Pencarian

Rembulan Tenggelam Di 2

Rembulan Tenggelam Di Wajahmu Karya Tere Liye Bagian 2


Omong-kosong. "A-k-u i-n-g-a-t s-e-k-a-l-i...." Diar terbatuk, mengambil nafas panjang,
yang terdengar serak-memilukan, "Tangan Rehan.. ..Jemari tangannya
tidak bisa menggenggam segelas air hangat yang hendak kuberikan....
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Malam itu.... Gelas itu jatuh dari tangan yang biru-membeku, pecahberscrakan.... Tangan itu tidak bisa digerakkan walau sedikit...Rehan
menderita.... Rehan menderita demi
melindungiku...." Diar tersedu panjang. Kenangan itu kembali menggurat
di langit-langit ruangan rumah sakit. Menggetarkan.
Apa yang dikatakan Rehan waktu itu.... Ya, dia bilang 'Aku baik-baik
saja!" Hanya itu yang dikatakan mulut dengan tubuh biru-menggigilnya..
..Tersenyum kepadanya. Bagaimana mungkin Rehan baik-baik saja" Dan
malah tersenyum kepadanya. Kaki Diar yang dibalut gips bergetar tak
kuasa menahan sengal.... Lebam mukanya terlihat semakin merah....
Urusan sesederhana itu bagi Rehan dan penjaga panti. Tapi tidak bagi
Diar. Kejadian tasbih itu terjadi di bulan kedua dia tinggal di panti. Diar
ingat sekali, saat tubuh ringkihnya menjejak bangunan panti untuk
pertama kalinya, saat dia canggung mendekat meja makan, Rehan-lah
yang tersenyum-memberikan kursi. Saat dia takut-takut berkenalan
dengan anak panti lainnya yang lebih besar, Rehan-lah yang menerimanya
pertama kali. Menawarinya tinggal sekamar.
Dan malam itu, akan selalu dikenangnya.... Selalu!
Menyaksikan tubuh membiru Rehan yang beranjak masuk kamar. Tubuh
yang kelaparan dan kedinginan. Menyaksi-kan tubuh Rehan yang
menggigil sakit-demam sepanjang minggu kemudian.... Hanya demi
melindunginya.... Maka malam itu dia bersumpah dalam hari, akan selalu
menghargai Rehan. Akan selalu menghormatinya.
"Tolong.... Tolong selamatkan dia...." Diar terisak semakin dalam.
Hidungnya berlendir karena ingus.
Penjaga Panti yang terpana soal kenyataan itu buru-l)uru meraih
selembar tissu, membersihkan pipi Diar. Lihailah! Penjabat kecil itu
ternyata telah ringan-tangan memikul hukuman. Jangan-jangan selama
ini dia melawan demi melakukan itu semua, makanan-makanan yang
dicurinya.... Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Lihatlah! Anak kecil yang berwajah lebam di depannya sekarang,
sebaliknya justru sibuk mencemaskan keselamatan orang lain.
Memohonnya agar menyelamatkan Rehan. Sungguh banyak sekali bagian
kehidupan yang tidak diketahuinya. Sungguh banyak sekali pertanyaanpertanyaan dalam hidupnya yang selama ini dijawab dengan keliru.
Bukankah dia teramat dekat dengan hakikat kehidupan. Anak-anak ini...
Anak-anak yang begitu sederhana melihat kehidupan. Penjaga panti
mengusap mukanya yang kebas.
Dan sebelum penjaga panti menyadari banyak hal berikutnya. Tangan
Diar mendadak mencengkeram lengannya. Isak tangisnya terhenti. Diar
tengah mengeluarkan sisa-sisa tenaganya. Benar-benar sisa terakhir....
Muka lebam itu menatapnya lamat-lamat.
"Maafkan aku, Bapak! Maafkan aku yang telah merusak tasbih itu....
Tidak mendengarkan, padahal.... Padahal.... Bapak sudah melakukan
banyak kebaikan kepada kami.... Semoga, semoga Tuhan membalas segala
kebaikan itu- Maafkan aku, bapak... Maafkan Diar yang
nakal..." Cengkeraman itu melemah. Dan Diar pergi selamanya.
Tangisan menghilang. Terdiam. Ruangan itu mendadak senyap.
Penjaga panti hendak membuka mulut, panik berusaha memanggil Diar
kembali. Tapi suaranya mendadak hilang di kerongkongan. Penjaga panti
refleks hendak menggoyang-goyangkan tubuh lebam itu. Memanggil sisasisa kehidupan. Sayang, tangannya terlanjur membeku. Bagai
menyaksikan desing gasing yang berputar, cepat sekali hati itu
menerima cahaya-Mu. Rontok satu demi satu bintik-bintik hitamnya.
Berguguran. Debu-debu kotor itu berterbangan. Seperti mentega lumer di
penggorengan. Penjaga panti itu untuk pertama kalinya terisak.
Menangis. Tersungkur... Apa yang dikatakan Diar untuk terakhir kalinya" Anak kecil ringkih itu
meminta maaf. Anak kecil itu bilang dia sudah melakukan banyak
kebaikan. Penjaga panti itu tergugu. K-e-b-a-i-k-a-n"
Pertanyaan-pertanyaan lama itu mendadak bermunculan. Sesak.
Mengapa dia harus terlambat naik kereta pagi itu" Mengapa Ayahnya
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
harus kawin lagi" Mengapa malam itu hujan harus turun, membatalkan
semua perjanjian bisnisnya" Mengapa teman-temannya pergi
mengkhianati" Mengapa"
Mengapa" Mengapa istrinya meninggal lebih cepat" Bukankah mereka
berencana naik haji bersama"
- Naik Haji" Penjaga Panti tergugu lebih lama lagi. ***
"Ray, penjaga panti itu mendapatkan lima penjelasan iitas lima
pertanyaannya saat itu juga.... Dia mendapatkannya secara langsung.
Tertanam dalam hadnya.... Diar telah membuka hati yang membeku itu.
Diar menjadi sebab sebuah pertobatan, sebab Tuhan berkenan
menemukan penjaga panti itu kembali -" Orang dengan wajah
menyenangkan menunjuk lemah tubuh Diar yang terbaring takjim tanpa
nyawa. Menunjuk penjaga panti yang bergelung memeluknya sambil
menangis bagai anak kecil yang menyesali sesuatu.
Pasien berumur enam puluh tahun itu menyeka ujung matanya yang
basah. Dia tidak tahu bagian yang ini. Sama sekali tidak. Dia tidak tahu
kalau Diar menghembuskan nafas persis di sebelahnya. Diar meninggal
di usia yang amat muda. Diar meninggal karena dia.... Karena dia mencuri
celana di toilet terminal...
"Kau memang tidak tahu apa yang terjadi berikutnya, Ray.... Karena
besok-lusa, kau segera dipindahkan ke Ibukota. Operasi lanjutan.
Ginjalmu robek! Kau dirujuk ke rumah sakit yang lebih besar di sana...."
Pasien itu menggigit bibir, tersedan.... Dan dia tidak pernah tahu, kalau
Diar sebelum meninggal begitu menghargainya, begitu"Bagaimana kau akan tahu" Kau tidak pernah kembali
ke kota ini hingga sepuluh tahun berlalu, Ray.... Dan saat kau kembali,
kau mati-matian melupakan masa-masa menyakitkan di panti. Jadi,
bagaimana mungkin kau hendak bertanya apa kabar Diar" Bagaimana
mungkin kau akan bertanya apa kabar penjaga panti" Bagaimana kabar
anak-anak lain" Kau memang tidak ingin tahu...." Orang dengan wajah
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
menyenangkan itu tersenyum lemah. Menepuk-nepuk bahu pasien di
sampingnya dengan lembut. Menghela nafas.
"Baiklah, kita lanjutkan.... Cerita ini belum utuh, belum selesai. Ada
potongan kecil yang harus kau ketahui, esok pagi saat mayat lebammembeku Diar dimakamkan, seorang petugas terminal menemukan
brankas berisi surat-menyurat yang kau curi. Petugas itu
menyerahkannya persis saat pemakaman Diar...Kau tahu, penjaga panti tertegun
lama saat menerimanya.... Menyesali betapa buruknya dia berusaha
menjelaskan berbagai pertanyaannya dulu dengan caranya sendiri,
mencari pembenaran atas semua potongan kehidupannya"Siang ini juga dia membatalkan keberangkatan hajinya...Uang itu, uang
yang ditabungnya selama berpuluh-puluh tahun untuk perjalanan besar
tersebut digunakan untuk kau, Ray! Untuk biaya operasi ginjal di Ibukota...
Ya! Uang itu akhirnya untuk kau.... Bukan untuk siapa-siapa...." Orang
yang menyenangkan itu menghela nafas panjang. Lantas diam. Senyap.
Pasien yang berdiri di sampingnya terdiam. Uang itu untuknya"
"Itulah penjelasan atas pertanyaan pertamamu.... Kenapa kau harus
diantarkan ke panti menyebalkan tersebut, kenapa kau tidak diantarkan
ke tempat lain. Kenapa kau seolah-olah tidak memiliki pilihan saat
dilahirkan-" "Tidak.... Itu tidak mungkin!" Pasien berumur enam puluh tahun itu
mendesah tertahan. Memotong. Kalimat pertamanya setelah tercekat
begitu lama. Tercekat menyaksikan potongan kehidupan yang tidak
pernah diketahuinya selama ini.
"Itulah kenyataannya, Ray.... Suka atau tidak, percaya atau tidak...."
Tersenyum, orang dengan wajah menyenangkan menyentuh lembut bahu
pasien di sebelahnya. "Sayangnya, tidak semua orang beruntung mengetahui apa sebab-akibat
dari setiap kejadian yang ada di hadapannya seperti kau sekarang....
Tidak banyak yang tahu apa sebab-akibat dari setiap keputusan hidup
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
yang akan diambilnya.... Apa sebab-akibat dari kehidupan nya yang
mung-kin dia pikir selama ini biasa-biasa saja... Tidak berguna!
Menyakitkan malah!" Pasien berumur enam puluh tahun itu terdiam.
"Kau belum bisa menerimanya" Baiklah, untuk membuat urusan ini lebih
mudah dimengerti, bayangkan.... Bayangkan, dulu ada seorang Arab tua,
renta, sakit-sakitan. Selama delapan puluh tahun. Arab tua itu tinggal di
Oase gurun.... Kehidupan Oase yang biasa-biasa saja.... Bahkan baginya
sama sekali tak berguna... Tidak berarti.
"Berkali-kali dia bertanya kepada dirinya sendiri, buat apa hidupnya
begitu panjang kalau hanya untuk terjebak
di Oase itu.... Saat Oase mulai mengering, saat orang-orang mulai
pindah, menyedihkan dia justru memaksakan diri bertahan.... Mengutuk
tubuh tuanya yang tidak bisa lagi diajak pergi. Benar-benar kesia-siaan
hidup... "Delapan puluh tahun percuma.... Dia menjalani masa kanak-kanak sama
seperti teman-temannya. Menjadi remaja yang tak bosan bicara cinta
sama seperu remaja lainnya.... Bekerja menjadi pandai besi. Menikah.
Punya anak. Dan seterusnya. Sama seperu penduduk Oase lainnya....
Istrinya meninggal saat tubuhnya beranjak tua, beberapa tahun
kemudian anak-anaknya pergi ke kota-kota lain.... Dan dia
tertinggal...Sendirian, hanya sibuk berteman dengan pertanyaan apa arti
seluruh kehidupan yang dimilikinya....
"Suatu hari serombongan karavan melintas di puing-puing Oase yang
mengering.... Mereka tiba persis saat Arab tua itu mati di rumah kecil
dan buruknya.... Lihatlah Hingga maut menjemput Arab tua itu tidak
tahu apa sebab-akibat hidupnya.... Karavan itu tidak peduli, meneruskan
perjalanan setelah mengisi penuh-penuh tempat air... Hanya satu yang
peduli.... Orang itu berbaik hati menguburkan Arab tua tersebut...
"Kau tahu, orang yang berbaik hati itu terselamatkan atas pembantaian
Suku Badui, kawanan bandit yang menguasai gurun.... Karavan itu
ternyata binasa.... Tidak bersisa.... Orang yang berbaik hati
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
menguburkan Arab tua tersebut menemukan bangkai dan sisa-sisa
pertempuran mereka esok harinya saat meneruskan perjalanan- Ray,
tahukah kau, lima generasi berikutnya, dari orang yang berbaik had itu
ternyata lahir seorang manusia pilihan.... Manusia pilihan yang orangorang kelak menyebutnya alamin....
"Bukankah kita tidak tahu apa yang akan terjadi kalau Arab tua itu
tidak meninggal hari itu, bukan" Orang baik itu juga ikut terbantai,
bukan" Apakah yang akan terjadi dengan generasi kelima keturunannya
kalau Arab tua itu tidak dnggal menyesali diri di Oase. Bagaimana
dengan nasib pembawa risalah itu.... Itulah sebab-akibat kehidupannya.
Yang sayangnya tidak dia ketahui hingga maut menjemput-" Orang
dengan wajah menyenangkan mengusap mukanya. Menghentikan cerita.
Pasien berumur enam puluh tahun menoleh tak mengerti. Apakah cerita
itu sungguhan" "Apakah cerita ini benar terjadi" Tentu saja tidak, Ray.... Tetapi
mungkin saja, kan" Tak ada yang tahu.... Dari andai-andai itu, setidaknya
kau bisa membayangkan betapa hebatnya penjelasan sebab-akibat
seharusnya bisa menuntun seseorang untuk selalu berbuat baik..." Orang
dengan wajah menyenangkan tertawa kecil.
"Ray, itulah mengapa tidak semua orang mengerti apa sebab-akibat
kehidupannya. Dengan tidak tahu, maka mereka yang menyadari kalau
tidak ada yang sia-sia dalam kehidupan akan selalu berbuat baik....
Setiap keputusan yang akan mereka ambil, setiap kenyataan yang harus
mereka hadapi, kejadian-kejadian menyakitkan, kejadian-kejadian
menyenangkan, itu semua akan mereka sadari sebagai bagian dari siklus
bola raksasa yang indah, yang akan menjadi sebab-akibat bagi orang
lain.... Dia akan selalu berharap perbuatannya berakibat baik ke orang
lain-" "Kehidupan manusia itu bagai titik-titik kecil- Kau bayangkan
sebuah kolam luas.... Kolam itu tenang, saking tenangnya terlihat bak
kaca. Tiba-tiba hujan deras turun.... Kau bayangkan, ada berjuta bulir
air hujan yang jatuh di atas air kolam, membuat riak.... Jutaan rintik air
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
yang terus-menerus berdatangan, membentuk riak, kecil-kecil memenuhi
seluruh permukaan kolam.... Begitulah kehidupan ini, bagai sebuah kolam
raksasa.... Dan manusia bagai air hujan yang berdatangan terusmenerus, membuat riak.... Riak itu adalah gambaran kehidupannya....
Siapa yang peduli dengan sebuah bulir air hujan yang jatuh ke kolam
menit sekian, detik sekian" Ada jutaan bulir air hujan lain, bahkan dalam
sekejap riak yang ditimbulkan tetes hujan barusan sudah hilang,
terlupakan, tak tercatat dalam sejarah....
"Siapa yang peduli dengan anak manusia yang lahir tahun sekian, bulan
sekian, tanggal sekian, jam sekian, menit sekian, detik sekian" Ada
miliaran manusia, dan bahkan dalam sekejap, nama, wajah, dan apalah
darinya segera lenyap dari muka bumi! Ada seribu kelahiran dalam
setiap detik, siapa yang peduli dengan kau"
"Ah! Itu jika kau memandang kehidupan dari sisi yang amat negatif, dari
sisi penjaga panti itu memahaminya selama berpuluh-puluh tahun.... Kalau
kau memahaminya dari sisi positif, maka kau akan mengerti ada yang
peduli atas bermiliar-miliar bulir air yang membuat riak tersebut.... Peduli atas
riak-riak yang kau timbulkan di atas kolam, sekecil atau sekejap apapun
riak itu...." "Dan saat kau menyadari ada yang peduli, maka kau akan selalu
memikirkan dengan baik semua keputusan yang ikan kau ambil- Sekecil
apapun itu, setiap perbuatan kita memiliki sebab-akibat..."
Ruangan itu senyap. Hanya isak tangis penjaga panti terdengar.
"Siklus sebab-akibat itu sudah ditentukan.... Tak ada yang bisa
mengubahnya, kecuali satu!. Yaitu kebaikan.... Kebaikan bisa mengubah
takdir.... Nand kau akan mengerti, betapa banyak kebaikan yang kau
lakukan tanpa sengaja telah merubah siklus sebab-akibat milikmu....
Apalagi kebaikan-kebaikan yang memang dilakukan dengan sengaja...."
"Seseorang yang memahami siklus sebab-akibat itu, seseorang yang
tahu bawah kebaikan bisa mengubah siklusnya, maka dia akan selalu
mengisi kehidupannya dengan
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
perbuatan baik...Mungkin semua apa yang dilakukannya
terlihat sia-sia, mungkin apa yang dilakukannya terlihat tidak ada
harganya bagi orang lain, tapi dia tetap mengisinya sebaik mungkin...
"Ah, siapa peduli dengan Diar yang selalu jujur menyetorkan uang tiga
ribu rupiah" Siapa peduli dengan Diar yang selalu memberikan
kembalian" Siapa peduli" Tetapi langit peduli! Dan Diar menjemput
seribu pelangi indah saat waktu fana terhenti baginya, Diar menjemput
janji langit karena telah menyelesaikan dengan baik siklus tersebut,
malaikat berebut mengucap salam padanya....
"Ray, kecil-besar nilai sebuah perbuatan, langit yang menentukan, kecilbesar pengaruhnya bagi orang, langit juga yang menentukan.... Bukan
berdasarkan ukuran manusia yang amat keterlaluan mencintai dunia...."
Orang dengan wajah menyenangkan itu menghela nafas.
Menghentikan penjelasan. Menatap jauh ke depan.
Seolah-olah matanya bisa menembus tembok rumah
sakit. Sementara pasien berumur enam puluh tahun itu mendesah resah.


Rembulan Tenggelam Di Wajahmu Karya Tere Liye di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Semua ini baru baginya. Fakta Diar yang meninggal karenanya, uang itu,
siklus sebab-akibat, kebaikan, dan entahlah. Kepalanya sesak oleh
pertanyaan. Dia tidak tahu apa maksud semua ini....
Yang dia tahu hatinya pelan menuntun tangannya.
Tangan pasien itu terjulur ke depan. Gemetar.
Mencoba mengelus wajah Diar yang membeku. Wajah lebam, wajah
bengkak, wajah yang.... Hei! wajah yang tersenyum amat memesona.
Terlihat begitu menawan. Wajah Bercahaya amat indahRumah Singgah
"NAMA?" "Ray..." "Nama lengkap!"
"Ray-" Sekali lagi, pemuda cepak dengan potongan rambut macam kopral
menjawab pendek. Matanya memandang datar kertas isian dan pulpen
biru di depannya. Kertas dan pulpen yang dipegang oleh petugas di meja
pendaftaran. Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Hanya Ray?" Pemuda itu mengangguk. Diam.
Petugas menuliskan dga huruf di kolom paling atas.
Tidak. Namanya dulu tak sependek ini. Panjang. Dua kata yang indah,
malah. Tapi dia ingin melupakan semua potongan hidup yang menyakitkan
tersebut. Menguburnya dalam-dalam. Termasuk soal nama. Maka dia
memutuskan untuk mengganti namanya. Pendek. Buat apalah nama panjangpanjang" Toh, kalian akhirnya tetap dipanggil dengan sebutan yang
pendek juga" "Nama ayah?" "Tidak tahu...."
"T-i-d-a-k -t-a-h-u" Nama yang aneh!" Petugas pendaftaran hendak
menulis kata tidak tabu sambil berkomentar bego. Terhenti, menyadari
sesuatu, mengangkat kepala meminta penjelasan.
"Aku tidak tahu namanya...." Pemuda yang menyebut dirinya Ray
menggeleng pelan. "Bagaimana mungkin kau tidak tahu nama ayahmu?" Petugas
mengernyitkan dahi. Urung menulis. Memainkan tutup pulpen.
Ray hanya diam, tidak menjawab. Mengangkat muka. Matanya
memandang kosong. Tanpa ekspresi. Kemudian menggeleng lagi.
"Baik, aku kosongkan!" Petugas mencoret kolom isian nama ayah.
Mengangguk-angguk, mungkin saja pemuda ini memang tidak tahu siapa
ayahnya. Bukankah lazim hari ini bayi-bayi lahir tidak jelas siapa
ayahnya" Hamil di luar nikah. Ibunya terlampau malu untuk memberitahu
siapa yang harus bertanggung-jawab. Iya kalau hanya satu. Kalau ada
dua yang nyetor" Petugas itu menyeringai. Mengusir jauh-jauh apa yang
dipikirkannya. Itu sama sekali bukan urusannya.
"Nama ibu?" Melanjutkan kolom isian berikutnya. "Tidak tahu?"
"Kau tidak tahu nama ibumu?"
Ray menggeleng. Memandang datar.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Bah! Bagaimana mungkin" Tidak mungkin kau lahir tanpa ibu" Langsung
mbrojol begitu?" Petugas bertanya dengan mimik sempurna tak percaya,
yang malah terlihat lucu karena alisnya berkedut-kedut macam gerakan
badut. "Aku tidak tahu nama ibuku!" Ray menjawab pelan. Tidak mempedulikan
ekspresi orang di depannya. Tetap menatap kosong.
Menghela nafas pelan. Bagaimana dia akan tahu" enam belas tahun di
tempat itu yang mereka tahu hanyalah nama masing-masing. Seperd
anak-anak lain, dia memang tidak tahu. Bukan karena masuk rumah sakit
lebih dari sebulan yang membuatnya lupa. Bukan karena bekas delapan
tusukan pisau belati tiga penjaga ruko itu.
Enam bulan silam saat pertama kali siuman, Ray menemukan tubuhnya
terbaring lemah. Penuh perban dan selang plastik di sekujur badan.
Ruangan yang tidak dikenalinya. Rumah sakit yang tidak dikenalinya.
Apalagi saat mengintip keluar jendela kamar. Pemandangan kota dari
lantai empat rumah sakit sama sekali tidak dikenalinya. Bukan kota kecil
dekat pantai.... Di manakah dia"
Seorang suster setengah baya dengan wajah keibuan menjelaskan
banyak hal. Operasi ginjal. Semuanya berjalan lancar. Dia harus
beristirahat selama satu bulan. Menyembuhkan luka-luka. IBU-KOTA!
Ini bukan kota kecilnya lagi. Kata suster, dia dirujuk ke rumah sakit
yang lebih lengkap dan lebih canggih peralatannya.
Maka sebulan penuh Ray hanya terbaring, duduk-duduk, lalu belajar
berjalan, tertadh-tadh, mondar-mandir di sepanjang kamar, sepanjang
koridor, sepanjang lantai rumah sakit. Hingga tubuhnya pulih,
menyisakan bekas luka melintang besar di perut, dada, bahu kanan, dan
paha. Yang lainnya masih utuh seperu sedia kala, termasuk akalsehatnya. Jadi tidak ada yang terlupakan oleh memori otaknya. Apalagi
urusan mengingat nama ayah-ibu.
Kemana dia harus pulang dari rumah sakit" Justru inilah yang membuat
akal sehat Ray buntu. Saat itu Ray benar-benar bingung. Tak ada uang.
Tak ada tujuan. Yang lebih penting lagi dia tidak mungkin kembali ke
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
kota kecil itu. Kembali ke panti" Tak akan! Beruntung suster dengan
wajah keibuan itu di hari kepulangannya, berbaik-hati mengantarnya ke
sebuah rumah. Rumah"
Ada acara penyambutan kecil di sana. Ray tidak mengenal orang-orang di
ruangan depan yang berbaris. Tapi mereka tersenyum ramah, menjabat
tangan erat-erat, berbisik bersahabat, seolah-olah sedang menunggu
teman lama datang. Rumah Singgah!
Di sanalah hidup Ray berlanjut enam bulan terakhir.
Rumah itu di pinggiran kota. Di antara rumah-rumah penduduk. Salah
satu sisi atapnya menyatu dengan tembok tetangga. Rumah itu cukup
besar untuk menampung sembilan orang mulai dari umur tujuh hingga
belasan tahun. Ada kakak-kakak lelaki sekitar penghujung tiga puluhan
yang rajin berkunjung. Ada juga ibu-ibu tetangga sebelah rumah yang
rutin mengantar makanan. Tempat itu menyenangkan. Tak ada jadwal harian. Tak ada yang
memaksa melakukan sesuatu. Tak ada yang marah-marah membawa
pecut rotan. Tidak ada! Kakak-kakak itu ramah dan banyak senyum.
Teman-teman serumah juga tidak usil bertanya bekas luka di tubuhnya.
Tapi setelah semua kejadian yang dilaluinya beberapa bulan terakhir,
meski berada di lingkungan yang nyaman, ada yang berubah dari dirinya.
Enam bulan terakhir Ray berubah menjadi pendiam. Lebih banyak
menyendiri, hanya sibuk memperhatikan. Tersenyum kecil kalau ditegur,
mengangguk pendek kalau ditanya, menggeleng pelan kalau diajak.
Semua ini baru baginya. Apalagi setelah sebulan lebih dirawat di rumah sakit. Ray seperti
memulai fase kehidupan yang berbeda. Tak terasa, masa-masa
menyakitkan itu terlewad. Melesat seperti komet. Kabur dari panti.
Hari-hari di terminal. Menghindari bertemu dengan anak-anak panti.
Lepau-lepau. Ruko pedagang Cina. Tusukan pisau belati. Saat-saat
belajar jalan di rumah sakit, dan sekarang dia sudah berada jauh dari
siapapun. Tidak kenal siapapun. Sempurna seperti yang diinginkannya
dulu. Pergi jauh-jauh! Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Ray lebih banyak berdiam diri. Melalui waktu bak seorang pertapa yang
takjim berdiri di pinggir sungai, menyimak sampan-sampan dikayuh hilirmudik. Tepekur. Senyap. Dan hari-hari berlalu cepat tanpa terasa di
Rumah Singgah. Hari ini, sesuai pembicaraan dengan kakak-kakak pe-nanggung-jawab
Rumah Singgah dua hari lalu, Ray mendaftarkan diri ikut sekolah
informal di kantor kelurahan. Ada tiga pilihan kelas: Kejar Paket A, B
dan C. Kakak-kakak penanggung-jawab Rumah Singgah yang
menyarankan, "Setidaknya kau punya aktivitas, Kay! Mengisi waktu luang
dengan hal-hal positif. Siapa tahu kau akan lebih banyak tersenyum
setelah pergi sekolah! Kami bosan melihat kau hanya melamun dan
menyeringai. Jelek tahu!.'"Kakak-kakak itu tertawa menggoda. Ray
hanya pelan mengangguk. Sukarela mendaftar.
Anak-anak Rumah Singgah lain rata-rata memang disekolahkan. SD,
SMP dekat rumah. Masalahnya, Ray sudah terlampau besar untuk duduk
di bangku sekolahan formal sepera yang lain. Jadi pergilah Ray ke
kantor kelurahan, tempat sekolah informal.
Petugas pendaftaran bertanya beberapa hal lagi. Ray. menjawab
pendek-pendek. Menyerahkan surat pengantar dari kakak-kakak
penanggung-jawab Rumah Singgah. Petugas itu tidak banyak
berkomentar lagi, malas. Memeriksa ulang kertas isian dari atas ke
bawah. Mengangguk-angguk. Sedikit mengerti soal nama ayah dan ibu
tadi. Lantas menyerahkan kertas isian itu ke Ray.
"Tanda-tangan!"
Ray menatap datar. Tanda-tangan"
"Jangan-jangan kau tidak tahu apa itu tanda-tangan?"
Ray menyeringai tipis. Menerima pulpen. Dia tahu. " Masalahnya dia tak
pernah melakukannya. Bahkan tidak tahu akan seperu apa tandatangannya. Ya" Akan seperti apa tanda-tangannya" Bukankah dia tak
pernah menyiapkan bentuk itu" Carut-marut" Kehidupannya selama ini
tak pernah mengenal bentuk tanda-tangan. Itu kan hanya penanda bagi
kalangan tertentu" Ray menghela nafas. Meng-gurat sembarang bentuk-
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Besok kau datang pagi-pagi. Kelas dimulai pukul 07.15. Berpakaian yang
rapi. Tidak perlu memakai sepatu kalau kau tidak punya. Tapi kau harus
memakai alas kaki, apapun bentuknya! Dan yang lebih penting dari itu
semua: kau harus mandi pagi.... Alat tulis dan buku akan disediakan, kau
hanya tinggal duduk-manis...."
Ray mengangguk. Petugas menutup buku pendaf-taran. Sudah selesai.
Ray bangkit dari kursi. Mengusap cepak rambutnya. Ujung-ujung rambut
terasa kasar. Besok dia sekolah. Bangku sekolahnya yang pertama. Di
usia tujuh belas tahun. Dengan perawakan macam anak kuliahan.
Terlambat" Entahlah. Menyenangkan" Entahlah. Dulu dia memang
cemburu dengan anak-anak berseragam yang memenuhi metromini.
Sekarang" lintahlah.
*** "Bagaimana sekolahnya?" Natan, teman sekamar bertanya.
"Baik," Ray menjawab pendek. "Ibu Guru Nusi masih ngajar?" Ray
memandang bingung. "Kau tidak kenal, Ray" Oh, berarti sudah nggak, ya" Wuih, dulu waktu
aku masih Kejar Paket B di kelurahan, hanya gara-gara Ibu Guru Nusilah aku betah enam bulan! Rekor-"
"Betah?" "Ibunya cantik, Ray! Masih muda lagi...." Natan tertawa lebar. Mukanya
memerah, tersipu. Mengaitkan tali gitar di paku yang tertancap ke
dinding. Natan baru pulang dari pekerjaan hariannya: mengamen. Pukul
21.00, malam. "Sayang, enam bulan aku di sana, Ibu Guru Nusi
menikah...Jadi buat apa lagi aku sekolah, kan?" Natan
tertawa lagi. Membuka kaos hitamnya yang bau keringat Melemparnya
sembarang. Nyemplung masuk ke dalam keranjang pakaian kotor.
"Kau keluar karena itu?" Ray bertanya bego.
"Becanda, haha. Nggak mungkinlah, Ray.... Aku memang sudah bosan
sekolah. Pelajaran itu sudah nggak masuk lagi ke otak. Dulu aku sungkan
menolak Bang Ape, terpaksa mencoba ikutan. Ternyata hasilnya
begitulah, aku malas, bosan, lebih banyak terddur di kelas.... Jadi lebih
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
baik berhenti!" Natan menggelengkan kepala, tertawa kecil, menyambar
handuk. Di Rumah Singgah ini tidak ada yang memaksa. Kalau malas sekolah dan
memutuskan memilih bekerja, silakan. Bang Ape, kakak-kakak
penanggung-jawab Rumah Singgah tidak pernah melarang, tidak juga
menyuruh. Hntah itu bekerja hanya jadi pengamen, asongan, tukang
semir, karyawan ruko, tukang foto-kopian, apa saja! Yang penting
pekerjaan baik-baik. Uang hasil pekerjaan juga untuk masing-masing.
Tidak ada yang harus disetorkan.
Kakak-kakak penjaga Rumah Singgah itu hanya sibuk mengingatkan soal
masa depan. Menabung. Mereka selalu
diingatkan untuk menyadari masa depan ditentukan oleh mereka sendiri,
bantuan orang lain ada batasnya. Nah, hanya bagian ini yang
menyebalkan dari Bang Ape, karena kalimat tentang masa depan ini
selalu diributkan kalau mereka lagi kumpul-kumpul.
Natan umurnya dua tahun lebih tua dibandingkan Ray. Meski dari
perawakan mereka terlihat sepantar. Mereka dnggal sekamar karena
hanya kamar Natan yang kosong saat Ray datang. Natan cukup
menyenangkan. Teman baik yang rajin bertanya apa kabar.
Tadi siang hari pertama Ray masuk kelas, langsung ikut ujian untuk
menentukan tingkat sekolah informalnya. Karena dulu Ray sempat
belajar membaca dan menulis dengan istri penjaga panti, maka dia
ditempatkan di Kejar Paket B. Setara dengan sekolah menengah
pertama. Ray tidak perlu mengulang dari awal.
Di kelas itu hanya ada empat murid. Semuanya anak jalanan. Melihat
mereka Ray urung berkecil hari, ternyata ketiga teman sekelasnya
seumuran, hanya satu yang sesuai dengan usia anak SMP kelas satu.
Guru yang mengajar tadi pagi diperbantukan dari SMP dekat kelurahan.
Bapak-bapak setengah baya. Biasa-biasa saja. Tidak ada Ibu Guru Nusi
yang cantik. Ray menghela nafas pelan. Mengusap rambut, kembali tenggelam
menatap keluar jendela. Malam ini, rembulan bersinar elok di angkasa.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Mengambang lembut di langit bersih tak tersaput awan. Bintanggemintang membentuk ribuan formasi. Memesona. Menyenangkan
menatapnya.... Kota kecil dengan penjaga panti sok-suci itu sudah tertinggal jauh
ratusan kilometer. Terminal. Lepau. Ruko pedagang Cina. Ray menelan
ludah. Menghela nafas. Diar" Apa kabar Diar setelah dia mencuri celana
dari toilet umum yang dijaganya" Apa kabar anak panti lainnya" Apa
mereka baik-baik saja" Penjaga panti" Ray menyeringai, kenapa pula dia
harus menanyakan kabar penjaga panti sok-suci itu. Semua itu tinggal
masa lalu. Hal-hal menyakitkan yang tidak patut diingat. Sekarang dia
tinggal di rumah ini. Dengan kehidupan baru. Di kota baru. Ibukota! Kota
sejuta mimpi. Kehidupannya enam bulan terakhir berjalan nyaman, bukan" Makan
tinggal makan, tidur tinggal tidur. Mendengarkan anak-anak lain
berceloteh riang di ruang depan. Memperhatikan kakak-kakak penjaga
Rumah Singgah yang memberikan berbagai kisah, nasehat, motivasi, dan
entahlah. Menyimak Natan yang memetik gitarnya di dalam kamar kalau
sedang memutuskan libur mengamen.
Tapi apakah semua ini sungguh menyenangkan" Entahlah! Sesekali anakanak lain bertanya soal masa-lalunya, dan dia hanya menjawab tidak
tahu. Malas menjelaskan. Anak-anak itu hanya mengangguk, tidak
bertanya lebih lanjut. Buat apa bertanya lagi" Mereka semua pasti
senasib. Anak-anak yang tidak beruntung.
Natan misalnya, dari ceritanya malam kesekian, sebenarnya ayahnya
masih hidup, meskipun tidak tahu di mana rimbanya! Bayi kecil Natan
ditinggalkan begitu saja di jalanan bersama ibunya yang sakit-sakitan.
Ayah Natan pergi dengan wanita simpanan. Dan Ibunya yang tak sanggup
menahan beban kehidupan akhirnya meninggal mengenaskan. Kelaparan.
Kesedihan. Meninggalkan Natan, yang masih tertadh berjalan.
Anak-anak lain juga sama saja ceritanya. Jadi buat apa ditanyakan" Bagi
Ray tidak ada yang isdmewa dari berbagai cerita menyedihkan itu. Sama
saja dengannya. Sama saja dengan anak-anak di panti dulu. Bedanya
hanya soal perlakuan. Di sini jauh lebih baik. Tidak ada pecut rotan.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Tidak ada yang sibuk bertanya soal itu, atau sibuk bilang-bilang ke
donatur untuk mendapatkan belas-ka-sihan"Ah-ya, besok kau boleh pakai gitarku!" Natan yang kembali dari kamar
mandi, dengan rambut basah dan tubuh mengeluarkan wangi sabun
murahan menegurnya.

Rembulan Tenggelam Di Wajahmu Karya Tere Liye di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Gitar?" Ray yang sedang menatap rembulan dari balik jendela kamar
menoleh. Lamunannya terputus.
"Yeah! Gitar! Besok aku dapat gitar baru dari Bang Ape, eh, hadiah dari
siapa katanya, aku lupa...." Natan menyeringai senang.
Ray mengangguk. Dia sedang belajar memetik gitar. Sebulan terakhir,
hanya bisa berlatih kalau Natan tidak mengamen. Kalau begitu, besok
dia bisa berlatih lebih banyak. Setidaknya untuk mengusir rasa
bosannya setelah pulang dari kelurahan. Siapa tahu besok-lusa dia akan
seperti Natan, lama-lama malas dan bosan belajar di sekolah informal
itu. Setidaknya dia bisa mengamen.
"Kau sudah-makan?" Natan merapikan rambut gondrongnya.
Ray mengangguk kecil. Natan tersenyum, melambaikan tangan, lantas
turun sendirian, mencari makanan di dapur.
Sementara Ray pelan beranjak keluar melewad bingkai jendela.
Melangkahkan kakinya ke atap rumah. Duduk mencangkung di atas
genteng. Malam itu, lama Ray memandang rembulan di langit.
*** Dan hari-hari berlalu bagai lesatan peluru.
Enam bulan lagi berlalu tak terasa. Rutinitas Ray bertambah. Bukan
hanya ke kelurahan pagi-pagi, belajar, lantas sorenya belajar memetik
gitar. Dia sudah lumayan jago. Dia mulai sibuk belakangan karena sekalidua justru mulai ikut Natan mengamen.
Ray yang pendiam sejak keluar dari rumah sakit berubah periang. Benar
apa yang dibilang Bang Ape, semua aktivitas ini membantunya lebih
banyak tersenyum. Apalagi Ray pada dasarnya anak yang terbuka dan
mudah berinteraksi. Sebulan berikutnya, dia sudah mulai berbincang
ringan dengan anak-anak Rumah Singgah lainnya. Tertawa. Dua bulan
berikutnya malah mulai bisa ikut-ikutan jahil saling mengganggu.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Tertawa. Di sini tidak ada yang melarang iseng menjahili teman
serumah. Sepanjang tahu batasnya.
Malam itu misalnya, Natan ulang tahun, maka iseng sepanjang hari anakanak menyiapkan kado spesial. Mulai dari air rendaman kaos kaki bau
tidak dicuci-cuci selama sebulan. Telur busuk berbagai bentuk-bakal
torpedo nanti malam. Hingga kue uiang-tahun yang melihatnya saja
sudah mual berkepanjangan, dengan sumbu kompor pengganti lilin di
atasnya. Ray ikut-ikutan membantu. Tertawa bersama anak-anak lain
saat menyiapkan pesta ulang tahun spesial itu. Sebenarnya mereka lebih
banyak tertawa membayangkan wajah Natan nanti malam, sibuk meniruniru ekspresi teraniaya.
Benar-benar rusuh saat Natan pulang dari jadwal mengamennya. Seluruh
lampu sengaja dimatikan. Mereka bersembunyi menunggu, lantas
menyergap Natan di ruang depan. Beramai-ramai mengikat Natan di
tiang bendera halaman. Tertawa-tawa mengguyurnya dengan semua airbertuah yang sudah disiapkan. Menimpukinya dengan telur busuk. Dan
memaksanya memakan kue ulang-tahun tersebut. Natan setelah sibuk
melawan, meronta-ronta, akhirnya ikut tertawa lebar. Pasrah. Meniup
lilin yang malah "meledak". Membalas mengejar anak-anak saat berhasil
membebaskan diri. Berusaha berbagi percikan air kotor dari tubuhnya
yang kuyup. Tegel Rumah Singgah becek. Ricuh sekali malam itu. Anak-anak kalangkabut mencari perlindungan. Termasuk Ray! Dia ikut-ikutan berlari,
berseru panik. Naik ke atap genting. Benar-benar menjadi malam yang
panjang, karena mereka setelah berdamai dengan Natan, harus
membersihkan sisa keributan. Tapi menyenangkan melakukan itu semua.
Ray ringan tangan membantu mengepel. Tidak terpaksa...'
Di rumah itu, Ray bisa merasakan bagaimana rasanya memiliki keluarga
untuk pertama kalinya. Tidak ada sebutan adik-kakak, tapi Ray bisa
merasakan betapa menyenangkan menjalani kehidupan bersama mereka.
Ada si kembar Oude dan Ouda yang dnggal di lantai satu, anak berumur
dua belas yang kocak. Ada Ilham yang kamarnya paling atas. Sendirian.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Ilham menyulap loteng rumah jadi studio lukisnya. Juga beragam tabiat
dan perangai anak-anak lainnya.
Ray pelan mulai menyatu dengan berbagai kesukaan anak-anak Rumah
Singgah. Beramai-ramai sedap Sabtu sore main bola di lapangan dekat
kelurahan. Kemudian malamnya nongkrong- warung sate ujung jalan.
Bang Ape mentraktir mereka, seminggu sekali. Sambil bertanya apa
yang telah mereka lakukan sepanjang minggu. Bertanya sekolah.
Pekerjaan. Kemudian selalu menutup makan malam itu dengan kalimat:
"Kalian mungkin memiliki masa lalu yang buruk, tapi kalian memiliki kepal
tangan untuk mengubahnya. .. Kepal tangan yang akan menentukan
sendiri nasib kalian hari ini, kepal tangan yang akan melukis sendiri masa
depan kalian. .." Sedap kali Bang Ape mengatakan itu, Oude sambil nyengir selalu
sembunyi-sembunyi iseng menggerakkan bibirnya, meniru kalimat itu
saking hafalnya. Ray dan anak-anak lain yang tahu kelakuan Oude hanya
tertawa. Bang Ape sekali-dua yang melihat kelakuan Oude juga ikut
tertawa. Menimpuk Oude dengan kulit pisangSebenarnya amat mengesankan mendengarkan Bang Ape mengatakan
kalimat itu. Tidak peduli seberapa sering mendengarnya. Kalimat itu
tetap terdengar amat bertenaga. Selalu memberikan motivasi. Menusuk.
Membangkitkan semangat. Dito, salah satu anak Rumah Singgah yang kamarnya persis di depan
kamar Natan bahkan menangis Sabtu malam itu. Tersedu lama saat Bang
Ape mengatakan kalimat sakti tersebut. Anak-anak terdiam. Oude dan
Ouda yang selalu banyak tertawa saat menghabiskan sepuluh tusuk sate
ikut menyeka ujung matanya yang basah, tidak sibuk meniru-niru. Ray
tertunduk dalam-dalam, untuk pertama kalinya dia menangis bukan
karena lecutan bilah rotan. Untuk pertama kalinya Ray menangis karena
terharu. Kalimat itu membolak-balik hatinya....
Karena semua tahu! Besok pagi Dito akan diadopsi.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Malam itu saat Bang Ape mengatakan kalimat tersebut, kemudian
menambahkannya dengan kalimat: "Kalian akan tetap menjadi saudara di
mana pun berada, kalian sungguh akan tetap menjadi saudara... Tidak
ada yang pergi dari hati... Tidak ada yang hilang dari sebuah kenangan...
Kalian sungguh akan tetap menjadi saudara. "Kesembilan anak-anak
Rumah Singgah menangis. Dito terisak panjang.
Bang Ape mengusap rambutnya, berbisik menenangkan. Malam itu, tidak
ada yang berniat menghabiskan sate....
Dan Ray sejak malam itu, benar-benar merasakan janji kehidupan yang
lebih baik. Rumah Singgah ini memberikan sepotong kehidupan baru yang
indah baginya. Anak-anak lain menjadi keluarga baginya. Mereka malah
lebih dari sekadar keluarga. Maka watak Ray yang 'solider' muncul tak
tertahankan. Sama seperti di panti dulu, ketika Ray tanpa disadarinya
selalu melindungi Diar dan anak-anak lainnya dari perlakuan penjaga
panti, maka di Rumah Singgah itu, Ray memutuskan akan membela
mereka dari siapa saja yang berbuat tidak menyenangkan. Dia
bersumpah! *** Malam itu, enam bulan berikutnya berlalu lagi tanpa terasa.
Ray sepanjang hari bersama Natan lelah menyelusuri jalanan kota. Naik
dari satu bus ke bus lainnya. Mengamen. Mereka berdua membawa gitar.
Meskipun yang menyanyi selalu Natan. Ray tertawa lebar menggeleng
setiap kali Natan menyuruhnya ikut bernyanyi. Fals. Suaranya jelek.
Urusan memetik gitar dan menyanyi Natan jagonya. Ngamen bersama
Natan menyenangkan, dia tinggal menjadi latar saja, latar vokal, latar
musik. Saat mereka naik, sepuluh detik pertama penumpang bus biasanya tak
peduli. Apalah beda mereka dengan pengamen lain. Meskipun Natan
amat modis dengan topi, jaket, pakaian rapi, dan pernak-pernik penyanyi
lainnya. Penumpang terkadang tidak menolehkan wajah saat Natan basabasi mengucap salam, menyapa penumpang hendak memulai pertunjukan.
Malah ada yang menguap. Mending sih, dibandingkan yang justru
menatap jengkel. Terganggu duduknya oleh ujung-ujung gitar atau
khawatir terkena cipratan ludah dari mulut pengamen.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Tapi kalau Natan sudah mulai memetik gitarnya, kepala-kepala itu pelan
terangkat. Bukan main. Lincah tangannya mengeluarkan intro. Kalau
Natan sudah mulai dengan kalimat pertama lagunya, maka mata-mata itu
akan memandang terpesona. Natan memang jago! Dan Ray menyeringai
senang. Mengimbangi pedkan gitar dan suara bertenaga Natan.
Tersenyum lebar, ini artinya keranjang rotan mereka untuk ke sekian
kalinya bakal terisi banyak.
Natan tipikal pekerja yang baik. Semua anak di Rumah Singgah itu
tipikal pekerja yang baik. Bersungguh-sungguh. Bang Ape selalu
mengajari mereka soal itu. Natan misalnya, mengamen tidak pernah
seadanya. Dia menghibur. Entertainer sejati di atas bus! Menyanyikan
minimal tiga lagu setiap pertunjukan. Memilih lagu dengan baik,
disesuaikan dengan penumpang. Malah hingga pernak-pernik seperti
kantong uang yang diedarkan dibuat senyaman mungkin, dibuat khusus
dari keranjang rotan yang indah. Oude pernah nyeletuk sambil tertawa,
"Kenapa nggak sekalian saja dibagiin kartu nama" Kasih kartu diskon,
kartu undian, atau doorprize macam mini-market?"
Malam beranjak naik. Rembulan bersinar elok sekali lagi. Taburan
bintang-gemintang menghias indah di atas sana. Sudah pukul 21.30. Ray
dan Natan beranjak pulang. Ini bus terakhir. Sekalian menumpang. Bus
tiba di jalan kecil menuju Rumah Singgah. Sigap mereka loncat turun.
Natan melambaikan tangan. Dia hampir hafal seluruh sopir dan
kondektur bus kota. Berjalan beriringan. Adalah empat ratus meter menuju Rumah.
"Rembulan yang indah...." Natan mengomentari langit.
Ray mengangguk. Membenarkan posisi gitar yang disandangnya. Ya!
Rembulan yang indah. Sejak kecil Ray suka sendirian memandangi
rembulan. Purnama. Sempurna bundar. Dulu di panti, kalau dia tidak
boleh masuk, dan langit berbaik hati tidak turun hujan, memandang
rembulan membunuh sepi, mengusir gulana. Memandang rembulan
membunuh seluruh pertanyaan. Membuatnya nyaman. Tenteram.
Menyenangkan. Pergi dari sesaknya kepala...
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Di rumah sakit, selama sebulan itulah pekerjaannya. Menyimak sabit
yang membulat, rembulan yang menyabit. Sekarang, selama setahun
lebih tinggal di Rumah Singgah, kebiasaan Ray memandang rembulan
sering jadi gurauan anak-anak. "lari! Semuanya berlindung! Malam
purnama!" "Tolong! Tolong! Jangan gigit kamit!" Oude dan Ouda purapura berteriak setiap purnama datang, tertawa soal manusia jadi-jadian.
Ray hanya nyengir, naik ke atap genting tidak mempedulikan. Duduk
sendirian. "Suatu saat, aku akan membuatkan kau sebuah lagu tentang rembulan!"
Natan yang berjalan beriringan dengan Ray tertawa, matanya masih
menatap langit. Ray ikut tertawa. Dulu, satu bulan pertama, Natan-lah
yang pertama kali mengajaknya bicara, ikut naik ke atap. Duduk di
sampingnya. Menegur. Waktu itu dia masih pendiam. Enggan berbincang.
Jadi mereka berdua lebih banyak berdiam diri menatap langit.
"Kau jadi ikut acara televisi itu?" Ray bertanya, teringat lencana besar
yang disampaikan Natan seminggu lalu.
"Jadi! Aku sudah merencanakannya sepanjang tahun, teman" Natan
mengangguk. Mengusap dahi. Merapikan anak rambut yang mengganggu
ujung-ujung mata. "Kau pasti menang," Ray berkata pelan.
"Haha, kau sudah seperti Bang Ape! Kalimat itu, kau pasti bisa...." Natan
tertawa. Ray ikut tertawa. Semua anak memang tertular kebiasaan Bang
Ape bicara. Penuh optimismeMereka bergurau soal acara itu beberapa kejap. Ray mengolok-olok,
membayangkan Natan yang sedang bernyanyi di panggung, dikomentari
juri dengan kata-kata menyebalkan. "Jelek! Nggak asyik! Sama sekali
tidak berbakat! Mending jadi pengamen jalanan lagi..." Natan tertawa.
Memukul bahu Ray! Yang dipukul menghindar, lari.
Berkejaran. Rumah Singgah tinggal belasan meter lagi.
Hei! Ray menatapnya bingung. Larinya terhenti.
Kenapa malam ini rumah mereka terlihat bercahaya. Ada belasan lampu,
berjejer di depan rumah. Di tiang bendera. Terjuntai di atap. Di pohonpohon. Lampu-lampu hias" Mereka memang menyimpan lampu warna-
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
warni itu, dan hanya memasangnya kalau hari raya tiba. Atau hari-hari
penting lain. Malam ini" Apanya yang penting" Ergh, bukankah tadi siang
belum terpasang sama sekali"
Natan tidak banyak berkomentar melihat lampu itu. Hanya mengangkat
bahu. Menyeringai, setidaknya ini bukan pertanda buruk. Kalau gelapgulita itu baru celaka. Akan ada yang diikat di riang bendera. Lagi-pula
ulang-tahun-nya sudah lewat enam bulan.
Ray melangkah lebih dulu. Masuk ke halaman rumah. Sepi. Mendorong
pintu depan yang tidak pernah terkunci. Ruangan berkumpul mereka
kosong. Kemana anak-anak" Celingukan.
Saat Ray dan Natan masih sibuk mencari penjelasan, Ouda loncat keluar
dari kamarnya, meniup terompet besar kencang-kencang. Berisik. Tapi
lebih berisik lagi suara anak-anak lain yang keluar serempak dari kamar
masing-masing. Berseru-seru riang, bertepuk-tangan. Membawa pitapita besar. Ilham menyemburkan potongan kertas warna-warni dari
loteng. Konfeti! Ray bersitatap dengan Natan. Ada apa" Bang Ape keluar dari kamar
Ouda. Tersenyum lebar. Melangkah mendekati Ray dan Natan.
"Selamat.... Selamat, Ray!" Bang Ape menjabat tangannya, berkata
sebelum sempat ditanya. "Selamat a-p-a-n-y-a?" Ray menyeringai bingung. Kenapa Bang Ape
malam-malam ada di sini"
"Tadi aku dari kelurahan. Kau lulus! Lihatlah!" Bang Ape memperlihatkan
amplop di tangannya. Lulus" Kantor kelurahan" Ah-ya, seminggu lalu, setelah setahun ikut
Kejar Paket B, dia ikut ujian persamaan SMP. Dia lulus" Lulus sekolah"
Menerima surat itu, membukanya.
Benar! Lulus! Ray menyeringai. Memandang Bang Ape.
Bang Ape mengangguk, berseru, "Mana kuenya,
Ilham?" Ilham bergegas turun dari lantai dua, membawa ko-ta kue. Yang lain
berseru semakin ramai. Ada kue, sih! Ray menelan ludah. Mendadak
hatinya mengembun. lihatlah! Benar-benar keluarga yan
g menyenangkan. Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Hanya urusan kelulusan Kejar Paket B" Mereka merayakannya. Ray
menyeka sudut matanya yang basah. Semua ini. Semua ini menyentuh
hadnya. Ray gemetar menerima uluran tangan. Menerima ucapan
selamat. Menyimak wajah-wajah riang itu.
Bahkan Natan memeluknya erat-erat, lama-lama, "Kau lulus, teman....
Kau hebat, aku bahkan hanya bertahan beberapa bulan, tidak kuat
melanjutkan. Seharusnya Ibu Guru Nusi waktu itu mengajar lebih lama,
ya..." Ray tertawa, menyeka mata. Dia lulus. Dan teman-teman ikut
berbahagia, seolah-olah merekalah yang lulus. Ikut terharu....
Malam itu rembulan terlihat teramat indah.
Kapak Bermata Satu "APA yang terjadi?" Ray mencengkeram erat lengan Ilham.
Yang ditanya dan dicengkeram hanya bisa menggeleng patah-patah.
Anak kecil berumur dua belas tahun itu menyeka pelipisnya yang
berdarah. Mukanya pucat. Kakinya bergetar menopang tubuh. Tangannya
berusaha mencari pegangan di tiang-tiang halte.
"Siapa yang memukulmu?" Ray mendesak.
Ilham meringis. Cengkeraman Ray mulai menyakitkan, dia masih diam
seribu-bahasa. Bagaimana dia bisa menjelaskan" Nafasnya masih
tersengal tiga tarikan satu detik, keringat membanjir di sekujur tubuh.
Dia baru saja lari pontang-panting menghindari kerumunan begundal
tanggung yang mengganggunya.
"Apa yang terjadi dengan lukisanmu?" Ray menyambar bungkusan besar
terbalut kertas cokelat yang tergeletak.


Rembulan Tenggelam Di Wajahmu Karya Tere Liye di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bungkusan besar itu robek. Sempurna bolong dihajar sesuatu persis di
tengahnya. Ray melepas tali-temali. Membuka bungkusan. Menelan ludah.
Lihatlah, lukisan itu benar-benar rusak. Apa perlunya dia membuka
bungkus kertas cokelat"Jelas-jelas lukisan itu bolong besar. Lukisan
yang dibuat Ilham selama dua bulan terakhir di loteng Rumah. Lukisan
yang indah- Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"SIAPA YANG MELAKUKAN INI?" Ray mendesis, mukanya mendadak
memerah, giginya bergemeletukan menahan amarah.
Ilham akhirnya lemah mengacungkan tangan kanan. Menunjuk ke ganggang dekat pasar induk. Sementara tangan yang satunya berusaha
menyeka pelipis, darah terus keluar. Susah payah mengatakan sesuatu,
suaranya antara ada dan tidak, masih terganggu oleh sengalan dan
erangan perih. "Kau pegang gitarku!" Ray berkata dingin, memotong penjelasan Ilham.
Cukup! Dia tahu apa yang terjadi. Preman tanggung yang sering mangkal
di gang dekat pasar itu pelakunya.
Mata Ray menatap buas. Ilham mendadak mengkerut melihat wajah Ray.
Bukankah wajah Ray selama ini selalu terlihat menyenangkan" Ray yang
naik ke loteng memperhatikannya melukis. Ray yang tidak banyak
berkomentar, tidak berisik seperti si kembar Oude dan Ouda kalau
sedang melihatnya menggurat kanvas. Ray yang sering melamun di atap
genting menatap rembulan. Ray yang amat solider dengan anak-anak
Rumah Singgah lainnya. "Lap muka-Mu dengan ini!" Ray melepas kemejanya. Suaranya terdengar
bagai perintah panglima pasukan perang, tak-terbantahkan. Menyisakan
kaos tanpa lengan, bekas tusukan belati itu terlihat jelas-melintang di
bahu kanan. Ilham menelan ludah.
"Jangan bilang siapa-siapa.... Kau kembali ke rumah. SEGERA! Biar aku
yang mengurus berandalan itu!" Ray mendesis tajam. Lantas tanpa ba-bibu, melangkah dingin menuju arah yang ditunjuk Ilham.
Semua urusan ini sederhana baginya. Dia melihat Ilham terengah-engah
lari entah dari mana dengan pelipis terluka. Tidak sengaja bertemu
dengannya yang baru turun dari bus, mengamen. Siapapun yang
melakukannya, mereka harus mendapatkan balasan setimpal. Sembilan
anak di Rumah Singgah itu lebih dari saudara baginya, luka dibalas luka!
Semua urusan ini sederhana baginya. Ilham sudah menyebutkan
terbata-bata siapa pelakunya. Ray tahu siapa mereka, anak-jalanan yang
sering berkerumun di gang dekat pojokan pasar. Ray tidak peduli berapa
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
pun jumlah mereka, tidak, peduli seberapa besar mereka, yang Ray
peduli hanya satu: darah dibalas darah.
Maka sementara Ilham masih menggigil tidak mengerti apa yang akan
dilakukannya, Ray tinggal sepuluh langkah lagi dari gang dekat pojokan
pasar. Menatap dingin empat-lima pemuda tanggung yang sedang
tertawa-tawa duduk di salah-satu warung.
"Haha, anak itu terbirit-birit... " Tetawa. "Dasar bodoh apa susahnya
memberikan uang"Malah milih digebukin... "Yang lain menyahut. "Apa sih
isi bungkusan itu" Nekad amat melindunginya. .. Lebih sayang bungkusan
dibandingpelipis... Malah remuk dua-duanya, haha!"
Ray mengepalkan tinju. Buku-buku tulang memutih. Mukanya menebar
kebencian- kebencian yang lebih besar dibandingkan saat melawan
penjaga panti dulu. "SIAPA YANG MELUKAI ANAK ITU?" Ray menendang salah satu kursi
kayu. Salah seorang pemuda tanggung yang duduk di atasnya jatuh
menghantam lantai warung.
Tawa itu terhenti. Pembicaraan terhenti. Muka-muka menoleh. Bukan
hanya muka lima pemuda tanggung itu. Tapi pemilik warung, tukang
becak, dan orang yang ber-lalu-lalang di pojokan pasar. Teriakan Ray
mengagetkan. Membuyarkan banyak kesenangan, apalagi aktivitas
menyebalkan. "SIAPA YANG MELUKAI ANAK ITU?" Ray mencengkeram kerah baju
pemuda tanggung yang hendak berdiri dari jatuhnya.
Kepalan tangannya terangkat. Matanya buas mengancam. Maka dalam
hitungan detik terjadilah perkelahian massal! Lima lawan satu. Ray
sedikit pun tidak membutuhkan jawaban dari mereka. Tangannya
langsung menghantam muka orang yang dicekiknya, bahkan sebelum yang
bersangkutan membuka mulut. Kemarahan itu terlepaskan menjadi amuk.
Ray jelas-jelas tidak mabuk seperti
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
waktu dikeroyok dga penjaga ruko Cina berpisau belati dulu. Maka
tubuhnya yang gempal, gerakannya yang gesit, dan otak cerdasnya yang
berpikir cepat berubah menjadi gerakan-gerakan mematikan.
Lima detik, dua orang terjengkang. Mulut berdarah. Entah gigi sebelah
mana yang patah. Orang-orang berseru panik. Ibu-ibu pemilik warung
menjerit. Anak gadisnya yang sedang mencuci piring mengkerut. Orangorang di jalanan berusaha mendekat. Termasuk yang tadi berdiri di
lapak. Tapi hanya itu yang bisa mereka lakukan...
Tadi saat Ilham dikerumuni kelima preman tersebut, saat Ilham dipalak,
saat Ilham berteriak minta tolong, orang-orang di sekitar juga hanya
mengangkat bahu, enggan terlibat, berpikir urusan masing-masing.
Apalagi saat terjadi perkelahian seperti ini, mereka hanya sibuk
menonton. Siapa pula yang hendak berbaik-hati melerai" Jangan-jangan
malah merepotkan diri-sendiri, kena tonjokan tanpa alamat, tendangan
antah-berantah. Mereka hanya menatap, sok-prihatin.
Salah seorang dari preman tanggung menyambar botol saos.
Menghantamkan ke meja. Pecah menyisakan ujung-ujung runcing. Ray
yang sibuk menangkis pukulan dari depan tidak melihat botol itu datang
menghajar pundaknya. Darah keluar mengalir. Demi menyadari bahunya
terluka, menatap semburat merah di kaosnya, Ray berteriak kalap.
Tangannya cepat menyambar salah satu kursi kayu yang robohterpelanting. Kursi itu melesat, menghajar kepala preman tanggung yang
menggenggam botol. Orang-orang berseru panik. Ngeri. Pemuda tanggung itu terpental satu
meter. Kepalanya berdarah-darah. Ray tidak peduli. Melompat
menghantamkan kursi itu sekali lagi tanpa ampun. Dua sisa pemuda
tanggung yang berdiri dua langkah di belakang Ray terkesiap. Sekedka
had mereka berdesir. Lihatlah! Ray seperti banteng terluka. Ketakutan
itu muncul bagai tirai menutup pertunjukan. Gerakan tangan mereka
terhenti. Saling berpandangan.
Ray setelah kursi itu hancur berkeping-keping, apalagi preman tanggung
yang digebukinya, membalik badan. Matanya menyapu sisa lawannya. Dua
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
preman tanggung yang mulai jerih, mencicit menatap amarah yang
menguar dari wajah Ray. Balik-kanan. Memutuskan lari seribu langkah.
Teriakan polisi yang berjaga di pos depan Pasar menghentikan lari
mereka. Teriakan yang juga menghentikan gerakan kaki Ray yang buas
hendak mengejar. Juga teriakan pemilik warung, seruan-seruan
tertahan dan tatapan orang-orang yang berkerumun...
Sementara Ilham gemetar di sela-sela kerumunan. Tangan kanannya
berusaha mencengkeram gitar Ray kuat-kuat. Tangan yang kiri
membawa lukisannya yang bolong. Ilham hendak melangkah, membantu
Ray yang terluka. Tapi gerakan polisi membuatnya terhenti. Borgolborgol mengunci. Ray dan preman-preman itu digelandang.
Ilham terbirit-birit berusaha mengikuti Ray yang digiring ke pos
penjagaan. Kemudian berlari mengejar mobil patroli yang melesat
menuju kantor polisi. Percuma, mobil
itu menghilang dengan cepat. Ilham terduduk di trotoar, tersengalsengal lima menit kemudian. Menatap nelangsa mobil polisi yang hilang di
kelokan jalan. Menyeka dahinya yang perih. Badannya penuh debu dan
peluh, kerah bajunya terkena darah dari luka di pelipis.
Ilham mendesah menatap kelok ujung jalan, berusaha tidak
mempedulikan perih di kening-apalagi lukisannya. Semua ini di luar
bayangannya. Ray" Ray mengamuk menghajar preman-preman itu.
Menyaksikan Ray menghantamkan kursi kayu tadi membuat Ilham
mengkerut. Menatap wajah Ray yang begitu marah.... luka di bahunya....
Polisi-polisi.... Bang Ape harus tahu. Segera!
*** "Apa kabarmu?" Bang Ape menatap prihatin.
Ray mengangkat mukanya yang dari tadi tertunduk. Menjawab pendek
dengan suara pelan, "Buruk." Menggeleng.
Bang Ape menatap bahu yang terbungkus perban. Menurut polisi di
ruang jaga luka itu tidak serius. Menghela nafas. Ruangan besuk tahanan
sepi. Matahari hampir tenggelam di ufuk barat. Tadi siang terbirit-birit
Ilham mencarinya. Menjelaskan patah-patah. Satu kata, dua tarikan
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
nafas. Gemetar. Dia langsung meninggalkan pekerjaan di kampus setelah
mengerd apa yang baru saja terjadi. Mengantar pulang Ilham ke Rumah
Singgah. Anak-anak di rumah sibuk bertanya melihat Ilham pulang
dengan pelipis luka. Menjawab singkat. Anak-anak sibuk ingin ikut ke
kantor polisi. Menyuruh mereka menunggu.
Hening. Lima menit Bang Ape hanya menatap wajah Ray yang benjut.
Tubuh yang memar oleh bekas pukulan, kaos hitam yang menyisakan
gumpalan darah. Lima menit yang senyap. Ray tidak berani memulai
percakapan, tepatnya sungkan memberikan penjelasan. Wajah Bang Ape
jak masuk ruang besuk terlihat berbeda dari biasanya. Wajah prihatin.
Marah. Entahlah! "Berapa kali aku pernah bilang. Rumah Singgah tidak mendidik kalian
menjadi preman, Ray. Kau tidak seharusnya melakukan tindakan bodoh-"
"Tapi mereka yang mulai duluan," Ray meringis, memotong ucapan Bang
Ape. Kalimat pertamanya. "Dengarkan aku dulu, Ray...." Bang Ape mendesis.
Ray menelan ludah. Terdiam.
"Kau bisa melaporkannya.... Biar petugas yang mengurus. Kau seharusnya
tidak bertingkah sok-jagoan. Lihatlah apa hasilnya" Salah seorang dari
mereka entah selamat atau tidak-"
"Mereka layak mendapatkannya," Ray menyeringai, memotong lagi,
kebiasaannya dulu dengan penjaga Panti. Meskipun juga karena
mendengar Bang Ape yang menyebut kalimat sok-jagoan.
"Bisakah kau mendengarkan aku dulu, Ray?"
Ray terdiam. Wajahnya tertunduk.
Bang Ape menghela nafas, "Masalahnya bukan soal layak atau tidak, Ray.
Bukan soal siapa yang memulai duluan, bukan soal itu...Bisakah kau
memahami sesuatu yang amat sederhana" Tidak ada cara buruk untuk berbuat
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
baik. Cara kau membalaskan kelakuan mereka terhadap Ilham sama
persis seperti kelakuan mereka. Brutal. Kalau sudah begitu, apa bedanya
kau dengan mereka?" Ray hendak memotong lagi, tapi urung demi melihat wajah Bang Ape
yang menatapnya lamat-lamat. Ekspresi wajah yang sama saat makan
sate terakhir bersama Dito. Wajah itu "Kau berbeda dengan mereka Ray! Kalian berbeda dengan anak jalanan.
Aku tidak membangun Rumah Singgah untuk menjadikan kalian preman.
Aku ingin kalian berpendidikan, memiliki kebanggaan atas hidup,
bertang-gung-jawab.... Suatu saat kau akan mengerd, terkadang pukulan
tidak mesti dibalas pukulan. Luka tidak mesti dibalas luka....
"Tahukah kau, kita bisa menukar banyak hal menyakitkan yang dilakukan
orang lain dengan sesuatu yang lebih hakiki, lebih abadi... Rasa sakit
yang timbul karena perbuatan aniaya dan menyakitkan dari orang lain itu
sementara, Ray! Pemahaman dan penerimaan tulus dari kejadian
menyakitkan itulah yang abadi.... Aku tahu mereka yang memulai
mengganggu Ilham. Aku tahu itu.... Tapi kau bisa memilih pemecahan
masalah yang lebih baik, bukan?" Bang Ape mengusap rambutnya.
Menghela nafas panjang. Diam beberapa saat.
Ray tepekur. Hadnya masih mengkal.
"Meskipun dalam situasi tertentu apa yang kau lakukan bisa saja
dimengerti, mungkin malah dibela dan dipuji.... Tapi kalian berbeda.
Kalian anak-anak yang tahu menyikapi persoalan dengan baik....
Setidaknya aku berharap kalian akan seperti ini suatu saat kelak,
menyadari bahwa tidak semua persoalan hanya bisa diselesaikan dengan
menyalahkan, lantas membalas...."
Ray tertunduk. Membantah nyaris semua perkataan Bang Ape dalam
hati. Enak saja. Jelas-jelas mereka yang mulai duluan. Kalau bukan dia
siapa yang akan membalas kelakuan lima begundal itu" Orang-orang
malah menghindar. Takut sekali membantu orang yang teraniaya di
depan mata mereka sendiri" Sekarang Bang Ape malah menceramahinya
tentang pilihan solusi lebih baik. Suara kumur-kumur Ray terdengar oleh
Bang Ape. Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Apa kau mengerti apa yang kukatakan?" Bang Ape menyentuh lengan
Ray. Berkata dengan intonasi tajam.
Ray mengangkat kepala. Menatap wajah Bang Ape. Menelan ludah.
Mengangguk pelan. *** "Sayangnya kau tidak mengerti waktu itu, Ray. Hmn.... Bukan! Bukan tak
mengerti, tetapi kau tidak mau mengerti...." Orang dengan wajah
menyenangkan itu tersenyum. Menyentuh lembut bahu pasien di
sebelahnya, yang sepertinya kehilangan keseimbangan.
Pasien berumur enam puluh tahun itu menoleh, sementara tangannya
menggapai-gapai mencoba menyeim-bangkan badan. Menggigit bibir.
Orang ini benar-benar tahu segalanya....
Mereka beberapa menit lalu sudah tidak lagi berdiri di terminal itu.
Juga tidak di ruangan tempat Diar menghembuskan nafas terakhirnya.
Beberapa menit lalu, lagi-lagi dia merasakan tubuhnya mendesing
memasuki kumparan penuh cahaya. Tersedot. Dan muncul-muncul sudah
berada di atap gendng sebuah rumah.
Berdiri begitu saja. Kaget dengan 'pendaratan'. Gelagapan, kakinya
terpeleset, pasien itu hampir jatuh, ?orang dengan wajah menyenangkan
yang duduk di atap genting buru-buru menyambar tangannya, membantu.
Tersenyum. Pasien itu menelan ludah. Setelah tidak mengerti apa yang
harus dilakukannya di atap genting, akhirnya memutuskan ikut duduk di
sebelah orang yang sedikit pun tidak dikenalinya tersebut.
Tetapi tempat ini! Tempat yang amat dikenalinya. Sama kenalnya dia
dengan terminal di kota kecil itu. Tempat ini adalah atap genting Rumah
Singgah. Sekarang tidak siang seperti di terminal. Sekarang malam hari.
Rembulan terlihat indah di angkasa. Langit bersih tak-tersaput awan.
Bintang-gemintang. Sama indah dan memesonanya seperti dulu. Ketika
tiga tahun lebih dia tinggal di rumah tersebut. Bersama anak-anak yang
menyenangkan. Aktivitas yang menyenangkan. Kakak-kakak penanggungjawab yang baik dan tidak pernah memaksa....
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Tempat ini.... Tak pelak, dalam hitungan detik, berbagai kenangan di
Rumah Singgah kembali tak-tertahan-kan. Bermunculan satu-persatu.
Memenuhi seluruh tepi-tepi memori otaknya. Hingga terpotong oleh
suara orang dengan wajah menyenangkan yang duduk di sebelahnya
barusan. Semua ini membingungkan. Bagaimana orang ini tahu kalau dia baru saja
mengenang kejadian di gang dekat pojokan pasar tersebut. Bagaimana
orang ini tahu kalau dia sedang mengenang percakapan dengan Bang Ape
di mang besuk tahanan" Bagaimana orang ini bisa membaca apa yang
sedang dipikirkannya"
"Langit yang indah! Rembulan yang indah!" Orang dengan wajah
menyenangkan itu menatap ke atas. Mengabaikan wajah pasien yang
menatapnya penuh tanda-tanya.
"Dari mana kau tahu aku baru saja memikirkan itu?" Pasien itu tetap
meneruskan kalimat yang terpotong seruan langit indah.
"Bagaimana aku tahu" Tentu saja aku tahu, Ray!" orang itu menoleh.
Tersenyum. Tangannya menunjuk ke langit, "Aku juga tahu.... Itu


Rembulan Tenggelam Di Wajahmu Karya Tere Liye di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bintang Utara! Tidak seperu formasi bintang lain, posisinya tidak pernah
berubah sepanjang tahun! Hadiah dari langit untuk pengembara di gurun
pasir, pelaut di samudera luas, pencari makna hidup dan kehidupan di
senyapnya dunia-" "Siapa kau" Apa maksud semua ini" Apa aku sudah mau" Di mana kita"
Apa yang kau inginkan" Uang" Berapa juta" Miliar?" Pasien berumur
enam puluh tahun bertanya bak-mitraliur, memotong kalimat basa-basi
orang di sebelahnya. Sebenarnya sudah sejak muasal urusan ini bermula berbagai pertanyaan
itu menumpuk. Tapi tersumpal oleh berbagai kenangan lama yang
bagaimana caranya kembali begitu membingungkan. Apalagi fakta-fakta
yang tidak diketahuinya. Kematian Diar. Penjaga panti sok-suci itu.
Penjelasan atas pertanyaan masa kecilnya barusan.
"Tidak penting kau tahu siapa aku, Ray!" Orang dengan wajah
menyenangkan tertawa hangat menanggapi rentetan pertanyaannya,
mengelus ujung-ujung rambut ber-ubannya, "Dan kau tentu saja belum
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
mau.... Di mana kita" Aduh, bagaimana kau tidak mengenali tempat ini"
Ini atap Rumah Singgah-mu! Tempat sepotong kehidupan yang
menyenangkan milikmu berikutnya...." Tertawa.
"Apa yang kuinginkan" Apa maksud semua ini" Bukankah sudah
kukatakan sebelumnya, kita sedang melalui sebuah perjalanan....
Mengenang masa-lalu...."
Pasien itu mengkal mengusap wajahnya yang berkeringat. Lagi-lagi
jawaban menyebalkan itu. Melonggarkan piyama rumah sakit yang
dikenakannya. Tubuhnya basah oleh peluh, meskipun malam terasa
nyaman -senyaman di terminal beberapa menit lalu. Di atap genting ini,
angin berdesir sejuk membasuh sekujur tubuh. Suara burung hantu
terdengar dari kejauhan. Tapi semua ini tetap membuatnya gerah. Dia
sungguh tidak mengerti. Orang dengan wajah menyenangkan sekali lagi menyentuh lembut bahu
pasien berumur enam puluh tahun di sampingnya, menatap amat bijak
dan mempesona, "Kita hampir tiba di pertanyaan keduamu, Ray!
Pertanyaan kedua dari lima pertanyaan besar dalam hidupmu... Lima
pertanyaan yang akan kau dapatkan jawabannya dari perjalanan
mengenang masa lalu ini.... Tapi sebelum dba di sana, maukah kau
mengenang beberapa kejadian selanjutnya untukku?"
*** Natan melepas pakaian 'keren'-nya. Tersenyum mena-tap Ray yang
bersungut-sungut menjelaskan kejadian.
"Dan aku harus membayar semuanya dengan menginap di sel tahanan
polisi dga hari tiga malam!" Ray mendesis mangkel.
"Aku tidak tahu siapa yang salah dan benar soal urusan ini, teman. Tapi
kau harus tahu. Bang Ape memang benci anak-anak Rumah Singgah yang
berkelahi!" Natan menyambar handuk.
"Kau tidak tahu apa yang harus kualami selama tiga hari! Menyikat
toilet! Dibentak-bentak! Mengepel lantai! Dibentak-bentak! Disuruh
push-up! Dibentak-bentak!" Ray mendesis sebal.
Kenapa pula Natan tak bisa mengerti sedikit pun soal ini. Sudah dua
tahun dia tidak mengalami paksaan-paksaan itu. Membersihkan kamar
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
mandi di kantor polisi selama tiga hari mengingatkannya kembali kepada
Diar dan penjaga panti sok-suci itu.
"Setidaknya kau tidak perlu menginap di rumah sakit berbulan-bulan
seperti berandalan itu, Ray.... Apa kata Bang Ape" Telinganya jadi tuli,
bukan" Kau beruntung tidak kurang apapun.... Mungkin Bang Ape benar,
seharusnya kau tidak membalas kelakuan mereka. Kau tidak mesti
berkelahi, ada cara lebih baik, mungkin kau keliru"
"MEREKA YANG MEMULAI!" Ray berseru jengkel, "Kenapa jadi aku
yang disalahkan" Kau lihat, lukisan yang dibuat Ilham itu penting!
Lukisan itu harusnya membawa Ilham ke pameran besar yang
diimpikannya! Apa nasib lukisan itu sekarang" Bolong besar! Dua bulan
Ilham membuatnya.... Dan kau mudah saja bilang aku seharusnya tidak
membalas kelakuan mereka! Enak saja!"
Natan tertawa. Melambaikan tangan. "Aku mandi dulu, teman!"
Menghilang di balik pintu kamar-mandi.
Ray mengeluarkan suara puh keras. Urusan ini benar-benar
menyebalkan. Baru tadi sore dia diizinkan pulang. Bang Ape
menjemputnya dari kantor polisi. Berdua, hanya berdiam diri sepanjang
perjalanan. Tak ada percakapan. Bang Ape langsung berangkat lagi entah
kemana sedba di rumah. Oude dan Ouda berseru riang menyambutnya,
seperu biasa mulai mengolok-olok. Dan Ray hanya menyeringai.
Setidaknya si kembar memuji apa yang dilakukannya, "Kau hebat, Ray"
Ilham bertanya ragu-ragu soal keadaannya setelah anak-anak lain sibuk
mengerubung-berkomentar. Ray tersenyum tipis. Dia tidak apa-apa.
Hanya lima begundal petantang-petenteng sok-jagoan. Lebih dari itu pun
dia bisa mengatasinya. Ilham masih sungkan bicara. Dia masih jerih
membayangkan wajah buas Ray beberapa hari lalu. Di samping dia masih
sedih atas nasib lukisannya. Seharusnya lukisan itu dibawa ke kurator
museum Ibukota. Bang Ape yang menyuruh membawanya, seminggu lalu
mengenalkan Ilham ke kritikus seni kenalannya. Menjanjikan
kesempatan besar. Sayang semuanya batal.
Kecuali Ilham yang berdiam diri, mencuri-curi mena-tap wajah Ray, sore
itu hampir seluruh penghuni Rumah Singgah merayakan kepulangan Ray
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
sambil jahil main bor-gol-borgolan. Tertawa-tawa mengikat Oude dan
Ouda. lantas beramai-ramai 'menggebuki' si kembar. Menyaksikan
mereka bercanda membuat Ray sedikit melupakan urusan dga hari tiga
malam di sel tahanan. Juga 'ceramah' Bang Ape.
Natan baru pulang pukul 19.00. Pulang dengan pakaian 'keren'. Natan
baru ikut audisi. Empat hari yang melelahkan, antrian panjang. Makanya
empat hari lalu, saat kejadian, Ray ngamen sendirian.
Ah! Harusnya pertanyaan pertama yang keluar dari mulutnya saat Natan
masuk kamar tadi adalah: "bagaimana audisimu" Lolos"' Bukan malah
ribut-berdebat soal perkelahian di gang dekat pojokan Pasar. Bukankah
dia sudah tahu, Natan perangainya mirip Bang Ape. Apalagi menyikapi
urusan ini. Persis. Tapi bagaimana mungkin Natan bilang seharusnya dia
tidak menghajar begundal itu, malah sok-menasehad. Enak saja!
Natan keluar dari kamar mandi. Bersenandung. Bau sabun memenuhi
kamar. Ray yang sedang menatap keluar bingkai jendela, menyimak
rembulan menyabit di langit, menoleh. Hendak membahas lagi soal
tersebut, tetapi demi melihat wajah riang Natan, dia menelan ludah,
urung. Memutuskan mengganti topik pembicaraan.
"Bagaimana audisimu" Lolos?"
*** Sepertinya urusan dengan beberapa preman tanggung itu akan terhenti
begitu saja. Ilham bisa membuat lukisan baru. Ray meski mengkal
dengan cara berpikir Bang Ape, lama-lama akan melupakan soal itu.
Apalagi Rumah Singgah dipenuhi oleh kebahagiaan baru. Kebahagiaan
yang membuat semua penghuninya berseri-seri.
Natan lolos. Bergabung dengan puluhan peserta terpilih dari sembilan
kota lainnya. Sarapan esok menjadi amat menyenangkan. Bang Ape
menyempatkan diri mampir. Ibu-ibu sebelah rumah membuatkan menu
spesial. Meja makan sesak oleh makanan. Apalagi langit-langit ruang
makan. Penuh sesak oleh celoteh anak-anak (sebenarnya sih lebih
banyak celoteh Oude dan Ouda). Ray pagi itu sudah bisa bergurau
dengan Natan (dan Bang Ape).
Melupakan perkelahian di pojokan pasar.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Dua hari berlalu tanpa kejadian serius. Ray pagi-pagi sesuai jadwal
rutinnya pergi ke kantor kelurahan. Dia sekarang sudah di penghujung
sekolah informalnya, Kejar Paket C. Sebentar lagi ujian persamaan.
Siang harinya, menenteng gitar mengamen di jalanan. Tidak ada Natan
bersamanya. Natan masuk karantina beberapa hari. Seleksi menuju dua
puluh besar. Agak repot mengamen sendirian, dia tidak memiliki bakat
sebesar Natan. Masih mending penumpang mau memberinya uang,
mereka mendengarkannya saja malas. Satu-dua penumpang bus yang
mengenalinya malah tega bilang: "Dik,yang satunya suruh ngamen lagi
bareng kamu, ya!" Masalahnya, yang sedikit pun tidak diketahui Ray, preman tanggung yang
sekarang dirawat intensif di rumah sakit ternyata adik penguasa
sepotong kawasan Ibukota. Gembong preman itu tidak tahu kabar
adiknya yang benjut digebuki Ray beberapa hari ke. depan, tapi semalam
berita itu akhirnya tiba di telinganya. Dibumbui di sana-sini oleh si
pembawa kabar. Maka pagi itu, tanpa banyak bicara, di sela-sela
hembusan asap rokok, di sela-sela bau menyengat minuman keras,
gembong preman itu memerintahkan lima tukang pukulnya. Cari sampai
dapat! Gebukin sampai lumat.
Hanya sependek itu perintahnya! Tapi melesat bagai api menjalar.
Bus patas AC berjalan pelan.
Lima orang berotot besar menyetop di halte berikut.
Kondektur membukakan pintu. Pintu yang digerakkan oleh belalai
hidrolik itu berdesis. Kelima penumpang yang tampilannya seperti orang
kebanyakan itu ternyata lidak berminat menumpang ke rute tujuan.
Mereka malah kasar menyibak orang-orang yang berdiri di depan pintu
bus. Mereka dari tadi pagi macam petugas lalu-lintas saja, merazia
setiap bus yang lewat. Mencari seseorang"Bisnisku menjagal/ Jagal apa saja// Yang penting aku senang/ Aku
menang/ Persetan orang susah karena aku// Yang tinting asyik/ Sekali
lagi asyik// " Ray rileks menyanyikan lagu. Suara cempreng memenuhi
langit-langit bus. Petikan gitarnya doang yang oke disimak.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Khotbah soal moral/ Omong keadilan/ Sarapan pagiku/ /Aksi tipu-tipu/
Lobi dan upeti/ Ooo jagonya// Maling kelas teri/ Bandit kelas coro/ Itu
kantong sampah// Siapa yang mau berguru datang padaku//"
Kelima tukang pukul itu merangsek masuk ke dalam bus. "TAHAN, LAE!"
salah seorang dari mereka membentak sopir bus. Menyuruhnya
menjauhkan kaki dari pedal gas. Empat teman lainnya menerobos kasar,
mendorong orang-orang yang berdiri di lorong. Kondektur menyadari
siapa mereka, memasang wajah keberatan, meminta mereka turun.
Sebagai jawabannya, kepala kondektur dihajar bogem mentah.
Mengaduh kesakitan. "Sebut namaku tiga kali/ " Ray yang tidak tahu apa yang sedang terjadi
semangat penuh gaya menyanyikan refrain lagu.
Salah seorang dari lima tukang pukul merangsek mendekat. Tinggal tiga
langkah. Mengenali Ray sesuai deskripsi yang diberikan. Bahkan teman
adik bos semalam memberikan seluruh deskripsi wajah anak Rumah
Singgah.... Maka saat Ray sibuk memetik gitarnya melengking-naik-turun
dalam sebuah melodi panjang tanpa sela sebelum masuk refrain lagi,
tinju preman itu melesat tanpa basa-basi.
Ray mengaduh. Tapi lebih mengaduh preman yang hendak memukulnya.
Ray sempat reflek mengangkat gitar ketika menyadari ada yang hendak
memukulnya, membuat tameng. Tangan tukang pukul itu menghajar ujung
gitar, mengenai tajamnya senar. Robek. Berdarah. Sementara Ray terdorong
ke belakang, kakinya tersangkut, terjerembab. Menimpa ibu-ibu gendut
salah seorang penumpang bus.
Rusuhlah bus patas AC itu! Lima lawan satu.
Perkelahian yang tidak seimbang, sama seperti di gang ?lekat pojokan
pasar. Masalahnya, meski kelima preman itu lebih sterek dan terlatih
dibandingkan anak jalanan tanggung itu, mereka sama saja dengan
tukang pukul lainnya: bego! Lupa kalau posisi berkelahinya seperti lorong
bus, maka keunggulan jumlah tidak berarti banyak. Ray bisa dibilang
hanya satu lawan satu. Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Setelah ribet bangkit dari jatuhnya, Ray mulai memberikan perlawanan
yang layak. Dia tidak tahu siapa mereka. Apa mau mereka. Yang dia tahu
mereka mengancam keselamatannya. Buas tanpa banyak bicara
mengirimkan pukulan-pukulan kepadanya.
Penumpang bus mulai menjerit-jerit. Orang-orang di halte berteriakteriak menunjuk. Juga penumpang mobil lain yang merayap di macetnya
jalanan. Tiga puluh detik yang menegangkan berlalu, satu tukang pukul
berhasil dipukul mundur, dagunya terkena kepalan tangan Ray. Yang lain
ganas merangsek, mengambil alih perkelahian, Ray menyambutnya
dengan menghantamkan gitarnya kuat-kuat. Orang itu terjerembab
menghajar kaca bus. Wajahnya membekas di kaca. Tumpang-tindih
dengan penumpang lainnya.
Tiga tukang pukul yang tersisa mengambil sesuatu dari balik baju
mereka. Kapak bermata satu! Teriakan-teriak-an ketakutan terdengar
semakin memekakkan telinga. Kepala penumpang tertunduk dalam-dalam,
menggigil ketakutan di kursi masing-masing. Tubuh-tubuh gemetar,
menciut, mencium aroma kematian. Tetapi Ray tidak takut. Insting
"membunuh" yang dimilikinya muncul tak tertahankan.
Dia tidak peduli lagi apa urusan orang-orang ini. Tidak peduli kata-kata
Bang Ape: menghindar. Yang Ray peduli, entah bagaimana datangnya,
seluruh tubuhnya merinding oleh sebuah keberanian, dia harus melawan,
tak ada yang boleh seenaknya saja memukulnya. Cukup saat penjaga
panti sok-suci itu melecutnya dengan bilah rotan selama enam belas
tahun. Cukup kelakuan preman tanggung yang membuat Ilham terluka
dan lukisan berharganya robek. Cukup sudah!
Kapak melesat mencari sasaran. Ray gesit menunduk. Mengenai salah
seorang penumpang, bahu kanan mbak-mbak candk yang mengenakan
pakaian kantoran. Darah mengalir. Membasahi blouse pudh mahal. Tidak
ada jeritan, yang terluka sudah sederik lalu jatuh pingsan. Juga teman
di sebelahnya. Ray menggigit bibir, kakinya segera terangkat sebelum kapak itu
kembali mengincar kepalanya. Tukang pukul itu jatuh terjengkang,
dadanya telak terkena tendangan. Kapaknya melayang, terlepas. Bagai
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
seekor elang Ray menyambar kapak yang terlempar di langit-langit bus.
Dan dalam sebuah gerakan lambat mengerikan, tangan yang berhasil
menyambar kapak itu melesat ke depan, mengincar kepala tukang pukul
yang jatuh terjengkang barusan. Ge-rakan tangan Ray lebih cepat
dibandingkan tubuh itu jatuh ke kursi bus. Tubuh yang masih di udara,
wajah yang menatap jerih, kapak yang berputar mengarah ke pelipis.
S-P-L-A-S-H! Darah memercik ke mana-mana.
Ray mendesiskan kebencian. Dengan dingin menyeka cipratan darah di
mukanya. Melangkah galak. Mengincar sisa preman lainnya.
Dua menit berlalu amat menegangkan....
Sebuah mobil patroli petugas lalu-lintas berhasil merapat. Sirenenya
mengaum bak teriakan induk harimau. Empat polisi berloncatan sambil
menyambar pentungan di pinggang. Merangsek masuk ke dalam bus.
Sudah usai. Kelima tukang pukul itu sudah rebah di lantai bus. Terkapar
justru oleh senjata kebanggaan mereka selama ini. Sementara Ray
berdiri gemetar di lorong. Gitarnya patah dua tergeletak di bawah salah
satu kursi. Kapak itu masih tergenggam di tangannya. Lima belas detik
setelah semuanya usai, kesadaran itu baru datang. Naluri aneh jahat itu
melesat pergi digantikan oleh kesadaran, ketakutan.
Takut saat menyaksikan akibat yang baru saja dilakukannya.
*** Dan urusan itu benar-benar berbuntut panjang.
Tidak. Tidak panjang urusannya di kantor polisi. Kali ini Ray hanya
ditahan semalaman. Diberikan empat puluh tiga pertanyaan, dan Ray
lebih banyak menjawab tidak tahu. Apa pula yang dia tahu" Kelima


Rembulan Tenggelam Di Wajahmu Karya Tere Liye di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

preman itu datang tanpa ba-bi-bu hendak menghajarnya.
Ada dua hal lain yang membuat panjang urusan tersebut. Yang pertama
tentu saja soal Bang Ape. Sore itu juga Bang Ape meluncur ke kantor
polisi. Bertanya singkat ke petugas pos jaga, kemudian melangkah masuk
ke sel tahanan. "Mereka yang memulai...." Ray tertunduk menatap meja, berkata pelan
memulai percakapan sebelum Bang Ape sepera biasanya akan bertanya
apa kabar. Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Aku tahu!" Bang Ape menghela nafas, mengambil posisi duduk yang
lebih nyaman. "Aku tidak tabu siapa mereka... "Ray masih tertunduk, dia harus
menjelaskan lebih dulu, dia tidak ingin mendengarkan ceramah soal
pilihan pemecahan masalah yang lebih baik seperu seminggu lalu.
"A-k-u t-a-h-u, Ray!" Bang Ape mendesis.
"Mereka langsung saja memukul... Aku hanya membela diri-"
"Aku tahu, Ray!" Bang Ape memotong kasar, "Yang aku tidak tahu
mengapa kau tidak menghindar, LARI! Kau bisa saja lari dari sana....
Tidak perlu perkelahian konyol itu! Tidak perlu semua aksi sok-jagoan
itu! Kau membuat dua penumpang bus terluka! Satu mungkin tangannya
harus diamputasi! Kau juga hampir membunuh kelima preman itu! KAU
HAMPIR MEMBUNUH!" Ray benar-benar keliru, Bang Ape sedikit pun tidak mempedulikan
penjelasan buru-burunya. Ray menggigit bibir. Sok-jagoan" Menghindar"
Lari" Dia membuat dua penumpang terluka parah"
"ITU BUKAN SALAHKU! ITU SALAH MEREKA!" Ray setengah
mendesis, setengah berteriak. Mengkal kali. Bagaimana mungkin Bang
Ape menyalahkannya dalam urusan ini" Preman-preman itulah yang
bersalah! Kalau mereka mau pun tidak masalah. Layak!
Mata Bang Ape menatap tajam. Ray terdiam. Kembali menunduk. Hadnya
sungguh tidak terima, dia jelas-jelas membela diri. Tapi tatapan tajam
Bang Ape menyurutkan keinginannya untuk melanjutkan teriakan.
"Berapa kali harus kubilang, aku tidak pernah mendirikan Rumah Singgah
untuk menjadikan kalian anak-anak berandalan.... Anak-anak yang suka
berkelahi. Aku mendirikan Rumah Singgah itu karena ingin melihat kalian
tumbuh menjadi anak-anakyang berbeda...Yang mengerti
ada banyak pemecahan masalah baik untuk setiap urusan. Yang
memahami terkadang sebuah penerimaan akan memberikan hikmah yang
luar-biasa.... Yang selalu yakin, kalau semua orang berpikiran itu bisa
dibenarkan, bukan berarti itu menjadi bisa dibenarkan.... Kalian tetap
meyakini kalau itu sesungguhnya keliru karena kalian tahu itu memang
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
keliru....'' Bang Ape berkata dengan intonasi bertenaganya, terdengar
amat kecewa. "Mungkin, untuk urusan ini semua orang akan berpihak padamu! Tapi
apakah dengan semua orang memihakmu maka apa yang baru saja kau
lakukan bisa dibenarkan" Kita tidak tahu apa yang akan terjadi
selanjutnya.... Mungkin pilihan lari dari mereka akan menimbulkan akibat negatif lebih
kecil, Ray.... Tidak ada yang tahu, tapi setidaknya dua penumpang itu
tidak harus dirawat di rumah sakit malam ini...."
Ray mencengkeram ujung-ujung meja. Hadnya benar-benar mengkal.
Kalau saja tidak ingat betapa baiknya Bang Ape selama ini, sudah dari
tadi dia akan berteriak-teriak membantah. Melawan. Tapi dia
memutuskan diam. Menggigit bibirnya. Menebalkan kuping.
Dan inilah yang memang tidak disadari Ray. Bang Ape benar semua orang
bisa saja membenarkan apa yang dilakukan Ray. Membela diri. Petugas
kantor polisi pun oke-oke saja dengan kejadian tadi siang, Ray di lepas
malam itu juga. Malah petugas sempat berterima kasih telah membantu
menangkap begundal anggota gembong preman. Yang Ray dan orangorang sungguh tidak tahu, ternyata ada urusan yang lebih panjang dari
kejadian itu: akibat negadf yang ditimbulkannya. Sebab-akibat
berikutnyaMalam itu, di gedung empat lantai dengan pintu berukiran naga, markas
kekuasaan penguasa sepotong Ibukota, gembong preman itu
memutuskan membalas! Lebih ganas. Lebih buas! Habisi siapa saja yang
terkait dengan pemuda tanggung sialan itu!
*** "Kali ini kau mungkin benar, teman!" Natan menepuk-nepuk bahu Ray,
tersenyum bersimpati. Ray hanya mendesah, tidak terlalu antusias dengan kalimat Natan yang
akhirnya membela dia, dibandingkan
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
membela logika berpikir Bang Ape di kantor polisi tadi liang. Ray lamat
menatap rembulan. Mereka berdua sedang duduk di atap gendng.
"Lagi pula bagaimana kau harus menghindar" Kau belum mengedarkan
keranjang rotan ke penumpang, Natan tertawa, mencoba bercanda.
Sudah lewat tengah malam. Pukul 01.30. Natan ikut bergabung di atap
genting masih dengan pakaian 'keren;-nya. Baru pulang dari karantina
menuju babak workshop dua puluh besar audisi menyanyi.
"Maaf, kejadian ini membuat anak-anak urung menonton seleksi di
stasiun teve!" Ray mengusap rambut cepaknya. Menyeringai datar.
Natan mengangkat bahu, melambaikan tangan, "Kalian akan punya banyak
kesempatan untuk menontonku nanti-nanti! Apalagi kalau aku sudah
menang, kalian akan bosan melihat wajahku di teve-teve, mendengar
suaraku di radio-radio, haha!" Natan tertawa lebar.
Ray tertawa kecil. Setelah kejadian menegangkan tadi pagi di atas bus,
setelah percakapan yang menyebalkan dengan Bang Ape di kantor polisi,
dan lagi-lagi becandaan anak-anak saat menyambutnya pulang, malam ini
suasana hatinya bisa dibilang lebih baik.
Natan pulang dengan membawa kabar besar, lolos ke babak berikutnya.
Tak pernah terbayangkan! Bukan main. Itu berarti mulai minggu depan
Natan mentas di teve, babak eliminasi 12 besar.
Mimpi-mimpi Natan sudah dekat.
"Kau memang layak lolos, teman," Ray bergumam.
"Tentu saja! Tak pernah ada penumpang yang memberikan sepuluh
ribuan untuk mengusirku buru-buru turun dari bus, kan?" Natan
tertawa. Ray kali ini ikut tertawa lebih lebar. Nyengir. Olok-olok itu.
Natan mengolok-oloknya. Ray pernah sendirian ngamen, entah karena penumpang bus itu lagi
sebel, atau karena memang suara Ray yang benar-benar cempreng, dia
dibujuk segera menyelesaikan pertunjukan dengan uang sepuluh ribuan.
Si kembar Oude dan Ouda tertawa memegangi perut saat mendengar
cerita itu pertama kali di meja makan. Ray memang jago metik gitar
doang dan sayangnya waktu itu dia baru belajar.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Kau tidak akan melupakan kami?" Ray menatap Natan.
"Melupakan apa?" Natan mengangkat bahu.
"Kau akan terkenal.... Kehidupan baru-"
"Mana mungkinlah," Natan memotong, "Kalian akan tetap menjadi
saudara di mana pun berada, kalian sungguh akan tetap menjadi
saudara... Tidak ada yang pergi dari hati... Tidak ada yang hilang dari
sebuah kenangan... Kalian sungguh akan tetap menjadi saudara- Natan
sambil menahan tawa menirukan kalimat Bang Ape saat melepas
kepergian Dito dulu, lengkap dengan intonasi dan gaya bicaranya.
Ray tertawa. Memperbaiki posisi duduk.
Mereka berdiam diri beberapa saat selepas tawa. Menatap rembulan
yang sekarang tertutup awan putih tipis bak kapas. Bintang-gemintang.
Malam ini langit terlihat elok"Ini apa?" Natan mendadak menunjuk sesuatu dari saku celana Ray.
Gulungan kertas yang karena posisi duduk dan tawa Ray barusan
membuatnya terdorong keluar. Terlihat ujung-ujungnya. Sebelum Ray
menjawab, apalagi menoleh, tangan Natan iseng menarik gulungan kertas
itu. "Jangan diambil!" Ray yang menyadarinya, gelagapan.
Berusaha menyambar kembali gulungan kertas terse-hut. Natan
tertawa, merangkak menjauh, "Bukan surat cinta, kan?"
"Kembalikan!" Ray menghardik. Menelan ludah, bukankah dia belum
pernah berkata dengan intonasi sekasar itu ke Natan dan juga anakanak Rumah Singgah lainnya.
"Aku kembalikan setelah kubaca!" Natan tidak peduli, duduk di ujung
atap genting, iseng membuka gulungan kertas itu. Surat" Bukan. Sama
sekali bukan. Ini" Hei! Ini kan hanya potongan koran. Ampun, sudah
butut lagi. Natan menatap Ray tidak mengerti. Yang ditatap galak merangkak,
mendekat. Natan melihat gulungan kertas tersebut sekali lagi. Bingung.
Buat apa coba Ray mengantongi kertas butut ini" Dan sekarang terlihat
amat marah karena dia jahil mengambilnya.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Kau seharusnya tidak pernah mengambilnya!" Ray merampas potongan
koran itu. Matanya menatap tajam. Suaranya dingin.
"Ergh, itu apaan, sih?"
"Bukan urusan kau!' Natan menelan ludah. Terdiam. Menghela nafas. Memang bukan
urusannya. Tapi apa maksud potongan koran butut itu" Apa pentingnya
bagi Ray. Natan hendak bertanya lagi, tapi demi melihat ekspresi muka
Ray, menghela nafas, urung, lebih baik dia tidak memperpanjang rasa
penasaran. Besok-besok kalau suasana hati Ray lagi senang bisa
ditanyakan! "Maaf!" Natan menepuk bahu Ray, meminta maaf.
Ray tidak mempedulikan, memasukkan potongan kertas itu ke dalam
saku celananya. Mendengus pelan. Merangkak kembali ke tempat duduk
semula. Duduk menatap rembulan. Diam. Tidak ada yang perlu tahu masa
lalunyaKereta Listrik CELAKA! Pagi-pagi ketika si kembar Oude dan Ouda berangkat sekolah,
empat-lima tukang pukul gembong preman yang menguasai sepotong
Ibukota, bersama anak-muda tanggung yang suka nongkrong di ganggang pojokan pasar tidak sengaja berpapasan.
Tidak sengaja" Sebenarnya tidak juga. Mereka sudah dari tadi malam
menunggu. Salah satu anak jalanan tanggung mengenali si kembar Oude
dan Ouda, penghuni Rumah Singgah. Maka dengan cepat kerumunan itu
menghadang. Inilah akibat negadf yang tidak pernah terpikirkan oleh
Ray. Pembalasan membabi-buta.
Si kembar panik. Awalnya dengan wajah polos sedi-kit-bingung banyakbergurau malah bertanya "Ada apa, Oom" Sesat ya?" Tentu saja bukan
jawaban normal yang didapat. Kerumunan itu tidak sedang plesir,
tersesat dan mendekati si kembar untuk bertanya arah tempat
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
berwisata. Mereka tanpa banyak cakap langsung mencengkeram kerah
baju Oude. Si kembar dengan cepat mengerti situasi yang ada di hadapan mereka.
Beruntung, gerakan tubuh mereka tak kalah gesitnya dengan gerakan
mulut mereka kalau sedang bergurau. Meski tas-tas sekolah berjatuhan,
meski sepatu terlepas berceceran, meski badan mereka sempat
menerima pukulan dan tendangan tak jelas arah, Oude dan Ouda bisa
meloloskan diri dari keroyokan. Meronta-ronta sekuat tenaga. Oude
menggigit tangan yang memegang kerah bajunya, cengkeraman itu
terlepas, lantas tanpa berpikir panjang langsung tancap gas. Lari
sekencang kaki bisa membawa, menerobos sela-sela kaki. Sudah macam
pemain baseball yang meluncur.
Pontang-panting. Menggelikan menyimak kejadian beberapa detik itu.
Tukang pukul dan anak-jalanan tanggung itu seperti serombongan petani
yang sibuk mengejar tikus sawah. Kali ini tikusnya jauh lebih gesit.
Beberapa kejap, sudah menghilang di jalan besar. Berbaur dengan anak
berseragam sekolah lainnya. Terlalu ramai. Tukang pukul itu
mengurungkan niat mengejar.
Celaka! Kali ini benar-benar celaka dan tidak menggelikan lagi.
Menjelang tengah hari, rombongan yang terus menunggu akhirnya
menemukan Natan! Natan yang hendak menuju stasiun teve. Malam ini
konser 12 Besar, dia harus berangkat lebih awal. Ada banyak persiapan.
Berbeda dengan si kembar, Natan tidak gesit melarikan diri. berbeda
dengan Ray, Natan tidak memiliki naluri melawan dan mempertahankan
diri. Maka terjadilah tarian penganiayaan yang menyedihkan. Kantong plasdk
tempat baju 'keren' Natan membusai di jalanan, berserakan. Orangorang hanya menonton. Tinju-tinju menghajar wajah dan tubuh. Orangorang hanya menonton. Natan mengaduh, berteriak minta tolong. Orangorang hanya menonton. Sungguh hidup tak ada bedanya dengan hutan
rimba. Siapa kuat, dia berkuasa. Urusan masing-masing, tak ada nurani
tergerakkan untuk membantu.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Meski akhirnya setelah begitu lama mengumpulkan keberanian beberapa
pedagang di pasar berani melerai, semuanya benar-benar terlambat.
Natan sudah benjut. Hidung dan mulutnya berdarah. Tubuhnya
tersungkur kotor, baju robek-robek. Gerombolan itu menyeringai dingin,
menatap rendah orang-orang yang berusaha melindungi Natan. Dengan
santai setelah menepuk-nepukkan kedua belah tangan, seperti habis
melakukan sebuah pekerjaan kotor-berdebu, mereka melangkah, duduk
kembali di kursi-kursi warung!
Membiarkan Natan beringsut merangkak.
Natan kehilangan mimpi-mimpinya.
Ray siang itu libur mengamen. Sepulang dari kantor Kelurahan dia
ringan-tangan membersihkan rumah. Mengikatkan sapu tangan besar di
kepala, bercelana pendek, berkaos tanpa lengan, menenteng ember
penuh air sabun dan kain pel. Ray sibuk mengelap anak-anak tangga saat si kembar
Oude dan Ouda tersengal menyampaikan berita. Mereka juga baru
pulang dari sekolah. Orang-orang di pasar sibuk membicarakan kejadian
barusan. Ray melempar kain pelnya. Tanpa berganti pakaian segera keluar dari
Rumah. Kata si kembar, Natan sudah dibawa ke rumah sakit. Dia harus
ke sana secepat mungkin, memastikan Natan baik-baik saja. Bagaimana
mungkin Natan akan baik-baik saja" Setengah jam, Ray tiba di rumah
sakit. Tubuh Natan terkulai tak berdaya di kamar operasi. Tubuh itu
memar dan lebam. Luka robek di mana-mana. Ray menatap terluka dari
balik kaca. Dokter dan perawat berseragam putih-putih bergegas
menjahit luka-luka. Inilah tempat operasi ginjalnya dulu.... Sungguh
tidak ada yang bisa menjahit luka-luka di hati Ray sekarang.
Lihatah Natan di dalam. Entah selamat atau tidak. Ray tergugu. Dia
tidak menangis. Hanya mengeluh. Mengeluh teramat dalam ketika
menyadari bukankah nanti malam Natan konser 12 Besar. Bukankah
nanti malam seluruh anak-anak Rumah Singgah akan pergi ke stasiun
teve. Bukankah nanti malam mereka akan membawa poster-poster:
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Hidup Natan!" "Natan is The Best!" Natan for The President!" "Vote
Natan for Love!" Bukankah Ilham sepanjang hari kemarin membuat
poster-poster itu. Menyiapkan yel-yel komando.
Apakah mimpi-mimpi itu masih bersisa" Setahun lebih Natan
menyiapkan semuanya. Dan sekarang saat Natan bersiap mengikuti
bagian yang paling menentukan, semua terjadi. Tubuh itu tergolek
lemah. Tak akan ada lantunan suara merdu. Tak akan ada ekspresi muka
bersahabat dan menyenangkan saat dia menyanyi. Tak akan ada gerakan
tubuh memesona saat Natan menghibur.... Ray mencengkeram tepi-tepi
dinding kaca. Nafasnya tersengal. Seseorang harus bertanggung-jawab.
Seseorang! Luka dibalas luka....
"Bagaimana kondisinya?"
Ray menoleh. Dengusan nafasnya terhend. Bang Ape melangkah
mendekat. Menyentuh bahunya, "Bagaimana kondisinya?"
Ray menggeleng. Lihat saja sendiri! Bang Ape berdiri di sebelah Ray.
Menatap lemah kesibukan dokter dan perawat berseragam pudh di
dalam. Terdiam. Menghela nafas.


Rembulan Tenggelam Di Wajahmu Karya Tere Liye di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Semoga Natan baik-baik saja!"
"Dia tidak akan baik-baik saja!" Ray mendesis.
"Berdoalah!" Bang Ape tersenyum gedr.
"Dia tidak akan baik-baik sajaV Ray menatap langit-langit koridor rumah
sakit. Giginya bergemeletukan.
"Berdoalah, Ray! Hanya itu yang bisa kita lakukan!"
Keliru! Bang Ape keliru. Kalimat kedua Ray: dia tidak akan baik-baik
saja! tidak ditujukan ke Natan. Kemarahan itu memang sedikit mereda
saat Bang Ape muncul dan menyentuh pundaknya. Tapi saat Bang Ape
bilang: berdoalah! kemarahan itu muncul lagi tak-terperikan. Berdoalah"
Urusan ini tidak akan selesai dengan berdoa. Omong-kosong. Mereka
tidak akan baik-baik saja...
Ray memukul keras kaca pembatas ruangan. Berde-bam. Bang Ape
terkesiap. Orang-orang di dalam menoleh. Dan sebelum Bang Ape
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
bertanya, Ray melangkah menuju pintu keluar. Dia tahu siapa pelakunya.
Mudah sekali merangkaikan penjelasan.
"Apa yang akan kau lakukan?" Bang Ape bertanya, curiga. Ray tidak
menjawab. Menoleh apalagi. Terus melangkah.
"Apa yang akan kau lakukan?" Bang Ape menjajari langkahnya.
Ray tetap tidak menjawab. Kakinya melangkah cepat.
"Jangan! Jangan lakukan!" Bang Ape menghadang langkah Ray persis di
depan pintu. Matanya menatap tajam.
Terkesiap. Bang Ape-lah yang terkesiap. Ray mengangkat mukanya.
Bersitatap. Wajah itu benar-benar tidak dikenalinya lagi. Wajah itu
berubah mengerikan. Tidak ada lagi Ray yang periang. Ray yang suka
memandang rembulan. Ray yang menyendiri memetik gitar. Ray yang
rajin membersihkan rumah. Ray....
"Minggir-" Ray mendesis. Menggetarkan.
"Aku tahu apa yang akan kau lakukan, Ray.. ..Jangan melakukan hal
bodoh!" Bang Ape menelan ludah. Mencengkeram lengan Ray.
"Mereka tidak akan baik-baik saja!" Ray mendesis.
"Biar petugas yang mengurus...."
"Lepaskan tanganku. Sekarang-" Ray membentak pelan.
"KAU JANGAN BERTINDAK BODOH!" Bang Ape balas membentak,
lebih kencang. Urusan ini tidak boleh kadung-kapiran.
Ray tidak peduli. Dia mengibaskan tangan Bang Ape.
Lantas berlari menerobos pintu.
"KEMBALI!" Bang Ape mengejar.
Ray berlari lebih cepat Dia mungkin tidak akan pernah kembali...
*** Tidak sulit menemukan kerumunan tukang pukul itu. Mereka masih
duduk-duduk di warung, gang dekat pojokan pasar. Tertawa
membicarakan apa-saja. Menterta-wakan Natan. Lebih banyak tawa,
saat saling mengolok soal si kembar Oude dan Ouda tadi pagi. Memakimaki betapa gesitnya dua anak sialan tersebut.
Bagi Ray urusan ini sederhana.... Maka tanpa banyak bicara dia langsung
merangsek. Menggetarkan sekali melihat Ray menyerbu kerumunan
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
meski masih dengan bebat sapu tangan besar, celana pendek, dan kaos
tanpa lengan kostum kebesaran mengepelnya.
Tangan Ray cepat menyambar botol saos (mungkin juga kecap) di atas
meja. Tiga detik, tiga gerakan, tiga orang jatuh terjengkang. Kepalakepala terkena hantaman. Darah tertumpah. Tak pelak terjadilah
keributan ketiga di gang dekat pojokan pasar sepanjang hari ini. Kali ini
lebih rusuh dibandingkan sebelumnya. Lebih ramai. Meski orang-orang,
seperti biasanya, masih menatap tidak peduli.
Sudah biasa, kan" Sudah macam makan obat.
Preman-preman ini, urusan mereka sendiriRay mengamuk dengan had terluka. Anak-anak Rumah Singgah itu lebih
dari keluarga baginya. Di sanalah untuk pertama kalinya Ray mengerd
betapa menyenangkan memiliki saudara. Di situlah untuk pertama
kalinya Ray bisa merasakan kebersamaan yang menenteramkan.
Bersama-sama menghabiskan sore bermain bola di lapangan kelurahan.
Makan sate di ujung gang. Tertawa mendengarkan gurauan Oude dan
Ouda. Ramai bercanda di meja makan. Saling lempar makanan. Ulang
tahun di tiang bendera. Perayaan-perayaan yang menyentuh had...
Semua kenangan itu berkelebat di mata Ray saat tangan-tangannya
menyambar memadkan. Menjadi sebuah fragmen tontonan yang
mengharukan. Apa yang mereka lakukan saat dia lulus sekolah informal
itu" Bukankah dia menangis terharu waktu itu.... Natan memeluknya
amat bangga. Dia benar-benar tersentuh. Mereka adalah keluarga yang
dirindukannya selama ini. Mereka lebih dari keluarga... Dan sekarang Ray
juga menangis. Matanya membasah, sementara tangannya cepat
bergerak. Ray menangis dalam perkelahian.
Sebuah kursi melayang, mengincar kepala, Ray menunduk. Kursi itu
menghantam meja warung. Tempat nasi bergulingan. Sayur dan lauk
tumpah. Lihatlah apa yang terjadi dengan anak-anak Rumah Singgah
atas ulah begundal ini" Ilham kehilangan kesempatan besarnya. Natan
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
kehilangan mimpi-mimpinya. Apa semua ini adil" Di mana rasa keadilan
Tuhan" Mengapa semuanya harus terjadi ke-tika janji baik itu dba"
Kenapa Tuhan sepertinya suka merenggut kebahagiaan orang-orang yang
selalu berbuat baik" Kursi yang lainnya melayang. Ray terlambat Menghantam telak bahunya.
Sakit sekali. Tubuhnya tersungkur. Mendarat di atas beling piringpiring. Lengannya luka terkena pecahan gelas. Ray mengeluh. Ada yang
lebih sakit di harinya. Rumah Singgah sungguh menjadi sepotong
kehidupan yang menyenangkan baginya. Enam belas tahun percuma di
panti. Tiga tahun yang menjanjikan di Rumah Singgah. Mata Ray semakin
basah... Dia akhirnya bersekolah. Rutinitas harian yang menyenangkan. Tidak ada
yang memaksa. Dan dia mulai menata masa depan yang lebih baik.
Merasa memiliki janji masa depan yang baik. Janji-janji dari kisah Bang
Ape setiap Sabtu-malam. Dia bermimpi setelah lulus ujian persamaan
minggu depan akan meneruskan kuliah!
Orang-orang ini benar-benar mengganggu kehidupannya... Orang-orang
jahat ini benar-benar mengambil kebahagiaannya. Dan mengapa Tuhan
membiarkannya" Lihatah Natan. Entah hidup atau mati.... Tangisan Ray
semakin memilukan. Orang-orang tertegun menonton. Apa yang
sebenarnya terjadi. Ray melompat bagai seekor harimau dari jatuhnya, mata basahnya
menatap garang. Air mata terpercik. Ray menerjang orang yang
memukulnya dengan kursi. Menghantamkan ujung botol yang sudah
pecah ke dada preman itu. Tidak merasa perlu untuk mencabutnya lagi.
Langsung membalik badan. Mengejar yang lain. Insting 'membunuh' itu
kembali tak tertahankan....
Lima menit berlalu cepat. Nafas-nafas tertahan. Seruan-seruan
tertahan. Seisi warung rebah tak berbentuk. Perkelahian itu baru
terhenti setelah Bang Ape dan serombongan petugas bersenjata tiba.
Setengah jam berlalu. Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Perkelahian itu sudah lama terhenti. Ray sudah dibawa pergi. Premanpreman itu sudah dilarikan ke rumah sakit. Debu masih mengepul.
Berterbangan. Matahari senja menyemburat Jingga di ufuk barat.
Cahayanya yang lembut menyentuh ujung-ujung krei warung yang robek.
Menyentuh bekas-bekas perkelahian barusan. Piring-piring pecah
berserakan. Mangkok-mangkok tumpang-tindih. Kursi-kursi kayu tak
jelas bentuknya. Gumpalan darah mengering....
Burung layang-layang terbang di langit-langit kota. Melenguh menarikan
formasi saling menggoda bakal pasangan. Sore itu, ada banyak
kehidupan yang berubah. Mimpi-mimpi yang terbuang. Harapan-harapan
yang tercerabut. Padahal hanya sepelemparan batu lagi.... Hanya sehasta
tangan menggapai.... Apa mau dikata, bukankah hidup selalu begitu"
Menyakitkan. Menyisakan kesedihan....
*** Kereta Listrik, KRL, yang jalur-jalur relnya membelah Ibukota berderit
berhenti. Stasiun berikutnya. Penumpang bergegas turun. Wajah-wajah
antusias, wajah-wajah lelah, wajah-wajah bergegas, semua menjadi
satu. Melompati pintu gerbong dengan cepat. Penumpang baru beranjak
naik. Mengencangkan ikatan tas ransel. Mencengkeram kantong plastik
bawaan. Speaker tua stasiun KRL mengumumkan sesuatu, melantunkan irama
yang khas teng-tong-teng-tong, suara merdu milik gadis penjaga loket
berseru: "Perhatian-perhatian! Hati-hati dompet Anda!"
Orang-orang berlalu lalang memenuhi emperan. Menyatu dengan tukang
asongan, penjaja koran, penjual makanan, penjaja minuman, pemintaminta dan pernak-pernik emperan lainnya.
Siang yang panas. Ada dua puluh lebih stasiun KRL sepanjang jalur ini.
Dari selatan kota, melewati dua kota di bawahnya, terus naik ke atas
membelah Ibukota hingga persis di bagian utaranya. Di pagi dan sore
hari, penumpang KRL melewati berkali-kali batas kapasitas terpasang.
Penuh sesak. Bagai sarden penumpang berdesakan. Lupa soal yang mana
wanita, yang mana lelaki. Menyatu tak peduli adab kesopanan. Besi-besi
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
antar gerbong dipenuhi orang-orang yang berdiri seadanya. Apalagi atap
kereta yang terlihat lega dan nyaman, penuh oleh penumpang, tak peduli
sengatan listrik mengintai.
Orang-orang yang beranjak pergi dan pulang dari tempat kerja.
Bergegas menguntai hari demi hari. Rutinitas!
KRL menjadi pilihan terbaik untuk bergegas. Tak ada solusi lebih baik
lainnya. Cepat, murah, meski harus dibayar dengan berbagai
ketidaknyamanan. Di siang hari, KRL tidak terlalu sesak oleh penumpang. Lumayan lega.
Tetapi karena tidak sesak oleh pe numpanglah, gerbong-gerbong akan
mulai disesaki Oleh pedagang. Penjaja gaya kaki-lima. Lengkap! Gerbong
KRL sudah macam super-market. Malah hyper-market kalah soal
lengkapnya pernak-pernik barang yang dijual. Mulai dari makanan
tradisional, buah-buahan, peniti, batu batere, sisir, buku-buku, mainan,
hingga yang aneh-aneh macam tambal panci bocor atau obat kuat (untuk
binatang peliharaan). Bukan hanya barang. Di sini juga tersedia jualan jasa! Anak-anak yang
menyapu lantai gerbong. Membuat debu-debu berterbangan. Sesak.
Satu sapuan dua kali tangan terjulur menengadah. Pengemis dengan
pakaian lusuh nan bau. Peminta-minta dengan kaki terpotong beringsut.
Ibu-ibu tua yang hanya bermodal kalimat "Sedekahnya, Nak!" Mereka
penjual jasa. Jasa masuk surga. Anda beri, maka doa-doa bertumpahan.
Tidak peduli doa itu bagai kaset yang diputar ribuan kali. Mungkin
akhirnya satu-dua ada yang makbul. Murah bukan" Berharap surga
ditukar dengan uang ratusan perak.
Tidak ketinggalan aksi berpuluh-puluh penghibur gerbong kereta.
Entertainer jalanan. Pengamen. Mulai dari yang membawa karaoke-an
butut, membaca puisi ('Salam sastra anak jalanan'.), kencreng tutup
botol, galon air, hingga yang full-pasukan dengan peralatan musik
lengkap seperti band-band ngetop di teve-teve. Gerbong KRL benarbenar menjadi selembar foto lengkap dari gambaran kehidupan hari ini.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Yakinlah! Tidak akan ditemukan di zaman-zaman sebelumnya, dan juga
mungkin di masa-masa mendatang.
Ray siang itu memulai harinya dengan berpindah-pindah dari satu
gerbong ke gerbong lainnya. Dari satu kereta ke kereta lainnya. Itulah
pekerjaannya selama enam bulan terakhir. Enam bulan sejak kejadian
'seru' di gang pojokan pasar. Ray tidak lagi merasa harus bernyanyi. Dia
tahu suaranya jelek, membuat sakit kepala. Ray memutuskan hanya
memetik gitar. Memaksimalkan kelebihannya.
Lihatlah! Di siang yang panas ini, gitar Ray meleng-king-lengking dalam
satu tarikan melodi panjang. Betotan lemarinya memang mantap, sudah
macam pemetik gitar terkenal saja. Orang-orang yang duduk di kursi
panjang KRL memperhatikan. Boleh juga! Pengamen ini berbeda dengan
yang lain. Dia berpakaian rapi. Gaya. Dan tidak berhenti sebelum tiga
lagu selesai dilantunkan.
Ray melepas keranjang rotan di pinggang. Tersenyum lebar.
Menyampirkan gitar di bahu. Mulai menjulurkan keranjang. Berharap
kebaikan sedang bersemayam di hati penumpang KRL. Seorang anak
berumur empat tahun, gadis kecil dengan kepang rambut dan pita
merah, takut-takut menjulurkan uang. Ibunya berbisik, "Ayo, duitnya
dikasihkan, sayang" Anak kecil itu nyengir memasukkan uang ke dalam
keranjang. Ray tersenyum, melanjutkan ke penumpang yang lain. "Mama,
mama, nantli kak Lena ingin jajan gimana" Uangnya kan sudah dikaslih"
Anak kecil itu menyeringai, bertanya. Inilah pekerjaan Ray sekarang. Kehidupan barunya.
Tiba di ujung gerbong, itu berarti sudah saatnya pindah ke KRL
berikutnya. Ray mendekati pintu. Kereta listrik itu dalam hitungan
menit, berderit lagi. Berhenti di stasiun berikut. Ray gesit melompat
keluar. Menyatu dengan orang-orang di emperan stasiun. Menunggu
Pukulan Naga Sakti 12 Lima Sekawan 08 Petualangan Di Sungai Ajaib Pusaka Bukit Cangak 2
^