Meet Sennas 1
Meet The Sennas Karya Orizuka Bagian 1
Meet The Sennas Aku Daza. Anak kedua dari tiga bersaudara. Yang artinya aku anak tengah.
Astaga. Sebenarnya aku sedang apa,sih"
Aku merobek halaman yang baru saja kutulisi dengan kalimat-kalimat bodoh. Sial. Aku memang
tidak punya bakat apapun,bahkan hanya untuk menulis diary kacangan seperti ini. Lagi pula,apa
sih yang harusnya diyulis dalam diary"
Sebenarnya,tidak masalah kalau saja Tante Amy memberiku diary ini sepuluh tahun lebih awal.
Setidaknya,aku bisa meminta teman-temanku mengisinya dengan nama,hobi,citacita,makanan,favorit,moto... lebih bagus kalau diselipkan pantun atau apa... But,hello"
Sekarang,aku sudah tujuh belas dan rasanya norak banget kalau aku meminta teman-temanku
melakukan itu. Diary yang aku maksud ini bukan diary keren seperti organizer-yang masih pantas dibawa anak
SMA,bahkan pada zaman tablet seperti sekarang ini-tetapi merupakan sebuah diary yang berbau
sangat menyengat,halamannya berubah warna setiap sepuluh lembar. Dan,seakan semuanya
masih belum cukup menggelikan,cover diary ini adalah seorang cewek bermata luar biasa besar
dan membawa payung berenda.
Aku benar-benar kepingin membuangnya,tetapi jika aku melakukannya,berarti aku juga harus
membuang semua hadiah dari keluargaku yang,yah,bisa dibilang jauh lebih menyedihkan dari.
diary ini Ayah,contohnya,dia memberiku rumah Barbie. Rumah Barbie. Aku,anak gadis yang sudah tujuh
belas tahun,diberi rumah barbie oleh ayahku sendiri. Sedangkan di luar sana,di belahan dunia
lain,anak-anak gadis tujuh belas tahun mendapat mobil mewah atau kalung mutiara dari ayah
tecintanya. Bunda,seakan mau menyaingi kekonyolan ayah,memeriku piano Casio kecil yang pernah aku
miliki saat aku berusia tujuh tahun,tetapi akhirnya rusak karena tersiram air. Dia berkata dengan
polos sambil menekan tombol yang segera mendendangkan lagu Jingle Bell, "Kamu enggak
kangen sama lagu ini,Daze" Dulu,kamu sering menekan-nekan tutsnya,pura-pura main kayak
yang udah jago,pake lagu ini."
Well,thanks a lot,Bun! Aku benar-benar rindu masa-masa itu! Sungguh!
(kosong) berbentuk bebek berwarna pink. Om Sony,pamanku,memberiku komik Doraemon jilid
pertama (ktanya cetakan pertama,tetapi memangnya aku perduli". Dennis,kakakku,memberiku
gamewatch tetris yang bisa ditrkuk,dia bilang itu kelasik (tolong,ya), dan penyiksaan terakhir
datang dari Zenith,adikku,yang memberiku halma-yang aku sudah tak ingat lagi bagaimana cara
memainkannya. Mereka jelas-jelas melakukan semacam persekongkolan dalam usaha mengembalikanku ke masa
lampau. Mengapa tidak sekalian saja memberikan aku popok,dot,atau apa saja yang lebih tidak
berguna" Aku langsung berniat membuang barang-barang itu ketika semua sudah terbuka,tetapi segera
membatalkannya begitu melihat ekspresi sudah-mending-dapat-kado-dan kenapa-aku-lahir-jadianak-yang-begitu-tidak-tahu-berterima-kasih dari seluruh keluargaku. Yah,siapapun yang
merencanakan hal ini,aku berterima kasih karena sudah membuat kamarku bertambah sesak oleh
rongsokan,juga sudah membuat hidupku tambah sengsara.
Aku Daza. Aku tinggal bersama orang-orang yang sama sekali tak bisa disebut normal. Dan
sialnya,orang-orang itu adalah keluargaku.
Hmm,sudah lebih bagus. Aku mwmutuskan untuk mempertahankan halaman ini. Tante Amy
pasti akan (berpura-pura)menangis trsedu-sedu jika mengetahui diary pemberiannya dibiarkan
teronggok tak berdaya. Jadi,aku akan menulisinya dengan kenyataan-kenyataan yang akan
membuatnya mati suri jika membacanya. Yah,mungkin tidak juga sih karena Tante Amy sudah
kenyang akan segala kekonyolan keluarga ini. Bahkan,dia adalah salah satu dari kekonyolan itu.
Kurasa,keluargaku sudah bukan keluarga inti lagi. Semua elemen keluarga ada dirumah ini.
Kakek,Nenek.Ayah,Bunda,Tante.Om,anak-anak... Dan semuanya sama tak normalnya.
Termasuk aku.tapi jangan salah,itu sama sekali di luar keinginanku.
Keluargaku bisa dibilang prang berada. Ng... kalau boleh jujur sih sangat berada.
Oke,berlebihan. Keluargaku,punya perusahaan sendiri,tapi itu tidak membuatku besar kepala
karena kenyataannya aku sama sekali tidak merasa lebih dari siapapun.Siapa sih yang ingin
memiliki keluarga pemilik tiga perusahaan terkenal yang memberikan barang-barang tidak
bermutu kepada anak gadis satu-satunya yang berulang tahun yang ketujuh belas.
"Daze! Makan dulu!"
Suara bunda tahu-tahu terdengar dari interkom tepat di depanku,membuatku berjengit
kaget.Ayah sengaja memasangnya di sana supaya di pagi hari aku bisa bangun dengan mudah.
Kenyataannya,di pagi hari aku selalu bangun dengan kesal.
"Ya!" Aku balas menyahut sambil menutup diary-ku,hampir pingsan karena mencium baunya
yang luar biasa memabukkan. Aku harus ingat untuk selalu menahan napas setiap
membuka,menulis,dan menutupnya.
Ya,Tuhan,apa sebaiknya diary ini ku bakar saja"
Dengan kepala pusing,aku turun dari tempat tidurku dan bergerak ke ruang makan di lantai
dasar. Seluruh keluargaku sudah duduk manis di sana,menatapku dengan berbagai ekspresi
(sebagian besar senyum-senyum konyol,Cuma Zenith yang tampak asyik mengunyah). Aku
memutuskan untuk tak memedulikan mereka dan menarik kursi di sebelah Tante Amy yang
sedang hamil. Aku duduk,lalu cepat-cepat menyendok nasi.
"Gimana hadiahnya" Kamu suka,kan?" tanya Nenek,disambut cengiran dari segala arah.
"Senang kok,serasa muda lagi," jawabku geram. Aku tak akan membiarkan mereka merasa
senang dengan mudah. Aku bersumpah akan memberi ular berbisa saat salah satu dari mereka
ulang tahun nanti. "Memang itu yang kita maksud ....," kata Dennis membuatku ingin mencekiknya. "Ngomongngomong,cowok lo kasih hadiah apa?"
Benar-benar luar biasa pengaruh yang disebabkan oleh kata-kata dennis ini. Semua orang dengan
cepat-dan hebatnya,serempak-menoleh kepadaku dan menatapku seakan aku baru saja membuat
aib yang memalukan keluarga. Well,aku ragu,aib apa lagi yang bisa membuat keluargaku malu.
Aku bisa merasakan semua orang,kecuali Dennis dan Zenith,menahan napasnya. Mereka berdua
sibuk menahan tawa. "Cowok yang mana,ya?" Seruku akhirnya.Secara ajaib,semua keluargaku bernapas lagi,lalu
melanjutkan aktivitasnya.
"Kalau cari cowok tuh yang kece." Bunda tiba-tiba berkomentar. Aku merasakan firasat bahsa
sesuatu yang buruk akan terjadi dalam hitungan detik.
Dan terjadilah. "Jangan,mending yang tajir aja ..." Tante Amy menimpali sambil menerawang,memikirkan
tampang pemuda impiannya. Menyedihkan.
"Eh jangan yang tajir,kita kan udah cukup. Mending yang ganteng aja ..."
Betapa menggelikan kata "cukup" yang diucapkan Kakek terdengar di telingaku. Seakan kami
adalah keluarga kecil sederhana yang bahagia tinggal dirumah tipe tiga puluh enam dan hanya
memiliki satu sepeda untuk dipakai bersama-sama saja.
"Bener,kayak ng... siapa tuh,Robert..." Dahi Nenek berkerut memikirkan pria tampan yang baru
saja ditontonnya di Sherlock Holmes.
Nenekku nonton Sherlock Holmes. Aku saja belum.
"Robert Downey Jr,Ma." Ayah membatunya,lalu melirikku lagi. "Apa lebih baik kita cariin aja?"
"Bener,Yah. Soalnya,kalau Daza cari sendiri,ntar bisa-bisa dapet yang aneh-aneh! Tahu kan
seleranya...." komentar Dennis menyebalkan. Urus hidupmu sendiri kenapa,sih"
"Masa Josh Hartnett dibilang cakep" Aneh gitu," timpal Zenith membuat bola mataku hampir
lompat keluar. Aku baru akan membela Josh ketika Tante Amy mendahuluiku. "Teman Tante banyak yang
cakep,Daze," katanya. "Mau dikenalin?"
"Terus ditinggal setelah nikah?" sanggah Dennis cepat.
"Oh,ya juga,sih..." Tante amy membenarkan sambil mengelus perutnya yang buncit. Kadang,aku
merasa Tante Amy lebih cocok dengan kata bodoh daripada polos. Maksudku,cewek mana sih
yang tetap kalem setelah menikah dengan teman kampusnya dan ditinggal begitu saja ketika
hamil. "Awas aja ya,Daze,kalau sampai kamu punya pacar tanpa persetujuan kami..." Ayah mengatakan
"kami" seakan mereka adalah Dewan Majelis yang agung,sementara aku satu-satunya rakyat
jelata. "Maksudnys,supaya kamu dapat orang yang bener." Nenek menimpali.
"Yang cakep,maksudnya..."
"Kalau enggak diseleksi,bisa-bisa dapet yang jelek..."
"Atau anak saingan Ayah..."
"Atau anak mafia..."
"..." Tanpa ingin mendengar lebih banyak lagi,aku segera naik dan kembali ke kamarku. Tak lupa,aku
membanting pintu. Oke,yang tadi itu sudah biasa terjadi. Maksudku,segala pembicaraan tentang kriteria-cowokyang-cocok-untukku-tanpa-ada-seorang-pun-yang-pernah-benar-benar-menjadi-cowokku
tadi.Dan semua itu terjadi sekitar berapa... tujuh kali seminggu" Coba bayangkan penderitaanku.
Sampai mana tadi" Oh,soal kehormatan keluargaku. Biar aku jelaskan pada paragraf-paragraf di
bawah ini. -Keabnormalan nomor satu.
Senna. Kakekku. Dia adalah pemilik tiga perusahaan besar tekstil,air mineral,dan rotan,juga
pemilik satu keluarga besar yang tidak normal.Ayahnya dulu adalah seorang mantan pejuang
berdarah ningarat yang aku tidak ingat namanya,tapi Kakek tetap pada pendiriannya bahwa
namanya ada pada buku sejarah.Asal tahu saja,aku pernah benar-benar mencarinya dan ternyata
tidak sekalipun disebut dalam buku sejarahku.Selain delusional,Kakek berhati lembut dan easy
going,tapi justru itu yang membuatnya tidak normal. Direktur mana sih yang membiarkan anakanaknya di-drop out dari sekolah.
-Keabnormalan nomor dua. Senna. Nenekku. Nama aslinya Tiwi,tapi bersikeras dipanggil Nyonya Senna oleh semua
orang,agar kesannya lebih muda dan lebih gaya. Rambutnya dicat L"Oreal cokelat kemerahan.
Selainberwisata kesalon,kegemarannya mengumpulkan segala macam make up,dari Estee
Lauder sampai Cliniqui. Nenekku pakai Cliniqui dan nonton Sherlock Holmes. Coba jelaskan
padaku bagian mana yang normal.
-Keabnormalan nomor tiga.
Senna,Jr.Ayahku.Kakek sangat gandrung budaya barat,sehingga nama ayah menjadi
Senna,Jr.terus terang saja,aku tak menyukai budaya Barat bagian ini karena aku dengan mudah
menjadi sasaran ejekan saat masih disekolah dasar.Untun saja ayah tak menamai Dennis dengan
Senna III,karena mungkin aku bakal dinamai Senna VI (berhubung tidak ada yang tidak mungkin
di keluargaku),dan bayangkan saat aku dipanggil dengan nama ayahku oleh semua
orang.Yikes.Oh ya,Ayah suka sekali Green Day,yang akan membuat mati shocksemua rekan
bisnisnya yang kebanyakan menyukai Frank Sinatra.Kurang lebih,sifat Ayah mirip Kakek.
-Keabnormalan nomor empat.
Ina.Bundaku.Dia sangat malas menggunakan nama keluarga,karena menurutnyaIna Senna sangat
tidak enak terdengar di telinga.Soal ini,Bunda dan Nenek sudah lama berseteru karena nenek
menginginkan semuanya serba perfect.Nyatanya,Bundaku sama sekali jauh dari kata perfeck
berhubung profesinya dulu adalah seorang penari latar-pekerjaan menantu yang tidak diinginkan
mertua pemilik tiga perusahaan mana pun.Bunda masih sering menari-nari di kamarnya sampai
menimbulkan bunyi bergedebukan hebat,tapi dia akan segera berkelit sedang menata ruangan
bila ada yang bertanya.padahal,aku tahu dia sedang sibuk menikuti tarian pinggul ala
Shakira.Aku paham dia merindukan pekerjaannya karena Ayah sudah memaksanya berhenti saat
dia berumur tujuh belas,tapi aku juga tak ingin dia patah pinggang.
-Keabnormalan nomor lima.
Sony.Pamanku.Dia adalah pengangguran sejati.dia dan Tante Amy sama-sama adik Ayahku dan
yah,akhirnya menganggap dirinya tak perlu bersusah-payah lagi untuk hidup enak.Dia hanya
perlu menunggu sampai Kakek memberinya sebuah perusahaan untuk dia pimpin-yang mana tak
akan pernah terjadi.Kakek sama sekali tak mau perusahaannya bangkrut karena ditangani
seorang drop out SMA.Dia sudah berumur dua puluh empat tahun sekarang,dan mengklaim
dirinya sebagai petualang cinta.Petualang cinta apaan.
-Keabnormalan nomor enam.
Amy.Tanteku.Dia adalah-well,tadinya-mahasiswi Fakultas Hukum disalah satu universitas
swasta terkenal.Umurnya dua puluh dua tahun dan dia hamil tujuh bulan.Disuatu siang,dengan
santainya dia berkata ingin menikah dengan salah satu teman kuliahnya yang cakep.Kakek
mengijinkan (berhubung tante Amy labil dan sebagainya),tapi beberapa bulan setelah
menikah,Tante Amy hamil dan suaminya yang jauh lebih labil itu kabur begitu saja.Tanteku
yang ya,tidak bisa dibilang malang,tidak ambil pusing,dan tetap melanjutkan aktivitasnya seperti
biasa.Dan kami,keluarganya,bersikap biasa saja seakan ada kucing yang baru mencuri ikan dari
meja makan.Namun,kurasa ide kamu benar,karena kami tak ingin melihat Tante Amy putus asa
dan bunuh diri karenanya.Meskipin demikian,sampai matipin aku tak mau bernasib seperti Tante
Amy. -Keabnormalan nomor tujuh
Dennis.Kakakku.Dia lebih tua dua tahun dariku,dan dia adalah mahasiswa jurusan Teknik Sipil
di Universitas Indonesia dan,sebenarnya aku malas menambahkan,dia adalah pemegang
rengking pertama seumur hidupnya.Yang aku yakini tentang kakakku ini adalah,dia
gay.Mungkin saja benar,kalau dilihat dari status forever alone-nya.Terakhir kali dia dekat dengan
cewek adalah pada saat dia masih SMA.Itu pun tak bertahan lama,dua hari saja.satu hari si
cewek berharap bahwa Dennis memang cool,satu hari lagi cewek itu akhirnya benar-benar
percaya Dennis tidak suka cewek.
-Keabnormalan nomor delapan.
Zenith.Adikku.Lebih muda dua tahun dariku,tapi pengalamannya jauh lebih banyak.Dia adalah
siswa SMP yang dewasa sebelum waktunya.Dia lebih sering keluar untuk nonton atau gaul sanasini dibandingkan aku.Ceweknya pun segudang,mungkin mengalahkan rekor Om Sony.Entah
apa adikku yang terlihat lebih tua atau zaman sekarang banyak cewek yang mencari daun
muda,yang jelas banyak cewek seumuranku yang mau dengannya.Tunggu saja sampai mereka
melihat adikku dengan seragam SMP.memalukan sekali.
-Keabnormalan nomor sembilan.
Dazafa.Aku.Aku menganggap diriku sendiri tidak normal.Apa lagi yang bisa lebih buruk" Aku
adalah cewek tujuh belas tahun yang belum pernah sekali pun punya cowok.Yap,benar,aku
menyedihkan.Namun,salah siapa aku begini" Yap,benar lagi,keluargaku.Mereka selalu saja mau
ikut campur kalau urusannay menyangkut aku dan cowok.Mereka extremely-over-protective
kepadaku.Percuma saja kalau ada cowok cakep,ganteng,atau keren,cowok biasa pun akan kabur
begitu melihat formulir yang harus diisinya sebelum bertemu denganku.Belum lagi,interogasi di
ruang sempit di paviliun Kakek yang disediakan khusus untuk cowok-cowok yang datang
kerumah (walau pun Cuma mau kerja kelompok).Kurasa,aku wajib berterima kasih kepada
keluargaku atas andil mereka yang membuatku jomblo selama bertahun-tahun,sekaligus dicap
sebagai cewek aneh disekolahku.
Aku sadar bahwa aku sudah menulis karangan berhalaman-halaman panjangnya.Ini sesuatu yang
tak akan terjadi jika aku berhadapan dengan kertas folio untuk karangan Bahasa
Indonesia.Keluargaku benar-benar sebuah inspirasi.Secara ironi,maksudku.
Aku menutup diary-ku,tetapi lantas sadar kalau aku baru melakukan sesuatu yang bodoh:
bernapas,Aku langsung mimpi buruk karena wangi itu.Tahulah,penampakan-penampakan yang
sering terjadi diacara-acara mistis itu.Salah satunya,Zenith berambut panjang dengan wajah
penuh bisul. *** Esok paginya,aku bangun agak telat.Aku menghindari sarapan,yang berarti juga menghindari
topik yang sama dengan makan malam.
Ketika aku baru saja keluar dari kamar mandi-dengan kimono dan handuk di kepala-Om Sony
memasuki kamarku. "Ngapain,Om" Sana keluar!" seruku,kaget setengah mati.Aku sangat menyesal mengapa
pintunya tadi tidak kukunci.Lain kali akan kukunci dengan gembok berkombinasi.
"Pinjam kamar mandi," katanya sambil meluncur masuk ke kamar mandiku tanpa menunggu
persetujuanku.Sekilas,aku melihatnya memegangi perut.Jadi,mau tak mau,aku tau niatnya.
"Om!" sahutku histeris. "Sana di kamar mandi sendiri aja!"
"Gak bisa,Daze! Mampet! Bau banget.Jadi,gak bisa konsentrasi!" balasnya dari dalam.
Sial,Aku bersumpah tidak akan memasuki kamar mandiku selama pembantuku belum
menyikatnya sampai tidak ada satu kuman pun tertimggal.Maksudku.... yikes.Aku rasa aku mau
muntah. Setelah menyambar seragamku,aku turun secepat kilat,menghindari suara atau bunyi apa pun
yang bisa ditimbulkan oleh Om Sony.Aku berpakaian di kamar tamu tanpa niat.Setelah iu,aku
melewati ruang makan karena kehilangan nafsu makan dan keluar untuk menunggu jemputanku
di teras sambil mengelus-elus perutku yang terasa mual.
"Oi! Ngapain lo! Kebelet,ya?" Terdengar suara khas sopir jemputanku 10 menit kemudian.
"Sialan lo! Gue pengen muntah,nih!" seruku sambil berlar-lari kecil menghampiri swift-nya.
"Kenapa,sih" Om lo,ya?" tebaknya sambil nyengir nakal.Aku mengedikkan bahuku.Perihal OmSony-meminjam-kamar-mandiku-untuk-Tuhan-tahu-apa bukanlah topik favoritku pada pagi hari.
"Jangan lupa ya,salamin daru gue gitu."
Sekarang,aku benar-benar ingin muntah.Rinda,sahabatku ini,benar-benar sudah sakit jiwa.Atau
kemungkinan lain,dia sudah ketularan virus abnormal keluargaku.Aku tahu dia sudah naksir Om
Sony sejak masih pakai seragam TK dan main ayunan,tetapi setelah kejadian pagi ini" Aku
benar-benar tak tega memberitahunya.
"Daze! Lo malah bengong,lagi!" seru Rinda sambil membawa mobil keluar dari pekarangan
rumahku. Aku menghela napas,lalu membuka laci dasbor. "CD Rihanna lo mana?"
"Udah di player," Rinda menekan tombol play.Seketika,lagu Unfaithful mengalun lembut di
mobil. "Daze,lo ngerasa ada sesuatu enggak,sih?"
Aku menoleh kearahnya dan menatapnya heran."Pertanyaan lo bisa lebih spesifik?"
"Ng... dari tadi kayaknya gue ngelupain sesuatu.Tapi,apa" Kayaknya penting banget gitu," kata
Rinda dengan dahi mengernyit.
Sebenarnya,kalau mau jujur,aku juga merasa telah melupakan sesuatu yang besar,tetapi entah
apa."Apa,ya?" gumam Rinda sambil melamun.Dan,tahu kan apa akibatnya kalau kau menyetir
sambil melamun" "Awas,Rin!" sahutku histeris,dan Rinda sapontan mengerem gila-gilaan.
Kami hampir saja menabrak seorang bapak yang mengendarai vespa.Bapak itu mengamukngamuk sebentar kepada kami,lalu segera melanjutkan perjalanan.
"Berengsek!" seru Rinda,matanya melebar dan aku tahu dadanya berdegup kencang,karena aku
pun begitu. "Lo sih pake ngelamun segala!" seruku kesal.Bapak yang hampir kami tabrak hampir menjauh.
"Gue lagi mikirin apa yang gue lupain!" Rinda bersungut,lalu menginjak gas perlahan-lahan.
"Untung bapak itu enggak kenapa-napa," gumamku sambil menenangkan diri. "Tapi
tahu,enggak" Ada yang lucu."
"Apa?" sahut Rinda,intonasinya masih tinggi.Jelas-jelas dia belum tenang.
"Bapak tadi," kataku,bibirku sedikit tertarik ke atas memikirkannya, "Mirip sama Pak Mulyono."
Sepersekian detik setelah aku mengucapkannya,aku dan Rinda segera bertatapan-sangat cepat
sehingga aku bisa mendengar tulang-tulang leher kami berderak nyaring.
Meet The Sennas Karya Orizuka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Pak Mulyono!!" seru kami bersamaan.
"Sial!!" umpat Rinda,lalu segera tancap gas,membuatku terjengkang di jok mobilnya.
Setengah jam berikutnya,aku dan Rinda sudah mengendap-endap di samping kelas,mencari tahu
situasi di dalamnya.Gara-gara si bego Rinda salah belok karena terlalu kalut,kami harus memutar
jalan sehingga telat masuk sekolah.Untuknya satpai masih berbaik hati membukakan gerbang.
Pak Mulyono jelas sudah datang,dilihat dari keheningan luar biasa dari kelas kami.
"Udah mulai belim?" tanya Rinda.
"Kayaknya sih,udah," jawabku,membut Rinda langsung mengumpat.
"Gimana,dong?" tanya Rinda putus asa.Aku tidak langsung menjawabnya karena sibuk berpikir.
Ulangan pelajaran Matematika.Memikirkanya saja aku sudah mual setengah mati.Aku sama
sekali tidak punya sejarah bagus soal pelajaran itu.Dan sekarang,aku sudah terlambat untuk
mengikuti ulangan,plus,aku sama sekali tidak belajar tadi malam.
"Apa kita masuk aja?" gumam Rinda lagi.
Yang benar saja.Masuk dan diperlakukan lebih parah oleh Pak Mulyono" Aku katakan lebih
parah karena aku sudah terlalu sering dipermalukan di depan umum oleh monster kalkun
itu.Namun,kalau aku tidak ikut ulangan....
"Boleh saya tahu,apa yang sedang kalian lakukan di sini?" yanya seseorang yang suaranya
sangat familier di telingaku.
Aku dan Rinda menoleh pelan-pelan ke arah sang monster kalkun yang sudah berdiri di belakang
kami,dengan wajah bergelambir seperti terkena mutasi atau apa,juga tingkah yang seakan
mahadewa. Dia mentap kami lurus-lurus,satu tangan berkacak pinggang dan tangan yang lain memegang
kertas-kertas ulangan. "Ng... mau masuk kelas," gumamku tak jelas.Rinda mengangguk setuju,sementara alis Pak
Mulyono naik sebelah.Disangkanya keren apa.
"Apa biasanya setiap kalian mau masuk kelas selalu mengendap-endap seperti ini?" tanyanya
lagi. Aku dan Rinda memilih diam daripada menanggapinya.Bagaimanapun,aku tidak mau mendapat
angka merah di raporku hanya karena masalah sepele seperti ini.
"Cepat masuk!" perintah Pak Mulyono datar.Aku dan Rinda segera melesat ke dalam kelas,lalu
melihat teman-temanku yang masih sibuk membuka-buka buku.Sialan.Kalau tahu dari tadi Pak
Mulyono belum masuk kelas,aku pasti tak akan dapat "sarapan pagi" yang sama sekali tak perlu.
"Masukkan buku-buku kalian-kalkulatir juga Edwin-lalu keluarkan alat tulis.Di meja tidak ada
alat lain selain alat tulis-botol minuman juga benda kan,Sari"Baik,sekarang,semua tenang.Saya
akan membagikan soal. Pak Mulyono bergerak gesit sambil meyimgkirkan kertas-kertas tak berguna (yang sebenarnya
adalah contekan yang sudah disiapkan sebagian anak) dan akhirnya sampai ke depanku.Pak
Mulyono melayangkan soal itu ke mejaku dam Rinda sambil memberikan pandangan jangan
coba-coba menyontek kepada kami.Huh,memangnya aku serendah itu" Well,mungkin terjadi sih
kalau benar-benar terpaksa.
Sepuluh menit berlalu.Sepuluh menit ini aku pergunakan untuk mengambil pensil 2B,mengambil
penghapus,membetulkan posisi duduk,mengambil serutan pensil,menyerut pensil,menjatuhkan
pensil,menyerutnya lagi,menyeka keringan,merapikan soal-soal ... AKU PANIK! Apa apaan soal
nomor satu ini" Apa aku pernah diajari soal ini sebelumnya" Kalau ternyata belum,aku
bersumpah akan menuntut Pak Mulyono ke Komnas HAM! Atau Komnas Perlindungan Anak!
f(x) = ax? + bx + c,f(x) jika dibagi (x-2) bersisa 27.f(x) jika dibagi (x+2) bersisa -5 dan jika f(x)
dibagi (x-3) bersisa 50 ... aku tak sanggup lagi membaca sisa pertanyaannya.
Oke,tidak usah dipusingkan ... masih banyak soal yang lain ... lanjut soal kedua ...
{ sin 2x "6 " cos 2x dx ... INTEGRAL! Sialan! Dari sekian banyak Matematika,kenapa harus
soal integral yang keluar?" Oh,baiklah,aku toh tak akan bisa mengerjakan soal-soal lain dari bab
apapun. Tugu dulu.Sepertinya aku bisa soal yang ini.Nomor tujuh belas yang tidak sengaja kulihat.Jika tg
x = 2,4 dan x di kuadratkan 3,maka sin x ... Ha! Akhirnya! Keberuntungan datang juga
kepadaku! 2,4 kan sama saja dengan 2 " 5,yang juga berarti a " b,sedangkan sin x itu a "c ... cari c
pakai phytagoras.Nah,dapat 13! Berarti sin x 12 "13 ... 12 "13,ada tidak ya,di pilihan ... ADA!
YIPPI! Akhirnya ada juga yang bisa ku jawab.
Aku hampir saja melonjak setelah mendapatkan jawaban itu,tetapi aku masih cukup tahu
diri.Jadi,yang aku lakukan sekarang hanyalah memandangi satu-satunya jawaban di kertasku
dengan penuh rasa haru.Aku bisa merasakan pandangan Pak Mulyono,tetapi masa bodoh.Aku
bisa mengerjakan soal Matematiaka! Ternyata aku tidak sebodoh yang aku sangka!
Aku melirik ke arah Rinda,yang tampak luar biasa depresi.Tiba-tiba,Rinda menoleh ke
arahku,membuatku spontan nyengir kepadanya.Rinda menatapku dengan mata terbelalak,mungki
menyangka aku mengalami mental breakdown karena bisa nyengir saat ulangan
Matematika.Namun,aku tak peduli.Faktanya,aku bisa mengerjakan soal Matematika! Memang
sih Cuma satu,tetapi itu lebih baik daripada hanya memandangi soal seperti yang Rinda lakukan
sekarang,kan" "Yak,waktunya tinggal 5 menit.Silakan diperiksa kembali.Bagi yang sudah selesai,tinggalkan
kertasnya di meja dan boleh keluar.
Lima menit" LIMA MENIT" Apa yang sempat kulakukan dlam lima menit" Ada sembilan belas
lsoal lagi yang terlantar pasrah,menunggu untuk dikerjakan.Apa yang bisa aku lakukan"
Lagian,untuk apa tadi aku nyengir-myengir kepada Rinda segala" Seharusnya,aku bisa
memanfaatkan 2,5 menitku yang terbuang saat nyengir itu untuk mengerjakan ...
Oh,sudahlah.Bagaimanapun,aku yakin tak ada satu soal pun yang bisa aku kerjakan lagi.
Akhirnya,aku mengambil jalan pintas.Kuhitamkan saja semua jawaban di LJK-ku secara
acak,berharap ada jaaban yang benar,walaupun hanya satu soal.Aku melirik lagi ke arah Rinda
dan dia tampak sedang melakukan hal yang sama denganku.
Setelah Pak Mulyono keluar dari kels,aku segera menghambur ke meja Iman,anak paling pintar
di kelasku-dan kemungkinan besar di sekolahku.Iman tampak sedang dikerubuti anak-anak
lain.Pastinya bukan dimintai tanda tangan (Iman adalah cowok yang sangat "lurus" dalam segala
hal,yang membuat cewek-ceek geli berada dekat dengannya) ,melainkan untuk mencocokan
jawaban ulangan tadi.Rinda melongok menyaksikan aku melakukan perbuatan-yang-tak-pernahkulakukan-seumur-hidupku iti.
"Daze,mau ngapain lo?" serunya,takjub melihatku bersusah payah menyeruak kerumunan yang
mengelilingi meja Iman.Aku tidak mengacuhkannya,karena aku sedang senang.Aku bisa
mengerjakan soal Matematika! AKU!
Setelah perjuangan selama 5 menit,aku sampai tepat di hadapan Iman yang segera terlonjak
kaget.Entah itu karena aku menggebrak mejanya terlalu kuat,atau karena tidak pernah melihatku
mencocokkan jawaban sebelumnya.
"Man,gue mau tanya!" seruku bersemangat.Aku bisa merasakn semua perhatian tertuju
kepadaku. "Ee ..., ya" Gumam Iman,ekspresinya bingung.
"Nomor 17,jawabannya apa?" tanyaku lagi,setengah berteriak,entah karenah pengaruh adrenalin
atau apa. "Oh,itu.Jawabannya B." Jawabnya yakin.Kadang,aku heran dengan makhluk yang satu
ini.Bagaimana mungkin dia bisa hafal seluruh soal dan pilihannya" Aku saja Cuma hafal satu
soal dan itu pun karena aku menganggapnya keajaiban.
"B itu apa?" desakku tak sabar. Aku hanya ingat 12 "13 -nya,bukan abjadnya.
"Oh,itu," kata Iman lagi, "-12 "13."
Sebongkah batu terasa memenuhi lambungku begitu mendengar jawaban itu.Dari mana
datangnya tanda minus itu"
"Ap ... ap ... apa .. tapi ... dari mana?" tanyaku lagi.tergagap saking shock-nya.
"Hah! Enggak dari mana-mana.Dari tadi di sini terus,kok." Iman menjawab ringan,membuatku
cukup yakin dia mengolokku.
"Gue enggak nanya elo dari mana,norak! Dari mana MINUS-nya"!"
"Gampang aja," katanya lagi,membuatku tiba-tiba ingin menghantamnya dengan gada.
:Tangennya kan ada di kuadrat tiga."
Satu kata,tiga suku kata. SI-AL-AN.
*** "Gue benci matematika!" teriakku sekencang mungkin di kantin.
Beberapa orang mengangguk-angguk setuju,sisanya menggeleng-geleng seolah aku sakit jiwa
atau apa. "Udahlah,Daze ... Gue juga benci,kok," timpal Rinda,sama sekali tak membuatku terhibur.
"Tapi kan enggak sepahit gue! Lo masih mending,enggak bisa semua! Nah,gue,udah berharap
yang iya-iya,tahunya mengecewakan ..."
"Makanya,kalo berharap itu yang enggak-enggak aja ..."
Cewek di sampingku ini benar-benar mencerahkan.Entak kenapa aku bisa bersahabat
dengannya.Mungkin,aku memang berjodoh dengan orang-orang ngaco.
Aku menghela napas. "Udah ah,enggak usah dibahas lagi.Bisa-bisa ntar gue nekat ngelabrak Pak
Mulyoyno,lagi." "Kalau bener lo mau,ajak-ajak gue,ya," pinta Rinda dengan wajah penuh harap.
"Mungkin ... gue bakal ngelabrak Iman juga.Tadi dia sengak banget! Kayak dia yang paling
pinter aja," sahutku sengit sambil mengebrak meja.
"... memang di yang paling pinter,Daze."
"Oh,eh,iya,sih ... tapi kan enggak sepantesnya dia gitu.Mentang0mentang pinter,seenaknya aja
ngatain orang bego," sanggahku lagi.
"Memangnya tadi dia ngatain lo bego" Kalaupun iya,kenapa lo marah" Memang lo bego,kok,"
komentar Rinda membuat dua buah sumpit melayang ke jidatnya.
Matematika. JENIS MATA PELAJARAN APA SIH ITU"
Apa kegunaannya" APA"
Toh,dalam kehidupan sehari-hari juga jarang dipakai.
Apa gunanya integral coba"
Apa gunanya trigonometri"
Apa tidak bisa lebih sederhana"
Dulu,orang tidak kenal matematika rumit,tapi mereka bisa membuat rumah.
Mereka bisa berdagang tanpa harus menyebut-nyebut rumus Logaritma.
Mereka bisa hidup damai tanpa mengenal apa itu eksponen.
Aku bahkan tidak tahu apa itu eksponen!
Aku Cuma tahu dari judul besarnya yang menghias buku cetakku.
Namun,selebihnya aku tidak tahu.Apa aku harus tahu"
Aku sudah tak sanggup menghadapi beban ini.
Kenapa sih aku masuk IPA"
Kenapa tidak IPS yang tidak ada matematika"
Pokoknya,aku tidak mau mengambil kuliah yang ada matematikanya.
Cukup sudah dua belas tahun aku bergulat dengan matematika.
Tapi,itu juga kalau aku lulus Ujian Nasional.
Ujian Nasional kan ada matematikanya"!
Tuhan,kenapa aku jadi benar-benar MUAK dengan kata MATEMATIKA?"
Sepertinya,aku baru saja menulis puisi.Ternyata matematika bisa menjadi inspirasi selain
keluargaku.Benar-benar pasangan yang serasi.Keluargaku dan matematika,maksudku.Samasama bikin jengkel.
Mungkin puisi ini seharusnya kuberi judul "Matematika Menyebalkan" atau semacamnya.Bisa
juga "Bagaimana Matmatika Bisa Membuat Gila Anak Remaja Berumur Tujuh Belasan dan
Bagaimana Para Orangtua Seharusnya Bersatu Mneghilangkan Pelajaran Itu dari Kurikulim
untuk Menyelamatkan Anak-anaknya". Namun,kurasa judul itu terlalu berlebihan,walaupun
terdengar sangat tepat bagiku.Lagi pula,tidak ada cukup tempat untuk menuliskannya di diaryku.
Ketika aku baru akan menulis judul yang sudak kupilih-"Lihat Bagaimana Matematika Secara
Perlahan Tapi Pasti Akan Mengancurkan Hidupku"-Ayah masuk ke kamarku.Aku buru-buru
menutup diary yang segera mengeluarkan wangi semerbak sesajen.Ayah langsung menutup
hidungnya sambil mengedarkan pandangan dengan liar keseluruh penjuru kamarku.
"Bau apaan nih,Daze" Kamu bakar-bakar kemenyan,ya" Tuduhnya semena-mena sambil berusah
mencari sumber bau itu. "Ng ... bukan.Ini wangi diary,hadiah dari Tante Amy itu lho,Yah," jawabku tanpa maksud
menunjukkannya kepada Ayah.
"Wah,harus dibuang,tuh.Mana tahan kalau setiap masuk kamar kamu disuguhin wangi
kemenyan bigini.Memangnya Ayah setan,apa," gerutunya sambil duduk disebelahku.Aku tidak
bisa lebih setuju. "Ya,deh ... Terus,ceritanya,Ayah mau ngapain kesini?" tanyaku sambil menyelipkan diary itu ke
balik bantal. "Ayah Cuma mau tahu perkembangan kamu aja," katanya membuatku mendadak panas dingin.
"Yah,seperti yang Ayah lihat,beratku nambah 4 kilo ... terus tinggiku juga udah nambah 5 senti
..."\" "Bukan perkembangan yang itu," potong Ayah tak sabar. "Perkembangan kamu di sekolah."
Aku.Mampus. Ya,Tuhan,apa yang harus aku lakukan"Apa aku harus cerita kalau tadi aku tiadak bisa
mengerjakan satu soal pun-well,satu soal,itu pun salah-saat ulangan Matematika?" Atau tentang
double tiga di dua ulangan Matematikaku terdahulu,dan kemungkinan NOL BESAR di ulangan
terakhir" Arghh! Kira-kira apa reaksinya kalau aku memberi tahunya" Tentu saja,aku tak mau
membahayakan kesehatannta.Bagaimanapun,aku anak yang baik-yah,selain kenyataannya juga
luar biasa bodoh. "Daze,kamu harus sadar kalau Ujian Nasional sudak dekat.Jadi,kamu harus belajar yang
rajin,supaya ntar bisa lulus SMA.Inget lho,Daze kalau kamu enggak lulus,Ayah enggak mau
nyekolahin kamu lagi.Bakal lanhsung dikawinin," katanya panjang lebar.
Aku terperanjat.Apa maksud perkataannya tadi"Apa dia serius"Aa,tetapi pasti omong
kosong.Mau dinikahkan dengan siapa"Punya cowok jiga tidak.Diizinkan dekata-dekat dengan
cowok juga tidak.Aku pun lantas menyadari sesuatu: aku baru bisa berhubungan dengan cowok
setelah ujian SMA! Benar-benar menyedihkan.
"Daze,diomomgin kok malah bengong.Pengin cepat-cepat kawin,ya?"
"Memangnya kalu bakal kawin,sama siapa"Anak temen Ayah"Anak koneksi Ayah?" Mau tak
mau,aku sedikit penasaran.Bagaimanapun aku harus punya rencana jangka panjang,mengingat
peluangku untuk tidak lulus Ujian Nasional sangatlah besar.
Ayah mengernyit heran. "Bukan.Sama sapi.Kamu kok malah nanya itu termotivasi buat serius belajar.Udah,jangan macem-macem.Kalau kamu enggak lulus,kamu
benar-benar ayah kawinin sama sapi,terus tinggal sana di kampung eyang uti kamu."
TEGA.Dia benar-benar ayah yang kejam.Sekarang,aku Cuma bisa melongo.
"Nah,sekarang kamu belajar,ya." Ayah bangkit,tampak tidak peduli terhadapku yang shock
berat. "Inget lho,sapi,sapi ...," imbuhnya sebelum menutup pintu.
Sepeninggalnya,aku masih terdiam selama 15 menit.Pikiranku dipenuhu oleh rasa penyesalan:
mengapa aku bukan anak yang dilahirkan dikeluarga yang normal,yang mempunyai ayah yang
perhatian dan mendukungku baik dalam keadaan susah maupun senang,bukannya Ayah yang
tega menikahkan anaknya sendiri dengan seekor sapi.!
Aku bahkan belum perbah berpacaran dengan cowok,dan sekarang seekor sapi sudah
emnungguku selepas Ujian Nasional!
Tidak,tidak.Tidak masuk akal.Sama sekali tidak masuk akal.Sapi dan manusia tidak bisa
bersatu.Tidak manusiawi.Aku harap Ayah bercanda.Pasti bercanda.Pasti.
Bercanda kan,Yah?" Prince VS Mutant "Huhaha! Serius lo,Daze" Bokap lo mau ngawinin lo sama sapi yang ada di kampung eyang uti
lo" HUAHAHA!" Oke.Aku sadar,aku telah membuat kesalahan besar dengan menceritakan kejadian semalem
kepada Rinda.Sekarang,aku ingin menyumpal mulutnya dengan tempat pensil Hello Kitty-ku.
"Sapinya aja udah parah,ditambah lagi di kampung ayang uti lo! Memangnya di Jakarta enggak
ada sapi yang lebih keren" Huahahaha!"
Cewek berengsek ini-yang mengaku-ngaku sebagai sahabatku-sekarang sudah benar-benar
membuatku malu dengan menyuarakan masalah kawin-dengan-sapi itu secara lantang di
kelas,disertai tawa mengerikan plus gebrakan meja.
"Jakarta giyu lho,apa sih yang enggak keren" Sapi-sapinya juga!" jeritnya histeris,lalu kembali
tergelak.Air matanya mengalir deras.
Hebat.Aku tak tahu apa yang membuatku mau bersahabat dengan cewek sehebat ini.Hebat dalam
hal membuat sahabatnya malu sampai ingin mati.
Tahu-tahu,Pak Mulyono memasuki kelas.Rinda dengan sigap berhenti tertawa,walaupun tampak
jelas dia masih belum puas.Kurasa dia siap meledak kapan saja.Apa sih yang begitu lucu"
Harusnya kan dia ikut sedih atau apa.
Aku berusaha tak memedulikan Rinda dan mulai berkonsentrasi pada Pak Mulyono.Dia
membawa setumpuk kertas yang kuyakini sebagai LJK yang kemarin.Jantungku tiba-tiba
berdegup kencang. "Ya,anak-anak,harap tenang.Saya akan membagikan hasil ulangan kemarin.Yang namanya
dipanggil,harap maju," kata Pak Mulyoyno,membuatku berhenti bernapas."Ardi,Chandar,Edwin,Aris,Sari,Meylin,Reza,Dazafa ..."
Aku tersentak kaget saat namaku dipanggil.Detak jantungku sekarang mengalami percepatan
gila-gilaan.Berapa kira-kira nilaiku" Apa benar nol" Ya,Tuhan,jangan setega ini padaku.
Aku melangkah ragu ke arah Pak Mulyono,lalu mengulurkan tangan yang bergetar ke arah kertas
yang tergeletak di mejanya.Aku membawa kertas itu kembali ke bangkuku.Setelah
mengumpulkan keberanian,aku menarik naps panjang,lalu dengan mantap membaliknya.
Delapan.DELAPAN! Astaga,delapan untuk Matematika! Delapan pertamaku sejak aku masuk
sekolah ini! Keajaiban macam apapun ini.Ya,Tuhan,aku berterima kasih kepada-Mu ...
"... Za! Daza! DAZAFA!" seru seseorang.Aku,yang sedang dilanda kesenangan gila-gilaan,jelas
tidak mendengar.Aku sudah siap untuk melakukan sujud syukur saat seseorang menjawil
bahuku. Aku membalik badan,lalu mendapati Pak Mulyono berdiri di belakangku.Seluruk kelas pun
memberiku tatapan aneh,seakan aku orang yang sudah tuli total.
"Ya,Pak?" sahutku riang.
"Ke sini sebentar," katanya.Pelan,tetapi tegas.
Meskipun bingung,aku mengikutinya.Ada apa,sih" Menggangku kesenangan orang saja.
"Ada apa,Pak?" tanyaku lagi setelah sampai di mejanya.
"Daza,kamu mengambil kertas ulangan yang salah.Itu punya Reza,ini punya kamu.Makanya
dibaca dulu namanya,jangan main ambil."
Meet The Sennas Karya Orizuka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Rasanya aku kena serangan jantung.Aku pun tidak bisa merasakan lututku lagi.Tidak,tidak.Aku
tak mau terbangun dari mimpi indah ini ... jangan merusaknya,tolong ...
"Daza!" sahut Pak Mulyono lagi,dan hancurlah sudah semua mimpiku.
Dengan berat hati,aku menyerahkan kertas ulangan itu kepada Reza,lalu mengambil kertas
milikku dari tangan Pak Mulyono.Aku membaliknya pasrah.
Tiga.Tiga ketiga dalam sejarah kematematikaanku selama tahun ketiga di SMA.
Kurasa,angka tiga mungkin angka sialku.
*** "Gimana sekolah kamu,Daze?" tanya Bunda saat makan malam.
Nasi yang sedang kukunyah hampir tersembur keluar begitu aku mendengar pertanyaan
itu.Kemudian,aku mencoba untuk tetap kalem,sementara di saat yang sama,otakku berpikir
keras. "Sekolah tetap sama,Bunda.Pagarnya masih abu-abu,gentingnya masih merah ..."
Aku tahu,banyak yang tersedak saat aku mengatakannya.
"Lo bisa juga ya ngebanyol?" sindir Dennis,tetapi aku yakin sekali tadi dia ikut mendengus.
"Kamu kenapa sih,Sayang" Ada masalah ya di sekolah?" tanya Bunda lagi sambil tersenyum
lembut kepadaku,membuatku jadi tak enak telah mempermainkannya tadi.
"Enggak ada apa-apa ko,Bun," dustaku.
"Kalo ada masalah lebih baik dibicarakan aja," kata Nenek,disambut hangat oleh beberapa
amggota keluargaku yang lain.
Aku mentaonya penuh haru."Bener ko Nek enggak ada apa-apa."
Sesaat,aku sseperti mengetahui bagaimana rasanya punya keluarga normal yang sebenarnya:
saling mendengarkan,saling menenangkan,dalam acara makan malam yang hangat dan
menyenangkan .... "Ah,bohong tuh,Nek.Paling lagi marahan sama cowoknya," sambar Zenith tiba-tiba,membuat
keluargaku kembali sama tak normalnya seperti hari-hari sebelumnya.
*** "Daze." Kepala Zenith muncul di sela pintu kamarku.Aku benar-benar ingin benar-benar melemparnya
dengan rumah Barbie,tetapi aku tak rela mengeluarkan sedikit pun energi untuk melakukannya.
"Apaan?" sahutku ketus tanpa mengalihkan pandangan dari Cinemags.
"Gue pinjem jangka,dong," katanya sambil memasuki kamarku tanpa meminta izin.Aku curiga
selama ini di pintuku ada tulisan WC UMUM tanpa sepengetahuanku.
"Tumben,pinjem jangka.Biasanya elo gak pernah belajar," kataku,sedikit heran.
"Siapa bilang gue lagi belajar" Gue lagi ngegambar mobil balap.Dari tadi gue coba bikin ban
pake duit receh,tapi jadi enggak sinkron gituh,kekecilan."
"Oh," gumamku maklum."Ambil sendiri di tas."
Harusnya aku tahu.Zenith tidak pernah belajar.Dia mengingatkanku pada seseorang,hanya saja
dia tidak akan dijodohkan dengan sapi betina kalau dia tidak lulus SMO.Oh,memikirkannya lagi
membuatku sakit perut. "Apaan ini?" tanya Zenith tiba-tiba.
"Apaan?" Aku balas bertanya tanpa menoleh.
"Ini." "Ya,apaan?" "Ini,lho." Karena kesal sekaligus penasaran,aku menoleh ke arahnya,dan mendapdti dirinya sedang
memegang kertas-kertas yang aku yakini sebagai koleksi angka tigaku.
OH,TIDAK! Senyum licik muncul di wajahnya."Lo pasti belum kasih tahu Ayah."
"LO gak punya hak kasih tahu dia!" sahutku panas."Lagian,gue enggak mau!"
"Lho,kenapa" Lo udah lupa" Keluarga ini welcome terhadap segala keanehan,kan" Lagi
pula,bukan hal aneh kalo lo bego.Biasa aja."
"Biasa aja kalo lo yang bego!" seruku sengit.
Zenith terkekeh."Oh,jadi lo enggak bego.Ya,memang sih lo mungkin bisa dapet jackpoy saking
pinternya ngumpulin angka tiga."
"Udah,enggak usah banyak ngomong! Balikin itu kertas!" sahutku sambil bangkit.
"Enggak usah,ya." Zenith dengan cepat melesat ke pintu,lalu melambai-lambaikan kertas-kertas
itu."Gue.Mau.Ke.Ayah.Sekarang."
Kemudian,dia menghilang.Membawa sera kertas-kertas ulanganku.
I"m dead.Really-really dead.
*** Jadi,di sinilah aku.Di ruang keluarga yang sekarang lebih mirip ruang sidang bagiku.Ruangan
yang sama dengan yang pernah kami tempati ketika Tante Amy bilang dia ditinggal suaminya
begitu hamil.Namun,aku rasa keadaanku jauh lebih parah dari Tante Amy saat itu,mengingat dia
rela denngan kehamilannya,sedangkan aku sama sekali tidak rela dengan kebodohanku.
Seluruh keluargaku sudah berkumpul dan aku tidak bisa menebak pikiran mereka.Aku duduk di
kursi terdakwa di tengah ruangan-yang omong-omong dibuat sangat norak dengan warna merah
menyala.Mereka mengartikan kata "hot seat" terlalu harfiah.Ayah berdeham pelan,membuat
semua perhatian terarah kepadanya.Aku sendiri hanya bisa menunduk pasrah,mengira-ngira arti
dari dehaman itu. Apa yang akan terjadi padaku" Apa aku akan dumasukkan ke dalam sekolah asrama" Atau
dipindahkan ke SMA terpencil di kampung Eyang Uti,yang berarti aku akn bangun pukul 04.00
pagi setiap harinya,lalu berjalan sejauh 5 kilometer,hingga aku sampai di sekolah itu dalam
keadaan setengah pingsan" Oh,tidak!
"Daza." Ayah berkata pelan,tetapi tegas,sementara aku menunduk semakin dalam."Ayah
rasa,kamu pasti sudah tahu alasan kamu dipanggi ke sini,kan?"
Aku mengangguk sangat perlahan,seolah dengan melakukannya sedikit lebih jelas maka
kesalahanku bisa jadi lebih fatal.
"Ayah ...," lanjut Ayah lambat-lambat,membuatku memejamkan mata,pasrah menerima
vonisnya."Ayah enggak marak,kok.Ayah dan Bunda sudah tahu soal ulangan kamu yang triple
tiga itu." Butuh beberpa detik bagiku untuk mencerna kalimat itu.Detik berikutnya,aku mendongak tak
percaya.Ayah tidak marah! Dia tidak marah! Namun,tunggu dulu.Apa maksudnya dia sudah tahu
soal ini" Jelas saja dia tahu,bukankah Zenith baru saja memberi tahu mereka"
"Ayah dan Bunda terima laporannya setiap bulan dari sekolah kamu," katanya santai,seperti baru
mengatakan sesuatu yang sudah jelas seperti dia terima tagihan kartu kredit setiap bulan.Dia
sama sekali tidak menunjukan usaha untuk memedulikan wajahku yang sekarang persis orang
idiot. "APA"!" sahutku kencang,Seenaknya saja mereka minta laporan dari sekolah maslah nilainilaiku.Anak ana yang dimata-matai orangtuanya sendiri"
"Jangan marah,ya,Daze," ujar Bunda-yang tak bisa kupercaya,Bagaimana aku tidak bisa marah"
"Jadi,Ayah sama Bunda enggak percaya sama Daza" seruku kesal."Ngapain sih pake mintaminta laporan segala!"
"Jelas enggak percaya,lah.Nyatanya,lo nyembunyiin ulangan lo yang triple tiga." Zenith
menyambar tanpa diminta. Aku sedang sangat ingin membunuh seseorang saat ini dan Zenith jelas ada di posisi pertama
dalam daftarku. "Tapi kamu hebat lho,Daze," kata Om Sony tiba-tiba."Om aja dulu sudah banget ngoleksi
gitu.Pernah dapet tiga dua kali berturut-turut,tapi yang ketiga malah dapet 1,25 ..."
Terima kasih,lho,Om.Aku terhibur.
"Ngoleksi tuh nilai sembilan dong,kayak gue.Ngoleksi kok,tiga." Dennis menggeleng-gelengkan
kepala dengan tampang sok.Memangnya aku mau mengoleksi angka tiga?"
"Itu kan buat kebaikan kamu juga,Daze.Kalau enggak begitu,mau sampai kapan kamu
nyembunyiin ulangan kamu" Makanya,kita sekarang mau kasih kamu solusi," kata Kakek
bijak.Aku jadi bahagia punya Kakek seperti dia.Setidaknya,dia tidak menyudutkanku seperti
semua orang. "Iya,Daze,makanya mulai sekarang,kamu jangan ragu kalo ada masalah.Cerita aja sama kami
...," sambung Nenek,membuatku lebih bahagia karena Kakek sudah menikahinya.
"Masalahnya ... aku enggak bisa matematika," kataku jujur.
"Bukan masalah.Minta ajarin aja ke Dennis," saran Tante Amy.
"DIA?"" sahutku dan Dennis berbarengan dengan telunjuk saling teracung ke wajah masingmasing."Tante serius?"" seru kami lagi.
Hubunganku dan Dennis memeang tak pernah baik.Waktu kami kecil,Dennis sering
menendangku tanpa alasan,tetapi Bunda bilang dia hanya iri.Iri apa,iri karena aku perempuan"
Tante Amy mengangkat bahu sambil melempar tatapan oh-baiklah-aku-akan-tutup-mulut ke arah
kami.Keputusan cerdas.Usulnya tadi sama buruknya dengan memintaku menceburkan diri ke
kawah ijen. "Ayah punya saran bagus.Kamu pasti bakal suka dan bakal betah di rumah," kata ayahku sok
misterius.Aku memandangnya ingin tahu.Semoga saja usul ini tidak berhubungan dengan sapi
atau salah satu dari anggota kwluargaku."Nanti juga kamu bakal tahu.Pokoknya kosongin jadwal
hari Senin sampai Sabtu."
"Apa"! Senin sampai Sabtu,Yah?" seruku,mendadak ngeri.
"Ya.Senin sampai Sabtu.Enggak ada tawar-menawar."
Aku segera tahu bahwa hari ini adalah hari terakhir bagi kebebasanku.
*** "Jadi,lo mau diapain sama bokap lo?" tanya Rinda esok harinya di kelas.
"Mana gue tahu.Kayaknya gue bakal dikarantina gitu,deh," keluhku,dalam hati berharap
setengah mati itu tidak terjadi.
"herag gue sama bokap lo.Hari gini kok masih ada acara pingit-pingitan."
"Lo heran" Gimana gue?" sungutku."Udah ah,jangan dibahas terus.Suntuk gue mikirin lo enakenakan nonton di bioskopnsementara gue terkurung di rumah."
Rinda tertawa puas,sepertinya senang aku menderita.Sahabat macam apa yang aku punya ini"
"Daze!" Sebuah suara cempreng membuatku celingak-celingyk.Alinda,salah
sekelasku,tampak melonggok di pintu kelas,melambai ke arahku.
"Ada yang nyariin lo!"
satu teman Aku memandang Rinda yang segera mengedikkan bahu.Siapa yang mencariku pada jam-jam
seperti ini" Sekarang masih pukul 06.15,dan aku hampir tidak punya teman lain selain Rinda
yang punya keperluan denganku.Ini semua berkat Rinda dan keluargaku yang sama-sama norak.
Meskipun demikian,aku tetap bangkit dan bergerak menuju pintu.Ternyata ada ... siapa,ya" Aku
tidak merasa mengenalnya.
"Ya?" sahutku kepada seorang cowok tinggi yang tampak memunggungiku.
Cowok itu berbalik.Meskipun aku tidak pernah melihat dia sebelumnya,aku yakin dia adalah
salah satu cowok paling keren di sekolah ini.
"Hai." Cowok itu menyapa,sebuah ssenyum manis terukir di wajahnya yang tampak ramah.Aku
berusaha keras untuk tidak menganga.
"H-hai," balasku susah payah.
Meskipun kami baru sekadar bertukar sapa,aku bisa meraskan tatapan iri dari cewek-cewek yang
lewat.Aku berusaha mengatur napsku.Dari mana datangnya makhluk sempurna ini" Kenapa aku
tak pernah melihat dia sebelumnya" Apa dia anak baru" Atau ini karena saking aku tak pernah
bergaul dengan cowok"
"Jadi ...," katanya,dengan senyum masih tersungging."Elo yang namanya Daza?"
"Bener," jawabku setenang mungkin.
"Oh ... jadi elo." Dia sekarang menatapku dari ujung kaki hingga ujung kepala dengan gaya
menilai.Senyumnya perlahan memudar.
Ha! Aku tahu gelagat ini.Pasti dia sedang dikerjai teman-temannya,bertaruh siapa yang bisa
mengajak aku kenalan atau semacamnya.Kalau dia mau macam-macam denganku,dia salah
memilih hari.Aku sedang sangat tidak mood untuk jadi bahan lelucon.
Aku menoleh kanan-kiri,mencari teman-temannya yang mungkin mengawasi di suatu
tempat.Cowok itu ikut menengok kiri-kanan,mengikuti arah pandangku.
"Hei,kok nengok kiri-kanan gitu" Mau nyebrang?" katanya tak lucu.
"Siapa sih,lo?" tanyaku sengit."Disuruh siapa lo nemuin gue" Kalau gue tahu orangnya ,bakal
gue hajar!" Cowok itu bengong melihatku begitu emosi."Hah" Eh ... gue Dalas.Gue sih disuruh sama Pak
Mulyono,tapi gue dukung kok kalo lo mau ngehajar dia," katanya sambil kembali
tersenyum,tetapi kali ini agak geli.
Ups.Dua kesalahan besar.Satu karena marah-marah kepada cowok cakep yang tak berdosa,satu
lagi karena aku bilang mau menghajar Pak Mulyono.
Aku menatap cowok-yang ternyata bernama Dalas-itu dengan penuh harap supaya dia tidak
mengatakan apa pun tentang kejadian ini kepada Pak Mulyono.
"Tenang aja," katanya sambil memasang cengiran nakal."Rahasia lo aman sama gue."
"Aduh,sori ya,gue udah marah-marah sama lo.Kirain ..." Aku langsung memutuskan untuk tidak
bilang kalau aku menyangka dia datang karena taruhan."... ah,udahlah.Terus,ngapain Pak
Mulyono manggil-manggil gue" Kayak yang belum puas aja ketemu gue empat jam seminggu."
"Mana gue tahu.Mungkin mau dikasih sembilan di rapor?" katanya,membuatku spontan
mendengus,tetapi langsung ku hentikan begitu dia memandangku ingin tahu."Berhubung gue
kelas XI.Jadi,gue enggak kenal sama dia," tambahnya.
Oh,kelas XI" Kenpaa cute sekali"
Detik berikutnya,aku langsung menghentikan pikiranku yang mengarah bahwa anak kleas XI
tidak seharusnya cute sekali.
"Oh,gitu ...," gumamku,agak kecewa.Aku tidak punya minat pada cowok yang lebih muda
dariku.Zenith yang harus tanggung jawab karena sudah membuat semua cowok yang lebih muda
tampak menyebalkan di mataku.
"Tapi,jangan salah gue harusnya kelas XII.Dulu gue TK-nya tiga tahun."
Entah kenapa,aku langsung terhibbur.Apa pentingnya dia memberi tahuku kalau dia seharusnya
sudah kelas XII" Jelas supaya aku tidak merasa sungkan kepadanya,kan"
"TK,tiga tahun" Lo pasti kesenengan main ayunan."
Dalas tertawa lepas menyambut leluconku,Tawanya lucu,tidak dibuat-buat.Juga terdengar sangat
ikhlas,bukan Cuma untuk menghargaiku saja,sebagaimana yang sering dilakukan Rinda dan
keluargaku kepadaku. "Tapi ... kalo enggak kenal.lo kok bisa-bisanya ngedukung gue buat ngehajar Pak Mulyono?"
tanyaku lagi agak curiga.Jangan-jangan dia memang berniat mengerjaiku.
"Abis,dia nyuruh gue manggil lo pas gue lagi ngebakso.Belum habis,lagi.Bakso gue jadi
disamber deh sama temen-temen gue."
Aku tertawa mendengar gerutuannya.Polos sekali.Kami baru saja bertemu,tetapi dia sudah
bercerita macam-macam. "Ya udah deh,gue mau ke orangnya dulu.Sampai ketemu,ya." Aku melambai singkat,lalu
bergerak menuju ruang guru.
Menyesal banget sebenarnya,meninggalkan cowok asyik seperti dia demi menemui bapak-bapak
yang sama sekali jauh dari kata asyik.Yah,aku berharap bisa bertemu dia lagi.
Dalas maksduku,bukan Pak Mulyono.
*** Ternyata,oleh Pak Mulyono,aku disuruh mennyalin catatan latihan Matematika karena kemarin
aku kedapatan bengong tanpa menulis satu huruf pun yang ditulis olehnya di papan tulis.Plus,dia
melaporkannya kepada Ayah dan Bunda.Jadi,di sinilah aku,di rumah,sibuk menyalin catatan
yang aku tinggalkan selama beberapa bulan terakhir.
"Kamu tuh kerjanya apa aja sih di kelas," tegur Ayah saat melihatku di ruang TV,sedang sibuk
menghias buku catatanku dengan berbagai judul bab.
"Abis,dia ngebosenin sih,Yah," ucapku jujur.
"Kamu ini.Kalo nyenengin,namanya Josh Hartnett," katanya,yang sangat kusetujui.
"Kalo yang ngajar Matematikanya Josh,aku enggak akan kacau kayak gini," kataku lagi.Memang
benar,Joshlah satu-satunya alasanku untuk tetap hidup,walaupun sepertinya dia tidak setuju
karena sudah la,a dia tidak main film lagi.
"Bener,nih/" tanya Ayah tiba-tiba,tampangnya jail.Mataku langsung melotot.
"Ayah mau ngajakin Josh kesini,Yah" Bener?" jeritku histeris.Aku tahu,Ayah pasti bisa
membawa Josah ke sini kalau dia mau.
"Yah,semacamnyalah." Ayah kembali menjadi sok misterius.
Semacamnya" Bahuku kembali melorot,Pasti bukan Josh yang dia maksud.Josh yang seorang
bintang Hollywood pasti ogah setengah mati datang ke sini,walau dibayar selangit.Meskipun
demikian,aku benar-benar penasaran.
"Maksudnya?" tanyaku lagi.
"Tunggu sebentar lagi.Sepuluh menitan lagi datang,kok." Jawabnya ringan sambil menghilang di
tangga,jelas-jelas tidak keberatan kalau aku mati penasaran.
Siapa,ya" Aduh,jangan-jangan Ayah Cuma bercanda soal "semacam Josh Hartnett".Janganjangan yang datang adalah malah orang tak diharapkan seperti pak Mulyono.Ya,Tuhan,jangan
sampai itu terjadi.Aku bisa gila.Aku harus memaafkan diriku sendiri yang sudak tega berpkir
seperti barusan. Aku menunggu kira-kira 15 menit sampai terdengar suara-suara orang mengobrol di lantai
bawah,lalu langkah kaki menaiki tangga.Deti beikutnya,Ayah muncul dari sana.
"Daze,ini orang yang Ayah maksud." Ayah bergeser untuk memperlihatkan seseorang yang ada
di belakangnnya, Cowok.Tidak begitu mirip Josh Hartnett sih,tetapi ganteng! Ya,Tuhan ... terima kasih karena
Kau telah menciptakan makhluk indah lebih dari satu orang ...
Sesaat,aku merasa jantungku seperti berhenti berdetak saat bertemu pandang
dengannya.Meskipun demikian,tatapannya sama sekali tidak menunjukan tanda-tanda
ketertarikan.Dia malah mengalihkan pandangan ke arah Ayah,seperti enggan menatapku lamalama.
"Daze,kenalkan,ini guru privat Matematika kamu.Namanya Logan."
Namanya saja sangat keren,mengingatkan aku kepada wolverine yang supercool.Sela beberapa
saat aku masih belum berhenti menatapnya,dan kurasa dia agak risih karenanya.Sesekali,dia
menggaruk belakang kepalanya yang berwarna cokelat gelap.
"Hai," sapaku,mencoba menampakkan kesan pertama yang baik.
Namun,dia tidak balas menyapa.Dia Cuma menganggukan kepala singkat
memandangku,membuatku bertanya-tanya,apa mungkin cowok seker ini ternyata bisu.
tanpa "Logan,ini Daza,anak perempuan saya satu-satunya.Daze,Logan ini teman sekampusnya
Dennis.Dia anak Teknik Sipil dan jago banget matematika.Kamu boleh tanya-tanya apa aja ke
dia,oke?" "Oke,Yah!" sahutku ceria sambil menatap Ayah penuh rasa terima kasih.Logan sendiri,hanya
memandangku tanpa ekspresi dengan kedua bola mata yang segelap rambutnya.
"Ya udah deh Ayah tinggal dulu.Nah,Logan,kamu bisa mulai sekarang.Kalo ada masalah,tinggal
bilang.Daze,selamat belajar,ya," kata Ayah,lalu segera turun meninggalkan aku dan logan
berdua. Logan menatap punggung Ayah sampai benar-benar menghilang,lalu menoleh ke arahku dengan
Meet The Sennas Karya Orizuka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
malas.Ada apa sih dengan cowok ini" Aku bisa paham kalau dia bisu,tetapi otot bibirnya tidak
kaku,kan" Maksudku,tidak bisakah dia tersenyum sedikit saja"
"Ng ... bisa kita mulai belajar?" pancingku,berharap dia bakalan bersuara atau sekedar membuka
mulut. Bukannya menjawab pertanyaanku,dia malah menghela napas dan menghembuskannya keras
tanpa malu-malu.Setelah melempar tas dan buku-bukunya ke sofa,dia menghempaskan diri ke
atasnya. Apa lagi ini" Apa dia terlalu takut bersuara karena bakal mengeong kalau buka mulut"
Dan,dilihat dari sikapnya,dia seperti terpaksa mengajariku.Namun,karena dia ganteng dan
gayanya cool dengan paket kaus-polo-hijau-jeans-sepatu-putihnya,aku memaafkannya.
Sejenak,aku mengamatinya,lalu memutuskan untuk memecahkan es dengan berkata,
"Eh,Logan.Gue tahu kenapa lo dikasih nama Logan sama ortu lo."
Tampaknya aksi nekatku berhasil mendapatkan perhatiannya.Dia melepaskan pandangannya dari
TV LED supercanggih lengkap dengan home theatre milik Ayah-yang dihadiahkannya untukku
dan kedua saudaraku-lalu menatapku dingin.
"Oh,ya?" Akhirnya dia bersuara,tetapi sama sekali tidak terdengar menanggapiku.Kesannya
malah seperti menantang.Kalau tidak ganteng,sudah dari tadi aku melemparnya dengan remote
TV. "Iya.Mereka kasih nama lo itu dari cabang bab matematika.Nama lo pasti terinspirasi sama
logaritma.Makanya lo gede jadi jago matematika.Ya,enggak?"
Garing.Aku tahu benar itu dari raut wajah Logan yang sama sekali tidak menunjukkan tanda
menghargai leluconku.Aku sendiri tidak tahu kenapa aku bisa begini.Kurasa,dia punya pengaruh
aneh terhadap apa pun yang ada di dekatnya.Bunga yang tiba-tiba layu,udara yang tiba-tiba
pengap,aku yang tiba-tiba melemparkan kata-kata aneh ...
Tentu saja aku tidak serius.Aku hanya ingin menutupi rasa maluku.Aku bodoh sekali!
"Ha-ha," tawwanya dibuat-buat,membuatku spontan melotot.
Terserah apa dia cowok tercakep sedunia,atau cowok satu-satunya yang tersisa di alam raya,yang
jelas,aku tak suka kepadanya!
Logan akhirnya bangkit,lalu duduk di permadani lembut bersamaku.Sempat terpikir olehku
untuk menarik pikiranku soal tak suka kepadanya saat melihat mata cokelat gelap dan alis
tebalnya,tetapi pikiranku itu menguap begitu saja ketika dia menarik dengan paksa buku
catetanku. "Apa ini?" tanyanya dingin setelah membuka-buka beberapa halamannya.
"Buku catatan," jawabku.
Logan menaikkan sebelah alisnya."Begini?"
Aku sedikit tersinggung.Meskipun jelek kan tetap catatan.Masih bagus aku punya buku untuk
mencatat.Rinda malah tidak punya.
"Ya,begitu itu." Aku menjawab malas.
"Buku tebal,tapi Cuma ada judul-judul doang,lo bilang catatan?"
"Resek banget sih,lo.Bagi gue catatan,ya"
Logan tidak menanggapiku dan membalik-balik buku itu,seperti berharap melihat sesuatu yang
lebih dari sekesar judul.Beberapa detik setelahnya,dia menutupnya keras-keras,tampangnya tak
habis pikir. "Gue malah heran,lo dapet tiga terus.Harusnya,lo enggak boleh ikut ulangan," katanya sinis
sambil melempar kembali buku catatanku ke meja hingga terhenti di jemariku.
Aku sendiri melotot kepadanya.Kenapa sih kebanyakan orang-orang cakep punya masalah
kepribadian" "Tahu gini sih gue enggak bakalan mau ke sini," tambahnya sambil menatap langit-langit dengan
gaya sombong. "Pulang sana," sambarku sengit.
"Asal lo tahu ya,gue ke sini bukannya ikhlas mau ngajarin lo,ktapi karena gue enggak enak sama
bokap lo.Dia kayaknya udah terlalu putus asa punya anak bego kayak lo."
Aku tahu,aku bisa-bisa menangis kalau dia terus-terusan mencecarku seperti ini.Ayah tega sekali
memberi tahunya tentang aku,bahkan menjadikan dia sebagai guru privatku! Dan,apanya yang
"semacam Josh Hartnett?""
"Lo juga enggak mau ngecewain bokap lo,kan?" tanya Logan.Aku menggeleng mantap,tetapi tak
bermaksud merestuinya sebagai guru privatku."Makanya sekarang lo harus nurut apa kata
gue.Gue enggak bisa mentolelir kalo lo ngelanggar apa kata gue.Kalau lo mau maju,lo harus
nurut.Harus." Aku tak percaya ini.Dia lebih galak daripada Ayah atau siapa pun yang ku kenal.Aku belum
pernah dimarahi seperti ini oleh orang yang baru kukenal 5 menit,tetapi aku tak punya pilihan
lain.Mungkin punya,tetapi saat ini otakku benar-benar seperti spon yang menyarap semua katakatanya.
"Heh,malah bengong,lagi.Setuju,enggak?" sahutnya,membuyarkan lamunanku.
"Ya,ya.Apa kata lo,deh," jawabku ogah-ogahan.
"Kalau gitu,mulai dari ngehargain usaha guru Matematika lo.Apa yang dia tulis di papan tulis,lo
harus tulis.Apa yang dia suruh kerjain,lo harus kerjain.Mulai besok,gue enggak mau lagi lihat
buku catatan kosong kayak gini.Ngerti,lo?"
Sialan.Lama-lama dia jadi diktator juga.Apa sih yang dia tahu soal Pak Mulyono" Sepintarpintarnya Logan,dia juga pasti tak akan tahan diajar oleh monster kalkun satu itu.
"Terus,gue mau lo nyediain satu buku kosong yang tebal,khusus buat les gue.Senin sampai
Jumat,gue kasih lo soal-soal,dan di hari-hari itu lo boleh tanya.Tapi,khusus hari Sabtu,lo enggak
boleh tanya.Kayak ulangan.Ngerti?"
"Ya." Kuharap suaraku mulai terdengar bosan,karena pada kenyatannya akku benar-benar sudah
bosan akan ceramahnya. "Bagus.Sekarang,karena lo belum ada persiapan dan lo kayaknya dapet tugas ekstra dari guru
lo,kita belum mulai hari ini.Kita mulai besok,dan gue harap lo udah agak siap,: katanya
cepat,lalu bangkit sambil menatapku sejenak."Seenggaknya,pertambahan dan perkalian harus
udah lo kuasai," imbuhnya sebalum mengambil barang-barangnya dan melengos turun tangga
tanpa pamit. AKU BENCI DIA. Aaaaarrrrggghhhhhh!!! Ayah dapat dari mana sih orang seperti dia" Dia kan masih kuliah,umurnya pun hanya berbeda
dua tahun dariku.Apa sih hebatnya" Apa dia sudah dapat nobel matematika" Dia bahkan belum
dapat gelar sarjana,tapi layaknya kayak profesor.Dasar sok!
Apa bagusnya sih cowok kayak dia" Aku yakin,tidak ada anak yang sesial aku,dapat guru privat
Matematika yang jahat kayak dia.Cakep sih cakep-cakep banget malah-tapi attitude minus!
Lebih galak daripada preman terminal!
Aduh ... besok gimana nih,pasti dia bakal lebih galak dari tadi sore.Apa aku kabur saja ke rumah
Rinda" Yah ... aku memnag tidak mau mengecewakan Ayah,tapi jangan heran ya.Yah,kalau aku
tetap tidak lulus,walaupun sudah disiksa sama Logan.
Ngomong-ngomong,nama dan tmapangnya mendukunga,tapi sifatnya harus norak"
Dan kenapa harus ada yang namanya Ujian Nasional"
Kenapa juga harus ada yang namanya matematika"
Tuhan,terlalu banyak yang tidak aku pahami di dunia ini.
Aku mau mati saja! *** "Ngapain lo?" tanya Rinda heran begitu besoknya aku membuka buku catatan Matematikaku dan
mencatat tulisan-tulisan Pak Mulyono.
"Gue harus mula ngehargain usaha guru Matematika gue."
Aku tahu Rinda langsung bengong mendengar kata-kataku.Aku sendiri tak percaya telah
mengatakannya.Sepertinya aku terkena virus si jelek Logan.
"APA?" katanya setengah menjerit,tetapi Pak Mulyono tampak lebih berminat pada buku tebal
yang dipegangnya daripada Rinda.
"Ssstt,berisik aja,lo.Kalau mau berisik,jangan libatin gue."
Rinda kembali terbengong-bengong dengan mulut menganga lebar,dan segera mencecarku
setelah pelajaran Matematika berakhir.
"Oke.Apa itu tadi?" tanyanya saat kami sedang berjalan menuju kantin.
"Lo kan tahu,mulai hari ini,gue harus nyatet semua tulisannya Pak Mulyono.Kalau enggak,bakal
abis gue didamprat sama guru privat gue," keluhku sambil duduk di bangku terdekat,lalu
memesan bakso. "Gila juga ya,guru privat lo.Tadi gue heran banget lo buka buku catatan.Biasanya di keluarin
dari tas langsung buat kipas atau ganjel siku." Rinda malah takjub akan perubahanku.
"Lo kira gue seneng apa,nyatet tulisan dia?" sahutku sambil mulai makan.
"Gue penasaran sama guru lo itu.Apa bener dia mirip Josh Hartnett?" tanya Rinda,matanya
menerawang. Aku mendeliknya."Tolong jangan bawa-bawa Josh,deh.Ntar yang ada,gue malah ikut kesel sama
dia." Enak saja.Joshku sama mondter itu sama sekali berbeda.Yah,mungkin bagian matanya
mirip,tetapi itu pun aku enggan mengakuinya.
"Memangnya,segalak apa sih sampai lo kalah glak gitu" Biasanya lo hobi ngedamprat
orang.kayak cowok kelas XI yang kece kemarin."
Benar juga,Gara-gara si menyebalkan Logan,aku sudah melupakan cowok imut yang bernama
Dalas. "Tapi.lo hebat juga,Daze,bisa ngegaet anak kelas XI yang kerenn bukan main begitu."
Belum sempat aku mengomentari perkataan Rinda,subyek yang sedang dibicarakan melintas
tepat di depan kami.Aku meminjam istilah dari Rinda: dia memang keren bukan main.Tubuhnya
tinggi dan atletis,wajahnya yang kekanakan tampak ramah karena senyum yang selalu
tersungging di wajahnya,rambutnya yang halus pun jatuh di dahinya.
Karena dia sedang bersama teman-temannya,aku cukup yakin dia tak akan
menyapaku.Bermaksud untuk pura-pura tidak melihat,aku menoleh ke arah Rinda dan
mengajaknya mengobrol.Namun,Rinda justru sedang terbengong-bengong memandangi
Dalas.Sumpah yah anak ini norak sekali.Rinda,maksudku.
"Hoi!" teriakku,berusaha menyadarkannya.
"Hmm?" gumamnya tanpa melepas pandangan dari Dalas yang sekarang tampak asyik bercanda
dengan cewek-cewek seumurannya.Memandanginya saja membuatku merasa dua puluh tahun
lebih tua. "Ah,payah lo.Lihat cowok ganteng dikit langsung gatel."
"Ganteng dikit?" Mata Rinda membelalak. "Daze,lo enggak sadar apa,dia itu mungkin cowok
paling cakep sesekolah ini! Dan gue enggak percaya,elo,ssahabat gue yang enggak gaul,bisa
kenal sama dia!" "Sial," umpatku begitu mendengar kata "enggak gaul".Aku lantas menghela napas dan menatap
baksoku tanpa minat."Gue kan udah kelas XII,mana etis jalan sama cowok kelas XI?"lah,Dalas
menoleh ke arahku. "So?" sahut Rinda tak peduli."Kenapa enggak etis"Lihat dong,Ashton sama Demi.Lo pikir,beda
umur mereka setahun" Lo aja yang enggak berani ambil risiko."
"Lo kenapa sih Rin,maksa amat.Ntar kalo gue dibilang kegatelan,gimana" Kalau gue dibilang
suka daun muda?" protesku. "Lagian,ashton sama Demi udah pisah!"
"Kalau daun mudnya cakep kayak si Dalas ya,sah-sah aja! Lagian,apa sih peduli lo sama orang
lain" Bukannya temen lo Cuma gue doang?"
Bener juga,sih.Aku juga jarang peduli apa kata orang lain.Namun,yang jadi permasalah terbesar
adalah ... "Keluarga gue?" kataku pelan.
"Nah!" Suara Rinda ikut memelan. "Itu baru masalah."
Aku mendesah."Gue yakin dia bukan tipe cowok yang sabar ngisi-ngisi formulir identitas terus
nulis-nulis soal silsilah keluarga dia semaleman.Iya,kan?"
Rinda menarik napas panjang,lalu kembali memandang Dalas.Aku mengikuti arah
pandangnya,dan tepat pada saat itulah,Dalas menoleh ke arahku.Saat kukira dia akan buang
muka dan pura-pura tak melihatku,dia malah nyengir.Dan,yang tidak paling aku sangka,di
berjalan ke arahku dan duduk tepat di hadapanku.
"hei," sapanya ramah,lalu mengangguk ke arah Rinda,yang dengan segera membalasnya dengan
angggukan penuh semangat.
"Eh ... hei," balasku gugup.Mau bagaimana lagi" Belum lewat 10 detik sejak aku dan Rinda
berhenti membicarakan dia.
"Lho,kok,berhenti makan" Terusin,dong," kata Dalas begitu meliatku membalik sendok dan
garpuku-yang berarti aku sudah selesai.Mana bisa makan kalau ada cowok imut duduk di
depanku! Bisa-biasa sendoknya nyasar ke hidung.
"Udah kenyang," jawabku.
"Eh ... jangan-jangan lo kenyang gara-gara gue dateng,ya?" Dalas sepertinya agak kecewa
karena sekarang pasang raut seperti anak kecil yang sedang merajuk.Aku jadi ingin mencubitnya.
"Ah,bukan.Kita malah tambah laper lihat lo dateng," jawab Rinda disambut gelak tawa Dalas
yang renyah. Tiba-tiba,aku seperti bisa merasakan hawa kecemburuan yang menusuk kulit dari tempat yang
tadi ditinggalkan Dalas,yang dihuni pleh cewek-cewek kelas XI yang pastinya Dalas-mania.Hal
yang membuatku mengalihkan pandangan dari mereka adalah injakan sepatu bersol tebal milik
Rinda. "Las,ini temen gue,Rinda," kataku,mencoba untuk tidak meringis.
"Hai!" Dalas mengulurkan tangan kepada Rinda yang segera disambut.Formal sekali.Sangat
berbeda dengan cara kami berkenalan yang ... yah,sedikit memalukan.Oke,sangat memalikan.
Belum sempat kami mengobrol banyak,teman-teman cowok Dalas yang sepertinya anak-anak
basket menghampirinya. "Las,latihan,enggak?" tanya salah seorang cowok tinggi,berkulit cokelat sempurna yang
mengenakan headband Nike berwarna hitam.Satu jarinya memutarbola basket tanpa kesulita
berarti.Rinda langsung bengong lagi.
"Latihan,dong.Ya udah deh,Daze,Rin,gue mau latihan dulu," pamit Dalas,lalu bangkit dan
mengikuti teman-temannya.Namun,baru beberpa langkah,dia berbalik lagi."Oh,iya! Besok ada
pertandingan,kalian harus nonton gue,ya!"
Dalas melambai,lalu menghilang di balik tembok yang memisahkan lapangan basket dengan
kantin. :Ada berapa anak kelas XI yang cute yang enggak pernah kita lihat sih di sekolah ini?"" Rinda
menjerit histeris,membuatku luar biasa malu.
"Rin,lo kalo norak jangan berlebihan gitu,dong!" sahutku sebal.Aku harus menunggu beberapa
menit lagi sampai Rinda berhenti menggerutu soal ternyata-di-sekolah-ini-banyak-cowok-cuteyang-luput-dari-perhatiannya.
"Gila,udah cakep,anak basket pula," komentar Rinda untuk yang kesekian kalinya.
"Yang lo maksud Dalas,kan?" tanyaku sinis,karena dia bisa saja bermaksud membicarakan
semua anak basket yang menjemput Dalas tadi.Namun,Rinda hanya mengangkat bahu dan
kembali menerawang,mungkin memilih-milih cowok mana yang paling cute diantara rombongan
tadi. "Tapi,ngomong-ngomong ... tadi lo idajak nonton dia tanding,kan" Pertanda tuh,Daze,pertanda!"
"Lo ngomong apa sih,Rin" Tadi kan dia ngajak kita berdua," sergahku,tetapi setengah mati
berharap yang dikatakan Rinda benar.
"Tapi,matanya ke elo! Ke gue sih Cuma basa-basi! Pokoknya besok lo harus nonton dia!"
"Ngomong sih gampanng,tapi lo kan tahu,Senin sampai Sabtu gue harus les privat ..."
Aku langsung mual membayangkan tujuh hari ke depan-dan berbulan-bulan setelahnya-bersama
Logan. *** "Mana catatan lo?"
Suara Logan masih terdengar ketus kemarin,tetapi aku menyodorkan catatan Matematikaku
sambil nyengir bangga.Logan pasti akan mengubah pendapatnya saat melihat catatan itu.
Logan memeriksanya dengan teliti,lalu menutupnya.Raut mukanya tidak berubah,bahkan setelah
dia melihat catatanku yang luar biasa lengkap.Aku berani bertaruh,catatanku pasti lebih lengkap
daripada punya Iman. "Jangan bangga dulu.Lo boleh bangga kalo lo bisa ngerjain soal dari gue.Cepet tulis!"
Logan menulis soal-soal yang sangat asing bagiku di papan tulis.Ada beberapa yang aku tidak
yakin pernah dapatkan di sekolah.
"Sekarang kerjain! Kalo ada yang lo enggak ngerti,tinggal tanya.Gue kasih waktu sampai pukul
07.00." Tanpa repot-repot melihat reaksiku,Logan membuka buku-buku tebal miliknya sendiri dan
mulain mencoret-coretnya.Tahu aku sedang mengawasinya,dia mendelikku galak.
"Ngapain lo" Ayo,dikerjain!"
"Lo sendiri lagi ngapain?" Aku balas bertanya.
Logan tidak langsung menjawab pertanyaanku.Dia menghela napas sejenak,lalu seakan yang
sedang dia lalukan itu rahasia besar,dia kembali menatapku dengan judes.
"Gue jelasin juga lo enggak bakal paham," katanya,membuat hatiku serasa ditusuk
duri."Sekarang lo jangan macem-macem lagi,cepet kerjain! Kalo enggak ngerti,tanya,jangan
Cuma bengong!" Setelah mengatakannya,dia kembali berkutat dengan buku seukuran atlas dan berketebalan dua
kali tebal kamus John Echols.Aku sendiri segera menahan hati dan memutuskan untuk
menghadapi angka-angka yang tadi kutulis.
Dan ... akuk tak mengerti sama sekali.
"Ng ... Lo?" tanyaku hati-hati.Logan segera melirik ke arahku."Nomor 1,gue enggak ngerti."
Logan menutup bukunya,lalu memandangku tak percaya."Seriously?" katanya dengan nada
lambat-lambat yang tajam."Apa sih yang udah lo pelajari di sekolah" Ngapain aja lo tiga tahun
ini" Inikan Cuma soal persamaan sederhana! Gue kira lo bakalan nanya tentang logaritma atau
apa ... Jadi,sia-sia aja lo sekolah selama ini.Ah,gue sial banget,sih.Gue mestinya ngajarin anak
SMA,bukan bocah SD enggak lulus-lulus kayak lo."
Serentetan kata yang da ucapkan barusan terasa seperti ribuan panah yang menusuk hatiku
sekaligus.Air mataku segera menetes ke pipi.Baru kali ini aku disemprot tanpa ampun seperti ini.
Logan sekarang menatapku bingung,lalu berdecak.
"Yah,lo malah nangis,lagi.Salah lo sendiri,kenapa enggak pernah merhatiin guru." Saat aku
merasa dia melunak,dia mengelus dagu dan melanjutkan,"Gue heran,gimana lo bisa masuk
SMP,bahkan SMA,dengan otak kayak gitu" Apa mungkin karena koneksi bokap lo?"Cukup
sudah.Aku bangkit dengan marah,hampir menerjang Logan kalau saja aku tidak tersandung kai
meja dan jatuh bergedebukan tepat di depan hidungnya.Parahnya lagi,jidatku menabrak
pinggiran meja sehingga membuat pandanganku berkunang-kunang.
Aku berani mempertaruhkan koleksi parfumku bahwa Rinda dan keluargaku pasti akan tertawa
sampai kena kram perut kalau melihat kejadian barusan,tetapi Logan tidak tertawa.Cowok itu
Cuma memandangku prihatin,lalu berjongkok di depanku yang sedang berjuang menahan rasa
sakit yang tak tertahankan.
Bukannya bertanya apa aku baik-baik saja,dia malah bertanya."Mau ngapain lo tadi?"
"Lo kejam! Ngatain bokap gue yang enggak-enggak!" jeritku dengan air mata berderaiderai,sekarang lebih dikarenakan rasa sakit yang berkepanjangan pada jidat dan jempol kakiku.
"Jadi,enggak bener,bokap lo masukin lo ke SMP terus ke SMA pake duit?" tanyanya.
Meet The Sennas Karya Orizuka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Enggak! Gue masuk SMP sama SMA karena gue mampu! Lo jangan seenaknya nuduh bokap
gue kayak gitu!" raungku.
"Oh ... Jadi,lo mampu?" komentarnya dengan nada merendahkan."Terus,kenapa lo sekarang jadi
kayak gini,hah" Gue kasih tahu kenapa,lo Cuma terlalu malas buat belajar! Lo sebenarnya bisa
ngerjain soal,tapi lo udah menyerah sebelum mencoba!"
Aku tekesiap mendengar perkataannya.Mungkin kata-katanya benar,tetapi yang membuatku tak
percaya,ini Logan yang berbicara! Aku pikir,dia akan terus menghakimi Ayah dan terus-terusan
mencaciku. "Udah,lo jangan mewek terus! Belum apa-apa udah nangis.Gimana ntar masuk kuliah?"
katanya,lalu kembali duduk di sofa.Aku segera menghapus air mataku dan menatap Logan yang
seperti tampak lebih cakep. " ... itu juga kalo lo lulus SMA."
Oke,aku tarik kembali pikiranku barusan.Aku cuma khilaf.
"Gini,biar gue ingetin lagi.Nomer 1 itu,ruas kiri sama kanan harus dikuadratin.Lo ngertikan
pengkuadratan?" tanya,atau lebih tepatnya,sindir Logan.
Sebal.Aku segera mengambil pensilku dan mulai mengkuadratkan ruas kiri dan
kanan.Ternyata,cukup mudah.Benar kata Logan,sepertinya aku terlalu cepat menyerah.Namun,keberhasilanku mengerjakan soal nomor 1 tidak membuat Logan berhenti
mendampratku.Dia memarahiku kira-kira dua puluh kali lagi malam ini.
Throbbing Heart "Kusut amat tampangnya."
Tante Amy segera mengomentari wajahku saat makan siang.Hari ini aku pulang cepat,karena ada
rapat-entah-apa di sekolah.Biasanya aku suka pulang lebih awal,tetapi akhir-akhir ini tidak
lagi.Untuk apa pulang awal kal
au tidak bisa main" Aku Cuma mengedikan bahu,malas mengangkat topik tentang Logan.Bunda menyendokkan nasi
ke piring Pooh-ku,lalu menghiasnya dengan nuggets dan sosis.Kegemaranku ini membuat semua
orang di rumahku mengataiku bocah SD,dan aku jadi teringat kata-kata Logan semalam.
Semuanya sekarang tiba-tiba jadi soal Logan.Aku jadi mual.
"Amy,kamu harusnya periksa ke dokter." Bunda tahu-tahu berkata lembut,mengalihkan
perhatianku dari serigala jelek itu."Sudah lama kan semenjak kamu terakhir periksa" Kasihan
bayi kamu." "Aku males banget nih,Kak.Di sana kan lama nunggunya.Mana dokternya enggak ada yang
keren lagi," keluh Tante Amy manja.
"Kamu tuh suka aneh-aneh saja.Ayo,sana diperiksa,siapa tahu kenapa-napa."
"Enggak ada temennya."
Aku tidak suka arah pembicaraan ini.Pasti sebentar lagi ...
"Kan,ada Daze.Daze,kamu anterin Tantemu,ya."
Benar,kan.Pasti aku.Meskipun malas,aku mengangguk.Tante Amy sendiri tampak berbinarbinar.
"Asyik! Kamu memang keponakanku yang paling baik.Ayo cepetan,ntar pasiennya rame,lagi."
Melihat Tante Amy kelewat bersemangat seperti ini,pasti ada yang tidak beres.Tante Amy paling
malas kalau diajak ke dokter-sekalipun untuk memeriksakan darah dagingnya sendiri.
Aku bangkit dan mengikutinya ke luar rumah menuju Audi hitamnya.
"Nah,sekarang udah enggak ada Bundamu," katanya begitu masuk ke mobil."Jadi ... gimana kalo
kita ke salon aja?" Mulutku menganga lebar.Aku memang bukan keponakkan yang baik,tetapi aku tetap tidak setuju
dia mengajakku membohongi Bunda.Juga janinnya.
"Tappi,Yan,Bunda kan nyuruh Tante-"
"Udah,deh," potongnya cepat."Enggak bakal ketahuan,asal kamu mau kerja sama dengan
Tante." Sebelum aku sempat memberi respon,Tante Amy sudah menancap gas dan mengambil ancangancang untuk belok kiri,ke arah yang sama sekali berlawanan dengan dokter kandungan.
"Enngak!" Aku menyahut serius sambil menahan setir mobil."Tnate tetap harus ke dokter."
Tante Amy memandangku penuh harap,tetapi aku tidak tergerak pleh kedua mata indahnya yang
berkaca-kaca. "Selakali enggak,ya tetap enggak.Kita ke dokter,atau enggak sama sekali," tekanku.
Setelah menghela napas dan mengembuskannya kesal,Tante Amy membelokkan setirnya ke
kanan. *** "Tuh lihat,mana,enggak ada cowok keren satu pun.Kalo adda juga penyakitan.Di mana asyiknya
pergi ke dokter coba,di mana?" Tante Amy tak henti-hentinya mengeluh selama perjalanan dari
rumah hingga ke rumah sakit.Telingaku jadi pengang dibutnya.
"Tante nih,apa-apaan,sih" Yang bilang ke dokter nakal asyik tuh,siapa?" seruku
sebal."Lagian,siapa sih yang perlu" Aku atau Tante" Kok,jadi aku yang maksa Tante ke sini?"
"Lho,Tante juga enggak ada perlu di sini.Makanya,tadi Tante ajak kamu ke salon.Tante perlu
creambath,bukan berobat."
Aku benar-benar takjub melihatnya.Bisa-bisanya dia lupa kepada apa yang ada di rahimnya.
"Tante nih udah kena amnesia,ya" Aku ingetin aja ya,Tante itu lagi hamil!!" Aku mencoba untuk
tidak menyahut,tetapi darahku sudah sampai ke ubun-ubun.Beberapa pasien melirik kamu
dengan ekspresi terganggu.
"Yah,bener,sih," katanya dengan tampang sok polos."Tapi,memangnya orang hamil enggak
boleh creambath?" Kalau saja membunuh tidak berdosa,sudah kucincang dia sekarang.
"Tante,udah deh,enggak usah belagak pilon.Ayo,kita cari ruang dokter kandunganya." Aku
menyeretnya ke bagian informasi,lalu naik ke lantai tiga dan mencari sebuah ruangan dengan
papan nama dokter kandungan.Di depan ruangan itu sudah banyak ibu hamil yang menunggu
giliran.Hampir semuanya tampak hamil tua.
"Ya,ampun ...," gumam tanteku pelan."Nanti,aku bakalan jadi kuda nil kayak merka?"
"Sssttt!" desisku galak."Tante,jangan berisik,dong."
Aku memilih dua kursi untuk kami duduki.Di sebelah kami,duduk seorang ibu berusia tiga
puluhan yang menurutku sudah seharusnya melahirkan,dilihat dari perutnya yang berukuran
jumbo.Tanteku memandangnya seolah melihat hantu atau apa,yang kemudian dibalas ibu itu
dengan delikan galak. "Daze ... tolong,Tante enggak mau kayak gitu ...," rengek Tante Amy.
Memangnya aku bisa berbuat apa" Menusuknya dengan jarum supaya kempis"
"Tante in gimana,sih" Itu kan udah kodrat wanita.Maunya tante ini apa,hamil tapi tetap
langsing,gitu?" "Kamu kayaknya udah lebih siap daripada Tante deh gimana kalo pindahin aja?"
Aku melotot kearahnya.Bisa-bisanya dia menyarankan hal yang tidak masuk akal seperti
itu.Namun,sebenarnya aku juga tidak trga.Umurnya baru dua puluh dua tahun,dan tempat ini
membuatnya tampak jauh lebih tua.
Dua pulluh menit berlalu sampai akhirnya tempat ini sepi.Selain kami berdua,hanya ada seorang
laki-lakk yang aku yakini suami dari ibu hamil yang tadi duduk di sebelah kami.Tak lama
kemudian,ibu itu keluar dari kamar dokter.,lalu melewati kami begitu saja tanpa sedikut pun
melirik.Aku memakluminya karena aku yakin dia masih dendam-dan juga iri-kepada Tante
Amy. "Nyonya Amy!" seru suster.Meurutku,dia tak perlu berteriak seperti itu,toh tanteku memang
pasien terakhir. Aku dan Tante Amy bangkit,lalu bergerak menuju kamar periksa.
"Nona!" ralat Tante Amy kepada suster sebelum kami masuk,membuatku-dan seharusnya
dirinya sendiri-malu.Namun,aku tahu Tante Amy.Dia tak punya urat malu.Seperti halnya semua
keluargaku. "Siang,Dok," sapaku,mewakili Tante Amy yang tampak sama sekali tak berminat.Kami masuk
ke sebuah ruangan bernuansa putih dengan berbagai alat canggih di pojok.Bunda memang
menyarankan utuk pergi ke rumah sakit ini karena selain alat-alatnya lengkap,dokternya pun
profesional. "Pagi," balas seorang dokter yang memunggungi kami.begitu dia memutar tubuhnya,aku tahu
aku dan Tante Amy menahan napas berbarrengan.
Dokter itu bukan dikter biasa.Dia tinggi,tegap,tampam,dan masih lumayan muda,kira-kira awal
tiga puluh atau akhir dua puluhan.Ini sama sekali tidak sesuai dengan deskripsi Bunda.Dia bilang
dokternya seorang profesor berkepala botak berwajah keriput! Aku tidak tahu Bunda punya
penglihatan buruk! Aku melirik Tante Amy,dan merasakan semangatnya yang berkobar-kobar-yang rasanya 10
m3nit lau masih redup cenderung padam.
"Halo,Dokter! Dokter ini namanya siapa?" tanyanya centil sambil menyerobot duduk di kursi
dengan ceroboh.Janinmu,Tante,sial!
"Eh ... saya dokter Rino.Saya menggantikan dokter Purnomo karena beliau sedang seminar di
luar negeri." Dokter Rino membetulkan posisi kacamata berbingkai hitamnya,lalu menatap arsip
didepannya. "Nyonya ini ..."
"Nona," potong Tante Amy."Saya sudah bercerai."
Dokter Rino mengerjap beberapa kali sebelum akhirnya berkata,"Oh."
Tanteku ini betul-betul tak tahu diri.Aku kasihan oada dokter Rino.Dokter Rino sendiri sekarang
mengangguk-angguk paham,tetapi kelihatan agak canggung memeriksa seorang pasien hamil
yang sudah tidak punya suami,baru berusia dua puluh dua tahun,lagi.
"Dokter?" tanya Tante Amy lagi.
"Ya?" Dokter Rino menjawab ramah.
"Dokter sudah punya istri?"
Dokter Rino pun bengong mendengar pertanyaan Tante Amy.
*** Aku tidak mengerti.Benar-benar tidak mengerti.Ini hari minggu.Seharusnya hari Minggu adalah
satu-satunya hari kebebasanku dari makhluk kejam bernama Logan.Namun,hari ini dia ada di
sini,di meja makan,sedang menikmati makan malam bersama kami! Ya,ampun ... belum puas
rupanya dia bertemu denganku enam kali seminggu! Aku saja sudah muak!
"Ayo Logan,yang banyak makannya ...," rayu Bunda,yang sepertinya adalah biang dari segala
ketidakadilan ini. Logan tersenyum kepada Bunda."Udah,Tante.Cukup,kok."
Tante" TANTE" Sejak kapan?"
"Yah ... enggak enak,ya?" tanya Bunda dengan wajah merajuk.
Heran.Sudah tahu ada Ayah,Bunda masih saja genit.
"Oh,bukan ... Enak,kok,enak banget."
Aku mengernyit heran.Kenapa Logan bersifat sangat manis di depan keluargaku,tetapi berubah
menjadi monster kalau sudah ditinggal berdua denganku" Dasar tukang cari muka.Digaji berapa
sih oleh Ayah" "Jadi ... gimana perkembangan Daza?" tanya Ayah kepada Logan.
"Yah,jangan ngomongin soal itu,dong," sambarku sebelum Logan sempat menjawab.Namun,seakan suaraku Cuma angin sepoi,Logan malah dengan ringan menjawab
pertanyaan Ayah. "Lumayan bagus ko,Om," katanya,hampir membuatku tesedak.Apa aku tidak salah dengar" Apa
barusan dia mengatakan hal yang bagus tentangku" "Sekarang dia sudah bisa membedakan
antara tanda bagi dan sama dengan."
Ha-ha-ha.Lucu sekali.Seluruh keluargaku terbahak,sementara aku mendengus.Seepertinnya,Logan lebih cocok jadi anggota keluarga ini daripada aku.
hanya "Lo,ntar sebelum pulang,bisa ke kamar gue dulu,enggak" Ada yang mau gue tunjukin,nih," kata
Dennis,membuatku seperti mendapat momen "eureka"
GAY! Logan gay! Dengan Dennis! Logan pacaran dengan Dennis dan itu menjawab semua
pertanyaanku! Kenapa dia sangat galak kepada cewek,kenapa dia mau datang terus kerumah
ini,padahal dia tahu kalau aku mungkin anak paling bogo yang pernah diajarnya,semua terjawab!
Dan APA yang mau Dennis tunjukkan kepada Logan" Ugh,aku sama sekali tidak bermaksud
memikirkannnya. "Boleh aja," jawab Logan santai,membuat nafsu makanku hilang sepenuhnya.
Tepat ketika aku mendorong piring,Tante Amy muncul dan mengmpaskan diri ke sebelahku.Dia
memang tidak mau turun makan dengan alasan mual saat dipanggil tadi.Perhatian seluruh
keluargaku sekaranng tertancap padanya.
"Kenapa,Tan?" tanya Zenith mewakili rasa penasaran keluargaku-kecuali aku,tentunnya.Aku
sudah tahu ini semua tentang dokter muda yang malang kemarin.Jadi,aku Cuma meraih jus
jerukku dan meminumnya. "Ah,enggak apa-apa," jawabnya sok misterius,senyumnya dari tadi tidak hilang-hilang.
"Enggak percaya," tandas nenekku.
"Ya deh,aku memang enggak bisa nyimpen rahasia." Tante Amy menyerah-terlalu mudah
menurutku."Aku-udah-nemu-calon-suami!"
Untuk kedua kalinya malam ini,aku tersedak.Calon suami,katanya?"
Seperti yang sudah kuduga,keluargaku sekarang menegakkan punggung mendengarkan cerita
Tante Amy.Mereka pernah menyarankan bermacam-macam jenis cowok untuk jadi suami Tante
Amy berikutnya,tetapi selalu ditolak dengan alasan terlalu tua,tidak modis,tidak kece,tidak
kaya,pokoknya segala yang berhubungan dengan masalah duniawi.
"Yang bener?" seru Bunda takjub disambut anggukan kepala Tante Amy."Kayak apa orangnya?"
Mata Tante Amy menerawang membayangkan dokter,muda,cakep,single,pokoknya keren,deh!"
dokter Rino."Dia itu Yap,kecuali kenyataan kalau dia belum tentu suka jiga kepada Tante Amy.
Aku memutuskan untuk tidak mendengarkan cerita Tante Amy yang semakin lama semakin
mengada-ada,lalu kembali memperhatikan Logan.Siapa tahu,dia dan Dennis sedang melakukan
sesuatu yang tidak masuk akal seperti main mata,atau tendang-tendangan ... Ah,kenapa baru
terpikir olehku" Siapa tahi mereka memang sedang tendang-tendanngan.
Dengan sengaja aku menjatuhkan garpu,lalu cepat-cepat menyelinap ke kolong meja
makan,mencari tahu apa kaki Dennis sama Logan bersentuhan atau apalah.Aku harus
menangkap pergerakan sekecil mungkin yang dapat dilakukan oleh kaki mereka-lebih bagus lagi
kalau aku bisa mengabadikannya dengan ponsel dan menggunakannya sebagai senjata kalaukalau Logan berani macam-macam denganku-tetapi bodohnya aku,kaki mereka ada di tempat
masing-masing dan tak mungkin bisa bersentuhan karena mereka duduk berjauhan.
"Hayo! Ngapain lo di situ" Ngintip,ya?" terisksn Zenith mengagetkanku,membuat kepalaku
menghantam meja makan dengan bunyi duak keras.Yang sedang makan serasa terkena
gempa,aku sendiri serasa kejatuhan Hulk.
Sekarang,seluruh keluargaku menyaksikanku memegangi kepalaku yang berdenyut menyakitkan
sambil merintih.Sialan si Zenith! Dari lahir selalu saja menggangguku.Aku membalas tatapan
keluargaku dengan cengir kaku,lalu kembali duduk dengan susah payah.
"Cari garpu." Aku mengacungkan garpu yang tadi kujatuhkan.
Seluruh keluargaku ber-oh ria,kecuali Logan.Jelas saja,dia bahkan keluargaku.Dia malah
menatapku sinis.Apa-apaan sih dia" Aku kan bukan mau mengintipnya.Yah,memang iyah
sih,tetapi bukan mengintip yang macam-macam.Yah,macam-macam sih,tetapi ... ah,sudahlah.
Sepuluh menit kemudian,acara makan malam selesai,tetapi cerita TanteAmy belum
selesai,sehingga mereka berniat melanjutkannya di ruang kelurga.Sepintas,aku mendengar Tante
Amy berniat meminta Yohanes atau siapalah untuk membuatkan gaun pengantinnya.Gila,khayalan tingkat tinggi! Seolah dokter Rino sudah jadi tunangannya!
Aku tidak mengikuti mereka dan memutuskan untuk naik ke tempat tidur karena mengantuk
berat,lagi pula Tante Amy akan terus mengada-ngada sampai keluargaku bosan.
Sebelum naik tangga,aku melihat Logan mengikuti Dennis menuju kamarnya.Hiii ... mau apa
mereka" Meskipun penasaran,aku langsung mengenyahkan pikiranku untuk mengintip ke kamar
Dennis-takut tiba-tiba muntah di depan kamarnya.Kegiatan sekecil apa pun yang melibatkan
kakakku dan guru privatku yang sama-sama menyebalkan,pasti dapat dengan mudah membuatku
mual. Aku benar-benar BERUNTUNG.
Punya paman pengangguran,tante delusional,adik suka inkut campur urusan orang,kakak
gay,guru privat pasangan gay kakakku ... apa lagi yang harus aku punya" Pacar seekor simpanse"
Kurasa,itu pun akan dianggap biasa di rumah ini.
*** "Hei,kok bengong aja?"
Aku menengok,lalu mendapati Dalas di belakangku,tersenyum manis dengan wajah
imutnya.Persis yang aku butuhkan saat ini.Mengobrol dengan seorang cowok yang tak akan
pernah menjadi pacarku. "Enggak kenapa-napa"
Meet The Sennas Karya Orizuka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Lho,gue kan enggak tanya lo kenapa."Senyumannya berubah menjadi cengiran jail.Mau tak
mau,aku ikut nyengir.Aku memang sedang butuh tertawa.
"Bercanda.Lo kenapa?" tanya Dalas ambil duduk di sampingku,lalu sedetik kemudian menepuk
dahinya sendiri seperti ingat sesuatu."Eh,tadi lo udah bilang enggak kenap-napa,ya" Lupa,gue."
Aku tertawa lagi.ternyata,asyik juga punya kenalan lain selain Rinda.Apalagi yang seimut Dalas.
"Lo hari Sabtu kemana" Gue tungguin kok,enggak datang?"
Ups.Pertandingan basketnya Dalas.Gara-gara mengantar Tante Amy ke dokter,aku jadi lupa
sama sekali. "Sori,gue banyak urusan.Emang lo nungguin gue,ya?" Aku memancingnya,walaupun aku tak
yakin kenapa. "Kan,tadu gue udah bilang," kata Dalas membuatku merasa agak pilon.
"Sori deh,lain kali,ya." Aku meringis."Gimana,menang?"
Dalas mengangkat bahu."Kalah.Enggak ada elo,sih."
Mau tak mau,aku tersanjung juga.Namun,pasti dia Cuma bercanda.
"Emang gue pawang menang,apa," kelitku,padahal aku tahu betul maksudnya.Aku hanya ... sulit
menerima kenyataan. "Maksud gue,kalo lo datang,pasti gue lebih semangat."
Okeee ... Apa dia naksir aku"
"Memangnya,enggak ada cewek lain yang bikin lo semangat" Cewek-cewek kelas lo?"
pancingku untuk yang kesekian kali.Aku sendiri heran menngapa aku terus memancing,padahal
Dalas sudah lama menangkap umpanku.
"Enggak ada.Adanya cewek-cewek yang bikin gue risi.Berisik banget,pake bawa-bawa spanduk
segala.Gue sampe pening."
Aku tertawa kecil.Norak banget sih anak-anak cewek kelas XI itu.Namun,di sisi lain,aku merasa
kasihan terhadap mereka karena Cuma aku yang diharapkan datang.
"Bawa spanduk apa?" Aku mencoba mengulur waktu selama mungkin untuk berpikir.
"Gue sempet baca yang tulisannya "Marry me,Dalas".Berasa anggota boyband,gue.Ogah bener."
Betul,jangan mau! Namun,kalau aku yang membawa spanduk begitu,kira-kira dia mau tidak,ya"
Ya,ampun,sepertinya aku harus pergi ke psikiater.Mungkin,aku sudah ketularan penyakit
delusionalnya Tante Amy. "Wah,sampe segitunya." Aku mencoba bersimpati."Lo ternyata ngetop juga,ya.Gue jadi takut
nih,jalan sama lo,ntar gue dikeroyok temen-temen cewek lo,lagi."
Dalas langsung menatapku tepat setelah aku mengatakan kalimat itu."Memangnya,lo mau jalan
sama gue?" Mampus.Aku harus jawab apa" Kenapa aku bisa jadi bodoh seperti ini,sih" Oh,aku lupa.Aku
memang bodoh dari sananya.
"Ng ... ini bukan jalan,ya?" Aku mulai gugup.
"Daze,dari tadi kita duduk,kok.Jadi ... mau,enggak?"
Pikir,Daza,pikir ... bagaimana caranya menolak cowok yang hidungnya mancung,matanya
bulat,dan tingginya 180 senti"
"Ah!" seruku tiba-tiba sambil menepuk keras-keras bahunya."Lo kurang ajar juga ya,ngajakngajak kakak kelas jalan!"
Oke,aku akui,itu cara terbodoh.Dengan cara itu,pasti Dalas akan melengos pergi dan tak akan
pernah menyapaku lagi. Namun,semua itu tidak terjadi.Dalas Cuma bengong sesaat,lalu ikut tertawa.
"Ya deh,kakak kelas ... enggak lagi-lagi,deh.Norak amat sih,lo.Emang masih ada ya,senioritas
hari gini" Jadi,mestinya gue panggil lo "Kak Daza?"" Aku bakal menyangka dia marah kalau aku
tak melihat cengiran di wajahnya."Enggak pantes!" sambungnya cepat,lalu buru-buru bangkit
dan kabur. Aku mengejarkan sekuat tenaga,bahkan setelah tahu bahwa yang kukejar itu seorang pemain
basket. *** "Bego! Kenapa lo tolak! Dasar cewek idiot!"
Rinda menjerit-jerit seperti kesetanan di kamarku.Aku sendiri terbujur kaku di tempat
tidur,kakiku pegal-pegal setelah tadi memaksakan diri mengejar Dalas.Pada akhirnya dia tidak
tertangkap,lari entah kemana,sementara aku jatuh terduduk kelelahan di pinggir lapangan basket
dan jadi tontonan anak-anak yang lewat.
"Heh,tenang dong,tenang ... kalem aja kenapa?" kataku,tetapi Rinda
mengumpat."Eh,diem enngak" Ntar seisi rumah nyangka lo gue aniaya,lagi!"
masih saja Aku benar-benar tak mengerti bagaimana harus menghadari Rinda yang sedang kalap begini.Dia
benar-benar marah kepadaku karena aku menolak ajakan Dalas-yang aku sendiri pun tak ambil
pusing.Well,sebenarnya aku cukup pusing tadi,tetapi perasaan itu segera menghilang setelah
Dalas tidak menunjukkan tanda-tanda menghindariku.Dia memang bukan sembarang cowok.
"Daze,lo cewek paling bego sedunia!" jerit Rinda,membuat telingaku berdenging hebat.
"Iya,iya ... Eh,apa" Enggak! Enak aja lo ngomong begitu."
"Enggak" Terus kenapa lo nolak cowok keren,cool,cakep kayak gitu"!"
"Gue Cuma jual mahal doang,ntar juga di nawarin lagi ..."
"Lo kata dia sales obat"! Enak aja-"
"Ada apa,nih" Rame banget." Teriakkan Rinda terputus oleh Om Sony yang muncul secarra tibatiba dari pintu kamarku.Rambut hitamnya yang sebahu sudah diikat kuda,menampakkan
sepasang anting didua telinganya.Katanya,penampilan seperti itu biasa bagi seorang bintang
rock.Aku yakin dia bercanda.
Rinda,secara ajaib,sudah duduk manis setelah sedetik sebelumnya memarahiku dengan kaki
terbuka lebar dan kedua tangan di pinggang.Aku takjub,bagaimana dia bisa berpindah posisi
dalam waktu secepat itu."Eh,Mas Sony.Apa kabar,Mas?" tanyanya manis sambil memainkan
rambut panjangnya yang bergelombang.
Aku tiba-tiba ingin muntah.Aku selalu mual sih,setiap Rinda memanggil pamanku itu dengan
sebutan "mas". Om Sony menoleh ke arah Rinda,lalu tersenyum kepadanya."Baik aja,Rin.Lagi ngapain tadi
ribut-ribut?" Aneh sekali.Suara Om Sony tidak pernah terdengar seberwibawa ini.Pasti ada maunya.Jangan
sampai Rinda ... Namun,mengingat tadi Rinda marah-marah tak keruan kpadaku,bolehlah Rinda
jad mangsanya. Melihat kedua orang ini berbalas senyum,aku merasa seperti sedang menonton semacam
sinetron.Bintang utamanya seorang musisi jalanan yang tidak laku dan seorang remaja labil yang
punya masalah dengan seleranya.Bulu kudukku sampai merinding.
"Ng ... enggak lagi ngapa-ngapain,kok.Tadi itu,kita lagi latihan drama ..."
"Basi," sambarku,memotong kata-kata Rinda."Om,ngapain ke sini" Pinjem kamar mandi lagi"
Enggak pake! Sana ke kamar mandinya Dennis aja!"
Om Sony bengong karena langsung kudamprat.Biar saja,mulai sekarang dia tidak boleh
menginjakkan kaki lagi di kamar mandiku.Gara-gara dia,selama seminggu aku pakai kamar
mandi Tante Amy,sementara kamar mandiku disterilkan.
"Enggak pinjem kamar mandi,kok," kata Om Sony ringan tanpa memedulikan tampang heran
Rinda."Cuma pengin kasih tahu kalo Logan udah nungguin di ruang TV."
Logan.Matenatika.Aku lupa sama sekali.Ini semua berkat Rinda yang mengamuk seperti orang
kesurupan.Aku menyambar buku lesku,lalu segera melesat ke luar.Telat semenit berarti sepuluh
kali dampratan. Aku terengah begitu sampai di ruang TV."Sori,telat."
Logan sudah duduk di sofa dengan pose mahahebat dan tampang mahakusut seperti
biasa.Setelah melirikku sekilas,dia menyuruhku duduk dengan sekali kedikan dagu.Tanpa
berkata-kata lagi,dia mulai menulis soal-soal di papan tulis.
Ajaib.Logan tidak marah.Dia tidak marah!
Aku tak sadar bahwa tanganku tak bergerak sedikit pun karena terlalu takjub padanya.
"Heh,lo denger enggak,sih" Kerjain!" bentaknya,membuatku tersentak.
Kerjakan" Kerjakan apa" Mampus,aku pasti bakal kena marah lagi.Logan menatapku dan
bukuku yang baru ditulisi angka satu bergantian,lalu tanpa kudga,dia membanting buku ceteknya
ke maja. Sorot matanya yang tajam menusuk kulitku."Lo sebenarnya niat belajar enggak,sih" Apa
gunanya kalo lo masih terus kayak gini?"
Aku menunduk pasrah.Dia sudah benar-benar marah.Sebenarnya dia cakep sih kalau
marah,tetapi pikiranku terlalu sibuk mencari cara minta maaf kepadanya.
"Sori,deh ..." "Udahlah,sekarang lo salin soalnya,terus kerjain.Enggak ngerti,ya udah.Enggak usah minta
bantuan gue," sahutnya ketus,lalu membanting punggungnya ke sofa.
"Aduh,Lo ... sori,dong.Jangan marah ya,please ... gue eggak lagi-lagi,kok ..."
"Terserah.Gue enggak peduli,urusan gue udah cukup banyak tanpa harus ngurusin lo yang
manja.Kerjain!" Sahutnya lagi,lalu memejamkan mata sambil menyisir poninya yang ikal dengan
jemari.Poni itu,lalu dikambak-jambaknya pelan,membuat dahinya yang berkerut terlihat jelas.
Meskipun masih ganteng dan sebagainya,hari ini seperti ada yang berbeda darinya.Yah,setiap
hari dia juga tukang ngomel seperti ini sih,tetapi hari ini suasana hatinya buruk pangkat dua
belas. Aku mencoba bersimpati."Lo kenapa,sih" Lagi ada masalah,ya?"
Logan membuka mata,lalu melirikku dengan ekspresi terganggu."Lo enggak usah mau tahu
urusan gue! Tugas lo tuh,Cuma ngerjain soal-soal dari gue! Sekarang,jangan tanya-tanya lagi!"
Cowok sial! "Lo kenapa,sih" Gue bukannya mau ikut campur urusan lo! Gue Cuma mau nawarin kalo-kalo lo
butuh bantuan! Tadi,gue juga mau bilang,kalo lo lagi banyak urusan,lo enggak usag dateng ke
sini! Gimana bisa lo bantu gue kalo caranya kayak gini" Bisa-bisa,gue malah enggak lulus ujian
kalo lo terus-terusan nindas gue kayak begini!" Aku mencerocos dengan suara tinggi,sehingga
saat aku selesai melakukannya,tenggorokanku terasa sakit dan dadaku sesak.
Logan tidak membantahku.Dia hanya diam dan menatapku tajam,yang dengan berani aku
balas.Dia kira dia siapa" Hidup di zaman apa" Enak saja menindas orang seperti ini.
"Gue harap,lo enggak salah pengertian sama sikap gue selama ini." Logan akhirnya berkata
dengan ekspresi yang tidak bisa kutebak.
Salah pengertian bagaimana" Jelas-jelas dia membuat hidupku lebih sengsara selama tiga
minggu terakhir,masih berani bilang salah pengertian.a,lo ngerti kalo selama ini gue berusaha
ngajarin lo disiplin."
"Gue kira,lo ngerti kalo selama ini gue berusaha ngajarin lo disiplin."
"Hah,disiplin?" Aku mendengus."Semua guru di sekolah ngajarin gue disiplin,tapi enggak ada
satu pun yang kayak lo,enggak punya hati! Bahkan mereka enggak pernah bentak-bentak gue
kayak lo!" "Apa lo berani ngelawan mereka?" tanya Logan-yang terdengar konyol bagiku.
"Ya enggak,lah!"
"Itu karena mereka punya wibawa.Kalo gue enggak bentak-bentak lo,lo mungkin berpikir gue
Cuma main-main aja.Temen kakak lo.Gue enggak pengen yang kayak gitu." Logan menjelaskan
dengan nada datar,sementara aku hanya memelototinya."Gue mau hubungan kita ini kayak
murid dan pengajar.Jadi,angap gue sebagai pengajar lo,sama kayak guru-guru lo di
sekolah.Kecuali,kalo lo biasa nanya ke guru lo apa mereka lagi ada masalah setiap kali mereka
marah-marah." Aku menggigit bibir.Aku memang sedikit tidak terima,tetapi mau bagaimana lagi" Aku kembali
duduk sambil cemberut,kecewa karena ternyata perdebatan ini tidak menghasilkan apa
pun.Tadinya,aku berharap Logan setidaknya bisa sedikit lebih lunak,tetapi dia sama saja dengan
yang sudah-sudah.Dingin dan tidak punya hati.
Padahal dia ganteng ... "Dan,tolong jangan ngeliatin gue tanpa berkedip.Gue ngeri."
Dasar brengsek. *** "Daze." Aku mendengar seseorang memanggilku.Berhubung aku terlalu sibuk mengerjakan Matematika
sebanyak dua puluh nomor ditambah lima soal ekstra dari Logan,aku tidak mengenali suara itu.
Detik berikutnya,Dalas duduk tepat di hadapanku dengan senyum yang biasa.Entah seperti apa
rupaku sekarang.Kurasa pucat seperti mayat.
"Kena setrap Pak Mul,ya?" tanyanya dengan mata tertancap pada buku-buku matematikaku.
"Tepatnya,gue kena musibah," balasku sambil terus mengerjakan soal tentang limit.Ya,tuhan,aku
tak percaya ini.Aku sampai tak punya waktu untuk mengobrol dengan cowok se-cute Dalas!
"Oh.Gue turut berduka cita,deh," kata Dalas sambil menyambar botol cola-ku dan menyedot
isinya tanpa membalikan sedotannya.
Jelas aku bengong melihatnya.Dalas minum cola-ku dari sedotan yang sama! Ini kan artinya
ciuman tidak langsung! Aku tahu pipiku memerah.Pipiku selalu memerah jika malu atau
tertawa.Norak banget pokoknya.
"Kenapa bengong" Enggak boleh,ya" Sori,deh." Dalas buru-buru meletakkan kembali botol cola
itu di depanku. Aku menunduk dan pura-pura sibuk menulis.Sialan.Kenapa aku tidak punya pengalaman sama
sekali dengan cowok,sih" Sekarang,hanya karena Dalas minum dari sedotanku,aku bisa salah
tingkah begini. Aduh,jangan sampai Dalas tahu aku tak pernah pacaran ...
"Daze" Kayaknya lo sibuk banget,ya" Ya udah,gue pergi,deh.Tapi,janji kalau udah selesai,lo
balik ngomong lagi sama gue,ya?" Dalas mencerocos sendiri,lalu pergi ke meja teman-temannya
di pojok utara kantin sebelum aku sempat bereaksi.
Aku mengawasi punggungnya sambil menahan senyum.Soal nomor 5 sudah kuisi dengan Dalas.
*** "Yang bener lo?" sahut Rinda histeris saat kuberi tahu soal kejadian tadi siang.Sekarang dia ada
di rumahku,bermaksud bermalam.Kurasa aku tahu alasannya,tetapi aku sama sekali tak mau
membahasnya. Aku mengangguk mantap.Sekarang otot bibirku sudah tertarik hingga mencapai lebar
maksimal.Dalas memenuhi otakku sehingga membuatku mirip orang tidak waras karena tak bisa
berhenti tersenyum dari tadi siang.
"Gue sampe enggak bisa ngomong.Rin! Ngelihat mukanya aja gue enggak berani!"
"Ah,emang dasar lo payah,enggak punya pengalaman sama cowok!" Rinda tak terdengar peduli
dan malah membuka-buka Cosmogirl."Yang gituan kan udah sering banget.Maksud gue,dulu
waktu SMP,cowok-cowok sering minta minum sama kita,kan?"
"Itu beda! Mereka sih kere!" protesku."Lagian mereka enggak imut!"
"Yah,bener juga,sih ..." Rinda mengangguk-angguk pelan,lalu tahu-tahu menoleh ke
arahku."Ngomong-ngomong,yang mana sih yang namanya Logan" Kemarin,waktu dia
pulang,gue lagi di kamar mandi.Padahal,gue niat banget nungguin dia! Kata Tante Amy,dia
cakep banget." Aku menatap Rinda kesal.Kenapa sih dia harus merusak topik tentang Dalas dengan pertanyaan
tentang si serigala menyebalkan Logan"
"Cakep sih cakep.Cuma,galaknya minta ampun.Gue jadi enggak nafsu," kataku sambil berusaha
menyusun kembali wajah Dalas yang tadi pernah berkeping-keping.
"Wah,kalo gue sih pasti bertahan demi ngedapetin dia!" seru Rinda,jelas-jelas tidak paham
dengan omongannya sendiri.Dia tidak tahu apapun tentang Logan.Dan berkata dia,sekarang
wajah imut Dalas sudah terbang entah kemana.Otakku jadi dipenuhi tatapan setajam silet milik
Logan. "Silakan aja.Paling-paling,tiga detik seruangan sama dia,lo udah kabur.Enggak kebayang jadi
ceweknya.Jangan-jangan,pas kencan,ceweknya diajak ke erpus buat belajar matematika ... Atau
nonton film dokumentasi matematika ... dikasih surat cinta,isinya rumus-rumus matematika ..."
Aku bergidik ngeri."Oh,malah gur ragu apa si Logan pernah naksir sama cewek!"
Aku tahu,aku baru saja menjelek-jelekan Logan.Yang tidak aku tahu adalah alasannya.Meskipun
demikian,Rinda tidak tampak ingin mundur dari niatnya semula.
"Yang bener" Gue mau lihat,ah." Rinda malah jadi semakin bersemangat."Tapi,dari jauh aja,"
sambungnya cepat. "Terserah lo,deh." Aku mengangkat bahu."Gue mau siap-siap buat dianiaya lebih lanjut,"
sambungku,lalu mengambil buku Matematika dan membawanya keluar dari kamar.
Logan belum datang,syukurlah.Aku segera duduk di sofa kerem yanng dipesan Nenek dari
Belanda.Dulu,aku benar-benar tak mengerti mengapa Nenek bisa begitu nekat pesan sofa jauhjauh ke Belanda.Setelah lama bertanya-tanya,akhirnya aku sampai pada kesimpulan kalau dia
Roh Jemputan 1 Joko Sableng 28 Lembah Patah Hati Istana Ular Emas 2
Meet The Sennas Aku Daza. Anak kedua dari tiga bersaudara. Yang artinya aku anak tengah.
Astaga. Sebenarnya aku sedang apa,sih"
Aku merobek halaman yang baru saja kutulisi dengan kalimat-kalimat bodoh. Sial. Aku memang
tidak punya bakat apapun,bahkan hanya untuk menulis diary kacangan seperti ini. Lagi pula,apa
sih yang harusnya diyulis dalam diary"
Sebenarnya,tidak masalah kalau saja Tante Amy memberiku diary ini sepuluh tahun lebih awal.
Setidaknya,aku bisa meminta teman-temanku mengisinya dengan nama,hobi,citacita,makanan,favorit,moto... lebih bagus kalau diselipkan pantun atau apa... But,hello"
Sekarang,aku sudah tujuh belas dan rasanya norak banget kalau aku meminta teman-temanku
melakukan itu. Diary yang aku maksud ini bukan diary keren seperti organizer-yang masih pantas dibawa anak
SMA,bahkan pada zaman tablet seperti sekarang ini-tetapi merupakan sebuah diary yang berbau
sangat menyengat,halamannya berubah warna setiap sepuluh lembar. Dan,seakan semuanya
masih belum cukup menggelikan,cover diary ini adalah seorang cewek bermata luar biasa besar
dan membawa payung berenda.
Aku benar-benar kepingin membuangnya,tetapi jika aku melakukannya,berarti aku juga harus
membuang semua hadiah dari keluargaku yang,yah,bisa dibilang jauh lebih menyedihkan dari.
diary ini Ayah,contohnya,dia memberiku rumah Barbie. Rumah Barbie. Aku,anak gadis yang sudah tujuh
belas tahun,diberi rumah barbie oleh ayahku sendiri. Sedangkan di luar sana,di belahan dunia
lain,anak-anak gadis tujuh belas tahun mendapat mobil mewah atau kalung mutiara dari ayah
tecintanya. Bunda,seakan mau menyaingi kekonyolan ayah,memeriku piano Casio kecil yang pernah aku
miliki saat aku berusia tujuh tahun,tetapi akhirnya rusak karena tersiram air. Dia berkata dengan
polos sambil menekan tombol yang segera mendendangkan lagu Jingle Bell, "Kamu enggak
kangen sama lagu ini,Daze" Dulu,kamu sering menekan-nekan tutsnya,pura-pura main kayak
yang udah jago,pake lagu ini."
Well,thanks a lot,Bun! Aku benar-benar rindu masa-masa itu! Sungguh!
(kosong) berbentuk bebek berwarna pink. Om Sony,pamanku,memberiku komik Doraemon jilid
pertama (ktanya cetakan pertama,tetapi memangnya aku perduli". Dennis,kakakku,memberiku
gamewatch tetris yang bisa ditrkuk,dia bilang itu kelasik (tolong,ya), dan penyiksaan terakhir
datang dari Zenith,adikku,yang memberiku halma-yang aku sudah tak ingat lagi bagaimana cara
memainkannya. Mereka jelas-jelas melakukan semacam persekongkolan dalam usaha mengembalikanku ke masa
lampau. Mengapa tidak sekalian saja memberikan aku popok,dot,atau apa saja yang lebih tidak
berguna" Aku langsung berniat membuang barang-barang itu ketika semua sudah terbuka,tetapi segera
membatalkannya begitu melihat ekspresi sudah-mending-dapat-kado-dan kenapa-aku-lahir-jadianak-yang-begitu-tidak-tahu-berterima-kasih dari seluruh keluargaku. Yah,siapapun yang
merencanakan hal ini,aku berterima kasih karena sudah membuat kamarku bertambah sesak oleh
rongsokan,juga sudah membuat hidupku tambah sengsara.
Aku Daza. Aku tinggal bersama orang-orang yang sama sekali tak bisa disebut normal. Dan
sialnya,orang-orang itu adalah keluargaku.
Hmm,sudah lebih bagus. Aku mwmutuskan untuk mempertahankan halaman ini. Tante Amy
pasti akan (berpura-pura)menangis trsedu-sedu jika mengetahui diary pemberiannya dibiarkan
teronggok tak berdaya. Jadi,aku akan menulisinya dengan kenyataan-kenyataan yang akan
membuatnya mati suri jika membacanya. Yah,mungkin tidak juga sih karena Tante Amy sudah
kenyang akan segala kekonyolan keluarga ini. Bahkan,dia adalah salah satu dari kekonyolan itu.
Kurasa,keluargaku sudah bukan keluarga inti lagi. Semua elemen keluarga ada dirumah ini.
Kakek,Nenek.Ayah,Bunda,Tante.Om,anak-anak... Dan semuanya sama tak normalnya.
Termasuk aku.tapi jangan salah,itu sama sekali di luar keinginanku.
Keluargaku bisa dibilang prang berada. Ng... kalau boleh jujur sih sangat berada.
Oke,berlebihan. Keluargaku,punya perusahaan sendiri,tapi itu tidak membuatku besar kepala
karena kenyataannya aku sama sekali tidak merasa lebih dari siapapun.Siapa sih yang ingin
memiliki keluarga pemilik tiga perusahaan terkenal yang memberikan barang-barang tidak
bermutu kepada anak gadis satu-satunya yang berulang tahun yang ketujuh belas.
"Daze! Makan dulu!"
Suara bunda tahu-tahu terdengar dari interkom tepat di depanku,membuatku berjengit
kaget.Ayah sengaja memasangnya di sana supaya di pagi hari aku bisa bangun dengan mudah.
Kenyataannya,di pagi hari aku selalu bangun dengan kesal.
"Ya!" Aku balas menyahut sambil menutup diary-ku,hampir pingsan karena mencium baunya
yang luar biasa memabukkan. Aku harus ingat untuk selalu menahan napas setiap
membuka,menulis,dan menutupnya.
Ya,Tuhan,apa sebaiknya diary ini ku bakar saja"
Dengan kepala pusing,aku turun dari tempat tidurku dan bergerak ke ruang makan di lantai
dasar. Seluruh keluargaku sudah duduk manis di sana,menatapku dengan berbagai ekspresi
(sebagian besar senyum-senyum konyol,Cuma Zenith yang tampak asyik mengunyah). Aku
memutuskan untuk tak memedulikan mereka dan menarik kursi di sebelah Tante Amy yang
sedang hamil. Aku duduk,lalu cepat-cepat menyendok nasi.
"Gimana hadiahnya" Kamu suka,kan?" tanya Nenek,disambut cengiran dari segala arah.
"Senang kok,serasa muda lagi," jawabku geram. Aku tak akan membiarkan mereka merasa
senang dengan mudah. Aku bersumpah akan memberi ular berbisa saat salah satu dari mereka
ulang tahun nanti. "Memang itu yang kita maksud ....," kata Dennis membuatku ingin mencekiknya. "Ngomongngomong,cowok lo kasih hadiah apa?"
Benar-benar luar biasa pengaruh yang disebabkan oleh kata-kata dennis ini. Semua orang dengan
cepat-dan hebatnya,serempak-menoleh kepadaku dan menatapku seakan aku baru saja membuat
aib yang memalukan keluarga. Well,aku ragu,aib apa lagi yang bisa membuat keluargaku malu.
Aku bisa merasakan semua orang,kecuali Dennis dan Zenith,menahan napasnya. Mereka berdua
sibuk menahan tawa. "Cowok yang mana,ya?" Seruku akhirnya.Secara ajaib,semua keluargaku bernapas lagi,lalu
melanjutkan aktivitasnya.
"Kalau cari cowok tuh yang kece." Bunda tiba-tiba berkomentar. Aku merasakan firasat bahsa
sesuatu yang buruk akan terjadi dalam hitungan detik.
Dan terjadilah. "Jangan,mending yang tajir aja ..." Tante Amy menimpali sambil menerawang,memikirkan
tampang pemuda impiannya. Menyedihkan.
"Eh jangan yang tajir,kita kan udah cukup. Mending yang ganteng aja ..."
Betapa menggelikan kata "cukup" yang diucapkan Kakek terdengar di telingaku. Seakan kami
adalah keluarga kecil sederhana yang bahagia tinggal dirumah tipe tiga puluh enam dan hanya
memiliki satu sepeda untuk dipakai bersama-sama saja.
"Bener,kayak ng... siapa tuh,Robert..." Dahi Nenek berkerut memikirkan pria tampan yang baru
saja ditontonnya di Sherlock Holmes.
Nenekku nonton Sherlock Holmes. Aku saja belum.
"Robert Downey Jr,Ma." Ayah membatunya,lalu melirikku lagi. "Apa lebih baik kita cariin aja?"
"Bener,Yah. Soalnya,kalau Daza cari sendiri,ntar bisa-bisa dapet yang aneh-aneh! Tahu kan
seleranya...." komentar Dennis menyebalkan. Urus hidupmu sendiri kenapa,sih"
"Masa Josh Hartnett dibilang cakep" Aneh gitu," timpal Zenith membuat bola mataku hampir
lompat keluar. Aku baru akan membela Josh ketika Tante Amy mendahuluiku. "Teman Tante banyak yang
cakep,Daze," katanya. "Mau dikenalin?"
"Terus ditinggal setelah nikah?" sanggah Dennis cepat.
"Oh,ya juga,sih..." Tante amy membenarkan sambil mengelus perutnya yang buncit. Kadang,aku
merasa Tante Amy lebih cocok dengan kata bodoh daripada polos. Maksudku,cewek mana sih
yang tetap kalem setelah menikah dengan teman kampusnya dan ditinggal begitu saja ketika
hamil. "Awas aja ya,Daze,kalau sampai kamu punya pacar tanpa persetujuan kami..." Ayah mengatakan
"kami" seakan mereka adalah Dewan Majelis yang agung,sementara aku satu-satunya rakyat
jelata. "Maksudnys,supaya kamu dapat orang yang bener." Nenek menimpali.
"Yang cakep,maksudnya..."
"Kalau enggak diseleksi,bisa-bisa dapet yang jelek..."
"Atau anak saingan Ayah..."
"Atau anak mafia..."
"..." Tanpa ingin mendengar lebih banyak lagi,aku segera naik dan kembali ke kamarku. Tak lupa,aku
membanting pintu. Oke,yang tadi itu sudah biasa terjadi. Maksudku,segala pembicaraan tentang kriteria-cowokyang-cocok-untukku-tanpa-ada-seorang-pun-yang-pernah-benar-benar-menjadi-cowokku
tadi.Dan semua itu terjadi sekitar berapa... tujuh kali seminggu" Coba bayangkan penderitaanku.
Sampai mana tadi" Oh,soal kehormatan keluargaku. Biar aku jelaskan pada paragraf-paragraf di
bawah ini. -Keabnormalan nomor satu.
Senna. Kakekku. Dia adalah pemilik tiga perusahaan besar tekstil,air mineral,dan rotan,juga
pemilik satu keluarga besar yang tidak normal.Ayahnya dulu adalah seorang mantan pejuang
berdarah ningarat yang aku tidak ingat namanya,tapi Kakek tetap pada pendiriannya bahwa
namanya ada pada buku sejarah.Asal tahu saja,aku pernah benar-benar mencarinya dan ternyata
tidak sekalipun disebut dalam buku sejarahku.Selain delusional,Kakek berhati lembut dan easy
going,tapi justru itu yang membuatnya tidak normal. Direktur mana sih yang membiarkan anakanaknya di-drop out dari sekolah.
-Keabnormalan nomor dua. Senna. Nenekku. Nama aslinya Tiwi,tapi bersikeras dipanggil Nyonya Senna oleh semua
orang,agar kesannya lebih muda dan lebih gaya. Rambutnya dicat L"Oreal cokelat kemerahan.
Selainberwisata kesalon,kegemarannya mengumpulkan segala macam make up,dari Estee
Lauder sampai Cliniqui. Nenekku pakai Cliniqui dan nonton Sherlock Holmes. Coba jelaskan
padaku bagian mana yang normal.
-Keabnormalan nomor tiga.
Senna,Jr.Ayahku.Kakek sangat gandrung budaya barat,sehingga nama ayah menjadi
Senna,Jr.terus terang saja,aku tak menyukai budaya Barat bagian ini karena aku dengan mudah
menjadi sasaran ejekan saat masih disekolah dasar.Untun saja ayah tak menamai Dennis dengan
Senna III,karena mungkin aku bakal dinamai Senna VI (berhubung tidak ada yang tidak mungkin
di keluargaku),dan bayangkan saat aku dipanggil dengan nama ayahku oleh semua
orang.Yikes.Oh ya,Ayah suka sekali Green Day,yang akan membuat mati shocksemua rekan
bisnisnya yang kebanyakan menyukai Frank Sinatra.Kurang lebih,sifat Ayah mirip Kakek.
-Keabnormalan nomor empat.
Ina.Bundaku.Dia sangat malas menggunakan nama keluarga,karena menurutnyaIna Senna sangat
tidak enak terdengar di telinga.Soal ini,Bunda dan Nenek sudah lama berseteru karena nenek
menginginkan semuanya serba perfect.Nyatanya,Bundaku sama sekali jauh dari kata perfeck
berhubung profesinya dulu adalah seorang penari latar-pekerjaan menantu yang tidak diinginkan
mertua pemilik tiga perusahaan mana pun.Bunda masih sering menari-nari di kamarnya sampai
menimbulkan bunyi bergedebukan hebat,tapi dia akan segera berkelit sedang menata ruangan
bila ada yang bertanya.padahal,aku tahu dia sedang sibuk menikuti tarian pinggul ala
Shakira.Aku paham dia merindukan pekerjaannya karena Ayah sudah memaksanya berhenti saat
dia berumur tujuh belas,tapi aku juga tak ingin dia patah pinggang.
-Keabnormalan nomor lima.
Sony.Pamanku.Dia adalah pengangguran sejati.dia dan Tante Amy sama-sama adik Ayahku dan
yah,akhirnya menganggap dirinya tak perlu bersusah-payah lagi untuk hidup enak.Dia hanya
perlu menunggu sampai Kakek memberinya sebuah perusahaan untuk dia pimpin-yang mana tak
akan pernah terjadi.Kakek sama sekali tak mau perusahaannya bangkrut karena ditangani
seorang drop out SMA.Dia sudah berumur dua puluh empat tahun sekarang,dan mengklaim
dirinya sebagai petualang cinta.Petualang cinta apaan.
-Keabnormalan nomor enam.
Amy.Tanteku.Dia adalah-well,tadinya-mahasiswi Fakultas Hukum disalah satu universitas
swasta terkenal.Umurnya dua puluh dua tahun dan dia hamil tujuh bulan.Disuatu siang,dengan
santainya dia berkata ingin menikah dengan salah satu teman kuliahnya yang cakep.Kakek
mengijinkan (berhubung tante Amy labil dan sebagainya),tapi beberapa bulan setelah
menikah,Tante Amy hamil dan suaminya yang jauh lebih labil itu kabur begitu saja.Tanteku
yang ya,tidak bisa dibilang malang,tidak ambil pusing,dan tetap melanjutkan aktivitasnya seperti
biasa.Dan kami,keluarganya,bersikap biasa saja seakan ada kucing yang baru mencuri ikan dari
meja makan.Namun,kurasa ide kamu benar,karena kami tak ingin melihat Tante Amy putus asa
dan bunuh diri karenanya.Meskipin demikian,sampai matipin aku tak mau bernasib seperti Tante
Amy. -Keabnormalan nomor tujuh
Dennis.Kakakku.Dia lebih tua dua tahun dariku,dan dia adalah mahasiswa jurusan Teknik Sipil
di Universitas Indonesia dan,sebenarnya aku malas menambahkan,dia adalah pemegang
rengking pertama seumur hidupnya.Yang aku yakini tentang kakakku ini adalah,dia
gay.Mungkin saja benar,kalau dilihat dari status forever alone-nya.Terakhir kali dia dekat dengan
cewek adalah pada saat dia masih SMA.Itu pun tak bertahan lama,dua hari saja.satu hari si
cewek berharap bahwa Dennis memang cool,satu hari lagi cewek itu akhirnya benar-benar
percaya Dennis tidak suka cewek.
-Keabnormalan nomor delapan.
Zenith.Adikku.Lebih muda dua tahun dariku,tapi pengalamannya jauh lebih banyak.Dia adalah
siswa SMP yang dewasa sebelum waktunya.Dia lebih sering keluar untuk nonton atau gaul sanasini dibandingkan aku.Ceweknya pun segudang,mungkin mengalahkan rekor Om Sony.Entah
apa adikku yang terlihat lebih tua atau zaman sekarang banyak cewek yang mencari daun
muda,yang jelas banyak cewek seumuranku yang mau dengannya.Tunggu saja sampai mereka
melihat adikku dengan seragam SMP.memalukan sekali.
-Keabnormalan nomor sembilan.
Dazafa.Aku.Aku menganggap diriku sendiri tidak normal.Apa lagi yang bisa lebih buruk" Aku
adalah cewek tujuh belas tahun yang belum pernah sekali pun punya cowok.Yap,benar,aku
menyedihkan.Namun,salah siapa aku begini" Yap,benar lagi,keluargaku.Mereka selalu saja mau
ikut campur kalau urusannay menyangkut aku dan cowok.Mereka extremely-over-protective
kepadaku.Percuma saja kalau ada cowok cakep,ganteng,atau keren,cowok biasa pun akan kabur
begitu melihat formulir yang harus diisinya sebelum bertemu denganku.Belum lagi,interogasi di
ruang sempit di paviliun Kakek yang disediakan khusus untuk cowok-cowok yang datang
kerumah (walau pun Cuma mau kerja kelompok).Kurasa,aku wajib berterima kasih kepada
keluargaku atas andil mereka yang membuatku jomblo selama bertahun-tahun,sekaligus dicap
sebagai cewek aneh disekolahku.
Aku sadar bahwa aku sudah menulis karangan berhalaman-halaman panjangnya.Ini sesuatu yang
tak akan terjadi jika aku berhadapan dengan kertas folio untuk karangan Bahasa
Indonesia.Keluargaku benar-benar sebuah inspirasi.Secara ironi,maksudku.
Aku menutup diary-ku,tetapi lantas sadar kalau aku baru melakukan sesuatu yang bodoh:
bernapas,Aku langsung mimpi buruk karena wangi itu.Tahulah,penampakan-penampakan yang
sering terjadi diacara-acara mistis itu.Salah satunya,Zenith berambut panjang dengan wajah
penuh bisul. *** Esok paginya,aku bangun agak telat.Aku menghindari sarapan,yang berarti juga menghindari
topik yang sama dengan makan malam.
Ketika aku baru saja keluar dari kamar mandi-dengan kimono dan handuk di kepala-Om Sony
memasuki kamarku. "Ngapain,Om" Sana keluar!" seruku,kaget setengah mati.Aku sangat menyesal mengapa
pintunya tadi tidak kukunci.Lain kali akan kukunci dengan gembok berkombinasi.
"Pinjam kamar mandi," katanya sambil meluncur masuk ke kamar mandiku tanpa menunggu
persetujuanku.Sekilas,aku melihatnya memegangi perut.Jadi,mau tak mau,aku tau niatnya.
"Om!" sahutku histeris. "Sana di kamar mandi sendiri aja!"
"Gak bisa,Daze! Mampet! Bau banget.Jadi,gak bisa konsentrasi!" balasnya dari dalam.
Sial,Aku bersumpah tidak akan memasuki kamar mandiku selama pembantuku belum
menyikatnya sampai tidak ada satu kuman pun tertimggal.Maksudku.... yikes.Aku rasa aku mau
muntah. Setelah menyambar seragamku,aku turun secepat kilat,menghindari suara atau bunyi apa pun
yang bisa ditimbulkan oleh Om Sony.Aku berpakaian di kamar tamu tanpa niat.Setelah iu,aku
melewati ruang makan karena kehilangan nafsu makan dan keluar untuk menunggu jemputanku
di teras sambil mengelus-elus perutku yang terasa mual.
"Oi! Ngapain lo! Kebelet,ya?" Terdengar suara khas sopir jemputanku 10 menit kemudian.
"Sialan lo! Gue pengen muntah,nih!" seruku sambil berlar-lari kecil menghampiri swift-nya.
"Kenapa,sih" Om lo,ya?" tebaknya sambil nyengir nakal.Aku mengedikkan bahuku.Perihal OmSony-meminjam-kamar-mandiku-untuk-Tuhan-tahu-apa bukanlah topik favoritku pada pagi hari.
"Jangan lupa ya,salamin daru gue gitu."
Sekarang,aku benar-benar ingin muntah.Rinda,sahabatku ini,benar-benar sudah sakit jiwa.Atau
kemungkinan lain,dia sudah ketularan virus abnormal keluargaku.Aku tahu dia sudah naksir Om
Sony sejak masih pakai seragam TK dan main ayunan,tetapi setelah kejadian pagi ini" Aku
benar-benar tak tega memberitahunya.
"Daze! Lo malah bengong,lagi!" seru Rinda sambil membawa mobil keluar dari pekarangan
rumahku. Aku menghela napas,lalu membuka laci dasbor. "CD Rihanna lo mana?"
"Udah di player," Rinda menekan tombol play.Seketika,lagu Unfaithful mengalun lembut di
mobil. "Daze,lo ngerasa ada sesuatu enggak,sih?"
Aku menoleh kearahnya dan menatapnya heran."Pertanyaan lo bisa lebih spesifik?"
"Ng... dari tadi kayaknya gue ngelupain sesuatu.Tapi,apa" Kayaknya penting banget gitu," kata
Rinda dengan dahi mengernyit.
Sebenarnya,kalau mau jujur,aku juga merasa telah melupakan sesuatu yang besar,tetapi entah
apa."Apa,ya?" gumam Rinda sambil melamun.Dan,tahu kan apa akibatnya kalau kau menyetir
sambil melamun" "Awas,Rin!" sahutku histeris,dan Rinda sapontan mengerem gila-gilaan.
Kami hampir saja menabrak seorang bapak yang mengendarai vespa.Bapak itu mengamukngamuk sebentar kepada kami,lalu segera melanjutkan perjalanan.
"Berengsek!" seru Rinda,matanya melebar dan aku tahu dadanya berdegup kencang,karena aku
pun begitu. "Lo sih pake ngelamun segala!" seruku kesal.Bapak yang hampir kami tabrak hampir menjauh.
"Gue lagi mikirin apa yang gue lupain!" Rinda bersungut,lalu menginjak gas perlahan-lahan.
"Untung bapak itu enggak kenapa-napa," gumamku sambil menenangkan diri. "Tapi
tahu,enggak" Ada yang lucu."
"Apa?" sahut Rinda,intonasinya masih tinggi.Jelas-jelas dia belum tenang.
"Bapak tadi," kataku,bibirku sedikit tertarik ke atas memikirkannya, "Mirip sama Pak Mulyono."
Sepersekian detik setelah aku mengucapkannya,aku dan Rinda segera bertatapan-sangat cepat
sehingga aku bisa mendengar tulang-tulang leher kami berderak nyaring.
Meet The Sennas Karya Orizuka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Pak Mulyono!!" seru kami bersamaan.
"Sial!!" umpat Rinda,lalu segera tancap gas,membuatku terjengkang di jok mobilnya.
Setengah jam berikutnya,aku dan Rinda sudah mengendap-endap di samping kelas,mencari tahu
situasi di dalamnya.Gara-gara si bego Rinda salah belok karena terlalu kalut,kami harus memutar
jalan sehingga telat masuk sekolah.Untuknya satpai masih berbaik hati membukakan gerbang.
Pak Mulyono jelas sudah datang,dilihat dari keheningan luar biasa dari kelas kami.
"Udah mulai belim?" tanya Rinda.
"Kayaknya sih,udah," jawabku,membut Rinda langsung mengumpat.
"Gimana,dong?" tanya Rinda putus asa.Aku tidak langsung menjawabnya karena sibuk berpikir.
Ulangan pelajaran Matematika.Memikirkanya saja aku sudah mual setengah mati.Aku sama
sekali tidak punya sejarah bagus soal pelajaran itu.Dan sekarang,aku sudah terlambat untuk
mengikuti ulangan,plus,aku sama sekali tidak belajar tadi malam.
"Apa kita masuk aja?" gumam Rinda lagi.
Yang benar saja.Masuk dan diperlakukan lebih parah oleh Pak Mulyono" Aku katakan lebih
parah karena aku sudah terlalu sering dipermalukan di depan umum oleh monster kalkun
itu.Namun,kalau aku tidak ikut ulangan....
"Boleh saya tahu,apa yang sedang kalian lakukan di sini?" yanya seseorang yang suaranya
sangat familier di telingaku.
Aku dan Rinda menoleh pelan-pelan ke arah sang monster kalkun yang sudah berdiri di belakang
kami,dengan wajah bergelambir seperti terkena mutasi atau apa,juga tingkah yang seakan
mahadewa. Dia mentap kami lurus-lurus,satu tangan berkacak pinggang dan tangan yang lain memegang
kertas-kertas ulangan. "Ng... mau masuk kelas," gumamku tak jelas.Rinda mengangguk setuju,sementara alis Pak
Mulyono naik sebelah.Disangkanya keren apa.
"Apa biasanya setiap kalian mau masuk kelas selalu mengendap-endap seperti ini?" tanyanya
lagi. Aku dan Rinda memilih diam daripada menanggapinya.Bagaimanapun,aku tidak mau mendapat
angka merah di raporku hanya karena masalah sepele seperti ini.
"Cepat masuk!" perintah Pak Mulyono datar.Aku dan Rinda segera melesat ke dalam kelas,lalu
melihat teman-temanku yang masih sibuk membuka-buka buku.Sialan.Kalau tahu dari tadi Pak
Mulyono belum masuk kelas,aku pasti tak akan dapat "sarapan pagi" yang sama sekali tak perlu.
"Masukkan buku-buku kalian-kalkulatir juga Edwin-lalu keluarkan alat tulis.Di meja tidak ada
alat lain selain alat tulis-botol minuman juga benda kan,Sari"Baik,sekarang,semua tenang.Saya
akan membagikan soal. Pak Mulyono bergerak gesit sambil meyimgkirkan kertas-kertas tak berguna (yang sebenarnya
adalah contekan yang sudah disiapkan sebagian anak) dan akhirnya sampai ke depanku.Pak
Mulyono melayangkan soal itu ke mejaku dam Rinda sambil memberikan pandangan jangan
coba-coba menyontek kepada kami.Huh,memangnya aku serendah itu" Well,mungkin terjadi sih
kalau benar-benar terpaksa.
Sepuluh menit berlalu.Sepuluh menit ini aku pergunakan untuk mengambil pensil 2B,mengambil
penghapus,membetulkan posisi duduk,mengambil serutan pensil,menyerut pensil,menjatuhkan
pensil,menyerutnya lagi,menyeka keringan,merapikan soal-soal ... AKU PANIK! Apa apaan soal
nomor satu ini" Apa aku pernah diajari soal ini sebelumnya" Kalau ternyata belum,aku
bersumpah akan menuntut Pak Mulyono ke Komnas HAM! Atau Komnas Perlindungan Anak!
f(x) = ax? + bx + c,f(x) jika dibagi (x-2) bersisa 27.f(x) jika dibagi (x+2) bersisa -5 dan jika f(x)
dibagi (x-3) bersisa 50 ... aku tak sanggup lagi membaca sisa pertanyaannya.
Oke,tidak usah dipusingkan ... masih banyak soal yang lain ... lanjut soal kedua ...
{ sin 2x "6 " cos 2x dx ... INTEGRAL! Sialan! Dari sekian banyak Matematika,kenapa harus
soal integral yang keluar?" Oh,baiklah,aku toh tak akan bisa mengerjakan soal-soal lain dari bab
apapun. Tugu dulu.Sepertinya aku bisa soal yang ini.Nomor tujuh belas yang tidak sengaja kulihat.Jika tg
x = 2,4 dan x di kuadratkan 3,maka sin x ... Ha! Akhirnya! Keberuntungan datang juga
kepadaku! 2,4 kan sama saja dengan 2 " 5,yang juga berarti a " b,sedangkan sin x itu a "c ... cari c
pakai phytagoras.Nah,dapat 13! Berarti sin x 12 "13 ... 12 "13,ada tidak ya,di pilihan ... ADA!
YIPPI! Akhirnya ada juga yang bisa ku jawab.
Aku hampir saja melonjak setelah mendapatkan jawaban itu,tetapi aku masih cukup tahu
diri.Jadi,yang aku lakukan sekarang hanyalah memandangi satu-satunya jawaban di kertasku
dengan penuh rasa haru.Aku bisa merasakan pandangan Pak Mulyono,tetapi masa bodoh.Aku
bisa mengerjakan soal Matematiaka! Ternyata aku tidak sebodoh yang aku sangka!
Aku melirik ke arah Rinda,yang tampak luar biasa depresi.Tiba-tiba,Rinda menoleh ke
arahku,membuatku spontan nyengir kepadanya.Rinda menatapku dengan mata terbelalak,mungki
menyangka aku mengalami mental breakdown karena bisa nyengir saat ulangan
Matematika.Namun,aku tak peduli.Faktanya,aku bisa mengerjakan soal Matematika! Memang
sih Cuma satu,tetapi itu lebih baik daripada hanya memandangi soal seperti yang Rinda lakukan
sekarang,kan" "Yak,waktunya tinggal 5 menit.Silakan diperiksa kembali.Bagi yang sudah selesai,tinggalkan
kertasnya di meja dan boleh keluar.
Lima menit" LIMA MENIT" Apa yang sempat kulakukan dlam lima menit" Ada sembilan belas
lsoal lagi yang terlantar pasrah,menunggu untuk dikerjakan.Apa yang bisa aku lakukan"
Lagian,untuk apa tadi aku nyengir-myengir kepada Rinda segala" Seharusnya,aku bisa
memanfaatkan 2,5 menitku yang terbuang saat nyengir itu untuk mengerjakan ...
Oh,sudahlah.Bagaimanapun,aku yakin tak ada satu soal pun yang bisa aku kerjakan lagi.
Akhirnya,aku mengambil jalan pintas.Kuhitamkan saja semua jawaban di LJK-ku secara
acak,berharap ada jaaban yang benar,walaupun hanya satu soal.Aku melirik lagi ke arah Rinda
dan dia tampak sedang melakukan hal yang sama denganku.
Setelah Pak Mulyono keluar dari kels,aku segera menghambur ke meja Iman,anak paling pintar
di kelasku-dan kemungkinan besar di sekolahku.Iman tampak sedang dikerubuti anak-anak
lain.Pastinya bukan dimintai tanda tangan (Iman adalah cowok yang sangat "lurus" dalam segala
hal,yang membuat cewek-ceek geli berada dekat dengannya) ,melainkan untuk mencocokan
jawaban ulangan tadi.Rinda melongok menyaksikan aku melakukan perbuatan-yang-tak-pernahkulakukan-seumur-hidupku iti.
"Daze,mau ngapain lo?" serunya,takjub melihatku bersusah payah menyeruak kerumunan yang
mengelilingi meja Iman.Aku tidak mengacuhkannya,karena aku sedang senang.Aku bisa
mengerjakan soal Matematika! AKU!
Setelah perjuangan selama 5 menit,aku sampai tepat di hadapan Iman yang segera terlonjak
kaget.Entah itu karena aku menggebrak mejanya terlalu kuat,atau karena tidak pernah melihatku
mencocokkan jawaban sebelumnya.
"Man,gue mau tanya!" seruku bersemangat.Aku bisa merasakn semua perhatian tertuju
kepadaku. "Ee ..., ya" Gumam Iman,ekspresinya bingung.
"Nomor 17,jawabannya apa?" tanyaku lagi,setengah berteriak,entah karenah pengaruh adrenalin
atau apa. "Oh,itu.Jawabannya B." Jawabnya yakin.Kadang,aku heran dengan makhluk yang satu
ini.Bagaimana mungkin dia bisa hafal seluruh soal dan pilihannya" Aku saja Cuma hafal satu
soal dan itu pun karena aku menganggapnya keajaiban.
"B itu apa?" desakku tak sabar. Aku hanya ingat 12 "13 -nya,bukan abjadnya.
"Oh,itu," kata Iman lagi, "-12 "13."
Sebongkah batu terasa memenuhi lambungku begitu mendengar jawaban itu.Dari mana
datangnya tanda minus itu"
"Ap ... ap ... apa .. tapi ... dari mana?" tanyaku lagi.tergagap saking shock-nya.
"Hah! Enggak dari mana-mana.Dari tadi di sini terus,kok." Iman menjawab ringan,membuatku
cukup yakin dia mengolokku.
"Gue enggak nanya elo dari mana,norak! Dari mana MINUS-nya"!"
"Gampang aja," katanya lagi,membuatku tiba-tiba ingin menghantamnya dengan gada.
:Tangennya kan ada di kuadrat tiga."
Satu kata,tiga suku kata. SI-AL-AN.
*** "Gue benci matematika!" teriakku sekencang mungkin di kantin.
Beberapa orang mengangguk-angguk setuju,sisanya menggeleng-geleng seolah aku sakit jiwa
atau apa. "Udahlah,Daze ... Gue juga benci,kok," timpal Rinda,sama sekali tak membuatku terhibur.
"Tapi kan enggak sepahit gue! Lo masih mending,enggak bisa semua! Nah,gue,udah berharap
yang iya-iya,tahunya mengecewakan ..."
"Makanya,kalo berharap itu yang enggak-enggak aja ..."
Cewek di sampingku ini benar-benar mencerahkan.Entak kenapa aku bisa bersahabat
dengannya.Mungkin,aku memang berjodoh dengan orang-orang ngaco.
Aku menghela napas. "Udah ah,enggak usah dibahas lagi.Bisa-bisa ntar gue nekat ngelabrak Pak
Mulyoyno,lagi." "Kalau bener lo mau,ajak-ajak gue,ya," pinta Rinda dengan wajah penuh harap.
"Mungkin ... gue bakal ngelabrak Iman juga.Tadi dia sengak banget! Kayak dia yang paling
pinter aja," sahutku sengit sambil mengebrak meja.
"... memang di yang paling pinter,Daze."
"Oh,eh,iya,sih ... tapi kan enggak sepantesnya dia gitu.Mentang0mentang pinter,seenaknya aja
ngatain orang bego," sanggahku lagi.
"Memangnya tadi dia ngatain lo bego" Kalaupun iya,kenapa lo marah" Memang lo bego,kok,"
komentar Rinda membuat dua buah sumpit melayang ke jidatnya.
Matematika. JENIS MATA PELAJARAN APA SIH ITU"
Apa kegunaannya" APA"
Toh,dalam kehidupan sehari-hari juga jarang dipakai.
Apa gunanya integral coba"
Apa gunanya trigonometri"
Apa tidak bisa lebih sederhana"
Dulu,orang tidak kenal matematika rumit,tapi mereka bisa membuat rumah.
Mereka bisa berdagang tanpa harus menyebut-nyebut rumus Logaritma.
Mereka bisa hidup damai tanpa mengenal apa itu eksponen.
Aku bahkan tidak tahu apa itu eksponen!
Aku Cuma tahu dari judul besarnya yang menghias buku cetakku.
Namun,selebihnya aku tidak tahu.Apa aku harus tahu"
Aku sudah tak sanggup menghadapi beban ini.
Kenapa sih aku masuk IPA"
Kenapa tidak IPS yang tidak ada matematika"
Pokoknya,aku tidak mau mengambil kuliah yang ada matematikanya.
Cukup sudah dua belas tahun aku bergulat dengan matematika.
Tapi,itu juga kalau aku lulus Ujian Nasional.
Ujian Nasional kan ada matematikanya"!
Tuhan,kenapa aku jadi benar-benar MUAK dengan kata MATEMATIKA?"
Sepertinya,aku baru saja menulis puisi.Ternyata matematika bisa menjadi inspirasi selain
keluargaku.Benar-benar pasangan yang serasi.Keluargaku dan matematika,maksudku.Samasama bikin jengkel.
Mungkin puisi ini seharusnya kuberi judul "Matematika Menyebalkan" atau semacamnya.Bisa
juga "Bagaimana Matmatika Bisa Membuat Gila Anak Remaja Berumur Tujuh Belasan dan
Bagaimana Para Orangtua Seharusnya Bersatu Mneghilangkan Pelajaran Itu dari Kurikulim
untuk Menyelamatkan Anak-anaknya". Namun,kurasa judul itu terlalu berlebihan,walaupun
terdengar sangat tepat bagiku.Lagi pula,tidak ada cukup tempat untuk menuliskannya di diaryku.
Ketika aku baru akan menulis judul yang sudak kupilih-"Lihat Bagaimana Matematika Secara
Perlahan Tapi Pasti Akan Mengancurkan Hidupku"-Ayah masuk ke kamarku.Aku buru-buru
menutup diary yang segera mengeluarkan wangi semerbak sesajen.Ayah langsung menutup
hidungnya sambil mengedarkan pandangan dengan liar keseluruh penjuru kamarku.
"Bau apaan nih,Daze" Kamu bakar-bakar kemenyan,ya" Tuduhnya semena-mena sambil berusah
mencari sumber bau itu. "Ng ... bukan.Ini wangi diary,hadiah dari Tante Amy itu lho,Yah," jawabku tanpa maksud
menunjukkannya kepada Ayah.
"Wah,harus dibuang,tuh.Mana tahan kalau setiap masuk kamar kamu disuguhin wangi
kemenyan bigini.Memangnya Ayah setan,apa," gerutunya sambil duduk disebelahku.Aku tidak
bisa lebih setuju. "Ya,deh ... Terus,ceritanya,Ayah mau ngapain kesini?" tanyaku sambil menyelipkan diary itu ke
balik bantal. "Ayah Cuma mau tahu perkembangan kamu aja," katanya membuatku mendadak panas dingin.
"Yah,seperti yang Ayah lihat,beratku nambah 4 kilo ... terus tinggiku juga udah nambah 5 senti
..."\" "Bukan perkembangan yang itu," potong Ayah tak sabar. "Perkembangan kamu di sekolah."
Aku.Mampus. Ya,Tuhan,apa yang harus aku lakukan"Apa aku harus cerita kalau tadi aku tiadak bisa
mengerjakan satu soal pun-well,satu soal,itu pun salah-saat ulangan Matematika?" Atau tentang
double tiga di dua ulangan Matematikaku terdahulu,dan kemungkinan NOL BESAR di ulangan
terakhir" Arghh! Kira-kira apa reaksinya kalau aku memberi tahunya" Tentu saja,aku tak mau
membahayakan kesehatannta.Bagaimanapun,aku anak yang baik-yah,selain kenyataannya juga
luar biasa bodoh. "Daze,kamu harus sadar kalau Ujian Nasional sudak dekat.Jadi,kamu harus belajar yang
rajin,supaya ntar bisa lulus SMA.Inget lho,Daze kalau kamu enggak lulus,Ayah enggak mau
nyekolahin kamu lagi.Bakal lanhsung dikawinin," katanya panjang lebar.
Aku terperanjat.Apa maksud perkataannya tadi"Apa dia serius"Aa,tetapi pasti omong
kosong.Mau dinikahkan dengan siapa"Punya cowok jiga tidak.Diizinkan dekata-dekat dengan
cowok juga tidak.Aku pun lantas menyadari sesuatu: aku baru bisa berhubungan dengan cowok
setelah ujian SMA! Benar-benar menyedihkan.
"Daze,diomomgin kok malah bengong.Pengin cepat-cepat kawin,ya?"
"Memangnya kalu bakal kawin,sama siapa"Anak temen Ayah"Anak koneksi Ayah?" Mau tak
mau,aku sedikit penasaran.Bagaimanapun aku harus punya rencana jangka panjang,mengingat
peluangku untuk tidak lulus Ujian Nasional sangatlah besar.
Ayah mengernyit heran. "Bukan.Sama sapi.Kamu kok malah nanya itu
benar-benar ayah kawinin sama sapi,terus tinggal sana di kampung eyang uti kamu."
TEGA.Dia benar-benar ayah yang kejam.Sekarang,aku Cuma bisa melongo.
"Nah,sekarang kamu belajar,ya." Ayah bangkit,tampak tidak peduli terhadapku yang shock
berat. "Inget lho,sapi,sapi ...," imbuhnya sebelum menutup pintu.
Sepeninggalnya,aku masih terdiam selama 15 menit.Pikiranku dipenuhu oleh rasa penyesalan:
mengapa aku bukan anak yang dilahirkan dikeluarga yang normal,yang mempunyai ayah yang
perhatian dan mendukungku baik dalam keadaan susah maupun senang,bukannya Ayah yang
tega menikahkan anaknya sendiri dengan seekor sapi.!
Aku bahkan belum perbah berpacaran dengan cowok,dan sekarang seekor sapi sudah
emnungguku selepas Ujian Nasional!
Tidak,tidak.Tidak masuk akal.Sama sekali tidak masuk akal.Sapi dan manusia tidak bisa
bersatu.Tidak manusiawi.Aku harap Ayah bercanda.Pasti bercanda.Pasti.
Bercanda kan,Yah?" Prince VS Mutant "Huhaha! Serius lo,Daze" Bokap lo mau ngawinin lo sama sapi yang ada di kampung eyang uti
lo" HUAHAHA!" Oke.Aku sadar,aku telah membuat kesalahan besar dengan menceritakan kejadian semalem
kepada Rinda.Sekarang,aku ingin menyumpal mulutnya dengan tempat pensil Hello Kitty-ku.
"Sapinya aja udah parah,ditambah lagi di kampung ayang uti lo! Memangnya di Jakarta enggak
ada sapi yang lebih keren" Huahahaha!"
Cewek berengsek ini-yang mengaku-ngaku sebagai sahabatku-sekarang sudah benar-benar
membuatku malu dengan menyuarakan masalah kawin-dengan-sapi itu secara lantang di
kelas,disertai tawa mengerikan plus gebrakan meja.
"Jakarta giyu lho,apa sih yang enggak keren" Sapi-sapinya juga!" jeritnya histeris,lalu kembali
tergelak.Air matanya mengalir deras.
Hebat.Aku tak tahu apa yang membuatku mau bersahabat dengan cewek sehebat ini.Hebat dalam
hal membuat sahabatnya malu sampai ingin mati.
Tahu-tahu,Pak Mulyono memasuki kelas.Rinda dengan sigap berhenti tertawa,walaupun tampak
jelas dia masih belum puas.Kurasa dia siap meledak kapan saja.Apa sih yang begitu lucu"
Harusnya kan dia ikut sedih atau apa.
Aku berusaha tak memedulikan Rinda dan mulai berkonsentrasi pada Pak Mulyono.Dia
membawa setumpuk kertas yang kuyakini sebagai LJK yang kemarin.Jantungku tiba-tiba
berdegup kencang. "Ya,anak-anak,harap tenang.Saya akan membagikan hasil ulangan kemarin.Yang namanya
dipanggil,harap maju," kata Pak Mulyoyno,membuatku berhenti bernapas."Ardi,Chandar,Edwin,Aris,Sari,Meylin,Reza,Dazafa ..."
Aku tersentak kaget saat namaku dipanggil.Detak jantungku sekarang mengalami percepatan
gila-gilaan.Berapa kira-kira nilaiku" Apa benar nol" Ya,Tuhan,jangan setega ini padaku.
Aku melangkah ragu ke arah Pak Mulyono,lalu mengulurkan tangan yang bergetar ke arah kertas
yang tergeletak di mejanya.Aku membawa kertas itu kembali ke bangkuku.Setelah
mengumpulkan keberanian,aku menarik naps panjang,lalu dengan mantap membaliknya.
Delapan.DELAPAN! Astaga,delapan untuk Matematika! Delapan pertamaku sejak aku masuk
sekolah ini! Keajaiban macam apapun ini.Ya,Tuhan,aku berterima kasih kepada-Mu ...
"... Za! Daza! DAZAFA!" seru seseorang.Aku,yang sedang dilanda kesenangan gila-gilaan,jelas
tidak mendengar.Aku sudah siap untuk melakukan sujud syukur saat seseorang menjawil
bahuku. Aku membalik badan,lalu mendapati Pak Mulyono berdiri di belakangku.Seluruk kelas pun
memberiku tatapan aneh,seakan aku orang yang sudah tuli total.
"Ya,Pak?" sahutku riang.
"Ke sini sebentar," katanya.Pelan,tetapi tegas.
Meskipun bingung,aku mengikutinya.Ada apa,sih" Menggangku kesenangan orang saja.
"Ada apa,Pak?" tanyaku lagi setelah sampai di mejanya.
"Daza,kamu mengambil kertas ulangan yang salah.Itu punya Reza,ini punya kamu.Makanya
dibaca dulu namanya,jangan main ambil."
Meet The Sennas Karya Orizuka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Rasanya aku kena serangan jantung.Aku pun tidak bisa merasakan lututku lagi.Tidak,tidak.Aku
tak mau terbangun dari mimpi indah ini ... jangan merusaknya,tolong ...
"Daza!" sahut Pak Mulyono lagi,dan hancurlah sudah semua mimpiku.
Dengan berat hati,aku menyerahkan kertas ulangan itu kepada Reza,lalu mengambil kertas
milikku dari tangan Pak Mulyono.Aku membaliknya pasrah.
Tiga.Tiga ketiga dalam sejarah kematematikaanku selama tahun ketiga di SMA.
Kurasa,angka tiga mungkin angka sialku.
*** "Gimana sekolah kamu,Daze?" tanya Bunda saat makan malam.
Nasi yang sedang kukunyah hampir tersembur keluar begitu aku mendengar pertanyaan
itu.Kemudian,aku mencoba untuk tetap kalem,sementara di saat yang sama,otakku berpikir
keras. "Sekolah tetap sama,Bunda.Pagarnya masih abu-abu,gentingnya masih merah ..."
Aku tahu,banyak yang tersedak saat aku mengatakannya.
"Lo bisa juga ya ngebanyol?" sindir Dennis,tetapi aku yakin sekali tadi dia ikut mendengus.
"Kamu kenapa sih,Sayang" Ada masalah ya di sekolah?" tanya Bunda lagi sambil tersenyum
lembut kepadaku,membuatku jadi tak enak telah mempermainkannya tadi.
"Enggak ada apa-apa ko,Bun," dustaku.
"Kalo ada masalah lebih baik dibicarakan aja," kata Nenek,disambut hangat oleh beberapa
amggota keluargaku yang lain.
Aku mentaonya penuh haru."Bener ko Nek enggak ada apa-apa."
Sesaat,aku sseperti mengetahui bagaimana rasanya punya keluarga normal yang sebenarnya:
saling mendengarkan,saling menenangkan,dalam acara makan malam yang hangat dan
menyenangkan .... "Ah,bohong tuh,Nek.Paling lagi marahan sama cowoknya," sambar Zenith tiba-tiba,membuat
keluargaku kembali sama tak normalnya seperti hari-hari sebelumnya.
*** "Daze." Kepala Zenith muncul di sela pintu kamarku.Aku benar-benar ingin benar-benar melemparnya
dengan rumah Barbie,tetapi aku tak rela mengeluarkan sedikit pun energi untuk melakukannya.
"Apaan?" sahutku ketus tanpa mengalihkan pandangan dari Cinemags.
"Gue pinjem jangka,dong," katanya sambil memasuki kamarku tanpa meminta izin.Aku curiga
selama ini di pintuku ada tulisan WC UMUM tanpa sepengetahuanku.
"Tumben,pinjem jangka.Biasanya elo gak pernah belajar," kataku,sedikit heran.
"Siapa bilang gue lagi belajar" Gue lagi ngegambar mobil balap.Dari tadi gue coba bikin ban
pake duit receh,tapi jadi enggak sinkron gituh,kekecilan."
"Oh," gumamku maklum."Ambil sendiri di tas."
Harusnya aku tahu.Zenith tidak pernah belajar.Dia mengingatkanku pada seseorang,hanya saja
dia tidak akan dijodohkan dengan sapi betina kalau dia tidak lulus SMO.Oh,memikirkannya lagi
membuatku sakit perut. "Apaan ini?" tanya Zenith tiba-tiba.
"Apaan?" Aku balas bertanya tanpa menoleh.
"Ini." "Ya,apaan?" "Ini,lho." Karena kesal sekaligus penasaran,aku menoleh ke arahnya,dan mendapdti dirinya sedang
memegang kertas-kertas yang aku yakini sebagai koleksi angka tigaku.
OH,TIDAK! Senyum licik muncul di wajahnya."Lo pasti belum kasih tahu Ayah."
"LO gak punya hak kasih tahu dia!" sahutku panas."Lagian,gue enggak mau!"
"Lho,kenapa" Lo udah lupa" Keluarga ini welcome terhadap segala keanehan,kan" Lagi
pula,bukan hal aneh kalo lo bego.Biasa aja."
"Biasa aja kalo lo yang bego!" seruku sengit.
Zenith terkekeh."Oh,jadi lo enggak bego.Ya,memang sih lo mungkin bisa dapet jackpoy saking
pinternya ngumpulin angka tiga."
"Udah,enggak usah banyak ngomong! Balikin itu kertas!" sahutku sambil bangkit.
"Enggak usah,ya." Zenith dengan cepat melesat ke pintu,lalu melambai-lambaikan kertas-kertas
itu."Gue.Mau.Ke.Ayah.Sekarang."
Kemudian,dia menghilang.Membawa sera kertas-kertas ulanganku.
I"m dead.Really-really dead.
*** Jadi,di sinilah aku.Di ruang keluarga yang sekarang lebih mirip ruang sidang bagiku.Ruangan
yang sama dengan yang pernah kami tempati ketika Tante Amy bilang dia ditinggal suaminya
begitu hamil.Namun,aku rasa keadaanku jauh lebih parah dari Tante Amy saat itu,mengingat dia
rela denngan kehamilannya,sedangkan aku sama sekali tidak rela dengan kebodohanku.
Seluruh keluargaku sudah berkumpul dan aku tidak bisa menebak pikiran mereka.Aku duduk di
kursi terdakwa di tengah ruangan-yang omong-omong dibuat sangat norak dengan warna merah
menyala.Mereka mengartikan kata "hot seat" terlalu harfiah.Ayah berdeham pelan,membuat
semua perhatian terarah kepadanya.Aku sendiri hanya bisa menunduk pasrah,mengira-ngira arti
dari dehaman itu. Apa yang akan terjadi padaku" Apa aku akan dumasukkan ke dalam sekolah asrama" Atau
dipindahkan ke SMA terpencil di kampung Eyang Uti,yang berarti aku akn bangun pukul 04.00
pagi setiap harinya,lalu berjalan sejauh 5 kilometer,hingga aku sampai di sekolah itu dalam
keadaan setengah pingsan" Oh,tidak!
"Daza." Ayah berkata pelan,tetapi tegas,sementara aku menunduk semakin dalam."Ayah
rasa,kamu pasti sudah tahu alasan kamu dipanggi ke sini,kan?"
Aku mengangguk sangat perlahan,seolah dengan melakukannya sedikit lebih jelas maka
kesalahanku bisa jadi lebih fatal.
"Ayah ...," lanjut Ayah lambat-lambat,membuatku memejamkan mata,pasrah menerima
vonisnya."Ayah enggak marak,kok.Ayah dan Bunda sudah tahu soal ulangan kamu yang triple
tiga itu." Butuh beberpa detik bagiku untuk mencerna kalimat itu.Detik berikutnya,aku mendongak tak
percaya.Ayah tidak marah! Dia tidak marah! Namun,tunggu dulu.Apa maksudnya dia sudah tahu
soal ini" Jelas saja dia tahu,bukankah Zenith baru saja memberi tahu mereka"
"Ayah dan Bunda terima laporannya setiap bulan dari sekolah kamu," katanya santai,seperti baru
mengatakan sesuatu yang sudah jelas seperti dia terima tagihan kartu kredit setiap bulan.Dia
sama sekali tidak menunjukan usaha untuk memedulikan wajahku yang sekarang persis orang
idiot. "APA"!" sahutku kencang,Seenaknya saja mereka minta laporan dari sekolah maslah nilainilaiku.Anak ana yang dimata-matai orangtuanya sendiri"
"Jangan marah,ya,Daze," ujar Bunda-yang tak bisa kupercaya,Bagaimana aku tidak bisa marah"
"Jadi,Ayah sama Bunda enggak percaya sama Daza" seruku kesal."Ngapain sih pake mintaminta laporan segala!"
"Jelas enggak percaya,lah.Nyatanya,lo nyembunyiin ulangan lo yang triple tiga." Zenith
menyambar tanpa diminta. Aku sedang sangat ingin membunuh seseorang saat ini dan Zenith jelas ada di posisi pertama
dalam daftarku. "Tapi kamu hebat lho,Daze," kata Om Sony tiba-tiba."Om aja dulu sudah banget ngoleksi
gitu.Pernah dapet tiga dua kali berturut-turut,tapi yang ketiga malah dapet 1,25 ..."
Terima kasih,lho,Om.Aku terhibur.
"Ngoleksi tuh nilai sembilan dong,kayak gue.Ngoleksi kok,tiga." Dennis menggeleng-gelengkan
kepala dengan tampang sok.Memangnya aku mau mengoleksi angka tiga?"
"Itu kan buat kebaikan kamu juga,Daze.Kalau enggak begitu,mau sampai kapan kamu
nyembunyiin ulangan kamu" Makanya,kita sekarang mau kasih kamu solusi," kata Kakek
bijak.Aku jadi bahagia punya Kakek seperti dia.Setidaknya,dia tidak menyudutkanku seperti
semua orang. "Iya,Daze,makanya mulai sekarang,kamu jangan ragu kalo ada masalah.Cerita aja sama kami
...," sambung Nenek,membuatku lebih bahagia karena Kakek sudah menikahinya.
"Masalahnya ... aku enggak bisa matematika," kataku jujur.
"Bukan masalah.Minta ajarin aja ke Dennis," saran Tante Amy.
"DIA?"" sahutku dan Dennis berbarengan dengan telunjuk saling teracung ke wajah masingmasing."Tante serius?"" seru kami lagi.
Hubunganku dan Dennis memeang tak pernah baik.Waktu kami kecil,Dennis sering
menendangku tanpa alasan,tetapi Bunda bilang dia hanya iri.Iri apa,iri karena aku perempuan"
Tante Amy mengangkat bahu sambil melempar tatapan oh-baiklah-aku-akan-tutup-mulut ke arah
kami.Keputusan cerdas.Usulnya tadi sama buruknya dengan memintaku menceburkan diri ke
kawah ijen. "Ayah punya saran bagus.Kamu pasti bakal suka dan bakal betah di rumah," kata ayahku sok
misterius.Aku memandangnya ingin tahu.Semoga saja usul ini tidak berhubungan dengan sapi
atau salah satu dari anggota kwluargaku."Nanti juga kamu bakal tahu.Pokoknya kosongin jadwal
hari Senin sampai Sabtu."
"Apa"! Senin sampai Sabtu,Yah?" seruku,mendadak ngeri.
"Ya.Senin sampai Sabtu.Enggak ada tawar-menawar."
Aku segera tahu bahwa hari ini adalah hari terakhir bagi kebebasanku.
*** "Jadi,lo mau diapain sama bokap lo?" tanya Rinda esok harinya di kelas.
"Mana gue tahu.Kayaknya gue bakal dikarantina gitu,deh," keluhku,dalam hati berharap
setengah mati itu tidak terjadi.
"herag gue sama bokap lo.Hari gini kok masih ada acara pingit-pingitan."
"Lo heran" Gimana gue?" sungutku."Udah ah,jangan dibahas terus.Suntuk gue mikirin lo enakenakan nonton di bioskopnsementara gue terkurung di rumah."
Rinda tertawa puas,sepertinya senang aku menderita.Sahabat macam apa yang aku punya ini"
"Daze!" Sebuah suara cempreng membuatku celingak-celingyk.Alinda,salah
sekelasku,tampak melonggok di pintu kelas,melambai ke arahku.
"Ada yang nyariin lo!"
satu teman Aku memandang Rinda yang segera mengedikkan bahu.Siapa yang mencariku pada jam-jam
seperti ini" Sekarang masih pukul 06.15,dan aku hampir tidak punya teman lain selain Rinda
yang punya keperluan denganku.Ini semua berkat Rinda dan keluargaku yang sama-sama norak.
Meskipun demikian,aku tetap bangkit dan bergerak menuju pintu.Ternyata ada ... siapa,ya" Aku
tidak merasa mengenalnya.
"Ya?" sahutku kepada seorang cowok tinggi yang tampak memunggungiku.
Cowok itu berbalik.Meskipun aku tidak pernah melihat dia sebelumnya,aku yakin dia adalah
salah satu cowok paling keren di sekolah ini.
"Hai." Cowok itu menyapa,sebuah ssenyum manis terukir di wajahnya yang tampak ramah.Aku
berusaha keras untuk tidak menganga.
"H-hai," balasku susah payah.
Meskipun kami baru sekadar bertukar sapa,aku bisa meraskan tatapan iri dari cewek-cewek yang
lewat.Aku berusaha mengatur napsku.Dari mana datangnya makhluk sempurna ini" Kenapa aku
tak pernah melihat dia sebelumnya" Apa dia anak baru" Atau ini karena saking aku tak pernah
bergaul dengan cowok"
"Jadi ...," katanya,dengan senyum masih tersungging."Elo yang namanya Daza?"
"Bener," jawabku setenang mungkin.
"Oh ... jadi elo." Dia sekarang menatapku dari ujung kaki hingga ujung kepala dengan gaya
menilai.Senyumnya perlahan memudar.
Ha! Aku tahu gelagat ini.Pasti dia sedang dikerjai teman-temannya,bertaruh siapa yang bisa
mengajak aku kenalan atau semacamnya.Kalau dia mau macam-macam denganku,dia salah
memilih hari.Aku sedang sangat tidak mood untuk jadi bahan lelucon.
Aku menoleh kanan-kiri,mencari teman-temannya yang mungkin mengawasi di suatu
tempat.Cowok itu ikut menengok kiri-kanan,mengikuti arah pandangku.
"Hei,kok nengok kiri-kanan gitu" Mau nyebrang?" katanya tak lucu.
"Siapa sih,lo?" tanyaku sengit."Disuruh siapa lo nemuin gue" Kalau gue tahu orangnya ,bakal
gue hajar!" Cowok itu bengong melihatku begitu emosi."Hah" Eh ... gue Dalas.Gue sih disuruh sama Pak
Mulyono,tapi gue dukung kok kalo lo mau ngehajar dia," katanya sambil kembali
tersenyum,tetapi kali ini agak geli.
Ups.Dua kesalahan besar.Satu karena marah-marah kepada cowok cakep yang tak berdosa,satu
lagi karena aku bilang mau menghajar Pak Mulyono.
Aku menatap cowok-yang ternyata bernama Dalas-itu dengan penuh harap supaya dia tidak
mengatakan apa pun tentang kejadian ini kepada Pak Mulyono.
"Tenang aja," katanya sambil memasang cengiran nakal."Rahasia lo aman sama gue."
"Aduh,sori ya,gue udah marah-marah sama lo.Kirain ..." Aku langsung memutuskan untuk tidak
bilang kalau aku menyangka dia datang karena taruhan."... ah,udahlah.Terus,ngapain Pak
Mulyono manggil-manggil gue" Kayak yang belum puas aja ketemu gue empat jam seminggu."
"Mana gue tahu.Mungkin mau dikasih sembilan di rapor?" katanya,membuatku spontan
mendengus,tetapi langsung ku hentikan begitu dia memandangku ingin tahu."Berhubung gue
kelas XI.Jadi,gue enggak kenal sama dia," tambahnya.
Oh,kelas XI" Kenpaa cute sekali"
Detik berikutnya,aku langsung menghentikan pikiranku yang mengarah bahwa anak kleas XI
tidak seharusnya cute sekali.
"Oh,gitu ...," gumamku,agak kecewa.Aku tidak punya minat pada cowok yang lebih muda
dariku.Zenith yang harus tanggung jawab karena sudah membuat semua cowok yang lebih muda
tampak menyebalkan di mataku.
"Tapi,jangan salah gue harusnya kelas XII.Dulu gue TK-nya tiga tahun."
Entah kenapa,aku langsung terhibbur.Apa pentingnya dia memberi tahuku kalau dia seharusnya
sudah kelas XII" Jelas supaya aku tidak merasa sungkan kepadanya,kan"
"TK,tiga tahun" Lo pasti kesenengan main ayunan."
Dalas tertawa lepas menyambut leluconku,Tawanya lucu,tidak dibuat-buat.Juga terdengar sangat
ikhlas,bukan Cuma untuk menghargaiku saja,sebagaimana yang sering dilakukan Rinda dan
keluargaku kepadaku. "Tapi ... kalo enggak kenal.lo kok bisa-bisanya ngedukung gue buat ngehajar Pak Mulyono?"
tanyaku lagi agak curiga.Jangan-jangan dia memang berniat mengerjaiku.
"Abis,dia nyuruh gue manggil lo pas gue lagi ngebakso.Belum habis,lagi.Bakso gue jadi
disamber deh sama temen-temen gue."
Aku tertawa mendengar gerutuannya.Polos sekali.Kami baru saja bertemu,tetapi dia sudah
bercerita macam-macam. "Ya udah deh,gue mau ke orangnya dulu.Sampai ketemu,ya." Aku melambai singkat,lalu
bergerak menuju ruang guru.
Menyesal banget sebenarnya,meninggalkan cowok asyik seperti dia demi menemui bapak-bapak
yang sama sekali jauh dari kata asyik.Yah,aku berharap bisa bertemu dia lagi.
Dalas maksduku,bukan Pak Mulyono.
*** Ternyata,oleh Pak Mulyono,aku disuruh mennyalin catatan latihan Matematika karena kemarin
aku kedapatan bengong tanpa menulis satu huruf pun yang ditulis olehnya di papan tulis.Plus,dia
melaporkannya kepada Ayah dan Bunda.Jadi,di sinilah aku,di rumah,sibuk menyalin catatan
yang aku tinggalkan selama beberapa bulan terakhir.
"Kamu tuh kerjanya apa aja sih di kelas," tegur Ayah saat melihatku di ruang TV,sedang sibuk
menghias buku catatanku dengan berbagai judul bab.
"Abis,dia ngebosenin sih,Yah," ucapku jujur.
"Kamu ini.Kalo nyenengin,namanya Josh Hartnett," katanya,yang sangat kusetujui.
"Kalo yang ngajar Matematikanya Josh,aku enggak akan kacau kayak gini," kataku lagi.Memang
benar,Joshlah satu-satunya alasanku untuk tetap hidup,walaupun sepertinya dia tidak setuju
karena sudah la,a dia tidak main film lagi.
"Bener,nih/" tanya Ayah tiba-tiba,tampangnya jail.Mataku langsung melotot.
"Ayah mau ngajakin Josh kesini,Yah" Bener?" jeritku histeris.Aku tahu,Ayah pasti bisa
membawa Josah ke sini kalau dia mau.
"Yah,semacamnyalah." Ayah kembali menjadi sok misterius.
Semacamnya" Bahuku kembali melorot,Pasti bukan Josh yang dia maksud.Josh yang seorang
bintang Hollywood pasti ogah setengah mati datang ke sini,walau dibayar selangit.Meskipun
demikian,aku benar-benar penasaran.
"Maksudnya?" tanyaku lagi.
"Tunggu sebentar lagi.Sepuluh menitan lagi datang,kok." Jawabnya ringan sambil menghilang di
tangga,jelas-jelas tidak keberatan kalau aku mati penasaran.
Siapa,ya" Aduh,jangan-jangan Ayah Cuma bercanda soal "semacam Josh Hartnett".Janganjangan yang datang adalah malah orang tak diharapkan seperti pak Mulyono.Ya,Tuhan,jangan
sampai itu terjadi.Aku bisa gila.Aku harus memaafkan diriku sendiri yang sudak tega berpkir
seperti barusan. Aku menunggu kira-kira 15 menit sampai terdengar suara-suara orang mengobrol di lantai
bawah,lalu langkah kaki menaiki tangga.Deti beikutnya,Ayah muncul dari sana.
"Daze,ini orang yang Ayah maksud." Ayah bergeser untuk memperlihatkan seseorang yang ada
di belakangnnya, Cowok.Tidak begitu mirip Josh Hartnett sih,tetapi ganteng! Ya,Tuhan ... terima kasih karena
Kau telah menciptakan makhluk indah lebih dari satu orang ...
Sesaat,aku merasa jantungku seperti berhenti berdetak saat bertemu pandang
dengannya.Meskipun demikian,tatapannya sama sekali tidak menunjukan tanda-tanda
ketertarikan.Dia malah mengalihkan pandangan ke arah Ayah,seperti enggan menatapku lamalama.
"Daze,kenalkan,ini guru privat Matematika kamu.Namanya Logan."
Namanya saja sangat keren,mengingatkan aku kepada wolverine yang supercool.Sela beberapa
saat aku masih belum berhenti menatapnya,dan kurasa dia agak risih karenanya.Sesekali,dia
menggaruk belakang kepalanya yang berwarna cokelat gelap.
"Hai," sapaku,mencoba menampakkan kesan pertama yang baik.
Namun,dia tidak balas menyapa.Dia Cuma menganggukan kepala singkat
memandangku,membuatku bertanya-tanya,apa mungkin cowok seker ini ternyata bisu.
tanpa "Logan,ini Daza,anak perempuan saya satu-satunya.Daze,Logan ini teman sekampusnya
Dennis.Dia anak Teknik Sipil dan jago banget matematika.Kamu boleh tanya-tanya apa aja ke
dia,oke?" "Oke,Yah!" sahutku ceria sambil menatap Ayah penuh rasa terima kasih.Logan sendiri,hanya
memandangku tanpa ekspresi dengan kedua bola mata yang segelap rambutnya.
"Ya udah deh Ayah tinggal dulu.Nah,Logan,kamu bisa mulai sekarang.Kalo ada masalah,tinggal
bilang.Daze,selamat belajar,ya," kata Ayah,lalu segera turun meninggalkan aku dan logan
berdua. Logan menatap punggung Ayah sampai benar-benar menghilang,lalu menoleh ke arahku dengan
Meet The Sennas Karya Orizuka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
malas.Ada apa sih dengan cowok ini" Aku bisa paham kalau dia bisu,tetapi otot bibirnya tidak
kaku,kan" Maksudku,tidak bisakah dia tersenyum sedikit saja"
"Ng ... bisa kita mulai belajar?" pancingku,berharap dia bakalan bersuara atau sekedar membuka
mulut. Bukannya menjawab pertanyaanku,dia malah menghela napas dan menghembuskannya keras
tanpa malu-malu.Setelah melempar tas dan buku-bukunya ke sofa,dia menghempaskan diri ke
atasnya. Apa lagi ini" Apa dia terlalu takut bersuara karena bakal mengeong kalau buka mulut"
Dan,dilihat dari sikapnya,dia seperti terpaksa mengajariku.Namun,karena dia ganteng dan
gayanya cool dengan paket kaus-polo-hijau-jeans-sepatu-putihnya,aku memaafkannya.
Sejenak,aku mengamatinya,lalu memutuskan untuk memecahkan es dengan berkata,
"Eh,Logan.Gue tahu kenapa lo dikasih nama Logan sama ortu lo."
Tampaknya aksi nekatku berhasil mendapatkan perhatiannya.Dia melepaskan pandangannya dari
TV LED supercanggih lengkap dengan home theatre milik Ayah-yang dihadiahkannya untukku
dan kedua saudaraku-lalu menatapku dingin.
"Oh,ya?" Akhirnya dia bersuara,tetapi sama sekali tidak terdengar menanggapiku.Kesannya
malah seperti menantang.Kalau tidak ganteng,sudah dari tadi aku melemparnya dengan remote
TV. "Iya.Mereka kasih nama lo itu dari cabang bab matematika.Nama lo pasti terinspirasi sama
logaritma.Makanya lo gede jadi jago matematika.Ya,enggak?"
Garing.Aku tahu benar itu dari raut wajah Logan yang sama sekali tidak menunjukkan tanda
menghargai leluconku.Aku sendiri tidak tahu kenapa aku bisa begini.Kurasa,dia punya pengaruh
aneh terhadap apa pun yang ada di dekatnya.Bunga yang tiba-tiba layu,udara yang tiba-tiba
pengap,aku yang tiba-tiba melemparkan kata-kata aneh ...
Tentu saja aku tidak serius.Aku hanya ingin menutupi rasa maluku.Aku bodoh sekali!
"Ha-ha," tawwanya dibuat-buat,membuatku spontan melotot.
Terserah apa dia cowok tercakep sedunia,atau cowok satu-satunya yang tersisa di alam raya,yang
jelas,aku tak suka kepadanya!
Logan akhirnya bangkit,lalu duduk di permadani lembut bersamaku.Sempat terpikir olehku
untuk menarik pikiranku soal tak suka kepadanya saat melihat mata cokelat gelap dan alis
tebalnya,tetapi pikiranku itu menguap begitu saja ketika dia menarik dengan paksa buku
catetanku. "Apa ini?" tanyanya dingin setelah membuka-buka beberapa halamannya.
"Buku catatan," jawabku.
Logan menaikkan sebelah alisnya."Begini?"
Aku sedikit tersinggung.Meskipun jelek kan tetap catatan.Masih bagus aku punya buku untuk
mencatat.Rinda malah tidak punya.
"Ya,begitu itu." Aku menjawab malas.
"Buku tebal,tapi Cuma ada judul-judul doang,lo bilang catatan?"
"Resek banget sih,lo.Bagi gue catatan,ya"
Logan tidak menanggapiku dan membalik-balik buku itu,seperti berharap melihat sesuatu yang
lebih dari sekesar judul.Beberapa detik setelahnya,dia menutupnya keras-keras,tampangnya tak
habis pikir. "Gue malah heran,lo dapet tiga terus.Harusnya,lo enggak boleh ikut ulangan," katanya sinis
sambil melempar kembali buku catatanku ke meja hingga terhenti di jemariku.
Aku sendiri melotot kepadanya.Kenapa sih kebanyakan orang-orang cakep punya masalah
kepribadian" "Tahu gini sih gue enggak bakalan mau ke sini," tambahnya sambil menatap langit-langit dengan
gaya sombong. "Pulang sana," sambarku sengit.
"Asal lo tahu ya,gue ke sini bukannya ikhlas mau ngajarin lo,ktapi karena gue enggak enak sama
bokap lo.Dia kayaknya udah terlalu putus asa punya anak bego kayak lo."
Aku tahu,aku bisa-bisa menangis kalau dia terus-terusan mencecarku seperti ini.Ayah tega sekali
memberi tahunya tentang aku,bahkan menjadikan dia sebagai guru privatku! Dan,apanya yang
"semacam Josh Hartnett?""
"Lo juga enggak mau ngecewain bokap lo,kan?" tanya Logan.Aku menggeleng mantap,tetapi tak
bermaksud merestuinya sebagai guru privatku."Makanya sekarang lo harus nurut apa kata
gue.Gue enggak bisa mentolelir kalo lo ngelanggar apa kata gue.Kalau lo mau maju,lo harus
nurut.Harus." Aku tak percaya ini.Dia lebih galak daripada Ayah atau siapa pun yang ku kenal.Aku belum
pernah dimarahi seperti ini oleh orang yang baru kukenal 5 menit,tetapi aku tak punya pilihan
lain.Mungkin punya,tetapi saat ini otakku benar-benar seperti spon yang menyarap semua katakatanya.
"Heh,malah bengong,lagi.Setuju,enggak?" sahutnya,membuyarkan lamunanku.
"Ya,ya.Apa kata lo,deh," jawabku ogah-ogahan.
"Kalau gitu,mulai dari ngehargain usaha guru Matematika lo.Apa yang dia tulis di papan tulis,lo
harus tulis.Apa yang dia suruh kerjain,lo harus kerjain.Mulai besok,gue enggak mau lagi lihat
buku catatan kosong kayak gini.Ngerti,lo?"
Sialan.Lama-lama dia jadi diktator juga.Apa sih yang dia tahu soal Pak Mulyono" Sepintarpintarnya Logan,dia juga pasti tak akan tahan diajar oleh monster kalkun satu itu.
"Terus,gue mau lo nyediain satu buku kosong yang tebal,khusus buat les gue.Senin sampai
Jumat,gue kasih lo soal-soal,dan di hari-hari itu lo boleh tanya.Tapi,khusus hari Sabtu,lo enggak
boleh tanya.Kayak ulangan.Ngerti?"
"Ya." Kuharap suaraku mulai terdengar bosan,karena pada kenyatannya akku benar-benar sudah
bosan akan ceramahnya. "Bagus.Sekarang,karena lo belum ada persiapan dan lo kayaknya dapet tugas ekstra dari guru
lo,kita belum mulai hari ini.Kita mulai besok,dan gue harap lo udah agak siap,: katanya
cepat,lalu bangkit sambil menatapku sejenak."Seenggaknya,pertambahan dan perkalian harus
udah lo kuasai," imbuhnya sebalum mengambil barang-barangnya dan melengos turun tangga
tanpa pamit. AKU BENCI DIA. Aaaaarrrrggghhhhhh!!! Ayah dapat dari mana sih orang seperti dia" Dia kan masih kuliah,umurnya pun hanya berbeda
dua tahun dariku.Apa sih hebatnya" Apa dia sudah dapat nobel matematika" Dia bahkan belum
dapat gelar sarjana,tapi layaknya kayak profesor.Dasar sok!
Apa bagusnya sih cowok kayak dia" Aku yakin,tidak ada anak yang sesial aku,dapat guru privat
Matematika yang jahat kayak dia.Cakep sih cakep-cakep banget malah-tapi attitude minus!
Lebih galak daripada preman terminal!
Aduh ... besok gimana nih,pasti dia bakal lebih galak dari tadi sore.Apa aku kabur saja ke rumah
Rinda" Yah ... aku memnag tidak mau mengecewakan Ayah,tapi jangan heran ya.Yah,kalau aku
tetap tidak lulus,walaupun sudah disiksa sama Logan.
Ngomong-ngomong,nama dan tmapangnya mendukunga,tapi sifatnya harus norak"
Dan kenapa harus ada yang namanya Ujian Nasional"
Kenapa juga harus ada yang namanya matematika"
Tuhan,terlalu banyak yang tidak aku pahami di dunia ini.
Aku mau mati saja! *** "Ngapain lo?" tanya Rinda heran begitu besoknya aku membuka buku catatan Matematikaku dan
mencatat tulisan-tulisan Pak Mulyono.
"Gue harus mula ngehargain usaha guru Matematika gue."
Aku tahu Rinda langsung bengong mendengar kata-kataku.Aku sendiri tak percaya telah
mengatakannya.Sepertinya aku terkena virus si jelek Logan.
"APA?" katanya setengah menjerit,tetapi Pak Mulyono tampak lebih berminat pada buku tebal
yang dipegangnya daripada Rinda.
"Ssstt,berisik aja,lo.Kalau mau berisik,jangan libatin gue."
Rinda kembali terbengong-bengong dengan mulut menganga lebar,dan segera mencecarku
setelah pelajaran Matematika berakhir.
"Oke.Apa itu tadi?" tanyanya saat kami sedang berjalan menuju kantin.
"Lo kan tahu,mulai hari ini,gue harus nyatet semua tulisannya Pak Mulyono.Kalau enggak,bakal
abis gue didamprat sama guru privat gue," keluhku sambil duduk di bangku terdekat,lalu
memesan bakso. "Gila juga ya,guru privat lo.Tadi gue heran banget lo buka buku catatan.Biasanya di keluarin
dari tas langsung buat kipas atau ganjel siku." Rinda malah takjub akan perubahanku.
"Lo kira gue seneng apa,nyatet tulisan dia?" sahutku sambil mulai makan.
"Gue penasaran sama guru lo itu.Apa bener dia mirip Josh Hartnett?" tanya Rinda,matanya
menerawang. Aku mendeliknya."Tolong jangan bawa-bawa Josh,deh.Ntar yang ada,gue malah ikut kesel sama
dia." Enak saja.Joshku sama mondter itu sama sekali berbeda.Yah,mungkin bagian matanya
mirip,tetapi itu pun aku enggan mengakuinya.
"Memangnya,segalak apa sih sampai lo kalah glak gitu" Biasanya lo hobi ngedamprat
orang.kayak cowok kelas XI yang kece kemarin."
Benar juga,Gara-gara si menyebalkan Logan,aku sudah melupakan cowok imut yang bernama
Dalas. "Tapi.lo hebat juga,Daze,bisa ngegaet anak kelas XI yang kerenn bukan main begitu."
Belum sempat aku mengomentari perkataan Rinda,subyek yang sedang dibicarakan melintas
tepat di depan kami.Aku meminjam istilah dari Rinda: dia memang keren bukan main.Tubuhnya
tinggi dan atletis,wajahnya yang kekanakan tampak ramah karena senyum yang selalu
tersungging di wajahnya,rambutnya yang halus pun jatuh di dahinya.
Karena dia sedang bersama teman-temannya,aku cukup yakin dia tak akan
menyapaku.Bermaksud untuk pura-pura tidak melihat,aku menoleh ke arah Rinda dan
mengajaknya mengobrol.Namun,Rinda justru sedang terbengong-bengong memandangi
Dalas.Sumpah yah anak ini norak sekali.Rinda,maksudku.
"Hoi!" teriakku,berusaha menyadarkannya.
"Hmm?" gumamnya tanpa melepas pandangan dari Dalas yang sekarang tampak asyik bercanda
dengan cewek-cewek seumurannya.Memandanginya saja membuatku merasa dua puluh tahun
lebih tua. "Ah,payah lo.Lihat cowok ganteng dikit langsung gatel."
"Ganteng dikit?" Mata Rinda membelalak. "Daze,lo enggak sadar apa,dia itu mungkin cowok
paling cakep sesekolah ini! Dan gue enggak percaya,elo,ssahabat gue yang enggak gaul,bisa
kenal sama dia!" "Sial," umpatku begitu mendengar kata "enggak gaul".Aku lantas menghela napas dan menatap
baksoku tanpa minat."Gue kan udah kelas XII,mana etis jalan sama cowok kelas XI?"lah,Dalas
menoleh ke arahku. "So?" sahut Rinda tak peduli."Kenapa enggak etis"Lihat dong,Ashton sama Demi.Lo pikir,beda
umur mereka setahun" Lo aja yang enggak berani ambil risiko."
"Lo kenapa sih Rin,maksa amat.Ntar kalo gue dibilang kegatelan,gimana" Kalau gue dibilang
suka daun muda?" protesku. "Lagian,ashton sama Demi udah pisah!"
"Kalau daun mudnya cakep kayak si Dalas ya,sah-sah aja! Lagian,apa sih peduli lo sama orang
lain" Bukannya temen lo Cuma gue doang?"
Bener juga,sih.Aku juga jarang peduli apa kata orang lain.Namun,yang jadi permasalah terbesar
adalah ... "Keluarga gue?" kataku pelan.
"Nah!" Suara Rinda ikut memelan. "Itu baru masalah."
Aku mendesah."Gue yakin dia bukan tipe cowok yang sabar ngisi-ngisi formulir identitas terus
nulis-nulis soal silsilah keluarga dia semaleman.Iya,kan?"
Rinda menarik napas panjang,lalu kembali memandang Dalas.Aku mengikuti arah
pandangnya,dan tepat pada saat itulah,Dalas menoleh ke arahku.Saat kukira dia akan buang
muka dan pura-pura tak melihatku,dia malah nyengir.Dan,yang tidak paling aku sangka,di
berjalan ke arahku dan duduk tepat di hadapanku.
"hei," sapanya ramah,lalu mengangguk ke arah Rinda,yang dengan segera membalasnya dengan
angggukan penuh semangat.
"Eh ... hei," balasku gugup.Mau bagaimana lagi" Belum lewat 10 detik sejak aku dan Rinda
berhenti membicarakan dia.
"Lho,kok,berhenti makan" Terusin,dong," kata Dalas begitu meliatku membalik sendok dan
garpuku-yang berarti aku sudah selesai.Mana bisa makan kalau ada cowok imut duduk di
depanku! Bisa-biasa sendoknya nyasar ke hidung.
"Udah kenyang," jawabku.
"Eh ... jangan-jangan lo kenyang gara-gara gue dateng,ya?" Dalas sepertinya agak kecewa
karena sekarang pasang raut seperti anak kecil yang sedang merajuk.Aku jadi ingin mencubitnya.
"Ah,bukan.Kita malah tambah laper lihat lo dateng," jawab Rinda disambut gelak tawa Dalas
yang renyah. Tiba-tiba,aku seperti bisa merasakan hawa kecemburuan yang menusuk kulit dari tempat yang
tadi ditinggalkan Dalas,yang dihuni pleh cewek-cewek kelas XI yang pastinya Dalas-mania.Hal
yang membuatku mengalihkan pandangan dari mereka adalah injakan sepatu bersol tebal milik
Rinda. "Las,ini temen gue,Rinda," kataku,mencoba untuk tidak meringis.
"Hai!" Dalas mengulurkan tangan kepada Rinda yang segera disambut.Formal sekali.Sangat
berbeda dengan cara kami berkenalan yang ... yah,sedikit memalukan.Oke,sangat memalikan.
Belum sempat kami mengobrol banyak,teman-teman cowok Dalas yang sepertinya anak-anak
basket menghampirinya. "Las,latihan,enggak?" tanya salah seorang cowok tinggi,berkulit cokelat sempurna yang
mengenakan headband Nike berwarna hitam.Satu jarinya memutarbola basket tanpa kesulita
berarti.Rinda langsung bengong lagi.
"Latihan,dong.Ya udah deh,Daze,Rin,gue mau latihan dulu," pamit Dalas,lalu bangkit dan
mengikuti teman-temannya.Namun,baru beberpa langkah,dia berbalik lagi."Oh,iya! Besok ada
pertandingan,kalian harus nonton gue,ya!"
Dalas melambai,lalu menghilang di balik tembok yang memisahkan lapangan basket dengan
kantin. :Ada berapa anak kelas XI yang cute yang enggak pernah kita lihat sih di sekolah ini?"" Rinda
menjerit histeris,membuatku luar biasa malu.
"Rin,lo kalo norak jangan berlebihan gitu,dong!" sahutku sebal.Aku harus menunggu beberapa
menit lagi sampai Rinda berhenti menggerutu soal ternyata-di-sekolah-ini-banyak-cowok-cuteyang-luput-dari-perhatiannya.
"Gila,udah cakep,anak basket pula," komentar Rinda untuk yang kesekian kalinya.
"Yang lo maksud Dalas,kan?" tanyaku sinis,karena dia bisa saja bermaksud membicarakan
semua anak basket yang menjemput Dalas tadi.Namun,Rinda hanya mengangkat bahu dan
kembali menerawang,mungkin memilih-milih cowok mana yang paling cute diantara rombongan
tadi. "Tapi,ngomong-ngomong ... tadi lo idajak nonton dia tanding,kan" Pertanda tuh,Daze,pertanda!"
"Lo ngomong apa sih,Rin" Tadi kan dia ngajak kita berdua," sergahku,tetapi setengah mati
berharap yang dikatakan Rinda benar.
"Tapi,matanya ke elo! Ke gue sih Cuma basa-basi! Pokoknya besok lo harus nonton dia!"
"Ngomong sih gampanng,tapi lo kan tahu,Senin sampai Sabtu gue harus les privat ..."
Aku langsung mual membayangkan tujuh hari ke depan-dan berbulan-bulan setelahnya-bersama
Logan. *** "Mana catatan lo?"
Suara Logan masih terdengar ketus kemarin,tetapi aku menyodorkan catatan Matematikaku
sambil nyengir bangga.Logan pasti akan mengubah pendapatnya saat melihat catatan itu.
Logan memeriksanya dengan teliti,lalu menutupnya.Raut mukanya tidak berubah,bahkan setelah
dia melihat catatanku yang luar biasa lengkap.Aku berani bertaruh,catatanku pasti lebih lengkap
daripada punya Iman. "Jangan bangga dulu.Lo boleh bangga kalo lo bisa ngerjain soal dari gue.Cepet tulis!"
Logan menulis soal-soal yang sangat asing bagiku di papan tulis.Ada beberapa yang aku tidak
yakin pernah dapatkan di sekolah.
"Sekarang kerjain! Kalo ada yang lo enggak ngerti,tinggal tanya.Gue kasih waktu sampai pukul
07.00." Tanpa repot-repot melihat reaksiku,Logan membuka buku-buku tebal miliknya sendiri dan
mulain mencoret-coretnya.Tahu aku sedang mengawasinya,dia mendelikku galak.
"Ngapain lo" Ayo,dikerjain!"
"Lo sendiri lagi ngapain?" Aku balas bertanya.
Logan tidak langsung menjawab pertanyaanku.Dia menghela napas sejenak,lalu seakan yang
sedang dia lalukan itu rahasia besar,dia kembali menatapku dengan judes.
"Gue jelasin juga lo enggak bakal paham," katanya,membuat hatiku serasa ditusuk
duri."Sekarang lo jangan macem-macem lagi,cepet kerjain! Kalo enggak ngerti,tanya,jangan
Cuma bengong!" Setelah mengatakannya,dia kembali berkutat dengan buku seukuran atlas dan berketebalan dua
kali tebal kamus John Echols.Aku sendiri segera menahan hati dan memutuskan untuk
menghadapi angka-angka yang tadi kutulis.
Dan ... akuk tak mengerti sama sekali.
"Ng ... Lo?" tanyaku hati-hati.Logan segera melirik ke arahku."Nomor 1,gue enggak ngerti."
Logan menutup bukunya,lalu memandangku tak percaya."Seriously?" katanya dengan nada
lambat-lambat yang tajam."Apa sih yang udah lo pelajari di sekolah" Ngapain aja lo tiga tahun
ini" Inikan Cuma soal persamaan sederhana! Gue kira lo bakalan nanya tentang logaritma atau
apa ... Jadi,sia-sia aja lo sekolah selama ini.Ah,gue sial banget,sih.Gue mestinya ngajarin anak
SMA,bukan bocah SD enggak lulus-lulus kayak lo."
Serentetan kata yang da ucapkan barusan terasa seperti ribuan panah yang menusuk hatiku
sekaligus.Air mataku segera menetes ke pipi.Baru kali ini aku disemprot tanpa ampun seperti ini.
Logan sekarang menatapku bingung,lalu berdecak.
"Yah,lo malah nangis,lagi.Salah lo sendiri,kenapa enggak pernah merhatiin guru." Saat aku
merasa dia melunak,dia mengelus dagu dan melanjutkan,"Gue heran,gimana lo bisa masuk
SMP,bahkan SMA,dengan otak kayak gitu" Apa mungkin karena koneksi bokap lo?"Cukup
sudah.Aku bangkit dengan marah,hampir menerjang Logan kalau saja aku tidak tersandung kai
meja dan jatuh bergedebukan tepat di depan hidungnya.Parahnya lagi,jidatku menabrak
pinggiran meja sehingga membuat pandanganku berkunang-kunang.
Aku berani mempertaruhkan koleksi parfumku bahwa Rinda dan keluargaku pasti akan tertawa
sampai kena kram perut kalau melihat kejadian barusan,tetapi Logan tidak tertawa.Cowok itu
Cuma memandangku prihatin,lalu berjongkok di depanku yang sedang berjuang menahan rasa
sakit yang tak tertahankan.
Bukannya bertanya apa aku baik-baik saja,dia malah bertanya."Mau ngapain lo tadi?"
"Lo kejam! Ngatain bokap gue yang enggak-enggak!" jeritku dengan air mata berderaiderai,sekarang lebih dikarenakan rasa sakit yang berkepanjangan pada jidat dan jempol kakiku.
"Jadi,enggak bener,bokap lo masukin lo ke SMP terus ke SMA pake duit?" tanyanya.
Meet The Sennas Karya Orizuka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Enggak! Gue masuk SMP sama SMA karena gue mampu! Lo jangan seenaknya nuduh bokap
gue kayak gitu!" raungku.
"Oh ... Jadi,lo mampu?" komentarnya dengan nada merendahkan."Terus,kenapa lo sekarang jadi
kayak gini,hah" Gue kasih tahu kenapa,lo Cuma terlalu malas buat belajar! Lo sebenarnya bisa
ngerjain soal,tapi lo udah menyerah sebelum mencoba!"
Aku tekesiap mendengar perkataannya.Mungkin kata-katanya benar,tetapi yang membuatku tak
percaya,ini Logan yang berbicara! Aku pikir,dia akan terus menghakimi Ayah dan terus-terusan
mencaciku. "Udah,lo jangan mewek terus! Belum apa-apa udah nangis.Gimana ntar masuk kuliah?"
katanya,lalu kembali duduk di sofa.Aku segera menghapus air mataku dan menatap Logan yang
seperti tampak lebih cakep. " ... itu juga kalo lo lulus SMA."
Oke,aku tarik kembali pikiranku barusan.Aku cuma khilaf.
"Gini,biar gue ingetin lagi.Nomer 1 itu,ruas kiri sama kanan harus dikuadratin.Lo ngertikan
pengkuadratan?" tanya,atau lebih tepatnya,sindir Logan.
Sebal.Aku segera mengambil pensilku dan mulai mengkuadratkan ruas kiri dan
kanan.Ternyata,cukup mudah.Benar kata Logan,sepertinya aku terlalu cepat menyerah.Namun,keberhasilanku mengerjakan soal nomor 1 tidak membuat Logan berhenti
mendampratku.Dia memarahiku kira-kira dua puluh kali lagi malam ini.
Throbbing Heart "Kusut amat tampangnya."
Tante Amy segera mengomentari wajahku saat makan siang.Hari ini aku pulang cepat,karena ada
rapat-entah-apa di sekolah.Biasanya aku suka pulang lebih awal,tetapi akhir-akhir ini tidak
lagi.Untuk apa pulang awal kal
au tidak bisa main" Aku Cuma mengedikan bahu,malas mengangkat topik tentang Logan.Bunda menyendokkan nasi
ke piring Pooh-ku,lalu menghiasnya dengan nuggets dan sosis.Kegemaranku ini membuat semua
orang di rumahku mengataiku bocah SD,dan aku jadi teringat kata-kata Logan semalam.
Semuanya sekarang tiba-tiba jadi soal Logan.Aku jadi mual.
"Amy,kamu harusnya periksa ke dokter." Bunda tahu-tahu berkata lembut,mengalihkan
perhatianku dari serigala jelek itu."Sudah lama kan semenjak kamu terakhir periksa" Kasihan
bayi kamu." "Aku males banget nih,Kak.Di sana kan lama nunggunya.Mana dokternya enggak ada yang
keren lagi," keluh Tante Amy manja.
"Kamu tuh suka aneh-aneh saja.Ayo,sana diperiksa,siapa tahu kenapa-napa."
"Enggak ada temennya."
Aku tidak suka arah pembicaraan ini.Pasti sebentar lagi ...
"Kan,ada Daze.Daze,kamu anterin Tantemu,ya."
Benar,kan.Pasti aku.Meskipun malas,aku mengangguk.Tante Amy sendiri tampak berbinarbinar.
"Asyik! Kamu memang keponakanku yang paling baik.Ayo cepetan,ntar pasiennya rame,lagi."
Melihat Tante Amy kelewat bersemangat seperti ini,pasti ada yang tidak beres.Tante Amy paling
malas kalau diajak ke dokter-sekalipun untuk memeriksakan darah dagingnya sendiri.
Aku bangkit dan mengikutinya ke luar rumah menuju Audi hitamnya.
"Nah,sekarang udah enggak ada Bundamu," katanya begitu masuk ke mobil."Jadi ... gimana kalo
kita ke salon aja?" Mulutku menganga lebar.Aku memang bukan keponakkan yang baik,tetapi aku tetap tidak setuju
dia mengajakku membohongi Bunda.Juga janinnya.
"Tappi,Yan,Bunda kan nyuruh Tante-"
"Udah,deh," potongnya cepat."Enggak bakal ketahuan,asal kamu mau kerja sama dengan
Tante." Sebelum aku sempat memberi respon,Tante Amy sudah menancap gas dan mengambil ancangancang untuk belok kiri,ke arah yang sama sekali berlawanan dengan dokter kandungan.
"Enngak!" Aku menyahut serius sambil menahan setir mobil."Tnate tetap harus ke dokter."
Tante Amy memandangku penuh harap,tetapi aku tidak tergerak pleh kedua mata indahnya yang
berkaca-kaca. "Selakali enggak,ya tetap enggak.Kita ke dokter,atau enggak sama sekali," tekanku.
Setelah menghela napas dan mengembuskannya kesal,Tante Amy membelokkan setirnya ke
kanan. *** "Tuh lihat,mana,enggak ada cowok keren satu pun.Kalo adda juga penyakitan.Di mana asyiknya
pergi ke dokter coba,di mana?" Tante Amy tak henti-hentinya mengeluh selama perjalanan dari
rumah hingga ke rumah sakit.Telingaku jadi pengang dibutnya.
"Tante nih,apa-apaan,sih" Yang bilang ke dokter nakal asyik tuh,siapa?" seruku
sebal."Lagian,siapa sih yang perlu" Aku atau Tante" Kok,jadi aku yang maksa Tante ke sini?"
"Lho,Tante juga enggak ada perlu di sini.Makanya,tadi Tante ajak kamu ke salon.Tante perlu
creambath,bukan berobat."
Aku benar-benar takjub melihatnya.Bisa-bisanya dia lupa kepada apa yang ada di rahimnya.
"Tante nih udah kena amnesia,ya" Aku ingetin aja ya,Tante itu lagi hamil!!" Aku mencoba untuk
tidak menyahut,tetapi darahku sudah sampai ke ubun-ubun.Beberapa pasien melirik kamu
dengan ekspresi terganggu.
"Yah,bener,sih," katanya dengan tampang sok polos."Tapi,memangnya orang hamil enggak
boleh creambath?" Kalau saja membunuh tidak berdosa,sudah kucincang dia sekarang.
"Tante,udah deh,enggak usah belagak pilon.Ayo,kita cari ruang dokter kandunganya." Aku
menyeretnya ke bagian informasi,lalu naik ke lantai tiga dan mencari sebuah ruangan dengan
papan nama dokter kandungan.Di depan ruangan itu sudah banyak ibu hamil yang menunggu
giliran.Hampir semuanya tampak hamil tua.
"Ya,ampun ...," gumam tanteku pelan."Nanti,aku bakalan jadi kuda nil kayak merka?"
"Sssttt!" desisku galak."Tante,jangan berisik,dong."
Aku memilih dua kursi untuk kami duduki.Di sebelah kami,duduk seorang ibu berusia tiga
puluhan yang menurutku sudah seharusnya melahirkan,dilihat dari perutnya yang berukuran
jumbo.Tanteku memandangnya seolah melihat hantu atau apa,yang kemudian dibalas ibu itu
dengan delikan galak. "Daze ... tolong,Tante enggak mau kayak gitu ...," rengek Tante Amy.
Memangnya aku bisa berbuat apa" Menusuknya dengan jarum supaya kempis"
"Tante in gimana,sih" Itu kan udah kodrat wanita.Maunya tante ini apa,hamil tapi tetap
langsing,gitu?" "Kamu kayaknya udah lebih siap daripada Tante deh gimana kalo pindahin aja?"
Aku melotot kearahnya.Bisa-bisanya dia menyarankan hal yang tidak masuk akal seperti
itu.Namun,sebenarnya aku juga tidak trga.Umurnya baru dua puluh dua tahun,dan tempat ini
membuatnya tampak jauh lebih tua.
Dua pulluh menit berlalu sampai akhirnya tempat ini sepi.Selain kami berdua,hanya ada seorang
laki-lakk yang aku yakini suami dari ibu hamil yang tadi duduk di sebelah kami.Tak lama
kemudian,ibu itu keluar dari kamar dokter.,lalu melewati kami begitu saja tanpa sedikut pun
melirik.Aku memakluminya karena aku yakin dia masih dendam-dan juga iri-kepada Tante
Amy. "Nyonya Amy!" seru suster.Meurutku,dia tak perlu berteriak seperti itu,toh tanteku memang
pasien terakhir. Aku dan Tante Amy bangkit,lalu bergerak menuju kamar periksa.
"Nona!" ralat Tante Amy kepada suster sebelum kami masuk,membuatku-dan seharusnya
dirinya sendiri-malu.Namun,aku tahu Tante Amy.Dia tak punya urat malu.Seperti halnya semua
keluargaku. "Siang,Dok," sapaku,mewakili Tante Amy yang tampak sama sekali tak berminat.Kami masuk
ke sebuah ruangan bernuansa putih dengan berbagai alat canggih di pojok.Bunda memang
menyarankan utuk pergi ke rumah sakit ini karena selain alat-alatnya lengkap,dokternya pun
profesional. "Pagi," balas seorang dokter yang memunggungi kami.begitu dia memutar tubuhnya,aku tahu
aku dan Tante Amy menahan napas berbarrengan.
Dokter itu bukan dikter biasa.Dia tinggi,tegap,tampam,dan masih lumayan muda,kira-kira awal
tiga puluh atau akhir dua puluhan.Ini sama sekali tidak sesuai dengan deskripsi Bunda.Dia bilang
dokternya seorang profesor berkepala botak berwajah keriput! Aku tidak tahu Bunda punya
penglihatan buruk! Aku melirik Tante Amy,dan merasakan semangatnya yang berkobar-kobar-yang rasanya 10
m3nit lau masih redup cenderung padam.
"Halo,Dokter! Dokter ini namanya siapa?" tanyanya centil sambil menyerobot duduk di kursi
dengan ceroboh.Janinmu,Tante,sial!
"Eh ... saya dokter Rino.Saya menggantikan dokter Purnomo karena beliau sedang seminar di
luar negeri." Dokter Rino membetulkan posisi kacamata berbingkai hitamnya,lalu menatap arsip
didepannya. "Nyonya ini ..."
"Nona," potong Tante Amy."Saya sudah bercerai."
Dokter Rino mengerjap beberapa kali sebelum akhirnya berkata,"Oh."
Tanteku ini betul-betul tak tahu diri.Aku kasihan oada dokter Rino.Dokter Rino sendiri sekarang
mengangguk-angguk paham,tetapi kelihatan agak canggung memeriksa seorang pasien hamil
yang sudah tidak punya suami,baru berusia dua puluh dua tahun,lagi.
"Dokter?" tanya Tante Amy lagi.
"Ya?" Dokter Rino menjawab ramah.
"Dokter sudah punya istri?"
Dokter Rino pun bengong mendengar pertanyaan Tante Amy.
*** Aku tidak mengerti.Benar-benar tidak mengerti.Ini hari minggu.Seharusnya hari Minggu adalah
satu-satunya hari kebebasanku dari makhluk kejam bernama Logan.Namun,hari ini dia ada di
sini,di meja makan,sedang menikmati makan malam bersama kami! Ya,ampun ... belum puas
rupanya dia bertemu denganku enam kali seminggu! Aku saja sudah muak!
"Ayo Logan,yang banyak makannya ...," rayu Bunda,yang sepertinya adalah biang dari segala
ketidakadilan ini. Logan tersenyum kepada Bunda."Udah,Tante.Cukup,kok."
Tante" TANTE" Sejak kapan?"
"Yah ... enggak enak,ya?" tanya Bunda dengan wajah merajuk.
Heran.Sudah tahu ada Ayah,Bunda masih saja genit.
"Oh,bukan ... Enak,kok,enak banget."
Aku mengernyit heran.Kenapa Logan bersifat sangat manis di depan keluargaku,tetapi berubah
menjadi monster kalau sudah ditinggal berdua denganku" Dasar tukang cari muka.Digaji berapa
sih oleh Ayah" "Jadi ... gimana perkembangan Daza?" tanya Ayah kepada Logan.
"Yah,jangan ngomongin soal itu,dong," sambarku sebelum Logan sempat menjawab.Namun,seakan suaraku Cuma angin sepoi,Logan malah dengan ringan menjawab
pertanyaan Ayah. "Lumayan bagus ko,Om," katanya,hampir membuatku tesedak.Apa aku tidak salah dengar" Apa
barusan dia mengatakan hal yang bagus tentangku" "Sekarang dia sudah bisa membedakan
antara tanda bagi dan sama dengan."
Ha-ha-ha.Lucu sekali.Seluruh keluargaku terbahak,sementara aku mendengus.Seepertinnya,Logan lebih cocok jadi anggota keluarga ini daripada aku.
hanya "Lo,ntar sebelum pulang,bisa ke kamar gue dulu,enggak" Ada yang mau gue tunjukin,nih," kata
Dennis,membuatku seperti mendapat momen "eureka"
GAY! Logan gay! Dengan Dennis! Logan pacaran dengan Dennis dan itu menjawab semua
pertanyaanku! Kenapa dia sangat galak kepada cewek,kenapa dia mau datang terus kerumah
ini,padahal dia tahu kalau aku mungkin anak paling bogo yang pernah diajarnya,semua terjawab!
Dan APA yang mau Dennis tunjukkan kepada Logan" Ugh,aku sama sekali tidak bermaksud
memikirkannnya. "Boleh aja," jawab Logan santai,membuat nafsu makanku hilang sepenuhnya.
Tepat ketika aku mendorong piring,Tante Amy muncul dan mengmpaskan diri ke sebelahku.Dia
memang tidak mau turun makan dengan alasan mual saat dipanggil tadi.Perhatian seluruh
keluargaku sekaranng tertancap padanya.
"Kenapa,Tan?" tanya Zenith mewakili rasa penasaran keluargaku-kecuali aku,tentunnya.Aku
sudah tahu ini semua tentang dokter muda yang malang kemarin.Jadi,aku Cuma meraih jus
jerukku dan meminumnya. "Ah,enggak apa-apa," jawabnya sok misterius,senyumnya dari tadi tidak hilang-hilang.
"Enggak percaya," tandas nenekku.
"Ya deh,aku memang enggak bisa nyimpen rahasia." Tante Amy menyerah-terlalu mudah
menurutku."Aku-udah-nemu-calon-suami!"
Untuk kedua kalinya malam ini,aku tersedak.Calon suami,katanya?"
Seperti yang sudah kuduga,keluargaku sekarang menegakkan punggung mendengarkan cerita
Tante Amy.Mereka pernah menyarankan bermacam-macam jenis cowok untuk jadi suami Tante
Amy berikutnya,tetapi selalu ditolak dengan alasan terlalu tua,tidak modis,tidak kece,tidak
kaya,pokoknya segala yang berhubungan dengan masalah duniawi.
"Yang bener?" seru Bunda takjub disambut anggukan kepala Tante Amy."Kayak apa orangnya?"
Mata Tante Amy menerawang membayangkan dokter,muda,cakep,single,pokoknya keren,deh!"
dokter Rino."Dia itu Yap,kecuali kenyataan kalau dia belum tentu suka jiga kepada Tante Amy.
Aku memutuskan untuk tidak mendengarkan cerita Tante Amy yang semakin lama semakin
mengada-ada,lalu kembali memperhatikan Logan.Siapa tahu,dia dan Dennis sedang melakukan
sesuatu yang tidak masuk akal seperti main mata,atau tendang-tendangan ... Ah,kenapa baru
terpikir olehku" Siapa tahi mereka memang sedang tendang-tendanngan.
Dengan sengaja aku menjatuhkan garpu,lalu cepat-cepat menyelinap ke kolong meja
makan,mencari tahu apa kaki Dennis sama Logan bersentuhan atau apalah.Aku harus
menangkap pergerakan sekecil mungkin yang dapat dilakukan oleh kaki mereka-lebih bagus lagi
kalau aku bisa mengabadikannya dengan ponsel dan menggunakannya sebagai senjata kalaukalau Logan berani macam-macam denganku-tetapi bodohnya aku,kaki mereka ada di tempat
masing-masing dan tak mungkin bisa bersentuhan karena mereka duduk berjauhan.
"Hayo! Ngapain lo di situ" Ngintip,ya?" terisksn Zenith mengagetkanku,membuat kepalaku
menghantam meja makan dengan bunyi duak keras.Yang sedang makan serasa terkena
gempa,aku sendiri serasa kejatuhan Hulk.
Sekarang,seluruh keluargaku menyaksikanku memegangi kepalaku yang berdenyut menyakitkan
sambil merintih.Sialan si Zenith! Dari lahir selalu saja menggangguku.Aku membalas tatapan
keluargaku dengan cengir kaku,lalu kembali duduk dengan susah payah.
"Cari garpu." Aku mengacungkan garpu yang tadi kujatuhkan.
Seluruh keluargaku ber-oh ria,kecuali Logan.Jelas saja,dia bahkan keluargaku.Dia malah
menatapku sinis.Apa-apaan sih dia" Aku kan bukan mau mengintipnya.Yah,memang iyah
sih,tetapi bukan mengintip yang macam-macam.Yah,macam-macam sih,tetapi ... ah,sudahlah.
Sepuluh menit kemudian,acara makan malam selesai,tetapi cerita TanteAmy belum
selesai,sehingga mereka berniat melanjutkannya di ruang kelurga.Sepintas,aku mendengar Tante
Amy berniat meminta Yohanes atau siapalah untuk membuatkan gaun pengantinnya.Gila,khayalan tingkat tinggi! Seolah dokter Rino sudah jadi tunangannya!
Aku tidak mengikuti mereka dan memutuskan untuk naik ke tempat tidur karena mengantuk
berat,lagi pula Tante Amy akan terus mengada-ngada sampai keluargaku bosan.
Sebelum naik tangga,aku melihat Logan mengikuti Dennis menuju kamarnya.Hiii ... mau apa
mereka" Meskipun penasaran,aku langsung mengenyahkan pikiranku untuk mengintip ke kamar
Dennis-takut tiba-tiba muntah di depan kamarnya.Kegiatan sekecil apa pun yang melibatkan
kakakku dan guru privatku yang sama-sama menyebalkan,pasti dapat dengan mudah membuatku
mual. Aku benar-benar BERUNTUNG.
Punya paman pengangguran,tante delusional,adik suka inkut campur urusan orang,kakak
gay,guru privat pasangan gay kakakku ... apa lagi yang harus aku punya" Pacar seekor simpanse"
Kurasa,itu pun akan dianggap biasa di rumah ini.
*** "Hei,kok bengong aja?"
Aku menengok,lalu mendapati Dalas di belakangku,tersenyum manis dengan wajah
imutnya.Persis yang aku butuhkan saat ini.Mengobrol dengan seorang cowok yang tak akan
pernah menjadi pacarku. "Enggak kenapa-napa"
Meet The Sennas Karya Orizuka di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Lho,gue kan enggak tanya lo kenapa."Senyumannya berubah menjadi cengiran jail.Mau tak
mau,aku ikut nyengir.Aku memang sedang butuh tertawa.
"Bercanda.Lo kenapa?" tanya Dalas ambil duduk di sampingku,lalu sedetik kemudian menepuk
dahinya sendiri seperti ingat sesuatu."Eh,tadi lo udah bilang enggak kenap-napa,ya" Lupa,gue."
Aku tertawa lagi.ternyata,asyik juga punya kenalan lain selain Rinda.Apalagi yang seimut Dalas.
"Lo hari Sabtu kemana" Gue tungguin kok,enggak datang?"
Ups.Pertandingan basketnya Dalas.Gara-gara mengantar Tante Amy ke dokter,aku jadi lupa
sama sekali. "Sori,gue banyak urusan.Emang lo nungguin gue,ya?" Aku memancingnya,walaupun aku tak
yakin kenapa. "Kan,tadu gue udah bilang," kata Dalas membuatku merasa agak pilon.
"Sori deh,lain kali,ya." Aku meringis."Gimana,menang?"
Dalas mengangkat bahu."Kalah.Enggak ada elo,sih."
Mau tak mau,aku tersanjung juga.Namun,pasti dia Cuma bercanda.
"Emang gue pawang menang,apa," kelitku,padahal aku tahu betul maksudnya.Aku hanya ... sulit
menerima kenyataan. "Maksud gue,kalo lo datang,pasti gue lebih semangat."
Okeee ... Apa dia naksir aku"
"Memangnya,enggak ada cewek lain yang bikin lo semangat" Cewek-cewek kelas lo?"
pancingku untuk yang kesekian kali.Aku sendiri heran menngapa aku terus memancing,padahal
Dalas sudah lama menangkap umpanku.
"Enggak ada.Adanya cewek-cewek yang bikin gue risi.Berisik banget,pake bawa-bawa spanduk
segala.Gue sampe pening."
Aku tertawa kecil.Norak banget sih anak-anak cewek kelas XI itu.Namun,di sisi lain,aku merasa
kasihan terhadap mereka karena Cuma aku yang diharapkan datang.
"Bawa spanduk apa?" Aku mencoba mengulur waktu selama mungkin untuk berpikir.
"Gue sempet baca yang tulisannya "Marry me,Dalas".Berasa anggota boyband,gue.Ogah bener."
Betul,jangan mau! Namun,kalau aku yang membawa spanduk begitu,kira-kira dia mau tidak,ya"
Ya,ampun,sepertinya aku harus pergi ke psikiater.Mungkin,aku sudah ketularan penyakit
delusionalnya Tante Amy. "Wah,sampe segitunya." Aku mencoba bersimpati."Lo ternyata ngetop juga,ya.Gue jadi takut
nih,jalan sama lo,ntar gue dikeroyok temen-temen cewek lo,lagi."
Dalas langsung menatapku tepat setelah aku mengatakan kalimat itu."Memangnya,lo mau jalan
sama gue?" Mampus.Aku harus jawab apa" Kenapa aku bisa jadi bodoh seperti ini,sih" Oh,aku lupa.Aku
memang bodoh dari sananya.
"Ng ... ini bukan jalan,ya?" Aku mulai gugup.
"Daze,dari tadi kita duduk,kok.Jadi ... mau,enggak?"
Pikir,Daza,pikir ... bagaimana caranya menolak cowok yang hidungnya mancung,matanya
bulat,dan tingginya 180 senti"
"Ah!" seruku tiba-tiba sambil menepuk keras-keras bahunya."Lo kurang ajar juga ya,ngajakngajak kakak kelas jalan!"
Oke,aku akui,itu cara terbodoh.Dengan cara itu,pasti Dalas akan melengos pergi dan tak akan
pernah menyapaku lagi. Namun,semua itu tidak terjadi.Dalas Cuma bengong sesaat,lalu ikut tertawa.
"Ya deh,kakak kelas ... enggak lagi-lagi,deh.Norak amat sih,lo.Emang masih ada ya,senioritas
hari gini" Jadi,mestinya gue panggil lo "Kak Daza?"" Aku bakal menyangka dia marah kalau aku
tak melihat cengiran di wajahnya."Enggak pantes!" sambungnya cepat,lalu buru-buru bangkit
dan kabur. Aku mengejarkan sekuat tenaga,bahkan setelah tahu bahwa yang kukejar itu seorang pemain
basket. *** "Bego! Kenapa lo tolak! Dasar cewek idiot!"
Rinda menjerit-jerit seperti kesetanan di kamarku.Aku sendiri terbujur kaku di tempat
tidur,kakiku pegal-pegal setelah tadi memaksakan diri mengejar Dalas.Pada akhirnya dia tidak
tertangkap,lari entah kemana,sementara aku jatuh terduduk kelelahan di pinggir lapangan basket
dan jadi tontonan anak-anak yang lewat.
"Heh,tenang dong,tenang ... kalem aja kenapa?" kataku,tetapi Rinda
mengumpat."Eh,diem enngak" Ntar seisi rumah nyangka lo gue aniaya,lagi!"
masih saja Aku benar-benar tak mengerti bagaimana harus menghadari Rinda yang sedang kalap begini.Dia
benar-benar marah kepadaku karena aku menolak ajakan Dalas-yang aku sendiri pun tak ambil
pusing.Well,sebenarnya aku cukup pusing tadi,tetapi perasaan itu segera menghilang setelah
Dalas tidak menunjukkan tanda-tanda menghindariku.Dia memang bukan sembarang cowok.
"Daze,lo cewek paling bego sedunia!" jerit Rinda,membuat telingaku berdenging hebat.
"Iya,iya ... Eh,apa" Enggak! Enak aja lo ngomong begitu."
"Enggak" Terus kenapa lo nolak cowok keren,cool,cakep kayak gitu"!"
"Gue Cuma jual mahal doang,ntar juga di nawarin lagi ..."
"Lo kata dia sales obat"! Enak aja-"
"Ada apa,nih" Rame banget." Teriakkan Rinda terputus oleh Om Sony yang muncul secarra tibatiba dari pintu kamarku.Rambut hitamnya yang sebahu sudah diikat kuda,menampakkan
sepasang anting didua telinganya.Katanya,penampilan seperti itu biasa bagi seorang bintang
rock.Aku yakin dia bercanda.
Rinda,secara ajaib,sudah duduk manis setelah sedetik sebelumnya memarahiku dengan kaki
terbuka lebar dan kedua tangan di pinggang.Aku takjub,bagaimana dia bisa berpindah posisi
dalam waktu secepat itu."Eh,Mas Sony.Apa kabar,Mas?" tanyanya manis sambil memainkan
rambut panjangnya yang bergelombang.
Aku tiba-tiba ingin muntah.Aku selalu mual sih,setiap Rinda memanggil pamanku itu dengan
sebutan "mas". Om Sony menoleh ke arah Rinda,lalu tersenyum kepadanya."Baik aja,Rin.Lagi ngapain tadi
ribut-ribut?" Aneh sekali.Suara Om Sony tidak pernah terdengar seberwibawa ini.Pasti ada maunya.Jangan
sampai Rinda ... Namun,mengingat tadi Rinda marah-marah tak keruan kpadaku,bolehlah Rinda
jad mangsanya. Melihat kedua orang ini berbalas senyum,aku merasa seperti sedang menonton semacam
sinetron.Bintang utamanya seorang musisi jalanan yang tidak laku dan seorang remaja labil yang
punya masalah dengan seleranya.Bulu kudukku sampai merinding.
"Ng ... enggak lagi ngapa-ngapain,kok.Tadi itu,kita lagi latihan drama ..."
"Basi," sambarku,memotong kata-kata Rinda."Om,ngapain ke sini" Pinjem kamar mandi lagi"
Enggak pake! Sana ke kamar mandinya Dennis aja!"
Om Sony bengong karena langsung kudamprat.Biar saja,mulai sekarang dia tidak boleh
menginjakkan kaki lagi di kamar mandiku.Gara-gara dia,selama seminggu aku pakai kamar
mandi Tante Amy,sementara kamar mandiku disterilkan.
"Enggak pinjem kamar mandi,kok," kata Om Sony ringan tanpa memedulikan tampang heran
Rinda."Cuma pengin kasih tahu kalo Logan udah nungguin di ruang TV."
Logan.Matenatika.Aku lupa sama sekali.Ini semua berkat Rinda yang mengamuk seperti orang
kesurupan.Aku menyambar buku lesku,lalu segera melesat ke luar.Telat semenit berarti sepuluh
kali dampratan. Aku terengah begitu sampai di ruang TV."Sori,telat."
Logan sudah duduk di sofa dengan pose mahahebat dan tampang mahakusut seperti
biasa.Setelah melirikku sekilas,dia menyuruhku duduk dengan sekali kedikan dagu.Tanpa
berkata-kata lagi,dia mulai menulis soal-soal di papan tulis.
Ajaib.Logan tidak marah.Dia tidak marah!
Aku tak sadar bahwa tanganku tak bergerak sedikit pun karena terlalu takjub padanya.
"Heh,lo denger enggak,sih" Kerjain!" bentaknya,membuatku tersentak.
Kerjakan" Kerjakan apa" Mampus,aku pasti bakal kena marah lagi.Logan menatapku dan
bukuku yang baru ditulisi angka satu bergantian,lalu tanpa kudga,dia membanting buku ceteknya
ke maja. Sorot matanya yang tajam menusuk kulitku."Lo sebenarnya niat belajar enggak,sih" Apa
gunanya kalo lo masih terus kayak gini?"
Aku menunduk pasrah.Dia sudah benar-benar marah.Sebenarnya dia cakep sih kalau
marah,tetapi pikiranku terlalu sibuk mencari cara minta maaf kepadanya.
"Sori,deh ..." "Udahlah,sekarang lo salin soalnya,terus kerjain.Enggak ngerti,ya udah.Enggak usah minta
bantuan gue," sahutnya ketus,lalu membanting punggungnya ke sofa.
"Aduh,Lo ... sori,dong.Jangan marah ya,please ... gue eggak lagi-lagi,kok ..."
"Terserah.Gue enggak peduli,urusan gue udah cukup banyak tanpa harus ngurusin lo yang
manja.Kerjain!" Sahutnya lagi,lalu memejamkan mata sambil menyisir poninya yang ikal dengan
jemari.Poni itu,lalu dikambak-jambaknya pelan,membuat dahinya yang berkerut terlihat jelas.
Meskipun masih ganteng dan sebagainya,hari ini seperti ada yang berbeda darinya.Yah,setiap
hari dia juga tukang ngomel seperti ini sih,tetapi hari ini suasana hatinya buruk pangkat dua
belas. Aku mencoba bersimpati."Lo kenapa,sih" Lagi ada masalah,ya?"
Logan membuka mata,lalu melirikku dengan ekspresi terganggu."Lo enggak usah mau tahu
urusan gue! Tugas lo tuh,Cuma ngerjain soal-soal dari gue! Sekarang,jangan tanya-tanya lagi!"
Cowok sial! "Lo kenapa,sih" Gue bukannya mau ikut campur urusan lo! Gue Cuma mau nawarin kalo-kalo lo
butuh bantuan! Tadi,gue juga mau bilang,kalo lo lagi banyak urusan,lo enggak usag dateng ke
sini! Gimana bisa lo bantu gue kalo caranya kayak gini" Bisa-bisa,gue malah enggak lulus ujian
kalo lo terus-terusan nindas gue kayak begini!" Aku mencerocos dengan suara tinggi,sehingga
saat aku selesai melakukannya,tenggorokanku terasa sakit dan dadaku sesak.
Logan tidak membantahku.Dia hanya diam dan menatapku tajam,yang dengan berani aku
balas.Dia kira dia siapa" Hidup di zaman apa" Enak saja menindas orang seperti ini.
"Gue harap,lo enggak salah pengertian sama sikap gue selama ini." Logan akhirnya berkata
dengan ekspresi yang tidak bisa kutebak.
Salah pengertian bagaimana" Jelas-jelas dia membuat hidupku lebih sengsara selama tiga
minggu terakhir,masih berani bilang salah pengertian.a,lo ngerti kalo selama ini gue berusaha
ngajarin lo disiplin."
"Gue kira,lo ngerti kalo selama ini gue berusaha ngajarin lo disiplin."
"Hah,disiplin?" Aku mendengus."Semua guru di sekolah ngajarin gue disiplin,tapi enggak ada
satu pun yang kayak lo,enggak punya hati! Bahkan mereka enggak pernah bentak-bentak gue
kayak lo!" "Apa lo berani ngelawan mereka?" tanya Logan-yang terdengar konyol bagiku.
"Ya enggak,lah!"
"Itu karena mereka punya wibawa.Kalo gue enggak bentak-bentak lo,lo mungkin berpikir gue
Cuma main-main aja.Temen kakak lo.Gue enggak pengen yang kayak gitu." Logan menjelaskan
dengan nada datar,sementara aku hanya memelototinya."Gue mau hubungan kita ini kayak
murid dan pengajar.Jadi,angap gue sebagai pengajar lo,sama kayak guru-guru lo di
sekolah.Kecuali,kalo lo biasa nanya ke guru lo apa mereka lagi ada masalah setiap kali mereka
marah-marah." Aku menggigit bibir.Aku memang sedikit tidak terima,tetapi mau bagaimana lagi" Aku kembali
duduk sambil cemberut,kecewa karena ternyata perdebatan ini tidak menghasilkan apa
pun.Tadinya,aku berharap Logan setidaknya bisa sedikit lebih lunak,tetapi dia sama saja dengan
yang sudah-sudah.Dingin dan tidak punya hati.
Padahal dia ganteng ... "Dan,tolong jangan ngeliatin gue tanpa berkedip.Gue ngeri."
Dasar brengsek. *** "Daze." Aku mendengar seseorang memanggilku.Berhubung aku terlalu sibuk mengerjakan Matematika
sebanyak dua puluh nomor ditambah lima soal ekstra dari Logan,aku tidak mengenali suara itu.
Detik berikutnya,Dalas duduk tepat di hadapanku dengan senyum yang biasa.Entah seperti apa
rupaku sekarang.Kurasa pucat seperti mayat.
"Kena setrap Pak Mul,ya?" tanyanya dengan mata tertancap pada buku-buku matematikaku.
"Tepatnya,gue kena musibah," balasku sambil terus mengerjakan soal tentang limit.Ya,tuhan,aku
tak percaya ini.Aku sampai tak punya waktu untuk mengobrol dengan cowok se-cute Dalas!
"Oh.Gue turut berduka cita,deh," kata Dalas sambil menyambar botol cola-ku dan menyedot
isinya tanpa membalikan sedotannya.
Jelas aku bengong melihatnya.Dalas minum cola-ku dari sedotan yang sama! Ini kan artinya
ciuman tidak langsung! Aku tahu pipiku memerah.Pipiku selalu memerah jika malu atau
tertawa.Norak banget pokoknya.
"Kenapa bengong" Enggak boleh,ya" Sori,deh." Dalas buru-buru meletakkan kembali botol cola
itu di depanku. Aku menunduk dan pura-pura sibuk menulis.Sialan.Kenapa aku tidak punya pengalaman sama
sekali dengan cowok,sih" Sekarang,hanya karena Dalas minum dari sedotanku,aku bisa salah
tingkah begini. Aduh,jangan sampai Dalas tahu aku tak pernah pacaran ...
"Daze" Kayaknya lo sibuk banget,ya" Ya udah,gue pergi,deh.Tapi,janji kalau udah selesai,lo
balik ngomong lagi sama gue,ya?" Dalas mencerocos sendiri,lalu pergi ke meja teman-temannya
di pojok utara kantin sebelum aku sempat bereaksi.
Aku mengawasi punggungnya sambil menahan senyum.Soal nomor 5 sudah kuisi dengan Dalas.
*** "Yang bener lo?" sahut Rinda histeris saat kuberi tahu soal kejadian tadi siang.Sekarang dia ada
di rumahku,bermaksud bermalam.Kurasa aku tahu alasannya,tetapi aku sama sekali tak mau
membahasnya. Aku mengangguk mantap.Sekarang otot bibirku sudah tertarik hingga mencapai lebar
maksimal.Dalas memenuhi otakku sehingga membuatku mirip orang tidak waras karena tak bisa
berhenti tersenyum dari tadi siang.
"Gue sampe enggak bisa ngomong.Rin! Ngelihat mukanya aja gue enggak berani!"
"Ah,emang dasar lo payah,enggak punya pengalaman sama cowok!" Rinda tak terdengar peduli
dan malah membuka-buka Cosmogirl."Yang gituan kan udah sering banget.Maksud gue,dulu
waktu SMP,cowok-cowok sering minta minum sama kita,kan?"
"Itu beda! Mereka sih kere!" protesku."Lagian mereka enggak imut!"
"Yah,bener juga,sih ..." Rinda mengangguk-angguk pelan,lalu tahu-tahu menoleh ke
arahku."Ngomong-ngomong,yang mana sih yang namanya Logan" Kemarin,waktu dia
pulang,gue lagi di kamar mandi.Padahal,gue niat banget nungguin dia! Kata Tante Amy,dia
cakep banget." Aku menatap Rinda kesal.Kenapa sih dia harus merusak topik tentang Dalas dengan pertanyaan
tentang si serigala menyebalkan Logan"
"Cakep sih cakep.Cuma,galaknya minta ampun.Gue jadi enggak nafsu," kataku sambil berusaha
menyusun kembali wajah Dalas yang tadi pernah berkeping-keping.
"Wah,kalo gue sih pasti bertahan demi ngedapetin dia!" seru Rinda,jelas-jelas tidak paham
dengan omongannya sendiri.Dia tidak tahu apapun tentang Logan.Dan berkata dia,sekarang
wajah imut Dalas sudah terbang entah kemana.Otakku jadi dipenuhi tatapan setajam silet milik
Logan. "Silakan aja.Paling-paling,tiga detik seruangan sama dia,lo udah kabur.Enggak kebayang jadi
ceweknya.Jangan-jangan,pas kencan,ceweknya diajak ke erpus buat belajar matematika ... Atau
nonton film dokumentasi matematika ... dikasih surat cinta,isinya rumus-rumus matematika ..."
Aku bergidik ngeri."Oh,malah gur ragu apa si Logan pernah naksir sama cewek!"
Aku tahu,aku baru saja menjelek-jelekan Logan.Yang tidak aku tahu adalah alasannya.Meskipun
demikian,Rinda tidak tampak ingin mundur dari niatnya semula.
"Yang bener" Gue mau lihat,ah." Rinda malah jadi semakin bersemangat."Tapi,dari jauh aja,"
sambungnya cepat. "Terserah lo,deh." Aku mengangkat bahu."Gue mau siap-siap buat dianiaya lebih lanjut,"
sambungku,lalu mengambil buku Matematika dan membawanya keluar dari kamar.
Logan belum datang,syukurlah.Aku segera duduk di sofa kerem yanng dipesan Nenek dari
Belanda.Dulu,aku benar-benar tak mengerti mengapa Nenek bisa begitu nekat pesan sofa jauhjauh ke Belanda.Setelah lama bertanya-tanya,akhirnya aku sampai pada kesimpulan kalau dia
Roh Jemputan 1 Joko Sableng 28 Lembah Patah Hati Istana Ular Emas 2