Serigala Siluman 3
Pendekar Naga Putih 17 Serigala Siluman Bagian 3
diri. Cepat kepalanya menoleh kepada Balira dan Lunjita.
"Bagaimana dengan kalian" Apakah sudah mengambil keputusan?" tanya Kenanga.
Dia memang ingin mengetahui, keputusan apa yang akan diambil kedua orang yang
pernah diselamatkannya itu.
Sepasang matanya yang bening dan indah menatap, menuntut jawaban secepatnya.
Sebab saat itu mereka sudah tidak memiliki banyak waktu.
"Nah! Sekarang, tinggal kalian berempat. Bagaimana"
Apakah kalian tidak ingin berkorban sedikit demi kepentingan kita bersama?"
tanya perwira gagah itu sambil memandangi keempat orang pemuda yang masih belum
memberi keputusan.
Melihat Balira dan Lunjita belum juga mengambil keputusan, maka Panji segera
melangkahkan kakinya ke depan.
Wajah pemuda itu tetap tenang meskipun dadanya berdebar tegang. Ia sadar kalau
kotaraja bukanlah tempat yang dapat dibuat main-main. Sebab kota itu boleh
dikatakan tempat berkumpulnya orang sakti yang mengabdikan dirinya untuk
kepentingan kerajaan. Biar bagaimanapun tabahnya hati Pendekar Naga Putih, namun
tetap merasa tegang mengingat akan hal itu.
"Maaf, Tuan Perwira. Dengan sangat terpaksa, kami tidak bisa memenuhi permintaan
itu. Tapi bukan berarti kami tidak bersedia berkorban. Kami rela menyerahkan
nyawa demi kepentingan kerajaan. Tapi untuk yang satu ini, kami terpaksa tidak
bisa menurutinya. Sekali lagi, mohon maaf," ucap Pendekar Naga Putih dengan
suara lembut dan sopan.
Perwira itu tertegun sejenak mendengar kata-kata Panji yang berani menolak
perintahnya. Tapi karena kata-kata pemuda itu sangat sopan dan hormat, ia tidak
mempunyai alasan untuk marah. Laki-laki gagah berpakaian perwira itu termenung
sejenak seperti hendak mencari jalan yang terbaik untuk menyelesaikan masalah
itu. "Kau tentu mempunyai alasan yang kuat untuk itu, Anak Muda. Boleh kutahu, apa
alasanmu itu?" tanya perwira itu seraya tersenyum sabar.
"Maaf, Tuan. Karena beberapa orang yang terbunuh adalah sahabat kami, maka kami
telah bertekad untuk mencari pembunuh itu dan menyelesaikannya dengan cara kami
sendiri. Selain itu, juga ada alasan kami yang lain. Tapi sayang, hal itu tidak bisa
dijelaskan saat ini," jelas Panji Pendekar Naga Putih sama sekali tidak
berdusta. Sebab menurutnya, setiap tokoh persilatan yang berada pada jalan lurus
adalah sahabatnya.
Sedangkan alasan yang tidak bisa diceritakannya adalah tentang keterkaitannya
kedua orang sahabatnya yaitu Balira dan Lunjita, dengan tuduhan pembunuhan atas
delapan tokoh persilatan yang menjadi korban pertama. Masalahnya, kalau hal itu
diceritakannya, ada kemungkinan kedua orang sahabatnya akan dibawa dan diperiksa
oleh para perwira kerajaan. Begitu mendengar jawaban pemuda berjubah putih itu,
seorang perwira lainnya melompat turun dari atas punggung kuda. Dari raut
wajahnya yang gelap, jelas kalau dia merasa marah dengan alasan Pendekar Naga
Putih. "Anak muda! Sadarkah kau dengan ucapanmu itu"! Dengan ingin menyelesaikan
masalah ini sendiri, berarti telah membuat para perwira kerajaan merasa terhina!
Kata-katamu itu sama artinya dengan merendahkan kemampuan kami. Itu sama saja
menuduh, kalau kami tidak becus untuk menangkap pembunuh biadab itu! Hm.... Aku
jadi ingin mengetahui, sampai di mana kepandaian yang kau miliki sehingga
bersikap sombong di hadapan kami, para petugas kerajaan."
Setelah berkata demikian, perwira yang sepertinya bersifat berangasan itu
melangkah maju dan siap bertempur.
Sementara itu, perwira gagah yang tadi berbicara dengan Panji tidak berkata apa-
apa. Bahkan terlihat bergerak mundur seperti hendak memberikan peluang kepada
rekannya. Sepertinya perwira gagah itu juga ingin melihat, sampai di mana kepandaian yang
dimiliki pemuda tampan berjubah putih sehingga ingin menangkap si pembunuh
dengan tangannya
sendiri. "Bersiaplah, Anak Muda! Aku hendak menguji
kesombonganmu. Dan kalau kepandaianmu ternyata tidak sebesar omonganmu, lebih
baik belajar lagi selama sepuluh tahun. Setelah itu, mungkin kau baru boleh
menyombongkan diri," tantang perwira berangasan berwajah kecoklatan itu.
Raut wajah perwira itu terlihat keras membayangkan sifat aslinya. Tubuhnya
tinggi besar dan terlihat kokoh dan kuat.
Sekali melihat saja, Panji sudah dapat menilai kalau dia pasti memiliki tenaga
luar yang besar. Hal itu terlihat jelas dari bentuk tubuhnya yang bagai
sebongkah batu karang.
"Maaf, Tuan. Aku sama sekali tidak bermaksud demikian.
Dan aku mohon maaf apabila ucapanku tadi telah menyinggungmu," ucap Panji dengan
suara masih tetap tenang dan sopan.
*** 7 Perwira berangasan yang tinggi besar dan kokoh itu sama sekali tidak
mempedulikan ucapan Panji. Kakinya yang kokoh, terus saja melangkah mendekati
pemuda berjubah putih itu. Langkahnya baru berhenti ketika jarak di antara
mereka hanya tinggal satu batang tombak lagi.
"Tidak perlu banyak cakap! Dan jangan khawatir! Aku maju bukan atas nama
kerajaan, tapi atas namaku sendiri! Kau tidak akan dituduh sebagai pemberontak
apabila sanggup mengalahkan aku. Jadi, tidak ada yang perlu ditakuti!" tegas
perwira itu sambil memasang kuda-kuda. "Lihat serangan!"
Setelah berkata bernada peringatan, perwira itu melompat dan melancarkan pukulan
yang menimbulkan desir angin tajam.
Bettt! Bettt! Panji bergegas melempar tubuhnya ke belakang, menghindari pukulan-pukulan yang
mendatangkan angin kuat. Tentu saja hal itu membuat si perwira jadi penasaran.
Ternyata pukulannya yang bertubi-tubi dapat dihindari lawan dengan mudah. Maka
kini serangan-serangannya semakin dipergencar.
Bahkan kali ini sudah menggunakan kaki untuk membantu serangan.
Melihat betapa lawannya semakin ganas dalam melancarkan serangan, Panji mulai
membalas sesekali. Masalahnya, Pendekar Naga Putih tidak ingin dianggap
merendahkan lawan. Serangan balasannya itu dimaksudkan hanya untuk menghalau
gelombang serangan lawan yang semakin dahsyat dan menggebu-gebu.
Dugkh! "Uhhh...!"
Perwira tinggi besar itu terjajar mundur beberapa langkah ke belakang ketika
pukulannya yang mengarah dada ditangkis
Pendekar Naga Putih. Lengannya seketika terasa bagai dibenturkan pada sebatang
logam bulat yang kuat dan dingin.
Dan kini, wajahnya terlihat agak meringis menahankan rasa nyeri akibat tangkisan
itu. Namun hal itu tidak membuatnya jera. Malah sebaliknya hatinya semakin
penasaran. Perwira itu masih merasa ragu, kalau rasa nyerinya disebabkan tenaga
lawan. Dia kemudian menghibur diri dengan menyalahkan kedudukannya yang memang
agak lemah pada saat menyerang tadi. Perwira itu kembali bersiap melancarkan
serangan berikut.
Pendekar Naga Putih sendiri sebenarnya sempat dibuat terkejut ketika merasakan
betapa kuatnya tenaga yang dimiliki perwira itu. Buktinya, tangannya sempat
terasa bergetar ketika menangkis pukulan lawan tadi. Dan itu membuatnya lebih
berhati-hati dalam melayani serangan-serangan selanjutnya.
"Hmh...!"
Sambil menggeram keras, perwira tinggi besar itu mendorong telapak tangannya ke
atas. Kemudian diturunkan, dan disilangkan di depan dada untuk diteruskan dengan
dorongan ke depan disertai hembusan napasnya. Setelah itu, kaki kanannya ditarik
ke belakang dengan kuda-kuda rendah. Tangan kirinya yang membentuk kepalan,
disejajarkan dengan muka dan agak bengkok pada bagian sikutnya. Sedangkan
kepalan tangan kanannya dilintangkan di atas kepala dengan punggung kepalan
berada di dalam. Sepertinya, kali ini perwira itu telah menyiapkan ilmu andalan
untuk menghadapi Panji.
Pendekar Naga Putih yang menyadari akan kekuatan tenaga lawan telah pula
mempersiapkan jurusnya. Pemuda itu pun mulai mengerahkan 'Tenaga Sakti Gerhana
Bulan'nya. Semangatnya dikempos, dan sebagian tenaganya dikerahkan yang kemudian disalurkan
ke seluruh anggota tubuhnya. Sesaat kemudian, lapisan kabut bersinar putih
keperakan pun muncul menyelimuti sekujur tubuhnya. Maka pemuda itu kini bagaikan
makhluk asing yang turun ke permukaan bumi.
"Pendekar Naga Putih...!"
Beberapa orang tokoh persilatan yang pernah mendengar tentang ciri-ciri pendekar
muda itu, berseru tertahan. Nada suara mereka jelas menggambarkan perasaan
kagum, girang, dan juga kelegaan. Sebersit harapan mulai tergambar di wajah
mereka. Dan memang, dengan kehadiran pendekar muda yang telah mengguncangkan
dunia persilatan itu, mereka berharap agar kekacauan yang terjadi di kotaraja
segera dapat di-tanggulangi Pendekar Naga Putih.
Perwira gagah berwajah lembut dan perwira tinggi besar berwatak berangasan,
tertegun sejenak. Mereka juga sempat terkejut melihat lapisan kabut putih
keperakan yang menyelimuti tubuh pemuda berjubah putih itu. Keterkejutan mereka
semakin bertambah ketika mendengar seruan tokoh-tokoh persilatan yang menyebut
Pendekar Naga Putih disertai gambaran perasaan masing-masing. Diam-diam mereka
merasa kagum terhadap ilmu tingkat tinggi yang dimiliki pendekar kondang itu.
"Ha ha ha...! Bagus... Bagus! Setelah aku mengetahui siapa adanya kau,
keinginanku untuk mengujimu semakin besar.
Tunjukkanlah kesaktianmu, Pendekar Naga Putih! Sebab, aku memang sudah lama
ingin menguji sampai di mana kepandaian tokoh muda yang telah menggegerkan rimba
persilatan itu.
Ayolah, Pendekar Naga Putih. Jangan kecewakan aku," pinta perwira tinggi besar
itu. Dia memang semakin gembira setelah mengetahui jati diri pemuda berjubah putih
yang menjadi lawannya. Hal itu ternyata membuatnya semakin bersemangat.
"Heaaat..!"
Diiringi teriakan nyaring, tubuh perwira tinggi besar itu melompat. Dia
melancarkan serangan lewat kaki dan tangannya. Serangkum angin berkesiutan
mengiringi pukulan dan
tendangan yang mengandung kekuatan tenaga dalam tinggi itu.
Namun Pendekar Naga Putih sudah bisa menebak serangan itu.
Maka, tubuhnya langsung bergerak ke kiri dan ke kanan menghindari terjangan-
terjangan lawan. Sesekali tangannya bergerak menangkis pukulan dan tendangan
yang tidak sempat dielakkan. Dan setiap kali pukulan maupun tendangan si perwira
itu tertangkis, tubuh tinggi besar itu terdorong mundur dengan wajah meringis
menahan sakit. Bahkan beberapa kali terlihat tubuhnya menggigil apabila terkena
tangkisan Pendekar Naga Putih yang cukup kuat. Meskipun demikian, perwira itu
sama sekali tidak gentar. Serangan-serangannya tetap menggebu-gebu. Maka, mau
tak mau Panji menjadi mangkel dibuatnya.
Wuuut! Bettt! Pendekar Naga Putih memiringkan tubuh ke kiri mem-biarkan pukulan dan tendangan
lawan lewat sisi tubuhnya. Saat itu juga tangan kiri pemuda itu melakukan
serangan balasan ke dada lawan yang terbuka. Perwira tinggi besar itu terlihat
kaget, karena sama sekali tidak menyangka kalau lawan akan membalas serangan
demikian mendadak. Cepat-cepat tubuhnya dilempar ke belakang untuk menghindari
hantaman punggung tangan lawan. Namun sayang, gerakan Pendekar Naga Putih
ternyata jauh lebih cepat. Sehingga meskipun tidak terlalu telak, tetap saja
tubuh tinggi besar itu terdorong mundur ketika kepalan Panji mengenai dadanya.
Bugkh! "Heghk...!"
Tubuh tinggi besar itu terdorong sejauh dua batang tombak lebih disertai jeritan
kesakitan. Wajah perwira itu memucat dan giginya bergemeletuk menahan hawa
dingin yang menyelusup ke dalam tubuhnya, akibat pukulan Pendekar Naga Putih.
Dari kedua sudut bibirnya tampak mengalir cairan kental berwarna merah.
"Hhh..., hhh.... Kau hebat, Pendekar Naga Putih. Rasanya aku tidak perlu
melanjutkan pertarungan ini. Kini aku yakin kalau aku tidak mungkin dapat
menandingimu. Kupikir, kalau kau bertangan kejam, pasti tubuhku akan terbujur
kaku. Itukah ilmu 'Tenaga Sakti Gerhana Bulan' yang telah tersohor di dunia
persilatan?" kata perwira bertubuh tinggi besar itu jujur.
Namun dengan napas tersengal
Ternyata di balik kekerasan dan keberangasannya, perwira itu merupakan seorang
yang jujur hingga mau mengakui kesalahannya. Dan itu jarang sekali didapat dalam
diri tokoh-tokoh persilatan.
"Benar, Tuan Perwira. Maaf kalau aku telah berlaku lancang kepadamu," ucap Panji
sambil membungkuk hormat kepada perwira itu.
Permintaan maaf pemuda itu karena dua hal. Pertama karena lelaki tinggi besar
itu adalah seorang perwira kerajaan yang sudah sepatutnya dihormati rakyat.
Kedua, karena meskipun sifatnya kasar, namun ternyata memiliki kejujuran hingga
tidak malu mengakui kekalahannya. Dan itu membuat Pendekar Naga Putih merasa
kagum dan semakin menaruh hormat kepada lawannya.
"Pendekar Naga Putih. Karena kau telah berhasil mengalahkan kawanku, maka kau
kuberikan pengecualian. Kau dan ketiga kawanmu, kami izinkan untuk menyimpan
senjata. Satu permintaan kami, kuharap tidak menolak untuk tetap berada dalam
kotaraja. Kita akan bekerja sama untuk menangkap si pembunuh. Bagaimana?" tanya
perwira lain yang berwajah lembut dan penyabar itu.
Melihat sikap dan kata-kata kedua orang perwira kerajaan itu, Panji merasa tidak
enak menolak. Pemuda berjubah putih itu menoleh ke arah tiga orang lainnya,
seolah-olah meminta persetujuan. Dan ketika melihat Kenanga, Balira, dan Lunjita
mengangguk setuju, maka Pendekar Naga Putih memberi
keputusan. Meskipun, tanpa perlu dengan kata-kata.
"Baiklah, Tuan Perwira. Dengan senang hati, kami bersedia membantu Tuan untuk
membekuk si pembunuh yang telah mengganggu ketenangan penduduk kotaraja dan
tokoh persilatan yang saat ini tengah berkumpul di sini," kata Panji sambil
membungkuk penuh hormat
"Terima kasih, Pendekar Naga Putih. Dengan bantuanmu, kami yakin pembunuh keji
itu akan segera dapat dibekuk.
Sekarang aku akan mengundang kalian berempat ke rumahku.
Marilah," ajak perwira berwajah lembut itu seraya tersenyum.
Setelah mengucapkan terima kasih, Panji, Kenanga, dan dua orang sahabatnya,
segera meninggalkan gerbang Barat. Mereka mengikuti kedua orang perwira Kerajaan
Baru Jajar itu.
*** Malam itu bulan menampakkan diri seutuhnya. Sinarnya yang kuning keemasan,
seperti menimbulkan kedamaian.
Paling tidak, akan membuat hati menjadi tenteram. Namun malam purnama yang
biasanya ramai oleh anak-anak yang berlarian dan bersenda gurau itu, kini nampak
sunyi dan mencekam. Bahkan para orang tua telah menyuruh anak dan istrinya
segera masuk dan mengunci pintu serta jendela rumah rapat-rapat. Karena si
pembunuh yang menurut kabar selalu ditemani seekor serigala siluman itu masih
berkeliaran dan mencari korban lain.
Angin dingin berhembus keras di saat malam sudah semakin larut. Sedangkan para
prajurit kerajaan tetap menunaikan tugasnya, meronda ke seluruh pelosok
kotaraja. Hembusan angin dingin tak lagi dirasakan. Mereka memang sudah terbiasa
dengan keadaan seperti itu. Hanya saja, hati mereka selalu dicekam rasa takut.
Apalagi bila teringat si pembunuh keji yang belum tertangkap itu.
Di saat malam sudah semakin larut, terdengar lolongan serigala yang memecah
keheningan dan kesunyian malam.
Suaranya yang merintih dan panjang itu, membuat hati para penduduk semakin
dicekam rasa takut yang menghebat.
"Hm.... Sepertinya pembunuh itu mulai bergerak, Tuan Perwira," gumam seorang
pemuda tampan berjubah putih yang tak lain adalah Panji, kepada perwira di
sebelahnya. Saat itu mereka memang masih berkumpul di rumah perwira berwajah
gagah dan lembut itu.
"Benar. Dan kini sudah waktunya kita berpencar. Dan ingat, apabila di antara
kita ada yang memergoki, harap memberikan tanda. Dan kalau bisa tahan mereka
sekuat tenaga sampai yang lain datang. Ayolah kita bergegas," ajak perwira itu
sambil beranjak bangkit dari kursinya.
Setelah tiba di luar rumah, rombongan itu dipecah menjadi beberapa kelompok.
Panji dan Lunjita bergerak ke sebelah Barat kotaraja, ditemani dua puluh
prajurit kerajaan. Sementara Kenanga dan Balira bergerak ke Timur, ditemani dua
puluh orang prajurit. Sedangkan kedua orang perwira itu memimpin enam puluh
orang prajurit, dan bergerak ke Selatan kotaraja.
Di bagian Utara sengaja tidak dilakukan perondaan, karena tidak seorang tokoh
persilatan pun yang menginap di Utara kotaraja.
"Lunjita, tetaplah pimpin mereka menuju arah Barat. Aku akan berkeliling
sebentar, dan akan segera kembali. Kalau salah satu dari kalian menemukan
sesuatu yang mencurigakan, beri tanda kepadaku," kata Panji yang segera melesat
Pendekar Naga Putih 17 Serigala Siluman di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
begitu melihat Lunjita menganggukkan kepala.
Tubuh Pendekar Naga Putih segera melambung ke atas atap rumah penduduk begitu
Lunjita dan para prajurit sudah tidak terlihat lagi. Kemudian Panji berloncatan
dari atap rumah yang satu ke atap rumah lainnya. Rombongannya ditinggalkan bukan
karena merasa memiliki kepandaian tinggi. Tapi, Pendekar
Naga Putih berpikir kalau terus mengikuti para prajurit itu, maka perjalanan
akan lambat. Bahkan bisa-bisa pembunuh itu telah melakukan rencananya. Itulah
sebabnya, mengapa Pendekar Naga Putih sengaja memisahkan diri. Hal itu tak lain
agar ia dapat bertindak lebih leluasa lagi. Dan apabila telah menemukan pembunuh
itu, maka ia akan segera memberi tanda secepatnya. Pendekar Naga Putih memang
tidak ingin dianggap sombong. Apalagi menganggap rendah orang lain.
Belum lagi Panji berlari jauh, tiba-tiba sepasang matanya yang tajam menangkap
gerakan beberapa sosok tubuh dekat sebuah rumah penginapan yang cukup luas.
Sosok-sosok tubuh itu bergerak melalui taman belakang penginapan yang dipenuhi
berbagai macam tanaman hias. Cepat pemuda itu meluncur turun dari atas atap,
lalu mengintai keempat sosok tubuh itu.
"Hm.... Rupanya keempat orang berseragam itulah yang dulu pernah bentrok dengan
Balira dan Lunjita. Tapi, ke mana orang tinggi besar yang ditemani serigala
siluman seperti yang dilaporkan penjaga gerbang Barat itu" Rasanya tidak mungkin
kalau keempat orang itu hanya perampok rendah yang menggunakan kesempatan ini"
Dari gerak-gerik, jelas mereka berkepandaian rata-rata cukup tinggi," gumam
Panji pelan. Pandangan Pendekar Naga Putih beredar ke sekeliling, kalau-kalau orang yang
dimaksud telah berada di sekitar tempat itu. Masalahnya, Panji tidak melihat
adanya orang tinggi besar yang selalu ditemani seekor serigala. Maka kini pemuda
berjubah putih itu bergerak gesit menyelinap masuk ke dalam rumah penginapan.
"Eh!"
Pendekar Naga Putih menarik tubuhnya ke tempat yang agak tersembunyi ketika
melihat sesosok tubuh tinggi besar tengah melangkah tenang. Di samping kanannya
tampak seekor binatang yang hampir sebesar anak kuda!
"Berhenti...!" seru Panji.
Sosok tubuh itu langsung berpaling cepat. Namun begitu melihat kalau yang
menghentikannya hanya seorang pemuda, tawanya langsung meledak. Hanya saja,
bernada menghina.
Serigala yang memiliki mata semerah darah itu, menatap Panji sambil menggereng
lirih memperlihatkan taringnya yang runcing dan bagaikan ujung pedang.
"Grrhhh...!"
Bukan main terkejutnya Panji ketika merasakan semangat-nya bagai terbang akibat
pengaruh pandangan mata serigala itu.
Cepat napasnya disedot dalam-dalam, dan tenaga dalamnya dikerahkan untuk melawan
pengaruh itu. "Auuungngng...!"
Tiba-tiba saja serigala berbulu hitam yang ukurannya melebihi serigala biasa itu
melolong menggetarkan sukma.
Hebat sekali pengaruh lolongan itu. Akibatnya, tubuh Panji yang semula berdiri
tegak, nampak terhuyung limbung sambil menekap dadanya yang berdebar keras.
"Heaaah...!"
Pendekar Naga Putih langsung mengeluarkan pekikan keras yang menggetarkan
jantung. Selapis kabut bersinar putih keperakan nampak mulai menyelimuti
tubuhnya. Rupanya
'Tenaga Sakti Gerhana Bulan' telah dikerahkannya. Ilmu dahsyat itu digunakan
untuk melawan pengaruh pandangan maupun lolongan yang mengandung ilmu hitam.
"Keparat! Kiranya kau Pendekar Naga Putih! Pantas saja kau berani mencegahku!"
bentak orang tinggi besar berkerudung yang mengenakan jubah hitam pekat itu.
Suaranya yang serak dan sember itu bergetar penuh kemarahan. Sepasang matanya
berkilat tajam seakan-akan hendak menelan tubuh Panji bulat-bulat.
Sementara para penghuni rumah penginapan itu serentak berhamburan keluar, ketika
mendengar pekikan Panji dan lolongan serigala. Para tokoh persilatan yang
bermalam di rumah penginapan itu berlari keluar dari kamar masing-masing dengan senjata
terhunus. Keadaan semakin bertambah kacau ketika tiba-tiba saja sebagian dari
para tokoh persilatan, menyerang sebagian yang lain. Sehingga pertempuran sengit
yang semrawut pun segera pecah.
Di tempat lain, para penduduk yang tengah dicengkeram ketakutan, semakin
bertambah kalang-kabut. Bahkan tidak sedikit yang menyembunyikan diri di kolong
tempat tidur dengan tubuh menggigil hebat. Dapat dibayangkan, betapa tersiksanya
hati para penduduk kotaraja saat itu.
Sementara itu, tanpa diduga, orang bertubuh tinggi besar bersama serigalanya
melesat cepat keluar penginapan. Hal itu dilakukan pada saat Pendekar Naga Putih
sedikit lengah akibat kegaduhan yang terjadi di dalam penginapan.
*** 8 Pendekar Naga Putih yang melihat orang bertubuh tinggi besar itu melarikan diri
bersama binatang peliharaannya, bergegas mengejar. Tubuh pemuda itu berkelebat
cepat. Seluruh ilmu larinya memang telah dikerahkan. Ini dilakukan karena merasa
khawatir kalau orang itu sampai lolos dari tangannya.
Namun belum lagi jauh melakukan pengejaran, tahu-tahu saja empat sosok bayangan
hitam berkelebat menghadangnya.
Tanpa banyak bicara lagi, keempat bayangan itu langsung menyerang dengan pedang
telanjang. Dari suara sambaran pedang yang menderu tajam, Pendekar Naga Putih
tahu kalau serangan itu tidak bisa dianggap main-main.
"Heaaat..!"
Disertai pengerahan ilmu 'Pekikan Naga Marah', tubuh pemuda itu melambung ke
udara beberapa jengkal di atas kepala lawan-lawannya yang tengah terhuyung-
huyung. Ini adalah akibat pekikannya yang juga merupakan serangan melalui suara.
Begitu kedua kakinya menyentuh tanah. Tubuhnya kembali melambung dan melesat
bagai anak panah yang terlepas dari busur.
Hati Pendekar Naga Putih semakin marah ketika sempat melihat belasan orang
prajurit yang dipimpin Lunjita bergeletakan tewas berlumuran darah. Sedangkan
pemuda tampan itu sendiri terlihat tengah berjuang keras mempertahankan selembar
nyawanya dari ancaman serangan serigala siluman.
Keadaan delapan orang prajurit yang masih hidup itu juga terlihat tengah
terancam maut. Ini terbukti ketika sosok tubuh tinggi besar yang berkerudung
kepala dan berjubah hitam itu telah melompat menyerang dengan tamparan yang
menimbulkan suara mencicit tajam. Sudah dapat dipastikan kalau sisa para
prajurit itu pastilah tidak berumur panjang.
Tanpa membuang-buang waktu lagi, Panji segera berkelebat menerjang orang tinggi
besar itu dengan pengerahan tenaga dalam tinggi. Tangan kanannya meluncur,
melakukan tamparan untuk menyelamatkan nyawa kedelapan orang prajurit dari
kematian. "Heaaat..!"
Plarrr! Tamparan telapak tangan Pendekar Naga Putih disambut telapak tangan lawan yang
mengandung tenaga dalam dahsyat.
Delapan orang prajurit itu terhuyung mundur sambil menekap kedua telinga masing-
masing. Memang, suara yang ditimbulkan oleh beradunya dua telapak tangan yang
sama-sama mengandung tenaga dalam tinggi itu begitu dahsyat. Bahkan mampu
membuat udara di sekitar tempat itu bergetar hebat Akibat yang dialami kedua
orang tokoh itu juga tidak kalah hebatnya. Tubuh mereka satu sama lain terpental
ke belakang sejauh tiga tombak. Namun keduanya bergerak indah, lalu melakukan
beberapa kali putaran di udara. Dan kini mereka mendarat manis di tanah. Satu
sama lain tampak saling tatap, seperti menunggu serangan berikut.
"Gila! Tenaga orang itu hebat sekali!" desis Panji.
Pendekar Naga Putih merasa terkejut bukan main ketika merasakan lengannya nyeri
dan ngilu akibat pertemuan tenaga tadi. Untunglah kepandaiannya telah meningkat
jauh. Meskipun dalam pengembaraan, Pendekar Naga Putih tidak pemah melewatkan
waktu-waktu luangnya untuk melatih ilmu-ilmunya maupun tenaga dalamnya. Latihan-
latihan yang sering dilakukannya ternyata tidak sia-sia. Kepandaian dan
tenaganya dirasa telah meningkat jauh.
"He he he...! Ternyata kau boleh juga, Pendekar Naga Putih!" puji orang tinggi
besar itu sambil memperdengarkan tawanya.
Panji sama sekali tidak mempedulikan pujian lawannya.
Justru, Pendekar Naga Putih malah merasa khawatir dengan keselamatan Lunjita.
Maka kepalanya langsung ditolehkan untuk melihat keadaan sahabatnya. Bergegas
Panji melompat dengan kecepatan luar biasa ke arah Lunjita. Dan memang, pada
saat itu sahabatnya terlihat dalam bahaya.
"Hiaaa...!"
Wusss! Sambil berteriak nyaring, Pendekar Naga Putih mendorong sepasang telapak
tangannya ke arah serigala siluman yang saat itu tengah melompat mengancam leher
Lunjita. Sementara pemuda tampan itu hanya dapat berteriak ngeri, tanpa berbuat
sesuatu. Tubuhnya serasa kaku akibat raungan serigala itu yang terasa
menggetarkan jantung.
Bugkh! "Khaiiiingngng...!"
Hantaman sepasang telapak tangan Panji tepat menghantam tubuh serigala itu
hingga terlempar beberapa tombak ke samping. Binatang buas itu menguik, lalu
terbanting di atas tanah. Namun Pendekar Naga Putih tersentak kaget ketika
serigala itu ternyata dapat langsung bangkit, dan tidak terpengaruh oleh
pukulannya. Padahal, pukulannya itu sebenarnya sanggup untuk membunuh seorang
tokoh persilatan tingkat pertengahan. Tapi bagi binatang itu sama sekali tidak berarti apa-apa.
"Binatang siluman...!" desis Panji yang sudah memapah tubuh Lunjita.
Sepertinya hati pemuda tampan itu terguncang hebat.
Setelah lolos dari maut, sekujur tubuhnya terasa lemas bagaikan tak bertulang.
Untunglah Panji sempat menangkapnya sehingga tidak sampai terjatuh.
Saat itu terdengar derap langkah orang berlari yang ber-gemuruh. Panji menjadi
lega ketika melihat rombongan
Kenanga dan dua orang perwira yang juga bersama rombongannya telah tiba pula di
tempat itu. Rupanya kedua rombongan itu segera berdatangan ketika mendengar
pekikan Pendekar Naga Putih pada waktu berada di penginapan. Tentu saja Panji
merasa bersyukur dengan datangnya kedua rombongan itu.
Begitu tiba, delapan puluh orang prajurit langsung bergerak membentuk lingkaran.
Mereka kini telah mengepung orang tinggi besar yang berkerudung dan berjubah
hitam, bersama serigala dan empat orang anak buahnya yang juga mengenakan
pakaian serba hitam dan penutup kepala yang juga berwarna hitam.
Tiba-tiba terdengar teriakan panjang dan melengking menusuk telinga. Pada saat
yang sama, tubuh orang tinggi besar itu berkelebat dan membagi-bagi pukulan-
pukulan mautnya kepada puluhan prajurit yang mengepung tempat itu. Sekali
menggerakkan tangan saja, enam orang prajurit terdepan langsung roboh dengan
kepala pecah. Sedangkan beberapa orang lain yang terkena sambaran angin
pukulannya terpental dan pingsan seketika itu juga.
Demikian pula empat orang berseragam hitam dan serigala bermata semerah darah
itu. Mereka ternyata juga telah mengamuk dan merobohkan beberapa orang prajurit
kerajaan. Sehingga, mau tak mau kepungan itu pun semakin merenggang.
Betapa tidak" Karena para prajurit itu merasa ngeri juga melihat sepak terjang
orang-orang itu yang sangat ganas dan mengandung maut.
Pendekar Naga Putih yang melihat keadaan itu tentu saja menjadi cemas bukan
main. Kemudian, kepalanya menoleh kepada Balira yang saat itu juga tengah
memandangnya. Panji segera bergerak menghampiri Balira.
"Balira! Jagalah sahabatmu ini dan bawa ke tepi!" perintah Panji yang segera
menyerahkan tubuh Lunjita kepada Balira.
"Kenanga! Hadapi serigala siluman itu! Hati-hati, ia berbahaya sekali. Binatang
itu mempunyai pengaruh gaib yang hebat, sehingga dapat melumpuhkan lawan lewat
tatapan dan lolongannya!"
Setelah berkata demikian, Pendekar Naga Putih sendiri lalu melesat ke arah sosok
tubuh tinggi besar yang saat itu tengah dikeroyok dua orang perwira dan para
prajurit. "Akulah lawanmu, Manusia Ibiis!" bentak Panji.
Tubuh Pendekar Naga Putih langsung menerjang sosok tinggi besar itu dengan
serangan serangan yang cepat dan dahsyat. Begitu menyerang, Panji langsung
menggunakan 'Ilmu Naga Sakti'nya. Hasilnya, serangannya itu sangat dahsyat dan
menggiriskan. Keduanya kini segera terlibat dalam pertempuran sengit dan mati-
matian. Sedangkan dua orang perwira kerajaan sudah memimpin anak buahnya untuk
mengeroyok empat orang berseragam hitam yang sepertinya merupakan pembantu utama
tokoh tinggi besar yang selalu membawa serigala itu. Mereka juga segera terlibat
pertarungan yang seru dan sengit.
Bahkan Kenanga juga telah mencabut keluar 'Pedang Sinar Bulan' yang menebarkan
angin dingin itu. Gadis jelita itu memutar pedangnya hingga membentuk gulungan
sinar putih keperakan yang bergerak turun-naik melindungi tubuhnya.
Sambil memekik nyaring, gadis berpakaian serba hijau itu langsung menyerang
serigala siluman. Tentu saja dia menghindari pandangan mata binatang siluman
itu, sebagaimana yang dipesankan Panji. Karena kalau sampai memandang, ia akan
terpengaruh kekuatan ilmu hitam yang terpancar dari sepasang bola mata buas
berwarna merah bagaikan darah. Pertempuran ini pun tidak kalah dahsyatnya dengan
pertempuran-pertempuran lainnya.
*** Pendekar Naga Putih yang bertarung melawan lelaki tinggi besar yang mengenakan
kerudung dan jubah hitam itu, semakin lama semakin terkejut melihat kesaktian
lawannya. Sehingga untuk dapat mengalahkan, rasanya pemuda itu harus menguras
seluruh ilmu yang dimiliki.
"He he he...! Keluarkan seluruh kesaktianmu, Pendekar Naga Putih! Akulah si Mata
Iblis Perenggut Nyawa yang akan segera mengakhiri petualanganmu!" ejek orang
tinggi besar yang mengaku berjuluk Mata Iblis Perenggut Nyawa sambil terkekeh
seram. Panji sempat terkejut begitu mengetahui orang yang kini menjadi lawannya.
Julukan itu memang pernah didengarnya.
Mata Iblis Perenggut Nyawa adalah seorang tokoh sesat yang memiliki kepandaian
dan kekejaman melebihi iblis. Tapi, mengapa tokoh sesat itu tiba-tiba muncul ke
dunia ramai dan membuat kekacauan" Bukankah menurut kabar yang pemah didengar,
tokoh sesat itu telah lama menghilang dan kabarnya menjadi seorang pertapa yang
mengasingkan diri. Apakah berita yang pernah didengarnya itu salah" Atau orang
tinggi besar ini hanya mengaku-aku saja untuk membuat lawan menjadi terpecah
perhatiannya"
"Haaat..!"
Berbagai pertanyaan yang memenuhi pikiran Panji kontan lenyap seketika. Karena
saat perhatiannya sedang terpecah itu, si Mata Iblis Perenggut Nyawa telah
melancarkan serangan secara licik.
Plakkk! Bughk! Pukulan tangan kiri yang mengarah kepala Pendekar Naga Putih berhasil ditangkis.
Tapi tusukan jari-jari tangan kanan iblis licik itu telah menyusul dan mematuk
keras dadanya. Seketika tubuh pemuda itu pun terlempar mundur hingga dua batang tombak jauhnya.
Sepasang kakinya terlihat agak goyah
hingga membuat tubuhnya limbung. Untunglah 'Tenaga Sakti Gerhana Bulan'nya kini
telah meningkat jauh dan telah mampu melindungi tubuh dari pukulan yang
bagaimana kuatnya!
Meskipun tenaga itu masih belum sempurna, namun telah mampu menolak pukulan,
sehingga tidak membuatnya terluka.
Hanya saja, dadanya yang terkena tusukan jari-jari tangan lawan yang sekeras
baja itu agak terasa nyeri dan sesak. Meskipun tidak membuatnya terluka dalam,
tapi cukup membuat gerakannya agak terhambat.
Wusss! Pendekar Naga Putih melempar tubuhnya ke belakang ketika lawan telah mendorong
sepasang telapak tangannya dengan pukulan yang mematikan. Pemuda itu langsung
ber-jungkir-balik di udara beberapa kali, lalu mendarat sejauh empat batang
tombak dari tempat lawannya berdiri.
Sadar kalau lawannya memang memiliki kepandaian yang sangat tinggi, Pendekar
Naga Putih segera menyedot napas banyak-banyak. Ini dilakukan untuk mengerahkan
seluruh tenaga dalamnya. Sesaat kemudian, lapisan kabut bersinar putih keperakan
yang menyelimuti tubuhnya semakin melebar dan berpendar menebarkan hawa dingin
yang menggigit tulang.
Maka seketika orang-orang yang bertempur di dekatnya, serentak berlari
menghindar. Tentu saja, mereka tidak tahan oleh hawa dingin yang terpancar
keluar dari tubuh pendekar muda yang digdaya itu.
Mata Iblis Perenggut Nyawa mau tak mau harus mengakui kehebatan ilmu yang
dimiliki pemuda itu. Terus terang, ia pun semakin bertambah kagum terhadap
Pendekar Naga Putih yang ternyata memang bukan sebuah julukan kosong itu.
Bagaikan seekor naga yang murka, tubuh Panji bergerak cepat menyerbu lawannya.
Pendekar Naga Putih 17 Serigala Siluman di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kedua tangannya yang berbentuk cakar naga menyambar-nyambar menimbulkan desiran
angin yang mencicit tajam. Sepertinya, kali ini Pendekar Naga Putih
sudah tidak main-main lagi. Mau tak mau, lawannya harus semakin waspada dalam
menghadapi hujan serangan yang mengancam nyawanya.
Makin lama serangan yang dilancarkan Pendekar Naga Putih semakin ganas dan
menggiriskan. Tubuhnya kadang-kadang berkelebat menyerang tubuh bagian atas
lawannya. Dan di lain saat, juga sudah menukik turun dengan kecepatan
menggetarkan. Serangannya tak ubahnya amukan seekor naga murka.
Maka, tokoh sakti seperti Mata Iblis Perenggut Nyawa sempat juga dibuat
bergetar, ngeri oleh amukan pendekar muda itu.
"Hiyaaa...!"
Dibarengi teriakan nyaring yang disertai pengerahan ilmu
'Pekikan Naga Marah', tubuh Panji yang tengah berada di udara tiba-tiba menukik
cepat dan langsung melancarkan serangan.
Dikerahkannya jurus 'Naga Sakti Meluruk ke Dalam Bumi' yang merupakan jurus
terakhir dari rangkaian 'Ilmu Naga Sakti' yang dimilikinya.
Plakkk! Desss! Brettt!
"Aaargh...!"
Mata Iblis Perenggut Nyawa meraung dahsyat merobek angkasa yang pekat. Meskipun
berhasil menangkis serangan, namun tetap saja tubuhnya terkena cakaran dan
hantaman telapak tangan Pendekar Naga Putih yang berkekuatan dahsyat!
Tubuh tinggi besar itu terlempar disertai percikan darah yang keluar dari luka
di dadanya yang memanjang dan cukup dalam akibat cakar naga lawannya.
Mata Iblis Perenggut Nyawa terbanting keras menimbulkan suara berdebuk nyaring.
Tubuhnya tampak menggigil hebat akibat hawa dingin yang merasuk ke tubuhnya.
Wajahnya terlihat agak membiru dan cairan merah tampak menetes keluar dari sela-
sela bibirnya. Pukulan yang dilancarkan Pendekar Naga Putih ternyata telah
membuat luka dalam di tubuhnya.
Dan kini manusia iblis itu tak mampu bangkit! Dia tergeletak
dengan napas terengah-engah. Sepasang matanya bahkan membelalak lebar.
Sedangkan empat orang berseragam hitam yang merupakan pengawal-pengawal Mata
Iblis Perenggut Nyawa, sudah tergeletak dengan tubuh mandi darah akibat amukan
prajurit kerajaan yang dipimpin dua orang perwira gagah yang ternyata
berkepandaian tinggi itu.
Panji menarik napas lega melihat keadaan sudah dikuasai pihaknya. Setelah
menotok lumpuh musuhnya yang belum tewas itu, Pendekar Naga Putih bergegas
melangkah ke arah Kenanga, Balira, dan Lunjita yang tengah mengeroyok serigala
siluman. Pendekar Naga Putih yang semula berniat hendak membantu, mengurungkan niatnya.
Pada kenyataannya, tampak ketiga orang itu sudah hampir menyelesaikan
pertarungan yang melelahkan.
"Hiaaat..!"
Kenanga, Balira, dan Lunjita serentak berteriak nyaring dan melompat menusukkan
senjata secara berbarengan pada saat binatang siluman itu tengah melompat
menerjang salah seorang dari mereka.
Serigala siluman yang mengerikan itu langsung menguik dan melolong panjang
ketika tiga batang senjata telah memanggang tubuhnya di tiga tempat. Hampir
bersamaan, ketiganya mencabut senjata masing-masing untuk kemudian dibacokkan ke
tubuh serigala itu. Darah seketika berhamburan ketika tubuh binatang yang
ditakuti itu terbelah menjadi tiga bagian!
Tiga pendekar muda itu memandangi mayat serigala siluman dengan tarikan napas
lega. Setelah pertarungan selesai, mereka baru merasa lelah. Terus terang,
mereka bergidik ngeri membayangkan apa jadinya jika menghadapi binatang siluman
itu seorang diri. Sedangkan dengan keroyokan saja, mereka baru dapat membunuh
binatang itu setelah bertarung lebih dari
lima puluh jurus! Benar-benar binatang yang luar biasa!
"Hei, Balira! Apakah kau masih mengenali orang ini?" seru Panji yang saat itu
tengah berdiri memandangi mayat-mayat yang baru saja dikeluarkan dari rumah
penginapan. "Hei!" Bukankah orang-orang ini yang mengeroyok dan menyiksaku di dekat aliran
sungai beberapa hari yang lalu!" seru Balira sambil memandangi mayat orang-orang
yang pemah mengeroyoknya, di antara mayat yang berjumlah kurang lebih tiga puluh
orang. "Aku tahu sekarang!" kata Balira sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. "Mereka
sengaja memfitnahku untuk menghilangkan jejak. Dan aku yakin, orang-orang ini
pasti mempunyai hubungan dengan pembunuh yang selalu membawa serigala siluman
itu. Betul kan?"
"Benar! Mereka memang anak buah pembunuh itu yang rupanya telah menyusup ke
kotaraja dan berbaur dengan para tokoh persilatan yang hendak mengikuti ujian,"
yang menyahuti kali ini adalah perwira tinggi tegap berwatak berangasan namun
berhati jujur. Dia adalah perwira yang pernah dikalahkan Panji belum lama ini
*** 9 "Menurut dugaan Paman Perwira, kira-kira apa yang menyebabkan mereka melakukan
kekacauan ini?" tanya Panji yang sudah menyebut perwira itu dengan panggilan
'paman' atas kehendak perwira itu sendiri.
Saat itu, Pendekar Naga Putih, Kenanga, Balira, dan Lunjita memang sudah
berkumpul di dekat bekas arena pertempuran.
Mereka dikelilingi dua orang perwira dan beberapa prajurit yang tersisa.
Sementara, tokoh-tokoh persilatan yang bertarung di rumah penginapan sudah pula
berkumpul di situ. Mereka tampak berbincang-bincang satu sama lain.
"Hm.... Menurut keterangan beberapa orang tawanan yang kami paksa berbicara,
mereka mengaku sebagai murid Perguruan Harimau Hitam. Sedangkan empat orang
berseragam hitam itu adalah pemimpin mereka di empat penjuru yang bekerja sama
untuk melakukan kekacauan ini. Mungkin karena merasa kurang yakin, lalu mereka
mengundang tokoh sesat berjuluk Mata Iblis Perenggut Nyawa yang telah kau
pecundangi itu, Panji," jelas perwira tinggi gagah itu.
"Tapi, apa yang menjadi tujuan utama mereka?" selak Balira yang jadi tidak sabar
ketika perwira itu menghentikan ceritanya.
"Keempat pemimpin Perguruan Harimau Hitam itu meminta pertolongan kepada paman
guru mereka, yaitu Mata Iblis Perenggut Nyawa untuk melakukan kekacauan. Tokoh
sesat itu kemudian membunuhi tokoh-tokoh persilatan yang datang untuk mengikuti
ujian. Dengan kepandaian yang dimiliki tokoh sesat itu, pekerjaan mereka akan
menjadi lebih mudah. Iblis itu memang dapat melakukan pembunuhan secara
gelap dan tanpa kesulitan. Sedangkan tujuan mereka sudah jelas, agar para
peserta ujian menjadi ketakutan dan segera meninggalkan kotaraja tanpa berani
kembali. Dengan demikian, maka hanya murid-murid Perguruan Harimau Hitam itulah
yang akan mengikuti ujian calon perwira. Dan jika sudah menjadi perwira di
kerajaan ini, maka akan semakin kuatlah kedudukan serta pengaruh perguruan
mereka. Untunglah kita telah dapat menggagalkan rencana mereka. Sungguh aku
tidak bisa membayangkan, apa jadinya kelak apabila Kerajaan Baru Jajar dikuasai
tokoh-tokoh sesat yang kejam seperti mereka.
Aku merasa berterima kasih sekali atas bantuanmu, Pendekar Naga Putih. Tanpa
bantuanmu, aku rasa belum tentu kejahatan ini dapat dibongkar," jelas perwira
itu. Matanya memandang Panji penuh rasa terima kasih.
"Ah! Tanpa bantuan yang lain, apa artinya kepandaianku, Paman Perwira," elak
Panji merendah, sehingga membuat si perwira semakin bertambah kagum.
"Dengan jasa kalian yang besar ini, aku dapat memohonkan jabatan kepada kalian
tanpa harus melalui ujian. Bagaimana?"
tanya perwira itu sambil memandang Panji, Balira, dan Lunjita bergantian.
"Terima kasih, Paman Perwira. Rasanya aku lebih suka hidup bebas tanpa harus
terikat," ucap Panji, menolak jabatan yang disodorkan perwira bertubuh tinggi
dan gagah yang berwatak jujur itu.
Ada terbersit sinar kekecewaan di mata perwira itu. Tapi dia cukup memahami.
Memang sebagai pendekar pengembara, jarang ada yang bersedia terikat oleh
aturan-aturan kerajaan.
"Karena urusan ini sudah selesai, maka kami mohon pamit,"
kata Panji sambil memegang lengan Kenanga yang sejak tadi hanya mendengarkan
pembicaraan itu
Setelah berpamitan kepada Balira dan Lunjita, maka kedua orang pendekar muda itu
bergegas meninggalkan tempat itu.
"Tunggu dulu, Pendekar Naga Putih!" cegah perwira satunya lagi yang memiliki
wajah gagah dan berwatak harus menahan langkah Panji dan Kenanga.
Panji seketika menahan langkahnya, dan menoleh ke arah perwira yang tengah
berdiri di dekat tubuh Mata Iblis Perenggut Nyawa yang masih tertotok lumpuh.
Bergegas pemuda itu menghampiri bersama kekasihnya.
"Bagaimana dengan tokoh sesat ini" Aku khawatir setelah sembuh nanti, dia akan
mudah meloloskan diri dari tahanan.
Karena selain memiliki kepandaian tinggi, tokoh ini juga memiliki ilmu hitam
yang mengerikan," kata perwira gagah berwatak lembut, meminta pendapat Pendekar
Naga Putih. "Bagaimana kalau kita lenyapkan saja kepandaiannya, Paman Perwira?" sahut Panji
setelah termenung beberapa saat lama-nya.
Ketika pemuda itu melihat si perwira mengangguk, maka Pendekar Naga Putih
menghantamkan sisi telapak tangannya pada kedua jalan darah besar yang terletak
pada kedua bahu tokoh sesat itu. Seketika terdengar teriakan kesakitan dari
mulut tokoh itu, yang kemudian pingsan akibat kelumpuhan pada kedua lengannya.
"Nah! Sekarang, dia tidak mungkin dapat mempergunakan kepandaiannya lagi. Sebab
sedikit saja tenaga dalamnya dikerahkan, maka seketika itu juga dia akan tewas
dengan rasa sakit yang hebat. Maka dengan demikian, ilmu hitamnya juga tidak
berguna lagi. Karena, ilmu itu harus disertai pengerahan tenaga dalam," jelas
Pendekar Naga Putih.
Setelah menyelesaikan persoalan itu, maka kedua pendekar itu langsung melesat
pergi meninggalkan kotaraja.
Setelah kepergian Panji dan Kenanga, Balira dan Lunjita segera minta diri kepada
kedua orang perwira kerajaan yang baik hati itu.
"Baiklah, Balira, Lunjita. Dan kalau suatu hari nanti kalian
berniat untuck mengabdikan diri kepada kerajaan, temuilah kami berdua. Jangan
ragu-ragu," pesan perwira tinggi tegap berwatak berangasan itu.
"Baik, Paman Perwira. Sekarang kami mohon diri," pinta Balira dan Lunjita seraya
mengangguk hormat kepada kedua perwira itu.
Kemudian keduanya pun melesat meninggalkan tempat itu diiringi pandangan mata
kedua perwira Kerajaan Batu Jajar.
*** Kita berpisah di sini saja, Kakang Balira. Aku akan mengambil jalan ke arah
Selatan," pamit Lunjita tiba-tiba, ketika keduanya telah jauh meninggalkan
gerbang kotaraja.
Saat itu mereka tengah menyusuri daerah yang di kiri-kanannya terdapat hamparan
sawah yang luas.
"Mengapa, Adi Lunjita" Apakah kau tidak suka jalan bersamaku" Kau hendak ke
mana?" desak Balira.
Pemuda gagah itu langsung menoleh ke arah Lunjita dengan wajah berubah karena
merasa terkejut mendengar ucapan sahabatnya.
"Mmm.... Aku sudah memutuskan untuk kembali ke perguruan. Rasanya, sudah tidak
ada keinginan lagi untuk melihat keramaian atau melakukan pengembaraan. Setelah
mengalami peristiwa-peristiwa itu, baru kusadari kalau kepandaian yang kumiliki
masih sangat rendah. Dan aku harus berlatih lebih giat lagi untuk menyempurnakan
ilmu-ilmuku. Kau sendiri hendak ke mana, Kakang?" tanya Lunjita yang merasa heran melihat
perubahan wajah sahabatnya itu.
Balira mengalihkan pandangannya ke langit cerah membiru.
Jelas sekali kalau hatinya merasa berat berpisah dengan pemuda sahabatnya itu.
Sepasang matanya menerawang jauh ke depan dengan tatapan hampa.
"Kau kenapa, Kakang" Apakah kau sakit?" tanya Lunjita seraya menatap wajah
pemuda gagah itu dengan hati cemas.
Dipegangnya lengan pemuda itu, disertai tatapan menyelidik.
Mendengar pertanyaan yang bernada penuh kekhawatiran itu, Balira menolehkan
kepalanya dan memandang sayu ke arah Lunjita. Tangan kanannya bergerak memegang
tangan sahabatnya yang masih menggenggam lengan kirinya.
"Setelah semua kejadian yang kita alami bersama-sama ini, haruskah kita
berpisah, Lunjita?" tanya Balira.
Suara pemuda gagah itu terdengar bergetar. Sedangkan tangan kanannya sudah
menggenggam jemari tangan Lunjita dengan hangat. Tatapan matanya pun sayu,
menyiratkan sinar aneh yang membuat sahabatnya terkejut.
"Apa..., apa maksudmu, Kakang Balira...?" desak Lunjita sambil menarik tangannya
yang digenggam Balira. Nada suaranya terdengar ketus dan agak bergetar.
Pemuda tampan berkulit halus itu tersentak mundur dengan wajah agak memucat.
Hatinya benar-benar terkejut melihat perubahan sikap Balira terhadap dirinya.
"Apakah..., kau..., kau...."
Lunjita melangkah mundur sambil menudingkan telunjuk-nya ke wajah sahabatnya
dengan bibir bergetar. Wajah tampan itu semakin pucat begitu mulai dapat
menduga, apa yang membuat pemuda gagah itu tiba-tiba bersikap aneh.
"Maafkan aku, Adi Lunjita," ucap Balira yang merasa lidahnya kelu untuk
menyebutkan nama sahabat yang rahasianya telah diketahui itu. "Aku... tidak
sengaja melakukannya. Aku sungguh tidak sengaja melakukannya. Aku baru
mengetahui kalau kau sebenarnya seorang wanita pada saat berniat mengobati
lukamu yang cukup parah beberapa waktu yang lalu.
Maafkan aku...."
Balira menundukkan wajahnya, tidak berani menentang pandang mata sahabatnya.
"Kurang ajar...!" seru Lunjita di antara isak tangisnya.
Jelas, dia merasa malu karena rahasianya telah diketahui Balira. Selebar
wajahnya menjadi merah teringat apa yang telah dilakukan pemuda itu di saat
dirinya pingsan.
Plakkk! Balira mengeluh pendek ketika tahu-tahu saja telapak tangan sahabatnya mendarat
di wajahnya. Tubuh pemuda itu ter-pelanting karena dalam kemarahannya, Lunjita
telah mengerahkan tenaga dalam saat melakukan tamparan keras tadi. Darah
langsung menetes dari sudut bibirnya. Pemuda gagah itu bergerak bangkit tanpa
berani mengangkat wajahnya yang sudah pucat itu.
"Hukumlah aku kalau memang perbuatanku yang terdorong rasa cemas akan
keselamatanmu itu kau anggap salah," kata Balira.
Pemuda gagah itu segera mengangkat kepalanya dan menatap wajah Lunjita dengan
perasaan cinta yang dalam dan tulus. Hatinya terasa pedih melihat wajah
sahabatnya yang telah dibasahi air mata.
Lunjita jatuh terduduk dan menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Bahu
'pemuda' itu berguncang-guncang menahan tangis. Dari sela-sela jari tangannya
tampak mengalir air bening.
Hati Balira semakin dilanda rasa bersalah, ketika melihat akibat perbuatannya
yang tanpa sengaja telah menimbulkan kedukaan hebat dalam diri sahabatnya.
Terdorong rasa cintanya yang dalam, pemuda gagah itu melangkah menghampiri
Lunjita yang sebenarnya adalah seorang gadis. Balira menduga, mengapa gadis itu
melakukan penyamaran. Ini dilakukannya agar perjalanannya akan lebih aman dan
tidak perlu merasa khawatir diganggu orang-orang jahat. Berbeda apabila ia
melakukan perjalanan sebagai seorang wanita yang sudah pasti akan menarik
perhatian. Setelah tangisnya agak mereda, mendadak Lunjita bangkit sambil menghapus air
matanya. Ditatapnya dalam-dalam wajah Balira yang masih berdiri tegak di
depannya. Ia sempat tertegun melihat betapa pucat dan sedihnya wajah pemuda
gagah itu. "Sudahlah. Kita lupakan saja peristiwa itu. Maafkan atas kekasaranku tadi"
Sesudah berkata demikian, Lunjita membalikkan tubuhnya dan melangkah
meninggalkan tempat itu.
"Lunjita, tunggu...!" cegah Balira sambil melompat dan menangkap tangan
sahabatnya itu.
"Ada apa lagi" Mengapa kau menahanku?" tanya Lunjita tanpa membalikkan tubuhnya.
Dengan gerakan perlahan, cekalan tangan Balira pada lengannya dilepaskan.
"Lunjita, atau siapa pun kau sebenarnya. Aku..., aku mencintaimu."
Akhirnya keluar juga pengakuan itu dari mulut Balira.
Suaranya demikian lirih, bahkan hampir tidak terdengar.
Tubuh gadis yang menyamar sebagai laki-laki itu bergetar begitu mendengar
pengakuan Balira. Dadanya bergelombang menahan sedu-sedan yang terasa
menyesakkan dadanya.
Balira melangkah perlahan dan berdiri di hadapan gadis itu yang menundukkan
wajahnya dalam-dalam. Pemuda gagah itu memberanikan diri mengulurkan tangannya,
memegang kedua bahu yang masih terguncang lembut
"Aku menunggu keputusanmu," desah pemuda gagah itu dengan suara bergetar penuh
ketegangan. "Jawablah. Aku akan menerimanya meskipun keputusan itu adalah
sesuatu yang menyakitkan."
Gadis yang masih dalam keadaan menyamar itu mengangkat kepalanya lambat-lambat.
Pendekar Naga Putih 17 Serigala Siluman di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sepasang mata indah yang dibasahi genangan air mata itu menatap sayu
mengungkapkan perasaan hatinya. Hati Balira berdebar melihat sinar mata yang
berbicara tanpa kata itu. Tanpa perasaan ragu lagi, pemuda gagah itu
menarik tubuh Lunjita dengan gerakan perlahan.
Bukan main gembiranya hati Balira ketika tidak merasakan adanya perlawanan dari
gadis itu. Dipeluknya tubuh gadis itu penuh kehangatan dan kasih sayang.
"Ahhhh... Betapa bahagianya hatiku," bisik Balira yang semakin mempererat
pelukannya. "Kakang! Tentunya kau bertanya-tanya, mengapa aku melakukan penyamaran, bukan?"
tiba-tiba Lunjita seperti membuat pengakuan.
Balira langsung menjauhkan wajahnya, dari wajah Lunjita.
Ditatapnya dalam-dalam wajah gadis itu.
"Sebenarnya, namaku Lestari. Aku berniat ingin ikut ujian calon perwira. Dan
karena ujian itu untuk kaum laki-laki, maka aku menyamar sebagai laki-laki. Tapi
sebelum ujian berlangsung, aku telah terluka oleh empat orang berseragam hitam
itu. Dan sebenarnya, aku mengikuti ujian itu hanya untuk menguji ilmu-ilmu yang
kumiliki. Namun ternyata, aku belum berarti apa-apa," jelas Lunjita yang
ternyata bernama Lestari itu.
"Ah, sudahlah. Apa pun alasanmu, kau tetap seorang gadis.
Dan yang penting sekarang, perdalamlah ilmu-ilmumu. Suatu saat nanti, kita juga
harus menjadi pendekar sejati seperti Pendekar Naga Putih dan Kenanga."
Lestari tersenyum. Seketika dipeluknya Balira kembali. Dan ini membuat hati
pemuda itu gembira.
Hembusan angin bersilir lembut, menyirami bunga-bunga cinta yang semakin mekar
di hati kedua insan yang bahagia itu.
SELESAI Created ebook by
Scan & Convert to pdf (syauqy_arr)
Edit Teks (paulustjing)
Weblog, http://hanaoki.wordpress.com
Thread Kaskus: http://www.kaskus.us/showthread.php"t=B97228
Pendekar Misterius 4 Ksatria Negeri Salju Karya Sujoko Kembalinya Sang Pendekar Rajawali 3
diri. Cepat kepalanya menoleh kepada Balira dan Lunjita.
"Bagaimana dengan kalian" Apakah sudah mengambil keputusan?" tanya Kenanga.
Dia memang ingin mengetahui, keputusan apa yang akan diambil kedua orang yang
pernah diselamatkannya itu.
Sepasang matanya yang bening dan indah menatap, menuntut jawaban secepatnya.
Sebab saat itu mereka sudah tidak memiliki banyak waktu.
"Nah! Sekarang, tinggal kalian berempat. Bagaimana"
Apakah kalian tidak ingin berkorban sedikit demi kepentingan kita bersama?"
tanya perwira gagah itu sambil memandangi keempat orang pemuda yang masih belum
memberi keputusan.
Melihat Balira dan Lunjita belum juga mengambil keputusan, maka Panji segera
melangkahkan kakinya ke depan.
Wajah pemuda itu tetap tenang meskipun dadanya berdebar tegang. Ia sadar kalau
kotaraja bukanlah tempat yang dapat dibuat main-main. Sebab kota itu boleh
dikatakan tempat berkumpulnya orang sakti yang mengabdikan dirinya untuk
kepentingan kerajaan. Biar bagaimanapun tabahnya hati Pendekar Naga Putih, namun
tetap merasa tegang mengingat akan hal itu.
"Maaf, Tuan Perwira. Dengan sangat terpaksa, kami tidak bisa memenuhi permintaan
itu. Tapi bukan berarti kami tidak bersedia berkorban. Kami rela menyerahkan
nyawa demi kepentingan kerajaan. Tapi untuk yang satu ini, kami terpaksa tidak
bisa menurutinya. Sekali lagi, mohon maaf," ucap Pendekar Naga Putih dengan
suara lembut dan sopan.
Perwira itu tertegun sejenak mendengar kata-kata Panji yang berani menolak
perintahnya. Tapi karena kata-kata pemuda itu sangat sopan dan hormat, ia tidak
mempunyai alasan untuk marah. Laki-laki gagah berpakaian perwira itu termenung
sejenak seperti hendak mencari jalan yang terbaik untuk menyelesaikan masalah
itu. "Kau tentu mempunyai alasan yang kuat untuk itu, Anak Muda. Boleh kutahu, apa
alasanmu itu?" tanya perwira itu seraya tersenyum sabar.
"Maaf, Tuan. Karena beberapa orang yang terbunuh adalah sahabat kami, maka kami
telah bertekad untuk mencari pembunuh itu dan menyelesaikannya dengan cara kami
sendiri. Selain itu, juga ada alasan kami yang lain. Tapi sayang, hal itu tidak bisa
dijelaskan saat ini," jelas Panji Pendekar Naga Putih sama sekali tidak
berdusta. Sebab menurutnya, setiap tokoh persilatan yang berada pada jalan lurus
adalah sahabatnya.
Sedangkan alasan yang tidak bisa diceritakannya adalah tentang keterkaitannya
kedua orang sahabatnya yaitu Balira dan Lunjita, dengan tuduhan pembunuhan atas
delapan tokoh persilatan yang menjadi korban pertama. Masalahnya, kalau hal itu
diceritakannya, ada kemungkinan kedua orang sahabatnya akan dibawa dan diperiksa
oleh para perwira kerajaan. Begitu mendengar jawaban pemuda berjubah putih itu,
seorang perwira lainnya melompat turun dari atas punggung kuda. Dari raut
wajahnya yang gelap, jelas kalau dia merasa marah dengan alasan Pendekar Naga
Putih. "Anak muda! Sadarkah kau dengan ucapanmu itu"! Dengan ingin menyelesaikan
masalah ini sendiri, berarti telah membuat para perwira kerajaan merasa terhina!
Kata-katamu itu sama artinya dengan merendahkan kemampuan kami. Itu sama saja
menuduh, kalau kami tidak becus untuk menangkap pembunuh biadab itu! Hm.... Aku
jadi ingin mengetahui, sampai di mana kepandaian yang kau miliki sehingga
bersikap sombong di hadapan kami, para petugas kerajaan."
Setelah berkata demikian, perwira yang sepertinya bersifat berangasan itu
melangkah maju dan siap bertempur.
Sementara itu, perwira gagah yang tadi berbicara dengan Panji tidak berkata apa-
apa. Bahkan terlihat bergerak mundur seperti hendak memberikan peluang kepada
rekannya. Sepertinya perwira gagah itu juga ingin melihat, sampai di mana kepandaian yang
dimiliki pemuda tampan berjubah putih sehingga ingin menangkap si pembunuh
dengan tangannya
sendiri. "Bersiaplah, Anak Muda! Aku hendak menguji
kesombonganmu. Dan kalau kepandaianmu ternyata tidak sebesar omonganmu, lebih
baik belajar lagi selama sepuluh tahun. Setelah itu, mungkin kau baru boleh
menyombongkan diri," tantang perwira berangasan berwajah kecoklatan itu.
Raut wajah perwira itu terlihat keras membayangkan sifat aslinya. Tubuhnya
tinggi besar dan terlihat kokoh dan kuat.
Sekali melihat saja, Panji sudah dapat menilai kalau dia pasti memiliki tenaga
luar yang besar. Hal itu terlihat jelas dari bentuk tubuhnya yang bagai
sebongkah batu karang.
"Maaf, Tuan. Aku sama sekali tidak bermaksud demikian.
Dan aku mohon maaf apabila ucapanku tadi telah menyinggungmu," ucap Panji dengan
suara masih tetap tenang dan sopan.
*** 7 Perwira berangasan yang tinggi besar dan kokoh itu sama sekali tidak
mempedulikan ucapan Panji. Kakinya yang kokoh, terus saja melangkah mendekati
pemuda berjubah putih itu. Langkahnya baru berhenti ketika jarak di antara
mereka hanya tinggal satu batang tombak lagi.
"Tidak perlu banyak cakap! Dan jangan khawatir! Aku maju bukan atas nama
kerajaan, tapi atas namaku sendiri! Kau tidak akan dituduh sebagai pemberontak
apabila sanggup mengalahkan aku. Jadi, tidak ada yang perlu ditakuti!" tegas
perwira itu sambil memasang kuda-kuda. "Lihat serangan!"
Setelah berkata bernada peringatan, perwira itu melompat dan melancarkan pukulan
yang menimbulkan desir angin tajam.
Bettt! Bettt! Panji bergegas melempar tubuhnya ke belakang, menghindari pukulan-pukulan yang
mendatangkan angin kuat. Tentu saja hal itu membuat si perwira jadi penasaran.
Ternyata pukulannya yang bertubi-tubi dapat dihindari lawan dengan mudah. Maka
kini serangan-serangannya semakin dipergencar.
Bahkan kali ini sudah menggunakan kaki untuk membantu serangan.
Melihat betapa lawannya semakin ganas dalam melancarkan serangan, Panji mulai
membalas sesekali. Masalahnya, Pendekar Naga Putih tidak ingin dianggap
merendahkan lawan. Serangan balasannya itu dimaksudkan hanya untuk menghalau
gelombang serangan lawan yang semakin dahsyat dan menggebu-gebu.
Dugkh! "Uhhh...!"
Perwira tinggi besar itu terjajar mundur beberapa langkah ke belakang ketika
pukulannya yang mengarah dada ditangkis
Pendekar Naga Putih. Lengannya seketika terasa bagai dibenturkan pada sebatang
logam bulat yang kuat dan dingin.
Dan kini, wajahnya terlihat agak meringis menahankan rasa nyeri akibat tangkisan
itu. Namun hal itu tidak membuatnya jera. Malah sebaliknya hatinya semakin
penasaran. Perwira itu masih merasa ragu, kalau rasa nyerinya disebabkan tenaga
lawan. Dia kemudian menghibur diri dengan menyalahkan kedudukannya yang memang
agak lemah pada saat menyerang tadi. Perwira itu kembali bersiap melancarkan
serangan berikut.
Pendekar Naga Putih sendiri sebenarnya sempat dibuat terkejut ketika merasakan
betapa kuatnya tenaga yang dimiliki perwira itu. Buktinya, tangannya sempat
terasa bergetar ketika menangkis pukulan lawan tadi. Dan itu membuatnya lebih
berhati-hati dalam melayani serangan-serangan selanjutnya.
"Hmh...!"
Sambil menggeram keras, perwira tinggi besar itu mendorong telapak tangannya ke
atas. Kemudian diturunkan, dan disilangkan di depan dada untuk diteruskan dengan
dorongan ke depan disertai hembusan napasnya. Setelah itu, kaki kanannya ditarik
ke belakang dengan kuda-kuda rendah. Tangan kirinya yang membentuk kepalan,
disejajarkan dengan muka dan agak bengkok pada bagian sikutnya. Sedangkan
kepalan tangan kanannya dilintangkan di atas kepala dengan punggung kepalan
berada di dalam. Sepertinya, kali ini perwira itu telah menyiapkan ilmu andalan
untuk menghadapi Panji.
Pendekar Naga Putih yang menyadari akan kekuatan tenaga lawan telah pula
mempersiapkan jurusnya. Pemuda itu pun mulai mengerahkan 'Tenaga Sakti Gerhana
Bulan'nya. Semangatnya dikempos, dan sebagian tenaganya dikerahkan yang kemudian disalurkan
ke seluruh anggota tubuhnya. Sesaat kemudian, lapisan kabut bersinar putih
keperakan pun muncul menyelimuti sekujur tubuhnya. Maka pemuda itu kini bagaikan
makhluk asing yang turun ke permukaan bumi.
"Pendekar Naga Putih...!"
Beberapa orang tokoh persilatan yang pernah mendengar tentang ciri-ciri pendekar
muda itu, berseru tertahan. Nada suara mereka jelas menggambarkan perasaan
kagum, girang, dan juga kelegaan. Sebersit harapan mulai tergambar di wajah
mereka. Dan memang, dengan kehadiran pendekar muda yang telah mengguncangkan
dunia persilatan itu, mereka berharap agar kekacauan yang terjadi di kotaraja
segera dapat di-tanggulangi Pendekar Naga Putih.
Perwira gagah berwajah lembut dan perwira tinggi besar berwatak berangasan,
tertegun sejenak. Mereka juga sempat terkejut melihat lapisan kabut putih
keperakan yang menyelimuti tubuh pemuda berjubah putih itu. Keterkejutan mereka
semakin bertambah ketika mendengar seruan tokoh-tokoh persilatan yang menyebut
Pendekar Naga Putih disertai gambaran perasaan masing-masing. Diam-diam mereka
merasa kagum terhadap ilmu tingkat tinggi yang dimiliki pendekar kondang itu.
"Ha ha ha...! Bagus... Bagus! Setelah aku mengetahui siapa adanya kau,
keinginanku untuk mengujimu semakin besar.
Tunjukkanlah kesaktianmu, Pendekar Naga Putih! Sebab, aku memang sudah lama
ingin menguji sampai di mana kepandaian tokoh muda yang telah menggegerkan rimba
persilatan itu.
Ayolah, Pendekar Naga Putih. Jangan kecewakan aku," pinta perwira tinggi besar
itu. Dia memang semakin gembira setelah mengetahui jati diri pemuda berjubah putih
yang menjadi lawannya. Hal itu ternyata membuatnya semakin bersemangat.
"Heaaat..!"
Diiringi teriakan nyaring, tubuh perwira tinggi besar itu melompat. Dia
melancarkan serangan lewat kaki dan tangannya. Serangkum angin berkesiutan
mengiringi pukulan dan
tendangan yang mengandung kekuatan tenaga dalam tinggi itu.
Namun Pendekar Naga Putih sudah bisa menebak serangan itu.
Maka, tubuhnya langsung bergerak ke kiri dan ke kanan menghindari terjangan-
terjangan lawan. Sesekali tangannya bergerak menangkis pukulan dan tendangan
yang tidak sempat dielakkan. Dan setiap kali pukulan maupun tendangan si perwira
itu tertangkis, tubuh tinggi besar itu terdorong mundur dengan wajah meringis
menahan sakit. Bahkan beberapa kali terlihat tubuhnya menggigil apabila terkena
tangkisan Pendekar Naga Putih yang cukup kuat. Meskipun demikian, perwira itu
sama sekali tidak gentar. Serangan-serangannya tetap menggebu-gebu. Maka, mau
tak mau Panji menjadi mangkel dibuatnya.
Wuuut! Bettt! Pendekar Naga Putih memiringkan tubuh ke kiri mem-biarkan pukulan dan tendangan
lawan lewat sisi tubuhnya. Saat itu juga tangan kiri pemuda itu melakukan
serangan balasan ke dada lawan yang terbuka. Perwira tinggi besar itu terlihat
kaget, karena sama sekali tidak menyangka kalau lawan akan membalas serangan
demikian mendadak. Cepat-cepat tubuhnya dilempar ke belakang untuk menghindari
hantaman punggung tangan lawan. Namun sayang, gerakan Pendekar Naga Putih
ternyata jauh lebih cepat. Sehingga meskipun tidak terlalu telak, tetap saja
tubuh tinggi besar itu terdorong mundur ketika kepalan Panji mengenai dadanya.
Bugkh! "Heghk...!"
Tubuh tinggi besar itu terdorong sejauh dua batang tombak lebih disertai jeritan
kesakitan. Wajah perwira itu memucat dan giginya bergemeletuk menahan hawa
dingin yang menyelusup ke dalam tubuhnya, akibat pukulan Pendekar Naga Putih.
Dari kedua sudut bibirnya tampak mengalir cairan kental berwarna merah.
"Hhh..., hhh.... Kau hebat, Pendekar Naga Putih. Rasanya aku tidak perlu
melanjutkan pertarungan ini. Kini aku yakin kalau aku tidak mungkin dapat
menandingimu. Kupikir, kalau kau bertangan kejam, pasti tubuhku akan terbujur
kaku. Itukah ilmu 'Tenaga Sakti Gerhana Bulan' yang telah tersohor di dunia
persilatan?" kata perwira bertubuh tinggi besar itu jujur.
Namun dengan napas tersengal
Ternyata di balik kekerasan dan keberangasannya, perwira itu merupakan seorang
yang jujur hingga mau mengakui kesalahannya. Dan itu jarang sekali didapat dalam
diri tokoh-tokoh persilatan.
"Benar, Tuan Perwira. Maaf kalau aku telah berlaku lancang kepadamu," ucap Panji
sambil membungkuk hormat kepada perwira itu.
Permintaan maaf pemuda itu karena dua hal. Pertama karena lelaki tinggi besar
itu adalah seorang perwira kerajaan yang sudah sepatutnya dihormati rakyat.
Kedua, karena meskipun sifatnya kasar, namun ternyata memiliki kejujuran hingga
tidak malu mengakui kekalahannya. Dan itu membuat Pendekar Naga Putih merasa
kagum dan semakin menaruh hormat kepada lawannya.
"Pendekar Naga Putih. Karena kau telah berhasil mengalahkan kawanku, maka kau
kuberikan pengecualian. Kau dan ketiga kawanmu, kami izinkan untuk menyimpan
senjata. Satu permintaan kami, kuharap tidak menolak untuk tetap berada dalam
kotaraja. Kita akan bekerja sama untuk menangkap si pembunuh. Bagaimana?" tanya
perwira lain yang berwajah lembut dan penyabar itu.
Melihat sikap dan kata-kata kedua orang perwira kerajaan itu, Panji merasa tidak
enak menolak. Pemuda berjubah putih itu menoleh ke arah tiga orang lainnya,
seolah-olah meminta persetujuan. Dan ketika melihat Kenanga, Balira, dan Lunjita
mengangguk setuju, maka Pendekar Naga Putih memberi
keputusan. Meskipun, tanpa perlu dengan kata-kata.
"Baiklah, Tuan Perwira. Dengan senang hati, kami bersedia membantu Tuan untuk
membekuk si pembunuh yang telah mengganggu ketenangan penduduk kotaraja dan
tokoh persilatan yang saat ini tengah berkumpul di sini," kata Panji sambil
membungkuk penuh hormat
"Terima kasih, Pendekar Naga Putih. Dengan bantuanmu, kami yakin pembunuh keji
itu akan segera dapat dibekuk.
Sekarang aku akan mengundang kalian berempat ke rumahku.
Marilah," ajak perwira berwajah lembut itu seraya tersenyum.
Setelah mengucapkan terima kasih, Panji, Kenanga, dan dua orang sahabatnya,
segera meninggalkan gerbang Barat. Mereka mengikuti kedua orang perwira Kerajaan
Baru Jajar itu.
*** Malam itu bulan menampakkan diri seutuhnya. Sinarnya yang kuning keemasan,
seperti menimbulkan kedamaian.
Paling tidak, akan membuat hati menjadi tenteram. Namun malam purnama yang
biasanya ramai oleh anak-anak yang berlarian dan bersenda gurau itu, kini nampak
sunyi dan mencekam. Bahkan para orang tua telah menyuruh anak dan istrinya
segera masuk dan mengunci pintu serta jendela rumah rapat-rapat. Karena si
pembunuh yang menurut kabar selalu ditemani seekor serigala siluman itu masih
berkeliaran dan mencari korban lain.
Angin dingin berhembus keras di saat malam sudah semakin larut. Sedangkan para
prajurit kerajaan tetap menunaikan tugasnya, meronda ke seluruh pelosok
kotaraja. Hembusan angin dingin tak lagi dirasakan. Mereka memang sudah terbiasa
dengan keadaan seperti itu. Hanya saja, hati mereka selalu dicekam rasa takut.
Apalagi bila teringat si pembunuh keji yang belum tertangkap itu.
Di saat malam sudah semakin larut, terdengar lolongan serigala yang memecah
keheningan dan kesunyian malam.
Suaranya yang merintih dan panjang itu, membuat hati para penduduk semakin
dicekam rasa takut yang menghebat.
"Hm.... Sepertinya pembunuh itu mulai bergerak, Tuan Perwira," gumam seorang
pemuda tampan berjubah putih yang tak lain adalah Panji, kepada perwira di
sebelahnya. Saat itu mereka memang masih berkumpul di rumah perwira berwajah
gagah dan lembut itu.
"Benar. Dan kini sudah waktunya kita berpencar. Dan ingat, apabila di antara
kita ada yang memergoki, harap memberikan tanda. Dan kalau bisa tahan mereka
sekuat tenaga sampai yang lain datang. Ayolah kita bergegas," ajak perwira itu
sambil beranjak bangkit dari kursinya.
Setelah tiba di luar rumah, rombongan itu dipecah menjadi beberapa kelompok.
Panji dan Lunjita bergerak ke sebelah Barat kotaraja, ditemani dua puluh
prajurit kerajaan. Sementara Kenanga dan Balira bergerak ke Timur, ditemani dua
puluh orang prajurit. Sedangkan kedua orang perwira itu memimpin enam puluh
orang prajurit, dan bergerak ke Selatan kotaraja.
Di bagian Utara sengaja tidak dilakukan perondaan, karena tidak seorang tokoh
persilatan pun yang menginap di Utara kotaraja.
"Lunjita, tetaplah pimpin mereka menuju arah Barat. Aku akan berkeliling
sebentar, dan akan segera kembali. Kalau salah satu dari kalian menemukan
sesuatu yang mencurigakan, beri tanda kepadaku," kata Panji yang segera melesat
Pendekar Naga Putih 17 Serigala Siluman di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
begitu melihat Lunjita menganggukkan kepala.
Tubuh Pendekar Naga Putih segera melambung ke atas atap rumah penduduk begitu
Lunjita dan para prajurit sudah tidak terlihat lagi. Kemudian Panji berloncatan
dari atap rumah yang satu ke atap rumah lainnya. Rombongannya ditinggalkan bukan
karena merasa memiliki kepandaian tinggi. Tapi, Pendekar
Naga Putih berpikir kalau terus mengikuti para prajurit itu, maka perjalanan
akan lambat. Bahkan bisa-bisa pembunuh itu telah melakukan rencananya. Itulah
sebabnya, mengapa Pendekar Naga Putih sengaja memisahkan diri. Hal itu tak lain
agar ia dapat bertindak lebih leluasa lagi. Dan apabila telah menemukan pembunuh
itu, maka ia akan segera memberi tanda secepatnya. Pendekar Naga Putih memang
tidak ingin dianggap sombong. Apalagi menganggap rendah orang lain.
Belum lagi Panji berlari jauh, tiba-tiba sepasang matanya yang tajam menangkap
gerakan beberapa sosok tubuh dekat sebuah rumah penginapan yang cukup luas.
Sosok-sosok tubuh itu bergerak melalui taman belakang penginapan yang dipenuhi
berbagai macam tanaman hias. Cepat pemuda itu meluncur turun dari atas atap,
lalu mengintai keempat sosok tubuh itu.
"Hm.... Rupanya keempat orang berseragam itulah yang dulu pernah bentrok dengan
Balira dan Lunjita. Tapi, ke mana orang tinggi besar yang ditemani serigala
siluman seperti yang dilaporkan penjaga gerbang Barat itu" Rasanya tidak mungkin
kalau keempat orang itu hanya perampok rendah yang menggunakan kesempatan ini"
Dari gerak-gerik, jelas mereka berkepandaian rata-rata cukup tinggi," gumam
Panji pelan. Pandangan Pendekar Naga Putih beredar ke sekeliling, kalau-kalau orang yang
dimaksud telah berada di sekitar tempat itu. Masalahnya, Panji tidak melihat
adanya orang tinggi besar yang selalu ditemani seekor serigala. Maka kini pemuda
berjubah putih itu bergerak gesit menyelinap masuk ke dalam rumah penginapan.
"Eh!"
Pendekar Naga Putih menarik tubuhnya ke tempat yang agak tersembunyi ketika
melihat sesosok tubuh tinggi besar tengah melangkah tenang. Di samping kanannya
tampak seekor binatang yang hampir sebesar anak kuda!
"Berhenti...!" seru Panji.
Sosok tubuh itu langsung berpaling cepat. Namun begitu melihat kalau yang
menghentikannya hanya seorang pemuda, tawanya langsung meledak. Hanya saja,
bernada menghina.
Serigala yang memiliki mata semerah darah itu, menatap Panji sambil menggereng
lirih memperlihatkan taringnya yang runcing dan bagaikan ujung pedang.
"Grrhhh...!"
Bukan main terkejutnya Panji ketika merasakan semangat-nya bagai terbang akibat
pengaruh pandangan mata serigala itu.
Cepat napasnya disedot dalam-dalam, dan tenaga dalamnya dikerahkan untuk melawan
pengaruh itu. "Auuungngng...!"
Tiba-tiba saja serigala berbulu hitam yang ukurannya melebihi serigala biasa itu
melolong menggetarkan sukma.
Hebat sekali pengaruh lolongan itu. Akibatnya, tubuh Panji yang semula berdiri
tegak, nampak terhuyung limbung sambil menekap dadanya yang berdebar keras.
"Heaaah...!"
Pendekar Naga Putih langsung mengeluarkan pekikan keras yang menggetarkan
jantung. Selapis kabut bersinar putih keperakan nampak mulai menyelimuti
tubuhnya. Rupanya
'Tenaga Sakti Gerhana Bulan' telah dikerahkannya. Ilmu dahsyat itu digunakan
untuk melawan pengaruh pandangan maupun lolongan yang mengandung ilmu hitam.
"Keparat! Kiranya kau Pendekar Naga Putih! Pantas saja kau berani mencegahku!"
bentak orang tinggi besar berkerudung yang mengenakan jubah hitam pekat itu.
Suaranya yang serak dan sember itu bergetar penuh kemarahan. Sepasang matanya
berkilat tajam seakan-akan hendak menelan tubuh Panji bulat-bulat.
Sementara para penghuni rumah penginapan itu serentak berhamburan keluar, ketika
mendengar pekikan Panji dan lolongan serigala. Para tokoh persilatan yang
bermalam di rumah penginapan itu berlari keluar dari kamar masing-masing dengan senjata
terhunus. Keadaan semakin bertambah kacau ketika tiba-tiba saja sebagian dari
para tokoh persilatan, menyerang sebagian yang lain. Sehingga pertempuran sengit
yang semrawut pun segera pecah.
Di tempat lain, para penduduk yang tengah dicengkeram ketakutan, semakin
bertambah kalang-kabut. Bahkan tidak sedikit yang menyembunyikan diri di kolong
tempat tidur dengan tubuh menggigil hebat. Dapat dibayangkan, betapa tersiksanya
hati para penduduk kotaraja saat itu.
Sementara itu, tanpa diduga, orang bertubuh tinggi besar bersama serigalanya
melesat cepat keluar penginapan. Hal itu dilakukan pada saat Pendekar Naga Putih
sedikit lengah akibat kegaduhan yang terjadi di dalam penginapan.
*** 8 Pendekar Naga Putih yang melihat orang bertubuh tinggi besar itu melarikan diri
bersama binatang peliharaannya, bergegas mengejar. Tubuh pemuda itu berkelebat
cepat. Seluruh ilmu larinya memang telah dikerahkan. Ini dilakukan karena merasa
khawatir kalau orang itu sampai lolos dari tangannya.
Namun belum lagi jauh melakukan pengejaran, tahu-tahu saja empat sosok bayangan
hitam berkelebat menghadangnya.
Tanpa banyak bicara lagi, keempat bayangan itu langsung menyerang dengan pedang
telanjang. Dari suara sambaran pedang yang menderu tajam, Pendekar Naga Putih
tahu kalau serangan itu tidak bisa dianggap main-main.
"Heaaat..!"
Disertai pengerahan ilmu 'Pekikan Naga Marah', tubuh pemuda itu melambung ke
udara beberapa jengkal di atas kepala lawan-lawannya yang tengah terhuyung-
huyung. Ini adalah akibat pekikannya yang juga merupakan serangan melalui suara.
Begitu kedua kakinya menyentuh tanah. Tubuhnya kembali melambung dan melesat
bagai anak panah yang terlepas dari busur.
Hati Pendekar Naga Putih semakin marah ketika sempat melihat belasan orang
prajurit yang dipimpin Lunjita bergeletakan tewas berlumuran darah. Sedangkan
pemuda tampan itu sendiri terlihat tengah berjuang keras mempertahankan selembar
nyawanya dari ancaman serangan serigala siluman.
Keadaan delapan orang prajurit yang masih hidup itu juga terlihat tengah
terancam maut. Ini terbukti ketika sosok tubuh tinggi besar yang berkerudung
kepala dan berjubah hitam itu telah melompat menyerang dengan tamparan yang
menimbulkan suara mencicit tajam. Sudah dapat dipastikan kalau sisa para
prajurit itu pastilah tidak berumur panjang.
Tanpa membuang-buang waktu lagi, Panji segera berkelebat menerjang orang tinggi
besar itu dengan pengerahan tenaga dalam tinggi. Tangan kanannya meluncur,
melakukan tamparan untuk menyelamatkan nyawa kedelapan orang prajurit dari
kematian. "Heaaat..!"
Plarrr! Tamparan telapak tangan Pendekar Naga Putih disambut telapak tangan lawan yang
mengandung tenaga dalam dahsyat.
Delapan orang prajurit itu terhuyung mundur sambil menekap kedua telinga masing-
masing. Memang, suara yang ditimbulkan oleh beradunya dua telapak tangan yang
sama-sama mengandung tenaga dalam tinggi itu begitu dahsyat. Bahkan mampu
membuat udara di sekitar tempat itu bergetar hebat Akibat yang dialami kedua
orang tokoh itu juga tidak kalah hebatnya. Tubuh mereka satu sama lain terpental
ke belakang sejauh tiga tombak. Namun keduanya bergerak indah, lalu melakukan
beberapa kali putaran di udara. Dan kini mereka mendarat manis di tanah. Satu
sama lain tampak saling tatap, seperti menunggu serangan berikut.
"Gila! Tenaga orang itu hebat sekali!" desis Panji.
Pendekar Naga Putih merasa terkejut bukan main ketika merasakan lengannya nyeri
dan ngilu akibat pertemuan tenaga tadi. Untunglah kepandaiannya telah meningkat
jauh. Meskipun dalam pengembaraan, Pendekar Naga Putih tidak pemah melewatkan
waktu-waktu luangnya untuk melatih ilmu-ilmunya maupun tenaga dalamnya. Latihan-
latihan yang sering dilakukannya ternyata tidak sia-sia. Kepandaian dan
tenaganya dirasa telah meningkat jauh.
"He he he...! Ternyata kau boleh juga, Pendekar Naga Putih!" puji orang tinggi
besar itu sambil memperdengarkan tawanya.
Panji sama sekali tidak mempedulikan pujian lawannya.
Justru, Pendekar Naga Putih malah merasa khawatir dengan keselamatan Lunjita.
Maka kepalanya langsung ditolehkan untuk melihat keadaan sahabatnya. Bergegas
Panji melompat dengan kecepatan luar biasa ke arah Lunjita. Dan memang, pada
saat itu sahabatnya terlihat dalam bahaya.
"Hiaaa...!"
Wusss! Sambil berteriak nyaring, Pendekar Naga Putih mendorong sepasang telapak
tangannya ke arah serigala siluman yang saat itu tengah melompat mengancam leher
Lunjita. Sementara pemuda tampan itu hanya dapat berteriak ngeri, tanpa berbuat
sesuatu. Tubuhnya serasa kaku akibat raungan serigala itu yang terasa
menggetarkan jantung.
Bugkh! "Khaiiiingngng...!"
Hantaman sepasang telapak tangan Panji tepat menghantam tubuh serigala itu
hingga terlempar beberapa tombak ke samping. Binatang buas itu menguik, lalu
terbanting di atas tanah. Namun Pendekar Naga Putih tersentak kaget ketika
serigala itu ternyata dapat langsung bangkit, dan tidak terpengaruh oleh
pukulannya. Padahal, pukulannya itu sebenarnya sanggup untuk membunuh seorang
tokoh persilatan tingkat pertengahan. Tapi bagi binatang itu sama sekali tidak berarti apa-apa.
"Binatang siluman...!" desis Panji yang sudah memapah tubuh Lunjita.
Sepertinya hati pemuda tampan itu terguncang hebat.
Setelah lolos dari maut, sekujur tubuhnya terasa lemas bagaikan tak bertulang.
Untunglah Panji sempat menangkapnya sehingga tidak sampai terjatuh.
Saat itu terdengar derap langkah orang berlari yang ber-gemuruh. Panji menjadi
lega ketika melihat rombongan
Kenanga dan dua orang perwira yang juga bersama rombongannya telah tiba pula di
tempat itu. Rupanya kedua rombongan itu segera berdatangan ketika mendengar
pekikan Pendekar Naga Putih pada waktu berada di penginapan. Tentu saja Panji
merasa bersyukur dengan datangnya kedua rombongan itu.
Begitu tiba, delapan puluh orang prajurit langsung bergerak membentuk lingkaran.
Mereka kini telah mengepung orang tinggi besar yang berkerudung dan berjubah
hitam, bersama serigala dan empat orang anak buahnya yang juga mengenakan
pakaian serba hitam dan penutup kepala yang juga berwarna hitam.
Tiba-tiba terdengar teriakan panjang dan melengking menusuk telinga. Pada saat
yang sama, tubuh orang tinggi besar itu berkelebat dan membagi-bagi pukulan-
pukulan mautnya kepada puluhan prajurit yang mengepung tempat itu. Sekali
menggerakkan tangan saja, enam orang prajurit terdepan langsung roboh dengan
kepala pecah. Sedangkan beberapa orang lain yang terkena sambaran angin
pukulannya terpental dan pingsan seketika itu juga.
Demikian pula empat orang berseragam hitam dan serigala bermata semerah darah
itu. Mereka ternyata juga telah mengamuk dan merobohkan beberapa orang prajurit
kerajaan. Sehingga, mau tak mau kepungan itu pun semakin merenggang.
Betapa tidak" Karena para prajurit itu merasa ngeri juga melihat sepak terjang
orang-orang itu yang sangat ganas dan mengandung maut.
Pendekar Naga Putih yang melihat keadaan itu tentu saja menjadi cemas bukan
main. Kemudian, kepalanya menoleh kepada Balira yang saat itu juga tengah
memandangnya. Panji segera bergerak menghampiri Balira.
"Balira! Jagalah sahabatmu ini dan bawa ke tepi!" perintah Panji yang segera
menyerahkan tubuh Lunjita kepada Balira.
"Kenanga! Hadapi serigala siluman itu! Hati-hati, ia berbahaya sekali. Binatang
itu mempunyai pengaruh gaib yang hebat, sehingga dapat melumpuhkan lawan lewat
tatapan dan lolongannya!"
Setelah berkata demikian, Pendekar Naga Putih sendiri lalu melesat ke arah sosok
tubuh tinggi besar yang saat itu tengah dikeroyok dua orang perwira dan para
prajurit. "Akulah lawanmu, Manusia Ibiis!" bentak Panji.
Tubuh Pendekar Naga Putih langsung menerjang sosok tinggi besar itu dengan
serangan serangan yang cepat dan dahsyat. Begitu menyerang, Panji langsung
menggunakan 'Ilmu Naga Sakti'nya. Hasilnya, serangannya itu sangat dahsyat dan
menggiriskan. Keduanya kini segera terlibat dalam pertempuran sengit dan mati-
matian. Sedangkan dua orang perwira kerajaan sudah memimpin anak buahnya untuk
mengeroyok empat orang berseragam hitam yang sepertinya merupakan pembantu utama
tokoh tinggi besar yang selalu membawa serigala itu. Mereka juga segera terlibat
pertarungan yang seru dan sengit.
Bahkan Kenanga juga telah mencabut keluar 'Pedang Sinar Bulan' yang menebarkan
angin dingin itu. Gadis jelita itu memutar pedangnya hingga membentuk gulungan
sinar putih keperakan yang bergerak turun-naik melindungi tubuhnya.
Sambil memekik nyaring, gadis berpakaian serba hijau itu langsung menyerang
serigala siluman. Tentu saja dia menghindari pandangan mata binatang siluman
itu, sebagaimana yang dipesankan Panji. Karena kalau sampai memandang, ia akan
terpengaruh kekuatan ilmu hitam yang terpancar dari sepasang bola mata buas
berwarna merah bagaikan darah. Pertempuran ini pun tidak kalah dahsyatnya dengan
pertempuran-pertempuran lainnya.
*** Pendekar Naga Putih yang bertarung melawan lelaki tinggi besar yang mengenakan
kerudung dan jubah hitam itu, semakin lama semakin terkejut melihat kesaktian
lawannya. Sehingga untuk dapat mengalahkan, rasanya pemuda itu harus menguras
seluruh ilmu yang dimiliki.
"He he he...! Keluarkan seluruh kesaktianmu, Pendekar Naga Putih! Akulah si Mata
Iblis Perenggut Nyawa yang akan segera mengakhiri petualanganmu!" ejek orang
tinggi besar yang mengaku berjuluk Mata Iblis Perenggut Nyawa sambil terkekeh
seram. Panji sempat terkejut begitu mengetahui orang yang kini menjadi lawannya.
Julukan itu memang pernah didengarnya.
Mata Iblis Perenggut Nyawa adalah seorang tokoh sesat yang memiliki kepandaian
dan kekejaman melebihi iblis. Tapi, mengapa tokoh sesat itu tiba-tiba muncul ke
dunia ramai dan membuat kekacauan" Bukankah menurut kabar yang pemah didengar,
tokoh sesat itu telah lama menghilang dan kabarnya menjadi seorang pertapa yang
mengasingkan diri. Apakah berita yang pernah didengarnya itu salah" Atau orang
tinggi besar ini hanya mengaku-aku saja untuk membuat lawan menjadi terpecah
perhatiannya"
"Haaat..!"
Berbagai pertanyaan yang memenuhi pikiran Panji kontan lenyap seketika. Karena
saat perhatiannya sedang terpecah itu, si Mata Iblis Perenggut Nyawa telah
melancarkan serangan secara licik.
Plakkk! Bughk! Pukulan tangan kiri yang mengarah kepala Pendekar Naga Putih berhasil ditangkis.
Tapi tusukan jari-jari tangan kanan iblis licik itu telah menyusul dan mematuk
keras dadanya. Seketika tubuh pemuda itu pun terlempar mundur hingga dua batang tombak jauhnya.
Sepasang kakinya terlihat agak goyah
hingga membuat tubuhnya limbung. Untunglah 'Tenaga Sakti Gerhana Bulan'nya kini
telah meningkat jauh dan telah mampu melindungi tubuh dari pukulan yang
bagaimana kuatnya!
Meskipun tenaga itu masih belum sempurna, namun telah mampu menolak pukulan,
sehingga tidak membuatnya terluka.
Hanya saja, dadanya yang terkena tusukan jari-jari tangan lawan yang sekeras
baja itu agak terasa nyeri dan sesak. Meskipun tidak membuatnya terluka dalam,
tapi cukup membuat gerakannya agak terhambat.
Wusss! Pendekar Naga Putih melempar tubuhnya ke belakang ketika lawan telah mendorong
sepasang telapak tangannya dengan pukulan yang mematikan. Pemuda itu langsung
ber-jungkir-balik di udara beberapa kali, lalu mendarat sejauh empat batang
tombak dari tempat lawannya berdiri.
Sadar kalau lawannya memang memiliki kepandaian yang sangat tinggi, Pendekar
Naga Putih segera menyedot napas banyak-banyak. Ini dilakukan untuk mengerahkan
seluruh tenaga dalamnya. Sesaat kemudian, lapisan kabut bersinar putih keperakan
yang menyelimuti tubuhnya semakin melebar dan berpendar menebarkan hawa dingin
yang menggigit tulang.
Maka seketika orang-orang yang bertempur di dekatnya, serentak berlari
menghindar. Tentu saja, mereka tidak tahan oleh hawa dingin yang terpancar
keluar dari tubuh pendekar muda yang digdaya itu.
Mata Iblis Perenggut Nyawa mau tak mau harus mengakui kehebatan ilmu yang
dimiliki pemuda itu. Terus terang, ia pun semakin bertambah kagum terhadap
Pendekar Naga Putih yang ternyata memang bukan sebuah julukan kosong itu.
Bagaikan seekor naga yang murka, tubuh Panji bergerak cepat menyerbu lawannya.
Pendekar Naga Putih 17 Serigala Siluman di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kedua tangannya yang berbentuk cakar naga menyambar-nyambar menimbulkan desiran
angin yang mencicit tajam. Sepertinya, kali ini Pendekar Naga Putih
sudah tidak main-main lagi. Mau tak mau, lawannya harus semakin waspada dalam
menghadapi hujan serangan yang mengancam nyawanya.
Makin lama serangan yang dilancarkan Pendekar Naga Putih semakin ganas dan
menggiriskan. Tubuhnya kadang-kadang berkelebat menyerang tubuh bagian atas
lawannya. Dan di lain saat, juga sudah menukik turun dengan kecepatan
menggetarkan. Serangannya tak ubahnya amukan seekor naga murka.
Maka, tokoh sakti seperti Mata Iblis Perenggut Nyawa sempat juga dibuat
bergetar, ngeri oleh amukan pendekar muda itu.
"Hiyaaa...!"
Dibarengi teriakan nyaring yang disertai pengerahan ilmu
'Pekikan Naga Marah', tubuh Panji yang tengah berada di udara tiba-tiba menukik
cepat dan langsung melancarkan serangan.
Dikerahkannya jurus 'Naga Sakti Meluruk ke Dalam Bumi' yang merupakan jurus
terakhir dari rangkaian 'Ilmu Naga Sakti' yang dimilikinya.
Plakkk! Desss! Brettt!
"Aaargh...!"
Mata Iblis Perenggut Nyawa meraung dahsyat merobek angkasa yang pekat. Meskipun
berhasil menangkis serangan, namun tetap saja tubuhnya terkena cakaran dan
hantaman telapak tangan Pendekar Naga Putih yang berkekuatan dahsyat!
Tubuh tinggi besar itu terlempar disertai percikan darah yang keluar dari luka
di dadanya yang memanjang dan cukup dalam akibat cakar naga lawannya.
Mata Iblis Perenggut Nyawa terbanting keras menimbulkan suara berdebuk nyaring.
Tubuhnya tampak menggigil hebat akibat hawa dingin yang merasuk ke tubuhnya.
Wajahnya terlihat agak membiru dan cairan merah tampak menetes keluar dari sela-
sela bibirnya. Pukulan yang dilancarkan Pendekar Naga Putih ternyata telah
membuat luka dalam di tubuhnya.
Dan kini manusia iblis itu tak mampu bangkit! Dia tergeletak
dengan napas terengah-engah. Sepasang matanya bahkan membelalak lebar.
Sedangkan empat orang berseragam hitam yang merupakan pengawal-pengawal Mata
Iblis Perenggut Nyawa, sudah tergeletak dengan tubuh mandi darah akibat amukan
prajurit kerajaan yang dipimpin dua orang perwira gagah yang ternyata
berkepandaian tinggi itu.
Panji menarik napas lega melihat keadaan sudah dikuasai pihaknya. Setelah
menotok lumpuh musuhnya yang belum tewas itu, Pendekar Naga Putih bergegas
melangkah ke arah Kenanga, Balira, dan Lunjita yang tengah mengeroyok serigala
siluman. Pendekar Naga Putih yang semula berniat hendak membantu, mengurungkan niatnya.
Pada kenyataannya, tampak ketiga orang itu sudah hampir menyelesaikan
pertarungan yang melelahkan.
"Hiaaat..!"
Kenanga, Balira, dan Lunjita serentak berteriak nyaring dan melompat menusukkan
senjata secara berbarengan pada saat binatang siluman itu tengah melompat
menerjang salah seorang dari mereka.
Serigala siluman yang mengerikan itu langsung menguik dan melolong panjang
ketika tiga batang senjata telah memanggang tubuhnya di tiga tempat. Hampir
bersamaan, ketiganya mencabut senjata masing-masing untuk kemudian dibacokkan ke
tubuh serigala itu. Darah seketika berhamburan ketika tubuh binatang yang
ditakuti itu terbelah menjadi tiga bagian!
Tiga pendekar muda itu memandangi mayat serigala siluman dengan tarikan napas
lega. Setelah pertarungan selesai, mereka baru merasa lelah. Terus terang,
mereka bergidik ngeri membayangkan apa jadinya jika menghadapi binatang siluman
itu seorang diri. Sedangkan dengan keroyokan saja, mereka baru dapat membunuh
binatang itu setelah bertarung lebih dari
lima puluh jurus! Benar-benar binatang yang luar biasa!
"Hei, Balira! Apakah kau masih mengenali orang ini?" seru Panji yang saat itu
tengah berdiri memandangi mayat-mayat yang baru saja dikeluarkan dari rumah
penginapan. "Hei!" Bukankah orang-orang ini yang mengeroyok dan menyiksaku di dekat aliran
sungai beberapa hari yang lalu!" seru Balira sambil memandangi mayat orang-orang
yang pemah mengeroyoknya, di antara mayat yang berjumlah kurang lebih tiga puluh
orang. "Aku tahu sekarang!" kata Balira sambil mengangguk-anggukkan kepalanya. "Mereka
sengaja memfitnahku untuk menghilangkan jejak. Dan aku yakin, orang-orang ini
pasti mempunyai hubungan dengan pembunuh yang selalu membawa serigala siluman
itu. Betul kan?"
"Benar! Mereka memang anak buah pembunuh itu yang rupanya telah menyusup ke
kotaraja dan berbaur dengan para tokoh persilatan yang hendak mengikuti ujian,"
yang menyahuti kali ini adalah perwira tinggi tegap berwatak berangasan namun
berhati jujur. Dia adalah perwira yang pernah dikalahkan Panji belum lama ini
*** 9 "Menurut dugaan Paman Perwira, kira-kira apa yang menyebabkan mereka melakukan
kekacauan ini?" tanya Panji yang sudah menyebut perwira itu dengan panggilan
'paman' atas kehendak perwira itu sendiri.
Saat itu, Pendekar Naga Putih, Kenanga, Balira, dan Lunjita memang sudah
berkumpul di dekat bekas arena pertempuran.
Mereka dikelilingi dua orang perwira dan beberapa prajurit yang tersisa.
Sementara, tokoh-tokoh persilatan yang bertarung di rumah penginapan sudah pula
berkumpul di situ. Mereka tampak berbincang-bincang satu sama lain.
"Hm.... Menurut keterangan beberapa orang tawanan yang kami paksa berbicara,
mereka mengaku sebagai murid Perguruan Harimau Hitam. Sedangkan empat orang
berseragam hitam itu adalah pemimpin mereka di empat penjuru yang bekerja sama
untuk melakukan kekacauan ini. Mungkin karena merasa kurang yakin, lalu mereka
mengundang tokoh sesat berjuluk Mata Iblis Perenggut Nyawa yang telah kau
pecundangi itu, Panji," jelas perwira tinggi gagah itu.
"Tapi, apa yang menjadi tujuan utama mereka?" selak Balira yang jadi tidak sabar
ketika perwira itu menghentikan ceritanya.
"Keempat pemimpin Perguruan Harimau Hitam itu meminta pertolongan kepada paman
guru mereka, yaitu Mata Iblis Perenggut Nyawa untuk melakukan kekacauan. Tokoh
sesat itu kemudian membunuhi tokoh-tokoh persilatan yang datang untuk mengikuti
ujian. Dengan kepandaian yang dimiliki tokoh sesat itu, pekerjaan mereka akan
menjadi lebih mudah. Iblis itu memang dapat melakukan pembunuhan secara
gelap dan tanpa kesulitan. Sedangkan tujuan mereka sudah jelas, agar para
peserta ujian menjadi ketakutan dan segera meninggalkan kotaraja tanpa berani
kembali. Dengan demikian, maka hanya murid-murid Perguruan Harimau Hitam itulah
yang akan mengikuti ujian calon perwira. Dan jika sudah menjadi perwira di
kerajaan ini, maka akan semakin kuatlah kedudukan serta pengaruh perguruan
mereka. Untunglah kita telah dapat menggagalkan rencana mereka. Sungguh aku
tidak bisa membayangkan, apa jadinya kelak apabila Kerajaan Baru Jajar dikuasai
tokoh-tokoh sesat yang kejam seperti mereka.
Aku merasa berterima kasih sekali atas bantuanmu, Pendekar Naga Putih. Tanpa
bantuanmu, aku rasa belum tentu kejahatan ini dapat dibongkar," jelas perwira
itu. Matanya memandang Panji penuh rasa terima kasih.
"Ah! Tanpa bantuan yang lain, apa artinya kepandaianku, Paman Perwira," elak
Panji merendah, sehingga membuat si perwira semakin bertambah kagum.
"Dengan jasa kalian yang besar ini, aku dapat memohonkan jabatan kepada kalian
tanpa harus melalui ujian. Bagaimana?"
tanya perwira itu sambil memandang Panji, Balira, dan Lunjita bergantian.
"Terima kasih, Paman Perwira. Rasanya aku lebih suka hidup bebas tanpa harus
terikat," ucap Panji, menolak jabatan yang disodorkan perwira bertubuh tinggi
dan gagah yang berwatak jujur itu.
Ada terbersit sinar kekecewaan di mata perwira itu. Tapi dia cukup memahami.
Memang sebagai pendekar pengembara, jarang ada yang bersedia terikat oleh
aturan-aturan kerajaan.
"Karena urusan ini sudah selesai, maka kami mohon pamit,"
kata Panji sambil memegang lengan Kenanga yang sejak tadi hanya mendengarkan
pembicaraan itu
Setelah berpamitan kepada Balira dan Lunjita, maka kedua orang pendekar muda itu
bergegas meninggalkan tempat itu.
"Tunggu dulu, Pendekar Naga Putih!" cegah perwira satunya lagi yang memiliki
wajah gagah dan berwatak harus menahan langkah Panji dan Kenanga.
Panji seketika menahan langkahnya, dan menoleh ke arah perwira yang tengah
berdiri di dekat tubuh Mata Iblis Perenggut Nyawa yang masih tertotok lumpuh.
Bergegas pemuda itu menghampiri bersama kekasihnya.
"Bagaimana dengan tokoh sesat ini" Aku khawatir setelah sembuh nanti, dia akan
mudah meloloskan diri dari tahanan.
Karena selain memiliki kepandaian tinggi, tokoh ini juga memiliki ilmu hitam
yang mengerikan," kata perwira gagah berwatak lembut, meminta pendapat Pendekar
Naga Putih. "Bagaimana kalau kita lenyapkan saja kepandaiannya, Paman Perwira?" sahut Panji
setelah termenung beberapa saat lama-nya.
Ketika pemuda itu melihat si perwira mengangguk, maka Pendekar Naga Putih
menghantamkan sisi telapak tangannya pada kedua jalan darah besar yang terletak
pada kedua bahu tokoh sesat itu. Seketika terdengar teriakan kesakitan dari
mulut tokoh itu, yang kemudian pingsan akibat kelumpuhan pada kedua lengannya.
"Nah! Sekarang, dia tidak mungkin dapat mempergunakan kepandaiannya lagi. Sebab
sedikit saja tenaga dalamnya dikerahkan, maka seketika itu juga dia akan tewas
dengan rasa sakit yang hebat. Maka dengan demikian, ilmu hitamnya juga tidak
berguna lagi. Karena, ilmu itu harus disertai pengerahan tenaga dalam," jelas
Pendekar Naga Putih.
Setelah menyelesaikan persoalan itu, maka kedua pendekar itu langsung melesat
pergi meninggalkan kotaraja.
Setelah kepergian Panji dan Kenanga, Balira dan Lunjita segera minta diri kepada
kedua orang perwira kerajaan yang baik hati itu.
"Baiklah, Balira, Lunjita. Dan kalau suatu hari nanti kalian
berniat untuck mengabdikan diri kepada kerajaan, temuilah kami berdua. Jangan
ragu-ragu," pesan perwira tinggi tegap berwatak berangasan itu.
"Baik, Paman Perwira. Sekarang kami mohon diri," pinta Balira dan Lunjita seraya
mengangguk hormat kepada kedua perwira itu.
Kemudian keduanya pun melesat meninggalkan tempat itu diiringi pandangan mata
kedua perwira Kerajaan Batu Jajar.
*** Kita berpisah di sini saja, Kakang Balira. Aku akan mengambil jalan ke arah
Selatan," pamit Lunjita tiba-tiba, ketika keduanya telah jauh meninggalkan
gerbang kotaraja.
Saat itu mereka tengah menyusuri daerah yang di kiri-kanannya terdapat hamparan
sawah yang luas.
"Mengapa, Adi Lunjita" Apakah kau tidak suka jalan bersamaku" Kau hendak ke
mana?" desak Balira.
Pemuda gagah itu langsung menoleh ke arah Lunjita dengan wajah berubah karena
merasa terkejut mendengar ucapan sahabatnya.
"Mmm.... Aku sudah memutuskan untuk kembali ke perguruan. Rasanya, sudah tidak
ada keinginan lagi untuk melihat keramaian atau melakukan pengembaraan. Setelah
mengalami peristiwa-peristiwa itu, baru kusadari kalau kepandaian yang kumiliki
masih sangat rendah. Dan aku harus berlatih lebih giat lagi untuk menyempurnakan
ilmu-ilmuku. Kau sendiri hendak ke mana, Kakang?" tanya Lunjita yang merasa heran melihat
perubahan wajah sahabatnya itu.
Balira mengalihkan pandangannya ke langit cerah membiru.
Jelas sekali kalau hatinya merasa berat berpisah dengan pemuda sahabatnya itu.
Sepasang matanya menerawang jauh ke depan dengan tatapan hampa.
"Kau kenapa, Kakang" Apakah kau sakit?" tanya Lunjita seraya menatap wajah
pemuda gagah itu dengan hati cemas.
Dipegangnya lengan pemuda itu, disertai tatapan menyelidik.
Mendengar pertanyaan yang bernada penuh kekhawatiran itu, Balira menolehkan
kepalanya dan memandang sayu ke arah Lunjita. Tangan kanannya bergerak memegang
tangan sahabatnya yang masih menggenggam lengan kirinya.
"Setelah semua kejadian yang kita alami bersama-sama ini, haruskah kita
berpisah, Lunjita?" tanya Balira.
Suara pemuda gagah itu terdengar bergetar. Sedangkan tangan kanannya sudah
menggenggam jemari tangan Lunjita dengan hangat. Tatapan matanya pun sayu,
menyiratkan sinar aneh yang membuat sahabatnya terkejut.
"Apa..., apa maksudmu, Kakang Balira...?" desak Lunjita sambil menarik tangannya
yang digenggam Balira. Nada suaranya terdengar ketus dan agak bergetar.
Pemuda tampan berkulit halus itu tersentak mundur dengan wajah agak memucat.
Hatinya benar-benar terkejut melihat perubahan sikap Balira terhadap dirinya.
"Apakah..., kau..., kau...."
Lunjita melangkah mundur sambil menudingkan telunjuk-nya ke wajah sahabatnya
dengan bibir bergetar. Wajah tampan itu semakin pucat begitu mulai dapat
menduga, apa yang membuat pemuda gagah itu tiba-tiba bersikap aneh.
"Maafkan aku, Adi Lunjita," ucap Balira yang merasa lidahnya kelu untuk
menyebutkan nama sahabat yang rahasianya telah diketahui itu. "Aku... tidak
sengaja melakukannya. Aku sungguh tidak sengaja melakukannya. Aku baru
mengetahui kalau kau sebenarnya seorang wanita pada saat berniat mengobati
lukamu yang cukup parah beberapa waktu yang lalu.
Maafkan aku...."
Balira menundukkan wajahnya, tidak berani menentang pandang mata sahabatnya.
"Kurang ajar...!" seru Lunjita di antara isak tangisnya.
Jelas, dia merasa malu karena rahasianya telah diketahui Balira. Selebar
wajahnya menjadi merah teringat apa yang telah dilakukan pemuda itu di saat
dirinya pingsan.
Plakkk! Balira mengeluh pendek ketika tahu-tahu saja telapak tangan sahabatnya mendarat
di wajahnya. Tubuh pemuda itu ter-pelanting karena dalam kemarahannya, Lunjita
telah mengerahkan tenaga dalam saat melakukan tamparan keras tadi. Darah
langsung menetes dari sudut bibirnya. Pemuda gagah itu bergerak bangkit tanpa
berani mengangkat wajahnya yang sudah pucat itu.
"Hukumlah aku kalau memang perbuatanku yang terdorong rasa cemas akan
keselamatanmu itu kau anggap salah," kata Balira.
Pemuda gagah itu segera mengangkat kepalanya dan menatap wajah Lunjita dengan
perasaan cinta yang dalam dan tulus. Hatinya terasa pedih melihat wajah
sahabatnya yang telah dibasahi air mata.
Lunjita jatuh terduduk dan menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Bahu
'pemuda' itu berguncang-guncang menahan tangis. Dari sela-sela jari tangannya
tampak mengalir air bening.
Hati Balira semakin dilanda rasa bersalah, ketika melihat akibat perbuatannya
yang tanpa sengaja telah menimbulkan kedukaan hebat dalam diri sahabatnya.
Terdorong rasa cintanya yang dalam, pemuda gagah itu melangkah menghampiri
Lunjita yang sebenarnya adalah seorang gadis. Balira menduga, mengapa gadis itu
melakukan penyamaran. Ini dilakukannya agar perjalanannya akan lebih aman dan
tidak perlu merasa khawatir diganggu orang-orang jahat. Berbeda apabila ia
melakukan perjalanan sebagai seorang wanita yang sudah pasti akan menarik
perhatian. Setelah tangisnya agak mereda, mendadak Lunjita bangkit sambil menghapus air
matanya. Ditatapnya dalam-dalam wajah Balira yang masih berdiri tegak di
depannya. Ia sempat tertegun melihat betapa pucat dan sedihnya wajah pemuda
gagah itu. "Sudahlah. Kita lupakan saja peristiwa itu. Maafkan atas kekasaranku tadi"
Sesudah berkata demikian, Lunjita membalikkan tubuhnya dan melangkah
meninggalkan tempat itu.
"Lunjita, tunggu...!" cegah Balira sambil melompat dan menangkap tangan
sahabatnya itu.
"Ada apa lagi" Mengapa kau menahanku?" tanya Lunjita tanpa membalikkan tubuhnya.
Dengan gerakan perlahan, cekalan tangan Balira pada lengannya dilepaskan.
"Lunjita, atau siapa pun kau sebenarnya. Aku..., aku mencintaimu."
Akhirnya keluar juga pengakuan itu dari mulut Balira.
Suaranya demikian lirih, bahkan hampir tidak terdengar.
Tubuh gadis yang menyamar sebagai laki-laki itu bergetar begitu mendengar
pengakuan Balira. Dadanya bergelombang menahan sedu-sedan yang terasa
menyesakkan dadanya.
Balira melangkah perlahan dan berdiri di hadapan gadis itu yang menundukkan
wajahnya dalam-dalam. Pemuda gagah itu memberanikan diri mengulurkan tangannya,
memegang kedua bahu yang masih terguncang lembut
"Aku menunggu keputusanmu," desah pemuda gagah itu dengan suara bergetar penuh
ketegangan. "Jawablah. Aku akan menerimanya meskipun keputusan itu adalah
sesuatu yang menyakitkan."
Gadis yang masih dalam keadaan menyamar itu mengangkat kepalanya lambat-lambat.
Pendekar Naga Putih 17 Serigala Siluman di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sepasang mata indah yang dibasahi genangan air mata itu menatap sayu
mengungkapkan perasaan hatinya. Hati Balira berdebar melihat sinar mata yang
berbicara tanpa kata itu. Tanpa perasaan ragu lagi, pemuda gagah itu
menarik tubuh Lunjita dengan gerakan perlahan.
Bukan main gembiranya hati Balira ketika tidak merasakan adanya perlawanan dari
gadis itu. Dipeluknya tubuh gadis itu penuh kehangatan dan kasih sayang.
"Ahhhh... Betapa bahagianya hatiku," bisik Balira yang semakin mempererat
pelukannya. "Kakang! Tentunya kau bertanya-tanya, mengapa aku melakukan penyamaran, bukan?"
tiba-tiba Lunjita seperti membuat pengakuan.
Balira langsung menjauhkan wajahnya, dari wajah Lunjita.
Ditatapnya dalam-dalam wajah gadis itu.
"Sebenarnya, namaku Lestari. Aku berniat ingin ikut ujian calon perwira. Dan
karena ujian itu untuk kaum laki-laki, maka aku menyamar sebagai laki-laki. Tapi
sebelum ujian berlangsung, aku telah terluka oleh empat orang berseragam hitam
itu. Dan sebenarnya, aku mengikuti ujian itu hanya untuk menguji ilmu-ilmu yang
kumiliki. Namun ternyata, aku belum berarti apa-apa," jelas Lunjita yang
ternyata bernama Lestari itu.
"Ah, sudahlah. Apa pun alasanmu, kau tetap seorang gadis.
Dan yang penting sekarang, perdalamlah ilmu-ilmumu. Suatu saat nanti, kita juga
harus menjadi pendekar sejati seperti Pendekar Naga Putih dan Kenanga."
Lestari tersenyum. Seketika dipeluknya Balira kembali. Dan ini membuat hati
pemuda itu gembira.
Hembusan angin bersilir lembut, menyirami bunga-bunga cinta yang semakin mekar
di hati kedua insan yang bahagia itu.
SELESAI Created ebook by
Scan & Convert to pdf (syauqy_arr)
Edit Teks (paulustjing)
Weblog, http://hanaoki.wordpress.com
Thread Kaskus: http://www.kaskus.us/showthread.php"t=B97228
Pendekar Misterius 4 Ksatria Negeri Salju Karya Sujoko Kembalinya Sang Pendekar Rajawali 3