Cewek 3
Cewek Karya Esti Kinasih Bagian 3
silau terkena sinar lampu.
''Bokap-nyokap gue udah pulang. Jadi elo janganberisik. Lo mau
kita diomelin" Ntar kalo nyokap gue tau, pasti dia
bakalanlangsung lapor ke nyokap lo. Buntutnya kita jadi kena
dimarahin dua kali,tau!''
''Oh, iya. Iya.'' Langen mengangguk-angguk.Entah benar-benar
paham atau tidak. ''Makanya diem, ya" Sst!'' Fani menempelantelunjuknya di bibir.
''Gue tutup lagi pintunya, ya"''
Pas! Baru saja pintu lemari dikunci, Fani balikbadan dengan kaget
karena ibunya berteriak di pintu.
''APA-APAAN SIH INI!" MALEM-MALEM BEGINI NYETELMUSIK
KENCENG-KENCENG BEGITU!!!''
Fani buru-buru berlari ke sudut ruangan danmematikan CD
player-nya sambil harap-harap cemas, semoga Langen benarbenarbisa diajak kerja sama.
''Maaf, Ma! Maaf! Maaf! Abis kepala Fani lagipusing banget nih.''
''Masa kepala pusing malah nyetel musikkenceng-kenceng begitu"
Trus inikamar baunya kok begini"'' Mama Fani melangkah masuk
sambil mengerutkan keningdan mengendus-endus.
''Eh....itu, Nyah. Non Fani tadi lagi Ijahpijitin,'' jelas Ijah buruburu.
''Masa sampai begini baunya"''
''Oh, itu. Tadi minyak kayu putihnya Ijahcampurin minyak goreng,
Nyah. Biar mijitnya gampang. Kankalo tukang pijet juga begitu.
Suka dicampurin minyak goreng.''
''Iya. Tapi minyak yang bersih, Jah. Ini minyakapa yang kamu
pake" Jangan-jangan bekas ngegoreng ayam.'' Wanita itu
menoleh keanak tunggalnya dengan pandang khawatir. ''Kenapa
kamu, Fan" Masuk angin"''
''He-eh!'' Fani mengangguk cepat-cepat.
''Makanya jangan suka nahan-nahan makan. ItuMama bawain
empek-empek.'' ''EMPEK-EMPEK!"'' jerit Fani seketika. ''Jah,empek-empek, Jah!
Empek-empek!'' diguncang-guncangnya tangan Ijah. ''Yuk!
Makanempek-empek yuk!'' Cewek itu berlari ke luar kamar. Mamanya jadumengerutkan
kening melihat reaksi anaknya yang menurutnya agak berlebihan
itu. ''Kamu nggak mau, Jah" Masih anget lho,'' tanyamama Fani ke
pembantunya yang tidak beranjak itu. Ijah langsung geleng
kepala. ''Ntar aja, Nyah. Saya mau beresin kamar NonFani dulu.''
Sang nyonya rumah keluar kamar sambil menganggukpuas,
mengira pembantunya itu rajin sekali. Setelah menunggu selama
beberapamenit sambil bertiarap di lantai, mengintip dari anak
tangga teratas dan yakinsuasananya sudah benar-benar aman,
Ijah buru-buru membuka pintu lemari. Langenlangsung terjatuh
keluar dan menggeletak di lantai.
''Mbak Langen. Mbak,'' panggil Ijah pelan.Diguncan-guncangnya
badan Langen. Tapi tidak ada reaksi. ''Yeee, tidur sih!''
Terpaksa Ijah membiarkan Langen menggeletak dilantai, karena
tidak kuat mengangkatnya ke tempat tidur.
Sementara itu Fani sedang asyik menyantapempek-empek. Dari
luar sih dia kelihatannya asyik-asyik aja, padahal dalam hatiasli
deg-degan! Tiba-tiba telepon berdering. Langsung cewek itu
melompatbangun. Pasti Rei!
''Halo"'' ''Halo! Fan, Langen ada di situ"'' bener, kan"
''Nggak. Kenapa"'' jawab Fani datar. Rei merasanapasnya nyaris
putus mendengar jawaban itu.
''Nggak. Nggak apa-apa. Dia nggak nelepon"''
''Nggak tuh. Kenapa sih"''
''Nggak. Nggak apa-apa. Tadi kenapa sih HP longgak aktif"''
''Yee, suka-suka gue dong. HP HP gue. Lo teleponaja ke HP
Langen.'' ''Tadi dia pergi nggak bawa HP,'' ucap Reipelan. Fani tersenyum
tipis. Dia tahu itu, karena dia yang kasih saran begitu.''Ya udah.
Thanks. Sori, gue udah ganggu elo!''
''Nggak apa-apa.'' Di seberang, Rei menutup telepon. Seketikatubuhnya melunglai.
''Siapa sih malem-malem begini nelepon" Udahhampir jam dua
belas begini,'' mama Fani bertanya dengan ekspresi wajah
tidaksuka. ''Langen, Ma. Dia kanemang suka gitu. Kalo nelepon ke sini mana
mau peduli waktu. Kalo dia masihmelek, dianggapnya Fani pasti
masih melek juga.'' Sang mama tidak jadi curiga gara-gara keteranganitu.
''Coba tadi kamu suruh dia ke sini. Besok, gitu.Soalnya Mama
juga beli empek-empek yang masih mentah.''
''Oh, gampang itu, Ma. Besok Fani telepon dia!''Fani menjawab
sambil meringis. Tidak usah besok siang, sekarang saja tuh
anaksudah ada di sini! Alhasil malam itu kedua orangtua Fani tidak tahuada cewek teler
menginap di kamar anak mereka.
Kecemasan Rei sungguh-sungguh telah berubah menjadi
kepanikan! Beberapa saat yang lalu, kemarahan membuatnyamembiarkan
Langen pergi. Tapi saat tubuh gadis itu hilang di
tikungan,kemarahan itu seketika berubah menjadi kecemasan.
Seketika dia berlarimengejar, tapi Langen sudah menghilang.
Jalan itu kosong. Buru-buru dia kembalike taman. Menghampiri
Jeep-nya dan melompat ke belakang setir. Ditelusurinyalagi jalan
itu. Tapi sekali lagi....kosong!
Rei panik. Satu pikiran buruk berkelebat.Jangan-jangan Langen
pingsan. Ambruk entah dimana. Cowok itu sampai menginjakrem
tanpa sadar. Dan sedetik kemudian seluruh spotlight Jeep-nya
menyalabersamaan. Kemudian ditelusurinya semua jalan. Cahaya
spotlight-nya menyapusetiap jengkal tanah, rumput, aspal
jalanan, bata trotoar, bahkan sebagianhalaman rumah-rumah
yang dilewatinya. Lagi-lagi nihil. Langen tidak ada di manapun.
Cewek itu lenyap! Untuk yang keempat kalinya Rei melewati kembalijalan itu. Jalan
tempat dilihatnya Langen untuk yang terakhir kali.
Danperhatiannya tertarik ke sebuah rumah. Pintu pagar tingginya
terbukalebar-lebar dan ada banyak mobil terparkir di halamannya
yang luas. Tidakmungkin Langen hilang begitu saja. Satu-satunya
kemungkinan, cewek itu masuk kerumah ini.
Satpam itu tidak ada. Dia meninggalkan posnyauntuk mengatur
mobil. Rei menajamkan mata saat mobil-mobil itu keluar satu
persatu, sampai mobil terakhir keluar dan rumah itu kembali
lengang. Secepat kilatdia melompat turun dan berlari ke arah
gerbang yang hampir menutup.
''Maaf, Pak. Apa tadi ada cewek ke sini"Ma....'' Kalimatnya
terpenggal, batal akan mengatakan ''mabuk''. Maksud
saya,rambutnya ikal panjang.''
Satpam itu mengerut kening sejenak, lalu gelengkepala.
''Nggak ada. Si Lisa, ya" Papanya juga nungguintadi. Bilang mau
jemput tapi ditunggu nggak dateng-dateng. Kamu gantiin
Lisajemput Papa, ya" Belum jauh kok. Susul aja. Papanya cuma
numpang mobil PakHaryono sampai perempatan. Terus
nyambung taksi.'' Kening Rei mengerut mendapatkan jawaban anehitu. Tapi dia
tidak peduli, karena telah dia dapatkan informasi yang dia cari.
Langen tidak di sini! Setelah mengucapkan terima kasih, cowok itukembali ke mobil
dengan langkah gamang. Semua spotlight Jeep-nya lalu
padambersamaan. Kemudian mendadak dia tersentak.
Goblok! Desisnya. Tidak ada penjelasan lainuntuk raib-nya
Langen ini kecuali, dia mendapatkan taksi dan langsung
pulang.Ke rumahnya sendiri, atau ke rumah Fani kalau dia takut
dimarahi. Bergegas Rei menginjak pedal gas. Ngebut,mencari wartel. Tapi
ternyata dua nomor yang dihubungi, sama-sama
mengatakan''Langen nggak ada'l!
Dicobanya menghubungi ponsel Fani, tidak aktif.Sementara
menghubungi ponsel Langen tidak ada gunanya karena cewek
itumeninggalkannya di rumah.
Sepuluh menit kemudian, dia hubungi lagi nomorrumah Langen
dan Fani. Masih juga dijawab ''Langen tidak ada.'' sepuluh
menitberikutnya, kembali dia hubungi. Lagi-lagi masih juga
jawaban yang sama.Detik-detik berikutnya terasa amat menyiksa.
Mati-matian Rei menahan diri untuktidak mengangkat gagang
telepon di depannya lalu menekan tuts-tuts angkanya.Soalnya
orang-orang yang mengangkat di seberang sanapasti mulai
bertanya-tanya ada apa. Dan Rei tidak ingin mengatakannya.
Setengah jam kemudian baru dia hubungi lagi.Tapi masih juga,
Langen tidak ada. Setengah jam berikutnya, tepat di
pergantianhari, kembali dia hubungi dan lagi-lagi masih juga
mendapatkan jawaban yangsama!
Dengan konsentrasi yang benar-benar sudah pecahtotal, panik,
cemas, marah pada diri sendiri, menyesal, merasa sangat
bersalah,Rei menelusuri jalan demi jalan. Dan berakhir menjelang
dini hari di warungkopi pinggir jalan.
Segelas kopi lalu dihadirkan untuk tubuhnya yangletih dan
kedinginan. Seorang pengamen, yang shift-nya mungkin memang
darimalam sampai pagi atau mungkin sedang mengejar setoran,
berjalan mendekat danlangsung beraksi. Dipetiknya gitar dan
sedetik kemudian mengalunkan nada-nadagetir yang begitu
menyayat. ''Kau tlah pergi, tinggalkan maaf yang takterucap. Dan takkan
kembaliiii.....'' Rei menggeram. Ditatapnya pengamen itu dengangarang. Tapi
karena terlalu menghayati lagu yang sedang dinyanyikan,
tatapanRei itu luput. Pengamen itu tetap bernyanyi.
''DIAM!!!'' bentak Rei keras. ''Nyanyi lagu yanglain! Bikin orang
emosi aja!'' Baru pengamen itu berhenti bernyanyi. DitatapnyaRei dengan
kening terlipat. Tak lama dipetiknya lagi gitarnya dan
mengalunkannada-nada yang lebih menyayat dari nyanyian
pertamanya tadi. ''Tlah tiba waktuku, tak berpisah denganmu.Menangislah
untukku. Sampai akhir kau di sampingku, di hatikuuu....''
''DIAM! DIAM! DIAM! DIAM!'' Rei berteriak kalap.''PERGI
SANA!PERGI CEPET!!!'' Pengamen itu berhenti bernyanyi lagi.Didekatinya Rei, lalu
dengan nada prihatin dia ngomong, ''Mas, lagi patah hati,ya" Mau
saya kasih resep manjur" Dijamin pasti sakit hatinya hilang.
Temen sayasudah ada yang mempraktekkan. Dan
hasilnya....,'' pengamen itu mengacungkan satujempolnya,
''jooosss! Mau"'' Rei mengangkat kepala. Menatap tapi tanpa minat.
''Apa"'' ''Terjun aja dari Monas!''
Rei ternganga. Dan pengamen itu langsungngeloyor pergi setelah
memberikan satu saran yang sangat sesat itu. Tapi
sambilberjalan pergi dia bernyanyi lagi.
''Pejamkan kedua matamu, saatkepergiankuuu....''
''AAAAA!!!'' Rei berteriak gila-gilaan.Tangannya meraih satu dari
sebarisan botol sofdrink yang ditata di tengah meja,lalu
melemparnya kuat-kuat. Botol itu jatuh membentur aspal dengan
suara kerasdan langsung menjadi kepingan berserakan. Cuma
beberapa senti dari pengamenitu, yang refleks melompat
menjauh lalu mempercepat langkah. Tapi masih tetapdia teruskan
nyanyiannya. ''Kenanglah diriku, yang juga mencintaimuKenanglah cinta kita,
yang tak mungkin bersama. Selaaamanyaaa!''
Rei menutup kedua telinganya rapat-rapat.Memejamkan kedua
matanya, juga rapat-rapat. Dia baru membuka mata
setelahkeadaan di sekitarnya telah kembali sunyi. Diletakkannya
selembar sepuluhribuan di samping gelas, lalu pergi.
Jeep-nya berhenti lagi satu kilometer dari situ.Di depan wartel
yang buka 24 jam. Ini memang masih terlalu pagi untuk
meneleponorang. Tapi dia benar-benar butuh pertolongan.
*** ''Halo"'' suara di seberang terdengar jelassedang ngantuk berat.
''Mereka bener-bener mabok!''
''Apa" Ini siapa" Oh, elo, Rei. Adaapa"''
''Mereka bener-bener mabok, Bim!'' ulang Rei.Lebih keras.
''Mereka siapa"'' tanya Bima tanpa minat.
''Cewek tiga itu!'' ''Oh, gitu. Bisa diomongin ntar siang aja" Guebaru tidur tadi jam
empat. Sekarang baru....,'' Bima menoleh ke dinding. ''yaampun.
Baru sejam.'' ''Nggak bisa. Ini gawat! Bener-bener gawat!''
''Oke deh. Oke. Oke,'' Bima mengalah. Terpaksaditahannya
kantuknya karena suara Rei yang sangat mendesak itu. ''Tau dari
manalo"'' ''Semalem gue nantangin Langen minum.''
''Apa!l'' sepasang mata Bima jadi agak melebar.''Trus"''
''Tiga gelas!'' Bima terperangah. Kedua matanya jadi benar-benatlebar
sekarang. "Tiga gelas" Trus dia....''
''Trus kami putus! Bubar! Selesai! Pisah!Finish!''
Bima terperangah lagi. Sekarang gilirankantuknya yang benarbenar hilang.
''Di mana lo sekarang"''
''Di....'' Rei menatap keluar, ke arah papannama wartel. Di situ
tertera nama jalan. ''....Jalan Latumenten.''
''Di mana tuh"'' ''Mana gue tau!'' bentak Rei, mendadak jadiemosi. ''Lo kira gue
kontraktor yang bangun ini jalan"''
Bima menarik napas. ''Lo ke sini, cepet! Guetunggu!'' ditutupnya
telepon tanpa menunggu jawaban. Menghadapi orang
yangsedang stres memang sebaiknya tidak usah banyak bicara.
Dan Bima sungguh kaget begitu melihat kondisiRei. Benar-benar
berantakan! Kusut, letih, pucat, dan kelihatan sangat putusasa.
Dipanggilnya salah seorang pembantunya, memintanya untuk
membuat secangkirkopi dan segera menyiapkan makanan untuk
tamu yang datang pagi-pagi buta itu.
''Ini bener-bener gawat!'' desis Rei.
Bima menatapnya lurus. Karena belum tahu apayang sebenarnya
terjadi, dia jadi terkejut melihat keadaan Rei sampai sepertiitu.
Seakut apa sih, akibat ditinggal cewek" Biarpun katanya cinta
sejati, tohmereka masih punya banyak pilihan lain.....
''Lo bisa sujud di bawah kakinya. Tapi usahainjangan sampe ada
ngeliat.'' ''Bukan itu! Dia ilang. Dari semalem nggakpulang!''
Bima mengerutkan kening. ''Lo mau cerita"''tanyanya pelan. ''Biar
gue ngerti masalahnya.'' Mau tidak mau Rei memang harus menceritakanperistiwa itu.
Cewek Karya Esti Kinasih di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Bertelekan paha, Bima menangkupkan kedua tangannya di
depanbibir, sibuk berpikir setelah mendengar cerita itu. Parah
memang kalau kejadiannyasampai seperti itu. Tapi Langen
memang bukan tipe cewek yang bisa ditundukkantanpa
kekerasan. ''Di rumahnya nggal ada. Di rumah Fani juganggak ada. Ke rumah
Febi udah jelas nggak mungkin. Nggak mabok aja Langrn
nggakpeduli tata krama, apalagi mabok!'' Bima menggumam
sendiri. ''Udah lo cej lagipagi ini"'' Dipandangnya Rei. Gelengan
kepala itu benar-benar membuat trenyuh.Ditepuk-tepuknya bahu
sobatnya itu. ''Okelah. Biar gue yang nyari. Lo tunggu disini.
Mandi trus sarapan. Seperti biasa, lo bisa pake baju gue. Trus
usahaintidur sebentar. Oke"''
Rei cuma bisa mengangguk. Bima menatapnya denganrasa
bersalah. ''Gue minta maaf. Mungkin emang sebaiknya nggaklo ikutin saran
gue.'' ''Nggak. Lo bener. Dengan begini gue jadisemakin tau, siapa itu
Langen!'' Di mulut Rei ngomong begitu. Tapi dalamhati....perih terajam tak
terperikan! Cuma dia tidak ingin mengaku saja. Salah satu kakak
Langen, Erlangga, sedang berdiridi pinggir jalan saat Bima
datang. ''Rei ada di sini, Er"''
''Nggak. Langen-nya aja nggak di rumah.''
''Oh, ya"'' Bima pura-pura kaget. ''Ke mana"''
''Paling di tempat Fani. Kalo nggak pulang, dimana lagi tuh anak
kalo nggak di sana.'' ''Emangnya Langen nelepon kalo sekarang dia ditempat Fani"''
''Nggak sih. Kenapa" Lo perlu sama Rei apa samaadek gue"''
''Rei. Tapi gue lagi males muter-muter nih.Pasti di tempat Fani,
ya"'' ''Pasti!'' Bima mengangguk-angguk, heran kenapa Rei bisa''kelewatan''
padahal jawabannya gampang sekali dicari. Diucapkannya
terimakasih, lalu pergi. Di tikungan menuju rumah Fani, cowok itu
menghentikan mobilsejenak. Dia mengucir rambut panjangnya,
lalu menyembunyikan ekor kuda itu dibawah topi. Tidak perlu
penyamaran yang njelimet karena Baleno ayahnya yangterpaksa
dia bajak semua kacanya sudah cukup gelap.
Saat menjelang tiba di tujuan, diturunkannyaujung topinya. Di
balik dua lensa gelap, sepasang matanya lalu melirik
tajam.Mengamati setiap sudut rumah Fani dengan saksama.
Kedua orangtua Fanisepertinya akan pergi, karena mereka sudah
berdiri di teras dengan dandananrapi.
''Fani! Jangan lupa itu, telepon Langen. Suruhke sini. Sayang itu
empek-empeknya!'' kata mama Fani sambil berjalan ke mobil.
''Oke deh, Maaa!'' jawab anaknya dari dalam. Dantak lama, Bima
mendengar suara Fani meneriaki Ijah, ''JAAAH! TELEPON
LANGENGIH! SURUH KE SINI! CEPET GITU! JANGAN LAMA-LAMA
KALO NGGAK MAU EMPEK-EMPEKNYAGUE ABISIN!''
Cewek itu tidak sadar bahwa teriakan yangsebenarnya untuk
mengelabui orangtuanya itu berhasil membuat detektif
dadakanyang barusan saja lewat ikut tertipu. Bima tersentak.
Baleno-nya berhentimendadak. Ternyata masalahnya memang
gawat! Segera diinjaknya pedal gas, buru-buru pulang.Rei sedang
berjalan mondar-mandir di teras. Penampilannya tidak lebih
baik.Begitu mobil Bima muncul, dia langsung melesat ke pintu
gerbang. Dibelakangnya, Rangga mengikuti dengan langkah
lambat. ''Ketemu!"'' Bima geleng kepala. Harapan di mata Rei pupusseketika.
''Ini serius, Rei. Orang-orang di rumah Langennyangka tuh anak
di rumah Fani. Sementara dia nggak ada di sana.''
''Jadi gimana"'' tanya Rei putus asa.
''Mau nggak mau lo harus ngasih taukeluarganya.''
Rei tambah lunglai. ''Mendingan kita caridulu.''
''Kemana lo mau cari"''
''Temennya bukan cuma Fani.''
''Dan gimana caranya lo cari tau siapa-siapa ajatemennya"'' tanya
Bima. Rei tidak bisa menjawab. Bima menarik napas.
Lembut,ditepuk-tepuknya bahu sahabatnya itu. ''Ayo, gue
temenin. Sebelom semuanya jadisemakin parah.''
''Gue setuju.'' Rangga mengangguk.
Dengan diapit kedua sahabatnya, Rei berjalan lambatke arah
Baleno yang masih diparkir di pinggir jalan.
Begitu tiba di depan rumah Langen, yang pertamaterbayang di
mata Rei adalah dua sosok tua: orangtua Langen. Gimana bisa
diamemberitahu mereka bahwa anak perempuan mereka satusatunya.....hilang"Soalnya, meskipun nakal, Langen itu anak
kesayangan. Salah satu kakaknya,Bagas, malah senpat membuat
Rei cemburu karena kelewat menyayangi adik ceweknyaitu.
''Balik, Bim.'' Rangga menepuk pelan bahu Bima.
Bima langsung setuju dan Baleno itu kemudian meninggalkanruas
jalan tempat dia sejenak diam.
*** Senin pagi, Fani berangkat ke kampus sendiri.Langen cabut
kuliah. Sementara itu Rei datang ke kampus dengan penampilan
yangbenar-benar berantakan. Cowok itu memang cuma tidur
kurang dari tiga jam selamahampir 48 jam terakhir, karena
sebagian besar waktu dihabiskannya untukberkeliaran ke manamana. Mencari sang kekasih yang hilang!
Start sejak pertengkaran hebat yang berujungperpisahan itu, dan
finish menjelang fajar. Dengan melibatkan kedua
sahabatnya,pencarian diteruskan Minggu siang sampai Senin dini
hari. Dengan hasil kembalinihil. Sang missing person tetap
missing! Dan yang tersisa pagi ini tinggal khawatir,cemas, dan kalut yang
semakin menjadi. Tadi pagi dia telepon lagi ke rumahLangen, dan
pembantunya bilang Langen belum pulang. Satu jam
kemudianditeleponnya kembali. Dan sekali lagi pula mendapatkan
jawaban yang sama. ''Paling ditempatnya Fani,'' kata Bagas. Reitidak berani
mengatakan bahwa si bungsu itu tidak ada di sana.
Lunglai, Rei berjalan ke kelas sang kekasih yanghilang itu.
Berharap ada kabar dari Fani.
''Kenapa lo"'' Fani berlagak bego meskipunsebenarnya terkejut
melihat kondisi Rei yang berantakan. Sama sekali
takdisangkanya. Dia pikir cuma Langen yang parah. ''Ke kampus
acak-acakan gitu.Nggak mandi pula, ya"''
''Langen mana, Fan"'' Rei bertanya dengan nadamemohon.
''Belom dateng.'' ''Lo bukannya kalo pagi dijemput Langen"''
''Biasanya emang gitu. Tapi tadi gue tungguinsampe jam tujuh
lewat, tuh anak belom dateng juga. Gue teleponin berkali-kalike
HP-nya, eh dicuekin. Ya udah. Gue cabut duluan.''
''Kenapa nggak lo tungguin" Kali aja dia datengterlambat"'' Rei
sepertinya menyalahkan. ''Oh, lo harus tau kalo gue ini mahasiswi yangsangat rajin!'' jawab
Fani diplomatis. ''Gue nggak mau telat masuk kuliah cumagaragara nunggu jemputan.''
Mulut Rei sudah terbuka, ingin mengatakan bahwaLangen
menghilang sejak Sabtu malam, tapi urung. Cowok itu lalu
terduduklunglai di sebelah Fani.
''Heh! Ini kursinya Langen. Maen duduk aja. Sana! Sana!Cari
tempat laen kenapa"''
''Numpang sebentar, Fan. Gue nunggu Langen,''ucap Rei lemah.
Duh, kasihan banget deh denger suaranya.
''Sebentar bener, ya" Ntar kalo orangnya datengpindah, ya"''
Rei mengangguk tanpa suara. Kemudian cowok itubenar-benar
tidak mengeluarkan suara. Blas! Duduk diam dengan kepala
menundukdalam-dalam, dan baru berdiri begitu dosen datang.
''Pergi dulu, Fan,'' pamitnya lirih, laluberjalan keluar. Fani
mengikuti dengan pandangan.
''Gantung diri sana!''dengusnya mangkel.
Rei melangkah lunglai menuju tempat parkir. Diaharus ke rumah
Langen untuk memberitahu keluarganya bahwa gadis itu
hilang.Tidak bisa mundur lagi, karena telah lewat 36 jam sejak
dilihatnya Langenterakhir kali.
Rasanya benar-benar seperti sedang pergi kepemakaman. Bukan
cuma untuk menyaksikan orang yang dicintai dikuburkan.
Tapisekaligus juga untuk menguburkan diri sendiri. Tidak dalam
keadaan jasad utuh,tapi serpihan daging dan tulang!
''Wah, kebeneran kamu dateng, Rei!'' sambut mamaLangen. Tapi
kemudian dia menatap Rei dengan kening terlipat. ''Kamu
kenapa"Kok berantakan begini" Pucat, lagi. Kenapa" Kamu
sakit"'' Perhatian tulus dari mama Langen itu malahmembuat Rei
semakin ditekan rasa bersalah.
''Nggak, Tante. Cuma....kuliah lagi banyak tugas.''
''Oh, begitu. Tapi tetep kesehatan itu harusdijaga.''
''Iya, Tante. Terima kasih.''
''Tante mau minta tolong sama kamu.''
''Minta tolong"'' kening Rei berkerut.
''Iya. Tante mau titip obatnya Langen.''
''O-obat, Tante"'' ''Iya. Itu anak radang tenggorokannya lagikambuh. Biasanya dia
suka rewel. Kemarin sore waktu Fani ke sini, ngambil bajusama
diktat-diktat kuliahnya, Tante lupa nitip.''
Sontak sepasang mata Rei melebar. Benar-benarkaget!
''Tetrus juga, tolong bilang sama mamanya Fani,kalo Langen
minta dimasaki ini-itu, jangan dituruti. Kalo di sanadia berisik,
dimarahi saja. Soalnya anak satu itu nakal sekali. Tolong ya,Rei"''
tidak ada sahutan. ''Rei"'' ulang mamanya Langen. Tetap tidak
adasahutan. Wanita itu menoleh dan jadi heran melihat Rei
terpaku diam. Ditepuknyabahu cowok itu yang lalu jadi terlonjak
kaget. ''Kenapa kamu" Kok bengong"''
''Oh" Eh, maaf.... Tadi Tante bilang apa...."''
''Nah, kan.Nggak denger, kan"Kenapa kamu"''
''Nggak. Nggak apa-apa, Tante.'' Reimenggelengkan kepala.
Benar-benar lega. Tubuhnya sampai sempit limbung sakingbeban
berat itu terangkat tiba-tiba. Mama Langen mengulangi
pesannya. ''Terus, nanti suruh Langen nelepon Tante. Anakitu memang
nakal! Nginap sudah dua hari, bukannya ngasih tau. Memang sih
rumahFani sudah seperti rumah sendiri. Tapi mbok ya kasih tau,
gitu lho.'' ''Langen nggak bilang sama Tante"''
''Fani sih udah ngasih tau. Malem Minggu kemarinMalam-malam,
jam sebelah dia nelepon ke sini. Cuma Langen-nya itu lho. Kok
yanggak nelepon sama sekali. Baju sama buku-bukunya malah
Fani juga yang ngambilke sini. Ngapain aja tuh anak di sana"''
Malam Minggu Fani nelepon ngasih tau!"
Kesepuluh jari Rei mengepal. Bener-bener kurangajar tuh cewek!
Desisnya marah. *** Fani langsung sadar Rei sudah mengetahuikeberadaan Langen
begitu dilihatnya cowok itu sudah ada lagi di luar kelas. Reiberdiri
bersandar di sebuah pilar dengan kedua tangan terlipat di depan
dada.Wajah Rei kaku dan sepasang matanya menatap tajam ke
satu titik. Dirinya! Dansedetik setelah dosen keluar dari pintu
depan, Rei langsung menerobos masuklewat pintu belakang.
''KENAPA LO NGGAK BILANG KALO LANGEN ADA DIRUMAH
LO!!!"'' cowok itu berteriak. Benar-benar keras saking
emosinya.Teman-teman sekelas Fani yang tadinya sudah bersiap
akan pergi, sontak batal.
''Kenapa gue mesti ngasih tau elo!"'' bentakFani.
''Gue hampir gila, tau! Gue muter-muter sampepagi! Gue cari dia
ke mana-mana!'' ''Bagus! Emang harus gitu! Baru juga hampir. Guedoain semoga
lo gila beneran!'' ''FANI!!!'' bentak Rei menggelegar.
''APA!!!"'' Fani balas membentak keras.
Rei menggeram marah. ''Awas lo, Fan! Liat ajalo!'' ancamnya, lalu
balik badan dan keluar. ''Eh, tunggu! Tunggu!'' seru Fani. Tapi Reisudah keburu hilang.
Cewek itu bergegas menekan tuts-tuts ponselnya.''IJAH!!!''
teriaknya begitu telepon di seberang diangkat.
''IYA!'' Ijah jadi ikut teriak gara-gara kaget.
''Langen lagi ngapain"''
''Mandi.'' ''Jah, denger, Jah! Tutup semua pintu samajendela! Kunci! Rei
lagi ke situ! Jangan kasih dia masuk! Paham!"''
''Paham! Paham!'' Ijah langsung menjalankan perintah. Ditutupnyasemua pintu juga
jendela rapat-rapat, lalu dikuncinya. Menguncinya juga
sampaiterdengar bunyi ''ceklek'', supaya dia yakin benar-benar
sudah terkunci. Langenkeluar dari kamar mandi dan jadi heran
melihat tingkah Ijah. ''Kenapa lo tutupin jendela sama pintu, Jah" Maupergi" Biar gue
yang jaga rumah deh.'' ''Bukan! Kata Non Fani, Mas Rei lagi mau kesini. Jangan dikasih
masuk, katanya!'' Langen terbelalak. ''Iya! Iya! Jangan!'' *** Rei bingung mendapati rumah Fani benar-benattertutup rapat.
Dia memanjat pagar, lalu melompat masuk halaman.
''Langen!'' panggilnya sambil mengetuk pintukeras-keras.
''Langen, buka pintu, La! Aku tau kamu di dalam!'' tidak
adasahutan. ''Langen! Buka pintu! Langen!'' tetap tidak ada
sahutan. Diperiksanyahendel pintu. Terkunci.
''LANGEEEN!'' Rei berteriak keras-keras. Pintudipukulnya sampai
getarannya terasa di jendela-jendela. Di ruang kerja PapaFani
yang sama sekali tak berjendela, Langen dan Ijah duduk
meringkukdiam-diam. ''Kayaknya dia kalap, Mbak,'' bisik Ijah.
''Biarin aja, Jah!'' Suasana berubah hening, Rei berdiri diam didepan pintu.
Memasang telinga tajam-tajam. Berusaha menangkap bunyi
sekecil apapun, yang bisa memberinya tanda bahwa memang ada
seseorang di dalam sana. Tapiternyata suasana benar-benar
hening. Sunyi senyap. Sesaat kemudian ditariknyanapas panjangpanjang sambilmemejamkan mata.
''Langen,'' panggilnya kemudian dengan lembut.''La, tolong
keluar. Please" Kita omongin masalah ini baik-baik. Jadi
tolongkeluar. Sebentaaar aja.''
Tetap tidak ada sahutan. Rei menarik napaspanjang-panjang lagi.
Kalau tidakingat akibatnya akan runyam, sudah didobraknya pintu
ini. Atau kalau tidak, diapecahkan jendelanya. Minimal satu. Atau
dua, atau semuanya sekalian kalau itutetap tidak bisa membuat
Langen keluar! Cowok itu lalu menempelkan mukanya di salah satukaca jendela.
Cewek Karya Esti Kinasih di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Berusaha melihat ke dalam. Ruangan itu kosong. Dan tidak
adatanda-tanda ada orang bersembunyi di kolong kursi atau
meja, atau menyempil disamping bufet panjang. Benar-benar
tidak ada makhluk hidup di dalam sana!
Rei pindah ke ruang makan. Mengintip lagi kedalam lewat kacakaca jendelanya. Ruangan itu kosong. Juga tidak adatanda-tanda
adanya makhluk hidup. Tapi dia tetap yakin Langen ada.
Somewhere inthere. Diketuk-ketuknya kaca jendela.
''Langen. Tolong keluar, La. Jangan kayak anakkecil begini.
Keluar. Kita selesaikan baik-baik.''
Tapi dua orang di dalam ruangan tak berjendelaitu tetap duduk
dalam diam. Langen membutakan hati meskipun panggilan
itusebenarnya sangat menyayat. Sementara Ijah jadi merasa
sedih. ''Keluar aja, Mbak,'' bisiknya.
''Nggak!'' tolak Langen serta-merta.
''Mas Rei kayaknya mau minta maaf tuh.''
''Biarin aja! Denger ya, Jah. Lo gue kasih tau.Sekarang udah
nggak zamannya lagi cewek ditinggalin cowok! Cewek bunuh
dirigara-gara cowok! Cewek patah hati karena cowok! Cewek
trauma cause of cowok!Sekarang.....zamannya cowok-cowok jadi
gila karena cewek! Setuju"''
''Waaah, setuju buanget, Mbak! Hebat! Itubener-bener keren!''
sambut Ijah seketika. ''Sip! Jadi biarin aja dia gedor-gedor. Ntarkalo pintunya rusak,
atau kaca jendela ada yang pecah, tinggal kita kirimin ajatagihan
ke rumahnya. Gampang!'' Malang benar nasib Rei. Sudah diketuknya setiappintu juga kaca
jendela, diteriakkannya nama Langen dengan sangat
memilukan,berputar-putar mengelilingi rumah, tapi sang mantan
pacar malah memeluk bantalkursi dan mengambil ancang-ancang
untuk tidur. Ijah jadi ikut-ikutan. Bukankarena tidak ada kerjaan,
tapi tidak mungkin dia meneruskan pekerjaannya kalauRei masih
ada. Dan tak lama Ijah benar-benar ketiduran.
Suara-suara ketukan di kaca itu berakhir. Suarapanggilan
berulang itu juga akhirnya hilang, diikuti suara langkah kaki di
atasrumput yang berjalan menjauh. Suara pagar besi dipanjat,
suara mesin mobildihidupkan, suara ban-ban bergerak. Dan
akhirnya lengang. Satu menit, dua menit. Langen terpekur dalamlengang yang
semakin membuatnya merasa kosong. Kalau dia tidak sedih,
itubohong. Kalau tadi dia tertawa-tawa di depan Ijah karena
merasa menang, itujuga tidak sepenuhnya benar. Sama sekali
tidak begitu. Sama sekali bukan.
Dia sedih! Tidak menyangka akan begini akhircinta pertamanya.
Berawal mirip film-film roman, setangkai bunga. Meskipunliar,
bunga ungu yang dipetik Rei di tepi jalan itu tetaplah bunga,
yangdiulurkan padanya tanpa peduli ada begitu banyak mata di
sekitar mereka.Disertai kalimat pendek yang dipahami semua
manusia, pun mereka yang IQ-nya dibawah rata-rata: wo ai ni, I
love you, ich liebe dich. Tapi Rei mengatakannyadalam bentuk
lain meskipun sama noraknya.
''Jadi cewek gue, ya" Jangan bilang nggak, kalolo nggak mau gue
loncat ke tengah jalan sekarang juga!''
Meskipun ancaman itu tak mungkin direalisasi,toh Langen
mengiyakannya juga, dengan sebentuk senyum malu dan
anggukan kepala.Dan akan tetap diingatnya hari itu. Hari di saat
ada seseorang berjalanbersamanya. Manis. Indah.
Tapi, setelah diawali sederet tuduhan yangditeriakkan dengan
nada tinggi, kenyataan bahwa mereka ternyata tak
salingmemahami, cinta itu berakhir....dengan satu botol!
Tragis!!! Bima baru saja membukakan pintu Jeep LC. HardtopCanvas-nya
untuk Fani, saat tiba-tiba saja mereka dikejutkan oleh satu
teriakankeras. ''FANI!!!'' Rei berlari menghampiri merekadengan muka marah.
''LO NGASIH PERINGATAN, KAN!" IYA, KAN!"''bentak Rei begitu
sampai di depan Fani. ''Iya! Trus kenapa!'' tantang Fani.
''Ada dimana dia sekarang!"''
''Jangan bego lo! Kalo emang gue mau ngasih tau,udah dari
kemaren-kemaren, tau!'' ''Elo....!'' geram Rei. Kalau saja tidak adaBima, entah sudah
diapakan cewek ini. ''Adaapa sih ini"'' tanya Bima, setelah beberapa saat hanya
menatap bingung. ''Elotadi kenapa nggak masuk, Rei" Gue udah
bilang, ada kuis. Tau sendiri tuh dosen,mood-nya....''
''Aaaah!'' Rei mengibaskan tangan. Persetan soalitu! Ditatapnya
sahabatnya itu tajam. "Tolong ya, Bim....! Lo suruh cewek loini.....ngasih tau.....dimana
Langen sekarang!'' ''Kenapa" Dia belom pulang, kan"''
''JELAS AJA NGGAK PULANG!'' teriak Rei. ''ADA DIRUMAH DIA!''
tunjuknya lurus-lurus ke muka Fani. Hampir saja tuh jari
digigitsama yang yang kena tunjuk.
''Bener Langen ada di rumah kamu, Fan"'' Bimamenoleh ke
ceweknya, yang langsung melengos ke tempat lain. ''Kenapa
nggakbilang" Adadua hari Rei ikut nggak pulang. Nyari Langen ke
mana-mana, takut diakenapa-kenapa.''
''Biarin aja!'' jawab Fani ketus. ''Biar diajadi gila!''
''Elo ya!'' kesepuluh jari Rei mengepal. Bimaikut melotot.
''Biarpun kamu sohibnya, aku nggak ngedoain kamugila juga
kok,'' sahut Fani enteng.
''Bukan begitu. Aku sama Rangga jadi ikut repot.Bantuin Rei
pontang-panting nyariLangen ke mana-mana. Dari jam dua siang
sampe jam tiga pagi! Kalo hasil kuiskutadi jelek, itu berarti garagara kamu!''
''Ih!'' Fani mendelik. ''Lagian mau aja. Yangngilangin Langen
kandia. Ya biar aja dia yang cari sendiri!''
''Nggak bisa begitu. Kamu sendiri gimana" Yangberantem sama
Rei kanLangen. Kenapa kamu ikut-ikutan"''
''Langen nggak salah! Emang dia aja nih....''Fani menunjuk Rei
lurus-lurus. ''Dia jahat! Nggak tau diri! Egois!''
Bima menarik napas, geleng-geleng kepala.Ditepuknya bahu Rei
sekilas. ''Lo ikut gue. Jemput cewek lo.''
''NGGAK!!!'' seru Fani seketika. DipelototinyaRei tajam-tajam.
''Gue kasih peringatan, jangan coba-coba lo ke sana!''
''Fan, mereka ada masalah. Biar Rei ketemuLangen.''
''Nggak!'' Fani tetap ngotot. Yang ngomong Bima,tapi tetap yang
dia pelototi Rei. Soalnya Fani memang tidak berani
memelototiBima. Cari mati itu namanya! Fani lalu maju
selangkah, dan ditentangnyasepasang mata hitam Rei. ''Lo mau
deketin dia.....langkahin dulu mayat gue!''
Sepasang mata Bima kontan melebar. Cowok itumemalingkan
muka ke tempat lain, menyembunyikan senyum gelinya.
''Udah, Rei,'' kata Bima pelan. ''Jangan dipaksakalo emang
Langen nggak mau ketemu.'' Tapi sementara bicara, sepasang
matanyamemberikan isyarat. Rei langsung paham.
''Oke,'' Rei mengangguk. ''Awas ntar lo, Fan!''katanya, lalu balik
badan dan pergi. ''Eh!" Lo ngancem!"'' seru Fani
. ''SINI KALO BERANI! NGANCEM-NGANCEM SEGALA! LO KIRA
GUE TAKUT, APA!" HEH!JANGAN PERGI LO! KE SINI KALO
BERANI! SATU LAWAN SATU!!!''
Meskipun sudah mati-matian ditahan, tawa Bimaakhirnya
meledak juga. ''Kenapa ketawa"'' Fani meliriknya dongkol.
''Nggak. Nggak apa-apa.'' Bima geleng kepala.''Makan yuk" Laper
banget nih.'' Sengaja Bima mengulur waktu untuk membuat jarakdengan Rei,
soalnya diam-diam Rei sedang meluncur ke rumah Fani.
''Nggak,'' tolak Fani langsung. ''Aku maupulang!''
''Kenapa sih" Nggak bosen terus-terusan deketLangen"''
''Maksud kamu apa ngomong begitu"''
''Heran aja. Aku aja kadang bosen terus-menerusdeket Rei sama
Rangga. Meskipun bisa dibilang jarang, dibanding kamu
samaLangen yang hampir setiap saat.''
''Makanya. Kalo sampe Rei berani nekat, akubikin dia jadi mayat!''
Bima kontan ketawa geli. ''Emangnya bisa"''godanya. ''Bikin kaki
atau tangannya bengkak sedikit aja, belom tentu kamubisa.''
''Eeh, nantang ya" Mau nyoba"'' Fani jadiberang. ''Kamu jangan
kaget ya, kalo tiba-tiba aja sohib kamu itu udah tergeletakdi jalan
gara-gara kena peluru sniper!''
''Oh, jangan! Jangan!'' jawab Bima buru-buru.''Oke, aku salah.
Aku minta maaf. Tolong jangan bikin Rei jadi mayat.Pleaseee"''
sambungnya dengan ekspresi seolah-olah sangat ketakutan
denganancaman itu. ''Huh!'' Fani membuang muka dengan sombong. Bimaterpaksa
menahan tawa gelinya. ''Oke deh. Yuk, aku anter pulang.''
Tapi saat Jeep Canvas Bima berbelok ke jalanyang melewati
depan rumah Fani, cewek itu kontan terbelalak. Jeep CJ7 milik
Reisudah ada di sana! ''Yeee, nekat nih!'' Fani mendesis marah. ''Mauapa lagi dia" Udah
dibilang Langen nggak mau ketemu!'' dengan berang
dibukanyapintu. Siap melompat keluar.
''Eh! Eh!'' Bima buru-buru meraih pinggang Fani.''Ini mobilnya
masih jalan, Say! Nanti kamu jatuh. Kalo kenapa-napa, aku
yangrepot!'' ''Makanya berhenti!'' ''Ya sabar dong. Tanggung, tinggal di depan.Tutup pintunya.''
Begitu mobil berhenti, Fani langsung melompatturun.
Buru-buru dia berlari ke pintu pagar laluberdiri rapat-rapat di
depannya. ''Udah gue bilang jangan ke sini, juga!''dibentaknya Rei.
''Fan, tolong. Gue cuma mau ngomong sebentarsama Langen.''
''Ngomong aja sama gue. Ntar gue sampein kedia!''
''Ini pribadi, Fan.'' ''Oh! Udah nggak ada lagi pribadi-pribadianantara lo sama dia.
Orang kalian udah putus!''
Bima tak sabar lagi. Ditariknya Fani dari depanpintu pagar.
''Lo masuk, Rei! Cepet! Tarik Langen keluar!''
Tanpa buang waktu, Rei membuka pagar yang takterkunci, lalu
langsung melesat masuk halaman.
Fani terperangah. ''Hei!" Hei!" Awas ajalo....!''
"Awas apa?" ulang Bima. DikurungnyaFani dalam rentangan
kedua tangannya. Cewek itu langsung menempelkan
tubuhnyarapat-rapat di pagar.
"Ini kan rumah gue!"
"Trus kenapa kalo aku izinin Rei masuk" Mauprotes" Boleh. Tapi
aku nggak tanggung akibatnya!"
"Mak....sudnya?"
"Maksudnyaaaa....." Bima mendekatkantubuhnya, membuat Fani
semakin melekatkan diri serapat mungkin di besi-besipagar.
Pelan-pelan wajahnya mulai memerah.
Gila, ini pinggir jalan! Dari tadi mobil-motortidak berhenti lalulalang. Apalagi orang jalan. Beberapa mulai memerhatikanmereka
sambil senyum-senyum. Malah ada yang bersuit-suit segala. Bima
tersenyumtipis. ''Aku nggak keberatan sekali-sekali kissing ditempat umum."
''HAAA!!!"'' Fani terkesiap dan seketika menutupmulutnya dengan
kedua tangan. Sementara itu dua orang yang sedang bersembunyidi balik
gorden ruang makan, langsung panik begitu Rei berlari masuk
halaman.Mereka nggak nyangka Rei akan kembali lagi. Dan
parahnya, Ijah sudah membukakunci pagar dan pintu ruang tamu
begitu Rei pergi tadi. Keduanya nyaris terlompat saat pintu ruang tamuterbuka dengan
empasan keras diikuti teriakan.
''LANGEN! KELUAR, LA!!!''
''Aduh, gawat!'' desis Langen. ''Jah, gue kuduburu-buru kabur
nih.'' ''Gimana" Pintu belakang lagi rusak. Nggak bisadibuka.''
''Makanya gimana dong"''
Ijah terdiam. Berdecak bingung dengan suarapelan. Sementara
itu Rei sedang menggeledah ruang tamu, lalu lanjut ke
ruangkeluarga, perpustakaan, dan semua ruangan di area depan.
Langen dan Ijah tidakberani bergerak. Tetap meringkuk dalamdalam di samping lemari makan, menutupibadan mereka rapatrapat dengan gorden, dan baru berani bergerak begitu Reiberlari
ke lantai dua sambil berteriak.
''LANGEN! KELUAR!!!'' ''Cepet, Mbak! Cepet! Cepet! Ijah ada ide!''bisik Ijah. Tanpa
suara, dia berlari menyeberangi ruang makan. Langen
langsungmengikuti tanpa berpikir lagi. Keduanya berlari masuk ke
dapur lalu keluar kehalaman belakang. Mereka langsung
menghentikan lari mereka dan menggantinyadengan langkah
pelan. Keduanya menempelkan badan rapat-rapat di tembok, dia
ditempat sambil menahan napas, begitu Rei muncul di teras atas
dan men-sweepinghalaman belakang lewat sepasang tatap tajam.
Begitu Rei masuk lagi, kedua orangitu langsung berlari secepatcepatnya menuju tempat sampah di sudut halaman.Hati-hati,
takut mengeluarkan suara, Ijah membuka tutupnya.
''Cepet masuk, Mbak!'' bisiknya.
''Masuk sini!"'' Langen terbelalak. ''Ogah,gila! Bau, tau!''
''Tempat sampah di mana-mana juga bau. Masuksini trus keluar
ke jalanan samping. Gitu, Mbak. Cepetan! Ntar Mas Rei
keburuturun!'' Terpaksa, sambil menutup hidung dan menahanjijik, Langen
masuk ke tempat sampah itu. Tutupnya langsung dirapatkan dan
Ijahsegera ngibrit ke dapur. Ijah langsung membuka kulkas,
mengeluarkan sayuran,mengambil pisau dan talenan, dan
terakhir memakai walkman! Barulah dengantenang Ijah berakting
sedang sibuk memasak. Satu menit kemudian..... ''HAH!'' Bahunya ditepuk dari belakang dan Ijahmelepit betulan.
Padahal itu sudah diduganya dan dia sudah berencana
akanberlagak sangat terkejut kalau nanti Rei muncul. Tidak
disangka, malah terkejutbetulan. Dimatikannya walkman dan
dicopotnya earphone. "Mana Langen?" "Nggak ada, Mas.'' ''Jangan bohong! Gue tau dia di sini. Ibunyayang bilang!''
"Itu kemaren, Mas. Dua hari emang MbakLangen nginep di sini.
Tapi tadi dia pergi, abis Non Fani berangkatkuliah."
"Jangan bohong!"
"Iiih, buat apaan, lagi?" Ijahmengelak dengan tenang. Sama
sekali tidak takut. Wong bukan Rei yang bayargajinya!
"Dia bilang mau ke mana?"
"Paling juga pulang. Orang udah dua hari disini."
Rei tidak bertanya lagi. Beberapa saatditatapnya Ijah dengan
sorot tajam, lalu balik badan dan berlari ke depan. Ijahmeleletkan
lidah panjang-panjang. ''Weee! Emangnya Ijah takut"''
Tapi berikutnya dia tersentak. Sadar, sekarangganti majikannya
Cewek Karya Esti Kinasih di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang berada dalam bahaya. Buru-buru Ijah berlari ke
depan.Benar saja. Di bawah cengkeraman Bima, Fani sedang
dicecar Rei dengan bertubipertanyaan. Beberapa detik Ijah
terdiam panik. Dengan keras memutar otakdan.... Plops!
Muncullah sebuah ide yang sangat brilian. Ijah langsung berdiridi
ambang pintu teras dan berteriak gila-gilaan.
''NON FANIII! ADA TELEPON DARI NYONYA! CEPETAN!KATANYA
PENTIIING!'' Rei dan Bima saling pandang sesaat. Terpaksamereka
melepaskan tawanan. Fani langsung lari terbirit-birit masuk
halaman.Begitu dia sudah masuk ruang tamu, Ijah langsung
menutup pintu dengan bantingankeras. Anak kuncinya langsung
diputar dua kali dan kedua gerendelnya langsungdikaitkan. Dia
lalu berteriak lewat jendela yang berteralis.
''BO'ONG DENG! NGGAK ADA TELEPON! KENA TIPU LOBERDUA!
EMANG ENAK"'' Fani bengong sesaat. Lalu dia tertawakeras-keras sambil
melompat-lompat danbertepuk tangan.
''Canggih lo, Jah! Cool! Top abis!''
Ijah meringis. Setelah beberapa, saat memandangikedua orang
yang terus meledek dari balik kaca, Rei dan Bima pergi
denganmarah. ''Eh, Langen mana"'' tanya Fani.
''Keluar. Ke jalanan samping.''
''Lewat mana"'' ''Tempat sampah,'' jawab Ijah kalem.
''Hah!"'' Fani ternganga dan langsung berlarikeluar.
Di jalanan samping rumahnya, meringkuk di antaratempat
sampah dan sebatang pohon, Langen sedang setengah mati
menahan mual.Lidahnya sudah melelet keluar panjang-panjang.
Huek-huek tanpa suara. ''Kasian amat sih lo"'' meskipun jijik, sebabbau Langen betul-betul
seperti tempat sampah di sebelahnya, Fani menariksahabatnya
itu sampai berdiri. ''Mereka udah pergi. Lo jangan langsung
masuk,ya" Mandi di luar dulu. Ntar gue siapin slang.''
''Kejem amat sih lo!"'' jerit Langen. ''Emangnyague kambing,
mandi di luar"'' ''Elo bau, tau! Malah bauan elo daripadakambing!''
''Pasti Rei udah nunggu di depan pintu kelas deh, La."
"Itu bagian elo. Pokoknya untuk saat ini gue nggak mau
ngomong sama dia! Nggak mau dia ada di deket-deket gue! Kalo
bisa malah gue nggak ngeliat dia! Understand"'' Langen menatap
Fani, yang langsung mengangguk sigap.
''Oke, laksanakan!'' Benar saja. Di dekat pintu kelas mereka, Rei sudah berdiri
menunggu. Dia langsung bergegas menyambut begitu kedua
cewek itu muncul. ''La....''
''Apa!"'' bentak Fani. Ditariknya Langen ke belakang
punggungnya. ''Ngapain lo di sini!"''
''Fan, gue mau ngomong sama Langen.''
''Udah nggak ada lagi yang harus lo omongin sama dia! Udah
bubaran, juga!'' ''Fan....tolong!'' ''Elo budek, ya" Dia udah nggak mau lagi sama elo, tau! Nih gue
perjelas....'' Fani berkacak pinggang dan menatap Rei tajamtajam. ''Langen udah nggak mau ngomong lagi sama elo! Titik!
Pahan!" Buang-buang waktu aja! Sekarang minggir!''
''Tolong jangan paksa gue, Fan!'' Kesepuluh jari Rei mengepal.
''Oh! Lo mau maen kasaaar"'' Fani ikut mengepalkan tinju. ''Ayo!
Gue nggak takut! Pukul gue, berarti lo.....banci!!!''
Di belakang punggung Fani, Langen kontan memalingkan muka,
menahan senyum. Kesabaran Rei akhirnya habis. Masa bodo mau
dibilang apa. Banci kek. Wadam. Waria. Persetan! Cowok itu
mengulurkan kedua tangannya lalu mencekal bahu Fani kirikanan. Tapi baru saja akan disingkirkannya cewek itu dari depan
Langen, dosen datang. Langsung dia lepaskan lagi cekalannya.
''Pagi, Pak....'' Ketiganya mengangguk bersamaan.
''Pagi. Kenapa masih di luar" Ayo, cepat masuk.''
Dosen itu melangkah menuju pintu kelas. Langen buru-buru
mengekor di belakangnya. Di sampingnya, persis bodyguard, Fani
merentangkan kedua tangan lebar-lebar untuk mematahkan
usaha Rei mendekati Langen di detik-detik terakhir selagi
kesempatan masih ada. Di pintu kelas Fani berhenti. Tetap
dengan kedua tangan terentang lebar-lebar.
''Jangan maksa ikutan masuk lo! Berani nekat, ntar gue kasih tau
dosen kalo elo anak fakultas laen!''
''Fan....!'' Rei menggeram marah, tapi tidak bisa berbuat apa-apa.
''Oh ya. Satu lagi!'' Fani membuka lagi pintu yang sudah
ditutupnya setengah. Ditatapnya Rei tajam-tajam. ''Tiada maaf
bagimu!'' *** Waktu telah lewat jauh dari jam dua belas malam. Fani masih
duduk terdiam sambil memeluk guling. Sementara di sebelahnya,
Langen sudah dari tadi tergolek tak sadarkan diri. Tidur. Yang
jadi pikirannya sekarang bukan lagi soal berakhirnya hubungan
sahabatnya itu dengan Rei. Justru dirinya sendiri. Berarti
hubungannya dengan Bima juga harus selesai.
Masalahnya, tidak lucu dong kalau dia tetap ada di antara Rei cs
dan Febi, tanpa Langen. Soalnya yang membuat mereka berdua
masuk ke kehidupan keempat orang itu dulu adalah karena
Langen jadian dengan Rei. Lalu dirinya ketiban pulung. Terpaksa
jadi ceweknya Bima, daripada tidak panjang umur. Jadi kalau
sekarang Langen keluar, itu artinya dirinya juga harus hengkang,
karena tidak ada alasan lagi untuk tetap tinggal.
''Lo kayak nggak tau Bima aja. Dia kan pembuat keputusan
tunggal! Dia bilang nggak, lo bisa apa"'' itu ucapan Langen tadi,
saat Fani mengutarakan rencananya untuk minta putus dari Bima.
''Ya harus bisa! Pokoknya harus bisa! Harus bisa! Harus bisa!''
''Ya dicoba aja.'' Fani menarik napas panjang-panjang tanpa
sadar. Iya juga sih. Minta putus sama Bima itu benar-benar asli
nekat. Tapi biar gimana..... Dipukulnya guling keras-keras. Harus
bisa! HARUS!!! *** Fani ternyata nekat melaksanakan niatnya itu. Cewek itu benarbenar cari mati. Setelah menunggu sampai keadaan sekitar
benar-benar sepi, siang-siang dicegatnya Bima di luar pintu ruang
senat fakultasnya. ''Lho, tumben"'' Bima berseru kaget. Benarbenar surprise. Ini pertama kalinya Fani lebih dulu mencarinya.
Biasanya juga kabur melulu.
''Ada perlu!'' jawab Fani ketus. Belum-belum sudah ketakutan.
''Oh, ya" Apa, sayang"'' Bima menatapnya lembut. Fani tidak
langsung menjawab. Dalam hati dia menghitung dulu seperti atlet
yang akan start balap lari. Satu....dua....tiga!
''Aku mau ngomong! Mulai sekarang....'' Fani terdiam lagi.
''Mulai sekarang kenapa"'' Fani tidak langsung menjawab lagi.
Menghitung lagi dalam hati. Satu....dua....tiga! ''Kita putus!!!''
Fani balik badan dan langsung terbirit-birit melarikan diri. Bima
terperangah sesaat, lalu tertawa geli. Cowok itu bergerak mundur
ke ambang pintu. ''Yas!'' teriaknya sambil melempar ransel.
Andreas berbali kaget dan buru-buru menangkap tas yang
dilempar Bima tepat ke arahnya itu. ''Titip!'' kemudian Bima
langsung mengejar ceweknya yang melarikan diri setelah minta
cerai mendadak itu. Dan buat cowok yang hobi banget joging itu,
jelas saja itu seperti mengejar kura-kura. Lagian Fani juga bego
sih. Bukannya pemanasan dulu. Lari keliling Senayan sepuluh kali
selama satu minggu gitu, baru nekat!
Makanya Fani kaget banget, ternyata dengan gampangnya dia
bisa terkejar. Padahal dirinya sudah terbirit-birit dengan
mengerahkan seluruh cadangan tenaga dalam. Tapi satu tangan
tiba-tiba saja meraih pinggangnya dari arah belakang. Tubuhnya
kemudian dibalik lalu didorong ke tembok. Dan sekarang......dia
terkurung rapat dalam rentangan dua tangan!
''Tolong kalo ngomong jangan sambil lari, ya"'' Bima menepuk
pipi di depannya pelan. ''Bilang apa tadi"''
''Yang mana...."'' Fani langsung jadi gugup.
''Yang di depan ruang senat tadi.''
''Aku nggak ngomong apa-apa kok.''
Bima tersenyum lembut. ''Yang kamu ucapin tadi emang katakata yang butuh keberanian. Dan aku salut sama kamu udah
berani ngomong.'' sepasang mata Bima kini ikut menyorot
lembut. Dia melepaskan rentangan kedua tangannya yang
mengurung Fani, lalu memeluk tubuh sang kekasih erat-erat.
Tidak peduli dengan suasana kampus yang penuh mahasiswa
yang berlalu-lalang. Fani malu abis. Dia menunduk dalam-dalam, tapi Bima langsung
menengadahkan mukanya. ''Tadi itu emang pembicaraan yang
sangat sensitif. Dan seperti yang udah aku bilang, butuh
keberanian. Makanya aku maklum kalo kamu nggak berani
ngomong dua kali. Tapi aku sempet denger kok.''
Diam-diam Fani menarik napas lega. Nggak apa-apa deh,
bermesra-mesraan di depan umum. Asalkan ini hari terakhir dia
pacaran sama ini babon. Dan kalau melihat reaksinya, sepertinya
Bima setuju mereka bubaran. Tidak disangka. Kalau tahu begini
respons cowok ini, sudah dari dulu-dulu dia minta putus.
''Jadi kapan"'' tanya Bima. Masih dengan senyum dan tatapan
lembutnya. ''jujur aja. Ini sebenernya di luar rencanaku. Tapi
nggak apa-apa. Nggak ada masalah. Toh nggak ada bedanya
sekarang sama nanti. Asal pinter-pinter bagi waktu, kuliah pasti
nggak akan telantar.'' Apa sih" Fani jadi bingung mendengar kalimat itu. ''Kamu berani
ngomong begitu tadi, jangan-jangan udah bikin persiapan. Iya"''
''Iy.....iya sih.'' ''Kamu bikin aku jadi terharu. Terima kasih ya, Sayang.''
''Hah"'' kening Fani sudah bukan keriting lagi. Langsung kribo!
Bima tersenyum lagi. Menatap wajah sang kekasih semakin lekat.
''Jadi.....kapan kita kawin"'' Kedua mata Fani sontak terbelalak
lebar-lebar. ''KAAAWIIIN!!!"'' jeritnya. Cewek itu tercengang dan shock berat
banget gila asli! Bima buru-buru membekap mulutnya. ''Sst! Jangan keras-keras.
Nanti ada yang denger. Bukan apa-apa. Masalahnya, kita kan
belom bikin undangan. Atau jangan-jangan udah kamu siapin
juga, ya"'' Fani mengenyahkan tangan yang menutup mulutnya. ''Emangnya
siapa yang bilang kita mau kawin!"''
''Lho" Tadi itu kamu ngomong begitu, kan" Makanya jadi malu
trus lari kenceng bener.''
''Bukaaaan!'' Fani jadi kepengen nangis.
''Bukan"'' dua alis Bima terangkat. ''Jadi apa"''
''Ng.....'' ''Apa"'' ''Ng.....puuu....tus.....''
''APA!"'' kedua alis Bima turun seketika dan menyatu di tengah.
Tepat di atas sepasang mata yang sekarang menatap Fani tajam
dan garang. ''Apa!" Coba diulang!!'' desis Bima. Jelas saja Fani
tidak punya nyali. Bima mendesis lagi. ''Kalo ini bener-bener perlu
diperjelas!'' Tanpa melepaskan pelukannya, Bima membawa Fani
ke Jeep Canvas-nya. Kemudian Jeep itu segera melesat mencari
sudut area kampus yang tersembunyi.
*** Di dalam Jeep Canvas, mereka duduk berhadapan. Fani
meringkuk dalam-dalam, tubuhnya melekat di pintu rapat-rapat.
Dia tidak bisa melarikan diri karena Bima sengaja memarkir Jeepnya sedemikian rupa, sehingga di luar pintu di sebelah Fani
berdiri kokh sebatang pohon! ''Tau syaratnya orang bisa minta
putus"'' Bima memecahkan kesunyian mencekam itu.
''Ng.....nggak.'' Fani geleng kepala.
''Nggak tau"'' Bima manggut-manggut. ''Aku kasih tau kalo
begitu. Denger baik-baik ya, sayang.'' dia berdeham sejenak.
''Untuk bisa putus, bubaran, selesai, adios, goodbye....., orang
harus bilang cinta dulu! Bilang bersedia jadi pacar. Bersedia jalan
sama-sama. Baruuuu.....bisa minta putus! Itu step-step-nya.
Paham"'' ''Ya kalo nggak pernah bilang cinta, apalagi nggak pernah bilang
setuju jadi pacar, berarti nggak ada apa-apa dong! Gimana sih"''
Bima melipat kedua tangannya di depan dada. Menunjukkan
kewibawaan sebagai penguasa yang punya otoritas tunggal. ''Aku
nggak perlu jawaban!'' tandasnya dengan nada final.
''Kok gitu" Itu penindasan, tau!'' Fani mulai kesal. Tiba-tiba Bima
mendekatkan tubuhnya. Fani terkesiap, tapi tidak bisa merentang
jarak, karena saat ini tubuhnya sudah melekat erat di pintu. Dan
dari jarak sebegini dekat, meskipun bukan untuk yang pertama
kali, selalu saja membuatnya merinding.
Tubuh Bima yang tinggi besar, berbulu pula, kedua lengannya
yang kokoh, dadanya yang bidang, satu pipinya yang codetan,
rambutnya yang panjang, dua matanya yang benar-benar tajam,
suara baritonnya yang bisa merontokkan kaca, selalu membuat
Fani tak pernah yakin bahwa cowok ini makan nasi. Nggak
mungkin! Pasti dia kanibal! ''Berapa lama kita udah jalan bareng,
Fan"'' bisik Bima. Bisikan tajam, bukan bisikan lembut apalagi
mesra. ''Empat bulan" Lima" Dan....satu kali pun....kamu nggak
pernah bilang sayang, apalagi cinta! Padahal aku udah bilang
sayang sama kamu, cinta sama kamu.....jutaan kali! Coba
sekarang bilang, kamu sayang aku, cinta sama aku. Aku pengen
denger meskipun cuma untuk satu kali!''
''Hah"'' Fani terperangah.
''Cepet bilang!'' perintah Bima. Dua matanya melotot tajam. Aneh
juga tuh cowok. Minta orang ngomong cinta, tapi galak banget
gitu sih nyuruhnya. Fani kontan panik. Inilah yang paling ditakutinya. Disuruh
menjawab! Soalnya dia memang tidak sayang, apalagi cinta.
Sama sekali! Tapi tidak mungkin ngomong terus terang. Bisa-bisa
tubuhnya mengambang di kali tanpa identitas!
Menit demi menit lewat. Keduanya bertahan. Bima penasaran dan
bertekad harus mendengar! Sementara Fani juga sudah bertekad,
tidak akan membuka mulut! Sekali tidak cinta, tetap tidak cinta!
Tidak cinta atau mati!!! Tapi kali ini Bima terpaksa menyerah, begitu diliriknya jam di
pergelangan tangan dan sisa waktu tinggal sepuluh menit. Kalau
saja dosen mata kuliah berikut tidak gemar mengansen langsung
mahasiswa-mahasiswanya, sudah pasti akan ditunggunya cewek
ini. Sampai mulutnya terbuka dan bilang ''cinta''!
''Oke....'' Desahnya sambil menarik napas. ''Nggak apa-apa kalo
kamu nggak mau ngomong. Tapi inget.....'' Ditenggelamkannya
kedua pipi Fani dalam kedua telapak tangannya. Puas, setelah
merasakan kulit lembut itu terasa dingin. Berarti pacar
tersayangnya ini sedang ketakutan. Ini akan membuat Fani
berpikir dua kali untuk melakukan hal ini lagi. Bagus!
Kemudian Bima menundukkan wajahnya rendah-rendah. Seperti
ingin mengecup sepasang bibir gemetar di bawahnya. ''Kamu
inget ini baik-baik ya, Sayang. Selama kamu nggak mau ngomong
sayang, nggak mau bilang cinta, nggak mau bilang bersedia jadi
cewekku....selama itu juga kamu nggak bisa minta putus!''
Selagi Fani berunjuk rasa, Langen duduk sendirian di tempat
persembunyian. Menunggu. Tapi telah lewat satu jam, lalu dua
jam, sahabatnya itu tidak juga kembali. ''Aduh!'' desahnya pelan.
Cewek Karya Esti Kinasih di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Melongokkan kepala sedikit mengintip. ''Jangan-jangan udah mati
dia! Dibilangin jangan, juga! Nekat sih tuh anak!''
Karena Fani tidak ada, otomatis Langen tak terlindung. Dan Rei,
yang sejak kemarin-kemarin sudah mirip musang sedang
mengincar ayam, terus mengawasi. Begitu dipergokinya Langen
sendirian, di tempat yang tersembunyi pula, dia langsung
memanfaatkan kesempatan itu tanpa membuang waktu. Langen
tersentak saat tiba-tiba Rei muncul di depannya. Menatapnya
dengan sinar yang yang susah diartikan.
''Apa kabar"'' Suara Rei halus dan tenang. Padahal isi dadanya
sudah bergolak seperti lahar. Dia kangen ceweknya yang
pemberontak ini. Bukan mantan. Karena dia berharap kejadian
beberapa hari lalu itu cuma emosi sesaat. Tapi meskipun begitu,
tetap dia ingin kejujuran. Akan dibuatnya memaafkan itu jadi
perkara gampang. Asal Langen mau berterus terang.
''Baik.'' Langen menjawab juga dengan nada yang dipaksa
tenang. ''Kenapa ada di sini"''
''Kenapa emangnya" Nggak boleh"''
Rei tersenyum. Ditariknya sebuah kursi tepat di hadapan Langen.
Sesaat kemudian ditariknya napas panjang-panjang lalu berbicara
dengan nada yang begitu lembut. ''La, kalo kamu mau ngomong
jujur, terus terang, aku akan menganggap semua nggak pernah
terjadi. Selesai sampai di sini.''
Nah, ini! Langen berdecak dalam hati. Mister No Guilty ini
ternyata masih belum sadar juga bahwa dialah sumber persoalan.
Masih menyuruh orang lain mengaku salah sementara dia tetap
menganggap dirinya bersih. ''Cukup satu. Lewat mana. Itu aja,''
desak Rei. Soalnya, satu pertanyaan itu saja memang sudah
cukup. Dengan melihat medan yang ditempuh ketiga cewek itu,
sudah bida dikira-kira ada berapa orang yang mem-backup aksi
kebut gunung itu, juga berapa lama latihan fisik mereka sebelum
itu. Jadi bisa dikira-kira pula sudah berapa lama para mysterious
guys itu eksis secara diam-diam.
Rapi Langen bukan cewek tolol. Dia tahu, jawaban untuk satu
pertanyaan itu akan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut
tanpa Rei harus bertanya lebih lanjut. ''Gue nggak akan ngasih
jawaban apa-apa!'' ''La, tolong. Jangan dijadiin parah kalo sebenernya bisa kita
selesaikan.'' Langen menatap mantan cowoknya itu lurus-lurus. Dia juga mau
ini diselesaikan. Tapi ada yang ditunggunya. Rei harus minta
maaf untuk tiga gelas bir yang terpaksa harus ditenggaknya
malam itu. Tapi jawaban untuk permintaan Langen itu ternyata
malah bertolak belakang. Dengan tenang Rei malah mengatakan
itu bukan soal. ''Soal kita minum malem itu, La....,'' Rei menarik napas, ''aku
sebenernya keberatan. Tapi kalo kamu emang udah biasa minum,
kebiasaan itu bisa diilangin pelan-pelan. Nggak bagus cewek
minum-minum....'' Langen kontan terpana. Wah, emang bener-bener kurang ajar nih
orang! ''Nanti aku bantu,'' bisik Rei lembut. ''Dan rahasia ini
nggak akan bocor. Aku jamin!''
''Kita putus!'' tegas Langen tiba-tiba. Rei terperangah.
''Langen! Kenapa sih kamu! Aku udah dateng baik-baik, kamu
malah....'' ''Kita putus! Bubar! Selesai!'' tandas Langen dengan suara fatal.
''Gue perjelas sekali lagi kalo lo masih belom ngerti!''
Rei jadi emosi. Harga dirinya serasa benar-benar terbanting.
Cewek bukan cuma Langen! Cowok itu berdiri. Ditatapnya
mantan ceweknya dengan pandangan dingin. ''Gur juga nggak
mau punya cewek peminum. Alkoholik! Bikin malu dan cuma cari
penyakit!'' Ganti Langen terperangah!
*** Ternyata hanya emosi sesaat. Malamnya Rei drop total! Dia tidak
bisa lagi berkelit begitu tinggal sendirian dan foto Langen di meja
sudut kamar memperparah keasaan. Dikeluarkannya foto itu dan
digantinya dengan gambar Britney Spears yang dirobeknya dari
sampul majalah milik adiknya. Tapi kecantikan sang diva dunia itu
ternyata tidak sanggup menggeser dominasi sang mantan.
Langen tetap ada di sana. Di dalam kepala dam terproyeksi
abstrak di fokus mata. Dan yang menyaksikan kejatuhan Rei itu
sudah pasti sobatnya sejak masih sama-sama balita. Yang
terpaksa membawanya ke gunung di tengah malam buta.
Membiarkan Rei berteriak sekeras dia bisa. Membiarkan tubuhnya
menggigil dipeluk dingin. Membiarkannya hampir membeku
karena berjalan menyusuri tepian sungai. ''Nggak akan gue lepas
dia, Bim!'' ''Dia udah lepas!'' jawab Bima. Tenang tapi tandas,
menyebabkan Rei sesaat membeku di tempat tapi kemudian
berteriak dengan volume suara gila-gilaan. ''DIA NGGAK AKAN
GUE LEPAS!!!'' Di kamar Fani ada pemandangan yang hampir sama. Langen
broken akut. Cinta pertama! Awalnya so sweet banget. Indah,
romantis. Tapi ending-nya bikin kepala dan dada mendidih!
Dan yang menyaksikan kejatuhan Langen itu sudah pasti
sahabatnya yang hampir setiap hari selalu bersama. Fani jadu
bingung memberikan reaksi, karena Langen tertawa, menangis,
pasrah, lega, sedih juga emosi, di detik yang hampir sama. ''Elo
balik aja kalo gitu,'' saran Fani akhirnya, ketika untuk kesekian
kalinya Langen mengatakan bahwa dia sebenarnya masih cinta
Rei. Tapi berikutnya Langen langsung melotot dan bicara dengan
suara keras, nyaris teriak, ''NGGAK AKAN! GUE SAKIT HATI!''
*** Rei, yang ingin mantan ceweknya kembali, kemudian memaksa
kedua sahabatnya untuk memeti-eskan keinginan mereka
menemukan rekayasa di balik tindakan unjuk rasa Langen cs.
Sebagai gantinya, mereka justru melibatkan ketiga cewek itu
dalam kegiatan-kegiatan mereka di Maranon.
Bima langsung menolak mentah-mentah usul Rei itu. Soalnya
menurut Bima, apa yang telah dilakukan Langen cs sudah
merupakan penghinaan terhadap penciptaan Adam!
Sementara Rangga memilih tidak ikut campur. Dia melihat ini
lebih menjurus kepada pertengkaran dua sahabat lama. Rei dan
Bima memang sudah bersama-sama sejak mereka masih belum
bisa pakai celana. Sementara Rangga baru mengenal keduanya
sewaktu satu jurusan di SMA, dan baru benar-benar akrab setelah
satu kampus dan sefakultas pula.
Di depan mata Rangga perdebatan itu lalu berlangsung alot dan
panas. Rei sedang patah hati parah, sampai berteriak-teriak dan
memukuli meja. Tapi akhirnya cowok itu berhasil mengendalikan
emosinya. Ditariknya napas panjang-panjang. Agak malu juga
sebenarnya, kalap gara-gara cewek. ''Apa sih yang lo takutin"''
Rei bertanya dengan suara yang telah berubah tenang. ''Fani
nggak bakalan peduli sama elo! Lo mau meluk Stella kek, Nuke,
Lia, atau Siska. Siapa pun! Lo peluk semua sekaligus juga, gue
rasa Fani tetep masa bodo!''
Ganti ketenangan Bima yang hilang. ''Sialan!'' desisnya. ''Ini
masalah pribadi, Rei. Kenapa jadi ngelibatin organisasi"''
''Jawab aja pertanyaan gue. Apa yang lo takutin" Kenyataan ada
cewek yang menganggap lo bukan siapa-siapa" Iya" Lo takut itu,
kan"'' Untuk pertama kalinya Rei tersenyum. Ditatapnya Bima dengan
kedua alis terangkat tinggi. Keduanya saling pandang dengan
tatap tajam. Dan persetujuan itu keluar bukan karena Bima
memang setuju, tapi karena cowok itu benar-benar tersinggung.
Nyaris naik darah! *** Tanpa buang waktu, besoknya Rei langsung memberitahu Fani
kegiatan-kegiatan Maranon yang bisa diikuti simpatisan.
''Simpatisan"'' ralat Fani dengan roman galak. ''Emang siapa yang
bersimpati" Gue" Enak aja!'' ''Maksud gue....,'' jelas Rei dengan
suara yang dipaksa untuk lembut, ''orang luar. Sori. Jadi, Fan,
tolong lo kasih tau Langen. Ini daftarnya.''
Fani menerima kertas yang diulurkan Rei dengan tampang tidak
tertarik. Membuat Rei jadi menahan diri untuk tidak menjitak
kepala di depannya itu. ''Ngasih tau doang, kan" Dia mau ikut
atau nggak, itu di luar kuasa gue.'' ''Iya. Cuma ngasih tau aja.''
Rei mengangguk karena sadar takkan bisa menekan Fani.
Malamnya Fani memberikan daftar kegiatan-kegiatan Maranon
yang diberikan Rei itu kepada Langen sambil nyengir. ''Elo
diminta dengan amat sangat sekali, dengan segala hormat dan
dengan segala kerendahan hati, untuk ikut.''
Tapi kertas itu tidak diacuhkan oleh Langen. Dia masih ingat
benar ekspresi wajah Rei. Yang seperti baru saja menemukannya
di pusat rehabilitasi ketergantungan alkohol. ''Dia nggak ngerti
gue! Percuma diterusin. Ntar kalo gue bawa-bawa putaw, pasti
dia langsung ngira gue suka nge-drug. Gue pegang rokok, pasti
dia bakalan langsung nuduh gue nikotin mania!''
Besoknya Fani mengembalikan kertas itu kepada Rei. ''Langen
nggak tertarik! Katanya kalo pergi ke tempat-tempat kayak gitu
aja sih, nggak usah sama Maranon. Pergi sendiri juga bisa!'' Rei
tercengang. ''Dia bilang begitu"''
''Iya!'' Fani mengangkat dagu tinggi-tinggi. ''Tadinya dia kira
acara-acara Maranon tuh yanh spektakuler-spektakuler! Misalnya
ke puncak Aconcagua, kayak si itu Norman Edwin. Atau ke
Kilimanjaro, ke McKinley, kr Himalaya, atau ekspedisi ke kutub.
Eh, nggak taunya cuma ke mana itu....,'' diliriknya kertas di
tangan Rei, ''Pondok Halimun" Situgunung" Itu namanya
kemping, tau! Piknik! Bukan climbing!''
''Langen bilang begitu"'' desis Rei tak percaya.
''Iya!'' Bohong si Fani. Dia sengaja memperkisruh keadaan. Rei
terenyak. Benar-benar tidak menyangka kibaran bendera
putihnya tidak disambut! ''Tapi lo ikut, kan"'' Rei langsung pindah
sasaran. ''Ngapain"'' jawab Fani kejam. ''Gue lebih nggak tertarik lagi!'' lalu
dengan dagu terangkat pongah, ditinggalkannya Rei yang masih
tercengang-cengang, begitu saja. Sepertinya dominasi cowok
mulai runtuh. Turut berdukacita!
Febi menganggap usaha unjuk gigi mereka telah berhasil dengan
sangat sukses. Soalnya, sekarang Rangga jadi agak-agak tunduk
padanya. Hebat, kan"
Turun-temurun, para perempuan dalam keluarga besar Febi
harus selalu tunduk, menurut, dan selalu jadi ''yang di belakang''.
Betul kata Langen. Ini milenium baru, Mbak, Ibu, Eyang. Dobrak
itu tradisi! Tendang itu falsafah kanca wingking jauh-jauh!
Berdiri diam di tengah kamar tidurnya yang luas, Febi tersenyum
lebar tanpa sadar dan mengangguk-angguk bangga.
Dirinya adalah pionir gerakan itu. Canggih sekali, kan" Hidup
perempuan! Hidup emansipasi! Hidup Ibu Kita Kartini yang top/
hidup Corry Aquaino! Hidup Megawati! Dan satu lagi..... Hidup
Langen! Soalnya setelah berhari-hari diamatinya Langen secara diam-diam
(menurut Febi lho. Tapi Langen juga sadar kalau diperhatikan),
dilihatnya Langen tetap tetap gagah perkasa. Tetap tegar dan
tetap always be happy. Sementara Rei cuma kelihatannya saja
tegar. Karena Rangga sudah sempat cerita, bahwa sebenarnya
Rei patah hati akut. Alias hampir sarap!
''Febi kenapa sih" Ngeliatinnya kayak gue kena AIDS aja!'' ucap
Langen pelan. Ketika untuk yang kesekian kali dipergokinya
tatapan aneh Febi. Fani tertawa pelan, memutar kunci kontak lalu menginjak gas
pelan-pelan. Sekarang menyetir mobil jadi tugasnya. Berangkat
dan pulang. Soalnya energi Langen sudah terkuras habis di
kampus. Berjam-jam berlagak hidupnya tidak berubah. Dan hari
semakin terasa berat kalau dia berpapasan dengan sang mantan
dan kelompok yang baru saja dia tinggalkan.
''Si Febi nggak percaya kalo lo nggak kenapa-napa....''
Langen merosot di joknya. Menyandarkan kepala di sandaran
kursi, lalu menarik napas panjang-panjang.
''Capek banget gue,'' keluhnya.
''Jelas aja. Tiap hari lo bohongin orang sekampus.''
"Trus apa tadi" Febi kenapa"''
''Dia nggak percaya kalo lo nggak kenapa-napa. Masalahnya,
waktu ngerencanain unjuk rasa itu lo kan heboh banget tuh.
Ngotot. Nekat ngadepin bahaya. Dan kita berhasil. Kita kalahin
mereka! Tapi kok nggak ada luapan seneng yang heboh, gitu lho.
Nggak ada pesta atau seremoni buat ngerayain. Makanya dia
heran trus jadi ragu kalo lo nggak kenapa-napa.''
Mendengar itu, Langen langsung menarik napas panjang lagi.
''Jadi gimana dong"'' tanyanya lesu. ''Nggak sanggup gue. Ini aja
kalo bisa gue pengen banget ninggalin kampus. Dua minggu atau
sebulan. Atau satu semester sekalian!''
''Ya udah kalo gitu. Kita rayain bertiga aja. Yang ini nggak bisa
dihindarin. Nanti biar gue yang bikin ekspresi kalo bubarnya elo
sama Rei nggak jadi masalah buat elo. Oke"''
''Iya deh.'' Langen mengangguk lemah.
*** Pesta merayakan keberhasilan mereka mengalahkan Rei cs
diadakan di restoran Italia. Langen menumpuk lima potong pizza
di piringnya. Makanan bisa mengalihkan pikiran. Itu yang di
harapkannya saat ini. Jadi bukan karena rakus apalagi aji
mumpung karena Febi yang bayar.
''Gila lo!'' Febi terbelalak menatap piring Langen. ''Segitu banyak
emang abis"'' Sepasang mata Fani mengawasi dari belakang punggung Febi
dan segera tahu, Langen butuh pertolongan.
''Abis nggak abis, nggak penting, Feb!'' serunya dengan nada
riang yang dibuat-buat, yang tidak tertangkap telinga Febi. ''Yang
penting kita udah berhasil!'' dijentikkannya jari keras-keras. ''Lo
inget, nggak"'' Fani lalu tertawa cekikikan yang lagi-lagi juga
dipaksa. ''Waktu kita lagi di puncak" Wah, waktu itu lo pura-pura
tidur sih, Feb. Rugi banget lo nggak ngeliat tampang shock-nya!''
Langen tertawa geli. Kesedihannya lenyap mendadak dan dia
langsung memeriahkan pembicaraan. Diam-diam Fani menarik
napas lega. Tidak berapa lama kemudian, ketiga cewek itu tenggelam dalam
obrolan seru dan cekikikan ramau, sama sekali tak peduli
sekeliling. ''Toast! Toast!'' Langen mengangkat gelas softdrink-nya tinggitinggi. Fani dan Febi langsung mengikuti. ''Superman bener-bener
is dead now!'' *** Tapi sesuatu yang tidak terduga dan akan jadi mimpi buruk
Langen cs, terjadi hari ini. Tanpa sengaja, Rangga yang sedang
berjalan sendirian di sebuah pusat pertokoan, survei harga
beberapa peralatan untuk keperluan Maranon, berpapasan
dengan Salsha! Rangga kontan tersentak. Ditatapnya Salsha yang sedang
berjalan santai ke arahnya, tajam-taam. Berusaha meyakinkan
diri itu memang cewek yang waktu itu pernah datang ke kampus
dan membuat semua belangnya terbongkar habis!
Cewek Karya Esti Kinasih di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
''Bener! Desisnya. Dengan langkah cepat, segera dihampirinya
Salsha. ''Ketemu lagi kita!'' Dicekalnya satu lengan Salsha dan
ditariknya ke sudut. Cewek itu langsung kaget.
''Eh!" Apa-apaan nih"'' seru cewek itu sambil berusaha
melepaskan diri. Jelas Rangga tidak membiarkan.
Nah, di sinilah letak masalahnya! Kalau untuk urusan mengenali
muka orang, Salsha itu botol asli. Parah! Tuh cewek nggak
bakalan ingat kalau belum ketemu minimal tiga kali. Makanya
meskipun di depannya Rangga sudah melotot ganas, Salsha
masih belum ngeh juga. Malah kemudian dibentaknya Rangga
dengan galak. ''Heh! Lo jangan pegang-pegang sembarangan ya" Lepasin
tangan gue! Lagian siapa sih lo" Sok kenal gue! Dasar kurang
ajar!'' Rangga terperangah. ''Lo masih berani ngebentak gue!" Nyali lo boleh juga ya!''
dengan berang diketatkannya cengkeraman tangannya sampai
Salsha memekik kesakitan. ''Kapok sekarang"'' Rangga
menggeram puas. Diambilnya ponsel dari kantong baju. Dia
berdecak saat HP Rei ternyata tidak aktif. Dicobanya menelepon
cowok itu ke rumah, tapi pembantunya bilang sedang pergi. Tapi
untungnya Bima ada. ''Bim, lo ke sini, cepet! Ada yang mau gue
tunjukin!'' ''Apa"'' ''Udah ke sini, cepet! Ini bener-bener penting!''
''Iya. Iya. Ini lo di mana"''
Rangga menyebutkan lokasi sebuah mal. Dengan kening terlipat
karena heran, Bima meraih kunci dan langsung cabut. Baru
setelah melihat Bima, Salsha tahu berencana apa yang saat ini
sedang menimpanya. Saking terlalu jungle look, jarang orang bisa
lupa tampangnya Bima. Yaikh! Kayaknya itu lutungnya Fani! Desis Salsha dalam hati
begitu Jeep LC Hardtop Canvas datang dan Bima keluar dari
sana. ''Lo kenal nih cewek"'' tanya Rangga langsung.
Dua alis tebal Bima menyatu. Ditatapnya cewek mungil dalam
cengkeraman Rangga. ''Ini bukannya yang waktu itu.....''
''Tepat!'' tandas Rangga. ''Emang dia!''
''Ketemu di mana lo"''
''Di sini!'' Bima bersiul. ''Akhirnya ketemu juga biang kerok misterius itu.
Bagus! Bagus!'' Dia manggut-manggut. ''Coba oper ke gue!''
''Nih!'' Salsha didorong Rangga ke depan Bima. Cowok itu lalu
menarik Salsha semakin dekat ke depannya.
''Karena udah berhasil ditangkep, teroris ini jelas harus kita
interogasi!'' ''Udah pasti!'' tandas Ranga.
Salsha semakin ketakutan begitu Bima membungkukkan badan
lalu menatapnya lurus-lurus dengan sepasang mata hitamnya
yang tajam. Apalagi mata itu dinaungi sepasang alis tebal dengan
warna sepekat kedua bola mata hitamnya.
''Siapa nama lo, sayang" Nama asli ya. Jangan coba-coba
bohong!'' ''Ng....''Salsha langsung panas-dingin. Waduh, gawat!
''Cepet! Jangan lama-lama!''
''Ng.... Sal.... Sal....''
''Sal siapa" Salmon" Saldo" Salep"''
''Mmm.... Sal....'' Aduh, gawat banget nih! Desis Salsha dalam hati. Kesepuluh
jarinya saling meremas dengan panik.
''Cepet!'' bentak Rangga, yang berdiri tepat di belakangnya.
''Iya, sebentar dooong,'' jawab Salsha dengan suara memelas.
Lalu dia menunduk, pura-pura mau menangis. Tapi tiba-tiba saja
dia melancarkan serangan khas cewek. Nyubit! Salsha sampai
meringis saking mencubitnya dengan mengerahkan semua
cadangan tenaga. Seketika Bima dan Rangga berteriak keas. Sakitnya gila-gilaan!
Cekalan Bima terlepas dan kesempatan itu langsung
dimanfaatkan Salsha untuk meloloskan diri. Kedua cowok itu
sempat terperangah sesaa. Sedetik kemudian langsung mereka
kejar sang tawanan yang behasil melarikan diri itu.
Salsha berlari terbirit-birit. Lintang-pukang. Pontang-panting.
Masuk ke satu department store lewat pintu depan berkelit di
antara rak-rak baju, dan bablas lewat pintu belakangnya. Lanjut
masuk ke department store di sebelahnya lagi. Berzig-zag di
antara barisan rak lagi. Tapi klai ini kurang sukses, sebab dia
menabrak pramuniaganya yang sedang membawa setumpuk
baju. Pria itu kontan jatuh terkapar setelah sempat tersandung
dua kali. ''HEEHHH!!!'' bentak pria itu berang.
Tanpa menghentikan larinya, Salsha menoleh lalu mengangkat
tangan kanannya. ''Aduh! Sori, Mas! Sori banget! Saya nggak sengaja! Beneran!
Sumpah samber geledek!'' jeritnya.
Pramuniagaa itu cuma bisa mendesis marah. Lalu sambil
ngedumel sendiri, dikumpulkannya baju-baju yang terserak
berantakan di lantai. Tapi baru saja pekerjaan itu selesai dan dia
bersiap-siap akan berjalan menuju rak tu
juan, tiba-tiba sekali lagi
dia dia ditabrak keras-keras. Ini malah lebih parah. Sampai
terjengkang! ''Sori, Mas! Sori!'' seru Rangga seketika. ''Saya nggak sengaja!
Bener!'' ''HEH! HEEEHHH!!!!!'' teriak si mas pramuniaga. Dia sampai
loncat-loncat saking marahnya. Jangan-jangan hari ini hari
sialnya. Soalnya belum pernah dia ditabrak sampai dua kali
berturut-turut seperti ini.
Bima, yang berlari paling belakang, buru-buru mengganti arah
saat silihatnya si pramuniaga meraih gantungan baju gara-gara
mengira akan ditabrak untuk yang ketiga kali.
''Sori, Mas!'' teriak Bima sambil menyeringai.
Mirip film action buatan Hollywood, sekarang ketiga orang itu
berlarian di sepanjang trotoar yang penuh pedagang, juga mobilmotor yang diparkir berderet. Karena bertubuh mungil dan
langsing pula, dengan mudah Salsha berkelit di antara deretan
mobil-motor itu, yang karena benda mati, jadi tidak peduli
peristiwa itu. Tapi tidak demikian saat cewek itu berkelit di antara
pedagang. Langsung ibu-ibu dan mbak-mbak menjerit-jerit ribut.
Yang bapak-bapak dan mas-mas berteriak-teriak marah.
"Kalo main lari-larian itu dilapangan sana! Jangan di sini!" bentak
ibu tukang rujak, begitu Salsha melintas cepat di sebelahnya.
"Kalo joging itu mbok ya di Senayan!" hardik bapak tukang
minuman. Sementara itu kejauhan, seorang cowok sedang bersiap-siap
menstarter motornya. Salsha langsung mempercepat larinya.
Menghampiri motor cowok itu dan segera melompat ke
boncengannya. "Mas! Mas! Numpang, Mas!''
Cowok itu tersentak kaget.
"Nggak! Nggak! Ayo turun!" usirnya seketika. Pikirnya, cewek ini
pasti cewek nggak benar. Soalnya dikejar-kejar orang di tengah
hari bolong begini. "Nanti saya bayar ongkosnya. Bener!"
"Nggak! Ayo turun! Emangnya kamu kira ini ojek, apa!"''
''Tolong, Mas. Nggak usah jauh-jauh. Sampe ini aja...."
"Nggaaak! Ayo turun! Cepet!" cowok itu ngotot tidak mau
memberikan tumpangan. Salsha melompat turun sambil mendesis marah. "Gue doain
kecelakaan lo!" kutuknya, lalu langsung lari meninggalkan tempat
itu. Cowok di atas motor itu hanya bisa menatapnya tercengang.
Karena sudah berlari sekencang-kencangnya dan nyaris tanpa
henti selama lima belas menit, Salsha merasa tenggorokannya
kering kerontang. Dia belok arah, masuk ke sebuah restoran.
Salah seorang pramusaji segera menyambutnya dan dengan
sopan bertanya, "Mbak, mau pesen ap....?" tapi dia bengong
karena Salsha tetap melesat.
Barulah di salah satu sudut yang terhalang tanaman hias, di
depan seorang bapak setengah baya yang sedang duduk
sendirian, Salsha mampir sebentar.
''Pak! Minta minumnya sedikit, ya" Soalnya saya buru-buru
banget. Nggak bisa brenti buat pesen.''
Bapak itu menatapnya bingung. Dan tambah bingung lagi begitu
tanpa permisi apalagi tunggu jawaban, es kopinya diminum
Salsha sampai ludes, meskipun tadi cewek itu ngomongnya minta
sedikit. ''Makasih ya, Pak. Semoga Bapak panjang umur dan murah
rezeki. Permisi!'' setelah memberikan doa singkat itu, Salsha
langsung melesat kembali. Bapak itu geleng-geleng kepala.
''Dasar anak-anak sekarang. Tidak tau sopan santun,'' gerutunya
sambil memanggil pramuasaji.
Salsha berlari cepat menuju toko buku. Hampir diterjangnya dua
orang yang sedang berdiri di pintu masuk, tapi dia tetap tidak
berhenti. Di dalam, dia berzig-zag di antara rak-rak buku,
panggung-panggung kecil tempat bertumpuk-tumpuk buku
disusun seperti gedung-gedung pencakar langit, dan orang-orang
yang berdiri sambil membaca. Seperti orang-orang di luar,
mereka kontan menatap Salsha dengan bingung.
Mendadak seorang cowok keluar dari sebuah ruangan. Salsha
kaget dan seketika berusaha mengerem larinya. Tapi ia tidak bisa
karena jaraknya sudah terlalu dekat. Tanpa ampun, cowok itu
ditabraknya telak-telak. Dua-duanya terpelanting. Jatuh menimpa
membuat buku-buku di atasnya berjatuhan dengan formasi acak
lalu berserakan di lantai.
''KAMU!!!"'' cowok yang ternyata manajer toko buku itu melotot
marah. ''Maaf, Mas! Maaf! Saya nggak sengala! Beneran! Sumpah samber
geledek!'' jawab Salsha buru-buru sambil berdiri. Dengan napas
terengah, cepat-cepat dia menjelaskan menurut ide yang baru
saja muncul di kepala. ''Abisnya....itu....saya dikejar.....sama
mereka....!'' tangannya menunjuk-nunjuk ke arah Bima dan
Rangga, yang berlari mendekat lalu berhenti di depan mereka.
''Kenapa"'' tanya sang manajer.
''Saya mau diperkosa!'' Semua orang yang berada di ruangan dan bisa mendengar
kalimat terakhir Salsha, kontan terperangah. Seketika mereka
menatap Bima dan Rangga dengan pandang marah!
''Sebentar! Sebentar!'' Bima mengangkat kedua tangannya. ''Biar
saya jelaskan!'' Sementara itu Salsha bergerak mundur pelan-pelan. Balik badan
lalu lari sekencang-kencangnya.
''Kejar dia, Ga! Biar gue yang ngurus di sini!'' perintah Bima.
Rangga langsung bergerak, melesat mengejar Salsha. Kerumunan
orang yang berkumpul di situ mengikuti adegan itu tanpa bisa
bicara, saking bingungnya. Salsha lari pontang-panting. Karena
dipintu masuk ada begitu banyak orang yang sedang berdiri
sambil mengobrol, membaca atau berbicara di ponsel, cewek itu
berlari ke atas lewat eskalator. Di sana, sekali lagi diputarinya
rak-rak buku. Kali ini sambil membungkukkan tubuh untuk
menghindari adanya saksi mata. Tiba-tiba di sudut ruangan
dilihatnya sebuah gang sempit yang hampir-hampir tidak terlihat
karena tertutup gorden panjang. Buru-buru Salsha berlari masuk
ke sana. Tidak peduli dengan tulisan ''Hanya untuk karyawan'' di
dinding atasnya. Tanpa suara dia lalu meringkuk di balik gorden.
Beberapa saat kemudian perlahan disibaknya gorden itu untuk
mengintip keluar. Rangga sedang berjalan mondar-mandir sambil melihat ke segala
arah. Cowoj itu lalu bertanya pada orang-orang yang ada di
ruangan itu, tapi semuanya menggelengkan kepala. Akhirnya
setelah lima belas menit memutari ruangan, Rangga pergi dengan
wajah kesal. Salsha menarik napas lega sambil mengusap-usap dada. Akhirnya
selamat juga. Setelah meyakinkan diri bahwa Rangga sudah
benar-benar tidak ada, pelan-pelan dia keluar. Celingukan ke
segala arah dulu untuk memastikan keadaan aman, lalu cepatcepat berlari turun
saking nafsunya ingin secepatnya sampai di rumah, tempat yang
menurutnya sudah pasti aman, Salsha melesat melewati pintu
utama dan menabrak tukang buah yang kebetulan sedang
melintas dengan gerobaknya.
''E....e....e....,'' tukang buah itu langsung panik. Soalnya buahbuahannya yang sudah disusun membenruk piramida-piramida
kecil, bergetar dan siap menggelinding ramai-ramai.
''Sori, Mas! Sori banget!'' teriak Salsha tanpa menghentikan
larinya. ''Beneran nggak sengaja!''
Memasuki sebuah department store yang di teras belakangnya
terdapat sebuah halte, Salsha melambatkan larinya. Dia capek
banget. Untung sudah berhasil lolos.
Tetapi....mendadak saja Rangga muncul di depannya!
Salsha terpekik. Secepat kilat dia balik badan. Tapi sial, ternyata
Bima sudah menunggu, berdiri cuma tiga meter di belakangnya.
Cowok itu sudah mengira Salsha pasti akan berusaha meloloskan
diri lagi. Dan dengan jarak yang cuma sebegitu dekat, meskipun
Salsha sudah setengah mati mengerem kaki, tapi karena startnya benar-benar powerful, tanpa ampun Bima tertabrak telak.
Dengan gampang cowok itu langsung meringkus sang buronan!
''Kenapa sih" Ada apa"'' tanya orang-orang yang datang
berkerumun. Otak Bima berputar cepat. Sesaat kemudian
dijawabnya pertanyaan itu sambil tersenyum.
''Nggak ada apa-apa. Cuma masalah keluarga. Cewek ini sudah
dicalonkan orangtuanya untuk jadi istri temen saya ini....''
ditepuk-tepuknya bahu Rangga, yang sesaat sempat ternganga.
''Nggak sekarang sih nikahnya. Nanti, kalau kuliah sudah selesai.
Orangtua mereka bilang, penjajakan dulu. Yah....temen saya
sekarang ini ceritanya mau penjajakan, tapi cewek ini sudah
ketakutan duluan. Dia pikir temen saya pasti mau memanfaatkan
kesempatan karena sudah mendapatkan restu orangtua. Makanya
dia sampai kabur-kabur begini.''
''Ooooh.'' seketika orang-orang yang berkerumun itu tertawa geli.
Seorang bapak dengan sok tahunya lalu memberikan nasihat,
''Jangan begitu, Nak. Bapak liat calon suami kamu itu orangnya
baik kok.'' ''Ibu juga dulu dijodohkan,'' seorang ibu ikut nimbrung. ''Pertamatama memang jengkel, marah. Tapi lama-lama akhirnya jadi cinta
kok. Lebih baik dicoba dulu.
Akhirnya semua orang yang berkerumun itu ikut mendukung.
''Iya, betul. Mendingan dicoba dulu.''
''Iya. Jangan langsung punya pikiran yang macem-macem. Nanti
kalo dia ternyata memang laki-laki yang baik, kamu nyesel lho.''
''Orangtua cari calon menantu itu kan nggak asal comot.''
Bima dan Rangga mati-matian menahan tawa melihat Salsha
mendapatkan setumpuk khotbah. Akhirnya seorang ibu dengan
penuh sikap keibuan, menggamit tangan kanan Salsha dan
menariknya ke arah Rangga.
''Ayo, minta maaf. Sama calon suami nggak boleh sembrono.''
Rangga memalingkan muka ke arah tembok, memaksa tawa yang
Cewek Karya Esti Kinasih di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ditahannya agar secepatnya hilang.
''Terima kasih, Bu,'' ucapnya dengan nada sangat santun.
Diterimanya tangan Salsha yang disodorkan kepadanya. Ibu itu
seketika kesemsem. ''Liat" Dia baik, kan"'' katanya ke Salsha yang cemberut berat.
Kemudian agar semakin mendapatkan simpati dari para
penonton, Rangga bicara dengan nada yang sangat lembut, ''Ayo
pulang. Aku sebenarnya cuma ingin ngajak kamu ngobrol kok.
Nggak ada maksud lain. Apalagi maksud yang bukan-bukan. Aku
kan tau dosa.'' Bima ketawa keras dalam hati mendengar kalimat itu. Tapi orangorang di sekitarnya, yang tidak tahu apa yang sebenarnya sedang
terjadi, kontan menganggap Rangga cowok baik yang sudah
jarang lagi ditemukan di abad ini.
Rangga kemudian merangkul Salsha dengan mesra dan penuh
sayang. Para penonton yang berkerumun itu, yang jumlahnya jadi
dua kali lebih banyak, bertepuk tangan dengan sangat meriah
menyaksikan adegan yang di mata mereka bagaikan ending
telenovela. Sangat romantis, menyentuh, indah, dan
mengharukan. Dengan Bima berjalan di belakang., ketiganya
berpasang-pasang mata. Jeep LC Hardtop Canvas Bima terpaksa ditinggal, karena dia
harus jadi sopir Jeep Wrangler Rangga. Rangga duduk di
belakang, menjaga tawanan. Salsha langsung dibawa ke rumah
Rangga....untuk diinterogasi!
''Kita mulai dengan nama lo!'' kata Rangga. Cowok itu duduk
persis di depan Salsha, yang meringkuk ketakutan di kursi.
Sementara Bima dengan santai berleha-leha di sofa panjang di
ruang tamu rumah Rangga. Mereka tak perlu takut sang tawanan
mencoba kabur lagi. Karena pintu sudah dikunci.
''Boleh minta minum, nggak" Gue aus banget nih,'' pinta Salsha
lirih. ''Minta minum" Jelas boleh dong!'' jawab Rangga. ''Mau apa"
HIT" Tiga roda" Baygon"''
Bima ketawa. Dia bangun sambil meraih botol dan sebuah gelas
kosong dari meja di depannya. Dituangkannya air dingin dalam
botol sampai gelas terisi tiga perempatnya. ''Jangan, Ga. Kasian.''
Diulurkannya gelas itu ke Salsha. ''Ini, sayang. Minum deh. Capek
ya. Tadi lari-larian"''
Takut-takut Salsha menerima gelas yang disodorkan Bima.
''Boleh, nggak"'' tanyanya pada Rangga, yang sepertinya tidak
ikhlas biarpun cuma air putih.
''Jangan banyak tanya! Boleh nggak boleh nggak! Ntar gue ambil
lagi tuh gelas!'' bentak Rangga. ''Cepet minum!''
Salsha mendekatkan gelas ke bibir. Meskipun tenggorokannya
kering kerontang, dia tidak berani menghabiskan apalagi minta
tambah. Soalnya Rangga terus menatapnya dengan mata
melotot. ''Udah"'' tanya Rangga. Salsha mengangguk dan gelas di
tangannya langsung diambil. ''Oke! Sekarang sebutin nama lo!
Jangan sal-sal lagi! Langsung sebutin!''
''Ng.....Sal....sha....''
Aduh. Pasrah deh! Keluh Salsha dalam hati. Apa boleh buat,
nggak bisa kabur. ''Salsha" Betul Salsha"'' Rangga menatapnya tajam.
''Iya.'' ''Nggak bohong"'' ''Nggak.'' ''Oke. Liat KTP lo!'' ''Ha!"'' Salsha ternganga. ''KTP" Bener kok, nama gue Salsha!
Nggak percaya amat sih"''
''Setelah lari-lari kayak tadi, lo mau gue percaya"'' kedua alis
Rangga terangkat. ''Jangan goblok!''
''Tapi bener Salsha! Gue nggak bohong!''
''KTP lo! Cepet!'' bentak Rangga.
Sambil cemberut, Salsha mengeluarkan dompetnya. Tapi baru
saja akan ditariknya keluar KTP-nya, Ranga lebih dulu bergerak.
''Apa ini"'' serunya. Dan sesuatu dari dompet Salsha tercabut
keluar. Kartu Pelajar SMA PALAGAN! Rangga bersiul keras dengan
nada penuh kemenangan. ''Coba lo liat ini, Bim!''
Dilemparnya benda itu ke Bima, yang menangkapnya dengan
sigap. Cowok itu memerhatikan sejenak dan langsung bangun
dari posisi tidur. Di tangannya, kartu pelajar milik Salsha. Kartu
yang sama pernah dia lihat sebelumnya___di dompet Langen dan
Fani! Seteklah mengamati kartu itu selama beberapa saat, Bima berdiri
lalu menarik kursi. Dan sekarang di depan Salsha ada dua algojo!
''Oke, sayang! Sekarang lo jawab pertanyaan gue. Yang jujur!
Oke"'' Bima menatap Salsha tepat di manik mata. Sambil
menggigit bibir karena ngeri, Salsha mengangguk.
''Elo....cuma kebeneran satu SMA sama Langen dan Fani, atau
kenal juga sama mereka berdua"''
Aduh, ini dia! Salsha menjerit dalam hati. Aduh, gawat banget
nih! ''Ng....mungkin kalo.....kalo ngeliat orangnya.... Ya kenal....
Soalnya murid di SMA gue kan banyak.''
''Keluarin fotonya Fani, Bim!'' perintah Rangga. Bima langsung
mencabut dompet dari kantong belakang celana jins buluknya.
Dikeluarkannya selembar foto lalu diperlihatkannya pada Salsha,
foto Langen dan Fani yang sedang berpelukan erat. Terpaksa
Bima membiarkannya begitu, karena kalau memaksa digunting
untuk menghilangkan foto Langen, maka Fani cuma akan punya
satu pipi. ''Ini. Liat yang bener!''
Aduuuh! Untuk kedua kalinya Salsha menjerit dalam hati.
''Kenal, nggak"'' desak Rangga.
''Ng.....kayaknya sih.....gue emang pernah....ngeliat mereka.''
''Kayaknya, ya"'' Rangga manggut-manggut. Salsha langsung
merasakan nada berbahaya di satu kata itu. ''Dan gimana caranya
lo bisa kenal Ratih" Soalnya dia sama sekali nggak kenal elo!''
Ratih" Salsha mengerut kening. Siapa itu Ratih" Oh, iya! Dia
langsung tercekat begitu teringat lagi. Cewek tukang nari itu, ya"
Yaikh, lupa gue! Sial! ''Ng....gue nggak kenal sama Ratih.''
''Kalo nggak kenal, gimana bisa lo dateng ke kampus, nyari gue,
dan bilang kalo Ratih udah lama nyari-nyari gue"''
''Dia emang nyari-nyari elo kok,'' jawab Salsha. Terpaksa nekat.
Asal itu bisa menyelamatkan Langen dan Fani.
Rangga mengertakkan gerahamnya. ''Yang gue tanyaaa....'' desis
Rangga, mati-matian menahan emosi, ''gimana caranya lo bisa
kenal Ratih!"'' ''Oh, ituuu. Yang kenal sama Ratih tuh sodara gue, Saskia. Dia
pernah cerita sama gue, cerita sambil lalu sih, katanya Ratih lagi
kebingungan nyari-nyari mantan cowoknya. Begitu.''
''Dan gimana lo bisa tau di mana gue kuliah"''
''Ya dari Ratih. Ratih ngomong ke Saskia, kali. Sodara gue itu lho.
Terus Saskia ngomong ke gue. Gitu lho.''
''Dan ngapain juga sodara lo itu, si Saskia itu, cerita-cerita soal
Ratih ke elo" Sodara lo itu nggak ada kerjaannya, ya"''
''Yaaa.....mungkin Ratih nyariin elonya sampe histeris, kali"
Namanya juga baru putus. Sampe bikin semua orang jadi trenyuh
terus ikhlas ngebantuin nyariin juga.''
Bima ketawa pelan. Salut juga dia dengan nyali Salsha. Cewek itu
masih berani mengajak berputar meskipun posisinya sudah
terdesak. Tapi Rangga sebaliknya. Dia jadi naik darah!
''CUKUP!!!'' bentaknya sambil menggebrak keja keras-keras.
''Sekarang jawab yang jelas! Apa hubungan lo sama Langen juga
Fani"'' ''Kok jadi balik ke mereka lagi"''
Rangga menggeram keras. Sekarang kepalanya benar-benar
mendidih. ''Oke, Salsha! Kalo lo nggak mau ngomong terus terang, tetep
nekat muter-muter, lo akan tetep di sini, di rumah gue....sampe
besok pagi! Dan....'' Rangga memajukan tubuhnya, membuat
Salsha seketika melekatkan punggungnya ke sandaran kursi,
''nanti malem lo akan tidur kamar gue!'' Sepasang mata Rangga
berkilat. HAAA!!!" Salsha terperangah amat sangat. Dan seketika
menyerah! ''Gimana, Salsha" Hm"''
''Ng.... I-ya....'' ''Iya apa"'' ''Iya. Gue kenal sama Langen. Fani juga.''
Bima dan Rangga seketika saling pandang.
''Seberapa kenal"'' tanya Bima.
''Kamu pernah sekelas,'' jawab Salsha lemah, benar-benar pasrah
karena ancaman Rangga barusan. Dua cowok di depannya
kontan bersiul keras. ''Gitu, ya" Biar gue tebak.'' Bima mengangguk-angguk sambil
mengetuk-ngetukkan kuku jemari tangannya ke lengan kursi. ''Lo
pasti bukan cuma kenal karena sekelas.....tapi akrab! Betul!''
''Eee.....iya.'' Salsha semakin pasrah lagi.
''Langen yang nyuruh lo dateng ke kampus gue, trus ngomong
yang nggak-nggak soal Ratih"'' tanya Rangga geram.
''Kalo yang nyuruh, emang Langen. Tapi kalo soal Ratih, itu ide
gue. Langen sama Fani nggak tau apa-apa soal Ratih.''
Kedua alis Rangga kontan menyatu. Surprise dengan jawaban itu.
''Dan dari mana lo tau soal Ratih"''
''Dari foto-foto perpisahan sekolah lo yang gue pinjem dari
Saskia. Sama foto-foto Ratih waktu pentas di Taman Mini, terus
di GKJ, terus di mana lagi gitu. Gue lupa. Dia situ kan banyak
foto-foto lo sama Ratih. Lo lagi gandeng Ratih, terus lo lagi meluk
Ratih, trus....'' ''Cukup!'' bentak Rangga, agak salah tingkah.
''Bego juga lo!'' bisik Bima.
''Mana gue tau bisa jadi begini!'' Rangga balas berbisik dengan
dongkol. Kemudian tatapannya kembali ke Salsha. ''Kenapa
Langen nyuruh lo begitu"''
''Yaaa, katanya biar siapa itu, cewek yang satu lagi iti, mau cs-an
sama mereka berdua.'' ''Langen! Lagi-lagi Langen!'' desis Rangga berang.
''Cs untuk apa"'' tanya Bima.
''Kalo itu gue nggak tau.''
''Yang bener"'' ''Bener! Sumpah sam....'' Salsha menghentikan sumpahnya
mendadak. Ingat kalau dia sudah dua kali ngomong ''Sumpah
samber geledek''. Jangan sampai tiga kali. Pemali, kata orang.
Ntar bisa kesamber geledek betulan!
''Sumpah apa"'' ''Nggak. Maksud gue, gue bener-bener nggak tau rencana Langen
sama Bima membungkukkan tubuhnya tepat di atas Salsha.
Cewek itu kontan menciutkan tubuhnya seciut-ciutnya.
''Lo pernah naik gunung"''
''Belom.....eh, nggak, Bang!''
''Bang"'' Bima melotot. ''Emangnya gue tukang becak" Tadi-tadi
nggak manggil bang!'' dengusnya. Rangga ketawa pelan. ''Siapa
temen SMA lo yang suka naik gunung"''
''Ng....gue....ngak tau.'' Salsha geleng kepala.
''Jangan bohong!'' bentak Bima. Tubuh Salsha bergetar, bahkan
organ-organ di dalamnya. ''Bener! Sumpah! Gue nggak tau!'' jawab Salsha buru-buru. Dia
menggelengkan kepala kuat-kuat. ''Gue nggak ngerti soal naek
gunung.....'' ''Elo nggak perlu ngerti!'' bentak Bima lagi, membuat cewek di
bawahnya semakin mengerut. ''Yang gue mau tau, siapa tementemen SMA lo yang suka naik gunung! Lo ngerti apa nggak,
nggak ada urusan!'' ''Yaaa....tapi karena gue nggak ngerti, jadinya gur ya nggak tau.
Lagian gue sekelas sama Langen dan Febi cuma waktu kelas satu
doang kok. Kelas dua sama tiga kami misah. Jadinya gue ya
nggak tau temen-temen mereka. Kalo temen-temen gue sih, eh,
temen-temen kami waktu kelas satu, kayaknya nggak ada.''
Bima terdiam sesat mendengar keterangan itu, lalu kembali
ditatapnya Salsha tajam. ''Lo punya omongan, bisa dipercaya nggak"''
''Bisa! Bisa! Gue nggak tau! Sumpah, gue bener-bener nggak tau!
Kalo bohong, biar ntar gue nggak selamet. Ditabrak bus atau
kereta!'' Tapi dalam hati Salsha langsung memanjatkan doa dengan
sungguh-sungguh. Tuhan, sumpah saya itu palsu lho. Abisnya
saya terpaksa. Daripada nggak selamet.
Baru sikap garang Bima melunak mendengar sumpah fatal itu.
''Oke, kalo lo emang bener-bener nggak tau. Tapi inget ya,
Salsha. Kalo lo bohong...,'' diusapnya kepala cewek mungil yang
ketakutan itu dengan lembut, ''lo bukannya nggak selamet karena
ditabrak bus atau kereta. Jangan. Itu terlalu tragis. Gue nggak
tega. Gue kasih alternatif lain.''
''Iy....ya"'' takut-takut, Salsha menatap cowok yang dekat banget
di depannya itu. Bima tersenyum tipis. ''Banyak yang bilang gue vampir....juga
kanibal! Lo boleh pilih!''
Salsha kontan ternganga. Aduh, Tuhan. Saya mendingan ketabrak kereta aja deh. Bener!
Bima lalu berdiri, pergi dari depan Salsha. Diam-diam, cewek itu
langsung menarik napas panjang. Lega sudah terlepas dari maut,
meskipun mungkin cuma untuk sementara. Paling tidak dia sudah
berhasil membohongi Bima.
Ada banyak teman SMA-nya dulu yang doyan naik gunung atau
masuk hutan. Tapi dia tidak akan buka mulut lagi. Sudah
dikhianatinya dua teman. Dan itu tidak akan termaafkan!
"Oke." Rangga berdiri. Tersenyum puas. "Interogas selesai.
Sekarang kita anter lo pulang!"
"Nggak usah!" tolak Salsha mentah-mentah. "Gue bisa pulang
sendiri!" "Oho, tidak bisa! Lo saksi kunci, jadi mesti dijaga ketat!"
Bima ketawa, lalu ikut berdiri. Lagi-lagi dengan pengawalan ketat,
Salsha kemudian digiring ke mobil. Bima kembali bertugas jadi
sopir. "Di mana rumah lo?" cowok itu bertanya lewat kaca spion. Salsha
menyebutkan satu alamat dan Jeep Wrangler Rangga segera
meluncur ke tempat itu. Dua puluh menit kemudian, Jeep itu
berhenti di depan sebuah rumah berpagar tinggi yang terlihat
sepi. ''Terima kasih!'' jawab Salsha ketus. Tangannya meraih hendel
pintu, tapi langsung dicekal Rangga.
''Kita turun sama-sama!'' tegas Rangga. Salsha terbelalak.
''Kenapa sih" Nggak usah repot-repot deh. Ini juga udah cukup!''
''Kita turun sama-sama!'' tegas Rangga sekali lagi. Kali ini dengan
nada final. ''Soalnya kamu harus menyerahkan elo langsung ke
nyokap atau bokap lo, atau siapa aja yang lagi ada di rumah. Tau
kenapa"'' diangkatnya dagu Salsha. ''Pertama, karena kami
cowok-cowok yang bertanggung jawab. Dan
Cewek Karya Esti Kinasih di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kedua....karena belom tentu ini rumah lo! So, kami perlu
kejelasan, supaya kalo ini sampe bocor, kami tau ke mana harus
nguber elo!'' ''Tapi ini rumah gue kok!'' Salsha bersekeras.
''Ya, ayo kita turun kalo gitu!''
Salsha bergeming. Semenit, dua menit. Dia tetap duduk di
tempatnya. Bima dan Rangga saling pandang.
''Bukan rumah lo kan, sayang"'' desis Bima, menatap Salsha
tajam. Di sebelah Salsha, Rangga berdecak dengan ekspresi
mengerikan. ''Rumah gue! Rumah gue!'' jawab Salsha buru-buru.
''Cepet turun kalo gitu! Ngapain juga dari tadi lo bengong"''
Rangga membuka pintu di sebelahnya lalu melangkah turun.
Salsha mengikuti dengan gerakan lambat. Kemudian, dengan
tangan kanan Salsha berada dalam cekalan Rangga, ketiga orang
itu melangkah menuju pintu pagar. Tapi baru saja Bima akan
menekan bel, tiba-tiba saja Salsha memperagakan adegan seperti
yang sering dilihatnya dalam film-film Jet Li atau Jackie Chan.
Dicengkeramnya tangan Rangga yang mencekalnya, kemudian
dipelintirnya! Tidak tanggung-tanggung. Rangga sampai berteriak keras karena
tangannya diputar sampai sembilan puluh derajat lebih. Dan itu,
membuat cekalannya seketika terlepa. Tanpa buang waktu,
Salsha langsung mengambil jurus langkah seribu.
Tapi sayang sekali, dia lupa memperhitungkan orangutannya
Fani. Jadi jangankan bisa melangkah sampai seribu, baru juga
tiba, Bima sudah langsung gerak cepat. Menangkap cewek mungil
itu dengan dua tangan lalu mengurungnya dalam dekapan. Usaha
terakhir Salsha, akan menjerit keras-keras, juga gagal. Mulutnya
keburu dibekap. Matilah si Salsha!
''Jangan menjerit, Sayang!'' bisik Bima tepat di satu telinga
Salsha. Sementara itu Rangga menghampiri sambil memijit-mijit
tangannya yang kena pelintir.
''Elo ya!"'' desisnya berang. Dua tangannya akan terulur tapi
dicegah Bima. ''Udah! Udah! Buka pintu mobil, cepet! Lo yang bawa sekarang!''
Kacau! Benar-benar adegan penculikan dengan kekerasan! Lagian
Salsha bego juga sih. Milih rumah palsu di daerah sepi begitu.
Jadi tidak ada yang melihat apalagi datang untuk menolong,
meskipun apa yang sedang terjadi benar-benar bisa dikategorikan
tindak kriminal. Rangga bergegas membuka pintu kiri depan Jeep Wrangler-nya,
sementara Bima terpaksa menggendong Salsha karena cewek itu
berontak hebat dan kedua kakinya menolak bergerak. Dan itu
semua justru memperparah keadaannya. Kalau tadinya Salsha
duduk di jok belakang, dalam pengawalan ketat Rangga,
sekarang cewek itu duduk di jok depan. Di pangkuan dan pelukan
erat Bima! Dan seakan itu masih kurang teraniaya dan terzalimi, sebelum
memutar kunci, Rangga mengusap-usap kedua belah pipi
tawanannya lalu mendekatkan wajah seperti ingin mengecup.
Seketika Salsha memalingkan muka. Tapi ternyata itu seribu kali
lebih sial. Gerakan menghindar yang dilakukan dengan cepat itu
membuatnya tanpa sengaja malah....mencium Bima!
Tepat di bibir! Sontak Salsha mematung. Bima juga sempat terperangah sesaat,
tapi kemudian cowok itu kembali normal.
''Temen gue nggak dapet"'' tanyanya kurang ajar. ''Dia nggak
mau nyium cewek selain bokinnya. Tapi kalo dicium nggak apaapa. Bukan begitu, Ga"''
''Betul. Hadapin mukanya ke gue, Bim. Lo dicium di mana"''
Tapi ternyata sedikit bagian dari hati Bima, masih ada yang
berfungsi. Cowok itu menghentikan godaannya saat dilihatnya
wajah Salsha sudah merah padam, seperti menahan tangis.
Dilepaskannya pelukannya dan digesernya tubuh sampai merapat
di pintu, memberikan tempat untuk Salsha.
''Balik ke persoalan, Ga!'' kata Bima dengan nada wajar, seolaholah ciuman tadi tidak pernah terjadi.
''Oke, Salsha....'' Rangga menatap lurus cewek yang meringkuk di
dekat tongkat persnelling dan dengan wajah merah padam itu.
''Ini kesempatan terakhir! Tunjukin rumah lo! Jangan macemmacem lagi! Sekali lagi kami berenti di depan rumah yang salah,''
Rangga mengusap lembut kepala Salsha, tapi sepasang matanya
menyorotkan ancaman serius, ''lo akan balik ke rumah gue untuk
seterusnya! Nggak peduli besok di koran ada pengumuman orang
ilang!'' ''Dan inget, Salsha,'' ganti Bima mengusap lembut kepala gadis
yang berbagi jok dengannya itu. ''Jangan berani-berani buka
mulut! Jangan coba-coba ngasih tau Langen sama Fani.
Karenaaa....,'' Bima menyentuh dagu Salsha dan menengadahkan
wajah cewek itu, ''detik ini lo ngomong, detik ini juga lo kamu
ciduk! Paham"'' Salsha menyerah. Total! Rangga menghidupkan mesin kemudian Jeep Wrangler itu benarbenar berhenti tepat di depan rumah Salsha!
Di dalam kamarnya, sudah sejak berjam-jam yang lalu Salsha
duduk termenung sambil memeluk bantal. Dia bingung, sebab
harus memberitahu Langen dan Fani bahwa mereka sekarang
berada dalam bahaya. Tapi kalau kedua cewek itu diberitahu, itu
artinya dirinya juga berada dalam bahaya. Dia sih nggak begitu
takut sama Rangga. Yang dia ngeri itu cowoknya Fani.
Dari posturnya yang tinggi gede dan berbulu pula, menandakan
bahwa cowok itu telah gagal berevolusi. Juga berarti
kekerabatannya dengan saudara tua manusia, yaitu monyet,
masih dekat. Tapi kalau dilihat sekali lagi, sepertinya
kekerabatannya Bima lebih dekat ke gorila daripada monyet. Dan
gorila itu termasuk binatang buas!
Salsha lalu mendesah panjang. Menunduk bertopang telapak
tangan. Bingung gimana caranya memberitahu kedua temannya
itu tapi nyawanya juga tidak melayang.
Pintu kamarnya diketuk. Pembantunya muncul dan memberitahu
bahwa seorang laki-laki berambut panjang mencarinya.
''Hah!"'' begitu pembantunya bilang rambutnya panjang, Salsha
langsung ketakutan. Gila! Desisnya dengan napas tercekat. Sakti
banget tuh orang. Gue baru niat ngasih tau Langen sama Fani
aja, dia udah langsung tau!
Sekian detik perjalanan dari kamar ke ruang tamu, Salsha matimatian berusaha mengenyahkan niatnya tadi dan menggantinya
dengan ''Gue nggak akan ngasih tau Langen sama Fani!
Sumpah!!!'' Tapi di ambang pintu ruang tamu dia tertegun. Cowok itu
ternyata sama sekali bukan Bima.
''I....wan...."'' tegurnya hati-hati. Iwan mengangkat kepala dari
majalan yang dibacanya. ''Halo, Sha" Apa kabar"''
Salsha masih tertegun selama beberapa detik, sebelum kemudian
berlari menghampiri Iwan sambil menjerit keras.
''Aduh! Elo, Wan! Apa kabar" Kok rambut lo jadi panjang gini sih"
Elo nakutin gue aja! Bilang-bilang kek kalo manjangin rambut.
Aduh, untung! Gue kirain gue bakalan mati sekarang!''
Iwan menatap Salsha bingung. Hampir semua temannya saat
SMA dulu surprise melihat penampilannya sekarang. Rambut
cepaknya selama tiga tahun di SMA telah lenyap, dan digantikan
rambut panjang yang hampir menutupi punggung. Tapi baru
Salsha ini yang histeris.
''Lo kenapa sih, Sha"''
''Aduh, Wan. Ternyata gue nggak jadi mati! Syukur! Syukur!''
Salsha menjatuhkan diri di samping Iwan, lalu menepuk-nepuk
dada dengan ekspresi lega yang amat sangat.
''Hah"'' Iwan mengerut kening.
''Ah, udah nggak usah dibahas!'' Salsha mengibaskan tangan.
''Eh, gimana kabar lo" Kapan nih kita reunian" Kok elo jadi jungle
look gini" Kayak monyetnya Fani!''
''Apa lo bilang!"'' Iwan melotot. ''Ati-ati, Sha. Bener-bener
penghinaan serius. Gue ganteng, lagi. Mau di mana aja, di hutan
atau di kota. Beda sama babonnya Fani. Nggak usah di hutan,
taro di Ragunan sana juga udah mirip. Nggak bakal ada yang
sadar kalo tuh orang manusia!''
Salsha terkikik geli. Tapi mendadak dia tersentak kaget.
''Dari mana lo tau cowoknya Fani!"''
''Pernah ketemu.'' ''Dimana"'' ''Di gunung. Kenapa"''
''Maksud lo" Lo lagi hiking trus ketemu dia, gitu"''
''Bukan. Gue bantuin Langen, Fani, sama si Febi....'' Iwan
langsung teringat tujuannya ke rumah Salsha. ''Oh, iya. Gue ke
sini sebenernya pengen tau gimana ceritanya di Febi sampe....''
''Aduh.....!'' Salsha berdecak tak sabar. ''Bantuin apaan" Ceritanya
yang bener dong!'' diguncang-guncangnya lengan Iwan.
''Elo kenapa sih" Dari tadi histeris nggak jelas begini"'' Iwan
menatap Salsha dengan kening terlipat dan kedua alis menyatu
rapat. ''Iya, lo bantuin mereka ngapaiiin!"'' Salsha nyaris menjerit saking
tidak sabarnya. ''Kebut gunung ngelawan cowok-cowok mereka. Emangnya
kenapa"'' Salsha kontan terperangah.
''Jadi elo yang ngebantuin cewek tiga itu!"'' Salsha menjerit dan
tubuhnya melenting dari sofa. ''Aduh, elo, Waaan....'' dipukulnya
bahu Iwan. Gemas, marah, dongkol. ''Gue yang kena cecer, tau!
Gue yang dilibas! Mereka nyangka gue ikutan juga! Ah, elo!''
Iwan semakin kebingungan melihat tingkah Salsha.
''Ikutan apa" Lo kenapa sih, Sha" Gue nggak ngerti nih. Ada
apa"'' ''Aduh, Iwaaan. Kemaren gue ketangkep!''
''Ketangkep siapa" Polisi" Emangnya lo kenapa" Kepergok lagi
jual ganja" Ati-ati dong, kalo jadi drug dealer!''
''Ah, elo!'' Salsha melotot jengkel. ''Gue ditangkep cowoknya
Fani!'' ''Apa!"'' sekarang mata Iwan kontan melebar. ''Maksudnya"'''Ya
gue ketangkep!'' Salsha kembali menjatuhkan diri di samping
Iwan. ''Serem banget deh, Wan! Gue diculik kemaren! Trus
dibawa ke rumahnya cowoknya cewek yang satu lagi itu! Terus
gue dilecehkan, Wan! Terus....'' Salsha mengadu pada Iwan
dengan berapi-api dan terisak-isak tapi tanpa air mata, kronologi
hari dia ketiban sial itu. Tentu saha minus dia mencium Bima
tanpa sengaja. Meskipun cerita yang didengarnya benar-benar berantakan, Iwan
tahu, sesuatu yang buruk dan paling tidak diharapkan, telah
terjadi. Sesaat tubuhnya terpaku tegang.
''Lo telepon tuh anak dua. Suruh ke sini. Cepet!''
Salsha langsung panik. Tanpa sadar, dicengkeramnya tangan
Iwan kuat-kuat. ''Jangan, Wan! Jangan! Jangan! Please! Gue bisa
nggak selamet! Kalo tuh anak dua sampe tau, lo bakalan nggak
ngeliat gue lagi!'' ''Kenapa"'' ''Gue udah diancem, wan! Katanya, kalo Langen sama Fani
sampe tau, gue mau diciduk!''
''Ya jangan sampe tuh cowok tau!''
''Maksudnya"'' ''Telepon Langen sama Fani dulu. Suruh mereka ke sini.
Sekarang!'' ''Nanti kalo gue diciduk, gimana"''
''Nggak akan!'' tegas Iwan. ''Gue yang tanggung jawab!''
''Ng....'' Salsha masih ragu. ''Bener nih" Gue pasti aman, ya"''
Iwan membungkukkan tubuh, menghadapkan wajahnya persis di
depan wajah Salsha. ''Gue yang dicari itu babon! Jadi ciduk gue dulu, baru dia bisa
ciduk temen gue!'' Semangat Salsha langsung melejit mendengar itu.
''Oke, kalo gitu! Sip!'' serunya sambil berdiri. ''Gue telepon Langen
sama Fani!'' *** ''Lo kenapa bisa nggak ngenalin Rangga sih, Sha"'' Langen
berdecak. ''Yah, elo!'' ganti Salsha berdecak. ''Emang dia itu siapa sih" Indra
Brugman juga belom tentu gue langsung ngeh kalo papasan.
Apalagi dia!'' ''Trus, abis ditangkep lo dibawa ke mana"''
''Ke rumah cowoknya temen lo yang itu....yang kalo ngomong
suaranya nggak kedengeran. Yang waktu itu belangnya gue
bongkar.'' ''ADUH!'' Langen dan Fani langsung melejit dari sofa masingmasing.
''Trus lo ngaku pula, Sha!"'' Langen nyaris menjerit. Salsha
melotot, agak marah. ''Lo mau gue ilang tanpa jejak" Vateran jadi manusia" Mereka
udah ngancem, gue nggak bakalan bisa ditemuin biarpun udah
dilaporin ke Kontras!'' Dua orang di depan Salsha langsung saling pandang dengan
panik. ''Gawat, La!'' desis Fani. ''Abis deh kita!''
''Trus cowok lo, Fan, maksa gue ngasih tau siapa-siapa aja yang
udah ngebantuin lo bertiga naek gunung. Untung aja gue nggak
tau kalo itu Iwan.'' ''Aduh, untung! Untung!'' desah Langen. ''Kalo itu ketauan juga,
bener-bener kiamat!'' ''Jangan merasa aman dulu,'' Iwan buka suara untuk pertama
kalinya. ''Sekarang justru itu yang lagi mereka cari tau.''
''Iya, emang....''Salsha mengangguk. ''Ati-ati aja lo dari sekarang,
Fan!'' ''Kenapa emang"'' tanya Fani.
''Yah....pokoknya dari sekarang lo kudu siap-siap.'' Salsha
menepuk-nepuk kedua bahu Fani dengan gaya menenangkan.
''Ntar semua gue yang ngurus deh. Gratis sama temen yang merit
ketiban sial!'' ''Apa sih maksud lo!"'' Fani hampir menjerit. ''Maksudnya dia
nanti menginterogasinya....,'' dibuatnya tanpa kutip dengan jarijari tangan, ''begitu! Gitu"''
''Naaah, tau juga lo akhirnya!'' Salsha bertepuk tangan keraskeras. Iwan ketawa geli.
''NGGAK AKAN!'' Fani menggebrak meja. ''Gue nggak akan
kawinan muda. Apalagi sama cowok kayak gitu. Cita-cita gue jadi
wanita eksekutif muda, tau! Gaji tiga puluh juta sebulan!''
''Kalo gitu, lo lawan dia!'' tandas Salsha. Fani kontan meringis
ngeri sambil garuk-garuk kepala.
''Jadi gimana dong, Wan"'' Langen menatap Iwan.
''Ini udah urusan intern lo bertiga. Gue nggak bisa ikut campur
lagi. Gue cuma ngasih tau kalo ada perkembangan baru.''
''Kok jahat sih lo"''
''Trus gue harus gimana" Bantuin lo langsung di depan mereka,
gitu" Nongol di kampus lo" Itu sama aja membenarkan dugaan
mereka, La.'' ''Hm.....kalo lo jadi mereka, kira-kira lo mau ambil tindakan apa"''
Iwan menatap Langen lurus.
''Mau jawaban jujur"''
''Ng....'' Langen terdiam sesaat. ''Iya.''
Cewek Karya Esti Kinasih di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
''Ya jelas gue harus tau yang sebenarnya!'' ucap Iwan tandas.
''Gie press sampe ngaku, gimanapun caranya. Kalo emang
terpaksa harus....,'' diangkatnya kedua alisnya, menahan tawa,
''dengan cara yang agak....'' Dia gantung lgi kalimatnya, membuat
dua cewek di depannya jadi menahan napas saking cemasnya.
''Apalagi kalo hubungan gue sama keluarganya udah deket, kayak
cowok lo gitu, La. Tinggal minta izin. Bilang kek mau ke mana.
Dua atau tiga hari. Risikonya paling pulang-pulang dikawinin!''
''HAAA"'' Langen kontan ternganga. ''Lo kok nggak kompak
banget gitu sih!"'' jeritnya. Iwan ketawa geli.
''Tuh, kan" Apa gue bilang!'' seru Salsha, dan dia terbahak keras
begitu menyaksikan ekspresi muka Fani.
"You've no choice. Kill or be killed!''
*** Rangga duduk dengan gelisah. Tidak seperti hari-hari kemarin,
dia jadi canggung saat tadi dipersilakan untuk masuk dan duduk.
Dari sambutan kakak Febi yang tidak ramah, juga tidak seperti
hari-hari kemarin, dia bisa menduga sesuatu yang buruk telah
terjadi. Dan dugaannya ternyata tepat. Saat Mas Pram pergi ke
kamar untuk berganti baju, Jumenem, salah satu andi dalem
yang khusus mengurus Febi, buru-buru menghampirinya. Dengan
suara pelan, nyaris berbisik, dan dengan sepasang mata yang
sebentar-sebentar melirik ke dalam, Jimunem lalu menceritakan
dengan cepat. Ternyata Febi telah membuat seluruh anggita keluarganya gusar.
Gadis itu dinilai mulai nakal. Mulai tidak peduli tata krama. Dan
itu bisa membuat malu keluarga. Bisa membuat nama keluarga
jadi tercemar. Dan kalau sudah ditegur Mas Pram, berarti persoalannya sudahh
termasuk serius. Karena sebagai anak tertua, Mas Pam berada
dalam urutan ketiga dalam tatanan birokrasi internal.
Benar saja. Dalam pembicaraan selama hampir satu jam, dengan
wajah kaku dan tanpa senyum, Mas Pram memberikan satu
peringatan keras untuk Rangga.
''Dimas Rangga sejak awal sudah tau toh kalau kami ini bukan
dari kalangan biasa" Jadi tidak bisa seenaknya. Ada norma dan
adat yang harus kamu juga. Bukannya sombong, tapi itulah
kenyataannya. Jadi tidak bisa sembarangan, tidak bisa semaunya,
seenaknya. Siapa pun yang ingin masuk ke keluarga ini harus
menyesuaikan diri. Dan bukannya keluarga ini yang harus
menyesuaikan dengan anggota baru tersebut. Paham maksud
saya"'' ''Iya..., Kangmas,'' jawab Rangga patah-patah. Bukan gugup, tapi
dia geli dengan sebutan-sebutan yang berlaku dalam keluarga
Febi. ''Jadi kalau Dimas Rangga merasa kesulitan untuk mengikuti tata
cara keluarga ini, lebih baik dari sekarang dipikirkan. Jangan
Diajeng Febi yang harus menyesuaikan dengan Dimas Rangga.
Ndak bisa seperti itu, karena Dimas Rangga-lah yang masuk ke
keluarga ini. Sekarang ini tingkah Diajeng Febi mulai tidak benar.
Mulai ndak patut. Ketawa keras-keras. Nyanyi sambil lonjaklonjak. Makan sambil ngomong. Ini bagaimana" Kok bisa sampai
begitu"'' Rangga tidak bisa menjawab! Dalam hati langsung dia maki-maki
Langen dan Fani. Dua oknum yang paling bertanggung jawab
membuat Febi jadi rusak. Apalagi Mas Pram kemudian menutup
pembicaraan itu dengan satu kalimat yang cukup nyelekit.
''Jadi kalau Dimas Rangga merasa kesulitan untuk menyesuaikan
diri, lebih baik mundur saja dari sekarang. Jangan dipaksakan,
karena ini bukan masalah sederhana.''
Walaupun kata-kata itu diucapkan dengan santun, Rangga tahu
peringatan itu bukan main-main. Apalagi saat pamit, ''Kanjeng
Ibu''-nya Febi yang meskipun selalu bersikap angkuh dan
menjaga wibawa, selama ini masih mau bagi-bagi senyum
untuknya. Tapi tadi wanita itu sama sekali tak acuh. Sinis malah!
Di perjalanan pulang, Rangga kemudian mengambil satu
keputusan. Dia harus menjauhkan Febi dari Langen dan Fani.
Sejauh-jauhnya! *** Sejak diberitahu Iwan tentang perkembangan terakhir, Langen
dan Fani langsung stres. Benar-benar tidak menyangka. Belum
lama mereka merayakan kemenangan, sekarang sudah harus
berangkat perang lagi. Saat ini situasinya malah lebih parah.
Tanpa bantuan. ''Febi lawan Rangga, dan Bima jadi urusan kita berdua!'' kata
Langen. ''Rei"'' tanya Fani.
''Gue sama dia kan udah bubaran. Kalopun dia suka nanya-nanya,
gue nggak kudu jawab. Dia udah nggak ada hak untuk maksa
gue ngomong.'' ''Tapi dia bakalan ke Bima larinya, La.''
''Makanya kingkong lo itu kita hadapin berdua.''
Fani mengangguk-angguk. ''Tapi Febi belom tau nih, kalo ada perkembangan parah gini.''
''Ya kita kasih tau. Tapi lewat telepon aja. Males gue ke rumahnya
kalo nggak kepepet banget.''
''Sama!'' Tapi ternyata Febi tidak dapat dihubungi. Ponselnya dimatikan
dan setiap kali Langen menelepon ke rumahnya, yang
mengangkat selalu ''Kanjeng Ibu''-nya atau kakak laki-lakinya
yang paling tua. Dan kalau sudah mendengar suara ibu Febi yang
kaku dan nadanya yang selalu datar teratur itu, otomatis otak
Langen langsung menvisualkan sosok wanita anggun tapi
mengerikan itu, di mana pun matanya sedang menatap. Tembok,
kaca mobil, pohon, apalagi papan reklame.
''Ada apa"'' tanya Fani. Setelah untuk yang ketiga kalinya dengan
selang waktu setengah jam, Langen menutup telepon dengan
kening mengerut. ''Aneh deh. Yang ngangkat selalu kalo nggak nyokapnya, ya Mas
Pram.'' ''Lo bilang aja mau ngomong sama Febi.''
''Ditanyain dulu, tau nggak" Pertanyaannya detail-detail banget,
lagi! Ini siapa" Teman kuliahnya atau bagaimana" Keperluannya
Maut Buat Madewa Gumilang 1 Pedang Pusaka Naga Putih Karya Kho Ping Hoo Rahasia Hiolo Kumala 14
silau terkena sinar lampu.
''Bokap-nyokap gue udah pulang. Jadi elo janganberisik. Lo mau
kita diomelin" Ntar kalo nyokap gue tau, pasti dia
bakalanlangsung lapor ke nyokap lo. Buntutnya kita jadi kena
dimarahin dua kali,tau!''
''Oh, iya. Iya.'' Langen mengangguk-angguk.Entah benar-benar
paham atau tidak. ''Makanya diem, ya" Sst!'' Fani menempelantelunjuknya di bibir.
''Gue tutup lagi pintunya, ya"''
Pas! Baru saja pintu lemari dikunci, Fani balikbadan dengan kaget
karena ibunya berteriak di pintu.
''APA-APAAN SIH INI!" MALEM-MALEM BEGINI NYETELMUSIK
KENCENG-KENCENG BEGITU!!!''
Fani buru-buru berlari ke sudut ruangan danmematikan CD
player-nya sambil harap-harap cemas, semoga Langen benarbenarbisa diajak kerja sama.
''Maaf, Ma! Maaf! Maaf! Abis kepala Fani lagipusing banget nih.''
''Masa kepala pusing malah nyetel musikkenceng-kenceng begitu"
Trus inikamar baunya kok begini"'' Mama Fani melangkah masuk
sambil mengerutkan keningdan mengendus-endus.
''Eh....itu, Nyah. Non Fani tadi lagi Ijahpijitin,'' jelas Ijah buruburu.
''Masa sampai begini baunya"''
''Oh, itu. Tadi minyak kayu putihnya Ijahcampurin minyak goreng,
Nyah. Biar mijitnya gampang. Kankalo tukang pijet juga begitu.
Suka dicampurin minyak goreng.''
''Iya. Tapi minyak yang bersih, Jah. Ini minyakapa yang kamu
pake" Jangan-jangan bekas ngegoreng ayam.'' Wanita itu
menoleh keanak tunggalnya dengan pandang khawatir. ''Kenapa
kamu, Fan" Masuk angin"''
''He-eh!'' Fani mengangguk cepat-cepat.
''Makanya jangan suka nahan-nahan makan. ItuMama bawain
empek-empek.'' ''EMPEK-EMPEK!"'' jerit Fani seketika. ''Jah,empek-empek, Jah!
Empek-empek!'' diguncang-guncangnya tangan Ijah. ''Yuk!
Makanempek-empek yuk!'' Cewek itu berlari ke luar kamar. Mamanya jadumengerutkan
kening melihat reaksi anaknya yang menurutnya agak berlebihan
itu. ''Kamu nggak mau, Jah" Masih anget lho,'' tanyamama Fani ke
pembantunya yang tidak beranjak itu. Ijah langsung geleng
kepala. ''Ntar aja, Nyah. Saya mau beresin kamar NonFani dulu.''
Sang nyonya rumah keluar kamar sambil menganggukpuas,
mengira pembantunya itu rajin sekali. Setelah menunggu selama
beberapamenit sambil bertiarap di lantai, mengintip dari anak
tangga teratas dan yakinsuasananya sudah benar-benar aman,
Ijah buru-buru membuka pintu lemari. Langenlangsung terjatuh
keluar dan menggeletak di lantai.
''Mbak Langen. Mbak,'' panggil Ijah pelan.Diguncan-guncangnya
badan Langen. Tapi tidak ada reaksi. ''Yeee, tidur sih!''
Terpaksa Ijah membiarkan Langen menggeletak dilantai, karena
tidak kuat mengangkatnya ke tempat tidur.
Sementara itu Fani sedang asyik menyantapempek-empek. Dari
luar sih dia kelihatannya asyik-asyik aja, padahal dalam hatiasli
deg-degan! Tiba-tiba telepon berdering. Langsung cewek itu
melompatbangun. Pasti Rei!
''Halo"'' ''Halo! Fan, Langen ada di situ"'' bener, kan"
''Nggak. Kenapa"'' jawab Fani datar. Rei merasanapasnya nyaris
putus mendengar jawaban itu.
''Nggak. Nggak apa-apa. Dia nggak nelepon"''
''Nggak tuh. Kenapa sih"''
''Nggak. Nggak apa-apa. Tadi kenapa sih HP longgak aktif"''
''Yee, suka-suka gue dong. HP HP gue. Lo teleponaja ke HP
Langen.'' ''Tadi dia pergi nggak bawa HP,'' ucap Reipelan. Fani tersenyum
tipis. Dia tahu itu, karena dia yang kasih saran begitu.''Ya udah.
Thanks. Sori, gue udah ganggu elo!''
''Nggak apa-apa.'' Di seberang, Rei menutup telepon. Seketikatubuhnya melunglai.
''Siapa sih malem-malem begini nelepon" Udahhampir jam dua
belas begini,'' mama Fani bertanya dengan ekspresi wajah
tidaksuka. ''Langen, Ma. Dia kanemang suka gitu. Kalo nelepon ke sini mana
mau peduli waktu. Kalo dia masihmelek, dianggapnya Fani pasti
masih melek juga.'' Sang mama tidak jadi curiga gara-gara keteranganitu.
''Coba tadi kamu suruh dia ke sini. Besok, gitu.Soalnya Mama
juga beli empek-empek yang masih mentah.''
''Oh, gampang itu, Ma. Besok Fani telepon dia!''Fani menjawab
sambil meringis. Tidak usah besok siang, sekarang saja tuh
anaksudah ada di sini! Alhasil malam itu kedua orangtua Fani tidak tahuada cewek teler
menginap di kamar anak mereka.
Kecemasan Rei sungguh-sungguh telah berubah menjadi
kepanikan! Beberapa saat yang lalu, kemarahan membuatnyamembiarkan
Langen pergi. Tapi saat tubuh gadis itu hilang di
tikungan,kemarahan itu seketika berubah menjadi kecemasan.
Seketika dia berlarimengejar, tapi Langen sudah menghilang.
Jalan itu kosong. Buru-buru dia kembalike taman. Menghampiri
Jeep-nya dan melompat ke belakang setir. Ditelusurinyalagi jalan
itu. Tapi sekali lagi....kosong!
Rei panik. Satu pikiran buruk berkelebat.Jangan-jangan Langen
pingsan. Ambruk entah dimana. Cowok itu sampai menginjakrem
tanpa sadar. Dan sedetik kemudian seluruh spotlight Jeep-nya
menyalabersamaan. Kemudian ditelusurinya semua jalan. Cahaya
spotlight-nya menyapusetiap jengkal tanah, rumput, aspal
jalanan, bata trotoar, bahkan sebagianhalaman rumah-rumah
yang dilewatinya. Lagi-lagi nihil. Langen tidak ada di manapun.
Cewek itu lenyap! Untuk yang keempat kalinya Rei melewati kembalijalan itu. Jalan
tempat dilihatnya Langen untuk yang terakhir kali.
Danperhatiannya tertarik ke sebuah rumah. Pintu pagar tingginya
terbukalebar-lebar dan ada banyak mobil terparkir di halamannya
yang luas. Tidakmungkin Langen hilang begitu saja. Satu-satunya
kemungkinan, cewek itu masuk kerumah ini.
Satpam itu tidak ada. Dia meninggalkan posnyauntuk mengatur
mobil. Rei menajamkan mata saat mobil-mobil itu keluar satu
persatu, sampai mobil terakhir keluar dan rumah itu kembali
lengang. Secepat kilatdia melompat turun dan berlari ke arah
gerbang yang hampir menutup.
''Maaf, Pak. Apa tadi ada cewek ke sini"Ma....'' Kalimatnya
terpenggal, batal akan mengatakan ''mabuk''. Maksud
saya,rambutnya ikal panjang.''
Satpam itu mengerut kening sejenak, lalu gelengkepala.
''Nggak ada. Si Lisa, ya" Papanya juga nungguintadi. Bilang mau
jemput tapi ditunggu nggak dateng-dateng. Kamu gantiin
Lisajemput Papa, ya" Belum jauh kok. Susul aja. Papanya cuma
numpang mobil PakHaryono sampai perempatan. Terus
nyambung taksi.'' Kening Rei mengerut mendapatkan jawaban anehitu. Tapi dia
tidak peduli, karena telah dia dapatkan informasi yang dia cari.
Langen tidak di sini! Setelah mengucapkan terima kasih, cowok itukembali ke mobil
dengan langkah gamang. Semua spotlight Jeep-nya lalu
padambersamaan. Kemudian mendadak dia tersentak.
Goblok! Desisnya. Tidak ada penjelasan lainuntuk raib-nya
Langen ini kecuali, dia mendapatkan taksi dan langsung
pulang.Ke rumahnya sendiri, atau ke rumah Fani kalau dia takut
dimarahi. Bergegas Rei menginjak pedal gas. Ngebut,mencari wartel. Tapi
ternyata dua nomor yang dihubungi, sama-sama
mengatakan''Langen nggak ada'l!
Dicobanya menghubungi ponsel Fani, tidak aktif.Sementara
menghubungi ponsel Langen tidak ada gunanya karena cewek
itumeninggalkannya di rumah.
Sepuluh menit kemudian, dia hubungi lagi nomorrumah Langen
dan Fani. Masih juga dijawab ''Langen tidak ada.'' sepuluh
menitberikutnya, kembali dia hubungi. Lagi-lagi masih juga
jawaban yang sama.Detik-detik berikutnya terasa amat menyiksa.
Mati-matian Rei menahan diri untuktidak mengangkat gagang
telepon di depannya lalu menekan tuts-tuts angkanya.Soalnya
orang-orang yang mengangkat di seberang sanapasti mulai
bertanya-tanya ada apa. Dan Rei tidak ingin mengatakannya.
Setengah jam kemudian baru dia hubungi lagi.Tapi masih juga,
Langen tidak ada. Setengah jam berikutnya, tepat di
pergantianhari, kembali dia hubungi dan lagi-lagi masih juga
mendapatkan jawaban yangsama!
Dengan konsentrasi yang benar-benar sudah pecahtotal, panik,
cemas, marah pada diri sendiri, menyesal, merasa sangat
bersalah,Rei menelusuri jalan demi jalan. Dan berakhir menjelang
dini hari di warungkopi pinggir jalan.
Segelas kopi lalu dihadirkan untuk tubuhnya yangletih dan
kedinginan. Seorang pengamen, yang shift-nya mungkin memang
darimalam sampai pagi atau mungkin sedang mengejar setoran,
berjalan mendekat danlangsung beraksi. Dipetiknya gitar dan
sedetik kemudian mengalunkan nada-nadagetir yang begitu
menyayat. ''Kau tlah pergi, tinggalkan maaf yang takterucap. Dan takkan
kembaliiii.....'' Rei menggeram. Ditatapnya pengamen itu dengangarang. Tapi
karena terlalu menghayati lagu yang sedang dinyanyikan,
tatapanRei itu luput. Pengamen itu tetap bernyanyi.
''DIAM!!!'' bentak Rei keras. ''Nyanyi lagu yanglain! Bikin orang
emosi aja!'' Baru pengamen itu berhenti bernyanyi. DitatapnyaRei dengan
kening terlipat. Tak lama dipetiknya lagi gitarnya dan
mengalunkannada-nada yang lebih menyayat dari nyanyian
pertamanya tadi. ''Tlah tiba waktuku, tak berpisah denganmu.Menangislah
untukku. Sampai akhir kau di sampingku, di hatikuuu....''
''DIAM! DIAM! DIAM! DIAM!'' Rei berteriak kalap.''PERGI
SANA!PERGI CEPET!!!'' Pengamen itu berhenti bernyanyi lagi.Didekatinya Rei, lalu
dengan nada prihatin dia ngomong, ''Mas, lagi patah hati,ya" Mau
saya kasih resep manjur" Dijamin pasti sakit hatinya hilang.
Temen sayasudah ada yang mempraktekkan. Dan
hasilnya....,'' pengamen itu mengacungkan satujempolnya,
''jooosss! Mau"'' Rei mengangkat kepala. Menatap tapi tanpa minat.
''Apa"'' ''Terjun aja dari Monas!''
Rei ternganga. Dan pengamen itu langsungngeloyor pergi setelah
memberikan satu saran yang sangat sesat itu. Tapi
sambilberjalan pergi dia bernyanyi lagi.
''Pejamkan kedua matamu, saatkepergiankuuu....''
''AAAAA!!!'' Rei berteriak gila-gilaan.Tangannya meraih satu dari
sebarisan botol sofdrink yang ditata di tengah meja,lalu
melemparnya kuat-kuat. Botol itu jatuh membentur aspal dengan
suara kerasdan langsung menjadi kepingan berserakan. Cuma
beberapa senti dari pengamenitu, yang refleks melompat
menjauh lalu mempercepat langkah. Tapi masih tetapdia teruskan
nyanyiannya. ''Kenanglah diriku, yang juga mencintaimuKenanglah cinta kita,
yang tak mungkin bersama. Selaaamanyaaa!''
Rei menutup kedua telinganya rapat-rapat.Memejamkan kedua
matanya, juga rapat-rapat. Dia baru membuka mata
setelahkeadaan di sekitarnya telah kembali sunyi. Diletakkannya
selembar sepuluhribuan di samping gelas, lalu pergi.
Jeep-nya berhenti lagi satu kilometer dari situ.Di depan wartel
yang buka 24 jam. Ini memang masih terlalu pagi untuk
meneleponorang. Tapi dia benar-benar butuh pertolongan.
*** ''Halo"'' suara di seberang terdengar jelassedang ngantuk berat.
''Mereka bener-bener mabok!''
''Apa" Ini siapa" Oh, elo, Rei. Adaapa"''
''Mereka bener-bener mabok, Bim!'' ulang Rei.Lebih keras.
''Mereka siapa"'' tanya Bima tanpa minat.
''Cewek tiga itu!'' ''Oh, gitu. Bisa diomongin ntar siang aja" Guebaru tidur tadi jam
empat. Sekarang baru....,'' Bima menoleh ke dinding. ''yaampun.
Baru sejam.'' ''Nggak bisa. Ini gawat! Bener-bener gawat!''
''Oke deh. Oke. Oke,'' Bima mengalah. Terpaksaditahannya
kantuknya karena suara Rei yang sangat mendesak itu. ''Tau dari
manalo"'' ''Semalem gue nantangin Langen minum.''
''Apa!l'' sepasang mata Bima jadi agak melebar.''Trus"''
''Tiga gelas!'' Bima terperangah. Kedua matanya jadi benar-benatlebar
sekarang. "Tiga gelas" Trus dia....''
''Trus kami putus! Bubar! Selesai! Pisah!Finish!''
Bima terperangah lagi. Sekarang gilirankantuknya yang benarbenar hilang.
''Di mana lo sekarang"''
''Di....'' Rei menatap keluar, ke arah papannama wartel. Di situ
tertera nama jalan. ''....Jalan Latumenten.''
''Di mana tuh"'' ''Mana gue tau!'' bentak Rei, mendadak jadiemosi. ''Lo kira gue
kontraktor yang bangun ini jalan"''
Bima menarik napas. ''Lo ke sini, cepet! Guetunggu!'' ditutupnya
telepon tanpa menunggu jawaban. Menghadapi orang
yangsedang stres memang sebaiknya tidak usah banyak bicara.
Dan Bima sungguh kaget begitu melihat kondisiRei. Benar-benar
berantakan! Kusut, letih, pucat, dan kelihatan sangat putusasa.
Dipanggilnya salah seorang pembantunya, memintanya untuk
membuat secangkirkopi dan segera menyiapkan makanan untuk
tamu yang datang pagi-pagi buta itu.
''Ini bener-bener gawat!'' desis Rei.
Bima menatapnya lurus. Karena belum tahu apayang sebenarnya
terjadi, dia jadi terkejut melihat keadaan Rei sampai sepertiitu.
Seakut apa sih, akibat ditinggal cewek" Biarpun katanya cinta
sejati, tohmereka masih punya banyak pilihan lain.....
''Lo bisa sujud di bawah kakinya. Tapi usahainjangan sampe ada
ngeliat.'' ''Bukan itu! Dia ilang. Dari semalem nggakpulang!''
Bima mengerutkan kening. ''Lo mau cerita"''tanyanya pelan. ''Biar
gue ngerti masalahnya.'' Mau tidak mau Rei memang harus menceritakanperistiwa itu.
Cewek Karya Esti Kinasih di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Bertelekan paha, Bima menangkupkan kedua tangannya di
depanbibir, sibuk berpikir setelah mendengar cerita itu. Parah
memang kalau kejadiannyasampai seperti itu. Tapi Langen
memang bukan tipe cewek yang bisa ditundukkantanpa
kekerasan. ''Di rumahnya nggal ada. Di rumah Fani juganggak ada. Ke rumah
Febi udah jelas nggak mungkin. Nggak mabok aja Langrn
nggakpeduli tata krama, apalagi mabok!'' Bima menggumam
sendiri. ''Udah lo cej lagipagi ini"'' Dipandangnya Rei. Gelengan
kepala itu benar-benar membuat trenyuh.Ditepuk-tepuknya bahu
sobatnya itu. ''Okelah. Biar gue yang nyari. Lo tunggu disini.
Mandi trus sarapan. Seperti biasa, lo bisa pake baju gue. Trus
usahaintidur sebentar. Oke"''
Rei cuma bisa mengangguk. Bima menatapnya denganrasa
bersalah. ''Gue minta maaf. Mungkin emang sebaiknya nggaklo ikutin saran
gue.'' ''Nggak. Lo bener. Dengan begini gue jadisemakin tau, siapa itu
Langen!'' Di mulut Rei ngomong begitu. Tapi dalamhati....perih terajam tak
terperikan! Cuma dia tidak ingin mengaku saja. Salah satu kakak
Langen, Erlangga, sedang berdiridi pinggir jalan saat Bima
datang. ''Rei ada di sini, Er"''
''Nggak. Langen-nya aja nggak di rumah.''
''Oh, ya"'' Bima pura-pura kaget. ''Ke mana"''
''Paling di tempat Fani. Kalo nggak pulang, dimana lagi tuh anak
kalo nggak di sana.'' ''Emangnya Langen nelepon kalo sekarang dia ditempat Fani"''
''Nggak sih. Kenapa" Lo perlu sama Rei apa samaadek gue"''
''Rei. Tapi gue lagi males muter-muter nih.Pasti di tempat Fani,
ya"'' ''Pasti!'' Bima mengangguk-angguk, heran kenapa Rei bisa''kelewatan''
padahal jawabannya gampang sekali dicari. Diucapkannya
terimakasih, lalu pergi. Di tikungan menuju rumah Fani, cowok itu
menghentikan mobilsejenak. Dia mengucir rambut panjangnya,
lalu menyembunyikan ekor kuda itu dibawah topi. Tidak perlu
penyamaran yang njelimet karena Baleno ayahnya yangterpaksa
dia bajak semua kacanya sudah cukup gelap.
Saat menjelang tiba di tujuan, diturunkannyaujung topinya. Di
balik dua lensa gelap, sepasang matanya lalu melirik
tajam.Mengamati setiap sudut rumah Fani dengan saksama.
Kedua orangtua Fanisepertinya akan pergi, karena mereka sudah
berdiri di teras dengan dandananrapi.
''Fani! Jangan lupa itu, telepon Langen. Suruhke sini. Sayang itu
empek-empeknya!'' kata mama Fani sambil berjalan ke mobil.
''Oke deh, Maaa!'' jawab anaknya dari dalam. Dantak lama, Bima
mendengar suara Fani meneriaki Ijah, ''JAAAH! TELEPON
LANGENGIH! SURUH KE SINI! CEPET GITU! JANGAN LAMA-LAMA
KALO NGGAK MAU EMPEK-EMPEKNYAGUE ABISIN!''
Cewek itu tidak sadar bahwa teriakan yangsebenarnya untuk
mengelabui orangtuanya itu berhasil membuat detektif
dadakanyang barusan saja lewat ikut tertipu. Bima tersentak.
Baleno-nya berhentimendadak. Ternyata masalahnya memang
gawat! Segera diinjaknya pedal gas, buru-buru pulang.Rei sedang
berjalan mondar-mandir di teras. Penampilannya tidak lebih
baik.Begitu mobil Bima muncul, dia langsung melesat ke pintu
gerbang. Dibelakangnya, Rangga mengikuti dengan langkah
lambat. ''Ketemu!"'' Bima geleng kepala. Harapan di mata Rei pupusseketika.
''Ini serius, Rei. Orang-orang di rumah Langennyangka tuh anak
di rumah Fani. Sementara dia nggak ada di sana.''
''Jadi gimana"'' tanya Rei putus asa.
''Mau nggak mau lo harus ngasih taukeluarganya.''
Rei tambah lunglai. ''Mendingan kita caridulu.''
''Kemana lo mau cari"''
''Temennya bukan cuma Fani.''
''Dan gimana caranya lo cari tau siapa-siapa ajatemennya"'' tanya
Bima. Rei tidak bisa menjawab. Bima menarik napas.
Lembut,ditepuk-tepuknya bahu sahabatnya itu. ''Ayo, gue
temenin. Sebelom semuanya jadisemakin parah.''
''Gue setuju.'' Rangga mengangguk.
Dengan diapit kedua sahabatnya, Rei berjalan lambatke arah
Baleno yang masih diparkir di pinggir jalan.
Begitu tiba di depan rumah Langen, yang pertamaterbayang di
mata Rei adalah dua sosok tua: orangtua Langen. Gimana bisa
diamemberitahu mereka bahwa anak perempuan mereka satusatunya.....hilang"Soalnya, meskipun nakal, Langen itu anak
kesayangan. Salah satu kakaknya,Bagas, malah senpat membuat
Rei cemburu karena kelewat menyayangi adik ceweknyaitu.
''Balik, Bim.'' Rangga menepuk pelan bahu Bima.
Bima langsung setuju dan Baleno itu kemudian meninggalkanruas
jalan tempat dia sejenak diam.
*** Senin pagi, Fani berangkat ke kampus sendiri.Langen cabut
kuliah. Sementara itu Rei datang ke kampus dengan penampilan
yangbenar-benar berantakan. Cowok itu memang cuma tidur
kurang dari tiga jam selamahampir 48 jam terakhir, karena
sebagian besar waktu dihabiskannya untukberkeliaran ke manamana. Mencari sang kekasih yang hilang!
Start sejak pertengkaran hebat yang berujungperpisahan itu, dan
finish menjelang fajar. Dengan melibatkan kedua
sahabatnya,pencarian diteruskan Minggu siang sampai Senin dini
hari. Dengan hasil kembalinihil. Sang missing person tetap
missing! Dan yang tersisa pagi ini tinggal khawatir,cemas, dan kalut yang
semakin menjadi. Tadi pagi dia telepon lagi ke rumahLangen, dan
pembantunya bilang Langen belum pulang. Satu jam
kemudianditeleponnya kembali. Dan sekali lagi pula mendapatkan
jawaban yang sama. ''Paling ditempatnya Fani,'' kata Bagas. Reitidak berani
mengatakan bahwa si bungsu itu tidak ada di sana.
Lunglai, Rei berjalan ke kelas sang kekasih yanghilang itu.
Berharap ada kabar dari Fani.
''Kenapa lo"'' Fani berlagak bego meskipunsebenarnya terkejut
melihat kondisi Rei yang berantakan. Sama sekali
takdisangkanya. Dia pikir cuma Langen yang parah. ''Ke kampus
acak-acakan gitu.Nggak mandi pula, ya"''
''Langen mana, Fan"'' Rei bertanya dengan nadamemohon.
''Belom dateng.'' ''Lo bukannya kalo pagi dijemput Langen"''
''Biasanya emang gitu. Tapi tadi gue tungguinsampe jam tujuh
lewat, tuh anak belom dateng juga. Gue teleponin berkali-kalike
HP-nya, eh dicuekin. Ya udah. Gue cabut duluan.''
''Kenapa nggak lo tungguin" Kali aja dia datengterlambat"'' Rei
sepertinya menyalahkan. ''Oh, lo harus tau kalo gue ini mahasiswi yangsangat rajin!'' jawab
Fani diplomatis. ''Gue nggak mau telat masuk kuliah cumagaragara nunggu jemputan.''
Mulut Rei sudah terbuka, ingin mengatakan bahwaLangen
menghilang sejak Sabtu malam, tapi urung. Cowok itu lalu
terduduklunglai di sebelah Fani.
''Heh! Ini kursinya Langen. Maen duduk aja. Sana! Sana!Cari
tempat laen kenapa"''
''Numpang sebentar, Fan. Gue nunggu Langen,''ucap Rei lemah.
Duh, kasihan banget deh denger suaranya.
''Sebentar bener, ya" Ntar kalo orangnya datengpindah, ya"''
Rei mengangguk tanpa suara. Kemudian cowok itubenar-benar
tidak mengeluarkan suara. Blas! Duduk diam dengan kepala
menundukdalam-dalam, dan baru berdiri begitu dosen datang.
''Pergi dulu, Fan,'' pamitnya lirih, laluberjalan keluar. Fani
mengikuti dengan pandangan.
''Gantung diri sana!''dengusnya mangkel.
Rei melangkah lunglai menuju tempat parkir. Diaharus ke rumah
Langen untuk memberitahu keluarganya bahwa gadis itu
hilang.Tidak bisa mundur lagi, karena telah lewat 36 jam sejak
dilihatnya Langenterakhir kali.
Rasanya benar-benar seperti sedang pergi kepemakaman. Bukan
cuma untuk menyaksikan orang yang dicintai dikuburkan.
Tapisekaligus juga untuk menguburkan diri sendiri. Tidak dalam
keadaan jasad utuh,tapi serpihan daging dan tulang!
''Wah, kebeneran kamu dateng, Rei!'' sambut mamaLangen. Tapi
kemudian dia menatap Rei dengan kening terlipat. ''Kamu
kenapa"Kok berantakan begini" Pucat, lagi. Kenapa" Kamu
sakit"'' Perhatian tulus dari mama Langen itu malahmembuat Rei
semakin ditekan rasa bersalah.
''Nggak, Tante. Cuma....kuliah lagi banyak tugas.''
''Oh, begitu. Tapi tetep kesehatan itu harusdijaga.''
''Iya, Tante. Terima kasih.''
''Tante mau minta tolong sama kamu.''
''Minta tolong"'' kening Rei berkerut.
''Iya. Tante mau titip obatnya Langen.''
''O-obat, Tante"'' ''Iya. Itu anak radang tenggorokannya lagikambuh. Biasanya dia
suka rewel. Kemarin sore waktu Fani ke sini, ngambil bajusama
diktat-diktat kuliahnya, Tante lupa nitip.''
Sontak sepasang mata Rei melebar. Benar-benarkaget!
''Tetrus juga, tolong bilang sama mamanya Fani,kalo Langen
minta dimasaki ini-itu, jangan dituruti. Kalo di sanadia berisik,
dimarahi saja. Soalnya anak satu itu nakal sekali. Tolong ya,Rei"''
tidak ada sahutan. ''Rei"'' ulang mamanya Langen. Tetap tidak
adasahutan. Wanita itu menoleh dan jadi heran melihat Rei
terpaku diam. Ditepuknyabahu cowok itu yang lalu jadi terlonjak
kaget. ''Kenapa kamu" Kok bengong"''
''Oh" Eh, maaf.... Tadi Tante bilang apa...."''
''Nah, kan.Nggak denger, kan"Kenapa kamu"''
''Nggak. Nggak apa-apa, Tante.'' Reimenggelengkan kepala.
Benar-benar lega. Tubuhnya sampai sempit limbung sakingbeban
berat itu terangkat tiba-tiba. Mama Langen mengulangi
pesannya. ''Terus, nanti suruh Langen nelepon Tante. Anakitu memang
nakal! Nginap sudah dua hari, bukannya ngasih tau. Memang sih
rumahFani sudah seperti rumah sendiri. Tapi mbok ya kasih tau,
gitu lho.'' ''Langen nggak bilang sama Tante"''
''Fani sih udah ngasih tau. Malem Minggu kemarinMalam-malam,
jam sebelah dia nelepon ke sini. Cuma Langen-nya itu lho. Kok
yanggak nelepon sama sekali. Baju sama buku-bukunya malah
Fani juga yang ngambilke sini. Ngapain aja tuh anak di sana"''
Malam Minggu Fani nelepon ngasih tau!"
Kesepuluh jari Rei mengepal. Bener-bener kurangajar tuh cewek!
Desisnya marah. *** Fani langsung sadar Rei sudah mengetahuikeberadaan Langen
begitu dilihatnya cowok itu sudah ada lagi di luar kelas. Reiberdiri
bersandar di sebuah pilar dengan kedua tangan terlipat di depan
dada.Wajah Rei kaku dan sepasang matanya menatap tajam ke
satu titik. Dirinya! Dansedetik setelah dosen keluar dari pintu
depan, Rei langsung menerobos masuklewat pintu belakang.
''KENAPA LO NGGAK BILANG KALO LANGEN ADA DIRUMAH
LO!!!"'' cowok itu berteriak. Benar-benar keras saking
emosinya.Teman-teman sekelas Fani yang tadinya sudah bersiap
akan pergi, sontak batal.
''Kenapa gue mesti ngasih tau elo!"'' bentakFani.
''Gue hampir gila, tau! Gue muter-muter sampepagi! Gue cari dia
ke mana-mana!'' ''Bagus! Emang harus gitu! Baru juga hampir. Guedoain semoga
lo gila beneran!'' ''FANI!!!'' bentak Rei menggelegar.
''APA!!!"'' Fani balas membentak keras.
Rei menggeram marah. ''Awas lo, Fan! Liat ajalo!'' ancamnya, lalu
balik badan dan keluar. ''Eh, tunggu! Tunggu!'' seru Fani. Tapi Reisudah keburu hilang.
Cewek itu bergegas menekan tuts-tuts ponselnya.''IJAH!!!''
teriaknya begitu telepon di seberang diangkat.
''IYA!'' Ijah jadi ikut teriak gara-gara kaget.
''Langen lagi ngapain"''
''Mandi.'' ''Jah, denger, Jah! Tutup semua pintu samajendela! Kunci! Rei
lagi ke situ! Jangan kasih dia masuk! Paham!"''
''Paham! Paham!'' Ijah langsung menjalankan perintah. Ditutupnyasemua pintu juga
jendela rapat-rapat, lalu dikuncinya. Menguncinya juga
sampaiterdengar bunyi ''ceklek'', supaya dia yakin benar-benar
sudah terkunci. Langenkeluar dari kamar mandi dan jadi heran
melihat tingkah Ijah. ''Kenapa lo tutupin jendela sama pintu, Jah" Maupergi" Biar gue
yang jaga rumah deh.'' ''Bukan! Kata Non Fani, Mas Rei lagi mau kesini. Jangan dikasih
masuk, katanya!'' Langen terbelalak. ''Iya! Iya! Jangan!'' *** Rei bingung mendapati rumah Fani benar-benattertutup rapat.
Dia memanjat pagar, lalu melompat masuk halaman.
''Langen!'' panggilnya sambil mengetuk pintukeras-keras.
''Langen, buka pintu, La! Aku tau kamu di dalam!'' tidak
adasahutan. ''Langen! Buka pintu! Langen!'' tetap tidak ada
sahutan. Diperiksanyahendel pintu. Terkunci.
''LANGEEEN!'' Rei berteriak keras-keras. Pintudipukulnya sampai
getarannya terasa di jendela-jendela. Di ruang kerja PapaFani
yang sama sekali tak berjendela, Langen dan Ijah duduk
meringkukdiam-diam. ''Kayaknya dia kalap, Mbak,'' bisik Ijah.
''Biarin aja, Jah!'' Suasana berubah hening, Rei berdiri diam didepan pintu.
Memasang telinga tajam-tajam. Berusaha menangkap bunyi
sekecil apapun, yang bisa memberinya tanda bahwa memang ada
seseorang di dalam sana. Tapiternyata suasana benar-benar
hening. Sunyi senyap. Sesaat kemudian ditariknyanapas panjangpanjang sambilmemejamkan mata.
''Langen,'' panggilnya kemudian dengan lembut.''La, tolong
keluar. Please" Kita omongin masalah ini baik-baik. Jadi
tolongkeluar. Sebentaaar aja.''
Tetap tidak ada sahutan. Rei menarik napaspanjang-panjang lagi.
Kalau tidakingat akibatnya akan runyam, sudah didobraknya pintu
ini. Atau kalau tidak, diapecahkan jendelanya. Minimal satu. Atau
dua, atau semuanya sekalian kalau itutetap tidak bisa membuat
Langen keluar! Cowok itu lalu menempelkan mukanya di salah satukaca jendela.
Cewek Karya Esti Kinasih di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Berusaha melihat ke dalam. Ruangan itu kosong. Dan tidak
adatanda-tanda ada orang bersembunyi di kolong kursi atau
meja, atau menyempil disamping bufet panjang. Benar-benar
tidak ada makhluk hidup di dalam sana!
Rei pindah ke ruang makan. Mengintip lagi kedalam lewat kacakaca jendelanya. Ruangan itu kosong. Juga tidak adatanda-tanda
adanya makhluk hidup. Tapi dia tetap yakin Langen ada.
Somewhere inthere. Diketuk-ketuknya kaca jendela.
''Langen. Tolong keluar, La. Jangan kayak anakkecil begini.
Keluar. Kita selesaikan baik-baik.''
Tapi dua orang di dalam ruangan tak berjendelaitu tetap duduk
dalam diam. Langen membutakan hati meskipun panggilan
itusebenarnya sangat menyayat. Sementara Ijah jadi merasa
sedih. ''Keluar aja, Mbak,'' bisiknya.
''Nggak!'' tolak Langen serta-merta.
''Mas Rei kayaknya mau minta maaf tuh.''
''Biarin aja! Denger ya, Jah. Lo gue kasih tau.Sekarang udah
nggak zamannya lagi cewek ditinggalin cowok! Cewek bunuh
dirigara-gara cowok! Cewek patah hati karena cowok! Cewek
trauma cause of cowok!Sekarang.....zamannya cowok-cowok jadi
gila karena cewek! Setuju"''
''Waaah, setuju buanget, Mbak! Hebat! Itubener-bener keren!''
sambut Ijah seketika. ''Sip! Jadi biarin aja dia gedor-gedor. Ntarkalo pintunya rusak,
atau kaca jendela ada yang pecah, tinggal kita kirimin ajatagihan
ke rumahnya. Gampang!'' Malang benar nasib Rei. Sudah diketuknya setiappintu juga kaca
jendela, diteriakkannya nama Langen dengan sangat
memilukan,berputar-putar mengelilingi rumah, tapi sang mantan
pacar malah memeluk bantalkursi dan mengambil ancang-ancang
untuk tidur. Ijah jadi ikut-ikutan. Bukankarena tidak ada kerjaan,
tapi tidak mungkin dia meneruskan pekerjaannya kalauRei masih
ada. Dan tak lama Ijah benar-benar ketiduran.
Suara-suara ketukan di kaca itu berakhir. Suarapanggilan
berulang itu juga akhirnya hilang, diikuti suara langkah kaki di
atasrumput yang berjalan menjauh. Suara pagar besi dipanjat,
suara mesin mobildihidupkan, suara ban-ban bergerak. Dan
akhirnya lengang. Satu menit, dua menit. Langen terpekur dalamlengang yang
semakin membuatnya merasa kosong. Kalau dia tidak sedih,
itubohong. Kalau tadi dia tertawa-tawa di depan Ijah karena
merasa menang, itujuga tidak sepenuhnya benar. Sama sekali
tidak begitu. Sama sekali bukan.
Dia sedih! Tidak menyangka akan begini akhircinta pertamanya.
Berawal mirip film-film roman, setangkai bunga. Meskipunliar,
bunga ungu yang dipetik Rei di tepi jalan itu tetaplah bunga,
yangdiulurkan padanya tanpa peduli ada begitu banyak mata di
sekitar mereka.Disertai kalimat pendek yang dipahami semua
manusia, pun mereka yang IQ-nya dibawah rata-rata: wo ai ni, I
love you, ich liebe dich. Tapi Rei mengatakannyadalam bentuk
lain meskipun sama noraknya.
''Jadi cewek gue, ya" Jangan bilang nggak, kalolo nggak mau gue
loncat ke tengah jalan sekarang juga!''
Meskipun ancaman itu tak mungkin direalisasi,toh Langen
mengiyakannya juga, dengan sebentuk senyum malu dan
anggukan kepala.Dan akan tetap diingatnya hari itu. Hari di saat
ada seseorang berjalanbersamanya. Manis. Indah.
Tapi, setelah diawali sederet tuduhan yangditeriakkan dengan
nada tinggi, kenyataan bahwa mereka ternyata tak
salingmemahami, cinta itu berakhir....dengan satu botol!
Tragis!!! Bima baru saja membukakan pintu Jeep LC. HardtopCanvas-nya
untuk Fani, saat tiba-tiba saja mereka dikejutkan oleh satu
teriakankeras. ''FANI!!!'' Rei berlari menghampiri merekadengan muka marah.
''LO NGASIH PERINGATAN, KAN!" IYA, KAN!"''bentak Rei begitu
sampai di depan Fani. ''Iya! Trus kenapa!'' tantang Fani.
''Ada dimana dia sekarang!"''
''Jangan bego lo! Kalo emang gue mau ngasih tau,udah dari
kemaren-kemaren, tau!'' ''Elo....!'' geram Rei. Kalau saja tidak adaBima, entah sudah
diapakan cewek ini. ''Adaapa sih ini"'' tanya Bima, setelah beberapa saat hanya
menatap bingung. ''Elotadi kenapa nggak masuk, Rei" Gue udah
bilang, ada kuis. Tau sendiri tuh dosen,mood-nya....''
''Aaaah!'' Rei mengibaskan tangan. Persetan soalitu! Ditatapnya
sahabatnya itu tajam. "Tolong ya, Bim....! Lo suruh cewek loini.....ngasih tau.....dimana
Langen sekarang!'' ''Kenapa" Dia belom pulang, kan"''
''JELAS AJA NGGAK PULANG!'' teriak Rei. ''ADA DIRUMAH DIA!''
tunjuknya lurus-lurus ke muka Fani. Hampir saja tuh jari
digigitsama yang yang kena tunjuk.
''Bener Langen ada di rumah kamu, Fan"'' Bimamenoleh ke
ceweknya, yang langsung melengos ke tempat lain. ''Kenapa
nggakbilang" Adadua hari Rei ikut nggak pulang. Nyari Langen ke
mana-mana, takut diakenapa-kenapa.''
''Biarin aja!'' jawab Fani ketus. ''Biar diajadi gila!''
''Elo ya!'' kesepuluh jari Rei mengepal. Bimaikut melotot.
''Biarpun kamu sohibnya, aku nggak ngedoain kamugila juga
kok,'' sahut Fani enteng.
''Bukan begitu. Aku sama Rangga jadi ikut repot.Bantuin Rei
pontang-panting nyariLangen ke mana-mana. Dari jam dua siang
sampe jam tiga pagi! Kalo hasil kuiskutadi jelek, itu berarti garagara kamu!''
''Ih!'' Fani mendelik. ''Lagian mau aja. Yangngilangin Langen
kandia. Ya biar aja dia yang cari sendiri!''
''Nggak bisa begitu. Kamu sendiri gimana" Yangberantem sama
Rei kanLangen. Kenapa kamu ikut-ikutan"''
''Langen nggak salah! Emang dia aja nih....''Fani menunjuk Rei
lurus-lurus. ''Dia jahat! Nggak tau diri! Egois!''
Bima menarik napas, geleng-geleng kepala.Ditepuknya bahu Rei
sekilas. ''Lo ikut gue. Jemput cewek lo.''
''NGGAK!!!'' seru Fani seketika. DipelototinyaRei tajam-tajam.
''Gue kasih peringatan, jangan coba-coba lo ke sana!''
''Fan, mereka ada masalah. Biar Rei ketemuLangen.''
''Nggak!'' Fani tetap ngotot. Yang ngomong Bima,tapi tetap yang
dia pelototi Rei. Soalnya Fani memang tidak berani
memelototiBima. Cari mati itu namanya! Fani lalu maju
selangkah, dan ditentangnyasepasang mata hitam Rei. ''Lo mau
deketin dia.....langkahin dulu mayat gue!''
Sepasang mata Bima kontan melebar. Cowok itumemalingkan
muka ke tempat lain, menyembunyikan senyum gelinya.
''Udah, Rei,'' kata Bima pelan. ''Jangan dipaksakalo emang
Langen nggak mau ketemu.'' Tapi sementara bicara, sepasang
matanyamemberikan isyarat. Rei langsung paham.
''Oke,'' Rei mengangguk. ''Awas ntar lo, Fan!''katanya, lalu balik
badan dan pergi. ''Eh!" Lo ngancem!"'' seru Fani
. ''SINI KALO BERANI! NGANCEM-NGANCEM SEGALA! LO KIRA
GUE TAKUT, APA!" HEH!JANGAN PERGI LO! KE SINI KALO
BERANI! SATU LAWAN SATU!!!''
Meskipun sudah mati-matian ditahan, tawa Bimaakhirnya
meledak juga. ''Kenapa ketawa"'' Fani meliriknya dongkol.
''Nggak. Nggak apa-apa.'' Bima geleng kepala.''Makan yuk" Laper
banget nih.'' Sengaja Bima mengulur waktu untuk membuat jarakdengan Rei,
soalnya diam-diam Rei sedang meluncur ke rumah Fani.
''Nggak,'' tolak Fani langsung. ''Aku maupulang!''
''Kenapa sih" Nggak bosen terus-terusan deketLangen"''
''Maksud kamu apa ngomong begitu"''
''Heran aja. Aku aja kadang bosen terus-menerusdeket Rei sama
Rangga. Meskipun bisa dibilang jarang, dibanding kamu
samaLangen yang hampir setiap saat.''
''Makanya. Kalo sampe Rei berani nekat, akubikin dia jadi mayat!''
Bima kontan ketawa geli. ''Emangnya bisa"''godanya. ''Bikin kaki
atau tangannya bengkak sedikit aja, belom tentu kamubisa.''
''Eeh, nantang ya" Mau nyoba"'' Fani jadiberang. ''Kamu jangan
kaget ya, kalo tiba-tiba aja sohib kamu itu udah tergeletakdi jalan
gara-gara kena peluru sniper!''
''Oh, jangan! Jangan!'' jawab Bima buru-buru.''Oke, aku salah.
Aku minta maaf. Tolong jangan bikin Rei jadi mayat.Pleaseee"''
sambungnya dengan ekspresi seolah-olah sangat ketakutan
denganancaman itu. ''Huh!'' Fani membuang muka dengan sombong. Bimaterpaksa
menahan tawa gelinya. ''Oke deh. Yuk, aku anter pulang.''
Tapi saat Jeep Canvas Bima berbelok ke jalanyang melewati
depan rumah Fani, cewek itu kontan terbelalak. Jeep CJ7 milik
Reisudah ada di sana! ''Yeee, nekat nih!'' Fani mendesis marah. ''Mauapa lagi dia" Udah
dibilang Langen nggak mau ketemu!'' dengan berang
dibukanyapintu. Siap melompat keluar.
''Eh! Eh!'' Bima buru-buru meraih pinggang Fani.''Ini mobilnya
masih jalan, Say! Nanti kamu jatuh. Kalo kenapa-napa, aku
yangrepot!'' ''Makanya berhenti!'' ''Ya sabar dong. Tanggung, tinggal di depan.Tutup pintunya.''
Begitu mobil berhenti, Fani langsung melompatturun.
Buru-buru dia berlari ke pintu pagar laluberdiri rapat-rapat di
depannya. ''Udah gue bilang jangan ke sini, juga!''dibentaknya Rei.
''Fan, tolong. Gue cuma mau ngomong sebentarsama Langen.''
''Ngomong aja sama gue. Ntar gue sampein kedia!''
''Ini pribadi, Fan.'' ''Oh! Udah nggak ada lagi pribadi-pribadianantara lo sama dia.
Orang kalian udah putus!''
Bima tak sabar lagi. Ditariknya Fani dari depanpintu pagar.
''Lo masuk, Rei! Cepet! Tarik Langen keluar!''
Tanpa buang waktu, Rei membuka pagar yang takterkunci, lalu
langsung melesat masuk halaman.
Fani terperangah. ''Hei!" Hei!" Awas ajalo....!''
"Awas apa?" ulang Bima. DikurungnyaFani dalam rentangan
kedua tangannya. Cewek itu langsung menempelkan
tubuhnyarapat-rapat di pagar.
"Ini kan rumah gue!"
"Trus kenapa kalo aku izinin Rei masuk" Mauprotes" Boleh. Tapi
aku nggak tanggung akibatnya!"
"Mak....sudnya?"
"Maksudnyaaaa....." Bima mendekatkantubuhnya, membuat Fani
semakin melekatkan diri serapat mungkin di besi-besipagar.
Pelan-pelan wajahnya mulai memerah.
Gila, ini pinggir jalan! Dari tadi mobil-motortidak berhenti lalulalang. Apalagi orang jalan. Beberapa mulai memerhatikanmereka
sambil senyum-senyum. Malah ada yang bersuit-suit segala. Bima
tersenyumtipis. ''Aku nggak keberatan sekali-sekali kissing ditempat umum."
''HAAA!!!"'' Fani terkesiap dan seketika menutupmulutnya dengan
kedua tangan. Sementara itu dua orang yang sedang bersembunyidi balik
gorden ruang makan, langsung panik begitu Rei berlari masuk
halaman.Mereka nggak nyangka Rei akan kembali lagi. Dan
parahnya, Ijah sudah membukakunci pagar dan pintu ruang tamu
begitu Rei pergi tadi. Keduanya nyaris terlompat saat pintu ruang tamuterbuka dengan
empasan keras diikuti teriakan.
''LANGEN! KELUAR, LA!!!''
''Aduh, gawat!'' desis Langen. ''Jah, gue kuduburu-buru kabur
nih.'' ''Gimana" Pintu belakang lagi rusak. Nggak bisadibuka.''
''Makanya gimana dong"''
Ijah terdiam. Berdecak bingung dengan suarapelan. Sementara
itu Rei sedang menggeledah ruang tamu, lalu lanjut ke
ruangkeluarga, perpustakaan, dan semua ruangan di area depan.
Langen dan Ijah tidakberani bergerak. Tetap meringkuk dalamdalam di samping lemari makan, menutupibadan mereka rapatrapat dengan gorden, dan baru berani bergerak begitu Reiberlari
ke lantai dua sambil berteriak.
''LANGEN! KELUAR!!!'' ''Cepet, Mbak! Cepet! Cepet! Ijah ada ide!''bisik Ijah. Tanpa
suara, dia berlari menyeberangi ruang makan. Langen
langsungmengikuti tanpa berpikir lagi. Keduanya berlari masuk ke
dapur lalu keluar kehalaman belakang. Mereka langsung
menghentikan lari mereka dan menggantinyadengan langkah
pelan. Keduanya menempelkan badan rapat-rapat di tembok, dia
ditempat sambil menahan napas, begitu Rei muncul di teras atas
dan men-sweepinghalaman belakang lewat sepasang tatap tajam.
Begitu Rei masuk lagi, kedua orangitu langsung berlari secepatcepatnya menuju tempat sampah di sudut halaman.Hati-hati,
takut mengeluarkan suara, Ijah membuka tutupnya.
''Cepet masuk, Mbak!'' bisiknya.
''Masuk sini!"'' Langen terbelalak. ''Ogah,gila! Bau, tau!''
''Tempat sampah di mana-mana juga bau. Masuksini trus keluar
ke jalanan samping. Gitu, Mbak. Cepetan! Ntar Mas Rei
keburuturun!'' Terpaksa, sambil menutup hidung dan menahanjijik, Langen
masuk ke tempat sampah itu. Tutupnya langsung dirapatkan dan
Ijahsegera ngibrit ke dapur. Ijah langsung membuka kulkas,
mengeluarkan sayuran,mengambil pisau dan talenan, dan
terakhir memakai walkman! Barulah dengantenang Ijah berakting
sedang sibuk memasak. Satu menit kemudian..... ''HAH!'' Bahunya ditepuk dari belakang dan Ijahmelepit betulan.
Padahal itu sudah diduganya dan dia sudah berencana
akanberlagak sangat terkejut kalau nanti Rei muncul. Tidak
disangka, malah terkejutbetulan. Dimatikannya walkman dan
dicopotnya earphone. "Mana Langen?" "Nggak ada, Mas.'' ''Jangan bohong! Gue tau dia di sini. Ibunyayang bilang!''
"Itu kemaren, Mas. Dua hari emang MbakLangen nginep di sini.
Tapi tadi dia pergi, abis Non Fani berangkatkuliah."
"Jangan bohong!"
"Iiih, buat apaan, lagi?" Ijahmengelak dengan tenang. Sama
sekali tidak takut. Wong bukan Rei yang bayargajinya!
"Dia bilang mau ke mana?"
"Paling juga pulang. Orang udah dua hari disini."
Rei tidak bertanya lagi. Beberapa saatditatapnya Ijah dengan
sorot tajam, lalu balik badan dan berlari ke depan. Ijahmeleletkan
lidah panjang-panjang. ''Weee! Emangnya Ijah takut"''
Tapi berikutnya dia tersentak. Sadar, sekarangganti majikannya
Cewek Karya Esti Kinasih di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang berada dalam bahaya. Buru-buru Ijah berlari ke
depan.Benar saja. Di bawah cengkeraman Bima, Fani sedang
dicecar Rei dengan bertubipertanyaan. Beberapa detik Ijah
terdiam panik. Dengan keras memutar otakdan.... Plops!
Muncullah sebuah ide yang sangat brilian. Ijah langsung berdiridi
ambang pintu teras dan berteriak gila-gilaan.
''NON FANIII! ADA TELEPON DARI NYONYA! CEPETAN!KATANYA
PENTIIING!'' Rei dan Bima saling pandang sesaat. Terpaksamereka
melepaskan tawanan. Fani langsung lari terbirit-birit masuk
halaman.Begitu dia sudah masuk ruang tamu, Ijah langsung
menutup pintu dengan bantingankeras. Anak kuncinya langsung
diputar dua kali dan kedua gerendelnya langsungdikaitkan. Dia
lalu berteriak lewat jendela yang berteralis.
''BO'ONG DENG! NGGAK ADA TELEPON! KENA TIPU LOBERDUA!
EMANG ENAK"'' Fani bengong sesaat. Lalu dia tertawakeras-keras sambil
melompat-lompat danbertepuk tangan.
''Canggih lo, Jah! Cool! Top abis!''
Ijah meringis. Setelah beberapa, saat memandangikedua orang
yang terus meledek dari balik kaca, Rei dan Bima pergi
denganmarah. ''Eh, Langen mana"'' tanya Fani.
''Keluar. Ke jalanan samping.''
''Lewat mana"'' ''Tempat sampah,'' jawab Ijah kalem.
''Hah!"'' Fani ternganga dan langsung berlarikeluar.
Di jalanan samping rumahnya, meringkuk di antaratempat
sampah dan sebatang pohon, Langen sedang setengah mati
menahan mual.Lidahnya sudah melelet keluar panjang-panjang.
Huek-huek tanpa suara. ''Kasian amat sih lo"'' meskipun jijik, sebabbau Langen betul-betul
seperti tempat sampah di sebelahnya, Fani menariksahabatnya
itu sampai berdiri. ''Mereka udah pergi. Lo jangan langsung
masuk,ya" Mandi di luar dulu. Ntar gue siapin slang.''
''Kejem amat sih lo!"'' jerit Langen. ''Emangnyague kambing,
mandi di luar"'' ''Elo bau, tau! Malah bauan elo daripadakambing!''
''Pasti Rei udah nunggu di depan pintu kelas deh, La."
"Itu bagian elo. Pokoknya untuk saat ini gue nggak mau
ngomong sama dia! Nggak mau dia ada di deket-deket gue! Kalo
bisa malah gue nggak ngeliat dia! Understand"'' Langen menatap
Fani, yang langsung mengangguk sigap.
''Oke, laksanakan!'' Benar saja. Di dekat pintu kelas mereka, Rei sudah berdiri
menunggu. Dia langsung bergegas menyambut begitu kedua
cewek itu muncul. ''La....''
''Apa!"'' bentak Fani. Ditariknya Langen ke belakang
punggungnya. ''Ngapain lo di sini!"''
''Fan, gue mau ngomong sama Langen.''
''Udah nggak ada lagi yang harus lo omongin sama dia! Udah
bubaran, juga!'' ''Fan....tolong!'' ''Elo budek, ya" Dia udah nggak mau lagi sama elo, tau! Nih gue
perjelas....'' Fani berkacak pinggang dan menatap Rei tajamtajam. ''Langen udah nggak mau ngomong lagi sama elo! Titik!
Pahan!" Buang-buang waktu aja! Sekarang minggir!''
''Tolong jangan paksa gue, Fan!'' Kesepuluh jari Rei mengepal.
''Oh! Lo mau maen kasaaar"'' Fani ikut mengepalkan tinju. ''Ayo!
Gue nggak takut! Pukul gue, berarti lo.....banci!!!''
Di belakang punggung Fani, Langen kontan memalingkan muka,
menahan senyum. Kesabaran Rei akhirnya habis. Masa bodo mau
dibilang apa. Banci kek. Wadam. Waria. Persetan! Cowok itu
mengulurkan kedua tangannya lalu mencekal bahu Fani kirikanan. Tapi baru saja akan disingkirkannya cewek itu dari depan
Langen, dosen datang. Langsung dia lepaskan lagi cekalannya.
''Pagi, Pak....'' Ketiganya mengangguk bersamaan.
''Pagi. Kenapa masih di luar" Ayo, cepat masuk.''
Dosen itu melangkah menuju pintu kelas. Langen buru-buru
mengekor di belakangnya. Di sampingnya, persis bodyguard, Fani
merentangkan kedua tangan lebar-lebar untuk mematahkan
usaha Rei mendekati Langen di detik-detik terakhir selagi
kesempatan masih ada. Di pintu kelas Fani berhenti. Tetap
dengan kedua tangan terentang lebar-lebar.
''Jangan maksa ikutan masuk lo! Berani nekat, ntar gue kasih tau
dosen kalo elo anak fakultas laen!''
''Fan....!'' Rei menggeram marah, tapi tidak bisa berbuat apa-apa.
''Oh ya. Satu lagi!'' Fani membuka lagi pintu yang sudah
ditutupnya setengah. Ditatapnya Rei tajam-tajam. ''Tiada maaf
bagimu!'' *** Waktu telah lewat jauh dari jam dua belas malam. Fani masih
duduk terdiam sambil memeluk guling. Sementara di sebelahnya,
Langen sudah dari tadi tergolek tak sadarkan diri. Tidur. Yang
jadi pikirannya sekarang bukan lagi soal berakhirnya hubungan
sahabatnya itu dengan Rei. Justru dirinya sendiri. Berarti
hubungannya dengan Bima juga harus selesai.
Masalahnya, tidak lucu dong kalau dia tetap ada di antara Rei cs
dan Febi, tanpa Langen. Soalnya yang membuat mereka berdua
masuk ke kehidupan keempat orang itu dulu adalah karena
Langen jadian dengan Rei. Lalu dirinya ketiban pulung. Terpaksa
jadi ceweknya Bima, daripada tidak panjang umur. Jadi kalau
sekarang Langen keluar, itu artinya dirinya juga harus hengkang,
karena tidak ada alasan lagi untuk tetap tinggal.
''Lo kayak nggak tau Bima aja. Dia kan pembuat keputusan
tunggal! Dia bilang nggak, lo bisa apa"'' itu ucapan Langen tadi,
saat Fani mengutarakan rencananya untuk minta putus dari Bima.
''Ya harus bisa! Pokoknya harus bisa! Harus bisa! Harus bisa!''
''Ya dicoba aja.'' Fani menarik napas panjang-panjang tanpa
sadar. Iya juga sih. Minta putus sama Bima itu benar-benar asli
nekat. Tapi biar gimana..... Dipukulnya guling keras-keras. Harus
bisa! HARUS!!! *** Fani ternyata nekat melaksanakan niatnya itu. Cewek itu benarbenar cari mati. Setelah menunggu sampai keadaan sekitar
benar-benar sepi, siang-siang dicegatnya Bima di luar pintu ruang
senat fakultasnya. ''Lho, tumben"'' Bima berseru kaget. Benarbenar surprise. Ini pertama kalinya Fani lebih dulu mencarinya.
Biasanya juga kabur melulu.
''Ada perlu!'' jawab Fani ketus. Belum-belum sudah ketakutan.
''Oh, ya" Apa, sayang"'' Bima menatapnya lembut. Fani tidak
langsung menjawab. Dalam hati dia menghitung dulu seperti atlet
yang akan start balap lari. Satu....dua....tiga!
''Aku mau ngomong! Mulai sekarang....'' Fani terdiam lagi.
''Mulai sekarang kenapa"'' Fani tidak langsung menjawab lagi.
Menghitung lagi dalam hati. Satu....dua....tiga! ''Kita putus!!!''
Fani balik badan dan langsung terbirit-birit melarikan diri. Bima
terperangah sesaat, lalu tertawa geli. Cowok itu bergerak mundur
ke ambang pintu. ''Yas!'' teriaknya sambil melempar ransel.
Andreas berbali kaget dan buru-buru menangkap tas yang
dilempar Bima tepat ke arahnya itu. ''Titip!'' kemudian Bima
langsung mengejar ceweknya yang melarikan diri setelah minta
cerai mendadak itu. Dan buat cowok yang hobi banget joging itu,
jelas saja itu seperti mengejar kura-kura. Lagian Fani juga bego
sih. Bukannya pemanasan dulu. Lari keliling Senayan sepuluh kali
selama satu minggu gitu, baru nekat!
Makanya Fani kaget banget, ternyata dengan gampangnya dia
bisa terkejar. Padahal dirinya sudah terbirit-birit dengan
mengerahkan seluruh cadangan tenaga dalam. Tapi satu tangan
tiba-tiba saja meraih pinggangnya dari arah belakang. Tubuhnya
kemudian dibalik lalu didorong ke tembok. Dan sekarang......dia
terkurung rapat dalam rentangan dua tangan!
''Tolong kalo ngomong jangan sambil lari, ya"'' Bima menepuk
pipi di depannya pelan. ''Bilang apa tadi"''
''Yang mana...."'' Fani langsung jadi gugup.
''Yang di depan ruang senat tadi.''
''Aku nggak ngomong apa-apa kok.''
Bima tersenyum lembut. ''Yang kamu ucapin tadi emang katakata yang butuh keberanian. Dan aku salut sama kamu udah
berani ngomong.'' sepasang mata Bima kini ikut menyorot
lembut. Dia melepaskan rentangan kedua tangannya yang
mengurung Fani, lalu memeluk tubuh sang kekasih erat-erat.
Tidak peduli dengan suasana kampus yang penuh mahasiswa
yang berlalu-lalang. Fani malu abis. Dia menunduk dalam-dalam, tapi Bima langsung
menengadahkan mukanya. ''Tadi itu emang pembicaraan yang
sangat sensitif. Dan seperti yang udah aku bilang, butuh
keberanian. Makanya aku maklum kalo kamu nggak berani
ngomong dua kali. Tapi aku sempet denger kok.''
Diam-diam Fani menarik napas lega. Nggak apa-apa deh,
bermesra-mesraan di depan umum. Asalkan ini hari terakhir dia
pacaran sama ini babon. Dan kalau melihat reaksinya, sepertinya
Bima setuju mereka bubaran. Tidak disangka. Kalau tahu begini
respons cowok ini, sudah dari dulu-dulu dia minta putus.
''Jadi kapan"'' tanya Bima. Masih dengan senyum dan tatapan
lembutnya. ''jujur aja. Ini sebenernya di luar rencanaku. Tapi
nggak apa-apa. Nggak ada masalah. Toh nggak ada bedanya
sekarang sama nanti. Asal pinter-pinter bagi waktu, kuliah pasti
nggak akan telantar.'' Apa sih" Fani jadi bingung mendengar kalimat itu. ''Kamu berani
ngomong begitu tadi, jangan-jangan udah bikin persiapan. Iya"''
''Iy.....iya sih.'' ''Kamu bikin aku jadi terharu. Terima kasih ya, Sayang.''
''Hah"'' kening Fani sudah bukan keriting lagi. Langsung kribo!
Bima tersenyum lagi. Menatap wajah sang kekasih semakin lekat.
''Jadi.....kapan kita kawin"'' Kedua mata Fani sontak terbelalak
lebar-lebar. ''KAAAWIIIN!!!"'' jeritnya. Cewek itu tercengang dan shock berat
banget gila asli! Bima buru-buru membekap mulutnya. ''Sst! Jangan keras-keras.
Nanti ada yang denger. Bukan apa-apa. Masalahnya, kita kan
belom bikin undangan. Atau jangan-jangan udah kamu siapin
juga, ya"'' Fani mengenyahkan tangan yang menutup mulutnya. ''Emangnya
siapa yang bilang kita mau kawin!"''
''Lho" Tadi itu kamu ngomong begitu, kan" Makanya jadi malu
trus lari kenceng bener.''
''Bukaaaan!'' Fani jadi kepengen nangis.
''Bukan"'' dua alis Bima terangkat. ''Jadi apa"''
''Ng.....'' ''Apa"'' ''Ng.....puuu....tus.....''
''APA!"'' kedua alis Bima turun seketika dan menyatu di tengah.
Tepat di atas sepasang mata yang sekarang menatap Fani tajam
dan garang. ''Apa!" Coba diulang!!'' desis Bima. Jelas saja Fani
tidak punya nyali. Bima mendesis lagi. ''Kalo ini bener-bener perlu
diperjelas!'' Tanpa melepaskan pelukannya, Bima membawa Fani
ke Jeep Canvas-nya. Kemudian Jeep itu segera melesat mencari
sudut area kampus yang tersembunyi.
*** Di dalam Jeep Canvas, mereka duduk berhadapan. Fani
meringkuk dalam-dalam, tubuhnya melekat di pintu rapat-rapat.
Dia tidak bisa melarikan diri karena Bima sengaja memarkir Jeepnya sedemikian rupa, sehingga di luar pintu di sebelah Fani
berdiri kokh sebatang pohon! ''Tau syaratnya orang bisa minta
putus"'' Bima memecahkan kesunyian mencekam itu.
''Ng.....nggak.'' Fani geleng kepala.
''Nggak tau"'' Bima manggut-manggut. ''Aku kasih tau kalo
begitu. Denger baik-baik ya, sayang.'' dia berdeham sejenak.
''Untuk bisa putus, bubaran, selesai, adios, goodbye....., orang
harus bilang cinta dulu! Bilang bersedia jadi pacar. Bersedia jalan
sama-sama. Baruuuu.....bisa minta putus! Itu step-step-nya.
Paham"'' ''Ya kalo nggak pernah bilang cinta, apalagi nggak pernah bilang
setuju jadi pacar, berarti nggak ada apa-apa dong! Gimana sih"''
Bima melipat kedua tangannya di depan dada. Menunjukkan
kewibawaan sebagai penguasa yang punya otoritas tunggal. ''Aku
nggak perlu jawaban!'' tandasnya dengan nada final.
''Kok gitu" Itu penindasan, tau!'' Fani mulai kesal. Tiba-tiba Bima
mendekatkan tubuhnya. Fani terkesiap, tapi tidak bisa merentang
jarak, karena saat ini tubuhnya sudah melekat erat di pintu. Dan
dari jarak sebegini dekat, meskipun bukan untuk yang pertama
kali, selalu saja membuatnya merinding.
Tubuh Bima yang tinggi besar, berbulu pula, kedua lengannya
yang kokoh, dadanya yang bidang, satu pipinya yang codetan,
rambutnya yang panjang, dua matanya yang benar-benar tajam,
suara baritonnya yang bisa merontokkan kaca, selalu membuat
Fani tak pernah yakin bahwa cowok ini makan nasi. Nggak
mungkin! Pasti dia kanibal! ''Berapa lama kita udah jalan bareng,
Fan"'' bisik Bima. Bisikan tajam, bukan bisikan lembut apalagi
mesra. ''Empat bulan" Lima" Dan....satu kali pun....kamu nggak
pernah bilang sayang, apalagi cinta! Padahal aku udah bilang
sayang sama kamu, cinta sama kamu.....jutaan kali! Coba
sekarang bilang, kamu sayang aku, cinta sama aku. Aku pengen
denger meskipun cuma untuk satu kali!''
''Hah"'' Fani terperangah.
''Cepet bilang!'' perintah Bima. Dua matanya melotot tajam. Aneh
juga tuh cowok. Minta orang ngomong cinta, tapi galak banget
gitu sih nyuruhnya. Fani kontan panik. Inilah yang paling ditakutinya. Disuruh
menjawab! Soalnya dia memang tidak sayang, apalagi cinta.
Sama sekali! Tapi tidak mungkin ngomong terus terang. Bisa-bisa
tubuhnya mengambang di kali tanpa identitas!
Menit demi menit lewat. Keduanya bertahan. Bima penasaran dan
bertekad harus mendengar! Sementara Fani juga sudah bertekad,
tidak akan membuka mulut! Sekali tidak cinta, tetap tidak cinta!
Tidak cinta atau mati!!! Tapi kali ini Bima terpaksa menyerah, begitu diliriknya jam di
pergelangan tangan dan sisa waktu tinggal sepuluh menit. Kalau
saja dosen mata kuliah berikut tidak gemar mengansen langsung
mahasiswa-mahasiswanya, sudah pasti akan ditunggunya cewek
ini. Sampai mulutnya terbuka dan bilang ''cinta''!
''Oke....'' Desahnya sambil menarik napas. ''Nggak apa-apa kalo
kamu nggak mau ngomong. Tapi inget.....'' Ditenggelamkannya
kedua pipi Fani dalam kedua telapak tangannya. Puas, setelah
merasakan kulit lembut itu terasa dingin. Berarti pacar
tersayangnya ini sedang ketakutan. Ini akan membuat Fani
berpikir dua kali untuk melakukan hal ini lagi. Bagus!
Kemudian Bima menundukkan wajahnya rendah-rendah. Seperti
ingin mengecup sepasang bibir gemetar di bawahnya. ''Kamu
inget ini baik-baik ya, Sayang. Selama kamu nggak mau ngomong
sayang, nggak mau bilang cinta, nggak mau bilang bersedia jadi
cewekku....selama itu juga kamu nggak bisa minta putus!''
Selagi Fani berunjuk rasa, Langen duduk sendirian di tempat
persembunyian. Menunggu. Tapi telah lewat satu jam, lalu dua
jam, sahabatnya itu tidak juga kembali. ''Aduh!'' desahnya pelan.
Cewek Karya Esti Kinasih di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Melongokkan kepala sedikit mengintip. ''Jangan-jangan udah mati
dia! Dibilangin jangan, juga! Nekat sih tuh anak!''
Karena Fani tidak ada, otomatis Langen tak terlindung. Dan Rei,
yang sejak kemarin-kemarin sudah mirip musang sedang
mengincar ayam, terus mengawasi. Begitu dipergokinya Langen
sendirian, di tempat yang tersembunyi pula, dia langsung
memanfaatkan kesempatan itu tanpa membuang waktu. Langen
tersentak saat tiba-tiba Rei muncul di depannya. Menatapnya
dengan sinar yang yang susah diartikan.
''Apa kabar"'' Suara Rei halus dan tenang. Padahal isi dadanya
sudah bergolak seperti lahar. Dia kangen ceweknya yang
pemberontak ini. Bukan mantan. Karena dia berharap kejadian
beberapa hari lalu itu cuma emosi sesaat. Tapi meskipun begitu,
tetap dia ingin kejujuran. Akan dibuatnya memaafkan itu jadi
perkara gampang. Asal Langen mau berterus terang.
''Baik.'' Langen menjawab juga dengan nada yang dipaksa
tenang. ''Kenapa ada di sini"''
''Kenapa emangnya" Nggak boleh"''
Rei tersenyum. Ditariknya sebuah kursi tepat di hadapan Langen.
Sesaat kemudian ditariknya napas panjang-panjang lalu berbicara
dengan nada yang begitu lembut. ''La, kalo kamu mau ngomong
jujur, terus terang, aku akan menganggap semua nggak pernah
terjadi. Selesai sampai di sini.''
Nah, ini! Langen berdecak dalam hati. Mister No Guilty ini
ternyata masih belum sadar juga bahwa dialah sumber persoalan.
Masih menyuruh orang lain mengaku salah sementara dia tetap
menganggap dirinya bersih. ''Cukup satu. Lewat mana. Itu aja,''
desak Rei. Soalnya, satu pertanyaan itu saja memang sudah
cukup. Dengan melihat medan yang ditempuh ketiga cewek itu,
sudah bida dikira-kira ada berapa orang yang mem-backup aksi
kebut gunung itu, juga berapa lama latihan fisik mereka sebelum
itu. Jadi bisa dikira-kira pula sudah berapa lama para mysterious
guys itu eksis secara diam-diam.
Rapi Langen bukan cewek tolol. Dia tahu, jawaban untuk satu
pertanyaan itu akan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut
tanpa Rei harus bertanya lebih lanjut. ''Gue nggak akan ngasih
jawaban apa-apa!'' ''La, tolong. Jangan dijadiin parah kalo sebenernya bisa kita
selesaikan.'' Langen menatap mantan cowoknya itu lurus-lurus. Dia juga mau
ini diselesaikan. Tapi ada yang ditunggunya. Rei harus minta
maaf untuk tiga gelas bir yang terpaksa harus ditenggaknya
malam itu. Tapi jawaban untuk permintaan Langen itu ternyata
malah bertolak belakang. Dengan tenang Rei malah mengatakan
itu bukan soal. ''Soal kita minum malem itu, La....,'' Rei menarik napas, ''aku
sebenernya keberatan. Tapi kalo kamu emang udah biasa minum,
kebiasaan itu bisa diilangin pelan-pelan. Nggak bagus cewek
minum-minum....'' Langen kontan terpana. Wah, emang bener-bener kurang ajar nih
orang! ''Nanti aku bantu,'' bisik Rei lembut. ''Dan rahasia ini
nggak akan bocor. Aku jamin!''
''Kita putus!'' tegas Langen tiba-tiba. Rei terperangah.
''Langen! Kenapa sih kamu! Aku udah dateng baik-baik, kamu
malah....'' ''Kita putus! Bubar! Selesai!'' tandas Langen dengan suara fatal.
''Gue perjelas sekali lagi kalo lo masih belom ngerti!''
Rei jadi emosi. Harga dirinya serasa benar-benar terbanting.
Cewek bukan cuma Langen! Cowok itu berdiri. Ditatapnya
mantan ceweknya dengan pandangan dingin. ''Gur juga nggak
mau punya cewek peminum. Alkoholik! Bikin malu dan cuma cari
penyakit!'' Ganti Langen terperangah!
*** Ternyata hanya emosi sesaat. Malamnya Rei drop total! Dia tidak
bisa lagi berkelit begitu tinggal sendirian dan foto Langen di meja
sudut kamar memperparah keasaan. Dikeluarkannya foto itu dan
digantinya dengan gambar Britney Spears yang dirobeknya dari
sampul majalah milik adiknya. Tapi kecantikan sang diva dunia itu
ternyata tidak sanggup menggeser dominasi sang mantan.
Langen tetap ada di sana. Di dalam kepala dam terproyeksi
abstrak di fokus mata. Dan yang menyaksikan kejatuhan Rei itu
sudah pasti sobatnya sejak masih sama-sama balita. Yang
terpaksa membawanya ke gunung di tengah malam buta.
Membiarkan Rei berteriak sekeras dia bisa. Membiarkan tubuhnya
menggigil dipeluk dingin. Membiarkannya hampir membeku
karena berjalan menyusuri tepian sungai. ''Nggak akan gue lepas
dia, Bim!'' ''Dia udah lepas!'' jawab Bima. Tenang tapi tandas,
menyebabkan Rei sesaat membeku di tempat tapi kemudian
berteriak dengan volume suara gila-gilaan. ''DIA NGGAK AKAN
GUE LEPAS!!!'' Di kamar Fani ada pemandangan yang hampir sama. Langen
broken akut. Cinta pertama! Awalnya so sweet banget. Indah,
romantis. Tapi ending-nya bikin kepala dan dada mendidih!
Dan yang menyaksikan kejatuhan Langen itu sudah pasti
sahabatnya yang hampir setiap hari selalu bersama. Fani jadu
bingung memberikan reaksi, karena Langen tertawa, menangis,
pasrah, lega, sedih juga emosi, di detik yang hampir sama. ''Elo
balik aja kalo gitu,'' saran Fani akhirnya, ketika untuk kesekian
kalinya Langen mengatakan bahwa dia sebenarnya masih cinta
Rei. Tapi berikutnya Langen langsung melotot dan bicara dengan
suara keras, nyaris teriak, ''NGGAK AKAN! GUE SAKIT HATI!''
*** Rei, yang ingin mantan ceweknya kembali, kemudian memaksa
kedua sahabatnya untuk memeti-eskan keinginan mereka
menemukan rekayasa di balik tindakan unjuk rasa Langen cs.
Sebagai gantinya, mereka justru melibatkan ketiga cewek itu
dalam kegiatan-kegiatan mereka di Maranon.
Bima langsung menolak mentah-mentah usul Rei itu. Soalnya
menurut Bima, apa yang telah dilakukan Langen cs sudah
merupakan penghinaan terhadap penciptaan Adam!
Sementara Rangga memilih tidak ikut campur. Dia melihat ini
lebih menjurus kepada pertengkaran dua sahabat lama. Rei dan
Bima memang sudah bersama-sama sejak mereka masih belum
bisa pakai celana. Sementara Rangga baru mengenal keduanya
sewaktu satu jurusan di SMA, dan baru benar-benar akrab setelah
satu kampus dan sefakultas pula.
Di depan mata Rangga perdebatan itu lalu berlangsung alot dan
panas. Rei sedang patah hati parah, sampai berteriak-teriak dan
memukuli meja. Tapi akhirnya cowok itu berhasil mengendalikan
emosinya. Ditariknya napas panjang-panjang. Agak malu juga
sebenarnya, kalap gara-gara cewek. ''Apa sih yang lo takutin"''
Rei bertanya dengan suara yang telah berubah tenang. ''Fani
nggak bakalan peduli sama elo! Lo mau meluk Stella kek, Nuke,
Lia, atau Siska. Siapa pun! Lo peluk semua sekaligus juga, gue
rasa Fani tetep masa bodo!''
Ganti ketenangan Bima yang hilang. ''Sialan!'' desisnya. ''Ini
masalah pribadi, Rei. Kenapa jadi ngelibatin organisasi"''
''Jawab aja pertanyaan gue. Apa yang lo takutin" Kenyataan ada
cewek yang menganggap lo bukan siapa-siapa" Iya" Lo takut itu,
kan"'' Untuk pertama kalinya Rei tersenyum. Ditatapnya Bima dengan
kedua alis terangkat tinggi. Keduanya saling pandang dengan
tatap tajam. Dan persetujuan itu keluar bukan karena Bima
memang setuju, tapi karena cowok itu benar-benar tersinggung.
Nyaris naik darah! *** Tanpa buang waktu, besoknya Rei langsung memberitahu Fani
kegiatan-kegiatan Maranon yang bisa diikuti simpatisan.
''Simpatisan"'' ralat Fani dengan roman galak. ''Emang siapa yang
bersimpati" Gue" Enak aja!'' ''Maksud gue....,'' jelas Rei dengan
suara yang dipaksa untuk lembut, ''orang luar. Sori. Jadi, Fan,
tolong lo kasih tau Langen. Ini daftarnya.''
Fani menerima kertas yang diulurkan Rei dengan tampang tidak
tertarik. Membuat Rei jadi menahan diri untuk tidak menjitak
kepala di depannya itu. ''Ngasih tau doang, kan" Dia mau ikut
atau nggak, itu di luar kuasa gue.'' ''Iya. Cuma ngasih tau aja.''
Rei mengangguk karena sadar takkan bisa menekan Fani.
Malamnya Fani memberikan daftar kegiatan-kegiatan Maranon
yang diberikan Rei itu kepada Langen sambil nyengir. ''Elo
diminta dengan amat sangat sekali, dengan segala hormat dan
dengan segala kerendahan hati, untuk ikut.''
Tapi kertas itu tidak diacuhkan oleh Langen. Dia masih ingat
benar ekspresi wajah Rei. Yang seperti baru saja menemukannya
di pusat rehabilitasi ketergantungan alkohol. ''Dia nggak ngerti
gue! Percuma diterusin. Ntar kalo gue bawa-bawa putaw, pasti
dia langsung ngira gue suka nge-drug. Gue pegang rokok, pasti
dia bakalan langsung nuduh gue nikotin mania!''
Besoknya Fani mengembalikan kertas itu kepada Rei. ''Langen
nggak tertarik! Katanya kalo pergi ke tempat-tempat kayak gitu
aja sih, nggak usah sama Maranon. Pergi sendiri juga bisa!'' Rei
tercengang. ''Dia bilang begitu"''
''Iya!'' Fani mengangkat dagu tinggi-tinggi. ''Tadinya dia kira
acara-acara Maranon tuh yanh spektakuler-spektakuler! Misalnya
ke puncak Aconcagua, kayak si itu Norman Edwin. Atau ke
Kilimanjaro, ke McKinley, kr Himalaya, atau ekspedisi ke kutub.
Eh, nggak taunya cuma ke mana itu....,'' diliriknya kertas di
tangan Rei, ''Pondok Halimun" Situgunung" Itu namanya
kemping, tau! Piknik! Bukan climbing!''
''Langen bilang begitu"'' desis Rei tak percaya.
''Iya!'' Bohong si Fani. Dia sengaja memperkisruh keadaan. Rei
terenyak. Benar-benar tidak menyangka kibaran bendera
putihnya tidak disambut! ''Tapi lo ikut, kan"'' Rei langsung pindah
sasaran. ''Ngapain"'' jawab Fani kejam. ''Gue lebih nggak tertarik lagi!'' lalu
dengan dagu terangkat pongah, ditinggalkannya Rei yang masih
tercengang-cengang, begitu saja. Sepertinya dominasi cowok
mulai runtuh. Turut berdukacita!
Febi menganggap usaha unjuk gigi mereka telah berhasil dengan
sangat sukses. Soalnya, sekarang Rangga jadi agak-agak tunduk
padanya. Hebat, kan"
Turun-temurun, para perempuan dalam keluarga besar Febi
harus selalu tunduk, menurut, dan selalu jadi ''yang di belakang''.
Betul kata Langen. Ini milenium baru, Mbak, Ibu, Eyang. Dobrak
itu tradisi! Tendang itu falsafah kanca wingking jauh-jauh!
Berdiri diam di tengah kamar tidurnya yang luas, Febi tersenyum
lebar tanpa sadar dan mengangguk-angguk bangga.
Dirinya adalah pionir gerakan itu. Canggih sekali, kan" Hidup
perempuan! Hidup emansipasi! Hidup Ibu Kita Kartini yang top/
hidup Corry Aquaino! Hidup Megawati! Dan satu lagi..... Hidup
Langen! Soalnya setelah berhari-hari diamatinya Langen secara diam-diam
(menurut Febi lho. Tapi Langen juga sadar kalau diperhatikan),
dilihatnya Langen tetap tetap gagah perkasa. Tetap tegar dan
tetap always be happy. Sementara Rei cuma kelihatannya saja
tegar. Karena Rangga sudah sempat cerita, bahwa sebenarnya
Rei patah hati akut. Alias hampir sarap!
''Febi kenapa sih" Ngeliatinnya kayak gue kena AIDS aja!'' ucap
Langen pelan. Ketika untuk yang kesekian kali dipergokinya
tatapan aneh Febi. Fani tertawa pelan, memutar kunci kontak lalu menginjak gas
pelan-pelan. Sekarang menyetir mobil jadi tugasnya. Berangkat
dan pulang. Soalnya energi Langen sudah terkuras habis di
kampus. Berjam-jam berlagak hidupnya tidak berubah. Dan hari
semakin terasa berat kalau dia berpapasan dengan sang mantan
dan kelompok yang baru saja dia tinggalkan.
''Si Febi nggak percaya kalo lo nggak kenapa-napa....''
Langen merosot di joknya. Menyandarkan kepala di sandaran
kursi, lalu menarik napas panjang-panjang.
''Capek banget gue,'' keluhnya.
''Jelas aja. Tiap hari lo bohongin orang sekampus.''
"Trus apa tadi" Febi kenapa"''
''Dia nggak percaya kalo lo nggak kenapa-napa. Masalahnya,
waktu ngerencanain unjuk rasa itu lo kan heboh banget tuh.
Ngotot. Nekat ngadepin bahaya. Dan kita berhasil. Kita kalahin
mereka! Tapi kok nggak ada luapan seneng yang heboh, gitu lho.
Nggak ada pesta atau seremoni buat ngerayain. Makanya dia
heran trus jadi ragu kalo lo nggak kenapa-napa.''
Mendengar itu, Langen langsung menarik napas panjang lagi.
''Jadi gimana dong"'' tanyanya lesu. ''Nggak sanggup gue. Ini aja
kalo bisa gue pengen banget ninggalin kampus. Dua minggu atau
sebulan. Atau satu semester sekalian!''
''Ya udah kalo gitu. Kita rayain bertiga aja. Yang ini nggak bisa
dihindarin. Nanti biar gue yang bikin ekspresi kalo bubarnya elo
sama Rei nggak jadi masalah buat elo. Oke"''
''Iya deh.'' Langen mengangguk lemah.
*** Pesta merayakan keberhasilan mereka mengalahkan Rei cs
diadakan di restoran Italia. Langen menumpuk lima potong pizza
di piringnya. Makanan bisa mengalihkan pikiran. Itu yang di
harapkannya saat ini. Jadi bukan karena rakus apalagi aji
mumpung karena Febi yang bayar.
''Gila lo!'' Febi terbelalak menatap piring Langen. ''Segitu banyak
emang abis"'' Sepasang mata Fani mengawasi dari belakang punggung Febi
dan segera tahu, Langen butuh pertolongan.
''Abis nggak abis, nggak penting, Feb!'' serunya dengan nada
riang yang dibuat-buat, yang tidak tertangkap telinga Febi. ''Yang
penting kita udah berhasil!'' dijentikkannya jari keras-keras. ''Lo
inget, nggak"'' Fani lalu tertawa cekikikan yang lagi-lagi juga
dipaksa. ''Waktu kita lagi di puncak" Wah, waktu itu lo pura-pura
tidur sih, Feb. Rugi banget lo nggak ngeliat tampang shock-nya!''
Langen tertawa geli. Kesedihannya lenyap mendadak dan dia
langsung memeriahkan pembicaraan. Diam-diam Fani menarik
napas lega. Tidak berapa lama kemudian, ketiga cewek itu tenggelam dalam
obrolan seru dan cekikikan ramau, sama sekali tak peduli
sekeliling. ''Toast! Toast!'' Langen mengangkat gelas softdrink-nya tinggitinggi. Fani dan Febi langsung mengikuti. ''Superman bener-bener
is dead now!'' *** Tapi sesuatu yang tidak terduga dan akan jadi mimpi buruk
Langen cs, terjadi hari ini. Tanpa sengaja, Rangga yang sedang
berjalan sendirian di sebuah pusat pertokoan, survei harga
beberapa peralatan untuk keperluan Maranon, berpapasan
dengan Salsha! Rangga kontan tersentak. Ditatapnya Salsha yang sedang
berjalan santai ke arahnya, tajam-taam. Berusaha meyakinkan
diri itu memang cewek yang waktu itu pernah datang ke kampus
dan membuat semua belangnya terbongkar habis!
Cewek Karya Esti Kinasih di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
''Bener! Desisnya. Dengan langkah cepat, segera dihampirinya
Salsha. ''Ketemu lagi kita!'' Dicekalnya satu lengan Salsha dan
ditariknya ke sudut. Cewek itu langsung kaget.
''Eh!" Apa-apaan nih"'' seru cewek itu sambil berusaha
melepaskan diri. Jelas Rangga tidak membiarkan.
Nah, di sinilah letak masalahnya! Kalau untuk urusan mengenali
muka orang, Salsha itu botol asli. Parah! Tuh cewek nggak
bakalan ingat kalau belum ketemu minimal tiga kali. Makanya
meskipun di depannya Rangga sudah melotot ganas, Salsha
masih belum ngeh juga. Malah kemudian dibentaknya Rangga
dengan galak. ''Heh! Lo jangan pegang-pegang sembarangan ya" Lepasin
tangan gue! Lagian siapa sih lo" Sok kenal gue! Dasar kurang
ajar!'' Rangga terperangah. ''Lo masih berani ngebentak gue!" Nyali lo boleh juga ya!''
dengan berang diketatkannya cengkeraman tangannya sampai
Salsha memekik kesakitan. ''Kapok sekarang"'' Rangga
menggeram puas. Diambilnya ponsel dari kantong baju. Dia
berdecak saat HP Rei ternyata tidak aktif. Dicobanya menelepon
cowok itu ke rumah, tapi pembantunya bilang sedang pergi. Tapi
untungnya Bima ada. ''Bim, lo ke sini, cepet! Ada yang mau gue
tunjukin!'' ''Apa"'' ''Udah ke sini, cepet! Ini bener-bener penting!''
''Iya. Iya. Ini lo di mana"''
Rangga menyebutkan lokasi sebuah mal. Dengan kening terlipat
karena heran, Bima meraih kunci dan langsung cabut. Baru
setelah melihat Bima, Salsha tahu berencana apa yang saat ini
sedang menimpanya. Saking terlalu jungle look, jarang orang bisa
lupa tampangnya Bima. Yaikh! Kayaknya itu lutungnya Fani! Desis Salsha dalam hati
begitu Jeep LC Hardtop Canvas datang dan Bima keluar dari
sana. ''Lo kenal nih cewek"'' tanya Rangga langsung.
Dua alis tebal Bima menyatu. Ditatapnya cewek mungil dalam
cengkeraman Rangga. ''Ini bukannya yang waktu itu.....''
''Tepat!'' tandas Rangga. ''Emang dia!''
''Ketemu di mana lo"''
''Di sini!'' Bima bersiul. ''Akhirnya ketemu juga biang kerok misterius itu.
Bagus! Bagus!'' Dia manggut-manggut. ''Coba oper ke gue!''
''Nih!'' Salsha didorong Rangga ke depan Bima. Cowok itu lalu
menarik Salsha semakin dekat ke depannya.
''Karena udah berhasil ditangkep, teroris ini jelas harus kita
interogasi!'' ''Udah pasti!'' tandas Ranga.
Salsha semakin ketakutan begitu Bima membungkukkan badan
lalu menatapnya lurus-lurus dengan sepasang mata hitamnya
yang tajam. Apalagi mata itu dinaungi sepasang alis tebal dengan
warna sepekat kedua bola mata hitamnya.
''Siapa nama lo, sayang" Nama asli ya. Jangan coba-coba
bohong!'' ''Ng....''Salsha langsung panas-dingin. Waduh, gawat!
''Cepet! Jangan lama-lama!''
''Ng.... Sal.... Sal....''
''Sal siapa" Salmon" Saldo" Salep"''
''Mmm.... Sal....'' Aduh, gawat banget nih! Desis Salsha dalam hati. Kesepuluh
jarinya saling meremas dengan panik.
''Cepet!'' bentak Rangga, yang berdiri tepat di belakangnya.
''Iya, sebentar dooong,'' jawab Salsha dengan suara memelas.
Lalu dia menunduk, pura-pura mau menangis. Tapi tiba-tiba saja
dia melancarkan serangan khas cewek. Nyubit! Salsha sampai
meringis saking mencubitnya dengan mengerahkan semua
cadangan tenaga. Seketika Bima dan Rangga berteriak keas. Sakitnya gila-gilaan!
Cekalan Bima terlepas dan kesempatan itu langsung
dimanfaatkan Salsha untuk meloloskan diri. Kedua cowok itu
sempat terperangah sesaa. Sedetik kemudian langsung mereka
kejar sang tawanan yang behasil melarikan diri itu.
Salsha berlari terbirit-birit. Lintang-pukang. Pontang-panting.
Masuk ke satu department store lewat pintu depan berkelit di
antara rak-rak baju, dan bablas lewat pintu belakangnya. Lanjut
masuk ke department store di sebelahnya lagi. Berzig-zag di
antara barisan rak lagi. Tapi klai ini kurang sukses, sebab dia
menabrak pramuniaganya yang sedang membawa setumpuk
baju. Pria itu kontan jatuh terkapar setelah sempat tersandung
dua kali. ''HEEHHH!!!'' bentak pria itu berang.
Tanpa menghentikan larinya, Salsha menoleh lalu mengangkat
tangan kanannya. ''Aduh! Sori, Mas! Sori banget! Saya nggak sengaja! Beneran!
Sumpah samber geledek!'' jeritnya.
Pramuniagaa itu cuma bisa mendesis marah. Lalu sambil
ngedumel sendiri, dikumpulkannya baju-baju yang terserak
berantakan di lantai. Tapi baru saja pekerjaan itu selesai dan dia
bersiap-siap akan berjalan menuju rak tu
juan, tiba-tiba sekali lagi
dia dia ditabrak keras-keras. Ini malah lebih parah. Sampai
terjengkang! ''Sori, Mas! Sori!'' seru Rangga seketika. ''Saya nggak sengaja!
Bener!'' ''HEH! HEEEHHH!!!!!'' teriak si mas pramuniaga. Dia sampai
loncat-loncat saking marahnya. Jangan-jangan hari ini hari
sialnya. Soalnya belum pernah dia ditabrak sampai dua kali
berturut-turut seperti ini.
Bima, yang berlari paling belakang, buru-buru mengganti arah
saat silihatnya si pramuniaga meraih gantungan baju gara-gara
mengira akan ditabrak untuk yang ketiga kali.
''Sori, Mas!'' teriak Bima sambil menyeringai.
Mirip film action buatan Hollywood, sekarang ketiga orang itu
berlarian di sepanjang trotoar yang penuh pedagang, juga mobilmotor yang diparkir berderet. Karena bertubuh mungil dan
langsing pula, dengan mudah Salsha berkelit di antara deretan
mobil-motor itu, yang karena benda mati, jadi tidak peduli
peristiwa itu. Tapi tidak demikian saat cewek itu berkelit di antara
pedagang. Langsung ibu-ibu dan mbak-mbak menjerit-jerit ribut.
Yang bapak-bapak dan mas-mas berteriak-teriak marah.
"Kalo main lari-larian itu dilapangan sana! Jangan di sini!" bentak
ibu tukang rujak, begitu Salsha melintas cepat di sebelahnya.
"Kalo joging itu mbok ya di Senayan!" hardik bapak tukang
minuman. Sementara itu kejauhan, seorang cowok sedang bersiap-siap
menstarter motornya. Salsha langsung mempercepat larinya.
Menghampiri motor cowok itu dan segera melompat ke
boncengannya. "Mas! Mas! Numpang, Mas!''
Cowok itu tersentak kaget.
"Nggak! Nggak! Ayo turun!" usirnya seketika. Pikirnya, cewek ini
pasti cewek nggak benar. Soalnya dikejar-kejar orang di tengah
hari bolong begini. "Nanti saya bayar ongkosnya. Bener!"
"Nggak! Ayo turun! Emangnya kamu kira ini ojek, apa!"''
''Tolong, Mas. Nggak usah jauh-jauh. Sampe ini aja...."
"Nggaaak! Ayo turun! Cepet!" cowok itu ngotot tidak mau
memberikan tumpangan. Salsha melompat turun sambil mendesis marah. "Gue doain
kecelakaan lo!" kutuknya, lalu langsung lari meninggalkan tempat
itu. Cowok di atas motor itu hanya bisa menatapnya tercengang.
Karena sudah berlari sekencang-kencangnya dan nyaris tanpa
henti selama lima belas menit, Salsha merasa tenggorokannya
kering kerontang. Dia belok arah, masuk ke sebuah restoran.
Salah seorang pramusaji segera menyambutnya dan dengan
sopan bertanya, "Mbak, mau pesen ap....?" tapi dia bengong
karena Salsha tetap melesat.
Barulah di salah satu sudut yang terhalang tanaman hias, di
depan seorang bapak setengah baya yang sedang duduk
sendirian, Salsha mampir sebentar.
''Pak! Minta minumnya sedikit, ya" Soalnya saya buru-buru
banget. Nggak bisa brenti buat pesen.''
Bapak itu menatapnya bingung. Dan tambah bingung lagi begitu
tanpa permisi apalagi tunggu jawaban, es kopinya diminum
Salsha sampai ludes, meskipun tadi cewek itu ngomongnya minta
sedikit. ''Makasih ya, Pak. Semoga Bapak panjang umur dan murah
rezeki. Permisi!'' setelah memberikan doa singkat itu, Salsha
langsung melesat kembali. Bapak itu geleng-geleng kepala.
''Dasar anak-anak sekarang. Tidak tau sopan santun,'' gerutunya
sambil memanggil pramuasaji.
Salsha berlari cepat menuju toko buku. Hampir diterjangnya dua
orang yang sedang berdiri di pintu masuk, tapi dia tetap tidak
berhenti. Di dalam, dia berzig-zag di antara rak-rak buku,
panggung-panggung kecil tempat bertumpuk-tumpuk buku
disusun seperti gedung-gedung pencakar langit, dan orang-orang
yang berdiri sambil membaca. Seperti orang-orang di luar,
mereka kontan menatap Salsha dengan bingung.
Mendadak seorang cowok keluar dari sebuah ruangan. Salsha
kaget dan seketika berusaha mengerem larinya. Tapi ia tidak bisa
karena jaraknya sudah terlalu dekat. Tanpa ampun, cowok itu
ditabraknya telak-telak. Dua-duanya terpelanting. Jatuh menimpa
membuat buku-buku di atasnya berjatuhan dengan formasi acak
lalu berserakan di lantai.
''KAMU!!!"'' cowok yang ternyata manajer toko buku itu melotot
marah. ''Maaf, Mas! Maaf! Saya nggak sengala! Beneran! Sumpah samber
geledek!'' jawab Salsha buru-buru sambil berdiri. Dengan napas
terengah, cepat-cepat dia menjelaskan menurut ide yang baru
saja muncul di kepala. ''Abisnya....itu....saya dikejar.....sama
mereka....!'' tangannya menunjuk-nunjuk ke arah Bima dan
Rangga, yang berlari mendekat lalu berhenti di depan mereka.
''Kenapa"'' tanya sang manajer.
''Saya mau diperkosa!'' Semua orang yang berada di ruangan dan bisa mendengar
kalimat terakhir Salsha, kontan terperangah. Seketika mereka
menatap Bima dan Rangga dengan pandang marah!
''Sebentar! Sebentar!'' Bima mengangkat kedua tangannya. ''Biar
saya jelaskan!'' Sementara itu Salsha bergerak mundur pelan-pelan. Balik badan
lalu lari sekencang-kencangnya.
''Kejar dia, Ga! Biar gue yang ngurus di sini!'' perintah Bima.
Rangga langsung bergerak, melesat mengejar Salsha. Kerumunan
orang yang berkumpul di situ mengikuti adegan itu tanpa bisa
bicara, saking bingungnya. Salsha lari pontang-panting. Karena
dipintu masuk ada begitu banyak orang yang sedang berdiri
sambil mengobrol, membaca atau berbicara di ponsel, cewek itu
berlari ke atas lewat eskalator. Di sana, sekali lagi diputarinya
rak-rak buku. Kali ini sambil membungkukkan tubuh untuk
menghindari adanya saksi mata. Tiba-tiba di sudut ruangan
dilihatnya sebuah gang sempit yang hampir-hampir tidak terlihat
karena tertutup gorden panjang. Buru-buru Salsha berlari masuk
ke sana. Tidak peduli dengan tulisan ''Hanya untuk karyawan'' di
dinding atasnya. Tanpa suara dia lalu meringkuk di balik gorden.
Beberapa saat kemudian perlahan disibaknya gorden itu untuk
mengintip keluar. Rangga sedang berjalan mondar-mandir sambil melihat ke segala
arah. Cowoj itu lalu bertanya pada orang-orang yang ada di
ruangan itu, tapi semuanya menggelengkan kepala. Akhirnya
setelah lima belas menit memutari ruangan, Rangga pergi dengan
wajah kesal. Salsha menarik napas lega sambil mengusap-usap dada. Akhirnya
selamat juga. Setelah meyakinkan diri bahwa Rangga sudah
benar-benar tidak ada, pelan-pelan dia keluar. Celingukan ke
segala arah dulu untuk memastikan keadaan aman, lalu cepatcepat berlari turun
saking nafsunya ingin secepatnya sampai di rumah, tempat yang
menurutnya sudah pasti aman, Salsha melesat melewati pintu
utama dan menabrak tukang buah yang kebetulan sedang
melintas dengan gerobaknya.
''E....e....e....,'' tukang buah itu langsung panik. Soalnya buahbuahannya yang sudah disusun membenruk piramida-piramida
kecil, bergetar dan siap menggelinding ramai-ramai.
''Sori, Mas! Sori banget!'' teriak Salsha tanpa menghentikan
larinya. ''Beneran nggak sengaja!''
Memasuki sebuah department store yang di teras belakangnya
terdapat sebuah halte, Salsha melambatkan larinya. Dia capek
banget. Untung sudah berhasil lolos.
Tetapi....mendadak saja Rangga muncul di depannya!
Salsha terpekik. Secepat kilat dia balik badan. Tapi sial, ternyata
Bima sudah menunggu, berdiri cuma tiga meter di belakangnya.
Cowok itu sudah mengira Salsha pasti akan berusaha meloloskan
diri lagi. Dan dengan jarak yang cuma sebegitu dekat, meskipun
Salsha sudah setengah mati mengerem kaki, tapi karena startnya benar-benar powerful, tanpa ampun Bima tertabrak telak.
Dengan gampang cowok itu langsung meringkus sang buronan!
''Kenapa sih" Ada apa"'' tanya orang-orang yang datang
berkerumun. Otak Bima berputar cepat. Sesaat kemudian
dijawabnya pertanyaan itu sambil tersenyum.
''Nggak ada apa-apa. Cuma masalah keluarga. Cewek ini sudah
dicalonkan orangtuanya untuk jadi istri temen saya ini....''
ditepuk-tepuknya bahu Rangga, yang sesaat sempat ternganga.
''Nggak sekarang sih nikahnya. Nanti, kalau kuliah sudah selesai.
Orangtua mereka bilang, penjajakan dulu. Yah....temen saya
sekarang ini ceritanya mau penjajakan, tapi cewek ini sudah
ketakutan duluan. Dia pikir temen saya pasti mau memanfaatkan
kesempatan karena sudah mendapatkan restu orangtua. Makanya
dia sampai kabur-kabur begini.''
''Ooooh.'' seketika orang-orang yang berkerumun itu tertawa geli.
Seorang bapak dengan sok tahunya lalu memberikan nasihat,
''Jangan begitu, Nak. Bapak liat calon suami kamu itu orangnya
baik kok.'' ''Ibu juga dulu dijodohkan,'' seorang ibu ikut nimbrung. ''Pertamatama memang jengkel, marah. Tapi lama-lama akhirnya jadi cinta
kok. Lebih baik dicoba dulu.
Akhirnya semua orang yang berkerumun itu ikut mendukung.
''Iya, betul. Mendingan dicoba dulu.''
''Iya. Jangan langsung punya pikiran yang macem-macem. Nanti
kalo dia ternyata memang laki-laki yang baik, kamu nyesel lho.''
''Orangtua cari calon menantu itu kan nggak asal comot.''
Bima dan Rangga mati-matian menahan tawa melihat Salsha
mendapatkan setumpuk khotbah. Akhirnya seorang ibu dengan
penuh sikap keibuan, menggamit tangan kanan Salsha dan
menariknya ke arah Rangga.
''Ayo, minta maaf. Sama calon suami nggak boleh sembrono.''
Rangga memalingkan muka ke arah tembok, memaksa tawa yang
Cewek Karya Esti Kinasih di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
ditahannya agar secepatnya hilang.
''Terima kasih, Bu,'' ucapnya dengan nada sangat santun.
Diterimanya tangan Salsha yang disodorkan kepadanya. Ibu itu
seketika kesemsem. ''Liat" Dia baik, kan"'' katanya ke Salsha yang cemberut berat.
Kemudian agar semakin mendapatkan simpati dari para
penonton, Rangga bicara dengan nada yang sangat lembut, ''Ayo
pulang. Aku sebenarnya cuma ingin ngajak kamu ngobrol kok.
Nggak ada maksud lain. Apalagi maksud yang bukan-bukan. Aku
kan tau dosa.'' Bima ketawa keras dalam hati mendengar kalimat itu. Tapi orangorang di sekitarnya, yang tidak tahu apa yang sebenarnya sedang
terjadi, kontan menganggap Rangga cowok baik yang sudah
jarang lagi ditemukan di abad ini.
Rangga kemudian merangkul Salsha dengan mesra dan penuh
sayang. Para penonton yang berkerumun itu, yang jumlahnya jadi
dua kali lebih banyak, bertepuk tangan dengan sangat meriah
menyaksikan adegan yang di mata mereka bagaikan ending
telenovela. Sangat romantis, menyentuh, indah, dan
mengharukan. Dengan Bima berjalan di belakang., ketiganya
berpasang-pasang mata. Jeep LC Hardtop Canvas Bima terpaksa ditinggal, karena dia
harus jadi sopir Jeep Wrangler Rangga. Rangga duduk di
belakang, menjaga tawanan. Salsha langsung dibawa ke rumah
Rangga....untuk diinterogasi!
''Kita mulai dengan nama lo!'' kata Rangga. Cowok itu duduk
persis di depan Salsha, yang meringkuk ketakutan di kursi.
Sementara Bima dengan santai berleha-leha di sofa panjang di
ruang tamu rumah Rangga. Mereka tak perlu takut sang tawanan
mencoba kabur lagi. Karena pintu sudah dikunci.
''Boleh minta minum, nggak" Gue aus banget nih,'' pinta Salsha
lirih. ''Minta minum" Jelas boleh dong!'' jawab Rangga. ''Mau apa"
HIT" Tiga roda" Baygon"''
Bima ketawa. Dia bangun sambil meraih botol dan sebuah gelas
kosong dari meja di depannya. Dituangkannya air dingin dalam
botol sampai gelas terisi tiga perempatnya. ''Jangan, Ga. Kasian.''
Diulurkannya gelas itu ke Salsha. ''Ini, sayang. Minum deh. Capek
ya. Tadi lari-larian"''
Takut-takut Salsha menerima gelas yang disodorkan Bima.
''Boleh, nggak"'' tanyanya pada Rangga, yang sepertinya tidak
ikhlas biarpun cuma air putih.
''Jangan banyak tanya! Boleh nggak boleh nggak! Ntar gue ambil
lagi tuh gelas!'' bentak Rangga. ''Cepet minum!''
Salsha mendekatkan gelas ke bibir. Meskipun tenggorokannya
kering kerontang, dia tidak berani menghabiskan apalagi minta
tambah. Soalnya Rangga terus menatapnya dengan mata
melotot. ''Udah"'' tanya Rangga. Salsha mengangguk dan gelas di
tangannya langsung diambil. ''Oke! Sekarang sebutin nama lo!
Jangan sal-sal lagi! Langsung sebutin!''
''Ng.....Sal....sha....''
Aduh. Pasrah deh! Keluh Salsha dalam hati. Apa boleh buat,
nggak bisa kabur. ''Salsha" Betul Salsha"'' Rangga menatapnya tajam.
''Iya.'' ''Nggak bohong"'' ''Nggak.'' ''Oke. Liat KTP lo!'' ''Ha!"'' Salsha ternganga. ''KTP" Bener kok, nama gue Salsha!
Nggak percaya amat sih"''
''Setelah lari-lari kayak tadi, lo mau gue percaya"'' kedua alis
Rangga terangkat. ''Jangan goblok!''
''Tapi bener Salsha! Gue nggak bohong!''
''KTP lo! Cepet!'' bentak Rangga.
Sambil cemberut, Salsha mengeluarkan dompetnya. Tapi baru
saja akan ditariknya keluar KTP-nya, Ranga lebih dulu bergerak.
''Apa ini"'' serunya. Dan sesuatu dari dompet Salsha tercabut
keluar. Kartu Pelajar SMA PALAGAN! Rangga bersiul keras dengan
nada penuh kemenangan. ''Coba lo liat ini, Bim!''
Dilemparnya benda itu ke Bima, yang menangkapnya dengan
sigap. Cowok itu memerhatikan sejenak dan langsung bangun
dari posisi tidur. Di tangannya, kartu pelajar milik Salsha. Kartu
yang sama pernah dia lihat sebelumnya___di dompet Langen dan
Fani! Seteklah mengamati kartu itu selama beberapa saat, Bima berdiri
lalu menarik kursi. Dan sekarang di depan Salsha ada dua algojo!
''Oke, sayang! Sekarang lo jawab pertanyaan gue. Yang jujur!
Oke"'' Bima menatap Salsha tepat di manik mata. Sambil
menggigit bibir karena ngeri, Salsha mengangguk.
''Elo....cuma kebeneran satu SMA sama Langen dan Fani, atau
kenal juga sama mereka berdua"''
Aduh, ini dia! Salsha menjerit dalam hati. Aduh, gawat banget
nih! ''Ng....mungkin kalo.....kalo ngeliat orangnya.... Ya kenal....
Soalnya murid di SMA gue kan banyak.''
''Keluarin fotonya Fani, Bim!'' perintah Rangga. Bima langsung
mencabut dompet dari kantong belakang celana jins buluknya.
Dikeluarkannya selembar foto lalu diperlihatkannya pada Salsha,
foto Langen dan Fani yang sedang berpelukan erat. Terpaksa
Bima membiarkannya begitu, karena kalau memaksa digunting
untuk menghilangkan foto Langen, maka Fani cuma akan punya
satu pipi. ''Ini. Liat yang bener!''
Aduuuh! Untuk kedua kalinya Salsha menjerit dalam hati.
''Kenal, nggak"'' desak Rangga.
''Ng.....kayaknya sih.....gue emang pernah....ngeliat mereka.''
''Kayaknya, ya"'' Rangga manggut-manggut. Salsha langsung
merasakan nada berbahaya di satu kata itu. ''Dan gimana caranya
lo bisa kenal Ratih" Soalnya dia sama sekali nggak kenal elo!''
Ratih" Salsha mengerut kening. Siapa itu Ratih" Oh, iya! Dia
langsung tercekat begitu teringat lagi. Cewek tukang nari itu, ya"
Yaikh, lupa gue! Sial! ''Ng....gue nggak kenal sama Ratih.''
''Kalo nggak kenal, gimana bisa lo dateng ke kampus, nyari gue,
dan bilang kalo Ratih udah lama nyari-nyari gue"''
''Dia emang nyari-nyari elo kok,'' jawab Salsha. Terpaksa nekat.
Asal itu bisa menyelamatkan Langen dan Fani.
Rangga mengertakkan gerahamnya. ''Yang gue tanyaaa....'' desis
Rangga, mati-matian menahan emosi, ''gimana caranya lo bisa
kenal Ratih!"'' ''Oh, ituuu. Yang kenal sama Ratih tuh sodara gue, Saskia. Dia
pernah cerita sama gue, cerita sambil lalu sih, katanya Ratih lagi
kebingungan nyari-nyari mantan cowoknya. Begitu.''
''Dan gimana lo bisa tau di mana gue kuliah"''
''Ya dari Ratih. Ratih ngomong ke Saskia, kali. Sodara gue itu lho.
Terus Saskia ngomong ke gue. Gitu lho.''
''Dan ngapain juga sodara lo itu, si Saskia itu, cerita-cerita soal
Ratih ke elo" Sodara lo itu nggak ada kerjaannya, ya"''
''Yaaa.....mungkin Ratih nyariin elonya sampe histeris, kali"
Namanya juga baru putus. Sampe bikin semua orang jadi trenyuh
terus ikhlas ngebantuin nyariin juga.''
Bima ketawa pelan. Salut juga dia dengan nyali Salsha. Cewek itu
masih berani mengajak berputar meskipun posisinya sudah
terdesak. Tapi Rangga sebaliknya. Dia jadi naik darah!
''CUKUP!!!'' bentaknya sambil menggebrak keja keras-keras.
''Sekarang jawab yang jelas! Apa hubungan lo sama Langen juga
Fani"'' ''Kok jadi balik ke mereka lagi"''
Rangga menggeram keras. Sekarang kepalanya benar-benar
mendidih. ''Oke, Salsha! Kalo lo nggak mau ngomong terus terang, tetep
nekat muter-muter, lo akan tetep di sini, di rumah gue....sampe
besok pagi! Dan....'' Rangga memajukan tubuhnya, membuat
Salsha seketika melekatkan punggungnya ke sandaran kursi,
''nanti malem lo akan tidur kamar gue!'' Sepasang mata Rangga
berkilat. HAAA!!!" Salsha terperangah amat sangat. Dan seketika
menyerah! ''Gimana, Salsha" Hm"''
''Ng.... I-ya....'' ''Iya apa"'' ''Iya. Gue kenal sama Langen. Fani juga.''
Bima dan Rangga seketika saling pandang.
''Seberapa kenal"'' tanya Bima.
''Kamu pernah sekelas,'' jawab Salsha lemah, benar-benar pasrah
karena ancaman Rangga barusan. Dua cowok di depannya
kontan bersiul keras. ''Gitu, ya" Biar gue tebak.'' Bima mengangguk-angguk sambil
mengetuk-ngetukkan kuku jemari tangannya ke lengan kursi. ''Lo
pasti bukan cuma kenal karena sekelas.....tapi akrab! Betul!''
''Eee.....iya.'' Salsha semakin pasrah lagi.
''Langen yang nyuruh lo dateng ke kampus gue, trus ngomong
yang nggak-nggak soal Ratih"'' tanya Rangga geram.
''Kalo yang nyuruh, emang Langen. Tapi kalo soal Ratih, itu ide
gue. Langen sama Fani nggak tau apa-apa soal Ratih.''
Kedua alis Rangga kontan menyatu. Surprise dengan jawaban itu.
''Dan dari mana lo tau soal Ratih"''
''Dari foto-foto perpisahan sekolah lo yang gue pinjem dari
Saskia. Sama foto-foto Ratih waktu pentas di Taman Mini, terus
di GKJ, terus di mana lagi gitu. Gue lupa. Dia situ kan banyak
foto-foto lo sama Ratih. Lo lagi gandeng Ratih, terus lo lagi meluk
Ratih, trus....'' ''Cukup!'' bentak Rangga, agak salah tingkah.
''Bego juga lo!'' bisik Bima.
''Mana gue tau bisa jadi begini!'' Rangga balas berbisik dengan
dongkol. Kemudian tatapannya kembali ke Salsha. ''Kenapa
Langen nyuruh lo begitu"''
''Yaaa, katanya biar siapa itu, cewek yang satu lagi iti, mau cs-an
sama mereka berdua.'' ''Langen! Lagi-lagi Langen!'' desis Rangga berang.
''Cs untuk apa"'' tanya Bima.
''Kalo itu gue nggak tau.''
''Yang bener"'' ''Bener! Sumpah sam....'' Salsha menghentikan sumpahnya
mendadak. Ingat kalau dia sudah dua kali ngomong ''Sumpah
samber geledek''. Jangan sampai tiga kali. Pemali, kata orang.
Ntar bisa kesamber geledek betulan!
''Sumpah apa"'' ''Nggak. Maksud gue, gue bener-bener nggak tau rencana Langen
sama Bima membungkukkan tubuhnya tepat di atas Salsha.
Cewek itu kontan menciutkan tubuhnya seciut-ciutnya.
''Lo pernah naik gunung"''
''Belom.....eh, nggak, Bang!''
''Bang"'' Bima melotot. ''Emangnya gue tukang becak" Tadi-tadi
nggak manggil bang!'' dengusnya. Rangga ketawa pelan. ''Siapa
temen SMA lo yang suka naik gunung"''
''Ng....gue....ngak tau.'' Salsha geleng kepala.
''Jangan bohong!'' bentak Bima. Tubuh Salsha bergetar, bahkan
organ-organ di dalamnya. ''Bener! Sumpah! Gue nggak tau!'' jawab Salsha buru-buru. Dia
menggelengkan kepala kuat-kuat. ''Gue nggak ngerti soal naek
gunung.....'' ''Elo nggak perlu ngerti!'' bentak Bima lagi, membuat cewek di
bawahnya semakin mengerut. ''Yang gue mau tau, siapa tementemen SMA lo yang suka naik gunung! Lo ngerti apa nggak,
nggak ada urusan!'' ''Yaaa....tapi karena gue nggak ngerti, jadinya gur ya nggak tau.
Lagian gue sekelas sama Langen dan Febi cuma waktu kelas satu
doang kok. Kelas dua sama tiga kami misah. Jadinya gue ya
nggak tau temen-temen mereka. Kalo temen-temen gue sih, eh,
temen-temen kami waktu kelas satu, kayaknya nggak ada.''
Bima terdiam sesat mendengar keterangan itu, lalu kembali
ditatapnya Salsha tajam. ''Lo punya omongan, bisa dipercaya nggak"''
''Bisa! Bisa! Gue nggak tau! Sumpah, gue bener-bener nggak tau!
Kalo bohong, biar ntar gue nggak selamet. Ditabrak bus atau
kereta!'' Tapi dalam hati Salsha langsung memanjatkan doa dengan
sungguh-sungguh. Tuhan, sumpah saya itu palsu lho. Abisnya
saya terpaksa. Daripada nggak selamet.
Baru sikap garang Bima melunak mendengar sumpah fatal itu.
''Oke, kalo lo emang bener-bener nggak tau. Tapi inget ya,
Salsha. Kalo lo bohong...,'' diusapnya kepala cewek mungil yang
ketakutan itu dengan lembut, ''lo bukannya nggak selamet karena
ditabrak bus atau kereta. Jangan. Itu terlalu tragis. Gue nggak
tega. Gue kasih alternatif lain.''
''Iy....ya"'' takut-takut, Salsha menatap cowok yang dekat banget
di depannya itu. Bima tersenyum tipis. ''Banyak yang bilang gue vampir....juga
kanibal! Lo boleh pilih!''
Salsha kontan ternganga. Aduh, Tuhan. Saya mendingan ketabrak kereta aja deh. Bener!
Bima lalu berdiri, pergi dari depan Salsha. Diam-diam, cewek itu
langsung menarik napas panjang. Lega sudah terlepas dari maut,
meskipun mungkin cuma untuk sementara. Paling tidak dia sudah
berhasil membohongi Bima.
Ada banyak teman SMA-nya dulu yang doyan naik gunung atau
masuk hutan. Tapi dia tidak akan buka mulut lagi. Sudah
dikhianatinya dua teman. Dan itu tidak akan termaafkan!
"Oke." Rangga berdiri. Tersenyum puas. "Interogas selesai.
Sekarang kita anter lo pulang!"
"Nggak usah!" tolak Salsha mentah-mentah. "Gue bisa pulang
sendiri!" "Oho, tidak bisa! Lo saksi kunci, jadi mesti dijaga ketat!"
Bima ketawa, lalu ikut berdiri. Lagi-lagi dengan pengawalan ketat,
Salsha kemudian digiring ke mobil. Bima kembali bertugas jadi
sopir. "Di mana rumah lo?" cowok itu bertanya lewat kaca spion. Salsha
menyebutkan satu alamat dan Jeep Wrangler Rangga segera
meluncur ke tempat itu. Dua puluh menit kemudian, Jeep itu
berhenti di depan sebuah rumah berpagar tinggi yang terlihat
sepi. ''Terima kasih!'' jawab Salsha ketus. Tangannya meraih hendel
pintu, tapi langsung dicekal Rangga.
''Kita turun sama-sama!'' tegas Rangga. Salsha terbelalak.
''Kenapa sih" Nggak usah repot-repot deh. Ini juga udah cukup!''
''Kita turun sama-sama!'' tegas Rangga sekali lagi. Kali ini dengan
nada final. ''Soalnya kamu harus menyerahkan elo langsung ke
nyokap atau bokap lo, atau siapa aja yang lagi ada di rumah. Tau
kenapa"'' diangkatnya dagu Salsha. ''Pertama, karena kami
cowok-cowok yang bertanggung jawab. Dan
Cewek Karya Esti Kinasih di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
kedua....karena belom tentu ini rumah lo! So, kami perlu
kejelasan, supaya kalo ini sampe bocor, kami tau ke mana harus
nguber elo!'' ''Tapi ini rumah gue kok!'' Salsha bersekeras.
''Ya, ayo kita turun kalo gitu!''
Salsha bergeming. Semenit, dua menit. Dia tetap duduk di
tempatnya. Bima dan Rangga saling pandang.
''Bukan rumah lo kan, sayang"'' desis Bima, menatap Salsha
tajam. Di sebelah Salsha, Rangga berdecak dengan ekspresi
mengerikan. ''Rumah gue! Rumah gue!'' jawab Salsha buru-buru.
''Cepet turun kalo gitu! Ngapain juga dari tadi lo bengong"''
Rangga membuka pintu di sebelahnya lalu melangkah turun.
Salsha mengikuti dengan gerakan lambat. Kemudian, dengan
tangan kanan Salsha berada dalam cekalan Rangga, ketiga orang
itu melangkah menuju pintu pagar. Tapi baru saja Bima akan
menekan bel, tiba-tiba saja Salsha memperagakan adegan seperti
yang sering dilihatnya dalam film-film Jet Li atau Jackie Chan.
Dicengkeramnya tangan Rangga yang mencekalnya, kemudian
dipelintirnya! Tidak tanggung-tanggung. Rangga sampai berteriak keras karena
tangannya diputar sampai sembilan puluh derajat lebih. Dan itu,
membuat cekalannya seketika terlepa. Tanpa buang waktu,
Salsha langsung mengambil jurus langkah seribu.
Tapi sayang sekali, dia lupa memperhitungkan orangutannya
Fani. Jadi jangankan bisa melangkah sampai seribu, baru juga
tiba, Bima sudah langsung gerak cepat. Menangkap cewek mungil
itu dengan dua tangan lalu mengurungnya dalam dekapan. Usaha
terakhir Salsha, akan menjerit keras-keras, juga gagal. Mulutnya
keburu dibekap. Matilah si Salsha!
''Jangan menjerit, Sayang!'' bisik Bima tepat di satu telinga
Salsha. Sementara itu Rangga menghampiri sambil memijit-mijit
tangannya yang kena pelintir.
''Elo ya!"'' desisnya berang. Dua tangannya akan terulur tapi
dicegah Bima. ''Udah! Udah! Buka pintu mobil, cepet! Lo yang bawa sekarang!''
Kacau! Benar-benar adegan penculikan dengan kekerasan! Lagian
Salsha bego juga sih. Milih rumah palsu di daerah sepi begitu.
Jadi tidak ada yang melihat apalagi datang untuk menolong,
meskipun apa yang sedang terjadi benar-benar bisa dikategorikan
tindak kriminal. Rangga bergegas membuka pintu kiri depan Jeep Wrangler-nya,
sementara Bima terpaksa menggendong Salsha karena cewek itu
berontak hebat dan kedua kakinya menolak bergerak. Dan itu
semua justru memperparah keadaannya. Kalau tadinya Salsha
duduk di jok belakang, dalam pengawalan ketat Rangga,
sekarang cewek itu duduk di jok depan. Di pangkuan dan pelukan
erat Bima! Dan seakan itu masih kurang teraniaya dan terzalimi, sebelum
memutar kunci, Rangga mengusap-usap kedua belah pipi
tawanannya lalu mendekatkan wajah seperti ingin mengecup.
Seketika Salsha memalingkan muka. Tapi ternyata itu seribu kali
lebih sial. Gerakan menghindar yang dilakukan dengan cepat itu
membuatnya tanpa sengaja malah....mencium Bima!
Tepat di bibir! Sontak Salsha mematung. Bima juga sempat terperangah sesaat,
tapi kemudian cowok itu kembali normal.
''Temen gue nggak dapet"'' tanyanya kurang ajar. ''Dia nggak
mau nyium cewek selain bokinnya. Tapi kalo dicium nggak apaapa. Bukan begitu, Ga"''
''Betul. Hadapin mukanya ke gue, Bim. Lo dicium di mana"''
Tapi ternyata sedikit bagian dari hati Bima, masih ada yang
berfungsi. Cowok itu menghentikan godaannya saat dilihatnya
wajah Salsha sudah merah padam, seperti menahan tangis.
Dilepaskannya pelukannya dan digesernya tubuh sampai merapat
di pintu, memberikan tempat untuk Salsha.
''Balik ke persoalan, Ga!'' kata Bima dengan nada wajar, seolaholah ciuman tadi tidak pernah terjadi.
''Oke, Salsha....'' Rangga menatap lurus cewek yang meringkuk di
dekat tongkat persnelling dan dengan wajah merah padam itu.
''Ini kesempatan terakhir! Tunjukin rumah lo! Jangan macemmacem lagi! Sekali lagi kami berenti di depan rumah yang salah,''
Rangga mengusap lembut kepala Salsha, tapi sepasang matanya
menyorotkan ancaman serius, ''lo akan balik ke rumah gue untuk
seterusnya! Nggak peduli besok di koran ada pengumuman orang
ilang!'' ''Dan inget, Salsha,'' ganti Bima mengusap lembut kepala gadis
yang berbagi jok dengannya itu. ''Jangan berani-berani buka
mulut! Jangan coba-coba ngasih tau Langen sama Fani.
Karenaaa....,'' Bima menyentuh dagu Salsha dan menengadahkan
wajah cewek itu, ''detik ini lo ngomong, detik ini juga lo kamu
ciduk! Paham"'' Salsha menyerah. Total! Rangga menghidupkan mesin kemudian Jeep Wrangler itu benarbenar berhenti tepat di depan rumah Salsha!
Di dalam kamarnya, sudah sejak berjam-jam yang lalu Salsha
duduk termenung sambil memeluk bantal. Dia bingung, sebab
harus memberitahu Langen dan Fani bahwa mereka sekarang
berada dalam bahaya. Tapi kalau kedua cewek itu diberitahu, itu
artinya dirinya juga berada dalam bahaya. Dia sih nggak begitu
takut sama Rangga. Yang dia ngeri itu cowoknya Fani.
Dari posturnya yang tinggi gede dan berbulu pula, menandakan
bahwa cowok itu telah gagal berevolusi. Juga berarti
kekerabatannya dengan saudara tua manusia, yaitu monyet,
masih dekat. Tapi kalau dilihat sekali lagi, sepertinya
kekerabatannya Bima lebih dekat ke gorila daripada monyet. Dan
gorila itu termasuk binatang buas!
Salsha lalu mendesah panjang. Menunduk bertopang telapak
tangan. Bingung gimana caranya memberitahu kedua temannya
itu tapi nyawanya juga tidak melayang.
Pintu kamarnya diketuk. Pembantunya muncul dan memberitahu
bahwa seorang laki-laki berambut panjang mencarinya.
''Hah!"'' begitu pembantunya bilang rambutnya panjang, Salsha
langsung ketakutan. Gila! Desisnya dengan napas tercekat. Sakti
banget tuh orang. Gue baru niat ngasih tau Langen sama Fani
aja, dia udah langsung tau!
Sekian detik perjalanan dari kamar ke ruang tamu, Salsha matimatian berusaha mengenyahkan niatnya tadi dan menggantinya
dengan ''Gue nggak akan ngasih tau Langen sama Fani!
Sumpah!!!'' Tapi di ambang pintu ruang tamu dia tertegun. Cowok itu
ternyata sama sekali bukan Bima.
''I....wan...."'' tegurnya hati-hati. Iwan mengangkat kepala dari
majalan yang dibacanya. ''Halo, Sha" Apa kabar"''
Salsha masih tertegun selama beberapa detik, sebelum kemudian
berlari menghampiri Iwan sambil menjerit keras.
''Aduh! Elo, Wan! Apa kabar" Kok rambut lo jadi panjang gini sih"
Elo nakutin gue aja! Bilang-bilang kek kalo manjangin rambut.
Aduh, untung! Gue kirain gue bakalan mati sekarang!''
Iwan menatap Salsha bingung. Hampir semua temannya saat
SMA dulu surprise melihat penampilannya sekarang. Rambut
cepaknya selama tiga tahun di SMA telah lenyap, dan digantikan
rambut panjang yang hampir menutupi punggung. Tapi baru
Salsha ini yang histeris.
''Lo kenapa sih, Sha"''
''Aduh, Wan. Ternyata gue nggak jadi mati! Syukur! Syukur!''
Salsha menjatuhkan diri di samping Iwan, lalu menepuk-nepuk
dada dengan ekspresi lega yang amat sangat.
''Hah"'' Iwan mengerut kening.
''Ah, udah nggak usah dibahas!'' Salsha mengibaskan tangan.
''Eh, gimana kabar lo" Kapan nih kita reunian" Kok elo jadi jungle
look gini" Kayak monyetnya Fani!''
''Apa lo bilang!"'' Iwan melotot. ''Ati-ati, Sha. Bener-bener
penghinaan serius. Gue ganteng, lagi. Mau di mana aja, di hutan
atau di kota. Beda sama babonnya Fani. Nggak usah di hutan,
taro di Ragunan sana juga udah mirip. Nggak bakal ada yang
sadar kalo tuh orang manusia!''
Salsha terkikik geli. Tapi mendadak dia tersentak kaget.
''Dari mana lo tau cowoknya Fani!"''
''Pernah ketemu.'' ''Dimana"'' ''Di gunung. Kenapa"''
''Maksud lo" Lo lagi hiking trus ketemu dia, gitu"''
''Bukan. Gue bantuin Langen, Fani, sama si Febi....'' Iwan
langsung teringat tujuannya ke rumah Salsha. ''Oh, iya. Gue ke
sini sebenernya pengen tau gimana ceritanya di Febi sampe....''
''Aduh.....!'' Salsha berdecak tak sabar. ''Bantuin apaan" Ceritanya
yang bener dong!'' diguncang-guncangnya lengan Iwan.
''Elo kenapa sih" Dari tadi histeris nggak jelas begini"'' Iwan
menatap Salsha dengan kening terlipat dan kedua alis menyatu
rapat. ''Iya, lo bantuin mereka ngapaiiin!"'' Salsha nyaris menjerit saking
tidak sabarnya. ''Kebut gunung ngelawan cowok-cowok mereka. Emangnya
kenapa"'' Salsha kontan terperangah.
''Jadi elo yang ngebantuin cewek tiga itu!"'' Salsha menjerit dan
tubuhnya melenting dari sofa. ''Aduh, elo, Waaan....'' dipukulnya
bahu Iwan. Gemas, marah, dongkol. ''Gue yang kena cecer, tau!
Gue yang dilibas! Mereka nyangka gue ikutan juga! Ah, elo!''
Iwan semakin kebingungan melihat tingkah Salsha.
''Ikutan apa" Lo kenapa sih, Sha" Gue nggak ngerti nih. Ada
apa"'' ''Aduh, Iwaaan. Kemaren gue ketangkep!''
''Ketangkep siapa" Polisi" Emangnya lo kenapa" Kepergok lagi
jual ganja" Ati-ati dong, kalo jadi drug dealer!''
''Ah, elo!'' Salsha melotot jengkel. ''Gue ditangkep cowoknya
Fani!'' ''Apa!"'' sekarang mata Iwan kontan melebar. ''Maksudnya"'''Ya
gue ketangkep!'' Salsha kembali menjatuhkan diri di samping
Iwan. ''Serem banget deh, Wan! Gue diculik kemaren! Trus
dibawa ke rumahnya cowoknya cewek yang satu lagi itu! Terus
gue dilecehkan, Wan! Terus....'' Salsha mengadu pada Iwan
dengan berapi-api dan terisak-isak tapi tanpa air mata, kronologi
hari dia ketiban sial itu. Tentu saha minus dia mencium Bima
tanpa sengaja. Meskipun cerita yang didengarnya benar-benar berantakan, Iwan
tahu, sesuatu yang buruk dan paling tidak diharapkan, telah
terjadi. Sesaat tubuhnya terpaku tegang.
''Lo telepon tuh anak dua. Suruh ke sini. Cepet!''
Salsha langsung panik. Tanpa sadar, dicengkeramnya tangan
Iwan kuat-kuat. ''Jangan, Wan! Jangan! Jangan! Please! Gue bisa
nggak selamet! Kalo tuh anak dua sampe tau, lo bakalan nggak
ngeliat gue lagi!'' ''Kenapa"'' ''Gue udah diancem, wan! Katanya, kalo Langen sama Fani
sampe tau, gue mau diciduk!''
''Ya jangan sampe tuh cowok tau!''
''Maksudnya"'' ''Telepon Langen sama Fani dulu. Suruh mereka ke sini.
Sekarang!'' ''Nanti kalo gue diciduk, gimana"''
''Nggak akan!'' tegas Iwan. ''Gue yang tanggung jawab!''
''Ng....'' Salsha masih ragu. ''Bener nih" Gue pasti aman, ya"''
Iwan membungkukkan tubuh, menghadapkan wajahnya persis di
depan wajah Salsha. ''Gue yang dicari itu babon! Jadi ciduk gue dulu, baru dia bisa
ciduk temen gue!'' Semangat Salsha langsung melejit mendengar itu.
''Oke, kalo gitu! Sip!'' serunya sambil berdiri. ''Gue telepon Langen
sama Fani!'' *** ''Lo kenapa bisa nggak ngenalin Rangga sih, Sha"'' Langen
berdecak. ''Yah, elo!'' ganti Salsha berdecak. ''Emang dia itu siapa sih" Indra
Brugman juga belom tentu gue langsung ngeh kalo papasan.
Apalagi dia!'' ''Trus, abis ditangkep lo dibawa ke mana"''
''Ke rumah cowoknya temen lo yang itu....yang kalo ngomong
suaranya nggak kedengeran. Yang waktu itu belangnya gue
bongkar.'' ''ADUH!'' Langen dan Fani langsung melejit dari sofa masingmasing.
''Trus lo ngaku pula, Sha!"'' Langen nyaris menjerit. Salsha
melotot, agak marah. ''Lo mau gue ilang tanpa jejak" Vateran jadi manusia" Mereka
udah ngancem, gue nggak bakalan bisa ditemuin biarpun udah
dilaporin ke Kontras!'' Dua orang di depan Salsha langsung saling pandang dengan
panik. ''Gawat, La!'' desis Fani. ''Abis deh kita!''
''Trus cowok lo, Fan, maksa gue ngasih tau siapa-siapa aja yang
udah ngebantuin lo bertiga naek gunung. Untung aja gue nggak
tau kalo itu Iwan.'' ''Aduh, untung! Untung!'' desah Langen. ''Kalo itu ketauan juga,
bener-bener kiamat!'' ''Jangan merasa aman dulu,'' Iwan buka suara untuk pertama
kalinya. ''Sekarang justru itu yang lagi mereka cari tau.''
''Iya, emang....''Salsha mengangguk. ''Ati-ati aja lo dari sekarang,
Fan!'' ''Kenapa emang"'' tanya Fani.
''Yah....pokoknya dari sekarang lo kudu siap-siap.'' Salsha
menepuk-nepuk kedua bahu Fani dengan gaya menenangkan.
''Ntar semua gue yang ngurus deh. Gratis sama temen yang merit
ketiban sial!'' ''Apa sih maksud lo!"'' Fani hampir menjerit. ''Maksudnya dia
nanti menginterogasinya....,'' dibuatnya tanpa kutip dengan jarijari tangan, ''begitu! Gitu"''
''Naaah, tau juga lo akhirnya!'' Salsha bertepuk tangan keraskeras. Iwan ketawa geli.
''NGGAK AKAN!'' Fani menggebrak meja. ''Gue nggak akan
kawinan muda. Apalagi sama cowok kayak gitu. Cita-cita gue jadi
wanita eksekutif muda, tau! Gaji tiga puluh juta sebulan!''
''Kalo gitu, lo lawan dia!'' tandas Salsha. Fani kontan meringis
ngeri sambil garuk-garuk kepala.
''Jadi gimana dong, Wan"'' Langen menatap Iwan.
''Ini udah urusan intern lo bertiga. Gue nggak bisa ikut campur
lagi. Gue cuma ngasih tau kalo ada perkembangan baru.''
''Kok jahat sih lo"''
''Trus gue harus gimana" Bantuin lo langsung di depan mereka,
gitu" Nongol di kampus lo" Itu sama aja membenarkan dugaan
mereka, La.'' ''Hm.....kalo lo jadi mereka, kira-kira lo mau ambil tindakan apa"''
Iwan menatap Langen lurus.
''Mau jawaban jujur"''
''Ng....'' Langen terdiam sesaat. ''Iya.''
Cewek Karya Esti Kinasih di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
''Ya jelas gue harus tau yang sebenarnya!'' ucap Iwan tandas.
''Gie press sampe ngaku, gimanapun caranya. Kalo emang
terpaksa harus....,'' diangkatnya kedua alisnya, menahan tawa,
''dengan cara yang agak....'' Dia gantung lgi kalimatnya, membuat
dua cewek di depannya jadi menahan napas saking cemasnya.
''Apalagi kalo hubungan gue sama keluarganya udah deket, kayak
cowok lo gitu, La. Tinggal minta izin. Bilang kek mau ke mana.
Dua atau tiga hari. Risikonya paling pulang-pulang dikawinin!''
''HAAA"'' Langen kontan ternganga. ''Lo kok nggak kompak
banget gitu sih!"'' jeritnya. Iwan ketawa geli.
''Tuh, kan" Apa gue bilang!'' seru Salsha, dan dia terbahak keras
begitu menyaksikan ekspresi muka Fani.
"You've no choice. Kill or be killed!''
*** Rangga duduk dengan gelisah. Tidak seperti hari-hari kemarin,
dia jadi canggung saat tadi dipersilakan untuk masuk dan duduk.
Dari sambutan kakak Febi yang tidak ramah, juga tidak seperti
hari-hari kemarin, dia bisa menduga sesuatu yang buruk telah
terjadi. Dan dugaannya ternyata tepat. Saat Mas Pram pergi ke
kamar untuk berganti baju, Jumenem, salah satu andi dalem
yang khusus mengurus Febi, buru-buru menghampirinya. Dengan
suara pelan, nyaris berbisik, dan dengan sepasang mata yang
sebentar-sebentar melirik ke dalam, Jimunem lalu menceritakan
dengan cepat. Ternyata Febi telah membuat seluruh anggita keluarganya gusar.
Gadis itu dinilai mulai nakal. Mulai tidak peduli tata krama. Dan
itu bisa membuat malu keluarga. Bisa membuat nama keluarga
jadi tercemar. Dan kalau sudah ditegur Mas Pram, berarti persoalannya sudahh
termasuk serius. Karena sebagai anak tertua, Mas Pam berada
dalam urutan ketiga dalam tatanan birokrasi internal.
Benar saja. Dalam pembicaraan selama hampir satu jam, dengan
wajah kaku dan tanpa senyum, Mas Pram memberikan satu
peringatan keras untuk Rangga.
''Dimas Rangga sejak awal sudah tau toh kalau kami ini bukan
dari kalangan biasa" Jadi tidak bisa seenaknya. Ada norma dan
adat yang harus kamu juga. Bukannya sombong, tapi itulah
kenyataannya. Jadi tidak bisa sembarangan, tidak bisa semaunya,
seenaknya. Siapa pun yang ingin masuk ke keluarga ini harus
menyesuaikan diri. Dan bukannya keluarga ini yang harus
menyesuaikan dengan anggota baru tersebut. Paham maksud
saya"'' ''Iya..., Kangmas,'' jawab Rangga patah-patah. Bukan gugup, tapi
dia geli dengan sebutan-sebutan yang berlaku dalam keluarga
Febi. ''Jadi kalau Dimas Rangga merasa kesulitan untuk mengikuti tata
cara keluarga ini, lebih baik dari sekarang dipikirkan. Jangan
Diajeng Febi yang harus menyesuaikan dengan Dimas Rangga.
Ndak bisa seperti itu, karena Dimas Rangga-lah yang masuk ke
keluarga ini. Sekarang ini tingkah Diajeng Febi mulai tidak benar.
Mulai ndak patut. Ketawa keras-keras. Nyanyi sambil lonjaklonjak. Makan sambil ngomong. Ini bagaimana" Kok bisa sampai
begitu"'' Rangga tidak bisa menjawab! Dalam hati langsung dia maki-maki
Langen dan Fani. Dua oknum yang paling bertanggung jawab
membuat Febi jadi rusak. Apalagi Mas Pram kemudian menutup
pembicaraan itu dengan satu kalimat yang cukup nyelekit.
''Jadi kalau Dimas Rangga merasa kesulitan untuk menyesuaikan
diri, lebih baik mundur saja dari sekarang. Jangan dipaksakan,
karena ini bukan masalah sederhana.''
Walaupun kata-kata itu diucapkan dengan santun, Rangga tahu
peringatan itu bukan main-main. Apalagi saat pamit, ''Kanjeng
Ibu''-nya Febi yang meskipun selalu bersikap angkuh dan
menjaga wibawa, selama ini masih mau bagi-bagi senyum
untuknya. Tapi tadi wanita itu sama sekali tak acuh. Sinis malah!
Di perjalanan pulang, Rangga kemudian mengambil satu
keputusan. Dia harus menjauhkan Febi dari Langen dan Fani.
Sejauh-jauhnya! *** Sejak diberitahu Iwan tentang perkembangan terakhir, Langen
dan Fani langsung stres. Benar-benar tidak menyangka. Belum
lama mereka merayakan kemenangan, sekarang sudah harus
berangkat perang lagi. Saat ini situasinya malah lebih parah.
Tanpa bantuan. ''Febi lawan Rangga, dan Bima jadi urusan kita berdua!'' kata
Langen. ''Rei"'' tanya Fani.
''Gue sama dia kan udah bubaran. Kalopun dia suka nanya-nanya,
gue nggak kudu jawab. Dia udah nggak ada hak untuk maksa
gue ngomong.'' ''Tapi dia bakalan ke Bima larinya, La.''
''Makanya kingkong lo itu kita hadapin berdua.''
Fani mengangguk-angguk. ''Tapi Febi belom tau nih, kalo ada perkembangan parah gini.''
''Ya kita kasih tau. Tapi lewat telepon aja. Males gue ke rumahnya
kalo nggak kepepet banget.''
''Sama!'' Tapi ternyata Febi tidak dapat dihubungi. Ponselnya dimatikan
dan setiap kali Langen menelepon ke rumahnya, yang
mengangkat selalu ''Kanjeng Ibu''-nya atau kakak laki-lakinya
yang paling tua. Dan kalau sudah mendengar suara ibu Febi yang
kaku dan nadanya yang selalu datar teratur itu, otomatis otak
Langen langsung menvisualkan sosok wanita anggun tapi
mengerikan itu, di mana pun matanya sedang menatap. Tembok,
kaca mobil, pohon, apalagi papan reklame.
''Ada apa"'' tanya Fani. Setelah untuk yang ketiga kalinya dengan
selang waktu setengah jam, Langen menutup telepon dengan
kening mengerut. ''Aneh deh. Yang ngangkat selalu kalo nggak nyokapnya, ya Mas
Pram.'' ''Lo bilang aja mau ngomong sama Febi.''
''Ditanyain dulu, tau nggak" Pertanyaannya detail-detail banget,
lagi! Ini siapa" Teman kuliahnya atau bagaimana" Keperluannya
Maut Buat Madewa Gumilang 1 Pedang Pusaka Naga Putih Karya Kho Ping Hoo Rahasia Hiolo Kumala 14