap tiga, dan gadis lain dari tahap empat ke tahap lima pada saat bersamaan.
Namun, dia lalu mengangkat bahu sambil berkata pada diri
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
sendiri, Harus ada seseorang yang membuat perempuan-perempuan itu bahagia.
Ivo dan Simonetta telah menikah tiga tahun ketika dia bertemu Donatella Spolini dalam suatu perjalanan dinas ke Sicilia. Pertemuan itu lebih tepat dikatakan ledakan. Dua planet yang berpapasan dan berbenturan. Kalau tubuh Simonetta ramping dan memikat seperti patung wanita muda karya Manzu, tubuh Donatella merangsang dan
matang seperti karya Rubens. Wajahnya sangat cantik, dan matanya yang hijau membara membuat hati Ivo berapi-api.
Satu jam setelah berkenalan mereka sudah naik ranjang, dan Ivo, yang selalu membanggakan kecakapannya sebagai pemain cinta, harus mengakui bahwa dia sekarang menjadi murid dari Donatella gurunya. Perempuan itu membuatnya melambung ke puncak yang belum pernah dicapainya.
Tubuh perempuan itu merayapi tubuhnya dalam berbagai kemungkinan yang tak pernah dia bayangkan sebelumnya.
Dia merupakan sumber kenikmatan yang tak kunjung
kering. Sementara terbaring di ranjang dengan mata terpejam mereguk sensasi-sensasi yang luar biasa, Ivo menyadari betapa bodoh kalau membiarkan Donatella
lepas dari tangannya. Maka jadilah Donatella gundiknya. Satu-satunya syarat yang diajukan perempuan itu ialah agar Ivo melepas semua wanita lain dalam hidupnya, kecuali istrinya. Ivo
menyetujui dengan perasaan bahagia. Itu semua terjadi delapan tahun yang lalu, dan selama kurun waktu itu Ivo tak pernah mengkhianati istri maupun gundiknya.
Memuaskan dua wanita yang haus cinta pasti akan
menguras tenaga seorang lelaki biasa, tetapi bagi Ivo justru sebahknya. Kalau memadu cinta dengan Simonetta, dia
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
membayangkan Donatella dengan tubuhnya yang matang merangsang, maka hasratnya pun menggelora. Sedang
selagi berasyik-masyuk dengan Donatella, dia teringat akan payudara Simonetta yang ranum dan mungil, dan dia pun makin berapi-api. Namun, dengan siapa pun dari kedua perempuan itu dia main cinta, dia merasa menipu yang seorang
lagi. Perasaan itu justru menambah kenikmatannya. Ivo membelikan sebuah apartemen indah di Via
Montemignaio bagi Donatella, dan selalu melewatkan setiap waktu yang bisa dia luangkan bersamanya. Dia selalu mengatur harus mendadak melakukan pelalanan dinas.
Padahal selama waktu itu, dia berbagi ranjang bersama Donatena. Dia selalu mampir menjenguknya dalam perjalanan ke kantor, dan melewatkan waktu istirahat siang bersamanya. Pernah sekali, ketika Ivo berlayar ke New York dengan kapal QE 2 bersama Simonetta, dia menempatkan Donatella di sebuah kamar satu tingkat di bawah geladak mereka. Saat itu merupakan perjalanan yang paling menggairahkan dalam hidup Ivo.
Pada malam ketika Simonetta menyatakan kepada Ivo
bahwa dirinya hamil, Ivo diliputi kegembiraan luar biasa.
Seminggu kemudian Donatella memberitahu Ivo bahwa dia hamil. Kebahagiaan Ivo pun meluap. Kenapa para dewa begitu bermurah hati padaku, demikian dia bertanya pada dirinya sendiri. Dalam segala kerendahan hati, Ivo terkadang merasa bahwa dia tidak patut menerima segala kebahagiaan yang dilimpahkan pada dirinya.
Pada saat yang telah ditetapkan Simonetta melahirkan seorang bayi perempuan dan seminggu kemudian
Donatella melahirkan seorang anak lelaki. Mau minta apa
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
lagi" Tetapi para dewa tidak berhenti sampai di situ. Dalam waktu tidak terlalu lama Donatella memberitahu Ivo bahwa dirinya hamil lagi, dan minggu berikutnya Simonetta juga menjadi hamil. Sembilan bulan kemudian, Donatella
memberi Ivo seorang anak lelaki lagi dan Simonetta melahirkan seorang anak perempuan lagi. Empat bulan kemudian, kedua perempuan itu hamil lagi dan kali ini mereka melahirkan pada hari yang sama. Ivo terpaksa lari tunggang-l.anggang dari Salvator Mundi, tempat Simonetta dirawat, ke Clinica Santa Chiara tempat Donatella
melahirkan. Dia mondar-mandir antara kedua rumah sakit, bolak-balik sepanjang Raccordo Anulare, melambaikan tangan kepada gadis-gadis yang duduk menunggu para langganan di depan tenda-tenda kecil di bawah payung merah jambu di kedua tepi jalan. Ivo mengendarai
mobilnya begitu kencang sehingga tak mampu menyimak wajah-wajah mereka, tetapi dia menyukai mereka semua dan mengharap yang terbaik bagi mereka.
Lagi-lagi Donatella melahirkan seorang anak lelaki dan Simonetta seorang anak perempuan.
Terkadang Ivo berharap keadaan itu terbalik adanya.
Sungguh ironis bahwa istrinya yang sah hanya memberinya anak-anak perempuan, sementara gundiknya anak-anak lelaki. Padahal dia menginginkan keturunan lelaki untuk meneruskan namanya. Namun, dia merasa puas sebagai lelaki. Dia mempunyai tiga anak sah dan tiga anak di luar nikah. Dia mencintai dan sangat memperhatikan mereka.
Dia tidak pernah melupakan hari-hari ulang tahun, pesta santo pelindung, dan nama-nama mereka. Anak-anak perempuannya bernama Isabella, Benedetta, dan Camilla.
Anak-anak lelakinya bernama Francesco, Carlo, dan Luca.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Ketika anak-anak semakin besar, hidup jadi makin rumit bagi Ivo. Bersama istri, gundik, dan keenam anaknya, Ivo harus mengingat delapan hari ulang tahun, delapan hari pesta santo pelindung, dan dua dari setiap hari libur. Dia mengatur kedua sekolah anak-anaknya jauh terpisah. Para gadis disekolahkan di Saint Dominic, biara Prancis di Via Cassia, dan anak-anak lelaki masuk ke Massimo, sekolah asuhan imam-imam Yesuit di EUR. Ivo menemui dan
berkenalan dengan semua guru mereka, membantu anakanak dengan pekerjaan rumah mereka, bermain bersama mereka, membetulkan mainan yang rusak. Mengelola dua keluarga dan mencegah mereka saling bertemu memang memerlukan segala kelihaian, namun dia bisa mengatur.
Dia benar-benar seorang ayah, suami, dan kekasih teladan.
Pada hari Natal dia tinggal di rumah bersama Simonetta, Isabella, Benedetta, dan Camilla. Pada hari Befana tanggal 6
januari, Ivo berperan sebagai Befana, si tukang sihir, dan membagi-bagi hadiah serta carbone, gula batu hitam kesukaan anak-anak, kepada Francesco, Carlo, dan Luca.
Istri dan gundiknya sama-sama cantik, dan anak-anaknya elok serta tampan, dan dia bangga akan mereka semua. Hidup benar-benar indah.
Namun, kemudian para dewa menampar wajah Ivo
Palazzi. Sebagaimana lazimnya sebagian besar bencana berat, yang satu ini pun datang tanpa pemberitahuan.
Pagi itu, selesai memadu cinta bersama Simonetta
menjelang sarapan, Ivo langsung berangkat ke kantornya, dan menyelesaikan pekerjaannya. Pada pukul satu siang dia mengatakan kepada sekretarisnya - lelaki, atas desakan
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Simonetta - bahwa dia harus menghadiri suatu pertemuan sampai sore hari.
Sambil tersenyum membayangkan kenikmatan yang
menanti dirinya, Ivo mengitari konstruksi yang menutupi jalan sepanjang Lungo Tevere, tempat pembangunan
jaringan jalan kereta api bawah tanah selama tujuh belas tahun terakhir, menyeberangi jembatan ke Corso Francia.
Tiga puluh menit kemudian dia mengarahkan mobilnya masuk garasi di Via Montemignaio. Begitu Ivo membuka pintu apartemen, dia tahu ada suatu ketidakberesan.
Francesco, Carlo, dan Luca menangis sambil mendekap Donatella. Ketika Ivo melangkah menghampiri Donatella, perempuan itu memandangnya dengan raut penuh
kebencian di wajah, sehingga sejenak Ivo mengira salah masuk apartemen.
"Stronzo!" teriak perempuan itu kepadanya.
Ivo memandang tak mengerti ke sekelilingnyal "
Carissima - anak-anak - ada apa" Apa salahku?"
Donatella bangkit berdiri. "Ini kesalahanmu!" Dia
melemparkan majalah Oggi ke wajahnya, "Lihatlah sendiri!"
Dengan kebingungan, Ivo membungkuk dan meraih
majalah itu. Pada sampul majalah terpampang foto dirinya, Simonetta, dan ketiga anak gadis mereka. Di bawahnya tercantum tulisan "Padre di Famiglia."
Dio! Dia lupa sama sekali akan hal itu. Berbulan-bulan yang lalu, majalah ini minta izin memuat sebuah tulisan tentang dirinya dan dia begitu bodoh untuk menyetujuinya.
Namun, Ivo tidak pernah mengira akan sehebat itu. Dia mengamati gundik dan anak-anaknya yang menangis
terisak-isak, dan berkata, "Aku bisa menjelaskan hal ini. .,
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
"Teman-teman sekolah mereka sudah cukup memberi
penjelasan;' Donatella menjerit. "Anakanakku pulang dengan menangis karena setiap anak di sekolah menuding mereka sebagai anak haram!"
"Cara, aku " "
"Induk semang dan para tetangga memperlakukan kami bagaikan orang kusta. Kami tidak bisa menegakkan kepala lagi. Aku harus membawa mereka pergi dari tempat ini."
Ivo memandang terbelalak kepadanya. "Apa katamu?"
"Aku akan meninggalkan Roma, dan aku akan membawa
anak-anakku." "Mereka juga anakku," dia berteriak. "Kau tidak boleh pergi."
"Jangan coba-coba menghalangi diriku, akan kubunuh kau."
Kejadian itu bagaikan mimpi buruk. Ivo berdiri terpaku, memandangi ketiga anak lelaki dan gundik yang dicintainya menjerit-jerit sewot. Sekilas terlintas dalam benaknya. Hal ini tak mungkin terjadi pada diriku.
Namun, Donatella belum selesai membuat perhitungan dengannya. "Sebelum kami pergi," dia menyatakan, "aku minta sejuta dolar tunai."
Permintaan itu begitu edan sehingga Ivo tak dapat
menahan tawa. "Sejuta ?"
"Ya. Kalau tidak aku akan menelepon istrimu."
Peristiwa itu terjadi enam bulan yang lalu. Donatella tidak melaksanakan ancamannya - belum - namun Ivo tahu dia tak akan segan-segan melakukannya. Setiap minggu dia
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
terus mendesak. Dia nekat menelepon ke kantornya dan berkata, "Aku tak peduli bagaimana caranya, tapi beri aku uang itu."
Hanya ada satu cara bagi Ivo untuk memperoleh jumlah sebesar itu. Dia harus bisa menjual saham-saham di Roffe and Sons. Sam Roffe-lah yang selalu menghalangi penjualan saham, Sam yang membuat perkawinan ivo berantakan, masa depannya suram. Dia harus dihentikan. Asal kita tahu orang yang tepat, segalanya bisa dijalankan.
Yang paling menyakitkan Ivo adalah Donatella -
gundiknya yang tercinta - tidak membiarkan dirinya menyentuhnya. Ivo boleh mengunjungi anak-anaknya
setiap hari, tetapi dilarang masuk ke kamar tidur.
"Setelah kau memberi uang itu," Donatella berjanji, "aku baru mau main cinta lagi."
Karena tak mampu menahan lebih lama lagi, pada suatu sore Ivo menelepon Donatella dan mengatakan, "Aku
segera datang. Uang sudah diatur."
Pokoknya, dia akan mencumbu perempuan itu dulu
sampai takluk dan kemudian menenangkan hatinya.
Rencananya ternyata gagal total. Dia berhasil menanggalkan pakaian perempuan itu, dan setelah mereka telanjang berdua, dia menceritakan hal sebenarnya
kepadanya. "Aku belum berhasil mendapatkan uang itu, tetapi pada saatnya nanti ?"
Pada saat itulah perempuan itu menyerangnya bagai
seekor binatang buas. -odwo- Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Ivo memikirkan hal-hal tersebut saat ini, ketika
mengemudikan mobilnya meninggalkan apartemen Donatella (dia menganggapnya demikian sekarang) menuju utara, ke Via Cassia yang ramai, lalu ke rumahnya di Olgiata. Dia melirik wajahnya di kaca depan mobil.
Perdarahan agak berkurang, tetapi luka-luka cakaran tampak jelas. Dia menoleh ke kemejanya yang berlumuran darah. Bagaimana dia harus menjelaskan kepada Simonetta tentang cakaran-cakaran di wajah dan punggungnya"
Sekejap Ivo ingin nekat dan menceritakan kejadian
sebenarnya kepadanya, tetapi kemudian menumpas
gagasan itu secepat kilat.
Dia bisa saja - memang bisa - mengaku kepada
Simonetta, bahwa dalam keadaan lupa diri sesaat, dia pernah
mengajak tidur seorang perempuan dan membuatnya hamil, dan dia bisa saja - memang bisa - lolos dengan selamat dari kesulitan ini. Tapi tiga orang anak"
Dalam waktu tiga tahun" Hidupnya tak akan lebih berharga dari selembar limaan lira. Sekarang ini tak ada
kemungkinan baginya untuk tidak pulang. Mereka menanti kedatangan tamu-tamu
untuk makan malam, dan Simonetta pasti menunggu kepulangannya. Ivo terperangkap. Berantakan sudah perkawinannya. Hanya Santo Gennaro, pelindung segala mukjizat, yang bisa membantunya. Mata Ivo menangkap sebuah rambu di
pinggir Via Cassia. Secepat kilat dia menginjak rem, keluar dari jalur cepat dan menghentikan mobilnya.
Tiga puluh menit kemudian, Ivo meluncur lewat gerbang Olgiata. Tanpa menghiraukan pandangan para penjaga yang melihat wajahnya yang babak-belur dan kemejanya yang berlumuran darah, Ivo melintasi kelok-kelok jalan masuk, sampai ke tikungan yang menuju ke depan rumah, dan berhenti di depan serambi. Dia memarkir mobilnya,
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
membuka pintu depan rumah dan melangkah masuk ruang duduk. Simonetta dan Isabella, anak mereka yang tertua, berada di kamar itu. Pandangan terkejut memenuhi wajah Simonetta ketika melihat wajah suaminya.
"Ivo! Apa yang terjadi?"
Ivo tersenyum bimbang, berusaha tidak mempedulikan rasa sakit, dan mengakui dengan konyol, "Aku khawatir telah melakukan suatu ketololan, cara ?"
Simonetta melangkah mendekat, mengamati luka-luka
cakaran di wajahnya, dan Ivo melihat matanya menyipit.
Ketika membuka suara, suaranya terdengar sangat dingin.
"Siapa yang mencakar wajahmu?"
"Tiberio," seru Ivo menjelaskan. Dari balik punggungnya dia mengacungkan seekor kucing besar jelek berbulu kelabu, yang meronta-ronta dalam cengkeramannya,
kemudian lari mengambil langkah seribu. "Aku membelinya untuk Isabella, tapi hewan sial itu menyerangku ketika mau kumasukkan dalam kurungan."
"Povere amore mio!" Dalam sekejap, Simonetta berada di sampingnya. "Angelo mio! Ayo naik dan berbaringlah. Aku akan memanggfl dokter. Biar kuberi yodium. Aku akan- "
"Tidak. Jangan! Aku tidak apa-apa," ujar Ivo tabah. Dia menyeringai ketika Simonetta merangkulnya. "Hati-hati!
Aku khawatir kucing kampung itu mencakari punggungku juga!"
"Amore! Kasihan sekali kau!"
"Oh, bukan begitu," kata Ivo. "Aku baik-baik saja." Dan dia memang merasa demikian.
Bel pintu depan berdering.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
"Aku akan membukanya," kata Simonetta.
"Tidak. Biar aku," ujar Ivo cepat. "Aku - aku menantikan beberapa surat penting dari kantor."
Dia bergegas menuju pintu depan dan membukanya.
"Signor Palazzi?"
"Si." Seorang pesuruh dengan seragam abu-abu, menyerahkan sebuah sampul. Di. daIamnya ada berita teleks dari Rhys Williams. Ivo membaca berita itu secepat kilat. Lama dia terpaku di pintu itu, lama sekali.
Kemudian dia menarik napas dalam-dalam dan naik ke loteng untuk bersiap menyambut tamu-tamunya.
BAB 4 Buenos Aires Senin, 7 September Pukul tiga sore STADION balap mobil Buenos Aires yang berdebu di
pinggiran ibu kota Argentina itu penuh sesak dengan lima puluh ribu penonton yang datang untuk menyaksikan
kejuaraan klasik. Suatu lomba 115-putaran mengitari sirkuit yang panjangnya hampir empat mil. Perlombaan telah berlangsung hampir lima jam di bawah terik
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
matahari. Yang ikut di lapangan start ada tiga puluh mobil, namun kini tinggal sedikit. Para penonton sedang
menyaksikan suatu catatan sejarah. Selama ini belum ada lomba semacam itu, dan mungkin juga tak akan ada lagi.
Semua nama yang merupakan legenda ikut dalam
perlombaan hari ini: Chris Amon dari Selandia Baru, dan Brian Redman dari Lancashire. Ada pula si pembalap Italia Andrea di Adamici, dengan sebuah Alfa Romeo Tipo 33, dan Carlos Maco dari Brazilia, dengan sebuah Mach Formula 1.
Sang juara dari Belgia, Jacky Ickx, ada pula di sana, dan Reine Wisell dari Swedia dengan sebuah BRM.
Untasan balap tampak seperti pelangi acak-acakan,
ditebari liukan warna-warna merah dan hijau dan hitam dan putih dan emas dari mobil-mobil Ferrari dan Brabham dan McLaren M19-A dan Lotus Formula 3.
Setelah putaran demi putaran yang melelahkan dilalui, para raksasa mulai berjatuhan. Chris Amon berada di tempat keempat ketika katup-katupnya mencuat lepas. Dia menyapu mobil Cooper yang dikendarai Brian Redman, sebelum mampu mengendalikan mobilnya dengan mematikan mesin. Tapi kedua mobil itu terlanjur tersingkir keluar arena. Reine Wisell berada di tempat pertama, dengan Jacky Ickx tepat di belakang mobil BRM itu. Pada putaran berikut, persneling BRM hancur berantakan dan baterai serta perangkat listriknya dimakan api. Mobil mulai berputar-putar, dan Ferrari Jacky Ickx terperangkap dalam putaran itu.
Penonton menjerit-jerit. Tiga mobil melesat ke depan mendahului yang lain-lain.
Jorje Amandaris dari Argentina, mengendarai Surtees; Nils Nilsson dari Swedia dengan Matra; dan Ferrari 312 B-2
dikendarai Martel dari Prancis. Mereka meluncur mulus,
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
melaju di lintasan lurus, meliuk tajam di tikungan, menderu maju.
Jorje Amandaris memimpin di depan, dan karena dia
salah satu dari mereka, orang-orang
Garis Darah Blood Line Karya Sidney Sheldon di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Argentina menyorakinya habis-habisan. Nils Nilsson yang mengemudikan Matra merah putih lengket di belakangnya, dan di belakangnya lagi, Ferrari hitam-kuning-emas dikendarai Martel dari Prancis.
Mobil Prancis itu nyaris lepas dari perhatian sampai lima menit terakhir, ketika mulai menerobos lintasan. Dia mencapai kedudukan kesepuluh, lalu ketujuh, kemudian kelima. Dan terus melaju pesat. Penonton kini mulai memperhatikan ketika pengemudi Prancis itu mulai
mendesak mobil nomor dua yang dikemudikan Nilsson.
Ketiga mobil itu melejit dengan kecepatan lebih dari 180
mil per jam. Di lintasan lomba dengan garis batas teratur seperti Brands Hatch atau Watkins Glen, kecepatan itu sudah cukup berbahaya, tetapi di lintasan Argentina yang lebih ganas berarti bunuh diri. Seorang wasit berjaket merah berdiri di tepi lintasan, mengacungkan sebuah tulisan, "LIMA PUTARAN".
Ferrari hitam-kuning-emas dari Prancis itu berusaha mendahului Matra-nya Nilsson dari sisi luar, dan Nilsson menggeser, menutupi langkah mobil Prancis tersebut.
Mereka menyalip mobil Jerman di lintasan dalam dengan kecepatan tinggi. Kini keduanya berdampingan dengan mobil Nilsson. Mobil Prancis itu agak mengurangi
kecepatan dan bergeser sehingga menempati celah sempit di belakang mobil Jerman dan Matra-nya Nilsson. Dengan operan persneling secepat kilat, pengemudi Prancis itu menyelinap di antara celah yang sempit, memaksa kedua mobil untuk menyingkir, kemudian melejit ke tempat
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
nomor dua. Penonton, yang sempat menahan napas
sejenak, bersorak memberi pujian. Suatu gerakan indah yang berani dan berbahaya.
Kini Amandaris memimpin, Martel kedua dan Nilsson
pada kedudukan ketiga, dan tinggal menempuh tiga
putaran lagi. Amandaris menyaksikan gerak siasat tadi.
Pengemudi Prancis itu hebat, kata Amandaris pada dirinya sendiri, tetapi belum cukup untuk menundukkanku. Amandaris berniat memenangkan kejuaraan. Di depannya dia melihat tanda yang dikibaskan - "DUA PUTARAN".
Perlombaan hampir selesai, dan akan memberi kemenangan padanya. Dari sudut matanya, dia bisa melihat Ferrari hitam-kuning emas itu mencoba maju ke
sampingnya. Sekilas dia menangkap wajah si pengendara yang kotor berdebu, tegar, dan penuh tekad di balik kacamata balap. Amandaris menghela napas. Dia menyesal harus bertindak, namun tak ada pilihan lain baginya. Balap mobil bukan mainan buat olahragawan, tetapi pemenang.
Kedua mobil itu hampir sampai ke sisi utara yang
bertikungan tajam, bagian paling berbahaya dari seluruh lintasan, tempat terjadinya puluhan kecelakaan. Amandaris melempar pandangan secepat kilat pada orang Prancis yang
mengemudikan Ferrari lalu mengencangkan genggamannya pada kemudi. Ketika kedua mobil itu
mendekati tikungan, Amandaris tanpa mencolok meng-
angkat kakinya dari pedal gas, sehingga Ferrari itu maju ke depan. Dia melihat si pengemudi melemparkan pandangan spekulatif kepadanya. Kemudian pengemudi itu mengikuti tindakannya, terperosok dalam jebakannya. Penonton bersorak-sorai. Jorje Amandaris menunggu sampai Ferrari hitam-kuning-emas itu benar-benar mendahuluinya dari sisi luar. Pada saat itu, Amandaris menggeser tangkai persneling lebar-lebar dan mulai bergerak ke kanan.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Dengan begitu dia menghadang lintasan Ferrari, sehingga satu-satunya pilihan adalah naik ke tanggul.
Amandaris melihat raut kekesalan di wajah pembalap Prancis itu dan berkata dalam hati, "Salud". Pada saat itu juga, pengemudi Ferrari tersebut mengarahkan kemudinya langsung ke Surtees milik Amandaris. Amandaris tak mampu mempercayai penglihatannya. Ferrari itu berniat menabraknya. Mereka hanya berjarak sembilan puluh
sentimeter, dan dengan kecepatan begitu tinggi. Amandaris harus segera mengambil keputusan. Siapa mengira pembalap Prancis itu sinting begitu" Secepat kilat, dengan tindakan refleks, Amandaris membanting kemudi tajam ke kiri, berusaha menghindari benturan dengan logam ribuan ton, dan menginjak rem sekuat tenaga. Mobil Prancis itu meleset beberapa sentimeter dari sasarannya, dan melejit di depannya menuju garis akhir. Sejenak mobil Jorje Amandaris meliuk-liuk, kemudian lepas dari kendali dan berputar, membentur lintasan dengan keras, berjungkir-balik dan akhirnya meledak disertai sinar merah hitam.
Namun, perhatian penonton tersedot ke Ferrari Prancis, yang
menderu-deru melewati garis akhir menuju
kemenangan. Penonton bersorak dan menjerit kegirangan ketika
berlarian mendekati mobil tersebut dan mengelilinginya. Si pengemudi bangkit perlahan dan melepas kacamata balap serta helmnya.
Dia seorang wanita berambut kuning gandum yang
dipangkas pendek, dengan raut wajah tajam dan kuat. Ada kecantikan klasik yang dingin pada dirinya. Tubuhnya gemetar, bukan karena penat, tapi karena penuh gairah mengenang saat memandang mata Jorje Amandaris ketika dia mengirim lelaki itu ke ajalnya. Pembawa acara berteriak
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
lewat pengeras suara, Pemenang adalah Helene Roffe-Martel, dari Prancis, mengemudikan Ferrari."
Dua jam kemudian, Helene dan suaminya, Charles,
berada di kamar VIP mereka di Hotel Ritz, di pinggiran Buenos Aires. Mereka bergelimpangan di atas permadani di depan perapian. Helene menindih suaminya dalam keadaan bugil, dalam posisi klasik la Diligence de Lyon, dan Charles berseru, "Oh, Tuhan! Jangan lakukan itu padaku! Jangan!"
Semakin Charles mengiba-iba, istrinya justru semakin menggebu-gebu. Dia makin mengeraskan tindihannya,
makin menyakitinya, menyaksikan air mata bercucuran di mata suaminya. Aku dihukum tanpa alasan, pikir Charles.
Dia ngeri membayangkan apa yang akan dilakukan Helene kepadanya, kalau perempuan itu menemukan kejahatan yang telah dilakukannya.
-odwo- Charles Martel mengawini Helene Roffe demi nama dan uangnya. Setelah upacara perkawinan, perempuan itu tetap mempertahankan namanya - dibubuhi nama Charles - dan uangnya. Ketika Charles menyadari bahwa perkiraannya meleset, nasi sudah menjadi bubur.
Charles seorang pengacara muda di kantor pengacara besar di Paris ketika bertemu Helene Roffe untuk pertama kali. Dia diminta membawakan berkas-berkas ke ruang rapat, di mana sedang berlangsung suatu pertemuan.
Keempat rekan senior berada di dalam ruangan itu bersama Helene Roffe. Charles telah mendengar tentang
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
perempuan itu. Setiap orang di Eropa tahu tentang dirinya.
Dia ahli waris industri farmasi Roffe. Dia binal dan modern, dan disanjung setinggi langit oleh kalangan surat kabar dan majalah. Dia juara ski, mengemudikan pesawat jet Lear-nya sendiri, pernah memimpin ekspedisi pendakian gunung di Nepal, ikut balap mobil dan ketangkasan berkuda, dan berganti pria seperti ganti pakaian. Gambar-gambarnya muncul secara tetap di Paris Match dan Jours de France. Dia kini berada di kantor pengacara itu, karena mereka menangani kasus perceraiannya. Yang keempat atau kelima
- Charles Martel tak tahu pasti, dan dia juga tidak berminat.
Keluarga Roffe yang kelas kakap berada di luar
jangkauannya. Charles menyerahkan berkas-berkas kepada atasannya.
Dia agak gugup, bukan karena Helene Roffe ada di dalam ruangan - dia nyaris tak melempar pandangan kepadanya -
tetapi karena kehadiran keempat rekan seniomya. Mereka mencerminkan Autoritas, dan Charles Martel menyegani Autoritas. Dia pada dasarnya lelaki sederhana, puas dengan hidup ala kadarnya, tinggal di sebuah apartemen kecil di Passy dan menekuni koleksi perangkonya yang tidak
seberapa pula. Charles Martel bukan pengacara ulung, tetapi cukup handal, tekun, dan bisa dipercaya. Seorang yang
menjunjung tinggi martabat profesinya. Dia berumur awal empat puluhan dan penampilan fisiknya, meskipun tidak jelek, tapi jauh dari tampan. Seseorang pernah mengatakan bahwa dia mempunyai kepribadian pasir basah, dan
gambaran itu memang tepat. Maka benar-benar di luar dugaan, bahwa sehari setelah bertemu Helene Roffe, Charles, Martel dipanggil ke kamar M. Michel Sachard, rekan paling senior, dan mendapat pemberitahuan. "Helene
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Roffe minta kau menangani kasus perceraiannya secara pribadi. Kau harus mengambil alih kasus itu sekarang juga."
Charles Martel terperangah. "Kenapa saya, Monsieur Sachard?"
Sachard memandang tajam kepadanya dan berkata,
"Saya tidak tahu-menahu. Tetapi, layani dia sebaik-baiknya." Karena menangani kasusnya, Charles harus sering
menemui perempuan itu. Terlalu sering, menurut
perasaannya. Helene menelepon dan mengundangnya
makan malam di vilanya di Le Vesinet, untuk membicarakan kasus itu, dan ke opera dan ke rumahnya di Deauville. Charles terus berusaha menjelaskan kepadanya bahwa kasus itu sangat sederhana, bahwa tidak ada
hambatan untuk memenangkan perceraian itu. Namun
Helene - dia mendesak Charles untuk memanggilnya
Helene - mengatakan, bahwa dia memerlukan kepastian terus-menerus dari Charles. Kelak Charles sering
mengingat muslihat itu dengan senyum pahit.
Selama minggu-minggu setelah pertemuan pertama
mereka, Charles mulai mencium bahwa Helene Roffe
menaruh minat asmara kepada dirinya. Dia tak bisa
mempercayai hal itu. Dia seorang yang tak berarti, sementara perempuan itu anggota salah satu keluarga terpandang. Namun, Helene tidak membiarkan dirinya terombang-ambing dalam kebimbangan. "Aku berniat
kawin denganmu, Charles."
Charles tak pernah berpikir akan menikah. Dia selalu merasa jengah dengan wanita. Lagi pula dia tidak mencintai Helene. Dia bahkan tidak yakin dia menyukai perempuan itu. Segala keributan dan perhatian yang dicurahkan kepada perempuan itu ke mana pun mereka pergi
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
membuatnya risi. Dia terseret dalam sorotan ketenarannya, dan dia tidak terbiasa dengan peran itu. Dengan berat hati dia juga menyadari perbedaan antara mereka berdua.
Kelincahan Helene sangat rnengganggu kekolotannya.
Helene adalah penentu gaya busana, dan penuh daya tarik, sedangkan dia - yah, dia pengacara biasa, setengah baya, dan sederhana. Dia tak bisa mengerti apa yang diharapkan Helene Roffe darinya. Orang-orang pun tak mengerti.
Keikutsertaannya dalam berbagai lomba berbahaya yang selalu diberitakan luas, dan biasanya merupakan bidang monopoli pria, menumbuhkan desas-desus santer bahwa Helene Roffe mendukung gerakan emansipasi wanita.
Padahal dia sebenarnya meremehkan gerakan itu, dan muak terhadap konsep persamaan. Dia tak melihat satu alasan kenapa lelaki harus dibiarkan sama dengan wanita.
Lelaki memang menyenangkan untuk berada di sekitar kita, pada saat dibutuhkan. Mereka pada dasarnya bukan
makhluk cerdas, tapi bisa dilatih untuk mengambil dan menyalakan rokok, disuruh ke sana-kemari, membukakan pintu, dan memberi kepuasan di ranjang. Mereka bisa dimanfaatkan sebagai makhluk piaraan, yang bisa mandi dan berpakaian sendiri, dan mengurus kebutuhan diri sendiri. Spesies yang menyenangkan.
Helene Roffe tak pernah kekurangan lelaki hidung
belang, pemberani, jutawan, perayu. Tapi dia belum pernah memiliki seorang seperti Charles Martel. Dia tahu benar siapa lelaki itu: seorang yang tak berarti. Segumpal tanah liat polos. Justru di situlah letak tantangannya. Dia berniat mencengkeramnya, membentuknya, dan melihat apa yang bisa diperbuatnya dengan lelaki itu. Sekali Helene Roffe membulatkan pikirannya, Charles Martel tak mempunyai kesempatan untuk mengelak.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Mereka menikah di Neuilly dan berbulan madu di Monte Carlo, di mana Charles kehilangan kelajangan dan
angan-angannya. Dia sebenarnya merencanakan untuk
kembali ke kantor pengacaranya lagi.
"Goblok," kata istrinya. "Kaupikir aku mau menikah dengan karyawan kantor pengacara" Kau harus masuk
perusahaan keluarga. Suatu hari nanti, kau akan memimpin perusahaan itu. Kita akan memimpin."
Helene mengatur agar Charles masuk Roffe and Sons
cabang Paris. Dia harus melaporkan segala sesuatu
kepadanya dan Helene membimbingnya, membantunya,
memberi saran-saran untuk diajukan. Charles maju pesat.
Dalam waktu singkat dia memimpin roda perusahaan di Prancis, dan menjadi anggota dewan direksi. Helene Roffe mengubahnya dari seorang pengacara tak terkenal menjadi pemimpin salah satu perusahaan terbesar di dunia.
Seharusnya Charles merasa di surga ketujuh. Tapi dia.
merasa di neraka. Sejak saat pertama dalam perkawinan mereka, Charles merasa dirinya sangat dikuasai istrinya.
Helene memilihkan penjahit, pembuat sepatu, dan perancang pakaiannya. Dia mendaftarkannya masuk Jockey Club yang eksklusif. Helene memperlakukan Charles, sebagai piaraan. Gajinya harus langsung diserahkan kepadanya, dan Charles mendapat uang saku yang sangat terbatas. Kalau butuh uang tambahan, dia harus minta kepada Helene. Dia harus melaporkan segala kegiatannya, dan tunduk pada segala perintahnya. Helene tampak merasakan kenikmatan kalau menghinanya. Dia sering meneleponnya di kantor dan memerintahkannya untuk segera pulang membawa
sebotol krem kulit, atau kebutuhan konyol lainnya. Kalau Charles tiba di rumah, dia menunggunya telanjang bulat di kamar tidur. Dia tak pernah puas, seperti seekor hewan.
Charles hidup bersama ibunya sampai umur tiga puluh dua,
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
saat wanita itu meninggal karena kanker. Sepanjang ingatan Charles, ibunya selamanya cacat, dan dia mera-watnya. Sama sekali tak ada waktu untuk bergaul dengan gadis-gadis apalagi menikah. Ibunya merupakan beban.
Ketika wanita itu meninggal, Charles mengira dia akan diliputi perasaan bebas. Ternyata, dia malah merasakan suatu kekosongan. Dia telanjur kehilangan minat terhadap wanita
maupun seks. Dalam kepolosannya, dia menceritakan hal itu kepada Helene ketika perempuan itu menyebut-nyebut soal perkawinan untuk pertama kali.
"Nafsuku tidak terlalu besar," dia berkata. Helene tersenyum. "Charles yang malang. Jangan khawatir tentang seks. Aku berjanji, kau akan menyukainya."
Dia benci dan muak. Hal itu justru meningkatkan
kenikmatan Helene. Perempuan itu menertawakan kelemahannya dan memaksanya melakukan hal-hal yang menjijikkan, yang membuat Charles merasa rendah dan hina. Permainan seks sudah cukup merendahkan derajat bagi Charles, tetapi Helene senang mencoba-coba,
melakukan aneka tindakan sadis dalam bermain seks.
Charles tak pernah bisa menebak apa yang akan terjadi. Dia takut setengah mati terhadap Helene. Perempuan itu membuatnya merasa dialah pihak lelaki dan dirinya pihak perempuan. Dia berusaha untuk menyelamatkan harga
Kelana Buana 25 Sekali Lagi Si Paling Badung The Naughtiest Girl Again Karya Enid Blyton Api Di Bukit Menoreh 6