Pencarian

Eragon 9

Eragon Karya Christhoper Paolini Bagian 9


Sewaktu ia berbicara, suaranya terdengar kuat, percaya diri. "Selamat datang di Tronjheim, Eragon dan Saphira. Aku Ajihad. Please, duduklah."
Eragon menyelinap ke kursi berlengan di samping Murtagh sementara Saphira duduk dengan sikap melindungi di belakang mereka. Ajihad mengangkat tangan dan menjentikan jemari. Seorang pria melangkah keluar dari balik tangga. Ia mirip dengan pria botak di sampingnya. Eragon dan Murtagh mereka berdua tercengang dengan pandangan terkejut, dan kami mengejang. "Kebingungan kalian bisa dipahami; mereka kembar," kata Ajihad sambil tersenyum kecil. "Aku ingin memberitahukan nama mereka pada kalian, tapi mereka tidak memiliki nama."
Saphira mendesis marah. Ajihad mengawasinya sejenak, lalu duduk di kursi bersandaran tinggi di belakang meja. Si kembar mundur ke bawah tangga dan berdiri berdampingan tanpa ekspresi. Ajihad menautkan jemarinya sambil menatap Eragon dan Murtagh. Ia lama mengamati mereka dengan tatapan yang tidak tergoyahkan.
Eragon bergerak-gerak gelisah, tidak nyaman. Sesudah jeda yang rasanya seperti beberapa menit, Ajihad menurunkan tangan dan memanggil si Kembar. Salah satu di antara mereka bergegas mendekatinya. Ajihad berbisik di telinganya. Pria botak itu tiba-tiba memucat dan menggeleng kuat-kuat. Ajihad mengerutkan kening, lalu mengangguk seakan ada yang telah dikonfirmasikan.
Ia memandang Murtagh. "Kau menempatkan diriku pada posisi yang sulit dengan menolak diperiksa. Kau diizinkan masuk ke Farthen Dur karena si Kembar meyakinkan aku mereka bisa mengendalikan dirimu dan karena tindakan-tindakan yang kau lakukan untuk Eragon dan Arya. Aku mengerti ada hal-hal yang ingin tetap kausembunyikan dalam pikiranmu, tapi selama kau berbuat begitu, kami tidak bisa memercayai dirimu."
"Kau tetap tidak akan memercayaiku," kata Mur
tagh dengan nada menantang.
Wajah Ajihad berubah gelap saat Murtagh berbicara, dan matanya berkilau berbahaya. "Walau sudah dua puluh tiga tahun sejak terakhir kali mendengarnya... aku kenal suara itu. "Ia berdiri dengan hati-hati, dadanya membusung. Si Kembar tampak siaga dan mendekatkan kepala, berbisik-bisik Panik. "Suara itu dari orang lain, yang lebih tepat disebut binatang daripada manusia. Berdiri."
Murtagh mematuhi dengan waspada, pandangannya arah kepada si Kembar dan Ajihad bergantian. "Tanggalkan kemejamu," kata Ajihad. Sambil mengangkat bahu, Murtagh menanggalkan tuniknya. "Sekarang berbaliklah." Sewaktu Murtagh berputar ke samping, cahaya menimpa bekas luka punggungnya.
Murtagh" kata Ajihad sambil menahan napas. Dengus terkejut terdengar dari Orik. Tanpa peringatan Ajihad berbalik menghadapi si kembar dan berkata mengglegar, "Apakah kau tahu mengenai hal ini""
Si Kembar menundukkan kepala. "Kami mengetahui namanya dari benak Eragon, tapi kami tidak menduga bocah ini putra seseorang sekuat Morzan. Tidak pernah terlintas-"
"Dan kau tidak memberitahuku"" tanya Ajihad. Ia mengangkat tangan, menunda penjelasan mereka. "Kita akan mendiskusikannya nanti." Ia kembali memandang Murtagh, "pertama-tama aku harus membereskan kekusutan ini. Apakah kau masih menolak diperiksa""
"Ya," kata Murtagh ketus, sambil mengenakan kembali tuniknya. "Tidak akan kubiarkan siapa pun masuk ke pikiranku."
Ajihad menyandar ke meja. "Akan ada konsekuensi yang tidak menyenangkan kalau kau menolak. Kecuali si Kembar menyatakan kau bukan ancaman, kami tidak bisa memercayaimu, terlepas, dan mungkin karena, bantuan yang kauberikan pada Eragon. Tanpa pengesahan itu, orang-orang di sini, kurcaci maupun manusia, akan mencabik-cabik dirimu kalau mengetahui kehadiranmu. Aku terpaksa mengurungmu sepanjang waktu-untuk perlindunganmu juga perlindungan kami. Situasinya akan lebih buruk lagi kalau raja kurcaci, Hrothgar, menuntut menahanmu. Jangan memaksa dirimu terlibat dalam situasi itu kalau bisa menghindarinya dengan mudah."
Murtagh menggeleng keras kepala. "Tidak... bahkan kalau aku pasrah, aku tetap akan diperlakukan seperti penderita lepra dan orang buangan. Aku hanya ingin pergi. Kalau kauizinkan aku pergi dengan damai, aku tidak akan pernah mengungkapkan lokasimu kepada Kekaisaran."
"Apa yang akan terjadi kalau kau tertangkap dan dibawa ke hadapan Galbatorix"" tanya Ajihad. "Ia akan mendapatkan semua rahasia dari benakmu, tidak peduli sekuat apa pertahanan yang ada pada dirimu. Bahkan kalau kau mampu melawannya, bagaimana kami bisa yakin kau tidak akan bergabung lagi dengannya di masa depan" Aku tidak bisa mengambil risiko itu."
"Kau akan menawanku untuk selamanya"" tanya Murtagh menegakkan tubuh.
"Tidak," kata Ajihad, "hanya hingga kau mengizinkan dirimu diperiksa. Kalau kau ternyata tidak bisa dipercaya, si Kembar akan menghapus semua pengetahuan mengenai lokasi Farthen Dur dari dalam benakmu sebelum kau pergi. Kami tidak akan mengambil risiko orang yang memiliki ingatan tentang lokasi tempat ini sampai jatuh ke tangan Galbatorix. Bagaimana Murtagh" Putuskan cepat atau jalannya akan dipilihkan bagimu."
Menyerahlah, pinta Eragon diam-diam, karena prihatin atas keselamatan Murtagh. Tidak ada gunanya melawan.
Akhirnya Murtagh berbicara, kata-katanya lambat dan jelas. "Benakku adalah satu-satunya tempat perlindungan yang tidak pernah dicuri dariku. Orang-orang pernah mencoba menerobosnya, tapi aku belajar mempertahankannya mati-matian, karena aku hanya aman dengan pikiran-pikiranku yang terdalam. Kau meminta satu hal yang tidak bisa kuberikan, apalagi kepada dua orang itu." Ia memberi isyarat kepada si Kembar. "Lakukan padaku apa yang ingin kaulakukan, tapi ketahuilah ini: lebih baik aku mati daripada membiarkan mereka menyelidiki pikiranku."
Kekaguman terpancar di mata Ajihad. "Aku tidak terkejut oleh pilihanmu, meski kuharap kau mengambil pilihan yang lain.... Penjaga!" Pintu pinusnya terbanting membuka saat para prajurit bergegas masuk, senjata siap di tangan. Ajihad menunjuk Murtagh dan memerintah, "Bawa ia ke ruangan tanpa jendela dan tutup
pintunya rapat-rapat. Tempatkan enam orang di pintu masuk dan jangan biarkan siapa pun masuk sebelum aku menemuinya. Juga jangan berbicara dengannya."
Para prajurit mengepung Murtagh, mengawasinya dengan curiga. Sewaktu mereka meninggalkan ruangan, Eragon berhasil menarik perhatian Murtagh dan berkata, "Maafkan aku" tanpa suara. Murtagh mengangkat bahu, lalu menatap ke depan dengan mantap. Ia menghilang di lorong bersama para penjaganya. Suara langkah kaki mereka memudar hingga menghilang.
Ajihad tiba-tiba berkata, "Kuminta semua orang untuk meninggalkan ruangan ini kecuali Eragon dan Saphira. Sekarang!"
Setelah membungkuk, si Kembar berlalu, tapi Orik berkata, Raja pasti ingin mengetahui tentang Murtagh. Dan masih ada masalah pemberontakanku..."
Ajihad mengerutkan kening lalu melambai. "Aku sendiri yang akan memberitahu Hrothgar. Sedang mengenai tindakanmu... tunggu di luar hingga kupanggil. Dan jangan biarkan si Kembar pergi. Aku juga belum selesai dengan mereka."
"Baiklah," kata Orik, sambil memiringkan kepala, Ia menutup pintu dengan debuman yang mantap.
Sesudah membisu cukup lama, Ajihad duduk sambil mendesah kelelahan. Ia mengusap wajah dan menatap langit-langit. Eragon menunggu ia berbicara dengan tidak sabar Sewaktu tidak terjadi apa-apa, ia berkata, "Apakah Arya baik-baik saja""
Ajihad menunduk memandangnya dan berkata muram, "Tidak... tapi para tabib memberitahuku ia akan pulih. Mereka mengobatinya sepanjang malam. Racun sangat mempengaruhi dirinya. Ia tidak akan selamat kalau bukan karena dirimu. Untuk itu kau mendapat ucapan terima kasih yang paling dalam dari kaum Varden."
Bahu Eragon merosot lega. Untuk pertama kalinya ia merasa pelarian mereka dari Gil'ead layak dilakukan. "Jadi, sekarang apa"" tanyanya.
"Tolong ceritakan bagaimana kau menemukan Saphira dan segala sesuatu yang terjadi sejak itu," kata Ajihad, sambil menangkupkan jemarinya membentuk segitiga di hadapannya. "Beberapa di antaranya sudah kuketahui dari pesan yang dikirim Brom kepada kami, lainnya dari si Kembar. Tapi aku ingin mendengarnya dari dirimu, terutama rincian mengenai kematian Brom."
Eragon merasa enggan membagi pengalamannya dengan orang asing, tapi Ajihad sabar. Ayo, desak Saphira lembut. Eragon bergerak, lalu memulai ceritanya. Mula-mula ia kikuk tapi semakin lama rasanya semakin mudah. Saphira membantunya mengingat kejadian-kejadian dengan jelas dengan komentar yang sesekali dilontarkannya. Ajihad mendengarkan seluruh cerita dengan penuh perhatian.
Eragon berbicara selama berjam-jam, sering berhenti sejenak di tengah cerita. Ia memberitahu Ajihad tentang Teirm, walau ia merahasiakan Angela si tukang ramal dan bagaimana ia dan Brom menemukan Ra'zac. Ia bahkan menceritakan mimpinya tentang Arya. Sewaktu ceritanya tiba di Gil'ead dan ia menyinggung tentang Shade, wajah Ajihad mengeras dan ia menyandar ke belakang dengan pandangan menerawang.
Sesudah ceritanya selesai, Eragon terdiam, memikirkan semua yang telah terjadi. Ajihad bangkit, menangkupkan tangan di belakang punggung, dan dengan setengah melamun memandang salah satu rak bukunya. Setelah beberapa waktu ia kembali ke meja.
"Kematian Brom merupakan kehilangan yang sangat besar. Ia teman dekatku dan sekutu kuat kaum Varden. Ia menyelamatkan kami dari kehancuran berulang kali dengan keberanian dan kecerdasannya. Bahkan sekarang, sesudah kepergiannya, ia memberi kami satu hal yang bisa memastikan keberhasilan kami yaitu kau."
"Tapi apa yang bisa kauharapkan untuk kuselesaikan"" tanya Eragon.
"Akan kujelaskan sepenuhnya," kata Ajihad, "tapi ada masalah yang lebih penting yang harus dibereskan terlebih dulu. Berita mengenai persekutuan para Urgal dengan Kekaisaran sangatlah serius. Kalau Galbatorix mengumpulkan pasukan Urgal untuk menghancurkan kami, kaum Varden akan mendapat tekanan hebat untuk bisa bertahan hidup, sekalipun banyak di antara kami yang terlindungi di sini di Farthen. Bahwa seorang Penunggang, meski sejahat Galbatorix, bersedia mempertimbangkan persekutuan dengan monster seperti itu benar-benar merupakan bukti kesintingan. Aku menggigil memikirkan apa yang dijanjik
annya kepada mereka sebagai imbalan kesetiaan mereka yang rapuh. Lalu ada Shade. Kau bisa menjabarkan dirinya""
Eragon mengangguk. "Ia jangkung, kurus, dan sangat pucat, dengan mata dan rambutmerah. Ia mengenakan pakaian hitam-hitam."
"Bagaimana dengan pedangnya apakah kau melihatnya"" tanya Ajihad penuh perhatian. "Apakah di mata pedangnya ada guratan panjang""
"Ya," kata Eragon, terkejut. "Bagaimana kau mengetahuinya""
"Karena aku yang mengukirnya di sana sewaktu berusaha mencabut jantungnya," kata Ajihad sambil tersenyum muram. Namanya Durza, salah satu musuh paling licik dan licin yang pernah berkeliaran di tanah ini. Ia pelayan yang sempurna bagi Galbatorix dan musuh yang berbahaya bagi kami. Katamu tadi kau berhasil membunuhnya. Bagaimana caranya""
Eragon mengingat pertarungan pada malam itu dengan jelas. "Murtagh memanahnya dua kali. Anak panah pertama menancap di bahunya, yang kedua mengenai tepat diantara kedua matanya."
"Aku sudah mengkhawatirkannya," kata Ajihad, sambil mengerutkan kening. "Kau tidak membunuhnya. Shade hanya bisa dihancurkan dengan tusukan menembus jantung. Apa pun selain itu hanya akan menyebabkan mereka menghilang untuk muncul kembali di tempat lain dalam bentuk roh, proses yang tidak menyenangkan, tapi Durza tetap hidup dan akan kembali lebih kuat daripada kapan pun."
Kesunyian yang muram menyelimuti mereka seperti awan gelap. Lalu Ajihad berkata, "Kau enigma, Eragon, teka-teki yang tidak seorang pun mengetahui cara memecahkannya. Semua orang mengetahui apa yang diinginkan kaum Varden atau para Urgal, atau bahkan Galbatorix tapi tidak ada yang mengetahui apa yang kauinginkan. Dan itu menjadikan dirimu berbahaya, terutama bagi Galbatorix. Ia takut padamu karena ia tidak mengetahui apa yang akan kaulakukan selanjutnya."
"Apakah kaum Varden takut padaku"" tanya Eragon dengan suara pelan.
"Tidak," kata Ajihad hati-hati. "Kami penuh harapan. Tapi kalau harapan itu terbukti keliru, maka ya, kami akan merasa takut." Eragon menunduk. "Kau harus memahami 'keajaiban' posisimu. Ada kelompok-kelompok yang ingin kau mengabdi pada kepentingan mereka dan bukan pada kepentingan kelompok lain. Begitu kau memasuki Farthen ini, pengaruh dan kekuasaan mereka mulai menarik-narik dirimu."
"Termasuk kau"" tanya Eragon."
Ajihad tergelak, walau pandangannya tetap tajam. Termasuk kelompokku. Ada hal-hal tertentu yang harus kauketahui: pertama-tama adalah bagaimana telur Saphira bisa muncul di Spine. Apakah Brom pernah memberitahumu apa yang ia lakukan pada telur Saphira sesudah ia membawanya kemari""
"Tidak," kata Eragon, sambil melirik Saphira. Naga itu mengerjapkan mata dan mendecakkan lidah padanya.
Ajihad mengetuk meja sebelum memulai. Sewaktu bukan pertama kali membawa telur itu ke kaum Varden, semua orang sangat tertarik pada nasibnya. Tadinya kami menduga naga sudah musnah. Yang diinginkan para Kurcaci adalah semata-mata memastikan Penunggang masa depan adalah sekutu mereka, sekalipun ada di antara mereka yang menolak kehadiran Penunggang baru sama sekali , sementara para elf dan kaum Varden menghadapi pertaruhan yang lebih pribadi dalam hal ini. Alasannya cukup sederhana: sepanjang sejarah, semua Penunggang adalah elf atau manusia, mayoritasnya elf. Belum pernah ada kurcaci yang menjadi Penunggang.
"Gara-gara pengkhianatan Galbatorix, para elf enggan membiarkan salah satu anggota Varden menangani telur naga karena khawatir naga di dalamnya akan menetas bagi manusia dengan ketidak stabilan yang sama. Situasi yang menantang, karena keduanya menginginkan Penunggang bagi pihaknya sendiri. Para kurcaci hanya memperburuk masalah dengan berkeras terhadap para elf maupun kami setiap kali mendapat kesempatan. Ketegangan meningkat, dan dalam waktu singkat, ancaman-ancaman dilontarkan, ancaman yang kelak disesali. Pada saat itulah Brom menyarankan kompromi yang memungkinkan semua pihak untuk menyelamatkan muka.
"mengusulkan telur ini dikirim bolak-balik antara Varden dan elf setiap tahun. Di setiap tempat anak-anak akan dibariskan melewatinya, lalu pembawa telur akan menunggu untuk melihat apakah naganya akan menetas.
Kalau tidak, mereka akan pergi dan kembali ke kelompok yang lain. Tapi kalau telurnya benar-benar menetas, latihan Penunggang baru akan segera dimulai. Selama sekitar setahun pertama Penunggang baru itu akan dilatih di sini, oleh Brom. Lalu Penunggang itu akan dibawa kepada para elf, yang akan menyelesaikan pendidikannya.
"Para elf dengan enggan menerima usul ini... dengan syarat bila Brom meninggal sebelum telur naganya menetas, mereka bebas melatih Penunggang baru tanpa campur tangan siapa pun. Persetujuan itu lebih menguntungkan mereka, kami sama-sama mengetahui naga lebih mungkin memilih, tapi perjanjian itu memberikan kesetaraan yang sangat dibutuhkan."
Ajihad diam sejenak, matanya yang tajam agak muram. Bayang-bayang merayap ke wajahnya di bawah tulang pipinya menyebabkan tulang pipinya tampak semakin menonjol.
"Tadinya Penunggang baru ini diharapkan akan menyatukan kedua ras kami. Kami menunggu selama lebih dari satu dekade, tapi telur itu tidak pernah menetas. Masalah itu teralih dari perhatian kami, dan kami jarang memikirkannya kecuali mengenai ketidak aktifan telur itu.
"Kemudian tahun lalu kami mengalami kehilangan yang besar. Arya dan telurnya menghilang dalam perjalanan kembali dari Tronjheim ke kota elf Osilon. Para elf yang terlebih dulu mengetahui tentang hilangnya dirinya. Mereka menemukan tunggangannya dan para pengawalnya dibantai di Du Weldenvarden dan sekelompok Urgal yang mati di dekatnya. Tapi baik Arya maupun telurnya tidak ada di sana. Sewaktu berita ini tiba padaku, aku takut para Urgal menguasai keduanya dan akan segera mengetahui lokasi Farthen Dur dan ibu kota para elf, Ellesmera, di mana ratu mereka, Islanzandi, tinggal. Sekarang aku tahu mereka bekerja untuk Kekaisaran, yang jauh lebih buruk.
"Kita tidak akan mengetahui apa yang tepatnya terjadi selama serangan itu sebelum Arya sadar, tapi aku sudah memperkirakan dari beberapa rincian dalam ceritamu." Rompi Ajihad bergemeresik sewaktu ia menumpukan sikunya di meja. "Serangan itu pasti dilakukan dengan sigap dan mantap, kalau tidak Arya pasti berhasil meloloskan diri. Tanpa peringatan apa pun, dan tidak menemukan tempat untuk bersembunyi, ia melakukan satu-satunya tindakan yang bisa dilakukannya yaitu menggunakan sihir untuk mengirim telur ke tempat lain."
"Ia bisa menggunakan sihir"" tanya Eragon. Arya pernah menyebutkan dirinya diberi obat untuk menekan kekuatannya, Eragon ingin mengkonfirmasi bahwa kekuatan yang dimaksud adalah sihir. Ia merasa penasaran apakah Arya bisa mengajarkan lebih banyak kata-kata bahasa kuno kepadanya.
"Itu salah satu alasan kenapa ia dipilih untuk menjaga telur. Pokoknya, Arya tidak mungkin mengembalikan telurnya kepada kami-ia terlalu jauh dan dunia para elf dijaga barikade yang menghalangi apa pun yang akan menerobos perbatasan mereka melalui cara-cara sihir. Ia pasti teringat pada Brom dan, dalam keputusasaannya, mengirimkan telur itu ke Carvahall. memiliki waktu untuk bersiap-siap , aku tidak terkejut ketika ia meleset dari sasaran. Si Kembar memberitahuku keahlian itu merupakan seni yang kurang tepat."
"Kenapa ia lebih dekat dengan Lembah Palancar daripada dengan Varden"" tanya Eragon. "Di mana para elf sebenarnya tinggal" Di mana... Ellesmera ini""
Tatapan Ajihad yang tajam bagai menusuk Eragon saat ia mempertimbangkan pertanyaan itu. "Aku bukannya menceritakan ini dengan mudah padamu, karena para elf menjaga pengetahuan itu mati-matian. Tapi kau harus mengetahuinya, dan aku menceritakannya untuk menunjukkan aku memercayai dirimu. Kota mereka terletak jauh di utara, di sudut-sudut terdalam hutan tanpa batas Du Weldenvarden. Sejak masa Penunggang, tidak ada siapa pun, kurcaci ataupun manusia, yang cukup bersahabat dengan elf untuk bisa berjalan di lorong-lorong mereka yang dipenuhi dedaunan. Aku bahkan tidak mengetahui cara menemukan Ellesmera. Sedang mengenai Osilon... berdasarkan tempat Arya menghilang, kuduga kota itu berada di dekat tepi barat Du Weldenvarden, ke arah Carvahall. Kau pasti memiliki banyak pertanyaan lain, tapi bersabarlah dan simpan pertanyaanmu hingga aku selesai bercerita."
Ia menging at-ingat kembali, lalu berbicara lebih cepat. "Sewaktu Arya menghilang, para elf menarik dukungan mereka terhadap kaum Varden. Terutama Ratu Islanzadi, yang sangat murka dan menolak kontak lebih jauh dengan kami. Sebagai hasilnya, walau aku menerima pesan Brom, para elf masih tidak mengetahui tentang dirimu dan Saphira... tanpa pasokan mereka untuk mempertahankan pasukanku, kami mengalami kekalahan yang cukup buruk menghadapi Kekaisaran selama beberapa bulan terakhir ini.
"Dengan kembalinya Arya dan kedatanganmu, kuduga sikap permusuhan Ratu akan mereda. Fakta bahwa kau menyelamatkan Arya akan sangat membantu permohonan kami kepadanya. Tapi latihanmu akan menjadi masalah bagi Varden dan elf. Brom jelas sekali memiliki kesempatan untuk melatihmu tapi kami perlu mengetahui seberapa lengkap latihannya. Untuk alasan itu, kau harus diuji untuk menentukan seberapa jauh kemampuanmu. Selain itu, para elf juga mengharapkan dirimu menyelesaikan latihanmu bersama mereka, meski aku tidak yakin ada waktu untuk itu."
"Kenapa tidak"" tanya Eragon.
Untuk sejumlah alasan. Yang paling utama di antaranya, keributan yang kau bawa bersama para Urgal," kata Ajihad, pandangannya melayang ke Saphira. "Kau mengerti, Eragon kaum Varden berada dalam posisi yang sangat rumit satu sisi, kami harus memenuhi keinginan para elf kalau ingin mempertahankan mereka sebagai sekutu. Pada saat yang sama, kami tidak boleh menimbulkan kemarahan para kurcaci kalau ingin tinggal di Tronjheim."
"Kurcaci bukan bagian dari Varden"" tanya Eragon.
Ajihad ragu-ragu. "Boleh dikatakan begitu. Mereka mengizinkan kami tinggal di sini dan membantu perjuangan kartu melawan Kekaisaran, tapi mereka hanya setia kepada raja mereka. Aku tidak memiliki kekuasaan atas mereka kecuali yang diberikan Hrothgar padaku, dan bahkan ia sendiri sering menemui kesulitan dengan klan-klan kurcaci. Ketiga belas klan berada di bawah Hrothgar, tapi setiap kepala klan memiliki kekuasaan yang sangat besar; mereka memilih raja baru kurcaci sewaktu raja yang lama meninggal. Hrothgar bersimpati pada tujuan kami, tapi banyak kepala klan lain yang tidak bersimpati. Ia tidak boleh memicu kemarahan tak perlu dari mereka, atau ia akan kehilangan dukungan orang-orangnya, jadi tindakannya atas nama kami sudah sangat dibatasi."
"Para kepala klan ini," kata Eragon, "apakah mereka juga menentangku""
"Bahkan lebih lagi, sayangnya," kata Ajihad lelah. "Sudah lama ada permusuhan antara kurcaci dan naga sebelum para elf datang dan mengadakan perdamaian, naga memiliki kebiasaan memakan gerombolan kurcaci dan mencuri emas mereka dan para kurcaci sangat lambat dalam melupakan kesalahan di masa lalu. Sebenarnya, mereka tidak pernah menerima dan mengizinkan para Penunggang mengatur kerajaan mereka sepenuhnya. Naiknya Galbatorix ke tampuk kekuasaan hanya meyakinkan banyak di antara mereka bahwa lebih baik tidak pernah berurusan dengan Penunggang atau naga lagi selamanya." Ia mengarahkan kata-kata terakhirnya kepada Saphira.
Eragon berkata lambat, "Kenapa Galbatorix tidak mengetahui bagaimana Farthen Dur dan Ellesmera" Jelas ia diberitahu mengenai tempat-tempat itu sewaktu menjalani pelatihan sebagai Penunggang."
"Diberitahu, ya ditunjukkan tempatnya, tidak. Mengetahui letak menemukannya. Galbatorix belum pernah diajak ke kedua tempat itu sebelum naganya terbunuh. Sesudah itu, tentu saja para Penunggang tidak memercayai dirinya. Ia mencoba mendapatkan informasi itu secara paksa dari beberapa Penunggang semasa pemberontakannya, tapi mereka memilih mati daripada mengungkapkan rahasia itu padanya. Sedang mengenai para kurcaci, ia tidak pernah berhasil menangkap hidup-hidup satu pun, meski itu hanya masalah waktu."
"Kalau begitu kenapa ia tidak membawa saja sepasukan tentara dan menjelajahi Du Weldenvarden hingga ia menemukan Ellesmera"" Eragon ingin tahu.
"Karena para elf masih memiliki cukup kekuatan untuk menahan serangannya," kata Ajihad. "Ia tidak berani menguji kekuatannya melawan mereka, setidaknya belum. Tapi sihir terkutuknya tiap tahun semakin kuat. Dengan adanya Penunggang lain di sampingnya, ia tidak akan bisadihe
ntikan. Ia terus berusaha menetaskan salah satu dari kedua telurnya, tapi sejauh ini tidak berhasil."
Eragon kebingungan. "Bagaimana kekuatannya bisa meningkat" Kekuatan tubuhnya membatasi kemampuannya-kemampuannya tidak bisa menguat sendiri selamanya."
"Kami tidak tahu," kata Ajihad, sambil mengangkat bahunya yang lebar, "dan para elf juga tidak mengetahuinya. Kami hanya bisa berharap suatu hari nanti ia akan dihancurkan salah satu mantranya sendiri." Ia memasukkan tangan ke balik rompi dan mengeluarkan sehelai perkamen yang tercabik-cabik. "Kau tahu apa ini"" tanyanya, sambil meletakkannya di meja.
Eragon membungkuk ke depan dan memeriksanya. Berderet-deret huruf hitam, ditulis dalam bahasa yang asing baginya, mengisi lembaran itu. Sebagian besar tulisan tersebut telah hancur akibat bercak-bercak darah. Salah satu tepi perkamen hangus. Ia menggeleng. "Tidak, aku tidak tahu."
Ini diambil dari pemimpin Urgal yang kami hancurkan Semalam. Kami kehilangan dua belas orang karenanya mereka mengorbankan diri agar kau bisa meloloskan diri dengan selamat. Tulisan ini adalah ciptaan Raja, tulisan yang ia untuk berkomunikasi dengan para pelayan. Aku sedikitnya di bagian yang bisa dipahami. Bunyinya:
penjaga gerbang di Ithro Zhada agar mengizinkan pembawa surat ini dan anak buahnya lewat. Mereka harus ditempatkan bersama sejenisnya dan di dekat... tapi hanya kalau kedua kelompok bisa menahan diri tidak berkelahi: Komando akan diberikan pada Tarok, pada Gashz, pada Durza, pada Ushnark si Perkasa.
'Ushnark itu Galbatorix. Artinya 'ayah' dalam bahasa Urgal panggilan sayang yang menyenangkan dirinya.
Cari tahu tugas apa yang cocok untuk mereka dan... Prajurit rendahan dan... harus dipisahkan. Tidak ada senjata yang boleh dibagikan hingga... untuk berbaris
"Tidak ada lagi yang bisa dibaca, kecuali beberapa kata yang tidak jelas," kata Ajihad.
"Di mana Ithro Zhada" Aku tidak pernah mendengar tempat itu."
"Aku juga tidak," kata Ajihad, "ini membuatku curiga bahwa Galbatorix telah mengganti nama tempat yang ada untuk tujuannya sendiri. Sesudah menebak arti tulisan ini, aku bertanya-tanya sendiri apa yang dilakukan ratusan Urgal di dekat Pegunungan Beor sewaktu kau melihat mereka untuk pertama kalinya dan mereka menuju ke mana. Perkamen ini menyinggung tentang 'sejenisnya', jadi kuanggap ada lebih banyak lagi Urgal di tempat tujuan mereka. Hanya ada satu alasan kenapa Raja mengumpulkan kekuatan sebesar itu untuk membentuk pasukan campuran manusia dan monster demi menghancurkan kami.
"Untuk saat ini, tidak ada yang bisa dilakukan kecuali menunggu dan mengawasi. Tanpa informasi lebih lanjut kita tidak bisa menemukan Ithro Zhada. Meski begitu, Farthen Dur masih belum ditemukan, jadi masih ada harapan. Satu-satunya Urgal yang melihatnya tewas semalam."
"Bagaimana kau bisa mengetahui kedatangan kami"" tanya Eragon. "Salah seorang dari si Kembar sudah menunggu kami, dan ada penyergapan yang disiapkan untuk para Kull " Ia menyadari Saphira mendengarkan dengan penuh perhatian. Sekalipun Saphira berdiam diri, Eragon mengetahui ada yang akan dikatakan naga itu nanti.
"Kami menempatkan beberapa penjaga di pintu masuk lembah yang kau lalui di kedua sisi Sungai Beartooth. Mereka mengirim burung dara untuk memperingatkan kami," Ajihad menjelaskan.
Eragon penasaran apakah burung dara itu burung yang hendak dimakan Saphira".
"Sewaktu telur dan Arya menghilang, apakah kau memberitahu Brom" Katanya ia tidak mendengar kabar apa pun dari kaum Varden."
"Kami sudah berusaha memperingatkan dirinya," kata Ajihad, "tapi kuduga orang-orang kami dihadang dan dibunuh Kekaisaran. Kalau tidak kenapa Ra'zac pergi ke Carvahall" Sesudah itu, Brom bepergian bersamamu, dan mustahil menyampaikan kabar padanya. Aku merasa lega sewaktu ia menghubungiku melalui kurir dari Teirm. Aku tidak terkejut ia menemui Jeod; mereka teman lama. Dan Jeod bisa mengirim pesan kepada kami dengan mudah karena ia menyelundupkan pasokan kepada kami melalui Surda.
"Semua ini menimbulkan pertanyaan yang serius. Bagaimana Kekaisaran bisa mengetahui di mana harus menyergap Arya dan, sesudah itu, kurir
-kurir kami yang ke Carvahall" Bagaimana Galbatorix mengetahui pedagang mana yang membantu kaum Varden" Bisnis Jeod boleh dikatakan hancur sejak kau meninggalkan dirinya, juga para pedagang lain yang mendukung kami. Setiap kali salah satu kapal mereka berlayar, kapal itu menghilang. Para kurcaci tidak bisa memberikan semua yang kami butuhkan, jadi kaum Varden sangat membutuhkan pasokan. Aku khawatir ada pengkhianat di antara kami, atau lebih dari satu pengkhianat, terlepas dari usaha kami memeriksa benak orang-orang untuk mencari Penipuan."
Eragon tenggelam dalam pemikiran, mempertimbangkan apa yang telah diketahuinya. Ajihad dengan tenang menunggunya berbicara, tidak terganggu kebisuan itu. Untuk pertama kalinya sejak menemukan telur Saphira, Eragon merasa memahami apa yang terjadi di sekitarnya. Akhirnya ia mengetahui dari mana asal Saphira dan apa yang mungkin ada di masa depannya.
"Apa yang kauinginkan dariku"" tanyanya.
"Maksudmu""
"Maksudku, apa yang diharapkan dariku di Tronjheim" Kau dan para elf memiliki rencana untukku, tapi bagaimana kalau aku tidak menyukainya"" Nada keras terdengar dari suaranya. "Aku akan bertempur kalau perlu, mabuk-mabukan pada waktunya, berduka kalau ada musibah, dan mati waktuku tiba... tapi aku tidak akan membiarkan siapa pun memanfaatkan diriku di luar keinginanku." Ia diam sejenak agar kata-katanya meresap. "Para Penunggang merupakan hakim keadilan yang lebih tinggi daripada para pemimpin di masa mereka. Aku tidak mengklaim posisi itu-aku ragu orang akan menerima pengawasan seperti itu sementara sebelumnya mereka bebas seumur hidup, terutama dari orang semuda diriku. Tapi aku memang memiliki kekuatan, dan aku akan menggunakannya sesuai apa yang cocok menurutku. Yang ingin kuketahui adalah bagaimana rencanamu untuk memanfaatkan diriku. Sesudah itu akan kuputuskan apakah menyetujuinya atau tidak."
Ajihad menatapnya sinis. "Kalau kau orang lain dan menghadap pemimpin yang lain, kemungkinan besar kau akan dibunuh gara-gara pidato sekurang ajar itu. Menurutmu kau siapa hingga aku mau mengungkapkan rencanaku hanya karena kau menuntutnya"" Wajah Eragon memerah tapi ia tidak menundukkan kepala. "Sekalipun begitu, kau benar. Posisimu memberimu keistimewaan untuk mengatakan hal-hal seperti itu. Kau tidak bisa melarikan diri dari politik situasimu kau akan dipengaruhi, dengan satu atau lain cara. Aku tidak ingin melihatmu menjadi pion kelompok mana pun atau tujuan apa pun. Kau harus mempertahankan kebebasanmu, karena di sanalah terletak kekuatanmu yang sebenarnya: kemampuan untuk mengambil pilihan tanpa dipengaruhi pemimpin atau raja mana pun. Kewenanganku sendiri atas dirimu akan terbatas, tapi aku percaya itu untuk yang terbaik. Kesulitannya terletak pada memastikan bahwa mereka yang berkuasa akan melibatkan dirimu dalam tindakan mereka.
"Selain itu, terlepas dari protesmu, orang-orang di sini memiliki harapan tertentu atas dirimu. Mereka akan membawa masalah mereka kepadamu, tidak peduli seremeh apa dan menuntut agar kau memecahkannya." Ajihad mencondongkan tubuh ke depan, suaranya sangat serius. "Akan ada kasus-kasus di mana masa depan seseorang berada di tanganmu." dengan sepatah kata kau bisa membahagiakan atau menyengsarakan mereka. Para wanita muda akan meminta pendapatmu mengenai siapa yang harus mereka nikahi, banyak yang akan berusaha menjadikan dirimu suaminyadan para pria tua akan bertanya anak mereka yang mana yang seharusnya menerima warisan. Kau harus bersikap ramah dan bijak kepada mereka semua, karena mereka memercayai dirimu. Jangan plin-plan dan sembarangan, karena katakatamu akan menimbulkan pengaruh yang jauh lebih besar daripada apa yang kau niatkan."
Ajihad kembali menyandar ke belakang, matanya tampak suram. "Beban kepemimpinan adalah bertanggung jawab atas kesejahteraan orang-orang di bawahmu. Aku menghadapinya sejak hari aku dipilih menjadi pemimpin kaum Varden, dan sekarang kau juga. Hati-hati. Aku tidak akan mentolerir ketidak adilan di bawah kepemimpinanku. Jangan khawatir mengenai muda dan tidak berpengalaman; itu akan berlalu tidak lama lagi."
Eragon merasa tid ak nyaman memikirkan orang-orang meminta saran padanya. "Tapi kau masih belum mengatakan apa yang harus kulakukan di sini."
"Untuk saat ini, tidak ada. Kau sudah menempuh hampir empat ratus mil dalam delapan hari, prestasi yang layak dibanggakan. Aku yakin kau ingin beristirahat. Sesudah kondisimu pulih, kami akan menguji kemampuanmu dalam bidang senjata dan sihir. Sesudah itu well, akan kujelaskan pilihan yang tersedia bagimu, lalu kau harus mengambil keputusan mengenai arah yang akan kau tempuh."
" Bagaimana dengan Murtagh"" tanya Eragon pedas.
Wajah Ajihad berubah gelap. Ia meraih ke bawah meja dan mengangkat Zar'roc. Sarung pedang yang dipoles itu tampak kemilau ditimpa cahaya. Ajihad mengelusnya, berlama-lama pada ukiran simbolnya. "Ia akan tetap di sini anda mengizinkan si Kembar memasuki pemikirannya."
"Kau tidak bisa menawannya," kata Eragon. "Ia tidak melakukan kejahatan apa pun!"
"Kami tidak bisa memberinya kebebasan tanpa merasa
yakin ia tidak akan berbalik melawan kami. Bersalah atau tidak, ia berpotensi sama berbahayanya seperti ayahnya bagi kami," kata Ajihad dengan nada sedih.
Eragon menyadari Ajihad tidak bisa diyakinkan sebaliknya,
dan keprihatinannya memang berdasar. "Bagaimana kau bisa mengenali suaranya""
"Aku pernah bertemu ayahnya," kata Ajihad singkat. Ia mengetuk tangkai Zar'roc. "Kalau saja Brom memberitahuku ia mengambil pedang Morzan. Kusarankan kau tidak menyandangnya di Farthen Dur. Banyak di sini yang mengingat masa Morzan dengan kebencian, terutama para kurcaci."
"Akan kuingat," Eragon berjanji.
Ajihad memberikan Zar'roc kepadanya. "Itu mengingatkanku, cincin Brom, yang dikirimnya sebagai konfirmasi identitasnya. Tadinya kusimpan untuknya kalau ia kembali ke Tronjheim. Sekarang sesudah ia meninggal, kurasa cincin itu menjadi milikmu, dan kupikir ia pasti ingin kau memilikinya." Ia membuka laci meja dan mengeluarkan cincinnya dari sana.
Eragon menerimanya dengan khidmat. Simbol yang diukirkan di permukaan batu safirnya identik dengan tato di bahu Arya. Eragon memasukkan cincin itu di jari telunjuknya, mengagumi pantulan cahayanya. "Aku... aku tersanjung," katanya.
Ajihad mengangguk serius, lalu mendorong kursinya ke belakang dan berdiri. Ia menghadapi Saphira dan berbicara padanya, suaranya terdengar penuh kekuatan. "Jangan mengira aku melupakan dirimu, oh naga yang perkasa. Apa yang kukatakan tadi untukmu, juga untuk Eragon. Bahkan lebih penting lagi bagimu untuk mengetahuinya, karena tugasmu adalah menjaganya di masa-masa berbahaya. Jangan meremehkan kekuatanmu atau goyah di sisinya, karena tapi dirimu ia jelas gagal."
Saphira merendahkan kepala hingga mata mereka silau dan menatap Ajihad melalui pupil hitam matanya yang segaris. Mereka saling memeriksa sambil membisu, tidak satu pun yang mengedipkan mata. Ajihad yang pertama bergerak. Ia menunduk dan berkata pelan, "Benar-benar seuatu kehormatan bisa bertemu denganmu."
Ia boleh juga, kata Saphira penuh hormat. Ia mengayunkan terkesan pada Tronjheim dan pada dirinya. Kekaisaran benar otak takut terhadap dirinya. Tapi beritahu ia bahwa kalau ia memutuskan untuk membunuhmu, akan kuhancurkan Tronjheim dan kucabik-cabik dirinya dengan gigiku.
Eragon ragu-ragu, terkejut karena permusuhan dalam suara Saphira, lalu menyampaikan pesannya. Ajihad memandang Saphira dengan sangat serius. "Aku tidak akan mengharapkan kurang dari itu bagi seseorang semulia dirimu-tapi aku ragu kau bisa mengatasi si Kembar."
Saphira mendengus mengejek. Bah!
Mengetahui apa yang dimaksudkan Saphira, Eragon berkata, "Kalau begitu mereka pasti lebih kuat daripada yang terlihat. Kupikir mereka akan sangat takut kalau harus menghadapi kemurkaan naga. Mereka berdua mungkin bisa mengalahkan diriku, tapi tidak akan pernah bisa mengalahkan Saphira. Kau harus mengetahui, naga Penunggang memperkuat sihir Penunggang melebihi kemampuan penyihir normal. Brom selalu lebih lemah daripada diriku karena hal itu. Kupikir dengan tidak adanya Penunggang, si Kembar melebih-lebihkan kekuatan mereka sendiri."
Ajihad tampak terganggu. "Brom dianggap salah seorang pemantra kami yang terkuat. Hany
a para elf yang mampu mengalahkan dirinya. Kalau apa yang kaukatakan benar, kami harus mempertimbangkan kembali sangat banyak hal." la membungkuk kepada Saphira. "Sebagaimana adanya, aku merasa senang karena tidak perlu menyakiti salah satu dari kalian."
Saphira menundukkan kepala' sebagai balasan.
Ajihad menegakkan tubuh dengan anggun dan berseru, "Orik!" Kurcaci itu bergegas memasuki ruangan dan berdiri di depan meja, sambil bersedekap. Ajihad mengerutkan kening memandangnya, jengkel. "Kau memberiku masalah besar, Orik. Aku harus mendengarkan salah satu dari si Kembar mengeluh sepanjang pagi mengenai pemberontakanmu. Mereka tidak akan membiarkan masalah itu sebelum kau dihukum. Sialnya, mereka benar. Itu masalah serius yang tidak bisa disepelekan. Harus ada perhitungan."
Mata Orik berkilau ke arah Eragon, tapi wajahnya tidak menunjukkan emosi apa pun. Ia berbicara dengan cepat dan kasar. "Kull hampir mengepung Kostha-merna. Mereka memanah naganya, Eragon, dan Murtagh, tapi si Kembar tidak melakukan apa-apa untuk menghentikannya. Seperti sheilven, mereka menolak membuka gerbangnya sekalipun kami bisa melihat Eragon meneriakkan kalimat pembuka di sisi seberang air terjun. Dan mereka menolak bertindak sewaktu Eragon tidak keluar dari air. Mungkin apa yang kulakukan salah, tapi aku tidak bisa membiarkan Penunggang tewas."
"Aku tidak cukup kuat untuk bisa keluar sendiri dari air," kata Eragon. "Aku pasti tenggelam kalau ia tidak menarikku keluar."
Ajihad meliriknya, lalu bertanya pada Orik dengan serius, "Kemudian, kenapa kau menantang mereka""
Orik mengangkat dagu dengan sikap menantang. "Tidak benar bagi mereka untuk memaksa memasuki pikiran Murtagh. Tapi aku tidak akan menghentikan mereka kalau mengetahui siapa dirinya."
"Tidak, kau melakukan tindakan yang benar, walau akan lebih sederhana kalau kau tidak melakukannya. Bukan tempatmu untuk memaksa diri memasuki pikiran orang-orang, tidak peduli siapa mereka." Ajihad mempermainkan janggutnya yang lebat. "Tindakanmu terhormat, tapi kau memang melanggar perintah langsung komandanmu. Selama ini hukuman untuk itu adalah kematian." Punggung Orik mengejang.
"Kau tidak boleh membunuhnya karena itu! Ia hanya membantuku!" seru Eragon.
"Kau tidak berhak mencampuri," kata Ajihad tegas. "Orik melanggar hukum dan harus menerima konsekuensinya. Eragon hendak mendebat lagi tapi Ajihad menghentikannya dengan mengangkat tangan. "Tapi kau benar. Hukuman akan diubah mengingat situasinya. Mulai sekarang, Orik, kau ditarik dari tugas aktif dan dilarang terlibat dalam kegiatan militer apa pun di bawah perintahku. Kau mengerti""
Wajah Orik berubah muram, tapi ia hanya tampak kebingungan. Ia mengangguk tajam.
"Ya." "Lebih jauh lagi, karena kau tidak lagi melakukan tugas-tugas rutinmu, kutunjuk dirimu jadi pemandu Eragon dan Saphira selama mereka di sini. Kau harus memastikan mereka mendapat semua kenyamanan dan segala sesuatu lainnya yang bisa kita tawarkan. Saphira akan tinggal di atas Isidar Mithrim. Eragon boleh tinggal di mana pun yang diinginkannya. Sesudah kondisinya pulih dari perjalanannya, bawa ia ke lapangan latihan. Mereka menunggunya," kata Ajihad, binar geli tampak di matanya.
Orik membungkuk rendah. "Aku mengerti."
"Baiklah, kalian semua boleh pergi. Suruh si Kembar masuk saat kau keluar nanti."
Eragon membungkuk dan berbalik hendak pergi, lalu bertanya, "Di mana aku bisa menemukan Arya" Aku ingin mengunjunginya."
"Tidak seorang pun diizinkan mengunjungi dirinya. Kau harus menunggu hingga ia menemuimu." Ajihad menunduk memandang mejanya dengan sikap mengusir yang jelas.
BERRATILAH ANAK INI, ARGETLAM
Eragon menggeliat di lorong; tubuhnya terasa kaku karena duduk begitu lama. Di belakangnya, si Kembar memasuki ruang kerja Ajihad Dan menutup pintu. Eragon memandang Orik. "Maaf, kau mendapat masalah karena diriku," katanya.
"Tak perlu cemas," kata Orik, sambil menarik-narik janggut. "Ajihad memberiku apa yang kuinginkan."
Bahkan Saphira terkejut mendengar pernyataan itu. "Apa maksudmu"" Eragon bertanya. "Kau tidak boleh berlatih atau bertempur, clan kau harus menjagaku. Bagaimana bi
sa itu yang kauinginkan""
Kurcaci itu menatapnya sambil membisu. "Ajihad pemimpin yang baik. ia mengerti bagaimana caranya agar hukum tetap adil. Aku dihukum berdasarkan kepemimpinannya, tapi aku juga salah satu anak buah Hrothgar. Di bawah kepemimpinan Hrothgar, aku masih bebas melakukan apa pun yang kuinginkan."
Eragon menyadari tidak bijaksana untuk melupakan kesetiaan ganda Orik dan sifat kekuasaan terbagi yang ada di Tronjheim. "Ajihad baru saja menempatkan dirimu dalam posisi yang kuat, bukan""
Orik tergelak dalam. "Memang benar, dan dengan cara begitu rupa hingga si Kembar tidak bisa mengeluh mengenainya. Hal itu jelas akan membuat mereka jengkel.
Ajihad benar-benar cerdik. Ayo, Nak, aku yakin kau sudah lapar dan kita harus menyiapkan tempat untuk nagamu." Saphira mendesis. Eragon berkata, "Namanya Saphira."
Orik membungkukan sedikit kepadanya. "Maaf, aku akan mengingatnya." Ia mengambil lampu oranye dari dinding dan mengajak mereka menyusuri lorong.
"Apakah penduduk Farthen Dur yang lain juga bisa menggunakan sihir"" tanya Eragon, sambil bersusah payah mengajari langkah-langkah kurcaci yang sigap itu. Ia menyandang Zar'roc dengan hati-hati, menutupi simbol pada sarungnya dengan lengan.
"Ada beberapa," kata Orik sambil mengangkat bahu. "Dan penyihir yang kami miliki tidak bisa berbuat lebih daripada sekadar menyembuhkan memar. Mereka semua harus merawat Arya karena kekuatan yang dibutuhkan untuk menyembuhkan elf itu."
"Kecuali si Kembar."
"huhf," Orik menggerutu. "Arya tidak akan mengharapkan bantuan mereka; seni yang mereka kuasai bukan untuk menyembuhkan. Bakat mereka terletak pada menyusun rencana untuk meraih kekuasaan dengan merugikan orang lain. Deynor, pendahulu Ajihad, mengizinkan mereka bergabung dengan Varden karena ia membutuhkan dukungan mereka... kau tidak bisa menentang Kekaisaran tanpa memiliki penyihir yang mampu bertahan sendiri di medan pertempuran. Mereka pasangan yang jahat, tapi memang ada gunanya."
Mereka memasuki keempat terowongan utama yang membelah Tronjheim. Kelompok-kelompok kurcaci dan manusia berkeliaran di sana, suara mereka menggema keras di lantai mengilap. Percakapan terhenti tiba-tiba sewaktu mereka melihat Saphira; puluhan mata terpaku ke arahnya. Orik tidak mengacuhkan para penonton itu dan berbelok ke kiri, menuju salah satu gerbang terjauh Tronjheim.
"Kita ke mana"" tanya Eragon.
"Keluar dari lorong ini agar Saphira bisa terbang ke sarang naga di atas Isidar Mithrim, Mawar Bintang. Sarang naganya hendak beratap puncak Tronjheim terbuka ke langit, seperti di Farthen Dur, jadi ia, yaitu kau, Saphira, akan bisa terbang langsung ke sarangnya. Di sanalah dulu para Penunggang tunggal sewaktu mereka mengunjungi Tronjheim."
Apakah tempatnya tidak basah dan dingin karena tanpa atap"" tanya Eragon.
"Tidak." Orik menggeleng. "Farthen Dur melindungi kita dari elemen alam. tidak hujan maupun salju tidak bisa masuk kemari. Lagi pula, dinding-dinding sarang dipenuhi gua marmer untuk naga. Gua-gua itu memberikan perlindungan yang diperlukan. Yang perlu kalian takuti hanyalah batang-batang es; kalau jatuh bisa memenggal kuda menjadi dua."
Aku akan baik-baik saja, kata Saphira. Gua marmer lebih aman daripada tempat mana pun yang pernah kita huni Mungkin.... Menurutmu apa Murtagh baik-baik saja" Menurutku Ajihad orang yang terhormat. Kecuali Murtagh mencoba melarikan diri; aku ragu ia akan disakiti
Eragon melipat lengannya, tidak bersedia berbicara lebih lanjut. Ia tertegun karena perubahan situasi dari sehari sebelumnya. Perlombaan adu cepat gila-gilaan yang mereka lakukan dari Gil'ead sudah berakhir, tapi tubuhnya masih berharap untuk terus berlari dan berkuda. "Di mana kuda-kuda kami""
"Di istal dekat gerbang. Kita bisa mengunjungi mereka sebelum meninggalkan Tronjheim."
Mereka keluar dari Tronjheim melalui gerbang yang sama dengan sewaktu mereka masuk. Singa emasnya tampak kemilau karena cahaya yang memancar dari puluhan lentera. Matahari telah bergerak sejak percakapan Eragon dengan Ajihad. Cahaya tidak lagi memasuki Farthen Dur melalui mulut kawah. Tanpa berkas cahaya itu, bagian dalam
lubang dalam pegunungan itu sehitam beludru. Satu-satunya cahaya berasal dari Tronjheim, yang tampak kemilau dalam keremangan. Cahaya gunung kota itu cukup untuk menerangi sekitarnya sejauh ratusan kaki.
Orik menunhjuk puncak putih Tronjheim. "Daging segar dan air pegunungan yang segar menunggumu di atas sana, katanya kepada Saphira. "Kau boleh tinggal di gua yang mana pun. Begitu kau sudah memilihnya, tempat tidur akan ditata di dalamnya dan tidak seorang pun akan mengganggu dirimu."
"Kukira kami akan pergi bersama-sama. Aku tidak ingin dipisah," Eragon memprotes.
Orik berpaling kepadanya. "Penunggang Eragon, aku bersedia melakukan apa saja untuk mengakomodasi dirimu, tapi paling baik kalau Saphira menunggu di sarang naga sementara kau makan. terowongan ke ruang makan tidak cukup besar baginya, ia tidak bisa menemani kita."
Bagaimana kalau kau membawakan makanan untukku ke sarang naga""
"Karena," kata Orik dengan ekspresi hati-hati, "makanannya disiapkan di bawah sini, dan ke puncak sangat jauh. Kalau kau mau, aku bisa mengirim pelayan untuk mengantarkan makanan bagimu ke sarang. Membutuhkan waktu, tapi kau bisa makan bersama Saphira dengan begitu."
Ia benar-benar serius, pikir Eragon, tertegun karena mereka bersedia melakukan begitu banyak baginya. Tapi cara Orik mengatakannya menyebabkan ia penasaran apakah dengan suatu cara kurcaci ini mengujinya.
Aku lelah, kata Saphira. Dan sarang naga ini kedengarannya cocok bagiku. Pergilah, makanlah, sesudah itu temui aku. Pasti menenangkan kalau bisa beristirahat bersama-sama tanpa takut akan hewan liar atau prajurit. Kita telah menjalani perjalanan yang keras terlalu lama.
Eragon memandangnya serius, lalu berkata kepada Orik, "Aku akan makan di bawah sini." Kurcaci itu tersenyum, tampak puas. Eragon menanggalkan pelana Saphira agar naga itu bisa berbaring dengan nyaman. Kau mau membawa Zar'roc bersamamu"
Ya, kata Saphira, sambil meraup pedang dan pelananya dengan cakar. Tapi bawa busurmu. Kita harus memercayai orang-orang ini, tapi tidak hingga ke tingkat bodoh.
Aku tahu, kata Eragon. Dengan lompatan kuat Saphira membubung ke udara yang tidak bergerak. Embusan mantap dari sayap-sayapnya merupakan satu-satunya suara yang terdengar dalam kegelapan. Sewaktu Saphira menghilang di balik tepi puncak Tronjheim, Orik mengembuskan napas panjang. "Ah, Nak, kau benar-benar diberkati. Aku tiba-tiba merasakan kerinduan dalam hatiku akan langit terbuka dan tebing yang menjulang dan gairah untuk berburu seperti elang. Meskipun begitu, kaki-kakiku lebih baik berada di tanah lebih baik ia di bawahnya."
Ia bertepuk tangan dengan suara keras. "Aku melupakan tugasku sebagai tuan rumah. Aku tahu kau tidak makan saja makan malam menyedihkan yang menurut si Kembar cocok untukmu, jadi ayo, kita cari kokinya dan meminta daging dan roti dari mereka!"
Eragon mengikuti kurcaci itu kembali ke Tronjheim dan melewati labirin koridor, hingga mereka tiba di ruangan panjang penuh meja batu yang hanya cukup tinggi bagi kurcaci. Api berkobar-kobar di oven batu di balik meja panjang.
Orik berbicara dalam bahasa yang tidak dikenali Eragon kepada seorang kurcaci kekar berwajah kasar, yang seketika memberi mereka piring batu berisi jamur dan ikan yang mengepulkan asap. Lalu Orik mengajak Eragon menaiki beberapa baris tangga dan memasuki ceruk kecil yang digali dari dinding luar Tronjheim, di mana mereka duduk bersila. Eragon tanpa berbicara menyantap hidangannya.
Sesudah piring mereka kosong, Orik mendesah puas dan mengeluarkan sebatang pipa bertangkai panjang. Ia menyulutnya, sambil berkata, "Hidangan yang layak, walau membutuhkan minuman yang lezat untuk mengguyurnya dengan benar."
Eragon mengamati tanah di bawahnya. "Apakah kalian berladang di Farthen Dur""
"Tidak, cahaya matahari yang masuk hanya cukup untuk lumut dan jamur. Tronjheim tidak bisa bertahan hidup tanpa pasokan dari lembah-lembah di sekitarnya, yang merupakan alasan kenapa banyak di antara kami yang memilih tinggal di tempat-tempat lain di Pegunungan Beor ini."
"Kalau begitu ada kota-kota kurcaci lain""
"Tidak sebanyak yang kami inginkan. Dan Tronj
heim adalah yang termegah." Sambil menyandar ke siku, Orik mengisap pipanya dalam-dalam. "Kau baru melihat tingkat bawah, jadi kemegahannya tidak terlihat, tapi sebagian besar Tronjheim kosong. Semakin tinggi kau naik, semakin kosong tempatnya. Banyak lantai yang tidak tersentuh selama berabad-abad. Sebagian besar kurcaci memilih tinggal di bawah Tronjheim dan Farthen Dur di gua dan lorong yang memenuhi karang. Selama berabad-abad kami menggali terowongan-terowongan secara intensif di bawah Pegunungan Beor. Kita bisa kebawah dari satu ujung pegunungan ke ujung yang lain tanpa perlu melangkahkan kaki di permukaan."
"Rasanya seperti mubazir, memiliki begitu banya tentara yang tidak digunakan di Tronjheim, Eragon mengomentari.
Orik mengangguk. "Ada yang mengatakan tempat ini ditinggalkan karena menguras sumber daya, tapi Tronjheim melakukan tugas yang sangat berharga."
"Apa itu""
"Di masa-masa sulit, tempat ini bisa menampung seluruh negeri. Hanya ada tiga kejadian sepanjang sejarah kami ketika kami terpaksa melakukan tindakan sedrastis itu, tapi setiap kali kota ini menyelamatkan kami dari kehancuran total. Itu sebabnya kami selalu menempatkan pasukan di sini, siap untuk digunakan."
"Aku belum pernah melihat apa pun yang sehebat Tronjheim," Eragon mengakui.
Orik tersenyum sambil mengisap pipa. "Aku senang kau berpendapat begitu. Kami membutuhkan beberapa generasi untuk membangun Tronjheim dan kehidupan kami jauh lebih panjang daripada kehidupan manusia. Sialnya, karena Kekaisaran terkutuk itu, hanya sedikit orang luar yang bisa melihat kemegahannya."
"Ada berapa banyak anggota Varden di sini""
"Kurcaci atau manusia""
"Manusia, aku ingin tahu berapa banyak yang melarikan diri dari Kekaisaran."
Orik mengembuskan asap panjang yang bergulung-gulung pelan di atas kepalanya. "Ada sekitar empat ribu manusia di sini. Tapi itu indikator yang buruk tentang apa yang ingin kauketahui. Hanya orang-orang yang ingin bertempur yang datang kemari. Sisanya berada di bawah perlindungan Raja Orrin di Surda."
Sesedikit itu" pikir Eragon dengan perasaan kecewa. Pasukan kerajaan saja jumlahnya hampir enam belas ribu orang kalau dikerahkan seluruhnya, belum lagi para Urgal. "Kenapa Orrin sendiri tidak melawan Kekaisaran"" tanyanya.
"kalau ia menunjukkan sikap permusuhan yang terang-terangan," kata Orik, "Galbatorix akan men hancurkan dirinya Kenyataannya, Galbatorix menunda penghancuran itu karena ia menganggap Surda sebagai ancaman kecil, yang merupakan kesalahan. Berkat bantuan Orrin, kaum Varden di dapatkan sebagian besar senjata dan pasokan. Tanpanya, tidak akan ada pemberontakan di dalam Kekaisaran.
Jangan putus asa karena jumlah manusia di Tronjheim. Ada banyak kurcaci di sini lebih banyak daripada yang kau lihat dan semua akan bertempur pada waktunya nanti.
Orrin juga menjanjikan pasukan sewaktu kita bertempur melawan Galbatorix. Para elf pun menjanjikan bantuan,"
Eragon dengan setengah sadar menyentuh benak Saphira dan mendapati naga itu asyik menyantap bongkahan daging yang masih berdarah dengan lahap. Eragon sekali lagi menyadari ukiran palu dan bintang di helm Orik. "Apa artinya itu" Aku melihatnya di lantai Tronjheim."
Orik menanggalkan topi berlapis besi dari kepalanya dan mengeluskan jarinya pada ukiran itu. "Ini simbol klanku. Kami klan Ingietum, pekerja logam dan pakar tukang. Palu dan bintang diukirkan di lantai Tronjheim karena kota itu merupakan piala pribadi Korgun, pendiri klan kami. Satu klan memerintah, dengan dua belas klan mengelilinginya. Raja Hrothgar adalah Durgrimst Ingietum juga sehingga membawa kemegahan serta kehormatan ke dalam rumahku."
Sewaktu mengembalikan piring kepada koki, mereka berpapasan dengan seorang kurcaci di lorong. Kurcaci itu berhenti di depan Eragon, membungkuk, dan berkata hormat, "Argetlam."
Kurcaci itu meninggalkan Eragon yang masih kebingungan mencari jawaban, wajahnya merah karena perasaan tidak nyaman, tapi anehnya juga senang atas sikap kurcaci itu. Tidak ada yang pernah membungkuk padanya sebelum ini. "Apa katanya"" tanyanya, sambil mencondongkan tubuh mendekati Orik.
Orik mengangkat bahu, malu. "Itu bahasa elf yang dulu digunakan untuk menyebut para Penunggang. Artinya 'tangan perak'." Eragon melirik tangannya yang terbungkus sarung tangan, teringat gedwey ignasia yang menyebabkan telapak tangannya memutih. "Kau mau kembali ke Saphira""
"Adakah tempat aku bisa mandi dulu" Aku lama tidak sempat membersihkan kotoran akibat perjalanan. Selain itu kemejaku juga ternoda darah dan robek, juga bau. Aku ingin menggantinya, tapi tidak memiliki uang untuk membeli baju baru. Apakah ada cara agar aku bisa bekerja untuk mendapatkan baju baru""
"Kau mau menghina keramahan Hrothgar, Eragon" tanya Orik. "Selama berada di Tronjheim, kau tidak perlu membeli apa pun. Kau akan membayarnya dengan cara lain, Ajihad dan Hrothgar akan memastikannya. Ayo. Akan kutunjukkan di mana kau bisa mandi, lalu aku akan mengambilkan pakaian untukmu."
Ia membawa Eragon menuruni tangga yang panjang hingga mereka jauh di bawah Tronjheim. Lorong-lorongnya sekarang berupa terowongan yang terasa sesak bagi Eragon karena tingginya hanya lima kaki dan semua lenteranya berwarna merah. "Agar cahaya tidak membutakanmu sewaktu kau meninggalkan atau memasuki goa yang gelap," Orik menjelaskan.
Mereka memasuki ruangan kosong dengan pintu kecil di ujung seberang. Orik menunjuk. "Kolamnya ada di balik pintu itu, juga sikat dan serbuk mandi. Tinggalkan pakaianmu di sini. Akan kusiapkan pakaian baru sewaktu kau keluar nanti."
Eragon berterima kasih padanya dan mulai menanggalkan pakaian. Rasanya menyesakkan, berada di bawah tanah seorang diri, terutama dengan langit-langit batu yang rendah. Ia bergegas menanggalkan pakaian dan kedinginan, bergegas masuk ke pintu itu, ke dalam kegelapan total. Ia merayap maju hingga kakinya menyentuh air yang hangat, lalu menyelinap ke dalamnya.
Kolam itu agak asin, tapi menyejukkan dan tenang. Sejenak ia takut hanyut menjauhi pintu, ke air yang lebih dalam, tapi saat melangkah maju, ia mendapati airnya hanya sedalam pinggangnya. Ia meraba-raba dinding yang licin hingga menemukan serbuk mandi dan sikat, lalu menggosok tubuhnya. Sesudah itu ia mengambang dengan mata terpejam, menikmati kehangatannya.
Sewaktu keluar, dengan air menetes-netes, ke ruangan yang terang, ia mendapati sehelai handuk, sehelai kemeja yang bagus, dan celana selutut. Pakaiannya cukup pas dengan dirinya. Dengan perasaan puas, ia keluar ke terowongan.
Orik menanti dirinya, sambil membawa pipa. Mereka menaiki tangga kembali ke Tronjheim, lalu meninggalkan gunung kota itu. Eragon menatap puncak Tronjheim dan memanggil saphira dengan benaknya. Sewaktu Saphira terbang turun dari sarang naga, ia bertanya, "Bagaimana caramu berkomunikasi dengan orang-orang di puncak Tronjheim""
Orik tergelak. "Kami memecahkan masalah itu bertahun-tahun yang lalu. Kau tidak menyadarinya, tapi di balik ambang-ambang pintu melengkung yang menjajari setiap tingkat ada tangga tunggal tanpa putus yang berputar mengelilingi dinding ruang pusat Tronjheim. Tangga itu terus hingga ke sarang naga di atas Isidar Mithrim. Kami menyebutnya Vol Turin, Tangga Tanpa Akhir. Tangga itu tidak cukup cepat untuk keadaan darurat, juga tidak cukup nyaman untuk penggunaan biasa. Karena itu kami menggunakan cahaya lentera untuk menyampaikan pesan. Juga ada cara lain, sekalipun jarang digunakan. Sewaktu Vol Turin dibangun, terowongan yang dipoles digali di sampingnya. Terowongan itu berfungsi sebagai seluncuran raksasa setinggi gunung."
Bibir Eragon bergerak membentuk senyuman. "Apakah berbahaya""
"Jangan berpikir untuk mencobanya. Seluncuran itu dibangun untuk kurcaci dan terlalu sempit bagi manusia. Kalau kau terlempar keluar dari sana, kau bisa terempas ke tangga dan ke ambang pintu, mungkin bahkan ke ruang kosong."
Saphira mendarat selemparan tombak jauhnya, sisik-sisiknya bergemerisik. Saat ia menyapa Eragon, manusia dan kurcaci berhamburan keluar dari Tronjheim, mengerumuni dirinya sambil bergumam tertarik. Eragon memandang kerumunan yang semakin ramai dengan perasaan tidak nyaman.
"Sebaiknya kau pergi," kata Orik, sambil mendorongnya maju. "Temui aku di gerbang ini besok pagi. Akan kutunggu."
Erag on tersentak. "Dari mana aku tahu hari sudah pagi""
"Akan kusuruh seseorang membangunkan dirimu. Sekarang pergi!" Tanpa memprotes lebih lanjut, Eragon menerobos kerumunan orang yang mengepung Saphira dan melompat ke punggungnya.
Sebelum Saphira sempat lepas landas, seorang wanita tua melangkah maju dan mencengkeram kaki Eragon kuat-kuat.
Eragon mencoba melepaskan diri, tapi tangan wanita seperti cakar besi melilit pergelangan kakinya, ia tidak mampu melepaskan kakinya. Mata kelabu membara wanita itu dikelilingi keriput seumur hidup, kulitnya berkerut-kerut dalam di pipinya yang cekung. Di lekuk lengannya ada buntalan tambal sulam.
Dengan ketakutan, Eragon bertanya, "Apa yang kauinginkan
Wanita itu memiringkan lengannya, dan sehelai kain jatuh dari buntalan, menampakkan wajah bayi. Dengan suara serak dan putus asa, wanita itu berkata, "Anak ini tidak memiliki orangtua, tidak ada yang merawatnya kecuali diriku, dan aku lemah. Berkatilah ia dengan kekuatanmu, Argetlam. Berkatilah agar ia beruntung dalam hidupnya kelak"
Eragon memandang Orik meminta bantuan, tapi kurcaci itu hanya mengawasi dengan ekspresi hati-hati. Kerumunan kecil itu membisu, menunggu jawabannya. Pandangan wanita tersebut masih terpaku padanya.
"Berkatilah ia, Argetlam, berkatilah," kata wanita berkeras.
Eragon belum pernah memberkati siapa pun. Pemberkatan bukanlah kegiatan yang dilakukan dengan santai di Alagaesia, karena pemberkatan bisa kacau dengan mudah dan terbukti lebih sebagai kutukan daripada hadiah terutama kalau diucapkan dengan niat jahat atau kurang keyakinan., Apakah aku berani menerima tanggung jawab ini" pikirnya penasaran.
"Berkatilah ia, Argetlam, berkatilah."
Setelah mengambil keputusan, Eragon mencari-cari kalimat atau ungkapan yang akan digunakannya. Tidak ada yang melintas dalam benaknya hingga, terinspirasi, ia teringat bahasa kuno. Ini akan menjadi pemberkatan sejati, diucapkan dengan kata-kata yang berkuasa, oleh seseorang yang memiliki kekuatan.
Ia membungkuk dan menanggalkan sarung tangan dari tangan kanannya. Dengan meletakkan telapak tangannya di alis bayi itu, ia berkata, "Atra giilai un ilian tauthr ono un atra ono waise skolir fra rauthr." Yang mengejutkan, sesudah mengatakannya, ia merasa lemah seakan habis menggunakan Sihir. Perlahan-lahan ia mengenakan kembali sarung tangannya dan berkata pada wanita itu, "Hanya itu yang bisa kulakukan untuknya. Kalau ada kata-kata yang memiliki kekuatan untuk mencegah tragedi, itulah kata-kata yang kuucapkan tadi."
"Terima kasih, Argetlam," bisik wanita itu, sambil membungkuk sedikit. Ia mulai menutupi bayi itu lagi, tapi Saphira mendengus dan memutar kepalanya hingga berada di atas bayi itu. Wanita itu berubah kaku; napasnya tertahan di dada. Saphira menurunkan moncongnya dan mengusap dahi bayi itu dengan ujung hidung, lalu dengan lembut mengangkat kepalanya menjauh.
Kerumunan tersentak, karena di dahi bayi itu, di tempat Saphira tadi menyentuhnya, ada bercak berbentuk bintang yang sama putih keperakannya seperti gedwey ignasia di tangan Eragon. Wanita itu tertegun menatap Saphira, rasa terima kasih yang tidak terucapkan terpancar di matanya.
Seketika Saphira terbang, menghantam kerumunan orang yang terpesona dengan angin dari kepakan sayap-sayapnya yang kuat. Sementara tanah semakin jauh, Eragon menghela napas dalam dan memeluk leher Saphira erat-erat. Apa yang kaulakukan" tanyanya lembut.
Kuberi ia harapan. Dan kau memberinya masa depan.
Kesepian tiba-tiba mengembang dalam diri Eragon, biarpun ada Saphira. Sekeliling mereka terasa begitu asing untuk pertama kalinya ia menyadari dengan tepat seberapa jauh dirinya dari rumah. Rumah yang sudah dihancurkan, tapi masih tetap tempat di mana hatinya berada. Apa jadinya diriku, Saphira" tanyanya. Aku baru menginjak tahun pertama kedewasaan, tapi sudah diajak berkonsultasi oleh pemimpin kaum Varden, diburu Galbatorix, melakukan perjalanan bersama putra Morzan dan sekarang orang-orang mencari berkah dariku! Kebijakan apa yang bisa kuberikan pada orang-orang ini yang belum mereka pelajari sendiri" Kehebatan apa yang kucapai yang tidak bisa di
lakukan pasukan dengan lebih baik" Ini sinting. Aku seharusnya berada di Carvahall bersama Roran.
Saphira membutuhkan waktu yang lama sebelum menjawab, tapi kata-katanya lembut saat terdengar. Seperti yang baru menetas, itulah dirimu. Seperti naga yang baru menetas dan berjuang memasuki dunia ini. Aku mungkin lebih muda daripada dirimu dalam hitungan tahun, tapi pemikiranku sudah kuno. jangan mengkhawatirkan hal-hal ini. Temukan kedamaian pada di mana dan apa dirimu. Orang-orang sering mengetahui apa yang harus dilakukannya. Yang perlu kaulakukan hanyalah menunjukkan jalannya pada mereka Itulah kebijakan. sedangkan mengenai prestasi, tidak ada pasukan yang bisa memberkati seperti yang kaulakukan tadi.
Tapi itu bukan apa-apa, Eragon memprotes. Masalah sepele.
Tidak, itu bukan masalah sepele. Yang kau lihat adalah awal kisah yang lain, legenda yang lain. Apakah menurutmu anak itu puas menjadi pengurus bar atau petani sementara di dahinya ada tanda naga dan kata katamu menggantung di atas dirinya" Kau meremehkan kekuatan kita dan kekuatan nasib.
Eragon menunduk. Rasanya berlebihan. Aku merasa seperti hidup dalam ilusi, mimpi di mana segala sesuatunya mungkin. hal-hal ajaib memang terjadi, aku tahu, tapi selalu pada orang selalu di tempat dan waktu yang jauh. Tapi aku menemukan telurmu, dididik Penunggang, dan berduel dengan Shade itu bukan tindakan yang dilakukan anak petani sebagaimana aku, dulu. Ada yang mengubah diriku.
Takdirmu yang mengubahmu, kata Saphira. Setiap zaman membutuhkan simbol, mungkin hal itulah yang terjadi pada dirimu. Bocah petani tidak diberi nama seperti nama Penunggang pertama tanpa sebab. Namanya saja sudah merupakan awal, dan sekarang kau merupakan kelanjutan. Atau akhir.
Ah, kata Eragon, sambil menggeleng. Rasanya seperti berbicara menggunakan teka-teki.... Tapi kalau semua sudah ditentukan sebelumnya, apakah pilihan kita ada artinya" Atau kita hanya perlu belajar menerima nasib"
Saphira berkata tegas, Eragon, aku memilihmu dari dalam telurku. Kau diberi kesempatan yang banyak orang bersedia mati untuk mendapatkannya. Apakah kau tidak bahagia karenanya" Bersihkan kepalamu dari pikiran seperti itu. Pikiran-pikiran seperti itu tidak bisa dijawab dan tidak akan menjadikan dirimu lebih bahagia.
Benar, kata Eragon muram. Tapi sama saja, pertanyaan-pertanyaan itu tetap berputar dalam kepalaku.
Situasinya agak.. tidak stabil... sejak kematian Brom. Aku menjadi tidak nyaman karenanya, Saphira mengakui, yang
mengejutkan Eragon karena Saphira tampaknya jarang terganggu.
Mereka berada di atas Tronjheim sekarang. Eragon memandang ke bawah melalui celah di puncaknya dan melihat lantai sarang naga itu: Isidar Mithrim, bintang safir raksasa. Ia mengetahui di bawahnya tidak ada apa-apa kecuali ruang pusat Tronjheim yang luas. Saphira turun ke sarang naga itu dengan gerakan sayap yang tidak menimbulkan suara. Ia melayang melewati tepinya dan mendarat di Isidar Mithrim, diiringi detakan keras cakarnya.
Kau tidak menggoresnya" tanya Eragon.
Kurasa tidak. Itu bukan batu permata biasa. Eragon merosot turun dari punggung Saphira dan perlahan-lahan berputar meresapi pemandangan yang tidak biasa. Mereka berada dalam ruangan bulat tak beratap setinggi enam puluh kaki dan selebar enam puluh kaki. Dindingnya dipenuhi gua-gua yang berbeda ukurannya, dari ceruk yang tidak lebih besar daripada manusia hingga lubang menganga yang lebih besar daripada rumah. Tangga-tangga mengilap ditempelkan pada dinding marmernya hingga orang-orang bisa mencapai gua tertinggi. Jalan melengkung raksasa membentang keluar dari sarang naga.


Eragon Karya Christhoper Paolini di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Eragon memeriksa permata raksasa di bawah kakinya dan secara naluriah membaringkan diri disana. Ia menekankan pipinya ke batu safir yang dingin itu, mencoba melihat ke baliknya. Garis-garis berlekuk dan bercak-bercak warna berkilau dari balik batu itu, tapi ketebalannya menyebabkan mustahil untuk membedakan apa pun dengan jelas di lantai ruangan satu mil di bawah mereka.
Apakah aku harus tidur terpisah darimu"
Saphira menggelengkan kepalanya yang besar. Tidak, ada ranjang untukmu di guaku. Lihatlah sendiri. I
a berbalik dan, tanpa membuka sayap, melompat dua puluh kaki ke udara, mendarat di gua berukuran sedang. Eragon menaiki tangga menyusulnya.
Gua itu cokelat tua di bagian dalamnya dan lebih dalam daripada dugaan Eragon. Dindingnya yang dipahat dengan kasar menimbulkan kesan formasi yang alamiah. Di dekat dinding seberang ada bantalan tebal yang cukup besar untuk tempat Saphira meringkuk. Di sampingnya terdapat ranjang yang dibangun menempel ke dinding. Gua itu diterangi lentera merah yang dilengkapi dengan tutup hingga cahayanya bisa diredam.
Aku menyukai tempat ini, kata Eragon. Rasanya aman.
Ya. Saphira meringkuk di bantalan, mengawasi dirinya. Sambil mendesah Eragon mengempaskan diri di ranjang dan merasakan kelelahan yang meresap ke seluruh tubuhnya.
Saphira, kau tidak banyak bicara sejak kita tiba di situ.
Apa pendapatmu mengenai Tronjheim dan Ajihad"
Kita lihat saja nanti... Tampaknya, Eragon, oleh kita terlihat ada peperangan jenis baru di sini. Pedang dan cakar tidak berguna tapi kata-kata dan persekutuan mungkin menghasilkan pengaruh yang Sama. Si Kembar tidak menyukai kita dan kita harus mewaspadai kemungkinan mereka. Tidak banyak kurcaci yang memercayai kita. pata elf tidak menginginkan manusia sebagai Penunggang, jadi kita juga akan menghadapi perlawanan dari mereka. Paling baik bersahabat dengannya. Secepatnya.
Menurutmu apakah mungkin kita tetap independen dari berbagai pemimpin lainnya"
Saphira menggeser sayapnya ke posisi yang lebih nyaman.
Ajihad mendukung kebebasan kita, tapi kita mungkin tidak bisa bertahan hidup tanpa memberikan kesepian kita kepada satu atau lain kelompok dan tidak lama lagi kita akan mengetahui apa yang harus kita lakukan.
AKAR MANDRAKE DAN LIDAH KADAL
Selimut-selimut terlipat di bawah Eragon sewaktu ia terjaga, tapi ia masih merasa hangat. Saphira tidur dibantalannya, napasnya berembus teratur.
Untuk pertama kalinya sejak memasuki Farthen Dur, Eragon merasa aman dan penuh harap. Ia merasa hangat dan kenyang dan bisa tidur selama ia suka. Ketegangan mengendur dalam dirinya, ketegangan yang memuncak sejak kematian Brom dan, bahkan sebelumnya, sejak meninggalkan Lembah Palancar.
Aku tidak perlu merasa takut lagi. Tapi bagaimana dengan Murtagh" Bagaimanapun keramahan kaum Varden, Eragon tidak bisa menerima keadaan itu, mengetahui bahwa baik sengaja atau tidak ia telah mengantar Murtagh ke penjaranya. Entah bagaimana situasi ini harus dipecahkan.
Tatapannya terarah ke langit-langit gua yang kasar sewaktu ia memikirkan Arya. Sambil memarahi diri karena melamun ia memiringkan kepala dan memandang keluar ke sarang naga. Seekor kucing besar tengah duduk di tepi gua, menjilati sebuah cakarnya. Kucing itu meliriknya sekilas, dan Eragon melihat mata merah tipis.
Solembum" tanyanya tertegun.
Jelas. Kucing jadi-jadian itu mengibaskan surainya dan menguap sangat lebar, memamerkan taring-taringnya yang panjang. Ia menggeliat, lalu melompat ke luar gua, mendarat dengan debuman mantap di Isic far Mithrim, dua puluh kaki di bawah. Ikut"
Eragon memandang Saphira. Saphira terjaga sekarang mengawasi dirinya tanpa bergerak. Pergilah. Aku akan baik-baik saja, gumam naga itu. Solembum menunggu Eragon di bawah lengkungan yang menuju bagian Tronjheim lainnya.
Begitu kaki Eragon menyentuh Isidar Mithrim, kucing jadi-jadian itu berbalik dengan memutar cepat cakar-cakarnya dan menghilang ke dalam ambang pintu melengkung. Eragon mengejarnya, sambil menggosok wajah untuk menghilangkan kantuk. Ia melangkah melewati ambang pintu melengkung dan mendapati dirinya berdiri di puncak Vol Turin, Tangga Tak Berujung. Tidak ada tempat lain ia bisa pergi, jadi ia turun ke tingkat selanjutnya.
Ia berdiri di lorong terbuka yang melengkung landai ke kiri dan mengitari ruang pusat Tronjheim. Di antara tiang-tiang ramping yang mendukung lengkungan, Eragon bisa melihat Isidar Mithrim berkilau cemerlang di atasnya, juga dasar gunung kota jauh di bawahnya. Batas ruang pusat membesar seiring dengan semakin turunnya tingkatan. Tangga membelah lantai lorong yang identik dengan tingkat di bawahnya dan menurun melewati puluhan lorong
hingga menghilang di kejauhan. Seluncurannya membentang di sepanjang lengkung luar tangga. Di puncak Vol Turin terdapat setumpuk kulit persegi sebagai alas untuk meluncur. Di sebelah kanan Eragon, terdapat lorong berdebu yang menuju ruangan-ruangan dan apartemen-apartemen di tingkat itu. Solembum melangkah menyusuri lorong tersebut, sambil mengibas-ngibaskan ekor.
Tunggu, kata Eragon. Ia mencoba mengejar Solembum, tapi hanya sekilas melihatnya di lorong-lorong yang kosong. Lalu sewaktu Eragon mengitari tikungan, ia melihat kucing jadi-jadian itu berhenti di depan pintu dan mengeong. Tampaknya pintu itu bergeser ke dalam dengan sendirinya. Solembum menyelinap masuk, pangkal pintunya menutup. Eragon berhenti di depannya, kebingungan. Ia mengangkat tangan hendak mengetuk, tapi sebelum ia melakukannya, pintunya terbuka sekali lagi, dan hawa yang hangat membanjir keluar. Sesudah kebingungan sejenak, ia melangkah masuk.
Ia memasuki suite dua kamar, dihiasi kayu ukiran dan
aman gantung. Udaranya terasa hangat, segar, dan lembap. Lentera-lentera yang terang benderang menggantung di dinding dan dari langit-langit yang rendah. Bertumpuk-tumpuk benda yang menarik bergeletakan di lantai, menutupi sudut-sudut ruangan. Ranjang bertiang empat yang besar, dengan tanaman-tanaman gantung sebagai tirainya, ada di ruang seberang.
Di tengah ruang utama, di kursi kulit yang mewah, duduk si peramal dan penyihir, Angela. Ia tersenyum cerah.
"Apa yang kaulakukan di sini"" cetus Eragon.
Angela melipat tangan di pangkuan. "Well, bagaimana kalau kau duduk di lantai dan kuberitahu" Aku ingin menawarimu kursi, tapi aku menduduki satu-satunya kursi yang ada." Berbagai pertanyaan mendengung dalam benak Eragon sementara ia duduk di antara dua guci cairan hijau yang menggelegak dan berbau tajam.
"Nah!" seru Angela, sambil mencondongkan tubuh ke depan. "Kau memang Penunggang. Aku sudah menduganya, tapi aku tidak mengetahuinya dengan pasti hingga kemarin. Aku yakin Solembum mengetahuinya, tapi ia tidak pernah memberitahuku. Aku seharusnya menduganya begitu kau menyinggung tentang Brom. Saphira... aku senang nama itu-cocok dengan naga yang lain."
"Brom sudah meninggal," kata Eragon tiba-tiba. "Ra'zac membunuhnya."
Angela tersentak. Ia memuntir-muntir segumpal rambut keritingnya yang lebat. "Maaf. Sungguh," katanya lembut.
Eragon tersenyum pahit. "Tapi tidak terkejut, bukan" Bagaimanapun juga, kau telah meramalkan kematiannya."
"Aku tidak mengetahui siapa yang akan meninggal," kata Angela, sambil menggeleng. "Tapi ya... aku tidak terkejut. Aku pernah bertemu Brom satu atau duakali. Ia tidak suka dengan sikapku yang 'bermain-main' dengan sihir. Hal itu menjengkelkannya."
Eragon mengerutkan kening. "Di Teirm kau menertawakan nasibnya dan mengatakan nasib Brom boleh dikatakan lelucon. Kenapa""
Wajah Angela menegang sejenak. "Kalau kupikirkan kembali, kelakuanku cukup buruk, tapi aku tidak mengetahui apa yang akan menimpa dirinya. Bagaimana caraku menyatakannya"... Brom boleh dikatakan terkutuk. Sudah menjadi takdirnya untuk gagal dalam semua tugas kecuali satu, bukan karena kesalahannya sendiri. Ia terpilih sebagai Penunggang, tapi naganya terbunuh. Ia mencintai seorang wanita, tapi cintanya menjadi bencana bagi wanita itu. Dan ia terbunuh, kuanggap begitu, untuk menjaga dan melatih dirimu, tapi pada akhirnya ia juga gagal dalam tugas itu. Satu-satunya yang berhasil dilakukannya hanyalah membunuh Morzan, dan ia tidak bisa melakukan kebaikan yang lebih baik lagi."
"Brom tidak pernah menyinggung tentang wanita kepadaku," "kata Eragon."
Angela mengangkat bahu tidak peduli. "Aku mendengarnya dari orang yang tidak bisa berbohong. Tapi cukup untuk pembicaraan ini! Kehidupan terus berjalan, dan kita seharusnya tidak mengganggu mereka yang sudah meninggal dengan kekhawatiran kita." Ia meraup segenggam ilalang dari lantai dan dengan sigap mulai menjalinnya, menghentikan pembicaraan.
Eragon ragu-ragu, lalu menyerah. "Baiklah. Jadi kenapa kau berada di Tronjheim dan bukannya di Teirm""
"Ah, akhirnya pertanyaan yang menarik," kata Angela. "Sesudah mendengar nama Brom lagi
sewaktu kau berkunjung, aku merasakan kembalinya masa lalu di Alagaesia. Orang-orang berbisik-bisik bahwa Kekaisaran memburu seorang Penunggang. Pada saat itu aku mengetahui telur naga milik kaum Varden pasti sudah menetas, jadi kututup tokoku dan berusaha mengetahui lebih jauh."
"Kau tahu tentang telurnya""
"Tentu saja aku tahu. Aku bukan orang idiot. Aku sudah hidup jauh lebih lama daripada yang kaupercayai. Sangat sedikit kejadian yang tidak kuketahui." Ia diam sejenak dan memusatkan perhatian pada anyamannya. "Pokoknya, aku mengetahui aku harus ke tempat kaum Varden secepat mungkin. Aku sudah berada di sini selama sebulan sekarang, sekalipun aku tidak terlalu memedulikan tempat ini, tempat ini terlalu berdebu bagiku. Dan semua orang di Farthen Dur begitu serius dan mulia. Mereka semua mungkin dikutuk untuk mengalami kematian yang tragis." Ia mendesah panjang, ekspresi mengejek terpancar di wajahnya. "Dan para kurcaci hanyalah segerombolan makhluk nyinyir penganut takhayul yang merasa puas dengan memukuli batu seumur hidup.
Satu-satunya aspek yang mentegaskan dari tempat ini hanya semua jamur dan fungi yang tumbuh di Farthen Dur.
"Kalau begitu kenapa kau tinggal di sini"" tanya Eragon," sambil tersenyum.
"Karena aku senang berada di tempat kejadian-kejadian penting berlangsung," kata Angela, sambil memiringkan kepala. lagi pula, kalau aku tetap tinggal di Teirm, Solembum, akan pergi tanpa diriku, padahal aku senang ditemaninya. Tapi katakan, petualangan apa yang telah kaualami sejak terakhir kali kita bertemu""
Selama sejam berikutnya Eragon menceritakan garis besar pengalamannya sepanjang dua setengah bulan terakhir. Angela mendengarkan sambil membisu, tapi sewaktu Eragon menyebut nama Murtagh, ia berseru, "Murtagh!"
Eragon mengangguk. "Ia sudah memberitahuku siapa dirinya. Tapi biar kuselesaikan dulu ceritaku sebelum kau menyampaikan penilaian apa pun." Ia melanjutkan ceritanya. Sesudah ceritanya selesai, Angela menyandar ke kursi sambil berpikir, anyamannya terlupakan. Tanpa peringatan, Solembum melompat keluar dari tempat persembunyian dan mendarat di pangkuan Angela. Ia meringkuk, memandang Eragon dengan sombong.
Angela menepuk kucing jadi-jadian itu. "Memesona. Galbatorix bersekutu dengan Urgal, dan Murtagh akhirnya menampakkan diri.... Aku ingin memperingatkan dirimu agar berhati-hati dengan Murtagh, tapi jelas sekali kau sudah menyadari bahayanya."
"Murtagh selama ini teman yang teguh dan sekutu yang tidak goyah," kata Eragon tegas.
"Sama saja, berhati-hatilah." Angela diam sejenak, lalu berkata muram. "Dan ada masalah lain mengenai Shade itu Durza. Kupikir ia ancaman terbesar bagi kaum Varden sekarang ini, terlepas dari Galbatorix. Aku benci Shade, mereka mempraktekkan sihir yang paling tidak suci sesudah necromancy sihir hitam. Aku ingin mencabut jantungnya keluar dengan jepit rambut yang tumpul dan memberikannya kepada babi untuk menjadi makanan special!"
Eragon terkejut melihat kebuasan Angela yang tiba dulunnya "Aku tidak mengerti. Brom memberitahuku Shade penyihir yang menggunakan roh untuk memenuhi keinginan mereka, tapi kenapa itu menjadikan mereka begitu jahat""
Angela menggeleng. "Bukan begitu. Penyihir biasa akan tetap begitu, biasa-tidak lebih baik atau lebih buruk daripada iota yang lainnya. Mereka menggunakan kekuatan sihirnya ,tuk mengendalikan roh dan kekuatan roh. Tapi Shade menyerahkan kendali itu untuk mendapatkan kekuatan yang lebih besar dan mengizinkan tubuh mereka dikendalikan oleh roh-roh. Sialnya, hanya roh paling jahat yang berusaha menguasai manusia, dan begitu menguasai, mereka tidak bersedia pergi. Penguasaan seperti itu bisa terjadi secara kebetulan kalau penyihir memanggil roh yang lebih kuat daripada dirinya sendiri. Masalahnya, begitu Shade tercipta, ia sangat sulit dibunuh. Seperti yang aku yakin sudah kau ketahui, hanya dua orang, Laetri si Elf dan Irnstad si Penunggang, yang pernah selamat dari pertarungan seperti itu."
"Aku pernah mendengar kisahnya." Eragon memberi isyarat ke sekeliling ruangan. "Kenapa kau tinggal begitu tinggi di atas Tronjheim" Bukankah tidak nyaman ti
nggal terpencil seperti ini" Dan bagaimana kau bisa membawa semua barang ini kemari""
Angela mendongak ke belakang dan tertawa sinis. "Sejujurnya" Aku sedang bersembunyi. Sewaktu pertama kali tiba di Tronjheim, aku sempat melewati beberapa hari dengan damai-hingga salah seorang penjaga yang mengizinkan diriku memasuki Farthen Dur mengoceh tentang siapa diriku. Lalu semua pemakai sihir di sini, sekalipun mereka nyaris tidak menggunakan istilah itu, mendesakku bergabung dengan kelompok rahasia mereka. Terutama si Kembar yang mengendalikan kelompok itu. Akhirnya aku mengancam akan mengubah sebagian besar dari mereka menjadi kodok, maafkan aku, katak, tapi sewaktu ancaman itu tidak mempengaruhi mereka, aku menyelinap ke atas sini tengah malam. Sebenarnya itu lebih ringan daripada dugaanmu, terutama bagi orang berkeahlian seperti diriku."
"Apakah kau harus mengizinkan si Kembar memasuki Pikiranmu sebelum kau diizinkan memasuki Farthen Dur"" tanya Eragon. "Aku dipaksa membiarkan mereka memilah-milah kenanganku."
Kilau dingin melompat ke dalam mata Angela. "Si Kembar tidak akan berani memasuki pikiranku, karena takut pada apa yang mungkin akan kulakukan pada mereka. Oh, mereka sangat menginginkannya, tapi mereka mengetahui usaha itu akan menghancurkan mereka dan menyebabkan mereka berceloteh sendiri. Aku sudah datang kemari lama sebelum kaum Varden mulai memeriksa pikiran orang-orang... dari saat itu mereka tidak lagi berani berniat memeriksa pikiranku sekarang."
Ia mengintip ke ruangan lain dan berkata, " Well! Percakapan ini sungguh membuka mata, tapi aku khawatir kau harus pergi sekarang. Rebusan akar mandrake dan lidah kadalku hampir mendidih, dan aku harus menanganinya Kembalilah kemari kalau kau ada waktu. Dan tolong jangan beritahu siapa pun aku ada di atas sini. Aku tidak senang kalau harus pindah lagi. Aku akan sangat... jengkel karenanya. Dan kau tidak ingin melihatku jengkel!"
"Akan kusimpan rahasiamu," kata Eragon, sambil beranjak bangkit.
Solembum melompat turun dari pangkuan Angela saat wanita itu bangkit. "Bagus!" seru Angela.
Eragon mengucapkan, selamat berpisah dan meninggalkan ruangan. Solembum memandunya kembali ke sarang naga, lalu berbalik sambil melecutkan ekor sebelum melenggang pergi.
AULA RAJA GUNUNG Seorang kurcaci menunggu Eragon di sarang naga. Setelah membungkuk dan menggumam, "Argetlam," kurcaci itu berkata dengan aksen kental, "Bagus. Kau sudah terjaga. Knurla Orik menunggumu." ia kembali membungkuk dan bergegas pergi. Saphira melompat keluar dari guanya, mendarat di samping Eragon. Zar'roc ada di cakarnya.
Untuk apa itu" tanya Eragon, sambil mengerutkan kening.
Saphira memiringkan kepala. Kenakanlah. Kau Penunggang dan harus menyandang pedang Penunggang. Zar'roc mungkin memiliki sejarah yang berlumuran darah, tapi hal itu seharusnya tidak membentuk tindakanmu. Ukirkan sejarah baru untuk pedang ini, dan sandanglah dengan bangga.
Kau yakin" Ingat nasihat Ajihad.
Saphira mendengus, dan kepulan asap membubung dari cuping hidungnya. Kenakan pedang ini, Eragon. Kalau kau ingin mengatasi kekuatan yang ada di sini, jangan biarkan ketidak setujuan siapa pun menentukan langkahmu.
Terserah padamu, kata Eragon enggan, sambil melilitkan sabuk pedang dipinggangnya. Ia naik ke punggung Saphira, dan Saphira terbang ke Tronjheim. Sekarang suasana di Farthen Dur cukup terang hingga kumpulan samar di dinding bawah lima mil jauhnya ke segala arah terlihat. Sementara mereka terbang berputar-putar turun ke dasar gunung kota, Eragon memberitahu Saphira mengenai pertemuannya dengan Angela.
Begitu mereka mendarat di dekat salah satu gerbang Tronjheim, Orik berlari ke samping Saphira. "Rajaku, Hrothgar, ingin bertemu kalian berdua. Turunlah cepat. Kita harus bergegas."
Eragon berlari-lari mengikuti kurcaci itu memasuki Tronjheim. Saphira dengan mudah menjajari langkah mereka. Dengan tak mengacuhkan tatapan orang-orang di lorong, Eragon bertanya, "Di mana kami akan bertemu Hrothgar""
Tanpa memperlambat larinya, Orik berkata, "Di ruang tahta di bawah kota. Pertemuan itu akan berlangsung secara pribadi sebagai bukti otho '
kepercayaan'. Kau tidak perlu memanggilnya dengan sebutan apa pun, tapi berbicaralah yang sopan. Hrothgar mudah marah, tapi ia bijaksana dan sangat memahami pemikiran orang, jadi berpikirlah baik-baik sebelum berbicara."
Begitu mereka memasuki ruang pusat Tronjheim, Orik memimpin jalan ke salah satu dari dua tangga turun yang mengapit lorong seberang. Mereka menuruni tangga di sebelah kanan, yang melengkung ke dalam hingga menghadap ke arah mereka datang. Tangga yang lain menyatu dengan tangga mereka membentuk tangga lebar turun yang remang-remang dan berakhir, sesudah seratus kaki, di depan dua pintu granit. Mahkota berujung tujuh diukir pada kedua pintu.
Tujuh kurcaci berjaga-jaga di setiap sisi portal. Mereka menyandang martil dan mengenakan sabuk penuh permata. Saat Eragon, Orik, dan Saphira mendekat, para kurcaci itu menggedor pintu dengan tangkai martil. Debuman keras menggaung ke tangga. Pintu-pintunya terayun ke dalam.
Lorong gelap membentang di hadapan mereka, sepanjang jarak panah. Ruang tahta merupakan gua alami; dinding-dindingnya dihiasi stalagmit dan stalaktit, masing-masing lebih tebal daripada manusia. Lentera-lentera yang digantung berjauhan menebarkan cahaya temaram. Lantai cokelatnya halus dan mengilap. Di ujung seberang lorong terdapat tahta hitam dengan sesosok tubuh yang tidak bergerak di atasnya.
Orik membungkuk. "Raja menunggu kalian." Eragon memegang sisi tubuh Saphira dan mereka berdua nampak malu. Pintu menutup di belakang mereka, meninggalkan mereka berdua saja dalam ruang tahta yang remang-remang bersama Raja.
Suara langkah kaki mereka menggema ke seluruh lorong saat mereka mendekati tahta. Di ceruk-ceruk sela stalagmit dan stalaktit terdapat patung-patung besar. Setiap patung menggambarkan raja kurcaci yang bermahkota dan duduk di tahta. Mata mereka yang tidak bisa melihat menatap tajam ke kejauhan, wajah mereka yang keriput tampak brutal. Sebuah nama diukirkan di bawah setiap sepasang kaki.
Eragon dan Saphira melangkah dengan khidmat di antara kedua baris raja-raja yang telah tiada itu. Mereka melewati lebih dari empat puluh patung, lalu hanya ceruk-ceruk yang gelap dan kosong yang menanti raja masa depan. Mereka berhenti di depan Hrothgar di ujung lorong.
Raja kurcaci sendiri duduk bagai patung di tahta yang diukir dari sebongkah marmer hitam. Tahta itu persegi, tidak indah, dan dipotong dengan ketepatan yang tidak ada duanya. Kekuatan memancar dari tahta itu, kekuatan yang berasal dari masa-masa kuno ketika para kurcaci memerintah di Alagaesia tanpa tantangan dari elf atau manusia. Helm emas yang dikelilingi batu rubi dan berlian bertengger di kepala Hrothgar sebagai ganti mahkota. Wajahnya tampak muram, dimakan cuaca, dan memancarkan pengalaman bertahun-tahun. Di bawah alis mata yang lebat terdapat mata yang dalam dan kemilau, menyala-nyala dan tajam menusuk. Dadanya yang kekar tertutup kemeja jala baja. Janggutnya yang beruban dijejalkan ke balik sabuknya, dan di pangkuannya terdapat martil perang bersimbol klan Orik pada bagian kepalanya.
Eragon membungkuk dengan kikuk dan berlutut. Saphira tetap berdiri tegak. Raja bergerak, seakan terjaga dari tidur yang panjang, dan berkata dengan suara menggemuruh, "Bangun, Penunggang, kau tidak perlu memberi hormat pada ku."
Setelah menegakkan tubuh, Eragon membalas tatapan tajam Hrothgar. Raja mengamatinya dengan tatapan yang keras, lalu berkata serak, "Az knurl deimi lanok. 'Hati-hati, batu berubah'-pepatah kuno kami.... Dan sekarang bebatuan
benar-benar berubah dengan sangat cepat." Ia mengelus martil perang dengan jarinya. "Aku tidak bisa menemuimu sebelumnya, sebagaimana yang dilakukan Ajihad, karena aku terpaksa menghadapi musuh-musuhku di dalam klan. Mereka menuntut aku menolak memberimu perlindungan dan mendepakmu dari Farthen Mr. Aku harus bersusah payah meyakinkan mereka yang sebaliknya."
"Terima kasih," kata Eragon. "Aku tidak mengantisipasi seberapa besar keributan yang akan terjadi akibat kedatanganku."
Raja menerima ucapan terima kasihnya, lalu mengankat tangan yang keriput dan menunjuk. "Lihat ke sana, Penunggang Eragon, di mana par
a pendahuluku duduk di tahta masing-masing. Ada empat puluh satu kurcaci, dengan aku sebagai yang keempat puluh dua. Sesudah aku meninggalkan dunia ini dan menemui para dewa, hirna-ku akan ditambahkan pada jajaran mereka. Patung pertama adalah leluhurku Korgan, yang membuat palu ini, Volund. Selama delapan milenium sejak awal ras kami para kurcaci memerintah di bawah Farthen Mr. Kami adalah tulang tanah ini, lebih tua daripada para elf yang halus dan naga yang buas."
Saphira bergeser sedikit.
Hrothgar mencondongkan tubuh ke depan, suaranya serius dan dalam. "Aku sudah tua, manusia, bahkan berdasarkan standar kami cukup tua untuk melihat para Penunggang dalam kemegahan mereka, cukup tua untuk berbicara dengan pemimpin terakhir mereka, Vrael, yang memberi hormat kepadaku di dalam ruangan ini juga. Hanya sedikit di antara yang masih hidup yang mampu mengklaim hal-hal seperti itu. Aku masih ingat para Penunggang dan bagaimana mereka mencampuri urusan kami. Aku juga ingin perdamaian yang mereka jaga dan yang memungkinkan untuk berjalan tanpa mengalami celaka dari Tronjheim ke Narda.
"Dan sekarang kau berdiri di hadapanku, tradisi yang telah hilang sekarang dibangkitkan kembali. Katakan, dan bicaralah sejujurnya dalam hal ini, kenapa kau datang ke Farthen ini. Aku tahu tentang kejadian-kejadian yang memaksamu melarikan diri dari Kekaisaran, tapi apa niatmu sekarang""
"Untuk saat ini, Saphira dan aku hanya ingin memulihkan diri di Tronjheim," jawab Eragon. "Kami datang kemari tidak untuk menimbulkan masalah, hanya untuk mendapat tempat perlindungan dari bahaya yang kami hadapi selama berbulan-bulan. Ajihad mungkin mengirim kami kepada para elf, tapi sebelum itu, kami tidak ingin pergi."
"Kalau begitu hanya keinginan untuk selamat yang mendorong dirimu"" tanya Hrothgar. "Apakah kau ingin tinggal di sini dan melupakan masalah-masalahmu dengan Kekaisaran""
Eragon menggeleng, harga dirinya menolak pernyataan itu. "Kalau Ajihad sudah memberitahukan masa laluku kepadamu, kau seharusnya mengetahui aku memiliki dendam yang cukup untuk melawan Kekaisaran hingga tidak ada yang tersisa darinya kecuali abu yang bertebaran. Tapi lebih dari itu... aku ingin membantu mereka yang tidak bisa melarikan diri dari Galbatorix, termasuk sepupuku. Aku memiliki kekuatan untuk membantu, jadi aku harus membantu."
Raja tampak puas mendengarjawabannya. Ia berpaling kepada Saphira dan bertanya, "Naga, apa pendapatmu dalam hal ini" Untuk alasan apa kau datang kemari""
Saphira mengangkat tepi bibirnya untuk menggeram. Beritahukan padanya aku hanya darah musuh-musuh kita dan dengan penuh semangat menunggu dan ketika kita bertempur melawan Galbatorix. Aku tidak mencintai atau berbelas kasihan pada pengkhianat dan pemecah telur seperti raja palsu itu. Ia menahanku selama lebih dari seabad dan, bahkan sekarang, masih menahan dua saudaraku, yang akan kubebaskan kalau mungkin. Dan beritahu Hrothgar bahwa menurutku kau siap untuk tugas ini.
Eragon meringis mendengar kata-katanya, tapi dengan patuh menyampaikannya. Sudut mulut Hrothgar terangkat, mengisyaratkan keheranan bercampur kegembiraan yang suram, memperdalam kerut-kerutnya. "Kulihat naga belum berubah selama berabad-abad ini." Ia mengetuk tahta dengan buku-buku jarinya. "Kau tahu kenapa kursi ini dibuat sangat rata dan menyudut" Agar tidak ada yang duduk dengan nyaman di atasnya. Aku tidak akan menyesali, tapi justru menikmati, saat waktuku tiba. Apa yang akan mengingatkan dirimu tentang kewajibanmu, Eragon" Kalau Kekaisaran jatuh, apakah kau akan mengambil alih tempat Galbatorix dan menjadi raja""
"Aku tidak berusaha mengenakan mahkota atau memerintah." kata Eragon, merasa gusar. "Menjadi Penunggang sudah merupakan tanggung jawab yang besar. Tidak, aku tidak akan mengambil alih tahta di Uru'baen... kecuali tidak ada orang lain yang bersedia atau cukup kompeten untuk mendudukinya."
Hrothgar memperingatkan dengan muram," "Jelas kau akan menjadi raja yang lebih ramah daripada Galbatorix, tapi seharusnya tidak ada ras yang memiliki pemimpin yang tidak menua atau meninggalkan tahta. Masa-masa para penunggang sud
ah berakhir, Eragon. Mereka tidak akan naik kembali bahkan kalau telur-telur Galbatorix yang lain menetas."
Kemuraman melintas di wajahnya saat ia menatap ke sisi Eragon. "Kulihat kau menyandang pedang musuh, aku diberitahu mengenai hal ini, dan bahwa kau bepergian bersama seorang putra Terkutuk. Aku tidak merasa senang melihat senjata itu." Ia mengulurkan satu tangan. "Aku ingin memeriksanya."
Eragon mencabut Zar'roc dan memberikannya kepada Raja, dengan tangkai terlebih dulu. Hrothgar mencengkeram pedang itu dan mengamati bilah pedang yang merah dengan pandangan terlatih. Tepi pedang menangkap cahaya lentera, dan memantulkannya dengan tajam. Raja kurcaci itu menguji ujung pedang dengan telapak tangannya, lalu berkata, "Pedang yang sangat halus buatannya. Elf jarang membuat pedang, dan mereka lebih menyukai busur dan tombak, tapi kalau mereka membuatnya, hasilnya tidak tertandingi. Ini pedang yang bernasib buruk; aku tidak senang melihatnya berada dalam duniaku. Tapi sandanglah kalau kau mau; mungkin keberuntungannya sudah berubah." Ia mengembalikan Zar'roc, dan Eragon menyarungkannya. "Apakah keponakanku terbukti membantu selama keberadaanmu di sini""
"Siapa"" Hrothgar mengangkat salah satu alisnya yang lebat. "Orik, putra adik perempuan bungsuku. Ia mengabdi di bawah Ajihad untuk menunjukkan dukunganku kepada kaum Varden. Tapi tampaknya ia kembali ke bawah komandoku. Dan Aku merasa senang mendengar saat kau membelanya dengan kata-katamu."
Eragon memahami ini merupakan isyarat otho, "kepercayaan", yang lain dari Hrothgar. "Aku tidak bisa meminta pemandu yang lebih baik lagi."
"Itu bagus," kata Raja, jelas merasa senang. "Sayangnya aku tidak bisa bercakap-cakap denganmu lebih lama lagi." Para penasihatku menungguku, karena ada masalah yang harus kutangani tapi akan kukatakan ini Kalau kau menginginkan dukungan para kurcaci di duniaku, kau pertama-tama harus membuktikan diri dulu pada mereka. Kami memiliki ingatan yang panjang dan tidak tergesa-gesa mengambil keputusan."
Kata-kata tidak akan memutuskan apa pun, hanya perbuatan.
"Akan kuingat hal itu," kata Eragon, kembali membungkuk. Hrothgar mengangguk anggun. "Kalau begitu, kau boleh pergi'"
Eragon berbalik bersama Saphira, dan mereka meninggalkan lorong raja gunung. Orik menunggu mereka di sisi lain pintu batu, ekspresi gelisah terpancar di wajahnya. Ia menjajari mereka saat mereka mendaki kembali ke ruang utama Tronjheim.
"Semua beres" Apakah kalian diterima dengan baik""
"Kurasa begitu. Tapi rajamu hati-hati," kata Eragon.
"Begitulah caranya bertahan selama ini."
Aku tidak ingin Hrothgar marah pada kita, kata Saphira.
Eragon meliriknya. Ya, aku juga tidak. Aku tidak yakin apa pendapatnya mengenai dirimu, ia tampaknya tidak menyukai naga, walau tidak mengatakannya secara terus terang.
Hal itu tampaknya menyebabkan Saphira merasa geli. Dalam hal itu ia bijaksana, terutama karena ia nyaris tidak lebih tinggi daripada lututku.
Di pusat Tronjheim, di bawah Isidar Mithrim yang kemilau, Orik berkata, "Berkatmu kemarin menimbulkan keributan di kaum Varden seperti sarang lebah yang dibalik. Anak yang disentuh Saphira dipuja sebagai calon pahlawan. Ia dan pengurusnya ditempatkan di kamar terbaik. Semua orang membicarakan 'keajaibanmu'. Semua ibu manusia tampaknya berniat menemui kalian dan mendapatkan berkat yang sama untuk anak mereka."
Dengan terkejut, Eragon memandang sekitarnya. "Apa yang harus kami lakukan""
"Terlepas dari menarik kembali tindakan kalian"" tanya Orik datar. "Sebisa mungkin jangan menampakkan diri. Semua orang akan dijauhkan dari sarang naga, jadi kalian tak akan diganggu di sana."
Eragon belum ingin kembali ke sarang naga. Hari masih pagi, dan ia ingin menjelajahi Tronjheim bersama Saphira.
Sekarang sesudah mereka keluar dari Kekaisaran, tidak ada alasan bagi mereka untuk berpisah. Tapi ia ingin menghindari perhatian, yang mustahil dilakukan karena adanya Saphira di sampingnya. Saphira, apa yang ingin kau lakukan"
Saphira mengusapkan hidungnya ke Eragon, sisik-sisiknya mengenai lengan Eragon. Aku akan kembali ke sarang naga.
Ada yang ingin kutemui di san
a. Berjalan-jalanlah sesukamu Baiklah, kata Eragon, tapi siapa yang ingin kautemui"
Saphira hanya mengedipkan sebelah matanya yang besar sebelum melangkah memasuki salah satu dari keempat terowongan utama Tronjheim.
Eragon menjelaskan pada Orik ke mana Saphira pergi, lalu berkata, "Aku ingin sarapan. Dan sesudah itu aku ingin melihat-lihat Tronjheim; tempat ini benar-benar luar biasa. Aku tidak ingin pergi ke tempat latihan hingga besok, karena kondisiku belum pulih sepenuhnya."
Orik mengangguk, janggutnya bergerak-gerak di dada. "Kalau begitu, kau mau mengunjungi perpustakaan Tronjheim" Tempat itu cukup tua dan berisi banyak gulungan yang berharga. Kau mungkin tertarik untuk membaca sejarah Alagaesia yang belum dinodai tangan Galbatorix."
Eragon tersentak, teringat bagaimana Brom dulu mengajarinya membaca. Ia bertanya-tanya apakah masih menguasai keahlian itu. Sudah lama sekali sejak ia terakhir melihat tulisan. "Ya, ayo kita ke sana."
"Baiklah." Sesudah makan, Orik mengajak Eragon melewati puluhan lorong ke tujuan mereka. Sewaktu mereka tiba di ambang pintu perpustakaan yang melengkung, Eragon melangkah memasukinya dengan khidmat.
Ruangan itu mengingatkan dirinya akan hutan. Berderet-deret tiang penahan atap menjulur ke langit-langit berusuk lima tingkat di atas. Berak-rak gulungan menutupi dindingnya' disela jalur-jalur jalan sempit yang dijangkau melalui tiga tangga putar. Di tempat-tempat yang terpisah secara rata di dinding terdapat dua bangku batu yang berhadapan. Di antaranya terdapat meja kecil yang kakinya menyatu dengan lantai.
Puluhan buku dan gulungan disimpan dalam ruangan. "Inilah warisan yang sebenarnya dari ras kami," kata Orik.
"Di sinilah disimpan tulisan-tulisan para raja dan pelajar kami yang terbesar, dari zaman kuno hingga sekarang. Selain itu, juga lagu-lagu dan kisah-kisah yang disusun para seniman kami. Perpustakaan ini mungkin merupakan milik kami yang paling berharga. Tapi tidak semuanya merupakan karya kami-ada tulisan-tulisan manusia juga. Rasmu adalah ras yang pendek hidupnya-tapi produktif. Hanya sedikit karya elf yang ada di sini. Mereka menjaga rahasia mereka mati-matian."
"Berapa lama aku bisa tinggal"" tanya Eragon, sambil berjalan mendekati rak-rak.
"Selama yang kauinginkan. Temui aku kalau ada pertanyaan."
Eragon memeriksa buku-buku dan gulungan-gulungan itu dengan gembira, menjangkau penuh semangat buku dengan judul atau sampul yang menarik. Yang mengejutkan, kurcaci menggunakan tulisan yang sama seperti manusia untuk menulis. Eragon agak kecewa mendapati betapa sulitnya membaca sesudah tidak berlatih selama berbulan-bulan. Ia berpindah dari satu buku ke buku yang lain, perlahan-lahan semakin jauh masuk ke perpustakaan yang luas itu. Akhirnya ia tenggelam dalam terjemahan puisi karya Dondar, raja kurcaci kesepuluh.
Sewaktu ia mengamati garis-garis yang anggun itu, suara langkah kaki yang asing terdengar mendekat dari belakang rak buku. Suara itu mengejutkan Eragon, tapi ia memarahi dirinya sendiri karena bersikap bodoh, tidak mungkin dirinya satu-satunya orang di perpustakaan. Sekalipun begitu, diam-diam ia mengembalikan buku dan menjauh, merasakan adanya bahaya. Ia terlalu sering disergap sehingga tak bisa mengabaikan perasaan sepertiitu. Ia mendengar suara langkah kaki tersebut lagi; hanya saja sekarang terdengar dua pasang kaki yang berjalan. Dengan perasaan takut, ia melesat menyeberangi celah, mencoba mengingat-ingat dengan tepat di mana Orik duduk. Ia mengitari tikungan dan terkejut saat mendapati dirinya berhadapan dengan si Kembar.
Si Kembar berdiri berdampingan, bahu mereka saling menempel, ekspresi kosong terpancar di wajah mereka yang halus. Mata mereka yang hitam bagai mata ular menusuk dirinya. Tangan mereka, tersembunyi dalam lipatan mantel ungu, agak tersentak. Mereka berdua membungkuk, tapi gerakan itu kasar dan menghina.
"Kami mencari-carimu," kata salah satunya. Suaranya sangat mirip suara Ra'zac, yang menyebabkan Eragon merasa tidak nyaman.
Eragon menekan ketakutannya. "Untuk apa"" Ia menjangkau dengan pikirannya dan menghubungi Saphira. Saphira seketika menggabun
gkan pikirannya dengan Eragon.
"Sejak kau bertemu Ajihad, kami ingin... meminta maaf atas tindakan kami." Kata-katanya mengejek, tapi tidak dengan cara yang bisa ditantang Eragon. "Kami datang untuk memberi hormat padamu." Eragon memerah-marah sementara mereka kembali membungkuk.
Hati-hati! Saphira memperingatkan.
Eragon menekan kembali kemarahannya. Ia tidak boleh terpancing hingga marah karena percakapan ini. Gagasan melintas dalam benaknya, dan ia berkata sambil tersenyum kecil, "Tidak, akulah yang seharusnya memberi hormat pada kalian. Tanpa persetujuan kalian aku tidak akan pernah bisa memasuki Farthen Dur." Ia membungkuk pada mereka, dengan sikap semenghina mungkin.
Kejengkelan memancar di mata si Kembar, tapi mereka tersenyum dan berkata, "Kami terhormat bahwa seseorang se... sepenting... dirimu memandang kami begitu tinggi. Kami berutang budi untuk kata-katamu yang ramah."
Sekarang giliran Eragon yang jengkel. "Akan kuingat hal itu saat aku membutuhkan."
Saphira menyela pikirannya dengan tajam. Kau berlebihann jangan mengatakan apa pun yang akan kau sesali. Mereka akan mengingatkan setiap kata yang bisa mereka gunakan untuk melawanmu, ini sudah cukup sulit tanpa kau ikut mengomentari! sergah Eragon. Saphira menyerah sambil menggerutu jengkel.
Si Kembar melangkah maju, tepi jubah mereka menyapu lembut lantai. Suara mereka menjadi lebih ramah. "Kalau" juga mencarimu untuk alasan yang lain, Penunggang. Seberapa pemakai sihir yang tinggal di Tronjheim membentuk kelompok. Kami menyebut diri Du Vrangr Gata, atau-" "Jalan Pengembaraan, aku tahu," sela Eragon, teringat apa yang dikatakan Angela mengenai hal itu.
"Pengetahuanmu tentang bahasa kuno mengesankan," kata si Kembar halus. "Seperti yang kukatakan, Du Vrangr Gata mendengar prestasimu yang luar biasa, dan kami mengundangmu menjadi anggotanya. Kami akan merasa terhormat kalau seseorang dengan posisimu bersedia menjadi anggota. Dan kurasa kami juga bisa membantumu."
"Bagaimana caranya""
Si Kembar yang satu lagi berkata, "Kami berdua mengumpulkan banyak pengalaman dalam bidang sihir. Kami bisa membimbingmu... menunjukkan mantra-mantra yang kami temukan dan mengajarkan kata-kata berkekuatan padamu. Tidak ada yang lebih menggembirakan kami selain bisa membantu, dengan cara-cara yang tidak seberapa, jalanmu menuju kemegahan. Tidak perlu pembayaran, meski kalau menurutmu kau bisa membagikan sedikit pengetahuanmu sendiri, kami sudah merasa puas."
Wajah Eragon mengeras saat menyadari apa yang mereka minta. "Kau pikir aku bodoh"" tanyanya kasar. "Aku tidak akan belajar pada kalian agar kalian bisa mempelajari kata-kata yang diajarkan Brom padaku! Kalian pasti marah sewaktu tidak bisa mencurinya dari dalam benakku."
Si Kembar tiba-tiba menghentikan kepalsuan mereka. "Kami tidak bisa dipermainkan, Nak! Kamilah yang akan menguji kemampuanmu dalam sihir. Dan itu bisa menjadi pengalaman yang paling tidak menyenangkan. Ingat, hanya perlu satu mantra yang salah untuk membunuh orang. Kau mungkin Penunggang, tapi kami berdua masih lebih kuat daripada dirimu."
Eragon mempertahankan wajahnya tanpa ekspresi, sekalipun perutnya terasa melilit menyakitkan. "Akan kupertimbangkan tawaran kalian, tapi mungkin"
"Kalau begitu kami tunggu jawabannya besok. Pastikan jawabanmu benar." Mereka tersenyum dingin dan melangkah Semakin jauh ke dalam perpustakaan.
Eragon merengut. Aku tidak akan bergabung dengan Du Vrangr Gata, tidak peduli apa yang mereka lakukan.
Sebaiknya kau berbicara dengan Angela, kata Saphira. Ia pernah menghadapi si Kembar. Mungkin ia bisa hadir sewaktu mereka menguji dirimu. Itu mungkin akan mencegah mereka menyakiti dirimu.
Itu gagasan bagus. Eragon berjalan melewati sela-sela rak hingga menemukan Orik duduk di bangku, sibuk memoles kapak perangnya. "Aku ingin kembali ke sarang naga.
Kurcaci itu menyelipkan tangkai kapaknya ke cincin kulit sabuknya, lalu mendampingi Eragon ke gerbang tempat Saphira menunggu. Orang-orang mengerumuni naga itu. Dengan mengabaikan mereka, Eragon naik ke punggung Saphira, dan mereka melarikan diri ke angkasa.
Masalah ini harus dipecahkan secepatny
a. Kau tidak bisa membiarkan si Kembar mengintimidasi dirimu, kata Saphira saat mendarat di Isidar Mithrim.
Aku tahu. Tapi kuharap kita mampu untuk tidak memicu kemarahan mereka. Mereka bisa menjadi musuh yang berbahaya. Ia bergegas turun, dengan satu tangan memegangi Zar'roc.
Kau juga bisa. Kau ingin bersekutu dengan mereka"
Eragon menggeleng. Tidak juga... besok akan kuberitahu mereka bahwa aku tidak akan bergabung dengan Du Vrangr Gata.
Eragon meninggalkan Saphira di guanya dan keluar dari sarang naga. Ia ingin menemui Angela, tapi tidak ingat bagaimana cara menemukan tempat persembunyiannya, dan Solembum tidak ada di sana untuk membimbingnya. Ia berkeliaran di lorong-lorong yang kosong, berharap bisa bertemu Angela secara kebetulan.
Sewaktu merasa bosan mengamati ruangan-ruangan kosong dan dinding-dinding kelabu tanpa ujung, ia berniat kembali ke sarang. Ketika mendekati sarang, ia mendengar suara orang berbicara di dalam ruangan. Ia berhenti dan mendengarkan, tapi suara yang bening itu berhenti bicara. Saphira"
Siapa di sana" Wanita.... Sikapnya memimpin. Akan kualihkan perhatiannya sementara kau masuk. Eragon menggerakkan Zar'roc di sarangnya. Kata Orik tidak ada penyusup yang diizinkan memasuki sarang naga, jadi siapa wanita ini" Ia memantapkan syarafnya, lalu melangkah masuk ke sarang dengan tangan bersiap di tangkai pedang.
Seorang wanita muda berdiri di tengah ruangan, memandang penasaran ke arah Saphira, yang menjulurkan kepala keluar dari gua. Wanita itu tampaknya berusia tujuh belas tahun. Bintang safir menebarkan cahaya kemerahan Pada dirinya, memperjelas warna kulit yang sama cokelatnya seperti kulit Ajihad. Gaun beludrunya berwarna merah anggur dan berpotongan anggun. Sebilah pisau yang dilengkapi perhiasan, aus karena Sering digunakan, menjuntai dari pinggangnya dalam sarung kulit tempahan.
Eragon bersedekap, menunggu wanita itu menyadari kehadirannya. Wanita tersebut terus memandang Saphira, lalu membungkuk memberi hormat dan bertanya dengan nada yang manis.
"Tolong, bisa kauberitahukan di mana Penunggang Eragon berada""
Mata Saphira berkilau-kilau keheranan bercampur gembira.
Sambil tersenyum, Eragon berkata, "Aku di sini."
Wanita itu berputar menghadapinya, tangannya melayang ke pisau. Wajahnya sangat menarik, dengan mata berbentuk buah almond, bibir lebar, dan tulang pipi bulat. Ia jadi rileks dan kembali memberi hormat. "Namaku Nasuada," katanya.
Eragon memiringkan kepala. "Kau jelas sudah mengetahui siapa diriku, tapi apa yang kauinginkan""
Nasuada tersenyum mempesona. "Ayahku, Ajihad, mengirimku kemari untuk menyampaikan pesan. Kau mau mendengarnya""
Selama ini Eragon merasa pemimpin kaum Varden itu bukanlah orang yang mungkin menikah dan memiliki anak. Ia penasaran siapa ibu Nasuada, wanita itu pasti bukan wanita biasa hingga mampu menarik perhatian Ajihad. "Ya, tentu saja."
Serigala Siluman 3 Siluman Ular Putih 20 Murka Penghuni Kubur Badai Di Selat Karimata 2
^