Eldest 8
Eldest Seri 2 Eragon Karya Christhoper Paolini Bagian 8
"Bahkan pada waktu itu."
Dengan menggunakan bahasa elf, Eragon bersumpah, "Kalau begitu aku akan berusaha tanpa henti hingga bukan saja berpikir, tapi juga bermimpi, dalam bahasa Anda."
"Kalau kau mencapai tingkatan itu," kata Oromis, menjawab dengan bahasa yang sama, "usaha kita mungkin bisa berhasil." Ia diam sejenak. "Kau tidak usah langsung terbang kemari besok pagi, tapi temani elf yang akan kukirim untuk membimbingmu. Ia akan membawamu ke tempat latihan pedang Ellesmera. Berlatihlah di sana selama satu jam, lalu lanjutkan kegiatanmu seperti biasa."
"Anda tidak akan mengajariku sendiri"" tanya Eragon, agak kecewa.
"Tidak ada yang bisa kuajarkan. Kau seandal pemain pedang mana pun yang pernah kutemui. Aku tidak lebih tahu daripada dirimu soal pertarungan, dan apa yang kukuasai dan tidak kaukuasai, aku tidak bisa memberikannya padamu. Yang tersisa bagimu hanyalah kau harus mempertahankan tingkat keahlianmu yang sekarang."
"Kenapa aku tidak bisa melakukan hal itu bersama Anda & Master""
"Karena aku tidak senang memulai hari dengan keributan dan konflik." Ia memandang Eragon, lalu mengalah dan mal nambahkan, "Dan karena ada baiknya bagimu untuk mengenal elf-elf lain yang tinggal di sini. Aku bukan perwakilan rasku.
Tapi cukup sudah mengenai hal itu. Lihat, mereka mendekat ."
Kedua naga itu melayang menyeberangi piringan pipih matahari. Mula-mula Glaedr mendekat diiringi deru angin, menutupi langit dengan sosoknya yang besar sebelum ia mendarat di rerumputan dan melipat sayap keemasannya, lalu Saphira, secepat dan selincah burung gereja di samping elang.
Seperti yang mereka lakukan tadi pagi, Oromis dan Glaedr mengajukan sejumlah pertanyaan untuk memastikan Eragon dan Saphira memerhatikan pelajaran satu sama lain. Mereka ndak selalu berhasil, tapi dengan bekerja sama dan berbagi informasi di antara mereka sendiri, mereka mampu menjawab semua pertanyaan. Satu-satunya penghalang hanyalah bahasa asing yang harus mereka gunakan untuk berkomunikasi.
Lebih baik, kata Glaedr dengan menggemuruh sesudahnya. Jauh lebih baik. Ia mengalihkan tatapannya kepada Eragon. Kau dan aku akan berlatih bersama tidak lama lagi.
"Tentu saja, Skulblaka."
Naga tua itu mendengus dan merangkak ke samping Oromis, setengah melompat dengan kaki depannya karena kakinya yang hilang. Saphira melesat ke depan, menggigit ujung ekor Glaedr, melemparkannya ke udara dengan menyentakkan kepala, seperti yang dilakukannya untuk mematahkan leher rusa. Ia melompat mundur sewaktu Glaedr berbalik dan menyambar lehemya, menampakkan taringnya yang sangat besar.
Eragon mengernyit dan, dengan terlambat, menutup telinga dari raungan Glaedr. Kecepatan dan kehebatan reaksi Glaedr memberitahu Eragon bahwa ini bukan pertama kalinya Saphira menjengkelkan naga tua itu hari ini. Bukannya penyesalan, Eragon merasakan sikap main-main yang penuh semangat dalam diri Saphira--seperti anak dengan mainan baru--dan Pemujaan yang nyaris membabi buta terhadap naga lain.
"Tahan dirimu, Saphira!" kata Oromis. Saphira mundur dengan lincah dan duduk merunduk, walau tidak terlihat sedikitpun penyesalan pada sikapnya. Eragon menggumamkan permintaan maaf yang lemah, dan Oromis melambai serta berkata, "Pergilah, kalian berdua."
Tanpa mendebat, Eragon naik ke punggung Saphira. Ia harus memaksa Saphira terbang, dan begi
tu naga itu bersedia, Saphira berkeras mengitari lapangan tiga kali sebelum Eragon bisa mengarahkannya ke Ellesmera.
Kenapa kau menggigitnya" tanya Eragon. Ia merasa tahu jawabannya, tapi ingin mendengar Saphira mengkonfirmasinya.
Aku hanya main-main. Itu kebenarannya, karena mereka berbicara dalam bahasa kuno, tapi Eragon curiga jawaban itu hanyalah sebagian dan kebenaran yang lebih besar. Ya, dan permainan apa" Saphira menegang di bawahnya. Kau melupakan tugasmu. Dengan & Eragon mencari-cari kata yang tepat. Karena tidak mampu menemukannya, ia kembali menggunakan bahasa ibunya. Dengan memprovokasi Glaedr, kau mengalihkan perhatiannya, perhatian Oromis, dan perhatianku--dan menghalangi apa yang harus kami selesaikan. Kau belum pernah seceroboh ini.
Jangan sok menjadi nuraniku.
Eragon tertawa mendengarnya, sejenak tidak menyadari bahwa ia duduk di antara awan-awan, berguling ke samping hingga nyaris jatuh dari bahu Saphira. Oh, ironi yang hebat sekali, biasanya kau yang memberitahuku apa yang harus kulakukan dari waktu ke waktu. Aku memang nuranimu, Saphira, sama seperti kau nuraniku. Kau memiliki alasan yang bagus untuk menegur dan memperingatkan diriku di masa lalu, dan sekarang aku harus melakukan tindakan yang sama terhadapmu: berhentilah mengganggu Glaedr dengan perhatianmu.
Saphira membisu. Saphira"
Aku dengar. Kuharap begitu. Sesudah terbang dengan tenang selama sekitar semenit, Saphira berkata, Dua serangan dalam sehari. Bagaimana keadaanrnu sekarang"
Pegal dan kesakitan. Eragon meringis. Sebagian akibat Rirngar dan latih--tanding, tapi sebagian besar merupakan pengaruh serangannnya. Serangan itu seperti racun, melemahkan otot-ototku dan mengaburkan pikiranku. Aku hanya berharap bisa waras cukup lama untuk menyelesaikan latihan ini. Tapi sesudahnya... aku tidak tahu harus berbuat apa. Aku jelas tidak bisa bertempur bagi kaum Varden dalam keadaan seperti ini.
Jangan dipikirkan, Saphira memberi saran. Kau tidak bisa berbuat apa-apa untuk mengatasi kondisimu, dan kau hanya menyebabkan perasaanmu semakin buruk. Hiduplah di masa kini, ingat-ingatlah masa lalu, dan jangan takut terhadap masa depan, karena masa depat tidak ada dan tidak akan pernah ada. Yang ada hanyalah sekarang.
Eragon menepuk-nepuk bahu Saphira dan tersenyum berterima kasih. Di sebelah kanan mereka, seekor goshawk menaiki arus udara hangat sambil berpatroli di hutan yang bolong-bolong, mencari tanda-tanda kehadiran mangsa berbulu maupun berambut. Eragon mengawasinya, memikirkan pertanyaan yang diajukan Oromis padanya: Bagaimana ia bisa membenarkan pertempuran melawan Kekaisaran padahal tindakan itu menimbulkan begitu banyak duka dan derita"
Aku punya jawaban, kata Saphira.
Apa itu" Kalau Galbatorix sudah.... Saphira ragu-ragu, lalu berkata, Tidak, tidak akan kuberitahu. Kau harus memikirkannya sendiri.
Saphira! Jangan konyol. Tidak. Kalau tak tahu kenapa tindakan kita adalah tindakan yang benar, kau sebaiknya menyerah saja pada Galbatorix, biarpun kau akan melakukan banyak kebaikan kalau berbuat sebaliknya. Biarpun Eragon memohon dengan segala cara, ia tidak bisa mendapat penjelasan lebih jauh dari Saphira, karena Saphira menghalangi Eragon dari bagian pikirannya yang itu.
Sekembalinya di tempat tinggal mereka, Eragon menyantap sedikit makan malam dan hendak membuka salah satu gulungan Oromis sewaktu ketukan di pintu kasa mengganggu ketenangannya.
"Masuk," katanya, berharap Arya kembali untuk menemuinya.
Memang. Arya menyapa Eragon dan Saphira, lalu berkata, "Kalian mungkin senang kalau mendapat kesempatan mengunjungi Tialdari Hall dan kebun-kebun di sekitarnya, karena kau bilang berminat ke sana kemarin. Itu kalau kalian tidak terlalu lelah." Arya mengenakan gaun merah ringan dengan tepi dan hiasan bordiran hitam yang rumit. Nuansa warnanya sama dengan jubah Ratu dan menegaskan kemiripan di antara ibu dan anak itu.
Eragon menyingkirkan gulungannya. "Aku senang kalau bisa melihatnya."
Maksudnya, kami senang, tambah Saphira.
Arya tampak terkejut melihat keduanya berbicara dalam bahasa kuno, jadi Eragon bercerita tentang perintah
Oromis "Gagasan yang sangat bagus," kata Arya, sambil menggunakan bahasa itu. "Dan lebih layak untuk digunakan selama kalian tinggal di sini."
Sesudah mereka bertiga turun dari pohon, Arya mengajak mereka ke barat ke bagian Ellesmera yang tidak mereka kenali. Mereka menemui banyak elf di perjalanan, semuanya berhenti untuk membungkuk pada Saphira.
Sekali lagi Eragon menyadari ia tidak melihat anak-anak elf. Ia menyinggung hal ini pada Arya, dan elf itu berkata, "Aye, kami memiliki sedikit anak. Hanya ada dua di Ellesmera saat ini, Dusan dan Alanna. Kami menghargai anak-anak lebih daripada yang lain karena mereka begitu jarang ada. Memiliki anak merupakan kehormatan dan tanggung jawab terbesar yang bisa didapat makhluk hidup mana pun."
Akhirnya mereka tiba di pintu melengkung yang berusuk--tumbuh di antara dua pohon--yang berfungsi sebagai pintu masuk kompleks yang luas. Masih menggunakan bahasa kuno, Arya bernyanyi, "Akar pohon, buah sulur, izinkan aku lewat karena darahku."
Kedua pintu melengkung itu bergetar, lalu terayun keluar, melepaskan lima kupu-kupu raja yang terbang ke langit senja. Di balik pintu itu terdapat kebun bunga luas yang diatur hingga tampak seperti padang liar. Elemen yang menunjukkan padang ini buatan adalah variasi tanaman yang ada; banyak di antaranya mekar di luar musimnya, atau berasal dari iklim yang lebih panas atau lebih dingin dan seharusnya tidak pernah tumbuh tanpa sihir elf. Pemandangan itu diterang lentera tanpa api yang bagai batu permata, diperkuat konstelas kunang-kunang yang terbang berputar-putar.
Kepada Saphira, Arya berkata, "Hati-hati dengan ekormu, agar tidak menyapu rumpun bunga."
Mereka menyeberangi kebun dan iriasuk semakin aaari di jajaran pepohonan yang jarang. Sebelum Eragon menyadirinya berada, pepohonan semakin banyak lalu merapat membentuk dinding. Ia mendapati dirinya berdiri di ambang pintu aula kayu mengilap tanpa menyadari kapan ia masuk.
Aula itu hangat dan menyenangkan--tempat yang penuh kedamaian, perenungan, dan penghiburan. Bentuknya ditentukan batang-batang pohon, bagian dalamnya yang berada di aula dikupas sehingga tak berkulit lagi, dipoles, dan digosok dengan minyak hingga kayunya mengilap seperti amber. Celah-celah yang teratur di sela batang-batang pohon berfungsi sebagai jendela. Bau daun jarum pinus lumat menyebar di udara. sejumlah elf ada di aula itu, membaca, menulis, dan, di salah satu sudut yang gelap, memainkan serangkaian suling buluh. Mereka semua berhenti sejenak dan menunduk menyambut kehadiran Saphira.
"Kalian akan tinggal di sini," kata Arya, "kalau kalian bukan Penunggang dan Naga."
"Luar biasa," jawab Eragon.
Arya mengajaknya bersama Saphira ke berbagai tempat di dalam kompleks yang bisa dimasuki naga. Setiap ruangan baru merupakan kejutan; tidak ada ruangan yang serupa, dan Setiap ruangan memasukkan hutan dalam konstruksinya dengan cara yang berbeda. Di satu ruangan, sungai keperakan menetes turun dari dinding penuh tonjolan kayu dan mengalir menyeberangi lantai di jalur kerikil bulat lalu keluar kembali ke bawah langit. Di ruangan lain, tanaman merambat menyelimuti seluruh ruangan, kecuali lantainya, bagai tirai hijau berdaun yang dihiasi bunga terompet berwarna merah muda pucat dan putih. Arya menyebut tanaman itu Sulur Liani.
Mereka melihat banyak karya seni yang bagus, dari fairth dan lukisan hingga pahatan dan mosaik kaca berwarna--semua brdasarkan bentuk-bentuk melengkung tanaman dan hewan.
lslanzadi menjumpai mereka sejenak di paviliun terbuka yang disatukan dengan dua bangunan lain oleh jalan setapak beratap. Ia menanyakan kemajuan latihan Eragon dan kondisi punggungnya, yang dijawab Eragon dengan kalimat singkat dan sopan. Jawaban ini tampak memuaskan Ratu, yang bercakap sejenak dengan Saphira, kemudian berlalu.
Akhirnya mereka kembali ke kebun. Eragon berjalan di samping Arya--Saphira mengikuti di belakang--terpesona suara Arya saat elf itu menceritakan berbagi varietas bunga di sana, dari mana asalnya, bagaimana pemeliharaannya dan pada banyak bunga, bagaimana mereka diubah dengan sihir. Ia juga menunjukkan bunga-
bunga yang hanya mekar di malam hari, seperti datura putih.
"Mana yang paling kausukai"" tanya Eragon.
Arya tersenyum dan mengajaknya ke sebatang pohon di tepi kebun, dekat kolam bertepi sesemakan. Di cabang terbawah pohon melilit tanaman morning glory dengan tiga kuntum sehitam beludru yang tertutup rapat.
Sambil meniupnya, Arya berbisik, "Buka."
Kelopak-kelopak bergetar ketika merekah, membuka jubah-jubah sehitam tinta untuk menampilkan tumpukan nektar di tengahnya. Bintik-bintik berwarna biru tua memenuhi tenggorokan bunga-bunga itu, menyebar menjadi kelompak hitam seperti perubahan siang menjadi malam.
"Bunga yang paling sempurna dan indah, bukan"" tanya Arya.
Eragon menatap Arya, sangat menyadari kedekatan mereka, dan berkata, "Ya... memang." Sebelum semangatnya menghilang, ia menambahkan, "Seperti dirimu."
Eragon! seru Saphira. Arya menatapnya tajam, mengamatinya hingga Eragon terpaksa membuang muka. Sewaktu berani memandang Arya lagi, ia tertegun melihat Arya tersenyum tipis, seakan geli melihat reaksinya. "Kau terlalu baik," gumam elf itu. Lalu Arya mengangkat tangan dan menyentuh tepi kelopak bunga kemudian melirik Eragon sekilas. "Faolin menciptakan bunga ini khusus untukku pada musim panas solstice--saat matahari berada di titik terjauh--dulu sekali."
Eragon berdiri bergerak-gerak dan menjawab dengan beberapa patah kata yang tidak jelas, terluka dan tersinggung karena Arya tidak lebih serius menerima pujiannya. Ia berharap bisa menghilang, bahkan mempertimbangkan untuk mengucapkan mantra yang memungkinkan dirinya berbuat begitu.
Akhirnya ia menegakkan diri dan berkata, "Maafkan kami, Arya Svit-kona, tapi sekarang sudah larut, dan kami harus bali ke pohon kami."
Senyum Arya semakin dalam. "Tentu saja, Eragon. Aku mengerti." Ia menemani mereka ke pintu masuk utama, membuka pintu bagi mereka, dan berkata, "Selamat malam, Saphira. Selamat malam, Eragon."
Selamat malam, jawab Saphira.
Sekalipun malu, Eragon tidak mampu menahan diri untuk tidak bertanya, "Apakah kami akan bertemu lagi denganmu besok.
Arya memiringkan kepala. "Kurasa aku akan sibuk besok." Lalu pintunya menutup, menghalangi pandangan Eragon terhadap Arya sementara elf itu kembali ke kompleks utama.
Sambil berjongkok rendah di jalan setapak, Saphira menyodok sisi tubuh Eragon. Berhentilah melamun dan naik ke punggungku. Dengan memanjat kaki depan kiri Saphira, Eragon naik ke tempat biasanya, lalu mencengkeram duri leher di depannya sementara Saphira menegakkan diri. Sesudah beberapa langkah: Bagaimana kau bisa mengkritik tingkah lakuku terhadap Glaedr lalu melakukan perbuatan yang sama" Bagaimana kau ini"
Kau tahu bagaimana perasaanku padanya, gerutu Eragon.
Pah! Kalau kau nuraniku dan aku nuranimu, sudah menjadi kewajibanku untuk memberitahumu sewaktu kau bertingkah seperti burung popinjay mabuk. Kau tidak menggunakan logika, seperti yang terus dikatakan Oromis pada kita. Apa yang kauharapkan terjadi antara dirimu dan Arya" Ia putri bangsawan!
Dan aku Penunggang. Ia elf; kau manusia! Aku semakin lama semakin mirip elf.
Eragon, usianya lebih dari seratus tahun!
Aku akan hidup selama dirinya atau elf mana pun.
Ah, tapi sekarang belum, dan itu masalahnya. Kau tidak bisa mangatasi perbedaan sebesar itu. Ia wanita dewasa dengan pengalaman seabad, sementara kau
Apa" Aku ini apa" geram Eragon. Anak kecil" Itu yang kau maksud"
Tidak, bukan anak kecil. Tidak sesudah apa yang kaulihat dan lakukan sejak kita bersama. Tapi kau masih muda, bahkan untuk ukuran rasmu yang berumur pendek apalagi dibandingkan kurcaci, naga dan elf.
Kau juga. Teguran balasan Eragon menutup mulut Saphira sebentar. Lalu: Aku hanya berusaha melindungimu, Eragon. Hanya itu. Aku ingin kau bahagia, dan aku takut kau tidak akan bahagia kalau terus mengejar Arya.
Mereka berdua hendak tidur sewaktu mendengar pintu lantai di ruang tamu didobrak dan gemerincing jala baja saat seseorang memanjat masuk. Dengan Zar'roc di tangan, Eragon membuka pintu kasa, siap menghadapi si penyusup.
Tangannya turun sewaktu melihat Orik di lantai. Kurcaci itu menenggak isi botol yang d
ibawanya dengan tangan kiri, lalu menyipitkan mata memandang Eragon. "Bata dan tulang, di mana kau" Ah, kau berdiri di sana. Aku penasaran kau ada di mana. Tidak bisa menemukanmu, jadi kupikir mengingat malam ini indah, sebaiknya aku mencarimu... dan kau ada di sini! Apa yang sebaiknya kita bicarakan, kau dan aku, sesudah kita sekarang bersama-sama di sarang burung yang menyenangkan ini""
Sambil meraih lengan si kurcaci yang bebas, Eragon menariknya berdiri, terkejut, seperti biasa, dengan betapa beratnya tubuh Orik, seperti sebongkah batu mini. Sewaktu Eragon melepaskan dukungannya, Orik bergoyang-goyang, miring begitu rupa hingga tampak akan jatuh kalau digoyang sedikit saja.
"Masuklah," kata Eragon dalam bahasanya sendiri. Ia menutup pintu di lantai. "Kau bisa kena flu di luar."
Orik mengerjapkan matanya yang bulat dan dalam Pada Eragon. "Aku sudah lama tidak bertemu kau di tempat pembuanganku yang berdaun ini, sudah sama sekali. Jangan meninggalkanku di tengah para elf... dan mereka teman yang payah, membosankan, sssungguh."
Perasaan bersalah menyebabkan Eragon tersenyum kikuk untuk menutupi perasaannya. Ia memang melupakan si kurcaci karena apa yang terjadi beberapa hari terakhir. "Maaf aku tidak mengunjungimu, Orik, tapi pelajaranku menyibukkan aku. Sini, berikan jubahmu." Sementara ia membantu si kurcaci menanggalkan mantel cokelatnya, Eragon bertanya, "Apa yang minum itu""
"Faelnirv," kata Orik. "Minuman paling lezat, paling mantap. Penemuan terbaik dan terhebat para elf; memberimu berkah kelancaran bicara. Kata-kata mengalir dari lidahmu seperti gerombolan ikan minnow yang berenang-renang, seperti kawanan burung hummingbird yang tak bernapas, seperti sssungai ular yang menggeliat-geliat." Ia diam sejenak, tampaknya tertegun pada kehebatan pengandaiannya. Sementara Eragon membimbingnya ke kamar tidur, Orik memberi hormat pada Saphira dengan botolnya dan berkata, "Salam, O Gigi Besi. Semoga sisik-sisikmu berkilau seterang bara di tungku Morgothal."
Salam, Orik, kata Saphira, sambil meletakkan kepala di tepi ranjangnya. Bagaimana kau bisa seperti ini" Tidak biasanya kau begini. Eragon mengulangi pertanyaannya.
"Apa yang menyebabkan aku begini"" ulang Orik. Ia mengempaskan diri ke kursi yang disediakan Eragon--kakinya menjuntai beberapa inci di atas lantai--dan mulai menggelenggeleng. "Topi merah, topi hijau, elf di sini, dan elf di sana. Aku tenggelam dalam elf dan keramahan mereka yang melimpah. Mereka tidak berperasaan. Sopan. Ya, Sir, tidak, Sir, tiga kantong penuh, Sir, tapi tidak lebih sedikit pun." Ia memandang Eragon dengan sedih. "Apa yang harus kulakukan selama kau menjalani latihanmu" Apakah aku harus duduk diam mempermainkan ibu jariku, dan berubah menjadi batu lalu bergabung dengan roh-roh leluhurku" Katakan padaku, O Penunggang yang pemberani."
Apakah kau tidak memiliki keahlian atau hobi agar kau bisa menyibukkan diri" tanya Saphira.
"Aye," kata Orik. "Aku cukup pandai bertukang besi, kata siapa pun yang mau menilai. Tapi untuk apa aku membuat senjata dan baju besi bagi mereka yang tidak menghargainya"
Aku tidak berguna di sini. Sama tidak bergunanya seperti Feldunost berkaki tiga"
Eragon mengulurkan tangan ke botolnya. "Boleh"" Orik mengalihkan pandangan dari dirinya ke botol, lalu meringis mengangkatnya. Faelnirv itu sedingin es saat mengalir menuruni tenggorokan Eragon, menyengat. Ia mengerjap ketika matanya berair. Sesudah menenggaknya dua kali, ia mengembalikan botol ke Orik, yang tampak kecewa melihat betapa sedikitnya minuman yang tersisa.
"Dan kenakalan apa," tanya Orik, "yang berhasil kalian berdua korek dari Oromis dan hutan pinggirannya di sana""
Si kurcaci bergantian tergelak dan mengerang waktu Eragoh menggambarkan latihannya, berkatnya yang salah di Farthen Dur, pohon Menoa, punggungnya, dan segala sesuatu yang terjadi selama beberapa hari terakhir. Eragon mengakhirinya dengan topik yang paling disukainya saat ini: Arya. Dengan keberanian yang timbul akibat minuman keras, ia mengakui perasaannya terhadap elf itu dan menceritakan bagaimana Arya menolak pendekatannya.
Sambil menggoyang-goyang satu jari, Orik berkata, "Batu di bawahmu retak, Eragon. Jangan menantang nasib. Arya...," Ia terdiam, lalu menggeram dan menenggak faelnirv lagi. "Ah, sudah terlambat. Siapa aku ini sehingga berani mengatakan mana yang bijaksana dan mana yang tidak""
Saphira memejamkan mata beberapa saat yang lalu. Tanpa membukanya, ia bertanya, Kau sudah menikah, Orik" Pertanyaan itu mengejutkan Eragon; ia tidak pemah berhenti bertanyatanya tentang kehidupan pribadi Orik.
"Eta," kata Orik. "Sekalipun aku sudah berjanji untuk menikahi Hvedra, putri Thorgerd si Mata Satu dan Himinglada. Kami seharusnya menikah musim semi ini, sampai para Urgal menyerang dan Hrothgar mengirimku menempuh perjalanan terkutuk ini."
"Apakah ia anggota Durgrimst Ingeitum"" tanya Eragon.
"Tentu saja!" raung Orik, sambil menghantamkan tinju ke sisi kursi. "Kaupikir aku mau menikah dengan kurcaci di luar klanku" Ia cucu nenekku Vardrun, sepupu jauh Hrothgar, dengan tungkai putih dan bulat yang sehalus satin, pipi semerah apel, dan gadis kurcaci tercantik yang pernah ada."
Tidak diragukan lagi, kata Saphira.
"Aku yakin kau akan bertemu dengannya tidak lama lagi," kata Eragon.
"Hmph." Orik menyipitkan mata memandang Eragon. "Kau percaya raksasa ada" Raksasa jangkung, raksasa kuat, raksasa besar dan berjanggut dengan jemari seperti sekop""
"Aku tidak pernah melihat atau mendengar tentang mereka," kata Eragon, "kecuali dalam dongeng. Kalau mereka memang asti bukan di Alagaesia."
"Tapi mereka memang ada di sana! Sungguh!" seru Orik, sambil melambai-lambaikan botol di atas kepalanya. "Katakan padaku, O Penunggang, kalau ada raksasa menakutkan yang bertemu denganmu di kebun, ia menyebutmu apa, kalau bukan makan malam""
"Eragon, kurasa."
"Tidak, tidak. Ia akan menyebutmu kurcaci, karena kau kurcaci baginya." Orik tertawa terbahak-bahak dan menyikut rusuk Eragon dengan sikunya yang keras. "Kau mengerti sekarang" Manusia dan elf adalah raksasa. Tanah ini penuh mereka, di sini, di sana, dan di mana-mana, berjalan seenaknya dengan kaki-kaki mereka yang besar dan menutupi kami dengan bayang-bayang tak berujung." Ia terus tertawa, bergoyang-goyang di kursi hingga terbalik dan ia jatuh ke lantai dengan suara berdebum yang mantap.
Setelah membantunya bangkit, Eragon berkata, "Kupikir sebaiknya kau menginap di sini malam ini. Kondisimu tidak memungkinkanmu menuruni tangga dalam kegelapan."
Orik setuju dengan sikap tak peduli yang riang. Ia membiarkan Eragon menanggalkan jala bajanya dan membaringkannya di satu sisi ranjang. Sesudahnya, Eragon mendesah, menutupi lampu-lampu, dan membaringkan diri di sisinya di kasur.
Ia tertidur sambil mendengar si kurcaci bergumam, " & Hvedra & Hvedra... Hvedra...."
SIFAT JAHAT Pagi yang cerah tiba terlalu cepat.
Tersentak karena dengung alat penunjuk waktu yang bergetar, Eragon menyambar pisau berburunya dan melompat turun dari ranjang, mengira diserang. Ia tersentak saat tubuhnya memprotes akibat siksaan selama dua hari terakhir.
Sambil mengerjap untuk mengusir air mata, Eragon memutar kembali alat penunjuk waktunya. Orik telah pergi; kurcaci itu pasti menyelinap saat subuh. Sambil mengerang, Eragon terhuyung-huyung ke kamar mandi untuk membersihkan diri, seperti pria tua yang terserang rematik.
Ia dan Saphira menunggu di dekat pohon selama sepuluh menit sebelum mereka ditemui elf berambut hitam yang tampak serius. Elf itu membungkuk, menyentuhkan dua jari ke bibiryang ditirukan Eragon--lalu mendahului Eragon dengan mengatakan, "Kiranya keberuntungan menguasaimu."
"Dan kiranya bintang-bintang mengawasimu," jawab Eragon. "Apakah Oromis yang menyuruhmu""
Elf itu mengabaikannya dan berkata pada Saphira, "Selamat bertemu, Naga. Aku Vanir dari Rumah Haldthin." Eragon merengut jengkel.
Selamat bertemu, Vanir. Baru sesudah itu si elf berbicara pada Eragon. "Akan kutunjukkan di mana kau bisa berlatih pedang." Ia berjalan pergi, tanpa menunggu Eragon menyusulnya.
Halaman latih-tanding dipenuhi sejumlah elf dari kedua jenis kelamin, bertarung berpasangan atau dalam kelompok. Kemampuan fisik mereka yang luar biasa m
enyebabkan serangan mereka begitu cepat hingga tidak terlihat jelas, mereka kedengaran seperti hujan es deras yang menghantam genta besi. Di bawah pepohonan yang mengelilingi lapangan, beberapa elf melakukan Rimgar dengan keluwesan dan keanggunan yang menurut Eragon tidak akan pernah bisa diraihnya.
Sesudah semua orang di lapangan berhenti dan membungkuk pada Saphira, Vanir mencabut pedang tipisnya. "Setelah kau melindungi pedangmu, Tangan Perak, kita bisa mulai."
Eragon mengamati keahlian pedang tak manusiawi yang ditunjukkan elf-elf lain dengan ketakutan. Kenapa aku harus berbuat begini" tanyanya. Aku hanya akan dipermalukan.
Kau akan baik-baik saja, kata Saphira, tapi Eragon bisa merasakan keprihatinannya.
Yang benar saja. Saat Eragon menyiapkan Zar'roc, tangannya gemetar ketakutan. Bukannya langsung menyerang, ia melawan Vanir dari jarak jauh, merunduk, menyamping, dan melakukan segala yang mungkin dilakukannya untuk menghindari serangan pada punggungnya. Sekalipun Eragon berusaha keras, Vanir menyentuhnya empat kali berturut-turut dengan cepat--masing-masing di rusuk, tulang kering, dan kedua bahunya.
Ekspresi Vanir yang semula datar dalam waktu singkat berubah menjadi kebencian terang-terangan. Sambil menari-nari maju, ia menyelipkan pedangnya di sepanjang Zar'roc sementara pada saat yang sama memuntir pedang Eragon itu, memaksa Eragon melepaskannya. Eragon membiarkan Zar'roc melayang lepas dari tangannya daripada melawan tenaga elf yang guar biasa itu.
Vanir menempelkan pedang ke leher Eragon dan berkata, "Mati," Setelah menyingkirkan pedang itu, Eragon berjalan untuk mengambil Zar'roc. "Mati," kata Vanir. "Bagaimana kau bisa berharap mengalahkan Galbatorix dengan keadaan seperti ini" Aku mengira kau lebih bagus, biarpun kau manusia yang lemah."
"Kalau begitu, bagaimana kalau kau sendiri yang melawan Galbatorix, bukannya bersembunyi di Du Weldenvarden""
Vanir menegang karena murka. "Karena," katanya, tenang dan menantang, "aku bukan Penunggang. Dan kalau aku Penunggang, aku tidak akan sepengecut kau."
Tidak ada yang bergerak atau berbicara di lapangan.
Sambil memunggungi Vanir, Eragon membungkuk meraih Zar'roc, dan lehernya mendongak ke langit, menggeram sendiri. Ia tidak tahu apa-apa. Ini hanya satu ujian lagi yang harus kuatasi.
"Pengecut, kataku. Darahmu sama encernya seperti darah rasmu yang lain. Menurutku Saphira kacau akibat tipuan Galbatorix dan memilih Penunggang yang salah." Para elf yang menonton tersentak mendengar kata-kata Vanir dan bergumam sendiri menyatakan ketidaksetujuan mereka terhadap pelanggaran etika yang dilakukan Vanir.
Eragon mengertakkan gigi. Ia bisa menerima penghinaan terhadap dirinya sendiri, tapi tidak terhadap Saphira. Saphira sudah bergerak sewaktu frustrasi, ketakutan, dan penderitaan meledak dalam diri Eragon dan ia berbalik, ujung Zar'roc mendesing di udara.
Serangan itu pasti menewaskan Vanir kalau ia tidak menangkisnya pada detik terakhir. Ia tampak terkejut dengan kekuatan serangan itu. Mengerahkan kemampuannya semaksimal mungkin, Eragon memaksa Vanir mundur ke tengah lapangan, menusuk dan mengayunkan pedang seperti orang sinting--membulatkan tekad untuk melukai si elf dengan cara apa pun. Ia berhasil menghantam pinggul Vanir cukup keras sehingga melukainya, sekalipun dengan mata Zar'roc yang ditumpulkan.
Pada detik itu, punggung Eragon bagai meledak dalam kesakitan yang begitu hebat hingga ia merasakannya dengan kelima indranya: deru air terjun yang memekakkan telinga; rasa logam yang melapisi lidah; bau menusuk di hidunSk sehingga ia berkaca-kaca, seperti bau cuka yang paling busuk; aneka warna yang berdenyut-denyut; dan, di atas semua itu perasaan bahwa Durza baru saja membelah punggungnya.
Ia bisa melihat Vanir berdiri di atasnya sambil mencibir merendahkan. Terlintas dalam benak Eragon bahwa Vanir masih sangat muda.
Sesudah serangan rasa sakit itu, Eragon mengusap darah dari mulutnya dengan tangan dan menunjukkannya pada Vanir, Sambil bertanya, "Cukup encer"" Vanir tidak menjawab, tapi menyarungkan pedangnya dan berlalu.
Kau mau ke mana"" tanya Eragon.
"Urusan kita belum selesai, kau dan aku."
Kondisimu tidak cukup fit untuk berlatih tanding," ejek si elf.
"Coba saja." Eragon mungkin kalah dibandingkan elf itu, tapi ia menolak membiarkan mereka puas atau membuktikan kebenaran dugaan mereka yang rendah akan dirinya. Ia akan pantang menyerah untuk mendapatkan penghormatan mereka.
Ia berkeras bertarung selama satu jam yang ditugaskan Oromis. Sesudah itu Saphira mendekati Vanir dan menyentuh dadanya dengan ujung salah satu cakar gadingnya. Mati, katanya. Vanir memucat. Elf-elf lain bergeser menjauhinya.
Begitu mereka terbang, Saphira berkata, Oromis benar.
Tentang apa" Kau lebih baik kalau memiliki lawan.
Di gubuk Oromis, hari berlangsung dalam pola yang biasa: Saphira menemani Glaedr untuk menerima instruksinya sementara Eragon tetap bersama Oromis.
Eragon ngeri sewaktu mendapati Oromis mengharapkan ia melakukan Rimgar setelah tambahan latihan tadi pagi. Ia terpaksa mengerahkan segenap kemauan untuk mematuhinya. "Tapi ketakutannya terbukti tak berdasar, karena Tarian Ular dan Burung Bangau terlalu lembut untuk melukainya.
Itu, ditambah meditasinya di rawa terpencil, memberi Eragon kesempatan pertama sejak kemarin untuk menata pikirannya dan merenungkan pertanyaan yang diajukan Oromis padanya.
Sementara berbuat begitu, ia mengamati semut-semut merah menginvasi bukit semut pesaing, mengalahkan para penghuninya dan mencuri sumber daya mereka. Pada akhir pembantaian, hanya sekelompok kecil semut pesaing yang dibiarkan hidup sendirian dan tanpa tujuan di padang daun jarum pinus yang luas dan buas.
Seperti naga-naga di Alagaesia, pikir Eragon. Hubungannya dengan semut-semut menghilang saat ia memikirkan nasib para naga yang tidak menggembirakan. Sepotong demi sepotong, jawaban atas masalahnya terungkap dengan sendirinya, jawaban yang bisa diterima dan diyakininya.
Ia menyelesaikan meditasinya dan kembali ke gubuk. Kali ini Oromis tampak cukup puas dengan keberhasilan Eragon.
Sewaktu Oromis menyajikan makan siang, Eragon berkata, "Aku tahu kenapa melawan Galbatorix pantas dilakukan, sekalipun ribuan orang mungkin tewas karenanya."
"Oh"" Oromis duduk. "Tolong katakan."
"Karena Galbatorix menimbulkan penderitaan yang lebih besar selama seratus tahun terakhir daripada yang bisa kita lakukan selama satu generasi. Dan tidak seperti tiran biasa, kita tidak bisa menunggunya mati. Ia bisa berkuasa selama berabad-abad atau beribu-ribu tahun-menganiaya dan menyiksa orang-orang sepanjang waktu-kecuali kita menghentikannya. Kalau menjadi cukup kuat, ia akan menyerang para kurcaci dan kalian di Du Weldenvarden ini lalu membunuh atau memperbudak kedua ras. Dan..." Eragon menggosok-gosokkan bagian bawah telapak tangannya ke tepi meja, "...karena menyelamatkan kedua telur naga dari Galbatorix merupakan satu-satunya cara untuk menyelamatkan para naga."
Lengkingan peluit ketel teh Oromis menyela, semakin lama semakin keras hingga telinga Eragon berdenging. Oromis berdiri, menurunkan ketel dari perapian dan menuang airnya untuk menyeduh teh blueberry. Kerut-kerut di sekeliling matanya melunak. "Sekarang," katanya, "kau mengerti."
"Aku mengerti, tapi tidak merasa senang karenanya.
"Dan sebaiknya memang tidak. Tapi sekarang kita bisa yakin kau tidak akan mundur dari jalanmu saat kau berhadap dengan ketidakadilan dan kejahatan yang pasti akan dilakukan kaum Varden pada akhirnya. Kami tidak bisa membiarkan dirimu ragu-ragu di saat kekuatan dan fokusmu sangat dibutuhkan." Oromis menyatukan jemarinya dan menatap tehnya yang seperti cermin gelap, merenungkan apa pun yang dilihatnya di pantulannya yang muram. "Kau percaya Galbatorix jahat""
"Tentu saja!" "Kau percaya ia menganggap dirinya sendiri jahat""
"Tidak, kuragukan itu."
Oromis mengetuk-ngetukkan kedua telunjuknya pada satu sama lain. "Kalau begitu, kau juga percaya Durza jahat""
Kepingan-kepingan kenangan yang didapat" Eragon dari Durza sewaktu mereka bertempur di Tronjheim kembali melintas dalam benaknya sekarang, mengingatkannya pada bagaimana Shade--yang waktu itu masih bernama Carsaib--diperbudak roh-roh jahat yang dipa
nggilnya untuk membalas kemapan gurunya, Haeg. "Ia sendiri tidak jahat, tapi roh-roh yang mengendalikan dirinya jahat."
"Dan bagaimana dengan kaum Urgal"" tanya Oromis, sambil menghirup teh. "Apakah mereka jahat""
Buku-buku jari Eragon memutih saat ia mencengkeram sendok. "Sewaktu memikirkan kematian, aku melihat wajah Urgal. Mereka lebih buruk daripada hewan buas. Segala sesuatu yang mereka lakukan...." Ia menggeleng, tidak mampu melanjutkan.
"Eragon, apa pendapatmu mengenai manusia kalau semua yang kauketahui tentang manusia hanyalah tindakan para peluangmu di medan perang""
"Itu bukan...." Ia menarik napas dalam. "Itu berbeda. Urgal layak disapu bersih, hingga tidak bersisa."
"Bahkan wanita dan anak-anak mereka" Yang belum menyakitimu dan kemungkinan tidak akan pernah menyakitimu"
Yang tidak bersalah" Apakah kau akau membunuh mereka dan memusnahkan seluruh ras""
"Mereka tidak akan mengampuni kita, kalau mendapat kesempatan."
"Eragon!" seru Oromis pedas. "Aku tidak pernah ingin mehdengarmu menggunakan alasan itu lagi, hanya karena orang lain melakukan--atau akan melakukan--sesuatu, tidak berarti kau juga harus melakukannya. Itu malas, menjijikkan, dan menandakan rendahnya kemampuan berpikir. Apakah omonganku jelas""
"Ya, Master." Elf itu mengangkat gelas ke bibir dan minum, matanya yang cemerlang terpaku pada Eragon terus. "Apa yang sebenarnya kau ketahui tentang para Urgal""
"Aku tahu kekuatan mereka, kelemahan mereka, dan cara membunuh mereka. Hanya itu yang perlu kuketahui."
"Tapi kenapa mereka membenci dan melawan manusia" Bagaimana dengan sejarah dan legenda mereka, atau cara hidup mereka""
"Apakah itu penting""
Oromis mendesah. "Ingatlah," katanya lembut, "bahwa pada tahap tertentu, musuh-musuhmu mungkin harus menjadi sekutumu. Begitulah sifat kehidupan."
Eragon menahan dorongan hati untuk mendebat. Ia memutar-mutar teh dalam gelasnya sendiri, mengubah cairan itu menjadi pusaran air hitam dengan busa putih di dasar pusaran. "Itu sebabnya Galbatorix merekrut Urgal""
"Itu bukan contoh yang akan kupilih, tapi ya."
"Rasanya aneh bahwa ia berteman dengan mereka. Bagaimanapun juga, merekalah yang membunuh naganya. Lihat apa yang dilakukannya pada kita, Para Penunggang, padahal kita bahkan tidak bertanggung jawab atas kehilangannya."
"Ah," kata Oromis, "Galbatorix mungkin sinting, tapi ia tetap selicik rubah. Kurasa ia berniat menggunakan kaum Urgal untuk memusnahkan kaum Varden dan kurcaci-kurcaci yang lainnya, kalau ia menang di Farthen Dur--dengan begitu, menyingkirkan dua musuhnya sementara secara bersamaan melemahkan kaum Urgal agar ia bisa memusnahkan mereka kapan saja ia mau."
Pelajaran bahasa kuno berlangsung sepanjang sore hari dan sesudahnya mereka berlatih sihir. Sebagian besar pelajaran dari Oromis berkaitan dengan cara yang benar untuk mengendalikan berbagai bentuk energi, seperti cahaya, panas, listrik, bahkan gravitasi. Ia menjelaskan bahwa karena kekuatan-kekuatan ini menghabiskan tenaga lebih cepat daripada mantra jenis lain, lebih aman untuk menemukan apa yang sudah ada di alam lalu membentuknya dengan gramarye, daripada berusaha menciptakannya dari nol.
Oromis menyudahi topik itu dan bertanya, "Bagaimana caramu membunuh dengan sihir""
"Aku melakukannya dengan banyak cara," kata Eragon. "Aku pernah berburu dengan kerikil--menggerakkan dan membidiknya dengan sihir--juga menggunakan kata jierda untuk mematahkan kaki dan leher Urgal. Sekali, dengan thrysta, aku menghentikan jantung seseorang."
"Ada metode-metode yang lebih efisien," kata Oromis. "Apa yang diperlukan untuk membunuh seseorang, Eragon" Pedang yang menembus dada" Leher yang patah" Kehilangan darah" Yang diperlukan hanyalah terjepitnya satu pembuluh darah arteri ke otak, atau penekanan terhadap saraf-saraf tertentu hingga melewati batas. Dengan mantra yang benar, kau bisa menghancurkan satu pasukan."
"Seharusnya aku terpikir hal itu di Farthen Dur," kata Eragon, kesal sendiri. Juga bukan hanya Farthen Dur, tapi sewaktu Kull mengejar kami dari Padang Pasir Hadarac.. "Sekali lagi, kenapa Brom tidak mengajarkannya padaku""
"Karena ia menduga kau baru akan menghadapi pasukan berbulan-bulan atau bertahun-tahun mendatang; itu bukan alat untuk diberikan pada Penunggang yang belum teruji."
"Tapi kalau semudah itu membunuh orang-orang, apa gunanya kita atau Galbatorix mengumpulkan pasukan""
"Jawaban singkatnya, taktik. Para penyihir rentan terhadap serangan fisik sewaktu mereka sibuk dalam pertempuran mental. Oleh karena itu, mereka memerlukan Para pejuang untuk melindungi. Dan Para pejuang harus dilindungi, setidaknya sebagian, dari serangan sihir, kalau tidak mereka akan terbantai dalam beberapa menit. Keterbatasan-keterbatasan ini berarti sewaktu pasukan-pasukan berhadapan, Para penyihir mereka bertebaran di seluruh pasukan, dekat dengan tepi, tapi tidak sedekat itu untuk terancam bahaya. Para penyihir dari kedua belah Pihak membuka pikiran dan berusaha merasakan kalau ada yang menggunakan atau akan menggunakan sihir. Karena masuh mereka mungkin berada di luar jangkauan mental mereka, para penyihir juga mendirikan ward--mantra pelindung--di sekeliling mereka dan pejuang mereka untuk menghentikan atau mengurangi serangan jarak jauh, seperti kerikil yang dilontarkan ke kepala mereka dari jarak sejauh satu mil."
"Tentunya tidak ada yang bisa melindungi sepasukan orang," kata Eragon.
"Sendirian memang tidak, tapi dengan penyihir yang cukup banyak, kau bisa menyediakan perlindungan yang cukup baik. Bahaya terbesar dari konflik semacam ini adalah bahwa penyihir yang pandai mungkin bisa melancarkan serangan unik yang mampu melewati ward--mu tanpa mengaktifkannya. Itu saja cukup untuk menentukan hasil pertempuran.
"Selain itu," kata Oromis, "kau harus ingat bahwa kemampuan menggunakan sihir sangat jarang ada di berbagai ras. Kami para elf pun bukan perkecualian, sekalipun kami memiliki lebih banyak perapal mantra dibandingkan ras lain, sebagai hasil sumpah kami sendiri berabad-abad yang lalu. Mayoritas di antara mereka yang diberkati dengan sihir hanya memiliki sedikit bakat atau bahkan tidak berbakat sama sekali; mereka harus bersusah payah sekadar untuk menyembuhkan memar sekalipun."
Eragon mengangguk. Ia pernah melihat penyihir seperti itu di kalangan Varden. "Tapi tetap diperlukan energi yang sama besarnya untuk menyelesaikan suatu tugas."
"Energi, ya, tapi penyihir yang lebih rendah lebih sulit daripada dirimu atau aku untuk merasakan aliran sihir dan membenamkan diri ke dalamnya. Hanya sedikit penyihir yang cukup kuat untuk menjadi ancaman bagi pasukan. Dan mereka biasanya menghabiskan sebagian besar waktu mereka dalam pertempuran untuk menghindari, melacak, atau menghadapi lawan, yang menguntungkan dari sudut pandang pejuang biasa, karena kalau tidak, mereka akan terbunuh dalam waktu dekat."
Dengan gelisah, Eragon berkata, "Kaum Varden tidak memiliki banyak penyihir."
"Itu salah satu alasan kenapa kau begitu penting." Sesaat berlalu sementara Eragon memikirkan apa yang saja diberitahukan Oromis padanya. "Ward ini, apakah hanya menguras energi kalau diaktifkan""
"Aye." "Kalau begitu, jika memiliki waktu yang cukup, Anda bisa membuat ward hingga berlapis-lapis dan tak terhitung. Anda bisa menjadikan diri Anda...." Ia bersusah payah mencari bahasa kuno untuk mengekspresikan diri. "...tidak tersentuh" ...tidak tertembus" & tidak tertembus serangan apa pun, baik sihir atau fisik."
"Ward," kata Oromis, "tergantung kekuatan tubuhmu. Kalau melebihi kekuatan tubuhmu, kau tewas. Sebanyak apa pun ward yang kaudirikan, kau hanya mampu menangkis serangan selama tubuhmu mampu menanggung keluarnya tenaga itu."
"Dan kekuatan Galbatorix meningkat setiap tahun... Bagaimana mungkin""
Pertanyaan itu sebenarnya retoris, tapi sewaktu Oromis tetap membisu, mata almond-nya terpaku pada tiga burung layang-layang yang berputar-putar di atas kepala, Eragon menyadari elf itu memikirkan cara terbaik untuk menjawabnya. Burung-burung tersebut berkejaran selama beberapa menit. Sewaktu mereka menghilang dari pandangan, Oromis berkata, "Diskusi ini tidak layak dilakukan sekarang."
"Kalau begitu, Anda tahu jawabannya"" seru Eragon, tertegun.
"Memang. Tapi inform
asi itu harus menunggu hingga kau sudah berlatih lebih jauh. Kau tidak siap mendengarnya sekarang." Oromis memandang Eragon, seakan menduga Eragon akan memprotes.
Eragon membungkuk memberi hormat. "Sesuai keinginan Anda, Master." Ia tidak pernah bisa mengorek informasi dari Oromis hingga elf itu bersedia memberitahukannya, jadi kenapa bersusah payah" Sekalipun begitu, ia penasaran apa yang bisa begitu berbahaya hingga Oromis tidak berani memberitahukanya, dan kenapa elf tersebut merahasiakannya dari kaum Varden. Pikiran lain melintas dalam benaknya, dan ia bertanya,
Kalau Pertempuran dengan para penyihir berlangsung seperti yang Anda katakan, kenapa Ajihad membiarkan aku bertempur tanpa ward di Farthen Dur" Aku bahkan tidak tahu harus membuka pikiran untuk bersiap menghadapi musuh. Dan kenapa Arya tidak membunuh sebagian besar atau seluruh Urgal" Tidak ada penyihir di sana yang bisa melawannya kecuali Durza, dan Durza tidak mungkin bisa melindungi pasukannya sewaktu ia masih di bawah tanah."
"Apakah Ajihad tidak menugaskan Arya atau salah seorang Du Vrangr Gata untuk mendirikan pelindung di sekitarmu"" tanya Oromis.
"Ya, Master." "Dan kau bertempur dalam keadaan seperti itu" "Ya, Master."
Pandangan Oromis menerawang, ia membisu saat berdiri tanpa bergerak di lapangan rumput. Tiba-tiba ia berbicara, "Aku sudah berkonsultasi dengan Arya, dan katanya si Kembar dari kaum Varden diperintahkan menilai kemampuanmu. Mereka memberitahu Ajihad bahwa kau menguasai semua sihir, termasuk ward. Baik Ajihad maupun Arya tidak meragukan penilaian mereka mengenai masalah itu."
"Anjing-anjing pengkhianat yang berlidah bercabang dan berkepala botak itu," maki Eragon "Mereka mencoba membunuhku!" Dengan kembali menggunakan bahasa ibunya, ia memaki-maki.
"Jangan mengotori udara," kata Oromis ringan. "Itu akan memengaruhi dirimu... Pokoknya, aku curiga si Kembar membiarkan dirimu terjun ke dalam pertempuran tanpa perlindungan bukannya agar kau terbunuh, tapi agar Durza bisa menangkap dirimu."
"Apa"" "Berdasarkan ceritamu sendiri, Ajihad curiga kaum Varden dikhianati sewaktu Galbatorix mulai menganiaya sekutu-sekutu mereka di Kekaisaran dengan ketepatan yang nyaris sempurna. Si Kembar tahu identitas para pendukung kaum Varden. Selain itu, si Kembar menipumu hingga ke jantung Tronjheim, dengan begitu memisahkan dirimu dari Saphira dan menempatkannya dalam jangkauan Durza. Bahwa merekalah pengkhianatnya merupakan penjelasan yang logis."
"Kalau mereka memang pengkhianatnya," kata Eragon, "sekarang tidak penting lagi; mereka sudah lama tewas."
Oromis memiringkan kepala. "Sekalipun begitu, Arya mengatakan para Urgal memang didampingi penyihir di Farthen Dur dan ia melawan banyak di antara mereka. Tidak satu pun dari mereka menyerangmu""
"Ya Master." "Bukti lain bahwa kau dan Saphira diserahkan pada Durza untuk ditangkap dan dibawa kepada Galbatorix. Perangkapnya dipasang dengan rapi."
Selama satu jam berikutnya, Oromis mengajarkan dua belas metode membunuh pada Eragon, tidak satu pun menggunakan tenaga yang lebih besar daripada untuk mengangkat pena berisi tinta. Saat ia selesai mengingat-ingat metode terakhir, pikiran lain melintas dalam benaknya hingga Eragon tersenyum. "Ra'zac tidak akan memiliki kesempatan kalau bertemu lagi denganku."
"Kau tetap harus mewaspadai mereka," Oromis memperingatkan.
"Kenapa" Tiga kata sudah cukup untuk membunuh mereka."
"Apa yang dimakan osprey""
Eragon mengerjapkan mata. "Ikan, tentu saja."
"Dan kalau ada ikan yang sedikit lebih cepat dan lebih cerdas daripada saudara-saudaranya, apakah ia mampu meloloskan diri dari sergapan osprey""
"Kuragukan," kata Eragon. "Setidaknya, tidak lama."
"Sama seperti osprey diciptakan sebagai pemburu terbaik ikan, serigala pemburu terbaik rusa dan mangsa besar lain, serta setiap hewan dikaruniai menjadi yang terbaik sesuai tujuannya. Begitu pula Ra'zac dirancang untuk memangsa manusia, Mereka adalah monster dalam kegelapan, mimpi buruk yang menghantui rasmu."
Bulu-bulu tengkuk Eragon meremang karena ngeri. "Mereka itu makhluk apa""
"Bukan elf; manusia; kurcaci;
naga; hewan buas berbulu, bersirip atau berambut; reptil; serangga; atau hewan kategori apa pun lainnya."
Eragon tertawa terpaksa. "Kalau begitu, mereka tanaman""
Juga bukan. Mereka berkembang biak dengan bertelur, seperti naga. Sewaktu telurnya menetas, anaknya--atau pupae--mengembangkan tempurung berwarna hitam yang keras dan mirip manusia. Tiruan yang menjijikkan, tapi cukup meyakinkan hingga memungkinkan Ra'zac mendekati korbannya tanpa menimbulkan kewaspadaan yang tidak perlu semua bidang yang manusia lemah, Ra'zac kuat. Mereka bisa melihat di malam yang berawan, melacak bau seperti anjing pelacak, melompat lebih tinggi, dan bergerak lebih cepat. Tapi cahaya terang menyakiti mereka dan mereka ketakutan setengah mati pada air yang dalam, karena mereka tidak bisa berenang, Senjata terhebat mereka adalah napasnya yang bau, yang ngaburkan pikiran manusia--melumpuhkan banyak di antaranya--sekalipun tidak seampuh itu terhadap kurcaci, dan elf kebal sama sekali."
Eragon menggigil saat teringat waktu melihat Ra'zac pertama kali di Carvahall dan bagaimana ia tidak mampu meloloskan diri begitu mereka menemukan dirinya. "Rasanya seperti bermimpi di mana aku ingin lari tapi tidak bisa bergerak, sekeras apa pun aku berusaha."
"Penjabaran yang bagus," kata Oromis. "Walau Ra'zac tidak mampu menggunakan sihir, mereka tidak boleh diremehkan. Kalau tahu kau memburu mereka, mereka tidak akan menampakkan diri, melainkan bersembunyi dalam keremangan, di mana mereka kuat, dan menyusun rencana untuk menyergapmu seperti yang mereka lakukan di Dras-Leona. Bahkan pengalaman Brom tidak mampu melindunginya dari mereka. Jangan pernah terlalu percaya diri, Eragon. Jangan pernah sombong, karena dengan begitu kau akan ceroboh dan musuh-musuhmu akan memanfaatkan kelemahanmu."
"Ya, Master." Oromis menatap Eragon lurus-lurus. "Ra'zac menjadi pupae selama dua puluh tahun ketika tumbuh dewasa. Pada bulan purnama pertama tahun kedua puluh, mereka menanggalkan tempurungnya yang keras, membentangkan sayap, dan muncul sebagai makhluk dewasa yang siap memburu semua makhluk, bukan hanya manusia."
"Kalau begitu, tunggangan Ra'zac, yang mereka gunakan untuk terbang, sesungguhnya adalah..."
"Aye, orangtua mereka."
CITRA KESEMPURNAAN Akhirnya aku mengerti sifat musuh-musuhku, pikir Eragon. Ia takut terhadap Ra'zac sejak kemunculan pertama mereka di Carvahall, bukan hanya karena tindakan mereka yang kejam tapi juga karena sedikit sekali yang diketahuinya tentang makhluk-makhluk itu. Dalam ketidaktahuannya, ia menganggap Ra'zac lebih kuat daripada yang sebenarnya dan memandang mereka dengan ketakutan yang nyaris bersifat takhayul.
Memang benar-benar mimpi buruk. Tapi sekarang, sesudah penjelasan Oromis menyingkirkan aura misteri dari Ra'zac, mereka tidak lagi tampak begitu tak terkalahkan. Fakta bahwa mereka rentan terhadap cahaya dan air menguatkan keyakinan Eragon bahwa kalau mereka bertemu lagi, ia akan menghancurkan makhluk-makhluk yang membunuh Garrow dan Brom tersebut.
"Apakah orangtua mereka juga disebut Ra'zac"" tanyanya.
Oromis menggeleng. "Lethrblaka, kami menamai mereka begitu. Dan kalau anak-anak mereka berpikiran sempit, sekalipun licik, Lethrblaka memiliki kecerdasan seperti naga. Naga yang kejam, buas, dan sinting."
"Dari mana asal mereka""
Eldest Seri 2 Eragon Karya Christhoper Paolini di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Dari tanah mana pun yang ditinggalkan leluhurmu. Mungkin pengrusakan yang mereka lakukanlah yang memaksa Raja Palancar pindah. Sewaktu kami, para Penunggang, menyadari kehadiran busuk Ra'zac di Alagaesia, kami berusaha sebaik-baiknya memusnahkan mereka. Sialnya, kami hanya separo hasil. Dua Lethrblaka berhasil meloloskan diri, dan membawa pupae yang menyebabkan kau begitu berduka. Sesudah membunuh Vrael, Galbatorix mencari mereka dan melakukan tawar-menawar untuk layanan mereka dengan balasan perlindungan dan jaminan makanan kesukaan mereka. Itu sebabnya Galbatorix mengizinkan mereka tinggal dekat Dras-Leona, salah satu kota terbesar Kekaisaran."
Rahang Eragon mengejang. "Banyak yang harus mereka pertanggungjawabkan." Dan pasti akan mereka pertanggungjawabkan kalau aku bisa.
"Itu jelas," Oromis
menyetujui. Sewaktu kembali ke gubuk, ia memasuki ambang pintu yang gelap, lalu muncul kembali membawa setengah lusin batu pipih sekitar setengah kaki lebarnya dan satu kaki tingginya. Ia memberikan satu pada Eragon. "Kita lupakan dulu topik yang tidak menyenangkan seperti itu untuk saat ini. Kupikir kau mungkin senang belajar membuat fairth. Ini alat yang bagus sekali untuk memusatkan pikiran. Batu ini mengandung cukup banyak tinta untuk mewarnainya dengan kombinasi warna apa pun. Kau hanya perlu memusatkan perhatian pada gambar yang ingin kau tangkap dan mengatakan, 'Biarkan apa yang kulihat dengan mata batinku tercetak di permukaan batu ini. Sementara Eragon mengamati batu sehalus tanah liat itu, Oromis menunjuk ke lapangan. "Lihat sekitarmu, Eragon, dan cari apa yang layak diabadikan."
Benda-benda pertama yang dilihat Eragon terasa terlalu mencolok, terlalu biasa baginya: setangkai lili kuning di dekat kakinya, gubuk Oromis yang tumbuh terlalu besar, putih, dan pemandangan itu sendiri. Tidak satu pun yang unik. Tidak satu pun memberitahu pengamatnya mengenai benda-benda subjek fairth atau orang yang menciptakannya, pikirnya. Pandangannya jatuh pada pucuk tanaman musim semi yang hijau pucat di ujung cabang pohon, lalu luka dalam dan sempit yang membelah batangnya di tempat kilat menghantamnya, mencabik selarik kulit kayunya. Bola-bola getah yang bening membeku di celah itu, menangkap dan memantulkan cahaya.
Eragon menempatkan diri di sepanjang batang pohon agar bola-bola darah pohon yang membeku menonjol sebagai siluet dan dibingkai sekelompok daun jarum baru yang mengilap. Lalu ia memakukan pemandangan itu dalam benaknya sebaik mungkin dan mengucapkan mantra.
Permukaan batu pipih kelabu itu berubah cerah saat cipratan warna merekah di sana, berpadu dan berbaur menghasilkan rangkaian warna yang tepat. Sewaktu pigmen-pigmennya akhirnya berhenti bergerak, Eragon mendapati diri menatap duplikat aneh dari apa yang ingin direproduksinya. Getah dan daun-daun jarumnya sangat terinci dan hidup, sementara segala yang lainnya tampak buram dan tidak jelas, seakan dipandang dengan mata separo terbuka. Hasilnya jauh dari kejelasan universal fairth Ilirea buatan Oromis.
Dengan isyarat dari Oromis, Eragon menyerahkan batunya. Elf itu memelajarinya selama semenit, lalu berkata, "Kau memiliki cara berpikir yang tidak biasa, Eragon-finiarel. Sebagian besar manusia sulit memusatkan perhatian dengan benar ketika menciptakan gambar yang bisa dikenali. Kau, di sisi lain, tampaknya nyaris mengamati segalanya dari sesuatu yang menarik minatmu. Tapi fokusnya sempit. Kau menemui masalah yang sama di sini seperti meditasimu. Kau harus santai, memperluas bidang pandangmu, dan membiarkan dirimu menyerap segala sesuatu di sekitarmu tanpa menilai mana yang penting dan mana yang tidak." Setelah mengesampingkan gambar itu, Oromis mengambil batu kosong kedua dari rumput dan memberikannya pada Eragon. "Coba lagi dengan apa yang ku--"
"Hail, Penunggang!"
Dengan terkejut, Eragon berpaling dan melihat Orik serta Arya muncul berdampingan dari hutan. Kurcaci itu mengangkat tangan untuk menyapa. janggutnya baru saja dipotong dan dikepang, rambutnya diikat ekor kuda dengan rapi, dan ia mengenakan tunik baru--dari para elf--berwarna merah dan cokelat dengan bordiran benang emas. Penampilannya tidak menunjukkan kondisinya semalam sedikit pun. Eragon, Oromis, dan Arya bertukar salam tradisional, kemudian, tanpa menggunakan bahasa kuno, Oromis bertanya, "Dalam rangka apa aku mendapat kunjungan ini" Kalian berdua diterima di gubukku, tapi seperti yang bisa kalian lihat, aku sedang bekerja bersama Eragon, dan ini sangat penting."
"Aku minta maaf mengganggu Anda, Oromis-elda," kata Arya, "tapi--"
"Aku yang salah," kata Orik. Ia melirik Eragon sebelum melanjutkan. "Aku dikirim Hrothgar kemari untuk memastikan Eragon mendapat pelatihan yang layak diterimanya. Aku tidak ragu bahwa memang begitu, tapi aku berkewajiban melihat pelatihannya dengan mataku sendiri agar sekembalinya ke Tronjheim kelak, aku bisa menyampaikan apa yang sebenarnya terjadi pada rajaku."
Oromis berkata, "Apa yang kuajarkan pada Eragon tidak boleh diberitahukan pada siapa pun. Rahasia Penunggang hanya bagi dirinya seorang."
"Dan aku mengerti itu. Tapi kita hidup di waktu yang tidak pasti; batu yang dulunya mantap dan kokoh sekarang tidak stabil. Kita harus beradaptasi untuk bisa bertahan hidup. Begitu banyak yang tergantung pada Eragon, kami para kurcaci berhak memastikan pelatihannya berjalan sesuai janji. Apakah menurut Anda permintaan kami cukup masuk akal""
"Diutarakan dengan baik, Master Kurcaci," kata Oromis. Ia mengetuk-ngetukkan jemarinya, tidak bisa ditebak, seperti biasa. "Kalau begitu, boleh kuanggap ini tugas bagimu""
"Tugas dan kehormatan."
"Dan kau tidak akan mundur saat ini""
"Sayangnya tidak, Oromis-elda," kata Orik.
"Baiklah. Kau boleh tinggal dan menonton selama pelajaran ini. Apakah kau puas""
Orik mengerutkan kening. "Apakah pelajaran Anda sudah hampir berakhir""
"Kami baru saja mulai."
"Kalau begitu ya, aku akan puas. Setidaknya untuk saat ini."
Sementara mereka berbicara, Eragon berusaha menangkap pandangan Arya, tapi elf tersebut tetap memusatkan pandangannya pada Oromis.
"...Eragon!" Eragon mengerjapkan mata, tersentak dari lamunan. "Ya, Master""
"Jangan melamun, Eragon. Kuminta kau membuat fairth Biarkan pikiranmu tetap terbuka, seperti yang kuajarkan tadi."
"Ya Master." Eragon mengangkat lempengan batunya, kedua tangannya agak basah karena ia gugup memikirkan kehadiran dan Arya di sana untuk menilai prestasinya. Ia ingin berhasil dengan baik untuk membuktikan Oromis guru yang baik. Sekalipun begitu, ia tidak bisa memusatkan perhatian Pada daun jarum pinus dan getahnya; Arya menarik-narik dirinya seperti magnet, mengalihkan perhatiannya pada elf itu setiap kali ia memikirkan hal-hal lain. "
Akhirnya ia sadar bahwa sia-sia menolak ketertarikan itu. Ia membayangkan Arya dalam kepalanya--yang hanya memerlukan waktu sejenak, karena ia hafal wajah Arya lebih daripada wajahnya sendiri--dan mengucapkan mantra dalam bahasa kuno, menumpahkan segenap pemujaan, cinta, dan ketakutannya terhadap Arya ke dalam aliran sihir.
Hasilnya menyebabkan ia tak mampu bicara.
Fairth menggambarkan kepala dan bahu Arya dengan latar belakang gelap, tidak jelas. Arya bermandikan kunang-kunang di sisi kanannya dan menatap penontonnya dengan pandangan penuh arti, tampak bukan hanya sebagaimana dirinya tapi sebagaimana dirinya menurut pandangan Eragon: misterius, eksotis, dan wanita tercantik yang pernah dilihatnya. Gambar itu cacat, tidak sempurna, tapi begitu kuat dan penuh emosi hingga memicu reaksi Eragon. Beginikah caraku memandangnya" Siapa pun wanita ini, ia begitu bijaksana, kuat, dan memikat, hingga mampu menenggelamkan pria mana pun yang lebih rendah.
Dari jarak jauh, Eragon mendengar Saphira berbisik, Hati-hati..
"Apa yang kau gambar, Eragon"" tanya Oromis.
"Aku... aku tidak tahu." Eragon ragu-ragu saat Oromis mengulurkan tangan meminta fairth itu, enggan membiarkan orang lain melihat karyanya, terutama Arya. Sesudah diam cukup dan menakutkan, Eragon melepaskan cengkeramannya batu itu dan memberikannya pada Oromis.
Ekspresi elf itu berubah tegas saat memandang fairth tersebut, lalu kembali menatap Eragon, yang resah dipandangi begitu. Tanpa sepatah kata pun, Oromis memberikan batu tersebut pada Arya.
Rambut Arya menutupi wajahnya saat ia membungkuk di atas lempengan itu, tapi Eragon melihat otot-otot dan pembuluh-pembuluh darah bertonjolan di tangan Arya Saat elf tersebut mencengkeram batunya. Lempengan itu bergetar di tangannya.
"Well, apa itu"" tanya Orik.
Arya mengangkat fairth melewati kepala, lalu melemparkannya ke tanah, memecahkan gambar itu hingga berkeping-keping. Lalu ia menegakkan diri dan, dengan angkuh, berjalan melewati Eragon, menyeberangi lapangan, dan memasuki kegelapan Du Weldenvarden.
Orik mengambil salah satu kepingan batu. Kepingan itu kosong. Gambarnya sirna sewaktu batunya pecah. Ia menarik-narik janggutnya. "Selama berpuluh-puluh tahun aku mengenalnya, Arya tidak pernah kehilangan kendali seperti itu. Tidak pernah. Apa yang kau buat, Eragon""
Dengan ter tegun, Eragon berkata, "Gambar dirinya."
Orik mengerutkan kening, jelas kebingungan. "Gambamya" Kenapa itu--"
"Kupikir sebaiknya kau pergi sekarang," kata Oromis. "Pelajaran sudah selesai. Kembalilah besok atau besok lusa kalau kau mau mendapat gambaran yang lebih baik mengenai kemajuan Eragon."
Si kurcaci menyipitkan mata memandang Eragon, lalu mengangguk dan menepiskan tanah dari telapak tangannya. "Ya, aku yakin begitu. Terima kasih untuk waktumu, Oromis-elda. Aku menghargainya." Saat melangkah kembali ke Ellesmera, ia berkata sambil menoleh ke belakang pada Eragon, "Aku ada di ruang bersama Aula Tialdari, kalau kau mau bicara."
Sesudah Orik pergi, Oromis mengangkat tepi tuniknya, berlutut, dan mengumpulkan kepingan-kepingan batu. Eragon mengawasinya, tidak mampu bergerak.
"Kenapa"" tanyanya dalam bahasa kuno.
"Mungkin," kata Oromis, "Arya takut padamu."
"Takut" Ia tidak pernah takut." Bahkan sewaktu mengatakannya, Eragon tahu itu tidak benar. Arya hanya menutupi ketakutannya dengan lebih baik dibandingkan siapa pun. Sambil bertumpu pada salah satu lutut, ia mengambil sekeping fairth dan menekankannya ke telapak tangan Oromis. "Kenapa aku menakutkan baginya"" tanyanya. "Tolong katakan."
Oromis berdiri dan berjalan ke tepi sungai, di mana ia menghamburkan kepingan-kepingan batu, membiarkan serpihan kelabu mengalir turun dari sela-sela jemarinya. "Fairth hanya menunjukkan apa yang kauinginkan. Bisa saja kau berbohong dengan fairth, menciptakan gambar palsu, tapi untuk itu diperlukan keahlian yang lebih tinggi daripada yang kaumiliki.
Arya tahu ini. Dengan begitu, ia juga tahu fairth buatanmu mempakan gambaran akurat perasaanmu terhadap dirinya."
"Tapi kenapa ia takut padaku""
Oromis tersenyum sedih. "Karena itu mengungkapkan kedalaman perasaanmu." Ia saling menempelkan ujung-ujung jemarinya, membentuk serangkaian lengkungan. "Mari kita analisis situasinya, Eragon. Biarpun kau cukup tua untuk dianggap sebagai pria dewasa di antara kaummu, di mata kami, kau tidak lebih daripada anak-anak." Eragon mengerutkan kening, mendengar gema suara Saphira semalam. "Biasanya, aku tidak akan membandingkan usia manusia dengan usia elf, tapi karena kau hidup selama kami, kau juga harus dinilai berdasarkan standar kami.
"Dan kau Penunggang. Kami mengandalkan dirimu untuk membantu kami mengalahkan Galbatorix; kalau sampai kau teralih dari pelajaranmu, itu bisa menjadi bencana bagi setiap orang di Alagaesia.
"Nah, sekarang," kata Oromis, "bagaimana Arya harus bereaksi terhadap fairth buatanmu" Jelas kau memandangnya dari sudut romantis, tapi--sekalipun aku tidak ragu bahwa Arya menyukaimu--persatuan kalian berdua mustahil terjadi karena kemudaanmu, budayamu, ras, dan tanggung jawabmu. Ketertarikanmu menempatkan Arya di posisi yang tidak nyaman. Ia tidak berani mengkonfrontasi dirimu, karena takut merusak latihanmu. Tapi, sebagai putri Ratu, ia tidak bisa mengabaikan dirimu dan mengambil risiko menyinggung perasaan Penunggang--terutama yang menyandang beban begitu banyak & Seandainya pun kalian sebanding, Arya pasti menahan diri dari menerimamu agar kau bisa memusatkan segenap energimu pada tugas yang kauhadapi. Ia akan mengorbankan kebahagiaannya untuk kebaikan yang lebih besar. Suara Oromis bertambah berat. "Kau harus mengerti, Eragon, bahwa membantai Galbatorix lebih penting daripada siapa pun. Tidak ada lagi yang penting selain itu." Ia diam sejenak, tatapannya melembut, kemudian menambahkan, "Mengingat situasinya, apakah aneh kalau Arya takut perasaanmu padanya bisa membahayakan segala sesuatu yang kita lakukan""
Eragon menggeleng. Ia malu karena tingkah lakunya menyebabkan Arya tertekan, dan galau pada betapa ceroboh dan kekanak-kanakannya tindakannya tadi. Aku bisa menghindari seluruh kekacauan ini kalau bisa lebih mengendalikan diri.
Sambil menyentuh bahu Eragon, Oromis membimbingnya kembali ke dalam gubuk. "Jangan berpikir aku tidak bersimpati, Eragon. Semua orang pasti pernah mengalami perasaan yang kaualami dalam hidup mereka. Itu bagian dari tumbuh dewasa. Aku juga tahu betapa sulit bagimu menghindari kenyamanan hi
dup yang biasa, tapi ini penting kalau kita ingin berhasil."
"Ya, Master." Mereka duduk di meja dapur, dan Oromis mulai membentangkan bahan-bahan tulisan untuk latihan Liduen Kvaedhi Eragon. "Tidak masuk di akal kalau aku berharap kau melupakan perasaanmu pada Arya, tapi kuharap kau bisa mengendalikannya agar tidak mengacaukan pelajaranku lagi. Kau bisa menjanjikan itu padaku""
"Ya, Master. Aku berjanji."
"Dan Arya" Apa tindakan terpuji yang harus dilakukan sehubungan dengan kemarahannya""
Eragon ragu-ragu. "Aku tidak ingin kehilangan persahabatan dengannya."
"Ya." "Oleh karena itu... aku akan menemuinya, aku akan minta maaf, dan aku akan meyakinkannya bahwa aku tidak akan pernah menyulitkannya seperti itu lagi." Sulit baginya mengatakannya, tapi begitu selesai, ia merasa lega, seakan dengan mengakui kesalahannya, ia membersihkan diri dari kesalahan itu.
Oromis tampak senang. "Dengan itu saja, kau membuktikan kau sudah dewasa."
Lembaran-lembaran kertas terasa halus di bawah tangan Eragon sewaktu ia menekannya agar rata di meja. Ia menatap bentangan putih kosong itu sejenak, lalu mencelupkan ujung pena bulu ke tinta dan mulai menuliskan serangkaian huruf. Setiap garis berdurinya seperti semburat malam di kertas, jurang tempat ia bisa menceburkan diri dan mencoba melupakan perasaannya yang kacau.
PENGHAPUS Keesokan paginya, Eragon mencari Arya untuk minta maaf. Ia mencari selama lebih dari satu jam tanpa hasil. Tampaknya Arya menghilang di antara banyak ceruk tersembunyi di dalam Ellesmera. Ia sekilas melihatnya sewaktu berhenti sejenak di pintu masuk Tialdari Hall dan memanggilnya, tapi Arya menyelinap pergi sebelum Eragon sempat mendekatinya. Ia menghindariku, pikirnya, akhirnya sadar.
Seiring berlalunya hari, Eragon menjalani latihan Oromis dengan semangat yang dipuji tetua Penunggang itu, mengabdikan diri pada pelajarannya untuk mengalihkan pikiran dari Arya.
Malam dan siang, Eragon berjuang keras menguasai pelajaran. Ia menghafal setiap kata untuk membuat, mengikat, dan memanggil; mempelajari nama-nama sejati tanaman dan hewandan mempelajari akibat transmutasi, bagaimana memanggil angin dan laut, dan puluhan keahlian yang diperlukan untuk memahami kekuatan-kekuatan dunia. Dalam bidang mantra untuk energi-energi besar--seperti cahaya, panas, dan magnetisme--ia sangat berhasil, karena memiliki bakat untuk menilai dengan tepat berapa besar tenaga yang dibutuhkan dan apakah kebutuhan itu melebihi kemampuan tubuhnya.
Sesekali Orik datang dan menonton, berdiri tanpa berkomentar di tepi lapangan sementara Oromis mengajari Eragan, atau sementara Eragon bersusah payah sendiri menguasal mantra yang sulit.
Oromis memberinya banyak tantangan. Ia memaksa Eragon memasak hidangan dengan sihir, agar ia lebih mampu mengendalikan gramarye; usaha pertama Eragon menghasilkan masakan hangus. Si elf menunjukkan cara mendeteksi dan menetralisir berbagai jenis racun pada Eragon dan, sejak itu, Eragon harus memeriksa hidangannya dari berbagai jenis racun yang mungkin diselipkan Oromis di dalamnya. Lebih dari sekali Eragon kelaparan sewaktu ia tidak bisa menemukan racunnya atau tidak mampu menetralisirnya. Dua kali ia sakit begitu parah hingga Oromis terpaksa menyembuhkannya. Dan Oromis memaksa Eragon mengucapkan berbagai mantra berturut- turut, yang menuntut konsentrasi luar biasa agar mantramantranya tetap terarah ke sasaran yang sebenarnya dan tidak berpindah dari benda-benda yang ingin dipengaruhi Eragon.
Oromis menghabiskan berjam-jam yang panjang untuk ilmu memberi energi pada materi, entah untuk dilepaskan kelak atau untuk memberi benda itu atribut tertentu. Ia berkata, "Beginilah cara Rhunon memantrai pedang para Penunggang hingga tidak pernah patah atau tumpul; bagaimana kami bernyanyi pada tanaman agar tumbuh sesuai keinginan kami; bagaimana memasang perangkap dalam kotak, yang hanya akan terpicu kalau kotak dibuka; bagaimana kami dan para kurcaci membuat Erisdar, lentera kami; dan bagaimana kau bisa menyembuhkan orang yang terluka, untuk menyebutkan beberapa penggunaan. Ini mantra-mantra yang paling ampuh, karena bis
a tetap tidak berbahaya selama lebih dari seribu tahun dan sulit diterima atau dihindari. Mantra-mantra ini bertebaran di Alagaesia, membentuk tanah dan takdir mereka yang tinggal di sini."
Eragon bertanya, "Anda bisa menggunakan teknik ini untuk mengubah tubuh Anda, bukan" Atau itu terlalu berbahaya""
Bibir Oromis merekahkan senyum tipis. "Sayangnya, kau tanpa sengaja menemukan kelemahan terbesar kaum elf: kesombongan kami. Kami menyukai keindahan dalam segala bentuknya, dan kami berusaha mewujudkan keindahan itu dalam penampilan kami. Itu sebabnya kami dikenal sebagai Makhluk Halus. Semua elf tampak persis seperti apa yang diinginkannya. Sewaktu elf belajar mantra untuk tumbuh membentuk makhluk hidup, mereka sering memilih mengubah penampilan mereka agar lebih menampilkan kepribadian. Beberapa elf malah bertindak lebih jauh daripada sekadar perubahan estetika dan mengubah anatomi mereka untuk beradaptasi dengan berbagai lingkungan, seperti yang akan kau lihat dalam Perayaan Sumpah Darah. Sering, mereka lebih mirip hewan daripada elf.
"Tapi mengalihkan kekuatan ke makhluk hidup berbeda dari mengalihkan kekuatan ke benda mati. Sangat sedikit materi yang cocok untuk menyimpan energi; sebagian besar entah membiarkan energinya buyar atau terisi tenaga begitu penuh hingga sewaktu kau menyentuh bendanya, kilat menyambar melalui tubuhmu. Material terbaik yang kami temukan untuk tujuan ini adalah batu permata. Kwarsa, agate, dan batu-batu lain yang lebih rendah tidak seefisien, misalnya, berlian, tapi permata apa pun sudah mencukupi. Itu sebabnya pedang para Penunggang selalu dilengkapi perhiasan di gagangnya. Itu juga kenapa kalung kurcacimu--yang dari logam sepenuhnya--harus menyerap energimu untuk mengisi tenaga mantranya, karena tidak bisa diisi tenaga sendiri."
Sewaktu tidak bersama Oromis, Eragon melengkapi ilmunya dengan membaca banyak gulungan yang diberikan elf itu padanya, kebiasaan yang segera membuatnya kecanduan. Pendidikan Eragon--yang dibatasi pengetahuan Garrow yang sedikit--hanya memberinya ilmu yang diperlukan untuk bertani. Informasi yang ditemukannya dalam kertas sepanjang bermil-mil itu membanjirinya seperti hujan pada padang pasir yang gersang, memuaskan dahaga yang sebelumnya tidak disadarinya. Ia membaca teks mengenai geografi, biologi, anatomi, filsafat, dan matematika, juga memoar, biografi, dan sejarah. Yang lebih penting daripada sekadar fakta adalah pengenalannya terhadap cara-cara berpikir alternatif. Cara-cara ini menantang keyakinannya dan memaksanya menelaah ulang anggapan-anggapannya tentang segala sesuatu, dari hak-hak individu dalam masyarakat hingga apa yang menyebabkan matahari bergerak melintasi langkit.
Ia menyadari ada sejumlah dokumen mengenai Urgal dan kebudayaan mereka. Eragon membacanya tapi tidak mengatakan apa-apa, Oromis juga tidak menyinggungnya.
Dari pelajarannya, Eragon banyak mengetahui tentang para elf, Subjek yang dipelajarinya dengan penuh semangat, berharap hal itu akan membantunya lebih memahami Arya. Yang mengejutkan, ia mendapati para elf tidak menikah, melainkan berpasangan selama mereka menginginkannya, entah selama sehari atau seabad. Anak-anak jarang ada, dan memiliki anak dianggap sebagai sumpah cinta tertinggi di kalangan elf.
Eragon juga mengetahui bahwa sejak kedua ras mereka pertama kali bertemu, hanya ada sedikit pasangan elf-manusia: sebagian besar manusia Penunggang yang menemukan pasangan yang cocok di antara elf. Tapi, dari yang bisa dipahaminya dengan susah payah dari catatan rumit itu, sebagian besar hubungan tersebut berakhir dengan tragedi, entah karena pasangan itu tidak bisa berkomunikasi satu sama lain atau karena si manusia menua dan meninggal sementara elf hidup abadi.
Sebagai tambahan non-fiksi, Oromis memberi Eragon salinan berbagai lagu, puisi, dan epos terbaik elf, yang memikat imajinasi Eragon, karena cerita-cerita yang diketahuinya hanyalah yang disampaikan Brom di Carvahall. Ia menikmati epos seperti menikmati hidangan yang dimasak dengan baik, berlama-lama membaca The Deed of Geda atau The Lay of Umhodan agar bisa memperpanjang kea
syikannya. Latihan Saphira sendiri maju dengan cepat. Karena terhubung dengan benaknya, Eragon terpaksa melihat saat Glaedr memaksa Saphira menjalani serangkaian latihan yang sama beratnya dengan latihannya sendiri. Saphira berlatih terbang diam sambil mengangkat batu besar, juga terbang secepat mungkin, menukik, dan gerakan-gerakan akrobatik lain. Untuk meningkatkan daya tahannya, Glaedr memaksanya mengembuskan api selama berjam-jam ke pilar batu alami ketika berusaha mencairkan pilar itu. Mula-mula Saphira hanya bisa mempertahankan semburannya selama beberapa menit, tapi dalam waktu singkat obor yang sangat panas meraung dari rahangnya selama lebih dari setengah jam tanpa jeda, memanasi pilar hingga memutih karena panasnya. Eragon juga mendengar legenda-legenda naga yang diberitahukan Glaedr kepada Saphira, rincian mengenai kehidupan naga dan sejarah melengkapi pengetahuan naluriah Saphira. Sebagian besar tidak bisa dipahami Eragon, dan ia curiga Saphira menyembunyikan lebih banyak lagi dari dirinya, rahasia rasnya yang tidak diceritakan naga pada siapa pun kecuali sesamanya. Satu hal yang diketahuinya, dan sangat dipuja Saphira, adalah nama ayahnya, Iormungr, dan ibunya, Vervada, yang berarti Pembelah Batu dalam bahasa kuno. Iormungr terikat pada Penunggang, tapi Vervada naga liar yang bertelur sangat banyak namun hanya memercayakan satu kepada Penunggang: Saphira. Kedua naga itu tewas di Fall.
Terkadang Eragon dan Saphira terbang bersama Oromis dan Glaedr, berlatih perang udara atau mengunjungi reruntuhan yang tersembunyi di dalam Du Weldenvarden. Di hari-hari lain mereka membalik urutan kegiatan yang biasa mereka lakukan, dan Eragon menemani Glaedr sementara Saphira tinggal di Tebing Tel'naeir bersama Oromis.
Setiap pagi Eragon berlatih-tanding dengan Vanir, yang, tanpa kecuali, menimbulkan kesakitan pada punggung Eragon. Yang memperburuk keadaan, elf itu terus merendahkan Eragon. Ia menyampaikan komentar-komentar yang, sepintas, tidak melewati batas kesopanan, dan ia menolak marah betapa hebat pun Eragon memancingnya. Eragon membenci si elf dan ketenangannya, sikapnya yang sopan. Rasanya Vanir seolah menghinanya dengan setiap gerakan. Dan rekan-rekan Vanir--yang, menurut tebakan Eragon merupakan elf generasi yang lebih muda--juga membenci Eragon, walau mereka tidak pernah menampilkan sikap apa pun selain hormat pada Saphira.
Perselisihan mereka mencapai puncaknya sewaktu, sesudah mengalahkan Eragon enam kali berturut-turut, Vanir menurunkan pedang dan berkata, "Mati lagi, Shadeslayer. Selalu begitu. Kau mau melanjutkannya"" Nadanya mengisyaratkan bahwa menurutnya tidak ada gunanya melanjutkan.
"Aye," kata Eragon. Ia mengalami serangan pada punggungnya dan tidak berniat banyak bicara.
Sekalipun begitu, sewaktu Vanir mengatakan, "Coba bilang, karena aku penasaran: Bagaimana caramu membunuh Durza kalau kau selamban ini" Aku tidak bisa membayangkan bagaimana kau bisa melakukannya," Eragon merasa harus menjawab, "Aku mengejutkannya."
"Maaf; seharusnya sudah kuduga bahwa ada tipuan."
Eragon menahan dorongan untuk mengertakkan gigi. "Kalau aku elf atau kau manusia, kau tidak akan mampu menyamai pedangku,"
"Mungkin," kata Vanir. Ia kembali memasang kuda-kuda dan, dalam waktu tiga detik dan dua serangnn, mengalahkan Eragon, "Tapi kurasa tidak. Kau seharusnya tidak membual sebagai pemain pedang yang lebih baik, ia bisa memutuskan untuk menghukum kesombonganmu."
Emosi Eragon meledak saat itu, dan ia menjangkau ke dalam dirinya dan memasuki arus sihir. Ia melepaskan energinya yang tertahan dengan salah satu dari dua belas kata minor pengikat, meneriakkan, "Malthinae!" untuk mengikat kaki dan lengan Vanir dan menutup rahangnya agar tidak bisa mengucapkan mantra balasan. Mata elf itu membelalak karena murka.
Eragon berkata, "Dan kau seharusnya tidak membualkan sihir pada orang yang lebih ahli daripada dirimu."
Alis mata hitam Vanir bertemu.
Tanpa peringatan atau membisikkan apa-apa, kekuatan tak kasatmata menghantam dada Eragon dan melemparnya sejauh sepuluh yard melintasi rerumputan, di mana ia mendarat pada sisi t
ubuhnya, mengempaskan udara dari paru-parunya. Benturan itu merusak kendali Eragon atas sihirnya dan membebaskan Vanir.
Bagaimana cara ia melakukan itu"
Sambil mendekatinya, Vanir berkata, "Kebodohanmu mengkhianatimu, manusia. Kau tidak tahu di mana kau berbicara. Aku tak habis pikir bagaimana kau bisa terpilih menggantikan Vraeh mendapatkan kamarnya, memiliki kehormatan melayani Mourning Sage..." Ia menggeleng. "Aku muak berkah seperti itu diberikan pada orang yang begitu tidak layak. Kau bahkan tidak memahami apa itu sihir atau bagaimana cara kerjanya."
kemarahan Eragon kembali menggelegak. "Apa," katanya, "kesalahan yang pernah kulakukan padamu" Kenapa kau begitu membenciku" Apakah kau lebih suka kalau tidak ada Penungang untuk menentang Galbatorix""
"Pendapatku tidak ada artinya."
"Aku setuju, tapi tetap ingin mendengarnya."
"Mendengarkan, seperti yang ditulis Nuala dalam Convocations, adalah jalan menuju kebijaksanaan hanya kalau merupakan basil keputusan sadar dan bukannya ketiadaan persepsi."
"Luruskan lidahmu, Vanir, dan beri aku jawaban yang jujur!"
Vanir tersenyum dingin. "Sesuai perintahmu, O Penunggang." Sambil mendekat hingga hanya Eragon yang bisa mendengar suaranya yang pelan, elf itu berkata, "Selama delapan puluh tahun sesudah kejatuhan para Penunggang, kami tidak pernah mengharapkan kemenangan. Kami bertahan hidup dengan menyembunyikan diri menggunakan tipuan dan sihir, yang hanya bersifat sementara, karena pada akhirnya Galbatorix akan cukup kuat untuk menyerang kami dan menghancurkan pertahanan kami. Lalu, lama sesudah kami pasrah terhadap nasib, Brom dan Jeod menyelamatkan telur Saphira, dan sekali lagi ada kesempatan mengalahkan penjajah busuk kami. Bayangkan suka cita dan kegembiraan kami. Kami tahu bahwa untuk bisa bertahan menghadapi Galbatorix, Penunggang baru itu hares Lebih kuat daripada pendahulunya yang mana pun, lebih kuat bahkan daripada Vrael. Tapi apa imbalan yang kami dapat untuk kesabaran kami" Manusia lain seperti Galbatorix. Lebih parah lagi... seseorang yang cacat. Kau menghancurkan kami semua, Eragon, begitu kau menyentuh telur Saphira. Jangan berharap kami menyambut kehadiranmu. Vanir menyentuh bibirnya dengan telunjuk dan jari tengah, lalu melangkah melewati Eragon dan meninggalkan lapangan latih-tanding, meninggalkan Eragon yang terpaku di tempat.
Ia benar, pikir Eragon. Aku tidak cocok untuk tugas ini. Elf mana pun yang ada di sini, bahkan Vanir, bisa menjadi Penunggang yang lebih baik daripada diriku.
Memancarkan kemurkaan, Saphira memperluas kontak di antara mereka. Apakah kau begitu meremehkan penilaianku, Eragon" Kau lupa bahwa sewaktu aku masih berada dalam telurku, Arya menunjukkan diriku pada setiap elf yang ada di sini--juga pada banyak anak kaum Varden--dan aku menolak mereka semua. Aku tidak akan memilih seseorang menjadi Penunggang-ku kecuali mereka bisa membantu rasmu, rasku, dan para elf, karena kita bertiga memiliki nasib yang berkaitan. Kau orang yang tepat, di tempat yang tepat, pada saat yang tepat. Jangan pernah melupakan hal itu.
Kalau itu benar, kata Eragon, itu sebelum Durza melukaiku. Sekarang aku hanya melihat kegelapan dan kejahatan di masa depan vita. Aku tidak akan menyerah, tapi aku takut kita mungkin tidak berhasil. Mungkin tugas kita bukanlah menjatuhkan Galbatorix tapi untak menyiapkan jalan bagi Penunggang berikutnya yang dipilih telur-telur yang tersisa.
Di Tebing Tel'naeir, Eragon mendapati Oromis di meja dalam gubuknya, melukis pemandangan alam dengan tinta hitam di sepanjang tepi bawah dokumen yang selesai ditulisnya.
Eragon membungkuk memberi hormat dan berlutut. "Master."
Lima betas menit berlalu sebelum Oromis selesai menggambar dedaunan jarum pohon juniper, menyingkirkan tinta, membersihkan kuas surai kudanya dengan air dari poci tanah liat, lalu berbicara pada Eragon, mengatakan, "Kenapa kau datang sepagi ini""
"Aku minta maaf mengganggu Anda, tapi Vanir meninggalkan kontes kami di tengah latih-tanding, dan aku tidak tahu harus berbuat apa seorang diri."
"Kenapa Vanir pergi, Eragon-vodhr""
Oromis melipat tangan di pangkua
nnya sementara Eragon menjabarkan kejadiannya, mengakhirinya dengan: "Aku seharusnya tidak lepas kendali, tapi itu yang terjadi, dan aku tampak semakin bodoh karenanya. Aku mengecewakan Anda, Master."
"Memang," Oromis menyetujui. "Vanir mungkin memprovokasimu tapi itu bukan alasan untuk membalas dengan tindakan yang sama. Kau hares lebih mampu mengendalikan emosi, Eragon. Kau bisa kehilangan nyawa kalau membiarkan emosi mengacaukan penilaianmu dalam pertempuran. Selain itu, pertunjukan kekanak-kanakan seperti itu tidak menghasilkan apa-apa selain membuat para elf yang menentang dirimu semakin menentangmu. Cara kerja kami halus dan hanya menyediakan sedikit toleransi untuk kesalahan seperti itu."
Maafkan aku, Master. Kejadian itu tidak akan terulang." karena Oromis tampak akan menunggu di kursinya hingga tiba waktunya bagi mereka untuk melakukan Rimgar seperti biasa, Eragon memanfaatkan kesempatan itu untuk bertanya "Bagaimana Vanir bisa menggunakan sihir tanpa berbicara""
"Oya" Mungkin elf lain memutuskan untuk membantunya "
Eragon menggeleng. "Di hari pertamaku di Ellesmera, aku juga melihat Islanzadi memanggil hujan bunga dengan menepukkan tangan, tidak lebih. Dan Vanir mengatakan aku tidak mengerti cara kerja sihir. Apa maksudnya""
"Sekali lagi," kata Oromis, pasrah, "kau mendapat pengetahuan pada saat dirimu tidak siap menerimanya. Tapi, karena situasi kita, aku tidak bisa mengingkarinya darimu. Hanya saja ketahuilah ini: yang kautanyakan itu tidak diajarkan pada Penunggang--dan tidak diajarkan pada para penyihir kami--sampai mereka sudah menguasai setiap aspek sihir lain, karena ini rahasia sifat sejati sihir dan bahasa kuno. Mereka yang mengetahuinya bisa mendapatkan kekuatan besar, betul, tapi dengan risiko menakutkan." Ia diam sejenak. "Bagaimana ikatan bahasa kuno pada sihir, Eragon-vodhr""
"Kata-kata bahasa kuno bisa melepaskan energi yang tersimpan dalam tubuh Anda dan dengan begitu mengaktifkan mantra."
"Ah. Kalau begitu, kau bermaksud mengatakan suara tertentu, getaran tertentu di udara, entah bagaimana menyadap energi ini" Suara yang mungkin dihasilkan secara acak oleh makhluk atau benda apa pun""
"Ya, Master." "Apakah itu tidak terasa absurd""
Dengan bingung, Eragon berkata, "Tidak penting apakah itu absurd atau tidak, Master; begitulah keadaannya. Apakah aku harus menganggap absurd bahwa bulan memudar dan terang atau musim berganti, atau burung-burung terbang ke selatan di musim dingin""
"Tentu saja tidak. Ta i ba aimana sekadar suara bisa berakibat sebesar itu" Apakah pola lengkingan dan volume tertentenu bisa benar-benar memicu reaksi yang memungkinkan kita memanipulasi energi""
"Tapi kenyataannya begitu."
"Suara tidak mengendalikan sihir. Yang penting bukanlah mengucapkan kata atau kalimat dalam bahasa ini, tapi memikirkannya dalam bahasa ini." Dengan satu sentakan pergelangan tangan, api keemasan muncul di telapak tangan Oromis, lalu menghilang. "Tapi, kecuali sangat dibutuhkan, kita masih mengucapkan mantra dengan bersuara agar pikiran yang menyimpang tidak mengacaukannya, yang berbahaya bahkan bagi pengguna sihir paling berpengalaman."
lmplikasi ini menggetarkan Eragon. Ia teringat saat nyaris tenggelam di bawah air terjun danau Kostha-merna dan bagaimana ia tidak mampu mengakses sihir karena air yang mengelilinya. Seandainya tahu ini waktu itu, aku bisa menyelamatkan diriku sendiri, pikirnya. "Master," katanya, "jika suara tidak memengaruhi sihir, kalau begitu, kenapa pikiran memengaruhinya""
Sekarang Oromis tersenyum. "Kenapa" Harus kukatakan bahwa kita sendiri bukanlah sumber sihir. Sihir bisa ada dengan sendirinya, mandiri dari mantra apa pun, seperti api siluman di rawa-rawa dekat Aroughs, sumur impian di Mani Caves di Pegunungan Beor, dan kristal terbang di Eoam. Sihir liar seperti ini sangat berbahaya, tidak bisa ditebak, dan sering kali lebih kuat daripada sihir apa pun yang kita kerahkan.
"Berjuta-juta tahun yang lalu, semua sihir seperti itu. Untuk menggunakannya tidak diperlukan apa pun kecuali kemampuan merasakan sihir dengan benakmu--yang harus dikuasai setiap Penyihir--
dan keinginan serta kekuatan untuk menggunakannya. Tanpa struktur bahasa lama, penyihir tidak pernah bisa mengatur bakat mereka dan, sebagai akibatnya, melepaskan banyak kejahatan di tanah ini, membunuh ribuan orang. Seiring dengan waktu, mereka mendapati bahwa menyatakan niat Mereka dalam bahasa mereka membantu mengatur pikiran darl menghindari akibat yang merugikan. Tapi itu bukan metode tanpa cacat. Pada akhirnya, terjadi kecelakaan yang begitu mengerikan hingga nyaris menghancurkan setiap makhluk hidup di dunia. Kami tahu kejadian itu dari potongan-potongan naskah yang selamat dari era itu, tapi siapa atau apa yang melontarkan mantra fatal itu tersembunyi dari kami. Naskah tersebut menyatakan bahwa, sesudahnya, ada ras bernama Orang-orang Kelabu--bukan elf, karena kami masih muda saat itu--mengumpulkan sumber daya mereka dan menyusun mantra, mungkin mantra terhebat waktu itu dan yang pernah ada. Bersama-sama, Orang-orang kelabu mengubah sifat sihir itu sendiri. Mereka membuatnya begitu rupa hingga bahasa mereka, bahasa kuno, bisa mengendalikan apa yang dilakukan mantra... bisa benar-benar membatasi sihir hingga kalau kau mengatakan bakar pintu itu lalu tanpa sengaja memandangku dan memikirkan diriku, sihir akan tetap membakar pintu itu bukan diriku. Dan mereka memberi dua sifat unik kepada bahasa kuno, kemampuan untuk mencegah mereka yang mengucapkannya berbohong dan kemampuan untuk menjabarkan sifat sejati berbagai benda. Bagaimana mereka melakukannya masih merupakan misteri.
"Naskah-naskah itu berbeda mengenai apa yang terjadi pada orang-orang Kelabu sesudah mereka menyelesaikan pekerjaannya, tapi tampaknya mantra tersebut menguras kekuatan mereka dan menyebabkan mereka tidak lebih daripada bayangan mereka sendiri. Mereka memudar, memilih tinggal di kota-kota mereka hingga batu-batu hancur menjadi debu atau mengambil pasangan dari ras-ras yang lebih muda dan dengan begitu musnah."
"Kalau begitu," kata Eragon, "apakah masih mungkin untuk menggunakan sihir tanpa bahasa kuno""
"Menurutmu bagaimana Saphira menyemburkan api" Dan, berdasarkan ceritamu sendiri, ia tidak menggunakan kata apa pun sewaktu mengubah makam Brom menjadi berlian maupun waktu ia memberkati anak itu di Farthen Dar. Otak naga berbeda dengan otak kita; mereka tidak membutuhkan perlindungan dari sihir. Mereka tidak bisa menggunakannya secara sadar, kecuali untuk semburan apinya, tapi sewaktu berkat itu menyentuh mereka, kekuatan mereka tidak ada bandingannya & Kau tampak terganggu, Eragon. Kenapa""
Eragon menunduk menatap tangannya. "Apa artinya ini bagiku, Master""
"Ini artinya kau akan terus mempelajari bahasa kuno, karena kau bisa melakukan ban yak hal dengan bahasa itu, yang ini terlalu rumit atau berbahaya kalau tidak menggunakannya. Ini artinya kalau tertangkap dan dibekap, kau masih bisa mengerahkan sihir untuk membebaskan diri, seperti yang dilakukan Vanir. Ini artinya kalau kau tertangkap dan dibius serta tidak bisa mengingat bahasa kuno, ya, bahkan pada saat itu, kau bisa melontarkan mantra, sekalipun hanya dalam situasi yang paling berbahaya. Dan ini artinya kalau kau ingin melontarkan mantra untuk apa yang tidak memiliki nama dalam bahasa kuno, kau bisa melakukannya." Ia diam sejenak. "Tapi berhati-hatilah terhadap godaan untuk menggunakan kekuatan ini. Bahkan yang paling bijaksana di antara kami ragu untuk bermaul-main dengan hal ini karena takut akan kematian atau yang lebih buruk lagi."
Keesokan paginya, dan setiap pagi sesudahnya selama ia tinggal di Ellesmera, Eragon berduel dengan Vanir, tapi ia tidak pernah lepas kendali lagi, tidak peduli apa yang dilakukan atau dikatakan elf itu.
Eragon juga tidak suka mengerahkan segenap energinya untuk persaingan mereka. Punggungnya semakin lama semakin sering menyakitinya, menyiksanya hingga batas daya tahannya. Serangan-serangan yang melumpuhkan itu meningkatkan kepekaannya; tindakan-tindakan yang sebelumnya tidak menimbulkan masalah baginya sekarang bisa menyebabkan ia menggeliatgeliat di tanah. Bahkan Rimgar mulai memicu serangan saat latihan itu meningkat ke pose-pose yang lebih mengu
ras tenaga. Mendapat serangan tiga hingga empat kali dalam sehari menjadi pengalaman biasa baginya.
Wajah Eragon berubah kuyu. Ia berjalan agak terseok-seok, gerakannya lamban dan hati-hati karena ia berusaha menghemat kekuatan. Sulit baginya untuk berpikir jernih atau memerhatikan pelajaran Oromis, dan dalam ingatannya mulai timbul kekosongan-kekosongan yang tidak bisa dipahaminya. Di waktu luangnya, ia mengambil cincin teka-teki Orik lagi, lebih suka memusatkan perhatian pada cincin-cincin yang berkaitan dan membingungkan itu daripada memikirkan kondisinya. Sewaktu bersamanya, Saphira berkeras Eragon naik ke punggungnya dan melakukan segala hal agar Eragon merasa nyaman dan tidak perlu bersusah payah.
Suatu pagi, saat berpegangan di duri leher Saphira, Eragon berkata, Aku punya nama baru untuk sakit.
Apa itu" Si Penghapus. Karena sewaktu kau kesakitan, tidak ada lagi hal lain. Tidak ada pikiran. Tidak ada emosi. Hanya ada dorongan melarikan diri dari sakit itu. Sewaktu sakitnya cukup kuat, si Penghapus merenggut dari kita segala sesuatu yang menjadikan diri kita, hingga kita terpuruk menjadi makhluk yang lebih rendah daripada hewan, makhluk dengan satu keinginan dan tujuan: lolos.
Nama yang bagus, kalau begitu.
Aku hancur, Saphira, seperti kuda tua yang membajak terlalu banyak ladang. Jaga aku dengan pikiranmu, kalau tidak aku mungkin akan hanyut dan melupakan siapa diriku.
Aku tidak akan pernah melepaskanmu.
Tidak lama sesudah itu, Eragon mendapat tiga serangan sewaktu bertempur dengan Vanir, lalu dua lagi selama melakukan Rimgar. Saat ia bangkit setelah meringkuk, Oromis berkata, "Sekali lagi, Eragon. Kau harus menyempurnakan keseimbanganmu."
Eragon menggeleng dan menggeram pelan, "Tidak." Ia bersedekap untuk menyembunyikan badannya yang gemetar. "Apa""
"Tidak." "Bangun, Eragon, dan coba lagi.''
"Tidak! Lakukan sendiri; aku tidak mau."
Oromis berlutut di samping Eragon dan menempelkan tangannya yang sejuk di pipi Eragon. Ia membiarkan tanganya di sana, menatap Eragon dengan keramahan yang begitu rupa hingga Eragon memahami kedalaman kasih sayang elf itu padanya, dan, kalau mungkin, Oromis bersedia mengambil alih kesakitan Eragon untuk menghilangkan penderitaannya; "Jangan berhenti berharap," kata Oromis. "Jangan pernah." Kekuatan terasa mengalir dari dirinya kepada Eragon. "Kita para Penunggang. Kita berdiri di antara terang dan gelap, dan menjaga keseimbangan di antara keduanya. Ketidaktahuan, ketakutan, kebencian: inilah musuh kita. Lawan mereka dengan segenap tenagamu, Eragon, kalau tidak kita pasti gagal." Ia bangkit dan mengulurkan tangan pada Eragon. "Sekarang bangkitlah, Shadeslayer, dan buktikan kau bisa mengalahkan naluri dagingmu!"
Eragon menghela napas dalam dan menegakkan diri dengan satu lengan, mengernyit akibat gerakannya. Ia berhasil berdiri, diam sejenak, lalu menegakkan tubuh dan memandang Oromis lurus-lurus.
Elf itu mengangguk setuju.
Eragon tetap membisu hingga mereka menyelesaikan Rimgar aan rnandi di sungai. Ia berkata, "Master."
"Ya, Eragon""
"Kenapa aku harus menjalani siksaan ini" Anda bisa menggunakan sihir untuk memberikan keahlian yang kubutuhkan, membentuk tubuhku seperti yang Anda lakukan pada pohonpohon dan tanaman."
"Bisa saja, tapi kalau kulakukan, kau tidak akan pernah memahami bagaimana kau bisa mendapatkan tubuhmu, kemampuanmu sendiri, atau bagaimana cara mempertahankannya. Tidak ada jalan pintas untuk apa yang kau tempuh, Eragon."
Air dingin mengalir di sepanjang tubuh Eragon sewaktu ia membenamkan diri ke sungai. Ia memasukkan kepala ke bawah air, berpegangan pada batu agar tidak hanyut, dan berbaring di dasar sungai, merasa seperti anak panah yang melayang di air.
NARDA Roran bertumpu pada satu lutut dan menggaruk janggutnya yang baru tumbuh sambil menunduk memandang Narda.
Kota itu gelap dan kecil, seperti lapisan keras roti gandum yang dijejalkan di ceruk di sepanjang pantai. Selepas kota itu, laut semerah anggur berkilau ditimpa berkas terakhir matahari terbenam. Laut memesona dirinya; benar-benar berbeda dengan pemandangan alam yang biasa dilihatnya.
Kita berhasil. Setelah meninggalkan tonjolan karang, Roran berjalan kembali ke perkemahan darurat, menikmati tarikan-tarikan napas dalam yang berisi udara bergaram. Mereka berkemah tinggi di kaki perbukitan Spine agar tidak terlihat siapa pun yang mungkin akan memberitahu Kekaisaran mengenai keberadaan mereka.
Saat berjalan di sela penduduk-penduduk desa yang Meringkuk di bawah pepohonan, Roran mengamati kondisi mereka dengan sedih dan marah. Perjalanan dari Lembah Palancar menyebabkan orang-orang sakit, babak belur, dan kelelahan; wajah mereka kurus akibat kurang makan; pakaian mereka compang-camping. Hampir semua orang mengenakan kain yang diikat di tangan untuk mengusir sengatan dingin malam-malam di pegunungan yang membekukan. Berminggu-minggu aku manggul beban berat membungkukkan bahu yang dulu tegak. Pemandangan terburuk adalah anak-anak: kurus dan diam di luar kewajaran.
Mereka layak mendapatkan yang lebih baik, pikir Roran. Aku akan berada dalam cengkeraman Ra'zac sekarang kalau mereka tidak melindungi diriku.
Puluhan orang mendekati Roran, sebagian besar tidak menginginkan lebih daripada sentuhan di bahu atau kata-kata penghiburan. Beberapa menawarinya makanan, yang ditolaknya atau, sewaktu mereka berkeras, diberikannya pada orang lain. Mereka menjaga jarak mengawasinya dengan mata bulat dan Ia tahu apa yang mereka katakan tentang dirinya, bahwa ia sinting, bahwa roh-roh menguasai dirinya, bahwa bahkan Ra'zac tidak bisa mengalahkan dirinya dalam pertempuran.
Menyeberangi Spine ternyata lebih berat daripada dugaan Roran. Satu-satunya jalan setapak di hutan hanyalah jalan yang sering dilalui hewan-hewan buruan, yang terlalu sempit, curam, dan berbahaya bagi kelompok mereka. Akibatnya, para penduduk desa terpaksa menebangi pepohonan dan sesemakan untuk membuka jalan, tugas melelahkan yang dibenci semua orang, apalagi karena hal itu memudahkan Kekaisaran melacak mereka. Satu keuntungan dari situasi itu adalah bahwa kegiatan tersebut memulihkan bahu Roran yang terluka hingga sekuat sebelumnya, sekalipun ia masih sulit mengangkat lengan hingga sudut tertentu.
Kekerasan lain memangsa mereka. Badai yang tiba-tiba mengamuk menjebak mereka di lintasan terbuka yang tinggi di atas hutan. Tiga orang membeku dalam salju: Hida, Brenna, dan Nesbit, semuanya sudah cukup tua. Malam itu pertama kalinya Roran yakin seluruh penduduk desa akan tewas karena mengikuti dirinya. Tidak lama kemudian, seorang bocah laki-laki Patah lengannya karena jatuh, lalu Southwell tenggelam dalam sungai gletser. Serigala dan beruang terus memburu ternak mereka, mengabaikan api unggun penjagaan yang dinyalakan Penduduk desa begitu mereka tersembunyi dari Lembah Palancar dan para prajurit Galbatorix yang mereka benci. Kelaparan mencengkeram mereka seperti parasit yang tak kenal lelah menggigiti perut mereka, melahap kekuatan mereka, dan mengisap tekad mereka untuk melanjutkan.
Tapi mereka selamat, dengan kekerasan hati dan ketekunan seperti yang mempertahankan para leluhur mereka di Lembah Palancar sekalipun ada kelaparan, perang, dan wabah penyakit.
Orang-orang di Carvahall mungkin membutuhkan satu setengah abad untuk mengambil keputusan, tapi begitu mereka mengambil keputusan, tidak ada yang mampu membelokkan mereka.
Sesudah mereka sekarang tiba di Narda, harapan dan rasaan berhasil menyebar di perkemahan. Tidak ada Yang tahi apa yang akan terjadi selanjutnya, tapi fakta bahwa mereka berhasil mencapai sejauh ini membangkitkan kepercayaan diri mereka.
Kita tidak akan aman sebelum meninggalkan Kekaisaran, pikir Roran. Dan tergantung padaku untuk memastikan kita tidak tertangkap. Aku bertanggung jawab atas setiap orang di sini.... Tanggung jawab yang diterimanya sepenuh hati karena memungkinkan dirinya melindungi penduduk desa dari Galbatorix sekaligus menyelamatkan Katrina. Sudah lama sekali Katrina tertangkap. Bagaimana mungkin ia masih hidup" Roran bergidik dan menepiskan pikiran itu. Kesintingan yang sebenarnya menunggunya kalau ia membiarkan dirinya memikirkan nasib Katrina.
Saat subuh, Roran, Horst, Baldor, ketiga putra Loring, dan Gertr
ude pergi ke Narda. Mereka turun dari bukit ke jalan utama kota, berhati-hati untuk tetap tersembunyi hingga tiba di jalan. Di dataran rendah sini, udara terasa lebih pengap bagi Roran; rasanya ia seperti berusaha bernapas di bawah air.
Roran mencengkeram martil di sabuknya saat mereka mendekati gerbang Narda. Dua prajurit menjaga di sana. Mereka memeriksa kelompok Roran dengan tatapan tajam, berlama-lama memandang pakaian mereka yang compang-campin lalu menurunkan tombak dan menghalangi gerbang.
"Kalian dari mana"" tanya prajurit yang sebelah kanan. Umurnya tidak mungkin lebih dari dua puluh lima tahun, tapi rambutnya telah beruban.
Dengan membusungkan dada, Horst bersedekap dan berkata, "Dari sekitar Teirm, kalau kau suka." "Kenapa kalian kemari""
"Dagang. Kami dikirim pemilik toko-toko yang ingin membeli barang langsung dari Narda, bukannya melalui pedagang-pedagang yang biasa."
"Begitu, eh" Barang apa""
Sewaktu Horst tergagap, Gertrude berkata, "Akar-akaran dan obat-obatan untukku. Tanaman yang kuterima dari sini sudah terlalu lama atau berjamur atau rusak. Aku harus mendapat pasokan yang masih segar."
"Dan aku serta saudaraku," kata Darmmen, "datang untuk tawar-menawar dengan tukang sepatumu. Sepatu yang dibuat dengan gaya utara sedang menjadi mode di Dras-Leona dan Uru'baen." Ia tersenyum. "Setidaknya begitu sewaktu kami disuruh berangkat."
Horst mengangguk dengan keyakinan yang meningkat kembali. "Aye. Dan aku kemari untuk mengambil kiriman barang dari besi untuk majikanku."
"Itu katamu. Bagaimana dengan yang itu" Apa kerjanya"" tanya si prajurit, memberi isyarat pada Roran dengan kapaknya.
"Tembikar," kata Roran.
"Tembikar""
"Tembikar." "Kalau begitu, kenapa membawa martil""
"Menurutmu bagaimana lapisan glasir pada botol atau guci bisa retak" Tidak terjadi dengan sendirinya, kau tahu. Kau harus memukulnya." Roran membalas tatapan tidak percaya pria beruban itu dengan ekspresi kosong, menantang pria itu membantah pernyataannya.
Prajurit itu menggerutu dan kembali menatap mereka. "Terserahlah, bagiku kalian tidak tampak seperti pedagang. Lebih mirip kucing gelandangan yang kelaparan."
"Kami menemui kesulitan di jalan," kata Gertrude.
"Itu aku percaya. Kalau kalian dari Teirm, di mana kuda kuda kalian""
"Karni meninggalkannya di perkemahan," kata Hamund. Ia menunjuk ke selatan, berlawanan dengan tempat persembunyian para penduduk desa lain.
"Tidak memiliki koin untuk menginap di kota, eh"" Sambil tergelak mengejek, prajurit itu mengangkat tombak berkapaknya aan memberi isyarat agar temannya juga berbuat begitu. "Baiklah, kalian boleh masuk, tapi jangan mencari masalah, kalau tidak kalian akan dipenjara atau lebih buruk lagi."
Begitu meiewati gerbang, tiorst menarik Roran ke tepi ja]ah dan menggeram di telinganya, "Bodoh sekali, mengarang sekonyol itu. Meretakkan lapisan glasir tembikar! Kau mau berkelahi" Kita tidak bisa--" Ia berhenti karena Gertrude menarik-narik lengan bajunya.
"Lihat," gumam tabib itu.
Di sebelah kiri pintu masuk terdapat papan pesan selebar enam kaki dengan atap genteng sempit untuk melindungi perkamen kekuningan di bawahnya. Separo papan itu digunakan untuk pemberitahuan dan pernyataan resmi. Di paro lainnya tergantung beberapa poster yang menampilkan sketsa berbagai penjahat. Yang paling depan adalah gambar Roran tanpa janggut.
Dengan terkejut, Roran memandang sekitarnya untuk memastikan tidak ada seorang pun di jalan yang cukup dekat untuk membandingkan wajahnya dengan poster itu. Ia telah menduga Kekaisaran akan memburu mereka, tapi tetap saja terkejut sewaktu melihat buktinya. Galbatorix pasti menghabiskan sumber daya yang tidak sedikit untuk menangkap kami. Sewaktu mereka di Spine, mudah sekali lupa bahwa ada dunia luar. Berani taruhan poster diriku dipasang di seluruh Kekaisaran. Ia tersenyum, senang karena berhenti bercukur dan karena ia serta yang lainnya setuju menggunakan nama palsu selama di Narda.
Hadiah dituliskan di bagian bawah poster. Garrow tidak pernah mengajari Roran dan Eragon membaca, tapi ia mengajari mereka angka karena, seperti katanya, "Kalian h
arus tahu berapa banyak yang kalian miliki, berapa nilainya, dan berapa yang kalian bayarkan agar tidak ditipu bajingan bermuka dua." Dengan begitu, Roran bisa melihat bahwa Kekaisaran menawarkan sepuluh ribu crown untuk dirinya, cukup untuk hidup nyaman selama beberapa puluh tahun. Anehnya, besarnya hadiah membuatnya gembira, memberinya perasaan penting.
Lalu tatapannya beralih ke poster berikutnya.
Poster Eragon. Perut Roran terasa nyeri seperti baru dipukul, dan beberapa detik ia lupa bernapas.
Ia masih hidup! Sesudah kelegaan awalnya mereda, Roran merasakan kemarahan lamanya atas peran Eragon dalam kematian Garrow dan kehancuran tanah pertanian mereka, disertai keinginan membara untuk tahu kenapa Kekaisaran memburu Eragon. Pasti ada hubungannya dengan batu biru dan kunjungan pertama Ra'zac ke Catwahall. Sekali lagi, Roran bertanya-tanya dalam perselisihan apa dirinya dan penduduk Carvahall lain telah terlibat.
Bukannya hadiah, poster Eragon berisi dua baris huruf. "Ia dituduh melakukan kejahatan apa"" tanya Roran pada Gertrude.
Kulit di sekitar mata Gertrude mengerut saat ia menyipitkan mata dan memandang ke papan. "Pengkhianatan, kalian berdua. Dikatakan Galbatorix akan menganugerahkan gelar earl pada siapa pun yang menangkap Eragon, tapi siapa pun yang mencobanya harus berhati-hati karena ia sangat berbahaya."
Roran mengerjapkan mata karena terkejut. Eragon" Rasanya sulit untuk diterima, hingga Roran mengingat bagaimana dirinya sendiri telah berubah selama beberapa minggu terakhir. Darah yang sama mengalir dalam pembuluh kami. Siapa tahu, Eragon mungkin melakukan lebih banyak daripada diriku sejak kepergiannya.
Dengan suara pelan, Baldor berkata, "Kalau membunuh anak buah Galbatorix dan mengusir Ra'zac hanya membuatmu dihargai sepuluh ribu crown--sekalipun itu besar--apa yang membuatmu senilai gelar earl""
"Mengusik raja," kata Lame.
" Cukup," kata Horst. "Jaga lidahmu lebih baik, Baldor, kalau tidak kita bakal dikurung. Dan, Roran, jangan menarik perhatian Pada dirimu lagi. Dengan hadiah seperti itu, orang-orang pasti mengamati orang asing, mencari siapa pun yang mirip dengan deskripsimu." Horst mengusap rambut, lalu meninggikan sabuk dan berkata, "Baiklah. Kita semua memiliki tugas. Kembalilah kemari tengah hari nanti untuk melaporkan kemajuan kalian."
Dengan kata-kata itu mereka berpisah menjadi tiga. Darmmen, Lame, dan Hamund pergi bersama untuk membeli makanan bagi penduduk desa, baik untuk memenuhi kebutuhan saat ini maupun tahap berikutnya perjalanan mereka. Gertrude--sebagaimana yang dikatakannya pada para penjaga--pergi melengkapi persediaan akar-akaran dan obat-obatan. Dan Roran, Horst, dan Baldor menyusuri jalan menurun ke dermaga di mana mereka berharap bisa menyewa kapal yang bisa mengantar para penduduk desa ke Surda atau, setidaknya, Teirm.
Sewaktu mereka tiba di jalan papan termakan cuaca yanp menutupi pantai, Roran berhenti dan menatap laut, yang kelabu akibat mendung rendah dan dihiasi pucuk-pucuk ombak putih akibat angin kencang. Ia tidak pernah membayangkan kaki langit bisa serata itu. Deburan pelan air yang menghantam tumpukan kayu di bawah kakinya menyebabkan ia merasa seperti berdiri di permukaan drum raksasa. Bau berbagai ikan--baik yang segar, telah dibuang isi perutnya, maupun busuk--mengatasi semua bau lain.
Sambil bergantian memandang Roran dan Baldor, yang samasama terpesona, Horst berkata, "Pemandangan yang hebat, bukan""
"Aye," kata Roran.
"Kau jadi merasa kecil, bukan""
"Aye," kata Baldor.
Horst mengangguk. "Aku ingat waktu pertama kali melihat laut, pengaruhnya terhadapku juga begitu."
"Kapan itu"" tanya Roran. Selain kawanan camar yang terbang berputar-putar di atas teluk, ia melihat burung jenis lain yang bertengger di dermaga. Hewan itu memiliki tubuh yang kegemukan dengan paruh bergaris yang terus dijejalkannya ke dadanya, seperti orang tua yang sok, kepala dan lehernya putih, dengan dada agak hitam. Salah satu burung itu mengangkat paruhnya, menampakkan kantung kulit di bawahnya.
"Bartram, tukang besi sebelum diriku," kata Horst, meninggal sewaktu aku berusi
a lima belas tahun, setahun sebelum masa magangku berakhir. Aku harus menemukan tukang besi yang bersedia menyelesaikan pekerjaan orang lain, jadi aku pergi ke Ceunon, yang dibangun di sepanjang Laut Utara. Di sana aku bertemu Kelton, pria tua yang jahat tapi pandai dalam bidangnya. Ia setuju mengajariku." Horst tertawa. "Pada waktu kami selesai, aku tidak yakin apakah harus berterima kasih padanya atau mengutuknya."
"Berterima kasihlah, menurutku," kata Baldor. "Kau tidak akan pernah menikah dengan Ibu kalau tidak begitu."
Roran merengut saat mengamati pantai. "Tidak banyak kapal," katanya. Dua kapal ditambatkan di ujung selatan dermaga dan kapal ketiga di sisi seberangnya, di antaranya hanya ada perahu dan sampan nelayan. Dari kedua kapal di selatan itu, satu patah tiang utamanya. Roran tidak memiliki pengalaman dengan kapal tapi, menurutnya, tidak satu pun dari kapal-kapal itu yang cukup besar untuk membawa hampir tiga ratus penumpang.
Sambil berjalan dari satu kapal ke kapal yang lain, Roran, Horst, dan Baldor mendapati kedua kapal lainnya telah disewa. Membutuhkan waktu paling tidak sebulan lebih untuk memperbaiki kapal yang patah tiang layarnya. Kapal di sampingnya, Waverunner, yang dilengkapi layar kulit, siap berlayar ke utara, ke kepulauan berbahaya tempat tanaman Seithr tumbuh. Dan Albatross, kapal terakhir, baru saja tiba dari Feinster yang jauh dan sedang membersihkan lunasnya sebelum berlayar membawa muatan wol.
Seorang pekerja pelabuhan tertawa mendengar pertanyaan Horst. "Kau terlambat sekaligus terlalu dini. Sebagian besar kapal musim semi datang dan pergi dua atau tiga minggu yang lalu. Dan sebulan lagi, kapal-kapal dari barat laut akan mulai berlayar, lalu para pemburu anjing laut dan walrus akan pulang dan kita akan mendapat kapal dari Teirm dan tempattempat lain di Kekaisaran untuk mengangkut kulit, daging, dan minyak. Saat itu kau mungkin mendapat kesempatan untuk menyewa kapten yang tidak memiliki muatan. Sementara itu, lalu lintas di sini akan sesepi ini."
Pendekar Pendekar Negeri Tayli 12 The Chronos Sapphire Ii Karya Angelia Putri Setan Harpa 16
"Bahkan pada waktu itu."
Dengan menggunakan bahasa elf, Eragon bersumpah, "Kalau begitu aku akan berusaha tanpa henti hingga bukan saja berpikir, tapi juga bermimpi, dalam bahasa Anda."
"Kalau kau mencapai tingkatan itu," kata Oromis, menjawab dengan bahasa yang sama, "usaha kita mungkin bisa berhasil." Ia diam sejenak. "Kau tidak usah langsung terbang kemari besok pagi, tapi temani elf yang akan kukirim untuk membimbingmu. Ia akan membawamu ke tempat latihan pedang Ellesmera. Berlatihlah di sana selama satu jam, lalu lanjutkan kegiatanmu seperti biasa."
"Anda tidak akan mengajariku sendiri"" tanya Eragon, agak kecewa.
"Tidak ada yang bisa kuajarkan. Kau seandal pemain pedang mana pun yang pernah kutemui. Aku tidak lebih tahu daripada dirimu soal pertarungan, dan apa yang kukuasai dan tidak kaukuasai, aku tidak bisa memberikannya padamu. Yang tersisa bagimu hanyalah kau harus mempertahankan tingkat keahlianmu yang sekarang."
"Kenapa aku tidak bisa melakukan hal itu bersama Anda & Master""
"Karena aku tidak senang memulai hari dengan keributan dan konflik." Ia memandang Eragon, lalu mengalah dan mal nambahkan, "Dan karena ada baiknya bagimu untuk mengenal elf-elf lain yang tinggal di sini. Aku bukan perwakilan rasku.
Tapi cukup sudah mengenai hal itu. Lihat, mereka mendekat ."
Kedua naga itu melayang menyeberangi piringan pipih matahari. Mula-mula Glaedr mendekat diiringi deru angin, menutupi langit dengan sosoknya yang besar sebelum ia mendarat di rerumputan dan melipat sayap keemasannya, lalu Saphira, secepat dan selincah burung gereja di samping elang.
Seperti yang mereka lakukan tadi pagi, Oromis dan Glaedr mengajukan sejumlah pertanyaan untuk memastikan Eragon dan Saphira memerhatikan pelajaran satu sama lain. Mereka ndak selalu berhasil, tapi dengan bekerja sama dan berbagi informasi di antara mereka sendiri, mereka mampu menjawab semua pertanyaan. Satu-satunya penghalang hanyalah bahasa asing yang harus mereka gunakan untuk berkomunikasi.
Lebih baik, kata Glaedr dengan menggemuruh sesudahnya. Jauh lebih baik. Ia mengalihkan tatapannya kepada Eragon. Kau dan aku akan berlatih bersama tidak lama lagi.
"Tentu saja, Skulblaka."
Naga tua itu mendengus dan merangkak ke samping Oromis, setengah melompat dengan kaki depannya karena kakinya yang hilang. Saphira melesat ke depan, menggigit ujung ekor Glaedr, melemparkannya ke udara dengan menyentakkan kepala, seperti yang dilakukannya untuk mematahkan leher rusa. Ia melompat mundur sewaktu Glaedr berbalik dan menyambar lehemya, menampakkan taringnya yang sangat besar.
Eragon mengernyit dan, dengan terlambat, menutup telinga dari raungan Glaedr. Kecepatan dan kehebatan reaksi Glaedr memberitahu Eragon bahwa ini bukan pertama kalinya Saphira menjengkelkan naga tua itu hari ini. Bukannya penyesalan, Eragon merasakan sikap main-main yang penuh semangat dalam diri Saphira--seperti anak dengan mainan baru--dan Pemujaan yang nyaris membabi buta terhadap naga lain.
"Tahan dirimu, Saphira!" kata Oromis. Saphira mundur dengan lincah dan duduk merunduk, walau tidak terlihat sedikitpun penyesalan pada sikapnya. Eragon menggumamkan permintaan maaf yang lemah, dan Oromis melambai serta berkata, "Pergilah, kalian berdua."
Tanpa mendebat, Eragon naik ke punggung Saphira. Ia harus memaksa Saphira terbang, dan begi
tu naga itu bersedia, Saphira berkeras mengitari lapangan tiga kali sebelum Eragon bisa mengarahkannya ke Ellesmera.
Kenapa kau menggigitnya" tanya Eragon. Ia merasa tahu jawabannya, tapi ingin mendengar Saphira mengkonfirmasinya.
Aku hanya main-main. Itu kebenarannya, karena mereka berbicara dalam bahasa kuno, tapi Eragon curiga jawaban itu hanyalah sebagian dan kebenaran yang lebih besar. Ya, dan permainan apa" Saphira menegang di bawahnya. Kau melupakan tugasmu. Dengan & Eragon mencari-cari kata yang tepat. Karena tidak mampu menemukannya, ia kembali menggunakan bahasa ibunya. Dengan memprovokasi Glaedr, kau mengalihkan perhatiannya, perhatian Oromis, dan perhatianku--dan menghalangi apa yang harus kami selesaikan. Kau belum pernah seceroboh ini.
Jangan sok menjadi nuraniku.
Eragon tertawa mendengarnya, sejenak tidak menyadari bahwa ia duduk di antara awan-awan, berguling ke samping hingga nyaris jatuh dari bahu Saphira. Oh, ironi yang hebat sekali, biasanya kau yang memberitahuku apa yang harus kulakukan dari waktu ke waktu. Aku memang nuranimu, Saphira, sama seperti kau nuraniku. Kau memiliki alasan yang bagus untuk menegur dan memperingatkan diriku di masa lalu, dan sekarang aku harus melakukan tindakan yang sama terhadapmu: berhentilah mengganggu Glaedr dengan perhatianmu.
Saphira membisu. Saphira"
Aku dengar. Kuharap begitu. Sesudah terbang dengan tenang selama sekitar semenit, Saphira berkata, Dua serangan dalam sehari. Bagaimana keadaanrnu sekarang"
Pegal dan kesakitan. Eragon meringis. Sebagian akibat Rirngar dan latih--tanding, tapi sebagian besar merupakan pengaruh serangannnya. Serangan itu seperti racun, melemahkan otot-ototku dan mengaburkan pikiranku. Aku hanya berharap bisa waras cukup lama untuk menyelesaikan latihan ini. Tapi sesudahnya... aku tidak tahu harus berbuat apa. Aku jelas tidak bisa bertempur bagi kaum Varden dalam keadaan seperti ini.
Jangan dipikirkan, Saphira memberi saran. Kau tidak bisa berbuat apa-apa untuk mengatasi kondisimu, dan kau hanya menyebabkan perasaanmu semakin buruk. Hiduplah di masa kini, ingat-ingatlah masa lalu, dan jangan takut terhadap masa depan, karena masa depat tidak ada dan tidak akan pernah ada. Yang ada hanyalah sekarang.
Eragon menepuk-nepuk bahu Saphira dan tersenyum berterima kasih. Di sebelah kanan mereka, seekor goshawk menaiki arus udara hangat sambil berpatroli di hutan yang bolong-bolong, mencari tanda-tanda kehadiran mangsa berbulu maupun berambut. Eragon mengawasinya, memikirkan pertanyaan yang diajukan Oromis padanya: Bagaimana ia bisa membenarkan pertempuran melawan Kekaisaran padahal tindakan itu menimbulkan begitu banyak duka dan derita"
Aku punya jawaban, kata Saphira.
Apa itu" Kalau Galbatorix sudah.... Saphira ragu-ragu, lalu berkata, Tidak, tidak akan kuberitahu. Kau harus memikirkannya sendiri.
Saphira! Jangan konyol. Tidak. Kalau tak tahu kenapa tindakan kita adalah tindakan yang benar, kau sebaiknya menyerah saja pada Galbatorix, biarpun kau akan melakukan banyak kebaikan kalau berbuat sebaliknya. Biarpun Eragon memohon dengan segala cara, ia tidak bisa mendapat penjelasan lebih jauh dari Saphira, karena Saphira menghalangi Eragon dari bagian pikirannya yang itu.
Sekembalinya di tempat tinggal mereka, Eragon menyantap sedikit makan malam dan hendak membuka salah satu gulungan Oromis sewaktu ketukan di pintu kasa mengganggu ketenangannya.
"Masuk," katanya, berharap Arya kembali untuk menemuinya.
Memang. Arya menyapa Eragon dan Saphira, lalu berkata, "Kalian mungkin senang kalau mendapat kesempatan mengunjungi Tialdari Hall dan kebun-kebun di sekitarnya, karena kau bilang berminat ke sana kemarin. Itu kalau kalian tidak terlalu lelah." Arya mengenakan gaun merah ringan dengan tepi dan hiasan bordiran hitam yang rumit. Nuansa warnanya sama dengan jubah Ratu dan menegaskan kemiripan di antara ibu dan anak itu.
Eragon menyingkirkan gulungannya. "Aku senang kalau bisa melihatnya."
Maksudnya, kami senang, tambah Saphira.
Arya tampak terkejut melihat keduanya berbicara dalam bahasa kuno, jadi Eragon bercerita tentang perintah
Oromis "Gagasan yang sangat bagus," kata Arya, sambil menggunakan bahasa itu. "Dan lebih layak untuk digunakan selama kalian tinggal di sini."
Sesudah mereka bertiga turun dari pohon, Arya mengajak mereka ke barat ke bagian Ellesmera yang tidak mereka kenali. Mereka menemui banyak elf di perjalanan, semuanya berhenti untuk membungkuk pada Saphira.
Sekali lagi Eragon menyadari ia tidak melihat anak-anak elf. Ia menyinggung hal ini pada Arya, dan elf itu berkata, "Aye, kami memiliki sedikit anak. Hanya ada dua di Ellesmera saat ini, Dusan dan Alanna. Kami menghargai anak-anak lebih daripada yang lain karena mereka begitu jarang ada. Memiliki anak merupakan kehormatan dan tanggung jawab terbesar yang bisa didapat makhluk hidup mana pun."
Akhirnya mereka tiba di pintu melengkung yang berusuk--tumbuh di antara dua pohon--yang berfungsi sebagai pintu masuk kompleks yang luas. Masih menggunakan bahasa kuno, Arya bernyanyi, "Akar pohon, buah sulur, izinkan aku lewat karena darahku."
Kedua pintu melengkung itu bergetar, lalu terayun keluar, melepaskan lima kupu-kupu raja yang terbang ke langit senja. Di balik pintu itu terdapat kebun bunga luas yang diatur hingga tampak seperti padang liar. Elemen yang menunjukkan padang ini buatan adalah variasi tanaman yang ada; banyak di antaranya mekar di luar musimnya, atau berasal dari iklim yang lebih panas atau lebih dingin dan seharusnya tidak pernah tumbuh tanpa sihir elf. Pemandangan itu diterang lentera tanpa api yang bagai batu permata, diperkuat konstelas kunang-kunang yang terbang berputar-putar.
Kepada Saphira, Arya berkata, "Hati-hati dengan ekormu, agar tidak menyapu rumpun bunga."
Mereka menyeberangi kebun dan iriasuk semakin aaari di jajaran pepohonan yang jarang. Sebelum Eragon menyadirinya berada, pepohonan semakin banyak lalu merapat membentuk dinding. Ia mendapati dirinya berdiri di ambang pintu aula kayu mengilap tanpa menyadari kapan ia masuk.
Aula itu hangat dan menyenangkan--tempat yang penuh kedamaian, perenungan, dan penghiburan. Bentuknya ditentukan batang-batang pohon, bagian dalamnya yang berada di aula dikupas sehingga tak berkulit lagi, dipoles, dan digosok dengan minyak hingga kayunya mengilap seperti amber. Celah-celah yang teratur di sela batang-batang pohon berfungsi sebagai jendela. Bau daun jarum pinus lumat menyebar di udara. sejumlah elf ada di aula itu, membaca, menulis, dan, di salah satu sudut yang gelap, memainkan serangkaian suling buluh. Mereka semua berhenti sejenak dan menunduk menyambut kehadiran Saphira.
"Kalian akan tinggal di sini," kata Arya, "kalau kalian bukan Penunggang dan Naga."
"Luar biasa," jawab Eragon.
Arya mengajaknya bersama Saphira ke berbagai tempat di dalam kompleks yang bisa dimasuki naga. Setiap ruangan baru merupakan kejutan; tidak ada ruangan yang serupa, dan Setiap ruangan memasukkan hutan dalam konstruksinya dengan cara yang berbeda. Di satu ruangan, sungai keperakan menetes turun dari dinding penuh tonjolan kayu dan mengalir menyeberangi lantai di jalur kerikil bulat lalu keluar kembali ke bawah langit. Di ruangan lain, tanaman merambat menyelimuti seluruh ruangan, kecuali lantainya, bagai tirai hijau berdaun yang dihiasi bunga terompet berwarna merah muda pucat dan putih. Arya menyebut tanaman itu Sulur Liani.
Mereka melihat banyak karya seni yang bagus, dari fairth dan lukisan hingga pahatan dan mosaik kaca berwarna--semua brdasarkan bentuk-bentuk melengkung tanaman dan hewan.
lslanzadi menjumpai mereka sejenak di paviliun terbuka yang disatukan dengan dua bangunan lain oleh jalan setapak beratap. Ia menanyakan kemajuan latihan Eragon dan kondisi punggungnya, yang dijawab Eragon dengan kalimat singkat dan sopan. Jawaban ini tampak memuaskan Ratu, yang bercakap sejenak dengan Saphira, kemudian berlalu.
Akhirnya mereka kembali ke kebun. Eragon berjalan di samping Arya--Saphira mengikuti di belakang--terpesona suara Arya saat elf itu menceritakan berbagi varietas bunga di sana, dari mana asalnya, bagaimana pemeliharaannya dan pada banyak bunga, bagaimana mereka diubah dengan sihir. Ia juga menunjukkan bunga-
bunga yang hanya mekar di malam hari, seperti datura putih.
"Mana yang paling kausukai"" tanya Eragon.
Arya tersenyum dan mengajaknya ke sebatang pohon di tepi kebun, dekat kolam bertepi sesemakan. Di cabang terbawah pohon melilit tanaman morning glory dengan tiga kuntum sehitam beludru yang tertutup rapat.
Sambil meniupnya, Arya berbisik, "Buka."
Kelopak-kelopak bergetar ketika merekah, membuka jubah-jubah sehitam tinta untuk menampilkan tumpukan nektar di tengahnya. Bintik-bintik berwarna biru tua memenuhi tenggorokan bunga-bunga itu, menyebar menjadi kelompak hitam seperti perubahan siang menjadi malam.
"Bunga yang paling sempurna dan indah, bukan"" tanya Arya.
Eragon menatap Arya, sangat menyadari kedekatan mereka, dan berkata, "Ya... memang." Sebelum semangatnya menghilang, ia menambahkan, "Seperti dirimu."
Eragon! seru Saphira. Arya menatapnya tajam, mengamatinya hingga Eragon terpaksa membuang muka. Sewaktu berani memandang Arya lagi, ia tertegun melihat Arya tersenyum tipis, seakan geli melihat reaksinya. "Kau terlalu baik," gumam elf itu. Lalu Arya mengangkat tangan dan menyentuh tepi kelopak bunga kemudian melirik Eragon sekilas. "Faolin menciptakan bunga ini khusus untukku pada musim panas solstice--saat matahari berada di titik terjauh--dulu sekali."
Eragon berdiri bergerak-gerak dan menjawab dengan beberapa patah kata yang tidak jelas, terluka dan tersinggung karena Arya tidak lebih serius menerima pujiannya. Ia berharap bisa menghilang, bahkan mempertimbangkan untuk mengucapkan mantra yang memungkinkan dirinya berbuat begitu.
Akhirnya ia menegakkan diri dan berkata, "Maafkan kami, Arya Svit-kona, tapi sekarang sudah larut, dan kami harus bali ke pohon kami."
Senyum Arya semakin dalam. "Tentu saja, Eragon. Aku mengerti." Ia menemani mereka ke pintu masuk utama, membuka pintu bagi mereka, dan berkata, "Selamat malam, Saphira. Selamat malam, Eragon."
Selamat malam, jawab Saphira.
Sekalipun malu, Eragon tidak mampu menahan diri untuk tidak bertanya, "Apakah kami akan bertemu lagi denganmu besok.
Arya memiringkan kepala. "Kurasa aku akan sibuk besok." Lalu pintunya menutup, menghalangi pandangan Eragon terhadap Arya sementara elf itu kembali ke kompleks utama.
Sambil berjongkok rendah di jalan setapak, Saphira menyodok sisi tubuh Eragon. Berhentilah melamun dan naik ke punggungku. Dengan memanjat kaki depan kiri Saphira, Eragon naik ke tempat biasanya, lalu mencengkeram duri leher di depannya sementara Saphira menegakkan diri. Sesudah beberapa langkah: Bagaimana kau bisa mengkritik tingkah lakuku terhadap Glaedr lalu melakukan perbuatan yang sama" Bagaimana kau ini"
Kau tahu bagaimana perasaanku padanya, gerutu Eragon.
Pah! Kalau kau nuraniku dan aku nuranimu, sudah menjadi kewajibanku untuk memberitahumu sewaktu kau bertingkah seperti burung popinjay mabuk. Kau tidak menggunakan logika, seperti yang terus dikatakan Oromis pada kita. Apa yang kauharapkan terjadi antara dirimu dan Arya" Ia putri bangsawan!
Dan aku Penunggang. Ia elf; kau manusia! Aku semakin lama semakin mirip elf.
Eragon, usianya lebih dari seratus tahun!
Aku akan hidup selama dirinya atau elf mana pun.
Ah, tapi sekarang belum, dan itu masalahnya. Kau tidak bisa mangatasi perbedaan sebesar itu. Ia wanita dewasa dengan pengalaman seabad, sementara kau
Apa" Aku ini apa" geram Eragon. Anak kecil" Itu yang kau maksud"
Tidak, bukan anak kecil. Tidak sesudah apa yang kaulihat dan lakukan sejak kita bersama. Tapi kau masih muda, bahkan untuk ukuran rasmu yang berumur pendek apalagi dibandingkan kurcaci, naga dan elf.
Kau juga. Teguran balasan Eragon menutup mulut Saphira sebentar. Lalu: Aku hanya berusaha melindungimu, Eragon. Hanya itu. Aku ingin kau bahagia, dan aku takut kau tidak akan bahagia kalau terus mengejar Arya.
Mereka berdua hendak tidur sewaktu mendengar pintu lantai di ruang tamu didobrak dan gemerincing jala baja saat seseorang memanjat masuk. Dengan Zar'roc di tangan, Eragon membuka pintu kasa, siap menghadapi si penyusup.
Tangannya turun sewaktu melihat Orik di lantai. Kurcaci itu menenggak isi botol yang d
ibawanya dengan tangan kiri, lalu menyipitkan mata memandang Eragon. "Bata dan tulang, di mana kau" Ah, kau berdiri di sana. Aku penasaran kau ada di mana. Tidak bisa menemukanmu, jadi kupikir mengingat malam ini indah, sebaiknya aku mencarimu... dan kau ada di sini! Apa yang sebaiknya kita bicarakan, kau dan aku, sesudah kita sekarang bersama-sama di sarang burung yang menyenangkan ini""
Sambil meraih lengan si kurcaci yang bebas, Eragon menariknya berdiri, terkejut, seperti biasa, dengan betapa beratnya tubuh Orik, seperti sebongkah batu mini. Sewaktu Eragon melepaskan dukungannya, Orik bergoyang-goyang, miring begitu rupa hingga tampak akan jatuh kalau digoyang sedikit saja.
"Masuklah," kata Eragon dalam bahasanya sendiri. Ia menutup pintu di lantai. "Kau bisa kena flu di luar."
Orik mengerjapkan matanya yang bulat dan dalam Pada Eragon. "Aku sudah lama tidak bertemu kau di tempat pembuanganku yang berdaun ini, sudah sama sekali. Jangan meninggalkanku di tengah para elf... dan mereka teman yang payah, membosankan, sssungguh."
Perasaan bersalah menyebabkan Eragon tersenyum kikuk untuk menutupi perasaannya. Ia memang melupakan si kurcaci karena apa yang terjadi beberapa hari terakhir. "Maaf aku tidak mengunjungimu, Orik, tapi pelajaranku menyibukkan aku. Sini, berikan jubahmu." Sementara ia membantu si kurcaci menanggalkan mantel cokelatnya, Eragon bertanya, "Apa yang minum itu""
"Faelnirv," kata Orik. "Minuman paling lezat, paling mantap. Penemuan terbaik dan terhebat para elf; memberimu berkah kelancaran bicara. Kata-kata mengalir dari lidahmu seperti gerombolan ikan minnow yang berenang-renang, seperti kawanan burung hummingbird yang tak bernapas, seperti sssungai ular yang menggeliat-geliat." Ia diam sejenak, tampaknya tertegun pada kehebatan pengandaiannya. Sementara Eragon membimbingnya ke kamar tidur, Orik memberi hormat pada Saphira dengan botolnya dan berkata, "Salam, O Gigi Besi. Semoga sisik-sisikmu berkilau seterang bara di tungku Morgothal."
Salam, Orik, kata Saphira, sambil meletakkan kepala di tepi ranjangnya. Bagaimana kau bisa seperti ini" Tidak biasanya kau begini. Eragon mengulangi pertanyaannya.
"Apa yang menyebabkan aku begini"" ulang Orik. Ia mengempaskan diri ke kursi yang disediakan Eragon--kakinya menjuntai beberapa inci di atas lantai--dan mulai menggelenggeleng. "Topi merah, topi hijau, elf di sini, dan elf di sana. Aku tenggelam dalam elf dan keramahan mereka yang melimpah. Mereka tidak berperasaan. Sopan. Ya, Sir, tidak, Sir, tiga kantong penuh, Sir, tapi tidak lebih sedikit pun." Ia memandang Eragon dengan sedih. "Apa yang harus kulakukan selama kau menjalani latihanmu" Apakah aku harus duduk diam mempermainkan ibu jariku, dan berubah menjadi batu lalu bergabung dengan roh-roh leluhurku" Katakan padaku, O Penunggang yang pemberani."
Apakah kau tidak memiliki keahlian atau hobi agar kau bisa menyibukkan diri" tanya Saphira.
"Aye," kata Orik. "Aku cukup pandai bertukang besi, kata siapa pun yang mau menilai. Tapi untuk apa aku membuat senjata dan baju besi bagi mereka yang tidak menghargainya"
Aku tidak berguna di sini. Sama tidak bergunanya seperti Feldunost berkaki tiga"
Eragon mengulurkan tangan ke botolnya. "Boleh"" Orik mengalihkan pandangan dari dirinya ke botol, lalu meringis mengangkatnya. Faelnirv itu sedingin es saat mengalir menuruni tenggorokan Eragon, menyengat. Ia mengerjap ketika matanya berair. Sesudah menenggaknya dua kali, ia mengembalikan botol ke Orik, yang tampak kecewa melihat betapa sedikitnya minuman yang tersisa.
"Dan kenakalan apa," tanya Orik, "yang berhasil kalian berdua korek dari Oromis dan hutan pinggirannya di sana""
Si kurcaci bergantian tergelak dan mengerang waktu Eragoh menggambarkan latihannya, berkatnya yang salah di Farthen Dur, pohon Menoa, punggungnya, dan segala sesuatu yang terjadi selama beberapa hari terakhir. Eragon mengakhirinya dengan topik yang paling disukainya saat ini: Arya. Dengan keberanian yang timbul akibat minuman keras, ia mengakui perasaannya terhadap elf itu dan menceritakan bagaimana Arya menolak pendekatannya.
Sambil menggoyang-goyang satu jari, Orik berkata, "Batu di bawahmu retak, Eragon. Jangan menantang nasib. Arya...," Ia terdiam, lalu menggeram dan menenggak faelnirv lagi. "Ah, sudah terlambat. Siapa aku ini sehingga berani mengatakan mana yang bijaksana dan mana yang tidak""
Saphira memejamkan mata beberapa saat yang lalu. Tanpa membukanya, ia bertanya, Kau sudah menikah, Orik" Pertanyaan itu mengejutkan Eragon; ia tidak pemah berhenti bertanyatanya tentang kehidupan pribadi Orik.
"Eta," kata Orik. "Sekalipun aku sudah berjanji untuk menikahi Hvedra, putri Thorgerd si Mata Satu dan Himinglada. Kami seharusnya menikah musim semi ini, sampai para Urgal menyerang dan Hrothgar mengirimku menempuh perjalanan terkutuk ini."
"Apakah ia anggota Durgrimst Ingeitum"" tanya Eragon.
"Tentu saja!" raung Orik, sambil menghantamkan tinju ke sisi kursi. "Kaupikir aku mau menikah dengan kurcaci di luar klanku" Ia cucu nenekku Vardrun, sepupu jauh Hrothgar, dengan tungkai putih dan bulat yang sehalus satin, pipi semerah apel, dan gadis kurcaci tercantik yang pernah ada."
Tidak diragukan lagi, kata Saphira.
"Aku yakin kau akan bertemu dengannya tidak lama lagi," kata Eragon.
"Hmph." Orik menyipitkan mata memandang Eragon. "Kau percaya raksasa ada" Raksasa jangkung, raksasa kuat, raksasa besar dan berjanggut dengan jemari seperti sekop""
"Aku tidak pernah melihat atau mendengar tentang mereka," kata Eragon, "kecuali dalam dongeng. Kalau mereka memang asti bukan di Alagaesia."
"Tapi mereka memang ada di sana! Sungguh!" seru Orik, sambil melambai-lambaikan botol di atas kepalanya. "Katakan padaku, O Penunggang, kalau ada raksasa menakutkan yang bertemu denganmu di kebun, ia menyebutmu apa, kalau bukan makan malam""
"Eragon, kurasa."
"Tidak, tidak. Ia akan menyebutmu kurcaci, karena kau kurcaci baginya." Orik tertawa terbahak-bahak dan menyikut rusuk Eragon dengan sikunya yang keras. "Kau mengerti sekarang" Manusia dan elf adalah raksasa. Tanah ini penuh mereka, di sini, di sana, dan di mana-mana, berjalan seenaknya dengan kaki-kaki mereka yang besar dan menutupi kami dengan bayang-bayang tak berujung." Ia terus tertawa, bergoyang-goyang di kursi hingga terbalik dan ia jatuh ke lantai dengan suara berdebum yang mantap.
Setelah membantunya bangkit, Eragon berkata, "Kupikir sebaiknya kau menginap di sini malam ini. Kondisimu tidak memungkinkanmu menuruni tangga dalam kegelapan."
Orik setuju dengan sikap tak peduli yang riang. Ia membiarkan Eragon menanggalkan jala bajanya dan membaringkannya di satu sisi ranjang. Sesudahnya, Eragon mendesah, menutupi lampu-lampu, dan membaringkan diri di sisinya di kasur.
Ia tertidur sambil mendengar si kurcaci bergumam, " & Hvedra & Hvedra... Hvedra...."
SIFAT JAHAT Pagi yang cerah tiba terlalu cepat.
Tersentak karena dengung alat penunjuk waktu yang bergetar, Eragon menyambar pisau berburunya dan melompat turun dari ranjang, mengira diserang. Ia tersentak saat tubuhnya memprotes akibat siksaan selama dua hari terakhir.
Sambil mengerjap untuk mengusir air mata, Eragon memutar kembali alat penunjuk waktunya. Orik telah pergi; kurcaci itu pasti menyelinap saat subuh. Sambil mengerang, Eragon terhuyung-huyung ke kamar mandi untuk membersihkan diri, seperti pria tua yang terserang rematik.
Ia dan Saphira menunggu di dekat pohon selama sepuluh menit sebelum mereka ditemui elf berambut hitam yang tampak serius. Elf itu membungkuk, menyentuhkan dua jari ke bibiryang ditirukan Eragon--lalu mendahului Eragon dengan mengatakan, "Kiranya keberuntungan menguasaimu."
"Dan kiranya bintang-bintang mengawasimu," jawab Eragon. "Apakah Oromis yang menyuruhmu""
Elf itu mengabaikannya dan berkata pada Saphira, "Selamat bertemu, Naga. Aku Vanir dari Rumah Haldthin." Eragon merengut jengkel.
Selamat bertemu, Vanir. Baru sesudah itu si elf berbicara pada Eragon. "Akan kutunjukkan di mana kau bisa berlatih pedang." Ia berjalan pergi, tanpa menunggu Eragon menyusulnya.
Halaman latih-tanding dipenuhi sejumlah elf dari kedua jenis kelamin, bertarung berpasangan atau dalam kelompok. Kemampuan fisik mereka yang luar biasa m
enyebabkan serangan mereka begitu cepat hingga tidak terlihat jelas, mereka kedengaran seperti hujan es deras yang menghantam genta besi. Di bawah pepohonan yang mengelilingi lapangan, beberapa elf melakukan Rimgar dengan keluwesan dan keanggunan yang menurut Eragon tidak akan pernah bisa diraihnya.
Sesudah semua orang di lapangan berhenti dan membungkuk pada Saphira, Vanir mencabut pedang tipisnya. "Setelah kau melindungi pedangmu, Tangan Perak, kita bisa mulai."
Eragon mengamati keahlian pedang tak manusiawi yang ditunjukkan elf-elf lain dengan ketakutan. Kenapa aku harus berbuat begini" tanyanya. Aku hanya akan dipermalukan.
Kau akan baik-baik saja, kata Saphira, tapi Eragon bisa merasakan keprihatinannya.
Yang benar saja. Saat Eragon menyiapkan Zar'roc, tangannya gemetar ketakutan. Bukannya langsung menyerang, ia melawan Vanir dari jarak jauh, merunduk, menyamping, dan melakukan segala yang mungkin dilakukannya untuk menghindari serangan pada punggungnya. Sekalipun Eragon berusaha keras, Vanir menyentuhnya empat kali berturut-turut dengan cepat--masing-masing di rusuk, tulang kering, dan kedua bahunya.
Ekspresi Vanir yang semula datar dalam waktu singkat berubah menjadi kebencian terang-terangan. Sambil menari-nari maju, ia menyelipkan pedangnya di sepanjang Zar'roc sementara pada saat yang sama memuntir pedang Eragon itu, memaksa Eragon melepaskannya. Eragon membiarkan Zar'roc melayang lepas dari tangannya daripada melawan tenaga elf yang guar biasa itu.
Vanir menempelkan pedang ke leher Eragon dan berkata, "Mati," Setelah menyingkirkan pedang itu, Eragon berjalan untuk mengambil Zar'roc. "Mati," kata Vanir. "Bagaimana kau bisa berharap mengalahkan Galbatorix dengan keadaan seperti ini" Aku mengira kau lebih bagus, biarpun kau manusia yang lemah."
"Kalau begitu, bagaimana kalau kau sendiri yang melawan Galbatorix, bukannya bersembunyi di Du Weldenvarden""
Vanir menegang karena murka. "Karena," katanya, tenang dan menantang, "aku bukan Penunggang. Dan kalau aku Penunggang, aku tidak akan sepengecut kau."
Tidak ada yang bergerak atau berbicara di lapangan.
Sambil memunggungi Vanir, Eragon membungkuk meraih Zar'roc, dan lehernya mendongak ke langit, menggeram sendiri. Ia tidak tahu apa-apa. Ini hanya satu ujian lagi yang harus kuatasi.
"Pengecut, kataku. Darahmu sama encernya seperti darah rasmu yang lain. Menurutku Saphira kacau akibat tipuan Galbatorix dan memilih Penunggang yang salah." Para elf yang menonton tersentak mendengar kata-kata Vanir dan bergumam sendiri menyatakan ketidaksetujuan mereka terhadap pelanggaran etika yang dilakukan Vanir.
Eragon mengertakkan gigi. Ia bisa menerima penghinaan terhadap dirinya sendiri, tapi tidak terhadap Saphira. Saphira sudah bergerak sewaktu frustrasi, ketakutan, dan penderitaan meledak dalam diri Eragon dan ia berbalik, ujung Zar'roc mendesing di udara.
Serangan itu pasti menewaskan Vanir kalau ia tidak menangkisnya pada detik terakhir. Ia tampak terkejut dengan kekuatan serangan itu. Mengerahkan kemampuannya semaksimal mungkin, Eragon memaksa Vanir mundur ke tengah lapangan, menusuk dan mengayunkan pedang seperti orang sinting--membulatkan tekad untuk melukai si elf dengan cara apa pun. Ia berhasil menghantam pinggul Vanir cukup keras sehingga melukainya, sekalipun dengan mata Zar'roc yang ditumpulkan.
Pada detik itu, punggung Eragon bagai meledak dalam kesakitan yang begitu hebat hingga ia merasakannya dengan kelima indranya: deru air terjun yang memekakkan telinga; rasa logam yang melapisi lidah; bau menusuk di hidunSk sehingga ia berkaca-kaca, seperti bau cuka yang paling busuk; aneka warna yang berdenyut-denyut; dan, di atas semua itu perasaan bahwa Durza baru saja membelah punggungnya.
Ia bisa melihat Vanir berdiri di atasnya sambil mencibir merendahkan. Terlintas dalam benak Eragon bahwa Vanir masih sangat muda.
Sesudah serangan rasa sakit itu, Eragon mengusap darah dari mulutnya dengan tangan dan menunjukkannya pada Vanir, Sambil bertanya, "Cukup encer"" Vanir tidak menjawab, tapi menyarungkan pedangnya dan berlalu.
Kau mau ke mana"" tanya Eragon.
"Urusan kita belum selesai, kau dan aku."
Kondisimu tidak cukup fit untuk berlatih tanding," ejek si elf.
"Coba saja." Eragon mungkin kalah dibandingkan elf itu, tapi ia menolak membiarkan mereka puas atau membuktikan kebenaran dugaan mereka yang rendah akan dirinya. Ia akan pantang menyerah untuk mendapatkan penghormatan mereka.
Ia berkeras bertarung selama satu jam yang ditugaskan Oromis. Sesudah itu Saphira mendekati Vanir dan menyentuh dadanya dengan ujung salah satu cakar gadingnya. Mati, katanya. Vanir memucat. Elf-elf lain bergeser menjauhinya.
Begitu mereka terbang, Saphira berkata, Oromis benar.
Tentang apa" Kau lebih baik kalau memiliki lawan.
Di gubuk Oromis, hari berlangsung dalam pola yang biasa: Saphira menemani Glaedr untuk menerima instruksinya sementara Eragon tetap bersama Oromis.
Eragon ngeri sewaktu mendapati Oromis mengharapkan ia melakukan Rimgar setelah tambahan latihan tadi pagi. Ia terpaksa mengerahkan segenap kemauan untuk mematuhinya. "Tapi ketakutannya terbukti tak berdasar, karena Tarian Ular dan Burung Bangau terlalu lembut untuk melukainya.
Itu, ditambah meditasinya di rawa terpencil, memberi Eragon kesempatan pertama sejak kemarin untuk menata pikirannya dan merenungkan pertanyaan yang diajukan Oromis padanya.
Sementara berbuat begitu, ia mengamati semut-semut merah menginvasi bukit semut pesaing, mengalahkan para penghuninya dan mencuri sumber daya mereka. Pada akhir pembantaian, hanya sekelompok kecil semut pesaing yang dibiarkan hidup sendirian dan tanpa tujuan di padang daun jarum pinus yang luas dan buas.
Seperti naga-naga di Alagaesia, pikir Eragon. Hubungannya dengan semut-semut menghilang saat ia memikirkan nasib para naga yang tidak menggembirakan. Sepotong demi sepotong, jawaban atas masalahnya terungkap dengan sendirinya, jawaban yang bisa diterima dan diyakininya.
Ia menyelesaikan meditasinya dan kembali ke gubuk. Kali ini Oromis tampak cukup puas dengan keberhasilan Eragon.
Sewaktu Oromis menyajikan makan siang, Eragon berkata, "Aku tahu kenapa melawan Galbatorix pantas dilakukan, sekalipun ribuan orang mungkin tewas karenanya."
"Oh"" Oromis duduk. "Tolong katakan."
"Karena Galbatorix menimbulkan penderitaan yang lebih besar selama seratus tahun terakhir daripada yang bisa kita lakukan selama satu generasi. Dan tidak seperti tiran biasa, kita tidak bisa menunggunya mati. Ia bisa berkuasa selama berabad-abad atau beribu-ribu tahun-menganiaya dan menyiksa orang-orang sepanjang waktu-kecuali kita menghentikannya. Kalau menjadi cukup kuat, ia akan menyerang para kurcaci dan kalian di Du Weldenvarden ini lalu membunuh atau memperbudak kedua ras. Dan..." Eragon menggosok-gosokkan bagian bawah telapak tangannya ke tepi meja, "...karena menyelamatkan kedua telur naga dari Galbatorix merupakan satu-satunya cara untuk menyelamatkan para naga."
Lengkingan peluit ketel teh Oromis menyela, semakin lama semakin keras hingga telinga Eragon berdenging. Oromis berdiri, menurunkan ketel dari perapian dan menuang airnya untuk menyeduh teh blueberry. Kerut-kerut di sekeliling matanya melunak. "Sekarang," katanya, "kau mengerti."
"Aku mengerti, tapi tidak merasa senang karenanya.
"Dan sebaiknya memang tidak. Tapi sekarang kita bisa yakin kau tidak akan mundur dari jalanmu saat kau berhadap dengan ketidakadilan dan kejahatan yang pasti akan dilakukan kaum Varden pada akhirnya. Kami tidak bisa membiarkan dirimu ragu-ragu di saat kekuatan dan fokusmu sangat dibutuhkan." Oromis menyatukan jemarinya dan menatap tehnya yang seperti cermin gelap, merenungkan apa pun yang dilihatnya di pantulannya yang muram. "Kau percaya Galbatorix jahat""
"Tentu saja!" "Kau percaya ia menganggap dirinya sendiri jahat""
"Tidak, kuragukan itu."
Oromis mengetuk-ngetukkan kedua telunjuknya pada satu sama lain. "Kalau begitu, kau juga percaya Durza jahat""
Kepingan-kepingan kenangan yang didapat" Eragon dari Durza sewaktu mereka bertempur di Tronjheim kembali melintas dalam benaknya sekarang, mengingatkannya pada bagaimana Shade--yang waktu itu masih bernama Carsaib--diperbudak roh-roh jahat yang dipa
nggilnya untuk membalas kemapan gurunya, Haeg. "Ia sendiri tidak jahat, tapi roh-roh yang mengendalikan dirinya jahat."
"Dan bagaimana dengan kaum Urgal"" tanya Oromis, sambil menghirup teh. "Apakah mereka jahat""
Buku-buku jari Eragon memutih saat ia mencengkeram sendok. "Sewaktu memikirkan kematian, aku melihat wajah Urgal. Mereka lebih buruk daripada hewan buas. Segala sesuatu yang mereka lakukan...." Ia menggeleng, tidak mampu melanjutkan.
"Eragon, apa pendapatmu mengenai manusia kalau semua yang kauketahui tentang manusia hanyalah tindakan para peluangmu di medan perang""
"Itu bukan...." Ia menarik napas dalam. "Itu berbeda. Urgal layak disapu bersih, hingga tidak bersisa."
"Bahkan wanita dan anak-anak mereka" Yang belum menyakitimu dan kemungkinan tidak akan pernah menyakitimu"
Yang tidak bersalah" Apakah kau akau membunuh mereka dan memusnahkan seluruh ras""
"Mereka tidak akan mengampuni kita, kalau mendapat kesempatan."
"Eragon!" seru Oromis pedas. "Aku tidak pernah ingin mehdengarmu menggunakan alasan itu lagi, hanya karena orang lain melakukan--atau akan melakukan--sesuatu, tidak berarti kau juga harus melakukannya. Itu malas, menjijikkan, dan menandakan rendahnya kemampuan berpikir. Apakah omonganku jelas""
"Ya, Master." Elf itu mengangkat gelas ke bibir dan minum, matanya yang cemerlang terpaku pada Eragon terus. "Apa yang sebenarnya kau ketahui tentang para Urgal""
"Aku tahu kekuatan mereka, kelemahan mereka, dan cara membunuh mereka. Hanya itu yang perlu kuketahui."
"Tapi kenapa mereka membenci dan melawan manusia" Bagaimana dengan sejarah dan legenda mereka, atau cara hidup mereka""
"Apakah itu penting""
Oromis mendesah. "Ingatlah," katanya lembut, "bahwa pada tahap tertentu, musuh-musuhmu mungkin harus menjadi sekutumu. Begitulah sifat kehidupan."
Eragon menahan dorongan hati untuk mendebat. Ia memutar-mutar teh dalam gelasnya sendiri, mengubah cairan itu menjadi pusaran air hitam dengan busa putih di dasar pusaran. "Itu sebabnya Galbatorix merekrut Urgal""
"Itu bukan contoh yang akan kupilih, tapi ya."
"Rasanya aneh bahwa ia berteman dengan mereka. Bagaimanapun juga, merekalah yang membunuh naganya. Lihat apa yang dilakukannya pada kita, Para Penunggang, padahal kita bahkan tidak bertanggung jawab atas kehilangannya."
"Ah," kata Oromis, "Galbatorix mungkin sinting, tapi ia tetap selicik rubah. Kurasa ia berniat menggunakan kaum Urgal untuk memusnahkan kaum Varden dan kurcaci-kurcaci yang lainnya, kalau ia menang di Farthen Dur--dengan begitu, menyingkirkan dua musuhnya sementara secara bersamaan melemahkan kaum Urgal agar ia bisa memusnahkan mereka kapan saja ia mau."
Pelajaran bahasa kuno berlangsung sepanjang sore hari dan sesudahnya mereka berlatih sihir. Sebagian besar pelajaran dari Oromis berkaitan dengan cara yang benar untuk mengendalikan berbagai bentuk energi, seperti cahaya, panas, listrik, bahkan gravitasi. Ia menjelaskan bahwa karena kekuatan-kekuatan ini menghabiskan tenaga lebih cepat daripada mantra jenis lain, lebih aman untuk menemukan apa yang sudah ada di alam lalu membentuknya dengan gramarye, daripada berusaha menciptakannya dari nol.
Oromis menyudahi topik itu dan bertanya, "Bagaimana caramu membunuh dengan sihir""
"Aku melakukannya dengan banyak cara," kata Eragon. "Aku pernah berburu dengan kerikil--menggerakkan dan membidiknya dengan sihir--juga menggunakan kata jierda untuk mematahkan kaki dan leher Urgal. Sekali, dengan thrysta, aku menghentikan jantung seseorang."
"Ada metode-metode yang lebih efisien," kata Oromis. "Apa yang diperlukan untuk membunuh seseorang, Eragon" Pedang yang menembus dada" Leher yang patah" Kehilangan darah" Yang diperlukan hanyalah terjepitnya satu pembuluh darah arteri ke otak, atau penekanan terhadap saraf-saraf tertentu hingga melewati batas. Dengan mantra yang benar, kau bisa menghancurkan satu pasukan."
"Seharusnya aku terpikir hal itu di Farthen Dur," kata Eragon, kesal sendiri. Juga bukan hanya Farthen Dur, tapi sewaktu Kull mengejar kami dari Padang Pasir Hadarac.. "Sekali lagi, kenapa Brom tidak mengajarkannya padaku""
"Karena ia menduga kau baru akan menghadapi pasukan berbulan-bulan atau bertahun-tahun mendatang; itu bukan alat untuk diberikan pada Penunggang yang belum teruji."
"Tapi kalau semudah itu membunuh orang-orang, apa gunanya kita atau Galbatorix mengumpulkan pasukan""
"Jawaban singkatnya, taktik. Para penyihir rentan terhadap serangan fisik sewaktu mereka sibuk dalam pertempuran mental. Oleh karena itu, mereka memerlukan Para pejuang untuk melindungi. Dan Para pejuang harus dilindungi, setidaknya sebagian, dari serangan sihir, kalau tidak mereka akan terbantai dalam beberapa menit. Keterbatasan-keterbatasan ini berarti sewaktu pasukan-pasukan berhadapan, Para penyihir mereka bertebaran di seluruh pasukan, dekat dengan tepi, tapi tidak sedekat itu untuk terancam bahaya. Para penyihir dari kedua belah Pihak membuka pikiran dan berusaha merasakan kalau ada yang menggunakan atau akan menggunakan sihir. Karena masuh mereka mungkin berada di luar jangkauan mental mereka, para penyihir juga mendirikan ward--mantra pelindung--di sekeliling mereka dan pejuang mereka untuk menghentikan atau mengurangi serangan jarak jauh, seperti kerikil yang dilontarkan ke kepala mereka dari jarak sejauh satu mil."
"Tentunya tidak ada yang bisa melindungi sepasukan orang," kata Eragon.
"Sendirian memang tidak, tapi dengan penyihir yang cukup banyak, kau bisa menyediakan perlindungan yang cukup baik. Bahaya terbesar dari konflik semacam ini adalah bahwa penyihir yang pandai mungkin bisa melancarkan serangan unik yang mampu melewati ward--mu tanpa mengaktifkannya. Itu saja cukup untuk menentukan hasil pertempuran.
"Selain itu," kata Oromis, "kau harus ingat bahwa kemampuan menggunakan sihir sangat jarang ada di berbagai ras. Kami para elf pun bukan perkecualian, sekalipun kami memiliki lebih banyak perapal mantra dibandingkan ras lain, sebagai hasil sumpah kami sendiri berabad-abad yang lalu. Mayoritas di antara mereka yang diberkati dengan sihir hanya memiliki sedikit bakat atau bahkan tidak berbakat sama sekali; mereka harus bersusah payah sekadar untuk menyembuhkan memar sekalipun."
Eragon mengangguk. Ia pernah melihat penyihir seperti itu di kalangan Varden. "Tapi tetap diperlukan energi yang sama besarnya untuk menyelesaikan suatu tugas."
"Energi, ya, tapi penyihir yang lebih rendah lebih sulit daripada dirimu atau aku untuk merasakan aliran sihir dan membenamkan diri ke dalamnya. Hanya sedikit penyihir yang cukup kuat untuk menjadi ancaman bagi pasukan. Dan mereka biasanya menghabiskan sebagian besar waktu mereka dalam pertempuran untuk menghindari, melacak, atau menghadapi lawan, yang menguntungkan dari sudut pandang pejuang biasa, karena kalau tidak, mereka akan terbunuh dalam waktu dekat."
Dengan gelisah, Eragon berkata, "Kaum Varden tidak memiliki banyak penyihir."
"Itu salah satu alasan kenapa kau begitu penting." Sesaat berlalu sementara Eragon memikirkan apa yang saja diberitahukan Oromis padanya. "Ward ini, apakah hanya menguras energi kalau diaktifkan""
"Aye." "Kalau begitu, jika memiliki waktu yang cukup, Anda bisa membuat ward hingga berlapis-lapis dan tak terhitung. Anda bisa menjadikan diri Anda...." Ia bersusah payah mencari bahasa kuno untuk mengekspresikan diri. "...tidak tersentuh" ...tidak tertembus" & tidak tertembus serangan apa pun, baik sihir atau fisik."
"Ward," kata Oromis, "tergantung kekuatan tubuhmu. Kalau melebihi kekuatan tubuhmu, kau tewas. Sebanyak apa pun ward yang kaudirikan, kau hanya mampu menangkis serangan selama tubuhmu mampu menanggung keluarnya tenaga itu."
"Dan kekuatan Galbatorix meningkat setiap tahun... Bagaimana mungkin""
Pertanyaan itu sebenarnya retoris, tapi sewaktu Oromis tetap membisu, mata almond-nya terpaku pada tiga burung layang-layang yang berputar-putar di atas kepala, Eragon menyadari elf itu memikirkan cara terbaik untuk menjawabnya. Burung-burung tersebut berkejaran selama beberapa menit. Sewaktu mereka menghilang dari pandangan, Oromis berkata, "Diskusi ini tidak layak dilakukan sekarang."
"Kalau begitu, Anda tahu jawabannya"" seru Eragon, tertegun.
"Memang. Tapi inform
asi itu harus menunggu hingga kau sudah berlatih lebih jauh. Kau tidak siap mendengarnya sekarang." Oromis memandang Eragon, seakan menduga Eragon akan memprotes.
Eragon membungkuk memberi hormat. "Sesuai keinginan Anda, Master." Ia tidak pernah bisa mengorek informasi dari Oromis hingga elf itu bersedia memberitahukannya, jadi kenapa bersusah payah" Sekalipun begitu, ia penasaran apa yang bisa begitu berbahaya hingga Oromis tidak berani memberitahukanya, dan kenapa elf tersebut merahasiakannya dari kaum Varden. Pikiran lain melintas dalam benaknya, dan ia bertanya,
Kalau Pertempuran dengan para penyihir berlangsung seperti yang Anda katakan, kenapa Ajihad membiarkan aku bertempur tanpa ward di Farthen Dur" Aku bahkan tidak tahu harus membuka pikiran untuk bersiap menghadapi musuh. Dan kenapa Arya tidak membunuh sebagian besar atau seluruh Urgal" Tidak ada penyihir di sana yang bisa melawannya kecuali Durza, dan Durza tidak mungkin bisa melindungi pasukannya sewaktu ia masih di bawah tanah."
"Apakah Ajihad tidak menugaskan Arya atau salah seorang Du Vrangr Gata untuk mendirikan pelindung di sekitarmu"" tanya Oromis.
"Ya, Master." "Dan kau bertempur dalam keadaan seperti itu" "Ya, Master."
Pandangan Oromis menerawang, ia membisu saat berdiri tanpa bergerak di lapangan rumput. Tiba-tiba ia berbicara, "Aku sudah berkonsultasi dengan Arya, dan katanya si Kembar dari kaum Varden diperintahkan menilai kemampuanmu. Mereka memberitahu Ajihad bahwa kau menguasai semua sihir, termasuk ward. Baik Ajihad maupun Arya tidak meragukan penilaian mereka mengenai masalah itu."
"Anjing-anjing pengkhianat yang berlidah bercabang dan berkepala botak itu," maki Eragon "Mereka mencoba membunuhku!" Dengan kembali menggunakan bahasa ibunya, ia memaki-maki.
"Jangan mengotori udara," kata Oromis ringan. "Itu akan memengaruhi dirimu... Pokoknya, aku curiga si Kembar membiarkan dirimu terjun ke dalam pertempuran tanpa perlindungan bukannya agar kau terbunuh, tapi agar Durza bisa menangkap dirimu."
"Apa"" "Berdasarkan ceritamu sendiri, Ajihad curiga kaum Varden dikhianati sewaktu Galbatorix mulai menganiaya sekutu-sekutu mereka di Kekaisaran dengan ketepatan yang nyaris sempurna. Si Kembar tahu identitas para pendukung kaum Varden. Selain itu, si Kembar menipumu hingga ke jantung Tronjheim, dengan begitu memisahkan dirimu dari Saphira dan menempatkannya dalam jangkauan Durza. Bahwa merekalah pengkhianatnya merupakan penjelasan yang logis."
"Kalau mereka memang pengkhianatnya," kata Eragon, "sekarang tidak penting lagi; mereka sudah lama tewas."
Oromis memiringkan kepala. "Sekalipun begitu, Arya mengatakan para Urgal memang didampingi penyihir di Farthen Dur dan ia melawan banyak di antara mereka. Tidak satu pun dari mereka menyerangmu""
"Ya Master." "Bukti lain bahwa kau dan Saphira diserahkan pada Durza untuk ditangkap dan dibawa kepada Galbatorix. Perangkapnya dipasang dengan rapi."
Selama satu jam berikutnya, Oromis mengajarkan dua belas metode membunuh pada Eragon, tidak satu pun menggunakan tenaga yang lebih besar daripada untuk mengangkat pena berisi tinta. Saat ia selesai mengingat-ingat metode terakhir, pikiran lain melintas dalam benaknya hingga Eragon tersenyum. "Ra'zac tidak akan memiliki kesempatan kalau bertemu lagi denganku."
"Kau tetap harus mewaspadai mereka," Oromis memperingatkan.
"Kenapa" Tiga kata sudah cukup untuk membunuh mereka."
"Apa yang dimakan osprey""
Eragon mengerjapkan mata. "Ikan, tentu saja."
"Dan kalau ada ikan yang sedikit lebih cepat dan lebih cerdas daripada saudara-saudaranya, apakah ia mampu meloloskan diri dari sergapan osprey""
"Kuragukan," kata Eragon. "Setidaknya, tidak lama."
"Sama seperti osprey diciptakan sebagai pemburu terbaik ikan, serigala pemburu terbaik rusa dan mangsa besar lain, serta setiap hewan dikaruniai menjadi yang terbaik sesuai tujuannya. Begitu pula Ra'zac dirancang untuk memangsa manusia, Mereka adalah monster dalam kegelapan, mimpi buruk yang menghantui rasmu."
Bulu-bulu tengkuk Eragon meremang karena ngeri. "Mereka itu makhluk apa""
"Bukan elf; manusia; kurcaci;
naga; hewan buas berbulu, bersirip atau berambut; reptil; serangga; atau hewan kategori apa pun lainnya."
Eragon tertawa terpaksa. "Kalau begitu, mereka tanaman""
Juga bukan. Mereka berkembang biak dengan bertelur, seperti naga. Sewaktu telurnya menetas, anaknya--atau pupae--mengembangkan tempurung berwarna hitam yang keras dan mirip manusia. Tiruan yang menjijikkan, tapi cukup meyakinkan hingga memungkinkan Ra'zac mendekati korbannya tanpa menimbulkan kewaspadaan yang tidak perlu semua bidang yang manusia lemah, Ra'zac kuat. Mereka bisa melihat di malam yang berawan, melacak bau seperti anjing pelacak, melompat lebih tinggi, dan bergerak lebih cepat. Tapi cahaya terang menyakiti mereka dan mereka ketakutan setengah mati pada air yang dalam, karena mereka tidak bisa berenang, Senjata terhebat mereka adalah napasnya yang bau, yang ngaburkan pikiran manusia--melumpuhkan banyak di antaranya--sekalipun tidak seampuh itu terhadap kurcaci, dan elf kebal sama sekali."
Eragon menggigil saat teringat waktu melihat Ra'zac pertama kali di Carvahall dan bagaimana ia tidak mampu meloloskan diri begitu mereka menemukan dirinya. "Rasanya seperti bermimpi di mana aku ingin lari tapi tidak bisa bergerak, sekeras apa pun aku berusaha."
"Penjabaran yang bagus," kata Oromis. "Walau Ra'zac tidak mampu menggunakan sihir, mereka tidak boleh diremehkan. Kalau tahu kau memburu mereka, mereka tidak akan menampakkan diri, melainkan bersembunyi dalam keremangan, di mana mereka kuat, dan menyusun rencana untuk menyergapmu seperti yang mereka lakukan di Dras-Leona. Bahkan pengalaman Brom tidak mampu melindunginya dari mereka. Jangan pernah terlalu percaya diri, Eragon. Jangan pernah sombong, karena dengan begitu kau akan ceroboh dan musuh-musuhmu akan memanfaatkan kelemahanmu."
"Ya, Master." Oromis menatap Eragon lurus-lurus. "Ra'zac menjadi pupae selama dua puluh tahun ketika tumbuh dewasa. Pada bulan purnama pertama tahun kedua puluh, mereka menanggalkan tempurungnya yang keras, membentangkan sayap, dan muncul sebagai makhluk dewasa yang siap memburu semua makhluk, bukan hanya manusia."
"Kalau begitu, tunggangan Ra'zac, yang mereka gunakan untuk terbang, sesungguhnya adalah..."
"Aye, orangtua mereka."
CITRA KESEMPURNAAN Akhirnya aku mengerti sifat musuh-musuhku, pikir Eragon. Ia takut terhadap Ra'zac sejak kemunculan pertama mereka di Carvahall, bukan hanya karena tindakan mereka yang kejam tapi juga karena sedikit sekali yang diketahuinya tentang makhluk-makhluk itu. Dalam ketidaktahuannya, ia menganggap Ra'zac lebih kuat daripada yang sebenarnya dan memandang mereka dengan ketakutan yang nyaris bersifat takhayul.
Memang benar-benar mimpi buruk. Tapi sekarang, sesudah penjelasan Oromis menyingkirkan aura misteri dari Ra'zac, mereka tidak lagi tampak begitu tak terkalahkan. Fakta bahwa mereka rentan terhadap cahaya dan air menguatkan keyakinan Eragon bahwa kalau mereka bertemu lagi, ia akan menghancurkan makhluk-makhluk yang membunuh Garrow dan Brom tersebut.
"Apakah orangtua mereka juga disebut Ra'zac"" tanyanya.
Oromis menggeleng. "Lethrblaka, kami menamai mereka begitu. Dan kalau anak-anak mereka berpikiran sempit, sekalipun licik, Lethrblaka memiliki kecerdasan seperti naga. Naga yang kejam, buas, dan sinting."
"Dari mana asal mereka""
Eldest Seri 2 Eragon Karya Christhoper Paolini di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
"Dari tanah mana pun yang ditinggalkan leluhurmu. Mungkin pengrusakan yang mereka lakukanlah yang memaksa Raja Palancar pindah. Sewaktu kami, para Penunggang, menyadari kehadiran busuk Ra'zac di Alagaesia, kami berusaha sebaik-baiknya memusnahkan mereka. Sialnya, kami hanya separo hasil. Dua Lethrblaka berhasil meloloskan diri, dan membawa pupae yang menyebabkan kau begitu berduka. Sesudah membunuh Vrael, Galbatorix mencari mereka dan melakukan tawar-menawar untuk layanan mereka dengan balasan perlindungan dan jaminan makanan kesukaan mereka. Itu sebabnya Galbatorix mengizinkan mereka tinggal dekat Dras-Leona, salah satu kota terbesar Kekaisaran."
Rahang Eragon mengejang. "Banyak yang harus mereka pertanggungjawabkan." Dan pasti akan mereka pertanggungjawabkan kalau aku bisa.
"Itu jelas," Oromis
menyetujui. Sewaktu kembali ke gubuk, ia memasuki ambang pintu yang gelap, lalu muncul kembali membawa setengah lusin batu pipih sekitar setengah kaki lebarnya dan satu kaki tingginya. Ia memberikan satu pada Eragon. "Kita lupakan dulu topik yang tidak menyenangkan seperti itu untuk saat ini. Kupikir kau mungkin senang belajar membuat fairth. Ini alat yang bagus sekali untuk memusatkan pikiran. Batu ini mengandung cukup banyak tinta untuk mewarnainya dengan kombinasi warna apa pun. Kau hanya perlu memusatkan perhatian pada gambar yang ingin kau tangkap dan mengatakan, 'Biarkan apa yang kulihat dengan mata batinku tercetak di permukaan batu ini. Sementara Eragon mengamati batu sehalus tanah liat itu, Oromis menunjuk ke lapangan. "Lihat sekitarmu, Eragon, dan cari apa yang layak diabadikan."
Benda-benda pertama yang dilihat Eragon terasa terlalu mencolok, terlalu biasa baginya: setangkai lili kuning di dekat kakinya, gubuk Oromis yang tumbuh terlalu besar, putih, dan pemandangan itu sendiri. Tidak satu pun yang unik. Tidak satu pun memberitahu pengamatnya mengenai benda-benda subjek fairth atau orang yang menciptakannya, pikirnya. Pandangannya jatuh pada pucuk tanaman musim semi yang hijau pucat di ujung cabang pohon, lalu luka dalam dan sempit yang membelah batangnya di tempat kilat menghantamnya, mencabik selarik kulit kayunya. Bola-bola getah yang bening membeku di celah itu, menangkap dan memantulkan cahaya.
Eragon menempatkan diri di sepanjang batang pohon agar bola-bola darah pohon yang membeku menonjol sebagai siluet dan dibingkai sekelompok daun jarum baru yang mengilap. Lalu ia memakukan pemandangan itu dalam benaknya sebaik mungkin dan mengucapkan mantra.
Permukaan batu pipih kelabu itu berubah cerah saat cipratan warna merekah di sana, berpadu dan berbaur menghasilkan rangkaian warna yang tepat. Sewaktu pigmen-pigmennya akhirnya berhenti bergerak, Eragon mendapati diri menatap duplikat aneh dari apa yang ingin direproduksinya. Getah dan daun-daun jarumnya sangat terinci dan hidup, sementara segala yang lainnya tampak buram dan tidak jelas, seakan dipandang dengan mata separo terbuka. Hasilnya jauh dari kejelasan universal fairth Ilirea buatan Oromis.
Dengan isyarat dari Oromis, Eragon menyerahkan batunya. Elf itu memelajarinya selama semenit, lalu berkata, "Kau memiliki cara berpikir yang tidak biasa, Eragon-finiarel. Sebagian besar manusia sulit memusatkan perhatian dengan benar ketika menciptakan gambar yang bisa dikenali. Kau, di sisi lain, tampaknya nyaris mengamati segalanya dari sesuatu yang menarik minatmu. Tapi fokusnya sempit. Kau menemui masalah yang sama di sini seperti meditasimu. Kau harus santai, memperluas bidang pandangmu, dan membiarkan dirimu menyerap segala sesuatu di sekitarmu tanpa menilai mana yang penting dan mana yang tidak." Setelah mengesampingkan gambar itu, Oromis mengambil batu kosong kedua dari rumput dan memberikannya pada Eragon. "Coba lagi dengan apa yang ku--"
"Hail, Penunggang!"
Dengan terkejut, Eragon berpaling dan melihat Orik serta Arya muncul berdampingan dari hutan. Kurcaci itu mengangkat tangan untuk menyapa. janggutnya baru saja dipotong dan dikepang, rambutnya diikat ekor kuda dengan rapi, dan ia mengenakan tunik baru--dari para elf--berwarna merah dan cokelat dengan bordiran benang emas. Penampilannya tidak menunjukkan kondisinya semalam sedikit pun. Eragon, Oromis, dan Arya bertukar salam tradisional, kemudian, tanpa menggunakan bahasa kuno, Oromis bertanya, "Dalam rangka apa aku mendapat kunjungan ini" Kalian berdua diterima di gubukku, tapi seperti yang bisa kalian lihat, aku sedang bekerja bersama Eragon, dan ini sangat penting."
"Aku minta maaf mengganggu Anda, Oromis-elda," kata Arya, "tapi--"
"Aku yang salah," kata Orik. Ia melirik Eragon sebelum melanjutkan. "Aku dikirim Hrothgar kemari untuk memastikan Eragon mendapat pelatihan yang layak diterimanya. Aku tidak ragu bahwa memang begitu, tapi aku berkewajiban melihat pelatihannya dengan mataku sendiri agar sekembalinya ke Tronjheim kelak, aku bisa menyampaikan apa yang sebenarnya terjadi pada rajaku."
Oromis berkata, "Apa yang kuajarkan pada Eragon tidak boleh diberitahukan pada siapa pun. Rahasia Penunggang hanya bagi dirinya seorang."
"Dan aku mengerti itu. Tapi kita hidup di waktu yang tidak pasti; batu yang dulunya mantap dan kokoh sekarang tidak stabil. Kita harus beradaptasi untuk bisa bertahan hidup. Begitu banyak yang tergantung pada Eragon, kami para kurcaci berhak memastikan pelatihannya berjalan sesuai janji. Apakah menurut Anda permintaan kami cukup masuk akal""
"Diutarakan dengan baik, Master Kurcaci," kata Oromis. Ia mengetuk-ngetukkan jemarinya, tidak bisa ditebak, seperti biasa. "Kalau begitu, boleh kuanggap ini tugas bagimu""
"Tugas dan kehormatan."
"Dan kau tidak akan mundur saat ini""
"Sayangnya tidak, Oromis-elda," kata Orik.
"Baiklah. Kau boleh tinggal dan menonton selama pelajaran ini. Apakah kau puas""
Orik mengerutkan kening. "Apakah pelajaran Anda sudah hampir berakhir""
"Kami baru saja mulai."
"Kalau begitu ya, aku akan puas. Setidaknya untuk saat ini."
Sementara mereka berbicara, Eragon berusaha menangkap pandangan Arya, tapi elf tersebut tetap memusatkan pandangannya pada Oromis.
"...Eragon!" Eragon mengerjapkan mata, tersentak dari lamunan. "Ya, Master""
"Jangan melamun, Eragon. Kuminta kau membuat fairth Biarkan pikiranmu tetap terbuka, seperti yang kuajarkan tadi."
"Ya Master." Eragon mengangkat lempengan batunya, kedua tangannya agak basah karena ia gugup memikirkan kehadiran dan Arya di sana untuk menilai prestasinya. Ia ingin berhasil dengan baik untuk membuktikan Oromis guru yang baik. Sekalipun begitu, ia tidak bisa memusatkan perhatian Pada daun jarum pinus dan getahnya; Arya menarik-narik dirinya seperti magnet, mengalihkan perhatiannya pada elf itu setiap kali ia memikirkan hal-hal lain. "
Akhirnya ia sadar bahwa sia-sia menolak ketertarikan itu. Ia membayangkan Arya dalam kepalanya--yang hanya memerlukan waktu sejenak, karena ia hafal wajah Arya lebih daripada wajahnya sendiri--dan mengucapkan mantra dalam bahasa kuno, menumpahkan segenap pemujaan, cinta, dan ketakutannya terhadap Arya ke dalam aliran sihir.
Hasilnya menyebabkan ia tak mampu bicara.
Fairth menggambarkan kepala dan bahu Arya dengan latar belakang gelap, tidak jelas. Arya bermandikan kunang-kunang di sisi kanannya dan menatap penontonnya dengan pandangan penuh arti, tampak bukan hanya sebagaimana dirinya tapi sebagaimana dirinya menurut pandangan Eragon: misterius, eksotis, dan wanita tercantik yang pernah dilihatnya. Gambar itu cacat, tidak sempurna, tapi begitu kuat dan penuh emosi hingga memicu reaksi Eragon. Beginikah caraku memandangnya" Siapa pun wanita ini, ia begitu bijaksana, kuat, dan memikat, hingga mampu menenggelamkan pria mana pun yang lebih rendah.
Dari jarak jauh, Eragon mendengar Saphira berbisik, Hati-hati..
"Apa yang kau gambar, Eragon"" tanya Oromis.
"Aku... aku tidak tahu." Eragon ragu-ragu saat Oromis mengulurkan tangan meminta fairth itu, enggan membiarkan orang lain melihat karyanya, terutama Arya. Sesudah diam cukup dan menakutkan, Eragon melepaskan cengkeramannya batu itu dan memberikannya pada Oromis.
Ekspresi elf itu berubah tegas saat memandang fairth tersebut, lalu kembali menatap Eragon, yang resah dipandangi begitu. Tanpa sepatah kata pun, Oromis memberikan batu tersebut pada Arya.
Rambut Arya menutupi wajahnya saat ia membungkuk di atas lempengan itu, tapi Eragon melihat otot-otot dan pembuluh-pembuluh darah bertonjolan di tangan Arya Saat elf tersebut mencengkeram batunya. Lempengan itu bergetar di tangannya.
"Well, apa itu"" tanya Orik.
Arya mengangkat fairth melewati kepala, lalu melemparkannya ke tanah, memecahkan gambar itu hingga berkeping-keping. Lalu ia menegakkan diri dan, dengan angkuh, berjalan melewati Eragon, menyeberangi lapangan, dan memasuki kegelapan Du Weldenvarden.
Orik mengambil salah satu kepingan batu. Kepingan itu kosong. Gambarnya sirna sewaktu batunya pecah. Ia menarik-narik janggutnya. "Selama berpuluh-puluh tahun aku mengenalnya, Arya tidak pernah kehilangan kendali seperti itu. Tidak pernah. Apa yang kau buat, Eragon""
Dengan ter tegun, Eragon berkata, "Gambar dirinya."
Orik mengerutkan kening, jelas kebingungan. "Gambamya" Kenapa itu--"
"Kupikir sebaiknya kau pergi sekarang," kata Oromis. "Pelajaran sudah selesai. Kembalilah besok atau besok lusa kalau kau mau mendapat gambaran yang lebih baik mengenai kemajuan Eragon."
Si kurcaci menyipitkan mata memandang Eragon, lalu mengangguk dan menepiskan tanah dari telapak tangannya. "Ya, aku yakin begitu. Terima kasih untuk waktumu, Oromis-elda. Aku menghargainya." Saat melangkah kembali ke Ellesmera, ia berkata sambil menoleh ke belakang pada Eragon, "Aku ada di ruang bersama Aula Tialdari, kalau kau mau bicara."
Sesudah Orik pergi, Oromis mengangkat tepi tuniknya, berlutut, dan mengumpulkan kepingan-kepingan batu. Eragon mengawasinya, tidak mampu bergerak.
"Kenapa"" tanyanya dalam bahasa kuno.
"Mungkin," kata Oromis, "Arya takut padamu."
"Takut" Ia tidak pernah takut." Bahkan sewaktu mengatakannya, Eragon tahu itu tidak benar. Arya hanya menutupi ketakutannya dengan lebih baik dibandingkan siapa pun. Sambil bertumpu pada salah satu lutut, ia mengambil sekeping fairth dan menekankannya ke telapak tangan Oromis. "Kenapa aku menakutkan baginya"" tanyanya. "Tolong katakan."
Oromis berdiri dan berjalan ke tepi sungai, di mana ia menghamburkan kepingan-kepingan batu, membiarkan serpihan kelabu mengalir turun dari sela-sela jemarinya. "Fairth hanya menunjukkan apa yang kauinginkan. Bisa saja kau berbohong dengan fairth, menciptakan gambar palsu, tapi untuk itu diperlukan keahlian yang lebih tinggi daripada yang kaumiliki.
Arya tahu ini. Dengan begitu, ia juga tahu fairth buatanmu mempakan gambaran akurat perasaanmu terhadap dirinya."
"Tapi kenapa ia takut padaku""
Oromis tersenyum sedih. "Karena itu mengungkapkan kedalaman perasaanmu." Ia saling menempelkan ujung-ujung jemarinya, membentuk serangkaian lengkungan. "Mari kita analisis situasinya, Eragon. Biarpun kau cukup tua untuk dianggap sebagai pria dewasa di antara kaummu, di mata kami, kau tidak lebih daripada anak-anak." Eragon mengerutkan kening, mendengar gema suara Saphira semalam. "Biasanya, aku tidak akan membandingkan usia manusia dengan usia elf, tapi karena kau hidup selama kami, kau juga harus dinilai berdasarkan standar kami.
"Dan kau Penunggang. Kami mengandalkan dirimu untuk membantu kami mengalahkan Galbatorix; kalau sampai kau teralih dari pelajaranmu, itu bisa menjadi bencana bagi setiap orang di Alagaesia.
"Nah, sekarang," kata Oromis, "bagaimana Arya harus bereaksi terhadap fairth buatanmu" Jelas kau memandangnya dari sudut romantis, tapi--sekalipun aku tidak ragu bahwa Arya menyukaimu--persatuan kalian berdua mustahil terjadi karena kemudaanmu, budayamu, ras, dan tanggung jawabmu. Ketertarikanmu menempatkan Arya di posisi yang tidak nyaman. Ia tidak berani mengkonfrontasi dirimu, karena takut merusak latihanmu. Tapi, sebagai putri Ratu, ia tidak bisa mengabaikan dirimu dan mengambil risiko menyinggung perasaan Penunggang--terutama yang menyandang beban begitu banyak & Seandainya pun kalian sebanding, Arya pasti menahan diri dari menerimamu agar kau bisa memusatkan segenap energimu pada tugas yang kauhadapi. Ia akan mengorbankan kebahagiaannya untuk kebaikan yang lebih besar. Suara Oromis bertambah berat. "Kau harus mengerti, Eragon, bahwa membantai Galbatorix lebih penting daripada siapa pun. Tidak ada lagi yang penting selain itu." Ia diam sejenak, tatapannya melembut, kemudian menambahkan, "Mengingat situasinya, apakah aneh kalau Arya takut perasaanmu padanya bisa membahayakan segala sesuatu yang kita lakukan""
Eragon menggeleng. Ia malu karena tingkah lakunya menyebabkan Arya tertekan, dan galau pada betapa ceroboh dan kekanak-kanakannya tindakannya tadi. Aku bisa menghindari seluruh kekacauan ini kalau bisa lebih mengendalikan diri.
Sambil menyentuh bahu Eragon, Oromis membimbingnya kembali ke dalam gubuk. "Jangan berpikir aku tidak bersimpati, Eragon. Semua orang pasti pernah mengalami perasaan yang kaualami dalam hidup mereka. Itu bagian dari tumbuh dewasa. Aku juga tahu betapa sulit bagimu menghindari kenyamanan hi
dup yang biasa, tapi ini penting kalau kita ingin berhasil."
"Ya, Master." Mereka duduk di meja dapur, dan Oromis mulai membentangkan bahan-bahan tulisan untuk latihan Liduen Kvaedhi Eragon. "Tidak masuk di akal kalau aku berharap kau melupakan perasaanmu pada Arya, tapi kuharap kau bisa mengendalikannya agar tidak mengacaukan pelajaranku lagi. Kau bisa menjanjikan itu padaku""
"Ya, Master. Aku berjanji."
"Dan Arya" Apa tindakan terpuji yang harus dilakukan sehubungan dengan kemarahannya""
Eragon ragu-ragu. "Aku tidak ingin kehilangan persahabatan dengannya."
"Ya." "Oleh karena itu... aku akan menemuinya, aku akan minta maaf, dan aku akan meyakinkannya bahwa aku tidak akan pernah menyulitkannya seperti itu lagi." Sulit baginya mengatakannya, tapi begitu selesai, ia merasa lega, seakan dengan mengakui kesalahannya, ia membersihkan diri dari kesalahan itu.
Oromis tampak senang. "Dengan itu saja, kau membuktikan kau sudah dewasa."
Lembaran-lembaran kertas terasa halus di bawah tangan Eragon sewaktu ia menekannya agar rata di meja. Ia menatap bentangan putih kosong itu sejenak, lalu mencelupkan ujung pena bulu ke tinta dan mulai menuliskan serangkaian huruf. Setiap garis berdurinya seperti semburat malam di kertas, jurang tempat ia bisa menceburkan diri dan mencoba melupakan perasaannya yang kacau.
PENGHAPUS Keesokan paginya, Eragon mencari Arya untuk minta maaf. Ia mencari selama lebih dari satu jam tanpa hasil. Tampaknya Arya menghilang di antara banyak ceruk tersembunyi di dalam Ellesmera. Ia sekilas melihatnya sewaktu berhenti sejenak di pintu masuk Tialdari Hall dan memanggilnya, tapi Arya menyelinap pergi sebelum Eragon sempat mendekatinya. Ia menghindariku, pikirnya, akhirnya sadar.
Seiring berlalunya hari, Eragon menjalani latihan Oromis dengan semangat yang dipuji tetua Penunggang itu, mengabdikan diri pada pelajarannya untuk mengalihkan pikiran dari Arya.
Malam dan siang, Eragon berjuang keras menguasai pelajaran. Ia menghafal setiap kata untuk membuat, mengikat, dan memanggil; mempelajari nama-nama sejati tanaman dan hewandan mempelajari akibat transmutasi, bagaimana memanggil angin dan laut, dan puluhan keahlian yang diperlukan untuk memahami kekuatan-kekuatan dunia. Dalam bidang mantra untuk energi-energi besar--seperti cahaya, panas, dan magnetisme--ia sangat berhasil, karena memiliki bakat untuk menilai dengan tepat berapa besar tenaga yang dibutuhkan dan apakah kebutuhan itu melebihi kemampuan tubuhnya.
Sesekali Orik datang dan menonton, berdiri tanpa berkomentar di tepi lapangan sementara Oromis mengajari Eragan, atau sementara Eragon bersusah payah sendiri menguasal mantra yang sulit.
Oromis memberinya banyak tantangan. Ia memaksa Eragon memasak hidangan dengan sihir, agar ia lebih mampu mengendalikan gramarye; usaha pertama Eragon menghasilkan masakan hangus. Si elf menunjukkan cara mendeteksi dan menetralisir berbagai jenis racun pada Eragon dan, sejak itu, Eragon harus memeriksa hidangannya dari berbagai jenis racun yang mungkin diselipkan Oromis di dalamnya. Lebih dari sekali Eragon kelaparan sewaktu ia tidak bisa menemukan racunnya atau tidak mampu menetralisirnya. Dua kali ia sakit begitu parah hingga Oromis terpaksa menyembuhkannya. Dan Oromis memaksa Eragon mengucapkan berbagai mantra berturut- turut, yang menuntut konsentrasi luar biasa agar mantramantranya tetap terarah ke sasaran yang sebenarnya dan tidak berpindah dari benda-benda yang ingin dipengaruhi Eragon.
Oromis menghabiskan berjam-jam yang panjang untuk ilmu memberi energi pada materi, entah untuk dilepaskan kelak atau untuk memberi benda itu atribut tertentu. Ia berkata, "Beginilah cara Rhunon memantrai pedang para Penunggang hingga tidak pernah patah atau tumpul; bagaimana kami bernyanyi pada tanaman agar tumbuh sesuai keinginan kami; bagaimana memasang perangkap dalam kotak, yang hanya akan terpicu kalau kotak dibuka; bagaimana kami dan para kurcaci membuat Erisdar, lentera kami; dan bagaimana kau bisa menyembuhkan orang yang terluka, untuk menyebutkan beberapa penggunaan. Ini mantra-mantra yang paling ampuh, karena bis
a tetap tidak berbahaya selama lebih dari seribu tahun dan sulit diterima atau dihindari. Mantra-mantra ini bertebaran di Alagaesia, membentuk tanah dan takdir mereka yang tinggal di sini."
Eragon bertanya, "Anda bisa menggunakan teknik ini untuk mengubah tubuh Anda, bukan" Atau itu terlalu berbahaya""
Bibir Oromis merekahkan senyum tipis. "Sayangnya, kau tanpa sengaja menemukan kelemahan terbesar kaum elf: kesombongan kami. Kami menyukai keindahan dalam segala bentuknya, dan kami berusaha mewujudkan keindahan itu dalam penampilan kami. Itu sebabnya kami dikenal sebagai Makhluk Halus. Semua elf tampak persis seperti apa yang diinginkannya. Sewaktu elf belajar mantra untuk tumbuh membentuk makhluk hidup, mereka sering memilih mengubah penampilan mereka agar lebih menampilkan kepribadian. Beberapa elf malah bertindak lebih jauh daripada sekadar perubahan estetika dan mengubah anatomi mereka untuk beradaptasi dengan berbagai lingkungan, seperti yang akan kau lihat dalam Perayaan Sumpah Darah. Sering, mereka lebih mirip hewan daripada elf.
"Tapi mengalihkan kekuatan ke makhluk hidup berbeda dari mengalihkan kekuatan ke benda mati. Sangat sedikit materi yang cocok untuk menyimpan energi; sebagian besar entah membiarkan energinya buyar atau terisi tenaga begitu penuh hingga sewaktu kau menyentuh bendanya, kilat menyambar melalui tubuhmu. Material terbaik yang kami temukan untuk tujuan ini adalah batu permata. Kwarsa, agate, dan batu-batu lain yang lebih rendah tidak seefisien, misalnya, berlian, tapi permata apa pun sudah mencukupi. Itu sebabnya pedang para Penunggang selalu dilengkapi perhiasan di gagangnya. Itu juga kenapa kalung kurcacimu--yang dari logam sepenuhnya--harus menyerap energimu untuk mengisi tenaga mantranya, karena tidak bisa diisi tenaga sendiri."
Sewaktu tidak bersama Oromis, Eragon melengkapi ilmunya dengan membaca banyak gulungan yang diberikan elf itu padanya, kebiasaan yang segera membuatnya kecanduan. Pendidikan Eragon--yang dibatasi pengetahuan Garrow yang sedikit--hanya memberinya ilmu yang diperlukan untuk bertani. Informasi yang ditemukannya dalam kertas sepanjang bermil-mil itu membanjirinya seperti hujan pada padang pasir yang gersang, memuaskan dahaga yang sebelumnya tidak disadarinya. Ia membaca teks mengenai geografi, biologi, anatomi, filsafat, dan matematika, juga memoar, biografi, dan sejarah. Yang lebih penting daripada sekadar fakta adalah pengenalannya terhadap cara-cara berpikir alternatif. Cara-cara ini menantang keyakinannya dan memaksanya menelaah ulang anggapan-anggapannya tentang segala sesuatu, dari hak-hak individu dalam masyarakat hingga apa yang menyebabkan matahari bergerak melintasi langkit.
Ia menyadari ada sejumlah dokumen mengenai Urgal dan kebudayaan mereka. Eragon membacanya tapi tidak mengatakan apa-apa, Oromis juga tidak menyinggungnya.
Dari pelajarannya, Eragon banyak mengetahui tentang para elf, Subjek yang dipelajarinya dengan penuh semangat, berharap hal itu akan membantunya lebih memahami Arya. Yang mengejutkan, ia mendapati para elf tidak menikah, melainkan berpasangan selama mereka menginginkannya, entah selama sehari atau seabad. Anak-anak jarang ada, dan memiliki anak dianggap sebagai sumpah cinta tertinggi di kalangan elf.
Eragon juga mengetahui bahwa sejak kedua ras mereka pertama kali bertemu, hanya ada sedikit pasangan elf-manusia: sebagian besar manusia Penunggang yang menemukan pasangan yang cocok di antara elf. Tapi, dari yang bisa dipahaminya dengan susah payah dari catatan rumit itu, sebagian besar hubungan tersebut berakhir dengan tragedi, entah karena pasangan itu tidak bisa berkomunikasi satu sama lain atau karena si manusia menua dan meninggal sementara elf hidup abadi.
Sebagai tambahan non-fiksi, Oromis memberi Eragon salinan berbagai lagu, puisi, dan epos terbaik elf, yang memikat imajinasi Eragon, karena cerita-cerita yang diketahuinya hanyalah yang disampaikan Brom di Carvahall. Ia menikmati epos seperti menikmati hidangan yang dimasak dengan baik, berlama-lama membaca The Deed of Geda atau The Lay of Umhodan agar bisa memperpanjang kea
syikannya. Latihan Saphira sendiri maju dengan cepat. Karena terhubung dengan benaknya, Eragon terpaksa melihat saat Glaedr memaksa Saphira menjalani serangkaian latihan yang sama beratnya dengan latihannya sendiri. Saphira berlatih terbang diam sambil mengangkat batu besar, juga terbang secepat mungkin, menukik, dan gerakan-gerakan akrobatik lain. Untuk meningkatkan daya tahannya, Glaedr memaksanya mengembuskan api selama berjam-jam ke pilar batu alami ketika berusaha mencairkan pilar itu. Mula-mula Saphira hanya bisa mempertahankan semburannya selama beberapa menit, tapi dalam waktu singkat obor yang sangat panas meraung dari rahangnya selama lebih dari setengah jam tanpa jeda, memanasi pilar hingga memutih karena panasnya. Eragon juga mendengar legenda-legenda naga yang diberitahukan Glaedr kepada Saphira, rincian mengenai kehidupan naga dan sejarah melengkapi pengetahuan naluriah Saphira. Sebagian besar tidak bisa dipahami Eragon, dan ia curiga Saphira menyembunyikan lebih banyak lagi dari dirinya, rahasia rasnya yang tidak diceritakan naga pada siapa pun kecuali sesamanya. Satu hal yang diketahuinya, dan sangat dipuja Saphira, adalah nama ayahnya, Iormungr, dan ibunya, Vervada, yang berarti Pembelah Batu dalam bahasa kuno. Iormungr terikat pada Penunggang, tapi Vervada naga liar yang bertelur sangat banyak namun hanya memercayakan satu kepada Penunggang: Saphira. Kedua naga itu tewas di Fall.
Terkadang Eragon dan Saphira terbang bersama Oromis dan Glaedr, berlatih perang udara atau mengunjungi reruntuhan yang tersembunyi di dalam Du Weldenvarden. Di hari-hari lain mereka membalik urutan kegiatan yang biasa mereka lakukan, dan Eragon menemani Glaedr sementara Saphira tinggal di Tebing Tel'naeir bersama Oromis.
Setiap pagi Eragon berlatih-tanding dengan Vanir, yang, tanpa kecuali, menimbulkan kesakitan pada punggung Eragon. Yang memperburuk keadaan, elf itu terus merendahkan Eragon. Ia menyampaikan komentar-komentar yang, sepintas, tidak melewati batas kesopanan, dan ia menolak marah betapa hebat pun Eragon memancingnya. Eragon membenci si elf dan ketenangannya, sikapnya yang sopan. Rasanya Vanir seolah menghinanya dengan setiap gerakan. Dan rekan-rekan Vanir--yang, menurut tebakan Eragon merupakan elf generasi yang lebih muda--juga membenci Eragon, walau mereka tidak pernah menampilkan sikap apa pun selain hormat pada Saphira.
Perselisihan mereka mencapai puncaknya sewaktu, sesudah mengalahkan Eragon enam kali berturut-turut, Vanir menurunkan pedang dan berkata, "Mati lagi, Shadeslayer. Selalu begitu. Kau mau melanjutkannya"" Nadanya mengisyaratkan bahwa menurutnya tidak ada gunanya melanjutkan.
"Aye," kata Eragon. Ia mengalami serangan pada punggungnya dan tidak berniat banyak bicara.
Sekalipun begitu, sewaktu Vanir mengatakan, "Coba bilang, karena aku penasaran: Bagaimana caramu membunuh Durza kalau kau selamban ini" Aku tidak bisa membayangkan bagaimana kau bisa melakukannya," Eragon merasa harus menjawab, "Aku mengejutkannya."
"Maaf; seharusnya sudah kuduga bahwa ada tipuan."
Eragon menahan dorongan untuk mengertakkan gigi. "Kalau aku elf atau kau manusia, kau tidak akan mampu menyamai pedangku,"
"Mungkin," kata Vanir. Ia kembali memasang kuda-kuda dan, dalam waktu tiga detik dan dua serangnn, mengalahkan Eragon, "Tapi kurasa tidak. Kau seharusnya tidak membual sebagai pemain pedang yang lebih baik, ia bisa memutuskan untuk menghukum kesombonganmu."
Emosi Eragon meledak saat itu, dan ia menjangkau ke dalam dirinya dan memasuki arus sihir. Ia melepaskan energinya yang tertahan dengan salah satu dari dua belas kata minor pengikat, meneriakkan, "Malthinae!" untuk mengikat kaki dan lengan Vanir dan menutup rahangnya agar tidak bisa mengucapkan mantra balasan. Mata elf itu membelalak karena murka.
Eragon berkata, "Dan kau seharusnya tidak membualkan sihir pada orang yang lebih ahli daripada dirimu."
Alis mata hitam Vanir bertemu.
Tanpa peringatan atau membisikkan apa-apa, kekuatan tak kasatmata menghantam dada Eragon dan melemparnya sejauh sepuluh yard melintasi rerumputan, di mana ia mendarat pada sisi t
ubuhnya, mengempaskan udara dari paru-parunya. Benturan itu merusak kendali Eragon atas sihirnya dan membebaskan Vanir.
Bagaimana cara ia melakukan itu"
Sambil mendekatinya, Vanir berkata, "Kebodohanmu mengkhianatimu, manusia. Kau tidak tahu di mana kau berbicara. Aku tak habis pikir bagaimana kau bisa terpilih menggantikan Vraeh mendapatkan kamarnya, memiliki kehormatan melayani Mourning Sage..." Ia menggeleng. "Aku muak berkah seperti itu diberikan pada orang yang begitu tidak layak. Kau bahkan tidak memahami apa itu sihir atau bagaimana cara kerjanya."
kemarahan Eragon kembali menggelegak. "Apa," katanya, "kesalahan yang pernah kulakukan padamu" Kenapa kau begitu membenciku" Apakah kau lebih suka kalau tidak ada Penungang untuk menentang Galbatorix""
"Pendapatku tidak ada artinya."
"Aku setuju, tapi tetap ingin mendengarnya."
"Mendengarkan, seperti yang ditulis Nuala dalam Convocations, adalah jalan menuju kebijaksanaan hanya kalau merupakan basil keputusan sadar dan bukannya ketiadaan persepsi."
"Luruskan lidahmu, Vanir, dan beri aku jawaban yang jujur!"
Vanir tersenyum dingin. "Sesuai perintahmu, O Penunggang." Sambil mendekat hingga hanya Eragon yang bisa mendengar suaranya yang pelan, elf itu berkata, "Selama delapan puluh tahun sesudah kejatuhan para Penunggang, kami tidak pernah mengharapkan kemenangan. Kami bertahan hidup dengan menyembunyikan diri menggunakan tipuan dan sihir, yang hanya bersifat sementara, karena pada akhirnya Galbatorix akan cukup kuat untuk menyerang kami dan menghancurkan pertahanan kami. Lalu, lama sesudah kami pasrah terhadap nasib, Brom dan Jeod menyelamatkan telur Saphira, dan sekali lagi ada kesempatan mengalahkan penjajah busuk kami. Bayangkan suka cita dan kegembiraan kami. Kami tahu bahwa untuk bisa bertahan menghadapi Galbatorix, Penunggang baru itu hares Lebih kuat daripada pendahulunya yang mana pun, lebih kuat bahkan daripada Vrael. Tapi apa imbalan yang kami dapat untuk kesabaran kami" Manusia lain seperti Galbatorix. Lebih parah lagi... seseorang yang cacat. Kau menghancurkan kami semua, Eragon, begitu kau menyentuh telur Saphira. Jangan berharap kami menyambut kehadiranmu. Vanir menyentuh bibirnya dengan telunjuk dan jari tengah, lalu melangkah melewati Eragon dan meninggalkan lapangan latih-tanding, meninggalkan Eragon yang terpaku di tempat.
Ia benar, pikir Eragon. Aku tidak cocok untuk tugas ini. Elf mana pun yang ada di sini, bahkan Vanir, bisa menjadi Penunggang yang lebih baik daripada diriku.
Memancarkan kemurkaan, Saphira memperluas kontak di antara mereka. Apakah kau begitu meremehkan penilaianku, Eragon" Kau lupa bahwa sewaktu aku masih berada dalam telurku, Arya menunjukkan diriku pada setiap elf yang ada di sini--juga pada banyak anak kaum Varden--dan aku menolak mereka semua. Aku tidak akan memilih seseorang menjadi Penunggang-ku kecuali mereka bisa membantu rasmu, rasku, dan para elf, karena kita bertiga memiliki nasib yang berkaitan. Kau orang yang tepat, di tempat yang tepat, pada saat yang tepat. Jangan pernah melupakan hal itu.
Kalau itu benar, kata Eragon, itu sebelum Durza melukaiku. Sekarang aku hanya melihat kegelapan dan kejahatan di masa depan vita. Aku tidak akan menyerah, tapi aku takut kita mungkin tidak berhasil. Mungkin tugas kita bukanlah menjatuhkan Galbatorix tapi untak menyiapkan jalan bagi Penunggang berikutnya yang dipilih telur-telur yang tersisa.
Di Tebing Tel'naeir, Eragon mendapati Oromis di meja dalam gubuknya, melukis pemandangan alam dengan tinta hitam di sepanjang tepi bawah dokumen yang selesai ditulisnya.
Eragon membungkuk memberi hormat dan berlutut. "Master."
Lima betas menit berlalu sebelum Oromis selesai menggambar dedaunan jarum pohon juniper, menyingkirkan tinta, membersihkan kuas surai kudanya dengan air dari poci tanah liat, lalu berbicara pada Eragon, mengatakan, "Kenapa kau datang sepagi ini""
"Aku minta maaf mengganggu Anda, tapi Vanir meninggalkan kontes kami di tengah latih-tanding, dan aku tidak tahu harus berbuat apa seorang diri."
"Kenapa Vanir pergi, Eragon-vodhr""
Oromis melipat tangan di pangkua
nnya sementara Eragon menjabarkan kejadiannya, mengakhirinya dengan: "Aku seharusnya tidak lepas kendali, tapi itu yang terjadi, dan aku tampak semakin bodoh karenanya. Aku mengecewakan Anda, Master."
"Memang," Oromis menyetujui. "Vanir mungkin memprovokasimu tapi itu bukan alasan untuk membalas dengan tindakan yang sama. Kau hares lebih mampu mengendalikan emosi, Eragon. Kau bisa kehilangan nyawa kalau membiarkan emosi mengacaukan penilaianmu dalam pertempuran. Selain itu, pertunjukan kekanak-kanakan seperti itu tidak menghasilkan apa-apa selain membuat para elf yang menentang dirimu semakin menentangmu. Cara kerja kami halus dan hanya menyediakan sedikit toleransi untuk kesalahan seperti itu."
Maafkan aku, Master. Kejadian itu tidak akan terulang." karena Oromis tampak akan menunggu di kursinya hingga tiba waktunya bagi mereka untuk melakukan Rimgar seperti biasa, Eragon memanfaatkan kesempatan itu untuk bertanya "Bagaimana Vanir bisa menggunakan sihir tanpa berbicara""
"Oya" Mungkin elf lain memutuskan untuk membantunya "
Eragon menggeleng. "Di hari pertamaku di Ellesmera, aku juga melihat Islanzadi memanggil hujan bunga dengan menepukkan tangan, tidak lebih. Dan Vanir mengatakan aku tidak mengerti cara kerja sihir. Apa maksudnya""
"Sekali lagi," kata Oromis, pasrah, "kau mendapat pengetahuan pada saat dirimu tidak siap menerimanya. Tapi, karena situasi kita, aku tidak bisa mengingkarinya darimu. Hanya saja ketahuilah ini: yang kautanyakan itu tidak diajarkan pada Penunggang--dan tidak diajarkan pada para penyihir kami--sampai mereka sudah menguasai setiap aspek sihir lain, karena ini rahasia sifat sejati sihir dan bahasa kuno. Mereka yang mengetahuinya bisa mendapatkan kekuatan besar, betul, tapi dengan risiko menakutkan." Ia diam sejenak. "Bagaimana ikatan bahasa kuno pada sihir, Eragon-vodhr""
"Kata-kata bahasa kuno bisa melepaskan energi yang tersimpan dalam tubuh Anda dan dengan begitu mengaktifkan mantra."
"Ah. Kalau begitu, kau bermaksud mengatakan suara tertentu, getaran tertentu di udara, entah bagaimana menyadap energi ini" Suara yang mungkin dihasilkan secara acak oleh makhluk atau benda apa pun""
"Ya, Master." "Apakah itu tidak terasa absurd""
Dengan bingung, Eragon berkata, "Tidak penting apakah itu absurd atau tidak, Master; begitulah keadaannya. Apakah aku harus menganggap absurd bahwa bulan memudar dan terang atau musim berganti, atau burung-burung terbang ke selatan di musim dingin""
"Tentu saja tidak. Ta i ba aimana sekadar suara bisa berakibat sebesar itu" Apakah pola lengkingan dan volume tertentenu bisa benar-benar memicu reaksi yang memungkinkan kita memanipulasi energi""
"Tapi kenyataannya begitu."
"Suara tidak mengendalikan sihir. Yang penting bukanlah mengucapkan kata atau kalimat dalam bahasa ini, tapi memikirkannya dalam bahasa ini." Dengan satu sentakan pergelangan tangan, api keemasan muncul di telapak tangan Oromis, lalu menghilang. "Tapi, kecuali sangat dibutuhkan, kita masih mengucapkan mantra dengan bersuara agar pikiran yang menyimpang tidak mengacaukannya, yang berbahaya bahkan bagi pengguna sihir paling berpengalaman."
lmplikasi ini menggetarkan Eragon. Ia teringat saat nyaris tenggelam di bawah air terjun danau Kostha-merna dan bagaimana ia tidak mampu mengakses sihir karena air yang mengelilinya. Seandainya tahu ini waktu itu, aku bisa menyelamatkan diriku sendiri, pikirnya. "Master," katanya, "jika suara tidak memengaruhi sihir, kalau begitu, kenapa pikiran memengaruhinya""
Sekarang Oromis tersenyum. "Kenapa" Harus kukatakan bahwa kita sendiri bukanlah sumber sihir. Sihir bisa ada dengan sendirinya, mandiri dari mantra apa pun, seperti api siluman di rawa-rawa dekat Aroughs, sumur impian di Mani Caves di Pegunungan Beor, dan kristal terbang di Eoam. Sihir liar seperti ini sangat berbahaya, tidak bisa ditebak, dan sering kali lebih kuat daripada sihir apa pun yang kita kerahkan.
"Berjuta-juta tahun yang lalu, semua sihir seperti itu. Untuk menggunakannya tidak diperlukan apa pun kecuali kemampuan merasakan sihir dengan benakmu--yang harus dikuasai setiap Penyihir--
dan keinginan serta kekuatan untuk menggunakannya. Tanpa struktur bahasa lama, penyihir tidak pernah bisa mengatur bakat mereka dan, sebagai akibatnya, melepaskan banyak kejahatan di tanah ini, membunuh ribuan orang. Seiring dengan waktu, mereka mendapati bahwa menyatakan niat Mereka dalam bahasa mereka membantu mengatur pikiran darl menghindari akibat yang merugikan. Tapi itu bukan metode tanpa cacat. Pada akhirnya, terjadi kecelakaan yang begitu mengerikan hingga nyaris menghancurkan setiap makhluk hidup di dunia. Kami tahu kejadian itu dari potongan-potongan naskah yang selamat dari era itu, tapi siapa atau apa yang melontarkan mantra fatal itu tersembunyi dari kami. Naskah tersebut menyatakan bahwa, sesudahnya, ada ras bernama Orang-orang Kelabu--bukan elf, karena kami masih muda saat itu--mengumpulkan sumber daya mereka dan menyusun mantra, mungkin mantra terhebat waktu itu dan yang pernah ada. Bersama-sama, Orang-orang kelabu mengubah sifat sihir itu sendiri. Mereka membuatnya begitu rupa hingga bahasa mereka, bahasa kuno, bisa mengendalikan apa yang dilakukan mantra... bisa benar-benar membatasi sihir hingga kalau kau mengatakan bakar pintu itu lalu tanpa sengaja memandangku dan memikirkan diriku, sihir akan tetap membakar pintu itu bukan diriku. Dan mereka memberi dua sifat unik kepada bahasa kuno, kemampuan untuk mencegah mereka yang mengucapkannya berbohong dan kemampuan untuk menjabarkan sifat sejati berbagai benda. Bagaimana mereka melakukannya masih merupakan misteri.
"Naskah-naskah itu berbeda mengenai apa yang terjadi pada orang-orang Kelabu sesudah mereka menyelesaikan pekerjaannya, tapi tampaknya mantra tersebut menguras kekuatan mereka dan menyebabkan mereka tidak lebih daripada bayangan mereka sendiri. Mereka memudar, memilih tinggal di kota-kota mereka hingga batu-batu hancur menjadi debu atau mengambil pasangan dari ras-ras yang lebih muda dan dengan begitu musnah."
"Kalau begitu," kata Eragon, "apakah masih mungkin untuk menggunakan sihir tanpa bahasa kuno""
"Menurutmu bagaimana Saphira menyemburkan api" Dan, berdasarkan ceritamu sendiri, ia tidak menggunakan kata apa pun sewaktu mengubah makam Brom menjadi berlian maupun waktu ia memberkati anak itu di Farthen Dar. Otak naga berbeda dengan otak kita; mereka tidak membutuhkan perlindungan dari sihir. Mereka tidak bisa menggunakannya secara sadar, kecuali untuk semburan apinya, tapi sewaktu berkat itu menyentuh mereka, kekuatan mereka tidak ada bandingannya & Kau tampak terganggu, Eragon. Kenapa""
Eragon menunduk menatap tangannya. "Apa artinya ini bagiku, Master""
"Ini artinya kau akan terus mempelajari bahasa kuno, karena kau bisa melakukan ban yak hal dengan bahasa itu, yang ini terlalu rumit atau berbahaya kalau tidak menggunakannya. Ini artinya kalau tertangkap dan dibekap, kau masih bisa mengerahkan sihir untuk membebaskan diri, seperti yang dilakukan Vanir. Ini artinya kalau kau tertangkap dan dibius serta tidak bisa mengingat bahasa kuno, ya, bahkan pada saat itu, kau bisa melontarkan mantra, sekalipun hanya dalam situasi yang paling berbahaya. Dan ini artinya kalau kau ingin melontarkan mantra untuk apa yang tidak memiliki nama dalam bahasa kuno, kau bisa melakukannya." Ia diam sejenak. "Tapi berhati-hatilah terhadap godaan untuk menggunakan kekuatan ini. Bahkan yang paling bijaksana di antara kami ragu untuk bermaul-main dengan hal ini karena takut akan kematian atau yang lebih buruk lagi."
Keesokan paginya, dan setiap pagi sesudahnya selama ia tinggal di Ellesmera, Eragon berduel dengan Vanir, tapi ia tidak pernah lepas kendali lagi, tidak peduli apa yang dilakukan atau dikatakan elf itu.
Eragon juga tidak suka mengerahkan segenap energinya untuk persaingan mereka. Punggungnya semakin lama semakin sering menyakitinya, menyiksanya hingga batas daya tahannya. Serangan-serangan yang melumpuhkan itu meningkatkan kepekaannya; tindakan-tindakan yang sebelumnya tidak menimbulkan masalah baginya sekarang bisa menyebabkan ia menggeliatgeliat di tanah. Bahkan Rimgar mulai memicu serangan saat latihan itu meningkat ke pose-pose yang lebih mengu
ras tenaga. Mendapat serangan tiga hingga empat kali dalam sehari menjadi pengalaman biasa baginya.
Wajah Eragon berubah kuyu. Ia berjalan agak terseok-seok, gerakannya lamban dan hati-hati karena ia berusaha menghemat kekuatan. Sulit baginya untuk berpikir jernih atau memerhatikan pelajaran Oromis, dan dalam ingatannya mulai timbul kekosongan-kekosongan yang tidak bisa dipahaminya. Di waktu luangnya, ia mengambil cincin teka-teki Orik lagi, lebih suka memusatkan perhatian pada cincin-cincin yang berkaitan dan membingungkan itu daripada memikirkan kondisinya. Sewaktu bersamanya, Saphira berkeras Eragon naik ke punggungnya dan melakukan segala hal agar Eragon merasa nyaman dan tidak perlu bersusah payah.
Suatu pagi, saat berpegangan di duri leher Saphira, Eragon berkata, Aku punya nama baru untuk sakit.
Apa itu" Si Penghapus. Karena sewaktu kau kesakitan, tidak ada lagi hal lain. Tidak ada pikiran. Tidak ada emosi. Hanya ada dorongan melarikan diri dari sakit itu. Sewaktu sakitnya cukup kuat, si Penghapus merenggut dari kita segala sesuatu yang menjadikan diri kita, hingga kita terpuruk menjadi makhluk yang lebih rendah daripada hewan, makhluk dengan satu keinginan dan tujuan: lolos.
Nama yang bagus, kalau begitu.
Aku hancur, Saphira, seperti kuda tua yang membajak terlalu banyak ladang. Jaga aku dengan pikiranmu, kalau tidak aku mungkin akan hanyut dan melupakan siapa diriku.
Aku tidak akan pernah melepaskanmu.
Tidak lama sesudah itu, Eragon mendapat tiga serangan sewaktu bertempur dengan Vanir, lalu dua lagi selama melakukan Rimgar. Saat ia bangkit setelah meringkuk, Oromis berkata, "Sekali lagi, Eragon. Kau harus menyempurnakan keseimbanganmu."
Eragon menggeleng dan menggeram pelan, "Tidak." Ia bersedekap untuk menyembunyikan badannya yang gemetar. "Apa""
"Tidak." "Bangun, Eragon, dan coba lagi.''
"Tidak! Lakukan sendiri; aku tidak mau."
Oromis berlutut di samping Eragon dan menempelkan tangannya yang sejuk di pipi Eragon. Ia membiarkan tanganya di sana, menatap Eragon dengan keramahan yang begitu rupa hingga Eragon memahami kedalaman kasih sayang elf itu padanya, dan, kalau mungkin, Oromis bersedia mengambil alih kesakitan Eragon untuk menghilangkan penderitaannya; "Jangan berhenti berharap," kata Oromis. "Jangan pernah." Kekuatan terasa mengalir dari dirinya kepada Eragon. "Kita para Penunggang. Kita berdiri di antara terang dan gelap, dan menjaga keseimbangan di antara keduanya. Ketidaktahuan, ketakutan, kebencian: inilah musuh kita. Lawan mereka dengan segenap tenagamu, Eragon, kalau tidak kita pasti gagal." Ia bangkit dan mengulurkan tangan pada Eragon. "Sekarang bangkitlah, Shadeslayer, dan buktikan kau bisa mengalahkan naluri dagingmu!"
Eragon menghela napas dalam dan menegakkan diri dengan satu lengan, mengernyit akibat gerakannya. Ia berhasil berdiri, diam sejenak, lalu menegakkan tubuh dan memandang Oromis lurus-lurus.
Elf itu mengangguk setuju.
Eragon tetap membisu hingga mereka menyelesaikan Rimgar aan rnandi di sungai. Ia berkata, "Master."
"Ya, Eragon""
"Kenapa aku harus menjalani siksaan ini" Anda bisa menggunakan sihir untuk memberikan keahlian yang kubutuhkan, membentuk tubuhku seperti yang Anda lakukan pada pohonpohon dan tanaman."
"Bisa saja, tapi kalau kulakukan, kau tidak akan pernah memahami bagaimana kau bisa mendapatkan tubuhmu, kemampuanmu sendiri, atau bagaimana cara mempertahankannya. Tidak ada jalan pintas untuk apa yang kau tempuh, Eragon."
Air dingin mengalir di sepanjang tubuh Eragon sewaktu ia membenamkan diri ke sungai. Ia memasukkan kepala ke bawah air, berpegangan pada batu agar tidak hanyut, dan berbaring di dasar sungai, merasa seperti anak panah yang melayang di air.
NARDA Roran bertumpu pada satu lutut dan menggaruk janggutnya yang baru tumbuh sambil menunduk memandang Narda.
Kota itu gelap dan kecil, seperti lapisan keras roti gandum yang dijejalkan di ceruk di sepanjang pantai. Selepas kota itu, laut semerah anggur berkilau ditimpa berkas terakhir matahari terbenam. Laut memesona dirinya; benar-benar berbeda dengan pemandangan alam yang biasa dilihatnya.
Kita berhasil. Setelah meninggalkan tonjolan karang, Roran berjalan kembali ke perkemahan darurat, menikmati tarikan-tarikan napas dalam yang berisi udara bergaram. Mereka berkemah tinggi di kaki perbukitan Spine agar tidak terlihat siapa pun yang mungkin akan memberitahu Kekaisaran mengenai keberadaan mereka.
Saat berjalan di sela penduduk-penduduk desa yang Meringkuk di bawah pepohonan, Roran mengamati kondisi mereka dengan sedih dan marah. Perjalanan dari Lembah Palancar menyebabkan orang-orang sakit, babak belur, dan kelelahan; wajah mereka kurus akibat kurang makan; pakaian mereka compang-camping. Hampir semua orang mengenakan kain yang diikat di tangan untuk mengusir sengatan dingin malam-malam di pegunungan yang membekukan. Berminggu-minggu aku manggul beban berat membungkukkan bahu yang dulu tegak. Pemandangan terburuk adalah anak-anak: kurus dan diam di luar kewajaran.
Mereka layak mendapatkan yang lebih baik, pikir Roran. Aku akan berada dalam cengkeraman Ra'zac sekarang kalau mereka tidak melindungi diriku.
Puluhan orang mendekati Roran, sebagian besar tidak menginginkan lebih daripada sentuhan di bahu atau kata-kata penghiburan. Beberapa menawarinya makanan, yang ditolaknya atau, sewaktu mereka berkeras, diberikannya pada orang lain. Mereka menjaga jarak mengawasinya dengan mata bulat dan Ia tahu apa yang mereka katakan tentang dirinya, bahwa ia sinting, bahwa roh-roh menguasai dirinya, bahwa bahkan Ra'zac tidak bisa mengalahkan dirinya dalam pertempuran.
Menyeberangi Spine ternyata lebih berat daripada dugaan Roran. Satu-satunya jalan setapak di hutan hanyalah jalan yang sering dilalui hewan-hewan buruan, yang terlalu sempit, curam, dan berbahaya bagi kelompok mereka. Akibatnya, para penduduk desa terpaksa menebangi pepohonan dan sesemakan untuk membuka jalan, tugas melelahkan yang dibenci semua orang, apalagi karena hal itu memudahkan Kekaisaran melacak mereka. Satu keuntungan dari situasi itu adalah bahwa kegiatan tersebut memulihkan bahu Roran yang terluka hingga sekuat sebelumnya, sekalipun ia masih sulit mengangkat lengan hingga sudut tertentu.
Kekerasan lain memangsa mereka. Badai yang tiba-tiba mengamuk menjebak mereka di lintasan terbuka yang tinggi di atas hutan. Tiga orang membeku dalam salju: Hida, Brenna, dan Nesbit, semuanya sudah cukup tua. Malam itu pertama kalinya Roran yakin seluruh penduduk desa akan tewas karena mengikuti dirinya. Tidak lama kemudian, seorang bocah laki-laki Patah lengannya karena jatuh, lalu Southwell tenggelam dalam sungai gletser. Serigala dan beruang terus memburu ternak mereka, mengabaikan api unggun penjagaan yang dinyalakan Penduduk desa begitu mereka tersembunyi dari Lembah Palancar dan para prajurit Galbatorix yang mereka benci. Kelaparan mencengkeram mereka seperti parasit yang tak kenal lelah menggigiti perut mereka, melahap kekuatan mereka, dan mengisap tekad mereka untuk melanjutkan.
Tapi mereka selamat, dengan kekerasan hati dan ketekunan seperti yang mempertahankan para leluhur mereka di Lembah Palancar sekalipun ada kelaparan, perang, dan wabah penyakit.
Orang-orang di Carvahall mungkin membutuhkan satu setengah abad untuk mengambil keputusan, tapi begitu mereka mengambil keputusan, tidak ada yang mampu membelokkan mereka.
Sesudah mereka sekarang tiba di Narda, harapan dan rasaan berhasil menyebar di perkemahan. Tidak ada Yang tahi apa yang akan terjadi selanjutnya, tapi fakta bahwa mereka berhasil mencapai sejauh ini membangkitkan kepercayaan diri mereka.
Kita tidak akan aman sebelum meninggalkan Kekaisaran, pikir Roran. Dan tergantung padaku untuk memastikan kita tidak tertangkap. Aku bertanggung jawab atas setiap orang di sini.... Tanggung jawab yang diterimanya sepenuh hati karena memungkinkan dirinya melindungi penduduk desa dari Galbatorix sekaligus menyelamatkan Katrina. Sudah lama sekali Katrina tertangkap. Bagaimana mungkin ia masih hidup" Roran bergidik dan menepiskan pikiran itu. Kesintingan yang sebenarnya menunggunya kalau ia membiarkan dirinya memikirkan nasib Katrina.
Saat subuh, Roran, Horst, Baldor, ketiga putra Loring, dan Gertr
ude pergi ke Narda. Mereka turun dari bukit ke jalan utama kota, berhati-hati untuk tetap tersembunyi hingga tiba di jalan. Di dataran rendah sini, udara terasa lebih pengap bagi Roran; rasanya ia seperti berusaha bernapas di bawah air.
Roran mencengkeram martil di sabuknya saat mereka mendekati gerbang Narda. Dua prajurit menjaga di sana. Mereka memeriksa kelompok Roran dengan tatapan tajam, berlama-lama memandang pakaian mereka yang compang-campin lalu menurunkan tombak dan menghalangi gerbang.
"Kalian dari mana"" tanya prajurit yang sebelah kanan. Umurnya tidak mungkin lebih dari dua puluh lima tahun, tapi rambutnya telah beruban.
Dengan membusungkan dada, Horst bersedekap dan berkata, "Dari sekitar Teirm, kalau kau suka." "Kenapa kalian kemari""
"Dagang. Kami dikirim pemilik toko-toko yang ingin membeli barang langsung dari Narda, bukannya melalui pedagang-pedagang yang biasa."
"Begitu, eh" Barang apa""
Sewaktu Horst tergagap, Gertrude berkata, "Akar-akaran dan obat-obatan untukku. Tanaman yang kuterima dari sini sudah terlalu lama atau berjamur atau rusak. Aku harus mendapat pasokan yang masih segar."
"Dan aku serta saudaraku," kata Darmmen, "datang untuk tawar-menawar dengan tukang sepatumu. Sepatu yang dibuat dengan gaya utara sedang menjadi mode di Dras-Leona dan Uru'baen." Ia tersenyum. "Setidaknya begitu sewaktu kami disuruh berangkat."
Horst mengangguk dengan keyakinan yang meningkat kembali. "Aye. Dan aku kemari untuk mengambil kiriman barang dari besi untuk majikanku."
"Itu katamu. Bagaimana dengan yang itu" Apa kerjanya"" tanya si prajurit, memberi isyarat pada Roran dengan kapaknya.
"Tembikar," kata Roran.
"Tembikar""
"Tembikar." "Kalau begitu, kenapa membawa martil""
"Menurutmu bagaimana lapisan glasir pada botol atau guci bisa retak" Tidak terjadi dengan sendirinya, kau tahu. Kau harus memukulnya." Roran membalas tatapan tidak percaya pria beruban itu dengan ekspresi kosong, menantang pria itu membantah pernyataannya.
Prajurit itu menggerutu dan kembali menatap mereka. "Terserahlah, bagiku kalian tidak tampak seperti pedagang. Lebih mirip kucing gelandangan yang kelaparan."
"Kami menemui kesulitan di jalan," kata Gertrude.
"Itu aku percaya. Kalau kalian dari Teirm, di mana kuda kuda kalian""
"Karni meninggalkannya di perkemahan," kata Hamund. Ia menunjuk ke selatan, berlawanan dengan tempat persembunyian para penduduk desa lain.
"Tidak memiliki koin untuk menginap di kota, eh"" Sambil tergelak mengejek, prajurit itu mengangkat tombak berkapaknya aan memberi isyarat agar temannya juga berbuat begitu. "Baiklah, kalian boleh masuk, tapi jangan mencari masalah, kalau tidak kalian akan dipenjara atau lebih buruk lagi."
Begitu meiewati gerbang, tiorst menarik Roran ke tepi ja]ah dan menggeram di telinganya, "Bodoh sekali, mengarang sekonyol itu. Meretakkan lapisan glasir tembikar! Kau mau berkelahi" Kita tidak bisa--" Ia berhenti karena Gertrude menarik-narik lengan bajunya.
"Lihat," gumam tabib itu.
Di sebelah kiri pintu masuk terdapat papan pesan selebar enam kaki dengan atap genteng sempit untuk melindungi perkamen kekuningan di bawahnya. Separo papan itu digunakan untuk pemberitahuan dan pernyataan resmi. Di paro lainnya tergantung beberapa poster yang menampilkan sketsa berbagai penjahat. Yang paling depan adalah gambar Roran tanpa janggut.
Dengan terkejut, Roran memandang sekitarnya untuk memastikan tidak ada seorang pun di jalan yang cukup dekat untuk membandingkan wajahnya dengan poster itu. Ia telah menduga Kekaisaran akan memburu mereka, tapi tetap saja terkejut sewaktu melihat buktinya. Galbatorix pasti menghabiskan sumber daya yang tidak sedikit untuk menangkap kami. Sewaktu mereka di Spine, mudah sekali lupa bahwa ada dunia luar. Berani taruhan poster diriku dipasang di seluruh Kekaisaran. Ia tersenyum, senang karena berhenti bercukur dan karena ia serta yang lainnya setuju menggunakan nama palsu selama di Narda.
Hadiah dituliskan di bagian bawah poster. Garrow tidak pernah mengajari Roran dan Eragon membaca, tapi ia mengajari mereka angka karena, seperti katanya, "Kalian h
arus tahu berapa banyak yang kalian miliki, berapa nilainya, dan berapa yang kalian bayarkan agar tidak ditipu bajingan bermuka dua." Dengan begitu, Roran bisa melihat bahwa Kekaisaran menawarkan sepuluh ribu crown untuk dirinya, cukup untuk hidup nyaman selama beberapa puluh tahun. Anehnya, besarnya hadiah membuatnya gembira, memberinya perasaan penting.
Lalu tatapannya beralih ke poster berikutnya.
Poster Eragon. Perut Roran terasa nyeri seperti baru dipukul, dan beberapa detik ia lupa bernapas.
Ia masih hidup! Sesudah kelegaan awalnya mereda, Roran merasakan kemarahan lamanya atas peran Eragon dalam kematian Garrow dan kehancuran tanah pertanian mereka, disertai keinginan membara untuk tahu kenapa Kekaisaran memburu Eragon. Pasti ada hubungannya dengan batu biru dan kunjungan pertama Ra'zac ke Catwahall. Sekali lagi, Roran bertanya-tanya dalam perselisihan apa dirinya dan penduduk Carvahall lain telah terlibat.
Bukannya hadiah, poster Eragon berisi dua baris huruf. "Ia dituduh melakukan kejahatan apa"" tanya Roran pada Gertrude.
Kulit di sekitar mata Gertrude mengerut saat ia menyipitkan mata dan memandang ke papan. "Pengkhianatan, kalian berdua. Dikatakan Galbatorix akan menganugerahkan gelar earl pada siapa pun yang menangkap Eragon, tapi siapa pun yang mencobanya harus berhati-hati karena ia sangat berbahaya."
Roran mengerjapkan mata karena terkejut. Eragon" Rasanya sulit untuk diterima, hingga Roran mengingat bagaimana dirinya sendiri telah berubah selama beberapa minggu terakhir. Darah yang sama mengalir dalam pembuluh kami. Siapa tahu, Eragon mungkin melakukan lebih banyak daripada diriku sejak kepergiannya.
Dengan suara pelan, Baldor berkata, "Kalau membunuh anak buah Galbatorix dan mengusir Ra'zac hanya membuatmu dihargai sepuluh ribu crown--sekalipun itu besar--apa yang membuatmu senilai gelar earl""
"Mengusik raja," kata Lame.
" Cukup," kata Horst. "Jaga lidahmu lebih baik, Baldor, kalau tidak kita bakal dikurung. Dan, Roran, jangan menarik perhatian Pada dirimu lagi. Dengan hadiah seperti itu, orang-orang pasti mengamati orang asing, mencari siapa pun yang mirip dengan deskripsimu." Horst mengusap rambut, lalu meninggikan sabuk dan berkata, "Baiklah. Kita semua memiliki tugas. Kembalilah kemari tengah hari nanti untuk melaporkan kemajuan kalian."
Dengan kata-kata itu mereka berpisah menjadi tiga. Darmmen, Lame, dan Hamund pergi bersama untuk membeli makanan bagi penduduk desa, baik untuk memenuhi kebutuhan saat ini maupun tahap berikutnya perjalanan mereka. Gertrude--sebagaimana yang dikatakannya pada para penjaga--pergi melengkapi persediaan akar-akaran dan obat-obatan. Dan Roran, Horst, dan Baldor menyusuri jalan menurun ke dermaga di mana mereka berharap bisa menyewa kapal yang bisa mengantar para penduduk desa ke Surda atau, setidaknya, Teirm.
Sewaktu mereka tiba di jalan papan termakan cuaca yanp menutupi pantai, Roran berhenti dan menatap laut, yang kelabu akibat mendung rendah dan dihiasi pucuk-pucuk ombak putih akibat angin kencang. Ia tidak pernah membayangkan kaki langit bisa serata itu. Deburan pelan air yang menghantam tumpukan kayu di bawah kakinya menyebabkan ia merasa seperti berdiri di permukaan drum raksasa. Bau berbagai ikan--baik yang segar, telah dibuang isi perutnya, maupun busuk--mengatasi semua bau lain.
Sambil bergantian memandang Roran dan Baldor, yang samasama terpesona, Horst berkata, "Pemandangan yang hebat, bukan""
"Aye," kata Roran.
"Kau jadi merasa kecil, bukan""
"Aye," kata Baldor.
Horst mengangguk. "Aku ingat waktu pertama kali melihat laut, pengaruhnya terhadapku juga begitu."
"Kapan itu"" tanya Roran. Selain kawanan camar yang terbang berputar-putar di atas teluk, ia melihat burung jenis lain yang bertengger di dermaga. Hewan itu memiliki tubuh yang kegemukan dengan paruh bergaris yang terus dijejalkannya ke dadanya, seperti orang tua yang sok, kepala dan lehernya putih, dengan dada agak hitam. Salah satu burung itu mengangkat paruhnya, menampakkan kantung kulit di bawahnya.
"Bartram, tukang besi sebelum diriku," kata Horst, meninggal sewaktu aku berusi
a lima belas tahun, setahun sebelum masa magangku berakhir. Aku harus menemukan tukang besi yang bersedia menyelesaikan pekerjaan orang lain, jadi aku pergi ke Ceunon, yang dibangun di sepanjang Laut Utara. Di sana aku bertemu Kelton, pria tua yang jahat tapi pandai dalam bidangnya. Ia setuju mengajariku." Horst tertawa. "Pada waktu kami selesai, aku tidak yakin apakah harus berterima kasih padanya atau mengutuknya."
"Berterima kasihlah, menurutku," kata Baldor. "Kau tidak akan pernah menikah dengan Ibu kalau tidak begitu."
Roran merengut saat mengamati pantai. "Tidak banyak kapal," katanya. Dua kapal ditambatkan di ujung selatan dermaga dan kapal ketiga di sisi seberangnya, di antaranya hanya ada perahu dan sampan nelayan. Dari kedua kapal di selatan itu, satu patah tiang utamanya. Roran tidak memiliki pengalaman dengan kapal tapi, menurutnya, tidak satu pun dari kapal-kapal itu yang cukup besar untuk membawa hampir tiga ratus penumpang.
Sambil berjalan dari satu kapal ke kapal yang lain, Roran, Horst, dan Baldor mendapati kedua kapal lainnya telah disewa. Membutuhkan waktu paling tidak sebulan lebih untuk memperbaiki kapal yang patah tiang layarnya. Kapal di sampingnya, Waverunner, yang dilengkapi layar kulit, siap berlayar ke utara, ke kepulauan berbahaya tempat tanaman Seithr tumbuh. Dan Albatross, kapal terakhir, baru saja tiba dari Feinster yang jauh dan sedang membersihkan lunasnya sebelum berlayar membawa muatan wol.
Seorang pekerja pelabuhan tertawa mendengar pertanyaan Horst. "Kau terlambat sekaligus terlalu dini. Sebagian besar kapal musim semi datang dan pergi dua atau tiga minggu yang lalu. Dan sebulan lagi, kapal-kapal dari barat laut akan mulai berlayar, lalu para pemburu anjing laut dan walrus akan pulang dan kita akan mendapat kapal dari Teirm dan tempattempat lain di Kekaisaran untuk mengangkut kulit, daging, dan minyak. Saat itu kau mungkin mendapat kesempatan untuk menyewa kapten yang tidak memiliki muatan. Sementara itu, lalu lintas di sini akan sesepi ini."
Pendekar Pendekar Negeri Tayli 12 The Chronos Sapphire Ii Karya Angelia Putri Setan Harpa 16