Pencarian

Belahan Jiwa 4

Belahan Jiwa Karya K Y Bagian 4


makin ke atas! Bimo menyelipkan jarinya di lipatan paha dalamku, diam di sana lama.
Wajah panasku menjadi-jadi.
"Bimo! Hentikan!" desisku serak.
Bimo pura-pura tidak mendengar, jarinya bergerak lagi, menarik tepi celana dalamku,
mengelus rambut pubisku...
Aku tidak tahan, menundukkan wajahku.
"Aku puas kamu selalu siap Liana..." bisik Bimo di telingaku setelah jarinya menancap di
dalam belahanku yang sudah basah. "Wanitaku...aku mencintaimu..." Bimo menarik jarinya
keluar, merapikan lagi gaunku menutupi kakiku. Tanpa sadar aku melenguh, mengharap
lebih... Bimo menyeringai jahil melihat diriku yang sudah 'on'. Bimo mengulum jarinya yang
basah oleh cairanku sambil menatapku panas!
Aku minum air sebanyak-banyaknya, menghilangkan rasa 'gerah'ku.
Acara ditutup dengan acara melempar bunga tanganku ke tengah kerumunan. Master of
Ceremony memberikan aba-aba padaku. Aku membalikkan badan dan melempar bungaku ke
belakang. Beberapa orang yang merasa dirinya jomblo berkerumun memperebutkan bungaku.
Seorang gadis cantik, yang ternyata pacar Rudy " Sharon " mendapatkan bunga dariku.
Semua orang bertepuk tangan!
Bimo tiba-tiba membopongku, dengan dua tangannya, cepat-cepat aku memeluk lehernya.
Gemuruh orang bertepuk tangan semakin meriah mengiringi kepergian kami berdua"
Bimo mendudukkanku di dalam mobilnya, dia melambaikan tangannya dan mengatupkan kedua
tangannya di dada sebagai ucapan terima kasih.
Bimo mencium bibirku mesra sebelum dia mulai menjalankan mobilnya...
### Aku dan Bimo berlari bahagia bergandengan tangan menembus lobi apartemen Bimo, tidak
mengindahkan pandangan aneh, suka, cemburu, dari beberapa orang.
Begitu kami sudah di dalam apartemen, Bimo langsung mencium bibirku panas! Gerakannya
semakin mendorong badanku ke arah kamarnya. Tangannya tergesa-gesa melepaskan jas
luarnya...Jari-jarinya cekatan membuka semua kancing vestnya...melemparkannya
sembarangan. Bibirnya masih menempel di bibirku, menghisap, menjilat, menggigit "
Kami memasuki kamar Bimo yang ternyata sudah dihias!
Aku terganga kagum melihat dekorasi kamar yang romantis...semua ini diatur atas
permintaan Bimo! Beberapa vas bunga yang berisi rimbunnya mawar merah segar diletakkan secara acak.
Lampu neon diganti lampu bohlam yang membuat kamar terasa lebih 'hangat' dan remangremang.
Meja rias sudah terisi penuh oleh berbagai alat kosmetika. Sepasang boneka pengantin
beruang lucu diletakkan dibawah cermin.
Seprai ranjang Bimo berwarna broken white seperti gaunku...di atasnya bertebaran kelopak
bunga mawar merah dan kuning memenuhi ranjang!
Di nakas sisi kiri ada setangkai mawar merah, tergeletak indah di dekat fotoku...
Ohh Bimo... Aroma bunga mawar lembut memanjakan hidungku...
Bimo menyalakan audio, Bed of Roses kembali mengalun seksi di
telingaku...menghanyutkanku...Suara kasar Jon Bon Jovi membuat kulitku meremang...
I wanna lay you down in a Bed of Roses
For tonight I'll sleep on a bed of nails
I wanna be just as close as your holy ghost is
And lay you down on a Bed of Roses
Bimo menarik badanku mendekatinya. Perlahan dia melepaskan hiasan bunga dari rambutku
"satu persatu...mengurai rambutku dengan lembut...
Menarik sarung tanganku perlahan...
Mengalungkan kedua lengannya ke belakang tubuhku, meraih resleting gaunku,
menurunkannya sangat perlahan...Gaunku jatuh dengan sendirinya menumpuk di ujung
kakiku... Bimo menatapku tanpa kedip, tangannya meraih kaitan bra-ku, membukanya...membiarkannya
jatuh ke bawah... Bimo berjongkok"mengeluarkan kakiku dari tumpukan baju, melepaskan sepatuku...
Kedua tanganya ada di pahaku...Bimo menciumi pinggulku...lalu menggigit samping celana
dalamku yang tipis... menarik cd-ku ke bawah menggunakan mulutnya...Aku menengadahkan
kepalaku ke atas, tidak tahan dengan keromantisan Bimo!
Aku berdiri telanjang polos di hadapan Bimo...
Bimo mengambil bunga mawar dari dekat fotoku...dia mengitari tubuh polosku...berhenti di
belakang tubuhku... Tiba-tiba kurasakan ada gelitikan erotis menyusuri punggungku! Bimo membelai punggungku
dengan bunga mawar yang ada di tangannya! Perlahan turun ke bawah...arus panasku
mengikuti jejaknya...setiap senti sentuhan memberiku pijakan untuk makin 'naik' ke
atas...Bunga itu makin ke bawah...berhenti di tulang ekorku... Aku melenguh keras! Hentakan
lagu Bed of Roses menambah sensasi gelenyar dalam perutku!
Ohhh Bimo"suamiku...puaskan aku...
Mataku terpejam...Bimo membuka kedua kakiku...bunga mawar membelai
pantatku"pinggulku...perutku...turun ke bawah...Bimo menyelipkan bunga itu di
selangkanganku lalu menariknya perlahan ke arah depan sehingga intiku tersentuh oleh
kelopak bunga... Aku menjerit lirih! Pangkalku sudah terasa membengkak dan basah kuyup...aku sangat menginginkannya...
"Bimo..." panggilku lirih...
Bimo berjongkok di depanku...membuka labiaku perlahan dengan kedua tangannya...menjilat
intiku dengan ujung lidahnya...Aku menjerit lagi, makin menengadahkan wajahku ke atas
dengan mata terpejam... Bimo memanjangkan lidahnya, meraih cairanku , membawanya ke intiku lagi...tiba-tiba Bimo
menghisap intiku dengan lidah yang menusuk intens! Aku mengelinjang! Detik berikutnya
aku mendapatkan klimaksku...milikku terasa berdenyut kencang...
I wanna lay you down in a Bed of Roses
For tonight I'll sleep on a bed of nails
I wanna be just as close as your holy ghost is
And lay you down on a Bed of Roses
Bimo meraih tubuh lemasku, membaringkan aku di ranjang, di atas tebaran kelopak
mawar...Aku mengatur nafasku yang terengah...
Ketika aku membuka mataku, Bimo sudah telanjang...kejantanannya sudah tegang
maksimal...cairan menetes dari lubang kecilnya... matanya sudah penuh berahi atasku!
Bimo menindihku, menciumi bibirku dalam"tangannya meremas rambutku. Ujung
kejantanannya sesekali menyentuh pahaku, menggoda,
Bimo menyusuri leherku, menjilati permukaannya, semakin ke bawah, lidahnya bermain di
kaki bukit putihku, menghisap...Lalu makin naik...meraih puting merahku dengan giginya!
Memutar ujung lidahnya di ujung putingku.
Aku mulai 'naik' lagi oleh caranya menyentuhku...
Bimo semakin menurunkan mulutnya...berhenti di perutku...tangannya membelai pubis
hitamku...Bimo meraih bagian belakang kedua lututku dengan kedua tangannya, mengelus
pelan daerah di sana...Lalu menarik kedua lututku ke atas agar menekuk.
Bimo membuka lebar kedua kakiku yang sudah ditekuk. Dia mengamati pangkalku, mengelus
pubisku sekali lagi sebelum jarinya mulai menyentuh milikku!
"Oh Bim...lagi..." aku memegang seprai kencang, beberapa kelopak bunga terbang ke atas
tubuhku, terlihat kontras bagaikan lukisan kanvas...
Begitu dua jari Bimo masuk ke dalamku, aku tahu Bimo sedang berusaha memberiku yang
kedua! Jemarinya menyentuh titik di dalamku. Bimo menggerakkan ujung jarinya hingga menyentuh
area G-ku yang sensitif...
Bimo memaju mundurkan jarinya, perlahan"kemudian semakin cepat...dan cepat!
Aku menggeram, menaikkan pinggulku setinggi-tingginya menyambut klimaks keduaku!
Aku memejamkan mata, mendongakkan kepalaku, menarik leherku panjang...menikmati rasa
itu... Bimo mengambil segenggam kelopak bunga, menaburi seluruh badanku...
Aku memandang Bimo penuh cinta...
Dia menaiki tubuhku, mencium bibirku lagi, dan langsung memasukkan batangnya ke dalam
diriku... Mulutnya kembali menjelajahi dadaku. Permukaan lidah kasarnya menjilati ujung putingku
yang perlahan tapi pasti menjadi tegang lagi.
Tangannya meremas rambutku.
Pinggulnya berputar, mendesakkan batangnya ke dinding milikku, menyentuh syaraf peka di
permukaannya. Pangkal Bimo menempel di pangkalku, gerakannya membuat dirinya
menyentuh intiku dengan berirama...
"Bim..." aku memanggil lagi dan mulai menggoyangkan pinggulku mengikuti arah gerakannya.
"Hampir sayang..." kataku sambil terus berputar, mengejar...
Bimo mengganti gayanya, mengombinasikan dengan tusukan dalamnya. Aku terengah, suara
benturan basah menemani suasana erotis di kamar ini...
Bimo menghentakkan pinggulnya makin cepat, semakin cepat, semakin cepat!! Bimo
menggeram dalam ketika kurasakan cairannya menyembur di dalam! Denyutan aliran
cairannya sangat terasa di dalamku, membuatku berputar lebih cepat lagi dan menyusul
Bimo beberapa detik setelahnya!
Medley lagi... Aku terengah di samping Bimo. Puas...Sangat Puas!
Bimo memelukku, aku menyandarkan kepalaku di dadanya...degup jantungnya masih
terdengar keras... Beberapa saat kami berdua hanya terdiam.
Bimo menaikkan posisi bantal di kepalanya, setengah bersandar di kepala ranjang.
Tubuh berdua kami masih telanjang polos, aku tersenyum membayangkan kami di foto
dengan pose seperti ini! Tubuh telanjang seorang pria berkulit coklat di samping tubuh
telanjang seorang wanita bekulit putih bersih, ditutupi sekilas oleh helai kelopak mawar
yang berwarna merah marun!
Hmmm sepertinya erotis banget!pikirku dalam hati.
Bimo meraih tanganku, aku bergeser, merebahkan tubuhku miring menghadap dia dengan
kepalaku di dadanya. Bimo memainkan cincin di jariku. Mengecup kepalaku.
"Aku merasa sedang bermimpi indah Liana...semua ini...Sekarang setiap kali aku membuka
mataku, aku akan selalu melihatmu di sisiku...Aku mencintaimu Liana..." Bimo mengecup
tanganku. Aku semakin menekan kepalaku di dadanya...aroma kopiku...kakiku membelit kakinya, pubisku
bergesekan dengan pinggulnya.
"Aku sangat mencintai kamu, Bimo...nggak akan ada yang bisa menggantikan
kamu...selamanya..." kataku lirih. Bimo mencium kepalaku.
"Kamu tahu nggak kenapa cincin kawin ada di jari manis" Bukan di jempol atau di jari lain?"
Bimo memandangku. Aku menggelengkan kepala.
Bimo meraih kedua telapak tanganku, menyatukan telapak tanganku yang terbuka, lalu
menekuk kedua jari tengah ku masih bersentuhan, sehingga kini tanganku berupa tiangtiang tenda segitiga.
Bimo memegang ujung kedua jari manisku yang menyatu.
"Ini adalah suami istri yang diikat oleh sebuah perkawinan." katanya.
Bimo memegang ujung kedua jempolku yang menyatu.
"Ini adalah orangtua. Coba buka jempol kamu kanan kiri tanpa menggerakkan jari tengah
kamu yang ditekuk." Aku membuka jempolku lebar-lebar.
"Hubungan dengan orang tua bisa dipisahkan."
Bimo memegang ujung kedua telunjukku yang menyatu.
"Ini adalah saudara. Sekarang coba buka tanpa menggerakkan jari tengah juga."
Aku membuka telunjukku lebar-lebar.
"Hubungan dengan saudara bisa dipisahkan."
Bimo memegang ujung kedua kelingkingku yang menyatu.
"Ini adalah anak. Coba buka juga."
Aku membuka kelingkingku lebar-lebar.
"Hubungan dengan anak bisa dipisahkan."
Bimo memegang ujung kedua jari manisku.
"Ini adalah pernikahan. Coba kamu buka."
Aku berusaha membuka kedua jari manisku, tapi mereka tetap diam, tidak berkutik! Aku
memandang Bimo. Bimo tersenyum, "hubungan pernikahan yang tidak bisa dipisahkan Liana...seperti aku dan
kamu..." Aku tersenyum. "Kamu tahu kenapa bunga kecil di jas ku ada di sebelah kiri?" tanya Bimo lagi.
Aku menggeleng. "Karena disitulah posisi jantungku...Dan kamu adalah bunga itu, yang selalu melekat di
jantungku Liana..." Bimo mencium bibirku penuh kemesraan. Tubuhnya berguling menindihku, bibir kami masih
bertautan. Bimo memeluk badanku, menggulingkan badanku yang penuh dengan kelopak
mawar, ke atas badannya. Aku sudah merasakan kejantanannya berdiri lagi!
Aku memandang Bimo-ku dengan kagum, akan kekuatannya, akan keperkasaannya, akan
keromantisannya, akan rasa cintanya kepadaku...
Kubelai wajah Bimo dengan tanganku. Dia memejamkan matanya. Kukecup lehernya yang
kokoh...dadanya yang keras...aku membelai seluruh badannya.
Aku duduk di atas perut datarnya yang sekilas terlihat bayangan otot terbentuk di sana.
Labiaku terbuka lebar, menyentuh kulit coklatnya... Bimo mendesis masih dengan mata
terpejam. Aku makin menurunkan pinggulku...Milikku sudah mencari bagian tubuhnya yang tegak. Aku
mendorong ke bawah, menelan semua bagian yang menantang...
Bimo menarik lututnya, menahan tubuh bagian belakangku!
Perlahan aku menggoyang pinggulku...berputar...ke atas ke bawah...Tangan Bimo
menggerayangi pahaku, jempolnya sesekali mengelus intiku...
Aku memperhatikan wajah Bimo, ketika ketegangan di wajahnya bertambah, aku semakin
mempercepat gerakanku. Bimo mengangkat pinggulnya ke atas, mendorongku dari bawah,
aku membaringkan dadaku ke dadanya, mencari kepuasanku untuk mengimbangi Bimo.
Pinggulku bergerak semakin cepat, semakin cepat...semakin cepat! Bimo dan aku menjerit
puas bersamaan! Bimo menangkap mulutku, mengulum bibirku penuh kepuasan!
Aku terkapar lunglai di atas tubuh Bimo.
Keringat kemerahan karena kelopak mawar yang hancur membasahi dadaku dan dada Bimo,
mejadi perekat kelopak mawar yang ikut tersenyum melihat gairah kami berdua...
Bimo memiringkan badannya menurunkan badanku di sisinya perlahan, kami berdua tertidur
lama dengan Bimo masih di dalamku...
Alunan lagu Bed of Roses masih menggema...berulang-ulang...
Bab 20: Gelombang Hidup Aku menyetrika rapi baju Bimo dan bajuku yang sudah kering. Ada plastik kosong besar
tergeletak di dekatku, bekas bungkus roti bagelen kering. Seluruh isinya sudah lenyap
dalam perutku. Menjalankan peran sebagai istri seorang Bimo, membuatku serasa berada di dalam buku
novel roman. Aku mengingat 'panas'nya Bimo di hari pernikahan kami, setiap kali mengingat
hal itu, setiap kali pula wajahku memanas!
Aku sangat menghargai pengertian keluarga Bimo. Mbak Ningsih menolak mentah-mentah
tawaranku untuk menginap di apartemen Bimo menjelang dan sesudah pesta.
"Ya ndak boleh begitu Liana...Mbakyu mu ini juga pernah muda, pernah merasakan pengantin
baru...rasanya nek bisa seluruh penduduk bumi disuruh ngungsi ke planet sebelah dulu...iya
tho?" Mbak Ningsih memberikan alasan realistisnya melalui telepon.
Jadi selama keperluan pesta, mereka semua, rombongan keluarga Jogja menginap di hotel!
Mama juga tidak mau ketika aku bilang setelah pesta bisa datang ke apartemen kami.
Aku tersenyum sendiri sambil berdiri membawa setumpuk pakaian yang sudah rapi,
menyusun dengan hati-hati sesuai tempatnya masing-masing. Aku menutup lemari besar ini,
pikiranku baru 'nyambung' ternyata lemari yang dulu terlihat kosong itu memang disediakan
untukku! Bahkan tempat cd lagu yang dulu kosong, itu adalah 'jatah'ku, yang sekarang sudah penuh
sesak. Hari ini bulan ketiga pernikahanku dengan Bimo.
Bimo sempat meminta maaf dan pengertianku tidak bisa mengajakku berbulan madu, karena
jatah cutinya sudah habis terpakai semua pada saat dia mengejarku ke Bali.
Aku peluk lehernya waktu itu, menciumi seluruh wajahnya, berbisik di telinganya:
"Merasakan setiap hari bersama kamu sudah merupakan bulan madu bagiku, Bimo?"
Bimo menatapku penuh cinta...
Pada saat senggangku, ketika tugas seorang istri sudah selesai kukerjakan, aku mulai
menyalurkan hobi menulisku lagi. Beberapa artikel sudah kukirim ke Pak Imam. Saat ini aku
sedang mencoba hal baru : membuat cerita anak-anak...
Kemarin Bimo tertawa mendengar ceritaku tentang tingkah seorang anak kecil berumur 6
tahun di ruang laundry apartemen. Si ibu yang setiap kali berbicara selalu menyelipkan
kata-kata berbahasa Inggris kepada anaknya, berkata :
"Simon"honey"tolong mommy masukinsoapnya ke dalamwashingmesin ya..." si ibu pergi
keluar ruangan untuk menerima panggilan di hapenya.
Simon, si anak kecil, menghampiri suster pengasuhnya yang masih terlihat berumur masih
muda, melamun tidak memperhatikan anak asuhannya, Simon mengambil mangkuk makanan
dia yang berisisopayam, dan memasukkannya ke dalam mesin cuci...
Siapa yang salah" Entah"aku keluar ruang itu dengan wajah nyengir sendiri! Sudah
terbayang ekspresimommy-nya...
Menurut Bimo, aku harus mencoba menulis hal lain selain artikel tentang pariwisata. Entah
novel, cerpen, puisi, buku cerita anak, resensi film, atau buku...
Aku mengangguk sangat tertarik untuk mencoba.
Hari ini aku akan menyusun cerita anak, berdasarkan pengalaman dan daya khayalku saja.


Belahan Jiwa Karya K Y di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Aku membongkar lemari kecilku, mencari buku agendaku. Aku ingin mencatat setiap ide yang
datang tiba-tiba di buku itu. Tanganku merogoh-rogoh dalam lemari, sebuah plastik aku
tarik keluar. Isinya seplastik pembalut wanita yang masih utuh.
Aku mengernyitkan dahiku, mencoba mengingat kapan terakhir kali aku mendapatkan
menstruasiku. Setelah pesta pernikahanku, aku mendapatkan siklusku sekali. Setelah itu...
Aku memegang keningku...aku tidak ingat sama sekali tentang siklus bulananku itu, tapi yang
pasti aku tidak pernah menolak melayani Bimo di ranjang karena sedang haid...
Ada setitik harapan di hatiku.
Aku membuka messenger Rista cepat-cepat, menanyakan sesuatu.
Rista menyarankanku ke dokter.
Aku lirik jam dinding, hampir jam 3 sore. Aku ambil handphoneku, menelepon sebuah nomor
telpon pemberian Rista. Lalu memesan taksi, karena mobilku lebih banyak dipakai Rudy
untuk wara-wiri dengan mama, Mega, dan pacarnya...
Jam 4 sore aku sudah duduk manis di ruang tunggu, depan ruang dokter yang bertuliskan
Dr. Lidya Wenas Sp.OG, dokter kandungan langganan Rista dulu.
Jam 6 aku menunggu Bimo menjemputku. Aku beri Bimo ancer-ancer nama jalan dan di mana
aku menunggu. Lima menit kemudian Bimo datang, aku cepat naik ke mobilnya.
"Ngapain kamu kesini sayang?" Bimo melirik gedung tinggi tempat aku berdiri tadi. Gedung
perkantoran biasa, rumah sakit tempat dokter Lidya ada di sebelahnya.
Aku tersenyum, menyentuh pipinya dan meraih telapak tangannya, kuciumi dalam-dalam.
Bimo tersenyum dan lupa dengan pertanyaannya.
Aku keluarkan roti dari tasku, menawarkan Bimo tapi dia menolak. Aku makan roti pertama
sampai habis, lanjut dengan roti kedua. Setelah itu aku mengunyah seplastik kacang goreng,
baru minum sebotol kecil air mineral.
"Makan yuk Bim, aku laper?" ajakku sambil mengeringkan bibirku dengan punggung tangan.
Bimo menatapku tak percaya...dahinya mengkerut.
"Akhir-akhir ini kamu makannya gembul banget ya Li?" kata Bimo sambil tertawa.
Aku mengedikkan bahuku. "Kamu nggak sadar barusan udah makan 2 roti, 1 bungkus kacang, 1 botol air?" kata Bimo
lagi menggoda. Tangannya membelai pipiku yang merona.
"Tapi emang laper"nggak boleh makan lagi?" rajukku.
Bimo meminggirkan mobilnya ke tepi jalan. Menatap mataku mesra, di bibirnya tersungging
senyum meminta maaf. Diciumnya bibirku hangat.
Aku membalas ciumannya. "Mau makan apa sayang"' tanya Bimo, sambil menjalankan mobilnya lagi.
Aku merenung. Makan apa"Ng...aha!
"Aku mau makan sate kambing!" teriakku.
Ciiitt!! Bimo menekan remnya mendadak. Memandangku bingung.
"Sate kambing" Kamu yakin sayang" Kamu kan paling nggak doyan makan kambing, nyium
baunya aja kamu bisa muntah..." Bimo bertanya.
Aku memandang polos ke matanya. Bingung mau jawab apa.
"Iya, iya, kita makan sate kambing?" Bimo tidak tega melihat tatapan mataku, mulai
menjalankan mobilnya lagi.
Aku bersenandung riang, mengikuti lagu dari audio mobil. Bimo pun tidak mau kalah menarik
pita suaranya sekencang mungkin.
Bimo mengajakku ke rumah makan yang terkenal dengan berbagai macam sate.
Bimo memesan 20 tusuk sate kambing, 2 piring nasi, dan 2 gelas es teh tawar.
Aku menghabiskan 17 tusuk sate, 1 ? porsi nasi, dan 2 gelas es teh tawar! Alias aku
menghabiskan jatah makan Bimo juga.
Bimo membelalakkan matanya menatapku bingung. Mengambil rokoknya bersiap
menyalakannya. "Bim, kamu ingat sumpahmu dulu di Thailand?" Aku menatap dia sambil meregangkan
tubuhku yang merasa keenakan karena kenyang.
Bimo mengernyitkan dahinya.
"Kamu kan janji nggak akan merokok lagi kalau aku hamil..." kataku senyum-senyum menatap
dia. Bimo menatapku bingung. Aku mengeluarkan buku kontrol kehamilan yang baru kudapat dari rumah sakit tadi.
"Tadi aku ke dokter kandungan Bim, aku hamil enam minggu..." kataku pelan, wajahku panas,
memandang Bimo malu-malu.
Bimo makin terbelalak, mulutnya terbuka lebar, dan begitu otaknya selesai mencerna setiap
suku kataku, wajahnya sumringah. Bimo berdiri, mengangkat tangannya berteriak kencang
"ISTRIKU HAMIL!!!!"
Semua pengunjung menatap B
imo dengan pandangan heran. Seorang wanita setengah baya
tersenyum dan mengucapkan selamat, sontak beberapa orang seperti dikomando
memberikan tepuk tangan meriah! Aku tertunduk malu...
Bimo duduk lagi, cuping hidungnya kembang kempis karena rasa bahagianya.
"Masih laper sayang" Mau tambah sate lagi" Sama nasinya?" tanya Bimo lagi. Dia jadi
memaklumi nafsu makanku yang tiba-tiba meningkat tajam akhir-akhir ini.
Aku melotot pura-pura marah.
### Begitu sampai di apartemen, Bimo langsung menelepon bapak dan ibu dan ketiga kakaknya.
Aku hanya tersenyum di sebelah Bimo, sambil ngemil keripik singkong yang sudah hampir
habis! "Buk, menika simah kula sampun ngandut..."kata Bimo.
"Ya wes syukurlah, ruwaten bojomu...dijaga ya, aja digawe lara atine...sing akur yo Le..."Ibu
memberi nasehat. Lalu Bimo menelepon mama tentang kabar gembira ini. Untuk lima belas menit ke depan,
hanya terdengar Bimo menjawab, 'iya ma', 'ngerti ma', dan 'Ooo'
Pasti mama sedang 'kuliah' seputar kehamilan...
Bimo benar-benar menepati sumpahnya untuk tidak merokok lagi.
Ada tiga kaleng permennon sugartersedia di apartemen, satu kaleng di rumah mama, empat
kaleng di meja kantornya!
Sejak hamil ini beberapa kebiasan yang biasa aku lakukan, aku menjadi tidak mau melakukan
lagi. Atau beberapa hal yang tidak pernah aku lakukan , tiba-tiba saja aku mau melakukan.
Kata mama itu yang disebut 'ngidam'.
Satu hal yang menjadi kebiasaan baruku adalah mengendusi " menciumi dengan hidung "
merasakan bau telapak tangan Bimo! Entah mengapa aku tiba-tiba selalu ingin melakukan hal
itu. Di manapun! Menjelang tidur, tanganku selalu mencari-cari telapak tangan Bimo. Setelah dapat aku
letakkan di hidungku, menghirup bau tangannya, bau apapun yang melekat di sana yang
terasa di hidungku adalah bau anak kucing! Tidak ada yang percaya tentang jenis ngidamku
ini, tapi bodo! Yang penting aku suka dan mau. Titik.
Pernah suatu saat Bimo membawa pekerjaannya ke rumah. Aku merasa ingin mengendusi
telapak tangannya. Aku mendekati Bimo yang ada di depan meja laptopnya.
Aku di pinggir ranjang, meraih tangan kirinya.
"Liana...aku harus selesaikan ini sayang...entar lagi ya..." kata Bimo, matanya tidak lepas dari
layar. Aku tidak peduli, tetap memegang telapak tangannya.
Bimo menarik tangannya agar dia bisa mengetik.
Aku menarik tangan kirinya lagi.
"Liana!" Bimo membentakku dan melirikku tajam! Dia mulai mengetik dengan konsentrasi
penuh. Aku menatap Bimo kaget, air mata langsung menggenang di mataku...dan jatuh menetes di
pipiku seiring dengan suara tangisku! Aku menangis seperti anak kecil yang mainannya
direbut paksa! Dadaku sesak, naik turun, tersedu-sedu, tergugu kencang!
Bimo menoleh dan menatapku panik!
"Liana...sayang"kenapa?" tanyanya bingung.
Aku menghapus air mataku dengan punggung tanganku.
"Aku cuma mau nyium...Cuma mau nyium doang...masa' nggak boleh...pelit!" aku berkata di
antara isak tangisku. Bimo tersenyum, menghela nafas, seakan-akan baru sadar sebenarnya bukan Liana mungkin
yang mau, tapi mungkin jabang bayi di dalam yang mau.
"Maafkan aku ya sayang, tentu saja kamu boleh nyium. Selamanya kalo mau!" kata Bimo
merayu. Aku menatap matanya lalu tersenyum lebar dengan segera " tangisan berhenti mendadak!
Tergiur dengan kata-kata Bimo!
Alhasil, Bimo menarik meja laptopnya lebih dekat lagi ke ranjang. Aku berbaring di ranjang
dengan telapak tangan Bimo di atas hidungku sampai aku tertidur! Dan selama itu pula Bimo
mengetik pekerjaannya dengan tangan kanan saja...
Sate kambing menjadi menu favoritku, seminggu sekali aku harus makan sate kambing! Kalau
tidak, aku akan merajuk dan merengek-rengek terus.
Mama sering menasehati Bimo agar sabar menghadapi orang hamil. Mama sampai menjamin
bahwa ngidam itu akan hilang sendirinya, total, begitu si jabang bayi lahir. Bimo mengangguk
mengerti. Mama bercerita, ada salah satu temannya dulu lebih parah. Temannya tidak mau mencium
bau keringat suaminya! Sedikitpun! Jadi, pulang kerja suaminya langsung ke kamar mandi,
tidur dipisah oleh guling. Begitu tercium bau keringatnya, dia akan muntah-muntah hebat.
Ada lagi yang tidak bisa mencium bau nasi yang baru mateng dikukus. Begitu tercium, dia
langsung bengek ke kamar mandi, muntah!
Ada lagi yang sewaktu belum hamil, dia penggemar udang kelas berat, dan begitu tahu udang
bagus untuk perkembangan otak janin, dia bercita-cita akan makan udang setiap hari.
Kenyataannya" Selama hamil, setiap kali dia mencium aroma udang, entah direbus, digoreng,
dibakar, dia merasa pusing tujuh keliling!
Untunglah ngidamku hanya sebatas sate kambing dan nyium telapak tangan. Dan selama
hamil aku jadi sangat produktif! Pak Imam sampai bertanya ke Bimo. Bimo hanya menjawab :
bawaan orok! Puluhan cerita anak sudah dimuat di beberapa majalah anak-anak.
Aku sering membuka artikel di laptopku seputar kehamilan, kelahiran, dan bayi. Laptop"
Iya, laptop bukan Pad lagi. Pad yang dulu, begitu Bimo tahu itu dari Benny, dia menggantinya
dengan laptop kecil. Dilarang memakai Pad dari Benny, titik. Itu katanya dulu. Pad kuberikan
ke Mega. Sejak aku hamil, Bimo menjadi agak lebay. Aku dilarang mencuci " menjemur " menyetrika
baju! Jadi setiap dua hari sekali aku kirim pakaian kotor ke laundry.
Tidak boleh pergi keluar apartemen sendirian, harus tunggu Bimo untuk mengantar
kemanapun! Atau memanggil Rudy menjadi sopir dadakan.
Tidak boleh memakai sepatu atau sandal yang tinggi, jadi Bimo membelikanku 6 sandal jepit
warna-warni...Semua warna ada...yang akhirnya kupakai kemana-mana sampai aku melahirkan!
Ke rumah mama, pakai sandal jepit merah.
Ke kantor Bimo, pakai sandal jepit kuning.
Ke Mall, pakai sandal jepit biru.
Ke dokter, pakai sandal jepit hijau.
Ke tempat makan, pakai sandal jepit hitam.
Kalau nggak kemana-mana, pakai sandal jepit motif kembang...
Aku pernah bertanya ke Bimo, apa dia tidak malu berjalan dengan istri yang mulai bengkak
badannya, pakai baju hamil kedodoran karena usia kehamilan yang tanggung, pakai sandal
jepit pula! Jawaban Bimo: biarin, biar nggak ada yang naksir...
Suamiku... Urusan ranjang menjadi sedikit agak ribet karena Bimo terlalu takut badannya akan
membuat badan bayinya memar dan kesakitan...Haddeh!
Akhirnya aku dan Bimo lebih sering melakukan oral ...entahreverse hug, 69,under the sink.
ataudoggy greet...Yang pasti Bimo selalu mampu dan mau memberiku kepuasan itu...
### Bimo selalu mengantarku kontrol kehamilan ke dokter Lidya. Dengan tekun Bimo
mengingatkanku vitamin apa yang harus kuminum atau susu kehamilan sudah habis atau
belum. Bimo meminta dokter agar tidak memberitahukan jenis kelamin bayi dalam rahimku. Untuk
kejutan katanya. Jadi semua kebutuhan buat orok, aku beli yang warna kuning. Kuning warna
netral yang bisa dipakai untuk cewek atau cowok.
Dan aku meminta dokter agar aku melahirkan dengan jalan caesar, tidak melalui jalan
normal. Aku sudah membaca banyak artikel tentang positif negatifnya keputusanku ini.
Dan aku sudah mempertimbangkan matang-matang, bukannya aku tidak ingin merasakan
kodrat wanita " merasakan bayi lahir melalui jalan yang sudah disediakan oleh Sang
Pencipta, tetapi aku mempertimbangkan dari sisi pelayananku sebagai istri Bimo " di
ranjang. Aku ingin Bimo selalu mendapatkan kenikmatan yang sama pada saat dirinya ada di dalam
diriku... Hari ini aku tidur lebih awal. Rasanya badan pegal semua, kakiku terasa capek menahan
tubuh tambunku dengan perut membusung. Sampai sekarang berat badanku bertambah 20
kg! Belum terpikirkan bagaimana caranya melenyapkan kelebihan yang fantastik itu!
Aku sudah menyiapkan semua kebutuhanku selama di rumah sakit dalam 1 tas besar. Jadi
begitu ada situasi mendadak, tidak perlu repot lagi menyiapkannya.
Operasi Caesar akan dilakukan 2 minggu lagi.
Jam 1 malam, aku merasa ingin buang air kecil. Dengan tertatih aku ke kamar mandi.
Setelah beberapa saat, aku baru sadar bahwa ada cairan mengucur dari vaginaku tidak
berhenti-berhenti! Aku memaksakan kedua pahaku mengempit kencang, agar aliran itu berhenti. Tetapi
percuma, cairannya masih mengucur!
Perlahan kudekati Bimo. "Bim"Bimo..." Aku mencolek bahunya.
Bimo membuka matanya. "Kayaknya udah waktunya lahir Bim..." kataku pelan sambil terus mengempit pahaku.
Bimo langsung melompat bangun! Aku hanya diam berdiri di sisi ranjang, mau duduk sayang
sama kasurnya... Bimo keluar kamar dengan tergesa-gesa, lalu masuk kamar lagi memandangku panik, lalu
keluar kamar lagi, lalu masuk kamar lagi dengan wajah lebih panik. Lalu keluar kamar lagi,
dan masuk lagi sekarang menatapku dengan wajah bingung!
Aku refleks tertawa melihat kepanikannya!
"Mau ngapain ya sayang...?" tanyanya putus asa sambil menggaruk kepalanya.
"Bawa aku ke rumah sakit Bim...anak kita akan lahir hari ini..." kataku sambil terus
mengempit pahaku yang semakin mengeluarkan cairan lebih banyak begitu aku tertawa.
Bimo menepuk jidatnya, dia keluar kamar lagi. Agak lama di sana, aku dengar sekilas katakata alamat apartemen kami.
Bimo masuk lagi ke kamar, dia langsung mengambil tas persiapanku, dan memapahku
perlahan. Aku dibimbing Bimo turun ke bawah, lalu ke pinggir jalan raya, memberhentikan taksi,
menyebutkan alamat rumah sakit bersalin, danmeminta sopirnya untuk lebih cepat sampai ke
rumah sakit " jangan lelet, tapi tidak boleh ngebut!
Si sopir hanya mesem memaklumi situasi panik seorang calon ayah baru.
Baru belakangan aku sanggup tertawa, karena kepanikan Bimo telah meninggalkan beberapa
jejak cerita lucu untuk bahan tertawaan kami suatu hari nanti...
Kepanikan Bimo telah membuat 5 armada taksi datang bersamaan ke apartemen kami, plus 1
ambulan dari rumah sakit tempat aku ke dokter kandungan, plus 1 ambulan dari klinik dekat
kantor! Bimo berhutang seribu terima kasih kepada penjaga apartemen yang mau menjelaskan
kondisi kepanikan Bimo dan meminta maaf kepada mereka semua!
Dan aku mengingatkan Bimo begitu tiba di rumah sakit, mengapa aku dan Bimo harus naik
taksi ke rumah sakit, sedangkan dia memiliki mobil sendiri yang selalu siap dipakai...
Bimo hanya mampu nyengir dan garuk-garuk kepalanya...
Jam dua lebih kami sampai di rumah sakit bersalin.
Aku langsung dibawa ke ruang tunggu persalinan. Suster mengambil buku riwayat
kehamilanku. Lalu mengganti bajuku dengan baju pasien.
"Suster, cairan yang keluar ini apaan sih?" tanyaku ke salah satu suster yang bertugas
merawatku. "Ini air ketuban ibu"ketuban ibu pecah lebih awal. Ibu sudah dijadwalkan untuk Caesar
Sectio 2 minggu lagi kan?" jelas si suster.
Jam 8 pagi, aku sudah di kamar operasi. Bius setengah badan tapi akhirnya membuatku
benar-benar tidak sadarkan diri sepenuhnya...
Tiga jam berikutnya aku membuka mataku yang masih terasa berat! Sekilas kulihat
bayangan Bimo di sisiku, lalu aku tertidur lagi.
Ketika aku tersadar, Bimo memandangku penuh senyum! Matanya menatapku dengan penuh
cinta...Bimo-ku...Suamiku...ayah dari anakku...
Dari ruang pemulihan, aku akhirnya dipindahkan ke ruang perawatan. Bimo sudah menyiapkan
ruang VIP untukku. Begitu sampai di kamar, tidak lama kemudian seorang suster menggendong bayi masuk ke
kamar. Bimo langsung berdiri. Suster menyerahkan bayi itu dalam pelukanku"
BAYIKU! ANAKKU! Aku meneteskan air mata melihat sosok rapuh dalam dekapanku ini. Seorang bayi laki-laki,
lahir dengan sehat dan lengkap, rambut hitam ikal, warna kulit sangat merah...
Bimo menghapus air mataku, mencium keningku penuh perasaan. Jarinya mengelus pipi bayi
kami... "Panjangnya 50 senti, beratnya 3,8 kilo...dan para suster heboh dengan tangisannya yang
menguasai ruangan bayi. Anak kita Liana..." Bimo menatapku mesra.
"Anak kita Bimo..." aku berkata dalam sesaknya rasa bahagia di dadaku.
"Namanya Dimas Putra Setyadi...anakku..." kata Bimo perlahan mencium kening Dimas pelan.


Belahan Jiwa Karya K Y di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Dimas..." aku mencium pipinya yang merah.
"Bibirnya mirip kamu Liana?" kata Bimo, menelusuri bibir Dimas dengan ujung jarinya.
"Aku nggak perlu komen rambutnya kayak siapa ya Bim" Nenek-nenek rabun juga tahu
Dimas memiliki duplikat rambut kamu..."
"Hidungnya mancung gagah seperti papanya?" sambungku.
Bimo nyengir " bangga!
"Kita berdoa Liana, semoga anak kita Dimas menjadi manusia yang baik, yang berguna,
pintar, selalu sehat..." bisik Bimo di telinga Dimas.
"Sini sama papa sayang..." Bimo mengambil Dimas dari pelukanku. Bimo mengambil Dimas
yang terbungkus kain bedong bayi, dengan hati-hati.
Aku memandang mereka berdua dengan hati yang hangat...tidak akan pernah aku mau
menukar saat seperti ini dengan apapun juga...
Suara ribut di pintu mengalihkan perhatianku!
Pintu dibuka... Mama! Rudy, Mega, dan Sharon!
Mereka berhamburan ke arah Dimas. Mama menghampiriku. Mengusap rambutku penuh
sayang... ### Bimo menggendong Dimas, usianya sudah 8 bulan, Bimo sangat menikmati waktunya bersama
Dimas. Pulang kerja Bimo langsung mandi, setelah memeluk dan menciumku, lalu dia langsung
nongkrongin anaknya! Memandangnya, menyentuh, mencium, lalu tersenyum sendiri...
Suatu saat Dimas pilek. Bimo panik melihat Dimas yang terlihat susah bernafas. Di
hidungnya kelihatan ingus dan kotoran kering di sana. Bimo menyuruhku menelepon dokter
anak yang dari awal 'megang' Dimas.
Dokter memberitahu untuk mengeluarkan ingus dari hidungnya, bisa pakai 'pipet' kecil
untuk menyedot atau orang dewasa menyedot ingus bayi dengan mulutnya.
Karena Bimo menolak mentah-mentah untuk memakai pipet yang dia takut akan melukai
Dimas, maka sepakatlah Bimo yang akan menyedot hidung mungil Dimas!
Aku mengulangi kata-kata dokter, mulut kita diletakkan di hidung bayi. Lalu dengan sekali
sedot saja secara mantap dan yakin, ingus akan tersedot masuk ke dalam mulut kita, lalu
kita bisa membuangnya. Bimo mulai mengambil ancang-ancang, dia dekatkan mulutnya ke hidung Dimas, dalam
sedetik Bimo sudah menyedot ingus Dimas.
Bimo mengatupkan mulutnya, matanya berbinar melihat hidung Dimas sudah kelihatan
kosong! "Dapet Bim ingusnya?" tanyaku penasaran.
Bimo menelan ludah, lalu menjawabku.
"Udah" katanya sambil tersenyum bangga!
Aku melihat ke arah mulut Bimo. Kami berpandangan, diam, terpaku, wajah Bimo mulai
tampak memelas, lalu panik...dan aku tertawa ngakak!
Bimo menelansemua ingus plus plusnya Dimas!
Karena mau menjawab pertanyaanku, secara refleks Bimo menelan apapun yang ada di mulut,
agar dia bisa bicara... "Bagaimana rasanya papa Dimas?" godaku lagi.
"Asin nggak jelas..." jawab Bimo ngambang, masih dalam atmosfer 'believe it or not!'
Aku tertawa ngakak lagi...Bimo-ku...ayah anakku...
Saat ini Bimo sedang mengayunkan Dimas ke kiri ke kanan, berusaha menidurkannya. Dari
bibir Bimo terlantun pelan lagu November Rain-nya Guns n Roses, aku terkikik
mendengarnya. "Mbok ya nyanyinya lagu nina bobok atau lagu anak-anak"malah November Rain..." kataku
menggoda. "Biarin ya Dimas...yang penting bisa tidur"ya...Suara papa kan merdu ya...mama sih
payah...taunya cuma lagu potong bebek angsa..." kata Bimo sambil mencium Dimas. Dimas
terlihat 'ngulet' " menggeliat menjulurkan tangannya ke atas, mulutnya bergerak
menggemaskan! "Tuh, Dimas aja ngomong "Yeah! Papa bener...hidup papa!" Bimo mengarang cerita melihat
gerakan Dimas. "Like father like son..." kataku geli.
Entah karena memang benar Dimas sama seperti Bimo atau karena Dimas sudah sangat
mengantuk, Dimas tidur lelap dengan cepat dalam pelukan Bimo"
Bimo meletakkan Dimas di boks bayi di kamar kami.
Bimo menghampiriku, kepalanya langsung menyeruduk dadaku " gaya Bimo kalau dia 'menagih
jatah' dariku. "Giliran aku ditimang Liana?" Bimo merengek manja. Rambutnya " yang sekarang selalu
dipotong pendek rapi " menggelitik pangkal leherku.
Aku memeluk kepalanya, menekan kepalanya ke dadaku yang masih terlihat montok,
walaupun asi-ku sudah tidak keluar lagi.
Bimo menaikkan hidungnya ke leherku, dia menjulurkan lidah, menyusuri leherku. Tangannya
sudah berada di balik baju atasanku, membuka kaitan bra-ku. Aku menengadahkan kepalaku,
menikmati sentuhan-sentuhannya.
Bimo mencari bibirku...dan mengulum bibirku dengan ganas! Lidahnya sangat liar dalam
mulutku! Tangannya seolah berebutan dengan nafsunya untuk membuka bajuku!
Bimo memandang dada telanjangku dengan mata membara, kakinya mengangkangi perutku.
Jarinya mengitari payudaraku yang membusung besar, putingku mencuat memanjang akibat
hisapan anakku. Bimo menciumi setiap bukitku, membelai lembut, lalu mengulum putingku, menggesekkan
lidahnya ke permukaannya. Aku mendesah, menggerakkan kedua pahaku perlahan, merasakan
serangan gairah yang mengalir cepat ke selangkanganku!
Bimo menurunkan badannya. Kedua tangannya menurunkan sedikit celana luar dan dalamku
bersamaan, hingga tepian pubisku terlihat. Lidah dan bibir Bimo menjelajah area itu,
menggodaku. Aku sudah merasakan gairahku memuncak, mengharapkan Bimo segera
memasukkan dirinya ke dalamku.
Aku semakin tidak sabar ketika Bimo hanya membuka celana luarku!
"Bimo"please..." aku memohon...
Bimo menatapku panas! Setiap kali aku memohon, gairah Bimo akan meningkat!
Bimo menjilati pinggiran celana dalamku. Aku membuka lebar kedua kakiku, mengangkat
pinggulku tinggi, mengharapkan lidah Bimo akan bergerak ke intiku secepatnya.
Bimo menyingkap tepian celanaku dengan tangan kirinya, aku mendorong pinggulku ke atas
lagi. Tanpa menyentuh lubangku, ujung lidahnya mencucuk intiku cepat! Aku menjerit
berkali-kali oleh sensasi yang Bimo ciptakan. Bimo tidak memperdulikan jeritanku, ujung
lidahnya masih terus menyentuh intiku dengan cepat.
"Bimo!!" aku memanggil namanya keras, tanganku meremas seprai, ketika aku mencapai
klimaksku. Milikku terasa berdenyut, aku merasakan aliran cairan mengalir ke arah
belakang. Bimo mulai melepas celana dalamku, sentuhan kulitku di seprai yang dingin seakan
membelaiku. Bimo melepaskan bajunya satu persatu. Aku pandangi kejantanannya yang
berurat, mata Bimo menyorot tajam, kombinasi yang cocok untuk membuatku bangkit lagi!
Aku menggigit bibir bawahku, pinggulku kugerak-gerakkan seakan 'memanggil'...
Bimo mengangkat kaki kananku ke bahunya, badanku kumiringkan mengikuti arah kakiku,
pangkalku terbuka lebar di depan Bimo. Bimo mendekatkan pangkalnya dan langsung
menancapkannya dalam! Tangan kirinya mengelus paha dan pantatku. Bimo bergerak cepat
keluar masuk, mulutnya berdesis keras! Aku melenguh, ada yang tersentuh di dalam sana,
menggelitik sangat nikmat!
"Putar Bim?" pintaku pelan.
Bimo memutar pinggulnya segera! Aku tahu Bimo sudah di tepi kepuasannya, tapi aku selalu
salut dengan keinginan besarnya untuk selalu mendapatkannya bersama-sama denganku...
Putaran Bimo menuntunku dengan cepat!
Aku mengejang, Bimo sudah sangat hafal badanku, dia mengubah gerakannya...dan sodokan
keras terakhirnya membuat kami berdua tumbang...
Bimo berbaring di belakang tubuhku, mencium tengkukku, sebelum kami berdua tertidur
pulas... ### Hari ini aku membawa Dimas imunisasi, Bimo selalukeukeuhuntuk mengantar kami ke rumah
sakit. Sepulang dari rumah sakit, masih jam 1 siang. Kami langsung ke rumah mama. Bimo
merencanakan tetap akan ke kantor. Jam 6-an sore, dia akan jemput kami berdua untuk
pulang. Bimo mencium Dimas dan mencium pipiku sebelum berangkat. Aku peluk Bimo dan mencium
bibirnya sekilas. ### Jam empat sore, ada panggilan dari nomor tidak dikenal di handphoneku. Dari rumah sakit!
Mengabarkan ada yang bernama Bimo Setyadi mengalami kecelakaan di jalan tol dan
sekarang ada di rumah sakit!
Aku berdiri seperti disambar petir! Aku menyerahkan Dimas ke tangan mama yang terlihat
bingung dengan sikapku. Aku mendengarkan dengan wajah pucat, dan menanyakan nama rumah sakitnya. Aku
mematikan panggilan telepon itu, lalu memandang mama, aku merasa goyah...Otakku masih
berusaha mengerti apa yang barusan kudengar.
"Ada apa Liana" " tanya Mama.
Aku memandang mama, "Bimo kecelakaan di tol ma...sekarang di rumah sakit..."
"Ya Tuhan!" mama terkejut menutup mulut dengan tangannya!
Rudy dan Mega yang mendengar teriakan mama cepat-cepat mendekati mama. Aku
menceritakan kembali berita itu dengan air mata yang sudah terurai deras!
Rudy cepat-cepat menelepon taksi untuk membawa kami ke rumah sakit. Mobilku sudah
dijual, untuk modal usaha Rudy beberapa waktu lalu. Mama menyiapkan keperluan Dimas
dalam hening. Aku memastikan dompet dan semua uang tunai yang aku miliki sudah kuletakkan di dalam
tasku. Aku, Rudy, dan mama dengan menggendong Dimas, langsung ke rumah sakit. Mega tidak bisa
ikut karena mendadak dia merasa tidak enak badan dan sakit kepala.
Mama mendekap Dimas erat, aku berjalan bergegas ke arah bagian informasi, menanyakan
korban kecelakaan bernama Bimo.
Bagian informasi menyuruhku ke ruang gawat darurat.
Aku melangkahkan kakiku cepat, bau obat-obatan dan wajah duka di setiap orang di ruangan
itu membuatku bertambah panik!
Di ruang UGD kulihat dua orang polisi dan seorang pria muda sedang bercakap-cakap. Aku
mendekati mereka. Mataku melihat ke sekeliling ruangan mencari Bimo. Gerak-gerikku
menarik perhatian mereka.
"Maaf, apakah ibu keluarga bapak Bimo?" seorang dari polisi bertanya.
Aku mengangguk, tidak mampu berkata apapun. Mama dan Rudy kusuruh menunggu di ruang
tunggu depan. Aku merasa harus mandiri dan tegar dalam menghadapi masalah ini.
Aku menyimak penjelasan aparat kepolisian.
"Kecelakaan terjadi di tol bu, ada sebuah truk mengangkut gorong-gorong beton, dan tibatiba pengikat beton putus. Sebuah beton jatuh ke arah mobil Pak Bimo. Pak Bimo pas ada di
belakang truk itu, dia langsung banting setir ke kiri untuk menghindar. Di kiri ada pagar
pembatas yang ditabrak oleh mobil Pak Bimo. Mobil pak Bimo sempat berputar dan
terguling. Tetapi masih untung tidak menjebol pagar pembatas tol dan jurang. Pak Harry ini
adalah saksi mata dan yang membantu memanggil ambulans saat itu?"
Aku menatap pria muda itu, mengangguk menandakan terima kasihku. Mataku berkaca-kaca
menatap orang itu. Lidahku terlalu kelu untuk berkata-kata...
Aku pamit dan masuk ke ruangan dalam, mencari-cari...di sini! Mataku melihat Bimo yang ada
di ranjang. Bimo berbaring dengan mata tertutup dengan beberapa luka lecet di kepala, kaki, dan
lengannya. Di hidungnya terpasang selang oksigen dan di tangan kirinya dipasang selang
infus. Seorang perawat berada di dekat Bimo, memperhatikan kondisi kedua peralatan
medis yang terpasang. Aku menghampiri perawat itu dan menatapnya penuh tanya.
"Bapak ini masih pingsan, Bu?" katanya.
"Jadi menunggu apa sekarang, sus?" tanyaku pelan.
"Tadi kami sudah mengambil darah pasien untuk di cek di laboratorium, sebentar lagi pasien
akan di CT Scan dan rontgen"
Aku tertunduk lemas. Air mataku bertambah deras mengalir...ada rasa takut yang teramat
sangat kehilangan Bimo...aku memegang besi ranjang rumah sakit yang dingin. Aku menutup
mulut dan hidungku, menahan isakan tangisku...memandang Bimo-ku yang terbaring tidak
berdaya... Kuelus pipi Bimo-ku...kuciumi dagunya...kubelai kelopak matanya yang tertutup...rambut
hitam ikalnya yang pendek...
Kuremas tangan kanannya, kuciumi jemarinya...aku letakkan telapak tangannya di pipiku yang
basah...Aku diam...menunggu...mengharapkan Bimo sadar dan melihatlu...
Akhirnya aku keluar ruangan, ke tempat mama dan Rudy duduk menunggu. Kuceritakan
kondisi Bimo. Mama semakin sesegukan menangis...aku menahan diri agar tidak terhanyut...
Aku mengambil Dimas dari pelukan mama. Dimas masih tertidur pulas, mulutnya menganga
lebar, rambut ikal hitamnya semakin panjang...semakin mengingatkanku akan Bimo...Bimo
kecil-ku...kuciumi wajah, rambut dan badan anakku...kuhirup wangi badan bayinya...agar
menjadi penguat bagiku menghadapi ini... Mataku semakin pedas...kuserahkan Dimas ke
mama. Aku ke ruang UGD lagi. Belum ada perubahan apa-apa. Aku memejamkan mataku...tiada
hentinya hatiku mendaraskan untaian doa kepada Sang Kuasa " berulang-ulang...
Aku memaksakan diriku untuk berpikiran jernih saat ini, air mata saja tidak akan ada
gunanya! Setiap masalah pasti ada jalan keluarnya! Aku menghembuskan nafas dalam...
Aku mendatangi dokter UGD.
"Sore dok..." sapaku. Dokter mendongak, menyapaku dan mempersilahkan aku duduk di kursi
di depannya. Di name tag nya tertulis Dr. Sandra Louisa
"Ibu ini keluarga bapak Bimo ya" Ibu ini siapanya ya" Maaf." tanya dokter Sandra.
"Saya Liana, dok. Istrinya" jawabku dengan nada bergetar menahan tangis.
"Ibu sudah mendapat kartu pasien rumah sakit ?" tanya dokter Sandra.
Aku menggeleng. "Bapak Bimo sebentar lagi akan dibawa untuk CT Scan dan Rontgen. Lebih baik ibu proses
dulu kartu pasiennya agar penanganan berikutnya sudah bisa lebih cepat dilakukan. Perawat
akan membawa data pasien, ibu bisa ikut dia" dokter Sandra menjelaskan.
Aku mengangguk. Aku mengikuti seorang perawat yang memegang kertas, mungkin data
Bimo. Aku merasa mataku semakin pedih dan panas. Aku berjalan cepat keluar UGD melewati
ranjang Bimo. Bimo masih belum sadar juga, hatiku langsung menciut melihat Bimo seperti
itu...air mataku tak kuasa meleleh lagi.
Perawat menjelaskan kebagian pendaftaran tentang keberadaan pasien, lalu menunjuk aku
untuk melanjutkan proses pendaftarannya. Aku memakai kartu kredit untuk uang muka
perawatan, aku sudah tidak perduli berapa banyak yang harus kubayarkan. Bimo tidak
memiliki asuransi apapun untuk dirinya.
Kartu pasien sudah selesai dibuatkan. Aku kembali ke UGD.
Mama yang sedang duduk bersama Dimas masih tampak menangis, mengeringkan pipinya
yang keriput berkali-kali dengan tissue. Rudy memeluk bahu mama, menenangkan...
Tiba-tiba dua orang perawat mulai membawa Bimo keluar dari ruangan UGD. Aku bergegas
mengikuti Bimo. Mama mengikutiku dengan pandangan matanya ...tangannya memegang botol
susu Dimas...mulutnya tampak bergerak pelan...doa seorang ibu untuk ketabahan hati
putrinya... Mereka membawa Bimo ke suatu ruangan, tertulis di pintunya "Ruang Radiologi"- ruang CT
Scan " pemindai otak, aku menunggu di kursi tunggu di depan ruangan itu sendirian.
Dari sana, Bimo dibawa ke ruang rontgen, lalu kembali ke ruang UGD.
Bimo belum sadar juga...Aku berdiri di samping Bimo, tercenung...
Kupandangi wajah tampannya...lama...mengharapkan Bimo membuka matanya...
Aku pegang dahinya, tangannya, rambut ikalnya...kuciumi jari-jarinya
lagi"Bimo...bangunlah"Dimas kepengen digendong kamu...
Sejam kemudian, seorang perawat memberitahuku bahwa dokter mau bicara denganku. Aku
memanggil Rudy untuk menemaniku. Kami berdua duduk di kursi depan dokter. Tanganku
gemetar, cemas dan merasa tegang ...
Dokter memasang foto hasil CT Scan di kotak khusus yang ditempel di dinding.
"Saya sudah mendapat hasil pemeriksaan untuk pasien bapak Bimo. Ini hasil CT Scannya.
Bersih. Tidak tampak adanya trauma di kepala akibat kecelakaan itu. Begitu pula dengan
hasil rontgennya. Hasil cek darah Pak Bimo juga menunjukkan hasil yang bagus." Dokter
menuliskan sesuatu di lembaran kertas di depannya. Konsul tertulis kepada kepala ICU,
mengenai diagnosa dan alasan mengapa pasien harus dirawat di ruang ICU.
Aku memandang Rudy dengan pandangan agak lega. Tetapi mengapa Bimo masih belum sadar
juga" "Mengapa suami saya belum sadar juga, dok?" tanyaku penasaran.
"Saya merekomendasikan agar pasien bapak Bimo dirawat di ruang ICU dulu, agar
mendapatkan perawatan dan pengawasan yang lebih intensif disana bu. Jadi kita bisa
mengetahui kondisi bapak Bimo dan tindakan apa yang harus kita ambil selanjutnya" jelas
Dokter Sandra. Dokter memanggil perawat, memberi beberapa instruksi dan menyerahkan kertas konsul
yang dipegangnya. "Bapak Bimo akan dipindahkan sekarang juga ibu, ke ruang ICU" katanya lagi.
Aku berdiri, menghela napas panjang. Mengiringi Bimo ke lantai atas, ruang ICU. Mama
masih bersama Dimas juga Rudy mengikutiku.
Suster yang mengantar menyerahkan surat pengantar dari Dokter Sandra ke perawat ICU.
Perawat menyerahkan surat itu ke kepala ICU. Tak lama kemudian, perawat yang mengantar
Bimo mulai memasukkan Bimo ke ruangan ICU itu.
Dadaku terasa sangat sesak ketika kulihat dari pintu kaca, berbagai macam selang dan
peralatan ditempel di badan Bimo...
Air mataku turun tanpa kusadari"Sayangku...cepatlah sadar...
Aku mengatupkan kedua tanganku, mengulangi lagi doa-doa yang sudah ratusan kali kuulang
dalam hatiku... Hampir jam 9 malam, aku menyuruh Rudy dan mama juga Dimas pulang. Aku akan tinggal di


Belahan Jiwa Karya K Y di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

rumah sakit. Mama mengkhawatirkanku, tetapi kuyakinkan mereka bahwa aku harus berada
di sisi Bimo, di rumah sakit tersedia makanan dan kursi buatku beristirahat.
Aku mencium pipi Dimas yang merengek ingin kugendong. Ku dorong tubuh mama agar cepat
masuk ke dalam taksi. "Tolong jaga Dimas ya ma...sampai keadaan membaik...doakan semua ini cepat berlalu...Bimo
bisa cepat sembuh..." pintaku ke mama. Mama mengangguk dengan meneteskan air matanya
lagi... Aku cepat-cepat menutup pintu taksi.
Aku segera kembali ke ruang tunggu ICU. Ada 4 orang yang juga sedang menunggu. Aku
duduk di salah satu sudut, menyandarkan kepalaku di dinding, dan memejamkan mataku. Aku
merasa sangat lelah... ### Hari ke dua di rumah sakit. Aku menelpon Mbak Ningsih di Jogja, kukabarkan kondisi Bimo.
Aku minta maaf melalui dia karena tidak berani menelepon bapak dan ibu langsung, karena
aku takut mereka tidak siap menerima kabar ini.
Mbak Ningsih memaklumiku sambil menangis terisak, karena sedih memikirkan adiknya.
Aku menelpon Pak Imam, memberikan kabar tentang Bimo. Pak Imam terdengar sangat
kaget, dia memberiku beberapa nasehat yang menguatkanku.
Sore harinya ketiga kakak Bimo, semua suaminya dan beberapa dari anak mereka tiba di
rumah sakit, menyusul beberapa orang termasuk Pak Imam dan Ellen datang berkunjung ke
rumah sakit. Aku memeluk mbak Ningsih dan menangis keras di dadanya...aku menemukan fitur Bimo
dalam dirinya... "Tabah Liana...kita berdoa ya"semoga Bimo cepat sembuh..." Mbak Ningsih menguatkanku
dengan senggukan yang tak kalah kencang dengan diriku. Kedua kakak Bimo yang lain
memeluk kami berdua... Bapak dan ibu tidak mereka beritahu, mengingat kondisi ibu juga sering sakit-sakitan, selain
takut mereka tidak tahan dengan berita tentang Bimo, Mbak Ningsih juga meragukan
apakah kedua orangtuanya masih kuat dengan perjalanan jauh.
Bergantian mereka menengok Bimo. Aku terpuruk di kursi sudut...masih menguntai doa-doa
ku...Ellen memegang tanganku...mencoba menghiburku"
### Keluarga dari Jogja langung pulang barusan, mereka tidak bisa menginap. Aku sendirian lagi
di sini... Kabar selanjutnya membuatku lebih panik lagi ... berita dari Mama di rumah, bahwa Mega
jatuh pingsan di kamar mandi, dan sekarang ada di perjalanan menuju ke rumah sakit ini
bersama Rudi! Lututku terasa lemas"Ya Tuhan"ada apakah ini" Aku menjadi mengeluh di antara doa
permohonanku... Rudy langsung membawa Mega yang sudah sadar ke UGD, karena Mega menangis dan
mengeluh tidak tahan dengan sakit kepala yang dideritanya! Sepanjang perjalanan ke rumah
sakit Mega muntah-muntah!
Aku kembali ke ruang UGD, menjalani proses yang sama seperti awal Bimo datang ke sini.
Perawat memasang infus dan oksigen di Mega. Ketika Mega mengeluh pusing lagi, atas
petunjuk dokter, perawat memberikan suntikan obat di selang infusnya untuk mengurangi
rasa sakit di kepalanya. Saat ini aku dan Rudy kembali berhadapan dengan Dokter Sandra. Dokter sempat
menunjukkan rasa empatinya kepadaku karena musibah yang kualami berturut-turut seperti
ini. Dokter Sandra memperlihatkan hasil CT Scannya Mega.
"Berdasarkan hasil ini, ada beberapa area di otak bu Mega yang memperlihatkan adanya
rembesan darah ", Dokter menjelaskan sambil menunjuk ke beberapa tanda putih
memanjang, di hasil pemindaian otak bagian tengah.
Aku menutup mulutku dan terbelalak mendengar penjelasan dokter.
"Maksud dokter adik saya mengalami pendarahan di otak?" tanyaku tidak percaya.
"Iya. Dari hasil cek darah, Thorax, dan rontgen, semuanya normal. Saya tadi bertanya
kepada adik ibu tadi, sakit kepala dia sudah sering dia rasakan sejak setahun yang lalu?"
aku terkejut! Mega tidak pernah bercerita tentang keadaannya selama ini!
"Dia menceritakan bahwa dia terjatuh di kamar mandi dan pingsan, setelah tiba-tiba dia
merasakan rasa sakit yang sangat di kepalanya. Itu adalah saat pembuluh darahnya pecah.
Rasa sakit yang sangat kuat menyebabkan adik ibu merasa mual-mual seperti ingin muntah"
"Hasil pemeriksaan fisik juga tidak menemukan adanya luka memar akibat benturan atau
trauma benda keras, baik di bagian kepala ataupun badannya. Kita akan mengadakan
observasi tentang kondisi ibu Mega ini. Diagnosa saya adik ibu mengalami AVM di otak"
"AVM?" Apa itu dok?" tanyaku.
"AVM singkatan dari Arteriovenous Malformation. Koneksi antara arteri dan vena yang
abnormal. Biasanya kasus ini adalah bawaan sejak lahir. Suatu kelainan. Paling sering terjadi
di otak atau tulang belakang"
"Lalu apa yang akan dilakukan selanjutnya dok?" tanyaku sambil terisak.
"Ibu Mega akan kita pindahkan ke ruang Intermediate, di sana akan diobservasi secara
menyeluruh kondisi adik ibu ini. Dokter ahli syaraf di sana akan menjelaskan tindakan
selanjutnya" Seorang perawat kembali membawa catatan konsul dokter untuk ruang Intermediate.
Aku menghapus air mataku. Aku menghampiri adikku, kubelai penuh rasa sayang di
keningnya...Mega mulai terlihat ingin menagis lagi.
"Nggak apa-apa Mega...jangan menangis, nanti malah tambah pusing..." kataku membesarkan
hatinya. Aku pegang tangan Mega, dia berbisik pelan berkata bahwa dia masih merasa pusing...Aku
menghibur dia lagi bahwa nanti akan diobati secepatnya.
Aku menguatkan diriku, harus ada yang kuat dan bisa bertahan dalam gempuran gelombang
hidup ini! Setelah memastikan Mega masuk ke ruang Intermediate, aku kembali ke lantai atas, ke
ruang ICU. Aku sudah meninggalkan nomor teleponku di ruang Intermediate bawah,
meminta pengertian dan bantuan mereka untuk menelponku apabila dokter syaraf yang akan
menangani Mega sudah datang. Aku menceritakan kepada kepala perawat di sana tentang
kondisiku yang juga harus menjaga suami-ku di ruang ICU. Aku bersyukur mereka mau
membantuku. Langkahku gontai, badanku terasa melayang menghadapi masalah besar yang datangnya
bersamaan! Aku pakai baju pengunjung ruang ICU, mencuci tanganku, melepaskan sepatuku, aku
mendekati Bimo. Kupandangi Bimo yang terbaring diam...
Bimo...sayangku...bangunlah...pintaku merintih dalam hati...Kurengkuh jemarinya dalam
tanganku... Air mataku menetes...kupejamkan mataku...kubiarkan tetesan air mataku membasahi
tanganku dan tangan Bimo...tiba-tiba aku merasakan jari Bimo bergerak! Aku membuka
mataku, kupandangi jari Bimo yang ada di tanganku! Iya! Bergerak! Bimo sadar!!
Aku lepaskan tangan Bimo perlahan, menghampiri seorang perawat, kuberitahukan kejadian
ini. Perawat itu langsung menghampiri Bimo, memanggil salah satu rekannya yang lain...
Aku ke pinggir pintu, mengamati dalam diam...rasa syukur di hatiku tidak bisa diukur dengan
apapun... Aku menunggu kabar dari ruang ICU. Aku mondar-mandir di ruang tunggu, antara rasa
gembira dan gelisah... Dingin AC menderu-deru di ruang tunggu ini, aku merapatkan jaket Rudy yang kupinjam.
Seorang perawat memanggilku, untuk menemui dokter.
Aku lirik Bimo yang terlihat sudah membuka matanya!
Ya Tuhan! Rasa lega dalam hatiku meledak dengan ucapan syukurku...
"Saat ini bapak Bimo sudah sadar ibu, kami akan tetap mengadakan observasi untuk 2 hari
lagi. Apabila bapak Bimo kondisinya stabil dan hasil cek darah, CT Scan dan rontgennya
bagus, pasien bisa dipindahkan ke ruang rawat inap " jelas dokter.
Aku mengangguk lega. Senyumku mulai melebar.
Aku menghampiri Bimo. Bimo menatapku, matanya masih penuh dengan cinta yang kukenal
selama ini... "Bimo..." panggilku pelan, kupegang tangannya. Bimo meremas tanganku, dia berusaha
tersenyum. "Sayang..." aku cium tangannya...Bimo tersenyum.
Bimo memejamkan matanya lagi, jarinya masih bergerak dalam genggamanku. Lalu dia
tampak tertidur... Kulepas tangannya perlahan, aku keluar ruangan. Aku telepon mama di rumah.
Aku duduk di ruang tunggu lagi, kuangkat kakiku ke kursi di depanku, menyandarkan
kepalaku di tembok, berusaha tertidur pulas untuk beberapa saat...
### Hari berikutnya, Jam 7.00 pagi. Aku masuk ke ruangan Bimo lagi, Bimo masih tidur. Aku elus wajahnya perlahan...
Keluar dari ICU, aku langsung turun ke bawah, ke ruang Intermediate Mega.
Suster dari ruang Intermediate memanggilku, dokter spesialis syaraf, namanya Dr. Gultom
Waringin Sp.S tampak sedang memeriksa Mega.
Aku cepat-cepat menghampiri dokter itu. Aku memperkenalkan diriku.
Sekali lagi Dokter Gultom menjelaskan hasil CT Scan awal.
"Jadi ini benar AVM dok" " tanyaku
"Itu hanya dugaan sementara. Untuk memastikannya, harus dilakukan secepatnya pemetaan
pembuluh darah atau Celebral DSA " Celebral Digital Substract Angiografi. Tindakan DSA
ini tujuannya adalah untuk mengetahui penyebab pendarahan di otak ini" jelas Dokter
Gultom. "Setelah itu?" kejarku penasaran.
"Apabila sudah ditemukan penyebabnya, maka akan dilanjutkan langsung dengan tindakan
terapi yang paling tepat , dokter spesialis radiologi di sana akan menerangkan pada ibu,
tindakan apa yang akan dilakukan setelah itu.
Misalnya, hasil DSA menunjukkan adanya AVM, tindakan yang diambil bisa terapi koil atau
embolisasi ini yang bertujuan untuk menekan penyebab kemungkinan pembuluh darah
kembali pecah. Ini saya bukannya mendiagnosa ibu ya, menjelaskan tindakan ini sebenarnya bukan area
saya, nanti dokter spesialis radiology di sana yang melakukan proses DSA itu yang akan
menjelaskan secara gamblang, apa yang akan mereka lakukan. Saya hanya memberikan
sedikit gambaran untuk ibu " kata Dokter Gultom lagi. Aku hanya mengangguk.
"Embolisasi itu apa dok?" tanyaku mencoba memahami tindakan yang diambil rumah sakit.
"Embolisasi adalah menambal lubang yang ada di pembuluh darah dengan ring yang
berukuran sangat kecil sampai lubang itu tertutup dan darah tidak bisa keluar lagi"
"Kapan sebaiknya DSA ini dilakukan dok?" tanyaku lagi.
"Secepatnya, bu. Kita sedang kejar-kejaran dengan waktu. Semoga tidak ada pembuluh
darah lainnya yang pecah. Tindakan DSA akan dilakukan di tempat lain, alat DSA hanya
terdapat di sana. Saat ini kami sedang mengkoordinasikan jam operasi dengan dokternya.
Begitu disana bilang oke, jam sekian, maka kita akan kirim pasien segera".
Aku mengucapkan terima kasih, lalu mampir ke ranjang Mega, dia sedang tidur. Aku keluar
ruangan. Tiba-tiba seorang perawat menyerahkan sebuah kertas kecil. Aku menatap kertas
itu penuh tanya. "Ini perincian kasar biaya untuk DSA dan emboilisasi pasien Mega, Bu" jelas perawat.
DSA RP. 16 JT EMBOILISASI RP. 130 JT DEPOSIT MINIMUM RP 100 JT
Aku membelalakkan mataku melihat angka yang bagiku sangat fantastik. Itu belum
termasuk biaya dokter, kamar perawatan dan obat-obatan " untuk Mega. Untuk Bimo?""
Aku melihat perawat itu nanar.
"Embolisasi menggunakan ring yang sangat kecil untuk menutup kebocoran yang terjadi.
Harganya memang sangat mahal, sepengetahuan saya satu ring itu harganya 11 juta.
Sedangkan minimum pemakaian yang selama ini saya ketahui, 9 ring bu..." Perawat itu
menceritakan pengalamannya.
"Kapan deposit ini harus dibayarkan sus?"
"Sebelum pasien berangkat ke tempat tindakan DSA, bu. Begitu ibu sudah menyerahkan
deposit itu, nanti ibu harus menandatangani surat persetujuan pengambilan tindakan ini"
jawab perawat itu. "Kapan pasien akan berangkat?" tanyaku lagi, otakku berputar keras!
"Sebentar ibu, saya tanya dulu apakah pihak sana sudah mengatur jadwal operasinya"
Si perawat masuk ke ruangan Intermediate lagi. "Rencana jam 1 siang ibu?"
Shit! Refleks aku memaki dalam hatiku, berarti aku hanya punya waktu kurang dari 5 jam untuk
mendapatkan uang tunai sedikitnya 100 jt!
100 juta untuk deposito, dan 100 juta yang lain juga harus aku siapkan untuk membayar
semua biaya rumah sakit Mega dan Bimo! Itu untuk sementara saja, perkiraan paling
sedikitnya...! Menjual rumah atau apartemen" Mungkin saja, tapi perlu waktu lama untuk mendapatkan
pembeli... Mobil" Sudah ringsek karena kecelakaan itu, dan sekarang entah di mana...aku sudah tidak
sanggup memikirkan itu juga...
Aku duduk di bangku dengan kaki gemetar. Aku berusaha menenangkan diri, fokus pada
masalah ini. Mencoba menelaah satu persatu kemungkinan...
Uang tabunganku bahkan tidak mencapai 5 juta. Bimo pernah menunjukkan deposito dia
sebesar 30 juta, tapi perlu proses untuk mengambilnya, apalagi Bimo sedang
sakit...Tabungannya hanya belasan juta, hampir habis untuk biaya pesta pernikahan kemarin
dan biaya melahirkan Dimas...
Perhiasan" Yang dari Benny sudah kujual semua untuk biaya kuliah adik-adikku.
Ya Tuhan! Aku harus bagaimana?" Air mata mulai menggenang di mataku...Bimo...aku butuh
kamu sayang...bantu aku...
Rista" Aku menghapus air mataku, aku menelepon Rista. Rista menjerit kaget mendengar musibah
yang menimpaku! Aku meluapkan semua perasaanku, menangis hingga tidak ada lagi air mata
yang bisa menetes... Rista bisa membantuku saat ini juga sebanyak 10 juta, dia akan transfer langsung ke
rekening bankku. Aku mengucapkan terima kasih padanya.
Siapa lagi yang bisa kumintai pertolongan"
Aku termenung, tapi otakku terus berputar.
Benny".... Tidak mungkin aku minta tolong Benny, setelah aku mencampakkan dia mentah-mentah di
depan Bimo... Aku menangis lagi. Aku lihat jam dinding menunjukkan waktu 08.10.
Bagaimana" Beberapa orang di ruangan itu hanya memandangku penuh kesedihan. Aku yakin mereka juga
mungkin memiliki masalah yang sama denganku.
Aku buka dompetku, memandang foto suami dan anakku, Bimo dan Dimas, harta ku yang
paling berharga di dunia ini...aku peluk foto itu. Baru terasa aku begitu merindukan Dimas.
Sudah 2 hari aku tidak melihatnya.
Aku mencoba mengeluarkan foto itu dari tempatnya agar aku bisa melihat mereka dengan
lebih jelas lagi, ketika tiba-tiba secarik kertas terjatuh...melayang...hinggap di ujung kakiku.
Aku mengambil kertas itu bingung.
Kertas memo berisi deretan angka...
Pusaran ingatanku berputar dengan kecepatan sonic!
Ini nomor telpon pak Giring! Giring Panji! Mungkinkah"....Bisakah"
Aku tidak punya pilihan saat ini. Kusingkirkan rasa malu, rasa takut. Dan harga diriku sudah
tidak penting lagi saat ini...Nyawa Mega dan Bimo di atas nyawaku sendiri.
Aku tekan nomor itu dengan tangan gemetar...
Deringan pertama langsung diangkat!
"Liana?"" sebuah suara 'berat' terdengar di sana dengan nada tidak percaya.
Aku menelan ludah"Pak Giring bahkan sudah menyimpan nomorku!
Kupejamkan mataku dan menarik nafas panjang...
"Saya ingin bertemu Bapak. Sekarang juga. Dalam satu jam" kataku pendek.
"Saya kirim sms alamat saya, tunggu dalam beberapa menit" Giring menutup sambungan
teleponnya. Badanku gemetar...tanganku basah oleh keringat. Mungkin aku sudah kehilangan harga
diriku...tapi itu tidak penting lagi...
Belum 30 detik berlalu, sebuah alamat terlihat di layar hpku.
Aku menyambar tasku, berlari cepat menuruni 3 lantai! Aku naik salah satu taksi,
menyebutkan alamat itu. Aku memintanya untuk ngebut!
### Jam 9.00 pagi. Di depan sebuah rumah yang besar " bukan " sangat besar dan mewah!
Aku berdiri mematung.No point of return!
Aku sudah tidak bisa kembali lagi, aku harus maju terus.
Aku menekan bel rumah. Seorang satpam langsung mempersilahkan aku masuk. 'sudah di
tunggu Bapak' kata dia. Aku tidak bisa berkata-kata lagi.
Aku memasuki rumah yang lebih mirip istana itu...jauh lebih mewah dari rumah Benny yang
sudah kuanggap sangat mewah!
Seorang perempuan dengan pakaian seragam pelayan menyambutku di depan pintu,
tersenyum ramah padaku dan mempersilahkan diriku untuk mengikutinya.
Jantungku berdebar kencang!
Apakah aku mengambil keputusan yang tepat dengan meminta pertolongan seorang Giring
Panji" Aku teringat sebuah buku roman cantik, besutan pengarang Santhy Agatha,"A Romantic
Story about Serena", bercerita tentang seorang wanita bernama Serena yang menjual


Belahan Jiwa Karya K Y di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

keperawanannya karena butuh uang banyak untuk biaya operasi tunangannya yang sedang
terbaring koma di rumah sakit.
Akankah aku menjadi Serena hari ini"
Aku berusaha berjalan tanpa menengok. Semua perabotan di rumah ini mengingatkanku
tentang isi rumah kalangan Jetset dunia.
Perempuan itu menunjuk ke sebuah pintu yang tertutup.
"Bapak ada di dalam. Ibu sudah ditunggu oleh beliau. Silahkan masuk" katanya , lalu dia
membalikkan badannya dan berlalu dari hadapanku.
Aku menganggukkan kepala berterima kasih.
Aku mengangkat tanganku hendak mengetuk pintu kamar itu, tapi kuurungkan segera.
Aku menunduk, menatap ujung sepatu santaiku...
Bayangan Mega dan Bimo melintas...
Aku menarik nafas dalam, menguatkan hatiku, memejamkan mataku...memohon maaf pada
Bimo-ku, suamiku...untuk telah mengambil keputusan ini...
Aku mengetuk pintu sekali.
Dalam beberapa detik pintu dibuka lebar...Seorang laki-laki berpakaian jas lengkap dengan
dasi, berdiri di depanku, tersenyum, menjulurkan tangannya menyambutku...Giring
Panji...Wajah tampan putihnya masih sama seperti yang pertama kali kulihat...
Aku menelan ludahku...maafkan aku Bimo"maafkan aku...sayang...aku melakukan ini karena
aku mencintaimu...maafkan aku...aku berbisik dalam hati.
"Masuklah Liana. Saya senang sekali kamu ada disini. Masuklah, dan tutup pintu itu..." kata
Giring. Aku membalikkan tubuhku, menutup pintu kamar rapat. Suara klik knop pintu bagaikan suara
meriam yang menggelegar di hatiku! Aku menelan ludah, mulutku terasa kering...
Aku membalikkan badan lagi, dan kulihat Giring Panji sudah membuka jas luarnya, dan
sekarang sedang membuka dasinya perlahan...sambil memandangku dengan senyuman
...memanggilku untuk mendekat kepadanya...
### Jam 12.45 siang. Aku kembali ke rumah sakit. Aku dekap erat-erat tasku yang berisi tiga puluh bundel uang
pecahan seratus ribuan. Tiga ratus juta.
Aku baru saja mencairkan cek dari Giring Panji di bank.
Mataku kosong, langkahku sudah terprogram untuk melangkah ke bagianFinanceuntuk
membayar deposit rumah sakit.
Aku mengambil nomor antrian di mesin. Aku melangkah ke arah kasir begitu nomorku
dipanggil. Aku serahkan seluruh 300 juta di tanganku untuk deposit.
Lalu aku bergegas ke ruang Intermediate lagi, meminta surat persetujuan dari keluarga
untuk tindakan operasi ini.
Tanganku gemetar memegang pulpen...apapun akan aku lakukan...aku sudah melakukan hal
yang benar... Jam 13.00 siang Aku mendampingi Mega ke rumah sakit tempat tindakan DSA dilakukan memakai ambulans
rumah sakit. Rudy ada di ruang tunggu ICU, menjaga Bimo.
Aku pegang tangan Mega selama di perjalanan. Dia terlihat ketakutan. Aku tersenyum
menenangkannya. Mega langsung dibawa ke ruangan operasi, perawat yang membawa Mega menyerahkan hasil
scan pada perawat di ruang operasi.
Seseorang dengan memakai baju operasi mendekatiku, dia memperkenalkan dirinya sebagai
Dokter William Lim, spesialis radiologi.
Dia mengajakku ke mejanya. Dia membuka lagi hasil scan Mega, menunjukkanku rembesan
darah. "Ini yang akan kita cari tahu penyebabnya" kata dokter William, lalu melanjutkan
penjelasannya. Dia mengambil pulpen dan dia menggambar penjelasannya di atas kertas.
"Ada beberapa kelainan pembuluh darah yang selama ini terjadi, yaitu :
Pertama: dinding pembuluh darahnya tipis, sehingga lama-kelamaan dinding itu pecah.
Kedua: dua pembuluh darah tiba-tiba di satu titik menjadi satu saluran. Akibatnya terjadi
penyempitan, lorong yang menyempit itu tidak kuat menahan 2 aliran darah sekaligus.
Ketiga: ada pembuluh darah yang dindingnya membentuk kantong atau cekungan. Karena
kantong ini dindingnya sangat tipis, suatu ketika dia tidak mampu menahan aliran darah.
Keempat: ada sesuatu yang menyumbat. Dalam sehari-hari kita bisa mengandaikan dengan
saluran air atau got depan rumah. Kalau ada sampah menumpuk, aliran air menjadi
terhambat dan lama-lama got meluap, ya kan?"
Dokter William mengajakku ke ruang sebelah ruangannya, di salah satu sisi ruangan itu
dipasang kaca tembus pandang ke arah ruang operasi. Dia mengijinkanku untuk melihat
proses operasi DSA yang akan butuh waktu sekitar satu jam.
Di bawah kaca itu berjejer empat monitor besar. Di sana tampak gambar samar tengkorak
manusia yang ditengahnya terlihat ada seperti serabut-serabut panjang, seperti sebuah
pohon besar yang telah mati, hanya terlihat batang utama dengan segala dahan dan tangkai
keringnya! Dokter William menjelaskan bahwa proses DSA itu adalah tindakan penyuntikan cairan
kontras ke dalam pembuluh darah sehingga gambar pembuluh darah tertangkap jelas oleh
alat itu, tujuannya untuk melihat penyempitan, penyumbatan ataupun kebocoran.
Penyuntikan kontras itu memakai kateter kecil yang dimasukkan ke dalam pembuluh darah,
dari pembuluh darah di pangkal paha hingga pembuluh darah di otak!
Aku baru 'ngeh', serabut-serabut yang terlihat di monitor itu adalah pembuluh darah di
otak! Lalu dokter William menunjukkan salah satu kasus pembuluh darah yang memerlukan
embolisasi, dia membuka hasil DSA nya yang terlihat di salah satu monitor.
Di pembuluh darah pasien tersebut ada cekungan yang akhirnya bocor karena dinding
pembuluh darahnya menjadi tipis, cekungan itu diisi dengan beberapa "yang terlihat seperti
ring berukuran sangat kecil" sehingga menutupi cekungan itu.
Dokter William lalu masuk ke dalam ruang operasi, terlihat 3 orang yang lain sudah siap
menunggu dia. Dua orang di sisi kanan Mega, 2 orang lagi di sisi kiri. Ada 2 orang yang lain
siap berdiri di dekat lemari kaca besar yang berjejer di sepanjang sisi ruang satunya lagi.
Aku duduk depan monitor, menunggu cemas.
Aku lihat gerakan kateter yang mulai dimasukkan dari paha. Naik ke atas terus...dan tiba di
pangkal kepala. Tiba-tiba terlihat ada semacam semburan cairan dari kateter itu. Dari sisi
kanan dan kiri. Cairan itu mengisi ke tiap pembuluh darah sehingga semua pembuluh darah
bisa terlihat sangat jelas!
Aku menatap monitor dengan cermat, walaupun tidak mengerti sedikitpun, tapi mataku
terpaku ke sana. Suatu semburan yang kelihatannya sangat kencang terlihat di bagian
bawah kepala. Tiba-tiba Dokter William menjauh dari Mega dan keluar dari ruang operasi. Dia membuka
penutup mulutnya, tersenyum melihatku. Aku melirik jam dinding, baru 30 menit kurang!
"Ibu beruntung! Adik ibu tidak apa-apa. Tidak ada AVM. Sudah sehat dia sekarang, sudah
tidak pusing lagi!" katanya dengan senyum lebar.
Aku melongo! "Jadi" Nggak perlu embolisasi dok?" tanyaku.
"Tidak. Tidak ada kebocoran yang ditemukan. Tadi hanya ada sedikit penyumbatan di
sebelah kiri, sudah disemprot, dibersihin, sekarang sudah mengalir dengan baik!" dokter
menjelaskan sambil menunjuk lagi ke monitor, dan menunjukkanku yang dimaksud dia dengan
semprotan " flushing - untuk membersihkan.
Aku tersenyum lebar! Aku jabat erat tangan Dokter William!
Tidak ada berhentinya aku bersyukur kepada Tuhan yang Maha Baik dan Maha Kuasa atas
kemurahan HatiNYA untuk Mega, Bimo, dan kami semua...
Air mataku, menetes...air mata kelegaan...
Kulihat Mega di ruang operasi sudah bisa duduk! Ketika kutanya apa yang dirasakannya
sekarang, Mega hanya bilang kepalanya sudah tidak pusing lagi dan matanya bisa melihat
lebih bening! Aku memeluk Mega yang dibaringkan lagi di kasurnya.
Aku menghampiri Dokter William lagi, ada sesuatu yang aku ingin tahu.
"Dok, rembesan darah yang terlihat di CT Scan itu kemana perginya?" tanyaku, masih
khawatir. "Diserap oleh tubuh!" jawabnya.
"Besok pasien akan di CT Scan lagi, untuk melihat kondisi terakhirnya." tambahnya.
Aku mengangguk senang. Perawat mengurusi segala administrasi dan mengambil hasil
laporan DSA Mega. Kami langsung kembali ke rumah sakit.
Bab 20: Titik Terang"
Hasil CT Scan, rontgen, dan cek darah yang kedua untuk Bimo hasilnya bagus! Aku
menghembuskan nafas lega.
Begitu pula hasil CT Scan kedua Mega, sudah tidak terdapat rembesan darah lagi.
Hari ini mereka berdua dipindah ke ruang rawat inap, untuk pemulihan agar kelura rumah
sakit dengan kondisi yang benar-benar sehat.
Bimo sudah benar-benar tidak sabar ingin pulang, aku selalu memarahinya untuk mengikuti
petunjuk rumah sakit. Mama, Dimas, Rudy, dan juga pacar Rudy setiap hari menengok ke rumah sakit.
Bimo tidak sabar ingin menggendong Dimas, diambilnya Dimas dari gendonganku. Dia
meletakkan Dimas di atas dadanya yang setengah berbaring, bercanda dengan Dimas yang
membuat Dimas terkekeh-kekeh!
Aku tersenyum bahagia... Aku melirik Mama yang duduk di samping Mega. Mega masih belum boleh berjalan. Dokter
menjelaskan, kalau Mega tiba-tiba berdiri atau berjalan, ditakutkan akan membuat tekanan
besar di pembuluh darahnya.
Mega mengikuti setiap perintah dokter, Mega hanya ingin cepat sembuh dan pulang ke
rumah. Setiap hari Mega diharuskan minum berliter-liter air putih, setiap air yang diminum
dan air yang dikeluarkan berupa urine, dicatat oleh perawat.
Antaraintakeair yang masuk ke dalam tubuh dan yang dikeluarkan dari tubuh harus
seimbang. Bimo diijinkan pulang setelah 4 hari berada di ruang rawat inap. Senyumnya lebar, dia tidak
mau melepaskan Dimas dari gendongannya! Aku memeluk mereka berdua dengan rasa
bahagia! Rudy dan mama sepakat agar aku tidak perlu memikirkan tentang Mega, karena aku harus
menjaga Bimo dan Dimas. Aku hanya mengangguk, sangat menghargai pengertian mereka.
Uang sisa deposit Bimo kuambil, Bimo sempat menanyakan tentang biaya rumah sakit, tapi
aku acuhkan. Aku akan bercerita pada saat yang tepat...
### Aku menutup telepon dari mama yang mengabarkan Mega sudah di rumah. Tinggal kontrol ke
dokter tiap bulan, sampai dokter menyatakan sembuh total.
Aku mengucapkan syukur dalam hatiku. Kucium Dimas yang sedari tadi ada di gendonganku.
Aku menghampiri Bimo yang ada di ruang tamu, memangku laptopnya di paha. Matanya
terpejam, tangan kanannya memijat-mijat tengkuknya, sesekali dia menggerakkan kepalanya
seolah berusaha menghilangkan rasa pegal di sana.
Ku pindahkan laptop dari pangkuan Bimo. Bimo membuka matanya, langsung menerima Dimas
yang kusodorkan kepadanya. Aku berdiri di belakang Bimo mulai memijat leher dan
pundaknya. Bimo merebahkan Dimas di dadanya...Mata Dimas mulai terlihat sayu, memandang Bimo
dengan innocent. Kulit putih Dimas persis seperti kulitku, pipi montoknya tampak
kemerahan. Jari telunjuk Bimo dipegang erat oleh Dimas.
Aku merasa sempurna. Sudah seminggu ini Bimo kembali bekerja seperti biasanya.
Rutinitasku juga sudah normal kembali. Mengurus rumah, menjaga Dimas, menulis, melayani
Bimo...di ranjang... Begitu kulihat Dimas sudah tertidur lelap, kuminta Bimo memindahkan anak kami itu ke boks
bayinya. Aku mengekor di belakang Bimo.
Aku naik duluan ke ranjang. Bimo meletakkan Dimas dengan hati-hati, mencium kepala Dimas
berkali-kali lalu berjalan ke arahku. Bimo naik ke ranjang dan langsung menyeruduk dadaku...
aku ciumi ubun-ubunnya...suamiku...sudah 3 mingguan Bimo belum mengambil "jatah"nya
karena kecelakaan mobil itu...
Bimo menarik tanganku untuk bangun dari ranjang kami, berdiri di depanya. Rambut
panjangku tergerai... Bimo memandangku dari kepala hingga kaki. Matanya menyala oleh gairah!
Bimo menelan ludah. "Aku ingin melihat kamu telanjang Liana...Buka kaosmu sayang..." Bimo berkata serak.
Aku membuka kaosku perlahan...sangat perlahan...Bra-ku yang berwarna hitam terlihat
kontras mencolok! Bimo menghampiriku, menatap langsung dadaku tanpa sembunyi-sembunyi! Jarinya
digerakkannya di sepanjang tepian berendanya. Lidahnya menjilat bibirnya. Aku
memejamkan mata, dan kugigit bibirku"Rasa menggelitik berputar pelan di ujung putingku!
Bimo mundur lagi. "Buka celanamu Liana..." perintahnya lagi.
Aku membuka kaitan celana pendekku, menarik resleting celana perlahan, membiarkannya
seperti itu"Bimo menatapku tajam...
"Bukakan Bimo...pakai jari nakalmu..." godaku"memberinya tatapan sensual...
Bimo menggeram! Matanya sudah sangat bernafsu! Dia menghampiriku dalam sedetik!
Dipegangnya rahangku dengan kedua tangannya. Bimo melumat, menghisap, mengulum,
menjilat mulutku dengan cepat, ganas dan serakah!
Aku tidak sempat untuk bernafas lagi!
Tanganku menggapai pinggulnya, kumasukkan tanganku ke dalam celana pendeknya...kubelai
ujung miliknya yang keras dari balik celana dalamnya...Dan detik berikutnya tanganku sudah
di dalam celana dalamnya, mengelus batang yang keras! Mengelus ujung kepalanya yang
kubasahkan dengan cairannya sendiri...
Bimo melepaskan ciumannya, menatapku terengah-engah!
"Aku benar-benar puas memilikimu Liana...kamu benar-benar bisa memuaskanku..." Bimo
mendesiskan kata-katanya sebelum dia tiba-tiba berjongkok, lalu menarik celana pendekku
turun, memperlihatkan celana dalam hitam berenda sewarna dengan bra-ku.
Bimo berdiri dan mundur lagi. Aku menatapnya terengah dengan mulut terbuka...kata-kata
Bimo dan perlakuannya menjadi bensin gairahku! Bawah perutku sudah berdenyut basah,
bengkak, dan aroma seksku sudah tercium liar!
"Buka bra-mu Liana?"
Aku menurunkan tali bra-ku pelan, satu persatu, melepaskan kaitannya, dan membiarkannya
jatuh ke lantai. Bimo menelan ludah. "Buka celana dalammu"sekarang..." Bimo menatap pangkalku tak berkedip.
Aku menggerak-gerakkan pinggulku, memegang pinggiran celana dalamku dengan jempol,
hanya berputar di tepian celanaku, kusingkap bagian depan sedikit hingga Bimo bisa melihat
sebagian daerahku. "Buka pakai mulutmu Bimo..." aku menantang Bimo.
Mata Bimo jalang, mendekatiku, melumat bibirku lagi, lidahnya liar bergerak! Tangannya
meremas kedua payudaraku, jempolnya mengusap ujungnya perlahan ...Aku menggelinjang
karena rasa nikmat yang menjalar dari sana!
Bimo menurunkan badannya, wajahnya tepat di depan pangkalku...Dia menggigit tepi
celanaku, menariknya ke bawah! Tangannya dengan cepat mengeluarkan celana dari kakiku!
Aku telanjang polos di depan suamiku...pangkalku sudah basah kuyup mendambakannya...
Bimo ke meja riasku, dia mengambil karet rambutku. Dia ke belakangku, mengangkat semua
rambutku dengan tangannya. Lalu mulai menciumi leher belakangku, tengkuk, bahu, dan
punggung belakangku! Tubuhku melengkung merasakan rasa geli di antara rangsangan yang kuat!
Bimo mulai mengepang rambutku perlahan...sesekali dia sapukan rambutku ke leher, bahu,
dan punggungku...Aku semakin naik!
Bimo ke depanku lagi, menatapku panas tak berkedip!
Aku menghampirinya, dengan liar aku angkat ke atas kaos Bimo, melemparnya entah kemana.
Aku berjongkok, menarik sekaligus kedua celananya ke bawah, lalu kukulum batangnya
dengan lembut! Bimo mengeluh kencang ketika kuhisap kepala batangnya! Cairan ujungnya kurasa asin,
kujilat dan kuhisap sampai Bimo menggeram dan menegakkan kepalanya !
Aku berhenti tiba-tiba, berdiri, menatap dia terengah-engah! Matanya menyorot tajam,
menghampiriku lagi tanpa kata, menyerang mulutku panas dengan gerakan cepat! Mengulum,
menggigit, menghisap! Tangan kirinya mengenggam rambut kepangku di leher...tangan
kanannya tiada henti meremas dadaku! Bimo benar-benar menjajah dan menguasai tubuh
dan jiwaku! Seakan hendak menunjukkan bahwa dialah penguasaku! Dan 'tantangan'ku telah
membuatnya buas! Aku mundur dan semakin mundur mendapatkan serangannya itu!
Ketika kakiku terantuk pinggir ranjang, aku jatuh telentang!
Aku menaikkan badanku dengan menopang di kedua siku tanganku. Bimo cepat-cepat
menangkap kakiku! Dia menarik kakiku kuat hingga badanku tertarik ke pinggir lagi! Seperti
seekor singa jantan yang menangkap mangsanya! Mempermainkan korbannya sebelum
menghabisinya... Pantatku pas berada di tepi ranjang, Bimo langsung menekuk kedua kakiku dan
membentangkan kedua lututku lebar!
"Bimo!" jeritku ketika dia memasukkan dua jarinya ke dalamku! Bimo menggerakkan jarinya
hingga ujungnya menyentuh titik G-ku! Tangannya berusaha tidak menyentuh inti luarku.
Aku menggeliat, mendesah...gairahku sudah di stadium akhir...Aku menggerakkan pinggulku
liar, mengimbangi ritme yang Bimo berikan di dalam sana...ujung jarinya membelai, menekan,
memutar...Semakin cepat...lagi...dan ...pinggulku naik ke atas penuh meraih kepuasan itu!
Suara erangan kerasku mengalahkan deru nafas berat Bimo...
Bimo mengeluarkan jarinya perlahan...mengusapkan cairanku di sepanjang pahaku...dia
berdiri menatapku semakin jalang! Menunjukkan dengan pongah kemenangannya atas diriku!
Aku masih menggeliat menikmati kepuasan dari dalam sana, tanganku belum melepaskan


Belahan Jiwa Karya K Y di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

seprai yang kuremas kencang!
Mataku menatap Bimo, masih berusaha menggodanya...kugerakkan pinggulku memutar,
memancing dia! Bimo menggeram lagi mendapat tantanganku! Dia menerkam kakiku, membalikkan badanku
tiba-tiba, menarik kakiku lagi ke tepi ranjang seperti sebelumnya!
Tangannya memegang pinggulku, mengangkat pinggulku, dan menekuk lututku ke depan!
Aku menungging... Milikku menganga bebas ke arah Bimo. Detik berikutnya Bimo sudah masuk ke dalam diriku!
Kedua tangannya memegang pinggulku erat! Bimo menyodok, keluar masuk dengan kekutan
penuh, memutar dan meremas pantatku! Gerakannya menggerakkan seluruh tubuhku,
menggoyangkan kedua payudaraku yang menggantung!
Aku menoleh melihat wajahnya yang menyala oleh berahi! Dan aku sangat terangsang
melihat Bimo seperti ini. Aku mau lagi!
Bimo Setyadi " sang analisator ulung " membaca gelagatku!
Dengan dia masih di dalam, dia memeluk tubuhku dari belakang, memegang lututku yang
tertekuk. Dia naik ke ranjang bersama diriku dalam gendongannya! Entah apa rancangannya
kali ini untuk memberiku kepuasan yang kedua!
Di tengah ranjang dia membaringkanku miring, miliknya masih di dalam, Bimo membaringkan
badannya miring di belakangku!
Perlahan Bimo menggerakkan pinggulnya maju mundur! Tangan kirinya meraih puncak
dadaku! Tangan kanannya turun ke pangkalku dan langsung menyentuh intiku! Menyentil,
memutar...membelai... Aku kelabakan mendapat serangan Bimo seperti ini!
Aku tidak tahan untuk tidak melenguh, mendesah, menjerit ,di setiap gerakannya!
Bimo mempercepat gerakannya...dan berhenti di detik yang sama aku mendapatkan kepuasan
keduaku melalui jarinya di inti luarku...
Nafas Bimo menderu di kepalaku, aku terengah"engah di lengan kirinya yang kekar...
Aku membalikkan tubuhku, membuat milik Bimo lepas perlahan dariku...
Aku tersenyum manja pada pejantanku yang perkasa, menyatakan isyarat kalah dan takluk
padanya. Kucium bibir hitam sensualnya, Bimo menatapku dengan pandangan yang
membuatku tergila-gila padanya...
"Aku juga sangat puas memilikimu Bimo..." kataku di telinganya...
Bimo memelukku erat, kami tertidur dalam keremangan lampu kamar...
### Enam bulan berlalu sejak Bimo keluar dari rumah sakit. Akhir-akhir ini dia sering merasa
tengkuknya terasa lebih pegal dan kaku dari sebelum-sebelumnya. Pernah beberapa bulan
sebelum kecelakaan Bimo mengeluhkan hal yang sama, tapi dia sendiri tidak mau aku ajak ke
dokter. Terkadang dia merasa kulitnya gatal-gatal. Badannya terasa lebih merasa capek dan lemas
dari biasanya. Hubungan badan yang biasanya hampir setiap hari Bimo minta, sekarang
hanya seminggu sekali. Aku sedang mengetik ketika hpku berbunyi. Dari kantor Bimo.
Suara Ellen memanggilku. "Kenapa Len?" tanyaku.
"Bimo sakit. Tiba-tiba dia lemas, pas makan dia langsung muntah. Pak Imam membawa Bimo
ke rumah sakit?" jelas Ellen.
Aku bagaikan mendapat bom mendengar kabar ini. Aku berusaha tenang, begitu kulihat
Dimas yang bermain sendiri di sebelahku.
Aku menanyakan nama rumah sakitnya dan menutup teleponku.
Aku menyiapkan tasku, keperluan Dimas, lalu kugendong Dimas. Aku langsung ke rumah
sakit. Pak Imam membawa Bimo konsultasi ke dokter umum. Mereka sedang menunggu panggilan.
Bimo terlihat lemas, hanya melirik Dimas yang ada dalam pelukanku.
Aku duduk di sebelah Bimo, kupegang tangannya.
"Kalian sudah makan Liana?" tanya Bimo. Aku tersenyum mengangguk. Selalu ingat kami
dalam kondisi apapun. Dokter meminta Bimo untuk cek darah besok siang, setelah puasa dari jam 10 malam ini.
Dokter tidak mengatakan apa-apa setelah mendengar keterangan Bimo tentang apa yang
dirasakannya dan riwayat kesehatannya.
Pak Imam ternyata membawa mobil kantor yang biasa dipakai Bimo " sebagai fasilitas
jabatannya " setelah mobilnya sendiri rusak karena kecelakaan dan Bimo belum berniat
untuk mengurusnya. Pak Imam mengantar kami ke apartemen, mobil ditinggalkannya di
apartemen, dia sendiri memanggil taksi untuk kembali ke kantor.
Aku meletakkan Dimas di boks bayinya, meletakkan beberapa mainan agar dia tidak rewel.
Aku baringkan Bimo di ranjang, tetapi Bimo menyandarkan punggungnya ke kepala kasur.
"Liana, tolong ambilin laptopku sayang..." pinta Bimo.
Aku menatap dia heran. "Kamu kan lagi sakit Bimo...udahlah, istirahat saja..." kataku.
"Nggak. Bukan masalah pekerjaan. Aku harus ngecek sesuatu?" kata Bimo lagi.
Aku menghela nafas, aku sodorkan dulu air minum hangat ke bibirnya. Bimo menghabiskan
air minumnya. Aku segera mengambilkan laptopnya, kuserahkan ke Bimo, kucium bibirnya
sekilas dan kutinggalkan dia dengan kegiatannya.
"Jangan lupa nanti malam puasa makan minum ya Bim, dari jam 10 malam, sampai besok jam
10 pagi..." Aku mengingatkan Bimo. Bimo hanya mengangguk, matanya terpekur ke arah
monitor. ### Aku membimbing Bimo masuk mobil untuk ke rumah sakit pagi ini.
Aku mampir ke rumah mama dan meminta tolong bantuannya untuk menjaga Dimas
sementara aku ke rumah sakit bersama Bimo. Aku bekali Dimas botol susu dan mainannya.
Dokter Yusup membaca hasil cek darah Bimo. Dia mengambil memo, menuliskan sesuatu di
sana. "Saya merujuk pemeriksaan lanjutan untuk bapak Bimo ke dokter internis, dokter spesialis
penyakit dalam, Dokter Wigyo. Suster, tolong bantu bapak ini, ke Dokter Wigyo" dokter
memberi perintah ke perawat.
Aku meminta perawat menyediakan kursi roda, setelah kulihat kondisi Bimo yang semakin
lemas... Perawat bergegas mengambil kursi roda, membantu Bimo untuk duduk, dan mendorong Bimo
ke ruang praktek Dokter Wigyo. Dengan surat rujukan dari Dokter Yusup, Bimo langsung
dimasukkan ke dalam ruang praktek yang di pintunya tertulis nama Dr. Wigyo Luminaz
Sp.PD.KGH. Dokter Wigyo segera memeriksa Bimo.
Aku menunggu di depan meja dokter dengan cemas. Aku berdoa dalam hati semoga bukan
suatu penyakit berat... Dokter kembali duduk, mencatat sesuatu di buku pasien. Bimo sudah didudukkan kembali ke
kursi roda. "Maaf, ibu ini keluarga bapak Bimo?" tanya dokter.
"Saya istrinya dok. Bagaimana suami saya?" tanyaku perlahan.
"Begini, dari hasil cek darah menunjukkan kadar Kreatinin Pak Bimo tinggi, 8,2 mg/dl, lalu
Ureumnya 204 mg/dl dan Hb-nya 6 g/dl. Tekanan darah Pak Bimo 170/100.Pak Bimo
menceritakan kondisi badannya seperti leher kaku, lemas, kulit gatal, dan muntah pada saat
perut diisi makanan. Semua ini mengarah ke masalah ginjal." Dokter Wigyo mulai
menjelaskan. Aku menatap dokter dengan tidak percaya. Aku menoleh ke Bimo. Bimo tidak menampakkan
reaksi apapun " khas Bimo.
"Tadi saya USG, ada penciutan kedua ginjal Pak Bimo. Dari Kreatinin-nya bisa disimpulkan
bahwa daya kerja kedua ginjal Pak Bimo hanya tersisa 12% saja...Dengan kata lain Pak Bimo
menderita gagal ginjal kronik stadium terminal." dokter menyatakan vonisnya!
YA TUHAN!!! Aku ternganga mendengar vonis dokter. Bimo gagal ginjal" Bimo-ku sakit gagal ginjal?"
Aku merasa darah menghilang dari wajahku. Aku melihat ke arah Bimo yang hanya menelan
ludah menatap dokter lekat. Kupegang tangan Bimo erat, mengelusnya, memberikan
semangat. "Ginjal, dok" Bukannya kalau sakit ginjal pinggang akan terasa sakit" Suami saya tidak
pernah mengeluh sakit di pinggangnya..." tanyaku lagi.
"Pinggang yang sakit adalah gejala adanya batu di dalam ginjal. Kalau gagal ginjal berbeda".
Aku terdiam. "Gagal Ginjal Kronik stadium terminal Pak Bimo ini artinya fungsi ginjal yang tersisa hanya
12% tidak mampu lagi mengkompensasi fungsi-fungsi yang seharusnya diemban oleh ginjal
yang sangat dibutuhkan tubuh. Sehingga diperlukan suatu terapi atau penanganan untuk
menggantikan fungsinya yang disebut terapi pengganti ginjal atauRenal Replacement
Therapy." dokter melanjutkan penjelasannya.
"Fungsi Ginjal bagi tubuh kita sangat kompleks dan saling berpengaruh terhadap organ
tubuh yang lain. Yang pertama: Ginjal adalah pengatur lingkungan dalam, dia mengatur keseimbangan ion atau
elektrolit dalam cairan tubuh, mengatur keseimbangan volume cairan dalam tubuh, menjaga
keseimbangan asam-basa. Yang kedua: ginjal bertugas membuang kelebihan air dan produk akhir metabolisme protein
seperti ureum, kalium, fosfat, sulfat anorganik dan asam urat.
Yang ketiga: sebagai pembentuk berbagai substansi dan hormon yang sangat penting bagi
tubuh kita." Aku berusaha mengerti dengan penjelasan dokter.
"Kok bisa gagal ginjal dok?" tanyaku penasaran...Mataku mulai terasa panas, bibirku
gemetar. "Penyebab gagal ginjal bisa dibagi menjadi 3 kelompok.
Pertama: penyebab Pre-renal, artinya adanya gangguan aliran darah ke arah ginjal sehingga
ginjal kekurangan suplai darah.
Kedua: penyebab Renal, berupa gangguan atau kerusakan
yang mengenai jaringan ginjal sendiri, misalnya kerusakan akibat penyakit diabetes,
hipertensi, penyakit sistem kekebalan tubuh, peradangan, keracunan obat, kista dalam
ginjal, gangguan aliran darah dalam ginjal dan lain-lainnya.
Ketiga: penyebab Post renal, berupa gangguan atau hambatan aliran keluar urin sehingga
terjadi aliran balik urin ke arah ginjal yang dapat merusak ginjal. Misalnya adanya
penyempitan saluran urin.
Dalam kasus bapak Bimo, kelompok kedua cenderung menjadi penyebabnya, yaitu hipertensi,
tekanan darah tinggi"
Aku menarik nafas panjang. Bimo memegang tanganku lebih erat lagi!
"Jadi harus bagaimana sekarang dok untuk menyembuhkannya?" tanyaku lagi.
"Menjalani terapi pengganti ginjal untuk Pak Bimo. Bisa dengan transplantasi ginjal atau
dengan cuci darah" kata dokter.
Jawaban dokter membuatku seperti mendapat serangan bom!
"Adakah jalan lain yang bisa ditempuh dok" Obat?" aku bertanya lagi.
"Fungsi ginjal pak Bimo sudah di bawah 15%, mencari pengganti fungsi ginjal adalah satusatunya jalan."
Aku memejamkan mataku, kepalaku terasa pusing dengan segala penjelasan dokter dan
vonis yang diberikan kepada Bimo-ku...
"Mana yang lebih baik dok, transplantasi ginjal atau cuci darah?" aku meminta
pertimbangan. "Transplantasi adalah yang pertama kali disarankan, tetapi pengalaman selama ini ,
transplantasi ginjal menjadi sulit karena ketidakadaannya donor ginjal, faktor biaya yang
sangat mahal dan ginjal donor pun harus dari pihak keluarga yang golongan darahnya sama,
tapi ada kemungkinan tidak cocok juga. Cuci darah jadi pilihan satu-satunya..."
Cuci darah?" "Cuci darah ini untuk berapa lama dok?"
"Untuk seumur hidup pasien. Namanya juga pengganti fungsi ginjal."
Tidak terasa air mataku menetes. Dadaku merasa sakit membayangkan kasihku menderita
seperti ini... "Saya akan pikirkan dulu dok." Bimo tiba-tiba mengeluarkan suara.
"Baik, pertimbangkan dulu, karena ini menyangkut seumur hidup Pak Bimo. Saya hanya
menyarankan agar cepat mengambil keputusan"
Aku dan Bimo keluar dari ruangan dokter. Terdiam.
### Bimo terbaring di ranjang, matanya terpaku ke plafon kamar. Entah apa yang dipikirkannya.
Aku berbaring di sebelahnya, mengusap rambutnya perlahan. Saat ini konsentrasiku
tercurah untuk Bimo saja. Dimas kutitipkan ke mama.
Sudah jam 12 tengah malam. Dari tadi sore dia sibuk dengan internet dan menelepon
beberapa dokter kenalannya.
"Liana..." panggilnya lirih. Bimo tampak mengeraskan rahangnya.
"Iya sayang..." jawabku.
"Aku sudah menjadi orang cacat seumur hidupku. Aku akan merepotkanmu selamanya...Aku
akan melepaskan kamu Liana, kalau kamu mau pergi dengan Dimas...aku rela..." kata Bimo lagi.
Aku terhenyak kaget! Aku pukul paha dia refleks! Aku tatap mata sayunya dengan tajam! Hatiku perih mendengar
kata-katanya! "Aku memilihmu Bimo! Aku yang memilih kamu menjadi pengantinku! Dan kita berdua sudah
bersumpah di hadapan Tuhan, dalam suka duka, dalam kesenangan maupun kesedihan, kita
tetap bersama! Aku akan selalu ada mendampingimu Bimo, kamu adalah
suamiku...selamanya...Aku mencintaimu Bimo Setyadi..."
Aku mulai menangis...Bimo menaikkan badannya ke atas. Merengkuh kepalaku dengan kedua
tangannya ke dalam pelukannya. Sebutir air mata jatuh di tanganku, air mata Bimo...Bimoku...suamiku...hidupku...
"Maafkan aku sayang...Maafkan aku...aku mencintaimu..." Bimo berbisik lirih...
Keesokan harinya, aku abaikan semua sikap aneh Bimo semalam. Aku menemaninya mencari
informasi lagi tentang cuci darah, setelah Bimo memutuskan dia tidak akan memakai opsi
transplantasi ginj al. Dari artikel yang Bimo kumpulkan selama ini, cuci darah ternyata ada 2 macam :
Hemodialysis (HD) dan Peritoneal Dialysis (CAPD)
Hemodialysis (HD) adalah cuci darah yang sudah dikenal oleh banyak orang.
Ketika sedang asyik membaca, badan Bimo yang bersandar di kepala kasur mendadak
limbung ke arahku! Jatuh lemas begitu saja!
"Bimo!!" jeritku.
Aku luruskan kepala dia...Masih sadar...bibirnya bergerak-gerak mengucapkan sesuatu...aku
dekatkan telingaku ke bibirnya, berusaha mendengarkan perkataannya...
CAPD! Bimo mengatakan CAPD! Itu keputusan Bimo!
Bimo memilih metode CAPD untuk cuci darahnya. Aku menahan tangisku, kutelepon pihak
rumah sakit, meminta ambulans untuk Bimo...
### Hari ini adalah hari Bimo dioperasi untuk pemasangan 'pintu' penghubung antara ginjal dan
dunia luar. Sebuah kateter danexit siteakan dibuat di perut sebelah kanan.
Aku berada di luar ruang operasi bersama mama, Dimas, Mega, Rudy, dan Sharon.
Aku mengagumi pemikiran dan analisa Bimo yang mendasari dia memilih CAPD, bukannya
Hemodialysa. CAPD,Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis.
Semua artikel mengatakan metode CAPD ini sudah lama dikenal di dunia medis, namun di
Indonesia tidak banyak yang mengenal cara ini.
Ketika mbak Ningsih meneleponku dari Jogja, aku menjelaskan penyakit Bimo secara awam
tentang HD dan CAPD: Ginjal adalah saringan bagi tubuh, menyaring kotoran, racun dan segala yang tidak
dibutuhkan oleh tubuh. Ketika saringan ini rusak parah, tidak bisa diperbaiki dengan obatobatan lagi, mau tidak mau harus mencari saringan baru yang bisa menggantikan ginjal rusak
itu. Metode Hemodialysis " cuci darah yang selama ini dikenal masyarakat " menggunakan
MESINdializersebagai pengganti saringan (ginjal), mesin menyaring darah yang membawa
kotoran hingga bersih. MetodePeritoneal Dialysis" atau CAPD " menggunakan SELAPUT PERUT di dalam tubuh
sebagai pengganti saringan (ginjal). Selaput ini menyaring cairan yang membawa kotoran
hingga bersih. CAPD memiliki beberapa keunggulan bagi Bimo " sebagai manusia usia produktif " ini
pendapat kami berdua setelah membaca artikel dan bertanya ke dokter :
1.Bisa dilakukan di rumah, tidak harus ke rumah sakit.
2.Setiap proses cuci darahnya memerlukan waktu 30 menit dalam kurun waktu 24 jam
sesuai jam tubuh, dibandingkan 4-5 jam jantung dipaksa bekerja lebih keras.
3.Biaya yang dibutuhkan lebih kecil.
4.Tidak ada pantangan makanan apapun.
5.Minum tidak dibatasi, dibandingkan dengan minum dibatasi sesuai anjuran dokter.
6.Ruang proses cuci darah tidak perlu steril " cukup bersih saja.
7.Cairan Dialysis gampang diperoleh di rumah sakit.
8.Tidak terjadi perubahan warna kulit, dibandingkan kulit menjadi berwarna hitam dan
terasa gatal setelah terapi "Kulit Bimo sudah hitam, akan jadi warna apakah kalau lebih
hitam lagi" Candaku pada Bimo saat melakukan riset.
9.Kualitas sperma tetap bagus" ini informasi dari salah satu penderita gagal ginjal, aku
tidak menemukan informasi ini di artikel.
10.Dan yang paling penting "Hmmm! " SUPER PENTING! " masih bisamaking love...
Aku menyimpulkan juga, ada kelemahan dari CAPD ini, aku menganggapnya 'keribetan'
sebenarnya: 1.Proses cuci darahnya setiap 6-8 jam sekali, dibandingkan 2-3 kali seminggu.
2.Pasien harus benar-benar menjaga kebersihan 'pintu' (kateter danexit site) di perut
dengan rajin mencuci dengan sabun dan air bersih bagian kateternya "ya iyalahhhh kudu
bersih!Tambahan, dilarang menggunakan bahan pembersih yang mengandung alkohol, klorida.
Harus menghindari penggunaan krim, salep, atau bedak tabur di sekitarexit site.
3.Pada beberapa kejadian, bisa terjadi infeksi rongga perut, kegemukan, hernia, sakit


Belahan Jiwa Karya K Y di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pinggang, selaput perut ini menjadi kendor "Wallahualam! Berserah pada takdir...mikir
terlalu jauh bikin pusing " gerutuku waktu itu.
4.Akibat adanya kateter danexit sitedi daerah perut menyebabkan kesulitan sendiri pada
saat bersenggama "daripada nggak sama sekali" Dan kamasutra memiliki seribu satu macam
gaya... Bimo menjalani pelatihan pelaksanaan terapi CAPD untuk di rumah termasuk pelatihan untuk
menjaga kebersihan "pintu" penghubung di perutnya. Dokter meresepkan penggantian
cairannya 4 kali sehari, alias setiap 6 jam proses cuci darah CAPD ini harus dilakukan.
Keterlambatan penggantian akan mengakibatkan tubuh menjadi lemas...
### Bimo baru saja mengerjakan terapinya. Kamar kosong di apartemen Bimo dialih fungsikan
menjadi ruangan khusus untuk meletakkan puluhan kantong cairan dialysis, sebuah kursi
santai, dan besi untuk menggantung cairan dialysis baru.
Prosesnya sangat sederhana, Bimo membuang cairan dari dalam tubuhnya ke kantong plastik
khusus yang disediakan oleh rumah sakit. Setelah itu dia memasukkan cairan baru ke dalam
tubuhnya dengan menghubungkan kantong cairan itu dengan kateter di perutnya.
Bimo sering membawa buku bacaan selama proses itu.
Aku memiliki tugas untuk membuang cairan yang dikeluarkan dari tubuhnya. Aku hanya perlu
membuang cairan itu di kloset dan menyiramnya bersih. Semua kantong dikumpulkan, secara
berkala kami mengirimkan kantong bekas itu kembali ke rumah sakit karena kantong bekas
itu adalah sampah medis yang memiliki ketentuan dalam hal pemusnahannya.
Dimas bermain dengan mainan robotnya di karpet ruang tamu. Aku menyandarkan tubuhku
ke betis Bimo yang sedang duduk membaca.
Bimo memegang pundakku...dia menatapku dengan penuh pertimbangan.
"Liana"aku pikir, dengan gaya hidup kita yang baru ini, pengeluaran bulanan kita menjadi
sangat besar...Aku mempunyai rencana untuk kita bertiga Liana..." kata Bimo terlihat ragu.
Aku tersenyum mesra pada laki-lakiku, tiang keluargaku...
"Apapun yang kamu anggap baik Bimo, aku dan Dimas selalu mendukungmu. Kami berdua
percaya, kamu pasti memberikan kami yang terbaik..." kataku sambil kuletakkan pipiku di
lututnya... "Kita harus pindah. Ke luar kota Liana. Kota yang lebih kecil. Di sana biaya hidup bisa
ditekan, pengeluaran bisa kita tekan untuk pendidikan anak kita nantinya..." lanjut Bimo.
Aku mengangguk yakin.Hatiku berada di mana harta bendaku berada, dan hartaku adalah
suami dan anakku... Aku memandang Bimo lagi...hatiku berkata, ini waktunya aku bercerita tentang Giring
Panji...tentang 300 juta untuk biaya rumah sakit...
Bimo membelalakkan matanya mendengar ceritaku!
Bab 22: Belahan Jiwa Suara motor masuk garasi. Aku bergegas ke depan, berdiri tersenyum menyambutnya di
pintu depan. Angin semilir siang hari melewati garasi yang tertutup kanopi besi.
Rumah ini adalah rumah warisan bapak dan ibu. Ibu sudah meninggalkan kami selamanya tiga
tahun yang lalu, setelah mereka merayakan pesta Kawin Emas 50 tahun perkawinan mereka,
dan bapak " yang sangat mencintai ibu " menyusul sebulan kemudian karena rasa duka yang
begitu besar... Begitu helm merahnya dibuka, rambut hitam ikal panjangnya bergerak karena hembusan
angin siang ini. Wajahnya tidak menampakkan keletihan, hanya keringat membasahi wajah
dan lehernya. "Bimo..." sapaku.
Bimo tersenyum. "Liana...sayang..." Bimo mendekatiku, menjentikkan jarinya di dahiku, mencium pelipisku. Aku
ambil helm dia, kuletakkan di meja depan. Aku bantu dia melepaskan jaket coklatnya.
Aroma kopinya melekat di jaket ini!Aku mengendus bagian dalam jaketnya sebelum
kugantung di belakang pintu.
Bimo masuk ke rumah, langsung ke ruangan yang menjadi ruangan kerjanya selama ini. Dia
duduk di kursi malas, mengangkat kedua kakinya ke kursi kecil.
Aku masuk ke ruangannya, memberinya air putih untuk diminum. Aku menunggu dia selesai
minum, kuambil gelas bekasnya dan kuletakkan di meja.
Aku ke belakang Bimo, kuangkat rambut ikal panjangnya dengan tanganku dan kuikat ke atas
menyerupai sanggul. Lalu kukeringkan keringat di dahinya dengan telapak tanganku.
Bimo menangkap tanganku, meletakkan telapakku di mulutnya, menciumi tanganku mesra...
Aku menunduk, mencium aroma kepalanya...aroma laki-lakiku...aroma kopi yang
memabukkan... Aku tersenyum, mataku mengitari ruangan Bimo ini. Dua meja dengan masing-masing laptop
berjejeran, namun dipisahkan oleh rak kecil yang berisi kamus Ingris-Indonesia, Indonesia
" Inggris, Kamus Besar Bahasa Indonesia, berbagai buku ensiklopedi,printer high jet,
setumpuk kertas HVS, Robot Ultraman, dan buku dongeng anak!
Sebuah rak kaca membentang panjang sepanjang sisi tembok, 2 buku biografi, 7 novel, 30
buku cerita anak-anak, buku Panduan Singkat menjadi Translator. Semua itu karya Bimo dan
karyaku. Mataku menatap lekat ke buku pertama berwarna merah pink, buku Biografi
pertamaku...berjudulBelahan Jiwa...Biografi hidup dan cinta seorang Giring Panji kepada
istrinya Natasha " yang lumpuh total karena penyakitGuillain Barre Syndrome.
Aku teringat waktu itu, di kamar Giring Panji, dia mulai membuka jas luarnya, membuka
dasinya, menggulung lengan panjang bajunya ke atas. Memanggilku, mengajakku ke ruangan
lain yang terhubung oleh sebuah pintu. Di sana ada tempat tidur seperti di rumah sakit
dengan seorang wanita yang terbaring pucat! Berbagai macam peralatan medis memenuhi
sisi tempat tidurnya. Giring memperkenalkan wanita itu sebagai istrinya. Namanya Natasha dan wajahnya seperti
pinang dibelah dua denganku!
Aku sangat terkejut waktu itu.
Giring menghampiri istrinya, menggenggam tangannya yang lemas.
Kemiripanku itulah yang menyebabkan Giring terpaku melihatku pada kunjungan dia di
kantor hari itu. Giring ingin menyatakan rasa cintanya yang begitu besar pada istrinya, sehingga timbul
keinginan untuk membuatkan buku tentang dirinya dan Natasha...
Giring Panji, dengan tanpa ragu memberiku 300 juta, agar aku menjadi penulisnya dengan
menunjuk Bimo sebagai editorku!
Di buku itu, pertama kali aku memakai nama Liana Setyadi..."
"Novel kamu bagaimana Liana?" tanya Bimo tiba-tiba, membuyarkan lamunanku.
"Bentar lagi selesai Bim, mau ngedit?" tanyaku sambil kupijat pelan bahunya. Bimo terlihat
rileks. "Iya, mumpung kerjaan nggak begitu banyak"hanya satu terjemahan novel trilogi..." jawab
Bimo. "Aku ikut senang novel kamu sebelumnya jadi best seller sayang..." kata Bimo lagi.
Aku tersenyum...teringat dengan novel fiksiku yang terakhir, tentang seorang istri yang
memiliki tangan besi dalam mengatur kehidupan keluarga besarnya. Aku menyajikan intrik
dan konflik menarik di sana. Kehidupan novel itu berlatar belakang Jogja pada tempo
dulu...Bimo membantuku melakukan riset dan mempelajari kebudayaan Jogja pada jaman itu!
"Jadi meeting sama penerbit tadi Bim?" tanyaku, sambil terus memijat pundaknya.
"Iya, mereka tertarik dengan buku ensiklopedi anak yang aku tunjukkan. Senin ini aku ke
sana lagi sayang..." kata Bimo sambil memejamkan matanya.
Aku mencium tengkuknya, merasa bangga. Ide membuat ensiklopedi anak yang lucu, menarik,
sederhana, diilhami oleh coretan tangan Dimas di tembok "aku ulangi, coretan tangan Dimas
di sepanjang tembok rumah! Dan Bimo belum mau mengecat ulang tembok, karena nilai
history"master pieceanaknya yang pertama!
Suara motor terdengar dari depan. Aku cepat keluar.
"Mama..!" suara lantang dan bersih anak kecil memecah heningnya suasana siang itu.
Dimas berlari ke arahku, untuk ukuran anak 6 tahun, badannya termasuk jangkung!
Wajahnya benar-benar replika Bimo plus rambut ikal yang panjang, di bawah telinga!
Hanya kulit Dimas begitu putih bersih seperti kulitku.
"Ayo bilang apa sama Bude Ayu, Dimas..." kataku.
"Matur nuwon Bude Ayu..." kata Dimas mengucapkan terima kasih. Mbak Ayu mengangguk
tersenyum pada Dimas. Kuciumi kepala anakku dan kusuruh masuk. Dimas langsung lari ke dalam, ke ruangan Bimo "
seperti biasanya " Dimas akan duduk di lutut papanya, bercerita tentang kegiatannya di
sekolah hari itu... "Masuk dulu Mbak Ayu..." ajakku pada kakak Bimo yang sudah mengantarkan Dimas pulang.
"Ndak bisa Liana, aku musti pulang...kudu masak tho..." tolaknya.
"O iya, ini Jadah Tempe pesenan Bimo..." Mbak Ayu menyerahkan kantong plastik. Aku
tersenyum dan berterimakasih.
"Liana, anakmu itu bikin geger sekolah barusan?" sambung Mbak Ayu.
"Ada apa mbak?" tanyaku khawatir.
"Pas pulang tadi, ada teman sekelas Dimas, anak cewek, nangis! Pengen main sama Dimas!
Lha, Dimasnya ndak mau..."
Aku tertawa geli menimpali cekikikan mbak Ayu! Secara bersamaan kami berdua teringat
cerita tentang Bimo kecil...
Like father like son... Suatu hari nanti, Dimas akan sanggup membuat dunia seorang wanita jungkir balik karena
dia...seperti diriku... Mbak Ayu melambaikan tangannya.
Aku kembali ke ruangan Bimo. Terdengar suara merengek dan kedengarannya sedang
memperebutkan sesuatu... Bimo tertawa di antara dua suara tangisan.
Dimas menangis ingin digendong Bimo di pundak, tapi Putri " anak keduaku dengan Bimo "
Maharani Putri Setyadi,3 tahun" tidak mau kalah dengan kakaknya!
Aku pegang tangan Putri berusaha menghiburnya, Putri malah menjulurkan kedua lengannya
kepadaku minta digendong"botol dotnya yang kosong digigitnya kencang!
Putri berambut panjang, lurus, berkulit putih, seperti diriku.
Menurut Bimo, Putri adalah Liana versi Junior!
"Nggak boleh ya Putri...nanti adek yang didalam perut mama sakit lho..." kata Bimo
menasehati Putri dengan nada penuh kasih sayang.
Bimo langsung menurunkan Dimas dan menggendong Putri di pundaknya. Dimas berlarian
mengitari Bimo, suara tawa mereka bertiga menjadi Kidung indah di telingaku.....
Aku mengelus perutku yang besar, 8 bulan , anak ketigaku dengan Bimo...
Melihat mereka bertiga, aku merasa damai...Bimo...Bimo-ku"aroma kopiku...laki-lakiku...dan
kedua malaikat kecilku...
Setelah perjalanan hidupku yang panjang, yang penuh suka dan duka, aku sangat sangat
menyadari bahwa Bimo Setyadi adalah belahan jiwa yang kucari selama ini...
I wanna lay you down in a Bed of Roses
For tonight I"ll sleep on a bed of nails
I wanna be just as close as your holy ghost is
And lay you down on a Bed of Roses
Tamat Lembah Tiga Malaikat 21 Pedang Siluman Darah 4 Memburu Bah Jenar Wasiat Agung Dari Tibet 3
^