Pencarian

Dylan I Love You 2

Dylan I Love You Karya Stephanie Zen Bagian 2


jenuh." Gue bingung sendiri. Kenapa gue tiba-tiba bisa ngomong kayak gitu"
Dan gue kaget banget karena Ernest mendadak ngakak. Dia ketawa lama banget, dan
setelah berhasil menghentikan tawanya itu, baru dia menatap gue, itu pun dengan pandangan
yang masih geli. "Lo... jenuh" Hoahaha..." Gue mengangguk. "Ya ampun, Lan! Lo baru satu tahun
setengah gabung di band ini, dan lo bilang kalau lo jenuh" Gimana dengan gue dan anakanak, yang hidupnya udah kayak gini sejak vokalis Skillful masih Indra?"
"Eh. Iya sih, tapi..."
"Gue ngerti perasaan lo." Ernest menepuk bahu gue pelan. "Gue tahu apa yang lo rasain,
karena gue juga pernah ngerasain hal yang sama. Percaya deh, Rey, Dovan, sama Dudy juga
pernah ngerasain itu. Tapi setelah gue pikir-pikir... ya memang beginilah hidup anak band...
Hidup kita terdiri atas rangkaian promo tur, konser, showcase dan interview-interview radio,
dan memang sudah seharusnya seperti itu..."
"Tapi, apa lo nggak pernah berniat..."
"Mundur dari Skillful" Ohh... gue sering banget punya niat kayak gitu! Apalagi waktu
Sascha baru lahir, waktu itu Skillful lagi promo tur dua puluh kota. Rasanya gue nggak
sanggup lagi. Waktu itu gue mikir, kenapa gue nggak jadi orang kantoran aja, yang punya
jam kerja nine-to-five, jadi gue bisa ngeliat anak gue setiap pulang kantor, bukannya
nyempat-nyempatin pulang ke Bandung di sela-sela jadwal tur..."
Gue terdiam. Ernest betul banget, rasa jenuh gue (yang belakangan baru gue sadari
bahwa ternyata rasa jenuh karangan gue itu ada juga) masih belum apa-apa dibanding Ernest.
"Lo mau tau satu-satunya cara mengatasi kejenuhan itu?" tanya Ernest.
"Apa?" "Enjoy it. Semakin lo kepikiran jenuh, semakin lo akan merasa nggak nyaman dan
akhirnya malah berpengaruh ke performa lo di panggung. Tapi kalau lo coba menikmati itu
semua, lama-lama o bakal lupa juga sama rasa jenuh lo."
Gue bengong. Jadi, itu termasuk gue juga harus menikmati pakai kalung taring
pemberian fans yang agak psycho juga, ya"
DYLAN"S NOT THAT WORTH
GRACE menutup kedua telinganya dengan tangan dan menatapku jengkel.
"Lice, gue tau lo ngefans banget sama Dylan, tapi nggak usah ngomongin tentang dia terus
deh... Gue juga tau kalau Dylan itu ganteng, jadi lo nggak perlu bolak-balik bilang..."
Aku mendesah. "Ya habisnya gue harus cerita sama siapa lagi kalau nggak sama lo, Grace"
Lo kan sohib gue." "Iya, tapi kalau lo terus-terusan cerita soal betapa ngefansnya lo sama Dylan..."
"Gimana kalau gue nggak ngefans?" potongku cepat.
"Nggak ngefans apanya! Dari tadi tuh lo ngomongin soal Dylan terus!"
"Gimana kalau gue... suka?" tanyaku takut-takut.
Grace bengong, tapi beberapa detik kemudian dia tertawa terbahak-bahak. Tapi karena
melihatku nggak ikut tertawa juga, dia akhirnya berhenti ketawa dan menatapku dalam-dalam.
"Lo serius" Lo sadar nggak kalau dia itu... SELEB?"
"Gue tau! Gue tau!" desisku jengkel. "Itu alasannya kenapa gue cerita ke lo! Kalau gue suka
sama cowok biasa aja, gue nggak akan sebingung ini..."
Grace terdiam, sepertinya dia berusaha mencerna kata-kataku barusan.
"Lice, gini, lo... bener-bener serius sama omongan lo barusan" Lo nggak lagi ngerjain gue,
kan?" tanyanya curiga.
"Gue nggak bakal bercanda untuk hal-hal kayak gini, Grace," tegasku. "Dari pertama kali
lihat Dylan, gue udah suka sama dia. Dan sebelum lo tanya lagi, gue sudah tau apa risiko suka
sama cowok seleb kayak Dylan."
"Ya Tuhan," Grace mengerjap. "Lo bener-bener udah gila! Dylan itu seleb, Lice, banyak
banget cewek yang suka sama dia! Kemarin waktu di konser aja, lo digencet cuma karena Dylan
nunjuk lo! Apa jadinya kalau lo jadi pacar Dylan" Lo bakal hidup di dalam teror!
Aku tertawa pahit. "Jangan hiperbolis gitu deh, Grace, gue kan bukannya pembongkar kasus
korupsi yang jadi target balas dendam."
"Ini malah lebih parah daripada itu, tau!" Grace cemberut. "Lo sih nggak tau gimana makan
hatinya Mbak Karin setelah Dylan jadi vokalis Skillful!"
"Memangnya Mbak Karin kenapa" Kok lo bisa tau" Bukannya lo baru tau kalau Mbak Karin
pernah jadian sama Dylan aja karena Kinar yang bilang?"
"Memang. Dan kemarin malam gue telepon-teleponan sama Kinar, dan gue shock begitu tau
alasan sebenarnya Mbak Karin bisa sampai putus sama Dylan."
"Apa?" "Dia diteror." "What"!" "Iya, Lice. Dan gue cerita ini bukannya mau nakut-nakutin lo atau apa, tapi Kinar bilang,
sejak fakta Dylan pacaran sama Mbak Karin terungkap, Mbak Karin hidup dalam teror. Kinar
bilang, hampir setiap hari ada surat kaleng yang datang ke rumahnya. Dan SMS-SMS jahat yang
masuk ke HP Mbak Karin udah nggak bisa dihitung lagi."
Aku terpaku. "Apa semua fans Dylan meneror dia?"
"Gue yakin nggak sampai semua, cuma segelintir orang. Gue percaya ada fans yang benarbenar baik, yang nggak mencampuri urusan pribadi idolanya."
"Memangnya Mbak Karin nggak cerita sama Dylan soal teror-teror itu?"
"Ya dia cerita, tapi memangnya lo mengharap Dylan bakal berbuat apa" Memangnya lo kira
Dylan bakal memarahi fans-fansnya itu" Ingat ya, selain nggak ada bukti, fans itu segalanya buat
artis, apalagi yang lagi naik daun."
"Tapi kan Mbak Karin pacarnya sendiri! Harusnya dia ngebelain pacarnya dong!"
Grace menggeleng-gelengkan kepalanya. "Dylan nggak bisa ngapa-ngapain. Dia sedih,
marah, atpi dia juga nggak bisa menghilangkan teror-teror itu, kan?"
"Jadi... mereka putus karena..."
"Ya karena Mbak Karin nggak tahan sama semua teror itu. Dia memutuskan putus sama
Dylan, daripada mereka tetap pacaran tapi Mbak Karin makan hati melulu. Memang sih, masih
ada faktor-faktor lainnya yang membuat mereka putus, tapi tetap aja alasan teror itu jadi alasan
yang utama." Lidahku serasa kelu. Astaga, padahal waktu kejadian itu pasti Dylan baru ngetop, dan
fansnya mungkin belum sebanyak sekarang. Kalau dulu aja kayak gitu, sekarang bagaimana"
"Gue tau lo orangnya suka spontan, dan mungkin lo... yah... terpesona sama Dylan dua hari
belakangan ini. Tapi percaya deh, lo nggak akan mau ada di posisi Mbak Karin. Rasanya nggak
setimpal aja. Dylan"s not that worth."
"Grace... gue...," aku tergagap. "Tapi gue suka..."
"Masih banyak cowok lain yang baik buat lo. Gue bukannya nggak mau mendukung lo, tapi
kita harus realistis... Dylan terlalu jauh buat lo, Lice. Saran gue nih, lo jadi fans yang baik aja. Lo
tetap bisa datang ke konser-konser Skillful, join di milisnya, dan sering ketemu sama Dylan, tapi
cuma sebatas itu aja," katanya sambil menatapku dalam-dalam. "Jangan berharap terlalu jauh.
Gue cuma nggak mau lo jadi terlalu kecewa nantinya..."
Grace menepuk bahuku, sementara pikiranku campur aduk, antara mau menerima saran
Grace atau mengabaikannya.
Apa aku harus jadi fans yang baik" Nonton konser, join di milis dan memendam semua
mimpiku untuk bisa dekat dengan Dylan secara pribadi"
Atau aku harus terus berusaha mengejar Dylan"
*** Aku menutup pintu kamarku sambil berpikir keras. Semua omongan Grace tadi mengendap di
otakku, terutama tentang Mbak Karin yang diteror setelah hubungannya dengan Dylan diketahui
orang banyak. Membayangkannya saja, aku sudah ngeri. Kenapa sih ada orang yang segitu teganya
mengganggu hidup orang lain" Mbak Karin kan nggak punya salah apa-apa sama orang itu, kenal
juga enggak! Yah, kecuali "pacaran sama Dylan" itu dianggap suatu kesalahan...
Terus... aku sekarang harus gimana dong" Masalahnya, aku nggak bisa bohong sama diriku
sendiri bahwa aku udah naksir setengah mati sama Dylan, dan aku benar-benar belum pernah
merasakan hal kayak gini ke cowok lain. This is my first time, dan aku juga merutuk, kenapa cowok
yang bikin aku klepek-klepek pertama kalinya justru adalah cowok yang susah untuk kugapai.
Atau mungkin justru semua hal unreachable dalam diri Dylan itu yang bikin aku jatuh hati"
Aku ingat, dulu waktu SMP aku pernah menertawai temanku yang ngefans banget sama The
Moffatts, dan berharap suatu hari nanti dia bakal jadian sama Clint Moffatt. Temanku itu marah
banget waktu dulu, tapi aku malah semakin menertawainya! Yah... sekarang aku tau gimana
perasaannya waktu itu. Dia pasti dongkol banget sama aku. Habisnya gimana ya... dulu aku nggak
percaya ada orang yang bisa jatuh cinta sama idolanya. Menurutku, dulu, apa yang kita rasakan ke
idola itu cuma sebatas rasa kagum, karen ada makhluk (dalam hal ini, cowokK) yang bisa
memenuhi semua kriteria kita, terutama dari segi fisik, dan bukannya cinta. Cinta kan lebih rumit
dari itu, melibatkan semua hormon kita, dan bukan sebatas rasa kagum dan tertarik yang muncul
karena hormon pheromone yang dilepaskan si cowok idola yang membuat kita klepek-klepek itu...
Ya Tuhan, kayaknya aku kualat sama temen SMP-ku itu. Jangan-jangan malah sewaktu kesal
dulu, dia menyumpahi aku supaya suatu hari nanti aku jatuh cinta pada cowok yang juga mustahil
kugapai, dan sekarang harapannya itu dikabulkan! Aduh, aku nggak bakal lagi deh menertawai
orang! Takut kualat... Sudahlah. Kembali ke pertanyaan yang tadi, aku harus gimana" Pastinya aku nggak waras
kalau aku benar-benar mau mengejar Dylan. Pertama, fisikku jelas nggak "cukup kelas" untuk
mengejar Dylan. Belum tentu juga dia bakal naksir aku, si cewek-separo-bule-yang-gendutpendek-jerawatan ini. Yang ada malah nanti aku bakal makan hati. Kedua, kalaupun Dylan
nantinya mau sama aku (yang kemungkinannya adalah satu dibanding sepuluh juta), bisa jadi aku
bernasib sama seperti Mbak Karin yang harus menghadapi teror. Sekarang sih aku bisa bilang
kalau aku sanggup, tapi nanti..."
Aku benar-benar pusing, sampai kepalaku mau pecah rasanya. Tapi aku sudah bertekad, aku
akan mengejar Dylan. Sebodo amat kalau nantinya aku mentok atau ditolak, yang penting usaha
dulu! Jadi sekarang... aku harus ngapain nih" Mengejar Dylan jelas harus punya modal, kan" Aku
harus tau di mana jadwal manggung Skillful yang berikutnya, lalu menampakkan diri di sana,
sekadar menunjukkan ke Dylan bahwa aku ini ada. Plus, aku juga harus tau fakta-fakta tentang
cowok itu. Kalau menurut teori perang Sun Tzu nih, kamu harus mengenali musuhmu dulu untuk
dapat mengalahkannya. Ehh... tapi Dylan kan bukan musuhku" Kalau gitu, apa teori ini masih berlaku ya"
Ah! Sebodo amat! Yang penting cari info dulu tentang Dylan!
Dan di mana tempat terbaik untuk cari info" Of course, Internet.
Untunglah ada orang yang cukup cerdas untuk menemukan yang satu itu.
Internet, maksudku. Hai, DyLaNdErs! Welcome to this mailing list!
Let"s talk about Dylan Siregar, the Skillful"s vocalist!
This is the right place to share about his news, his pics, and of course... his
gossips! ;) Join here, and you"ll be the first to know everything about Dylan, including
Skillful"s tour schedule. Don"t forget to fill in your name and contact"s details on
Database page, and please... please... please... upload ur pic on Members" Pic
folder. Warm regards, Mod. Join This Group Aku membaca welcome text di milis Dylanders yang baru saja kutemukan di Yahoo! Groups. Aku
sudah bertekad tetap mengejar Dylan, tapi itu jelas nggak mungkin kulakukan kalau aku nggak
tau apa-apa tentang Dylan. So, mencari tahu info-info tentang Dylan di Internet kelihatannya ide
yang boleh juga. Langsung saja kuklik tombol Join This Group! yang berada di pojok kanan bawah homepage itu,
lalu mengisi data-dataku di bagian database. Setelah itu aku mencari tahu siapa moderator milis ini.
Kutemukan di bagian database juga.
Nama Noni Putrinda E-mail Friendster dylanders4eva @yahoo.com dylanders4eva @yahoo.com Alamat Cilandak, Jaksel No. Telp/HP 081235068 Birthdate 18 Sept "82 Aku baru saja berniat meng-upload fotoku di folder foto member, tapi urung melakukannya karena
melihat sebuah foto di jajaran new photos. Kayaknya cewek di foto itu berfoto sama Dylan! Ku-klik
foto yang bertuliskan Me & My Soulmate by dylanders4eva. Itu pasti foto Noni, dan aku
penasaran kepingin tau seperti apa wajah cewek yang sudah berhasil membuat komunitas
Dylanders sampai begini besar.
Ya Tuhan... Aku melongo begitu halaman itu terbuka, karena Noni itu... Omigod! Dia cewek yang
bajunya kutumpahi milk tea di pensi SMA 93 kemarin! Dan foto ini juga pasti foto kemarin,
karena jelas-jelas dia memakai tank top putihnya yang sudah penuh bercak cokelat menjijikkan
akibat ulahku menabraknya!
Aduuuuuuuhhhh... kenapa dunia segini sempintya sih?""
Aku jadi merasa nggak enak. Apalagi kemarin dia kelihatannya marah banget! Gara-gara akulah bajunya jadi penuh bercak menjijikkan, padahal dia mau foto bareng Dylan!
Aku meraih HP-ku, dan mengetik SMS untuk Noni.
To: 081235068 Hai Noni, gw Alice, member br di milis Dylanders. Gw lht no
HP lo di database. Ehh... gw sms ini mau mnta maaf jg, krn lo
trnyt cwe yg bjunya gw tumpahin milk tea di pensi kmrn. Maaf
ya... gw hrp lo udh ga mrh. Gw bnr2 ga sngaja... x"(
Setelah meng-SMS Noni, aku merasa lebih baik, lalu beralih ke bagian Messages.
Bagian Messages ternyata penuh dengan report penampilan Skillful di Cheerful Paradise kemarin.
Anehnya, yang mem-posting report itu bukan Noni, tapi seorang cewek bernama Cynthia Callista,
yang ID-nya c-ta_dylanders. Report dari Cynthia cukup keren. Dia bahkan sudah meng-upload
foto-foto kemarin di folder Cheerful Paradise, 050806. Aku membaca message-message lainnya, dan
ternyata ini benar-benar milis yang keren! Dari setiap konser Skillful selalu ada report dan fotofoto. Dylanders ternyata nggak cuma ada di Jakarta, tapi juga di Surabaya, Bandung, Balikpapan,
dan kota-kota lainnya. Dan mereka selalu menulis report di milis ini kalau Skillful manggung di
kota mereka! Wowww... Tapi, ini satu keanehan lagi, Noni justru nggak pernah menulis apa pun di milis. Apa dia
member pasif, ya" Ah... tapi nggak mungkin, dia kan moderator dan owner milis ini. Atau justru
karena itu makanya dia mendelegasikan tugas reporting ke member-member lainnya"
Dan dia nggak membalas SMS-ku! Apa dia masih marah, ya"
Haduhhh... kapan sih aku berhenti jadi cewek tolol dan kikuk yang selalu membuat orang
lain marah?"" LHO" INI KAN... 12 Agustus 2006 WAKTU pesawat mendarat tadi, gue kira pilotnya salah bandara. Masalahnya, bandara ini
kecil banget, dan super-duper-sepi! Gue sampai harus tengok kanan tengok kiri beberapa kali
dulu sebelum akhirnya gue bisa melihat satu orang!
Oh ya, sekarang gue lagi di Kupang, ibukota Nusa Tenggara Timur, buat rangkaian
promo tur album. Buset, ini sudah kota ke-13, yang berarti masih tersisa 23 kota lagi yang
harus dijalani. Gue capek! Tapi begitu tadi mobil yang menjemput gue melewati pantai, rasa capek gue turun ke
titik nol. Gila, pantai-pantai di sini bagus banget! Lebih bagus dari pantai-pantai di Bali,
malah! Pasirnya putih, dan lautnya benar-benar bersih, warnanya biru muda terang, yang
kalau dilihat dari jauh, laut kelihatan menyatu sama langit. Asli, bagus banget! Sayang
wisatawannya cuma sedikit... Padahal gue rasa pantai-pantai di sini potensial banget jadi
objek wisata. Oya, tadi Skillful naik panggung mulai jam empat sore, dan konsernya tadi rame banget!
Penonton membludak di lapangan Polda, tempat kami konser. Gue nyanyi lima belas lagu,
dan gue hepi banget karena ternyata penonton-penonton di sini hafal lagu-lagu Skillful.
Kalau someday gue udah nggak jadi anak band lagi, gue yakin, hal yang paling gue
rindukan nanti pasti perasaan bangga gue setiap kali ada di panggung dan mendengar
penonton nyanyi bareng gue.
Dan, Thanks God, tadi si Noni nggak ada. Gue takut gue bakal pingsan di panggung
kalau sampai dia nekat mengejar Skillful sampai ke sini!
14 Agustus 2006 Mataram, Lombok. Kota ke-14.
Astaga, konsernya rusuh! Dan gue sempat dicakar seorang cewek waktu kelar interview
di radio Meta FM tadi. Cakarannya sih nggak seberapa sakit, dan gue yakin tu cewek nggak
berniat buat mencakar gue, tapi Bang Budy marah, man!
Kadang-kadang gue ngerasa gue ini mobil mewan, dan Bang Budy itu pemilik gue.
Kalau ada yang berani meninggalkan satu goresan aja di body mobil mewahnya (yang dalam
kasus ini adalah gue), dia bakal marah besar.
Hari yang melelahkan... 17 Agustus 2006 Merdeka! Hehe... Gue selalu suka Bali. Bukan cuma karena tempatnya yang bagus banget, tapi juga karena
di sini banyak cewek bule! Haha... bukannya gue berniat cari cewek bule sih, tapi gue senang
aja ngelihatnya. Kayaknya cewek-cewek bule pintar banget mix "n match baju, dan mereka
selalu bisa tampil keren walau cuma pakai T-shirt dan sarung Bali, nggak kayak cewekcewek yang pernah gue lihat di Ten Ball, yang berusaha tampil keren tapi dandanannya
overdosis dan malah kelihatan menor kayak tante-tante.
Cewek bule oke banget! Cuma buat dilihat aja lho... Gue juga suka lihat cewek Indo.
Kenapa ya... they seemed exotic. Wajahnya unik-unik, dan jarang ada yang mirip satu sama
lain. Yang kayak Alice itu tampangnya lucu juga. Kayaknya dia beneran indo deh...


Dylan I Love You Karya Stephanie Zen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Wait, kenapa gue jadi mikirin Alice"
Dan... oh, nggak deh! Gue tadi ngelihat Noni! Dia ada di sini!!!
Mampus gue, Hard Rock Cafe malam nanti bakal nggak semenyenangkan biasanya garagara cewek tengil itu ada di sini!
Dan ya ampun... kenapa sih ikan bakar di Jimbaran dibakarnya pakai sabut kelapa"!
Asapnya perih banget! Gue sampai nangis berulang kali dan diketawain Dovan (sebelum dia
akhirnya nangis karena matanya perih juga, haha!).
19 Agustus 2006 Berhubung sponsor resmi Skillful itu rokok, barang itu jugalah yang dibagikan ke tiap
penonton yang beli tiket konser kami. Dan malam ini gue benar-benar menyesal kenapa
manajemen nggak pilih produk lainnya aja buat sponsor kami. Permen kek, atau minuman
isotonik. Whatever lah, asal bukan rokok.
Masalahnya, malam ini gue manggung di ruangan tertutup, tepatnya Hall AJBS di
Surabaya, dan kebayang dong... ruangan tertutup penuh asap rokok yang dikepulkan para
penonton" Gue serasa ada di Jimbaran lagi, dengan volume asap sepuluh kali lebih banyak
dan lebih perih! Dan, parahnya, di sini nggak ada ikan bakar yang bisa dimakan! Yang ada malah Noni!
Damn! 24 Agustus 2006 Di Surabaya kemarin gue benar-benar memuaskan hasrat makan gue. Dudy, yang memang
asli Surabaya, mengajak gue keliling dari tempat makan yang satu ke tempat makan yang lain
(of course kita menyamar pakai topi dan kacamata hitam untuk menghindari dikeroyok fans),
dan gue makan sampai kancing celana jins gue copot karena nggak muat lagi menahan perut
gue yang menggendut secara mendadak!
Rujak cingur (gue baru tahu kalau cingur itu hidung sapi!), nasi bebek (enak banget!
Lain kali kalau ke Surabaya lagi, gue bakal beli lima porsi!), bakso Pak Sabar (yang
gorengannya keras banget dan gue harus bersusah payah menggigitnya"tapi justru itu yang
bikin bakso ini terkenal), dan Rawon Setan (yang gue makan jam dua pagi, dan bukanya tepat
di seberang hotel tempat gue menginap) cuma sebagian dari makanan-makanan di Surabaya
yang gue makan. Tempat itu benar-benar surga makanan!
Dan sekarang Skillful ada di Jogja. Tahu nggak, gue terenyuh banget melihat puingpuing sisa gempa yang masih ada di mana-mana. Ya Tuhan, gue nggak bisa ngebayangin
gimana kondisi Jogja tepat setelah gempa waktu itu. Tapi sekarang Jogja mulai pulih lagi,
dan gue salut banget melihat semangat hidup orang-orang Jogja yang sangat tinggi.
Suer, kota ini adalah salah satu kota paling berkesan dalam deretan kota yang pernah gue
datangi. Meskipun masih dalam suasana sedih karena gempa, warganya masih ramah
terhadap pendatang, dan antusiasme fans-fans Skillful di sini juga tinggi banget. Gue benarbenar merasa bahagia waktu di panggung tadi.
25 Agustus 2006 Jakarta, finally. Kayaknya badan gue bakal rontok nih...
Gue masuk mobil jemputan dan menghidupkan HP gue yang mati selama di pesawat
tadi. Satu SMS langsung masuk.
From: +6281331058 Dylan, ini Mirna, dr Pacar Selebriti. Bsk jd ya. Saya sdh
siapin smua utk bsk. Dylan tinggal dtg aja.
Aduh! Pacar Selebriti! Gue lupa! Gila, baru sampai di Jakarta aja, udah ada kerjaan yang
nunggu! Tapi sudahlah, toh gue udah janji.
To: +6281331058 Oke. Bsk mau ktmu dmn mbk" Jam brp"
From: +6281331058 Di kntr manajemen km, bs" Kira2 jam 10 pagi
Eh, nggak deh ya kalau di kantor manajemen! Kalau ada Dovan atau Rey di situ, dan
mereka tahu gue bakal ikut reality show yang namanya Pacar Selebriti, gue pasti bakal
diketawain habis-habisan! Dan karena mereka kenal Tora, gue yakin mereka bakal ngomong
juga ke si cerewet itu, dan gue jamin Tora nggak bakal membiarkan gue lupa sepanjang
hidup, gue pernah ikut Pacar Selebriti! Nggak deh!
To: +6281331058 Jgn di kntr d mbk. Di Kafe Upgraded aja gmn" Di Tebet.
From: +6281331058 Oh... oke. Bsk km bs pilih pesertanya dr surat2 yg sdh kami
terima, hbs itu lgsg syuting.
To: +6281331058 Ok. Bsk ya mbk. From: +6281331058 Sip. Smp ktmu bsk =) Gue sampai di rumah setelah melewati jam-jam stres dan macet sepanjang jalan.
Kebetulan gue diantar pulang paling akhir sama Pak Rano, sopir manajemen yang tadi
menjemput kami di bandara, karena rumah gue yang paling jauh dari bandara. Sepanjang
jalan, gue berusaha mengingat-ingat soal reality show Pacar Selebriti itu.
Setau gue, di Pacar Selebriti itu selebnya harus memilih salah satu dari tiga foto dan
surat peserta yang sudah diseleksi (seperti yang dibilang Mbak Mirna tadi). Dan kalau nggak
salah, selebnya harus kasih kado juga buat peserta di acara itu nanti" Argh... iya, iya! Kenapa
gue bisa lupa" Gue melirik arloji gue. Jam tujuh. Masih sempat ke PS dan beli sesuatu. Tapi apa"
Ah ya, pesertanya pasti cewek, dan kado buat cewek apalagi kalau bukan boneka atau
cokelat" Oke, belikan aja dua-duanya, toh gue kepingin nyenengin fans gue sendiri.
Berangkat! *** Lalu lintas rame banget, dan gue bersyukur karena naik motor, bukannya mobil. Kalau gue
naik mobil, pasti gue bakal terperangkap macet dan baru sampai PS begitu tempat itu tutup!
Bukannya... gue benci naik mobil atau apa, tapi...
Oke, oke, gue ngaku! Gue nggak bisa nyetir mobil!
Ya, ya... silakan ketawa sepuas lo! Kayaknya ini pantas masuk infotainment deh: Dylan
Siregar, yang vokalisnya Skillful itu, nggak bisa nyetir mobil!
Sebenarnya gue pernah belajar mobil, dua tahun yang lalu. Dan waktu pertama kali
belajar mundur, gue nabrak tong sampah tetangga gue sampai batu-batunya ambrol semua!
Waktu itu gue disuruh bayar ganti rugi empat ratus ribu! Bayangin, empat ratus ribu! Apa
nggak hiperbolis tuh tetangga gue"!
Sejak itu, gue trauma belajar mobil. Naik motor nggak jelek-jelek amat kok. Memangnya
orang bakal masuk neraka kalau nggak bisa nyetir mobil" Nggak, kan"
Nggak terasa gue sudah sampai di PS. Setelah parkir, gue cepat-cepat ke toko boneka.
Seperti biasa, gue pakai topi, dan berlagak cuek. Semoga nggak ada yang nyadar ini gue.
Gue sampai di toko boneka, dan langsung memaki diri gue sendiri. Sialan, kenapa tadi
gue kepikiran untuk beli boneka sih" Apa yang lebih konyol daripada cowok, sendirian jalan
di mal, dan menenteng boneka" Kenapa gue nggak sekalian pakai rok dan bando saja" Bawa
tas pink sekalian juga, mungkin"
Parahnya, mbak-mbak toko ini juga sama sekali nggak membantu. Mereka cerewet
banget, dan malah menyarankan gue beli boneka babi seukuran anak umur lima tahun. Ya
ampun, kalau besok gue ngasih boneka itu ke fans gue, gue jamin tu cewek bakal langsung
ilfil! Akhirnya gue pilih boneka yang paling "normal", boneka beruang warna abu-abu yang
memeluk bantal hati warna merah. Kayaknya ini lumayan.
Gue cepat-cepat membayar boneka itu di kasir, dan kabur secepatnya karena gue sadar
mbak-mbak di toko itu mulai memerhatikan gue. Kayaknya mereka mulai nyadari gue ini
siapa. Salah satu mbak malah terang-terangan berkasak-kusuk sama temannya di depan gue.
Dia menuding-nuding gue, dan gue dengan jelas mendengar dia mendesis "vokalis Skillful"
ke telinga temannya. Kaburrrr! *** Oke, ini konyol. Dengan alasan apa pun, gue nggak akan pernah ngasih kado benda yang namanya
boneka lagi untuk cewek. Atau untuk anak kecil. Pokoknya untuk siapa pun juga!
Pertama, gue bener-bener kelihatan goblok bawa-bawa boneka di PS kemarin.
Kedua, naik motor sambil bawa boneka juga ternyata nggak gampang. Boneka itu nyaris
jatuh waktu gue ngebut. Ketiga, waktu motor gue berhenti di traffic light dan gue sibuk menjejalkan boneka itu
ke kantongnya supaya nggak jatuh lagi, gue melihat cewek yang ada di dalam mobil di
sebelah gue cekikikan melihat benda apa yang gue pegang.
Gue tengsin, man! Tapi mau gimana lagi, toh gue udah telanjur beli boneka itu, dan mau diapakan benda
sialan itu kalau nggak dikasih ke cewek yang ikutan Pacar Selebriti nanti" Maaf deh, tapi gue
nggak mungkin membiarkan boneka itu berada sehari lebih lama di kamar gue. Kalau Tora
lihat boneka itu, jangan-jangan nanti dia mikir gue... Ih!
*** Kafe Upgraded pagi itu sepi. Gue masuk dan heran sendiri karena cewek yang membukakan
pintu itu bengong melihat gue. Yang bener aja, gue kan udah sering ke sini, kenapa waiterwaiter-nya masih suka kagok kalau ngelihat gue"
"Sori. Dylan?" sapa seseorang.
Gue menoleh, dan melihat seorang cewek mungil berkacamata berdiri di depan gue. Pasti
cewek ini mau minta foto bareng atau tanda tangan. Oke, gue nggak keberatan.
"Iya. Mau foto bareng?"
Cewek itu kelihatan bingung. Dia membetulkan letak kacamatanya yang merosot di
hidung. "Saya Mirna," katanya. "Dari Pacar Selebriti. Masih ingat?"
Gue rasanya nyaris mati saking malunya! Kenapa gue sama sekali nggak kepikiran kalau
ini Mbak Mirna" Iyalah, karena dalam bayangan gue, Mbak Mirna adalah jenis mbak-mbak berpakaian
rapi yang rambutnya disasak dan dikasih apa itu namanya..." Oh ya, hairspray. Kenapa gue
nggak nyadar orang lapangan kayak Mbak Mirna mustahil banget rambutnya disasak, kecuali
kalau dia mau ke kondangan"
"Ohhh... maaf, Mbak Mirna!" kata gue sok cool, padahal muka gue mendidih karena
malu. "Habisnya, kita nggak pernah ketemu sih."
"It"s okay." Mbak Mirna tersenyum. "Yuk, ikut saya. Kru-kru sudah siap semua di
belakang." Gue mengangguk dan mengikuti Mbak Mirna berjalan ke bagian belakang kafe. Gue
masih bisa merasakan pandangan beberapa orang yang jelas-jelas mengarah ke punggung gue
setelah gue lewat di depan hidung mereka.
*** Bagian belakang kafe, yang adalah taman yang luas dan sejuk, ternyata sudah penuh dengan
kru Pacar Selebriti yang hilir-mudik. Mereka semua nyengir waktu gue lewat, yang gue balas
dengan cengiran juga. Gue merasa kayak lagi di lokasi syuting video klip Skillful aja.
Dua bulan lalu Skillful pernah syuting video klip Bidadari di taman yang bagus banget.
Tamannya mirip kayak taman kafe ini. Dan waktu itu modelnya si Aimee. Iya, Aimee yang
itu, yang bule banget dan supercantik itu.
"Mmm... Dylan" Sori... Lan?" Mbak Mirna menepuk lengan gue, dan gue langsung
geragapan. "Eh... sori, Mbak!" kata gue nggak enak. Payah, kayaknya hari ini gue lagi nggak konsen
nih! "Nggak papa," Mbak Mirna nyengir lagi. "Saya udah biasa dicuekin artis kok. Biasa...
saya kan cuma kru reality show..."
Gue mengernyit. "Kenapa Mbak bilang gitu" Artis juga nggak akan ada apa-apanya
tanpa kru, Mbak. Saya bukannya nggak menganggap Mbak Mirna, tapi tadi saya benarbenar... yah, bilang saja... ngelamun."
"Oh. Maaf." Mbak Mirna terpana, dan gue bisa melihat semburat merah yang muncul di
kedua pipinya. "Jadi kamu... mmm... mau langsung pilih pesertanya" Saya sudah siapkan tiga
surat dan foto peserta."
Gue mengangguk, dan Mbak Mirna membawa gue ke bangku taman di sudut taman. Di
meja bangku itu sudah ada tiga amplop.
"Peraturannya, kamu harus baca alasan kenapa mereka memilih kamu dulu, baru kamu
boleh melihat fotonya. Itu untuk... mmm... menghindari..."
"Ketidakadilan?" potong gue sambil tertawa geli. Mbak Mirna mengangguk cepat. Lucu
orang ini, di SMS dan telepon dia kayaknya PD dan formal banget, tapi begitu ketemu faceto-face, dia jadi gugup dan pemalu begini.
Gue mulai membuka amplop pertama, dan nyaris ngakak begitu membaca apa yang ada
di potongan kertas di dalam amplop.
Alasan: Dylan guanteeeeenggggg...! Gila, gue kepingin banget nyubit
pipinya yang chubby itu! Mana dia cool, lagi! Suer, gue deg-degan kalau
ngelihat dia! Saking ngefansnya, di langit-langit kamar gue ada poster Dylan
supergede yang selalu gue pandangi sebelum tidur!
Hah" Ada cewek yang memasang poster gede gue di langit-langit kamarnya dan selalu
memandangi poster itu sebelum tidur"!
Kayaknya gue mesti hati-hati nih. Jangan-jangan sebentar lagi ada yang nekat ke dukun
pelet dan mengirim guna-guna buat gue.
Maksud gue, apa sih yang ada di pikiran cewek ini waktu memasang poster gede gue di
langit-langit kamarnya" Okeee... gue memang punya beberapa poster gue sendiri di kamar,
tapi gue nggak segitu gilanya pasang poster di langit-langit kamar. Ditambah lagi, poster-
poster yang ada di kamar gue itu kan wajah gue sendiri! Jadi itu bisa dianggap... yah... foto
dalam ukuran besar, atau apalah... Memangnya orang nggak boleh memasang fotonya di
kamarnya sendiri" Ya ampun, fans emang kadang suka antik!
Gue beralih ke amplop kedua.
Alasan: Dylan miriiiiip... banget sama mantan gue! Rambutnya yang belah
samping... dua tindikan di kuping kirinya... matanya yang pakai soft lens min satu
setengah... sama-sama orang Batak pula! Bah, macam mana pula abang yang satu
ini! Ganteng kaliiiiii...!
Gue nyaris tersedak. Orang yang menulis ini pasti gila. DARI MANA DIA TAHU GUE
PAKAI SOFT LENS MIN SATU SETENGAH"! Gue bahkan nggak pernah cerita soal ini ke
Rey, Dudy, atau Dovan. Yang tahu mungkin cuma Ernest, karena dia selalu sekamar sama
gue kalau Skillful promo tur keluar kota.
Dan dia menganggap gue mirip mantan pacarnya! Aduh, maaf deh, Mbak, tapi gue
nggak mau jadi bayang-bayang orang lain. Gue penginnya cewek yang jalan sama gue
menganggap gue sebagai Dylan, bukan orang lain. Yah... biarpun cewek itu jalan sama gue
cuma dalam acara reality show selama sehari...
Amplop ketiga. Baru memegangnya saja perasaan gue udah kacau. Kalau yang ini sama
parahnya kayak yang dua sebelumnya, gue mengundurkan diri saja dari episode Pacar
Selebriti ini! Alasan: dia orangnya baiiiikkk... banget! Low-profile dan mau ngobrol-ngobrol, nggak kayak cowok
selebriti kebanyakan yang gayanya selangit, padahal tampangnya pas-pasan. Satu lagi,
Dylan is so... friendly! Dia murah senyum dan nggak keberatan menjawab macam-macam
pertanyaan dari fans. Dia juga wangi banget! Pokoknya, nggak ada deh selebriti lain yang
se-oke Dylan! Thanks God, akhirnya ada juga peserta yang waras! Sudah jelas gue bakal milih cewek
yang menulis ini, nggak peduli apa dia jorok dan dekil atau suka kentut tiap setengah jam
sekali, pokoknya gue bakal tetap milih yang ini!
Lagi pula, peserta yang ini jujur banget. Gue suka dia nggak menggambarkan gue
dengan kata "ganteng", "cakep", atau lainnya yang semacam itu. Dia malah menggambarkan
gue "low profile" dan "friendly". Kayaknya, kalaupun dua surat sebelumnya nggak edan,
yang ketiga ini yang bakal tetap jadi pilihan gue deh.
"Sudah ada pilihan?" tegur Mbak Mirna, dan gue mengangguk, mengangkat amplop dan
kertas yang masih berada di tangan gue.
"Yang ini, Mbak. Kayaknya ini yang paling... mmm..." Gue nggak mungkin bilang kalau
ini yang paling waras, kan" "Ini yang paling... mmm... menyentuh..."
Mata Mbak Mirna melebar menatap gue. Ya ampun, tadi gue bilang "menyentuh?"
Memangnya ini apa, film A Walk to Remember?""
"Oke. Mmm... Dylan mau lihat foto peserta nomor satu dan dua dulu, atau langsung foto
peserta nomor tiga?"
Good. Sekarang gue merasa lagi ada di kuis Super Deal 2 Miliar, dan Mbak Mirna
adalah Nico Siahaan. Anda mau sepuluh juta, atau tirai nomor tiga"
"Memangnya boleh, Mbak?"
"Boleh. Asal nggak berubah keputusan dan tetap memilih peserta nomor tiga."
Yah, sama juga bohong! Itu kan intinya cuma menunjukkan cewek macam apa yang
udah gue tolak jadi date sehari gue, ya kan"
"Nggak papa deh kalau gitu."
Mbak Mirna merogoh ke dalam amplop biru berukuran sedang yang ada di tangannya.
Dia meneliti beberapa foto sebentar, lalu menyerahkan selembar ke gue.
"Itu peserta pertama, yang kamu tolak tadi."
Tahu nggak, gue nyaris ketawa saking bahagianya! Peserta pertama itu, yang gue tolak
itu, ternyata NONI! Jadi dia punya poster gede gue di langit-langit kamarnya" Gila.
Sungguh deh, gue merasa baru luput dari malapetaka. Coba bayangin, sepuluh menit
ngobrol sama Noni saja gue merasa kayak ada di neraka, gimana kalau gue wajib, mesti,
kudu, harus, nggak boleh nggak, kencan sehari sama Noni" Jangan-jangan pulang dari date
sama dia, gue harus mampir dulu ke psikolog.
Dan mungkin juga dokter THT, karena ocehannya selama sehari pasti bakal mengontaminasi kuping gue. Yah, gue memang selalu berusaha bersikap manis sama dia, tapi kalau
lo mau tau, sebenernya gue ngeri sama tu anak!
Hei, bukannya Noni jelek atau apa lho. Dia cantik. Cantik banget, malah. Tapi siapa
yang tahan sama sikap obsesifnya ke gue" Sori, Noni, tapi lo sendiri yang sudah merusak
image lo di mata gue. "Mau lihat foto peserta kedua?" tanya Mbak Mirna lagi. Gue mengangguk, dan Mbak
Mirna mengeluarkan foto kedua dari amplop biru yang ada di tangannya.
Siapa ini" Gue sedang menatap foto studio seorang cewek yang aneh. Gila, make-upnya menor
banget di sini! Ini sih pantasnya nggak disebut make-up, tapi make-down! Dempulnya, man...
nggak nahan! Dan dia pakai apa ini yang di matanya ini?"" Glitter"
Siapa pun dia, gue juga benar-benar bersyukur dia bukan peserta pilihan gue. Kayaknya


Dylan I Love You Karya Stephanie Zen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

cewek ini sifatnya nggak akan jauh beda sama Noni.
"Nah, sekarang peserta pilihan Dylan," kata Mbak Mirna ceria. "Siap?"
"Siap!" jawab gue dengan gaya prajurit. Mbak Mirna tertawa, dan menyerahkan
selembar foto ke gue. Lho" Ini kan... KEBERUNTUNGAN "KECIL"
(KALAU INI "KECIL", YANG "BESAR"
KAYAK APA") AKU selalu merasa jadi cewek separo bule itu nggak ada untungnya. Bener deh, soalnya aku jadi
ada di "area abu-abu" gitu!
Waktu kecil, aku selalu diejek "bule kampung" oleh teman-teman mainku gara-gara
rambutku yang warnanya nggak jelas. Dan mereka selalu mencibir kalau aku bilang aku orang
Indonesia juga, sama seperti mereka. Mereka bilang, orang Indonesia rambutnya hitam, bukan
berwarna aneh kayak rambutku ini.
Gara-gara itu, aku sempat berpikir sebaiknya keluargaku pindah ke Australia saja, negeri asal
Daddy. Tapi waktu aku sekolah di sana selama setahun, ternyata suasananya nggak jauh beda.
Teman-teman sekolahku waktu itu malah memanggilku "asian", karena aku nggak 100% berdarah
kaukasia. Dan gara-gara itu juga, aku merengek minta kembali ke Indonesia.
See" Sepertinya, aku nggak akan diterima di dua negara itu. Di Indonesia, aku terlalu bule
untuk bisa dibilang orang Indonesia. Di Australia, aku terlalu pesek dan pendek untuk bisa
dibilang orang Australia. Aku benar-benar ada di area abu-abu, nggak jelas aku ini sebenarnya
hitam atau putih. Tapi sekarang aku nggak peduli lagi. Kayaknya percuma, karena sesering apa pun mengomel
tentang penampilan fisikku, aku bakal tetap begini-begini saja. Jadi aku memutuskan cuek, dan
sebisa mungkin berlagak senang kalau ada yang bertanya kenapa di profil Friendster aku menulis
hometown-ku Jakarta & Melbourne.
Hari ini Minggu pagi yang biasa-biasa saja. Aku punya feeling hari ini bakal jadi hari nggak
istimewa seperti hari-hari lain dalam hidupku. Yah, sejauh ini kan hari-hari spesial di hidupku
masih bisa dihitung pakai jari: hari aku menyanyi di acara kelulusan itu, hari aku pertama kali
ketemu Dylan, hari pensi Cheerful Paradise (soalnya Dylan terus-menerus menunjukku dari
panggung!), terus... Nah, jari dalam satu tangan saja nggak habis dipakai menghitung hari-hari spesial dalam
hidupku" Lho" Apa itu" Aku mendengar lagu Terlalu Indah mengalun, dan itu cuma berarti satu hal: HP-ku bunyi! Di
mana barang jelek itu tadi kutaruh?""
Aku geragapan sendiri mencari HP-ku ke seluruh penjuru kamar, tapi akhirnya HP itu malah
kutemukan di meja, di sebelah tempatku duduk tadi.
Ya ampun, aku memang tolol.
Dan siap aini yang telepon" +6281331058. Siapa sih"
"Halo?" sapaku bingung.
"Halo" Dengan Alice?"
"Iya. Ini siapa?" Aku mengernyit. Aku nggak kenal suara orang ini.
"Saya Mirna dari SMA 93, panitia Cheerful Paradise yang kemarin itu."
Hah" Ngapain panitia Cheerful Paradise meneleponku"
"Eh... ada apa, ya, Mbak?"
"Kamu bisa datang ke tempat saya nggak" Untuk ambil kado?"
"Kado apa?" Kayaknya aku nggak ikut lomba apa-apa deh, jadi aku nggak mungkin menang
kado apa pun. "Waktu Cheerful Paradise kemarin, kami bikin Lucky Circle. Kebetulan kamu yang terpotret
di antara penonton pensi, dan kami memilih kamu jadi pemenangnya."
Hah" Eh, tapi boleh juga tuh kayaknya... Hmm... Lucky Circle ya" Pantas aku bisa menang,
itu kan masalah kemujuran saja.
"Jadi... mmm... aku harus datang ke mana" Kapan?"
"Ke Kafe Upgraded, bisa" Di Tebet."
Oh. Aku tau tempat itu. "Boleh. Kapan?"
"Sekarang," jawab si Mirna itu.
Whew! "Mmm... boleh..."
"Oke. Saya tunggu. Oh ya, Alice?"
"Ya?" "Kalau datang sendirian, bisa nggak" Secepatnya?"
Permintaan yang aneh. Tadinya sempat terlintas di otakku untuk minta diantar Grace, siapa
tahu hadiahnya voucher makan, tapi kalau aku harus datang sendiri, yah... sudahlah.
Aku memandang bayanganku yang terpantul di cermin. Okeee... cuma pergi ambil hadiah,
nggak usah dandan lah ya...
*** Kafe Upgraded ini bagus banget, tapi aku nggak sering nongkrong di sini. Yah... aku kan bukan
anak gaul yang gaul-gaul banget.
Setelah masuk dari pintu, aku menelepon Mbak Mirna, yang nomornya masih tersimpan di
list received call HP-ku.
"Halo" Mbak" Aku sudah di Upgraded nih."
"Kamu di mana?"
"Pintu masuk. Aku pakai kaus hijau."
"Oh, oke. Aku ke sana sekarang."
Persis di depanku, ada kaca berukuran superbesar. Aku mendekat ke kaca itu dan mengaca
sedikit sambil menunggu Mbak Mirna datang.
Sial, ada jerawat mau keluar di ujung hidungku! Dan ketiakku basah! Arrgggghhh!!!
Aku merengut. Pokoknya nanti setelah terima kado, aku bakal langsung pulang. Nggak akan
deh aku ke mana-mana dengan penampilan pembawa bencana kayak gini!
"Alice?" Aku menoleh dan melihat seorang cewek bertubuh mungil dan berkacamata sedang
menatapku. Pasti ini Mbak Mirna.
"Mbak Mirna, ya?" tanyaku.
Cewek itu mengangguk. "Selamat, ya," Katanya sambil menjabat tanganku. "Kamu beruntung banget!"
Aku nyengir. "Memangnya hadiahnya apa, Mbak?"
Oke, aku tau bertanya kayak gitu itu nggak sopan, tapi toh hadiah itu cepat atau lambat bakal
kulihat juga, jadi nggak ada salahnya kan kalau aku tahu hadiah apa yang kudapat?"
"Lihat aja nanti," jawab Mbak Mirna sambil tersenyum. Awalnya, aku merasa cewek ini
menyembunyikan sesuatu dariku. Apa sih hadiahnya" Nggak mungkin mobil, kan" Kalau iya, aku
bakal pingsan nanti. Bener deh.
Aku mengikuti Mbak Mirna berjalan melewati kafe sampai ke taman belakangnya. Dan
begitu dia berhenti di tempat yang ditujunya, aku tercengang.
Kenapa banyak kamera dan peralatan syuting di sini"
Mbak Mirna terus berjalan tanpa memedulikan aku yang keheranan, lalu berhenti di salah
satu sudut taman. Aku semakin bingung. Nggak ada apa-apa di situ, kecuali bangku taman. Apa
hadiah Lucky Circle itu bangku taman?""
"Alice, saya mau minta maaf," kata Mbak Mirna. Aku bengong.
"Minta maaf untuk apa?"
"Saya bukan dari SMA 93, dan kamu sebenarnya nggak menang Lucky Circle."
Aku diam, dan dengan gobloknya mulai menyadari keanehan-keanehan yang tadinya sama
sekali nggak terpikir olehku. Pertama, kalau aku memang menang Lucky Circle, kenapa aku
diminta ke sini untuk mengambil hadiahnya" Harusnya kan hadiah itu kuambil di SMA 93,
bukannya di kafe begini. Dan kenapa juga aku tadi diminta datang sendiri"
Ya ampun, aku memang goblok. Pasti ini acara MTV Gokil atau apa, dan aku lagi dikerjain.
Mungkin ini kerjaannya si Grace, pasti isengnya lagi kumat!
"Jadi, sebenernya Mbak ini siapa" Dan kenapa aku dipanggil ke sini?"
Ya, ya, ya... pasti sebentar lagi Ringgo Agus bakal muncul dan berseru "MTV Gokil, iyey!"
"Kayaknya ini akan menjelaskan." Dia tersenyum, dan aku mendengar jingle sebuah acara
TV. Oh, ini bukan jingle MTV Gokil, tapi...
Lho, ini kan..." Nggak mungkin. Ini... Dan aku benar-benar nyaris pingsan sewaktu melihat Anastasia Helmy muncul di depanku
bukannya Ringgo Agus yang kubayangkan tadi. Omigod, dia ini kan presenternya Pacar Selebriti,
ngapain dia di sini?""
Dan kenapa dia nyengir sama aku"
"Halo Alice," sapa Anastasia riang. "Selamat datang di Pacar Selebriti!"
Apa dia bilang" Dia... bilang apa tadi"
"Kamu sudah terpilih sebagai peserta Pacar Selebriti episode ini, dan kamu bakal dapat
kesempatan buat kencan sehari bareng... Dylan "Skillful"!"
Aku bengong. Benar-benar bengong dengan posisi mulut terbuka, tertutup, dan terbuka lagi
dengan cepat, persis seperti ikan koki yang dikeluarkan dari dalam air dan megap-megap mencari
udara. "Hei, kamu bengong!" kata Anastasia, dan aku mengerjap menatapnya.
"Aku... aku nggak lagi dikerjain, kan?" tanyaku gagap. Ya ampun, kalau ada yang membangunkanku dan bilang ini mimpi, aku bakal menabok orang itu. Suer deh. Mimpi indah begini!
"Ya enggaklah!" Anastasia tertawa. "Jadi, kamu sudah siap buat syuting?"
"Oh... Mmm..." Aku memandang berkeliling. Kalau ini bukan bohongan, harusnya orang itu
ada di sekitar sini, kan" Harusnya "dia" ada di sini, kan"
"Cari siapa" Dylan?" Anastasia menjawab pertanyaannya sendiri. "Nggak usah khawatir, dia
ada kok di sini!" Cewek itu mengedip centil padaku, dan aku rasanya benar-benar mau mati.
Dylan ada di sini, dan aku bakal kencan sehari sama dia, padahal aku sama sekali nggak
dandan, di ujung hidungku mau muncul jerawat, dan ketiakku basah!
Ya ampun, apa lagi yang lebih buruk dari ini"
*** Setelah Mbak Mirna dan Anastasia menjelaskan prosedur acara ini, aku jadi bengong lagi.
Bayangin, aku benar-benar bakal dikasih kesempatan sehari berdua sama Dylan! (Yah...
nggak bisa dibilang berdua juga sih, soalnya ada kru-kru dan kameraman yang bakal membuntuti
kami, tapi kan mereka cuma menjalankan tugas dan nggak bakal mengganggu kami.)
Haha... sejak kapan aku dan Dylan menjadi "kami?" Cihuuuyyy!
Aku duduk di kursi taman, yang sempat kukira sebagai hadiah Lucky Circle itu, dan
mendengarkan Anastasia yang masih terus berceloteh. Tapi suara Anastasia mendadak seperti TV
yang di-mute, begitu aku melihat orang yang muncul dari balik pintu kafe.
Ya Tuhan, itu dia! Dylan!
Aku bakal mati! Aku pasti mati saking groginya! Kenapa aku mendaftar jadi peserta Pacar
Selebriti waktu pensi SMA 93 itu?"" Kenapa?""
Dari jarak dua meter saja aku sudah bisa mencium harum parfumnya.
"Hai, Alice, kita ketemu lagi," katanya begitu berdiri di depanku.
Dia ingat namaku!!! "Oh... Mmm... Iya... ketemu lagi ya," gumamku tolol. "Apa kabar?"
"Baik banget! Nah, jadi... hari ini kita bakal kencan sehari?" Dylan menatapku lurus-lurus,
dan ujung alisnya terangkat sedikit waktu dia melakukan itu. Aduh, tolong!
"Ehm... Eh... sepertinya begitu..."
"Weiii... stop!" Tiba-tiba Anastasia menyela. "Kok kalian udah saling kenal?"
"Ohh... Alice ini... temennya adiknya mmm... temen gue," jelas Dylan terpatah-patah.
Yee... Lan, bilang aja aku ini temennya adik mantanmu!
"Tapi bukan karena itu lo milih Alice, kan?" tanya Anastasia curiga. "ini bukan KKN, kan?"
"Yah, lo boleh-boleh aja curiga gitu, tapi gue kan milih peserta berdasarkan alasan mereka
mau jadi pacar gue di acara ini, bukan karena fotonya. Gue tadi bahkan nggak tau kalo yan ggue
pilih itu Alice sampai gue dikasih lihat fotonya. Dan di formulir itu kan nggak ada namanya."
Dylan mengedikkan bahu. "Oh," gumam Anastasia. "Bener juga ya..."
"Lho, ada kok," potongku. "Aku menulis nama, alamat, dan data-data yang lain di situ."
"Formulirnya dipotong, jadi yang ditunjukkan ke selebnya cuma bagian tempat calon peserta
menulis alasan kenapa mereka mau jadi pacar seleb pilihan mereka itu," jelas Anastasia. "Itu...
untuk menghindari KKN, hehe..."
Aku manggut-mangut. Haha... jadi Dylan benar-benar terkesan dengan alasan kenapa aku
memilihnya" Horeeeee!
"Nah, kan... Gimana sih, presenter kok malah nggak hafal prosedur acaranya sendiri," goda
Dylan. "Mana pakai nuduh orang KKN, lagi!"
Anastasia cengengesan. "Ya udah, untuk menghemat waktu, kita langsung syuting aja,
gimana?" "Boleh," jawab Dylan, terdengar sama sekali nggak keberatan. Aku melirik Anastasia, dan
kelihatannya dia juga minta pendapatku.
"Oke," jawabku akhirnya. "Aku nggak keberatan."
Anastasia tersenyum senang, dan sedetik kemudian dia sudah berpose dengan manis di
depan kamera. "Halo halo halo, semuanya! Ketemu lagi sama gue, Anastasia Helmy, di acara reality show
paling heboh dan paling bisa mewujudkan impian lo! Pacar Selebriti! Di sini, lo bisa mewujudkan
impian lo buat ketemu idola lo. Dan nggak cuma itu, lo bahkan bisa kencan sama idola lo itu
sehari penuh! Coba, mana ada reality show lain yang sekeren ini" Nggak adaaaa..."
Aku menatap Anastasia dengan kagum. Ya ampun, cewek ini benar-benar mengucapkan
semua kalimat tadi tanpa jeda! Kayaknya napasnya panjang banget, dan dia bisa mengucapkan
semua itu tadi hanya dalam satu tarikan napas.
"Oh ya, gue punya hadiah buat lo."
Tiba-tiba sudah ada benda berwarna abu-abu di depanku. Boneka! Dari Dylan!
"Thanks," gumamku sambil mengambil boneka itu dari tangan Dylan dengan hati senang
setengah mati. "Tadi gue udah syuting duluan. Bagian awalnya aja sih, waktu gue milih peserta buat acara
ini dan melihat foto-fotonya," cerita Dylan, sementara Anastasia masih menyerocos di depan
kamera. Aku nyaris menggigit lidahku sendiri. Ya ampun, fotoku! Dia pasti melihat foto terjelekseumur-hidupku itu!
"Eh... kamu lihat fotoku?"
Dylan menoleh dan ujung alisnya terangkat sedikit lagi. Aduh, jangan sering-sering
menatapku kayak gini dong! Jangan salahkan aku kalau akhirnya aku jadi lepas kendali dan tibatiba sudah menciummu lho ya!
"Iya," katanya geli. "Foto lo lucu."
"Ah, bilang aja jelek."
"Ah, nggak kok. Bener. Dan alasan lo bagus. Alasan kenapa lo milih gue untuk jadi pacar di
acara ini, maksudnya."
"Oh." Apa sih yang waktu itu kutulis di formulir peserta" "Tapi kenapa kamu milih aku"
Kan peserta-peserta lainnya pasti banyak yang lebih cantik."
"Lo kira gue mau kencan sehari sama cewek yang mengaku punya poster gede gue di langitlangit kamarnya?"
"Hah" Siapa?"
"Yah... sebutlah peserta nomor satu." Dylan nyengir. "Dan... mmm... kalau gue boleh nanya,
apa alasan yang lo tulis di formulir itu jujur" Maksud gue, waktu lo bilang gue friendly dan low
profile?" Lagi-lagi Dylan menatapku lurus-lurus, dan aku benar-benar salting.
"Eh... jujur dong. Memangnya kenapa?"
"Gue suka banget sama alasan itu. Lo memilih gue di acara ini bukan karena lho
menganggap gue ganteng atau keren, eh... bukannya gue nyombong lho!"
"Nyombong dikit juga nggak pa-pa." Aku geli sendiri melihat Dylan. "Tapi aku bener-bener
jujur kok. Aku pernah ketemu beberapa seleb, dan mereka gayanya belagu banget. Kamu nggak
gitu..." Dylan tersenyum. Duh, Tuhan, kenapa ada cowok seganteng ini di dunia" Dan kenapa dia
ini selebriti yang nggak bisa kujangkau"
"Yuhuuu... cukup ya ngobrol-ngobrolnya. Sekarang kita take!" Anastasia muncul lagi di dekat
kami dan langsung menyela. "Ehem! Belum apa-apa, vokalis kita udah mulai pedekate duluan
nih! Yuk yaaaa, mariiiii...," godanya ke Dylan. Anastasia pintar banget memanfaatkan kesempatan
untuk balas meledek Dylan setelah cowok itu meledeknya sebagai presenter-yang-nggak-hafalprosedur-acaranya-sendiri tadi. Dylan cuma nyengir mendengar ledekan Anastasia, sementara aku
merasa urat maluku baru ditarik putus.
*** Kalau ini yang dimaksud keberuntungan "kecil" sama Madam Fortune dulu itu, aku benar-benar
nggak tau deh, keberutungan "besar"-nya bakal kayak apa.
Tau nggak, hari ini benar-benar sempurna! Totally perfect!
Kami makan siang di Upgraded (sambil disyuting lho!). Sementara itu, seperti biasanya,
Anastasia "hilang" selama acara, dan dia tadi bilang baru akan kembali di akhir acara, waktu harus
"memisahkan" aku dan Dylan. So, here we are, makan enak sambil ngobrol santai dan akrab.
"Oh ya, Lice, kenapa sih lo suka Skillful?" tanya Dylan tiba-tiba.
"Hmm... karena gue pernah nyanyiin lagu kalian di acara kelulusan senior gue di sekolah."
"Karena itu aja?"
Wah, jadi kamu mau aku mengaku aku suka Skillful karena kamu vokalisnya, ya"
"Ya karena lagu-lagunya Skillful bagus-bagus juga sih. Gue suka lirik-liriknya. Lo yang nulis,
kan, ya?" "Iya. Gue kan nggak bisa main musik, jadi gue nulis lirik aja. Payah ya gue?"
"Haha... gue juga nggak bisa main musik! Waktu latihan buat acara kelulusan senior itu dan
pemain keyboard band gue menggambar not-not balok di kertas, gue malah mengira itu gambar
kecebong!" Dylan tertawa sampai suaranya nyaris hilang. Aku juga. Ya ampun, aku nggak rela kalau
semua ini cuma untuk sehari saja. Aku mau semua ini untuk selamanya...
"Oh ya, Lan, gimana kuliah lo" Udah kelar?" Aku mengganti topik.
Suer, aku nggak tau kenapa aku bisa bertanya kayak gitu. Masalahnya, aku kehabisan bahan
pembicaraan, dan tiba-tiba aja salah satu topik di milis Dylanders, tentang kuliah Dylan yang
belum kelar juga, melintas di kepalaku.
Dylan mendongak, tawanya sudah berhenti total. "Kuliah gue baik-baik aja. Mmm... agak
molor gara-gara jadwal Skillful, tapi... sejauh ini oke kok."
"Oh. Oke." "Gue bukan jenis orang yang meremehkan pendidikan, Lice. Yah, lo tau ka
n, dunia anak band ini nggak mungkin selamanya gue geluti. Pasti nanti ada hari saat orang sudah nggak suka
Skillful lagi, dan mau nggak mau band ini harus bubar. Kalau gue nggak punya bekal pendidikan,
gue mau jadi apa?" Dylan tersenyum gelisah.


Dylan I Love You Karya Stephanie Zen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ya ampun, aku benar-benar nggak pernah kepikiran bakal seperti apa Dylan kalau dia keluar
dari Skillful nanti. "Yah, lo kan kuliah hukum. Keluar dari Skillful, kalau nggak jadi pengacara, ya lo jadi notaris
lah! Gue udah bisa ngebayangin dari sekarang kok! Dylan James Siregar, SH. Pejabat pembuat
Akte Tanah. Nanti lo bakal berkumis dan pakai kacamata minus. Kayaknya oke juga." Aku
mengedikkan bahu dan di luar dugaanku, Dylan tertawa lagi.
"Ya ampun, lo lucu banget!"
"Gue?" tanyaku bingung. Aku sendiri juga nggak tau kenapa stok banyolan dan pelesetanku
lagi banyak hari ini. Ada di sebelah Dylan kayaknya punya dua macam pengaruh buatku. Kalau
aku nggak speechless dan jadi bisu mendadak, aku bakal jadi supercerewet dan nggakb isa berhenti
mengoceh. Tapi kayaknya lebih baik jadi cerewet deh ya...
"Iya! Lo lucu! Udah lama gue nggak ngobrol sama orang yang bisa bikin gue ketawa sampai
kayak gini!" "Trims. Gue juga senang banget lo milih gue buat acara ini."
Hening sesaat. "Eh, gue mau nanya nih... Konser di mana sih yang menurut lo paling berkesan?" Akhirnya
aku punya bahan pembicaraan baru setelah memutar otakku.
"Lho, kok jadi kayak interview radio gini?" Dylan nyengir. "Tapi gue jawab deh. Konser tahun
lalu, di Manado. Gila, waktu itu penontonnya sedikit banget, dan superpasif! Gue sampai nggak
tau lagi gimana harus komunikasi sama mereka. Gue tau sih gue emang sering dijuluki vokalis
band paling payah dalam hal berinteraksi sama penonton, tapi waktu di Manado itu gue udah
nyoba segala cara! Gue bahkan goyang ngebor, tapi penonton-penonton itu masih diam aja!"
Aku bengong, tapi sedetik kemudian tertawa sampai perutku sakit. Dylan goyang ngebor!
Gila, cowok ini lucu banget!
"Yang di Surabaya kemarin itu juga berkesan banget lho," cerita Dylan riang. Kayaknya dia
senang disuruh cerita tentang konser-konser yang pernah dijalaninya bareng Skillful!
"Oh ya" Kenapa?"
"Yah... berkesan bukan dalam artian "bagus" sih, tapi berkesan karena di konser itu gue
nangis." "Hah?" "Iya, gue nangis soalnya venue-nya itu ruang ber-AC dan tertutup, sementara orang-orang
pada ngerokok semua! Jadilah ruangan itu berasap dan gue sampai nangis saking perihnya mata
gue!" "Hahaha..." Aku tertawa lagi. "Tiap kota punya kesan sendiri-sendiri ya?"
"Betul banget." Dylan tersenyum. "Oh ya, Lice, ada satu hal yang sebenernya dari dulu
pengin gue tanyain ke lo."
Ha" Apa" Dia nggak mungkin nembak aku, kan" Maksudku...
"Lo indo, ya?" tanya Dylan sebelum pikiranku bertambah ngawur.
Oh. Ternyata dia cuma mau nanya itu. Fool me, nggak mungkin lah dia nembak aku!
"Emangnya... kelihatan?" tanyaku ragu. "Banyak orang yang nggak percaya bahkan kalaupun
gue terang-terangan mengaku indo."
"Kelihatan kok. Dan wajah lo tuh unik. Lo blasteran apa?"
Dia memujiku! Karena aku blasteran! Haha... ternyata jadi cewek separo bule itu nggak
sejelek yang kuduga! "Bokap gue orang Australia. Nyokap campuran Jawa-Cina."
"I see..." Dylan menenggak air putihnya. "Soalnya, yang gue lihat nih, wajah lo benar-benar
perpaduan bule, Indonesia, dan oriental. Orisinil banget."
Glek. Aku sampai nyaris nggak bisa ngomong saking ge-er-nya!
"Alice, Dylan, udah siap?"
Aku menoleh, dan dengan kaget menyadari Mbak Mirna sudah berdiri di sampingku.
"Siap apa, Mbak?" tanyaku nggak ngerti. Apa udah mau take lagi, ya"
"Siap ke tempat kencan kita," potong Dylan sebelum Mbak Mirna menjawab. Aku melotot.
"Memangnya, tempatnya bukan di sini?" Aku memandang berkeliling taman kafe ini dengan
bingung. Peralatan syuting yang tadinya tersebar di taman, sekarang sudah hilang. Yang tersisa
cuma tumpukan rapi kotak hitam besar di pojok taman. Pasti para kru sudah membereskan
semuanya sewaktu aku mengobrol dengan Dylan tadi.
"Lho, lo belum tau, ya?" tanya Dylan. Aku menggeleng. "Kita bakal syuting di Wanna Be."
Aku melongo, menatap Dylan dan Mbak Mirna bergantian. "Wanna Be?"
"Mmm... begini, Alice... Tim kreatif Pacar Selebriti sudah merancang konsep kalian kencan
sambil merekam lagu duet di CD. Dan kami sudah menentukan tempatnya di Wanna Be. Alice
nggak keberatan, kan?" tanya Mbak Mirna. Ada semburaat cemas di wajahnya, kayaknya dia
khawatir aku bakal menolak konsep acara yang sudah disiapkan.
Aku mengedikkan bahu. "Oke, Wanna Be sounds great," jawabku akhirnya.
Memangnya aku punya pilihan" Kalau buat aku nih, asal sama Dylan, ke mana pun hayok aja
deh! *** Coba aku tanya, berapa fans yang bisa rekaman sama idolanya" Cuma aku!
Ini benar-benar gila. Aku nggak menyangka dalam hidupku akan ada hari seindah hari ini!
Di Wanna Be, aku memilih tiga lagu untuk duet: Terlalu Indah-nya Skillful (aku nggak akan,
nggak akan, dan nggak akan pernah lupa lagu ini, soalnya itu lagu saat Dylan pertama kali
menunjukku dari panggung!), Love Isn"t-nya Same-Same, dan Surga Cinta-nya ADA Band.
Haha... aku memang sengaja pilih lagu-lagu yang romantis, soalnya kapan lagi aku bisa
rekaman sama Dylan" Ini kan a chance of a lifetime! Apalagi aku bisa membuat cover CD-nya dengan
foto kami berdua! Hebat banget deh!
Selesai rekaman, aku pamit sebentar untuk ke toilet. Mbak Mirna bilang dia mau ke toilet
juga, jadi dia ikut aku, sementara Dylan duduk menunggu di kafe Wanna Be.
"Mmm... Mbak?" panggilku begitu kami sampai di toilet. Tadi waktu masuk, aku sudah
melihat dalam toilet ini nggak ada orang selain aku dan Mbak Mirna, jadi aku memutuskan amanaman saja kalau aku mau curhat di dalam sini.
"Ya?" "Dylan tuh orangnya baik banget, ya?"
"Iya. Dia nggak kayak seleb-seleb lainnya..."
"Apa semua seleb yang ikut di acara ini memang selalu baik gitu, Mbak?"
"Oh, enggak!" Aku menangkap nada kesal di suara Mbak Mirna. "Dua minggu lalu kita
syuting dan bintang tamunya si Arnold Fritz, aduuuuhhhh... lagaknya selangit!"
Arnold Fritz" Aku berusaha mengingat-ingat. Oh, pemain sinetron itu. Ganteng sih, tapi
emang dari lagaknya saja sudah ketahuan dia belagu.
"Selangit gimana, Mbak?" tanyaku penasaran.
"Ya seolah kita semua ini asistennya, disuruh ini-itu! Dan waktu jalan sama peserta yang
dipilihnya, dia benar-benar sok! Mbak yakin cewek itu akhirnya malah nggak ngefans sama
Arnold lagi setelah ikut acara ini!"
Mbak Mirna terkikik, aku juga nggak bisa menahan tawaku.
"Kamu beruntung banget milih Dylan, Lice. Orangnya baik, sopan, dan perhatian sama
semua orang. Sama kru-kru juga baik banget. Menurut Mbak, Dylan itu seleb terbaik yang pernah
ikut acara ini deh!"
"Iya ya, Mbak... Aku juga senang buangeeettt hari ini."
Aku masuk ke salah satu bilik toilet, lalu keluar semenit kemudian. Mbak Mirna sedang
mencuci tangannya di wastafel.
"Yuk," kata Mbak Mirna setelah aku selesai mencuci tangan juga.
Kami keluar dari toilet, dan berjalan menuju kafe tempat Dylan menunggu. Tapi yang
kulihat begitu aku sampai di kafe benar-benar rmembuatku heran. Dylan berdiri sambil
merogoh-rogoh kantong celananya dan bicara pada para kru Pacar Selebriti, ekspresinya bingung.
"Ada apa, Lan?" tanyaku penasaran.
"HP gue nggak ada. Apa jatuh waktu di Upgraded tadi, ya?" tanyanya bingung.
Aku mencelos. Kalau HP Dylan benar-benar hilang, ini gara-gara aku! HP-nya hilang karena
kencan sama aku! Aku memang bawa sial!
Tapi... tunggu! Kok kayaknya aku sama sekali belum melihat Dylan pegang HP-nya sih"
"HP lo apa, Lan?"
"6680. Kenapa?"
"Mmm.. soalnya kayaknya gue nggak pernah lihat lo pegang HP deh."
Dylan tercenung. "Eh... iya juga ya..."
"Mungkin ketinggalan di rumah. Coba lo telepon HP lo dulu aja, siapa tahu ada yang
angkat," saranku. Dylan manggut-manggut, dan Mbak Mirna langsung menyodorkan HP-nya untuk dipakai
Dylan. "Makasih, Mbak," kata Dylan, dan dia mulai memencet nomor HP-nya di HP Mbak Mirna.
Ya ampun, benar apa yang Mbak Mirna bilang tadi, Dylan memang cowok yang sopan dan baik
banget. Lagi panik HP-nya hilang saja,d ia masih ingat bilang terima kasih. Kalau HP-ku yang
hilang, aku pasti sudah panik kayak cacing kepanasan!
"Halo" Hah" Tora" Lo di mana" Ohh... jadi HP gue di rumah" Haha... untung deh... Nggak,
gue lagi jalan-jalan, terus mau SMS, tapi kok HP gue nggak ada... Ya udah, taruh di kamar gue aja.
Thanks, Bro!" Dylan mengembalikan HP Mbak Mirna. Cengiran lebar mengembang di wajahnya.
"Thanks pinjaman HP-nya, Mbak. Ternyata HP saya ketinggalan di rumah. Tadi kakak saya
yang angkat." Aku mengembuskan napas lega. Untung HP Dylan nggak benar-benar hilang!
Mbak Mirna mengangguk dan menerima HP-nya kembali, lalu aku duduk semeja dengan
Dylan dan memesan es krim, sambil menunggu CD rekaman kami tadi selesai dan foto untuk
cover-nya dicetak. "Seru ya, tadi rekamannya" Gue udah lama nggak hang-out gini."
"Apalagi setelah lo jadi vokalis Skillful, tambah nggak sempat, ya?" tanyaku simpati. "Kan lo
harus tur keliling Indonesia terus..."
Dylan mengangguk. "Ya, kan dalam hidup ada yang harus dikorbankan, Lice. Gue berhasil
jadi vokalis Skillful, tapi di sisi lain gue juga harus mengorbankan kebebasan gue... Gue jadi nggak
punya waktu jalan-jalan sebanyak yang dipunya orang lain. Gue juga harus cuti kuliah..."
Es krim pesanan kami datang. Aku memakan es krimku dalam diam, mendengar Dylan
bercerita. Saat ini kami nggak disyuting lagi, karena semua adegan yang perlu sudah diambil
sewaktu kami rekaman tadi.
"Hmmm... tapi kan lo bisa menganggap apa yang lo lakukan sekarang ini untuk masa depan
lo," kataku sok bijak, mengomentari cerita Dylan tadi. "By the way, lo berapa bersaudara sih"
Cuma dua, ya?" "He-eh. Abang gue namanya Tora, yang angkat HP gue waktu gue telepon tadi itu. Dia baik,
tapi kadang-kadang agak bawel juga." Dylan tertawa geli. "Kalau lo?"
"Oh. Gue anak tunggal."
Dylan membuka mulutnya, hampir mengatakan sesuatu, tapi kemudian dia diam lagi.
"Kenapa" Percaya stereotip anak tunggal itu manja" Gue nggak gitu."
"Hei, gue kan nggak bilan gapa-apa."
Ah, iya, dia kan nggak ngomong apa-apa ya barusan" Pipiku langsung terasa panas saking
malunya. Aku memang kadang-kadang tanpa sadar mempermalukan diriku sendiri.
"Gue senang sama hidup gue sekarang," Dylan mulai bercerita (kelihatannya dia nggak
melihat pipiku yang merah, baguslah), "semuanya teratur dan seperti apa yang gue inginkan."
"Tapi kan lo nggak punya pacar," celotehku. Dylan menoleh, dan aku langsung sadar lagilaig aku sudah mempermalukan diriku sendiri. "Sori," gumamku pelan.
"Nggak papa. Lo benar, kayaknya gue memang butuh pacar."
Bagus, sekarang aku sudah membuat cowok yang kutaksir setengah mati berniat cari pacar!
Aku memang cewek tergoblok sedunia! Kalau setelah ini Dylan benar-benar dapat pacar, ini garagara celoteh tololku barusan!
"Tora punya pacar yang baik banget, namanya Mbak Vita," Dylan melanjutkan ceritanya.
"Abang gue itu beruntung banget bisa punya pacar kayak Mbak Vita. Orangnya baik, nggak
macam-macam. Nyokap gue aja sayang sama Mbak Vita."
"Oh, jadi Mbak Vita yang ada di ucapan thanks to di album Skillful itu pacar abang lo?" Aku
teringat ucapan thanks to Dylan yang pernah iseng kubaca untuk cari tahu apakah dia sudah punya
pacar atau belum dulu itu.
"He-eh. Lo baca, ya, ternyata?" Dylan kelihatan geli. "Orang-orang yang gue tulis di situ,
semuanya berarti banget buat gue."
"Termasuk Doraemon?" aku nggak bisa menahan tawaku lagi. "Lo benar-benar punya
teman yang namanya Dora dan Emon, ya?"
Dylan langsung terbahak-bahak. "Iya, termasuk Doraemon! Gue sendiri nggak tau kenapa
gue sampai bisa punya teman yang namanya matching gitu. Dora itu cewek, teman sekampus gue,
anaknya lucu. Kalau Emon itu... yah... bisa dibilang cewek jadi-jadian, hehe..."
Aku dan Dylan tertawa terbahak-bahak.
"Mmm... Lice, lo bawa kertas?"
"Buat apa?" "Boleh gue minta nomor HP lo" Gue kan nggak bawa HP, jadi gimana kalau lo tulis nomor
HP lo di kertas, biar kita tetap bisa terus berhubungan" Gue senang banget ngobrol-ngobrol
sama lo." Omigod, omigod, omigod!!! Dylan minta nomor HP-ku!!!
Aku benar-benar speechless sampai nggak bisa bergerak. Ini mimpi atau bukan sih" Apa semua
yang kualami hari ini benar-benar nyata"
Masih dengan perasaan bingung luar biasa, aku merogoh-rogoh tas. Semoga ada kertas dan
bolpoin... Semoga ada... Nggak ada. Bego. "Ngg... sori, Lan, gue nggak bawa kertas..."
"Oh. Kalau gitu, nanti kita minta sama Mbak Mirna aja kertasnya."
Aku mengangguk. Dylan tersenyum dan melambai memanggil pelayan dan minta air putih.
Saat itu bagian lengan kausnya tersingkap dan aku melihat sesuatu yang kelihatannya seperti...
tato" Oke, aku tahu tato di tubuh anak band itu sama wajarnya seperti adanya luka bekas jatuh di
kaki anak SD, tapi ini kan...
"Mmm... Lan?" panggilku setelah pelayan yang tadi pergi untuk mengambilkan pesanan
Dylan. "Lo... punya tato?"
Dylan diam selama beberapa detik. "Iya, punya. Ada beberapa sih, tapi gue nggak mau
nambah lagi kok." "Yang di itu gambarnya apa?" Aku menunjuk tangan kiri Dylan.
"Pendekar samurai."
Dylan menggulung lengan kiri kausnya dan menunjukkan tato itu padaku. Ya ampun,
tatonya keren! Tapi... yah, tahu kan... sekeren apa pun itu, itu tetap... tato. Dan image tato di masyarakat kita
kan nggak bagus... Ah, sebodo amat! Yang penting kan Dylan bukan preman atau pelaku curanmor!
"Tato lo bagus," pujiku jujur.
"Thanks." Dylan melepas gulungan lengan kausnya sehingga tato itu tertutup lagi. Aku
menangkap kesan dia nggak terlalu suka ada yang tahu soal tatonya itu. Mungkin dia kepengin
membangun image anak baik, dan harusnya anak baik kan nggak punya tato.
Well, kalau gitu aku nggak akan tanya-tanya tentang tato lagi. Biarpun aku penasaran
setengah mati di bagian tubuh mana lagi si Dylan punya tato.
"Halo pasangan baru! Kayaknya romantis banget nih!" goda Anastasia, yang tiba-tiba nongol
entah dari mana. Aku melirik arlojiku dengan panik. Jam setengah sembilan malam! Heh" Jadi
waktuku bersama Dylan sudah habis"
"Oh, harus dong, kan khusus buat Pacar Selebriti, hehe..." Dylan tersenyum.
"Tapi sori banget nih, gue harus memisahkan kalian berdua sekarang!" Anastasia memasang
tampang sok galak, lalu menyela di antara aku dan Dylan.
"Gimana, Lice, puas hari ini?" tanya Anastasia.
"Eh... puas, iya puas. Tapi kok cuma sehari sih?"
"Eits, kalau mau lebih dari sehari, ya kalian usaha sendiri dong! Itu di luar kemampuan gue!
Kencan pertama atas bantuan Pacar Selebriti, selanjutnya terserah Anda!" Anastasia menirukan
slogan iklan kolonye cowok yang terkenal itu. Aku tertawa.
"Nah, mau take sekarang?"
Aku mengangguk dengan berat hati. Anastasia lalu pergi dan mengobrol dengan Mas Ivan,
sang kameraman, dan kru-kru yang lain, sementara aku terdiam di kursiku. Anehnya, Dylan
sudah nggak ada lagi di kursinya. Oohhh... waktuku bareng Dylan tinggal hitungan detik, tapi
cowok itu malah hilang entah ke mana, padahal semenit yang lalu dia berdiri di sebelah Anastasia.
Mungkin dia pergi waktu aku mengobrol dengan cewek itu tadi.
Aduh, aku benar-benar nggak rela pisah sama Dylan! Kenapa sih hal-hal menyenangkan
cuma terjadi sekali seumur hidup" Dan katanya tadi Dylan minta nomor HP-ku" Apa dia cuma
basa-basi saja" Ah, aku memang cewek yang kege-eran...
"Hei, ini kertasnya."
Aku mendongak dan melihat Dylan berdiri di hadapanku, menyodorkan kertas dan bolpoin.
Ya Tuhan, dia benar-benar minta nomor HP-ku"!
"Kok malah bengong" Gue nggak boleh minta nomor HP lo, ya?"
"Bukannya gitu." Aku cepat-cepat mengambil kertas dan bolpoin yang disodorkan Dylan.
"Gue tadi cuma lagi mikir aja kok..."
"Mikir apa" Pacar" Hehe..."
Aku hampir keceplosan bilang "aku nggak punya pacar!" waktu aku ingat kalau bilang kayak
gitu bisa berkesan aku ini nggak laku. Ihh... amit-amit! Kecuali kalau Dylan jelas-jelas bertanya,
"lo punya pacar?", baru aku bakal menjawab aku sebenarnya jomblo, hehe...
"Nggak, bukan mikir pacar kok. Ada deh..."
ayo tanya dong, aku udah punya pacar apa belum" Ayo tanya...
"Ya udah deh kalau gitu. Tulis nomor HP lo ya di kertas itu." Dylan tersenyum.
Sial, ternyata dia nggak tanya aku sudah punya pacar atau belum! Aku mendesah kecewa, lalu
menuliskan nomor HP-ku di kertas yang diberikan Dylan.
"Nih." Aku mengembalikan kertas bertuliskan nomor HP-ku itu ke Dylan. Ya Tuhan,
semoga dia benar-bena rmeneleponku nanti. Semoga. Semoga. Semoga.
"Thanks ya." Dylan melipat kertas itu dan memasukkannya ke saku celananya.
"Yuk, sekarang gue harus benar-benar memisahkan kalian!" Anastasia datang lagi, kali ini
sambil membawa mikrofon. Ugh... kenapa hari semenyenangkan ini harus berakhir"
KERTASNYA HILANG! MANA kertas itu" Mana?""
Gue merogoh-rogoh saku celana dengan panik. Gue yakin tadi gue memasukkan kertas
itu ke sini, tapi kok nggak ada"
Apa jatuh ya" Sialan, kok gue akhir-akhir ini jadi sembrono begini sih" Tadi siang HP


Dylan I Love You Karya Stephanie Zen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ketinggalan, sekarang kehilangan kertas!
"Eh, tadi waktu lo pergi, HP lo bunyi terus tuh." Tora nongol di pintu kamar gue, dan
memberi isyarat ke HP gue yang ada di meja.
Gue mengambil HP itu dan berdecak. Gila, 14 unread messages"
"Tadi Rey telepon, terus manajer lo itu juga. Dia bilang besok kalian ada jumpa fans di
Hypermart Karawaci, acaranya Z-Mild tuh," Tora menyebutkan merek rokok yang menjadi
sponsor Skillful. Gue nggak bereaksi, malah membuka SMS-SMS yang masuk.
From: +6285697436 Hai... Ini Dylan Skillful, ya" Boleh kenalan nggak"
Yeah, orang-orang iseng lagi. Nggak perlu dibalas.
Bukannya gue sombong, tapi gue pernah trauma membalas SMS-SMS semacam ini.
Awal-awalnya sih orang-orang ini baik, tapi akhirnya malah berusaha mengorek urusan
pribadi gue. Gue tahu nggak semua orang kayak gitu, tapi lebih baik jaga-jaga, kan"
From: Rey Lan, SMS ini cuma bwt jaga2 aj klo Tora lupa nyampein psn
gue (biasa, dia kan kna pnurunan daya ingat he3x). Bsk ada
jmpa fans di hypermart karawaci jam 1 siang. Acara Z-Mild.
Kmpul di markas jam 11 ya.
Ah ya, ini yang dibilang Tora tadi. Rupanya hari ini penurunan daya ingatnya nggak lagi
kumat. From: Udik Hei, Man! Pa kbr" Payah, skrg tiap hr gw dicariin sm cwe2,
tp mrk smua tujuannya cm 1: mengorek info ttg lo dr gw! Haha!
Gue tersenyum kecut. Udik teman kuliah gue yang paling dekat, dan sudah berapa bulan
gue nggak ketemu dia saking padatnya jadwal Skillful. Biar deh dia yang meng-handle
cewek-cewek itu. Gue rasa dia sebenarnya nggak keberatan dikelilingi cewek gitu!
SMS-SMS lainnya nggak penting. Tora juga sudah menghilang dari pintu kamar gue,
jadi gue memutuskan mencari kertas nomor HP Alice lagi.
Damn! Di mana sih kertas itu?""
HE DOESN"T CALL 27 Agustus 2006 SUDAH sepuluh menit ini Grace cuma diam dan bengong, aku benar-benar khawatir.
Maksudku, aku tahu dia bakal kaget kalau kuceritai tentang pengalamanku kencan sehari
bareng Dylan di acara Pacar Selebriti kemarin, tapi aku nggak menyangka reaksinya bakal seaneh
ini. "Grace" Halooo... Grace" Lo nggak pa-pa?" Aku menggoyang-goyangkan tangan di depan
mata Grace. Dia menatapku, tapi mulutnya masih menganga terbuka.
"Gue nggak pa-pa," katanya sambil menepiskan tanganku. "Gue cuma masih nggak percaya,
kok bisa-bisanya lo dapat kesempatan kayak kemarin."
"Jangankan lo, gue aja juga nggak nyangka..."
Aku dan Grace diam. Aku sibuk dengan otakku sendiri, sementara aku nggak tahu apa yang
ada di pikiran Grace. "Eh, Lice, lo nggak... maksud gue, lo nggak mengarang cerita ini, kan?"
Aku melotot. "Memangnya gue segitu kurang kerjaannya, sampai ngarang cerita segala"
Kalau imajinasi gue sehebat itu, mendingan gue jadi novelis aja deh!" ujarku sewot. "Lagian, gue
punya buktinya nih! Ini, lihat!" Aku menunjuk CD duetku dan Dylan yang kami buat di Wanna
Be kemarin. Huh, ini bukti nyata, kan"
"Sori, sori... gue bukannya mau menuduh lo bohong atau apa, tapi..." Grace mengedikkan
bahunya. "Nggak tau deh, lo bener-bener mujur..."
Aku mengangguk. Memang kemarin aku benar-benar mujur. Siapa sih yang bisa menyangka
aku, cewek setengah bule yang baru meningkat rasa PD-nya kemarin, bisa kencan sehari sama
Dylan" Rekaman lagu berdua, lagi!
Cuma satu yang mengusik pikiranku: Dylan belum telepon atau SMS sekali pun.
Sial. Apa aku kemarin benar-benar kege-eran, ya" Apa dia minta nomor HP-ku cuma untuk
basa-basi" Ah... jangan dipikirin, jangan dipikirin! Mungkin dia lagi sibuk dan nggak sempat SMS atau
telepon aku... Mungkin juga dia lagi tidur, atau apalah...
"Lice" Dylan udah telepon lo belum?" tanya Grace penasaran. Aduuhhh... kenapa juga
Grace mengingatkanku soal itu?"" Aku langsung menyesal cerita Dylan minta nomor HP-ku
kemarin. "Belum. Lagi sibuk kali dia."
"Kenapa nggak lo yang telepon atau SMS dia duluan?"
Aku menoleh dan mengembuskan napas keras-keras. "Grace, gue nggak bisa ngelakuin itu!
Pertama, gue gengsi! Masa sih cewek SMS duluan" Kedua, gue takut! Gimana kalau Dylan
menganggap gue "ganggu?" Ketiga, gue nggak punya nomor HP-nya! Jadi kalaupun nggak gengsi
ataupun takut, gue nggak bisa menghubungi dia duluan!" jelasku panjang-lebar.
Grace memutar bola matanya, jenis tingkah laku yang bakal dilakukannya kalau dia nggak
setuju dengan pendapatku.
"Grace, udah deh... Gue juga maunya gitu, tapi lebih baik gue tunggu aja deh. Sekalian gue
pengin membuktikan Dylan kemarin basa-basi atau nggak pas minta nomor gue. Kalau dia serius,
pasti nanti dia bakal telepon gue. Kalau dia cuma basa-basi, ya udah, memang gue lagi apes."
"Ihh... lo!" Grace melengos. "Kesempatan bagus kayak gini kok dilewatin gitu aja" Lihat aja
deh, nanti lo pasti bakal frustrasi sendiri kalau Dylan nggak telepon lo duluan!"
Aku cuma bisa mengangkat bahu mendengar celoteh Grace. Aduh, Dylan, telepon dong...
NUMPANG LEWAT?""
"HEI! Kenapa lo! Suntuk banget!"
Gue menoleh dan melihat Tora berdiri di belakang gue. Kayaknya dia mau pergi,
penampilannya tapi begitu.
"Gue nggak papa," jawab gue bohong.
"Hmm... tampang lo udah kayak orang niat pengin bunuh diri gitu kok. Ayolah, ngaku
aja. Apa Skillful lagi sepi job?" tanyanya sambil cengengesan.
"Nggak. Justru ini lagi rame-ramenya."
"Nah, terus, kenapa lo suntuk?"
Gue menghela napas dalam-dalam. Mungkin lebih baik gue cerita ke Tora. Siapa tau dia
bisa bantu gue. Dua kepala lebih baik dari satu kepala, kan"
"Gue kehilangan nomor HP nih."
"Nomor HP" Nomor HP lo hilang?" tanya Tora heran.
"Bukan nomor HP gue, tapi nomor HP... orang."
"Cewek?" tebak Tora, setengah menahan tawanya. Mau nggak mau gue mengangguk.
"Siapa" Bintang iklan" Model" Bintang sinetron" Cantik nggak?"
"Bukan artis. Cewek biasa. Tapi orangnya enak banget diajak ngobrol."
Tora bersiul. "Lo naksir, ya?"
Gue langsung melotot. "Gue baru beberapa kali ketemu dia, tau. Itu aja cuma sebentar
banget. Baru kemarin gue bisa agak lama jalan bareng dia. Dan gue seneng ngobrol sama
dia." "Ohh... pantes kemarin seharian lo nggak ada di rumah, ternyata kencan, ya?" Tora
ngakak. "Terus lo minta nomor HP-nya?"
"Iya. Gue catat di kertas... tapi sekarang kertasnya hilang."
Tora bengong. "Lo catat di kertas" Hareee geneee" Ya ampun, kenapa nggak lo simpan
di phonebook HP lo aja sih?"
"Lha, kan kemarin HP gue ketinggalan di rumah! Lo kan yang ngangkat waktu gue
telepon!" seru gue kesal. Ternyata Tora nggak cuma salah dijadikan tempat curhat, tapi
penurunan daya ingatnya juga lagi kumat!
"Oh... iya! Yah... payah lo! Sekalinya ketemu cewek yang nyambung, lo malah lepasin
gitu aja!" Tora membego-begokan gue dengan senang hati. Brengsek.
"Nah, itulah kenapa gue suntuk! Dan daripada lo maki-maki gue, mendingan lo bantuin
cari cara deh gimana caranya gue bisa dapat nomor HP tu cewek lagi."
"Wah... itu sih susah! Tapi tu cewek anak kampus lo, bukan" Kalau iya, gue bisa deh
usahain nyari nomornya! Temen gue kan banyak yang anak kampus lo, siapa tau ada yang
kenal." "Ehh..." Gue menggaruk kepala gue yang nggak gatal. "Bukan anak kampus gue... Dia...
masih SMA..." "Hah?""!" Tora menjerit. "Lo demen anak SMA, Lan?" tanya Tora nggak percaya. "Lo
ini serius apa lagi bercanda sih"!"
"Heh, gue kan nggak bilang gue suka sama dia! Gue cuma bilang gue senang ngobrol
sama dia, soalnya dia nyambung."
"Sama aja!" Tora menepuk-nepuk dahinya frustrasi. Anak aneh, yang lagi bingung kan
gue, kenapa dia yang tampangnya stres gitu"
Gue mendengar Tora menghela napas panjang-pendek. Kelihatannya dia berpikir serius."
"Oke. Langkah awal nih, nama cewek itu siapa?" Tora mulai menginterogasi.
"Alice." "Alice, hmm... Sekolah di mana?"
Gue mengingat-ingat, dan sepotong info melintas di kepala gue. "SMA Harapan."
"Lo kenal dia dari mana?"
"Dia fans Skillful."
"Waduh. Susah!" Tora menggeleng-geleng, persis orang yang bingung karena punya
utang ratusan juta. "Apa gue bikin pengumuman aja ya di koran" Gue tulis: Dyla Siregar,
vkalis Skillful, mencari Cinderella-nya yang hilang. Ciri-ciri: namanya Alice, sekolah di
SMA Harapan. Yang mengetahui keberadaan Cinderella tanpa sepatu kaca ini, harap
langsung menghubungi Dylan di 08154..."
Gue langsung menoyor kepala Tora. Parah banget anak ini, bukannya bantuin, malah
bikin banyolan! "Punya teman yang juga temannya dianggak" Kalau iya, kan lo bisa nanya nomor HP
Alice ke temannya yang juga teman lo itu." Tora langsung serius setelah kepalanya gue toyor.
Gue hampir bilang "nggak punya", waktu gue ingat Kinar yang mengenalkan gue ke
Alice. Ya ampun, benar juga, kenapa gue nggak kepikiran sampai situ" Gue kan bisa telepon
Kinar dan minta nomor HP Alice ke dia!
"Ada, Tor! Ada!" seru gue riang.
"Telepon gih temennya, tanyain nomor HP si Alice tuh!" Tora ikut-ikutan bersemangat.
Gue langsung mengeluarkan HP gue dari kantong celana dan mencari-cari nama Kinar di
phonebook. Sial, ternyata gue nggak punya nomor HP-nya.
Ah, tapi gue kan punya nomor telepon rumahnya. Dia sudah pulang dari sekolah atau
belum ya jam segini" Dicoba aja deh.
Tut... Tut... Tut... "Halo, selamat siang..."
Jantung gue sepertinya berhenti, dan spontan gue memutuskan sambungan. Itu Karin! Itu
tadi karin yang mengangkat telepon gue!
"Kenapa?" tanya Tora bingung. "Nggak diangkat?"
"Bukan gitu..." Gue yakin muka gue sekarang pasti pucat kayak tembok. "Yan ggue
telepon tadi itu rumah Kinar..."
"Kinar?" Dahi Tora berkerut, tapi sedetik kemudian dia melongo. "Kinar adiknya
Karin"! Ngapain lo telepon dia?"
"Ya kan dia temennya Alice..." Gue menggigit bibir. Suara Karin yang sudah gue hafal
di luar kepala sepertinya masih bergaung dalam telinga gue.
"Ya ampun! Kenapa sih lo nggak bisa cari gebetan yang bukan teman adik mantan
lo?"?" "Tor, yang angkat teleponnya tadi itu bukan Kinar, tapi Karin," desis gue tanpa
mengacuhkan protes Tora barusan.
Tampang Tora seperti baru mendengar bahwa gue menelepon rumah Kinar tapi yang
mengangkat teleponnya adalah Presiden SBY.
"Ya iyalah! Kinar sama Karin kan serumah! Kalau lo telepon rumahnya, nggak aneh
kalau Karin yang angkat!"
Gue menggigit-gigit bibir. Apa-apaan ini" Kenapa cuma gara-gara dengar suara Karin,
gue langsung deg-degan begini"
Apa gue... Of course gue masih sayang sama Karin. Dan gue belum siap kenal sama cewek lain.
Belum. Dan gue juga nggak mau cewek yang dekat sama gue nanti akhirnya akan diteror seperti
Karin... Ditambah lagi, Alice masih... SMA... Apa kata orang kalau gue sama dia nanti" Dan
kalaupun apa yang gue rasakan ke Alice sekarang bukan cuma semu, memangnya Alic eakal
mau sama gue" Sepertinya kemarin gue cuma kebawa suasana. Apa mungkin Alice cuma numpang lewat
aja dalam hidup gue?""
"Eh, Lan, bukannya lo bilang siang ini ada jumpa fans di Hypermart" Yang kemarin Rey
bilang?" tanya Tora mengangetkan.
Ya Tuhan! Acara Z-Mild itu!
Gue langsung melirik arloji gue. Jam sebelas. Sialan.
"Gue cabut dulu, Tor."
Dan gue berlari secepatnya keluar rumah. Pasti nanti Bang Budy ngomel-ngomel karena
gue telat! AN HOUR WITH SKILLFUL (Masih) 27 Agustus 2006 AKU membanting tas sekolahku ke ranjang. Aku lagi suntuk, dan penyebabnya klise sekali:
belum ada telepon ataupun SMS dari Dylan. Aku benar-benar putus asa. Sesibuk apa sih dia" Apa
susahnya SMS atau telepon" Toh nggak bakal lebih dari lima menit.
Aku merogoh tasku, mengambil kertas dan menulis alasan-alasan kenapa kira-kira Dylan
belum menelepon atau kirim SMS.
Kenapa Dylan belum juga telepon atau SMS aku?""
1. Dia cuma basa-basi aja waktu nanya nomor HP-ku (kayaknya alasan ini deh yang
paling masuk akal) 2. Dia lagi nggak punya pulsa (yeah, yang benar aja, honor Skillful sekali manggung
berapa, kok Dylan sampai nggak punya uang buat beli pulsa?"")
3. Dia lagi benar-benar amat sangat sibuk sekali (Nggak ah. Alasan nomor satu lebih
masuk akal) 4. Kertas yang ada nomor teleponku itu hilang
Ya Tuhan. Benar juga. Mungkin kertas itu hilang. Siapa tahu"
Ahhh... aku nggak mau mikirin masalah ini lagi! Sepanjang perjalanan pulang tadi Grace
sudah menceramahiku (Mama nggak bisa jemput karena katanya mau pergi ke Hypermart, jadi
aku nebeng pulang Grace), katanya aku yang bego karena nggak mau menuruti sarannya
mengontak Dylan duluan. Grace, ngomong sih gampang, tapi menjalaninya itu lhooo...
"Liceeee...! Aliceeee...!"
Aku terlonjak di kursiku. Ada apa sih Mama teriak-teriak begitu"
"Alice!" Pintu kamarku menjeblak terbuka, dan aku melihat Mama berdiri di ambang pintu dengan
muka memerah karena bersemangat.
"Ada apa sih, Ma?" tanyaku sambil menjejalkan kertas penuh corat-coret kenapa-Dylanbelum-juga-telepon-atau-SMS-aku itu ke dalam laci meja belajarku. Bisa berabe kalau Mama baca
kertas itu. "Tadi Mama ketemu itu lhooo di Hypermart..."
Alisku terangkat. Ketemu siapa" Tetangga waktu zaman aku kecil dulu"
"Siapa?" tanyaku cuek. Mama kelihatannya heboh banget, mungkin Mama habis ketemu
teman lamanya. Yang jelas, Mama nggak mungkin ketemu Dylan. Mau ngapain dia di
Hypermart" Disuruh nyokapnya belanja" Nggak banget deh!
"Ituuu... cowok yang dulu pernah kamu bilang ganteng itu!"
Aku tambah bingung. Cowok yang pernah kubilang ganteng mungkin ada sejuta! Mana
mungkin aku ingat semua cowok itu satu per satu"
"Yang mana sih, Ma" Yang pernah aku bilang ganteng kan banyak..."
Mama menggeleng-geleng, lalu mengobrak-abrik tumpukan CD-ku yang ada di samping
meja belajar. Omigod, jangan bilang kalau...
Mama mendekat sambil memegang kotak CD yang sudah kukenal betul karena CD-nya
sudah sejuta kali kuputar belakangan ini. Telunjuk Mama menuding foto orang yang ada di back
cover CD itu. Itu CD Skillful, dan tangan Mama menuding foto Dylan.
"Nah, Mama ketemu cowok ini! Sama yang lain-lainnya ini juga," kata Mama riang,
menunjuk foto Rey, Dovan, Ernest, dan Dudy. "Tadi mereka ada jumpa fans gitu di Hypermart.
Rame banget, Lice! Dan ternyata bener apa yang kamu bilang, vokalisnya ini ganteng banget!"
Aku mencelos. "Yah... Mama, kenapa tadi aku nggak diajak juga ke Hypermart?" Aku cemberut.
"Kan kamu masih ada di sekolah. Masa Mama ke sekolahmu terus ngajak kamu bolos"
Lagian Mama juga baru tahu ada jumpa fans ini pas udah di Hypermart. Kan ada rame-rame gitu,
terus pas Mama deketin taunya..."
Mama berhenti bercerita karena melihat tampangku yang semakin cemberut.
"Udah, jangan sedih gitu dong," Mama berusaha menghiburku. "Tadi juga Mama nggak bisa
ngedeketin cowok ini kok, habisnya yang nonton banyak banget! Kalau kamu ikut juga mungkin
cuma bisa lihat dari jauh..."
Aku mendongak. "Mama nggak bohong, kan" Mama bilang kayak gitu bukan karena Mama
nggak pengin lihat aku sedih, kan?"
"Aduh... Sayang, ngapain juga Mama bohong sama kamu?" Mama membelai kepalaku. "Nih,
ya, kalau Mama bohong dan tadi bisa ngedeketin cowok yang kamu bilang ganteng itu..."
"Namanya Dylan," potongku.
"Oke, kalau tadi nggak rame dan Mama jadi bisa ngedeketin si Dylan itu, pasti Mama udah
minta foto bareng dia! Dan Mama juga pasti bakal cerita Mama punya anak gadis cuantiiikkk
yang ngefansssss banget sama dia!"
"Iiihh... Mama!" Aku meninju lengan Mama pelan.
"Nah, buktinya, Mama nggak bisa minta foto bareng, kan" Mana mungkin sih Mama
melewatkan foto bareng cowok seganteng itu kalau Mama punya kesempatan" Mama kan juga
suka yang ganteng-ganteng gitu..."
Aku cekikikan mendengar omongan Mama. Rasa gondokku mulai menipis.


Dylan I Love You Karya Stephanie Zen di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Sudahlah, lain kali aku pasti bisa ketemu Dylan lagi. Mungkin nanti dia bakal menjelaskan
kenapa dia belum juga meneleponku. Setengah berharap, aku melirik HP-ku yang tergeletak di
ranjang, tapi sama sekali nggak terlihat tanda-tanda HP itu akan berbunyi.
*** Untuk menghilangkan rasa gondokku karena nggak ikut Mama ke Hypermart tadi, aku surfing di
Internet. Buka official site Skillful ahh...
Aku membuka window baru, dan mengetik alamat official site Skillful di web address-nya. Kapan
ya Skillful manggung lagi" Aku udah pengin banget ketemu Dylan.
Situs Skillful terbuka, dan aku langsung memilih menu schedule. Jadwal Skillful yang padat
langsung muncul di monitor komputerku.
Schedule Skillful September 2006
Tgl. Kota Tempat Keterangan 1 Jakarta Studio 7 TOP Channel An Hour with Skillful 5 Balikpapan Blue Cafe Z-Mild Skillful Tour 2006
6 Samarinda Paradise Pub Z-Mild Skillful Tour 2006
8 Palangkaraya Univ. Sutopo Z-Mild Skillful Tour 2006
10 Pontianak Univ. Bunga Bangsa Z-Mild Skillful Tour 2006
11 Banjarmasin Univ. Harapan Z-Mild Skillful Tour 2006
13 Manado Balai Kota Z-Mild Skillful Tour 2006
14 Kendari Kafe Freedom Z-Mild Skillful Tour 2006
16 Palu Incredible Pub & Resto
Z-Mild Skillful Tour 2006
18 Makassar Univ. Hasanuddin Z-Mild Skillful Tour 2006
25 Jakarta Hard Rock Cafe I Like Monday! 27 Jakarta Studio TV9 HUT TV9 Tanggal satu" Skillful bakal manggung tanggal satu nanti di TOP Channel" Ya ampun, itu kan
lima hari lagi! Aku harus nonton!
Aku cepat-cepat meraih HP-ku dan mengetik SMS untuk Grace.
To: Grace Grace... ntr tgl 1 temenin gw ntn Skillful di TOP Channel
ya" Please...99x Sending message. Message sent.
Aku menatap jadwal Skillful yang padat itu sekali lagi. Ya ampun, mereka bakal tur ke
Kalimantan dan Sulawesi sampe tanggal 18!
Jangan-jangan kalau Dylan balik ke Jakarta lagi nanti, aku sudah mati saking merananya
berminggu-minggu nggak ketemu dia.
Bagus, Dylan belum juga telepon atau SMs aku. Apa mungkin aku ini nggak pantas buat dia"
Apa aku kelewat jelek" Tapi dia sendiri yang bilang wajahku ini unik...
Aku bangun dari kursi meja belajarku dan setengah berlari ke depan cermin. Aku meneliti
pantulan bayanganku. Oke, mulai dari rambut. Warna nggak jelas, antara merah dan cokelat kelunturan.
Alis" Nggak jauh beda sama rambut.
Mata" Cokelat gelap. Lumayan.
Hidung" Pesek! Kenapa sih cewek indo hidungnya bisa pesek" Apa karena aku ini anak
pertama (alias anak tunggal), makanya aku jadi produk gagal" Ughhhhh...!
Bentuk wajah" Bulat kayak bakpau. Plus jerawat di kedua sisi pipi. Mengerikan.
Postur tubuh keseluruhan" Ihh... dada kebesaran, pinggang juga kebesaran, pinggul terlalu
lebar, kaki... Dengan penampilan begini, kok bisa-bisanya aku berharap Dylan bakal mau sama aku"
Dibanding cewek-cewek (para model, bintang iklan, artis sinetron, dll, dsb, dst.) yang ada di
sekelilingnya, aku jelas bukan apa-apa.
Dulu, aku pernah baca artikel di majalah yang menulis punya cewek cantik dan seksi itu
kebanggaan tersendiri bagi cowok. Seperti punya piala berkilau, atau mobil mewah keluarah
terbaru. Pokoknya, sesuatu yang bisa dipamerkan dan bakal menaikkan gengsi sang cowok di
depan orang lain. Nah, sekarang pertanyaannya adalah: kalau ceweknya seperti aku, apa image
Dylan nantinya bukan malah jeblok" Aku jelas bukan piala berkilau yang bisa dibanggakan. Dan
kalau diibaratkan mobil, aku pastinya bukan mobil sport keluaran terbaru, tapi justru mobil tua
yang kalau dijalankan sudah bergetar dan berbunyi bising, seakan onderdilnya mau copot semua.
Bukan jenis mobil yang bagus, kolektor mobil antik pun pasti nggak akan ada yang berminat.
Paling-paling yang berminat cuma tukang besi tua. Hiksss...
Eh, ada SMS masuk. Pasti Grace.
From: Grace Maxut lo, ntn dr TV di rmh" Itu siy ntn aja di rmh msg2
wekeke... Sialan Grace, dia malah sok bego di saat aku serius.
*** "Sudah dong dandanannya!" Grace menggerutu. "Udah cantik kok!"
Aku memulas maskara di bulu mataku sekali lagi, lalu mengecek wajahku dari segala sudut.
Lumayan. "Alice...," Grace merengek, "kalau lo nggak udahan sekarang dandannya, nanti kita telat
masuk ke studio TOP Channel!"
"Sabar dong, Grace," kataku sok tenang, padahal aku grogi setengah mampus. "Lo sih nggak
tau gimana penampilan gue pas terakhir ketemu Dylan! Waktu itu gue ancur banget, makanya
sekarang gue mau nongol dengan penampilan yang bagusan dikit."
Aku mengambil tas selempang mungil dari lemariku, lalu memasukkan HP, dompet, dan
bedak compact. "Nah, ayo berangkat."
Grace keluar dari kamarku dengan tampang manyun. Dandanannya hari ini asal banget,
cuma kaus putih dan celana jins selutut plus sandal. Ya ampun, anak ini nggak bisa apa ya dandan
manis sedikit aja" *** Perjalanan ke studio TOP Channel lumayan lancar. Aku dan Grace bisa sampai ke sana dalam
waktu satu jam (kalau macet, mungkin besok pagi kami baru sampai!). Waktu kami sampai,
tempat parkirnya sudah lumayan penuh, dan aku bisa melihat buanyaaakkk banget cewek yang
ada di dekat pintu masuk studio. Whew! Bisa-bisa bakal ada aksi gencet-gencetan kayak waktu di
Cheerful Paradise nih! Hmm... aku kasih tau satu rahasia nih ya: harusnya acara ini pakai tiket, tapi karena kakaknya
Grace punya teman yang kerja di TOP Channel, kami nggak perlu beli tiketnya! Aduh, nggak tau
deh gimana nasibku kalau nggak ada Grace. Pastinya, kalau aku bukan temen Grace, dulu juga
aku pasti nggak mungkin kenal sama Kinar dan bisa ketemu Dylan di SMA 93.
"Nah, lo mau masuk sekarang apa ntar nih?" tanya Grace.
"Ya sekarang dong, biar kita bisa dapat tempat yang pewe!"
Grace manggut-manggut, lalu menarikku menjauh dari pintu masuk studio.
"Lho, hei... kita mau ke mana nih" Pintu masuknya kan di depan situ, Grace?" panggilku
bingung. "Ya emangnya lo mau nunggu di situ sampai pintunya dibuka" Mau ikut ngantre juga" Apa
gunanya dong gue kenal sama Mbak Sasa?" seru Grace.
Mukaku kontan panas. Iya juga ya, kan Grace kenal sama Mbak Sasa, yang kerja di TOP
Channel itu, ngapain juga kami harus ngantre di pintu depan"
Aku dan Grace berjalan melalui koridor yang lebar dan mewah, sampai ke sebuah pintu
kaca. Grace memencet bel yang ada di samping pintu kaca itu, dan beberapa saat kemudian
seorang cewek berambut panjang yang manis muncul di ambang pintu.
"Haiii... Grace! Aduh, sori... lama nungguinnya, ya?"
"Ah, nggak kok, Mbak. Ini juga baru datang." Grace nyengir. "Oh ya, kenalin, ini temenku,
namanya Alice. Alice, ini Mbak Sasa, temennya Kak Julia."
Aku menjabat tangan Mbak Sasa, dan langsung minder sendiri. Ya ampun, biarpun udah
dandan begini, kayaknya aku masih kalah cantik aja nih sama Mbak Sasa... Belum lagi nanti sama
puluhan cewek lainnya yang bakal nonton acara ini. Kayaknya kemungkinan aku menarik
perhatian Dylan cuma satu banding sejuta deh...
"Emm... Skillful-nya udah dateng, Mbak?" tanya Grace setengah berbisik.
"Udah. Lagi siap-siap tuh di dalam." Mbak Sasa tersenyum. "Kamu mau lihat?"
Refleks, aku meremas tangan Grace. Gila, kalau sama cewek ini, kayaknya akses menuju
Dylan selalu mulus dan lancar. Koneksinya ada di mana-mana!
"Boleh. Ini nih si Alice yang suka banget sama Skillful. Barusan berapa hari yang lalu dia
hoki banget dapat kesempatan jadi pesertanya Pacar Selebriti sama Dylan."
"Oh ya?" Mata Mbak Sasa melebar. "Kamu beruntung banget! Skillful tuh termasuk seleb
yang ramah banget lho! Apalagi Dylan, pokoknya nggak ribet kalau mau minta mereka
manggung, makanya TOP Channel sering mengundang mereka."
Aku manggut-manggut mendengar omongan Mbak Sasa.
"Ya udah, kalau gitu sekarang Mbak antar kalian ke dalam studio aja, ya" Lumayan kan bisa
ketemu sama Skillful-nya dulu sebelum manggung" Alice juga pasti udah nggak sabar pengin
ketemu Dylan, ya?" Aku mengangguk bersemangat, Mbak Sasa sampai tersenyum melihatku.
Mbak Sasa membawa kami melewati selasar yang terang benderang, dan entah ruanganruangan apa lagi, sampai akhirnya kami sampai ke studio yang luas dan sejuk. Dan di situ... di
bawah panggung, ada Dylan!
Ya ampun, baru melihatnya dari jauh saja, kakiku sudah lemas.
"Mbak tinggal dulu, ya" Masih ada urusan nih. Met nonton!" pamit Mbak Sasa sambil
menepuk bahuku dan Grace.
"Nah, deketin sana gebetan lo, tanya kenapa dia nggak telepon lo," bisik Grace setelah Mbak
Sasa menghilang. Kepalanya mengedik ke arah Dylan yang sedang mengobrol dengan seorang
cewek di bawah panggung. "Ihh... gue malu! Masa gue datang-datang terus nanya "kenapa lo nggak telepon gue?" Emang
gue siapa?" "Ya udah, kalau gitu lo sapa aja dia sono!"
"Nggak ah. Ntar aja kalau dia lihat gue duluan."
"Yeee... inilah kenapa Indonesia nggak maju-maju! Rakyatnya pada sok malu-malu gini sih!
Malu-malu tapi mau!"
Setengah mengomel, Grace menarikku menuju panggung. Keluhanku diabaikannya, dia
malah terus menarik tanganku. Lima meter lagi Dylan bakal melihatku. Aku harus kabur! Dua
meter... Satu meter... Terlambat, Dylan sudah melihatku. Ekspresinya kaget banget, tapi sedetik kemudian dia
nyengir lebar. "Alice! Hai!" Dia menyalamiku. "Hai, Grace!"
Aku bisa merasakan jantungku mendadak jadi hiperaktif, dan tanpa sengaja ekor mataku
menangkap wajah jutek cewek di belakang Dylan. Cewek yang tadi diajaknya mengobrol. Oh ya
ampun, itu Noni! Noni yang owner milis Dylanders itu! Yang bajunya kutumpahi milk tea di pensi
dulu! Arghhhh!!! "Lagi sibuk, ya, Lan?" tanyaku setengah ketakutan melihat ekspresi nggak suka yang
terpancar di wajah Noni karena aku memutus obrolannya dan Dylan. Atau jangan-jangan dia
sudah sadar kalau akulah orang yang dulu "menodai" penampilannya"
"Sibuk" Oh... enggak, lagi ngobrol-ngobrol aja kok tadi." Dylan tersenyum, dan aku
mengembuskan napas lega karena melihat Noni menjauh dari kami. Aku nggak tau apa dia masih
mengenaliku sebagai cewek yang pernah menumpahkan milk tea ke bajunya, tapi yang pasti aku
senang karena dia pergi. Wajah juteknya benar-benar membuatku salting!
"Eh, Dylan, Alice penasaran tuh kenapa lo nggak telepon dia!" cerocos Grace tiba-tiba.
Mulutku langsung terbuka lebar mendengar celotehan Grace. Apa-apaan sih anak ini"! Dia mau
membuatku mati karena malu di sini"
Dylan kelihatannya agak kagok ditanyai begitu. "Ehm, sori, Lice... Kertas yang ada tulisan
nomor HP lo itu hilang. Kayaknya jatuh, tapi gue sendiri nggak tau jatuh di mana..." Wajah
Dylan benar-benar menyesal.
"Nggak papa," kataku serak. Seenggaknya Dylan nggak meneleponku karena kertas itu
hilang, bukan karena dia watu itu minta nomor teleponku karena basa-basi atau apa.
"Gue jadi nggak enak sama lo, Lice," kata Dylan sambil mengeluarkan HP dari saku
celananya. "Boleh gue minta lagi nomor HP lo" Kali ini gue bawa HP, dan nomor lo bakal gue
simpan di phonebook. Gue jamin gue nggak bakal ngilangin HP gue ini juga."
Aku tertawa, tapi perutku mulas. Dia minta nomor HP-ku lagi lho!
Aku memberinya nomor HP-ku, dan dia memasukkannya ke phonebook.
"Nah," Dylan mendongak dan tersenyum, "untuk mencegah hal-hal yang nggak diinginkan,
sebaiknya gue kasih lo nomor HP gue juga. Gimana kalau gue miss call ke nomor lo, nanti lo
simpan nomor gue?" Aku menelan ludah. Dia menawariku nomor HP-nya! Aku mengangguk, dan Dylan me-miss
call HP-ku. "Lo nggak ngasih nomor lo ke semua orang, kan?" tanya Grace tanpa tedeng aling-aling.
Aku melotot. Grace ini benar-benar seperti air dan api; dalam kadar sedikit, dia penyelamatku,
tapi kalau berlebihan, dia benar-bena rmembuatku malu!
"Grace," desisku sungkan.
"Nggak papa," kata Dylan sabar. "Gue nggak ngasih nomor gue ke semua orang, Grace. Ini
karena... mmm... gue benar-benar nggak pengin lose contact sama Alice lagi. Jadi kalau Alice juga
punya nomor gue kan dia juga bisa kontak gue duluan..."
"Oh. Bagus deh." Grace manggut-manggut. "Tuh, sekarang lo nggak usah malu kalau mau
telepon dia duluan, Lice," kata Grace tanpa beban. Apa dia nggak tau dia lagi bikin sobatnya
tengsin berat?""
"Jadi..." Dylan nggak sempat menyelesaikan kata-katanya, karena mendadak ada yang
memanggilnya. Itu Dovan, basis Skillful.
Wow, dia cakep juga! Kalau aja dia belum married, pasti aku...
Stop, Alice! Stoooppppp! "Kenapa?" tanya Dylan ke Dovan.
"Habis ini pintu masuknya mau dibuka. Kita disuruh kumpul di backstage."
"Oh. Ya udah, ntar gue nyusul ke sana."
Dovan mengangguk dan berjalan menuju backstage.
Air Mata Di Sindang Darah 2 Fear Street - Mimpi Buruk Bad Dreams Badai Laut Selatan 6
^