Dalam Derai Hujan 2
Dalam Derai Hujan Bittersweet Rain Karya Sandra Brown Bagian 2
yang besar. Caroline mengamati Rink dengan teliti, begitu juga pria itu.
Caroline melihat tatapan Rink menjelajahi seluruh wajah, rambut, leher, dan
dadanya, dan hal itu membuat Caroline merasa tubuhnya panas dan seperti
dijalari perasaan nikmat yang aneh, yang mem-buat tubuhnya bagai melayang.
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 034
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 034
http://ac-zzz.blogspot.com/
Namun ada pe-rasaan berat yang menggelayuti bagian bawah tubuhnya.
Semacam hawa panas, yang tak pernah dirasakannya namun terasa nikmat;
perasaan ter-larang tetapi terasa menyenangkan, perasaan yang kini mulai
menjalari pembuluh nadinya.
Rink meletakkan ibu jarinya di bibir bawah Caroline, menelusuri bibir bawah
itu dengan jarinya yang berkuku terawat rapi. Caroline me-rasa seperti akan
mati kehabisan napas. Men-dadak ia merasa tidak bisa bernapas.
"Kau cantik sekali," kata Rink dengan suara parau.
"Terima kasih."
"Berapa usiamu""
"Lima belas." "Lima belas." Rink memaki pelan dan me-malingkan wajah dari Caroline.
Namun, seakan tak mampu mengendalikan dorongan hatinya, kembali ia
memandangi Caroline. "Aku memikir-kanmu sepanjang hari sejak bertemu
denganmu di hutan itu." Tangannya mengelus pipi Caroline sekarang, dan ibu
jarinya mengelus bibir bawah-nya.
"Begitukah""
"Mmm," Rink bergumam. "Sepanjang petang hanya kau yang ada dalam
benakku." "Aku juga memikirkanmu."
Pernyataan Caroline kelihatan menyenangkan hati Rink. Ia tersenyum sambil
memiringkan tubuh. "Apa yang kaupikirkan""
Pipi Caroline memerah, ia merasa lega ke-gelapan menyembunyikan wajahnya
yang merah padam karena disergap perasaan malu. Untuk menghindari tatapan
Rink, Caroline mengarahkan pandangannya ke leher Rink, ke bagian yang tak
tertutup kemeja. "Banyak hal," jawab Caroline dengan suara parau, sambil
mengangkat bahu, seakan yang dipikirkannya bukan hal pen-ting.
"Banyak hal"" Rink tersenyum. Namun itu hanya sekadar senyum sekilas, yang
tidak mampu mengalihkan tatapannya dari wajah Caroline. "Apakah kau
memikirkan...." Rink tampak men-cari kata-kata yang tepat.
"Bermesraan"" adalah kata yang muncul dalam benak Caroline. Itu yang
dipikirkan anak ingusan ketika kencan, bukan" Bukankah itu yang dibisik-kan di
kelompok gadis sebayanya, yang tidak pernah mengajaknya bergabung"
Namun ternyata bukan itu yang hendak diucapkan Rink. Ia berkata, "Apakah
kau memikirkan kita... bersama" Mungkin saling menyentuh""
"Menyentuh"" ulang Caroline dengan napas sesak.
"Berciuman""
Bibir Caroline membuka, tetapi tidak sepatah kata pun keluar dari bibirnya. Ia
tidak men-dengar suara apa-apa, kecuali debar jantungnya sendiri.
"Kau pernah dicium""
"Beberapa kali," jawab Caroline, berbohong. "Kau masih terlalu kecil," gumam
Rink, sambil menutup mata sejenak sebelum akhirnya mem-bukanya kembali.
"Apakah kau takut bila aku menciummu" Apakah aku boleh menciummu""
"Aku tidak takut padamu, Rink."
"Dan yang lain"" desak Rink lembut sambil mengelus rambut Caroline.
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, e book, komik, mp3, subtitle 035software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 035
http://ac-zzz.blogspot.com/
Namun ada pe-rasaan berat yang menggelayuti bagian bawah tubuhnya.
Semacam hawa panas, yang tak pernah dirasakannya namun terasa nikmat;
perasaan ter-larang tetapi terasa menyenangkan, perasaan yang kini mulai
menjalari pembuluh nadinya.
Rink meletakkan ibu jarinya di bibir bawah Caroline, menelusuri bibir bawah
itu dengan jarinya yang berkuku terawat rapi. Caroline me-rasa seperti akan
mati kehabisan napas. Men-dadak ia merasa tidak bisa bernapas.
"Kau cantik sekali," kata Rink dengan suara parau.
"Terima kasih."
"Berapa usiamu""
"Lima belas." "Lima belas." Rink memaki pelan dan me-malingkan wajah dari Caroline.
Namun, seakan tak mampu mengendalikan dorongan hatinya, kembali ia
memandangi Caroline. "Aku memikir-kanmu sepanjang hari sejak bertemu
denganmu di hutan itu." Tangannya mengelus pipi Caroline sekarang, dan ibu
jarinya mengelus bibir bawah-nya.
"Begitukah""
"Mmm," Rink bergumam. "Sepanjang petang hanya kau yang ada dalam
benakku." "Aku juga memikirkanmu."
Pernyataan Caroline kelihatan menyenangkan hati Rink. Ia tersenyum sambil
memiringkan tubuh. "Apa yang kaupikirkan""
Pipi Caroline memerah, ia merasa lega ke-gelapan menyembunyikan wajahnya
yang merah padam karena disergap perasaan malu. Untuk menghindari tatapan
Rink, Caroline mengarahkan pandangannya ke leher Rink, ke bagian yang tak
tertutup kemeja. "Banyak hal," jawab Caroline dengan suara parau, sambil
mengangkat bahu, seakan yang dipikirkannya bukan hal pen-ting.
"Banyak hal"" Rink tersenyum. Namun itu hanya sekadar senyum sekilas, yang
tidak mampu mengalihkan tatapannya dari wajah Caroline. "Apakah kau
memikirkan...." Rink tampak men-cari kata-kata yang tepat.
"Bermesraan"" adalah kata yang muncul dalam benak Caroline. Itu yang
dipikirkan anak ingusan ketika kencan, bukan" Bukankah itu yang dibisik-kan di
kelompok gadis sebayanya, yang tidak pernah mengajaknya bergabung"
Namun ternyata bukan itu yang hendak diucapkan Rink. Ia berkata, "Apakah
kau memikirkan kita... bersama" Mungkin saling menyentuh""
"Menyentuh"" ulang Caroline dengan napas sesak.
"Berciuman""
Bibir Caroline membuka, tetapi tidak sepatah kata pun keluar dari bibirnya. Ia
tidak men-dengar suara apa-apa, kecuali debar jantungnya sendiri.
"Kau pernah dicium""
"Beberapa kali," jawab Caroline, berbohong. "Kau masih terlalu kecil," gumam
Rink, sambil menutup mata sejenak sebelum akhirnya mem-bukanya kembali.
"Apakah kau takut bila aku menciummu" Apakah aku boleh menciummu""
"Aku tidak takut padamu, Rink."
"Dan yang lain"" desak Rink lembut sambil mengelus rambut Caroline.
http://ac-zzz.blogspot.com/
"Aku... kurasa aku ingin kau... menciumku." "Caroline..." bisik Rink sambil
bergerak men-dekat. Caroline merasakan napas Rink menerpa wajahnya dulu
dan ia memejamkan mata. Kemu-dian bibir Rink menyentuh bibirnya lembut,
tak bergerak, ragu-ragu. Ketika Caroline tidak menarik bibirnya, Rink
memiringkan kepala, lalu menekan lebih keras. Berkali-kali bibir Rink bertemu
bibir Caroline, mengecup sekilas-sekilas ciuman-ciuman kecil, yang malah
mem-buat Caroline terbakar keinginan menggebu yang muncul dari dalam
dirinya, sesuatu yang tickk ia ketahui namanya. Bahkan kalau ia menyebut-nya
sebagai "bermesraan" pun, istilah itu tidak tepat. Karena siapa pun bisa
melakukan hal itu, tetapi perasaan seperti ini bukanlah perasaan yang bisa
dialami setiap orang. Rink memegangi wajah Caroline dengan kedua tangannya dan menyentuhkan
bibirnya yang kali ini membuka di bibir Caroline. Caroline merasa-kan lidah
Rink yang basah setarikan napas jauh-nya dari bibirnya, kemudian lidah itu
mendarat di bibirnya, menjilatinya dengan lembut.
Rink mendesah lembut sebelum akhirnya lebih menekankan lidahnya ke
bibirnya. Mata Caroline membeliak karena terkejut. Badannya kaku. Na-mun,
kenikmatan yang dirasakannya karena apa yang dilakukan Rink mengalahkan
penolakan dirinya, bibirnya pun membuka. Lidah Rink menyelinap masuk di
antara bibirnya. Lidah itu
menyentuh ujung lidahnya, mengelus, menjilat, lalu
masuk makin jauh ke dalam mulutnya.
Ketika tangan Rink mendekap tubuhnya erat-erat, Caroline mencengkeram
kemeja bagian de-pan Rink. Caroline merasakan perasaannya tak karuan, ia
merasa tubuhnya limbung karena hal yang belum ia kenal terangsang.
Dorongan hen-dak merapatkan tubuhnya ke tubuh Rink begitu menggebu
sampai hampir tak dapat dikendalikan-nya. Ia menikmati tetapi sekaligus takut
pada hasrat yang dibangkitkan Rink dalam dirinya.
Rink mundur dengan penuh sesal, mencium bibir CaroUne yang basah dengan
lembut, kemu-dian menjauhkan diri. Dengan berat hati ia berusaha menjaga
jarak di antara mereka. Tangan-nya ditarik dari punggung Caroline, kembali
diletakkan di kedua pipi Caroline. Mata Caroline masih terpejam. Saat
membuka matanya yang berat, Caroline merasa sekujur tubuhnya seperti
disergap perasaan lemas. "Kau tidak apa-apa""
Kini, di lorong rumah sakit yang dingin ini, Caroline menjawab pertanyaan Rink
seperti dua belas tahun yang lalu, seperti peristiwa di malam yang sejuk itu
setelah mereka berciuman untuk pertama kalinya. "Ya, Rink, aku tidak apaapa." Rink juga tampaknya terperangkap dalam ke-nangan itu. Dipandanginya
Caroline beberapa saat, sebelum akhirnya buru-buru berbalik dan berkata,
"Sebaiknya kita segera berangkat."
Bab 4 IA cantik sekali." "Kau juga cantik."
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 036
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 036
http://ac-zzz.blogspot.com/
Tangan Laura Jane yang mengelus leher anak kuda itu terhenti, matanya yang
hitam teduh menatap Steve, yang bicara dengan suara sangat lembut. "Apa kau
sungguh-sungguh menganggap-ku cantik""
Ekspresi yang diperlihatkan Laura Jane mem-buat Steve memaki-maki dirinya
sendiri. Gadis itu terlalu rapuh, menelan bulat-bulat segalanya. Seharusnya ia
tidak mengungkapkan apa yang melintas dalam pikirannya. Perasaan Laura
Jane sangat halus, dan dapat hancur berkeping-keping dengan mudah.
Steve bangkit dari hamparan jerami yang me-nutupi lantai kandang kuda
dengan bertumpu pada satu kakinya yang utuh. "Kau sangat can-tik," ulang
Steve, menegaskan, lalu memalingkan wajah dari Laura Jane dan meninggalkan
kandang kuda. Mereka harus lebih sering menjaga jarak. Laura Jane tidak mengerti betapa
berada di dekatnya, wangi tubuhnya, kehangatan kulitnya yang lem-but, sangat
besar pengaruhnya pada diri Steve. Andai gadis itu tahu respons yang
dibangkitkan-nya dalam tubuhnya, tentu ia akan merasa takut dekat
dengannya. Steve menurunkan pelana kuda dari gan-tungannya di dinding. Rink
mengatakan padanya kemarin sore ia ingin berkuda pagi-pagi sekali, dan Steve
ingin menyiapkan keperluan berkuda-nya sebaik mungkin. Ia paham apa
sebabnya Rink menunjukkan sikap tidak suka padanya secara terang-terangan.
Rink bukan orang buta. Bukan pula orang yang berperasaan tumpul. Rink
menangkap kerinduan hatinya pada Laura Jane. Steve sadar, perasaan hatinya
pada Laura Jane sangat jelas terlihat, seterang papan iklan dengan lampulampu neon di sekelilingnya.
Steve tidak menyalahkan Rink yang menaruh curiga pada dirinya. Laura Jane
adik kandungnya, adik yang sangat istimewa, yang membutuhkan perhatian
khusus seumur hidup. Andai Steve punya saudara perempuan seperti Laura Jane
dalam hidupnya, ia pun akan melindunginya sebaik-baiknya seperti Rink.
Kendati demikian, ia tetap tidak bisa berhenti mencintai Laura, bukan" Ia tidak
fnencari cinta. Ia tidak mengira dirinya bisa mencintai seseorang. Namun
ternyata sekarang ia mencintai seseorang dan sangat merindukannya saat gadis
itu tidak berada di sisinya. Saat ini Laura Jane berdiri dekat sekali dengannya ketika ia
mengoleskan sabun pelana di pelana kudanya. Setiap kali tangannya menggosok
pelana dengan kain lap, ujung sikunya hampir menyentuh payudara Laura Jane.
Steve berusaha memusatkan perhatian pada pekerjaannya, bergulat mengusir
bayangan bagai-mana rasa payudara itu di telapak tangannya yang kasar atau
betapa halus kulit lehernya b
ila disentuh bibirnya. Laura Jane, yang kelihatan agak kecewa karena Steve tidak bicara lebih lanjut
perihal kecantikan-nya, mengelus-elus anak kuda sebagai ungkapan pamit lalu
mengikuti Steve. "Kakimu sakit""
Tanpa mengangkat muka, Steve menjawab, "Tidak. Kenapa"'
"Karena kulihat dahimu mengerenyit, seperti yang kerap kaulakukan bila
kakimu sakit." "Aku hanya berkonsentrasi pada pekerjaanku, itu saja."
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 037software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 037
http://ac-zzz.blogspot.com/
Tangan Laura Jane yang mengelus leher anak kuda itu terhenti, matanya yang
hitam teduh menatap Steve, yang bicara dengan suara sangat lembut. "Apa kau
sungguh-sungguh menganggap-ku cantik""
Ekspresi yang diperlihatkan Laura Jane mem-buat Steve memaki-maki dirinya
sendiri. Gadis itu terlalu rapuh, menelan bulat-bulat segalanya. Seharusnya ia
tidak mengungkapkan apa yang melintas dalam pikirannya. Perasaan Laura
Jane sangat halus, dan dapat hancur berkeping-keping dengan mudah.
Steve bangkit dari hamparan jerami yang me-nutupi lantai kandang kuda
dengan bertumpu pada satu kakinya yang utuh. "Kau sangat can-tik," ulang
Steve, menegaskan, lalu memalingkan wajah dari Laura Jane dan meninggalkan
kandang kuda. Mereka harus lebih sering menjaga jarak. Laura Jane tidak mengerti betapa
berada di dekatnya, wangi tubuhnya, kehangatan kulitnya yang lem-but, sangat
besar pengaruhnya pada diri Steve. Andai gadis itu tahu respons yang
dibangkitkan-nya dalam tubuhnya, tentu ia akan merasa takut dekat
dengannya. Steve menurunkan pelana kuda dari gan-tungannya di dinding. Rink
mengatakan padanya kemarin sore ia ingin berkuda pagi-pagi sekali, dan Steve
ingin menyiapkan keperluan berkuda-nya sebaik mungkin. Ia paham apa
sebabnya Rink menunjukkan sikap tidak suka padanya secara terang-terangan.
Rink bukan orang buta. Bukan pula orang yang berperasaan tumpul. Rink
menangkap kerinduan hatinya pada Laura Jane. Steve sadar, perasaan hatinya
pada Laura Jane sangat jelas terlihat, seterang papan iklan dengan lampulampu
neon di sekelilingnya. Steve tidak menyalahkan Rink yang menaruh curiga pada dirinya. Laura Jane
adik kandungnya, adik yang sangat istimewa, yang membutuhkan perhatian
khusus seumur hidup. Andai Steve punya saudara perempuan seperti Laura Jane
dalam hidupnya, ia pun akan melindunginya sebaik-baiknya seperti Rink.
Kendati demikian, ia tetap tidak bisa berhenti mencintai Laura, bukan" Ia tidak
fnencari cinta. Ia tidak mengira dirinya bisa mencintai seseorang. Namun
ternyata sekarang ia mencintai seseorang dan sangat merindukannya saat gadis
itu tidak berada di sisinya. Saat ini Laura Jane berdiri dekat sekali dengannya ketika ia
mengoleskan sabun pelana di pelana kudanya. Setiap kali tangannya menggosok
pelana dengan kain lap, ujung sikunya hampir menyentuh payudara Laura Jane.
Steve berusaha memusatkan perhatian pada pekerjaannya, bergulat mengusir
bayangan bagai-mana rasa payudara itu di telapak tangannya yang kasar atau
betapa halus kulit lehernya bila disentuh bibirnya.
Laura Jane, yang kelihatan agak kecewa karena Steve tidak bicara lebih lanjut
perihal kecantikan-nya, mengelus-elus anak kuda sebagai ungkapan pamit lalu
mengikuti Steve. "Kakimu sakit""
Tanpa mengangkat muka, Steve menjawab, "Tidak. Kenapa"'
"Karena kulihat dahimu mengerenyit, seperti yang kerap kaulakukan bila
kakimu sakit." "Aku hanya berkonsentrasi pada pekerjaanku, itu saja."
http://ac-zzz.blogspot.com/
Laura Jane mendekati Steve. "Kalau begitu aku bantu kau, Steve. Mari
kubantu." Steve menjauhkan diri dari Laura Jane, pura-pura hendak mengambil kain lap
yang lain. Darahnya bergejolak. Laura Jane begitu manis, sangat manis, tetapi
perasaan yang ditumbuhkan gadis itu dalam hatinya jauh dari manis. Berada di
Dalam Derai Hujan Bittersweet Rain Karya Sandra Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dekat Laura Jane membuat Steve seperti orang liar yang dibelenggu tapi
berada di dekat perawan yang akan dikorbankan. "Tidak. Kau tidak perlu
membantuku. Aku bisa menyelesaikannya dengan cepat."
"Kaupikir aku tidak bisa menger
jakan hal seperti ini, begitu" Memang, tak
seorang pun menganggap aku mampu mengerjakan sesuatu."
Steve mengangkat kepala seketika dan me-lemparkan kain lap. "Bukan begitu,
tentu saja aku yakin kau mampu."
Steve melihat kekecewaan di wajah Laura Jane, penderitaan di matanya yang
kelam dan bagai tak berdasar. Gadis itu menggeleng, rambutnya yang cokelat
lagi halus tergerai menyentuh bahu-nya. "Semua orang menganggap aku tolol
dan tidak berguna." "Laura Jane," ujar Steve dengan suara lirih, lalu meletakkan tangan di bahu
Laura. "Tidak pernah aku menganggapmu begitu."
"Lalu, mengapa kau tidak memperbolehkan aku membantumu""
"Karena ini pekerjaan yang kotor, aku tidak ingin kau terkena kotoran."
Seperti anak kecil yang minta penegasan, Laura Jane melirik Steve. "Hanya itu
alasannya" Sungguh""
"Sungguh." Seharusnya Steve menarik tangannya dari bahu Laura Jane, tetapi ia
membiarkan tangannya tetap di pundak gadis itu. Laura Jane agak menengadah
sehingga cahaya lampu kandang
yang kekuningan menimpa wajahnya. Wajah Laura Jane jadi kelihatan seperti
wajah malaikat, hanya saja matanya lebih berbinar-binar. Andai tidak
mengenal Laura Jane dengan baik, barang-kali Steve akan mengira binar-binar
mata gadis itu mengisyaratkan keinginan bermesraan.
"Aku tahu aku bukan perempuan cerdas. Te-tapi aku terampil dalam beberapa
hal." "Tentu saja, kau punya kelebihan." Oh, Tuhan! Bibir gadis itu begitu lembut,
agak basah, dan tampak kemerah-merahan ketika mengucapkan kata-kata
tersebut. Betapa ingin Steve mengecup-nya. Ingin mendekapnya erat-erat,
merapatkan tubuhnya lekat-lekat, merasakan kelembutan tu-buh yang indah itu
mendekap tubuhnya yang tinggi besar, penuh parut, dan tidak berbentuk.
Bersentuhan dengan tubuh Laura Jane bak mengoleskan obat penyembuh bagi
tubuhnya yang cedera, bagi jiwanya yang terluka.
"Banyak hal yang kuamati. Umpamanya, Rink, yang kutahu merasa tidak
bahagia. Ia memang tertawa dan berusaha kelihatan bahagia, tetapi sorot
matanya memancarkan kesedihan. Ia dan Caroline tidak pernah rukun. Apakah
kau me-nangkap hal itu""
"Ya." "Aku tidak mengerti apa sebabnya mereka begitu." Laura mengernyitkan dahi,
berpikir. "Atau barangkali mereka sebenarnya saling me-nyukai, tetapi
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 038
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 038
http://ac-zzz.blogspot.com/
berusaha menyembunyikan perasaan itu, supaya orang-orang tidak menganggap
mereka saling menyukai."
Steve tersenyum mendengar dugaan Laura Jane. Itu pula kesimpulan yang
diambilnya setelah makan siang bersama mereka hari itu. Keduanya siap
bertengkar atau berkasih-kasihan. Steve merasa sikap mereka cenderung pada
pi-lihan yang kedua. Steve mengelus dagu Laura Jane. "Mungkin dugaanmu
benar." Laura Jane tersenyum lalu merapatkan tubuh-nya ke Steve. "Menurutmu, aku
ini cerdas" Dan cantik""
Mata Steve yang hitam mengamati wajah Laura Jane. "Kau cantik."
"Kau juga tampan." Dengan jari-jarinya yang mulus, semulus porselen, Laura
Jane mengelus pipi Steve yang kasar, kemudian jari telunjuknya menelusuri
pipi Steve sampai ke ujung dagu.
Steve merasakan sentuhan tangan Laura Jane tidak sekadar pada wajahnya
saja. Sentuhan itu seperti arus listrik, mengalir sampai ke perutnya. Steve
menarik napas dalam-dalam, dan agak menjauhkan diri, menurunkan tangannya
dari bahu Laura Jane. "Jangan," cegah Steve tanpa bermaksud menyinggung
perasaan Laura Jane. Gadis itu langsung menjauhkan diri, seperti orang habis ditampar.
"Oh Tuhan, Laura Jane, maafkan aku. Maaf-kan." Steve menjulurkan tangan,
mengelus gadis itu untuk menghiburnya, tetapi ia tidak mampu
melakukan hal itu. Laura Jane menutup wajahnya dengan telapak tangan dan
menangis. "Tolong, jangan menangis."
"Aku memang orang yang menakutkan.' . "Menakutkan" Kau sama sekali tidak
menakut-kan." Tak pernah Steve merasa perasaannya ter-sayat-sayat seperti
saat ini. Apa beda dirinya dengan bajingan, bila ia menyentuh gadis lugu
seperti Laura Jane, meskipun ia juga
kesal bila tidak menyentuhnya.
Menunjukkan perasaan ka-sihnya pada Laura sama artinya dengan bunuh diri;
Rink akan membunuhnya bila mengetahui hal itu. Tapi bagaimana ia bisa tega
melukai hati Laura Jane dengan cara seperti ini, membuat Laura Jane merasa
ditolak, tidak dikasihi, tidak diinginkan" "Kau orang yang sangat baik," ucap
Steve. "Kau orang paling baik yang pernah ku-kenal."
"Tidak, aku tidak baik." Laura mengangkat wajahnya yang masih berlinang air
mata, menatap Steve. "Aku menyayangi Rink sepanjang hidup-ku. Kupikir, bila
ia pulang ke rumah lagi, semua-nya akan beres. Kuanggap ia orang paling kuat,
laki-laki paling baik di dunia. Tetapi ketika sudah di rumah, ternyata ia tidak
demikian." Laura Jane menjilat bibirnya. "Ternyata, kaulah pria itu." Payudara
Laura Jane yang tidak terlalu besar berguncang di balik baju musim panasnya.
Air mata masih terus menitik jatuh di pipinya. "Steve, aku lebih menyayangimu
ketimbang Rink!" Sebelum Steve sempat bereaksi, Laura Jane sudah menjatuhkan tubuhnya ke
tubuh Steve, mencium bibirnya, lalu lari keluar dari kandang kuda.
Steve merasakan jantungnya berdetak cepat, debarannya terasa sampai ke
gendang telinga. Ia merasa bahagia sekaligus sedih. Tuhan, apa yang harus ia
lakukan menghadapi hal seperti ini"
Tak ada. Jelas, tidak ada.
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 039software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 039
http://ac-zzz.blogspot.com/
berusaha menyembunyikan perasaan itu, supaya orang-orang tidak menganggap
mereka saling menyukai."
Steve tersenyum mendengar dugaan Laura Jane. Itu pula kesimpulan yang
diambilnya setelah makan siang bersama mereka hari itu. Keduanya siap
bertengkar atau berkasih-kasihan. Steve merasa sikap mereka cenderung pada
pi-lihan yang kedua. Steve mengelus dagu Laura Jane. "Mungkin dugaanmu
benar." Laura Jane tersenyum lalu merapatkan tubuh-nya ke Steve. "Menurutmu, aku
ini cerdas" Dan cantik""
Mata Steve yang hitam mengamati wajah Laura Jane. "Kau cantik."
"Kau juga tampan." Dengan jari-jarinya yang mulus, semulus porselen, Laura
Jane mengelus pipi Steve yang kasar, kemudian jari telunjuknya menelusuri
pipi Steve sampai ke ujung dagu.
Steve merasakan sentuhan tangan Laura Jane tidak sekadar pada wajahnya
saja. Sentuhan itu seperti arus listrik, mengalir sampai ke perutnya. Steve
menarik napas dalam-dalam, dan agak menjauhkan diri, menurunkan tangannya
dari bahu Laura Jane. "Jangan," cegah Steve tanpa bermaksud menyinggung
perasaan Laura Jane. Gadis itu langsung menjauhkan diri, seperti orang habis ditampar.
"Oh Tuhan, Laura Jane, maafkan aku. Maaf-kan." Steve menjulurkan tangan,
mengelus gadis itu untuk menghiburnya, tetapi ia tidak mampu
melakukan hal itu. Laura Jane menutup wajahnya dengan telapak tangan dan
menangis. "Tolong, jangan menangis."
"Aku memang orang yang menakutkan.' . "Menakutkan" Kau sama sekali tidak
menakut-kan." Tak pernah Steve merasa perasaannya ter-sayat-sayat seperti
saat ini. Apa beda dirinya dengan bajingan, bila ia menyentuh gadis lugu
seperti Laura Jane, meskipun ia juga kesal bila tidak menyentuhnya.
Menunjukkan perasaan ka-sihnya pada Laura sama artinya dengan bunuh diri;
Rink akan membunuhnya bila mengetahui hal itu. Tapi bagaimana ia bisa tega
melukai hati Laura Jane dengan cara seperti ini, membuat Laura Jane merasa
ditolak, tidak dikasihi, tidak diinginkan" "Kau orang yang sangat baik," ucap
Steve. "Kau orang paling baik yang pernah ku-kenal."
"Tidak, aku tidak baik." Laura mengangkat wajahnya yang masih berlinang air
mata, menatap Steve. "Aku menyayangi Rink sepanjang hidup-ku. Kupikir, bila
ia pulang ke rumah lagi, semua-nya akan beres. Kuanggap ia orang paling kuat,
laki-laki paling baik di dunia. Tetapi ketika sudah di rumah, ternyata ia tidak
demikian." Laura Jane menjilat bibirnya. "Ternyata, kaulah pria itu." Payudara
Laura Jane yang tidak terlalu besar berguncang di balik baju musim panasnya.
Air mata masih terus menitik jatuh di pipinya. "Steve, aku lebih menyayangimu
ketimbang Rink!" S ebelum Steve sempat bereaksi, Laura Jane sudah menjatuhkan tubuhnya ke
tubuh Steve, mencium bibirnya, lalu lari keluar dari kandang kuda.
Steve merasakan jantungnya berdetak cepat, debarannya terasa sampai ke
gendang telinga. Ia merasa bahagia sekaligus sedih. Tuhan, apa yang harus ia
lakukan menghadapi hal seperti ini"
Tak ada. Jelas, tidak ada.
http://ac-zzz.blogspot.com/
Steve mematikan lampu kandang kuda, lalu masuk ke tempat tinggalnya yang
terawat rapi tapi sepi, yang terletak di bagian belakang. Ia mengempaskan diri
di ranjangnya yang kecil, menutupi wajahnya dengan lengan. Ia tidak per-nah
merasa seputus asa ini sejak siuman di rumah sakit angkatan darat waktu itu
dan men-dapati ia akan pulang" dengan... salah satu kaki yang tinggal separo.
"Oh, maafkan aku, Rink. Aku tidak tahu kau ada di sini."
"Tidak apa-apa," jawabnya dalam keremangan.
"Ini kan rumahmu."
Caroline membiarkan pintu kawat kasa di belakangnya menutup dan duduk di
kursi go-yang. Ia menarik napas, menghirup dalam-dalam udara malam yang
sejuk. Ia memejamkan mata-nya yang letih sambil menyandarkan kepala pada
sandaran kursi goyang. "Ini rumahmu, Rink. Aku hanya tamu selama "
"Selama ayahku masih hidup."
"Ya." Rink tidak menanggapi. Ia terlalu letih untuk berargumentasi. "Kau tidak
kembali ke rumah sakit."
"Aku sudah menelepon. Akhirnya mereka me-nyuntiknya agar ia tidur. Kata
dokter, aku tidak perlu datang. Roscoe tidak mengenali siapa pun. Menurutku
akan lebih baik bila aku tinggal di rumah, banyak urusan pabrik yang harus diselesaikan. Sebentar lagi akan panen kapas, segala-nya harus dipersiapkan."
"Aku tidak suka berada di rumah sakit saat Roscoe sadar dan menyadari telah
kehilangan waktunya sehari."
Caroline mengelus dahinya seakan kepalanya sudah sakit akibat teriakan marah
yang akan dilontarkan Roscoe. "Aku juga."
"Seringkah ia memperlakukanmu seperti hari ini"
"Tidak. Tak pernah. Aku pernah melihat ia memarahi orang-orang. Diam-diam
aku menemui dan menenangkan mereka. Hari ini pertama kalinya aku menjadi
sasaran kemarahannya."
"Kalau begitu kau beruntung," kata Rink. "Ia selalu bersikap begitu pada ibuku,
selalu, bahkan hal kecil sekalipun bisa menyulut kemurkaannya. Keterlaluan"
Rink meninju lengan kursi "ada saat aku ingin sekali menghantam mulutnya
yang jahat itu sekuat-kuatnya. Bahkan ketika masih kecil pun, aku sangat
membencinya karena membuat ibuku tidak bahagia padahal ibuku sudah
memberikan segalanya padanya. Segalanya." Rink melirik Caroline. Caroline
mengira Rink malu karena kelihatan sangat emosional di ha-dapannya. "Mau
kubuatkan minum"" tanya Rink
pendek. "Tidak, terima kasih."
Rink menarik napas dalam kegelapan. "Maaf-kan, aku lupa. Kau tidak suka
minuman keraskan""
"Meski dibesarkan di rumaii Peter Dawson" Tidak," jawab Caroline sambil
tertawa kecil. "Aku tidak suka minuman beralkohol."
"Kalau begitu aku juga tidak minum." Rink bersandar di salah satu pegangan
kursi yang didudukinya dan meletakkan gelas di lantai.
"Jangan begitu. Aku tidak keberatan kau mi-num. Aku tahu kau bukan peminum
seperti ayahku." www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 040
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 040
http://ac-zzz.blogspot.com/
Komentar itu terlalu pribadi. Caroline menatap Rink kalau-kalau pria itu
menangkap sesuatu dalam kata-kata yang baru saja diucapkannya. Mata Rink
yang keemasan beradu pandang de-ngan mata Caroline dalam kegelapan yang
me-misahkan mereka. Caroline lebih dulu membuang muka.
"Kata Haney, ayahmu sudah meninggal," ujar Rink akhirnya. Ia sama sekali tidak
menyentuh gelas yang diletakkannya di lantai.
"Ya. Suatu pagi mereka menemukannya tewas di parit di tepi jalan tol.
Katanya, serangan jantung. Kurasa akhirnya ia berhasil juga me-racuni dirinya."
"Ibumu"" "Ia meninggal beberapa tahun yang lalu." Tak terlihat emosi apa pun terpancar
di mata Caroline, karena ia memandang jauh ke depan. Usia ibu Caroline belum
lagi lima puluh tahun. Tetapi ia bungkuk dan keriput ketika
akhirnya dengan penuh syukur meninggal karena letih dan putus asa.
Rink bangkit dari kursi, lalu duduk di anak tangga paling atas, yang lebih dekat
dengan tempat duduk Caroline. Sambil menyilangkan kaki, Rink memiringkan
tubuh dan bertumpu pada siku. Pundaknya menyentuh kerangka kursi goyang,
hampir menyentuh betis Caroline. "Coba ceritakan padaku, Caroline. Apa yang
terjadi setelah peristiwa musim panas itu, setelah aku pergi""
Betapa ingin Caroline menjulurkan tangan dan membelai rambut Rink,
menyibakkan ram-but hitam tebal itu dengan jemarinya. Tubuh Rink tinggi lagi
ramping, sifat maskulinnya tetap terpancar biarpun ia dalam keadaan diam.
"Aku menyelesaikan SMU-ku, dan dapat bea-siswa untuk melanjutkan ke
universitas." "Beasiswa" Bagaimana bisa"" Seketika Rink menoleh ke arah Caroline dan
kepalanya hampir saja mengenai tulang kering Caroline. Segera Rink mundur.
"Entahlah." Rink menegakkan tubuh dan memandang Caroline dengan tatapan mata penuh
tanda ta-nya. "Entahlah""
Caroline menggeleng. Ia tidak dapat memusat-kan pikiran. Pikirannya berserak
kacau balau bak daun-daun yang berguguran ditiup angin musim gugur ketika
disentuh Rink. Kini Rink duduk sambil bertekuk lutut, kedua tangannya
memeluk lutut. Jari-jari tangan kiri Rink yang tergantung seperti hendak
terjulur menyentuh kaki Caroline.
Rink menunggu penjelasan Caroline, sehingga Caroline terpaksa harus
memusatkan pikiran dan memberikan jawaban, membuatnya tergagap ke-tika
mulai menjawab. "Suatu hari, Kepala Sekolah memanggilku ke kantor. Itu
beberapa hari se-belum pengumuman kelulusan. Kepala Sekolah bilang aku
dapat beasiswa dari seseorang yang tidak mau disebutkan namanya. Orang itu
akan menanggung semua biaya kuliahku. Bahkan aku dapat uang tambahan lima
puluh dolar sebulan. Sampai hari ini aku tidak tahu siapa orang yang
memberikan beasiswa itu padaku."
"Ya, ampun," ujar Rink sambil menahan na-pas. Haney pernah menceritakan
padanya di salah satu suratnya yang biasanya berisi gosip, tentang "anak
perempuan Dawson" yang akan kuliah ("Kau barangkali tidak ingat padanya. Ia
beberapa tahun di bawahmu. Anak Peter Dawson. Begitulah, gadis itu ke kota
dan melan-jutkan sekolahnya, semua orang heran bagaimana ia mampu
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 041
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 041
http://ac-zzz.blogspot.com/
membiayai kuliahnya"). Lama sesudah itu Rink mendapat surat dari Laura Jane
("Daddy menceritakan padaku hari ini, ada gadis yang bernama Caroline Dawson
menikah dengan teman kuliahnya. Daddy bilang, dulu gadis itu tinggal di sini,
Dalam Derai Hujan Bittersweet Rain Karya Sandra Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dan katanya kau mungkin me-ngenalnya").
"Setelah meraih gelar sarjana, aku kembali ke kota ini," lanjut Caroline.
"Pernikahanmu pasti tidak bertahan lama."
Tatapan mata Rink yang penuh selidik mem-bingungkan Caroline. "Pernikahan""
"Dengan teman kuliahmu."
Caroline menatap Rink, seakan Rink sudah linglung. "Aku tak mengerti arah
pembicaraan-mu, Rink. Pergi kencan pun aku tak pernah, apalagi menikah.
Agar bisa dapat beasiswa terus, aku harus mempertahankan nilai kuliahku ratarata B. Aku menghabiskan waktu dengan terus-menerus belajar. Bagaimana kau
bisa mengira aku sudah menikah""
Rink juga terkejut. Mungkinkah Laura Jane mengarang-ngarang cerita itu"
Tidak. Laura Jane tidak mengenal Caroline, setelah bekerja di peru-sahaan
Roscoe baru ia mengenalnya.
Roscoe. Sepintas kecurigaan menyelinap di benak Rink. Apa yang melintas di benaknya
terlalu mengeri-kan, bahkan untuk dipikirkan sekalipun. Tetapi bila berkaitan
dengan Roscoe... "Aku dengar kau menikah. Aku lupa siapa yang menyampai-kan kabar itu
padaku." "Siapa pun orang itu, ia keliru. Aku tidak pernah menikah selagi kuliah, aku
hanya menikah...." "Dengan ayahku."
Setelah terdiam lama, Caroline menceritakan apa yang terpendam dalam
hatinya selama ber-tahun-tahun. "Apa yang terjadi antara kau dan Marilee""
"Perang Dunia Ketiga, jawab Rink sambil tertawa. Caroline tidak memberi
tanggapan se-patah kata pun. Ia duduk de
ngan sikap tegang, jari-jarinya
bertaut. "Sejak awal sudah beran-takan. Ia tidak menginginkan bayi itu. Ia
man-faatkan kehamilannya untuk menjeratku agar menikahinya, dan setelah
Alyssa lahir, kami mengurus perceraian."
"Kau pernah melihat anak itu" Alyssa"" "Tidak. Tidak pernah," jawab Rink.
Ekspresi wajahnya sulit ditebak, tapi dari nada bicaranya jelas ia menutup
topik pembicaraan. Sikapnya itu menyakitkan hati Caroline, mengetahui Rink
tidak mencintai anaknya, anak satu-satunya. Bisa-bisanya ia punya perasaan
seperti itu" Bertahun-tahun setelah kenangan musim panas yang indah
tersebut, Caroline bermimpi punya anak dari Rink. Bayi itu akan jadi bukti
istimewa yang ditinggalkan Rink buat dirinya, bagian diri Rink untuk dicintai
karena Rink tak tinggal di kota itu lagi.
"Akhirnya kami bercerai perceraian yang me-makan waktu bertahun-tahun
dan aku lebih memusatkan perhatian pada bisnis penerbangan yang baru
kurintis." "Aku bangga padamu, Rink," komentar Caroline dengan lembut dan tulus,
membuat Rink menoleh. www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 042
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 042
http://ac-zzz.blogspot.com/
Senyumnya getir. "Ya, tapi aku kerja seperti orang gila supaya bisa mencapai
target. Itulah satu-satunya hal yang memenuhi benakku dan menghindarkan aku
memikirkan... hal-hal lain."
"Hal lain" Rumah""
Lama mata Rink tertuju pada Caroline. Sorot matanya tajam menusuk. "Ya,"
jawabnya pendek lalu berdiri. Dengan membelakangi Caroline, Rink
menyandarkan tubuhnya pada salah satu pilar rumah. "The Retreat. Laura Jane.
Daddy. Pabrik kapas. Winstonville kampung halamanku. Sebetulnya aku tidak
pernah ingin meninggalkan-nya."
"Kau mempunyai kehidupan baru di Atlanta...."
"Ya." Hanya itu yang dijawab Rink. Tepat sekali, ingin ia menambahkan. Dulu
rumahnya terlalu baru, terlalu mewah. Tidak punya karakter atau kelembutan.
Pesta-pestanya terlalu kasar.
Para perempuannya... Para perempuannya terlalu glamor, terlalu bergaya
kosmopolitan, penuh ke-pura-puraan. Ia bisa masuk ke balik topeng mereka dan
begitu juga sebaliknya. Hidup yang dijalaninya kini penuh kepalsuan. Bukan berarti ia tidak bangga
pada bisnis pener-bangan Air Dixie-nya. Ia bangga. Perusahaan penerbangan itu
jelas merupakan prestasi yang patut dibanggakan, karena untuk mencapai
sukses seperti sekarang dibutuhkan kerja keras bertahun-tahun.
Tetapi bukti kesuksesan tersebut tak punya arti apa-apa bagi dirinya. Akar
kehidupannya ada di sini, di kota ini, di tanah yang amat kaya ini, di rumah ini.
Kehidupan yang lainnya hanyalah kepalsuari. Ia tidak pernah memaafkan
ayahnya yang membuatnya kabur dari rumah ini. Tidak akan pernah.
Mendadak ia berbalik menghadap ke Caroline. "Mengapa kau menikahinya""
Caroline hampir takut melihat kemarahan yang terpancar di mata Rink. "Aku
tak mau mem-bicarakan kehidupan pribadiku bersama ayahmu denganmu,
Rink." "Aku tidak ingin tahu kehidupan pribadimu. Aku hanya bertanya, mengapa kau
menikahinya. Ia kan pantas menjadi kakekmu, ya ampun!" Rink maju,
mencondongkan badan ke dekat Caroline, kedua tangannya bertumpu pada pegangan kursi goyang, mengurung Caroline yang
berada di tengahnya. "Mengapa" Mengapa kau kembali ke kota ini setelah lulus
jadi sarjana" Tak ada gunanya kau tinggal di sini."
Caroline merasa lehernya kaku karena men-dongak agar bisa menatap Rink.
"Ibuku masih hidup. Aku kembali, dapat pekerjaan di bank, dan menabung
selama beberapa bulan agar bisa keluar dari rumah yang mirip kandang babi
itu, kemudian mengontrak rumah di kota. Aku ber-jumpa ayahmu di bank. Ia
sangat ramah padaku. Ketika ia menawarkan pekerjaan dipabrik pemintalan
kapasnya, aku terima. Ia melipat-gandakan gajiku, dibandingkan dengan gajiku
di bank, yang membuat aku bisa memakamkan ibuku dengan terhormat."
Napas Rink memburu, wajahnya memerah. Rambutnya yang hitam
bergelombang tergerai di dahinya. Sejak dulu kemejanya tidak pernah ia
kancing semuanya. Begitu juga sekali ini. Mata Caroline sejajar d
engan dadanya yang bi-dang. Rink sungguh pria sejati; ia tampak sangat jantan, sangat
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 043software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 043
http://ac-zzz.blogspot.com/
Senyumnya getir. "Ya, tapi aku kerja seperti orang gila supaya bisa mencapai
target. Itulah satu-satunya hal yang memenuhi benakku dan menghindarkan aku
memikirkan... hal-hal lain."
"Hal lain" Rumah""
Lama mata Rink tertuju pada Caroline. Sorot matanya tajam menusuk. "Ya,"
jawabnya pendek lalu berdiri. Dengan membelakangi Caroline, Rink
menyandarkan tubuhnya pada salah satu pilar rumah. "The Retreat. Laura Jane.
Daddy. Pabrik kapas. Winstonville kampung halamanku. Sebetulnya aku tidak
pernah ingin meninggalkan-nya."
"Kau mempunyai kehidupan baru di Atlanta...."
"Ya." Hanya itu yang dijawab Rink. Tepat sekali, ingin ia menambahkan. Dulu
rumahnya terlalu baru, terlalu mewah. Tidak punya karakter atau kelembutan.
Pesta-pestanya terlalu kasar.
Para perempuannya... Para perempuannya terlalu glamor, terlalu bergaya
kosmopolitan, penuh ke-pura-puraan. Ia bisa masuk ke balik topeng mereka dan
begitu juga sebaliknya. Hidup yang dijalaninya kini penuh kepalsuan. Bukan berarti ia tidak bangga
pada bisnis pener-bangan Air Dixie-nya. Ia bangga. Perusahaan penerbangan itu
jelas merupakan prestasi yang patut dibanggakan, karena untuk mencapai
sukses seperti sekarang dibutuhkan kerja keras bertahun-tahun.
Tetapi bukti kesuksesan tersebut tak punya arti apa-apa bagi dirinya. Akar
kehidupannya ada di sini, di kota ini, di tanah yang amat kaya ini, di rumah ini.
Kehidupan yang lainnya hanyalah kepalsuari. Ia tidak pernah memaafkan
ayahnya yang membuatnya kabur dari rumah ini. Tidak akan pernah.
Mendadak ia berbalik menghadap ke Caroline. "Mengapa kau menikahinya""
Caroline hampir takut melihat kemarahan yang terpancar di mata Rink. "Aku
tak mau mem-bicarakan kehidupan pribadiku bersama ayahmu denganmu,
Rink." "Aku tidak ingin tahu kehidupan pribadimu. Aku hanya bertanya, mengapa kau
menikahinya. Ia kan pantas menjadi kakekmu, ya ampun!" Rink maju,
mencondongkan badan ke dekat Caroline, kedua tangannya bertumpu pada pegangan
kursi goyang, mengurung Caroline yang
berada di tengahnya. "Mengapa" Mengapa kau kembali ke kota ini setelah lulus
jadi sarjana" Tak ada gunanya kau tinggal di sini."
Caroline merasa lehernya kaku karena men-dongak agar bisa menatap Rink.
"Ibuku masih hidup. Aku kembali, dapat pekerjaan di bank, dan menabung
selama beberapa bulan agar bisa keluar dari rumah yang mirip kandang babi
itu, kemudian mengontrak rumah di kota. Aku ber-jumpa ayahmu di bank. Ia
sangat ramah padaku. Ketika ia menawarkan pekerjaan dipabrik pemintalan
kapasnya, aku terima. Ia melipat-gandakan gajiku, dibandingkan dengan gajiku
di bank, yang membuat aku bisa memakamkan ibuku dengan terhormat."
Napas Rink memburu, wajahnya memerah. Rambutnya yang hitam
bergelombang tergerai di dahinya. Sejak dulu kemejanya tidak pernah ia
kancing semuanya. Begitu juga sekali ini. Mata Caroline sejajar dengan dadanya
yang bi-dang. Rink sungguh pria sejati; ia tampak sangat jantan, sangat
http://ac-zzz.blogspot.com/
menarik sekaligus berbahaya. Caroline ingin memejamkan mata supaya tidak
melihat semua daya tarik yang ada pada diri Rink.
"Setelah beberapa lama aku mulai datang ke The Retreat ini untuk bekerja di
sini, bukan di pemintalan kapas."
"Aku yakin kau pasti senang sekali, diundang ke The Retreat."
"Ya!" seru Caroline defensif. "Kau tahu betapa aku sangat menyukai rumah ini.
Untuk ukuran gadis lugu yang setiap hari harus berjalan kaki menembm hutan,
rumah ini seperti istam dakm dongeng. Aku tak menyangkal hal itu, Rink."
"Lanjutkan. Aku terpesona. Apakah ayahku seperti Pangeran Tampan dalam
dongeng kha-yalanmu""
"Sama sekali tidak. Jauh dari itu. Setelah ibuku meninggal, aku lebih banyak
menghabis-kan waktuku di sini. Ayahmu menyerahkan ham-pir semua urusan
bisnis padaku. Laura Jane dan aku menjadi sahabat. Roscoe yang mendukung
persahabatan kami, karena Laura tidak punya teman sebaya."
Tergesa-gesa Caroline membasahi bibir. Rink menatap gerakan lidah Caroline
dengan penuh gairah. "Segalanya berlangsung perlahan-lahan. Rasanya
hubungan kami sudah sewajarnya setelah aku banyak menghabiskan waktu di
rumah ini. Ketika ayahmu melamarku untuk menjadi istri-nya, aku mengiakan.
Ia bisa mewujudkan semua mimpiku, yang tak mungkin bisa kudapat de-ngan
cara lain." "Nama baru." "Ya." "Pakaian." "Ya." Uang. "Ya." "Rumah bagus." "Rumah yang selalu kudambakan."
"Untuk semua itukah kau jual dirimu pada ayahku"" bentak Rink.
"Dalam beberapa hal, kurasa demikian." Reaksi yang ditunjukkan Rink membuat
Caroline me-rasa dirinya seperti manusia tidak berharga. Na-mun ia berusaha
membela diri. "Aku ingin menjadi sahabat karib Laura Jane. Aku ingin menolong
ayahmu." "Jadi motivasinya pengorbanan."
"Tidak," kilah Caroline sambil menunduk. "Aku ingin tinggal di The Retreat. Aku
ingin orang menghormatiku karena aku istri Roscoe. Ya, aku menginginkan
semua itu. Aku dibesarkan di rumah gubuk, hidup susah setiap hari, mengenakan pakaian rombeng sementara gadis-gadis sebayaku memakai baju dan
rok cantik; aku harus bekerja sepulang sekolah setiap hari, juga di hari Minggu,
sementara para gadis lain bisa pergi ke Dairy Mart, nonton pertandingan football, sedangkan aku hanyalah anak pemabuk; kau takkan bisa memahami semua
itu, Rink Lancaster!"
Sambil menyebut nama Rink, Caroline ber-gerak hendak bangkit, tetapi Rink
bergeming dari tempatnya. Tubuh Caroline berhadapan de-ngan Rink. Rink
mencengkeram lengan Caroline. Napas keduanya memburu, keduanya seperti
habis berlari cepat. www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 044software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 044
http://ac-zzz.blogspot.com/
menarik sekaligus berbahaya. Caroline ingin memejamkan mata supaya tidak
melihat semua daya tarik yang ada pada diri Rink.
"Setelah beberapa lama aku mulai datang ke The Retreat ini untuk bekerja di
sini, bukan di pemintalan kapas."
"Aku yakin kau pasti senang sekali, diundang ke The Retreat."
"Ya!" seru Caroline defensif. "Kau tahu betapa aku sangat menyukai rumah ini.
Untuk ukuran gadis lugu yang setiap hari harus berjalan kaki menembm hutan,
rumah ini seperti istam dakm dongeng. Aku tak menyangkal hal itu, Rink."
"Lanjutkan. Aku terpesona. Apakah ayahku seperti Pangeran Tampan dalam
dongeng kha-yalanmu""
"Sama sekali tidak. Jauh dari itu. Setelah ibuku meninggal, aku lebih banyak
menghabis-kan waktuku di sini. Ayahmu menyerahkan ham-pir semua urusan
bisnis padaku. Laura Jane dan aku menjadi sahabat. Roscoe yang mendukung
persahabatan kami, karena Laura tidak punya teman sebaya."
Tergesa-gesa Caroline membasahi bibir. Rink menatap gerakan lidah Caroline
dengan penuh gairah. "Segalanya berlangsung perlahan-lahan. Rasanya
hubungan kami sudah sewajarnya setelah aku banyak menghabiskan waktu di
rumah ini. Ketika ayahmu melamarku untuk menjadi istri-nya, aku mengiakan.
Ia bisa mewujudkan semua mimpiku, yang tak mungkin bisa kudapat de-ngan
cara lain." "Nama baru." "Ya." "Pakaian." "Ya." Uang. "Ya." "Rumah bagus." "Rumah yang selalu kudambakan."
"Untuk semua itukah kau jual dirimu pada ayahku"" bentak Rink.
"Dalam beberapa hal, kurasa demikian." Reaksi yang ditunjukkan Rink membuat
Caroline me-rasa dirinya seperti manusia tidak berharga. Na-mun ia berusaha
membela diri. "Aku ingin menjadi sahabat karib Laura Jane. Aku ingin menolong
ayahmu." "Jadi motivasinya pengorbanan."
"Tidak," kilah Caroline sambil menunduk. "Aku ingin tinggal di The Retreat. Aku
ingin orang menghormatiku karena aku istri Roscoe. Ya, aku menginginkan
semua itu. Aku dibesarkan di rumah gubuk, hidup susah setiap hari, mengenakan
pakaian rombeng sementara gadis-gadis sebayaku memakai baju dan
rok cantik; aku harus bekerja sepulang sekolah setiap hari, juga di hari Minggu,
sementara para gadis lain bisa pergi ke Dairy Mart, nonton pertandingan football,
sedangkan aku hanyalah anak pemabuk; kau takkan bisa memahami semua
itu, Rink Lancaster!"
Sambil menyebut nama Rink, Caroline ber-gerak hendak bangkit, tetapi Rink
bergeming dari tempatnya. Tubuh Caroline berhadapan de-ngan Rink. Rink
mencengkeram lengan Caroline. Napas keduanya memburu, keduanya seperti
habis berlari cepat. http://ac-zzz.blogspot.com/
Caroline tidak mau mengangkat kepalanya dan menatap Rink. Bila berbuat
begitu, ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya selanjutnya. Maka
pandangannya hanya diarahkannya sampai ke bagian lekukan tenggorokan Rink
yang berbentuk V, mengamati denyut nadinya yang cepat. Caroline merasakan
tubuh bagian bawahnya ber-getar; lemas karena gairah. Bibirriya gemetar
ketika mengucapkan kata-kata, "Tolonglah, biarkan aku lewat, Rink, kumohon."
Rink tidak memedulikan permintaan Caroline. Ia malah membenamkan
wajahnya di leher Caroline. Seperti orang yang tak berdaya, Caroline
menengadahkan leher. Bibir Rink menciumi leher-nya, di bagian depan, di
bagian belakang, mening-galkan uap basah yang diembuskan napasnya, yang
menggelitik dan menggairahkan Caroline.
"Meski tahu kau istri ayahku, tahu alasan kau menikahinya, mengapa aku tetap
menginginkan dirimu"" Dengan gerakan makin liar karena di-penuhi perasaan
putus asa, Rink menciumi sisi lain leher Caroline. Caroline mendongakkan kepala, membiarkan Rink menciuminya.
Dalam Derai Hujan Bittersweet Rain Karya Sandra Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dengan lemah Caroline melawan respons diri-nya sendiri, "Tidak, tidak, Rink,
jangan." "Aku sangat merindukanmu sampai sakit rasa-nya." Rink terus menciumi leher
Caroline dengan penuh gairah. Bahkan giginya menggigit-gigit kecil. "Aku
menginginkanmu. Mengapa, mengapa kau orangnya, mengapa""
Caroline mengerang. "Oh, Tuhan, kumohon...." gumamnya sambil menarik
napas. Yang paling diinginkan Caroline saat itu, lebih dari-pada apa pun, adalah
memasrahkan diri pada Rink. Ia membutuhkan Rink sebagaimana Rink
membutuhkannya, untuk menggantikan tahun-tahun penuh kepedihan yang
harus mereka jalani. Dalam beberapa menit yang sangat berharga itu, mereka
ingin melupakan segalanya, kecuali diri mereka berdua.
Namun hal itu tak mungkin dilakukan. Ke-sadaran akan hal yang tak mungkin
itu memberi-kan kekuatan bagi Caroline untuk menahan letupan emosinya dan
kembali bergulat untuk menjauhkan diri dari Rink.
Secepat tangannya memeluk Caroline, secepat itu pula Rink melepaskan
cengkeraman dan men-jatuhkan tangannya di kedua sisi badannya. Ia
melangkah mundur, napasnya memburu dan ce-pat. Buru-buru Caroline
berjalan ke pintu depan. "Caroline." Panggilannya menghentikan lang-kah Caroline dan seperti perintah
yang menyu-ruhnya membalikkan badan. "Aku selalu sulit menerima hal-hal
yang tidak kusukai. Aku tidak berhak melukaimu dengan cara itu. Seharusnya
aku tidak ikut campur."
Sosok Rink menjadi kabur karena air mata yang merebak di matanya. Caroline
mengerti, betapa Rink mengorbankan keangkuhan dirinya untuk mengatakan
hal itu. Caroline melempar senyum lembut, senyum yang penuh makna, yang
artinya tak mungkin diungkapkan dengan kata-kata. "Betulkah begitu, Rink""
ujar Caroline tenang. Kemudian ia masuk dan menaiki anak tangga menuju
lantai dua. Caroline, berbaring di ranjang dengan pakaian lengkap karena malas mengganti
pakaian, me-natap langit-langit. Merenung. Ia tidak tahu apakah esok ia
berharap bertemu Rink lagi atau tidak. Tetapi Rink ada di rumah....
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 045
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 045
http://ac-zzz.blogspot.com/
"Hai." "Sedang apa di sini""
"Memancing." Rink memiringkan kepala ke arah tangkai yang mencuat di
permukaan lumpur di tepi sungai. Tali pancing tampak bergetar di dalam air.
Rink memang tidak terlalu serius memancing. "Kau lebih awal daripada
kemarin." Wajah Caroline memerah, ia memalingkan wajah dari pria dengan senyum yang
amat me-nawan itu. Ketika keluar rumah setengah jam lebih awal, Caroline
mengatakan pada dirinya bahwa alasan kepergiannya bukanlah karena kemungkinan Rink ada di hutan dan ia akan punya waktu untuk bercengkerama
bersama pria itu . Caroline berusaha tampil sebaik-baiknya, memakai rok dan
blus yang terbaik, menyisir rapi rambutnya setelah ia mencucinya sampai kulit
kepalanya terasa geli, memeriksa kuku-kuku tangannya.
la harus lari dalam kegelapan hutan menuju rumah setelah turun dari mobil
Rink kemarin malam. Rink menciumnya. Setelah itu Rink bersikap lembut
padanya, menanyakan apakah ia baik-baik saja. Namun ia tidak mengira akan
berjumpa lagi dengan Rink.
Ternyata sekarang Rink ada di sini, duduk di bawah pohon willow dengan
mengenakan celana jins pendek dan kaus tanpa lengan; kelihatan sangat
percaya diri dan tampan seperti bintang film. Otot-otot tangan dan kakinya
yang atletis tampak menonjol. Bulu-bulu halus di tangan dan kaki Rink
memesona Caroline, tetapi setelah memandanginya beberapa saat, perutnya
terasa seperti diaduk-aduk.
"Aku minta Haney, yang mengurus rumah kami, membuatkan beberapa potong
sandwich. Kau suka daging kalkun asap""
"Entahlah. Aku belum pernah mencobanya."
"Hmm, sekarang kau akan mencobanya," kata Rink sambil tersenyum. Ia
menggelar tikar di rumput dan meminta Caroline duduk. Kemudian ia membuka
keranjang dan menyodorkan se-potong sandwich yang dibungkus plastik pada
Caroline. Mereka mengobrol sambil makan.
"Apakah kau akan mulai kerja di pemintalan kapas" Omong-omong, daging
kalkun ini enak juga."
"Aku senang kau menyukainya." Rink bersan-dar di batang pohon sambil
mengunyah. "Kurasa begitulah," jawabnya sambil menerawang. "Bila Daddy dan
aku bisa sepakat dalam beberapa hal." Caroline ingin menanyakan hal apa saja,
tetapi tidak jadi. Ia tidak mau Rink berpikir ia ikut campur urusan Rink.
Namun Rink meliriknya, dan melihat sikapnya yang mendengarkan dengan
saksama, ia melanjut-kan, "Kau tahu, ayahku tidak ingin menambah-kan modal
ke pemintalan agar mendapat untung lebih banyak. Ia sudah puas dengan apa
yang didapatnya dari pemintalan sekarang. Padahal banyak cara yang bisa
dilakukan untuk mening-katkan, memperbarui, menjadikan tempat bekerja
yang lebih nyaman buat para karyawan. Aku belum berhasil meyakinkannya
bahwa bila ia menambahkan modal lagi ke pabriknya itu seka-rang, nantinya ia
akan memanen hasilnya dalam jangka waktu panjang."
"Mungkin kau harus mengalah dalam beberapa hal pada awalnya."
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 046
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 046
http://ac-zzz.blogspot.com/
"Mungkin juga," jawab Rink, ragu-ragu. Ia memasukkan tangan ke keranjang,
mengeluarkan sekaleng minuman dingin. Ia mengedipkan mata pada Caroline.
"Aku ingin sekali minum bir dingin, tetapi takut tertangkap basah meminum-nya
bersama gadis di bawah umur seperti dirimu. Aku bisa dipenjara."
Andai tertangkap basah, mereka jelas takkan mencemaskan apa yang sedang
mereka minum, keduanya menyadari hal itu. Mereka selesai makan siang dan
dengan rapi Caroline membantu Rink memasukkan makanan yang tersisa ke
keranjang. Caroline bersandar di batang pohon, menggantikan Rink. Rink
berbaring di samping-nya sambil menopang kepalanya dengan tangan. Ia
memandangi Caroline. "Apa yang sedang kaupikirkan"" tanyanya.
Caroline bertemu pandang dengannya. "Ibumu."
"Ibu"" Nada terkejut dalam suara Rink tak bisa disembunyikannya.
"Aku ikut sedih mendengarnya sudah mening-gal, Rink. Ia perempuan yang
sangat baik." "Kapan kau bertemu ibuku""
"Tidak pernah, tetapi ia sesekali ke Woolworth. Aku selalu menganggap ia
perempuan yang... yang paling rapi yang pernah kukenal."
Rink tertawa. "Ya, memang. Aku tidak pernah melihat ibuku dalam keadaan
tidak rapi." "Ia juga cantik, dan selalu berpakaian indah." Ekspresi Caroline raelembut. "Ia
meninggal ka-rena apa, Rink""
Rink mengamati tepi rok Caroline, jarinya menelusuri sulaman pada pinggir rok
itu. "Patah hati," jawab Rink pelan.
Caroline melihat kepedihan di wajah Rink, membuat perasaan Caroline
tersentuh. Ingin ia merebahkan kepala Rink di dadanya, menghibur-nya,
mengelus rambutnya. "Bagaimana bisa orang yang tinggal di rumah seperti
rumahmu pa tah hati"" Rink tidak menanggapi pertanyaan Caroline, ia malah balik bertanya. "Kau suka
The Retreat"" Mata Caroline berbinar. "Itu rumah paling indah di dunia," jawab
Caroline kagum dan Rink tertawa. Caroline memerah. "Yah, paling tidak, itu
rumah paling indah yang pernah kulihat."
Rink kelihatan terkejut. "Kau pernah masuk""
"Oh, tidak, tidak pernah. Tetapi aku sering melewati rumah itu. Aku suka
berdiri meman-danginya. Aku bersedia melakukan apa pun un-tuk bisa tinggal
di rumah seperti itu." Mata Caroline menerawang jauh. "Kau mungkin ber-pikir
aku sinting." Rink menggeleng. "Aku juga suka The Retreat. Aku juga tidak pernah bosan
memandanginya. Suatu hari nanti kuundang kau ke rumah."
Mereka berdua tahu Rink tidak akan melaku-kannya, dan selama beberapa saat
kemudian mereka tidak sanggup berpandangan. Akhirnya Caroline berkata,
"Adik perempuanmu cantik sekali. Aku pernah melihatnya dengan ibumu
beberapa kali." "Namanya Laura Jane."
"Aku tak pernah melihatnya di sekolah. Apakah ia pergi ke sekolah khusus""
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 047software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 047
http://ac-zzz.blogspot.com/
"Mungkin juga," jawab Rink, ragu-ragu. Ia memasukkan tangan ke keranjang,
mengeluarkan sekaleng minuman dingin. Ia mengedipkan mata pada Caroline.
"Aku ingin sekali minum bir dingin, tetapi takut tertangkap basah meminum-nya
bersama gadis di bawah umur seperti dirimu. Aku bisa dipenjara."
Andai tertangkap basah, mereka jelas takkan mencemaskan apa yang sedang
mereka minum, keduanya menyadari hal itu. Mereka selesai makan siang dan
dengan rapi Caroline membantu Rink memasukkan makanan yang tersisa ke
keranjang. Caroline bersandar di batang pohon, menggantikan Rink. Rink
berbaring di samping-nya sambil menopang kepalanya dengan tangan. Ia
memandangi Caroline. "Apa yang sedang kaupikirkan"" tanyanya.
Caroline bertemu pandang dengannya. "Ibumu."
"Ibu"" Nada terkejut dalam suara Rink tak bisa disembunyikannya.
"Aku ikut sedih mendengarnya sudah mening-gal, Rink. Ia perempuan yang
sangat baik." "Kapan kau bertemu ibuku""
"Tidak pernah, tetapi ia sesekali ke Woolworth. Aku selalu menganggap ia
perempuan yang... yang paling rapi yang pernah kukenal."
Rink tertawa. "Ya, memang. Aku tidak pernah melihat ibuku dalam keadaan
tidak rapi." "Ia juga cantik, dan selalu berpakaian indah." Ekspresi Caroline raelembut. "Ia
meninggal ka-rena apa, Rink""
Rink mengamati tepi rok Caroline, jarinya menelusuri sulaman pada pinggir rok
itu. "Patah hati," jawab Rink pelan.
Caroline melihat kepedihan di wajah Rink, membuat perasaan Caroline
tersentuh. Ingin ia merebahkan kepala Rink di dadanya, menghibur-nya,
mengelus rambutnya. "Bagaimana bisa orang yang tinggal di rumah seperti
rumahmu patah hati""
Rink tidak menanggapi pertanyaan Caroline, ia malah balik bertanya. "Kau suka
The Retreat"" Mata Caroline berbinar. "Itu rumah paling indah di dunia," jawab
Caroline kagum dan Rink tertawa. Caroline memerah. "Yah, paling tidak, itu
rumah paling indah yang pernah kulihat."
Rink kelihatan terkejut. "Kau pernah masuk""
"Oh, tidak, tidak pernah. Tetapi aku sering melewati rumah itu. Aku suka
berdiri meman-danginya. Aku bersedia melakukan apa pun un-tuk bisa tinggal
di rumah seperti itu." Mata Caroline menerawang jauh. "Kau mungkin ber-pikir
aku sinting." Rink menggeleng. "Aku juga suka The Retreat. Aku juga tidak pernah bosan
memandanginya. Suatu hari nanti kuundang kau ke rumah."
Mereka berdua tahu Rink tidak akan melaku-kannya, dan selama beberapa saat
kemudian mereka tidak sanggup berpandangan. Akhirnya Caroline berkata,
"Adik perempuanmu cantik sekali. Aku pernah melihatnya dengan ibumu
beberapa kali." "Namanya Laura Jane."
"Aku tak pernah melihatnya di sekolah. Apakah ia pergi ke sekolah khusus""
http://ac-zzz.blogspot.com/
Rink mematahkan sebatang rumput dan meng-gigiti batangnya. Giginya rata
dan putih sekali. "Ia bersekolah di Sekolah Luar Biasa. Ia tidak sepenuhnya
terbelakang, tetapi perkembangan otaknya l
ambat. Ia tidak bisa belajar
secepat anak yang lain."
Pipi Caroline terasa panas. "Aku... aku minta maaf... aku tidak bermaksud...."
"Hai," ujar Rink sambil menarik tangan Caroline. "Tidak apa-apa. Laura Jane
gadis yang menakjubkan. Aku sangat mencintainya."
"Beruntung sekali ia punya kakak laki-laki seperti dirimu."
Kembali Rink menopang kepalanya dengan tangan dan melemparkan pandangan
nakal pada Caroline. Sinar matahari menimpa lentik bulu matanya yang hitam.
"Begitukah""
"Ya." Keduanya hanya saling pandang ketika tak ada kata-kata lagi yang perlu
diucapkan. Mata Rink tertuju pada tangan Caroline yang diletak-kan di
pahanya. Diambilnya, dibalik dan diamati-nya garis-garis tangan pada telapak
tangan itu. Telunjuk Rink menelusuri tangan Caroline mulai dari telapak sampai
ke lekukan tangan yang paling sensitif. Sentuhan tangan Rink membuat sekujur
tubuh Caroline menggelenyar. Dadanya bergemuruh tak menentu. Ia heran
merasakan payudaranya tiba-tiba menegang.
"Aku harus pergi," katanya dengan napas memburu.
"Aku tidak ingin kau pergi," sahut Rink de-ngan suara parau. Tatapannya
perlahan bertemu pandangan Caroline. "Aku berharap kita berdua bisa seharian
di sini, seperti ini, mengobrol."
"Aku yakin kau punya ba-nyak teman untuk mengobrol. Mereka bisa ngobrol
denganmu, kan""
"Mereka sangat suka bicara," jawab Rink. "Tak ada yang suka mendengarkan,
hanya men-dengarkan, seperti yang kaulakukan, Caroline."
Sambil memandang Caroline dengan bola matanya yang keemasan, perlahan
Rink berdiri. Tangannya menepis rambut Caroline ke belakang leher yang
jenjang. Ditariknya Caroline merapat ke tubuhnya. Caroline tidak menolak
sedikit pun sampai akhirnya bibir Rink menyentuh bibirnya. Kedua terhanyut,
saling mendesah nikmat. Bihk Rink. sama lembutnya dengan malam kemarin, tetapi karena Caroline
memberi respons, Rink jadi langsung bergairah. Ciumannya makin lama makin
panas. Caroline hanyut dalam arus hasrat menggebu Rink. Jiwanya menggelora tidak
menentu, ter-perangkap dalam gairah, keharuman tubuh, sen-tuhan tubuh Rink
pada tubuhnya. Menit berikut-nya, Caroline berbaring tertindih paha Rink yang
telanjang, sementara Rink membungkuk di atas tubuh Caroline. Lidahnya
menjelajahi mulut Caroline dengan penuh gairah sementara jari-jari Caroline
mencengkeram rambut Rink.
Rink mengangkat kepalanya, terengah-engah, lalu kembali menghujani Caroiine
dengan ciuman hangat. "Caroline, jangan pasrah, katakan jangan. Jangan
biarkan aku melakukannya." Rink me-narik kerah blus Caroline ke bahunya, lalu
me-nyelipkan tangannya ke balik blus itu. Kulit Caroline terasa hangat dan
halus tersentuh te-lapak tangannya. Ia mempermainkan tali bra Caroline. Ujung
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 048software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 048
http://ac-zzz.blogspot.com/
Rink mematahkan sebatang rumput dan meng-gigiti batangnya. Giginya rata
dan putih sekali. "Ia bersekolah di Sekolah Luar Biasa. Ia tidak sepenuhnya
terbelakang, tetapi perkembangan otaknya lambat. Ia tidak bisa belajar
secepat anak yang lain."
Pipi Caroline terasa panas. "Aku... aku minta maaf... aku tidak bermaksud...."
"Hai," ujar Rink sambil menarik tangan Caroline. "Tidak apa-apa. Laura Jane
gadis yang menakjubkan. Aku sangat mencintainya."
"Beruntung sekali ia punya kakak laki-laki seperti dirimu."
Kembali Rink menopang kepalanya dengan tangan dan melemparkan pandangan
nakal pada Caroline. Sinar matahari menimpa lentik bulu matanya yang hitam.
"Begitukah""
"Ya." Keduanya hanya saling pandang ketika tak ada kata-kata lagi yang perlu
diucapkan. Mata Rink tertuju pada tangan Caroline yang diletak-kan di
pahanya. Diambilnya, dibalik dan diamati-nya garis-garis tangan pada telapak
tangan itu. Telunjuk Rink menelusuri tangan Caroline mulai dari telapak sampai
ke lekukan tangan yang paling sensitif. Sentuhan tangan Rink membuat sekujur
tubuh Caroline menggelenyar. Dadanya bergemuruh tak menentu. Ia heran
merasakan payudaranya tiba-tiba menegang.
Dalam Derai Hujan Bittersweet Rain Karya Sandra Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku harus pergi," katanya denga
n napas memburu. "Aku tidak ingin kau pergi," sahut Rink de-ngan suara parau. Tatapannya
perlahan bertemu pandangan Caroline. "Aku berharap kita berdua bisa seharian
di sini, seperti ini, mengobrol."
"Aku yakin kau punya ba-nyak teman untuk mengobrol. Mereka bisa ngobrol
denganmu, kan""
"Mereka sangat suka bicara," jawab Rink. "Tak ada yang suka mendengarkan,
hanya men-dengarkan, seperti yang kaulakukan, Caroline."
Sambil memandang Caroline dengan bola matanya yang keemasan, perlahan
Rink berdiri. Tangannya menepis rambut Caroline ke belakang leher yang
jenjang. Ditariknya Caroline merapat ke tubuhnya. Caroline tidak menolak
sedikit pun sampai akhirnya bibir Rink menyentuh bibirnya. Kedua terhanyut,
saling mendesah nikmat. Bihk Rink. sama lembutnya dengan malam kemarin, tetapi karena Caroline
memberi respons, Rink jadi langsung bergairah. Ciumannya makin lama makin
panas. Caroline hanyut dalam arus hasrat menggebu Rink. Jiwanya menggelora tidak
menentu, ter-perangkap dalam gairah, keharuman tubuh, sen-tuhan tubuh Rink
pada tubuhnya. Menit berikut-nya, Caroline berbaring tertindih paha Rink yang
telanjang, sementara Rink membungkuk di atas tubuh Caroline. Lidahnya
menjelajahi mulut Caroline dengan penuh gairah sementara jari-jari Caroline
mencengkeram rambut Rink.
Rink mengangkat kepalanya, terengah-engah, lalu kembali menghujani Caroiine
dengan ciuman hangat. "Caroline, jangan pasrah, katakan jangan. Jangan
biarkan aku melakukannya." Rink me-narik kerah blus Caroline ke bahunya, lalu
me-nyelipkan tangannya ke balik blus itu. Kulit Caroline terasa hangat dan
halus tersentuh te-lapak tangannya. Ia mempermainkan tali bra Caroline. Ujung
http://ac-zzz.blogspot.com/
jarinya mengelus dada Caroline, dan ia mendesah. "Kau masih di bawah umur.
Masih anak-anak. Tuhan, tolong. Kau belum cukup umur untuk tahu lebih jauh,
tetapi aku boleh. Kita bermain api, Sayang. Hentikan aku. Tolonglah." Kembali
Rink menciumi Caroline, lama.
Keresahan merayapi perasaan Caroline. Kakinya bergerak-gerak meronta.
Dadanya berdebar-debar, ia ingin menutupinya dengan tangannya. Dengan
tangan Rink. Caroline melingkarkan tangannya di leher Rink.
Namun Rink menarik tubuhnya, menarik na-pas, memejamkan mata rapatrapat. "Tidak boleh diteruskan, Caroline. Kalau tidak kita hentikan, segalanya
akan tak terkendali. Kau mengerti apa yang kumaksud""
Seperti orang tolol, Caroline mengangguk, ber-harap Rink kembali
memeluknya, menciuminya lagi, menyentuh tubuhnya di bagian yang dirasakannya membengkak dan hangat.
Rink membantu Caroline berdiri. Caroline bergelayut di badan Rink dan pria itu
mendekap-nya erat-erat, membelai punggungnya, membisik-kan kata-kata
manis di balik rambutnya. Tanpa malu-malu, lengan Caroline memeluk
pinggang Rink. Ketika laki-laki tersebut menjauhkan tubuh Caroline darinya,
senyumnya tampak getir. "Aku takkan pernah memaafkan diriku bila kau
dipecat dari pekerjaanmu," bisik Rink.
"Oh, ya ampun!" ujar Caroline, sambil me-mukul-mukulkan telapak tangan ke
pipinya yang memerah. "Jam berapa sekarang""
"Kau masih punya waktu bila pergi sekarang."
"Sampai jumpa," kata Caroline sambil me-masukkan blusnya kembali ke rok dan
meng-gelengkan kepala untuk merapikan rambutnya.
Rink menggenggam tangannya. "Aku tidak bisa menjemputmu nanti malam."
"Aku juga tidak berharap begitu, Rink," jawab Caroline polos.
"Aku ingin, tetapi ada yang harus kulakukan nanti malam."
"Tidak apa-apa. Sungguh." Caroline mulai melangkah. "Terima kasih untuk
makan siang-nya." Sambil berbalik, ia menghilang di balik pepohonan. Rink
mengejarnya. "Caroline!" Rink memanggilnya dengan nada penuh wibawa, membuat Caroline
menghentikan larinya dan berbalik.
"Ya"" "Aku tunggu kau besok. Di sini. Oke""
Ekspresi Caroline yang berseri-seri bersaing dengan kecerahan sinar matahari
ketika ia ter-senyum pada Rink. "Ya," jawabnya sambil ter-tawa. "Ya... ya...
ya...." Rink menemui Caroline keesokan harinya, sehari setelah itu dan hari-hari
selanjutnya, hampir setiap hari dalam beberapa minggu berturut-turut. Bila
sempat, Rink menje mput Caroline dari tempat kerja dan mengantarnya sampai
ke dekat rumah. Caroline memiringkan tubuh dan memandang bulan yang memancarkan
sinarnya di antara dahan pepohonan di luar jendela. Betapa membahagiakannya hari-hari itu. Ia hidup dalam kegembiraan, hari-hari penuh
ciuman, sekaligus kesedihan karena ia menginginkan sesuatu yang lebih
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 049software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 049
http://ac-zzz.blogspot.com/
jarinya mengelus dada Caroline, dan ia mendesah. "Kau masih di bawah umur.
Masih anak-anak. Tuhan, tolong. Kau belum cukup umur untuk tahu lebih jauh,
tetapi aku boleh. Kita bermain api, Sayang. Hentikan aku. Tolonglah." Kembali
Rink menciumi Caroline, lama.
Keresahan merayapi perasaan Caroline. Kakinya bergerak-gerak meronta.
Dadanya berdebar-debar, ia ingin menutupinya dengan tangannya. Dengan
tangan Rink. Caroline melingkarkan tangannya di leher Rink.
Namun Rink menarik tubuhnya, menarik na-pas, memejamkan mata rapatrapat.
"Tidak boleh diteruskan, Caroline. Kalau tidak kita hentikan, segalanya
akan tak terkendali. Kau mengerti apa yang kumaksud""
Seperti orang tolol, Caroline mengangguk, ber-harap Rink kembali
memeluknya, menciuminya lagi, menyentuh tubuhnya di bagian yang dirasakannya
membengkak dan hangat. Rink membantu Caroline berdiri. Caroline bergelayut di badan Rink dan pria itu
mendekap-nya erat-erat, membelai punggungnya, membisik-kan kata-kata
manis di balik rambutnya. Tanpa malu-malu, lengan Caroline memeluk
pinggang Rink. Ketika laki-laki tersebut menjauhkan tubuh Caroline darinya,
senyumnya tampak getir. "Aku takkan pernah memaafkan diriku bila kau
dipecat dari pekerjaanmu," bisik Rink.
"Oh, ya ampun!" ujar Caroline, sambil me-mukul-mukulkan telapak tangan ke
pipinya yang memerah. "Jam berapa sekarang""
"Kau masih punya waktu bila pergi sekarang."
"Sampai jumpa," kata Caroline sambil me-masukkan blusnya kembali ke rok dan
meng-gelengkan kepala untuk merapikan rambutnya.
Rink menggenggam tangannya. "Aku tidak bisa menjemputmu nanti malam."
"Aku juga tidak berharap begitu, Rink," jawab Caroline polos.
"Aku ingin, tetapi ada yang harus kulakukan nanti malam."
"Tidak apa-apa. Sungguh." Caroline mulai melangkah. "Terima kasih untuk
makan siang-nya." Sambil berbalik, ia menghilang di balik pepohonan. Rink
mengejarnya. "Caroline!" Rink memanggilnya dengan nada penuh wibawa, membuat Caroline
menghentikan larinya dan berbalik.
"Ya"" "Aku tunggu kau besok. Di sini. Oke""
Ekspresi Caroline yang berseri-seri bersaing dengan kecerahan sinar matahari
ketika ia ter-senyum pada Rink. "Ya," jawabnya sambil ter-tawa. "Ya... ya...
ya...." Rink menemui Caroline keesokan harinya, sehari setelah itu dan hari-hari
selanjutnya, hampir setiap hari dalam beberapa minggu berturut-turut. Bila
sempat, Rink menjemput Caroline dari tempat kerja dan mengantarnya sampai
ke dekat rumah. Caroline memiringkan tubuh dan memandang bulan yang memancarkan
sinarnya di antara dahan pepohonan di luar jendela. Betapa membahagiakannya
hari-hari itu. Ia hidup dalam kegembiraan, hari-hari penuh
ciuman, sekaligus kesedihan karena ia menginginkan sesuatu yang lebih
http://ac-zzz.blogspot.com/
daripada ciuman. Rink mengutarakan niat-nya menempuh masa depan bersama
Caroline. Caroline juga menceritakan semua rahasia pri-badinya. Mereka samasama mengungkapkan ra-hasia yang tak pernah diketahui orang lain.
Setiap jam yang mereka curi untuk dilewati bersama sangat membahagiakan,
sebagian di-karenakan sinar matahari musim panas yang hangat. Karena suatu
hari ketika mereka bertemu, turun hujan.
Itulah hari yang paling indah daripada hari-hari yang mereka lewati bersama.
Caroline tersedu-sedan, dibiarkannya air mata membasahi pipinya. Ia berdoa
memohon ampun tetapi tak yakin doanya dikabulkan. Karena ia ingin menangis
untuk Roscoe, suaminya, tetapi air mata yang menitik turun malah untuk Rink,
kekasihnya. Bab 5 CAROLINE bangun lebih lambat daripada yang diinginkannya. Ia memakai
mantel dan tu -run ke dapur untuk mengambil secangkir kopi sebelum mulai
bekerja di perpustakaan. Haney bersenandung sambil mencuci piring. Ia tidak
suka memakai mesin pencuci piring." "Selamat pagi. Kau kelihatan senang
sekali." "Rink sarapan banyak," jawab Haney dengan wajah berseri-seri.
Caroline tersenyum. Cara Haney menyebut nama Rink seperti menyebut nama
anak laki-laki berusia empat tahun. "Ia sudah bangun dan pergi
"Ya." Haney mengiakan sambil mengarahkan pandangan ke pintu belakang.
Caroline melang-kah ke pintu belakang sambil menghirup kopi. Tampak Rink
berdiri di samping salah satu kuda terbaik milik keluarga Lancaster, berbicara
dengan Steve. Caroline melihat Rink melompat naik ke atas pelana, kakinya
yang panjang teren-tang di badan kuda, dan ia membetulkan letak kakinya
yang memakai sepatu boot di sanggurdi. Kuda jantan itu berjingkrak-jingkrak
sebelum Rink menarik tali kendali kuat-kuat. Kuda ter-sebut memberi respons
seketika. Setelah meng-ucapkan terima kasih kepada Steve, Rink dan kudanya
berpacu menuju tanah lapang yang mengarah ke jalan raya.
Caroline memandanginya sejauh matanya mampu memandang. Rambut Rink
yang hitam berkilat di bawah sinar matahari pagi. Otot paha dan punggungnya
tampak menonjol ketika tanpa kesulitan ia melompati pagar dan menga-rahkan
kudanya ke pepohonan. Waktu Caroline membalikkan badan, Haney memandanginya dengan sorot mata
penuh ingin tahu. Caroline yang gugup memegang teng-gorokannya. "Aku harus
menelepon beberapa orang, aku akan ke perpustakaan," gumam Caroline
sebelum meninggalkan dapur dengan tergesa-gesa. Ia memang tidak mampu
menahan diri untuk tidak hanyut bersama Rink, tetapi ia harus sangat berhatihati jangan sampai ada yang menyadari sikapnya itu.
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 050software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 050
http://ac-zzz.blogspot.com/
daripada ciuman. Rink mengutarakan niat-nya menempuh masa depan bersama
Caroline. Caroline juga menceritakan semua rahasia pri-badinya. Mereka samasama
mengungkapkan ra-hasia yang tak pernah diketahui orang lain.
Setiap jam yang mereka curi untuk dilewati bersama sangat membahagiakan,
sebagian di-karenakan sinar matahari musim panas yang hangat. Karena suatu
hari ketika mereka bertemu, turun hujan.
Itulah hari yang paling indah daripada hari-hari yang mereka lewati bersama.
Caroline tersedu-sedan, dibiarkannya air mata membasahi pipinya. Ia berdoa
memohon ampun tetapi tak yakin doanya dikabulkan. Karena ia ingin menangis
untuk Roscoe, suaminya, tetapi air mata yang menitik turun malah untuk Rink,
kekasihnya. Bab 5 CAROLINE bangun lebih lambat daripada yang diinginkannya. Ia memakai
mantel dan tu-run ke dapur untuk mengambil secangkir kopi sebelum mulai
bekerja di perpustakaan. Haney bersenandung sambil mencuci piring. Ia tidak
suka memakai mesin pencuci piring." "Selamat pagi. Kau kelihatan senang
sekali." "Rink sarapan banyak," jawab Haney dengan wajah berseri-seri.
Caroline tersenyum. Cara Haney menyebut nama Rink seperti menyebut nama
anak laki-laki berusia empat tahun. "Ia sudah bangun dan pergi
"Ya." Haney mengiakan sambil mengarahkan pandangan ke pintu belakang.
Caroline melang-kah ke pintu belakang sambil menghirup kopi. Tampak Rink
berdiri di samping salah satu kuda terbaik milik keluarga Lancaster, berbicara
dengan Steve. Caroline melihat Rink melompat naik ke atas pelana, kakinya
yang panjang teren-tang di badan kuda, dan ia membetulkan letak kakinya
yang memakai sepatu boot di sanggurdi. Kuda jantan itu berjingkrak-jingkrak
sebelum Rink menarik tali kendali kuat-kuat. Kuda ter-sebut memberi respons
seketika. Setelah meng-ucapkan terima kasih kepada Steve, Rink dan kudanya
berpacu menuju tanah lapang yang mengarah ke jalan raya.
Caroline memandanginya sejauh matanya mampu memandang. Rambut Rink
yang hitam berkilat di bawah sinar matahari pagi. Otot paha dan punggungnya
tampak menonjol ketika tanpa kesulitan ia melompati pagar dan menga-rahkan
kudanya ke pepohonan. Waktu Caroline membalikkan badan,
Haney memandanginya dengan sorot mata
penuh ingin tahu. Caroline yang gugup memegang teng-gorokannya. "Aku harus
menelepon beberapa orang, aku akan ke perpustakaan," gumam Caroline
sebelum meninggalkan dapur dengan tergesa-gesa. Ia memang tidak mampu
menahan diri untuk tidak hanyut bersama Rink, tetapi ia harus sangat berhatihati
jangan sampai ada yang menyadari sikapnya itu.
http://ac-zzz.blogspot.com/
Perawat rumah sakit yang bertugas jaga tidak banyak memberikan informasi
baru ketika Caroline meneleponnya. "Ia belum bangun. Ia tidur nyenyak hampir
semalaman. Ia bangun sekali, tapi segera kami beri obat penenang."
"Terima kasih," katanya sebelum memutus hubungan telepon dan memutar
nomor telepon Granger. "Apakah ada hal yang harus kulakukan tetapi belum
kuselesaikan"" tanyanya pada penga-cara itu. "Bukannya aku mau lancang, ikut
campur soal kesepakatan kerja maupun urusan pribadi Roscoe, aku hanya ingin
membantu se-batas yang aku mampu."
"Aku tidak pernah menganggapmu lancang," kata Granger lembut. "Lagi pula itu
hakmu untuk memerhatikannya."
"Aku bukan memikirkan diriku. Aku hanya ingin kepastian segala yang
menyangkut Laura Jane sudah diatur dengan baik. Juga Rink, tentu saja.
Pengacara itu terdiam. Caroline tahu ia tengah mengingatkan dirinya akan
kerahasiaan dalam profesinya. "Aku tidak tahu semua keinginan Roscoe,
Caroline. Sumpah, aku tidak tahu. Ia membuat surat wasiat baru beberapa
tahun lalu, tetapi ia meminta aku mengurusnya. Aku yakin akan ada beberapa
pasal yang ia buat untukmu. Aku rasa tidak akan ada kejutan."
Caroline juga sangat berharap demikian, tetapi ia tidak mengungkapkan
kecemasannya kalau-kalau ada kejutan. Setelah selesai bertukar pikiran
tentang beberapa masalah bisnis, mereka saling mengucapkan selamat tinggal.
Begitu diletakkan, telepon itu langsung ber-dering. "Halo""
"Miz Lancaster""
Suara hiruk-pikuk yang terdengar di telepon jelas menunjukkan telepon itu
datang dari pabrik pemintalan kapas. "Ya."
"Saya Barnes. Ingat mesin pintal yang pernafi saya ceritakan beberapa hari lalu"
Pagi ini suara mesinnya berisik sekali, karena itu kami matikan."
Caroline mengusap dahinya. Kerusakan sema-cam ini tidak boleh terjadi, sebab
sekarang sedang musim panen kapas. Mesin itu digunakan untulc memisahkan
kapas dari bijinya. Meski hanya satu mesin yang rusak pada masa panen,
mereka bisa kehilangan berjam-jam masa produksi.
"Aku segera ke sana," jawab Caroline cepat.
Buru-buru Caroline menghabiskan sisa kopinya yang sudah dingin, lalu lari naik
ke lantai dua. Setengah jam kemudian, ia sudah mandi dan berpakaian rapi;
mengenakan rok dari bahan poplin dan blus dari bahan rajut berkerah. Ia
memakai sepatu berhak rendah. Rambutnya di-ekor kuda, dililit pita warna
cerah. Caroline tidak pernah memakai baju mewah ke pabrik pemintalan
kapas. Alasannya, tidak praktis. Alasan lainnya, ia ingin para pekerjanya
menganggap dirinya bagian dari mereka, bukan sekadar istri si bos.
Ia pamit pada Haney, menjelaskan ke mana ia akan pergi. Kemudian ia
mengambil dompet, lalu lari ke pintu depan. Rink baru saja menarik kudanya.
Ketika melihat Caroline, Rink me-nyerahkan kudanya pada Steve yang
menunggu-nya, lalu lari menghampiri Caroline.
"Mau ke mana, terburu-buru" Ke rumah sakit""
Dari ekspresi wajahnya, Caroline tahu Rink mengira ketergesa-gesaannya
karena kondisi ayah-nya yang memburuk. Kendati keduanya tidak pernah
rukun, batin Caroline, Rink peduli juga pada ayahnya dan tidak suka melihatnya
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 051
www.diduniadownload.blogspot.com
Dalam Derai Hujan Bittersweet Rain Karya Sandra Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 051
http://ac-zzz.blogspot.com/
menang-gung penderitaan. Cepat-cepat Caroline me-nenangkannya, "Tidak.
Aku menelepon ke rumah sakit tadi pagi. Roscoe belum bangun, tetapi mereka
bilang sepanjang malam ia tenang. Aku mau ke pabrik pemintalan kapas."
"Ada masalah""
"Ya. Dengan salah satu mesin."
Rink mengangguk. "Parah""
"Kukira, mungkin. Mandor terpaksa harus me-matikannya." Caroline melihat
Rink berpikir ke-ras dan sebelum mempertimbangkan lebih jauh, ia berkata,
"Mau temani aku ke sana, Rink"" Pandangan mata Rink beralih ke Caroline,
mem-buat Caroline harus menelan ludah. "Barangkali, bila kau melihatnya, kau
tahu apa masalahnya. Aku butuh bantuanmu. Kalau minta bantuan orang lain,
ia mungkin saja akan menarik ke-untuiigan dalam situasi seperti ini."
Rink menatap Caroline begitu lama dan tajam,
membuat Caroline berpikir pria itu akan menolak
ajakannya. Kemudian Rink mengulurkan tangan.
"Aku yang mengemudi."
Caroline meletakkan kunci mobil Lincoln ke telapak tangan Rink, lalu berlari ke
mobil, mengambil sisi yang berlawanan. Cara Rink me-ngemudikan mobil sama
seperti ia mengerjakan pekerjaan lainnya, agresif. Terdengar suara ban mobil
mencicit nyaring ketika dibelokkan, kerikil beterbangan dan debu mengepul.
"Mesin ini sering mogok"" tanya Rink pada Caroline.
"Beberapa kali, ya." "Baru-baru ini""
"Ya." Caroline berharap mereka bisa terus bercakap-cakap. Dekat dengan Rink
mengacaukan pe-rasaannya. Aroma tubuh Rink bak udara pagi yang
menyegarkan, seperti angin, seperti bau kuda, wewangian, dan aroma laki-laki.
Gambaran Rink yang duduk di kuda muncul kembali dalam benaknya.
Masih segar dalam ingatannya, Rink yang. datang ke tempat pertemuan mereka
dengan I berkuda. Caroline merasa tubuhnya menciut me-1 lihat kuda yang
demikian besar. Rink tertawa melihat ia gugup dan memaksanya naik kuda
bersamanya. Dengan enteng Rink mengangkat tubuh Caroline ke punggung
kuda. Untunglah hari itu Caroline memakai rok lebar sehingga ia bisa duduk
mengangkang. Bahkan sampai saat ini Caroline masih ingat bagaimana rasanya bulu-bulu kuda
itu menyen-tuh pahanya yang telanjang, perut Rink yang menyentuh pinggulnya
ketika pria itu duduk di belakangnya, gerakan naik-turun paha Rink yang
menyentuh pahanya, kekokohan lengannya yang memegang tali kendali ketika
mengajaknya ber-keliling. Tubuh Rink terasa hangat dan agak basah karena
keringat. Rink meletakkan dagunya di rambutnya. Bahkan ia masih bisa
merasakan napas Rink di pipinya, di kelopak matanya. Ia mencium bau yang
sama hari ini seperti dua belas tahun lalu.
Tidak banyak yang ia ingat ketika menunggang kuda di bawah pepohonan
pendek yang rindang; yang ia ingat hanyalah dadanya yang berdebar-debar
ketika Rink meletakkan tangannya di ba-wah dadanya. Ia ingat, saat itu tak ada
yang ia takutkan kecuali khawatir Rink tidak suka ketika pria itu menyenggol
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 052software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 052
http://ac-zzz.blogspot.com/
menang-gung penderitaan. Cepat-cepat Caroline me-nenangkannya, "Tidak.
Aku menelepon ke rumah sakit tadi pagi. Roscoe belum bangun, tetapi mereka
bilang sepanjang malam ia tenang. Aku mau ke pabrik pemintalan kapas."
"Ada masalah""
"Ya. Dengan salah satu mesin."
Rink mengangguk. "Parah""
"Kukira, mungkin. Mandor terpaksa harus me-matikannya." Caroline melihat
Rink berpikir ke-ras dan sebelum mempertimbangkan lebih jauh, ia berkata,
"Mau temani aku ke sana, Rink"" Pandangan mata Rink beralih ke Caroline,
mem-buat Caroline harus menelan ludah. "Barangkali, bila kau melihatnya, kau
tahu apa masalahnya. Aku butuh bantuanmu. Kalau minta bantuan orang lain,
ia mungkin saja akan menarik ke-untuiigan dalam situasi seperti ini."
Rink menatap Caroline begitu lama dan tajam,
membuat Caroline berpikir pria itu akan menolak
ajakannya. Kemudian Rink mengulurkan tangan.
"Aku yang mengemudi."
Caroline meletakkan kunci mobil Lincoln ke telapak tangan Rink, lalu berlari ke
mobil, mengambil sisi yang berlawanan. Cara Rink me-ngemudikan mobil sama
seperti ia mengerjakan pekerjaan lainnya, agresif. Terdengar suara ban mobil
mencicit nyaring ketika dibelokkan, kerikil beterbangan dan debu mengepul.
"Mesin ini sering mogok"" tanya Rink pada Caroline.
"Beberapa kali, ya." "
Baru-baru ini""
"Ya." Caroline berharap mereka bisa terus bercakap-cakap. Dekat dengan Rink
mengacaukan pe-rasaannya. Aroma tubuh Rink bak udara pagi yang
menyegarkan, s eperti angin, seperti bau kuda, wewangian, dan aroma laki-laki.
Gambaran Rink yang duduk di kuda muncul kembali dalam benaknya.
Masih segar dalam ingatannya, Rink yang. datang ke tempat pertemuan mereka
dengan I berkuda. Caroline merasa tubuhnya menciut me-1 lihat kuda yang
demikian besar. Rink tertawa melihat ia gugup dan memaksanya naik kuda
bersamanya. Dengan enteng Rink mengangkat tubuh Caroline ke punggung
kuda. Untunglah hari itu Caroline memakai rok lebar sehingga ia bisa duduk
mengangkang. Bahkan sampai saat ini Caroline masih ingat bagaimana rasanya bulu-bulu kuda
itu menyen-tuh pahanya yang telanjang, perut Rink yang menyentuh pinggulnya
ketika pria itu duduk di belakangnya, gerakan naik-turun paha Rink yang
menyentuh pahanya, kekokohan lengannya yang memegang tali kendali ketika
mengajaknya ber-keliling. Tubuh Rink terasa hangat dan agak basah karena
keringat. Rink meletakkan dagunya di rambutnya. Bahkan ia masih bisa
merasakan napas Rink di pipinya, di kelopak matanya. Ia mencium bau yang
sama hari ini seperti dua belas tahun lalu.
Tidak banyak yang ia ingat ketika menunggang kuda di bawah pepohonan
pendek yang rindang; yang ia ingat hanyalah dadanya yang berdebar-debar
ketika Rink meletakkan tangannya di ba-wah dadanya. Ia ingat, saat itu tak ada
yang ia takutkan kecuali khawatir Rink tidak suka ketika pria itu menyenggol
http://ac-zzz.blogspot.com/
payudaranya. Ia tidak mam-pu membeli pakaian daJam cantik berenda seperti
yang dipakai gadis-gadis sebayanya. Branya hanya bra biasa, berwarna putih,
sekadar fungsional dan tak menarik. Caroline ingin merasa lembut, memikat,
dan seksi di tangan Rink. Ia takut ia tidak terasa seperti itu.
Kini ia mengamati tangan Rink yang me-nu-gang kemudi. Tangan yang indah.
Berwarna gelap dan kokoh, ramping dan terawat. Kukunya dipotong pendek.
Bulu-bulu hitam halus tumbuh pada buku-buku tangan, punggung tangan, dan
pergelangan tangan. "Ayo kubantu turun," kata Rink, sambil meng-ulurkan tangan kepada Caroline.
Caroline menurunkan kakinya dari punggung kuda, tubuhnya agak dimiringkan
dan tangannya di pundak Rink. Tangan Rink memegang lengan bagian bawahnya
ketika Caroline perlahan turun dari punggung kuda. Namun, kendati kaki
Caroline sudah menyentuh tanah, Rink tidak melepaskan genggamannya,
tangannya menyeng-gol payudara Caroline. Saat itu Rink mendesah-kan
namanya. "Caroline. Caroline."
Caroline tersentak, panggilan Rink bukan ha-nya ada dalam angan-angannya
tetapi betulbetul terjadi.
"Ada apa"" Ia menatap Rink, kecemasannya tak dapat disembunyikan. Matanya
bagai ber-kabut dan sendu, teringat ciuman yang me-mabukkan yang pernah
mereka lakukan. Dadanya naik-turun dengan cepat, seperti yang terjadi pada
hari itu ketika tangan Rink menggenggam payudaranya, memijatnya perlahan,
mengusapnya sampai payudaranya menegang.
Rink menatap Caroline penuh keheranan. "Aku bertanya apakah ada tempat
parkir khusus untukmu." "Oh. Y-ya. Dekat pintu. Ada tandanya." Rink mengarahkan mobil ke tempat
yang bertuliskan nama Caroline di aspal dan memati-kan mesin mobil. Setelah
itu Caroline kembali melihat Rink menghunjamkan tatapan heran lagi. "Sudah
siap masuk"" Rink seperti tidak yakin Caroline siap.
Caroline merasa harus segera menjauhkan diri dari mobil, dari kenangan manis
itu. Hampir meneriakkan kata ya, ia membuka pintu mobil dan hampir terjatuh
karena terburu-buru men-jauh dari mobil.
Suara hiruk pikuk dan debu yang mengepul di pabrik pemintalan kapas adalah
sambutan selamat datang yang sudah akrab. Caroline melangkah masuk
bersama Rink menuju kantor ayahnya.
Rink melihat tak banyak yang berubah. Para pekerja yang datang mengerumuni
mereka adalah orang-orang yang sudah dikenalnya.
"Barnes!" serunya. "Masih di sini""
"Sampai mati." Ia menggenggam tangan Rink. "Senang berjumpa lagi denganmu,
Nak." Yang lain pun menyalami Rink dengan gem-bira. Rink menanyakan kabar
keluarga mereka, mengingat nama-nama yang mungkin sudah di-lupakan orang
lain. Namun orang-orang ini su-dah seperti keluarga Rink. Mereka bagian dari
dirinya bak darah yang memberi kehidupan se-lama hidupnya.
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 053
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 053
http://ac-zzz.blogspot.com/
"Apa masalahnya"" tanya Rink pada Barnes, sambil berjalan ke mesin
pemintalan yang rusak di deretan mesin.
"Tua, umumnya," jawab mandor itu resah. "sudah terlalu tua, Rink. Tak tahu
apakah masih bisa dipakai. Terutama kalau panen tahun ini sebaik tahun lalu.
Harus dihidupkan siang dan malam."
Rink menjumput kapas yang mencuat keluar dari mesin dan mengelusnya
dengan jari-jarinya. Ada serpihan daun dan pasir terselip di antara seratseratnya. Barnes dan Caroline menghindari pandangan mata Rink ketika
memerhatikan ka-pas itu dengan saksama. "Kualitas apa kapas ini""
"Menengah," jawab Caroline, akhirnya, ketika melihat Barnes terdiam.
"Keluarga Lancaster selalu memproduksi kapas kualitas terbaik. Apa yang
terjadi di sini""
"Mari ke kantor, Rink," ajak Caroline lembut. Ia langsung berbalik dan berjalan
lebih dulu, berharap Rink mengikutinya dan tidak ber-argumentasi dengannya
di depan karyawan. Caroline duduk di kursi kulit di belakang meja ketika Rink masuk ke ruangan
dan mem-banting pintu, sampai membuat kacanya bergetar.
"Dulu ini pemintalan kapas terbaik di negara bagian ini," kata Rink marah tanpa
basa-basi. "Sekarang pun masih."
"Tidak mungkin bila kualitas kapas yang di-produksi seperti itu, tidak mungkin.
Andai aku petani kapas, hasil panenku pasti akan kupintal di pabrik pemintalan
lain. Tidak bisakah kita memintal kapas yang lebih baik""
"Sudah kubilang, yang jadi persoalan adalah peralatannya. Mesin-mesin itu...."
"Sudah kuno," potong Rink. "Brengsek, apakah Daddy tidak ingin memperbaiki
atau mem-perbaruinya""
"Ia merasa tidak perlu," jawab Caroline, pelan.
"Tidak perlu!" ulang Rink dengan suara nya-ring. "Lihatlah tempat ini. Lebih
mirip kandang dinosaurus ketimbang pabrik pemintalan kapas modern. Kita
tidak jujur pada diri kita, juga pada para penanam kapas. Aneh mereka tidak
membawa kapas mereka ke pabrik pemintalan kapas yang lain " Mendadak
Rink berhenti bicara, matanya disipitkan. "Atau banyak yang sudah pindah""
"Kita kehilangan beberapa tahun lalu, ya."
Rink mengaitkan ujung sepatu botnya ke kaki kursi, lalu menarik kursi itu ke
dekatnya. Rink, setelah duduk di kursi, mencondongkan tubuh ke meja dan
berkata dengan nada yang tidak bisa diterima Caroline. "Ceritakan semua yang
terjadi padaku." "Beberapa penanam kapas yang biasa menjual panennya pada Lancaster Gin
memang ada yang membawa kapas mereka ke pemintalan lain. Mereka hanya
membayar biaya pemintalan kemu-dian menjual langsung ke pedagang."
Caroline duduk resah di kursi kulit yang berderit sementara Rink
memandanginya. "Jadi mereka lebih suka repot-repot mengusung panen kapas
mereka ke tempat lain dan membayar ongkos memintalnya ketimbang
menjualnya ke-pada kita, memintalnya, mengepaknya, dan menjualnya ke
pedagang kapas." Caroline mengangguk. Rink menyuarakan apa yang masih
terpendam dalam benak mereka. "Mereka mendapat lebih banyak uang dengan
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 054software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 054
http://ac-zzz.blogspot.com/
"Apa masalahnya"" tanya Rink pada Barnes, sambil berjalan ke mesin
pemintalan yang rusak di deretan mesin.
"Tua, umumnya," jawab mandor itu resah. "sudah terlalu tua, Rink. Tak tahu
apakah masih bisa dipakai. Terutama kalau panen tahun ini sebaik tahun lalu.
Harus dihidupkan siang dan malam."
Rink menjumput kapas yang mencuat keluar dari mesin dan mengelusnya
dengan jari-jarinya. Ada serpihan daun dan pasir terselip di antara seratseratnya.
Barnes dan Caroline menghindari pandangan mata Rink ketika
memerhatikan ka-pas itu dengan saksama. "Kualitas apa kapas ini""
"Menengah," jawab Caroline, akhirnya, ketika melihat Barnes terdiam.
"Keluarga Lancaster selalu memproduksi kapas kualitas terbaik. Apa yang
terjadi di sini""
"Mari ke kantor, Rink,"
ajak Caroline lembut. Ia langsung berbalik dan berjalan
lebih dulu, berharap Rink mengikutinya dan tidak ber-argumentasi dengannya
di depan karyawan. Caroline duduk di kursi kulit di belakang meja ketika Rink masuk ke ruangan
dan mem-banting pintu, sampai membuat kacanya bergetar.
"Dulu ini pemintalan kapas terbaik di negara bagian ini," kata Rink marah tanpa
basa-basi. "Sekarang pun masih."
"Tidak mungkin bila kualitas kapas yang di-produksi seperti itu, tidak mungkin.
Andai aku petani kapas, hasil panenku pasti akan kupintal di pabrik pemintalan
lain. Tidak bisakah kita memintal kapas yang lebih baik""
"Sudah kubilang, yang jadi persoalan adalah peralatannya. Mesin-mesin itu...."
"Sudah kuno," potong Rink. "Brengsek, apakah Daddy tidak ingin memperbaiki
atau mem-perbaruinya""
"Ia merasa tidak perlu," jawab Caroline, pelan.
"Tidak perlu!" ulang Rink dengan suara nya-ring. "Lihatlah tempat ini. Lebih
mirip kandang dinosaurus ketimbang pabrik pemintalan kapas modern. Kita
tidak jujur pada diri kita, juga pada para penanam kapas. Aneh mereka tidak
membawa kapas mereka ke pabrik pemintalan kapas yang lain " Mendadak
Rink berhenti bicara, matanya disipitkan. "Atau banyak yang sudah pindah""
"Kita kehilangan beberapa tahun lalu, ya."
Rink mengaitkan ujung sepatu botnya ke kaki kursi, lalu menarik kursi itu ke
dekatnya. Rink, setelah duduk di kursi, mencondongkan tubuh ke meja dan
berkata dengan nada yang tidak bisa diterima Caroline. "Ceritakan semua yang
terjadi padaku." "Beberapa penanam kapas yang biasa menjual panennya pada Lancaster Gin
memang ada yang membawa kapas mereka ke pemintalan lain. Mereka hanya
membayar biaya pemintalan kemu-dian menjual langsung ke pedagang."
Caroline duduk resah di kursi kulit yang berderit sementara Rink
memandanginya. "Jadi mereka lebih suka repot-repot mengusung panen kapas
mereka ke tempat lain dan membayar ongkos memintalnya ketimbang
menjualnya ke-pada kita, memintalnya, mengepaknya, dan menjualnya ke
pedagang kapas." Caroline mengangguk. Rink menyuarakan apa yang masih
terpendam dalam benak mereka. "Mereka mendapat lebih banyak uang dengan
http://ac-zzz.blogspot.com/
cara itu, daripada memintalnya di tempat kita, karena mereka hanya
membayar mereka dengan ongkos lebih murah untuk kapas yang kualitasnya
lebih rendah." "Kurasa begitulah cara berpikir mereka."
Dalam Derai Hujan Bittersweet Rain Karya Sandra Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Rink bangkit dari kursi dan berjalan ke jendela. Ia membalik tangannya, lalu
memasukkannya ke saku jins. Kelihatannya ia sedang memandang alam sekitar,
tetapi Caroline tahu bukan pemandangan itu yang tengah dilihatnya. "Kau tahu
akar persoalan ini, bukan" Tahu, kan"" ulang Rink, langsung membalikkan badan
ketika Caroline tidak cepat menjawab pertanyaannya.
"Ya." "Tetapi kau tidak melakukan apa-apa." "Apa yang bisa kulakukan, Rink"
Pertama-tama, tugasku hanya mengurus pembukuan. Aku belajar tentang
proses pemintalan kapas, pemasarannya, hanya dengan mendengarkan,
mengamati, menjengkelkan diriku sendiri dengan berada di antara para
pekerja. Aku bukan pengambil keputusan."
"Kau kan istrinya! Tidakkah itu membuatmii punya hak untuk melakukan
sesuatu"" R'~l mengangkat kedua tangannya. "Kutarik keml ucapanku. Mereka
yang menjadi istri Roscoe Lancaster tidak akan mengkritik, melakukan api
pun yang dikerjakan Roscoe, mereka hanya pas-rah melakukan perintah... istriistri yang tugasnya menyenangkan suami."
Caroline mengangkat dagu, mengepalkan ta-ngan, dan berkacak pinggang. "Aku
pernah me-ngatakan padamu aku tidak akan pernah bicara soal hubunganku
dengan Roscoe padamu."
"Dan aku pernah mengatakan padamu aku tidak peduli apa yang kaulakukan
dengan Roscoe di ranjang."
Keduanya tahu apa yang mereka katakan se-betulnya tidak benar. Rink merasa
agak malu karena menyadari ia berbohong. Caroline dengan bijaksana memilih
tidak menantangnya. "Andai menghinaku adalah hal terbaik yang bisa kaulakukan untuk memecahkan masalah ini, kurasa kau tidak usah ikut campur."
Rink mengumpat dan menyibakkan rambut dengan jari-jarinya dengan kesal.
Mereka saling pandang sampai akhirnya diam-diam meng
alah. "Aku akan menolong semampuku," gumam Rink.
"Kau bisa memperbaiki mesinnya"" tanya Caroline, menekan kesombongannya.
"Aku butuh beberapa peralatan, tetapi kurasa bisa kuperbaiki. Aku pernah
membongkar mesin pesawat terbang dan memperbaikinya. Pasti mesin ini tidak
lebih rumit daripada mesin pesawat terbang. Tetapi aku tidak berani
menjanjikan apa-apa, Caroline. Perbaikan yang kulakukan bu-kan jawaban atas
masalahmu." "Aku paham." Caroline melunak, tubuhnya tidak setegang tadi ketika ia
tersenyum malu-malu, meminta maaf atas perilakunya. "Apa pun bantuanmu,
sangat kuhargai." Kali ini umpatan Rink makin kasar, tetapi hanya dalam hati. Umpatan itu
ditujukan kepada dirinya sendiri karena perasaan bersalah. Tak ada hal yang
lebih diinginkannya saat itu kecuali memeluk Caroline, melindunginya,
mengecup bibirnya, merapatkan tubuh perempuan itu ke tubuhnya. Betapa
tololnya dirinya dulu. Pikiran itu membawanya membayangkan tubuh Caroline
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 055
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 055
http://ac-zzz.blogspot.com/
berpelukan dengan ayahnya. Oh, Tuhan! Ter-kadang ia merasa seperti akan gila
bila mem-bayangkan hal itu.
Kendati demikian ia tidak bisa menyalahkan Caroline, seperti yang ingin ia
lakukan. Tiap kali menatap Caroline, ia makin menginginkan wanita itu. Ia
harus segera meninggalkan tempat ini. Segera. Sebelum ia melakukan sesuatu
yang bisa mempermalukan dirinya sendiri. Namun itu pun tidak bisa ia lakukan,
apa pun alasannya. Laura Jane. Ayahnya. Tetapi terutama karena Caroline.
Berjumpa lagi dengan Caroline dua belas tahun kemudian membuat Rink tidak
bisa serta merta meninggalkannya.
"Kau tahu di mana bisa mencariku," kata Rink sambil berjalan keluar pintu.
Caroline bekerja di kantor menyelesaikan surat-surat, sementara Rink dibantu
karyawan mencari perkakas yang dibutuhkan. Sejam kemudian Caroline berdiri
di belakangnya, ketika ia tengah membongkar bagian dalam mesin besar. "Rink,
aku akan pergi ke rumah sakit sebentar. Kalau aku belum kembali tapi
pekerjaanmu sudah se-lesai, kau bisa minta tolong salah seorang kar-yawan
mengantarmu pulang."
Rink tersenyum getir. "Tak usah repot. Aku masih agak lama di sini." Caroline
nyengir. Rink melihat tangan Caroline setengah terangkat hendak menyentuh
lengannya. Namun ia tak jadi melakukannya, malah cepat-cepat mengucap-kan
selamat tinggal dan pergi.
Rumah sakit terasa sejuk dan tenang setelah dari pemintalan kapas yang berisik
dan hiruk-pikuk. Roscoe masih terbaring di ranjang, ta-tapannya lekat pada
layar televisi, walaupun ia mematikan suaranya. Tubuhnya dipasangi selang
untuk makanan dan untuk mengeluarkan ko-toran. Layar monitor berkedip,
mengeluarkan suara mencicit dan merekam kerja organ tubuh-nya yang
penting. Kondisinya tampak sangat mengenaskan. Caroline tersenyum ceria dan
de-ngan berani mendekatinya.
"Halo, Roscoe." Caroline mencium pipi Roscoe yang pucat pasi. "Bagaimana
keadaanmur "Ucapan itu terlalu kasar buat perempuan peka seperti kau," jawab Roscoe.
Diamatinya pakaian Caroline dan bertanya, "Kau pulang dari pabrik""
"Ya. Sepagian ini, sebenarnya, kalau tidak, aku pasti datang lebih awal ke sini.
Ada masalah dengan salah satu mesin pemintal."
"Masalah apa""
"Aku belum tahu pasti. Masalah di bagian mesinnya. Rink sedang memeriksanya.
Bunga dari anak-anak Sekolah Minggu ini cantik sekali."
"Apa maksudmu, Rink sedang memeriksanya""
Caroline memerhatikan rangkaian bunga yang diantar ke rumah sakit sewaktu
ia belum tiba dan membaca kartu nama pengantarnya, agar ia tahu kepada
siapa ia akan mengucapkan terima kasih. Namun ia berbalik seketika
mendengar kata-kata Roscoe. Tak pernah Caroline melihat air muka Roscoe
sedemikian mengerikan. Atau penyakit yang dideritanya membuat wajahnya
kelihatan penuh kebencian"
"Jawab pertanyaanku, brengsek!" bentak Rocscoe nyaring, di luar dugaan
Caroline. "Apa yang dilakukan Rink di pabrik pemintalan kapas itu""
www.diduniadownload.blogspot.com
soft ware full version, ebook, komik, mp3, subtitle 056software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 056
http://ac-zzz.blogspot.com/
berpelukan dengan ayahnya. Oh, Tuhan! Ter-kadang ia merasa seperti akan gila
bila mem-bayangkan hal itu.
Kendati demikian ia tidak bisa menyalahkan Caroline, seperti yang ingin ia
lakukan. Tiap kali menatap Caroline, ia makin menginginkan wanita itu. Ia
harus segera meninggalkan tempat ini. Segera. Sebelum ia melakukan sesuatu
yang bisa mempermalukan dirinya sendiri. Namun itu pun tidak bisa ia lakukan,
apa pun alasannya. Laura Jane. Ayahnya. Tetapi terutama karena Caroline.
Berjumpa lagi dengan Caroline dua belas tahun kemudian membuat Rink tidak
bisa serta merta meninggalkannya.
"Kau tahu di mana bisa mencariku," kata Rink sambil berjalan keluar pintu.
Caroline bekerja di kantor menyelesaikan surat-surat, sementara Rink dibantu
karyawan mencari perkakas yang dibutuhkan. Sejam kemudian Caroline berdiri
di belakangnya, ketika ia tengah membongkar bagian dalam mesin besar. "Rink,
aku akan pergi ke rumah sakit sebentar. Kalau aku belum kembali tapi
pekerjaanmu sudah se-lesai, kau bisa minta tolong salah seorang kar-yawan
mengantarmu pulang."
Rink tersenyum getir. "Tak usah repot. Aku masih agak lama di sini." Caroline
nyengir. Rink melihat tangan Caroline setengah terangkat hendak menyentuh
lengannya. Namun ia tak jadi melakukannya, malah cepat-cepat mengucap-kan
selamat tinggal dan pergi.
Rumah sakit terasa sejuk dan tenang setelah dari pemintalan kapas yang berisik
dan hiruk-pikuk. Roscoe masih terbaring di ranjang, ta-tapannya lekat pada
layar televisi, walaupun ia mematikan suaranya. Tubuhnya dipasangi selang
untuk makanan dan untuk mengeluarkan ko-toran. Layar monitor berkedip,
mengeluarkan suara mencicit dan merekam kerja organ tubuh-nya yang
penting. Kondisinya tampak sangat mengenaskan. Caroline tersenyum ceria dan
de-ngan berani mendekatinya.
"Halo, Roscoe." Caroline mencium pipi Roscoe yang pucat pasi. "Bagaimana
keadaanmur "Ucapan itu terlalu kasar buat perempuan peka seperti kau," jawab Roscoe.
Diamatinya pakaian Caroline dan bertanya, "Kau pulang dari pabrik""
"Ya. Sepagian ini, sebenarnya, kalau tidak, aku pasti datang lebih awal ke sini.
Ada masalah dengan salah satu mesin pemintal."
"Masalah apa""
"Aku belum tahu pasti. Masalah di bagian mesinnya. Rink sedang memeriksanya.
Bunga dari anak-anak Sekolah Minggu ini cantik sekali."
"Apa maksudmu, Rink sedang memeriksanya""
Caroline memerhatikan rangkaian bunga yang diantar ke rumah sakit sewaktu
ia belum tiba dan membaca kartu nama pengantarnya, agar ia tahu kepada
siapa ia akan mengucapkan terima kasih. Namun ia berbalik seketika
mendengar kata-kata Roscoe. Tak pernah Caroline melihat air muka Roscoe
sedemikian mengerikan. Atau penyakit yang dideritanya membuat wajahnya
kelihatan penuh kebencian"
"Jawab pertanyaanku, brengsek!" bentak Rocscoe nyaring, di luar dugaan
Caroline. "Apa yang dilakukan Rink di pabrik pemintalan kapas itu""
http://ac-zzz.blogspot.com/
Caroline yang merasa sangat terkejut tidak segera dapat mengucapkan katakata dari mulut nya. "Aku... aku memintanya memeriksa mesin pintal yang
rusak. Ia insinyur. Ia bisa "
"Tanpa izinku kau minta putraku ikut campui urusan di pemintalan"" Roscoe
berusaha duduk "Ia sudah melepaskan haknya atas pemintalan Lancaser Gin
ketika ia pergi dari rumah dua belas tahun yang lalu. Aku tidak ingin ia ada di
pabrik, mendekatinya sekalipun. Kau mengerti, perempuan""
Keringat bercucuran di dahinya. Matanya membeliak karena marah.
Caroline takut melihat kemarahan Roscoe dan memikirkan nyawanya. "Roscoe,
tenanglah. Yang kulakukan hanya meminta Rink memeriksa mesin yang rusak.
Ia bukan ikut campur dalam bisnis di sana."
"Aku kenal anak itu. Ia akan mencari-cari kesalahan di sana, menasihatimu
tentang bagai-mana mengatur keuanganku." Roscoe menunjuk Caroline dengan
jari telunjuknya, dan berbicara dengan suara melengking, "Kau dengar,
dengarkan sebaik-baiknya. Kau tidak boleh memakai satu sen pun uang
pemintalan itu tanpa seizink
u." Caroline serasa ingin menepis jari telunjuk yang diarahkan kepadanya itu, yang
menuduhkan sesuatu tidak pada tempatnya. "Tidak akan pernah, Roscoe,"
jawab Caroline jujur. "Rink juga tidak pernah ada."
"Dan salah siapa itu""
Pertanyaan Caroline yang tidak cukup bijak-sana itu menggema di ruangan yang
steril dan berbalik menyerangnya. Beberapa menit lamanya Caroline merasa
tidak dapat bernapas, hanya mampu melirik tubuh suaminya yang tak berdaya,
yang sudah lemah, yang menyiratkan bahaya, seperti binatang jinak yang
terluka dan kini berusaha menghancurkan siapa pun yang mencoba
mendekatinya. Roscoe memperdengarkan tawa yang mengeri-kan, kemudian ambruk di atas
bantal. "Itukah yang dikatakan Rink padamu" Bahwa aku mengusirnya karena ia
mempermalukanku dengan menghamili anak gadis keluarga George""
Mata Caroline tertuju pada tangannya. Ujung jarinya terasa kaku, AC rumah
sakit hanyalah sebagian penyebabnya. Telapak tangannya basah karena
keringat. "Tidak. Kami tidak bicara soal itu," kata Caroline jujur.
"Hmm, supaya kau tidak mendapat informasi yang salah, sebaiknya kuluruskan.
Aku tidak menyuruh Rink meninggalkan rumah selama dua belas tahun. Tetapi
ia tahu aku marah sekali padanya, tetapi bukan karena ia menghamili gadis
itu." Roscoe tertawa terkekeh. "Aku sudah mengira ia bisa melakukan kenakalan
se-perti itu. Bagaimanapun ia anak laki-laki. Mereka akan menidurinya bila
dapat kesempatan, bukan""
Caroline membuang muka. Kata-kata Roscoe bak tombak yang dihunjamkan ke
tubuhnya. "Kurasa memang demikian."
Tawa Roscoe makin nyaring. "Percayalah pada-ku. Laki-laki akan melakukan
apa pun, mengata-kan apa saja, asal bisa menyusup ke balik rok perempuan.
Apalagi kalau gadis itu agak penurut.
Caroline memejamkan mata, ingin menghapus air matanya, ingin menghapus
kata-kata Roscoe, ingin menghapus perasaan malu yang menyergap dirinya.
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 057software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 057
http://ac-zzz.blogspot.com/
Caroline yang merasa sangat terkejut tidak segera dapat mengucapkan katakata
dari mulut nya. "Aku... aku memintanya memeriksa mesin pintal yang
rusak. Ia insinyur. Ia bisa "
"Tanpa izinku kau minta putraku ikut campui urusan di pemintalan"" Roscoe
berusaha duduk "Ia sudah melepaskan haknya atas pemintalan Lancaser Gin
ketika ia pergi dari rumah dua belas tahun yang lalu. Aku tidak ingin ia ada di
pabrik, mendekatinya sekalipun. Kau mengerti, perempuan""
Keringat bercucuran di dahinya. Matanya membeliak karena marah.
Caroline takut melihat kemarahan Roscoe dan memikirkan nyawanya. "Roscoe,
tenanglah. Yang kulakukan hanya meminta Rink memeriksa mesin yang rusak.
Ia bukan ikut campur dalam bisnis di sana."
"Aku kenal anak itu. Ia akan mencari-cari kesalahan di sana, menasihatimu
tentang bagai-mana mengatur keuanganku." Roscoe menunjuk Caroline dengan
jari telunjuknya, dan berbicara dengan suara melengking, "Kau dengar,
dengarkan sebaik-baiknya. Kau tidak boleh memakai satu sen pun uang
pemintalan itu tanpa seizinku."
Caroline serasa ingin menepis jari telunjuk yang diarahkan kepadanya itu, yang
menuduhkan sesuatu tidak pada tempatnya. "Tidak akan pernah, Roscoe,"
jawab Caroline jujur. "Rink juga tidak pernah ada."
"Dan salah siapa itu""
Pertanyaan Caroline yang tidak cukup bijak-sana itu menggema di ruangan yang
steril dan berbalik menyerangnya. Beberapa menit lamanya Caroline merasa
tidak dapat bernapas, hanya mampu melirik tubuh suaminya yang tak berdaya,
yang sudah lemah, yang menyiratkan bahaya, seperti binatang jinak yang
terluka dan kini berusaha menghancurkan siapa pun yang mencoba
mendekatinya. Roscoe memperdengarkan tawa yang mengeri-kan, kemudian ambruk di atas
bantal. "Itukah yang dikatakan Rink padamu" Bahwa aku mengusirnya karena ia
mempermalukanku dengan menghamili anak gadis keluarga George""
Mata Caroline tertuju pada tangannya. Ujung jarinya terasa kaku, AC rumah
sakit hanyalah sebagian penyebabnya. Telapak tangannya basah karena
keringat. "Tidak. Kami
tidak bicara soal itu," kata Caroline jujur.
"Hmm, supaya kau tidak mendapat informasi yang salah, sebaiknya kuluruskan.
Aku tidak menyuruh Rink meninggalkan rumah selama dua belas tahun. Tetapi
ia tahu aku marah sekali padanya, tetapi bukan karena ia menghamili gadis
itu." Roscoe tertawa terkekeh. "Aku sudah mengira ia bisa melakukan kenakalan
se-perti itu. Bagaimanapun ia anak laki-laki. Mereka akan menidurinya bila
dapat kesempatan, bukan""
Caroline membuang muka. Kata-kata Roscoe bak tombak yang dihunjamkan ke
tubuhnya. "Kurasa memang demikian."
Tawa Roscoe makin nyaring. "Percayalah pada-ku. Laki-laki akan melakukan
apa pun, mengata-kan apa saja, asal bisa menyusup ke balik rok perempuan.
Apalagi kalau gadis itu agak penurut.
Caroline memejamkan mata, ingin menghapus air matanya, ingin menghapus
kata-kata Roscoe, ingin menghapus perasaan malu yang menyergap dirinya.
http://ac-zzz.blogspot.com/
"Tentu mereka tidak suka tertangkap basah seperti yang dialami Rink. Ketika
Frank George datang menemuiku dan mengatakan Rink meng-hamili anak
gadisnya, Marilee, aku langsung mengatakan padanya Rink akan menikahi putrinya. Itu tindakan terhormat yang harus dilaku-kan, bukan""
"Ya." Sakit rasanya harus mengucapkan kata itu.
"Hmmm, tetapi anak bajingan itu berkata bukan ia yang menghamilinya. Benarbenar me-malukan. Bukan karena Rink tertangkap basah ketika membuka
celananya, tetapi ia tidak mau mengakui kecerobohannya. Kemudian Rink mengatakan padaku, bila aku memaksanya menikahi gadis itu, ia akan pergi dari
rumah dan takkan pernah kembali."
Roscoe menarik napas panjang, seakan ingatan akan peristiwa tersebut
menyakiti hatinya. "Aku harus melakukan apa yang menjadi kewajibanku,
bukan demikian, Caroline" Aku harus memaksa-nya menikahi gadis itu. Ia yang
memutuskan pergi dari rumah setelah itu, bukan aku. Maka-nya, tak perlu
Dalam Derai Hujan Bittersweet Rain Karya Sandra Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sengketa Tahta Leluhur 2 Pendekar Cambuk Naga 7 Dendam Darah Tua Walet Emas Perak 8
yang besar. Caroline mengamati Rink dengan teliti, begitu juga pria itu.
Caroline melihat tatapan Rink menjelajahi seluruh wajah, rambut, leher, dan
dadanya, dan hal itu membuat Caroline merasa tubuhnya panas dan seperti
dijalari perasaan nikmat yang aneh, yang mem-buat tubuhnya bagai melayang.
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 034
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 034
http://ac-zzz.blogspot.com/
Namun ada pe-rasaan berat yang menggelayuti bagian bawah tubuhnya.
Semacam hawa panas, yang tak pernah dirasakannya namun terasa nikmat;
perasaan ter-larang tetapi terasa menyenangkan, perasaan yang kini mulai
menjalari pembuluh nadinya.
Rink meletakkan ibu jarinya di bibir bawah Caroline, menelusuri bibir bawah
itu dengan jarinya yang berkuku terawat rapi. Caroline me-rasa seperti akan
mati kehabisan napas. Men-dadak ia merasa tidak bisa bernapas.
"Kau cantik sekali," kata Rink dengan suara parau.
"Terima kasih."
"Berapa usiamu""
"Lima belas." "Lima belas." Rink memaki pelan dan me-malingkan wajah dari Caroline.
Namun, seakan tak mampu mengendalikan dorongan hatinya, kembali ia
memandangi Caroline. "Aku memikir-kanmu sepanjang hari sejak bertemu
denganmu di hutan itu." Tangannya mengelus pipi Caroline sekarang, dan ibu
jarinya mengelus bibir bawah-nya.
"Begitukah""
"Mmm," Rink bergumam. "Sepanjang petang hanya kau yang ada dalam
benakku." "Aku juga memikirkanmu."
Pernyataan Caroline kelihatan menyenangkan hati Rink. Ia tersenyum sambil
memiringkan tubuh. "Apa yang kaupikirkan""
Pipi Caroline memerah, ia merasa lega ke-gelapan menyembunyikan wajahnya
yang merah padam karena disergap perasaan malu. Untuk menghindari tatapan
Rink, Caroline mengarahkan pandangannya ke leher Rink, ke bagian yang tak
tertutup kemeja. "Banyak hal," jawab Caroline dengan suara parau, sambil
mengangkat bahu, seakan yang dipikirkannya bukan hal pen-ting.
"Banyak hal"" Rink tersenyum. Namun itu hanya sekadar senyum sekilas, yang
tidak mampu mengalihkan tatapannya dari wajah Caroline. "Apakah kau
memikirkan...." Rink tampak men-cari kata-kata yang tepat.
"Bermesraan"" adalah kata yang muncul dalam benak Caroline. Itu yang
dipikirkan anak ingusan ketika kencan, bukan" Bukankah itu yang dibisik-kan di
kelompok gadis sebayanya, yang tidak pernah mengajaknya bergabung"
Namun ternyata bukan itu yang hendak diucapkan Rink. Ia berkata, "Apakah
kau memikirkan kita... bersama" Mungkin saling menyentuh""
"Menyentuh"" ulang Caroline dengan napas sesak.
"Berciuman""
Bibir Caroline membuka, tetapi tidak sepatah kata pun keluar dari bibirnya. Ia
tidak men-dengar suara apa-apa, kecuali debar jantungnya sendiri.
"Kau pernah dicium""
"Beberapa kali," jawab Caroline, berbohong. "Kau masih terlalu kecil," gumam
Rink, sambil menutup mata sejenak sebelum akhirnya mem-bukanya kembali.
"Apakah kau takut bila aku menciummu" Apakah aku boleh menciummu""
"Aku tidak takut padamu, Rink."
"Dan yang lain"" desak Rink lembut sambil mengelus rambut Caroline.
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, e book, komik, mp3, subtitle 035software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 035
http://ac-zzz.blogspot.com/
Namun ada pe-rasaan berat yang menggelayuti bagian bawah tubuhnya.
Semacam hawa panas, yang tak pernah dirasakannya namun terasa nikmat;
perasaan ter-larang tetapi terasa menyenangkan, perasaan yang kini mulai
menjalari pembuluh nadinya.
Rink meletakkan ibu jarinya di bibir bawah Caroline, menelusuri bibir bawah
itu dengan jarinya yang berkuku terawat rapi. Caroline me-rasa seperti akan
mati kehabisan napas. Men-dadak ia merasa tidak bisa bernapas.
"Kau cantik sekali," kata Rink dengan suara parau.
"Terima kasih."
"Berapa usiamu""
"Lima belas." "Lima belas." Rink memaki pelan dan me-malingkan wajah dari Caroline.
Namun, seakan tak mampu mengendalikan dorongan hatinya, kembali ia
memandangi Caroline. "Aku memikir-kanmu sepanjang hari sejak bertemu
denganmu di hutan itu." Tangannya mengelus pipi Caroline sekarang, dan ibu
jarinya mengelus bibir bawah-nya.
"Begitukah""
"Mmm," Rink bergumam. "Sepanjang petang hanya kau yang ada dalam
benakku." "Aku juga memikirkanmu."
Pernyataan Caroline kelihatan menyenangkan hati Rink. Ia tersenyum sambil
memiringkan tubuh. "Apa yang kaupikirkan""
Pipi Caroline memerah, ia merasa lega ke-gelapan menyembunyikan wajahnya
yang merah padam karena disergap perasaan malu. Untuk menghindari tatapan
Rink, Caroline mengarahkan pandangannya ke leher Rink, ke bagian yang tak
tertutup kemeja. "Banyak hal," jawab Caroline dengan suara parau, sambil
mengangkat bahu, seakan yang dipikirkannya bukan hal pen-ting.
"Banyak hal"" Rink tersenyum. Namun itu hanya sekadar senyum sekilas, yang
tidak mampu mengalihkan tatapannya dari wajah Caroline. "Apakah kau
memikirkan...." Rink tampak men-cari kata-kata yang tepat.
"Bermesraan"" adalah kata yang muncul dalam benak Caroline. Itu yang
dipikirkan anak ingusan ketika kencan, bukan" Bukankah itu yang dibisik-kan di
kelompok gadis sebayanya, yang tidak pernah mengajaknya bergabung"
Namun ternyata bukan itu yang hendak diucapkan Rink. Ia berkata, "Apakah
kau memikirkan kita... bersama" Mungkin saling menyentuh""
"Menyentuh"" ulang Caroline dengan napas sesak.
"Berciuman""
Bibir Caroline membuka, tetapi tidak sepatah kata pun keluar dari bibirnya. Ia
tidak men-dengar suara apa-apa, kecuali debar jantungnya sendiri.
"Kau pernah dicium""
"Beberapa kali," jawab Caroline, berbohong. "Kau masih terlalu kecil," gumam
Rink, sambil menutup mata sejenak sebelum akhirnya mem-bukanya kembali.
"Apakah kau takut bila aku menciummu" Apakah aku boleh menciummu""
"Aku tidak takut padamu, Rink."
"Dan yang lain"" desak Rink lembut sambil mengelus rambut Caroline.
http://ac-zzz.blogspot.com/
"Aku... kurasa aku ingin kau... menciumku." "Caroline..." bisik Rink sambil
bergerak men-dekat. Caroline merasakan napas Rink menerpa wajahnya dulu
dan ia memejamkan mata. Kemu-dian bibir Rink menyentuh bibirnya lembut,
tak bergerak, ragu-ragu. Ketika Caroline tidak menarik bibirnya, Rink
memiringkan kepala, lalu menekan lebih keras. Berkali-kali bibir Rink bertemu
bibir Caroline, mengecup sekilas-sekilas ciuman-ciuman kecil, yang malah
mem-buat Caroline terbakar keinginan menggebu yang muncul dari dalam
dirinya, sesuatu yang tickk ia ketahui namanya. Bahkan kalau ia menyebut-nya
sebagai "bermesraan" pun, istilah itu tidak tepat. Karena siapa pun bisa
melakukan hal itu, tetapi perasaan seperti ini bukanlah perasaan yang bisa
dialami setiap orang. Rink memegangi wajah Caroline dengan kedua tangannya dan menyentuhkan
bibirnya yang kali ini membuka di bibir Caroline. Caroline merasa-kan lidah
Rink yang basah setarikan napas jauh-nya dari bibirnya, kemudian lidah itu
mendarat di bibirnya, menjilatinya dengan lembut.
Rink mendesah lembut sebelum akhirnya lebih menekankan lidahnya ke
bibirnya. Mata Caroline membeliak karena terkejut. Badannya kaku. Na-mun,
kenikmatan yang dirasakannya karena apa yang dilakukan Rink mengalahkan
penolakan dirinya, bibirnya pun membuka. Lidah Rink menyelinap masuk di
antara bibirnya. Lidah itu
menyentuh ujung lidahnya, mengelus, menjilat, lalu
masuk makin jauh ke dalam mulutnya.
Ketika tangan Rink mendekap tubuhnya erat-erat, Caroline mencengkeram
kemeja bagian de-pan Rink. Caroline merasakan perasaannya tak karuan, ia
merasa tubuhnya limbung karena hal yang belum ia kenal terangsang.
Dorongan hen-dak merapatkan tubuhnya ke tubuh Rink begitu menggebu
sampai hampir tak dapat dikendalikan-nya. Ia menikmati tetapi sekaligus takut
pada hasrat yang dibangkitkan Rink dalam dirinya.
Rink mundur dengan penuh sesal, mencium bibir CaroUne yang basah dengan
lembut, kemu-dian menjauhkan diri. Dengan berat hati ia berusaha menjaga
jarak di antara mereka. Tangan-nya ditarik dari punggung Caroline, kembali
diletakkan di kedua pipi Caroline. Mata Caroline masih terpejam. Saat
membuka matanya yang berat, Caroline merasa sekujur tubuhnya seperti
disergap perasaan lemas. "Kau tidak apa-apa""
Kini, di lorong rumah sakit yang dingin ini, Caroline menjawab pertanyaan Rink
seperti dua belas tahun yang lalu, seperti peristiwa di malam yang sejuk itu
setelah mereka berciuman untuk pertama kalinya. "Ya, Rink, aku tidak apaapa." Rink juga tampaknya terperangkap dalam ke-nangan itu. Dipandanginya
Caroline beberapa saat, sebelum akhirnya buru-buru berbalik dan berkata,
"Sebaiknya kita segera berangkat."
Bab 4 IA cantik sekali." "Kau juga cantik."
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 036
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 036
http://ac-zzz.blogspot.com/
Tangan Laura Jane yang mengelus leher anak kuda itu terhenti, matanya yang
hitam teduh menatap Steve, yang bicara dengan suara sangat lembut. "Apa kau
sungguh-sungguh menganggap-ku cantik""
Ekspresi yang diperlihatkan Laura Jane mem-buat Steve memaki-maki dirinya
sendiri. Gadis itu terlalu rapuh, menelan bulat-bulat segalanya. Seharusnya ia
tidak mengungkapkan apa yang melintas dalam pikirannya. Perasaan Laura
Jane sangat halus, dan dapat hancur berkeping-keping dengan mudah.
Steve bangkit dari hamparan jerami yang me-nutupi lantai kandang kuda
dengan bertumpu pada satu kakinya yang utuh. "Kau sangat can-tik," ulang
Steve, menegaskan, lalu memalingkan wajah dari Laura Jane dan meninggalkan
kandang kuda. Mereka harus lebih sering menjaga jarak. Laura Jane tidak mengerti betapa
berada di dekatnya, wangi tubuhnya, kehangatan kulitnya yang lem-but, sangat
besar pengaruhnya pada diri Steve. Andai gadis itu tahu respons yang
dibangkitkan-nya dalam tubuhnya, tentu ia akan merasa takut dekat
dengannya. Steve menurunkan pelana kuda dari gan-tungannya di dinding. Rink
mengatakan padanya kemarin sore ia ingin berkuda pagi-pagi sekali, dan Steve
ingin menyiapkan keperluan berkuda-nya sebaik mungkin. Ia paham apa
sebabnya Rink menunjukkan sikap tidak suka padanya secara terang-terangan.
Rink bukan orang buta. Bukan pula orang yang berperasaan tumpul. Rink
menangkap kerinduan hatinya pada Laura Jane. Steve sadar, perasaan hatinya
pada Laura Jane sangat jelas terlihat, seterang papan iklan dengan lampulampu neon di sekelilingnya.
Steve tidak menyalahkan Rink yang menaruh curiga pada dirinya. Laura Jane
adik kandungnya, adik yang sangat istimewa, yang membutuhkan perhatian
khusus seumur hidup. Andai Steve punya saudara perempuan seperti Laura Jane
dalam hidupnya, ia pun akan melindunginya sebaik-baiknya seperti Rink.
Kendati demikian, ia tetap tidak bisa berhenti mencintai Laura, bukan" Ia tidak
fnencari cinta. Ia tidak mengira dirinya bisa mencintai seseorang. Namun
ternyata sekarang ia mencintai seseorang dan sangat merindukannya saat gadis
itu tidak berada di sisinya. Saat ini Laura Jane berdiri dekat sekali dengannya ketika ia
mengoleskan sabun pelana di pelana kudanya. Setiap kali tangannya menggosok
pelana dengan kain lap, ujung sikunya hampir menyentuh payudara Laura Jane.
Steve berusaha memusatkan perhatian pada pekerjaannya, bergulat mengusir
bayangan bagai-mana rasa payudara itu di telapak tangannya yang kasar atau
betapa halus kulit lehernya b
ila disentuh bibirnya. Laura Jane, yang kelihatan agak kecewa karena Steve tidak bicara lebih lanjut
perihal kecantikan-nya, mengelus-elus anak kuda sebagai ungkapan pamit lalu
mengikuti Steve. "Kakimu sakit""
Tanpa mengangkat muka, Steve menjawab, "Tidak. Kenapa"'
"Karena kulihat dahimu mengerenyit, seperti yang kerap kaulakukan bila
kakimu sakit." "Aku hanya berkonsentrasi pada pekerjaanku, itu saja."
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 037software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 037
http://ac-zzz.blogspot.com/
Tangan Laura Jane yang mengelus leher anak kuda itu terhenti, matanya yang
hitam teduh menatap Steve, yang bicara dengan suara sangat lembut. "Apa kau
sungguh-sungguh menganggap-ku cantik""
Ekspresi yang diperlihatkan Laura Jane mem-buat Steve memaki-maki dirinya
sendiri. Gadis itu terlalu rapuh, menelan bulat-bulat segalanya. Seharusnya ia
tidak mengungkapkan apa yang melintas dalam pikirannya. Perasaan Laura
Jane sangat halus, dan dapat hancur berkeping-keping dengan mudah.
Steve bangkit dari hamparan jerami yang me-nutupi lantai kandang kuda
dengan bertumpu pada satu kakinya yang utuh. "Kau sangat can-tik," ulang
Steve, menegaskan, lalu memalingkan wajah dari Laura Jane dan meninggalkan
kandang kuda. Mereka harus lebih sering menjaga jarak. Laura Jane tidak mengerti betapa
berada di dekatnya, wangi tubuhnya, kehangatan kulitnya yang lem-but, sangat
besar pengaruhnya pada diri Steve. Andai gadis itu tahu respons yang
dibangkitkan-nya dalam tubuhnya, tentu ia akan merasa takut dekat
dengannya. Steve menurunkan pelana kuda dari gan-tungannya di dinding. Rink
mengatakan padanya kemarin sore ia ingin berkuda pagi-pagi sekali, dan Steve
ingin menyiapkan keperluan berkuda-nya sebaik mungkin. Ia paham apa
sebabnya Rink menunjukkan sikap tidak suka padanya secara terang-terangan.
Rink bukan orang buta. Bukan pula orang yang berperasaan tumpul. Rink
menangkap kerinduan hatinya pada Laura Jane. Steve sadar, perasaan hatinya
pada Laura Jane sangat jelas terlihat, seterang papan iklan dengan lampulampu
neon di sekelilingnya. Steve tidak menyalahkan Rink yang menaruh curiga pada dirinya. Laura Jane
adik kandungnya, adik yang sangat istimewa, yang membutuhkan perhatian
khusus seumur hidup. Andai Steve punya saudara perempuan seperti Laura Jane
dalam hidupnya, ia pun akan melindunginya sebaik-baiknya seperti Rink.
Kendati demikian, ia tetap tidak bisa berhenti mencintai Laura, bukan" Ia tidak
fnencari cinta. Ia tidak mengira dirinya bisa mencintai seseorang. Namun
ternyata sekarang ia mencintai seseorang dan sangat merindukannya saat gadis
itu tidak berada di sisinya. Saat ini Laura Jane berdiri dekat sekali dengannya ketika ia
mengoleskan sabun pelana di pelana kudanya. Setiap kali tangannya menggosok
pelana dengan kain lap, ujung sikunya hampir menyentuh payudara Laura Jane.
Steve berusaha memusatkan perhatian pada pekerjaannya, bergulat mengusir
bayangan bagai-mana rasa payudara itu di telapak tangannya yang kasar atau
betapa halus kulit lehernya bila disentuh bibirnya.
Laura Jane, yang kelihatan agak kecewa karena Steve tidak bicara lebih lanjut
perihal kecantikan-nya, mengelus-elus anak kuda sebagai ungkapan pamit lalu
mengikuti Steve. "Kakimu sakit""
Tanpa mengangkat muka, Steve menjawab, "Tidak. Kenapa"'
"Karena kulihat dahimu mengerenyit, seperti yang kerap kaulakukan bila
kakimu sakit." "Aku hanya berkonsentrasi pada pekerjaanku, itu saja."
http://ac-zzz.blogspot.com/
Laura Jane mendekati Steve. "Kalau begitu aku bantu kau, Steve. Mari
kubantu." Steve menjauhkan diri dari Laura Jane, pura-pura hendak mengambil kain lap
yang lain. Darahnya bergejolak. Laura Jane begitu manis, sangat manis, tetapi
perasaan yang ditumbuhkan gadis itu dalam hatinya jauh dari manis. Berada di
Dalam Derai Hujan Bittersweet Rain Karya Sandra Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dekat Laura Jane membuat Steve seperti orang liar yang dibelenggu tapi
berada di dekat perawan yang akan dikorbankan. "Tidak. Kau tidak perlu
membantuku. Aku bisa menyelesaikannya dengan cepat."
"Kaupikir aku tidak bisa menger
jakan hal seperti ini, begitu" Memang, tak
seorang pun menganggap aku mampu mengerjakan sesuatu."
Steve mengangkat kepala seketika dan me-lemparkan kain lap. "Bukan begitu,
tentu saja aku yakin kau mampu."
Steve melihat kekecewaan di wajah Laura Jane, penderitaan di matanya yang
kelam dan bagai tak berdasar. Gadis itu menggeleng, rambutnya yang cokelat
lagi halus tergerai menyentuh bahu-nya. "Semua orang menganggap aku tolol
dan tidak berguna." "Laura Jane," ujar Steve dengan suara lirih, lalu meletakkan tangan di bahu
Laura. "Tidak pernah aku menganggapmu begitu."
"Lalu, mengapa kau tidak memperbolehkan aku membantumu""
"Karena ini pekerjaan yang kotor, aku tidak ingin kau terkena kotoran."
Seperti anak kecil yang minta penegasan, Laura Jane melirik Steve. "Hanya itu
alasannya" Sungguh""
"Sungguh." Seharusnya Steve menarik tangannya dari bahu Laura Jane, tetapi ia
membiarkan tangannya tetap di pundak gadis itu. Laura Jane agak menengadah
sehingga cahaya lampu kandang
yang kekuningan menimpa wajahnya. Wajah Laura Jane jadi kelihatan seperti
wajah malaikat, hanya saja matanya lebih berbinar-binar. Andai tidak
mengenal Laura Jane dengan baik, barang-kali Steve akan mengira binar-binar
mata gadis itu mengisyaratkan keinginan bermesraan.
"Aku tahu aku bukan perempuan cerdas. Te-tapi aku terampil dalam beberapa
hal." "Tentu saja, kau punya kelebihan." Oh, Tuhan! Bibir gadis itu begitu lembut,
agak basah, dan tampak kemerah-merahan ketika mengucapkan kata-kata
tersebut. Betapa ingin Steve mengecup-nya. Ingin mendekapnya erat-erat,
merapatkan tubuhnya lekat-lekat, merasakan kelembutan tu-buh yang indah itu
mendekap tubuhnya yang tinggi besar, penuh parut, dan tidak berbentuk.
Bersentuhan dengan tubuh Laura Jane bak mengoleskan obat penyembuh bagi
tubuhnya yang cedera, bagi jiwanya yang terluka.
"Banyak hal yang kuamati. Umpamanya, Rink, yang kutahu merasa tidak
bahagia. Ia memang tertawa dan berusaha kelihatan bahagia, tetapi sorot
matanya memancarkan kesedihan. Ia dan Caroline tidak pernah rukun. Apakah
kau me-nangkap hal itu""
"Ya." "Aku tidak mengerti apa sebabnya mereka begitu." Laura mengernyitkan dahi,
berpikir. "Atau barangkali mereka sebenarnya saling me-nyukai, tetapi
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 038
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 038
http://ac-zzz.blogspot.com/
berusaha menyembunyikan perasaan itu, supaya orang-orang tidak menganggap
mereka saling menyukai."
Steve tersenyum mendengar dugaan Laura Jane. Itu pula kesimpulan yang
diambilnya setelah makan siang bersama mereka hari itu. Keduanya siap
bertengkar atau berkasih-kasihan. Steve merasa sikap mereka cenderung pada
pi-lihan yang kedua. Steve mengelus dagu Laura Jane. "Mungkin dugaanmu
benar." Laura Jane tersenyum lalu merapatkan tubuh-nya ke Steve. "Menurutmu, aku
ini cerdas" Dan cantik""
Mata Steve yang hitam mengamati wajah Laura Jane. "Kau cantik."
"Kau juga tampan." Dengan jari-jarinya yang mulus, semulus porselen, Laura
Jane mengelus pipi Steve yang kasar, kemudian jari telunjuknya menelusuri
pipi Steve sampai ke ujung dagu.
Steve merasakan sentuhan tangan Laura Jane tidak sekadar pada wajahnya
saja. Sentuhan itu seperti arus listrik, mengalir sampai ke perutnya. Steve
menarik napas dalam-dalam, dan agak menjauhkan diri, menurunkan tangannya
dari bahu Laura Jane. "Jangan," cegah Steve tanpa bermaksud menyinggung
perasaan Laura Jane. Gadis itu langsung menjauhkan diri, seperti orang habis ditampar.
"Oh Tuhan, Laura Jane, maafkan aku. Maaf-kan." Steve menjulurkan tangan,
mengelus gadis itu untuk menghiburnya, tetapi ia tidak mampu
melakukan hal itu. Laura Jane menutup wajahnya dengan telapak tangan dan
menangis. "Tolong, jangan menangis."
"Aku memang orang yang menakutkan.' . "Menakutkan" Kau sama sekali tidak
menakut-kan." Tak pernah Steve merasa perasaannya ter-sayat-sayat seperti
saat ini. Apa beda dirinya dengan bajingan, bila ia menyentuh gadis lugu
seperti Laura Jane, meskipun ia juga
kesal bila tidak menyentuhnya.
Menunjukkan perasaan ka-sihnya pada Laura sama artinya dengan bunuh diri;
Rink akan membunuhnya bila mengetahui hal itu. Tapi bagaimana ia bisa tega
melukai hati Laura Jane dengan cara seperti ini, membuat Laura Jane merasa
ditolak, tidak dikasihi, tidak diinginkan" "Kau orang yang sangat baik," ucap
Steve. "Kau orang paling baik yang pernah ku-kenal."
"Tidak, aku tidak baik." Laura mengangkat wajahnya yang masih berlinang air
mata, menatap Steve. "Aku menyayangi Rink sepanjang hidup-ku. Kupikir, bila
ia pulang ke rumah lagi, semua-nya akan beres. Kuanggap ia orang paling kuat,
laki-laki paling baik di dunia. Tetapi ketika sudah di rumah, ternyata ia tidak
demikian." Laura Jane menjilat bibirnya. "Ternyata, kaulah pria itu." Payudara
Laura Jane yang tidak terlalu besar berguncang di balik baju musim panasnya.
Air mata masih terus menitik jatuh di pipinya. "Steve, aku lebih menyayangimu
ketimbang Rink!" Sebelum Steve sempat bereaksi, Laura Jane sudah menjatuhkan tubuhnya ke
tubuh Steve, mencium bibirnya, lalu lari keluar dari kandang kuda.
Steve merasakan jantungnya berdetak cepat, debarannya terasa sampai ke
gendang telinga. Ia merasa bahagia sekaligus sedih. Tuhan, apa yang harus ia
lakukan menghadapi hal seperti ini"
Tak ada. Jelas, tidak ada.
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 039software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 039
http://ac-zzz.blogspot.com/
berusaha menyembunyikan perasaan itu, supaya orang-orang tidak menganggap
mereka saling menyukai."
Steve tersenyum mendengar dugaan Laura Jane. Itu pula kesimpulan yang
diambilnya setelah makan siang bersama mereka hari itu. Keduanya siap
bertengkar atau berkasih-kasihan. Steve merasa sikap mereka cenderung pada
pi-lihan yang kedua. Steve mengelus dagu Laura Jane. "Mungkin dugaanmu
benar." Laura Jane tersenyum lalu merapatkan tubuh-nya ke Steve. "Menurutmu, aku
ini cerdas" Dan cantik""
Mata Steve yang hitam mengamati wajah Laura Jane. "Kau cantik."
"Kau juga tampan." Dengan jari-jarinya yang mulus, semulus porselen, Laura
Jane mengelus pipi Steve yang kasar, kemudian jari telunjuknya menelusuri
pipi Steve sampai ke ujung dagu.
Steve merasakan sentuhan tangan Laura Jane tidak sekadar pada wajahnya
saja. Sentuhan itu seperti arus listrik, mengalir sampai ke perutnya. Steve
menarik napas dalam-dalam, dan agak menjauhkan diri, menurunkan tangannya
dari bahu Laura Jane. "Jangan," cegah Steve tanpa bermaksud menyinggung
perasaan Laura Jane. Gadis itu langsung menjauhkan diri, seperti orang habis ditampar.
"Oh Tuhan, Laura Jane, maafkan aku. Maaf-kan." Steve menjulurkan tangan,
mengelus gadis itu untuk menghiburnya, tetapi ia tidak mampu
melakukan hal itu. Laura Jane menutup wajahnya dengan telapak tangan dan
menangis. "Tolong, jangan menangis."
"Aku memang orang yang menakutkan.' . "Menakutkan" Kau sama sekali tidak
menakut-kan." Tak pernah Steve merasa perasaannya ter-sayat-sayat seperti
saat ini. Apa beda dirinya dengan bajingan, bila ia menyentuh gadis lugu
seperti Laura Jane, meskipun ia juga kesal bila tidak menyentuhnya.
Menunjukkan perasaan ka-sihnya pada Laura sama artinya dengan bunuh diri;
Rink akan membunuhnya bila mengetahui hal itu. Tapi bagaimana ia bisa tega
melukai hati Laura Jane dengan cara seperti ini, membuat Laura Jane merasa
ditolak, tidak dikasihi, tidak diinginkan" "Kau orang yang sangat baik," ucap
Steve. "Kau orang paling baik yang pernah ku-kenal."
"Tidak, aku tidak baik." Laura mengangkat wajahnya yang masih berlinang air
mata, menatap Steve. "Aku menyayangi Rink sepanjang hidup-ku. Kupikir, bila
ia pulang ke rumah lagi, semua-nya akan beres. Kuanggap ia orang paling kuat,
laki-laki paling baik di dunia. Tetapi ketika sudah di rumah, ternyata ia tidak
demikian." Laura Jane menjilat bibirnya. "Ternyata, kaulah pria itu." Payudara
Laura Jane yang tidak terlalu besar berguncang di balik baju musim panasnya.
Air mata masih terus menitik jatuh di pipinya. "Steve, aku lebih menyayangimu
ketimbang Rink!" S ebelum Steve sempat bereaksi, Laura Jane sudah menjatuhkan tubuhnya ke
tubuh Steve, mencium bibirnya, lalu lari keluar dari kandang kuda.
Steve merasakan jantungnya berdetak cepat, debarannya terasa sampai ke
gendang telinga. Ia merasa bahagia sekaligus sedih. Tuhan, apa yang harus ia
lakukan menghadapi hal seperti ini"
Tak ada. Jelas, tidak ada.
http://ac-zzz.blogspot.com/
Steve mematikan lampu kandang kuda, lalu masuk ke tempat tinggalnya yang
terawat rapi tapi sepi, yang terletak di bagian belakang. Ia mengempaskan diri
di ranjangnya yang kecil, menutupi wajahnya dengan lengan. Ia tidak per-nah
merasa seputus asa ini sejak siuman di rumah sakit angkatan darat waktu itu
dan men-dapati ia akan pulang" dengan... salah satu kaki yang tinggal separo.
"Oh, maafkan aku, Rink. Aku tidak tahu kau ada di sini."
"Tidak apa-apa," jawabnya dalam keremangan.
"Ini kan rumahmu."
Caroline membiarkan pintu kawat kasa di belakangnya menutup dan duduk di
kursi go-yang. Ia menarik napas, menghirup dalam-dalam udara malam yang
sejuk. Ia memejamkan mata-nya yang letih sambil menyandarkan kepala pada
sandaran kursi goyang. "Ini rumahmu, Rink. Aku hanya tamu selama "
"Selama ayahku masih hidup."
"Ya." Rink tidak menanggapi. Ia terlalu letih untuk berargumentasi. "Kau tidak
kembali ke rumah sakit."
"Aku sudah menelepon. Akhirnya mereka me-nyuntiknya agar ia tidur. Kata
dokter, aku tidak perlu datang. Roscoe tidak mengenali siapa pun. Menurutku
akan lebih baik bila aku tinggal di rumah, banyak urusan pabrik yang harus diselesaikan. Sebentar lagi akan panen kapas, segala-nya harus dipersiapkan."
"Aku tidak suka berada di rumah sakit saat Roscoe sadar dan menyadari telah
kehilangan waktunya sehari."
Caroline mengelus dahinya seakan kepalanya sudah sakit akibat teriakan marah
yang akan dilontarkan Roscoe. "Aku juga."
"Seringkah ia memperlakukanmu seperti hari ini"
"Tidak. Tak pernah. Aku pernah melihat ia memarahi orang-orang. Diam-diam
aku menemui dan menenangkan mereka. Hari ini pertama kalinya aku menjadi
sasaran kemarahannya."
"Kalau begitu kau beruntung," kata Rink. "Ia selalu bersikap begitu pada ibuku,
selalu, bahkan hal kecil sekalipun bisa menyulut kemurkaannya. Keterlaluan"
Rink meninju lengan kursi "ada saat aku ingin sekali menghantam mulutnya
yang jahat itu sekuat-kuatnya. Bahkan ketika masih kecil pun, aku sangat
membencinya karena membuat ibuku tidak bahagia padahal ibuku sudah
memberikan segalanya padanya. Segalanya." Rink melirik Caroline. Caroline
mengira Rink malu karena kelihatan sangat emosional di ha-dapannya. "Mau
kubuatkan minum"" tanya Rink
pendek. "Tidak, terima kasih."
Rink menarik napas dalam kegelapan. "Maaf-kan, aku lupa. Kau tidak suka
minuman keraskan""
"Meski dibesarkan di rumaii Peter Dawson" Tidak," jawab Caroline sambil
tertawa kecil. "Aku tidak suka minuman beralkohol."
"Kalau begitu aku juga tidak minum." Rink bersandar di salah satu pegangan
kursi yang didudukinya dan meletakkan gelas di lantai.
"Jangan begitu. Aku tidak keberatan kau mi-num. Aku tahu kau bukan peminum
seperti ayahku." www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 040
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 040
http://ac-zzz.blogspot.com/
Komentar itu terlalu pribadi. Caroline menatap Rink kalau-kalau pria itu
menangkap sesuatu dalam kata-kata yang baru saja diucapkannya. Mata Rink
yang keemasan beradu pandang de-ngan mata Caroline dalam kegelapan yang
me-misahkan mereka. Caroline lebih dulu membuang muka.
"Kata Haney, ayahmu sudah meninggal," ujar Rink akhirnya. Ia sama sekali tidak
menyentuh gelas yang diletakkannya di lantai.
"Ya. Suatu pagi mereka menemukannya tewas di parit di tepi jalan tol.
Katanya, serangan jantung. Kurasa akhirnya ia berhasil juga me-racuni dirinya."
"Ibumu"" "Ia meninggal beberapa tahun yang lalu." Tak terlihat emosi apa pun terpancar
di mata Caroline, karena ia memandang jauh ke depan. Usia ibu Caroline belum
lagi lima puluh tahun. Tetapi ia bungkuk dan keriput ketika
akhirnya dengan penuh syukur meninggal karena letih dan putus asa.
Rink bangkit dari kursi, lalu duduk di anak tangga paling atas, yang lebih dekat
dengan tempat duduk Caroline. Sambil menyilangkan kaki, Rink memiringkan
tubuh dan bertumpu pada siku. Pundaknya menyentuh kerangka kursi goyang,
hampir menyentuh betis Caroline. "Coba ceritakan padaku, Caroline. Apa yang
terjadi setelah peristiwa musim panas itu, setelah aku pergi""
Betapa ingin Caroline menjulurkan tangan dan membelai rambut Rink,
menyibakkan ram-but hitam tebal itu dengan jemarinya. Tubuh Rink tinggi lagi
ramping, sifat maskulinnya tetap terpancar biarpun ia dalam keadaan diam.
"Aku menyelesaikan SMU-ku, dan dapat bea-siswa untuk melanjutkan ke
universitas." "Beasiswa" Bagaimana bisa"" Seketika Rink menoleh ke arah Caroline dan
kepalanya hampir saja mengenai tulang kering Caroline. Segera Rink mundur.
"Entahlah." Rink menegakkan tubuh dan memandang Caroline dengan tatapan mata penuh
tanda ta-nya. "Entahlah""
Caroline menggeleng. Ia tidak dapat memusat-kan pikiran. Pikirannya berserak
kacau balau bak daun-daun yang berguguran ditiup angin musim gugur ketika
disentuh Rink. Kini Rink duduk sambil bertekuk lutut, kedua tangannya
memeluk lutut. Jari-jari tangan kiri Rink yang tergantung seperti hendak
terjulur menyentuh kaki Caroline.
Rink menunggu penjelasan Caroline, sehingga Caroline terpaksa harus
memusatkan pikiran dan memberikan jawaban, membuatnya tergagap ke-tika
mulai menjawab. "Suatu hari, Kepala Sekolah memanggilku ke kantor. Itu
beberapa hari se-belum pengumuman kelulusan. Kepala Sekolah bilang aku
dapat beasiswa dari seseorang yang tidak mau disebutkan namanya. Orang itu
akan menanggung semua biaya kuliahku. Bahkan aku dapat uang tambahan lima
puluh dolar sebulan. Sampai hari ini aku tidak tahu siapa orang yang
memberikan beasiswa itu padaku."
"Ya, ampun," ujar Rink sambil menahan na-pas. Haney pernah menceritakan
padanya di salah satu suratnya yang biasanya berisi gosip, tentang "anak
perempuan Dawson" yang akan kuliah ("Kau barangkali tidak ingat padanya. Ia
beberapa tahun di bawahmu. Anak Peter Dawson. Begitulah, gadis itu ke kota
dan melan-jutkan sekolahnya, semua orang heran bagaimana ia mampu
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 041
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 041
http://ac-zzz.blogspot.com/
membiayai kuliahnya"). Lama sesudah itu Rink mendapat surat dari Laura Jane
("Daddy menceritakan padaku hari ini, ada gadis yang bernama Caroline Dawson
menikah dengan teman kuliahnya. Daddy bilang, dulu gadis itu tinggal di sini,
Dalam Derai Hujan Bittersweet Rain Karya Sandra Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
dan katanya kau mungkin me-ngenalnya").
"Setelah meraih gelar sarjana, aku kembali ke kota ini," lanjut Caroline.
"Pernikahanmu pasti tidak bertahan lama."
Tatapan mata Rink yang penuh selidik mem-bingungkan Caroline. "Pernikahan""
"Dengan teman kuliahmu."
Caroline menatap Rink, seakan Rink sudah linglung. "Aku tak mengerti arah
pembicaraan-mu, Rink. Pergi kencan pun aku tak pernah, apalagi menikah.
Agar bisa dapat beasiswa terus, aku harus mempertahankan nilai kuliahku ratarata B. Aku menghabiskan waktu dengan terus-menerus belajar. Bagaimana kau
bisa mengira aku sudah menikah""
Rink juga terkejut. Mungkinkah Laura Jane mengarang-ngarang cerita itu"
Tidak. Laura Jane tidak mengenal Caroline, setelah bekerja di peru-sahaan
Roscoe baru ia mengenalnya.
Roscoe. Sepintas kecurigaan menyelinap di benak Rink. Apa yang melintas di benaknya
terlalu mengeri-kan, bahkan untuk dipikirkan sekalipun. Tetapi bila berkaitan
dengan Roscoe... "Aku dengar kau menikah. Aku lupa siapa yang menyampai-kan kabar itu
padaku." "Siapa pun orang itu, ia keliru. Aku tidak pernah menikah selagi kuliah, aku
hanya menikah...." "Dengan ayahku."
Setelah terdiam lama, Caroline menceritakan apa yang terpendam dalam
hatinya selama ber-tahun-tahun. "Apa yang terjadi antara kau dan Marilee""
"Perang Dunia Ketiga, jawab Rink sambil tertawa. Caroline tidak memberi
tanggapan se-patah kata pun. Ia duduk de
ngan sikap tegang, jari-jarinya
bertaut. "Sejak awal sudah beran-takan. Ia tidak menginginkan bayi itu. Ia
man-faatkan kehamilannya untuk menjeratku agar menikahinya, dan setelah
Alyssa lahir, kami mengurus perceraian."
"Kau pernah melihat anak itu" Alyssa"" "Tidak. Tidak pernah," jawab Rink.
Ekspresi wajahnya sulit ditebak, tapi dari nada bicaranya jelas ia menutup
topik pembicaraan. Sikapnya itu menyakitkan hati Caroline, mengetahui Rink
tidak mencintai anaknya, anak satu-satunya. Bisa-bisanya ia punya perasaan
seperti itu" Bertahun-tahun setelah kenangan musim panas yang indah
tersebut, Caroline bermimpi punya anak dari Rink. Bayi itu akan jadi bukti
istimewa yang ditinggalkan Rink buat dirinya, bagian diri Rink untuk dicintai
karena Rink tak tinggal di kota itu lagi.
"Akhirnya kami bercerai perceraian yang me-makan waktu bertahun-tahun
dan aku lebih memusatkan perhatian pada bisnis penerbangan yang baru
kurintis." "Aku bangga padamu, Rink," komentar Caroline dengan lembut dan tulus,
membuat Rink menoleh. www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 042
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 042
http://ac-zzz.blogspot.com/
Senyumnya getir. "Ya, tapi aku kerja seperti orang gila supaya bisa mencapai
target. Itulah satu-satunya hal yang memenuhi benakku dan menghindarkan aku
memikirkan... hal-hal lain."
"Hal lain" Rumah""
Lama mata Rink tertuju pada Caroline. Sorot matanya tajam menusuk. "Ya,"
jawabnya pendek lalu berdiri. Dengan membelakangi Caroline, Rink
menyandarkan tubuhnya pada salah satu pilar rumah. "The Retreat. Laura Jane.
Daddy. Pabrik kapas. Winstonville kampung halamanku. Sebetulnya aku tidak
pernah ingin meninggalkan-nya."
"Kau mempunyai kehidupan baru di Atlanta...."
"Ya." Hanya itu yang dijawab Rink. Tepat sekali, ingin ia menambahkan. Dulu
rumahnya terlalu baru, terlalu mewah. Tidak punya karakter atau kelembutan.
Pesta-pestanya terlalu kasar.
Para perempuannya... Para perempuannya terlalu glamor, terlalu bergaya
kosmopolitan, penuh ke-pura-puraan. Ia bisa masuk ke balik topeng mereka dan
begitu juga sebaliknya. Hidup yang dijalaninya kini penuh kepalsuan. Bukan berarti ia tidak bangga
pada bisnis pener-bangan Air Dixie-nya. Ia bangga. Perusahaan penerbangan itu
jelas merupakan prestasi yang patut dibanggakan, karena untuk mencapai
sukses seperti sekarang dibutuhkan kerja keras bertahun-tahun.
Tetapi bukti kesuksesan tersebut tak punya arti apa-apa bagi dirinya. Akar
kehidupannya ada di sini, di kota ini, di tanah yang amat kaya ini, di rumah ini.
Kehidupan yang lainnya hanyalah kepalsuari. Ia tidak pernah memaafkan
ayahnya yang membuatnya kabur dari rumah ini. Tidak akan pernah.
Mendadak ia berbalik menghadap ke Caroline. "Mengapa kau menikahinya""
Caroline hampir takut melihat kemarahan yang terpancar di mata Rink. "Aku
tak mau mem-bicarakan kehidupan pribadiku bersama ayahmu denganmu,
Rink." "Aku tidak ingin tahu kehidupan pribadimu. Aku hanya bertanya, mengapa kau
menikahinya. Ia kan pantas menjadi kakekmu, ya ampun!" Rink maju,
mencondongkan badan ke dekat Caroline, kedua tangannya bertumpu pada pegangan kursi goyang, mengurung Caroline yang
berada di tengahnya. "Mengapa" Mengapa kau kembali ke kota ini setelah lulus
jadi sarjana" Tak ada gunanya kau tinggal di sini."
Caroline merasa lehernya kaku karena men-dongak agar bisa menatap Rink.
"Ibuku masih hidup. Aku kembali, dapat pekerjaan di bank, dan menabung
selama beberapa bulan agar bisa keluar dari rumah yang mirip kandang babi
itu, kemudian mengontrak rumah di kota. Aku ber-jumpa ayahmu di bank. Ia
sangat ramah padaku. Ketika ia menawarkan pekerjaan dipabrik pemintalan
kapasnya, aku terima. Ia melipat-gandakan gajiku, dibandingkan dengan gajiku
di bank, yang membuat aku bisa memakamkan ibuku dengan terhormat."
Napas Rink memburu, wajahnya memerah. Rambutnya yang hitam
bergelombang tergerai di dahinya. Sejak dulu kemejanya tidak pernah ia
kancing semuanya. Begitu juga sekali ini. Mata Caroline sejajar d
engan dadanya yang bi-dang. Rink sungguh pria sejati; ia tampak sangat jantan, sangat
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 043software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 043
http://ac-zzz.blogspot.com/
Senyumnya getir. "Ya, tapi aku kerja seperti orang gila supaya bisa mencapai
target. Itulah satu-satunya hal yang memenuhi benakku dan menghindarkan aku
memikirkan... hal-hal lain."
"Hal lain" Rumah""
Lama mata Rink tertuju pada Caroline. Sorot matanya tajam menusuk. "Ya,"
jawabnya pendek lalu berdiri. Dengan membelakangi Caroline, Rink
menyandarkan tubuhnya pada salah satu pilar rumah. "The Retreat. Laura Jane.
Daddy. Pabrik kapas. Winstonville kampung halamanku. Sebetulnya aku tidak
pernah ingin meninggalkan-nya."
"Kau mempunyai kehidupan baru di Atlanta...."
"Ya." Hanya itu yang dijawab Rink. Tepat sekali, ingin ia menambahkan. Dulu
rumahnya terlalu baru, terlalu mewah. Tidak punya karakter atau kelembutan.
Pesta-pestanya terlalu kasar.
Para perempuannya... Para perempuannya terlalu glamor, terlalu bergaya
kosmopolitan, penuh ke-pura-puraan. Ia bisa masuk ke balik topeng mereka dan
begitu juga sebaliknya. Hidup yang dijalaninya kini penuh kepalsuan. Bukan berarti ia tidak bangga
pada bisnis pener-bangan Air Dixie-nya. Ia bangga. Perusahaan penerbangan itu
jelas merupakan prestasi yang patut dibanggakan, karena untuk mencapai
sukses seperti sekarang dibutuhkan kerja keras bertahun-tahun.
Tetapi bukti kesuksesan tersebut tak punya arti apa-apa bagi dirinya. Akar
kehidupannya ada di sini, di kota ini, di tanah yang amat kaya ini, di rumah ini.
Kehidupan yang lainnya hanyalah kepalsuari. Ia tidak pernah memaafkan
ayahnya yang membuatnya kabur dari rumah ini. Tidak akan pernah.
Mendadak ia berbalik menghadap ke Caroline. "Mengapa kau menikahinya""
Caroline hampir takut melihat kemarahan yang terpancar di mata Rink. "Aku
tak mau mem-bicarakan kehidupan pribadiku bersama ayahmu denganmu,
Rink." "Aku tidak ingin tahu kehidupan pribadimu. Aku hanya bertanya, mengapa kau
menikahinya. Ia kan pantas menjadi kakekmu, ya ampun!" Rink maju,
mencondongkan badan ke dekat Caroline, kedua tangannya bertumpu pada pegangan
kursi goyang, mengurung Caroline yang
berada di tengahnya. "Mengapa" Mengapa kau kembali ke kota ini setelah lulus
jadi sarjana" Tak ada gunanya kau tinggal di sini."
Caroline merasa lehernya kaku karena men-dongak agar bisa menatap Rink.
"Ibuku masih hidup. Aku kembali, dapat pekerjaan di bank, dan menabung
selama beberapa bulan agar bisa keluar dari rumah yang mirip kandang babi
itu, kemudian mengontrak rumah di kota. Aku ber-jumpa ayahmu di bank. Ia
sangat ramah padaku. Ketika ia menawarkan pekerjaan dipabrik pemintalan
kapasnya, aku terima. Ia melipat-gandakan gajiku, dibandingkan dengan gajiku
di bank, yang membuat aku bisa memakamkan ibuku dengan terhormat."
Napas Rink memburu, wajahnya memerah. Rambutnya yang hitam
bergelombang tergerai di dahinya. Sejak dulu kemejanya tidak pernah ia
kancing semuanya. Begitu juga sekali ini. Mata Caroline sejajar dengan dadanya
yang bi-dang. Rink sungguh pria sejati; ia tampak sangat jantan, sangat
http://ac-zzz.blogspot.com/
menarik sekaligus berbahaya. Caroline ingin memejamkan mata supaya tidak
melihat semua daya tarik yang ada pada diri Rink.
"Setelah beberapa lama aku mulai datang ke The Retreat ini untuk bekerja di
sini, bukan di pemintalan kapas."
"Aku yakin kau pasti senang sekali, diundang ke The Retreat."
"Ya!" seru Caroline defensif. "Kau tahu betapa aku sangat menyukai rumah ini.
Untuk ukuran gadis lugu yang setiap hari harus berjalan kaki menembm hutan,
rumah ini seperti istam dakm dongeng. Aku tak menyangkal hal itu, Rink."
"Lanjutkan. Aku terpesona. Apakah ayahku seperti Pangeran Tampan dalam
dongeng kha-yalanmu""
"Sama sekali tidak. Jauh dari itu. Setelah ibuku meninggal, aku lebih banyak
menghabis-kan waktuku di sini. Ayahmu menyerahkan ham-pir semua urusan
bisnis padaku. Laura Jane dan aku menjadi sahabat. Roscoe yang mendukung
persahabatan kami, karena Laura tidak punya teman sebaya."
Tergesa-gesa Caroline membasahi bibir. Rink menatap gerakan lidah Caroline
dengan penuh gairah. "Segalanya berlangsung perlahan-lahan. Rasanya
hubungan kami sudah sewajarnya setelah aku banyak menghabiskan waktu di
rumah ini. Ketika ayahmu melamarku untuk menjadi istri-nya, aku mengiakan.
Ia bisa mewujudkan semua mimpiku, yang tak mungkin bisa kudapat de-ngan
cara lain." "Nama baru." "Ya." "Pakaian." "Ya." Uang. "Ya." "Rumah bagus." "Rumah yang selalu kudambakan."
"Untuk semua itukah kau jual dirimu pada ayahku"" bentak Rink.
"Dalam beberapa hal, kurasa demikian." Reaksi yang ditunjukkan Rink membuat
Caroline me-rasa dirinya seperti manusia tidak berharga. Na-mun ia berusaha
membela diri. "Aku ingin menjadi sahabat karib Laura Jane. Aku ingin menolong
ayahmu." "Jadi motivasinya pengorbanan."
"Tidak," kilah Caroline sambil menunduk. "Aku ingin tinggal di The Retreat. Aku
ingin orang menghormatiku karena aku istri Roscoe. Ya, aku menginginkan
semua itu. Aku dibesarkan di rumah gubuk, hidup susah setiap hari, mengenakan pakaian rombeng sementara gadis-gadis sebayaku memakai baju dan
rok cantik; aku harus bekerja sepulang sekolah setiap hari, juga di hari Minggu,
sementara para gadis lain bisa pergi ke Dairy Mart, nonton pertandingan football, sedangkan aku hanyalah anak pemabuk; kau takkan bisa memahami semua
itu, Rink Lancaster!"
Sambil menyebut nama Rink, Caroline ber-gerak hendak bangkit, tetapi Rink
bergeming dari tempatnya. Tubuh Caroline berhadapan de-ngan Rink. Rink
mencengkeram lengan Caroline. Napas keduanya memburu, keduanya seperti
habis berlari cepat. www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 044software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 044
http://ac-zzz.blogspot.com/
menarik sekaligus berbahaya. Caroline ingin memejamkan mata supaya tidak
melihat semua daya tarik yang ada pada diri Rink.
"Setelah beberapa lama aku mulai datang ke The Retreat ini untuk bekerja di
sini, bukan di pemintalan kapas."
"Aku yakin kau pasti senang sekali, diundang ke The Retreat."
"Ya!" seru Caroline defensif. "Kau tahu betapa aku sangat menyukai rumah ini.
Untuk ukuran gadis lugu yang setiap hari harus berjalan kaki menembm hutan,
rumah ini seperti istam dakm dongeng. Aku tak menyangkal hal itu, Rink."
"Lanjutkan. Aku terpesona. Apakah ayahku seperti Pangeran Tampan dalam
dongeng kha-yalanmu""
"Sama sekali tidak. Jauh dari itu. Setelah ibuku meninggal, aku lebih banyak
menghabis-kan waktuku di sini. Ayahmu menyerahkan ham-pir semua urusan
bisnis padaku. Laura Jane dan aku menjadi sahabat. Roscoe yang mendukung
persahabatan kami, karena Laura tidak punya teman sebaya."
Tergesa-gesa Caroline membasahi bibir. Rink menatap gerakan lidah Caroline
dengan penuh gairah. "Segalanya berlangsung perlahan-lahan. Rasanya
hubungan kami sudah sewajarnya setelah aku banyak menghabiskan waktu di
rumah ini. Ketika ayahmu melamarku untuk menjadi istri-nya, aku mengiakan.
Ia bisa mewujudkan semua mimpiku, yang tak mungkin bisa kudapat de-ngan
cara lain." "Nama baru." "Ya." "Pakaian." "Ya." Uang. "Ya." "Rumah bagus." "Rumah yang selalu kudambakan."
"Untuk semua itukah kau jual dirimu pada ayahku"" bentak Rink.
"Dalam beberapa hal, kurasa demikian." Reaksi yang ditunjukkan Rink membuat
Caroline me-rasa dirinya seperti manusia tidak berharga. Na-mun ia berusaha
membela diri. "Aku ingin menjadi sahabat karib Laura Jane. Aku ingin menolong
ayahmu." "Jadi motivasinya pengorbanan."
"Tidak," kilah Caroline sambil menunduk. "Aku ingin tinggal di The Retreat. Aku
ingin orang menghormatiku karena aku istri Roscoe. Ya, aku menginginkan
semua itu. Aku dibesarkan di rumah gubuk, hidup susah setiap hari, mengenakan
pakaian rombeng sementara gadis-gadis sebayaku memakai baju dan
rok cantik; aku harus bekerja sepulang sekolah setiap hari, juga di hari Minggu,
sementara para gadis lain bisa pergi ke Dairy Mart, nonton pertandingan football,
sedangkan aku hanyalah anak pemabuk; kau takkan bisa memahami semua
itu, Rink Lancaster!"
Sambil menyebut nama Rink, Caroline ber-gerak hendak bangkit, tetapi Rink
bergeming dari tempatnya. Tubuh Caroline berhadapan de-ngan Rink. Rink
mencengkeram lengan Caroline. Napas keduanya memburu, keduanya seperti
habis berlari cepat. http://ac-zzz.blogspot.com/
Caroline tidak mau mengangkat kepalanya dan menatap Rink. Bila berbuat
begitu, ia tidak tahu apa yang harus dilakukannya selanjutnya. Maka
pandangannya hanya diarahkannya sampai ke bagian lekukan tenggorokan Rink
yang berbentuk V, mengamati denyut nadinya yang cepat. Caroline merasakan
tubuh bagian bawahnya ber-getar; lemas karena gairah. Bibirriya gemetar
ketika mengucapkan kata-kata, "Tolonglah, biarkan aku lewat, Rink, kumohon."
Rink tidak memedulikan permintaan Caroline. Ia malah membenamkan
wajahnya di leher Caroline. Seperti orang yang tak berdaya, Caroline
menengadahkan leher. Bibir Rink menciumi leher-nya, di bagian depan, di
bagian belakang, mening-galkan uap basah yang diembuskan napasnya, yang
menggelitik dan menggairahkan Caroline.
"Meski tahu kau istri ayahku, tahu alasan kau menikahinya, mengapa aku tetap
menginginkan dirimu"" Dengan gerakan makin liar karena di-penuhi perasaan
putus asa, Rink menciumi sisi lain leher Caroline. Caroline mendongakkan kepala, membiarkan Rink menciuminya.
Dalam Derai Hujan Bittersweet Rain Karya Sandra Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Dengan lemah Caroline melawan respons diri-nya sendiri, "Tidak, tidak, Rink,
jangan." "Aku sangat merindukanmu sampai sakit rasa-nya." Rink terus menciumi leher
Caroline dengan penuh gairah. Bahkan giginya menggigit-gigit kecil. "Aku
menginginkanmu. Mengapa, mengapa kau orangnya, mengapa""
Caroline mengerang. "Oh, Tuhan, kumohon...." gumamnya sambil menarik
napas. Yang paling diinginkan Caroline saat itu, lebih dari-pada apa pun, adalah
memasrahkan diri pada Rink. Ia membutuhkan Rink sebagaimana Rink
membutuhkannya, untuk menggantikan tahun-tahun penuh kepedihan yang
harus mereka jalani. Dalam beberapa menit yang sangat berharga itu, mereka
ingin melupakan segalanya, kecuali diri mereka berdua.
Namun hal itu tak mungkin dilakukan. Ke-sadaran akan hal yang tak mungkin
itu memberi-kan kekuatan bagi Caroline untuk menahan letupan emosinya dan
kembali bergulat untuk menjauhkan diri dari Rink.
Secepat tangannya memeluk Caroline, secepat itu pula Rink melepaskan
cengkeraman dan men-jatuhkan tangannya di kedua sisi badannya. Ia
melangkah mundur, napasnya memburu dan ce-pat. Buru-buru Caroline
berjalan ke pintu depan. "Caroline." Panggilannya menghentikan lang-kah Caroline dan seperti perintah
yang menyu-ruhnya membalikkan badan. "Aku selalu sulit menerima hal-hal
yang tidak kusukai. Aku tidak berhak melukaimu dengan cara itu. Seharusnya
aku tidak ikut campur."
Sosok Rink menjadi kabur karena air mata yang merebak di matanya. Caroline
mengerti, betapa Rink mengorbankan keangkuhan dirinya untuk mengatakan
hal itu. Caroline melempar senyum lembut, senyum yang penuh makna, yang
artinya tak mungkin diungkapkan dengan kata-kata. "Betulkah begitu, Rink""
ujar Caroline tenang. Kemudian ia masuk dan menaiki anak tangga menuju
lantai dua. Caroline, berbaring di ranjang dengan pakaian lengkap karena malas mengganti
pakaian, me-natap langit-langit. Merenung. Ia tidak tahu apakah esok ia
berharap bertemu Rink lagi atau tidak. Tetapi Rink ada di rumah....
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 045
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 045
http://ac-zzz.blogspot.com/
"Hai." "Sedang apa di sini""
"Memancing." Rink memiringkan kepala ke arah tangkai yang mencuat di
permukaan lumpur di tepi sungai. Tali pancing tampak bergetar di dalam air.
Rink memang tidak terlalu serius memancing. "Kau lebih awal daripada
kemarin." Wajah Caroline memerah, ia memalingkan wajah dari pria dengan senyum yang
amat me-nawan itu. Ketika keluar rumah setengah jam lebih awal, Caroline
mengatakan pada dirinya bahwa alasan kepergiannya bukanlah karena kemungkinan Rink ada di hutan dan ia akan punya waktu untuk bercengkerama
bersama pria itu . Caroline berusaha tampil sebaik-baiknya, memakai rok dan
blus yang terbaik, menyisir rapi rambutnya setelah ia mencucinya sampai kulit
kepalanya terasa geli, memeriksa kuku-kuku tangannya.
la harus lari dalam kegelapan hutan menuju rumah setelah turun dari mobil
Rink kemarin malam. Rink menciumnya. Setelah itu Rink bersikap lembut
padanya, menanyakan apakah ia baik-baik saja. Namun ia tidak mengira akan
berjumpa lagi dengan Rink.
Ternyata sekarang Rink ada di sini, duduk di bawah pohon willow dengan
mengenakan celana jins pendek dan kaus tanpa lengan; kelihatan sangat
percaya diri dan tampan seperti bintang film. Otot-otot tangan dan kakinya
yang atletis tampak menonjol. Bulu-bulu halus di tangan dan kaki Rink
memesona Caroline, tetapi setelah memandanginya beberapa saat, perutnya
terasa seperti diaduk-aduk.
"Aku minta Haney, yang mengurus rumah kami, membuatkan beberapa potong
sandwich. Kau suka daging kalkun asap""
"Entahlah. Aku belum pernah mencobanya."
"Hmm, sekarang kau akan mencobanya," kata Rink sambil tersenyum. Ia
menggelar tikar di rumput dan meminta Caroline duduk. Kemudian ia membuka
keranjang dan menyodorkan se-potong sandwich yang dibungkus plastik pada
Caroline. Mereka mengobrol sambil makan.
"Apakah kau akan mulai kerja di pemintalan kapas" Omong-omong, daging
kalkun ini enak juga."
"Aku senang kau menyukainya." Rink bersan-dar di batang pohon sambil
mengunyah. "Kurasa begitulah," jawabnya sambil menerawang. "Bila Daddy dan
aku bisa sepakat dalam beberapa hal." Caroline ingin menanyakan hal apa saja,
tetapi tidak jadi. Ia tidak mau Rink berpikir ia ikut campur urusan Rink.
Namun Rink meliriknya, dan melihat sikapnya yang mendengarkan dengan
saksama, ia melanjut-kan, "Kau tahu, ayahku tidak ingin menambah-kan modal
ke pemintalan agar mendapat untung lebih banyak. Ia sudah puas dengan apa
yang didapatnya dari pemintalan sekarang. Padahal banyak cara yang bisa
dilakukan untuk mening-katkan, memperbarui, menjadikan tempat bekerja
yang lebih nyaman buat para karyawan. Aku belum berhasil meyakinkannya
bahwa bila ia menambahkan modal lagi ke pabriknya itu seka-rang, nantinya ia
akan memanen hasilnya dalam jangka waktu panjang."
"Mungkin kau harus mengalah dalam beberapa hal pada awalnya."
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 046
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 046
http://ac-zzz.blogspot.com/
"Mungkin juga," jawab Rink, ragu-ragu. Ia memasukkan tangan ke keranjang,
mengeluarkan sekaleng minuman dingin. Ia mengedipkan mata pada Caroline.
"Aku ingin sekali minum bir dingin, tetapi takut tertangkap basah meminum-nya
bersama gadis di bawah umur seperti dirimu. Aku bisa dipenjara."
Andai tertangkap basah, mereka jelas takkan mencemaskan apa yang sedang
mereka minum, keduanya menyadari hal itu. Mereka selesai makan siang dan
dengan rapi Caroline membantu Rink memasukkan makanan yang tersisa ke
keranjang. Caroline bersandar di batang pohon, menggantikan Rink. Rink
berbaring di samping-nya sambil menopang kepalanya dengan tangan. Ia
memandangi Caroline. "Apa yang sedang kaupikirkan"" tanyanya.
Caroline bertemu pandang dengannya. "Ibumu."
"Ibu"" Nada terkejut dalam suara Rink tak bisa disembunyikannya.
"Aku ikut sedih mendengarnya sudah mening-gal, Rink. Ia perempuan yang
sangat baik." "Kapan kau bertemu ibuku""
"Tidak pernah, tetapi ia sesekali ke Woolworth. Aku selalu menganggap ia
perempuan yang... yang paling rapi yang pernah kukenal."
Rink tertawa. "Ya, memang. Aku tidak pernah melihat ibuku dalam keadaan
tidak rapi." "Ia juga cantik, dan selalu berpakaian indah." Ekspresi Caroline raelembut. "Ia
meninggal ka-rena apa, Rink""
Rink mengamati tepi rok Caroline, jarinya menelusuri sulaman pada pinggir rok
itu. "Patah hati," jawab Rink pelan.
Caroline melihat kepedihan di wajah Rink, membuat perasaan Caroline
tersentuh. Ingin ia merebahkan kepala Rink di dadanya, menghibur-nya,
mengelus rambutnya. "Bagaimana bisa orang yang tinggal di rumah seperti
rumahmu pa tah hati"" Rink tidak menanggapi pertanyaan Caroline, ia malah balik bertanya. "Kau suka
The Retreat"" Mata Caroline berbinar. "Itu rumah paling indah di dunia," jawab
Caroline kagum dan Rink tertawa. Caroline memerah. "Yah, paling tidak, itu
rumah paling indah yang pernah kulihat."
Rink kelihatan terkejut. "Kau pernah masuk""
"Oh, tidak, tidak pernah. Tetapi aku sering melewati rumah itu. Aku suka
berdiri meman-danginya. Aku bersedia melakukan apa pun un-tuk bisa tinggal
di rumah seperti itu." Mata Caroline menerawang jauh. "Kau mungkin ber-pikir
aku sinting." Rink menggeleng. "Aku juga suka The Retreat. Aku juga tidak pernah bosan
memandanginya. Suatu hari nanti kuundang kau ke rumah."
Mereka berdua tahu Rink tidak akan melaku-kannya, dan selama beberapa saat
kemudian mereka tidak sanggup berpandangan. Akhirnya Caroline berkata,
"Adik perempuanmu cantik sekali. Aku pernah melihatnya dengan ibumu
beberapa kali." "Namanya Laura Jane."
"Aku tak pernah melihatnya di sekolah. Apakah ia pergi ke sekolah khusus""
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 047software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 047
http://ac-zzz.blogspot.com/
"Mungkin juga," jawab Rink, ragu-ragu. Ia memasukkan tangan ke keranjang,
mengeluarkan sekaleng minuman dingin. Ia mengedipkan mata pada Caroline.
"Aku ingin sekali minum bir dingin, tetapi takut tertangkap basah meminum-nya
bersama gadis di bawah umur seperti dirimu. Aku bisa dipenjara."
Andai tertangkap basah, mereka jelas takkan mencemaskan apa yang sedang
mereka minum, keduanya menyadari hal itu. Mereka selesai makan siang dan
dengan rapi Caroline membantu Rink memasukkan makanan yang tersisa ke
keranjang. Caroline bersandar di batang pohon, menggantikan Rink. Rink
berbaring di samping-nya sambil menopang kepalanya dengan tangan. Ia
memandangi Caroline. "Apa yang sedang kaupikirkan"" tanyanya.
Caroline bertemu pandang dengannya. "Ibumu."
"Ibu"" Nada terkejut dalam suara Rink tak bisa disembunyikannya.
"Aku ikut sedih mendengarnya sudah mening-gal, Rink. Ia perempuan yang
sangat baik." "Kapan kau bertemu ibuku""
"Tidak pernah, tetapi ia sesekali ke Woolworth. Aku selalu menganggap ia
perempuan yang... yang paling rapi yang pernah kukenal."
Rink tertawa. "Ya, memang. Aku tidak pernah melihat ibuku dalam keadaan
tidak rapi." "Ia juga cantik, dan selalu berpakaian indah." Ekspresi Caroline raelembut. "Ia
meninggal ka-rena apa, Rink""
Rink mengamati tepi rok Caroline, jarinya menelusuri sulaman pada pinggir rok
itu. "Patah hati," jawab Rink pelan.
Caroline melihat kepedihan di wajah Rink, membuat perasaan Caroline
tersentuh. Ingin ia merebahkan kepala Rink di dadanya, menghibur-nya,
mengelus rambutnya. "Bagaimana bisa orang yang tinggal di rumah seperti
rumahmu patah hati""
Rink tidak menanggapi pertanyaan Caroline, ia malah balik bertanya. "Kau suka
The Retreat"" Mata Caroline berbinar. "Itu rumah paling indah di dunia," jawab
Caroline kagum dan Rink tertawa. Caroline memerah. "Yah, paling tidak, itu
rumah paling indah yang pernah kulihat."
Rink kelihatan terkejut. "Kau pernah masuk""
"Oh, tidak, tidak pernah. Tetapi aku sering melewati rumah itu. Aku suka
berdiri meman-danginya. Aku bersedia melakukan apa pun un-tuk bisa tinggal
di rumah seperti itu." Mata Caroline menerawang jauh. "Kau mungkin ber-pikir
aku sinting." Rink menggeleng. "Aku juga suka The Retreat. Aku juga tidak pernah bosan
memandanginya. Suatu hari nanti kuundang kau ke rumah."
Mereka berdua tahu Rink tidak akan melaku-kannya, dan selama beberapa saat
kemudian mereka tidak sanggup berpandangan. Akhirnya Caroline berkata,
"Adik perempuanmu cantik sekali. Aku pernah melihatnya dengan ibumu
beberapa kali." "Namanya Laura Jane."
"Aku tak pernah melihatnya di sekolah. Apakah ia pergi ke sekolah khusus""
http://ac-zzz.blogspot.com/
Rink mematahkan sebatang rumput dan meng-gigiti batangnya. Giginya rata
dan putih sekali. "Ia bersekolah di Sekolah Luar Biasa. Ia tidak sepenuhnya
terbelakang, tetapi perkembangan otaknya l
ambat. Ia tidak bisa belajar
secepat anak yang lain."
Pipi Caroline terasa panas. "Aku... aku minta maaf... aku tidak bermaksud...."
"Hai," ujar Rink sambil menarik tangan Caroline. "Tidak apa-apa. Laura Jane
gadis yang menakjubkan. Aku sangat mencintainya."
"Beruntung sekali ia punya kakak laki-laki seperti dirimu."
Kembali Rink menopang kepalanya dengan tangan dan melemparkan pandangan
nakal pada Caroline. Sinar matahari menimpa lentik bulu matanya yang hitam.
"Begitukah""
"Ya." Keduanya hanya saling pandang ketika tak ada kata-kata lagi yang perlu
diucapkan. Mata Rink tertuju pada tangan Caroline yang diletak-kan di
pahanya. Diambilnya, dibalik dan diamati-nya garis-garis tangan pada telapak
tangan itu. Telunjuk Rink menelusuri tangan Caroline mulai dari telapak sampai
ke lekukan tangan yang paling sensitif. Sentuhan tangan Rink membuat sekujur
tubuh Caroline menggelenyar. Dadanya bergemuruh tak menentu. Ia heran
merasakan payudaranya tiba-tiba menegang.
"Aku harus pergi," katanya dengan napas memburu.
"Aku tidak ingin kau pergi," sahut Rink de-ngan suara parau. Tatapannya
perlahan bertemu pandangan Caroline. "Aku berharap kita berdua bisa seharian
di sini, seperti ini, mengobrol."
"Aku yakin kau punya ba-nyak teman untuk mengobrol. Mereka bisa ngobrol
denganmu, kan""
"Mereka sangat suka bicara," jawab Rink. "Tak ada yang suka mendengarkan,
hanya men-dengarkan, seperti yang kaulakukan, Caroline."
Sambil memandang Caroline dengan bola matanya yang keemasan, perlahan
Rink berdiri. Tangannya menepis rambut Caroline ke belakang leher yang
jenjang. Ditariknya Caroline merapat ke tubuhnya. Caroline tidak menolak
sedikit pun sampai akhirnya bibir Rink menyentuh bibirnya. Kedua terhanyut,
saling mendesah nikmat. Bihk Rink. sama lembutnya dengan malam kemarin, tetapi karena Caroline
memberi respons, Rink jadi langsung bergairah. Ciumannya makin lama makin
panas. Caroline hanyut dalam arus hasrat menggebu Rink. Jiwanya menggelora tidak
menentu, ter-perangkap dalam gairah, keharuman tubuh, sen-tuhan tubuh Rink
pada tubuhnya. Menit berikut-nya, Caroline berbaring tertindih paha Rink yang
telanjang, sementara Rink membungkuk di atas tubuh Caroline. Lidahnya
menjelajahi mulut Caroline dengan penuh gairah sementara jari-jari Caroline
mencengkeram rambut Rink.
Rink mengangkat kepalanya, terengah-engah, lalu kembali menghujani Caroiine
dengan ciuman hangat. "Caroline, jangan pasrah, katakan jangan. Jangan
biarkan aku melakukannya." Rink me-narik kerah blus Caroline ke bahunya, lalu
me-nyelipkan tangannya ke balik blus itu. Kulit Caroline terasa hangat dan
halus tersentuh te-lapak tangannya. Ia mempermainkan tali bra Caroline. Ujung
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 048software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 048
http://ac-zzz.blogspot.com/
Rink mematahkan sebatang rumput dan meng-gigiti batangnya. Giginya rata
dan putih sekali. "Ia bersekolah di Sekolah Luar Biasa. Ia tidak sepenuhnya
terbelakang, tetapi perkembangan otaknya lambat. Ia tidak bisa belajar
secepat anak yang lain."
Pipi Caroline terasa panas. "Aku... aku minta maaf... aku tidak bermaksud...."
"Hai," ujar Rink sambil menarik tangan Caroline. "Tidak apa-apa. Laura Jane
gadis yang menakjubkan. Aku sangat mencintainya."
"Beruntung sekali ia punya kakak laki-laki seperti dirimu."
Kembali Rink menopang kepalanya dengan tangan dan melemparkan pandangan
nakal pada Caroline. Sinar matahari menimpa lentik bulu matanya yang hitam.
"Begitukah""
"Ya." Keduanya hanya saling pandang ketika tak ada kata-kata lagi yang perlu
diucapkan. Mata Rink tertuju pada tangan Caroline yang diletak-kan di
pahanya. Diambilnya, dibalik dan diamati-nya garis-garis tangan pada telapak
tangan itu. Telunjuk Rink menelusuri tangan Caroline mulai dari telapak sampai
ke lekukan tangan yang paling sensitif. Sentuhan tangan Rink membuat sekujur
tubuh Caroline menggelenyar. Dadanya bergemuruh tak menentu. Ia heran
merasakan payudaranya tiba-tiba menegang.
Dalam Derai Hujan Bittersweet Rain Karya Sandra Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Aku harus pergi," katanya denga
n napas memburu. "Aku tidak ingin kau pergi," sahut Rink de-ngan suara parau. Tatapannya
perlahan bertemu pandangan Caroline. "Aku berharap kita berdua bisa seharian
di sini, seperti ini, mengobrol."
"Aku yakin kau punya ba-nyak teman untuk mengobrol. Mereka bisa ngobrol
denganmu, kan""
"Mereka sangat suka bicara," jawab Rink. "Tak ada yang suka mendengarkan,
hanya men-dengarkan, seperti yang kaulakukan, Caroline."
Sambil memandang Caroline dengan bola matanya yang keemasan, perlahan
Rink berdiri. Tangannya menepis rambut Caroline ke belakang leher yang
jenjang. Ditariknya Caroline merapat ke tubuhnya. Caroline tidak menolak
sedikit pun sampai akhirnya bibir Rink menyentuh bibirnya. Kedua terhanyut,
saling mendesah nikmat. Bihk Rink. sama lembutnya dengan malam kemarin, tetapi karena Caroline
memberi respons, Rink jadi langsung bergairah. Ciumannya makin lama makin
panas. Caroline hanyut dalam arus hasrat menggebu Rink. Jiwanya menggelora tidak
menentu, ter-perangkap dalam gairah, keharuman tubuh, sen-tuhan tubuh Rink
pada tubuhnya. Menit berikut-nya, Caroline berbaring tertindih paha Rink yang
telanjang, sementara Rink membungkuk di atas tubuh Caroline. Lidahnya
menjelajahi mulut Caroline dengan penuh gairah sementara jari-jari Caroline
mencengkeram rambut Rink.
Rink mengangkat kepalanya, terengah-engah, lalu kembali menghujani Caroiine
dengan ciuman hangat. "Caroline, jangan pasrah, katakan jangan. Jangan
biarkan aku melakukannya." Rink me-narik kerah blus Caroline ke bahunya, lalu
me-nyelipkan tangannya ke balik blus itu. Kulit Caroline terasa hangat dan
halus tersentuh te-lapak tangannya. Ia mempermainkan tali bra Caroline. Ujung
http://ac-zzz.blogspot.com/
jarinya mengelus dada Caroline, dan ia mendesah. "Kau masih di bawah umur.
Masih anak-anak. Tuhan, tolong. Kau belum cukup umur untuk tahu lebih jauh,
tetapi aku boleh. Kita bermain api, Sayang. Hentikan aku. Tolonglah." Kembali
Rink menciumi Caroline, lama.
Keresahan merayapi perasaan Caroline. Kakinya bergerak-gerak meronta.
Dadanya berdebar-debar, ia ingin menutupinya dengan tangannya. Dengan
tangan Rink. Caroline melingkarkan tangannya di leher Rink.
Namun Rink menarik tubuhnya, menarik na-pas, memejamkan mata rapatrapat. "Tidak boleh diteruskan, Caroline. Kalau tidak kita hentikan, segalanya
akan tak terkendali. Kau mengerti apa yang kumaksud""
Seperti orang tolol, Caroline mengangguk, ber-harap Rink kembali
memeluknya, menciuminya lagi, menyentuh tubuhnya di bagian yang dirasakannya membengkak dan hangat.
Rink membantu Caroline berdiri. Caroline bergelayut di badan Rink dan pria itu
mendekap-nya erat-erat, membelai punggungnya, membisik-kan kata-kata
manis di balik rambutnya. Tanpa malu-malu, lengan Caroline memeluk
pinggang Rink. Ketika laki-laki tersebut menjauhkan tubuh Caroline darinya,
senyumnya tampak getir. "Aku takkan pernah memaafkan diriku bila kau
dipecat dari pekerjaanmu," bisik Rink.
"Oh, ya ampun!" ujar Caroline, sambil me-mukul-mukulkan telapak tangan ke
pipinya yang memerah. "Jam berapa sekarang""
"Kau masih punya waktu bila pergi sekarang."
"Sampai jumpa," kata Caroline sambil me-masukkan blusnya kembali ke rok dan
meng-gelengkan kepala untuk merapikan rambutnya.
Rink menggenggam tangannya. "Aku tidak bisa menjemputmu nanti malam."
"Aku juga tidak berharap begitu, Rink," jawab Caroline polos.
"Aku ingin, tetapi ada yang harus kulakukan nanti malam."
"Tidak apa-apa. Sungguh." Caroline mulai melangkah. "Terima kasih untuk
makan siang-nya." Sambil berbalik, ia menghilang di balik pepohonan. Rink
mengejarnya. "Caroline!" Rink memanggilnya dengan nada penuh wibawa, membuat Caroline
menghentikan larinya dan berbalik.
"Ya"" "Aku tunggu kau besok. Di sini. Oke""
Ekspresi Caroline yang berseri-seri bersaing dengan kecerahan sinar matahari
ketika ia ter-senyum pada Rink. "Ya," jawabnya sambil ter-tawa. "Ya... ya...
ya...." Rink menemui Caroline keesokan harinya, sehari setelah itu dan hari-hari
selanjutnya, hampir setiap hari dalam beberapa minggu berturut-turut. Bila
sempat, Rink menje mput Caroline dari tempat kerja dan mengantarnya sampai
ke dekat rumah. Caroline memiringkan tubuh dan memandang bulan yang memancarkan
sinarnya di antara dahan pepohonan di luar jendela. Betapa membahagiakannya hari-hari itu. Ia hidup dalam kegembiraan, hari-hari penuh
ciuman, sekaligus kesedihan karena ia menginginkan sesuatu yang lebih
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 049software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 049
http://ac-zzz.blogspot.com/
jarinya mengelus dada Caroline, dan ia mendesah. "Kau masih di bawah umur.
Masih anak-anak. Tuhan, tolong. Kau belum cukup umur untuk tahu lebih jauh,
tetapi aku boleh. Kita bermain api, Sayang. Hentikan aku. Tolonglah." Kembali
Rink menciumi Caroline, lama.
Keresahan merayapi perasaan Caroline. Kakinya bergerak-gerak meronta.
Dadanya berdebar-debar, ia ingin menutupinya dengan tangannya. Dengan
tangan Rink. Caroline melingkarkan tangannya di leher Rink.
Namun Rink menarik tubuhnya, menarik na-pas, memejamkan mata rapatrapat.
"Tidak boleh diteruskan, Caroline. Kalau tidak kita hentikan, segalanya
akan tak terkendali. Kau mengerti apa yang kumaksud""
Seperti orang tolol, Caroline mengangguk, ber-harap Rink kembali
memeluknya, menciuminya lagi, menyentuh tubuhnya di bagian yang dirasakannya
membengkak dan hangat. Rink membantu Caroline berdiri. Caroline bergelayut di badan Rink dan pria itu
mendekap-nya erat-erat, membelai punggungnya, membisik-kan kata-kata
manis di balik rambutnya. Tanpa malu-malu, lengan Caroline memeluk
pinggang Rink. Ketika laki-laki tersebut menjauhkan tubuh Caroline darinya,
senyumnya tampak getir. "Aku takkan pernah memaafkan diriku bila kau
dipecat dari pekerjaanmu," bisik Rink.
"Oh, ya ampun!" ujar Caroline, sambil me-mukul-mukulkan telapak tangan ke
pipinya yang memerah. "Jam berapa sekarang""
"Kau masih punya waktu bila pergi sekarang."
"Sampai jumpa," kata Caroline sambil me-masukkan blusnya kembali ke rok dan
meng-gelengkan kepala untuk merapikan rambutnya.
Rink menggenggam tangannya. "Aku tidak bisa menjemputmu nanti malam."
"Aku juga tidak berharap begitu, Rink," jawab Caroline polos.
"Aku ingin, tetapi ada yang harus kulakukan nanti malam."
"Tidak apa-apa. Sungguh." Caroline mulai melangkah. "Terima kasih untuk
makan siang-nya." Sambil berbalik, ia menghilang di balik pepohonan. Rink
mengejarnya. "Caroline!" Rink memanggilnya dengan nada penuh wibawa, membuat Caroline
menghentikan larinya dan berbalik.
"Ya"" "Aku tunggu kau besok. Di sini. Oke""
Ekspresi Caroline yang berseri-seri bersaing dengan kecerahan sinar matahari
ketika ia ter-senyum pada Rink. "Ya," jawabnya sambil ter-tawa. "Ya... ya...
ya...." Rink menemui Caroline keesokan harinya, sehari setelah itu dan hari-hari
selanjutnya, hampir setiap hari dalam beberapa minggu berturut-turut. Bila
sempat, Rink menjemput Caroline dari tempat kerja dan mengantarnya sampai
ke dekat rumah. Caroline memiringkan tubuh dan memandang bulan yang memancarkan
sinarnya di antara dahan pepohonan di luar jendela. Betapa membahagiakannya
hari-hari itu. Ia hidup dalam kegembiraan, hari-hari penuh
ciuman, sekaligus kesedihan karena ia menginginkan sesuatu yang lebih
http://ac-zzz.blogspot.com/
daripada ciuman. Rink mengutarakan niat-nya menempuh masa depan bersama
Caroline. Caroline juga menceritakan semua rahasia pri-badinya. Mereka samasama mengungkapkan ra-hasia yang tak pernah diketahui orang lain.
Setiap jam yang mereka curi untuk dilewati bersama sangat membahagiakan,
sebagian di-karenakan sinar matahari musim panas yang hangat. Karena suatu
hari ketika mereka bertemu, turun hujan.
Itulah hari yang paling indah daripada hari-hari yang mereka lewati bersama.
Caroline tersedu-sedan, dibiarkannya air mata membasahi pipinya. Ia berdoa
memohon ampun tetapi tak yakin doanya dikabulkan. Karena ia ingin menangis
untuk Roscoe, suaminya, tetapi air mata yang menitik turun malah untuk Rink,
kekasihnya. Bab 5 CAROLINE bangun lebih lambat daripada yang diinginkannya. Ia memakai
mantel dan tu -run ke dapur untuk mengambil secangkir kopi sebelum mulai
bekerja di perpustakaan. Haney bersenandung sambil mencuci piring. Ia tidak
suka memakai mesin pencuci piring." "Selamat pagi. Kau kelihatan senang
sekali." "Rink sarapan banyak," jawab Haney dengan wajah berseri-seri.
Caroline tersenyum. Cara Haney menyebut nama Rink seperti menyebut nama
anak laki-laki berusia empat tahun. "Ia sudah bangun dan pergi
"Ya." Haney mengiakan sambil mengarahkan pandangan ke pintu belakang.
Caroline melang-kah ke pintu belakang sambil menghirup kopi. Tampak Rink
berdiri di samping salah satu kuda terbaik milik keluarga Lancaster, berbicara
dengan Steve. Caroline melihat Rink melompat naik ke atas pelana, kakinya
yang panjang teren-tang di badan kuda, dan ia membetulkan letak kakinya
yang memakai sepatu boot di sanggurdi. Kuda jantan itu berjingkrak-jingkrak
sebelum Rink menarik tali kendali kuat-kuat. Kuda ter-sebut memberi respons
seketika. Setelah meng-ucapkan terima kasih kepada Steve, Rink dan kudanya
berpacu menuju tanah lapang yang mengarah ke jalan raya.
Caroline memandanginya sejauh matanya mampu memandang. Rambut Rink
yang hitam berkilat di bawah sinar matahari pagi. Otot paha dan punggungnya
tampak menonjol ketika tanpa kesulitan ia melompati pagar dan menga-rahkan
kudanya ke pepohonan. Waktu Caroline membalikkan badan, Haney memandanginya dengan sorot mata
penuh ingin tahu. Caroline yang gugup memegang teng-gorokannya. "Aku harus
menelepon beberapa orang, aku akan ke perpustakaan," gumam Caroline
sebelum meninggalkan dapur dengan tergesa-gesa. Ia memang tidak mampu
menahan diri untuk tidak hanyut bersama Rink, tetapi ia harus sangat berhatihati jangan sampai ada yang menyadari sikapnya itu.
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 050software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 050
http://ac-zzz.blogspot.com/
daripada ciuman. Rink mengutarakan niat-nya menempuh masa depan bersama
Caroline. Caroline juga menceritakan semua rahasia pri-badinya. Mereka samasama
mengungkapkan ra-hasia yang tak pernah diketahui orang lain.
Setiap jam yang mereka curi untuk dilewati bersama sangat membahagiakan,
sebagian di-karenakan sinar matahari musim panas yang hangat. Karena suatu
hari ketika mereka bertemu, turun hujan.
Itulah hari yang paling indah daripada hari-hari yang mereka lewati bersama.
Caroline tersedu-sedan, dibiarkannya air mata membasahi pipinya. Ia berdoa
memohon ampun tetapi tak yakin doanya dikabulkan. Karena ia ingin menangis
untuk Roscoe, suaminya, tetapi air mata yang menitik turun malah untuk Rink,
kekasihnya. Bab 5 CAROLINE bangun lebih lambat daripada yang diinginkannya. Ia memakai
mantel dan tu-run ke dapur untuk mengambil secangkir kopi sebelum mulai
bekerja di perpustakaan. Haney bersenandung sambil mencuci piring. Ia tidak
suka memakai mesin pencuci piring." "Selamat pagi. Kau kelihatan senang
sekali." "Rink sarapan banyak," jawab Haney dengan wajah berseri-seri.
Caroline tersenyum. Cara Haney menyebut nama Rink seperti menyebut nama
anak laki-laki berusia empat tahun. "Ia sudah bangun dan pergi
"Ya." Haney mengiakan sambil mengarahkan pandangan ke pintu belakang.
Caroline melang-kah ke pintu belakang sambil menghirup kopi. Tampak Rink
berdiri di samping salah satu kuda terbaik milik keluarga Lancaster, berbicara
dengan Steve. Caroline melihat Rink melompat naik ke atas pelana, kakinya
yang panjang teren-tang di badan kuda, dan ia membetulkan letak kakinya
yang memakai sepatu boot di sanggurdi. Kuda jantan itu berjingkrak-jingkrak
sebelum Rink menarik tali kendali kuat-kuat. Kuda ter-sebut memberi respons
seketika. Setelah meng-ucapkan terima kasih kepada Steve, Rink dan kudanya
berpacu menuju tanah lapang yang mengarah ke jalan raya.
Caroline memandanginya sejauh matanya mampu memandang. Rambut Rink
yang hitam berkilat di bawah sinar matahari pagi. Otot paha dan punggungnya
tampak menonjol ketika tanpa kesulitan ia melompati pagar dan menga-rahkan
kudanya ke pepohonan. Waktu Caroline membalikkan badan,
Haney memandanginya dengan sorot mata
penuh ingin tahu. Caroline yang gugup memegang teng-gorokannya. "Aku harus
menelepon beberapa orang, aku akan ke perpustakaan," gumam Caroline
sebelum meninggalkan dapur dengan tergesa-gesa. Ia memang tidak mampu
menahan diri untuk tidak hanyut bersama Rink, tetapi ia harus sangat berhatihati
jangan sampai ada yang menyadari sikapnya itu.
http://ac-zzz.blogspot.com/
Perawat rumah sakit yang bertugas jaga tidak banyak memberikan informasi
baru ketika Caroline meneleponnya. "Ia belum bangun. Ia tidur nyenyak hampir
semalaman. Ia bangun sekali, tapi segera kami beri obat penenang."
"Terima kasih," katanya sebelum memutus hubungan telepon dan memutar
nomor telepon Granger. "Apakah ada hal yang harus kulakukan tetapi belum
kuselesaikan"" tanyanya pada penga-cara itu. "Bukannya aku mau lancang, ikut
campur soal kesepakatan kerja maupun urusan pribadi Roscoe, aku hanya ingin
membantu se-batas yang aku mampu."
"Aku tidak pernah menganggapmu lancang," kata Granger lembut. "Lagi pula itu
hakmu untuk memerhatikannya."
"Aku bukan memikirkan diriku. Aku hanya ingin kepastian segala yang
menyangkut Laura Jane sudah diatur dengan baik. Juga Rink, tentu saja.
Pengacara itu terdiam. Caroline tahu ia tengah mengingatkan dirinya akan
kerahasiaan dalam profesinya. "Aku tidak tahu semua keinginan Roscoe,
Caroline. Sumpah, aku tidak tahu. Ia membuat surat wasiat baru beberapa
tahun lalu, tetapi ia meminta aku mengurusnya. Aku yakin akan ada beberapa
pasal yang ia buat untukmu. Aku rasa tidak akan ada kejutan."
Caroline juga sangat berharap demikian, tetapi ia tidak mengungkapkan
kecemasannya kalau-kalau ada kejutan. Setelah selesai bertukar pikiran
tentang beberapa masalah bisnis, mereka saling mengucapkan selamat tinggal.
Begitu diletakkan, telepon itu langsung ber-dering. "Halo""
"Miz Lancaster""
Suara hiruk-pikuk yang terdengar di telepon jelas menunjukkan telepon itu
datang dari pabrik pemintalan kapas. "Ya."
"Saya Barnes. Ingat mesin pintal yang pernafi saya ceritakan beberapa hari lalu"
Pagi ini suara mesinnya berisik sekali, karena itu kami matikan."
Caroline mengusap dahinya. Kerusakan sema-cam ini tidak boleh terjadi, sebab
sekarang sedang musim panen kapas. Mesin itu digunakan untulc memisahkan
kapas dari bijinya. Meski hanya satu mesin yang rusak pada masa panen,
mereka bisa kehilangan berjam-jam masa produksi.
"Aku segera ke sana," jawab Caroline cepat.
Buru-buru Caroline menghabiskan sisa kopinya yang sudah dingin, lalu lari naik
ke lantai dua. Setengah jam kemudian, ia sudah mandi dan berpakaian rapi;
mengenakan rok dari bahan poplin dan blus dari bahan rajut berkerah. Ia
memakai sepatu berhak rendah. Rambutnya di-ekor kuda, dililit pita warna
cerah. Caroline tidak pernah memakai baju mewah ke pabrik pemintalan
kapas. Alasannya, tidak praktis. Alasan lainnya, ia ingin para pekerjanya
menganggap dirinya bagian dari mereka, bukan sekadar istri si bos.
Ia pamit pada Haney, menjelaskan ke mana ia akan pergi. Kemudian ia
mengambil dompet, lalu lari ke pintu depan. Rink baru saja menarik kudanya.
Ketika melihat Caroline, Rink me-nyerahkan kudanya pada Steve yang
menunggu-nya, lalu lari menghampiri Caroline.
"Mau ke mana, terburu-buru" Ke rumah sakit""
Dari ekspresi wajahnya, Caroline tahu Rink mengira ketergesa-gesaannya
karena kondisi ayah-nya yang memburuk. Kendati keduanya tidak pernah
rukun, batin Caroline, Rink peduli juga pada ayahnya dan tidak suka melihatnya
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 051
www.diduniadownload.blogspot.com
Dalam Derai Hujan Bittersweet Rain Karya Sandra Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 051
http://ac-zzz.blogspot.com/
menang-gung penderitaan. Cepat-cepat Caroline me-nenangkannya, "Tidak.
Aku menelepon ke rumah sakit tadi pagi. Roscoe belum bangun, tetapi mereka
bilang sepanjang malam ia tenang. Aku mau ke pabrik pemintalan kapas."
"Ada masalah""
"Ya. Dengan salah satu mesin."
Rink mengangguk. "Parah""
"Kukira, mungkin. Mandor terpaksa harus me-matikannya." Caroline melihat
Rink berpikir ke-ras dan sebelum mempertimbangkan lebih jauh, ia berkata,
"Mau temani aku ke sana, Rink"" Pandangan mata Rink beralih ke Caroline,
mem-buat Caroline harus menelan ludah. "Barangkali, bila kau melihatnya, kau
tahu apa masalahnya. Aku butuh bantuanmu. Kalau minta bantuan orang lain,
ia mungkin saja akan menarik ke-untuiigan dalam situasi seperti ini."
Rink menatap Caroline begitu lama dan tajam,
membuat Caroline berpikir pria itu akan menolak
ajakannya. Kemudian Rink mengulurkan tangan.
"Aku yang mengemudi."
Caroline meletakkan kunci mobil Lincoln ke telapak tangan Rink, lalu berlari ke
mobil, mengambil sisi yang berlawanan. Cara Rink me-ngemudikan mobil sama
seperti ia mengerjakan pekerjaan lainnya, agresif. Terdengar suara ban mobil
mencicit nyaring ketika dibelokkan, kerikil beterbangan dan debu mengepul.
"Mesin ini sering mogok"" tanya Rink pada Caroline.
"Beberapa kali, ya." "Baru-baru ini""
"Ya." Caroline berharap mereka bisa terus bercakap-cakap. Dekat dengan Rink
mengacaukan pe-rasaannya. Aroma tubuh Rink bak udara pagi yang
menyegarkan, seperti angin, seperti bau kuda, wewangian, dan aroma laki-laki.
Gambaran Rink yang duduk di kuda muncul kembali dalam benaknya.
Masih segar dalam ingatannya, Rink yang. datang ke tempat pertemuan mereka
dengan I berkuda. Caroline merasa tubuhnya menciut me-1 lihat kuda yang
demikian besar. Rink tertawa melihat ia gugup dan memaksanya naik kuda
bersamanya. Dengan enteng Rink mengangkat tubuh Caroline ke punggung
kuda. Untunglah hari itu Caroline memakai rok lebar sehingga ia bisa duduk
mengangkang. Bahkan sampai saat ini Caroline masih ingat bagaimana rasanya bulu-bulu kuda
itu menyen-tuh pahanya yang telanjang, perut Rink yang menyentuh pinggulnya
ketika pria itu duduk di belakangnya, gerakan naik-turun paha Rink yang
menyentuh pahanya, kekokohan lengannya yang memegang tali kendali ketika
mengajaknya ber-keliling. Tubuh Rink terasa hangat dan agak basah karena
keringat. Rink meletakkan dagunya di rambutnya. Bahkan ia masih bisa
merasakan napas Rink di pipinya, di kelopak matanya. Ia mencium bau yang
sama hari ini seperti dua belas tahun lalu.
Tidak banyak yang ia ingat ketika menunggang kuda di bawah pepohonan
pendek yang rindang; yang ia ingat hanyalah dadanya yang berdebar-debar
ketika Rink meletakkan tangannya di ba-wah dadanya. Ia ingat, saat itu tak ada
yang ia takutkan kecuali khawatir Rink tidak suka ketika pria itu menyenggol
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 052software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 052
http://ac-zzz.blogspot.com/
menang-gung penderitaan. Cepat-cepat Caroline me-nenangkannya, "Tidak.
Aku menelepon ke rumah sakit tadi pagi. Roscoe belum bangun, tetapi mereka
bilang sepanjang malam ia tenang. Aku mau ke pabrik pemintalan kapas."
"Ada masalah""
"Ya. Dengan salah satu mesin."
Rink mengangguk. "Parah""
"Kukira, mungkin. Mandor terpaksa harus me-matikannya." Caroline melihat
Rink berpikir ke-ras dan sebelum mempertimbangkan lebih jauh, ia berkata,
"Mau temani aku ke sana, Rink"" Pandangan mata Rink beralih ke Caroline,
mem-buat Caroline harus menelan ludah. "Barangkali, bila kau melihatnya, kau
tahu apa masalahnya. Aku butuh bantuanmu. Kalau minta bantuan orang lain,
ia mungkin saja akan menarik ke-untuiigan dalam situasi seperti ini."
Rink menatap Caroline begitu lama dan tajam,
membuat Caroline berpikir pria itu akan menolak
ajakannya. Kemudian Rink mengulurkan tangan.
"Aku yang mengemudi."
Caroline meletakkan kunci mobil Lincoln ke telapak tangan Rink, lalu berlari ke
mobil, mengambil sisi yang berlawanan. Cara Rink me-ngemudikan mobil sama
seperti ia mengerjakan pekerjaan lainnya, agresif. Terdengar suara ban mobil
mencicit nyaring ketika dibelokkan, kerikil beterbangan dan debu mengepul.
"Mesin ini sering mogok"" tanya Rink pada Caroline.
"Beberapa kali, ya." "
Baru-baru ini""
"Ya." Caroline berharap mereka bisa terus bercakap-cakap. Dekat dengan Rink
mengacaukan pe-rasaannya. Aroma tubuh Rink bak udara pagi yang
menyegarkan, s eperti angin, seperti bau kuda, wewangian, dan aroma laki-laki.
Gambaran Rink yang duduk di kuda muncul kembali dalam benaknya.
Masih segar dalam ingatannya, Rink yang. datang ke tempat pertemuan mereka
dengan I berkuda. Caroline merasa tubuhnya menciut me-1 lihat kuda yang
demikian besar. Rink tertawa melihat ia gugup dan memaksanya naik kuda
bersamanya. Dengan enteng Rink mengangkat tubuh Caroline ke punggung
kuda. Untunglah hari itu Caroline memakai rok lebar sehingga ia bisa duduk
mengangkang. Bahkan sampai saat ini Caroline masih ingat bagaimana rasanya bulu-bulu kuda
itu menyen-tuh pahanya yang telanjang, perut Rink yang menyentuh pinggulnya
ketika pria itu duduk di belakangnya, gerakan naik-turun paha Rink yang
menyentuh pahanya, kekokohan lengannya yang memegang tali kendali ketika
mengajaknya ber-keliling. Tubuh Rink terasa hangat dan agak basah karena
keringat. Rink meletakkan dagunya di rambutnya. Bahkan ia masih bisa
merasakan napas Rink di pipinya, di kelopak matanya. Ia mencium bau yang
sama hari ini seperti dua belas tahun lalu.
Tidak banyak yang ia ingat ketika menunggang kuda di bawah pepohonan
pendek yang rindang; yang ia ingat hanyalah dadanya yang berdebar-debar
ketika Rink meletakkan tangannya di ba-wah dadanya. Ia ingat, saat itu tak ada
yang ia takutkan kecuali khawatir Rink tidak suka ketika pria itu menyenggol
http://ac-zzz.blogspot.com/
payudaranya. Ia tidak mam-pu membeli pakaian daJam cantik berenda seperti
yang dipakai gadis-gadis sebayanya. Branya hanya bra biasa, berwarna putih,
sekadar fungsional dan tak menarik. Caroline ingin merasa lembut, memikat,
dan seksi di tangan Rink. Ia takut ia tidak terasa seperti itu.
Kini ia mengamati tangan Rink yang me-nu-gang kemudi. Tangan yang indah.
Berwarna gelap dan kokoh, ramping dan terawat. Kukunya dipotong pendek.
Bulu-bulu hitam halus tumbuh pada buku-buku tangan, punggung tangan, dan
pergelangan tangan. "Ayo kubantu turun," kata Rink, sambil meng-ulurkan tangan kepada Caroline.
Caroline menurunkan kakinya dari punggung kuda, tubuhnya agak dimiringkan
dan tangannya di pundak Rink. Tangan Rink memegang lengan bagian bawahnya
ketika Caroline perlahan turun dari punggung kuda. Namun, kendati kaki
Caroline sudah menyentuh tanah, Rink tidak melepaskan genggamannya,
tangannya menyeng-gol payudara Caroline. Saat itu Rink mendesah-kan
namanya. "Caroline. Caroline."
Caroline tersentak, panggilan Rink bukan ha-nya ada dalam angan-angannya
tetapi betulbetul terjadi.
"Ada apa"" Ia menatap Rink, kecemasannya tak dapat disembunyikan. Matanya
bagai ber-kabut dan sendu, teringat ciuman yang me-mabukkan yang pernah
mereka lakukan. Dadanya naik-turun dengan cepat, seperti yang terjadi pada
hari itu ketika tangan Rink menggenggam payudaranya, memijatnya perlahan,
mengusapnya sampai payudaranya menegang.
Rink menatap Caroline penuh keheranan. "Aku bertanya apakah ada tempat
parkir khusus untukmu." "Oh. Y-ya. Dekat pintu. Ada tandanya." Rink mengarahkan mobil ke tempat
yang bertuliskan nama Caroline di aspal dan memati-kan mesin mobil. Setelah
itu Caroline kembali melihat Rink menghunjamkan tatapan heran lagi. "Sudah
siap masuk"" Rink seperti tidak yakin Caroline siap.
Caroline merasa harus segera menjauhkan diri dari mobil, dari kenangan manis
itu. Hampir meneriakkan kata ya, ia membuka pintu mobil dan hampir terjatuh
karena terburu-buru men-jauh dari mobil.
Suara hiruk pikuk dan debu yang mengepul di pabrik pemintalan kapas adalah
sambutan selamat datang yang sudah akrab. Caroline melangkah masuk
bersama Rink menuju kantor ayahnya.
Rink melihat tak banyak yang berubah. Para pekerja yang datang mengerumuni
mereka adalah orang-orang yang sudah dikenalnya.
"Barnes!" serunya. "Masih di sini""
"Sampai mati." Ia menggenggam tangan Rink. "Senang berjumpa lagi denganmu,
Nak." Yang lain pun menyalami Rink dengan gem-bira. Rink menanyakan kabar
keluarga mereka, mengingat nama-nama yang mungkin sudah di-lupakan orang
lain. Namun orang-orang ini su-dah seperti keluarga Rink. Mereka bagian dari
dirinya bak darah yang memberi kehidupan se-lama hidupnya.
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 053
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 053
http://ac-zzz.blogspot.com/
"Apa masalahnya"" tanya Rink pada Barnes, sambil berjalan ke mesin
pemintalan yang rusak di deretan mesin.
"Tua, umumnya," jawab mandor itu resah. "sudah terlalu tua, Rink. Tak tahu
apakah masih bisa dipakai. Terutama kalau panen tahun ini sebaik tahun lalu.
Harus dihidupkan siang dan malam."
Rink menjumput kapas yang mencuat keluar dari mesin dan mengelusnya
dengan jari-jarinya. Ada serpihan daun dan pasir terselip di antara seratseratnya. Barnes dan Caroline menghindari pandangan mata Rink ketika
memerhatikan ka-pas itu dengan saksama. "Kualitas apa kapas ini""
"Menengah," jawab Caroline, akhirnya, ketika melihat Barnes terdiam.
"Keluarga Lancaster selalu memproduksi kapas kualitas terbaik. Apa yang
terjadi di sini""
"Mari ke kantor, Rink," ajak Caroline lembut. Ia langsung berbalik dan berjalan
lebih dulu, berharap Rink mengikutinya dan tidak ber-argumentasi dengannya
di depan karyawan. Caroline duduk di kursi kulit di belakang meja ketika Rink masuk ke ruangan
dan mem-banting pintu, sampai membuat kacanya bergetar.
"Dulu ini pemintalan kapas terbaik di negara bagian ini," kata Rink marah tanpa
basa-basi. "Sekarang pun masih."
"Tidak mungkin bila kualitas kapas yang di-produksi seperti itu, tidak mungkin.
Andai aku petani kapas, hasil panenku pasti akan kupintal di pabrik pemintalan
lain. Tidak bisakah kita memintal kapas yang lebih baik""
"Sudah kubilang, yang jadi persoalan adalah peralatannya. Mesin-mesin itu...."
"Sudah kuno," potong Rink. "Brengsek, apakah Daddy tidak ingin memperbaiki
atau mem-perbaruinya""
"Ia merasa tidak perlu," jawab Caroline, pelan.
"Tidak perlu!" ulang Rink dengan suara nya-ring. "Lihatlah tempat ini. Lebih
mirip kandang dinosaurus ketimbang pabrik pemintalan kapas modern. Kita
tidak jujur pada diri kita, juga pada para penanam kapas. Aneh mereka tidak
membawa kapas mereka ke pabrik pemintalan kapas yang lain " Mendadak
Rink berhenti bicara, matanya disipitkan. "Atau banyak yang sudah pindah""
"Kita kehilangan beberapa tahun lalu, ya."
Rink mengaitkan ujung sepatu botnya ke kaki kursi, lalu menarik kursi itu ke
dekatnya. Rink, setelah duduk di kursi, mencondongkan tubuh ke meja dan
berkata dengan nada yang tidak bisa diterima Caroline. "Ceritakan semua yang
terjadi padaku." "Beberapa penanam kapas yang biasa menjual panennya pada Lancaster Gin
memang ada yang membawa kapas mereka ke pemintalan lain. Mereka hanya
membayar biaya pemintalan kemu-dian menjual langsung ke pedagang."
Caroline duduk resah di kursi kulit yang berderit sementara Rink
memandanginya. "Jadi mereka lebih suka repot-repot mengusung panen kapas
mereka ke tempat lain dan membayar ongkos memintalnya ketimbang
menjualnya ke-pada kita, memintalnya, mengepaknya, dan menjualnya ke
pedagang kapas." Caroline mengangguk. Rink menyuarakan apa yang masih
terpendam dalam benak mereka. "Mereka mendapat lebih banyak uang dengan
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 054software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 054
http://ac-zzz.blogspot.com/
"Apa masalahnya"" tanya Rink pada Barnes, sambil berjalan ke mesin
pemintalan yang rusak di deretan mesin.
"Tua, umumnya," jawab mandor itu resah. "sudah terlalu tua, Rink. Tak tahu
apakah masih bisa dipakai. Terutama kalau panen tahun ini sebaik tahun lalu.
Harus dihidupkan siang dan malam."
Rink menjumput kapas yang mencuat keluar dari mesin dan mengelusnya
dengan jari-jarinya. Ada serpihan daun dan pasir terselip di antara seratseratnya.
Barnes dan Caroline menghindari pandangan mata Rink ketika
memerhatikan ka-pas itu dengan saksama. "Kualitas apa kapas ini""
"Menengah," jawab Caroline, akhirnya, ketika melihat Barnes terdiam.
"Keluarga Lancaster selalu memproduksi kapas kualitas terbaik. Apa yang
terjadi di sini""
"Mari ke kantor, Rink,"
ajak Caroline lembut. Ia langsung berbalik dan berjalan
lebih dulu, berharap Rink mengikutinya dan tidak ber-argumentasi dengannya
di depan karyawan. Caroline duduk di kursi kulit di belakang meja ketika Rink masuk ke ruangan
dan mem-banting pintu, sampai membuat kacanya bergetar.
"Dulu ini pemintalan kapas terbaik di negara bagian ini," kata Rink marah tanpa
basa-basi. "Sekarang pun masih."
"Tidak mungkin bila kualitas kapas yang di-produksi seperti itu, tidak mungkin.
Andai aku petani kapas, hasil panenku pasti akan kupintal di pabrik pemintalan
lain. Tidak bisakah kita memintal kapas yang lebih baik""
"Sudah kubilang, yang jadi persoalan adalah peralatannya. Mesin-mesin itu...."
"Sudah kuno," potong Rink. "Brengsek, apakah Daddy tidak ingin memperbaiki
atau mem-perbaruinya""
"Ia merasa tidak perlu," jawab Caroline, pelan.
"Tidak perlu!" ulang Rink dengan suara nya-ring. "Lihatlah tempat ini. Lebih
mirip kandang dinosaurus ketimbang pabrik pemintalan kapas modern. Kita
tidak jujur pada diri kita, juga pada para penanam kapas. Aneh mereka tidak
membawa kapas mereka ke pabrik pemintalan kapas yang lain " Mendadak
Rink berhenti bicara, matanya disipitkan. "Atau banyak yang sudah pindah""
"Kita kehilangan beberapa tahun lalu, ya."
Rink mengaitkan ujung sepatu botnya ke kaki kursi, lalu menarik kursi itu ke
dekatnya. Rink, setelah duduk di kursi, mencondongkan tubuh ke meja dan
berkata dengan nada yang tidak bisa diterima Caroline. "Ceritakan semua yang
terjadi padaku." "Beberapa penanam kapas yang biasa menjual panennya pada Lancaster Gin
memang ada yang membawa kapas mereka ke pemintalan lain. Mereka hanya
membayar biaya pemintalan kemu-dian menjual langsung ke pedagang."
Caroline duduk resah di kursi kulit yang berderit sementara Rink
memandanginya. "Jadi mereka lebih suka repot-repot mengusung panen kapas
mereka ke tempat lain dan membayar ongkos memintalnya ketimbang
menjualnya ke-pada kita, memintalnya, mengepaknya, dan menjualnya ke
pedagang kapas." Caroline mengangguk. Rink menyuarakan apa yang masih
terpendam dalam benak mereka. "Mereka mendapat lebih banyak uang dengan
http://ac-zzz.blogspot.com/
cara itu, daripada memintalnya di tempat kita, karena mereka hanya
membayar mereka dengan ongkos lebih murah untuk kapas yang kualitasnya
lebih rendah." "Kurasa begitulah cara berpikir mereka."
Dalam Derai Hujan Bittersweet Rain Karya Sandra Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Rink bangkit dari kursi dan berjalan ke jendela. Ia membalik tangannya, lalu
memasukkannya ke saku jins. Kelihatannya ia sedang memandang alam sekitar,
tetapi Caroline tahu bukan pemandangan itu yang tengah dilihatnya. "Kau tahu
akar persoalan ini, bukan" Tahu, kan"" ulang Rink, langsung membalikkan badan
ketika Caroline tidak cepat menjawab pertanyaannya.
"Ya." "Tetapi kau tidak melakukan apa-apa." "Apa yang bisa kulakukan, Rink"
Pertama-tama, tugasku hanya mengurus pembukuan. Aku belajar tentang
proses pemintalan kapas, pemasarannya, hanya dengan mendengarkan,
mengamati, menjengkelkan diriku sendiri dengan berada di antara para
pekerja. Aku bukan pengambil keputusan."
"Kau kan istrinya! Tidakkah itu membuatmii punya hak untuk melakukan
sesuatu"" R'~l mengangkat kedua tangannya. "Kutarik keml ucapanku. Mereka
yang menjadi istri Roscoe Lancaster tidak akan mengkritik, melakukan api
pun yang dikerjakan Roscoe, mereka hanya pas-rah melakukan perintah... istriistri yang tugasnya menyenangkan suami."
Caroline mengangkat dagu, mengepalkan ta-ngan, dan berkacak pinggang. "Aku
pernah me-ngatakan padamu aku tidak akan pernah bicara soal hubunganku
dengan Roscoe padamu."
"Dan aku pernah mengatakan padamu aku tidak peduli apa yang kaulakukan
dengan Roscoe di ranjang."
Keduanya tahu apa yang mereka katakan se-betulnya tidak benar. Rink merasa
agak malu karena menyadari ia berbohong. Caroline dengan bijaksana memilih
tidak menantangnya. "Andai menghinaku adalah hal terbaik yang bisa kaulakukan untuk memecahkan masalah ini, kurasa kau tidak usah ikut campur."
Rink mengumpat dan menyibakkan rambut dengan jari-jarinya dengan kesal.
Mereka saling pandang sampai akhirnya diam-diam meng
alah. "Aku akan menolong semampuku," gumam Rink.
"Kau bisa memperbaiki mesinnya"" tanya Caroline, menekan kesombongannya.
"Aku butuh beberapa peralatan, tetapi kurasa bisa kuperbaiki. Aku pernah
membongkar mesin pesawat terbang dan memperbaikinya. Pasti mesin ini tidak
lebih rumit daripada mesin pesawat terbang. Tetapi aku tidak berani
menjanjikan apa-apa, Caroline. Perbaikan yang kulakukan bu-kan jawaban atas
masalahmu." "Aku paham." Caroline melunak, tubuhnya tidak setegang tadi ketika ia
tersenyum malu-malu, meminta maaf atas perilakunya. "Apa pun bantuanmu,
sangat kuhargai." Kali ini umpatan Rink makin kasar, tetapi hanya dalam hati. Umpatan itu
ditujukan kepada dirinya sendiri karena perasaan bersalah. Tak ada hal yang
lebih diinginkannya saat itu kecuali memeluk Caroline, melindunginya,
mengecup bibirnya, merapatkan tubuh perempuan itu ke tubuhnya. Betapa
tololnya dirinya dulu. Pikiran itu membawanya membayangkan tubuh Caroline
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 055
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 055
http://ac-zzz.blogspot.com/
berpelukan dengan ayahnya. Oh, Tuhan! Ter-kadang ia merasa seperti akan gila
bila mem-bayangkan hal itu.
Kendati demikian ia tidak bisa menyalahkan Caroline, seperti yang ingin ia
lakukan. Tiap kali menatap Caroline, ia makin menginginkan wanita itu. Ia
harus segera meninggalkan tempat ini. Segera. Sebelum ia melakukan sesuatu
yang bisa mempermalukan dirinya sendiri. Namun itu pun tidak bisa ia lakukan,
apa pun alasannya. Laura Jane. Ayahnya. Tetapi terutama karena Caroline.
Berjumpa lagi dengan Caroline dua belas tahun kemudian membuat Rink tidak
bisa serta merta meninggalkannya.
"Kau tahu di mana bisa mencariku," kata Rink sambil berjalan keluar pintu.
Caroline bekerja di kantor menyelesaikan surat-surat, sementara Rink dibantu
karyawan mencari perkakas yang dibutuhkan. Sejam kemudian Caroline berdiri
di belakangnya, ketika ia tengah membongkar bagian dalam mesin besar. "Rink,
aku akan pergi ke rumah sakit sebentar. Kalau aku belum kembali tapi
pekerjaanmu sudah se-lesai, kau bisa minta tolong salah seorang kar-yawan
mengantarmu pulang."
Rink tersenyum getir. "Tak usah repot. Aku masih agak lama di sini." Caroline
nyengir. Rink melihat tangan Caroline setengah terangkat hendak menyentuh
lengannya. Namun ia tak jadi melakukannya, malah cepat-cepat mengucap-kan
selamat tinggal dan pergi.
Rumah sakit terasa sejuk dan tenang setelah dari pemintalan kapas yang berisik
dan hiruk-pikuk. Roscoe masih terbaring di ranjang, ta-tapannya lekat pada
layar televisi, walaupun ia mematikan suaranya. Tubuhnya dipasangi selang
untuk makanan dan untuk mengeluarkan ko-toran. Layar monitor berkedip,
mengeluarkan suara mencicit dan merekam kerja organ tubuh-nya yang
penting. Kondisinya tampak sangat mengenaskan. Caroline tersenyum ceria dan
de-ngan berani mendekatinya.
"Halo, Roscoe." Caroline mencium pipi Roscoe yang pucat pasi. "Bagaimana
keadaanmur "Ucapan itu terlalu kasar buat perempuan peka seperti kau," jawab Roscoe.
Diamatinya pakaian Caroline dan bertanya, "Kau pulang dari pabrik""
"Ya. Sepagian ini, sebenarnya, kalau tidak, aku pasti datang lebih awal ke sini.
Ada masalah dengan salah satu mesin pemintal."
"Masalah apa""
"Aku belum tahu pasti. Masalah di bagian mesinnya. Rink sedang memeriksanya.
Bunga dari anak-anak Sekolah Minggu ini cantik sekali."
"Apa maksudmu, Rink sedang memeriksanya""
Caroline memerhatikan rangkaian bunga yang diantar ke rumah sakit sewaktu
ia belum tiba dan membaca kartu nama pengantarnya, agar ia tahu kepada
siapa ia akan mengucapkan terima kasih. Namun ia berbalik seketika
mendengar kata-kata Roscoe. Tak pernah Caroline melihat air muka Roscoe
sedemikian mengerikan. Atau penyakit yang dideritanya membuat wajahnya
kelihatan penuh kebencian"
"Jawab pertanyaanku, brengsek!" bentak Rocscoe nyaring, di luar dugaan
Caroline. "Apa yang dilakukan Rink di pabrik pemintalan kapas itu""
www.diduniadownload.blogspot.com
soft ware full version, ebook, komik, mp3, subtitle 056software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 056
http://ac-zzz.blogspot.com/
berpelukan dengan ayahnya. Oh, Tuhan! Ter-kadang ia merasa seperti akan gila
bila mem-bayangkan hal itu.
Kendati demikian ia tidak bisa menyalahkan Caroline, seperti yang ingin ia
lakukan. Tiap kali menatap Caroline, ia makin menginginkan wanita itu. Ia
harus segera meninggalkan tempat ini. Segera. Sebelum ia melakukan sesuatu
yang bisa mempermalukan dirinya sendiri. Namun itu pun tidak bisa ia lakukan,
apa pun alasannya. Laura Jane. Ayahnya. Tetapi terutama karena Caroline.
Berjumpa lagi dengan Caroline dua belas tahun kemudian membuat Rink tidak
bisa serta merta meninggalkannya.
"Kau tahu di mana bisa mencariku," kata Rink sambil berjalan keluar pintu.
Caroline bekerja di kantor menyelesaikan surat-surat, sementara Rink dibantu
karyawan mencari perkakas yang dibutuhkan. Sejam kemudian Caroline berdiri
di belakangnya, ketika ia tengah membongkar bagian dalam mesin besar. "Rink,
aku akan pergi ke rumah sakit sebentar. Kalau aku belum kembali tapi
pekerjaanmu sudah se-lesai, kau bisa minta tolong salah seorang kar-yawan
mengantarmu pulang."
Rink tersenyum getir. "Tak usah repot. Aku masih agak lama di sini." Caroline
nyengir. Rink melihat tangan Caroline setengah terangkat hendak menyentuh
lengannya. Namun ia tak jadi melakukannya, malah cepat-cepat mengucap-kan
selamat tinggal dan pergi.
Rumah sakit terasa sejuk dan tenang setelah dari pemintalan kapas yang berisik
dan hiruk-pikuk. Roscoe masih terbaring di ranjang, ta-tapannya lekat pada
layar televisi, walaupun ia mematikan suaranya. Tubuhnya dipasangi selang
untuk makanan dan untuk mengeluarkan ko-toran. Layar monitor berkedip,
mengeluarkan suara mencicit dan merekam kerja organ tubuh-nya yang
penting. Kondisinya tampak sangat mengenaskan. Caroline tersenyum ceria dan
de-ngan berani mendekatinya.
"Halo, Roscoe." Caroline mencium pipi Roscoe yang pucat pasi. "Bagaimana
keadaanmur "Ucapan itu terlalu kasar buat perempuan peka seperti kau," jawab Roscoe.
Diamatinya pakaian Caroline dan bertanya, "Kau pulang dari pabrik""
"Ya. Sepagian ini, sebenarnya, kalau tidak, aku pasti datang lebih awal ke sini.
Ada masalah dengan salah satu mesin pemintal."
"Masalah apa""
"Aku belum tahu pasti. Masalah di bagian mesinnya. Rink sedang memeriksanya.
Bunga dari anak-anak Sekolah Minggu ini cantik sekali."
"Apa maksudmu, Rink sedang memeriksanya""
Caroline memerhatikan rangkaian bunga yang diantar ke rumah sakit sewaktu
ia belum tiba dan membaca kartu nama pengantarnya, agar ia tahu kepada
siapa ia akan mengucapkan terima kasih. Namun ia berbalik seketika
mendengar kata-kata Roscoe. Tak pernah Caroline melihat air muka Roscoe
sedemikian mengerikan. Atau penyakit yang dideritanya membuat wajahnya
kelihatan penuh kebencian"
"Jawab pertanyaanku, brengsek!" bentak Rocscoe nyaring, di luar dugaan
Caroline. "Apa yang dilakukan Rink di pabrik pemintalan kapas itu""
http://ac-zzz.blogspot.com/
Caroline yang merasa sangat terkejut tidak segera dapat mengucapkan katakata dari mulut nya. "Aku... aku memintanya memeriksa mesin pintal yang
rusak. Ia insinyur. Ia bisa "
"Tanpa izinku kau minta putraku ikut campui urusan di pemintalan"" Roscoe
berusaha duduk "Ia sudah melepaskan haknya atas pemintalan Lancaser Gin
ketika ia pergi dari rumah dua belas tahun yang lalu. Aku tidak ingin ia ada di
pabrik, mendekatinya sekalipun. Kau mengerti, perempuan""
Keringat bercucuran di dahinya. Matanya membeliak karena marah.
Caroline takut melihat kemarahan Roscoe dan memikirkan nyawanya. "Roscoe,
tenanglah. Yang kulakukan hanya meminta Rink memeriksa mesin yang rusak.
Ia bukan ikut campur dalam bisnis di sana."
"Aku kenal anak itu. Ia akan mencari-cari kesalahan di sana, menasihatimu
tentang bagai-mana mengatur keuanganku." Roscoe menunjuk Caroline dengan
jari telunjuknya, dan berbicara dengan suara melengking, "Kau dengar,
dengarkan sebaik-baiknya. Kau tidak boleh memakai satu sen pun uang
pemintalan itu tanpa seizink
u." Caroline serasa ingin menepis jari telunjuk yang diarahkan kepadanya itu, yang
menuduhkan sesuatu tidak pada tempatnya. "Tidak akan pernah, Roscoe,"
jawab Caroline jujur. "Rink juga tidak pernah ada."
"Dan salah siapa itu""
Pertanyaan Caroline yang tidak cukup bijak-sana itu menggema di ruangan yang
steril dan berbalik menyerangnya. Beberapa menit lamanya Caroline merasa
tidak dapat bernapas, hanya mampu melirik tubuh suaminya yang tak berdaya,
yang sudah lemah, yang menyiratkan bahaya, seperti binatang jinak yang
terluka dan kini berusaha menghancurkan siapa pun yang mencoba
mendekatinya. Roscoe memperdengarkan tawa yang mengeri-kan, kemudian ambruk di atas
bantal. "Itukah yang dikatakan Rink padamu" Bahwa aku mengusirnya karena ia
mempermalukanku dengan menghamili anak gadis keluarga George""
Mata Caroline tertuju pada tangannya. Ujung jarinya terasa kaku, AC rumah
sakit hanyalah sebagian penyebabnya. Telapak tangannya basah karena
keringat. "Tidak. Kami tidak bicara soal itu," kata Caroline jujur.
"Hmm, supaya kau tidak mendapat informasi yang salah, sebaiknya kuluruskan.
Aku tidak menyuruh Rink meninggalkan rumah selama dua belas tahun. Tetapi
ia tahu aku marah sekali padanya, tetapi bukan karena ia menghamili gadis
itu." Roscoe tertawa terkekeh. "Aku sudah mengira ia bisa melakukan kenakalan
se-perti itu. Bagaimanapun ia anak laki-laki. Mereka akan menidurinya bila
dapat kesempatan, bukan""
Caroline membuang muka. Kata-kata Roscoe bak tombak yang dihunjamkan ke
tubuhnya. "Kurasa memang demikian."
Tawa Roscoe makin nyaring. "Percayalah pada-ku. Laki-laki akan melakukan
apa pun, mengata-kan apa saja, asal bisa menyusup ke balik rok perempuan.
Apalagi kalau gadis itu agak penurut.
Caroline memejamkan mata, ingin menghapus air matanya, ingin menghapus
kata-kata Roscoe, ingin menghapus perasaan malu yang menyergap dirinya.
www.diduniadownload.blogspot.com
software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 057software full version, ebook, komik, mp3, subtitle 057
http://ac-zzz.blogspot.com/
Caroline yang merasa sangat terkejut tidak segera dapat mengucapkan katakata
dari mulut nya. "Aku... aku memintanya memeriksa mesin pintal yang
rusak. Ia insinyur. Ia bisa "
"Tanpa izinku kau minta putraku ikut campui urusan di pemintalan"" Roscoe
berusaha duduk "Ia sudah melepaskan haknya atas pemintalan Lancaser Gin
ketika ia pergi dari rumah dua belas tahun yang lalu. Aku tidak ingin ia ada di
pabrik, mendekatinya sekalipun. Kau mengerti, perempuan""
Keringat bercucuran di dahinya. Matanya membeliak karena marah.
Caroline takut melihat kemarahan Roscoe dan memikirkan nyawanya. "Roscoe,
tenanglah. Yang kulakukan hanya meminta Rink memeriksa mesin yang rusak.
Ia bukan ikut campur dalam bisnis di sana."
"Aku kenal anak itu. Ia akan mencari-cari kesalahan di sana, menasihatimu
tentang bagai-mana mengatur keuanganku." Roscoe menunjuk Caroline dengan
jari telunjuknya, dan berbicara dengan suara melengking, "Kau dengar,
dengarkan sebaik-baiknya. Kau tidak boleh memakai satu sen pun uang
pemintalan itu tanpa seizinku."
Caroline serasa ingin menepis jari telunjuk yang diarahkan kepadanya itu, yang
menuduhkan sesuatu tidak pada tempatnya. "Tidak akan pernah, Roscoe,"
jawab Caroline jujur. "Rink juga tidak pernah ada."
"Dan salah siapa itu""
Pertanyaan Caroline yang tidak cukup bijak-sana itu menggema di ruangan yang
steril dan berbalik menyerangnya. Beberapa menit lamanya Caroline merasa
tidak dapat bernapas, hanya mampu melirik tubuh suaminya yang tak berdaya,
yang sudah lemah, yang menyiratkan bahaya, seperti binatang jinak yang
terluka dan kini berusaha menghancurkan siapa pun yang mencoba
mendekatinya. Roscoe memperdengarkan tawa yang mengeri-kan, kemudian ambruk di atas
bantal. "Itukah yang dikatakan Rink padamu" Bahwa aku mengusirnya karena ia
mempermalukanku dengan menghamili anak gadis keluarga George""
Mata Caroline tertuju pada tangannya. Ujung jarinya terasa kaku, AC rumah
sakit hanyalah sebagian penyebabnya. Telapak tangannya basah karena
keringat. "Tidak. Kami
tidak bicara soal itu," kata Caroline jujur.
"Hmm, supaya kau tidak mendapat informasi yang salah, sebaiknya kuluruskan.
Aku tidak menyuruh Rink meninggalkan rumah selama dua belas tahun. Tetapi
ia tahu aku marah sekali padanya, tetapi bukan karena ia menghamili gadis
itu." Roscoe tertawa terkekeh. "Aku sudah mengira ia bisa melakukan kenakalan
se-perti itu. Bagaimanapun ia anak laki-laki. Mereka akan menidurinya bila
dapat kesempatan, bukan""
Caroline membuang muka. Kata-kata Roscoe bak tombak yang dihunjamkan ke
tubuhnya. "Kurasa memang demikian."
Tawa Roscoe makin nyaring. "Percayalah pada-ku. Laki-laki akan melakukan
apa pun, mengata-kan apa saja, asal bisa menyusup ke balik rok perempuan.
Apalagi kalau gadis itu agak penurut.
Caroline memejamkan mata, ingin menghapus air matanya, ingin menghapus
kata-kata Roscoe, ingin menghapus perasaan malu yang menyergap dirinya.
http://ac-zzz.blogspot.com/
"Tentu mereka tidak suka tertangkap basah seperti yang dialami Rink. Ketika
Frank George datang menemuiku dan mengatakan Rink meng-hamili anak
gadisnya, Marilee, aku langsung mengatakan padanya Rink akan menikahi putrinya. Itu tindakan terhormat yang harus dilaku-kan, bukan""
"Ya." Sakit rasanya harus mengucapkan kata itu.
"Hmmm, tetapi anak bajingan itu berkata bukan ia yang menghamilinya. Benarbenar me-malukan. Bukan karena Rink tertangkap basah ketika membuka
celananya, tetapi ia tidak mau mengakui kecerobohannya. Kemudian Rink mengatakan padaku, bila aku memaksanya menikahi gadis itu, ia akan pergi dari
rumah dan takkan pernah kembali."
Roscoe menarik napas panjang, seakan ingatan akan peristiwa tersebut
menyakiti hatinya. "Aku harus melakukan apa yang menjadi kewajibanku,
bukan demikian, Caroline" Aku harus memaksa-nya menikahi gadis itu. Ia yang
memutuskan pergi dari rumah setelah itu, bukan aku. Maka-nya, tak perlu
Dalam Derai Hujan Bittersweet Rain Karya Sandra Brown di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sengketa Tahta Leluhur 2 Pendekar Cambuk Naga 7 Dendam Darah Tua Walet Emas Perak 8