Pencarian

Aku Mau Saja Bilang 2

Aku Mau Saja Bilang Cinta, Tapi Setelah Itu Aku Harus Membunuhmu I"d Tell You I Love You But Then I"d Have To Kill You Gallagher Girls 1 Karya Ally Carter Bagian 2


cowok tetap saja cowok, dan segerombol hormon testosteron
yang memakai kaus football sedang berkumpul di seberang jalan.
Aku nggak perlu foto-foto pengawasan untuk tahu siapa yang
berada di tengah-tengah kerumunan.
Wanita-wanita tua itu menatapku seakan aku sebatang
jarum yang sedang mereka gunakan untuk menjahit, dan aku
mengatakan satu-satunya hal yang bisa kupikirkan. "Dr. Smith
bilang dia perlu pergi ke selatan"keadaan makin panas. Aku
menatap melewati kerumunan yang mengelilingiku, ke arah
kerumunan yang mengelilingi Bex, berharap dia mendengar
dan mengerti bahwa Subjek sedang menuju ke arahnya.
Tapi harapanku merosot saat aku mendengarnya berkata,
"Yeah, aku suka sekali kemenangan yang tipis."
"Bukankah itu bagus?" si wanita tua berkata. "Apakah
nenekmu tahu ke mana dia akan pergi?"
Aku melihat jaket gelap Mr. Smith menghilang melewati
pilar-pilar pintu utama perpustakaan, kemudian menghilang
dari pandangan. "Kau tahu, dia benar-benar kutu buku," kataku, berharap Liz
mendengarkan. "Dia memang selalu ingin berada dekat-dekat
Isi-Editbaru.indd 84 perpustakaan, persis di belokan menuju perpustakaan, bahkan,"
kataku melalui gigi yang terkatup, persis saat nada statis dan
kekacauan memenuhi telingaku.
Aku mendengar Bex bergumam, "Oh, tidak!"
Di depanku, cowok-cowok football itu berjalan berombongan
sepanjang jalan, tapi Bex nggak bersama mereka. Sejauh yang
bisa kulihat, Bex nggak ada di mana pun, begitu juga dengan
Smith. "Maaf, semuanya. Saya harus pergi," kataku cepat dan buruburu menjauh. "Kutu buku," kataku, "apakah kau melihat me?
reka" Aku kehilangan kontak visual dengan Subjek dan eyeball.
Kuulangi. Aku kehilangan kontak visual dengan Subjek
dan?" Aku sampai di perpustakaan dan menatap ke arah terakhir
kalinya aku melihat Mr. Smith, tapi satu-satunya yang kulihat
adalah barisan panjang lampu jalan kuning. Aku menyelinap
kembali ke kerumunan, memutari seluruh taman, hingga sam?
pai kembali di tempatku memulai, area kosong di antara toko
sepatu dan Balai Kota, tepat di belakang tangki air.
Seharusnya aku lebih waspada terhadap keadaan sekeliling?
ku, aku tahu"itu ada dalam Spy 101"tapi sudah terlambat.
Tadi kami sudah sangat dekat" saaaangat dekat. Aku nggak
ingin mengakuinya pada diri sendiri, tapi waktu menghabiskan
es krim itu, aku benar-benar mulai membayangkan se?perti apa
rasanya mendengar Joe Solomon mengatakan, "Pe?kerja?an ba?
gus." Tapi sekarang mereka menghilang"semua orang"Smith,
Bex, dan Liz. Aku nggak bisa melarikan diri dan kembali ke
sekolah"nggak mungkin. Kami begitu dekat. Jadi aku melesat
ke arah stan funnel cake, satu-satunya tempat yang kami rasa
Isi-Editbaru.indd 85 pasti akan dikunjungi Smith sebelum malam berakhir, tapi aku
nggak memperhatikan ke mana aku pergi atau betapa Wakil
Kepala Polisi memenuhi tempat duduk kecil di atas tangki air.
Aku mendengar derakan bola bisbol mengenai besi, merasakan
gerakan dari ujung mataku, tapi semua latihan P&P di dunia
pun nggak bakal cukup untuk membantuku meng?hindari
gelombang pasang yang jatuh ke atas bahuku.
Yeah, yang benar saja. Operasi rahasia pertamaku juga me?
rupakan kontes kaus basah pertamaku, dan saat aku berdiri
meng?gigil, aku tahu itu mungkin akan jadi yang terakhir buat?
ku, untuk keduanya. Orang-orang berlari ke arahku, menawar?
kan handuk, bertanya apakah mereka boleh memberikan
tumpang?an pulang. Yeah, jelas aku sama sekali bukan bunglon, pikirku, sambil
ber?terima kasih pada mereka secepat mungkin dan melesat
men?jauh. Setengah jalan sepanjang trotoar, aku mengeluarkan
selembar uang dua puluh dolar basah dari saku, membeli kaus
bertuliskan Go Pirates!, dan memakainya.
Di telingaku, unit komunikasinya sudah berubah dari derak?
an statis menjadi keheningan total, dan aku menyadari dengan
kaget bahwa salib perak kecilku, walaupun dibuat dari tekno?
logi terbaru, bukanlah model yang antiair. Gerombolan cowokcowok football Bex berjalan lewat, tapi nggak satu mata pun
menatap ke arahku. Sebagai cewek, aku nggak akan keberatan
dengan sedikit lirikan, tapi sebagai mata-mata, aku benar-benar
lega karena penampilan habis tenggelam yang chic ini nggak
terlalu banyak mengurangi kerahasiaanku. Aku berjalan ke
arah stan funnel cake, mengetahui bahwa kapan pun aku bisa
berbelok di sudut dan menemukan kekacauan"dan kurasa
dengan suatu cara, aku memang melakukannya.
Isi-Editbaru.indd 86 *** Bex dan Liz duduk bersama di sebuah bangku sementara Mr.
Smith mondar-mandir di depan mereka, dan wow, betapa me?
nyeramkannya dia saat itu. Wajah barunya memang selalu
ter?lihat galak, tapi aku belum memperhatikan garis-garis keras?
nya sampai Mr. Smith mencondongkan diri kepada Liz dan
berteriak, "Miss Sutton!"
Liz mulai mengkerut, tapi Bex menyilangkan lengannya dan
terlihat benar-benar bosan.
"Aku ingin tahu apa yang kalian lakukan di sini!" tuntut
Mr. Smith. "Miss Baxter?"ia menoleh pada Bex?"kau akan memberi?
tahu?ku kenapa kau dan Miss Sutton meninggalkan sekolah.
Kau akan menjelaskan kenapa kalian mengikutiku selama tiga
puluh menit, dan?" Aku mengamati ekspresi Mr. Smith ber?
ubah saat sesuatu terlintas di pikirannya. "Dan kau akan mem?
beritahuku di mana Joe Solomon berada saat ini juga."
Bex dan Liz saling menatap lama sebelum Bex menoleh
kembali pada Mr. Smith. "Saya tadi ingin sekali makan corn
dog." Well, tadi kan aku sudah menyebutkan ketidakcukupan corn
dog dalam tim servis makanan Akademi Gallagher, tapi Mr.
Smith nggak memercayai argumen Bex, padahal itu memang
benar. Tapi memang seharusnya Mr. Smith nggak percaya. Dia
tahu dengan jelas"Bex dan Liz nggak akan bicara.
Itu baru teman-temanku. Kemudian aku teringat bahwa mungkin aku seharusnya me?
lakukan sesuatu! Bagaimanapun, misi ini belum selesai"belum
Isi-Editbaru.indd 87 benar-benar selesai. Masih ada harapan. Tentunya aku bisa
menyelamatkan sebagian misi ini. Tentunya"
Aku benar-benar mulai membenci Joe Solomon. Pertamatama dia mengirim kami untuk mengikuti seorang laki-laki
yang hampir dipastikan akan memergoki setidaknya salah satu
dari kami, kemudian dia nggak mengajarkan apa yang harus
dilakukan kalau kami tertangkap! Apakah aku harus membuat
pengalihan perhatian dan berharap Bex serta Liz bisa me?
nyelinap pergi" Apakah aku harus mencari senjata dan me?
nyerang Smith dari belakang" Ataukah aku hanya harus
berjalan menyeberangi jalanan dan mengambil tempat yang
pantas untukku di sebelah mereka di bangku penuh rasa malu
itu" Dari ujung mataku, aku melihat truk Overnight Express
berjalan lewat. Truk itu bisa saja berhenti dan satu pasukan
lang?sung menyerbu kemari dan menyelamatkan kami, tapi itu
nggak terjadi; dan aku langsung tahu kenapa. Jalanan dipenuhi
orang yang nggak pernah boleh tahu kekuatan cewek-cewek di
bangku itu. Aku bisa saja menyelamatkan saudara-saudaraku,
tapi tidak boleh kalau risikonya membahayakan persaudaraan
Gallagher. "Berdiri," Mr. Smith memberitahu Liz. Ia melemparkan
botol Dr. Pepper ke dalam tempat sampah di dekat situ. "Kita
akan menyelesaikan diskusi ini di sekolah."
Aku tetap berdiri di bayang-bayang, mengamati Bex serta
Liz berjalan lewat. Kau tahu kau bisa bergerak dengan
sembunyi-sembunyi kalau dua sahabat terbaikmu di seluruh
dunia bisa lewat begitu saja dalam jarak enam meter dan
nggak menyadari keberadaanmu. Tapi itu yang terbaik, pikirku.
Bagaimanapun, aku masih menjalankan misi.
Isi-Editbaru.indd 88 Aku menunggu sampai mereka berbelok di sudut, kemudian
menyeberangi jalan. Tak seorang pun menatap dua kali padaku.
Nggak satu jiwa pun berhenti untuk menanyakan namaku atau
memberitahuku betapa miripnya aku dengan ibuku. Aku nggak
perlu melihat pandangan sedih tidak nyaman yang langsung
muncul di mata semua orang begitu mereka sadar aku adalah
Cammie Morgan"anggota keluarga Morgan yang itu"bahwa
ayahku sudah meninggal. Di jalan-jalan Roseville, aku hanya?
lah cewek biasa, dan rasanya begitu enak sampai-sampai aku
hampir nggak mau mengeluarkan sehelai Kleenex dari saku,
meraih ke dalam tempat sampah, dan dengan hati-hati meng?
ambil botol yang tadi dibuang Mr. Smith"tapi aku melaku?
kannya juga. "Misi berhasil," bisikku. Kemudian aku berbalik, tahu sudah
waktunya untuk kembali ke dunia tempat aku bisa jadi tak
terlihat, tapi tetap dikenal.
Dan saat itulah aku melihatnya"seorang cowok di seberang
jalan"memandangiku. Isi-Editbaru.indd 89 Bab T u j u h engan syok, aku menjatuhkan botol itu ke jalanan, tapi
botol itu nggak pecah. Saat botol itu menggelinding ke arah
belokan, aku melesat maju dan mencoba memungutnya, tapi
tangan lain mendahuluiku"tangan yang cukup besar dan jelas
seperti tangan cowok, dan aku akan berbohong kalau bilang
nggak ada sedikit sentuhan-jari-kelingking yang disengaja, ber?
lanjut ke sensasi menggelitik yang mirip dengan yang ku?rasa?
kan saat kami menggunakan krim modifikasi sidik jari se?
mentara milik Dr. Fibs (hanya saja rasanya jauh lebih baik).
Aku berdiri dan cowok itu mengulurkan botolnya ke arah?
ku. Aku mengambilnya. "Hai." Ia memasukkan satu tangan ke saku jins baggy-nya,
menekannya ke bawah, seakan menantang celana itu untuk
me?luncur turun dari pinggulnya dan bertumpuk di atas sepatu
Nike-nya yang memiliki kilau hari-pertama-sekolah yang ter?
lalu putih itu. "Jadi, kau sering datang ke sini?" ia bertanya
dengan cara yang sedikit mengejek diri sendiri. Aku nggak bisa
Isi-Editbaru.indd 90 menahan diri"aku tersenyum. "Begini, kau bahkan nggak
perlu menjawab pertanyaanku, karena aku kenal semua tempat
sampah di kota ini, dan walaupun yang ini adalah tempat
sampah yang sangat bagus, sepertinya ini bukan tempat sampah
yang isinya biasa dipunguti cewek sepertimu." Aku membuka
mulut untuk memprotes, tapi ia meneruskan. "Nah, tempattem?pat sampah di Seventh Street, itu baru tempat sampah
yang bagus." Pelajaran Mr. Solomon pada hari pertama kelas Operasi
Rahasia teringat kembali olehku, jadi aku mencatat detaildetail?nya: cowok itu tingginya sekitar 177 cm, memiliki rambut
cokelat bergelombang, dan punya mata yang bahkan akan
mem?buat mata Mr. Solomon tidak menarik. Tapi hal yang
paling kuperhatikan adalah betapa mudahnya dia tersenyum.
Aku bahkan nggak berniat menyebutkannya, hanya saja se?
nyum?an itu tampak menegaskan seluruh wajahnya"mata,
bibir, pipi. Senyuman itu nggak secara khusus menampakkan
gigi atau apa. Hanya saja senyuman itu mudah dan lancar, se?
perti mentega yang meleleh. Walaupun begitu, aku bukanlah
penilai yang paling adil untuk hal-hal seperti itu. Bagaimana?
pun, dia kan sedang tersenyum padaku.
"Itu pasti bukan botol biasa," katanya (sambil tersenyum,
tentu saja). Aku menyadari betapa menggelikannya diriku. Di bawah
ke?hangatan senyuman itu, aku melupakan legendaku, misiku"
semuanya"dan aku mengatakan hal pertama yang muncul
dalam pikiranku, "Aku punya kucing!"
Cowok itu menaikkan alis dan aku membayangkan dia me?
ngeluarkan ponsel untuk memberitahu rumah sakit jiwa ter?
dekat bahwa ada pasien lepas di Roseville.
Isi-Editbaru.indd 91 "Kucingku suka bermain dengan botol-botol," aku meng?
oceh terus, bicara dengan kecepatan sembilan puluh kilometer
per jam. "Tapi botol terakhirnya pecah, kemudian dia kena
pecahan kaca di kakinya. Suzie! Itu nama kucingku"yang
kena pecahan kaca di kakinya"bukannya aku punya yang
lain"kucing, maksudku, bukan botol. Itulah sebabnya aku me?
merlukan botol ini. Aku bahkan nggak yakin dia menginginkan
botol lain, dengan semua?"
"Trauma karena terkena pecahan kaca di kakinya," si cowok
me?nyelesaikan kalimatku.
Aku mengembuskan napas, lega karena mendapat kesempat?
an untuk mengatur napas. "Tepat sekali."
Ya, beginilah tingkah mata-mata pemerintah yang terlatih
de?ngan baik saat misinya terganggu. Entah bagaimana, kurasa
fakta bahwa si pengganggu terlihat seperti campuran antara
George Clooney muda dan Orlando Bloom mungkin punya se?
dikit pengaruh. (Kalau dia terlihat seperti campuran antara
Clooney dan, katakanlah, salah satu dari hobbit itu, aku mung?kin
akan jauh lebih mampu membuat alasan yang masuk akal.)
Dari ujung mata, aku melihat truk Overnight Express ber?
belok ke sebuah gang. Aku bisa merasakannya berhenti di
sana"menungguku"jadi aku berbalik dan mulai berjalan, tapi
tidak sebelum cowok itu berkata, "Jadi, kau anak baru di
Roseville, ya?" Aku menoleh kembali padanya. Mr. Solomon
mung?kin nggak akan menekan klakson untuk menyuruhku
cepat-cepat, tapi bahkan melalui unit komunikasiku yang rusak
aku bisa merasakan rasa frustrasi guruku itu, mendengar jam
yang berdetik. "Aku" mmm, dari mana kau tahu?"
Cowok itu mengangkat bahunya naik-turun satu atau dua
Isi-Editbaru.indd 92 senti saat memasukkan tangannya lebih dalam ke saku. "Aku
tinggal di Roseville sepanjang hidupku. Semua orang yang
kukenal tinggal di Roseville sepanjang hidup mereka. Tapi aku
belum pernah melihatmu."
Mungkin itu karena aku cewek yang nggak dilihat siapa pun,
begitu aku ingin bilang. Tapi dia melihatku, aku menyadari,


Aku Mau Saja Bilang Cinta, Tapi Setelah Itu Aku Harus Membunuhmu I"d Tell You I Love You But Then I"d Have To Kill You Gallagher Girls 1 Karya Ally Carter di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dan pikiran itu membuatku kehabisan napas sama parahnya
seperti saat aku ditendang di perut (perbandingan yang sangat
mampu kubuat). "Tapi" hei?" kata cowok itu, seakan sebuah pikiran baru
saja terlintas di benaknya. "Kurasa aku akan bertemu dengan?
mu nanti, di sekolah."
Hah" Aku berpikir sesaat, bertanya-tanya bagaimana se?
orang cowok bisa diterima di Akademi Gallagher (terutama
kalau Tina Walters bersumpah ada sekolah khusus cowok top
secret di suatu tempat di Maine, dan setiap tahun dia membuat
petisi kepada Mom agar memperbolehkan kami berdarmawisata
ke sana). Kemudian aku teringat legendaku"aku remaja cewek nor?
mal"cewek yang nggak akan dia lihat di koridor-koridor
Roseville High, jadi aku menggeleng. "Aku nggak bersekolah
di sekolah negeri." Dia tampaknya agak terkejut mendengar ini, kemudian me?
nunduk menatap dadaku. (Bukan dengan cara ITU"aku me?
ngenakan kaus longgar, ingat" Lagi pula, biar kuberitahu kau,
nggak banyak yang bisa dilihat.) Aku menunduk untuk melihat
salib perak yang berkilauan di atas kaus hitam baruku.
"Apa"apakah kau ikut homeschooling atau semacamnya?"
tanya cowok itu, dan aku mengangguk. "Untuk mmm, alasanalasan keagamaan?"
Isi-Editbaru.indd 93 "Ya," kataku, berpikir bahwa itu terdengar sama bagusnya
seperti alasan lain. "Kira-kira seperti itu." Aku melangkah
mundur ke arah truk, ke arah teman-teman sekelasku, ke arah
rumahku. "Aku harus pergi."
"Hei!" teriaknya memanggilku. "Sudah gelap. Biar aku meng?
antarmu pulang"tahu, kan"untuk perlindungan."
Aku cukup yakin aku bisa membunuhnya dengan botol
soda dalam genggamanku, jadi mungkin aku bakal tertawa ka?
lau saja tawarannya tidak semanis itu. "Aku akan baik-baik
saja," aku balas berseru padanya saat berjalan cepat-cepat di
se?panjang trotoar. "Kalau begitu untuk perlindunganku."
Aku nggak bisa menahan diri"aku tertawa saat berteriak,
"Kembalilah ke karnaval!"
Sepuluh langkah lagi dan aku hampir berbelok di sudut;
aku bakal terbebas, tapi cowok itu berteriak, "Hei, siapa nama?
mu?" "Cammie!" Aku nggak tahu apa yang membuatku mengata?
kannya, tapi kata itu sudah keluar, dan aku nggak bisa menarik?
nya kembali, jadi aku berkata lagi, "Namaku Cammie," seakan
mencoba mengukur kebenarannya.
"Hei, Cammie?" cowok itu mengambil langkah-langkah
pelan dan panjang, menjauh dariku, ke arah lampu-lampu serta
suara-suara festival yang masih ramai, ?"beritahu Suzie dia
kucing yang beruntung."
Pernahkah kata-kata yang lebih seksi diucapkan" Aku benarbenar berpikir jawabannya nggak!
"Aku Josh, omong-omong."
Aku mulai berlari saat berteriak, "Selamat tinggal, Josh."
Isi-Editbaru.indd 94 Tapi bahkan sebelum kata-kata itu sampai padanya, aku sudah
menghilang. Truk Overnight Express-nya menunggu di ujung gang saat aku
sampai, lampunya mati. Aku merasakan botol soda Mr. Smith
di tanganku dan untuk sesaat nggak bisa mengingat kenapa
aku mau membawa-bawa benda semacam itu. Aku tahu. Seka?
rang aku hampir malu"fakta bahwa sepuluh detik bersama
seorang cowok bisa membuatku melupakan misiku. Tapi aku
me?mang menatap botol itu, dan ingat siapa diriku"kenapa aku
berada di sana"dan aku tahu sudah waktunya melupakan ten?
tang cowok, tempat sampah, dan kucing yang bernama Suzie.
Aku ingat apa yang nyata dan apa yang legenda.
Saat menarik pintu belakang truk hingga terbuka, aku ber?
harap melihat teman-teman sekelasku duduk di sana, iri pada
kemampuan mata-mata superku dalam menyelesaikan misi, tapi
yang kulihat hanyalah paket-paket"bahkan televisinya sudah
nggak ada, dan bukannya teriakan-teriakan ucapan selamat,
aku mendengar kata-kata Beritahu Suzie dia kucing yang be?
runtung bergema di dalam kepalaku, kemudian menjadi hening
saat aku menyadari ada yang nggak beres.
Aku berbalik di jalanan. Aku melihat ke bagian depan
truk, tempat topi oranye terang tergeletak di dasbor, mungkin
di situlah sopir sungguhannya meninggalkan topi itu. Kami
datang dan pergi tanpa jejak, dan sekarang satu-satunya yang
tertinggal adalah botol ini serta perjalanan pulang yang
panjang. Aku memberitahu diriku bahwa harus berlari tiga kilometer
mengenakan jins basah hanyalah karma karena telah me?
nikmati corn dog dan es krim sekaligus. Tapi saat sampai di
Isi-Editbaru.indd 95 ping?gir kota, aku nggak begitu yakin. Saat aku berlari, pikiran?
ku bebas. Aku seakan kembali di jalan tadi bersama Josh. Aku
mengamati saat Liz dan Bex menghilang di balik belokan
bersama Mr. Smith. Aku bicara pada wanita tua ten?tang nenek
yang nggak kukenal. Aku hanya cewek biasa di pesta.
Lampu-lampu sekolah bersinar melewati daun-daun pe?
pohonan di kejauhan saat sepatu botku berderap dengan irama
berat di trotoar. Bahan denim yang basah menggosok kakiku.
Keringat mengalir menuruni punggungku. Mom selalu berkata
bahwa mata-mata seharusnya memercayai nalurinya, dan saat
itu naluri memberitahuku bahwa aku nggak ingin kembali ke
mansion, bahwa aku nggak ingin berada dekat-dekat Joe
Solomon dan Mr. Smith. Saat mencapai gerbang utama, aku
hampir bersedia memberikan apa saja supaya nggak perlu ber?
jalan melewatinya. "Malam besar, Cam?" Seorang laki-laki pendek gemuk dengan
potongan rambut sangat pendek dan mulut lebar yang penuh
permen karet muncul di pintu rumah penjaga. Dia tahu nama?ku,
tapi aku nggak pernah dikenalkan padanya. Kalau aku pernah
dikenalkan padanya, aku mungkin nggak akan men?juluki?nya
Penjaga Permen Karet. Tapi begitulah, dia hanyalah anggota staf
lain yang bekerja untuk Mom, yang mungkin per?nah menjalan?
kan berbagai misi bersama Dad, yang tahu semua detail hidupku,
sementara aku nggak tahu apa-apa tentang hidupnya.
Tiba-tiba aku merindukan bangkuku di Roseville. Aku me?
rindukan kekacauan tanpa nama yang berisik di taman itu.
Aku mulai melalui jalan masuk, tapi Penjaga Permen Karet
ber?teriak memanggilku, "Hei, Cam, butuh tumpangan?" Ia
memberi isyarat ke mobil golf berwarna merah delima yang
ada di belakang rumah penjaga.
Isi-Editbaru.indd 96 "Tidak, terima kasih." Aku menggeleng. "Selamat malam."
Maafkan aku karena nggak tahu namamu.
Saat aku sampai di selasar utama, aku mulai menaiki
tangga. Aku mau mandi. Aku mau tempat tidurku. Aku mau
meng?hilangkan perasaan nggak enak yang memenuhi perutku
sejak aku melihat topi oranye itu tergeletak di atas dasbor"di?
telantarkan. Aku membawa botol itu di tanganku, tapi entah
bagaimana aku tahu itu bukan hal yang benar-benar penting.
Kemudian aku mendengar langkah-langkah kaki dan teriak?
an "Tunggu!" saat Mr. Mosckowitz berjalan terburu-buru me?
ngejarku. "Hai, Mr. M. Anda mengemudi dengan hebat malam ini,"
kata?ku. Aku ingat bahwa ini juga misi pertamanya.
Sesuatu yang penting pasti membuatnya mengejarku, tapi
untuk sesaat ekspresi wajahnya berubah. Dia benar-benar ber?
sinar (tapi bukan seperti saat dia mengetes gel kulit antiapi itu
untuk Dr. Fibs). "Menurutmu begitu?" tanya Mr. M. "Karena, well, pada
tanda berhenti yang kedua itu, kurasa aku mungkin ragu-ragu
se?dikit terlalu lama. Empat puluh delapan jam atau kurang,"
kata?nya, dengan tinju ke udara, "itulah moto Overnight
Express; aku hanya merasa sopir sungguhan nggak akan me?
nunggu begitu lama."
"Oh." Aku mengangguk ke arahnya. "Saya rasa tindakan
Anda tepat sekali"hanya kecelakaan yang bisa menyebabkan
ke?terlambatan, Anda tahu."
Wajahnya cerah lagi. "Menurutmu begitu?"
"Anda menjalankan tugas dengan sempurna."
Aku berbalik lagi dan menaiki tangga, tapi Mr. Mosckowitz
berkata, "Oh, wah, tunggu. Aku seharusnya memberitahumu?"
Isi-Editbaru.indd 97 Ia berhenti sejenak dan aku membayangkan dia mengadukaduk memori gigabyte di dalam otaknya, ?"bahwa kau harus
melapor ke kelas Operasi Rahasia begitu kembali dari misi."
Tentu saja aku harus melakukannya, pikirku sambil men?
cengkeram botol itu. Tentu saja misi ini belum berakhir.
Saat scanner mata menyapu wajahku, aku mendengar Mr.
Mosckowitz bertanya, "Hei, Cammie, tadi itu memang me?
nyenang?kan. Bukankah begitu?" Dan aku menyadari bahwa
salah satu laki-laki paling brilian di dunia ini perlu diyakinkan
olehku bahwa dia telah bersenang-senang.
Tempat ini nggak pernah berhenti membuatku kagum.
Isi-Editbaru.indd 98 t.c Bab D e l a p a n ublevel Satu gelap saat aku keluar dari lift. Aku menyusuri
labirin kaca, melewati tanda-tanda menuju pintu ke?luar darurat
dan layar komputer yang berkedip-kedip. Aku melewati
perpustakaan yang dipenuhi fakta yang terlalu sensitif untuk
diketahui anak kelas tujuh. Aku berjalan di sepanjang balkon
yang di bawahnya terlihat ruangan tiga tingkat yang sa?ngat
besar, sebesar gymnasium yang dilengkapi dinding-dinding yang
bisa dipindahkan serta orang-orangan, jadi Bex dan aku me?
nyebutnya rumah boneka"itulah tempat bermain para matamata.
Saat aku semakin dekat ke ruang kelas, koridornya menjadi
lebih terang, dan tak lama kemudian aku menatap siluet
teman-teman sekelasku pada satu dinding kaca yang diterangi
sinar lampu.Tak seorang pun bicara. Mr. Solomon tidak. Begitu
pula murid-muridnya. Aku melangkah ke pintu yang ter?buka"
melihat teman-teman sekelasku di tempat duduk mereka yang
Isi-Editbaru.indd 99 biasa dan Mr. Solomon duduk di atas rak buku rendah di
bagian belakang ruangan, kedua tangannya men?cengkeram
kayu gelap itu selagi bersandar santai.
Aku berdiri diam cukup lama, nggak tahu apa yang harus
kulakukan. Akhirnya, aku berkata, "Saya mendapatkan botol?
nya." Tapi Joe Solomon nggak tersenyum. Dia nggak mengatakan
"bagus sekali." Dia bahkan nggak menatapku saat bersandar
pada rak buku itu, menatap ubin-ubin putih di lantai.
"Masuklah, Miss Morgan," katanya pelan. "Kami telah me?
nunggu kedatanganmu."
Aku berjalan menuju mejaku di ujung terjauh ruangan,
kemudian aku melihatnya"kedua kursi yang kosong. Aku men?
coba menatap mata teman-teman sekelasku, tapi nggak satu
pun dari mereka balas menatapku.
"Mereka seharusnya sudah kembali?" aku memulai, tapi
tepat pada saat itu Mr. Solomon mengambil remote control dan
me?nekan sebuah tombol, seketika ruangan itu menjadi gelap
kecuali segaris tipis cahaya panjang yang bersinar dari proyek?
tor di sebelahnya. Aku berdiri di tengah-tengah jalur cahaya
itu, siluetku terbentuk di atas gambar yang bersinar di layar.
Di gambar proyektor, tampak Bex duduk di dinding di
depan perpustakaan Roseville. Kemudian aku mendengar suara
klik dan gambarnya berubah. Aku melihat Liz mengintip dari
belakang pohon, itu benar-benar tampak buruk, tapi Mr.
Solomon nggak berkomentar. Sepertinya sikap diam Mr.
Solomon benar-benar bertambah buruk. Suara klik lagi. Bex
menoleh ke belakang, menyeberangi jalan. Klik. Liz ada di
sebelah stan funnel cake.
"Ajukan pertanyaan itu, Miss Morgan," kata Mr. Solomon,
100 Isi-Editbaru.indd 100 suaranya membahana menakutkan ke seluruh ruangan yang
gelap. "Tidakkah kau ingin tahu di mana mereka?"
Aku memang ingin tahu, tapi aku hampir-hampir takut
mendengar jawabannya. Lebih banyak gambar muncul di layar,
foto-foto pengintaian yang diambil oleh tim yang ditempatkan
dan terlatih dengan sangat baik. Bex dan Liz nggak tahu tim
itu ada di sana"aku nggak tahu tim itu ada di sana. Walau?
pun begitu, seseorang menguntit setiap langkah kami. Aku
merasa seperti hewan buruan.
"Tanyakan padaku kenapa mereka tidak ada di sini," tuntut
Mr. Solomon. Aku melihat siluet samar tubuhnya. Lengannya
bersedekap. "Kau ingin menjadi mata-mata, bukankah begitu,
Bunglon?" Nama sandiku hanya jadi ejekan di bibirnya. "Se?
karang katakan padaku, apa yang terjadi pada mata-mata yang
tertangkap musuh?" Tidak, pikirku. Klik lagi. Apakah itu Bex" Tentu saja bukan"Bex bersama Mr. Smith;
dia aman, tapi aku nggak bisa nggak menatap gambar yang
kasar dan gelap di layar itu"wajah bengkak serta berdarah
yang balas menatapku"dan aku gemetar melihat keadaan te?
man?ku. "Mereka tidak akan mulai dengan Bex, kau tahu," Mr.
Solomon melanjutkan. "Mereka akan mulai dengan Liz."
Klik lagi, kemudian aku menatap sepasang lengan kurus
yang diikat di belakang kursi serta uraian rambut pirang yang
ber?darah. "Orang-orang ini sangat ahli dalam pekerjaan me?
reka. Mereka tahu Bex bisa menahan banyak pukulan; tapi
yang paling menyakiti Bex adalah mendengar teriakan-teriakan
temannya." 101 Isi-Editbaru.indd 101 Lampu proyektornya terasa hangat saat cahaya itu menari
di atas kulitku. Mr. Solomon bergerak lebih dekat. Aku me?
lihat bayangannya bergabung dengan bayanganku di layar.
"Dan Liz memang berteriak"dia akan berteriak selama
sekitar enam jam, sampai tubuhnya jadi sangat dehidrasi dan
tak bisa bersuara lagi." Pandanganku menjadi kabur; lututku
te?rasa lemah. Teror berdentam-dentam di dalam telingaku
begitu keras sampai aku hampir-hampir nggak bisa mendengar
saat Mr. Solomon berbisik, "Kemudian mereka mulai dengan
Bex." Klik lagi. "Mereka merencanakan perlakukan khusus untuk?


Aku Mau Saja Bilang Cinta, Tapi Setelah Itu Aku Harus Membunuhmu I"d Tell You I Love You But Then I"d Have To Kill You Gallagher Girls 1 Karya Ally Carter di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

nya." Aku bakal muntah, pikirku, nggak bisa menatap mata Joe
Solomon. "Untuk inilah kau mendaftarkan dirimu." Ia memaksaku
meng?hadapi gambar itu. "Lihat apa yang terjadi pada temantemanmu!"
"Hentikan!" teriakku. "Hentikan." Kemudian aku menjatuh?
kan botol yang kegenggam. Leher botolnya patah, pecah, me?
nyebarkan pecahan-pecahan kaca ke seluruh lantai.
"Kau kehilangan dua per tiga timmu. Teman-temanmu hi?
lang." "Tidak," kataku lagi. "Hentikan."
"Tidak, Miss Morgan. Begitu dimulai"ini tidak berhenti."
Wajahku panas dan mataku bengkak. "Ini tidak akan ber?
henti." Dan itu memang nggak berhenti. Mr. Solomon benar dan
aku mengetahui semuanya dengan sangat baik.
Aku lebih merasakan, bukannya melihat, Mr. Solomon me?
noleh pada seisi kelas dan bertanya, "Siapa yang ingin jadi
mata-mata sekarang?"
102 Isi-Editbaru.indd 102 ka Tak seorang pun mengangkat tangan. Tak seorang pun bi?
cara. Kami memang nggak seharusnya melakukannya.
"Semester berikutnya, Nona-nona, Operasi Rahasia akan
jadi pelajaran pilihan, tapi semester ini, Operasi Rahasia pe?
lajaran wajib. Tidak seorang pun bisa mundur sekarang karena
takut. Tapi kalian tidak akan setakut saat ini"tidak semester
ini. Untuk itu kalian bisa pegang kata-kataku."
Lampu-lampu di atas kami menyala, dan dua belas cewek
me?nyipitkan mata melawan cahaya terang yang tiba-tiba me?
nyala. Mr. Solomon bergerak ke arah pintu, tapi berhenti.
"Dan Nona-nona, kalau kalian tidak takut sekarang, kami
tidak menginginkan kalian."
Dia mendorong sebuah partisi kaca ke samping, me?
nampakkan Bex dan Liz, duduk di belakangnya, nggak terluka.
Kemudian dia berjalan pergi.
Kami duduk dalam diam untuk waktu yang lama, men?
dengar?kan langkah-langkah kakinya menghilang.
Di dalam kamar, kami disambut setumpuk pakaian dan aksesori
yang tampak sangat penting pada awal malam ini"tapi sama
sekali nggak ada artinya sekarang.
Macey sudah tertidur"atau pura-pura tidur"aku nggak
peduli. Dia memakai headphone kedap suara Bose yang benarbenar mahal itu (mungkin supaya dia tetap bisa tidur meskipun
dengan suara keras udara yang berembus melewati anting
hidungnya), jadi Bex dan Liz dan aku bisa bicara atau berteriak
semau kami. Tapi kami nggak melakukannya.
Bahkan Bex kehilangan keangkuhannya, dan mungkin itu
hal yang paling menakutkan dari semuanya. Aku ingin dia
ber?canda. Aku ingin dia menirukan kembali kata-kata Smith
103 Isi-Editbaru.indd 103 dalam perjalanan pulang mereka yang panjang. Aku ingin Bex
menarik perhatian seperti lampu sorot pada dirinya supaya
kamar kami nggak begitu gelap. Tapi sebaliknya, kami duduk
dalam diam sampai aku nggak tahan lagi.
"Guys, aku?" aku memulai, perlu menyatakan penyesalan?
ku, tapi Bex menghentikanku.
"Kau melakukan apa yang akan kulakukan," kata Bex, ke?
mudian menatap Liz. "Aku juga," Liz menyetujui.
"Ya, tapi?" Aku ingin mengatakan hal yang lain, tapi apa
itu, aku nggak tahu. Di tempat tidurnya, Macey berguling, tapi dia nggak mem?
buka mata. Aku menatap jam dan menyadari saat itu sudah
hampir pukul satu pagi. "Apakah Smith marah?" tanyaku setelah beberapa waktu.
Liz sedang di kamar mandi untuk menggosok gigi, jadi Bexlah yang menjawab, "Kurasa nggak. Dia mungkin sedang me?
nertawakannya sekarang, tidakkah menurutmu begitu?"
"Mungkin," kataku.
Aku memakai piamaku. "Tapi dia bilang dia nggak melihatmu," kata Bex tiba-tiba,
se?akan baru saja ingat. Liz masuk dan menambahkan, "Ya, Cammie, dia benar-benar
terkesan waktu mendengar kau berada di luar sana. Maksudku,
benar-benar terkesan."
Aku merasakan sesuatu yang dingin di dadaku, jadi tangan?
ku terulur untuk merasakan salib perak mungil yang masih
ter?gantung di leherku, dan teringat bahwa seseorang telah me?
lihatku. Sampai saat itu, cowok di jalanan tadi sepertinya me?
mudar hampir sepenuhnya dari pikiranku.
104 Isi-Editbaru.indd 104 "Jadi," tanya Liz, "apa yang terjadi padamu setelah kami
pergi?" Aku memegang-megang salib itu, tapi mengatakan, "Nggak
ada." Aku nggak tahu kenapa aku nggak memberitahu mereka
ten?tang Josh. Maksudku, kejadian itu seharusnya penting"
warga sipil tak dikenal melakukan kontak saat operasi di?
laksana?kan"itu hal yang benar-benar harus kauberitahu pada
atasanmu, apalagi sahabat-sahabatmu. Tapi aku menyimpannya
untuk diri sendiri"mungkin karena aku nggak merasa itu pen?
ting, tapi mungkin karena di tempat di mana semua orang
mengetahui cerita hidupku, rasanya menyenangkan ketika tahu
ada satu bab yang hanya dibaca olehku sendiri.
105 Isi-Editbaru.indd 105 t.c Bab S e m b i l a n elas Budaya dan Asimilasi nggak seperti kelas-kelas yang
lain, kurasa karena itulah ruang minum teh Madame Dabney
nggak seperti ruang kelas kami yang lain. Sutra Prancis meng?
hiasi dinding. Alat penerangannya dari kristal. Segala hal di
dalam ruangan itu indah dan halus, mengingatkan kami bahwa
kami nggak hanya harus menjadi mata-mata"kami juga harus
menjadi wanita. Kadang-kadang aku membencinya dan menghabiskan
berjam-jam untuk memikirkan betapa buang-buang waktunya
mengajari kami hal-hal seperti kaligrafi dan ujung jarum (di
samping kegunaannya yang jelas untuk pesan-pesan berkode,
tentu saja). Tapi pada kali lain aku suka sekali mendengarkan
Madame Dabney bergerak ke sekeliling ruangan dengan sapu?
tangan bermonogram di tangan, bicara tentang bunga-bunga
yang sedang musim atau sejarah musik waltz.
Hari setelah misi pertama kami adalah salah satu hari-hari
106 Isi-Editbaru.indd 106 itu. Aku mungkin telah mengacaukan misi, tapi aku masih
hebat dalam mengatur meja, jadi aku benar-benar sedih waktu
Madame Dabney berkata, "Oh, astaga, Anak-anak, lihat sudah
pukul berapa." Aku nggak ingin menyingkirkan peralatan
makan yang bagus itu. Aku nggak ingin pergi ke bawah dan
menghadapi Mr. Solomon lagi.
"Tapi sebelum kalian pergi hari ini, Anak-anak," kata
Madame Dabney dengan nada bersemangat dan penuh harap
yang menarik perhatianku, "Aku punya pengumuman!"
Denting peralatan makan langsung menghilang saat semua
orang memperhatikan Madame Dabney. "Sudah waktunya bagi
kalian untuk mengembangkan pendidikan kalian di Akademi
Gallagher, jadi?" ia membetulkan kacamatanya, ?"mulai hari
ini seusai sekolah, aku akan mengajar Pelajaran Mengemudi!"
Oh, astaga! Aku benar-benar lupa tentang Pelajaran Me?
ngemudi! Tentu, kami memang diajari berkelahi dan meramu
obat penawar racun langka untuk mendapat nilai ekstra, tapi
jika menyangkut hal-hal sulit seperti mengatur kaca spion dan
mengetahui siapa yang berhak jalan di perempatan, Dewan
Pengawas Gallagher nggak mengambil risiko sedikit pun. Lagi
pula, urusan diskon-untuk-asuransi-mobilmu itu juga harus di?
pertimbangkan. Madame Dabney berkata, "Kita akan keluar dalam
kelompok-kelompok yang terdiri atas empat orang"berdasarkan
suite." Ia memeriksa selembar kertas kemudian menatap tepat
ke arah Liz, Bex, dan aku. "Dimulai dengan kalian berempat."
Liz menatap Bex dan aku, nggak mengerti. "Empat?" bisik?
nya, tepat saat pemahaman mulai muncul dan dari bagian
bela?kang ruangan kami mendengar Macey berkata, "Kedengaran?
nya menyenangkan." 107 Isi-Editbaru.indd 107 (Apakah aku benar-benar perlu mengatakan Macey bersikap
sarkastis") Siang itu, kami berjalan menuruni tangga portik di bela?
kang menuju tempat penyimpanan kendaraan-kendaraan, tem?
pat Ford Taurus tua menunggu kami, segitiga BELAJAR
MENYETIR kuningnya berkilauan di bawah sinar matahari.
Mom memberitahuku Madame Dabney menghabiskan se?
bagian besar kariernya dalam penyamaran mendalam, menyusup
dalam kelompok-kelompok rahasia Nazi yang tetap aktif di
Prancis setelah Perang Dunia II berakhir. Tapi pada saat-saat
seperti ini aku benar-benar kesulitan memercayai cerita itu"
terutama kalau wanita yang dimaksud muncul mengenakan
kaus Give Safety a Brake!
"Ooooh, Anak-anak! Ini benar-benar menyenangkan!" kata?
nya, kemudian melanjutkan dengan melakukan hal-hal seperti
menunjuk ke rem dan berkata, "Itu membuat mobilnya ber?
henti," dan gas, "itu membuat mobilnya berjalan." Tapi hal
paling sinting adalah Liz mencatat semua penjelasan itu.
Liz kan punya memori forografis! Dia bergabung dengan
Mensa pada umur delapan! Walaupun begitu, dia merasa tetap
harus menggambar diagram bagian setir dan mencatat tepatnya
tombol mana yang menyalakan wiper jendela.
"Pastikan kau menulis bahwa setirnya bulat," kataku, dan
dia benar-benar sudah menulis S-E-T-I di buku catatan kecil?
nya sebelum sadar aku hanya bercanda.
"Cammie, jangan bercanda," kata Liz, seperti yang selalu di?
lakukannya. Tapi tepat pada saat itu, Macey mengejek, "Yeah,
Cammie, jangan bercanda." Bahkan Liz pun ingin memukulnya.
"Nah, Anak-anak," kata Madame Dabney, "ayo, fokus." Ia
mengatupkan kedua tangan ke posisi berdoa sambil menoleh
108 Isi-Editbaru.indd 108 pada Bex. "Rebecca, Sayang, bagaimana kalau kau yang mu?
lai?" Aku menarik napas terkejut. Jangan salah; aku menyayangi
Bex. Dia sahabatku. Tapi aku sudah menyetir sejak bisa me?
lihat melalui atas setir dan menginjak pedalnya pada waktu
yang sama (Grandpa Morgan bersumpah itu merupakan kejadi?
an penting dalam kehidupan setiap anak petani), jadi kenapa
Bex, warga London asli, yang menghabiskan tahun-tahun per?
tumbuhannya dengan naik Tube"kereta bawah tanah"dan
meng?hentikan taksi, harus menjadi yang pertama dalam meng?
hadapi Highway 10" Aku menenangkan diri dan berpikir bahwa Bex memang
sahabatku, dan dia memang pandai dalam segala hal, atau be?
gitu?lah yang kupikir sampai dia mengemudikan Ford itu ke
jalan tol DI SISI JALAN YANG SALAH! Semua ini mungkin
bisa jadi lucu, tapi ada bukit di sana"apakah aku sudah bi?
lang" Bukit sangat besar yang nggak-bisa-dilihat-gundukannyasampai-saat-kau-hampir-menabraknya. Tapi hanya aku yang
menyadarinya, karena Madame Dabney sedang menulis di
clipboard, Liz sedang mengerjakan PR biokimia, dan Macey
se?dang mengalami keadaan darurat dengan kuku jarinya.
Aku mencoba berteriak, tapi aku pasti kehilangan ke?mampu?
an berbicara untuk sementara, dan Bex adalah satu-satunya
orang lain yang memperhatikan jalan, tapi dia pikir dia berada
di sisi jalan yang benar.
Suaraku kembali tepat pada waktunya untuk berteriak,
"BEX!" dan dia bertanya, "Apa?", lalu berbelok dan membuat
kami menukik tajam ke jalur yang satunya, yang dalam ke?
adaan normal pasti akan mengakibatkan malapetaka, tapi da?
lam kasus ini benar-benar menyelamatkan nyawa kami. Nasib
109 Isi-Editbaru.indd 109 memang rumit"sesuatu yang kurasa diketahui semua matamata pada akhirnya.
Kemudian Bex dengan tenang membetulkan gerakan mobil?
nya dan menuju ke kota, sama sekali nggak terganggu.
Saat Bex berbelok ke kiri di Piggly Wiggly dan hampir me?
nabrak seorang penjaga penyeberangan SD Roseville, Madame
Dabney menyuruhnya berhenti di tempat parkir toko bahan
makanan dan bertukar tempat dengan Macey. Tapi Bex nggak
kelihatan marah, dan sebenarnya itu sedikit menakutkan. Se?
balik?nya, ekspresi wajahnya benar-benar puas saat dia membuka
pintuku dan membuatku mendorong Liz ke kursi yang
ditinggalkan Macey, yang sedikit lebih sulit dilakukan daripada
kedengarannya, karena Liz sudah menjadi agak" oh, apa sih
katanya" "membeku.
Madame Dabney jelas sudah mendapat pelajaran berharga
dengan cara menyetir Bex, karena banyak sekali kalimat Jangan
terlalu dalam menekan gasnya, Sayang dan Oke, ada tanda
berhenti di sebelah sana, Sayang terdengar dari kursi depan saat
Macey menyetir ke jalan-jalan.
Keadaan mulai tenang. Maksudku, sungguh, rasanya hampir
menyenangkan, disetiri berkeliling, duduk di antara dua saha?
bat terbaikku di seluruh dunia, merasakan matahari bersinar
menembus jendela. Rasanya hampir normal"atau paling men?
dekati normal yang bisa dilakukan seorang cewek genius, se?
orang pewaris-perusahaan-kosmetik-garis-miring-putri-senator,
dan seorang agen rahasia di dalam Ford Taurus.
Terimpit di kursi belakang di antara Liz dan Bex, aku mulai
berpikir bahwa tidak mungkin kami bisa berkeliling kota se?
belum mendapat tugas untuk mengikuti salah satu orang yang
paling dicari di dunia. Oh, yeah, itu betul-betul keuntungan yang
110 Isi-Editbaru.indd 110 nggak adil. Pada siang hari, aku bisa melihat ribuan tempat
bersembunyi sehingga seorang cewek bisa berkeliaran tanpa


Aku Mau Saja Bilang Cinta, Tapi Setelah Itu Aku Harus Membunuhmu I"d Tell You I Love You But Then I"d Have To Kill You Gallagher Girls 1 Karya Ally Carter di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

terlihat. Aku mengenali gang-gang dan jalan-jalan kecil yang
bisa jadi jalan pintas yang sangat bagus. Aku mulai, terlepas
dari segalanya, menginginkan pertandingan ulang dengan Mr.
Smith. Tapi yang terutama, aku bertanya-tanya tentang cowok
yang malam itu kulihat. Apakah dia nyata" Apakah dia benarbenar berjalan di jalan-jalan ini"
Kemudian, aku mendapatkan jawabanku.
"Apa yang kaulakukan di bawah sana?" tanya Bex.
"Mencari lensa kontakku," sergahku balik.
"Penglihatanmu sempurna," Liz mengingatkanku.
"Hanya saja" aku hanya" aku nggak bisa mendongak se?
karang." Aku tahu mobilnya berhenti, mungkin di sebuah lampu
merah"salah satu dari dua lampu merah di kota, jadi Josh
pasti sedang mendekat. "Apa?" tanya Bex sambil berbisik. "Apa yang terjadi?" Ia
ber?pindah ke mode mata-mata, duduk tegak, dan menatap ber?
keliling. "Nggak ada apa pun di luar sana. Oh, well, kau nggak
melihat cowok yang benar-benar keren di arah pukul tiga."
Liz menjulurkan lehernya ke samping untuk melihat. "Oh,
yeah, dia agak kurus tapi lumayan juga." Kemudian ia meng?
angkat bahu dan berkata, "Oh. Lupakan saja. Dia memberi
kita Pelototan Gallagher."
Aku nggak tahu siapa yang pertama kali menggunakan
sebutan itu, tapi begitulah kami menyebut pandangan yang
diberikan orang-orang di kota pada kami setiap kali mereka
tahu di mana kami bersekolah. Itulah satu-satunya saat aku
111 Isi-Editbaru.indd 111 in mem?benci kisah penyamaran kami"saat orang-orang menatap?
ku seakan aku terhormat, seakan aku manja. Seakan aku se?
perti Macey McHenry. Aku ingin memberitahu mereka bahwa
aku menghabiskan musim panasku dengan membersihkan ikan
dan mengalengkan sayuran"tapi itu hanya salah satu dari
sejuta hal tentangku yang nggak akan pernah diketahui orangorang baik di Roseville. Tetap saja, saat orang-orang seperti
Josh menatapmu seakan kau adalah campuran antara Charles
Manson dan Paris Hilton, itu membuatku sedikit terluka"
meski?pun aku mata-mata. "Yeah, tapi dia tetap cowok," kata Bex penuh damba. "Hei,
Cam, ayo intiplah." "Aku nggak akan memandangi cowok!" sergahku. "Aku
nggak peduli betapa bergelombang rambutnya."
"Siapa yang bilang rambutnya bergelombang?"
Oh, Bex memang pandai. "Aku nggak percaya ini!" kata Liz, berjalan mondar-mandir. Ia
sama sekali belum duduk sejak kami kembali ke mansion"ia
hanya terus berjalan bolak-balik"mencoba membuat semuanya
masuk akal. Aku nggak bisa menyalahkannya. Untuk ukuran
genius bidang ilmu pengetahuan, sistem kepercayaan Liz cukup
alami. Ia ingin hidup bisa dites di lab atau direferensikan di
dalam buku. Liz mengira sudah mengenalku dengan baik. Aku
mengira aku sudah mengenal diriku sendiri. Sekarang hipotesis
kami berdua terbukti salah, dan kami benci karena harus me?
mulai dari awal lagi. Aku nggak bisa membiarkan Liz melihat betapa syoknya
aku, jadi aku melakukan hal terbaik kedua: aku marah.
"Tepatnya apa yang begitu nggak bisa dipercaya?" tanyaku.
112 Isi-Editbaru.indd 112 "Bahwa seorang cowok melihatku?" Tentu, aku memang bukan
cewek dengan kecantikan eksotis seperti Bex atau cewek kurus
mirip peri seperti Liz, tapi aku juga belum menumbuhkan
bisul-bisul di seluruh tubuhku. Cermin-cermin nggak retak saat
aku berjalan melewati mereka. Kakekku memanggilku Angel"
malaikat. Apakah aku sebegitu nggak pantasnya untuk diper?
hatikan" "Cam!" bentak Bex. "Tentu saja bukan itu maksud kami."
Liz mengangkat kedua tangannya dan berkata, "Aku nggak
percaya kau nggak memberitahu kami! Aku nggak percaya kau
nggak memberitahu seorang pun."
Definisi Liz dari seorang pun bukan berarti seseorang. Se?
orang pun Liz artinya seorang guru.
"Jadi kenapa?" kataku, mencoba mengesampingkan semua
masalah itu. "Jadi kenapa?" tanya Liz. "Jadi, dia melihatmu! Cammie,
tak seorang pun melihatmu saat kau nggak ingin dilihat." Ia
duduk di atas tempat tidur di sebelahku. "Waktu kita mem?
buntuti Smith dan aku harus terus memperhatikanmu, itu
hampir mustahil, padahal aku bisa mendengarmu melalui unit
komuni?kasi. Dan aku tahu kau pakai baju apa. Dan?" Ia
meng??angkat kedua tangannya ke udara. "Kau malah bilang
jadi kenapa?" Aku menoleh untuk menatap Bex, alisku terangkat seakan
bertanya Apakah kau panik juga"
"Kau benar-benar mengagumkan, Cam," kata Bex dengan
nada benar-benar serius, jadi aku tahu itu pasti benar.
"Ada yang nggak beres," kata Liz saat aku pergi ke kamar
mandi dan mulai menyikat gigi. (Sulit untuk mengatakan halhal yang bisa merusak persahabatan seumur hidup saat mulut?
113 Isi-Editbaru.indd 113 mu berbusa seperti anjing gila.) "Mr. Solomon menginginkan
ringkasan misi kita, jadi kita harus memasukkan laporan ten?
tang cowok. Bisa saja cowok itu sedang mencoba menyusup ke
sekolah melalui Cammie. Dia bisa saja seorang honeypot!"
Aku hampir tersedak sikat gigiku sendiri. Definisi teknis
honeypot adalah agen perempuan yang menggunakan rayuan
untuk membuka rahasia seorang target. Definisi praktisnya ada?
lah siapa pun dengan belahan dada. (Menurut rumor, Gilly
meng?inspirasikan sebutan itu.) Pikiran bahwa Josh mungkin
saja seorang honeypot versi laki-laki membuat perutku ber?
golak. "Nggak!" teriakku. "Nggak. Nggak. Nggak. Dia bukan honey?
pot." "Bagaimana kau tahu?" tanya Bex, berperan jadi pembela
yang menentang hal yang dianggap baik.
"Pokoknya aku tahu!" balasku.
Tapi Liz mengangkat bahu, berkata, "Kita harus memasuk?
kan dia di dalam laporan, Cam."
Tapi laporan akan berlanjut pada review. Review berlanjut
pada protokol. Protokol akan berlanjut pada bagian ke?amanan
mengikuti Josh berkeliling kota selama dua minggu, sementara
mereka melacak akte lahirnya dan mencari tahu apa?kah ibunya
suka mabuk ataukah ayahnya berjudi"mereka sudah melaku?
kan jauh lebih banyak untuk alasan-alasan yang jauh lebih
sedikit. Bagaimanapun, Akademi Gallagher bisa tetap menjadi
rahasia yang tersembunyi dengan baik selama lebih dari seratus
tahun karena kami tidak mengambil risiko.
Aku memikirkan Josh, betapa manis dan normalnya dia.
Aku nggak ingin orang-orang asing menatapnya dari mikros?
kop. Aku nggak ingin ada sebuah arsip di Langley dengan
114 Isi-Editbaru.indd 114 nama Josh tertera di atasnya. Tapi yang terutama, aku nggak
ingin duduk di dalam sebuah ruangan dan menjelaskan kenapa
Josh memilih mendekatiku sementara taman kota dipenuhi
cewek yang jauh lebih cantik.
Aku menunduk menatap lantai, menyingkirkan pikiran itu.
"Nggak, Liz, aku nggak bisa melakukannya. Itu harga yang ter?
lalu mahal untuk dibayar hanya karena dia bicara pada seorang
cewek." Kemudian Bex bersedekap dan meringis licik ke arahku.
"Kurasa ada sesuatu yang lebih dari cerita ini," katanya dengan
peng?amatan tajamnya yang biasa. Semburan darah ke pipiku
pasti sudah cukup untuk mengkhianatiku, karena ia men?
condongkan diri ke bawah dan berkata, "Ceritakan."
Jadi aku memberitahu mereka tentang tempat sampah dan
botol Dr. Pepper yang terjatuh dan, akhirnya, Beritahu Suzie dia
kucing yang beruntung, yang, meskipun seandainya aku bukan
genius pasti masih bisa kuingat kata demi kata, karena kalimatkalimat seperti itu terasa seperti selai kacang pada pikiran
cewek. Saat aku selesai, Bex menatapku seakan bertanya-tanya
apakah aku sudah di?ganti?kan oleh klonku, dan Liz me?manda?
ngi?ku dengan tatapan menerawang yang sangat mirip dengan
tatap?an Putri Salju saat burung-burung beterbangan di atas
kepalanya. "Apa?" tanyaku. Aku butuh mereka mengatakan sesuatu"
apa pun. "Kedengarannya aku bisa mematahkan leher cowok itu de?
ngan satu tangan," kata Bex, dan ia mungkin benar. "Tapi ka?
lau kau suka hal semacam itu?"
?"cowok itu mengagumkan," Liz menyelesaikan untuk?
nya. 115 Isi-Editbaru.indd 115 "Nggak penting dia seperti apa atau nggak seperti apa.
Dia?" aku berjuang untuk bicara.
Liz duduk tegak dan menyelesaikan kalimatku. ?"masih
harus dimasukkan di laporan!"
"Liz!" teriakku, tapi tangan Bex menahan lenganku.
"Kenapa bukan kita saja yang melakukannya?" Ekspresi yang
paling licik muncul di wajah Bex. "Kita akan memeriksanya,
dan kalau dia cowok biasa, kita lupakan semuanya. Kalau ada
yang aneh, kita akan melaporkannya."
Aku langsung tahu argumen-argumen yang seharusnya bisa
melawan pernyataan Bex: kami terlalu sibuk; itu bertentangan
dengan kira-kira sejuta peraturan sekolah; kalau kami ter?
tangkap, kami bisa membahayakan karier kami selamanya. Tapi
di dalam keheningan ruangan itu, kami menatap satu sama
lain, persetujuan melingkupi kami dengan cara yang hanya bisa
dipahami orang-orang yang telah saling mengenal dengan ter?
lalu baik dan terlalu lama.
"Oke," kataku akhirnya. "Kita akan melakukan hal-hal
dasar?nya dan tak seorang pun harus tahu."
Bex tersenyum. "Setuju."
Kami berdua menatap Liz, yang mengangkat bahu. "Terima
saja"kalau dia bukan agen musuh yang mencoba menyusupi
Gallagher Girls melalui Cammie?"
Liz berhenti di tengah kalimat, mendorongku untuk ber?
kata, "Berarti?""
Seluruh wajah Liz bersinar. "Dia belahan jiwamu."
116 Isi-Editbaru.indd 116 t.c Bab S e p u l u h ke, mulai saat ini, kalau kau memiliki hubungan keluarga
denganku atau berada di posisi yang bisa menambahkan halhal ke "arsip permanen"ku (yang menurut asumsiku isinya
sedikit lebih detail di Akademi Gallagher daripada yang ter?
simpan di Roseville High), kau mungkin ingin berhenti mem?
baca. Serius. Lakukan saja dan lompati beberapa ratus halaman
berikutnya. Itu nggak akan melukai perasaanku sama sekali.
Dengan kata lain, aku nggak bangga pada apa yang terjadi
berikutnya, tapi aku juga nggak benar-benar malu, kalau itu
masuk akal. Kadang-kadang kurasa seluruh hidupku menjadi
kontradiksi semacam itu. Maksudku, satu-satunya yang ku?
dengar selama tiga tahun terakhir adalah Jangan ragu-ragu, tapi
bersabarlah. Bersikap logislah"percayai nalurimu. Ikuti protokol"
berimprovisasilah. Jangan pernah biarkan dirimu lengah"selalu
bersikap tenang. Jadi, lihat kan, kalau kau memberikan pesan-pesan penuh
117 Isi-Editbaru.indd 117 kontradiksi semacam itu pada sekelompok cewek remaja, maka,
yah, pada akhirnya semua hal akan menjadi menarik.
Sisa minggu itu merambat pelan, misi rahasia kami meng?
gantung di bagian belakang pikiran kami; seperti energi yang
tak bersuara tapi selalu memenuhi udara, sehingga setiap kali
salah satu dari kami meraih gagang pintu, aku setengah ber?
harap melihat percikan bunga api.
Kami sudah bangun saat matahari baru terbit pada Sabtu
pagi, dan itu jelas bukan ideku. Terima kasih pada pertunjuk?
an Dirty Dancing tahunan Tina Walters, ketika kami me?
nonton adegan "nggak seorang pun boleh menyudutkan
Baby" selusin kali, aku benar-benar memerlukan "lie-in?"ti?
dur yang bagus, be?gitulah sebutan Bex. Walaupun Liz mung?
kin berada di pe?ringkat terbawah di kelas P&P, dia orang
paling hebat yang pernah menarikku turun dari tempat tidur,
dan itu punya arti penting, mengingat wanita yang membesar?
kanku. Macey masih tertidur memakai headphone-nya, jadi Liz me?
rasa bebas berteriak, "Kami melakukan ini untukmu!" saat
me?narik kaki kiriku dan Bex pergi mencari sarapan. Liz me?
letak?kan kakinya di atas kasur untuk menahan saat ia me?
narikku. "Ayolah, Cam. BANGUN."
"Nggak!" kataku, bersembunyi lebih dalam ke balik selimut.
"Lima menit lagi."
Kemudian Liz menjambak rambutku, itu benar-benar serang?
an curang, karena semua orang tahu aku berkepala lembut.
"Cowok itu honeypot."
"Dia masih akan jadi honeypot satu jam lagi," pintaku.
Kemudian Liz menjatuhkan diri ke sebelahku. Ia mendekat,
lalu berbisik, "Beritahu Suzie, dia kucing yang beruntung."
118 Isi-Editbaru.indd 118 Aku langsung melemparkan selimut ke pinggir. "Aku sudah
bangun!" Sepuluh menit kemudian Bex berjalan di sebelahku, mem?
berikan sebuah Pop-Tart, sementara Liz memimpin jalan ke
lan?tai bawah tanah. Koridor-koridornya kosong; mansion he?
ning. Hampir seperti musim panas, kecuali rasa dingin telah
meresap ke dalam dinding-dinding batu, dan sahabat-sahabatku
berada di sampingku. Saat kami mencapai mesin penjual
makanan kecil di luar kantor Dr. Fibs, aku menggigit sarapanku
dan merasakan gulanya bekerja.
"Siap, kalau begitu?" tanya Bex, dan Liz mengangguk.
Mereka berdua menatapku. Aku menggigit sekali lagi dan
ber?pikir bahwa kalau kami sudah sampai sejauh ini (dan
karena aku memang sudah turun dari tempat tidur), sekalian


Aku Mau Saja Bilang Cinta, Tapi Setelah Itu Aku Harus Membunuhmu I"d Tell You I Love You But Then I"d Have To Kill You Gallagher Girls 1 Karya Ally Carter di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

saja diselesaikan. Aku mengeluarkan koin 25 sen dari sakuku dan meng?
angkatnya ke arah lubang, tapi Liz menghentikanku.
"Tunggu." Ia meraih koin itu. "Kalau seseorang mengecek
catat?an pemakaiannya, namaku akan memunculkan lebih se?
dikit kecurigaan," kata Liz, walaupun yang sedang kami laku?
kan ini sama sekali tidak bertentangan dengan peraturan se?
kolah. (Aku tahu"aku sudah mengeceknya.) Bahkan, kami
di?dorong untuk melakukan sebanyak mungkin "proyek spesial"
untuk "studi independen", dan tak seorang pun pernah bilang
proyek mempelajari cowok-cowok tertentu secara independent
nggak termasuk di dalamnya. Tetap saja, tampaknya ide bagus
untuk me?nyerahkan 25 sen itu kepada Liz dan membiarkannya
me?nekan?kan sidik jari ibu jarinya ke kepala George
Washington, menjatuhkan koin itu ke mesin penjual makanan,
dan me?mesan barang A-19.
119 Isi-Editbaru.indd 119 Dua detik kemudian, mesin itu terbuka, menampakkan se?
buah koridor ke laboratorium forensik yang paling modern di
luar CIA. (Kalau Liz memesan B-14, sebuah tangga akan me?
luncur turun dari panel mahoni di belakang kami.)
Saat kami berjalan ke dalam lab forensik, Liz sudah me?
ngeluarkan botol soda Mr. Smith dari tas dan meletakkannya
di tengah-tengah meja. Pecahan-pecahan kacanya disusun men?
jadi satu, dan aku hampir bisa melupakan kenapa aku men?
jatuhkan botol itu"hampir.
"Kita hanya akan memeriksa lewat sistem dan melihat infor?
masi apa yang kita dapatkan," kata Liz, terdengar sangat resmi
dan jauh terlalu segar untuk pukul TUJUH PAGI pada
SABTU PAGI! Lagi pula, aku bisa memberitahunya apa yang
akan kami temukan"bukan apa-apa. Nihil. Botol Dr. Pepper
itu akan menghasilkan sidik jari seorang murid Akademi
Gallagher (aku), seorang instruktur Akademi Gallagher yang
nggak-eksis-sejauh-yang-diketahui-teknologi-karena-setiaptahun-dia-mendapatkan-sidik-jari-baru-untuk-dicocokkandengan-wajahnya (Smith), dan seorang penonton tidak berdosa
yang satu-satunya kejahatannya adalah mengkhawatirkan ce?
wek remaja yang terpaksa mencuri dari tempat sampah
(Josh). Aku hendak membagi semua ini dengan Liz, tapi dia sudah
memakai jas lab putihnya, dan nggak ada yang membuat Liz
lebih bahagia daripada mengenakan jas lab putih, jadi aku me?
nutup mulut dan mencoba menyandarkan kepala di atas
meja. Satu jam kemudian, Liz mengguncang-guncang tubuhku
un?tuk membangunkanku, mengatakan padaku bahwa sidik jari
Josh nggak terekam di di dalam sistem (mengejutkan, aku
120 Isi-Editbaru.indd 120 sp tahu). Ini kurang-lebih berarti bahwa dia nggak pernah di?
penjara ataupun bergabung dengan angkatan bersenjata. Dia
bukan pengacara yang praktik atau anggota CIA. Dia nggak
pernah mencoba membeli senjata atau mencalonkan diri untuk
bekerja di pemerintahan (yang, untuk alasan tertentu, ter?
dengar agak melegakan). "Lihat, kan?" aku memberitahu Liz, mengira dia akan me?
lupa?kan perburuannya dan membiarkanku kembali ke tempat
tidur yang pantas, tapi dia menatapku seakan aku gila.
"Ini baru Fase Satu," kata Liz, terdengar terluka.
"Apakah aku ingin tahu apa Fase Dua-nya?" tanyaku.
Liz hanya menatapku lama dan berkata, "Kau tidur lagi
saja." "Aku nggak percaya aku membiarkan kalian membujukku me?
lakukan ini," kataku saat kami berjongkok di dalam semaksemak di luar rumah Josh. Mobil lain berjalan lewat dan musik
menjadi lebih keras, dan satu-satunya yang bisa kukatakan
adalah, "Aku nggak percaya aku membiarkan kalian membujuk?
ku melakukan ini." "Kau nggak memercayainya?" sergah Bex, kemudian me?
noleh. "Liz, kupikir kaubilang rumah itu akan kosong pada
pukul delapan." "Well, secara teknis, rumah keluarga Abrams memang ko?
song." Aku nggak bisa menyalahkan Liz karena bersikap defensif.
Bagaimanapun, butuh waktu tiga jam baginya untuk menembus
firewall (milik kami, bukan milik mereka) dan memeriksa sistem
komputer seluruh sekolah negeri di Roseville untuk menemu?
kan bahwa Josh-"ku" adalah Josh Abrams yang bertempat
121 Isi-Editbaru.indd 121 tinggal di 601 North Bellis Street. Butuh satu jam lagi untuk
mengakses semua alamat email keluarga Abrams dan mencegat
email di mana Joan Abrams (alias ibu Josh) berjanji pada sese?
orang yang bernama Dorothy bahwa "Kami tidak akan me?
lewatkan pesta kejutan Keith, apa pun yang terjadi di dunia
ini! Kami akan ada di sana pukul delapan tepat!"
Jadi bayangkan kekagetan kami saat berjongkok di antara
bunga azalea dan mengamati setengah penduduk Roseville
berjalan keluar-masuk dari rumah putih dengan tirai biru di
ujung blok Josh. Aku memakai kacamata yang hanya berfungsi
kalau kau benar-benar rabun jauh (itu sebenarnya teropong)
dan memfokuskan pada rumah tempat pestanya sedang ramairamainya.
"Keith siapa?" tanyaku, memaksa Liz untuk berpikir kembali
tentang email yang kami print pada Evapopaper dan sembunyi?
kan di bawah tempat tidurku.
"Jones," kata Liz. "Kenapa?"
Aku menyerahkan kacamata pada Liz supaya dia juga bisa
melihat rumah di ujung jalan dan melihat tanda Keeping Up
with the Joneses yang tergantung di atas pintu depan.
"Oh," gumam Liz, dan kami semua tahu bahwa keluarga
Abrams nggak pergi jauh. Aku sudah membayangkan tempat tinggal Josh, tapi mimpimimpiku sangat nggak sepadan dengan yang akhirnya kulihat.
Itu bukan sekadar daerah perumahan biasa"itu seperti daerah
pe?rumahan dalam TV, tempat yang halaman-halamannya ditata
indah dan serambi-serambinya seakan sengaja dibuat untuk
ayunan dan limun. Sebelum aku masuk ke Akademi Gallagher,
kami tinggal di townhouse sempit di D.C. Aku menghabiskan
se?luruh musim panasku di peternakan berdebu. Aku nggak
122 Isi-Editbaru.indd 122 pernah melihat kesempurnaan daerah pinggiran kota sebanyak
ini, saat aku menatap melewati lampu jalan yang redup ke
arah barisan-barisan panjang pagar pendek putih.
Entah bagaimana, aku tahu mata-mata nggak akan pantas
ting?gal di sana. Tetap saja, tiga mata-mata memang ada di sana"berjongkok
dalam kegelapan"sampai Bex mengeluarkan perlengkapan
pem?buka kunci dan melesat ke arah pintu belakang. Liz berada
tepat di belakang Bex sampai-sampai jari kakinya menabrak
patung taman dan mendarat tepat di atas semak-semak holly
dengan teriakan pelan, "Aku baik-baik saja!"
Aku menolong Liz berdiri dan beberapa detik kemudian
kami berada tepat di belakang Bex saat ia mengerjakan keajaib?
annya pada kunci pintu belakang.
"Hampir berhasil," kata Bex dengan tegas dan percaya
diri. Aku tahu nada itu. Nada itu berbahaya.
Aku mendengar musik dari pesta di ujung jalan, melihat se?
keliling kami yang bagai lukisan, dan sebuah pikiran terlintas di
benakku. "Mmm, guys, mungkin kita seharusnya mencoba?"
Aku meraih gagang pintu. Gagang itu berputar dengan mudah
di bawah telapak tanganku.
"Yeah," kata Bex. "Itu juga bisa."
Melangkah ke dalam rumah Josh seperti melangkah ke dalam
halaman majalah. Ada bunga-bunga segar di atas meja. Pai apel
sedang didinginkan di atas rak di sebelah kompor. Kartu-kartu
rapor adik perempuan Josh dijepit di bawah magnet lemari
es"A semua. Bex dan Liz melesat melewati ruang keluarga dan menaiki
tangga, dan aku mampu berkonsentrasi cukup lama untuk
123 Isi-Editbaru.indd 123 mengatakan, "Lima menit!" Tapi aku nggak bisa mengikuti
mereka. Aku nggak bisa bergerak.
Aku langsung tahu bahwa aku nggak seharusnya ada di
sana"untuk banyak alasan. Aku masuk tanpa izin, bukan ha?
nya ke dalam rumah, tapi juga ke dalam cara hidup seseorang.
Aku menemukan keranjang jahit di tempat duduk di samping
jendela, tempat seseorang sedang membuat kostum Halloween.
Sebuah buku do-it-yourself untuk membuat bantal hias ter?
geletak di meja kopi, dan empat contoh kain tergantung di
lengan sofa. "Cam!" Bex memanggilku dan melemparkan pemancar ke
arahku. "Liz bilang ini harus dipasang di luar. Kenapa kau
nggak mencoba memasangnya di pohon elm itu?"
Aku senang karena mendapat tugas. Aku senang bisa keluar
dari rumah itu. Tentu, melakukan pengintaian dasar adalah
bagian penting dalam pendeteksian honeypot. Bagaimanapun,
kalau Josh mendapatkan instruksi-instruksi dari kelompok te?
roris atau pemerintah asing atau semacamnya, menanamkan
kuda Troya di dalam komputernya dan mencari-cari di dalam
laci pakaian dalamnya mungkin cara terbaik untuk meng?
ungkapnya. Tetap saja, lega rasanya bisa keluar dan memanjat
pohon. Aku berada di ranting ketiga pohon itu, mengikatkan pe?
mancarnya, saat aku menunduk menatap jalanan dan melihat
sebuah sosok berjalan melewati halaman-halaman. Dia tinggi.
Dia muda. Dan dia memasukkan tangan ke sakunya, men?dorong?
nya turun dengan cara yang hanya pernah kulihat sekali!
"Kutu buku, kau bisa mendengarku?" aku mencoba; tapi
walaupun Liz sudah melakukan sebisanya untuk membetulkan
unit komunikasiku yang korslet, derakan statis di telingaku
124 Isi-Editbaru.indd 124 memberitahuku bahwa pekerjaan membetulkan yang dilaku?
kannya dengan cepat-cepat nggak berhasil. Aku tetap ber?
jongkok pada ranting itu saat daun-daun musim panas yang
tersisa bergoyang di sekelilingku.
"Duchess," bisikku, berdoa Bex akan menjawab"atau malah
lebih bagus"menepuk bahuku dan memarahiku karena nggak
punya keyakinan sedikit pun. "Bex, aku akan membiarkanmu
memilih nama sandi mana pun yang kauinginkan, asalkan kau
men?jawabku sekarang," bisikku dalam kegelapan.
Josh menyeberangi serambi.
Josh membuka pintu depan.
"Guys, kalau kalian bisa mendengarku, pokoknya sembunyi,
oke" Subjek memasuki rumah. Kuulangi. Subjek memasuki
rumah." Pintu menutup di belakangnya, jadi aku melompat turun
dari pohon dan cepat-cepat bersembunyi di dalam semak,
terus-menerus mengawasi pintu depan, itu bakal terdengar
hebat secara teori kecuali itu berarti aku benar-benar nggak
melihat waktu Liz dan Bex merangkak keluar dari jendela
lantai dua dan berlindung di atap.
"Bunglon!" Bex memanggil dari dalam kegelapan, membuat?
ku ketakutan setengah mati saat aku terjun dengan kepala
lebih dulu ke dalam semak-semak kemudian mengintip keluar
untuk melihat Bex yang mengintip dari tepi atap rumah itu.
Mereka pasti mengira Josh sudah pulang dan nggak akan
keluar lagi malam itu, karena mereka mulai mengikatkan
kabel-kabel panjat ke cerobong asap dan hampir melompat
turun dari atap, tapi sesaat kemudian Josh melangkah melewati
pintu depan! Aku mengamati dari semak-semak, membeku dalam ke?
125 Isi-Editbaru.indd 125 takutan, saat aku menyadari bahwa kedua sahabatku akan
mendarat di atas cowok paling cakep yang pernah kulihat"
dan pai apel yang sedang dibawanya.
Mereka nggak bisa melihat Josh. Josh nggak bisa melihat
mereka. Tapi aku bisa melihat semuanya.
Josh melangkah maju. Bex dan Liz bergerak maju.
Kami hanya beberapa detik jauhnya dari kekacauan, dan
sejujurnya, aku bahkan nggak tahu apa yang sedang kulakukan
sampai kata-kata, "Oh, hai," keluar dari mulutku saat aku ber?
diri di tengah-tengah halaman keluarga Abrams.
Dari ujung mataku, aku melihat kepanikan muncul di
wajah Bex di atasku saat dia menyambar Liz dan mencoba me?
narik?nya menjauh dari tepi, tapi aku nggak benar-benar mem?
perhatikan mereka. Bagaimana aku bisa, sementara cowok se?
keren Josh Abrams berjalan ke arahku, tampak benar-benar
ter??kejut melihatku"dan itu benar-benar dapat dimengerti.
"Hai. Aku nggak mengira bisa bertemu denganmu di sini,"
kata Josh, dan aku langsung panik. Apakah itu berarti dia me?
mikirkan aku" Ataukah dia hanya mencoba mencari tahu
bagaimana dan kenapa seorang cewek aneh berpakaian hitamhitam muncul di halaman depannya" (Untungnya aku sudah
menjatuhkan topi dan ikat pinggang peralatanku di semaksemak.)
"Oh, kau tahulah keluarga Jones," kataku, walaupun aku
nggak tahu, tapi menilai dari barisan orang yang berjalan
keluar-masuk dari rumah di ujung blok, itu mungkin hal yang
cukup aman untuk kukatakan.
Untungnya, Josh tersenyum dan menambahkan, "Yeah,
pesta-pesta ini jadi semakin liar setiap tahun."
"He-eh," kataku, sementara sepanjang waktu mengamati
126 Isi-Editbaru.indd 126 Bex berjuang menyeret Liz menyeberangi atap"ke belakang
rumah"tapi Liz terpeleset dan mulai meluncur turun. Dia
mencoba berpegangan pada pipa air, tapi meleset, dan tak lama
kemudian dia berayun-ayun di sisi rumah keluarga Abrams,
jantung?ku berdebar semakin keras dan semakin keras (untuk
banyak alasan). Josh terlihat sama malunya seperti aku saat ia mengangguk
ke arah pai di tangannya dan berkata, "Ibuku melupakan ini."
Ia terdiam sejenak, seakan mempertimbangkan apakah ingin
me?ngatakan lebih banyak. "Padahal sebenarnya ibuku nggak
pernah melupakan pai buatannya." Josh memutar bola mata.
"Begini, ibuku lumayan jago membuat pai, jadi setiap kali pergi
ke suatu tempat, ibuku suka kalau orang-orang menanyakan


Aku Mau Saja Bilang Cinta, Tapi Setelah Itu Aku Harus Membunuhmu I"d Tell You I Love You But Then I"d Have To Kill You Gallagher Girls 1 Karya Ally Carter di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ten?tang painya sekitar sepuluh kali sebelum memperlihatkan?
nya." Tangannya yang bebas sudah kembali di dalam saku. Josh
terlihat malu karena membagi rahasia keluarga yang dalam dan
gelap itu. "Payah, ya?"
Sebenarnya, pai di tangannya memang terlihat benar-benar
enak, tapi aku benar-benar nggak bisa mengatakan itu pada
Josh. "Nggak," kataku. "Menurutku itu agak manis." Dan aku
me?mang berpikir begitu. Mom nggak terkenal jago membuat
pai. Nggak, Mom terkenal karena berhasil menjinakkan
peralatan nuklir di Brussels hanya dengan gunting kutikel dan
ikat rambut. Entah bagaimana, pada saat itu, pai terdengar le?
bih keren. Josh mulai berbalik, tapi Liz masih tergantung-gantung di
atap, jadi aku mengatakan hal pertama yang muncul di pikiran?
ku, "Apakah Keith terkejut?"
Well, aku nggak tahu siapa itu Keith atau kenapa keluarga
127 Isi-Editbaru.indd 127 Jones mengadakan pesta kejutan untuknya, tapi alasan ini
cukup bagus untuk menghentikan Josh dan membuatnya ber?
kata, "Nggak, dia nggak pernah terkejut. Tapi dia pura-pura
ter?kejut dengan cukup baik."
Aku sendiri cukup mahir berpura-pura"terutama saat me?
lihat Bex merendahkan tubuhnya ke ketinggian Liz"mereka
ber?dua berayun-ayun di udara saat Bex berjuang membetulkan
kabel-kabel Liz yang terbelit"tapi Bex masih berhasil mem?
beriku isyarat angkat jempol besar dan berkata tanpa suara, Dia
imut! "Kau mau masuk dan minum Coke?" tanya Josh dan ku?
pikir, Ya! Nggak ada apa pun di dunia ini yang lebih kuingin?
kan. Tapi di belakangnya, Bex sedang membidik tumit sepatu
Josh, menembakkan alat pelacak ke bagian belakang sepatu
Nike cowok itu. Aku mendengar suara samar saat alat tersebut mengubur
dirinya ke dalam sol karet itu, tapi Josh bahkan nggak me?
ngedipkan mata. Bex benar-benar terlihat bangga pada diri
sen?diri, ter?lepas dari fakta bahwa Liz masih terayun-ayun
seperti pi?ata yang tak terkendali.
"Jadi kau tinggal di sini?" tanyaku, seakan aku belum tahu
jawabannya. "Yeah. Sepanjang hidupku," kata Josh, tapi ia nggak ter?
dengar bangga"nggak seperti Grandpa Morgan saat berkata
dia sudah tinggal di peternakan sepanjang hidupnya"seakan
dia punya akar yang kuat. Saat Josh mengatakannya, kedengar?
an?nya seperti ia dirantai di rumah itu. Aku sudah menghabis?
kan cukup waktu mempelajari bahasa-bahasa untuk tahu bahwa
hampir setiap frasa bisa memiliki dua arti.
Di belakang Josh, Bex pasti telah membetulkan kabel Liz,
128 Isi-Editbaru.indd 128 karena aku mendengar suara desiran dari dua orang yang
hampir terjun bebas, kemudian suara gaduh berkelontangan
dari seseorang yang mendarat di atas tempat sampah besi.
Aku sudah siap untuk memukul Josh sampai pingsan dan
ber?lari menyelamatkan diri, tapi ia nggak memedulikan suara
itu dan berkata, "Segala jenis anjing ada di perumahan ini."
"Oh." Aku mendesah lega. Terdengar lebih banyak suara
ber?kelontangan, jadi aku berkata, "Anjing-anjing yang besar,
kurasa." Aku nggak bernapas lagi sampai melihat Bex menempelkan
tangan ke mulut Liz dan menyeretnya ke dalam semak-semak
di sisi halaman yang jauh.
"Oh, mmm, aku bilang pada ibuku, aku akan mengambilkan
jaketnya di mobil," kataku, melangkah ke arah belasan mobil
yang berbaris di jalanan.
"Aku akan menemanimu?" Josh mulai, tapi tepat pada
saat itu seorang cowok muncul di jalan dan berteriak, "Josh!"
Josh menatap cowok itu dan melambai padanya.
"Kau pergi sajalah," kataku.
"Nggak, itu?" "Josh!" cowok itu memanggil lagi, bergerak mendekat.
"Sungguh," kataku, "aku akan menyusulmu di sana."
Kemudian, untuk kedua kalinya, aku mendapati diriku
kabur dari Josh, mencoba menghindari pesta.
Aku membungkuk di belakang sebuah SUV, mengatur posisi
kaca spionnya, dan mengamati saat cowok itu bertemu dengan
Josh di tengah jalan. Dia mencoba mengambil pai dari Josh,
dan berkata, "Apa kau membuatnya untukku" Seharusnya
nggak perlu!" Josh memukul bahu cowok itu dengan keras.
"Aw," cowok itu berkata, menggosok-gosok lengannya. Kemudi?
129 Isi-Editbaru.indd 129 an dia memberi isyarat ke arah aku menghilang dalam kegelap?
an. "Siapa tadi itu" Dia cukup manis."
Aku menahan napasku saat Josh mengikuti pandangan
teman?nya dan berkata, "Oh, bukan siapa-siapa. Cuma cewek
biasa." 130 Isi-Editbaru.indd 130 t.c Bab S e b e l a s Ringkasan Pengintaian Pelaksana: Cameron Morgan, Rebecca Baxter, dan Elizabeth Sutton
(selanjutnya disebut sebagai "Para Pelaksana")
Setelah mengamati mata-mata Akademi Gallagher (Cameron
Morgan) dalam dua tugas rutin, Para Pelaksana menyimpulkan
bahwa seorang laki-laki remaja (pada saat itu dikenal hanya
sebagai "Josh", alias cowok beritahu-Suzie-dia-kucing-yang-ber?
untung) adalah seorang POI (Person of Interest"Target Penye?
lidikan). Para pelaksana memulai serangkaian operasi pengintaian dan
mengamati hal berikut ini:
Subjek, Josh Adamson Abrams, tinggal di 601 North Bellis
Street di Roseville, Virginia.
Rekan-rekan yang diketahui: pemeriksaan atas aktivitas online
Subjek menunjukkan bahwa dia rutin mengirim email pada Dillon
Jones, biasa dipanggil D"Man dalam aktivitas online, (juga tinggal
131 Isi-Editbaru.indd 131 di North Bellis Street)"biasanya berhubungan dengan berbagai
video game yang "benar-benar hebat", film-film "payah", ayahku
yang "bodoh", dan tugas-tugas sekolah.
Pekerjaan: kelas sepuluh di Roseville High"markas Fighting
Pirates. (Tapi terbukti nggak berjuang cukup keras, karena
penyelidikan lebih mendalam menunjukkan bahwa rekor mereka
adalah 0-3.) IP: 3,75. Subjek menunjukkan kesulitan dalam mata pelajaran
Kalkulus dan Pertukangan. (Menutup kemungkinan karier sebagai
pemecah kode NSA dan/atau "Cowok Tukang Kayu Seksi" di
acara televisi tentang renovasi rumah. TIDAK mengeliminasi ke?
mung?kinan subjek terlihat keren memakai ikat pinggang peralat?
an.) Subjek tampaknya mahir dalam Bahasa Inggris, Geografi, dan
Ilmu Kewarganegaraan (dan ini hebat, karena Cammie berbicara
dalam Bahasa Inggris dan sangat beradab!).
Keluarga: Ibu, Joan Ellen Abrams, 46, ibu rumah tangga dan pembuat
pai yang sangat berpengalaman.
Ayah, Jacob Whitney Abrams, 47, apoteker dan pemilik satusatunya Abrams and Son Pharmacy.
Adik perempuan, Joy Marjorie Abrams, 10, pelajar.
Aktivitas keuangan tidak normal: tidak ada, kecuali kau meng?
hitung fakta bahwa salah seorang anggota keluarga Abrams terlalu
tertarik pada biografi-biografi dari masa Perang Sipil. (Bisakah ini
menjadi kemungkinan indikasi keberadaan pemberontak-pemberontak
Konfederasi yang masih hidup dan bekerja di Virginia" Harus
mengadakan riset lebih jauh.)
Diserahkan dengan hormat, Cammie, Bex, dan Liz.
132 Isi-Editbaru.indd 132 "K uberitahu kau, itu nggak ada artinya," kata Bex saat
kami berdiri bersama di depan cermin, menunggu scanner ber?
geser menyapu wajah kami dan cahaya di mata lukisan berubah
hijau. Aku nggak bicara apa-apa tentang Josh, tapi aku tahu
apa yang sedang dibicarakan Bex. Temanku itu mengamati
bayang?anku di cermin dan aku sadar bahwa bukan hanya
scanner ini yang bisa melihat ke dalam diriku.
Pintu bergeser terbuka dan kami masuk. "Kita punya ko?neksi
komputer yang diperlukan," Liz menawarkan. "Catatan-catatan
keuangan, contohnya, bisa mengilustrasikan banyak?"
"Liz!" sergahku. Aku mendongak menatap lampu-lampu dan
mengamati perjalanan kami turun ke lantai bawah. "Pokoknya
semua itu nggak sepadan dengan risikonya, oke?" Suaraku
pecah saat aku berpikir tentang bagaimana Josh berkata aku
hanya cewek biasa"aku bukan siapa-siapa. Mata-mata seharusnya
nggak sedih hanya karena hal sekonyol ini, tapi yang terutama,
aku nggak ingin teman-temanku mendengar kata-kata Josh itu.
"Guys, nggak apa-apa. Josh nggak tertarik padaku. Bukan
masalah. Aku bukan jenis cewek yang disukai cowok-cowok.
Itu bukan masalah besar."
Aku bukannya memancing pujian, seperti saat cewek-cewek
kurus berkata mereka terlihat gemuk, atau saat cewek-cewek
de?ngan rambut keriting cantik berkata bagaimana mereka mem?
benci udara lembap. Tentu, sebagian orang selalu memberi?
tahuku "Jangan bilang kau tidak cantik" dan "Tentu saja kau
terlihat seperti ibumu," tapi aku bersumpah aku bukan sedang
memohon dalam hati agar Bex memutar bola matanya dan
berkata, "Terserah! Cowok itu seharusnya beruntung sekali."
133 Isi-Editbaru.indd 133 Tapi dia melakukannya dan aku berbohong kalau bilang itu
nggak membuatku merasa lebih baik.
"Ayolah, guys," kataku tertawa. "Apa" Apa kalian mengira
dia akan mengajakku ke prom?" godaku. "Atau, hei, Mom me?
masak makaroni keju untuk makan malam hari Minggu; mung?
kin Josh bisa datang ke rumah dan Mom bisa menceritakan
pengalamannya saat melompat dari balkon lantai sembilan
puluh di Hong Kong, dengan parasut yang dibuat sendiri dari
sarung-sarung bantal."
Aku menatap mereka. Aku mencoba tertawa, tapi Bex dan
Liz malah saling menatap. Aku mengenali ekspresi yang mun?
cul di wajah mereka. Beberapa hari terakhir, mereka saling
me?mandang dengan ekspresi itu, seperti sedang bertukar pesan
di bawah meja. "Ayolah." Kami berjalan melewati rumah boneka. "Seandai?
nya kalian lupa, banyak hal penting lain yang seharusnya kita
kerjakan." Saat itulah kami berbelok di sudut dan sama-sama tersentak
berhenti. Mulutku ternganga dan jantungku mulai berdebar
saat kami menatap ke wilayah Mr. Solomon. Ruang kelas di
Sublevel Satu nggak terlihat seperti ruang kelas"nggak lagi.
Bukannya meja-meja belajar, di sana ada tiga meja panjang.
Bukannya kapur dan kertas, ada kotak-kotak berisi sarung
tangan karet. Dengan partisi kaca dan lantai putih mengilap,
seakan kami diculik makhluk luar angkasa dan dibawa ke kapal
induk untuk menjalani prosedur-prosedur medis invasif. (Secara
pribadi, aku mengharapkan operasi hidung.)
Kami berdiri bersama, dalam posisi siap Gallagher Girls,
mempersiapkan diri untuk tantangan apa pun yang mungkin
berjalan melewati pintu itu.
134 Isi-Editbaru.indd 134 Yang nggak kami sangka adalah bahwa tantangannya berupa
Mr. Solomon yang menggotong tiga kantong plastik hitam
seam-busting. Pemandangan benda-benda aneh menggembung
itu membuat bayangan kami tentang makhluk luar angkasa
tadi nggak terlihat terlalu buruk. Mr. Solomon menjatuhkan
se?buah kantong ke masing-masing dari tiga meja panjang de?
ngan suara duk memualkan. Kemudian dia melempar sekotak
sarung tangan ke arah kami.
"Spionase adalah bisnis kotor, Nona-nona." Ia menepukkan
kedua tangan seakan sedang membersihkan debu dari kehidup?
annya yang sebelumnya. "Sebagian besar dari apa yang orangorang nggak ingin kalian ketahui, mereka buang bersama
sam?pah mingguan." Mr. Solomon mulai melepaskan ikatan di
pucuk salah satu kantong. "Bagaimana mereka menghabiskan
uang mereka" Di mana dan apa yang mereka makan" Pil-pil
macam apa yang mereka minum" Seberapa besar mereka me?
nyayangi hewan peliharaan?"
Mr. Solomon meraih ujung-ujung dasar plastik itu dan me?
narik?nya, membalikkan kantong dengan satu gerakan cepat
yang setengahnya mirip gerakan pesulap pada pesta ulang ta?
hun dan setengahnya lagi mirip gerakan algojo hukuman mati.
Sampah berserakan ke mana-mana, menyembur bebas, me?
menuhi setiap sentimeter meja panjang itu. Baunya luar biasa
menusuk, dan untuk kedua kalinya dalam dua minggu, aku
mengira aku bakal muntah di dalam ruang kelas itu, tapi Joe
Solomon sama sekali nggak terpengaruh"dia malah men?
condongkan diri lebih dekat, mengaduk-aduk kotoran itu.
"Apakah dia tipe orang yang mengerjakan teka-teki silang
dengan bolpoin?" Joe Solomon menjatuhkan kertas dan me?
mungut amplop tua yang tertutupi serpihan-serpihan kulit
135 Isi-Editbaru.indd 135 telur. "Apa yang dia corat-coret saat berbicara di telepon?"
Akhirnya, ia meraih ke bawah di dalam tumpukan sampah itu
dan menemukan plester lama. Ia mengangkatnya ke arah lam?
pu, mempelajari bentuk setengah lingkaran darah kering yang
menodai plester persegi itu. "Segala hal yang disentuh sese?
orang memberitahu kita sesuatu"potongan-potongan puzzle
kehidupan mereka." Ia menjatuhkan plester itu kembali ke
tumpuk?an dan menepukkan kedua tangan.
"Selamat datang di kelas Ilmu Sampah," katanya sambil
menyeringai. Kamis pagi hujan turun. Sepanjang hari, dinding-dinding batu
tam?paknya dirembesi kelembapan. Permadani-permadani yang
berat dan perapian-perapian batu yang besar tampak nggak siap
me?merangi rasa dingin. Dr. Fibs membutuhkan bantuan Liz,


Aku Mau Saja Bilang Cinta, Tapi Setelah Itu Aku Harus Membunuhmu I"d Tell You I Love You But Then I"d Have To Kill You Gallagher Girls 1 Karya Ally Carter di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bex, dan aku seusai sekolah pada hari Senin, dan kami harus
bertukar hari Pelajaran Mengemudi dengan Tina, Courtney,
dan Eva. Jadi bukannya mengemudi di bawah sore musim
panas yang cerah, kami bakal mengemudi di bawah langit yang
cocok dengan suasana hatiku. Aku berdiri menunggu Bex dan
Liz di sebelah pintu-pintu Prancis yang mengarah ke portik.
Aku menuliskan inisialku di kaca yang berembun, tapi airnya
langsung berkumpul dan meluncur turun di kaca.
Tapi nggak semua orang merasa sama nggak bersemangatnya
seperti cuaca hari ini, karena saat Liz muncul di sebelahku, ia
berteriak, "Ini hebat! Aku nggak percaya kita bakal meng?guna?
kan wiper-nya!" Kurasa, kalau profilmu dimuat dalam Scientific
American pada usia sembilan tahun, kau bakal punya ide yang
sedikit aneh tentang bersenang-senang.
Kaki kami mencipratkan air di rumput yang basah saat
136 Isi-Editbaru.indd 136 berjalan menyeberangi halaman ke arah Madame Dabney
duduk menunggu di dalam mobil, lampu-lampu depannya su?
dah bersinar di tengah mendung saat wiper-nya bergerak ke
kanan dan ke kiri. Lima belas menit kemudian, Madame Dabney berkata,
"Mmm, Rebecca sayang, mungkin kau seharusnya?" Tapi suara?
nya menghilang saat Bex berbelok lagi dan berakhir di sisi jalan
yang salah. Orang mungkin berharap seorang mata-mata akan
langsung menginjak rem darurat dan memukul Bex sampai
pingsan dengan satu pukulan telak di bagian belakang kepala?
nya, tapi Madame Dabney hanya berkata, "Ya, belok kanan di
sebelah sini, Sayang" Oh, astaga?" dan mencengkeram dasbor
saat Bex berbelok menyeberangi lalu lintas.
"Maaf!" teriak Bex, kemungkinan ditujukan pada sopir truk
yang jalannya ia potong. "Aku lupa terus bahwa jalur mereka
di sebelah sana, ya?"
Hujan telah berhenti, tapi roda-roda mobil membuat suara
licin dan basah saat melontarkan air ke bagian bawah mobil.
Jendela-jendelanya berkabut dan aku nggak bisa melihat arah,
dan itu bisa dibilang keuntungan tersendiri, karena setiap kali
aku menangkap kilasan dunia di sekitar kami, seakan aku me?
lihat satu tahun kehidupanku melintas di depan mataku.
"Mungkin kita harus membiarkan salah satu temanmu men?
dapat giliran?" Madame Dabney akhirnya berhasil berkata saat
Bex hampir menabrak truk semen, menyentakkan setir, me?
lompati belokan, dan melayang menyeberangi sudut tempat
parkir serta memasuki jalan lain.
Tapi saat itulah aku menyadari hal yang aneh. Bukan ha?nya
Bex yang mengabaikan teriakan-teriakan Madame Dabney yang
penuh penderitaan dan berbagai peraturan yang mengatur
137 Isi-Editbaru.indd 137 pemakaian kendaraan bermotor di negara ini, tapi"dan inilah
hal yang aneh"Liz nggak panik!
Liz, yang membenci laba-laba dan menolak pergi dengan
ber?telanjang kaki ke mana pun. Liz, seorang perenang andal
namun tetap memiliki enam tipe alat pengapung. Liz, yang
per?nah tidur tanpa menyikat gigi dan nggak bisa tidur se?
panjang malam, malah duduk tenang di kursi belakang se?
mentara Bex hampir menabrak tempat sampah di belokan.
"Rebecca, bisa saja itu pejalan kaki," Madame Dabney mem?
peringatkan, tapi ia nggak menginjak rem darurat, jadi seka?
rang aku akan selalu bertanya-tanya apa yang dilihat Madame
Dabney di Prancis sehingga definisi kata "darurat"-nya jadi be?
gitu kacau-balau. Tepat pada saat itulah aku melihat rambu-rambu.
"Oh, astaga!" gumamku melalui gigi terkatup. Liz meringis
saat rambu yang mengumumkan bahwa kami berada di North
Bellis melesat lewat. "Sst," kata Liz saat meraih ke dalam saku tas dan mengeluar?
kan remote control stereo yang dihancurkannya pada hari per?
tamanya kembali. "Kau mau apa dengan?"
"Sst!" Liz melemparkan pandangan memperingatkan ke arah
Madame Dabney. "Hanya akan ada ledakan kecil."
Ledakan! Beberapa detik kemudian, letusan keras pecah di dalam mo?
bil. Bex berjuang mengendalikan setir. Aku mencium asap dan
mendengar suara kelepak karet menghantam trotoar yang tak
bernyawa dan monoton. "Oh, tidak, Madame Dabney," teriak Bex dengan suaranya
yang paling dramatis. "Kurasa ban kita kempis!"
138 Isi-Editbaru.indd 138 "Oh, begitu, ya?" kataku sambil melototi Liz yang hanya
meng?angkat bahu. Mungkin aku harus menarik kembali per?
setuju?an penuhku untuk memiliki teman-teman genius. Temanteman normal mungkin nggak akan meledakkan mobil Pe?
lajaran Mengemudi"well, nggak dengan sengaja, setidaknya.
Saat mobil akhirnya berhenti"kau pasti sudah bisa me?
nebak"kami berada di depan rumah Josh.
"Oh, Anak-anak," Madame Dabney menenangkan, berbalik
untuk memastikan bahwa Liz dan aku masih utuh. "Apakah
semua?nya baik-baik saja?" Kami mengangguk. "Well," kata
Madame Dabney, menenangkan dirinya sendiri, "kurasa kita
terpaksa belajar cara mengganti ban."
Tentu saja Bex dan Liz sudah tahu itu akan terjadi. Itulah
tujuan semua drama ini. Tapi Bex masih bisa terdengar terkejut
saat berteriak, "Saya akan mengambil ban serepnya!"
Dengan kecepatan membutakan, dia sudah keluar dari
mobil dan membuka bagasi, sementara Liz mencegat Madame
Dabney. "Beritahu saya, Ma"am, biasanya apa penyebab ban kempis,
menurut Anda?" Saat Liz menyeret instruktur kami untuk
meng?inspeksi kerusakan di bagian depan mobil, aku menemui
Bex di belakang. "Apa yang kaulakukan?" tuntutku.
Tapi Bex hanya meringis dan meraih ke dalam bagasi, me?
nampakkan kantong sampah menggembung, persis seperti
kantong-kantong yang berbaris di jalanan. "Kita nggak boleh
meninggalkan tepi jalannya kosong, kan?"
Kemudian aku melihatnya; di sepanjang Bellis Street, tem?
pat sampah dan kantong-kantong plastik memenuhi tepi jalan,
menunggu seperti prajurit-prajurit yang berdiri siap.
139 Isi-Editbaru.indd 139 "Kau yang menukar harinya," kataku kaget. "Kau merusak
ban?nya. Kau?" Suaraku menghilang, mungkin karena katakata berikut yang keluar dari mulutku adalah "Kau cukup pe?
duli untuk melakukan ini?" atau "Kau ditakdirkan hidup penuh
kejahatan." Yang mana pun, sama-sama nggak ada artinya.
"Kita nggak bisa menyerah sekarang, bukankah begitu?"
kata Bex, benar-benar terdengar khas Bex. Dengan dramatis, ia
mengeluarkan dongkrak dari bagasi dan mengangkat satu alis.
"Kita berutang hal itu pada negaramu."
Nggak, mereka mengira mereka berutang padaku. Aku benarbenar senang Bex nggak sungguh-sungguh bilang be?gitu.
Dalam hitungan detik, Bex dan aku telah mengeluarkan
ban serep dari bagasi, dan Madame Dabney memberitahu caracara melepaskan-sekrup-ban dengan anggun, tapi yang bisa
ku?laku?kan hanyalah bolak-balik melihat ke sepanjang Bellis
Street. Bagaimana kalau Josh melihatku lalu mengenali mobil
ini dan seragam ini" Bagaimana aku bisa menjelaskan" Akan?
kah dia menginginkan aku menjelaskan" Akankah dia bahkan
me?lihatku, atau akankah aku hanya menjadi "cuma cewek
biasa?" Akankah aku hanya menjadi "bukan siapa-siapa?"
"Darmawisata ke D.C.," Liz berbisik di telingaku saat me?
lihat betapa tegangnya aku. "Josh nggak akan kembali sampai
setelah pukul sembilan."
Aku merasakan diriku mengembuskan napas.
"Ada pertanyaan?" Madame Dabney bertanya sambil
mengeluar?kan dongkrak dari bawah mobil dan Bex pergi untuk
menyimpan kembali ban yang rusak di dalam bagasi. Liz dan
aku menggeleng. "Well, seharusnya itu cukup, kalau begitu,"
kata Madame Dabney, menepukkan kedua tangannya, jelas
bangga dengan pekerjaannya.
140 Isi-Editbaru.indd 140 Yeah, pikirku, saat aku mencuri satu pandangan terakhir
pada daerah perumahan di sekelilingku dan melihat Bex me?
nampakkan gerakan angkat jempol yang cepat padaku. Itu
seharusnya cukup. Ringkasan Pengintaian Pelaksana: Cameron Morgan, Rebecca Baxter, dan Elizabeth
Sutton. Laporan sampah yang diambil dari rumah Josh Abrams
Jumlah gulungan kardus bekas tisu toilet: 2
Sup kalengan yang disukai: rasa tomat (disusul oleh Cream of
Mushroom merk Campbell). Jumlah kotak es krim Ben & Jerry"s kosong: 3"dua mint
chocolate cookie, satu vanila polos. (Siapa sih yang membeli es
krim vanila polos dari Ben & Jerry"s" Memangnya ada sampah
yang lebih sia-sia dari ini")
Jumlah katalog Pottery Barn: 14 (Nggak ada barang yang di?
tandai atau diidentifikasi dengan cara apa pun, walaupun bantal
Windsor yang bisa dicuci sedang diskon dan tampaknya cukup
murah.) "Di mana kita meletakkan serbet-serbet kertas ini?" tanya Bex
lagi, menatap tumpukan-tumpukan di lingkaran kecil aneh
kami. "Ini termasuk barang rumah tangga atau makanan?"
"Tergantung," kata Liz, mencondongkan diri ke arahnya.
"Apa yang ada di atasnya?"
Bex mengendus serbet kertas yang sudah terpakai di tangan?
nya dan berkata, "Saus spageti" kurasa. Atau darah?"
141 Isi-Editbaru.indd 141 "Jadi, entah mereka sangat menyukai pasta, atau mereka
keluarga pembunuh berkapak?" gurauku.
Bex menoleh dan menjatuhkan serbet-serbet itu ke salah
satu dari setengah lusin tumpukan yang bertambah banyak di
se?keliling kami, sementara tumpukan awal di tengah perlahanlahan mulai berkurang. Kami sudah membuka semua jendela
di dalam suite, dan angin yang lembap serta dingin ber?embus
masuk, mengurangi bau sampahnya (sedikit) saat kami duduk
di atas lembaran plastik, memeriksa semuanya, mulai dari tisu
bekas sampai kaleng tuna kosong.
Kalau kau pernah bertanya-tanya apakah seseorang terlalu
bagus untukmu atau nggak, aku akan menyarankan untuk me?me?
riksa sampah mereka. Sungguh. Tak seorang pun terlihat superior
setelah itu. Lagi pula, kalau Mr. Solomon benar, ada jawabanjawaban di sini"jawaban yang benar-benar kuingin?kan.
Kenapa Josh menawarkan menemaniku untuk (menurut
per?kiraannya) mengambil jaket ibuku, tapi kemudian berbalik
dan memberitahu temannya aku bukan siapa-siapa" Apakah
dia punya pacar" Apakah dia memulai pembicaraan itu dengan?
ku di jalan waktu itu supaya bisa memenangkan suatu taruhan
me?ngerikan dengan teman-temannya, seperti yang selalu me?
reka lakukan dalam film-film remaja" Maksudku, aku tahu aku
menghabiskan beberapa musim dinginku di dalam mansion de?
ngan sekelompok cewek, dan seluruh musim panasku di pe?
ternakan di Nebraska, tapi tetap saja banyak film diputar di
ke?dua tempat itu, dan kebanyakan mengisahkan taruhan-taruh?
an di mana cewek-cewek bertampang biasa (sepertiku) didekati
cowok-cowok yang benar-benar cakep (seperti Josh).
Tapi cowok-cowok itu nggak seperti Josh, nggak juga,
begitulah yang kusadari waktu kami semakin jauh menyelidiki
142 Isi-Editbaru.indd 142 sampahnya. Para cowok di dalam film-film itu nggak akan
mem?bantu adik perempuan mereka mempelajari nyanyian
pujian kepada Amelia Earhart (Akademi Gallagher, Angkatan
1915). Cowok-cowok itu nggak akan menuliskan pesan seperti
yang kutempel di bawah ini:
Mom, Dillon bilang ibunya bisa mengantarku pulang setelah darma?
wisata, jadi jangan menunggu teleponku. Love you, J.
Josh memberitahu ibunya bahwa ia sayang padanya. Hebat
sekali, kan" Maksudku, para cowok di dalam film-film yang
mengisahkan taruhan dan cewek-cewek biasa (yang sebenarnya
nggak benar-benar biasa, hanya saja dandanan mereka payah)
dan adegan-adegan prom dramatis"cowok-cowok itu nggak
akan meninggalkan pesan yang baik dan sopan pada ibu me?
reka. Lagi pula, para cowok yang meninggalkan pesan baik dan
sopan akan tumbuh jadi laki-laki yang meninggalkan pesan
baik dan sopan juga. Aku nggak bisa menahan diriku: aku
lang?sung membayangkan seperti apa rasanya mendapatkan
pesan seperti itu suatu hari nanti.
Sayang, mungkin aku harus bekerja sampai larut, jadi aku tidak ada
di sini saat kau kembali. Kuharap kau mengalami saat-saat menyenang?
kan di Korea Utara dan menjinakkan banyak senjata nuklir. Dengan
seluruh cintaku, Josh. (Tapi itu hanya draft.) Aku menatap kotak permen karet kosong"jenis yang bisa
me?mutihkan gigi"dan aku mencoba mengingat apakah gigi
Josh ekstra putih atau hanya putih biasa. Putih biasa, pikirku,
143 Isi-Editbaru.indd 143 jadi aku melemparkan kotak itu ke tumpukan di samping Liz
dan menggali ke dalam tumpukan lagi, nggak tahu apa yang
bakal tertarik keluar. Aku menemukan sebuah amplop, kecil dan persegi, dengan
tulisan kaligrafi indah di depannya. Surat itu dialamatkan pada
Keluarga Abrams. Seumur hidup aku belum pernah melihat apa
pun dialamatkan pada Keluarga Morgan. Kami nggak pernah
diundang ke pesta. Tentu, aku ingat satu atau dua kali saat
Mom dan Dad berpakaian bagus dan meninggalkanku dengan
pengasuh, tapi bahkan saat itu pun aku tahu Mom memakai
perekam mikrofilm yang amat sangat mungil di dalam bros
rhinestone-nya dan kancing manset Dad berisi kabel-kabel yang
bisa melesat keluar sepanjang lima puluh meter dan memung?
kin?kan seseorang memanjat turun dari sisi bangunan kalau dia
benar-benar ingin melakukannya. (Kalau dipikir, nggak heran
kami jarang sekali diundang.)
Aku baru mulai membayangkan seperti apa rasanya menjadi
jenis keluarga yang lain, saat aku mendengar "Uh-oh" yang
me??nakutkan. Aku menoleh untuk menatap Liz, yang sedang mengulurkan
selembar kertas ke arah Bex.
Liz harus membiarkan Bex memeriksanya lebih dulu, aku me?
nyadari dengan waswas. Josh hanya punya enam bulan untuk


Aku Mau Saja Bilang Cinta, Tapi Setelah Itu Aku Harus Membunuhmu I"d Tell You I Love You But Then I"d Have To Kill You Gallagher Girls 1 Karya Ally Carter di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hidup! Dia meminum obat-obatan yang akan mempersiapkannya
untuk operasi penggantian jenis kelamin! Seluruh keluarganya akan
pindah ke Alaska! Ternyata lebih buruk. "Cam," kata Bex, suaranya mempersiapkanku untuk yang
ter?buruk, "Liz menemukan sesuatu yang mungkin harus kau?
lihat." 144 Isi-Editbaru.indd 144 "Mungkin ini tak ada artinya," tambah Liz, memaksakan
seulas senyum saat Bex mengulurkan selembar kertas pink yang
terlipat. Seseorang menuliskan "JOSH" di atasnya dengan tinta
biru dan keahlian menulis indah memakai bunga-bunga dan
hiasan-hiasan yang tampaknya tak pernah bisa dikuasai seorang
pun di Akademi Gallagher"bagaimanapun, kalau kau punya
PR kimia organik, pengkodean tingkat lanjut, dan bahasa
percakapan Swahili setiap malam, kau nggak akan meng?
habiskan banyak waktu untuk mempelajari cara memberi titik
pada huruf i-mu dengan bentuk hati kecil.
"Bacakan untukku," kataku.
"Nggak?" Liz memulai. "Ini mungkin?"
"Liz!" bentakku.
Tapi Bex sudah mulai. ?"Dear, Josh. Menyenangkan sekali
ber?temu denganmu di karnaval. Aku juga bersenang-senang.
Kita harus melakukannya lagi kapan-kapan. Love, DeeDee." "
Bex sudah melakukan sebisanya untuk membuat pesan itu
ter?dengar payah, menambahkan banyak jeda yang nggak perlu
dan nada membosankan, tapi jelas sekali bahwa orang bernama
DeeDee ini serius. Bagaimanapun, aku nggak menulis pesan
pada kertas pink dengan tulisan indah. Aku bahkan nggak
punya kertas pink. Kertas yang bisa dimakan"ya, tapi kertas
pink cantik"nggak mungkin! Jadi di sanalah dia, bukti hitamputih (atau" well" pink-biru, tapi kau pasti mengerti mak?
sudku), bahwa secara resmi aku dikalahkan. Bahwa aku benarbenar bukan siapa-siapa.
Liz pasti membaca ekspresiku, karena ia langsung berkata,
"Ini nggak berarti apa-apa, Cam. Surat ini ada di dalam tempat
sampah!" Ia menoleh pada Bex. "Itu pasti berarti sesuatu,
kan?" 145 Isi-Editbaru.indd 145 Dan saat itulah aku nggak bisa mengabaikannya lagi: ke?
nyataan universal bahwa, terlepas dari pendidikan elite dan IQ
genius kami, kami nggak mengenal cowok. DeeDee, dengan
kertas pink-nya dan kemampuannya untuk membuat hurufhuruf J besar dan menggembung, mungkin malah mengetahui
apa artinya jika cowok seperti Josh meletakkan pesan pink yang
sempurna itu di dalam tempat sampah, tapi kami jelas nggak
tahu. Cowok impianku mungkin tinggal kota Roseville"hanya
empat kilometer, delapan puluh kamera pengawas, dan sebuah
pagar batu besar jauhnya, tapi dia dan aku nggak akan pernah
bicara dengan bahasa yang sama (dan ini benar-benar ironis,
karena "cowok" adalah satu-satunya bahasa yang nggak pernah
diajarkan di sekolahku). "Nggak apa-apa, Liz," kataku pelan. "Kita tahu kesempat?
annya kecil. Itu?" "Tunggu!" Aku merasakan tangan Bex terulur dan me?
nyambar pergelangan tanganku. "Beritahu aku apa yang kau?
kata?kan padanya lagi." Ia membaca ekspresi kosongku. "Malam
itu?" desaknya. "Saat kau memberitahu Josh kau ikut home?
schooling." "Dia bertanya apakah aku ikut homeschooling, dan aku bi?
lang ya." "Dan alasan apa yang kauberikan?"
"Untuk?" aku mulai, tapi suaraku menghilang saat me?
natap tumpukan kertas-kertas yang dijejerkan Bex di antara
kami. "Alasan-alasan keagamaan."
Di dalam tumpukan sampah ada program Roseville Free
Will Baptist Assembly, sebuah selebaran Perkumpulan Gereja
Metodis di Roseville, dan banyak yang lainnya. Kalau bukan
sedang mengumpulkan buletin berbagai gereja untuk semacam
146 Isi-Editbaru.indd 146 perburuan harta yang aneh, maka Josh sibuk berkunjung ke
berbagai sekolah Minggu dan perkumpulan sosial remaja Selasa
malam untuk alasan yang benar-benar berbeda.
"Dia sedang mencarimu, Cam," kata Bex, berseri-seri seakan
baru saja membuat langkah pertama dalam memecahkan kode
paling sulit. Keheningan meliputi kami. Jantungku berdebar keras. Bex
dan Liz menatapku, tapi aku nggak bisa mengalihkan pandang?
anku dari apa yang kami temukan"dari harapan yang tersebar
di seluruh lantai suite kami.
Kurasa itulah sebabnya tak satu pun dari kami menyadari
pintunya terbuka. Kurasa itulah sebabnya kami terlompat saat
mendengar Macey McHenry berkata, "Jadi, siapa nama cowok
itu?" 147 Isi-Editbaru.indd 147 t.c Bab Du a B e l a s "A ku nggak tahu apa maksudmu," sergahku balik, terlalu
cepat bagi kebohongan itu untuk bisa dipercaya. Inilah masa?
lah?nya tentang berbohong: sebagian dirimu harus memercayai?
nya"walaupun itu hanya serpihan jahat mungil yang tinggal
di bagian tergelap dan terhitam dalam pikiranmu. Kau harus
menginginkan kebohongan itu menjadi kenyataan.
Kurasa aku nggak melakukannya.
"Oh, ayolah," kata Macey sambil memutar bola mata. "Ini
sudah berjalan selama, berapa lama" Dua minggu?" Aku syok.
Macey memiringkan kepala dan bertanya, "Kalian sudah cium?
an?" Perpustakaan Akademi Gallagher memiliki banyak buku
tentang kemandirian wanita dan bagaimana seharusnya kami
nggak membiarkan laki-laki mengalihkan perhatian kami dari
misi, tapi bisa kulakukan hanyalah menatap Macey McHenry
dan berkata, "Menurutmu aku bisa berciuman dengannya?"
148 Isi-Editbaru.indd 148 Aku benci mengakuinya, tapi mungkin itu salah satu pujian
terhebat yang pernah kuterima di seluruh, sepanjang hidup?
ku. Tapi Macey hanya memutar bola mata dan berkata, "Lupa?
kan aku pernah bertanya," sambil berjalan ke tumpukan sam?
pah dan, sama sekali nggak mengejutkan, mengangkat hidung
sempurnanya lalu berkata, "Ini menjijikkan!" Kemudian ia me?
natapku. "Kau pasti naksir dia banget."
Hanya Bex yang bisa tetap tenang dan berkata, "Kami pu?
nya PR Operasi Rahasia, Macey."
Bahkan aku pun hampir percaya bahwa yang kami lakukan
benar-benar perbuatan nggak berdosa.
Macey menunduk menatap tumpukan kami, memandangi
pe?mandangan itu seakan ini hal paling menarik yang dilihat?
nya selama berbulan-bulan, yang tentu saja, nggak mungkin
benar, karena aku jelas tahu bahwa dia dan teman-teman se?
kelasnya berada di lab fisika saat Mr. Fibs diserang lebah-lebah
yang ia kira sudah dimodifikasi secara genetis untuk mematuhi
perintah lewat siulan. (Ternyata mereka hanya merespons suara
James Earl Jones.) "Namanya Josh," kataku akhirnya.
"Cammie!" teriak Liz, seakan nggak percaya aku memberi?
kan informasi supersensitif kepada musuh.
Tapi Macey hanya mengulangnya, "Josh," seakan sedang
mengukurnya. "Yeah," kataku. "Aku bertemu dengannya saat kami men?
jalankan misi di kota dan" well?"
"Sekarang kau nggak bisa berhenti memikirkannya" Kau
selalu ingin tahu apa yang dia lakukan" Bisa dibilang kau
rela membunuh untuk mengetahui apakah dia memikirkan?
149 Isi-Editbaru.indd 149 mu?" kata Macey, seperti dokter yang menyebutkan gejalagejala penyakit dengan lancar.
"Ya!" teriakku. "Itu persiiiiis sekali!"
Macey mengangkat bahu. "Sayang sekali, Nak."
Dia hanya tiga bulan lebih tua daripada aku, jadi seharus?
nya aku bisa marah tentang panggilan "Nak" itu. Tapi aku
nggak bisa marah padanya"nggak saat itu. Aku nggak yakin
apa yang terjadi, tapi satu hal menjadi jelas: Macey McHenry
memiliki informasi yang sangat kubutuhkan.
"Dia bilang kucingku sangat beruntung," kataku. "Apa arti?
nya itu?" "Kau kan nggak punya kucing."
"Itu masalah teknis." Aku mengabaikan fakta itu. "Jadi, apa
artinya?" "Sepertinya cowok itu ingin bergerak perlahan-lahan" Dia
mungkin menyukaimu, dan dia ingin pilihan-pilihannya tetap
terbuka seandainya kau memutuskan kau nggak menyukainya,
atau kalau akhirnya dia memutuskan dia nggak menyukaimu."
"Tapi setelah itu aku bertemu dengannya di jalan, dan
nggak sengaja mendengarnya memberitahu seorang teman bah?
wa aku "bukan siapa-siapa." Tapi dia bersikap sangat baik
dan?" "Oh, jadi kau sudah cukup sibuk."
"Sikapnya benar-benar baik, tapi berdasarkan kata-katanya
pada temannya?" "Tunggu." Macey menghentikanku. "Dia mengatakan itu
pada seorang teman" Cowok lain?"
"Ya." "Dan kau memercayainya?" Macey memutar bola mata. "Itu
belum tentu benar. Bisa saja dia pura-pura, bisa saja dia me?
150 Isi-Editbaru.indd 150 nandai wilayahnya, bisa saja dia malu karena menyukai cewek
baru yang aneh"aku berasumsi, dia mengira kau cewek
aneh?" "Dia mengira aku homeschooling karena alasan-alasan ke?
agamaan." "Yeah," kata Macey, mengangguk seakan jawaban itu sudah
cukup. "Menurutku kau masih punya kesempatan."
OH. ASTAGA. Seakan awan badai kelabu telah bergeser
dan Macey McHenry adalah mataharinya, membawa kebijak?
sana?an dan kebenaran ke dalam kegelapan kekal. (Atau se?
suatu yang jauh lebih tidak melodramatis.)
Seandainya kau melewatkan maksudku: Macey McHenry
tahu tentang cowok!! Tentu saja, ini seharusnya bukan kejutan
besar, tapi aku nggak bisa menahan diri; aku memohon-mohon
di kakinya, memuja di altar eyeliner, push-up bra, dan pesta
tanpa pengawasan orangtua.
Bahkan Liz berkata, "Itu mengagumkan."
"Kau harus menolongku," pintaku.
"Oooh, sori. Bukan bagianku."
Tentu saja itu bukan. Sudah jelas bahwa biasanya Macey
McHenry adalah yang diintai, bukan si pengintai. Dia nggak
mung?kin bisa mengerti kehidupan di luar, menatap dari jendela
pada sebuah tempat yang nggak pernah dikenalnya. Kemudian
aku berpikir tentang jam-jam yang telah dihabiskannya
terkunci di dalam keheningan headphone itu dan mendugaduga. Atau bisakah dia mengerti"
Di depanku berdiri orang yang mampu memecahkan kode
kromosom Y, dan aku nggak akan membiarkannya kabur begitu
mudah. "Ayolah!" kataku.
151 Isi-Editbaru.indd 151 "Yeah, well katakan itu pada seseorang yang bukan jadi
maskot kelas tujuh sialan!" Macey duduk di atas tempat tidur?
nya dan menyilangkan kaki. "Jadi hanya ada satu cara yang
bisa membuatku peduli tentang masalah cowokmu."
Bekerjalah, otak; bekerjalah, aku mendorong otakku, tapi
otak?ku malah jadi seperti mobil yang terperangkap di dalam
lumpur. "Aku ingin keluar dari kelas-kelas anak baru," kata Macey.
"Dan kau harus membantuku."
Aku benar-benar nggak suka apa yang kudengar, tapi aku
masih sanggup bertanya, "Apa untungnya buatku?"
"Pertama-tama, aku tidak akan melakukan pembicaraan
empat mata dengan teman kita, Jessica Boden, tentang per?jalan?
an pagi-pagi buta ke lab dengan botol Dr. Pepper kosong, atau
perjalanan larut malam di luar daerah ini, ketika sese?orang
pulang dengan dedaunan di rambutnya." Macey menye?ringai
pada Liz. "Atau insiden pada waktu Pelajaran Mengemudi."
Untuk pertama kalinya, aku nggak meragukan bahwa
Macey adalah Gallagher Girl sejati. Pandangan yang diberikan
Liz dan Bex padaku mengatakan bahwa mereka setuju.
"Apakah kau tahu ibu Jessica anggota Dewan Pengawas?"
tanya Macey, suaranya dipenuhi ironi sarkastis. "Begini, Jessica
sudah menyebutkan fakta itu padaku sekitar seratus lima puluh
kali dan?" "Oke, sudah cukup," kataku, menghentikannya. "Apa lagi
yang kudapatkan?" "Seorang belahan jiwa."
"Nona-nona, ini masalah persekutuan," kata Mr. Solomon saat
berdiri di depan kelas kami pagi berikutnya. "Kalian mungkin
152 Isi-Editbaru.indd 152 tidak menyukai orang-orang ini. Kalian mungkin membenci
orang-orang ini. Orang-orang ini mungkin mewakili segalanya
yang kalian benci, tapi yang diperlukan hanyalah satu hal"satu
benang kesamaan untuk membentuk ikatan di dalam hidup kita."
Ia berjalan kembali ke mejanya. "Untuk membuat sekutu."
Jadi itulah yang kumiliki dengan Macey"persekutuan.
Kami bukan teman; kami bukan musuh. Aku nggak benarbenar mengosongkan akhir pekan Empat Juli untuk dihabiskan
di rumahnya di Hamptons, tapi aku berencana untuk tetap
bersikap baik. Waktu makan siang, Macey berjalan ke meja kami dan aku
menyiapkan diri untuk menghadapi yang akan terjadi. Kalau
peng?anut Komunis dan Kapitalis bisa berjuang bersama demi
menjatuhkan Nazi" aku memberitahu diri sendiri. Kalau Spike
bisa bertarung bersama Buffy untuk memusnahkan iblis-iblis dari
dunia" Kalau lemon bisa menyatukan kekuatan dengan limau
untuk menciptakan minuman selezat dan semenyegarkan Sprite,


Aku Mau Saja Bilang Cinta, Tapi Setelah Itu Aku Harus Membunuhmu I"d Tell You I Love You But Then I"d Have To Kill You Gallagher Girls 1 Karya Ally Carter di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pasti aku bisa bekerja sama dengan Macey McHenry untuk meng?
gapai cinta sejati! Dia sedang duduk di sebelahku. Dia sedang makan pai. Aku
harus melihat lagi. Macey makan pai"! Kemudian dia benarbenar bicara, tapi aku nggak bisa mendengarnya karena ribut?
nya perdebatan yang terjadi di dekat sini (dalam bahasa Korea)
tentang apakah Jason Bourne bisa mengalahkan James Bond,
dan apakah ada bedanya jika yang jadi Bond Sean Connery
atau Pierce Brosnan. "Apakah kau bilang sesuatu, Macey?" tanyaku, tapi dia
mem?beriku pandangan yang bisa membunuh. Dia meraih ke
dalam tasnya, merobek sehelai kecil Evapopaper, dan menulis?
kan: 153 Isi-Editbaru.indd 153 Bisakah kita belajar bersama malam ini" (Beritahu satu orang
saja, dan aku akan membunuhmu saat kau tidur!)
"Pukul tujuh?" aku bertanya padanya. Dia mengangguk. Kami
punya janji. Painya terlihat cukup enak, jadi aku berdiri untuk meng?
ambil sedikit, dan saat melakukannya, aku melirik pada Vogue
yang sedang dibaca Macey, tapi aku nggak bisa belajar banyak
tentang mode, karena catatan kimia organik Macey ditempel
di dalamnya, menutupi liputan khusus bulan itu tentang
sutra. Saat duduk di lantai suite kami malam itu, dengan PR Macey
betebaran di sekitar kami, aku benar-benar nggak yakin bagai?
mana persekutuan seharusnya dijalankan. Untungnya, Liz su?
dah memikirkan hal itu. "Kau bisa mulai dengan menjelaskan apa artinya ini." Liz
mengangkat pesan DeeDee ke wajah Macey.
"Idih!" teriak Macey, memalingkan kepala dan menjepit
hi?dung sambil mendorong kertas itu menjauh.
Tapi kekuatan yang nggak dimiliki Liz, dibayarnya dengan
kegigihan. Dia menyorongkan kembali pesan itu, meskipun
Macey mengeluh, "Kukira kalian sudah membuang semua sam?
pah itu!" "Well, yang ini tidak. Ini barang bukti," kata Liz, menyata?
kan apa, yang di dalam pikirannya, adalah hal yang sudah
jelas. "Uh! Menjijikan."
Aku melihat Bex bergerak. Dia melakukan pekerjaan yang
lebih baik daripada biasanya dalam hal mengabaikan kami, tapi
154 Isi-Editbaru.indd 154 aku tahu semua sensornya bersiaga penuh. Matanya nggak
meninggalkan buku catatannya, tapi dia melihat segalanya.
(Dalam hal ini, sikap Bex benar-benar seperti mata-mata
super.) "Apa artinya?" tanya Liz lagi, bergerak lebih dekat dan lebih
dekat pada Macey McHenry, profesor baru kami dalam hal
cowok. Macey melihat kembali pada buku catatannya, dan me?
nyimpulkan bahwa dia sudah cukup belajar untuk malam ini,
karena dia menyingkirkan catatan-catatannya. Dia berderap ke
tempat tidur, melirik potongan kertas itu sekali lagi, kemudian
menjatuhkannya ke lantai.
"Itu berarti cowok ini banyak yang suka." Macey meng?
angguk padaku. "Pilihan bagus."
"Tapi apakah Josh balas menyukai cewek itu?" Liz ingin
tahu. "Cewek DeeDee ini?"
Macey mengangkat bahu dan berbaring di tempat tidurnya.
"Sulit mengetahuinya."
Saat itulah Liz mengeluarkan buku catatan yang kulihat
sudah dibawa-bawanya selama seminggu terakhir. Tadinya aku
mengira itu untuk proyek ekstra"tapi aku nggak tahu itu pro?
yek ekstra kami. Ia mengempaskan binder-nya sampai terbuka
dengan suara duk, dan seratus potongan kertas beterbangan
karena embusan udara tiba-tiba. Aku menatap judul setiap
potongan saat Liz mencari-cari di antara mereka. "Lihat?" Ia
menunjuk ke bagian yang digarisbawahi di satu halaman, ?"di
dalam email ini Josh menggunakan kata "bro" untuk merujuk
pada temannya, Dillon. Seperti dalam, dan aku mengutipnya,
"Tenanglah, Bro. Itu akan baik-baik saja." Dia nggak punya
saudara laki-laki. Kenapa sih cowok-cowok merujuk pada satu
155 Isi-Editbaru.indd 155 sama lain dengan cara itu" Aku nggak memanggil Cam atau
Bex dengan Sis. Kenapa?" tuntutnya, seakan hidupnya ber?
gantung pada pengertiannya pada fakta ini. "KENAPA?"
Yeah, saat itulah Macey McHenry menatap Liz seakan dia
bodoh. Dari semua hal sinting yang telah kulihat di dalam
bisnis ini, itu salah satu hal yang tersinting.
Macey memiringkan kepala dan berkata, "Kau cewek super?
geniusnya?" Dan semudah itu, Bex turun dari tempat tidur dan bergerak
ke arah Macey. Situasinya akan jadi buruk"benar-benar buruk.
Tapi Liz yang malang nggak terluka oleh kata-kata Macey.
Bahkan, ia hanya menatap Macey dan berkata, "Aku tahu"
ya, kan?" seakan ia sendiri juga kesal.
Bex berhenti. Aku mengembuskan napas lega. Pada akhir?
nya Liz menggeleng takjub, menyingkirkan pertanyaanpertanyaan tak terjawab dari pikirannya"gerakan yang telah
kulihat ribuan kali. Saat itulah aku tahu bahwa buat Liz cowok
hanya?lah seperti pelajaran lain"kode lain yang harus dia
pecahkan. Pada akhirnya, ia duduk di lantai dan berkata, "Aku
harus membuat grafik."
"Dengar." Macey tampaknya menyerah saat menegakkan
tubuh di tempat tidur. "Kalau cowok itu tipe yang sentimental,
berarti dia nggak peduli dengan cewek itu. Kalau bukan, ber?
arti dia mungkin menyukai cewek itu"atau mungkin nggak."
Ia mencondongkan diri lebih dekat, ingin membuat kami
mengerti. "Kalian bisa menganalisis atau membuat teori"atau
apa pun namanya"tapi serius, apa gunanya menurut kalian"
Kalian berada di dalam sini. Dia berada di luar sana. Dan
nggak ada yang bisa kulakukan tentang itu."
"Oh," kata Bex, berbicara untuk pertama kalinya. "Itu me?
156 Isi-Editbaru.indd 156 mang bukan bagian keahlianmu." Aku melihat otaknya ber?
putar. Bex terlihat seperti cewek yang sedang menjalankan misi
saat melangkah maju. "Itu bagian kami."
157 Isi-Editbaru.indd 157 t.c Bab T i g a B e l a s ata-mata itu bijaksana. Mata-mata itu kuat. Tapi, yang
paling penting, mata-mata itu sabar.
Kami menunggu dua minggu. DUA MINGGU! Apa kau
tahu seberapa lamanya itu menurut hitungan waktu cewek
lima belas tahun" Lama. LAMA, lama. Aku benar-benar mulai
berempati pada semua wanita yang bicara tentang jam biologis
mereka. Maksudku, aku tahu jam biologisku masih menyisakan
banyak detik, tapi tetap saja aku berpikir dan mengkhawatirkan
Operasi Josh setiap menit dalam waktu senggangku"dan itu
di sekolah untuk mata-mata genius, di mana menit-menit
waktu senggang hampir nggak ada. Aku hanya bisa membayang?
kan penderitaan seorang cewek yang bersekolah di sekolah
normal, karena dia mungkin nggak akan menghabiskan malammalam Minggunya untuk membantu sahabatnya memecahkan
kode yang melindungi satelit mata-mata Amerika Serikat. (Liz
bahkan membagi nilai ekstra yang didapatkannya dari Mr.
158 Isi-Editbaru.indd 158 Mosckowitz denganku"hadiah uang tunai yang ditawarkan
NSA disimpannya sendiri.)
Kami berada dalam pola menunggu klasik, mengumpulkan
informasi, menyusun profilnya dan legendaku, menunggu wak?
tu, sampai kami memiliki apa yang kami perlukan untuk
bergerak. Dua minggu penuh kegiatan ini. DUA MINGGU!
(Seandainya kau melewatkan informasi ini sebelumnya.)
Kemudian, seperti semua mata-mata rahasia yang baik, kami
mendapatkan kesempatan. Selasa, 1 Oktober. Subjek menerima email dari Dillon, nama sandi
"D"Man," bertanya apakah Subjek ingin menumpang pulang dari
latihan. Subjek merespons dengan mengatakan bahwa dia akan
pulang berjalan kaki"bahwa dia perlu mengembalikan beberapa
video di "AJ"s" (perusahaan lokal yang terletak di taman kota
yang berspesialisasi dalam penyewaan film dan video game).
Aku menatap email itu saat Bex menaruhnya di meja
sarapan di depanku. "Malam ini," bisiknya. "Kita bergerak."
Dalam kelas Operasi Rahasia, aku benar-benar nggak bisa me?
nulis dengan cukup cepat. Joe Solomon orang genius, pikirku,
bertanya-tanya kenapa aku nggak menyadari itu sebelumnya.
"Pelajari legendamu lebih awal. Pelajari mereka dengan
baik," ia memperingatkan sambil mencondongkan tubuh, men?
cengkeram punggung kursi guru yang nggak pernah kulihat
didudukinya. "Sepersekian detik yang kauperlukan untuk meng?
ingat sesuatu yang seharusnya diketahui identitas samaranmu,
159 Isi-Editbaru.indd 159 t.c adalah sepersekian detik ketika orang-orang yang sangat jahat
bisa melakukan hal-hal yang sangat buruk."
Tanganku gemetar. Bekas-bekas pensil tersebar di halaman
itu"mirip waktu aku mengambil pensil untuk digunakan di
kelas Dr. Fibs, hanya saja ternyata itu bukan pensil biasa, tapi
prototype penerjemah-otomatis sandi Morse. (Tanpa perlu di?
kata?kan, aku belum sepenuhnya pulih dari rasa bersalah karena
meraut pensil itu.) "Yang terutama, ingat bahwa melakukan penyamaran men?
dalam tidak berarti kita mendekati Subjek." Mr. Solomon
menatap kami. "Itu berarti menempatkan dirimu di dalam
posisi agar Subjek yang mendekatimu."
Aku nggak tahu bagaimana cewek-cewek normal melakukan?
nya, tapi kalau kau mata-mata, berpakaian untuk pergi keluar
bisa jadi masalah besar. (Biar kubilang, syukurlah ada Velcro"
serius"nggak heran Akademi Gallagher menciptakan benda
itu.) "Aku masih berpikir kita seharusnya mengikat rambut Cam
lebih tinggi," kata Liz. "Itu terlihat glamor."
"Yeah," ejek Macey, "karena banyak sekali cewek memilih
gaya glamor saat mereka nongkrong di taman kota Rose?
ville." Dia benar juga. Secara pribadi, aku nggak peduli, dan itu agak ironis karena
itu kan rambutku, tapi banyak hal lain di pikiranku"yang
paling kecil pun nggak termasuk kumpulan benda-benda yang
disebarkan Bex di atas tempat tidur di depanku"bukannya
aku bisa melihat dengan baik, karena Macey sedang men?
dandani?ku dan terus-menerus memberitahuku untuk "lihat ke
160 Isi-Editbaru.indd 160 atas" atau "lihat ke bawah" atau "jangan bergerak sama se?
kali." Kalau nggak sedang meneriakkan perintah-perintah, Macey
mengatakan hal-hal seperti, "Bicaralah, tapi jangan terlalu ba?
nyak. Tertawalah, tapi jangan terlalu keras." Dan, favorit pri?
badiku, "Kalau dia lebih pendek darimu, membungkuklah."
Kemudian Bex mengambil alih. "Ayo, kita bicarakan sam?
pah saku." (Itu bukan kalimat yang biasa kaudengar kecuali
kau" well" kami.) "Kau belum enam belas tahun, jadi KTP
bukan masalah, tapi kita masih harus mendukung identitas
samaranmu." Ia berbalik dan mulai memeriksa benda-benda di
atas tempat tidur. "Bawa ini," katanya, melemparkan sekotak
permen karet ke arahku. Itu merk yang sama seperti yang kami
ambil dari sampah Josh. "Untuk menunjukkan kesukaan yang
sama dan membantu menyegarkan napas." Bex me?meriksa
tempat tidur lagi. "Apa yang tadi kita bilang, dengan atau
tanpa tas tangan?" tanyanya, menoleh kembali ke kelompok
kami. "Dia jelas harus membawa tas tangan," kata Macey, dan
Bex setuju. Aku nggak bisa memercayainya! Macey dan Bex
ter?hubung" karena aksesori! Keajaiban benar-benar nggak
akan berhenti. Bex menarik sebuah tas dari tempat tidur dan membukanya.
"Sisa tiket film"kalau dia bertanya padamu apakah kau me?
nyukai?nya, katakan saja kau menyukainya, tapi kau nggak
memercayai bagian akhirnya." Ia menjatuhkan potongan kertas
mungil itu ke dalam tas dan mengambil benda lain. "Kacamata
teropong. Seharusnya kau nggak memerlukan benda ini malam
ini, tentu saja, tapi nggak ada salahnya membawanya." Ia men?
jatuhkan benda lain lagi ke dalam paket tumpukan kebohong?
161 Isi-Editbaru.indd 161 an kami, kemudian mengakhiri semuanya dengan bolpoin
bertuliskan What Would Jesus Do", kemudian menutup tas
dengan seringai yang sangat puas pada diri sendiri.
Aku nggak tahu bagaimana Bex menemukan semua benda
itu, dan sejujurnya, aku nggak ingin tahu. Tapi saat menatap
semua yang harus kubawa dan memikirkan semua hal yang
harus kuketahui, aku terpaksa bertanya-tanya: Apakah semua
cewek melalui ini" Apakah semua cewek yang pergi berkencan
benar-benar melakukan penyamaran mendalam"
"Dan, jangan lupa?"
Aku mendongak untuk melihat salib perak yang terayun
maju-mundur di rantainya.
"Itu rusak," aku memberitahu Bex. "Benda itu tidak ber?
fungsi dengan benar sejak air dari tangki membuatnya korslet;
dan kau nggak akan bisa menerima sinyalnya karena ada peng?
Misteri Teka Teki Aneh 3 Pendekar Naga Putih 26 Rahasia Pedang Naga Langit Rahasia Suling Kematian 2
^