Simple Past Present Love 2
Simple Past Present Love Karya Thia Kyu Ori Bagian 2
Ferina meyakinkan diri"y di antara deru napas"y yang memburu.
Faren " kecelakaan " Instalasi Gawat Darurat " tak sadarkan diri. Ferina
berusaha merangkai potongan2 kata yang tadi didengar"y. Tapi nggak
mungkin! Tadi Faren masih bersama"y, Faren menggenggam tangan"y dan
berjanji takkan pernah membuat"y marah lagi. Kalau begitu, cerita konyol dari
mana ini" *** Bersama Wulan, Ferina pergi ke rumah sakit. Faren tampak tak berdaya.
Kecelakaan beruntun telah mengantar"y ke tempat ini, dengan kondisi yang tak
terkatakan dan penuh derai air mata.
"Mama"!" Ferina tak sanggup melihat Faren, dia langsung memeluk mama"y
dengan tangisan tak tertahan.
Wulan yang telah bersusah payah membangun ketegaran akhir"y roboh dan
ikut menangis. Tubuh"y gemetar hebat dan perlahan dia menelan tangis"y,
memberi sedikit kekuatan kepada Ferina untuk menerima kenyataan.
Apakah Faren merasa sakit" Apakah dia merasa tak berdaya" Tapi kenapa
Faren begitu tenang, seolah-olah tidak merasakan apa2" Apakah dia memang
tak bisa lagi merasakan apa pun"
"Ren?" Ferina mencoba menggenggam jemari Faren yang penuh goresan dan
memar. "Reeen?" air mata Ferina kembali menetes. "Gue di sini, Ren?" Ferina
menunduk pedih di samping Faren. "Gue di sini?"
BAB 21 Faren hanya bertahan sebentar. Dia pergi begitu saja tanpa sempat membuka
mata, tanpa memberi syarat apa pun.
Sekarang Ferina berdiri dengan tubuh goyah, separuh jiwa"y bagaikan ditelan
bumi. Dan kini, Ferina hanyalah belahan retak yang mencoba bertahan.
"Ren?" Ferina mengguncang nisan yang belum kokoh itu. "Faren, kembali?"
tangis Ferina kini menjadi-jadi. "KEMBALIIIII"!!! GUE BILANG KEMBALIIIII"!!!"
Wulan tidak mengatakan apa2. Dirangkul"y Ferina dan ditahan"y tubuh putri"y
yang gemetar hebat. Ayah Ferina, Peter, memeluk mereka dalam isakan
tertahan. Tak ada kata yang dapat mengobati kehilangan yang baru saja
mereka alami. *** Selama sebulan Ferina tidak mau tidur di kamar"y. Kamar yang dulu dia tempati
bersama Faren. Ferina belum kepingin mengakui bahwa apa yang dialami"y itu
nyata. Dia ingin menganggap diri"y sedang bermimpi. Dan Ferina ingin segera
terbangun dari mimpi itu.
Selama di sekolah, seperti biasa Andra dan Yanda selalu bersama"y.
"Fer" ke kantin yuk." Bujuk Yanda. "Laper nih?"
"Duluan gih." Sahut Ferina tanpa menoleh, tangan"y sibuk dengan kertas dan
pensil. "Di rumah lo kayak gini juga ya" Kasihan banget mama lo, dia pasti makin sedih
liat lo kayak begini." Ujar Andra seraya merangkul bahu Ferina.
"Kalian nggak ngerti apa yang gue rasakan!" kata2 itu selalu menjadi senjata
pamungkas Ferina untuk membuat kedua sahabat"y terdiam.
"Ya udah. Gue ke kantin kalau gitu. Tunggu di sini, ya." Kata Yanda seraya
beranjak meninggalkan mereka.
Kini tinggal Ferina yang sibuk mencorat-coret dan Andra yang
memperhatikan"y dalam diam.
"Gue juga merasa kehilangan, Fer." Bisik Andra kemudian. "Tapi nggak ada
yang bisa kita lakukan selain menerima"y."
Ferina mendengarkan, tapi sama sekali tidak menggubris"y. Bagaimana pun,
yang dirasakan"y jauh lebih dalam daripada orang lain. Dia sudah bersamasama Faren sejak mereka di kandungan, lahir bersama, tumbuh bersama. Tak
seorang pun memiliki ikatan batin yang di miliki"y dengan Faren. Karena Faren
adalah sebagian diri"y, bagian yang kini telah hilang.
"Fer, gue mau jadi seseorang yang bisa mengisi hari2 lo. Di saat lo sedih
ataupun senang, gue pengin jadi bagian hari2 lo. Dan gue akan bikin lo kembali
tersenyum. Bikin lo ceria lagi." Kata Andra tulus.
Pensil di tangan Ferina terlepas dan jatuh ke meja. Ferina menoleh dan
menatap cowok itu dengan penuh tanda tanya. Apa maksud"y" Inikah yang
telah di nanti2kan"y selama ini"
"Gue sayang lo, Fer."
Kalau saja Faren masih ada, mereka pasti akan bersorak kegirangan karena apa
yang di nanti2kan Ferina jadi kenyataan. Tapi sekarang, pantaskah Ferina
bergembira" "Makasih ya." Ujar Ferina sambil tersenyum samar, lalu melanjutkan
menggambar. Menorehkan garis2 yang tak bisa diartikan siapa pun.
BAB 22 Untuk pertama kali, malam itu Ferina memasuki kamar"y. Kamar yang sangat
luas itu kini sepi. Ia menghidupkan MP3 player"y cukup keras untuk mengisi
kesunyian. Dengan begini, mungkin ia lebih kuat.
Ferina memandang ke arah tempat tidur Faren. Tempat tidur yang ia rapikan
sebulan yang lalu. Sisi kamar itu takkan terisi lagi. Kamar itu terlalu luas bagi"y.
Sempat terlintas di benak Ferina untuk pindah ke kamar tamu yang luas"y
hanya separuh kamar. Tapi tidak, kamar tamu itu juga sering di tempati Faren,
saat ia ingin belajar serius dan menghindar dari Ferina yang selalu merecoki"y
dengan guaruan nggak mutu. Kamar itu bahkan penuh pernak-pernik Faren,
seakan-akan itu kamar milik"y. Akhir"y Ferina memutuskan untuk tetap
menggunakan kamar"y saja dan merapikan buku2 Faren yang masih tergeletak
di meja. Satu per satu ia menyusun buku2, majalah, koran sekolah, dan surat kabar.
Semua bacaan berat yang tak bisa di cerna Ferina karena dia memang nggak
minat sama sekali dengan bacaan2 itu. Ferina menyimpan semua"y di lemari
buku Faren yang penuh sesak.
Terakhir, sebuah diary Emo Bear berwarna biru suram. Satu lagi kebiasaan
Faren yang tidak di minati Ferina. Diary ini adalah bagian dari hari2 Faren.
Ferina tak pernah tahu isi"y, tapi sekarang buku kecil itu ada di tangan"y.
Lancangkah dia jika mengintip isi"y" Tidak. Tentu saja tidak. Selama ini mereka
selalu berbagi dan bercerita. Ferina membuka halaman terakhir yang ditulis
Faren. Halaman terakhir yang menutup kisah hidup"y yang singkat.
Jumat, 13 Mei 2011 Tugas paper harus selesai!
Siang ini aku akan diskusi bareng Yuki dan Lira untuk menyelesaikan tugas dari
Mr. Brian yang banyak dan susah"y minta ampun! Dan yang paling gawat, udah
hampir deadline! Hehehe, untung Yuki sama Lira nggak marah karena kemarin
aku kabur. Sampai sekarang aku nggak tahu harus gimana sama Ferina. Aku takut
ketahuan. Tapi seperti"y sih semua berjalan lancar. Ferina nggak bakal pernah
tahu tentang hal ini, sampai kapan pun ini akan tetap menjadi rahasia. Aku
benar2 nggak kepingin dia tahu.
Rahasia" Selama ini Faren selalu terbuka kepada"y. Semua tentang apa yang
dialami dan dirasakan"y. Dan sekarang ada rahasia" Jantung Ferina berdebar
seru, ia beranjak menuju tempat tidur dan meneruskan membaca diary itu.
Kamis, 12 Mei 2011 Hari ini seharus"y aku ngerjain tugas paper sama Yuki dan Lira. Mereka kesal
karena aku nggak bisa. Aku juga bikin Ferina kesal karena nggak jadi nemenin
dia ke toko buku. Aku sebenar"y bimbang, tapi aku sudah memaksa Andra
untuk meluangkan waktu pergi nonton hari ini. Jadi terpaksalah aku berbohong
kepada Ferina. *** Andra" Darah Ferina berdesir kencang membaca nama itu ditulis dengan
tulisan tangan Faren yang rapi.
Tapi hari ini aku benar2 senang. Kami nonton film horor yang seru banget.
Semua yang kualami hari ini dan hari2 sebelum"y sungguh istimewa. Sejujur"y
aku benar2 menyukai Andra" first love"y Ferina, dan" first loveku juga" Maaf,
Fer, jangan salahkan aku. Salahkan hati yang tak dapat kukendalikan ini" Tapi
satu hal yang pasti, aku takkan merebut Andra darimu untuk selama"y.
Emosi Ferina berkecamuk. Perasaan"y tak menentu. Apa maksud Faren di balik
semua ini" Sekarang dia akan mengetahui semua"y dengan jelas.
Ferina membuka lembaran diary itu dengan tangan gemetar. Ferina harus
mengakui satu hal yang sangat menyakitkan: Faren membohongi"y.
Ferina membuka halaman saat pertama kali ia memperkenalkan Andra kepada
Faren. Minggu, 10 April 2011 Hari ini Ferina senang sekali. Untuk pertama kali dia mengundang teman
cowok"y ke rumah. Renaldiandra, cowok yang ditaksir Ferina setengah mati.
Kentara sekali Ferina grogi banget, sampai2 aku bisa merasakan tangan"y
gemetaran. Aku bahkan sampai nggak habis piker bagaimana perjuangan Ferina membuat
lemon tea yang rasa"y amat sangat aneh itu di dapur. Bayangkan coba, lemon
tea"y dikasih garam dan sari lemon yang kelewat banyak. Dan aku nekat
mencicipi"y pula! Sinting! Tapi aku salut pada"y. lagian memang nggak sia2 kok,
Reanldianra cakep banget. Lebih cakep daripada Tora, cowok most wanted di
sekolahku. Ferina benar2 serasi dengan"y. Aku sendiri terkesima pada cowok
itu, tapi entah kenapa aku merasakan ganjil yang sedikit aneh, tapi kenapa aku
sangat menyenangkan. Lucu ya"
Tapi aku juga senang banget liat Ferina makin hepi begitu.
Nggak ada hal "aneh" yang tertulis sampai halaman itu berakhir. Sampai
akhir"y Ferina berhenti pada halaman baru yang memuat nama Andra.
Rabu, 27 April 2011 Aku dikejutkan kedatangan siswa baru di kelas musikku. Renaldiandra, dia
memperkenalkan nama"y. Renaldiandra adalah Andra. Dia mengajakku main
music bersama. Dia menunjukkan permainan piano"y yang sangat lincah
sehingga aku bertanya-tanya untuk apa dia ikut les music.
Ia menawarkan diri mengantarku pulang. Terang saja aku menolak. Dan dia
tidak memaksaku lagi. Sebelum berpisah, sebenar"y aku ingin bertanya kenapa
dia ikut les music tingkat menengah seperti aku. Kemampuan"y bahkan bisa
dibilang mendekati maestro. Tapi aku mengurungkan niat untuk bertanya lalu
berbalik pulang. Cukup sampai di situ. Ferina mencerna semua yang telah dibaca"y. Dada"y
sesak, pandangan"y berkaca-kaca. Di dekat"y juga ada album foto yang tadi"y
terkunci. Ferina membuka dengan paksa menggunakan obeng, sehingga
sebagian album agak koyak. Dan betapa terkejut"y diri"y ketika melihat foto2
yang tersusun di sana. Foto2 Faren dan Andra bermain piano berdua, makan es
krim di alun2 kota, tertawa di taman bermain, dan" Oh, apa itu" Ferina tak
dapat melihat"y dengan jelas. Air mata telah mengaburkan pandangan"y.
Apa2an ini"! Inikah yang ditinggalkan Faren untuk"y" Sepenggal cerita yang menambah luka
hati" Dan mengapa semua ini tersingkap saat Faren sudah tidak ada" Apa arti
semua ini" Apa yang bisa dilakukan"y"
Ferina meringkuk di tempat tidur, menahan isakan yang tak diinginkan"y,
mengulangi setiap bait kata dengan perasaan tak percaya. Diary itu basah oleh
air mata"y yang tak terbendung.
Kini dia harus menerima kenyataan yang mencabik dan merusak semua itu.
Bahwa dia telah didustai, dikhianati.
Dengan nanar Ferina menatap diary itu. Kalau saja dia tidak menemukan"y,
kalau saja diary itu ikut terkubur bersama Faren, mungkinkah semua"y jadi
lebih baik" Dengan amarah berkecamuk, Ferina melempar diary itu dan mendengar bunyi
debam pelan di samping lemari. Seharus"y diary itu telah dicampakkan sejak
dulu, dan lebih baik lagi kalau nggak pernah ada!
Ferina membenamkan wajah dan melepaskan tangis"y yang pilu. Untuk
pertama kali seumur hidup"y, Ferina benar2 membenci Faren. Siapa yang harus
disalahkan" Faren" Andra" Atau diri"y yang telah lancang membuka privasi
saudara"y" Sampai sekarang aku nggak tahu harus gimana sama Ferina. Aku takut
ketahuan. Tapi seperti"y sih semua berjalan lancar. Ferina nggak bakal pernah
tahu tentang hal ini, sampai kapan pun ini akan tetap menjadi rahasia. Aku
benar2 nggak kepingin dia tahu"
Lo udah merahasiakan"y dengan baik, Ren. Merahasiakan sampai akhir hayat
lo. Semua kenangan indah Ferina bersama Faren rusak sudah. Tak ada yang
bisa dia rindukan dari sosok saudara kembar"y itu.
Ferina hampir tak ingat ucapan Andra tadi siang. Kalau dia nggak salah dengar,
cowok itu bilang sayang dan ingin menjadi bagian hidup"y. Persetan dengan
semua itu. Andra benar2 brengsek. Kenapa bukan dia saja yang pergi" Dunia
sudah muak dengan orang2 munafik seperti Andra!
Kesedihan Ferina kini tertutup amarah dan kebencian. Ferina akhir"y tidur
dengan mimpi buruk. Mimpi buruk yang akan mengikuti"y sampai kapan pun.
BAB 23 Fer?" Andra memanggil Ferina, mengiringi langkha cepat dan bergegas gadis
itu. Hari ini sikap Ferina sangat aneh, sangat tidak biasa dan belum pernah
sejutek ini. "LO JANGAN PERNAH DEKET2 GUE LAGI DEH! DENGER"!" Ferina sekonyongkonyong berbalik dan menghunjam Andra dengan hardikan"y.
"Memang"y kenapa" Jadi ini jawaban lo soal kemarin?" Andra semakin tidak
mengerti. "IYA! JELAS"!"
"Gue belum tuli, Fer. Lo nggak perlu teriak2 begitu supaya gue denger. Tolong
kasih penjelasan!" Sial! Penjelasan" Perlu penjelasan apa lagi" Semua"y sudah terlalu jelas bagi
Ferina. Dia hanya nggak sudi menybut-nyebut atau mengungkit nama Faren
lagi dalam hidup"y. Faren sudah pergi tanpa bisa mmpertangung jawabkan
kesalahan terbesar hidup"y. Tak ada yang bisa diperbaiki kalau urusan"y dengan
orang yang telah pergi untuk selama"y.
"Dengar, nggak ada penjelasan apa2. Dan mulai saat ini, lo nggak usah mikirin
gue. Pikirin aja diri lo sendiri. Jelas"!" kata Ferina sengit.
"Fer, kalau lo nolak gue, nggak perlu kayak begini cara"y. Kalau lo nggak senang
gue punya perasaan ke elo, bukan ini penyelesaian"y. Lo?"
"Udah! Gue capek dengerin lo! Kalau lo emang sayang sama gue, tolong
penuhi satu permintaan gue: JAUHIN GUE!"
Selesai berkata begitu Ferina lari dengan gemuruh tak menentu menyesakkan
dada"y. Saat itu dilihat"y Yanda yang baru saja menuju mobil"y.
"YANDA!" Yanda berhenti sejenak melihat Ferina menghampiri"y. Sepuluh meter di
belakang cewek itu, Andra tampak berdiri terpaku. Mungkinkah Ferina akhir"y
mengetahui sesuatu" Tapi nggak mungkin, Faren sudah berjanji tidak akan
mengatakan apa pun" lagi pula, kenapa baru sekarang Ferina bersikap seperti
ini" Andra terus memandang Ferina dengan perasaan tak menentu. Dia yakin
cewek itu tidak tahu apa2. Faren sudah berjanji pada"y. Ataukah Faren sengaja
memberi tahu Ferina, untuk sekadar melampiaskan perasaan"y" Untuk
kesekian kali Andra berkata dalam hati: tidak mungkin.
*** Malam itu Andra terus berusaha menghubungi Ferina. Sampai akhir"y Ferina
mematikan ponsel. Cewek itu membuka laptop dan langsung online. Dia
membuka mail, dan mulai menulis.
From: Ferina Chelya L. To: Peter Caude Lars Subject: Daddy, I cried Dad, I"ve found a suck kind of love. A nightmare for every girl in this small
world! Tapi Ferina bukan cewek dungu yang gampang dibodohi. Ferina sudah
bisa memutuskan apa yang terbaik bagi Ferina. Bagaimana kabar Daddy" Balas
secepat"y! Kalau bisa Ferina kepingin chat lagi. Ferina kangen sama Daddy"
Ferina keluar dari kamar dan melihat mama"y sedang sibuk merapikan ruang
tamu. Ferina duduk dan menatap mama"y yang sedang menata pernak-pernik
di meja. "Ma, Ferina nggak kepingin tinggal di sini lagi." Ferina menyampaikan kata2
yang tadi disusun"y.
Wulan menatap putri"y, padangan"y yang penuh tanya sudah cukup bagi Ferina
untuk memulai penjelasan"y.
"Rumah ini terlalu besar untuk ditinggali berdua." Kata Ferina sambil memeluk
bantal. "Sekarang rumah ini jadi terasa semakin besar, semakin kosong,
semakin sunyi, dan semakin jauh dari kehangatan. Apalagi setiap sudut, setiap
dinding, setiap benda di rumah ini menyimpan kenangan tentang orang2 yang
telah pergi. Daddy, Faren, sama saja. Semua itu semakin membuat Ferina
terkurung dalam kesedihan. Dan Ferina ingin lepas dari semua itu." Kali ini
kata2 itu meluncur begitu saja mengikuti perasaan yang selama ini dipendam
Ferina. Terutama sejak" terungkap"y pengkhianatan Faren"
Wulan berdiri dan duduk di samping Ferina. Dia merangkul dan membelai
putri"y dengan penuh perasaan.
Simple Past Present Love Karya Thia Kyu Ori di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Apa yang kamu pikirkan itu, persis dengan apa yang sering terlintas di pikiran
Mama?" kata Wulan jujur.
"Trus kenapa Mama nggak pernah bilang?" Tanya Ferina heran, sekaligus
senang, karena Wulan sependapat dengan"y.
"Mama hanya nggak kepingin membebani kamu dengan keinginan Mama.
Mama pikir kamu akan keberatan karena harus berpisah dengan teman2mu.
Lagi pula, minggu depan kamu ulangan umum kenaikan kelas, kan" Mama
hanya ingin menunggu waktu yang tepat untuk mengatakan"y, dan itu pun
kalau kamu nggak keberatan."
Ferina terkesiap dengan tuturan lembut mama"y. Tentu saja dia sangat nggak
keberatan. Ferina sudah nggak tahan, ingin pergi jauh2 meninggalkan semua
ini. "Kalau begitu Mama udah nyusun planning dong?"
"Begitulah, Mama udah bicara dengan Oom Surya dan dia akan mencarikan
rumah untuk kita di Jogja."
"Jogja" It sounds so interesting!" kata Ferina dengan senyum manis"y yang
menawan, wajah"y seketika langsung cerah.
BAB 24 "Yanda, tunggu!" Andra mengejar Yanda yang sudah siap meluncur dengan
mobil"y. Sejak Ferina menceritkan affair antara Andra dan Faren, Yanda
langsung nggak simpati lagi kepada Andra dan mulai menjauhi cowok itu.
Terang saja Andra semakin bingung dan nggak tahu harus berbuat apa.
Andra membuka pintu mobil dan duduk di sebelah jok pengemudi.
"Lo mau apa sih?" Tanya Yanda dingin.
"Seharus"y gue yang nanya, lo kenapa"!" tukas Andra frustrasi.
"Lo nanya gue kenapa?" Yanda masih sinis. "Lo memang nggak punya hati, ya!
Gara2 lo, Ferina pindah dari sekolah ini. Lo udah bikin sahabat terbaik gue
pergi!" "Gue nggal suka lo asal nuduh begitu!" Andra mulai emosi. "Lo kayak begini
karaena lo suka sama Ferina, kan" Lo sedih sejak dia pindah dan sekarang lo
nuduh gue sebagai penyebab semua ini. Lo bener2 picik! Pengecut!"
"Brengsek lo! Gue nggak sebodoh itu bersikap kayak begini! Gue memang suka
sama dia, dan waktu gue tahu dia naksir elo, gue cukup tahu diri. Gue rela lo
jadi cowok"y Ferina, tapi gue nggak terima lo menyia-nyiakan dia dan nyakitin
dia kayak begini!" "Eh, jangan asal nuduh lo! Gue nggak ngerti lo ngomong apaan!" tukas Andra
sambil meninju dasbor. "Elo mau adu jotos"!" hardik Yanda tersinggung. Yanda turun dari mobil. Andra
langsung mengikuti dan mereka pun berdiri berhadap-hadapan.
Maaf, Fer" Gue melanggar janji gue, tapi gue udah nggak tahan kepingin
menghajar si brengsek ini. Gue lakukan ini buat lo, kata Yanda dalam hati. Akan
gue balaskan sakit hati lo walaupun nggak seberapa, walaupun nggak
sebanding dengan yang lo rasakan selama ini.
BUUUK!!! Yanda menghantam perut Andra dengan tinju"y.
"ARRRGGGHHH!" Andra terjatuh dan mengerang kesakitan. Belum sempat
menenangkan diri, pukulan demi pukulan kembali mendarat di wajah"y tanpa
dia mampu membalas. "LO KENAPA?" teriak Andra histeris penuh amarah.
"KENAPA"! KENAPA?"" Yanda mencengkeram kerah seragam Andra. "INI
JAWABAN"Y!" BUKKK!!! Yanda menghantam dada Andra dengan tendangan"y, lalu berbalik menuju
mobil dan membiarkan Andra tergelatak begitu saja.
"Arrggh!" Andra mengerang. Dada"y sesak. Dia nyaris nggak bisa bernapas.
Pandangan"y mula gelap. "Kenapa?" Dia mengerang dengan suara lemah.
Sekelebat Andra melihat Yanda berlari menghampiri"y. "Ndra! Andra!
Andraaa!" teriak Yanda terasa sangat jauh dan akhir"y hilang sama sekali.
Andra tak sadarkan diri. *** "Arrrgggh"!"
"Fer, lo kenapa" Nggak pa2, kan?" Tanya Tama cemas.
"Ngghh?" Ferina mendesah. "Nggak pa2 kok." Kata"y. Ia sedang meruncingkan
pensil dengan cutter, ketika tanpa sengaja melukai telunjuk"y.
"Sini, biar gue bantu." Tama meraih tangan Ferina yang terluka. Diisap"y
telunjuk Ferina yang berdarah. Darah Ferina berdesir cepat dan jantung"y
berdetak tak teratur. "Udah." Ujar Tama. Ferina tersenyum. "Kenapa, Fer?" Tanya Tama heran.
"Nggg" nggak kok. Nggak kenapa2." Jawab Ferina.
Tama tersenyum geli. Dia mengusap kepala Ferina dengan sayang. "Lo sama
gue kok masih grogi2an segala sih?" kata"y tenang. Dipeluk"y Ferina dan
dicium"y kening"y dengan lebut.
Sejak Tama menjadi someone special"y, hari2 Ferina benar2 ceria dan penuh
kejutan. Cowok itu sangat menyayangi"y.
Tapi saat itu perasaan Ferina agak berbeda. Seolah-olah ada firasat yang
membisikkan telah terjadi sesuatu. Ponsel Ferina berbunyi. Yanda.
"Hai." "Fer, maaf." Suara Yanda terdengar resah.
Ferina mengerutkan dahi. "Maaf" Kenapa" Emang lo udah ngapain?"
"Maaf?" "Iya, tapi kenapa?"
"Gue" gue habis menghajar Andra."
Darah Ferina berdesir lemah.
"Bukan"y gue udah bilang!" tukas Ferina, emosi"y nggak menentu.
"Gue nggak tahu, Fer. Gue lepas kendali dan?"
"Gimana keadaan"y?" Ferina terdengar sangat cemas. "GIMANA
KEADAAN"Y"!!!" sekarang dia nyaris histeris.
"Sekarang" dia masih di IGD. Gue lupa jantung"y lemah, gue?"
Ferina menekan tombol merah di HP"y, lalu terisak.
"Kenapa, Fer" Tadi itu siapa?" Tanya Tama panik. Ferina hanya bisa
menggeleng dan terus terisak. Dia sendiri nggak ngerti kenapa diajadi khawatir
dan sedih seperti ini. Seharus"y dia merasakan sebalik"y, karena toh sakit hati"y
telah terlampiaskan. Tapi mendengar keadaan Andra seperti itu"
Entahlah, mungkin Ferina nggak kepingin kedua sahabat"y jadi bertengkar
karena diri"y. Dia nggak kepingin salah satu atau kedua"y terluka. Sudah cukup
kejadian dulu itu. Cukup dia saja yang merasakan amarah itu, rasa sakit itu.
BAB 25 Setelah beberapa lama tak sadarkan diri, Andra mulai menggeliat lemah
namun mata"y masih terpejam. Kepala dam lengan"y sudah diperban. Yanda
sangat menyesal melihat hasil perbuatan"y, akibat dari amarah"y yang tak
terkendali. Yanda lantas menghubungi orangtua Andra serta mengakui
kesalahan"y. Selama itu Yanda merasa resah dan berharap Andra segera pulih.
Tiba2 Yanda dikejutkan bunyi ponsel"y. Ferina.
"Fer?" "Gimana Andra?"
"Belum sadar. Tapi gue akan bertanggung jawab kok. Gue jamin dia akan baik2
aja." Yanda berusaha meyakinkan.
"Jaga dia, ya."
Yanda terdiam sesaat mendengar ucapan Ferina. Kata2 yang singkat itu
menyimpan perasaan yang sangat dalam. Sarat kesedihan dan kerinduan.
Mungkinkah" "Fer, gue boleh nanya sesuatu?"
"Mmmm?"" "Lo" masih menyimpan perasaan ya sama dia?"
Kini giliran Ferina yang terdiam. Dia nggak tahu harus bilang apa. Dia
memandangi telunjuk"y yang kini diplester. Luka yang seakan memberi
pertanda kejadian buruk yang menimpa Andra. Seakan dia dan Andra
terhubung oleh sesuatu yang tak diketahui"y.
"Fer, kok diam" Apakah itu berarti?"
"Nggak, sama sekali nggak. Dia pengkhianat. Dia merusak persaudaraan gue
dengan Faren. Dia" jahat. Gue cuma nggak pengin lo berantem. Bagaimana
pun juga dulu kita bertiga bersahabat. Sekarang lo tinggal berdua sama dia,
gue pengin kalian baik2 aja. Dari awal lo udah janji, apa pun yang gue ceritain
nggak akan memengaruhi persahabatan lo dan dia."
Keheningan kembai merebak sementara Yanda mencerna ucapan Ferina. Tapi
bagi"y nggak semudah itu menepati janji. Dia nggak rela cewek yang di cintai"y
di sia2kan sahabat"y sendiri.
"Jaga dia baik2. Kabarin gue gimana keadaan"y." bisik Ferina, sebelum
mematikan ponsel dan berbaring di sofa sambil memandangi TV dengan
tatapan kosong. Sementara Yanda kembali menatap sahabat"y yang kini terbaring tenang.
Andra menggeliat lemah, lalu mendesah. Itulah suara pertama yang keluar dari
mulut Andra sejak dia tak sadarkan diri.
"Ndra" lo udah bangun, Ndra?" Yanda mencoba memanggil.
"Hmmm?" Andra mendesah lemah. Perlahan mata"y mulai terbuka,
mengerjap beberapa kali. Dia menyentuh kepala"y.
"Ndra, gimana keadaan lo?"
Andra tidak langsung menjawab. Dia memandang ruangan tempat"y berbaring.
Dia tidak ingat di mana dia terakhir berada, sampai di lihat"y Yanda sangat
cemas. "Gue di mana?" gumam Andra nggak jelas. Dia melepaskan selang oksigen dari
hidung"y. "Untuk apa ini?"
"Hei, jangan di lepas. Itu untuk membantu pernapasan lo!" ujar Yanda seraya
memasang selang itu lagi. "Lo di rumah sakit."
Andra meraba dada"y yang tadi di hantam Yanda. "Sakit." Kata"y sambil
meringis. Suara"y masih serak dan berat.
"Maafin gue, Ndra. Maaf." Bisik Yanda sambil menyentuh bahu Andra. "Gue
nyesel. Maafin gue, ya."
Yanda benar2 sedih melihat kondisi Andra, meski pun menurut dokter kondisi
Andra tidak parah. "Gue nggak habis pikir sama sikap lo. Apa alasan lo mukulin gue begini?"
*** Hari ini Ferina tidak bersemangat. Sejak pagi sampai jam isitirahat dia lebih
banyak diam dan hanya bicara seperlu"y. Dia bahkan menolak ajakan Tama
untuk makan di kantin dan minta di tinggal sendiri.
Melihat Ferina seperti itu, Haikal dan Tiara jadi ketularan diam dan sebentar2
melirik Ferina dengan was2. Sesekali Ferina menagkap basah Tiara dan Haikal
sedang melontarkan isyarat yang pasti menyangkut diri"y.
"Kalian kenapa sih"!" kata Ferina akhir"y. Dia sebal melihat sikap was2 yang di
tunjukkan kedua sahabat"y itu. Mereka sekarang memang kompak banget,
apalagi sejak jadian dua minggu lalu. Sejak itu Ferina mengambil insiatif untuk
bertukar tempat duduk dengan Tiara. Soal"y kasihan juga pasangan baru di
pisah begitu. "Nggak sih, tapi hari ini lo beda banget." Ujar Tiara jujur.
"Lo lagi berantem sama Tama, ya?" tambah Haikal.
"Iya nih, masa barusan Tama lo usir begitu aja sih. Kalian ada masalah apa?"
"Ih, rese banget sih. Gue nggak ada masalah. Apalagi sama Tama. Kami baik2
aja kok! Kalau nggak percaya tanya aja Tama. Oke?"
"Trus kenapa hari ini lo beda banget" Lo nggak bisa bohong, Fer. Dari tampang
lo aja jelas banget lo lagi mikirin sesuatu."
Baru saja Ferina berniat mengomel panjang-lebar lagi, getaran di saku"y
membuat"y mengurungkan niat. Telepon dari Yanda.
"Permisi." Ferina meninggalkan Tiara dan Haikal yang terbengong-bengong
dengan sikap"y yang makin aneh.
"Gimana, Nda?" "Udah jauh lebih baik. Siang ini udah bisa pulang."
"Syukurlah. Apa kata bonyok"y?"
"Gue kena marah abis2an sama bokap dia. Tapi untung waktu mereka datang
Andra sudah sadar dan bisa menenagkan orangtua"y."
"Syukur deh, untung lo nggak sampai di laporin trus masuk penjara gara2
menghajar orang sampai kayak gitu!" kata Ferina sambil tersenyum kecil.
Senyum lega. "Umm, lo masih membenci dia?"
"Mereka. Tepat"y." hati Ferina seketika membeku.
"Gue nyesel banget mukulin Andra, Fer.," Yanda terdiam. "Fer, menurut gue
sih sebaik"y lo maafin dia. Semua sudah berlalu. Faren nggak bakal kembali
untuk menyelesaikan masalah ini. Sekarang tinggal lo sama Andra yang bisa
menuntaskan"y. Apa lo pikir Faren sekarang tenang dengan kebencian yang lo
pelihara sampai saat ini?"
"Lo nggak ngerti apa yang gue rasain, Nda." Nada suara Ferina dingin dan
tajam. "Lo selalu bilang begitu. Lo menganggap nggak satu orang pun orang di dunia
mengerti perasaan lo. Padahal lo sediri yang nggak ngasih kesempatan orang
lain buat ngerti lo!"
"Kok lo sekarang jadi belain dia sih?"
"Bukan membela dia. Gue cuma merasa sebaik"y ini diakhiri. Lo sendiri kan
yang bilang nggak pengin ada keretakan dalam persahabatn gue dan Andra"
Bukan"y elo juga bagian dari kami" Trus kenapa sampai saat ini lo nggak mau
berdamai" Faren udah nggak ada, Fer" Sampai kapan pun elo nggak bakal bisa
menghakimi mereka dan melampiaskan kemarahan lo!"
"TERSERAH LO BILANG APA! SAMPAI KAPAN PUN ELO NGGAK BAKAL NGERTI!"
Ferina mematikan ponsel"y dengan gusar. Kebencian"y semakin meluap.
Apalagi Yanda kini berpihak kepada Andra. Ferina merasa semakin tersingkir
dan menjadi pihak di salahkan atas semua ini. Padahal justru dialah korban"y.
Kenapa semua jadi terbalik begini" Dia pun kembali ke kelas dengan wajah
sangat jutek, sarat kebencian.
Ada apa sih dengan Ferina" Batin Tiara. "Fer?"
Ferina tidak menanggapi. Dia malah melipat tangan di meja lalu merebahkan
kepala dan memejamkan mata.
Tiara mengedikkan bahu sambil mengangkat alis ke arah Haikal. Haikal
menggeleng-geleng sekena"y, kemudian memberi Tiara isyarat untuk keluar
kelas, mumpung waktu istirahat masih ada.
Tahu sudah di tinggal sendiri, perasaan Ferina jadi sedikit lapang. Dia ingin
menghadapi semua ini sendiri, merasakan"y sendiri.
BAB 26 "Apa pun masalah yang lagi lo hadapi sekarang ini, gue harap masalah itu cepat
selesai. Walaupun gue nggak ngerti kenapa lo nggak mau share. Yang jelas gue
akan selalu ada di sisi lo dan mastiin lo baik2 aja."
Ferina tertunduk diam. Setidak"y di tempat ini dia merasa sedikit bebas. Di sini
dia bisa menatap bentang lautan biru yang menyegarkan, merasakan embusan
angin yang meniup helaian rambut"y yang indah.
"Fer?" tegur Tama sambil menggenggam tangan Ferina.
"Hmmm?" kata Ferina.
"Lo nyaman kayak gini?"
Ferina mengangguk dan kembali menatap laut. Tak ada yang bisa membuat"y
nyaman selain keheningan ini. Ferina merasa tenang dan tidak terusik. Cukup
ada seseorang di samping"y yang bersedia menemani, meskipun dia sedang
nggak ingin bicara banyak. Ferina menghirup udara segar dan
menghembuskan"y perlahan-lahan. Sangat tenang. Dia merebahkan kepala dan
bersandar di bahu Tama. Dia memejamkan mata dan hanya melihat bayangan
hitam. Tak ada bayangan lain yang sempat melintas. Ini jauh lebih baik, pikir
Ferina. "Fer, lo yakin baik2 aja" Sejujur"y gue khawatir."
"Belum pernah sebaik ini." Gumam Ferina sambil mengangkat wajah dan
tersenyum. Tama hanya membalas dengan senyum samar.
Tama belum yakin. Hari itu Ferina lebih pendiam dan sangat tertutup. Dia
meminta Tama mengajak"y ke pantai. Swkadar untuk menenangkan pikiran,
kata"y. Alasan itu sangat ringan, namun Ferina tidak member Tama
kesempatan untuk bertanya. Cukup dengan sorot mata"y yang tajam, Tama
mengerti cewek itu meminta"y membiarkan"y seperti yang dia mau. Yah,
seperti yang dia mau. "Apakah semua ini ada hubungan"y dengan" masa lalu?" Tanya Tama ragu.
Akhir"y dia nggak tahan dan memutuskan untuk bertanya. Mungkin nggak ada
salah"y mencoba. "Masa lalu" Ya, masa lalu kadang memang suka mengikuti walaupun kita ingin
lepas dari"y." jawab Ferina. "Nggak perlu khawatir, gue baik2 aja kok."
Keheningan kembali mengisi kebersamaan mereka. "Oh ya, kabar Tiffany
gimana?" Ferina mngalihkan pembicaraan.
"Masih kayak dulu. Cuma sedikit lebih tenang dan tidak lagi mengjengkelkan."
"Baguslah. Sikap"y ke elo gimana?"
Simple Past Present Love Karya Thia Kyu Ori di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tama diam sejenak, seakan menjawab pertanyaan Ferina adalah pilihan yang
sulit. "Seperti biasa?" ujar Ferina.
"Nggak." Sahut Tama singkat.
Ferina jadi penasaran. Dia memutar arah duduk"y sehingga menghadap cowok
itu. "Trus kayak apa?"
"Kayak teman biasa."
"Teman biasa kayak apa?"
Tama sama sekali nggak menyangka Ferina tiba2 akan membahas hal semacam
ini. Dan dia nggak bisa menjelaskan"y. Tiffany masih bersikap seperti biasa,
sama seperti Ferina belum hadir di antara mereka. Tama sudah menunjukkan
penolakan agar mereka sedikit menjaga jarak. Kini dia ng
gak bisa memberikan seluruh waktu"y kepada Tiffany, sebab sekarang dia dan segala yang ada pada
diri"y adalah untuk Ferina, satu2"y cewek yang di sayangi"y. Tapi Tiffany terlihat
tidak setuju, dan nggak peduli.
"Berteman seperti layak"y berteman."
"Nggak sesederhana itu." Bisik Ferina datar. "Sedikit banyak gue kenal Tiffany.
Nggak akan sesederhana itu, ya kan?"
"Sekalipun ada seribu Tiffany menggangu gue setiap hari, tetap nggak akan
mengubah perasaan gue ke elo, nggak akan mengurangi perhatian gue untuk
elo. Yang gue butuhin hanya kepercayaan dari lo." Tama menjawab tenang.
Baiklah, Ferina juga nggak berniat menambah daftar masalah"y dengan
kecemburuan tak menentu. Dia menarik napas dalam2 dan berusaha
menjernihkan pikiran agar tidak bertanya macam2 lagi.
"Ya, gue percaya."
Keheningan kembali mengisi kekosongan di antara mereka. Tiba2 Tama
teringat sesuatu yang telah lama mengganjal pikiran"y.
"Fer." Kata"y. "Ferinandra?"
Ferina langsung menoleh dan menatap Tama heran. Ketika tersadar cowok itu
juga sedang menatap"y penuh selidik, Ferina cepat2 mengenyahkan
keterkejutan itu dari wajah"y. "Ada apa?" tanya"y.
Tama tersenyum sekilas. Akhir"y ia mengerti; Ferina selalu menunjukkan
ekspresi yang sama setiap kali dia menyebutkan nama itu. "Bukan nama lo,
kan?" tebak"y. Ferina tertunduk. Dari mana Tama tahu" Dia sendiri tidak mengerti, setiap kali
nama itu terdengar, jantung"y selalu berdebar cepat. "Maksud lo" Memang"y
ada yang salah" Nama gue memang Ferina kok!"
"Tapi bukan Ferinandra, ya kan?"
Ferina tidak menyahut. Dia tertunduk diam, kembali teringat pada Andra. Lagi2
dia tidak mengerti, mengapa beberapa hari terakhir ini dia tak henti2
memikirkan Andra, Andra, dan Andra.
"Nggak usah dijawab." Kata Tama akhir"y.
*** Sore itu Ferina menghabiskan waktu di sebuah kafe nggak jauh dari Cake
Resort. Sebenar"y Cake Resort jauh lebih nyaman daripada tempat ini, tapi
Ferina nggak mau Mama mengawasi"y terus. Ferina sedang nggak kepingin
terlihat, dia kepingin menghilang untuk sesaat. Itu sebab"y dia memilih duduk
di kursi paling pojok supaya nggak kelihatan.
Bagi Ferina, tempat itu adalah lokasi VIP"y, tempat dia mendapatkan sedikit
privasi dan kebebasan. Ferina bisa melihat ke seluruh bagian kafe meskipun
posisi"y sendiri sangat tidak menarik perhatian. Dengan begini dia bagaikan
memiliki dunia pribadi untuk diri"y sendiri, walaupun hanya untuk sesaat.
Tempat yang sempurna, bukan"
Ferina merenungkan semua masalah"y. Dia harus bersikap lebih bijaksana.
Mungkinkah di alam sana Faren ikut sedih dan tidak tenang karena Ferina terus
membenci"y dan memutuskan untuk tidak memaafkan"y" Tapi bukankah itu
adil, impas" Ferina merasa jauh lebih sakit hati dan sedih karena dia masih
hidup. Apa yang dirasakan"y jauh lebih nyata. Sedangka kesedihan orang yang
telah pergi bisa saja cuma khayalan orang2 yang ditinggalkan.
Sudahlah, lupakan saja. Dia memesan secangkir kopi krim panas dan nachos.
Dia menghibur diri"y sendiri dengan kertas dan pensil, sahabat"y yang sangat
menyenangkan. Ferina menggambar pemandangan jalanan sepi di tengah
malam, di kiri kanan"y terdapat deretan pertokoan yang tertidur. Dia sudah
memulai gambar ini dua hari yang lalu dan ingin menyelesaikan"y sekarang.
Ferina asyik dengan gambar yang sedang di garap"y. Itu gambaran diri"y, diri"y
yang kini gelap, sunyi, sepi. Dengan lihai dia mengisi gambar"y dengam tone
gelap terang remang sehingga gambar itu hidup, mendekati nyata. Setiap lima
menit dia mengangkat kertas gambar"y, menjauhkan"y selengan, dan
mematut"y beberapa saat. Rasa"y, bila ditambahkan sesuatu gambar ini akan
semakin menyentuh, pikir"y. Apa yang kurang"
"Ah, ya!" Ferina berdecak pelan. Dia menambahkan siluet seorang gadis yang
berjalan seorang diri di trotoar toko. Gadis yang lelah dengan kehidupan"y
namun tak ingin berhenti di tempat. Dia terus melangkah. Walaupun sendiri,
walaupun sunyi, walaupun sedih. Yah, gadis ini adalah diri"y.
Sempurna. Ferina kembali mengangkat gambar"y dan mengamati"y dengan
perasaan puas. Garis2 itu seakan berbicara, dan sangat menyentuh. Bahkan
orang yang tidak mengerti pun dapat merasakan gambaran ini, lalu larut di
dalam"y, masuk ke jalanan sepu itu. Ferina mengamati"y cukup lama sampai dia
melihat sosok tak asing muncul dari balik kertas gambar"y. Diturunkan"y kertas
gambar"y. Tama dan Tiffany berjalan memasuki kafe yang tenang. Mereka duduk di dekat
jendela besar, tak jauh dari pintu.
BAB 27 "Gue pengin ngajak lo keluar. Ada waktu, kan?"
"Ada. Tapi gue lagi nggak pengin berbagi waktu. Gue pengin sendiri." Kata
Ferina datar. Dia membayangkan diri"y duduk sendiri di tempat sepi sambil
menenangkan hati. Ah, betapa menyenangkan, pikir"y.
"Lo yakin, Fer?" Tama agak ragu. "Gue hanya ingin ada di dekat lo. Biar gue
tahu lo baik2 aja." Ferina tahu Tama sangat mengkhawatirkan"y. Bagi"y itu sudah lebih dari cukup,
dan dia terhibur karena"y. "Sudah, nggak pa2. Gue baik2 aja. Ntar malam gue
telepon, dan lo akan dengar betapa senang"y gue hari ini. Oke?"
"Tapi, Fer-" Ferina memutuskan telepon dan berangkat. Dia tahu ada kafe tak jauh dari
Caf? Resort. Seperti"y kafe itu memenuhi kriteria yang di butuhkan"y saat ini.
Dan di situlah Ferina sekarang.
Kalau ingin keluar dengan Tiffany, mengapa Tama mengajak Ferina keluar"
Apakah dia sudah menduga Ferina akan menolak ajakan"y"
Ferina melihat Tiffany bicara dengan ekspresi" Ekspresi apakah itu" Entahlah.
Namun sesaat kemudian Tiffany tampak meraih tangan Tama, dan cowok itu
kelihatan berusaha menarik"y, tapi Tiffany menahan"y sambil terus berbicara.
Perasaan Ferina langsung nggak keruan. Dia meraih ponsel dan menghubungi
Tama. Dalam hitungan detik Ferina melihat Tama menarik ponsel"y dari saku.
Dia mengatakan sesuatu kepada Tiffany sehingga cewek itu terpaksa melepas
tangan"y. "Ada apa, Fer?"
"Lo di mana?" tnya Ferina. Dalam hati dia membatin, Jangan bohong, please,
jangan bohong" "Gue lagi di kafe, di Dido"s."
Ferina menarik napas lega. Tama tidak berbohong. "Sendiri?"
"Sama teman." "Siapa?" "Tiffany." "Ohhh?" Ferina mendesah kecewa. "Nggak bisa pergi sama gue, elo langsung
nyari Tiffany rupa"y. Apa lo harus di temani cewek, begitu ya?" kata Ferina
dengan nada menuduh yang tidak bersahabat.
Ferina melihat Tama bergerak-gerak resah, dan mengacak rambut"y sekilas.
"Bukan begitu. Lo jangan salah paham dulu. Nanti gue jelasin. Oke" Please?"
"Terserahlah." Ferina mematikan ponsel. Setidak"y Tama nggak berbohong. Cowok itu tampak
memencet-mencet ponsel"y, seperti"y mencoba menghubungi Ferina. Tapi
tentu saja nggak berhasil. Setelah beberapa saat mencoba, dan tahu usaha"y
sia2, Tama menyimpan ponsel dan memperhatikan Tiffany yang tampang"y
cemberut. Ferina geli karena berhasil merusak suasana hati Tiffany.
Ferina terus memperhatikan. Rasa"y menyenangkan menyaksikan Tiffany
cemberut seperti itu, dan obrolan mereka seperti"y berakhir tak lama
kemudian Tiffany berdiri lalu di ikuti Tama.
Baguslah, batin Ferina. Tanpa sadar dia tersenyum sendiri.
*** "Hai, gue nepatin janji, kan?" cerocos Ferina sebelum orang yang sedang di
hubungi"y sempat bilang "halo".
"Ya, tentu saja lo nepatin janji." Tama tersenyum di ujung sana.
"Yap, tentu saja." Ulang Ferina. "Gue cuma mau bilang hari ini gue senang."
"Gue ikut senang dengar"y. Lo ngapain aja sampai merasa senang?"
"Banyak. Dan gue nggak mungkin sebutin satu2."
Termasuk merusak suasana hati Tiffany sampai pertemuan kalian hanya
berlangsung singkat. "Jadi, ngapain lo sampai keluar dengan Tiffany?" nada suara Ferina datar dan
dingin. "Gue bisa jelasin." Ujar Tama sabar. "Begini, nggak lama setelah gue ngajak lo
keluar, Tiffany datang dan meminta gue temenin dia ke kafe."
"Trus lo langsung mau aja, gitu?"
"Fer, bagaimana pun Tiffany sahabat gue, lo sendiri tahu dia kayak apa. Bagi
gue, nggak ada salah"y gue nemenin dia sesekali."
Ferina mendesah keras. Dia sudah tahu bakal begini. Tiffany nggak bakalan
melepaskan Tama semudah itu.
Walaupun gue belum sepenuh"y yakin dengan keputusan gue ini, kali ini gue
akan membiarkan dia menemui cinta"y.
Ferina masih ingat jelas bagian terakhir surat Tiffany itu. Dari perkataan"y jelas
sekali cewek itu nggak bakal melepas Tama seutuh"y, meskipun Tama sudah
menjadi pacar"y. "Baiklah, jadi ngomongin apa?"
"Nggak ada yang terlalu penting."
"Oh ya, seperti itu nggak ada yang terlalu penting?" nada suara Ferina mulai
meninggi. Dia jadi teringat waktu Tiffany menggenggam tangan Tama, dan
jujur dia cemburu. "Seperti itu" Seperti apa maksud lo?"
Ups, bodoh" Jangan sampai keceplosan Ferina" "Yah, maksud gue tiba2
ngajakin lo gitu." Ferina berkilah.
"Nggak ada, cuma nemenin dia minum di kafe aja."
"Jujur aja kenapa sih"!" Ferina benar2 nggak sabar lagi. "Gue tahu ada yang
lebih daripada sekadar duduk2 di kafe."
"Kok lo ngomong begitu sih?" Tanya Tama curiga.
"Karena gue ada di sana menyaksikan kalian berdua dengan mata kepala
sendiri!" Dan setelah mengucapkan itu Ferina mematikan ponsel dan melempar"y
dengan gusar. BAB 28 Ferina ada di sana. Tama tidak mempercayai pendengaran"y. Tapi semua"y masuk akal. Tama
ingat, begitu Tiffany menggenggam tangan"y, Ferina langsung menelepon dan
menanyakan dia ada di mana, bersama siapa. Itu karena Ferina tahu, dan dia
melihat"y sendiri. Tama nggak tahu harus bilang apa. Waktu itu Tiffany bilang dia nggak bisa
kehilangan Tama, dan ingin mereka kembali seperti dulu. Tama langsung
menolak dengan halus, meminta Tiffany memahami posisi"y. tapi Tiffany keras
kepala dan berkata tidak mudah bagi"y untuk menerima perubahan yang
begitu menyesakkan. Tama memandang layar ponsel"y sejenak dan menghubungi Ferina kembali,
mungkin dia bisa menjelaskan sedikit. Berkali-kali dia mencoba, meskipun tahu
Ferina pasti telah mematikan ponsel"y dan nggak kepingin bicara dengan"y.
Tama merebahkan tubuh. Bagaimana cara"y mengatasi situasi ini" Beberapa
hari belakangan Ferina memang tampak murung, seolah ada sesuatu yang
membebani pikiran"y, namun dia tak ingin seorang pun tahu. Dia memendam"y
sendiri. Semua itu terlihat sangat jelas. Ferina sendiri juga tidak berbohong
pada Tama dan sahabat2"y bahwa dia memang sedang memikitkan sesuatu,
dan dengan tegas mengatakan tak ingin membahas"y. Dan sekarang Tama
sudah menambah beban pikiran Ferina dengan masalah ini.
*** "Ma, Ferina berangkat ya." Kata Ferina sambil mencium mama"y.
"Beberapa hari ini Tama kok nggak datang jemput, ya?" Tanya Wulan
penasaran. "Kalian bertengkar?"
"Nggak. Kami baik2 aja kok, Ma. Ferina cuma lagi kepingin sendiri aja." Jawab
Ferina. "Dah, Ma?"
Sejak kasus Andra dan Yanda, Ferina tak henti memikirkan ulang semua"y.
Semua yang telah terkubur perlahan kini muncul dengan jelas dalam benak"y.
Mengapa dia masih mengkhawatirkan Andra" Semalam Ferina nyaris
menelepon Yanda, tapi dia mengurungkan niat"y. Yanda sudah berpihak
kepada Andra. Ini sangat mengganggu Ferina.
Ferina keluar dari rumah dan memandangi penginapan di depan rumah"y. Di
tatap"y sebuah jendela di lantai dua. Entah kenapa, sejak kemarin Ferina
merasa ada yang mengawasi"y dari sana. Dia terus memandangi jendela yang
tertutup gorden tipis itu. Aneh.
Sesampai di luar pagar Ferina mengeluarkan diary Faren dari tas"y. Di tatap"y
sejenak benda itu. Semua berawal dar sini, dari diary ini. Ah, seharus"y diary ini
tidak pernah ada. Kalaupun ada, seharus"y sudah di buang sejak dulu. Tapi tak
ada kata terlamabat, pikir Ferina. Dia bisa membuang diary itu sekarang.
Meskipun tidak banyak membantu, setidak"y lebih baik begitu.
Ferina menarik napas dalam2, lalu melemparka diary tersebut ke tumpukan
daun kering yang nanti siang akan di bakar Mama. "Selamat tinggal,
kenangan." Bisik Ferina sambil tersenyum getir. Senyum yang takkan mungkin
dapat dimaknai siapa pun.
BAB 29 "Fer, ke kantin yuk." Ajak Tiara yang sedang mencoret-coret buku matematika.
"Nggak deh, lo duluan aja. Gue nunggu Tama."
"Tapi biasa"y dia nggak selama ini. Mungkin ada yang harus dia kerjakan, kali,
jadi nggak bisa ngajak lo ke kantin."
"Nggak mungkin. Kalaupun benar begitu, dia pasti menyempatkan diri ngasih
tahu gue. Biasa"y kan begitu." Sahut Ferina malas2an.
"Ya sudah, kami duluan, ya." Kata Tiara dan Haikal serentak.
Benar juga kata Tiara. Biasa"y nggak pernah selama ini. Ferina akhir"y menutup
buku"y dan memutuskan untuk mencari tahu. Dia keluar kelas dan
mengarahkan langkah ke bangunan kelas tiga. Dia membujuk perasaan"y agar
tetap tenang. Dia sedang nggak kepingin menduga-duga yang nggak2 dulu. Dia
lelah dengan semua yang di pikirkan"y akhir2 ini.
Langkah Ferina terhenti ketika melihat kedua sosok itu berbicara di bawah
pohon mahoni besar di samping aula. Tempat itu sepi. Ferina menahan
emosi"y, lalu menghampiri pohon terdekat dan memastikan gerakan"y tidak
memancing perhatian. Dia bersembunyi di balik pohon. Dari situ mereka
terlihat jelas dan dia bisa mendengar sayup2 percakapan mereka.
"Fan, gue sekarang harus menemui Ferina!" kata Tama tegas. Ferina
mendengar bunyi daun berkeresak, tanda Tama mulai melangkah
meninggalkan Tiffany. Namun cewek itu segera menahan"y.
"Lo banyak berubah." Ujar Tiffany kecewa.
"Karena memang begitulah seharus"y." Tama membela diri.
"Tapi nggak sampai begini." Ujar Tiffany tertahan. "Gue kehilangan lo, gue
kesepian. Dan mungkinkah dugaan gue benar" Bahwa lo dekat sama gue hanya
karena kasihan" Karena gue berasal dari keluarga broken home, dan harus
tinggal sendiri karena mama gue nyaris OD"! Begitu, kan?"
"Fan?" Tama melunak dan mendadak merasa bersalah. Dia menyentuh bahu
Tiffany dengan lembut untuk menenagkan"y.
"Jadi benar, kan" Setelah keluarga gue rujuk lagi, lo merasa tugas lo selesai,
tanggung jawab lo lepas, beban lo lenyap. Begitu?"
"Bukan, bukan seperti itu." Tama berusaha meyakinkan Tiffany. "Hanya saja
sekarang gue" gue punya seseorang yang lebih membutuhkan kehadiran gue."
"Nggak!" Tiffany memeluk cowok itu. Tama terdiam dan nggak melawan.
"Untuk saat ini, gue mohon, lo jangan ninggalin gue. Gue kepingin kita kayak
dulu lagi, gue bener2 nggak bisa jauh dari elo." Tiffany melonggarkan pelukan"y
dan menatap Tama.
Simple Past Present Love Karya Thia Kyu Ori di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Entahlah?" bisik Tama bimbang. Dia balas menatap Tiffany sambil
menimbang-nimbang jawaban. "Gue nggak tahu. Tapi" baiklah?"
Ferina nyaris tersedak mendengar"y. Rasa"y ini seperti kejadian berulang. Dulu
Andra dan Faren. Sekarang Tama dan Tiffany. Tama memilih bersama Tiffany,
bukan diri"y. Hati Ferina hancur. Dia memejamkan mata. Betapa perih rasa"y.
Dia berbalik dan berlari menuju kelas"y. Tidak, tidak. Kali ini dia tidak boleh
menangis. Dia tidak akan menangis. Dia tidak akan pernah menangis lagi.
Tidak. Tidak. *** Bu Hanna mengakhiri kelas sambil mengingatkan ulangan semester tinggal
beberapa minggu lagi. Dan seperti ritual wajib, seuntai ceramah pendek
tentang penting"y mengulang pelajaran dari awal sebaik"y dilakukan dan
mereka seharus"y sadar sebelum diingatkan begitu. Terdengar keluhan
spontan dari mulut siswa-siswi yang sangat mencintai kebebasan itu.
Ferina nggak begitu tanggap dengan ingar-bingar yang mewarnai kelas sore itu.
Sejak tadi mata"y nggak lepas2 dari jendela. Tama telah menunggu"y.
Bu Hanna keluar kelas diikuti para siswa. Ferina ikut melangkah keluar,
berpura-pura tidak menyadari Tama telah menunggu"y. Dia terus berjalan
menunduk sampai Tama mencegat langkah"y.
"Ada apa?" Tanya Ferina dingin.
"Maaf, tadi siang-"
"Gue lagi nggak pengin bahas itu. Gue pengin pulang." Cetus Ferina datar. Dia
menepi untuk menghindar dari cowok itu.
"Fer." Tama menahan lengan"y, namun Ferina menepis"y. "Gue antar pulang."
"Nggak usah." "Fer, lo makin aneh aja. Beberapa hari ini lo melarang gue jemput lo. Yah,
kata"y lo kepingin sendiri. Gue terima karena lo masih bersedia gue antar
pulang. Tapi kenapa hari ini lo nggak ngizinin gue antar pulang" Lo sebenar"y
kenapa sih, Fer?" "Ya, gue memang makin aneh. Dan gue saranin sebaik"y mulai sekarang lo
jauh2 dari orang aneh kayak gue!" tukas Ferina sambil berlalu meninggalkan
Tama yang berdiri mematung.
"FER!" teriak Tama putus asa.
Ferina berbalik dan membalas teriakan Tama. "Ngapain juga lo masih di sini!
Tiffany udah nunggu lo dari tadi!"
Tama membeku mendengar ucapan Ferina. Apakah cewek itu menyaksikan
kejadian tadi" Ya Tuhan, kenapa tiba2 jadi kacau begini sih" Belum sempat
Tama menjelaskan kejadian di kafe kemarin, sekarang sudah ditambah lagi
dengan kejadian tadi siang.
Apa yang harus dia lakukan"
BAB 30 Setiba di kamar, Ferina langsung menghambur ke tempat tidur dan menangis
sesegukan hingga terlelap kecapekan.
"Fer?" Wulan mengguncang lembut tubuh Ferina.
"Ngg?"" Ferina menggeliat malas. Rupa"y dia sempat ketiduran.
"Mama mau keluar, ada urusan sama Manda. Kamu jaga rumah, ya?"
"Ya, Ma." Jawab Ferina seraya keluar kamar untuk mencuci muka. Setelah itu
dia menuju lemari es untuk mengambil jus jeruk. Tapi lemari es"y lagi2 nyaris
kosong. Dan yang tragis, camilan"y nggak ada yang bersisa.
"MAAAAA" KULKAS KOSONG!!!" seru Ferina tanpa ampun.
Wulan yang sudah berpakaian rapi bergegas memeriksa kulkas. "Benar juga."
Gumam"y pelan. "Kamu aja yang ke supermarket, ya?" ujar Wulan seraya memandang Feerina
dengan sedikit ragu. "Mama harus menghadiri acara dengan Manda dan
mungkin akan sampai malam. Bagaimana?"
"Baiklah." Ferina mengedikkan bahu. Habis mau gimana lagi. Lagi pula kalau di
pikir2 ada baik"y dia menghirup udara segar. Berbelanja seperti"y akan
membantu"y meringankan perasaan. Kemudian dia berganti baju dan buru2
berangkat ke supermarket bahkan sebelum Wulan pergi.
*** Ferina yang baru pulang dari berbelanja memasuki pagar dan melihat ruang
tamu yang masih gelap. Dia mengeluarkan kunci, memasukkan"y ke lubang,
dan memutar"y ke kanan. Nggak bisa. Dia mengerutkan dahi, mencoba
memutar"y ke kiri. Klik! Pintu terkunci. Berarti mama"y meninggalkan rumah
tanpa terkunci. Bagaimana bisa Mama seceroboh ini" Pikir Ferina. Dia kembali
memutar kunci"y ke kanan sampai terdengar bunyi klik. Lalu membuka pintu.
Tercium aroma bunga yang lembut dan menenagkan. Duh, sempat2"y Mama
menyemprot rumah sebelum berangkat tadi! Ada2 saja.
Diterangi sinar dari layar ponsel, Ferina menyusuri dinding dan menekan stop
kontak untuk menghidupkan lampu. Dia tertegun melihat ruang tamu"y yang"
Apa2an ini" Pikir Ferina. Apakah ada yang berulang tahun"
Ruang tamu"y di penuhi mawar segar. Dan pada saat bersamaan, Ferina
mendengar denting piano dari ruang tengah. Dia terkesiap. Siapa yang
memainkan piano" Mama"y" Nggak mungkin. Trus siapa lagi" Tiba2 Ferina
merinding. Piano itu terus saja mengalunkan musik. Ferina mengenal lagu itu. I Believe My
Heart"y Duncan James dan Keedie. Ferina tertegun. Dibiarkan"y nada2 yang
mengalun indah itu merasuki hati"y. Lagi2 dia terusik pertanyaan yang
mendesak segera di jawab. Siapa yang memainkan piano" Hantu Faren" Tidak
mungkin. Permainan piano Faren nggak seindah ini.
Siapa yang mengatur semua ini" Ini mirip kejutan ulang tahun"y lalu; dia
mendapati kulkas kosong, kemudian berteriak dan Mama meminta"y
berbelanja di supermarket. Aneh, kan"
Baiklah, hantu Faren atau bukan, Ferina harus tahu. Dengan jantung berdebardebar dia melewati ruang tamu lalu memasuki ruang tengah. Dan melihat"y.
Langkah Ferina kembali tertahan. Hati"y diamuk badai. Apakah penglihatan"y
salah" Ferina nyaris nggak percaya. Apakah ini mimpi"
Cowok itu tidak berhenti memainkan jemari"y tanpa menoleh, meskipun Ferina
tahu cowok itu pasti menyadari kehadiran"y.
"Andra?" bisik Ferina tertahan.
Ferina melangkah mendekat. Tidak salah lagi. Ini benar2 Andra. Ferina melihat
pelipis"y yang masih memerah, luka"y belum terlalu kering. Bagaimana Yanda
bisa melakukan itu" Ferina tiba di sisi Andra. Merasakan perasaan"y larut
dalam alunan nada indah itu. Dia duduk di samping Andra, memperhatikan
jemari"y. Sementara itu perasaan"y terus berkecamuk. Apa yang dirasakan"y
saat ini" Ferina memejamkan mata sesaat. Apakah dia merasakan rindu yang sangat
mendalam saat ini" Benar. Apakah dia menyadari sepotong kebahagiaan
menyelinap pasti di relung hati"y" Benar. Apakah dia sungguh2 membenci
cowok ini" Entahlah" Saat ini dia hanya ingin mendengarkan lagu yang
dimainkan cowok itu sampai selesai.
BAB 31 Andra mengakhiri permainan"y, dan ketika dia akan memulai lagu lain, Ferina
menyentuh tangan"y yang lecet, mengisyaratkan agar cowok itu berhenti.
Darah Ferina berdesir pelan. Ah, dia tidak bisa membohongi hati kecil"y,
bagaimana pun dia mencoba menepis"y. Dia tersadar aku masih mencintai
Andra. Renaldiandra; cinta pertamaku.
Ke mana pergi"y perasaan itu selama ini"
Andra akhir"y menoleh dan menatap Ferina. Ferina membalas tatapan itu
dengan perasaan rindu. Cowok itu belum berubah, masih sama seperti terakhir
kali dia melihat"y. Dia masih sangat tampan. Ah, Andra yang sangat di
sayangi"y. Di dalam benak Andra, pikiran2 yang sama pun berkelebat. Ferina belum
berubah. Ditatap"y wajah itu, mata biru"y masih mata yang dulu membuat"y
jatuh cinta. "Kamu cantik." Puji Andra.
"Ada apa kemari?" Tanya Ferina.
"Gue kangen. Gue pengin ketemu lo."
"Cuma itu?" Ferina yakin banget Yanda sudah menceritakan semua"y kepada
Andra. "Nggak juga. Gue kepingin meluruskan kesalahpahaman yang lo sangka selama
ini. Gue bahkan nggak tahu semua kejadian selama ini di sebabkan hal itu,
sampai Yanda akhir"y menjelaskan waktu gue keluar dari rumah sakit."
Semua sudah jelas bagi Ferina. "Baiklah." Kata Ferina memberi syarat agar
mereka pindah ke ruang tamu.
Andra meraih buket mawar indah yang tergelatak di atas piano. "Buat lo."
Ferina menyambut"y dengan perasaan" tak menentu. "Thanks ya?"
Mereka duduk di ruang tamu, berhadap-hadapan dalam diam.
"Kenapa jadi diam begini" Bukan"y lo pengin menjelaskan apa yang menurut lo
benar?" Ferina menyentakkan kesadaran Andra.
"Nggak tahu harus mulai dari mana." Andra menunduk. "Dan ini bukan soal
apa yang menurut gue benar. Tapi memang kebenaran sesungguh"y."
"Ya, tentu saja, siapa pun lebih senang menganggap diri"y paling benar,
sekalipun dia salah. Setidak"y untuk melindungi diri." Ujar Ferina datar.
"Inilah yang bikin gue nggak bisa memulai"y. Lo memandang gue seolah-olah
gue tertuduh yang mencoba membela diri!"
"Tapi pada dasar"y lo memang ingin membela diri, kan" Kalau nggak, untuk apa
lagi?" "Terserah apa kata lo. Yang jelas, dugaan lo selama ini salah besar, dan gue
menyesal mendengar"y."
"Tunggu, jadi lo pikir selama ini gue asal nuduh aja, gitu?" Ferina tersinggung.
"Kalau begitu, tunggu sebentar."
Ferina berlari ke kamar, membongkar tumpukan buku"y. Di mana sih diary itu"
Sial! Ferina baru ingat telah membuang diary itu ke tumpukan rumput kering
yang akan di bakar tadi pagi.
Tapi, sebentar. Dia teringat album foto yang ditemukan"y bersama diary itu.
Foto2 ini bisa menjadi alasan yang kuat, pikir Feina.
"Gimana lo menjelaskan semua ini?" Ferina menyodorkan album foto itu
dengan perasaan puas. Andra meraih album foto tersebut, mengamati isi"y satu per satu.
"Nah, lo mau bilang apa" Semua udah jelas, kan?" desak Ferina, suara"y
gemetar. "Tapi ini nggak seperti yang lo kira. Lo yakin bisa menarik kesimpulan yang
benar hanya dari foto2 ini?"
"Memang"y ada kesimpulan apa lagi?" Ferina coba tidak histeris. "Gue bukan
anak kecil tolol! Gue baca diay Faren. Dia sendiri menulis bahwa dia naksir lo!"
"Kalau begitu, lo bisa menunjukkan diary itu sekarang?"
"Sayang udah gue buang. Buat apa gue menyimpan sesuatu yang cuma bikin
hati terluka" Sesuatu yang membuat gue terjebak di masa lalu, sesuatu yang
nggak gue harapkan?" Ferina menenangkan diri. "Nggak ada guna"y juga gue
bohong dan nuduh lo yang nggak2, dan nggak ada guna"y juga lo berkilah
karena gue udah tahu jauh sebelum lo menyadari"y!"
"Dan lebih sia2 aja gue datang jauh2 ke sini kalau yang gue bawa cuma
kebohongan, sesuatu yang lo anggap pembelaan diri untuk memperbaiki imej
gue di mata lo." "Ndra, gue baca sendiri, Faren jatuh cinta sama lo! Betapa senang"y dia nonton
bareng lo, dan gue tahu lo yang deketin Faren. Iya, kan?"
Andra menatap Ferina dalam2. "Ternyata lo memang nggak ngerti sama sekali,
ya" Lo yakin sudah membaca diary Faren seutuh"y?"
Ferina terergun. Dia memang belum pernah membaca diary Faren seutuh"y.
Dia nggak sanggup membaca lebih jauh yang justru akan menyakitkan bagi"y.
Ferina seperti melihat kesedihan menaungi wajah Andra. Ah, benarkah Ferina
sesungguh"y salah paham"
Akhir"y dia menggeleng lemah, menyesali kebodohan"y tadi pagi.
"Apakah diary itu bisa membantu menjelaskan semua"y?" Tanya Ferina.
"Tentu saja. Semua orang pasti menulis diary itu dengan jujur, tanpa
menyembunyikan apa pun." Kata Andra. "Dan Faren memang nggak bohong
tentang perasaan"y. Dia menulis apa ada"y bahwa dia menyukai gue. Itu benar.
Tapi pernahkah Faren menulis bahwa gue juga balas menyukai"y" Bahwa gue
memiliki perasaan yang sama terhadap"y" Berani tahuhan, lo nggak bakal bisa
membuktikan"y!"
Speachless. Andra benar. Ferina nggak bisa membuktikan"y. Mungkinkah cowok itu
mengatakan yang sebenar"y"
Ferina resah. Dia ingin tahu yang sebenar"y. Mungkinkah diary itu masih di
luar" Dia ingin keluar mencari diary itu. Ketika Ferina beranjak, Andra
mencegat"y. "Mau ke mana?" Ferina berbalik dan memandang cowok itu. "Guemau nyari?"
"Ini?" kata Andra sambil memperlihatkan diary yang sangat dikenal Ferina.
"Lo?"" Ferina sungguh tak percaya.
"Tadi pagi gue liat lo membuang ini. Dari kamar gue di penginapan di depan
rumah lo ini tentu saja. Setelah lo pergi, gue memungut"y dan akhir"y
mengerti." Ferina nggak tahu harus bilang apa. Dia duduk di samping Andra. Berarti
perasaan"y tadi pagi nggak salah, rupa"y Andralah yang mengamati"y dari lantai
dua penginapan. "Jadi?" Ferina mencoba menemukan kata yang tepat. "Bagaimana ini bisa
menjelaskan semua"y?"
Andra membuka diary itu dan menjepit bagian tengah"y. "Bisa aja, asal lo
membuka staples yang menyatukan bagian ini, trus membaca"y."
Ferina melihat hasil karya"y itu.
Ferina menimbang-nimbang diary di dalam genggaman"y. "Gue memilih
memercayai perkataan lo. Soal diary ini, akan gue baca dalam suasana tenang.
Lagi pula, ini cukup tebal. Lo bisa jelasin sekarang."
Andra tersenyum lega. "Sederhana saja." Andra memulai. "Gue ikut les musik bukan karena kepingin
belajar musik. Dan juga bukan karena gue jatuh cinta pada Faren dan kepingin
mendekati"y. Tapi gue mendatangi tempat itu hanya untuk satu tujuan: gue
kepingin mempersiapkan kejutan di hari ulang tahun lo." Kata Andra mantap.
Diri Ferina bagai luluh lalu mengecil dan semakin mengecil dan hilang ditelan
kebodohan"y sendiri.
"Kejutan?" Ferina mengulangi kata itu perlahan.
"Tepat. Gagasan itu muncul begitu saja waktu pertama kali gue ke rumah lo,
tepat"y waktu Faren bilang akan berangkat les musik. Kejadian singkat itu
langsung menelurkan inspirasi cerdas yang bakal mewujudkan impian gue.
Gagasan itu memicu ide2 kreatif gue untuk mempersembahkan sesuatu yang
berbeda, sesuatu yang istimewa untuk ulang tahun lo, karena saat itu" gue
akan mengungkapkan perasaan gue dengan cara berbeda, cara yang akan
membuat lo terkesan dan nggak bakal pernah melupakan"y."
Air mata Ferina kembali merebak membasahi pipi, air mata penyesalan. Betapa
dia sangat bodoh selama ini. Faren ikut terlibat memeprsiapkan kejutan itu,
kejutan di hari ulang tahun mereka"
"Gue kepingin mempersembahkan pertunjukan musik yang indah, meskipun
nggak megah, tapi pasti sangat istimewa. Akhir"y gue memutuskan ikut les
musik di tempat Faren berlatih, dan dengan bantuan Faren, gue membentuk
orkestra kecil untuk mewujudkan rencana gue, impian kecil gue. Sejak itu kami
giat berlatih. Dan kami sangat menikmati"y. Tapi sayang, belum lagi separuh
jalan, Faren?" "Sudah! Cukup!" Ferina kini terisak.
Faren bahkan nggak sempat merayakan ulang tahun"y yang ketujuh belas"
Betapa bodoh"y diri"y selama ini" Dugaan"y sangat jauh dari kenyataan. Dia
telah melakukan kesalahan besar!
Dia telah melakukan kesalahan besar!
Lalu bagaimana dengan Andra" Ketulusan hati"y justru berbalik menjadi
bumerang yang menyerang"y tanpa ampun.
"Ndra, maaf?"bisik Ferina tertunduk.
"Sudahlah." Dengan lembut Andra menyeka air mata yang sudah membasahi
pipi Ferina. "Tidak ada yang perlu dimaafkan. Tidak ada yang perlu disesali.
Tidak ada yang salah."
"Lo" nggak marah?"
Andra menggeleng. "Sama sekali nggak. Gue ngerti perasaan lo. Kesalahan bisa
terjadi pada siapa pun, dan memaafkan justru akan melapangkan dan
membuat segala"y jadi lebih baik."
Cowok ini, dia bukan hanya memiliki wajah menawan, namun juga memiliki
hati yang lembut. Ferina malu kepada diri"y sendiri.
"Faren memiliki semua yang diimpikan cowok mana pun, sementara gue nggak
punya apa2. Gue pikir nggak aneh kalau lo lebih tertarik sama dia?"
"Siapa bilang?" sambung Andra. "Bukti"y sampai sekarang, nggak ada satu
cewek pun di dunia ini yang berhasil menyingkirkan elo dari hati gue. Semua
Simple Past Present Love Karya Thia Kyu Ori di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang terjadi ini" tak sedikit pun mengubah persepsi gue terhadap lo. Because,
I believe my heart, and I trust my heart to you"!"
Kata2 itu terdengar sangat indah. Alangkah bodoh"y Ferina selama ini.
"Trus" bagaimana dengan Faren" Bukankah dia menyukai lo, apakah dia
menyatakan"y?" Andra terdiam. Inilah rahasia sebenar"y.
Andra menimbang sejenak sebelum akhir"y berkata. "Ya, dia bilang ke gue. Tapi
dia sudah tahu jawaban gue. Dia cuma kepingin gue mengetahui perasaan"y,
begitu kata"y."
"Benarkah hanya itu" Terus foto2 ini?" desak Ferina.
Andra terdiam. "Baiklah." Dia tampak kesulitan menemukan kata2 yang tepat.
Bayangan itu kembali berkelabat, seolah-olah diputar ulang dalam bayangan
samar2. *** Sore itu Faren mengajak Andra ketemuan. Kata"y ada yang ingin dibicarakan"y.
Andra langsung yakin ini ada hubungan"y dengan latihan mereka. Tapi tak
sedikit pun Faren mengungkit soal latihan, melainkan malah membicarakan hal
lain. "Ndra, aku tahu aku nggak akan pernah memiliki kamu, aku sadar kamu nggak
akan pernah sayang sama aku. Dan aku juga nggak pernah berharap sejauh
itu?" wajah Faren memerah.
"Lalu?" Tanya Andra tertahan.
"Aku cuma ingin tahu apa" apakah kamu mau jadi" pacarku. Sampai semua
ini selesai. Begitu kami berulang tahun, dan kejutan ini berhasil, kamu adalah
milik Ferina sepenuh"y, dan aku nggak akan pernah mengganggumu lagi."
Faren terus menunduk. Andra nggak tahu harus bilang apa.
"Sori, Ren. Gue nggak bisa. Gue takut perasaan lo jadi semakin dalam, dan
ketika itu terjadi" elo bakal terluka. Gue nggak bisa. Maaf."
Faren merasa sangat kecewa. "Cuma untuk sesaat, sesaat kebahagiaan
untukku. Itu saja kok. Ini pertama kali"y aku merasakan cinta, dan mungkin"
mungkin aku nggak akan pernah jatuh cinta lagi." Faren mengangkat wajah"y.
"Hanya beberapa minggu, setelah itu kamu adalah milik Ferina."
Jantung Andra berdebar melihat tatapan Faren. Perasaan"y sangat aneh.
Kenapa Faren berkata seakan dia"
"Kita nggak akan pernah tahu kapan kita bakal jatuh cinta." Andra berusaha
mengusir perasaan itu. "Jadi, nggak bijaksana kalau lo ngomong kayak begitu.
Suatu hari nanti, cinta sejati itu akan datang."
Faren tersenyum. "Aku juga nggak tahu kenapa aku bisa merasa seperti itu. Aku berlebihan, ya?"
Tanya Faren. "Entahlah?" "Jadi kamu bersedia, kan" Sebentaaar saja. Sesaat kebahagiaan yang ingin
kucicipi. Rasa"y aku pasti menyesal kalau nggak pernah pacaran dengan orang
yang aku suka." Astaga, kok dia ngomong begitu sih"
"Lo jangan pernah ngomong begitu, hidup lo masih panjang. Lo akan
menemukan berbagai macam cinta yang berbeda."
"Memang"y hidup bisa sepanjang apa" Bagiku satu cinta saja sudah cukup.
Nggak perlu dua, tiga, apalagi lebih. Satu cukup."
"Ren, jangan ngomong yang aneh2 ah!"
"Jadi gimana keputusan kamu?" desak Faren. "Aku bisa mati penasaran?"
"Ya udah! Oke deh, mulai saat ini gue jadi" pacar lo."
"Benarkah?" mata Faren berbinar bahagia.
"Benar. Asal lo janji, Ferina nggak akan pernah mengetahui ini, sampai kapan
pun." "Baiklah, sampai kapan pun. Janji."
Dan betapa terkejut"y Andra ketika seminggu kemudian Faren mengalami
kecelakaan dan pergi untuk selama"y, bahkan sebelum dia sempat membuka
mata, melihat dunia untuk terakhir kali"y..
BAB 32 "Hei, kok lama banget mikir"y?"
"Eh, maaf. Gue lagi berusaha mengingat. Entahlah, mungkin semua"y tertulis di
diary itu." "Begitukah" "Gue rasa sebaik"y lo mengetahui"y dari sudut pandang Faren, bukan gue."
Mereka kembali terdiam. Ferina menunduk dan mengamati jari"y. Apa yang
dirasakan"y saat ini" Kini dia mengetahui yang sebenar"y, dan dia menyadari
kesalahan"y. Apa yang bisa dilakukan"y" Bisakah dia memperbaiki semua ini"
Kalau saja waktu bisa diputar balik"
Ferina mengangkat wajah, menatap Andra sesaat. "Bagaimana dengan?""
Ferina mengangkat tangan menyentuh jantung"y sendiri.
Andra tersenyum sekilas, mengerti apa yang dimaksud cewek itu. Diraih"y
tangan Ferina dan ditempelkan"y telapak tangan cewek itu di dada"y. "Nggak
pa2. Dia masih ingin terus berdetak demi orang yang dicintai"y?"
Darah Ferina berdesir pelan dari ujung kaki sampai kepala. Benarkah yang
dikatakan Andra" Ferina menatap wajah"y yang tulus. Ah, tatapan itu" tatapan
yang teramat dirindukan"y" senyum itu, senyum yang menghangatkan"y.
Andra masih menyimpan cinta untuk"y"
Ferina bisa merasakan degup jantung Andra yang berirama, jantung"y sendiri
ikut berdetak senada, seakan mengikuti detak yang bagaikan resonasi yang
beriringan dengan indah"y. Sekonyong-konyong terdengar deru mesin sepeda
motor. Andra tersentak, dilepaskan tangan Ferina.
"Lo nggak pa2?" Tanya Ferina saat melihat wajah Andra yang pucat. "Belum
boleh kaget, ya" Tenanglah, nggak ada apa2 kok." Ferina berkata sambil
mengusap-usap bahu Andra.
Tak lama kemudian Ferina mendengar derum halus mobil yang sangat
dikenal"y. Mama dan Manda sudah pulang.
"Semua berjalan lancar?" Tanya Wulan santai begitu memasuki ruang tamu.
Dia tersenyum penuh arti, lalu melenggang ke dapur. Ferina dan Andra jadi
salah tingkah dibuat"y.
"Kayak"y gue harus balik." Ujar Andra seraya melihat jam tangan"y.
Ferina sedikit kecewa, namun mengangguk pelan dan memanggil Mama.
Wulan menyusul ke ruang tamu dan menyambut uluran tangan Andra.
"Makasih ya, Tante."
"Nggak masalah." Kata Wulan. Dia tersenyum hangat.
Andra keluar diikuti Ferina yang nggak ingin beranjak dari sisi"y, seakan belum
rela untuk berpisah dengan"y.
"Mau nganter gue sampai ke depan kamar nih?" gurau Andra. Suara"y
terdengar tak bertenaga. Semua ini pasti sangat melelahkan dan menguras
emosi;y. "Boleh, kalau bisa." Sahut Ferina. Ia menikmati sensasi yang sudah lama tak
dirasakan"y jika berada di dekat Andra, merasa hangat dan nyaman.
Tiba2 Andra mencengkeram lengan Ferina erat2. Tubuh"y terhuyung
kehilangan keseimbangan. Refleks Ferina segera menopang tubuh Andra yang
semakin lemas. "Ndra! Andra! Lo kenapa"!" Ferina pankc. Wulan yang mendengar teriakan
Ferina segera menyusul keluar.
"Ada apa"!" Wulan nggak kalah panik. Diraba"y leher Andra. "Dia demam,
bawa ke dalam saja."
Dengan dipapah Ferina dan mama"y, Andra mencoba menggerakkan kaki"y
dengan susah payah. "Hhhh?" Wulan dan Ferina menghela napas sambil menyeka keringat di dahi.
Mereka berhasil membawa Andra ke tempat tidur Ferina, kamar terdekat yang
bisa mereka capai. "Berat banget?" kata Ferina.
Wulan memeriksa kotak obat, mengambil penurun demam dan segelas air.
"Bantu dia meminum obat ini, Mama akan menyiapkan kompres."
Ferina menurut dan mengulurkan obat penurun panas itu ke bibir Andra.
"Ndra, minum ini dulu ya." Bisik"y. Andra hanya mengerang pelan dan tidak
bereaksi. "Ndra?" Ferina menopang kepala Andra dan memasukkan tablet itu
ke mulut"y. "Minum ya." Kata"y sambil mendekatkan gelas ke bibir Andra yang
pucat. Setengah sadar cowok itu menyesap air dan menelan obat"y dengan
mata nyaris terpejam. Setelah itu dengan hati2 Ferina meletakkan kepala
Andra. Diselimuti"y tubuh cowok yang tidak berdaya itu.
Ferina duduk di samping tempat tidur dan memandangi Andra, hati"y hancur
dan mengharu biru. Ditatap"y wajah yang pulas itu dengan penuh kerinduan.
Ferina tersadar selama ini perasaan itu selalu ada, hanya saja tertutup kabut
kebencian yang seolah membekukan hati"y. Sekarang kabut itu telah pergi, dan
perasaan itu kembali menyinari hati"y. Cinta pertama itu bersemi kembali"
"Kalau nggak ada perubahan, besok kita harus membawa"y ke dokter." Wulan
mulai mengompres kening Andra. "Kasihan. Kondisi"y lemah begini, tapi dia
nekat jauh2 kemari dan melakukan hal2 yang menguras tenaga"y."
Ferina terdiam cukup lama mendengar ucapan mama"y barusan. "Mama pasti
sudah tahu cerita"y, ya?" tebak"y.
Wulan menatap Ferina dan mengangguk pelan. "Dia menceritakan semua yang
terjadi, dan semua kegelisahan"y."
"Ferina merasa bersalah?"
"Tak ada yang perlu disesali, yang penting kita sudah tahu kebenaran"y, kita
hanya perlu memetik hikmah"y saja." Ujar Wulan bijaksana.
"Ma, bolehkan Ferina tetap di sini menjaga Andra" Bagiamanapun Ferina
merasa bersalah, dan merasa bertanggung jawab atas semua ini."
Wulan terdiam sejenak sebelum akhir"y berkata, "Baiklah, kamu rawat dia
baik2, ya." "Makasih, Ma." Sahut Ferina lega.
*** Siapa dia" seperti"y mereka sudah lama saling mengenal. Cara"y memandang"
lalu dia menggenggam tangan itu, meletakkan"y di dada"y" Siapa dia?"
Tama berbaring resah. Dia bahkan belum sempat berganti pakaian. Dia masih
belum ingin memercayai yang dilihat"y tadi. Dia menyaksikan kejadian itu
dengan jelas dari balik pagar, lewat pintu yang tebuka lebar. Tama mengawasi
mereka cukup lama. Pembicaraan itu seperti"y sangat pribadi" seolah-olah ada
rantai emosi yang" Ah, apa yang dipikirkan"y" Tama mencoba menepis pikiran buruk itu dengan
mengacak-acak rambut"y sendiri.
Malam itu dia bermaksud menemui Ferina untuk membicarakan masalah yang
belakangan mengusik hubungan mereka. Tapi yang disaksikan"y tadi" apa
arti"y" Dengan perasaan tak menentu Tama memacu motor"y diikuti derum
yang menggelegar memekakkan telinga.
Cowok itukah yang mengusik pikiran Ferina akhir2 ini" Tama semakin resah
dan merasa tidak nyaman. Diakah yang membuat Ferina berubah" Jangan"
jangan sampai Ferina berpaling dari"y"
Siapa cowok itu?" Tama mencoba menghubungi ponsel Ferina. Tak ada jawaban. Berulang kali dia
mencoba, tapi ponsel cewek itu tidak aktif.
Gue nggak bisa tanpa lo, Fer" gue belum pernah sesayang ini sama cewek"
gue nggak mungkin sanggup kehilangan lo" siapa pun cowok itu, jangan
sampai merusah hubungan kita, Fer"
Tama benar2 cemas, walaupun belum sepenuh"y yakin dengan apa yang
dilihat"y. Dia terus mengulang-ulang ucapan"y sampai akhir"y benar2 terlelap.
BAB 33 Ferina tersentak oleh getaran ponsel"y. Dia mengamati layar"y dan terdiam.
Hati"y langsung resah, tersadar masih ada masalah yang harus diselesaikan"y
dengan cowok ini. Dia sama sekali telah lupa. Andra membuat"y lupa segala"y,
menyedot segenap pikiran dan perhatian Ferina, sehingga dia tak sempat
memikirkan hal lain selain diri"y dan Andra.
Ferina memperhatikan ponsel"y yang masih berkedip-kedip. Tama terus
mencoba menghubungi"y. Tapi Ferina masih enggan menjawab, dia ingin
menenangkan pikiran"y yang baru saja terbebas dari beban masa lalu. Akhir"y
ditekan"y tombol OFF. Setidak"y malam ini HP"y tidak akan mengganggu"y.
"Maaf." Bisik Ferina pelan.
Ia meraba leher Andra. Demam"y mulai turun. Dia terus menatap cowok itu.
Sesekali Andra mengerang tidak jelas kemudian kembali tenang. Semua ini"
ah, kenapa begini jadi"y" pikir Ferina.
Perhatian"y teralih pada diary di meja belajar"y. Ferina bangkit berdiri,
mengambil"y, lalu kembali duduk di samping Andra. Hati2 dia melepaskan
staples hingga halaman2 itu terbuka. Dengan lebih tenang dia mencoba
membaca beberapa di antara"y.
Sabtu, 16 April 2011 Hari ini di sekolah sangat menyenangkan. Walaupun setelah ku ingat2 lagi, tak
ada hal istimewa. Tapi bukankah besok hari Minggu" Ah ya, aku ingat besok
hari Minggu, dan aku senang. Tapi tepat"y bukan hari Minggu yang membuatku
gembira. Melainkan karena hari itu berarti aku les musik! Jari2ku sudah gatal
ingin memainkan musik dan sebaik"y besok aku berlatih dulu sebelum
berangkat les. Aku ingin menunjukkan pada"y permainan musikku, meskipun
mungkin belum terlalu bagus.
Oh tidak! Apa sih yang aku pikirkan" Entahlah" Sejak tiga hari yang lalu aku
selalu memikirkan"y. Aku bahkan sangat suka mendengar segala sesuatu
tentang"y dari Ferina. Aku jadi mengetahui kebiasaan"y, kesenangan"y, dan
jantungku berdebar setiap kali mendengar semua hal tentang dia!
Belum pernah perasaanku begini melambung. Aku hanya ingin menghabiskan
lebih banyak waktu bersama"y. Aku terkesan saat pertama kali berkenalan
dengan"y, dan kembali terkesan saat mendengar permainan musik"y. Dia
sungguh memesona! Ferina menarik napas dalam2. Love at first sight. Itulah yang dialami Faren.
Ferina merenung. Tentu saja dia nggak pernah menduga hal ini dapat terjadi.
Salahkah Faren" Entahlah, tapi siapakah yang bisa mengendalikan perasaan
cinta" Ferina melanjutkan membaca. Sesekali dia mengganti kompres Andra
dan meraba suhu"y. Seperti"y sudah mulai membaik.
Minggu, 17 April 2011 Tadi aku memainkan lagu bersama"y. Aku yakin nggak salah lihat, dia sangat
memesona saat bermain. Wajah"y tenang dan dia menjiwai musik yang
dimainkan"y. Permainan"y benar2 sempurna. Rasa penasaranku kembali
muncul. Untuk apa dia di sini"
Akhir"y aku menyela permainan"y dengan pertanyaan itu. Dia berhenti
bermain, berpikir sejenak, lalu mengatakan"y.
Dia ingin membuat pertunjukkan musik sederhana. Aku mengerutkan dahi
tidak mengerti. Lalu dengan wajah sedikit malu dia mengatakan sebenar"y dia
menyukai Ferina. Dia ingin membuat kejutan itu untuk merayakan ulang tahun
Ferina sekaligus mengungkapkan perasaan"y. Semangatku lenyap seketika.
Ferina pasti akan bahagia hari itu, bukankah ini yang di tunggu2"y selama ini"
Dia belum tahu apa persis"y yang akan dilakukan"y. Tapi kata"y dia akan sangat
membutuhkan bantuanku untuk membujuk teman2ku agar terlibat dalam
rencana ini. Sekali lagi Ferina menyesali diri"y yang telah gegabah. Dia telah melewatkan
hal2 penting yang justru berlawanan dengan kesimpulan awal yang telah
ditarik"y. Dia merasa malu, bodoh, dan kekanak-kanakan. Tiba2 dia teringat
sesuatu. Ada satu hal yang belum disampaikan Andra pada"y, seperti hal yang
cukup pribadi. Ferina pun membalik-balik halaman diary itu sampai
menemukan apa yang dicari"y.
Rabu, 4 Mei 2011 Tak terasa tiga minggu telah berlalu sejak Andra di les musikku. Kami telah
membentuk kelompok yang terdiri atas lima belas orang untuk memainkan
aransemen yang diinginkan Andra. Aku menikmati kebersamaan dengan"y,
walaupun tahu dia berada di sana semata untuk Ferina. Tapi, entah mengapa
hal itu tidak membuat perasaanku surut. Ferina benar, cinta itu rumit. Aku
bahkan tidak bisa memahami"y, bahkan di saat aku sendiri merasakan"y.
Waktuku untuk bisa bersama"y terasa semakin singkat. Sebulan lagi ulangan
kenaikan kelas, dan Andra telah memutuskan untuk sementara kami berhenti
latihan dulu. Lagi pula, permainan kami sudah sangat bagus dan tinggal
disempurnakan sedikit lagi. Sementara itu, dia akan menyiapkan kejutan lain
sendiri. Ah, lemas aku membayangkan"y. Dua mingu setelah kenaikan kelas
kami akan berulang tahun, dan setelah itu aku harus melepaskan"y.
Entah apa yang kupikirkan saat aku memberanikan diri meminta"y
menemaniku ke kafe. Mungkin ini sangat konyol, tapi aku akhir"y menyatakan
perasaanku pada"y. Yah, hanya sekadar supaya dia tahu saja.
Kamis, 5 Mei 2011 Akhir2 ini perasaanku aneh. Entahlah, aku merasa seakan" seakan takkan
pernah bertemu lagi dengan orang2 yang kusayangi. Aku tidak tahu apakah itu
hanya perasaan atau terbawa mimpi buruk. Aku merindukan Mama, Daddy,
Simple Past Present Love Karya Thia Kyu Ori di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ferina, dan Andra, meskipun mereka ada di dekatku. Perasaan macam apakah
itu" Aku pun jadi ingin bangun lebih awal dan memandangi langit pagi serta alam
sekiarku. Aku ingin tidur lebih larut dan kembali memandangi langit
berbintang, berayun seakan langit semakin dekat denganku.
Hari ini aku meminta Andra menemuiku. Rasa"y pikiranku aneh dan aku
meminta"y jadi pacarku. Aneh, aku sendiri nggak bisa memercayai bahwa aku
mengatakan"y. Yang kutahu, perasaan itulah yang mendorongku melakukan"y.
Detak2 jantungku seakan selalu berkata: sebelum terlambat" sebelum
terlambat" sebelum etrlambat.
Sebelum terlambat apa" Entahlah" yang jelas aku akhir"y menyatakan
perasaanku. Andra menolak dengan berbagai alasan dan argumen. Tapi yang
kutahu, pokok"y Andra harus mau dan akhir"y aku pun berhasil meyakinkan"y,
bahwa itu hanya untuk sementara. Setelah kami berulang tahun, dia akan
bersama Ferina dan aku tidak akan mengganggu"y lagi"
Ferina menutup diary. Sekujur tubuh"y merinding. Jadi, mereka memang
sempat menjalin hubungan, tapi tidak seperti dugaan Ferina. Itu adalah
permintaan Faren sebelum dia pergi"
Air mata kembali membasahi wajah Ferina. Air mata penyesalan. Dia sudah
salah paham. Ini bukan seperti yang dibayangkan"y" Faren bahkan nggak
sempat berumur tujuh belas"
Tiba2 tangan"y digenggam seseorang. Ferina tersentak dan menoleh tanpa
sempat menghapus air mata"y. Andra sudah bangun.
"Hei, kok bangun" Ayo tidur lagi?" bisik Ferina seraya memaksakan senyuman.
"Gue di mana?" kata Andra mengerjap dan menatap sekeliling"y. "Sekarang
jam berapa" Lo" kenapa nangis?"
"Nggak pa2." Ferina mengusap air mata"y. "Lo sekarang ada di kamar gue. Dan
sekarang udah jam satu."
"Hah"! Jam satu?" Andra mencoba bangkit, namun langsung ditahan Ferina
dengan kedua tangan"y.
"Eh, lo istirahat dulu aja. Ini jam satu pagi, Ndra."
"Tapi lo kok nggak tidur?"
"Udah" nggak pa2, tenang aja, gue jagain lo di sini."
"Gue udah nggak pa2, Fer. Udah lumayan. Mendingan lo tidur, besok masuk
pagi, kan?" Ferina berpikir sejenak. Sebenar"y kalau boleh memilih, dia ingin menemani
Andra sampai pagi. "Fer" gue jadi nggak bisa tidur tenang kalau lo sendiri nggak istirahat.
Please?" "Ya udah, tidur yang nyenyak ya." Ujar Feina sera menyelimuti Andra. Lalu dia
bangkit berdiri dan berjalan ke pintu.
"Fer?" Ferina menghentikan langkah dan berbalik. "Hm?"
"Tidur nyenyak, ya."
"Kamu juga, ya." Sahut Ferina seraya mematikan lampu.
"Fer?" "Apa lagi?" Ferina kembali berbalik.
"Gue sayang lo."
"Me too?" balas Ferina tanpa berpikir panjang. "Gue matiin lampu, ya?"
"Oke." Sahut Andra. "Makasih, ya?"
*** Ferina berbaring di samping mama"y dengan mata nyalang. Pikiran"y tak henti
menyuarakan kegalauan hati"y. Apakah dia masih bisa memilih" Andra masih
menyayangi"y dan dia telah mengalami banyak kesulitan serta berkorban
begitu banyak. Dan sekarang dia datang membawa cinta yang sejak dulu
sangat di nanti2kan Ferina.
Tapi bagaimana dengan Tama" Tama tidak tahu-menahu tentang Andra dan
Andra bahkan juga nggak tahu dia sudah jadian dengan Tama.
Ah, teringat Tama, perasaan Ferina tidak menentu. Apa yang harus
dilakukan"y" Haruskah dia memanfaatkan pertengkaran mereka untuk
menjauhi Tama dan kembali kepada Andra"
Bodoh. Tentu saja dia tidak sekeji itu. Tidak. Itu bukan diri"y. Tapi apa yang
harus dilakukan"y sekarang"
BAB 34 Pagi itu Ferina terlambat tiba di sekolah.
Setengah berlari Ferina menuju kelas"y dan heran sendiri melihat siswa2 masih
berkeliaran di koridor dan taman. Dia mendapati Haikal dan Tiara yang berdiri
di depan pintu kelas. "Hai, nggak ada pelajaran, ya?" Tanya Ferina terengah-engah.
"Lagi ada rapat." Sahut Tiara. "Biasa, membahas ulangan kenaikan kelas.
Hhhh" kayak"y gue belum siap deh!"
"Oh, gitu ya." Kata Ferina sambil ikut bergabung. "Baguslah."
"Hei, taruh tas dulu gih." Celetuk Haikal.
"Bilang aja mau berduaan?" kata"y seraya ngeloyor masuk kelas.
Sesampai di kelas, langkah Ferina melmbat ketika menyadari seseorang telah
menduduki bangku"y. "Hai." Sapa Ferina dingin.
Cowok itu mendongak dan wajah"y seketika menjadi cerah melihat kedatangan
Ferina. Dia tersenyum lebar. "Hai juga, Honey!"
"Ngapain lo cengar-cengir nggak jelas begitu?" kata"y dengan tampang malas.
"Cengar-cengir nggak jelas gimana" Ke taman yuk!" ajak Tama seraya menarik
tangan Ferina. Dalam hati Ferina bertanya-tanya apa yang membuat cowok itu tiba2 jadi
aneh. "Lo kenapa sih"!" Ferina nggak tahan menyimpan rasa penasaran"y.
"Kenapa apa"y" Gue baik2 aja kok!"
"Oh, ya" Kayak"y nggak biasa banget deh pagi2 elo udah nyatroin kelas gue.
Dan tampang lo itu kelewat bahagia! Nggak biasa dan aneh!"
"Memang"y salah ya gue merasa bahagia karena bisa bareng cewek yang paling
gue sayang di seluruh dunia?" ujar Tama. "Mana pagi"y juga cerah begini?"
"Gue bilang aneh ya aneh!" Ferina tetap ngotot.
"Terserah lo mo bilang apa deh, Honey!" kata Tama lagi. Ditarik"y Ferina ke
bangku taman yang mengelilingi pohon.
"Kejutan!" kata Tama sambil memamerkan sebatang cokelat besar di hadapan
Ferina. Ferina sangat heran dengan sikap Tama yang berubah drastis.
Bukankah kemarin mereka baru saja bertengkar. Sekarang tiba2 sikap Tama
kelewat ceria. "Hei, Darling, kok bengong?" tegur Tama.
"Lo kenapa sih"!" kata Ferina, raut wajah"y sebal.
"Eh, eh, kok gitu sih" Lo kok marah, jangan begitu sayang." Tama malah
menanggapi dengan manis. "Tama!!!" "Oke2." Ujar Tama sambil mengangkat kedua tangan"y. "Pissss." Kata"y. Lagi2
dengan senyum kelewat lebar.
Gue lebih senang liat lo sebel begini daripada lo diam kayak musuhin gue. Apa
pun akan gue lakukan asal gue nggak kehilangan elo"
Feribna diam saja dengan tampang cemberut.
"Emang gue salah apa sih?" Tanya Tama. "Salah ya gue ngasih cokelat" Tapi
kayak"y nggak deh! Malah pas banget gue ngasih cokelat di saat2 begini. Soal"y
gue sering baca, cokelat mengandung phenethylamine yang bisa memperbaiki
suasana hati. Nah, bagus banget, kan?" cerocos"y cepat kayak kereta api.
Ferina masih bertahan dalam diam. Lebih baik dia nunggu sampai cowok ini
capek sendiri dengan kekonyolan"y.
Menyadari cokelat"y tidak mendapat sambutan, akhir"y Tama membuka sendiri
cokelat itu lalu menawarkan sepotong kepada Ferina. "Sayang, ayo senyum
dong?" bujuk"y seraya menatap Ferina lembut. Tama tersenyum.
Benteng Ferina pun roboh, dan ia pun tersenyum manis yang sudah sangat
dirindukan Tama. Ferina nggak habis pikir, cowok ini selalu punya cara nggak
terduga untuk menghibur dan meluluhkan hati"y.
"Kemarin lo nggak ngajak gue ke kantin, tapi malah milih bareng Tiffany. Gue
liat kalian dan gue jengkel." Kata Ferina tanpa memperlihatkan raut marah
ataupun sakit hati. Tama mendesah. "Fer" semua itu bukan mau gue. Gue udah berusaha
menolak, tapi Tiffany ngotot."
"Bagaimanapun yang harus lo cari itu gue!"
"Gue tahu, tahu banget. Tapi lo sendiri tahu Tiffany kayak apa!" Tama
berusaha meyakinkan. "Lo masih ingat gue pernah bilang begini: "Sekalipun
ada seribu Tiffany menggoda gue setiap hari, perasaan gue ke elo tetap nggak
bakal berubah, perhatian gue buat lo nggak akan berkurang, yang gue butuhin
hanya kepercayaan dari lo" ingat, nggak?"
"Kayak"y iya." Ujar Ferina. "Trus kenapa?"
"Lo percaya gue?"
"Mungkin." "Kenapa mungkin?" Tama protes. "Fer, sekarang lo liat gue. Liat, gue bohong
apa nggak." Ferina terus menunduk. "Yang jelas gue nggak suka elo kayak begitu."
"Fer" gue sayang banget sama lo. Kalau itu mengganggu pikiran elo, baiklah.
Mulai saat ini gue akan menjauhi Tiffany, dan gue nggak akan dekat sama
cewek mana pun. Janji?" kata Tama sambil mengacungkan kedua jari"y. "Tapi,
asal lo juga janji nggak bakal ninggaalin gue dengan alasan apa pun, sampai
kapan pun. Janji" Lo bisa janji, kan?" desak Tama.
Ferina terkesiap mendengar kalimat terakhir cowok itu. Dia nggak sanggup
berjanji. "Gue bukan Tiffany yang senang menopoli atau mengekang pergaulan lo
dengan teman2 lo itu." Kata Ferina. "Lo nggak perlu berjanji kayak begitu. Gue
cuma nggak suka lo lebih memilih bersama orang lain, siapa pun itu, dan
ninggalin gue sendiri."
"Apa pun mau lo, Fer, gue nggak keberatan. Tapi lo harus janji nggak akan
pernah ninggalin gue dengan alasan apa pun sampai kapan pun."
Astaga, pertanyaan itu lagi.
"Fer! Ferina!!!" sebuah suara mengalihkan perhatian mereka.
Mereka menoleh dan melihat Tiara berlari-lari menuju mereka.
"Ada apa, Ra?" Ferina bergegas bertanya.
"Gawat" gawat" gawaaatttt!"
"Apa yang gawat?"
"Pak Efendy marah besar karena kita nggak pada di kelas ngerjain tugas!"
"Trus?" "Dia ngasih tambahan 75 soal esai dan harus selesai hari ini juga! Pokok"y
paling telat jam 00.00 harus sudah terkumpul semua!"
"Trus?" "Ya ampun, Fer" ayo, kita mulai sekarang! Total soal"y ada seratus lima dan
susah"y minta ampun!" Tiara menarik tangan Ferina. "Hai, Kak! Ferina"y di
pinjam dulu ya"!" lanjut Tiara.
"Eh, tuggu!" kata Tama seraya menahan tangan Ferina yang bebas. "Lo janji,
Fer?" Ya Tuhan" masih sempat2"y si Tama ngotot begitu"
"Astaga, gue lupa lo tadi nanya apa" gue balik dulu, ya!" kata Ferina seraya
melepas tangan"y dan menyusul Tiara.
Ah, kentara sekali Ferina nggak mau berjanji"
*** Pukul 18.10 Serentak semua siswa 2 IPA 4 menggeliat sambil mengerang kecapekan. Soal
matematika yang nyaris bikin sinting itu selesai sudah.
"Ya ampun, ini sih penyiksaan!" erang Tiara histeris.
Ferina mengikuti siswa2 lain ke luar kelas. Langit sudah mulai biru gelap.
"Fer!" Ferina sangat mengenali suara itu. Tama sudah menarik Ferina keluar dari
rombongan teman sekelas"y.
"Belum pulang?" Tanya Ferina nggak percaya.
"Gue nungguin lo dari tadi." Wajah Tama tampak lelah, namun dia tetap
tersenyum cerah. "Nih, gue beliin buat lo." Kata"y sambil menyodorkan
bungkusan kertas kepada Ferina.
"Apa ini?" Ferina membuka bungkusan itu.
"Roti bakar. Masih hangat, kan" Makan gih, lo pasti lapar banget." Tama
merangkul pundak Ferina. Tanpa banyak bicara Ferina segera saja menyikat habis roti bakar itu. Rasa"y
dia kepingin menangis. Cowok ini baik banget, dan begitu menyayangi"y.
Bagaimana mungkin dia tega melukai hati yang tulus mencinta"y ini"
Mereka berdiri di samping motor Tama.
"Oh ya, nih minum"y." kata Tama sambil menyodorkan sebotol susu cokelat
kepada Ferina. "Biar tambah kuat, dan nggak lemas lagi." Ujar Tama.
Ferina hanya bisa menatap Tama. Cowok itu tersenyum, tapi mata"y jelas
nggak bisa berbohong. Ferina menemukan sebersit kesedihan di sana.
Apa yang kulakukan" Batin Ferina.
Tangis Ferina pun pecah saat itu juga.
"Maafin gue!" bisik Ferina. Di peluk"y Tama. Dia terisak.
"Hei, kok sampai terharu biru begitu sih?" kata Tama seraya membelai rambut
Ferina. Ferina melepaskan pelukan"y dan mendapati cowok itu memandang"y.
"Konyol. Nggak perlu nangis, tahu." Kata Tama sambil menghapus air mata
Ferina. "Ma" af?" isak Ferina.
"Nggak pa2, cepat minum susu"y, kasihan badan lo, pasti capek banget." Kata
Tama. Ferina hanya menunduk dan menghabiskan susu"y.
"Nah, pintar. Pulang yuk." Kata Tama. Dia menghidupkan motor"y, siap
mengantar Ferina pulang. Ferina masih terpana memandang Tama. Kenapa cowok itu membohongi diri"y
sendiri" Ferina sangat yakin bahwa dia melihat mata itu sempat berkaca-kaca.
"Halooo?" Tama membuyarkan lamunan Ferina.
"Eh, iya." Sahut Ferina sambil naik ke boncengan.
"Fer?" panggil Tama.
"Ya?" "Kalau lo ngantuk tidur aja, gue nggak bakal ngebut kok."
Perasaan Ferina semakin luluh. Tama bahkan memperhatikan"y sampai ke hal2
kecil seperti itu. "Makasih ya." Kata Ferina. Mungkin begitu lebih baik, jadi dia nggak perlu
bicara apa2 dan masalah hari ini nggak perlu diungkit lagi.
BAB 35 Akhir"y Ferina sampai di rumah, setelah sepanjang jalan dia tertidur lelap di
punggung Tama. "Thanks ya." Bisik Ferina sambil tersenyum. "Walaupun hari ini aneh banget,
tapi lo udah bikin gue bener2 senang."
Tama menatap Ferina dengan separuh perasaan, lalu berkata. "Apa pun akan
gue lakukan supaya lo senang. Gue nggak tahu apa yang bakal terjadi sama gue
seandai"y gue kehilangan lo. Jadi, jangan pernah tinggalin gue ya?"
Ferina tertegun. Kenapa Tama seolah-olah tahu ada seseorang yang hadir di
antara mereka" Dan seperti"y Tama juga tahu diri"y memiliki peluang yang
sama besar"y dengan seseorang itu, dan Tama sangat takut akan hal itu. Ya,
Ferina melihat sendiri ketakutan di mata Tama.
"Gue juga nggak tahu apa yang bakal terjadi sama diri gue seandai"y gue
kehilangan lo." Kata Ferina. Atau dia, tambah"y dalam hati.
Tama mengacak-acak rambut Ferina, kemudian memeluk"y sesaat. "Gue
benar2 sayang banget sama lo." Kata"y.
Ferina tersenyum mendengar"y, tapi pikiran"y nggak keruan. Ditatap"y
kepergian Tama sampai sosok"y menghilang, kemudian baru berbalik masuk.
Perasaan"y terasa sangat berat.
"Kok telat?" Tanya Wulan was2.
"Bikin tugas." Sahut Ferina seraya masuk ke kamar dan meletekkan tas"y.
"Mmm" Andra gimana, Ma?" Tanya Ferina ragu.
"Sudah baikan. Tapi seperti"y kondisi"y masih belum benar2 pulih. Sebelum
Mama berangkat tadi dia sudah kembali ke penginapan." Jelas Wulan.
"Oh?" ujar Feina seraya masuk ke kamar mandi.
Ferina berendam selama mungkin di bathtub. Dia memejamkan mata sambil
menarik napas dalam2. Andra-Tama-Andra-Tama-SIAPA"!
Mengapa dua pilihan ini sanggup membuat"y seperti ini" Bolehkah dia
membuat pilihan ketiga" Dia benar2 ingin kabur dari semua ini!
**** "Fer, ada Andra di depan. Kata"y mau ngajak keluar."
Ferina terdiam. Seharus"y dia senang mendengar"y. Ah, beberapa jam yang lalu
Simple Past Present Love Karya Thia Kyu Ori di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dia bersama Tama, cowok yang berhasil membuat"y tersenyum hari ini. Lalu
sekarang Andra menunggu dan akan mengajak"y keluar. Cowok itu masih
mengharapkan"y sebagaimana Ferina juga mengharapkan"y.
Tapi soal harapan ini" salah satu pasti ada yang bakal terluka. Dan Ferina
sendiri juga akan terluka. Amat sangat terluka. Lalu, apa yang harus
dilakukan"y" Andra telah kembali dan berharap Ferina menerima"y
sebagaimana yang seharus"y terjadi beberapa bulan yang lalu. Namun di sisi
lain Ferina telah memiliki Tama, cowok yang sangat menyayangi"y dan takkan
melepaskan"y, apa pun alasan"y.
Dan Ferina menyayangi kedua"y" Tapi tetap saja, dia harus melepas salah
satu"y. Dengan pandangan kosong dan pikiran berkecamuk, Ferina membuka lemari
pakaian"y. Dia mengulurkan tangan dan dengan asal mengambil apa saja yang
teraih oleh"y saat itu, lalu mengenakan"y. Kemudian dia berdiri di depan
cermin dan memandangi diri"y, dan saat itulah dia tersadar.
Ferina memandang diri"y yang sedang terpana. Dia mengenakan sweter
pemberian Tama. Sweter itu sangan pas di tubuh"y, sederhana, tapi manis dan
modis. Sebelum keluar kamar, sekali lagi dia memandangi bayangan"y.
Sekonyong-konyong dia merindukan Tama, dan rasa rindu"y membuat hati"y
kebas, seolah tak mampu merasakan apa2 lagi.
Ferina memasuki ruang tamu dan Andra langsung tersenyum cerah melihat"y.
Ah, senyum itu" Ferina tidak memandang lama2 wajah yang tersenyum itu.
Perasaan"y lagi2 kacau, dan dia semakin bimbang dibuat"y.
BAB 36 "Fer, lo baik2 aja?" Tanya Andra bingung. Ferina tidak melihat terlalu antusias,
senyum"y muram, pandangan"y sering kosong. Saat itu mereka duduk di salah
satu kafe di Malioboro dan sedang menikmati makan malam. Tempat itu cukup
menyenangkan, apalagi di malam hari begini. Tapi Andra tahu Ferina sama
sekali tidak menikmati"y.
"Gue nggak pa2 kok." Sahut Ferina sambil tersenyum. Dia menyeruput jus
alpukat"y. "Oh ya, sebentar lagi ulangan kenaikan kelas, kan" Gimana
persiapan lo" Pelajaran lo nggak banya ketinggalan, kan" Sudah berapa hari lo
nggak masuk karena sakit" Pokok"y kalau nilai lo anjlok gara2 ini, gue balas si
Yanda!" cerocos Ferina dengan suara ceria seperti biasa.
Andra tidak langsung menjawab atau menanggapi ucapan Ferina, melainkan
menatap"y lurus2. Dia tahu mata Ferina tampak redup, sama sekali tidak
mengiringi keceriaan yang disuarakan"y. Dia sangat tahu itu karena dia sangat
mengenal Ferina. "Kenapa?" Ferina salah tingkah. Tapi Andra tidak menjawab dan terus
menatap"y. Sekonyong-konyong dada Ferina kembali sesak, emosi"y kacau,
bayangan Andra mengabur, dan dia mulai terisak. "Jangan liatin gue kayak
gitu?" kata"y. Andra menggenggam tangan Ferina, kata"y "Gue tahu pikiran lo nggak di sini."
Suara Andra lembut dan penuh pengertian. "Nggak pa2, tenang aja."
Ferina masih terisak selama beberapa saat sampai akhir"y benar2 tenang.
"Maafin gue, gue nggak tahu kenapa jadi begini?" kata"y sambil menghapus air
mata terakhir"y. Lalu tersenyum.
Andra hanya dapat balas tersenyum masam. Tapi gue tahu banget kenapa lo
nangis" *** Andra menunggu Ferina pulang, dan dia nggak bisa tenang saat menunggu.
Sebentar2 dia melirik jendela dan memandang rumah Ferina, lalu kembali
duduk di kasur atau karpet. Hari ini Ferina pulang terlambat. Seharus"y sejak
tadi siang dia sudah di rumah, batin Andra.
Andra melihat jam dinding. Jam enam sore, tapi Ferina belum pulang juga. Ke
mana cewek itu" Apakah sesuatu terjadi pada"y" Pikiran2 itu terus mengusik
benak Andra. Dia bangkit dan memeriksa penampilan"y dengan perasaan puas. Seharus"y dia
sangat gembira saat ini. Sebentar lagi dia akan mengajak Ferina keluar makan
malam dan dia akan mengungkapkan perasaan"y sekali lagi, meskipun Ferina
sudah mengetahui"y. Tentu saja kali ini dia tidak sekadar mengatakan"y,
melainkan meminta Ferina menjadi pacar"y. Ah, hati"y takkan tenang sebelum
melihat Ferina pulang. Lalu terdengar deruman sepeda motor berhenti di depan penginapan, ataukah
sebenar"y di depan rumah Ferina" Andra mengerutkan kening, lalu bergegas
menuju jendela dan memandang ke bawah.
Deg. Jantung Andra berdebar cepat. Dada"y nyeri. Andra terus memerhatikan
orang itu. Mereka berdiri di samping sepeda motor. Kenapa Ferina nggak
langsung masuk ke rumah" Batin Andra tidak suka. Mereka tampak bercapakcakap. Ah, kalau saja Andra tahu apa yang mereka bicarakan.
Betapa mencelos hati"y saat si cowok mengacak-acak rambut Ferina, kemudian
memeluk"y sesaat. Ferina tersenyum dan hati Andra bagai di tusuk2. Dada"y
nyeri, darah"y berdesir cepat. Lalu cowok itu berlalu, dan Ferina berdiri di sana,
mengamati cowok itu hingga bayangan"y lenyap di ujung jalan.
Andra terpaku di depan jendela. Tatapan"y kosong. Tangan"y dingin. Benarkah
apa yang dilihat"y barusan" Kenapa rasa"y menyakitkan"
Ah, Andra tidak tahu siapa yang mesti disalahkan. Dia tidak tahu bagaimana
semua ini berawal, tapi dia tahu bagaimana semua ini akan berakhir.
Terlambat. Dia sudah terlambat. Seharus"y dia melakukan"y sejak dulu.
Seharus"y dia nggak perlu menunggu ulang tahun Ferina, nggak perlu
memikirkan kejutan itu, nggak perlu berurusan dengan Faren.
Seharus"y sekalian aja dia mati dihajar Yanda!
Andra berbaring di tempat tidur dan menatap langit2 kamar"y dengan tatapan
kosong. Disentuh"y dada"y. Nyeri.
Inikah yang dirasakan Ferina saat menyangka Andra menjalin hubungan
dengan Faren" Tapi kenyataan"y tidak begitu dan Ferina sudah mengetahui
kejadian sebenar"y. Lalu bagaimana dengan diri"y sendiri" Dia sudah melihat
sesuatu yang benar2 nyata dan tidak terbantahkan. Dia nggak bisa mendustai
apa yang telah dilihat"y dengan mata kepala sendiri.
Mungkinkah karena luka hati"y terlalu menyakitkan, Ferina butuh seseorang
mengobati"y" Seseorang untuk membuat"y melupakan diri"y" Benarkah Ferina
telah menemukan orang itu dan bahagia karena"y" Apakah Ferina sungguh2
bahagia" Sekarang Andra ada di sini. Untuk apa dia di sini" Bahagiakah Ferina melihat"y
di sini" Ataukah sebalik"y" Hati gadis itu terusik dan resah"
Tanpa disadari"y, sesuatu yang hangat bergulir dari kedua kelopak mata"y.
Apa2an ini" Andra tidak pernah menangis sebelum"y. Bodoh, kenapa dia harus
menangis" Sudahlah, dia terlambat. Yang penting Ferina bahagia. Itu sudah cukup bagi"y.
Cukup" Tidak, sebenar"y dia hanya bahagia jika Ferina bersama"y. Andra
bangkit. Dirapikan"y penampilan"y dan sekali lagi dia mencuci muka. Setidak"y
malam ini dia akan makan malam bersama Ferina.
BAB 37 Andra mengaduk-aduk jus"y. "Lo senang malam ini, Fer?"
Ferina mendongak dan tersenyum. "Tentu dong! Udah lama kita nggak ketemu
dan sekarang kita di sini lagi makan malam bareng! Rasa"y gue nggak percaya!
Tahu nggak" Ini kayak mimpi indah buat gue!" ujar"y ceria.
Andra tersenyum samar. Mimpi"
Seindah apa pun mimpi, suatu saat lo bakal terbangun juga. Kalau memang
hanya mimpi, gue bukan siapa2 saat lo terbangun.
"Lo kenapa?" Tanya Ferina.
"Nggak kenapa2. Gue juga senang banget." Andra mencoba tersenyum. Hati"y
perih, jantung"y kembali meronta. Dia tahu setelah ini dia tidak akan
merasakan sakit lagi. Hati"y hancur, dan tidak akan bisa merasakan apa2 lagi.
Mereka kembali terdiam, dan wajah Ferina lagi2 murung. Makan malam ini
tidak seperti yang diharapkan Andra.
"Besok gue balik." Andra memecah kesunyian.
Wajah Ferina langsung terangkat. Seperti"y dia ingin menyatakan sesuatu,
hanya saja suara"y tersangkut di leher. Tapi raut wajah"y sudah berkata banyak,
dan air mata kembali membasahi pipi"y.
Andra tahu Ferina masih menyayangi"y, tapi dia sudah terlambat. Tepat"y,
mereka terlambat. "Sudahlah, nggak pa2." Bisik Andra seraya membelai kepala Ferina dengan
sayang. "Jangan buat makan malam kita penuh air mata. Tersenyumlah,
senyuman itu akan menghangatkan kita berdua?"
*** Keesokan pagi"y Ferina terlambat bangun. "Mama sudah berkali-kali bangunin
kamu, tapi kata"y kamu nggak enak badan." Kata Wulan. Diusap"y kepala
Ferina. "Bagaimana kalau sehabis sarapan kita ke Cake Resort?"
"Dengan senang hati!" ujar Ferina.
Setelah makan pagi, Ferina berganti pakaian. Sekonyong-konyong dia teringat
dan hati"y kembali sendu. Andra akan pulang ke Semarang. Apakah suatu hari
nanti mereka akan bertemu lagi" Batin Ferina. Dia berdandan seada"y, lalu
keluar. Tiba2 langkah"y terhenti. Mendengar suara dentingan piano. Ferina berbalik
dan menemukan Andra duduk di depan piano.
"Andra?" Andra menghentikan permainan"y, lalu menoleh. "Bolehkan gue memainkan
satu lagu buat lo" Sebelum gue pergi?"
Jemari Andra mulai bermain dengan lincah. Wishing on a Star"y Rose Royce
mengalun indah dari ujung2 jemari"y, menyusup ke setiap relung hati Ferina.
Ferina hanya mampu menatap jemari yang bagaikan menari-nari itu. Dia hanya
mampu tertunduk, ingin menangis tahu Andra pasti takkan senang melihat"y.
Pelan Ferina menyenandungkan lirik lagu itu.
"Thanks ya, Ndra." Bisik Ferina setelah lagu itu usai. "Ngomong2 gue kan udah
ngizinin lo memainkan sebuah lagu buat gue. Jadi, gue boleh minta sesuatu
dari lo kan?" "Tentu saja." Sahut Andra seraya tersenyum.
BAB 38 "Gimana" Lo suka" Bagus, kan?" Tanya Ferina nggak sabar. Dia mengajak
Andra ke Cake Resort untuk menghabiskan sisa waktu yang sangat singkat itu
sebelum Andra pulang ke Semarang. Ferina tahu hati"y sedih, dan dia juga tahu
hati Andra sedih. Tapi dia nggak tahu perpisahan ini sebaik"y diwarnai
kesedihan ataukah kebahagiaan.
"Bagus" Bagaimana kalau luar biasa" Atau adakah kata2 lebih bagus daripada
itu?" Andra tersenyum tulus. Ferina senang melihat"y.
Mereka mengobrol seputar dunia sekolah dan ulangan sambil menikmati
beberapa cake dan puding dengan cappuccino cream. Untuk sesaat semua
terasa seperti dulu, saat mereka masih bersama dan bahagia.
Pelan Andra melirik jam tangan"y dan wajah"y berubah murung. Ferina tahu
apa arti"y itu. Mereka sama2 terdiam. Jantung mereka berdetak dengan irama
yang sama. Mereka tidak menginginkan perpisahan ini.
"Kalau saja waktu bisa berhenti, gue nggak akan pernah beranjak dan akan
selalu berada di sisi lo." Bisik Andra. Hati Ferina langsung mencelos, tulang2"y
melemah. "Tapi lihat, jarum"y terus berputar." Lanjut Andra, suara"y gemetar.
Ferina kembali ingin menangis. Sejak Anda kembali ke dalam hari2"y, Ferina
jadi sering menangis. Menangis masa lalu yang membuat"y bagai terjebak dan
tak tahu harus melangkah ke mana.
"Oh ya. Gue ada sesuatu buat lo." Andra mengeluarkan kotak kecil dari bahan
beledu biru gelap dan menyerahkan"y kepada Ferina. "Hadiah ulang tahun lo."
Ferina menatap Andra sesaat, lalu membuka kotak itu. Dia nggak sanggup
berkata-kata. Di dalam kotak itu tampak kalung dengan liontin bertuliskan
nama mereka:Ferinandra. Ia mengangkat tangan dan menyentuh leher"y,
meremas liontin kupu2 pemberian Tama dengan lemah. Ah, rasa"y seolah-olah
dia kembali dihadapkan pada dua piliha yang sama berat"y.
"Walaupun keadaan"y sudah berbeda, tetap saja kalung itu harus gue berikan,
karena sejak awal, kalung itu sudah jadi milik lo." Bisik Andra lirih. "Fer, gue
boleh minta sesuatu?"
Ferina mengangguk sambil terus menunduk menahan air mata.
"Bolehkah" untuk saat ini saja, lo pake kalung ini buat gue?" pinta Andra hati2.
Ferina menatap cowok di depan"y. Ah, sorot kesedihan itu" Ferina nggak
sanggup melihat"y terluka begini. Sebab ini membuat diri"y semakin terluka"
Dia mengangguk. Untuk pertama kali dia melepaskan kalung pemberian Tama,
lalu membiarkan Andra memasangkan kalung hadiah"y di leher Ferina.
"Lo selalu cantik." Andra tersenyum. Di tatap"y Ferina lama sekali. "Ah, gue
harus pergi." Lanjut"y, suara"y tercekat. Pasti sulit sekali bagi"y untuk
mengatakan hal menyakitkan semacam itu.
Akhir"y tangis Ferina pecah. Dia mencoba menyeka air mata"y, tapi air mata itu
terus mengalir seolah takkan pernah berhenti.
"Sudahlah?" bisik Andra seraya membelai rambut Ferina. "Sudahlah. Kalaupun
lo nggak akan pernah mengenakan kalung ini, tolong jaga baik2 ya." Kata Andra
"Ferinandra?" sungguh nama yang indah, bukan" Dan jika itu bukan nama,
pasti dia adalah kenangan indah. Jika dia bukan kenangan, pastilah untaian
nada, berarti sesuatu yang sangat indah, merdu, luar biasa. Ya, mungkin saja
begitu." (Mimin baca bagian ini sambil nangis :"(kasian bangt si Andra"y )
"Suau hari nanti" mungkin kita akan bertemu lagi." Akhir"y Ferina berhasil
menemukan suara"y. "Tentu saja, di mana pun Fer
inandra berada, saat dia memanggil. Gue akan
berlari mengejar"y." Andra berkata pedih. Ah, dia tahu dia harus segera pergi.
"Semoga begitu." Bisik Ferina. Sebaik"y dia tidak menangis lagi. Seharus"y
bukan begini Andra mengingat"y, bukan Ferina yang sedang menangis,
melainkan Ferina yang tersenyum manis untuk"y. Akhir"y Ferina berhasil
menghentikan tangis"y.
Andra menatap Ferina. Pipi"y memerah. Mata"y yang biru redup. Bisakah Andra
mengatakan"y" Sanggupkah dia menyampaikan"y" Jika tidak, sampai kapan dia
harus menunggu" Andra menarik napas dalam2, mencoba mengumpulkan
kekuatan. "Fer, gue harus pergi." Kata"y. "Jangan menangis lagi ya. Tersenyumlah,
Ferina?" Bagaimana cara"y tersenyum" Rasa"y Ferina sudah tak ingat lagi.
"Please?" pinta Andra.
Dengan susah payah Ferina mencoba tersenyum.
"Nah, begitu dong." Kata Andra seraya menyeka sisa2 air mata gadis itu.
*** Dia telah pergi. Pergi membawa luka dan meninggalkan sesal. Dia tidak
mendapatkan apa yang dicari"y.
Ferina mengambil segenggam pasir lalu meremas"y. Dalam sekejap, butiran2
pasir berjatuhan dari antara jemari"y. Ferina menatap jauh ke depan. Titik
terakhir matahari sebentar lagi menghilang, meninggalkan sedikit rona jingga
yang akan mengantarkan malam.
Cinta"y telah karam, cinta pertama yang entah sampai kapan akan terus
membayangi"y. Cinta itu telah pergi dan dia harus melupakan"y.
Melupakan"y. Apakah Andra juga akan melupakan"y" Ferina tahu begitu sulit dan sakit"y
melupakan. Tapi bagaimana dengan dilupakan" Ferina tak tahu mana yang
lebih buruk, melupakan ataukah dilupakan, karena kedua"y sama2 buruk.
Ferina memeluk lutut"y dan menyembunyikan wajah"y di sana. Tangan"y
menggenggam kalung pemberian Andra. Langit semakin pekat, dan Ferina
tidak tahu mengapa dia masih di sana. Angin dengan lembut membelai
rambut"y dan membawa kesedihan"y terbang menjauh selapis demi selapis.
Empasan ombak terdengar begitu indah dan menenangkan. Ferina semakin
larut dalam kesendirian"y dan merasa sangat damai.
"Jangan pernah berbuat bodoh seperti ini lagi."
Ferina tersentak, mengangkat kepala lalu tersenyum.
"Nggak, gue nggak pernah berbuat bodoh." Tukas Ferina.
"Memang"y tindakan lo ini nggak bodoh" Datang ke sini sendirian, dari siang
sampai malam, tanpa memberitahu siapa pun dan mematikan HP pula.
Bukan"y itu bodoh dan ceroboh" Bikin cemas saja!"
Ferina tersenyum dan menatap Tama penuh kerinduan. Rasa"y sudah
bertahun-tahun mereka tidak berjumpa.
"Ada apa?" Tanya Tama.
Ferina menggeleng, lalu menunduk menatap pasir.
"Gimana cara lo ke sini sendiri" Lo bener2 nekat, tahu nggak?"
"Entahlah. Yang gue tahu gue melangkah dan sampai di sini."
"Begitu saja" Trus lo nggak mikir gimana pulang"y" Apa lo pikir lo pasti aman
sampai di rumah, heh?"
"Gue emang nggak mikirin itu. Karena gue tahu ada seseorang yang bakal
jemput gue di sini. Itu sebab"y gue merasa aman dan tenang. Dan ternyata gue
nggak salah, kan?" Tama hanya bisa tersenyum, lalu merangkul bahu Ferina. "Lain kali jangan
Simple Past Present Love Karya Thia Kyu Ori di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
begini lagi, ya?" bisik"y.
Sejenak mereka sama2 terdiam. Lalu Tama teringat sesuatu.
"Fer?" "Hmmm?" "Lo mau janji, kan?" kata"y hati2. "Bahwa lo nggak bakal pernah ninggalin gue
dengan alasan apa pun, sampai kapan pun?"
"Trus Tiffany bagaimana?" Ferina ganti bertanya.
"Gue udah tegasin ke dia sekali lagi. Akhir"y dia udah bisa nerima. Jadi gimana"
Lo mau janji?" Ferina menoleh, lalu tersenyum tulus. "Janji."
Tama menikmati udara yang dihirup"y setelah itu. Inilah yang ditunggu"y. Inilah
yang dibutuhkan"y. Kesediaan dan ketulusan Ferina untuk sesuatu yang akan
membuat mereka bertahan. Ferina merebahkan tubuh"y di pasir yang halus dan mendapati langit
melingkupi"y dengan indah. Lagi2 langit itu, yang seakan tersenyum kepada
mereka dengan titik2 kecil yang berkedip-kedip. Tama ikut merebahkan tubuh.
Kelelahan seakan melebur ke bumi dan meninggalkan jiwa mereka yang lemah.
"Gue lega." Ujar Ferina kemudian.
"Gue bahagia." Sambung Tama.
Ferina menoleh dan tersenyum. Jemari mereka saling menjalin. Seberkas
perasaan sedih mungkin masih tersisa di hati"y. Tapi inilah skenario hidup"y,
dan semoga Andra juga bisa menemukan kebahagiaan"y sendiri.
Masa lalu yang sederhana itu kadang terasa rumit. Tapi di sanalah Andra
berada. Cinta"y saai ini, akan menjadi masa lalu di hari esok. Namun akan mengiring"y
sampai nanti. Di sanalah ia dan Tama akan berjalan. Dan semoga, mereka
dapat bertahan. END Pahlawan Dan Kaisar 9 Pendekar Rajawali Sakti 54 Pembalasan Mintarsih Harpa Iblis Jari Sakti 32
Ferina meyakinkan diri"y di antara deru napas"y yang memburu.
Faren " kecelakaan " Instalasi Gawat Darurat " tak sadarkan diri. Ferina
berusaha merangkai potongan2 kata yang tadi didengar"y. Tapi nggak
mungkin! Tadi Faren masih bersama"y, Faren menggenggam tangan"y dan
berjanji takkan pernah membuat"y marah lagi. Kalau begitu, cerita konyol dari
mana ini" *** Bersama Wulan, Ferina pergi ke rumah sakit. Faren tampak tak berdaya.
Kecelakaan beruntun telah mengantar"y ke tempat ini, dengan kondisi yang tak
terkatakan dan penuh derai air mata.
"Mama"!" Ferina tak sanggup melihat Faren, dia langsung memeluk mama"y
dengan tangisan tak tertahan.
Wulan yang telah bersusah payah membangun ketegaran akhir"y roboh dan
ikut menangis. Tubuh"y gemetar hebat dan perlahan dia menelan tangis"y,
memberi sedikit kekuatan kepada Ferina untuk menerima kenyataan.
Apakah Faren merasa sakit" Apakah dia merasa tak berdaya" Tapi kenapa
Faren begitu tenang, seolah-olah tidak merasakan apa2" Apakah dia memang
tak bisa lagi merasakan apa pun"
"Ren?" Ferina mencoba menggenggam jemari Faren yang penuh goresan dan
memar. "Reeen?" air mata Ferina kembali menetes. "Gue di sini, Ren?" Ferina
menunduk pedih di samping Faren. "Gue di sini?"
BAB 21 Faren hanya bertahan sebentar. Dia pergi begitu saja tanpa sempat membuka
mata, tanpa memberi syarat apa pun.
Sekarang Ferina berdiri dengan tubuh goyah, separuh jiwa"y bagaikan ditelan
bumi. Dan kini, Ferina hanyalah belahan retak yang mencoba bertahan.
"Ren?" Ferina mengguncang nisan yang belum kokoh itu. "Faren, kembali?"
tangis Ferina kini menjadi-jadi. "KEMBALIIIII"!!! GUE BILANG KEMBALIIIII"!!!"
Wulan tidak mengatakan apa2. Dirangkul"y Ferina dan ditahan"y tubuh putri"y
yang gemetar hebat. Ayah Ferina, Peter, memeluk mereka dalam isakan
tertahan. Tak ada kata yang dapat mengobati kehilangan yang baru saja
mereka alami. *** Selama sebulan Ferina tidak mau tidur di kamar"y. Kamar yang dulu dia tempati
bersama Faren. Ferina belum kepingin mengakui bahwa apa yang dialami"y itu
nyata. Dia ingin menganggap diri"y sedang bermimpi. Dan Ferina ingin segera
terbangun dari mimpi itu.
Selama di sekolah, seperti biasa Andra dan Yanda selalu bersama"y.
"Fer" ke kantin yuk." Bujuk Yanda. "Laper nih?"
"Duluan gih." Sahut Ferina tanpa menoleh, tangan"y sibuk dengan kertas dan
pensil. "Di rumah lo kayak gini juga ya" Kasihan banget mama lo, dia pasti makin sedih
liat lo kayak begini." Ujar Andra seraya merangkul bahu Ferina.
"Kalian nggak ngerti apa yang gue rasakan!" kata2 itu selalu menjadi senjata
pamungkas Ferina untuk membuat kedua sahabat"y terdiam.
"Ya udah. Gue ke kantin kalau gitu. Tunggu di sini, ya." Kata Yanda seraya
beranjak meninggalkan mereka.
Kini tinggal Ferina yang sibuk mencorat-coret dan Andra yang
memperhatikan"y dalam diam.
"Gue juga merasa kehilangan, Fer." Bisik Andra kemudian. "Tapi nggak ada
yang bisa kita lakukan selain menerima"y."
Ferina mendengarkan, tapi sama sekali tidak menggubris"y. Bagaimana pun,
yang dirasakan"y jauh lebih dalam daripada orang lain. Dia sudah bersamasama Faren sejak mereka di kandungan, lahir bersama, tumbuh bersama. Tak
seorang pun memiliki ikatan batin yang di miliki"y dengan Faren. Karena Faren
adalah sebagian diri"y, bagian yang kini telah hilang.
"Fer, gue mau jadi seseorang yang bisa mengisi hari2 lo. Di saat lo sedih
ataupun senang, gue pengin jadi bagian hari2 lo. Dan gue akan bikin lo kembali
tersenyum. Bikin lo ceria lagi." Kata Andra tulus.
Pensil di tangan Ferina terlepas dan jatuh ke meja. Ferina menoleh dan
menatap cowok itu dengan penuh tanda tanya. Apa maksud"y" Inikah yang
telah di nanti2kan"y selama ini"
"Gue sayang lo, Fer."
Kalau saja Faren masih ada, mereka pasti akan bersorak kegirangan karena apa
yang di nanti2kan Ferina jadi kenyataan. Tapi sekarang, pantaskah Ferina
bergembira" "Makasih ya." Ujar Ferina sambil tersenyum samar, lalu melanjutkan
menggambar. Menorehkan garis2 yang tak bisa diartikan siapa pun.
BAB 22 Untuk pertama kali, malam itu Ferina memasuki kamar"y. Kamar yang sangat
luas itu kini sepi. Ia menghidupkan MP3 player"y cukup keras untuk mengisi
kesunyian. Dengan begini, mungkin ia lebih kuat.
Ferina memandang ke arah tempat tidur Faren. Tempat tidur yang ia rapikan
sebulan yang lalu. Sisi kamar itu takkan terisi lagi. Kamar itu terlalu luas bagi"y.
Sempat terlintas di benak Ferina untuk pindah ke kamar tamu yang luas"y
hanya separuh kamar. Tapi tidak, kamar tamu itu juga sering di tempati Faren,
saat ia ingin belajar serius dan menghindar dari Ferina yang selalu merecoki"y
dengan guaruan nggak mutu. Kamar itu bahkan penuh pernak-pernik Faren,
seakan-akan itu kamar milik"y. Akhir"y Ferina memutuskan untuk tetap
menggunakan kamar"y saja dan merapikan buku2 Faren yang masih tergeletak
di meja. Satu per satu ia menyusun buku2, majalah, koran sekolah, dan surat kabar.
Semua bacaan berat yang tak bisa di cerna Ferina karena dia memang nggak
minat sama sekali dengan bacaan2 itu. Ferina menyimpan semua"y di lemari
buku Faren yang penuh sesak.
Terakhir, sebuah diary Emo Bear berwarna biru suram. Satu lagi kebiasaan
Faren yang tidak di minati Ferina. Diary ini adalah bagian dari hari2 Faren.
Ferina tak pernah tahu isi"y, tapi sekarang buku kecil itu ada di tangan"y.
Lancangkah dia jika mengintip isi"y" Tidak. Tentu saja tidak. Selama ini mereka
selalu berbagi dan bercerita. Ferina membuka halaman terakhir yang ditulis
Faren. Halaman terakhir yang menutup kisah hidup"y yang singkat.
Jumat, 13 Mei 2011 Tugas paper harus selesai!
Siang ini aku akan diskusi bareng Yuki dan Lira untuk menyelesaikan tugas dari
Mr. Brian yang banyak dan susah"y minta ampun! Dan yang paling gawat, udah
hampir deadline! Hehehe, untung Yuki sama Lira nggak marah karena kemarin
aku kabur. Sampai sekarang aku nggak tahu harus gimana sama Ferina. Aku takut
ketahuan. Tapi seperti"y sih semua berjalan lancar. Ferina nggak bakal pernah
tahu tentang hal ini, sampai kapan pun ini akan tetap menjadi rahasia. Aku
benar2 nggak kepingin dia tahu.
Rahasia" Selama ini Faren selalu terbuka kepada"y. Semua tentang apa yang
dialami dan dirasakan"y. Dan sekarang ada rahasia" Jantung Ferina berdebar
seru, ia beranjak menuju tempat tidur dan meneruskan membaca diary itu.
Kamis, 12 Mei 2011 Hari ini seharus"y aku ngerjain tugas paper sama Yuki dan Lira. Mereka kesal
karena aku nggak bisa. Aku juga bikin Ferina kesal karena nggak jadi nemenin
dia ke toko buku. Aku sebenar"y bimbang, tapi aku sudah memaksa Andra
untuk meluangkan waktu pergi nonton hari ini. Jadi terpaksalah aku berbohong
kepada Ferina. *** Andra" Darah Ferina berdesir kencang membaca nama itu ditulis dengan
tulisan tangan Faren yang rapi.
Tapi hari ini aku benar2 senang. Kami nonton film horor yang seru banget.
Semua yang kualami hari ini dan hari2 sebelum"y sungguh istimewa. Sejujur"y
aku benar2 menyukai Andra" first love"y Ferina, dan" first loveku juga" Maaf,
Fer, jangan salahkan aku. Salahkan hati yang tak dapat kukendalikan ini" Tapi
satu hal yang pasti, aku takkan merebut Andra darimu untuk selama"y.
Emosi Ferina berkecamuk. Perasaan"y tak menentu. Apa maksud Faren di balik
semua ini" Sekarang dia akan mengetahui semua"y dengan jelas.
Ferina membuka lembaran diary itu dengan tangan gemetar. Ferina harus
mengakui satu hal yang sangat menyakitkan: Faren membohongi"y.
Ferina membuka halaman saat pertama kali ia memperkenalkan Andra kepada
Faren. Minggu, 10 April 2011 Hari ini Ferina senang sekali. Untuk pertama kali dia mengundang teman
cowok"y ke rumah. Renaldiandra, cowok yang ditaksir Ferina setengah mati.
Kentara sekali Ferina grogi banget, sampai2 aku bisa merasakan tangan"y
gemetaran. Aku bahkan sampai nggak habis piker bagaimana perjuangan Ferina membuat
lemon tea yang rasa"y amat sangat aneh itu di dapur. Bayangkan coba, lemon
tea"y dikasih garam dan sari lemon yang kelewat banyak. Dan aku nekat
mencicipi"y pula! Sinting! Tapi aku salut pada"y. lagian memang nggak sia2 kok,
Reanldianra cakep banget. Lebih cakep daripada Tora, cowok most wanted di
sekolahku. Ferina benar2 serasi dengan"y. Aku sendiri terkesima pada cowok
itu, tapi entah kenapa aku merasakan ganjil yang sedikit aneh, tapi kenapa aku
sangat menyenangkan. Lucu ya"
Tapi aku juga senang banget liat Ferina makin hepi begitu.
Nggak ada hal "aneh" yang tertulis sampai halaman itu berakhir. Sampai
akhir"y Ferina berhenti pada halaman baru yang memuat nama Andra.
Rabu, 27 April 2011 Aku dikejutkan kedatangan siswa baru di kelas musikku. Renaldiandra, dia
memperkenalkan nama"y. Renaldiandra adalah Andra. Dia mengajakku main
music bersama. Dia menunjukkan permainan piano"y yang sangat lincah
sehingga aku bertanya-tanya untuk apa dia ikut les music.
Ia menawarkan diri mengantarku pulang. Terang saja aku menolak. Dan dia
tidak memaksaku lagi. Sebelum berpisah, sebenar"y aku ingin bertanya kenapa
dia ikut les music tingkat menengah seperti aku. Kemampuan"y bahkan bisa
dibilang mendekati maestro. Tapi aku mengurungkan niat untuk bertanya lalu
berbalik pulang. Cukup sampai di situ. Ferina mencerna semua yang telah dibaca"y. Dada"y
sesak, pandangan"y berkaca-kaca. Di dekat"y juga ada album foto yang tadi"y
terkunci. Ferina membuka dengan paksa menggunakan obeng, sehingga
sebagian album agak koyak. Dan betapa terkejut"y diri"y ketika melihat foto2
yang tersusun di sana. Foto2 Faren dan Andra bermain piano berdua, makan es
krim di alun2 kota, tertawa di taman bermain, dan" Oh, apa itu" Ferina tak
dapat melihat"y dengan jelas. Air mata telah mengaburkan pandangan"y.
Apa2an ini"! Inikah yang ditinggalkan Faren untuk"y" Sepenggal cerita yang menambah luka
hati" Dan mengapa semua ini tersingkap saat Faren sudah tidak ada" Apa arti
semua ini" Apa yang bisa dilakukan"y"
Ferina meringkuk di tempat tidur, menahan isakan yang tak diinginkan"y,
mengulangi setiap bait kata dengan perasaan tak percaya. Diary itu basah oleh
air mata"y yang tak terbendung.
Kini dia harus menerima kenyataan yang mencabik dan merusak semua itu.
Bahwa dia telah didustai, dikhianati.
Dengan nanar Ferina menatap diary itu. Kalau saja dia tidak menemukan"y,
kalau saja diary itu ikut terkubur bersama Faren, mungkinkah semua"y jadi
lebih baik" Dengan amarah berkecamuk, Ferina melempar diary itu dan mendengar bunyi
debam pelan di samping lemari. Seharus"y diary itu telah dicampakkan sejak
dulu, dan lebih baik lagi kalau nggak pernah ada!
Ferina membenamkan wajah dan melepaskan tangis"y yang pilu. Untuk
pertama kali seumur hidup"y, Ferina benar2 membenci Faren. Siapa yang harus
disalahkan" Faren" Andra" Atau diri"y yang telah lancang membuka privasi
saudara"y" Sampai sekarang aku nggak tahu harus gimana sama Ferina. Aku takut
ketahuan. Tapi seperti"y sih semua berjalan lancar. Ferina nggak bakal pernah
tahu tentang hal ini, sampai kapan pun ini akan tetap menjadi rahasia. Aku
benar2 nggak kepingin dia tahu"
Lo udah merahasiakan"y dengan baik, Ren. Merahasiakan sampai akhir hayat
lo. Semua kenangan indah Ferina bersama Faren rusak sudah. Tak ada yang
bisa dia rindukan dari sosok saudara kembar"y itu.
Ferina hampir tak ingat ucapan Andra tadi siang. Kalau dia nggak salah dengar,
cowok itu bilang sayang dan ingin menjadi bagian hidup"y. Persetan dengan
semua itu. Andra benar2 brengsek. Kenapa bukan dia saja yang pergi" Dunia
sudah muak dengan orang2 munafik seperti Andra!
Kesedihan Ferina kini tertutup amarah dan kebencian. Ferina akhir"y tidur
dengan mimpi buruk. Mimpi buruk yang akan mengikuti"y sampai kapan pun.
BAB 23 Fer?" Andra memanggil Ferina, mengiringi langkha cepat dan bergegas gadis
itu. Hari ini sikap Ferina sangat aneh, sangat tidak biasa dan belum pernah
sejutek ini. "LO JANGAN PERNAH DEKET2 GUE LAGI DEH! DENGER"!" Ferina sekonyongkonyong berbalik dan menghunjam Andra dengan hardikan"y.
"Memang"y kenapa" Jadi ini jawaban lo soal kemarin?" Andra semakin tidak
mengerti. "IYA! JELAS"!"
"Gue belum tuli, Fer. Lo nggak perlu teriak2 begitu supaya gue denger. Tolong
kasih penjelasan!" Sial! Penjelasan" Perlu penjelasan apa lagi" Semua"y sudah terlalu jelas bagi
Ferina. Dia hanya nggak sudi menybut-nyebut atau mengungkit nama Faren
lagi dalam hidup"y. Faren sudah pergi tanpa bisa mmpertangung jawabkan
kesalahan terbesar hidup"y. Tak ada yang bisa diperbaiki kalau urusan"y dengan
orang yang telah pergi untuk selama"y.
"Dengar, nggak ada penjelasan apa2. Dan mulai saat ini, lo nggak usah mikirin
gue. Pikirin aja diri lo sendiri. Jelas"!" kata Ferina sengit.
"Fer, kalau lo nolak gue, nggak perlu kayak begini cara"y. Kalau lo nggak senang
gue punya perasaan ke elo, bukan ini penyelesaian"y. Lo?"
"Udah! Gue capek dengerin lo! Kalau lo emang sayang sama gue, tolong
penuhi satu permintaan gue: JAUHIN GUE!"
Selesai berkata begitu Ferina lari dengan gemuruh tak menentu menyesakkan
dada"y. Saat itu dilihat"y Yanda yang baru saja menuju mobil"y.
"YANDA!" Yanda berhenti sejenak melihat Ferina menghampiri"y. Sepuluh meter di
belakang cewek itu, Andra tampak berdiri terpaku. Mungkinkah Ferina akhir"y
mengetahui sesuatu" Tapi nggak mungkin, Faren sudah berjanji tidak akan
mengatakan apa pun" lagi pula, kenapa baru sekarang Ferina bersikap seperti
ini" Andra terus memandang Ferina dengan perasaan tak menentu. Dia yakin
cewek itu tidak tahu apa2. Faren sudah berjanji pada"y. Ataukah Faren sengaja
memberi tahu Ferina, untuk sekadar melampiaskan perasaan"y" Untuk
kesekian kali Andra berkata dalam hati: tidak mungkin.
*** Malam itu Andra terus berusaha menghubungi Ferina. Sampai akhir"y Ferina
mematikan ponsel. Cewek itu membuka laptop dan langsung online. Dia
membuka mail, dan mulai menulis.
From: Ferina Chelya L. To: Peter Caude Lars Subject: Daddy, I cried Dad, I"ve found a suck kind of love. A nightmare for every girl in this small
world! Tapi Ferina bukan cewek dungu yang gampang dibodohi. Ferina sudah
bisa memutuskan apa yang terbaik bagi Ferina. Bagaimana kabar Daddy" Balas
secepat"y! Kalau bisa Ferina kepingin chat lagi. Ferina kangen sama Daddy"
Ferina keluar dari kamar dan melihat mama"y sedang sibuk merapikan ruang
tamu. Ferina duduk dan menatap mama"y yang sedang menata pernak-pernik
di meja. "Ma, Ferina nggak kepingin tinggal di sini lagi." Ferina menyampaikan kata2
yang tadi disusun"y.
Wulan menatap putri"y, padangan"y yang penuh tanya sudah cukup bagi Ferina
untuk memulai penjelasan"y.
"Rumah ini terlalu besar untuk ditinggali berdua." Kata Ferina sambil memeluk
bantal. "Sekarang rumah ini jadi terasa semakin besar, semakin kosong,
semakin sunyi, dan semakin jauh dari kehangatan. Apalagi setiap sudut, setiap
dinding, setiap benda di rumah ini menyimpan kenangan tentang orang2 yang
telah pergi. Daddy, Faren, sama saja. Semua itu semakin membuat Ferina
terkurung dalam kesedihan. Dan Ferina ingin lepas dari semua itu." Kali ini
kata2 itu meluncur begitu saja mengikuti perasaan yang selama ini dipendam
Ferina. Terutama sejak" terungkap"y pengkhianatan Faren"
Wulan berdiri dan duduk di samping Ferina. Dia merangkul dan membelai
putri"y dengan penuh perasaan.
Simple Past Present Love Karya Thia Kyu Ori di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Apa yang kamu pikirkan itu, persis dengan apa yang sering terlintas di pikiran
Mama?" kata Wulan jujur.
"Trus kenapa Mama nggak pernah bilang?" Tanya Ferina heran, sekaligus
senang, karena Wulan sependapat dengan"y.
"Mama hanya nggak kepingin membebani kamu dengan keinginan Mama.
Mama pikir kamu akan keberatan karena harus berpisah dengan teman2mu.
Lagi pula, minggu depan kamu ulangan umum kenaikan kelas, kan" Mama
hanya ingin menunggu waktu yang tepat untuk mengatakan"y, dan itu pun
kalau kamu nggak keberatan."
Ferina terkesiap dengan tuturan lembut mama"y. Tentu saja dia sangat nggak
keberatan. Ferina sudah nggak tahan, ingin pergi jauh2 meninggalkan semua
ini. "Kalau begitu Mama udah nyusun planning dong?"
"Begitulah, Mama udah bicara dengan Oom Surya dan dia akan mencarikan
rumah untuk kita di Jogja."
"Jogja" It sounds so interesting!" kata Ferina dengan senyum manis"y yang
menawan, wajah"y seketika langsung cerah.
BAB 24 "Yanda, tunggu!" Andra mengejar Yanda yang sudah siap meluncur dengan
mobil"y. Sejak Ferina menceritkan affair antara Andra dan Faren, Yanda
langsung nggak simpati lagi kepada Andra dan mulai menjauhi cowok itu.
Terang saja Andra semakin bingung dan nggak tahu harus berbuat apa.
Andra membuka pintu mobil dan duduk di sebelah jok pengemudi.
"Lo mau apa sih?" Tanya Yanda dingin.
"Seharus"y gue yang nanya, lo kenapa"!" tukas Andra frustrasi.
"Lo nanya gue kenapa?" Yanda masih sinis. "Lo memang nggak punya hati, ya!
Gara2 lo, Ferina pindah dari sekolah ini. Lo udah bikin sahabat terbaik gue
pergi!" "Gue nggal suka lo asal nuduh begitu!" Andra mulai emosi. "Lo kayak begini
karaena lo suka sama Ferina, kan" Lo sedih sejak dia pindah dan sekarang lo
nuduh gue sebagai penyebab semua ini. Lo bener2 picik! Pengecut!"
"Brengsek lo! Gue nggak sebodoh itu bersikap kayak begini! Gue memang suka
sama dia, dan waktu gue tahu dia naksir elo, gue cukup tahu diri. Gue rela lo
jadi cowok"y Ferina, tapi gue nggak terima lo menyia-nyiakan dia dan nyakitin
dia kayak begini!" "Eh, jangan asal nuduh lo! Gue nggak ngerti lo ngomong apaan!" tukas Andra
sambil meninju dasbor. "Elo mau adu jotos"!" hardik Yanda tersinggung. Yanda turun dari mobil. Andra
langsung mengikuti dan mereka pun berdiri berhadap-hadapan.
Maaf, Fer" Gue melanggar janji gue, tapi gue udah nggak tahan kepingin
menghajar si brengsek ini. Gue lakukan ini buat lo, kata Yanda dalam hati. Akan
gue balaskan sakit hati lo walaupun nggak seberapa, walaupun nggak
sebanding dengan yang lo rasakan selama ini.
BUUUK!!! Yanda menghantam perut Andra dengan tinju"y.
"ARRRGGGHHH!" Andra terjatuh dan mengerang kesakitan. Belum sempat
menenangkan diri, pukulan demi pukulan kembali mendarat di wajah"y tanpa
dia mampu membalas. "LO KENAPA?" teriak Andra histeris penuh amarah.
"KENAPA"! KENAPA?"" Yanda mencengkeram kerah seragam Andra. "INI
JAWABAN"Y!" BUKKK!!! Yanda menghantam dada Andra dengan tendangan"y, lalu berbalik menuju
mobil dan membiarkan Andra tergelatak begitu saja.
"Arrggh!" Andra mengerang. Dada"y sesak. Dia nyaris nggak bisa bernapas.
Pandangan"y mula gelap. "Kenapa?" Dia mengerang dengan suara lemah.
Sekelebat Andra melihat Yanda berlari menghampiri"y. "Ndra! Andra!
Andraaa!" teriak Yanda terasa sangat jauh dan akhir"y hilang sama sekali.
Andra tak sadarkan diri. *** "Arrrgggh"!"
"Fer, lo kenapa" Nggak pa2, kan?" Tanya Tama cemas.
"Ngghh?" Ferina mendesah. "Nggak pa2 kok." Kata"y. Ia sedang meruncingkan
pensil dengan cutter, ketika tanpa sengaja melukai telunjuk"y.
"Sini, biar gue bantu." Tama meraih tangan Ferina yang terluka. Diisap"y
telunjuk Ferina yang berdarah. Darah Ferina berdesir cepat dan jantung"y
berdetak tak teratur. "Udah." Ujar Tama. Ferina tersenyum. "Kenapa, Fer?" Tanya Tama heran.
"Nggg" nggak kok. Nggak kenapa2." Jawab Ferina.
Tama tersenyum geli. Dia mengusap kepala Ferina dengan sayang. "Lo sama
gue kok masih grogi2an segala sih?" kata"y tenang. Dipeluk"y Ferina dan
dicium"y kening"y dengan lebut.
Sejak Tama menjadi someone special"y, hari2 Ferina benar2 ceria dan penuh
kejutan. Cowok itu sangat menyayangi"y.
Tapi saat itu perasaan Ferina agak berbeda. Seolah-olah ada firasat yang
membisikkan telah terjadi sesuatu. Ponsel Ferina berbunyi. Yanda.
"Hai." "Fer, maaf." Suara Yanda terdengar resah.
Ferina mengerutkan dahi. "Maaf" Kenapa" Emang lo udah ngapain?"
"Maaf?" "Iya, tapi kenapa?"
"Gue" gue habis menghajar Andra."
Darah Ferina berdesir lemah.
"Bukan"y gue udah bilang!" tukas Ferina, emosi"y nggak menentu.
"Gue nggak tahu, Fer. Gue lepas kendali dan?"
"Gimana keadaan"y?" Ferina terdengar sangat cemas. "GIMANA
KEADAAN"Y"!!!" sekarang dia nyaris histeris.
"Sekarang" dia masih di IGD. Gue lupa jantung"y lemah, gue?"
Ferina menekan tombol merah di HP"y, lalu terisak.
"Kenapa, Fer" Tadi itu siapa?" Tanya Tama panik. Ferina hanya bisa
menggeleng dan terus terisak. Dia sendiri nggak ngerti kenapa diajadi khawatir
dan sedih seperti ini. Seharus"y dia merasakan sebalik"y, karena toh sakit hati"y
telah terlampiaskan. Tapi mendengar keadaan Andra seperti itu"
Entahlah, mungkin Ferina nggak kepingin kedua sahabat"y jadi bertengkar
karena diri"y. Dia nggak kepingin salah satu atau kedua"y terluka. Sudah cukup
kejadian dulu itu. Cukup dia saja yang merasakan amarah itu, rasa sakit itu.
BAB 25 Setelah beberapa lama tak sadarkan diri, Andra mulai menggeliat lemah
namun mata"y masih terpejam. Kepala dam lengan"y sudah diperban. Yanda
sangat menyesal melihat hasil perbuatan"y, akibat dari amarah"y yang tak
terkendali. Yanda lantas menghubungi orangtua Andra serta mengakui
kesalahan"y. Selama itu Yanda merasa resah dan berharap Andra segera pulih.
Tiba2 Yanda dikejutkan bunyi ponsel"y. Ferina.
"Fer?" "Gimana Andra?"
"Belum sadar. Tapi gue akan bertanggung jawab kok. Gue jamin dia akan baik2
aja." Yanda berusaha meyakinkan.
"Jaga dia, ya."
Yanda terdiam sesaat mendengar ucapan Ferina. Kata2 yang singkat itu
menyimpan perasaan yang sangat dalam. Sarat kesedihan dan kerinduan.
Mungkinkah" "Fer, gue boleh nanya sesuatu?"
"Mmmm?"" "Lo" masih menyimpan perasaan ya sama dia?"
Kini giliran Ferina yang terdiam. Dia nggak tahu harus bilang apa. Dia
memandangi telunjuk"y yang kini diplester. Luka yang seakan memberi
pertanda kejadian buruk yang menimpa Andra. Seakan dia dan Andra
terhubung oleh sesuatu yang tak diketahui"y.
"Fer, kok diam" Apakah itu berarti?"
"Nggak, sama sekali nggak. Dia pengkhianat. Dia merusak persaudaraan gue
dengan Faren. Dia" jahat. Gue cuma nggak pengin lo berantem. Bagaimana
pun juga dulu kita bertiga bersahabat. Sekarang lo tinggal berdua sama dia,
gue pengin kalian baik2 aja. Dari awal lo udah janji, apa pun yang gue ceritain
nggak akan memengaruhi persahabatan lo dan dia."
Keheningan kembai merebak sementara Yanda mencerna ucapan Ferina. Tapi
bagi"y nggak semudah itu menepati janji. Dia nggak rela cewek yang di cintai"y
di sia2kan sahabat"y sendiri.
"Jaga dia baik2. Kabarin gue gimana keadaan"y." bisik Ferina, sebelum
mematikan ponsel dan berbaring di sofa sambil memandangi TV dengan
tatapan kosong. Sementara Yanda kembali menatap sahabat"y yang kini terbaring tenang.
Andra menggeliat lemah, lalu mendesah. Itulah suara pertama yang keluar dari
mulut Andra sejak dia tak sadarkan diri.
"Ndra" lo udah bangun, Ndra?" Yanda mencoba memanggil.
"Hmmm?" Andra mendesah lemah. Perlahan mata"y mulai terbuka,
mengerjap beberapa kali. Dia menyentuh kepala"y.
"Ndra, gimana keadaan lo?"
Andra tidak langsung menjawab. Dia memandang ruangan tempat"y berbaring.
Dia tidak ingat di mana dia terakhir berada, sampai di lihat"y Yanda sangat
cemas. "Gue di mana?" gumam Andra nggak jelas. Dia melepaskan selang oksigen dari
hidung"y. "Untuk apa ini?"
"Hei, jangan di lepas. Itu untuk membantu pernapasan lo!" ujar Yanda seraya
memasang selang itu lagi. "Lo di rumah sakit."
Andra meraba dada"y yang tadi di hantam Yanda. "Sakit." Kata"y sambil
meringis. Suara"y masih serak dan berat.
"Maafin gue, Ndra. Maaf." Bisik Yanda sambil menyentuh bahu Andra. "Gue
nyesel. Maafin gue, ya."
Yanda benar2 sedih melihat kondisi Andra, meski pun menurut dokter kondisi
Andra tidak parah. "Gue nggak habis pikir sama sikap lo. Apa alasan lo mukulin gue begini?"
*** Hari ini Ferina tidak bersemangat. Sejak pagi sampai jam isitirahat dia lebih
banyak diam dan hanya bicara seperlu"y. Dia bahkan menolak ajakan Tama
untuk makan di kantin dan minta di tinggal sendiri.
Melihat Ferina seperti itu, Haikal dan Tiara jadi ketularan diam dan sebentar2
melirik Ferina dengan was2. Sesekali Ferina menagkap basah Tiara dan Haikal
sedang melontarkan isyarat yang pasti menyangkut diri"y.
"Kalian kenapa sih"!" kata Ferina akhir"y. Dia sebal melihat sikap was2 yang di
tunjukkan kedua sahabat"y itu. Mereka sekarang memang kompak banget,
apalagi sejak jadian dua minggu lalu. Sejak itu Ferina mengambil insiatif untuk
bertukar tempat duduk dengan Tiara. Soal"y kasihan juga pasangan baru di
pisah begitu. "Nggak sih, tapi hari ini lo beda banget." Ujar Tiara jujur.
"Lo lagi berantem sama Tama, ya?" tambah Haikal.
"Iya nih, masa barusan Tama lo usir begitu aja sih. Kalian ada masalah apa?"
"Ih, rese banget sih. Gue nggak ada masalah. Apalagi sama Tama. Kami baik2
aja kok! Kalau nggak percaya tanya aja Tama. Oke?"
"Trus kenapa hari ini lo beda banget" Lo nggak bisa bohong, Fer. Dari tampang
lo aja jelas banget lo lagi mikirin sesuatu."
Baru saja Ferina berniat mengomel panjang-lebar lagi, getaran di saku"y
membuat"y mengurungkan niat. Telepon dari Yanda.
"Permisi." Ferina meninggalkan Tiara dan Haikal yang terbengong-bengong
dengan sikap"y yang makin aneh.
"Gimana, Nda?" "Udah jauh lebih baik. Siang ini udah bisa pulang."
"Syukurlah. Apa kata bonyok"y?"
"Gue kena marah abis2an sama bokap dia. Tapi untung waktu mereka datang
Andra sudah sadar dan bisa menenagkan orangtua"y."
"Syukur deh, untung lo nggak sampai di laporin trus masuk penjara gara2
menghajar orang sampai kayak gitu!" kata Ferina sambil tersenyum kecil.
Senyum lega. "Umm, lo masih membenci dia?"
"Mereka. Tepat"y." hati Ferina seketika membeku.
"Gue nyesel banget mukulin Andra, Fer.," Yanda terdiam. "Fer, menurut gue
sih sebaik"y lo maafin dia. Semua sudah berlalu. Faren nggak bakal kembali
untuk menyelesaikan masalah ini. Sekarang tinggal lo sama Andra yang bisa
menuntaskan"y. Apa lo pikir Faren sekarang tenang dengan kebencian yang lo
pelihara sampai saat ini?"
"Lo nggak ngerti apa yang gue rasain, Nda." Nada suara Ferina dingin dan
tajam. "Lo selalu bilang begitu. Lo menganggap nggak satu orang pun orang di dunia
mengerti perasaan lo. Padahal lo sediri yang nggak ngasih kesempatan orang
lain buat ngerti lo!"
"Kok lo sekarang jadi belain dia sih?"
"Bukan membela dia. Gue cuma merasa sebaik"y ini diakhiri. Lo sendiri kan
yang bilang nggak pengin ada keretakan dalam persahabatn gue dan Andra"
Bukan"y elo juga bagian dari kami" Trus kenapa sampai saat ini lo nggak mau
berdamai" Faren udah nggak ada, Fer" Sampai kapan pun elo nggak bakal bisa
menghakimi mereka dan melampiaskan kemarahan lo!"
"TERSERAH LO BILANG APA! SAMPAI KAPAN PUN ELO NGGAK BAKAL NGERTI!"
Ferina mematikan ponsel"y dengan gusar. Kebencian"y semakin meluap.
Apalagi Yanda kini berpihak kepada Andra. Ferina merasa semakin tersingkir
dan menjadi pihak di salahkan atas semua ini. Padahal justru dialah korban"y.
Kenapa semua jadi terbalik begini" Dia pun kembali ke kelas dengan wajah
sangat jutek, sarat kebencian.
Ada apa sih dengan Ferina" Batin Tiara. "Fer?"
Ferina tidak menanggapi. Dia malah melipat tangan di meja lalu merebahkan
kepala dan memejamkan mata.
Tiara mengedikkan bahu sambil mengangkat alis ke arah Haikal. Haikal
menggeleng-geleng sekena"y, kemudian memberi Tiara isyarat untuk keluar
kelas, mumpung waktu istirahat masih ada.
Tahu sudah di tinggal sendiri, perasaan Ferina jadi sedikit lapang. Dia ingin
menghadapi semua ini sendiri, merasakan"y sendiri.
BAB 26 "Apa pun masalah yang lagi lo hadapi sekarang ini, gue harap masalah itu cepat
selesai. Walaupun gue nggak ngerti kenapa lo nggak mau share. Yang jelas gue
akan selalu ada di sisi lo dan mastiin lo baik2 aja."
Ferina tertunduk diam. Setidak"y di tempat ini dia merasa sedikit bebas. Di sini
dia bisa menatap bentang lautan biru yang menyegarkan, merasakan embusan
angin yang meniup helaian rambut"y yang indah.
"Fer?" tegur Tama sambil menggenggam tangan Ferina.
"Hmmm?" kata Ferina.
"Lo nyaman kayak gini?"
Ferina mengangguk dan kembali menatap laut. Tak ada yang bisa membuat"y
nyaman selain keheningan ini. Ferina merasa tenang dan tidak terusik. Cukup
ada seseorang di samping"y yang bersedia menemani, meskipun dia sedang
nggak ingin bicara banyak. Ferina menghirup udara segar dan
menghembuskan"y perlahan-lahan. Sangat tenang. Dia merebahkan kepala dan
bersandar di bahu Tama. Dia memejamkan mata dan hanya melihat bayangan
hitam. Tak ada bayangan lain yang sempat melintas. Ini jauh lebih baik, pikir
Ferina. "Fer, lo yakin baik2 aja" Sejujur"y gue khawatir."
"Belum pernah sebaik ini." Gumam Ferina sambil mengangkat wajah dan
tersenyum. Tama hanya membalas dengan senyum samar.
Tama belum yakin. Hari itu Ferina lebih pendiam dan sangat tertutup. Dia
meminta Tama mengajak"y ke pantai. Swkadar untuk menenangkan pikiran,
kata"y. Alasan itu sangat ringan, namun Ferina tidak member Tama
kesempatan untuk bertanya. Cukup dengan sorot mata"y yang tajam, Tama
mengerti cewek itu meminta"y membiarkan"y seperti yang dia mau. Yah,
seperti yang dia mau. "Apakah semua ini ada hubungan"y dengan" masa lalu?" Tanya Tama ragu.
Akhir"y dia nggak tahan dan memutuskan untuk bertanya. Mungkin nggak ada
salah"y mencoba. "Masa lalu" Ya, masa lalu kadang memang suka mengikuti walaupun kita ingin
lepas dari"y." jawab Ferina. "Nggak perlu khawatir, gue baik2 aja kok."
Keheningan kembali mengisi kebersamaan mereka. "Oh ya, kabar Tiffany
gimana?" Ferina mngalihkan pembicaraan.
"Masih kayak dulu. Cuma sedikit lebih tenang dan tidak lagi mengjengkelkan."
"Baguslah. Sikap"y ke elo gimana?"
Simple Past Present Love Karya Thia Kyu Ori di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tama diam sejenak, seakan menjawab pertanyaan Ferina adalah pilihan yang
sulit. "Seperti biasa?" ujar Ferina.
"Nggak." Sahut Tama singkat.
Ferina jadi penasaran. Dia memutar arah duduk"y sehingga menghadap cowok
itu. "Trus kayak apa?"
"Kayak teman biasa."
"Teman biasa kayak apa?"
Tama sama sekali nggak menyangka Ferina tiba2 akan membahas hal semacam
ini. Dan dia nggak bisa menjelaskan"y. Tiffany masih bersikap seperti biasa,
sama seperti Ferina belum hadir di antara mereka. Tama sudah menunjukkan
penolakan agar mereka sedikit menjaga jarak. Kini dia ng
gak bisa memberikan seluruh waktu"y kepada Tiffany, sebab sekarang dia dan segala yang ada pada
diri"y adalah untuk Ferina, satu2"y cewek yang di sayangi"y. Tapi Tiffany terlihat
tidak setuju, dan nggak peduli.
"Berteman seperti layak"y berteman."
"Nggak sesederhana itu." Bisik Ferina datar. "Sedikit banyak gue kenal Tiffany.
Nggak akan sesederhana itu, ya kan?"
"Sekalipun ada seribu Tiffany menggangu gue setiap hari, tetap nggak akan
mengubah perasaan gue ke elo, nggak akan mengurangi perhatian gue untuk
elo. Yang gue butuhin hanya kepercayaan dari lo." Tama menjawab tenang.
Baiklah, Ferina juga nggak berniat menambah daftar masalah"y dengan
kecemburuan tak menentu. Dia menarik napas dalam2 dan berusaha
menjernihkan pikiran agar tidak bertanya macam2 lagi.
"Ya, gue percaya."
Keheningan kembali mengisi kekosongan di antara mereka. Tiba2 Tama
teringat sesuatu yang telah lama mengganjal pikiran"y.
"Fer." Kata"y. "Ferinandra?"
Ferina langsung menoleh dan menatap Tama heran. Ketika tersadar cowok itu
juga sedang menatap"y penuh selidik, Ferina cepat2 mengenyahkan
keterkejutan itu dari wajah"y. "Ada apa?" tanya"y.
Tama tersenyum sekilas. Akhir"y ia mengerti; Ferina selalu menunjukkan
ekspresi yang sama setiap kali dia menyebutkan nama itu. "Bukan nama lo,
kan?" tebak"y. Ferina tertunduk. Dari mana Tama tahu" Dia sendiri tidak mengerti, setiap kali
nama itu terdengar, jantung"y selalu berdebar cepat. "Maksud lo" Memang"y
ada yang salah" Nama gue memang Ferina kok!"
"Tapi bukan Ferinandra, ya kan?"
Ferina tidak menyahut. Dia tertunduk diam, kembali teringat pada Andra. Lagi2
dia tidak mengerti, mengapa beberapa hari terakhir ini dia tak henti2
memikirkan Andra, Andra, dan Andra.
"Nggak usah dijawab." Kata Tama akhir"y.
*** Sore itu Ferina menghabiskan waktu di sebuah kafe nggak jauh dari Cake
Resort. Sebenar"y Cake Resort jauh lebih nyaman daripada tempat ini, tapi
Ferina nggak mau Mama mengawasi"y terus. Ferina sedang nggak kepingin
terlihat, dia kepingin menghilang untuk sesaat. Itu sebab"y dia memilih duduk
di kursi paling pojok supaya nggak kelihatan.
Bagi Ferina, tempat itu adalah lokasi VIP"y, tempat dia mendapatkan sedikit
privasi dan kebebasan. Ferina bisa melihat ke seluruh bagian kafe meskipun
posisi"y sendiri sangat tidak menarik perhatian. Dengan begini dia bagaikan
memiliki dunia pribadi untuk diri"y sendiri, walaupun hanya untuk sesaat.
Tempat yang sempurna, bukan"
Ferina merenungkan semua masalah"y. Dia harus bersikap lebih bijaksana.
Mungkinkah di alam sana Faren ikut sedih dan tidak tenang karena Ferina terus
membenci"y dan memutuskan untuk tidak memaafkan"y" Tapi bukankah itu
adil, impas" Ferina merasa jauh lebih sakit hati dan sedih karena dia masih
hidup. Apa yang dirasakan"y jauh lebih nyata. Sedangka kesedihan orang yang
telah pergi bisa saja cuma khayalan orang2 yang ditinggalkan.
Sudahlah, lupakan saja. Dia memesan secangkir kopi krim panas dan nachos.
Dia menghibur diri"y sendiri dengan kertas dan pensil, sahabat"y yang sangat
menyenangkan. Ferina menggambar pemandangan jalanan sepi di tengah
malam, di kiri kanan"y terdapat deretan pertokoan yang tertidur. Dia sudah
memulai gambar ini dua hari yang lalu dan ingin menyelesaikan"y sekarang.
Ferina asyik dengan gambar yang sedang di garap"y. Itu gambaran diri"y, diri"y
yang kini gelap, sunyi, sepi. Dengan lihai dia mengisi gambar"y dengam tone
gelap terang remang sehingga gambar itu hidup, mendekati nyata. Setiap lima
menit dia mengangkat kertas gambar"y, menjauhkan"y selengan, dan
mematut"y beberapa saat. Rasa"y, bila ditambahkan sesuatu gambar ini akan
semakin menyentuh, pikir"y. Apa yang kurang"
"Ah, ya!" Ferina berdecak pelan. Dia menambahkan siluet seorang gadis yang
berjalan seorang diri di trotoar toko. Gadis yang lelah dengan kehidupan"y
namun tak ingin berhenti di tempat. Dia terus melangkah. Walaupun sendiri,
walaupun sunyi, walaupun sedih. Yah, gadis ini adalah diri"y.
Sempurna. Ferina kembali mengangkat gambar"y dan mengamati"y dengan
perasaan puas. Garis2 itu seakan berbicara, dan sangat menyentuh. Bahkan
orang yang tidak mengerti pun dapat merasakan gambaran ini, lalu larut di
dalam"y, masuk ke jalanan sepu itu. Ferina mengamati"y cukup lama sampai dia
melihat sosok tak asing muncul dari balik kertas gambar"y. Diturunkan"y kertas
gambar"y. Tama dan Tiffany berjalan memasuki kafe yang tenang. Mereka duduk di dekat
jendela besar, tak jauh dari pintu.
BAB 27 "Gue pengin ngajak lo keluar. Ada waktu, kan?"
"Ada. Tapi gue lagi nggak pengin berbagi waktu. Gue pengin sendiri." Kata
Ferina datar. Dia membayangkan diri"y duduk sendiri di tempat sepi sambil
menenangkan hati. Ah, betapa menyenangkan, pikir"y.
"Lo yakin, Fer?" Tama agak ragu. "Gue hanya ingin ada di dekat lo. Biar gue
tahu lo baik2 aja." Ferina tahu Tama sangat mengkhawatirkan"y. Bagi"y itu sudah lebih dari cukup,
dan dia terhibur karena"y. "Sudah, nggak pa2. Gue baik2 aja. Ntar malam gue
telepon, dan lo akan dengar betapa senang"y gue hari ini. Oke?"
"Tapi, Fer-" Ferina memutuskan telepon dan berangkat. Dia tahu ada kafe tak jauh dari
Caf? Resort. Seperti"y kafe itu memenuhi kriteria yang di butuhkan"y saat ini.
Dan di situlah Ferina sekarang.
Kalau ingin keluar dengan Tiffany, mengapa Tama mengajak Ferina keluar"
Apakah dia sudah menduga Ferina akan menolak ajakan"y"
Ferina melihat Tiffany bicara dengan ekspresi" Ekspresi apakah itu" Entahlah.
Namun sesaat kemudian Tiffany tampak meraih tangan Tama, dan cowok itu
kelihatan berusaha menarik"y, tapi Tiffany menahan"y sambil terus berbicara.
Perasaan Ferina langsung nggak keruan. Dia meraih ponsel dan menghubungi
Tama. Dalam hitungan detik Ferina melihat Tama menarik ponsel"y dari saku.
Dia mengatakan sesuatu kepada Tiffany sehingga cewek itu terpaksa melepas
tangan"y. "Ada apa, Fer?"
"Lo di mana?" tnya Ferina. Dalam hati dia membatin, Jangan bohong, please,
jangan bohong" "Gue lagi di kafe, di Dido"s."
Ferina menarik napas lega. Tama tidak berbohong. "Sendiri?"
"Sama teman." "Siapa?" "Tiffany." "Ohhh?" Ferina mendesah kecewa. "Nggak bisa pergi sama gue, elo langsung
nyari Tiffany rupa"y. Apa lo harus di temani cewek, begitu ya?" kata Ferina
dengan nada menuduh yang tidak bersahabat.
Ferina melihat Tama bergerak-gerak resah, dan mengacak rambut"y sekilas.
"Bukan begitu. Lo jangan salah paham dulu. Nanti gue jelasin. Oke" Please?"
"Terserahlah." Ferina mematikan ponsel. Setidak"y Tama nggak berbohong. Cowok itu tampak
memencet-mencet ponsel"y, seperti"y mencoba menghubungi Ferina. Tapi
tentu saja nggak berhasil. Setelah beberapa saat mencoba, dan tahu usaha"y
sia2, Tama menyimpan ponsel dan memperhatikan Tiffany yang tampang"y
cemberut. Ferina geli karena berhasil merusak suasana hati Tiffany.
Ferina terus memperhatikan. Rasa"y menyenangkan menyaksikan Tiffany
cemberut seperti itu, dan obrolan mereka seperti"y berakhir tak lama
kemudian Tiffany berdiri lalu di ikuti Tama.
Baguslah, batin Ferina. Tanpa sadar dia tersenyum sendiri.
*** "Hai, gue nepatin janji, kan?" cerocos Ferina sebelum orang yang sedang di
hubungi"y sempat bilang "halo".
"Ya, tentu saja lo nepatin janji." Tama tersenyum di ujung sana.
"Yap, tentu saja." Ulang Ferina. "Gue cuma mau bilang hari ini gue senang."
"Gue ikut senang dengar"y. Lo ngapain aja sampai merasa senang?"
"Banyak. Dan gue nggak mungkin sebutin satu2."
Termasuk merusak suasana hati Tiffany sampai pertemuan kalian hanya
berlangsung singkat. "Jadi, ngapain lo sampai keluar dengan Tiffany?" nada suara Ferina datar dan
dingin. "Gue bisa jelasin." Ujar Tama sabar. "Begini, nggak lama setelah gue ngajak lo
keluar, Tiffany datang dan meminta gue temenin dia ke kafe."
"Trus lo langsung mau aja, gitu?"
"Fer, bagaimana pun Tiffany sahabat gue, lo sendiri tahu dia kayak apa. Bagi
gue, nggak ada salah"y gue nemenin dia sesekali."
Ferina mendesah keras. Dia sudah tahu bakal begini. Tiffany nggak bakalan
melepaskan Tama semudah itu.
Walaupun gue belum sepenuh"y yakin dengan keputusan gue ini, kali ini gue
akan membiarkan dia menemui cinta"y.
Ferina masih ingat jelas bagian terakhir surat Tiffany itu. Dari perkataan"y jelas
sekali cewek itu nggak bakal melepas Tama seutuh"y, meskipun Tama sudah
menjadi pacar"y. "Baiklah, jadi ngomongin apa?"
"Nggak ada yang terlalu penting."
"Oh ya, seperti itu nggak ada yang terlalu penting?" nada suara Ferina mulai
meninggi. Dia jadi teringat waktu Tiffany menggenggam tangan Tama, dan
jujur dia cemburu. "Seperti itu" Seperti apa maksud lo?"
Ups, bodoh" Jangan sampai keceplosan Ferina" "Yah, maksud gue tiba2
ngajakin lo gitu." Ferina berkilah.
"Nggak ada, cuma nemenin dia minum di kafe aja."
"Jujur aja kenapa sih"!" Ferina benar2 nggak sabar lagi. "Gue tahu ada yang
lebih daripada sekadar duduk2 di kafe."
"Kok lo ngomong begitu sih?" Tanya Tama curiga.
"Karena gue ada di sana menyaksikan kalian berdua dengan mata kepala
sendiri!" Dan setelah mengucapkan itu Ferina mematikan ponsel dan melempar"y
dengan gusar. BAB 28 Ferina ada di sana. Tama tidak mempercayai pendengaran"y. Tapi semua"y masuk akal. Tama
ingat, begitu Tiffany menggenggam tangan"y, Ferina langsung menelepon dan
menanyakan dia ada di mana, bersama siapa. Itu karena Ferina tahu, dan dia
melihat"y sendiri. Tama nggak tahu harus bilang apa. Waktu itu Tiffany bilang dia nggak bisa
kehilangan Tama, dan ingin mereka kembali seperti dulu. Tama langsung
menolak dengan halus, meminta Tiffany memahami posisi"y. tapi Tiffany keras
kepala dan berkata tidak mudah bagi"y untuk menerima perubahan yang
begitu menyesakkan. Tama memandang layar ponsel"y sejenak dan menghubungi Ferina kembali,
mungkin dia bisa menjelaskan sedikit. Berkali-kali dia mencoba, meskipun tahu
Ferina pasti telah mematikan ponsel"y dan nggak kepingin bicara dengan"y.
Tama merebahkan tubuh. Bagaimana cara"y mengatasi situasi ini" Beberapa
hari belakangan Ferina memang tampak murung, seolah ada sesuatu yang
membebani pikiran"y, namun dia tak ingin seorang pun tahu. Dia memendam"y
sendiri. Semua itu terlihat sangat jelas. Ferina sendiri juga tidak berbohong
pada Tama dan sahabat2"y bahwa dia memang sedang memikitkan sesuatu,
dan dengan tegas mengatakan tak ingin membahas"y. Dan sekarang Tama
sudah menambah beban pikiran Ferina dengan masalah ini.
*** "Ma, Ferina berangkat ya." Kata Ferina sambil mencium mama"y.
"Beberapa hari ini Tama kok nggak datang jemput, ya?" Tanya Wulan
penasaran. "Kalian bertengkar?"
"Nggak. Kami baik2 aja kok, Ma. Ferina cuma lagi kepingin sendiri aja." Jawab
Ferina. "Dah, Ma?"
Sejak kasus Andra dan Yanda, Ferina tak henti memikirkan ulang semua"y.
Semua yang telah terkubur perlahan kini muncul dengan jelas dalam benak"y.
Mengapa dia masih mengkhawatirkan Andra" Semalam Ferina nyaris
menelepon Yanda, tapi dia mengurungkan niat"y. Yanda sudah berpihak
kepada Andra. Ini sangat mengganggu Ferina.
Ferina keluar dari rumah dan memandangi penginapan di depan rumah"y. Di
tatap"y sebuah jendela di lantai dua. Entah kenapa, sejak kemarin Ferina
merasa ada yang mengawasi"y dari sana. Dia terus memandangi jendela yang
tertutup gorden tipis itu. Aneh.
Sesampai di luar pagar Ferina mengeluarkan diary Faren dari tas"y. Di tatap"y
sejenak benda itu. Semua berawal dar sini, dari diary ini. Ah, seharus"y diary ini
tidak pernah ada. Kalaupun ada, seharus"y sudah di buang sejak dulu. Tapi tak
ada kata terlamabat, pikir Ferina. Dia bisa membuang diary itu sekarang.
Meskipun tidak banyak membantu, setidak"y lebih baik begitu.
Ferina menarik napas dalam2, lalu melemparka diary tersebut ke tumpukan
daun kering yang nanti siang akan di bakar Mama. "Selamat tinggal,
kenangan." Bisik Ferina sambil tersenyum getir. Senyum yang takkan mungkin
dapat dimaknai siapa pun.
BAB 29 "Fer, ke kantin yuk." Ajak Tiara yang sedang mencoret-coret buku matematika.
"Nggak deh, lo duluan aja. Gue nunggu Tama."
"Tapi biasa"y dia nggak selama ini. Mungkin ada yang harus dia kerjakan, kali,
jadi nggak bisa ngajak lo ke kantin."
"Nggak mungkin. Kalaupun benar begitu, dia pasti menyempatkan diri ngasih
tahu gue. Biasa"y kan begitu." Sahut Ferina malas2an.
"Ya sudah, kami duluan, ya." Kata Tiara dan Haikal serentak.
Benar juga kata Tiara. Biasa"y nggak pernah selama ini. Ferina akhir"y menutup
buku"y dan memutuskan untuk mencari tahu. Dia keluar kelas dan
mengarahkan langkah ke bangunan kelas tiga. Dia membujuk perasaan"y agar
tetap tenang. Dia sedang nggak kepingin menduga-duga yang nggak2 dulu. Dia
lelah dengan semua yang di pikirkan"y akhir2 ini.
Langkah Ferina terhenti ketika melihat kedua sosok itu berbicara di bawah
pohon mahoni besar di samping aula. Tempat itu sepi. Ferina menahan
emosi"y, lalu menghampiri pohon terdekat dan memastikan gerakan"y tidak
memancing perhatian. Dia bersembunyi di balik pohon. Dari situ mereka
terlihat jelas dan dia bisa mendengar sayup2 percakapan mereka.
"Fan, gue sekarang harus menemui Ferina!" kata Tama tegas. Ferina
mendengar bunyi daun berkeresak, tanda Tama mulai melangkah
meninggalkan Tiffany. Namun cewek itu segera menahan"y.
"Lo banyak berubah." Ujar Tiffany kecewa.
"Karena memang begitulah seharus"y." Tama membela diri.
"Tapi nggak sampai begini." Ujar Tiffany tertahan. "Gue kehilangan lo, gue
kesepian. Dan mungkinkah dugaan gue benar" Bahwa lo dekat sama gue hanya
karena kasihan" Karena gue berasal dari keluarga broken home, dan harus
tinggal sendiri karena mama gue nyaris OD"! Begitu, kan?"
"Fan?" Tama melunak dan mendadak merasa bersalah. Dia menyentuh bahu
Tiffany dengan lembut untuk menenagkan"y.
"Jadi benar, kan" Setelah keluarga gue rujuk lagi, lo merasa tugas lo selesai,
tanggung jawab lo lepas, beban lo lenyap. Begitu?"
"Bukan, bukan seperti itu." Tama berusaha meyakinkan Tiffany. "Hanya saja
sekarang gue" gue punya seseorang yang lebih membutuhkan kehadiran gue."
"Nggak!" Tiffany memeluk cowok itu. Tama terdiam dan nggak melawan.
"Untuk saat ini, gue mohon, lo jangan ninggalin gue. Gue kepingin kita kayak
dulu lagi, gue bener2 nggak bisa jauh dari elo." Tiffany melonggarkan pelukan"y
dan menatap Tama.
Simple Past Present Love Karya Thia Kyu Ori di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Entahlah?" bisik Tama bimbang. Dia balas menatap Tiffany sambil
menimbang-nimbang jawaban. "Gue nggak tahu. Tapi" baiklah?"
Ferina nyaris tersedak mendengar"y. Rasa"y ini seperti kejadian berulang. Dulu
Andra dan Faren. Sekarang Tama dan Tiffany. Tama memilih bersama Tiffany,
bukan diri"y. Hati Ferina hancur. Dia memejamkan mata. Betapa perih rasa"y.
Dia berbalik dan berlari menuju kelas"y. Tidak, tidak. Kali ini dia tidak boleh
menangis. Dia tidak akan menangis. Dia tidak akan pernah menangis lagi.
Tidak. Tidak. *** Bu Hanna mengakhiri kelas sambil mengingatkan ulangan semester tinggal
beberapa minggu lagi. Dan seperti ritual wajib, seuntai ceramah pendek
tentang penting"y mengulang pelajaran dari awal sebaik"y dilakukan dan
mereka seharus"y sadar sebelum diingatkan begitu. Terdengar keluhan
spontan dari mulut siswa-siswi yang sangat mencintai kebebasan itu.
Ferina nggak begitu tanggap dengan ingar-bingar yang mewarnai kelas sore itu.
Sejak tadi mata"y nggak lepas2 dari jendela. Tama telah menunggu"y.
Bu Hanna keluar kelas diikuti para siswa. Ferina ikut melangkah keluar,
berpura-pura tidak menyadari Tama telah menunggu"y. Dia terus berjalan
menunduk sampai Tama mencegat langkah"y.
"Ada apa?" Tanya Ferina dingin.
"Maaf, tadi siang-"
"Gue lagi nggak pengin bahas itu. Gue pengin pulang." Cetus Ferina datar. Dia
menepi untuk menghindar dari cowok itu.
"Fer." Tama menahan lengan"y, namun Ferina menepis"y. "Gue antar pulang."
"Nggak usah." "Fer, lo makin aneh aja. Beberapa hari ini lo melarang gue jemput lo. Yah,
kata"y lo kepingin sendiri. Gue terima karena lo masih bersedia gue antar
pulang. Tapi kenapa hari ini lo nggak ngizinin gue antar pulang" Lo sebenar"y
kenapa sih, Fer?" "Ya, gue memang makin aneh. Dan gue saranin sebaik"y mulai sekarang lo
jauh2 dari orang aneh kayak gue!" tukas Ferina sambil berlalu meninggalkan
Tama yang berdiri mematung.
"FER!" teriak Tama putus asa.
Ferina berbalik dan membalas teriakan Tama. "Ngapain juga lo masih di sini!
Tiffany udah nunggu lo dari tadi!"
Tama membeku mendengar ucapan Ferina. Apakah cewek itu menyaksikan
kejadian tadi" Ya Tuhan, kenapa tiba2 jadi kacau begini sih" Belum sempat
Tama menjelaskan kejadian di kafe kemarin, sekarang sudah ditambah lagi
dengan kejadian tadi siang.
Apa yang harus dia lakukan"
BAB 30 Setiba di kamar, Ferina langsung menghambur ke tempat tidur dan menangis
sesegukan hingga terlelap kecapekan.
"Fer?" Wulan mengguncang lembut tubuh Ferina.
"Ngg?"" Ferina menggeliat malas. Rupa"y dia sempat ketiduran.
"Mama mau keluar, ada urusan sama Manda. Kamu jaga rumah, ya?"
"Ya, Ma." Jawab Ferina seraya keluar kamar untuk mencuci muka. Setelah itu
dia menuju lemari es untuk mengambil jus jeruk. Tapi lemari es"y lagi2 nyaris
kosong. Dan yang tragis, camilan"y nggak ada yang bersisa.
"MAAAAA" KULKAS KOSONG!!!" seru Ferina tanpa ampun.
Wulan yang sudah berpakaian rapi bergegas memeriksa kulkas. "Benar juga."
Gumam"y pelan. "Kamu aja yang ke supermarket, ya?" ujar Wulan seraya memandang Feerina
dengan sedikit ragu. "Mama harus menghadiri acara dengan Manda dan
mungkin akan sampai malam. Bagaimana?"
"Baiklah." Ferina mengedikkan bahu. Habis mau gimana lagi. Lagi pula kalau di
pikir2 ada baik"y dia menghirup udara segar. Berbelanja seperti"y akan
membantu"y meringankan perasaan. Kemudian dia berganti baju dan buru2
berangkat ke supermarket bahkan sebelum Wulan pergi.
*** Ferina yang baru pulang dari berbelanja memasuki pagar dan melihat ruang
tamu yang masih gelap. Dia mengeluarkan kunci, memasukkan"y ke lubang,
dan memutar"y ke kanan. Nggak bisa. Dia mengerutkan dahi, mencoba
memutar"y ke kiri. Klik! Pintu terkunci. Berarti mama"y meninggalkan rumah
tanpa terkunci. Bagaimana bisa Mama seceroboh ini" Pikir Ferina. Dia kembali
memutar kunci"y ke kanan sampai terdengar bunyi klik. Lalu membuka pintu.
Tercium aroma bunga yang lembut dan menenagkan. Duh, sempat2"y Mama
menyemprot rumah sebelum berangkat tadi! Ada2 saja.
Diterangi sinar dari layar ponsel, Ferina menyusuri dinding dan menekan stop
kontak untuk menghidupkan lampu. Dia tertegun melihat ruang tamu"y yang"
Apa2an ini" Pikir Ferina. Apakah ada yang berulang tahun"
Ruang tamu"y di penuhi mawar segar. Dan pada saat bersamaan, Ferina
mendengar denting piano dari ruang tengah. Dia terkesiap. Siapa yang
memainkan piano" Mama"y" Nggak mungkin. Trus siapa lagi" Tiba2 Ferina
merinding. Piano itu terus saja mengalunkan musik. Ferina mengenal lagu itu. I Believe My
Heart"y Duncan James dan Keedie. Ferina tertegun. Dibiarkan"y nada2 yang
mengalun indah itu merasuki hati"y. Lagi2 dia terusik pertanyaan yang
mendesak segera di jawab. Siapa yang memainkan piano" Hantu Faren" Tidak
mungkin. Permainan piano Faren nggak seindah ini.
Siapa yang mengatur semua ini" Ini mirip kejutan ulang tahun"y lalu; dia
mendapati kulkas kosong, kemudian berteriak dan Mama meminta"y
berbelanja di supermarket. Aneh, kan"
Baiklah, hantu Faren atau bukan, Ferina harus tahu. Dengan jantung berdebardebar dia melewati ruang tamu lalu memasuki ruang tengah. Dan melihat"y.
Langkah Ferina kembali tertahan. Hati"y diamuk badai. Apakah penglihatan"y
salah" Ferina nyaris nggak percaya. Apakah ini mimpi"
Cowok itu tidak berhenti memainkan jemari"y tanpa menoleh, meskipun Ferina
tahu cowok itu pasti menyadari kehadiran"y.
"Andra?" bisik Ferina tertahan.
Ferina melangkah mendekat. Tidak salah lagi. Ini benar2 Andra. Ferina melihat
pelipis"y yang masih memerah, luka"y belum terlalu kering. Bagaimana Yanda
bisa melakukan itu" Ferina tiba di sisi Andra. Merasakan perasaan"y larut
dalam alunan nada indah itu. Dia duduk di samping Andra, memperhatikan
jemari"y. Sementara itu perasaan"y terus berkecamuk. Apa yang dirasakan"y
saat ini" Ferina memejamkan mata sesaat. Apakah dia merasakan rindu yang sangat
mendalam saat ini" Benar. Apakah dia menyadari sepotong kebahagiaan
menyelinap pasti di relung hati"y" Benar. Apakah dia sungguh2 membenci
cowok ini" Entahlah" Saat ini dia hanya ingin mendengarkan lagu yang
dimainkan cowok itu sampai selesai.
BAB 31 Andra mengakhiri permainan"y, dan ketika dia akan memulai lagu lain, Ferina
menyentuh tangan"y yang lecet, mengisyaratkan agar cowok itu berhenti.
Darah Ferina berdesir pelan. Ah, dia tidak bisa membohongi hati kecil"y,
bagaimana pun dia mencoba menepis"y. Dia tersadar aku masih mencintai
Andra. Renaldiandra; cinta pertamaku.
Ke mana pergi"y perasaan itu selama ini"
Andra akhir"y menoleh dan menatap Ferina. Ferina membalas tatapan itu
dengan perasaan rindu. Cowok itu belum berubah, masih sama seperti terakhir
kali dia melihat"y. Dia masih sangat tampan. Ah, Andra yang sangat di
sayangi"y. Di dalam benak Andra, pikiran2 yang sama pun berkelebat. Ferina belum
berubah. Ditatap"y wajah itu, mata biru"y masih mata yang dulu membuat"y
jatuh cinta. "Kamu cantik." Puji Andra.
"Ada apa kemari?" Tanya Ferina.
"Gue kangen. Gue pengin ketemu lo."
"Cuma itu?" Ferina yakin banget Yanda sudah menceritakan semua"y kepada
Andra. "Nggak juga. Gue kepingin meluruskan kesalahpahaman yang lo sangka selama
ini. Gue bahkan nggak tahu semua kejadian selama ini di sebabkan hal itu,
sampai Yanda akhir"y menjelaskan waktu gue keluar dari rumah sakit."
Semua sudah jelas bagi Ferina. "Baiklah." Kata Ferina memberi syarat agar
mereka pindah ke ruang tamu.
Andra meraih buket mawar indah yang tergelatak di atas piano. "Buat lo."
Ferina menyambut"y dengan perasaan" tak menentu. "Thanks ya?"
Mereka duduk di ruang tamu, berhadap-hadapan dalam diam.
"Kenapa jadi diam begini" Bukan"y lo pengin menjelaskan apa yang menurut lo
benar?" Ferina menyentakkan kesadaran Andra.
"Nggak tahu harus mulai dari mana." Andra menunduk. "Dan ini bukan soal
apa yang menurut gue benar. Tapi memang kebenaran sesungguh"y."
"Ya, tentu saja, siapa pun lebih senang menganggap diri"y paling benar,
sekalipun dia salah. Setidak"y untuk melindungi diri." Ujar Ferina datar.
"Inilah yang bikin gue nggak bisa memulai"y. Lo memandang gue seolah-olah
gue tertuduh yang mencoba membela diri!"
"Tapi pada dasar"y lo memang ingin membela diri, kan" Kalau nggak, untuk apa
lagi?" "Terserah apa kata lo. Yang jelas, dugaan lo selama ini salah besar, dan gue
menyesal mendengar"y."
"Tunggu, jadi lo pikir selama ini gue asal nuduh aja, gitu?" Ferina tersinggung.
"Kalau begitu, tunggu sebentar."
Ferina berlari ke kamar, membongkar tumpukan buku"y. Di mana sih diary itu"
Sial! Ferina baru ingat telah membuang diary itu ke tumpukan rumput kering
yang akan di bakar tadi pagi.
Tapi, sebentar. Dia teringat album foto yang ditemukan"y bersama diary itu.
Foto2 ini bisa menjadi alasan yang kuat, pikir Feina.
"Gimana lo menjelaskan semua ini?" Ferina menyodorkan album foto itu
dengan perasaan puas. Andra meraih album foto tersebut, mengamati isi"y satu per satu.
"Nah, lo mau bilang apa" Semua udah jelas, kan?" desak Ferina, suara"y
gemetar. "Tapi ini nggak seperti yang lo kira. Lo yakin bisa menarik kesimpulan yang
benar hanya dari foto2 ini?"
"Memang"y ada kesimpulan apa lagi?" Ferina coba tidak histeris. "Gue bukan
anak kecil tolol! Gue baca diay Faren. Dia sendiri menulis bahwa dia naksir lo!"
"Kalau begitu, lo bisa menunjukkan diary itu sekarang?"
"Sayang udah gue buang. Buat apa gue menyimpan sesuatu yang cuma bikin
hati terluka" Sesuatu yang membuat gue terjebak di masa lalu, sesuatu yang
nggak gue harapkan?" Ferina menenangkan diri. "Nggak ada guna"y juga gue
bohong dan nuduh lo yang nggak2, dan nggak ada guna"y juga lo berkilah
karena gue udah tahu jauh sebelum lo menyadari"y!"
"Dan lebih sia2 aja gue datang jauh2 ke sini kalau yang gue bawa cuma
kebohongan, sesuatu yang lo anggap pembelaan diri untuk memperbaiki imej
gue di mata lo." "Ndra, gue baca sendiri, Faren jatuh cinta sama lo! Betapa senang"y dia nonton
bareng lo, dan gue tahu lo yang deketin Faren. Iya, kan?"
Andra menatap Ferina dalam2. "Ternyata lo memang nggak ngerti sama sekali,
ya" Lo yakin sudah membaca diary Faren seutuh"y?"
Ferina terergun. Dia memang belum pernah membaca diary Faren seutuh"y.
Dia nggak sanggup membaca lebih jauh yang justru akan menyakitkan bagi"y.
Ferina seperti melihat kesedihan menaungi wajah Andra. Ah, benarkah Ferina
sesungguh"y salah paham"
Akhir"y dia menggeleng lemah, menyesali kebodohan"y tadi pagi.
"Apakah diary itu bisa membantu menjelaskan semua"y?" Tanya Ferina.
"Tentu saja. Semua orang pasti menulis diary itu dengan jujur, tanpa
menyembunyikan apa pun." Kata Andra. "Dan Faren memang nggak bohong
tentang perasaan"y. Dia menulis apa ada"y bahwa dia menyukai gue. Itu benar.
Tapi pernahkah Faren menulis bahwa gue juga balas menyukai"y" Bahwa gue
memiliki perasaan yang sama terhadap"y" Berani tahuhan, lo nggak bakal bisa
membuktikan"y!"
Speachless. Andra benar. Ferina nggak bisa membuktikan"y. Mungkinkah cowok itu
mengatakan yang sebenar"y"
Ferina resah. Dia ingin tahu yang sebenar"y. Mungkinkah diary itu masih di
luar" Dia ingin keluar mencari diary itu. Ketika Ferina beranjak, Andra
mencegat"y. "Mau ke mana?" Ferina berbalik dan memandang cowok itu. "Guemau nyari?"
"Ini?" kata Andra sambil memperlihatkan diary yang sangat dikenal Ferina.
"Lo?"" Ferina sungguh tak percaya.
"Tadi pagi gue liat lo membuang ini. Dari kamar gue di penginapan di depan
rumah lo ini tentu saja. Setelah lo pergi, gue memungut"y dan akhir"y
mengerti." Ferina nggak tahu harus bilang apa. Dia duduk di samping Andra. Berarti
perasaan"y tadi pagi nggak salah, rupa"y Andralah yang mengamati"y dari lantai
dua penginapan. "Jadi?" Ferina mencoba menemukan kata yang tepat. "Bagaimana ini bisa
menjelaskan semua"y?"
Andra membuka diary itu dan menjepit bagian tengah"y. "Bisa aja, asal lo
membuka staples yang menyatukan bagian ini, trus membaca"y."
Ferina melihat hasil karya"y itu.
Ferina menimbang-nimbang diary di dalam genggaman"y. "Gue memilih
memercayai perkataan lo. Soal diary ini, akan gue baca dalam suasana tenang.
Lagi pula, ini cukup tebal. Lo bisa jelasin sekarang."
Andra tersenyum lega. "Sederhana saja." Andra memulai. "Gue ikut les musik bukan karena kepingin
belajar musik. Dan juga bukan karena gue jatuh cinta pada Faren dan kepingin
mendekati"y. Tapi gue mendatangi tempat itu hanya untuk satu tujuan: gue
kepingin mempersiapkan kejutan di hari ulang tahun lo." Kata Andra mantap.
Diri Ferina bagai luluh lalu mengecil dan semakin mengecil dan hilang ditelan
kebodohan"y sendiri.
"Kejutan?" Ferina mengulangi kata itu perlahan.
"Tepat. Gagasan itu muncul begitu saja waktu pertama kali gue ke rumah lo,
tepat"y waktu Faren bilang akan berangkat les musik. Kejadian singkat itu
langsung menelurkan inspirasi cerdas yang bakal mewujudkan impian gue.
Gagasan itu memicu ide2 kreatif gue untuk mempersembahkan sesuatu yang
berbeda, sesuatu yang istimewa untuk ulang tahun lo, karena saat itu" gue
akan mengungkapkan perasaan gue dengan cara berbeda, cara yang akan
membuat lo terkesan dan nggak bakal pernah melupakan"y."
Air mata Ferina kembali merebak membasahi pipi, air mata penyesalan. Betapa
dia sangat bodoh selama ini. Faren ikut terlibat memeprsiapkan kejutan itu,
kejutan di hari ulang tahun mereka"
"Gue kepingin mempersembahkan pertunjukan musik yang indah, meskipun
nggak megah, tapi pasti sangat istimewa. Akhir"y gue memutuskan ikut les
musik di tempat Faren berlatih, dan dengan bantuan Faren, gue membentuk
orkestra kecil untuk mewujudkan rencana gue, impian kecil gue. Sejak itu kami
giat berlatih. Dan kami sangat menikmati"y. Tapi sayang, belum lagi separuh
jalan, Faren?" "Sudah! Cukup!" Ferina kini terisak.
Faren bahkan nggak sempat merayakan ulang tahun"y yang ketujuh belas"
Betapa bodoh"y diri"y selama ini" Dugaan"y sangat jauh dari kenyataan. Dia
telah melakukan kesalahan besar!
Dia telah melakukan kesalahan besar!
Lalu bagaimana dengan Andra" Ketulusan hati"y justru berbalik menjadi
bumerang yang menyerang"y tanpa ampun.
"Ndra, maaf?"bisik Ferina tertunduk.
"Sudahlah." Dengan lembut Andra menyeka air mata yang sudah membasahi
pipi Ferina. "Tidak ada yang perlu dimaafkan. Tidak ada yang perlu disesali.
Tidak ada yang salah."
"Lo" nggak marah?"
Andra menggeleng. "Sama sekali nggak. Gue ngerti perasaan lo. Kesalahan bisa
terjadi pada siapa pun, dan memaafkan justru akan melapangkan dan
membuat segala"y jadi lebih baik."
Cowok ini, dia bukan hanya memiliki wajah menawan, namun juga memiliki
hati yang lembut. Ferina malu kepada diri"y sendiri.
"Faren memiliki semua yang diimpikan cowok mana pun, sementara gue nggak
punya apa2. Gue pikir nggak aneh kalau lo lebih tertarik sama dia?"
"Siapa bilang?" sambung Andra. "Bukti"y sampai sekarang, nggak ada satu
cewek pun di dunia ini yang berhasil menyingkirkan elo dari hati gue. Semua
Simple Past Present Love Karya Thia Kyu Ori di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
yang terjadi ini" tak sedikit pun mengubah persepsi gue terhadap lo. Because,
I believe my heart, and I trust my heart to you"!"
Kata2 itu terdengar sangat indah. Alangkah bodoh"y Ferina selama ini.
"Trus" bagaimana dengan Faren" Bukankah dia menyukai lo, apakah dia
menyatakan"y?" Andra terdiam. Inilah rahasia sebenar"y.
Andra menimbang sejenak sebelum akhir"y berkata. "Ya, dia bilang ke gue. Tapi
dia sudah tahu jawaban gue. Dia cuma kepingin gue mengetahui perasaan"y,
begitu kata"y."
"Benarkah hanya itu" Terus foto2 ini?" desak Ferina.
Andra terdiam. "Baiklah." Dia tampak kesulitan menemukan kata2 yang tepat.
Bayangan itu kembali berkelabat, seolah-olah diputar ulang dalam bayangan
samar2. *** Sore itu Faren mengajak Andra ketemuan. Kata"y ada yang ingin dibicarakan"y.
Andra langsung yakin ini ada hubungan"y dengan latihan mereka. Tapi tak
sedikit pun Faren mengungkit soal latihan, melainkan malah membicarakan hal
lain. "Ndra, aku tahu aku nggak akan pernah memiliki kamu, aku sadar kamu nggak
akan pernah sayang sama aku. Dan aku juga nggak pernah berharap sejauh
itu?" wajah Faren memerah.
"Lalu?" Tanya Andra tertahan.
"Aku cuma ingin tahu apa" apakah kamu mau jadi" pacarku. Sampai semua
ini selesai. Begitu kami berulang tahun, dan kejutan ini berhasil, kamu adalah
milik Ferina sepenuh"y, dan aku nggak akan pernah mengganggumu lagi."
Faren terus menunduk. Andra nggak tahu harus bilang apa.
"Sori, Ren. Gue nggak bisa. Gue takut perasaan lo jadi semakin dalam, dan
ketika itu terjadi" elo bakal terluka. Gue nggak bisa. Maaf."
Faren merasa sangat kecewa. "Cuma untuk sesaat, sesaat kebahagiaan
untukku. Itu saja kok. Ini pertama kali"y aku merasakan cinta, dan mungkin"
mungkin aku nggak akan pernah jatuh cinta lagi." Faren mengangkat wajah"y.
"Hanya beberapa minggu, setelah itu kamu adalah milik Ferina."
Jantung Andra berdebar melihat tatapan Faren. Perasaan"y sangat aneh.
Kenapa Faren berkata seakan dia"
"Kita nggak akan pernah tahu kapan kita bakal jatuh cinta." Andra berusaha
mengusir perasaan itu. "Jadi, nggak bijaksana kalau lo ngomong kayak begitu.
Suatu hari nanti, cinta sejati itu akan datang."
Faren tersenyum. "Aku juga nggak tahu kenapa aku bisa merasa seperti itu. Aku berlebihan, ya?"
Tanya Faren. "Entahlah?" "Jadi kamu bersedia, kan" Sebentaaar saja. Sesaat kebahagiaan yang ingin
kucicipi. Rasa"y aku pasti menyesal kalau nggak pernah pacaran dengan orang
yang aku suka." Astaga, kok dia ngomong begitu sih"
"Lo jangan pernah ngomong begitu, hidup lo masih panjang. Lo akan
menemukan berbagai macam cinta yang berbeda."
"Memang"y hidup bisa sepanjang apa" Bagiku satu cinta saja sudah cukup.
Nggak perlu dua, tiga, apalagi lebih. Satu cukup."
"Ren, jangan ngomong yang aneh2 ah!"
"Jadi gimana keputusan kamu?" desak Faren. "Aku bisa mati penasaran?"
"Ya udah! Oke deh, mulai saat ini gue jadi" pacar lo."
"Benarkah?" mata Faren berbinar bahagia.
"Benar. Asal lo janji, Ferina nggak akan pernah mengetahui ini, sampai kapan
pun." "Baiklah, sampai kapan pun. Janji."
Dan betapa terkejut"y Andra ketika seminggu kemudian Faren mengalami
kecelakaan dan pergi untuk selama"y, bahkan sebelum dia sempat membuka
mata, melihat dunia untuk terakhir kali"y..
BAB 32 "Hei, kok lama banget mikir"y?"
"Eh, maaf. Gue lagi berusaha mengingat. Entahlah, mungkin semua"y tertulis di
diary itu." "Begitukah" "Gue rasa sebaik"y lo mengetahui"y dari sudut pandang Faren, bukan gue."
Mereka kembali terdiam. Ferina menunduk dan mengamati jari"y. Apa yang
dirasakan"y saat ini" Kini dia mengetahui yang sebenar"y, dan dia menyadari
kesalahan"y. Apa yang bisa dilakukan"y" Bisakah dia memperbaiki semua ini"
Kalau saja waktu bisa diputar balik"
Ferina mengangkat wajah, menatap Andra sesaat. "Bagaimana dengan?""
Ferina mengangkat tangan menyentuh jantung"y sendiri.
Andra tersenyum sekilas, mengerti apa yang dimaksud cewek itu. Diraih"y
tangan Ferina dan ditempelkan"y telapak tangan cewek itu di dada"y. "Nggak
pa2. Dia masih ingin terus berdetak demi orang yang dicintai"y?"
Darah Ferina berdesir pelan dari ujung kaki sampai kepala. Benarkah yang
dikatakan Andra" Ferina menatap wajah"y yang tulus. Ah, tatapan itu" tatapan
yang teramat dirindukan"y" senyum itu, senyum yang menghangatkan"y.
Andra masih menyimpan cinta untuk"y"
Ferina bisa merasakan degup jantung Andra yang berirama, jantung"y sendiri
ikut berdetak senada, seakan mengikuti detak yang bagaikan resonasi yang
beriringan dengan indah"y. Sekonyong-konyong terdengar deru mesin sepeda
motor. Andra tersentak, dilepaskan tangan Ferina.
"Lo nggak pa2?" Tanya Ferina saat melihat wajah Andra yang pucat. "Belum
boleh kaget, ya" Tenanglah, nggak ada apa2 kok." Ferina berkata sambil
mengusap-usap bahu Andra.
Tak lama kemudian Ferina mendengar derum halus mobil yang sangat
dikenal"y. Mama dan Manda sudah pulang.
"Semua berjalan lancar?" Tanya Wulan santai begitu memasuki ruang tamu.
Dia tersenyum penuh arti, lalu melenggang ke dapur. Ferina dan Andra jadi
salah tingkah dibuat"y.
"Kayak"y gue harus balik." Ujar Andra seraya melihat jam tangan"y.
Ferina sedikit kecewa, namun mengangguk pelan dan memanggil Mama.
Wulan menyusul ke ruang tamu dan menyambut uluran tangan Andra.
"Makasih ya, Tante."
"Nggak masalah." Kata Wulan. Dia tersenyum hangat.
Andra keluar diikuti Ferina yang nggak ingin beranjak dari sisi"y, seakan belum
rela untuk berpisah dengan"y.
"Mau nganter gue sampai ke depan kamar nih?" gurau Andra. Suara"y
terdengar tak bertenaga. Semua ini pasti sangat melelahkan dan menguras
emosi;y. "Boleh, kalau bisa." Sahut Ferina. Ia menikmati sensasi yang sudah lama tak
dirasakan"y jika berada di dekat Andra, merasa hangat dan nyaman.
Tiba2 Andra mencengkeram lengan Ferina erat2. Tubuh"y terhuyung
kehilangan keseimbangan. Refleks Ferina segera menopang tubuh Andra yang
semakin lemas. "Ndra! Andra! Lo kenapa"!" Ferina pankc. Wulan yang mendengar teriakan
Ferina segera menyusul keluar.
"Ada apa"!" Wulan nggak kalah panik. Diraba"y leher Andra. "Dia demam,
bawa ke dalam saja."
Dengan dipapah Ferina dan mama"y, Andra mencoba menggerakkan kaki"y
dengan susah payah. "Hhhh?" Wulan dan Ferina menghela napas sambil menyeka keringat di dahi.
Mereka berhasil membawa Andra ke tempat tidur Ferina, kamar terdekat yang
bisa mereka capai. "Berat banget?" kata Ferina.
Wulan memeriksa kotak obat, mengambil penurun demam dan segelas air.
"Bantu dia meminum obat ini, Mama akan menyiapkan kompres."
Ferina menurut dan mengulurkan obat penurun panas itu ke bibir Andra.
"Ndra, minum ini dulu ya." Bisik"y. Andra hanya mengerang pelan dan tidak
bereaksi. "Ndra?" Ferina menopang kepala Andra dan memasukkan tablet itu
ke mulut"y. "Minum ya." Kata"y sambil mendekatkan gelas ke bibir Andra yang
pucat. Setengah sadar cowok itu menyesap air dan menelan obat"y dengan
mata nyaris terpejam. Setelah itu dengan hati2 Ferina meletakkan kepala
Andra. Diselimuti"y tubuh cowok yang tidak berdaya itu.
Ferina duduk di samping tempat tidur dan memandangi Andra, hati"y hancur
dan mengharu biru. Ditatap"y wajah yang pulas itu dengan penuh kerinduan.
Ferina tersadar selama ini perasaan itu selalu ada, hanya saja tertutup kabut
kebencian yang seolah membekukan hati"y. Sekarang kabut itu telah pergi, dan
perasaan itu kembali menyinari hati"y. Cinta pertama itu bersemi kembali"
"Kalau nggak ada perubahan, besok kita harus membawa"y ke dokter." Wulan
mulai mengompres kening Andra. "Kasihan. Kondisi"y lemah begini, tapi dia
nekat jauh2 kemari dan melakukan hal2 yang menguras tenaga"y."
Ferina terdiam cukup lama mendengar ucapan mama"y barusan. "Mama pasti
sudah tahu cerita"y, ya?" tebak"y.
Wulan menatap Ferina dan mengangguk pelan. "Dia menceritakan semua yang
terjadi, dan semua kegelisahan"y."
"Ferina merasa bersalah?"
"Tak ada yang perlu disesali, yang penting kita sudah tahu kebenaran"y, kita
hanya perlu memetik hikmah"y saja." Ujar Wulan bijaksana.
"Ma, bolehkan Ferina tetap di sini menjaga Andra" Bagiamanapun Ferina
merasa bersalah, dan merasa bertanggung jawab atas semua ini."
Wulan terdiam sejenak sebelum akhir"y berkata, "Baiklah, kamu rawat dia
baik2, ya." "Makasih, Ma." Sahut Ferina lega.
*** Siapa dia" seperti"y mereka sudah lama saling mengenal. Cara"y memandang"
lalu dia menggenggam tangan itu, meletakkan"y di dada"y" Siapa dia?"
Tama berbaring resah. Dia bahkan belum sempat berganti pakaian. Dia masih
belum ingin memercayai yang dilihat"y tadi. Dia menyaksikan kejadian itu
dengan jelas dari balik pagar, lewat pintu yang tebuka lebar. Tama mengawasi
mereka cukup lama. Pembicaraan itu seperti"y sangat pribadi" seolah-olah ada
rantai emosi yang" Ah, apa yang dipikirkan"y" Tama mencoba menepis pikiran buruk itu dengan
mengacak-acak rambut"y sendiri.
Malam itu dia bermaksud menemui Ferina untuk membicarakan masalah yang
belakangan mengusik hubungan mereka. Tapi yang disaksikan"y tadi" apa
arti"y" Dengan perasaan tak menentu Tama memacu motor"y diikuti derum
yang menggelegar memekakkan telinga.
Cowok itukah yang mengusik pikiran Ferina akhir2 ini" Tama semakin resah
dan merasa tidak nyaman. Diakah yang membuat Ferina berubah" Jangan"
jangan sampai Ferina berpaling dari"y"
Siapa cowok itu?" Tama mencoba menghubungi ponsel Ferina. Tak ada jawaban. Berulang kali dia
mencoba, tapi ponsel cewek itu tidak aktif.
Gue nggak bisa tanpa lo, Fer" gue belum pernah sesayang ini sama cewek"
gue nggak mungkin sanggup kehilangan lo" siapa pun cowok itu, jangan
sampai merusah hubungan kita, Fer"
Tama benar2 cemas, walaupun belum sepenuh"y yakin dengan apa yang
dilihat"y. Dia terus mengulang-ulang ucapan"y sampai akhir"y benar2 terlelap.
BAB 33 Ferina tersentak oleh getaran ponsel"y. Dia mengamati layar"y dan terdiam.
Hati"y langsung resah, tersadar masih ada masalah yang harus diselesaikan"y
dengan cowok ini. Dia sama sekali telah lupa. Andra membuat"y lupa segala"y,
menyedot segenap pikiran dan perhatian Ferina, sehingga dia tak sempat
memikirkan hal lain selain diri"y dan Andra.
Ferina memperhatikan ponsel"y yang masih berkedip-kedip. Tama terus
mencoba menghubungi"y. Tapi Ferina masih enggan menjawab, dia ingin
menenangkan pikiran"y yang baru saja terbebas dari beban masa lalu. Akhir"y
ditekan"y tombol OFF. Setidak"y malam ini HP"y tidak akan mengganggu"y.
"Maaf." Bisik Ferina pelan.
Ia meraba leher Andra. Demam"y mulai turun. Dia terus menatap cowok itu.
Sesekali Andra mengerang tidak jelas kemudian kembali tenang. Semua ini"
ah, kenapa begini jadi"y" pikir Ferina.
Perhatian"y teralih pada diary di meja belajar"y. Ferina bangkit berdiri,
mengambil"y, lalu kembali duduk di samping Andra. Hati2 dia melepaskan
staples hingga halaman2 itu terbuka. Dengan lebih tenang dia mencoba
membaca beberapa di antara"y.
Sabtu, 16 April 2011 Hari ini di sekolah sangat menyenangkan. Walaupun setelah ku ingat2 lagi, tak
ada hal istimewa. Tapi bukankah besok hari Minggu" Ah ya, aku ingat besok
hari Minggu, dan aku senang. Tapi tepat"y bukan hari Minggu yang membuatku
gembira. Melainkan karena hari itu berarti aku les musik! Jari2ku sudah gatal
ingin memainkan musik dan sebaik"y besok aku berlatih dulu sebelum
berangkat les. Aku ingin menunjukkan pada"y permainan musikku, meskipun
mungkin belum terlalu bagus.
Oh tidak! Apa sih yang aku pikirkan" Entahlah" Sejak tiga hari yang lalu aku
selalu memikirkan"y. Aku bahkan sangat suka mendengar segala sesuatu
tentang"y dari Ferina. Aku jadi mengetahui kebiasaan"y, kesenangan"y, dan
jantungku berdebar setiap kali mendengar semua hal tentang dia!
Belum pernah perasaanku begini melambung. Aku hanya ingin menghabiskan
lebih banyak waktu bersama"y. Aku terkesan saat pertama kali berkenalan
dengan"y, dan kembali terkesan saat mendengar permainan musik"y. Dia
sungguh memesona! Ferina menarik napas dalam2. Love at first sight. Itulah yang dialami Faren.
Ferina merenung. Tentu saja dia nggak pernah menduga hal ini dapat terjadi.
Salahkah Faren" Entahlah, tapi siapakah yang bisa mengendalikan perasaan
cinta" Ferina melanjutkan membaca. Sesekali dia mengganti kompres Andra
dan meraba suhu"y. Seperti"y sudah mulai membaik.
Minggu, 17 April 2011 Tadi aku memainkan lagu bersama"y. Aku yakin nggak salah lihat, dia sangat
memesona saat bermain. Wajah"y tenang dan dia menjiwai musik yang
dimainkan"y. Permainan"y benar2 sempurna. Rasa penasaranku kembali
muncul. Untuk apa dia di sini"
Akhir"y aku menyela permainan"y dengan pertanyaan itu. Dia berhenti
bermain, berpikir sejenak, lalu mengatakan"y.
Dia ingin membuat pertunjukkan musik sederhana. Aku mengerutkan dahi
tidak mengerti. Lalu dengan wajah sedikit malu dia mengatakan sebenar"y dia
menyukai Ferina. Dia ingin membuat kejutan itu untuk merayakan ulang tahun
Ferina sekaligus mengungkapkan perasaan"y. Semangatku lenyap seketika.
Ferina pasti akan bahagia hari itu, bukankah ini yang di tunggu2"y selama ini"
Dia belum tahu apa persis"y yang akan dilakukan"y. Tapi kata"y dia akan sangat
membutuhkan bantuanku untuk membujuk teman2ku agar terlibat dalam
rencana ini. Sekali lagi Ferina menyesali diri"y yang telah gegabah. Dia telah melewatkan
hal2 penting yang justru berlawanan dengan kesimpulan awal yang telah
ditarik"y. Dia merasa malu, bodoh, dan kekanak-kanakan. Tiba2 dia teringat
sesuatu. Ada satu hal yang belum disampaikan Andra pada"y, seperti hal yang
cukup pribadi. Ferina pun membalik-balik halaman diary itu sampai
menemukan apa yang dicari"y.
Rabu, 4 Mei 2011 Tak terasa tiga minggu telah berlalu sejak Andra di les musikku. Kami telah
membentuk kelompok yang terdiri atas lima belas orang untuk memainkan
aransemen yang diinginkan Andra. Aku menikmati kebersamaan dengan"y,
walaupun tahu dia berada di sana semata untuk Ferina. Tapi, entah mengapa
hal itu tidak membuat perasaanku surut. Ferina benar, cinta itu rumit. Aku
bahkan tidak bisa memahami"y, bahkan di saat aku sendiri merasakan"y.
Waktuku untuk bisa bersama"y terasa semakin singkat. Sebulan lagi ulangan
kenaikan kelas, dan Andra telah memutuskan untuk sementara kami berhenti
latihan dulu. Lagi pula, permainan kami sudah sangat bagus dan tinggal
disempurnakan sedikit lagi. Sementara itu, dia akan menyiapkan kejutan lain
sendiri. Ah, lemas aku membayangkan"y. Dua mingu setelah kenaikan kelas
kami akan berulang tahun, dan setelah itu aku harus melepaskan"y.
Entah apa yang kupikirkan saat aku memberanikan diri meminta"y
menemaniku ke kafe. Mungkin ini sangat konyol, tapi aku akhir"y menyatakan
perasaanku pada"y. Yah, hanya sekadar supaya dia tahu saja.
Kamis, 5 Mei 2011 Akhir2 ini perasaanku aneh. Entahlah, aku merasa seakan" seakan takkan
pernah bertemu lagi dengan orang2 yang kusayangi. Aku tidak tahu apakah itu
hanya perasaan atau terbawa mimpi buruk. Aku merindukan Mama, Daddy,
Simple Past Present Love Karya Thia Kyu Ori di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Ferina, dan Andra, meskipun mereka ada di dekatku. Perasaan macam apakah
itu" Aku pun jadi ingin bangun lebih awal dan memandangi langit pagi serta alam
sekiarku. Aku ingin tidur lebih larut dan kembali memandangi langit
berbintang, berayun seakan langit semakin dekat denganku.
Hari ini aku meminta Andra menemuiku. Rasa"y pikiranku aneh dan aku
meminta"y jadi pacarku. Aneh, aku sendiri nggak bisa memercayai bahwa aku
mengatakan"y. Yang kutahu, perasaan itulah yang mendorongku melakukan"y.
Detak2 jantungku seakan selalu berkata: sebelum terlambat" sebelum
terlambat" sebelum etrlambat.
Sebelum terlambat apa" Entahlah" yang jelas aku akhir"y menyatakan
perasaanku. Andra menolak dengan berbagai alasan dan argumen. Tapi yang
kutahu, pokok"y Andra harus mau dan akhir"y aku pun berhasil meyakinkan"y,
bahwa itu hanya untuk sementara. Setelah kami berulang tahun, dia akan
bersama Ferina dan aku tidak akan mengganggu"y lagi"
Ferina menutup diary. Sekujur tubuh"y merinding. Jadi, mereka memang
sempat menjalin hubungan, tapi tidak seperti dugaan Ferina. Itu adalah
permintaan Faren sebelum dia pergi"
Air mata kembali membasahi wajah Ferina. Air mata penyesalan. Dia sudah
salah paham. Ini bukan seperti yang dibayangkan"y" Faren bahkan nggak
sempat berumur tujuh belas"
Tiba2 tangan"y digenggam seseorang. Ferina tersentak dan menoleh tanpa
sempat menghapus air mata"y. Andra sudah bangun.
"Hei, kok bangun" Ayo tidur lagi?" bisik Ferina seraya memaksakan senyuman.
"Gue di mana?" kata Andra mengerjap dan menatap sekeliling"y. "Sekarang
jam berapa" Lo" kenapa nangis?"
"Nggak pa2." Ferina mengusap air mata"y. "Lo sekarang ada di kamar gue. Dan
sekarang udah jam satu."
"Hah"! Jam satu?" Andra mencoba bangkit, namun langsung ditahan Ferina
dengan kedua tangan"y.
"Eh, lo istirahat dulu aja. Ini jam satu pagi, Ndra."
"Tapi lo kok nggak tidur?"
"Udah" nggak pa2, tenang aja, gue jagain lo di sini."
"Gue udah nggak pa2, Fer. Udah lumayan. Mendingan lo tidur, besok masuk
pagi, kan?" Ferina berpikir sejenak. Sebenar"y kalau boleh memilih, dia ingin menemani
Andra sampai pagi. "Fer" gue jadi nggak bisa tidur tenang kalau lo sendiri nggak istirahat.
Please?" "Ya udah, tidur yang nyenyak ya." Ujar Feina sera menyelimuti Andra. Lalu dia
bangkit berdiri dan berjalan ke pintu.
"Fer?" Ferina menghentikan langkah dan berbalik. "Hm?"
"Tidur nyenyak, ya."
"Kamu juga, ya." Sahut Ferina seraya mematikan lampu.
"Fer?" "Apa lagi?" Ferina kembali berbalik.
"Gue sayang lo."
"Me too?" balas Ferina tanpa berpikir panjang. "Gue matiin lampu, ya?"
"Oke." Sahut Andra. "Makasih, ya?"
*** Ferina berbaring di samping mama"y dengan mata nyalang. Pikiran"y tak henti
menyuarakan kegalauan hati"y. Apakah dia masih bisa memilih" Andra masih
menyayangi"y dan dia telah mengalami banyak kesulitan serta berkorban
begitu banyak. Dan sekarang dia datang membawa cinta yang sejak dulu
sangat di nanti2kan Ferina.
Tapi bagaimana dengan Tama" Tama tidak tahu-menahu tentang Andra dan
Andra bahkan juga nggak tahu dia sudah jadian dengan Tama.
Ah, teringat Tama, perasaan Ferina tidak menentu. Apa yang harus
dilakukan"y" Haruskah dia memanfaatkan pertengkaran mereka untuk
menjauhi Tama dan kembali kepada Andra"
Bodoh. Tentu saja dia tidak sekeji itu. Tidak. Itu bukan diri"y. Tapi apa yang
harus dilakukan"y sekarang"
BAB 34 Pagi itu Ferina terlambat tiba di sekolah.
Setengah berlari Ferina menuju kelas"y dan heran sendiri melihat siswa2 masih
berkeliaran di koridor dan taman. Dia mendapati Haikal dan Tiara yang berdiri
di depan pintu kelas. "Hai, nggak ada pelajaran, ya?" Tanya Ferina terengah-engah.
"Lagi ada rapat." Sahut Tiara. "Biasa, membahas ulangan kenaikan kelas.
Hhhh" kayak"y gue belum siap deh!"
"Oh, gitu ya." Kata Ferina sambil ikut bergabung. "Baguslah."
"Hei, taruh tas dulu gih." Celetuk Haikal.
"Bilang aja mau berduaan?" kata"y seraya ngeloyor masuk kelas.
Sesampai di kelas, langkah Ferina melmbat ketika menyadari seseorang telah
menduduki bangku"y. "Hai." Sapa Ferina dingin.
Cowok itu mendongak dan wajah"y seketika menjadi cerah melihat kedatangan
Ferina. Dia tersenyum lebar. "Hai juga, Honey!"
"Ngapain lo cengar-cengir nggak jelas begitu?" kata"y dengan tampang malas.
"Cengar-cengir nggak jelas gimana" Ke taman yuk!" ajak Tama seraya menarik
tangan Ferina. Dalam hati Ferina bertanya-tanya apa yang membuat cowok itu tiba2 jadi
aneh. "Lo kenapa sih"!" Ferina nggak tahan menyimpan rasa penasaran"y.
"Kenapa apa"y" Gue baik2 aja kok!"
"Oh, ya" Kayak"y nggak biasa banget deh pagi2 elo udah nyatroin kelas gue.
Dan tampang lo itu kelewat bahagia! Nggak biasa dan aneh!"
"Memang"y salah ya gue merasa bahagia karena bisa bareng cewek yang paling
gue sayang di seluruh dunia?" ujar Tama. "Mana pagi"y juga cerah begini?"
"Gue bilang aneh ya aneh!" Ferina tetap ngotot.
"Terserah lo mo bilang apa deh, Honey!" kata Tama lagi. Ditarik"y Ferina ke
bangku taman yang mengelilingi pohon.
"Kejutan!" kata Tama sambil memamerkan sebatang cokelat besar di hadapan
Ferina. Ferina sangat heran dengan sikap Tama yang berubah drastis.
Bukankah kemarin mereka baru saja bertengkar. Sekarang tiba2 sikap Tama
kelewat ceria. "Hei, Darling, kok bengong?" tegur Tama.
"Lo kenapa sih"!" kata Ferina, raut wajah"y sebal.
"Eh, eh, kok gitu sih" Lo kok marah, jangan begitu sayang." Tama malah
menanggapi dengan manis. "Tama!!!" "Oke2." Ujar Tama sambil mengangkat kedua tangan"y. "Pissss." Kata"y. Lagi2
dengan senyum kelewat lebar.
Gue lebih senang liat lo sebel begini daripada lo diam kayak musuhin gue. Apa
pun akan gue lakukan asal gue nggak kehilangan elo"
Feribna diam saja dengan tampang cemberut.
"Emang gue salah apa sih?" Tanya Tama. "Salah ya gue ngasih cokelat" Tapi
kayak"y nggak deh! Malah pas banget gue ngasih cokelat di saat2 begini. Soal"y
gue sering baca, cokelat mengandung phenethylamine yang bisa memperbaiki
suasana hati. Nah, bagus banget, kan?" cerocos"y cepat kayak kereta api.
Ferina masih bertahan dalam diam. Lebih baik dia nunggu sampai cowok ini
capek sendiri dengan kekonyolan"y.
Menyadari cokelat"y tidak mendapat sambutan, akhir"y Tama membuka sendiri
cokelat itu lalu menawarkan sepotong kepada Ferina. "Sayang, ayo senyum
dong?" bujuk"y seraya menatap Ferina lembut. Tama tersenyum.
Benteng Ferina pun roboh, dan ia pun tersenyum manis yang sudah sangat
dirindukan Tama. Ferina nggak habis pikir, cowok ini selalu punya cara nggak
terduga untuk menghibur dan meluluhkan hati"y.
"Kemarin lo nggak ngajak gue ke kantin, tapi malah milih bareng Tiffany. Gue
liat kalian dan gue jengkel." Kata Ferina tanpa memperlihatkan raut marah
ataupun sakit hati. Tama mendesah. "Fer" semua itu bukan mau gue. Gue udah berusaha
menolak, tapi Tiffany ngotot."
"Bagaimanapun yang harus lo cari itu gue!"
"Gue tahu, tahu banget. Tapi lo sendiri tahu Tiffany kayak apa!" Tama
berusaha meyakinkan. "Lo masih ingat gue pernah bilang begini: "Sekalipun
ada seribu Tiffany menggoda gue setiap hari, perasaan gue ke elo tetap nggak
bakal berubah, perhatian gue buat lo nggak akan berkurang, yang gue butuhin
hanya kepercayaan dari lo" ingat, nggak?"
"Kayak"y iya." Ujar Ferina. "Trus kenapa?"
"Lo percaya gue?"
"Mungkin." "Kenapa mungkin?" Tama protes. "Fer, sekarang lo liat gue. Liat, gue bohong
apa nggak." Ferina terus menunduk. "Yang jelas gue nggak suka elo kayak begitu."
"Fer" gue sayang banget sama lo. Kalau itu mengganggu pikiran elo, baiklah.
Mulai saat ini gue akan menjauhi Tiffany, dan gue nggak akan dekat sama
cewek mana pun. Janji?" kata Tama sambil mengacungkan kedua jari"y. "Tapi,
asal lo juga janji nggak bakal ninggaalin gue dengan alasan apa pun, sampai
kapan pun. Janji" Lo bisa janji, kan?" desak Tama.
Ferina terkesiap mendengar kalimat terakhir cowok itu. Dia nggak sanggup
berjanji. "Gue bukan Tiffany yang senang menopoli atau mengekang pergaulan lo
dengan teman2 lo itu." Kata Ferina. "Lo nggak perlu berjanji kayak begitu. Gue
cuma nggak suka lo lebih memilih bersama orang lain, siapa pun itu, dan
ninggalin gue sendiri."
"Apa pun mau lo, Fer, gue nggak keberatan. Tapi lo harus janji nggak akan
pernah ninggalin gue dengan alasan apa pun sampai kapan pun."
Astaga, pertanyaan itu lagi.
"Fer! Ferina!!!" sebuah suara mengalihkan perhatian mereka.
Mereka menoleh dan melihat Tiara berlari-lari menuju mereka.
"Ada apa, Ra?" Ferina bergegas bertanya.
"Gawat" gawat" gawaaatttt!"
"Apa yang gawat?"
"Pak Efendy marah besar karena kita nggak pada di kelas ngerjain tugas!"
"Trus?" "Dia ngasih tambahan 75 soal esai dan harus selesai hari ini juga! Pokok"y
paling telat jam 00.00 harus sudah terkumpul semua!"
"Trus?" "Ya ampun, Fer" ayo, kita mulai sekarang! Total soal"y ada seratus lima dan
susah"y minta ampun!" Tiara menarik tangan Ferina. "Hai, Kak! Ferina"y di
pinjam dulu ya"!" lanjut Tiara.
"Eh, tuggu!" kata Tama seraya menahan tangan Ferina yang bebas. "Lo janji,
Fer?" Ya Tuhan" masih sempat2"y si Tama ngotot begitu"
"Astaga, gue lupa lo tadi nanya apa" gue balik dulu, ya!" kata Ferina seraya
melepas tangan"y dan menyusul Tiara.
Ah, kentara sekali Ferina nggak mau berjanji"
*** Pukul 18.10 Serentak semua siswa 2 IPA 4 menggeliat sambil mengerang kecapekan. Soal
matematika yang nyaris bikin sinting itu selesai sudah.
"Ya ampun, ini sih penyiksaan!" erang Tiara histeris.
Ferina mengikuti siswa2 lain ke luar kelas. Langit sudah mulai biru gelap.
"Fer!" Ferina sangat mengenali suara itu. Tama sudah menarik Ferina keluar dari
rombongan teman sekelas"y.
"Belum pulang?" Tanya Ferina nggak percaya.
"Gue nungguin lo dari tadi." Wajah Tama tampak lelah, namun dia tetap
tersenyum cerah. "Nih, gue beliin buat lo." Kata"y sambil menyodorkan
bungkusan kertas kepada Ferina.
"Apa ini?" Ferina membuka bungkusan itu.
"Roti bakar. Masih hangat, kan" Makan gih, lo pasti lapar banget." Tama
merangkul pundak Ferina. Tanpa banyak bicara Ferina segera saja menyikat habis roti bakar itu. Rasa"y
dia kepingin menangis. Cowok ini baik banget, dan begitu menyayangi"y.
Bagaimana mungkin dia tega melukai hati yang tulus mencinta"y ini"
Mereka berdiri di samping motor Tama.
"Oh ya, nih minum"y." kata Tama sambil menyodorkan sebotol susu cokelat
kepada Ferina. "Biar tambah kuat, dan nggak lemas lagi." Ujar Tama.
Ferina hanya bisa menatap Tama. Cowok itu tersenyum, tapi mata"y jelas
nggak bisa berbohong. Ferina menemukan sebersit kesedihan di sana.
Apa yang kulakukan" Batin Ferina.
Tangis Ferina pun pecah saat itu juga.
"Maafin gue!" bisik Ferina. Di peluk"y Tama. Dia terisak.
"Hei, kok sampai terharu biru begitu sih?" kata Tama seraya membelai rambut
Ferina. Ferina melepaskan pelukan"y dan mendapati cowok itu memandang"y.
"Konyol. Nggak perlu nangis, tahu." Kata Tama sambil menghapus air mata
Ferina. "Ma" af?" isak Ferina.
"Nggak pa2, cepat minum susu"y, kasihan badan lo, pasti capek banget." Kata
Tama. Ferina hanya menunduk dan menghabiskan susu"y.
"Nah, pintar. Pulang yuk." Kata Tama. Dia menghidupkan motor"y, siap
mengantar Ferina pulang. Ferina masih terpana memandang Tama. Kenapa cowok itu membohongi diri"y
sendiri" Ferina sangat yakin bahwa dia melihat mata itu sempat berkaca-kaca.
"Halooo?" Tama membuyarkan lamunan Ferina.
"Eh, iya." Sahut Ferina sambil naik ke boncengan.
"Fer?" panggil Tama.
"Ya?" "Kalau lo ngantuk tidur aja, gue nggak bakal ngebut kok."
Perasaan Ferina semakin luluh. Tama bahkan memperhatikan"y sampai ke hal2
kecil seperti itu. "Makasih ya." Kata Ferina. Mungkin begitu lebih baik, jadi dia nggak perlu
bicara apa2 dan masalah hari ini nggak perlu diungkit lagi.
BAB 35 Akhir"y Ferina sampai di rumah, setelah sepanjang jalan dia tertidur lelap di
punggung Tama. "Thanks ya." Bisik Ferina sambil tersenyum. "Walaupun hari ini aneh banget,
tapi lo udah bikin gue bener2 senang."
Tama menatap Ferina dengan separuh perasaan, lalu berkata. "Apa pun akan
gue lakukan supaya lo senang. Gue nggak tahu apa yang bakal terjadi sama gue
seandai"y gue kehilangan lo. Jadi, jangan pernah tinggalin gue ya?"
Ferina tertegun. Kenapa Tama seolah-olah tahu ada seseorang yang hadir di
antara mereka" Dan seperti"y Tama juga tahu diri"y memiliki peluang yang
sama besar"y dengan seseorang itu, dan Tama sangat takut akan hal itu. Ya,
Ferina melihat sendiri ketakutan di mata Tama.
"Gue juga nggak tahu apa yang bakal terjadi sama diri gue seandai"y gue
kehilangan lo." Kata Ferina. Atau dia, tambah"y dalam hati.
Tama mengacak-acak rambut Ferina, kemudian memeluk"y sesaat. "Gue
benar2 sayang banget sama lo." Kata"y.
Ferina tersenyum mendengar"y, tapi pikiran"y nggak keruan. Ditatap"y
kepergian Tama sampai sosok"y menghilang, kemudian baru berbalik masuk.
Perasaan"y terasa sangat berat.
"Kok telat?" Tanya Wulan was2.
"Bikin tugas." Sahut Ferina seraya masuk ke kamar dan meletekkan tas"y.
"Mmm" Andra gimana, Ma?" Tanya Ferina ragu.
"Sudah baikan. Tapi seperti"y kondisi"y masih belum benar2 pulih. Sebelum
Mama berangkat tadi dia sudah kembali ke penginapan." Jelas Wulan.
"Oh?" ujar Feina seraya masuk ke kamar mandi.
Ferina berendam selama mungkin di bathtub. Dia memejamkan mata sambil
menarik napas dalam2. Andra-Tama-Andra-Tama-SIAPA"!
Mengapa dua pilihan ini sanggup membuat"y seperti ini" Bolehkah dia
membuat pilihan ketiga" Dia benar2 ingin kabur dari semua ini!
**** "Fer, ada Andra di depan. Kata"y mau ngajak keluar."
Ferina terdiam. Seharus"y dia senang mendengar"y. Ah, beberapa jam yang lalu
Simple Past Present Love Karya Thia Kyu Ori di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dia bersama Tama, cowok yang berhasil membuat"y tersenyum hari ini. Lalu
sekarang Andra menunggu dan akan mengajak"y keluar. Cowok itu masih
mengharapkan"y sebagaimana Ferina juga mengharapkan"y.
Tapi soal harapan ini" salah satu pasti ada yang bakal terluka. Dan Ferina
sendiri juga akan terluka. Amat sangat terluka. Lalu, apa yang harus
dilakukan"y" Andra telah kembali dan berharap Ferina menerima"y
sebagaimana yang seharus"y terjadi beberapa bulan yang lalu. Namun di sisi
lain Ferina telah memiliki Tama, cowok yang sangat menyayangi"y dan takkan
melepaskan"y, apa pun alasan"y.
Dan Ferina menyayangi kedua"y" Tapi tetap saja, dia harus melepas salah
satu"y. Dengan pandangan kosong dan pikiran berkecamuk, Ferina membuka lemari
pakaian"y. Dia mengulurkan tangan dan dengan asal mengambil apa saja yang
teraih oleh"y saat itu, lalu mengenakan"y. Kemudian dia berdiri di depan
cermin dan memandangi diri"y, dan saat itulah dia tersadar.
Ferina memandang diri"y yang sedang terpana. Dia mengenakan sweter
pemberian Tama. Sweter itu sangan pas di tubuh"y, sederhana, tapi manis dan
modis. Sebelum keluar kamar, sekali lagi dia memandangi bayangan"y.
Sekonyong-konyong dia merindukan Tama, dan rasa rindu"y membuat hati"y
kebas, seolah tak mampu merasakan apa2 lagi.
Ferina memasuki ruang tamu dan Andra langsung tersenyum cerah melihat"y.
Ah, senyum itu" Ferina tidak memandang lama2 wajah yang tersenyum itu.
Perasaan"y lagi2 kacau, dan dia semakin bimbang dibuat"y.
BAB 36 "Fer, lo baik2 aja?" Tanya Andra bingung. Ferina tidak melihat terlalu antusias,
senyum"y muram, pandangan"y sering kosong. Saat itu mereka duduk di salah
satu kafe di Malioboro dan sedang menikmati makan malam. Tempat itu cukup
menyenangkan, apalagi di malam hari begini. Tapi Andra tahu Ferina sama
sekali tidak menikmati"y.
"Gue nggak pa2 kok." Sahut Ferina sambil tersenyum. Dia menyeruput jus
alpukat"y. "Oh ya, sebentar lagi ulangan kenaikan kelas, kan" Gimana
persiapan lo" Pelajaran lo nggak banya ketinggalan, kan" Sudah berapa hari lo
nggak masuk karena sakit" Pokok"y kalau nilai lo anjlok gara2 ini, gue balas si
Yanda!" cerocos Ferina dengan suara ceria seperti biasa.
Andra tidak langsung menjawab atau menanggapi ucapan Ferina, melainkan
menatap"y lurus2. Dia tahu mata Ferina tampak redup, sama sekali tidak
mengiringi keceriaan yang disuarakan"y. Dia sangat tahu itu karena dia sangat
mengenal Ferina. "Kenapa?" Ferina salah tingkah. Tapi Andra tidak menjawab dan terus
menatap"y. Sekonyong-konyong dada Ferina kembali sesak, emosi"y kacau,
bayangan Andra mengabur, dan dia mulai terisak. "Jangan liatin gue kayak
gitu?" kata"y. Andra menggenggam tangan Ferina, kata"y "Gue tahu pikiran lo nggak di sini."
Suara Andra lembut dan penuh pengertian. "Nggak pa2, tenang aja."
Ferina masih terisak selama beberapa saat sampai akhir"y benar2 tenang.
"Maafin gue, gue nggak tahu kenapa jadi begini?" kata"y sambil menghapus air
mata terakhir"y. Lalu tersenyum.
Andra hanya dapat balas tersenyum masam. Tapi gue tahu banget kenapa lo
nangis" *** Andra menunggu Ferina pulang, dan dia nggak bisa tenang saat menunggu.
Sebentar2 dia melirik jendela dan memandang rumah Ferina, lalu kembali
duduk di kasur atau karpet. Hari ini Ferina pulang terlambat. Seharus"y sejak
tadi siang dia sudah di rumah, batin Andra.
Andra melihat jam dinding. Jam enam sore, tapi Ferina belum pulang juga. Ke
mana cewek itu" Apakah sesuatu terjadi pada"y" Pikiran2 itu terus mengusik
benak Andra. Dia bangkit dan memeriksa penampilan"y dengan perasaan puas. Seharus"y dia
sangat gembira saat ini. Sebentar lagi dia akan mengajak Ferina keluar makan
malam dan dia akan mengungkapkan perasaan"y sekali lagi, meskipun Ferina
sudah mengetahui"y. Tentu saja kali ini dia tidak sekadar mengatakan"y,
melainkan meminta Ferina menjadi pacar"y. Ah, hati"y takkan tenang sebelum
melihat Ferina pulang. Lalu terdengar deruman sepeda motor berhenti di depan penginapan, ataukah
sebenar"y di depan rumah Ferina" Andra mengerutkan kening, lalu bergegas
menuju jendela dan memandang ke bawah.
Deg. Jantung Andra berdebar cepat. Dada"y nyeri. Andra terus memerhatikan
orang itu. Mereka berdiri di samping sepeda motor. Kenapa Ferina nggak
langsung masuk ke rumah" Batin Andra tidak suka. Mereka tampak bercapakcakap. Ah, kalau saja Andra tahu apa yang mereka bicarakan.
Betapa mencelos hati"y saat si cowok mengacak-acak rambut Ferina, kemudian
memeluk"y sesaat. Ferina tersenyum dan hati Andra bagai di tusuk2. Dada"y
nyeri, darah"y berdesir cepat. Lalu cowok itu berlalu, dan Ferina berdiri di sana,
mengamati cowok itu hingga bayangan"y lenyap di ujung jalan.
Andra terpaku di depan jendela. Tatapan"y kosong. Tangan"y dingin. Benarkah
apa yang dilihat"y barusan" Kenapa rasa"y menyakitkan"
Ah, Andra tidak tahu siapa yang mesti disalahkan. Dia tidak tahu bagaimana
semua ini berawal, tapi dia tahu bagaimana semua ini akan berakhir.
Terlambat. Dia sudah terlambat. Seharus"y dia melakukan"y sejak dulu.
Seharus"y dia nggak perlu menunggu ulang tahun Ferina, nggak perlu
memikirkan kejutan itu, nggak perlu berurusan dengan Faren.
Seharus"y sekalian aja dia mati dihajar Yanda!
Andra berbaring di tempat tidur dan menatap langit2 kamar"y dengan tatapan
kosong. Disentuh"y dada"y. Nyeri.
Inikah yang dirasakan Ferina saat menyangka Andra menjalin hubungan
dengan Faren" Tapi kenyataan"y tidak begitu dan Ferina sudah mengetahui
kejadian sebenar"y. Lalu bagaimana dengan diri"y sendiri" Dia sudah melihat
sesuatu yang benar2 nyata dan tidak terbantahkan. Dia nggak bisa mendustai
apa yang telah dilihat"y dengan mata kepala sendiri.
Mungkinkah karena luka hati"y terlalu menyakitkan, Ferina butuh seseorang
mengobati"y" Seseorang untuk membuat"y melupakan diri"y" Benarkah Ferina
telah menemukan orang itu dan bahagia karena"y" Apakah Ferina sungguh2
bahagia" Sekarang Andra ada di sini. Untuk apa dia di sini" Bahagiakah Ferina melihat"y
di sini" Ataukah sebalik"y" Hati gadis itu terusik dan resah"
Tanpa disadari"y, sesuatu yang hangat bergulir dari kedua kelopak mata"y.
Apa2an ini" Andra tidak pernah menangis sebelum"y. Bodoh, kenapa dia harus
menangis" Sudahlah, dia terlambat. Yang penting Ferina bahagia. Itu sudah cukup bagi"y.
Cukup" Tidak, sebenar"y dia hanya bahagia jika Ferina bersama"y. Andra
bangkit. Dirapikan"y penampilan"y dan sekali lagi dia mencuci muka. Setidak"y
malam ini dia akan makan malam bersama Ferina.
BAB 37 Andra mengaduk-aduk jus"y. "Lo senang malam ini, Fer?"
Ferina mendongak dan tersenyum. "Tentu dong! Udah lama kita nggak ketemu
dan sekarang kita di sini lagi makan malam bareng! Rasa"y gue nggak percaya!
Tahu nggak" Ini kayak mimpi indah buat gue!" ujar"y ceria.
Andra tersenyum samar. Mimpi"
Seindah apa pun mimpi, suatu saat lo bakal terbangun juga. Kalau memang
hanya mimpi, gue bukan siapa2 saat lo terbangun.
"Lo kenapa?" Tanya Ferina.
"Nggak kenapa2. Gue juga senang banget." Andra mencoba tersenyum. Hati"y
perih, jantung"y kembali meronta. Dia tahu setelah ini dia tidak akan
merasakan sakit lagi. Hati"y hancur, dan tidak akan bisa merasakan apa2 lagi.
Mereka kembali terdiam, dan wajah Ferina lagi2 murung. Makan malam ini
tidak seperti yang diharapkan Andra.
"Besok gue balik." Andra memecah kesunyian.
Wajah Ferina langsung terangkat. Seperti"y dia ingin menyatakan sesuatu,
hanya saja suara"y tersangkut di leher. Tapi raut wajah"y sudah berkata banyak,
dan air mata kembali membasahi pipi"y.
Andra tahu Ferina masih menyayangi"y, tapi dia sudah terlambat. Tepat"y,
mereka terlambat. "Sudahlah, nggak pa2." Bisik Andra seraya membelai kepala Ferina dengan
sayang. "Jangan buat makan malam kita penuh air mata. Tersenyumlah,
senyuman itu akan menghangatkan kita berdua?"
*** Keesokan pagi"y Ferina terlambat bangun. "Mama sudah berkali-kali bangunin
kamu, tapi kata"y kamu nggak enak badan." Kata Wulan. Diusap"y kepala
Ferina. "Bagaimana kalau sehabis sarapan kita ke Cake Resort?"
"Dengan senang hati!" ujar Ferina.
Setelah makan pagi, Ferina berganti pakaian. Sekonyong-konyong dia teringat
dan hati"y kembali sendu. Andra akan pulang ke Semarang. Apakah suatu hari
nanti mereka akan bertemu lagi" Batin Ferina. Dia berdandan seada"y, lalu
keluar. Tiba2 langkah"y terhenti. Mendengar suara dentingan piano. Ferina berbalik
dan menemukan Andra duduk di depan piano.
"Andra?" Andra menghentikan permainan"y, lalu menoleh. "Bolehkan gue memainkan
satu lagu buat lo" Sebelum gue pergi?"
Jemari Andra mulai bermain dengan lincah. Wishing on a Star"y Rose Royce
mengalun indah dari ujung2 jemari"y, menyusup ke setiap relung hati Ferina.
Ferina hanya mampu menatap jemari yang bagaikan menari-nari itu. Dia hanya
mampu tertunduk, ingin menangis tahu Andra pasti takkan senang melihat"y.
Pelan Ferina menyenandungkan lirik lagu itu.
"Thanks ya, Ndra." Bisik Ferina setelah lagu itu usai. "Ngomong2 gue kan udah
ngizinin lo memainkan sebuah lagu buat gue. Jadi, gue boleh minta sesuatu
dari lo kan?" "Tentu saja." Sahut Andra seraya tersenyum.
BAB 38 "Gimana" Lo suka" Bagus, kan?" Tanya Ferina nggak sabar. Dia mengajak
Andra ke Cake Resort untuk menghabiskan sisa waktu yang sangat singkat itu
sebelum Andra pulang ke Semarang. Ferina tahu hati"y sedih, dan dia juga tahu
hati Andra sedih. Tapi dia nggak tahu perpisahan ini sebaik"y diwarnai
kesedihan ataukah kebahagiaan.
"Bagus" Bagaimana kalau luar biasa" Atau adakah kata2 lebih bagus daripada
itu?" Andra tersenyum tulus. Ferina senang melihat"y.
Mereka mengobrol seputar dunia sekolah dan ulangan sambil menikmati
beberapa cake dan puding dengan cappuccino cream. Untuk sesaat semua
terasa seperti dulu, saat mereka masih bersama dan bahagia.
Pelan Andra melirik jam tangan"y dan wajah"y berubah murung. Ferina tahu
apa arti"y itu. Mereka sama2 terdiam. Jantung mereka berdetak dengan irama
yang sama. Mereka tidak menginginkan perpisahan ini.
"Kalau saja waktu bisa berhenti, gue nggak akan pernah beranjak dan akan
selalu berada di sisi lo." Bisik Andra. Hati Ferina langsung mencelos, tulang2"y
melemah. "Tapi lihat, jarum"y terus berputar." Lanjut Andra, suara"y gemetar.
Ferina kembali ingin menangis. Sejak Anda kembali ke dalam hari2"y, Ferina
jadi sering menangis. Menangis masa lalu yang membuat"y bagai terjebak dan
tak tahu harus melangkah ke mana.
"Oh ya. Gue ada sesuatu buat lo." Andra mengeluarkan kotak kecil dari bahan
beledu biru gelap dan menyerahkan"y kepada Ferina. "Hadiah ulang tahun lo."
Ferina menatap Andra sesaat, lalu membuka kotak itu. Dia nggak sanggup
berkata-kata. Di dalam kotak itu tampak kalung dengan liontin bertuliskan
nama mereka:Ferinandra. Ia mengangkat tangan dan menyentuh leher"y,
meremas liontin kupu2 pemberian Tama dengan lemah. Ah, rasa"y seolah-olah
dia kembali dihadapkan pada dua piliha yang sama berat"y.
"Walaupun keadaan"y sudah berbeda, tetap saja kalung itu harus gue berikan,
karena sejak awal, kalung itu sudah jadi milik lo." Bisik Andra lirih. "Fer, gue
boleh minta sesuatu?"
Ferina mengangguk sambil terus menunduk menahan air mata.
"Bolehkah" untuk saat ini saja, lo pake kalung ini buat gue?" pinta Andra hati2.
Ferina menatap cowok di depan"y. Ah, sorot kesedihan itu" Ferina nggak
sanggup melihat"y terluka begini. Sebab ini membuat diri"y semakin terluka"
Dia mengangguk. Untuk pertama kali dia melepaskan kalung pemberian Tama,
lalu membiarkan Andra memasangkan kalung hadiah"y di leher Ferina.
"Lo selalu cantik." Andra tersenyum. Di tatap"y Ferina lama sekali. "Ah, gue
harus pergi." Lanjut"y, suara"y tercekat. Pasti sulit sekali bagi"y untuk
mengatakan hal menyakitkan semacam itu.
Akhir"y tangis Ferina pecah. Dia mencoba menyeka air mata"y, tapi air mata itu
terus mengalir seolah takkan pernah berhenti.
"Sudahlah?" bisik Andra seraya membelai rambut Ferina. "Sudahlah. Kalaupun
lo nggak akan pernah mengenakan kalung ini, tolong jaga baik2 ya." Kata Andra
"Ferinandra?" sungguh nama yang indah, bukan" Dan jika itu bukan nama,
pasti dia adalah kenangan indah. Jika dia bukan kenangan, pastilah untaian
nada, berarti sesuatu yang sangat indah, merdu, luar biasa. Ya, mungkin saja
begitu." (Mimin baca bagian ini sambil nangis :"(kasian bangt si Andra"y )
"Suau hari nanti" mungkin kita akan bertemu lagi." Akhir"y Ferina berhasil
menemukan suara"y. "Tentu saja, di mana pun Fer
inandra berada, saat dia memanggil. Gue akan
berlari mengejar"y." Andra berkata pedih. Ah, dia tahu dia harus segera pergi.
"Semoga begitu." Bisik Ferina. Sebaik"y dia tidak menangis lagi. Seharus"y
bukan begini Andra mengingat"y, bukan Ferina yang sedang menangis,
melainkan Ferina yang tersenyum manis untuk"y. Akhir"y Ferina berhasil
menghentikan tangis"y.
Andra menatap Ferina. Pipi"y memerah. Mata"y yang biru redup. Bisakah Andra
mengatakan"y" Sanggupkah dia menyampaikan"y" Jika tidak, sampai kapan dia
harus menunggu" Andra menarik napas dalam2, mencoba mengumpulkan
kekuatan. "Fer, gue harus pergi." Kata"y. "Jangan menangis lagi ya. Tersenyumlah,
Ferina?" Bagaimana cara"y tersenyum" Rasa"y Ferina sudah tak ingat lagi.
"Please?" pinta Andra.
Dengan susah payah Ferina mencoba tersenyum.
"Nah, begitu dong." Kata Andra seraya menyeka sisa2 air mata gadis itu.
*** Dia telah pergi. Pergi membawa luka dan meninggalkan sesal. Dia tidak
mendapatkan apa yang dicari"y.
Ferina mengambil segenggam pasir lalu meremas"y. Dalam sekejap, butiran2
pasir berjatuhan dari antara jemari"y. Ferina menatap jauh ke depan. Titik
terakhir matahari sebentar lagi menghilang, meninggalkan sedikit rona jingga
yang akan mengantarkan malam.
Cinta"y telah karam, cinta pertama yang entah sampai kapan akan terus
membayangi"y. Cinta itu telah pergi dan dia harus melupakan"y.
Melupakan"y. Apakah Andra juga akan melupakan"y" Ferina tahu begitu sulit dan sakit"y
melupakan. Tapi bagaimana dengan dilupakan" Ferina tak tahu mana yang
lebih buruk, melupakan ataukah dilupakan, karena kedua"y sama2 buruk.
Ferina memeluk lutut"y dan menyembunyikan wajah"y di sana. Tangan"y
menggenggam kalung pemberian Andra. Langit semakin pekat, dan Ferina
tidak tahu mengapa dia masih di sana. Angin dengan lembut membelai
rambut"y dan membawa kesedihan"y terbang menjauh selapis demi selapis.
Empasan ombak terdengar begitu indah dan menenangkan. Ferina semakin
larut dalam kesendirian"y dan merasa sangat damai.
"Jangan pernah berbuat bodoh seperti ini lagi."
Ferina tersentak, mengangkat kepala lalu tersenyum.
"Nggak, gue nggak pernah berbuat bodoh." Tukas Ferina.
"Memang"y tindakan lo ini nggak bodoh" Datang ke sini sendirian, dari siang
sampai malam, tanpa memberitahu siapa pun dan mematikan HP pula.
Bukan"y itu bodoh dan ceroboh" Bikin cemas saja!"
Ferina tersenyum dan menatap Tama penuh kerinduan. Rasa"y sudah
bertahun-tahun mereka tidak berjumpa.
"Ada apa?" Tanya Tama.
Ferina menggeleng, lalu menunduk menatap pasir.
"Gimana cara lo ke sini sendiri" Lo bener2 nekat, tahu nggak?"
"Entahlah. Yang gue tahu gue melangkah dan sampai di sini."
"Begitu saja" Trus lo nggak mikir gimana pulang"y" Apa lo pikir lo pasti aman
sampai di rumah, heh?"
"Gue emang nggak mikirin itu. Karena gue tahu ada seseorang yang bakal
jemput gue di sini. Itu sebab"y gue merasa aman dan tenang. Dan ternyata gue
nggak salah, kan?" Tama hanya bisa tersenyum, lalu merangkul bahu Ferina. "Lain kali jangan
Simple Past Present Love Karya Thia Kyu Ori di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
begini lagi, ya?" bisik"y.
Sejenak mereka sama2 terdiam. Lalu Tama teringat sesuatu.
"Fer?" "Hmmm?" "Lo mau janji, kan?" kata"y hati2. "Bahwa lo nggak bakal pernah ninggalin gue
dengan alasan apa pun, sampai kapan pun?"
"Trus Tiffany bagaimana?" Ferina ganti bertanya.
"Gue udah tegasin ke dia sekali lagi. Akhir"y dia udah bisa nerima. Jadi gimana"
Lo mau janji?" Ferina menoleh, lalu tersenyum tulus. "Janji."
Tama menikmati udara yang dihirup"y setelah itu. Inilah yang ditunggu"y. Inilah
yang dibutuhkan"y. Kesediaan dan ketulusan Ferina untuk sesuatu yang akan
membuat mereka bertahan. Ferina merebahkan tubuh"y di pasir yang halus dan mendapati langit
melingkupi"y dengan indah. Lagi2 langit itu, yang seakan tersenyum kepada
mereka dengan titik2 kecil yang berkedip-kedip. Tama ikut merebahkan tubuh.
Kelelahan seakan melebur ke bumi dan meninggalkan jiwa mereka yang lemah.
"Gue lega." Ujar Ferina kemudian.
"Gue bahagia." Sambung Tama.
Ferina menoleh dan tersenyum. Jemari mereka saling menjalin. Seberkas
perasaan sedih mungkin masih tersisa di hati"y. Tapi inilah skenario hidup"y,
dan semoga Andra juga bisa menemukan kebahagiaan"y sendiri.
Masa lalu yang sederhana itu kadang terasa rumit. Tapi di sanalah Andra
berada. Cinta"y saai ini, akan menjadi masa lalu di hari esok. Namun akan mengiring"y
sampai nanti. Di sanalah ia dan Tama akan berjalan. Dan semoga, mereka
dapat bertahan. END Pahlawan Dan Kaisar 9 Pendekar Rajawali Sakti 54 Pembalasan Mintarsih Harpa Iblis Jari Sakti 32