Pencarian

The True Of My Life 1

The True Of My Life Karya Nyimas Humairoh Bagian 1


Nyimas Humairoh The True of My Life Penerbit Ndok Asin NdokAsin.Co.Cc http://ac-zzz.blogspot.com/
The True of My Live .............................................................................................................
Nyimas Humairoh Penerbit Ndok Asin Bintaro, 2011 The True of My Live Cetakan pertama e-book : April 2011
Desain sampul : just_hammam
Background cover : http://viruzzrahma.blogspot.com/p/merinding-karenakucing.html
Lisensi Dokumen: Copyright ? 2011-2012 NdokAsin.Co.Cc
Seluruh dokumen di NdokAsin.Co.Cc dapat digunakan, dimodifikasi
dan disebarkan secara bebas untuk tujuan bukan komersial
(nonprofit), dengan syarat tidak menghapus atau merubah atribut
penulis dan pernyataan copyright yang disertakan dalam setiap
dokumen. Tidak diperbolehkan melakukan penulisan ulang, kecuali
mendapatkan ijin terlebih dahulu dari NdokAsin.Co.Cc
Belum pernah dicetak Bagi yang ingin mencetak sesuai lisensi, dipersilakan
Prolog" Aku hanya menganggap diriku juga
keseharianku sangat membosankan. Siapa yang mau tahu kisah hidupku yang sama
sekali tak berwarna, penuh dengan gambar
hitam-putih seperti TV zaman dulu"
Tetapi itu dulu. Sekarang... hanya
karena tindakan refleks. Di hari yang sama
sekali tak terduga. Di mana seharusnya aku
sudah mati karena kecelakaan... dan alasan
aku melakukan semua petualangan yang menakutkan. membahayakan. Petualangan Bahkan, seluruh tubuhku tak bisa bergerak.
Dan hanya dapat mematung dengan wajah
pucat pasi saking takutnya. Semua yang
terjadi, semua yang kulihat, kudengar, dan
semua yang aku rasakan saat itu benar-benar
nyata. Warna merah darah..., keringat, jeritan kesakitan, dan di balik itu semua... aku
dapat melihat bagian yang gelap. Bagian
yang tergelap dan yang paling dalam dari
pada samudera terdalam. Sebuah kisah gelap
1 yang menghubungkan diriku dengan pendahuluku. Sebuah kehidupanku. berubah hidupku. dalam kisah Kisahku. seketika. yang mengikat Hidupku Kebenaran yang dari 2 1. Aku" " Aku tersenyum memandang cewek itu. Teman
sekelasku yang aku kagumi. Bukan berarti aku lesbi, tapi aku
hanya ingin seperti dirinya. Aku benar-benar iri dengan
kehidupan sekolahnya yang ia lakukan. Aku menghela nafas
dan langsung memasukkan buku-buku pelajaranku dengan
enggan karena pergantian perlajaran.
"Curang! Gimana bisa Lin yang nggak pernah belajar
bisa dapet nilai yang paling gede!" gerutu Novi dengan kesal
sambil memandang Lin yang dengan cueknya asyik
menggambar di bukunya. "Namanya juga anak pinter," ucapnya sambil
nyengir. Novi kesal mendengarnya dan langsung menjitak
kepala Lin. Dan dengan sigab, Lin langsung mengejar Novi
yang langsung berlari keluar kelas. Aku geli sendiri
melihatnya. Begitulah Caroline Weish, atau biasa di sebuat Lin.
Teman sekelasku yang sangat tidak terduga, tetapi juga
sangat sempurna. Pintar, ceria, cantik, jago olahraga, dan
sangat baik. Dan, ada 2 kekurangannya. Sifatnya yang
kelewat cuek dengan urusan yang namanya "suka dengan
lawan jenis" dan sifatnya yang polos, sehingga suka membuat
orang lain geram. Tapi, itulah yang membuat dirinya di cintai oleh
semua anak yang dikelas ini juga para guru. Bahkan mungkin
satu sekolah ini" 3 Lalu Novi, Sarah, dan Putri. Tiga cewek yang mungkin
paling cantik dan modis di kelas. Mereka yang paling lengket
dengan Lin. Tidak ada yang tidak kenal dengan mereka yang
kelewat eksis itu. Merekalah yang terus-terusan berisik kalau
sudah bahas cowok keren atau sebutan mereka "Coker" untuk
level tertentu. Juga, dengan seenaknya memanfaatkan
kekuasaan. Novi yang ketua kelas, Sarah sebagai Sekertaris, dan
Putri yang anak OSIS yang sangat eksis, di tambah dengan Lin
yang biasa di sebut dengan panggilan "anak emas" karena
biasanya, hanya dia yang mendapat perlakukan khusus
karena nilainya yang diatas rata-rata, maka sempurna lah
sudah. Merekalah pusat kekaguman satu sekolah. Bahkan
para Senior dan Junior memuja mereka! tapi, mereka juga
yang paling di takuti. Pernah, ada seorang anak yang berani
menjadi musuh mereka, dan tebak sendiri apa yang terjadi. Ia
jadi di kucilkan oleh satu sekolah dan hampir di berhentikan
dari sekolah gara-gara "mereka".
Itulah salah satu alasan kenapa mereka menjadi
pusat kekaguman skaligus ketakutan bagi murid-murid yang
ada di sekolah ini. Dan, masalahnya Lin yang kelewat cuek
itu, sama sekali nggak peduli siapa yang menjadi musuhnya.
Bahkan memperlakukan musuhnya seperti "teman biasa",
sedangkan ke-3 temannya mati-matian berusaha melenyapkannya. Sebutan apa yang cocok untuknya"
Entahlah, tapi ialah yang paling aku kagumi dan membuatku
iri. Aku ingin menjadi dirinya yang selalu di cintai dan di
4 hargai. Hidupnya yang selalu di penuhi warna seperti pelangi
dan keberadannya yang sangat di kagumi.
Oh ya, bahkan, karena sangat di kenal di sekolah,
mereka suka di bilang G2, yang singkatan dari "Gold Gril"s"
yang memang sangat cocok untuk mereka. Dan, aku
hanyalah seorang murid biasa yang sama sekali tidak
mencolok dan hanya dapat melihat mereka dari kejauhan.
Bahkan aku tidak yakin kalau mereka tahu namaku, yang
merupakan teman sekelas mereka.
Inilah aku. Si cewek biasa dan sama sekali tidak
memiliki kelebiha untuk di banggakan dan di tonjolkan. Dan,
inilah kegiatanku sehari-hari di sekolah. Putih dan hitam.
Mungkin lebihnya abu-abu. Sama seperti rok yang biasa ku
kenakan setiap mau pergi ke sekolah.
Mengamati mereka, dengan pandangan kagum, dan
dengan kehidupanku yang membosankan, aku jadi terhibur
sendiri dengan tingkah koyol yang di buat anak-anak cowok
di kelasku hanya untuk menarik perhatian G2. Yah, mungkin
tanpa mereka sadari, mereka telah membagikan sedikit
warna di "dunia hitam-putih"ku.
Alasan karena aku mengangumi mereka, alasan
kenapa aku begitu tertarik dengan mereka. Karena
kehidupan mereka penuh warna. Berbeda sekali denganku.
Aku bahkan tidak memiliki seorangpun teman, padahal sudah
kelas 2 SMA. Kegiatan Bermasyarakat dan sebagainya,
sepertinya tabu untukku yang sama sekali tak pandai
bersosialisasi ini. Yah.... membosankan. Sama seperti TV
zaman dulu yang hanya memancarkan warna hitam-putih.
5 @@@ Aku menghela nafas berat. Pulang dari sekolah salah
satu hal yang sangat menyiksa batinku. Entah untuk alasan
apa, aku tidak terlalu suka pulang. Mungkin karena aku
berbeda dengan anak-anak yang lain. Tentu saja, siapa yang
ingin tahu tentang kehidupanku yang membosankan ini"
mengagumi tanpa di kagumi. Begitulah aku. Bahkan, untuk
berbicara dengan teman sekelas saja aku tidak berani. Benarbenar pengecut.
"Siapa bilang?" aku langsung mengangkat wajah dan
memandang skelilingku dengan bingung. Di jalan terotoar ini
banyak sekali orang berlalu lalang, tapi siapa yang tadi
berbicara denganku" Bahkan jelas sekali! Kalau tidak salah,
suara anak kecil" Tapi tidak ada anak kecil di sekitar sini!
Lalu aku melihat Lin. Dia sama sepertiku, berjalan
sendirian, sambil masih mengenakan seragam. Jelas, samasama baru pulang dari sekolah. Aku menggerutkan kening
menyadarinya. Lin berjalan bersama seekor kucing hitam.
Kucing itu aneh. Benar-benar kucing, yang seolah sudah di
latih. Kucing itu berjalan mengikuti langkah Lin dengan
gemulai. Lalu Lin berhenti. Aku sentak kaget melihatnya
langsung memandangku dengan tatapan bingung.
Tatapannya tepat memandang mataku. Pandangannya
terfokus, sama seperti pandangan yang biasa ia lakukan ke
orang-orang. Refleks, aku langsung memalingkan wajah.
Entah bagai mana, aku merasa ciut. Ada peasaan bersalah
yang tidak masuk akal menjalari tubuhku.
6 "Aku kan nggak ngapa-ngapain," gumamku ngeri
sambil berjalan cepat. dari sekian banyak orang lain, kenapa
Lin memandangku!" Ah, pasti aku saja yang ke Ge-Eran!
Mana mungkin Lin menatapku! Tapi jelas-jelas pandangan
itu menuju ke aku"kan!" Entah bagai mana, aku langsung
merinding. "Awas!" aku sentak kaget dan langsung
menghentikan langkahku. Sadarlah aku kalau aku hampir
menabrak pohon. Dengan perasaan ngeri, aku termundur
dan memandang cowok yang telah berbaik hati
memperingatkanku. "Te, terimakasih," ucapku gagab sambil memegang
dadaku. Jantungku masih tidak tenang gara-gara masih kaget.
Aku hampir menabrak pohon! Ya ampun! Dengan agak malu,
aku memandang penyelamatku itu.
Seorang cowok berwajah manis. Tingginya masih
lebih pendek dariku. Kulitnya putih, dengan sepasang mata
coklat yang bulat. Pipinya masih agak tembam, tapi ia
terkesan mirip pangeran... umn, mungkin Putri" Rambutnya
juga hitam lurus dan jatuh. Sehingga, mungkin orang awam
akan mengira rambutnya sehalus sutera.
"Lain mengangguk. kali hati-hati," ucapnya ramah. Aku "Iya, makasih ya," ucapku tulus. Cowok manis itu
tersenyum dan langsung berjalan pergi melewatiku. Aku
langsung menghembuskan nafasku kuat-kuat dengan lega.
Payah! Pasti malu sekali kalau sampai benar-benar menabrak
pohon! Ya ampun aku ini! 7 Lalu mataku melihat seekor anak kucing hitam yang
sangat manis. Menggemaskan lebih tepatnya. Apalagi,
badannya montok! Ikh! Kucing imut yang lucu! aku sentak
kaget saat melihat kucing itu berjalan menyebrang jalan.
Entah apa yang aku pikirkan, mungkin juga ini refleks.
Tiba-tiba saja mataku melihat sebuah mobil dengan
kecepatan tinggi, yang mana mungkin mau berhenti. Dan,
dengan gerakan yang tidak terduga, aku berlari menuju
tengah jalan yang di lalu mobil. Waktu terasa berjalan begitu
lambat dan jelas. Kucing itu berhasilku raih dan ku peluk. Aku senang
karena ia kini aman di pelukanku. Tetapi, suara klakson dan
teriakan yang memekakan telinga tiba-tiba saja menjelaskan
apa yang terjadi saat ini. Dan sebuah cahaya tiba-tiba
membuatku silau. Lalu aku mendengar suara pekikan. Dan,
entah bagai mana, aku dapat mendengar suara Lin dengan


The True Of My Life Karya Nyimas Humairoh di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sangat jelas, ia menyebutkan sebuah nama asing, tapi
familiar di pendengaranku. "Phoenix!"
@@@ "Kau lihat apa yang di lakukannya!?" ucap suara
cowok itu dengan tidak percaya. Suara itu terdengar familiar
di pendengaranku. "Hentikan! Apa yang mau kau lakukan dengan
Nona!?" kali ini suara anak kecil yang melengking. Suaranya
sangat kekanak-kanakan. Aku jadi sukar membedakannya.
Apakah anak cewek atau cowok.
8 "Cukup Edle, kita selesaikan ini saat Corin bangun
saja," kali ini aku mendengar suara Lin, tapi nada suaranya
rendah. Aku benar-benar kaget saat tahu kalau ternyata Lin
tahu siapa namaku. "Benar apa yang di katakan Nona Weish," kali ini
terdengar suara cowok yang berat, tapi terdengar sangat
lembut dan bijak sana. Dan, karena tidak tahan dengan
berjuta tanda tanya ini, aku membuka kedua mataku.
Awalnya pengelihatanku kabur tapi aku sentak kaget saat
melihat skelilingku dengan sangat jelas.
Lin, bersama seorang cowok jangku, dan bermata
biru. Cowok itu kelewat tampan dan terlihat pembawaannya
yang tenang dan dewasa. Umurnya sekitar 18-21 tahun.
Rambutnya hitam dengan kulit yang seputih salju.
Lalu, cowok manis yang tadi memperingatkanku akan
ketabrak pohon. Dan, yang paling mencolok dari semua ini, adalah
anak kecil yang sepertinya masih berusia 5 tahun. Dengan
rambut hitam dan kulit seputih salju, dan mata bulat
berwarna abu-abu. "Nona! Akhirnya Nona sadar!" ucapnya dengan
senang sambil memelukku. Aku hanya terpaku melihatnya.
Apa" Dimana ini" ada apa ini" Sebenarnya apa yang terjadi"
Aku memandang Lin dengan berjuta pertanyaan. Hanya dia,
setidaknya yang kukenal. Bahkan, di tempat asing ini, dia masih bisa tersenyum
dengan lembut dan dewasa. Lin tersenyum memandangku
9 dan langsung mengulurkan tangannya ke arahku. Aku sentak
kaget saat semuanya, terlihat samar kurang dari sedetik. Dan,
terdiam dalam beberapa detik.
Anak kecil yang memelukku, tiba-tiba saja sudah
berada tepat di depan Lin dan tangannya di pegang erat oleh
cowok yang tenang tadi, dan tangan Lin terhenti. Sadarlah
aku. Kalau anak kecil ini mencoba mencegat tangan Lin yang
mencoba menyentuhku, tapi ia di tahan duluan oleh cowok
ini. Aku membeku melihatnya. Semuanya terjadi kurang dari
sedetik!" Dan aku sentak kaget meliahat ekspresi anak kecil
ini dan cowok itu. Mereka berdua sama-sama menyeringai memamerkan sederet gigi sempurna yang putih. Dan, keluar
suara desisan yang mengerikan dari mereka. Mata mereka
juga sama-sama saling terfokus. Wajah mereka terlihat
sangat liar dan menakutkan. Seolah-olah, mereka adalah
makhluk lain. Bukan manusia.
"Lepaskan aku!" desis anak kecil itu.
"Kau mencoba melukai Nona-ku, takkan kubiarkan
itu," balas cowok itu dengan suara geraman. Tubuhku
gemetar. Lambat laut, akhirnya aku bisa mengingat apa yang
terjadi. Aku hampir tertabrak sebuah truk gara-gara
menyelamatkan seekor kucing. Dan, seharusnya, bukankah
aku sudah mati" Kenapa aku bisa ada di sini!"
"Phoenix, hentikan," ucap Lin dengan suara pelan
seperti bisikan. 10 "Baik Nona," ucap cowok itu dengan patuh dan
dalam sekejab sudah berada di belakang Lin. Aku terpaku
melihatnya. Sedangkan anak kecil itu mendesis lalu langsung
mundur kebelakang. Ke arahku. Tubuhku gemetar ketakutan
saat sadar apa yang terjadi.
Mereka berbahaya. Mereka bukan manusia. Dan
mereka kuat. Tanpa sadar, air mataku keluar. Tiba-tiba saja
aku merasa sangat ketakutan dengan kehadiran mereka di
dekatku. Dan, aku benar-benar merasa terancam.
"Nona kenapa!?" aku sentak kaget saat tiba-tiba
anak kecil itu ada tepat di depanku.
"Kyaa......!" aku langsung mendorong anak kecil itu
sekuat tenaga dan aku langsung memeluk bantalku untuk
melindungi tubuhku. Seluruh tubuhku gemetar. Rasa takut
menjalari tubuhku dengan sangat cepat. Mataku tidak fokus
dan terus mencari-cari di mana pintu keluar.
"Ah!" Dia kenapa!?" ucap cowok manis itu bingung.
Lin langsung mencoba mendekatiku. Dan tiba-tiba anak kecil
itu muncul lagi dan menghalangi Lin.
"Jangan dekati Nona!" peringat anak kecil itu.
"Hey anak kecil! Kau harusnya sadar apa yang telah
kau perbuat! Majikanmu jadi takut dengan dirimu sendiri,
apa kau mau majikanmu membencimu dan ingin
membuangmu?" ucap Lin dengan kesal.
"Apa katamu!?" bentak anak kecil itu.
"Jaga ucapanmu!" desis cowok yang di panggil
Phoenix itu. 11 "Phoenix, jangan ikut campur!"
"Baik Nona," "Kau, Tanpa Nama, apa mau membuat majikanmu
menderita" Sadarkah kau siapa yang kau pilih" Dia manusia
biasa dan sadarkah kau apa yang telah kau lakukan hey
Tanpa Nama?" ucap Lin dengan nada kesal.
"Dia majikanku! Dan aku yang memilihnya!"
bantaknya. "Dan dia manusia biasa!" balas cowok manis itu.
Anak kecil itu terdiam. "Dan, kau belum melakukan kontrak perjanjian"kan"
Bila kau yang di takutinya di biarkan saja, maka kau tidak bisa
berubah ke wujud semulamu"kan" Apakah kau mau
membuat Nona-mu menderita?" ucap Phoenix dengan
dingin. Anak kecil itu terdiam.
"Baiklah," ucapnya dengan nada ragu sambil
menatapku. Aku sentak kaget saat tiba-tiba Lin berjalan
sangat dekat denganku. Aku langsung menjatuhkan bantalku
dan langsung menghambur ke arah Lin.
Seluruh tubuhku gemetar ketakutan. Tubuh hangat
Lin memelukku. Bahkan, bisa kurasakan sekarang, bahwa
tubuhku benar-benar menjadi sedingin es saking takutnya.
Siapa mereka!" apa yang mereka mau!" Kenapa aku masih
hidup!" "L"lin" Aku.... aku.... mereka... siapa?" tanyaku
ngeri. Lin tersenyum lembut mendengarnya.
"Mulai dari hari ini, kau adalah seorang penyihir,"
12 @@@ Akhirnya aku agak tenang dan dapat memperhatikan
semuanya dengan sangat jelas. Aku berada di sebuah kamar
mewah. Kamar bercet dinding putih, luas, dan ber-AC dengan
berbagai peralatan elektronik yang tersusun rapi.
Tapi, bukan saatnya mataku berbelanja memandang
dan mengagumi kamar Lin yang bagai kamar seorang Putri
modern ini. Aku memfokuskan seluruh indraku ke-4 orang
(Atau setidaknya aku dapat mengumpakannya "orang" dalam
kata tidak normal bila ku sebuat "manusia" karena di antara
mereka ada yang bukan manusia) yang berdiri di depanku.
Lin, bersama cowok manis yang ternyata adik laki-laki
Lin yang berbeda 2 tahun darinya, Edle Weish, sekarang dia
kelas 3 SMP. Lalu cowok keren yang bernama Phoenix itu
ternyata adalah seekor kucing, dan gadis kecil yang
memanggilku "Nona" itu ternyata juga kucing.
"Maksudnya aku penyihir dan mereka kucing?"
tanyaku ragu, memecahkan keheningan.
"Penyihir itu ada, dan kau salah satunya. Kau harus
percaya itu karena kau penyihir, meskipun kau menjadi
penyihir karena kucing "itu" memilihmu menjadi majikannya,"
ucap Lin. Aku menggerutkan kening dengan bingung.
"Kau sudah bilang itu 2 kali, aku sama sekali tidak
mengerti," ucapku jujur.
"Hah, aku memang tidak bisa menjelaskan, Phoenix,"
ucapnya dengan nada capek sambil duduk di kursi goyang
13 yang tepat berada di samping kiri tepat tidurku, di sebelah
jendela tanpa horden. "Baik Nona," ucap Phoenix dengan patuh. Aku sentak
kaget saat tiba-tiba muncul api biru dari tangan kanan yang
di angkat ke atas oleh Phoenix.
"Wakh!" Api!" Matikan apinya!" ucapku panik sambil
refleks, mataku mencari air untuk memadamkan api yang
entah dari mana munculnya itu.
"Tenang Corin, ini hanya api sihir, tidak akan terasa
panas bagi pengguna sihirnya," ucap Lin geli saat melihatku
panik. Aku terdiam dan memandang Lin dengan bingung.
"Sihir?". Aku langsung memandang tangan Phoenix lagi dan
lebih memperhatikan api birunya. Aku sentak kaget
menyadarinya. Tangan Phoenix tidak apa-apa. Apinya yang
berwarna biru kehijauan itu seolah menari, dan sama sekali
tidak terlihat panas. Bagai mana bisa" Dan dari mana api itu
keluar" Di mana triknya"
"Ini... api sihir?" ucapku tidak percaya.
"Ya, tentu saja," ucap Phoenix sambil tersenyum.
"Dan, masih banyak sekali sihir yang lain sesuai
dengan tipe sihir masing-masing. Sihir, terdiri dari beberapa
macam. Sihir makhluk hidup, meramal, Indra, dan elemen.
Dan Phoenix tipe elemen, yaitu elemen api," ucap Edle.
"Apa" jadi.... jadi aku juga termasuk?" tanyaku
bingung. Bukankah jelas aku manusia biasa" Aku"kan bukan
seorang penyihir! Bagai mana bisa aku memiliki kemampuan
yang bisa melakukan berbagai macam itu"
14 "Tentu saja Nona, Nona adalah seorang penyihir,
walaupun dulu Nona manusia biasa, sekarang Nona adalah
penyihir. Semuanya karena saya memilih Nona untuk
menjadi majikan saya," ucap gedis kecil itu dengan sedih.
Jadi aku penyihir" Aku bisa menyihir" Aku bisa
melakukan sihir seperti di film-film" Jantungku berdebardebar. Entah bagai mana, rasanya senang. Aku berbeda
dengan orang lain. Aku... adalah seorang penyihir" Wow!
Keren! "Walau aku kurang mengerti, tapi sepertinya
menarik..." ucapku jujur. Gadis itu seketika memandangku
dengan kaget. Lalu, sebuah senyuman merekah di bibirnya.
"Nona sama sekali tidak marah!?" ucapnya dengan
senang. "Tidak," ucapku bingung. Kenapa aku harus marah
dengannya" "Terimakasih Nona! Saya berjanji akan bertanggung
jawab atas apa yang saya lakukan dengan Nona! Saya akan
selalu menjaga dan melindungi Nona!" ucapnya dengan
senang sambil menggenggam kedua tanganku.
"Em... tanggung jawab apa?" tanyaku bingung.
"Sepertinya kau cuman tahu kalau kau sekarang
seorang penyihir tanpa tahu penyebabnya saja," ucap Edle
tiba-tiba sambil bangun dari kursi yang ada di sebelah
Phoenix. Di sebelah kursi goyang Lin. Aku dan gadis kecil ini
langsung memandangnya. 15 "Biarku beri tahu, penyebab kau, manusia biasa, bisa
menjadi penyihir, semua itu karena Dia," ucap Edle sambil
menunjuk gadis kecil di sebelahku. Aku bingung bukan main
mendengarnya. "Memangnya kenapa?" tanyaku bingung.
"Saya ini kucing hitam yang tanpa ada warna putih di
bulunya sama sekali. Sebenarnya saya hanyalah seekor
kucing hitam biasa, tapi, karena saya memilih Nona, sebagai
majikan saya, secara tidak sengaja kita saling terikat. Dan,
kekuatan sihir saya muncul, dan karena kita saling
berhubungan, maka Nona juga menjadi penyihir," jelas gadis
kecil itu. Aku kaget bukan main mendengarnya. Jadi,
kesimpulannya, Phoenix dan gadis ini kucing jadi-jadian!" Eh!
Salah! Tapi kucing sihir"kan" Tapi, tapi, tapi.... majikan" Jadi
mereka yang memilih sendiri siapa majikan mereka" Aku
menelan liurku. Dan karena ia memilihku jadi majikannya,
sekarang aku.... penyihir" Jadi karena dia, aku menjadi
penyihir" 16 2. Rencana" " Aku menarik nafas untuk menenangkan diriku.
Rumah sederhana, dengan cet berwarna krem itu terlihat
jauh lebih membuat rindu ketimbang biasanya. Kini, aku
memandang rumah itu dengan sudut pandang yang berbeda.
Sebelum beberapa jam lalu, aku memandang berbeda rumah
ini. Sekarang aku sadar betapa berbedanya waktu yang hanya
berselang beberapa jam ini.
Saat aku meninggalkan rumah ini untuk kesekolah,
aku menganggab rumah ini adalah beban. Salah satu dari
keseharian membosankanku. Dan kini, saat aku memandang
keadaan rumahku yang tenang, aku merindukannya. Dadaku
sesak. Dan saat tanganku menyentuh pintu pagar untuk
membukanya, sadarlah kalau tanganku gemetar. Aku
langsung menarik kembali tanganku ke kedua sisi tubuhku.
Kupandang langit biru yang tertutup awan. Suasana
jauh lebih teduh, jelas karena sekarang sore. Dan, suasana
tenang ini sungguh membuatku takut dan gugub. Entah apa
yang akan terjadi kelak. Tapi, bukankah ini yang sudah
terjadi" Tiba-tiba mataku terasa panas.
"Kalau Kak Corin nggak mau masuk, ya jangan
masuk!" aku sentak kaget dan langsung memandang anak
kecil berusia 10 tahun itu. Tubuhnya kotor dan tangannya


The True Of My Life Karya Nyimas Humairoh di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memeluk sebuah bola kaki. Rambutnya yang berantakan
kayak landak itu juga terkena tanah.
17 "Apa-apaan penampilanmu itu Alvin!?" ucapku tidak
percaya. "Kan aku cowok! Wajar aja kotor! Wek!" ucapnya
dengan kesal sambil menjulurkan lidah. Aku kesal sekali
mendengarnya dan langsung masuk ke dalam halaman tanpa
ragu dan menduluinya. "Anak kecil!" desisku kesal sambil membuka pintu
dan masuk ke dalam rumah. Alvin langsung berlari
menduluiku sehingga membuatku nyaris kehilangan
keseimbangan karena hampir terjatuh.
"Apa-apaan kau!?" ucapku kesal sambil memandangnya geram. Alvin tengah asyik memakan pisang
goreng yang ada di atas meja. Dengan cuek, Alvin
memandangku dan langsung tersenyum.
"Kan salah Kakak sandiri," ucapnya sambil nyengir.
Aku kesal bukan main dan ingin mengeluarkan semua
sumpah serapahku. Tapi, aku langsung sadar kalau sekarang,
tubuhku benar-benar terasa capek. Bahkan, untuk
bertengkar dengan Alvin. Tanpa memperdulikan Alvin lagi,
aku langsung masuk ke dalam kamar, meninggalkan ruangan
sederhana dengan ruang tamu dan ruang makan yang tepat
berada di satu ruangan itu.
Aku langsung melempar tasku di atas kasur dan
menghela nafas berat. Hari ini, terasa sangat melelahkan dan
sangat panjang. Selesai mengganti seragamku, aku langsung
berbaring di atas kasurku, yang entah bagai mana jadi terasa
sangat nyaman. Kupejamkan kedua mataku. Bisa kudengar
suara di luar kamarku. 18 "Alvin, mana Kakakmu?" tanya Papa.
"Di kamar," jawab Alvin cuek.
"Jangan makan dulu! Kamu belum cuci tangan!
Bersihkan badanmu dulu, baru boleh makan!" peringat
Mama dengan geram. Bisa kudengar gerutuaan Alvin sambil
berlari menuju kamar mandi yang ada di dapur. Aku
tersenyum mendengar semua itu.
Kenapa selama ini aku tidak menyadarinya" Kenapa
selama ini aku hanya dapat memandang orang lain dan tidak
memandang diriku sendiri" Di rumah yang sederhana ini,
bukankah aku sudah menemukan kehangatan yang nyaman"
Warna pelangi kehidupan-ku sendiri. Dan haya milikku dan
bukan orang lain" Aku langsung menutup mataku dengan tangan. Air
mataku langsung menetes keluar. Mengalir kebelakang,
membasahi rambutku. Tubuhku gemetar. Rasanya takut
untuk memulainya. Bayangan itu sungguh menghantuiku.
"Corin?" aku sentak kaget mendengar suara Mama.
Dengan segera aku langsung menghapus air mataku dan
membenarkan posisi berbaringku.
"Ya?" jawabku. Mama langsung masuk ke dalam
kamarku yang pintunya sama sekali tidak di kunci itu. Bisa
kulihat wajah Mama yang balas memandangku.
"Ada apa Ma?" tanyaku ramah. Mencoba untuk
menyembunyikan perasaanku. Setidaknya, aku beruntung
karena suaraku sama sekali tak terdengar seperti orang
19 menangis. Tetapi tetap saja aku merasa
membayangkan apa yang akan aku lakukan.
takut "Kenapa kamu menangis?"
Eh" Aku langsung memegang wajahku. Terdapat cairan
bening di wajahku. Dan dapat kurasakan, air mataku yang
sama sekali tidak mau berhenti mengalir. Dadaku terasa
berdenyut sesak. Rasanya.... sakit.
"Kenapa" Ada apa Corin?" tanya Mama dengan
cemas. Aku langsung mencoba menghapus air mataku sambil
menggeleng. Tidak. Tidak apa-apa Ma. Aku hanya... ingin
merasakan keberadaan kalian, lebih lama lagi. Kalau aku
selamat dari rencana itu...
"Kau menangis karena tergores?" ucap Mama
dengan nada tidak percaya sambil menarik pergelangan
tanganku. Degan bingung, aku langsung memandang
tanganku. Bisa kulihat garis merah yang ada tepat di
telunjukku. Anehnya, aku baru merasakan sakitnya sekarang,
saat akhirnya aku melihat luka itu. Bisa kurasakan rasa sakit
yang berdenyut dari luka itu. Aku hanya dapat menangguk.
"Hah, biar Mama carikan obat dulu," ucap Mama
dengan nada lemas. Tapi, bisa kurasakan kalau Mama
merasa lega. Kugigit bibir bawahku. Aku langsung menarik
nafas dan mulai menenangkan diri sementara Mama keluar
kamarku. Di saat tertentu, Mama bukanlah seorang Ibu biasa,
tapi juga sahabatku yang sangat menyenangkan. Itulah
keunggulan Mama. Meskipun sangat suka 20 mempermalukanku dengan semua celotehannya, tapi ialah
salah satu kehangatan di rumah ini.
"Kakak kok nangis" Kayak anak kecil aja," ucap Alvin
sambil memandangku di ambang pintu. Aku hanya diam
memandang bocah itu. Bahkan, orang yang paling sering
membuatku kesal di rumah ini, mampu menjadi salah satu
warna hangat yang ada di kehiduapanku!
"Kakak jelek tahu kalau nangis! Bukan Kak Corin yang
biasanya!" ucapnya sambil tiba-tiba menyeka air mataku
dengan cara menempelkan baju yang di kenakannya, ke
wajahku. Bisa kucium bau sabun dari tubuhnya yang baru
mandi. Aku langsung mendorong Alvin dengan kedua
tanganku. "Aku ini Kakak, kenapa kamu yang jadi sok seperti
Kakak?" gerutuku. Alvin memandangku bingung lalu langsung
tertawa. "Habis, dari dulu aku yang biasanya jadi Kakak"kan"
Kakak jadi adek!" ucapnya geli. Aku tersenyum
mendengarnya. Melihat tawa Alvin yang bebas, lepas dari
segala macam beban, entah bagai mana memberikan
semangat tersendiri bagiku.
"Anak kecil," desisku sambil bangkit dan berjalan
keluar kamar. Bisa kulihat Papa yang sedang asik menonton
berita sambil menikmati segelas kopi dan Mama yang baru
saja datang dari dapur langsung menghampiriku.
21 "Ini, kamu bisa pakai sendiri"kan" Ah, Alvin, bantu
Kakakmu pakaia obat luka," ucap Mama saat melihat Alvin
yang tepat di belakangku.
"Kenapa aku?" gerutu Alvin.
"Yah Ma, aku"kan bukan anak kecil, bisa pake
sendiri," gerutuku sambil menerima obat luka dari Mama.
"Tadi saja kamu nangis cuman karena tergores,"
sindir Mama. "Ugh! Nggak! Aku nggak nangis!" pekikku kesal.
Mama tertawa mendengarnya.
"Iya, biasanya juga Alvin yang ngurusin kamu,
bukannya kamu yang ngurusin Alvin," ledek Papa. Aku kesal
mendengarnya. "Nggak pernah! Aku"kan udah SMA, udah kelas 2,
dan dia masih kelas 6 SD!" ucapku kesal.
"Tuh! Ngatain orang anak kecil, sendirianya juga anak
kecil," gerutu Alvin.
"Heh! Kecil-kecil kurang ajar! Dari tadi aku nahan diri
untuk nggak jitak kepalamu, tahu nggak!?" ucapku kesal.
"Jitak aja kalau bisa, wek!" ucapnya sambil melet dan
berlari keluar rumah. Dengan kesal, aku langsung berlari
menyusulnya. Aku berusaha mati-matian mengejar Alvin di
halaman depan rumah. Lari Alvin sangat cepat, seperti kancil,
tapi tentu saja aku tidak akan kalah cepatnya dengan bocah
mengesalkan itu! "Awas kamu Alvin!" ancamku dengan geram.
22 "Percuma deh, aku ini lebih cepat dari Kakak,"
ledekanya. Aku langsung mempercepat kayuhan kakiku, dan
Alvin sentak kaget melihatnya. Dia langsung berhenti tibatiba, dan, dengan hebatnya aku langsung terpeleset dan
jatuh di atas rumput. Alvin tertawa melihatnya, dan aku juga
akhirnya dapat tertawa lepas, dari semua beban dan
perasaan gundah yang merayapi perasaanku sebelumnya.
@@@ Tepat saat aku masih di rumah Lin tadi, ada sebuah
pertanyaan besar yang ingin aku ajukan.
"Bila aku memang seoarng penyihir, sihir apa yang
bisa aku keluarkan sekarang?" tanyaku penasaran. Jantungku
berdebar-debar untuk merasakan bagai mana rasanya
melakukan sihir untuk pertama kalinya.
"Kau belum bisa mengeluarkan sihirmu," ucap Edle
tiba-tiba. "Kenapa?" tanyaku bingung sambil memandang
gedis kecil di sebelahku. Dia menggeleng sambil mengangkat
bahu. "Saya tidak tahu kenapa," ucap gadis itu.
"Karena kekuatanmu masih belum stabil dan kalian
belum membuat kontrak. Pada umumnya, penyihir yang
memiliki "peliharaan" langsung dapat meningkatakan
kekuatannya, dan dapat mengendalikan kekuatannya dengan
stabil, itu sebabnya ia bisa mengeluarkan kekuatan sihirnya
secara maksimal dan dapat langsung membuat kontrak,
23 sehingga "peliharaan"-nya juga dapat mengeluarkan tenaga
secara tidak berlebihan," jelas Lia.
"Apa itu kontrak?" tanyaku bingung. Tentu saja aku
tahu kalau yang di maksud peliharaan adalah kucing ini.
Katanya, binatang sihir yang dapat berubah hanya seekor
kucing hitam yang tidak ada bulu putihnya. Hanya kucing dan
bukan binatang lain. "Hm... bisa di bilang adalah penguat ikatan. Dengan
kontrak, kau dan "peliharaan"mu dapat saling berkomunikasi
lewat pikiran, tentu saja hanya pikiran yang ingin di
sampaikan saja. Sama seperti telepati. Dan, kontrak adalah
tanda bahwa "peliharaan"mu adalah sah milikmu. Dan, asal
kau tahu, saat kontrak yang terjalin, saling mengikat nyawa
kalian," jelas Edel dengan serius. Aku tergelak
mendengarnya. "Nyawa!?" ucapku tidak percaya.
"Ya, saat kontrak di buat, ikatan kalian akan semakin
kuat. Bila kau mati, peliharaanmu juga ikut mati, jika dia
mati, kekuatannya jadi milikmu, dan kau tetap jadi penyihir.
Tapi jika kau mati dalam keadaan mempunyai keturunan,
dengan kata lain, maka anakmu yang akan menjadi majikan
seterusnya bagi-"nya"," jelas Lin.
"Apa itu tidak terlalu berlebihan!?"
"Tidak, bagi saya, itu semua wajar, karena Nona,
adalah majikan saya yang berharga," ucap gadis kecil itu
dengan riang. Ia terlihat senang dengan kata-kata itu, tapi
juga serius. Tidak, ini terlalu berlebihan. Bagai manapun, apa
24 untungnya untuk gadis kecil ini nanti" Bagai manapun, yang
mendapatkan untung jelas aku, dan dia yang menanggung
getahnya" Jahat sekali aku kalau sampai melakukan hal itu
kepada gadis kecil yang terlihat rapuh ini!
"Dan, selama kau tidak memiliki Cincin sihir, kau
tidak dapat membuat kontrak," ucap Lin tiba-tiba. Apa itu
cincin sihir" Seolah menjawab pertanyaan yang ada di
benakku, Edle langsung berjalan mendekatiku dan
menunjukan tangan kanannya.
"Ini lah Cincin Sihir, alat pengendali kekuatan sihir,
agar kita lebih mudah mengendalikan sihir yang ada di dalam
diri kita," ucap Edle sembil menunjukan tangan kanannya.
Terdapat sebuah cincin perak melingkar di jari tengahnya.
Cincin itu berukir bintang didalam bulan. Jadi, inikah cincin
sihir" "Kenapa aku harus menggunakannya untuk
membuat kontrak" Lalu bagai mana kalau aku tidak
membuat kontrak?" tanyaku bingung. Gadis itu tiba-tiba
langsung memandangku dengan tatapan akan menangis.
"Maaf kan saya Nona! Semua ini karena saya! Saya
terlalu ceroboh....bila Nona tidak segera membuat kontrak
dengan saya, maka nyawa Nona akan jadi taruhannya....
kekuatan Saya, yang ada di tubuh Nona, akan memakan
umur Nona secara berlahan," ucapnya hampir menangis. Aku
sentak kaget mendengarnya.
"Apa!" Tapi.... bagai mana cara mendapatkan cincin
sihir" Apakah tidak bisa membuat kontrak tanpa cicin sihir?"
25 tanyaku tidak percaya. Gadis itu terisak sambil menunduk
dalam. Ia terus mengucapkan kata "maaf"
"Sudahlah, jangan berkata itu terus menerus,"
ucapku jujur. Melihatnya seperti itu entah bagai mana
membuatku merasa bersalah dan jadi ingin ikut menangis
bersamanya. Gadis itu menggeleng.
"Nona, saya menyesal. Saya benar-benar menyesal,
gara-gara Saya, nyawa Nona?"
"Semua pasti ada jalannya"kan" Jangan bersedih ya?"
ucapku tulus. Mendengar kalau aku akan mati memang
mengerikan, tapi bukankah setiap makhluk yang hidup, pasti
akan mati juga pada akhirnya"
"Maaf Nona," isak gadis itu.
"Sudahlah," ucapku tulus lalu memeluk gadis itu. Dia
begitu merasa bersalah" Sebenarnya, apa yang akan terjadi
selain aku akan mati karena ini" Apakah akan terjadi hal yang
lebih berbahaya lagi"
"Memang ada cara selain memakai cincin itu, yaitu


The True Of My Life Karya Nyimas Humairoh di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan berlatih mengendalikan sihir, tapi perlu waktu lebih
dari 2 tahun untuk melakukan itu dan selama itu, nyawamu
akan semakin berkurang," ucap Lin dengan serius. Aku
terdiam mendengarnya. "Kalau cincin?" tanyaku.
"Itulah masalahnya, saat ini, kabarnya cincin ini di
buat oleh keluarga Alix, keluarga yang sederajat
kedudukannya dengan kerajaan. Cincin ini akan muncul
26 dengan sendirinya di saat usia kita 13 tahun, karena di usia
itu, kita akan bersekolah di sekolah sihir," ucap Lin.
"Muncul dengan sendirinya?" ucapku tidak percaya
sambil memeluk erat gadis yang masih menangis itu.
"Ya, malam tepat saat kau berusia 13 tahun, cincin ini
muncul dengan sendirinya dan sudah melingkar di jarimu,
tanpa kau bisa lepaskan. Cincin ini penanda kau memiliki sihir
di dalam dirimu," ucap Lin. Aku terdiam mendengarnya.
Sekarang umurku sudah 16 tahun, mana mungkin aku dapat
memiliki cincin itu. "Jadi bagai mana caranya aku mendapatakan cincin
itu?" tanyaku tidak percaya.
"Bukankah Nona di undang ke pesta kerajaan?" ucap
Phoenix tiba-tiba. "Ah! Kesempatan yang bagus!" ucap Lin tiba-tiba. Dia
jadi penuh semangat. "Apa" Apa maksudnya?" tanyaku bingung.
"Apa kau tak tahu apa yang akan terjadi bila dia
datang" Di sana sarang penyihir bangsawan! Jangan kau kira
kau bisa bebas di sana! Kau tidak tahu betapa mereka sangat
munafik!" aku benar-benar kaget mendengar ucapan Edle
yang penuh emosi. "Sudahlah Edle, dari pada nyawanya menghilang"
Kita jalankan saja rencanaku, lagipula, kau tahu"kan kenapa
aku bisa mendapatkan undangan pesta ke kerajaan yang
terhormat?" ucap Lin dengan tenang.
27 "Terserah apa yang kau katakan Lin! Aku tidak akan
perduli dan tidak mau ikut campur lagi kalau sudah sampai
sini!" ucapnya geram sambil berjalan keluar kamar dan
langsung membanting pintu. Aku kaget dengan suara
bantingan pintu yang keras.
"Nona, beri saya nama," pinta gadis itu tiba-tiba.
"Apa" Kenapa aku" Bukakah kau seharusnya sudah
ada nama?" tanyaku bingung.
"Tidak, tidak ada yang dapat memberinya nama
selain kau, majikan pertamanya. Dan, kau tidak dapat
memberinya nama sebelum terikat kontrak. Jadi,
peliharaanmu Tanpa Nama. Nah, nanti malam, kita akan
melakukan rencanaku," ucap Lin dengan yakin.
Aku tidak tahu apa yang di pikirkan Lin, tapi rencana
yang di buat Lin adalah hal terburuk yang akan aku lakukan.
Aku tidak percaya, kalau aku benar-benar akan melakukanya.
Rencana Lin yang akan aku lakukan, adalah hal terburuk yang
pernah aku lakukan, setidaknya selama sisa manusia biasaku
masih ada. 28 3. Malam" " Aku terus-terusan gelisah di balik selimutku. Aku
mengganti posisi tidur agar tidak gelisah, tapi tetap saja
kedua mataku sama sekali tidak mau menutup. Kupandang
jam dinding di kamarku dengan marah. Hampir jam 12
malam, dan seluruh anggota keluargaku telah terlelap tidur.
Aku menghela nafas. Jantungku tidak henti-hentinya berdetak tidak
karuan, dan perutku menggeliat aneh. Ini adalah malam
terakhirku di tempat ini. Perpisahanku, dengan kedua orang
tua, dan saudaraku. Maaf aku melakukan ini, tapi aku tidak
ingin kalian terlibat dalam hal ini.
Aku langsung menarik nafas untuk menenangkan
diriku yang tidak henti-hentinya gelisah. Rencana gila Lin
teringat kembali seperti rekaman video di dalam kepalaku.
Semuanya terasa jelas dan nyata, setia penjelasan dan
instruksinya. Kalau di ingat kembali, rasanya begitu bodohnya aku
ini. Besikap sok kuat dan sok tegar. Benar-benar bodoh!
Sekarang apa yang harus aku lakukan!" Nyawaku jadi
taruhannya! Aku belum siap untuk mati!
@@@ "Corin, mungkin ini akan menjadi pengalaman
pertama dan sangat menyusahkan bagimu, tapi ini demi
nyawamu sendiri. Mengerti" Kau dan Tanpa Nama akan ikut
29 aku, Phoenix dan partnerku ke pesta istana yang akan di
adakan hari Sabtu depan. Artinya, tinggal 6 hari lagi?"
"Apa itu Part?"
"Nanti saja aku jelaskan. Nah, artinya kita tidak
punya banyak waktu karena pesta itu hanya di adakan 1
tahun sekali. Dan, waktu yang di perlukan untuk ke kastil juga
5 hari dan acara akan di mulai hari Jum"at, di tambah medan
yang berat, jadi, kau harus bersiap malam ini karena aku akan
menjemputmu," ucap Lin dengan serius. Aku tidak percaya
mendengarnya. "Apa!" jadi bagai mana dengan keluargaku?" tanyaku
tidak percaya. "Aku sudah mengaturnya. Di mulai dari malam ini,
batas waktu maksimal kita hanya ada 7 hari, dan itu adalah
batas yang kita punya bila kau ingin segera kembali," ucap Lin
sambil tersenyum. Aku bingung dengan apa yang di
katakannya. "Phoenix," ucap Lin sambil mengulurkan tangannya.
Phoenix langsung memberikan sebuah kalung. Kalung itu
mempunyai sebuah liontin emas berbentuk oval. Dan,
sadarlah aku kalau itu ternyata sebuah jam yang hanya
memiliki 7 angka dan 2 jarum yang sama panjangnya" Apa
lagi, jarum yang satu berwarna merah ke angka antara 2 dan
3, sama sekali tidak bergerak, dan jarum hitam di angka 0.
"Ini adalah alat pemundur waktu. Batas maksimalnya
hanya sampai 1 minggu. Dan, bila kita dapat melewatinya
dalam waktu 1 minggu, maka kita akan segera kembali ke
30 masa lalu di mana saat kita pergi. Kau mengerti" Jarum hitam
pemulai waktu atau acuannya dan jarum merah penanda.
Bila jarum merah ini mengenai jarum hitam, maka kita akan
kembali ke masa lalu, jadi jangan khawatir," ucap Lin dengan
yakin. @@@ Aku agak kesal mengingatnya. Aku ingin memukul Lin
yang seenaknya berbicara itu! Entah bagai mana, dulu aku
sangat mengaguminya. Aku menghela nafas. Tepat jam 12
aku akan pergi. Selama seminggu, takkan ada di rumah ini
lagi. Tapi... ada yang aneh dengan diriku. Rasanya, entah
bagai mana, aku sama sekali tidak mengantuk dan.... lebih
bertenaga sehingga membuatku ingin selalu bergerak dan
risih bila hanya berdiam diri dengan satu posisi.
Aku langsung bangkit dari kasur dan memandang tas
ransel besar yang tepat berada di atas meja belajar. Aku
menghela nafas. Inikah yang akan terjadi" Aku benar-benar
akan pergi" Ah, tentu saja! ini"kan demi nyawamu sendiri
Corin! "Ugh," aku langsung berdiri dan pandanganku
langsung gelap. Beberapa saat kemudian, semuanya
langsung terasa terang kembali. Menyebalkan, karena tensis
darahku rendah, jadi aku tidak bisa langsung bergerak secara
tiba-tiba. Menyebalkan. Aku menghela nafas, dan sadarlah
aku kalau aku berpegangan pada dinding.
Tanpa melamun lagi, aku langsung mengganti
piamaku, menjadi celana training, dan baju lengan panjang
yang biasa aku kenakan bila aku akan pergi di cuaca dingin.
31 Kaos hitam, dengan gambar bunga lily putih. Aku langsung
menguncir rambutku jadi kuncir kuda.
Kupandang wajahku di cermin. Wajah yang sangat
familiar. Mata hitam, dengan kulit kuning dan rambut di
kuncir kuda. Inilah aku. Corin Yudistira. Putri ke-2 dari 3
bersaudara. Aku langsung teringat dengan Kak Pemy yang
tinggal di Bali. Tentu saja ia berniat mengajak kami juga
tinggal di Bali, tapi kami menolak dan lebih senang di sini.
Aku tersenyum mengingat Kak Pemy yang selalu
bersemangat dan ceria. Meskipun kami berbeda 8 tahun
dariku, tapi di usia 24 tahun saat ini saja, dia sudah di terima
bekerja di Hotel bintang 3 di Bali dan sebagai menenger di
sana. Aku masih ingat kata-kata Kak Pemy. "Kalau belum
pernah di coba, mana tahu,"
Itulah kata mutiaranya. Dan sekarang, aku harus
mempersiapkan mentalku, untuk tidak tergantung dengan
keluargaku lagi. Setidaknya selama 7 hari, aku akan lepas dari
mereka. Mama, Papa, Alvin, dan Kak Pemy, mulai dari malam
ini, aku akan pergi untuk membuat kontrak.
Hm... besok Minggu"kan" Jadi... kalau 7 hari, batas
waktunya sampai hari sabtu. Jadi acaranya kapan" Kalau
tidak salah... hari Jum"at"kan" Akh! Menyebalkan! Aku ingin
sekali berteriak dan menghilangkan kegelisahanku, tapi
berhubung ini malam dan semua orang tengah tertidur, aku
sadar kalau terikanku akan di kira orang sinting yang
mengganggu tidur orang. "Pip Pip Pip," aku langsung memandang jam
tanganku. Jam 00.00. 32 "Akh!?" tiba-tiba saja tubuhku seperti terdorong
kebelakang, sehingga membuatku terduduk di atas lantai.
Dan, entah dari mana, tiba-tiba muncul udara dingin yang
menerpa wajahku. Aku memejamkan kedua mataku karena
angin itu sungguh membuat mataku pedih.
"Nona!?" aku sentak kaget saat tiba-tiba seorang
anak kecil memapahku. Aku mengerjab bingung dan
memandang kaget Tanpa Nama, Phoenix, Lin, dan seorang
cowok bule yang tiba-tiba sudah ada di hadapanku. Bagai
mana bisa mereka ada di kamarku!"
"Da, dari mana kalian masuk?" tanyaku kaget.
Apalagi, mereka semua menggunakan jubah hitam hingga
sampai mata kaki, dan di balik jubah yang mirip penyihir itu,
mereka mengenakan baju yang membuat mereka lebih
mudah bergerak, sama seperti pakaianku. Lin tersenyum
mendengarnya. "Bukankah kita penyihir?" ucapnya. Kata-kata "Kita"
membuatku bergidik, karena saat itu juga aku sadar kalau
aku juga termasuk ke dalam golongan "kita". Aku mencoba
untuk tidak kaget dan berdiri karena papahan Tanpa Nama.
"Terimakasih," ucapku tulus sambil berdiri.
"Ini sudah kewajiban saya Nona," ucap Tanpa Nama
dengan senang. Lalu aku memandang Bule cowok asing itu.
Matanya sebiru lautan, dengan rambut berwarna karamel
yang di potong cepak. Tubuhnya juga jangkung. Yang
membuatku iri, adalah kulitnya yang seputih salju itu.
"Em... dia siapa" Edle tidak ikut?" tanyaku.
33 "Edle kan sudah bilang tidak mau ikut campur. Hem,
kenalkan, dia Partnerku, Joshua," jawab Lin. Bule yang
bernama Joshua itu langsung tersenyum ke arahku. Apa aku
harus pake Bahasa Inggris" Tapi aku kurang fasih ngomong
Bahasa Inggris! "Em.... My Name is Corin, nice to met you," ucapku
34 ramah. "Aku Joshua, panggil saja Josh, senang bertemu
denganmu juga, kau memang orang yang menarik ya, sesuai
dengan apa yang di katakan Lin," ucapnya dengan ramah.
Eh" Bahasa Indonesianya tadi itu apa ya" My name is Jo"
what!" "Kamu bisa bahasa Indonesia?" ucapku tidak
percaya. Josh hanya tersenyum mendengarnya.
"Nah, sebaiknya kita buat waktunya untuk kita
kembali satu jam dari sekarang," ucap Lin tiba-tiba. Aku
langsung memandangnya yang sedang berbicara dengan
Phoenix. Aku langsung mendekatinya.
"Apa maksudnya?" tanyaku penasaran.
"Nona sedang mengatur jamnya agar kita semua bisa
kembali lagi ke waktu ini sejam kemudian, sehingga Nona
Corin, tidak perlu takut ketahuan keluar dari rumah," jelas
Phoenix. Aku langsung ikut memandang jam yang ada di
tangan Lin. Dia sedang memutar jarum hitam di antara 0 dan
1. Lalu dia memutar jarum merah ke angka 0. Lin tersenyum.
"Nah, kalian sudah siap" Waktunya sudah aku
perbarui, kita hanya punya waktu 7 hari untuk kembali lagi ke
waktu 1 jam setelah ini. Jadi, kalian harus pegang kalung ini
bila mau kembali ke waktu 1 jam yang akan datang setelah 7
hari," ucap Lin dengan serius. Kami semua langsung
membuat sebuah lingkaran dan memegang rantai kalung Lin.
"Open the Time," ucap Lin sambil mengetuk pelan
lionton jam-nya dengan tongkat coklat yang ukurannya
sekitar 30 Cm. Liontin itu langsung bercahaya sehingga
membuat mataku silau. Dan, beberapa detik kemudian,
cahaya itu menghilang. Mataku terasa aneh gara-gara silau
dan kalung itu terlepas dari tanganku.
"Apa yang mengucek mataku. terjadi?" tanyaku linglung sambil "Hanya memastikan kalau kita akan kembali tepat
waktu. Secara otomatis, kita akan kambali lagi ke sini, 7 hari
yang akan datang jika kita mengalami sesuatu sehingga
terlambat. Jadi, bersiaplah," jelas Lin dengan nada puas. Aku
bergidik mendengarnya. Jadi cahaya itu semacam penanda"
Apa maksud dari kata-katanya" Dan, sadarlah aku kalau
mereka tidak membawa apapun untuk berpergian selama 1
minggu ini. "Kenapa kau tidak membawa apapun?" tanyaku


The True Of My Life Karya Nyimas Humairoh di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

bingung. "Bawa, tapi ada di kereta"ah, Tanpa Nama, kau
membawa barang Nona-mu ya?" ucap Lin tiba-tiba. Aku
langsung memandang Tanpa Nama dan sentak kaget
memandangnya menggendong tas ransel besarku.
"Ekh!" Itu berat! Nanti kamu?"
35 "Ini ringan kok Nona," ucap Tanpa Nama sambil
terseyum ringan. Aku terperangah memanndangnya. Aku
yang tadi mencoba membawanya saja keberatan, hebat
sekali Tanpa Nama. Badannya saja yang sekecil anak kelas 1
SD, tapi ternyata dia itu otot kawat tulang besi. Terlihat sekali
kalau ia seperti membawa tas kosong.
"Nah, jangan bengong saja, sekarang kita akan
langsung pergi," ucap Lin tiba-tiba sambil memelukku dari
belakang. "Apa" bagai mana cara?"
"Forest Back!" ucap Lin dan Josh dengan kompak
sambil memegang masing-masing sebuah tongkat. Aku
sentak kaget saat tiba-tiba semuanya jadi berputar dengan
sangat cepat. semuanya langsung terlihat samar, dan
kepalaku jelas saja terasa sangat pusing. Aku ingin bertanya
apa yang terjadi, tapi tiba-tiba, dalam hitungan kurang dari
sedetik, putaran itu menghilang dan kami sudah berada di
tempat lain. @@@ Lin langsung melepaskan pelukannya. Dan, kakiku
langsung terasa lemas saat sampai di tempat menyeramkan
ini. Aku tepat berada di tengah hutan pada malam hari.
Gelap gulita, dengan suara jangkrik yang memecahkan
kesunyian. Bisa kulihat pepohonan yang menjulang tinggi dan
besar. Jantungku sama sekali tidak tenang memandang
tempat yang memenuhi pontensi untuk terkena serangan
jantung. 36 "Hutan?" ucapku dengan nada tidak percaya.
"Ya, Ayo Nona, kita harus bergegas sebelum
matahari tinggi," ucap Tanpa Nama tiba-tiba sambil menarik
tanganku. Aku langsung sadar kalau di dekatku, ada sebuah
kereta. Kereta kuda yang biasa di gunakan Belanda untuk
mengangkut Putri mereka. Kereta kuda tanpa kuda"
Tanpa Nama langsung membukakan pintu kereta itu
dan mempersilakan aku untuk masuk. Ruangan dengan dua
tempat duduk kayu panjang, dan meja di tengah-tengah. Bisa
kulihat barang-barang di taruh di bawah kursi kayu yang
panjang itu. "Di mana kudanya?" tanyaku kemudian sambil
masuk ke dalam kereta kuda itu. Di dalam kereta kuda ini
terang dan sungguh membuatku tenang. Aku benci gelap,
tapi cahaya yang di hasilkan kereta ini membuatku bergidik
kalau membandingkannya dengan di luar.
"Ini kereta kuda sihir, tidak ada kudanya," jawab
Tanpa Nama sambil ikut masuk. Aku langsung duduk di
sebelah Phoenix, di depan Lin, sedangkan Tanpa Nama di
sebelahku. Aku terlalu ngeri untuk duduk di dekat jendela.
Jangan harap aku berani memandang keluar jendela yang
gelap gulita. "Hm...." gumamku sambil pura-pura membenarkan
kuncirku. Dan, aku sentak kaget saat tiba-tiba kereta
bergerak dengan sendirinya. Aku langsung merasakan
jantungku yang terasa akan copot keluar saking kagetnya.
"Kaget kaget," gumamku.
37 "Nona tidak apa-apa?" tanya Tanpa Nama dengan
khawatir. "Ya," ucapku sambil berusaha memberikan sebuah
senyuman. Ya ampun! Semua ketidak masuk akalan dan
kegilaan ini mungkin akan membuatku gila bila aku tidak kuat
mental! Ugh.... tapi aku sudah menjadi bagian dari kegilaan
dan ketidak warasan ini"kan"
"Oh ya, aku lupa bilang. Kalau di malam hari,
kekuatan penyihir terbuka, sehingga kereta ini hanya bisa
berjalan saat matahari tenggelam saja, jadi kalau siang, ini
cuman kereta biasa," ucap Phoenix tiba-tiba.
"Apa!" jadi bagai mana?"
"Oh, sudahlah! Kau"kan bisa memanggil binatang,"
ucap Lin dengan nada malas.
"Tapi aku bukan tipe Absolut, jadi tidak bisa
menggunakan sihir selain di malam hari," ucap Josh. Lin
menghela nafas mendengarnya.
"Kan aku juga tipe Makhluk Hidup, tipe Elemen"kan
punya Phoenix," ucap Lin dengan nada agak capek. Aku
bingung sendiri mendengarnya.
"Ah, benar juga," gumam Josh.
"Apa maksudnya?" tanyaku bingung. Mereka
membicarakan apaan sih" Kenapa mereka suka sekali
membicarakan sesuatu yang sama sekali tidak kumengerti"
Mereka memang suka melakukannya ya"
"Benar juga, Nona Corin kan tidak mengetahui apaapa," gumam Phoenix.
38 "Hoam.... em, Phoenix, kamu saja yang jelaskan ya?"
ucap Lin sambil menguap. Dia langsung bersender di kursi
dan mulai terlelap. Josh juga menguap dan tertidur di
sebelah Lin. Aku langsung memandang Phoenix. Menuntu
penjelasan dari cowok jangkung ini.
"Jadi" Kau bisa menjelaskannya?" tanyaku.
"Tentu saja," ucap Phoenix ramah.
"Tapi kalau Saya tahu, Saya akan memberi tahu
Nona, tapi saya juga boleh bertanya"kan Nona" Bila saya
tidak tahu?" tanya Tanpa Nama. Aku tersenyum
mendengarnya. "Tentu saja," ucapku ramah.
"Lalu" Apa maksud yang di katakan Lin dan Josh
tadi?" tanyaku penasaran.
"Baiklah, saya akan menjelaskannya dari awal. Tanpa
Nama juga tidak tahu"kan?" ucap Phoenix ramah sambil
memandang Tanpa Nama. Tanpa Nama langsung
mengangguk, bertanda ia juga tidak tahu apa maksud yang di
ucapkan Lin dan Josh. Sama halnya denganku.
"Sejak lahir, masing-masing penyihir terlahir memiliki
kemampuan menyihir sesuai dengan tipenya. Ada 4 tipe, tapi
yang paling sering adalah Elemen dan Indra. Dan, yang sangat
jarang adalah tipe Ramalan dan Makhluk hidup. Tipe Elemen
terdiri dari 4 unsur Elemen yaitu Api, udara, tanah, dan air.
Lalu Indera, seperti yang sudah di ketahui. Perasa, peraba,
pengelihatan, pendengaran, dan pengecap. Dan Makhluk
39 hidup terdiri dari 2 unsur yaitu Hewan dan Tumbuhan.
Sedangkan Ramalan, saya sama sekali tidak tahu.
"Dan, masing-masing penyihir terlahir memliki salah
satu dari 4 tipe itu. Tapi, hanya salah satu jenis saja yang
dapat mereka kuasai secara utuh. Misalnya, Saya, tipe
Elemen, dengan jenis Elemen Api, tidak bisa menggunakan
elemen Air atau Udara. Saya hanya menguasai elemen Api,
agar saya dapat menguasai Elemen lain di perlukan latihan
khusus yang amat sulit dan memerlukan waktu bertahuntahun.
"Tetapi hanya tipe Elemen saja yang dapat saya
pelajari. Tipe Ramalan ataupun Makhluk Hidup sama sekali
tidak bisa saya gunakan karena berbeda tipe. Dan, Nona dan
Tuan tipe Makhluk Hidup yaitu Hewan. Mereka dapat
menggunakan sihir pemanggil atau mengendalikan hewan.
Dan, karena saya terikat dengan Nona, maka Nona juga
dapat menggunakan elemen Api milik saya," jelas Phoenix.
"Artinya tipe Nona dan Saya sama?" terdengar nada
senang dari Tanpa Nama. "Ya," jawab Phoenix ramah. Tanpa Nama langsung
tersenyum senang mendengarnya. Aku menghela nafas dan
tersenyum memandang bocah kecil yang manis ini. Yah,
setidaknya aku tahu kalau penyihir itu berbeda-beda. Dan,
malam di tengah hutan ini sungguh menyeramkan. Jadi, aku
akan mengisi malam yang menyeramkan di dalam kereta
kuda ini dengan bertanya banyak hal yang sama sekali tidak
kuketahui. Dan, entah berapa banyak yang sama sekali tidak
aku ketahui. Ini sungguh akan menjadi malam yang panjang.
40 4. Penjelasan" " "Kekuatan penyihir juga biasanya, hanya dapat
mengeluarkan sihir saat matahari terbenam saja, bila ia
dapat mengeluarkan sihir saat malam maupun siang hari,
tandanya ia memiliki kekuatan Absolut. Biasanya karena
keturunan, atau karena level kekuatan mereka sudah tinggi.
Dan, Saya membuat Nona jadi tipe Absolut karena kekuatan
saya, menambah kekuatan sihir Nona," jelas Phoenix.
Pantas saja rasanya aneh malam ini. Aku jadi tidak
mengantuk sama sekali. Berbeda dengan malam sebelumnya,
aku tidak merasa lelah atau semacamnya, sebaliknya, aku
jadi ingin melakukan apa saja di malam hari. Kok jadi mirip
kelalawar" "Lalu" Saya sudah memikirkan ini sejak lama. Apa
Nona Lin itu bangsawan" Dia mendapat undangan ke Istana,
artinya ia bukan orang biasa"kan" Dan, apa yang di maksud
dengan Partner?" tanya Tanpa Nama dengan penasarana.
Aku setuju dengan pertanyaannya.
"Itu salah satu kegunaan cincin itu. Selain untuk
membuat kita jadi lebih mudah mengendalikan kekuatan,
cincin itu juga berguna untuk menentukan partner para
penyihir. Partner adalah orang yang akan membantu kita
dalam urusan apa saja, karena partner yang di pilih cincin itu,
adalah jodoh," aku sentak kaget mendengarnya. Jodoh!"
"Artinya, Nona dan Tuan sudah bertunangan. Dan,
mereka saling membantu dan mendukung satu sama lain,
41 karena mereka terikat," ucap Phoenix dengan lembut sambil
memandang Lin dan Josh yang terlelap tidur. Wajah mereka
terlihat tenang. "Dan, alasan Nona dan Tuan mendapatkan undangan
ke Istana, karena Nona dan Tuan sudah dalam level Perak.
Dan, mereka mendapatkan kehormatan untuk mengikuti
pesta di Istana yang hanya terjadi setahun sekali,"
"Level" Jadi setiap penyihir memiliki level-nya
masing-masing?" tanyaku bingung.
"Ya. Tapi yang di maksud adalah Level kekuatan.
Terbagi menjadi 4 level. Perunggu, perak, emas, dan Special.
Level Perunggu di lakukan tes setahun sekali, level Perak dan
Emas 2 tahun sekali, dan level Special 3 tahun sekali. Dan,
Nona dan Tuan dapat masuk level perak tahun ini, dan 2
tahun kedepan, Nona dan Tuan akan mengikuti tes untuk
level Emas," jelas Phoenix.
"Jadi setiap level di tes?" tebakku.
"Ya, dan dalam tes itu, hanya 6 penyihir yang
terpilih. Jadi, bila ia tidak terpilih, maka ia akan mengulang
lagi. Semacam kenaikan kelas, tapi kalau sudah sampai level
Perak, biasanya di anggab Lulus dan sudah dapat mencari
kerja, hanya bedanya semakin tinggi levelnya, tesnya
semakin berbahaya hingga mempertaruhkan nyawa,"
jantungku hampir copot mendengarnya.
"Jadi" Ada yang meninggal?" tanya Tanpa Nama.
"Ya, tapi biasanya itu hanya terjadi untuk ujian level
Emas dan Special. Karena itu, Nona dan Tuan setuju
42 membantu Nona Corin. Mereka ingin mengasah kemampuan
mereka dalam menyihir. Bila mereka berhasil membawa
Nona Corin ke tempat tujuan dan rencana berhasil, maka
mereka akan mendapatkan kepuasan tersendiri," jelas
Phoenix. Kepuasan tersendiri" Dengan menolongku mereka
dapat kepuasan tersendiri" Apa maksudnya"
"Lalu apa maksudnya Lulus?" tanyaku. Kalau tidak
salah Phoenix tadi mengatakan sesuatu tentang Lulus.
"Lulus dari sekolah. Sekolah sihir Academy Magician,
di mana para penyihir muda belajar bagai mana cara
menyihir dan mengendalikan kekuatan mereka," jelas
Phoenix. Lalu aku teringat dengan keluarga Elix, keluarga
yang sederajat dengan kerajaan. Yang akan kami temui.
"Aku mau tahu tentang keluarga Al?" aku sentak
kaget saat tiba-tiba mulutku di sekap oleh Phoenix. Bahkan,
Tanpa Nama belum sempat menghentikannya dan hanya
dapat terperangah. "Ss....t, di larang menyebutkan nama "Bangsawan itu"
di sembarangan tempat. Kita cukup memanggil "Bangsawan
itu" dengan "Phoenix" saja, mengerti" Maaf atas kelancangan
saya Nona Corin," ucap Phoenix sambil melepaskan
tangannya. "Kenapa?" tanyaku bingung.
"Sebelumnya, kau harus benar-benar meminta maaf
dengan Nona atas tindakanmu tadi," desis Tanpa Nama
dengan marah. 43 "Sudahlah, itu bukan masalah. Oh ya, sebaiknya aku
memanggilmu Snow saja ya" agar tidak repot," ucapku jujur
kepada Tanpa Nama. Ia terlihat senang mendengarnya.
"Tentu saja Nona! Jadi, nama itu yang akan Nona
berikan?" ucapnya dengan bersemangat.
"Ya, Snow itu artinya salju. Kebetulan aku suka
dingin, kulitmu putih dan matamu abu-abu, jadi namamu
Snow," jelasku. Snow terlihat senang sekali mendengarnya.
Lalu aku memandang Phoenix.
"Lalu" "Phoenix" itu siapa sebenarnya" Kenapa kita di
larang menyebutkan namanya?" tanyaku bingung. Rasanya
agak kurang nyaman memanggil kata "Phoenix". Entah bagai
mana, rasanya kata-kata itu seperti.... um... yah, sudahlah.
"Beliau adalah Bangsawan yang melindungi seluruh
penyihir dari bahaya besar. Menurut berita, bila kita asal
menyebutkan namanya di sembarangan tempat, apalagi di
malam hari, karena rata-rata penyihir tidak berkekuatan
absolut, maka "Phoenix" itu tidak akan muncul," jelas
Phoenix. "Kenapa tidak muncul" Lalu" Kalau "Phoenix" itu tidak
muncul kenapa?" tanyaku bingung. Seolah-olah para penyihir
ini sangat tergantung sekali dengan keluarga Alix. Bukankah


The True Of My Life Karya Nyimas Humairoh di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mereka hanyalah seorang penyihir yang bergelar
bangsawan" "Susah juga menjelaskannya. Em... ini hanyalah mitos
para penyihir yang di beritahukan secara turun-temurun.
Bahwa kita sama sekali tidak boleh menyebutkan namanya
44 sembarangan. Tetapi yang jelas, secara turun temurun,
"Phoenix" itu selalu melindungi para penyihir dari masalah
besar yang membahayakan seluruh penyihir. Dan, "mereka"
benar-benar kuat, dan lebih di hormati dan di takuti oleh
seluruh penyihir ketimbang keluraga kerajaan," jelas Phoenix.
"Hebat," gumam Snow.
"Ya," setujuku. Lebih di hormati ketimbang keluarga
kerajaan" Hebat! Benar-benar hebat sekali! Pasti bangsawan
penyihir itu sangatlah keren seperti yang kulihat di film-film!
Pangeran pelindung. Wow! Keren banget!
"Dan, keturunan kali ini keluarga "Phoenix" membuat
cincin sihir. Mereka adalah pasangan terbaik yang membuat
cincin itu. Cincin sihir yang sempurna dan tidak ada celah,"
puji Phoenix. Jelas sekali ia mengagumi keluarga Bangsawan
itu. ?"Keturunan kali ini" itu maksudnya apa?" tanyaku
bingung. "Yah... bisa di bilang saya hanya mengetahuinya
lewat berita yang beredar. Sangat minim sekali berita
tentang keluarga itu. Saya harus bersusah payah untuk
mendapatkan berita "Phoenix" adalah siapa. Sampai
sekarang, belum ada yang pernah melihat keluarga itu selain
di pesta. Mereka hanya menunjukan wajah asli mereka di
pesta saja," jelas Phoenix dengan nada lesu. Ia terlihat putus
asa dengan keluarga Alix. Wah, misteris sekali berarti
keluarga itu. 45 "Lalu bagai mana kita tahu kalau "Phoenix" itu adalah
ia?" tanya Snow bingung.
"Saya juga kurang tahu, tapi yang jelas, kita semua
akan langsung mengenalinya sebagai "Phoenix" bila
melihatnya di pesta nanti. Itu kata Tuan besar, Ayah Nona.
Karena Tuan besar sudah pernah melihat "Phoenix"," jelas
Phoenix. "Oh ya, umurmu berapa tahun Phoenix?" tanyaku
penasaran. "3 tahun," mendengarnya. jawabnya. Aku sentak kaget "Lalu" Snow?" tanyaku.
"Kalau saya masih 2 bulan," jawabnya dengan nada
senang. Apa!" Ternyata fisiknya berubah sesuai dengan umur
kucing!" Bukan umur manusia ya" Walah... berarti Snow
akan menjadi dewasa dalam waktu 1 tahun"
"Apa kucing akan menua?" tanyaku.
"Kalau sudah mencapai 1 tahun, tidak akan menua
kembali. Biasanya kami memilih majikan di usia di bawah 2
tahun. Bila umur kami lebih dari 2 tahun dan memilih
majikan, maka tidak akan menjadi kucing sihir," jelas
Phoenix. Wah, awet muda, kalau aku pasti akan terus menua
ya. Tapi bagai manapun, aku masih saja sulit percaya dengan
semua keanehan ini. "Hm... lalu kereta ini kapan akan berhenti" Kita
menuju kemana?" tanyaku penasaran.
46 "Kita menuju kota. Untuk sampai di Istana, perlu
melewati 3 kota dan 4 hutan. Itu sebabnya, maksimal, kita
dapat sampai di istana sekitar 4 hari. Lagipula, bila
beruntung, kereta ini sampai di kota sebelum matahari
muncul," ucap Phoenix sambil memandang keluar jendela.
Aku jadi ikut memandang keluar dan sentak kaget. Langit
mulai terlihat terang, dan bisa kudengar suara gemercik air.
"Suara air?" gumamku bingung.
"Kita lagi melewati anak sungai," jelas Phoenix. Aku
langsung penasaran karena seingatku, seharusnya kami
semua terganggu dengan bebatuan yang banyak (Yang biasa
kulihat di film). Tapi kereta ini sama sekali tidak terganggu
atau terhambat perjalannya. Aku langsung bangkit dan
memandang keluar. Benar, kami lagi melewati anak sungai yang lebar.
Airnya sangat deras dan batunya sangat besar dan banyak.
Tapi kenapa kereta ini masih bisa berjalan dengan sangat
tenang seolah sedang berjalan di permukaan tanah datar"
"Saya lupa menjelaskan. Kalau bagi orang Non-sihir,
kereta ini sama sekali tidak terlihat, dan kereta ini akan
melayang bila berjalan di permukaan yang tidak rata," jelas
Phoenix kemudian. Wah, praktis sekali. Terkadang sihir itu
sepraktis ini ya" "Loh" Lalu kenapa tidak menggunakan sihir saja ke
Istanannya" Waktu dari hutan ke rumahku, lalu ke hutan lagi
menggunakan sihir kan" Kenapa tidak gunakan sihir itu saja?"
tanyaku bingung. 47 "Bila semudah itu, kami pasti sudah menggunakannya. Terdapat tabir pelindung yang tidak dapat
di tembus melalui sihir. Tempat itu di liputi kota-kota dan
hutan-hutan yang akan kita lewati. Semuanya demi ke
amanan. Itu sebabnya, perlu cara manual seperti ini untuk ke
Istana. Untuk menggerakkan kereta ini saja memerlukan
kekuatan yang besar, dan Nona dan Tuan bahkan sampai
tertidur karena mengeluarkan kekuatan yang besar itu," ucap
Phoenix. Ia terlihat sedih.
"Kanapa tidak menggunakan kekuatanmu saja?"
tanyaku bingung. "Nona Lin melarangnya, kata Nona Lin, kekuatan
Phoenix hanya boleh di gunakan saat dirinya dalam bahaya
saja," jawab Snow. Aku langsung memandang Lin yang
tertidur saat mendengarnya.
Wajah Lin memang terlihat kelelahan. Demi diriku,
mereka sampai seperti ini. Aku sama sekali tidak mengerti
dengan kepuasan yang mereka rasakan, tetapi yang kutahu,
aku sangat berterima kasih dengan mereka. Aku
menggerutkan kening saat melihat jemari Lin dan Josh. Aku
langsung ingat kalau Edle itu laki-laki, tapi ia tetap
mengenakan cincin. "Kenapa Lin dan Jos tidak mengenakan cincin
mereka?" tanyaku bingung.
"Lalu kau juga tidak mengenakan cincin?" tanyaku
sambil memandang Phoenix.
48 "Nona dan Tuan sudah level perak, maka cincin
mereka berubah menjadi tongkat sihir, sedangkan Tuan Edle
masih level perunggu, itu sebabnya masih berupa cincin. Dan,
saya hanyalah "peliharaan". Tidak menggunakan cincin untuk
mengendalikan kekuatan. Kalau majikan kami dapat
mengendalikan kekuatan sihirnya, begitu juga dengan kami,"
jelas Phoenix. Tiba-tiba aku menguap.
"Sebaiknya Nona tidur saja dulu, sebentar lagi jam 6
pagi dan Nona sama sekali belum tidur, sekarang nona tidur
dulu," ucap Snow. Aku hanya diam sambil menyenderkan
tubuhku ke dinding kayu kereta yang ternyata seempuk
bantal itu. Mataku mulai terasa berat sekali, dan saat mataku
terpejam, waktu seolah berhenti dan yang nyata seolah
hanyalah mimpi. Sedangkan aku semakin terhanyut di dalam
alam bawah sadarku, yang menggiringku ke dalam mimpi
yang terasa nyata dan menarikku semakin dalam ke dalam
kegelapan. @@@ Bisa kudengar suara berisik di luar kamarku. Oh ya
ampun! Memangnya ini jam berapa!" Kenapa si Alvin itu suka
sekali menghidupakan TV tanpa ada acara dengan volum
yang besar!" Sekarang rasanya seperti ada di tengah pasar
gara-gara ribut dengan suara itu!
"Alvin, kecilkan TV-nya," gumamku kesal sambil
meraba-raba. Mencoba mencari bantal di kasurku yang entah
bagai mana, sekeras papan. Aku menggerutkan kening saat
mendapatkan bantal keras yang selama ini aku yakini bukan
49 milikku. Aku langsung membuka kedua mataku. Semuanya
terlihat kabur. Dan saat jelas, sadarlah aku yang kupegang
bukanlah bantal, melainkan sebuah tas besar.
Aku mengerjap bingung dan memandang heran
ruangan yang bukan kamarku ini. Otakku terasa lumpuh.
Ruangan kayu, yang terdapat meja. Karena sekarang, jelas
sekali aku sedang berbaring di atas kursi kayu yang panjang
hingga kakiku saja masih tertampung untuk kursi ini. Bisa
kulihat cahaya matahari yang memanjang masuk ke dalam
ruangan ini dari jendela yang tepat di sebelah meja ini.
Mataku silau melihatnya. Dengan enggan, aku
bangkit dan memandang keluar jendela dengan lebih jelas.
Aku tidak tahu ini di mana, tapi yang jelas, banyak sekali
orang-orang berlalu lalang dan gedung-gedung tua yang
berjejer. Aku langsung mencubit tanganku sendiri.
"Aw!?" ternyata sakit. Jadi aku tidak mimpi"kan" Lau
di mana aku" Kenapa aku tidak ada di dalam kamarku" Apa
yang terjadi selama aku tidur" Jangan-jangan.... sebenarnya
aku ini di culik dan mau di jual!" Hah! Bagai mana ini!"
Aku sentak kaget saat tiba-tiba pintu yang tepat
berada di hadapan jendela itu terbuka. Seorang gadis kecil,
dengan kuncir dua dan kaos putih dan celana pendek
langsung memandangku dengan senang. Bola matanya yang
abu-abu dan bulat itu memandangku.
"Nona sudah bangun, apa Nona mau sarapan?" tanya
gadis kecil itu. Aku langsung menghemabuskan nafasku. Yang
benar saja! Aku baru ingat kalau semalam aku... kabur. Lalu
apa yang terjadi setelah aku tidur"
50 "Nona?" tanya Snow. Aku langsung sadar dari dunia
pikiranku ke alam nyata. "Eh" Ya?" tanyaku bingung.
"Nona mau sarapan?" tanya Snow lagi.
"Ya," ucapku ragu sambil melepaskan kunciranku dan
mengikatkan kuncirku di pergelangan tangan. Aku langsung
menyisir rambut lurusku yang melewati bahu dengan jari.
Snow langsung ikut merapikan.
"Terimakasih," ucapku tulus.
"Sama-sama," balasnya.
"Em... Snow?" "Ya Nona?" "Selama aku tidur, apa yang terjadi" Ini di mana"
Hari apa ini" Dan jam berapa sekarang?" tanyaku.
"Nona tidur nyenyak sekali. Selama di perjalanan tadi
tidak terjadi apa-apa, belum, belum terjadi apa-apa kata
Nona Lin. Saya tidak mengerti maksudnya, tapi kita harus
berjaga-jaga setelah memasuki kota ini. Katanya, di sini
banyak penyihir jahat karena banyak sekali barang-barang
gelap di perjual-belikan seperti daging naga dan air mata
Phoenix, maksud saya benar-benar burung Phoenix. Dan
sekarang hari Minggu," jelas Snow. Jadi, ini benar-benar
nyata ya" kemarin hari Sabtu, sekarang benar-benar hari
Minggu. "Hm... lalu ke mana yang lain?" tanyaku.
51 "Lagi di lestoran. Saya menunggu Nona untuk
bangun. Oh ya, sekarang hampir jam 12 siang, artinya nanti
Nona sarapan pagi dan makan siang. Nona harus
menghabiskan 2 porsi maka?"
"Jam 12!?" ucapku kaget.
"Ya, artinya Nona sudah tidur sekitar kurang lebih 7
jam," ucap Snow ramah sambil tersenyum. Meskipun sekilas,
ia terlihat kaget karena pekikanku tadi. Aku tidak banyak
komentar lagi mendengarnya. Ya ampun, kalau aku datang ke
sekolah seperti ini, pasti aku akan jadi anak kebencian guru.
jangan sampai, jangan sampai ini akan terus berlansung
sampai aku masuk sekolah.....
Akhirnya aku dan Snow keluar dari kereta. Bisa
kulihat kalau sudah ada 2 ekor kuda yang akan membuat
kereta ini bergerak. Kuda-kuda yang sungguh besar dan
berotot. Kuda hitam yang sangat anggun. Aneh memang, tapi
aku merasa mereka agak mirip dengan kuda poni yang
anggun. Aku mengikuti Snow sambil bergandengan. Orangorang tidak mengenakan jubah, tapi ada beberapa yang
mengenakan jubah. Semuanya juga orang-orang asing.
Gedung-gedung di kota ini berjejer rapat dan saling
berhadapan. Jalannya juga sangat ramai dan padat. Banyak
sekali para penjualan menjajal jualannya. Rasanya seperti di
pasar. Hanya bedanya, di sini tidak becek dan sekotor di
pasar tradisional yang biasa aku kunjungi bersama Mama.
"Nona pasti lapar," tebak Snow. Aku tidak bisa bilang
kalau aku sama sekali tidak lapar. Rasa laparku tergantikan
52 dengan perut mulas yang aneh. Tempat asing dan orangorang asing ini benar-benar membuatku mulas dan selera
makanku menurun. "Ayo Nona, yang lainnya sudah menunggu," ucap
Snow dengan ceria sambil menarik tanganku. Aku masuk ke
salah satu toko. Aku tidak sempat membaca nama toko itu
karena di tarik paksa Snow. Pintu masuknya seperti yang ada
di bar Texas. Dan, bagian dalamnya sungguh mewah.
Dengan lantai keramik dan dinding yang di cet putih.
Ruangan ini juga sejuk, mungkin ada AC. Aku lagsung duduk
di tempat Phoenix, Lin, dan Josh. Mereka duduk di meja
bundar di sebelah jendela. Mereka menyambutku.
"Nah, untuk Corin, aku sudah pesankan Steak, tenang
itu daging sapi, cepat makan dan kita lanjutkan perjalanan,"
ucap Lin dengan senang. Em... boleh ralat sebentar nggak"


The True Of My Life Karya Nyimas Humairoh di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mungkin dengan melihat Steak ini, selera makanku jadi
meningkat. Dan tidak perlu di pungkiri, aku memakan habis 2
porsi Steak. Mau di apakan lagi" Aku lapar.... atau rakus"
53 5. Anak Kecil" " "Ini sudah hari keberapa?" tanyaku penasaran
kepada Lin. Lin langsung melihat kalung liontinnya.
"Belum sampai 1 hari kok," ucapnya jujur sambil
memandang liontinnya. Aku menghela nafas dan langsung
memandang keluar. Perlu waktu lama untuk keluar dari
lautan manusia dengan kereta kuda. Tentu saja.
"Kenapa?" tanya Josh penasaran.
"Tidak kenapa-napa. Aku hanya takut kalau tertidur
selama lebih dari 1 hari saja," ucapku jujur. Habis, hanya
karena tidur beberapa jam, semuanya langsung berubah.
Dari hutan yang gelap gulita lalu berubah menjadi kota yang
terang benerang. "Lalu" Masih ada yang ingin Nona Corin dan Snow
tanyakan" Atau penjelasan selama 1 malam itu sudah
cukup?" tanya Phoenix dengan lembut sambil tersenyum.
"Ya, masih banyak sekali yang ingin aku tanyakan,
tapi aku tidak tahu mau mulai dari mana, ah, sebaiknya kau
duluan saja Snow," ucapku sambil memandang hampa keluar
jendela kereta. "Em... siapa yang mengendalikan kudanya" Tidak ada
yang duduk di depan dan mengendalikan kudanya ya?" tanya
Snow. Oh, benar juga. Kami semua jelas-jelas ada di dalam
kereta, jadi, siapakah yang mengendalikan kudanya" Apakah
dengan sihir" 54 "Dengan sihirku. Aku"kan level Perak, jadi
mengendalikan hewan seperti kuda itu masalah mudah.
Insting binatang itu biasanya tajam, jadi mudah saja
mengendalikan mereka untuk melakukan hal ini. Asal aku
berikan waktu istirahat saja untuk mereka. Kan,
bagaimanapun, mereka makhluk hidup, pasi bisa capek,"
jelas Lin. Tuh, benar"kan apa kataku!
"Lalu" Dari mana kamu tahu kalau kudanya capek?"
tanyaku bingung. "Mereka bakalan berenti jalan dan ngambek minta
isirahat kayak tadi," jawab Lin. Ha" Ngambek" Oh, jadi tadi
berenti karena kudanya ngambek toh, jadi sekalian juga
untuk makan" Hah, aneh sekali.
"Aneh," ucapku geli.
"Yah, kau juga akan masuk ke dalam keanehan
ini"kan?" ucap Josh.
"Anggota baru, selamat datang," ucap Lin dengan
nada senang. "Salamat datang," ucap Phoenix dengan ramah.
"Yah, kalau gitu aku dan Snow harus bilang apa?"
tanyaku bingung sambil memandang Snow. Lalu aku dan
Snow langsung sama-sama tersenyum. Sepertinya isi pikiran
kami sama. "Terimakasih karena mau membantu kami," ucapku
dan Snow dengan kompak. Lin, Josh, dan Phoenix langsung
tertegun mendengarnya. Lalu mereka tersenyum senang.
Sepertinya kami tidak melakukan kesalahan.
55 "Bukan masalah kok! Lagian ini petualangan"kan?"
ucap Lin ramah. "Semakin ramai, bukannya semakin asyik?" ucap
Josh. "Tidak ada yang tidak akan mau menolong
sesamanya, kecuali bila mereka sama sekali tidak mau
mengerti," kami semua langsung terdiam memandang
Phoenix. Kata-kata yang di ucapkannya tadi sungguh teramat
sangat tidak terduga. "Wow! Phoenix! Dari mana kau mendapatkan katakata itu!?" ucapku kaget.
"Putis banget!" ucap Lin dengan nada senang.
"Hebat!" puji Josh.
"Kata-kata itu dalam sekali," ucap Snow dengan
kagum. Kami jadi tertawa sendiri dengan kebingungan
Phoenix dengan kata-katanya yang ajaib. Dia terlihat bingung
dengan reaksi kami semua, tapi ia tersenyum dan terlihat
menikmatinya! "Oh ya, kenapa Jam tanganku mati?" tanyaku
kemudian. "Oh ya, aku lupa bilang kalau benda elektronik akan
langsung rusak kalau sudah memasuki lingkungan menuju
Istana. Kamu nggak bawa HP"kan?" ucap Lin. Aku kaget
bukan main mendengarnya. "Berarti HP-ku...." aku tidak bisa melanjutkan katakataku lagi.
56 "Maaf, nanti HP-mu aku ganti saat kita sudah
pulang?" "Sebentar," aku langsung mengangkat tangan.
Menghenatikan kata-kata Lin. Aku langsung mengeluarkan
ranselku dari bawah kolong kursi, dan mulai mengacak-acak
isi tasku. Aku langsung bernafas lega.
"Hah, sudah kuduga, aku lupa bawa HP," ucapk
u lega sambil menaruh lagi ranselku di bawah kolong tempat duduk.
"Untunglah Nona... em, tapi HP itu apa?" tanya
Snow. "Ah!" Mau menjalskannya bagai mana ya...... em,
nanti saat kita pulang, aku tunjukan apa itu HP," ucapku
kemudian. "Baiklah Nona," setuju Snow.
"Oh ya, aku mau tanya, kenapa kamu kasih nama
Phoenix dengan Phoenix?" tanyaku.
"Karena aku kagum dengan kaluarga Al"emph!?"
aku sentak kaget saat tiba-tiba tangan Phoenix menyekap
mulut Lin dengan sangat cepat. Kurang dari sedetik, dan,
bahkan aku yang tidak berkedip hanya sempat melihat
bayangan hitam dan saat berhenti, Phoenix sudah menyekap
mulut Lin. "Lin, sudah berapa kali di bilang" Tunggu sampai di
sana, baru kau boleh seenaknya mengucapkan nama "itu","
ucap Josh dengan nada capek. Phoenix langsung melepaskan
sekapannya. Aku tidak tahu apa maksudnya sampai di sana.
57 "Maaf, aku lupa kalau kita berada di perbatasan kota
dengan hutan," ucap Lin. Aku langsung memandang keluar
jendela. Benar. sekarang hanya ada hutan, dengan sedikit
sekali rumah-rumah kayu. "Yah, seperti kataku tadi aku kagum dengan Kaluarga
itu dan lambang keluarga itu adalah Phoenix, jadi aku
memberi nama Phoenix untuk kucing kesayanganku," ucap
Lin dengan nada senang. "Tadi kau bilang samappi di mana" Kalau mau
menyebutkan nama itu?" tanya Snow.
"Setelah melewati sebuah kota lagi, kita baru di
perbolehkan menyebutkan nama-nama Bangsawan," jelas
Josh. Oh... jadi begitu. Lalu aku memandang Lin.
"Lalu kapan kau bertemu dengan Phoenix?" tanyaku
penasaran. "Sebenarnya aku duluan yang menemukan Phoenix
di jalan waktu kami kelas 2 SMP. Waktu itu lagi hujan, aku
ketemu Phoenix yang masih jadi kucing, terus sebenarnya
aku mau melihata Phoenix, tapi karena aku ingat kalau
Mamaku alergi kucing, jadinya aku minta Lin merawatnya.
Dan seminggu kemudian, tiba-tiba Lin nelfon dengan panik
bilang kalau Phoenix jadi manusia," ucap Josh dengan geli.
Aku ikut geli mendengarnya.
"Wajar aja"kan" Aku kan panik soalanya tiba-tiba aja
anak kucing yang kurawat berubah jadi manusia," gerutu Lin.
Kami geli sendiri dengan gerutuan Lin. Aku sentak kaget saat
tiba-tiba kereta berenti.
58 "Loh" Kok berenti?" tanyaku bingung.
"Ya ampun! Kudanya ngambek lagi!?" ucap Lin
dengan nada tidak percaya sambil keluar kereta. Kami semua
jadi ikut keluar kereta. Kuda-kuda itu sedang asik memakan
rumput yang menjadi pijakan mereka.
"Hah, aku lupa kalau mereka tidak makan sama sekali
di kota tadi. Ya sudahlah, kita tunggu mereka saja," ucap Lin
dengan nada pasrah sambil masuk ke dalam kereta. Disusul
Phoenix. Sedangkan Josh malah berjalan dan duduk di pohon
dekat kereta. Aku terdiam memandang mereka semua
bergantian. "Em... aku dan Snow jalan-jalan dekat sini sebentar
ya?" ucapku kemudian.
"Silakan, tapi jangan jauh-jauh," peringat Lin.
"Bukan masalah, benar"kan Snow?" ucapku senang
sambil menggandeng tangan Snow.
"Ya, Saya bisa tahu di mana kereta itu dari jarak 100
Km dengan penciuman saya," ucap Snow dengan senang.
"Hebat, kalau gitu kita bisa menjelajahi ini semua
dulu untuk sementara, nah, ayo Snow," ucapku senang.
"Baik Nona," ucapnya senang. Aku terus berjalan dan
berjalan menerobos beberapa semak belukar. Rasanya
seperti mimpi bisa melakukan semua ini! Karena aku tidak
sendirian, aku jadi tidak takut untuk berpetualang. Apalagi
melihat pepohonan yang rimbun ini. Menyenangkan! Baru
kali ini aku benar-benar berpetualang di hutan! Lalu aku
59 terperangah. Langkahku dan Snow langsung melambat
melewati tempat ini. Tempat ini berbeda. Pohon di sini kelewat besar dan
tidak ada semak belukar. Pohonnya lebat semua, dan cahaya
matahari menyusup masuk ke dalam melewati dedaunan.
Cahaya keemasan panjang itu menyentuh tanah. Aku
tersenyum. Jantungku berdebar-debar.
"Hebat!" ucapku kagum sambil memandang ke atas.
Tempat dedaunaun menutupi cahaya matahari yang
mencoba menyusup. "Nona mencium bau air?" tanya Snow tiba-tiba.
"Di mana?" tanyaku bingung.
"Di sana," jawab Snow sambil menunjuk ke arah
Utara. "Ayo ke sana, aku haus," ucapku kemudian.
"Ya," setuju Snow. Kami langsung berjalan dengan
semangat ke tempat yang di maksud Snow. Bisa kudengar
suara air terjun. Aku semakin bersemangat, dan saat sampai,
aku terperangah tidak percaya. Air terjun itu tingginya
mungkin hanya 1-2 Meter. Tidak terlalu tinggi, tapi ini benarbenar menakjubkan.
Air terjun ini di kelilingi bebatuan tebing yang curam.
Dan, juga di kelilingi pepohonan. Airnya juga berwarna biru.
Biru yang sangat jernih hingga aku bahkan bisa melihat dasar
airnya. Lalu aku menggerutkan kening karena merasa janggal
dengan tempat ini. Ada yang kurang. Aku yakin pasti ada
yang kur"ah!" Air ini sama sekali tidak ada ikannya. Kenapa"
60 "Tempat ini indah, tapi kenapa rasanya menakutkan
juga ya" ada yang aneh," gumamku.
"Ya, di sini tercium bau darah dan air tawar," setuju
Snow. Darah" Jantungku langsung terasa berhenti berdetak
saat sadar apa yang membuat tempat indah ini menakutkan.
Ada makhluk lain disini, dan ia berbahaya.
"Apa bau darahnya pekat?" tanyaku.
"Ya, sangat, padahal tadi sama sekali tidak tercium.
Baunya dari air ini," jawabnya sambil menunjuk air yang
menggenang. Aku menelan liurku mendengarnya. Perasaan
ngeri menjalari tubuhku. "KAKAK! CEPAT KE SINI!!!!" aku sentak kaget
mendengar teriakan itu. Aku langsung menoleh ke arah
sumber suara, dan tiba-tiba aku mendengar suara berisik dan
menerima tetesan air dari arah air terjun. Aku sentak kaget
saat menoleh dan melihat makhluk itu.
Makhluk yang sangat mengerikan. Badan bersisik
mirip ular dengan kepala manusia. Tubuhnya mungkin lebih
dari 5 meter besarnya. Aku terperangah, dan tiba-tiba saja,
makhluk itu menghilang dari pandanganku.
Dan, sadarlah aku bahwa diriku yang menghilang.
Tahu-tahu tubuhku sudah di gendong Snow dan berada jauh
dari makhluk itu. Tubuhku gemetar ketakutan. Aku memeluk
Snow dengan sangat erat. Apa" Apa itu tadi" Makhluk apa itu
tadi" 61 "Nona tidak apa-apa?" tanya Snow dengan khawatir.
Aku tidak bisa berkata apapun. Saking syoknya, mataku
sampai tidak dapat berkedip dan tubuhku terasa sangat kaku.
"Terimakasih sudah memperingatkan kami, kalau
tidak, entah apa yang akan terjadi nanti," ucap Snow dengan
tulus. Nafasku terengah saat mengingat makhluk itu.
Makhluk yang sangat besar. Aku ingat tubuhnya yang bersisik
dan berlendir. Aku ingat tubuhnya yang mirip ular dan
kepalanya yang berbentuk manusia. Dan, aku ingat tatapan
mata yang sama sekali tak ada pupil dan mulut yang terbuka
lebar dan memamerkan taring yang besar dan putih. Dengan
kepala yang terasa ingin pecah, aku mendengar suara
teriakan yang sangat mengerikan hingga membuat gendang
telingaku terasa sakit. Dan, semuanya langsung gelap dalam
seketika. @@@ Tubuhku terasa melayang. Dengan kepala pusing,
kubuka kedua mataku. Aku menutupi mataku yang silau
karena cahaya matahari. "Nona sudah sadar?" terdengar suara ke kanakkanakan Snow. Terdengar sangat dekat. Dan, aku sentak
kaget saat sadar bahwa tubuhku di bopong tubuh mungil
Snow. Aku langsung memberontak.
"Turunkan aku Snow!" perintahku. Ya ampun!
Bahkan tubuhku mungkin lebih dari 2 kali lipat berat
62 tubuhnya! Badan mungil Snow menggendongku!" Kasihan
sekali Snow! Ya ampun! "Tapi Nona?" "Turunkan aku!" perintahku lagi.


The True Of My Life Karya Nyimas Humairoh di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Baik Nona," ucap Snow dengan ragu sambil
menurunkanku. Aku sentak kaget saat keseimbanganku
menghilang. Semuanya langsung gelap dan saat sadar, aku
sudah menjadikan Snow sebagai tumpuan.
"Nona tidak apa-apa?" tanya Snow dengan khawatir.
"Tidak apa, hanya darah rendahku kambuh la"loh?"
aku bingung bukan main melihat ada 2 anak kecil yang
sedang memandangi kami. Seorang gadis kecil dengan gaun
langsungan yang mewah. Rambut hitamnya di kuncir dua.
Sepertinya masih SD. Matanya coklat terang dan bulat,
dengan kulit seputih salju.
Dan, seorang anak laki-laki yang sepertinya masih
berumur 2-3 tahun. Rambut hitamnya di potong pendek,
dengan bola mata coklat lumpur yang bulat dan besar.
Kulitnya seputih salju, sangat kontras dengan warna mata
dan rambutnya yang gelap. Ia mengenaka kaos biru biasa,
dengan celana pendek coklat di atas lutut. Menurutku, ia
lebih cocok untuk jadi anak perempuan ketimbang laki-laki
karena wajahnya yang amat sangat manis dan
menggemaskan. Tapi... siapa mereka"
"Wah, Kakak tidak apa-apa?" tanya gadis itu dengan
ceria suaranya melengking tinggi. Ia terlihat senang
63 melihatku berdiri dengan kokoh tanpa berpegangan dengan
apapun lagi. Aku jadi salah tingkah sendiri.
"Ya, terimakasih, memangnya aku kena....pa?" aku
sentak kaget saat mengingat apa yang terjadi. Kami, hampir
di mangsa monster. Monster yang sangat mengerika.
Monster yang tepat berada di depanku. Tanganku langsung
terasa sedingin es mengingat itu semua.
"Kakak?" tanya gadis kecil itu. Aku sentak kaget dan
langsung memandang kedua anak kecil yang terpaku
memandangku. Lalu aku memandang Snow dan memandang
mereka lagi. "Kau yang berteriak ya?" tanyaku.
"Ya, kalau Al tidak kasih tahu Pi, pasti Kakak dan
Snow di makan makhluk tadi," ucapnya dengan ceria.
"Terimakasih.... lalu" Siapa kalian?" tanyaku ramah.
Bagai manapun, seandainya anak kecil ini tidak
memperingatkan kami, kami tidak akan bisa selamat dari
makhluk itu. Tidak akan mungkin selamat, meskipun Snow
sangat cepat. Tentu saja kecepatannya akan terhambat garagara berat-ku.
"Aku Piby! Sepupu Al! Dan ini Al! Sepupu Pi. Pi
umurnya 6 tahun dan Al 3 tahun," jawab gadis yang bernama
Piby itu. Wah, nama yang unik dan manis sekali. Jadi, mereka
sepupuan ya" dan, anak laki-laki ini Al" Lalu mereka berjalan
mendahului kami. Aku langsung berjalan di sebelah Snow,
sedangkan ke-2 anak itu bermain.
64 "Hm... Snow, kamu sudah tanya kenapa mereka bisa
ada di sini" Oh ya, terimakasih soal yang tadi," ucapku tulus.
Snow tersenyum mendengarnya. Aku sentak kaget saat tibatiba ia membungkuk.
"Saya akan melakukan apapun untuk Nona," ucapnya
dengan bangga. "Jangan lakukan itu di depan orang lain Snow!"
ucapku malu. "Baik Nona," ucap Snow sambil menegabkan
badannya. "Lalu" Sudah kau tanya?" tanyaku lagi.
"Selama Nona pingsan, saya sama sekali tidak
menanyakan apapun. Maaf"kan saya Nona?"
"Biar aku saja yang tanya"loh" Snow, di mana
kereta" Kita belum sampai ya?" tanyaku bingung. Kenapa aku
barus sadar sekarang" Di mana kereta itu" Jadi, dari tadi
kami berjalan belum sampai juga"
"Tenang saja Nona, keretanya ada di dekat sini, ada
di balik pohon. Sebentar lagi kita sampai," jelas Snow. Aku
lega mendengarnya. "Lalu anak-anak itu ikut kita?" tanyaku.
"Ya, tepatnya mereka mengikuti saya dan Nona,"
ucap Snow. Aku menghela nafas.
"Pi! Al! Berjalan di sebelahku saja!" teriakku. Mereka
berdua langsung memandang ke arahku. Dan, sambil tertawa
65 gembira berlari ke arahku. Mereka saling kejar dan Pi
menbarkku dan langsung bersembunyi di belakangku.
"Ye! Pi duluan!" ucapnya senang.
"Al kan macih kecil...." celoteh Al. Aku geli sendiri
dengan tingkah mereka berdua. Tapi... bagai manapun,
sangat mengherankan kalau mereka berada di hutan. Tepat
di tengah hutan yang bahkan ada monsternya. Kenapa
mereka ada di tengah hutan" Apa yang mereka lakukan
sehingga bisa sampai di tengah hutan"
66 6. Penyerangan" " "Loh Corin" Siapa mereka?" tanya Lin dengan
bingung saat kami semua sampai di kereta. Para kuda tidak
makan lagi, tapi menghilang entah ke mana. Apa yang di
laukan Lin kepada para kuda itu"
"Ini Pi dan Al, mereka kami te"oh, mereka
menemukan kami di hutan," ralatku.
"Aku Piby! Sepupu Al, dan Al sepupu Pi! Pi umurnya 6
tahun dan Al 3 tahun," celoteh Pi sambil menarik tangan Al
yang kecil mendekat ke arah Phoenix dan Lin yang ada di
dalam kereta. "Wah, kalian manis ya! datang dari mana?" tanya Lin
dengan senang. Jelas sekali dia suka anak-anak. Ah, aku yang
tidak terlalu suka anak-anak saja bisa suka dengan mereka!
mereka teramat sungguh menggemaskan!
"Al dan Pi dari kota yang jauh..... sekali! iya"kan Al?"
jawab Pi. "Ya, tadi keleta belenti dan Al di talik Pi ngejal kelinci,
jadi Al dan Pi kelual keleta," ucap Al sambil memandang ke
arah Snow yang tepat di sebelahku. Pi ikut memandang ke
arah Snow. "Al kenapa mandang Snow?" tanya Pi bingung. Al
hanya menggeleng. "Jadi kesimpulannya, mereka anak hilang?" ucap
Phoenix. 67 "Wah, jadi mereka akan ikut kita?" tanya Josh sambil
bangkit dari bawah pohon dan menghampiri kami. Aku
mengangkat bahu mendengarnya.
"Di mana Papa Mama Al dan Pi?" tanya Snow.
"Tidak tahu," jawab Pi sambil mengagkat bahu. Al
hanya diam sambil memandang Phoenix. Jelas tidak
mendengarkan sama sekali.
"Kalian mau ke mana?" tanya Josh.
"Ke pesta! Pi mau ke pesta sama Al!" ucap Pi dengan
senang. Kami semua sentak kaget mendengarnya. Tentu saja
kami semua langsung tahu tujuan mereka ke mana. Dan, bisa
langsung di tarik kesimpulan bahwa mereka adalah
bangsawan. "Sialan!" ucap Josh tiba-tiba.
"Kalian anak bangsawan....?" ucap Lin dengan nada
tidak percaya. Ia terlihat ngeri memandang kedua anak itu.
Aku dan Snow saling pandangan dengan bingung, sedangkan
Phoenix, secara tiba-tiba berada di sebelah kami.
"Kenapa" memangnya kenapa kalau mereka anak
bangsawan?" tanyaku bingung.
"Bila kita semua berani berurusan dengan keluarga
bangsawan, itu akan sangat membahayakan. Karena
Bangsawan berkuasa, dan bila di mata mereka kita di anggab
jelek, maka kita semua akan di musnahkan. Dan, bila kita
membawa mereka ikut dalam perjalanan, kita bisa di tuduh
menculik mereka," jelas Phoenix.
68 "Apa!?" aku sentak kaget mendengarnya. Itu
sebabnya Edle berkata dia tidak ingin ikut campur saat itu!"
Itu sebabnya sekarang Josh dan Lin terlihat pucat saat
menyadarinya!" Keluarga bangsawan" Aku menelan air
liurku. "Mama tidak malah.... Kakak antal kami ke pesta,"
ucap Al tiba-tiba. Kami semua sentak kaget dan langsung
memandang Al dengan bingung. Apa katanya tadi" Kenapa
tiba-tiba berbicara seperti itu!"
"Eh" Mereka yang mengantar kita ke pesta ya Al?"
tanya Pi kemudian. Al mengangguk.
"Tunggu dulu Al, Pi, apa kalian tidak mau bertemu
dengan Ayah dan Ibu kalian di kereta saja?" tanya Josh
dengan panik. Al menggeleng.
"Meleka pegi," ucap Al.
"Dari mana kalian?"
"Iya, tadi kami kembali dan tahu-tahu keretanya
sudah pergi ninggalin Al dan Pi! Jahat~!" rengek Pi sambil
menangis. Aku jadi tidak tega melihatnya menangis, dan
rasanya benar-benar marah dengan orang tua yang
seenaknya itu. Orang tua macam apa yang meninggalkan
anaknya sendiri di tengah hutan coba!
"Pi... jangan nangis ya?" hibur Lin.
"Tuh, Al aja nggak nangis kan" Pi jangan nagis ya?"
hibur Josh. Tapi Pi sama sekali tidak mendengarkan dan
masih saja terus menangis. Sedangkan Al hanya dapat diam
memandang Pi. 69 "Pi, dicini ada kucing, kalo tidak diam, nanti
kucingnya malah," ucap Al tiba-tiba. Pi langsung menahan
tangisnya mendengar ancaman polos yang mungkin sangat
mengerikan bagi Pi. Aku geli sendiri mendengarnya.
"I"iya, Pi udah tidak nangis," rintihnya.
"Bagus sekali, Nona anak pintar," puji Phoenix sambil
menyeka air mata Pi. "Ugh...." rintih Pi. Lalu para kuda hitam yang tadi
tidak ada di tempatnya datang. Akhirnya kami memulai
perjalanan lagi. Beruntung Pi dan Al masih kecil, kalau tidak,
mereka tidak akan muat di dalam kereta.
@@@ "Dari mana kalian menemukan mereka?" tanya Lin
saat Al dan Pi tertidur di dalam kereta yang berjalan ini. Al
tidur di pangkuan Snow, dan Pi di pangkuan Phoenix. Aku
menghela nafas mendengarnya.
"Bukan kami yang menemuakan mereka, tapi mereka
yang menemukan kami. Tadi, kami ke air terjun, dan mereka
langsung berterika untuk pergi dari tempat itu, dan ternyata
ada monster kaluar dari air terjun itu. Kalau Snow tidak cepat
mengangkatku dan memindahkanku, entah apa yang
terjadi," ucapku jujur.
"Monster?" ucap Josh tidak percaya.
"Ya, monster dengan badan ular dan kepala
manusia," jelasku. Aku langsung merinding saat teringat
betapa seram makhluk itu.
70 "Ah!" Snemen" Oh, sungguh beruntung kalian
selamat dari makhluk itu! Makhluk itu tinggal di dalam air,
jadi tidak dapat tinggal di atas darat terlalu lama. Mereka
beracun dan racun mereka, dapat membuat kematian.
Beruntung kalian langsung menjauh dari air," ucap Lin
dengan nafas lega. Jadi nama makhluk itu Senemen"
"Seandainya saya tidak mencium bau darah dan di
peringatkan oleh anak kecil ini, mungkin saya akan terlambat
menyelamatkan Nona," jelas Snow. Aku setuju
mendengarnya. Seandainya kami tidak menyadarinya lebih
cepat, maka terlambat sudahlah kami.
"Jadi mereka meneriaki kalian" Dari jarak jauh?"
ucap Josh dengan nada tidak percaya.
"Ya, memangnya kenapa?" tanyaku bingung.
"Snemen adalah makhluk yang menyerang dari jarak
dekat. Jadi, makhluk yang di incarnya tidak akan sadar bahwa
dia terancam kecuali bila kalian sudah berada di dalam
jebakannya. Ada 2 kemungkinan kenapa Al dan Pi
memperingatkan kalian. Karena mereka melihat ada makhluk
lain yang menjadi korban Snemen sebelum kalian, atau
karena mereka memang sejak awal sudah tahu bahwa
Snemen ada di sana," jelas Phoenix.
"Snemen adalah mahluk yang sangat mengerikan.
Aku yakin kau sempat syok saat melihatnya...(Aku
mengangguk, karena aku memang syok melihatnya) dan,
untuk ukuran anak kecil... seharusnya mereka sudah lari
ketakutan bukan" Bukannya malah memperingatkan kalian
71 dan masih ada di tempat itu, bila mereka benar-benar
melihatnya," ucap Lin. Benar apa yang di katakan Lin.
"Lalu" Siapa sebenarnya mereka" mana mungkin di
usia sekecil ini bisa mengendalikan kekuatan sihir. Kalau
mereka benar-benar penyihir, seharusnya kekuatan sihir
mereka keluar dengan tidak terkendali," ucap Josh dengann
bingung. "Loh" Jadi aku juga bisa megeluarkan kekuatan
sihir?" tanyaku bingung. Aku"kan juga tidak bisa
mengendalikan kekuatan sihir.
"Tentu saja, tapi itu tergantung emosi," jawab Lin.
Tergantung emosi" Aku bingung bukan main mendengarnya.
Entah pertanyaan mana yang ingin aku ajukan. Berjuta
pertanyaan muncul terus menerus memenuhi ruangan yang
ada di pikiranku. Tapi hanya ada 1 jawaban dari semua
pertanyaanku. Perjalanan ini, tidak akan semudah jalan tol
yang biasa aku lewati. @@@ Kupandang hampa langit gelap yang di tutupi awan
itu. Rasanya sepi dan sedih. Aku sangat merindukan Mama,
Papa, Alvin, dan tentu saja Kakak. Sekarang mereka sedang
apa" apa mereka tahu kalau aku pergi" Apa sekarang....
mereka sedang mencariku"
"Nona?" aku sentak kaget mendengar suara Snow.
"Ya?" tanyaku bingung.
"Apa Nona tidak mau tidur" Bukankah malam
kemarin juga Nona tidak tidur," ucap Snow dengan khawatir.
72

The True Of My Life Karya Nyimas Humairoh di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Aku berusaha tersenyum mendengarnya. Tentu saja Al dan Pi
sudah tidur. Lin dan Josh juga. Hanya tinggal aku, Snow, dan
Phoenix saja yang tidak tidur.
"Kalian sendiri?" tanyaku.
"Jangan pikirkan kami, kami bisa tahan tidak tidur
selama satu tahun dengan hanya tidur selama 24 jam," ucap
Snow dengan nada senang. Jelas sekali ia terlihat sangat
bangga dengan kemampuannya itu. Aku tersenyum
mendengarnya. "Aku tidak mengantuk," ucapku jujur.
"Kalau boleh saya tahu, apa yang Nona pikirkan?"
tanya Snow dengan bingung. Aku tersenyum mendengarnya.
Semua hal seolah terjadi bersamaan hari ini. Aku pergi ke
kota, melewati hutan, bertemu makhluk yang mengerikan
sampai di temukan oleh 2 anak kecil. Semua ini seharusnya
sungguh membuatku lelah, tapi sebaliknya, aku sama sekali
tidak merasa lelah. "Hal-hal yang terjadi sejak kemarin malam, adalah
hal baru bagiku. Aku belum pernah merasakan semuanya.
Semua yang terjadi, benar-benar menjadi sebuah
pengalaman yang aneh bagiku, sekaligus menyenangkan dan
mengerikan. Aku tidak tahu apakah kita akan sampai di
Istana dengan selamat atau tidak, tapi yang jelas?"
"Apa maksud Nona dengan berkata "dengan selamat
atau tidak" tadi?" sela Phoenix dengan bingung. Aku terdiam
mendengarnya. Aku langsung menempelakn pipiku di atas
meja kayu yang dingin yang ada di hadapanku.
73 "Pi dan Al membuatku mengatakan semua itu,"
ucapku jujur. "Maksud Nona?" tanya Snow dengan bingung.
"Saat kami bermain bersama tadi, saat Lin
melepaskan pengaruh sihir ke kuda-kuda itu.... aku sadar
kalau aku sama sekali tidak berguna. Snow dan Phoenix
melindungi majikan kalian dengan hebat. Lin dan Josh
menggunakan sihir yang besar hanya untuk menggerakkan
kereta ini sehingga membuat mereka kelelahan. Dan bahkan,
kalau bukan karena Al dan Pi, mungkin aku tidak mungkin
ada di sini, mendiskusikan hal ini," jelasku.
"Nona tidak boleh berkata seperti itu! Bagai
manapun, Nona adalah orang yang sangat baik dan sangat
saya hormati! Nona bukan orang yang tidak berguna!" ucap
Snow dengan nada marah. "Lalu apa alasanmu memilihku untuk menjadi
majikanmu?" tanyaku.
"Bukankah sudah jelas" Karena bagi saya, Nona
adalah seseorang yang pantas untuk saya jadikan "Majikan".
Nona adalah seseorang yang sangat hebat. Bahkan, di danau
tadi, seandainya Nona tidak menyadari bahaya yang ada di
sekitar Nona, saya tidak mungkin bisa sempat berjaga-jaga
dan refleks, melindungi Nona," jelas Snow. Aku tersenyum
mendengarnya. "Terimakasih Snow," ucapku tulus.
"Apapun akan saya lakukan untuk Nona," ucapnya
dengan tulus. 74 "Umh..." kamil langsung memandang Al yang tibatiba terbangun.
"Ada apa Al"akh!?" Aku sentak kaget saat tiba-tiba
mendengar suara ledakan besar yang sentak membuat
kereta ini berhenti mendadak. Punggungku langsung
menghantam dinding kayu kereta. Rasanya sangat sakit.
Kupegang kepalaku yang terasa perih. Aku sentak kaget saat
merasakan sesuatu yang basah di kepalaku yang sakit. Dan
saat melihat tanganku, sudah terdapat darah. Kepalaku
berdarah!" "Apa!" apa yang terjadi!?" ucapku kaget sambil
berusaha menahan rasa sakit.
"Gawat! Kita di serang!" ucap Josh yang terbangun.
Dan sadarlah aku kalau semuanya terbangun. Tentu saja.
Dengan guncangan dan suara ledakan yang besar itu, siapa
yang tidak akan terbangun"
"Phoenix! Lindungi Al dan Pi!" perintah Lin sambil
keluar dari kereta bersama Josh. Aku sentak kaget saat
melihat kilatan cahaya terang.
"Cepat keluar!" teriak Lin. Sambil menggendong Al,
aku keluar besama Snow yang menggendong Pi. Al dan Pi
menangis ketakutan di gendongan kami. Tepat saat aku
melangkahkan kaki keluar dari kereta, sebuah kilatan biru
tepat melewati di depanku. Kakiku refleks langsung terhenti.
Seluruh tubuhku membeku saat menoleh ke arah Josh dan
Lin. 75 Aku melihat 3 orang berjubah hitam dengan tudung
yang menutupi wajah mereka. Dan, kilatan cahaya
bermunculan dari tongkat yang mereka arahkan ke kami dan
menimbulkan ledakan. Bisa kulihat Lin dan Josh membalas
mereka dengan serangan memanggil hewan. Mereka
berusaha menghentikan ke 3 orang berjubah itu mendekat
dengan binatang-binatang buas yang mereka panggil.
"Nona! Ayo cepat berjalan!" ucap Snow. Aku sentak
kaget dan memandang Snow dengan pandangan tidak
percaya. Kupandang Al yang menangis di pelukanku. Kakiku
gemetar. Aku.... tidak bisa bergerak" Bahkan untuk bersuara
saja aku tidak bisa. Bisa kurasakan seluruh tubuhku terasa
membeku dan sedingin es. Tubuhku gemetar dan
mengeluarkan keringat dingin.
"Ti... tidak," ucapku gemetar. Air mataku pecah.
Tanpa berkedip, aku memandang ke arah Josh dan Lin
kembali. Mereka penuh luka karena melawan ke 3 orang
berjubah itu. Apa" Apa harus aku meninggalkan mereka yang
telah berbaik hati menolongku" Aku ingin membantu mereka
bertarung, aku ingin dapat membantu mereka, tapi kenapa"
kenapa tubuhku sama sekali tidak bisa bergerak"
"Nona Corin! Cepat tinggalkan tempat ini!" ucap
Phoenix sambil menarikku menjauh. Kupandang Josh dan Lin
dengan tatapan tidak percaya. Mereka, merekalah yang
meyakinkanku untuk memilih ini semua. Merekalah yang
membuatku sadar bahwa duniaku tidak membosankan.
Merekalah, orang-orang yang menganggabku "ada".
76 "Tidak! Aku tidak bisa meninggalkan Josh dan Lin!"
berontakku kemudian. "Memangnya apa yang Nona bisa lakukan di sana!"
Nona saya memerintahkan untuk melindungi?"
"Al dan Pi! Kau di tugasi untuk melindungi
mereka"kan!" Lindungilah Al!" pekikku. Phoenix terdiam. Dia
langsung menggendong Al yang menangis dari gendonganku
dan menghilang dari pandanganku. Aku langsung berlari ke
arah Josh dan Lin. "Nona! Hentikan!" pekik Snow menghalangiku. Tiba-tiba saja dia ada di hadapanku.
sambil "Di mana Pi?" tanyaku.
"Pi ada di Phoenix, saya mohon Nona! Ayo kita?"
"Jangan halangi aku Snow! Kau lupa" Kau lupa siapa
yang menolong kita" Siapa yang telah berbaik hati mau
memberikan kita tumpangan" Dan apakah kau lupa kalau aku
juga seorang penyihir?" tanyaku.
"Nona?" "Bantu aku Snow, bantu aku untuk menolong Josh
dan Lin, ini perintah!" ucapku serius. Aku tidak boleh takut!
Aku tidak boleh takut! Bagai manapun, aku tidak boleh takut
dengan mereka! "Baik Nona," ucap Snow dengan patuh. Jantungku
langsung memburu dengan sendirinya saat berlari mendekati
Josh yang sedang mengendalikan seekor makhluk aneh yang
seperti pohon bergerak sebagai benteng. Mereka berdua
sentak kaget dengan kehadiranku dan Snow.
77 "Apa yang kalian lakukan!" Cepat kabur!" ucap Lin
dengan nada tidak percaya.
"Aku ingin membantu kalian! Kita kabur bersamasama," ucapku jujur. Aku sentak kaget saat tiba-tiba kilatan
cahaya putih muncul dan tepat menggores lengan Snow
hingga berdarah. "Snow!?" ucapku kaget.
"Saya tidak apa-apa Nona. Biar saya saja yang
melindungi Nona. Nona Lin, Tuan Josh, saya akan
menggantikan Anda," ucap Snow sambil tiba-tiba menghilang
di hadapanku. Aku sentak kaget saat sadar apa yang Snow
lakukan. Ia tidak bisa mengeluarkan sihir.... yang ia miliki
hanya kekuatan fisik yang kuat dan kecepatan.
Dan, aku sadar saat melihat Snow, dengan
kecepatannya, memukul langsung salah satu orang berjubah
itu dengan sekali pukul. Tapi bukan itu yang membuatku
benar-benar kaget. Semuanya, seolah terjadi dengan seketika
dan sangat jelas. "SNOW! AWAS!!!" pekikku. Terlambat. Dengan mata
kepala sendiri aku melihatnya. Snow terlambat mengelak, ia
tiba-tiba di tusuk dengan sebuah pedang dari belakang. Bisa
kulihat cairan berwarna gelap mengalir dari dalam tubuh
Snow. Keluar dari bekas tusukan pedang dan mulutnya.
Tubuh Snow langsung jatuh tak bergerak di atas rerumputan.
"Ah.... ah... Snow..... tidak... tidak....." aku langsung
terduduk di atas tanah. Seluruh kekuatanku seakan
menghilang. Apa.... itu" Tidak.... tidak mungkin....
78 "Cepat lari Corin!" perintah Josh dan Lin yang
langsung menarikku. Memaksaku untuk berdiri dan berlari.
Meninggalkan Snow, sendirian. Snow... aku biasanya selalu
bersama Snow. Gadis kecil yang selalu berada di
sampingku.... yang selalu memanggilku "Nona" dengan ceria.
Kini... Aku langsung berdiri dan memandang fokus ke-3
penyihir berjubah yang siap menyerangku itu. Air mataku
menghalangi pengelihatanku, tapi tidak menghalangi
perasaanku yang seolah memerintah seluruh sel yang ada di
dalam diriku untuk bangkit. Mereka merenggutnya. Mereka
merebut nyawa Snow-ku. "Apa.....APA YANG KALIAN LAKUKAN TERHADAP
SNOW-KU!?" pekikku marah. Bisa kurasakan kehangatan
yang menjalari tubuhku. Mereka.... mereka membunuh Snow
dengan seenaknya. Apakah mereka sadar" Betapa berartinya
Snow" Betapa dia sangat berharga" Betapa ia sangat berarti
bagi hidupku!" Mereka semua PANTAS MATI!!!
79 7. Perlawanan" " Bisa kurasakan tubuhku yang di liputi sesuatu yang
hangat dan nyaman. Tapi... semua itu terasa sangat panas!
Kupandang ke-3 penyihir itu. Mereka tidak pantas hidup.
Mati! Mereka harus mati! "Corin!?" bisa kudengar suara kaget dari orang asing
yang ada di dekatku, tapi aku tidak memperdulikan sepasang
penyihir itu. Aku harus membunuh mereka. Aku tidak ingin
mereka hidup. Aku ingin mereka mati. Aku tersenyum
membayangkan darah yang kental dan segar mengalir. Aku
tidak sabar menantinya. Aku ingin segera melihatnya! Warna
merah pekat yang cair... ya, darah dari manusia bodoh itu!
Tiba-tiba sebuah cahaya kilat mengarah ke diriku.
Aku geli melihatnya. Itu cahaya untuk membuat buta. Buta"
Mereka ingin membuatku buta" Cahaya itu langsung kuubah
menjadi udara dan menerpaku. Ke-3 orang itu menatapku
dengan kaget. "Apa!" apa itu tadi!?" ucap mereka kaget.
"Dasar kau bodoh! Kenapa kau malah menusuk
kucingnya!?" ucap yang satu lagi.
"Aku tidak tahu kalau ini kucingnya! Cepat! jangan
sampai"akh!?" kristal es itu melesat. Ah, meleset. Kristal itu
hanya menggores bahu penyihir yang ditengah dan hanya
meninggalkan luka kecil. 80 "Apa!" Dia bisa mencampur elemen air dan udara
secara bersamaan!?" ucap mereka kaget. Aku geli
mendengarnya. "Dasar anak bodoh! Nah.... Snow, jangan tidur saja,
kemari.... manis," ucapku geli. Tubuh mungil gadis yang di
penuhi dengan darah itu langsung bangkit. Memandangku
dan berjalan ke arahku dengan mata abu-abunya yang
menyala di kegelapan. Aku langsung mengelus kepalanya.
"Snow, apa kau merasa sakit?" tanyaku.
"Tidak Nona, sekarang luka itu sudah sembuh dan
sama sekali tidak sakit," jawabnya sambil menyentuh lubang
bekas tusukan pedang yang sudah menutup dengan
sempurna. Aku menggerutkan kening mendengarnya.
"Tetapi... mereka sempat membuat saya merasakan
sakit," ucapnya sambil tersenyum memandangku. Aku balas
tersenyum dan langsung mengecup kening Snow dengan
lembut. lalu memandang ke arah 3 penyihir itu melarikan
diri. "Kejar.... dan lampiaskan rasa sakitmu Snow. Dan
kalau kau mau.... makan saja mereka. Mereka pengecut yang
tak pantas hidup di bumi. Kau mengerti Snow?" ucapku
sambil tersenyum. "Ya Nona," ucap Snow sambil tersenyum lalu
menghilang dari hadapanku. Aku langsung memandang
kebelakang. Sepasang penyhir itu memandangku dengan
wajah pucat. Aku tersenyum melihatnya.
81 "Co, corin" Kau Corin"kan?" ucap yang cowok dengan
ragu. "Ya," jawabku sambil tersenyum.
"Tidak.... tidak! Corin tidak seperti ini!" pekik yang
cewek dengan ngeri sambil tergagab mundur. Aku
menggerutkan kening mendengarnya.
"Kekuatan ini.... menyenangkan. Aku ingin melihat
lebih banyak warna merah... jadi, apakah kalian mau
memberikan sedikit warna merah yang cantik di malam yang


The True Of My Life Karya Nyimas Humairoh di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menyenangkan ini?" tawarku ramah. Lalu aku mendengar
suara teriakan yang mengerikan. Suara itu memecahkan
keheningan malam yang mencekam. Bisa kucium bau darah
dari udara. "Tapi sayang.... saat ini aku sedang ingin menikmati
malam yang panjang ini, tanpa warna merah lagi.... yah, aku
sudah berjanji untuk tidak seenaknya melukai tubuh ini,"
ucapku sambil memandang langit malam yang gelap.
"Siapa kau?" tanya cowok itu. Aku langsung
memandang mereka. "Aku" Aku hanya roh... yang meminjam tubuh gadis
ini sebagai sebuah syarat. Sayang sekali, sejak 16 tahun lalu,
baru kali ini aku dapat bebas. Tapi... aku sudah berjanji. Tidak
akan melihat warna merah yang indah lagi dari orang yang
pantas untuk hidup. Dan, kalian beruntung karena kalian
pantas hidup," ucapku sambil memandang sedih mereka.
Sungguh sangat sayang sekali.
82 "Apa maksudmu" Jadi di mana Corin?" tanya cowok
itu. Aku tersenyum mendengarnya dan langsung
menempelkan telunjukku di bibirku.
"Ssss.....t, saat ini, sang putri sedang tidur. Aku tidak
ingin menganggu tidurnya sang Putri. Gadis ini sungguh
hebat karena bisa mempertahankan emosinya hingga sampai
sekarang. Baru kali ini ia lepas kendali. Kalian sungguh
berguna," ucapku senang.
"Kenapa kau berada di dalam tubuh Corin?" tanya
cowok itu lagi. Aku terdiam dan teringat itu semua. Kilasan gambargambar yang sungguh menggelikan. Hanya karena seseorang,
seseorang yang sangat menyebalkan dan keras kepala, aku
jadi seperti ini. Dan sebagai akibatnya, sekarang aku berada
di dalam tubuh keturunannya! Sungguh menggelikan.
"Bukankah ini bukan urusan kalian?" ucapku dengan
sinis. Kupandang mereka dengan serius. Mereka balas
memandangku dengan tatapan yang tegar. Tanpa takut.
Tanpa ragu. Sama seperti pandangannya. Aku geli sendiri
melihatnya. "Tatapan kalian.... sama seperti "Dia". Hebat! Hebat
sekali! benar"kan" Snow" Kau sudah selesai atau belum?"
tanyaku dengan geli. Dan, Snow langsung muncul dengan
mulut yang belepotan dengan darah.
"Ya Nona, saya sudah selesai. Tidak ada yang bersisa.
Semua bekas tulang dan pakaian mereka saya berika ke
Snamen. Ia terlihat senang sekali Nona, sepertinya ia sudah
83 lama tidak makan. Tapi kasihan. Ia hanya mendapatkan
tulang benulang," cerita Snow. Aku tersenyum
mendengarnya. "Kau baik sekali Snow," ucapku lembut sambil
mengelap skeliling bibirnya yang belepotan darah. Snow
tersenyum mendengarnya. "Nona yang mengajarkan saya," ucapnya sambil
tersenyum senang. Lalu ekspresinya terlihat sedih
menatapku. "Nona, apakah sekarang waktunya untuk itu" Apakah
Nona?" "Aku lelah, aku ingin beristirahat Snow, begitu pula
denganmu. Benar"kan" Ingat janji kita Snow?" selaku dengan
ramah. Snow terlihat sedih mendengarnya, tapi ia
mengangguk. "Ya Nona," ucapnya sedih. Aku tersenyum sambil
memandang sepasang penyihir itu.
"Kalian berdua, bila kalian memang teman gadis ini,
bawalah ia dengan selamat hingga ke keluarga Phoenix.
Aku... masih harus menuntaskan semuanya. Ingat itu,"
ucapku serius. Mereka hanya terdiam.
"Dag!" ucapku ramah sambil tersenyum. Aku
langsung memejamkan kedua mataku dan melepaskan
semua energi yang bermunculan itu. Bisa kurasakan lamalama tubuhku mulai terasa lelah, dan semuanya.... terasa
ringan seperti kapas. @@@ 84 Tubuhku seperti melayang. Kepalaku teras berdenyut
nyeri. Apa" apa yang terjadi" Di mana aku" Kenapa
semuanya gelap" Ke mana yang lainnya" Tiba-tiba kilasankilasan gambat bermunculan di benakku. Gambar yang
mengerikan. Seolah-olah aku yang merasakannya. Gambar tanpa
suara, di hutan saat badai salju. Aku duduk bersimpuh di atas
tumpukan salju dengan nafas terengah. Dan, saat melihat
kedua tanganku, aku melihat darah. Lalu aku mendengar
suara teriakan dari arah belakangku, dan saat aku menoleh....
warna merah itu tiba-tiba saja memercik ke arahku.
Membuatku sadar, bahwa tubuhku kini terpercik darah
merah.... dan sebuah tubuh yang di liputi darah yang lebih
banyak dari pada diriku terbaring tidak bergerak, tepat di
depanku. Sesosok tubuh perempuan berambut panjang. Apa
ini!" darah!" Mayat!" Tidak! Tidak! TIDAAAA.....K!!
"Ah!?" dengan nafas terengah, aku membuka kedua
mataku. Bisa kurasakan keringat yang mengalir deras
membasahi tubuhku, dan nafasku yang sama sekali tidak
teratur. Air mataku pecah, mengalir. Apa itu tadi"
"Ah! Snow sudah sadar!" aku sentak kaget
mendengar suara teriakan. Dan, sadarlah aku kalau tubuhku
di baringkan di atas rerumputan. Di bawah sebuah pohon
yang subur dan besar, sehingga membuatku teduh dan
cahaya matahari tidak dapat membuatku kepanasan. Aku
mengerjab bingung saat seorang anak perempuan bertubuh
mungil langsung memandangku dari balik pohon.
85 "Wah~ Kakak sudah sadar juga! Kak Corin sudah
sadar!" teriak gadis kecil itu. Jadi dia yang berteriak tadi" Aku
langsung sadar kalau gadis itu adalah Piby. Lalu, aku melihat
Al, tepat berada di belakang Pi. Anak cowok yang lebih kecil
dari Pi itu sama sekali tak terlihat di balik tubuh Pi yang lebih
besar. "Kolin?" tanya Al sambil berjalan dan langsung
berdiri di sebelahku. Untuk pertama kalianya dia
menyebutkan namaku. Dan ia langsung mengusap keringat
yang ada di keningku dengan tangan mungilnya yang seputih
salju. Aku tersenyum dengan perlakuannya.
"Kelingat," ucapnya sambil memandang tangannya
yang basah karena mengelap keringatku.
"Ya," ucapku geli. Aku langsung sadar, bahwa aku
berada di sebuah tempat entah di mana. Sebuah padang
rumput, yang di hembusi oleh udara yang segar. Tempat
yang benar-benar menyenangkan.
"Ah! Corin, kau sadar akhirnya! Kupikir kau akan
sadar besok!" ucap Lin dengan senang sambil memandangku.
Aku tersenyum lemah mendengarnya dan langsung berdiri.
Aku sentak kaget saat semuanya menjadi gelap. Ah, darah
rendahku..... "Corin!?" ucap Lin kaget.
"Tidak apa, hanya saja aku.... darah rendah," ucapku
jujur sambil memandang Lin yang terlihat cemas
memandangku. Lalu aku menggerutkan kening saat sadar
bahwa Snow juga sedang terbaring di atas rerumputan
86 dengan pakaian yang mengerikan. Bajunya kotor dan robek,
dengan noda hitam yang sangat banyak.
"Loh" Kenapa baju Snow jadi kotor seperti itu?"
ucapku kaget sambil menghampiri Snow yang langsung
memandangku. Snow sentak kaget memandangku dan
langsung berdiri. Wajahnya terlihat cemas sekali.
"Nona! Kenapa dengan pakaian Nona!" Kenapa
pakaian Nona dan Saya jadi tercium bau darah dan sangat
mengerikan!?" tanyanya panik. Aku sentak kaget
mendengarnya dan langsung memandang bajuku sendiri.
Teluk Akhirat 1 Wiro Sableng 177 Jaka Pesolek Penangkap Petir Pendekar Pedang Dari Bu Tong 22
^