Pencarian

Misteri Teka Teki Aneh 3

Trio Detektif 22 Misteri Teka Teki Aneh Bagian 3


"Cuma dinding biasa saja," keluh Billy.
Pete memperhatikan keadaan dinding itu dengan seksama.
"Tapi di sini dulu pernah ada pintu," katanya setelah beberapa saat. "Sekarang tidak ada lagi, karena ditutup tembok. Lihatlah, cat yang di atas ubin yang aus ini warnanya agak lebih muda dibandingkan dengan bagian dinding selebihnya. Jadi mestinya baru dicat beberapa bulan yang lalu. tapi ketika di sini masih ada pintu, sama sekali tidak sulit untuk pergi ke luar lewat sini."
"Bekas pintu yang sekarang tertutup tembok," kata Jupiter sambil berpikir-pikir, ia memandang teman-temannya sambil mengejap-ngejapkan mata. Tiba-tiba ia berseru, "Apa
kah nama jalan yang ada di balik tembok ini" Kalau pintu di sini masih ada dan kita pergi ke luar, akan sampai di jalan apakah kita""
"Jalan"" kata Bob dengan heran. "Yah, kurasa nama jalan itu Salsipuedes Street. Ya, begitulah nama jalan itu! Tapi-"
Tapi Jupiter sudah lari ke luar, lewat pintu sebelah depan!
Bab 16 RATU DARI SELATAN Jupiter berlari ke luar lewat gerbang depan gedung balaikota lalu mengitar ke samping, dibuntuti oleh Bob, Pete, dan juga Billy. Setibanya di samping gedung, Jupiter berhenti di depan semacam ambang yang agak menjorok masuk ke dalam Walau ambang itu tertutup tembok, tapi jelas bahwa itulah yang dulu merupakan jalan keluar dari Kantor Grusan Perkawinan. Jupiter memper hatikan ambang itu. Napasnya tersengal-sengal tapi tatapan matanya bersemangat.
"Mau apa kita di sini, Jupe"" tanya Pete dengan napas yang juga putus-putus.
"Jalan ini bukan 'keluarlah kalau kau bisa'," kata Bob memprotes, "tapi keluarlah kalau kau tidak bisa'!"
"Memang," kata Jupiter sambil menghembus hembus kepayahan, "tapi Pete tadi benar, tentang pintu yang ditutup dengan tembok. Dinding bata yang menutupi ambang ini masih sangat baru Beberapa bulan yang lalu kita masih bisa keluar lewat sini-dan aku yakin ketika terakhir kalinya mendiang Dingo datang ke balaikota, pintu di sini masih ada!"
"Tapi apa hubungan kenyataan itu dengan petunjuk dalam teka-teki, Jupe"" kata Billy mengajukan kesangsiannya. "Maksudku, jika pintu itu masih ada, kan gampang saja keluar lewat sini!"
"Ya, memang," kata Pete. "Pendapat Billy memang benar, Satu."
"Betul," kata Jupiter dengan mata bersinar tenang, "tapi kalian tahu tidak arti kata Salsipue-des, Teman-teman" Nama jalan yang akan dimasuki, apabila masih bisa keluar lewat pintu yang sekarang tidak ada lagi-apakah arti nama
itu' "Artinya"" kata Bob lambat-lambat, dengan mata yang semakin terbuka lebar. "Itu kan bahasa spanyol, dan artinya-'keluarlah kalau kau bisa'! maksud Dingo-" "Kita harus keluar lewat pintu yang menuju ke Salsipuedes Street, lalu mencari posh Queen 's old Ne'd!" kata Jupiter menyelesaikan kalimat Bob. Bekas jalan keluar itu terdapat di bagian samping gedung balaikota, dekat dinding bela-kangnya. Semak lebat dan pepohonan tumbuh dekat dinding bangunan itu. Sebuah jalan setapak yang sempit menembus kehijauan itu, melintasi semacam taman berumput menuju ke Salsipue-des Street. Keempat anak itu mengamat-amati ambang pintu yang sudah ditutup tembok, karena barangkali saja di situ ada sesuatu yang bisa dijadikan pegangan untuk mengetahui petunjuk yang berikut. Tapi mereka tidak menemukan apa-apa. Karenanya mereka lantas bergegas menuju ke jalan yang namanya berarti 'keluarlah kalau kau bisa', lewat jalan setapak.
Ketika sudah sampai di pinggir jalan yang dituju, mereka berhenti. Diterangi sinar matahari siang, di seberang jalan nampak gedung Kantor Kamar Dagang. Dan pada kaca jendela depan kantor terpasang sebuah poster besar:
LEGENDA BAHARI!! Kapal Gap Queen of The South
Setelah Mengalami Pemugaran
Kembali ke Wujud Aslinya kini
TERBUKA UNTUK UMUM di DERMAGA PELABUHAN ROCKY BEACH
Menyediakan: Makanan dan Minuman Cenderamata
"Queen of the South!" seru Pete. "Itu kan atraksi wisata yang baru selesai dipugar! Pasti itulah 'Ratu yang kita cari!"
"Kau yakin"" kata Billy dengan nada sangsi "Ya, pasti itu 'Ratu' yang dimaksudkan," kata Jupiter. "Dalam teka-tekinya, Dingo kan menyebut posh Oueen, ratu yang hebat, anggun, ratu yang 'wah'! Dan Oueen of the South sudah jelas merupakan kapal yang mewah dan anggun, dan karena dulu melayani dinas pelayaran lintas samudra, dengan sendirinya diperlengkapi dengan tempat tidur!"
"Jadi langkah kita yang berikut, pergi mengunjungi 'Ratu' itu!" kata Pete.
"Dan di sana mencari 'Ned tua', alias tempat tidur yang dimaksudkan!" kata Bob menimpali.
"Sebentar lagi, harta kakek pasti akan kita temukan!" seru Billy bersemangat.
Jupiter tidak mengatakan apa-apa, hanya wajahnya saja yang berseri-seri. ia beranjak, hendak menuju ke tempat parkir di balik gedung balaikota, karena di sanalah anak-anak tadi menaruh sepeda-sepeda mereka. Tapi tiba-tiba ia berh
enti. Ada orang lari menjauh, menyelinap di tengah semak! Sementara anak-anak memperhatikan dengan heran, orang itu muncul dari tengah semak, dan terus lari melintasi taman rumput yang terdapat sebelum tempat parkir. Orang itu ternyata-Skinny Norris!
"Kejar dia!" teriak Pete. "Rupanya ia tadi dengan diam-diam mengikuti percakapan kita!"
"Manusia licik!" seru Bob dengan marah, sementara mereka mengejar musuh bebuyutan itu. "Dasar otak udang, bisanya cuma membonceng pikiran orang lain!"
Ketika anak-anak yang mengejar tiba di tempat parkir, mereka hanya sempat melihat Skinny mengundurkan mobilnya, lalu memacunya-lurus ke arah anak-anak! Mereka cepat-cepat berlompatan meminggir untuk menyelamatkan diri. Skinny lewat sambil tertawa dan menggerak-gerakkan tangan di depan hidung untuk mengejek.
"Ambil sepeda-sepeda kita! Cepat!" seru Jupiter "Tapi... tapi..." keluh Billy, "mana mungkin dia kita kejar dengan sepeda" ia pasti akan bisa mendului kita, dan merampas harta warisan Kakek!"
"ia masih harus mencari tempat tidur yang dimaksudkan," kata Jupiter dengan geram, "lalu kalau berhasil, kemudian menemukan petunjuk yang tepat di tempat tidur itu. Ayo, kita harus buru-buru ke sana!"
"He, sepeda-sepeda kita tidak ada lagi!" seru Pete.
Teman-temannya kaget. Mereka memandang kian kemari, mencari-cari di tempat parkir itu.
"Pasti tadi disembunyikan oleh Skinny!" kata Bob.
"Tenang, tenang," kata Jupiter. "Itu sepeda sepeda kita, di sebelah sana!"
Keempat sepeda anak-anak itu ternyata sudah berpindah tempat, kini di ujung seberang tempat parkir, tersuruk ke dalam semak di antara tempat parkir dan sebuah jalan samping. Keempat anak itu berlari-lari ke tempat itu. Ketika sedang berlari, Billy tersandung. Rupanya tali sepatunya lepas. ia membungkuk, untuk mengikatkannya lagi. Ketiga anak lainnya yang sudah sampai di tempat sepeda-sepeda mereka berpaling, lalu memanggil manggil Billy dengan perasaan tidak sabar.
"He, Billy!" seru Pete. "Cepatlah sedi-"
ia tidak menyelesaikan kalimatnya, karena tahu-tahu muncul dua orang laki-laki yang langsung menyergap Trio Detektif. Orang yang berbadan besar seperti raksasa, serta temannya yang lebih kecil, dengan pistol di balik jasnya! Tanpa mengatakan apa-apa, manusia raksasa itu langsung mencengkeram Pete dan Jupiter, sementara temannya yang berbadan kecil meringkus Bob. Ketiga remaja itu tidak mampu memberontak, karena kedua lawan mereka terlalu tangguh. Mereka digiring pergi dari tempat parkir, lalu dimasukkan ke dalam sebuah mobil!
Bab 17 TERKURUNG! "Kalau kalian bersikap manis, pasti takkan kami apa-apakan," kata lelaki yang bertubuh kecil sambil menoleh sebentar ke belakang, ia yang menyetir kendaraan itu.
Ketiga anggota Trio Detektif bersesak-sesak duduk di jok belakang, dengan si Raksasa di tengah-tengah. Pete di satu sisinya, sedang Bob dan Jupe di sisi lainnya. Kedua jendela mobil yang sebelah belakang ditutupi dengan tirai.
"Bagaimana dengan anak yang satu lagi Mr. Savo"" tanya si Raksasa.
"Kita ditugaskan untuk menyekap ketiga anak ini," kata lelaki yang menyetir. "Jaga agar mereka tidak ribut, Turk. Dan kau sendiri, jangan ikut-ikutan berpikir. Oke""
"Baik, Bos," kata si Raksasa dengan tenang Ternyata ia bernama Turk.
Jupiter dan kedua sahabatnya membisu. Mereka ngeri menghadapi kedua penjahat itu. Mr. Savo menyetir mobil dengan hati-hati, tanpa mengebut Kendaraan itu berbelok-belok menyusur jalan jalan sempit di tengah kota. Lambat laun ketegangan ketiga remaja itu surut. Savo dan Turk
nampaknya tidak berniat menyakiti mereka. Jupiter yang paling dulu mampu membuka mulut.
"Untuk apa kami disekap"" katanya dengan suara agak bergetar.
Savo tertawa. "Untuk apa" Untuk sementara," katanya.
"Tidak, maksudku atas tugas siapa kami Anda sekap"" desak Jupiter.
"Aku tadi sudah mengerti maksudmu," sergah Savo. "Kita bilang saja, kami ini menolong teman. Oke""
"Kalian menghalang-halangi," kata Turk yang berbadan seperti raksasa.
"Tutup mulut, Turk!" bentak Savo.
Lelaki bertubuh kecil, yang nampaknya lebih berwibawa di antara kedua penjahat itu, tidak mengatakan apa-apa lagi. ia menyetir sambil mem
bisu. Setelah beberapa blok lagi dilalui, mobil yang disetirnya dibelokkan memasuki pekarangan sebuah rumah besar, di bagian barat Rocky Beach. Mobil itu tidak dihentikan di depan, tapi terus ke belakang. Di dekat sebuah rumah kecil yang tersembunyi di belakang rumah besar, barulah kendaraan itu berhenti.
"Keluar," kata orang yang bernama Savo.
Turk menggiring ketiga remaja sekapannya ke dalam rumah yang kecil, dan langsung masuk ke sebuah kamar sempit yang terletak di sisi belakang. Dalam kamar itu ada tiga buah pembaringan. Daun pintu dilapisi lembaran logam, sedang jendela yang hanya ada satu di situ diamankan dengan terali. Sebuah pintu lain menuju ke kamar mandi yang kecil dan tak berjendela.
"Oke," kata Savo, "sekarang-"
"Teman Anda itu, untuk siapa Anda menyekap kami, siapakah dia"" tanya Jupiter memotong. "Tapi siapa pun orangnya, Mrs. Towne akan memberi imbalan lebih banyak pada Anda, apabila kami berhasil menemukan-"
"Pokoknya seseorang yang menginginkan agar kalian disingkirkan untuk sementara waktu! Oke"" kata Savo tanpa menanggapi ucapan Jupiter yang selanjutnya.
"Tapi perbuatan Anda ini kan penculikan namanya!" kata Bob.
"He, he," tukas Turk dengan suaranya yang berat, "siapa yang kalian katakan penculik, hahh""
"Kami bukan penculik, Kunyuk!" sergah Savo dengan tampang masam.
"Pada hakikatnya," kata Jupiter lagi, "kalian
ini-" "Persetan!" bentak Savo. Kemudian ia mengangkat bahu. "Coba dengar sebentar, ya! Kami sebenarnya tidak punya urusan dengan kalian, tahu"! Kami cuma melindungi kepentingan kami sendiri-lain tidak!"
"Kepentingan apa"" tanya Pete.
"Gang! Apalagi, kalau bukan uang! Orang yang kami bantu itu berutang pada kami. Utangnya terlalu banyak, dan juga sudah terlalu lama. Itu tidak kami sukai!"
Turk tertawa. Tubuhnya terguncang-guncang, sehingga kelihatannya seperti beruang besar.
"Orang yang tidak pintar main kartu sebaiknya jangan mencoba-coba. Ya kan, Bos""
"Tutup mulut, Turk!" kata Savo.
Bob melongo. "Jadi... jadi kalian ini... penjudi!"
"Bukan penjudi," kata Savo. "Orang-orang yang kalah main itulah yang penjudi. Sedang kami ini pengusaha. Ada orang ingin berjudi, baik! Kami sediakan tempat dan waktu agar mereka bisa melampiaskan keinginan itu. Tapi kami sendiri tidak berjudi."
"Mr. Savo," kata Jupiter, "siapa pun juga teman Anda itu, yang jelas aku tahu bahwa Mrs. Towne pasti bersedia membayar lebih banyak jika Anda mau melepaskan kami, dan apabila kami sudah menemukan harta yang diwariskan mertuanya. Atau pamanku yang akan membayar-"
"Sudah kukatakan tadi, kami bukan penculik!" tukas Savo. "Ini urusan bisnis semata-mata. Kami menginginkan utang pada kami dibayar oleh pihak yang kukatakan tadi. Cuma itu saja keinginan kami. Dari kalian, kami tidak menginginkan apa-apa! Sekarang semuanya diam. Kalian terlalu banyak bertanya. Turk!"
Si Raksasa menuju pintu. "Sekarang jangan macam-macam lagi, ya!"
"untuk kalian, di sini tersedia pembaringan. Kamar mandi juga ada. Makanan ada dalam lemari itu, begitu pula air. Persis seperti di rumah sendiri.
Kalian beristirahat sajalah, karena takkan mungkin bisa lari dari sini."
Lelaki bertubuh kecil itu mengangguk, memberi isyarat pada si Raksasa supaya keluar. Setelah keduanya berada di luar, pintu ditutup. Anak-anak mendengar bunyi anak kunci diputar, disusul suara palang yang berat diturunkan. Ketiga remaja itu terkurung!
Kemudian terdengar bunyi pintu depan rumah kecil itu ditutup. Tapi setelah itu tidak ada bunyi mobil dihidupkan. Masih ada orang di ruang depan. Anak-anak mendengar bunyi kursi berde rak, disusul suara desahan berat.
"Turk masih ada di luar," kata Pete berbisik.
"Pertama-tama kita periksa dulu ruangan ini kalau-kalau'ada jalan keluar," kata Jupe dengan suara pelan, "setelah itu baru kita pikirkan urusan dengan Turk."
Pete berjingkat-jingkat ke pintu. Bob memeriksa keadaan jendela, sementara Jupiter meneliti kamar mandi yang tidak berjendela. Pete yang paling dulu menyerah.
"Kecuali dikunci rangkap dari luar, pintu juga dilapisi lembaran logam. Jadi kita tidak bisa mencongkel daunnya, sedang engselnya ada di sebelah luar," katanya lirih.
"Kita tidak membawa apa-apa yang bisa dipakai untuk memotong lembaran logam itu-dan itu pun jika Turk tidak ada di luar!"
Jupiter keluar dari kamar mandi.
"Tertutup rapat," katanya melaporkan. "Bahkan lubang angin pun tidak ada."
"Terali jendela tidak bisa dibongkar," kata Bob. "Kecuali itu jendela kayu yang ada di sebelah luar itu terlalu kokoh. Tidak mungkin kita bisa mendobraknya!"
"Kita belum memeriksa lantai," kata Pete.
Dengan segera mereka melakukannya. Dan pekerjaan itu tidak banyak memerlukan waktu.
"Rumah ini rupanya dibangun di atas alas beton," kata Pete. ia mendesah. "Tidak ada jalan lain untuk keluar dari sini, Jupe-kecuali lewat pintu itu. Sebaiknya kita berbaring saja, menunggu nasib." Dan itu langsung dilakukan oleh Pete.
"Savo dan Turk ternyata bukan amatir," kata Jupe. Wajahnya membayangkan perasaannya yang lesu. "Kurasa mereka tahu betul cara yang paling baik untuk mengurung orang."
"Yah," kata Bob, sambil merebahkan diri di atas pembaringan yang bersebelahan dengan tempat Pete, "dengan begini berakhirlah perburuan harta yang selama ini sangat mengasyikkan! Orang yang menyuruh Savo dan Turk menyekap kita, sekarang pasti sudah berada di atas kapal Queen of the South!"
"Aduh, kenapa kita tidak membawa walkie-talkie atau alat pemantau arah kita kali ini"" keluh Jupiter.
"Kalau kita bawa pun, apalah gunanya bagi kita sekarang," jawab Bob. "Kita ketiga-tiganya terkurung di sini!"
"Kan bisa satu di antaranya kita pinjamkan pada Billy," kata Jupe.
"O ya, Billy!" kata Pete. Semangatnya mulai bangkit. "Barangkali saja ia tadi melihat kita disergap, lalu memanggil polisi!"
"Dan mungkin mereka sekarang sudah sibuk mencari-cari kita!" kata Bob menambahkan.
"Janganlah itu kalian harapkan," kata Jupiter "Sewaktu kita tiba-tiba disergap tadi, Billy sama sekali tidak memandang ke arah kita. ia kan sedang sibuk mengikat tali sepatunya! Dan andaikata melihat pun, tempatnya saat itu terlalu jauh, jadi mustahil ia bisa melihat nomor mobil yang menculik kita. ia hanya bisa melaporkan pada polisi bahwa mobil itu berwarna biru. Berapa banyak mobil biru yang ada di kota Rocky Beach ini" Pasti ribuan!" Remaja bertubuh gempal itu terhenyak di pembaringan.
"Mungkin juga Billy kemudian meneruskan perjalanan ke kapal, lalu di situ mencari-cari petunjuk selanjutnya," kata Bob menduga-duga, "Anak itu pintar, jadi bisa saja ia berhasil menemukan 'Ned tua'!"
"Dan mungkin juga ia menjumpai kesulitan!" kata Jupiter. "ia cuma sendiri saja, menghadapi bahaya! Karena mungkin saja kedua Percival bersaudara muncul di sana-dan mungkin mereka tidak segan-segan lagi berbuat apa saja karena sudah begini dekat dengan akhir pencarian."
"Kalau begitu tamatlah riwayat Billy," kata Pete dengan suram.
Sambil mendesah, Jupiter merebahkan diri di pembaringannya, ia sama sekali tidak bisa berbuat apa-apa untuk menyelamatkan Billy, kecuali berdoa semoga Billy tidak kehilangan akal.
Waktu berlalu, jam demi jam. Dari sela-sela daun jendela yang tertutup, anak-anak yang terkurung itu bisa melihat sinar matahari semakin condong. Sekali mereka mendengar Savo datang lagi. Orang itu berbicara selama beberapa saat dengan Turk, dan setelah itu pergi lagi. Akhirnya Pete tidak kuat menahan rasa lapar, lalu mulai menyikat makanan yang disediakan di dalam lemari. Sedang kedua temannya hanya memakan roti dan keju sedikit. Mereka tidak merasa lapar, tapi mereka juga tahu bahwa ketahanan tubuh harus dijaga. Jangan sampai badan mereka lemas!
Jupiter berbaring sambil mencubit-cubit bibir bawahnya, ia sibuk berpikir.
"Ada sesuatu yang menurutku sangat aneh," katanya kemudian.
"Apa itu"" tanya Pete.
"Dari mana Turk dan Savo bisa tahu tentang kita" Apa sebabnya mereka berhari-hari mengintai kita, tapi tanpa pernah berbuat apa-apa" Kurasa mereka bahkan pernah melakukan tindakan menolong kita, yaitu ketika mobil kedua Percival mereka jepit ke pinggir sehingga masuk ke parit! Rasanya seakan-akan mereka selama ini menunggu sampai kita mengarahkan mereka--atau bisa juga orang lain-ke tempat harta warisan itu disembunyikan. Tapi dari mana mereka bisa mengetahui, kapan mereka ha
rus turun tangan" Siapa yang menyuruh mereka melakukannya" Siapakah yang menginginkan warisan itu-dan ingin agar kita disingkirkan"''
"Wah, entahlah," kata Pete. "Cecil dan Winifred Percival, barangkali""
"Mungkin saja, tapi kurasa mereka belum begitu lama ada di sini sehingga utang judi mereka sampai bertumpuk-tumpuk," kata Jupiter menilai.
"Jangan-jangan ada orang lain, yang selama ini belum pernah kita ketahui," kata Bob.
"Mungkin juga," kata Jupe, sambil terus merenung.
Akhirnya tidak kelihatan lagi sinar matahari di luar. Ruangan tempat ketiga remaja itu terkurung kini menjadi gelap. Sudah sepanjang sore mereka mendekam di situ! Terdengar bunyi dengkuran Turk di ruang sebelah. Sekali ini ketiga remaja itu benar-benar merasa tak berdaya! Teka-teki yang dihadapi sudah mereka temukan jawabannya, bait demi bait sampai yang terakhir. Tapi kini orang lain yang akan menyelesaikan perburuan harta warisan itu. Mereka kalah karena kelicikan orang itu!
Jupiter dan kedua sahabatnya mulai terlena. Habis, tidak bisa berbuat apa-apa lagi"...
Pete menegakkan tubuh dengan cepat!
"Apa itu""
Ketiga remaja itu memasang telinga. Dengkuran Turk terdengar sangat keras. Rumah kecil itu
seakan-akan terguncang karena bunyinya. Tapi masih ada bunyi lain. Bunyi mengetuk-ngetuk!"
"Di jendela!" bisik Bob.
Dari balik jendela yang tertutup terdengar bunyi ketukan pelan berulang-ulang, disertai bisikan lirih,
"He, Teman-teman! Jupiter" Pete""
"Ya, kami ada di sini," balas Pete dengan berbisik pula.
Daun jendela berderik. Terdengar desahan napas berat, seakan-akan orang yang di luar itu sedang berusaha membuka gerendel, ia berhasil, karena detik berikutnya daun jendela itu terbuka. Anak-anak yang ada di dalam melongo.
"Billy!" ujar mereka serempak. Karena kaget, nyaris saja mereka berteriak.
"Ssst," kata anak kecil yang disapa, sambil tertawa nyengir. "Manusia raksasa itu tidur lelap di kursinya. Pintu depan sudah kuganjal dari luar. tapi bisa saja ia tahu-tahu bangun! Jadi cepatlah!"
"Tapi terali ini-" kata Pete.
"Aduh, kita ini benar-benar buta! Terali ini kan juga jendela!" kata Jupiter sambil menepuk kening. "Lihat, ini bingkainya. Kalau gerendel yang di dalam ini kutarik-nah, kan bisa dibuka ke arah dalam. Kita bebas!"
Ketiga remaja itu tidak menunggu lebih lama lagi. Dengkuran Turk yang keras seakan-akan mendorong mereka keluar lewat jendela yang sudah terbuka. Dalam keremangan senja, mereka bergegas menyelinap lewat samping rumah besar, menuju ke jalan raya.
"Bagaimana caramu sampai bisa menemukan kami, Billy"" tanya Jupiter.
"Yah," kata anak kecil itu dengan nada senang sementara keempat anak itu sudah sampai di jalan besar, "ketika aku melihat kedua orang itu tahu-tahu menyergap dan meringkus kalian, aku kemudian berusaha menelepon Mr. Callow. Tapi ia tidak ada di rumah. Di kantornya, juga tidak ada Aku tidak ingin membuat Ibu atau orang tua kalian merasa cemas, tapi aku sudah bersiap-siap akan menelepon Mr. Jones-ketika aku tiba-tiba men dapat akal."
"Akal" Akal yang bagaimana"" tanya Jupiter terengah-engah, karena mereka bercakap-cakap sambil terus berlari. "Hubungan Hantu ke Hantu!" Nyaris saja Pete berhenti berlari, ketika mende ngar jawaban itu.
"Kau memakai Hubungan Hantu ke Hantu kami untuk-"
"Sebelum berjumpa dengan kalian, aku sudah mendengar cerita teman-teman tentang hal itu Dan aku melakukannya persis seperti kebiasaan kalian! Tapi sebagai pusat hubungan, aku mempergunakan bilik telepon umum. Akhirnya ada salah seorang anak melihat mobil yang kucari."
"Luar biasa!" kata Pete dengan kagum. "Padahal kau kan tidak tahu nomor mobil itu!"
"Siapa bilang"" kata Billy dengan sikap bangga. "Kedua orang itu begitu sering berkeliaran di
sekitar rumah kami, sehingga akhirnya aku merasa curiga. Tadi pagi kucatat nomor mobil mereka. Persis seperti yang biasa dilakukan detek-"
Saat itu terdengar suara teriakan nyaring, diiringi bunyi berisik!
"Si Raksasa sudah keluar!" seru Billy. "Aku tadi mengganjal pintu depan rumah kecil itu dengan tong-tong sampah! Cepat, lari!"
Keempat anak itu mempercepat langkah mereka, menyusur blok ke arah jalan ra
ya, membelok di sebuah sudut, lalu lari lagi secepat mungkin.
"Cepat!" kata Bob terdengus-dengus. "ia punya mobil!"
"Tapi tidak bisa dipakai," kata Billy putus-putus, sambil mengacungkan sebuah benda berwarna hitam. "Aku tadi sempat mencabut tutup distributornya."
Mereka berhenti berlari. Bob, Pete, dan juga Jupiter tertawa cekakakan. Mereka membayangkan Turk yang bertubuh besar seperti raksasa itu mengamuk-ngamuk sambil berulang kali mencoba menghidupkan mesin mobil, tapi setiap kali tetap saja tidak bisa. Orang-orang yang lalu-lalang memandang ketiga anak itu dengan heran. Tapi Jupiter dan kedua temannya tidak peduli.
"Kau benar-benar hebat Billy! Selamat," kata Jupiter di sela-sela gelak tawanya. Akhirnya ia bisa tenang kembali. "Cuma-mudah-mudahan saja belum terlambat!"
Semua langsung berhenti tertawa.
"Kita takkan bisa tahu sampai kita sudah menemukan petunjuk terakhir," kata Jupiter lagi. "Ayo, kita ambil sepeda-sepeda kita, lalu kita cari the Oueen's Old Ned!"
Bab 18 NYARIS! Ahak-anak mengambil sepeda-sepeda mereka yang masih ada di tempat parkir dekat gedung balaikota. Setelah itu mereka cepat-cepat pergi ke pelabuhan. Di ujung pelabuhan, kapal samudra yang merupakan tujuan mereka nampak menjulang tinggi di dermaga. Lampu-lampu menyala di sana-sini di atas kapal berukuran raksasa itu, menembus ketemaraman senja yang sudah mulai menyelubungi. Sementara Jupiter beserta ketiga temannya datang dengan sepeda mereka, nampak orang banyak berduyun-duyun pergi meninggalkan kapal.
"Perhatikan, kalau-kalau kalian melihat Skinny atau kedua Percival!" kata Jupiter.
Keempat anak itu memperhatikan wajah orang ramai yang pergi, sementara mereka sendiri menerobos dengan susah payah ke tempat penjualan karcis masuk di depan tangga masuk ke kapal yang khusus disediakan untuk wisatawan.
tapi baik Skinny maupun kedua orang Inggris yang banyak tipu daya itu tidak mereka lihat. Setiba di depan tempat penjualan karcis, seorang petugas menghadang mereka.
"Maaf, sekarang sudah tutup, Anak-anak," kata orang itu.
"Tapi kami harus cepat-cepat naik ke kapal," seru Billy dengan cemas.
"Tidak bisa, Nak," kata petugas itu sambil berpaling. "Datang saja lagi hari Minggu yang akan datang."
Dengan kesal anak-anak memandang petugas itu pergi melintasi pelataran, menghampiri segerombolan wisatawan yang paling akhir menuruni tangga kapal.
"Hari Minggu depan!" kata Bob kecut. "Kenapa tidak dibuka setiap hari""
"Mungkin karena sebelum musim panas, pengunjung belum cukup ramai," kata Jupiter menduga.
Tiba-tiba Pete kaget, lalu berseru,
"Lihatlah! Itu, di atas kapal!"
Jauh di atas mereka, di dek paling atas nampak seseorang berpotongan janggal berdiri di tempat yang agak gelap. Anak-anak melihat kilatan giginya ketika orang itu menyeringai. Kemudian orang itu menggerak-gerakkan tangannya di depan hidung, ditujukan ke arah mereka!
"Itu Skinny," keluh Pete.
Mata Jupiter bergerak liar kian kemari, mencari-cari. Sebuah gerbang lebar tempat lewat barang-barang muatan yang terdapat di pinggir kanan dermaga masih terbuka. Dengan cepat Jupiter memandang ke arah para petugas kapal yang sedang sibuk mengatur orang-orang yang keluar lewat gerbang karcis terakhir yang masih buka. Tidak seorang pun dari mereka memandang ke arah anak-anak. "Cepat!" kata Jupiter.
Keempat anak itu menyelinap masuk lewat gerbang muatan yang belum ditutup, lalu bergegas lari menuju tangga kapal. Pete yang paling dulu sampai di situ, dan-menubruk seorang pria jangkung yang saat itu turun dari kapal!
"Uhhh!" Pete terdengus.
Orang yang ditubruknya cepat-cepat menahan agar Pete tidak jatuh. Orang itu mengenakan pakaian seragam nakhoda.
"Hati-hati, Nak," katanya dengan suara berat. "Sayang, kalian tidak bisa naik ke kapal, karena untuk hari ini sudah tutup."
"Kami tahu, Sir," kata Jupiter, "tapi kami-"
"Kalian tahu" Kalau begitu kupersilakan meninggalkan dermaga."
Beberapa petugas karcis masuk yang ada di belakang anak-anak memandang ke arah mereka dengan marah, sambil mengisyaratkan agar mereka keluar.
"Kapten," kata Jupiter dengan bersungguh-sungguh, "bisakah kami bicara dengan Anda sebent
ar"" Pria jangkung itu tersenyum.
"Aku bukan benar-benar nakhoda kapal, Anak-anak, tapi cuma manajer pameran ini. Tapi untuk gampangnya, boleh saja kalian menyapaku dengan sebutan Kapten. Aku sedang bercakap-cakap dengan pengunjung kapal ini, tapi sayang sekarang ini-"
"Kami bukan pengunjung biasa, tapi penyelidik. Detektif!" kata Billy cepat-cepat. "Saat ini kami sedang melakukan penyelidikan, tentang suatu kasus! Tunjukkan kartu pengenal kita, Jupiter!"
Jupiter menyodorkan kartu Trio Detektif pada si Kapten.
"Kami ini detektif amatir, Sir, tapi saat ini sedang menangani kasus yang benar-benar ada! Dan kami tahu, ada sesuatu disembunyikan di atas kapal Anda."
Selesai membaca tulisan yang tertera pada kartu pengenal itu, Kapten mendongak.
"Ada sesuatu yang disembunyikan di atas sana"" katanya.
"Ya, batu-batu permata yang bernilai tinggi, Sir, kata Pete.
"Batu permata, katamu"" ujar Kapten. "Hmm, mungkin itu sebabnya-"
Beberapa petugas karcis datang mendekat dengan sikap tidak sabar. Tapi Kapten melambai-kan tangan, menyuruh mereka pergi. Setelah itu ditatapnya anak-anak yang ada di depannya.
"Tadi banyak tempat tidur dalam kabin-kabin diobrak-abrik orang yang tak dikenal," katanya. "Kami sangka, itu pasti perbuatan iseng saja. Kalian yakin bahwa itu bukan keisengan saja. Anak-anak""
"Tentang itu kami yakin, Sir," kata Jupiter. "Dan Anda baru saja memberi penegasan pada kami bahwa ada orang lain yang juga mencari harta berwujud batu-batu mulia itu! Harta itu disembunyikan di dalam atau dekat salah satu tempat tidur di kapal ini!" Dengan ringkas Jupiter bercerita tentang surat wasiat yang aneh, serta tantangan Dingo Towne. "Kami sudah berhasil menemukan jawaban teka-teki itu, sampai bait yang panghabis-an. Sekarang kami tinggal menemukan tempat tidur yang benar-jika belum terlambat"
"Itu mungkin saja," kata Kapten. "Banyak tempat tidur yang tadi diobrak-abrik. Tapi katakanlah kumpulan batu permata itu belum ditemukan orang yang mencari tadi-bagaimana kalian akan bisa menemukan tempat tidur yang sesungguhnya" Di kapal ini ada lima ratus tempat tidur!"
Jupiter meneguk ludah, sementara anak-anak yang lain mengeluh.
"Li-lima ratus"" kata Bob tergagap.
"Dalam masing-masing kabin ada dua atau tiga," kata Kapten, "tapi betul, lima ratus tempat tidur."
"Adakah di antaranya tempat tidur khusus" Tempat tidur Ratu"" tanya Pete.
"Tidak, di kapal ini tidak ada kamar istimewa."
"Bagaimana kalau tempat tidur yang ukurannya lebih besar daripada yang lazim"" kata Bob.
"Itu juga tidak ada. Kapal ini sudah ditarik dari dinas pelayaran sebelum muncul model tempat tidur yang lebarnya melebihi ukuran biasa."
Jupiter menggeleng lambat-lambat.
"Mestinya ada cara untuk dengan langsung menemukan tempat tidur yang dimaksudkan oleh Dingo," katanya. "Kapten, pernahkah Queen of the South ini berlayar ke Australia""
"Bukan hanya pernah saja, malahan sering sekali! Kapal ini dulu jalur pelayaran tetapnya London-Australia-Kanada. Menurut kalian apa-kah mungkin Dingo yang kalian katakan itu pernah berlayar naik kapal ini""
"Ungkapan 'Ned tua', old Ned, maknanya bukan sembarang tempat tidur, melainkan tempat tidur seseorang, tempat dia berbaring," kata Jupiter. "Barangkali masih ada daftar penumpang kapal ini, peninggalan ketika masih melayari samudra, Sir""
"Ada sih ada-tapi di London! Rasanya tidak mungkin teka-teki kalian itu menyuruh kalian pergi ke sana!"
"Aku tak heran jika kenyataannya begitu, mengingat bahwa penciptanya mendiang Dingo!" keluh Pete, setengah pada diri sendiri.
"Tapi pasti ada satu petunjuk tegas yang mengatakan tempat tidur mana yang dimaksudkan," kata Jupiter berkeras. "Coba kita sekarang ini tidak terdesak oleh waktu! Kalau melihat bahwa Skinny masih ada di atas kapal, kurasa permata itu pasti belum ditemukan. Tapi bisa saja setiap saat diketahui tempat penyembunyiannya-oleh Skinny, atau orang lain!"
"Skinny"" kata Kapten menanggapi dengan cepat. "Maksudmu, sekarang ini masih ada orang di atas kapal" ku tidak bisa kubiarkan!"
Pengelola pameran terapung itu bergegas menuju tangga kapal, diikuti oleh anak-anak.
Jupiter agak terting gal, karena sibuk dengan pikirannya. Tiba-tiba ia mengangkat kepalanya.
"He, Teman-teman! Kurasa cuma ada satu kemungkinan-" Tiba-tiba matanya terbelalak. "Awas! Di atas kalian!"
Jauh di atas kepala mereka, salah satu sekoci kapal terlepas dari tiang penggantungnya yang sebelah depan. Tubuh sekoci itu terayun ke bawah, membentur sisi kapal. Perlengkapan yang ada di dalamnya-dayung, tong-tong, peti-peti serta berbagai barang berat lainnya-semuanya berhamburan ke arah Kapten dan anak-anak!
"Loncat!" teriak Kapten sambil mendorong Pete ke pinggir dan menyambar Billy.
Bob menyusup masuk ke bawah tangga, Pete terhuyung ke pinggir, sedang Jupiter tidak mungkin kejatuhan karena jaraknya terlalu jauh. Kapten menjatuhkan diri menutupi Billy. Myaris saja ia tertimpa sebuah tong.
Sesaat sesudah itu tidak seorang pun bergerak. Tapi tidak ada yang cedera. Kemudian mereka berdiri lagi. Para petugas pameran berlari-lari menghampiri. Kapten mendongak dengan wajah pucat, memandang sekoci yang masih tergantung pada tiang penggantung sebelah belakang. Kapten buru-buru menyapa salah seorang petugas, "Naiklah ke atas, dan ikat lagi sekoci itu." Setelah itu dipandangnya anak-anak. "Sebaiknya kalian menjauh-karena itu tadi mungkin saja bukan kecelakaan. Tali-tali pengikat sekoci selama ini selalu diperiksa dengan teliti." "Pasti ini perbuatan Skinny!" tukas Bob dengan sengit. "Kurasa bukan," ujar Jupiter. "Kita tadi bisa tewas, dan bahkan Skinny pun takkan tega melakukan perbuatan yang begitu berbahaya." "Kalau begitu kita selidiki saja siapa pelakunya!" kata Billy, sambil melangkah ke arah tangga. "Stop!" kata Kapten dengan tegas. "Sayang, tapi aku tidak bisa mengizinkan kalian naik sekarang, karena bisa sangat berbahaya. Kurasa kejadian ini merupakan urusan polisi." "Betul, Sir," kata Jupiter dengan serius. "Anda benar. Jika Anda sekarang menelepon Chief Reynolds, nanti Bob akan menjelaskan padanya apa yang terjadi di sini. Pete, kau tetap di sini' menemani Billy, sampai polisi datang." Pete dan Bob memandang teman mereka itu. "Lalu kau, apa yang akan kaulakukan, Jupe"" tanya Bob. "Aku hendak mencoba menemukan 'Ned tua' itu tanpa perlu menggeledah seluruh tempat tidur di kapal ini," kata Jupiter. "Beri aku waktu satu jam. Jika aku belum juga kembali setelah itu, katakan pada Chief Reynolds agar menyuruh anak buahnya memeriksa kapal!"
Sementara yang lain-lainnya hanya bisa melongo, remaja bertubuh gempal itu lari kembali ke sepedanya yang ditaruh di luar gerbang, lalu bergegas pergi mengendarainya.
Bab 19 GELAK TERTAWA ORANG YANG SUDAH MATI
Waktu, satu jam sudah berlalu. Bob, Pete, dan Billy berdiri di bawah sinar lampu-lampu dermaga yang terang, bersama Kapten dan Chief Reynolds. Di samping mereka, tubuh kapal Queen of the South menjulang tinggi dalam kegelapan malam. Kapten memandang arlojinya.
"Sudah hampir pukul delapan, Chief. Batas waktu satu jam sudah lewat," kata pemimpin pameran terapung itu. "Kurasa kita jangan menunggu lebih lama lagi. Entah apa saja yang sementara ini sudah terjadi di atas."
"Jika Jupiter berhasil menemukan tempat tidur yang dimaksudkan, akan banyak waktu yang bsa dihemat," kata Chief Reynolds berkilah. "Anak itu banyak akalnya! Kita beri dia waktu lima belas menit lagi."
"Jupe pasti kembali!" kata Bob dan Pete serempak.
"Ya, itu juga kuyakini, Anak-anak," kata Chief
Reynolds sambil tersenyum. "He-dengar itu!" seru Billy. "Itu pasti dia!" Terdengar bunyi langkah bergegas-gegas di
dermaga, menuju ke arah mereka. Bob dan Pete
beranjak, hendak menyongsong orang yang datang itu. Mereka beranggapan bahwa itu pasti Jupiter. Tapi mereka tidak jadi menyongsong, karena yang datang ternyata Roger Callow. Pengacara hukum itu bergegas-gegas melewati gerbang masuk, lalu datang menghampiri. Wajahnya mencerminkan perasaan lega.
"Di sini kalian rupanya, Anak-anak-dan Billy ada bersama kalian," katanya. "Mrs. Towne mengatakan bahwa kalian beramai-ramai pergi ke balaikota. Tapi ketika aku ke sana dan kalian ternyata tidak ada di situ, aku lantas gelisah. Aku menelepon kantor polisi. Petugas di sana mengatakan bahwa Chief Reynold
s ada di sini, bersama kalian."
"Kami sudah sampai pada bait terakhir teka-teki itu, Mr. Callow," ujar Bob. Dijelaskannya makna teka-teki yang terkandung dalam bait yang penghabisan. "Tapi sekarang ada orang lain yang mendului naik ke atas kapal, dan mungkin sementara ini sudah berhasil menemukan permata itu."
"Kalau begitu kenapa kita masih di sini terus"" kata Callow.
"Jupiter tadi merasa bisa mengetahui cara menemukan kabin yang dimaksudkan," kata Pete.
"Kami ini sedang menunggu dia kembali. Tapi "sampai sekarang belum datang-datang juga."
"Jika kita memencar," kata Mr. Callow, "aku yakin kita akan bisa menemukan-"
"Untuk itu," kata seseorang yang tahu-tahu muncul dari tempat yang gelap, "diperlukan nasib mujur."
"Jupiter!" seru Billy.
Penyelidik Satu Trio Detektif menghampiri yang lain-lainnya, lewat pintu gerbang, ia memandang Mr. Callow.
"Kenapa Anda tiba-tiba ada di sini"" katanya
"Aku tadi mencari-cari kalian," kata pengacara hukum yang ditanya. "Tapi itu tidak penting Bagaimana, Jupiter, kau sudah berhasil menemu kan kamar yang dimaksudkan oleh teka-teki itu"
Jupiter mengangguk dengan gembira.
"Hanya ada satu cara yang gampang untuk mengetahui apakah Dingo memang pernah berlayar naik kapal ini, dan dalam kabin yang mana. Caranya ialah, bertanya pada orang yang mungkin pernah sama-sama berlayar dengan dia! Aku tadi mengambil kesimpulan bahwa hanya dua orang saja yang pantas masuk perhitungan! Jack Dillon, atau teman Dingo yang satu lagi, yang ikut menandatangani surat wasiat itu selaku saksi Sadie Jingle!"
"Lalu bagaimana-apakah keduanya pernah seperjalanan dengan Dingo"" tanya Bob.
"Ya, seorang dari mereka! Mrs. Jingle. Wanita itu sekapal dengan Dingo, ketika datang kemari dari Australia tiga puluh tahun yang lewat! Kurasa Dingo menyertakan wanita itu sebagai saksi dalam wasiatnya, dengan tujuan agar kita mengenalinya
Tapi pokoknya-" Jupiter mengatakannya sambil nyengir, "kini aku sudah tahu jawabannya!"


Trio Detektif 22 Misteri Teka Teki Aneh di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kalau begitu kita cepat-cepat saja naik ke kapal," kata Kapten.
ia berjalan mendului naik tangga, menuju dek utama, yaitu Dek A. Hanya beberapa lampu saja dinyalakan di atas kapal besar itu. Lorong-lorong panjang berpenerangan remang-remang, sedang geladak-geladak yang gelap di atas Dek A tidak bisa dilihat. Chief Reynolds menempatkan sejumlah anak buahnya di tangga dan beberapa tempat penting lainnya. Setelah itu pencarian dimulai. Semua yang ikut mencari masuk ke ruang duduk kelas satu yang lapang dan nampak mewah. Jupiter mengambil selembar brosur dari tumpukan yang disediakan untuk para wisatawan di atas sebuah meja, lalu meneliti denah susunan kabin yang tertera di situ.
"Kamar yang mana, Jupiter"" tanya Chief Reynolds.
"Ini dia-Kabin 22, di Dek D. Mrs. Jingle waktu itu menempati kamar di sebelahnya, Kabin 21. Wanita tua itu tertawa ketika kutanyakan padanya apakah ia tahu pasti. Katanya, ia takkan mungkin melupakan kedua kabin itu, karena keduanya merupakan yang paling tidak enak di kapal! Tepat di bawah haluan!' katanya tadi. Sepanjang ingatannya, Dingo sewaktu berlayar itu menempati tempat tidur bawah. Tapi kurasa batu-batu permata itu tidak ditaruh di dalam tempat tidur."
Jupiter mengantungi gambar denah kabin kabin, lalu mengeluarkan salinan teka-teki.
"Bait keenam, yang merupakan bait terakhir, mengatakan:
"In the posh Oueen's old Ned, be bright and natural and the prize is yours."
Chief Reynolds menyimak dengan penuh minat, lalu mengulangi,
"Di Ned tua Ratu yang hebat, cerdaslah serta wajar, sehingga hadiah menjadi milikmu."
"Aneh-sedikit pun aku tidak melihat adanya petunjuk dalam kalimat itu," katanya sambil menggeleng-geleng.
"Jika kita bicara tentang tempat tidur, maka kata 'wajarlah' pasti berarti kita harus berbaring di dalamnya; sedang tentang kata 'cerdaslah', be bright-aku yakin itu pasti merupakan petunjuk rangkap! Artinya di samping cerdas, kita juga harus mencari sesuatu yang terang!"
"Wah, Jupe," kata Billy. "Sesuatu yang terang" Apa itu ya""
"Kurasa itu mungkin cahaya atau sinar yang bisa dilihat jika kita berbaring di tempat tidur itu!"
"Kalau begitu kita periksa saja ke sana!"
kata Kapten. "Tapi kita harus jalan kaki ke bawah sana-karena lift sudah dihentikan semuanya."
Sewaktu mereka menuruni tangga demi tangga menuju ke Dek D, tiba-tiba Pete menelengkan kepala, ia memasang telinga.
"Apa itu" Aku mendengar sesuatu!" Semua ikut mendengarkan. Tapi tidak terdengar bunyi apa-apa.
"Bunyinya seperti ada yang menggedor-gedor dinding!" kata Pete menjelaskan.
"Mungkin itu salah seorang dari kita, tapi tanpa kita sadari melakukannya," kata Kapten. "Dek D terletak paling bawah. Tapi hati-hati melangkah, karena di situ gelap."
Mereka meneruskan langkah, menuruni tangga demi tangga, yang dari dek yang satu ke dek selanjutnya semakin menyempit. Sesampai di Dek D, mereka menuju ke haluan, ke bagian yang merupakan tempat kabin-kabin kelas ekonomi. Saat melangkahi sebuah ambang pintu kedap air yang membatasi rongga kapal tempat kabin-kabin yang lebih kecil ukurannya, semuanya mendengar bunyi yang datangnya dari arah haluan. Bunyi teredam, mendengus-dengus!
"Sekali ini kita semua tidak mungkin salah dengar!" kata Pete.
"Tikus, mungkin," kata Chief Reynolds. "Tidak ada kapal yang tidak ada tikusnya!"
"Tapi dalam kabin-kabin penumpang di sini, tidak ada!" tukas Kapten yang merasa tersinggung. "Lagi pula bunyi itu terlalu keras. Tidak mungkin tikus yang menyebabkannya."
Dengan hati-hati rombongan itu maju ke arah haluan, menyusur lorong yang hanya remang-remang penerangannya. Bunyi mendengus samar itu datang dari sebuah kabin yang sempit. Dari sebuah lemari dinding!
"Mundur, Anak-anak," kata Chief Reynolds, lalu membuka pintu lemari itu.
"Skinny!" Keempat anak yang disuruh mundur tadi berteriak serempak.
Remaja kurus jangkung itu meringkuk dalam lemari dengan tangan dan kaki terikat, sedang mulutnya disumbat dengan kain. ia mendengus-dengus karena ingin mengatakan sesuatu. Mata-nya terputar-putar liar. Dua orang petugas polisi bawahan Chief Reynolds melepaskan ikatan Skinny, lalu menolongnya keluar.
Remaja brengsek itu tidak bertingkah lagi sekarang, ia terhuyung-huyung menghampiri sebuah tempat tidur lalu duduk di situ.
"Berjam-jam lamanya aku terkurung dalam lemari itu! Aku... aku tadi baru saja hendak memeriksa kabin-kabin di bawah sini, ketika tahu-tahu ada orang menyekap dari belakang dan memukul kepalaku!"
"Bohong!" kata Bob dengan sengit. "Kami melihatmu di atas dek tadi, sekitar satu jam yang lalu!"
"Itu pasti seseorang yang sengaja menampak kan diri agar dikira aku," kata Skinny. ia gemetar Suaranya terdengar lemah, ketakutan. "Kemudian aku diikat, mulutku disumbat-lalu aku didorong masuk ke dalam lemari itu. Aku setengah mati ketakutan, karena kukira aku takkan mungkin bisa keluar lagi!"
"Itulah-siapa suruh berbuat licik!" tukas Pete.
"Orang yang menyekapmu itu, ia seorang diri saja atau berdua"" tanya Jupiter dengan nada menyelidik.
Skinny menggeleng. "Aku tidak tahu," katanya. "Aku tidak melihat Jengan jelas, karena saat itu terlalu pusing." ia meraba-raba bagian kepalanya yang benjol kena pukulan.
Tiba-tiba terdengar bunyi nyaring, seperti ada gelas atau kaca jatuh. Datangnya dari arah haluan.
"Bunyinya seperti datang dari sekitar Kabin 22!" seru Kapten.
"Cepat, kita ke sana!" kata Jupiter.
Tapi Skinny tidak beranjak dari tempatnya.
"Aku tidak mau. Biar kalian sajalah yang mendapat harta itu," katanya.
Chief Reynolds menugaskan seorang bawahannya menemani Skinny. Rombongan selebihnya lari menyusur lorong-lorong sempit, mengikuti Kapten. Setelah menikung di sudut terakhir, pemimpin pameran terapung itu menuding ke depan.
"Itu, Kabin D-22 ada di sana!"
"Lihat!" seru Pete.
Winifred Percival muncul dari kabin yang dituding, diikuti oleh Cecil yang gendut! Keduanya melihat rombongan pencari yang muncul, lalu lari ke arah yang berlawanan. Cecil menggenggam "sebuah kotak kecil berwarna hitam.
"Jangan lari! Polisi!" seru Chief Reynolds.
Tapi kedua orang Inggris itu tidak berhenti.
Mereka malah mempercepat langkah. Tubuh Cecil yang gendut terguncang-guncang seperti agar agar, sementara ia lari mengikuti saudaranya yang kurus. Keduanya bergegas mendaki tangga demi tangga, sementara para pengejar menyusul dek
at sekali di belakang mereka. Kedua orang itu melesat lewat sebuah pintu, masuk ke ruang duduk kelas ekonomi yang terdapat di Dek B.
"Pintu keluar ada di sebelah kiri," ujar Kapten dengan napas terengah-engah. "Kita potong jalan mereka di sana!"
Bersama Pete, pemimpin pameran terapung itu lari menyusur lorong untuk menuju pintu yang satu lagi, sementara sisa rombongan menghadang di pintu utama. Winifred melihat Kapten dan Pete muncul di pintu keluar, lalu cepat-cepat berganti arah. ia lari menuju pintu masuk ke ruang baca yang ada di sebelah. Cecil hendak mengikutinya membelok. Tapi pria gendut itu terpeleset lalu jatuh, menubruk tiga buah meja dan akhirnya roboh setelah membentur dinding, ia terhenyak di lantai, terengah-engah kepayahan. Kotak hitam yang digenggamnya tadi terlempar dari tangannya
Winifred berhenti lari ketika melihat bencana itu. ia menatap saudaranya yang roboh dengan mata dipelototkan.
"Sudah gendut, tolol lagi!" bentak wanita kurus itu.
Cecil masih berusaha hendak bangkit, ketika Kapten dan Chief Reynolds menghampiri lalu menariknya berdiri. Salah seorang bawahan Chief Reynolds memegang Winifred. Jupiter memungut kotak hitam yang tercampak tadi.
"Rupanya mereka mendengar kata-kataku ketika masih di atas tadi," kata Jupiter menduga. "Merekalah yang didengar oleh Pete sewaktu kita menuruni tangga menuju kemari. Mereka lari ke sini, mendului kita. Di mana Anda menemukan kotak ini, Miss Percival" Di dalam tempat lampu di Kabin D-22""
Winifred mengangguk dengan tampang lesu.
"Di langit-langit, di sebelah atas lampu."
"Buka kotak itu, Jupe," desak Bob.
Jupiter membuka kotak hitam itu.
Semua menatap batu-batu gemerlapan yang ada di dalamnya. Kemudian Chief Reynolds membungkuk ke depan, memungut salah satu batu itu yang berwarna hijau lalu mengamat-amatinya.
"Ini bukan jamrud, tapi sepotong kaca!" Kepala polisi Rocky Beach itu mengacak-acak 'batu permata' yang ada di dalam kotak. "Semuanya kaca. Permata palsu!"
"Di bawahnya ada sepucuk sampul," kata Bob sambil menunjuk.
Chief Reynolds mengeluarkannya dari dalam kotak. Di dalam sampul itu ada surat yang ditulis pada sepotong karton tipis.
Kepada semua pemburu harta yang mata duitan.
Kalian mestinya tahu bahwa orang yang
berpikiran waras tentu akan memakai uang nya secara bijak. Dan itu telah kulakukan-aku menghabiskannya! Tapi asyik rasanya membayangkan segerombolan manusia ta mak sibuk membuntuti petunjuk demi petun juk, karena ingin menemukan hartaku! Jadi inilah dia-hadiah bagi manusia-manusia konyol!
Dingo Semuanya hanya bisa melongo.
"Jadi.... jadi segala-galanya cuma... tipuan belaka"" kata Billy tergagap.
"Padahal aku sudah begitu yakin...," ujar Jupiter dengan suara lemah.
"Cuma keisengan konyol!" seru Pete dengan kesal.
"Tak mungkin cuma ini saja yang ada!" teriak Roger Callow, lalu dengan cepat berpaling untuk menatap kedua Percival bersaudara. "Apa lagi yang kalian temukan di langit-langit kabin""
"Tidak ada apa-apa lagi," tukas Cecil dengar marah. "Jika kau berpendapat batu-batu permata asli itu mestinya ada di sana, periksa saja sendiri!"
"Apa lagi yang mungkin disembunyikan Dingo, Mr. Callow"" kata Jupiter.
"Pasti ada sesuatu," kata Callow. "Ayo, kita lihat ke sana!"
Semuanya pergi ke bawah lagi, kembali ke Kabin D-22. Cecil dan Winifred juga ikut, digiring bawahan Chief Reynolds. Gagang lampu kabin
tergantung pada engsel yang terpasang di langit-langit, menampakkan lubang di sebelah atasnya. Pete menjulurkan tangan ke dalam lubang itu. ia melakukannya dengan berhati-hati, agar tidak menyentuh kabel-kabel yang ada di situ. ia merogoh-rogoh, menggeleng-geleng, lalu menarik tangannya keluar dari lubang, ia memegang sepucuk sampul.
Dengan cepat Roger Callow menyambar sampul itu, lalu membukanya.
"Ini surat wasiat yang asli! Wasiat yang mewariskan segala-galanya pada Nelly dan Billy!" Pengacara hukum itu tertawa.
"Tapi-tapi itu kan tidak mungkin," seru Jupiter.
"Kenapa tidak mungkin"" kata Roger Callow dengan suara tajam.
"Maksudku," kata Jupiter lambat-lambat, "jika itu surat wasiat yang lenyap dari kantor Anda, kenapa lalu disembunyikan di sini
"" "Sebabnya, tentu saja karena Dingo tidak menginginkannya jatuh ke tangan orang lain yang kemudian memusnahkannya," kata Roger Callow. "ia tahu, kedua Percival ini pasti akan berusaha sekuat tenaga untuk merampas hartanya!" ia menatap kedua orang Inggris yang sudah merasa kalah itu dengan sikap menang.
"Tapi," kata Jupiter, "jika surat wasiat yang ada di tangan Anda itu tidak ditemukan, bukankah tetap saja Billy yang akan menerima seluruh warisan itu" Dan seperti dikatakan oleh Dingo dalam suratnya,
tidak ada lagi uangnya yang masih tersisa! Jadi untuk apa surat wasiat itu disembunyikan""
"Kita tidak bisa menduga jalan pikiran orang yang tidak waras," kata Roger Callow sambil mengangkat bahu. "Setidak-tidaknya dengan ditemukannya surat wasiat ini Billy dan Nelly' mendapat pengesahan selaku ahli waris yang berhak memperoleh kedua rumah dan tanah peninggalan Dingo!"
"Ya, memang," kata Jupiter sambil termenung "Yah-kalau begitu segala urusan dengan batu batu permata itu ternyata cuma tipuan belaka."
"Aku tidak percaya!" teriak Billy. "Surat yang di tangan Chief Reynolds itu palsu!"
"Itu mungkin saja," kata Bob. "Barangkali-"
"Apa itu, Chief"" tanya Pete dengan tiba-tiba. "Itu, yang tergantung di sampul!"
"Ini, maksudmu" Sepotong tali," kata Bob sambil meneliti.
Chief Reynolds memeriksa tali pendek yang menempel pada sisi belakang sampul yang ditemukan di bawah tumpukan batu-batu permata palsu. Tali itu ditariknya pelan-pelan.
Suara orang tertawa menggema dalam kabin!
"Tali itu ternyata berisi rekaman suara!" kata Jupe.
"Suara tertawa Kakek!" seru Billy. Gelak tertawa mendiang Dingo memenuhi ruangan.
Bab 20 JUPITER MENGATUR JEBAKAN "Cuma keisengan belaka, lain tidak!" tukas Chief Reynolds dengan sebal. "Kau yakin itu suara kakekmu, Billy""
Billy mengangguk lesu. "Ya, itu memang suara Kakek," katanya, "ia... ia rupanya merekam suara tertawanya sendiri di tali itu!"
"ia pasti sudah tidak waras lagi," kata Chief Reynolds. "Masa, lelucon begitu dilakukannya terhadap keluarga yang ditinggalkannya."
"Segala-galanya cuma lelucon belaka," kata Winifred berkeluh-kesah. "Dingo ternyata memang benar-benar bandit!"
Chief Reynolds menatap wanita kurus itu dengan galak.
"Bagi Anda dan saudara Anda, urusan ini lebih daripada sekadar hanya lelucon! Kapten, apakah kedua orang ini mendapat izin untuk berada di atas kapal setelah tempat ini dinyatakan ditutup untuk umum" Atau untuk merusak perlengkapan kapal""
"Tentu saja tidak!" tukas Kapten.
"Dengan begitu mereka bersalah, masuk kemari tanpa izin, kata Chief Reynolds. "Ditambah lagi merusak-"
"Anda tidak bisa menuduh kami-" tukas Cecil dengan gugup.
"Jangan lupa, urusan melepaskan tali pengikat sekoci tadi, sehingga kita nyaris saja celaka," kata Jupiter mengingatkan.
"Ya, itu memang merupakan pelanggaran berat," kata Chief Reynolds bersungguh-sungguh.
"Goblok!" Tiba-tiba Winifred menukas saudara nya. "Kan sudah kukatakan tadi, jangan kaulaku-kan! Lihat sekarang akibatnya!"
"Diam!" bentak Cecil dengan marah. "Anak dungu itu-"
Tapi Winifred malah mengadu pada Chief Reynolds.
"Semuanya ini akalnya! Semua! Urusan dengan sekoci, pencurian, segala-galanya berasal dari rencana edannya!"
Jupiter tertawa nyengir. "Sudah kusangka mereka melakukannya untuk membuat kami ketakutan sehingga mereka bisa beraksi dengan lebih leluasa-tapi aku belum yakin. Tadi pagi mereka juga sudah melakukan perbuatan serupa, sewaktu mengurung Billy dalam mobil boks."
"Apa"" teriak Winifred. "Kami tidak pernah-"
"Bawa mereka," kata Chief Reynolds pada anak buahnya.
Dua petugas polisi menggiring Cecil dan Winifred Percival pergi dari situ. Cecil mengayunkan tangannya hendak memukul Winifred, tapi sempat ditahan seorang polisi.
"Mereka tadinya kan tidak tahu, Goblok!" bentak Cecil.
"Kau kan yang mengajak kemari, Kodok Gendut!" teriak Winifred.
"Kau kan juga bernafsu sekali, ingin mendapat bagian, Jeruk Asam!" balas Cecil.
Keduanya diseret ke luar oleh polisi-polisi yang ditugaskan. Suara kedua orang Inggris bersaudara itu terdengar lantang di dalam gang, berteriak-teriak saling mengata-ngatai. Chief Reynolds menggelen
g-geleng, nyaris tidak bisa menahan tertawa.
"Aku tidak tahu, apakah mereka tidak akan lebih merasa terhukum jika dipulangkan bersama-sama ke Inggris," katanya.
Setelah itu ia melangkah ke luar, bersama Kapten, diikuti oleh Billy dan Roger Callow. Pengacara hukum itu membawa sampul yang berisi surat wasiat. Bob dan Pete juga sudah hendak ikut keluar. Tapi Jupiter menahan.
"Biar mereka saja yang duluan, Teman-teman," katanya.
Saat itu Roger Callow sudah sampai di ambang pintu, ia menoleh ke arah ketiga remaja itu dengan sikap bertanya.
"Kami akan segera menyusul," kata Jupiter padanya. Pengacara hukum itu hanya mengangkat bahu, lalu keluar.
Pete dan Bob memandang Jupiter dengan heran.
"Tapi urusan ini kan sudah selesai, Jupe," kata Bob.
"Cuma lelucon brengsek belaka," kata Pete.
Sementara itu Jupiter sibuk meneliti denah susunan kabin-kabin sekali lagi. Setelah beberapa saat ia mendengus puas, lalu memandang teman-temannya.
"Tidak! Menurutku ini bukan cuma lelucon, dan urusan juga belum selesai. Kurasa ini tipuan Dingo yang terakhir. Dan juga yang terhebat!"
"Tapi teka-tekinya kan sudah kita selesaikan semua," kata Pete. "Bait penghabisan sudah kita temukan jawabannya, dan hadiahnya juga sudah kita peroleh-koleksi batu permata palsu!"
"Tidak," kata Jupiter sekali lagi, "menurutku, kita belum menyelesaikan teka-teki terakhir. Aku yakin, masih ada teka-teki ketujuh-tapi yang secara cerdik telah disembunyikan!"
Dikeluarkannya salinan surat wasiat dari kantungnya.
"Lihatlah," sambungnya, "sesudah-bait ke-enam-yang kita anggap merupakan teka-teki terakhir-masih menyusul dua kalimat lagi: 'Siapa mengira ada begitu banyak uang pada diri Pak Tua itu" Lemparkan dadu, dan harta itu menjadi milikmu!'"
"Itu kan cuma untuk mempertegas tantangannya, Jupe," kata Bob. "Dingo kan suka menertawa-kan orang."
"Sangkaku semula juga begitu," kata Jupiter membenarkan. "Tapi sekarang... coba kita tilik kalimat yang pertama: 'Siapa mengira ada begitu banyak uang pada diri Pak Tua itu"'"
"Itu kan kalimat biasa-biasa saja," bantah Pete.
"Kedengarannya memang begitu," kata Jupe. "Tapi kalau kau tahu bahwa itu merupakan kutipan yang nyaris tepat dari satu kalimat yang berasal dari sandiwara Macbeth, buah karya pujangga Inggris beberapa abad yang lalu, Shakespeare, yang berbunyi: 'Siapa mengira ada begitu banyak darah dalam tubuh Pak Tua itu"'-pasti itu bukan kebetulan saja, kan""
"Bisa saja kan, Dingo itu menyukai Macbeth," kata Pete. "Lagi pula apa yang menyebabkan kau beranggapan bahwa mesti ada teka-teki yang ketujuh""
"Sebab kalimat yang merupakan kutipan itu tidak ada hubungannya dengan urusan wasiat," jawab Jupiter. "Kecuali itu aku yakin mendiang Dingo yang begitu pelit takkan mungkin menghambur-hamburkan uangnya. Dan juga karena ia mempergunakan logat penjudi."
"Penjudi"" kata Bob. "Apa hubungannya logat itu dengan teka-teki tambahan, Jupe""
"ia mengatakan, 'Lemparkan dadu, dan harta itu menjadi milikmu!'" ujar Jupiter yang membacakannya dari salinan teka-teki. "Kenapa dikatakan 'lemparkan dadu', jika banyak kata-kata lain yang bisa digunakan di situ""
"Kenapa" Siapa yang bisa tahu"" kata Pete mengeluh.
"Kurasa aku tahu maksudnya," kata Jupiter dengan tegas. "Dalam permainan dadu, apakah arti kata natural" Artinya memang 'wajar' dalam bahasa biasa-tapi dalam permainan dadu""
Mata Bob membesar. "Aku pernah membaca mengenai hal itu dalam sebuah buku kumpulan permainan," katanya. "Artinya 'tujuh' atau 'sebelas' dalam lemparan pertama. 'Tujuh'! Dengannya Dingo memberi petunjuk bahwa masih ada lagi satu teka-teki. Yang ketujuh, dan tersembunyi!"
"Wow!" kata Pete kagum. 'Tapi apa yang merupakan teka-teki ketujuh" Apakah sesuatu di dalam kalimat yang merupakan kutipan Macbeth yang nyaris persis""
"Mestinya begitu," kata Jupiter-lalu terdiam; seolah-olah sedang mendengarkan. Tapi kemudian ia meneruskan, dengan suara lebih lantang. "Tapi aku tidak bisa menafsirkan maknanya. Kuakui terus terang, aku bingung. Mungkin sebaiknya kita katakan saja hal ini pada yang lain-lain. Kita dengar pendapat mereka mengenai hal ini."
"Wah-kenapa tidak kita coba saja
menguraikannya sendiri, Jupe"" kata Pete. "Kedua Percival dan Skinny sekarang kan tidak bisa merongrong lagi."
"Memang tidak," kata Jupiter dengan suara keras,- "tapi kita perlu bantuan sekarang. Ayo!"
Penyelidik Satu bertubuh gend-eh, gempal itu mendului keluar dari kabin, lalu menuju tangga besar yang mengarah ke atas. Mereka pergi ke ruang duduk penumpang kelas satu, dan dari situ melangkah ke luar, ke dek yang gelap dan sunyi. Sesampainya di situ Jupiter berhenti, lalu cepat-cepat menarik Pete dan Bob ke tempat yang lebih gelap.
"Sampai di sini sudah cukup jauh. Teman-teman," katanya berbisik.
"Cukup jauh"" tanya Pete dengan heran. "Untuk apa, Jupe""
"Apa yang akan kita lakukan di sini"" bisik Bob dengan heran.
"Kita menunggu selama beberapa menit," kata Jupiter, "lalu setelah itu pergi ke bawah, ke tempat batu-batu permata itu disembunyikan!"
"Kau tahu tempatnya"" seru Bob dengan suara tertahan.
"Di mana"" tanya Pete, nyaris terlalu lantang.
Dengan cepat Jupiter memandang berkeliling. Tapi tidak ada yang kelihatan bergerak-gerak di dek yang gelap itu.
"Di denah kapal yang kuteliti tadi kulihat bahwa di kapal ini ada sebuah ruang duduk kecil yang diberi nama Ruang Macbeth! Di situlah harta peninggalan Dingo disembunyikan!"
"Wah-Tapi kenapa tadi kaukatakan bahwa kau bingung"" tanya Pete.
"Sebentar lagi akan kauketahui sebabnya," kata Jupiter. ia memandang arlojinya. "Nah-kita berangkat sekarang. Tapi pelan-pelan. Kalian berjalan di belakangku, ikuti segala perbuatanku."
Dengan langkah menyelinap ia kembali ke ruang duduk besar. Dari situ turun ke bawah lewat tangga yang lebar dan berkarpet, ke Dek B. Pete dan Bob mengikutinya sambil membisu. Pemimpin mereka membawa keduanya melewati lorong-lorong remang di dek itu. Akhirnya ia berhenti di tempat gelap, dekat sebuah pintu yang ada jendelanya. Jendela itu bundar.
"Ini jalan samping khusus bagi pelayan untuk masuk ke Ruang Macbeth," bisik Jupiter.
"Lalu sekarang bagaimana selanjutnya"" tanya Pete dengan berbisik pula.
"Kita menunggu," jawab Jupiter dengan suara lirih. "Menunggu, dan memperhatikan!"
Sementara ia sedang bicara, tiba-tiba nampak jalur cahaya menembus kegelapan dalam ruangan itu. Sementara sumbernya tetap berada di satu tempat, cahaya itu berpindah-pindah menerangi, seluruh bagian ruangan: meja-meja, kursi-kursi, empuk dan rendah yang diperlengkapi dengan sandaran lengan serta dilapisi kain berpola kotak-kotak, sebuah bar sederhana tempat menyajikan minuman, dinding-dinding yang dihiasi dengan ketopong-ketopong satria kuno serta tameng-tameng, serta patung-patung dada prajurit suku skot berjanggut lebat yang ditaruh di atas tiang-tiang penopang.
Orang yang memegang senter mulai berkeliaran dalam ruangan itu.
Sambil menahan napas, ketiga remaja yang mengintip memperhatikan sinar senter yang bergerak-gerak di antara meja-meja. Mereka hanya bisa melihat tangan yang memegang senter. Orangnya sendiri tidak nampak. Ketiga remaja itu hanya bisa mengenali sosok gelap yang bergerak kian kemari dengan cepat, berhenti sebentar di setiap meja, mencari-cari di bawah bar, merogoh-rogoh kumpulan tameng dan ketopong yang tergantung di dinding. Sekali-sekali tangan orang itu-yang tidak memegang senter-diterangi berkas sinar, pada saat ia mengulurkannya ke depan untuk merenggut benda-benda dari dinding atau meja, lalu mendekatkannya ke muka untuk diteliti, lalu kemudian mencampakkannya lagi.
Kemudian berkas sinar bergerak menerangi patung-patung dada para prajurit Skot, lalu kembali menerangi jajaran itu sekali lagi-dan akhirnya berhenti. Sinar senter menerangi sebuah patung yang terbuat dari perunggu. Patung seseorang berjanggut lebat, dengan mahkota raja di atas kepala. Sambil mendengus keras sosok gelap itu menghampiri patung itu, lalu mengangkatnya. Terdengar seruan puas, sementara tangan orang yang rupanya sedang mencari-cari sesuatu itu menimang-nimang patung perunggu.
Jupiter mencengkeram bahu Bob dengan keras, sehingga nyaris saja temannya itu terjerit.
"ia sudah tahu bahwa patung itu berongga sebelah dalamnya," bisik Jupiter. "ia sudah menemukannya!"
Sementara keti ga remaja itu memperhatikan dengan tegang, sosok gelap itu meletakkan senternya ke sebuah meja, lalu merogoh ke dalam rongga yang terdapat di bagian bawah patung, ia mengeluarkan sebuah kantung besar yang keli hatannya terbuat dari kulit! Sementara patung perunggu itu dilepaskan dengan begitu saja sehingga jatuh ke lantai, kedua tangan sosok gelap itu buru-buru membuka kantung. Sekali lagi terdengar dengusan. Dengusan yang menyuara-kan perasaan menang! Sosok gelap itu menuju ke pintu besar Ruang Macbeth, lalu keluar lewat situ.
"Cepat," bisik Jupiter. "Kita harus membuntuti dia, tapi jangan sampai ketahuan!"
Mereka mengintip dari balik sudut lorong utama Dek B. Sosok gelap itu bergegas-gegas menjauh. Sebelum anak-anak sempat melihat siapa dia, orang itu sudah menghilang ke dalam sebuah lorong samping. Anak-anak menyusul ke situ, dan masih sempat melihatnya memasuki sebuah, kabin. Ketiga remaja itu mendekati pintu ruangan itu, sambil menyelinap-nyelinap.
Di dalam, sosok gelap itu kelihatan sibuk melakukan sesuatu dalam sebuah lemari dinding! yang kecil. Kemudian ia mundur. Kantung kulit yang tadi sudah tidak ada lagi di tangannya! Jupiter menepuk punggung Pete dan Bob, lalu menuding sebuah kabin yang terdapat di seberang lorong.
Dengan diam-diam mereka masuk ke kabin itu. Baru saja mereka masuk ke situ, sosok gelap tadi keluar dari kabin seberang lalu bergegas-gegas pergi ke lorong utama lagi. Pete beranjak, hendak mengikuti. Tapi Jupiter menahannya.
"Jangan-biar dia pergi. Kita mencari kantung tadi."
Jupiter masuk ke kabin yang di seberang lorong, lalu membuka pintu lemari kecil di situ. Bob dan Pete memperhatikan pemimpin mereka mengeluarkan senternya yang langsing, lalu dengan senter itu menerangi bagian dalam lemari. Di dinding tempat itu ada kisi-kisi penutup lubang angin. Kantung kulit yang dicari terdapat di belakangnya. Mata Jupiter bersinar-sinar-tetapi kemudian pintu lemari kecil itu ditutupnya kembali!
"Pasti isinya batu-batu permata itu!" seru Pete dengan suara tertahan. "Kita tidak mengambilnya, Jupe" Atau setidak-tidaknya melihat sebentar""
"Lalu setelah itu mengejar pencuri tadi"" kata Bob menambahkan. "Maksudku, orang itu pasti hendak mencuri harta warisan yang di dalam itu, kan""
"Itu sudah jelas," kata Jupiter. "Tapi ia takkan pergi jauh-jauh, dan kita tidak boleh menyentuh kantung itu-karena itu merupakan bukti yang akan membuat pencuri tadi ketahuan belangnya!"
"Jadi kau ini sedang mengatur jebakan, ya"" kata Bob. Sekarang ia baru memahami niat temannya itu. "Kau tahu bahwa akan ada orang mencuri kumpulan permata itu dari Ruang Macbeth! Dari mana kau mengetahuinya, Jupe""
"Karena aku kebetulan tahu bahwa surat wasiat tadi, yang ditemukan bersama batu-batu yang ternyata cuma kaca belaka, bukan surat wasiat asli Surat wasiat itu palsu! Bukan Dingo yang menaruhnya di situ. Dan itu berarti ada orang yang sudah lebih dulu menemukan batu-batu mulia palsu itu-lalu mengembalikan ke tempatnya yang semula!"
"Mengembalikannya"" kata Pete bingung.
"Ya, supaya kita tidak curiga, dan karenanya akan mengarahkan pencuri itu ke tempat permata-permata yang asli disembunyikan! Saat itulah aku sadar bahwa sepanjang hari kita dibuntuti terus oleh orang yang berutang pada Savo dan Turk. Aku juga yakin saat itu, orang yang kumaksudkan itu pasti masih terus mengamat-amati gerak-gerik kita. Karenanya aku lantas memasang jebakan.
"Aku tadi sengaja mengatakan makna dari teka-teki ketujuh dengan suara keras, lalu pura-pura bingung. Aku tahu Ruang Macbeth merupakan ruang duduk di kapal ini, dan aku juga yakin bahwa itu diketahui pula oleh orang yang membuntuti kita. Orang itu pasti akan .langsung pergi mengambil harta itu, begitu ia mengira kita sudah turun dari kapal!"
"Dan ternyata itu memang dilakukannya!" seru Pete.
"Ya," kata Jupiter senang. "Sekarang kita cari Chief Reynolds, lalu kita tunjukkan di mana batu-batu permata asli disembunyikan lagi oleh si pencuri, untuk kemudian baru diambil kalau keadaan sudah dirasakan aman. Kantung, ditambah sidik jari pada kisi-kisi-kurasa itu sudah cukup untuk menjebloskan pencuri itu ke d
alam penjara. Nah-" "Ternyata kalian terpaksa kusingkirkan!"
Ketiga remaja itu berpaling dengan cepat. Roger Callow berdiri di ambang pintu kabin yang terbuka. Tangannya menggenggam pistol.
Bab 21 PETE MENYELAMATKAN WARISAN
"Apa boleh buat," kata pengacara hukum itu dengan geram. "Semula kusangka kalian tidak perlu kuapa-apakan lagi, begitu batu-batu permata itu sudah ada di tanganku."
"Sejak semula Anda sudah berniat mencurinya!" kata Bob dengan sengit.
Roger Callow melangkah maju menghampiri anak-anak dengan pistol yang siap untuk ditembakkan, ia tersenyum geram.
"Harta itu harus kumiliki, tapi bandit tua itu mencoba menghalang-halangi aku dengan surat wasiat edannya," katanya sengit, "ia tidak ingin aku menikah dengan Nelly-karena dia menduga bahwa aku menghendaki hartanya. Tapi sekarang segala-galanya akan jatuh ke tanganku!"
"Anda memperalat kami," kata Jupiter lambat-lambat. "Itu sebabnya Anda menugaskan kami untuk mencari batu-batu permata itu, dan bukan detektif dewasa! Anda mengira karena kami masih remaja, kami akan lebih gampang tertipu."
"Rupanya sangkaanku itu keliru," kata Callow. "Kalian terlalu cerdik, sehingga mencelakakan diri kalian sendiri!"
Pengacara hukum itu menggerakkan pistolnya dengan sikap mengancam. Anak-anak langsung pucat. Tapi mereka tetap tabah.
"Aku bisa mengerti, apa sebabnya Anda ingin agar batu-batu ini ditemukan sebelum dicuri orang lain," kata Bob, "tapi kenapa harus Anda curi" Kan sebagian akan menjadi milik Anda juga, apabila Anda sudah menikah dengan Mrs. Towne."
"Dan itu juga Anda yang mengatur, kan"" kata Jupiter menambahkan. "Anda yang menaruh salinan palsu dari surat wasiat yang pertama, dalam mana Nelly Towne ditunjuk sebagai ahli waris."
"Anak pintar!" kata Callow. "Tapi aku memerlukan lebih dari hanya sebagian batu-batu permata itu-dan aku tidak ingin terpaksa menjelaskan sebabnya pada Nelly."
"Kami tahu sebabnya!" kata Pete dengan cepat.
"Karena utang Anda yang banyak pada Mr. Savo dan Turk, setelah kalah berjudi!" sambung Bob dengan sengit.
"Dan Nelly pasti tidak senang, jika mendengar bahwa Anda banyak utang karena kalah berjudi," kata Jupiter.
"Rupanya kalian ini terlalu banyak tahu! Sayang-bagi kalian sendiri," kata Roger Callow. "Tapi kalian benar. Mungkin Nelly akan memutuskan hubungan dengan aku, jika tahu apa sebabnya aku perlu uang begitu banyak. Lagipula, untuk apa aku berbagi permata itu dengan dia dan Billy, apabila semuanya bisa menjadi milikku" Kini tidak ada orang lain yang bisa mengambilnya, lalu setelah aku menikah dengan Nelly, tanah dan kedua rumah itu juga akan menjadi milikku!"
Pengacara hukum itu tertawa, sementara laras pistolnya tetap diacungkan ke arah anak-anak, Jupiter memandang ke belakang Roger Callow, ke arah ambang pintu yang terbuka.
"Mrs. Towne takkan sudi menikah dengan Anda, jika ia tahu bahwa Anda mencuri harta yang seharusnya diwarisi olehnya," kata remaja bertu-buh gempal itu.
Pengacara hukum itu tersenyum jahat.
"Tapi ia takkan tahu," katanya. "Cuma kalian bertiga saja yang tahu bahwa aku berhasil menemukan harta itu-dan kalian takkan bisa menceritakan hal itu pada siapa pun juga."
"Itu mungkin saja," kata Jupiter dengan tabah, "tapi walau begitu ia tetap akan tahu-ya kan, Billy" Cepat, laporkan pada Chief Reynolds apa yang baru saja kaudengar!"
Roger Callow menatap Jupiter, lalu tertawa lagi. ia menggelengkan kepala.
"Itu taktik kuno, Jupiter," katanya. "Aku takkan bisa kautipu."
"Cepat, Billy!" desak Pete.
"Sudah, hentikan ocehan kalian!" tukas Callow. "Kalian bertiga takkan mampu mengalahkan aku."
"Ayo cepat, Billy!" seru Jupiter gugup. "Lari!"
Mata Roger Callow menyipit setelah mendengar nada suara Jupiter. Kemudian ia berpaling, ketika terdengar bunyi sesuatu di belakangnya. Tapi sudah terlambat! Billy yang selama itu tegak di dalam lorong remang sambil memandang anak-anak serta Roger Callow, akhirnya mau juga lari!
"Berhasil!" seru Pete dengan gembira.
Sambil mengumpat, Roger Callow memandang anak kecil yang dengan cepat lari menjauh. Kemudian ia berpaling lagi lambat-lambat, lalu menatap Trio Detektif.
"Anda menjadi korban k
etamakan Anda sendiri, Mr. Callow," kata Jupiter. "Kini Anda kehilangan segala-galanya, tidak peduli apa yang akan Anda lakukan terhadap kami!"
Pengacara hukum itu mengangguk.
"Ya, harus kuakui bahwa siasatmu tadi hebat," katanya. "Aku tertipu! Kukira tadi itu cuma siasatmu saja, ketika kau berbicara pada Billy. Hebat!"
"Jadi". kami sekarang tidak berbahaya lagi bagi Anda," kata Jupiter datar.
"Memang, tapi kalian masih ada gunanya bagiku," kata Callow. "Untungnya aku sudah mempersiapkan rencana guna menghadapi keadaan seperti ini. Pete, ambil kantung berisi batu-batu permata dari dalam lemari itu!" Pengacara hukum itu mengacungkan pistolnya lurus-lurus ke arah anak-anak. "Jangan coba-coba jadi pahlawan! Aku kini tidak peduli lagi apakah akan ada orang mendengar bunyi letusan pistolku ini!"
Pete meneguk ludah dengan gugup, lalu menuruti perintah orang itu. Setelah membuka sekerup pemegang kisi-kisi lubang angin, diambilnya kantung yang disembunyikan di belakangnya lalu diserahkan pada Roger Callow. Pengacara hukum itu menerimanya sambil mendesah.
"Karena rahasiaku sudah terbongkar, kini sebaiknya aku menghilang saja, dengan harta karun ini," katanya. "Di tempat tujuanku nanti, kurasa takkan ada orang yang akan mengenali batu-batu mulia ini. Kurasa Meksiko merupakan tempat yang nyaman saat sekarang ini-apalagi bagi orang yang berharta." ia menggerakkan pistolnya, memberi isyarat. "Sekarang kalian berjalan di depanku. Di lorong nanti belok ke kiri."
Anak-anak berjalan melalui lorong-lorong yang remang-remang, didorong-dorong dan diarahkan oleh ujung pistol yang ada di tangan Roger Callow. Mereka semua mendengar derap langkah Chief Reynolds beserta anak buahnya yang bergegas-gegas ke kabin yang baru saja ditinggalkan oleh Roger Callow bersama ketiga tawanan remajanya. Pengacara hukum itu mendengarkan sebentar dengan seksama, lalu menyuruh anak-anak menuruni sejumlah tangga dan kemudian melalui lorong-lorong yang berliku-liku dalam perut kapal besar itu. Suara berteriak-teriak terdengar di kejauhan, ketika polisi menyadari bahwa Callow dan ketiga anggota Trio Detektif sudah tidak ada lagi di dalam kabin.
Roger Callow memandang kian ke mari, melihat keadaan sebuah lorong yang melintang di Dek C. Kemudian ia menggerakkan pistolnya ke arah Bob dan Jupiter.
"Kalian berdua-ke sana! Cepat!"
Bob hendak memprotes, tapi langsung dibentak oleh Roger Callow.
"Pete ikut dengan aku!" katanya. "Jika kalian masih ingin berjumpa dengan teman kalian ini, cepat ke sana-dan jangan menoleh-noleh!"
Bob dan Jupiter menurut. Ketika sampai di ujung lorong, barulah mereka berani berbalik lalu lari kembali ke tempat tadi.
Tapi Pete sudah tidak ada lagi di situ, begitu pula Roger Callow!
Bob dan Jupiter berteriak memanggil-manggil, sambil berusaha menemukan jalan untuk mendatangi Chief Reynolds. Akhirnya teriakan mereka terdengar. Setelah saling berteriak berulang-ulang, akhirnya semua berkumpul di sebuah ruang duduk terbuka di Dek B.
"Mana Callow"" tanya Chief Reynolds.
Bob dan Jupiter cepat-cepat menceritakan peristiwa yang terjadi selama itu.
"Callow memang benar. Jika ia berhasil sampai di Meksiko, kita takkan bisa lagi membuktikan bahwa ia mencuri batu-batu permata itu," kata Chief Reynolds. "Tapi ia takkan bisa lari dari sini. Anak buahku kan ada yang menjaga di tangga."
Kening Jupiter berkerut. "Hanya itukah jalan satu-satunya turun dari sini, Chief" Kata Callow tadi ia sudah menyiapkan rencana untuk melarikan diri-dan tadi rasanya ia mengarah ke bawah."
"Sepanjang pengetahuanku, cuma tangga itu saja satu-satunya jalan turun ke dermaga," kata kepala polisi itu.
Kapten yang juga ada di situ kaget.
"Dermaga, kata Anda"" katanya. "Bagaimana dengan pintu untuk tempat lewat muatan yang ada di dekat buritan" Apakah di situ juga ada yang menjaga""
"Tidak!" kata Chief Reynolds. "Aku tidak tahu bahwa pintu itu terbuka!"


Trio Detektif 22 Misteri Teka Teki Aneh di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Mestinya memang tidak, tapi-" kata Kapten.
"Cepat, Chief!" seru Jupiter.
Pemimpin pameran terapung yang senang jika disapa dengan sebutan Kapten mengajak mereka menyusur perut kapal besar yang sudah sunyi senyap, menuju tempat memasukk
an muatan. Pintu-pintu yang menuju ke situ kelihatan dibuka secara paksa. Sesampai di dalam, Kapten menuding ke depan, ke arah gerbang tempat lewat muatan.
"Pintu itu terbuka!" serunya.
Semua bergegas maju, mendatangi pintu besar yang terbuka itu. Mereka melihat Roger Callow berdiri di tangga sempit dan curam yang menghubungkan tempat pemasukan muatan dengan pelataran dermaga yang gelap, jauh dari tangga yang dijaga ketat. Pengacara hukum itu menghadap ke arah pintu, sambil memegang Pete sebagai tameng di depannya. Pistolnya diacungkan ke arah kepala anak itu. Keduanya melangkah
mundur dengan lambat-lambat, menuruni papan tangga yang terayun-ayun.
"Jangan ada yang berani maju," seru Callow.
"Anda takkan mungkin bisa melarikan diri, Callow!" bentak Chief Reynolds.
"Bisa saja! Atau kalian ingin anak ini kutembak""
Hanya sampai di situ saja kata-katanya. Karena selama sesaat perhatiannya terarah pada orang-orang yang berada dalam kapal, ia tidak melihat bahwa Pete dengan cepat mengulurkan kakinya ke belakang, mengait pergelangan kaki pengacara hukum itu lalu mendorongnya ke belakang. Callow kehilangan keseimbangan dan jatuh membentur pagar tangga. Pete ikut terseret.
Keduanya jatuh ke air yang terbentang gelap sepuluh meter di bawah mereka. Callow, Pete, pistol, dan kantung berisi batu-batu permata! Teriring teriakan marah, Roger Callow tercebur ke air dengan kaki terlipat, ia muncul lagi ke permukaan, sambil menjerit-jerit mengatakan bahwa kakinya patah!
Pete tidak seburuk itu jatuhnya, berkat kesigapannya. Maklum, ia kan atlet tangguh, ia melakukan gerak jumpalitan, menyambar kantung permata yang melayang ke bawah, lalu mencebur ke dalam air dengan mulus, ia muncul kembali di permukaan sambil tertawa lebar. Kantung permata diacungkannya tinggi-tinggi ke atas.
Diiringi tepukan tangan Billy dan Chief Reynolds, Pete berenang menghampiri sebuah tangga panjat yang ada di sisi dermaga. Anak buah Chief Reynolds mengeluarkan Roger Callow dari dalam air. Pengacara hukum itu jatuh terhenyak di lantai dermaga di antara dua orang polisi, ia memegangi kakinya. Tampangnya saat itu jauh dari mengesankan.
"Ia takkan bisa mencuri lagi," kata Chief Reynolds dengan galak, lalu menyapa Jupiter dengan nada yang sama kerasnya. "Tapi kau juga tidak boleh bertindak sendiri, berusaha menangkapnya, Jupiter. Seharusnya kaulaporkan padaku, begitu kecurigaanmu timbul."
"Tapi kami saat itu belum punya bukti sama sekali, Sir," kata Jupiter berdalih, "ia belum berbuat apa-apa selain menaruh surat wasiat palsu-dan itu pun tidak bisa saya buktikan. Jika kami tadi tidak memasang jebakan, pasti ia berhasil menikah dengan Mrs. Towne, dan dengan begitu memperoleh hartanya."
"Yah," kata Chief Reynolds, "kalau begitu persoalannya...."
"Saya merasa yakin bahwa ia akan digagalkan oleh ketamakannya sendiri, jika kami memberinya peluang yang seakan-akan aman untuk mencuri batu-batu permata itu untuk dimiliki sendiri," kata Jupiter melanjutkan.
"Batu-batu permata!" seru Billy.
Semua berpaling, memandang Pete. Remaja bertubuh kekar itu membuka kantung kulit, lalu menaburkan isinya ke lantai. Seonggok batu berwarna merah, kuning, biru, dan hijau meman-
228 carkan sinar kemilau, tertimpa sinar remang-remang yang berasal dari kapal yang besar.
Semua tertawa puas, melihat pemandangan seindah itu. Semua, kecuali Roger Callow, tentu saja!
Bab 22 JUPITER MENGAKUI KEKELIRUANNYA
Beberapa hari kemudian Trio Detektif mendatangi Alfred Hitchcock, untuk menyampaikan laporan tentang kasus teka-teki wasiat mendiang Dingo. Sutradara film yang termasyhur itu mendengarkan kisah ketiga remaja itu sambil bergoyang-goyang di kursi kerjanya yang bersandaran tinggi.
"Keterlaluan!" seru Mr. Hitchcock, ketika anak-anak selesai bercerita. Suaranya mengguntur, sampai bola dunia yang ada di sisi kanannya bergetar. "Jadi Callow itu ternyata hanya mengincar harta Dingo saja""
"Kelihatannya memang begitu, Sir," kata Jupiter.
"Dasar penjahat!"
"Dari semula Dingo sudah curiga bahwa orang itu pasti hanya menginginkan hartanya," kata Pete, "tapi Mrs. Towne tidak mau mendengarkan nasihat Dingo."
"Da lam urusan yang menyangkut perasaan, orang sering tidak mau mendengarkan nasihat Cinta itu buta," kata sutradara terkenal itu mengomentari. "Dan karenanya Dingo lantas membuat surat wasiat aneh itu" Untuk menggagalkan niat jahat Callow""
"Untuk sebagian, memang itulah alasannya," kata Jupiter. "Ia beranggapan bahwa kesibukan mencari-cari harta akan menyebabkan langkah-langkah Callow agak mengalami hambatan-dan barangkali saja akan membeberkan niatnya yang sebenarnya, mengapa ia ingin menikah dengan Nelly Towne. Dingo mengatakan pada Jack Dillon, bahwa akan ditunjukkannya pada pengacara hukum itu perburuan harta yang hebat! Tapi alasan Dingo yang sebenarnya sehingga membuat surat wasiat itu ialah kesebalannya pada Mrs. Towne karena mau-maunya jatuh hati pada Callow. Setidak-tidaknya, begitulah menurut cerita Mr. Dillon. Katanya, Dingo sungguh-sungguh berharap orang lain yang akan menemukan harta itu dan juga mengambilnya-karena keluarganya sendiri tidak pantas menerimanya!"
"Mr. Callow dua kali melongo," kata Pete menambahkan. "Pertama kali ketika melihat bahwa surat wasiat yang semula ada tahu-tahu lenyap dari kantornya, lalu yang kedua ketika surat wasiat yang aneh didaftarkan!"
"Maksudmu, bukan Callow sendiri yang memusnahkan surat wasiat yang pertama"" tanya Mr. Hitchcock.
"Bukan dia, tapi Dingo! Dingo mencurinya dari kantor Roger Callow," jawab Jupiter.
"Dan surat wasiat yang berisi teka-teki dititipkannya pada Jack Dillon," kata Bob menyela, "sebab kalau ditaruh di kantor Mr. Callow, pengacara hukum itu pasti akan buru-buru memusnah-kannya!"
"Callow harus cepat-cepat bertindak ketika tahu ada surat wasiat edan itu," kata Jupiter menyambung. "Ia sangat memerlukan uang guna menebus utang judinya, ia takut sekali, kalau-kalau ada orang lain lebih dulu menemukan batu-batu permata itu, karena ia sendiri mulanya bingung menghadapi isi surat wasiat yang berupa teka-teki itu. Karenanya tenaga kami lantas disewa olehnya."
"Ya, tapi dengan sangkaan bahwa kami gampang ditipu," kata Bob. "Kami dipekerjakan olehnya, untuk menunjukkan di mana harta warisan itu disembunyikan. Mr. Callow begitu yakin bahwa kami akan bisa dengan gampang disingkir-kan, apabila tujuannya sudah tercapai."
"Dan ternyata dugaannya meleset jauh," kata Mr. Hitchcock dengan tatapan mata jenaka.
"Sebenarnya ia gagal karena perbuatannya sendiri," kata Jupiter merendah. "Ketika hasil penyelidikan kami sudah mengarahkannya ke tempat harta permata itu, ketamakannya sendiri yang akhirnya menyebabkan ia gagal."
"Bagaimana sampai bisa timbul kecurigaan kalian terhadap Mr. Callow"" tanya sutradara terkenal itu.
Jupiter menarik napas dalam-dalam, ia paling senang jika ada peluang untuk memamerkan kemampuan penalarannya.
"Ya-kecurigaan saya mulai timbul ketika Turk dan Savo terlepas kata, mengatakan alasan kenapa kenalan mereka yang ingin paling dulu menemukan batu-batu permata itu. Nah-kedua orang itu di samping mengintai kami, juga terus-menerus mengamat-amati rumah kelurga Towne. Kenyataan itu menunjukkan bahwa mungkin penjudi itu ada di situ. Dan di antara yang ada di situ, siapa orangnya yang mungkin adalah si penjudi sendiri" Hanya Mrs. Towne, dan Roger Callow.
"Lalu apa sebabnya Billy tidak ikut disekap juga" Rupanya karena penjudi kenalan Mr. Savo dan Turk tidak tahu bahwa Billy bekerja sama dengan kami. Mrs. Towne sudah tahu, karena kami sendiri yang menceritakan padanya. Tapi Roger Callow mungkin saat itu belum tahu. Begitu pula halnya dengan kedua Percival bersaudara-atau orang yang sebelum kami disekap sudah mengurung Billy dalam mobil boks di belakang pompa bensin.
"Jadi ketika kami mendatangi kapal yang dipamerkan itu, saya tahu bahwa penjudi itu mungkin Roger Callow. Saat itu saya baru menduga saja. Namun kemudian terjadi sesuatu yang membuat saya yakin bahwa ialah orangnya. Yaitu ketika surat wasiat yang dipalsukan ditemukan di atas langit-langit kabin!"
"Tapi dari mana kau bisa mengetahui bahwa surat wasiat itu palsu"" tanya Mr. Hitchcock. "Begitu pula bahwa pelakunya pasti Roger""
"Sebab Sadie Jingle telah menceritakan bahwa surat wasiat yang asli ke
mudian dimusnahkan oleh Dingo!" kata Jupe. "Ketika Sadie dan Jack Dillon diminta datang untuk menandatangani surat wasiat berisi teka-teki aneh itu selaku saksi, Dingo sempat bercerita bahwa secara diam-diam ia telah mengambil kembali surat wasiatnya yang pertama, dan kemudian memusnahkannya, ia meminta kedua sahabatnya itu agar membuka mulut apabila kemudian muncul surat wasiat lain yang dinyatakan merupakan surat wasiat yang pertama. Menurut Dingo, orang seperti Callow takkan segan-segan memalsukan. Dan ternyata mendiang Dingo benar!"
"Yah, lalu setelah surat wasiat yang dikatakan merupakan surat yang asli itu muncul, dengan gampang saja bisa diketahui siapa yang menaruhnya di tempat batu-batu permata palsu-dan kenapa ia berbuat begitu," kata Jupiter menutup keterangannya.
"Teruskan ceritamu," kata Mr. Hitchcock.
"Ya, sambung saja ceritamu sampai selesai," kata Pete. "Aku rasanya belum begitu memahami kelanjutannya!"
"Baiklah," kata Jupiter. "Sebetulnya persoalan yang dihadapi cuma menentukan siapa sebenarnya yang akan menarik keuntungan di sini. Sebelum surat wasiat yang dipalsukan muncul, Billy selaku satu-satunya keturunan langsunglah yang berhak mewarisi segala-galanya. Tidak ada yang bisa mengutak-utik-bahkan ibunya sendiri pun tidak bisa!
"Kemudian muncul surat wasiat palsu, yang menyebutkan Billy dan Nelly sebagai ahli waris. Di sini Billy kembali mendapat warisan, tapi cuma separuh dari semula. Kini Mrs. Towne ikut beruntung, ia memperoleh separuh dari harta yang diwariskan. Dan jika Roger Callow jadi menikah dengan dia, ia pun akan menarik keuntungan- selaku suami Nelly Towne!
"Nah, menurut saya tidak mungkin Mrs. Towne akan merampas hak anaknya sendiri. Jadi tinggal Roger Callow, sebagai satu-satunya tersangka yang masih tersisa. Menurut dugaan saya, setelah mengurung Billy dalam mobil boks dan menyuruh Turk dan Savo menculik kami, sepanjang siang sampai sore Roger sibuk mencari-cari di atas kapal, ia menemukan batu-batu permata yang palsu, tapi tidak tahu di mana yang asli disembunyikan, ia tidak percaya Dingo benar-benar sudah menghabiskan hartanya. Karena tidak berhasil lebih dulu menemukan harta warisan itu, Roger lantas menaruh surat wasiat palsu di tempat permata-permata palsu itu-untuk memastikan bahwa masih tetap akan memperoleh sebagian dari warisan, yaitu lewat pernikahannya dengan Nelly Towne. Dan sudah pasti ia juga meminta pada Savo agar kami dibebaskan, supaya kemudian bisa mencari dan menemukan surat wasiat palsu, dan juga batu-batu permata yang asli. Tapi sebelum itu kami sudah berhasil melarikan diri.
"Begitu semuanya itu berhasil saya simpulkan, saya lantas menyusun siasat. Saya akan mengatur jebakan, untuk mengetahui benarkah Callow memang berniat jahat. Saya sengaja tidak ikuft keluar dari kabin, dengan harapan orang itu diam-diam akan ikut mendengarkan percakapan kami-dan ternyata itu memang dilakukannya! Penyelesaian teka-teki ketujuh sengaja saya paparkan dengan suara keras. Setelah itu Callow langsung bergegas ke Ruang Macbeth-masuk ke dalam perangkap saya!"
"Tapi kalian sendiri yang nyaris terjerumus ke dalam perangkap itu!" kata Mr. Hitchcock mengomentari. "Tapi syukurlah, semuanya berakhir dengan memuaskan!"
"Ya, Sir." Jupiter mengatakannya dengan wajah berseri.
"Kau telah menampakkan kesigapanmu berpikir, Jupiter-tapi kau juga beberapa kali main asal tebak saja!" kata Mr. Hitchcock dengan nada mengecam. "Mengaku sajalah, .kau kan asal menebak saja ketika menuduh Cecil dan Winifred Percival bahwa mereka yang menyebabkan sekoci kapal terlepas dari tambatan!"
"Tidak, saya tidak asal tebak saja," kata Jupiter bersungguh-sungguh. "Orang yang menjatuhkan-nya ingin agar kami tidak naik ke kapal. Itu berarti mereka tidak tahu bahwa kumpulan batu permata di Kabin D 22 sebenarnya palsu. Mr. Callow sudah mengetahuinya, Skinny mendekam dalam lemari kabin dengan kaki dan tangan terikat. Jadi yang tinggal hanya kedua Percival itu saja."
"Wah, bukan main!" seru sutradara film itu dengan kagum. "Sekarang bagaimana nasib para
pengacau dalam kasus aneh ini" Kalau nasib Roger Callow, itu sudah jelas-
ia pasti akan dijatuhi hukuman penjara karena kejahatannya yang bermacam-macam. Lalu bagaimana dengan yang lain-lainnya""
"Savo dan Turk menghilang," kata Bob. "Mereka sekarang dicari-cari polisi. Kedua Percival bersaudara akan diajukan ke pengadilan, dengan tuduhan membahayakan keselamatan orang lain. Mereka bisa dijatuhi hukuman denda atau penjara, tapi mungkin juga hanya diusir saja dari negeri ini. Seperti dikatakan oleh Chief Reynolds, mereka berdua pasti akan paling menderita jika diusir bersama-sama!"
"Itu memang hukuman setimpal," kata Mr. Hitchcock. "Dan Skinny""
"Ia bersumpah bahwa sekarang sudah jera, setelah ketakutan setengah mati ketika dijebloskan ke dalam lemari dengan kaki dan tangan terikat serta mulut tersumbat!"
"Kalau ia benar-benar jera, itu merupakan keajaiban! Tapi kita lihat sajalah, bagaimana kenyataannya nanti," kata sutradara kenamaan itu. "Jadi sekali lagi kegiatan penyidikan yang tekun dan berencana menghasilkan prestasi yang memuaskan. Selamat, Anak-anak. Aku merasa bangga atas kemampuan kalian!"
"Terima kasih-" kata Jupiter. Tahu-tahu Bob dan Pete tertawa terbahak-bahak. Mr. Hitchcock menatap mereka dengan heran, sementara air muka Jupiter berubah menjadi semu merah. "Ada apa" 'Aku tidak-" kata Mr. Hitchcock. "Mereka menertawakan saya," kata Jupiter menjelaskan. "Soalnya, kemudian ternyata bahwa kami sebenarnya tidak perlu repot-repot mencari jawaban lima bait teka-teki itu jika saya sedikit lebih rajin mengadakan riset!" "Maksudmu langsung saja mengusut makna bait keenam" Kenapa begitu"" "Dalam bait itu, mendiang Dingo memakai kata posh di depan Queen. Saya tahu kata itu berarti hebat, anggun-jadi saya tidak mengusut lebih lanjut," kata Jupiter sambil mendesah. "Tapi kemudian Kapten menjelaskan asal-usul kata itu. Ternyata kata posh merupakan ciptaan orang-orang Inggris yang dulu sering hilir .mudik naik kapal dari Inggris ke India dan sebaliknya. Mengingat pengaruh angin dan sinar matahari, rupanya kabin-kabin yang paling nyaman di kapal-kapal waktu itu terletak di sisi kiri yang dalam istilah bahari disebut port-kalau berlayar menuju India. Sedang kalau berlayar dari India pulang ke Inggris, kabin-kabin yang menyenangkan letaknya di sisi kanan. Di sisi starboard! Sedang pelayaran pergi dari Inggris mereka namakan ke luar, out. Pulang ya tetap pulang, home. Berlayar dengan nyaman dan sentosa, diistilahkan dengan kata-kata: Ke luar Kiri, Pulang Kanan. Port Out, Home Starboard. P.O.S.H- posh!"
"Dan karena Queen of the South dulu dalam dinas pelayarannya antara Inggris dan Australia juga singgah di India," kata Bob menambahkan, "Dingo sebenarnya memberi petunjuk yang merupakan jalan pintas-posh Queen!"
"Queen of the South merupakan satu-satunya kapal di sini yang cocok dengan julukan itu," keluh Jupiter, "tapi saya tidak menyadarinya!"
"Tapi rupanya bukan kau saja yang tidak langsung sadar," kata Mr. Hitchcock. "Dan tanpa menempuh jalan pintas itu, kalian dihadang berbagai tantangan berat yang akhirnya kalian singkirkan semua. Prestasi kalian sekali ini benar-benar gemilang! Sekali lagi kuucapkan selamat, Anak-anak!"
Sementara ketiga remaja yang menamakan diri mereka Trio Dektektif meninggalkan ruangan, Mr. Hitchcock tersenyum sendiri. Kasihan penjahat berikut yang memandang rendah kemampuan Jupiter Jones serta kedua sahabat karibnya, kata sutradara itu dalam hati.
TAMAT tamat Petualang Dari Nepal 2 Pedang Bayangan Dan Panji Sakti Huan Jian Ling Qi Seri Thiansan Karya Liang Ie Shen Tujuh Tumbal Perawan 1
^