Pencarian

Sang Penandai 1

Sang Penandai Karya Tere Liye Bagian 1


Tere Liye SANG PENANDAI bisa dibaca online di http://cerita-silat.mywapblog.com
Tere Liye SANG PENANDAI Edit & Convert: inzomnia
http://inzomnia.wapka.mobi
BERPISAH! KISAH INI tentang Jim. Yang sejak kecil amat percaya setiap
kehidupan ditakdirkan memiliki satu cinta sejati. Sebenarnya itu berani
hampir dari seluruh kalian juga memiliki cerita yang serupa. Hanya saja
kisah ini menjadi berbeda dengan kepunyaan kita ketika Jim tak kunjung
menyadari bahwa cinta adalah kata kerja. Dan sebagai kata kerja jelas
ia membutuhkan tindakan-tindakan, bukan sekadar perasaan-perasaan.
Maafkanlah, tidak sebagaimana lazimnya dongeng cinta, kisah ini harus
dimulai dengan perpisahan. Perpisahan yang menyakitkan. Meskipun
sebenarnya seabadi apa pun kisah cinta yang kalian kenal, pastilah
mengenal kata berpisah. Hari itu, Senin, 7 Juli ratusan tahun silam. Hari yang aneh di penghujung
musim dingin, di salah satu kota terindah benua-benua utara yang
pernah ada. Orang-orang berlalu lalang mengenakan mantel tebal, syal di
leher, juga topi besar yang menutupi seluruh telinga.
Kehidupan baru saja dimulai beberapa menit lalu. Rutinitas kota kembali
lagi seiring kabut yang masih menggantung di sela-sela gedung tua.
Udara tidak sedingin biasanya, tapi tetap tak nyaman berada di luar
tanpa pakaian berlapis-lapis. Ribuan larik cahaya matahari pagi lembut
menerobos sela dedaunan pohon cemara. Jatuh menimpa rumput dan
bangku-bangku taman, menimbulkan bayangan indah yang magis dan
syahdu. Memesona. Seolah-olah kalian bisa menangkap warna cahaya
tersebut di tengah kabut.
Mengambang. Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Burung-burung gereja berkicau riuh. Satu dua malah hinggap dekat
trotoar pejalan kaki. Berloncat-loncatan saling menggoda pasangan.
Pejantan menunjukkan paruh yang kokoh, betina memamerkan bulu dada
yang lembut. Tetapi tidak ada yang terlalu memedulikan pemandangan indah tersebut.
Bagi penghuni kota, pagi seperti ini sudah biasa. Tidak jauh lebih biasa
sekalipun musim semi tiba. Ketika
ratusan pohon bougenville di taman merekah dengan ribuan warna. Dan
ratusan jenis kupu-kupu beterbangan di atasnya.
Mereka sepagi ini sudah telanjur disibukkan memikirkan pekerjaan yang
menumpuk di kantor, harapan bisa menjual lebih banyak, kesepakatan
yang akan ditanda-tangani, rencana-rencana penting yang harus
dilakukan sebelum petang tiba, dan semacam itulah.
Ada memang satu dua yang berdiri di bawah bingkai jendela bangunan
berlantai dua, terpesona menatap syahdunya pagi. Satu dua yang berdiri
di bawah krei penginapan dan toko roti. Serta sepasang kekasih yang
bersandar di depan bangunan kantor pos tua. Uap yang keluar dari
embusan napas mereka pelan merobek kabut. Mereka bukan penduduk
kota ini. Mereka adalah pengunjung yang kebetulan singgah. Karena tak
terbiasa, pagi itu indah benar dalam kejapan mata.
Anak-anak berseragam yang diantar menuju tempat belajar muncul dari
kelokan jalan dekat taman, beberapa berontak melepaskan pegangan
tangan orangtuanya, lantas berlarian mengejar burung-burung gereja.
Melemparinya dengan remah-remah roti bekal nanti siang. Tertawa
bersorak, riang berteriak, meski sekejap kemudian
merajuk-tak-mau diseret kembali oleh orangtua masing-masing ke atas
trotoar. jim yang sedang duduk di tepi salah satu bangku taman tertawa lebar.
Seorang anak lolos dari kejaran. Gerakannya gesit meskipun tubuhnya
besar dan gemuk. Ibunya mengomel berusaha mengejar, sayang segera
tersengal menopang badannya yang tiga kali lebih tambun dibandingkan
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
anaknya. Cukup lama pengejaran itu sebelum anaknya dengan sukarela
kembali berjalan di atas trotoar. Bergabung.
Ah, mereka hanya hendak bermain. Tidak lebih, tidak kurang! Jim
tertawa melambaikan tangan pura-pura memberikan salut pada sang
jagoan. Ibunya merengut melihat Jim. Menepuk-nepuk debu di celana
anaknya. Meneruskan langkah. Tentu saja Jim mengenali seluruh
penghuni kota, sebagaimana meieka mengenali Jim.
Kota ini tidaklah terlalu besar. Sederhana dan bersahabat.
Sekejap lepas dari kesenangan mengamati bocah-bocah tadi, Jim
mencoba menyisir rambut hitam bergelombangnya dengan jari-jari
tangan. Tidak terasa, mungkin sudah lebih dari liga kali dia mematut
penampilan dalam lima belas menit terakhir. Mencoba merapikan mantel
besarnya. Menepis debu di ujung-ujung syal. Duduk dengan posisi yang
lebih nyaman. Menatap lamat-lamat sekuntum mawar biru yang tergeletak di
sampingnya. Mukanya yang muda "dan gagah terlihat riang, seolah ada
sumber cahaya di sana. Matanya mengerjap antusias, penuh kebaikan.
Namun, hatinya tak bisa dibohongi. Jim sungguh sedang gelisah,
menunggu bermenit-menit yang lalu. Bola matanya tak henti melirik jam
besar pasir yang berdiri kokoh di tengah taman.
Hampir jam tujuh. Sudah waktunya.
Dan ia belum datang juga.
KETIKA JARUM pendek persis menunjuk angka tujuh, jarum panjang
menunjuk tepat angka dua belas, riuh-rendah dering dan dentang jam
yang ada di seluruh kota berbunyi bersamaan. Memenuhi sudut-sudut,
lorong-lorong, dan segenap ruangan-ruangan kota. Bersahut-sahutan
satu sama lain. Ah, karena itu pulalah kota di tepi pantai itu disebut
kota seribu jam. Tetapi pagi itu, meskipun jam besar di tengah taman seperti biasa
berbunyi amat nyaring, juga seluruh jam-jam lainnya berisik, ternyata
masih kalah dengan kerasnya sebuah suara yang muncul tiba-tiba
membelah langit-langit kota.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
lonceng raksasa kapel tua di atas bukit berdentang! Bergema penuh
wibawa. Menggetarkan perasaan.
Jim memejamkan mata. Menggenggam setangkai mawar birunya.
Menengadahkan muka ke langit Menghitung dengan khidmat setiap
dentang. Tujuh kali. Semua penduduk kota ini tahu, lonceng besar dari tembaga bersepuh
emas itu hanya dibunyikan sekali dalam setahun. Setiap tanggal tujuh,
bulan tujuh, jam tujuh pagi. Sayang, tak banyak lagi yang peduli.
Beberapa orang yang berlalu lalang di jalanan dekat taman
menghentikan langkah. Menatap barisan bukit yang dari kejauhan bagai
penjaga memagari batas selaian. Kota itu separuh dilingkari sabuk bukit,
separuh lagi berhadapan dengan laut membiru. Bangunan kapel raksasa
tersebut terlihat megah dari sini, meskipun sesungguhnya kotor tidak
terawat jika kalian melihatnya dari dekat.
Orang-orang yang memenuhi jalan berbisik-bisik, seperti ular yang
melesat di balik re-rumputan. Bergumam satu sama lain. Bertanya. Satudua menyadari sesuatu. Ingat sesuatu. Tentu saja hari ini penting! Jim
menyeringai menatap mereka.
Lonceng raksasa itu tak pernah dibunyikan sepanjang tahun selain untuk
mengenang sepasang kekasih yang pertama kali menginjakkan kaki di
kota semenanjung benua utara ini. Yang membangun rumah pertama,
menanam bulir-bulir gandum pertama, menumbuhkan batang-batang
anggur pertama, beternak puluhan domba, beranak-pinak. Pendiri kota
ini. Konon, tepai hari ini, jam tujuh pagi ini, dua ratus tahun silam, yang
lelaki memutuskan bunuh diri saat yang wanita meninggal karena uxur
dalam pelukannya di atas ranjang. Bagi pasangan abadi tersebut
kehidupan berakhir mana kala yang lain meninggal. Hidup bersama. Mati
pun bersama. Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Setelah sekian lama lelah menunggui kekasihnya sekarat, lelah
menunggui kabar baik dari tubuh istrinya yang tidak pernah pulih,
sambil mencium kening istrinya yang telah membeku, dia memuluskan
untuk meminum segelas racun.
Pergi menyusul. Mati bersama dalam pelukan.
Begitulah legenda yang pernah didengar Jim dan seluruh kanak-kanak di
kota. Cerita yang membuat Jim percaya setiap orang pasti memiliki satu
cinta sejatinya. Sayang, cerita itu uzur ditelan waktu, dan hari ini
kebanyakan penduduk kota menganggap kisah itu tidak lebih dari
dongeng sebelum tidur yang indah.
lonceng raksasa dibunyikan sekadar ritual untuk menarik minat para
pengunjung dari kota-kota lain. Bukankah romantis sekali sua-sana
seperti itu" Lihatlah, satu-dua pengunjung yang berdiri di balik bingkai
jendela penginapan terlihat menyeka air mata. Bahkan sepasang kekasih
yang berdiri di depan kantor pos tua terlihat berpelukan, bertangisan.
Dasar turis. Sibuk mengikrarkan kembali cinta mereka.
Sementara orang-orang terburu-buru di jalanan dekat taman hanya
terhenti sebentar, dan seperti dengungan lebah yang tersentakkan,
mereka bergegas kembali menuju arah masing-masing. Ada banyak
pekerjaan yang menunggu hari ini. Tidak ada gunanya mengenang
romantisme ratusan tahun silam itu.
Jim tak sempat memikirkan banyak hal kontras tersebut.
Kegelisahannya semakin memuncak. Waktu pertemuan mereka
seharusnya terjadi lima belas menit yang lalu. Dan mereka, seperti
halnya beberapa pasangan kekasih turis itu, berjanji saling
menggenggam tangan, takzim memandang bebukitan, menikmati ritus
dentang lonceng kapel tua di taman ini.
Tapi ia belum datang juga.
Tidak! Semua ini pasti ada penjelasan baiknya!
Menggelengkan kepala kencang-kencang. Kuat sekali Jim menentang
berbagai pikiran buruk yang tiba-tiba muncul di kepala, hingga tak
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
menyadari tangannya meremas kencang langkai bunga mawar. Dia tahu,
masalah yang mereka hadapi benar-benar serius. Awan hitam itu
menggantung bak jelaga di terik siang. Bak tinta hitam yang dituangkan
dalam beningnya kolam. Meresahkan hati yang melihat. Membuai sesak
napas. Tetapi mereka pasangan yang tegar, setidaknya demikian
menurut pandangan Jim. Lima belas menit berlalu lagi, yang setara dengan lima belas kali dia
resah mengusap wajah, sepuluh kali serbasalah berdiri-duduk-berdiridu-duk di atas bangku taman, sebelas kali cemas mengembuskan napas
dalam-dalam, dan entah tak terhitung jumlahnya menatap tak sabaran
tikungan jalan, tempat seharusnya ia muncul melambaikan tangan.
Tapi ia belum datang juga.
PERNIKAHAN YANG ramai. Setahun silam. Bukan main! Inilah
pernikahan terbesar sejak kota ini dibangun! Seru seseorang sambil
tertawa lebar. Mengangkat gelas minumannya tinggi-tinggi.
Tamu undangan lain menyahut menyetujui. Tertawa tak kalah bahak.
Seluruh penduduk kota hadir. Berpakaian rapi, para lelaki datang dengan
rambut licin diminyaki, para wanita datang mengenakan baju berenda
yang sekian tahun hanya digantung dalam lemari. Anak-anak memakai
pita warna-warni, berlarian. Tamu-tamu datang membawa hadiahhadiah, meskipun apalah artinya hadiah itu bagi tuan rumah. Mereka
adalah keluarga terkaya, terpandang sekaligus penguasa kota tersebut.
Tuan rumah tengah menikahkan putri keempat. Pernikahan terakhir
dalam keluarga. Si bungsu bersanding dengan putra bangsawan
terpandang dari negeri seberang, anak benua. Itu dengan mudah bisa
dilihat dari pakaian-pakaian keluarga mempelai pria. Mereka
mengenakan sorban panjang, baju terusan yang berbunyi dan berkibarkibar saat berjalan, ikat pinggang besar dari kain dan sepatu lancipmelengkung.
Tidak terlalu aneh melihat peradaban tersebut di kota ini. Hubungan
perdagangan sudah sejak lama membuat orang dari berbagai kebiasaan
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
datang berkunjung. Anggur kota ini yang terbaik di seluruh benua utara,
dan itu cukup sudah untuk mengundang banyak saudagar.
Yang tetap memesonakan adalah memerhatikan pernak-pernik yang
digunakan tetamu seberang tersebut. Manik-manik dari permata
menggantung di leher, lengan dipenuhi gelang, hingga cincin di seluruh
jemari. Pakaian mereka terbuat dari sutera terbaik. Dan satu-dua
bahkan mengenakan sabuk emas. Besar dan cemerlang. Semua
menunjukkan betapa hebatnya keluarga besan mempelai pria. Saudagar
dari anak benua. "Ayolah Jim, mulailah! Kau tidak ingin kami tertidur kekenyangan
sebelum mendengarkanmu, bukan!" Seseorang berseru dari kerumunan
tamu. Orang-orang ramai bertepuk tangan.
"Ya, mainkan!" Yang lain tak kalah antusias menyahut. Bersorak. Tenawa.
Jim menyeringai, beranjak melangkah ke depan. Dari tadi sulit baginya
bergerak di tengah kerumunan tempat acara pernikahan itu digelar.
Apalagi dengan membawa sesuatu.
Orang-orang benepuk tangan lagi saat Jim akhirnya tiba di atas
panggung, duduk di atas bangku yang disediakan. Tamu-tamu besan yang
bersorban menatap sedikit tidak mengeni. Satu-dua keluarga mempelai
wanita berbaik-hati berbisik menjelaskan. Mengangguk-angguk.
Jim sudah mengeluarkan biola-nya. Orang-orang dengan muka berbinar
menunggu. Jim menoleh ke tempat duduk tuan rumah. Penguasa kota yang berumur
sekitar enam puluh tahunan itu menganggukkan kepala, istrinya yang
masih terlihat cantik di usia separuh baya, duduk di sebelahnya,
tersenyum. "Mainkanlah lagu yang indah, Jim!" Mempelai wanita yang bergaun putih
bagai burung bangau berseru riang dari tengah-tengah ruangan.
Mengedipkan mata. Mengacungkan jari.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Jim tertawa lebar. Tentu saja akan kulakukan, Marguirette! Jim
menganggukkan kepala. Menyampirkan biola di bahu kiri, kemudian
dengan penuh perasaan memulai pertunjukan.
Dawai-dawai bergetar pelan, dan segera seisi ruangan besar tersebut
dipenuhi oleh energi kesenangan baru. Orang-orang bertepuk tangan.
Ada yang berseru. Mulai riang menggerak-gerakkan badan. Jim
tersenyum. Itulah pekerjaannya-jika itu pantas disebut pekerjaan.
Awalnya dia hanya coba-coba membawa biolanya di sebuah pernikahan.
Memainkannya ketika acara mulai berjalan lamban dan membosankan.
Ternyata pengunjung menyukainya. Lagu yang indah, Jim! Begitu
komentar mereka sambil terus berlalu lalang menyapa kerabat dan
mengunyah makanan. Beberapa pernikahan berikutnya bahkan lebih maju
lagi, mereka berdansa, menari diiringi gesekan biola Jim. Dan semakin
menyenangkan. Semenjak hari itu, maka tak ada pernikahan di kota ini
tanpa kehadiran Jim dengan biolanya.
Termasuk pernikahan terbesar di kota ini. Apalagi Marguiretta,
mempelai wanita, adalah teman dekatnya.
Belumlah rampung Jim memainkan dua lagu ketika sudut matanya
menangkap sesuatu. Sekilas saja, tetapi entah mengapa tiba-tiba bagai
ada sebuah kilat yang menyambar hatinya.
Biolanya berdengking, Jim gagap buru-buru memperbaiki gesekan nada
lagu yang keliru untunglah tak ada yang terlalu memerhatikan. Jika
kalian bernyanyi dengan baik, satu-dua not keliru, tak ada yang peduli.
Ada yang peduli atau tidak, jantung Jim mendadak berdebar kencang.
Napasnya tersengal. Tangannya yang memegang biola berkeringat.


Sang Penandai Karya Tere Liye di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Oh Ibu, perasaan itu sungguh tak terbayang-kan.
Gadis itu mendekat. Matanya yang indah dan bundar justru menatap Jim
tanpa sungkan. Wajahnya berseri-seri, bibirnya tersenyum. lagu itu usai
beberapa menit kemudian, tetapi Jim merasa bagai baru saja
memindahkan sepuluh bukit.
Dia mengelap keringat di dahi.
Hanya sekilas. Dia tadi melihatnya hanya selintas. Sayang, itu sebuah
lirikan yang tertikam mati. Tatapan yang terpasung kokoh. Tak pernah
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
ia mengenal gadis itu sebelumnya. Bagaimana mungkin perasaan itu
muncul tak tertahankan" Bahkan dia sekarang tak mampu walau sejenak
mengangkat muka untuk melirik kembali gadis yang sekarang persis
berdiri di hadapannya. Jim gemetar.
Orang-orang bertepuk tangan. Satu dua bersuit. Bravo, Jim! Lagu yang
hebat! Jim hanya mengangguk tersenyum tanggung, pura-pura mengelap
keringat. Sibuk memperbaiki posisi duduknya. Tertunduk.
Gadis itu melangkah satu kaki lagi. Aroma tubuh kesturinya tercium oleh
Jim. Dan Jim tiba-tiba merasa tersedak.
"Ma ajmalal ghina!" Gadis itu menegur.
Jim gemetar mengangkat wajahnya, bukan dia bingung tak mengerti apa
yang sedang diucapkan gadis itu, tapi lebih karena gemetar mendengar
merdu suara itu terucap. Mereka bersitatap. Barulah Jim menyadari gadis itu salah satu undangan dari rombongan
besan mempelai pria negeri seberang, meskipun ia berpakaian layaknya
gadis biasa kota setempat. Pantaslah Jim tidak mengenalinya. Gadis itu
tersenyum hangat menyapa Jim. Sayang yang disapa bukan hanya
bingung tidak mengerti dengan apa yang diucapkannya, tapi juga bingung
dengan apa yang sedang terjadi di hatinya.
"Musikmu indah sekali Marguirette, mempelai wanita menyela dari
belakang. Ia berjalan mendekati Jim, membantu menjelaskan. Semen
tara, tamu-tamu kembali ke meja makan.
"Ah, maafkan. Aku tak menyadari telah menggunakan bahasa kami ....
Begitulah! Kalau sedang terpesona biasanya aku tidak tak tahu apa yang
harus kuucapkan. Aku di situ tapi hatiku tidak di situ ...." Gadis timur itu
menyadari sesuatu. Tetap tersenyum riang memandang Jim.
"Kau pasti belum mengenalnya. Ini Nayla, kerabat suamiku dari negeri
seberang. Nayla, ini Jim, teman baikku sejak kecil." Marguirette berdiri
di antara mereka, sambil mengangkat gaun pengantinnya. Mengenalkan.
Tubuh Jim menciut ketika tangannya bersentuhan dengan jemari
lembut-halus gadis itu. Dia memaksakan diri tersenyum. Sayang lebih
terlihat seperti seringai kuda.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Kau bisa berbahasa kami?" Hanya itu yang keluar dari mulut kaku Jim.
Gadis itu mengangguk sopan.
"Nayla, tinggal dan dibesarkan di ibukota, Jim. Tentu saja ia bisa
berbahasa kalian, meskipun keluarganya memang berasal dari anak
benua .... Di tempat kami, tidak lazim alat musik digesek." Rasyid,
mempelai pria, melangkah mendekat.
Jim mengangguk, kebas menatap gadis itu.
"Kau pandai sekali memainkannya. Bisakah mengajariku?" Gadis itu
menatap dengan bola mata berbinar-binar, persis seperti kanak-kanak
yang berharap janji bermain-main.
Jim menelan ludah. Mengusap ujung hidungnya. Ah, entah sejak kapan
tiba-tiba saja di jantungnya berdenting dawai yang menyanyikan lagu
indah penuh harapan. Perasaan cinta!
Mereka terdiam beberapa saat. Nayla memberanikan diri menyentuh
sopan lengan Jim, berbisik dengan suara bergetar:
"Mainkanlah satu lagu istimewa untukku!"
"APAKAH TUAN yang bernama Jim?" Anak itu menatap ragu-ragu.
Pakaiannya terlihat sebagaimana layaknya seorang pesuruh. Mungkin
salah satu pesuruh Rasyid dan Marguirette.
Jim yang berjalan mondar-mandir menoleh. Memandang lamat-lamat.
Mengangguk. Tidak! Pasti bukan sesuatu yang buruk.
Anak itu menyerahkan sebuah lipatan kertas.
Jantung Jim berdebar kencang demi melihat kertas putih tersebut.
Gemetar tangannya menerima. Patah-patah jemarinya membuka lipatan.
Tulisan. Ada pesan di sana.
"Tolong bacakan untukku!" Jim menyerahkan kembali kertas yang
terbuka ke tangan anak itu.
Anak itu menatapnya tidak mengerti. Jim berkata lemah, "Aku tidak
bisa membaca." Anak itu membaca surat dengan suara tersendat-sendat, kata demi
kata. Dia juga tak terlalu pandai. Tetapi itu tidak penting. Yang penting
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
bagi Jim sekarang, tiba-tiba laksana ada seribu godam serentak
menghantam dadanya saat anak itu selesai membaca pesan singkat
tersebut. Jim seketika melompat dari bangku taman, berlari menuju jalanan yang
ramai. Lupa sudah dengan pesuruh di depannya. lupa sudah mengucapkan
terima kasih dan memberikan upah sekadarnya .... Bagaimanalah mungkin
Jim akan ingat" Hubungan mereka berjalan cepat. Boleh jadi terlalu cepat. Tetapi bagi
yang sedang dimabuk cinta, tidak ada istilah cepat atau lambat.
Semuanya tentang perasaan. Apalah artinya sebulan jika kalian sedang
riang bercengkerama dengan sang kekasih; berlalu bagai sedetik.
Sebaliknya, apalah artinya sedetik kalau kalian sedang pilu merindu
pujaan hati, terasa bagai seabad.
Gadis itu putri keluarga bangsawan negeri seberang yang bermartabat.
Kaya raya dan memiliki pengaruh besar di anak benua. Beruntung gadis
itu memiliki gaya hidup seperti layaknya gadis-gadis lain di kota ini,
mengingat betapa ketat keluarga dari negeri seberang mengatur tata
cara kehidupan anak gadis mereka. Dipingit.
Jim dan Nayla sering bertemu sejak pernikahan Marguirette.
Pertama-tama hanya satu kali seminggu, lewat beberapa minggu menjadi
dua hari sekali. Lepas sebulan meningkat menjadi setiap hari, berbulanbulan lantas tak terhitung lagi dalam sehari. Nayla tinggal selama
beberapa bulan di kota indah itu. Keluarganya yang tidak paham alasan
sebenarnya berat-hati mengizinkan, demi hubungan baik dengan
keluarga Rasyid dan Marguiretta.
Belajar" Tidak ada yang Nayla lakukan sepanjang hari, selain
mendengarkan Jim menya-. nyikan lagu-lagu indah di bangku taman.
Bercengkerama melempari burung-burung dengan remah roti. Menatap
kupu-kupu yang hinggap di mekarnya bunga bougenville ketika musim
semi tiba. Berjalan-jalan berdua berbingkaikan rembulan bundar
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
menyusuri trotoar. Atau sekadar menatap lalu lalang orang-orang
bergegas di bawah ribuan larik cahaya matahari pagi.
Dan tentu saja menyempatkan diri mengunjungi kapel tua di atas bukit.
Mendengarkan Jim menjelaskan kisah legenda abadi kota itu. Menatap
wajah Jim lamat-lamat. "Apakah kau juga akan mati untukku?" Nayla bertanya lirih kepada Jim.
Memeluknya lembut. Yang ditanya menatap lama dinding tua kapel. Kemudian mengangguk.
Sungguh berani. Anggukan yang terlalu berani dari seorang pemuda
yatim piatu, miskin papa, dibesarkan oleh kasih sayang para dermawan,
tak berpendidikan, dan terlalu lemah untuk berani mengambil keputusan dalam hidup.
Tetapi Jim sedang tidak peduli soal latar-belakangnya itu, dia tak
pernah berpikir bahwa hubungan mereka berdua akan berubah menjadi
bencana. Lagi pula Nayla (dan seluruh penduduk kota) juga tidak peduli
dengan latar belakang itu. Sepasang kekasih itu tidak pernah
membayangkan justru latar belakang itu bermasalah bagi keluarga
Nayla, penguasa negeri seberang.
Dan benarlah! Kisah cinta itu harus berakhir. Nayla dipaksa pulang di
pagi yang dingin di awal musim dingin enam bulan kemudian. Ibunya
meninggal. Kereta kuda tercepat dari Ibukota datang menjemput
Udara pagi menusuk geraham, mengilukan tulang-belulang ketika
perpisahan itu terjadi. Tetapi jauh lebih mengilukan tusukan di hati Jim
dan Nayla. Marguirette dan Rasyid ikut mengantar hingga gerbang kota.
Setelah pelukan terakhir yang lemah, kereta kuda itu meluncur lima
ratus kilometer ke ibukota, kemudian menyeberang ke anak benua.
"Berjanjilah kau akan selalu mengirimkan surat!" Nayla berbisik ke
telinga kekasihnya, beberapa delik yang lalu.
"Aku berjanji akan mengirimkan satu surat setiap harinya!" Jim
berbisik, menatap mata kekasihnya sungguh-sungguh- meskipun dia
sama sekali tak pandai menulis dan membaca.
"Berjanjilah suatu saat kau akan datang meminangku!"
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Aku akan datang. Meski itu adalah hal terakhir yang dapat kulakukan di
dunia ini ...." Nayla tersenyum, matanya basah, memeluk Jim lebih erat.
Sayang, kalimat Jim hanya menggantung di udara pagi kota.
Lepas setahun tetap saja menggantung di tempat yang sama. Andaikata
kalian bisa melihatnya, kalimat itu benar-benar menggantung, menjadi
bukti nyata kepengecutannya. Masalah besar menghadang hubungan
mereka. Nayla ternyata bukan sekadar berduka-cita atas kematian
ibunya. Nayla pulang menjemput sesuatu.
Bulan kedua setelah mereka berpisah, Nayla mengirimkan surat yang
penuh bercak di sana-sini. Ia pasti menangis saat menuliskan kata demi
kata. Tangannya mestilah gemetar menorehkan tinta. Huruf-hurufnya
bergoyang. Kertas surat itu penuh sisa-sisa kesedihan. Apalagi isinya ....
Marguirette yang membacakan untuk Jim.
Keluarga Nayla menjodohkannya dengan seorang pemuda dari kaumnya.
Itu permintaan terakhir mendiang ibu Nayla. Pernikahan akan segera
dilangsungkan. Enam purnama lagi.
Jim terpana. Gemetar, meminta Marguirette menuliskan surat balasan.
Mengeluh bagaimana mungkin hal itu bisa terjadi. Tidak akan ada yang
bisa menghalangi cinta mereka. Tidak akan ada yang bisa memisahkan
mereka. Tidak bisakah Nayla menjelaskan hubungan mereka kepada
orangtuanya. Tidak bisakah orangtua dan kerabat Nayla memahami
bahwa mereka adalah sepasang kekasih sejati. Tidak bisakah"
Surat balasan Nayla datang sebulan kemudian.
Lebih menusuk. Lebih menyedihkan .... Tidak ada yang pernah berani
menentang kepu-tusan keluarga mereka. Hidup mereka sudah digariskan
berdasarkan kesepakatan keluarga. Anak-anak gadis harus menuruti
perjodohan. Pernikahan itu dilakukan bukan semata wasiat terakhir
ibunya, pernikahan itu dilakukan demi mengencangkan kembali
kekerabatan antarkelu-arga. Pernikahan itu akan mencegah tumpahnya
darah dua suku besar yang berkuasa. Pernikahan itu harus terlaksana.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Mendengar surat yang dibacakan Marguirette, Jim hanya bisa
tersungkur tidak mengerti. Tertunduk dalam-dalam. Dia memang tidak
akan pernah mengerti betapa tinggi tembok adat yang harus
dilewatinya. Betapa tebal kekuasaan suku penguasa negeri seberang
yang harus dia hadapi. Bahkan Rasyid dan Marguirette, sekalipun berasal dari keluarga terpandang dan berkuasa, tidak bisa
membantu banyak. "Pernikahan itu pasti terjadi!" Rasyid berkata pelan.
"Tak adakah yang bisa kulakukan?"
"Aku khawatir tidak ada, teman. Jika pun ada kau harus menanggungnya
sendirian .... Tidak akan ada yang berani menolongmu. Nyawa harganya
...." "Katakanlah padaku Apa saja yang mungkin kulakukan. Aku mohon ...."
Jim berbisik lemah, cemas.
"Kau dan Nayla lari dari keluarganya. Entah pergi ke mana. Bersembunyi.
Sejauh mungkin. Itulah satu-satunya jalan. Sayang itu tidak akan
pernah mudah Kesepakatan perjodohan itu berharga darah. Orangtua
Nayla lebih baik memilih membunuh anaknya daripada menyerahkannya
pada kau, Jim! Sepasukan penunggang kuda Beduin lengkap
bersenjatakan pedang kelewang akan memburumu ke mana pun kaupergi. Hingga ke ujung dunia
Penjelasan Rasyid sebenarnya penyelesaian masalah yang jelas bagi
pencinta yang berani mati ditembus pedang, tetapi apalah artinya
seorang Jim. Dia hanyalah pemain musik yang berperasaan lembut. Dia
tidak memiliki kekuatan apa pun untuk mewujudkan mimpi-mimpinya.
Terlalu takut untuk menghadapi kemungkinan hari-hari depannya.
Terlalu gentar untuk mengambil tindakan. Tersuruk-suruk
menggerakkan kaki. Berkutat dengan asa tanpa upaya.
Surat berikutnya yang dikirimkan Jim hanya berisi keluhan.
Pengharapan-pengharapan akan berubahnya nasib mereka Surat-surat
balasan Nayla justru mengadukan tenggat pernikahan yang semakin
dekat. Nayla mendesaknya untuk membuat keputusan. Jim semakin
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
gamang dengan apa yang harus dilakukannya. Dia menyarankan doa-doa,
semoga pemilik semesta alam membalikkan hati keluarga Nayla.
Tapi apakah doa dengan sendirinya mengubah nasib"
"Jim sayang, kematianku sudah dekat.... Hari ini mereka datang.
Membawa umbul-umbul penghias makamku, hadiah-hadiah emas untuk
memperelok altar persembahanku, dan angsa-angsa perak pengiring
prosesi kematian hatiku .... Jim, jemputlah aku dari tempat terkutuk ini.
Aku mohon .... Kita bisa pergi bersama ke mana pun kaumau!"
"Nayla. cinta dan permataku .... Bagaimana mungkin aku akan
membawamu dengan kepal tangan yang kecil dan tapak kaki yang
gemetar ini .... Nyawamu taruhannya. Tak masalah aku
mati, tetapi bagaimana dunia tanpa dirimu. Pelarian kita tak akan pernah
berumur panjang. Dan bila harus berakhir begitu, maka sia-sialah
semuanya .... Berdoalah, semoga pemilik semesta alam berbaik hati.
Berdoalah ...." Nayla lelah dan sesak menunggu keberanian Jim, sementara pernikahan
itu di ambang pintu. Nayla akhirnya memutuskan datang ke kota ini.
Ingin memastikan keputusan apa yang akan diambil oleh kekasih belahan
hatinya. "Jim, kekasihku .... Kita kehabisan waktu. Tak terbayangkan jemariku
memakai cindai bukan untukmu. Muka disapui perona pipi bukan untukmu.
Jemari kaki dihias lukisan bukan untukmu. Tanggal tujuh bulan tujuh
kita akan bertemu di kotamu. Kuharap kau sudah mempunyai rencanarencana dan keputusan. Perjalanan yang akan kulakukan senilai nyawa
kita berdua, kekasihku Nayla putus asa. JIM BERLARI menerobos jalanan. Menyenggol orang-orang. Dimaki,
tapi dia tidak peduli. Jim kalap menendang pintu salah satu penginapan
yang disebutkan dalam surat. Bagai seekor elang, terbang menaiki anakanak tangga. Melewati penjaganya yang berteriak menunjuk-nunjuk
pintu masuk yang rusak. Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Koridor penginapan lantai dua itu telah dipenuhi orang-orang. Seragam
pasukan penjaga kota. Berkerumun. Bergumam lemah. Sedih. Prihatin.
Rasyid dan Marguirette juga ada di situ. Mendekap mulut masingmasing.
Jim yang gelap mata tak terlalu menghiraukan.
Terus merangsek berlari masuk ke dalam kamar.
Surat itu menyebutkan Nayla-nya. Berita buruk. Seburuk apa" Ada apa
dengan Nayla-nya. Apa yang terjadi"
Tertegun. Gerakan tubuh itu terhenti. Seketika.
Lihatlah! Nayla terbaring di atas tempat tidur. Begitu damai dalam
tidurnya. Tersenyum bahagia. Cahaya matahari pagi yang menerobos
kisi-kisi jendela menyinari mukanya. Gaun putih yang dikenakannya


Sang Penandai Karya Tere Liye di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menimbulkan kesan sendu yang mendalam. Wajah itu sudah membeku.
Hati Jim seketika bagai diiris sembilu.
Dia jatuh terduduk di samping tempat tidur. Tertelungkup bagai sehelai
kapas jatuh. Menutup mukanya dengan kedua belah telapak tangan. Lama
sekali. Tanpa suara. Hening. Hanya tubuhnya yang bergetar. Hingga
pelan-pelan terdengar isak tertahan. Mengeras. Jim merangkak
mendekati kaki ranjang. Dengan susah payah berusaha
jongkok di samping Nayla-nya. Mata merahnya menatap muka gadis itu
lamat-lamat. Bibirnya gemetar menyebut nama "N-a-y-l-a..."
Orang-orang yang ada di ruangan terdiam. Ikut terluka menyaksikan
gurat kesedihan di wajah Jim. Duhai, tak pernah terbayangkan, wajah
riang si penggesek biola, wajah lembut penuh kebaikan si pemain musik,
sepagi ini terbungkus mendung. Mendung yang menggumpal
menggetarkan hati. Tangan Jim bergetar meraih jemari kekasihnya yang dingin membatu. Di
sebelah jemari itu ada sebotol racun yang kosong tak bersisa setetes
pun. Apa yang telah dilakukan Nayla-nya" Bukankah mereka berjanji
bertemu tadi pagi" Bukankah mereka akan membicarakan rencanarencana itu"
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Jim terisak. Tergugu. "Jim, ini kami temukan di atas meja," Marguirette beranjak mendekat,
menyentuh lembut bahu Jim dengan tatapan sedih, menunjukkan sebuah
lipatan kertas. Tak bersuara Jim menoleh.
"Tadi kami bersegera berusaha mencarimu .... Mungkin pesuruh
kesulitan menemukan. Maafkanlah, kalau amat terlambat. Pelayan
penginapan sebenarnya sudah menemukan Nayla semenjak kokok ayam
terdengar. Dan mereka langsung melaporkannya kepada Papa
Jim tidak mendengarkan kalimat-kalimat penjelasan dari Marguirette.
Mata dan hatinya tertuju pada kertas itu.
Tolong bacakan untukku Marguirette menghela napas panjang, perlahan
membuka lipatan kertas. Menelan ludah. Membaca.
"Aku mencintaimu, Jim. Aku tahu kau juga mencintaiku. Banyak orang
yang tahu kita saling mencintai .... Sayang ada banyak juga orang yang
tidak bisa mengerti dan tidak peduli bahwa kita sepasang kekasih yang
saling mencintai .... Tidak ingin tahu ....
Kekasihku, itu bukan kesalahan mereka
Aku tahu, kita memiliki keterbatasan. Kau tak akan pernah berani
mengambil risiko itu. Dan aku tak akan pernah bisa membayangkan bila
harus hidup tanpamu .... Kau akan selalu menghiburku dengan harapanharapan dan doa-doa. Tetapi itu tidak akan pernah mengubah nasib kita.
Hanya membuat semuanya seperti pelangi tak terjamah.
Biarkanlah aku pergi, Jim. Ini jauh lebih membahagiakan. Aku lak
berharap banyak darimu selain untuk terakhir kalinya kau akan
mengatakan "Aku mencintaimu, sayang" di telingaku yang pasti
sudah membeku pada tanggal tujuh, bidan tujuh, jam tujuh hari ini!
Ketika lonceng kapel tua berdentang. Tempat ikrar cinta sejati kita
pernah terucapkanAku tak berharap banyak, selain kau akan selalu mengenangku.
Mengingat betapa indah cinta kita selama ini. Selamat tinggal Jim,
wahai belahan hatiku. Semoga kau selalu berbahagia. Aku amat
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
berbahagia bisa mengakhiri semuanya di kota tempat pertama kali aku
merasakan cinta pertama .... Nayla."
Jim meratap. Melenguh tertahan bagai lolongan induk betina kehilangan anaknya.
Kertas itu terjatuh dari tangan Marguirette yang juga ikut tertunduk
pilu. Semua ini sungguh menyakitkan.
SANG PENANDAI! LUNGLAI JIM keluar dari ruangan terkutuk itu
Menuruni anak tangga dengan tubuh bergoyang. Dia seperti gila
bergegas entah hendak ke mana. Tangannya menjambak-jambak rambut.
Mulutnya menceracau mengeluhkan nasib teramat kejam yang
menimpanya. Matanya menatap kalap.
Marguirette berlari hendak mengejar. "Biarkan, istriku. Dia
membutuhkan waktu untuk sendiri." Rasyid menahan lengan Marguirette
Tentu saja Jim membutuhkan waktu untuk sendiri. Bahkan saat ini dia
benar-benar merasa seluruh dunia sia-sia. Dia tak memerlukan dunia dan seisinya. Dia ingin
sendirian. Jim menyesali betapa pengecutnya dia selama ini. Betapa takutnya dia
mewujudkan mimpi-mimpi itu. Lihatlah dia sekarang kehilangan harta
paling berharga yang pernah dimilikinya. Apa yang dapat dilakukannya
selain menangis" Jim tiba-tiba benci sekali dengan dirinya sendiri.
Kaki Jim patah-patah menuntunnya ke taman kota. Seperti gila mulutnya
buncah mendesah, meratap. Membuat menjauh orang-orang yang
berpapasan dengannya di trotoar jalanan. Jim berteriak keras ke arah
jam pasir. Membuat serentak burung-burung gereja terbang. Lantas
dalam satu larikan napas penuh sesal, Jim membenamkan diri di bangku
taman. Mengeluh dalam. Dia lebih baik mati saja!
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Bukankah sudah dikatakan di awal kisah ini" Hari itu adalah hari
teraneh yang pernah ada di kota tersebut. Hari setelah lebih dua ratus
tahun lamanya kejadian di kapel tua itu berlalu, hari setelah lebih dua
ratus tahun lamanya siklus itu tidak pernah singgah lagi, hari di mana
akhirnya siklus itu kembali.
Mengambil janji yang pernah terucap.
Hari ketika takdir kisah ini datang menjemput.
Entah mengapa tidak ada lagi kicau burung gereja di taman kota. Lenyap
pergi ke mana tak ada yang memerhatikan. Tidak ada lagi desir angin
pagi yang membawa dinginnya pantai. Udara menggantung. Tidak ada lagi
gerakan kabut yang bergerak pelan disinari matahari pagi. Terhenti.
Yang ada sekarang, entah bagaimana tiba-tiba taman kota dipenuhi
ribuan capung, warna-warni. Mengepak-ngepakkan sayap dalam formasi
yang indah. Memesona. Merah. Kuning. Biru. Dan warna-warna yang tak
pernah dibayangkan oleh mata manusia. Entahlah dari mana capungcapung itu dalang.
Jim masih jatuh tersungkur di bangku taman. Menundukkan mukanya.
Menangis tersedu. Lama sekali. Dia sedikit pun tidak memerhati-kan
perubahan situasi aneh di sekitarnya.
Hingga terdengar suara pantulan berirama. Pantulan benda itu
terdengar lembut dan menyenangkan. Seolah-olah sebuah musik yang
belum pernah kalian dengar.
Pantulan" Apa yang dipantulkan" Jim mengangkat muka.
Seorang pria tua. Tak dikenal sama sekali. Bukan orang sini. Bukan orang dari negeri
seberang. Parasnya berbeda. Mukanya bersih. Terlihat menyenangkan.
Seperti kalian sedang menatap seorang ayah yang bijak dan baik hati.
Matanya menatap teduh bercahaya. Memakai mantel dan syal layaknya
orang-orang setempat. Yang membuatnya berbeda hanya rambutnya yang hitam pekat. Terlihat
aneh untuk ukuran zaman itu: jingkrak ke atas. Macam ada perekatnya.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Model rambut yang tidak pernah dikenali penduduk kota ini hingga
ratusan tahun ke depan. Potongan rambut seperti duri landak.
Pria itu entah bagaimana datangnya sudah berada di hadapan Jim.
Berdiri anggun. Menatap hangat Jim-seperti sedang menatap teman
lama. Tangan kirinya di salah satu saku mantelnya. Tangan kanan, tangan
itu memainkan sebuah bola. Memantulkannya berkali-kali ke rumput
taman. Dari sanalah muasal bunyi pantulan berirama tadi.
Bola apa" Jim menyeringai menatap. Benda
itu belum pernah dilihatnya. Berwarna hijau. Bergurat melingkar.
Bertuliskan sesuatu. Bahkan Jim (dan penduduk kota ini) tidak pernah
tahu kalau ada benda yang bisa memantul semudah itu.
"Assalamualaik!"
Jim menatap kosong. Mukanya sembab menatap orang yang menegur
mengucapkan salam di hadapannya. Sayang, tidak ada kehidupan di mata
Jim. Salam itu tidak berbalas. Jim hanya terdiam. Menatap kosong.
"Ah, seharusnya kaubisa menjawabnya. Bukankah itu yang biasa
diucapkan oleh kekasihmu sebagai pembuka sekaligus penutup suratsuratnya" Assalamualaik!"
Jim tetap menatap kosong. Surat" Pembuka sekaligus penutup" Apa
yang pria tua ini ketahui dan kehendaki"
"Boleh aku duduk!" Pria asing itu tersenyum, tenis dengan riang
memantulkan bola karet di tangannya.
Jim mengangguk lemah. Tidak ada yang bisa melarang kalian duduk di
bangku-bangku taman. Buat apa pula orang asing ini berbasa-basi" Pria
tua itu tersenyum hangat menatap anggukan Jim, tangannya lantas
lincah menangkap bola hijau.
Duduk di sebelah Jim. "Tahukah kau dari mana bola hijau ini berasal?" Pria tua itu
memperlihatkannya pada Jim.
Sayang yang ditanya hanya diam. Diam karena tidak tahu, diam karena
otaknya sekarang hanya dipenuhi oleh kesedihan. Diam karena tidak
peduli. Bukan urusannya. Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Suatu saat kau akan tahu. Dan kau beruntung mengetahuinya," Pria
dengan rambut macam duri landak memasukkan bola hijau ke saku mantelnya.
Jim hanya memerhatikan tanpa bicara. Kemudian, terpekur lagi menatap
rumput taman. Dia sedari tadi sedang berpikir bagaimana cara terbaik
menghabisi nyawanya. Percuma melanjutkan hidup tanpa Nayla-nya.
Benar-benar percuma. Dia tidak akan mampu benahan walau sehari. Pria
tua yang tiba-tiba datang menegurnya ini hanya mengganggu rencanarencana ke-matian yang sedang disusun otaknya.
"Pencinta sejati tidak akan pernah menyerah sebelum kematian itu
sendiri dalang menjemput dirinya ...."
Jim mengangkat mukanya tidak mengerti. Menoleh ke arah pria asing
yang baru saja mengucapkan kalimat aneh tersebut Apa pula maksud
kalimat orang ini" Jim sedang gundah. Urusan ini akan jauh lebih
sederhana kalau dia sendirian. Hanya karena dia selama ini selalu ramah
dengan orang tak dikenallah yang membuatnya menyilakan pria tua itu
duduk di sebelahnya. Kalau tidak, sudah dari tadi dia beranjak pergi,
mencari bangku kosong lainnya.
Dan sekarang, kenapa pula orang ini mengatakan kalimat tersebut" Apa
maksudnya" Bukankah orang asing ini tidak tahu sama sekali betapa
kejam deritanya sepagi ini. Bukankah
orang asing ini tidak tahu apa yang sedang direncanakannya.
"Pencinta sejati tidak akan pernah menyerah sebelum kematian itu
sendiri datang menjemput dirinya Pria tua itu mengulang kalimatnya.
Meluruskan kaki. Membentangkan tangan di sandaran bangku.
Bersandar. Menatap santai ribuan capung yang terbang memesona di
sekitar mereka. "Siapa kau?" Jim bertanya, mulai merasa terganggu.
"Bukan siapa-siapa!"
"Kenapa kau mengatakan kalimat tadi?"
"Bukankah kau sedang kehilangan kekasihmu?"
Menelan ludah. Terkesiap.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Bagaimana kautahu?"
"Ah, aku tahu banyak hal!"
"Aku tidak peduli! Tolong berhentilah menggangguku." Jim menjawab
pendek, sebal. Dia lelah dengan berpikir. Sudah lama dia berpikir,
berbulan-bulan malah, dan lihatlah hasilnya! Hanya kesedihan. Dia
sungguh malas mencari penjelasan bagaimana pria asing di sebelahnya
tahu kalau Nayla-nya baru saja pergi. Tahu kalau dia sedang kehilangan
kekasih. "Tahukah kau, pencinta sejati tidak akan pernah menyerah-" Orang
asing itu hendak mengulangi kalimat menyebalkan itu.
TAPI DIA SUDAH MATI!" Jim berteriak sebal. Memotong.
Menatapnya tidak sopan. "Ah, kematian tidak pernah bisa membunuh cinta sejati!"
"Aku tidak tahu apa yang kaubicarakan. Tuan .... Aku tidak tahu apa yang
kau inginkan. Tolonglah menjauh dariku ...." Jim mengusap rambutnya.
Dia tidak sedang ingin bertengkar.
Dia hanyalah pemain musik sebatang kara, pencinta yang sedang terluka
terlemparkan dalam jurang kesedihan yang teramat dalam, dan dia tidak
tahu akan seberapa lama dapat menanggung luka tersebut. Orang asing
di sebelahnya hanya membuang waktu berbicara dengannya.
"Cinta berakhir ketika kekasihmu meninggal .... Ah, itu hanya kisah lama
kota ini. Kisah yang bodoh!" Orang itu tertawa kecil, menggelengkan
kepala, sama sekali tidak merasa berkeberatan dengan perlakuan Jim
yang sopan mengusirnya. "Apa maksudmu?" Jim bertanya tajam. Mengkal.
"Pemilik semesta alam menciptakan dunia dengan cinta. Kautahu, la
mematikan yang hidup dengan cinta. Menghidupkan yang mati dengan cinta ...."
"Kau gila! Kau tidak akan mengatakan kalau dia bisa hidup kembali,
bukan?" Jim berteriak lagi, memotong. Pembicaraan ini lama-lama akan
membuatnya sinting. Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Aku tidak bilang begitu."
"Siapa kau?" Jim mendengus. Kesabarannya mulai hilang. Dia sama sekali
tidak mengenalnya. Dan orang asing di sebelahnya bertingkah seolaholah dia sangat mengenal Jim.
"Nanti juga kau akan tahu .... Dan sebelum kautahu, aku hanya ingin
mengatakan sesuatu dan tolong kaucamkan benar-benar sesuatu itu:
adalah kebodohan terbesar di dunia jika kau harus membunuh dirimu
saat kekasihmu pergi, entah itu membunuh dalam artian yang
sebenarnya ataupun bukan ....
"Dan percayakah kau itulah pilihan terbodoh yang pernah dilakukan
sepasang kekasih yang membangun kota ini dua ratus tahun lalu. Yang
lonceng peringatan kebodohannya baru saja kaudengar tadi pagi!"
"Omong kosong! Dari mana kau" Bagaimana kautahu itu?" Suara Jim
benar-benar terdengar kasar. Wajahnya mengeras.
Adalah menyebalkan sekaligus juga mengherankan jika ada seseorang
dengan lancang menilai sebuah legenda yang secara turun-temurun dihargai dan
dihormati dengan rendahnya. Apalagi dari seseorang yang sama sekali
tidak dikenali. "Aku tidak dari mana-mana, dan tidak ke mana-mana .... Dan kalau
telingaku tak salah dengar: kau bertanya bagaimana aku tahu?" Pria tua
itu tertawa pendek. Menyeringai, "... Dengan tanganku inilah mereka
dulu bersatu, juga berpisah!" Orang asing itu menunjukkan kedua
tangannya ke arah Jim. Jim menatapnya bingung, orang ini pasti gila.
"Tidak. Aku tidak gila. Bahkan akulah satu-satunya yang menyaksikan
ketika yang lelaki meminum racunnya. Ah, dia sedikit pun tidak percaya
dengan kata-kataku waktu itu. Kata-kata yang persis yang kukatakan
saat ini kepadamu .... Pencinta sejati tidak akan pernah menyerah
sebelum kematian itu sendiri datang menjemput dirinya. "
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Kau berdusta. Itu terjadi dua ratus tahun yang lalu!" Jim menatapnya
penuh kecurigaan. Percuma melayani orang di sebelahnya. Siapa pun
orang asing ini, dia pasti mengkhayal.
"Apalah artinya dua puluh menit yang lalu dengan dua ratus tahun yang


Sang Penandai Karya Tere Liye di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lalu .... Bukankah sama saja bagimu sekarang" Kesedihan.
Penderitaan. Bukankah kau merasa hidupmu sama saja, bukan" Apalah
artinya perbedaan waktu tersebut."
"Kau tak akan mengatakan kalau kau bisa mengubah waktu" Bisa
menembus batas-batas waktu!" Jim bingung dengan semua pembicaraan.
Dia memuluskan hendak menjauh.
"Menembus batas-batas waktu" Ah, batas-batas kekuasaan yang ada di
atas dunia ini pun kau tidak mengenalinya dengan baik, bagaimana kau
akan tahu batas-batas kekuasaan langit!" Orang itu santai sekali dengan
kata-katanya. Menggeleng-gelengkan kepala sambil menatap iba kepada
Jim. Dan itu sungguh menjengkelkan Jim.
"Siapa kau?" Jim berteriak mengancam, meminta penjelasan.
"Akulah Sang Penandai ...."
"Sang P-e-n-a-n-d-a-i?" Jim bahkan tidak pernah mendengar kata itu
sebelumnya. Tak pernah ada dalam percakapan warga kota ini. Semua
benar-benar tidak pada tempatnya. Bagaimana mungkin dalam situasi
menyedihkan seperti ini, dia harus melayani orang aneh di sebelahnya.
"Akulah Sang Penandai, aku hidup dalam dongeng anak-anak .... Sayang
kau tidak pernah memiliki masa kanak-kanak yang bahagia
.... Kau tidak punya orangtua yang menceritakan dongeng-dongeng indah
sehingga kau tidak mengenaliku ...."
"Apa maksudmu?"
"Jelas sekali bukan. Anak-anak di seluruh dunia memiliki orangtua yang
bercerita saat beranjak tidur. Nenek atau kakek yang bercerita ketika
berkunjung .... Dan kau tidak pernah memilikinya .... Akulah Sang
Penandai, yang menceritakan pertama kali dongeng-dongeng tersebut
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
dengan tanganku .... Menjaganya tetap abadi sepanjang masa .... Dan
yang lebih penting lagi: membuat dongeng-dongeng baru yang dunia
butuhkan .... Sayang kau tidak pernah memiliki masa-masa indah itu.
Oleh karena itulah, kau terpilih, Jim!"
Jim sekarang sungguh tercekal.
Pria tua itu tahu masa lalunya yang yatim-piatu mungkin kebetulan saja,
tahu masa kecilnya yang miskin-papa mungkin hanya menebak. Tetapi
bagaimana mungkin dia tahu namanya"
"Bagaimana kautahu n-a-m-a-k-u ...."
"Aku tahu banyak hal ...." Orang itu tertawa kecil.
"Apa yang kauinginkan dariku ...." Jim mulai ketakutan. Jangan-jangan
orang asing yang duduk di sampingnya ada kaitannya dengan keluarga Nayla, yang menurut cerita Rasyid hendak memenggal kepalanya
atas kisah cinta mereka. Orang itu menggelengkan kepala. Tersenyum.
"Orang-orang di dunia selalu membutuhkan dongeng-dongeng baru Jim.
Dan sudah menjadi lugasku untuk membuai dongeng-dongeng tersebut
.... Apa yang aku inginkan darimu?" Orang itu terdiam sejenak.
Memegang lengan Jim lembut, menatap dengan pandangan bercahaya
penuh penghargaan. Berdiri. Kembali memantulkan bola hijau.
"Aku ingin kau hanya memercayai satu kalimat: pencinta sejati tidak
akan pernah menyerah sebelum kematian itu sendiri datang menjemput
dirinya. Hanya itu .... Dan sisanya serahkanlah kepada waktu. Biarlah
waktu yang menyelesaikan bagiannya. Maka dunia akan mendengarkan
sebuah dongeng baru tentang cinta yang indah .... Jim, dunia
membutuhkan dongeng tersebut .... Kau-lah yang akan membuat-nya ...."
Pria tua itu tersenyum. Melangkah menjauh dari bangku taman.
Kemudian tubuhnya raib. Seketika. Sebelum Jim sempat menyadarinya.
Lenyap bagai ditelan bumi.
Bersama ribuan capung. Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
PEMAKAMAN JINGGA! SEMUA TERLIHAT Jingga. Matahari senja hampir terbenam di ufuk
barat. Langit berwarna jingga. Buih ombak laut yang tenang
memantulkan warna Jingga. Bangunan-bangunan kota terlihat Jingga.
Pasir yang dipijak berwarna jingga. Gumpalan awan putih terlihat
kemerah-merahan, jingga. Hati Jim juga sedang jingga. Orang-orang berdiri dalam diam di pekuburan, tepi pantai. Marguirette menangis. Rasyid menyerahkan sapu
tangan. Mendekap. Kotak mayat Nayla perlahan dimasukkan ke dalam
merahnya liang lahat. Di antara sedu-sedan tertahan. Tanpa kata-kata.
Lantas pelan ditimbuni oleh bulir-bulir muasal kehidupan, tanah.
Polisi dan tabib kota sepanjang hari melakukan pemeriksaan. Kesimpulan
mereka Nayla mati atas kehendaknya sendiri. Tak ada yang bisa
disalahkan. Papa Marguirette memutuskan untuk menguburkan Nayla
senja itu juga. Tak perlu menunggu keluarganya datang. Toh, tidak
seorang pun yakin keluarga Nayla akan mengambil mayat anaknya.
Tidak banyak undangan yang hadir di peku-buran. Tidak banyak
penduduk kota yang mengenal gadis itu. Kalaupun mengenal, kejadian itu
belum tersebar ke sudut-sudut kota. Senyap. Seiring semakin
tenggelamnya matahari di kaki langit, kerumunan bubar satu persatu.
Marguirette yang terakhir kali pergi, menggamit lengan jim. Memeluk.
Berbisik, ikut berduka. Jim mengangguk lemah. Rasyid yang berdiri di belakang istrinya bergumam resah! Dia tahu
persis, paling lambat esok siang, sepasukan pemburu bayaran suku
Beduin akan tiba di kota. Menanyakan Nayla. Pasukan penunggang kuda
yang terkenal bengis-mengerikan itu pasti segera menyusul sejak Nayla
lari dari rumah beberapa hari lalu. Dan akan sulit sekali menjelaskan ke
mereka kalau Nayla memilih mati. Meskipun itu mungkin akan
menyelesaikan masalah dengan sendirinya tanpa perlu melibatkan
kemauan orang lain. Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Senja semakin matang. Hanya Jim yang tersisa mematung menatap pusara. Burung camar
melenguh di kejauhan menyambut malam, pulang ke sarang. Desau angin
mulai terasa kencang, membuat dingin. Jim tertunduk, hatinya lebih
dingin oleh luka ini, dia mengeluh dalam, berseru ke senyap pe-kuburan:
sungguh tak ada gunanya lagi hidupnya! Lebih baik dia mengakhiri
segalanya .... Menyusul! SEPERTI HALNYA tadi pagi di taman kota. Ribuan capung tiba-tiba
memenuhi pekuburan. Warna-warni. Terbang dalam formasi yang indah
Dan juga seperti kepergiannya tadi pagi di taman kota, pria asing itu
sekali lagi datang entah dari mana. Bagaimana caranya, tidak ada yang
pernah tahu. Begitu saja! Dan dia sudah berada di pemakaman jingga tepi pantai.
Berdiri di sebelah Jim yang tertunduk. Berdiri santai dengan kedua
belah tangan di saku mantel, menatap matahari yang sebentar lagi
sempurna tenggelam di batas cakrawala.
"Sayang, kau tidak akan pernah berani melakukan itu, Jim!" Pria tua itu
berkata pelan. Jim mengangkat muka, menoleh. Orang asing itu lagi.
"Jangan ganggu aku!" Jim menyeringai, tegas. Dia tidak ingin
kesendiriannya bersama pusara Nayla terusik.
Pria tua itu bergumam pendek, tersenyum tipis. Baiklah! Mengalah,
mengatupkan mulutnya yang setengah terbuka. Melangkahkan kaki,
mundur. Duduk di salah satu batu besar yang berserakan di pemakaman.
Berdiam diri memerhatikan Jim. Jim tidak memedulikannya. Mendengus
sebal. Dia telanjur larut oleh berbagai pikiran. Dan salah satu pikiran
yang mendadak memenuhi kepalanya adalah bagaimana orang asing ini
tahu kalau dia tidak akan pernah berani melakukannya.
Tadi sepulang dari taman kota, selepas bertemu dengan orang asing ini,
Jim memang ?mengeluarkan sebotol besar racun hama kebun anggur.
Duduk lama di bawah bingkai jendela kamar sewaannya. Mematut-matut
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
botol racun itu. Menakar berapa teguk yang akan dia minum untuk
membunuhnya dengan cepat. Mulutnya yang berbusa. Mata mendelik.
Tetapi dia tidak berani melakukannya.
Satu jam kemudian dia menggantungkan tali di atas siku-siku kamar.
Lama memegang-megang tali tersebut. Mengukur. Berhitung.
Membayangkan tubuhnya terjuntai kaku tanpa nyawa.
lidah terjulur, menyusul belahan hatinya Nayla. Tetapi dia juga tidak
berani melakukannya. Tidak akan.
Berubah pikiran, dia menyiapkan pisau tajam yang biasa digunakan untuk
menguliti buah apel. Mungkin lebih mudah dengan pisau. Mengukur
seberapa dalam dia akan mengiris urat nadi di pergelangan tangan.
Membayangkan darah yang memercik. Tubuh yang terkulai lemah.
Kehabisan darah. Menyusul. Tetapi dia lagi-lagi tidak berani
melakukannya. Lihatlah, betapa pengecut hidupnya.
Jim terisak. Jangankan untuk membawa Nayla lari dari jeruji penjara
rumah orangtua-nya, mengingat janji di atas kapel itu saja dia takut.
Hatinya terlalu lemah. Takut akan kematian. Oh, betapa tidak
beruntungnya Nayla mendapatkan kekasih seperti dirinya. Gadis yang
malang. Jim tergugu. "Itulah juga kenapa kau terpilih, JIM Orang asing itu memotong senyap,
hanya desau angin malam dan kelepak pelepah nyiur yang mengisi langitlangit pantai.
Jim menoleh, menelan ludah.
"Kau tidak akan pernah berani membunuh dirimu sendiri. Pilihan hidupmu
amat terbatas. Meneruskan hidup dengan segala luka sepanjang sisa
umur, merangkak penuh kesedihan.
Atau, melanjutkan kehidupan dengan meyakini kalimat bijak itu:
pencinta sejati tidak akan pernah menyerah sebelum kematian itu
sendiri datang menjemput dirinya .... Dan berharaplah kau akan
mendapatkan penjelasan baiknya suatu hari nanti."
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Ini untuk keempat kalinya, sepanjang hari, orang asing ini menyebutkan
kalimat menjengkelkan tersebut. Jim mendengus. Memutuskan untuk
tidak memedulikan. Membalikkan badan. Hendak beranjak menjauh dari
pekuburan. Menjauh dari pria aneh tersebut. Pria itu justru asyik
mengetuk-ngetuk batu yang didudukinya, entah sedang melakukan apa.
"Waktuku tak banyak Jim. Aku harus melakukan banyak hal lainnya.
Sibuk. Kau bisa pergi dan memilih untuk meneruskan hidup dengan
kesedihan-kesedihan itu, atau kau bisa memilih berbicara sebentar
denganku, memulai dongeng tentangmu ...." Pria itu berdiri dari
duduknya. Menyentuh ujung hidung dengan jari telunjuk. Relaks.
Tersenyum riang. Langkah Jim terhenti. Dia sama sekali tidak mengerti apa yang sedang
dibicarakan orang asing ini, dan dia sama sekali tidak tertarik. Ya, dia
memang baru saja memutuskan akan memilih untuk terus melanjutkan
hidup. Sendiri. Dengan semua kesedihan. Lantas kenapa" Entah
sampai kapan pun itu, lihatlah dia akan terus berusaha bertahan hidup
tanpa Nayla-nya. Menanggung semua beban luka.
Jim menatap orang asing itu. Bukan menunggu penjelasan. Bukan karena
itu. Lebih karena dia juga tidak tahu harus pergi ke mana sekarang. Dan
pria itu entah bagaimana caranya lelah membuai langkah Jim terhenti
melalui nada suaranya barusan.
"Bagus! Setidaknya dengan berhenti sejenak, kau masih menyisakan
sedikit keyakinan dalam hati. Menyisakan sedikit pengharapan ....
Tahukah kau, satu harapan kecil bahkan bisa mengubah nasib seluruh
dunia." Pria tua itu tersenyum bijak.
"Dengarkan aku .... Besok pagi-pagi benar di pelabuhan kota akan
merapal Armada Kota Terapung yang akan menjelajah ke Tanah Harapan
.... Mereka membutuhkan makanan, minuman, selimut-selimut, peralatan,
dan juga tenaga-tenaga baru .... Aku tahu, kau sama sekali tidak pernah
menjadi pelaut, tetapi itu baik bagimu
"Hal-hal baru akan membuat kau sedikit-banyak melupakan kekasihmu
yang sudah terkubur tenang di pekuburan ini .... Ikutlah mereka hingga
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
ke Tanah Harapan. Ketika perjalanan laut terhenti tak bisa disambung
lagi, di tempat ketika Armada Kota Terapung memutar kemudi kembali ke kota ini, di
situlah kau akan menemukan ujung dongengmu ....
"Sepanjang perjalanan, percayalah pada kalimat bijak itu: pencinta
sejati tidak akan pernah menyerah sebelum kematian itu sendiri datang
menjemput dirinya. Hanya itu yang perlu kaulakukan. Sisanya
serahkanlah pada waktu. Biarlah waktu yang menyelesaikan bagiannya ....
Maka kau akan mendapatkan hadiah terindah atas cinta sejatimu ....
Percayalah padaku, JIM!"
Pria tua itu beranjak melangkah.
Menjauh dari pandangan Jim di pekuburan yang telah gelap sebelum Jim
sempat membuka mulut mengucap berpuluh pertanyaan. Jim hendak
berteriak memanggilnya, tetapi pria itu telah raib di gerbang
pemakaman tepi pantai. Lenyap bersama formasi terbang ribuan capung.
Senyap. Hanya semilir angin menelisik daun telinga.
Bulan separuh menghias di atas sana. Tertutup gumpalan awan tebal.
Seperti hati Jim yang tinggal separuh dan tertutup mendung saat ini.
Menyesakkan melihatnya BURUNG BERKICAU menyambut pagi. Kabut tipis mengambang di sela
dedaunan pohon cemara. Musim dingin belum berlalu, tapi cuaca
hari ini jauh lebih bersahabat. Jim yang bergelung di bangku taman
terbangun oleh sibuknya kota memulai hari. Dia tertidur. Semalam
kakinya tidak tahu arah mengajaknya pergi. Duduk tercenung sendirian
di bangku. Memandang jam pasir. Mengenang masa-masa indah itu.
Jatuh tertidur. Orang-orang seperti biasa bergegas berlalu-lalang memenuhi trotoar
jalanan. Anak-anak kecil berlarian lagi, untuk kesekian kalinya berusaha
mengejar burung-burung gereja. Anak kecil memang tak pernah
menyerah dengan keinginan, hingga suatu masa orangtuanya mampu
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
mengusir keinginan itu jauh-jauh dari hati mereka. Membatukan diri
menjadi sepantasnya orang dewasa lainnya. Tanpa mimpi-mimpi.
Jim mengusap mukanya yang kotor. Dia berharap pagi ini kesedihan
hatinya berkurang sejengkal. Tetapi rasa sedih itu justru datang
menghantam dadanya, bertambah ribuan hasta. Dia terkenang lagi
Nayla-nya yang terbaring dingin di atas ranjang. Wajah beku yang
tersenyum bahagia untuk terakhir kalinya. Jim menggigil bibir.
Mengeluh. Satu-dua orang yang berlalu-Ialang di trotoar jalanan dekat taman
membicarakan kematian aneh di penginapan kemarin. Tidak banyak yang
paham detail kejadiannya. Beberapa
yang tahu kalau gadis itu kekasih Jim, melirik prihatin Jim yang
tertunduk di bangku taman. Ah, besok lusa di pernikahan siapalah, Jim
akan memainkan biolanya dengan gembira lagi dan segera lupa dengan
gadis negeri seberang itu.
Kembali bergegas menuju tempat masing-masing.
"PEDANG LANGIT TIBA!" Seseorang berseru-seru di tengah jalanan
kota. Berlarian menerobos pejalan kaki dari arah pelabuhan. Temannya
yang lain ikut berteriak bersuka-cita.
"Armada Kota Terapung TIBA!" Berteriak semakin antusias.
Maka ramailah pagi itu. Kepala-kepala keluar dari daun jendela.
Membuka pintu. Turun ke jalanan. Bertanya satu sama lain. Bergumam
penuh rasa ingin tahu. Tertawa antusias mendengar penjelasan. Ikut
berseru-seru. Di kota ini, datang perginya sebuah kapal bukan hal aneh. Tetapi untuk
rombongan kapal yang satu ini berbeda. Semua orang tertarik untuk


Sang Penandai Karya Tere Liye di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

melihatnya. Setahun terakhir sudah terbetik kabar itu, penguasa negeri
memuluskan mengirim ekspedisi menemukan Tanah Harapan. Seluruh
penduduk tahu itu, merasa terhormat dan bangga dengan penjelajahan
raksasa yang belum pernah dilakukan manusia.
Meskipun bangga tidak selalu berarti sebuah keberanian.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Siapa pun tahu, ekspedisi itu berjudi dengan maut. Bedanya dengan
permainan dadu biasa, dalam ekspedisi membelah bumi itu simbol kematian ada di lima dari enam permukaan dadunya. Kota ini adalah
persinggahan terakhir sebelum armada kapal mulai meninggalkan negeri,
membelah samudra luas yang entah di mana tepinya. Mereka masih
membutuhkan banyak orang. Pelaut sejati yang tidak hanya berani
membawa kapal-kapal saudagar menyeberangi selat dangkal.
Pelaut sejati yang tidak sekadar bangga.
Jim menyeringai, teringat pembicaraannya dengan orang asing aneh di
pekuburan semalam. Benar. Dia tidak tahu harus melakukan apa sejak
kemarin pagi. Hidupnya gelap. Hanya kesedihan yang menggelayut dalam
hati. Tapi dia tidak akan terlalu bodoh pergi bersama armada kapal
tersebut. Jim menggerakkan leher, pegal. Beranjak melangkah pulang ke kamar
petak sewaannya di sudut kota yang lembab dan gelap. Mungkin dia bisa
berdiam diri di sana, tanpa diganggu seruan-seruan antusias orangorang tentang rombongan kapal bodoh itu. Memikirkan hariharinya esok-lusa dalam ruangan yang pengap. Menangisi semua
kesedihan ini. LAMA JIM duduk di sudut kamarnya. Sinar matahari yang semakin
meninggi tak mampu menerobos celah-celah dinding. Untuk kesekian kali
Jim tersedu Mengutuk kepengecutannya. Mengutuk nasib buruk yang
menimpanya. Mengutuk masa kecil dan apa saja yang tersisa bisa
disumpahi. Kesendirian ini menambah luka di hati.
Dia duduk bergelung, bersandar. Menyembunyikan kepala dalam lipatan
tangan dan kaki. Tergugu. Kalau saja dia punya sedikit keberanian untuk
menyusul Nayla. Kalau saja dia punya alasan dan sebab yang tak
terhindarkan untuk mati. Urusan ini pasti sesederhana legenda kapel
tua. Jim terisak pelan. Tidak menyadari kematian yang memang
diharapkannya bergerak mendekat. Bagai badai gurun datang menderu-
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
deru. Alasan dan sebab yang tak terhindarkan itu sudah berada dekat
sekali dengannya. Suara ringkik dan puluhan kaki kuda berderap memecah keramaian.
Orang-orang di luar kamarnya berteriak ketakutan Suasana berubah
jadi kacau-balau di bawah sana Seolah-olah ada dua atau tiga lagi kapal
Pedang Langit yang merapat. Jim mengangkat kepala Menyeka sudut
mata. Ada apa" Dengan malas berdiri. Mencoba mengeluarkan muka dari
bingkai jendela. Tepat saat mukanya terlihat dari luar, satu anak panah langsung
menyambut kepalanya! Mendesing. Diikuti oleh empat-lima anak panah
lainnya. Jim reflek menarik kepalanya sebelum tertembus ujung panah
yang terlihat hitam-pe-kat. Berbilur racun kalajengking. Anak panah itu
menancap di bingkai jendela. Bergelar.
Pembunuh bayaran suku Beduin!
Jantung Jim seketika berdetak kencang. Napasnya mendadak tersengal.
Secepat itukah mereka datang" Gemetar melangkah mundur. Tangannya
menggapai-gapai meja untuk membantu kakinya tetap berdiri.
Dua puluh orang berjubah sebagaimana mestinya bangsa Arab
pedalaman itu memang cepat sekali datang ke kota ini. Bagai angin
puting beliung mereka memacu kuda kuda terbaik padang pasir.
Tersenyum dingin bersepakat ketika keluarga Nayla memberikan
sekantong emas, upah memenggal kepala anaknya dan Jim.
Rasyid sama sekali keliru. Papa Marguirette tak akan pernah bisa
menjelaskan sesuatu kepada mereka. Kematian Nayla jelas
membutuhkan kematian yang lain: Jim. Pembunuh bayaran paling ditakuti di seluruh
tanah Arab dan anak benua itu hanya mengerti satu hal: perintah
majikan yang membayar. Mereka tadi sempat melukai beberapa penjaga kota yang mencoba
menghalangi. Papa Marguirette hanya bisa berteriak membiarkan
mereka pergi. Marguirette berseru-seru ketakutan, "Selamatkan Jim,
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Rasyid. Aku mohon!" Tapi tak ada yang bisa menghalangi pasukan
pemburu bayaran itu beringas menuju sudut kota, menendang
sembarang orang di jalanan, menuju tempat sasaran pembunuhannya.
Jim gentar seketika. Gemetar. Bukankah ini baik baginya" Kematian
menjemputnya" Dia akan segera bertemu dengan kekasih hatinya" Tapi
separuh hati Jim lainnya telanjur takut dengan aroma maut yang datang
menyengat. Li-hadah, pemburu bayaran itu memegang pedang
melengkung yang panjangnya lebih dari sedepa. Kumis melintang dan
cambang memenuhi muka terlihat menakutkan. Mata mereka menatap
bak singa gurun pasir yang kelaparan. Dan, mereka sudah berderap
berusaha naik ke anak tangga memburunya.
Jim mencicil seperti tikus dalam perangkap. Tangannya menggapai-gapai
sesuatu yang mungkin bisa digunakan untuk mempertahankan hidup.
Pisau kecil pembuka kulit apel itu. Tangan Jim gemetar mengambil pisau.
Jatuh terjerembab di lantai papan Dia mencoba berdiri, gugup
mengacungkan pisau kecil itu ke depan, ke arah daun pintu ....
"Kau tidak akan pernah punya kesempatan walau memiliki seribu pisau,
anakku .... Serombongan pembunuh bayaran suku Beduin lebih dari cukup
untuk menghabisi satu panekuk penjaga kota ini."
Orang asing itu lagi. Entah dari mana dalangnya, dia sudah berdiri dalam kamar Jim. Matanya
menatap iba. Menghela napas panjang. Kamar Jim seperti dua penemuan
sebelumnya, mendadak dipenuhi oleh formasi terbang capung-capung itu
lagi. Jim menoleh kepadanya. Wajahnya mengenaskan.
"Tolong .... Tolonglah aku Tuan!"
Pria tua itu menyeringai bijak. Mengembuskan napas. Suara langkah kaki
pembunuh bayaran suku Beduin semakin dekat. Mereka sudah berada di
anak tangga lantai bawah, setelah beberapa kejap lalu memenggal kepala
pemilik rumah sewaan yang keberatan mereka menyerbu masuk.
Menyedihkan, pemilik rumah itu sama sekali tidak menyadari kengerian
apa yang sedang dihadapinya.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Ah! Aku tidak tahu kenapa harus melibatkan diri sejauh ini, Jim ....
Semakin tua umur dunia, maka semakin jauh aku terlibat dalam kisah
yang ditakdirkan .... Orang-orang semakin bebal! Tidak mau memercayai
takdirnya dengan cepat .... Selalu saja menolak dan berpikir semuanya
dusta. Lama-lama nanti, jangan-jangan aku akan sepenuhnya terlibat
dalam kisah-kisah ini, menghabiskan waktu untuk membujuk
Pria tua itu mendesah. Tangannya lembut mengelus sayap seekor capung
yang mengambang di depannya. Jim gemetar menatapnya, tidak
mengerti apa yang sedang dibicarakannya. Tetapi Jim tahu, pria asing
berwajah menyenangkan ini akan membantunya. Entah bagaimana dia
akan melakukannya. Dengan langkah ringan, pria itu justru melangkahkan kaki ke pintu
kamar. "Ikuti aku!" Berkata tegas kepada Jim.
Jim mencicil. Keluar lewat sana" Bukankah sama saja dengan bunuh diri"
Tetapi otak Jim sudah terlalu penuh, dia tidak sempat lagi memikirkan
jalan lari yang tidak logis tersebut, bergegas terseok-seok mengikuti.
Piniu kamar terbuka tanpa disentuh. Ber-debam.
Pria tua itu berjalan tenang menuruni anak tangga. Dua lantai persis di
bawahnya, delapan pembunuh bayaran suku Beduin merangsek ke atas
dengan pedang bersimbah darah, bekas tebasan ke leher pemilik rumah.
Mereka bertemu di sudut-sudut tangga. Jim gemetar di balik badan pria
tua itu. Pisau kecilnya terjatuh. Berke-lontang.
Tanpa banyak cakap salah seorang pemburu bayaran beringas meloncat
ke depan, menyabetkan pedang panjangnya dengan cepat. Percikan
darah di pedang tebersit ke muka Jim dan pria tua itu sebelum
pedangnya sendiri tiba. Pria tua itu tersenyum pendek. Entah apa yang dia lakukan. Mendadak
gerakan pedang kelewang terhenti. Seketika. Benar-benar terhenti
laksana kalian sedang melihat buah apel yang jatuh dari pohon, lantas
mengambang di atas tanah. Pemburu yang menyabetkan pedang
terpelanting menghajar dinding.
Jatuh berdebam. Tak bernyawa lagi.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Bukan suku Beduin jika mereka peduli dengan kejadian yang luar biasa
menggentarkan tadi. Mereka tidak pernah peduli siapa pun musuh di
hadapannya. Seberapa hebatnya dia.
Dua orang pemburu dengan ganas menusukkan pedangnya ke arah pria
tua itu. Tiga yang lain menarik tali busurnya, memasang anak-anak panah
beracun. Lagi-lagi, dua pedang itu terhenti sebelum menyentuh pria tua
itu. Terjengkang. Mati. Orang asing itu turun dua anak tangga lagi dengan santai. Seolah-olah
hendak pergi berlibur. Tiga anak panah melesat, dilepaskan. Dari jarak
sedekat itu hanya seperseribu delik kesempatan orang asing itu
menghindar. Dan dia memang tidak berniat menghindar. Dia ringan
melambaikan tangan. Anak-anak panah itu membeku di udara.
Turun lagi tiga anak tangga. Tersenyum. Jim yang menyaksikan semua
itu hanya berseru tertahan. Terkesiap. Matanya membulat Dia masih
sepenuhnya dikuasai ketakutan. Patah-patah kakinya melangkah.
Berpegangan ke dinding. Orang asing di depannya menyibak anak panah
yang masih mengambang di udara. Tiga anak panah itu jatuh berderai
bagai menggoyang pohon yang berbuah matang.
Lima pemburu Beduin yang tersisa di sudut-sudut tangga tetap tidak
peduli, berteriak kalap melompat dengan serangan mematikan
berikutnya. Tiga orang pemburu menyiapkan anak panah berikutnya.
Belum sempat menariknya, mereka sudah jatuh terpelanting. Muka
pucat pasi, tak bernyawa lagi.
Barulah dua orang suku Beduin yang tersisa menyadari betapa besar
kekuatan yang sedang mereka hadapi. Pedang kelewang yang ditebaskan
setengah jalan terhenti. Saling bersitatap satu sama lain.
Mereka mundur bergetar ke belakang. Jerih.
Pria tua itu menuruni anak tangga satu persatu, tersenyum. Dua
pemburu bayaran Beduin itu juga mundur ke bawah. Satu persatu anak
tangga. Hingga tiba di ruangan lantai bawah. Di sana dua belas pemburu
Beduin lainnya menunggu dengan pedang terhunus dan busur panah
meregang. Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Siapa .... Siapa kau?" Salah satu dari dua orang yang terdesak berdesis
bertanya. Merapal ke penunggang kuda lainnya.
"Sang Penandai Pria tua itu berkata pendek.
Bersahabat. Tersenyum. Jim mengeluh, para pemburu Beduin ini tidak akan tahu nama itu.
Seharusnya mereka segera lari selagi menyaksikan enam temannya mati
mengenaskan tanpa disentuh sedikit pun.
Tetapi mulut-mulut pemburu bayaran tersebut berseru tertahan demi
mendengar nama itu disebutkan. Pedang yang terhunus bergetar.
Tangan-tangan yang memegang busur gemetar. Seseorang, sepertinya
pemimpin mereka, melangkah mendekat. Matanya, layaknya pemburu
terhebat, beringas menatap meskipun sekarang ada denting kecemasan
di sana. "Siapa kau. Tuan?" Memastikan. Lebih sopan.
"Akulah Sang Penandai!"
"Siapa pun kau .... kami tidak ada urusan denganmu. Tuan!" Suara
pemimpin pemburu Beduin itu terdengar parau.
"Kalian memang tidak punya urusan denganku, tetapi kalian memiliki
urusan dengan pemuda ini, bukan?" Orangtua itu menunjuk Jim,
tersenyum. "Maafkan aku .... Aku mempunyai urusan penting dengannya,
jadi, jika kalian mengganggunya, itu akan menjadi urusanku juga ...."
Pemimpin Beduin itu terdiam. Menelan ludah. Berhitung. Mengukur
kekuatan lawan. Mengingat-ingat cerita lama itu. Teman-temannya resah
menunggu. Bersitatap satu sama lain. Kapan saja walau dengan perasaan
gentar yang mengungkung, mereka siap menyabetkan pedang dan
memuntahkan anak-anak panah.
"Kalau aku jadi kau, aku akan membiarkan pemuda ini pergi, Tigris ...."
Orangtua itu menatap datar.
Pemimpin pemburu bayaran Beduin menggigit bibir. Kecut seketika.
Orang asing di hadapannya sungguh tidak main-main. Legenda itu ternyata ada. Tigris"
Hanya segelintir orang yang tahu nama kecilnya.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Orangtua itu mengangguk, melangkah ringan melewati pemimpin
pemburu Beduin, lantas menuju pintu keluar, jim mencicit melangkah
mengikuti, menoleh takut-takut, khawatir salah seorang dari mereka
menyerbu licik dari belakang.
Tetapi tak ada pedang yang bergerak walau sesenti, tak ada tali busur
yang mengendur walau sejari. Pemimpin Beduin itu menatap kalah.
Matanya yang beringas kehilangan cahayanya. Lihatlah! Ujung pedangnya
patah tanpa disentuh siapa pun. Dia berseru lemah kepada prajuritnya,
"Kembali!" "KETAHUILAH, AKU hanya muncul tiga kali untuk setiap manusia yang
terpilih menjalani dongengnya, Jim .... Sayang, sikap keras kepalamu
membuai tiga pertemuan itu terbuang hanya untuk penjelasan, bukan
untuk sesuatu yang lebih berharga, seperti membantumu melewati
berbagai masalah ...."
Orangtua itu menatap iba Jim. Mereka berdiri berhadapan di depan
gerbang pelabuhan kota. "Aku tahu kaupunya banyak pertanyaan Ketahuilah semakin bijak
seseorang maka semakin banyak dia memiliki pertanyaan yang tidak
terjawab .... Ah, kau jauh untuk bisa menjadi orang yang bijak, Jim.
Oleh karena itu, banyak pertanyaanmu tentangku akan terjawab ....
Entah oleh siapa." Orangtua itu tertawa kecil.
Jim meringis, sedikit merinding. Entah mengapa dia jadi amat takut
bertatapan dengan mata menyenangkan orang asing ini setelah berbagai
kejadian di rumah sewaannya.
"Baiklah, seperti yang kukatakan sebelumnya, semakin tua dunia semakin
sulit untuk mencari pengukir dongeng .... Maka aku akan membuat
penyesuaian kecil untukmu. Kuberikan kau kesempatan keempat untuk
bertemu denganku Kau boleh memilih waktu kapan saja kau hendak
bertemu. Pergunakanlah dengan bijak, Jim. Karena itu bisa berarti
menyelamatkan nyawamu. Kapan pun kau membutuhkan aku, panggillah!"
Jim tak tahu harus mengangguk atau bilang apa.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
"Nah, sekarang pergilah ke kapal-kapal itu. Ikutlah mereka ke Tanah
Harapan. Menjelajah tempat-tempat baru. Hari-hari baru. Mengarungi
berbagai hal yang sedikit pun bahkan dalam
mimpi tak pernah kaubayangkan sebelumnya
"Kau adalah sebenar-benarnya pemuda sekarang. Lupakan masa lalumu
yang menyedihkan, lemah, bodoh, pengecut dan hanya banyak mengeluh.
Berubahlah! Belajar banyak!
"Ingatlah! Apa pun yang terjadi. Apa pun yang menimpamu. Sekejam apa
pun penderitaan yang kauhadapi. Sesulit apa pun ujian yang harus
kaulewati, ingatlah kata bijak itu: pencinta sejati tidak akan pernah
menyerah sebelum kematian itu sendiri datang menjemput dirinya.


Sang Penandai Karya Tere Liye di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Selamat jalan, Jim. Selamat mengukir dongengmu .... Berharaplah
semesta alam bersamamu ...."
Pria tua itu tersenyum untuk terakhir kali. Memutar badan.
Mengeluarkan bola karet berwarna hijau itu dari saku mantel.
Memantulkan nya berirama di sepanjang dermaga pelabuhan. Capungcapung berdenging dalam formasi yang indah terbang mengikuti
langkahnya. Dan menghilang di gerbang pelabuhan sebelum Jim sempat melontarkan
walau sepatah kata. Meninggalkan Jim yang bingung, sedih, sendiri, dan
berjuta perasaan lainnya yang berkecamuk dalam hati. Dua hari ini
benar-benar menjadi hari-hari tersulit dalam hidupnya.
Hari paling menyedihkan, juga paling aneh-membingungkan.
Seandainya saja dia memiliki keberanian se perti sepasang kekasih di
kapel tua. Yang lonceng kematiannya selalu dibunyikan setiap tahun,
pada tanggal tujuh, bulan tujuh, jam tujuh pagi. Seandainya dia memiliki
keberanian mereka, urusan ini tentu lebih sederhana.
PEDANG LANGIT! Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
HARI ITU juga, beberapa jam setelah matahari tenggelam di ufuk
barat. Suara terompet dibunyikan dari atas geladak kapal terbes
ar di antara puluhan kapal yang memadati pelabuhan dan teluk. Membahana ke
segenap penjuru kota. Memantul di bukit-bukit yang melingkari batas
selatan kota, membuainya terdengar semakin gagah-membanggakan.
Selepas gema terompet menghilang, layar-layar raksasa bergegas
dipasangkan. Genderang ke-berangkatan ditabuh. Teriakan perintah
dilafalkan sambung-menyambung bagai deretan kartu yang dirobohkan.
Sigap ribuan kelasi melepas sauh, mengikat tali-tali, melepas ikatanikatan, memasang layar, berlarian mengambil posisi masing-masing.
Ratusan prajurit berdiri di geladak kapal, memberikan salut kepada
penduduk kota yang mengantar Kepergian dari tepi pelabuhan. Lilin-lilin
yang dinyalakan oleh warga kota bagai ribuan kunang-kunang di atas
dermaga, menambah keagungan bergeraknya rombongan penjelajahan
terbesar yang pernah dilakukan negeri benua-benua utara tersebut.
Ada 40 kapal yang berangkat serempak. Enam kapal menarik sauh di
pelabuhan kota. Tiga puluh empat kapal lainnya beranjak bergerak di
teluk, hanya terlihat kerlap-kerlip sinar lampunya dari kota.
Tiga puluh empat kapal yang menunggu di teluk tersebut terdiri atas
tiga puluh kapal perang besar lengkap dengan ribuan prajurit beserta
puluhan meriam di atas geladaknya. Dan empat kapal sisanya berfungsi
khusus mengangkut pejabat ibukota, orang-orang penting, barang
dagangan, hadiah, serta harta benda berharga lainnya.
Enam kapal yang melepas sauh di dermaga terdiri atas lima kapal
logistik yang diisi penuh dengan makanan, selimut, air tawar, dan
berbagai kebutuhan sepanjang perjalanan. Dan satu lagi adalah kapal
terbesar, kapal tercepat, kapal terindah dengan amunisi terhebat di
antara 39 kapal lainnya. Kapal yang akan berlayar di garis
terdepan dalam iringan penjelajahan, kapal di mana pemimpin armada
akan mengatur seluruh perjalanan raksasa menuju Tanah Harapan.
Kapal itulah yang disebut: Pedang langit.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Dengan Laksamana Ramirez di atasnya.
Enam kapal bergerak bagai rombongan angsa anggun keluar dari
pelabuhan kota. Nakhodanya mahir memutar kemudi. Seluruh keperluan
sudah terlengkapi. Semua kekurangan sudah dipenuhi. Pelaut-pelaut
baru dengan tubuh liat, tenaga kuat telah bergabung.
Laksamana Ramirez memerintahkan kelasinya memberikan kerlip cahaya
ke arah tiga puluh empat kapal yang jauh berada di teluk. Mereka akan
bergabung di titik yang sama di ujung semenanjung. Perjalanan panjang
akan segera dimulai. Perintah dilaksanakan bagai komando perang.
Hanya butuh satu setengah jam, enam kapal tersebut sudah bergabung
dengan rombongan besar yang berada di tengah teluk. Dan segera bagai
kota yang terapung di atas samudra luas, rombongan penjelajah menuju
Tanah Harapan memulai perjalanan yang entah akan berakhir di mana,
kapan, dan seperti apa. Perjalanan menjemput kematian.
Semua kelasi, prajurit, dan pelaut yang berada di atas kapal tidak peduli
soal lima tanda maut di enam mata dadu. Mereka diliputi oleh rasa
kepercayaan dan kebanggaan. Jikalau mereka harus mati dalam
perjalanan tersebut, maka mereka mati dalam perjalanan gagah berani.
Mati dalam sebuah armada raksasa yang dalam sejarah akan lebih
dikenang dengan nama: Armada Kota Terapung.
Mati dalam ekspedisi menemukan Tanah Harapan. Semua kelasi dan
prajurit berseru ke langit-langit malam. Merayakan keberangkatan
armada 40 kapal. Hanya Jim yang duduk tercenung dalam kabin kecil di palka Pedang
Langit. Dia sebagaimana kelasi rendahan lainnya yang akan bertugas
menyiapkan makanan, membersihkan kapal, dan mencuci pakaian,
mendapatkan jatah di kamar tersempit. Cahaya bulan purnama
sebenarnya menerobos dari jendela kecil bundar yang terdapat dalam
kabin itu, tetapi Jim sedang tidak ingin melihat indahnya lautan di
malam hari. Dia sedikit pun tidak berselera berdiri di atas geledak
melambai-lambaikan tangan seperti yang lain.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Jim tidak ingin melihat untuk terakhir kali kota tempatnya lahir, kota
tempatnya dibesarkan, kota di mana dia menemukan sang kekasih, dan
akhirnya juga kehilangan sang belahan jantung di sana. Nayla-nya.
Seiring semakin jauh Pedang Langit bergerak membelah lautan, hatinya
semakin pilu. Kesedihan itu semakin membesar. Sekarang hatinya benarbenar tecerabut hingga akar-akarnya. Kesedihan itu menohok dalam. Dia
berpisah mungkin untuk selamanya dengan pusara Nayla. Pergi Jauh.
Jim tergugu di sudut kabin bermandikan cahaya lembut bulan purnama.
Entah mengapa dia bisa tersesat dalam semua takdir ini. Entah mengapa
dia sudah berada di atas kapal yang akan membawanya juga entah ke
mana. Entah mengapa tadi siang dia memutuskan ikut mendaftar
menjadi pelaut. Menuruti kata-kata orang asing itu.
PERJALANAN ITU segera melewati hari demi hari.
Malam berganti siang, siang menjemput malam. Waktu menguntai
menjadi minggu, bulan tanpa terasa. Pagi-petang tenis berputar tidak
peduli kalian sedang sedih atau senang.
Jim memang tidak berpendidikan, tapi bukan berani dia bodoh. Jim
terhitung cepat beradaptasi dengan lingkungan baru di sekitarnya meski
dengan beban kesedihan yang tak kunjung terlepaskan. Menggantung di
bola matanya. Kesedihan itu berminggu-minggu masih menghujam dalam. Membuatnya
tidak bisa melakukan apa pun kecuali banyak mengurung diri dalam kabin
kecilnya. Beruntung dia sekarang punya kegiatan baru, tanggung jawab
baru. yang sedikit banyak membantunya melupakan kepiluan hati.
Berkali-kali di sela kesibukan mencuci pakaian prajurit dan kelasi senior,
membersihkan bagian-bagian kapal, menyikat dinding-dinding kapal,
menyiapkan makanan, dan berbagai lugas kelasi rendahan lainnya,
kesedihan itu datang memukul hatinya. Wajah Nayla-nya terbayang di
permukaan piring-piring, genangan air, mangkuk makanan, dan dindingdinding palka. Maka Jim akan terhenti dari kegiatannya. Tergugu.
Menangis tertahan. Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Teman kelasi rendahan lainnya, dua-tiga hari pertama amat bingung dan
tidak mengerti melihat kondisinya, bahkan ikut bersedih menundukkan
kepala mendengar sedu sedan yang mengiris hati tersebut. Siapa yang
tak akan sedih" Seminggu berlalu mereka pelan-pelan mulai terbiasa. Bahkan Jim
mendapatkan julukan baru: si Kelasi Yang Menangis. Tidak ada lagi
yang berniat bertanya kenapa, mengingat Jim selalu terdiam dan enggan
menjelaskan kenapa. Orang-orang hanya menggelengkan kepala,
mengangkat bahu, lantas beranjak pergi membiarkan Jim sendiri.
Waktu terus melesat. Armada kapal melaju siang-malam.
Dua bulan berlalu kesedihan itu mulai berkurang. Orangtua aneh
tersebui sejauh ini benar, hal-hal baru yang dihadapi Jim sekarang, suka
atau tidak membantunya banyak berbaikan dengan hatinya. Separuh
otaknya diisi oleh pekerjaan-pekerjaan rutin. Menyisakan sedikit waktu
untuk sendiri dan mengenang.
Sementara Pedang Langit telah ratusan mil dari bibir benua utara,
meninggalkan kota terindah itu. Meninggalkan pusara Nayla-nya. Terus
menuju ke selatan. Menuju Tanah Harapan yang tidak pernah
tergambarkan dalam peta-peta perjalanan
JIM MULAI tahu situasi armada. Tahu masing-masing kapal perang
yang gagah berani berlayar di kiri, kanan, dan belakang Pedang langit
punya nama sesuai dengan ukiran di dinding luar geladaknya. Kapal
perang paling berani dan paling disegani disebut dengan: Saputan Mata.
Cocok benar dengan dua mata yang menyorot tajam, terlukis begitu
menggentarkan di geladak depannya
Kapal itu disebut paling berani dan disegani karena dikepalai oleh Kepala
Pasukan legendaris yang konon menurut gosip para kelasi tidak takut
mati. Si Mata Elang. Hanya kepada laksamana Ramirez, Si Mata Elang
mendengarkan perintah. Pedang Langit panjangnya hampir seratus dua puluh meter, lebar lima
puluh meter, dengan panjang kemudi enam belas meter. Ada delapan
tiang layar yang membentang raksasa di atas geladaknya. Layar-layar
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
itu bila disatukan cukup sudah untuk membungkus taman kota Jim
saking besarnya. Tiga puluh kapal perang lainnya berukuran tidak kurang dari delapan
puluh meter, lebar 40 meter, dilengkapi dengan dua puluh meriam di
setiap jengkal geladaknya. Moncong persenjataan yang menakutkan.
Kapal-kapal logistik yang memuat barang memiliki panjang seratus
meter, lebar 40 meter. Hampir seluruh perut kapal logistik penuh terisi
oleh barang-barang kebutuhan perjalanan, hanya menyisakan sedikit
ruang untuk para kelasi dan beberapa prajurit.
Kapal terkecil adalah yang digunakan oleh pejabat, tempat menyimpan
barang-barang perdagangan, hadiah-hadiah dan harta berharga lainnya.
Panjang empat kapal itu hanya tujuh puluh meter, dengan lebar tak
kurang tiga puluh meter. Sebulan sekali Laksamana Ramirez memerintahkan membuang jangkar di
tengah senyapnya lautan, lima kapal logistik akan membagikan keperluan
selama tiga puluh hari ke depan ke tiga puluh empat kapal lainnya,
kecuali Pedang Langit yang membawa sendiri keperluan di lambungnya.
Armada Kota Terapung sejauh ini sudah empat kali melepas sauh di
tengah lautan untuk membagikan logistik. Selama itu pulalah mereka
belum pernah berlabuh di kota berikutnya.
Jim semakin sibuk. Tidak pernah dia sesibuk itu dalam hidupnya sebagai
pemain musik. Sejauh ini dia tidak pernah mengeluh atas kegiatan harian
yang padat. Dia punya urusan yang jauh lebih penting untuk dikeluhkan
dalam keheningan malam. Dia juga tidak terlalu peduli seberapa lama
lagi mereka baru merapat di kota berikutnya.
Menurut beberapa kelasi yang lebih senior, terbetik berita armada 40
kapal tersebut akan melepas sauh di kota paling ujung dataran benua
utara dua minggu lagi. Sebelum akhirnya menuju benua selatan,
memasuki samudra luas tanpa batas yang amat jarang diarungi pelaut.
Lautan yang berbahaya dan penuh rahasia. Jim hanya menatap kosong
mendengar kabar tersebut. Dia tidak peduli.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
ADA DUA puluh ribu prajurit dan lima ribu kelasi dalam Armada Kota
Terapung. Itu belum terhitung dua puluh pejabat negara, seratus tabib,
lima belas ahli nujum, ratusan pembual layar, puluhan pakar tetumbuhan
dan binatang, pandai besi, penjahit, tukang kayu, saudagar, serta
penerjemah yang ikut dalam armada 40 kapal itu. Dan kesemua pejabat
negara, prajurit, pelaut dan kelasi berada di bawah satu komando:
Laksamana Ramirez. Di tengah kesedihannya, Jim tahu siapa itu Laksamana Ramirez. Tinggi
badannya dua meter. Lingkar pinggangnya satu setengah meter. Benarbenar gagah perkasa. Suaranya besar, berwibawa dan menenangkan.
Tatapan matanya setajam pedangnya, meskipun anehnya kalian tetap
merasa nyaman bersitatap dengannya. Dia berjalan tidak cepat, tidak
juga lambat. Dia selalu membalik seluruh badannya saat menoleh. Jika
kalian berada satu ruangan dengannya, maka mata kalian tidak akan
lepas dari menatapnya. Muka Laksamana Ramirez penuh pesona.
Seluruh awak Pedang Langit menaruh kepercayaan pada Laksamana
Ramirez. Juga awak 39 kapal lainnya. Jika ada yang bertanya siapakah yang akan membawa
mereka pulang dengan selamat dari perjalanan tak berujung itu, semua
orang bersepakat mengangguk: Laksamana Ramirez.
Jim tidak pernah berkesempatan bicara langsung dengannya. Hanya
orang-orang tertentu yang leluasa menegur laksamana, dan itu tidak
termasuk kelasi rendahan seperti dirinya. Jim hanya sempat bertemu
satu-dua kali dalam perjamuan makan malam, ketika dia bertugas
mengantarkan makanan. Itu pun lebih banyak hanya tiba di pintu masuk ruangan. Menatap wajah
Laksamana dari kejauhan. Teman-temannya khawatir si Kelasi Yang
Menangis bisa jadi tiba-tiba entah kenapa tersedu di antara para
pemimpin penjelajahan itu saat melayani makan malam. Jadi, daripada
urusan kadung runyam, mereka hanya membiarkan Jim melayani hingga
depan pintu ruangan. Sisanya diurus kelasi lain.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Seminggu sebelum merapal ke kota terakhir di ujung benua utara,
semua kelasi dan prajurit hampir sudah mengetahui posisi dan peranan
masing-masing. Saling mengenal tabiat dan kelakuan awak kapal lainnya.
Hal ini penting dalam ekspedisi perjalanan raksasa yang membutuhkan
kebersamaan dan kerja sama seluruh awak armada.
Hanya kelasi Jim yang tetap menjadi misteri.
Sekarang luka itu hanya terkoyak jika malam tiba. Kesedihan itu hanya
datang saat sepi menggantung di gelapnya lautan. Ketika semua kelasi
lainnya tertidur dalam kabin. Sekali-dua, kepiluan itu menyelusup diamdiam dalam hati. Tetap dengan kadar yang sama seperti dulu Jim
menatap wajah riang-tertawa Nayla-nya (tersenyum sendiri),
mengenang wajah membeku Nayla-nya di pagi itu (menangis). Membuat
Jim tersungkur lagi, meratap lemah, tertelungkup di atas tempat tidur.
Pate teman sekamarnya, hanya menarik bantal dan menutupkannya eraterat di telinga setiap kali mendengar Jim melakukan ritual tersebut.
Pate mendengus sebal berusaha melanjutkan mimpi-mimpi indahnya yang
terganggu isak-tangis Jim. Begitu juga dengan kelasi yang berada di
kabin lain radius dua puluh meter dari mereka. Biasa! Begitulah kelakuan
si Kelasi Yang Menangis, umpat mereka sebal.
Kesepian memang selalu mengundang masa lalu. Dan masa lalu yang tidak
menyenangkan itu selalu membawa resah dalam hati. Resah tak
tertahankan yang membuat Jim menangis ter-isak. Sudah tidak setiap
malam, tapi tetap menyakitkan melihatnya. Entah kapan semua ini akan
berakhir. PEDANG LANGIT dan lima kapal logistik akhirnya membuang sauh di
pelabuhan sebuah kota setelah enam bulan dua minggu berlayar tanpa
henti. Mereka menaikkan berton-ton bahan makanan, beribu-ribu galon
air tawar dan berbagai kebutuhan perjalanan lainnya. Suasana kota itu
asing bagi Jim. Dia tidak mengenalinya dengan baik. Mereka
menggunakan pakaian yang berbeda, bahasa yang berbeda, dan tentu
saja cuaca yang amat berbeda.
Semakin ke selatan cuaca semakin panas. Jim mengeluh mengelap
pipinya yang berkeringat. Di bahunya sekarang terpikul dua karung
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi


Sang Penandai Karya Tere Liye di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

gandum. Pate yang berdiri di belakangnya mengomel. Menyuruhnya
berjalan lebih cepat. Bergegas. Jalanan dermaga pelabuhan itu panas.
Membakar telapak kaki Pate yang tidak memakai alas apa pun.
Jim tadi dengan senang hati mau meminjamkan alas kakinya. Pate hanya
menggeleng pelan. Menolak. Dia tidak ingin membuat Jim menangis garagara kakinya kepanasan di tengah pelabuhan yang ramai oleh pedagang
dan saudagar itu. Nanti menarik perhatian, membuat mereka diomeli
bermenit-menit oleh kelasi senior Pedang Langit.
Sudah untuk kelima kalinya Jim bolak-balik menggendong karung
gandum dari dermaga pelabuhan ke atas Pedang Langit bersama-sama
kelasi rendahan lain ketika langkahnya terhenti oleh sebuah
pemandangan yang menarik. Seorang anak kecil patah-patah memainkan
dawai-dawai dengan jemarinya di ujung pelabuhan.
Duduk seorang diri, bertelanjang dada.
Jim teringat biola-nya. Dia meletakkan karung sembarang saja. Pate
meneriakinya untuk segera membawa karung-karung itu ke palka kapal.
Yang diteriaki tidak mendengar, melangkah perlahan mendekati anak
kecil tersebut. Alat musik itu sederhana, hanya sebilah papan kasar. Di atasnya terikat
enam dawai kencang. Anak itu memetiknya asal. Tidak terlalu enak
didengar, tetapi bagi Jim menarik melihat dawai dipetik. Bukan digesek.
Anak lelaki itu terhenti sejenak. Merasa terganggu. Memandang Jim
sekilas. Jim menelan ludah. Menatap kosong. Anak itu melengos,
meneruskan memetik papan berdawainya, membiarkan Jim menonton.
Sayang, pelikannya semakin tidak terdengar seperti lagu. Nyaring
berdengking. Pate meneriaki Jim lagi dari kejauhan. Jim tidak mendengar, dia sibuk
memerhatikan gerak tangan anak kecil di depannya. Pate mengomel
untuk kesekian kali. Dia tidak ingin membuat si Kelasi Yang Menangis
tiba tiba merajuk tersedu hanya gara-gara dua karung gandum. Maka
sambil mendengus jengkel dia membantu menggendong karung gandum
yang tergeletak ke atas Pedang Langit.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Anak kecil bertelanjang dada itu tiba di ujung lagunya-kalau itu bisa
disebut lagu, menghentikan memainkan alat musiknya. Berhenti begitu
saja. Lantas beranjak berdiri, melangkah pergi dari hadapan Jim,
sedikit pun tidak menoleh ke arah Jim yang memerhatikannya dari tadi.
Jim menatap datar. Mengangguk kecil. Matinya tiba-tiba berikrar
sesuatu. Malam nanti dia akan memainkan alat musik yang sama.
Dengan lagu yang jauh lebih baik.
"APA YANG kau kerjakan?" Pate bertanya menyelidik kepada si Kelasi
Yang Menangis. Yang ditanya menolehkan muka. Tersenyum. Pate terdiam, terperangah.
Sungguhkah itu sebuah senyuman" Bila iya, maka itulah senyuman
pertama yang dilihatnya dari raut muka Jim sejak pemuda ini bergabung
enam setengah bulan silam.
Jim sepanjang hari ini sedang senang. Tangannya terampil menarik-narik
dawai kawat di atas sebilah papan. Tidak sulit menemukan papan dan
kawat di kabin-kabin Pedang Langit. Dan malam ini, dia segera bisa
membuai alat musik yang dilihatnya tadi siang di pelabuhan kota.
"Aku sedang membuat papan dawai dipetik!" Jim berkata riang.
Menjelaskan. Langit di luar sana dihiasi bulan menyabit. Bintang-gemintang tumpah membentuk ribuan formasi.
Armada 40 kapal baru saja mengembangkan layar melanjutkan
perjalanan dari kota pelabuhan terakhir di titik paling ujung benuabenua utara. Mulai memasuki perairan benua selatan yang tidak pernah
terjamah. Pemandangan di luar kapal sungguh indah, semakin ke selatan,
formasi bintang-gemintang semakin memesona. Tapi bagi Pate dia lebih
terperangah melihat perubahan perilaku si Kelasi Yang Menangis di
hadapannya. "Papan dawai dipetik?" Pate yang seumur-umur jarang melihat orang
memainkan musik bertanya bingung.
Jim mengangguk pendek, tangannya terampil meneruskan pekerjaan.
Menarik dawai terakhir, mengikatkannya erat-erat di ujung papan. Jadi
sudahi Desahnya riang. Entah mengapa sejak tadi siang keinginannya
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
memainkan sesuatu seperti menggesek biola di kota dulu datang tak
tertahankan. Sebagai kelasih rendahan, dia sudah punya banyak
kesibukan. Mengerjakan hal-hal baru yang tidak pernah terbayangkan.
Sebenarnya Jim penat mengerjakan semua itu, apalagi dengan perasaan
terluka. Tetapi hatinya tiba-tiba riang setelah menonton anak kecil di
dermaga pelabuhan tadi. Jim memangku papan kasar tersebut, mencoba memetik satu dawai.
Tangannya masih kaku. Suara petikan itu tak jauh beda dengan anak
bertelanjang dada tadi siang. Jim tersenyum. Dia selama ini lebih
terbiasa menggesek. Tidak pernah memetik.
Pate memandanginya dari sebelah ranjang. Penasaran apa yang akan
diperbuat Jim. Apakah pemuda ini berubah menjadi gila setelah sekian
lama bersedih tak jelas" Ah, setidaknya si Kelasi Yang Menangis tidak
menunjukkan gejala akan menangis sekarang. Pate mengangkat bahunya
terus memerhatikan. Jim memetik lagi. Dawai itu berdenting lebih pelan, lebih terkendali.
Belum pas benar nadanya. Terdengar seperti nada sumbang waktu itu,
pikir Jim dalam hati. Ah! Dia tidak sedih mengingat kejadian itu
selintas. Dia sedang senang.
Berkali-kali Jim mengencangkan ulang dawai-dawai di bilah kayunya.
Pate merebahkan diri ke dinding kapal. Denting dawai itu masih patahpatah berdengking. Jim tersenyum terus mengulanginya, bersenandung
pelan. Mencoba menyesuaikan tempo. Mungkin butuh sekitar tiga puluh
menit lagi ketika akhirnya Jim mulai terbiasa memetik dawai-dawai itu
dalam sebuah irama musik yang panjang. Satu-dua menit.
Pate terpesona. Dia tidak tahu apa maksud lagu tersebui. Ganjil. tapi
terdengar menyenangkan. Malam semakin larut. Pedang Langit berjalan anggun membelah ombak
bersama tiga puluh sembilan kapal lainnya. Terus menuju ke selatan.
Jika kalian bisa melihatnya dari gumpalan awan di langit, maka kalian
akan melihat dari salah satu jendela bundar di kapal terbesar dalam
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
armada itu, ada keriangan di kabinnya. Suara dawai terdengar merdu
hingga dua puluh meter di sekitar mereka. Memesona.
Sayang hanya mereka berdua yang masih terjaga.
"APA YANG kaukerjakan?" Jim bertanya. Itu pertanyaan Jim kepada
Pate untuk pertama kalinya sejak di kapal itu.
Pagi datang menjelang. Jim bangun dengan semangat penuh. Semalam
mereka tidur larut sekali. Menyanyikan banyak lagu. Lagu-lagu itu. Lagulagu yang biasa dibawakan Jim dengan biola. Pate ikut bersenandung,
bertepuk tangan setiap kali Jim mengakhiri lagunya. Gembira. Hingga
jatuh tertidur kelelahan. Sepagi ini Jim dan Pate buru-buru bersiap
menyambut tugas kelasi harian mereka.
"Apa yang kaukerjakan?" Jim bertanya lagi. Ingin tahu.
Pate yang sedang menorehkan benda tajam di dinding kapal menoleh
kepadanya. Tersenyum. Sejak tadi malam, Pate telah berubah pikiran
menilai rekan kabinnya: Jim bukan lagi si Kelasi Yang Menangis, Jim
baginya teman yang menyenangkan.
"Aku sedang mencatat berapa lama aku berada di Pedang Langit ini.
Lihat!" Tangan Pate menunjuk garis-garis yang ditorehkannya di dinding.
Berjejer rapi. Membentuk tanda.
Jim tidak mengerti. Dia mendekat Duduk di atas ranjang Pate.
Tangannya meraba torehan tersebut.
"Satu hari satu torehan .... Ini maksudnya lima .... Aku selalu
menorehkannya setiap kali terbangun di pagi hari. Berharap kita sudah
pulang sebelian dinding kapal ini penuh oleh torehanku..." Pate tertawa
kecil, menyimpan benda tajamnya di balik tikar ranjang. Menepuk-nepuk
bajunya. "Apakah kau bisa menulis?" Jim terpesona melihat guratan-guratan
kecil tersebut. Memikirkan sesuatu.
Pate tertawa, "Aku memang terlihat hitam, kumuh, dan bodoh, ya" Tapi
soal menulis dan membaca, jangan tanya .... Aku bahkan bisa berbahasa
orang-orang selatan sedikit .... Tahu huruf mereka sedikit .... Mengerti
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
kebiasaan mereka sedikit .... Bahkan aku menguasai sedikit cerita-cerita
tentang mereka ...."
Jim masih meraba torehan itu.
"Kalau kau bisa membaca dan menulis, mengapa kau hanya menjadi kelasi
rendahan?" Jim menatap Pate kagum. Sama kagumnya seperti Pate
menatapnya semalam saat memainkan papan berdawai itu.
"Bukankah pernah kukatakan, petugas yang menyeleksi pelaut saat
Pedang Langit singgah di kotaku hanya membagi-bagi tingkatan kelasi
berdasarkan muka dan fisik saja, kautahu aku berkulit hitam Pate
nyengir tipis, melambaikan tangan, "Tetapi itu bukan masalah besar,
teman. Tidak masalah jadi kelasi rendahan atau bukan. Yang penting aku
bisa ikut dalam Armada Kota Terapung ini ...."
Jim menatap Pate lamat-lamat. Tidak mengerti, apa masalahnya kalau
muka dan fisik Pate tidak seperti orang-orang benua utara lainnya"
Kembali menatap guratan tersebut. Lantas memegang lengan Pate,
"Maukah kau mengajariku?"
SEBULAN KEMUDIAN dilewatkan Jim dalam situasi yang belum pernah
ditemukan sepanjang hidupnya. Suasana yang tidak pernah terbayangkan oleh Jim bahkan dalam mimpi kanak-kanaknya yang miskin. Dia
merasakan semangatnya kembali. Kembali bersama antusiasme yang
besar. Pate mengajari Jim menulis dan membaca. Sebaliknya Jim
mengajari Pate memetik dawai di atas papan tersebut.
Sayang Pate tidak berbakat, lepas dua ming-gu dia bosan dan merasa
tidak akan pernah bisa memainkan alat musik itu. Pate sudah cukup
senang mendengarkan Jim memainkan papan berdawainya setelah dia
mengajarinya mengguratkan huruf dan membaca kata. Juga
pengetahuan-pengetahuan. Pate beruntung pernah tinggal di sebuah gereja tua kotanya. Pemilik
gereja itu mengajarinya banyak hal. Karena pemilik gereja itu sedikit
dari orang bijak yang masih tersisa di benua-benua utara, maka
meskipun hanya mendapatkan sepertiga ilmu darinya, pengetahuan Pate
luas sekali. Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Mereka sering pindah ke geladak Pedang Langit saat malam semakin
matang untuk meneruskan pelajaran Jim. Di situ mereka bisa
memandang seluruh lautan. Hanya air, air, dan air yang terlihat. Sudah
sebulan ini, jangankan pulau, burung camar pun tidak terlihat sehingga
lampu-lampu dari armada 40 kapal tersebui benar-benar terlihat
seperti kota terapung dari kejauhan. Bergerak di atas gelapnya
samudra, penuh wibawa membuncah ombak terus menuju selatan.
Jika sedang beruntung Jim dan Pate bisa menyaksikan ikan paus raksasa
di dekat Pedang Langit. Berani menyelip di antara kapal-kapal tersebut.
Paus-paus itu menyemburkan air setinggi belasan meter. Jim dan Pate
bertepuk tangan menontonnya di bawah terang cahaya rembulan dan
bintang-gemintang. Melambaikan tangan memberi salut. Persis seperti
menyimak jagoan kecil dulu di taman kota .... Tapi sekarang tidak ada
yang berontak merajuk, induknya justru tidak mau kalah.
Menyemburkan air lebih tinggi lagi. AhSungguh pemandangan yang mengesankan.
"Aku tidak pernah menyangka kalau menjadi pelaut akan
semenyenangkan ini ...." Jim
menatap ke kejauhan. Tangannya meletakkan kertas dan penanya.
Pate yang duduk di sebelahnya meringis, tertawa, "Karena kita baru
sembilan bulan di alas laut. Bagimu mungkin terasa menyenangkan.
Setelah enam bulan lagi mungkin komentarmu akan berubah, teman
"Semoga tidak Jim tersenyum. Menatap tiang-tiang layar 39 kapal di
belakang Pedang Langit. Dia ingin melupakan banyak hal yang telah
tertinggal jauh di belakangnya. Hal-hal baru yang menyenangkan seperti
ini membantunya banyak. Berdamai. Jim meraih papan dawainya yang
tergeletak di atas geladak. Memangkunya lagi. Menghela napas pelan.
Mulai memetik. Meskipun sebulan terakhir Jim lebih banyak bergaul dengan kelasi
kelasi lain dibandingkan sebelumnya, memainkan dawai itu penuh
semangat di depan mereka, lebih banyak tersenyum dan mulai
berpembawaan riang, dia tetap dipanggil si Kelasi Yang Menangis. Bukan
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
masalah besar, Jim hanya tertawa menanggapi. Ternyata kembali hidup
dalam keseharian seperti dulu menyenangkan. Dan Jim tidak terlalu
peduli dengan nama baru apa dia dipanggil.
Si Kelasi Yang Menangis" Ah nama itu cukup nyaman dan indah didengar,
batin Jim. Nama yang memberikan banyak makna. Dia seperti baru dilahirkan kembali.
Jim menatap lautan lepas sambil terus memetik dawainya penuh
perasaan. Pate meluruskan kaki-kaki. Tidur telentang menatap langit.
Bulan gompal menghias angkasa. Bintang-ge-mintang terlihat indah.
Angin malam memainkan anak rambut. Melambai-lambai. Ombak
berdebur pelan. Sepelan hati Jim yang mengenang masa lalu itu.
Menatap wajah Nayla-nya yang riang di bangku taman. Mulai menyelusup
Jim buru-buru mengusir kenangan itu. Lupakan. Buat apa lagi dikenang"
Itu hanya akan membuat hari-harinya yang sudah berjalan baik kembali
terasa getir Semuanya sudah jauh tertinggal. Ribuan mil di belakang.
Lihatlah! Dia sudah banyak berubah. Belajar banyak. Dia sekarang bukan
Jim yang dulu lagi, Jim yang tidak berpendidikan.
PEROMPAK YANG ZHUYI! KEHENINGAN PAGI mendadak robek oleh suara terompet raksasa dari
atas Pedang Langit. Bersahut-sahutan dengan terompet di 39 kapal
lainnya. Seluruh awak armada sontak terbangun dan disibukkan oleh
aktivitas luar biasa. Prajurit melompat dari ranjangnya, berlarian
menyambar pedang dan busur. Para kelasi terbirit-birit keluar dari
kabin, lupa berganti baju, bersera-butan menyambar apa saja yang bisa
diambil dan digunakan. Itu terompet tanda bahaya. Ditiup tujuh kali dalam satu tarikan! Satu
tiupan berarti satu bala. Tujuh" Itu bala yang tidak pernah didengar
dan tidak pernah dilihat oleh pengamat di
pos tiang pengintai-yang mengirimkan pesan pertama kali.
Koleksi ebook inzomnia http://inzomnia.wapka.mobi
Para prajurit berlarian mengambil posisi masing-masing, dengan seragam
jauh dari rapi. Penjaga meriam lintang pukang menyiapkan amunisi dan
sumbu pemantik. Layar-layar bergegas diturunkan. Kelasi kelas
rendahan menyiapkan situasi terburuk yang mungkin menimpa kapal
Menyiapkan berbal-bal kain basah dan ribuan ember untuk memadamkan
api jika terjadi pertempuran.
Terompet itu terus berbunyi, tujuh kali dalam satu larikan.
Jim dan Pate tersengal-sengal mengerjakan apa yang mereka bisa
lakukan di sekitar kabin. Jim gemetar bertanya-tanya kepada Pate di
sebelahnya. Bingung dan sedikit gentar melihat kesibukan di palka kapal.
Apa maksud terompet itu"
Mereka kesiangan. Semalam amat larut baru beranjak tidur setelah
riang mendengar Jim memainkan musik di papan berdawai itu. Pate
hanya berseru tidak tahu, bagaimana pula dia akan tahu apa yang sedang
terjadi di atas. Pate bergegas lari ke geladak kapal mencari tahu.
Meninggalkan Jim yang sibuk mengikat beberapa tong kayu di sekitar
dapur Pedang Langit. Para prajurit yang berjaga di geladak cepat rnendesiskan apa yang
sedang terjadi. Bagai api merambat di seutas tali yang basah oleh minyak. Kabar bala
menakutkan itu melesat hingga ke dalam kabin-kabin kecil. Bala tujuh
Tamu Dari Gurun Pasir 15 Pendekar Romantis 08 Buronan Darah Dewa Bayangan Darah 4
^