Inferno 9
Inferno Karya Dan Brown Bagian 9
selalu mengulang dirinya sendiri."
Di sepanjang jalanan yang diterpa hujan, orang-orang teng?
gelam dalam urusan mereka masing-masing. Seorang wanita
Turki cantik memanggil anak-anaknya untuk makan malam; dua
orang pria berbagi minuman di sebuah kafe terbuka; pasangan
berbusana rapi bergandengan tangan di bawah payung; dan se?
orang pria bertuksedo melompat dari bus dan berlari di jalan,
me?lindungi kotak biolanya di bawah jas, rupanya terlambat
meng??ikuti konser. Langdon mendapati dirinya mengamati wajah-wajah di
sekelilingnya, mencoba membayangkan kerumitan hidup mereka
masing-masing. Massa terdiri atas individu-individu.
Dia memejamkan mata, berpaling dari jendela dan berusaha
menepis pikiran buruknya. Namun, kerusakan telah terjadi. Di
kegelapan benaknya, sebuah gambaran yang tidak diinginkannya
terwujud"pemandangan suram dalam Triumph of Death karya
Bruegel"sebuah panorama mengerikan penyakit, derita, dan
malapetaka di sebuah reruntuhan kota pantai.
isi INFERNO [SC].indd 533
534 D an B rown Van berbelok ke kanan menuju Torun Avenue, dan sejenak
Langdon mengira mereka telah tiba di tempat tujuan. Di sebelah
kirinya, muncul dari balik kabut, sebuah masjid besar ter?lihat.
Tetapi, itu bukan Hagia Sophia.
Masjid Biru, Langdon segera menyadari, melihat enam buah
menara tinggi berbentuk pensil, yang memiliki banyak balkon
"erefe dan mengulir ke langit hingga tiba di ujung runcingnya.
Langdon pernah membaca bahwa menara berbalkon Masjid Biru
yang berkesan eksotis seolah-olah dari negeri dongeng menjadi
inspirasi rancangan kastel Cinderella di Disney World. Masjid
Biru memperoleh namanya dari lautan ubin biru cemerlang yang
melapisi dinding dalamnya.
Kita sudah dekat, pikir Langdon ketika van berbelok ke Kaba?
sakal Avenue dan melaju di sepanjang plaza luas Sultanahmet
Park, yang terletak di antara Masjid Biru dan Hagia Sophia. Plaza
yang terkenal karena menyajikan pemandangan dua bangunan
tersebut yang luar biasa.
Langdon memicingkan mata ke jendela yang diterpa hujan,
mengamati cakrawala untuk mencari Hagia Sophia, namun hujan
dan lampu-lampu mobil mengaburkan pandangannya. Terlebih
lagi, lalu lintas sepertinya macet.
Di depan mereka, tidak ada yang terlihat oleh Langdon, ke?
cuali pendar lampu-lampu rem.
"Sedang ada acara," sopir mereka mengumumkan. "Konser,
sepertinya. Mungkin akan lebih cepat jika kalian berjalan kaki."
"Sejauh apa?" tanya Sinskey.
"Hanya melintasi taman ini. Tiga menit. Sangat aman."
Sinskey mengangguk kepada Br?der dan menoleh kepada tim
SRS. "Tetaplah di mobil. Sebisa mungkin mendekatlah ke gedung.
Agen Br?der akan segera menghubungi kalian."
Kemudian, Sinskey, Br?der, dan Langdon melompat keluar
dari van dan langsung memasuki taman.
Dedaunan lebar di Sultanahmet Park tak banyak memberi
per?lin?dungan dari cuaca yang semakin buruk ketika mereka
ber?ge?gas melintasi jalan berkanopi. Jalan itu diwarnai berbagai
isi INFERNO [SC].indd 534
535 Infern o papan petunjuk yang mengarahkan pengunjung menuju berbagai
objek menarik di taman kepada para pengunjung"obelisk Mesir
dari Luxor, Pilar Ular dari Kuil Apollo di Delphi, dan Pilar Milion
yang per?nah menjadi "titik nol" pengukuran semua jarak pada
masa Ke?kai?sar?an Bizantium.
Akhirnya, mereka keluar dari balik pepohonan dan tiba di
tepi sebuah kolam melingkar yang menandai bagian tengah ta?
man. Langdon melangkah ke lahan terbuka itu dan menatap ke
timur. Hagia Sophia. Lebih mirip gunung daripada gedung.
Tampak gemerlap di tengah siraman hujan, siluet kolosal
Hagia Sophia lebih menyerupai kota. Kubah utamanya"luar biasa
luas dan bergaris-garis kelabu perak"seolah-olah diletakkan di
atas tumpukan bangunan berkubah lain di sekelilingnya. Em?
pat buah menara tinggi"masing-masing dilengkapi dengan
satu balkon dan puncak kelabu perak"menjulang dari sudutsudutnya, begitu jauh dari kubah utama seolah-olah bukan bagian
dari bangunan yang sama. Sinskey dan Br?der, yang hingga saat ini masih berlari-lari
kecil, mendadak berhenti, lalu mendongak ... menatap ke atas ...
se?akan-akan pikiran mereka harus bekerja keras untuk menyerap
tinggi dan luas bangunan yang menjulang di hadapan mereka.
"Tuhanku." Br?der mengerang. "Kita akan melakukan pen?
carian ... di situ?"[]
isi INFERNO [SC].indd 535
Ba b ku ditahan, Provos membatin seraya berjalan mondarmandir di dalam pesawat pengangkut C-130 yang dipar?
kir di hanggar. Dia setuju untuk ikut ke Istanbul agar
bisa membantu Sinskey mengatasi krisis ini sebelum sepenuhnya
lepas kendali. Dia juga tidak melupakan fakta bahwa bekerja sama dengan
Sinskey dapat meringankan dampak buruk yang akan diterimanya
akibat tanpa sengaja terlibat dalam krisis ini. Tapi kini Sinskey malah
menahanku. Begitu pesawat diparkir di hanggar pemerintah di Bandara
Atat?rk, Sinskey dan timnya langsung turun. Ke?pala WHO itu
memerintah Provos dan beberapa anggota staf Kon?sorsium-nya
untuk tetap berada di pesawat.
Provos mencoba keluar untuk mencari udara segar, namun
langkahnya dihadang oleh para pilot berwajah datar, yang meng?
ingatkannya bahwa Dr. Sinskey telah meminta agar semua orang
tetap berada di pesawat. Ini buruk, pikir Provos, kembali duduk dan mulai menyadari
ketidakpastian masa depannya.
Provos sudah lama terbiasa menjadi dalang, kekuatan utama
yang menarik tali kekang, dan kini tiba-tiba seluruh kekuasaan?
nya direnggut. Zobrist, Sienna, Sinskey.
Mereka semua telah menipunya ... bahkan memanipulasi?
nya. Sekarang, terperangkap di sel asing tanpa jendela berupa
pe??sawat pengangkut WHO ini, dia mulai merasa bahwa ke?ber?
isi INFERNO [SC].indd 536
537 Infern o untungannya telah habis ... bahwa situasi ini bisa jadi merupakan
hukum karma bagi dusta seumur hidupnya.
Aku berbohong untuk mencari penghidupan.
Aku penyedia informasi sesat.
Meskipun Provos bukan satu-satunya penjual dusta di dunia
ini, dia telah berhasil menetapkan dirinya sebagai ikan terbesar di
kolam. Ikan-ikan yang lebih kecil bukanlah tandingannya, bahkan
Provos tidak sudi bergaul dengan mereka.
Mudah diakses melalui Internet, bisnis dengan nama semacam
Alibi Company dan Alibi Network mencari keuntungan di seluruh
dunia dengan menyediakan cara berselingkuh tanpa ketahuan
bagi orang-orang yang tidak setia kepada pasangannya. Menjual
janji untuk sejenak "menghentikan waktu" agar klien mereka
bisa menyelinap dari suami, istri, atau anak-anak, organisasiorganisasi tersebut ahli dalam menciptakan ilusi"konferensi
bisnis palsu, janji dokter palsu, bahkan pesta pernikahan palsu"
yang semuanya mencakup undangan, brosur, tiket pesawat,
formulir konfirmasi hotel, bahkan nomor kontak khusus yang
terhubung langsung ke Alibi Company, tempat para profesional
terlatih berpura-pura menjadi resepsionis atau apa pun yang
diperlukan dalam ilusi. Provos tidak pernah membuang-buang waktu untuk peker?
jaan sepele semacam itu. Dia hanya menangani tipuan berskala
besar, memasarkan jasanya bagi siapa pun yang sanggup mem?
bayar jutaan dolar untuk menerima jasa terbaik.
Pemerintah. Perusahaan-perusahaan besar.
Sesekali orang penting yang superkaya.
Untuk mencapai tujuan mereka, klien-klien ini akan sepenuh?
nya menggantungkan diri pada aset, personel, pengalaman, dan
kreativitas Konsorsium. Dan yang paling penting, klien-klien
itu mendapat jaminan bahwa ilusi apa pun yang dibuat untuk
men??dukung dusta mereka, tidak akan bisa dilacak sampai ke
diri me?reka. isi INFERNO [SC].indd 537
538 D an B rown Entah mencoba mendongkrak harga saham, membuat pem?
benaran untuk perang, memenangi pemilihan, atau memancing
teroris agar keluar dari tempat persembunyian, para pialang ke?
kuasaan di seluruh dunia mengandalkan skenario-ske?nario palsu
berskala besar untuk membantu membentuk persepsi publik.
Keadaan ini sudah berlangsung lama.
Pada tahun enam puluhan, Rusia membangun jaringan matamata palsu untuk menipu intelijen Inggris. Pada 1947, Angkatan
Udara AS mengembangkan kabar bohong tentang UFO untuk
meng?alihkan perhatian publik dari kecelakaan pesawat yang
harus dirahasiakan di Roswell, New Mexico. Dan baru-baru ini,
dunia digiring untuk memercayai bahwa Irak menyimpan senjata
pemusnah massal. Selama hampir tiga dasawarsa, Provos telah membantu tokohtokoh penting melindungi, mempertahankan, dan menam?bah
kekuasaan mereka. Walaupun sudah sangat berhati-hati dalam
menerima pekerjaan, Provos selalu mengkhawatirkan ke?mung?
kinan akan menerima pekerjaan yang salah suatu hari nanti.
Dan ternyata hari itu telah tiba.
Setiap kejatuhan besar, Provos percaya, bisa dilacak pada
sua?tu momen"sebuah pertemuan kebetulan, sebuah keputusan
buruk, sebuah keteledoran.
Dalam kasus ini, dia menyadari, momen itu datang hampir
belasan tahun lalu, ketika dia setuju untuk mempekerjakan se?
orang mahasiswa kedokteran muda yang tengah mencari tam?
bahan uang. Kecerdasan, keahlian berbahasa, dan kepandaian
berimprovisasi perempuan muda itu menjadikan sosoknya serta?
merta menonjol di Konsorsium.
Sienna Brooks memiliki bakat alami.
Sienna segera memahami cara kerja organisasinya, dan
Provos menyadari bahwa perempuan itu sudah biasa menyimpan
rahasia. Sienna telah bekerja untuknya selama hampir dua tahun,
mem?peroleh penghasilan besar untuk membantunya membiayai
sekolah kedokteran, ketika kemudian, tanpa peringatan, dia tibatiba mengajukan pengunduran diri. Sienna ingin menyelamatkan
isi INFERNO [SC].indd 538
539 Infern o dunia, dan se?bagaimana yang dikatakannya, itu tidak bisa dila?
ku?kan di Kon?sorsium. Tidak pernah terbayangkan oleh Provos bahwa Sienna Brooks
akan muncul kembali hampir satu dasawarsa kemudian, mem?
bawakan semacam hadiah untuknya"seorang calon klien kaya
raya. Bertrand Zobrist. Kenangan itu membuat Provos geram.
Ini kesalahan Sienna. Sejak awal, dia sudah bersekongkol dengan Zobrist.
Di dekatnya, di meja konferensi darurat di dalam C-130, perca?
kapan kian panas, dengan para petugas WHO yang saling adu
pendapat dan berbicara dengan nada tinggi di telepon.
"Sienna Brooks"!" salah seorang dari mereka berseru ke ga?
gang telepon. "Anda yakin?" Petugas itu mendengarkan seje?nak,
mengernyitkan kening. "Baiklah, berikan detailnya kepada saya.
Saya akan me?nunggu."
Dia menutup gagang telepon dan menoleh kepada rekan-re?
kannya. "Sepertinya Sienna Brooks bertolak dari Italia tidak lama
sesudah kita pergi."
Semua orang di meja itu terperangah.
"Bagaimana mungkin?" tanya seorang pegawai perempuan.
"Kita sudah mengawasi bandara, jembatan, stasiun kereta ...."
"Landasan pacu Nicelli," jawab pria itu. "Di Lido."
"Mustahil," sangkal si perempuan, menggeleng. "Nicelli
sa??ngat kecil. Tidak ada pesawat yang bisa terbang dari sana.
Tem??pat itu hanya menangani helikopter milik agen pariwisata
se?tem?pat dan?" "Entah dengan cara apa, Sienna Brooks berhasil mendapatkan
akses ke jet pribadi yang diparkir di hanggar Nicelli. Mereka ma?
sih mencari informasinya." Si pria kembali mengangkat gagang
tele?pon ke mulutnya. "Ya, saya di sini. Informasi apa yang Anda
da?pat?kan?" Ketika dia mendengarkan kabar terbaru, bahunya
me?lorot kian rendah hingga akhirnya dia harus duduk. "Saya
meng?erti. Terima kasih." Dia menutup telepon.
isi INFERNO [SC].indd 539
540 D an B rown Rekan-rekannya menatapnya dengan penasaran.
"Jet Sienna mengarah ke Turki," kata pria itu, memijat kedua
matanya. "Kalau begitu, telepon European Air Transport Command!"
Inferno Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
seseorang berseru. "Minta mereka menolak izin pendaratan!"
"Tidak bisa," jawab pria itu. "Jet itu sudah mendarat dua belas
menit lalu di landasan pacu pribadi Hezarfen, hanya berjarak 24
kilometer dari sini. Sienna Brooks sudah pergi."[]
isi INFERNO [SC].indd 540
Ba b ujan kini menerpa kubah tua Hagia Sophia.
Selama hampir seribu tahun, bangunan itu telah
men?jadi gereja terbesar di dunia, dan hingga kini sulit
un?tuk membayangkan bangunan yang lebih besar daripadanya.
Saat me?li?hatnya lagi, Langdon teringat kepada Kaisar Justinian
yang, setelah Hagia Sophia selesai dibangun, melangkah mundur
dan dengan bangga memproklamirkan, "Sulaiman, aku telah
me?nga?lahkanmu!" Sinskey dan Br?der semakin bersemangat menghampiri ba?
ngunan monumental itu, yang tampak semakin besar dari jarak
lebih dekat. Jalan menuju bangunan itu diapit oleh peluru-peluru meriam
kuno yang pernah digunakan oleh pasukan Mehmet sang Pe?
nakluk"hiasan yang menjadi pengingat bahwa sejarah bangun?
an ini diwarnai oleh kekerasan. Berkali-kali diduduki untuk
ke?mudian dialihkan fungsinya berdasarkan kebutuhan spiritual
pihak yang berkuasa. Ketika mereka mendekati fasad selatan, Langdon menengok
ke tiga buah kubah di kanannya, bangunan tambahan mirip silo
yang menjorok dari bangunan utama. Itu adalah Mausoleum para
Sultan, yang salah satunya"Murad III"dikabarkan menjadi ayah
bagi lebih dari seratus anak.
Dering ponsel memecah keheningan. Br?der merogoh saku?
nya, melihat identitas penelepon, dan menjawab dengan tegas:
"Ya?" Dia mendengarkan laporan dan menggeleng tak percaya.
"Ba?gaimana mungkin itu terjadi?" Dia kembali mendengarkan
isi INFERNO [SC].indd 541
542 D an B rown dan mendesah. "Oke, terus kabari aku. Kami hendak masuk."
Dia menutup telepon. "Ada apa?" tanya Sinskey.
"Waspadalah," kata Br?der, mengedarkan pandangan. "Kita
mungkin akan mendapat teman." Dia membalas tatapan Sinskey.
"Sepertinya Sienna Brooks sudah tiba di Istanbul."
Langdon menatap pria itu, takjub mendengar bahwa Sienna
berhasil menemukan cara untuk pergi ke Turki, dan juga, setelah
berhasil kabur di Venesia, dia berani mengambil risiko ditangkap,
bahkan dibunuh, untuk memastikan rencana Bertrand Zobrist
berhasil. Sinskey tampak sama terkejutnya. Dia menarik napas seolaholah siap menanyai Br?der lebih jauh, namun dia rupanya berubah
pikiran dan malah berpaling kepada Langdon. "Lewat mana?"
Langdon menunjuk ke kiri, mengitari sudut barat daya ba?
ngunan itu. "Air Mancur Penyucian ada di sini," katanya.
Tempat pertemuan dengan pemandu dari museum itu me?
rupakan bibir sumur berhiasan rumit yang dahulu digunakan
untuk ritual berwudhu sebelum umat Muslim menunaikan sha?
lat. "Profesor Langdon!" seorang pria berseru ketika mereka
men??dekat. Seorang pria Turki tersenyum lebar dan melangkah keluar
dari bawah atap oktagon berkubah yang memayungi air mancur.
Dia melambai-lambai penuh semangat. "Profesor, di sini!"
Langdon dan yang lainnya bergegas menghampiri pria itu.
"Halo, nama saya Mirsat," katanya, mengucapkan bahasa Ing?
gris berlogat kentalnya dengan antusias. Pria itu berbadan kecil
dan berambut menipis, mengenakan kacamata yang memberi
ke?san terpelajar dan setelan abu-abu. "Ini kehormatan besar bagi
saya." "Kamilah yang merasa terhormat," jawab Langdon, menjabat
tangan Mirsat. "Terima kasih karena telah meluangkan waktu
Anda untuk kami." "Ya, ya!" isi INFERNO [SC].indd 542
543 Infern o "Saya Elizabeth Sinskey," kata Dr. Sinskey, menjabat ta?ngan
Mirsat dan menunjuk Br?der. "Dan ini Cristoph Br?der. Kami di
sini untuk membantu Profesor Langdon. Tolong maaf?kan ke?ter?
lambatan pesawat kami. Anda baik sekali, mau meng?ako?modasi
kami." "Sudahlah! Tidak perlu merisaukan itu!" Mirsat mengibaskan
tangan. "Untuk Profesor Langdon, saya bersedia memberikan
tur pribadi kapan pun. Buku saku beliau yang berjudul Christian
Symbols in the Muslim World menjadi favorit di toko cendera mata
mu?seum kami." Benarkah" Langdon membatin. Sekarang aku mengetahui satusatunya tempat di dunia yang menjual buku itu.
"Kita mulai saja?" kata Mirsat, mengisyaratkan kepada me?
reka untuk mengikutinya. Rombongan itu bergegas menyeberangi halaman kecil, me?le?
wati pintu masuk turis, dan melintasi tempat yang dahulu meru?
pakan pintu masuk utama bangunan itu"tiga gerbang lengkung
dengan pintu perunggu besar.
Dua orang penjaga bersenjata telah menunggu untuk me?
nyam?but mereka. Saat melihat Mirsat, mereka memutar kunci
salah satu pintu dan membukanya.
"Sa" olun," kata Mirsat, mengucapkan salah satu dari sedikit
frasa Turki yang dihafal Langdon"bentuk sopan dari "terima
ka?sih". Mereka masuk, dan kedua penjaga itu menutup pintu berat
di belakang mereka, debamnya bergema di interior bangunan
yang didominasi batu. Langdon dan yang lainnya kini berdiri di dalam narthex Hagia
Sophia"ruang-antara sempit yang umum terdapat di gereja Kris?
ten dan berfungsi sebagai pemisah arsitektural antara dunia fana
dan dunia ilahi. Parit spiritual, Langdon kerap menyebutnya.
Mereka berjalan menuju sepasang pintu lain, dan Mirsat mem?
buka salah satunya. Di dalamnya, Langdon tidak melihat tempat
isi INFERNO [SC].indd 543
544 D an B rown peribadatan sebagaimana yang diduganya, tetapi narthex kedua,
yang sedikit lebih besar daripada narthex pertama.
Esonarthex, Langdon menyadari, teringat bahwa tempat per?
ibadatan Hagia Sophia memiliki dua lapis perlindungan dari
dunia luar. Seolah-olah untuk mempersiapkan pengunjung melihat apa
yang ada di depan mereka, esonarthex itu jauh lebih indah dari?
pada narthex, dengan temboknya yang bertatahkan batu halus
yang berkilauan di bawah tempat lilin gantung anggun. Di ujung
tempat syahdu itu, berdiri empat pintu dengan mosaik menawan
di atasnya. Langdon mendongak mengaguminya.
Mirsat berjalan ke pintu terbesar"sebuah gerbang besar
ber?lapis perunggu. "Pintu Kaisar," bisik Mirsat, suaranya nyaris
ber?getar dengan antusiasme. "Pada masa Bizantium, pintu ini
hanya boleh digunakan oleh kaisar. Turis biasanya tidak diizinkan
me?lewati pintu ini, tapi malam ini istimewa."
Mirsat meraih pintu, namun kemudian terdiam. "Sebelum kita
masuk," bisiknya, "izinkan saya bertanya, adakah objek tertentu
yang ingin kalian lihat di dalam?"
Langdon, Sinskey, dan Br?der bertukar pandangan.
"Ya," kata Langdon. "Ada sangat banyak yang ingin saya
li?hat, tentunya, tapi jika bisa, kami ingin memulainya dengan
ku?bur?an Enrico Dandolo."
Mirsat menelengkan kepala seolah-olah tidak mengerti.
"Maaf" Kalian ingin melihat ... kuburan Dandolo?"
"Ya." Mirsat tampak kecewa. "Tapi, Sir ... kuburan Dandolo biasa
saja. Tidak memiliki simbol sama sekali. Bukan objek terbaik
kami." "Saya mengerti," ujar Langdon sopan. "Tetap saja, kami akan
sangat berterima kasih jika Anda bisa membawa kami ke sana."
Mirsat berlama-lama menatap Langdon, kemudian mendo?
ngak ke mosaik di atas pintu yang sejak tadi dikagumi Langdon.
Mosaik dari abad kesembilan yang menggambarkan ikon Kristus
isi INFERNO [SC].indd 544
545 Infern o Pantokrator"Kristus yang memegang Perjanjian Baru di tangan
kirinya dan memberikan berkat dengan tangan kanannya.
Kemudian, seolah-olah cahaya mendadak menimpa pemandu
mereka, kedua sudut bibir Mirsat terangkat menjadi senyuman
penuh pengertian, dan dia pun menggoyang-goyangkan telun?
juknya. "Anda memang cerdas! Sangat cerdas!"
Langdon hanya bisa menatapnya. "Maaf?"
"Jangan khawatir, Profesor," Mirsat berbisik dengan nada
bersekongkol. "Saya tak akan memberi tahu siapa pun tentang
apa yang sebenarnya Anda cari di sini."
Sinskey dan Br?der menatap penuh tanya kepada Lang?
don. Langdon hanya mampu mengangkat bahu ketika Mirsat
mem?buka pintu dan mempersilakan mereka masuk.[]
isi INFERNO [SC].indd 545
Ba b ebagian orang menyebut Hagia Sophia sebagai Keajaiban
Dunia Kedelapan dan saat berdiri di dalamnya sekarang,
Langdon tidak berniat menyangkalnya.
Ketika mereka melewati pintu dan memasuki ruang per?
iba?datan megah itu, Langdon teringat bahwa berkat ukurannya
yang besar, Hagia Sophia sering kali langsung memikat para
pe?ngun?jungnya. Saking luasnya ruangan ini, katedral-katedral terbesar di
Eropa sekalipun akan menyerupai kurcaci. Ukuran yang men?
ce?ngangkan ini, Langdon menyadari, sebagian merupakan hasil
ilusi, efek samping dramatis rancangan lantai Bizantium, dengan
naos10 di tengah yang menjadi pusat bagi semua ruang interior
di dalam satu ruangan persegi, bukan menyebar di sepanjang
keempat lengan salib, sebagaimana gaya yang diadopsi oleh
katedral-katedral yang lebih baru.
Bangunan ini tujuh ratus tahun lebih tua daripada Notre-Dame,
Lang?don membatin. Setelah beberapa saat menyelami dimensi ruangan ini, Lang?
don membiarkan matanya menatap langit-langit, lebih dari 45
meter di atas kepalanya, hingga tiba di kubah emas megah yang
memayungi ruangan. Dari pusat kubah, empat puluh rangka
menyebar bagaikan berkas sinar matahari, membentang hingga
puncak busur yang menaungi empat puluh jendela berlengkung.
Sepanjang siang, cahaya yang menerobos masuk melalui jendelajendela itu terpantul"dan terpantul kembali"di serpihan-ser?
10. Dalam arsitektur Bizantium, naos adalah area tengah gereja tempat dilakukannya liturgi."penerj.
isi INFERNO [SC].indd 546
547 Infern o pihan kaca yang terpasang di ubin emas, menghasilkan "cahaya
mistis" yang menjadikan Hagia Sophia terkenal.
Langdon hanya pernah sekali melihat nuansa keemasan
ruang?an ini tertangkap secara akurat dalam lukisan. John Singer
Sargent. Tidak mengherankan, dalam proses pembuatan lukisan
Hagia Sophia ternamanya, pelukis Amerika itu hanya mengisi
pa?let?nya dengan sejumlah nuansa dari satu warna.
Emas. Kubah emas mengilap itu kerap disebut sebagai "kubah surga"
dan disangga oleh empat lengkungan besar, yang disangga oleh
serangkaian semikubah dan lengkungan. Penyangga-penyangga
itu ditopang oleh sejumlah semikubah dan lengkungan yang
le?bih kecil, menghasilkan efek air terjun arsitektural yang jatuh
dari langit ke bumi. Turun dari langit ke bumi, melalui rute yang lebih langsung,
kabel-kabel panjang menjuntai dari kubah dan menahan lautan
lampu gantung berkilauan, yang seolah-olah menggantung begitu
dekat dengan lantai sehingga kepala pengunjung yang jangkung
bisa terbentur. Meski sebenarnya ini hanya ilusi lain yang tercipta
akibat luas ruangan itu, lampu-lampu tersebut berada lebih dari
tiga meter dari lantai. Sebagaimana semua tempat peribadatan terkemuka lainnya,
ukuran besar Hagia Sophia memiliki dua tujuan. Pertama, sebagai
bukti kepada Tuhan tentang sejauh apa Manusia bersedia meng?
hormati-Nya. Dan kedua, sebagai semacam terapi kejut bagi para
jemaat"sebuah ruangan yang secara fisik begitu mencengangkan
sehingga mereka yang masuk merasa kerdil, ego mereka ter?ha?
puskan, keberadaan fisik dan kepentingan kosmik mereka me?nyu?
sut hingga menjadi serpihan di hadapan Tuhan ... sebutir atom
di tangan Sang Pencipta. Sebelum manusia menghilangkan egonya, Tuhan tak bisa meng?
angkat harkatnya. Martin Luther mengucapkan kata-kata itu pada
abad keenam belas, namun konsep itu sudah menjadi pola pikir
para perancang sejak masa-masa awal pembangunan arsitektur
religius. isi INFERNO [SC].indd 547
548 D an B rown
Inferno Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Langdon melirik Sinskey dan Br?der, yang tadi juga mendo?
ngak dan kini menundukkan wajah mereka.
"Demi Yesus," kata Br?der.
"Ya!" ujar Mirsat penuh semangat. "Dan juga Allah dan Mu?
hammad!" Langdon terkekeh saat pemandu mereka mengarahkan pan?
dangan Br?der ke altar utama, tempat mosaik besar Yesus diapit
oleh dua lingkaran raksasa bertulisan Muhammad dan Allah
de?ngan kaligrafi huruf Arab yang cantik.
"Museum ini," Mirsat menjelaskan, "sebagai upaya untuk
meng?ingatkan pengunjung akan keanekaragaman penggunaan
tempat sakral ini, memamerkan ikonografi Kristen, dari masa
ketika Hagia Sophia berfungsi sebagai basilika, dan ikonografi
Islam, dari masa ketika bangunan ini menjadi masjid." Dia me?
nyunggingkan senyuman bangga. "Walaupun terdapat friksi
antar-agama di dunia nyata, menurut kami simbol-simbol ini
tam?pak ba?gus saat disandingkan. Saya tahu bahwa Anda sepen?
da?pat, Pro?fesor." Langdon mengangguk sepenuh hati, teringat bahwa semua
ikonografi Kristen pernah dilabur dengan kapur putih ketika
bangunan ini menjadi masjid. Restorasi simbol-simbol Kristen
di samping simbol-simbol Islam telah menciptakan efek me?nak?
jubkan, terutama karena gaya dan rasa kedua ikonografi ter?sebut
bertolak belakang. Jika tradisi Kristen menyukai gambaran harfiah Tuhan dan
orang suci, Islam berfokus pada kaligrafi dan pola geometris untuk
menyampaikan keindahan alam semesta ciptaan Tuhan. Tradisi
Islam meyakini bahwa hanya Tuhan yang bisa menciptakan
kehidupan, sehingga manusia tidak berhak membuat gambar se?
suatu yang hidup"tentang Tuhan, manusia, bahkan bina?tang.
Langdon pernah mencoba menjelaskan konsep ini kepada
para mahasiswanya: "Seorang Michelangelo Muslim, misalnya,
tidak akan pernah melukis wajah Tuhan di langit-langit Kapel
Sistina; dia akan menuliskan nama Tuhan. Menggambarkan wajah
Tuhan akan dianggap sebagai pelecehan."
isi INFERNO [SC].indd 548
549 Infern o Langdon melanjutkan penjelasannya dengan membeberkan
alasan dari hal ini. "Baik Kristen maupun Islam sama-sama logosentris," katanya
kepada para mahasiswanya. "Artinya, mereka berfokus pada
Firman. Dalam tradisi Kristen, Firman menjadi manusia dalam
Injil Yohanes: "Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di
antara kita." Karena itulah, menggambarkan Firman dalam bentuk
manusia bisa diterima. Dalam tradisi Islam, Firman tidak menjadi
manusia, sehingga Firman harus tetap berwujud firman ... dalam
sebagian besar kasus, seni kaligrafi yang menampilkan nama
sosok-sosok suci dalam Islam."
Salah seorang mahasiswa Langdon berhasil meringkas seja?
rah rumit itu dalam sebuah kalimat yang pendek, namun akurat:
"Kris?ten menggemari wajah; Muslim menggemari kata."
"Di hadapan kita ini," Mirsat melanjutkan, menunjuk ruangan
spektakuler itu, "kalian bisa melihat perpaduan unik Kristen dan
Islam." Dia dengan sigap menunjukkan perpaduan simbol di atas
altar, yang paling mencolok adalah sang Perawan dan Anaknya
yang menunduk ke mihrab"ceruk setengah lingkaran di masjid
yang menunjukkan arah ke Makkah. Di dekatnya terdapat ruas
tangga menuju sebuah podium tempat khotbah Kristen biasa
disampaikan, namun sesungguhnya itu adalah mimbar, tempat
seorang imam memimpin shalat Jumat. Tidak jauh berbeda,
terdapat pula struktur mirip panggung yang menyerupai bilik
pa?duan suara Kristen, namun sebenarnya adalah m?ezzin mahfili,
panggung tempat muazin berlutut dan mengamini doa imam.
"Masjid dan katedral sesungguhnya mirip," Mirsat menya?
ta?kan. "Tradisi Timur dan Barat tidak seberbeda yang kalian
kira!" "Mirsat?" Br?der mendesak, terdengar kurang sabar. "Kami
benar-benar harus melihat kuburan Dandolo, jika boleh?"
Mirsat tampak agak kesal, seolah-olah dengan bersikap ter?
buru-buru, Br?der telah melecehkan bangunan ini.
isi INFERNO [SC].indd 549
550 D an B rown "Ya," kata Langdon. "Maaf, jika kami tergesa-gesa. Jadwal
ka?mi sangat ketat."
"Baiklah, kalau begitu," kata Mirsat, menunjuk balkon tinggi
di sebelah kanan mereka. "Mari kita naik dan melihat kuburan
itu." "Naik?" Langdon terkejut. "Bukankah Enrico Dandolo dima?
kamkan di ruang bawah tanah?" Langdon masih mengingat
ku?buran itu, namun sudah melupakan letak pastinya di dalam
bangunan ini. Selama ini dia membayangkan area bawah tanah
yang gelap. Pertanyaan itu sepertinya membuat Mirsat heran. "Tidak,
Profesor, kuburan Enrico Dandolo berada di lantai atas."
______ Apa yang sebenarnya sedang terjadi di sini" Mirsat membatin.
Ketika Langdon meminta untuk melihat kuburan Dandolo,
Mirsat mengira permintaan itu sebagai semacam samaran. Tidak
seorang pun sudi melihat kuburan Dandolo. Mirsat menduga bahwa
Langdon sesungguhnya ingin melihat harta karun penuh tekateki yang terletak tepat di samping kuburan Dandolo"Deesis
Mosaic"sebuah Kristus Pantokrator kuno, salah satu karya seni
paling misterius di bangunan ini.
Langdon sedang meneliti mosaik itu dan berusaha merahasiakannya,
Mirsat menduga, membayangkan sang profesor menulis artikel
rahasia tentang Deesis. Kini, bagaimanapun, dia bingung. Langdon jelas mengetahui
bahwa Deesis Mosaic berada di lantai dua, jadi mengapa dia
berpura-pura terkejut"
Kecuali jika dia benar-benar sedang mencari kuburan Dandolo"
Dengan bingung, Mirsat memandu mereka ke tangga, mele?
wati salah satu guci tersohor di Hagia Sophia"sebuah guci ber?
kapasitas sekitar 1.200 liter yang dipahat dari sebongkah marmer
saat periode Hellenistik.
isi INFERNO [SC].indd 550
551 Infern o Mendaki dalam keheningan bersama orang-orang yang
tengah dipandunya, Mirsat mulai resah. Rekan-rekan Langdon
sama sekali tidak berpenampilan akademis. Salah satunya bahkan
terlihat mirip tentara, kekar dan kaku, berpakaian hitam. Dan
wanita berambut perak itu, Mirsat merasa ... sudah pernah meli?
hatnya. Mungkin di televisi"
Dia mulai curiga bahwa tujuan kunjungan ini berbeda dengan
yang diketahuinya. Untuk apa sesungguhnya mereka kemari"
"Satu ruas tangga lagi," Mirsat mengumumkan riang saat
me??reka tiba di bordes. "Di atas, kita akan melihat kuburan
Enrico Dandolo, dan tentu saja?"dia diam sejenak, mengamati
Langdon?"Deesis Mosaic yang termasyhur."
Profesor itu bahkan tidak berkedip.
Tampaknya, tujuan Langdon kemari memang bukan Deesis
Mosaic. Dia dan kedua rekannya sepertinya benar-benar ingin
me?lihat kuburan Dandolo.[]
isi INFERNO [SC].indd 551
Ba b elama Mirsat memandu mereka menaiki tangga, Langdon
tahu bahwa Br?der dan Sinskey cemas. Memang, naik ke
lantai kedua merupakan tindakan yang tidak masuk akal.
Langdon terus membayangkan video gua bawah tanah Zobrist
... dan film dokumenter tentang area yang terendam air di bawah
Hagia Sophia. Kita harus turun! Bagaimanapun, jika ini memang lokasi kuburan Dandolo,
mereka tidak punya pilihan selain mengikuti petunjuk Zobrist.
Berlututlah di dalam mouseion kebijakan suci bersepuh emas, dan
letakkan telingamu di tanah, dengarkan suara air menetes.
Ke?tika mereka akhirnya tiba di lantai dua, Mirsat membawa
mereka ke pinggir balkon, yang menampilkan pemandangan me?
mikat ruang peribadatan di bawah. Langdon menatap ke depan,
tetap berkonsentrasi. Mirsat lagi-lagi menjelaskan dengan penuh semangat tentang
Deesis Mosaic, namun Langdon mengabaikannya.
Saat ini dia bisa melihat targetnya.
Makam Dandolo. Kuburan itu terlihat tepat seperti yang diingat Langdon"
lempeng marmer putih persegi, terpasang di lantai batu mulus
dan dipagari dengan tiang dan rantai.
Langdon bergegas menghampirinya dan memeriksa tulisan
yang terukir di sana. HENRICUS DANDOLO isi INFERNO [SC].indd 552
553 Infern o Saat yang lain tiba di belakangnya, Langdon sudah bertindak,
melompati rantai pelindung dan menginjakkan kakinya tepat di
depan batu nisan. Mirsat memprotes keras, namun Langdon tidak mengacuh?
kan?nya, malah dengan sigap berlutut seolah-olah hendak berdoa
di kaki doge pengkhianat itu.
Selanjutnya, dengan gerakan yang mengundang teriakan
nge?ri dari Mirsat, Langdon menekankan kedua telapak tangannya
ke batu nisan dan bersujud. Ketika dia mendekatkan wajah ke
lan?tai, Langdon menyadari bahwa dia tampak seperti sedang
ber?sujud ke arah Makkah. Gerakan itu rupanya membuat Mir?sat
terpana, terdiam, dan kesunyian serta-merta menyelimuti seluruh
ba?ngunan. Langdon menarik napas dalam, memalingkan kepala ke
ka?nan, dan dengan lembut menekankan telinga kirinya ke batu
nisan. Marmer itu terasa dingin di kulitnya.
Bunyi yang menggema menembus batu terdengar begitu
jelas. Tuhanku. Bait terakhir Inferno karya Dante seolah-olah bergaung dari
bawah. Perlahan-lahan, Langdon menoleh, menatap Br?der dan
Sinskey. "Saya mendengarnya," bisiknya. "Gemericik air."
Br?der melompati rantai dan berlutut di samping Langdon
untuk mendengarkan. Setelah beberapa waktu, dia mengangguk
dengan wajah serius. Kini setelah mereka bisa mendengar gemericik air di bawah,
ada satu pertanyaan yang tersisa. Ke manakah air itu mengalir"
Benak Langdon sekonyong-konyong dibanjiri oleh gambaran
gua yang setengah terendam, bermandikan cahaya merah mis?te?
rius ... di suatu tempat di bawah mereka.
Ikuti jauh ke dalam istana t e n g g e l a m . . .
ka rena di si ni , dal am kegel a p a n , m o n s t er ch t h o n i c m en a n t i ,
isi INFERNO [SC].indd 553
554 D an B rown t e nggel am dal am ai r semerah da ra h ...
di la guna yang tak memantul ka n b i n t a n g - b i n t a n g .
Ketika Langdon berdiri dan mundur melewati tiang pemba?
tas, Mirsat me?natapnya dengan ekspresi waspada dan kecewa.
Langdon berdiri di hadapannya, nyaris sekaki lebih jangkung
daripada pemandu Turki itu.
"Mirsat," katanya. "Saya minta maaf. Sebagaimana yang An?
da lihat, situasi ini sangat tidak biasa. Saya tidak punya waktu
untuk menjelaskan, tapi ada satu pertanyaan sangat penting me?
nge?nai bangunan ini yang ingin saya ajukan."
Mirsat hanya bisa mengangguk lemah. "Oke."
"Di kuburan Dandolo ini, kami bisa mendengar gemericik air
yang mengalir di suatu tempat di bawah batu nisan. Kami harus
me?ngetahui ke mana air itu mengalir."
Mirsat menggeleng. "Saya tidak mengerti. Gemericik air ter?
dengar di bawah semua lantai Hagia Sophia."
Mereka bertiga terkesiap.
"Ya," Mirsat menjelaskan kepada mereka, "terutama saat hu?
jan. Hagia Sophia memiliki atap seluas sekitar 30.000 meter persegi
yang perlu dikeringkan, dan proses itu sering kali membutuhkan
waktu berhari-hari. Kadang kala hujan turun kembali sebelum
proses pengeringan selesai. Gemericik air cukup wajar terdengar
di sini. Barangkali Anda juga sudah tahu bahwa Hagia Sophia
ber?diri di atas gua bawah tanah luas yang terendam air. Bahkan,
ada film dokumenter yang?"
"Ya, ya," kata Langdon, "tapi tahukah Anda tentang suatu
tem?pat yang spesifik, yang gemericik airnya bisa didengar dari
ku?buran Dandolo ini?"
"Tentu saja," kata Mirsad. "Air itu mengalir ke tempat semua
air dari Hagia Sophia bermuara. Ke waduk kota."
"Bukan," Br?der menyatakan seraya mundur dan melompati
tiang pembatas. "Kami tidak sedang mencari waduk. Kami
mencari rong?ga luas di bawah tanah, yang barangkali disangga
oleh pilar-pi?lar?" isi INFERNO [SC].indd 554
555 Infern o
Inferno Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ya," kata Mirsat. "Waduk kuno di kota ini tepat seperti
itu"rongga luas di bawah tanah yang disangga oleh pilar-pilar.
Lu?ma?yan mengagumkan, sebenarnya. Tempat itu dibangun pada
abad keenam untuk memenuhi kebutuhan air seluruh kota. Saat
ini, ketinggian air di sana hanya sekitar satu meter, tapi?"
"Di mana lokasinya!" Br?der mendesak, suaranya bergema
di ruangan yang sunyi. "Tempat ... waduk itu?" tanya Mirsat, tampak ketakutan.
"Jaraknya hanya satu blok dari sini, tepat di timur bangunan ini."
Dia menunjuk ke luar. "Namanya Yerebatan Sarayi."
Sarayi" Langdon membatin. Seperti dalam Topkapi Sarayi" Pe?
tunjuk menuju Istana Topkapi yang mereka lewati saat menuju
ke?mari dengan jelas menyebutkan hal itu. "Tapi ... bukankah
sarayi berarti "istana?""
Mirsat mengangguk. "Ya. Nama waduk kuno kami adalah
Yerebatan Sarayi. Artinya"istana yang tenggelam."[]
isi INFERNO [SC].indd 555
Ba b ujan turun dengan derasnya ketika Dr. Elizabeth Sinskey
berlari keluar dari Hagia Sophia bersama Langdon, Br?der,
dan pemandu mereka yang kebingungan, Mirsat.
Ikuti jauh ke dalam istana tenggelam, Sinskey membatin.
Lokasi waduk kota"Yerebatan Sarayi"ternyata arahnya
kem?bali ke Masjid Biru dan sedikit ke utara lagi.
Mirsat memimpin mereka. Sinskey tak punya pilihan selain berterus terang kepada
Mirsat tentang siapa mereka, juga bahwa mereka sedang berpacu
me?nang?gulangi krisis kesehatan yang mungkin terjadi di dalam
istana tenggelam. "Lewat sini!" seru Mirsat, memandu mereka melintasi taman
yang gelap. Hagia Sophia telah mereka tinggalkan, dan menara-menara
negeri dongeng mengilap Masjid Biru menanti di depan mere?
ka. Bergegas di samping Sinskey, Agen Br?der berseru ke pon?
selnya, menyampaikan kabar terbaru kepada tim SRS dan me?
me?rintah mereka untuk menemuinya di pintu masuk waduk.
"Sepertinya Zobrist mengincar persediaan air kota ini," kata
Br?der, terengah-engah. "Aku memerlukan skema semua jalur
keluar dan masuk waduk. Kita akan sepenuhnya menetapkan
pro?tokol isolasi dan penanggulangan. Kita akan memerlukan
peng?halang fisik dan kimia serta penyedot?"
"Sebentar," Mirsat memotongnya. "Anda salah paham. Wa?
duk itu sudah tidak menampung persediaan air kota ini. Tidak
lagi!" isi INFERNO [SC].indd 556
557 Infern o Br?der menurunkan ponselnya, memelototi si pemandu.
"Apa?" "Dulu, waduk itu memang menyimpan kebutuhan air,"
Mir?sat menerangkan. "Tapi tidak lagi. Kami sudah melakukan
mo?dernisasi." Br?der berhenti di bawah sebatang pohon, dan semua orang
ikut berhenti. "Mirsat," kata Sinskey, "Anda yakin tidak ada yang meng?
am?bil air minum dari waduk itu?"
"Demi Tuhan, tidak," kata Mirsat. "Air di sana menggenang
saja ... hingga akhirnya meresap ke tanah."
Sinskey, Langdon, dan Br?der bertukar tatapan ragu. Sinskey
tidak tahu harus merasa lega atau waspada. Jika tidak ada yang
se?cara teratur memakai air dari tempat itu, mengapa Zobrist memilih
untuk menjadikannya tempat kontaminasi"
"Sesudah kami memodernisasikan persediaan air kami
berpuluh-puluh tahun silam," Mirsat menjelaskan, "waduk itu
tidak digunakan lagi dan hanya menjadi kolam besar di sebuah
ruang bawah tanah." Dia mengangkat bahu. "Sekarang waduk
itu hanya menjadi tempat wisata."
Sinskey berputar ke hadapan Mirsat. Tempat wisata" "Sebentar
... orang-orang bisa turun ke sana" Ke waduk?"
"Tentu saja," kata Mirsat. "Beribu-ribu turis mengunjunginya
setiap hari. Guanya lumayan bagus. Ada papan-papan pijakan
di atas air ... bahkan sebuah kafe kecil. Ventilasinya terbatas, jadi
uda?ra di sana agak pengap dan lembap, tapi tempat itu tetap sa?
ngat populer." Sinskey menatap tajam Br?der; dia tahu bahwa dirinya dan
agen SRS itu tengah membayangkan hal yang sama"gua gelap dan
lembap berisi air stagnan yang memudahkan patogen berinkubasi.
Mimpi buruk itu dilengkapi oleh papan-papan pijakan yang
dilewati turis sepanjang hari, tepat di atas permukaan air.
"Dia menciptakan bioaerosol," Br?der menyatakan.
Sinskey mengangguk, bahunya melorot.
"Artinya?" tanya Langdon.
isi INFERNO [SC].indd 557
558 D an B rown "Artinya," jawab Br?der, "wabah itu bisa tersebar melalui
udara." Langdon terdiam, dan Sinskey menyadari bahwa profesor
simbologi itu telah menyadari betapa besar potensi krisis ini.
Patogen yang bisa tersebar melalui udara sudah cukup lama
menjadi skenario yang mengusik benak Sinskey, namun saat
dia mengira bahwa waduk itu menampung persediaan air kota,
dia berharap mungkin Zobrist memilih bioformula berbasis air.
Bak?teri yang hidup di air akan kuat dan tahan cuaca, namun juga
lam?bat menyebar. Patogen berbasis udara bisa menyebar dengan cepat.
Sangat cepat. "Kalau basisnya udara," kata Br?der, "bisa jadi jenisnya vi?
rus." Virus, Sinskey sependapat. Patogen berdaya sebar tercepat yang
bisa dipilih Zobrist. Melepaskan virus berbasis udara di air memang janggal,
namun terdapat banyak bentuk kehidupan yang berinkubasi di
air, kemudian membesar di udara"nyamuk, spora lumut, bakteri
yang menyebabkan penyakit Legiuner11, mikotoksin, ganggang
merah, bahkan manusia. Sinskey dengan murung membayangkan
virus yang menyebar di seluruh waduk ... kemudian uap air yang
terinfeksi naik ke udara yang lembap.
Mirsat tengah menatap jalan yang macet dengan risau.
Sinskey mengikuti tatapannya ke bangunan pendek berdinding
bata merah dan putih dengan satu-satunya pintu terbuka, mem?
perlihatkan seruas anak tangga. Orang-orang berpakaian bagus
sepertinya tengah mengantre di luar, berteduh di bawah payung
selagi seorang penjaga pintu mengatur arus tamu yang menuruni
tangga. Semacam klub dansa bawah tanah"
11. Penyakit Legiuner atau Legionnaire"s disease, disebut juga Legionellosis. Sebuah infeksi pernapasan akut
yang disebabkan oleh bakteri dari henus Legionella."penerj.
isi INFERNO [SC].indd 558
559 Infern o Sinskey melihat abjad-abjad bercat emas yang menyusun na?
ma bangunan itu, dan jantungnya seakan berhenti berdetak. Klub
ini bernama Cistern"waduk"dan dibangun pada 523 M. Saat itu
juga dia menyadari mengapa Mirsat tampak sangat cemas.
"Istana tenggelam," Mirsat terbata-bata. "Sepertinya ... ada
konser malam ini." Sinskey terpana. "Konser di waduk"!"
"Ruangan di dalamnya besar," jawab Mirsat. "Tempat itu
se?ring digunakan sebagai pusat kebudayaan."
Br?der rupanya sudah cukup banyak mendengarkan. Dia
meng?hambur menghampiri bangunan itu, dengan gesit berkelit
menerobos lalu lintas yang menyiput di Alemdar Avenue. Sinskey
dan yang lain turut berlari menyusulnya.
Mereka tiba di depan waduk, namun pintu masuknya diha?
langi oleh beberapa pengunjung konser yang tengah mengantre
untuk masuk"tiga orang wanita berburka, sepasang turis yang
bergandengan tangan, dan seorang pria bertuksedo. Mereka
se?mua berkerumun di ambang pintu, berusaha berteduh dari
terpaan hujan. Sinskey dapat mendengar melodi musik klasik mengalun
dari bawah. Berlioz, tebaknya berdasarkan orkestrasi idiosinkratik
yang didengarnya, namun apa pun itu, mendengarnya di jalanan
Istanbul terasa salah tempat.
Ketika mereka mendekat ke pintu, dia merasakan terpaan
angin hangat dari tangga, berembus dari bawah tanah dan lolos
dari kungkungan gua. Angin tidak hanya membawa alunan biola,
tetapi juga aroma kelembapan dari kerumunan orang.
Angin juga menghadirkan firasat buruk untuk Sinskey.
Ketika sekelompok turis naik dari tangga, mengobrol dengan
gembira seraya keluar gedung, si penjaga pintu mempersilakan
kelompok berikutnya turun.
Br?der maju dengan sigap, namun si penjaga pintu menghen?
tikannya dengan lambaian sopan. "Tunggu sebentar, Sir. Kapasitas
waduk sudah penuh. Kurang dari sepuluh menit lagi tamu yang
lain akan keluar. Terima kasih."
isi INFERNO [SC].indd 559
560 D an B rown Br?der sepertinya siap menerobos masuk, namun Sinskey
menepuk bahunya dan menariknya ke pinggir.
"Tunggu," perintahnya. "Timmu sedang menuju kemari dan
kau tidak bisa menyisir tempat ini sendirian." Dia menunjuk
plakat di dinding dekat pintu. "Waduk ini sangat besar."
Plakat informasi itu memberikan penjelasan tentang ruang
ba?wah tanah yang luasnya menyamai katedral"panjangnya
nyaris setara dengan dua buah lapangan sepak bola"dengan
langit-langit yang membentang lebih dari 30.000 meter persegi
dan ditopang oleh 336 pilar marmer.
"Lihat ini," kata Langdon, yang berdiri beberapa meter dari
mereka. "Kalian tidak akan percaya."
Sinskey menoleh. Langdon menunjuk poster konser di
dinding. Oh, Tuhan. Direktur WHO itu benar saat menebak musik yang didengar?
nya bergaya Romantik, namun lagu yang tengah dimainkan
bu?kan ditulis oleh Berlioz. Komposer Romantik lainlah yang
me?nu?lisnya"Franz Liszt.
Malam ini, di bawah tanah, Istanbul State Symphony Or?ches?
tra tengah menampilkan salah satu karya Franz Liszt yang pa?ling
terkenal"Dante Symphony"yang seluruhnya terinspirasi dari
per?jalanan Dante ke dasar neraka hingga akhirnya kembali ke
per??mukaan bumi. "Konser itu berlangsung selama seminggu di sini," kata
Lang?don, mencermati isi poster. "Konser gratisan. Didanai oleh
se?orang donor anonim."
Sinskey bisa menduga identitas donor anonim itu. Kesukaan
Bertrand Zobrist pada efek dramatis dalam hal ini seakan menjadi
strategi keji. Sepekan konser gratisan akan memancing ribuan
turis lebih banyak daripada biasanya untuk turun ke waduk dan
menempatkan diri di area yang telah terkontaminasi ... tempat
mereka akan menghirup udara yang telah mengandung penyakit,
kemudian pulang ke rumah mereka, entah di sini atau di luar
ne?geri. isi INFERNO [SC].indd 560
561 Infern o "Sir?" si penjaga pintu memanggil Br?der. "Ada tempat untuk
dua orang lagi." Br?der menoleh kepada Sinskey. "Hubungi pihak yang ber?
wenang di sini. Apa pun yang kita temukan di sana, kita akan
me?merlukan dukungan. Saat tim saya tiba, suruh mereka meng?
hu?bungi saya untuk mendapatkan kabar terbaru. Saya akan turun
dan melihat apakah saya bisa memperkirakan di mana Zobrist
meletakkan benda itu."
"Tanpa respirator?" tanya Sinskey. "Anda tidak tahu apakah
kantong Solublon itu masih utuh atau tidak."
Br?der mengerutkan kening, mengacungkan tangannya ke
angin hangat yang berembus keluar dari pintu. "Saya benci me?
nga?takannya, tapi jika wabah itu sudah terlepas, bisa jadi semua
orang di kota ini sudah terinfeksi."
Sinskey telah memikirkan hal yang sama, namun tidak ingin
mengatakannya di depan Langdon dan Mirsat.
"Lagi pula," Br?der menambahkan, "saya pernah melihat apa
yang terjadi ketika pasukan ber-hazmat masuk ke tengah kera?mai?
an. Akan ada kepanikan dan huru-hara berskala besar."
Sinskey memutuskan untuk memercayai Br?der; lagi pula,
le?laki itu seorang agen spesialis penanggulangan dan pernah
meng?hadapi situasi seperti ini sebelumnya.
"Satu-satunya pilihan realistis kita," Br?der memberitahunya,
"adalah mengasumsikan keadaan di bawah sana masih aman dan
mengambil tindakan untuk menanggulangi masalah ini."
"Oke," kata Sinskey. "Lakukanlah."
"Ada satu masalah lain," sela Langdon. "Bagaimana dengan
Sienna?" "Bagaimana dengannya?" tanya Br?der.
"Apa pun tujuannya pergi ke Istanbul, dia sangat pintar berba?
hasa asing dan kemungkinan bisa berbahasa Turki."
"Jadi?" "Sienna sudah mengetahui tentang "istana yang tenggelam"
dalam puisi itu," kata Langdon. "Dan dalam bahasa Turki, "istana
Inferno Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
isi INFERNO [SC].indd 561
562 D an B rown yang tenggelam" secara harfiah mengacu ...." Dia menunjuk tulisan
"Yerebatan Sarayi" di pintu. "... kemari."
"Itu benar," Sinskey mengiyakan dengan lemas. "Dia mungkin
sudah memecahkan teka-teki ini tanpa harus mendatangi Hagia
Sophia." Br?der melirik pintu masuk yang kosong dan memaki lirih.
"Oke, jika dia ada di bawah sana dan berencana untuk me?me?cah
kantong Solublon sebelum kita bisa mengamankannya, paling
tidak dia belum lama tiba. Tempat ini luas, dia mungkin tidak
tahu harus mencari ke mana. Dan dengan keramaian di sana,
mana mungkin dia bisa menyelam tanpa terlihat."
"Sir?" si penjaga pintu kembali memanggil Br?der. "Apakah
Anda mau masuk sekarang?"
Br?der bisa melihat rombongan penonton konser lain men?
dekat dari seberang jalan, dan dia cepat-cepat mengangguk, me?
mas?tikan bahwa dia hendak masuk.
"Saya ikut," kata Langdon, mengikutinya.
Br?der menoleh dan menatapnya. "Jangan."
Langdon berkeras. "Agen Br?der, salah satu alasan kita ber?
ada dalam situasi ini adalah karena Sienna Brooks telah menipu
saya seharian. Dan seperti yang Anda katakan, kita semua toh
mung?kin sudah terinfeksi. Saya akan membantu Anda, tidak pe?
duli Anda setuju atau tidak."
Br?der menatapnya selama beberapa waktu, kemudian me?
ngalah. ______ Saat Langdon melewati pintu dan menuruni tangga di belakang
Br?der, dia bisa merasakan angin hangat berembus menerpa me?
reka dari dasar waduk. Angin lembap membawa alunan Dante
Symphony karya Liszt beserta aroma yang familier, namun sulit
di?ungkapkan dengan kata-kata ... aroma sejumlah besar ma?nusia
yang berkumpul di dalam sebuah ruangan tertutup.
isi INFERNO [SC].indd 562
563 Infern o Langdon sekonyong-konyong merasa diselimuti awan gelap,
seolah-olah jemari panjang dari sebentuk tangan gaib meraihnya
dari dalam tanah dan mengoyak-ngoyak dagingnya.
Musik itu. Paduan suara simfoni"beranggota seratus orang"tengah
melantunkan bait yang terkenal, melafalkan setiap suku kata dari
naskah muram Dante. "Lasciate ogne speranza," mereka menyanyikan, "voi ch"en?
trate." Enam kata itu"baris paling terkenal dari Inferno karya Dan?
te"mengalun dari dasar tangga bagaikan bau busuk kema?tian.
Diiringi oleh lolongan trompet dan sangkakala, paduan sua?
ra menyerukan peringatan itu lagi. "Lasciate ogne speranza voi
ch"entrate!" Tinggalkan semua harapan, wahai kalian yang masuk ke sini![]
isi INFERNO [SC].indd 563
Ba b ermandikan cahaya merah, gua bawah tanah itu bergema
dengan musik yang terinspirasi dari bunyi-bunyian nera?
ka"lolongan, petikan senar kasar, dan gemuruh gen?de?
rang, yang membahana di seluruh tempat itu bagaikan gun?cangan
gempa. Sejauh pengamatan Langdon, lantai dunia bawah-tanah ini
seolah-olah dilapisi selembar air"gelap, tenang, mulus"bagaikan
es hitam di sebuah kolam beku New England.
Laguna yang tak memantulkan bintang-bintang.
Menyeruak dari air, tertata cermat dalam deret yang seakanakan tidak berujung, terdapat ratusan pilar Doric tebal, masingmasing setinggi sembilan meter untuk menyangga langit-langit
gua yang melengkung. Pilar-pilar itu diterangi dari bawah oleh
lampu-lampu sorot merah yang masing-masing berdiri sendiri,
menciptakan hutan tonggak menyala yang menjulang ke kege?
lapan bagaikan semacam ilusi cermin.
Langdon dan Br?der berhenti di dasar tangga, sejenak meng?
amati ruang bawah-tanah berkesan angker itu. Gua itu sen?diri
tam??pak berpendar dengan nuansa kemerahan, dan saat meng?
amati??nya, Langdon mendapati dirinya bernapas pendek-pen?
dek. Udara di sini lebih pengap daripada yang diperkirakannya.
Langdon dapat melihat kerumunan orang di sebelah kiri me?
reka. Konser berlangsung di ruang bawah-tanah, di dekat ujung
terjauh dinding, dengan para penonton yang duduk di tribun luas.
Beberapa ratus hadirin mengisi bangku-bangku yang telah diatur
mengelilingi kelompok orkestra, sementara sekitar seratus orang
isi INFERNO [SC].indd 564
565 Infern o lainnya berdiri di dekat arena. Namun, ada pula para penonton
yang mengambil posisi di dekat papan pijakan, bersandar ke lang?
kan yang kokoh dan menatap air sambil mendengarkan musik.
Langdon mengamati lautan siluet manusia itu, mencari-cari
Sienna. Dia tidak terlihat di mana-mana. Yang terlihat hanyalah
sosok-sosok dalam balutan tuksedo, gaun, jubah bisht, burka,
bah??kan turis bercelana pendek dan sweter. Beraneka ragam ma?
nusia, berkumpul di bawah sinar merah, di mata Langdon terlihat
seperti jemaat semacam sekte supernatural.
Jika Sienna ada di sini, dia menyadari, akan nyaris mustahil me?
nge?nalinya. Saat itu seorang pria kekar melewati mereka dalam perja?lan?an
menuju tangga, terbatuk-batuk. Br?der berputar dan meng?amati?
nya, menatapnya lekat-lekat. Langdon merasakan teng?go?rokan?
nya agak gatal, namun dia meyakinkan dirinya bahwa itu hanya
sugestinya. Kini Br?der melangkahkan kaki dengan gamang ke papan
pijakan, menimbang-nimbang sejumlah pilihan yang dimilikinya.
Jalan di hadapannya menyerupai pintu masuk menuju labirin
Mi?no?taur. Seruas papan pijakan bercabang ke tiga arah, dan ma?
sing-masing bercabang lagi, menciptakan sebuah labirin luas,
me?la??yang di atas air, berkelak-kelok di antara pilar dan terus
meng?ular menuju kegelapan.
Kudapati diriku di kegelapan hutan, Langdon membatin, teringat
canto pertama bermuatan firasat buruk dari mahakarya Dante,
karena jalan lurus itu telah hilang.
Langdon melongok ke permukaan air dari langkan yang me?
magari papan pijakan. Airnya berkedalaman sekitar 1 meter dan
ternyata jernih. Ubin batu di dasarnya tampak jelas, diselimuti
endapan tipis. Br?der sekilas menatap ke bawah, menggeram sambil lalu,
dan kembali mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. "Anda
melihat apa pun yang mirip area di video Zobrist?"
Semuanya, Langdon membatin, mengamati dinding gua yang
curam dan lembap di sekitar mereka. Dia menunjuk sudut terjauh
isi INFERNO [SC].indd 565
566 D an B rown gua, di sebelah kanan, jauh dari keriuhan orkestra. "Saya menduga
ada sesuatu di sana."
Br?der mengangguk. "Insting saya mengatakan hal yang
sama." Keduanya bergegas menyusuri papan pijakan, memilih jalur
ke ka?nan, yang menjauhkan mereka dari kerumunan, ke sudut
terjauh istana yang tenggelam.
Selagi mereka berjalan, Langdon menyadari betapa mudahnya
bersembunyi semalaman di tempat ini, tanpa diketahui oleh siapa
pun. Zobrist bisa saja melakukan itu saat membuat videonya.
Ten?tu saja, jika dia bisa dengan murah hati mendanai rangkaian
konser sepekan ini, dia juga bisa meminta waktu pribadi di dalam
waduk. Tetapi, itu tidak penting lagi.
Br?der kini berjalan lebih cepat, seolah-olah tanpa sadar
meng?ikuti tempo simfoni, yang terus meningkat mengiringi kete?
gangan yang terbangun. Dante dan Virgil turun ke neraka.
Langdon mengamati dinding berlumut yang menjulang cu?
ram jauh di kanan mereka, berusaha mencari persamaan dengan
yang dilihatnya di video. Di setiap persimpangan papan pijakan,
mereka berbelok ke kanan, semakin menjauh dari keramaian,
menuju sudut terujung gua. Langdon menoleh ke belakang dan
takjub melihat jarak yang telah mereka tempuh.
Saat ini mereka berlari-lari kecil, melewati beberapa pengun?
jung yang berkeliaran, namun saat mereka memasuki bagian ter?
dalam waduk, tidak ada lagi orang-orang yang mereka temui.
Hanya ada Br?der dan Langdon.
"Semuanya kelihatan sama," Br?der putus asa. "Dari mana
kita akan memulai?" Langdon memahami rasa frustrasinya. Dia bisa mengingat
video itu dengan jelas, tetapi tidak ada apa pun di sini yang dike?
na?linya. Langdon menatap papan-papan informasi yang diterangi
cahaya temaram sembari mereka terus melaju di sepanjang pa?
isi INFERNO [SC].indd 566
567 Infern o MEDUSA pan pijakan. Salah satunya menerangkan kapasitas ruangan itu,
yakni 79 juta liter. Papan yang lain menjelaskan satu pilar yang
me?mi?liki bentuk berbeda karena diambil dari bangunan lain
sela?ma pembangunan berlangsung. Ada pula papan yang me?
nam??pil?kan diagram ukiran kuno yang kini telah pudar"simbol
Ayam Menangis, yang bersedih untuk semua budak yang tewas
sela?ma pembangunan waduk ini.
Anehnya, sebuah papan yang hanya berisi satu kata justru
berhasil menghentikan langkah Langdon.
Br?der ikut berhenti, menoleh kepadanya. "Ada apa?"
Langdon menunjuk. Di papan itu, disertai tanda panah, tersebutlah nama sesosok
Gorgon mengerikan"monster betina ternama.
Br?der membacanya dan mengangkat bahu. "Jadi?"
Jantung Langdon berdegup kencang. Dia menyadari bahwa
Medusa bukan sekadar roh mengerikan berambut ular yang
tatapannya bisa mengubah siapa pun yang melihatnya menjadi
batu, melainkan juga salah satu anggota penting dari jajaran roh
bawah tanah Yunani ... kategori khusus yang dikenal sebagai
monster chthonic. Ikuti jauh ke dalam istana t e n g g e l a m . . .
karena di sini, dalam kegela p a n , m o n s t e r c h t h o n i c m e n a n t i
... Medusa menunjukkan jalan, Langdon menyadari, kemudian
ber?lari menyusuri papan pijakan. Br?der bersusah payah me?
nge?jarnya saat Langdon berzig-zag menyongsong kegelapan,
meng?ikuti papan petunjuk Medusa. Akhirnya, dia menemui jalan
buntu di se?buah anjungan pengamat kecil di dekat dasar dinding
paling kanan waduk. isi INFERNO [SC].indd 567
568 D an B rown Sebuah pemandangan mengesankan terbentang di hadap?
annya. Menyembul dari air, tampaklah sebuah ukiran marmer be?
sar"kepala Medusa"dengan rambut ular yang menggeliat-geliat
liar. Yang menjadikan kehadiran patung itu di sini semakin jang?
gal adalah fakta bahwa kepalanya diletakkan terbalik, dengan
le?her menghadap ke atas.
Terbalik bagaikan para pendosa, Langdon menyadari, teringat
pada Map of Hell karya Botticelli dan para pendosa yang ditanam
terbalik di Malebolge. Br?der tiba dengan napas terengah-engah di samping Lang?
don, menatap Medusa terbalik itu dengan bingung.
Langdon menduga bahwa ukiran kepala ini, yang saat ini ber?
fungsi sebagai pengganjal salah satu pilar, mungkin diambil dari
tempat lain dan digunakan di sini sebagai bahan bangunan murah.
Alasan peletakan kepala Medusa yang terbalik tidak diragukan
lagi adalah kepercayaan takhayul bahwa membalik suatu benda
akan merenggut kekuatan jahatnya. Kendati begitu, Langdon ti?
dak mampu menepis pikiran buruk yang kini mendatanginya.
Inferno Dante. Akhirnya. Pusat bumi. Tempat gravitasi terbalik.
Tempat naik menjadi turun.
Kulit Langdon meremang oleh firasat buruk. Dia memicingkan
mata mencoba melihat menembus pendar merah yang mengelilingi
patung itu. Sebagian besar rambut ular Medusa terbenam di air,
namun matanya berada di atas permukaan, menghadap ke kiri,
melintasi laguna. Dengan ngeri, Langdon melongok dari langkan dan menoleh,
membiarkan tatapannya mengikuti patung itu ke sebuah sudut
ko?song istana tenggelam yang terasa familier.
Seketika itu juga, dia tahu.
Inilah tempatnya. Titik nol Zobrist.[] isi INFERNO [SC].indd 568
Ba b gen Br?der berjongkok dengan sigap, kemudian meluncur
Inferno Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dari bawah langkan dan menceburkan diri ke air setinggi
dada. Saat air dingin membasahi bajunya, ototnya seke?
tika menegang. Dasar waduk itu terasa licin di bawah sepatu
bot?nya, namun kokoh. Dia berdiri sejenak, memikirkan langkah
yang akan diambilnya, mengamati riak-riak yang menjauh dari
ba?dannya dan melintasi laguna seperti ombak.
Br?der menahan napas. Bergeraklah perlahan, dia mengingatkan
dirinya. Jangan sampai ada guncangan.
Di papan pijakan di atasnya, Langdon berdiri, mengamati
papan-papan pijakan lain di sekitar mereka.
"Keadaan aman," bisik Langdon. "Tidak ada yang melihat
Anda." Br?der menoleh dan berhadapan langsung dengan kepala
Me?dusa terbalik, yang terang oleh sorotan lampu merah. Mon?
s?ter terbalik itu tampak lebih besar saat Br?der berdiri sejajar
de?ngannya. "Ikutilah tatapan Medusa ke seberang laguna," bisik Langdon.
"Zobrist menggemari simbolisme dan drama ... saya tidak akan
kaget jika dia meletakkan hasil karyanya tepat di ujung pandangan
mematikan Medusa." Otak hebat berpikiran sama. Br?der bersyukur karena profesor
Amerika itu telah berkeras untuk turun bersamanya; keahlian
Langdon hampir secara langsung mengarahkan mereka ke sudut
terjauh waduk ini. Sementara Dante Symphony terus mengalun dari kejauhan,
Br?der mengeluarkan senter saku Tovatec tahan airnya, mence?
isi INFERNO [SC].indd 569
570 D an B rown lup?kannya ke air, lalu menyalakannya. Sinar halogen terang
mem?belah air, menerangi dasar waduk di bawahnya.
Pelan-pelan, Br?der mengingatkan dirinya. Jangan mengusik
apa pun. Tanpa mengucapkan apa-apa lagi, dengan hati-hati dia me?
mulai perjalanan mengarungi laguna, melangkah perlahan-lahan
di air, menggerakkan senternya ke depan dan belakang bagaikan
seorang pemburu ranjau bawah air.
______ Di langkan, Langdon mulai merasakan perih di tenggorokannya.
Udara di dalam waduk itu selain lembap, juga apak dan kurang
oksigen. Selagi Br?der melangkah dengan hati-hati memasuki
laguna, sang profesor meyakinkan diri bahwa semuanya akan
baik-baik saja. Kami tiba tepat waktu. Kantong itu masih utuh. Tim Br?der dapat menanggulangi masalah ini.
Bagaimanapun, Langdon merasa panik. Sebagai penderita
klaustrofobia seumur hidup, dia tahu bahwa dia akan diserang
gelisah saat berada di bawah sini, dalam situasi apa pun. Ada
sesuatu yang merisaukan tentang ribuan ton tanah di atas kepalamu ...
hanya disangga oleh pilar-pilar yang sudah membusuk.
Dia menepis pikiran itu dari benaknya dan menengok ke
be??la?kang untuk mencari siapa pun yang berkeliaran di dekat
me??reka. Tidak ada. Ada beberapa orang di dekat situ, namun mereka berdiri di
sejumlah papan pijakan lain dan menatap ke arah berlawanan,
me?non?ton orkestra. Tampaknya, tidak ada yang melihat Br?der
ber?jalan perlahan-lahan melintasi air di sudut terdalam waduk
ini. isi INFERNO [SC].indd 570
571 Infern o Langdon kembali menatap sang pemimpin tim SRS, yang
sinar senter halogennya masih menyorot ke depan, menerangi
lang?kahnya. Saat itu juga, sudut mata Langdon mendadak menangkap
gerakan di sebelah kiri Br?der"sosok hitam besar yang muncul
dari air di hadapannya. Langdon menoleh dan menajamkan pan?
dangan menembus kegelapan, setengah menyangka akan melihat
semacam monster jahat muncul dari dalam air.
Br?der sekonyong-konyong berhenti, rupanya melihat ge?
rakan itu juga. Di sudut yang jauh, tampaklah sosok hitam yang menju?lang
hingga sekitar sembilan meter di dinding gua. Siluet mena?kut?
kannya nyaris identik dengan dokter wabah yang muncul di
video Zobrist. Itu bayangan, Langdon menyadari, mengembuskan napas.
Ba?yangan Br?der. Bayangan itu muncul ketika Br?der bergerak melewati bagian
laguna yang tersorot sinar, sama, sepertinya, dengan bayangan
Zobrist di video. "Inilah tempatnya," Langdon berseru kepada Br?der. "Sudah
dekat." Br?der mengangguk dan melanjutkan langkahnya melintasi
laguna. Langdon beringsut di sepanjang langkan, terus menyeja?
jarkan diri dengan Br?der. Sementara agen itu terus menjauh,
Langdon sekali lagi menoleh ke arah orkestra untuk memastikan
bahwa tidak seorang pun melihat aksi Br?der.
Tidak ada. Saat Langdon mengembalikan pandangannya ke laguna, se?
kilas pantulan cahaya di papan yang dipijaknya tertangkap oleh
matanya. Dia menunduk dan melihat setitik cairan merah.
Darah. Anehnya, Langdon menginjaknya.
Akukah yang berdarah"
isi INFERNO [SC].indd 571
572 D an B rown Langdon tidak merasa sakit, namun dia dengan panik mulai
mencari-cari luka di badannya atau kemungkinan reaksi terhadap
toksin tidak kasatmata yang melayang di udara. Dia memeriksa
hidungnya untuk mencari sumber darah, kukunya, telinganya.
Penasaran terhadap asal tetesan darah itu, Langdon meng?
edar?kan pandangan, memastikan bahwa hanya ada dirinya di
susuran sepi itu. Langdon kembali menatap bercak darah itu, dan kali ini dia
melihat aliran kecil di sepanjang papan pijakan yang berawal dari
kubangan kecil di dekat kakinya. Cairan merah itu sepertinya
ber?asal dari suatu tempat di atasnya dan menetes ke papan yang
miring. Ada seseorang yang terluka di atas sana, Langdon menduga. Dia
melirik Br?der, yang hampir tiba di tengah laguna.
Dia bergegas melintasi papan pijakan, mengikuti aliran cairan
merah itu. Ketika dia mendekati jalan buntu, alurnya semakin
lebar, menderas. Apa-apaan ini" Aliran itu menderas bagaikan su?
ngai kecil. Langdon mempercepat langkah, mengikuti alur cair?an
itu ke dinding gua, tempat papan pijakan berakhir.
Buntu. Di kegelapan, dia menemukan kubangan besar yang berkilau
merah, seolah-olah baru saja menjadi tempat pembantaian.
Seketika itu juga Langdon melihat cairan merah yang menetes
dari papan pijakan ke waduk, lalu menyadari bahwa perkiraannya
salah. Itu bukan darah. Cahaya merah di ruang luas itu, berpadu dengan nuansa me?
rah papan pijakan, telah menciptakan ilusi, memberikan warna
merah gelap pada tetesan air jernih ini.
Itu hanya air. Alih-alih membuatnya lega, hal itu justru menghadirkan
ke?ce?mas?an. Dia menatap kubangan air, kini melihat percikan di
lang?kan ... dan jejak kaki.
Ada yang memanjat keluar dari air di sini.
isi INFERNO [SC].indd 572
573 Infern o Langdon berputar untuk memanggil Br?der, namun pria
itu terlalu jauh dan musik membahana dalam irama fortissimo
t?rom?pet dan genderang. Bunyinya memekakkan telinga. Lang?
don sekonyong-konyong merasakan kehadiran seseorang di
sam?pingnya. Aku tidak sendirian. Dalam gerakan lambat, Langdon menoleh ke dinding tempat
papan pijakan berakhir. Tiga meter darinya, di balik bayangan
gelap, dia dapat melihat bentuk membulat, seperti sebongkah
batu besar yang diselimuti kain hitam yang meneteskan air ke
kubangan. Bongkahan itu diam.
Kemudian, bongkahan itu bergerak.
Bongkahan itu memanjang dan mewujud menjadi sesosok
ma?nusia, kepalanya mendongak dari posisi awalnya yang me?
nun?duk. Seseorang yang mengenakan burka hitam, Langdon menyadari.
Penutup badan tradisional Islam itu tidak memperlihatkan
sedi?kit pun kulit, namun saat kepala berbalut kerudung itu meno?
leh ke arah Langdon, sepasang mata gelap terlihat dari bukaan
kecil di penutup wajah, menatap tajam dirinya.
Seketika itu juga, Langdon tahu.
Sienna Brooks menghambur keluar dari tempat persem?bu?
nyi?annya. Seketika itu juga, dia berlari kencang, lalu menubruk
dan menjatuhkan Langdon.[]
isi INFERNO [SC].indd 573
Ba b i laguna, Agen Br?der menghentikan langkah. Sinar ha?
lo?gen dari senter saku Tovatec-nya menyoroti kilauan
lo?gam di dasar waduk yang terendam air.
Nyaris tanpa bernapas, Br?der perlahan-lahan maju, berusaha
untuk tidak menciptakan riak di air. Melalui permukaan air yang
jernih, dia kini dapat melihat lempeng titanium tipis, terpasang
di lantai. Plakat Zobrist. Berkat air yang jernih, dia bisa dengan mudah membaca tang?
gal esok hari dan tulisan di bawahnya:
DI TEMPAT INI, PADA TANGGAL INI,
DUNIA BERUBAH SELAMANYA. Pikirkan lagi, Br?der membatin, kepercayaan dirinya mening?
kat. Kami punya beberapa jam untuk menghentikan ini sebelum esok
tiba. Membayangkan video Zobrist, Br?der dengan perlahan
meng?edarkan senter ke sebelah kiri plakat, mencari kantong
Solublon di dekatnya. Seiring cahaya senter menerangi air yang
gelap, Br?der memfokuskan pandangannya dengan bingung.
Tidak ada kantong di sana.
Dia menggeser sorot senter ke kiri, tepat di tempat kantong
itu terlihat di video. Tetap tidak ada apa-apa. Tapi ... kantong itu seharusnya ada di sini!
isi INFERNO [SC].indd 574
575 Infern o Br?der mengatupkan rahang sambil maju selangkah, perla?
han-lahan menyorotkan senternya ke seluruh area.
Tidak ada kantong. Hanya plakat.
Sejenak Br?der berharap bahwa semua ini hanya ancaman,
se?perti banyak hal yang terjadi hari ini. Hanya ilusi.
Apakah semua ini hanya tipuan"
Apakah Zobrist hanya berniat menakut-nakuti kami"!
Kemudian dia melihatnya. Di sebelah kiri plakat, nyaris tak terlihat di dasar laguna,
se?utas tali tergeletak. Tali lemas itu mirip seekor cacing mati di
dalam air. Di ujungnya terdapat sebuah klip plastik kecil, dengan
ro?bekan plastik Solublon yang masih tersangkut.
Br?der menatap sisa kantong transparan itu, yang tersambung
pada tali bagaikan robekan simpul balon pesta yang telah pe?
cah. Kebenaran perlahan-lahan disadarinya.
Kami sudah terlambat. Dia membayangkan plastik yang tenggelam itu lumer dan
pe?cah ... memuntahkan isinya yang mematikan ke air ... dan
meng?ambang di permukaan laguna.
Dengan jari gemetar, dia mematikan senter dan berdiri sejenak
di tengah kegelapan, berusaha merunut pikirannya.
Kerisauannya dengan cepat berubah menjadi doa.
Tuhan, tolonglah kami semua.
______ "Agen Br?der, ulang!" Sinskey berteriak ke radio seraya menuruni
tangga menuju waduk, berusaha mendengar lebih jelas. "Saya
tidak bisa mendengar Anda!"
Angin hangat menerpanya, menaiki tangga menuju pintu
yang terbuka di atas. Di luar, tim SRS telah tiba dan para anggo?
ta?nya tengah bersiap-siap di belakang gedung dalam upaya me?
nyem?bunyikan perlengkapan hazmat sembari menunggu perintah
dari Br?der. isi INFERNO [SC].indd 575
576 D an B rown "... kantong robek ...," suara Br?der terpatah-patah di radio
Sinskey. "... dan ... terlepas."
Apa"! Sinskey berharap dia salah mendengar sambil bergegas
Inferno Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menuruni tangga. "Ulang!" perintahnya saat hampir tiba di dasar
tangga, tempat musik orkestra terdengar semakin keras.
Suara Br?der jauh lebih jelas kali ini. "... dan saya ulang ...
bi?bit penyakit itu telah tersebar!"
Sinskey terhuyung-huyung, nyaris jatuh di dasar tangga pintu
masuk waduk. Bagaimana mungkin"!
"Kantong itu sudah lumer," suara Br?der terdengar nyaring.
"Bibit penyakit itu sudah tersebar di air!"
Keringat dingin mengalir di tubuh Dr. Sinskey saat dia men?
dongak dan mencoba memahami dunia bawah-tanah yang ter?
bentang di hadapannya. Dalam temaram cahaya kemerahan, dia
melihat waduk luas berisi air dengan ratusan pilar menjulang
tinggi. Namun, yang paling jelas di matanya adalah manusia yang
memenuhi tempat itu. Ratusan orang. Sinskey menatap kerumunan orang yang tidak tahu apa-apa,
semuanya terjerat perangkap maut bawah-tanah Zobrist. Dia
be?reaksi mengikuti instingnya. "Agen Br?der, naiklah sekarang
juga. Kita akan segera memulai evakuasi."
Br?der langsung membantah. "Tidak bisa! Segel pintu keluar!
Tidak ada yang boleh keluar dari sini!"
Sebagai Direktur WHO, perintah Elizabeth Sinskey biasanya
dituruti tanpa sanggahan. Sesaat, dia menyangka dirinya salah
men?dengar kata-kata agen SRS itu. Menyegel pintu keluar"!
"Dr. Sinskey!" teriakan Br?der mengalahkan alunan musik.
"Anda mendengar saya"! Tutup pintu keparat itu!"
Br?der mengulang perintahnya, walaupun itu tidak perlu.
Sinskey menyadari bahwa Br?der benar. Saat menghadapi potensi
pan?demi, pembatasan penyebaran adalah satu-satunya pilihan
yang bisa diambil. Sinskey secara refleks meraih dan mencengkeram jimat lapislazulinya. Mengorbankan beberapa orang untuk menyelamatkan banyak
isi INFERNO [SC].indd 576
577 Infern o nyawa. Dengan tekad yang kian kuat, dia mendekatkan radio ke
bibirnya. "Baik, Agen Br?der. Saya akan memberi perintah untuk
menyegel pintu keluar."
Sinskey hendak berpaling dari kengerian waduk dan mem?
berikan perintah untuk menyegel area itu ketika menyadari ter?
jadinya keributan di tengah keramaian.
Tidak jauh darinya, seorang wanita berburka hitam tengah
berlari kencang di sepanjang papan pijakan yang ramai, menjatuh?
kan banyak orang yang menghalangi jalannya. Wanita bercadar
itu sepertinya berlari ke arah Sinskey dan pintu keluar.
Ada yang mengejarnya, Sinskey menyadari, melihat seorang
pria berlari di belakangnya.
Kemudian Sinskey terpaku. Itu Langdon!
Tatapan Sinskey beralih kembali ke wanita berburka, yang
mendekat dengan cepat dan kini meneriakkan sesuatu dalam
ba?hasa Turki kepada orang-orang di laluan pejalan kaki. Sinskey
tidak me?nguasai bahasa Turki, namun menilai reaksi panik orangorang itu, kata-kata wanita itu mungkin setara dengan teriakan
"Ke?ba?karan!" di dalam sebuah gedung bioskop penuh sesak.
Gelombang kepanikan melanda kerumunan orang, dan se?
ko?nyong-konyong, bukan hanya wanita bercadar itu dan Lang?
don yang berlari menuju tangga. Semua orang berebut menuju
tang?ga. Sinskey membalikkan badan dari keriuhan yang menyong?
song?nya dan berseru dengan putus asa pada timnya yang me?
nung?gu di luar. "Kunci pintunya!" jeritnya. "Segel waduk! SEKARANG!"
______ Ketika Langdon berbelok menuju tangga, Sinskey sudah tiba di
tengah tangga, tergopoh-gopoh berlari ke atas, menjerit-jerit agar
pintu segera ditutup. Sienna Brooks berada tepat di belakang?nya,
bersusah payah menaiki tangga dengan burka berat dan basah?
nya. isi INFERNO [SC].indd 577
578 D an B rown Di belakang mereka, Langdon bisa merasakan para penonton
konser yang ketakutan menghambur ke luar bagaikan gelombang
pasang. "Segel pintu keluar!" Sinskey kembali berseru.
Kaki panjang Langdon memungkinkannya menaiki tiga anak
tangga sekaligus, dengan cepat menyusul Sienna. Di atasnya, dia
bisa melihat pintu ganda berat mulai terayun ke dalam.
Terlalu lambat. Sienna menyusul Sinskey, menyambar bahu wanita itu dan
meng?gunakannya sebagai tumpuan untuk mempercepat larinya,
kemudian menghambur liar ke pintu keluar. Sinskey jatuh ber?
lu?tut, jimat kesayangannya membentur lantai dan patah di
tengah. Melawan nalurinya untuk berhenti dan menolong Sinskey,
Langdon melewatinya, berlari kencang ke puncak tangga.
Sienna hanya berjarak beberapa langkah di depannya, nyaris
berada dalam jangkauannya, namun perempuan itu telah tiba di
bordes, sementara pintu terlalu lambat menutup. Tanpa perlu
menurunkan laju larinya, Sienna dengan sigap memiringkan
tubuh rampingnya dan menyelipkan diri ke celah sempit yang
masih terbuka. Dia sudah separuh melewati pintu ketika burkanya tersang?
kut di gerendel, menghentikannya tepat di tengah pintu, hanya
beberapa inci dari kebebasan. Saat Sienna meronta-ronta untuk
membebaskan diri, Langdon mengulurkan tangan dan men?ceng?
keram burka perempuan itu. Dia memegang kain itu erat-erat,
menariknya, mencoba menghambat Sienna, namun perempuan
itu meronta-ronta liar, dan tiba-tiba yang ada di tangan Langdon
hanyalah segenggam kain basah.
Pintu akhirnya terbanting menutup, namun terganjal kain,
nyaris menjepit tangan Langdon. Onggokan kain yang terselip
di tengah-tengah pintu menjadikan upaya orang-orang di luar
untuk menutupnya sia-sia.
Melalui celah sempit yang masih terbuka, Langdon dapat
me?lihat Sienna Brooks berlari kencang menyeberangi jalan yang
isi INFERNO [SC].indd 578
579 Infern o ramai, kepala botaknya berkilau saat terkena sinar lampu-lampu
jalanan. Dia masih mengenakan sweter dan jins biru yang sama,
dan Langdon mendadak merasa terkhianati.
Perasaan itu hanya bertahan sesaat. Tiba-tiba, Langdon ter?
dorong keras ke pintu. Huru-hara telah tiba di belakangnya.
Tangga dipenuhi gema jeritan ngeri dan pekikan bingung,
semen?tara harmoni orkestra simfoni di bawah hancur berantakan.
Lang?don bisa merasakan tekanan di punggungnya bertambah saat
orang-orang saling mendorong berusaha keluar. Dia mengernyit
kesakitan saat iganya terimpit ke pintu.
Kemudian pintu terbuka ke arah luar, dan Langdon terlempar
ke udara malam bagaikan sumbat botol sampanye. Dia terhuyunghuyung di trotoar, nyaris jatuh ke jalan. Di belakangnya, rom?bong?
an manusia tumpah ruah ke jalan bagaikan semut yang melarikan
diri dari lubang yang sudah diracun.
Para agen SRS yang mendengar hiruk pikuk itu, bermunculan
dari belakang gedung. Penampilan mereka yang mengenakan
pa?kaian hazmat lengkap dan respirator semakin menambah ke?
panikan. Langdon menoleh ke seberang jalan untuk mencari Sienna.
Yang dilihatnya hanyalah kemacetan lalu lintas, lampu-lampu
jalanan, dan kebingungan.
Kemudian, hanya sekilas, jauh di sebelah kirinya, sekilas ke?
pala botak berkulit pucat terlihat menembus malam, melesat di
trotoar yang ramai dan menghilang di sudut jalan.
Langdon menoleh ke belakang dengan putus asa, mencari
Sinskey, atau polisi, atau agen SRS yang tidak mengenakan pa?
kaian hazmat tebal. Namun, tak ada siapa-siapa.
Langdon tahu bahwa dia hanya bisa mengandalkan diri?
nya. Tanpa ragu lagi, dia berlari mengejar Sienna.
______ isi INFERNO [SC].indd 579
580 D an B rown Jauh di bawah, di ujung waduk, Agen Br?der berdiri sendirian di
tengah air sedalam pinggang. Hiruk pikuk bergema di kegelapan
ketika para turis dan musisi panik bergegas berlari ke pintu keluar
dan menghilang di puncak tangga.
Pintu itu tidak pernah disegel, Br?der menyadari dengan ngeri.
Upaya pembatasan penyebaran telah gagal.[]
isi INFERNO [SC].indd 580
Ba b obert Langdon bukan pelari, namun bertahun-tahun la?
tihan renang menjadikan kakinya kokoh dan langkahnya
panjang. Dia mencapai sudut jalan dalam hitungan detik
dan mengitarinya, lalu mendapati dirinya di seruas jalan yang
lebih lebar. Matanya segera mengamati trotoar.
Dia pasti ada di sini! Hujan telah reda, dan dari sudut ini, Langdon bisa dengan
je?las melihat seluruh jalan yang terang benderang. Tidak ada
tem?pat bersembunyi. Namun, Sienna seolah-olah telah lenyap.
Langdon berhenti, meletakkan tangan di pinggul, sambil
terengah-engah mengamati jalan yang basah oleh air hujan. Satusatunya gerakan yang dilihatnya berasal dari sekitar lima puluh
meter di depan, tempat salah satu otob?s modern Istanbul bertolak
dari bahu jalan dan melaju di jalan raya.
Apakah Sienna sudah memasuki bus kota"
Tampaknya itu terlalu berisiko. Mungkinkah dia membiarkan
dirinya terperangkap di dalam bus jika dia mengetahui bahwa
semua orang sedang mencarinya" Tetapi, jika dia percaya bahwa
tidak ada seorang pun yang melihatnya berbelok di sudut jalan,
dan jika kebetulan ada bus yang berhenti di dekatnya, mena?war?
kan kesempatan pada waktu yang sempurna ....
Mungkin. Penanda rute terpasang di atap bus"sebuah matriks cahaya
yang diprogram untuk menampilkan satu kata: GALATA.
isi INFERNO [SC].indd 581
582 D an B rown Langdon berlari menghampiri seorang pria tua yang tengah
berdiri di bawah kanopi sebuah restoran. Pria itu berbusana rapi
dengan tunik berbordir dan serban putih.
"Permisi," Langdon terengah-engah, berhenti di hadapannya.
"Apakah Anda bisa berbahasa Inggris?"
"Tentu," kata pria itu, tampak acuh tak acuh walaupun Lang?
don berbicara dengan nada mendesak.
"Galata"! Itu nama tempat?"
"Galata?" jawab pria itu. "Jembatan Galata" Menara Galata"
Dermaga Galata?" Langdon menunjuk otob?s yang baru saja bergerak. "Galata!
Tujuan bus itu!" Pria berserban itu menatap bus dan berpikir sejenak. "Jem?
batan Galata," jawabnya. "Rutenya dari kota lama dan melintasi
jalur air." Langdon mengerang, dengan panik mengamati jalan lagi,
na???mun tetap tidak melihat tanda-tanda keberadaan Sienna.
Raung?an sirene terdengar dari segala arah saat ini, sementara
ken??da??raan-kendaraan tanggap darurat melaju di depan mereka
ke arah waduk. "Ada apa?" tanya si pria tua, tampak waspada. "Apakah se?
mua?nya baik-baik saja?"
Langdon kembali menatap bus yang sudah berlalu dan me?
nyadari bahwa dia berjudi dalam mengambil keputusan ini, na?
mun dia tidak memiliki pilihan lain.
"Tidak, Sir," jawab Langdon. "Ada kasus darurat, dan saya
butuh bantuan Anda." Dia menunjuk ke bahu jalan, tempat se?
orang petugas parkir baru saja mengantar sebuah Bentley ramping
bercat perak. "Apakah itu mobil Anda?"
"Ya, tapi?" "Saya butuh tumpangan," kata Langdon. "Saya tahu bahwa
kita baru saja berjumpa, tapi ada malapetaka yang sedang terjadi,
dan ini masalah hidup dan mati."
isi INFERNO [SC].indd 582
583 Infern o Pria berserban itu menatap mata Langdon lama, seolah-olah
mengamati jiwanya. Akhirnya, dia mengangguk. "Kalau begitu,
naiklah." Bentley itu melesat dari bahu jalan, dan Langdon menceng?
keram kursi yang didudukinya. Pria itu jelas mahir mengemudi
dan tampak menikmati tantangan berkelak-kelok menembus
kemacetan, berkejar-kejaran dengan bus.
Kurang dari tiga blok kemudian, dia sudah berhasil menem?
patkan Bentley-nya tepat di belakang otob?s. Langdon mencon?
dongkan badan ke depan, memicingkan mata ke kaca belakang
bus. Lampu di dalam bus itu redup, dan yang bisa dilihat Langdon
hanyalah siluet samar-samar para penumpang.
"Tolong tempel terus bus itu," kata Langdon. "Apa Anda
pu?nya telepon?" Pria itu mengeluarkan sebuah ponsel dari sakunya dan me?
Inferno Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
nye?rahkan benda itu kepada penumpangnya, yang berterima
kasih tetapi langsung menyadari bahwa dia tidak tahu akan
menelepon siapa. Langdon tidak memiliki nomor Sinskey maupun
Br?der, dan butuh waktu sangat lama untuk menelepon kantor
WHO di Swiss. "Bagaimana cara menghubungi kantor polisi di sini?" tanya
Langdon. "Satu-lima-lima," jawab pria itu. "Di mana pun di Istan?
bul." Langdon menekan ketiga nomor itu dan menunggu. Penantian
itu terasa sangat lama. Akhirnya, rekaman suara menjawabnya,
dalam bahasa Turki dan Inggris, bahwa karena jaringan sedang
sibuk, dia harus menunggu. Langdon menduga sibuknya jaringan
disebabkan oleh krisis di waduk.
Istana tenggelam saat ini mungkin sedang dilanda huru-hara.
Langdon membayangkan Br?der melangkah keluar dari laguna,
memikirkan apa yang diperolehnya di sana. Firasat buruk Lang?
don mengatakan bahwa Br?der sudah tahu.
Sienna telah mendahuluinya masuk ke air.
isi INFERNO [SC].indd 583
584 D an B rown Di depan mereka, lampu rem bus menyala, dan kendaraan
itu berhenti di depan sebuah halte. Si pengemudi Bentley juga
menghentikan mobilnya sekitar lima belas meter di belakang bus
sehingga Langdon bisa melihat dengan jelas para penumpang
yang naik dan turun. Hanya ada tiga orang yang turun"semuanya
pria"namun Langdon tetap mengamati semuanya lekat-lekat,
menyadari keahlian menyamar Sienna.
Dia kembali menatap jendela belakang bus. Kaca bus itu
gelap, namun lampu-lampu di dalamnya kini sudah dinyala?kan,
dan Langdon bisa melihat para penumpang lebih jelas. Dia men?
condongkan badan ke depan, menjulurkan leher, mendekat?kan
wa?jahnya ke kaca depan Bentley, mencari Sienna.
Tolong jangan katakan bahwa keputusanku salah.
Kemudian Langdon melihatnya.
Di bangku paling belakang bus itu, memunggunginya, tam??
pak?lah sepasang bahu ramping di bawah sebentuk kepala bo?
tak. Itu pasti Sienna. Bus melaju, dan lampu-lampu di dalamnya meredup kembali.
Beberapa detik sebelum kegelapan meliputinya, kepala itu me?
noleh, menatap ke luar dari jendela belakang.
Langdon merosot di kursinya, bersembunyi di bayangan
Bentley. Apakah dia melihatku" Sopir berserbannya sudah men?
jalankan mobil kembali, membuntuti bus itu.
Jalan menurun menuju perairan sekarang, dan di depan
mereka, Langdon melihat lampu-lampu dari jembatan rendah
yang terbentang di atas perairan itu. Kemacetan lalu lintas tam?
paknya sedang terjadi di sana. Bahkan, seluruh area di sekitarnya
pun tampak sesak. "Pasar Rempah-Rempah," kata si pria berserban. "Sangat
po?puler pada malam berhujan."
Pria itu menunjuk tepi perairan, tempat sebuah bangunan yang
sangat panjang berdiri di bawah bayang-bayang salah satu masjid
terbesar Istanbul"Masjid Baru, berdasarkan ketinggian menara
kembar ternamanya, kalau ingatan Langdon tak salah. Pasar
isi INFERNO [SC].indd 584
585 Infern o Rem?pah-Rempah tampak lebih besar daripada kebanyakan mal di
Amerika, dan Langdon dapat melihat orang-orang berbondongbondong keluar masuk melalui gerbang melengkungnya.
"Alo"!" sebuah suara lirih terdengar dari suatu tempat di
dalam mobil. "Acil Durum! Alo"!"
Langdon menunduk ke telepon di tangannya. Polisi.
"Ya, halo!" sembur Langdon ke ponsel. "Nama saya Robert
Langdon. Saya bekerja sama dengan WHO. Ada krisis besar yang
sedang berlangsung di waduk kota, dan saya tengah membuntuti
orang yang bertanggung jawab atas krisis itu. Wanita itu berada
di dalam bus di dekat Pasar Rempah-Rempah, menuju?"
"Tolong tunggu sebentar," kata si operator. "Saya akan meng?
hubungkan Anda kepada pihak yang berwenang."
"Tidak, tunggu!" Namun, nada tunggu kembali terdengar.
Si sopir Bentley menoleh kepadanya dengan cemas. "Ada
kri?sis di waduk"!"
Langdon hendak menjelaskan, namun wajah pria itu menda?
dak merah padam bagaikan siluman.
Lampu rem! Si sopir dengan sigap kembali menatap ke depan, lalu menge?
rem Bentley-nya tepat di belakang bus. Lampu-lampu di dalam
bus kembali menyala dan Langdon dapat melihat Sienna dengan
jelas. Wanita itu sedang berdiri di pintu belakang, berkali-kali
me?narik tali penghenti darurat dan menggedor-gedor pintu.
Dia melihatku, Langdon menyadari. Sienna tentu juga sudah
me?lihat kemacetan di Jembatan Galata dan tidak ingin terjebak
di sana. Langdon membuka pintu secepat kilat, namun Sienna telah
melesat turun dari bus dan berlari kencang menyongsong kege?
lapan malam. Langdon melemparkan ponsel kembali kepada
pe?miliknya. "Ceritakan apa yang terjadi kepada polisi! Minta
me?reka mengepung area ini!"
Si pria berserban mengangguk-angguk kalut.
"Dan terima kasih!" seru Langdon. "Te"ekk?rler!"
isi INFERNO [SC].indd 585
586 D an B rown Dan Langdon pun bergegas mengejar Sienna, yang berlari
tepat menuju keramaian Pasar Rempah-Rempah.[]
isi INFERNO [SC].indd 586
Ba b asar Rempah-Rempah Istanbul yang telah berusia tiga
ratus tahun adalah salah satu pasar tertutup terbesar di
dunia. Dibangun berbentuk huruf L, kompleks raksasa itu
memiliki 88 ruangan beratap melengkung yang terbagi menjadi
ratusan kios, tempat para pedagang menjajakan berbagai macam
penganan menggiurkan dari seluruh dunia"rempah-rempah,
buah-buahan, bumbu, dan camilan mirip permen yang tersohor
dari Istanbul, Turkish delight.
Pintu masuk pasar"sebuah portal batu besar berlengkung
Gotik"berlokasi di sudut antara ?i?ek Pazari dan Tahmis Street,
dan konon dilewati oleh lebih dari tiga ratus ribu pengunjung
setiap hari. Malam ini, saat menghampiri pintu masuk yang ra?
mai itu, Langdon merasa ketiga ratus ribu pengunjung itu tengah
berdesak-desakan di sana pada waktu yang sama. Dia masih
berlari kencang tanpa pernah melepaskan pandangannya dari
Sienna. Perempuan itu kini hanya berjarak sekitar dua puluh
meter di depannya, berlari langsung ke gerbang pasar dan tidak
me?nun?jukkan tanda-tanda akan berhenti.
Sienna mencapai portal berlengkung dan menerobos keru?
munan orang. Dia berkelit melewati banyak orang, berangsurangsur masuk. Saat melewati ambang pintu, dia mencuri pandang
ke belakang. Di matanya, Langdon melihat gadis kecil yang
ke??ta??kutan, melarikan diri dengan kalut ... putus asa dan lepas
ken??dali. "Sienna!" panggil Langdon.
Namun, Sienna menenggelamkan dirinya ke lautan manu?sia
dan lenyap dari pandangan.
isi INFERNO [SC].indd 587
588 D an B rown Langdon terus mengejarnya, menubruk, mendorong, menju?
lurkan leher hingga melihatnya berbelok ke lorong barat pasar
di sebelah kiri. Tong-tong kayu berisi rempah-rempah eksotis berjajar di
lorong"daun kari India, safron Iran, daun teh Cina"memberikan
nuansa warna-warni kuning, cokelat, dan emas memikat. Bersama
setiap langkahnya, Langdon menghirup aroma baru"tajamnya
jamur, getirnya akar-akaran, harumnya parfum"yang menguar
ke udara bersama perpaduan bahasa memekakkan telinga dari
seluruh dunia. Hasilnya adalah banjir rangsangan indra yang
mem?buat kewalahan ... di tengah riuh rendah manusia.
Ribuan manusia. Gejala klaustrofobia kembali mencekam Langdon, dan dia
nyaris menyerah sebelum kembali tenang dan memaksakan diri
untuk terus memasuki pasar. Dia melihat Sienna tak jauh di depan,
bersusah payah berusaha untuk tetap maju. Sienna jelas akan
berlari hingga tiba di tempat tujuannya ... di mana pun itu.
Sejenak Langdon memikirkan alasannya mengejar Sienna.
Demi keadilan" Mengingat perbuatan Sienna, Langdon tidak
sanggup memikirkan hukuman apa yang akan menantinya jika
dia tertangkap. Untuk mencegah pandemi" Apa pun itu, itu sudah terjadi.
Saat menembus lautan orang asing, Langdon mendadak
me?nya?dari alasan untuk kegigihannya menghentikan Sienna
Brooks. Aku menginginkan jawaban.
Hanya sepuluh meter di depannya, Sienna mendekati pintu
keluar di ujung sayap barat pasar. Dia sekali lagi mencuri pandang
ke belakang, tampak cemas saat melihat Langdon berada sangat
de?kat. Saat menoleh kembali ke depan, dia tersandung dan
jatuh. Sienna terhuyung-huyung, kepalanya membentur bahu pria
di depannya. Saat pria itu jatuh, Sienna mengulurkan tangan
kanannya, meraih apa pun untuk mencegahnya jatuh. Dia meraih
isi INFERNO [SC].indd 588
589 Infern o pinggiran tong kastanye kering, yang langsung terguling sehingga
butiran-butiran kacang bertebaran di lantai.
Langdon hanya membutuhkan tiga langkah untuk mencapai
tempat Sienna terjatuh. Dia menunduk ke lantai, namun hanya
melihat tong yang tergelimpang dan kastanye yang bertebaran.
Tidak ada Sienna. Si pemilik kios memaki-maki garang.
Ke mana dia pergi"! Langdon berputar, tapi entah bagaimana, Sienna telah lenyap.
Namun, ketika tatapannya mendarat di gerbang barat yang ha?nya
berjarak lima belas meter dari sana, dia menyadari bah?wa ke?ce?
la?kaan tadi adalah sebuah kesengajaan.
Langdon berlari ke gerbang dan menghambur ke alun-alun
luas yang juga dipenuhi orang. Dia mengedarkan pandangan,
namun sia-sia saja. Tepat di depannya, di ujung jalan raya, Jembatan Galata
mem?bentang di atas perairan Golden Horn. Kedua menara Masjid
Baru menjulang di sebelah kanan Langdon, menaungi alun-alun
dengan sinar benderangnya. Dan di sebelah kirinya hanya ada
alun-alun terbuka ... yang dipenuhi manusia.
Lengkingan klakson kembali menarik tatapan Langdon ke
depan, ke jalan raya yang memisahkan alun-alun dari perairan.
Dia melihat Sienna, sekitar seratus meter di depan, berlari me?
nye?berang jalanan yang ramai dan nyaris terimpit dua buah truk.
Dia sedang menuju laut. Di sebelah kiri Langdon, di tepi Golden Horn, terdapat sebuah
terminal yang hiruk pikuk oleh berbagai aktivitas"dermaga feri,
otob?s, taksi, kapal tur.
Langdon berlari kencang menyeberangi alun-alun menuju
jalan raya. Saat tiba di pagar pembatas, dia mencocokkan lompat?
annya dengan nyala lampu lalu lintas dan dengan selamat berhasil
menyeberangi ruas pertama dari beberapa ruas jalan raya berjalur
dua itu. Selama lima belas detik, dikepung oleh sorot lampu
me?nyilaukan dan pekikan klakson penuh amarah, Langdon ber?
hasil maju dari satu ruas ke ruas berikutnya"berhenti, bersiap-
isi INFERNO [SC].indd 589
590 D an B rown siap, berlari menyeberang, hingga akhirnya tiba di pagar yang
membatasi jalan raya dengan pinggir laut yang berumput.
Walaupun Langdon masih bisa melihatnya, Sienna telah
jauh di depan, berlari di sela-sela taksi dan bus menuju dermaga,
tempat berbagai macam kapal keluar dan masuk"tongkang turis,
taksi air, kapal nelayan pribadi, perahu bermotor. Di seberang
perairan, lampu-lampu kota di sisi barat Golden Horn berkilauan,
dan Langdon yakin bahwa jika Sienna berhasil tiba di sana, tidak
akan ada harapan lagi untuk menemukannya, barangkali untuk
selamanya. Setibanya di tepi laut, Langdon menoleh ke kiri dan berlari
di sepanjang susuran, memancing tatapan heran dari para turis
yang tengah mengantre untuk menaiki tongkang-tongkang
makan malam berdekorasi mencorong, lengkap dengan kubah
mirip masjid, hiasan berlapis kuningan, dan lampu neon yang
berkelap-kelip. Las Vegas di Bosporus, Langdon mengerang sambil terus
berlari. Sienna yang berada jauh di depan, sudah berhenti berlari. Dia
tengah berdiri di dermaga, di area yang dipenuhi perahu-perahu
motor pribadi, memohon kepada salah seorang pemiliknya.
Jangan biarkan dia naik! Saat Langdon mempertipis jarak mereka, dia dapat melihat
bahwa Sienna tengah memohon kepada seorang pria muda yang
berdiri di balik kemudi perahu yang hendak bertolak dari der??
Inferno Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
maga itu. Pria itu tersenyum, namun dengan sopan meng?geleng.
Sienna terus membujuknya, tetapi si pengemudi perahu tam?
paknya dengan tegas menolak dan kembali menekuni kemudi
pe?rahunya. Ketika Langdon mendekat, Sienna meliriknya, rasa frustrasi
terpancar dari wajahnya. Di depan dermaga, kedua mesin perahu
menderu, mengocok air dan menggerakkan perahu menjauh dari
dermaga. Seketika itu juga Sienna melayang ke udara, melompat dari
dermaga ke perairan terbuka. Dia mendarat dengan gedebuk
isi INFERNO [SC].indd 590
591 Infern o nya?ring di buritan fiberglass perahu. Merasakan hantaman, si pe?
nge?mudi menoleh dengan ekspresi tidak percaya. Dia menarik
tuas, menghentikan perahunya, yang sudah berada dua puluh
meter dari dermaga. Sambil mengumpat kesal, dia menghampiri
penumpang tak diundang itu.
Ketika si pengemudi perahu menghampirinya, Sienna dengan
santai menyingkir, kemudian menarik pergelangan tangan pria
itu dan memanfaatkan momentumnya untuk melontarkannya ke
belakang buritan. Pria itu tercebur ke laut. Beberapa waktu ke?mu?
dian, dia menyembul ke permukaan, berteriak dan mengacungacungkan tinjunya ke udara, mengumpat-umpat dalam bahasa
Turki. Sienna dengan wajah datar melempar pelampung ke air,
menghampiri roda kemudi, dan menarik kedua tuas ke atas.
Motor berderu dan perahu itu melesat.
Langdon berdiri di dermaga, mengatur napas, menyaksikan
perahu motor ramping bercat putih itu membelah perairan,
menjadi sekadar bayangan di malam kelam. Dia menatap cakra?
wala dan menyadari bahwa Sienna kini memiliki akses tidak
hanya ke pantai seberang, tetapi juga seluruh jaringan jalur air
yang seolah-olah tanpa ujung dari Laut Hitam hingga Me?dite?
ra?nia. Dia telah pergi. Di dekatnya, si pemilik perahu memanjat keluar dari air, ber?
diri, dan segera menelepon polisi.
Langdon merasa sangat kesepian ketika memandang cahaya
lampu dari perahu motor curian itu memudar di kejauhan. Deru
mesinnya yang kuat juga terdengar semakin samar.
Kemudian raungan mesin itu mendadak lenyap.
Langdon memicingkan mata. Apakah dia mematikan mesin"
Perahu itu sepertinya berhenti dan kini terombang-ambing
lembut bersama ombak ringan Golden Horn. Entah untuk alasan
apa, Sienna Brooks berhenti.
Apakah dia kehabisan bahan bakar"
isi INFERNO [SC].indd 591
592 D an B rown Langdon mencorongkan tangan di telinga dan mendengarkan,
kini samar-samar menangkap getaran mesin.
Kalau dia tidak kehabisan bahan bakar, apa yang sedang dilaku?
kan?nya" Langdon menunggu. Sepuluh detik. Lima belas detik. Tiga puluh detik.
Kemudian, sekonyong-konyong, mesin perahu kembali men?
deru, awalnya ragu-ragu, kemudian lebih tegas. Langdon ter??nga?nga
saat cahaya dari lampu-lampu perahu itu berkelok, dan ha?lu?an
perahu berputar ke dermaga.
Dia kembali. Selama perahu mendekat, Langdon dapat melihat Sienna di
balik kemudi, menatap kosong ke depan. Tiga puluh meter dari
der?maga, Sienna menurunkan laju dan mengembalikan perahu
ke tempat dia merampasnya, mematikan mesin.
Hening. Dari dermaga, Langdon menatap dengan heran.
Sienna tidak pernah mendongak.
Dia malah membenamkan wajah ke kedua tangannya. Dia
mem?bungkukkan bahu, seluruh badannya gemetar. Ketika akhir?
nya menatap Langdon, mata Sienna basah oleh air mata.
"Robert," dia terisak. "Aku tak bisa lari lagi. Aku tak punya
tem??pat lagi untuk dituju."[]
isi INFERNO [SC].indd 592
Ba b atogen itu menyebar. Elizabeth Sinskey berdiri di dasar tangga waduk dan
me?natap kehampaan gua yang seluruh isinya su?dah di??
evakuasi. Napasnya terasa berat akibat respirator yang di?ke?na?
kan?nya. Wa?laupun dia mungkin sudah terkena entah patogen
apa yang ada di sini, Sinskey lega karena telah me?nge?nakan pa?
kaian hazmat saat memasuki tempat sunyi itu bersama tim SRS.
Me?reka semua memakai pakaian terusan putih menggembung
yang tersambung pada helm kedap udara, terlihat menyerupai
sekelompok astronaut yang hendak memeriksa pesawat ruang
angkasa asing. Sinskey menyadari bahwa di jalan di atasnya, ratusan pe?
ngun?jung konser dan musisi yang ketakutan tengah dirundung
kebingungan, banyak di antara mereka yang harus dirawat akibat
terinjak-injak. Banyak pula yang sudah meninggalkan area. Dia
merasa beruntung dapat meloloskan diri hanya dengan lutut
me?mar dan jimat patah. Hanya ada satu hal yang lebih cepat menular daripada virus,
Sinskey membatin. Dan itu adalah rasa takut.
Pintu di atas kini telah dikunci, disegel erat, dan dijaga oleh
petugas keamanan setempat. Sinskey telah mengantisipasi per?
ben?turan yurisdiksi saat polisi setempat tiba, namun potensi
konflik apa pun langsung menguap begitu mereka melihat per?
lengkapan biohazard dan mendengar peringatan Sinskey tentang
kemungkinan penyebaran wabah.
isi INFERNO [SC].indd 593
594 D an B rown Kami harus berjuang sendiri, pikir sang Direktur WHO, menatap
hutan pilar yang terpantul di air laguna. Tidak ada orang lain yang
mau turun kemari. Di belakangnya, dua orang agen tengah menggelar lembaran
besar poliuretan di dasar tangga dan menempelkannya ke din?
ding menggunakan pistol pemanas. Dua orang agen lainnya telah
me?nemukan area terbuka di atas papan pijakan dan mulai me?
nyiap?kan berbagai perlengkapan elektronik seolah-olah hendak
meng?analisis tempat kejadian perkara.
Itu memang istilah yang tepat untuk tempat ini, pikir Sinskey.
Tempat kejadian perkara. Dia kembali membayangkan perempuan berburka basah yang
kabur dari waduk. Tampaknya, Sienna Brooks telah mem?per?ta?
ruh?kan nyawanya untuk menyabotase upaya WHO membatasi
penyebaran wabah dan menyelesaikan misi gila Zobrist. Dia telah
turun kemari dan memecahkan kantong Solublon ....
Langdon mengejar Sienna di tengah kegelapan malam, dan
sampai saat ini Sinskey belum mendengar kabar tentang me?
reka. Kuharap Profesor Langdon selamat, batinnya.
______ Agen Br?der berdiri dengan pakaian basah kuyup di papan pi?
jakan, menatap kosong kepala Medusa terbalik dan memikirkan
langkah selanjutnya. Sebagai seorang agen SRS, Br?der terlatih untuk berpikir
di level makrokosmik, menyingkirkan kekhawatiran etis atau
personal dan berfokus pada menyelamatkan sebanyak mungkin
nyawa dalam jangka panjang. Ancaman terhadap kesehatannya
sendiri baru disadarinya saat ini. Aku menceburkan diri ke dalam?nya,
pikirnya, menyesali tindakan berisiko tinggi yang telah di?a am?bil,
sekalipun menyadari bahwa dia nyaris tidak memiliki pilihan.
Kami membutuhkan tindakan langsung.
isi INFERNO [SC].indd 594
595 Infern o Br?der memaksakan diri untuk memikirkan tugas yang masih
dipegangnya"pelaksanaan Rencana B. Sayangnya, dalam sebuah
krisis pembatasan penyebaran wabah, Rencana B selalu sama:
mem?perluas radius. Melawan penyakit yang mudah menular kerap
kali sama dengan melawan kebakaran hutan: kadang-kadang kita
harus mundur dan menyerah dalam sebuah pertempuran dengan
harapan akan memenangi perang.
Pada titik ini, Br?der masih memegang harapan bahwa pem?
batasan penuh tetap bisa dilakukan. Sienna Brooks ke?mungkinan
besar merobek kantong itu hanya beberapa menit sebelum histeria
massa dan evakuasi terjadi. Jika itu benar, wa?laupun ratusan
orang telah melarikan diri dari tempat ini, mereka semua mungkin
berlokasi cukup jauh dari sumber penyakit dan terhindar dari
penularan. Semua orang, kecuali Langdon dan Sienna, Br?der menyadari.
Keduanya telah berada di titik nol, dan kini berada di suatu tempat di
tengah kota. Br?der juga memiliki kekhawatiran lain"sebuah celah logika
yang terus mengusiknya. Ketika berada di air, dia tidak pernah
menemukan robekan kantong Solublon. Menurut Br?der, jika
Sienna merobek kantong itu"dengan menendang atau me?na?rik?
nya, atau apa pun caranya"dia akan menemukan sisa keru?sak?an,
robekan kantong yang mengapung di suatu tempat di area itu.
Namun, Br?der tidak menemukan apa-apa. Sisa kantong itu
seolah-olah telah lenyap. Br?der sangat meragukan kemungkinan
Sienna membawa kantong Solublon itu, karena pada waktu itu,
kantong tersebut tentu sudah mulai lumer dan mudah pecah.
Jadi, di manakah kantong itu"
Firasat Br?der mengatakan bahwa dia melewatkan sesuatu.
Walaupun begitu, dia tetap berkonsentrasi pada strategi baru
pem?batasan penyebaran, yang mengharuskannya menjawab satu
pertanyaan penting. Sebesar apakah radius penularan penyakit itu saat ini"
Br?der mengetahui bahwa pertanyaan itu akan terjawab da?
lam hitungan menit. Timnya telah mempersiapkan serangkaian
isi INFERNO [SC].indd 595
596 D an B rown perangkat pendeteksi virus portabel di sepanjang laluan pejalan
kaki dalam jarak tertentu dari laguna. Perangkat ini"yang di?
kenal dengan nama unit PCR"menggunakan reaksi berantai
poli?merase untuk men?deteksi keberadaan kontaminasi virus.
Tetapi Br?der tetap menyimpan harapan baik. Tanpa ada?
nya gerakan di air laguna dan karena waktu penyebaran sangat
singkat, dia yakin area kontaminasi yang akan dideteksi oleh
pe?rangkat PCR berukuran kecil, dan mereka akan bisa mem?ber?
sihkannya dengan bahan kimia dan alat penyedot.
"Siap?" seru seorang teknisi melalui megafon.
Para agen yang telah mengambil posisi di seputar waduk
meng?acungkan jempol. "Periksa sampel kalian," megafon berderak.
Di seluruh gua, para analis berjongkok dan menyalakan
mesin PCR individu mereka. Setiap perangkat mulai menganalisis
sampel dari titik yang ditentukan oleh operatornya di papan pi?
jakan, dengan radius yang melebar dari plakat Zobrist.
Keheningan menyelimuti waduk selama semua orang me?
nanti, berdoa agar melihat hanya lampu hijau.
Kemudian terjadilah. Di mesin terdekat dengan Br?der, sebuah lampu pendeteksi
virus mulai menyala merah. Otot Br?der menegang, dan tatap?
an?nya tertuju ke mesin berikutnya.
Mesin itu pun mulai mengedipkan cahaya merah.
Tidak. Gumaman kaget menggema di seluruh gua. Br?der menyak?
sikan dengan tegang ketika, satu per satu, setiap perangkat PCR
me?ngedipkan cahaya merah di seluruh waduk hingga pintu
ma?suk. Oh, Tuhan ... pikirnya. Lautan lampu merah yang berkedipkedip dari mesin pendeteksi menggambarkan sebuah kenisca?
yaan. Radius kontaminasi yang sangat luas.
Seluruh waduk telah terinfeksi virus.[]
isi INFERNO [SC].indd 596
Ba b obert Langdon menatap Sienna Brooks yang menunduk di
atas roda kemudi perahu motor curian. Profesor Harvard
itu berusaha memahami apa yang baru saja disak?si?kan?
nya. "Aku yakin kau membenciku," Sienna terisak-isak, menatap?
nya dengan mata yang sembap.
"Membencimu"!" seru Langdon. "Aku sama sekali tidak
me?ngetahui siapa dirimu! Yang kau lakukan selama ini hanyalah
membohongiku!" "Aku tahu," ujar Sienna lirih. "Maafkan aku. Aku hanya ber?
usaha berbuat benar."
"Dengan melepaskan wabah?"
"Tidak, Robert, kau tidak mengerti."
"Aku mengerti!" tukas Langdon. "Aku mengerti bahwa kau
masuk ke air untuk memecah kantong Solublon itu! Kau hendak
melepaskan virus Zobrist sebelum siapa pun sempat menang?
gu?langinya!" "Kantong Solublon?" mata Sienna menyorotkan kebingungan.
"Aku tidak memahami maksudmu. Robert, aku memasuki wa?duk
Inferno Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
untuk mencegah penyebaran virus Bertrand ... untuk men?curinya
dan memusnahkannya ... agar tidak ada yang bisa mem?pel?ajari?
nya, termasuk Dr. Sinskey dan WHO."
"Mencurinya" Untuk apa kau menjauhkannya dari WHO?"
Sienna menarik napas panjang. "Ada sangat banyak yang
be?lum kau ketahui, tapi semua itu tidak ada gunanya lagi seka?
rang. Kita sudah terlambat, Robert. Kita sudah kehilangan ke?
sem?patan." isi INFERNO [SC].indd 597
598 D an B rown "Tentu saja kita masih punya kesempatan! Virus itu baru
akan terlepas besok! Itu tanggal yang dipilih Zobrist, dan kalau
kau belum masuk ke laguna?"
"Robert, aku tidak melepaskan virus itu!" tukas Sienna. "Aku
masuk ke sana untuk mencarinya, tapi sudah terlambat. Tidak
ada apa-apa lagi di sana."
"Aku tidak memercayaimu," kata Langdon.
"Aku tahu. Dan aku tidak menyalahkanmu." Sienna merogoh
sakunya dan mengeluarkan selembar pamflet basah. "Tapi ini
mungkin bisa membantu." Dia melemparkan kertas itu kepada
Langdon. "Aku menemukannya sebelum menceburkan diri ke
laguna." Langdon menangkap gumpalan kertas itu dan membukanya.
Itu adalah jadwal konser di waduk, yang menampilkan tujuh
pementasan Dante Symphony.
"Lihat tanggalnya," kata Sienna.
Langdon membaca tanggal yang tertulis, lalu membacanya
kem?bali dengan bingung. Entah mengapa, dia mengira hari ini
adalah malam pembukaan"pementasan perdana dari ketujuh
pementasan dalam seminggu, dirancang untuk memancing orangorang mendatangi waduk yang menyimpan wabah. Jadwal ini,
bagaimanapun, menyampaikan cerita berbeda.
"Sekarang malam penutupan?" tanya Langdon, mendongak
dari kertas itu. "Orkestra itu sudah tampil selama seminggu?"
Sienna mengangguk. "Aku sama terkejutnya denganmu." Dia
terdiam, tatapannya murung. "Virus itu sudah tersebar, Robert.
Ini sudah terjadi selama seminggu."
"Mana mungkin," sanggah Langdon. "Besok adalah tanggal
yang sudah ditetapkan. Zobrist bahkan sudah membuat plakat
bertulisan tanggal itu."
"Ya, aku melihat plakat itu di dalam air."
"Kalau begitu, kau pasti tahu bahwa dia sudah berencana
un?tuk meluncurkan virusnya besok."
Sienna mendesah. "Robert, aku mengenal baik Bertrand, lebih
baik daripada yang kuakui kepadamu. Dia ilmuwan, manusia
isi INFERNO [SC].indd 598
599 Infern o yang berorientasi pada hasil. Aku kini menyadari bahwa tanggal
di plakat itu bukan tanggal peluncuran virus, melainkan hal lain,
sesuatu yang lebih penting bagi tujuannya."
"Dan itu adalah ...?"
Sienna menatap sedih dari perahu. "Itu adalah tanggal sa?
turasi global"proyeksi matematika tanggal virus akan tersebar
ke selu?ruh dunia ... dan menginfeksi semua individu."
Prospek itu membuat Langdon bergidik, namun mau tidak
mau dia tetap curiga Sienna sedang membohonginya. Ceritanya
mengandung kekurangan fatal, dan Sienna Brooks sudah terbukti
dapat berbohong tentang apa pun.
"Satu masalah, Sienna," kata Langdon, menatap perempuan
itu. "Jika wabah itu memang sudah tersebar di seluruh dunia,
mengapa belum ada korban yang jatuh?"
Sienna berpaling, mendadak menghindari tatapan Langdon.
"Jika wabah itu sudah tersebar selama sepekan," ulang
Langdon, "mengapa belum ada korban tewas?"
Sienna perlahan-lahan menoleh kembali kepada Langdon.
"Ka?rena ...," ujarnya, suaranya parau. "Bertrand tidak menciptakan
wabah penyakit." Matanya kembali berkaca-kaca. "Dia mencip?
takan se?suatu yang jauh lebih berbahaya."[]
isi INFERNO [SC].indd 599
Ba b alaupun oksigen terus mengalir melalui respiratornya,
Elizabeth Sinskey merasa pening. Lima menit telah
berlalu sejak perangkat PCR pertama Br?der meng?
ung?kapkan kebenaran yang menyesakkan.
Kesempatan kami untuk membatasi penyebaran wabah sudah tidak
ada sejak awal. Kantong Solublon itu rupanya telah lumer sekitar sepekan
lalu, kemungkinan besar pada malam pembukaan konser, yang
baru diketahui Sinskey telah berlangsung selama tujuh malam
berturut-turut. Sisa-sisa Solublon yang masih terpasang di tali
tidak lumer karena sudah dilapisi dengan perekat untuk me?nem?
pelkannya ke klip. Penularan sudah berlangsung selama seminggu.
Kini, tanpa kemungkinan mengisolasi patogen, para agen
SRS mengamati sampel-sampel di lab dadakan di dalam waduk
dan menjalankan prosedur biasa mereka"analisis, klasifikasi,
dan penilaian ancaman. Sejauh ini, unit-unit PCR hanya meng?
ung?kap?kan satu data solid, dan tidak ada yang terkejut saat
men??de?ngarnya. Virus itu kini dapat tersebar melalui udara.
Isi kantong Solublon itu rupanya telah menyembul ke permu?
kaan air dan melepaskan partikel virus ke udara. Tidak akan butuh
wak?tu lama, Sinskey menyadari. Terutama di area tertutup seperti
ini. Virus"tidak seperti bakteri atau patogen kimia"dapat me???
nye?bar di populasi dengan kecepatan dan daya tembus men?ce??
ngang?kan. Sebagai parasit, virus memasuki tubuh organisme dan
isi INFERNO [SC].indd 600
601 Infern o mengikatkan diri pada sel dalam sebuah proses bernama adsorpsi.
Kemudian mereka menginjeksikan DNA atau RNA mereka ke
dalam sel tersebut, merekrut sel yang telah diduduki, dan me?
mak?sanya mereplikasi banyak versi dari virus itu. Begitu jumlah
salinan cukup, partikel-partikel virus baru akan mem?bunuh sel
itu dan menembus dinding sel, mencari sel baru untuk diserang
dan mengulangi proses yang sama.
Kemudian seorang individu yang sudah terinfeksi akan meng???
embuskan napas atau bersin, mengeluarkan cairan dari da???lam
tubuhnya; partikel dari cairan ini akan tetap berada di uda??ra hing?ga
dihirup oleh orang lain, dan proses tersebut akan ter???ulang lagi.
Pertumbuhan eksponensial, pikir Sinskey, teringat pada grafik
Zobrist yang menggambarkan ledakan populasi manusia. Zobrist
memanfaatkan pertumbuhan eksponensial virus untuk melawan per?
tum?buhan eksponensial manusia.
Pertanyaan yang kini mengusiknya, bagaimanapun, adalah:
Bagaimana perilaku virus ini"
Singkatnya: Bagaimana caranya menyerang"
Virus Ebola mengganggu kemampuan darah untuk mengen?
talkan diri, sehingga terjadi pendarahan di dalam tubuh yang
tidak bisa dihentikan. Hantavirus memicu kegagalan fungsi paruparu. Sekelompok virus yang dikenal dengan nama oncovirus
me?nyebabkan kanker. Dan virus HIV menyerang sistem keke?
balan, menyebabkan penyakit AIDS. Sudah bukan rahasia lagi
di kalangan medis bahwa seandainya virus HIV dapat tersebar
melalui udara, manusia akan menghadapi kepunahan.
Jadi, apa yang akan dilakukan oleh virus keparat Zobrist"
Apa pun itu, jelas butuh waktu untuk melihat efeknya ... dan
ru?mah sakit di area ini belum melaporkan kasus pasien yang me?
nunjukkan gejala-gejala luar biasa.
Tak sabar untuk mencari jawaban, Sinskey menghampiri lab.
Takhta Setan 3 Raja Petir 08 Ratu Sihir Puri Ular Bunga Untuk Poppi 1
selalu mengulang dirinya sendiri."
Di sepanjang jalanan yang diterpa hujan, orang-orang teng?
gelam dalam urusan mereka masing-masing. Seorang wanita
Turki cantik memanggil anak-anaknya untuk makan malam; dua
orang pria berbagi minuman di sebuah kafe terbuka; pasangan
berbusana rapi bergandengan tangan di bawah payung; dan se?
orang pria bertuksedo melompat dari bus dan berlari di jalan,
me?lindungi kotak biolanya di bawah jas, rupanya terlambat
meng??ikuti konser. Langdon mendapati dirinya mengamati wajah-wajah di
sekelilingnya, mencoba membayangkan kerumitan hidup mereka
masing-masing. Massa terdiri atas individu-individu.
Dia memejamkan mata, berpaling dari jendela dan berusaha
menepis pikiran buruknya. Namun, kerusakan telah terjadi. Di
kegelapan benaknya, sebuah gambaran yang tidak diinginkannya
terwujud"pemandangan suram dalam Triumph of Death karya
Bruegel"sebuah panorama mengerikan penyakit, derita, dan
malapetaka di sebuah reruntuhan kota pantai.
isi INFERNO [SC].indd 533
534 D an B rown Van berbelok ke kanan menuju Torun Avenue, dan sejenak
Langdon mengira mereka telah tiba di tempat tujuan. Di sebelah
kirinya, muncul dari balik kabut, sebuah masjid besar ter?lihat.
Tetapi, itu bukan Hagia Sophia.
Masjid Biru, Langdon segera menyadari, melihat enam buah
menara tinggi berbentuk pensil, yang memiliki banyak balkon
"erefe dan mengulir ke langit hingga tiba di ujung runcingnya.
Langdon pernah membaca bahwa menara berbalkon Masjid Biru
yang berkesan eksotis seolah-olah dari negeri dongeng menjadi
inspirasi rancangan kastel Cinderella di Disney World. Masjid
Biru memperoleh namanya dari lautan ubin biru cemerlang yang
melapisi dinding dalamnya.
Kita sudah dekat, pikir Langdon ketika van berbelok ke Kaba?
sakal Avenue dan melaju di sepanjang plaza luas Sultanahmet
Park, yang terletak di antara Masjid Biru dan Hagia Sophia. Plaza
yang terkenal karena menyajikan pemandangan dua bangunan
tersebut yang luar biasa.
Langdon memicingkan mata ke jendela yang diterpa hujan,
mengamati cakrawala untuk mencari Hagia Sophia, namun hujan
dan lampu-lampu mobil mengaburkan pandangannya. Terlebih
lagi, lalu lintas sepertinya macet.
Di depan mereka, tidak ada yang terlihat oleh Langdon, ke?
cuali pendar lampu-lampu rem.
"Sedang ada acara," sopir mereka mengumumkan. "Konser,
sepertinya. Mungkin akan lebih cepat jika kalian berjalan kaki."
"Sejauh apa?" tanya Sinskey.
"Hanya melintasi taman ini. Tiga menit. Sangat aman."
Sinskey mengangguk kepada Br?der dan menoleh kepada tim
SRS. "Tetaplah di mobil. Sebisa mungkin mendekatlah ke gedung.
Agen Br?der akan segera menghubungi kalian."
Kemudian, Sinskey, Br?der, dan Langdon melompat keluar
dari van dan langsung memasuki taman.
Dedaunan lebar di Sultanahmet Park tak banyak memberi
per?lin?dungan dari cuaca yang semakin buruk ketika mereka
ber?ge?gas melintasi jalan berkanopi. Jalan itu diwarnai berbagai
isi INFERNO [SC].indd 534
535 Infern o papan petunjuk yang mengarahkan pengunjung menuju berbagai
objek menarik di taman kepada para pengunjung"obelisk Mesir
dari Luxor, Pilar Ular dari Kuil Apollo di Delphi, dan Pilar Milion
yang per?nah menjadi "titik nol" pengukuran semua jarak pada
masa Ke?kai?sar?an Bizantium.
Akhirnya, mereka keluar dari balik pepohonan dan tiba di
tepi sebuah kolam melingkar yang menandai bagian tengah ta?
man. Langdon melangkah ke lahan terbuka itu dan menatap ke
timur. Hagia Sophia. Lebih mirip gunung daripada gedung.
Tampak gemerlap di tengah siraman hujan, siluet kolosal
Hagia Sophia lebih menyerupai kota. Kubah utamanya"luar biasa
luas dan bergaris-garis kelabu perak"seolah-olah diletakkan di
atas tumpukan bangunan berkubah lain di sekelilingnya. Em?
pat buah menara tinggi"masing-masing dilengkapi dengan
satu balkon dan puncak kelabu perak"menjulang dari sudutsudutnya, begitu jauh dari kubah utama seolah-olah bukan bagian
dari bangunan yang sama. Sinskey dan Br?der, yang hingga saat ini masih berlari-lari
kecil, mendadak berhenti, lalu mendongak ... menatap ke atas ...
se?akan-akan pikiran mereka harus bekerja keras untuk menyerap
tinggi dan luas bangunan yang menjulang di hadapan mereka.
"Tuhanku." Br?der mengerang. "Kita akan melakukan pen?
carian ... di situ?"[]
isi INFERNO [SC].indd 535
Ba b ku ditahan, Provos membatin seraya berjalan mondarmandir di dalam pesawat pengangkut C-130 yang dipar?
kir di hanggar. Dia setuju untuk ikut ke Istanbul agar
bisa membantu Sinskey mengatasi krisis ini sebelum sepenuhnya
lepas kendali. Dia juga tidak melupakan fakta bahwa bekerja sama dengan
Sinskey dapat meringankan dampak buruk yang akan diterimanya
akibat tanpa sengaja terlibat dalam krisis ini. Tapi kini Sinskey malah
menahanku. Begitu pesawat diparkir di hanggar pemerintah di Bandara
Atat?rk, Sinskey dan timnya langsung turun. Ke?pala WHO itu
memerintah Provos dan beberapa anggota staf Kon?sorsium-nya
untuk tetap berada di pesawat.
Provos mencoba keluar untuk mencari udara segar, namun
langkahnya dihadang oleh para pilot berwajah datar, yang meng?
ingatkannya bahwa Dr. Sinskey telah meminta agar semua orang
tetap berada di pesawat. Ini buruk, pikir Provos, kembali duduk dan mulai menyadari
ketidakpastian masa depannya.
Provos sudah lama terbiasa menjadi dalang, kekuatan utama
yang menarik tali kekang, dan kini tiba-tiba seluruh kekuasaan?
nya direnggut. Zobrist, Sienna, Sinskey.
Mereka semua telah menipunya ... bahkan memanipulasi?
nya. Sekarang, terperangkap di sel asing tanpa jendela berupa
pe??sawat pengangkut WHO ini, dia mulai merasa bahwa ke?ber?
isi INFERNO [SC].indd 536
537 Infern o untungannya telah habis ... bahwa situasi ini bisa jadi merupakan
hukum karma bagi dusta seumur hidupnya.
Aku berbohong untuk mencari penghidupan.
Aku penyedia informasi sesat.
Meskipun Provos bukan satu-satunya penjual dusta di dunia
ini, dia telah berhasil menetapkan dirinya sebagai ikan terbesar di
kolam. Ikan-ikan yang lebih kecil bukanlah tandingannya, bahkan
Provos tidak sudi bergaul dengan mereka.
Mudah diakses melalui Internet, bisnis dengan nama semacam
Alibi Company dan Alibi Network mencari keuntungan di seluruh
dunia dengan menyediakan cara berselingkuh tanpa ketahuan
bagi orang-orang yang tidak setia kepada pasangannya. Menjual
janji untuk sejenak "menghentikan waktu" agar klien mereka
bisa menyelinap dari suami, istri, atau anak-anak, organisasiorganisasi tersebut ahli dalam menciptakan ilusi"konferensi
bisnis palsu, janji dokter palsu, bahkan pesta pernikahan palsu"
yang semuanya mencakup undangan, brosur, tiket pesawat,
formulir konfirmasi hotel, bahkan nomor kontak khusus yang
terhubung langsung ke Alibi Company, tempat para profesional
terlatih berpura-pura menjadi resepsionis atau apa pun yang
diperlukan dalam ilusi. Provos tidak pernah membuang-buang waktu untuk peker?
jaan sepele semacam itu. Dia hanya menangani tipuan berskala
besar, memasarkan jasanya bagi siapa pun yang sanggup mem?
bayar jutaan dolar untuk menerima jasa terbaik.
Pemerintah. Perusahaan-perusahaan besar.
Sesekali orang penting yang superkaya.
Untuk mencapai tujuan mereka, klien-klien ini akan sepenuh?
nya menggantungkan diri pada aset, personel, pengalaman, dan
kreativitas Konsorsium. Dan yang paling penting, klien-klien
itu mendapat jaminan bahwa ilusi apa pun yang dibuat untuk
men??dukung dusta mereka, tidak akan bisa dilacak sampai ke
diri me?reka. isi INFERNO [SC].indd 537
538 D an B rown Entah mencoba mendongkrak harga saham, membuat pem?
benaran untuk perang, memenangi pemilihan, atau memancing
teroris agar keluar dari tempat persembunyian, para pialang ke?
kuasaan di seluruh dunia mengandalkan skenario-ske?nario palsu
berskala besar untuk membantu membentuk persepsi publik.
Keadaan ini sudah berlangsung lama.
Pada tahun enam puluhan, Rusia membangun jaringan matamata palsu untuk menipu intelijen Inggris. Pada 1947, Angkatan
Udara AS mengembangkan kabar bohong tentang UFO untuk
meng?alihkan perhatian publik dari kecelakaan pesawat yang
harus dirahasiakan di Roswell, New Mexico. Dan baru-baru ini,
dunia digiring untuk memercayai bahwa Irak menyimpan senjata
pemusnah massal. Selama hampir tiga dasawarsa, Provos telah membantu tokohtokoh penting melindungi, mempertahankan, dan menam?bah
kekuasaan mereka. Walaupun sudah sangat berhati-hati dalam
menerima pekerjaan, Provos selalu mengkhawatirkan ke?mung?
kinan akan menerima pekerjaan yang salah suatu hari nanti.
Dan ternyata hari itu telah tiba.
Setiap kejatuhan besar, Provos percaya, bisa dilacak pada
sua?tu momen"sebuah pertemuan kebetulan, sebuah keputusan
buruk, sebuah keteledoran.
Dalam kasus ini, dia menyadari, momen itu datang hampir
belasan tahun lalu, ketika dia setuju untuk mempekerjakan se?
orang mahasiswa kedokteran muda yang tengah mencari tam?
bahan uang. Kecerdasan, keahlian berbahasa, dan kepandaian
berimprovisasi perempuan muda itu menjadikan sosoknya serta?
merta menonjol di Konsorsium.
Sienna Brooks memiliki bakat alami.
Sienna segera memahami cara kerja organisasinya, dan
Provos menyadari bahwa perempuan itu sudah biasa menyimpan
rahasia. Sienna telah bekerja untuknya selama hampir dua tahun,
mem?peroleh penghasilan besar untuk membantunya membiayai
sekolah kedokteran, ketika kemudian, tanpa peringatan, dia tibatiba mengajukan pengunduran diri. Sienna ingin menyelamatkan
isi INFERNO [SC].indd 538
539 Infern o dunia, dan se?bagaimana yang dikatakannya, itu tidak bisa dila?
ku?kan di Kon?sorsium. Tidak pernah terbayangkan oleh Provos bahwa Sienna Brooks
akan muncul kembali hampir satu dasawarsa kemudian, mem?
bawakan semacam hadiah untuknya"seorang calon klien kaya
raya. Bertrand Zobrist. Kenangan itu membuat Provos geram.
Ini kesalahan Sienna. Sejak awal, dia sudah bersekongkol dengan Zobrist.
Di dekatnya, di meja konferensi darurat di dalam C-130, perca?
kapan kian panas, dengan para petugas WHO yang saling adu
pendapat dan berbicara dengan nada tinggi di telepon.
"Sienna Brooks"!" salah seorang dari mereka berseru ke ga?
gang telepon. "Anda yakin?" Petugas itu mendengarkan seje?nak,
mengernyitkan kening. "Baiklah, berikan detailnya kepada saya.
Saya akan me?nunggu."
Dia menutup gagang telepon dan menoleh kepada rekan-re?
kannya. "Sepertinya Sienna Brooks bertolak dari Italia tidak lama
sesudah kita pergi."
Semua orang di meja itu terperangah.
"Bagaimana mungkin?" tanya seorang pegawai perempuan.
"Kita sudah mengawasi bandara, jembatan, stasiun kereta ...."
"Landasan pacu Nicelli," jawab pria itu. "Di Lido."
"Mustahil," sangkal si perempuan, menggeleng. "Nicelli
sa??ngat kecil. Tidak ada pesawat yang bisa terbang dari sana.
Tem??pat itu hanya menangani helikopter milik agen pariwisata
se?tem?pat dan?" "Entah dengan cara apa, Sienna Brooks berhasil mendapatkan
akses ke jet pribadi yang diparkir di hanggar Nicelli. Mereka ma?
sih mencari informasinya." Si pria kembali mengangkat gagang
tele?pon ke mulutnya. "Ya, saya di sini. Informasi apa yang Anda
da?pat?kan?" Ketika dia mendengarkan kabar terbaru, bahunya
me?lorot kian rendah hingga akhirnya dia harus duduk. "Saya
meng?erti. Terima kasih." Dia menutup telepon.
isi INFERNO [SC].indd 539
540 D an B rown Rekan-rekannya menatapnya dengan penasaran.
"Jet Sienna mengarah ke Turki," kata pria itu, memijat kedua
matanya. "Kalau begitu, telepon European Air Transport Command!"
Inferno Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
seseorang berseru. "Minta mereka menolak izin pendaratan!"
"Tidak bisa," jawab pria itu. "Jet itu sudah mendarat dua belas
menit lalu di landasan pacu pribadi Hezarfen, hanya berjarak 24
kilometer dari sini. Sienna Brooks sudah pergi."[]
isi INFERNO [SC].indd 540
Ba b ujan kini menerpa kubah tua Hagia Sophia.
Selama hampir seribu tahun, bangunan itu telah
men?jadi gereja terbesar di dunia, dan hingga kini sulit
un?tuk membayangkan bangunan yang lebih besar daripadanya.
Saat me?li?hatnya lagi, Langdon teringat kepada Kaisar Justinian
yang, setelah Hagia Sophia selesai dibangun, melangkah mundur
dan dengan bangga memproklamirkan, "Sulaiman, aku telah
me?nga?lahkanmu!" Sinskey dan Br?der semakin bersemangat menghampiri ba?
ngunan monumental itu, yang tampak semakin besar dari jarak
lebih dekat. Jalan menuju bangunan itu diapit oleh peluru-peluru meriam
kuno yang pernah digunakan oleh pasukan Mehmet sang Pe?
nakluk"hiasan yang menjadi pengingat bahwa sejarah bangun?
an ini diwarnai oleh kekerasan. Berkali-kali diduduki untuk
ke?mudian dialihkan fungsinya berdasarkan kebutuhan spiritual
pihak yang berkuasa. Ketika mereka mendekati fasad selatan, Langdon menengok
ke tiga buah kubah di kanannya, bangunan tambahan mirip silo
yang menjorok dari bangunan utama. Itu adalah Mausoleum para
Sultan, yang salah satunya"Murad III"dikabarkan menjadi ayah
bagi lebih dari seratus anak.
Dering ponsel memecah keheningan. Br?der merogoh saku?
nya, melihat identitas penelepon, dan menjawab dengan tegas:
"Ya?" Dia mendengarkan laporan dan menggeleng tak percaya.
"Ba?gaimana mungkin itu terjadi?" Dia kembali mendengarkan
isi INFERNO [SC].indd 541
542 D an B rown dan mendesah. "Oke, terus kabari aku. Kami hendak masuk."
Dia menutup telepon. "Ada apa?" tanya Sinskey.
"Waspadalah," kata Br?der, mengedarkan pandangan. "Kita
mungkin akan mendapat teman." Dia membalas tatapan Sinskey.
"Sepertinya Sienna Brooks sudah tiba di Istanbul."
Langdon menatap pria itu, takjub mendengar bahwa Sienna
berhasil menemukan cara untuk pergi ke Turki, dan juga, setelah
berhasil kabur di Venesia, dia berani mengambil risiko ditangkap,
bahkan dibunuh, untuk memastikan rencana Bertrand Zobrist
berhasil. Sinskey tampak sama terkejutnya. Dia menarik napas seolaholah siap menanyai Br?der lebih jauh, namun dia rupanya berubah
pikiran dan malah berpaling kepada Langdon. "Lewat mana?"
Langdon menunjuk ke kiri, mengitari sudut barat daya ba?
ngunan itu. "Air Mancur Penyucian ada di sini," katanya.
Tempat pertemuan dengan pemandu dari museum itu me?
rupakan bibir sumur berhiasan rumit yang dahulu digunakan
untuk ritual berwudhu sebelum umat Muslim menunaikan sha?
lat. "Profesor Langdon!" seorang pria berseru ketika mereka
men??dekat. Seorang pria Turki tersenyum lebar dan melangkah keluar
dari bawah atap oktagon berkubah yang memayungi air mancur.
Dia melambai-lambai penuh semangat. "Profesor, di sini!"
Langdon dan yang lainnya bergegas menghampiri pria itu.
"Halo, nama saya Mirsat," katanya, mengucapkan bahasa Ing?
gris berlogat kentalnya dengan antusias. Pria itu berbadan kecil
dan berambut menipis, mengenakan kacamata yang memberi
ke?san terpelajar dan setelan abu-abu. "Ini kehormatan besar bagi
saya." "Kamilah yang merasa terhormat," jawab Langdon, menjabat
tangan Mirsat. "Terima kasih karena telah meluangkan waktu
Anda untuk kami." "Ya, ya!" isi INFERNO [SC].indd 542
543 Infern o "Saya Elizabeth Sinskey," kata Dr. Sinskey, menjabat ta?ngan
Mirsat dan menunjuk Br?der. "Dan ini Cristoph Br?der. Kami di
sini untuk membantu Profesor Langdon. Tolong maaf?kan ke?ter?
lambatan pesawat kami. Anda baik sekali, mau meng?ako?modasi
kami." "Sudahlah! Tidak perlu merisaukan itu!" Mirsat mengibaskan
tangan. "Untuk Profesor Langdon, saya bersedia memberikan
tur pribadi kapan pun. Buku saku beliau yang berjudul Christian
Symbols in the Muslim World menjadi favorit di toko cendera mata
mu?seum kami." Benarkah" Langdon membatin. Sekarang aku mengetahui satusatunya tempat di dunia yang menjual buku itu.
"Kita mulai saja?" kata Mirsat, mengisyaratkan kepada me?
reka untuk mengikutinya. Rombongan itu bergegas menyeberangi halaman kecil, me?le?
wati pintu masuk turis, dan melintasi tempat yang dahulu meru?
pakan pintu masuk utama bangunan itu"tiga gerbang lengkung
dengan pintu perunggu besar.
Dua orang penjaga bersenjata telah menunggu untuk me?
nyam?but mereka. Saat melihat Mirsat, mereka memutar kunci
salah satu pintu dan membukanya.
"Sa" olun," kata Mirsat, mengucapkan salah satu dari sedikit
frasa Turki yang dihafal Langdon"bentuk sopan dari "terima
ka?sih". Mereka masuk, dan kedua penjaga itu menutup pintu berat
di belakang mereka, debamnya bergema di interior bangunan
yang didominasi batu. Langdon dan yang lainnya kini berdiri di dalam narthex Hagia
Sophia"ruang-antara sempit yang umum terdapat di gereja Kris?
ten dan berfungsi sebagai pemisah arsitektural antara dunia fana
dan dunia ilahi. Parit spiritual, Langdon kerap menyebutnya.
Mereka berjalan menuju sepasang pintu lain, dan Mirsat mem?
buka salah satunya. Di dalamnya, Langdon tidak melihat tempat
isi INFERNO [SC].indd 543
544 D an B rown peribadatan sebagaimana yang diduganya, tetapi narthex kedua,
yang sedikit lebih besar daripada narthex pertama.
Esonarthex, Langdon menyadari, teringat bahwa tempat per?
ibadatan Hagia Sophia memiliki dua lapis perlindungan dari
dunia luar. Seolah-olah untuk mempersiapkan pengunjung melihat apa
yang ada di depan mereka, esonarthex itu jauh lebih indah dari?
pada narthex, dengan temboknya yang bertatahkan batu halus
yang berkilauan di bawah tempat lilin gantung anggun. Di ujung
tempat syahdu itu, berdiri empat pintu dengan mosaik menawan
di atasnya. Langdon mendongak mengaguminya.
Mirsat berjalan ke pintu terbesar"sebuah gerbang besar
ber?lapis perunggu. "Pintu Kaisar," bisik Mirsat, suaranya nyaris
ber?getar dengan antusiasme. "Pada masa Bizantium, pintu ini
hanya boleh digunakan oleh kaisar. Turis biasanya tidak diizinkan
me?lewati pintu ini, tapi malam ini istimewa."
Mirsat meraih pintu, namun kemudian terdiam. "Sebelum kita
masuk," bisiknya, "izinkan saya bertanya, adakah objek tertentu
yang ingin kalian lihat di dalam?"
Langdon, Sinskey, dan Br?der bertukar pandangan.
"Ya," kata Langdon. "Ada sangat banyak yang ingin saya
li?hat, tentunya, tapi jika bisa, kami ingin memulainya dengan
ku?bur?an Enrico Dandolo."
Mirsat menelengkan kepala seolah-olah tidak mengerti.
"Maaf" Kalian ingin melihat ... kuburan Dandolo?"
"Ya." Mirsat tampak kecewa. "Tapi, Sir ... kuburan Dandolo biasa
saja. Tidak memiliki simbol sama sekali. Bukan objek terbaik
kami." "Saya mengerti," ujar Langdon sopan. "Tetap saja, kami akan
sangat berterima kasih jika Anda bisa membawa kami ke sana."
Mirsat berlama-lama menatap Langdon, kemudian mendo?
ngak ke mosaik di atas pintu yang sejak tadi dikagumi Langdon.
Mosaik dari abad kesembilan yang menggambarkan ikon Kristus
isi INFERNO [SC].indd 544
545 Infern o Pantokrator"Kristus yang memegang Perjanjian Baru di tangan
kirinya dan memberikan berkat dengan tangan kanannya.
Kemudian, seolah-olah cahaya mendadak menimpa pemandu
mereka, kedua sudut bibir Mirsat terangkat menjadi senyuman
penuh pengertian, dan dia pun menggoyang-goyangkan telun?
juknya. "Anda memang cerdas! Sangat cerdas!"
Langdon hanya bisa menatapnya. "Maaf?"
"Jangan khawatir, Profesor," Mirsat berbisik dengan nada
bersekongkol. "Saya tak akan memberi tahu siapa pun tentang
apa yang sebenarnya Anda cari di sini."
Sinskey dan Br?der menatap penuh tanya kepada Lang?
don. Langdon hanya mampu mengangkat bahu ketika Mirsat
mem?buka pintu dan mempersilakan mereka masuk.[]
isi INFERNO [SC].indd 545
Ba b ebagian orang menyebut Hagia Sophia sebagai Keajaiban
Dunia Kedelapan dan saat berdiri di dalamnya sekarang,
Langdon tidak berniat menyangkalnya.
Ketika mereka melewati pintu dan memasuki ruang per?
iba?datan megah itu, Langdon teringat bahwa berkat ukurannya
yang besar, Hagia Sophia sering kali langsung memikat para
pe?ngun?jungnya. Saking luasnya ruangan ini, katedral-katedral terbesar di
Eropa sekalipun akan menyerupai kurcaci. Ukuran yang men?
ce?ngangkan ini, Langdon menyadari, sebagian merupakan hasil
ilusi, efek samping dramatis rancangan lantai Bizantium, dengan
naos10 di tengah yang menjadi pusat bagi semua ruang interior
di dalam satu ruangan persegi, bukan menyebar di sepanjang
keempat lengan salib, sebagaimana gaya yang diadopsi oleh
katedral-katedral yang lebih baru.
Bangunan ini tujuh ratus tahun lebih tua daripada Notre-Dame,
Lang?don membatin. Setelah beberapa saat menyelami dimensi ruangan ini, Lang?
don membiarkan matanya menatap langit-langit, lebih dari 45
meter di atas kepalanya, hingga tiba di kubah emas megah yang
memayungi ruangan. Dari pusat kubah, empat puluh rangka
menyebar bagaikan berkas sinar matahari, membentang hingga
puncak busur yang menaungi empat puluh jendela berlengkung.
Sepanjang siang, cahaya yang menerobos masuk melalui jendelajendela itu terpantul"dan terpantul kembali"di serpihan-ser?
10. Dalam arsitektur Bizantium, naos adalah area tengah gereja tempat dilakukannya liturgi."penerj.
isi INFERNO [SC].indd 546
547 Infern o pihan kaca yang terpasang di ubin emas, menghasilkan "cahaya
mistis" yang menjadikan Hagia Sophia terkenal.
Langdon hanya pernah sekali melihat nuansa keemasan
ruang?an ini tertangkap secara akurat dalam lukisan. John Singer
Sargent. Tidak mengherankan, dalam proses pembuatan lukisan
Hagia Sophia ternamanya, pelukis Amerika itu hanya mengisi
pa?let?nya dengan sejumlah nuansa dari satu warna.
Emas. Kubah emas mengilap itu kerap disebut sebagai "kubah surga"
dan disangga oleh empat lengkungan besar, yang disangga oleh
serangkaian semikubah dan lengkungan. Penyangga-penyangga
itu ditopang oleh sejumlah semikubah dan lengkungan yang
le?bih kecil, menghasilkan efek air terjun arsitektural yang jatuh
dari langit ke bumi. Turun dari langit ke bumi, melalui rute yang lebih langsung,
kabel-kabel panjang menjuntai dari kubah dan menahan lautan
lampu gantung berkilauan, yang seolah-olah menggantung begitu
dekat dengan lantai sehingga kepala pengunjung yang jangkung
bisa terbentur. Meski sebenarnya ini hanya ilusi lain yang tercipta
akibat luas ruangan itu, lampu-lampu tersebut berada lebih dari
tiga meter dari lantai. Sebagaimana semua tempat peribadatan terkemuka lainnya,
ukuran besar Hagia Sophia memiliki dua tujuan. Pertama, sebagai
bukti kepada Tuhan tentang sejauh apa Manusia bersedia meng?
hormati-Nya. Dan kedua, sebagai semacam terapi kejut bagi para
jemaat"sebuah ruangan yang secara fisik begitu mencengangkan
sehingga mereka yang masuk merasa kerdil, ego mereka ter?ha?
puskan, keberadaan fisik dan kepentingan kosmik mereka me?nyu?
sut hingga menjadi serpihan di hadapan Tuhan ... sebutir atom
di tangan Sang Pencipta. Sebelum manusia menghilangkan egonya, Tuhan tak bisa meng?
angkat harkatnya. Martin Luther mengucapkan kata-kata itu pada
abad keenam belas, namun konsep itu sudah menjadi pola pikir
para perancang sejak masa-masa awal pembangunan arsitektur
religius. isi INFERNO [SC].indd 547
548 D an B rown
Inferno Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Langdon melirik Sinskey dan Br?der, yang tadi juga mendo?
ngak dan kini menundukkan wajah mereka.
"Demi Yesus," kata Br?der.
"Ya!" ujar Mirsat penuh semangat. "Dan juga Allah dan Mu?
hammad!" Langdon terkekeh saat pemandu mereka mengarahkan pan?
dangan Br?der ke altar utama, tempat mosaik besar Yesus diapit
oleh dua lingkaran raksasa bertulisan Muhammad dan Allah
de?ngan kaligrafi huruf Arab yang cantik.
"Museum ini," Mirsat menjelaskan, "sebagai upaya untuk
meng?ingatkan pengunjung akan keanekaragaman penggunaan
tempat sakral ini, memamerkan ikonografi Kristen, dari masa
ketika Hagia Sophia berfungsi sebagai basilika, dan ikonografi
Islam, dari masa ketika bangunan ini menjadi masjid." Dia me?
nyunggingkan senyuman bangga. "Walaupun terdapat friksi
antar-agama di dunia nyata, menurut kami simbol-simbol ini
tam?pak ba?gus saat disandingkan. Saya tahu bahwa Anda sepen?
da?pat, Pro?fesor." Langdon mengangguk sepenuh hati, teringat bahwa semua
ikonografi Kristen pernah dilabur dengan kapur putih ketika
bangunan ini menjadi masjid. Restorasi simbol-simbol Kristen
di samping simbol-simbol Islam telah menciptakan efek me?nak?
jubkan, terutama karena gaya dan rasa kedua ikonografi ter?sebut
bertolak belakang. Jika tradisi Kristen menyukai gambaran harfiah Tuhan dan
orang suci, Islam berfokus pada kaligrafi dan pola geometris untuk
menyampaikan keindahan alam semesta ciptaan Tuhan. Tradisi
Islam meyakini bahwa hanya Tuhan yang bisa menciptakan
kehidupan, sehingga manusia tidak berhak membuat gambar se?
suatu yang hidup"tentang Tuhan, manusia, bahkan bina?tang.
Langdon pernah mencoba menjelaskan konsep ini kepada
para mahasiswanya: "Seorang Michelangelo Muslim, misalnya,
tidak akan pernah melukis wajah Tuhan di langit-langit Kapel
Sistina; dia akan menuliskan nama Tuhan. Menggambarkan wajah
Tuhan akan dianggap sebagai pelecehan."
isi INFERNO [SC].indd 548
549 Infern o Langdon melanjutkan penjelasannya dengan membeberkan
alasan dari hal ini. "Baik Kristen maupun Islam sama-sama logosentris," katanya
kepada para mahasiswanya. "Artinya, mereka berfokus pada
Firman. Dalam tradisi Kristen, Firman menjadi manusia dalam
Injil Yohanes: "Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di
antara kita." Karena itulah, menggambarkan Firman dalam bentuk
manusia bisa diterima. Dalam tradisi Islam, Firman tidak menjadi
manusia, sehingga Firman harus tetap berwujud firman ... dalam
sebagian besar kasus, seni kaligrafi yang menampilkan nama
sosok-sosok suci dalam Islam."
Salah seorang mahasiswa Langdon berhasil meringkas seja?
rah rumit itu dalam sebuah kalimat yang pendek, namun akurat:
"Kris?ten menggemari wajah; Muslim menggemari kata."
"Di hadapan kita ini," Mirsat melanjutkan, menunjuk ruangan
spektakuler itu, "kalian bisa melihat perpaduan unik Kristen dan
Islam." Dia dengan sigap menunjukkan perpaduan simbol di atas
altar, yang paling mencolok adalah sang Perawan dan Anaknya
yang menunduk ke mihrab"ceruk setengah lingkaran di masjid
yang menunjukkan arah ke Makkah. Di dekatnya terdapat ruas
tangga menuju sebuah podium tempat khotbah Kristen biasa
disampaikan, namun sesungguhnya itu adalah mimbar, tempat
seorang imam memimpin shalat Jumat. Tidak jauh berbeda,
terdapat pula struktur mirip panggung yang menyerupai bilik
pa?duan suara Kristen, namun sebenarnya adalah m?ezzin mahfili,
panggung tempat muazin berlutut dan mengamini doa imam.
"Masjid dan katedral sesungguhnya mirip," Mirsat menya?
ta?kan. "Tradisi Timur dan Barat tidak seberbeda yang kalian
kira!" "Mirsat?" Br?der mendesak, terdengar kurang sabar. "Kami
benar-benar harus melihat kuburan Dandolo, jika boleh?"
Mirsat tampak agak kesal, seolah-olah dengan bersikap ter?
buru-buru, Br?der telah melecehkan bangunan ini.
isi INFERNO [SC].indd 549
550 D an B rown "Ya," kata Langdon. "Maaf, jika kami tergesa-gesa. Jadwal
ka?mi sangat ketat."
"Baiklah, kalau begitu," kata Mirsat, menunjuk balkon tinggi
di sebelah kanan mereka. "Mari kita naik dan melihat kuburan
itu." "Naik?" Langdon terkejut. "Bukankah Enrico Dandolo dima?
kamkan di ruang bawah tanah?" Langdon masih mengingat
ku?buran itu, namun sudah melupakan letak pastinya di dalam
bangunan ini. Selama ini dia membayangkan area bawah tanah
yang gelap. Pertanyaan itu sepertinya membuat Mirsat heran. "Tidak,
Profesor, kuburan Enrico Dandolo berada di lantai atas."
______ Apa yang sebenarnya sedang terjadi di sini" Mirsat membatin.
Ketika Langdon meminta untuk melihat kuburan Dandolo,
Mirsat mengira permintaan itu sebagai semacam samaran. Tidak
seorang pun sudi melihat kuburan Dandolo. Mirsat menduga bahwa
Langdon sesungguhnya ingin melihat harta karun penuh tekateki yang terletak tepat di samping kuburan Dandolo"Deesis
Mosaic"sebuah Kristus Pantokrator kuno, salah satu karya seni
paling misterius di bangunan ini.
Langdon sedang meneliti mosaik itu dan berusaha merahasiakannya,
Mirsat menduga, membayangkan sang profesor menulis artikel
rahasia tentang Deesis. Kini, bagaimanapun, dia bingung. Langdon jelas mengetahui
bahwa Deesis Mosaic berada di lantai dua, jadi mengapa dia
berpura-pura terkejut"
Kecuali jika dia benar-benar sedang mencari kuburan Dandolo"
Dengan bingung, Mirsat memandu mereka ke tangga, mele?
wati salah satu guci tersohor di Hagia Sophia"sebuah guci ber?
kapasitas sekitar 1.200 liter yang dipahat dari sebongkah marmer
saat periode Hellenistik.
isi INFERNO [SC].indd 550
551 Infern o Mendaki dalam keheningan bersama orang-orang yang
tengah dipandunya, Mirsat mulai resah. Rekan-rekan Langdon
sama sekali tidak berpenampilan akademis. Salah satunya bahkan
terlihat mirip tentara, kekar dan kaku, berpakaian hitam. Dan
wanita berambut perak itu, Mirsat merasa ... sudah pernah meli?
hatnya. Mungkin di televisi"
Dia mulai curiga bahwa tujuan kunjungan ini berbeda dengan
yang diketahuinya. Untuk apa sesungguhnya mereka kemari"
"Satu ruas tangga lagi," Mirsat mengumumkan riang saat
me??reka tiba di bordes. "Di atas, kita akan melihat kuburan
Enrico Dandolo, dan tentu saja?"dia diam sejenak, mengamati
Langdon?"Deesis Mosaic yang termasyhur."
Profesor itu bahkan tidak berkedip.
Tampaknya, tujuan Langdon kemari memang bukan Deesis
Mosaic. Dia dan kedua rekannya sepertinya benar-benar ingin
me?lihat kuburan Dandolo.[]
isi INFERNO [SC].indd 551
Ba b elama Mirsat memandu mereka menaiki tangga, Langdon
tahu bahwa Br?der dan Sinskey cemas. Memang, naik ke
lantai kedua merupakan tindakan yang tidak masuk akal.
Langdon terus membayangkan video gua bawah tanah Zobrist
... dan film dokumenter tentang area yang terendam air di bawah
Hagia Sophia. Kita harus turun! Bagaimanapun, jika ini memang lokasi kuburan Dandolo,
mereka tidak punya pilihan selain mengikuti petunjuk Zobrist.
Berlututlah di dalam mouseion kebijakan suci bersepuh emas, dan
letakkan telingamu di tanah, dengarkan suara air menetes.
Ke?tika mereka akhirnya tiba di lantai dua, Mirsat membawa
mereka ke pinggir balkon, yang menampilkan pemandangan me?
mikat ruang peribadatan di bawah. Langdon menatap ke depan,
tetap berkonsentrasi. Mirsat lagi-lagi menjelaskan dengan penuh semangat tentang
Deesis Mosaic, namun Langdon mengabaikannya.
Saat ini dia bisa melihat targetnya.
Makam Dandolo. Kuburan itu terlihat tepat seperti yang diingat Langdon"
lempeng marmer putih persegi, terpasang di lantai batu mulus
dan dipagari dengan tiang dan rantai.
Langdon bergegas menghampirinya dan memeriksa tulisan
yang terukir di sana. HENRICUS DANDOLO isi INFERNO [SC].indd 552
553 Infern o Saat yang lain tiba di belakangnya, Langdon sudah bertindak,
melompati rantai pelindung dan menginjakkan kakinya tepat di
depan batu nisan. Mirsat memprotes keras, namun Langdon tidak mengacuh?
kan?nya, malah dengan sigap berlutut seolah-olah hendak berdoa
di kaki doge pengkhianat itu.
Selanjutnya, dengan gerakan yang mengundang teriakan
nge?ri dari Mirsat, Langdon menekankan kedua telapak tangannya
ke batu nisan dan bersujud. Ketika dia mendekatkan wajah ke
lan?tai, Langdon menyadari bahwa dia tampak seperti sedang
ber?sujud ke arah Makkah. Gerakan itu rupanya membuat Mir?sat
terpana, terdiam, dan kesunyian serta-merta menyelimuti seluruh
ba?ngunan. Langdon menarik napas dalam, memalingkan kepala ke
ka?nan, dan dengan lembut menekankan telinga kirinya ke batu
nisan. Marmer itu terasa dingin di kulitnya.
Bunyi yang menggema menembus batu terdengar begitu
jelas. Tuhanku. Bait terakhir Inferno karya Dante seolah-olah bergaung dari
bawah. Perlahan-lahan, Langdon menoleh, menatap Br?der dan
Sinskey. "Saya mendengarnya," bisiknya. "Gemericik air."
Br?der melompati rantai dan berlutut di samping Langdon
untuk mendengarkan. Setelah beberapa waktu, dia mengangguk
dengan wajah serius. Kini setelah mereka bisa mendengar gemericik air di bawah,
ada satu pertanyaan yang tersisa. Ke manakah air itu mengalir"
Benak Langdon sekonyong-konyong dibanjiri oleh gambaran
gua yang setengah terendam, bermandikan cahaya merah mis?te?
rius ... di suatu tempat di bawah mereka.
Ikuti jauh ke dalam istana t e n g g e l a m . . .
ka rena di si ni , dal am kegel a p a n , m o n s t er ch t h o n i c m en a n t i ,
isi INFERNO [SC].indd 553
554 D an B rown t e nggel am dal am ai r semerah da ra h ...
di la guna yang tak memantul ka n b i n t a n g - b i n t a n g .
Ketika Langdon berdiri dan mundur melewati tiang pemba?
tas, Mirsat me?natapnya dengan ekspresi waspada dan kecewa.
Langdon berdiri di hadapannya, nyaris sekaki lebih jangkung
daripada pemandu Turki itu.
"Mirsat," katanya. "Saya minta maaf. Sebagaimana yang An?
da lihat, situasi ini sangat tidak biasa. Saya tidak punya waktu
untuk menjelaskan, tapi ada satu pertanyaan sangat penting me?
nge?nai bangunan ini yang ingin saya ajukan."
Mirsat hanya bisa mengangguk lemah. "Oke."
"Di kuburan Dandolo ini, kami bisa mendengar gemericik air
yang mengalir di suatu tempat di bawah batu nisan. Kami harus
me?ngetahui ke mana air itu mengalir."
Mirsat menggeleng. "Saya tidak mengerti. Gemericik air ter?
dengar di bawah semua lantai Hagia Sophia."
Mereka bertiga terkesiap.
"Ya," Mirsat menjelaskan kepada mereka, "terutama saat hu?
jan. Hagia Sophia memiliki atap seluas sekitar 30.000 meter persegi
yang perlu dikeringkan, dan proses itu sering kali membutuhkan
waktu berhari-hari. Kadang kala hujan turun kembali sebelum
proses pengeringan selesai. Gemericik air cukup wajar terdengar
di sini. Barangkali Anda juga sudah tahu bahwa Hagia Sophia
ber?diri di atas gua bawah tanah luas yang terendam air. Bahkan,
ada film dokumenter yang?"
"Ya, ya," kata Langdon, "tapi tahukah Anda tentang suatu
tem?pat yang spesifik, yang gemericik airnya bisa didengar dari
ku?buran Dandolo ini?"
"Tentu saja," kata Mirsad. "Air itu mengalir ke tempat semua
air dari Hagia Sophia bermuara. Ke waduk kota."
"Bukan," Br?der menyatakan seraya mundur dan melompati
tiang pembatas. "Kami tidak sedang mencari waduk. Kami
mencari rong?ga luas di bawah tanah, yang barangkali disangga
oleh pilar-pi?lar?" isi INFERNO [SC].indd 554
555 Infern o
Inferno Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Ya," kata Mirsat. "Waduk kuno di kota ini tepat seperti
itu"rongga luas di bawah tanah yang disangga oleh pilar-pilar.
Lu?ma?yan mengagumkan, sebenarnya. Tempat itu dibangun pada
abad keenam untuk memenuhi kebutuhan air seluruh kota. Saat
ini, ketinggian air di sana hanya sekitar satu meter, tapi?"
"Di mana lokasinya!" Br?der mendesak, suaranya bergema
di ruangan yang sunyi. "Tempat ... waduk itu?" tanya Mirsat, tampak ketakutan.
"Jaraknya hanya satu blok dari sini, tepat di timur bangunan ini."
Dia menunjuk ke luar. "Namanya Yerebatan Sarayi."
Sarayi" Langdon membatin. Seperti dalam Topkapi Sarayi" Pe?
tunjuk menuju Istana Topkapi yang mereka lewati saat menuju
ke?mari dengan jelas menyebutkan hal itu. "Tapi ... bukankah
sarayi berarti "istana?""
Mirsat mengangguk. "Ya. Nama waduk kuno kami adalah
Yerebatan Sarayi. Artinya"istana yang tenggelam."[]
isi INFERNO [SC].indd 555
Ba b ujan turun dengan derasnya ketika Dr. Elizabeth Sinskey
berlari keluar dari Hagia Sophia bersama Langdon, Br?der,
dan pemandu mereka yang kebingungan, Mirsat.
Ikuti jauh ke dalam istana tenggelam, Sinskey membatin.
Lokasi waduk kota"Yerebatan Sarayi"ternyata arahnya
kem?bali ke Masjid Biru dan sedikit ke utara lagi.
Mirsat memimpin mereka. Sinskey tak punya pilihan selain berterus terang kepada
Mirsat tentang siapa mereka, juga bahwa mereka sedang berpacu
me?nang?gulangi krisis kesehatan yang mungkin terjadi di dalam
istana tenggelam. "Lewat sini!" seru Mirsat, memandu mereka melintasi taman
yang gelap. Hagia Sophia telah mereka tinggalkan, dan menara-menara
negeri dongeng mengilap Masjid Biru menanti di depan mere?
ka. Bergegas di samping Sinskey, Agen Br?der berseru ke pon?
selnya, menyampaikan kabar terbaru kepada tim SRS dan me?
me?rintah mereka untuk menemuinya di pintu masuk waduk.
"Sepertinya Zobrist mengincar persediaan air kota ini," kata
Br?der, terengah-engah. "Aku memerlukan skema semua jalur
keluar dan masuk waduk. Kita akan sepenuhnya menetapkan
pro?tokol isolasi dan penanggulangan. Kita akan memerlukan
peng?halang fisik dan kimia serta penyedot?"
"Sebentar," Mirsat memotongnya. "Anda salah paham. Wa?
duk itu sudah tidak menampung persediaan air kota ini. Tidak
lagi!" isi INFERNO [SC].indd 556
557 Infern o Br?der menurunkan ponselnya, memelototi si pemandu.
"Apa?" "Dulu, waduk itu memang menyimpan kebutuhan air,"
Mir?sat menerangkan. "Tapi tidak lagi. Kami sudah melakukan
mo?dernisasi." Br?der berhenti di bawah sebatang pohon, dan semua orang
ikut berhenti. "Mirsat," kata Sinskey, "Anda yakin tidak ada yang meng?
am?bil air minum dari waduk itu?"
"Demi Tuhan, tidak," kata Mirsat. "Air di sana menggenang
saja ... hingga akhirnya meresap ke tanah."
Sinskey, Langdon, dan Br?der bertukar tatapan ragu. Sinskey
tidak tahu harus merasa lega atau waspada. Jika tidak ada yang
se?cara teratur memakai air dari tempat itu, mengapa Zobrist memilih
untuk menjadikannya tempat kontaminasi"
"Sesudah kami memodernisasikan persediaan air kami
berpuluh-puluh tahun silam," Mirsat menjelaskan, "waduk itu
tidak digunakan lagi dan hanya menjadi kolam besar di sebuah
ruang bawah tanah." Dia mengangkat bahu. "Sekarang waduk
itu hanya menjadi tempat wisata."
Sinskey berputar ke hadapan Mirsat. Tempat wisata" "Sebentar
... orang-orang bisa turun ke sana" Ke waduk?"
"Tentu saja," kata Mirsat. "Beribu-ribu turis mengunjunginya
setiap hari. Guanya lumayan bagus. Ada papan-papan pijakan
di atas air ... bahkan sebuah kafe kecil. Ventilasinya terbatas, jadi
uda?ra di sana agak pengap dan lembap, tapi tempat itu tetap sa?
ngat populer." Sinskey menatap tajam Br?der; dia tahu bahwa dirinya dan
agen SRS itu tengah membayangkan hal yang sama"gua gelap dan
lembap berisi air stagnan yang memudahkan patogen berinkubasi.
Mimpi buruk itu dilengkapi oleh papan-papan pijakan yang
dilewati turis sepanjang hari, tepat di atas permukaan air.
"Dia menciptakan bioaerosol," Br?der menyatakan.
Sinskey mengangguk, bahunya melorot.
"Artinya?" tanya Langdon.
isi INFERNO [SC].indd 557
558 D an B rown "Artinya," jawab Br?der, "wabah itu bisa tersebar melalui
udara." Langdon terdiam, dan Sinskey menyadari bahwa profesor
simbologi itu telah menyadari betapa besar potensi krisis ini.
Patogen yang bisa tersebar melalui udara sudah cukup lama
menjadi skenario yang mengusik benak Sinskey, namun saat
dia mengira bahwa waduk itu menampung persediaan air kota,
dia berharap mungkin Zobrist memilih bioformula berbasis air.
Bak?teri yang hidup di air akan kuat dan tahan cuaca, namun juga
lam?bat menyebar. Patogen berbasis udara bisa menyebar dengan cepat.
Sangat cepat. "Kalau basisnya udara," kata Br?der, "bisa jadi jenisnya vi?
rus." Virus, Sinskey sependapat. Patogen berdaya sebar tercepat yang
bisa dipilih Zobrist. Melepaskan virus berbasis udara di air memang janggal,
namun terdapat banyak bentuk kehidupan yang berinkubasi di
air, kemudian membesar di udara"nyamuk, spora lumut, bakteri
yang menyebabkan penyakit Legiuner11, mikotoksin, ganggang
merah, bahkan manusia. Sinskey dengan murung membayangkan
virus yang menyebar di seluruh waduk ... kemudian uap air yang
terinfeksi naik ke udara yang lembap.
Mirsat tengah menatap jalan yang macet dengan risau.
Sinskey mengikuti tatapannya ke bangunan pendek berdinding
bata merah dan putih dengan satu-satunya pintu terbuka, mem?
perlihatkan seruas anak tangga. Orang-orang berpakaian bagus
sepertinya tengah mengantre di luar, berteduh di bawah payung
selagi seorang penjaga pintu mengatur arus tamu yang menuruni
tangga. Semacam klub dansa bawah tanah"
11. Penyakit Legiuner atau Legionnaire"s disease, disebut juga Legionellosis. Sebuah infeksi pernapasan akut
yang disebabkan oleh bakteri dari henus Legionella."penerj.
isi INFERNO [SC].indd 558
559 Infern o Sinskey melihat abjad-abjad bercat emas yang menyusun na?
ma bangunan itu, dan jantungnya seakan berhenti berdetak. Klub
ini bernama Cistern"waduk"dan dibangun pada 523 M. Saat itu
juga dia menyadari mengapa Mirsat tampak sangat cemas.
"Istana tenggelam," Mirsat terbata-bata. "Sepertinya ... ada
konser malam ini." Sinskey terpana. "Konser di waduk"!"
"Ruangan di dalamnya besar," jawab Mirsat. "Tempat itu
se?ring digunakan sebagai pusat kebudayaan."
Br?der rupanya sudah cukup banyak mendengarkan. Dia
meng?hambur menghampiri bangunan itu, dengan gesit berkelit
menerobos lalu lintas yang menyiput di Alemdar Avenue. Sinskey
dan yang lain turut berlari menyusulnya.
Mereka tiba di depan waduk, namun pintu masuknya diha?
langi oleh beberapa pengunjung konser yang tengah mengantre
untuk masuk"tiga orang wanita berburka, sepasang turis yang
bergandengan tangan, dan seorang pria bertuksedo. Mereka
se?mua berkerumun di ambang pintu, berusaha berteduh dari
terpaan hujan. Sinskey dapat mendengar melodi musik klasik mengalun
dari bawah. Berlioz, tebaknya berdasarkan orkestrasi idiosinkratik
yang didengarnya, namun apa pun itu, mendengarnya di jalanan
Istanbul terasa salah tempat.
Ketika mereka mendekat ke pintu, dia merasakan terpaan
angin hangat dari tangga, berembus dari bawah tanah dan lolos
dari kungkungan gua. Angin tidak hanya membawa alunan biola,
tetapi juga aroma kelembapan dari kerumunan orang.
Angin juga menghadirkan firasat buruk untuk Sinskey.
Ketika sekelompok turis naik dari tangga, mengobrol dengan
gembira seraya keluar gedung, si penjaga pintu mempersilakan
kelompok berikutnya turun.
Br?der maju dengan sigap, namun si penjaga pintu menghen?
tikannya dengan lambaian sopan. "Tunggu sebentar, Sir. Kapasitas
waduk sudah penuh. Kurang dari sepuluh menit lagi tamu yang
lain akan keluar. Terima kasih."
isi INFERNO [SC].indd 559
560 D an B rown Br?der sepertinya siap menerobos masuk, namun Sinskey
menepuk bahunya dan menariknya ke pinggir.
"Tunggu," perintahnya. "Timmu sedang menuju kemari dan
kau tidak bisa menyisir tempat ini sendirian." Dia menunjuk
plakat di dinding dekat pintu. "Waduk ini sangat besar."
Plakat informasi itu memberikan penjelasan tentang ruang
ba?wah tanah yang luasnya menyamai katedral"panjangnya
nyaris setara dengan dua buah lapangan sepak bola"dengan
langit-langit yang membentang lebih dari 30.000 meter persegi
dan ditopang oleh 336 pilar marmer.
"Lihat ini," kata Langdon, yang berdiri beberapa meter dari
mereka. "Kalian tidak akan percaya."
Sinskey menoleh. Langdon menunjuk poster konser di
dinding. Oh, Tuhan. Direktur WHO itu benar saat menebak musik yang didengar?
nya bergaya Romantik, namun lagu yang tengah dimainkan
bu?kan ditulis oleh Berlioz. Komposer Romantik lainlah yang
me?nu?lisnya"Franz Liszt.
Malam ini, di bawah tanah, Istanbul State Symphony Or?ches?
tra tengah menampilkan salah satu karya Franz Liszt yang pa?ling
terkenal"Dante Symphony"yang seluruhnya terinspirasi dari
per?jalanan Dante ke dasar neraka hingga akhirnya kembali ke
per??mukaan bumi. "Konser itu berlangsung selama seminggu di sini," kata
Lang?don, mencermati isi poster. "Konser gratisan. Didanai oleh
se?orang donor anonim."
Sinskey bisa menduga identitas donor anonim itu. Kesukaan
Bertrand Zobrist pada efek dramatis dalam hal ini seakan menjadi
strategi keji. Sepekan konser gratisan akan memancing ribuan
turis lebih banyak daripada biasanya untuk turun ke waduk dan
menempatkan diri di area yang telah terkontaminasi ... tempat
mereka akan menghirup udara yang telah mengandung penyakit,
kemudian pulang ke rumah mereka, entah di sini atau di luar
ne?geri. isi INFERNO [SC].indd 560
561 Infern o "Sir?" si penjaga pintu memanggil Br?der. "Ada tempat untuk
dua orang lagi." Br?der menoleh kepada Sinskey. "Hubungi pihak yang ber?
wenang di sini. Apa pun yang kita temukan di sana, kita akan
me?merlukan dukungan. Saat tim saya tiba, suruh mereka meng?
hu?bungi saya untuk mendapatkan kabar terbaru. Saya akan turun
dan melihat apakah saya bisa memperkirakan di mana Zobrist
meletakkan benda itu."
"Tanpa respirator?" tanya Sinskey. "Anda tidak tahu apakah
kantong Solublon itu masih utuh atau tidak."
Br?der mengerutkan kening, mengacungkan tangannya ke
angin hangat yang berembus keluar dari pintu. "Saya benci me?
nga?takannya, tapi jika wabah itu sudah terlepas, bisa jadi semua
orang di kota ini sudah terinfeksi."
Sinskey telah memikirkan hal yang sama, namun tidak ingin
mengatakannya di depan Langdon dan Mirsat.
"Lagi pula," Br?der menambahkan, "saya pernah melihat apa
yang terjadi ketika pasukan ber-hazmat masuk ke tengah kera?mai?
an. Akan ada kepanikan dan huru-hara berskala besar."
Sinskey memutuskan untuk memercayai Br?der; lagi pula,
le?laki itu seorang agen spesialis penanggulangan dan pernah
meng?hadapi situasi seperti ini sebelumnya.
"Satu-satunya pilihan realistis kita," Br?der memberitahunya,
"adalah mengasumsikan keadaan di bawah sana masih aman dan
mengambil tindakan untuk menanggulangi masalah ini."
"Oke," kata Sinskey. "Lakukanlah."
"Ada satu masalah lain," sela Langdon. "Bagaimana dengan
Sienna?" "Bagaimana dengannya?" tanya Br?der.
"Apa pun tujuannya pergi ke Istanbul, dia sangat pintar berba?
hasa asing dan kemungkinan bisa berbahasa Turki."
"Jadi?" "Sienna sudah mengetahui tentang "istana yang tenggelam"
dalam puisi itu," kata Langdon. "Dan dalam bahasa Turki, "istana
Inferno Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
isi INFERNO [SC].indd 561
562 D an B rown yang tenggelam" secara harfiah mengacu ...." Dia menunjuk tulisan
"Yerebatan Sarayi" di pintu. "... kemari."
"Itu benar," Sinskey mengiyakan dengan lemas. "Dia mungkin
sudah memecahkan teka-teki ini tanpa harus mendatangi Hagia
Sophia." Br?der melirik pintu masuk yang kosong dan memaki lirih.
"Oke, jika dia ada di bawah sana dan berencana untuk me?me?cah
kantong Solublon sebelum kita bisa mengamankannya, paling
tidak dia belum lama tiba. Tempat ini luas, dia mungkin tidak
tahu harus mencari ke mana. Dan dengan keramaian di sana,
mana mungkin dia bisa menyelam tanpa terlihat."
"Sir?" si penjaga pintu kembali memanggil Br?der. "Apakah
Anda mau masuk sekarang?"
Br?der bisa melihat rombongan penonton konser lain men?
dekat dari seberang jalan, dan dia cepat-cepat mengangguk, me?
mas?tikan bahwa dia hendak masuk.
"Saya ikut," kata Langdon, mengikutinya.
Br?der menoleh dan menatapnya. "Jangan."
Langdon berkeras. "Agen Br?der, salah satu alasan kita ber?
ada dalam situasi ini adalah karena Sienna Brooks telah menipu
saya seharian. Dan seperti yang Anda katakan, kita semua toh
mung?kin sudah terinfeksi. Saya akan membantu Anda, tidak pe?
duli Anda setuju atau tidak."
Br?der menatapnya selama beberapa waktu, kemudian me?
ngalah. ______ Saat Langdon melewati pintu dan menuruni tangga di belakang
Br?der, dia bisa merasakan angin hangat berembus menerpa me?
reka dari dasar waduk. Angin lembap membawa alunan Dante
Symphony karya Liszt beserta aroma yang familier, namun sulit
di?ungkapkan dengan kata-kata ... aroma sejumlah besar ma?nusia
yang berkumpul di dalam sebuah ruangan tertutup.
isi INFERNO [SC].indd 562
563 Infern o Langdon sekonyong-konyong merasa diselimuti awan gelap,
seolah-olah jemari panjang dari sebentuk tangan gaib meraihnya
dari dalam tanah dan mengoyak-ngoyak dagingnya.
Musik itu. Paduan suara simfoni"beranggota seratus orang"tengah
melantunkan bait yang terkenal, melafalkan setiap suku kata dari
naskah muram Dante. "Lasciate ogne speranza," mereka menyanyikan, "voi ch"en?
trate." Enam kata itu"baris paling terkenal dari Inferno karya Dan?
te"mengalun dari dasar tangga bagaikan bau busuk kema?tian.
Diiringi oleh lolongan trompet dan sangkakala, paduan sua?
ra menyerukan peringatan itu lagi. "Lasciate ogne speranza voi
ch"entrate!" Tinggalkan semua harapan, wahai kalian yang masuk ke sini![]
isi INFERNO [SC].indd 563
Ba b ermandikan cahaya merah, gua bawah tanah itu bergema
dengan musik yang terinspirasi dari bunyi-bunyian nera?
ka"lolongan, petikan senar kasar, dan gemuruh gen?de?
rang, yang membahana di seluruh tempat itu bagaikan gun?cangan
gempa. Sejauh pengamatan Langdon, lantai dunia bawah-tanah ini
seolah-olah dilapisi selembar air"gelap, tenang, mulus"bagaikan
es hitam di sebuah kolam beku New England.
Laguna yang tak memantulkan bintang-bintang.
Menyeruak dari air, tertata cermat dalam deret yang seakanakan tidak berujung, terdapat ratusan pilar Doric tebal, masingmasing setinggi sembilan meter untuk menyangga langit-langit
gua yang melengkung. Pilar-pilar itu diterangi dari bawah oleh
lampu-lampu sorot merah yang masing-masing berdiri sendiri,
menciptakan hutan tonggak menyala yang menjulang ke kege?
lapan bagaikan semacam ilusi cermin.
Langdon dan Br?der berhenti di dasar tangga, sejenak meng?
amati ruang bawah-tanah berkesan angker itu. Gua itu sen?diri
tam??pak berpendar dengan nuansa kemerahan, dan saat meng?
amati??nya, Langdon mendapati dirinya bernapas pendek-pen?
dek. Udara di sini lebih pengap daripada yang diperkirakannya.
Langdon dapat melihat kerumunan orang di sebelah kiri me?
reka. Konser berlangsung di ruang bawah-tanah, di dekat ujung
terjauh dinding, dengan para penonton yang duduk di tribun luas.
Beberapa ratus hadirin mengisi bangku-bangku yang telah diatur
mengelilingi kelompok orkestra, sementara sekitar seratus orang
isi INFERNO [SC].indd 564
565 Infern o lainnya berdiri di dekat arena. Namun, ada pula para penonton
yang mengambil posisi di dekat papan pijakan, bersandar ke lang?
kan yang kokoh dan menatap air sambil mendengarkan musik.
Langdon mengamati lautan siluet manusia itu, mencari-cari
Sienna. Dia tidak terlihat di mana-mana. Yang terlihat hanyalah
sosok-sosok dalam balutan tuksedo, gaun, jubah bisht, burka,
bah??kan turis bercelana pendek dan sweter. Beraneka ragam ma?
nusia, berkumpul di bawah sinar merah, di mata Langdon terlihat
seperti jemaat semacam sekte supernatural.
Jika Sienna ada di sini, dia menyadari, akan nyaris mustahil me?
nge?nalinya. Saat itu seorang pria kekar melewati mereka dalam perja?lan?an
menuju tangga, terbatuk-batuk. Br?der berputar dan meng?amati?
nya, menatapnya lekat-lekat. Langdon merasakan teng?go?rokan?
nya agak gatal, namun dia meyakinkan dirinya bahwa itu hanya
sugestinya. Kini Br?der melangkahkan kaki dengan gamang ke papan
pijakan, menimbang-nimbang sejumlah pilihan yang dimilikinya.
Jalan di hadapannya menyerupai pintu masuk menuju labirin
Mi?no?taur. Seruas papan pijakan bercabang ke tiga arah, dan ma?
sing-masing bercabang lagi, menciptakan sebuah labirin luas,
me?la??yang di atas air, berkelak-kelok di antara pilar dan terus
meng?ular menuju kegelapan.
Kudapati diriku di kegelapan hutan, Langdon membatin, teringat
canto pertama bermuatan firasat buruk dari mahakarya Dante,
karena jalan lurus itu telah hilang.
Langdon melongok ke permukaan air dari langkan yang me?
magari papan pijakan. Airnya berkedalaman sekitar 1 meter dan
ternyata jernih. Ubin batu di dasarnya tampak jelas, diselimuti
endapan tipis. Br?der sekilas menatap ke bawah, menggeram sambil lalu,
dan kembali mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. "Anda
melihat apa pun yang mirip area di video Zobrist?"
Semuanya, Langdon membatin, mengamati dinding gua yang
curam dan lembap di sekitar mereka. Dia menunjuk sudut terjauh
isi INFERNO [SC].indd 565
566 D an B rown gua, di sebelah kanan, jauh dari keriuhan orkestra. "Saya menduga
ada sesuatu di sana."
Br?der mengangguk. "Insting saya mengatakan hal yang
sama." Keduanya bergegas menyusuri papan pijakan, memilih jalur
ke ka?nan, yang menjauhkan mereka dari kerumunan, ke sudut
terjauh istana yang tenggelam.
Selagi mereka berjalan, Langdon menyadari betapa mudahnya
bersembunyi semalaman di tempat ini, tanpa diketahui oleh siapa
pun. Zobrist bisa saja melakukan itu saat membuat videonya.
Ten?tu saja, jika dia bisa dengan murah hati mendanai rangkaian
konser sepekan ini, dia juga bisa meminta waktu pribadi di dalam
waduk. Tetapi, itu tidak penting lagi.
Br?der kini berjalan lebih cepat, seolah-olah tanpa sadar
meng?ikuti tempo simfoni, yang terus meningkat mengiringi kete?
gangan yang terbangun. Dante dan Virgil turun ke neraka.
Langdon mengamati dinding berlumut yang menjulang cu?
ram jauh di kanan mereka, berusaha mencari persamaan dengan
yang dilihatnya di video. Di setiap persimpangan papan pijakan,
mereka berbelok ke kanan, semakin menjauh dari keramaian,
menuju sudut terujung gua. Langdon menoleh ke belakang dan
takjub melihat jarak yang telah mereka tempuh.
Saat ini mereka berlari-lari kecil, melewati beberapa pengun?
jung yang berkeliaran, namun saat mereka memasuki bagian ter?
dalam waduk, tidak ada lagi orang-orang yang mereka temui.
Hanya ada Br?der dan Langdon.
"Semuanya kelihatan sama," Br?der putus asa. "Dari mana
kita akan memulai?" Langdon memahami rasa frustrasinya. Dia bisa mengingat
video itu dengan jelas, tetapi tidak ada apa pun di sini yang dike?
na?linya. Langdon menatap papan-papan informasi yang diterangi
cahaya temaram sembari mereka terus melaju di sepanjang pa?
isi INFERNO [SC].indd 566
567 Infern o MEDUSA pan pijakan. Salah satunya menerangkan kapasitas ruangan itu,
yakni 79 juta liter. Papan yang lain menjelaskan satu pilar yang
me?mi?liki bentuk berbeda karena diambil dari bangunan lain
sela?ma pembangunan berlangsung. Ada pula papan yang me?
nam??pil?kan diagram ukiran kuno yang kini telah pudar"simbol
Ayam Menangis, yang bersedih untuk semua budak yang tewas
sela?ma pembangunan waduk ini.
Anehnya, sebuah papan yang hanya berisi satu kata justru
berhasil menghentikan langkah Langdon.
Br?der ikut berhenti, menoleh kepadanya. "Ada apa?"
Langdon menunjuk. Di papan itu, disertai tanda panah, tersebutlah nama sesosok
Gorgon mengerikan"monster betina ternama.
Br?der membacanya dan mengangkat bahu. "Jadi?"
Jantung Langdon berdegup kencang. Dia menyadari bahwa
Medusa bukan sekadar roh mengerikan berambut ular yang
tatapannya bisa mengubah siapa pun yang melihatnya menjadi
batu, melainkan juga salah satu anggota penting dari jajaran roh
bawah tanah Yunani ... kategori khusus yang dikenal sebagai
monster chthonic. Ikuti jauh ke dalam istana t e n g g e l a m . . .
karena di sini, dalam kegela p a n , m o n s t e r c h t h o n i c m e n a n t i
... Medusa menunjukkan jalan, Langdon menyadari, kemudian
ber?lari menyusuri papan pijakan. Br?der bersusah payah me?
nge?jarnya saat Langdon berzig-zag menyongsong kegelapan,
meng?ikuti papan petunjuk Medusa. Akhirnya, dia menemui jalan
buntu di se?buah anjungan pengamat kecil di dekat dasar dinding
paling kanan waduk. isi INFERNO [SC].indd 567
568 D an B rown Sebuah pemandangan mengesankan terbentang di hadap?
annya. Menyembul dari air, tampaklah sebuah ukiran marmer be?
sar"kepala Medusa"dengan rambut ular yang menggeliat-geliat
liar. Yang menjadikan kehadiran patung itu di sini semakin jang?
gal adalah fakta bahwa kepalanya diletakkan terbalik, dengan
le?her menghadap ke atas.
Terbalik bagaikan para pendosa, Langdon menyadari, teringat
pada Map of Hell karya Botticelli dan para pendosa yang ditanam
terbalik di Malebolge. Br?der tiba dengan napas terengah-engah di samping Lang?
don, menatap Medusa terbalik itu dengan bingung.
Langdon menduga bahwa ukiran kepala ini, yang saat ini ber?
fungsi sebagai pengganjal salah satu pilar, mungkin diambil dari
tempat lain dan digunakan di sini sebagai bahan bangunan murah.
Alasan peletakan kepala Medusa yang terbalik tidak diragukan
lagi adalah kepercayaan takhayul bahwa membalik suatu benda
akan merenggut kekuatan jahatnya. Kendati begitu, Langdon ti?
dak mampu menepis pikiran buruk yang kini mendatanginya.
Inferno Dante. Akhirnya. Pusat bumi. Tempat gravitasi terbalik.
Tempat naik menjadi turun.
Kulit Langdon meremang oleh firasat buruk. Dia memicingkan
mata mencoba melihat menembus pendar merah yang mengelilingi
patung itu. Sebagian besar rambut ular Medusa terbenam di air,
namun matanya berada di atas permukaan, menghadap ke kiri,
melintasi laguna. Dengan ngeri, Langdon melongok dari langkan dan menoleh,
membiarkan tatapannya mengikuti patung itu ke sebuah sudut
ko?song istana tenggelam yang terasa familier.
Seketika itu juga, dia tahu.
Inilah tempatnya. Titik nol Zobrist.[] isi INFERNO [SC].indd 568
Ba b gen Br?der berjongkok dengan sigap, kemudian meluncur
Inferno Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dari bawah langkan dan menceburkan diri ke air setinggi
dada. Saat air dingin membasahi bajunya, ototnya seke?
tika menegang. Dasar waduk itu terasa licin di bawah sepatu
bot?nya, namun kokoh. Dia berdiri sejenak, memikirkan langkah
yang akan diambilnya, mengamati riak-riak yang menjauh dari
ba?dannya dan melintasi laguna seperti ombak.
Br?der menahan napas. Bergeraklah perlahan, dia mengingatkan
dirinya. Jangan sampai ada guncangan.
Di papan pijakan di atasnya, Langdon berdiri, mengamati
papan-papan pijakan lain di sekitar mereka.
"Keadaan aman," bisik Langdon. "Tidak ada yang melihat
Anda." Br?der menoleh dan berhadapan langsung dengan kepala
Me?dusa terbalik, yang terang oleh sorotan lampu merah. Mon?
s?ter terbalik itu tampak lebih besar saat Br?der berdiri sejajar
de?ngannya. "Ikutilah tatapan Medusa ke seberang laguna," bisik Langdon.
"Zobrist menggemari simbolisme dan drama ... saya tidak akan
kaget jika dia meletakkan hasil karyanya tepat di ujung pandangan
mematikan Medusa." Otak hebat berpikiran sama. Br?der bersyukur karena profesor
Amerika itu telah berkeras untuk turun bersamanya; keahlian
Langdon hampir secara langsung mengarahkan mereka ke sudut
terjauh waduk ini. Sementara Dante Symphony terus mengalun dari kejauhan,
Br?der mengeluarkan senter saku Tovatec tahan airnya, mence?
isi INFERNO [SC].indd 569
570 D an B rown lup?kannya ke air, lalu menyalakannya. Sinar halogen terang
mem?belah air, menerangi dasar waduk di bawahnya.
Pelan-pelan, Br?der mengingatkan dirinya. Jangan mengusik
apa pun. Tanpa mengucapkan apa-apa lagi, dengan hati-hati dia me?
mulai perjalanan mengarungi laguna, melangkah perlahan-lahan
di air, menggerakkan senternya ke depan dan belakang bagaikan
seorang pemburu ranjau bawah air.
______ Di langkan, Langdon mulai merasakan perih di tenggorokannya.
Udara di dalam waduk itu selain lembap, juga apak dan kurang
oksigen. Selagi Br?der melangkah dengan hati-hati memasuki
laguna, sang profesor meyakinkan diri bahwa semuanya akan
baik-baik saja. Kami tiba tepat waktu. Kantong itu masih utuh. Tim Br?der dapat menanggulangi masalah ini.
Bagaimanapun, Langdon merasa panik. Sebagai penderita
klaustrofobia seumur hidup, dia tahu bahwa dia akan diserang
gelisah saat berada di bawah sini, dalam situasi apa pun. Ada
sesuatu yang merisaukan tentang ribuan ton tanah di atas kepalamu ...
hanya disangga oleh pilar-pilar yang sudah membusuk.
Dia menepis pikiran itu dari benaknya dan menengok ke
be??la?kang untuk mencari siapa pun yang berkeliaran di dekat
me??reka. Tidak ada. Ada beberapa orang di dekat situ, namun mereka berdiri di
sejumlah papan pijakan lain dan menatap ke arah berlawanan,
me?non?ton orkestra. Tampaknya, tidak ada yang melihat Br?der
ber?jalan perlahan-lahan melintasi air di sudut terdalam waduk
ini. isi INFERNO [SC].indd 570
571 Infern o Langdon kembali menatap sang pemimpin tim SRS, yang
sinar senter halogennya masih menyorot ke depan, menerangi
lang?kahnya. Saat itu juga, sudut mata Langdon mendadak menangkap
gerakan di sebelah kiri Br?der"sosok hitam besar yang muncul
dari air di hadapannya. Langdon menoleh dan menajamkan pan?
dangan menembus kegelapan, setengah menyangka akan melihat
semacam monster jahat muncul dari dalam air.
Br?der sekonyong-konyong berhenti, rupanya melihat ge?
rakan itu juga. Di sudut yang jauh, tampaklah sosok hitam yang menju?lang
hingga sekitar sembilan meter di dinding gua. Siluet mena?kut?
kannya nyaris identik dengan dokter wabah yang muncul di
video Zobrist. Itu bayangan, Langdon menyadari, mengembuskan napas.
Ba?yangan Br?der. Bayangan itu muncul ketika Br?der bergerak melewati bagian
laguna yang tersorot sinar, sama, sepertinya, dengan bayangan
Zobrist di video. "Inilah tempatnya," Langdon berseru kepada Br?der. "Sudah
dekat." Br?der mengangguk dan melanjutkan langkahnya melintasi
laguna. Langdon beringsut di sepanjang langkan, terus menyeja?
jarkan diri dengan Br?der. Sementara agen itu terus menjauh,
Langdon sekali lagi menoleh ke arah orkestra untuk memastikan
bahwa tidak seorang pun melihat aksi Br?der.
Tidak ada. Saat Langdon mengembalikan pandangannya ke laguna, se?
kilas pantulan cahaya di papan yang dipijaknya tertangkap oleh
matanya. Dia menunduk dan melihat setitik cairan merah.
Darah. Anehnya, Langdon menginjaknya.
Akukah yang berdarah"
isi INFERNO [SC].indd 571
572 D an B rown Langdon tidak merasa sakit, namun dia dengan panik mulai
mencari-cari luka di badannya atau kemungkinan reaksi terhadap
toksin tidak kasatmata yang melayang di udara. Dia memeriksa
hidungnya untuk mencari sumber darah, kukunya, telinganya.
Penasaran terhadap asal tetesan darah itu, Langdon meng?
edar?kan pandangan, memastikan bahwa hanya ada dirinya di
susuran sepi itu. Langdon kembali menatap bercak darah itu, dan kali ini dia
melihat aliran kecil di sepanjang papan pijakan yang berawal dari
kubangan kecil di dekat kakinya. Cairan merah itu sepertinya
ber?asal dari suatu tempat di atasnya dan menetes ke papan yang
miring. Ada seseorang yang terluka di atas sana, Langdon menduga. Dia
melirik Br?der, yang hampir tiba di tengah laguna.
Dia bergegas melintasi papan pijakan, mengikuti aliran cairan
merah itu. Ketika dia mendekati jalan buntu, alurnya semakin
lebar, menderas. Apa-apaan ini" Aliran itu menderas bagaikan su?
ngai kecil. Langdon mempercepat langkah, mengikuti alur cair?an
itu ke dinding gua, tempat papan pijakan berakhir.
Buntu. Di kegelapan, dia menemukan kubangan besar yang berkilau
merah, seolah-olah baru saja menjadi tempat pembantaian.
Seketika itu juga Langdon melihat cairan merah yang menetes
dari papan pijakan ke waduk, lalu menyadari bahwa perkiraannya
salah. Itu bukan darah. Cahaya merah di ruang luas itu, berpadu dengan nuansa me?
rah papan pijakan, telah menciptakan ilusi, memberikan warna
merah gelap pada tetesan air jernih ini.
Itu hanya air. Alih-alih membuatnya lega, hal itu justru menghadirkan
ke?ce?mas?an. Dia menatap kubangan air, kini melihat percikan di
lang?kan ... dan jejak kaki.
Ada yang memanjat keluar dari air di sini.
isi INFERNO [SC].indd 572
573 Infern o Langdon berputar untuk memanggil Br?der, namun pria
itu terlalu jauh dan musik membahana dalam irama fortissimo
t?rom?pet dan genderang. Bunyinya memekakkan telinga. Lang?
don sekonyong-konyong merasakan kehadiran seseorang di
sam?pingnya. Aku tidak sendirian. Dalam gerakan lambat, Langdon menoleh ke dinding tempat
papan pijakan berakhir. Tiga meter darinya, di balik bayangan
gelap, dia dapat melihat bentuk membulat, seperti sebongkah
batu besar yang diselimuti kain hitam yang meneteskan air ke
kubangan. Bongkahan itu diam.
Kemudian, bongkahan itu bergerak.
Bongkahan itu memanjang dan mewujud menjadi sesosok
ma?nusia, kepalanya mendongak dari posisi awalnya yang me?
nun?duk. Seseorang yang mengenakan burka hitam, Langdon menyadari.
Penutup badan tradisional Islam itu tidak memperlihatkan
sedi?kit pun kulit, namun saat kepala berbalut kerudung itu meno?
leh ke arah Langdon, sepasang mata gelap terlihat dari bukaan
kecil di penutup wajah, menatap tajam dirinya.
Seketika itu juga, Langdon tahu.
Sienna Brooks menghambur keluar dari tempat persem?bu?
nyi?annya. Seketika itu juga, dia berlari kencang, lalu menubruk
dan menjatuhkan Langdon.[]
isi INFERNO [SC].indd 573
Ba b i laguna, Agen Br?der menghentikan langkah. Sinar ha?
lo?gen dari senter saku Tovatec-nya menyoroti kilauan
lo?gam di dasar waduk yang terendam air.
Nyaris tanpa bernapas, Br?der perlahan-lahan maju, berusaha
untuk tidak menciptakan riak di air. Melalui permukaan air yang
jernih, dia kini dapat melihat lempeng titanium tipis, terpasang
di lantai. Plakat Zobrist. Berkat air yang jernih, dia bisa dengan mudah membaca tang?
gal esok hari dan tulisan di bawahnya:
DI TEMPAT INI, PADA TANGGAL INI,
DUNIA BERUBAH SELAMANYA. Pikirkan lagi, Br?der membatin, kepercayaan dirinya mening?
kat. Kami punya beberapa jam untuk menghentikan ini sebelum esok
tiba. Membayangkan video Zobrist, Br?der dengan perlahan
meng?edarkan senter ke sebelah kiri plakat, mencari kantong
Solublon di dekatnya. Seiring cahaya senter menerangi air yang
gelap, Br?der memfokuskan pandangannya dengan bingung.
Tidak ada kantong di sana.
Dia menggeser sorot senter ke kiri, tepat di tempat kantong
itu terlihat di video. Tetap tidak ada apa-apa. Tapi ... kantong itu seharusnya ada di sini!
isi INFERNO [SC].indd 574
575 Infern o Br?der mengatupkan rahang sambil maju selangkah, perla?
han-lahan menyorotkan senternya ke seluruh area.
Tidak ada kantong. Hanya plakat.
Sejenak Br?der berharap bahwa semua ini hanya ancaman,
se?perti banyak hal yang terjadi hari ini. Hanya ilusi.
Apakah semua ini hanya tipuan"
Apakah Zobrist hanya berniat menakut-nakuti kami"!
Kemudian dia melihatnya. Di sebelah kiri plakat, nyaris tak terlihat di dasar laguna,
se?utas tali tergeletak. Tali lemas itu mirip seekor cacing mati di
dalam air. Di ujungnya terdapat sebuah klip plastik kecil, dengan
ro?bekan plastik Solublon yang masih tersangkut.
Br?der menatap sisa kantong transparan itu, yang tersambung
pada tali bagaikan robekan simpul balon pesta yang telah pe?
cah. Kebenaran perlahan-lahan disadarinya.
Kami sudah terlambat. Dia membayangkan plastik yang tenggelam itu lumer dan
pe?cah ... memuntahkan isinya yang mematikan ke air ... dan
meng?ambang di permukaan laguna.
Dengan jari gemetar, dia mematikan senter dan berdiri sejenak
di tengah kegelapan, berusaha merunut pikirannya.
Kerisauannya dengan cepat berubah menjadi doa.
Tuhan, tolonglah kami semua.
______ "Agen Br?der, ulang!" Sinskey berteriak ke radio seraya menuruni
tangga menuju waduk, berusaha mendengar lebih jelas. "Saya
tidak bisa mendengar Anda!"
Angin hangat menerpanya, menaiki tangga menuju pintu
yang terbuka di atas. Di luar, tim SRS telah tiba dan para anggo?
ta?nya tengah bersiap-siap di belakang gedung dalam upaya me?
nyem?bunyikan perlengkapan hazmat sembari menunggu perintah
dari Br?der. isi INFERNO [SC].indd 575
576 D an B rown "... kantong robek ...," suara Br?der terpatah-patah di radio
Sinskey. "... dan ... terlepas."
Apa"! Sinskey berharap dia salah mendengar sambil bergegas
Inferno Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menuruni tangga. "Ulang!" perintahnya saat hampir tiba di dasar
tangga, tempat musik orkestra terdengar semakin keras.
Suara Br?der jauh lebih jelas kali ini. "... dan saya ulang ...
bi?bit penyakit itu telah tersebar!"
Sinskey terhuyung-huyung, nyaris jatuh di dasar tangga pintu
masuk waduk. Bagaimana mungkin"!
"Kantong itu sudah lumer," suara Br?der terdengar nyaring.
"Bibit penyakit itu sudah tersebar di air!"
Keringat dingin mengalir di tubuh Dr. Sinskey saat dia men?
dongak dan mencoba memahami dunia bawah-tanah yang ter?
bentang di hadapannya. Dalam temaram cahaya kemerahan, dia
melihat waduk luas berisi air dengan ratusan pilar menjulang
tinggi. Namun, yang paling jelas di matanya adalah manusia yang
memenuhi tempat itu. Ratusan orang. Sinskey menatap kerumunan orang yang tidak tahu apa-apa,
semuanya terjerat perangkap maut bawah-tanah Zobrist. Dia
be?reaksi mengikuti instingnya. "Agen Br?der, naiklah sekarang
juga. Kita akan segera memulai evakuasi."
Br?der langsung membantah. "Tidak bisa! Segel pintu keluar!
Tidak ada yang boleh keluar dari sini!"
Sebagai Direktur WHO, perintah Elizabeth Sinskey biasanya
dituruti tanpa sanggahan. Sesaat, dia menyangka dirinya salah
men?dengar kata-kata agen SRS itu. Menyegel pintu keluar"!
"Dr. Sinskey!" teriakan Br?der mengalahkan alunan musik.
"Anda mendengar saya"! Tutup pintu keparat itu!"
Br?der mengulang perintahnya, walaupun itu tidak perlu.
Sinskey menyadari bahwa Br?der benar. Saat menghadapi potensi
pan?demi, pembatasan penyebaran adalah satu-satunya pilihan
yang bisa diambil. Sinskey secara refleks meraih dan mencengkeram jimat lapislazulinya. Mengorbankan beberapa orang untuk menyelamatkan banyak
isi INFERNO [SC].indd 576
577 Infern o nyawa. Dengan tekad yang kian kuat, dia mendekatkan radio ke
bibirnya. "Baik, Agen Br?der. Saya akan memberi perintah untuk
menyegel pintu keluar."
Sinskey hendak berpaling dari kengerian waduk dan mem?
berikan perintah untuk menyegel area itu ketika menyadari ter?
jadinya keributan di tengah keramaian.
Tidak jauh darinya, seorang wanita berburka hitam tengah
berlari kencang di sepanjang papan pijakan yang ramai, menjatuh?
kan banyak orang yang menghalangi jalannya. Wanita bercadar
itu sepertinya berlari ke arah Sinskey dan pintu keluar.
Ada yang mengejarnya, Sinskey menyadari, melihat seorang
pria berlari di belakangnya.
Kemudian Sinskey terpaku. Itu Langdon!
Tatapan Sinskey beralih kembali ke wanita berburka, yang
mendekat dengan cepat dan kini meneriakkan sesuatu dalam
ba?hasa Turki kepada orang-orang di laluan pejalan kaki. Sinskey
tidak me?nguasai bahasa Turki, namun menilai reaksi panik orangorang itu, kata-kata wanita itu mungkin setara dengan teriakan
"Ke?ba?karan!" di dalam sebuah gedung bioskop penuh sesak.
Gelombang kepanikan melanda kerumunan orang, dan se?
ko?nyong-konyong, bukan hanya wanita bercadar itu dan Lang?
don yang berlari menuju tangga. Semua orang berebut menuju
tang?ga. Sinskey membalikkan badan dari keriuhan yang menyong?
song?nya dan berseru dengan putus asa pada timnya yang me?
nung?gu di luar. "Kunci pintunya!" jeritnya. "Segel waduk! SEKARANG!"
______ Ketika Langdon berbelok menuju tangga, Sinskey sudah tiba di
tengah tangga, tergopoh-gopoh berlari ke atas, menjerit-jerit agar
pintu segera ditutup. Sienna Brooks berada tepat di belakang?nya,
bersusah payah menaiki tangga dengan burka berat dan basah?
nya. isi INFERNO [SC].indd 577
578 D an B rown Di belakang mereka, Langdon bisa merasakan para penonton
konser yang ketakutan menghambur ke luar bagaikan gelombang
pasang. "Segel pintu keluar!" Sinskey kembali berseru.
Kaki panjang Langdon memungkinkannya menaiki tiga anak
tangga sekaligus, dengan cepat menyusul Sienna. Di atasnya, dia
bisa melihat pintu ganda berat mulai terayun ke dalam.
Terlalu lambat. Sienna menyusul Sinskey, menyambar bahu wanita itu dan
meng?gunakannya sebagai tumpuan untuk mempercepat larinya,
kemudian menghambur liar ke pintu keluar. Sinskey jatuh ber?
lu?tut, jimat kesayangannya membentur lantai dan patah di
tengah. Melawan nalurinya untuk berhenti dan menolong Sinskey,
Langdon melewatinya, berlari kencang ke puncak tangga.
Sienna hanya berjarak beberapa langkah di depannya, nyaris
berada dalam jangkauannya, namun perempuan itu telah tiba di
bordes, sementara pintu terlalu lambat menutup. Tanpa perlu
menurunkan laju larinya, Sienna dengan sigap memiringkan
tubuh rampingnya dan menyelipkan diri ke celah sempit yang
masih terbuka. Dia sudah separuh melewati pintu ketika burkanya tersang?
kut di gerendel, menghentikannya tepat di tengah pintu, hanya
beberapa inci dari kebebasan. Saat Sienna meronta-ronta untuk
membebaskan diri, Langdon mengulurkan tangan dan men?ceng?
keram burka perempuan itu. Dia memegang kain itu erat-erat,
menariknya, mencoba menghambat Sienna, namun perempuan
itu meronta-ronta liar, dan tiba-tiba yang ada di tangan Langdon
hanyalah segenggam kain basah.
Pintu akhirnya terbanting menutup, namun terganjal kain,
nyaris menjepit tangan Langdon. Onggokan kain yang terselip
di tengah-tengah pintu menjadikan upaya orang-orang di luar
untuk menutupnya sia-sia.
Melalui celah sempit yang masih terbuka, Langdon dapat
me?lihat Sienna Brooks berlari kencang menyeberangi jalan yang
isi INFERNO [SC].indd 578
579 Infern o ramai, kepala botaknya berkilau saat terkena sinar lampu-lampu
jalanan. Dia masih mengenakan sweter dan jins biru yang sama,
dan Langdon mendadak merasa terkhianati.
Perasaan itu hanya bertahan sesaat. Tiba-tiba, Langdon ter?
dorong keras ke pintu. Huru-hara telah tiba di belakangnya.
Tangga dipenuhi gema jeritan ngeri dan pekikan bingung,
semen?tara harmoni orkestra simfoni di bawah hancur berantakan.
Lang?don bisa merasakan tekanan di punggungnya bertambah saat
orang-orang saling mendorong berusaha keluar. Dia mengernyit
kesakitan saat iganya terimpit ke pintu.
Kemudian pintu terbuka ke arah luar, dan Langdon terlempar
ke udara malam bagaikan sumbat botol sampanye. Dia terhuyunghuyung di trotoar, nyaris jatuh ke jalan. Di belakangnya, rom?bong?
an manusia tumpah ruah ke jalan bagaikan semut yang melarikan
diri dari lubang yang sudah diracun.
Para agen SRS yang mendengar hiruk pikuk itu, bermunculan
dari belakang gedung. Penampilan mereka yang mengenakan
pa?kaian hazmat lengkap dan respirator semakin menambah ke?
panikan. Langdon menoleh ke seberang jalan untuk mencari Sienna.
Yang dilihatnya hanyalah kemacetan lalu lintas, lampu-lampu
jalanan, dan kebingungan.
Kemudian, hanya sekilas, jauh di sebelah kirinya, sekilas ke?
pala botak berkulit pucat terlihat menembus malam, melesat di
trotoar yang ramai dan menghilang di sudut jalan.
Langdon menoleh ke belakang dengan putus asa, mencari
Sinskey, atau polisi, atau agen SRS yang tidak mengenakan pa?
kaian hazmat tebal. Namun, tak ada siapa-siapa.
Langdon tahu bahwa dia hanya bisa mengandalkan diri?
nya. Tanpa ragu lagi, dia berlari mengejar Sienna.
______ isi INFERNO [SC].indd 579
580 D an B rown Jauh di bawah, di ujung waduk, Agen Br?der berdiri sendirian di
tengah air sedalam pinggang. Hiruk pikuk bergema di kegelapan
ketika para turis dan musisi panik bergegas berlari ke pintu keluar
dan menghilang di puncak tangga.
Pintu itu tidak pernah disegel, Br?der menyadari dengan ngeri.
Upaya pembatasan penyebaran telah gagal.[]
isi INFERNO [SC].indd 580
Ba b obert Langdon bukan pelari, namun bertahun-tahun la?
tihan renang menjadikan kakinya kokoh dan langkahnya
panjang. Dia mencapai sudut jalan dalam hitungan detik
dan mengitarinya, lalu mendapati dirinya di seruas jalan yang
lebih lebar. Matanya segera mengamati trotoar.
Dia pasti ada di sini! Hujan telah reda, dan dari sudut ini, Langdon bisa dengan
je?las melihat seluruh jalan yang terang benderang. Tidak ada
tem?pat bersembunyi. Namun, Sienna seolah-olah telah lenyap.
Langdon berhenti, meletakkan tangan di pinggul, sambil
terengah-engah mengamati jalan yang basah oleh air hujan. Satusatunya gerakan yang dilihatnya berasal dari sekitar lima puluh
meter di depan, tempat salah satu otob?s modern Istanbul bertolak
dari bahu jalan dan melaju di jalan raya.
Apakah Sienna sudah memasuki bus kota"
Tampaknya itu terlalu berisiko. Mungkinkah dia membiarkan
dirinya terperangkap di dalam bus jika dia mengetahui bahwa
semua orang sedang mencarinya" Tetapi, jika dia percaya bahwa
tidak ada seorang pun yang melihatnya berbelok di sudut jalan,
dan jika kebetulan ada bus yang berhenti di dekatnya, mena?war?
kan kesempatan pada waktu yang sempurna ....
Mungkin. Penanda rute terpasang di atap bus"sebuah matriks cahaya
yang diprogram untuk menampilkan satu kata: GALATA.
isi INFERNO [SC].indd 581
582 D an B rown Langdon berlari menghampiri seorang pria tua yang tengah
berdiri di bawah kanopi sebuah restoran. Pria itu berbusana rapi
dengan tunik berbordir dan serban putih.
"Permisi," Langdon terengah-engah, berhenti di hadapannya.
"Apakah Anda bisa berbahasa Inggris?"
"Tentu," kata pria itu, tampak acuh tak acuh walaupun Lang?
don berbicara dengan nada mendesak.
"Galata"! Itu nama tempat?"
"Galata?" jawab pria itu. "Jembatan Galata" Menara Galata"
Dermaga Galata?" Langdon menunjuk otob?s yang baru saja bergerak. "Galata!
Tujuan bus itu!" Pria berserban itu menatap bus dan berpikir sejenak. "Jem?
batan Galata," jawabnya. "Rutenya dari kota lama dan melintasi
jalur air." Langdon mengerang, dengan panik mengamati jalan lagi,
na???mun tetap tidak melihat tanda-tanda keberadaan Sienna.
Raung?an sirene terdengar dari segala arah saat ini, sementara
ken??da??raan-kendaraan tanggap darurat melaju di depan mereka
ke arah waduk. "Ada apa?" tanya si pria tua, tampak waspada. "Apakah se?
mua?nya baik-baik saja?"
Langdon kembali menatap bus yang sudah berlalu dan me?
nyadari bahwa dia berjudi dalam mengambil keputusan ini, na?
mun dia tidak memiliki pilihan lain.
"Tidak, Sir," jawab Langdon. "Ada kasus darurat, dan saya
butuh bantuan Anda." Dia menunjuk ke bahu jalan, tempat se?
orang petugas parkir baru saja mengantar sebuah Bentley ramping
bercat perak. "Apakah itu mobil Anda?"
"Ya, tapi?" "Saya butuh tumpangan," kata Langdon. "Saya tahu bahwa
kita baru saja berjumpa, tapi ada malapetaka yang sedang terjadi,
dan ini masalah hidup dan mati."
isi INFERNO [SC].indd 582
583 Infern o Pria berserban itu menatap mata Langdon lama, seolah-olah
mengamati jiwanya. Akhirnya, dia mengangguk. "Kalau begitu,
naiklah." Bentley itu melesat dari bahu jalan, dan Langdon menceng?
keram kursi yang didudukinya. Pria itu jelas mahir mengemudi
dan tampak menikmati tantangan berkelak-kelok menembus
kemacetan, berkejar-kejaran dengan bus.
Kurang dari tiga blok kemudian, dia sudah berhasil menem?
patkan Bentley-nya tepat di belakang otob?s. Langdon mencon?
dongkan badan ke depan, memicingkan mata ke kaca belakang
bus. Lampu di dalam bus itu redup, dan yang bisa dilihat Langdon
hanyalah siluet samar-samar para penumpang.
"Tolong tempel terus bus itu," kata Langdon. "Apa Anda
pu?nya telepon?" Pria itu mengeluarkan sebuah ponsel dari sakunya dan me?
Inferno Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
nye?rahkan benda itu kepada penumpangnya, yang berterima
kasih tetapi langsung menyadari bahwa dia tidak tahu akan
menelepon siapa. Langdon tidak memiliki nomor Sinskey maupun
Br?der, dan butuh waktu sangat lama untuk menelepon kantor
WHO di Swiss. "Bagaimana cara menghubungi kantor polisi di sini?" tanya
Langdon. "Satu-lima-lima," jawab pria itu. "Di mana pun di Istan?
bul." Langdon menekan ketiga nomor itu dan menunggu. Penantian
itu terasa sangat lama. Akhirnya, rekaman suara menjawabnya,
dalam bahasa Turki dan Inggris, bahwa karena jaringan sedang
sibuk, dia harus menunggu. Langdon menduga sibuknya jaringan
disebabkan oleh krisis di waduk.
Istana tenggelam saat ini mungkin sedang dilanda huru-hara.
Langdon membayangkan Br?der melangkah keluar dari laguna,
memikirkan apa yang diperolehnya di sana. Firasat buruk Lang?
don mengatakan bahwa Br?der sudah tahu.
Sienna telah mendahuluinya masuk ke air.
isi INFERNO [SC].indd 583
584 D an B rown Di depan mereka, lampu rem bus menyala, dan kendaraan
itu berhenti di depan sebuah halte. Si pengemudi Bentley juga
menghentikan mobilnya sekitar lima belas meter di belakang bus
sehingga Langdon bisa melihat dengan jelas para penumpang
yang naik dan turun. Hanya ada tiga orang yang turun"semuanya
pria"namun Langdon tetap mengamati semuanya lekat-lekat,
menyadari keahlian menyamar Sienna.
Dia kembali menatap jendela belakang bus. Kaca bus itu
gelap, namun lampu-lampu di dalamnya kini sudah dinyala?kan,
dan Langdon bisa melihat para penumpang lebih jelas. Dia men?
condongkan badan ke depan, menjulurkan leher, mendekat?kan
wa?jahnya ke kaca depan Bentley, mencari Sienna.
Tolong jangan katakan bahwa keputusanku salah.
Kemudian Langdon melihatnya.
Di bangku paling belakang bus itu, memunggunginya, tam??
pak?lah sepasang bahu ramping di bawah sebentuk kepala bo?
tak. Itu pasti Sienna. Bus melaju, dan lampu-lampu di dalamnya meredup kembali.
Beberapa detik sebelum kegelapan meliputinya, kepala itu me?
noleh, menatap ke luar dari jendela belakang.
Langdon merosot di kursinya, bersembunyi di bayangan
Bentley. Apakah dia melihatku" Sopir berserbannya sudah men?
jalankan mobil kembali, membuntuti bus itu.
Jalan menurun menuju perairan sekarang, dan di depan
mereka, Langdon melihat lampu-lampu dari jembatan rendah
yang terbentang di atas perairan itu. Kemacetan lalu lintas tam?
paknya sedang terjadi di sana. Bahkan, seluruh area di sekitarnya
pun tampak sesak. "Pasar Rempah-Rempah," kata si pria berserban. "Sangat
po?puler pada malam berhujan."
Pria itu menunjuk tepi perairan, tempat sebuah bangunan yang
sangat panjang berdiri di bawah bayang-bayang salah satu masjid
terbesar Istanbul"Masjid Baru, berdasarkan ketinggian menara
kembar ternamanya, kalau ingatan Langdon tak salah. Pasar
isi INFERNO [SC].indd 584
585 Infern o Rem?pah-Rempah tampak lebih besar daripada kebanyakan mal di
Amerika, dan Langdon dapat melihat orang-orang berbondongbondong keluar masuk melalui gerbang melengkungnya.
"Alo"!" sebuah suara lirih terdengar dari suatu tempat di
dalam mobil. "Acil Durum! Alo"!"
Langdon menunduk ke telepon di tangannya. Polisi.
"Ya, halo!" sembur Langdon ke ponsel. "Nama saya Robert
Langdon. Saya bekerja sama dengan WHO. Ada krisis besar yang
sedang berlangsung di waduk kota, dan saya tengah membuntuti
orang yang bertanggung jawab atas krisis itu. Wanita itu berada
di dalam bus di dekat Pasar Rempah-Rempah, menuju?"
"Tolong tunggu sebentar," kata si operator. "Saya akan meng?
hubungkan Anda kepada pihak yang berwenang."
"Tidak, tunggu!" Namun, nada tunggu kembali terdengar.
Si sopir Bentley menoleh kepadanya dengan cemas. "Ada
kri?sis di waduk"!"
Langdon hendak menjelaskan, namun wajah pria itu menda?
dak merah padam bagaikan siluman.
Lampu rem! Si sopir dengan sigap kembali menatap ke depan, lalu menge?
rem Bentley-nya tepat di belakang bus. Lampu-lampu di dalam
bus kembali menyala dan Langdon dapat melihat Sienna dengan
jelas. Wanita itu sedang berdiri di pintu belakang, berkali-kali
me?narik tali penghenti darurat dan menggedor-gedor pintu.
Dia melihatku, Langdon menyadari. Sienna tentu juga sudah
me?lihat kemacetan di Jembatan Galata dan tidak ingin terjebak
di sana. Langdon membuka pintu secepat kilat, namun Sienna telah
melesat turun dari bus dan berlari kencang menyongsong kege?
lapan malam. Langdon melemparkan ponsel kembali kepada
pe?miliknya. "Ceritakan apa yang terjadi kepada polisi! Minta
me?reka mengepung area ini!"
Si pria berserban mengangguk-angguk kalut.
"Dan terima kasih!" seru Langdon. "Te"ekk?rler!"
isi INFERNO [SC].indd 585
586 D an B rown Dan Langdon pun bergegas mengejar Sienna, yang berlari
tepat menuju keramaian Pasar Rempah-Rempah.[]
isi INFERNO [SC].indd 586
Ba b asar Rempah-Rempah Istanbul yang telah berusia tiga
ratus tahun adalah salah satu pasar tertutup terbesar di
dunia. Dibangun berbentuk huruf L, kompleks raksasa itu
memiliki 88 ruangan beratap melengkung yang terbagi menjadi
ratusan kios, tempat para pedagang menjajakan berbagai macam
penganan menggiurkan dari seluruh dunia"rempah-rempah,
buah-buahan, bumbu, dan camilan mirip permen yang tersohor
dari Istanbul, Turkish delight.
Pintu masuk pasar"sebuah portal batu besar berlengkung
Gotik"berlokasi di sudut antara ?i?ek Pazari dan Tahmis Street,
dan konon dilewati oleh lebih dari tiga ratus ribu pengunjung
setiap hari. Malam ini, saat menghampiri pintu masuk yang ra?
mai itu, Langdon merasa ketiga ratus ribu pengunjung itu tengah
berdesak-desakan di sana pada waktu yang sama. Dia masih
berlari kencang tanpa pernah melepaskan pandangannya dari
Sienna. Perempuan itu kini hanya berjarak sekitar dua puluh
meter di depannya, berlari langsung ke gerbang pasar dan tidak
me?nun?jukkan tanda-tanda akan berhenti.
Sienna mencapai portal berlengkung dan menerobos keru?
munan orang. Dia berkelit melewati banyak orang, berangsurangsur masuk. Saat melewati ambang pintu, dia mencuri pandang
ke belakang. Di matanya, Langdon melihat gadis kecil yang
ke??ta??kutan, melarikan diri dengan kalut ... putus asa dan lepas
ken??dali. "Sienna!" panggil Langdon.
Namun, Sienna menenggelamkan dirinya ke lautan manu?sia
dan lenyap dari pandangan.
isi INFERNO [SC].indd 587
588 D an B rown Langdon terus mengejarnya, menubruk, mendorong, menju?
lurkan leher hingga melihatnya berbelok ke lorong barat pasar
di sebelah kiri. Tong-tong kayu berisi rempah-rempah eksotis berjajar di
lorong"daun kari India, safron Iran, daun teh Cina"memberikan
nuansa warna-warni kuning, cokelat, dan emas memikat. Bersama
setiap langkahnya, Langdon menghirup aroma baru"tajamnya
jamur, getirnya akar-akaran, harumnya parfum"yang menguar
ke udara bersama perpaduan bahasa memekakkan telinga dari
seluruh dunia. Hasilnya adalah banjir rangsangan indra yang
mem?buat kewalahan ... di tengah riuh rendah manusia.
Ribuan manusia. Gejala klaustrofobia kembali mencekam Langdon, dan dia
nyaris menyerah sebelum kembali tenang dan memaksakan diri
untuk terus memasuki pasar. Dia melihat Sienna tak jauh di depan,
bersusah payah berusaha untuk tetap maju. Sienna jelas akan
berlari hingga tiba di tempat tujuannya ... di mana pun itu.
Sejenak Langdon memikirkan alasannya mengejar Sienna.
Demi keadilan" Mengingat perbuatan Sienna, Langdon tidak
sanggup memikirkan hukuman apa yang akan menantinya jika
dia tertangkap. Untuk mencegah pandemi" Apa pun itu, itu sudah terjadi.
Saat menembus lautan orang asing, Langdon mendadak
me?nya?dari alasan untuk kegigihannya menghentikan Sienna
Brooks. Aku menginginkan jawaban.
Hanya sepuluh meter di depannya, Sienna mendekati pintu
keluar di ujung sayap barat pasar. Dia sekali lagi mencuri pandang
ke belakang, tampak cemas saat melihat Langdon berada sangat
de?kat. Saat menoleh kembali ke depan, dia tersandung dan
jatuh. Sienna terhuyung-huyung, kepalanya membentur bahu pria
di depannya. Saat pria itu jatuh, Sienna mengulurkan tangan
kanannya, meraih apa pun untuk mencegahnya jatuh. Dia meraih
isi INFERNO [SC].indd 588
589 Infern o pinggiran tong kastanye kering, yang langsung terguling sehingga
butiran-butiran kacang bertebaran di lantai.
Langdon hanya membutuhkan tiga langkah untuk mencapai
tempat Sienna terjatuh. Dia menunduk ke lantai, namun hanya
melihat tong yang tergelimpang dan kastanye yang bertebaran.
Tidak ada Sienna. Si pemilik kios memaki-maki garang.
Ke mana dia pergi"! Langdon berputar, tapi entah bagaimana, Sienna telah lenyap.
Namun, ketika tatapannya mendarat di gerbang barat yang ha?nya
berjarak lima belas meter dari sana, dia menyadari bah?wa ke?ce?
la?kaan tadi adalah sebuah kesengajaan.
Langdon berlari ke gerbang dan menghambur ke alun-alun
luas yang juga dipenuhi orang. Dia mengedarkan pandangan,
namun sia-sia saja. Tepat di depannya, di ujung jalan raya, Jembatan Galata
mem?bentang di atas perairan Golden Horn. Kedua menara Masjid
Baru menjulang di sebelah kanan Langdon, menaungi alun-alun
dengan sinar benderangnya. Dan di sebelah kirinya hanya ada
alun-alun terbuka ... yang dipenuhi manusia.
Lengkingan klakson kembali menarik tatapan Langdon ke
depan, ke jalan raya yang memisahkan alun-alun dari perairan.
Dia melihat Sienna, sekitar seratus meter di depan, berlari me?
nye?berang jalanan yang ramai dan nyaris terimpit dua buah truk.
Dia sedang menuju laut. Di sebelah kiri Langdon, di tepi Golden Horn, terdapat sebuah
terminal yang hiruk pikuk oleh berbagai aktivitas"dermaga feri,
otob?s, taksi, kapal tur.
Langdon berlari kencang menyeberangi alun-alun menuju
jalan raya. Saat tiba di pagar pembatas, dia mencocokkan lompat?
annya dengan nyala lampu lalu lintas dan dengan selamat berhasil
menyeberangi ruas pertama dari beberapa ruas jalan raya berjalur
dua itu. Selama lima belas detik, dikepung oleh sorot lampu
me?nyilaukan dan pekikan klakson penuh amarah, Langdon ber?
hasil maju dari satu ruas ke ruas berikutnya"berhenti, bersiap-
isi INFERNO [SC].indd 589
590 D an B rown siap, berlari menyeberang, hingga akhirnya tiba di pagar yang
membatasi jalan raya dengan pinggir laut yang berumput.
Walaupun Langdon masih bisa melihatnya, Sienna telah
jauh di depan, berlari di sela-sela taksi dan bus menuju dermaga,
tempat berbagai macam kapal keluar dan masuk"tongkang turis,
taksi air, kapal nelayan pribadi, perahu bermotor. Di seberang
perairan, lampu-lampu kota di sisi barat Golden Horn berkilauan,
dan Langdon yakin bahwa jika Sienna berhasil tiba di sana, tidak
akan ada harapan lagi untuk menemukannya, barangkali untuk
selamanya. Setibanya di tepi laut, Langdon menoleh ke kiri dan berlari
di sepanjang susuran, memancing tatapan heran dari para turis
yang tengah mengantre untuk menaiki tongkang-tongkang
makan malam berdekorasi mencorong, lengkap dengan kubah
mirip masjid, hiasan berlapis kuningan, dan lampu neon yang
berkelap-kelip. Las Vegas di Bosporus, Langdon mengerang sambil terus
berlari. Sienna yang berada jauh di depan, sudah berhenti berlari. Dia
tengah berdiri di dermaga, di area yang dipenuhi perahu-perahu
motor pribadi, memohon kepada salah seorang pemiliknya.
Jangan biarkan dia naik! Saat Langdon mempertipis jarak mereka, dia dapat melihat
bahwa Sienna tengah memohon kepada seorang pria muda yang
berdiri di balik kemudi perahu yang hendak bertolak dari der??
Inferno Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
maga itu. Pria itu tersenyum, namun dengan sopan meng?geleng.
Sienna terus membujuknya, tetapi si pengemudi perahu tam?
paknya dengan tegas menolak dan kembali menekuni kemudi
pe?rahunya. Ketika Langdon mendekat, Sienna meliriknya, rasa frustrasi
terpancar dari wajahnya. Di depan dermaga, kedua mesin perahu
menderu, mengocok air dan menggerakkan perahu menjauh dari
dermaga. Seketika itu juga Sienna melayang ke udara, melompat dari
dermaga ke perairan terbuka. Dia mendarat dengan gedebuk
isi INFERNO [SC].indd 590
591 Infern o nya?ring di buritan fiberglass perahu. Merasakan hantaman, si pe?
nge?mudi menoleh dengan ekspresi tidak percaya. Dia menarik
tuas, menghentikan perahunya, yang sudah berada dua puluh
meter dari dermaga. Sambil mengumpat kesal, dia menghampiri
penumpang tak diundang itu.
Ketika si pengemudi perahu menghampirinya, Sienna dengan
santai menyingkir, kemudian menarik pergelangan tangan pria
itu dan memanfaatkan momentumnya untuk melontarkannya ke
belakang buritan. Pria itu tercebur ke laut. Beberapa waktu ke?mu?
dian, dia menyembul ke permukaan, berteriak dan mengacungacungkan tinjunya ke udara, mengumpat-umpat dalam bahasa
Turki. Sienna dengan wajah datar melempar pelampung ke air,
menghampiri roda kemudi, dan menarik kedua tuas ke atas.
Motor berderu dan perahu itu melesat.
Langdon berdiri di dermaga, mengatur napas, menyaksikan
perahu motor ramping bercat putih itu membelah perairan,
menjadi sekadar bayangan di malam kelam. Dia menatap cakra?
wala dan menyadari bahwa Sienna kini memiliki akses tidak
hanya ke pantai seberang, tetapi juga seluruh jaringan jalur air
yang seolah-olah tanpa ujung dari Laut Hitam hingga Me?dite?
ra?nia. Dia telah pergi. Di dekatnya, si pemilik perahu memanjat keluar dari air, ber?
diri, dan segera menelepon polisi.
Langdon merasa sangat kesepian ketika memandang cahaya
lampu dari perahu motor curian itu memudar di kejauhan. Deru
mesinnya yang kuat juga terdengar semakin samar.
Kemudian raungan mesin itu mendadak lenyap.
Langdon memicingkan mata. Apakah dia mematikan mesin"
Perahu itu sepertinya berhenti dan kini terombang-ambing
lembut bersama ombak ringan Golden Horn. Entah untuk alasan
apa, Sienna Brooks berhenti.
Apakah dia kehabisan bahan bakar"
isi INFERNO [SC].indd 591
592 D an B rown Langdon mencorongkan tangan di telinga dan mendengarkan,
kini samar-samar menangkap getaran mesin.
Kalau dia tidak kehabisan bahan bakar, apa yang sedang dilaku?
kan?nya" Langdon menunggu. Sepuluh detik. Lima belas detik. Tiga puluh detik.
Kemudian, sekonyong-konyong, mesin perahu kembali men?
deru, awalnya ragu-ragu, kemudian lebih tegas. Langdon ter??nga?nga
saat cahaya dari lampu-lampu perahu itu berkelok, dan ha?lu?an
perahu berputar ke dermaga.
Dia kembali. Selama perahu mendekat, Langdon dapat melihat Sienna di
balik kemudi, menatap kosong ke depan. Tiga puluh meter dari
der?maga, Sienna menurunkan laju dan mengembalikan perahu
ke tempat dia merampasnya, mematikan mesin.
Hening. Dari dermaga, Langdon menatap dengan heran.
Sienna tidak pernah mendongak.
Dia malah membenamkan wajah ke kedua tangannya. Dia
mem?bungkukkan bahu, seluruh badannya gemetar. Ketika akhir?
nya menatap Langdon, mata Sienna basah oleh air mata.
"Robert," dia terisak. "Aku tak bisa lari lagi. Aku tak punya
tem??pat lagi untuk dituju."[]
isi INFERNO [SC].indd 592
Ba b atogen itu menyebar. Elizabeth Sinskey berdiri di dasar tangga waduk dan
me?natap kehampaan gua yang seluruh isinya su?dah di??
evakuasi. Napasnya terasa berat akibat respirator yang di?ke?na?
kan?nya. Wa?laupun dia mungkin sudah terkena entah patogen
apa yang ada di sini, Sinskey lega karena telah me?nge?nakan pa?
kaian hazmat saat memasuki tempat sunyi itu bersama tim SRS.
Me?reka semua memakai pakaian terusan putih menggembung
yang tersambung pada helm kedap udara, terlihat menyerupai
sekelompok astronaut yang hendak memeriksa pesawat ruang
angkasa asing. Sinskey menyadari bahwa di jalan di atasnya, ratusan pe?
ngun?jung konser dan musisi yang ketakutan tengah dirundung
kebingungan, banyak di antara mereka yang harus dirawat akibat
terinjak-injak. Banyak pula yang sudah meninggalkan area. Dia
merasa beruntung dapat meloloskan diri hanya dengan lutut
me?mar dan jimat patah. Hanya ada satu hal yang lebih cepat menular daripada virus,
Sinskey membatin. Dan itu adalah rasa takut.
Pintu di atas kini telah dikunci, disegel erat, dan dijaga oleh
petugas keamanan setempat. Sinskey telah mengantisipasi per?
ben?turan yurisdiksi saat polisi setempat tiba, namun potensi
konflik apa pun langsung menguap begitu mereka melihat per?
lengkapan biohazard dan mendengar peringatan Sinskey tentang
kemungkinan penyebaran wabah.
isi INFERNO [SC].indd 593
594 D an B rown Kami harus berjuang sendiri, pikir sang Direktur WHO, menatap
hutan pilar yang terpantul di air laguna. Tidak ada orang lain yang
mau turun kemari. Di belakangnya, dua orang agen tengah menggelar lembaran
besar poliuretan di dasar tangga dan menempelkannya ke din?
ding menggunakan pistol pemanas. Dua orang agen lainnya telah
me?nemukan area terbuka di atas papan pijakan dan mulai me?
nyiap?kan berbagai perlengkapan elektronik seolah-olah hendak
meng?analisis tempat kejadian perkara.
Itu memang istilah yang tepat untuk tempat ini, pikir Sinskey.
Tempat kejadian perkara. Dia kembali membayangkan perempuan berburka basah yang
kabur dari waduk. Tampaknya, Sienna Brooks telah mem?per?ta?
ruh?kan nyawanya untuk menyabotase upaya WHO membatasi
penyebaran wabah dan menyelesaikan misi gila Zobrist. Dia telah
turun kemari dan memecahkan kantong Solublon ....
Langdon mengejar Sienna di tengah kegelapan malam, dan
sampai saat ini Sinskey belum mendengar kabar tentang me?
reka. Kuharap Profesor Langdon selamat, batinnya.
______ Agen Br?der berdiri dengan pakaian basah kuyup di papan pi?
jakan, menatap kosong kepala Medusa terbalik dan memikirkan
langkah selanjutnya. Sebagai seorang agen SRS, Br?der terlatih untuk berpikir
di level makrokosmik, menyingkirkan kekhawatiran etis atau
personal dan berfokus pada menyelamatkan sebanyak mungkin
nyawa dalam jangka panjang. Ancaman terhadap kesehatannya
sendiri baru disadarinya saat ini. Aku menceburkan diri ke dalam?nya,
pikirnya, menyesali tindakan berisiko tinggi yang telah di?a am?bil,
sekalipun menyadari bahwa dia nyaris tidak memiliki pilihan.
Kami membutuhkan tindakan langsung.
isi INFERNO [SC].indd 594
595 Infern o Br?der memaksakan diri untuk memikirkan tugas yang masih
dipegangnya"pelaksanaan Rencana B. Sayangnya, dalam sebuah
krisis pembatasan penyebaran wabah, Rencana B selalu sama:
mem?perluas radius. Melawan penyakit yang mudah menular kerap
kali sama dengan melawan kebakaran hutan: kadang-kadang kita
harus mundur dan menyerah dalam sebuah pertempuran dengan
harapan akan memenangi perang.
Pada titik ini, Br?der masih memegang harapan bahwa pem?
batasan penuh tetap bisa dilakukan. Sienna Brooks ke?mungkinan
besar merobek kantong itu hanya beberapa menit sebelum histeria
massa dan evakuasi terjadi. Jika itu benar, wa?laupun ratusan
orang telah melarikan diri dari tempat ini, mereka semua mungkin
berlokasi cukup jauh dari sumber penyakit dan terhindar dari
penularan. Semua orang, kecuali Langdon dan Sienna, Br?der menyadari.
Keduanya telah berada di titik nol, dan kini berada di suatu tempat di
tengah kota. Br?der juga memiliki kekhawatiran lain"sebuah celah logika
yang terus mengusiknya. Ketika berada di air, dia tidak pernah
menemukan robekan kantong Solublon. Menurut Br?der, jika
Sienna merobek kantong itu"dengan menendang atau me?na?rik?
nya, atau apa pun caranya"dia akan menemukan sisa keru?sak?an,
robekan kantong yang mengapung di suatu tempat di area itu.
Namun, Br?der tidak menemukan apa-apa. Sisa kantong itu
seolah-olah telah lenyap. Br?der sangat meragukan kemungkinan
Sienna membawa kantong Solublon itu, karena pada waktu itu,
kantong tersebut tentu sudah mulai lumer dan mudah pecah.
Jadi, di manakah kantong itu"
Firasat Br?der mengatakan bahwa dia melewatkan sesuatu.
Walaupun begitu, dia tetap berkonsentrasi pada strategi baru
pem?batasan penyebaran, yang mengharuskannya menjawab satu
pertanyaan penting. Sebesar apakah radius penularan penyakit itu saat ini"
Br?der mengetahui bahwa pertanyaan itu akan terjawab da?
lam hitungan menit. Timnya telah mempersiapkan serangkaian
isi INFERNO [SC].indd 595
596 D an B rown perangkat pendeteksi virus portabel di sepanjang laluan pejalan
kaki dalam jarak tertentu dari laguna. Perangkat ini"yang di?
kenal dengan nama unit PCR"menggunakan reaksi berantai
poli?merase untuk men?deteksi keberadaan kontaminasi virus.
Tetapi Br?der tetap menyimpan harapan baik. Tanpa ada?
nya gerakan di air laguna dan karena waktu penyebaran sangat
singkat, dia yakin area kontaminasi yang akan dideteksi oleh
pe?rangkat PCR berukuran kecil, dan mereka akan bisa mem?ber?
sihkannya dengan bahan kimia dan alat penyedot.
"Siap?" seru seorang teknisi melalui megafon.
Para agen yang telah mengambil posisi di seputar waduk
meng?acungkan jempol. "Periksa sampel kalian," megafon berderak.
Di seluruh gua, para analis berjongkok dan menyalakan
mesin PCR individu mereka. Setiap perangkat mulai menganalisis
sampel dari titik yang ditentukan oleh operatornya di papan pi?
jakan, dengan radius yang melebar dari plakat Zobrist.
Keheningan menyelimuti waduk selama semua orang me?
nanti, berdoa agar melihat hanya lampu hijau.
Kemudian terjadilah. Di mesin terdekat dengan Br?der, sebuah lampu pendeteksi
virus mulai menyala merah. Otot Br?der menegang, dan tatap?
an?nya tertuju ke mesin berikutnya.
Mesin itu pun mulai mengedipkan cahaya merah.
Tidak. Gumaman kaget menggema di seluruh gua. Br?der menyak?
sikan dengan tegang ketika, satu per satu, setiap perangkat PCR
me?ngedipkan cahaya merah di seluruh waduk hingga pintu
ma?suk. Oh, Tuhan ... pikirnya. Lautan lampu merah yang berkedipkedip dari mesin pendeteksi menggambarkan sebuah kenisca?
yaan. Radius kontaminasi yang sangat luas.
Seluruh waduk telah terinfeksi virus.[]
isi INFERNO [SC].indd 596
Ba b obert Langdon menatap Sienna Brooks yang menunduk di
atas roda kemudi perahu motor curian. Profesor Harvard
itu berusaha memahami apa yang baru saja disak?si?kan?
nya. "Aku yakin kau membenciku," Sienna terisak-isak, menatap?
nya dengan mata yang sembap.
"Membencimu"!" seru Langdon. "Aku sama sekali tidak
me?ngetahui siapa dirimu! Yang kau lakukan selama ini hanyalah
membohongiku!" "Aku tahu," ujar Sienna lirih. "Maafkan aku. Aku hanya ber?
usaha berbuat benar."
"Dengan melepaskan wabah?"
"Tidak, Robert, kau tidak mengerti."
"Aku mengerti!" tukas Langdon. "Aku mengerti bahwa kau
masuk ke air untuk memecah kantong Solublon itu! Kau hendak
melepaskan virus Zobrist sebelum siapa pun sempat menang?
gu?langinya!" "Kantong Solublon?" mata Sienna menyorotkan kebingungan.
"Aku tidak memahami maksudmu. Robert, aku memasuki wa?duk
Inferno Karya Dan Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
untuk mencegah penyebaran virus Bertrand ... untuk men?curinya
dan memusnahkannya ... agar tidak ada yang bisa mem?pel?ajari?
nya, termasuk Dr. Sinskey dan WHO."
"Mencurinya" Untuk apa kau menjauhkannya dari WHO?"
Sienna menarik napas panjang. "Ada sangat banyak yang
be?lum kau ketahui, tapi semua itu tidak ada gunanya lagi seka?
rang. Kita sudah terlambat, Robert. Kita sudah kehilangan ke?
sem?patan." isi INFERNO [SC].indd 597
598 D an B rown "Tentu saja kita masih punya kesempatan! Virus itu baru
akan terlepas besok! Itu tanggal yang dipilih Zobrist, dan kalau
kau belum masuk ke laguna?"
"Robert, aku tidak melepaskan virus itu!" tukas Sienna. "Aku
masuk ke sana untuk mencarinya, tapi sudah terlambat. Tidak
ada apa-apa lagi di sana."
"Aku tidak memercayaimu," kata Langdon.
"Aku tahu. Dan aku tidak menyalahkanmu." Sienna merogoh
sakunya dan mengeluarkan selembar pamflet basah. "Tapi ini
mungkin bisa membantu." Dia melemparkan kertas itu kepada
Langdon. "Aku menemukannya sebelum menceburkan diri ke
laguna." Langdon menangkap gumpalan kertas itu dan membukanya.
Itu adalah jadwal konser di waduk, yang menampilkan tujuh
pementasan Dante Symphony.
"Lihat tanggalnya," kata Sienna.
Langdon membaca tanggal yang tertulis, lalu membacanya
kem?bali dengan bingung. Entah mengapa, dia mengira hari ini
adalah malam pembukaan"pementasan perdana dari ketujuh
pementasan dalam seminggu, dirancang untuk memancing orangorang mendatangi waduk yang menyimpan wabah. Jadwal ini,
bagaimanapun, menyampaikan cerita berbeda.
"Sekarang malam penutupan?" tanya Langdon, mendongak
dari kertas itu. "Orkestra itu sudah tampil selama seminggu?"
Sienna mengangguk. "Aku sama terkejutnya denganmu." Dia
terdiam, tatapannya murung. "Virus itu sudah tersebar, Robert.
Ini sudah terjadi selama seminggu."
"Mana mungkin," sanggah Langdon. "Besok adalah tanggal
yang sudah ditetapkan. Zobrist bahkan sudah membuat plakat
bertulisan tanggal itu."
"Ya, aku melihat plakat itu di dalam air."
"Kalau begitu, kau pasti tahu bahwa dia sudah berencana
un?tuk meluncurkan virusnya besok."
Sienna mendesah. "Robert, aku mengenal baik Bertrand, lebih
baik daripada yang kuakui kepadamu. Dia ilmuwan, manusia
isi INFERNO [SC].indd 598
599 Infern o yang berorientasi pada hasil. Aku kini menyadari bahwa tanggal
di plakat itu bukan tanggal peluncuran virus, melainkan hal lain,
sesuatu yang lebih penting bagi tujuannya."
"Dan itu adalah ...?"
Sienna menatap sedih dari perahu. "Itu adalah tanggal sa?
turasi global"proyeksi matematika tanggal virus akan tersebar
ke selu?ruh dunia ... dan menginfeksi semua individu."
Prospek itu membuat Langdon bergidik, namun mau tidak
mau dia tetap curiga Sienna sedang membohonginya. Ceritanya
mengandung kekurangan fatal, dan Sienna Brooks sudah terbukti
dapat berbohong tentang apa pun.
"Satu masalah, Sienna," kata Langdon, menatap perempuan
itu. "Jika wabah itu memang sudah tersebar di seluruh dunia,
mengapa belum ada korban yang jatuh?"
Sienna berpaling, mendadak menghindari tatapan Langdon.
"Jika wabah itu sudah tersebar selama sepekan," ulang
Langdon, "mengapa belum ada korban tewas?"
Sienna perlahan-lahan menoleh kembali kepada Langdon.
"Ka?rena ...," ujarnya, suaranya parau. "Bertrand tidak menciptakan
wabah penyakit." Matanya kembali berkaca-kaca. "Dia mencip?
takan se?suatu yang jauh lebih berbahaya."[]
isi INFERNO [SC].indd 599
Ba b alaupun oksigen terus mengalir melalui respiratornya,
Elizabeth Sinskey merasa pening. Lima menit telah
berlalu sejak perangkat PCR pertama Br?der meng?
ung?kapkan kebenaran yang menyesakkan.
Kesempatan kami untuk membatasi penyebaran wabah sudah tidak
ada sejak awal. Kantong Solublon itu rupanya telah lumer sekitar sepekan
lalu, kemungkinan besar pada malam pembukaan konser, yang
baru diketahui Sinskey telah berlangsung selama tujuh malam
berturut-turut. Sisa-sisa Solublon yang masih terpasang di tali
tidak lumer karena sudah dilapisi dengan perekat untuk me?nem?
pelkannya ke klip. Penularan sudah berlangsung selama seminggu.
Kini, tanpa kemungkinan mengisolasi patogen, para agen
SRS mengamati sampel-sampel di lab dadakan di dalam waduk
dan menjalankan prosedur biasa mereka"analisis, klasifikasi,
dan penilaian ancaman. Sejauh ini, unit-unit PCR hanya meng?
ung?kap?kan satu data solid, dan tidak ada yang terkejut saat
men??de?ngarnya. Virus itu kini dapat tersebar melalui udara.
Isi kantong Solublon itu rupanya telah menyembul ke permu?
kaan air dan melepaskan partikel virus ke udara. Tidak akan butuh
wak?tu lama, Sinskey menyadari. Terutama di area tertutup seperti
ini. Virus"tidak seperti bakteri atau patogen kimia"dapat me???
nye?bar di populasi dengan kecepatan dan daya tembus men?ce??
ngang?kan. Sebagai parasit, virus memasuki tubuh organisme dan
isi INFERNO [SC].indd 600
601 Infern o mengikatkan diri pada sel dalam sebuah proses bernama adsorpsi.
Kemudian mereka menginjeksikan DNA atau RNA mereka ke
dalam sel tersebut, merekrut sel yang telah diduduki, dan me?
mak?sanya mereplikasi banyak versi dari virus itu. Begitu jumlah
salinan cukup, partikel-partikel virus baru akan mem?bunuh sel
itu dan menembus dinding sel, mencari sel baru untuk diserang
dan mengulangi proses yang sama.
Kemudian seorang individu yang sudah terinfeksi akan meng???
embuskan napas atau bersin, mengeluarkan cairan dari da???lam
tubuhnya; partikel dari cairan ini akan tetap berada di uda??ra hing?ga
dihirup oleh orang lain, dan proses tersebut akan ter???ulang lagi.
Pertumbuhan eksponensial, pikir Sinskey, teringat pada grafik
Zobrist yang menggambarkan ledakan populasi manusia. Zobrist
memanfaatkan pertumbuhan eksponensial virus untuk melawan per?
tum?buhan eksponensial manusia.
Pertanyaan yang kini mengusiknya, bagaimanapun, adalah:
Bagaimana perilaku virus ini"
Singkatnya: Bagaimana caranya menyerang"
Virus Ebola mengganggu kemampuan darah untuk mengen?
talkan diri, sehingga terjadi pendarahan di dalam tubuh yang
tidak bisa dihentikan. Hantavirus memicu kegagalan fungsi paruparu. Sekelompok virus yang dikenal dengan nama oncovirus
me?nyebabkan kanker. Dan virus HIV menyerang sistem keke?
balan, menyebabkan penyakit AIDS. Sudah bukan rahasia lagi
di kalangan medis bahwa seandainya virus HIV dapat tersebar
melalui udara, manusia akan menghadapi kepunahan.
Jadi, apa yang akan dilakukan oleh virus keparat Zobrist"
Apa pun itu, jelas butuh waktu untuk melihat efeknya ... dan
ru?mah sakit di area ini belum melaporkan kasus pasien yang me?
nunjukkan gejala-gejala luar biasa.
Tak sabar untuk mencari jawaban, Sinskey menghampiri lab.
Takhta Setan 3 Raja Petir 08 Ratu Sihir Puri Ular Bunga Untuk Poppi 1