Pencarian

Simple Past Present Love 1

Simple Past Present Love Karya Thia Kyu Ori Bagian 1


BAB 1 "Ferina" Mama tunggu di luar, kamu malah di sini. Ayo, berangkat!" seru
Wulan sabar. Ferina menoleh, lalu mengangguk. Sebentar lagi dia akan meninggalkan
tempat ini, tempat dia banyak menghabiskan sore"y dengan tenang. Tempat
yang paling banyak memberi"y curahan inspirasi dan kedamaian hati bersama
orang2 yang disayangi"y.
Dia melangkah menuju pintu keluar. Ferina menghampiri piano itu,
mengusap"y pelan sepenuh perasaan. Piano ini takkan pernah berdenting lagi,
takkan melantunkan melodi yang menghanyutkan perasaan orang2 yang
mendengar"y. Seharian pun takkan cukup untuk"y mengungkit kenangan rumah ini.
Ferina menatap pintu kamar"y yang terletak di seberang sofa keluarga.
Ferina duduk di atas tempat tidur dan memandang berkeliling. Dia
menghampiri sisi lemari yang sudah kosong, Ferina menarik buku kecil yang
nyaris terlupakan itu: diary bergambar Emo Bear berwarna biru kusam.
Diary itu pernah basah oleh air mata"y. Ferina memasukkan diary itu ke dalam
tas dan mengunci pintu. Dia tiba di pintu yang terpentang lebar dan melewati"y. Kini dia telah selangkah
meninggalkan rumah. "Sudah?" Wulan berkata penuh empati.
Ferina mengangguk. "Sudah."
Wulan menarik gerendel pintu dan menutup"y dengan bunyi debam pelan. Dia
mengeluarkan kunci dengan gantungan berkilau.
"Ma, biar Ferina saja yang mengunci"y. Boleh, kan?" pinta Ferina.
Wulan tersenyum. "Tentu, Sayang."
Ferina memasukkan anak kunci itu ke lubang dan memutar"y. Pintu terkunci
sempurna. Mereka melangkah melintasi halaman sambil bergandengan tangan, saling
menguatkan. Akhir"y Ferina merasa emosi"y sedikit mereda. Ah, semakin jauh
meninggalkan semua ini, semakin baik, batin"y.
"Ferina boleh minta sesuatu, Ma?"
"Katakan saja, Sayang." Wulan merangkul pundak putri"y.
"Ferina ingin piano itu dibawa."
Wulan terdiam sejenak. "Nggak boleh?" Tanya Ferina.
"Nggak kok, itu bisa diurus secepat"y" kilah Wulan akhir"y. "Omong2, kamu
sudah memberitahu Daddy soal kepindahan kita?"
"Tentu saja. Semalam Ferina sudah meng-e-mail Daddy. Tapi Ferina nggak
yakin Daddy akan membaca"y dalam waktu dekat. Daddy masih sibuk dengan
proyek Yunani"y. Menyebalkan, kan?"
"Suatu hari nanti dia juga akan kembali kepada kita, Sayang." Kata Wulan
yakin. *** Rumah itu jauh lebih sederhana. Sangat cocok untuk mereka berdua. Rumah
itu memang tipe minimalis. Sangat praktis dan modern.
"Rumah kita?" Tanya Ferina tanpa bisa menyembunyikan kekaguman.
"Yap, welcome home." Seru Wulan.
Mereka masuk. Rumah itu sangat sejuk dan tenang.
Ferina menjatuhkan diri ke sofa dan menyalakan TV, mencari channel
kesukaan anak nongkrong se-Indonesia dan ikut bernyanyi.
Wulan sibuk di dapur, tempat favorit"y di rumah, tempat dia menghabiskan
lebih dari separuh hidup"y.
Zrrt" Zrrrt" Ferina menarik ponsel dari saku celana"y.
"Ma! Telepon dari Oom Surya"!!" seru"y tanpa beranjak dari sofa.
"Angkat aja, Sayang"!" balas Wulan nggak mau kalah.
"Huh" si Mama!" kata Ferina seraya berlari ke dapur. "Nih, Ma!"
"Ihh" pencetin! Pencetin! Mama kan nggak ngerti!" kata Wulan panik.
Ferina tersenyum geli. "Nih, udah. Udah." Kata"y sambil menyerahkan ponsel
touch screen"y. "Halo" Ya" Ya, baru sampai" Lumayan melelahkan" Suka, apalagi Ferina" iya.
Makasih ya." Wulan menyerahkan ponsel itu ke tangan Ferina.
"Oom Surya bilang apa?"
"Cuma memastikan kita udah sampai, trus nanya kita suka rumah"y atau
enggak. Gitu?" jelas Wulan.
"Sip banget, malah!" celetuk Ferina.
BAB 2 "Fer, udah larut banget, bobo gih!" tegur Wulan lembut.
"Masih kepingin nonton, Ma." Jawab Ferina malas2an.
"Ah, masa" Dari tadi Mama perhatiin kamu nggak mengikuti film"y tuh."
Sambung Wulan. "Mama rese ah, sok perhatian segala" orang dari tadi nonton kok!" Ferina
membela diri sekena"y sambil menyembunyikan diary. "Memang"y Mama tahu
dari mana?" "Pertama, kalau nonton film lucu, kamu pasti ketawa ngakak sampai nggak
kenal orang dan lemparin bantal ke TV." Wulan tersenyum geli. "Tapi dari tadi
kayak"y film"y nggak ngaruh sama kamu. Nggak kayak biasa. Trus dari
pandangan kamu aja ketebak banget kamu lagi mikirin yang lain. Daripada
kayak begini, mending kamu bobo gih."
"Ah" nggak! Masih pengin nonton, Ma!" ujar Ferina.
"Ya udah?" Wulan mengalah. "Mama mau tidur dulu ya, tapi kamu jangan
kemalaman, oke?" "Oke deh, Ma?" sahut Ferina.
Sudah setengah dua belas, tapi dia belum mengantuk. Ferina meraih ponsel
dan memencet beberapa angka yang sangat dikenal"y, lalu menunggu.
"Halo?" sebuah suara yang sangat akrab menyahut di seberang sana.
"Halo?" jawab Ferina.
"Ini siapa?" suara itu kembali terdengar di sela2 suara ribut di latar belakang.
"Ferina. Pa kabar lo, Nda?"
"Ferina" Hei, ke mana aja lo seminggu ini" Gue hubungi nomor lo nggak
pernah aktif. Lo ke mana sih" Gue nyariin lo, tau nggak?" cowok bernama
Yanda itu memberondong"y dengan nada menuduh.
"Ribut banget?" komentar Ferina.
"Biasa, anak2 lagi ngumpul. Bentar, gue keluar dulu." Ujar cowok itu.
"Nah, sekarang jawab pertanyaan gue. Ke mana aja lo selama ini, dan kenapa
nomor lo nggak aktif lagi?"
"Udah gue buang, sekarang gue pakain yang ini. Dan satu hal, lo jangan ngasih
tau nomor ini ke siapa pun." Ujar Ferina.
"Emang kenapa" Lo bener2 bikin gue bingung!" komentar Yanda. "Barusan gue
juga dengar dari anak2 kalau lo mau pindah sekolah gitu. Gue heran sekaligus
kaget, tapi gue nggak percaya sebelum gue klarifikasi dulu ke elo. Gue harap
sih itu berita nggak bener, ya kan, Fer?"
"Mmm" berita ini bener kok. Sekarang" ngg" gue udah di Jogja." Sahut
Ferina. "What"! Jangan bercanda, Fer!" cowok itu benar2 nggak percaya. "Lo kok
nggak cerita sih" Gue kan sohib lo, dan selama ini kita saling percaya. Akhir2 ini
lo bener2 berubah. Drastis! Lo udah nggak terus terang lagi ke gue, lo nggak
ngasih gue kesempatan buat bantuin lo keluar dari masalah lo lagi. Lo gimana
sih, Fer" Gue kehilangan lo, tau nggak sih" Dan sekarang gue harus nerima
kenyataan lo udah pindah tanpa pamit ke gue. Apa lo nggak nganggep gue lagi,
Fer" Jujur, sekarang gue jadi kecewa sama lo." Cerocos cowok itu. "Gue ngerti
apa yang lo alami itu?"
"Udah, Nda!" potong Ferina. "Gue nggak pengin ngebahas itu lagi. Nggak
penting!" Tahu cowok itu sangat kaget, Ferina pun terdiam. "Maafin gue, Nda. Gue nggak
bermaksud begitu, gue nggak bilang2 karena gue takut nanti"y gue berubah
pikiran. Soal"y selama ini cuma lo yang bisa ngerti gue, dan selalu jujur sama
gue. Cuma lo yang bisa gue percaya?"
"Trus kenapa?" suara cowok itu terdengar putus asa.
"Sebenar"y gue nggak pengin ada yang tahu keberadaan gue. Lo satu2"y yang
gue kasih tahu, lo ngerti, kan?"
"Trus gimana dengan An?"
"Jangan sebut nama dia lagi!"
"Lo sebenar"y ada apa sih sama dia"! Bukan"y hubungan kalian baik2 aja" Atau
sebenar"y memang ada masalah" Lo kenapa sih, Fer" Selama ini kalau lo ada
masalah sama dia, lo selalu cerita ke gue. Lo bener2 bikin gue nggak ngerti."
"Yang jelas, Nda, gue nggak bisa bernapas kalau masih di sana. Apalagi nyokap
gue, ini semata gue lakukan demi nyokap gue!"
"Sekalian lo lari dari masalah lo, kan?" tuding Yanda.
"Mau gimana lagi" Gue juga merasa lebih nyaman di sini. Gue pengin
membuka lembaran baru hidup gue. Gue sadar kok, semua orang bilang gue
berubah, dan gue rasa, di sini gue bisa jadi diri gue sendiri."
?"" "Nda, lo tahu kan, yang gue alamin itu berat banget" Gue terlalu lemah untuk
menerima semua itu. Gue nggak sanggup, Nda. Gue pengin terbebas, gue
pengin lupain masa lalu." Ujar Ferina.
"Fer, maafin gue ya" seharus"y gue lebih ngertiin elo, sebagai sahabat gue
emang egois, gue marasa gagal?"
"Lo nggak salah kok. Bagi gue, sebagai sahabat elo udah melakukan yang
terbaik." "Thanks. Fer, gue harap lo nemuin apa yang lo cari di sana. Gue harap lo
bahagia, tapi jangan pernah lo lupain gue. Ntar kalau gue ke Jogja, lo mau kan,
ketemu gue?" "Sip banget, Nda. Lo selama"y tetap sahabat gue. Udah dulu, ya?"
Ferina memutuskan telepon dan terdiam.
Zrrrt" zrrrt" Getaran ponsel mengejutkan Ferina dari isakan"y.
"Lo nggak nangis kan, Fer?" Tanya Yanda.
"Nggak kok." Dusta Ferina.
"Nggak perlu bohong, Fer. Lo bikin gue khawatir."
"Gue nggak pa2, Nda. Gue baik2 aja."
"Lo nggak baik2 aja. Gue tahu ini berat banget buat lo. Walapupun selama ini
gue mengenal lo sebagai cewek yang tegar, ceria, dan" agak jail." Cowok itu
tersenyum hampa. "Kalau saja gue bisa selalu ada buat bantu lo..."
"Lo nggak perlu merasa bersalah gitu. Di sini gue akan mengembalikan semua
itu. Semua kebahagiaan yang sempat hilang dan jati diri gue yang seakan
tenggelam. Semua itu akan lebih baik kalau gue di sini."
"Gue senang dengar"y, Fer. Itu baru lo banget. Ya udah, lo tidur ya" gue nggak
pengin lo sakit." "Makasih ya, Nda. Lo perhatian banget sama gue."
"Makasih juga karena lo masih menganggap gue sahabat terbaik lo."
"Pasti, nggak ada yang bisa menggantikan itu." Sahut Ferina.
Ferina terisak semakin dalam sambil menyembunyikan wajah di antara lutut.
Malam itu pun dia kembali menumpahkan kekecewaan"y, sama seperti
malam2 sebelum"y. Namun Ferina berjanji, ini terakhir kali dia melakukan"y.
*** Pada Minggu pagi yang sangat cerah itu, Ferina terbangun dan meregangkan
otot2"y yang kaku sehabis terbaring semalaman di sofa. Dia terlalu lelah karena
menangis. Dia mencuci muka di wastafel dan bercermin. Mata"y tampak sembap. Dia pun
masuk ke kamar mandi. Setelah itu dia beranjak ke dapur, dan melihat Mama sudah asyik dengan
kesibukan pagi"y. "Bikin apa sih, Ma?"
"Kue tart. Ambil telur di kulkas, Sayang." Ujar Mama sambil menimbang
tepung. "Berapa?" Tanya Ferina.
"Semua aja, bawa wadah"y sekalian, ya."
Ferina memperhatikan tangan terampil mama"y saat mengolah adonan.
Ferina memperhatikan mama"y yang sangat tenang tanpa beban.
?" if tomorrow never comes?" Ferina bersenandung.
"Nah, sekarang kita sarapan yuk. Mama udah masak nasi goreng spesial
kesukaan kita." Ajak Wulan penuh semangat.
"Oh ya"!" ujar Ferina senang.
Ferina mengambil piring dan menjangkau mangkuk nasi goreng yang kaya
dengan beragam variasi. "Hmmm" lezaaat." Decak Ferina puas. "Masakan Mama enak terus Numero
uno deh!" ujar"y. "Kata orang2 di TV, two thumbs up!"
Wulan tersenyum kecil melihat kelakuan putri"y.
"Ferina jadi pengin belajar masak, jadi pintar kayak Mama, biar nanti bisa buka
toko kue kayak Cake Resort, waaah!" tanpa sadar Ferina sudah berkhayal jauh
sekali. "Hei, habisin makan"y dulu." Tegur Wulan.
"Oh ya, omong2, Cake Resort Mama yang di Semarang nggak tutup, kan?"
"Ya nggak dong, toko kita kan udah banyak pelanggan"y, sayang kalau bikin
mereka kecewa. Kan ada Oom Surya dan Tanta Arini yang ngawasin di sana."
Jelas Wulan. "Jadi cerita"y, Mama mau coba buka cabang di sini. Oom Surya
udah cariin tempat yang bagus buat Mama. Toko kita kan sudah cukup di
kenal, jadi rasa"y kita tidak perlu memulai dari nol. Mudah2an semua berjalan
lancar sesuai rencana."
"Amin?" kata Ferina sungguh2.
Cake Resort adalah toko kue Wulan yang sudah dirintis sejak lama dan sukses.
Ting! Sebuah suara melengking menandakan kue sudah matang. Aroma lembut
langsung menguar di seantero dapur. "Hmmm?"
Ferina membantu mama"y mengoleskan krim dan menghias kue.
"Nah, habis ini tinggal dimasukkan ke kotak." Kata Wulan.
Ferina mengernyit tidak mengerti. "Untuk apa?"
Wulan tersenyum simpul. "Kita kan belum berkenalan dengan tetangga.
Apalagi tetangga kita cuma satu, karena di depan rumah kita penginapan, dan
si sisi lain juga cuma jalan."
"Oh?" Ferina mengangguk mengerti.
BAB 3 Nggak terasa sudah seminggu Ferina dan Wulan tinggal di rumah baru. Ferina
sering mengajak Rana si anak tetangga untuk bermain di rumah.
Sore itu Ferina kegerahan. Ferina menghampiri kulkas. Nyaris kosong.
"Mama" kulkas"y kosong!" erang Ferina.
Wulan bergegas datang. "Kalau begitu, kamu ke supermarket deh. Mau, kan?"
bujuk Wulan. "Mama kan capek habis mengurus toko."
"Boleh deh!" kata"y bersemangat. "Tapi gimana pergi"y" Ferina kan nggaktahu
di mana letak supermarket?"
Wulan berpikir sejenak. "Oh, kalau nggak salah tadi Manda bilang dia mau
keluar ada urusan, mungkin bisa barengan. Coba kamu tanya ke sebelah gih,
biar Mama bikin catatan belanja"y dulu!"
"Oke." Ujar Ferina sambil buru2 keluar.
Baru saja Wulan selesai mencatat, Ferina sudah muncul lagi.
"Ma, cepet! Tante Manda udah mau berangkat! Kata"y bisa lewat supermarket
tapi agak jauh. Cepet, Ma!" Ferina berteriak.
"Ini." Ujar Wulan. Ferina pun berlalu secepat kilat.
Sesampai di supermarket, Ferina segera asyik menyusuri rak2 penuh berbagai
macam cokelat, permen, kerupuk, dan segala gurih2 dan nggak bikin eneg.
Setelah keranjang penuh, Ferina menyerah dan segera antre di ksair. Dengan
sabar dia menunggu sampai akhir"y mendapat giliran.
"Malam, Mbak." Sapa si mbak kasir, sambil mengeluarkan belanjaan Ferina.
"Malam." Jawab Ferina cuek. Ferina memandang pintu kaca dan ternyata
langit sudah hitam total.
Akhir"y si mbak kasir menyerahkan belanjaan Ferina yang sudah dihitung.
Setelah membayar belanjaan itu, Ferina keluar dari supermarket dengan hati
gembira, tahu2 Ferina tersadar. "Gue pulang"y ke mana, ya?" gumam"y.
Ferina nggak tahu alamat rumah"y! Ponsel"y ketinggalan, lagi! Uang"y tinggal
gonceng! Akhir"y Ferina mencari wartel untuk menelepon mama"y. Dia menghubungi
ponsel"y yang ketinggalan di depan meja TV. Nggak ada yang angkat.
Ferina mengipas-ngipas leher dengan dompet"y biar adem sedikit. Tiba2 ada
yang merebut dompet"y dan membawa kabur. Ferina langsung mengejar si
copet.. "Woiii" copeeet! Mau lari ke mana lo!" teriak Ferina. "Woi" ambil aja duit"y!
Gue ikhlas! Tapi kembaliin dompet gue"!"


Simple Past Present Love Karya Thia Kyu Ori di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Si copet terus berlari hingga mencapai belokan,sedetik pun pandangan Ferina
tak pernah lepas dari"
BRUKK!! Separuh tubuh Ferina menimpa kantong belanjaan. Ferina sempat melihat si
copet masuk ke gang kecil di ujung toko buku.
"Awww?" erang Ferina. Telapak tangan"y lecet dan mulai berdarah. DIa
melihat orang yang di tabrak"y. Cowok itu merintih kesakitan sambil
membersihkan siku. Ferina mencoba berdiri. "Maaf?" kata"y.
Cowok yang masih terduduk itu tersenyum pahit. "Gue nggak pa2." Kata"y. Lalu
dia bangkit berdiri. "Lo sendiri gimana?"
"Sangat baik sekali." Sahut Ferina sambil meringis. "Syukur deh lo nggak pa2,
kalau iya makin apes aja gue! Gue bener2 minta maaf, ya."
"Iya, tenang aja."
Ferina berbalik dan menghampiri kantong belanjaan"y.
"Gue bantuin, ya?" si cowok jatuh iba. "Lo kenapa sampai lari2 heboh begitu
sih?" "Gue lagi ngejar orang yang nyopet dompet gue." Jawab Ferina."
"Trus copet"y ke mana?"
"Tau!" Ferina mengucapkan terima kasih dengan tampang muram.
"Lo beneran nggak pa2?" Tanya cowok itu.
"Sedikit." Jawab Ferina.
"Trus ntar lo pulang"y gimana?"
"Nggak tahu." "Hhh" kalau gue tinggal sekarang, lo yakin bisa pulang?"
Ferina menggeleng. "Hei?" cowok itu mengibas-ngibaskan tangan di depan tatapan Ferina yang
kosong. Ferina tersental. "Apa" Belum pergi, ya?" tanya"y.
Cowok itu makin prihatin. "Ya udah, lo gue antar pulang, duit lo semua pasti
ada di dompet!" "Makasih banget?" ujar"y. "Eh, tapi sebentar."
"Kenapa?" "Gue masih penasaran sama dompet gue." Kata Ferina seraya berjalan menuju
gang di samping toko buku. Di lihat"y benda yang dicari"y.
"Dompet gue!" sorak Ferina. Ferina meraba sisi tersembunyi tempat dia
menyimpan kalung"y yang sangat berharga.
"Syukurlah." Desah"y lega.
"Gimana?" Tanya si cowok.
"Nggak pa2. Dompet"y ketemu.Tapi duit gue raib." Sahut Ferina.
"Ya udah, gue antar pulang deh. Rumah lo di mana?"
Ferina terdiam, dan tersenyum bloon. "Itu dia masalah"y?"
Cowok itu menatap Ferina heran. "Ya udah, kalau gitu kita makan aja bentar
yuk" Lo kacau banget keliatan"y. Biar gue yang traktir." Kata"y menenangkan.
Ferina mengangguk pelan. Dia mengikuti cowok itu ke kafe. Di sana mereka
berkenalan dan Ferina pun menceritakan kisah sedih"y.
"Jadi lo orang baru ya?" komentar cowok yang mengaku bernama Tama itu.
"Begitulah. Baru, ceroboh dan sial." Ferina menambahkan. "Oh ya, dan satu
lagi." "Apa?" Tanya Tama tertarik.
"Hari ini gue ulang tahun." Sahut Ferina.
"Wah, happy birthday, ya!" kata Tama seraya mengulurkan tangan. Ferina
menyambut dengan penuh rasa terima kasih.
"Oh ya, gimana cara gue antar lo pulang kalau gitu?"
"Itulah?" ujar"y lelah. "Gue cuma tahu ada penginapan di depan rumah gue,
nama"y" nama"y" kalau nggak salah Di" Dierchy!"
"Dierchy" Oke, kita cari naik motor kalau gitu!" kata Tama.
"Gue ingat dikit2 sih jalan"y." kata Ferina saat mereka melaju di atas motor.
"Maaf ya, gue jadi ngerepotin elo." Tambah"y. "Tapi gue yakin tadi lewat
belokan ini." "Nggak masalah. Kalau gitu berarti udah nggak jauh lagi, kan?"
"Mudah2an." Sahut Ferina.
"Hmmm" gimana kalau kita tanya orang dulu?" usul Tama.
"Terserah deh." Sahut Ferina.
Cowok itu memarkir motor"y di depan pos polisi kecil, dan menanyai petugas di
sana. "Dapat!" seru Tama.
Mereka tidak banyak mengobrol. Tama melihat tulisan "DIERCHY"
"Nah, itu dia! Akhir"y!" seru Tama seraya menghentikan motor di depan rumah
yang cukup menawan. "Kita sampai, Fer!"
"Fer?" Tama baru menyadari punggung"y terasa berat. Ternyata cewek itu
tertidur. "Fer?" cowok itu mengguncang punggung Ferina pelan. "Fer?"
"Ngg?" Ferina mendesah pelan.
"Udah di depan rumah." Ujar Tama lembut.
"Hah?" Ferina baru setengah sadar.
"Udah nyampe." Ulang Tama.
"Oh, iya!" ujar Ferina penuh semangat. "Makasih banget ya." Kata"y. Refleks,
dia memeluk cowok itu dari belakang. "Nggg" eh" maaf." Kata Ferina buru2.
Tak di duga gerimis turun. Ferina menurunkan belanjaan"y.
"Ma! Mamaaa".!!!" Teriak Ferina.
"Lo suka banget teriak, ya?" ujar Tama sambil menutup sebelah telinga"y.
"Hehehe" bukan begitu" ntar Mama nggak dengar soal"y." sahut Ferina.
"MAMAAAAA!!!" "Ferina!" terdengar seruan dari rumah sebelah.
"Kamu ke mana aja" Mama cemas banget!" ujar Wulan. "Tadi Mama udah cari
ke supermarket tempat kamu belanja, tapi kamu nggak ada!"
"Cerita"y nanti aja deh. Panjang!" kata Ferina.
"Teman Ferina, ya?" sapa Wulan ramah.
"Eh" iya, Tante." Sahut Tama. "Nggg" saya mau pamit dulu ya, Tan." Lanjut"y.
"Buru2 amat. Mampir dulu ya?" ujar Wulan sambil membuka pintu. "Lagian
hujan. Tunggu sebentar aja."
"Kemalaman?" bisik Tama di telinga Ferina.
"Masuk dulu!" balas Ferina dengan bisikan lebih keras.
Hujan menerpa teras tempat mereka berdiri. "Tuh, kan" benar kata Mama,
tunggu bentar." Wulan kemudian menghidupkan lampu.
"SURPRISEEEE!" sorak Wulan.
Ferina terpana. Ruang tamu telah disulap menjadi ruang pesta.
Tak lama setelah itu tetangga mereka, Manda, Erwin, dan Rana kesil bersorak
kompak. "HAPPY BIRTHDAY!!!"
"HOREEEE" PESTA!!!" sorak Rana.
Ferina nyaris tak percaya. Air mata"y mengalir begitu saja. Wulan memeluk"y.
"Sekali lagi, selamat ulang tahun ya." Kata Tama.
"Happy birthday to you" happy birthday to you?"
Lagu itu ikut memeriahkan suasana malam yang mendung. Sesaat Ferina
memandang mama"y dengan penuh arti, kemudian meniup lilin"y. Wulan
membalas tatapan Ferina dengan anggukan kecil yang juga penuh arti. Ferina
tersenyum tipis, memejamkan mata, dan meniup lilin.
Selamat ulang tahun, Faren.
"Makasih ya, Ma." Ucap Ferina.
Wulan memeluk Ferina dengan tegar dan mencoba tetap tersenyum.
*** "Ehm udah lumayan reda hujan"y." kata Tama. "Gue pulang dulu, ya?"
"Umm" kok buru2 banget sih?" kata Ferina.
"Udah kemalaman."
"Iya sih, ya udah, gue panggil Mama dulu, ya?" kata Ferina sambil memanggil
mama"y. "Makasih ya, udah direpotin Ferina." Ujar Wulan.
"Sama2, Tante, saya pamit dulu." Kata Tama seraya beranjak dari ruang tamu.
"Hei, udah di luar aja!" tegur Ferina. "Nih!" kata"y sambil menyodorkan
sesuatu. "Apa itu?" Tanya Tama.
"Jaket." Sahut Ferina. "Biar nggak dingin dan kena hujan. Gerimis malah lebih
sering bikin sakit lho!"
"Oh begitu." Sahut Tama sambil membuka lipatan jaket yang seperti"y masih
baru itu. "Belum pernah dipakai, ya?" ada tulisan Ferinandra.
"Umm" itu jaket kompakan kelas gue waktu di Semarang, baru dapat
pertengahan semester lalu. Memang belum pernah dipakai, kegedean sih,
nggak fit aja di badan gue jadi"y. Pakai aja."
"Makasih, ya. Juga buat pesta"y yang keren!" kata Tama. "Hope we"ll meet
again." "I hope so. Daaah?" kata Ferina sambil melambaikan tangan.
BAB 4 Ferina berdiri di lapangan upcara dan memutuskan berdiri di baris paling
depan. Dia risi diliatin terus.
Sebenar"y Ferina memang terlihat cukup mencolok. Pagi itu dia tampil sangat
manis, wajah"y yang sedikit blasteran dengan mata biru yang indah. Belum lagi
rambut hitam"y yang tebal dan mengilap digerai begitu saja.
BRUKK" "Ups, maaf?" cowok penyusun skenario di atas tanpa sadar menabrak cewek
yang sejak tadi ditatap"y itu.
"He"eh" nggak pa2 kok." Kata Ferina.
"Bener lo nggak pa2, kan?" Tanya cowok itu sok perhatian.
"Iya, nggak pa2." Ferina mulai risi karena orang2 melihat mereka seperti
mendapat tontonan menarik.
"Woi, hati2, dia pemangsa cewek tuh!" terdengar sorakan heboh dari
kejauhan. Ferina segera berbalik dan mempercepat langkah menuju barisan
terdepan. Dia terus menunduk menatap semut2.
Tak lama kemudian lapangan telah dipenuhi siswa-siswi berseragam putih
abu2. Upacara bendera dimulai. Ferina tidak terlalu memperhatikan karena sengatan
matahari pagi mengusik ketenangan jiwa"y yang harus berdiri tegap di barisan
terdepan. Ferina mendengar moderator mengumumkan agar pemimpin upacara
mengambil tempat di lapangan.
Ferina menatap sosok yang berjalan lurus ke arah"y, lalu memalingkan wajah.
Deg! Sosok itu semakin familier.
Deg" deg" Ferina menguatkan hati untuk menatap kenyataan di depan mata"y"
Deg" degdeg" deg" degdegdegdeg"
Cowok itu mengenali gue nggak ya" Batin Ferina.
Deg" deg" Jgeeerrrr" Akhir"y cowok itu menghentikan langkah tepat di hadapan Ferina! Saat itulah
mereka bertemu pandang lalu terpana. Selama sesaat pemimpin upacara
seperti kehilangan kesadaran sebelum akhir"y menyadari posisi"y.
Lagi2 wajah Ferina memanas, dan dia kembali tertunduk, tidak berani menatap
cowok itu. *** Ferina ditempatkan di kelas XI IPA 4.
"Gue boleh duduk di sini?" tiba2 seorang cowok berambut ikal mengusik
Ferina dari lamunan"y.
"Mmm" ya, tentu saja." Jawab Ferina ramah.
Cowok itu duduk di samping Ferina, lalu terdiam tanpa melakukan apa2.
Walaupun merasa agak aneh dengan sikap cowok itu, Ferina diam saja dan
melanjutkan kesibukan mencoret-coret buku catatan"y yang masih kosong.
"Hmm, kenalin, gue Haikal." Akhir"y si cowok bersuara. Dia mengulurkan
tangan. "Gue Ferina." Sambut"y.
"Oh ya, gue harap lo bisa bantu gue beradaptasi di sekolah ini. Jujur aja, gue
agak pendiam kalau berada di lingkungan baru." Kata Haikal.
Ferina mengangkat alis. "Tunggu! Jadi maksud lo, elo anak baru di sekolah ini?" Tanya Ferina.
Sekarang giliran Haikal yang memasang wajah heran. "Iya?" jawab"y.
"Memang"y lo nggak kenal teman2 lo sendirii?" tanya"y.
"Hmmph" hahaha" ups, maaf!" Ferina cepat2 meralat sikap"y yang nggak
sopan. "Kenapa sih?" Tanya Haikal hati2.
"Hmmm" nggak kok, gue merasa lucu aja lo ngomong kayak gitu. Jujur aja,
sebenar"y ini juga hari pertama gue di sekolah ini." Jelas Ferina sambil
melontarkan senyum manis yang membuat siapa pun terpesona.
"Oh, begitu?" Haikal mengerti. "Kebetulan benget, ya" Gue jadi nnggak
canggung karena punya teman senasib."
"Sama!" balas Ferina ceria.
BAB 5 Tiga hati pertama di awal tahun ajaran jelas asyik. Meski harus gotong royong
membersihkan kelas dan lingkungan sekolah.
"Ternyata di sini asyik juga, ya." Ujar Haikal sambil duduk di bangku yang
menghadap Ferina. Cewek itu memejamkan mata.
"Hmmm?" kata Ferina tanpa membuka mata.
"Lo nggak haus" Gue mau ke kantin beli minuman."
Mata Ferina langsung terbuka. "Gue titip milkshake sama Chitato, ya!" dengan
semangat dia merogoh kantong.
Haikal tersenyum melihat tingkah Ferina. "Ya udah, lo tunggu di sini ya." Kata"y
sambil berlalu. Ferina meregangkan tangan"y yang lumayan capek setelah merapikan bugenvil
di samping taman. Ditatap"y lapangan sekolah yang luas. Di sana sedang berlangsung kegiatan
MOS siswa baru. Ferina menangkap sosok Tama yang sedang mengawasi
kegiatan MOS. Ferina menyisir rambut"y yang kusut dengan jari, kemudian mengikat"y
asal"asalan. "Hai, sendirian?" tiba2 Tama sudah mucul di hadapan Ferina.
"Eh" hai?" Ferina jadi salah tingkah.
Tama duduk di samping Ferina.
"Sibuk ya?" Ferina melontarkan pertanyaan basi.
"Yaaah" lumayan." Sahut Tama. "Gue nggak nyangka bakal ketemu lo di sini."
Kata"y. "Gue juga kaget." Sahut Ferina.
"Tapi gue senang banget lho, soal"y bisa dibilang doa gue terkabul." Ujar Tama
sambil tersenyum. "Oh ya, tangan lo yang luka kemarin gimana?" Tanya cowok
itu sambil meraih tangan Ferina dan mengamati"y. "Masih sakit?"
"Ngg" udah nggak lagi." Kata Ferina sambil menarik tangan"y. Tapi Tama
menahan. "Ada apa?" Tanya Ferina. Cowok itu menatap"y.
"Lo mau tutup mata sebentar?"
"Buat apa?" "Tutup aja. Tiga detik cukup kok." Sahut Tama.
Akhir"y Ferina menutup mata. Tiga detik berlalu.
"Sekarang, buka mata lo." Kata Tama.
Ferina membuka mata dan"
"A present for you?" kata Tama sambil meletakkan sebuah kado kecil di
tangan Ferina. "Maaf ya, telat."
"Bener nih buat gue?" Ferina nggak yakin dengan apa yang dilihat"y. Dibuka"y
kotak itu. Dia mendapati sebentuk kalung dengan liontin kupu2 kecil yang
sangat manis. "Kalung?" bisik Ferina. "Cute bangeeeetttt"!"
"Suka?" Tanya Tama.
"Banget! Sumpah!"
"Gue pasangin ya." Ujar Tama. "Tadi"y nanti sore gue mau mampir di rumah lo
nganter hadiah ini. Eh, kita malah ketemu di sini." Lanjut Tama lagi.
Ferina mengangkat rambut"y sementara Tama memakaikan kalung itu.
"Cantik." Kata Tama spontan.
Ferina hanya menatap cowok itu. Tama jadi salting sendiri.
"Nggak heran sih lihat cewek lupa diri kalau udah berhadapan sama gue.
Hehehe?" "Ih" norak." Balas Ferina sambil memukul lengan cowok itu.
"Awww!" Tama berteriak sambil mengusap-usap lengan"y yang masih sakit
karena ditabrak Ferina beberapa hari yang lalu. "Sakit, tau! Cakep2 tapi


Simple Past Present Love Karya Thia Kyu Ori di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sadis?" kata"y.
"TAMAAA!" suara seorang cewek. "Lo ke mana aja sih"! Kami pusing nyariin lo,
tau! Elo"y malah ada di sini." Kata cewek berambut ikal panjang itu melempar
pandangan tidak suka pada Ferina. "Tahu orang sibuk malah digangguin!"
umpat"y kepada Ferina.
"Lo kalau ngomong bisa sopan dikit nggak sih?" tegur Tama.
Tahu2 Haikal muncul dari arah berlawanan. Dia menghampiri Ferina.
"Tiffany?" ujar Haikal pelan.
Cewek bernama Tiffany itu jelas2 kaget. Dia langsung menarik Tama menjauh
secepat mungkin. "Lo kenal dia?" Tanya Ferina sinis.
Haikal tidak menjawab. "Hei!" tegur Ferina sambil menepuk lengan Haikal.
"Eh, maaf. Apa?" Tanya Haikal.
"Tuh cewek rese banget!" Ferina menumpahkan kekesalan"y pada Haikal.
"Tadi itu cowok"y, ya?" Tanya Haikal.
"Mana gue tahu"! Gue aja baru dua hari di sini. Sama kayak lo!" jawab Ferina
sewot. "Emang lo kenal di mana sama nenek sihir itu?" tanya"y ketus.
"Bisa di mana aja." Jawab Haikal sekena"y.
*** "Sst" Fer!" sebuah sikutan membuat Ferina kaget.
"Ihhh" lo apaan sih, Ra." Ferina mendesis sebal. "Bikin jantungan, tau!"
"Sst" liat tuh!" Tiara menunjuk bangku di sudut perpustakaan. Haikal. Ferina
cuma geleng2 kepala. Nggak terasa satu bulan sudah berlalu. Ferina sekarang lebih dekat dengan
Tiara, cewek imut yang suka banget sama Haikal yang udah jadi idola"y sejak
pertama sekolah. Beberapa kali Ferina sempat memergoki cowok itu menatap
Tiffany dari jauh. Tatapan"y pun gimana" gitu. Huh" kasihan, pikir Ferina.
"Emang ngapain lagi dia?" ujar Ferina.
"Cakep banget" apalagi kalau lagi baca buku sains gitu?" sahut Tiara. "Apalagi
kalau?" "Ih, biasa aja, kali!" potong Ferina.
"Tapi gue sukaaa?"
Ferina tidak berkomentar dan kembali menekuni deretan buku. Karena Haikal
cowok tipikal kutu buku yang hobi nongkrong di perpus, maka nyaris setiap
hari Ferina di tarik Tiara ke situ, ngumpet di balik rak, trus dia sendiri akan
menatap cowok itu nggak habis2"y.
"Fer, Fer!" Tiara kembali menyikut Ferina.
"Apa lagi sih?"
"Itu?" "Itu apa?" Tanya Ferina.
"Si Haikal kenapa tuh?"
"Kenapa gimana?" kata Ferina sambil menoleh pada Tiara. Sekarang Haikal
mengangkat buku"y hingga menutup wajah, jelas sedang mengawasi sesuatu.
"Dia melihat ke arah sana." Ujar Ferina.
Deg! Ferina melihat Tiffany sedang bercerita dengan suara sangat pelan dengan
Tama. Mereka mendekatkan kepala. Entah kenapa rasa cemburu tiba2 muncul
begitu saja di hati Ferina. Semenjak dia bersekolah di sini Tama selalu berusaha
menemui"y, bagi Ferina semua itu belum terlalu berarti. Tama seperti"y terlalu
terikat dengan Tiffany. Cowok itu seperti"y terlalu menuruti keinginan Tiffany,
meskipun itu nggak sesusai dengan keinginan hati"y.
"Kenapa?" Ferina mendengar isakan kecil di dekat kaki"y.
"Kenapa apa?" Tanya Ferina lembut sambil menyentuh bahu Tiara.
"Kenapa cowok yang gue taksir justru merhatiin cewek lain" Dan kenapa harus
si nenek sihir itu, coba." Kata Tiara diselingi isakan"y.
"Udah, kita keluar aja yuk." Ajak Ferina.
BAB 6 "Huh, mana panas, nggak ada teman, lagi. Garing!" Dia ingin menunggu
matahari sedikit redup untuk berjalan kaki menuju halte yang lumayan jauh.
"Mau gue antar pulang, Fer?" suara Haikal membuat Ferina tersentak.
"Lho, lo belum pulang?" balas Ferina heran.
"Baru mau nih. Tadi gue lupa balikin buku pepustakaan maka"y nggak langsung
pulang." "Oh?" kata Ferina paham. "Boleh juga."
Dalam lima menit Ferina sudah duduk di boncengan Haikal. Tiba2 Haikal
mengerem motor"y dan berbalik arah secepat dia bisa.
"Ada apa sih?" Tanya Ferina.
Haikal sedang membuntuti Honda Jazz hijau metalik. Entah siapa penumpang
mobil itu. Akhir"y mobil itu berhenti di depan kafe yang tidak terlalu ramai. Dengan
penasaran Ferina menunggu sampai pintu mobil akhir"y terbuka.
Sialan! Cewek nenek sihir itu lagi! Ferina lagi2 panas melihat cowok yang turun
dari sisi lain mobil. Tama.
"Mau ngapain?" Tanya Ferina.
Haikal tidak menjawab. "Lo aneh, tahu nggak"! Ngapain juga lo mengharapkan Tiffany sampai kayak
gini" Mending lo nanggepin orang yang justru sangat peduli sama lo!" kata
Ferina tegas. Dia teringat Tiara yang hanya bisa kecewa dengan sikap Haikal
yang nggak pernah memedulikan"y.
"Memang"y ada gitu yang peduli sama gue?" Tanya Haikal.
"Kal" buka dong mata dan hati lo itu. Cewek di dunia ini nggak cuma Tiffany!"
"Tau kok." Sahut Haikal. "Langsung pulang?"
"Pulang aja deh." Jawab Ferina.
*** "Benar2 malam yang indah!" decak Ferina.
"Aku juga suka langit malam! Apalagi kalau ada bulan"y, ada bintang"y, pasti
indah banget. Ya kan, Kak?" sahut Rana.
Ferina sedang memotong sayuran. Malam itu Ferina dan mama"y di undang
ikut acara barbekyu di halaman belakang rumah tetangga"y itu. Acara itu untuk
merayakan kenaikan jabatan papa Rana, juga kehamilan Manda. AKhir"y Rana
bakal dapet adik. Malam itu penampilan Ferina super santai, dengan celana pendek dan kaus
putih polos yang ringan. Rambut"y yang panjang diikat rapi.
"Ih" aku nggak suka paprika." Celetuk Rana. "Hampir semua sayuran aku
nggak suka." Ferina terkesiap memandang Rana.
"Kakak kenapa?" Tanya Rana cemas. "Kak"!" ulang"y. "KAKAAAAKKK!!"
"Eh iya" nggak pa2." Sahut Ferina. Benak"y bergegas lari ke Faren, saudara
kembar"y yang telah meninggalkan"y.
Tiba2 HP Ferina bergetar. Tama.
"Halo?" jawab Ferina malas2an.
"Fer, lo nggak di rumah?" Tanya Tama.
"Nggak, gue di rumah sebelah. Kenapa?"
"Gue ada di depan rumah lo. Lo keluar, ya" Nggak lama kok."
"Oke." Jantung Ferina berdebar-debar. Ferina mendapati cowok super keren itu
berdiri di samping moror.
Tama mendongak dan tersenyum hangat.
"Hei, tumben datang malam2 begini?" Tanya Ferina.
"Mmm" gue nggak mengganggu, kan?"
"Menurut lo?" kata Ferina santai.
Tama tersenyum kecil. "Lagi makan, ya?"
"Kok tahu?" Tanya Ferina heran.
"Nih?" dengan ibu jari"y cowok itu menghapus noda saus di sudut bibir Ferina.
"Makan aja masih kayak anak kecil. Berlepotan."
Ferina tersipu. "Eh" nggak pa2 tahu." Tama menenagkan"y.
"Trus, ada apa?"
"Oh ya, ban motor gue tadi kempis, kalau ke bengkel jauh, paling deket ke
rumah lo. Maka"y gue kemari. Boleh nggak nitip motor gue untuk malam ini
aja?" jelas Tama. "Oh?" Ferina sedikit kecewa.
"Ngg" boleh, kan?" Tama jadi nggak yakin setelah melihat ekspresi Ferina.
"Oh, nggak pa2!"
Cowok itu pun mendorong motor"y ke pekarangan rumah Ferina.
"Umm" kayak"y gue balik sekarang aja, ya." Kata Tama.
"Hah" Segitu doang?"
"Oh ya, makasih banget?"
"Bukan itu maksud gue." Kilah Ferina. "Mmm" tapi ya udah deh kalau elo
memang mau buru2 pulang."
Cowok itu terlihat kikuk. "Bukan begitu, gue nggak mau ganggu acara lo. Itu
aja." Ujar"y serius. "Mmm" sebenar"y gue mau ngasih surprise ngajak lo
keluar, tapi kayak"y gue lagi nggak hoki. Apalagi ternyata lo juga ada acara.
Mana udah kemalaman, lagi." jelas Tama. "Besok2 gue bikin janji dulu deh biar
nggak berantakan" lanjut"y.
"Oh begitu ya. Nggak pa2, lagi."
"Maaf ya." "It"s okay." Sahut Ferina.
"Oh ya, jaket lo. Gue udah lama pengin balikin, tapi?"
"Eits, nggak usah dilepas. Pakai aja, gue nggak pernah pakai kok. Udah gue
bilang, kan, kegedean."
Cowok itu menatap Ferina penuh makna. "Makasih, ya." Bisik"y.
BAB 7 "Fer"!" suara Tiara membuat Ferina yang sedang menggambar terkaget-kaget.
"Hmmm?" "Lo kok kayak nggak penasaran gitu sih?" Tanya Tiara manyun.
Ferina menegakkan kepala. "Emang ada cerita apa?" Tanya Ferina.
"Gue lagi senang banget, tahu nggak?"
"Tahu?" sahut Ferina. "Banget! Emang ada apa sih" Ada bagi2 sembako, ya?"
"Ih" bukan!" tukas Tiara gemas. "Tadi gue ngomong lagi sama Haikal! Senang
banget! Abis orang"y asyik banget, tahu nggak?"
"Tahu?" jawab Ferina.
"Dia nanggepin omongan gue banget lho. Trus kalau ketawa" duh, makin
cakep! Trus, besok gue mau ke rumah"y. Hebat, kan, gue?"
"Hebat bener! Tapi ngapain sih lo ke rumah"y?" Tanya Ferina.
"Gue bilang aja pengin belajar Fisika sama dia. Senin kan kita ulangan, jadi
alasan gue tuh urgent banget. Masuk akal banget, kan?" kata Tiara. "Ternyata
Haikal tuh kalau diajak ngomong heboh juga ya, gue pikir anak"y pendiam
banget." "Wah, selamat deh!" kata Ferina. "Makin deket sama target dong!" goda"y.
"Nggak secepat itu, kali, Fer." Kata"y malu2. "Lo bisa aja."
"Fer!" sebuah suara mengalihkan perhatian kedua"y. Mereka melihat Tama
masuk kelas dan berjalan mendekat.
"Gue ke toilet dulu, ya!" kata Tiara.
Tama duduk di bangku Tiara sambil menghadap ke belakang, sehingga mereka
berhadap-hadapan. "Ada apa, Tama?" Tanya Ferina.
"Ntar malam lo nggak ada acara barbekyu lagi, kan" Gue mau ajak lo keluar."
Kata Tama. "Mmm, masa barbekyuan tiap hari sih?" Ferina tertawa manis.
"Jadi lo mau gue ajak keluar?" Tanya Tama.
Ferina mengangguk manis. "Ya udah, gue balik ya, ntar Tiffany uring2an lagi, nyariin gue!" kata Tama
seraya berbalik cepat. Mendengar itu, kebahagiaan yang tadi sempat mengsisi dada Ferina sertamerta lenyap. Kenapa sih selalu Tiffany, Tiffanny, Tiffany!
*** Ferina terjebak dalam suasana kafe yang heboh.
"Fer, dari tadi kok diam aja?" tegur Tama. Sejak berangkat Ferina memang
sudah pasang tampang b?te.
"Lagi ada masalah ya, Fer?" Tanya Tama. "Gue ngajak keluar di waktu yang
salah, ya?" "Enggak kok." Sahut Ferina. "Biasa aja." Jawab"y tak acuh.
"Tapi tadi lo kayak nggak mau ngomong sama gue tuh. Kayak lo nggak ada di
sini aja, kayak gue nggak ada di samping lo. Ada apa sih, Fer?" Tama mulai
jengkel. "Kok lo jadi sewot sih?" Ferina nggak mau kalah.
"Siapa yang nggak sewot" Lo nggak jelas gitu."
"Ya udah!" "Ya udah apa?" "Pulang." "Fer, lo kok jadi begini sih" Kalau ada masalah, lo cerita dong. Jangan kayak
begini" gue jadi bingung mesti gimana." Tama melunak sambil meremas
tangan Ferina. "Nggak ada masalah kok." Ferina menarik tangan"y. "Ya udah, maafin gue ya."
Ferina sungguh kesal karena Tama buru2 meninggalkan"y begitu teringat pada
Tiffany. Tapi kalau di pikir2 dia kan bukan siapa2"y Tama.
"Pusing ah!" sergah Ferina.
"Pusing" Jadi dari tadi lo diam2an karena pusing?" Tanya cowok itu. "Kenapa
nggak bilang dari tadi" Kita kan bisa batalin pergi"y, trus lo bisa istirahat di
rumah." "Eh, nggak. Bukan pusing kayak begitu. Pusing aja sama suasana ribut2 begini.
Mana orang"y banyak, lagi!" Ferina mencoba ngeles.
"Oh" gitu ya" Kalau bilang dari awal kan gue nggak perlu ngadepin lo yang
nggak betah gitu." Kata Tama lega. "Mumpung masih banyak waktu, kita
pindah aja yuk!" "Eh, nggak usah." Tukas Ferina.
"Udaaah" yuk!" ujar Tama seraya menarik tangan Ferina.
Ferina merasa bersalah. Ini cowok baik banget. Pengertian banget.
"Ke mana?" Tanya Ferina saat mereka beranjak meninggalkan kafe.
"Ke tempat yang bisa bikin kita berpikir jernih dan menenangkan pikiran."
Jawab Tama. "Mmm" karena lumayan jauh, kayak"y kita ngebut dikit ya. Nggak
pa2, kan?" "Ngg" tapi lo hati2, ya." Ujar Ferina.
"Oke!" Dalam sedetik mereka sudah melesat dengan kecepatan tinggi. Ferina
memeluk cowok itu lebih erat. Dia tidak memerhatikan jalan yang mereka lalui,
melainkan menyandarkan kepala"y di punggung Tama. Lalu memejamkan
mata. "Lo aman2 aja, kan?" Tama setengah berteriak.
"Iya!" sahut Ferina, suara"y gemetar.
Tama menambah laju motor. Gila! Kayak lagi balapan.
"GUE TAKUUUUTT"!!!"
Mendengar itu Tama segera menurunkan kecepatan dan menepi. Tubuh Ferina
sedikit bergetar. "Lo nggak pa2, Fer"!" Tanya Tama cemas.
"Gue" gue" udah nggak pa2." Sahut"y terbata.
Tama menoleh dan mnatap cewek itu cemas. "Nggak pa2, kan?" ulang"y sambil
menekan bahu Ferina lembut.
Ferina memandang sisi kiri"y dengan tatapan nyaris nggak percaya. "Laut."
Wajah"y kontan sumringah dan sangat senang. Melihat itu, Tama tersenyum
lega. "Kita belum sampai, tapi udah lumayan dekat." Kata"y seraya terus menatap
Ferina. Cewek itu sangat manis saat tersenyum.
"Kita jalan lagi?" usul"y.
Ferina mengangguk. "Nggak pakai ngebut lagi, ya." Mereka pun melaju. Bulan
purnama mulai naik. Tak lama kemudian Tama menghentikan motor"y di
depan kafe. "Yuk!" ajak Tama. Dia menggenggam tangan Ferina dan menarik"y ke sisi"y.
Mereka memasuki kafe. Suasana di dalam juga sangat tenang, musik yang
lembut terdengar sangat menenangkan. Mereka duduk di bagian kafe yang
terbuka. Di sana mereka dapat memandang langit dan laut dengan bebas.
"Bagus bangeeet?" seru Ferina. "Gue nggak tahu ada tempat yang begini
bagus. Makasih banget udah ngajak ke sini, ya!"
"Sama2. Lihat lo kayak gini bikin gue bahagia. Gue belum pernah merasakan
kebahagiaan seperti sekarang ini." Kata Tama.
Ferina menatap cowok itu sesaat dan tersenyum penuh arti. Ditatap"y laut
yang disinari cahaya bulan.
Untuk pertama kali setelah sekian lama, dia sungguh2 merasa tenang dan
jiwa"y tenteram. Dia merasa bebas, seakan-akan menemukan diri"y yang baru,


Simple Past Present Love Karya Thia Kyu Ori di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

diri"y yang terlepas dari segala kesedihan yang selalu mendera dan menekan"y.
"Tahu nggak apa yang gue pikirkan saat ini?" Tanya Tama.
"Apa?" Ferina terus menatap laut.
"Gue lagi mikirin gimana bilang ke nyokap lo karena telat ngantar putri
kesayangan"y pulang."
"Hah"!" Ferina terperangah. "Emang sekarang udah jam berapa?"
"Liat aja jam tangan lo."
Dengan was2 Ferina menatap jam tangan"y.
"My God!" dia nyaris berteriak.
BAB 8 Meski malam telah larut dan tubuh"y sangat letih, Ferina bahagia.
Ketika sudah berbaring di tempat tidur, pikiran Ferina melayang entah ke
mana. Diraih"y ponsel.
"Halo?" suara Yanda terdengar sangat berat.
"Udah tidur, ya?"
"Nggak ada alasan buat begadang soal"y."
"Kalau sekarang ada, gimana?"
"Mau cerita apa?" Yanda terdengar bersemangat. Sejak kematian Faren, Ferina
seolah menutup diri rapat2 dan tak pernah lagi berbagi cerita.
"Nggak ada. Mau tahu kabar lo aja."
Yanda langsung kecewa. "Oh, baik aja kok. Lo?"
"Nggak tahu." "Kenapa nggak tahu" Apa lo masih belum bisa curhat sama gue lagi?" Yanda
terdiam sebentar. "Tahu nggak" Dia nanyain lo terus."
"Biar aja." Tukas Ferina. "Nggak penting."
"Nggak penting" Tapi gue jadi"y yang repot. Lo tahu, kan, gue nggak bisa
bohong" Dia terus menginterogasi gue. Dia tahu gue pura2 nggak tahu.
Sampai2 dia mengobrak-abrik contact di HP gue. Untung nama lo gue
samarin." "Baguslah." Komentar Ferina.
"Fer, dia kehilangan lo." Yanda menkankan kata kehilangan. "Gue tanya kalian
ada masalah apa, dia bilang nggak ada. Dia bahkan mengaku bingung. Kalian
aneh. Sebenar"y, ada apa sih" Ini nggak biasa bagi gue!"
"Gue?" Ferina menimbang cukup lama. "Entahlah" gue belum siap buat
cerita. Semua terasa baru, masih segar. Gue nggak sanggup."
"Gue tahu kehilangan yang lo alami sangat berat. Itu sebab"y gue nggak mau
elo menahan"y sendiri. Gue pengin lo bagi kesedihan itu sama gue. Bukan
begini?" "Tapi" sebenar"y nggak sesederhana itu." Ferina menarik napas dalam2.
"Trus apa, Fer?"
"Um" gimana ya?" Ferina tahu, di seberang sana Yanda menahan napas
menunggu penjelasan"y. "Baiklah." Akhir"y Ferina menyerah.
Lalu kata2 itu meluncur saja dari bibir"y. Tangis kembali mengiringi setiap untai
kata yang di ucapkan"y.
"Sekarang lo udah tahu alasan gue, kan?" Tanya Ferina.
Yanda terdiam cukup lama.
"Gue juga nggak nyangka." Hanya itu yang bisa di ucapkan"y.
"Tapi lo beneran janji ya, setelah apa yang gue certain ini, sikap lo ke dia nggak
bakal berubah. Bersahabatlah seperti biasa." Kata Ferina.
"Janji." Kata"y setengah hati.
Ferina pun menceritakan semua"y. Pertahanan"y benar2 runtuh. Dia menarik
napas dalam2, merasa lebih lega. "Nda, sekarang lo tidur deh. Perasaan gue
udah lebih baik. Makasih ya, lo udah dengerin gue."
Di seberang sana Yanda mengangguk tanpa suara. "Bagaimana Ferina bisa
sanggup menyimpan semua itu selama ini" Batin"y tak percaya.
"Nda" Halooo." Bisik Ferina.
"Eh, iya, Fer." Yanda tersentak. "Good night, ya!" tambah"y buru2.
Setelah memutuskan hubungan telepon"y, Ferina turun dari tempat tidur dan
bersandar di sisi"y.
Sesaat dia melamun, memandang meja belajar"y lama sekali. Ferina bangkit
dan mengambil diary yang nyaris tertinggal di rumah"y dulu. Dia menatap diary
itu. Ferina membalik sampul tebal tersebut dan langsung mendapati foto Faren
yang tersenyum manis. Mata Ferina kembali berkaca. Apa lo masih bisa
tersenyum, Ren" Desis"y pelan.
*** Seperti"y Tiffany sudah kehabisan kesabaran. Dia nggak boleh kehilangan Tama
lagi. Setiap kali cowok itu nggak ada, dia pasti menemukan"y sedang bersama
Ferina. Cewek sok manis itu sedang mencoba merebut Tama, rupa"y.
Sejak awal Tama melarang"y mendekati Ferina. Tama benar2 melindungi
cewek itu. Emang apa sih istimewa"y anak baru itu" Entah bagaimana cewek itu menarik
perhatian Tama begitu rupa.
Tiffany setengah berlari. Dia baru saja menumpahkan tangis"y di toilet. Tangis
yang membuat"y semakin percaya betapa tidak adil"y dunia ini.
Dia teramat membutuhkan seseorang yang selalu menemani"y di saat2 seperti
ini. Cuma Tama yang bisa mengerti dan menenangkan"y.
Cewek itu berhenti di ujung koridor laboratorium Kimia. Sekonyong-konyong
Tiffany melihat"y. Sosok yang sedang tertawa lepas, tawa yang belum pernah
didengar"y. Kenapa Tama tak pernah terlihat begitu gembira bersama"y" Dan
kenapa semua itu justru terjadi saat dia bersama Ferina"
Apakah selama ini dia hanya menjadi beban" Air mata"y mengalir hangat.
Andai saja" "Fan! Tiffany!!"
Tiffany melihat wajah cemas di balik air mata"y. Di peluk"y cowok itu erat2.
"Fan, lo kenapa" Ada apa"!"
Tiffany mencoba bersuara. "Mama?"
Ferina menyaksikan sendiri mereka berpelukan. Cowok itu bahkan tidak
menoleh ke arah Ferina lagi, seolah-olah Ferina tak pernah ada di sana
bersama"y. Satu detik. Tiga menit. Apa yang mereka bicarakan"
Lima menit. Cukup, Ferina menghela napas. Ferina berlari, dia tidak akan menangis di situ.
BAB 9 "Lo kenapa, Fer"!" berondong Tiara tanpa ampun di telepon.
Ferina menjauhkan ponsel"y. "Lo bisa jaga suara nggak sih?" omel"y.
"Oke, oke." Suara Tiara melunak. "Jadi, kenapa lo tiba2 ngilang dari sekolahan
saat istirahat, trus nggak balik2 lagi" Dan apa maksud lo nyuruh gue bawa
pulang tas lo yang segede karung beras ini, hah"!"
Ferina memijat dahi"y dengan dua jari. "Maaf. Nggak bermaksud apa2. Gue
sakit." "Sakit" Emang"y gue gampang dibohongin?"
"Ra" please" kepala gue sakit nih" biarin gue istirahat dulu?" Ferina
memohon. "No way!" "Ra?" "Ada apa sih dengan lo dan Tama?" tuding Tiara.
Air mata Ferina kembali bercucuran. "Gue nggak ada masalah dengan dia."
"Jelas ada masalah! Gue liat dia balik bareng si nenek sihir. Sebelum"y dia kan
sama elo!" Hati Ferina mencelos. "Nggak ada hubungan"y sama gue. Jelas"!" tukas"y kesal.
"Jelas banget." Sahut Tiara. "Bohong"y."
"Ra, lo kenapa sih"!" kata Ferina.
"Lo tuh yang kenapa?" Tiara masih ngotot.
"Sori, Ra." Ujar Ferina dengan sangat menyesal sambil menutup telepon.
*** Ferina menggenggam tangan Faren erat2. Mereka berjalan bergandengan.
Melintasi pasir putih yang sangat halus dan akhir"y sampai di tepi pantai.
Kejaran ombak menyambar kaki mereka hingga terbenam sesaat.
"Jangan pergi lagi, ya?" pinta Faren sungguh2. "Jangan tinggalkan aku sendiri.
Please?" diraih"y tangan Ferina yang lain, lalu ditatap"y saudara kembar"y itu
dengan sungguh2. Mereka mundur beberapa langkah dari kejaran ombak. Faren duduk di atas
pasir, lalu meraih bintang laut yang tertimbun pasir.
"Kamu! Ada2 aja!" kata Ferina.
"Fer, kamu nggak mau minta maaf?"
"Minta maaf" Soal apa?"
"Ah, sudahlah."
Faren bangkit dan berdiri dan berjalan menyambut ombak, terus melangkah
hingga separuh kaki"y terendam air laut.
"Lo ngapain, Ren?" sahut Ferina setengah berteriak.
Faren terus berjalan hingga separuh tubuh"y terbenam. Ferina mengejar Faren.
"REEN!!! LO BISA TENGGELAM!!!" teriak Ferina. "REEEN!" ulang"y putus asa.
Tahu2 ombak yang sangat besar menghantam Ferina hingga tubuh"y seketika
tak berdaya. Lalu terdengar suara lain dari kejauhan. Semakin lama semakin
dekat dan jelas" "Fer?" Fer?" Bangun, Nak!"
Teriakan bercampur ketukan bertubi-tubi membangunkan Ferina dari mimpi
aneh"y. "Ya." Jawab Ferina, sambil berjalan menuju pintu dan memutar anak kunci"y.
"Sejak kapan tidur pake ngunci kamar segala" Kalau terjadi apa2 trus kamu
nggak bisa bangun, gimana" Seandai"y kebakaran" Gempa bumi" Angin ribut?"
"Ih, Mama! Pagi2 udah ngasih kuliah gratis!" ujar"y seraya ngeloyor ke kamar
mandi. BAB 10 Di sekolah" Saat Ferina sampai di kelas, tas"y sudah di tempat. Tiara sedang sibuk menulis.
Tiara mengabaikan"y.
"Ra, gue minta maaf karena mematikan telepon kemarin." Ferina mencoba
bersuara. "Ya" Ya?" bujuk"y.
Tiara terus menulis. "Ra, gue akan jelasin kalau lo mau dengerin dan berhenti bersikap kayak gini!"
Tiara tetap saja cuek. "Lo ngapain sih?" Ferina mencoba teknik lain, tapi sayang Pak Efendy, guru
matematika yang sangat jauh dari ramah keburu masuk kelas.
Tiara menoleh sesaat dan menjawab. "PR matematika."
Astaga! Ferina lupa! "Yang tidak mengerjakan PR lebih baik keluar dengan sportif sekarang juga,
sebelum saya mengusir"y sendiri!" ucap Pak Efendy tegas.
Oke deh, bisa dibilang ini kecelakaan beruntun.
Ferina keluar kelas dengan sangat malu. Dia berjalan gontai menyusuri
koridor2 kelas. Baru jam 8 pagi. Tahu2 dia sudah sampai di depan aula, dekat
parkiran motor. Sepeda motor Tama tidak ada! Ferina merasa heran sekaligus
tajhyd. Dengan langkah pasti dia berbalik dan nekat menuju kawasan kelas tiga.
Tiba2" "Nak, tunggu sebentar!" sebuah suara mengejutkan"y. Ferina berbalik dan
melihat Bu Yasmin berdiri di pintu masuk ruang guru.
"Ya, Bu?" Tanya Ferina.
"Maaf, Ibu mau minta tolong. Ini." Kata Bu Yasmin seraya menyerahkan map.
"Tolong antarkan ini ke Bu Elmi, dia mengajar di kelas 3IPA4, sampaikan dari
ibu,ya" Ibu ada keperluan."
Yes! Ferina menarik napas lega. Dengan begini dia tidak perlu mengintip.
Ferina berjalan ke kelas yang dimaksud.
Tok! Tok! Tok! "Masuk!" sebuah suara menjawab dari dalam ruang kelas.
Ferina membuka pintu dan merasakan semua mata tertuju pada"y.
"Ada apa?" Tanya seorang guru.
"Ini, Bu, dari Bu Yasmin." Kata Ferina seraya menghampiri sang guru. Lalu
sekilas dia mengedarkan pandang.
Dia tidak ada. "Sudah lengkap, terima kasih, ya." Ucap Bu Elmi. Ferina berbalik dan keluar
kelas diiringi suit2 jail murid2 cowok.
Dari sana Ferina menuju perpustakaan. Sebenar"y sedekat apa sih mereka,
sejauh apa sih cowok itu terjebak dalam labirin kehidupan Tiffany" Akhir"y
Ferina mendengar bel tanda istirahat bergema.
"Hhhhh?" dia mendesah malas. Ferina tidak ingin kembali ke kelas. Apa guna"y
juga kalau sahabat"y sendiri sedang nggak mau ngomong dengan"y.
Tak lama kemudian Ferina melihat Haikal masuk ke perpustakaan. Sebuah ide
cemerlang mengusik pikiran Ferina. Mungkin dia bisa mendapatkan petunjuk
dari cowok itu. "Hai!" sapa Ferina.
"Hai juga." Balas Haikal dan kembali menekuni buku"y.
"Serius banget sih!"
"Tumben lo sendirian. Biasa"y bareng Tiara, kan" Dan selalu mencari buku di
rak itu." Ujar Haikal sambil menunjuk rak kesayangan Tiara, tempat dia biasa
mengawasi Haikal. Kok dia tahu" Batin Ferina.
"Oh ya?" Ferina pura2 terkejut.
"Ehm, begini, gue cuma mau nanya sesuatu." Ferina buru2 mengalihkan
pembicaraan. "Kayak"y serius?" Haikal menutup buku. "Tapi gue nggak jamin bisa menjawab
pertanyaan lo." "Ya, ntar liat aja!" balas Ferina. "Gue cuma pengin tahu apa aja yang lo ketahui
tentang Tiffany. Karena gue yakin lo tahu banyak tentang dia. Apalagi lo selalu
nguntit dia setiap pulang sekolah."
Ekspresi Haikal berubah. "Gue bukan penguntit! Dan gue nggak suka lo nuduh gue seenak jidat lo!"
tukas Haikal tersinggung.
"Oh, maaf. Maksud gue ya" ngikutin orang diam2 gitu deh. Jadi apa?"
"Maksud lo?" tukas Haikal ketus.
"Ya, semua yang lo ketahui tentang Tiffany!" Ferina kehilangan kesabaran.
"Nggak ada!" Haikal jelas masih tersinggung.
"Hah"! Lo yakin?" balas Ferina jengkel. "Gue tahu kok selama ini lo selalu
mengamati Tiffany, dan selalu ingin tahu apa aja yang dilakukan"y. Tapi
sayang"y, lo udah ngelewatin satu kejadian penting kemarin."
Haikal memandang Ferina penuh tanda Tanya.
"Karena cuma gue yang liat kejadian kemarin." Kata Ferina dengan gaya
misterius. "Memang"y kemarin ada apa?" desak Haikal.
"Wah, gue nggak bisa kasih tahu lo. Mengingat kata lo tadi, lo nggak tahu apa
pun tentang Tiffany." Ferina sok jual mahal.
"Oke dehm kita barter informasi. Tapi lo duluan!" kata Haikal menyerah.
"Jadi?" "Ehm" jadi begini." Kata Ferina. "Oke, gini. Kemarin gue liat Tiffany nyamperin
Tama sambil menangis. Dan gue liat mereka" pelukan." Hati Ferina serasa
dicubit. Dia yakin Haikal pasti merasakan hal yang sama.
"Dan aneh"y, hari ini mereka sama2 nggak masuk sekolah."
?"" Haikal hanya menunduk. "Gue ngerti perasaan lo. Karena itu gue ingin tahu informasi tentang Tiffany.
Mungkin aja kita mendapat petunjuk tentang keberadaan mereka, ya kan?"
kata Ferina melunak. "Kenapa sih lo peduli banget sama Tiffany?" Tanya Haikal.
Ferina langsung terdiam telak2.
"Eh, cuma kebetulan kok. Kebetulan aja gue liat Tiffany kayak"y lagi ada
masalah, lalu kebetulan gue tahu mereka nggak masuk hari ini, trus kebetulan
gue liat lo di sini, dan gue jadi kepingin ngasih tahu hal ini ke elo. Soal"y gue
yakin, informasi ini pasti penting banget buat lo." Ferina mencoba mengelak.
"Yah, kebetulan kadang2 memang sangat berharga." Lanjut"y risi.
"Makasih banget ya, ternyata lo peduli banget sama gue." Kata Haikal
sungguh2. "Iya. Nama"y juga teman." Ferina jadi salah tingkah.
"Tapi sayang"y gue bener2 nggak punya informasi penting yang berkaitan
dengan itu." Haikal sangat menyesal. "Kalau aja gue tahu lebih banyak?"
"Lo sabar ya, Kal." Kata"y simpatik. Tiba2 terdengar bunyi bel istirahat tanda
istiraha usai. "Eh, udah bel. Gue duluan, ya." Kata Ferina.


Simple Past Present Love Karya Thia Kyu Ori di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Haikal mengangguk pelam. Cewek itu" selalu saja membuat"y berdebar-debar.
Haikal sebenar"y menyimpan rahasia terbesar Tiffany. Tak seorang pun boleh
mengetahui"y" bahkan tidak orang yang terdekat dengan"y saat ini"
Haikal melangkah keluar perpustakaan, sama sekali tidak menyadari bahwa
sejak tadi sepasang mata tak henti mengawasi"y.
"Oh, jadi begini maksud lo, Fer?" bisik Tiara pahit. Mata"y basah dan dia nggak
beranjak dari rak buku tempat"y mengawasih Haikal dan Ferina sejak tadi. Dia
bisa melihat dengan jelas bagaimana Haikal menatap Ferina, walaupun dia
nggak tahu bagaimana Ferina membalas tatapan itu.
"Akhir"y gue tahu juga kan, Fer" Pantas lo ngga mau cerita ke gue."
*** Siang itu Ferina asyik main kartu dengan mama"y. Wajah"y penuh coreng
moreng adonan kue yang memang sengaja disisihkan untuk permainan kartu
ini. Ferina mengeluarkan kartuyang menurut"y dapat mengubah nasib"y.
"Hmmm." Wulan tersenyum penuh kemenangan.
Jangan bilang Mama" "Mama menang lagi!" seru Wulan. Bel pintu berbunyi nyaring.
"Aku harus buka pintu." Kata Ferina.
Ferina membuka pintu dengan santai"y. Namun seketika wajah"y langsung
dingin. Tama yang berdiri di depan pintu nyaris tidak mengenali makhluk yang
menatap"y sangar itu. Nyaris seluruh wajah"y berlepotan lapisan kental,
lengket, dan berwarna kuning. Sungguh sangat nggak indah dipandang mata,
pikir cowok itu geli. "Ehm" apakah saya sedang berhadapan dengan cewek manis bernama
Ferinandra?" Tanya Tama menahan tawa.
Ferina merasakan sensasi aneh saat Tama menyebutkan nama itu. "Nggak,
kamu salah orang!" tukas"y judes.
"Ferinaaa?" bujuk Tama.
"Apaan sih?" tanya"y ketus.
"Ehm" lo lagi sibuk, kan?" Tama berusaha mengalihkan pandangan.
"Lumayan." Sahut Ferina singkat. "Lo kenapa sih" Mau ngetawain gue"
Memang"y ada yang salah dengan tampang gue, heh?" tantang"y sebal.
"Hmmmmph" hahahaha" mmph?" Tama membekap mulut, berusaha
menahan tawa. "Ya, maaf deh kalau gue bikin lo sebel karena ganggu acara
maskeran lo yang belum kelar. Gue tunggu sampai selesai aja deh!" kata"y
sambil menahan geli. Tahu2 setetes adonan kental jatuh dari wajah Ferina. Ferina merasa konyol
sendiri. "oh, TIDAAAKKK?" refleks Ferina berteriak menahan malu. Dia berbalik dan
berlari ke wastafel untuk menyelamatkan harga diri"y yang nyaris tak bersisa.
"Bodoh! Bodoh! Bodoh!" umpat Ferina sebal! Bisa2"y aku tampil sebodoh ini di
depan cowok yang kutaksir"
Setelah mengeringkan wajah, Ferina kembali ke ruang tamu. Mama"y sedang
asyik bercerita dengan cowok tak diundang itu. Ferina duduk di samping
mama"y. "Ya udah. Mama ke belakang dulu, ya, kayak"y kue Mama udah matang tuh."
Ujar"y seraya berdiri. "Jangan cemberut gitu dong." Tegur Wulan.
"Fer, sebenar"y gue mau ngajak lo keluar. Lo mau, kan?" pinta cowok itu tanpa
basa-basi. "Ke mana?" "Ada deh, yang pasti lo nggak bakal kecewa deh. Mau, kan?"
Ferina pura2 mikir. "Mama bilang apa?" Ferina balik bertanya. Dia yakin cowok ini sudah
membahas niat"y ini dengan mama"y.
Tama tersenyum dan memandang Ferina. "Kata Mama, boleh."
BAB 11 Ferina nggak banyak bicara. Dia penasaran dengan mobil yang dikendarai Tama
ini. Seperti"y kok familier ya. Honda Jazz hijau metalik. Ferina yakin banget
pernah melihat mobil ini. Tapi entah di mana"
"AC"y nggak hidup kan, Fer" Kayak"y kok dingin banget, ya." Tama memecah
kebisuan. "Apaan sih!" cetus Ferina sebal.
"Eh, nggak jauh dari sini ada bakso super enak lho?" Tama tidak meladeni
kejengkelan Ferina. "Kata"y bisa bikin hangat suasana yang dingin gitu deh!"
lanjut"y sok polos. "Bawel banget." Gumam Ferina sok jaim.
"Tapi beneran enak lho, Fer." Kata Tama.
Ferina tetap diam. "Ini dia tempat bakso"y." kata Tama sambil menepikan mobil. "Kalau pengin
coba, kita bisa makan di sini dulu." Dia menawarkan.
"Lo bisa berhenti pura2 nggak sih?" Ferina berusaha menahan emosi. "Tujuan
awal"y nggak ke sini, kan?"
"Emang nggak, habis suasana"y dingin sih. Kan perlu diangetin dulu." Ujar
Tama. "Fer." Ujar Tama sambil menyentuh bahu Ferina.
Refleks Ferina menepis tangan cowok itu kuat2. "LO APA2AN SIH"!" sergah
Ferina gusar. "Fer" lo kenapa sih?" Tama tetap berusaha tenang.
"Fer?" Tama mendesah. "Lo kenapa" Gue salah, ya" Gue bikin lo marah" Gue
bikin lo?" "IYA! GUE EMANG MARAH, GUE SEDIH,GUE KECEWA, PUAS"!" Ferina
berteriak. Tangis"y pecah.
Tama terdiam. Dia tahu cewek itu memendam perasaan terhadap"y.
"Maaf, Fer. Gue nggak bermaksud bikin lo marah." Tama membelai rambut
Ferina lembut. "Lo jangan nangis lagi, ya, kita lanjutin perjalanan. Bentar lagi
nyampe kok." Ferina mengusap air mata"y, kemudian mengangguk. "Gue juga minta maaf."
Kata"y kemudian. Tama melihat Ferina sudah tenang. Dia pun mengemudi dengan santai. Dia
takut cewek di samping"y akan meninggalkan"y.
Ferina menatap langit senja yang mulai memerah dan lampu2 jalan yang
berpijar. Ferina tidak melontarkan satu patah kata pun sampai Tama memarkir mobil"y
di tanah lapang. Ternyata Ferina tertidur lelap. Ditatap"y cewek itu lamaaa"
sekali. Hanya dalam hitungan hari cewek itu telah membuat"y rindu setengah
mati. "Fer" Ferina." Tama menepuk-nepuk bahu Ferina.
"Ferina?" Tama memanggil lembut. "Ferinandraaaa."
Ferina tersentak. "Hmmmmh?" dia menggeliat dan kembali tertidur.
"Kita udah nyampe, Fer." Tama membelai rambut Ferina.
"Ngg?" Nyampe" Nyampe mana?" Ferina berusaha duduk tegak.
"Kita udah nyampe Parangtritis lagi nih!" kata Tama sambil mengambil jaket di
jok belakang, jaket yang dulu di berikan Ferina untuk"y. Kemudian dia
menyodorkan tas kertas ke pangkuan Ferina.
Mereka sudah tiba di pantai yang pernah didatangi"y sebelum"y bersama
Tama. "Ini apa?" Tanya Ferina sambil membuka kantong kertas itu.
"Buat lo, Fer. Soal"y di sini dingin banget. Inget, kan?" jelas"y. "Dan gue nggak
mau lo masuk angin trus sakit."
Ferina menarik sweter hijau lembut yang sangat manis dari dalam kantong
kertas. "Wow" Bagus banget?"
"Makasih, ya." Kata"y sambil mengenakan sweter.
Ferina kembali memandangi pantai. Dari sini lautan terlihat jauh lebih indah
dan menenangkan. Tama mengenakan jaket pemberian Ferina, lalu mengajak"y keluar mobil.
Sekelebat Ferina teringat sesuatu, sesuatu yang di lihat"y bersama Haikal.
"Mobil itu." Ferina berkata agak ragu. "Tiffany, kan?"
Tama heran Ferina tahu. "Benar." Jawab"y singkat.
Mereka pasti jauh lebih dekat daripada yang disangka"y.
Tama menggenggam tangan Ferina, mengajak Ferina mendekat pantai. Hanya
ada mereka dan ombak. Mereka melangkah dalam diam. Tama duduk di pasir dan Ferina mengikuti
dalam diam. "Jangan pernah tinggalin gue kayak begitu lagi." Ferina memecah keheningan.
Ferina teringat sekilas bayangan Faren yang mengatakan hal senada kepada"y.
"Gue memang mau minta maaf soal itu." Kata Tama sungguh2. "Maaf, gue
udah bikin lo marah. Bikin lo kecewa."
Dan untuk itulah kita di sini, Ferina berkata dalam hati.
"Maaf." Ulang Tama. "Waktu itu gue kalut. Ngeliat Tiffany seperti itu, bikin gue
nggak bisa ninggalin dia. Gue serbasalah, dan gue terdesak oleh pilihan. Gue
sadar Tiffany tanggung jawab gue, jadi?"
Lo memilih Tiffany, di dalam hati Ferina melanjutkan kata2 yang tak sanggup
diutarakn cowok itu. Persaan"y kembali sesak.
"Tanggung jawab?" Ferina bertanya pelan.
"Benar, Tiffany memang bukan pacar gue, tapi apa pun yang terjadi pada"y,
gue nggak bisa mengabaikan"y, karena"
"Udah! Lo jangan terbelit-belit! Nggak usah pake ucapan2 klise segala! Nggak
usah merangkai kata indah kayak pujangga buat sekadar ngomongin ini!"
akhir"y Ferina meledak juga.
"KALAU LO PENGIN CERITAIN KISAH INDAH LO SAMA TIFFANY, APA PUN
TUJUAN LO, LANGSUNG AJA! GUE DENGERIN! BIAR LO PUAS! BIAR LO Senang!"
bentak Ferina seraya bangkit berdiri.
"Fer?"" kata Tama seraya meraih tangan"y.
"UDAH!!" Ferina merenggut tangan"y dan berlari menuju ombak.
Tama bangkit berdiri dan berlari menyusul"y. "TAPI INI BUKAN TENTANG GUE
DAN TIFFANY, FER!" seru"y.
"LALU SIAPA LAGI?" Ferina nggak mau kalah.
Lama mereka sama2 terdiam. "Oke, gue akan dengerin lo." Kata Ferina tenang.
Mereka kembali ke tempat tadi dan duduk sesaat dalam diam. Pelan langit
mulai gelap. "Ini tentang Tiffany, dan mama"y." Tama mulai bicara. "Mama Tiffany sudah
lama dirawat di panti rehabilitasi." Lanjut Tama pelan. "Seharus"y nggak lama
lagi mama"y sudah bisa pulang dan berkumpul lagi bersama Tiffany. Tapi hari
itu Tiffany mendapat kabar kalau mama"y" mencoba bunuh diri lagi."
"Lagi?" ujar Ferina spontan.
"Ya, untuk kedua kali. Gue juga nggak tahu pasti kenapa mama"y bisa bertindak
seperti itu. Padahal hanya dia milik Tiffany saat ini. Gue tahu derita batin yang
dialami Tiffany jauh lebih berat daripada yang bisa gue banyangkan. Walaupun
dia selalu berusaha meyakinkan gue bahwa dia baik2 aja, gue nggak terlalu
yakin. Gue sampai nggak habis piker kenapa cewek seperti Tiffany bisa tegar
menghadapi semua ini."
"Tiffany hanya memiliki mama"y?"
"Begitulah. Tapi Tiffany nggak cerita banyak tentang itu. Yang gue tahu, Tiffany
berasal dari keluarga broken home. Waktu orangtua"y bercerai, Tiffany dipaksa
mama"y ikut dengan"y, meskipun hal itu sangat bertentangan dengan
keinginan"y sendiri. Mereka pun pindah ke sini dan tinggal di apartemen."
"Sejak itu hidup Tiffany berantakan. Karier mama"y hancur dan dia
memperlakukan putri"y dengan buruk. Tiffany menjadi tempat pelampiasan
kekecewaan"y. Saat dilanda masalah, mama"y selalu lari ke pesta2, minum2,
merokok, dan nge-drug. Dan saat itu dia nggak ingat siapa diri"y lagi, apalagi
Tiffany, putri satu2"y. Dan itulah yang dihadapi Tiffany nyaris setiap hari."
Ferina nggak tahu harus bilang apa.
"Dan selama itulah gue selalu berusaha menjadi sahabat Tiffany. Gue berusaha
selalu ada saat dia membutuhkan teman, saat dia sendirian atau ketakutan."
Sekelabat rasa cemburu kembali membakar hati Ferina.
"Gue membantu sebisa gue. Ketika Tiffany tahu mama"y nge-drug, dia
langsung lari ke gue. Akhir"y, gue minta tolong ortu gue buat nolongin nyokap
Tiffany yang sempat nyaris overdosis. Sejak itu mama Tiffany aman bersama
ortu gue, terutama Nyokap. Dan selama itu pula Tiffany dititipin ke gue. Gue
ngejaga dan ngawasin dia. Biar Tiffany nggak salah arah. Biar dia nggak
macam2. Karena gue sendiri sadar Tiffany labil dan nekat."
Ferina terdiam lama sekali.
"Keadaan mama Tiffany gimana?" Tanya Ferina.
"Baru melewati masa kritis, jadi kami bisa pulang dari pusat rehabilitasi. Tapi
dia masih belum sadar, jadi masih harus dirawat."
"Trus kenapa kalian balik?" Tanya Ferina heran.
"Besok ada ulangan. Jadi kami memutuskan untuk pulang dulu." Jawab Tama.
"Trus Tiffany" Apa dia nggak pa2 ditinggal" sendiri?"
"Nggak masalah. Malah sebenar"y dialah yang nyaranin gue untuk menemui
lo." Cowok itu langsung melanjutkan. "Dia mengatakan sebelum gue sempat
meminya"y." Ferina tertegun. "Kenapa?" "Entahlah." Sahut Tama pasrah. "Tapi yang jelas, Tiffany nggak buta, nggak tuli,
dan dia juga punya perasaan. Dia sadar perbuatan"y salah karena terlalu
memonopoli gue, dan menghalangi cewek2 lain yang ingin berteman dengan
gue. Namun di sisi lain dia juga sadar ada satu hal yang nggak bisa dia halanghalangi . Dan itu adalah" perasaan gue."
Wajah Ferina memanas dan darah"y berdesir.
"Mungkin selama ini gue memang nggak peduli apa yang diinginkan Tiffany.
Gue juga nggak peduli sama cewek2 yang batal mendekati gue lantaran takut
sama Tiffany. Semua itu nggak penting buat gue." Kata Tama.
"Namun semua itu nggak berlaku sejak gue kenal lo, Fer. Gue nggak mau lo
diperlakukan dengan buruk oleh Tiffany karena kita dekat. Gue melarang
Tiffany melakukan"y. Gue tahu dia kecewa. Tapi gue juga nggak tahu harus
bagaimana, apalagi Tiffany nggak mau tahu, tetap keras kepala, dan menutup
mata terhadap apa yang gue rasakan."
Tama menatap Ferina lurus2 sampai cewek itu menunduk dan nyaris salah
tingkah. "Rasa itu tidak pernah singgah di hati gue sebelum"y. Perasaan yang mungkin
nggak selalu indah untuk dirasakan apalagi kalau lo jauh dari gue. Lo nggak
tahu gimana resah"y gue waktu ninggalin lo kemarin. Tapi di sisi lain gue
merasa bertanggung jawab terhadap Tiffany. Gue jadi serbasalah."
Ferina tetap bergeming. "Fer." Tama menyapa Ferina yang membatu. "Ferinandra?""
"Hmmm" yah, maaf." Ujar Ferina buru2, malu sendiri. Tama melihat kilatan
aneh di mata Ferina setiap kali memanggil"y dengan nama itu.
"Tiffany titip ini sebelum gue pergi. Kata"y buat elo. Gue nggak tahu apa isi"y,
tapi gue udah janji akan menyampaikan"y ke elo."
Dengan bimbang Ferina membuka lipata kertas itu. Apa sih mau"y Tiffany"
Batin"y. Gue tahu, nggak semua yang kita inginkan selalu dapat diraih. Dan gue tahu,
nggak selalu orang yang kita cintai bisa mencintai. Waktu terus bergulir dan
akhir"y gue sadar, dia telah menemukan cinta"y.
Mungkin inilah saat"y dia menyelami hati"y sendiri, walaupun hati gue sakit.
Entah kenapa, melihat dia hampa tanpa cinta"y, hati gue lebih sakit lagi. Gue
masih ingin melihat"y tersenyum dan tertawa lepas, walaupun itu bukan buat
gue, walaupun itu bikin hati gue sakit.
Walaupun gue belum sepenuh"y yakin atas keputusan gue ini, namun kali ini
gue membiarkan dia menemui cinta"y.
Tiffany. "Apa Tiffany ngomong kasar?" Tanya Tama.
"Nggak kok." Jawab Ferina. "Mungkin sedikit banyak gue bisa ngerti
perasaan"y. Gue juga nggak bisa berkomentar banyak. Sebenar"y yang dialami
Tiffany nggak jauh berbeda dengan yang gue alami. Beda"y gue hanya sedikit
lebih beruntung, mungkin."
"Maksud lo, Fer?"
Feriana tersenyum miris. "Memang sih di keluarga gue nggak ada yang ngedrug sampai harus di bawa ke rehabilitasi ataupun mencoba bunuh diri
berulang kali. Tapi bagian hidup gue cukup menyedihkan. Namun yang paling
penting sekarang gue masih punya Mama yang sayang sama gue."
Ferina memeluk kaki"y dan menopangkan dagu"y di lutut. Kemudian dia
menatap langit, mengharapkan keberanian untuk bersuara, keberanian untuk
menyampaikan perasaan. Tama kembali memandang Ferina dan berkata. "Fer, apa pun penilaian lo
terhadap gue setelah ini, gue mungkin nggak peduli. Karena gue cuma pengin
lo tahu, kalau gue" kalau gue sayang elo?"
Degup jantung Ferina sangat kuat dan dekat. Tama merangkul"y dekat ke
tubuh"y.

Simple Past Present Love Karya Thia Kyu Ori di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ferina tidak mengatakan apa2. Bahasa diam"y sudah lebih dari cukup bagi
Tama. Tama merangkul Ferina semakin erat. "Makasih ya." Ujar cowok itu lembut.
*** Tiffany baru saja menyelesaikan ulangan yang membuat"y pusing setengah
mati. Sekarang dia pusing dan mual.
"Tama, gue ke kamar mandi dulu." Kata"y buru2 dan langsung lari.
Huek" huek" Tiffany muntah2 di wastafel. Dia mengeringkan wajah dengan tisu.
Zrrt" zrrt" Tiffany menekan tombol hijau di HP"y yang bergetar.
"Ya. Saya sendiri. Apa"! Sekarang juga" Baiklah."
Dengan panik Tiffany keluar kamar mandi dan menuju kelas. Mama"y kembali
kritis. Sial! Dia tidak menemukan Tama. Tiffany menghubungi ponsel cowok itu, tapi
tidak berhasil. Dengan gusar dia merenggut tas"y, lalu berjalan secepat
mungkin menuju ruang piket dan meminta surat izin.
"Fan! Lo mau ke mana?" Haikal tahu2 muncul di hadapan"y. "Lo kenapa, Fan"
Ada apa?" Tanya Haikal cemas.
"Bukan urusan lo! Minggir!" bentak Tiffany. Dia kembali melangkah.
"Nggak!" Haikal menggenggam tangan Tiffany sangat erat.
"Hei! Apa2an sih lo"! Lo nyakitin gue, tahu! Lepasin!" Tiffany meronta
melawan. "Apa sih mau lo?" tantang Tiffany.
"Gue cuma kepingin lo berhenti bersikap kayak gini ke gue!" tukas Haikal. "Gue
pengin lo bicara lagi ke gue, dan kita kayak dulu lagi. Gue pengin kita kembali
bersama. Gue mohon." Suara Haikal melunak.
"In your dreams!" tukas Tiffany ketus. "Gue nggak butuh lo atau siapa pun
yang bersama lo! Ngerti?"
"Lo dulu nggak kayak gini." Kata Haikal.
"Makasih buat perhatian lo." Shaut Tiffany.
"Gue menyesal, Fan. Gue?"
"Maaf gue buru2, dan gue nggak punya waktu mendengarkan rentetan
penyesalan lo. Permisi!"
"Gue sayang lo. Dan gue yakin lo juga masih sayang sama gue. Karena gue
kenal gimana lo, Fan. Lebih daripada siapa pun." Bisik Haikal.
BAB 12 Ferina menopang dagu"y dengan malas. Perpustakaan sangat sepi. Dia mulai
mengerjakan soal fisika. "Tidak ada toleransi lagi! Dengan sangat menyesal saya tidak mengizinkan
Anda mengikuti kelas saat ini. Selesaikan semua soal halaman 111 dan tulis
kalimat perjanjian sebanyak 100 kali dan harus disertai stempel
perpustakaan!" kata Bu Hanna sangat tegas. "Silakan keluar karena saya akan
melanjutkan materi!"
Tanpa sadar Ferina melamun dan nyaris ketiduran di kelas Bu Hanna.
Bosan mencoba menyelesaikan soal yang begitu rumit, Ferina mulai menulis
kalimat perjanjian dengan hati2.
Belum separuh jalan Ferina sudah amat sangat bosan.
"Fer, gue pengin ngomong sama lo." Sebuah suara menyentakkan Ferina.
"Haikal" Ngapain lo di sini" Nggak diusir Bu Hanna juga, kan?" Tanya Ferina.
Wajah Haikal kusut dan sangat tertekan.
"Lo kenapa, Kal?" Tanya Ferina.
"Nggak kok, gue cuma pengin ngomong sama lo aja." Jawab Haikal.
"Ngomong" Ngomong apa?"
"Mmm" Tiffany."
"Jadi lo bener2 pengin tahu lebih banyak
tentang Tiffany?" Haikal mengangguk pelan. "Memang"y penting buat lo?"
"Iya, Tiffany penting banget buat gue!" jawab Haikal. "Lo nggak tahu betapa
berarti"y dia bagi gue!"
"Iya, iya, gue ngerti kok." Ujar Ferina sabar. Bayangan jail melintas di benak"y
yang lagi ngadat. "Tolongin gue, please?" kata Haikal lagi.
Ferina menimbang-nimbang sejenak. "Tapi" dengan dua syarat, gimana?"
"Syarat" Syarat apa"!" Haikal seakan kehabisan kesabaran.
"Hmm" pertama, lo harus berhasil bawa kabur gue dari sekolah. Gue suntuk
banget di sini." Ferina memandang Haikal sekilas.
"Trus yang kedua" kita tukeran informasi tentang Tiffany, gue yakin lo juga
tahu beberapa hal tentang dia. Nah, gimana?" usul Ferina.
"Kenapa harus begitu?" protes Haikal.
"Karena cuma itu yang bisa bikin gue mau cerita sama lo!" jawab Ferina sok
jual mahal. "Kalau nggak mau ya udah, gue juga mau ngerjain ini nih. Sibuk!"
ujar"y. "Ya udah, gue setuju." Haikal menyerah. Dia sendiri bingung bagaimana cara"y
kabur dari sekolah. Ferina tersenyum simpul. Bisa jadi Tiffany masa lalu Haikal, alias mantan"y.
"Siiip" deh!" bisik Ferina. "Anak2 biasa"y manjat pagar di belakang labor kimia
buat cabut. Termasuk gue." Lanjut"y.
Jantung Haikal berdegup kencang, dia ragu. Bagaimana kalau tidak berjalan
lancar" Akhir"y Haikal memutuskan untuk meladeni ide gila Ferina.
"Yuk." Ajak Ferina penuh semangat.
Mereka menyelinap di balik dinding gedung perpustakaan. Akhir"y mereka
sampai juga di labor kimia. Tembok kokoh yang memisahkan sekolah dengan
lingkungan luar itu bergerigi, hasil karya siswa pelanggan cabut supaya mudah
dipanjat dan dilompati. Belum lagi pohon jambu yang tumbuh subur
mempermudah aksi minggat mereka ini.
"Sempurna?" desis Ferina.
"Ladies first?" Tanya Haikal.
"Cowok duluan, kali, masa gue manjat lo nungguin di bawah! Mau ngintip lo?"
repet Ferina sambil merapatkan rok pendek"y.
Haikal jadi malu dan salah tingkah. "Maaf, gue nggak tahu."
Haikal memanjat pohon jambu dengan hati2, menjangkau bagian atas tembok,
dan menaiki"y. Haikal menoleh ke arah Ferina. "Hati2 ya, gue tunggu di
seberang." Ferina mengangguk mantap, Haikal menghilang di balik tembok. Dengan hati2
Ferina melangkahi semak. Dia nyaris mencapai pohon ketika sesuatu merayap
melewati sepatu"y. Ferina melihat ke bawah dan menemukan seekor ular kecil
yang lumayan panjang. "WAAA!!! ULAR"!!! ULAAARRR"!!" teriak"y histeris. Dia langsung menangis
ketakutan. "HEI, SIAPA DI SANA?" suara Pak Irwan, guru kimia yang mungkin sedang
berada di labor. Ferina langsung panik.
"Fer! Cepat naik!" Haikal muncul dari balik tembok.
Tanpa babibu Ferina memanjat pohon jambu. Dengan sigap Haikal menyambut
tangan Ferina dan menarik"y ke tembok. Terdengar suara kaki Pak Irwan.
"Siap2 ya, kita lompat!" Haikal memberi aba2.
"Gue takuuuut!" protes Ferina.
"Gue jamin nggak ada ular!" Haikal nggak kalah panik.
Langkah Pak Irwan semakin dekat.
"Baiklah, kita lompat sekarang." Bisik Ferina panik.
Mereka melompat, sebelum mencapai tanah, Haikal memeluk Ferina sehingga
cewek itu tidak jatuh menghantam tanah seperti dia.
"Haikal, lo nggak kenap?"
Haikal memeluk Ferina erat2.
"Gue khawatir banget sama lo, Fer. Gue nggak mau lo kenapa2!" Haikal
mempererat pelukan"y hingga Ferina nyaris nggak bisa bernapas. "Lo tanggung
jawab gue selama kita kabur."
Ferina mendorong lembut tubuh Haikal.
"Gue nggak pa2 kok, lagian semua ini kan ide gue seharus"y gue yang minta
maaf sama lo." "Tapi lo bener nggak pa2, kan" Nggak ada yang luka, kan" Nggak sempat di
gigit ular, kan?" Haikal masih kelihatan cemas.
Ferina menggeleng lembut. Haikal menyentuh wajah Ferina yang masih basah
oleh air mata. "Syukurlah lo nggak pa2."
*** Dalam sekejap Ferina menyesap habis minuman dingin yang mereka beli.
Mereka duduk di bawah pohon mahoni tua di sudut lapangan basket.
"Capek juga ya." Kata"y.
"Hmmm?" gumam Haikal. "Jadi?"
"Jadi apa?" Tanya Ferina.
"Fer, lo nggak lupa, kan, kita jauh2 berjuang sampai ke sini buat apa?"
"Oh iya." Ferina menepuk kening seenak"y. "Gue nyaris lupa."
"Gue pengin lo ngasih tahu gue semua yang lo ketahui tentang Tiffany." Kata
Haikal. "Sekarang juga."
Ferina mulai bercerita sambil menerawang.
"Kenapa Tiffany berkeras menghadapi semua itu sendirian" Padahal gue selalu
siap membantu"y." ujar Haikal lirih. "Gue selalu ingin tahu keadaan"y, apa aja
yang di rasakan"y, tapi dia nggak pernah ngasih gue kesempatan. Gue nggak
tahu apa salah gue, keadaanlah yang bikin gue jadi serbasalah!"
"Lo pasti sayang banget ya, sama Tiffany. Ya kan?" Tanya Ferina. "Lo nggak
perlu cerita kok tentang dia. Gue rasa udah cukup yang gue ketahui tentang
dia." Haikal diam sejenak. "Benar, gue emang sayang sama Tiffany, tapi kalau boleh
jujur" gue juga sayang sama lo."
"Lo bilang apa"!" Tanya Ferina kaget.
Dia menatap nggak percaya cowok yang duduk disamping"y itu.
"Gue sayang Tiffany, dan gue juga sayang sama lo." Ulang"y. "Gue nggak tahu
sejak kapan perasaan itu muncul. Yang jelas, makin hari rasa itu makin kuat di
hati gue." Ujar Haikal lirih.
"Tapi?" suara Ferina tercekat.
"Lo jangan konyol, Kal!" kata Ferina seraya berdiri, lalu pergi dari situ
BAB 13 Sejak Haikal izin keluar kelas hanya beberapa menit setelah Ferina diusir Bu
Hanna, Tiara tidak dapat berkonsentrasi. Mereka pasti ada apa2.
Bel istirahat berbunyi, tanpa pikir panjang Tiara berbelok menuju
perpustakaan, tempat yang tanpa sengaja telah menyimpan banyak cerita
tentang diri"y dan sahabat"y.
Sesampai di depan perpustakaan, Tiara melangkah sangat pelan, mata"y
mengawasi siapa saja yang ada di dalam, melangkah menuju rak tempat dia
bisa bersembunyi dan mengamati. Mereka ternyata nggak ada di sana.
Mungkin dia akan memaafkan Ferina.
Sampai akhir"y Tiara mendengar kabar itu. Dua siswa nyaris kedapatan sedang
kabur dari sekolah, namun tidak berhasil tertangkap karena guru yang
memergoki kalah cepat. Tiara menghela napas dengan susah payah saat
menyadari dua bangku di belakang"y tetap kosong sampai pelajaran berakhir.
Dugaan"y benar, Ferina ternyata memang memendam perasaan terhadap
Haikal, tetapi berpura-pura cuek. Ternyata nama Tama hanya dipakai sebagai
benteng untuk menutupi perasaan"y yang sebenar"y. Tiara tersenyum sinis.
Cerita2 Ferina tentang diri"y dengan Tama bisa saja isapan jempol belakang.
Dering ponsel membuat Tiara terkejut. Ferina. Tanpa pikir panjang dia
menekan tombol Reject dan merasa sedikit puas. Tak lama kemudian Ferina
mengirimi"y SMS. Tiara memutuskan untuk mematikan ponsel"y. Hati"y masih
terluka. "Tega banget lo, Fer." Bisik"y.
*** "Lo jangan konyol, Kal!"
Kata2 itu terus terngiang di benak Haikal.
Haikal yakin cewek itu sebenar"y menyimpan perasaan terhadap"y.
Haikal tersenyum tipis mengingat tingkah cewek itu, yang sering mengawasi"y
dari balik rak tersembunyi ditemani sahabat"y, Tiara.
"Lo bener2 aneh, tau nggak" Ngapain juga lo mengharapkan Tiffany sampai
kayak gini" Mending lo nanggepin seseorang yang justru peduli sama lo!"
ucapan Ferina yang lain berkelabat di benak Haikal. Ketika itulah dia merasa
cinta"y bersambut, perasaan yang dirasakan"y seiring waktu yang dihabiskan"y
bersama Ferina sebagai teman sebangku.
"Memang"y ada yang peduli sama gue?" Tanya Haikal. Dia ingin tahu apakah
Ferina bersungguh-sungguh dengan ucapan"y.
"Kal" buka dong mata dan hati lo itu. Cewek di dunia ini nggak cuma Tiffany."
Benar2 ucapan yang sangat gamblang dan tidak ambigu. Sejak itu Haikal
membiarkan rasa itu semakin tumbuh memenuhi hati"y, dan dia bahagia
karena"y. "Lo jangan konyol, Kal!"
Kata2 itu lagi. Gue akan buktikan gue nggak konyol seperti yang lo kira, Fer, bisik Haikal pada
langit2 kamar"y. BAB 14 Ferina duduk gelisah di tempat tidur. Dia memikirkan Haikal dengan
keanehan"y, Tiara dengan diri"y, Tiffany dengan mama"y, Tama dengan diri"y.
Ferina meraih ponsel"y, mencoba menghubungi Tiara.
Gagal. Akhir"y Ferina mengirim SMS.
Angkat dong, Ra. Gue pengin ngomong. Please"
Ferina makin gelisah. Bagaimana dia harus bersikap besok" Apa yang aka
dikatakan"y kepada Haikal" Seharus"y Haikal tidak menyimpan perasaan seperti
itu terhadap Ferina atau siapa pun, jika di hati"y masih ada cewek lain.
"Benar, gue emang sayang Tiffany, tapi kalau boleh jujur" gue juga sayang
sama elo." Kata2 Haikal bagaikan petir menyambar.
Mungkin dia sedang labil, pikir Ferina. Ah, sebaik"y Ferina berpura-pura
kejadian tadi sore nggak pernah terjadi.
Ferina teringat pada Tiara. Tiara nggak boleh tahu hal ini. Dia belum
memaafkan Ferina. Hanya kerena masalah sepele, hanya karena Ferina
memutuskan telepon Tiara waktu itu.
*** "Kami nggak pacaran, Pak!" bantah Ferina.
Pagi itu Ferina dan Haikal dipanggil menghadap Kepala Sekolah karena kasus
kabur kemarin. "Jangan membantah dan memotong pembicaraan!" Pak Herman tampak
murka. Haikal tertunduk penuh rasa bersalah. Tapi Ferina tidak.
"Hukuman kalian akan semakin berat jika masih bersikap kurang ajar.
Terutama kamu!" Pak Herman menatap Ferina tajam.
Ferina terdiam kesal. Kesal rasa"y melihat cowok bersikap nggak berdaya kayak
begitu. "Nah, akhir"y kalian sadar, kan, seberapa serius kesalahan kalian?" ujar Pak
Herman. Tok! Tok! Ketukan di pintu mengalihkan perhatian Pak Herman. "Ada apa, Bud?"
"Maaf, Pak. Pohon jambu di belakang labor kimia itu jadi ditebang, Pak?"
Tanya Pak Bud, tukang kebun sekolah. "Pak Irwan bilang, sebaik"y minta
persetujuan langsung dari Bapak." Lanjut"y.
Raut wajah Pak Herman langsung muram. "Tebang saja, biar tidak ada lagi
siswa yang bisa kabur dengan mudah dari sekolah ini." Kata Pak Herman. "Tapi
sampaikan kepada Pak Irwan agar pohon itu didokumentasikan dulu sebelum
ditebang, jelas?" "Baik, Pak. Permisi." Pak Bud menutup pintu.
Haikal dan Ferina memandang Pak Herman dengan raut wajah heran.
"Apa?" Tanya Pak Herman. "Pohon jambu itu saya tanam sendiri sewaktu
bersekolah di sini. Pohon itu hasil cangkongan terbaik di kelas saya dalam tugas
akhir biologi, dan saya mendapat nilai tertinggi saat itu." Tanpa sadar Pak
Herman bernostalgia sendiri.
Ferina nyaris meledak tertawa mendengar"y. Pasti Pak Herman sedih banget
dengan nasib pohon jambu"y yang tragis itu.
"Seharus"y saya tidak menanam"y di situ." Kata Pak Herman lagi.
"Maafkan kami soal pohon itu, Pak." Sindir Ferina. Haikal langsung saja
menyikut"y keras. "Aw, sakit tauk!" tukas Ferina.
"Hei, apa yang kalian lakukan, heh"! Masih mencoba bermesraan ya!" Pak


Simple Past Present Love Karya Thia Kyu Ori di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Herman langsung marah2. "Ini." Pak Herman menydorkan dua amplop cokelat. "Tolong sampaikan
kepada orangtua kalian. Kalian diskors tiga hari, mulai hari ini!"
Tanpa banyak bicara kedua siswa itu mengambil amplop masing2 dan
melangkah keluar. Ferina langsung terpingkal-pingkal mengingat nasib pohon
jambu Pak Herman. "Hei, lo bisa diam nggak sih"! Ntar kalau Pak Herman tahu lo ngetawain dia,
bisa habis deh kita!"
"Memang"y kenapa?" tukas Ferina.
"Apa lo nggak takut anak2 yang jagoan bolos jadi dendam sama kita karena
pohon"y ditebang?"
"Kenapa mesti marah sama kita" Marah aja sama Pak Bud yang mengeksusi si
pohon. Hihihi?" Ferina masih terkikik. Haikal tersenyum melihat tingkah cewek
itu. "Apa nanti kata nyokap gue kalau tahu anak"y yang manis ini ternyata bandel,
ya" Hhh" menyedihkan!" Ferina menggaruk hidung"y. "Lo gimana, Kal"
Gimana cara"y ngasih tahu bokap-nyokap lo?" Ferina mencerocos.
Haikal tidak menjawab. Cowok itu sedang merenung.
"Nggak usah diambil pusing deh, ntar biar gue yang ngaku ke bonyok lo kalau
gue biang keroyok"y! Lo tenang aja." Ujar Ferina. "Gue juga nggak nyangka
urusan"y jadi serius begini. Kena skors, lagi!"
"Lo nggak perlu khawatirin gue. Kalau masalah Nyokap, dia udah nggak peduli
lagi hal2 begini, tapi kalau bokap gue?" Haikal menarik napas. "Dia pasti bakal
ngerti. Kita memang kena skors, tapi ini justru bagus!" komentar"y mantap.
"Maksud lo, Kal" Lo nggak bercanda, kan"!"
"Gue nggak pernah bercanda, Fer." Sahut Haikal. "Lo mau nggak bantu gue
sekali lagi?" "Whatever you say." Sahut Ferina.
"Oh ya. Ngg" soal kemarin. Maaf ya." Ujar Haikal.
"Lupain aja!" kata Ferina.
Mereka sampai di kolam belakang sekolah dan duduk di tempat yang
terlindung dari cahaya mathari.
"Gue bisa bantu apa?" Tanya Ferina.
"Lo pikir lo udah tahu semua tentang Tiffany?" Tanya Haikal.
Ya ampun, Tiffany lagi"! Apa udah nggak ada hal lain selain Tiffany di benak
cowok ini" "Nggak juga. Tapi gue rasa apa yang gue tahu tentang Tiffany udah cukup kok!"
jawab Ferina. Haikal tersenyum simpul. "Tapi masih ada satu hal yang belum lo ketahui."
Kata"y. "Memang"y penting buat gue?" celetuk Ferina.
"Mungkin nggak terlalu. Tapi sangat penting buat gue. Tiffany?" Haikal
mengendalikan suara"y. "Dia" kakak gue."
JGERRRR"!!! "Apa"!" kaget Ferina.
"Tiffany kakak gue." Ulang Haikal. "Kami bersaudara,"
"Tapi" nggak kelihatan seperti itu tuh." Ujar ferina.
"Tiffany jelas menutupi"y. Sejak awal gue masuk sekolah ini, dia udah ngingetin
gue untuk nggak pernah ngomong sama dia, apalagi deketin dia. Dia benar2
memutuskan hubungan." Ujar Haikal.
"Trus, lo diam begitu aja?"
Haikal menggeleng. "Gue selalu berusaha ngomong sama dia, kakak gue
sendiri. Tapi dia selalu menghindar, bahkan mengancam akan pindah sekolah
kalau gue masih mengganggu dia."
Bisa2"y Tiffany bersikap seperti itu"
"Dulu Tiffany nggak begini, dia kakak paling baik dan paling ngertiin gue. Dia
berubah sejak Mama dan Papa bercerai. Gue sendiri nggak menyangka jalan
hidup gue bakal begini. Dulu gue bahagia banget. Tapi semua itu memudar
sejak Mama jadi perancang ternama dan bergaul dengan model dan kalangan
selebriti. Gaya hidup"y berubah total, dan kami pun merasa asing dengan
Mama yang sibuk dengan karier"y, Mama yang cara hidup"y sangat berbeda,
shopping ke luar negeri, pesta2, minum alkohol, merokok. Dia bukan Mama
yang kami kenal." Haikal memukul tanah dengan gusar.
"Sejak itu pertengkaran mewarnai rumah kami, teriakan2, umpatan, tangisan,
pecahan kaca, semua bercampur jadi nada sumbang yang harus gue dengar
setiap hari. Tiffany beberapa kali kabur dari rumah. Sedangkan gue lebih
memilih mengurung diri di kamar." Ungkap Haikal. "Sampai akhir"y kata2 cerai
mengakhiri semua perseturuan di bawah atap rumah kami. Gue sendiri nggak
kaget dengan keputusan itu, begitu pula Tiffany. Namun sedikit keributan
kembali terjadi saat Mama memaksa Tiffany ikut dengan"y. Gue nggak tahu lagi
gimana cerita"y sampai akhir"y Tiffany mengalah dan ikut Mama. Gue sendiri
hanya bisa mengurung diri saat semua keributan itu terjadi. Bahkan gue nggak
keluar saat mereka akhir"y pergi dari rumah. Gue memang pengecut! Ketika
semua berakhir, gue nggak berani menatap kehancuran itu, dunia gue seakan
runtuh dan nggak pernah kembali utuh lagi."
"Apakah sejak itu Tiffany memusuhi lo?"
"Bisa jadi." Jawab Haikal. "Gue tahu dia marah karena gue membiarkan dia
pergi sama Mama tanpa sedikit pun membela"y. Gue benar2 menyesal.
Mungkin pikir"y hidup gue tenang dan bahagia bersama Papa yang sangat
menyayangi kami. Tapi dia salah. Hidup gue memang nggak ada masalah. Papa
selalu memberikan yang terbaik buat gue. Tapi menikmati semua itu sendiri,
nggak membuat gue bahagia sama sekali. Gue selalu memikirkan nasib Tiffany.
Dan gue nggak menyangka yang dialami Tiffany jauh lebih buruk daripada
dugaan gue." "Trus gimana dengan papa lo?"
"Kami sama saja. Kami berusaha membiasakan diri dengan rasa sepi, berusaha
menepis rasa kehilangan. Bersikap seakan nggak pernah ada masalah, padahal
hati kami hampa. Papa pura2 nggak peduli, padahal dia selalu mencari
keberadaan Tiffany, sampai akhir"y dia mengetahui di mana Tiffany bersekolah
dan gue dipindahin ke sini, ke sekolah ini. Tapi memang nggak banyak yang
bisa gue lakukan, apalagi Tiffany selalu memusuhi gue. Jadi Papa hanya
meminta gue ngawasin dia, selagi keadaan Tiffany baik2 saja, berarti begitu
juga keadaan Mama." Haikal menarik napas panjang. "Sampai akhir"y gue liat
Tiffany nangis kemarin, dan dia kelihatan sangat panik. Bahkan pada saat
terdesak itu pun Tiffany masih menolak cerita sama gue. Gue nggak tahu harus
berbuat apa. Maka"y gue nyari lo."
"Jadi apa rencana lo sekarang?"
"Gue mau, lo bawa gue ke tempat Mama dan Tiffany." Ujar Haikal. "Semalam
gue udah cerita semua"y ke Papa, dan Papa meminta gue mengatur semua ini.
Jadi, hari ini juga gue harap lo nggak keberatan kita ke sana.
BAB 15 Suasana hening menyelimuti atmosfer di mobil Haikal. Papa Haikal, Dean,
sesekali dia memainkan jari"y pada roda kemudi.Haikal sendiri sibuk pada
ponsel"y. Sementara itu, di jok belakang, Tama dan Ferina juga duduk diam.
Ketika tahu2 Ferina memaksa Tama ke Surakarta tanpa memberi penjelasan
sedikit pun, cowok itu bingung, apalagi setelah mendengar cerita Haikal.
"Tiffany nggak pernah cerita dia punya adik. Dia selalu bercerita seakan-akan
dia anak tunggal." Kata Tama. "Gue sendiri juga nggak berani bertanya lebih
jauh tentang keluarga"y. Gue cuma dengerin apa yang mau dia certain ke gue.
Itu aja." Lanjut Tama lagi.
"Dari cerita Haikal, Tiffany memang nggak mau orang2 tahu mereka
bersaudara." Tambah Ferina.
"Gue yakin sekarang Tiffany ada di tempat mama"y. Kemarin waktu gue balik
dari kantin, Tiffany udah nggak ada. Gue coba hubungin balik pake nomor si
Aji, tapi nomor"y nggak aktif. Gue yakin dia udah coba menghubungi nomor
gue. Tapi ponsel gue lagi mati." Kata Tama.
"Yah, siapa yang bakal menduga cerita"y bisa begini. Semua serba nggak
terduga. Yang jelas lo bersedia, kan, nganter Haikal dan papa"y ke sana" Gue
kan nggak tahu tempat"y." cerocos Ferina.
"Ya pastilah, nggak mungkin gue tolak, kan" Tapi lo ikut juga kan, fer?"
"Ihh" iyalah" lo kan belum kenal Haikal." Tukas Ferina.
Kini Ferina memandang ke luar jendela mobil.
Mata Ferina mulai terasa berat, dia sangat lelah.
"Gue tidur, ya?" Ferina setengah berbisik kepada Tama.
"Tidur aja." Tama balas berbisik.
Ferina pun bersandar di bahu Tama dan memejamkan mata. Tama
menggenggam tangan"y. Namun pada saat yang sama Haikal melirik lewat kaca
spion di depan"y. Mereka terlihat sangat dekat dan saling berbagi. Kenapa
selama ini dia nggak pernah menyadari"y"
Haikal memperhatikan bagaimana Ferina berbicara dan menatap Tama.
Tatapan"y sangat berbeda dengan yang selama ini dilihat Haikal. Kini Haikal
mengerti, Ferina nggak pernah sedikit pun menaruh hati kepada"y.
Haikal mengalihkan pandang. Cemburu. Dia tahu diri"y cemburu. Dia kembali
menatap wajah Ferina yang terlelap. Sangat alami dan manis.
Ferina bukan untuk"y. Tapi bagaimana dengan Tiffany" Bukankah dia sangat
dekat dengan Tama" Bukan. Yang harus dipikirkan"y saat ini adalah diri"y, Tiffany, Mama, dan Papa.
Biarkanlah cinta itu. *** "Mama haus, Fan?" suara serak seorang wanita paruh baya menyentak Tiffany
dari lamunan"y. "Mama sudah bangun?" Tanya Tiffany. Dia menghapus air mata"y. "Udah
enakan?" tanya"y.
"Entahlah." Jawab Saza. Tubuh"y terasa letih dan tidak berdaya.
"Baju Mama sudah beres, Fan?" untuk kesekian kali Saza mengusik lamunan
Tiffany. "Belum, mama belum bisa pulang hari ini." Jawab Tiffany. "Lihat keadaan dulu
ya, Ma." "Tapi" Mama udah bosan di sini, Fan."
Tiffany diam saja. Perkataan mama"y barusan terdengar sangat egois. Bicara
soal bosan, sudah lama dia merasa bosan dengan kehidupan abnormal yang
dijalani"y bersama mama"y. Ingin rasa"y Tiffany meneriakkan perasaan"y.
"Aku keluar dulu." Kata"y sambil berdiri dan menuju pintu.
"Fan." Panggil mama"y. "Jangan tinggalin Mama?"
Tiffany tidak menggubris permohonan mama"y. Dia terus berjalan keluar. Kali
ini keegoisan adalah milik"y.
Saza hanya terdiam menyaksikan kepergian putri"y. Terkadang Saza
mendengar isak tertahan putri"y.Dia tidak bisa menyalahkan sikap putri"y.
Semua yang terjadi adalah kesalahan"y, dan dia menyesal. Sebagai seorang ibu,
dia telah gagal. Saza sering bermimpi kalau saja dia bisa mengembalikan waktu dan
mengembalikkan kebahagiaan yang dulu.
Tiffany berjalan tertunduk. Ah, kenapa semua jadi begini" begitu menyakitkan
bagi"y. Tiba2 bayangan Tama berkelabat di benak"y, dan dia semakin merana.
Dia duduk di bangku taman yang kosong. Ditatap"y langit yang mendung. Dia
tak ingin hidup seperti ini lagi. Dia yakin sanggup bertahan tanpa siapa pun. Dia
akan pergi begitu mama"y diperbolehkan pulang. Dia akan mencari jalan"y
sendiri, dia akan pergi jauh dan menghilang dari semua yang pernah dikenal"y.
"Ma, Fany nggak kepingin ketemu Mama lagi. Semoga Mama cepat sembuh,
Fany ingin pergi secepat"y. Semoga di suatu saat, kita akan bertemu lagi di saat
dan tempat yang berbeda. Dan semoga kita sama2 beruntung." Ujar Tiffany
lirih. BAB 16 "Fer?" terdengar bisikan lembut Tama di telinga Ferina.
"Ngg?" Ferina membuka mata"y yang berat.
"Turun yuk. Kita sudah sampai."
"Mmmm?" Ferina menegakkan tubuh. Ferina memandang keluar jendela dan
melihat Haikal sudah berdiri di luar bersama papa"y. "Cepat sekali?"
"Dasar tukang tidur!" Tama mengacak-acak rambut Ferina. "Turun yuk!"
Ferina turun dan memandang bangunan di depan"y. Di mana2 rumah sakit
sama saja. Sama2 menakutkan dan menyedihkan.
"Gue nggak mau masuk ke sana, gue di luar aja. Nggak pa2." Kata Ferina.
"Lho, kenapa?" sahut Tama heran. "Yuk!" ditarik"y lengan Ferina.
Ferina bertahan ditempat"y berdiri. Tama menoleh dan memandang gadis itu
yang tiba2 terlihat pucat dan tegang. Tangan Ferina dingin dan kaku.
"Fer"!" Tama memanggil Ferina. "Fer"!" lanjut"y.
Ferina langsung bersandar pada roda mobil. "Jangan paksa gue. Please?"
kata"y lemah. "Tapi" kenapa?"
Ferina hanya menggeleng. Akhir"y dia meninggalkan Ferina. Disusul"y Haikal dan papa"y yang sedang
menunggu di mobil. Tama menjelaskan di mana Saza dirawat dan meminta
maaf karena tidak bisa menemani.
Tama kembali menemui Ferina dan kondisi cewek itu masih seperti tadi. "Fer,
lo kenapa tiba2 kayak begini?" Tanya Tama panik.
Ferina menggeleng lemah. Akhir"y Tama menopang tubuh Ferina ke dalam
mobil. "Fer, lo kenapa?" Tama ngak bisa berhenti cemas.
"Fer." Tama merangkul cewek itu dan memeluk"y erat. "Elo kenapa, Fer?"
"Di tempat seperti ini, gue menyaksikan dia pergi. Untuk selama"y.
Meninggalkan rasa sakit yang teramat dalam." Ferina menahan tangis.
Tama tidak mengatakan apa2, dibiarkan"y Ferina mencurahkan perasaan"y.
"Saudara gue udah pergi. Ke tempat yang membuat"y nggak bisa kembali lagi.
Dulu gue sayang banget sama dia. Sekarang gue membenci"y. Tapi di saat yang
sama kadang gue juga sangat merindukan"y. Gue kepingin memarahi dia, tapi
gue tahu dia nggak bisa mendengarkan gue lagi, dan nggak akan ada yang
berubah." "Udah, udah." Tama menenangkan. Dibelai"y kepala Ferina dengan lembut.
"Sekarang gue ada di sini, nemenin lo. Gue akan buat lo nyaman bersama gue."
Ferina memejamkan mata"y yang basah. Faren, kenapa lo bikin gue kayak
begini" Bisik Ferina dalam hati. Perih. Sampai hati banget lo sama gue"
*** Dean membuka pintu pelan sekali, mendorong"y hati2 dengan jantung
berdebar. Dia melihat Saza terbaring di tempat tidur, menghadap jendela yang
terbuka. "Saza?" Dean mencoba bersuara dan mendekat.
Saza tersentak tak percaya. Dia membalikkan tubuh dan menatap dua sosok
yang telah lama ditinggalkan"y. Dia tak mampu berkata-kata, dia membekap
mulut"y dengan tangan, air mata"y membanjir penuh kerinduan. Tidak ada
amarah, tidak ada lagi kebencian. Darah"y berdesir cepat dan menghangatkan
tubuh"y. Saza hanya saggup terisak penuh haru saat Dean memeluk dan
mencium"y. "Maaf." Saza masih berusaha berbicara di antara isakan"y.
"Sudahlah?" Dean membelai Saza.
"Mama." Haikal mendekat dan memeluk mama"y.
Ah, akhir"y mereka berkumpul lagi. Semua akan kembali seperti dulu,
berkumpul bersama di bawah satu atap, kembali bahagia seperti dulu.
Tak lama setelah itu pintu kembali terbuka. Tiffany masuk dan membeku
melihat kebersamaan itu. Semua yang ada di ruangan menoleh ke arah"y
sambil tersenyum. Keluarga"y lengkap. Tiffany bimbang, mata"y memanas dan
air mata"y merebak. Lalu dia mendekat dan memeluk keluarga"y.
BAB 17 Hari sabtu ini hari terakhir skorsing Ferina. Kemarin Ferina dan mama"y sudah
memenuhi panggilan Kepala Sekolah untuk menindaklanjuti kenakalan Ferina.
Di sana, Ferina dinasihati habis2an. Ditambah lagi bonus omelan panjang
mama"y setiba mereka di rumah.
Ferina menarik selimut menutupi kepala. Sudah pukul delapan, namun dia
masih enggan beranjak sampai mama"y memasuki kamar dan menyibak
gorden serta membuka jendela"y lebar2.
"Bangun, sayang!" seru Wulan sambil menarik selimut Ferina. "Mama mau
pergi, kamu mau ikut?"
Ferina menggeleng tanpa membuka mata, lalu kembali menarik selimut.
Wulan hanya menghela napas. "Nggak mau ke Cake Resort?"
Ferina menggeleng. Wulan mengangkat bahu lalu meninggalkan kamar putri"y.
Begitu pintu kamar"y tertutup, Ferina langsung duduk tegak sambil
memandang daun pintu. Tiba2 ia menyesali sikap"y barusan. Sejak kemarin
Ferina memang ngambek setelah kenyang diomeli mama"y. Tapi ya, setelah di
pikir2 dia memang pantas diomeli.
Ferina turun dari tempat tidur, mengambil handuk, lalu menuju kamar mandi.
Setelah itu ia menghabiskan sarapan sambil nonton TV di sofa. Tak terasa hari


Simple Past Present Love Karya Thia Kyu Ori di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sudah beranjak siang. Ferina memutuskan untuk pergi ke Cake Resort dan
bersikap lebih baik terhadap mama"y.
Begitu membuka pintu untuk keluar rumah, langkah"y terhenti karena terkejut
melihat siapa yang berada di balik pintu"y.
"Tiara?" seru Ferina heran. "Sudah lama?"
"Umm, belum." Jawab Tiara enggan. Ia belum berani menatap mata Ferina.
"Gue mau minta maaf."
"Maaf?" ulang Ferina heran. "Masuk dulu yuk. Masa ngomong di depan pintu."
Lanjut Ferina sambil beranjak ke dalam. Tiara mengikuti tanpa mengatakan
apa2. "Gue yang salah kok." Ujar Ferina memecah keheningan. "Gue sendiri pasti
juga bakal kesal kalau lagi ngomong trus telepon gue diputus begitu saja."
Tiara mengangkat kepala dan memandang Ferina dengan tatapan iba. "Bukan.
Bukan itu masalah"y."
"Lantas?" "Gue pikir" antara lo dan Haikal ada sesuatu yang lebih dari sekadar teman."
Deg. Tubuh Ferina menegang sesaat. Yah, menurut siapa pun, kabur berdua di
jam sekolah pasti berarti sesuatu. Apa lagi bagi Tiara.
"Ternyata gue salah." Lanjut Tiara. "Kemarin gue ke rumah Haikal. Tahu2 yang
buka pintu Tiffany. Gue kaget. Di sanalah gue akhir"y tahu cerita yang
sebenar"y dari Haikal. Gue mendadak merasa bersalah banget sama lo."
Ferina menghembuskan napas lega. Jangan sampai Tiara tahu Haikal sempat
menyatakan perasaan terhadap"y.
"Tapi gue tetap harus minta maaf." Ujar Ferina.
Sesaat suasana terasa canggung. Memang rasa"y aneh juga setelah lama tidak
saling menyapa, tahu2 mereka berada di sini untuk berterus terang.
"Keluar yuk!" ajak Ferina memecah keheningan untuk kedua kali. "Gue mau
potong rambut, trus mau ke Cake Resort."
"Lo suka Cake Resort juga" Yang baru buka itu, kan" Sama! Mama gue
pelanggan di sana lho!" ujar Tiara.
Mendengar itu Ferina tersenyum geli sambil menahan tawa. "Iya, nanti gue
kenalin deh sama yang punya."
*** "Lo" cantik, cute habis!" itulah kata2 pertama yang dilontarkan Tama begitu
melihat Ferina dengan penampilan baru"y. Tama nyaris terpana lama dibuat"y.
Sedikit sentuhan kecil telah membuat Ferina terlihat sangat berbeda. "Ada apa
gerangan sampai lo melakukan ini?"
"Cuma kepingin ganti suasana trus bikin gue merasa baru aja. Lebih ringan dan
bebas." Tama menatap Ferina yang semakin lama semakin tampak manis di mata"y.
Ekspresi wajah"y. Senyum yang membuat"y bersemangat, sorot mata yang
menenteramkan jiwa"y. Bagaimana jadi"y jika dia kehilangan cewek ini" Dia
bahkan tak sanggup membayangkan"y!
"Hei, jangan liatin gue terus gitu ah!" pipi Ferina merona kerena malu. "Habisin
makan"y?" "Ferinandra cantik banget." Bisik Tama, belum juga melepaskan tatapan"y.
Ferina menoleh ke arah Tama dengan tatapan aneh selama beberapa saat.
Tatapan yang mungkin berarti sesuatu.
BAB 18 From :Renaldiandra To : Ferina Chelya L. Subject : I"m so sorry
Fer, kenapa lo tiba2 menghindari gue" Gue minta maaf kalau gue salah"
Ferina tersenyum sinis. E-mail itu sudah cukup lama. Ferina membuka yang
lain"y. From :Renaldiandra To : Ferina Chelya L. Subject : Fer" Fer, lo pindah ke mana" Kenapa lo nggak bilang ke gue" Gue bingung harus
nyari lo ke mana" jangan siksa gue kayak gini"
Gue sayang lo, Fer. Ingin rasa"y Ferina mendamprat kalau saja dia bisa. Munafik. Ferina nggak sudi
membalas"y, bahkan dengan e-mail kosong sekalipun.
Ferina berbaring sejenak di tempat tidur. Ferina kembali terbangun dan
membuka lemari, mengambil kardus kecil berisi pernik2 kecil yang selama ini
dikumpulkan"y, serba beberapa album foto yang masih bagus.
Ferina membuka album foto itu satu per satu. Menyibak kenangan manis"y
bersama Faren, saudara kembar"y.
Mereka lahir pada hari, tanggal, dan tahun yang sama. Hanya berselang tiga
menit. Mereka tumbuh bersama. Secara fisik wajah mereka identik, warna bola
mata mereka berbeda. Bola mata Ferina biru indah dan diwarisi"y dari ayah"y
yang keturunan Belanda. Sedangkan Faren memiliki bola mata cokelat gelap
seperti mama"y. Ferina juga lebih mirip ayah"y, terutama sifat keras kepala"y.
Faren tumbuh sebagai cewek yang sangat feminim. Cara bicara Faren lebih
lembut dan penuh pengertian, bacaan kesukaan"y adalah majalah kesehatan
dan pengetahuan umum serta buku2 resep makanan. Faren senang bekerja di
dapur dengan Mama. Faren sangat senang main musik, terutama piano.
Ferina tidak terlalu feminim. Kalau sudah ngomong Ferina suka ceplas-ceplos
dan senang berteriak. Hobi Ferina nongkrong di depan TV dan channel"y juga
channel anak nongkrong. Ferina suka berenang dan setelah itu sibuk dengan
kertas gambar. Mereka tidak pernah bertengkar. Keributan sering datang dari Ferina yang
paling sering uring2an. Dan ujung2"y Faren pasti akan mundur duluan. Itulah
sebab"y Ferina sangat menyayangi Faren.
Di rumah, Faren adalah tempat curhat Ferina. Di sekolah, Ferina mempunyai
Yanda untuk berbagi cerita. Faren dan Ferina bersekolah di SMA berbeda.
Faren lebih suka di sekolah berbaris internasional, sedangkan Ferina memilih
sekolah unggulan yang kegiatan ekskul"y menonjol.
Pada malam hari yang cerah, Ferina dan Faren duduk di ayunan. Malam itu
Ferina menceritakan first love"y dengan malu2.
"Fer, kamu dari tadi senyam-senyum kayak gitu kenapa sih?" Tanya Faren.
"Ren" tahu nggak?" Ferina mendorong ayunan dengan kaki. "Kayak"y gue baru
jatuh cinta nih?" "Jatuh cinta?" Faren langsung tertarik.
"Kata Yanda sih begitu" kata"y gue udah kena sindrom cinta2an. Suka salah
tingkah kalau di dekat orang"y, deg2an nggak keruan, suka gemes sendiri,
pengin tampil lebih cantik, lebih perfect. Nggak kayak biasa deh!"
"Waah" pantesan" aku juga sering perhatiin kamu akhir2 ini suka bengong
sendiri, senyam-senyum sendiri, dan kayak lebih bahagia aja. Jadi kamu lagi
suka sama seseorang, ya?"
Ferina mengangguk. "Nama"y Renaldiandra." Kata Ferina.
"Nama"y bagus tuh. Pasti orang"y cakep, yak an?" ujar Faren.
"Cakep, pintar, dan gue yakin, romantis." Timpal Ferina. "Renaldiandra" alias
Andra. Dia teman sebangku gue, dan kami deket banget. Gue, Andra dan
Yanda adalah tiga sahabat. Tapi gue memendam perasaan khusus buat Andra.
Nggak tahu kenapa, perasaan itu muncul begitu saja."
"Wah" selamat ya, Ferina udah punya pacar!"
"Ssst" jangan keras2! Gue belum pacaran, tau!"
"Trus, ngapain jatuh cinta dong?"
"Duh" maka"y, sekali2 jadi anak gaul, anak nongkrong dong! Jangan mikirin
sains mulu!" ujar Ferina. "Jatuh cinta itu nggak harus memiliki. Kata orang2
sih?" Ferina buru2 meralat. "Tapi kalau bagi gue, jatuh cinta bikin kita merasa
memiliki. Posesif. Walaupun dia belum jadi pacar kita. Pacaran itu awal"y jatuh
cinta, tapi nggak semua jatuh cinta bisa jadi pacaran. Yang jelas cinta itu rumit,
lebih rumit daripada teori jagat raya kesukaan lo itu. Ngerti?"
Faren manggut2 sambil berpikir.
"Ngerti nggak?" ulang Ferina.
"Aku ngerti kalau aku nggak bakal jatuh cinta." Sahut Faren polos.
"Gimana sih?" tukas Ferina sebal.
"Kata"y lebih rumit daripada teori jagat raya. Teori itu aja aku belum tuntas,
apalagi teori cinta."
GUBRAAAAKKKK!!!! *** "REEEN"! REEEN"!!!"
"Ada apa, Fer" Nggak perlu teriak kayak begitu, kali!" tegur Faren.
"Andra datang! Sumpah! Gue grogi nih! Grogi!! Temenin gue dong?" desak
Ferina seraya mendorong Faren keluar kamar. "Dia udah di ruang tamu! Gue
grogi banget?" "Iya. Iya. Jangan dorong2 kalau gitu." Ujar Faren.
Ferina menggandeng tangan Faren dengan tangan gemetaran saking gugup"y.
"Segitu banget sih!" bisik Faren. "Memang"y kalau jatuh cinta jadi aneh begini
ya?" "Udaaah" diam aja!" bisik Ferina.
Sesampai"y di ruang tamu, mereka memperhatikan Andra yang sedang asyik
memencet-mencet ponsel"y.
"Ndra, ini kembaran gue. Yang pernah gue certain itu lho!" kata Ferina.
"Kok pake ceritan aku segala sih!" protes Faren sambil berbisik.
"Soal"y gue nggak punya bahan lain buat diceritain!" bisik Ferina.
"Kenapa"!"
"Karena gue lagi jatuh cinta."
"Eh, ada apa?" Andra jadi salah tingkah.
"Nggak ada apa2 kok!" tukas Ferina. Faren menarik kesimpulan baru. "Kalau
ada sikap yang alasan"y nggak bisa dijelaskan dengan logika, jawaban"y hanya
satu jatuh cinta." "Eh, gue bikin minuman dulu, ya!" cetus Ferina.
"Biar aku aja!" timpal Faren. "Kamu nemenin aja?"
"Nggak! Aku aja yang bikin!" Ferina segera bergegas ke dapur. Nggak sampai
semenit, dia sudah kembali dengan nampan berisi tiga gelas minuman dingin.
"Kita jadi belajar sejarah, kan ya?" Tanya Ferina kepada Andra.
"Gue ambil buku dulu, ya!" ujar Ferina bersemangat.
Ferina pergi ke kamar dan mengambil buku sejarah"y. Sekembali"y ke ruang
tamu, Ferina terpaku menyaksikan wajah Andra dan Faren terlihat pucat pasi.
"Kalian kenapa?" Ferina langsung shock.
Faren nggak sanggup mengatakan apa2 selain menunjuk gelas minuman
Ferina. "Memang"y kenapa sih?" tukas Ferina seraya menenggak minuman itu.
BRRRRRRZZZZZ"!!! Ferina langsung menyemburkan minuman itu.
"Minuman apa sih yang sebenar"y kamu bikin?" Tanya Faren.
"Lemon tea?" jawab Ferina.
"Biasa kok, Fer. Gagal itu biasa." Kata Faren lembut sambil menenangkan
Ferina yang terlihat sangat malu.
"Tapi gue yakin udah bener bikin"y?"
"Nggak masalah kok, Fer. Cuma lain kali jangan salah bedain garam sama gula.
Trus jeruk lemon"y jangan kebanyakan, itu aja kok." Ujar Andra.
"Udah, sekarang kamu belajar aja. Yang lain biar aku yang beresin." Tukas
Faren seraya mengelap meja dan membawa gelas2 ke belakang.
Tak lama kemudian Faren kembali dengan dua gelas lemon tea asli dan dua
potong black forrest cherry hitam yang sangat menggoda.
"Kok cuma dua?" Tanya Ferina.
"Hari ini aku kan ada les musik, Fer?" sahut Faren. "Kok kamu jadi pelupa gitu
sih?" goda"y. "Hush!" tukas Ferina. Faren hanya terkikik dan berlalu dari ruang tamu.
"Kenapa kita nggak belajar matematika aja, Fer?" saran Andra. "Lusa kan
ulangan matematika. Kalau sejarah kita tinggal ngafalin sendiri aja ntar
malam." "Oh, iya. Ya!" kata Ferina. Dia bangkit berdiri hendak mengambil buku
matematika"y. "Fer, aku berangkat dulu, ya!" seru Faren.
"Oke! Be carefull my honey bunny sweety twiny?" kata Ferina.
Faren tertawa kecil. BAB 19 "Gue sebel banget, Ren!"
"Sebel kenapa?" Tanya Faren menahan ayunan dengan kaki"y.
"Masa sampai sekarang hubungan gue sama Andra nggak jelas gitu. Dari dulu
nggak ada kemajuan sama sekali."
"Maksud kamu gimana sih?"
"Nggak ngerti. Gue sebel aja. Gue yakin banget dia punya perasaan yang sama
terhadap gue. Tapi sampai sekarang dia beum juga nembak gue. Paling nggak
bilang sayang kek! Masa gue harus nunggu samapi tua sih?" omel Ferina.
Faren tersenyum kecil. "Saba raja" kalau kamu yakin dia punya perasaan yang
sama, kamu nggak perlu sebel begitu, kan" Yang penting kamu kan tahu, dia
sayang sama kamu?" "Tau ah" kalau dia emang sayang, seharus"y dia kan nunjukin perasaan"y.
Sekarang gue malah jadi mikir, jangan2 selama ini gue aja yang kegeeran."
"Jangan pesimis gitu dong" Belum pasti kayak gitu, lagi?" Faren
menyemangati. "Aku yakin banget Andra punya perasaan yang sama ke kamu.
Kamu tunggu aja." "Sebodo ah!" Ferina makin sewot aja.
"Dia first love gue, Ren. Dan first love biasa"y nggak gampang dilupain. Gue
sendiri percaya gue juga kayak gitu. Sampai sekarang perasaan gue ke dia
semakin kuat. Kadang cinta emang aneh. Kita nggak peduli dia membalas
perasaan kita atau nggak, yang jelas kita menyayangi"y dengan tulus. Dan
mungkin" ini hanya soal waktu."
Faren merangkul Ferina. "Kalau ngomongin cinta, kamu ngerti banget ya?"
"Hehehe" nggak juga sih" itu gue kutip dari Yanda." Ferina mengaku malu2.
"Oh ya, memang"y pas kamu curhat ke Yanda, dia bilang apa" Bukan"y kalian
bertiga deket, ya" Mana tahu Andra cerita ke Yanda, kan?"
"Hmmm" kata Yanda, Andra itu tertutup soal cewek. Tapi dari sikap Andra ke
gue, Yanda juga yakin Andra punya feeling. Kata"y sih mungkin dia lagi nunggu
waktu yang tepat aja untuk nembak gue?"
"Waktu yang tepat" Bisa jadi."
*** "Fer" maaf ya, aku nggak bisa nemenin kamu ke toko buku. Aku lupa udah
janji sama Yuki. Nggak pa2, kan?"
"Lho, kok lo begitu sih! Bodo ah, pokok"y lo udah janji sama gue!" sergah
Ferina. "Duh, pelase banget deh, Fer. Sekali ini aja?" Faren memohon.
"Nggak ah! Kemarin2 juga lo begitu. Dari dulu lo bilang sekaliiiii mulu!"
"Kali ini bener kok, Fer" penting banget?"
"Kenapa nggak bilang aja ke Yuki kalau lo udah janji duluan sama gue"! Masa lo
lebih mentingin teman daripada sodara sendiri sih?"
Faren hanya terdiam sambil menunduk dan memainkan jari. Ferina langsung
iba. "Ya udah deh, kalau lo memang mau pergi sama Yuki, pergi aja. Tapi hati2, ya."
"Makasih banget ya, Fer?" kata"y sambil memeluk Ferina.
Ferina mengangguk, walaupun sebenar"y dia masih jengkel.
BAB 20 Keesokan hari"y Faren masih belum bisa menemani Ferina pergi.
"Maaf, Fer. Aku harus menyelesaikan tugas paper dari Mr. Brian. Waktu"y udah
mepet banget nih, Fer. Kalau nggak percaya, tanya aja Yuki atau Lira." Ujar
Faren seraya menydorkan ponsel"y.
"Duh, gimana siiih?" erang Ferina kesal.
"Maaf?" "Ya, udah! Pergi sana! Pergi pergi pergiiiii!!!"
"Fer" maaf ya, kalau aku jadi sering bikin kamu sebel?" ujar Faren.
"Udah" nggak pa2!" tukas Ferina.
Faren menggenggam tangan Ferina erat2. "Maaf ya, udah bikin kamu sebel."
Dia mengulangi ucapan"y. "Aku sayang banget sama kamu. Aku janji, setelah ini
aku nggak bakal bikin kamu sebel lagi, dan nggak akan pernah bikin kamu
marah?" Faren memeluk"y erat2 dan lama, seolah-olah takkan pernah melepaskan
Ferina lagi. Akhir"y Ferina sendiri yang melepaskan pelukan itu dan mendorong
Faren dengan lembut. "Iya2." Ujar Ferina yang heran adegan"y yang tiba2 jadi melankolis begini.
"Take it easy?"
Akhir2 ini Faren sering nggak punya waktu untuk menemani Ferina. Seperti"y
Faren sibuk terus dengan kegiatan"y, seperti mungkin juga dialami semua siswa
Courdia International School (CIS).


Simple Past Present Love Karya Thia Kyu Ori di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ferina meregangkan tubuh dengan malas. Kemudian bergerak-gerak untuk
melakukan otot2"y yang tegang. Dia memutuskan untuk melakukan kesibukan
lain yang lebih menarik, seperti" menggambar!
Karena terlalu asyik menggambar, dia nyaris tidak menyadari telepon rumah"y
sudah berdering heboh sejak tadi.
"Iya2!" omel Ferina seraya bangkit berdiri dengan terburu-buru. Tanpa sengaja
tangan"y menyenggol sesuatu. PRAAAAANG!
Mug kesayangan Faren! Astaga, Faren bisa ngambek! Pikir Ferina. Sekelabat
perasaan aneh seolah menyentak"y. Namun Ferina segera menepis perasaan
itu dan mengangkat telepon yang sudah hamper hilang kesabaran itu.
"Halo." Ujar Ferina cepat. "Ya" Benar. Apa"! Ta" ta" tapi" nggak mungkin!"
Ferina membanting telepon dan merosot duduk di samping meja. Dunia"y
berputar cepat. Tubuh"y sekonyong-konyong terasa sangat ringan, tulang2"y
seperti lenyap. Rasa"y seperti bermimpi. Ini hanya mimpi" hanya mimpi"
Suling Emas 20 Jaka Sembung 13 Pertarungan Terakhir Lembah Tiga Malaikat 5
^