Pencarian

Garis Darah 2

Garis Darah Blood Line Karya Sidney Sheldon Bagian 2


dirinya, tapi, yah, dia tidak meneinukan satu bidang pun di mana Helene tidak lebih unggul daripada dirinya.
Perempuan itu berotak cemerlang. Pengetahuannya
tentang hukum tidak kalah dengan dirinya, apalagi tentang seluk-beluk perusahaan. Berjam-jam dia membicarakan jalan perusahaan bersamanya. Dia tak pernah jemu.
"Bayangkan tentang segala kekuasaan itu, Charles! Roffe and Sons dapat membangun maupun menghancurkan separuh dari negara-negara di dunia. Mestinya aku yang
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
memimpin perusahaan. Kakek buyutku yang membangun
perusahaan itu. Perusahaan itu merupakan bagian dari diriku."
Sehabis meluapkan perasaan seperti itu Helene tak
mampu mencapai puncak kenikmatan, dan Charles harus memuaskannya
dengan berbagai cara yang tak terbayangkan. Dia jadi benci sekali kepadanya. Satu-satunya impiannya ialah membebaskan diri dari cengkeramannya, melarikan diri. Tetapi untuk itu dia butuh uang.
Pada suatu hari waktu makan siang, salah seorang
kawannya, Rene Duchamps, menceritakan tentang kesempatan meraih keuntungan.
"Salah seorang pamanku yang memiliki perkebunan
anggur besar di Burgundy, baru saja meninggal. Kebun anggur itu akan segera dijual - sepuluh ribu are Appelation d"origine controllee. Aku
punya hubungan dengan orang-orang dalam, karena masih keluarga sendiri." Rene Duchamps melanjutkan, "Aku sendiri tak punya cukup uang, tapi kalau kau mau bergabung, uang kita bisa jadi dua kali lipat dalam setahun. Setidaknya, datanglah dan lihatlah sendiri."
Karena Charles tak mampu mengakui kepada temannya
bahwa dia tak memiliki uang sesen pun, dia pergi ke lereng merah Burgundy untuk menyaksikan tanah perkebunan itu.
Dia sangat terkesan. Rene Duchamps mengatakan. "Sebaiknya kita masing-masing menanam dua juta frank. Dalam setahun kita akan memiliki empat juta."
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Empat juta frank! Itu berarti kebebasan, suatu jalan keluar. Dia bisa pergi ke suatu tempat di, mana Helene tak akan pernah menemukannya.
"Aku akan memikirkan hal itu," Charles berjanji kepada kawannya.
Dia menepati janjinya. Dia memikirkan soal itu siang dan malam. Itu merupakan suatu kesempatan emas. Tapi
bagaimana" Charles sadar, tak mungkin baginya untuk meminjam uang tanpa sepengetahuan Helene. Semua harta berada atas namanya. Rumah-rumah, lukisan-lukisan, mobil-mobil, emas permata. Emas permata. . perhiasan indah tak berguna yang tersimpan di lemari besi di kamar tidur. Lambat laun, muncullah gagasan itu. Kalau bisa memiliki perhiasan Helene, sedikit demi sedikit, dia bisa menukar barang-barang itu dengan tiruan, dan meminjam uang dengan jaminan permata yang asli. Setelah mendapat keuntungan dari kebun anggur, dia akan mengembalikan permata yang asli. Sementara itu, dia akan mempunyai cukup uang untuk menghilang selama-lamanya.
Charles menelepon Rene Duchamps dan berkata dengan hati berdebar-debar, "Aku
bersedia bekerja sama denganmu." Tahap pertama dari rencana itu membuat Charles
mengalami teror. Dia harus membuka lemari besi dan mencuri perhiasan Helene. Bayangan tentang kejahatan yang akan dilakukannya membuat Charles begitu gelisah, sehingga nyaris tak mampu menjalankan tugas sehari-hari.
Dia bergerak seperti mesin otomatis, tidak melihat atau mendengar segala kejadian di sekitarnya. Setiap kali melihat Helene keringatnya bercucuran. Tangannya
gemetaran tanpa sebab. Helene cemas melihat keadaannya, sebagaimana dia juga akan mencemaskan seekor hewan
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
piaraan. Dia merasa perlu minta dokter memeriksa Charles, tetapi dokter tak bisa menemukan suatu kelainan. "Dia seperti agak tegang. Mungkin perlu istirahat satu atau dua hari di tempat tidur."
Helene memandang lama kepada Charles yang terbaring telanjang di tempat tidur, dan tersenyum, "Terima kasih, Dokter."
Begitu dokter pergi, Helene mulai membuka pakaiannya.
"Aku - aku merasa kurang kuat," ujar Charles menyatakan keberatan.
"Aku kuat," sahut Helene tegas.
Charles belum pernah membencinya seperti saat itu.
Kesempatan Charles datang pada minggu berikutnya.
Helene merencanakan pergi ke Garmisch-Partenkirchen untuk main ski bersama kawan-kawan. Dia memutuskan untuk meninggalkan Charles di Paris.
"Kau harus tetap di rumah setiap malam," kata Helene kepadanya. "Aku akan meneleponmu."
Charles mengawasi Helene menghilang, mengemudikan
mobil Jensen merahnya. Begitu perempuan itu hilang dari pandangannya dia bergegas ke lemari besi yang tertanam di
tembok. Dia sering memperhatikan Helene membukanya, dan tahu sebagian besar kombinasi
angka-anganya. Dia butuh satu jam untuk menemukan
angka-angka lainnya. Dengan jari-jari gemetaran dia membuka pintu besi. Itu dia, kebebasannya. . tergeletak dalam kotak-kotak berlapis beludru, berkilauan seperti bintang kecil. Dia sudah menemukan seorang ahli permata, seorang bernama Pierre Richaud, yang pandai membuat
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
perhiasan tiruan. Charles terpaksa memberi penjelasan panjang-lebar, kenapa dia ingin dibuatkan tiruan dari perhiasan-perhiasan yang dibawanya, tetapi Richaud berkata singkat, "Monsieur, saya biasa membuat perhiasan tiruan untuk setiap orang. Tak seorang pun yang berakal sehat akan memakai perhiasan asli di jalanan zaman sekarang ini."
Charles memberinya perhiasan untuk dikerjakan, satu per satu. Kalau perhiasan tiruan itu selesai, dia menukarnya dengan yang asli. Dengan perhiasan asli dia meminjam uang dari Credit Municipal, jawatan pegadaian milik pemerintah.
Usaha itu makan waktu lebih lama daripada perkiraan Charles. Dia hanya bisa membuka lemari besi kalau Helene tidak di rumah, dan pembuatan tiruannya juga sering tertunda secara tak terduga. Namun, akhirnya tiba juga saatnya Charles bisa mengatakan kepada Rene Duchamps,
"Aku sudah memiliki uang untukmu besok"
Dia berhasil menyelesaikannya. Dia ikut memiliki sebuah perkebunan anggur besar. Dan Helene tak menaruh curiga sedikit pun atas apa yang telah dilakukannya.
Diam-diam Charles mulai mendalami seluk-belum
penanaman anggur. Yah, kenapa tidak" Bukankah dia
petani anggur sekarang" Dia belajar tentang berbagai jenis anggur: anggur utama yang ditanam biasanya cabernet sauvignon, tetapi sebagai pendamping ditanam pula jenis-jenis lain: gros cabernet, merlot, malbec, petit verdot.
Laci-laci meja kerja Charles penuh selebaran tentang tanah dan pengolahan anggur. Dia belajar tentang peragian dan pemangkasan dan pencangkokan. Juga permintaan dunia akan anggur terus meningkat.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Dia bertemu secara teratur dengan mitra usahanya.
"Usaha itu berjalan lebih mulus daripada yang kuperkirakan," Rene menjelaskan kepada Charles. "Harga-harga anggur terus melangit. Kita pasti bisa mendapat tiga ratus ribu frank tunai pada panen pertama."
Lebih dari yang berani diimpikan Charles! Anggur-anggur itu emas merah. Charles mulai membeli brosur-brosur wisata Kepulauan Laut Selatan dan
Venezuela dan Brazilia. Nama tempat-tempat itu seperti bernada gaib. Satu-satunya kesulitan ialah, bahwa tidak banyak tempat di dunia di mana Roffe and Sons tidak memiliki kantor cabang, di mana Helene tidak mungkin menemukannya. Kalau menemukannya, perempuan itu
pasti akan membunuhnya. Charles yakin akan hal itu.
Kecuali kalau dia membunuhnya lebih dulu. Gagasan itu merupakan khayalan kesukaannya. Berulang kali dia
membunuh Helena, dengan beribu cara yang mengasyikkan. Yang lebih jahat lagi, Charles sekarang mulai menikmati kekejaman Helena. Setiap kali perempuan itu memaksanya melakukan hal-hal yang tak masuk akal, dia selalu berpikir, Aku akan segera pergi, convasse. Aku akan menjadi kaya-raya berkat uangmu, dan kau tidak bisa menghalangi.
Sementara itu menikmafi terus memerintahnya,
"Ayo, lebih cepat," atau "Lebih keras lagi," atau "Jangan berhenti!" dan Charles menurutinya dengan patuh.
Sambil tersenyum dalam hati.
Dalam penanaman anggur, Charles tahu bahwa
bulan-bulan selama musim semi dan panas sangat rawan.
Anggur-anggur dipetik pada bulan September dan
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
membutuhkan. masa-masa seimbang antara cahaya
matahari dan hujan. Terlalu banyak sinar matahari
membuat anggur asam, sedangkan terlalu banyak hujan akan membuat buah-buah itu busuk. Bulan Juni berawal dengan sempurna. Charles meneliti keadaan cuaca Burgundy sekali, kemudian dua kali sehari. Dia sudah tak sabar, tinggal beberapa minggu sebelum impiannya
menjadi kenyataan. Dia sudah memutuskan untuk pergi ke Montego Bay. Roffe and Sons tidak mempunyai cabang di Jamaica. Tidak sulit untuk menghilang di sana. Dia akan menghindari Round Hill atau Ocho Rios, sehingga tidak akan terlihat oleh salah seorang kawan menikmafi. Dia akan membeli sebuah rumah kecil di pegunungan. Biaya hidup di pulau itu cukup murah. Dia bisa membayar
pelayan, dan makan enak, dan hidup cukup mewah
menurut ukurannya yang tidak terlalu tinggi.
Maka pada hari-hari pertama bulan Juni, Charles Martel adalah lelaki yang sangat bahagia. Hidupnya sekarang memang memalukan, tetapi dia tidak hidup di saat ini: dia hidup di masa depan, di sebuah pulau tropis bermandikan matahari dan dibelai angin, di Karibia.
Cuaca bulan Juni tampaknya semakin baik setiap hari.
Cukup cahaya matahari, dan cukup hujan. Tepat sekali untuk menyuburkan kuncup-kuncup buah anggur. Bersama dengan
tumbuhnya buah anggur, tumbuh pula keberuntungan Charles. Pada hari kelima belas bulan Juni, wilayah Burgundy mulai sering dilanda hujan rintik-rintik. Kemudian hujan semakin lebat. Hujan setiap hari, dan berminggu-minggu, sampai Charles tidak berani lagi menyimak laporan cuaca.
Rene Duchamps menelepon. "Kalau hujan berhenti pada pertengahan Juli, panen masih bisa diselamatkan."
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Juli ternyata merupakan bulan dengan curah hujan
terbesar sepanjang sejarah kantor cuaca Prancis. Pada awal bulan Agustus, seluruh uang curian Charles Martel ludes.
Dia belum pernah diliputi ketakutan seperti itu.
"Kita akan terbang ke Argentina bulan depan," kata Helene kepada Charles. "Aku mendaftar ikut balap mobil di sana."
Charles mengamatinya ngebut keliling lintasan naik Ferrari, dan tak mampu menghalau gagasan: Kalau dia celaka, aku bebas.
Tapi dia adalah Helene Roffe-Martel. Nasib menakdirkannya sebagai pemenang, sebagaimana nasib juga menakdirkan Charles jadi pihak yang kalah.
Memenangkan lomba membuat Helene lebih bernafsu
daripada biasanya. Mereka kembali ke kamar hotel di Buenos Aires. Dia memaksa Charles membuka baju dan berbaring tertelungkup di permadani. Ketika Charles melihat benda yang dipegang Helene, dia berteriak, "Oh, jangan!"
Pintu diketuk. "Merde!" kata Helene. Diam sejenak, tetapi ketukan itu diulang lagi.
Sebuah suara berseru, "Senor Mattel?"
"Tunggu di sini!" perintah Helene. Dia bangkit,
menyambar gaun tidur sutera dan melilitkannya seputar tubuhnya yang tinggi semampai. Dia melangkah ke pintu, dan membukanya. Di pintu berdiri seorang lelaki
berseragam abu-abu, memegang sebuah sampul kertas
manila yang bersegel. Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
"Kiriman khusus untuk Senor dan Senora Martel."
Helene menerima sampul tersebut dan menutup pintu.
Dia membuka sampul dan membaca berita di dalamnya, kemudian membacanya lagi perlahan-lahan.
"Ada berita apa?" tanya Charles.
"Sam Roffe meninggal," Helene berkata. Dia tersenyum.
BAB 5 London Senin, 7 September Pukul dua siang WHITE"S CLUB terletak di puncak jalan St. James, dekat Piccadilly. Dibangun sebagai klub judi di abad kedelapan belas, White's merupakan salah satu klub tertua di Inggris, dan paling eksklusif. Para anggota mencatatkan nama putra-putra mereka sebagai anggota pada saat kelahiran, karena daftar tunggu penerimaan anggota berlangsung tiga puluh tahun.
Tampak depan bangunan White's merupakan contoh
kearifan. Jendela-jendela lengkung lebar yang menghadap Jalan St. James dirancang untuk memberi kenyamanan pada mereka yang berada di dalam, bukannya untuk memuaskan rasa ingin tahu orang-orang luar yang lewat di depannya.
Jenjang pendek menuju pintu masuk, tetapi selain para
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
anggota dan tamu-tamu mereka, hanya sedikit orang yang melangkah ke pintu itu. Ruangan-ruangan di dalam klub itu besar dan mengesankan, dilapis hijau tembaga. Perabotannya kuno dan nyaman - kursi-kursi panjang dengan
bantalan kulit, rak-rak koran, meja-meja antik yang berharga, dan kursi tangan yang telah menopang bokong sejumlah menteri. Ada ruang main kartu dengan perapian besar terbuka berpagar jeruji berlapis perunggu, dan tangga menikung ke ruang makan di tingkat atas. Ruang makan itu terbentang selebar seluruh gedung, dan berisi sebuah meja mahoni besar untuk menampung tiga puluh orang, dan lima meja-meja samping. Dalam setiap acara makan siang atau malam, ruangan itu selalu berisi sejumlah orang paling berpengaruh di dunia.
Sir Alec Nichols, anggota Parlemen, duduk di salah satu meja sudut kecil, makan siang bersama seorang tamu, Jon Swinton. Ayah Sir Alec dulu seorang baronet, begitu pula ayah dan kakek dari ayahnya. Mereka anggota Whites Club.
Sir Alec seorang pria kurus, pucat, berumur akhir empat puluhan, dengan wajah ningrat yang halus, dan senyum yang menawan. Dia baru saja tiba naik motor dari rumah peristirahatannya di Gloucestershire, dan mengenakan setelan wol tebal yang sportif, dengan sepatu tak bertali.
Tamunya mengenakan celana panjang bergaris, dengan kemeja kotak-kotak besar, dan dasi merah manyala. Dia tampak ganjil di tempat yang begitu tenang dan mewah.
"Mereka benar-benar membuat orang merasa bangga di sini," kata Jon Swinton dengan mulut penuh, mengunyah sisa-sisa sepotong besar hidangan daging lembu muda di piringnya.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Sir Alec mengangguk. "Yah. Banyak hal telah berubah sejak Voltaire mengatakan, 'Orang Inggris menganut banyak agama tapi hanya kenal satu macam saus!"
Jon Swinton mendongak. "Siapa itu Voltaire?"
Sir Alec berkata, agak malu, "Seorang - seorang Prancis."
"Oh." Jon Swinton mengguyur makanan di dalam
mulutnya dengan seteguk anggur. Dia meletakkan pisau dan garpunya, dan mengusap mulutnya dengan sehelai serbet. "Nah, Sir Alec. Tiba saatnya bagi Anda dan saya untuk sedikit membicarakan urusan kita."
Alec Nichols berkata lirih, "Sudah saya katakan dua minggu yang lalu bahwa saya sedang berusaha, Mr.
Swinton. Saya butuh sedikit waktu lagi."
Seorang pelayan menghampiri meja, membawa tumpukan kotak-kotak cerutu dari kayu. Dengan terampil dia mengaturnya di atas meja.
"Maaf, kalau saya melakukan juga," kata Jon Swinton. Dia meneliti merek-merek pada kotak-kotak, menyiulkan rasa kagumnya, mengambil beberapa batang cerutu yang
dimasukkannya di kantong jasnya, kemudian menyulut sebatang. Baik pelayan maupun Sir Alec tidak bergeming melihat tingkah laku urakan itu. Pelayan mengangguk kepada Sir Alec, dan mengangkat cerutu-cerutu itu ke meja lain.
"Majikan-majikan saya telah bersikap sangat lunak
terhadap Anda, Sir Alec. Saya khawatir mereka sekarang mulai tak sabar." Dia memungut puntung korek api,
membungkuk ke depan, dan menjatuhkan puntung itu ke dalam gelas anggur Sir Alec. 'Terus terang, mereka tidak biasa bersikap manis kalau gusar. Anda pasti tidak
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
menginginkan mereka mengambil tindakan terhadap diri Anda. Anda tahu maksud saya, bukan?"
"Saya benar-benar tidak punya uang itu, sekarang ini."
Jon Swinton terbahak keras. "Omong kosong, Bung. Ibu Anda seorang Roffe, bukan" Anda memiliki tanah pertanian seluas 100 are, rumah mewah di Knightsbridge, mobil Rolls-Royce dan Bentley. Anda tidak hidup dari belas kasihan kan?"
Sir Alec memandang sekelifing dengan sayu, dan berkata pelan, "Saya tidak mempunyai harta bergerak sedikit pun.
Saya tidak bisa ?" Swinton mengedipkan sebelah matanya dan berkata,
"Barangkali istri Anda yang mungil itu, Vivian, merupakan harta bergerak. Atau tidak" Dia memiliki sepasang Bristol besar."
Wajah Sir Alec memerah. Penyebutan nama Vivian di
bibir lelaki itu merupakan penodaan suatu barang keramat.
Pikirannya melayang kepada Vivian yang masih tertidur pulas pagi tadi, ketika dia tinggalkan. Mereka tidak sekamar, dan salah satu kesukaan Alec ialah pergi ke kamar Vivian dalam rangka salah satu 'kunjungannya'. Terkadang, jika Alec bangun dini, dia melangkah ke kamar Vivian sementara perempuan itu masih tidur dan hanya sekadar memandanginya. Terjaga maupun tidur, dia tetap
merupakan perempuan tercantik yang pernah dilihatnya.
Dia selalu tidur telanjang, dan tubuhnya yang mulus dan berlekuk-lekuk agak tersingkap di sela-sela alas ranjang.
Dia berambut pirang, dengan sepasang mata bulat
kebiru-biruan, dan kulit seputih susu.
Vivian seorang aktris tak terkenal ketika Sir Alec pertama kali bertemu dengannya dalam sebuah pesta amal.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Dia terpesona akan penampilannya, tetapi yang lebih menarik baginya adalah kepribadiannya yang lincah dan terus terang. Dia dua puluh tahun lebih muda daripada Alec, dan penuh gairah hidup. Kalau Alec pemalu dan tertutup, Vivian sebaliknya periang dan senang bergaul.
Alec tak mampu menyingkirkannya dari pikirannya, tetapi baru dua minggu kemudian dia mampu mengumpulkan
segala keberanian untuk meneleponnya. Betapa terkejut dan
melambung hatinya ketika Vivian menerima undangannya. Alec membawanya menonton pertunjukan di Old Vic, kemudian makan malam di Mirabelle. Vivian tinggal di lantai bawah tanah sebuah flat yang suram di Notting Hill, dan ketika Alec mengantarkannya pulang, dia berkata, "Kamu tidak ingin masuk?" Dia melewatkan
sepanjang malam di sana, dan kejadian itu mengubah seluruh hidupnya. Itulah pertama kali seorang perempuan mampu membuatnya mencapai puncak kepuasan. Dia
belum pernah merasakan suatu pengalaman seperti Vivian.
Dia lidah beledu, rambut pirang yang menggetarkan, dan kedalaman mendebarkan yang dijelajahi Alec sampai
terkuras habis. Hanya memikirkan perempuan itu saja dia sudah terangsang.
Ada satu hal lagi. Vivian membuatnya tertawa, menjadi hidup. Dia mengejek Alec karena dia pemalu dan agak membosankan, dan Alec senang diperlakukan demikian.
Dia selalu bersamanya selama Vivian mengizinkannya.
Kalau Alec membawa Vivian ke suatu pesta, dia selalu menjadi pusat perhatian. Alec bangga akan hal itu, tetapi cemburu terhadap pemuda-pemuda yang bergerombol
mengitari Vivian. Dia tak mampu mengenyahkan pikiran, berapa dari mereka yang telah berbagi ranjang dengan Vivian.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Pada malam-malam ketika Vivian tak dapat menemuinya karena mempunyai acara lain, Alec resah karena cemburu.
Dia lalu mengendarai mobil menuju flat-nya dan
memarkirnya di ujung jalan untuk melihat jam berapa dia pulang, dan dengan siapa. Alec sadar dia berkelakuan seperti orang sinting, namun dia tak berdaya. Dia terperangkap suatu jerat yang tak mampu diuraikannya karena terlalu kuat.
Dia menyadari Vivian tidak tepat baginya, bahwa tidak mungkin baginya untuk mengawininya. Dia seorang
baronet, seorang anggota Parlemen yang terhormat,
dengan masa depan cemerlang. Dia bagian dari dinasti Roffe, duduk dalam dewan direksi perusahaan. Vivian tidak memiliki latar belakang yang dapat membantunya
menyesuaikan diri dengan dunia Alec. Ayah dan ibunya hanya artis panggung musik kelas dua, yang hanya laku di daerah. Vivian tidak mengenyam pendidikan, kecuali yang bisa diperolehnya di jalanan atau di belakang panggung.
Alec sadar bahwa Vivian menganut pergaulan bebas dan dangkal. Dia cerdik tetapi tidak terlalu cerdas. Namun, Alec tergila-gila kepadanya. Dia berusaha memerangi perasaan itu. Dia mencoba untuk tidak menemuinya, tetapi sia-sia belaka. Dia merasa bahagia kalau bersamanya, dan merana di kala tidak bersamanya. Akhirnya dia melamarnya karena terpaksa, dan ketika Vivian menerimanya, Sir Alec Nichols melambung ke surga ketujuh.
Alec memboyong pengantin barunya ke rumah keluarga, rumah Robert Adam kuno di Gloucestershire, bangunan corak Georgia dengan lengkung-lengkung Delphi dan jalan mobil panjang ke pintu depan. Rumah itu dibangun di tengah tanah pertanian hijau seluas seratus are, yang memiliki tanah perburuan sendiri, dan sungai untuk
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
memancing. Di belakang rumah ada taman rancangan
"Capability" Brown.


Garis Darah Blood Line Karya Sidney Sheldon di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Interior rumah sangat menawan. Serambi depan yang
luas berlantai batu dan dinding kayu berlukis. Ada sepasang lentera kuno dan meja-meja kayu anfik bercat kuning-emas, berdaun pualam, dan kursi-kursi mahoni.
Ruang perpustakaan memiliki lemari-lemari dinding asli abad kedelapan belas, dan sepasang meja lapik Henry Holland, dan kursi-kursi rancangan Thornas Hope. Ruang duduk merupakan paduan antara Hepplewhite dan
Chippendale, dengan permadani Wilton, dan sepasang lampu gantung kristal Waterford. Ruang makan utama yang besar mampu menampung empat puluh tamu untuk
jamuan makan duduk, dan ruangan merokok. Di tingkat dua ada enam ruang tidur, masing-masing dengan perapian Adam, dan di tingkat tiga terletak ruangan-ruangan untuk para pembantu.
Enam minggu setelah masuk ke rumah itu, Vivian'berkata, "Ayo kita pergi dari tempat ini, Alec."
Dia memandang tak mengerti kepadanya. "Maksudmu,.kau ingin pergi ke London untuk beberapa hari?"
"Maksudku, aku ingin pindah ke London lagi."
Alec memandang ke luar jendela, ke padang rumput
hijau tempatnya bermain sewaktu kecil, ke pohon-pohon sikamor raksasa dan ek, dan dia berkata agak bimbang,
"Vivian, di sini begini tenang. Aku ?"
Dan Vivian berkata, "Aku tahu, luv. Justru itulah yang membuat aku tak betah - ketenangan yang menjemukan."
Mereka pindah ke London minggu berikutnya.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Alec mempunyai rumah anggun bertingkat empat di
Wilton Crescent, tidak jauh dari Knightsbridge, dengan ruang duduk yang menawan, kamar studi, ruang makan besar, dan jendeIa besar di bagian belakang rumah yang menghadap gua dengan air terjun, dan patung, dan
bangku-bangku putih di tengah taman yang indah. Di lantai atas terletak kamar tidur utama yang besar dan empat kamar tidur yang lebih kecil.
Vivian dan Alec menempati kamar tidur utama selama dua minggu, dan pada suatu pagi Vivian berkata, "Aku cinta padamu, Alec, tapi kau ternyata mendengkur." Alec tidak pernah tahu. "Aku harus tidur sendiri, luv. Kau tidak keberatan bukan?"
Alec sangat keberatan. Dia senang merasakan kelembutan tubuh Vivian di ranjang, hangat melekat kepadanya. Tetapi jauh di lubuk hati, Alec tahu bahwa dirinya tidak membangkitkan rangsangan seksual kepada Vivian, sebagaimana lelaki-lelaki lainnya. Itulah sebabnya dia tidak menginginkannya tidur seranjang dengannya.
Maka dia pun berkata, "Tentu aku mengerti, Sayang."
Atas desakan Alec, Vivian tetap menempati kamar tidur utama, dan dia sendiri pindah ke salah satu kamar tidur tamu yang lebih kecil.
Pada mulanya, Vivian selalu pergi ke Gedung Parlemen dan duduk di Serambi Tamu pada hari-hari Alec harus berbicara. Dia lalu akan menoleh kepadanya dan dipenuhi rasa bangga luar biasa. Tak pelak lagi, dia wanita paling cantik di sana. Lalu sampailah pada suatu hari ketika Alec mengakhiri pidatonya dan mendongak untuk menerima
anggukan Vivian, dan hanya melihat sebuah kursi kosong.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Alec menyalahkan dirinya sendiri akan kenyataan bahwa Vivian resah. Semua kawan-kawannya lebih tua daripada Vivian, terlalu kuno baginya. Dia mendorongnya untuk mengundang kawan-kawan mudanya ke rumah, dan
memperkenalkannya kepada kawan-kawan Alec. Hasilnya malah malapetaka.
Alec selalu mengatakan pada diri sendiri, bahwa Vivian akan mantap dan berubah kalau mempunyai anak. Tetapi pada suatu hari, entah bagaimana - dan Alec tidak tahan untuk mengetahuinya - Vivian kena radang vagina dan harus menjalani operasi pengangkatan rahim. Alec sebenarnya mengunginkan seorang anak lelaki. Berita itu membuatnya hancur luluh, tetapi Vivian tak bergeming.
"Jangan khawatir, luv," katanya sambil tersenyum.
"Mereka memang membuang kamar bayinya, tetapi
meninggalkan mainannya."
Dia memandang lama sekali kepadanya, kemudian
berpaling dan melangkah pergi.
Vivian senang berbelanja. Dia menghamburkan uang
tanpa pikir panjang, untuk membeli pakaian dan permata dan mobil, dan Alec tidak sampai hati untuk melarangnya.
Dia berkata dalam hati bahwa Vivian dibesarkan dalam kemiskinan, haus akan barang-barang indah. Dia ingin membelikan semua itu untuknya. Celakanya, dia tidak mampu.
Gajinya habis untuk membayar pajak. Kekayaannya tertanam dalam saham-saham bagiannya di Roffe and Sons, tetapi saham-saham itu tidak bisa ditarik.
Dia berusaha menjelaskannya kepada Vivian, tetapi Vivian tidak berminat. Pembicaraan tentang soal perusahaan membosankannya. Tak ada jalan lain bagi Alec kecuali membiarkannya.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Dia tahu tentang kebiasaannya main judi untuk pertama kali ketika Tod Michaels, pernilik Tod's Dub, tempat judi maksiat di Soho, singgah untuk menemuinya.
"Ada nota tagihan sebesar seribu poundsterling atas nama istri Anda, Sir Alec. Dia kalah berat dalam permainan rolet."
Alec terkejut setengah mati. Dia membayar seluruh bon tagihan dan malam itu memanggil serta menegur Vivian.
"Kita benar-benar tidak mampu," dia menjelaskan
kepadanya. "Kau mengeluarkan uang lebih banyak
daripada yang kuhasilkan."
Vivian tampak sangat menyesal. "Maaf, Sayang. Baby nakal sekali."
Dia melangkah menghampirinya serta merangkulnya,
dan melekatkan tubuhnya kepadanya dan Alec pun lupa akan segala kemarahannya.
Malam itu Alec melewatkan saat-saat tak terlupakan di ranjang Vivian. Dia yakin bahwa untuk selanjutnya tak akan ada masalah lagi.
Dua minggu kemudian Tod Michaels datang menemui
Alec lagi. Kali ini nota tagihan Vivian mencapai lima ribu poundsterling. Alec berang. "Kenapa Anda memberi
utangan kepadanya?" sergahnya.
"Dia istri Anda, Sir Alec," sahut Michaels dengan nada membelai. "Bagaimana jadinya kalau kami menolak dia?"
"Saya - saya harus menyediakan uangnya duIu," kata Alec. "Saya tak memiliki uang tunai sebanyak itu sekarang."
"Jangan khawatir! Anggaplah sebagai utang dulu. Bayar saja sewaktu-waktu bila Anda sudah bisa."
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Alec merasa sangat lega. "Anda sangat murah hati, Mr.
Michaels." Baru sebulan kemudian Alec mengetahui bahwa Vivian telah menghamburkan dua puluh lima ribu lagi di meja judi, dan Alec dikenakan bunga sebesar 10 persen setiap
minggu. Dia bingung setengah mati. Dia tak melihat suatu cara untuk mengumpulkan jumlah sebesar itu. Dia bahkan tak punya satu barang pun yang bisa dijual. Rumah-rumah, barang-barang antik yang bernilai tinggi, mobil-mobil, semua milik Roffe and Sons. Vivian ketakutan menghadapi kemarahannya, sehingga dia berjanji untuk tidak main judi lagi. Tetapi kini sudah terlambat. Alec terjerat lintah darat.
Berapa pun yang dibayarkannya kepada mereka, dia tidak mampu melunasi utangnya. Jumlah itu bukannya mengecil, tetapi terus meningkat setiap bulan, dan hal itu sudah berlangsung hampir satu tahun.
Ketika para begundal Tod Michaels mulai muncul untuk menekannya minta uang, Alec mengancam akan melapor kepada komisaris polisi. "Saya mempunyai hubungan
dengan kalangan paling atas," kata Alec.
Orang itu menyeringai. "Saya punya hubungan dengan kalangan paling bawah."
Kini Sir Alec harus duduk di White's dengan lelaki yang menyebalkan, membuang harga dirinya, dan minta
pengunduran waktu lagi. "Saya sudah membayar lebih dari jumlah yang saya
pinjam. Mereka tak mungkin ?"
Swinton menjawab, "Itu hanya bunganya, Sir Alec. Anda masih belum membayar induknya."
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
"Ini pemerasan," kata Alec.
Mata Swinton meredup. "Saya akan sampaikan pesan
Anda kepada majikan saya." Dia bersiap untuk bangkit.
Alec berkata cepat, "Jangan! Duduklah sebentar."
Perlahan-lahan Swinton duduk lagi. "Jangan ucapkan kata-kata seperti itu lagi," dia memperingatkan. "Orang terakhir yang berbicara seperti itu dipaku kedua lututnya di lantai."
Alec pernah membaca tentang hal itu. Kakakberadik
Kray menemukan hukuman itu bagi korban-korban
mereka. Dan orang-orang dengan siapa Alec berurusan sekarang, tidak hanya sama jahat tetapi juga sama kejam.
Dia bisa merasakan empedunya naik ke tenggorokan.
"Bukan begitu maksud saya," kata Alec. "Soalnya adalah -
saya tidak mempunyai uang tunai lagi."
Swinton menjentikkan abu cerutunya ke gelas anggur Alec, dan berkata, "Anda mempunyai seonggok saham di Roffe and Sons, bukan demikian, Alec baby?"
"Ya," sahut Alec, "tetapi saham-saham itu tidak bisa dijual dan tidak bisa dipindahkan. Tak ada gunanya bagi siapa pun, kecuali kalau perusahaan dijual kepada umum."
Swinton menghirup cerutunya. "Dan apakah ada rencana perusahaan dijual kepada umum?"
"Itu tergantung pada Sam Roffe. Saya - saya sudah
berusaha untuk membujuknya."
"Berusahalah lebih gigih lagi."
"Katakan kepada Mr. Michaels, dia akan mendapat
uangnya kembali," kata Alec. "Tapi saya minta, jangan mendesak saya terus-menerus."
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Swinton melotot. "Mendesak Anda" Masya Allah, Sir Alec, Anda akan tahu sendiri kalau kami benar-benar mulai mendesak. Kandang-kandang kuda Anda yang keparat itu akan musnah dilalap api, dan Anda akan makan daging kuda panggang. Kemudian rumah Anda pun akan terbakar.
Dan mungkin istri Anda." Dia tersenyum, dan betapa Alec berharap orang itu tidak tersenyum. "Anda sudah pernah makan pantat matang?"
Alec berubah pucat. "Demi Tuhan-"
Swinton berkata menenangkannya, "Saya cuma bergurau. Tod Michaels adalah kawan Anda. Dan sesama kawan selalu saling membantu, bukankah begitu" Kami membicarakan tentang Anda dalam rapat kami pagi ini. Dan tahukah Anda apa kata majikan saya tentang Anda" Dia mengatakan, 'Sir Alec orang baik. Kalau dia tidak punya uang itu, aku yakin dia akan mencari jalan lain untuk membantu kita -"
Alec mengerutkan kening. "Jalan lain bagaimana?"
"Yah, begini, mestinya tidak sulit untuk seseorang yang begitu cemerlang seperti Anda. Anda mengendalikan
perusahaan obat besar, bukan" Anda membuat bahan-bahan seperti kokain, misalnya. Nah, antara kita saja, siapa yang akan tahu kalau Anda secara tak sengaja salah menempatkan angkutan kapal di sana-sini?"
Alec memandang terbelalak kepada lelaki di depannya.
"Gila," dia berkata. "Saya - saya tak mungkin melakukan hal itu."
"Anda akan heran, apa yang bisa dilakukan seseorang jika terpaksa," kata Swinton dengan ramah. Dia bangkit dan berdiri. "Pokoknya, sediakan uang kami itu, atau kami akan
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
beritahu Anda di mana harus menyerahkan barang
dagangan itu." Dia mematikan cerutunya di piring mentega Alec.
"Sampaikan salam saya kepada Vivian, Sir Alec. Ta."
Jon Swinton pun pergi. Sir Alec duduk tercenung seorang diri, dikelilingi lingkungan nyaman yang begitu akrab, yang merupakan bagian besar dalam kehidupan masa lalunya, tetapi kini terancam. Satu - satunya benda asing adalah puntung cerutu basah yang menjijikkan di piring. Bagaimana sampai dia membiarkan mereka masuk dalam kehidupannya" Dia telah membiarkan dirinya diarahkan ke suatu kedudukan, di mana dia berada dalam cengkeraman kalangan dunia bawah. Sekarang dia tahu bahwa mereka tidak hanya
menginginkan uangnya. Uang itu hanya merupakan umpan untuk
menjebaknya. Mereka sebenarnya mengejar keterlibatannya dengan perusahaan obat. Mereka berusaha untuk memaksa dirinya bekerja sama dengan mereka.
Kalau sampai ketahuan bahwa dia berada dalam kekuasaan mereka, kelompok Oposisi
tak akan segan-segan memancing di air keruh. Partainya mungkin akan
mendesaknya untuk mengundurkan diri. Hal itu tentu akan dilakukan dengan bijaksana dan tanpa banyak keributan.
Mereka mungkin akan mendesak agar dia memohon
Chiltern Hundreds, suatu kedudukan dengan gaji seratus poundsterhng setahun dari Kerajaan. Salah satu hambatan untuk menjadi anggota Parlemen ialah bahwa seseorang tidak boleh menerima gaji dari Kerajaan atau Pernerintah.
Dengan demikian Alec tidak mungkin lagi menduduki kursi di Parlemen. Alasan sebenarnya tentu saja tidak bisa ditutup-tutupi selamanya. Namanya akan tercemar. Kecuali kalau dia bisa mengumpulkan sejumlah besar uang. Dia
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
sudah berkali-kali bicara dengari Sam Roffe, minta kepadanya agar perusahaan dijual kepada umum, minta agar saham-saham dipasarkan.
"Buang pikiran itu," kata Sam kepadanya.
"Begitu kita membiarkan orang luar masuk, maka
sejumlah orang yang tidak kita kenal akan memaksakan cara-cara menjalankan usaha kepada kita. Sebelum kita menyadari, mereka akan mengambil alih dewan direksi, dan kemudian seluruh perusahaan. Kamu kurang apa, Alec"
Kau mendapat penghasilan besar, tunjangan yang tak terbatas. Kau tidak butuh uang itu."
Sejenak Alec tergoda untuk menceritakan kepada Sam betapa dia terdesak dan butuh uang. Namun dia sadar hal itu tidak ada gunanya. Sam Roffe seorang pengusaha tulen, yang tak mudah merasa iba. Kalau dia tahu bahwa Alec dalam satu dan lain hal mencemarkan Roffe and Sons, tanpa ragu-ragu sedetik pun dia akan menggesernya dari kursi dewan direksi. Tidak, Sam Roffe adalah orang terakhir kepada siapa dia bisa berpaling.
Alec sedang menghadapi kebangkrutan.
Petugas resepsionis di White's melangkah ke meja Sir Alec dengan seorang lelaki berseragam pesuruh, membawa sebuah amplop manila yang tertutup.
"Maaf, Sir Alec," kata petugas itu hati-hati, "tetapi orang ini mendesak bahwa dia menerima perintah untuk
menyerahkan sesuatu kepada Anda secara pribadi."
"Terima kasih," kata Sir Alec. Pesuruh itu menyerahkan amplop kepadanya, dan petugas resepsionis mengantarnya kembali ke pintu keluar.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Alec duduk lama di sana sebelum meraih amplop dan
membukanya. Dia membaca isinya sampai tiga kali,
kemudian perlahan-lahan meremas kertas itu dalam
tangannya, dan matanya mulai berlinang-linang.
BAB 6 New York Senin, 7 September Pukul sebelas pagi PESAWAT pribadi Boeing 707-320 itu melakukan
pendekatan terakhir ke Bandar Udara Kennedy, meluncur keluar dari tumpukan pola lalu lintas. Penerbangan yang sangat panjang dan menjemukan, dan Rhys Williams sangat penat, tetapi dia tak mampu tidur sepanjang malam itu. Dia terlalu sering naik pesawat ini bersama Sam Roffe.
Kehadirannya masih terasa memenuhi pesawat.
Elizabeth Roffe menantikan kedatangannya. Rhys telah mengirim kawat dari Istambul, hanya memberitahu bahwa dia akan datang keesokan harinya. Dia bisa saja
menyampaikan berita kematian ayahnya lewat telepon, tetapi Elizabeth berhak lebih dari itu.
Pesawat telah mendarat sekarang, berjalan pelan
menuju terminal. Rhys hanya membawa bagasi sedikit sekali, dan dia cepat digiring keluar Bea-Cukai. Di luar, langit kelabu dan suram, pendahuluan dari musim dingin
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
yang akan menjelang. Di samping pintu keluar menunggu sebuah limusin yang akan membawanya ke kediaman Sam Roffe di Long Island, di mana Elizabeth sudah menunggu.
Selama di mobil Rhys mencoba melatih kata-kata yang akan diucapkannya kepada gadis itu, untuk mencoba
memperkecil kejutan, tetapi pada saat Elizabeth membuka pintu depan untuk menyambutnya, berhamburanlah
kata-kata dari kepalanya. Setiap kali Rhys melihat Elizabeth, dia terkesima akan kecantikannya. Gadis itu mewarisi rupa ibunya, raut wajah yang keningratan, dengan mata hitam pekat dibingkai bulu mata tebal dan lebat. Kulitnya putih dan lembut, rambutnya hitam
mengkilap. Perawakannya kencang dan semampai. Dia
mengenakan blus sutera krem dengan leher terbuka, rok lipit flanel abu-abu, dan sepatu coklat muda kekuning-kuningan. Tidak ada lagi sisa-sisa gadis kecil yang serba canggung, yang dijumpai Rhys pertama kali sembilan tahun yang lalu. Dia telah tumbuh menjadi seorang wanita, cerdas dan hangat, yang sama sekali tidak menyombongkan
kecantikannya. Kini dia tersenyum kepadanya, gembira melihat kedatangannya. Dia menggamit lengannya dan
berkata, "Masuklah, Rhys," seraya membimbingnya ke ruang perpustakaan yang berlapis dinding kayu ek.
"Apakah Sam terbang bersamamu?"
Tak ada jalan untuk menyampaikan berita itu dengan lebih bijaksana. Rhys menarik napas dalam-dalam dan berkata, "Sam mengalami kecelakaan berat, Liz." Dia melihat wajah gadis itu berubah pucat-pasi. Elizabeth tampak menunggu keterangan selanjutnya. "Dia tewas."
Gadis itu berdiri terpaku. Ketika dia akhirnya berbicara, Rhys nyaris tak mendengarnya. "Apa-apa yang terjadi?"
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
"Kita belum mendapat keterangan yang rinci. Dia
mendaki Mont Blanc. Ada tali yang putus. Dia terjatuh ke celah tebing es yang sangat dalam."
"Apakah mereka menemukan-"
Elizabeth memejamkan mata sejenak, kemudian membukanya. "Celah yang dalam sekali."
Wajahnya berubah pucat. Rhys segera merasakan
pertanda yang mengkhawatirkan. "Kau tidak apa-apa?"
Dia tersenyum cerah, dan berkata, "Tentu. Aku baik-baik saja, terima kasih. Kau mau minum teh, atau makan
sesuatu?" Rhys memandang terheran-heran kepadanya, dan
berniat mengatakan sesuatu, tapi kemudian dia mengerti.
Gadis itu sebenarnya terkejut luar biasa. Dia terus berceloteh, bicara
tanpa ujung pangkal, matanya berbinar-binar, senyumnya mengambang.
"Sam atlet ulung," kata Elizabeth. "Kau sudah melihat piala-piala yang dia peroleh. Dia selalu menang, bukan" Kau tahu dia pernah mendaki Mont Blanc sebelum ini?"
"Liz ?" "Tentu kau tahu. Kau pernah ikut dia satu kali, bukankah begitu, Rhys"-,
Rhys membiarkannya bicara, membius dirinya dari rasa sakit, berusaha membangun sebuah perisai dari kata-kata untuk menghindari saat ketika dia harus menghadapi kepedihannya. Sementara mendengarkan, sejenak dia
diingatkan pada gadis cilik perasa yang dikenalnya pertama kali, terlalu perasa dan pemalu untuk mendapat
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
perlindungan terhadap kekejaman kenyataan. Keadaannya sekarang sangat mencemaskan. Dia tegang tetapi juga rapuh, dan ada kerawanan yang sangat dikhawatirkan Rhys.
"Biar kupanggilkan dokter," dia berkata. "Dia bisa memberimu sesuatu untuk-"
"Oh, jangan. Aku sungguh tidak apa-apa. Kalau kau tidak keberatan, rasanya aku ingin berbaring sebentar. Aku agak lelah."
"Apa kau mau aku tinggal di sini sebentar?"
"Terima kasih. Tidak perlu."
Dia mendahuluinya berjalan ke pintu, dan ketika Rhys beranjak untuk masuk mobil, Elizabeth berseru, "Rhys!"
Dia menoleh. "Terima kasih kau mau datang."
Ya,Tuhan. Berjam-jam setelah Rhys Williams pergi, Elizabeth Roffe berbaring di tempat tidurnya, menerawang ke langit-langit, memandangi bayang-bayang yang dilukis cahaya matahari September yang muram.
Rasa sakit pun muncul. Dia sengaja tidak minum obat penenang, karena ingin merasakan sakit itu. Dia wajib terhadap Sam. Dia akan mampu memikul perasaan itu, karena dia anak gadisnya. Maka berbaringlah dia di situ, sepanjang hari dan sepanjang malam, tidak memikirkan sesuatu, memikirkan segalanya, mengingat, merasakan. Dia tertawa, dan menangis. Dia merasa kehilangan kendali diri.
Dia tak perlu merasa sungkan. Tidak ada seorang pun yang
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
akan mendengarnya. Pada tengah malam, dia mendadak merasa sangat lapar. Dia turun ke dapur dan melahap sepotong besar roti tapi kemudian mencampakkannya. Dia tidak merasa lebih baik juga. Tak ada sesuatu yang bisa meringankan rasa sakit yang meliputi dirinya. Dia
merasakan ujung-ujung sarafnya seperti menyala. Pikirannya terus melayang ke masa lalu, kembali ke tahun-tahun bersama ayahnya. Lewat jendela kamar
tidurnya dia melihat matahari menyingsing. Beberapa saat kemudian, salah seorang pelayan mengetuk pintu, dan Elizabeth menyuruhnya pergi. Sekali telepon berdering, dan hatinya melonjak seraya menghampiri pesawat itu, sambil berpikir, Itu Sam! Kemudian dia teringat, dan secepatnya menarik tangannya kembali. Sam tak akan pernah meneleponnya lagi. Dia tak akan pernah mendengar suaranya lagi. Dia tak akan pernah melihatnya lagi.
Celah tebing es yang sangat dalam.
Dalam sekali. Elizabeth terbaring di sana, membiarkan masa lalu
mengguyur dirinya, mengingat semuanya.
BAB 7 KELAHIRAN Elizabeth Rowane Roffe merupakan
musibah ganda. Musibah yang kecil ialah bahwa ibu
Elizabeth meninggal di kamar bersalin. Musibah yang besar ialah bahwa Elizabeth terlahir sebagai anak perempuan.
Selama sembilan bulan, sampai detik dia keluar dari kegelapan rahim ibunya, dia merupakan anak yang paling
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/


Garis Darah Blood Line Karya Sidney Sheldon di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ditunggu-tunggu di dunia; ahli waris Roffe and Sons, sebuah kerajaan besar, raksasa multi milyar dolar.
Istri Sam Roffe, Patricia, seorang wanita cantik luar biasa berambut hitam. Banyak wanita berusaha kawin dengan Sam Roffe, demi kedudukan, martabat, kekayaannya.
Patricia mengawininya karena jatuh cinta kepadanya.
Alasan itu ternyata kesalahan terbesar. Yang dicari Sam Roffe adalah suatu pengaturan bisnis, dan baginya Patricia memenuhi semua persyaratan. Sam tidak mempunyai
waktu maupun pembawaan untuk menjadi kepala keluarga.
Tak ada tempat dalam hidupnya untuk apa pun selain Roffe and Sons. Dia mengabdi sepenuhnya kepada perusahaan, dan mengharapkan demikian juga dari orang-orang di sekitarnya. Baginya, Patricia hanya semata-mata berarti karena dia mempunyai kemungkinan untuk berperan
dalam membentuk citra perusahaan. Ketika Patricia
menyadari sifat perkawinannya, keadaan sudah terlambat.
Sam memberinya sebuah peran untuk dia bawakan, dan dia menjalankannya dengan indah. Dia nyonya rumah yang hebat, Mrs. Sam Roffe yang sempurna. Dia tidak menerima cinta dari suaminya, dan pada waktunya Patricia belajar untuk tidak memberi sekeping cinta pun. Dia melayani Sam.
Bagi Roffe and Sons dia sekadar karyawan, tidak lebih tinggi daripada sekretaris yang paling rendah. Dia siap bertugas dua puluh empat jam sehari, siap terbang ke mana pun Sam memerlukannya, bisa menjamu segelintir
pimpinan dunia, atau melayani jamuan makan untuk
seratus tamu, hanya dengan pemberitahuan sehari sebelumnya. Dia menyiapkan meja bertaplak penuh sulaman, dengan kristal Baccarat yang mengkilap, dan perangkat makan perak Georgia yang berat. Patricia merupakan salah satu kekayaan Roffe and Sons yang tak terdaftar. Dia berusaha keras untuk mempercantik diri, dan bersenam
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
serta menjalankan diet secara Sparta. Potongan tubuhnya sempurna. Pakaian-pakaiannya dirancang khusus oleh Norell di New York, Chanel di Paris, Hartnell di London, dan perancang muda Sybil Connolly di Dublin. Perhiasan yang dipakai Patricia dibuat untuknya oleh Jean Schlumberger di Bulgaria. Hidupnya sibuk dan padat, dan tak mengenal keceriaan, dan hampa. Kehamilannya mengubah semua itu.
Sam Roffe keturunan lelaki terakhir dari dinasti Roffe, dan Patricia tahu betapa suaminya menginginkan seorang anak lelaki. Dia mengandalkan dirinya. Kini dia menjadi ibu suri, sibuk dengan bayi di dalam tubuhnya, sang pangeran kecil yang pada suatu hari akan mewarisi kerajaan. Ketika mereka mendorong Patricia ke kamar bersalin, Sam
menggenggam tangannya dan berkata, "Terima kasih."
Dia meninggal tiga puluh menit kemudian, karena
emboli. Satu-satunya hikmah yang patut disyukuri dari kematian Patricia ialah bahwa dia meninggal tanpa tahu telah mengecewakan suaminya.
Sam Roffe melepaskan diri dari jadwalnya yang padat untuk menguburkan istrinya, kemudian mengalihkan
perhatiannya pada tindakan yang perlu diambil terhadap bayi perempuannya.
Seminggu setelah Elizabeth lahir, dia dibawa pulang dan diserahkan kepada seorang pengasuh, awal dari deretan panjang pengasuh. Selama lima tahun pertama dalam
hidupnya, Elizabeth tidak banyak melihat ayahnya. Dia tak lebih dari bayangan samar-samar, seorang tak dikenal yang selalu datang atau pergi. Dia selalu bepergian dan Elizabeth merupakan beban merepotkan yang selalu diangkut serta, bagaikan barang bawaan tambahan. Sebulan Elizabeth mendapatkan dirinya tinggal di rumah mewah mereka di Long island, yang memiliki ruang boling, lapangan tenis,
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
kolam renang, dan lapangan tenis ruang. Beberapa minggu kemudian, pengasuhnya akan mengemas pakaian-pakaian Elizabeth, dan dia kemudian terbang ke vila mereka di Biarritz. Vila dengan lima puluh kamar dan tanah seluas tiga puluh are, di mana Elizabeth terus-menerus tersesat.
Di samping itu, Sam Roffe memiliki apartemen dupleks di puncak Beekman Place, dan vila di Costa Smeralda di Sardinia.
Elizabeth pergi ke tempat-tempat itu, berpindah-pindah dari rumah ke apartemen ke vila, dan tumbuh di tengah segala kemewahan yang anggun. Tetapi dia selalu merasa sebagai orang luar yang salah memasuki pesta ulang tahun yang indah, yang diselenggarakan orang-orang tak dikenal yang tak mencintainya.
Ketika Elizabeth makin besar, dia mulai tahu apa artinya menjadi anak perempuan Sam Roffe. Sebagaiznana ibunya dulu merupakan korban perusahaan, begitu pula Elizabeth.
Kalau dia tidak mengenyam kehidupan keluarga, itu karena dia tidak memiliki keluarga, hanya tenaga-tenaga pengganti yang diupah, dan sosok seorang lelaki di kejauhan yang merupakan ayahnya, yang tampaknya tidak menaruh minat pada dirinya, hanya melulu memikirkan perusahaan.
Patricia dulu bisa menerima keadaannya, tetapi buat si anak merupakan
siksaan. Elizabeth merasa tidak dikehendaki dan tidak dicintai, dan tidak tahu bagaimana mengatasi keputusasaannya. Akhirnya dia menyalahkan dirinya sendiri yang tidak dicintai. Dia berusaha
mati-matian untuk merebut kemesraan ayahnya. Ketika cukup umur untuk bersekolah, Elizabeth membuat segala macam di kelas untuk ayahnya. Gambar-gambar kekanak-kanakan dan lukisan-lukisan cat air, dan tempat abu yang tidak keruan. Dia menyimpan barangbarang itu dengan hati-hati sambil menunggu kedatangan ayahnya kembali dari perjalanannya, sehingga bisa memberi kepadanya
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
sebagai kejutan, menyenangkan hatinya, dan mendengarnya berkata, Bagus sekali, Elizabeth. Kau sangat berbakat.
Ketika ayahnya kembali, Elizabeth lalu menyerahkan ungkapan cintanya, dan ayahnya hanya memandang s ekilas dengan acuh tak acuh sambil mengangguk, atau
menggelengkan kepalanya. "Kau tidak berniat jadi seniman, bukan?"
Terkadang Elizabeth terbangun tengah malam, lalu
menuruni tangga panjang yang berbelok-belok di apartemen Beekman Place dan melintasi ruang depan yang besar, yang menuju ruang kerja ayahnya. Dia melangkah ke kamar kosong itu seperti memasuki sebuah tempat
keramat. Inilah kamar- nya, di mana dia bekerja dan menandatangani lembaran-lembaran kertas penting dan mengatur dunia. Elizabeth menghampiri meja kerja besar yang berlapis kulit dan perlahan-lahan membelaikan tangannya ke atas meja.
Kemudian dia melangkah ke belakang meja dan duduk di kursi kulit ayahnya. Di situ dia merasa lebih dekat pada ayahnya. Dengan berada di tempat ayahnya, duduk di kursinya,
dia merasa menjadi bagian darinya. Dia lalu menjalin percakapan khayalan dengan ayahnya, dan
ayahnya akan mendengarkan dengan penuh minat dan
perhatian, sementara dia mencurahkan segala isi hatinya.
Pada suatu malam, selagi Elizabeth duduk di kursi ayahnya dalam kegelapan, lampu di ruangan tiba-tiba menyala.
Ayahnya berdiri di ambang pintu. Dia memandang
Elizabeth yang duduk di kursinya hanya memakai gaun tidur tipis, dan berseru, "Apa yang kaukerjakan seorang diri dalam kegelapan?" Maka ayahnya pun memeluk dan
memondongnya ke atas, ke tempat tidurnya. Sepanjang
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
malam Elizabeth terbaring tak bisa tidur, mengenang dekapan ayahnya.
Setelah peristiwa itu, Elizabeth selalu turun setiap malam dan duduk di kamar keria ayahnya menunggu
kedatangannya. Dia mengharap ayahnya datang dan
memondongnya lagi, tetapi hal itu tak pernah terjadi.
Tak seorang pun membicarakan ibu Elizabeth dengannya, tetapi di ruang tamu tergantung sebuah lukisan besar dan indah Patricia Roffe, dan Elizabeth memandangi lukisan itu setiap saat. Kemudian dia meneliti bayangannya dalam cermin jelek. Mereka memasang kawat penjepit pada gigi-giginya, dan dia tampak seperti patung makhluk penyembur air. Tidak heran a yahku tidak berminat padaku, pikir Elizabeth.
Pada malam hari selera makannya jadi tak terkendall, dan berat badannya mulai meningkat Soalnya, dia
menemukan kebenaran yang tepat, kalau dia gemuk dan jelek, tak seorang pun mengharapkan dirinya serupa ibunya.
Ketika berumur dua belas tahun, Elizabeth mengikuti pendidikan di sebuah sekolah swasta yang eksklusif di daerah East Side-nya Manhattan, sebuah daerah mewah.
Dia selalu datang ke sekolah naik mobil Rolls-Royce yang dikemudikan sopir. Dia berjalan ke kelasnya dan duduk di sana, menutup diri serta membisu, dan mengacuhkan
setiap orang di sekitarnya. Dia tak pernah menjawab pertanyaan secara sukarela. Kalau ditanya, dia seperti tak pernah bisa memberi jawaban. Guru-gurunya segera
terbiasa untuk tidak mempedulikannya. Mereka membicarakan Elizabeth dan serempak sependapat bahwa dia anak paling manja yang pernah mereka hadapi. Dalam
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
laporan akhir tahun yang sangat rahasia kepada kepala sekolah, wali kelas Elizabeth menulis:
Kami tidak berhasil mencatat kemajuan Elizabeth Roffe.
Dia mengasingkan diri dari kawan-kawan sekelasnya dan menolak ikut ambil bagian dalam semua kegiatan kelompok.
Dia tidak mau berkawan di sekolah. Nilai-nilainya tidak memuaskan, tetapi sulit untuk memastikan apakah hal itu karena dia tidak ntau berusaha, atau karena dia tak mampu melaksanakan tugas-tugas. Dia angkuh dan mementingkan diri sendiri. Kalau tidak karena kenyataan bahwa ayahnya merupakan penyum bang terbesar di sekolah ini, saya sangat menganjurkan untuk mengeluarkannya dari sekolah.
Laporan itu berbeda jauh sekali dengan kenyataan.
Alasan yang sederhana sebenarnya Elizabeth Roffe tidak merasa terlindung, tidak mempunyai perisai terhadap kesepian yang menyelimuti dirinya. Kesadaran akan
ketidakberhargaan dirinya begitu mendalam sehingga dia takut
menjalin persahabatan. Dia khawatir kawan-kawannya akan mengetahui dirinya tak berharga, tak mungkin dicintai. Dia tidak tinggi hati, tetapi nyaris Sangat pemalu. Dia merasa bahwa dirinya tidak termasuk di dunia yang digeluti ayahnya. Dia tidak termasuk lingkungan mana pun. Dia benci diantar naik mobil
Rolls-Royce ke sekolah, karena merasa dirinya tidak berharga setinggi itu. Di kelas, dia tahu jawaban atas segala pertanyaan yang diajukan para guru, tetapi tak berani mengutarakannya, takut akan menarlk perhatian. Dia senang membaca, dan pada malam hari dia terjaga di tempat tidur sampai larut malam, melahap buku-buku.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Dia berkhayal, dan amboi! Semua khayalan indah. Dia di Paris bersama ayahnya, dan mereka berkeliling daerah Bois, naik kereta ditarik kuda. Ayahnya membawanya ke kantornya, sebuah ruangan besar seperti Katedral Saint Patrick,
dan orang-orang tiada henti-hentinya keluar-masuk membawa berkas-berkas yang
harus ditandatangani ayahnya, dan ayahnya mengusir mereka sambil berkata, "Tidakkah kalian lihat bahwa saya saat ini sedang sibuk" Saya sedang bicara kepada anakku,
Elizabeth." Dia main ski di Swiss bersama ayahnya, berdampingan menuruni jalur terjal. Angin dingin beku menerpa mereka, dan ayahnya tiba-tiba jatuh serta berteriak kesakitan karena kakinya patah, dan dia berkata, "Jangan khawatir, Papa! Aku akan mencari bantuan untukmu." Dia pun
meluncur turun ke rumah sakit dan berkata, "Cepat, ayahku terluka." Maka selusin lelaki berpakaian putih membawa ayahnya ke rumah sakit dengan mobil ambulans mengkilap, dan dia menunggui di samping ranjang ayahnya, me-nyuapinya (kalau begitu mungkin bukan kakinya yang patah, tetapi tangannya). Ibunya pun masuk ke kamar - dia ternyata masih hidup - dan ayahnya berkata, "Aku tidak bisa menemuimu hari ini, Patricia. Elizabeth dan aku sedang bicara."
Atau mereka berduaan di vila di Sardinia, semua pelayan sedang pergi, dan Elizabeth memasak hidangan malam untuk ayahnya. Untuk setiap hidangan dia minta tambah, dan berkata, "Kau juru masak yang lebih hebat daripada ibumu dulu, Elizabeth."
Adegan-adegan dengan ayahnya selalu berakhir serupa.
Bel pintu depan berdering dan seorang lelaki jangkung yang jauh lebih tinggi dari ayahnya pun masuk, dan minta
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
kesediaan Elizabeth untuk kawin dengannya. Ayahnya lalu mengiba-iba, "Janganlah, Elizabeth. Jangan tinggalkan aku.
Aku membutuhkan dirimu."
Dan dia setuju untuk tetap tinggal bersama ayahnya.
Dari semua rumah tempat Elizabeth tumbuh, vila di
Sardinia merupakan kesayangannya. Meskipun tidak
merupakan yang paling besar, tetapi vila itu paling menawan dan ramah. Sardinia sendiri memang memukau Elizabeth. Sebuah pulau dikelilingi tebing karang yang sangat dramatis, sekitar 160 mil sebelah barat daya pantai Italia. Sebuah pemandangan daerah pegunungan yang
menakjubkan, laut dan tanah pertanian hijau. Tebing-tebing berapinya meledak ribuan tahun yang lalu dari laut asal, dan garis pantainya kini meluncur mulus bagaikan bulan sabit sejauh mata memandang, dengan Laut Tirenia mengelilingi pulau itu bagaikan pita biru.
Bagi Elizabeth pulau itu memiliki aroma yang khas, bau angin laut dan hutan-hutannya, macchia putih dan kuning-bunga
legendaris yang dicintai Napoleon. Semak-semak corbeccola yang tumbuh setinggi hampir dua meter dengan buah merah yang rasanya mirip beri, dan guarcias, ek batu raksasa yang kulitnya diekspor ke daratan untuk dibuat sumbat botol anggur.
Dia senang mendengarkan senandung dinding-dinding
karang, batu-batuan raksasa misterius yang berlubang-lubang. Kalau angin bertiup lewat lubang-lubang itu, dinding-dinding batu menyuarakan bunyi yang
memilukan, seperti tangis jiwa yang putus asa.
Dan angin-angin yang menderu. Elizabeth jadi tahu
segala jenis angin. Angin mistrale dan ponente, tramontana
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
dan grecate dan levante. Angin lembut dan angin kencang.
Ada pula scirocco yang paling ditakuti, angin panas yang bertiup dari Sahara.
Vila keluarga Roffe terletak di Costa Smeralda, di atas Porto Cervo. Vila itu dibangun tinggi di atas tebing memandang lepas ke laut, dilindungi pohon-pohon juniper dan zaitun Sardinia yang tumbuh liar, dengan buah-buah yang pahit. Pemandangan ke pelabuhan jauh di bawah sangat menawan. Di antara lembah-lembah hijau di sekitar itu, aneka warna rumah-rumah semen dan batu berserakan seperti lukisan kanak-kanak dengan kapur berwarna.
Vila itu berdinding semen berisi biji-biji juniper, dibangun pada beberapa ketinggian, dengan ruang-ruang besar dan nyaman. Setiap ruangan mempunyai perapian dan balkon. Ruang duduk dan ruang makan berjendela besar bagaikan membingkai pemandangan indah pulau itu.
Sebuah tangga bebas menuju keempat ruang tidur di
tingkat atas. Perabotannya sangat serasi dengan lingkungan sekitarnya. Meja-meja
gaya rumah petani dengan bangku-bangkunya, dan kursi-kursi malas yang lembut.
jendela-jendelanya bertirai kain wol putih tenunan tangan penduduk setempat. Lantainya berubin cerasarda dari Sardinia dan ubin lain dari Tuscania. Lantai kamar mandi dan kamar-kamar tidur ditutup karpet wol lokal yang menggunakan
bahan pewarna nabati sesuai cara tradisional. Rumah itu semarak dengan lukisan-lukisan, campuran antara karya-karya pelukis impresionis Prancis, pakar pelukis Italia dan pelukis-pelukis primitif Sardo. Di ruang depan tergantung potret Samuel Roffe dan Terenia Roffe, kakek dan nenek piut Elizabeth.
Bagian rumah yang paling disukai Elizabeth ialah kamar menara, tepat di bawah kecondongan atap rumah. Kamar
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
itu bisa dicapai melalui tangga sempit dari tingkat dua, dan Sam Roffe memakainya sebagai kamar kerja. Kamar itu berisi sebuah meja kerja besar dan sebuah. kursi putar berbantal nyaman. Di sepanjang dinding-dindingnya
berderet lemari-lemaribuku dan peta-peta, sebagian besar berhubungan dengan
wilayah usaha Roffe. Lewat pintu-pintu Prancis kita akan sampai pada balkon kecil yang menjorok tepat di atas tebing curam. Pemandangan dari situ sangat mencekam.
Di rumah inilah, ketika berumur tiga belas tahun,
Elizabeth menemukan asal-usul keluarganya. Untuk
pertama kali dalam hidupnya dia merasa mempunyai titik asal, bahwa dia merupakan bagian dari sesuatu.
-odwo- Perasaan itu tumbuh pada hari dia menemukan Buku
tersebut. Ayah Elizabeth pergi ke Olbia, dan Elizabeth keluyuran ke kamar menara di atas. Dia tidak berminat pada buku-buku di lemari, karena tahu sejak lama bahwa semuanya buku-buku teknis tentang pharmacology dan pharmacognosy, dan tentang perusahaan-perusahaan multi nasional dan hukum internasional. Serba kering dan menyebalkan. Beberapa dari naskah-naskah itu sangat langka, dan disimpan di balik lemari-lemari kaca. Ada seperangkat buku kedokteran dalam bahasa Latin, Circa Instans, yang ditulis pada Abad Pertengahan, dan seperangkat lagi berjudul De Materia Medica. Karena belajar bahasa Latin, Elizabeth ingin melihat salah satu dari buku-buku kuno tersebut dan membuka lemari kaca untuk mengambilnya. Di belakang bukubuku tersebut, tertutup dari pandangan mata, dia melihat sebuah buku lain.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Elizabeth mengambflnya. Sebuah buku tebal, bersampul kulit merah, dan tidak berjudul.
Terdorong rasa ingin tahu, Elizabeth membukanya.
Ternyata seperti membuka pintu ke
dunia lain. Sebuah riwayat hidup kakek piutnya, Samuel Roffe, dalam bahasa Inggris, dicetak khusus pada
lembaran-lembaran kertas kulit. Tidak tercantum pengarang, maupun tanggal, tetapi Elizabeth yakin buku itu berumur lebih dari seratus tahun. Sebagian besar dari halaman halamannya sudah memudar, sebagian lagi
kekuning-kuningan dan rapuh karena ketuaan. Tetapi semua itu tidak penting. Kisah dalam buku itulah yang menjadi pokok utama. Kisah yang memberi napas
kehidupan pada potret-potret yang tergantung di dinding lantai bawah. Elizabeth sudah melihat potret-potret kakek dan nenek piutnya ratusan kali: seorang lelaki dan wanita kuno, dalam pakaian aneh. Si lelaki tidak tampan, tetapi wajahnya memancarkan kekuatan besar dan kecerdasan.
Dia berambut pirang, dengan tulang pipi tinggi seperti lazimnya orang-orang keturunan Slavia, dan mata biru yang tajam. Si wanita berparas cantik. Rambut hitam, raut wajah rapi dan mata hitam seperti batu bara. Dia mengenakan gaun sutera putih dengan mantel, dan korset renda brokat Dua orang asing yang tak bermakna bagi Elizabeth.
Tapi sekarang, seorang diri di kamar menara, ketika Elizabeth membuka Buku itu dan mulai membaca, Samuel dan Terenia Roffe menjadi hidup. Elizabeth merasa dirinya seperti dibawa mundur ke suatu zaman, bahwa dia hidup di geto Krakov dalam tahun 1853, bersama Samuel dan
Terenia. Sementara dia makin mendalami Buku itu, dia menyadari bahwa kakek piutnya Samuel, pendiri Roffe and Sons, adalah seorang lelaki romantis dan petualang.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Dan seorang pembunuh. BAB 8 INGATAN Samuel Roffe paling awal, begitu yang terbaca oleh Elizabeth, ialah tentang ibunya yang terbunuh dalam suatu pogrom pada tahun 1855, ketika Samuel berumur lima tahun. Dia bersembunyi di ruang bawah tanah rumah kayu kecil yang dihuni keluarga Roffe bersama keluarga--
keluarga lain di dalam geto Krakov. Ketika huru-hara itu akhirnya padam berjam-jam kemudian, dan satu-satunya suara tinggal ratap tangis mereka yang selamat, Samuel keluar dari tempat persembunyiannya dengan sangat
hati-hati, lalu menuju ke jalanan di daerah geto untuk mencari ibunya. Bagi bocah kecil itu tampaknya seluruh dunia seperti dimakan api. Seluruh angkasa memerah oleh nyala bangunan-bangunan kayu yang terbakar di setiap penjuru, dan gumpalan asap hitam tebal menggantung di mana-mana. Lelaki dan wanita kebingungan mencari sanak keluarganya, atau berusaha menyelamatkan bidang usaha dan rumah-rumah dan harta mereka yang tak seberapa.
Krakov, di pertengahan abad kesembilan belas itu,
sebenarnya mempunyai dinas kebakaran, tetapi terlarang bagi orang-orang Yahudi. Di daerah geto di ujung kota ini, mereka terpaksa melawan bencana tersebut dengan
tangan, dengan air yang ditimba dari sumur-sumur, dan barisan orang-orang yang membentuk armada ember
untuk memadamkan api. Samuel melihat kematian ke mana pun dia menoleh. Tubuh-tubuh lelaki dan wanita cacat teronggok seperti boneka rusak. Wanita-wanita dan
anak-anak korban perkosaan dalam keadaan telanjang, bercucuran darah dan mengerang-erang minta tolong.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Samuel menemukan ibunya terbaring setengah sadar di jalan, mukanya bersimbah darah. Bocah lelaki itu berlutut di samping ibunya dengan hati berdetak kencang. "Mama!"
Sang ibu membuka mata dan memandangnya. Dia
mencoba berbicara, dan Samuel tahu bahwa perempuan itu sedang sekarat. Betapa dia ingin menyelamatkannya, tetapi tak tahu bagaimana. Kendati dia menyeka darah itu dengan lembut, dia tahu sudah terlambat.
Kemudian Samuel berdiri di sana memandang para
pengubur menggali tanah di bawah tubuh ibunya dengan hati-hati: sebab tanah itu lembap dengan darahnya, dan menurut ketentuan Kitab Suci harus dikubur bersamanya supaya dia bisa kembali kepada Tuhan dalam keadaan utuh.
Pada saat itulah Samuel memutuskan untuk menjadi
dokter. Keluarga Roffe menghuni rumah kayu kecil bertingkat tiga, bersama delapan keluarga lain. Samuel muda tinggal di kamar sempit bersama ayah dan bibinya, Rachel, dan seumur hidupnya belum pernah menempati kamar untuk dirinya seorang atau tidur atau makan sendiri. Dia tak mampu mengingat sedetik pun pernah bebas dari
kegaduhan, tetapi Samuel tidak mendambakan kesendirian, karena tak pernah terpikir olehnya bahwa ada hal semacam itu. Dia selalu hidup dalam kebisingan hiruk-pikuk.
Setiap sore, Samuel dan kerabat-kerabat dan kawan-kawannya dikurung di dalam geto oleh para orang kafir, setelah orang-orang Yahudi itu mengandangkan kambing-kambing, dan sapi-sapi, dan ayam-ayam mereka.
Ketika matahari terbenam, gerbang-gerbang kayu geto yang rangkap dua ditutup dan dikunci dengan kunci besi
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
besar. Pada waktu matahari terbit, gerbang-gerbang itu dibuka kembali, dan para pedagang Yahudi diizinkan masuk wilayah kota Krakov untuk menjalankan usaha
dengan orang-orang kafir. Namun, mereka diharuskan masuk kembali ke dalam lingkungan tembok-tembok geto sebelum matahari terbenam.
Ayah Samuel berasal dari Rusia. Dia melarikan diri dari suatu pogrom di Mev, dan mencari jalan ke Krakov, di mana dia bertemu calon istrinya. Ayah Samuel seorang lelaki bungkuk berambut putih, dengan wajah kusut dan
berkeriput. Seorang pedagang kelontong yang mendorong kereta sepanjang jalanan geto yang sempit, sambil
menjajakan dagangannya yang berupa pernak-pernik dan keperluan rumah tangga. Samuel muda senang menjelajahi jalanan berbatu kerikil yang penuh sesak dan ramai. Dia menyukai harumnya roti segar bercampur bau ikan asin dan keju dan buah-buah masak dan serbuk gergaji dan kulit.
Dia senang mendengarkan para pedagang meneriakkan dagangan mereka, dan para ibu rumah tangga tawar-menawar dengan mereka dengan suara ketus dan mengiba-iba. Jenis barang yang dibawa para pedagang sangat mengherankan: kain dan renda, kain kasur dan benang, kulit dan daging dan sayur dan jarum dan sabun lembut dan ayam cabut bulu dan manisan dan kancing dan sirop dan sepatu.
Pada ulang tahun Samuel kedua belas, ayahnya
membawanya ke kota Krakov untuk pertama kali.
Bayangan tentang keluar dari gerbang-gerbang yang
terlarang dan melihat Krakov, tempat tinggal kaum kafir, dengan mata kepala sendiri, membuat anak lelaki itu nyaris meluap-luap kegirangan.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Pada pukul enam pagi, Samuel mengenakan satu-satunya pakaiannya yang pantas. Dia berdiri di samping ayahnya dalam kegelapan, di depan gerbang besar yang menuju kota, di tengah hingar-bingarnya orang-orang lelaki dengan kereta dorong, gerobak, pedati bikinan sendiri. Udara dingin dan lembap, dan Samuel merapatkan jaket bulu dombanya yang sudah gundul.
Serasa berjam-jam kemudian, matahari jingga dan
bercahaya mengintip dari ufuk timur dan gerombolan orang itu mulai bersiap untuk bergerak. Beberapa saat kemudian, gerbang-gerbang kayu terbuka dan para
pedagang tumpah-ruah seperti semut menuju kota.
Ketika mereka mendekati kota yang indah dan
mengerikan, hati Samuel berdebar lebih kencang. Di kejauhan tampak olehnya benteng-benteng pertahanan menjulang di atas Vistula. Samuel berpegang lebih erat pada ayahnya. Dia benar-benar berada di Krakov,
dikelilingi para goyim, orang-orang yang mengurung mereka setiap malam, yang menyeramkan. Diam-diam dia melirik, melempar pandangan cemas kepada orang-orang yang lalu-lalang, dan dia terheran-heran. Betapa lain tampang
mereka. Mereka tidak memakai payves, anting-anting, dan bekeches, mantel hitam panjang, dan sebagian besar tercukur licin. Samuel dan ayahnya berjalan sepanjang Plante menuju Rynek, daerah pasar yang penuh sesak, di mana mereka melewati los pakaian yang besar, dan Gereja Santa Maria yang bermenara kembar. Samuel belum pernah melihat berbagai ketakjuban seperti itu.
Dunia baru itu penuh keajaiban. Pertama-tama, di sana ada perasaan bebas dan keleluasaan yang membuat Samuel sangat terkesan. Rumah-rumah sepanjang jalan dibangun dalam jarak berjauhan, tidak saling berimpitan, dan


Garis Darah Blood Line Karya Sidney Sheldon di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
sebagian besar memiliki taman di depan. Setiap orang di Krakov pasti kaya-raya, pikir Samuel.
Samuel menyertai ayahnya menemui sejumlah pemasok.
Dari mereka ayahnya membeli berbagai barang yang
dilemparkannya ke kereta. Setelah kereta penuh, dia bersama anak lelaki itu melangkah kembali ke arah geto.
'Tidak bisakah kita tinggal lebih lama?" rengek Samuel.
"Tidak, Nak. Kita harus pulang."
Samuel tidak ingin pulang. Dia baru saja ke luar gerbang untuk pertama kalinya, dan hatinya begitu gembira sampai hampir sesak napas. Orang ternyata bisa hidup begini, bebas untuk melangkah
pergi setiap saat yang diinginkannya, bebas melakukan apa pun yang dikehendakinya. Kenapa dia tidak dilahirkan di luar gerbang" Seketika itu juga, dia malu pada dirinya sendiri karena dihinggapi pikiran serong begitu.
Malam itu, ketika pergi tidur, Samuel terjaga lama.
Pikirannya melayang ke Krakov dan rumah-rumah indah dengan bunga-bunga dan kebun hijau. Dia harus bisa mencari jalan untuk mendapat kebebasan. Dia ingin
membicarakan hal-hal yang dirasakannya kepada seseorang, tetapi tidak ada seorang pun yang akan memahaminya.
Elizabeth meletakkan Buku tersebut dan duduk
bersandar memejamkan matanya. Dia membayangkan
kesepian Samuel, keinginannya, keputusasaannya.
Pada saat itulah Elizabeth mulai menyamakan dirinya dengan Samuel, merasakan bahwa dia merupakan bagian darinya, sebagaimana Samuel merupakan bagian dari
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
dirinya. Darah Samuel mengalir dalam tubuhnya. Suatu perasaan indah meliputi dirinya, dia mempunyai asal-usul.
Elizabeth mendengar deru mobil ayahnya memasuki
halaman, dan segera menyingkirkan Buku itu. Dia tidak menemukan kesempatan untuk membaca lebih lanjut
selama beberapa hari tinggal di situ, tetapi ketika kembali ke New York, Buku itu tersembunyi di dasar kopernya.
BAB 9 SETELAH sinar matahari musim dingin yang hangat di Sardinia, New York terasa seperti Siberia. Jalanan penuh salju dan lumpur salju, dan angin yang bertiup dari East River dingin membeku; tetapi Elizabeth tidak peduli. Dia hidup di Polandia, di abad lain, menghayati petualangan kakek piutnya. Setiap sore setelah sekolah, Elizabeth bergegas ke kamarnya, mengunci pintu dan mengeluarkan Buku itu. Pernah terpikir olehnya untuk membicarakan Buku tersebut dengan ayahnya, tetapi dia takut melakukan hal itu. Dia khawatir ayahnya akan merampasnya.
Secara indah dan tak dinyana, Samuel tua ternyata
menumbuhkan keberanian pada Elizabeth. Dia merasa
mereka memiliki begitu banyak persamaan. Samuel
seorang yang kesepian. Dia tak mempunyai seseorang sebagai tempat mencurahkan isi hati. Seperti diriku, pikir Elizabeth. Dan karena mereka hampir sebaya - meskipun terpisah seabad - Elizabeth bisa menyamakan dirinya dengan kakeknya itu.
Samuel ingin menjadi dokter.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Hanya tiga orang dokter diizinkan menangani ribuan orang yang berdesakan di dalam geto yang tertutup, kotor, dan selalu diserang wabah. Dari ketiga orang itu, Dr. Zeno Wal paling makmur. Di antara para tetangganya yang lebih miskin,
rumahnya bagaikan istana di tengah perkampungan kumuh. Rumah itu bertingkat tiga, dan dari jendela-jendelanya tampak tirai renda putih bersih dan sekilas perabotan yang serba mengkilap. Samuel bisa membayangkan dokter itu di dalam rumahnya, memeriksa pasien-pasiennya, melayani mereka, menolong mereka, mengobati mereka: melakukan hal-hal yang ingin dia lakukan. Kalau seseorang seperti Dr. Wal menaruh minat kepadanya,
begitu pikir Samuel, dia pasti bisa membantunya untuk menjadi dokter. Namun, sepanjang yang menyangkut Samuel, Dr. Wal berada di luar
jangkauannya, seperti halnya setiap orang kafir yang tinggal di kota Krakov di luar tembok yang terlarang.
Sekali-sekali Samuel melihat Dr. Zeno Wal yang hebat lewat di jalanan, terlibat percakapan mendalam dengan seorang rekan. Pada suatu hari, ketika Samuel melewati rumah keluarga Wal, pintu depan terbuka dan sang dokter keluar bersama anak perempuannya. Gadis itu kira-kira sebaya dengan Samuel, dan merupakan makhluk tercantik yang pernah dilihat Samuel. Begitu melihatnya, Samuel tahu bahwa gadis itu akan menjadi istrinya. Entah
bagaimana caranya, dia hanya tahu bahwa dia harus
mewujudkan mukjizat itu. Sejak itu, setiap hari Samuel selalu mencari alasan untuk berada di dekat rumah gadis itu, berharap bisa melihatnya sekilas.
Pada suatu sore, ketika sedang melewati rumah keluarga Wal dalam menjalankan tugas suruhan, dia mendengar
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
musik piano dari dalam. Samuel tahu bahwa dia-lah yang bermain. Samuel harus melihatnya. Setelah menengok kiri-kanan untuk memastikan bahwa tak seorang pun
mengawasinya, Samuel melangkah ke samping rumah.
Musik itu datang dari tingkat atas, tepat di atas kepalanya.
Samuel melangkah mundur dan meneliti dinding rumah itu.
Ternyata ada cukup tempat berpegang baginya untuk
memanjat, dan tanpa ragu-ragu sedetik pun dia mulai naik.
Tingkat kedua itu ternyata lebih tinggi daripada
perkiraannya, dan sebelum mencapai jendela dia sudah tiga meter dari tanah. Dia menengok ke bawah dan sejenak merasa agak pening. Musik itu terdengar lebih keras sekarang, dan dia merasa sepertinya gadis itu bermain untuknya. Dia menggapai pegangan lagi dan menarik dirinya ke jendela. Perlahan-lahan dia mendongakkan
kepalanya sehingga bisa mengintip lewat ambang jendela.
Tampak olehnya ruang duduk berperabotan indah. Gadis itu duduk di depan piano wama putih-kuning emas,
memainkan alat musik itu, dan di belakangnya, Dr. Wal duduk di kursi tangan, sedang membaca buku. Samuel tak peduli akan sang dokter. Dia hanya melihat dengan mata tak berkedip pada pemandangan indah yang hanya
berjarak beberapa meter darinya. Dia mencintainya! Dia akan melakukan sesuatu yang hebat dan berani sehingga gadis itu akan jatuh cinta kepadanya. Dia akan - Samuel begitu hanyut dalam lamunannya sampai tanpa sadar
melepaskan pegangannya, dan dia pun melayang di udara bebas. Dia menjerit dan tampak olehnya dua wajah
memandang kepadanya dengan terkejut, tepat sebelum dia terjerembap ke tanah.
Dia tersadar di meja operasi di ruang kerja Dr. Wal, sebuah ruangan luas dilengkapi lemari-lemari obat dan seperangkat alat-alat bedah. Dr. Wal memegang segumpal
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
kapas berbau aneh di bawah hidung Samuel. Samuel
terbatuk-batuk lalu duduk.
"Nah, begini lebih baik," kata Dr. Wal. "Aku sebenarnya harus menyingkirkan otakmu, tapi aku ragu-ragu apakah kau mempunyai otak. Kau mau mencuri apa, Nak?"
"Tidak mencuri apa-apa," sahut Samuel mendongkol.
"Siapa namamu?"
"Samuel Roffe."
Jari-jari sang dokter mulai meraba-raba pergelangan tangan kanan Samuel, dan pemuda itu berteriak kesakitan.
"Hm. Pergelangan tanganmu patah, Samuel Roffe.
Mungkin kita harus minta polisi untuk membereskannya."
Samuel mengerang keras. Terpikir olehnya apa yang
akan terjadi kalau polisi membawanya pulang dalam
keadaan memalukan. Bibi Rachel akan sedih setengah mati; ayahnya akan membunuhnya. Tetapi, yang lebih penting lagi, bagaimana dia bisa berharap mendapatkan anak gadis Dr. Wal sekarang" Dia seorang penjahat, seorang yang sudah
cacat. Samuel merasakan sentakan sangat menyakitkan pada pergelangan tangannya, dan memandang kepada dokter itu dengan amat terkejut
"Sudah beres," kata Dr. Wal. "Sudah kubereskan." Dia lalu memasang belat pada pergelangan tangan anak
laki-laki itu. "Kau tinggal di sekitar sini, Samuel Roffe?"
"Tidak, Tuan." "Bukankah aku sering melihatmu mondar-mandir di
sini?" "Ya, Tuan." "Kenapa?" Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Kenapa" Kalau Samuel menceritakan alasan sebenarnya, Dr. Wal akan menertawakannya.
"Saya ingin menjadi dokter," jawab Samuel tanpa
berpikir, karena tak mampu menahan diri.
Dr. Wal memandang tak percaya kepadanya.
"Itukah sebabnya kau memanjat dinding rumahku seperti pencuri?"
Samuel akhirnya menceritakan seluruh ihwalnya. Dia bercerita tentang ibunya yang mati di jalanan, dan tentang ayahnya, tentang kunjungan pertamanya ke Krakov dan keputusasaannya terkurung pada malam hari seperti
binatang di dalam dinding-dinding geto. Dia menceritakan bagaimana perasaannya terhadap anak gadis Dr. Wal. Dia menceritakan semuanya, dan dokter itu mendengarkan tanpa berkata sepatah pun. Bagi telinga Samuel sendiri pun cerita itu terdengar sangat konyol; dan ketika akhirnya selesai, dia berkata lirih, "Saya - saya menyesal."
Dr. Wal memandang lama sekali kepadanya, dan
kemudian berkata, "Saya juga menyesal. Untukmu, dan untukku, dan untuk kita semua. Setiap orang merupakan seorang tawanan, dan yang paling menyakitkan ialah menjadi tawanan orang lain."
Samuel memandang tak mengerti kepadanya. "Saya
tidak mengerti, Tuan."
Dokter itu menarik napas panjang. "Suatu hari nanti kau akan mengerti." Dia bangkit berdiri, melangkah ke mejanya, memilih pipa dan mengisinya dengan perlahan-lahan serta cermat. "Saya khawatir ini hari naas bagimu, Samuel Roffe."
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Dia menyulut tembakau dengan korek api, meniup korek apinya dan berpaling kepada pemuda itu. "Bukan karena kau mematahkan pergelangan tanganmu. Itu akan pulih.
Tetapi aku terpaksa melakukan sesuatu terhadapmu yang mungkin tidak akan cepat pulih." Samuel memandang
kepadanya dengan mata terbuka lebar. Dr. Wal melangkah ke sampingnya, dan ketika berbicara suaranya sangat lembut serta ramah. "Tidak banyak orang yang membangun impian. Kau mempunyai dua impian. Dan aku khawatir harus menghancurkankeduanya."
"Saya tidak ?" "Dengarkan baik-baik, Samuel. Kau tidak akan mungkin menjadi dokter - tidak di dunia kita ini. Hanya kami bertiga yang diizinkan menjalankan pengobatan di geto. Di sini ada puluhan dokter yang cakap. Mereka menunggu sampai
salah satu di antara kami pensiun atau mati, agar dapat menggantikan tempat kami. Tidak akan ada kesempatan untukmu. Sama sekali tidak ada. Kau terlahir pada waktu yang salah, di tempat yang salah. Kau mengerti, Nak?"
Samuel menelan ludah. "Ya, Tuan."
Dokter itu ragu-ragu sejenak, kemudian melanjutkan.
"Tentang impianmu yang kedua - aku khawatir yang satu ini pun tidak mungkin. Kau tak akan dapat mengawini Terenia."
"Kenapa?" tanya Samuel.
Dr. Wal memandang terbelalak kepadanya. "Kenapa"
Sama halnya kenapa kau tidak bisa menjadi dokter. Kita hidup menurut peraturan, menurut adat-istiadat kita. Anak gadisku akan mengawini seseorang dari golongannya
sendiri, seseorang yang mampu mempertahankan gaya
sebagaimana dia dibesarkan. Dia akan menikah dengan
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
lelaki profesional, ahli hukum atau dokter atau rabi. Kau -
sudahlah, kau harus menyingkirkannya dari pikiranmu."
"Tetapi ?" Dokter itu menggiringnya ke pintu. "Mintalah seseorang untuk memeriksa belat itu dalam beberapa hari ini.
Usahakan pembalutnya tetap bersih."
"Baik, Tuan," kata Samuel. "Terima kasih, Dr. Wal."
Dr. Wal memperhatikan pemuda berambut pirang
dengan wajah cerdas di depannya. "Selamat berpisah, Samuel Roffe."
Sore keesokan hari, Samuel membunyikan bel pintu
depan rumah keluarga Wal. Dr. Wal mengamatinya dari balik jendela. Dia tahu, dia harus mengusir pemuda itu.
"Biarkan dia masuk," kata Dr. Wal kepada pembantu
rumah tangganya. Sejak itu, Samuel datang dua atau tiga kali seminggu ke rumah Dr. Wal. Dia menjalankan tugas sebagai pesuruh untuk dokter itu. Sebagai imbalan, Dr. Wal mengizinkannya melihat kalau dia mengobati pasien atau meramu obat di laboratoriumnya. Pemuda itu mengamati, dan belajar, dan mengingat segalanya. Dia memiliki bakat alamiah. Dr. Wal diliputi rasa bersalah. Dia tahu bahwa dengan demikian dia seperti memberi dorongan kepada Samuel, mendorongnya untuk mencapai sesuatu yang tak mungkin diperolehnya.
Namun, dia tak sampai hati untuk mengusir pemuda itu.
Entah sengaja atau tidak, Terenia hampir selalu berada di sekitar itu kalau Samuel di sana. Sekali-sekali pemuda itu melihat sekilas jika gadis itu melewati laboratorium, atau keluar dari rumah. Sekali dia pernah berbenturan
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
dengannya di dapur, dan hatinya berdebar begitu kencang sampai dia mengira akan pingsan. Gadis itu mengamatinya lama sekali, dengan pandangan penuh dugaan di matanya.
Kemudian dia mengangguk dingin lalu pergi. Setidaknya gadis itu sudah memperhatikannya! Itu merupakan langkah pertama. Langkah-langkah selanjutnya hanya soal waktu.
Tak ada keraguan sekelumit pun dalam benak Samuel. Hal itu sudah takdir. Terenia telah menjadi bagian utama dalam impian Samuel tentang masa depan. Kalau dulu dia hanya mimpi untuk dirinya sendiri, sekarang dia mimpi untuk mereka berdua. Bagaimanapun dia akan mengeluarkan
mereka berdua dari geto yang kejam ini, penjara yang penuh sesak dan berbau busuk ini. Dan dia akan mencatat keberhasilan yang gemilang. Tapi keberhasilan itu sekarang tidak hanya bagi dirinya seorang, tetapi bagi mereka berdua.
Meskipun hal itu mustahil.
Elizabeth tertidur, membaca tentang Samuel tua. Pada pagi hari ketika terbangun, dia menyembunyikan Buku itu dengan hati-hati lalu mulai berpakaian untuk pergi ke sekolah. Dia tak bisa menyingkirkan Samuel dari benaknya.
Bagaimana dia akhirnya bisa mengawini Terenia"
Bagaimana dia bisa keluar dari geto" Bagaimana dia menjadi terkenal" Elizabeth terserap oleh Buku itu, dan kesal terhadap segala hal yang merenggutnya dari Buku itu, dan memaksanya kembali ke abad dua puluh.
Salah satu pelajaran yang harus diikuti Elizabeth ialah balet, dan dia sangat tidak menyukainya. Dia mengenakan pakaian baletnya yang merah jambu, dan mengamati
bayangan dirinya di dalam cermin. Dia berusaha
meyakinkan diri bahwa tubuhnya sangat menggiurkan.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Tetapi kenyataan yang sebenamya tampak jelas di depan mata. Dia gemuk. Dia tak akan mungkin menjadi seorang penari balet.
Tak lama setelah ulang tahun Elizabeth yang keempat belas, Mme. Netturova, guru tarinya, mengumumkan bahwa dua minggu lagi, kelas balet itu akan mementaskan
pertunjukan tari tahunan di auditorium. Para siswa harus mengundang orangtua mereka. Elizabeth gugup setengah mati. Bayangan bahwa dirinya akan tampil di pentas di depan penonton membuatnya sangat ketakutan. Dia tak mampu menghadapinya.
Seorang anak lari menyeberang jalan di depan sebuah mobil. Elizabeth melihatnya, mengejar dan menarik anak itu dari cengkeraman maut. Malang sekali, bapak-bapak dan ibu-ibu, jari-jari kaki Elizabeth Roffe terlindas roda mobil, dan dia tidak bisa menari dalam pementasan malam ini.
Seorang pelayan yang ceroboh meninggalkan sebatang sabun di ujung anak tangga. Elizabeth terpeleset dan jatuh dari tangga yang cukup tinggi. Tulang pinggulnya patah.
Tidak mengkhawatirkan, kata dokter. Dia akan sembuh dalam tiga minggu.
Tidak ada keberuntungan semacam itu. Pada hari
pertunjukan, Elizabeth segar-bugar, dan tak kuasa
mengendalikan diri. Lagi-lagi, ternyata Samuel tua yang membantunya. Dia teringat betapa pemuda itu dicekam ketakutan, kendati demikian dia kembali untuk menemui Dr. Wal. Dia tak akan melakukan hal-hal yang memalukan Samuel. Dia akan menghadapi nasibnya.
Elizabeth bahkan tidak menceritakan tentang pementasan itu. kepada ayahnya. Di masa-masa lalu dia sering minta ayahnya datang ke berbagai pertemuan dan
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
perayaan sekolah di mana para orangtua diminta hadir, tetapi ayahnya selalu terlalu sibuk.
Pada sore ini, selagi Elizabeth bersiap untuk pergi ke pementasan tari, ayahnya pulang ke rumah. Dia baru saja ke luar kota selama sepuluh hari.
Ayahnya melewati kamar tidurnya, melihatnya dan
berkata, "Selamat sore, Elizabeth." Kemudian, "Kau tambah gemuk."
Elizabeth tersipu dan berusaha mengempiskan perutnya. "Ya, Ayah."
Dia bermaksud mengatakari sesuatu, kemudian mengubah pikirannya. "Bagaimana sekolahmu selama ini?"
"Baik, terima kasih."
"Ada masalah?" "Tidak, Ayah." "Bagus." Percakapan yang mereka jalin ratusan kali selama
bertahun-tahun. Serangkaian kata-kata tak berarti yang rupanya merupakan satu-satunya bentuk komunikasi
antara mereka. Bagaimana sekolahmu " baik - terima-kasih
- ada-masalah " tidak Ayah - bagus. Dua orang asing yang membicarakan cuaca, tanpa mendengarkan maupun
mempedulikan pendapat pihak lain. Tapi, salah seorang di antara kita ada yang peduli, pikir Elizabeth.
Namun, kali ini Sam Roffe tetap berdiri, dan
memperhatikan anak gadisnya dengan wajah bersungguh-sungguh. Dia terbiasa menghadapi masalah-masalah kongkret. Meskipun dia merasa ada yang tidak beres dalam hal ini, dia benar benar tak tahu apa
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
masalah itu sebenarnya. Kalaupun ada orang yang
memberitahu kepadanya, jawaban Sam Roffe mungkin,
"Jangan mengada-ada. Aku telah memberikan segala-galanya kepada Elizabeth."
Ketika ayahnya akan beranjak pergi, Elizabeth
mendengar dirinya berkata, "Kelas-kelas baletku akan mengadakan pementasan. Aku juga ikut. Ayah tidak ingin datang, bukan?"
Meskipun mengeluarkan kata-kata itu, dia diliputi
ketakutan. Dia tidak ingin ayahnya ada di sana
menyaksikan kecanggungannya. Kenapa dia memintanya datang" Tapi dia tahu kenapa. Karena dia satu-satunya anak di dalam kelas yang orangtuanya tidak akan hadir di auditorium. Ah tidak apa-apa, dia berkata pada dirinya sendiri dan berbalik. Ayah pasti akan menjawab tidak. Dia menggelengkan kepala, kesal pada dirinya sendiri. Dan di belakangnya, sangat di luar dugaan, dia mendengar
ayahnya mengatakan, "Aku senang sekali."
Auditorium penuh sesak dengan orangtua, sanak
keluarga, dan kawan-kawan, menyaksikan para siswa
menari dengan iringan dua piano besar di kedua sisi panggung. Mme. Netturova berdiri di salah satu sisi, menghitung irama dengan keras sementara para anak
menari, memusatkan perhatian para orangtua pada dirinya.
Sebagian kecil dari anak-anak itu sangat luwes, dan menunjukkan
tanda-tanda bakat nyata. Yang
lain menyajikan nomor mereka dengan tekad lebih menunjukkan semangat daripada kemahiran. Lembar acara yang distensil mencantumkan tiga cuplikan karya musik dari Coppilia, Cinderella dan, tak ketinggalan, Swan Lake.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Nomor pike de resistance merupakan tarian tunggal. Setiap anak akan mendapat saat puncak, menari sendirian.
Di balik panggung, Elizabeth diliputi kegundahan yang mendalam. Dia tak putus-putus mengintip dari samping tirai, dan setiap kali melihat ayahnya duduk di baris kedua tengah, dia berpikir betapa konyol dirinya untuk memintanya hadir. Selama pementasan sampai saat itu, Elizabeth berhasil menyelinap di latar belakang, bersembunyi di balik penari-penari lain. Tapi sekarang tiba saat nomor


Garis Darah Blood Line Karya Sidney Sheldon di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tunggalnya. Dia merasa gembrot dalam pakaian tarinya, seperti
badut sirkus. Dia yakin, semua akan menertawakannya saat dia tampil di pentas - dan dia telah mengundang ayahnya untuk menyaksikan penghinaan dirinya! Satu hal yang meringankan Elizabeth ialah bahwa nomor tunggalnya hanya berlangsung enam puluh detik.
Mme. Netturova tidak bodoh. Nomor itu akan begitu cepat lewat sehingga tak seorang pun sempat memperhatikannya. Ayah Elizabeth hanya perlu memalingkan muka sebentar, dan nomor pertunjukannya sudah akan selesai.
Elizabeth mengamati gadis-gadis lain selagi mereka menari, satu demi satu. Baginya mereka tampak seperti Markova, Maximova, Fonteyn. Dia terkejut oleh sentuhan tangan dingin di lengannya, dan Mme. Netturova berbisik,
"Siap melangkah, Elizabeth, kau yang berikut."
Elizabeth berusaha menjawab, "Ya, madame," tetapi
tenggorokannya begitu kering sehingga tak ada suara yang keluar. Kedua pemain piano memainkan lagu tarian tunggal Elizabeth yang sudah begitu akrab. Dia berdiri terpaku di sana, tak mampu bergerak. Mme. Netturova pun berbisik,
"Ayo, keluar!" dan Elizabeth merasakan dorongan di punggungnya. Maka dia pun berada di pentas, setengah telanjang, di depan ratusan orang tak dikenal yang kejam.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Dia tak berani memandang ayahnya. Dia hanya ingin
siksaan ini berlalu secepat mungkin dan menghilang. Yang perlu dia lakukan hanya sederhana, beberapa pties dan jetes dan loncatan. Dia mulai melakukan langkah-langkah itu, mengikuti irama musik, berusaha membayangkan
dirinya langsing dan tinggi semampai dan lentur. Ketika dia selesai, para penonton bertepuk - sedikit " semi sopan santun. Elizabeth memandang ke deretan kedua, dan itu dia, ayalmya. Dia tersenyum bangga dan bertepuk
tangan-bertepuk tangan untuk dirinya. Maka ada suatu lonjakan dalam diri Elizabeth. Musik telah berhenti. Tetapi Elizabeth terus menari, melakukan pties dan jetis dan battements dan putaran-putaran. Dia hanyut, terangkat di luar kesadarannya. Kedua pemain piano yang kebingungan mulai mengikuti iramanya. Mula-mula seorang, kemudian yang seorang lagi. Mereka berusaha mengiringinya. Di belakang pentas, Mme. Netturova sibuk memberi isyarat kepada Elizabeth. Wajahnya merah padam karena marah.
Tetapi Elizabeth tidak melihatnya. Dia melambung-lambung di luar sadar. Yang penting baginya ialah bahwa dia berada di atas pentas, menari untuk ayahnya.
"Saya yakin Anda maklum, Mr. Roffe, bahwa sekolah
benar-benar tak bisa membiarkan tingkah laku seperti ini."
Suara Mme. Netturova bergetar karena marah. "Putri Anda mengacuhkan setiap orang dan memborong semuanya. Dia
- dia berlagak seperti seorang bintang."
Elizabeth bisa merasakan ayahnya menoleh ke arahnya, dan tak berani menatap matanya. Dia tahu bahwa
perbuatannya tak bisa dimaafkan, tetapi dia tak mampu menghentikan dirinya sendiri. Dalam sedetik di pentas itu,
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
dia berusaha menciptakan keindahan untuk ayahnya,
berusaha membuat ayahnya terkesan dan memperhatikan serta bangga akan dirinya. Mencintainya.
Kini dia mendengar ayahnya berkata, "Anda memang
benar, Mme. Netturova. Saya berjanji Elizabeth akan mendapat hukuman yang setimpal.
Mme. Netturova melempar pandangan penuh kemenangan kepada Elizabeth, dan berkata, "Terima kasih, Mr. Roffe. Saya serahkan sepenuhnya kepada Anda."
Elizabeth dan ayahnya berdiri di luar sekolah. Dia tak mengucapkan sepatah kata pun sejak meninggalkan kantor Mme. Netturova. Elizabeth berusaha menyusun kata-kata penyesalan - tetapi apa yang bisa dikatakannya" Bagaimana dia bisa menjelaskan kepada ayahnya, kenapa dia melakukan apa yang telah dia lakukan" Ayahnya asing baginya, dan dia takut kepadanya. Dia sering mendengar ayahnya meluapkan kemarahan kepada orang-orang lain karena melakukan kesalahan, atau tidak menuruti perintahnya.
Kini dia berdiri di sana menantikan kemarahan ayahnya-Ayahnya membalik kepadanya dan berkata, "Elizabeth, bagaimana kalau kita mampir ke Rumpelmayer's dan
minum segelas soda coklat?"
Dan Elizabeth pun menangis tersedu-sedu.
Malam itu dia terbaring di tempat tidurnya. Dia terjaga penuh, terlalu bergairah untuk tidur. Dia terus-menerus mengulang
kejadian malam itu dalam benaknya. Kegembiraannya nyaris tak terbendung. Sebab ini bukan khayalan, tetapi benar-benar terjadi. Masih tampak di pelupuk matanya, dia bersama ayahnya duduk di Rumpelmayer's, dikelilingi boneka beruang, gajah, singa, dan zebra
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
besar dan beraneka warna. Elizabeth memesan seporsi banana split, yang ternyata sangat besar, dan ayahnya tidak menegurnya. Dia berbicara kepadanya. Bukan sekadar bagaimana sekolah " baik " terima kasih " ada masalah "
tidak Ayah - bagus. Tetapi benar-benar berbicara. Dia menceritakan perjalanannya ke Tokyo baru-baru ini.
Bagaimana tuan rumahnya menyajikan belalang dan semut disiram coklat sebagai hidangan untuk menghormatinya, dan bagaimana dia terpaksa harus memakan hidangan itu untuk tidak mempermalukan dirinya.
Ketika Elizabeth menyendok suapan es krim yang
terakhir, ayahnya tiba-tiba berkata, "Apa yang mendorongmu melakukan hal itu, Liz?"
Elizabeth tahu bahwa seluruh malam ini akan hancur berantakan, bahwa ayahnya akan memberi peringatan
keras kepadanya, mengatakan betapa kecewa dia pada dirinya.
Dia berkata, "Aku ingin lebih baik daripada orang-orang lain."
Dia tak sanggup memaksa dirinya untuk menambahkan, Untukmu. Ayahnya menatapnya lama sekali, lalu tertawa.
"Kau benar-benar mengejutkan setiap orang." Ada nada bangga dalam suaranya.
Elizabeth merasa darahnya naik ke pipi, dan berkata,
"Kau tidak marah kepadaku?"
Ada pancaran yang belum pernah dilihatnya di mata
ayahnya. "Karena kau ingin menjadi yang terbaik" Itu selalu menjadi satu-satunya tekad anggota keluarga Roffe." Dan dia membungkuk seraya meremas tangannya.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Ketika akhirnya tertidur, pikiran terakhir yang
memenuhi benak Elizabeth ialah: Ayahku menyukai diriku.
Dia sungguh-sungguh menyukaiku. Mulai sekarang, kami akan selalu bersama. Dia akan membawaku kalau
bepergian. Kami akan bicara tentang banyak hal dan akan menjadi sahabat.
Sore hari berikutnya, sekretaris ayahnya memberitahu Elizabeth, bahwa dia akan dikirim ke sekolah asrama di Swiss. Segalanya sudah diatur.
Bab 10 ELIZABETH didaftarkan ke International Chateau
Lemand, sebuah sekolah putri di desa SainteBlaise di depan Danau NeuchAtel. Usia para siswi berkisar antara empat belas sampai delapan belas tahun. Sekolah itu salah satu yang terbaik dalam sistem pendidikan Swiss.
Elizabeth benci sekali. Dia merasa dibuang. Dia diusir dari rumah, dan rasanya seperti mendapat hukuman berat untuk suatu kesalahan yang tidak dia lakukan. Pada maIam istimewa itu, dia merasa sudah begitu dekat dengan sesuatu yang indah. Dia menemukan ayahnya, dan ayahnya menemukan dia, dan
mereka menjadi sahabat. Namun sekarang, ayahnya
semakin jauh. Elizabeth bisa mengikuti sepak terjang ayahnya lewat surat kabar dan majalah. Selalu banyak cerita dan gambar tentang pertemuan ayahnya dengan seorang perdana
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
menteri atau presiden, membuka sebuah pabrik di Bombay, mendaki gunung, makan malam dengan Syah Iran. Dengan tekun Elizabeth menempel semua cerita-cerita itu dalam sebuah buku khusus. Dia menyimpan buku itu di samping buku tentang Samuel.
Elizabeth tetap acuh tak acuh terhadap siswi-siswi lain.
Beberapa di antara para gadis itu menempati sebuah kamar untuk berdua atau bertiga, tetapi Elizabeth minta sebuah kamar untuk dirinya sendiri. Dia menulis surat-surat panjang kepada ayahnya, kemudian merobek-robek yang terlalu mengungkapkan perasaannya. Sekali-sekali dia menerima surat pendek dari ayahnya, dan pada setiap hari ulang tahunnya selalu ada bingkisan meriah dari toko-toko mahal, dikirim oleh sekretaris ayahnya. Elizabeth sangat merindukan ayahnya.
Dia merencanakan bergabung dengan ayahnya di vila di Sardinia pada hari Natal, dan ketika saat itu makin mendekat, dia nyaris tak sabar menunggu. Kegembiraannya tak dapat dibendung. Dia membuat daftar niat untuk dirinya sendiri dan mencatatnya dengan cermat:
Jangan membuat ulah. Jadilah orang yang menarik.
Jangan mengeluh tentang berbagai hal,
terutama sekolah. Jangan tunjukkan padanya bahwa kau kesepian.
Jangan menyela kalau dia berbicara.
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
Jagalah penampilan selalu rapi,
bahkan di waktu sarapan. Banyaklah tertawa sehingga dia bisa
melihat betapa bahagia dirimu.
Catatan itu sebuah doa, sebuah litani, persembahannya kepada para dewa. Kalau dia menjalankan semua itu, mungkin " mungkin - niat Elizabeth lebur dalam khayalan.
Dia akan menyimak Dunia Ketiga dan kesembilan-belas bangsa berkembang dengan teliti, sehingga, ayahnya akan berkata, "Aku tak tahu kau begitu menarik," (butir nomor dua). "Kau gadis yang cerdas, Elizabeth." Kemudian dia akan berpaling kepada sekretarisnya dan berkata, "Saya kira Elizabeth tidak perlu kembali ke sekolah. Kenapa tidak kita biarkan dia di sini saja bersamaku?"
Sebuah doa, sebuah litani.
-odwo- Pesawat jet Lear milik perusahaan menjemput Elizabeth di Zurich dan menerbangkannya ke bandar udara di Olbia, di mana dia dijemput sebuah limusin. Elizabeth duduk di bagian belakang mobil tanpa berkata sepatah pun, menga-tupkan kedua lututnya rapat-rapat agar tidak gemetar. Apa pun yang terjadi, aku tak akan membiarkannya melihat diriku menangis. Dia tidak boleh tahu betapa rinduku kepadanya.
Mobil itu meluncur sepanjang jalan raya pegunungan ke Costa Smeralda yang berkelok-kelok, kemudian menikung
Tiraikasih website : http://kangzusi.com/
ke jalan kecil yang menuju ke puncak. Jalan ini selalu menakutkan Elizabeth. Sangat sempit dan terjal, di satu sisi gunung dan di sisi lain jurang yang menyeramkan.
Mobil itu menuju ke depan rumah, dan Elizabeth
melangkah keluar, berjalan ke arah rumah lalu berlari secepat kemampuan kedua kakinya. Pintu depan terbuka, dan Margherita, wanita Sardinia yang menjadi pembantu rumah tangga, berdiri di sana sambfl tersenyum. "Selamat siang, Miss Elizabeth."
Prahara Pulau Naga Jelita 1 Mahesa Edan 1 Rahasia Makam Mahesa Omerta 3
^