Pencarian

Ramalan Fudus Ororpus 2

Ramalan Fudus Ororpus Karya Julia Stevanny Bagian 2


jadi ikut menderita..."
Berrrrr!!! Harapanku pergi lagi. Perutku rasanya kayak dihantam batu. Dentang-dentang
di jantungku meredup. Pandangan mataku berubah dingin.
Bodoh. Harusnya aku sadar sejak tadi. Di otak Arden cuma ada Micha. Sekarang ini pun
dia mau ngomongin Micha. "Ryn, gue tau ini mungkin sulit buat lo. Tapi sekarang ini... gue minta... gue mohon
pengertian lo. Biarkan kami bersama lagi. Jangan halangi kami..." Mata Arden
menatapku memohon. "Gue sayang banget sama Micha. Gue sayang dia lebih dari
apapun. Pas dia mutusin gue, gue bener-bener desperate. Ryn, gue yakin banget
perasaan Micha sama kayak gue. Dia juga sayang banget sama gue. Gue tahu dia
menderita banget pas kami putus. Sekarang gue bener-bener mohon sama elo... Lo
sahabat Micha, lo pasti seneng kan kalo ngeliat dia bahagia...?"
Kemarahanku menggelegak. Aku menengadahkan kepalaku.
"Menghalangi hubungan kalian?" sahutku tersinggung. "Nggak salah tuh" Sori ya!
Apapun yang terjadi antara kalian dan Mcha, itu urusan kalian berdua! Sama sekali
nggak ada hubungannya sama gue! Sedikit pun gue nggak pernah ikut campur, apalagi
menghalangi hubungan kalian!"
"Ryn, Micha mutusin hubungan kami tuh demi elo!" teriak Arden. "Apa lo nggak bisa
ngeliat" Micha udah ngorbanin kebahagiaannya sendiri demi persahabatannya dengan
elo!" "Dia nggak ngorbanin kebahagiaannya kok!" bantahku dingin. "Dia tetep bahagia
biarpun putus sama elo!"
"Apa bener begitu?" Arden kelihatan frustasi. "Apa lo nggak liat Micha berubah akhirakhir ini" Dia nggak pernah ceria lagi! Nggak pernah senyum lagi! Lo pikir apa
http://dayviienz.blogspot.com/
sebabnya" Itu karena dia sakit. Dia menderita. Sepinter apapun Micha berusaha
menutupinya, dia tetep nggak bisa. Sebagai sahabatnya seharusnya lo tau!"
*** Aku tersentak. Jadi karena itu Micha berubah" Saking sedihnya karena putus sama
Arden" Aku menggeleng tak percaya. Tidak. Micha nggak selemah itu. Dia gadis yang kuat.
Cuma putus dengan Arden nggak akan membuatnya depresi kayak gitu.
"Ryn... please..."
Entah kenapa, semakin Arden memohon, rasanya aku semakin ingin menolaknya.
"Sori, tapi ini bener-bener nggak ada sangkut pautnya sama gue," sahutku angkuh.
"Semua yang dilakukan Micha, itu sepenuhnya keputusannya sendiri, atas
pertimbangannya sendiri."
Aku melirik jam tanganku.
"Udah siang, gue harus pulang!"
Arden menatapku tak percaya. Dia menyembur marah, "Micha udah ngorbanin
segalanya buat lo. Kenapa sih lo nggak bisa berkorban sedikit aja buat dia" Apa itu yang
namanya sahabat" Lo bahkan nggak peduli dia sakit atau sedih! Gue nggak nyangka,
ternyata lo tuh kekanak-kanakan banget. Egois. Perbuatan lo ini... perbuatan lo ini kayak
nyuruh orang membuang pialanya ke sungai karena dia berhasil jadi juara pertama,
sedangkan lo gagal..."
Wajahku merah padam. Ucapan Arden yang terakhir jelas kasar banget! Nggak
nyambung, lagi! Apa hubungannya masalah ini dengan piala"
http://dayviienz.blogspot.com/
"Eh, elo tuh yang harusnya mikir!" aku balas berteriak. "Mungkin si sahabat itu
membuang pialanya bukan karena disuruh, tapi karena piala itu memang sampah dan
pantas dibuang!" Wajah Arden sekarang sama merahnya denganku. Dengan tubuh gemetar karena
marah, aku berbalik dan berjalan pulang.
http://dayviienz.blogspot.com/
Bab 15 *Menengok Micha* Saking marahnya, aku lupa tadinya aku mau mampir ke rumah Micha untuk
menengoknya. Setelah makan siang aku baru ingat, lalu cepat-cepat pergi ke sana.
Mama Micha menyambutku dengan ramah.
"Di atas juga lagi ada temen Micha...," katanya, mempersilakan aku masuk.
"Temen Micha?" keningku berkerut. "Siapa, Tante?"
"Mmm... itu... siapa namanya" Yang cowok... tinggi... Ar... ng... Arden kalau nggak
salah...," sahut mama Micha.
Aku terkesiap. Arden" Ngapain dia kemari"
"Kamu langsung naik aja ya, Ryn..."
Aku berjalan naik dengan linglung. Ngapain Arden kemari" Mengingat pertengkaran
tadi siang, mendadak kakiku jadi sangat berat. Apa lebih baik aku pulang saja" Aku
menggeleng. Tidak. Aku bukan pengecut. Bukan urusanku kalau nggak sengaja ketemu
dia di sini. Pintu kamar Micha terletak tepat di ujung tangga, berwarna biru muda dan penuh
tempelan stiker, berdampingan dengan balkon yang menghadap ke jalan. Tanganku
sedang bergerak mau mengetuk pintu ketika sebuah teriakan terdengar dari arah
balkon. "Udah gue bilang, lo jangan ngomong apa pun ke Deryn!"
Aku berbalik, dan melihat Micha dan Arden berdiri di balkon, saling menatap dengan
tegang. Cepat-cepat aku bersembunyi di balik tirai yang menutupi jendela lebar yang
membatasi ruangan itu dengan balkon.
"Gue udah bilang berkali-kali! Gue mutusin lo nggak ada sangkut pautnya sama Deryn.
Lo lancang banget ya, ngomong kayak gitu ke dia. Arden, please, lo berhenti dong
http://dayviienz.blogspot.com/
maksa gue. Gue udah nggak ada perasaan apa-apa lagi sama lo. Gue udah nggak
sayang sama lo." "Bohong!" tukas Arden, sama marahnya. "Gue tahu, lo masih sayang sama gue! Buktinya
setelah kita putus lo selalu murung. Nggak pernah gembira. Nggak pernah ceria. Lo jadi
begini karena terlalu mikirin kita, kan" Liat, lo terlalu sedih sampai sakit begini..."
"Ngawur!" bentak Micha. "Gue emang sakit, tapi bukan gara-gara lo. Gue emang lagi
nggak enak badan..."
"Nggak perlu nyangkal lagi deh, Cha!" Arden balas membentak. "Liat diri lo sekarang, lo
menderita... Buat apa sih lo ngorbanin diri sendiri buat orang yang sama sekali nggak
bisa ngertiin lo?" "Jangan berani-beraninya ngomong jelek tentang Deryn!" Micha berteriak. "Dia sahabat
gue! Buat gue, dia seribu kali lebih penting daripada lo!"
"Oh ya, bener! Gue emang sampah!" teriak Arden tersinggung. "Gue emang nggak
penting. Oke. Sesuai keinginan lo, gue bakal pergi selama-lamanya dari kehidupan lo.
Gue nggak bakal ngerecokin lo lagi! Lo bisa pegang kata-kata gue, mulai saat ini, gue
nggak bakal muncul lagi di hadapan lo! Selamat tinggal!!!"
Arden masuk ke dalam ruangan dan membanting pintu. Dia tertegun sejenak melihat
aku berdiri di balik tirai, lalu dengan dingin membuang muka dan berlari menuruni
tangga. Tak lama kemudian Micha muncul. Dia duduk di sofa, mendekapkan wajahnya pada
bantal sofa, terisak-isak. Dia sama sekali nggak menyadari kehadiranku yang berdiri
nggak sampai semeter di depannya.
"Cha..." Micha tersentak. Melepaskan bantal dari wajahnya.
"Deryn...," serunya terkejut.
"Gue denger semua percakapan lo sama Arden," sahutku. "Gue nggak sengaja denger..."
http://dayviienz.blogspot.com/
Micha membelalak menatapku.
"Ryn, lo jangan salah paham!" katanya ketakutan. "Gue sama Arden bener-bener udah
nggak ada apa-apa..."
"Lo betul-betul sayang sama dia, Cha?" tanyaku.
"Jangan dengerin dia! Jangan marah, Ryn. Gue nggak bermaksud..."
"Gue cuma pengen tau, apa lo bener-bener sayang sama dia?" ulangku serius. "Jawab
gue, Cha!" Dalam hati aku berharap banget Micha berkata, "Jelas nggak! Gue nggak ada perasaan
apapun sama dia. Dianya aja yang ngejar-ngejar gue terus. Dasar cowok idiot otak
udang!" Tapi Micha malah menangis semakin keras.
"Gue emang jahat, Ryn. Gue sahabat yang nggak setia. Maafin gue! Gue nggak bisa
ngendaliin perasaan. Seberapa keras pun gue berusaha... gue tetep nggak bisa
ngelupain dia. Gue sayang banget sama dia... Gue nggak bisa kehilangan dia..."
Micha terisak liar. Aku berdiri kaku di tempatku, air mataku meleleh. Hatiku rasanya terpecah jadi dua,
masing-masing bertarikan ke arah yang berlawanan. Tubuhku juga. Tanganku ingin
memeluk Micha untuk menghiburnya, Tapi kakiku nggak mau bergerak maju. Lidahku
ingin berkata bahwa jika dia memang sayang Arden, aku akan mendukungnya dengan
tulus, tapi mulutku terkunci. Separo hatiku ingin merelakan Arden untuk Micha, tapi
separo lagi tak sanggup melakukannya.
Sementara itu, di sofa, Micha terus bergumam bahwa dia sahabat yang jahat. Semakin
lama tangisnya semakin liar, kemudian mendadak tubuhnya terkulai. Dia pingsan.
http://dayviienz.blogspot.com/
Bab 16 *Keputusan Deryn* Kuguncang-guncangkan tubuh Micha. Tidak bergerak. Tanganku beralih ke dahinya,
merabanya. Panas banget. Dengan panik aku lari ke bawah, mencari mama Micha.
"Tanteee! Tanteee!!! Tanteeeee!!!" teriakku sambil keluar-masuk ruang tengah, ruang
makan, dan dapur, tapi tetap nggak ada sahutan. Sama sekali nggak ada orang di
ruangan-ruangan itu. Tambah panik, aku berlari naik lagi.
"Cha, bangun, Cha... Cha!" Aku menepuk pipinya keras-keras.
Tetap tak ada reaksi. Aku ketakutan. Air mataku mengalir deras.
"Kalo lo bangun, gue rela lo jadian lagi sama Arden!" tangisku frustasi. "Bener, gue janji...
Cha. Please... bangun dong..."
Tapi Micha tak kunjung sadar. Tubuhnya malah tambah panas.
Aku lari turun lagi, berteriak-teriak memanggil mama Micha lagi. Tiba-tiba mama Micha
muncul dari halaman. "Deryn! Ada apa?" Mama Micha melemparkan belanjaannya ke lantai, lalu buru-buru
mendekat. Wajahnya yang sudah cemas mendengar teriakanku berubah jadi tambah
cemas lagi begitu melihat wajahku penuh air mata. "Kenapa" Apa yang terjadi?"
"Micha pingsan, Tante!" seruku. "Micha pingsan! Badannya panas banget..."
Dengan sigap mama Micha langsung berlari ke atas. Aku mengikuti di belakangnya.
"Tolong telepon dokter, Deryn," katanya begitu kami tiba di kamar Micha. Dia
mengerling ke pesawat telepon yang ada di atas meja belajar Micha. "Nomornya
tertempel disitu pakai stiker merah. Dokter Anwar."
"Baik, Tante," kataku.
http://dayviienz.blogspot.com/
Sementara aku menelepon, mama Micha mengambil es batu buat mengompres dahi
Micha. Kemudian aku membantunya menuang sedikit minyak angin pada sehelai kapas,
lalu mendekatkannya ke hidung Micha agar dia siuman. Beberapa detik sebelum dokter
datang, Micha siuman. Mama Micha menghela napas lega. Aku juga.
"Tidak apa-apa," kata dokter pada mama Micha setelah selesai memeriksa. "Dia cuma
demam. Perbanyak istirahat, jangan terlalu capek, dan jangan banyak pikiran. Saya akan
memberi resep." Dokter mengeluarkan kertas resep dari tasnya, menggoreskan beberapa coretan, lalu
menyobeknya dan memberikannya kepada mama Micha. Kemudian dia beranjak
pulang. Mama Micha mengantarnya ke bawah.
Setelah tinggal berdua dengan Micha di ruangan itu, aku mendadak jadi salah tingkah.
Micha masih berbaring di sofa, tampangnya lesu, wajahnya pucat sekali.
"Ryn, lo marah ya sama gue?" katanya lemah.
Aku cepat-cepat menggeleng. Bagaimana bisa aku marah pada orang yang keadaannya
selemah itu" Aku menatapnya. Kalau dihitung-hitung, sekarang ini baru dua mingguan Micha putus
sama Arden... Yah, sejak dia baikan sama aku. Tapi kondisi Micha sudah menurun drastis.
Tubuhnya kelihatan kurus dan cekung. Wajahnya lesu. Yang paling jelas kelihatan adalah
lingkaran hitam yang menggantung di bawah matanya.
Tiba-tiba aku sadar. Micha bukan sahabat yang jahat. Aku-lah sahabat yang jahat.
Kenapa selama ini aku nggak pernah tahu Micha suka sama Arden" Karena dia
menyembunyikannya. Terus, kenapa dia menyembunyikannya" Karena dia nggak mau
http://dayviienz.blogspot.com/
nyakitin persaanku. Kenapa dia nggak mau nyakitin perasaanku" Karena dia sayang
banget sama aku. Dan apa yang kulakukan" Setelah semua pengorbanannya itu, aku menuduhnya licik
dan berkhianat. Mendiamkannya. Memusuhinya.
Aku egois. Aku cuma mikirin perasaanku sendiri, sama sekali nggak mikirin perasaan
Micha. Sekarang aku menyadari kata-kata kasar Arden tentang piala itu ada benarnya.
Aku marah karena aku iri. Aku nggak menyuruh Micha putus, tapi aku sama aja
memaksanya putus dengan memusuhinya. Aku yang membawanya kedalam
penderitaan ini. Aku yang bikin dia sakit sekarang.
Ya Tuhan, apa yang harus kulakukan untuk menebus kesalahanku yang segunung ini"
Saat itu, aku teringat janjiku. "Kalo lo bangun, gue rela lo jadian lagi sama Arden! Bener,
gue janji..." Aku tersentak... "Cha, lo harus jadian lagi sama Arden!" kataku spontan.
Micha kaget. "Hah" Apa lo bilang?"
Aku meletakkan tanganku di atas tangan Micha yang panas. "Lo harus balik lagi sama
Arden..." Kusangka Micha bakal senang. Ternyata nggak. Micha malah jadi tambah murung.
"Nggak usah ngomongin itu lagi deh," tukasnya serak. "Semuanya udah berakhir. Tamat.
Titik..." "Kenapa?" tanyaku heran. "Gue tulus kok, Cha. Gue rela. Gue tau selama ini gue egois.
Gue cuma mikirin diri sendiri, nggak pernah mikirin elo. Tapi sekarang gue sadar..."
"Udah gue bilang semuanya udah tamat," wajah Micha tambah pucat. "Lo nggak denger
omongan Arden waktu pergi tadi" Dia bilang 'selamat tinggal', kan" Semuanya udah
berakhir buat kami, Ryn. Buat aku, buat dia."
http://dayviienz.blogspot.com/
Aku nggak mau tau. Aku yang bikin mereka putus. Aku bertanggung jawab untuk
mengembalikan hubungan mereka. Aku berdiri, lalu menuju meja telepon. Teleponnya
model wireless, jadi bisa dibawa-bawa. Aku menyerahkan telepon pada Micha.
"Telepon dia, Cha! Bilang tadi lo nggak serius. Bilang lo masih sayang sama dia. Bilang lo
pengen balik sama dia!"
Micha menggeleng, tapi aku memaksa menaruh telepon itu di tangannya, lalu mendelik
memandangnya. "Cepet telepon..."
Ragu-ragu menatap telepon, seperti menimbang-nimbang, akhirnya Micha
mengangguk. Dia menekan nomor. Kemudian mematikannya lagi.
"Nggak. Gue nggak bisa..."
"Ayo, Cha... Lo pasti bisa. Nelepon orang yang lo sayang masa nggak bisa sih?"
Micha sekarang menatapku lurus-lurus.
"Tapi... gimana dengan elo, Ryn?"
"Emangnya gue kenapa?" tanyaku bingung.
"Apa lo bener-bener bisa ngeliat gue balik lagi sama Arden?"
Aku mengangguk penuh tekad. Masalah sakit hati, masalah malu pernah ditolak, itu
urusan belakangan. Micha menatap teleponnya lagi.
"Oke, gue akan telepon dia..."
"Ya udah, cepetan...," sahutku nggak sabar.
Wajah Micha menegang sementara dia menunggu telepon diangkat.
"Halo," katanya pelan. "Arden?"
Selama beberapa menit kemudian Micha terdiam. Benar-benar diam. Kemudian tibatiba dia menutup telepon.
http://dayviienz.blogspot.com/
Micha menatapku. Pandangannya lebih murung daripada tadi. Air matanya berlelehan
deras. http://dayviienz.blogspot.com/
Bab 17 *Back to Normal* "Dia bilang apa?" tanyaku penasaran.
Perasaanku jadi nggak enak. Pembicaraan telepon tadi agak kurang wajar. Masa Micha
cuma ngomong dua kata selama lima menit"
Micha terisak. "Dia bilang, semuanya udah telat. Dia bilang udah ilfil sama gue. Dia bilang, gue nggak
perlu bicara apa-apa lagi, karena apapun yang gue omongin nggak bakal ngubah
pendiriannya..." Aku tercengang. Aku nggak percaya ada cowok seangkuh itu. Baru tadi siang dia
memohon-mohon agar bisa mendapatkan Micha kembali. Dan sekarang, pas Micha
mau nerima dia, dia malah menolaknya" Jalan pikiran cowok itu normal nggak sih"
"Dasar cowok sombong!" geramku. Kemudian tanpa sadar, aku sudah berjalan hendak
menuruni tangga. "Eh, Ryn, lo mau kemana?"


Ramalan Fudus Ororpus Karya Julia Stevanny di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ke rumah Arden!" sahutku nekat. "Gue harus ngomong sama tuh anak!"
"Jangan!" teriak Micha panik. "Jangan, Ryn!"
Aku nggak peduli teriakan Micha. Setengah berlari aku menuruni tangga, keluar rumah,
lalu mencegat taksi. Di dalam taksi baru aku ingat, aku kan nggak tahu rumah Arden"
Eh, aku tersentak. Sebenarnya aku tahu kok. Aku cuma berusaha melupakan kalau aku
tahu. Lupa bahwa aku pernah naksir dia setahun lebih" Waktu itu aku sempat survei
tentang dia. Nyari alamatnya, nyari nomor teleponnya. Sampai sekarang, alamatnya
masih tersimpan rapi di address book magnet kecilku.
Dengan gemetar aku mengeluarkan address book mungil itu dari dompet, lalu
membukanya. Dengan segan aku menatap nama yang tertulis paling atas, ditulis
http://dayviienz.blogspot.com/
dengan tulisan paling rapi, malah dihiasi deretan hati kecil-kecil. Aku menyebutkan
alamatnya kepada sopir taksi.
Hari mulai gelap. Aku mulai ketakutan sementara taksi meluncur. Sebelumnya aku
nggak pernah pergi sendirian menjelang malam, apalagi ke tempat yang belum pernah
kukunjungi. Bagaimana kalau sopir taksinya berniat jahat" Jantungku berdegup
kencang. Aku menatap jalan, mengawasi apakah pak sopir taksi salah jalan atau nggak.
Celakanya, aku nggak tahu daerah itu, jadi mana aku tau dia salah jalan atau nggak"
Hufff! Rasanya lega banget ketika taksi akhirnya berhenti di depan sebuah rumah. Aku
membaca alamat yang tertera pada pagar cokelat runcing yang membatasi rumah itu
dengan jalan, membandingkannya dengan address book-ku dan merasa tambah lega.
Alamatnya benar. Thanks God, aku tiba dengan selamat!
Setelah bayar, aku langsung turun. Celingukan. Rumah Arden nggak terlalu besar, tapi
juga nggak terlalu kecil. Aku mengintip lewat celah-celah pagar. Di halamannya ada dua
mobil. Satu Kijang, satu lagi Taft.
Aku menekan bel. Seorang pembantu tergopoh-gopoh menuju pagar.
"Cari siapa ya?"
"Arden ada?" sahutku.
Si pembantu mengangguk, lalu membuka pintu.
"Masuk, Non," sahutnya.
"Nggak usah," aku menolak. "Saya tunggu di sini aja."
Sebenarnya, bukannya aku nggak mau masuk. Ini cuma tindakan pencegahan.
Maksudku, bisa aja kan percakapan baik-baik yang kurencanakan tiba-tiba berubah jadi
acara saling teriak kayak tadi siang" Kalo saling teriak di halaman nggak apa-apa. Kalo
di dalam rumah kan nggak enak sama orang serumah. Bisa-bisa nyokap-bokapnya
jantungan. http://dayviienz.blogspot.com/
Arden keluar dengan tampang heran. Dia memakai kaus kutung dan celana pendek. Aku
terperangah menatapnya. Cowok ini, pakai baju apa aja kayaknya tetap aja keren. Cut!
Cut! Aku buru-buru membatasi pikiranku. Aku kemari untuk membicarakan hal serius,
bukan untuk mikirin yang nggak-nggak.
"Deryn" Kok lo bisa nyampe sini?"
"Pas lo mohon-mohon ke gue tadi siang, gue pikir lo bener-bener sayang sama Micha,"
kataku to the point, sama sekali nggak memedulikan pertanyaan Arden. "Dan sore ini,
pas semuanya udah membaik dan Micha mau nerima lo, lo bilang udah ilfil dan nggak
sayang lagi sama dia. Apa sih maksud lo sebenernya?"
Arden membuang muka, menatap entah apa ke arah taman.
"Micha sakit," lanjutku, suaraku bergetar. "Dia butuh lo. Dia sayang banget sama lo. Dia
nggak bisa kehilangan lo!"
"Gue udah bikin keputusan!" sahutnya ketus. "Nggak mungkin gue ubah lagi!"
"Dasar keras kepala!" bentakku kesal. Nah, bener kan keputusanku untuk tidak masuk ke
rumah Arden" Soalnya ngomong sama cowok itu bukan cuma perlu lidah, tapi juga
perlu otot. "Belom pernah gue ketemu cowok yang sombongnya kayak lo! Sekarang
gue jadi ragu apa lo bener-bener sayang sama Micha. Kalo lo bener-bener sayang dia,
lo nggak bakal tega berbuat kayak gini!"
"Gue sayang banget sama dia..." wajah Arden mulai merah. "Dianya yang nggak sayang
gue. Buat apa gue mati-matian berusaha mempertahankan hubungan kalo dianya sama
sekali nggak peduli! Hubungan cinta nggak bisa berjalan sepihak, kan?"
Arden menghela napas, kelihatan banget berusaha keras mengatur emosinya.
"Gue baru sadar selama ini gue salah. Hubungan yang sangat penting buat gue ini
ternyata bagi Micha cuma kayak sampah. Nggak berharga. Nggak penting. Makin cepet
dibuang makin bagus. Buat dia, yang penting cuma elo dan persahabatan kalian. Dia
mati-matian berusaha mempertahankan persahabatan kalian, tapi nggak pernah
http://dayviienz.blogspot.com/
berusaha mempertahankan cinta kami. Dia cuma peduli perasaan lo. Dia nggak mikir
gimana perasaan gue saat diputusin tiba-tiba..."
"Persahabatan kami maupun elo, dua-duanya sama pentingnya buat Micha," sambarku.
"Dua-duanya nggak bisa dilepasin, tapi cuma satu yang saat dilepasin bikin Micha jadi
menderita banget. Waktu gue sama dia bertengkar, Micha memang sedih, tapi dia
nggak sampai sakit tuh! Tapi sekarang, pas dia putus sama lo, dia sampai sakit parah.
Kalo mata lo normal, harusnya lo bisa liat dong mana yang lebih penting buat dia..."
Arden terdiam. "Gue tahu lo tersinggung atas ucapan Micha..." Aku senang nggak dibantah lagi.
Mungkin Arden mulai sadar. "Tapi lo ngerti dong! Micha lagi bingung. Dia tuh
frustasi...," aku terdiam sejenak, "gara-gara gue. Gue yang bikin semuanya kacau. Tapi
sekarang gue udah sadar. Gue bertekad mau memperbaikinya. Gue nggak mau ngeliat
sahabat gue sedih terus-terusan gara-gara keegoisan gue. Ini bukan hal yang gampang
buat gue. Jujur, ini berat banget. Tapi gue mau melakukannya demi Micha--karena gue
sayang banget sama dia..."
Aku berhenti sejenak, membiarkan kata-kataku meresap di hati Arden. "Kalo lo bilang
sayang sama dia tapi nggak bisa maafin dia, berarti yang semua lo omongin ke gue itu
bohong besar, Den!" Nggak ada sahutan. Nggak ada jawaban. Arden masih diam terpaku, membuang muka
lagi. Kemudian dia tiba-tiba berjalan masuk. Blak. Pintu ditutup.
Aku bengong. Hah" Setelah ngomong panjang-lebar sampai berbusa, hasilnya aku
ditinggal begitu saja tanpa pesan sedikit pun" Sopan banget!
Selama beberapa menit aku terpaku menatap pintu gerbang, kemudian dengan kesal
aku membalikkan badan. Kubanting gerbang keras-keras. Biar aja kalo orang rumah
pada kaget. Bodo amat. Sampai di depan rumah, aku celingukan.
http://dayviienz.blogspot.com/
Sial. Aku baru ingat, ini daerah perumahan. Mana ada taksi" Aku menatap jalanan yang
lengang dan gelap. Mau nggak mau aku harus jalan sampai ke depan, sampai ke jalan
raya. Dan itu lumayan jauh.
Hampir menangis, sambil terus memaki-maki Arden, aku berjalan menembus kegelapan.
Keji. Nggak berperasaan. Nggak sopan. Kurang ajar. Masa aku ditinggalin begitu aja di
depan gerbang! Nggak bilang apa-apa! Memangnya aku angin"
Jalanan makin gelap. Aku menyumpah-nyumpah jumlah lampu jalanan yang minim
banget. Dasar pemilik perumahan ini pelit-pelit. Patungan kek, buat nerangin jalan! Kalo
gelap begini kan seram. Bisa-bisa banyak orang jahat ngumpet. Aku bersumpah. Kalo
sampai aku diapa-apain orang jahat, Arden yang bakal aku bunuh!
Tin tiiiiinnnnnnn!!! Aku terlonjak. Sebuah mobil berhenti di sampingku.
"Eh, kok pulang nggak pamit?" Arden membuka kaca mobil.
Hah" Pulang nggak pamit" Nggak salah tuh! Memangnya aku harus pamit sama pintu"
"Sori, gue tadi masuk buat ngambil jaket," lanjut Arden. "Soalnya gue mau langsung
jalan sama lo ke rumah Micha. Eh, pas gue keluar, elo udah ngilang. Untung elo belom
jauh...!" Oh, gitu. Aku manggut-manggut. Tapi kekesalanku belum reda.
"Ngobrol dong!" bentakku. "Emang tuh mulut buat pajangan?"
Arden tertawa ngakak. "Masuk deh!" katanya.
Masih cemberut, aku membuka pintu mobil.
"Jadi, akhirnya lo mutusin buat balik lagi sama Micha?" tanyaku.
"Suara lo kok ketus banget sih" Harusnya lo seneng dong, kan permohonan lo gue
kabulin..." Aku mendelik. Kami nggak bicara apa-apa lagi sepanjang perjalanan, kecuali setelah tiba
di depan rumah Micha. http://dayviienz.blogspot.com/
"Thanks, Ryn," gumam Arden pas mau turun dari mobil. "Gue salut sama elo! Elo berhati
besar. Micha beruntung punya sobat sebaik lo!"
Untuk pertama kalinya sepanjang hari yang penuh masalah ini, aku tersenyum.
http://dayviienz.blogspot.com/
Bab 18 *Pesta Pernikahan Anne* Akhirnya, hari yang paling ditunggu-tunggu keluargaku tiba. Pesta pernikahan Anne.
Begitu bangun, perasaan tegang menerpaku. Hari inilah saatnya. Hari ini aku akan
terlihat paling canggung di antara semua saudaraku. Hari ini aku akan berjalan ke sana
kemari sendirian, sementara semua saudaraku berpasangan dengan cowok-cowok
mereka. Bahkan Micha akan datang bersama Arden, karena aku mengundang Arden
juga. Perutku terasa mulas. Semoga saja aku nggak membuat semuanya tambah kacau
dengan tersandung dan terjungkal di tengah-tengah pesta.
Setelah persiapan yang kacau --semua orang saling berteriak, stocking yang tahu-tahu
hilang, kunci mobil yang lupa ditaruh di mana, dan segala macam lagi-- kami berangkat
ke salon, masing-masing dengan bawaan yang luar biasa banyak: gaun, sepatu, aksesori,
dan segala macam pernak-pernik lain.
Anne (jelas, dia pengantinnya), Mama, dan aku kebagian dirias pertama. Yang lain antre
nunggu di sofa salon. "Kamu siapanya?" tanya mbak-mbak yang bertugas meriasku, begitu aku duduk di
depan cermin. "Adiknya," jawabku pendek.
"Oh," sahutnya pendek. "Terus... yang lain-lain itu?" Dia mengerling ke sofa.
"Adik-adiknya juga!"
Si mbak menatap bayanganku di cermin, lalu menoleh ke sofa lagi. Wajahnya nggak
puas. "Adik sepupu atau adik kandung?"
Aku mulai senewen. Bawel banget sih nih orang.
http://dayviienz.blogspot.com/
"Adik kandung!" jawabku agak ketus.
"Eh," dia mengerling ke sofa lagi, "tapi kok kamu wajahnya beda ya?"
Nah! Belum apa-apa aku sudah mendengar kalimat sensitif itu terucap lagi. Benar
dugaanku, hari ini bakalan jadi hari burukku.
Aku nyengir kecut. Si mbak sekarang berceloteh tentang kariernya yang gemilang di
bidang salon, soal keahliannya memotong rambut dan merias. Aku mencibir dalam hati.
Kalau benar-benar jago, kok masih jadi kapster"
Selesai dirias, aku ditangani kapster yang lain. Dia membantuku memakai gaun. Eh, aku
belum cerita soal gaunku ya"
Seperti yang dikatakan penjahit itu, gaunku warnanya kuning muda. Modelnya sama
persis seperti desain yang digambarnya. Simpel, tapi anggun. Bagian dadanya penuh
taburan manik-manik berkilauan. Bagian roknya dihiasi sulaman mawar kecil-kecil.
Keseluruhan, rok itu cantik banget. Tapi apakah bakal kelihatan cantik setelah nempel di
badanku" Itu yang kuragukan.
Kemudian aku disuruh mencoba sepatuku. Oh ya, setelah melalui birokrasi yang rumit
dan berbelit-belit, akhirnya Mama setuju membelikanku sepatu hak tinggi. Hore! Yah,
tingginya nggak sepuluh senti sih, tapi tujuh senti. Lumayaaan.
Warna sepatunya juga kuning muda, sama dengan warna gaunku. Ada hiasan mawar
juga di bagian depannya. Sekarang si kapster sibuk memakaikan berbagai macam aksesori yang kubawa dari
rumah. Khusus untuk melengkapi gaun ini, Mama sudah membelikanku satu set
perhiasan warna senada. Kalung, gelang, dan anting-anting mutiara berwarna kuning
muda. "Selesai deh. Wah... sekarang jadi beda lho...," gumam si kapster sambil memandangiku
begitu dia selesai memasangkan anting ke telingaku. "Coba kamu ngaca deh!"
Dia menuntunku ke depan cermin.
http://dayviienz.blogspot.com/
Aku terpana. Hah" Siapa yang ada di balik cermin itu"
Seorang cewek yang tidak terlalu tinggi tapi manis, dalam balutan gaun yang
berkilauan, dengan rambut disanggul tinggi dan dihiasi mahkota seperti putri...
Aku terpana, kemudian nyengir sendiri. Ternyata aku bisa cantik juga ya, kalo
didandanin! "Wah... Deryn, kamu cantik sekali," ujar Mama puas, menatapku.
Semua saudaraku juga tercengang-cengang menatapku. Juliet sampai melongo, nggak
bisa bilang apa-apa. Aku sendiri sama panglingnya melihat saudara-saudaraku yang
lain. Juliet yang memang sudah cantik jadi tambah cantik dalam gaun hitamnya yang ketat
dan terbuka di bagian punggung. Bianca memakai gaun warna pink lembut, rambutnya
dikeriting model Krisdayanti. Rosaline sudah melepas kacamatanya dan menggantinya
dengan lensa kontak. Kesan kuper langsung hilang dari wajahnya. Sekarang dia malah
mirip model. Yang paling mengejutkan, tentu saja Anne. Dia muncul bak bidadari putih dari dalam
ruang ganti. Dari ujung kepala sampai ujung kaki berkilau-kilauan.
"Waahhh... cantik banget!!!" seruku.
Anne tersenyum lebar. "Pulang yuk!" Dia melirik jam di dinding salon. "Udah sore nih. Sebentar lagi Orlando
jemput!" Gara-gara gaun kami lebar-lebar dan mengembang, mobil yang tadinya cukup buat
berangkat jadi nggak cukup buat pulang. Akhirnya Mama, Juliet, dan Bianca pulang naik
taksi. *** http://dayviienz.blogspot.com/
Aku menghabiskan waktu dengan latihan berjalan di atas sepatu tinggiku sementara
menunggu Orlando dan keluarganya menjemput kami. Tap, tap, tap. Tap, tap, tap.
Sekarang aku yakin nggak bakal kesandung lagi, kecuali kalau ada yang sengaja
menjulurkan kaki di depanku. Dan kurasa nggak ada yang seiseng itu di pesta nanti.
Orlando datang. Anne masuk ke mobil pengantin bersama Orlando, aku dan keluargaku berdesakdesakan masuk ke mobil Papa. Mobil meluncur beriringan menuju gedung resepsi.
Gedung sudah ramai sewaktu kami tiba. Mobil pengantin berhenti di depan lobi.
Orlando keluar duluan, mengulurkan tangannya untuk membantu Anne keluar dari
mobil, lalu menuntunnya pelan-pelan berdiri di karpet depan pintu.
Juru kamera mulai beraksi untuk merekam kami.
Mama, Papa, aku, saudara-saudaraku, dan keluarga Orlando berbaris di belakang
pengantin. Shannia dan seorang keponakan Orlando yang seumur dengannya berdiri di
depan pengantin, membawa keranjang bunga. Aku melihat mata Mama berkaca-kaca,
tapi Papa menegakkan kepalanya dengan gagah. Saat lagu pengiring pengantin
didendangkan dan balon berisi taburan kertas mengilap yang tergantung di pintu
dipecahkan, Shannia dan keponakan Orlando berjalan pelan memasuki gedung sambil
menaburkan bunga setiap kali melangkah. Kedua pengantin serta barisan panjang di
belakangnya mengikuti. Semua orang berdiri. Aku gugup banget melihat banyaknya
tamu yang hadir. Ketika semua sudah sampai di pelaminan, fotografer mengatur kami untuk berdiri
berjajar agar bisa memfoto kami. Aku tambah gugup. Kayaknya semua mata
menatapku. Padahal jelas tidak. Siapa sih yang mau menatapku saat berada di tengah
saudara-saudaraku yang jauh lebih cantik"
http://dayviienz.blogspot.com/
Selesai foto, kedua pengantin, Mama, Papa, dan kedua orangtua Orlando duduk di kursi
pelaminan, sementara aku, saudara-saudaraku serta dua adik perempuan Orlando,
bubar dan bergabung dengan para tamu.
Aku lega sekali begitu kakiku menginjak tangga panggung paling bawah. Aku menarik
napas panjang. Akhirnya selesai juga. Sekarang tinggal gimana caranya biar nggak
terlihat sendirian dan canggung di antara keramaian. Aku langsung mendapat ide.
Nempel sama Micha saja di tempat penerima tamu. Yah, itu cemerlang banget.
Tapi sebelum aku sempat melangkah, ada tangan yang menarikku.
"Kak Deryn, aku mau ngenalin Kakak ke seseorang," sahut Rosaline riang, menyeret
tanganku tanpa menunggu persetujuanku. Dia menarikku ke salah satu sudut.
"Farren?" tebakku tanpa pikir panjang. "Dia jadi dateng, ya?"
Rosaline mengangguk. "Jadi dong!" Rosaline celingukan, matanya mencari-cari.
"Nah itu dia!" Dia menunjuk serombongan orang yang sedang makan sambil
mengobrol. Sekarang ganti aku yang celingukan, mengamati orang-orang yang ditunjuk Rosaline.
"Yang mana" Yang mana?"
Aku menduga Farren pasti tipe cowok kutu buku. Tinggi, kurus, berkacamata tebal, dan
sikapnya canggung. "Itu ya" Yang pakai baju hitam?" Aku menunjuk seorang cowok kurus yang sedang
berdiri sambil makan puding.
"Bukan," jawab Rosaline. "Sebelahnya, yang pakai kemeja merah tua mengilap..."
Wow! Aku sampai-sampai harus menutup mulut supaya pekikanku tidak terdengar.
"Nggak mungkin, kamu pasti bercanda!" seruku parau.
"Bercanda?" Rosaline mengerutkan kening tidak mengerti. "Nggak kok. Aku serius!"


Ramalan Fudus Ororpus Karya Julia Stevanny di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

http://dayviienz.blogspot.com/
Rosaline melambai. Cowok berkemeja merah tua itu balas melambai sambil tersenyum.
Kalau Rosaline nggak bilang bahwa cowok itu Farren, aku pasti mengira Hayden
Christensen --pemeran Anakin Skywalker di film Star Wars-- datang ke sini dengan
mengecat rambutnya jadi hitam. Soalnya, asli, dia mirip banget. Persis sampai ke rambut
ikalnya. Aku langsung lemas. Gejala-gejala aneh yang kuderita tiap kali berhadapan dengan
cowok cakep langsung kumat. Detak jantung nggak teratur, tangan berkeringat, suara
jadi gemetar... Serius, dibandingin dia, Arden sama sekali nggak ada apa-apanya. Aku yakin kalau
Farren pindah ke sekolahku, semua fans Arden akan langsung pindah ke pelukannya.
Kecuali Micha, tentunya. Hayden, eh, Farren mendekat, lalu menyalamiku. Sikapnya formal, kayak nyalamin temen
kerja. Meskipun begitu tanganku tetap aja gemetar.
"Farren," Farren memperkenalkan diri. "Farren Alexandro..."
Aku jadi bingung. Nih anak kok pakai nyebutin nama lengkap segala. Kayak James Bond
aja. "My name is Bond. James Bond..."
"Deryn...," kataku terbata-bata, mendadak lupa nama lengkapku sendiri. "Deryn, eh,
Santalia..." "Senang ketemu kamu," sahut Farren resmi.
"Eh, senang juga," sahutku bego.
"Farren seumur sama Kakak," sahut Rosaline. "Kak Deryn kelas dua SMA juga, sekolah di
SMA 1." "Dua SMA?" Farren kelihatan bersemangat. "Di sekolah kamu fisikanya udah sampai
mana" Udah masuk ke daya ungkit?"
Aku tercengang. Hei, hei! Ini pesta, man! Kok ngomongin fisika" Bener-bener cocok jadi
cowoknya Rosaline deh! http://dayviienz.blogspot.com/
"Mmmm... aku... aku...," aku bingung mau jawab apa. Otakku rasanya kosong. Di kelas
aku selalu langsung terkantuk-kantuk begitu mendengar suara Pak Bondan, jadi nggak
ada kata-katanya yang nyangkut. "Da... daya ungkit udah deh kayaknya..."
"Wah, cepet juga," sahut Farren. "Udah sampai Implementasinya dalam kehidupan
sehari-hari?" "Eh... uddd... udah...," sahutku, nggak tau harus bilang apa.
"Gila, cepet banget! Berarti sekolahku kalah jauh. Masa sekarang baru sampai Hukum
Archimedes. Dasar tolol tuh guru fisikanya. Kalau kayak begini terus, bisa kalah lagi pas
ikut kompetisi. Kalau matematikanya sampai mana?"
Olala... Apa nggak ada topik lain ya" Aku selalu tegang pas pelajaran Pak Brian, jadi
sama aja, nggak ada yang nyangkut di otakku. Intinya sebenernya, nggak ada pelajaran
yang masuk ke otakku. Soalnya, kalau gurunya nyantai, aku ngantuk. Kalau gurunya
galak, aku tegang. Serba salah ya" Beginilah hidup!
"Eh... sampai... emmm... phy... phytagoras deh kayaknya," sahutku gelagapan.
Farren manggut-manggut. Aku langsung mengambil kesempatan ini untuk mengalihkan
pembicaraan. "Eh, ngomong-ngomong, kamu berapa bersaudara?"
Nah! Obrolan-obrolan ringan macam ini nih yang seharusnya diobrolin di pesta. Fisika
ama matematika" Yang bener aja!
"Cuma dua," sahut Farren. "Aku cuma punya satu adik laki-laki!"
"Wah, cowok semua ya," sahutku. "Mama kamu pasti pusing, berantem melulu..."
Farren ketawa. Tawanya berkesan jaim.
"Nggak juga. Kami malahan akur banget kok..."
Aku tertawa sopan. "Eh, Ryn," Farren nanya lagi, "waktu kamu kelas satu pernah diajarin rumus singkat
ngitung volume ruang bersisi-n, nggak?"
http://dayviienz.blogspot.com/
Volume ruang bersisi-n" Makanan apa lagi tuh" Beruntung saat itu Juliet lewat bersama
Danny, cowoknya. Rosaline cepat-cepat memanggil mereka untuk dikenalkan pada
Farren. Saat mereka sibuk berbasa-basi, diam-diam aku langsung menyelinap pergi.
*** Micha masih di meja penerima tamu, sibuk memberikan suvenir kepada para tamu. Aku
menunggu sampai agak sepi, baru mendekat.
"Arden mana?" "Eh, dia bilang sori nggak bisa dateng, Cha. Nggak enak badan. Perutnya mules,
katanya..." Haha... alasan klasik. Aku tau itu bohong. Pasti Micha yang melarang Arden datang, biar
aku nggak sedih melihat mereka berdua.
Aku tersenyum. So sweet. Micha memang selalu mengerti perasaanku. Sebenarnya sih
aku memang lebih senang kalau Arden nggak datang. Tapi nggak mungkin kan nggak
ngundang dia setelah aku terang-terangan mendukung dengan tulus hubungan
mereka" Bisa-bisa mereka berpikir aku masih sakit hati.
"Lo dari mana aja?" tanya Micha. "Kok lama banget baru nongol?"
"Barusan ngobrol sama cowoknya Rosaline," jawabku.
"Hah" Cowok Rosaline?" Micha mengernyit. "Memangnya Rosaline udah punya cowok?"
Aku mengangguk, menatap Micha misterius.
"Lo tau nggak, cowoknya kayak apa?"
Micha menggeleng. "Kayak apa?" http://dayviienz.blogspot.com/
"Kayak Hayden Christensen...," sahutku. "Kebayang nggak sih" Keren! Cakep! Ganteng!
Imut abis! Gue sampe lemes ngeliatnya. Dibandingin dia, Arden sih nggak ada apaapanya!"
Aku menjentikkan jariku dengan sikap meremehkan.
Micha terpana. Kemudian aku baru sadar apa yang telah kukatakan.
"Eh," kataku gugup. "Sori, Cha. Gue keceplosan. Bukannya gue berniat jelek-jelekin
Arden. Gue cuma bercanda kok. Serius!"
Micha tersenyum. "Nggak apa-apa...," sahutnya. "Menurut gue, Arden emang nggak
cakep-cakep banget kok..."
"Sori..." "Udah lah," tukas Micha tak sabar. "Nggak usah sok basa-basi gitu. By the way, gue jadi
penasaran nih, yang mana sih orangnya?" Micha berdiri, mengintip ke dalam gedung.
"Gue jadi pengen lihat..."
"Tapi lo jangan ngobrol sama dia ya," aku memperingatkan.
"Emangnya kenapa?" tanya Micha heran.
"Soalnya yang diomongin pelajaran terus. Tadi aja gue langsung ngibrit jauh-jauh."
Micha tertawa. "Cocok dong sama Rosaline."
"Nah, yang itu tuh..." Aku menunjuk ke dekat meja prasmanan. "Cowok yang pakai baju
merah tua, yang lagi jalan di sebelah Rosaline... Liat nggak?"
Micha terpana. "Oh, my!" seru Micha. "Kalo cowok model gitu naksir gue, tuker tambah sama Arden
pun gue rela!" Aku ngakak. "Gila lo, baru aja jadian, udah mau ngelaba!"
*** http://dayviienz.blogspot.com/
Ternyata pestanya tidak seburuk yang kuduga. Aku sama sekali tidak kikuk dan tidak
kesepian, karena terlalu sibuk haha-hihi dengan Micha. Kami nggak henti-hentinya
ngegosipin si Hayden. Dan yang terpenting, aku juga nggak tersandung dan nggak
jatuh. Gedung sudah mulai sepi. Tamu-tamu mulai pulang satu per satu.
Farren pamit pulang. Micha senang banget bisa berjabatan dengannya.
"Gile, tangannya alus banget, Ryn!"
"Gue bilangin Arden lho," sahutku, pura-pura galak.
Danny (cowok Juliet) dan Anthony (cowok Bianca) juga pamit. Keluarga kami masih
berfoto-foto lagi sampai semua tamu betul-betul habis, kemudian baru meninggalkan
gedung. Orlando dan Anne masuk ke mobil pengantin, langsung menuju hotel. Aku, keluargaku,
dan Micha naik mobil Papa. Micha ikut kami. Lelah sekaligus senang, aku langsung
tertidur begitu punggungku menyentuh jok belakang mobil.
http://dayviienz.blogspot.com/
Bab 19 *Mawar Misterius* "Untuk Deryn Santalia."
Aku yang sedang tidur-tiduran di sofa langsung terlonjak. Nggak salah tuh" Untuk
Deryn Santalia" Untukku"
Bi Inah, pembantu keluargaku, tergopoh-gopoh masuk. Tangannya memeluk sebuket
mawar yang cantik banget.
Aku membelalak, hampir nggak bisa bicara ketika Bi Inah menyodorkan bunga itu
kepadaku sambil berkata, "Buat Non Deryn!"
"Buat saya, Bi?" ulangku nggak percaya. Mataku menatap buket bunga dan wajah Bi
Inah berganti-ganti. "Dari siapa, Bi?"
"Bibi nggak tau, Non," jawab Bi Inah. "Orang yang nganterin bunganya nggak bilang..."
Aku menatap bunga itu lagi sambil bergumam, "Ya udah!"
Bi Inah berjalan masuk. Aku menatap bunga itu linglung. Jangan-jangan dunia sudah
mau kiamat. Soalnya kejadian-kejadian aneh katanya bisa terjadi kalau sudah dekat
kiamat. Mawar itu merah dan masih segar, dihiasi untaian pita dan renda, dibungkus dengan
kertas mengilap. Ada selembar kartu kecil yang diikatkan pada pangkal batangnya.
Warnanya pink dan berbentuk hati.
Tanganku gemetar ketika meraihnya. Kartu itu cepat-cepat kubuka. Tulisan yang tertera
di dalamnya jelek sekali. Aku mengeja satu per satu deretan huruf "cakar ayam" yang
ditulis dengan tinta hitam tebal itu. Jantungku berdegup-degup kencang.
Deryn my love, From second to second http://dayviienz.blogspot.com/
From minute to minute I look in your face And realize You're the only one for me
You're the only one I want in my life
F.A. Seumur hidup aku belum pernah dapat hadiah apa pun dari cowok, lalu sekarang aku
tiba-tiba dapat buket bunga yang gede banget, plus kartu berisi puisi romantis. Alih-alih
senang, aku malah heran banget.
Dan orang yang mengirimiku bunga berinisial F.A.
Siapa F.A" Apa aku punya teman yang inisialnya F.A"
Belum sempat aku mengingat-ngingat, pintu tiba-tiba terbuka. Rosaline dan Farren
berjalan masuk. "Wah... mawarrr!!!" Rosaline masuk sambil senyam-senyum. Dia mengerling menggoda.
"Dari siapa nih?"
Farren menguntit di belakangnya, memandangku dengan tatapan yang langsung bikin
aku grogi. Oh, my God! Aku harus mengingatkan diriku berkali-kali bahwa dia cowok
adikku. "Nggak tau," sahutku. "Nggak ada namanya. Cuma ada inisial."
"Dari secret admirer, kali," usul Rosaline, terus senyam-senyum. Dia mengibaskan
poninya. Matanya bersinar-sinar. Kayaknya dia lagi hepi banget. Sejak pesta pernikahan
Anne, Rosaline nggak pakai kacamata lagi. Dia memutuskan untuk menggantinya
dengan soft lens. Farren duduk di sofa. http://dayviienz.blogspot.com/
"Nah, aku tinggal dulu ya...," sahut Rosaline, mengerling ke arah Farren. Kemudian dia
menoleh ke aku. "Tolong temenin Farren ya, Kak. Aku mau ke perpustakaan!"
Aku tercengang. Apa-apaan ini" Sejak kapan aku jadi tempat penitipan cowok" Kenapa
Farren nggak sekalian diajak ke perpustakaan" Tapi baru aku mau protes, Rosaline
sudah melambaikan tangan, lalu menghilang di balik pintu.
Sial! umpatku dalam hati. Sambil memaki-maki Rosaline --tetap di dalam hati-- aku
duduk di sofa. Kemudian aku sadar bungaku masih kupegang. Cepat-cepat kuletakkan
di meja. Jangan sampai Farren mengira aku norak. Dapat bunga sekali langsung
dipegang-pegang terus. "Sori ya," kataku setengah mengomel. "Rosaline memang masih kekanak-kanakan. Masa
cowoknya ditinggalin sendirian, dianya malah ke perpus?"
"Gue nggak keberatan kok," sahut Farren.
Aku membelalak. Lha iyalah, elo-nya emang nggak keberatan, tapi gue nih! Masa gue
disuruh nemenin elo" Ini kan jam tidur siang gue!
"Eh, lo keberatan ya?" kata Farren, kelihatan nggak enak. "Kalo lo sibuk, gue ditinggal
aja... Nggak apa-apa kok. Gue bisa nunggu sendiri..."
Aku tercengang. Hah" Dia bisa ngebaca pikiran, ya"
"Nggak... nggak," sahutku cepat. "Jelas nggak. Lagian gue juga nggak ada kerjaan kok..."
"Bener?" tanyanya.
"Iya, bener..."
Aku terdiam. Siap-siap menerima pertanyaan tentang pelajaran lagi. Dugaanku tepat.
**** "Waktu elo kelas satu, pernah diajarin rumus singkat ngitung volume ruang bersisi-n,
nggak?" Mati aku! Itu kan pertanyaan yang kemarin aku tinggal ngibrit!
http://dayviienz.blogspot.com/
"Eh," kataku. "Sori nih, bukan bermaksud kasar, tapi bisa nggak kita jangan ngomongin
pelajaran?" Farren terkesiap. Dia kelihatan kaget. Aku harap-harap cemas menatapnya. Aduh,
jangan-jangan dia marah. Kenapa nggak aku jawab "nggak tau" aja tadi"
Tapi ternyata Farren nggak marah. Tawanya malah meledak. Tawanya keras, renyah, dan
nggak jaim kayak di pesta. "Emangnya kenapa" Lo kayaknya antipati banget sama
pelajaran." "Di sekolah kan udah belajar tujuh jam," kataku. "Masa harus ngomongin itu lagi di
rumah..." "Ya deh... ya deh... Gue nggak ngomongin pelajaran lagi..."
Kami diam sejenak. Saling menatap dengan canggung. Jantungku mulai bergetar lagi.
Sialan, Rosaline! Kenapa nitipin cowok secakep ini ke gue" Beban mentalnya berat, tau!
"Lo nggak suka matematika, ya?" tanya Farren.
Lho, katanya nggak ngomongin pelajaran lagi" Matematika kan pelajaran! Tapi bolehlah
kalo cuma ngobrolin luarnya, asal jangan ngebahas rumus-rumus rumit.
"Benci banget," sahutku. "Susah, bikin pusing."
"Itu pasti karena cara belajar lo salah! Kalau cara belajar lo bener, sebenernya
matematika itu gampang kok..."
"Eh, masa?" tanyaku nggak percaya.
"Mau bukti?" sahut Farren. "Ambil buku matematika lo! Sama pensil ya!"
Aku tercengang. Lho" Kok disuruh ngambil buku" Buat apa" Tapi karena nggak enak,
aku bangkit juga ke kamar.
Ketika aku hampir sampai kamar, Farren menambahkan, "Sama kertas corat-coretnya
sekalian!" Huh, bawel! http://dayviienz.blogspot.com/
Setelah aku balik lagi, kuletakkan tiga barang yang dimintanya di meja --buku
matematika, pensil, dan kertas corat-coret.
"Kita mau ngapain sih?" tanyaku.
"Gue mau ngajarin lo cara gampang make rumus matematik!"
Aku langsung lemas. Sial! Aku terjebak! Acara penitipan ini sudah berubah jadi les
matematika! Dengan lesu aku menatap Farren yang sedang menerangkan dengan penuh semangat
sambil mencorat-coret bukuku dengan pensil. Kemudian aku punya ide cemerlang. Oh,
ya. Kan Pak Brian kemarin ngasih PR" Farren bisa kumanfaatkan nih!
"Bentar ya!" kataku.
Aku mengambil buku PR di kamar, terus balik lagi.
"Gue ada PR nih. Susah banget. Gue nggak ngerti. Bantuin dong?"
Kusodorkan buku PR-ku dan kutambahkan kertas corat-coret lagi.
Farren langsung oke. Beberapa detik kemudian dia sudah tenggelam dalam soal-soal
matematika Pak Brian. Mulutnya sekali-sekali berceloteh menerangkan ini-itu. Aku
mendengarkan saja sambil cengar-cengir. Haha. Kena lo!
Sewaktu Rosaline kembali dari perpustakaan dua jam kemudian, bukan cuma PR
matematikaku yang selesai. PR fisika dan kimia juga sudah tak tersisa lagi.
http://dayviienz.blogspot.com/
Bab 20 *Siapa Pengirimnya"*
"Eh, tumben, PR lo udah selesai semua!" Micha terheran-heran menatapku pagi itu.
"Dibikinin sama Farren..." aku tertawa.
"Hah" Farren cowok Rosaline?"
"Iya, emang ada Farren yang lain?"
"Kok dia mau-maunya sih..."
"Gue yang suruh," sahutku sok. "Daripada ngoceh nggak keruan tentang matematika,
mendingan gue suruh bikin PR aja... Lebih berguna, kan?"
"Jahat lo," kata Micha."Cowok cakep-cakep gitu sayang kalo dikerjain, tau!"


Ramalan Fudus Ororpus Karya Julia Stevanny di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Eh, nggak cuma matematika lho. Fisika sama kimia juga dikerjain semua," pamerku.
Micha menatap iri. Aku memasukkan tas ke laci. Kemudian aku terheran-heran. Tasnya nggak mau masuk,
seakan ada yang mengganjal di dalam laci. Aku menarik tasku keluar lagi, lalu melongok
ke dalam laci. Detik berikutnya aku terpana.
Ada sebuket mawar di dalam laciku. Aku menariknya keluar.
Micha tercengang. "Eh, mawar?" tanyanya kaget. Dia langsung menyerobot buket itu dari tanganku. "Gila!
Bagus banget! Dari siapa?"
Beberapa anak sekarang menoleh. Aku buru-buru menyerobot buket itu lagi,
menyimpannya lagi ke laci.
"Kemarin juga dapet," sahutku.
"Kemarin?" Micha makin heran.
http://dayviienz.blogspot.com/
Aku mengangguk. "Gue baru mau cerita sama lo," kataku. "Kemarin gue dapet buket
mawar yang sama. Dikirim ke rumah. Nggak ada nama pengirim, cuma ada nama
inisialnya..." Aku merogoh tasku, mengambil kartu yang kemarin. Hari ini kartu itu memang sengaja
kubawa biar bisa kuperlihatkan pada Micha.
Micha membacanya dan terpana.
"Wah... romantis banget...!" serunya. "Lo bener-bener nggak tau siapa yang ngirim, Ryn"
Cowok ini pasti tergila-gila banget sama lo!"
Aku mengangkat bahu. "Nggak tau!" sahutku. "Yang jelas, gue penasaran banget!"
"F.A.," Micha bergumam. Matanya melayang ke seluruh kelas. "Fery" Ferdian" Frederick"
Festa" Finno" Felix?" Dia menyebutkan satu-satu nama teman sekelas kami yang
berawalan huruf "F".
"Tapi nggak ada yang nama belakangnya 'A' deh!"
"Semaleman juga gue udah mikir," kataku. "Tapi kayaknya nggak ada satu pun temen
kita yang inisialnya F.A..."
"Eh, secret admirer kan bisa aja nggak lo kenal...?" sahut Micha.
"Maksud lo?" "Ya, bisa aja lo ditaksir sama cowok yang nggak lo kenal. Itu mungkin, kan?" katanya.
Aku menatapnya nggak percaya.
"Tapi... kalo cowok yang kenal gue aja nggak ada yang naksir, gimana mungkin cowok
yang nggak kenal bisa naksir?" kataku ragu.
"Derrryyyynnnnn!" Micha berteriak. "Lo nggak pede amat sih!"
*** Siangnya, aku dapat bunga lagi. Aku, bersama Micha dan Arden, keluar dari halaman
sekolah ketika seorang anak kecil dekil gundul tiba-tiba mendekat.
http://dayviienz.blogspot.com/
"Tante... Tante..." Dia berlari-lari mendekat.
Aku mendelik. Nggak salah denger nih" Tante" Emangnya tampang gue mirip tantetante apa"
"Heh, siapa lo?" sambarku sewot. "Enak aja manggil tante... tante... Emangnya gue tante
lo?" Arden ngakak. "Ryn, jangan galak-galak dong sama anak kecil..."
Anak kecil itu mengeluarkan sebuket mawar dari punggungnya. Aku terceka
t. Hah" Mawar lagi" Gerbang sekolah saat itu sedang ramai-ramainya, soalnya pas jam pulang sekolah.
Beberapa anak yang sedang lewat kontan menoleh menatapku. Beberapa ketawa geli,
beberapa yang lain menatap kagum. Terutama cewek-ceweknya.
"Wah, Ryn, lo dapet mawar lagi!" teriak Micha kagum, menambah jumlah anak yang
sekarang memerhatikanku. "Sssshhhhhhh......," sahutku, menengok kanan-kiri dengan kuatir. "Jangan keras-keras! Lo
mau bikin seluruh sekolah denger?"
"Mawar dari siapa?" tanya Arden.
Aku langsung menoleh ke si anak gundul. "Dari siapa?"
Si anak mengangkat bahu. "Nggak tau. Dari oom-oom ganteng..."
Duhhh!!! Ngomongnya jangan gitu dong. Oom-oom ganteng" Kedengarannya negatif
banget sih. Anak-anak yang menoleh ke arahku makin banyak, sekarang semuanya
cengar-cengir penuh arti. Gawat. Bisa-bisa mereka langsung mikir yang nggak-nggak.
Bener aja. Arden-lah yang pertama salah sangka.
"Emangnya lo ada hubungan apa sama oom-oom, Ryn?" celetuknya.
Aku mendelik. Micha cekikikan. Aku menatap si gundul lagi.
"Ya udah, sana pergi."
http://dayviienz.blogspot.com/
Tapi si gundul nggak mau pergi juga.
"Uang rokoknya, Tante..."
Busettt. Anak kecil minta uang rokok"
"Emang kamu ngerokok?"
Si anak nyengir. "Iya dong, Tante..."
"Masih kecil kok udah ngerokok sih?" tukasku heran.
Si anak menyahut cuek, "Namanya juga anak zaman sekarang, Tante. Kalo nggak ngebul
nggak asyik..." Aku geleng-geleng kepala. Astaga! Kalo anak-anak kecil negara ini semua kayak gini,
gimana bisa maju" Aku merogoh tasku, mengambil dompet. Kemudian mengeluarkan selembar uang
seribuan. "Nih, buat jajan..."
Anak itu kaget. Dia cemberut. "Kok cuma ceceng?"
"Emangnya mau berapa?"
"Minimal ceban dong. Kan bunganya mahal..."
Aku pusing tujuh keliling.
"Goceng nih!" Aku mengeluarkan lima ribuan, menaruhnya di tangannya. "Udah, sana
pergi!" Anak itu nyengir. "Daah, Tante," serunya sambil lari pergi.
Buruan pergi jauh-jauh dan jangan balik lagi, umpatku dalam hati. Wah... kalau cowok
misterius itu setiap hari mengirim bunga lewat anak itu, aku bisa bangkrut.
*** Pernah ngebayangin nggak, jalan pulang dari sekolah, pakai seragam sekolah, sambil
memeluk mawar yang gedenya amit-amit" Dijamin, tiap mata pasti langsung
http://dayviienz.blogspot.com/
memandang. Aku hampir memutuskan untuk membuang mawar itu ke tempat sampah,
kalau saja Micha dan Arden nggak melarang keras.
"Orang itu kan udah ngeluarin duit mahal-mahal buat ngasih lo mawar ini?" Arden
protes. "Biar lo nggak suka, nggak boleh dibuang dong. Itu namanya nggak menghargai
pemberian orang lain!"
"Ah, diem lo...," tukasku.
"Bener, Ryn, sayang banget. Lagian bunga sebagus itu nggak pantes lagi nongkrong di
tempat sampah," timpal Micha.
"Gue setuju banget sama Micha!" lanjut Arden.
Bagus. Mereka sekongkol. "Oke deh... nggak gue buang!" akhirnya aku menyahut kesal. "Tapi lo yang bawain ya!"
Sebelum Arden sadar, aku sudah menyodorkan bunga itu ke pelukannya.
Arden tercengang. "Eh, kok gue" Kan elo yang dapet! Wah, gawat, gue jadi diliatin
orang nih..." Aku terkekeh. Nah, baru sadar" Asyik kan kalo diliatin orang" Dengan santai aku
melenggang, berjalan jauh-jauh di depan mereka.
*** Deryn my love, As all the stars above Shining twinkling in the dark sky
Here I come to you To bring your true love To shine your heart, your world, and your life
With the light of my love, forever
http://dayviienz.blogspot.com/
F.A. Micha dan Arden ngotot nganterin aku sampai ke rumah gara-gara pengen ngebaca
kartu itu. Norak ya"
"Romantis banget ya!" seru Micha, matanya menerawang. "Sekali-sekali lo kayak gini
dong, Den..." "Iya, iya, besok gue petikin bunga dari kebun deh, terus gue cantelin puisinya Chairil
Anwar..." Micha merengut. "Kok Chairil Anwar sih" Emang gue 'binatang jalang'?"
"Lo punya dugaan nggak, siapa pengirimnya?" tanyaku, memotong pembicaraan
mereka. Arden berpikir-pikir. "Lo sendiri?" dia balik nanya. "Sekarang ini ada cowok yang
bersikap spesial nggak sama lo" Misalnya, tau-tau nelepon, atau mendadak jadi baik
hati, bersedia jadi sopir pribadi lo..."
Aku termenung. Lalu menggeleng.
"Nggak ada tuh..."
"Kalo yang suka ngeliatin sembunyi-sembunyi?" tukas Arden lagi, kali ini pakai nyengir.
Sial. Mukaku mendadak panas. Rasanya aku bisa mendengar Arden melanjutkan dengan
kalimat, "...kayak elo dulu..."
Serius, aku malu banget kalau ingat dulu kerjaanku tiap hari cuma curi-curi pandang ke
Arden. Udah gitu pake kege-eran, lagi.
"Nggak ada!" tukasku cepat.
"Susah dong, kalo gitu!" sahutnya. "FBI juga nggak bakal bisa ngelacak kalo nggak ada
petunjuk!" Aku menghela napas lesu. Tiba-tiba Arden tersentak. Matanya bersinar-sinar, kayak orang abis dapat ide.
http://dayviienz.blogspot.com/
"Gue tau, gue tau!" serunya.
"Hah" Apa?" sahutku dan Micha bersamaan.
"Satu-satunya cara buat nemuin si pengirim misterius," katanya sok misterius.
"Apa?" sambarku. "Cepet bilang!"
"Beli anjing pelacak, atau pinjam anjing pelacak polisi, trus suruh ngendus nih kartu..."
Arden tersenyum lebar, seakan yang dikatakannya brilian. "Abis itu suruh dia keliling
kota nyari si pengirim misterius..."
Itu usul paling jayus yang pernah kudengar. Tiba-tiba aku heran banget, kenapa dulu
aku bisa tergila-gila berat sama cowok yang setelah kukenal lebih jauh ternyata nggak
ada menarik-menariknya ini!
http://dayviienz.blogspot.com/
Bab 21 *Cowok Titipan* Siang yang panas. Rosaline sedang membaca buku di sofa. Aku sedang menonton
Smallville season 3. Saat itu Farren datang.
"Nah, aku tinggal pergi dulu ya, Kak," kata Rosaline, langsung bangkit berdiri.
"Daah...!" kataku sambil lalu, tanpa menoleh. Mataku masih terpancang pada layar TV.
Filmnya sedang seru. Lana mau dibunuh sama mantan pacarnya. Untung Clark Kent
datang untuk menyelamatkan. Sukses. The end. Episode "Crisis" selesai. Aku baru saja
hendak maju untuk mengganti keping DVD dengan seri berikutnya ketika aku tercekat.
Mataku membelalak. Ternyata sejak tadi Farren duduk di sebelahku.
"Lo kok masih disini?" tanyaku heran. "Bukannya lo tadi pergi sama Rosaline?"
"Eh... nggak. Rosaline cuma ke perpus sebentar kok," sahutnya. "Gue males, mendingan
nunggu di sini aja!"
Lho, pergi sama cewek sendiri males" Aku merasa agak aneh.
"Ada PR yang mau dibantuin, nggak?" tanyanya.
Aku terkesiap. "Eh, lo mau ngerjain lagi?"
"Bawa sini aja!"
Nggak mungkin dong, aku melewatkan kesempatan emas ini. Maka aku langsung
melesat ke kamar untuk ngambil buku PR.
"Minggu ini ada PR matematika, kimia, sama biologi," sahutku.
"Kok biologi?" Farren protes. "Nggak ah, gue bisanya cuma eksakta..."
"Pleaseee donggg...," bujukku. "Gue lebih nggak bisa lagi..."
Farren menatapku. Saat itu kurasakan ada yang aneh pada cara Farren menatapku. Dia
memandangku kayak... mmm... terpesona, gitu! Hush! Aku membentak pikiranku sendiri.
Rule number one: Jangan kege-eran. Rule number two: Ingat bahwa dia cowok adikmu.
"Oke deh," sahut Farren. "Buat elo, apa sih yang nggak?"
http://dayviienz.blogspot.com/
Hah" Gawat, dia mulai flirting.
Berusaha keras untuk tidak ge-er dan berprasangka macam-macam, aku menyetel
Smallville seri berikutnya.
Saat itu aku menemukan filosofi baru. Cara terbaik untuk mengalihkan perhatian dari
Anakin Skywalker adalah dengan memandang wajah cakep Clark Kent.
*** Hampir setiap hari Farren nongkrong di rumahku dengan alasan yang sama: menunggu
Rosaline pulang dari perpustakaan. Karena cuma aku yang selalu ada di rumah (Juliet
belum pulang kerja, Bianca ngelayap entah ke mana, dan Shannia masih terlalu kecil
untuk disuruh menemani tamu), jadi aku yang terkena getahnya, dimintain tolong
menemani Farren. Aku sebenarnya nggak keberatan, apalagi setiap ada Farren PR-ku
langsung beres. Tapi lama-lama aku merasa nggak enak juga. Kalau begini terus, Farren
jadi lebih sering ketemu aku daripada Rosaline, kan" Menurutku itu nggak bagus.
Rosaline kan ceweknya. Anehnya, meski ditinggal-tinggal terus, Farren sama sekali nggak protes. Dia enjoyenjoy aja. Malah kelihatan senang begitu aku kasih setumpuk PR. Pasangan yang aneh.
Suatu hari, aku nggak bisa menahan mulutku untuk bertanya. "Eh, lo kok nggak pernah
ikut Rose ke perpus sih?"
Farren menggeleng sambil sibuk menulis rumus di kertas. Betul sekali, saat itu dia
tengah mengerjakan PR-ku. "Nggak ah. Gue lagi males baca buku."
"Elo kan hobi matematika?" pancingku. "Di perpus banyak buku bagus tentang
matematika lho!" http://dayviienz.blogspot.com/
"Ah, semua buku matematika yang ada di sana gue udah punya," sahutnya. "Lagian
buku-buku di sana tuh debunya tebel-tebel banget. Bisa langsung alergi gue!"
"Tapi kan di sana lo bisa nemenin Rose," aku nggak putus asa.
"Rose-nya nggak mau ditemenin kok," katanya. "Dia lebih seneng sendiri kalo pas baca
buku. Lebih tenang katanya."
"Yaaa... nemenin kan nggak harus di sampingnya persis. Lo kan bisa ke bagian lain, liatliat buku lain, atau baca-baca majalah..." Kemudian aku mulai menakut-nakutinya. "Kalo
lo biarin dia sendirian terus, bisa-bisa dia disamber cowok lain lho!"
"Itu jelas nggak mungkin," sahut Farren santai. "Gue kenal sifat Rose. Gue tau dia tipe
setia..." Aku mati kutu. Nggak tau harus ngomong apa lagi.
"Kenapa emangnya" Lo bosen ya nemenin gue terus?" tanya Farren.
Aku terkesiap. "Eh... nggak kok," sahutku cepat-cepat. "Jangan mikir buruk gitu dong..."
Farren tertawa. "Gue juga cuma bercanda..."
*** Setelah tidak berhasil bicara dengan Farren, aku memutuskan untuk bicara dengan
Rosaline. Aku harus menasihati anak itu. Aku nggak tahu apa yang dilakukannya di
perpustakaan umum setiap siang, tapi ini sudah keterlaluan.
"Rose, aku mau ngomong," kataku sore itu, masuk ke kamarnya. Kebetulan saat itu
Shannia lagi les piano, jadi Rosaline sendirian di kamar. Dia sedang tengkurap sambil
baca buku di tempat tidur pas aku masuk.
"Ada apa?" Rosaline membalikkan badan, lalu duduk menyandar di kepala tempat tidur.
http://dayviienz.blogspot.com/
Aku menghela napas, lalu duduk di tepi ranjang.
"Ini tentang sikap kamu sama Farren," sahutku.
Dahi Rosaline mengernyit mendengar nada bicaraku yang serius.
"Memangnya sikapku kenapa, Kak?"
Aku mengeluh. Kok dia jadi telmi ya"
"Menurutku, kamu udah menelantarkan Farren," aku bicara lebih jelas. Tapi tetap saja
Rosaline masih melongo nggak mengerti. "Selama ini, berapa kali kamu ninggalin Farren
ke perpustakaan" Sering banget, kan" Hampir tiap hari. Apa kamu nggak kasian sama
dia" Udah dateng jauh-jauh, eh malah disuruh nongkrong doang di rumah..."
"Tapi dianya nggak apa-apa kok," kata Rosaline polos.
"Iya, sekarang nggak apa-apa. Tapi lama-lama dia pasti bakal bete juga. Terus, dia bakal
mulai mikir macem-macem. 'Kok cewek gue nggak perhatian ya sama gue" Apa dia
nggak sayang lagi ya sama gue"' De-el-el, de-el-el. Ini nggak bagus buat kelanjutan
hubungan kalian." Aku heran sekali ketika Rosaline malah ketawa.
"Ah, Kakak, tenang aja deh. Farren bukan tipe cowok kayak gitu kok. Dia dewasa banget.
Dia bisa ngerti kalo aku lagi sibuk."
Sekali lagi, aku mati kutu.
*** Siang yang sial itu, Farren baru saja datang dan Rosaline baru saja berangkat ke
perpustakaan. Aku lari masuk kamar, mengambil buku PR. Celakanya, sewaktu
mendekati Farren, tiba-tiba kakiku terpeleset.


Ramalan Fudus Ororpus Karya Julia Stevanny di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Syutt! Refleks Farren menangkapku.
"Kamu nggak apa-apa?" tanyanya.
"Eh... nggak," kataku, masih kaget. "Nggak apa-apa kok."
http://dayviienz.blogspot.com/
Saat itu aku sadar kami masih berpegangan tangan. Aku cepat-cepat menarik tanganku.
Wajahku memerah. Wajah Farren juga. Sesaat dia kelihatan gugup, lalu cepat-cepat
duduk lagi dengan kikuk. "Yang mana PR-nya?" dia mengalihkan perhatian. Tapi saat mata kami bertatapan,
wajahnya memerah lagi. "Eh, yang ini..." Dengan kikuk aku membuka buku kotak-kotakku, menunjukkan padanya
sederet soal. Berikutnya, kami sama-sama tidak bicara sampai Rosaline datang dua jam kemudian.
*** Oh, Tuhan, apa yang kulakukan" Sekarang aku berbaring di kamar, deg-degan
memikirkan cowok adikku"
Malam itu aku nggak bisa tidur. Hatiku dipenuhi perasaan bersalah. Seharusnya aku bisa
menjaga jarak. Seharusnya aku nggak membiarkan diri terlalu dekat dengannya.
Seharusnya aku bisa mengendalikan perasaanku...
Aku memejamkan mata, berusaha keras mengusir listrik yang menyambar-nyambar di
hatiku. Tidak. Ini tidak boleh terjadi.
http://dayviienz.blogspot.com/
Bab 22 *F.A.* Sehabis makan siang, tiba-tiba aku ingat besok ada ulangan matematika. Aku
gelagapan. Gawat, kenapa aku nggak nyicil belajar dari kemarin-kemarin" Aku mulai
panik. Maklum, otakku agak pas-pasan, jadi butuh waktu berhari-hari untuk mengingat
sebuah materi ke otakku. Jadi siang itu aku langsung mengurung diri di kamar, duduk di belakang meja belajar
yang sengaja kuatur letaknya tepat di depan jendela, biar aku nggak stres dan bisa
sambil melihat pemandangan luar.
Aku mengambil buku diktat matematika-ku.
Bahan ulangan besok adalah tentang trigonometri dicampur phytagoras. Nggak tau
deh, Pak Brian dapet ide mencampur ini dari mana. Tapi jelas ini membuat bahan yang
harus kupelajari jadi makin banyak.
Aku membuka bab tentang phytagoras lebih dulu. Yang ini kan lebih gampang, bener
nggak" Soalnya rumusnya cuma satu: c** = a** + b**, nggak kayak trigonometri yang
grafiknya amit-amit. Rasa pede-ku lumayan tinggi sampai aku mulai membaca contoh
soal pertama. Kota B terletak 12 m di sebelah utara kota D. Kota C terletak 9 m di sebelah timur kota
B. Berapa jarak tersingkat yang bisa ditempuh Anto dari kota C ke kota D"
Oh, my God! Pikiranku mulai berputar-putar. Apa pula hubungannya kota dengan
phytagoras" Siapa pula itu si Anto" Selama beberapa menit aku mencoret-coret dengan
putus asa. Ya Tuhan! Kalau saja saat ini ada peri lewat di depan jendela dan dia menawariku
permintaan, aku pasti akan langsung minta otakku ditukar dengan otak Farren. Cuma
http://dayviienz.blogspot.com/
sehari juga nggak apa-apa deh. Haha. Aku geli sendiri membayangkan bagaimana
reaksi Farren kalau tiba-tiba otaknya jadi tumpul.
Farren. Tiba-tiba aku ingat sesuatu.
Kalo nggak salah, soal ini pernah jadi PR-ku. Berarti, kalo nggak salah juga, soal ini
pernah dikerjakan oleh Farren.
Aku buru-buru membuka laci, mengeluarkan semua kertas corat-coret yang ada di situ.
Hah. Untung Farren orangnya lumayan rapi. Setiap kali mengerjakan PR-ku di kertas
corat-coret, dia selalu memberi nomor halaman kalau soal-soal yang dikerjakannya
bersumber dari diktat. Kalau soalnya dari Pak Brian, alias dia membacanya langsung dari
buku PR-ku, dia selalu menulis ulang soalnya. Alasannya baru bisa kumengerti sekarang,
yaitu biar aku gampang mencarinya lagi bila mau belajar! Soalnya selama ini aku kan
memang jarang banget belajar. Hehehe...
Akhirnya ketemu! Hore! Phytagoras, soal halaman 172
Diket: a = BD = 12 b= BC = 9 Ditanyakan: c = CD = "
Jawab: c** = a** + b** c** = 12** + 9** c** = 144 + 81 c** = 225 c = 15 Jadi, jarak tersingkat yang dapat ditempuh Anto dari kota C ke kota D adalah 15 m.
[ tanda ** itu pengganti kuadrat ]
http://dayviienz.blogspot.com/
Aku tercengang. Oooh, begini toh caranya. Ternyata gampang. Kalo cuma gini sih aku bisa. Keciiil. Aku
sedang menjentikkan jari karena kesenangan ketika terdengar ketukan di pintu.
"Siapa?" Dalam hati aku menggerutu. Ganggu orang belajar saja. Konsentrasiku jadi hilang lagi
nih... "Bi Inah, Non..."
"Masuk!" Bi Inah membuka pintu, lalu masuk.
"Ada apa sih..." Aku baru hendak bertanya ketika Bi Inah menyodorkan sebuket mawar
padaku. "Ada bunga lagi, Non."
"Lain kali ditaro di ruang tamu aja, Bi," sahutku kesal. "Saya kan lagi belajar."
"Eh, maaf, Bibi kan nggak tau, Non..."
Bi Inah keluar dari kamar. Menutup pintu lagi. Aku menarik napas panjang, lalu duduk di
tepi ranjang. Kiriman bunga ini sekarang makin agresif. Udah kayak mandi, dua kali
sehari. Siang datang, malam datang lagi. Aku sampai bingung mau meletakkannya di
mana. Dibuang sayang, nggak dibuang tiga hari kemudian layu juga, jadi mau nggak
mau harus dibuang. Mau disimpan di vas, lalu dikasih air biar awet, aku mikir-mikir juga.
Bukannya malas, tapi berapa banyak vas yang akan kubutuhkan" Soalnya dalam sehari
aku bisa menerima dua puluh tangkai...
Aku membuka kartu yang menempel di buket.
Deryn my love, Red roses are beautiful http://dayviienz.blogspot.com/
They can't show you how I feel
One day it will wither It's beauty will be there no more
But never will my love It will never wither It's beauty will never leave you
It will flourish all the time and cherish you
Even until the end of the world
F.A. Kemudian aku tercengang. Mataku membelalak. Jantungku berpacu kencang. Astaga!
Kurasa aku tahu siapa pengirim buket-buket mawar ini.
Tanganku gemetar saat membawa kartu itu ke meja belajar. Lebih gemetar lagi saat
meraih kertas corat-coret yang baru saja kupelajari.
Phytagoras, soal halaman 172
Deryn my love, Aku membandingkannya, dan saat itu juga rasanya aku pengen nangis. Tulisannya sama
persis. Nggak ada arti lain lagi. Penulisnya pasti sama!
Sekarang aku baru sadar siapa itu F.A. Farren Alexandro. Itu kan nama lengkapnya"
Dengan lemas aku terenyak di kursi. Hatiku sakit sekali.
*** Rosaline masuk ke kamarku, heran sekali mendapati aku sedang menangis.
http://dayviienz.blogspot.com/
"Kenapa, Kak?" Aku cepat-cepat menyeka air mataku.
"Nggak apa-apa," sahutku serak.
"Kok menangis?"
Aku menatap Rosaline dan merasa lebih sedih lagi. Tega banget Farren berbuat begitu
kepada gadis kecil yang polos banget ini. Aku benar-benar nggak nyangka, ternyata
dibalik wajah tampan dan kepintarannya itu, dia playboy brengsek yang berharap bisa
mempermainkan semua cewek. Mentang-mentang dia ganteng.
Sejenak aku ragu apakah akan membicarakan hal ini dengan Rosaline atau tidak. Tidak.
Aku tidak sanggup. Bagaimana perasaan Rose nanti" Dia pasti hancur banget kalau
mengetahui hal ini. "Farren nunggu di depan tuh, Kak...," kata Rosaline dengan suara pelan. "Katanya ada PR
yang mau dibantuin lagi, ya?"
Aku tersentak. "Nggak ada. Udah selesai semua," sahutku ketus.
"Eh, kok bisa?" tanya Rosaline heran. "Biasanya kan..."
"Emangnya aku nggak bisa ngerjain PR kalo nggak ada dia!?" tukasku.
"Eh, kok Kakak marah-marah?"
"Biarin! Emang aku lagi pengen marah-marah! Bilang tuh sama cowok kamu, nggak
perlu sok baik bikinin PR aku lagi! Aku nggak butuh! Dan jangan suruh-suruh aku
nemenin dia lagi. Aku sibuk!"
Wajah Rosaline berubah bingung. "Emang sebenernya ada ap...?"
Rosaline nggak sempat melanjutkan kalimatnya karena berikutnya aku sudah
mendorong tubuhnya keluar pintu. Kemudian pintunya kukunci. Aku terenyak lagi di
kursi, tangisku pecah. *** http://dayviienz.blogspot.com/
"Farren?" seru Micha tak percaya ketika aku memberitahunya pagi itu. "Nggak
mungkin!" "Bener banget, emang nggak mungkin!" sahutku lesu. "Itu yang ada di pikiran gue. Tapi
kenyataannya lain!" Aku mengeluarkan barang bukti --kertas corat-coret yang kemarin dan kartu ucapan
yang kemarin juga. "Nih, liat," sahutku.
Micha membelalak. "Sekarang lo percaya kan, emang bener-bener dia?"
Micha menatap kosong, tidak mengangguk, tidak juga menggeleng.
"Jadi apa yang bakal lo lakuin, Ryn?" tanya Micha.
"Belom tau," sahutku. "Gue belom mutusin, dia mau gue gantung atau gue cincang!"
"Tenang dulu, tenang dulu," sahut Micha cepat-cepat. "Jangan emosi. Pikir pelan-pelan.
Lagian, masih ada kemungkinan bukan dia kok..."
Aku menoleh. "Oh, ya" Terus, kalo bukan dia, kenapa tulisannya sama persis?"
Micha terdiam. Aku tahu dia nggak bisa menjawab. Sudah ada bukti autentik begitu,
masih mau disangkal"
"Eh, barangkali aja ada dua orang yang kebetulan tulisannya sama persis... Bisa aja,
kan?" Kalau sudah putus asa, Micha memang sering ngomong ngawur. Dua orang yang
tulisannya sama persis" Mana mungkin" Lagi pula...
"Inisialnya juga cocok," sahutku. "F.A. Farren Alexandro. Tapi lebih cocok sih kalo diganti
jadi F.A.P. Farren Alexandro Pengecut!"
Micha tertawa. Aku menggerutu. Heran... Orang lagi jengkel kok malah diketawain"
"Begini aja... Daripada lo penasaran, gimana kalo lo buktiin aja apa dia bener Farren atau
bukan?" http://dayviienz.blogspot.com/
"Maunya sih begitu," sahutku. "Tapi gimana caranya?"
Micha tampak berpikir. "Mmm... lo kirim surat tantangan aja ke dia. Bilang begini. 'Kalo elo emang cowok
jantan, tunjukin diri lo!' Gitu."
"Terus, gimana ngirimnya" Masa gue kasih langsung ke Farren" Itu nekat namanya!"
"Kirimnya lewat tukang yang ngantar bunga! Titipin aja ke dia! Dia pasti tau kan, siapa
yang beli bunga itu?"
Wow. Cemerlang. Kenapa nggak kepikir dari dulu ya"
"Kenapa baru sekarang sih,ide lo muncul?" gerutuku. "Coba dari dulu-dulu, kan gue
nggak perlu penasaran lama-lama?"
*** To: Pengirim Bunga Kalo elo bener-bener cowok jantan, tunjukin identitas lo! Jangan ngumpet melulu di
belakang bunga kayak pengecut!
Aku membaca surat itu dan tersenyum puas. Rasain. Gue paksa sekarang buat nunjukin
diri lo. Besok siangnya, saat si pengantar bunga datang, aku menitipkan surat pendek itu. Dia
setuju untuk menyerahkannya pada si pengirim.
Tapi saat aku balik ke kamar lagi, perasaan panik dan kuatir menyerangku. Bagaimana
kalau cowok itu ngajak bertemu" Lebih parah lagi, gimana kalau cowok itu ternyata
betul-betul Farren" Apa yang harus aku lakukan" Dan apa yang harus kukatakan pada
Rosaline" Bahwa cowoknya ternyata playboy dan mencoba merayu kakaknya" Itu bukan
hal yang gampang untuk dikatakan.
http://dayviienz.blogspot.com/
Sungguh, aku merasa sial banget. Seumur hidup nggak pernah ada yang naksir, eh
sekali-sekalinya ada yang ngasih perhatian, ternyata dia playboy brengsek nggak punya
perasaan yang berniat mempermainkan kakak-adik. Kurang ajar banget, kan"
Aku menghela napas pasrah. Apa memang aku ditakdirkan jadi perawan tua, sehingga
perjalanan cintaku ruwet begini"
http://dayviienz.blogspot.com/
Bab 23 *Identitas si Cowok Misterius*
Hari ini aku menerima balasannya. Buket mawar dengan surat singkat, tanpa puisi
romantis. Deryn my love, Besok gue mau ketemu elo.
Gue tunggu di gerbang belakang sekolah, pulang
sekolah, on time. see ya, sweetie. F.A. "Gimana?" Micha menjulurkan kepalanya ke arahku. Hari ini dia langsung ke rumahku
sepulang sekolah demi misi khusus, menunggu balasan si "cowok misterius". Menganut
asas praduga tak bersalah, sebaiknya kusebut dia begitu dulu, sebelum aku
membuktikan bahwa dia memang Farren.
Aku memberikan kartu itu pada Micha. Dia membacanya.
"Bagus," gumamnya.
"Bagus apanya?" tukasku.
"Ya bagus. Ini kan yang kita mau" Dia menerima tantangan kita!"
"Tapi... gimana kalo dia bener-bener Farren?" aku hampir menangis. "Gue harus gimana
dong...?" Micha diam, menatapku bingung.
Aku semakin panik. Sekarang aku yakin 99,99%, dia pasti Farren.
http://dayviienz.blogspot.com/
*** Pagi itu hari terburukku di sekolah. Rasanya seperti saat aku memutuskan ingin
menanyakan jawaban Arden. Perutku tegang, bahkan mataku sampai berkunangkunang. Oh, God, help me please...
Akhirnya bel pulang berdentang. Anak-anak berlarian pulang lewat depan. Aku berjalan
melawan arah, menuju belakang sekolah. Gerbang belakang jarang banget dilewati.
Yang lewat situ paling anak-anak yang rumahnya di kompleks belakang sekolah.
Suasana tambah sepi saat aku tiba di gerbang belakang. Jantungku bergemuruh tambah
keras. Pintu gerbang yang terbuat dari kayu berderit ketika kudorong. Aku berjalan
melewatinya. Sekarang aku sudah berada di luar kompleks sekolah. Beda dengan gerbang depan
yang langsung berhadapan dengan jalan raya, jalanan di depan gerbang belakang lebih
kecil dan tampak lebih adem karena banyak pepohonan yang ditanam di pinggir jalan.
Suasananya juga lebih sepi, malah saat itu hampir nggak ada mobil yang lewat. Yang
banyak lewat malah sepeda dan bajaj.
Di seberang jalan terdapat rumah makan yang lumayan ramai. Kayaknya banyak
karyawan di sekitar sini yang makan siang di situ. Uh, ngomongin soal rumah makan,
perutku jadi keroncongan. Sekarang kan waktunya makan siang"
Aku melirik jam tanganku. Setengah dua tepat. Aku teringat pesan itu dan langsung
jengkel. Pulang sekolah, on time" Dasar tukang ingkar janji. Jadi cowok kok
omongannya nggak bisa dipegang.
Lima menit berlalu. Sepuluh menit.
Cowok brengsek itu belum datang juga. Aku mulai kuatir. Apa dia berniat
mempermainkanku" Sialan! Jangan-jangan dia sama sekali nggak berniat dateng!
Lima belas menit. http://dayviienz.blogspot.com/


Ramalan Fudus Ororpus Karya Julia Stevanny di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kemarahanku sudah sampai di ubun-ubun. Aku memutuskan untuk pergi saja. Buat apa
nungguin cowok brengsek macam dia" Lagi pula, aku sudah berdiri di sini lima belas
menit! Aku hampir berbalik ketika tiba-tiba sebuah sedan hitam meluncur dan berhenti dengan
desingan pelan tepat di depanku. Aku langsung terkesiap. Aku mengenali mobil itu
sebagai mobil Farren, yang selalu dibawanya tiap kali dia datang ke rumah.
Ya Tuhan! Ternyata benar dia.
Perasaanku semakin nggak keruan. Napasku mulai tersengal.
Seorang cowok keluar dari sisi pengemudi. Masih memakai seragam sekolah. Matanya
ketutup kacamata hitam. Tapi nggak perlu menyuruhnya melepas kacamata, aku
langsung tahu dia memang Farren! Benar-benar Farren!
Cowok brengsek. Darahku berdesir-desir. Kemarahanku menggelegak seperti kawah
gunung berapi. Tubuhku gemetar hebat.
"Udah nunggu lama, ya?" sahutnya santai, berjalan mendekat. "Sori, gue lupa kalo
sekolah lo bubar lebih cepet lima belas menit dari sekolah gue. Gue langsung ngebut ke
sini begitu bel. Untung banget jaraknya..."
PLAK!!! Cowok itu kaget. Dia langsung berhenti ngomong. Tangannya refleks memegangi
pipinya yang merah. "Lo berani banget ya, melakukan ini!!!" teriakku dengan suara gemetar.
Dengan marah kudorong tubuhnya ke jalanan. Orang-orang di rumah makan sekarang
mengamati kami seakan menonton sinetron di televisi. Kemudian aku berbalik lari. Air
mataku meleleh deras. "Deryn, tunggu!" serunya, mengejarku. Jelas dia berhasil. Kakinya kan lebih panjang, jadi
langkahnya lebih lebar. Dia mencengkeram bahuku erat.
http://dayviienz.blogspot.com/
"Jangan pegang-pegang gueee!!!" aku menyentakkan tangannya dari bahuku. "Elo tuh
brengsek, tau! Nggak punya perasaan! Denger ya. Kalo mentang-mentang lo cakep
terus lo merasa bisa ngerayu semua cewek, lo salah besar. Gue sama sekali nggak
tertarik sama lo!" bibirku gemetar, teringat Rosaline. "Dan gue nggak bakal maafin lo
karena mempermainkan adik gue. Jangan lo sangka gue bakal diem aja! Nggak! Gue
bakal ceritain semua kebusukan lo ini ke dia. Gue bakal bikin Rose sadar kalo dia udah
mencintai cowok yang salah, kalo cowoknya ternyata bandit busuk yang jahat banget!
Dan gue yakin banget, begitu tau semua kelakuan lo ini, Rose nggak bakal sudi ketemu
lo lagi!" Wajah cowok itu pucat pasi.
"Ryn, denger dulu... ini salah paham... Biar gue jelasin!"
"Salah paham" Hah! Mau mangkir ya" Mau nyari-nyari alasan" Nggak perlu! Semua
kebusukan lo udah kebongkar kok! Nggak perlu dijelasin lagi! Gue udah tau semuanya!
Dan elo nggak perlu minta maaf, soalnya gue nggak bakal maafin elo! Gue..."
Aku terdiam. Rasanya nggak sanggup ngomong lagi. Air mataku berlinang. Aku ingin
pulang. Aku capek banget. Kenapa semua hal buruk ini harus terjadi padaku"
Aku berbalik, tanganku terulur hendak meraih pintu gerbang, tapi cowok itu menangkap
tanganku, lalu mendorong tubuhku hingga mepet ke tembok.
"Lepasin gue! Lepasin gue!" teriakku histeris. "Lo mau ngapain, hah" Tolong...
tolonggg...!" Farren membekap mulutku dengan tangannya yang bebas.
"Hmmfff... hmfff... hmfffff..." Aku tak bisa berteriak.
Bukannya menolongku, orang-orang di rumah makan malah menonton kami makin
seru. Kalau saat itu aku nggak lagi panik, aku pasti sudah mengumpat-umpat mereka.
"Lo harus denger gue dulu," kata cowok itu. "Lo nggak boleh pergi sebelum denger
penjelasan gue. Gue bukan Farren. Gue Frey. Gue kembarannya Farren..."
http://dayviienz.blogspot.com/
Aku berhenti berteriak. Mataku membelalak. Farren melepas bekapannya, sehingga
bibirku yang menganga kelihatan jelas. Dia juga melepaskan pegangannya. Mungkin dia
merasa aku nggak bakal lari sekarang.
"A...apa lo bilang?" sahutku terbata.
"Gue Frey, kembarannya Farren," Frey mengulang.
"Nggak mungkin. Farren nggak punya kembaran. Dia cuma punya satu saudara lakilaki..."
"Iya," sahut Frey putus asa. "Saudara kembar..."
Aku bengong menatap cowok di depanku dari ujung kepala sampai ujung kaki. Sama
persis, nggak beda setitik pun.
Kemudian, setelah rasa kagetku hilang, kemarahanku bangkit lagi.
"Jadi apa maksud lo ngirimin semua bunga-bunga itu?" sambarku galak. "Lo mau
mempermainkan gue, ya" Atau mau memfitnah Farren, biar hubungan dia sama
Rosaline rusak" Atau..."
"Gue naksir elo!" teriak Frey mengatasi suaraku, membuatku terdiam kaget. "Gue... gue
sayang elo..." Hah" Nggak salah" Dia sayang gue" Ketemu aja nggak pernah, kenal apalagi.
"Ta... tapi... kok bisa?" aku tergagap saking shocknya. "Kapan kita kenalan" Ketemu aja
nggak pernah!" "Gue udah suka elo sejak ngeliat foto lo...," Frey bergumam pelan.
"Kapan gue ngasih foto?" tanyaku heran.
"Maksud gue, foto keluarga lo pas pernikahan kakak lo," Frey menjelaskan. "Rose ngasih
Farren selembar, terus sama Farren ditaro di meja belajar."
"Terus?" "Tapi gue nggak berani ngedeketin lo..." Wajah Frey merah padam. "Jadi gue cuma
nyatain perasaan gue lewat bunga-bunga itu."
Tiba-tiba semuanya mulai jelas.
http://dayviienz.blogspot.com/
"Ja...jadi... F.A. itu...?"
"F.A. itu inisial gue. Frey Alexandro..."
Ya ampun. Ini semua benar-benar diluar dugaanku.
"Rosaline berkali-kali ngusulin agar gue langsung ngajak elo kenalan, tapi waktu itu gue
masih belum berani. Trus dia ngusulin cara lain, biar gue bisa deket sama lo tanpa lo tau
identitas gue. Usul itu cemerlang banget, dan gue langsung nerima tanpa mikirin apa
akibatnya..." "Rosaline" Jadi dia tau semua ini" Dia yang ngusulin... eh... usul apa sih sebenernya?"
tanyaku curiga. Frey mengangguk, lalu berkata, "Gue pura-pura jadi Farren. Gue dateng ke rumah lo
bareng dia, trus dia pura-pura ke perpus dan gue ditinggalin di rumah lo. Semua itu biar
gue punya kesempatan buat ngobrol sama elo, buat kenal sama elo..."
"Jadi, elo yang selama ini bikinin PR gue?" tanyaku shock berat.
"Iya, awalnya gue sempet putus asa sih. Soalnya lo cuek banget. Gue nggak diajak
ngobrol, malah dikasih setumpuk PR, disuruh ngerjain..."
"Abisnya lo ngomong soal pelajaran terus sih..."
"Abis gue bingung mau ngomong apa..."
Frey menelan ludah, lalu meneruskan ceritanya. "Rencana gue, pas kita udah lumayan
deket, gue baru bakal ngaku kalo gue bukan Farren, dan bahwa gue yang ngirimin lo
bunga-bunga itu..." "Yang dikirimin ke sekolah gue, ada di laci meja gue...?" selaku.
"Itu gue juga. Gue dateng ke sekolah lo pagi-pagi banget. Gue nitip ke penjaga sekolah.
Gue juga nitip ke anak kecil gundul..."
"Kenapa elo nggak terus terang aja kalo elo Frey, bukan Farren...?"
"Gue baru mau ngomong, tapi belom sampai rencana itu kejadian, lo udah salah paham.
Gue panik banget pas siang itu lo nggak mau nemuin gue. Apalagi Rose cerita lo
http://dayviienz.blogspot.com/
marah-marah dan maki-maki gue. Gue bingung banget. Rencana gue gagal total. Terus,
besoknya lo ngirimin surat tantangan itu...
Gue pikir, ini kesempatan terakhir gue. Kesempatan buat ngejelasin kalo gue Frey dan
bukan Farren. Gue berharap banget lo mau ngerti..."
"Tapi lo udah bikin gue bingung, Frey...! Lo bikin gue penasaran sampai nggak..."
Kriuukkkkk..... Suara dari perutku memotong pembicaraanku. Sialan nih perut, batinku.
Orang lagi ngomel-ngomel, malah bunyi.
Frey kontan nyengir. Nyaliku buat ngomel langsung hilang. Aku tertunduk, malu banget.
"Lo laper, ya?" tanya Frey.
Serba salah. Aku bingung mau jawab apa. Bilang iya, malu. Bilang engggak, perut udah
duluan bilang iya. "Makan siang bareng yuk!" ajak Frey, langsung menarik tanganku tanpa menunggu
persetujuanku. Setelah membukakan pintu mobil, dia mendorongku masuk. Kemudian, sebelum aku
sempat sadar atau menolak, mobil sudah bergerak, melaju entah kemana.
*** "Mau makan apa?" tanya Frey, begitu kami sudah berada di Tamani Cafe.
Aku membolak-balik menu sebelum memutuskan.
"Mmmm... Smoked beef sandwich sama milkshake strawberry," sahutku.
"Saya minta sirloin steak dan lemon squash ya, Mbak," kata Frey kepada pelayan.
Pelayan itu mencatat pesanan kami lalu pergi.
Kami saling diam dengan canggung. Frey kelihatan gelisah banget, dia terus mngetukngetuk meja, sampai orang yang duduk di sebelah meja kami menoleh dengan jengkel.
"Ssshhhh... jangan berisik," desisku. "Diliatin orang tuh..."
Frey berhenti mengetuk-ngetuk meja. Sekarang dia meremas-remas tangannya.
http://dayviienz.blogspot.com/
Minuman datang. Frey langsung menyeruput lemon squash-nya. Kemudian dia
memandangku, tatapannya masih gelisah banget.
"Jadi... gimana, Ryn?"
"Hah?" sahutku kaget. "Apanya?"
"I-itu...," sahutnya tergagap. "A-apa lo mau nerima gue?"
Aku tersedak. Dia nembak aku! Dia nembak aku! Oh, Tuhan. Apa ini mimpi" Aku ditembak oleh
kembarannya Hayden! Cheerleader di dalam hatiku bersorak-sorai, tapi yang terucap dari mulutku cuma, "Jadi
lo serius?" Frey buru-buru mengangguk.
"Dua rius," sahutnya. "Gue sayang banget sama elo..."
Jelas aku ingin sekali mengangguk. Mana mungkin sih, melewatkan kesempatan emas
ini" Ini kan yang aku mimpi-mimpikan sepanjang tahun ini" Tapi nggak tau kenapa, sifat
cewek di dalam diriku kumat. Jual mahal.
"Terus terang gue nggak tau," sahutku. "Kita kan belom lama kenal?"
"Udah lama," bantah Frey cepat. "U...udah dua bulan lebih kok..."
Dalam hati aku tertawa geli. Wajah Frey frustasi banget, kayak orang habis ngeliat
pengumuman nggak lulus ujian.
"Ryn, apa lo nggak punya perasaan apa pun sama gue?"
"Perasaan sih banyak," sahutku cuek. "Kesel, jengkel, marah..."
"Jadi lo masih kesel sama gue?" tanya Frey panik.
Melihat ekspresi Frey, aku tak bisa menahan tawaku. Spontan aku ngakak.
Frey tersenyum melihat aku tertawa.
"Ngerjain gue ya?" katanya lembut, meraih tanganku.
Aku terkesiap. Jantungku langsung berdegup-degup. Frey menggenggam tanganku
semakin erat, kemudian menatap mataku.
http://dayviienz.blogspot.com/
"Rynnn... jawab yang jujur dong. Please..."
"Ehhh... apa harus dijawab sekarang?" Aku mengulur waktu.
Frey mengangguk. "Soalnya kalo nggak, gue nggak bakal bisa makan dengan nikmat.
Bisa-bisa gue keselek-selek karena nggak tenang. Apa lo tega ngeliat gue keselek
terus?" Aku tersenyum. "Oke, gue akan jawab sekarang."
Pelan-pelan aku menarik tanganku dari tangan Frey. Cowok itu terkesiap.
"Ryn..." "Ini jawaban gue," sahutku, menatap matanya serius.
"Ja... jadi lo nolak gue?" Frey menatap nggak percaya.
Aku mengangguk mantap. "Sori, Frey... g-gue nggak bisa..."
Suer, ini bukan jawaban final. Aku cuma masih pengen main-main. Aku mau lihat
bagaimana rekasi Frey kalau ditolak.
Segera wajah Frey berubah berkabut. Dia murung abis. Langsung diam clakep,
menunduk, nggak ngomong apa-apa sedikit pun. Aku jadi merasa nggak enak. Aku
mulai merasa candaanku sudah kelewatan.
Pesanan datang. Suasana masih beku kayak es. Frey makan dalam diam. Aku pengen
jujur bahwa tadi itu cuma bercanda dan mau ngomong perasaanku yang sebenarnya,
tapi karena serem melihat tampang Frey, aku membatalkannya.
Setelah makan, kami langsung pulang. Saat membayar makanan kami, Frey masih diam,
begitu juga saat masuk ke mobil.
Di dalam mobil suasana sama parahnya. Tanpa suara Frey meluncurkan mobilnya. Aku
mau ngomong, tapi bingung mau mulai dari mana. Bagaimana ngomongnya ya, kalau
tadi itu cuma bercanda" "Frey, sori, tadi gue bercanda doang, sebenernya gue juga
sayang sama lo..." http://dayviienz.blogspot.com/
Sekarang aku menyesal banget. Kenapa sih tadi pakai jual mahal segala" Kenapa nggak
terus terang aja kalu aku punya perasaan yang sama"
Karena terlalu banyak mikir, sebelum aku sempat ngomong apa-apa, mobil sudah
berhenti di depan rumahku. Jantungku berdetak tak beraturan. Aku harus ngomong.
Aku harus ngomong sekarang. Aku nggak boleh ninggalin mobil ini sebelum ngomong.
"Udah sampai...," kata Frey dingin, tanpa menoleh.
"Eh... lo nggak mampir?" aku bicara dengan suara tercekat.
"Nggak," sahutnya pendek.
"Aaa-ada yang mau gue omongin, Frey..."
"Apa?" sahut Frey pendek.
Waduhhh!!! Beda banget sama cara ngomongnya yang ramah tadi. Nyaliku langsung
ciut. "Gu... gue tadi cuma bercanda..."
Frey menoleh. Menatapku tajam.
"Apa maksud lo?"
"So...sori, Frey...," aku makin terbata. "Soal perasaan gue tadi... itu nggak serius. Yang
bener... Gue juga sayang juga sama elo. Gue... gue mau kok jadi cewek lo!!!"
Nah, keadaan kini berbalik seratus delapan puluh derajat. Sekarang malah gue yang
nawarin diri jadi ceweknya...
Frey memandangku. Matanya melebar tak percaya. Aku kaget sekali ketika dia tahutahu berseru marah, "Bercanda lo keterlaluan! Lo pikir hal kayak gini bisa dibuat
bercanda?" Dia menggeleng. "Lo tega banget sama gue, Ryn. Perasaan gue nggak
keruan banget nunggu keputusan dari lo, tapi lo malah nganggep hal ini lelucon!"
Aku kaget. "Gu-gue bener-bener minta maaf...," sahutku terbata.
Frey mendesah panjang. "Ya udah," sahutnya, masih dingin.
"Ya udah?" kataku bingung. "Apa maksud lo?"
http://dayviienz.blogspot.com/
Frey cuma diam. Matanya terpaku menatap setir.
"Elo udah nggak bisa nerima gue lagi, ya?" Mendadak aku menangkap maksudnya.
Hatiku rasanya hilang separo saat Frey mengangguk. Dadaku mendadak sesak. Air
mataku merebak. Ya Tuhan! Apa yang sudah aku lakukan" Aku sudah membiarkan
kesempatan yang mungkin satu-satunya dalam hidupku ini berlalu begitu saja dari
tanganku, hanya untuk sebuah lelucon yang sama sekali nggak lucu.
Beberapa menit yang lalu aku sudah bisa punya cowok, tapi sekarang aku pulang dalam
keadaan jomblo lagi. Aku nggak akan berhenti menyesali kesalahan ini sampai kapan
pun! Dengan gamang aku membuka pintu mobil. Kugigit bibirku, kutahan air mataku agar
tidak jatuh. Saat itu tiba-tiba ada tawa meledak dari dalam mobil. Tercengang, aku masuk lagi.
Terheran-heran aku melihat Frey terbahak-bahak sampai terbungkuk-bungkuk di depan
setir. "Kenapa lo ketawa?" tanyaku, menatap wajahnya yang merah padam. Saat itu
pertahananku bobol. Air mataku menetes.
Frey menoleh. Begitu melihat air mata di wajahku, tawanya langsung surut.
"Eh, Deryn, lo kok nangis?" tanyanya panik.
Kututup wajahku dengan kedua telapak tangan. Aku terisak-isak. Frey tambah panik.
"Ryn... soriii...," sahutnya, memegang bahuku dengan kikuk. "Gu-gue tadi juga
bercanda... Gue pengen ngebales lo aja..."
"Lo jahat, lo jahat, lo jahat!" teriakku, lupa siapa duluan yang jahat. Tanganku bergerak
mau memukul lengannya, tapi Frey dengan sigap menangkapnya. Kemudian, dengan
lembut, tangannya yang lain terjulur ke pipiku, menyeka air mataku.
http://dayviienz.blogspot.com/
"Sori, Sayang," sahutnya. "Gue kan cuma bercanda. Mana mungkin gue nggak bisa
nerima lo lagi" Biarpun lo berbuat kesalahan yang sejuta kali lebih nyakitin daripada itu,
gue tetep bakal nerima elo, soalnya gue sayang banget sama elo..."
Isakanku mereda, sekarang tinggal sengguk-sengguk kecil.
"Udah ya, jangan nangis lagi. Nanti diliat orang rumah kan nggak enak. Nanti dikira
kenapa, lagi...," Frey membujuk.
Sengguk-sengguk kecilku semakin lama semakn jarang, lalu reda sama sekali. Aku
membersihkan pipiku yang sekarang sudah benar-benar kering, menghela napas
panjang, menghembuskannya dengan lega, lalu mengintip wajahku sekilas di kaca
spion. Frey menatapku sekilas dengan tampang geli, kemudian keluar dari mobil, berlari
mengitar, membukakan pintu untukku.


Ramalan Fudus Ororpus Karya Julia Stevanny di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Yuk, Ngeng, keluar!" sahutnya, mengulurkan tangan.
"Ngeng?" keningku berkerut.
"Iya..." dia nyengir lebar. "Mulai sekarang, itu panggilan sayang gue buat elo..."
"Kok Ngeng sih?" sahutku nggak terima. "Jelek banget!"
"Nggak ah, bagus. Lagian itu sesuai dengan sifat lo..."
Aku menatapnya nggak ngerti.
Frey merangkulku, lalu berbisik.
"Iya, lo kan cengeng..."
Kemudian dia lari sambil tertawa-tawa. Aku mengejarnya ke dalam rumah, memastikan
dia bakal mendapat tiga cubitan di lengannya.
http://dayviienz.blogspot.com/
Bab 24 *Ramalan Lagi* Berbulan-bulan setelah itu, aku menjalani hidupku dengan bahagia. Persahabatanku
dengan Micha dan Arden berjalan mulus, dan hubunganku dengan Frey lebih mulus
lagi. Yah, sekali dua kali kami berantem sih, tapi itu normal, kan" Kurasa semua remaja
yang pacaran juga mengalaminya.
Tidak ada lagi yang teringat ramalan itu, termasuk aku. Sampai siang yang mengerikan
itu tiba-tiba terulang lagi.
Siang itu panas. Aku dan keluargaku sedang bersantai di ruang tamu ketika tiba-tiba
terdengar ketukan di pintu. Sebelum sempat seorang pun beranjak, pintu sudah
mengayun terbuka. Seorang wanita dekil gemuk berjalan masuk, menyeringai lebar.
Kami semua terpana. Aku hampir pingsan saking kagetnya.
Penampilan perempuan tua itu persis sama seperti tahun lalu, kecuali sekarang dia
terlihat jauh lebih dekil. Tangan kanannya menggenggam sebatang tongkat kayu
berujung melengkung. Bola kristal dan roknya yang penuh tambalan sekarang tertutup
lumpur cokelat. Bahkan jika bola kristalnya tidak bersinar, aku yakin orang akan mengira
itu bulatan lempung. Tetapi, persis seperti tahun lalu juga, bola itu mendadak bergetar. Lempung kering yang
melapisinya rontok. Bagian dalam bola itu berkabut, kemudian berubah menjadi biru.
Perempuan tua itu mengangkatnya, lalu mengarahkannya lurus-lurus ke arahku.
Aku berusaha keras menguasai diri.
"Ramalan Nenek salah," kataku ketus, tak peduli aku bicara dengan orang tua. Lagi
panik, mana sempet mikirin tata krama! "Nenek bilang aku nggak punya garis jodoh.
Nenek bilang aku bakal jadi perawan tua. Ternyata salah besar tuh. Buktinya sekarang
http://dayviienz.blogspot.com/
aku sudah punya cowok. Dan aku yakin banget, seratus dua puluh persen, aku nggak
bakal jadi perawan tua!"
Wanita itu tetap tenang. Dia malah balas menatapku, tajam sekali. Kemudian terkekeh.
"Ramalan Sang Dewa tidak pernah salah," geramnya, mengetukkan tongkatnya galak.
"Fudus Ororpus ramalan paling tepat di dunia... kecuali bila Sang Dewa berkenan
mengubah nasibmu..."
Perempuan tua itu menggeram lagi. "Untuk itulah aku berada di sini," tukasnya. "Untuk
memberitahukan perubahan nasibmu!" Dia mengacungkan tongkatnya tinggi-tinggi.
"Perubahan nasib?" Separuh rasa panikku meleleh jadi keheranan.
Bola kristal bergetar lebih keras, lengan kiri perempuan itu ikut bergetar. Lemak di
pangkal tangannya menggelambir.
"Garis jodohmu sudah diperpanjang atas kehendak Sang Dewa. Kau tidak akan jadi
perawan tua. Kau akan menikah dengan pria yang kau cintai sebelum umurmu dua
puluh lima tahun..."
Aku mendelik bingung. Hah, yang benar"
Di sebelahku, Rosaline memekik. "Cara itu berhasil!" serunya melengking. "Cara itu
berhasil! Ketidakpercayaan Kak Deryn berhasil membatalkan ramalan itu. Hebat sekali!
Rekor! Kurasa ini Fudus kedua yang gagal setelah Robert Welsinki!"
Juliet dan Bianca saling pandang. Berani taruhan, mereka pasti nggak ngerti sepatah
kata pun yang diucapkan Rosaline. Aku sendiri menatap ragu, soalnya cara-cara di buku
itu cuma kupraktikkan beberapa kali. Masa iya sih manjur"
Perempuan tua itu kelihatan bingung juga. Dia sekarang mendelik menatap Rosaline.
"Apa kaitannya dengan ketidakpercayaan?" sambarnya serak, keningnya yang tebal
berkerut. "Oh, Kak Deryn belajar menolak pengaruh ramalan itu dengan menanamkan sugesti
baik dalam dirinya untuk melawan sugesti buruk yang terbentuk. Caranya tercantum
dalam buku. Visualisasi. Pemikiran positif. Penegasan pada diri sendiri bahwa..."
http://dayviienz.blogspot.com/
Belum selesai Rosaline bicara, perempuan itu sudah terbahak sampai perutnya
berguncang-guncang. Pegangan tongkatnya megendur, lalu tongkatnya jatuh. Tapi dia
tidak peduli. Dia terus tertawa.
"Apanya yang lucu?" tanyaku.
Perempuan itu menyeka air matanya. Tawanya mereda. Tapi ekspresi wajahnya masih
geli banget, kayak habis nonton Bajaj Bajuri.
"Ketidakpercayaan dan sugesti, heh?" tanyanya, tawanya meledak lagi. Aku harus
menunggu beberapa menit sebelum dia mampu bicara lagi. Dengan napas tersengalsengal, dia melanjutkan, "Huhh. Ya. Itu bisa berlaku untuk ramalan-ramalan yang lain.
Ramalan-ramalan palsu. Ramalan-ramalan yang berasal dari manusia. Tapi tidak untuk
Fudus. Fudus cuma bisa berubah bila Sang Dewa menghendakinya, kalau Dia berkenan
mengubah garis nasib orang tersebut..."
"Dan kenapa Sang Dewa menghendaki perubahan nasibku?" Kepalaku terasa berputarputar.
"Karena kau telah berbuat kebaikan, Nak. Kebaikan harus dibalas, bukan dalam jumlah
yang sama, tapi dalam jumlah berlipat ganda. Kau telah membuat Sang Dewa berutang
kepadamu. Dan Sang Dewa tidak suka berutang. Dia pasti membalasnya berlipat-lipat.
Dia pasti membalasnya jauh lebih besar daripada yang pernah kau perbuat."
"Tapi... aku nggak merasa berbuat kebaikan apa pun...," kataku.
"Oh, ya" Kalau aku bilang kau berbuat, maka kau berbuat..." Mata perempuan itu
bersinar. "Kau merelakan orang yang paling kau cintai demi kebahagiaan sahabatmu -dengan tulus. Itu sikap mulia yang tidak semua orang mampu melakukannya."
Aku tercekat. "Arden?" "Siapa pun namanya," tukas perempuan itu.
"Tapi menurut buku yang aku baca, Robert Welsinki berhasil melawan ramalan itu
karena dia tidak percaya," Rosaline memotong.
http://dayviienz.blogspot.com/
"Omong ksosong," sambar perempuan tua itu, mendadak galak lagi. Rosaline langsung
mengkeret. "Sudah kubilang, Fudus tidak ada hubungannya dengan ketidakpercayaan!"
"Tapi Robert Welsinki...," Rosaline memberanikan diri mencicit.
Sekejap aku melihat mata perempuan tua itu menatap kososng, seperti melamun.
Kemudian dia bicara pelan-pelan, seperti orang yang sedang mengenang. "Robert
Welsinki. Oh ya, si tua yang dermawan itu. Dia tak pernah berhenti berbuat baik. Dia tak
pernah berhenti memberi, bahkan pada saat tersulit dalam kehidupannya. Dia
menolong orang, bahkan pada saat dia sendiri perlu ditolong. Dia membuat Sang Dewa
berutang banyak sekali. Hal ini memaksa Sang Dewa menambah jatah keberuntungan
Robert yang seharusnya sangat sedikit itu. Nasib buruk Robert, bukan berubah karena
ketidakpercayaan, atau karena kerja keras. Nasibnya berubah karena kebaikan hatinya..."
Perempuan tua itu terkekeh, tatapannya normal lagi.
"Sekarang kalian sudah mendengar rahasia Fudus Ororpus. Langit selalu adil terhadap
semua makhluk yang berlindung di bawahnya. Apa yang ditabur seseorang, itu juga
yang akan dituainya. Saat kau berbuat kebaikan kepada orang lain, sebenarnya kau
berbuat kebaikan untuk dirimu sendiri..." Dia mengerling. "Saat kau memberi kepada
orang lain, sebenarnya kau sedang memberi kepada dirimu sendiri..."
Kemudian dia berbalik, terkekeh sekali lagi, dan pergi.
~TAMAT~ Sumber dari : https://www.facebook.com/398889196838615/photos/a.684716588255873.107
3741839.398889196838615/591064110954455/"type=3&theater#
http://dayviienz.blogspot.com/
Perguruan Sejati 2 Goosebumps - Boneka Hidup Beraksi 3 Iblis Angkara Murka 1
^