Pencarian

Segala Yang Tajam 5

Segala Yang Tajam Sharp Objects Karya Gillian Flynn Bagian 5


Di tempat khayalan di mana mereka berdua hidup, di tempat
Marian tidak pernah menua.
273 Sharp Objects.indd 273 "Tidak," kataku dan tiba-tiba tertawa. John tertawa juga.
"Jadi mendiang adikmu terlalu keren untuk mendiang adikku?"
sembur John. Kami berdua tertawa lagi, kemudian menjadi muram
dengan cepat dan kembali ke minuman kami. Aku sudah mulai
mabuk. "Aku tidak membunuh Natalie," bisik John.
"Aku tahu." Dia mengangkat tanganku, menangkupkannya pada tangannya.
"Kuku jari Natalie dicat. Ketika mereka menemukannya. Sese?
orang mengecat kuku jarinya," gumam John.
"Mungkin dia sendiri yang melakukannya."
"Natalie membenci hal seperti itu. Dia bahkan tak ingin rambutnya disisir."
Hening beberapa menit. Carole King sudah berganti menjadi
Carly Simon. Suara feminin menyanyikan balada di bar untuk para
penjagal. "Kau sangat cantik," kata John.
"Kau juga sama."
John menggerapai kuncinya di tempat parkir, mengoperkannya
kepadaku dengan mudah ketika aku bilang dia terlalu mabuk untuk
menyetir. Bukan berarti kondisiku lebih baik daripada dia. Dengan
pandangan kabur aku menyetirinya kembali ke rumah Meredith,
tapi John menggeleng ketika kami nyaris sampai, bertanya apakah
aku mau mengantarkannya ke motel di luar perbatasan kota. Motel
yang sama yang kuinapi ketika aku menuju Wind Gap, suaka kecil
tempat kau bisa bersiap-siap menghadapi Wind Gap dan bebannya.
Kami bermobil dengan kaca jendela diturunkan, udara malam
yang hangat berembus masuk, membuat kaus John lekat di dada274
Sharp Objects.indd 274 nya, lengan panjang blusku mengepak-ngepak terkena angin. Selain
rambut John yang tebal, pemuda itu begitu terbuka. Bahkan lengannya hanya ditumbuhi sedikit bulu. Dia sepertinya nyaris telanjang,
membutuhkan penutup. Aku membayar kamar, No. 9, karena John tidak punya kartu kredit, dan membukakan pintu untuknya, mendudukkannya di tempat
tidur, mengambilkan air hangat dalam gelas plastik. John hanya
memandangi kakinya dan menolak mengambil air itu.
"John, kau harus minum sedikit air."
Dia menghabiskan isi gelas dan membiarkannya menggelinding
ke sisi tempat tidur. Menyambar tanganku. Aku berusaha menarik
diri"lebih karena insting daripada alasan lain"tapi John meremas
lebih kuat. "Aku juga melihat ini beberapa hari lalu," katanya, jarinya menyusuri bagian a dari celaka, tersembunyi tepat di bawah lengan baju
kiriku. John mengulurkan tangan satunya dan mengelus wajahku.
"Boleh aku lihat?"
"Tidak." Aku berusaha menarik diri lagi.
"Biarkan aku melihat, Camille." Dia terus memegang.
"Tidak, John. Tidak ada yang melihatnya."
"Aku bisa." Dia menggulung lengan bajuku, mengernyitkan wajah. Berusaha
memahami garis-garis di kulitku. Aku tidak tahu kenapa aku mengizinkannya. Dia memiliki ekspresi mencari, ekspresi yang manis.
Aku lemah karena peristiwa seharian ini. Dan aku begitu lelah
bersembunyi. Lebih dari satu dekade didedikasikan untuk menyamarkan, tidak pernah ada interaksi"teman, narasumber, gadis di
kasir supermarket"yang membuat perhatianku teralihkan akibat
mengantisipasi bekas luka mana yang akan memunculkan diri. Biarkan John melihat. Tolong biarkan dia melihat. Aku tidak butuh
275 Sharp Objects.indd 275 bersembunyi dari seseorang yang sama bersemangatnya dengan
diriku dalam merayu kehampaan.
John menggulung lengan baju satunya, dan terpajanglah lenganku, begitu telanjang aku sulit bernapas.
"Tidak ada yang pernah melihat ini?"
Aku menggeleng. "Berapa lama kau melakukan ini, Camille?"
"Lama sekali." John menatap lenganku, mendorong lengan baju lebih ke atas.
Menciumku di tengah-tengah letih.
"Ini perasaanku," katanya, menyusurkan jemari di permukaan
parut-parut itu hingga aku merinding. "Biarkan aku melihat semuanya."
Dia menarik blusku melewati kepala selagi aku duduk seperti
anak yang patuh. Melepaskan sepatu dan kaus kaki, menarik turun
celanaku. Hanya mengenakan bra dan celana dalam, aku gemetar
di kamar yang dingin, AC mengembuskan udara dingin ke tubuhku. John menyibak selimut, memberi tanda padaku untuk naik ke
tempat tidur, dan aku melakukannya, merasa demam dan beku
bersamaan. John mengangkat kedua lenganku, kakiku, membalikkan tubuhku. Dia membacaku. Mengucapkan kata-kata keras-keras, marah dan tidak masuk akal: oven, mual, kastel. John menanggalkan
pakaiannya sendiri, seolah dia menyadari ada ketidakseimbangan,
melemparkan semua dalam buntalan ke lantai, dan membaca lebih
banyak. Roti, dengki, lilit, sikat. John melepaskan kait bra depan dengan jentikan cepat, meloloskannya dariku. Mekar, dosis, botol, garam. Dia bergairah. Dia mencium puncak payudaraku, kali pertama
sejak aku mulai mengiris kulitku dengan sepenuh hati hingga aku
tidak membiarkan seorang pria melakukan itu. Empat belas tahun.
276 Sharp Objects.indd 276 sp Kedua tangan John menjelajahiku dan aku membiarkannya:
pung?gung, payudara, paha, bahuku. Lidahnya di dalam mulutku,
turun ke leher, di atas puncak payudaraku, di antara kedua kaki,
kembali ke mulut. Merasakan diriku di dirinya. Kata-kata tetap hening. Aku merasa dibebaskan dari setan.
Aku mengarahkan John ke dalam diriku dan mencapai puncak
dengan cepat dan kuat, kemudian sekali lagi. Aku bisa merasakan
air matanya di bahuku sementara dia gemetar di dalamku. Kami
terlelap saling terjalin (kaki menjulur keluar di sini, lengan di belakang kepala di sana) dan satu kata berdengung sekali: pertanda.
Baik atau buruk aku tidak tahu. Saat itu aku memilih berpikir baik.
Gadis bodoh. Pada awal pagi, fajar membuat cabang-cabang pohon memendar
seperti ratusan tangan mungil di luar jendela kamar. Aku berjalan
telanjang ke wastafel untuk mengisi gelas, kami berdua pengar dan
haus, dan cahaya matahari lemah menerangi bekas lukaku dan katakata itu mengerjap hidup kembali. Remisi selesai. Tanpa kusadari
bibir atasku mengerut karena jijik melihat kulitku dan aku membalutkan handuk sebelum kembali ke tempat tidur.
John meneguk air, memeluk kepalaku dan menuangkan sedikit
ke mulutku, kemudian menelan sisanya. Jemari John menarik handuk. Aku berpegangan teguh pada handuk itu, sekasar lap dapur
pada payudaraku, dan menggeleng.
"Apa ini?" bisiknya ke telingaku.
"Ini sinar pagi hari yang tidak kenal ampun," bisikku. "Saatnya
untuk menghentikan ilusi."
"Ilusi apa?" "Bahwa apa pun bisa jadi baik," kataku dan mencium pipinya.
277 Sharp Objects.indd 277 "Jangan lakukan itu dulu," kata John dan merangkulkan kedua
lengan padaku. Lengan kurus tidak berbulu itu. Lengan bocah
lelaki. Aku memberitahu diriku semua ini, tapi aku merasa aman
dan enak. Cantik dan bersih. Aku menempelkan wajah ke lehernya
dan membaui pemuda itu: minuman keras dan losion cukur yang
tajam, jenis yang memuncratkan warna biru es. Ketika membuka
mata lagi, aku melihat lingkaran merah berputar dari lampu sirene
polisi di luar jendela. Dor dor dor. Pintu berderak seakan-akan mudah didobrak.
"Camille Preaker. Chief Vickery. Buka pintu kalau kau di dalam
sana." Kami menyambar pakaian yang terserak, mata John seterkejut
mata burung. Suara ikat pinggang dan kemeja bergemeresik akan
mengatakan semuanya untuk orang di luar. Suara tergesa-gesa, bersalah. Aku melemparkan seprai kembali ke tempat tidur, menyugar
rambut, dan ketika John berdiri santai namun tampak canggung di
belakangku, jemari terkait di lubang sabuk, aku membuka pintu.
Richard. Kemeja putih disetrika rapi, dasi bergaris yang apik,
senyum yang pudar begitu melihat John. Vickery berdiri di sebelah
Richard, menggosok kumis seakan ada ruam di bawahnya, tatapan
berpindah dari aku ke John sebelum pria itu berpaling dan menatap
Richard terang-terangan. Richard tidak mengatakan apa pun, hanya memelototiku, bersedekap, dan menarik napas dalam-dalam. Aku yakin kamar itu
berbau seks. "Yah, kelihatannya kau baik-baik saja," kata Richard. Memaksakan seringai. Aku tahu itu dipaksakan karena kulit di atas kerah kemeja Richard semerah karakter kartun yang murka. "Apa kabarmu,
John" Kau baik-baik saja?"
"Aku baik, makasih," kata John dan maju untuk berdiri di sebelahku.
278 Sharp Objects.indd 278 "Miss Preaker, ibumu menelepon kami beberapa jam lalu karena
kau tidak pulang," gumam Vickery. "Bilang kau sedikit tidak enak
badan, mungkin pingsan, sesuatu seperti itu. Dia cemas. Benar-benar
cemas. Ditambah dengan semua kengerian yang terjadi, kau harus
selalu berhati-hati. Kurasa dia akan lega mendengar kau" di sini."
Bagian terakhir diucapkan sebagai pertanyaan yang tidak akan
kujawab. Richard layak mendapatkan penjelasan. Vickery tidak.
"Aku bisa menelepon ibuku sendiri, makasih. Terima kasih sudah
mencariku." Richard menatap kakinya, menggigit bibir, satu-satunya saat aku
melihat dia malu. Perutku jempalitan, berminyak dan takut. Richard
mengembuskan napas panjang keras-keras, menaruh tangan di
pinggang, menatapku, kemudian John. Anak-anak tertangkap basah
berbuat nakal. "Ayo, John, kami akan mengantarmu pulang," kata Richard.
"Makasih, Detektif Willis, tapi Camille bisa mengantarku."
"Kau sudah cukup umur, Nak?" tanya Vickery.
"Dia delapan belas," kata Richard.
"Yah, tak masalah kalau begitu, semoga hari kalian menyenangkan," kata Vickery, mendesiskan tawa ke arah Richard dan menggumam "sesudah dapat malam yang menyenangkan."
"Aku akan meneleponmu, Richard," kataku.
Richard mengangkat sebelah tangan, mengibaskannya ke arahku
seraya kembali ke mobil. John dan aku lebih banyak diam dalam perjalanan ke rumah orangtuanya, di sana dia akan mencoba tidur sebentar di ruang rekreasi
bawah tanah. John menggumamkan potongan lagu bebop tahun
"50-an dan mengetuk-ngetukkan kuku jari di pegangan pintu mobil.
279 Sharp Objects.indd 279 "Seburuk apa tadi menurutmu?" akhirnya John bertanya.
"Untukmu, mungkin tidak buruk. Menunjukkan kau pemuda
Amerika yang baik dengan ketertarikan pada wanita dan seks serampangan yang sehat."
"Yang terjadi tidak serampangan. Aku tidak merasa begitu sama
sekali. Apa kau merasa begitu?"
"Tidak. Itu kata yang salah. Malah kebalikannya," kataku. "Tapi
aku jauh lebih tua darimu dan aku meliput berita kriminal yang"
ini menjadi konflik kepentingan. Reporter yang lebih baik dariku
dipecat karena hal semacam ini." Aku menyadari cahaya matahari
pagi di wajahku, kerut di ujung mataku, usia yang menggantung padaku. Wajah John, sekalipun sudah melalui malam minum-minum
dan hanya tidur sebentar, terlihat sesegar mahkota bunga.
"Semalam. Kau menyelamatkanku. Itu menyelamatkanku. Kalau
kau tidak bersamaku, aku akan melakukan hal buruk. Aku tahu itu,
Camille." "Kau membuatku merasa sangat aman juga," kataku bersungguhsungguh, tapi kata-kata itu keluar dengan nada tidak tulus seperti
ibuku. Aku menurunkan John satu blok dari rumah orangtuanya, ciuman
pemuda itu mendarat di rahangku ketika aku menyentakkan kepala
menjauh pada detik terakhir. Tidak ada yang bisa membuktikan apa
yang terjadi, pikirku saat itu.
Menyetir kembali ke Main Street, parkir di depan kantor polisi.
Satu lampu jalan masih menyala. 05.47 pagi hari. Belum ada resepsionis berjaga di lobi jadi aku menekan bel malam. Pengharum
ruangan di dekat kepalaku mendesiskan aroma lemon tepat di bahuku. Aku menekan bel lagi dan Richard muncul di belakang jen280
Sharp Objects.indd 280 dela kaca kecil di pintu berat yang mengarah ke kantor. Dia berdiri
menatapku selama sedetik dan aku menunggu pria itu untuk berbalik memunggungiku lagi, nyaris menginginkan dia melakukannya,
tapi dia membuka pintu dan masuk ke lobi.
"Kau mau mulai dari mana, Camille?" Richard duduk di salah
satu kursi yang terlalu banyak busa isian dan menyandarkan kepala
di kedua tangan, dasinya gontai di antara kedua kaki.
"Yang terjadi tidak seperti yang terlihat, Richard," kataku. "Aku
tahu kedengarannya klise tapi itu benar." Sangkal sangkal sangkal.
"Camille, hanya 48 jam sesudah kau dan aku bercinta, aku menemukanmu di kamar motel dengan tersangka utama dalam penyelidikan pembunuhan anak. Sekalipun yang terjadi tidak seperti yang
terlihat, ini buruk."
"Dia tidak membunuh anak-anak itu, Richard. Aku tahu pasti dia
tidak melakukannya."
"Benarkah" Itu yang kalian bahas ketika penisnya ada di tubuhmu?"
Bagus, kemarahan, pikirku. Ini bisa kuatasi. Lebih baik ketimbang
keputusasaan dengan kepala terbenam di tangan.
"Tidak ada hal semacam itu yang terjadi, Richard. Aku menemukan John di Helaah"s mabuk, benar-benar mabuk, dan aku yakin dia
akan melukai dirinya. Aku membawanya ke motel karena aku ingin
tetap bersamanya dan mendengarkan ceritanya. Aku membutuhkan pemuda itu untuk artikelku. Dan kau tahu yang kudapatkan"
Penyelidikanmu menghancurkan anak ini, Richard. Dan yang lebih
buruk, aku bahkan tidak yakin kau benar-benar percaya John pelakunya."
Hanya kalimat terakhir yang jujur dan aku tidak menyadarinya
hingga kata-kata itu meluncur keluar dariku. Richard pria yang cerdas, polisi yang bagus, sangat ambisius, memegang kasus besar per281
Sharp Objects.indd 281 tamanya dengan masyarakat yang murka menuntut ada orang yang
ditahan, dan Richard masih belum mendapatkan titik terang. Kalau
punya lebih banyak bukti yang memberatkan John ketimbang sekadar harapan bahwa dia pelakunya, Richard sudah menahan pemuda
itu berhari-hari lalu. "Camille, terlepas dari yang kaupikirkan, kau tidak tahu segalanya soal penyelidikan ini."
"Richard, percayalah, aku tidak pernah berpikir aku tahu. Aku
merasa tak lebih daripada orang luar yang paling tidak berguna.
Kau berhasil meniduriku dan tetap tidak bicara. Tidak ada yang
bocor darimu." "Ah, jadi kau masih marah soal itu" Kupikir kau gadis dewasa."
Hening. Desis aroma lemon. Samar-samar aku bisa mendengar
arloji perak besar di pergelangan tangan Richard berdetak.


Segala Yang Tajam Sharp Objects Karya Gillian Flynn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Biarkan aku menunjukkan sesportif apa aku," kataku. Aku kembali menyerahkan kendali ke pilot otomatis, seperti masa lalu: putus
asa untuk mengalah padanya, membuat pria ini merasa lebih baik,
membuatnya menyukaiku lagi. Semalam, selama beberapa menit
aku merasa begitu dihibur, dan kemunculan Richard di luar pintu
motel menghancurkan ketenangan yang tersisa. Aku menginginkan
itu kembali. Aku berlutut dan mulai membuka ritsleting Richard. Selama sedetik dia menaruh tangan di belakang kepalaku. Kemudian alih-alih
dia mencengkeram bahuku dengan kasar.
"Camille, astaga, apa-apaan kau?" Richard menyadari betapa
kuat cengkeramannya jadi dia melonggarkan pegangan, menarikku
hingga berdiri. "Aku hanya ingin memperbaiki hubungan kita." Aku mengutikutik kancing di kemeja Richard dan menolak menatap matanya.
"Itu tidak membantu, Camillie," katanya. Dia mencium bibirku
282 Sharp Objects.indd 282 nyaris tanpa gairah. "Kau harus tahu itu sebelum kita melanjutkan
lebih jauh. Kau hanya harus tahu itu, titik."
Kemudian dia memintaku pergi.
Aku menebus tidur selama beberapa jam yang singkat di kursi belakang mobilku. Rasanya sama dengan membaca tulisan di gerbong
kereta yang melintas. Bangun dengan tubuh lengket dan gusar.
Membeli sikat gigi di FaStop, bersama dengan losion dan hairspray
beraroma paling kuat yang bisa kutemukan. Aku menggosok gigi di
wastafel SPBU, kemudian mengoleskan losion ke ketiak dan di antara kedua kaki, menyemprot rambut hingga kaku. Aroma akhirnya
adalah keringat dan seks di bawah awan stroberi dan lidah buaya
yang menggantung. Aku tidak bisa menghadapi ibuku di rumah dan dengan tidak
waras aku berpikir aku akan bekerja saja. (Seolah-olah aku masih
akan menulis artikel itu. Seolah-olah ini semua tidak akan hancur
berantakan.) Ingatan akan Geri Shilt menyebutkan Katie Lacey
masih segar di kepalaku, aku memutuskan kembali pada wanita itu.
Katie adalah ibu murid yang membantu sekolah, untuk kelas Natalie dan Ann. Ibuku dulu pun melakukannya, posisi elite dambaan
di sekolah yang hanya bisa dikerjakan wanita yang tidak bekerja:
masuk ke kelas dua kali seminggu dan membantu mengatur kegiatan kesenian, prakarya, musik, dan untuk anak perempuan pada hari
Kamis, menjahit. Setidaknya pada zamanku kegiatannya menjahit.
Sekarang mungkin sesuatu yang lebih netral gender dan modern.
Penggunaan komputer atau microwave untuk pemula.
Katie, seperti ibuku, tinggal di puncak bukit tinggi. Anak tangga
langsing rumah itu dipasang melintasi rumput dan dipagari dengan
bunga matahari. Pohon catalpa berdiri langsing dan elegan seperti
283 Sharp Objects.indd 283 jari di bukit itu, pasangan perempuan dari pohon ek kekar di kanan.
Saat itu belum jam sepuluh pagi, tapi Katie, langsing dan berkulit
cokelat, sudah berjemur di langkan di atap, kipas angin berbentuk
kotak mengipasinya. Matahari tanpa panas. Kalau saja sekarang
bisa mendapatkan kulit kecokelatan tanpa kanker. Atau setidaknya
tanpa kerutan. Dia melihatku menaiki anak tangga, bayangan menyebalkan pada hijau gelap halaman rumahnya, dan menaungi mata
untuk melihatku dari ketinggian dua belas meter.
"Siapa itu?" serunya. Rambut Katie, pirang gelap alami saat SMA,
sekarang menjadi pirang platinum mencuat keluar dari ekor kuda di
puncak kepalanya. "Hai, Katie. Aku Camille."
"Ca-meeel! Ya Tuhan, aku akan turun."
Sapaan Katie lebih ramah daripada yang kuharapkan, yang kabarnya tidak lagi kudengar sesudah malam Pesta Belas Kasihan di
rumah Angie. Dendam Katie selalu datang dan pergi seperti angin
sepoi-sepoi. Katie melompat-lompat ke pintu, mata biru terang berbinar dari
wajah kecokelatan terbakar matahari. Lengannya cokelat dan sekurus lengan anak kecil, mengingatkanku akan cigarillo Prancis yang
Alan isap pada satu musim dingin. Ibuku membatasinya ke ruang bawah tanah, yang dengan megah disebutnya sebagai ruang merokoknya. Alan dengan segera berhenti merokok dan mulai minum anggur.
Di atas bikini, Katie mengenakan kaus tanpa lengan merah muda
manyala, jenis yang dibeli anak-anak perempuan di South Padre
pada akhir "80-an, suvenir dari kontes kaus basah saat liburan musim
semi. Katie memelukku dengan lengan yang dioles cocoa butter dan
mengarahkanku masuk. Tidak ada AC di rumah tua ini, seperti di
rumah ibuku, jelas Katie. Walaupun mereka punya satu unit AC di
kamar utama. Anak-anak, kurasa, dibiarkan berkeringat saja. Bukan
284 Sharp Objects.indd 284 berarti mereka tidak diperhatikan. Seluruh sayap timur sepertinya
dijadikan tempat bermain dalam ruangan, lengkap dengan rumah
plastik kuning, perosotan, kuda-kudaan buatan desainer. Tak ada
satu pun yang kelihatan sering dimainkan. Huruf-huruf besar berwarna berbaris di satu dinding: Mackenzie. Emma. Foto anak-anak
perempuan pirang tersenyum, berhidung pesek dan mata berkacakaca, anak-anak bodoh yang cantik. Tidak ada foto wajah jarak dekat, selalu diatur untuk menangkap pakaian yang mereka kenakan.
Celana monyet merah muda dengan corak bunga aster, gaun merah
dengan celana pof polkadot, topi paskah, dan sepatu Mary Jane.
Anak-anak imut, baju sangat imut. Aku baru saja membuat slogan
untuk tukang belanja cilik Wind Gaps.
Katie Lacey Brucker sepertinya tidak peduli kenapa aku di rumahnya pada Jumat pagi ini. Kami mengobrolkan gosip selebriti yang sedang dia baca dan apakah kontes kecantikan anak-anak akan selamanya memiliki stigma akibat JonBenet. Mackenzie amat sangat ingin
menjadi model. Yah, dia secantik ibunya, siapa yang bisa menyalahkannya" Ah, Camille, baik sekali kau bilang begitu"aku tidak pernah
merasa kau berpikir aku cantik. Oh, tentu saja kau cantik, jangan konyol. Kau mau minum" Tentu. Kami tidak menyimpan minuman keras
di rumah. Tentu saja, bukan minuman semacam itu yang kumaksud.
Teh manis" Teh manis enak sekali, tidak mungkin mendapatkannya
di Chicago, orang sangat merindukan hal-hal kecil menyenangkan
dari kampung halaman, kau harus lihat bagaimana mereka memasak
ham di sana. Pulang ke rumah sungguh menyenangkan.
Katie kembali dengan pitcher kristal besar berisi teh manis. Aneh,
karena dari ruang duduk aku melihat dia mengeluarkan kendi besar
dari lemari es. Sedikit kepongahan, diikuti dengan mengingatkan
diri sendiri bahwa aku belum sepenuhnya terus terang. Malahan,
aku menutupi kondisi alamiahku dengan aroma kuat tanaman pal285
Sharp Objects.indd 285 su. Bukan hanya lidah buaya dan stroberi, tapi juga samar-samar
aroma pewangi ruangan lemon dari bahuku.
"Teh ini enak sekali, Katie. Sumpah aku bisa minum teh manis
setiap kali makan." "Bagaimana mereka memasak ham di sana?" Katie menyelipkan
kaki ke bawah betis dan mencondongkan tubuh ke depan. Itu
mengingatkanku akan masa SMA, tatapan serius itu, seolah-olah
dia berusaha mengingat kombinasi brankas.
Aku tidak makan ham, tidak pernah sejak aku masih kecil dan
mengunjungi bisnis keluarga. Hari itu bahkan bukan hari penjagalan, tapi pemandangannya membuatku terjaga bermalam-malam.
Ratusan babi dikandangkan begitu rapat mereka bahkan tidak bisa
berbalik, bau kental manis dari darah dan kotoran. Sekelebat bayangan Amma, memelototi kandang-kandang itu dengan serius.
"Kurang gula cokelat."
"Mmm-hmm. Omong-omong, mau kubuatkan roti isi atau yang
lain" Punya ham dari tempat ibumu, sapi dari Deacons", ayam dari
Coveys. Dan kalkun dari Lean Cuisine."
Katie jenis orang yang sibuk sepanjang hari, membersihkan keramik di dapur dengan sikat gigi, menarik serabut dari lantai kayu
menggunakan tusuk gigi sebelum dia membicarakan soal apa pun
yang tidak terasa nyaman. Setidaknya ketika dia tidak mabuk. Tetap
saja, aku mengarahkannya untuk mengobrolkan Ann dan Natalie,
menjamin anonimitas Katie, dan menyalakan alat perekamku.
Anak-anak perempuan itu manis dan imut dan baik hati, revisionisme ceria yang wajib dikatakan. Kemudian:
"Kami pernah mengalami insiden dengan Ann, pada Hari Menjahit." Hari Menjahit masih ada. Agak membuatku nyaman, kurasa.
"Dia menusuk pipi Natalie Keene dengan jarum. Kurasa Ann menyasar mata, yah, seperti yang dilakukan Natalie pada gadis kecil itu
286 Sharp Objects.indd 286 di Ohio." Philadelphia. "Satu saat keduanya duduk manis dan tenang
bersebelahan"mereka tidak berteman, mereka berbeda kelas, tapi
kelas Menjahit terbuka untuk semua. Ann bersenandung sendiri dan
kelihatan persis seperti seorang ibu kecil. Kemudian itu terjadi."
"Seberapa parah luka Natalie?"
"Mmm, tidak terlalu parah. Aku dan Rae Whitescarver, dia guru
kelas dua sekarang. Dulu Rae Little, beberapa tahun di bawah kita"
dan tidak kecil. Setidaknya dulu tidak begitu"dia turun beberapa kilogram sekarang. Yah, kemudian aku dan Rae menarik Ann
menjauh dan ada jarum tertancap di pipi Natalie hanya dua senti di
bawah mata. Tidak menangis atau apa pun. Hanya terengah-engah
seperti kuda yang marah."
Bayangan Ann dengan rambut mencang-mencongnya, menusukkan jarum ke kain, mengingat cerita soal Natalie dan guntingnya,
tindak kekerasan yang membuatnya begitu berbeda. Dan sebelum
Ann memikirkannya baik-baik, jarum itu masuk ke daging, lebih
mudah daripada yang kaubayangkan, menusuk tulang dalam satu
tikaman cepat. Natalie dengan logam mencuat dari dirinya, seperti
harpun perak kecil. "Ann melakukan itu tanpa alasan jelas?"
"Satu hal yang kuketahui soal dua anak itu, mereka tidak butuh
alasan untuk menyerang."
"Apakah anak-anak perempuan lain mengganggu mereka" Apakah mereka tertekan?"
"Ha Ha!" Tawa Katie benar-benar tawa terkejut, tapi suaranya
terdengar seperti "Ha Ha!" yang sempurna dan aneh. Seperti se?
ekor kucing menatapmu dan mengatakan "Meong."
"Yah, aku tidak akan bilang hari sekolah adalah sesuatu yang
mereka nantikan," kata Katie. "Tapi kau harus menanyai adikmu
soal itu." 287 Sharp Objects.indd 287 "Aku tahu kaubilang Amma merundung mereka"."
"Semoga Tuhan menolong kita saat dia masuk SMA."
Aku terdiam menunggu Katie Lacey Brucker bersiap-siap membicarakan adikku. Kabar buruk, kurasa. Tidak heran dia begitu
senang melihatku. "Ingat bagaimana kita dulu di Calhoon" Yang kita pikir keren
menjadi keren, orang yang tidak kita sukai dibenci semua orang?"
Dia terdengar penuh mimpi dongeng, seakan-akan dia sedang memikirkan daratan penuh es krim dan kelinci. Aku hanya mengangguk. Aku ingat sikapku yang cukup kejam: ada gadis yang kelewat
tulus bernama LeeAnn, teman yang tersisa dari sekolah dasar, terlalu
menunjukkan kepeduliannya akan kondisi mentalku, mengatakan
aku mungkin depresi. Suatu hari aku terang-terangan mengabaikan
dia ketika dia bergegas menghampiri untuk mengobrol denganku
sebelum sekolah. Aku masih bisa mengingatnya: buku-buku dalam
kepitan, rok murahan bermotif, kepalanya sedikit ditundukkan setiap kali menyapaku. Aku memunggunginya, menghalangi dia dari
kelompok anak perempuan yang sedang bersamaku, membuat lelucon soal pakaian gerejanya yang konservatif. Anak-anak perempuan
di kelompok itu meneruskan lelucon itu. Selama sisa minggu itu
dia diejek terang-terangan. Dia menghabiskan dua tahun terakhir
SMA menongkrong dengan para guru saat makan siang. Aku bisa
menghentikan itu dengan satu kata, tapi aku tidak melakukannya.
Aku membutuhkan LeeAnn untuk menjauh.
"Adikmu itu seperti kita dikalikan tiga. Dan dia punya kepribadian yang amat kejam."
"Kejam bagaimana?"
Katie mengeluarkan sebungkus rokok dari laci di ujung meja,
menyalakan sebatang dengan korek api perapian yang panjang. Masih perokok sembunyi-sembunyi.
288 Sharp Objects.indd 288 "Oh, dia dan tiga gadis itu, makhluk pirang kecil yang sudah
punya payudara, mereka menguasai sekolah, dan Amma menguasai
mereka. Serius, ini buruk. Kadang-kadang lucu, tapi kebanyakan
buruk. Mereka memaksa seorang gadis gemuk membawakan mereka makan siang setiap hari, dan sebelum gadis itu pergi, mereka
menyuruhnya makan sesuatu tanpa menggunakan tangan, hanya
membenamkan wajah di piring." Katie mengerutkan hidung, tapi
sepertinya tidak terganggu. "Gadis kecil lainnya dipojokkan oleh
mereka dan disuruh mengangkat blus dan menunjukkannya kepada
anak-anak lelaki. Karena dadanya rata. Mereka memaksa gadis itu
mengatakan hal-hal cabul selagi melakukannya. Ada gosip beredar,
mereka mengajak salah satu teman lama mereka, gadis bernama
Ronna Deel yang tidak lagi akrab dengan mereka, ke pesta, membuatnya mabuk dan" semacam menghadiahkan gadis itu ke beberapa anak lelaki yang lebih tua. Berjaga di luar kamar hingga mereka
selesai dengan gadis itu."
"Mereka belum genap tiga belas," kataku. Aku memikirkan yang
kulakukan pada usia itu. Untuk pertama kalinya aku menyadari
betapa keterlaluan mudanya tiga belas tahun itu.
"Ini anak-anak perempuan cilik yang dewasa terlalu dini. Kita
sendiri melakukan hal-hal yang cukup liar di usia yang tidak terlalu jauh berbeda." Suara Katie menjadi lebih dalam karena asap
rokoknya. Dia mengembuskan asap ke atas dan memperhatikannya
mengambang dalam awan biru di atas kami.
"Kita tidak pernah melakukan apa pun sekejam itu."
"Kita nyaris sekejam itu, Camille." Kau memang, aku tidak. Kami
saling tatap, diam-diam menyusun permainan kekuatan kami.
"Bagaimanapun, Amma sering sekali mengacaukan Ann dan Natalie," kata Katie. "Baik sekali ibumu menunjukkan begitu banyak
perhatian pada mereka."
289 Sharp Objects.indd 289 "Ibuku menjadi tutor Ann, aku tahu."
"Oh, dia mendampingi mereka ketika membantu sekolah, mengundang mereka ke rumahmu, memberi mereka makan sesudah
sekolah. Terkadang ibumu bahkan datang saat jam istirahat dan kau
bisa melihat dia di luar pagar, memperhatikan mereka di lapangan
bermain." Sekelebat bayangan ibuku muncul, jemari menggenggam pagar
kawat, dengan tatapan lapar melihat ke dalam. Sekelebat bayangan
ibuku dalam gaun putih, putih berkilau, memeluk Natalie dengan
sebelah lengan, dan satu jari di mulut untuk mendiamkan James
Capisi. "Kita sudah selesai?" tanya Katie. "Aku sedikit lelah mengobrolkan ini." Dia mematikan alat perekam.
"Jadi, aku mendengar soal kau dan si polisi imut itu," Katie tersenyum. Sejumput rambut terlepas dari ikat kudanya, dan aku bisa
mengingat Katie, kepala tertunduk, mengecat kuku kakinya dan
menanyakan soal aku dan salah satu pemain basket yang dia incar.
Aku berusaha tidak mengernyit mendengar nama Richard disebut.
"Oh, gosip, gosip." Aku tersenyum. "Cowok lajang, cewek lajang" hidupku tidak semenarik itu."
"John Keene mungkin akan bicara lain." Dia mengambil sebatang
rokok lagi, menyalakannya, mengisap dan mengembus sementara
menatapku dengan mata biru keramik. Tidak ada senyum kali ini.
Aku tahu ini bisa berjalan ke dua arah berbeda. Aku bisa memberinya sedikit informasi, membuatnya senang. Kalau kabar ini sudah
mencapai Katie pada jam sepuluh, seantero Wind Gap akan tahu
pada tengah hari. Atau aku bisa menyangkal, menanggung risiko
kemarahannya, kehilangan kerja samanya. Aku sudah mendapatkan
wawancaranya dan aku jelas tidak peduli apakah dia akan tetap menyukaiku atau tidak.
290 Sharp Objects.indd 290 o.

Segala Yang Tajam Sharp Objects Karya Gillian Flynn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Ah. Gosip lainnya. Orang-orang di sini harus mencari hobi yang
lebih baik." "Benarkah" Kedengarannya cukup tipikal bagiku. Kau selalu
terbuka untuk bersenang-senang."
Aku berdiri, lebih dari siap untuk angkat kaki. Katie mengikutiku
keluar, menggigiti bagian dalam pipinya.
"Makasih atas waktumu, Katie. Menyenangkan bertemu denganmu."
"Sama-sama, Camille. Nikmati sisa kunjunganmu di sini." Aku
sudah ke luar pintu dan menapaki anak tangga ketika dia berseru
kepadaku. "Camille?" Aku berbalik, melihat Katie dengan kaki kiri ditekuk
ke dalam seperti gadis kecil, gerakan yang dia lakukan bahkan sejak
SMA. "Saran bersahabat: Pulang dan mandi. Kau bau."
Aku memang pulang. Otakku tersaruk-saruk dari satu bayangan
ibuku ke bayangan ibuku yang lainnya, semuanya pertanda buruk.
Pertanda. Kata itu berdenyut lagi di kulitku. Kilasan bayangan Joya
yang kurus, berambut liar dengan kuku panjang, mengelupas kulit
ibuku. Kilasan ibuku dan pil dan ramuannya, membabat rambutku. Kilasan Marian, sekarang tulang belulang dalam peti mati, pita
satin putih terikat di ikal pirang kering, seperti buket layu. Ibuku
mengurus kedua gadis kecil yang kasar itu. Atau berusaha mengurus. Natalie dan Ann tidak akan menderita banyak dari perlakuan
Adora. Adora membenci anak-anak perempuan yang tidak patuh
pada kebiasaan mengasuhnya yang aneh. Apakah dia mengecat
kuku Natalie sebelum Adora mencekiknya" Atau sesudahnya"
Kau sinting karena memikirkan yang kaupikirkan. Kau sinting
jika tidak memikirkannya.
291 Sharp Objects.indd 291 bab lima belas Tiga sepeda merah muda kecil berbaris di beranda, dihiasi keranjang anyaman warna putih, pita melambai-lambai dari setang. Aku
mengintip isi salah satu keranjang dan melihat lip gloss berukuran
sangat besar dan lintingan ganja di kantong plastik roti lapis.
Aku menyelinap masuk melalui pintu samping dan menaiki anak
tangga. Para gadis di kamar Amma terkikik keras-keras, memekik
girang. Aku membuka pintu tanpa mengetuk. Tidak sopan, tapi
aku tidak tahan memikirkan gerak-gerik sembunyi-sembunyi itu,
bergegas menunjukkan sikap tidak berdosa kepada orang dewasa.
Ketiga gadis pirang itu berdiri melingkari Amma, celana pendek
dan rok mini menampilkan kaki kurus tercukur. Amma duduk di
lantai mengoprek rumah bonekanya, tube lem superkuat ada di
sebelahnya, rambutnya diikat tinggi dan dihiasi pita biru besar. Mereka memekik lagi ketika aku menyapa, memperlihatkan senyum
kesal, lega, seperti burung-burung yang terkejut.
"Hai, Mille," sembur Amma, tidak lagi diperban, tapi kelihatan
gelisah dan demam. "Kami hanya bermain boneka. Aku punya rumah boneka paling cantik, kan?" Suara Amma manis seperti sirup,
mencontoh anak-anak di acara keluarga tahun 1950-an. Sulit menyandingkan Amma yang ini dengan yang memberiku narkoba ha292
Sharp Objects.indd 292 nya dua malam sebelumnya. Adikku yang katanya berperan sebagai
muncikari, mengoperkan teman-temannya kepada cowok-cowok
yang lebih tua untuk bahan tertawaan.
"Ya, Camille, kau suka rumah boneka Amma, kan?" ulang si pirang kurang ajar dengan suara serak. Jodes satu-satunya yang tidak
menatapku. Alih-alih, dia memelototi rumah boneka seakan bisa
membuat dirinya masuk ke rumah itu.
"Kau merasa lebih baik, Amma?"
"Oh, sudah, kakakku sayang," ucap Amma dengan suara meringkik. "Kuharap kau juga sudah lebih baik."
Gadis-gadis itu terkikik lagi, seperti getaran. Aku menutup pintu, terganggu dengan permainan yang tidak kupahami. "Mungkin
sebaiknya kau mengajak Jodes," salah satu dari mereka berseru di
belakang pintu yang tertutup. Jodes tidak akan bertahan lama di
kelompok itu. Aku mengalirkan air panas untuk mandi sekalipun hawa terasa
panas"bahkan porselen bak berendam terasa hangat"dan duduk
di dalam bak, telanjang, dagu di lutut ketika air perlahan merambat
naik di sekitarku. Ruangan kamar mandi beraroma sabun mentol
dan aroma manis wanita. Aku merasa koyak dan benar-benar lelah,
dan itu nikmat. Aku memejamkan mata, membenamkan diri ke dalam air, dan membiarkan air masuk ke telingaku. Sendirian. Andai
saja kata itu digoreskan di kulitku, lalu aku tiba-tiba terkejut kata itu
tidak menghiasi tubuhku. Rambut di bagian yang dibuat pitak oleh
Adora berdiri, seolah-olah menawarkan diri untuk melaksanakan
tugas. Wajahku juga menjadi sejuk, aku membuka mata dan melihat ibuku menjulang pinggiran oval bak berendam, rambut pirang
panjangnya membingkai wajahnya.
Aku tersentak duduk, menutupi payudaraku, mencipratkan air
pada gaun kotak-kotak merah mudanya.
293 Sharp Objects.indd 293 "Sayang, kau pergi ke mana" Aku benar-benar panik. Aku tadinya
akan mencarimu sendiri, tapi Amma mengalami malam yang buruk."
"Apa yang terjadi pada Amma?"
"Kau di mana semalam?"
"Apa yang terjadi pada Amma, Mother?"
Ibuku mengulurkan tangan ke wajahku dan aku mengelak. Dia
mengerutkan dahi dan meraih wajahku lagi, menepuk-nepuk pipiku, meluruskan rambut basahku. Ketika menarik tangannya, dia
tampak terpana melihat tangan basahnya, seolah-olah dia merusak
kulitnya. "Aku harus mengurus Amma," kata ibuku singkat. Lenganku merinding. "Kau dingin, Sayang" Putingmu tegang."
Dia membawa segelas susu kebiruan di tangan, yang dia berikan
padaku tanpa bicara. Antara susu itu akan membuatku sakit dan aku
tahu aku tidak gila, atau aku tidak sakit dan aku tahu aku manusia penuh kedengkian. Aku meminum susu itu sementara ibuku bersenandung dan menjilat bibir bawahnya, tindakan yang membangkitkan
emosi yang kuat, nyaris terasa mesum.
"Kau tidak pernah bersikap baik ketika masih kecil," katanya.
"Kau selalu keras kepala. Mungkin jiwamu sudah lebih rusak. Dengan cara yang baik. Yang harus terjadi."
Dia pergi dan aku berbaring di dalam bak berendam selama
sejam menunggu sesuatu terjadi. Perut bergolak, pusing, demam.
Aku duduk setenang seperti yang kulakukan ketika di pesawat terbang, ketika aku cemas satu gerakan ceroboh akan membuat kami
jatuh. Tidak ada apa-apa. Amma ada di tempat tidurku ketika aku
membuka pintu. "Kau sangat menjijikkan," katanya, sambil bersedekap santai.
"Aku tak percaya kau meniduri pembunuh anak-anak. Kau seburuk
yang dia bilang." 294 Sharp Objects.indd 294 "Jangan dengarkan Momma, Amma. Dia bukan orang yang layak
dipercaya. Dan jangan?" Apa" Menelan apa pun darinya" Katakan
itu kalau kau memikirkannya, Camille. "Jangan berbalik melawanku,
Amma. Kita saling melukai begitu cepat dalam keluarga ini."
"Ceritakan padaku soal penisnya, Camille. Apa miliknya bagus?"
Suara Amma menjemukan, penuh kepura-puraan seperti sebelumnya, tapi dia menunjukkan emosi: Dia menggeliat-geliat di bawah
selimutku, matanya sedikit liar, wajah memerah.
"Amma, aku tidak mau membicarakan ini denganmu."
"Kau tidak terlalu dewasa beberapa malam lalu, Kak. Apakah
kita tidak lagi berteman?"
"Amma, aku harus berbaring sekarang."
"Malam yang sulit, hah" Ya, tunggu saja"semuanya akan menjadi lebih buruk." Dia mencium pipiku dan menyelinap keluar dari
tempat tidur, menyusuri koridor dengan berisik dalam sandal plastik besar.
Dua puluh menit kemudian aku mulai muntah, perut bergolak,
berkeringat, hingga aku membayangkan perutku berkontraksi dan
meledak seperti serangan jantung. Aku duduk di lantai dekat toilet
di sela-sela muntah, bersandar ke tembok hanya memakai kaus
longgar. Di luar aku bisa mendengar burung blue jay berkicau. Di
dalam, ibuku memanggil Gayla. Sejam kemudian aku masih muntah, cairan empedu hijau pucat memuakkan keluar dari tubuhku
seperti sirup, lambat dan panjang.
Aku memakai baju dan menggosok gigi dengan hati-hati"sikat
gigi yang terlalu jauh masuk ke mulutku mendorongku untuk muntah lagi.
Alan sedang duduk di beranda depan membaca buku besar bersampul kulit berjudul Kuda. Mangkuk kaca oranye bermotif bertengger di lengan kursi goyangnya, puding hijau terletak di tengah
295 Sharp Objects.indd 295 mangkuk. Dia mengenakan jas dari bahan seersucker"katun tipis
berkerut bermotif garis-garis"dengan topi Panama. Dia setenang
air kolam. "Ibumu tahu kau mau pergi?"
"Aku akan segera kembali."
"Kau berhubungan sangat baik dengannya akhir-akhir ini,
Camille, dan untuk itu aku berterima kasih. Dia sepertinya membaik.
Bahkan caranya menangani" Amma menjadi lebih halus." Alan
sepertinya selalu terdiam sejenak sebelum menyebutkan nama
putrinya sendiri, seolah-olah ada konotasi yang sedikit buruk.
"Bagus, Alan, bagus."
"Kuharap kau merasa lebih baik akan dirimu juga, Camille. Itu
hal penting, menyukai diri sendiri. Sikap baik menular semudah
sikap buruk." "Nikmati kuda-kudanya."
"Aku selalu melakukan itu."
Perjalanan ke Woodberry diberi jeda dengan belokan tajam ke
trotoar tempat aku memuntahkan lebih banyak cairan empedu dan
sedikit darah. Tiga kali berhenti, sekali aku muntah di sisi mobil,
tidak bisa membuka pintu dengan cukup cepat. Aku menuangkan
campuran soda stroberi dan vodka sisa dari cangkir yang hangat
untuk mencuci bekasnya. Rumah sakit St. Joseph di Woodberry adalah kubus besar dari batu
bata keemasan, disilang dengan jendela berbayang cokelat keemasan. Marian menamainya kue wafel. Sebagian besar bangunan itu
muram: Kalau tinggal jauh di barat, kau pergi ke Poplar Bluff untuk
keperluan medis; lebih jauh di utara, ke Cape Girardeau. Kau hanya
pergi ke Woodberry kalau terjebak di tumit sepatu bot Missouri.
296 Sharp Objects.indd 296 Wanita bertubuh besar, dadanya bundar seperti tokoh komik,
mengirimkan sinyal Jangan Ganggu dari belakang meja Informasi.
Aku berdiri dan menunggu. Dia berpura-pura serius membaca. Aku
berdiri lebih dekat. Dia menyusurkan jari telunjuk ke kalimat-kalimat di majalahnya dan terus membaca.
"Permisi," kataku, nada suaraku campuran merajuk dan menggurui yang bahkan tidak kusukai.
Wanita itu memiliki kumis dan kuku jari yang menguning akibat
rokok, serasi dengan gigi taring cokelat yang mengintip keluar dari
bibir atasnya. Wajah yang kautunjukkan kepada dunia memberi?tahu
dunia cara memperlakukanmu, dulu ibuku akan berkata begitu
setiap kali aku menolak didandani olehnya. Wanita ini tidak bisa
diperlakukan dengan baik.
"Aku harus melacak catatan medis."
"Minta kepada doktermu."
"Catatan medis adikku."
"Minta adikmu meminta kepada dokternya." Wanita itu membalik halaman majalahnya.
"Adikku sudah mati." Tidak ada cara yang lebih baik untuk
mengatakannya, tapi aku ingin wanita itu memusatkan perhatian.
Bahkan sesudahnya, perhatian dia masih setengah hati.
"Ah. Aku ikut berduka. Dia meninggal di sini?" Aku mengangguk.
"Meninggal Saat Tiba. Dia mendapatkan banyak perawatan gawat darurat di sini dan dokternya bekerja di sini."
"Kapan tanggal kematiannya?"
"1 Mei 1988." "Astaga. Itu sudah lama sekali. Semoga kau wanita yang sabar."
*** 297 Sharp Objects.indd 297 Empat jam kemudian, sesudah saling teriak dengan dua perawat
yang tidak punya minat, putus asa menggoda administrator berwajah pucat dan bingung, dan tiga kali ke toilet untuk muntah,
dokumen Marian dijatuhkan di pangkuanku.
Ada satu dokumen untuk setiap tahun hidup Marian, semakin
lama semakin tebal. Setengah tulisan para dokter tidak bisa kupahami. Banyak yang melibatkan permintaan tes dan tes dilaksanakan, tidak pernah berguna. Pindai otak dan jantung. Prosedur
yang melibatkan kamera masuk menuruni kerongkongan Marian
untuk memeriksa perutnya ketika perutnya dipenuhi dengan pewarna manyala. Monitor apnea jantung. Kemungkinan diagnosis:
diabetes, jantung yang tidak normal, asam lambung, penyakit hati,
hipertensi paru, depresi, penyakit Crohn"s, lupus. Kemudian, selembar kertas surat feminin merah muda bergaris. Distaples pada
laporan yang mendokumentasikan waktu opname Marian selama
seminggu untuk tes perut. Tulisan tangan sambung rapi, melingkar,
tapi marah"pena membuat takuk pada setiap kata di kertas. Surat
itu berbunyi: Saya perawat yang merawat Marian Crellin untuk tesnya minggu
ini, juga beberapa kali opname sebelumnya. Saya berpendapat sangat serius ["sangat serius" digarisbawahi dua kali] anak ini sama
sekali tidak sakit. Saya yakin jika bukan karena sang ibu, anak ini
akan sehat sempurna. Anak ini menunjukkan tanda-tanda sakit sesudah menghabiskan waktu berduaan dengan si ibu, bahkan pada
hari-hari ketika menjelang kunjungan ibunya, padahal dia sudah
merasa sehat. Si ibu sepertinya tidak menunjukkan ketertarikan
pada Marian ketika dia sehat, malahan sepertinya menghukum
anak itu. Si ibu hanya memeluk anak ketika dia sakit atau mena298
Sharp Objects.indd 298 ngis. Saya dan beberapa perawat lain, yang karena alasan politis
tidak menandatangani pernyataan saya, sangat yakin anak ini, juga
kakaknya, harus dipindahkan dari rumah itu untuk observasi lebih
lanjut. Beverly Van Lumm Kemarahan yang tepat. Kita bisa memanfaatkan lebih banyak hal
seperti ini. Aku membayangkan Beverly Van Lumm, berdada besar
dan bermulut rapat, rambut diikat dalam sanggul tegas, menulis
surat di ruangan sebelah sesudah dia dipaksa meninggalkan Marian
lemah dalam pelukan ibuku, hanya menunggu waktu hingga Adora
menjerit meminta perhatian perawat.
Dalam satu jam aku berhasil melacak si perawat di bangsal anak,
yang sebenarnya sekadar kamar besar berisi empat tempat tidur,
hanya dua yang terisi. Satu gadis kecil sedang membaca dengan
tenang, bocah lelaki di sebelahnya tidur tegak, lehernya ditahan
penopang logam yang sepertinya dibaut langsung ke tulang punggungnya.
Beverly Van Lumm sama sekali tidak sesuai bayanganku. Mungkin usianya akhir lima puluhan, tubuhnya mungil, rambut berubannya dipotong pendek. Dia memakai celana perawat bermotif bunga
dan jaket biru terang, pena diselipkan di telinganya. Ketika aku
memperkenalkan diri, dia sepertinya langsung mengingatku, dan
tampaknya tidak terlalu terkejut aku akhirnya muncul.
"Senang sekali bertemu denganmu lagi sesudah bertahun-tahun,
walaupun aku menyesali kondisinya," katanya dalam suara hangat
yang dalam. "Kadang-kadang aku membayangkan Marian sendiri
datang kemari, sudah dewasa, mungkin dengan satu atau dua bayi.
Khayalan bisa jadi berbahaya."


Segala Yang Tajam Sharp Objects Karya Gillian Flynn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

299 Sharp Objects.indd 299 "Aku datang karena membaca suratmu."
Dia mendengus, menutup penanya.
"Surat itu tidak banyak bermanfaat. Kalau aku tidak begitu muda
dan gugup dan terpesona pada dokter yang hebat di sini, aku akan
melakukan lebih daripada sekadar menulis surat. Tentu saja dulu,
menuduh seorang ibu melakukan hal seperti itu nyaris tidak pernah
terjadi. Nyaris membuatku dipecat. Kau tidak pernah ingin memercayai hal seperti itu. Seperti sesuatu dari cerita Grimm Bersaudara,
MBP." "MBP?" "Munchausen by Proxy. Yang mengurus anak, biasanya si ibu,
nyaris selalu si ibu, membuat anaknya sakit untuk mendapatkan
perhatian pada dirinya sendiri. Kalau mengidap Munchausen, kau
akan membuat dirimu sakit untuk mendapatkan perhatian. Kalau
mengidap MBP, kau membuat anakmu sakit untuk menunjukkan
betapa kau ibu yang baik dan perhatian. Grimm Bersaudara, kau
paham maksudku" Seperti sesuatu yang akan dilakukan tukang
sihir jahat. Aku terkejut kau belum pernah mendengarnya."
"Kedengarannya familier," kataku.
"Ini menjadi penyakit yang cukup dikenali. Populer. Orang-orang
menyukai yang baru dan mengerikan. Aku ingat ketika anoreksia
muncul pada era delapan puluhan. Semakin banyak film TV menayangkannya, semakin banyak gadis yang membuat diri mereka
kelaparan. Tapi kau sepertinya baik-baik saja. Aku lega."
"Aku baik-baik saja, seringnya. Aku punya satu adik lagi, anak
perempuan yang lahir sesudah Marian, aku mencemaskannya."
"Sebaiknya begitu. Berurusan dengan ibu MBP"tidak bagus
kalau kau anak favorit. Kau beruntung ibumu tidak terlalu tertarik
padamu." 300 Sharp Objects.indd 300 Seorang pria berseragam hijau terang melesat melintasi koridor
dalam kursi roda, diikuti dua lelaki gemuk berpakaian serupa.
"Mahasiswa kedokteran," kata Beverly, memutar bola mata.
"Adakah dokter yang meneruskan laporanmu?"
"Aku menyebutnya laporan, mereka memandangnya sebagai
kedengkian seorang perawat yang tidak punya anak dan cemburu.
Seperti yang kubilang, masa yang berbeda. Perawat sikit lebih dihargai sekarang. Sikit saja. Dan sejujurnya, Camille, aku tidak berusaha
keras. Aku baru saja bercerai waktu itu, aku harus mempertahankan
pekerjaan, dan intinya adalah aku ingin seseorang mengatakan
padaku aku salah. Kau harus percaya kau salah. Ketika Marian
meninggal, aku minum-minum selama tiga hari. Dia dimakamkan
sebelum aku menyinggung hal ini kepada orang-orang lagi, menanyai kepala dokter anak apakah dia sudah membaca suratku. Aku
disuruh cuti seminggu. Aku salah satu wanita histeris itu."
Mataku tiba-tiba terasa tersengat dan basah, dan dia meraih tanganku.
"Maafkan aku, Camille."
"Ya Tuhan, aku benar-benar marah." Air mata membasahi pipiku
dan aku menghapusnya dengan punggung tangan hingga Beverly
memberiku sebungkus tisu. "Bahwa itu terjadi. Bahwa butuh waktu
selama ini bagiku untuk mengetahuinya."
"Yah, Sayang, dia ibumu. Aku tidak bisa membayangkan seperti
apa rasanya bagimu untuk memahami ini. Setidaknya kelihatannya
sekarang keadilan akan ditegakkan. Sudah berapa lama detektif itu
mengerjakan kasus ini?"
"Detektif?" "Willis, ya" Pemuda tampan, cerdas. Dia membuat salinan setiap
halaman dalam dokumen Marian, menanyaiku hingga tambalan
gigiku sakit. Tidak bilang ada gadis kecil lain yang terlibat. Tapi
301 Sharp Objects.indd 301 detektif itu memberitahuku kau baik-baik saja. Kurasa dia menaksirmu"dia jadi gelisah dan malu ketika menyebutkan dirimu."
Aku berhenti menangis, meremas tisu dan melemparkannya ke
tempat sampah di sebelah gadis yang sedang membaca. Gadis itu
melihat sekilas ke tempat sampah dengan penasaran, seolah-olah
ada surat yang baru datang. Aku berterima kasih kepada Beverly
dan berjalan keluar, merasa liar dan membutuhkan langit biru.
Beverly menyusulku di lift, meraih kedua tanganku. "Keluarkan
adikmu dari rumah itu, Camille. Dia tidak aman."
Antara Woodberry dan Wind Gap ada bar untuk pengendara sepeda motor sesudah pintu keluar 5, tempat yang menjual pak bir
enam kaleng untuk dibawa pergi tanpa meminta kartu identitas.
Aku sering sekali pergi ke sana ketika SMA. Di sebelah papan
lempar panah ada telepon umum. Aku meraih segenggam koin dan
menelepon Curry. Eileen menjawab, seperti biasa, suara lembut
dan seteguh bukit itu. Aku mulai menangis setelah hanya sanggup
menyebutkan namaku. "Camille, Sayang, ada apa" Apa kau baik-baik saja" Tentu saja
tidak. Oh, aku sangat menyesal. Aku menyuruh Frank untuk mengeluarkanmu dari sana sesudah telepon terakhirmu. Ada apa?"
Aku terus menangis, bahkan tidak bisa memikirkan apa yang harus kukatakan. Anak panah menancap ke papan dengan dentaman.
"Kau tidak" melukai diri sendiri lagi, kan" Camille" Sayang,
kau membuatku takut."
"Ibuku?" kataku, sebelum kembali terisak. Napasku sesak karena sedu sedan, dikeluarkan jauh dari dalam perutku, nyaris membuatku terbungkuk-bungkuk.
"Ibumu" Dia baik-baik saja?"
302 Sharp Objects.indd 302 "Tidaaak." Raungan panjang seperti anak kecil. Tangan ditutupkan ke gagang dan gumam suara Eileen memanggil Frank, kata-kata
sesuatu terjadi" buruk, hening dua detik dan bunyi gelas pecah.
Curry berdiri terlalu cepat, gelas wiskinya jatuh ke lantai. Tebakan
saja. "Camille, bicara padaku, ada masalah apa." Suara Curry serak
dan mengejutkan, seperti tangan di kedua lenganku, menggoyanggoyangkan tubuhku.
"Aku tahu siapa pelakunya, Curry," desisku. "Aku tahu."
"Yah, itu bukan alasan untuk menangis, Cubby. Polisi sudah menahan si pelaku?"
"Belum. Aku tahu siapa yang melakukannya." Dentam di papan
panah. "Siapa" Camille, bicaralah."
Aku menekan gagang telepon ke mulut dan berbisik, "Ibuku."
"Siapa" Camille, kau harus bicara lebih keras. Kau di bar?"
"Ibuku pelakunya," aku berseru ke telepon, kata-kata keluar terhambur.
Hening terlalu lama. "Camille, kau mengalami stres luar biasa
dan salahku mengirimmu ke sana begitu cepat sesudah". Sekarang aku ingin kau pergi ke bandara terdekat dan terbang pulang ke
rumah. Jangan ambil bajumu, tinggalkan saja mobilmu dan pulang
ke rumah. Kita akan mengurus semua hal itu nanti. Bayar dulu tiket
pesawatnya, aku akan mengganti uangmu ketika kau sampai di rumah. Tapi kau harus pulang sekarang."
Rumah rumah rumah, Curry seperti berusaha menghipnotisku.
"Aku tidak akan pernah punya rumah," aku terisak, mulai menangis lagi. "Aku harus menyelesaikan ini, Curry." Aku menutup
telepon ketika dia memerintahkanku untuk tidak melakukannya.
*** 303 Sharp Objects.indd 303 Aku melacak Richard dan menemukannya di Gritty"s sedang menyantap makan larut malam. Dia memperhatikan guntingan berita
dari koran Philadelphia soal serangan gunting Natalie. Richard
mengangguk enggan kepadaku ketika aku duduk di seberangnya,
menatap bubur jagung kejunya yang berminyak, kemudian menengadah untuk mengamati wajah bengkakku.
"Kau baik-baik saja?"
"Kupikir ibuku membunuh Marian dan kupikir dia membunuh
Ann dan Natalie. Dan kupikir kau juga tahu itu. Aku baru saja kembali dari Woodberry, kau keparat."
Kesedihan berganti menjadi kemurkaan di suatu titik antara pintu keluar 5 dan 2. "Aku tidak percaya selama menghabiskan waktu
denganku, kau hanya berusaha mendapatkan informasi soal ibuku.
Bajingan sakit jiwa macam apa kau?" Aku gemetar, kata-kataku tergagap keluar dari mulutku.
Richard mengeluarkan sepuluh dolar dari dompetnya, menyelipkan lembaran itu di bawah piring, berjalan ke sisiku, dan meraih
lenganku. "Ikut aku keluar, Camille. Ini bukan tempat yang tepat."
Dia mengarahkanku ke pintu, ke kursi penumpang di mobilnya,
lengannya masih merangkul lenganku, dan mendudukkanku di
mobil. Dia menyetir dalam keheningan ke bukit, tangannya tersentak
ke atas setiap kali aku berusaha mengatakan sesuatu. Aku akhirnya berbalik menjauhinya, mengarahkan tubuhku ke jendela, dan
mengamati hutan berkelebat dalam kilasan biru-hijau.
Kami parkir di tempat yang sama ketika menikmati pemandangan sungai beberapa minggu sebelumnya. Sungai itu mengalir
gelap di bawah kami, arusnya menangkap potongan-potongan sinar
bulan. Seperti memperhatikan seekor kumbang berjalan melalui
dedaunan yang gugur. 304 Sharp Objects.indd 304 "Sekarang giliranku untuk bicara klise," kata Richard, wajahnya
mengarah ke depan. "Ya, pertama kali aku tertarik padamu karena
aku tertarik pada ibumu. Tapi aku sungguh-sungguh menyukaimu.
Semungkin yang kaubisa untuk menyukai seseorang yang setertutup dirimu. Tentu saja, aku paham alasannya. Awalnya kupikir aku
akan menginterogasimu secara resmi, tapi aku tidak tahu sedekat
apa kau dengan Adora, aku tidak ingin kau memberinya petunjuk.
Dan aku tidak yakin, Camille. Aku ingin menghabiskan waktu untuk lebih menyelidiki dia. Itu hanya firasat. Murni firasat. Gosip di
sana-sini, soal dirimu, soal Marian, soal Amma, dan ibumu. Tapi
memang benar, wanita tidak sesuai dengan profil pembunuhan seperti ini. Bukan untuk pembunuhan anak berantai. Kemudian aku
mulai melihat kasus ini dengan cara yang berbeda."
"Bagaimana?" Suaraku separau besi tua.
"Karena bocah itu, James Capisi. Aku terus saja kembali ke pernyataannya, penyihir wanita ala dongeng itu." Gema ucapan Beverly, Grimm Bersaudara. "Aku masih berpikir James tidak benar-benar
melihat ibumu, tapi kurasa bocah itu mengingat sesuatu, perasaan
atau ketakutan bawah sadar yang berubah menjadi sosok itu. Aku
mulai berpikir, wanita macam apa yang bisa membunuh anak-anak
perempuan dan mencuri gigi mereka" Wanita yang ingin kendali sepenuhnya. Wanita yang insting merawatnya tidak lagi waras.
Baik Ann maupun Natalie" didandani sebelum mereka dibunuh.
Orangtua kedua gadis menyadari detail yang tidak sesuai. Kuku jari
tangan Natalie dicat merah muda manyala. Bulu kaki Ann dicukur.
Pada satu titik bibir mereka dipulas lipstik."
"Bagaimana soal gigi mereka?"
"Bukankah senyum seorang gadis adalah senjata terbaiknya?"
kata Richard. Akhirnya berpaling padaku. "Dan dalam kasus dua
gadis ini, gigi mereka secara harfiah adalah senjata. Ceritamu soal
305 Sharp Objects.indd 305 insiden mereka menggigit itu benar-benar memfokuskan banyak
hal untukku. Pembunuhnya adalah wanita yang tidak menyukai
kekuatan dalam diri wanita, yang melihat kekuatan sebagai sesuatu
yang vulgar. Dia berusaha mengasuh anak-anak perempuan ini,
mendominasi mereka, mengubah mereka sesuai dengan visinya
sendiri. Ketika anak-anak perempuan ini menolak, bergulat melawannya, si pembunuh menjadi murka. Anak-anak ini harus mati.
Mencekik adalah definisi dominasi. Pembunuhan gerak lambat.
Suatu hari di kantor, aku menutup mata sesudah menuliskan profil
pelaku dan aku melihat wajah ibumu. Kekerasan tiba-tiba, keakrabannya dengan mendiang anak-anak itu"ibumu tidak punya alibi
pada kedua malam pembunuhan. Firasat Beverly Van Lumm soal
Marian memperkuat dugaan. Walaupun kami masih harus menggali kuburan Marian untuk melihat apakah kami bisa mendapatkan
bukti yang lebih kuat. Jejak racun atau sesuatu."
"Jangan ganggu dia."
"Aku tidak bisa, Camille. Kau tahu ini hal yang benar. Kami akan
sangat menghormati Marian." Richard menaruh tangannya di pahaku. Bukan di tangan atau bahuku, tapi di paha.
"Apakah John pernah benar-benar menjadi tersangka?" Tangan
dipindahkan. "Namanya selalu disebut. Vickery semacam terobsesi. Tahu
Natalie bertingkah keji, mungkin John juga. Tambahan lain, dia dari
luar kota dan kau tahu orang dari luar kota sangat dicurigai."
"Apakah kau punya bukti sungguhan, Richard, tentang ibuku"
Atau ini hanya dugaan?"
"Besok kami mendapatkan surat perintah untuk memeriksa
rumah. Dia pasti menyimpan gigi anak-anak itu. Aku memberitahumu ini karena rasa hormat. Karena aku menghargai dan memercayaimu."
306 Sharp Objects.indd 306 ka "Benar," kataku. Jatuh, menyala di lutut kiriku. "Aku harus mengeluarkan Amma dari sana."
"Tidak akan terjadi apa-apa malam ini. Kau harus pulang dan
menjalani malam seperti biasa. Bertingkahlah sealami mungkin.
Aku bisa meminta kesaksianmu besok, ini akan membantu kasusnya."
"Selama ini dia menyakitiku dan Amma. Memberi kami obat,
meracuni kami. Sesuatu." Aku merasa mual lagi.
Richard mengangkat tangan dari pahaku.
"Camille, kenapa kau tidak mengatakan apa pun sebelumnya"
Kami bisa mengetesmu. Itu akan sangat membantu kasusnya. Bangsat."
"Makasih atas kepedulianmu, Richard."
"Ada yang pernah bilang padamu kau terlalu sensitif, Camille?"
"Tidak pernah sekali pun."
Gayla berdiri di pintu, hantu yang mengawasi di rumah kami di atas
bukit. Dia hilang dalam kelebatan dan ketika aku memarkir mobil
di beranda garasi, lampu ruang makan dinyalakan.
Ham. Aku mencium aromanya sebelum aku sampai ke pintu.
Ditambah sayuran hijau, dan jagung. Mereka duduk tidak bergerak
seperti aktor sebelum tirai diangkat. Adegan: Waktu makan malam.
Ibuku duduk di ujung meja, Alan dan Amma di kiri dan kanan, satu
tempat disediakan untukku di ujung berseberangan. Gayla menarik
kursi untukku, berjalan tanpa suara kembali ke dapur dalam baju
perawat. Aku muak melihat perawat. Di bawah papan lantai, mesin
cuci menggemuruh, seperti biasa.
"Halo, Sayang, hari yang baik?" ibuku berseru terlalu keras. "Du307
Sharp Objects.indd 307 duk, kami mengadakan makan malam untukmu. Pikir-pikir kita
sebaiknya makan malam sekeluarga karena kau akan segera pergi."
"Benarkah?" "Mereka akan menahan teman kecilmu, Sayang. Jangan bilang
aku punya informasi lebih baik dibandingkan si reporter." Ibuku
berpaling pada Alan dan Amma dan tersenyum seperti nyonya rumah ramah yang mengedarkan hidangan pembuka. Adora membunyikan bel kecilnya, dan Gayla membawa masuk ham, bergoyanggoyang seperti agar di pinggan perak. Sepotong nanas menempel
miring di sisinya. "Kau yang potong, Adora," Alan berkata sementara alis ibuku
terangkat. Utas rambut pirang melambai-lambai ketika ibuku membuat
irisan setebal jari dan mengedarkannya ke piring kami. Aku menggeleng pada Amma ketika dia mengulurkan seporsi padaku, kemudian memberikannya kepada Alan.
"Tidak makan ham," gumam ibuku. "Masih belum keluar dari
fase itu, Camille."

Segala Yang Tajam Sharp Objects Karya Gillian Flynn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Fase tidak menyukai ham" Tidak, belum."
"Menurutmu apakah John akan dieksekusi?" Amma bertanya
padaku. "John-mu akan dihukum mati?" Ibuku mengenakan gaun
putih tanpa lengan dengan pita merah muda, mengepang rapat
rambut di kedua sisi. Kemarahan menguar dari tubuhnya seperti
bau busuk. "Missouri memberlakukan hukuman mati dan tentu saja ini jenis
pembunuhan yang akan menuntut hukuman mati, kalau memang
ada hal apa pun yang layak diganjar hukuman mati," kataku.
"Apa kita masih punya kursi listrik?" tanya Amma.
"Tidak," kata Alan. "Sekarang makan dagingmu."
"Suntik mati," gumam ibuku. "Seperti menyuntik mati kucing."
308 Sharp Objects.indd 308 Aku membayangkan ibuku diikat ke ranjang beroda, bertukar
sapa dengan dokter sebelum suntikan diberikan. Cocok, ibuku
tewas lewat jarum beracun.
"Camille, kalau kau bisa menjadi tokoh dongeng di dunia, kau
akan jadi siapa?" tanya Amma.
"Putri tidur." Menghabiskan hidup dalam mimpi kedengarannya
menyenangkan. "Aku akan menjadi Persephone."
"Aku tidak tahu itu siapa," kataku. Gayla mengempaskan sayuran
hijau dan jagung segar di piringku. Aku memaksa diriku makan,
satu demi satu bulir jagung, refleks muntahku bergolak pada setiap
kunyahan. "Dia Ratu Orang Mati," Amma berseri-seri. "Dia begitu cantik,
Hades menculiknya dan membawanya ke alam baka untuk dijadikan istrinya. Tapi ibu Persephone begitu kuat, dia memaksa Hades
untuk mengembalikan Persephone. Tapi hanya enam bulan setahun. Jadi dia menghabiskan setengah hidupnya dengan orang mati
dan setengahnya lagi dengan orang hidup."
"Amma, kenapa makhluk semacam itu menarik untukmu?" kata
Alan. "Kau bisa begitu mengerikan."
"Aku kasihan pada Persephone karena bahkan ketika dia kembali dengan orang-orang yang hidup, mereka takut padanya karena
tempat dia sebelumnya berada," kata Amma. "Dan bahkan ketika
bersama ibunya, dia tidak benar-benar bahagia, karena dia tahu dia
akan harus kembali ke alam baka." Amma menyeringai pada Adora
dan melesakkan potongan besar ham ke dalam mulutnya, kemu?
dian berseru keras-keras.
"Gayla, aku butuh gula!" Amma berteriak ke pintu.
"Pakai bel, Amma," kata ibuku. Dia juga tidak makan.
Gayla muncul dengan semangkuk gula, menaburkan sesendok
besar ke ham dan irisan tomat di piring Amma.
309 Sharp Objects.indd 309 "Biarkan aku yang menabur," keluh Amma.
"Biar Gayla saja," kata ibuku. "Kau menabur terlalu banyak gula."
"Apa kau akan sedih ketika John mati, Camille?" kata Amma,
mengisap seiris ham. "Kau akan lebih sedih kalau John mati atau
kalau aku yang mati?"
"Aku tidak ingin siapa pun mati," kataku. "Kupikir sudah terlalu
banyak yang mati di Wind Gap."
"Akur, akur," kata Alan. Anehnya bersikap riang.
"Orang-orang tertentu harus mati. John harus mati," lanjut
Amma. "Bahkan kalau tidak membunuh kedua gadis itu, dia masih
harus mati. Dia sudah rusak sekarang karena adiknya sudah tewas."
"Berdasarkan logika yang sama, aku juga harus mati, karena adikku meninggal dan aku rusak," kataku. Mengunyah satu lagi bulir
jagung. Amma memperhatikanku.
"Mungkin. Tapi aku menyukaimu jadi aku harap tidak. Bagaimana menurutmu?" Amma berpaling pada Adora. Aku baru menyadari Amma tidak pernah menyapa Adora secara langsung, tidak
ada Mother atau Momma, atau bahkan Adora. Seakan Amma tidak
mengetahui nama ibu kami, tapi berusaha agar itu tidak kelihatan
jelas. "Marian sudah lama sekali meninggal dan kurasa mungkin kita
seharusnya berakhir bersamanya," kata ibuku dengan letih. Kemudian tiba-tiba menjadi cerah: "Tapi kita tidak melakukan itu
dan kita terus melanjutkan hidup, benar?" Bel berdenting, piring
dikumpulkan, Gayla mengitari meja seperti serigala renta.
Sorbet jeruk merah untuk pencuci mulut. Ibuku menghilang
diam-diam ke sepen dan muncul kembali dengan dua botol kristal
kecil langsing dan mata basah dengan kulit merona merah muda.
Perutku mencelus. "Camille dan aku akan minum di kamar tidurku," kata ibuku
310 Sharp Objects.indd 310 kepada yang lain, merapikan rambut di depan cermin bufet. Aku sadar dia sudah berpakaian untuk acara ini, sudah mengenakan gaun
tidurnya. Persis seperti ketika aku masih kanak-kanak dan dipanggil
menghadapnya, aku mengikuti ibuku menaiki anak tangga.
Kemudian aku berada di dalam kamarnya, tempat yang selalu
ingin kumasuki. Tempat tidur raksasa itu, bantal-bantal bertunas di
sana seperti kapang. Cermin setinggi badan terpasang di dinding.
Dan lantai gading terkenal yang membuat semuanya berpendar
seakan kami berada di dataran bersalju di bawah sinar bulan. Ibuku
melemparkan bantal-bantal ke lantai, menarik selimut ke ujung
tempat tidur dan memberi tanda kepadaku untuk duduk di tempat
tidur, kemudian duduk di sebelahku. Selama berbulan-bulan sesudah Marian meninggal, ketika ibuku mengasingkan diri di kamarnya dan menolakku, aku tidak berani membayangkan meringkuk di
tempat tidur bersama ibuku. Sekarang aku di sini, terlambat lebih
dari lima belas tahun. Ibuku menyugar rambutku dan mengulurkan minuman kepadaku. Aku mengendusnya: beraroma seperti apel cokelat. Aku memegang gelas dengan kaku tapi tidak menyesapnya.
"Waktu aku kecil, ibuku membawaku ke North Woods dan
meninggalkanku," kata Adora. "Dia tidak tampak marah atau kesal.
?Biasa saja. Nyaris bosan. Dia tidak menjelaskan alasannya. Malah
dia tidak mengatakan satu kata pun kepadaku. Hanya memberitahuku untuk masuk ke mobil. Aku bertelanjang kaki. Ketika kami
sampai di sana, dia menggandeng tanganku dan dengan sangat efisien menarikku ke sepanjang jalan setapak, kemudian keluar jalan
setapak, lalu melepaskan tanganku dan memberitahuku untuk tidak
mengikutinya. Aku baru delapan tahun, anak kecil. Kaki sobeksobek saat aku sampai di rumah dan dia hanya menatapku dari balik
koran sorenya, dan masuk ke kamarnya. Kamar ini."
"Kenapa kau menceritakan ini kepadaku?"
311 Sharp Objects.indd 311 "Ketika pada usia semuda itu seorang anak tahu ibunya tidak
peduli padanya, hal-hal buruk terjadi."
"Percayalah padaku, aku tahu seperti apa rasanya," kataku. Kedua
tangan Adora masih menyugar rambutku, satu jari bermain-main
dengan lingkaran tak berambut di kepalaku.
"Aku ingin menyayangimu, Camille. Tapi kau begitu sulit. Marian, dia begitu mudah."
"Cukup, Momma," kataku.
"Tidak. Tidak cukup. Biarkan aku mengurusmu, Camille. Sekali
saja, butuhkan aku."
Biarkan ini berakhir. Biarkan semua ini berakhir.
"Ayo, lakukan kalau begitu," kataku. Aku menelan minuman itu
sekali teguk, menyingkirkan kedua tangan ibuku dari kepalaku, dan
memaksa suaraku untuk tetap tenang.
"Aku membutuhkanmu selama ini, Momma. Sungguh-sungguh
butuh. Bukan kebutuhan yang kauciptakan agar kau bisa menyalakan lalu mematikannya. Dan aku tidak akan pernah bisa memaafkanmu untuk Marian. Dia masih bayi."
"Dia akan selalu menjadi bayiku," kata ibuku.
312 Sharp Objects.indd 312 bab enam belas Aku tertidur tanpa kipas angin, terbangun dengan seprai melekat
pada tubuh. Keringat dan air seniku sendiri. Gigi menggeletuk dan
jantungku berdetak dari balik bola mataku. Aku menyambar tempat
sampah di sebelah tempat tidur dan muntah. Cairan panas, dengan
empat bulir jagung mengambang di permukaan.
Ibuku masuk ke kamar sebelum aku menarik tubuhku kembali
ke tempat tidur. Aku membayangkan dia duduk di kursi koridor,
di sebelah foto Marian, menambal kaus kaki sementara menunggu
aku menjadi sakit. "Ayo, Sayang. Masuk ke bak berendam," gumamnya. Dia menarik
blusku lewat kepala, celana piamaku ke bawah. Aku bisa melihat
pandangan biru tajamnya di leher, payudara, panggul, kakiku selama sedetik.
Aku muntah lagi ketika masuk ke bak, ibuku memegangi tanganku agar aku seimbang. Lebih banyak cairan panas mengalir turun di
bagian depan tubuhku dan menetes ke porselen. Adora menyambar
handuk dari rak, menuangkan alkohol murni ke handuk, mengelapku seperti membersihkan jendela. Aku duduk di bak berendam
sementara dia menuangkan bergelas-gelas air dingin ke kepalaku
untuk menurunkan demam. Memberiku dua pil dan segelas susu
313 Sharp Objects.indd 313 o. berwarna biru pucat lagi. Aku menelan semuanya dengan rasa dendam getir yang sama yang mendorongku untuk mabuk selama dua
hari penuh. Aku belum tumbang, kau punya apa lagi" Aku ingin ini
jadi buruk sekali. Aku berutang sebanyak itu pada Marian.
Muntah ke bak berendam, menguras bak, mengisi bak, menguras
bak. Kompres es di bahuku, di antara kedua kaki. Kompres panas
di dahiku, lututku. Pinset masuk ke luka di pergelangan kakiku,
alkohol dituangkan sesudahnya. Air mengalir merah muda. Lenyap,
lenyap, lenyap, memohon dari leherku.
Bulu mata Adora dicabut seluruhnya, mata kirinya meneteskan
air mata gemuk, bibir atasnya terus-menerus dibasahi lidah. Ketika
aku mulai kehilangan kesadaran, sekilas terpikir: Aku diurus. Ibuku
berkeringat mengurusiku. Begitu menyanjung. Tidak ada orang lain
yang akan melakukan ini padaku. Marian. Aku iri pada Marian.
Aku mengambang dalam bak setengah penuh berisi air suam-suam
kuku ketika aku terbangun lagi mendengar suara jeritan. Lemah
dan menguarkan uap air, aku mengangkat tubuh keluar dari bak,
mengenakan kimono katun tipis"jeritan tinggi ibuku bergerincing
di telingaku"dan membuka pintu persis ketika Richard hendak
mendobrak masuk. "Camille, kau baik-baik saja?" Lolongan ibuku, liar dan parau,
mengiris udara di belakang Richard.
Kemudian pria itu ternganga. Dia memiringkan kepalaku ke satu
sisi, melihat bekas luka di leherku. Menarik kimonoku terbuka dan
tersentak. "Ya Tuhan." Terhuyung-huyung, bingung memutuskan apakah
harus tertawa atau ngeri.
"Ibuku kenapa?"
314 Sharp Objects.indd 314 "Kau kenapa" Kau melukai diri sendiri?"
"Aku menorehkan kata-kata," gumamku, seakan-akan itu berbeda.
"Kata-kata, aku bisa melihat itu."
"Kenapa ibuku menjerit?" Aku pusing, terenyak ke lantai dengan
keras. "Camille, kau sakit?"
Aku mengangguk. "Kau menemukan sesuatu?"
Vickery dan beberapa anggota polisi tersaruk-saruk melewati
kamarku. Ibuku berjalan sempoyongan beberapa detik kemudian,
kedua tangan di rambut, menjerit kepada para polisi agar mereka
keluar, untuk menunjukkan rasa hormat, bahwa mereka akan sangat menyesal.
"Belum. Seberapa sakit dirimu?" Richard meraba dahiku, mengikat kimonoku sampai tertutup, menolak melihat wajahku lagi.
Aku mengangkat bahu seperti anak yang merajuk.
"Semua orang harus meninggalkan rumah ini, Camille. Pakai
baju dan aku akan membawamu ke dokter."
"Ya, kau membutuhkan buktimu. Aku harap aku punya cukup
sisa racun dalam diriku."
Ketika malam tiba, benda-benda berikut diambil dari laci pakaian
dalam ibuku: Delapan botol kecil pil antimalaria dengan label dari luar negeri,
tablet biru besar yang sudah tidak lagi diproduksi karena memiliki
kecenderungan untuk memicu demam dan mengaburkan pandangan. Jejak obat ini ditemukan di uji racunku.
Tujuh puluh dua tablet pencahar yang digunakan industri terutama untuk membantu melancarkan pencernaan hewan ternak. Jejak
tablet ini ditemukan di uji racunku.
315 Sharp Objects.indd 315 Tiga lusin tablet antikejang, salah pakai dapat mengakibatkan
pusing dan mual. Jejak obat ini ditemukan di uji racunku.
Tiga botol sirup ipecac, dipakai untuk memicu muntah dalam
kasus keracunan. Jejaknya ditemukan di uji racunku.
Seratus enam puluh satu obat bius untuk kuda. Jejaknya ditemukan di uji racunku.
Peralatan perawat, berisi lusinan pil tanpa kemasan, tabung kecil,
dan jarum suntik, yang tidak diperlukan Adora. Tidak diperlukan
untuk tujuan baik. Dari kotak topi ibuku, buku harian bercorak bunga, yang akan
dicantumkan sebagai dokumen pengadilan, berisi kalimat sebagai
berikut: 14 September 1982 Hari ini aku memutuskan untuk berhenti mengurusi Camille dan
memusatkan perhatian pada Marian. Camille tidak pernah menjadi
pasien yang baik"sakit hanya membuat Camille marah dan penuh dendam. Dia tidak suka aku menyentuhnya. Aku tidak pernah
mendengar yang seperti itu. Dia punya kedengkian Joya. Aku membencinya. Marian sangat manis ketika sakit, dia begitu bergantung
padaku dan menginginkanku untuk bersamanya setiap saat. Aku
suka menyeka air matanya.
23 Maret 1985 Marian harus pergi ke Woodberry lagi, "sulit bernapas sejak pagi
dan mual-mual." Aku mengenakan setelan kuning St. John-ku, tapi
akhirnya tidak merasa nyaman memakainya"aku khawatir dengan
316 Sharp Objects.indd 316 t.c rambut pirangku aku malah akan tampak pudar. Atau seperti nanas
berjalan! Dr. Jameson sangat ahli dan baik hati, tertarik pada Marian, tapi tidak rewel. Dia sepertinya cukup terkesan padaku. Berkata
aku adalah malaikat dan setiap anak harusnya punya ibu sepertiku.
Kami sedikit saling menggoda, sekalipun ada cincin kawin. Para
perawat agak menimbulkan masalah. Mungkin cemburu. Harus
benar-benar menunjukkan perhatian di kunjungan selanjutnya (kemungkinan besar operasi!). Mungkin akan meminta Gayla membuatkan daging cincang untuk si perawat. Perawat suka kudapan kecil
untuk disantap di area istirahat mereka. Pita hijau terang di stoples,
mungkin" Aku harus menata rambutku sebelum kasus gawat darurat selanjutnya" semoga Dr. Jameson (Rick) sedang bertugas".
10 Mei, 1988 Marian meninggal. Aku tidak bisa berhenti. Berat badanku turun


Segala Yang Tajam Sharp Objects Karya Gillian Flynn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

nyaris 5,5 kilogram dan sekarang hanya tinggal kulit dan tulang. Semua orang begitu baik. Orang-orang bisa bersikap begitu luar biasa.
Bukti yang paling penting ditemukan di bawah bantal sofa gemuk
berlapis kain brokat kuning di kamar Adora: tang yang ternoda,
kecil dan feminin. Uji DNA mencocokkan darah di tang itu dengan
darah Ann Nash dan Natalie Keene.
Gigi-gigi itu tidak ditemukan di rumah ibuku. Berminggu-minggu sesudahnya aku membayangkan di mana gigi-gigi itu mungkin
dibuang: Mobil kabriolet biru muda, atapnya terbuka seperti biasa"tangan seorang wanita terulur keluar"gigi dilemparkan ke
semak-semak pinggir jalan di dekat jalan setapak menuju North
Woods. Sepasang sandal cantik terkena lumpur di ujung Falls Cre317
Sharp Objects.indd 317 ek"gigi-gigi mencemplung masuk ke air seperti kelereng. Gaun
tidur merah muda melewati kebun mawar Adora"tangan menggali"gigi-gigi dikubur seperti tulang kecil.
Gigi-gigi itu tidak ditemukan di semua tempat ini. Aku meminta
polisi memeriksa. 318 Sharp Objects.indd 318 bab tujuh belas Pada 28 Mei, Adora Crellin ditahan atas pembunuhan Ann Nash,
Natalie Keene, dan Marian Crellin. Alan dengan segera membayar
uang jaminan dalam jumlah yang sangat besar agar Adora dapat
menunggu persidangan dalam kenyamanan rumahnya. Mengingat
situasinya, pengadilan memutuskan sebaiknya aku mengambil hak
perwalian adik tiriku. Dua hari kemudian aku menyetir ke utara,
kembali ke Chicago, bersama Amma di sebelahku.
Dia membuatku lelah. Amma luar biasa manja dan terbakar kecemasan"berjalan mondar-mandir seperti kucing liar yang dikurung
ketika mendedaskan pertanyaan-pertanyaan murka kepadaku
(Kenapa semuanya begitu berisik" Bagaimana bisa kita tinggal di
tempat yang sangat sempit" Bukannya bahaya di luar sana") dan
menuntut kepastian kasih sayangku. Dia membakar semua energi
ekstra yang dia dapatkan dari tidak sakit beberapa kali dalam seminggu.
Pada Agustus, Amma terobsesi dengan wanita pembunuh. Lucretia Borgia, Lizzie Borden, wanita di Florida yang menenggelamkan
tiga putrinya sesudah terserang stres. "Kupikir mereka istimewa,"
319 Sharp Objects.indd 319 kata Amma keras kepala. Berusaha menemukan cara memaafkan
ibunya, kata ahli terapi anak. Amma menemui wanita ahli terapi
itu dua kali, kemudian Amma menggeletak di lantai dan menjerit
ketika aku berusaha membawanya ke kunjungan ketiga. Alih-alih,
nyaris sepanjang hari Amma mengerjakan rumah boneka Adora.
Caranya mengatasi hal-hal buruk yang terjadi di sana, kata si ahli
terapi ketika aku menelepon. Sepertinya Amma harus menghancurkan benda itu kalau begitu, aku menjawab. Amma menamparku
ketika aku membawa pulang kain biru yang salah untuk tempat
tidur rumah boneka Adora. Amma meludah ke lantai ketika aku
menolak membayar 60 dolar untuk sofa mainan yang dibuat dari
kayu kenari sungguhan. Aku mencoba terapi pelukan, program konyol yang menyuruhku memeluk Amma dan mengulang-ulang aku
menyayangimu aku menyayangimu aku menyayangimu sementara
dia mencoba menggeliat pergi. Empat kali dia membebaskan diri
dan memanggilku jalang, membanting pintu kamarnya. Kali kelima
kami berdua mulai tertawa.
Alan mengeluarkan uang untuk mendaftarkan Amma di Bell
School"22.000 dolar per tahun, belum termasuk buku dan peralatan"hanya sejauh sembilan blok. Amma dengan cepat mendapatkan teman, lingkaran kecil gadis-gadis cantik yang belajar untuk
mendambakan semua hal yang khas Missouri. Satu orang yang
benar-benar kusukai adalah gadis bernama Lily Burke. Dia secerdas
Amma dengan prospek yang lebih cerah. Wajahnya berbintik-bintik
dengan gigi depan berukuran terlalu besar dan rambut cokelat, yang
menurut Amma sewarna dengan karpet di kamar tidur lamaku.
Tapi aku menyukai gadis itu.
Dia menjadi pengunjung tetap di apartemen, membantuku me320
Sharp Objects.indd 320 masak makan malam, bertanya tentang pekerjaan rumah kepadaku,
menceritakan soal cowok-cowok. Amma semakin lama semakin
pendiam seiring dengan kunjungan Lily. Pada Oktober, Amma
membanting pintu kamarnya sampai tetika Lily mampir.
Pada satu malam aku terbangun menemukan Amma berdiri di sebelah tempat tidurku.
"Kau lebih menyukai Lily daripada aku," bisiknya. Suhu tubuh
Amma tinggi, gaun tidurnya menggantung di tubuhnya yang berkeringat, giginya menggeletuk. Aku mengarahkannya ke kamar
mandi, mendudukkannya di toilet, membasahi kain lap dengan
air keran yang sejuk yang berasa seperti logam, mengelap dahinya.
Kemudian kami saling menatap. Mata biru keabuan persis seperti
mata Adora. Kosong. Seperti kolam musim dingin.
Aku menggulirkan dua pil aspirin ke telapak tanganku, memasukkannya kembali ke botol, menggulirkannya lagi ke telapak tanganku. Satu atau dua pil. Begitu gampang untuk diberikan. Apakah
aku mau memberikan satu pil lagi dan satu lagi" Akankah aku suka
mengurus gadis kecil yang sakit" Ada kilasan sesuatu yang kukenali
ketika Amma menengadah ke arahku, gemetar dan sakit: Ibu di sini.
Aku memberi Amma dua aspirin. Baunya membuat mulutku
berair. Aku menuangkan sisa pil ke saluran pembuangan air.
"Sekarang kau harus membawaku ke bak berendam dan memandikanku," dia merengek.
Aku menarik gaun tidur Amma lewat kepala. Ketelanjangannya
memukau: kaki gadis kecil yang kurus, bekas luka meliuk bergerigi
di panggulnya seperti setengah tutup botol, sedikit ke bawah ke
kerimbunan layu di antara kakinya. Payudara penuh, montok. Tiga
belas. 321 Sharp Objects.indd 321 Amma masuk ke bak berendam dan menarik kaki ke dagu.
"Kau harus menggosokkan alkohol ke tubuhku," rengek Amma.
"Tidak, Amma, coba relaks."
Wajah Amma memerah dan dia mulai menangis.
"Itu cara dia melakukannya," bisik Amma. Tangisnya berubah
menjadi isakan, kemudian raungan penuh duka.
"Kita tidak akan lagi melakukan seperti yang dia lakukan," kataku.
Pada 12 Oktober, Lily Burke menghilang dalam perjalanan pulang
dari sekolah. Empat jam kemudian, tubuhnya ditemukan, disandarkan dengan rapi di sebelah tempat pembuangan sampah tiga blok
dari apartemen kami. Hanya enam giginya yang dicabut, dua gigi
depan yang berukuran terlalu besar dan empat gigi bawah.
Aku menelepon Wind Gap dan menunggu dua belas menit hingga polisi mengonfirmasi ibuku ada di rumahnya.
Aku yang pertama melihatnya. Aku membiarkan polisi menemukannya, tapi aku yang pertama melihatnya. Sementara Amma
membuntutiku seperti anjing marah, aku mengobrak-abrik apartemen, membalikkan bantal-bantal kursi, menggeledah laci-laci.
Apa yang sudah kaulakukan, Amma" Saat aku sampai ke kamarnya,
dia men?jadi tenang. Sombong. Aku memeriksa di sela-sela celana
dalamnya, mengeluarkan isi peti harapannya, membalikkan matras
tempat tidurnya. Aku memeriksa mejanya dan hanya menemukan pensil, stiker,
dan cangkir yang berbau pemutih.
Aku mengeluarkan semua isi rumah boneka, ruangan demi
322 Sharp Objects.indd 322 ruangan, menghancurkan tempat tidur bertiang mungilku, tempat
tidur Amma, sofa gemuk kuning lemon. Setelah aku melemparkan
tempat tidur berkanopi kuningan dan menghancurkan meja rias
kamar ibuku, entah Amma atau aku yang berteriak. Mungkin kami
berdua. Lantai kamar ibuku. Lantai gadingnya yang cantik. Dibuat
dari gigi manusia. Lima puluh enam gigi kecil, dibersihkan dan dicuci dengan pemutih dan berkilau di lantai.
Yang lain-lain terlibat juga dalam pembunuhan anak-anak di Wind
Gap. Alih-alih mendapatkan hukuman yang lebih ringan di rumah
sakit jiwa, ketiga gadis pirang itu mengaku membantu Amma
membunuh Ann dan Natalie. Mereka naik mobil golf Amma dan
menunggu di dekat rumah Ann, membujuk gadis itu untuk ikut
naik mobil. Ibuku ingin menyapa.
Gadis-gadis itu menggunakan mobil golf untuk pergi ke North
Woods, berpura-pura mengadakan pesta minum teh atau sesuatu
seperti itu. Mereka mendandani Ann, bermain-main dengannya sebentar, kemudian sesudah beberapa jam mereka mulai bosan. Mereka menggiring Ann ke anak sungai. Gadis kecil itu, mendapatkan
firasat buruk, berusaha melarikan diri, tapi Amma mengejar Ann
dan menjegalnya. Memukul Ann dengan batu. Amma digigit. Aku
melihat bekas luka di panggul Amma, tapi gagal menyadari makna
bentuk separuh bulan bergerigi itu.
Ketiga gadis pirang menahan Ann, sementara Amma mencekik
Ann dengan tali jemuran yang dia curi dari gudang perkakas te?
tangga. Butuh sejam untuk menenangkan Jodes dan sejam beri?
kut?nya bagi Amma untuk mencabut gigi-gigi, Jodes menangis se?
pan?jang waktu. Kemudian keempat gadis membawa jasad Ann ke
anak sungai dan membuangnya, naik mobil golf kembali ke rumah
323 Sharp Objects.indd 323 Kelsey, membersihkan diri di rumah belakang, dan menonton film.
Tidak ada yang sepakat tentang judul filmnya. Mereka semua ingat
mereka makan melon dan minum anggur putih dari botol Sprite,
berjaga-jaga seandainya ibu Kelsey mengintip ke dalam
James Capisi tidak berbohong soal wanita hantu itu. Amma
mencuri salah satu seprai putih bersih dan mengenakannya seperti
model gaun Yunani Kuno, mengikat rambut pirang terangnya ke
atas, dan membedaki diri hingga berkilau. Dia adalah Artemis, si
pemburu darah. Natalie awalnya bingung ketika Amma berbisik di
telinganya, Ini permainan. Ikut denganku, kita akan bermain. Amma
membawa Natalie melalui hutan, kembali lagi ke rumah belakang
Kelsey, mereka menahan Natalie di sana selama 48 jam pertama,
mengurusinya, mencukur kakinya, mendandaninya, dan memberinya makan bergantian sembari menikmati teriakan protes gadis itu.
Tepat sesudah tengah malam pada tanggal 14, teman-teman Amma
menahan Natalie sementara Amma mencekik gadis itu. Sekali lagi,
Amma sendiri yang mencabuti giginya. Gigi anak-anak, ternyata, tidak terlalu sulit dicabut, kalau kau menempatkan beban yang tepat
di tang. Dan kau tidak peduli bagaimana bentuk gigi itu pada akhirnya. (Sekilas ingatan lantai rumah boneka Amma, dengan mozaik
gigi bergerigi, patah, beberapa hanya serpihan.)
Gadis-gadis itu naik mobil golf Adora ke bagian belakang Main
Street pada jam empat pagi. Celah di antara toko perkakas dan salon
kecantikan cukup lebar untuk memungkinkan Amma dan Kelsey
menggotong Natalie dengan memegang tangan dan kaki, berbaris,
ke ujung celah yang dekat ke jalan, tempat mereka mendudukkan
Natalie, menunggu dia ditemukan. Sekali lagi Jodes menangis. Gadis-gadis yang lain kemudian membahas untuk membunuh Jodes,
cemas dia mungkin luluh berantakan. Ide itu nyaris dilaksanakan
ketika ibuku ditahan. 324 Sharp Objects.indd 324 Amma membunuh Lily sendirian, memukul belakang kepalanya
dengan batu, kemudian mencekik gadis itu dengan tangan telanjang, mencabut enam giginya, dan memangkas rambut gadis itu.
Semuanya dilakukan di gang, di belakang tempat pembuangan
sampah tempat Amma meninggalkan jasad Lily. Amma membawa
batu, tang, dan gunting itu ke sekolah dalam tas punggung merah
muda manyala yang kubelikan untuknya.
Rambut cokelat Lily Burke dikepang Amma menjadi karpet untuk kamarku di rumah bonekanya.
325 Sharp Objects.indd 325 epilog Adora dinyatakan bersalah atas pembunuhan tingkat pertama
untuk perbuatannya pada Marian. Pengacara Adora sudah menyiapkan untuk naik banding, yang dibuat kronologinya dengan bersemangat oleh kelompok yang menjalankan situs ibuku, freeadora.
org. Alan menutup rumah Wind Gap dan menyewa apartemen di
dekat penjara Adora di Vandelia, Missouri. Alan menulis surat kepada Adora pada hari-hari ketika dia tidak bisa berkunjung.
Buku edisi paperback yang dibuat tergesa-gesa mengenai keluarga pembunuh kami diterbitkan; aku dibanjiri tawaran menulis
buku. Curry mendorongku untuk mengambil satu tawaran dan
dengan cepat mundur. Baguslah. John menulis surat bersahabat
yang penuh kepedihan. Selama ini dia sudah menduga pelakunya
Amma, pindah ke rumah Meredith untuk "mengawasi." Yang menjelaskan percakapan yang kucuri dengar antara John dan Amma,
yang menikmati bermain-main dengan duka pemuda itu. Melukai
adalah cara menggoda. Kesakitan adalah keintiman, seperti ibuku
menusukkan pinset ke dalam lukaku. Dan kisah romantis Wind
Gap-ku yang lain, aku tidak pernah mendengar kabar dari Richard
lagi. Setelah melihat cara dia menatap tubuhku yang penuh bekas
luka, aku tahu aku tidak akan pernah mendengar kabar darinya lagi.
326 Sharp Objects.indd 326 Amma akan ditahan hingga ulang tahun ke-18 dan kemungkinan lebih lama. Pengunjung diizinkan datang dua kali sebulan. Aku
pergi ke sana sekali, duduk bersamanya di area bermain yang ceria
yang dikelilingi kawat berduri. Anak-anak perempuan dalam celana
penjara dan kaus bergelantungan di tiang panjat dan ring-ring senam, di bawah pengawasan wanita penjaga yang gemuk dan pemarah. Tiga anak perempuan tersentak-sentak menuruni seluncuran
melengkung, memanjat tangga, meluncur turun lagi. Berulang kali,
dalam keheningan selama waktu kunjunganku.
Amma memangkas rambutnya pendek sekali. Mungkin itu usaha
untuk kelihatan lebih tangguh, tapi dia malah terlihat seperti sesuatu dari dunia lain, beraura peri. Ketika aku meraih tangan Amma,
tangannya basah karena keringat. Dia menarik tangannya.
Aku berjanji pada diri sendiri untuk tidak bertanya pada Amma
soal pembunuhan itu, membuat kunjungannya seringan mungkin.
Tapi pertanyaan itu malah keluar nyaris seketika. Kenapa gigi,
kenapa anak-anak ini, yang begitu cerdas dan menarik. Bagaimana
bisa mereka menyinggung Amma" Bagaimana bisa Amma melakukannya" Kalimat terakhir keluar dengan nada menegur, seakan aku
menceramahi Amma karena mengadakan pesta ketika aku tidak di
rumah. Amma menatap ketiga anak perempuan di seluncuran dengan
getir dan berkata dia membenci semua orang di sini, semua gadis
di sini antara sinting dan bodoh. Amma benci harus mencuci baju
dan menyentuh barang orang lain. Kemudian dia hening selama
semenit dan kupikir dia hanya akan mengabaikan pertanyaanku.
"Aku sempat berteman dengan mereka selama beberapa saat,"
katanya akhirnya, bicara ke dadanya. "Kami bersenang-senang,
berlarian di hutan. Kami liar. Kami akan melukai makhluk lain
bersama-sama. Kami pernah membunuh kucing. Tapi kemudian
327 Sharp Objects.indd 327 dia?"seperti biasa nama Adora tidak disebut?"tertarik pada
mereka. Aku tidak pernah memiliki apa pun untuk diri sendiri.


Segala Yang Tajam Sharp Objects Karya Gillian Flynn di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Mereka bukan rahasiaku lagi. Mereka selalu mampir ke rumah.
Mereka mulai mengajukan pertanyaan soal aku yang sakit. Mereka
akan merusak segalanya. Dia bahkan tidak menyadarinya." Amma
menggosok rambut cepaknya dengan kasar. "Dan kenapa Ann
harus menggigit" dia" Aku tidak bisa berhenti memikirkannya.
Kenapa Ann bisa menggigitnya dan aku tidak."
Amma menolak bicara lagi, menjawab hanya dengan desahan
dan batuk. Soal gigi, Amma mengambil gigi mereka karena dia
membutuhkannya. Rumah boneka itu harus sempurna, persis seperti semua hal lain yang Amma sayangi.
Kurasa ada alasan lain. Ann dan Natalie tewas karena Adora
memperhatikan mereka. Amma hanya bisa melihat hal itu buruk
baginya. Amma, yang membiarkan ibuku membuat dirinya sakit
begitu lama. Kadang-kadang saat kau membiarkan orang-orang melakukan sesuatu padamu, sebenarnya kau melakukannya pada mereka.
Amma mengendalikan Adora dengan membiarkan Adora membuatnya sakit. Gantinya, Amma menuntut cinta dan kesetiaan yang
tidak memiliki saingan. Tidak diperbolehkan ada anak perempuan
lain. Untuk alasan yang sama, Amma membunuh Lily Burke. Karena Amma menduga aku lebih menyukai gadis itu.
Kau bisa membuat empat ribu dugaan lain, tentu saja, tentang
kenapa Amma melakukannya. Akhirnya, faktanya tetap: Amma
suka melukai. Aku menyukainya, dia menjeritkan itu kepadaku. Aku
menyalahkan ibuku. Anak yang mendapatkan asupan racun menganggap kekerasan sebagai kenyamanan.
*** 328 Sharp Objects.indd 328 Hari Amma ditahan, hari akhirnya semua itu sepenuhnya terurai,
Curry dan Eileen duduk di sofaku, seperti botol garam dan lada
yang cemas. Aku menyelipkan pisau ke lengan baju, dan di kamar
mandi, aku melepaskan kemeja dan menancapkan pisau itu dalamdalam ke lingkaran sempurna di punggungku. Menyungkal dengan
pisau maju-mundur hingga kulitku robek dalam potongan berge?rigi.
Curry mendobrak masuk tepat sebelum aku mengarah wajahku.
Curry dan Eileen mengepak barang-barangku dan membawaku
ke rumah mereka, ada tempat tidur dan ruangan untukku di tempat
yang dulunya ruang rekreasi di lantai bawah tanah. Semua benda
tajam dikunci, tapi aku belum berusaha cukup keras untuk mendapatkannya.
Aku belajar untuk diperhatikan. Aku belajar untuk diasuh. Aku
kembali ke masa kanak-kanakku, tempat kejadian perkara. Eileen
dan Curry membangunkanku pada pagi hari dan mengantarku ke
tempat tidur dengan ciuman (atau untuk Curry, jawilan pelan di
bawah dagu). Aku tidak minum apa pun yang lebih kuat daripada soda rasa anggur yang disukai Curry. Eileen menyiapkan air
mandiku dan terkadang menyisiri rambutku. Itu tidak membuatku
merinding dan kami menganggap ini pertanda baik.
Sekarang hampir 12 Mei, setahun persis setelah kepulanganku ke
Wind Gap. Tanggal yang kebetulan juga Hari Ibu tahun ini. Cerdas.
Terkadang aku memikirkan malam ketika aku mengurus Amma,
dan betapa terampilnya aku membujuk dan menenangkannya. Aku
bermimpi memandikan Amma dan mengeringkan dahinya. Aku
terbangun dengan perut terpilin dan bibir atas penuh keringat.
Apakah aku terampil mengurus Amma karena kebaikan hati" Ataukah aku senang mengurus Amma karena aku memiliki sakit jiwa
Adora" Aku gamang antara dua hal itu, terutama pada malam hari,
ketika kulitku mulai berdenyut.
Akhir-akhir ini, aku condong ke kebaikan hati.
329 Sharp Objects.indd 329 ucapan terima kasih Banyak terima kasih kepada agenku, Stephanie Kip Rostan, yang
mengantarkanku dengan anggun sepanjang buku pertamaku ini,
dan penyuntingku, Sally Kim, yang mengajukan pertanyaan-pertanyaan tajam dan menyediakan begitu banyak jawaban sementara
membantuku merajut cerita ini hingga berbentuk. Cerdas dan
mendukung, mereka juga kebetulan adalah teman makan malam
yang memukau. Terima kasih juga kutujukan kepada D. P. Lyle, M.D., Dr. John
R. Klein, dan Lt. Emmet Helrich, yang membantuku menyusun
fakta melibatkan obat-obatan, gigi, dan kerja polisi, dan para penyuntingku di Entertainment Weekly, terutama Henry Goldblatt dan
redaktur pelaksana Rick Tetzeli (TK1 untuk puntiran kisah yang
cerdas, sumpah). Lebih banyak terima kasih kepada lingkaran pertemananku yang
luar biasa, terutama yang berulang kali menawarkan membaca dan
memberi semangat sementara aku menulis Sharp Objects: Dan Fi-
Penanda yang digunakan di draf artikel untuk menunjukkan adanya informasi
yang hilang. Kependekan dari tokum, yang merupakan salah pengejaan disengaja dari
to come, yang berarti akan ada lebih banyak informasi.
330 Sharp Objects.indd 330 erman, Krista Stroever, Matt Stearns, Katy Caldwell, Josh Wolk,
Brian "Ives!" Raftery, dan empat sepupu-perempuanku yang jenaka
(Sarah, Tessa, Kam, dan Jessie) yang menghiburku pada titik-titik
krusial, seperti ketika aku nyaris membakar tulisanku. Dan Snierson mungkin manusia optimis dan baik hati yang paling konsisten di planet ini"terima kasih untuk keyakinan teguhmu, dan
beritahu Jurgis untuk memberi ulasan yang lemah lembut. Emily
Stone memberikan arahan dan humor dari Vermount, Chicago,
dan Antartika (aku sangat merekomendasikan layanan ulang-alik
Crazytown-nya); terima kasih kepada Susan dan Errol Stone untuk tempat persembunyian di rumah danau. Brett Nolan, pembaca
terbaik di dunia"pujian yang tidak sembarangan diberikan"menjauhkanku dari tidak disengaja merujuk pada Simpsons dan penulis
surel dua kata paling meyakinkan. Scott Brown, si Monster untuk
Mick-ku, membaca begitu banyak iterasi di Sharp Objects, malangnya, juga bergabung denganku pada retret dari realitas yang sangat
dibutuhkan"aku, Scott, dan unicorn neurotik yang memiliki masalah daddy complex. Terima kasih kepada semuanya.
Terakhir, banyak cinta dan penghargaan kepada keluarga besar
Missouri-ku"yang dengan bahagia kukatakan sama sekali tidak
menjadi inspirasi karakter di buku ini. Orangtuaku yang setia mendukungku menulis sejak kelas tiga, ketika aku mengumumkan ingin
menjadi penulis atau petani ketika aku dewasa. Menjadi petani tidak
pernah benar-benar dimulai, jadi kuharap kau menyukai bukunya.
331 Sharp Objects.indd 331 t.c Sharp Objects.indd 332 t.c Untuk pembelian online email: cs@gramediashop.com
website: www.gramedia.com
Untuk pembelian e-book www Negara Kelima 1 Dewa Arak 62 Perempuan Pembawa Maut Misteri Hantu Berkabung 2
^