Pencarian

Mawar Merah 2

Mawar Merah Roses Are Red Karya James Patterson Bagian 2


Aku meminta pengiriman uang yang sederhana antar Rekening: memeriksa IMMA. Permintaanku tidak dipenuhi tepat pada waktunya.
Sewaktu baru-baru ini aku pindah, perubahan alamatku tidak ditangani dengan benar. Tiga bulan berlalu, dan aku masih belum menerima laporan rekeningku. Ternyata alamatku tidak pernah diubah dan laporan rekeningku dikirim ke alamat yang salah.
Sesudah semua penghinaan ini, sesudah semua kesalahan yang dilakukan oleh karyawanmu yang sibuk-tidak-melakukan-apa-pun, bankmu memiliki nyali, keberanian, untuk menolak memberiku pinjaman pribadi. Yang paling tidak bisa ditolerir adalah untuk duduk di sana dan mendengarkan Miss Kuliahan yang Sombong menolakku dengan tidak tulus dan nada merendahkan yang terdengar jelas dalam suaranya.
Aku menilai pelayanan organisasi-organisasi dengan skala sepuluh. Kuharapkan 9,9999 dari 10. Bankmu gagal total.
Rakyat kecil akan mendapatkan kesempatannya.
Ia membaca kembali surat tersebut dan merasa
114 suratnya tidak buruk-tidak untuk surat yang ditulis selewat pukul dua pagi. Tidak, sebenarnya surat tersebut bagus.
Ia akan menyunting, lalu menandatanganinya, dan akhirnya menyimpannya dalam lemari arsipnya- sebagaimana yang dilakukannya dengan surat-surat lainnya. Surat-surat tersebut terlalu berbahaya dan memberatkan untuk benar-benar dikirim melalui sistem pos federal.
Terkutuk, ia membenci bank dengan sepenuh hati! Perusahaan asuransi! Perusahaan-perusahaan investasi yang sok penting! Firma-firma Internet yang sombong! Pemerintah! Bocah-bocah besar harus jatuh. Dan mereka akan jatuh. Rakyat kecil akhirnya akan mendapatkan kesempatan mereka.
Bab 35 Ada yang kujanjikan pada Jannie sewaktu aku meninggalkannya pagi itu. Sumpahku yang paling khidmat adalah aku akan mampir di Big Mike Giordano's untuk membelikan pizza baginya.
Aku sedang membawa kotak panas itu sewaktu memasuki kamarnya di rumah sakit. Jannie tidak mampu makan banyak, tapi Dr. Petito mengizinkannya untuk menyantap sepotong.
"Antaran pizza," kataku, sambil memasuki kamar.
"Hoo-re! Hoo-re!" sorak Jannie dari ranjang. "Kau sudah menyelamatkanku dari hidangan rumah sakit yang tidak enak ini. Terima kasih, Daddy. Kau yang paling hebat."
Jannie tidak tampak sakit; ia tidak tampak perlu berada di St. Anthony's. Aku harap keadaannya begitu. Aku sudah mengetahui informasi penting seputar operasinya. Total waktu persiapan dan pembedahan mencapai delapan hingga sepuluh jam. Ahli bedah akan mengiris tumornya dan mengambil sedikit irisan untuk biopsi. Hingga saat pembedahan, kondisi Jannie akan distabilkan dengan Dilantin. Operasi ditetapkan pukul 08.00 pagi besok.
"Kau mau zaitun dan ikan asin, kan"" godaku sambil membuka kotak pizza.
116 "Kau salah, Mr. Pengantar Pizza. Lebih baik bawa kembali roti yang tidak enak itu ke toko kalau ada ikan asin yang menjijikkan di dalamnya," katanya, melontarkan pandangan marah yang pasti dipelajari dari nenek buyutnya.
"Dia cuma menggodamu," kata Nana, dan me-lontarkan pandangan sama padaku namun dalam versi yang lebih lunak.
Jannie mengangkat bahu. "Aku tahu, Nana. Aku balas menggodanya. It's our thing, doo, doo. Do what you wanna do," katanya menyanyikan lagu pop lama dan tersenyum.
"Aku senang ikan asin," kata Damon, sekadar untuk bersikap kontroversial. "Benar-benar asin."
"Sudah pasti." Jannie mengerutkan kening pada kakaknya. "Kupikir kau mungkin jadi ikan asin dalam kehidupan yang lain."
Kami tertawa, seperti biasa, sambil menikmati pizza ekstra keju dan susu. Kami bertukar cerita pengalaman hari ini. Jannie kembali menjadi pusat perhatian, menjelaskan
CT scan kedua yang dijalaninya, yang berlangsung selama setengah jam. Lalu ia berseru: "Aku sudah memutuskan untuk menjadi dokter. Keputusanku final. Aku mungkin akan kuliah di Johns Hopkins seperti Daddy."
Nana dan Damon akhirnya bangkit berdiri dan pulang sekitar pukul delapan. Mereka sudah ada di rumah sakit sejak pukul tiga lewat sedikit.
Jannie mengumumkan: "Daddy tetap di sini sedikit lebih lama karena dia harus bekerja dan aku tidak cukup bertemu dengannya hari ini." Ia memberi isyarat agar Nana memeluknya dan mereka berpelukan cukup lama. Nana membisikkan sesuatu ke telinga Jannie, dan Jannie mengangguk tanda mengerti.
117 Lalu Jannie melambai memanggil Damon. "Peluk dan cium aku," perintahnya.
Damon dan Nana Mama berlalu diiringi banjir ucapan selamat tinggal, dan lambaian tambahan, dan sampai-ketemu-besok, dan senyum berani. Jannie duduk di sana dengan pipi basah dan mengilat, menangis dan tersenyum pada saat yang sama.
"Sebenarnya, aku agak menyukai keadaan ini," katanya kepada mereka. "Kau tahu aku kan harus menjadi pusat perhatian. Dan semua orang berhenti khawatir-aku akan menjadi dokter. Malahan, mulai sekarang, kalian semua bisa memanggilku Dr. Jannie""
"Selamat malam, Dr. Jannie. Mimpi indah," kata Nana dengan lembut dari ambang pintu. "Sampai ketemu besok, gadis manis."
"Malam," kata Damon. Ia berbalik, lalu berbalik kembali. "Oh, baiklah-Dr. Jannie."
Jannie dan aku diam selama beberapa saat setelah Nana dan Damon pergi. Aku mendekat dan memeluk Jannie. Kupikir adegan perpisahan tersebut agak terlalu berlebihan bagi kami berdua. Aku duduk di tepi ranjang rumah sakit, dan memeluk Jannie seakan-akan ia benda yang rapuh. Kami tetap dalam posisi itu dalam waktu lama, mengobrol sedikit, tapi sebagian besar yang kami lakukan hanyalah berpelukan.
Aku terkejut sewaktu melihat Jannie cepat tertidur dalam pelukanku. Saat itulah air mata akhirnya mulai bergulir dari mataku.
Bab 36 Aku tetap di rumah sakit menemani Jannie sepanjang malam. Aku merasakan kesedihan dan ketakutan paling hebat yang pernah kurasakan; ketakutan itu bagai makhluk hidup yang meronta-ronta dalam dadaku. Aku tidur sedikit, tidak banyak. Aku sempat memikirkan perampokan bank-sekadar mengalihkan perhatianku. Orang-orang tidak bersalah telah dibunuh secara sadis, dan hal itu membuat aku dan orang-orang lainnya sangat terpukul.
Aku juga memikirkan Christine. Aku mencintainya, tidak mampu menolaknya, tapi aku percaya Christine sudah membulatkan tekad mengenai hubungan kami berdua. Aku tidak bisa mengubahnya. Ia tidak ingin bersama detektif pembunuhan, dan aku tidak mungkin menjadi orang lain lagi.
Jannie dan aku sama-sama terjaga sekitar pukul lima keesokan paginya. Kamarnya menghadap ke atap matahari yang luas dan kebun bunga kecil. Kami duduk diam dan mengawasi matahari terbit dari balik jendela. Tampak sangat indah dan damai sehingga aku kembali merasa sedih. Bagaimana kalau ini matahari terbit yang terakhir bagi kami berdua" Aku tidak ingin berpikir begitu, tapi tidak mampu menahan diri.
119 "Jangan khawatir, Daddy," kata Jannie, memahami ekspresi wajahku seperti seorang peramal kecil yang terkadang dilakukannya. "Akan ada banyak matahari terbit yang indah dalam hidupku.... Tapi kalau mau jujur, aku agak takut."
"Bicaralah sejujurnya," kataku. "Begitulah hubungan kita selalu."
"Oke. Kalau begitu aku sangat ketakutan," kata Jannie dengan suara sangat pelan.
"Aku juga, gadis kecil."
Kami berpegangan tangan dan menatap matahari oranye kemerahan yang meriah. Jannie sangat pendiam. Butuh seluruh kekuatan kemauanku untuk menjaga diriku tidak hancur berantakan. Aku mulai merasa tercekik dan menyembunyikannya dengan kuapan palsu yang aku yakin tidak mampu menipu Jannie.
"Apa yang terjadi pagi ini"" tanya Jannie pada akhirnya dengan suara berbisik.
"Persiapan pra-operasi," kataku kepadanya. "Mungkin tes darah lain lagi."
Jannie mengerutkan hidungnya. "Mereka di sini vampir, kau tahu. Itu sebabnya aku memaksamu menginap."
"Pemikiran bagus darimu. Aku sempat menghadapi penyerangan nekat menjelang subuh. Aku tidak ingin membangunkanmu. Mereka mungkin a
kan mencukur rambutmu untuk pertama kali."
Jannie memegang kepala dengan dua tangan. "Tidak!"
"Hanya sedikit di bagian belakang. Pasti tampak hebat."
Jannie tetap menunjukkan wajah ngeri. "Yeah, benar. Menurutmu begitu" Kenapa kau tidak mencukur
1"20 bagian belakang kepalamu juga" Lalu kita berdua bisa tampak hebat."
Aku meringis kepadanya. "Akan kulakukan kalau kau mau."
Dr. Petito memasuki kamar Jannie dan mendengar kami berusaha saling mendukung.
"Kau nomor satu dalam daftar kami," katanya kepada Jannie, dan tersenyum.
Jannie menggembungkan dada kecilnya. "Kau lihat" Aku nomor satu."
Mereka membawa Jannie pergi dariku pada pukul tujuh lewat lima menit di pagi hari.
Bab 37 Aku membayangkan Jannie menari-nari dengan Rosie si Kucing, sambil menyanyikan Roses are Red. Kubiarkan bayangan tersebut muncul terus-menerus sepanjang hari yang lama dan menakutkan di St. Anthony's. Kukira menunggu di rumah sakit merupakan saat-saat yang paling mendekati neraka sebelum kita meninggal, atau paling tidak api penyucian. Nana, Damon, dan aku tidak banyak berbicara sepanjang waktu. Sampson dan bibi Jannie sempat mampir sejenak. Mereka juga merasa hancur. Situasinya tidak menyenangkan. Jam-jam terburuk dalam hidupku.
Sampson mengajak Nana dan Damon ke kantin untuk bersantap, tapi aku tidak bersedia pergi. Belum ada berita mengenai perkembangan Jannie. Segala sesuatu di rumah sakit terasa tidak nyata bagiku. Kenangan akan kematian Maria kembali melintas dalam benakku. Setelah istriku terluka dalam penembakan bermobil yang tak berperasaan, ia juga dibawa ke St. Anthony's.
Pada pukul lima lewat beberapa menit, ahli saraf, Dr. Petito, melangkah masuk ke ruang tunggu tempat kami berkumpul. Aku melihatnya sebelum ia melihat kami. Aku merasa tidak nyaman. Tiba-tiba, jantungku berdebar-debar, berdentam-dentam dengan suara keras.
122 Aku tidak bisa memahami ekspresi wajahnya, selain ia tampak kelelahan. Ia melihat kami, melambaikan satu tangan, dan melangkah ke arah kami.
Ia tersenyum, dan aku tahu kabarnya baik.
"Kami berhasil," kata Dr. Petito begitu berada di dekat kami. Ia menjabat tanganku, lalu Nana, dan Damon. "Selamat."
"Terima kasih," bisikku sambil menggenggam tangannya erat-erat, "untuk semua pengorbananmu."
Sekitar lima belas menit kemudian, Nana dan aku diizinkan masuk ke kamar pemulihan. Tiba-tiba aku merasa seperti melayang-layang, kepalaku terasa ringan menyenangkan. Jannie satu-satunya pasien yang ada dalam kamar. Kami berjalan perlahan-lahan mendekati ranjangnya, hampir berjingkat-jingkat. Sorban dari perban menutupi kepala kecilnya. Ia dihubungkan dengan berbagai monitor dan infus.
Aku meraih satu tangan. Nana Mama meraih tangan Jannie yang lain. Gadis kami baik-baik saja; mereka berhasil.
"Aku merasa seperti hidup dan pergi ke surga," kata Nana kepadaku, dan tersenyum. "Kau juga""
Jannie terusik dan mulai terjaga setelah sekitar 25 menit di kamar pemulihan. Dr. Petito dipanggil dan muncul beberapa saat kemudian. Ia meminta Jannie mengambil napas dalam-dalam beberapa kali, lalu mencoba untuk batuk.
"Kau merasa pusing, Jannie"" tanya Petito.
"Sedikit," kata Jannie.
Lalu ia memandang Nana dan aku. Mula-mula dengan mata menyipit, lalu ia mencoba membuka matanya lebar-lebar. Ia jelas masih merasa bingung. "Halo, Daddy. Halo, Nana. Aku tahu kalian juga akan ada di surga," kata Jannie pada akhirnya.
123 Aku berbalik pada saat itu, agar ia bisa melihat apa yang sudah kulakukan.
Aku sudah mencukur sebagian belakang kepalaku. Sama seperti bagian belakang kepalanya.
Bab 38 Dua hari kemudian, aku kembali menangani kasus perampokan-pembunuhan, kasus yang menarik sekaligus menjijikkan bagiku. Pekerjaan masih tetap ada di sana, bukan" Penyelidikan berjalan terus tanpa kehadiranku. Di sisi lain, tidak ada seorang pun yang ditangkap. Salah satu ungkapan kesukaan Nana melintas dalam benakku: Kalau kau jalan berputar-putar, mungkin kau mencari jalan pintas. Mungkin itulah yang menjadi masalah dalam penyelidikan sejauh ini.
Aku menemui Betsey Cavalierre di kantor FBI di Fourth Street. Ia menggoyang-goyangkan satu jari kepadaku, tapi ia juga t
ersenyum dengan gaya yang bersahabat. Ia mengenakan blazer cokelat muda, kaus biru, jins, dan ia tampak cantik. Aku gembira bertemu dengannya. Senyum pertama darinya itu akhirnya terasa memecahkan kebekuan di antara kami berdua.
"Kau seharusnya memberitahuku tentang gadis kecilmu-operasinya. Semuanya beres, Alex" Kau kurang tidur, ya""
"Dokter bilang mereka berhasil mengangkat semuanya. Dia gadis kecil yang tangguh. Pagi ini dia bertanya kepadaku kapan kami bisa memulai pelajaran
125 tinju lagi. Aku menyesal tidak memberitahumu sebelumnya. Aku kebingungan."
Ia melambai mengesampingkan kata-kata terakhirku. "Aku gembira putrimu baik-baik saja," katanya. "Aku bisa melihat kelegaan di wajahmu."
Aku tersenyum. "Well, aku bisa merasakannya. Kelegaan membuatku bisa memfokuskan diri pada banyak hal. Ayo bekerja."
Betsey mengedipkan sebelah mata. "Aku sudah ada di sini sejak pukul enam."
"Pamer," kataku.
Aku duduk di meja yang kugunakan dan mulai mempelajari tumpukan dokumen yang mulai menggunung. Agen Cavalierre duduk di meja yang sama di seberangku. Aku gembira bisa ikut bekerja lagi. Seorang pembunuh atau lebih sedang berkeliaran di luar sana membunuhi kasir-kasir, manajer-manajer, dan keluarga karyawan bank. Aku ingin membantu menghentikannya kalau bisa.
Sekitar satu jam kemudian aku menengadah dan melihat Agen Cavalierre sedang menatap ke arahku dengan ekspresi wajah kosong. Kurasa ia sedang tenggelam dalam pikirannya sendiri.
"Ada orang yang harus kutemui," kataku. "Aku seharusnya teringat padanya sebelum hari ini. Dia meninggalkan Washington selama beberapa waktu. Pergi ke Philly, New York, Los Angeles. Sekarang dia kembali. Dia merampok banyak bank, dan dia orang yang brutal."
Betsey mengangguk. "Aku akan senang bertemu dengannya. Kedengarannya pria yang hebat."
Mungkin ada kaitannya dengan sedikitnya petunjuk yang kokoh sehingga ia pergi bersamaku pagi itu. Kami menggunakan mobilnya menuju hotel murahan
126 di New York Avenue. Doral merupakan bangunan reyot dengan cat yang telah terkelupas. Tiga pelacur kurus yang kelelahan dan mengenakan rok mini baru saja meninggalkan hotel saat kami tiba. Seorang muncikari berpenampilan retro mengenakan setelan jas norak berwarna emas sedang bersandar pada Cadillac convertible kuning, mencungkili giginya.
"Kau mengajakku ke tempat-tempat yang menyenangkan," kata Agen Cavaliere sambil melangkah turun dari mobil. Kuperhatikan bahwa ia mengenakan sarung senjata di pergelangan kakinya. Selalu siap sedia.
Bab 39 Tony brophy menjalani kehidupan yang gila-gilaan di lantai empat Doral. Petugas meja depan hotel mengatakan pria itu telah menginap di sini selama seminggu, dan ia orang yang "sangat terganggu, tidak ramah, dan keparat kelas berat."
"Kurasa tempat ini tidak ada kaitannya dengan Doral di Miami," kata Betsey saat kami menaiki tangga belakang. "Benar-benar tempat sampah."
"Tunggu sampai kau bertemu Brophy. Dia sangat cocok dengan tempat ini."
Kami tiba di kamarnya tanpa pemberitahuan dan mencabut pistol masing-masing. Brophy seorang tersangka yang sah dalam kasus perampokan-pembunuhan ini. Profilnya sesuai. Kuketukkan buku-buku jemariku ke pintu kayu yang telanjang itu.
"Apa"" seru seseorang dengan suara serak dari dalam. "Kataku apa""
"Kepolisian Washington. Buka pintunya," seruku.
Kudengar ada gerakan, lalu suara seseorang membuka beberapa kunci dari balik pintu. Pintu perlahan-lahan terbuka dan Brophy memenuhi ambang pintu yang sempit. Tingginya sekitar 190 sentimeter dan beratnya hampir 130 kilogram, banyak di antaranya merupakan otot-otot yang menonjol. Rambutnya yang
128 hitam dicukur dengan pisau cukur yang tajam hingga ke kulit kepala.
"Polisi D.C. keparat," katanya, sebatang rokok tanpa filter tergantung di sela bibirnya. "Dan siapa keparat yang cantik bersamamu ini""
"Sebenarnya, aku bisa berbicara tanpa perlu diwakili," kata Betsey kepada Brophy.
Tony Brophy menyeringai merendahkan. Ia tampaknya senang mendapat reaksi atas kekasarannya. "Oke. Bicaralah. Guk."
"Aku Agen Senior Betsey Cavalierre. FBI," kata Betsey.
"Agen senior! Coba kupikir dulu, apa kalimat dari film pol
isi di TV itu" Kita bisa melakukannya dengan cara yang sulit-atau kita bisa melakukannya dengan cara yang mudah," katanya, dan memamerkan gigi-gigi yang mengejutkan putih dan ratanya. Ia mengenakan celana hitam tentara, ikat pinggang warna krem, tanpa kemeja. Lengan dan dada bagian atasnya dipenuhi tato penjara dan rambut hitam keriting.
"Aku memilih cara yang sulit. Tapi itulah aku," kata Betsey.
Brophy berpaling kepada, seorang wanita kurus pirang yang duduk di sofa hijau limau di depan TV. Wanita itu mengenakan kaus FUBU yang kebesaran menutupi pakaian dalamnya.
"Kau menyukainya seperti aku menyukainya, Nora"" tanya Brophy kepada wanita pirang itu.
Wanita itu mengangkat bahu, tampaknya tidak tertarik pada apa pun kecuali Rosie O'Donnell di TV. Ia mungkin sedang dalam pengaruh obat. Rambutnya kaku, dengan untaian-untaian yang diberi gel menjuntai ke keningnya. Di kedua pergelangan kaki, tangan dan lehernya terdapat tato kawat berduri.
129 Brophy kembali memandang Betsey Cavalierre dan aku. "Kuanggap kita ada urusan yang harus dibicarakan. Jadi, wanita misterius ini FBI. Itu bagus sekali. Berarti kau mampu membayar informasi apa pun yang mungkin kumiliki."
Betsey menggeleng. "Aku lebih suka menghajarmu sampai kau memberitahukannya."
Mata hitam Tony Brophy kembali tampak hidup. "Aku benar-benar menyukai wanita ini."
Kami mengikuti Brophy ke meja kayu di dapurnya yang mungil. Ia duduk di kursi dengan gaya menunggang, perut dan dadanya yang berbulu ditekankan ke sandaran kursi. Kami harus mencapai persetujuan keuangan sebelum ia bersedia memberitahukan sesuatu. Ia benar mengenai satu hal-anggaran Betsey Cavalierre jauh lebih besar daripada anggaranku.
"Tapi informasi ini harus bagus," kata Betsey memperingatkan.
Brophy mengangguk dengan yakin, agak sombong. "Ini informasi terbaik yang bisa kaubeli, Sayang. Paling unggul. Begini, aku bertemu dengan orang di balik pekerjaan-pekerjaan yang menjijikkan di Maryland dan Virginia. Mau tahu seperti apa dia" Well, dia bajingan yang dingin. Dan ingat siapa yang memberitahukan hal itu kepadamu."
Brophy menatap tajam Betsey dan aku. Ia jelas berhasil menarik minat kami.
"Dia mengaku bernama Mastermind" kata Brophy dengan logat Florida. "Dia sangat serius mengenai nama itu. Mastermind! Kalian percaya"
"Kami berdua bertemu di Hotel Sheraton Bandara. Dia menghubungiku melalui seseorang yang kukenal di New York," lanjut Brophy. "Si Mastermind ini mengetahui berbagai hal mengenai diriku. Dia me-
130 nyebutkan kelebihanku, lalu kelemahanku. Dia tahu segala hal tentang diriku hingga hal-hal kecil sekalipun. Dia bahkan tahu tentang Nora yang manis dan kebiasaan-kebiasaannya."
"Menurutmu dia polisi" Dengan semua informasi yang dimilikinya atas dirimu"" tanyaku kepada Brophy.
Brophy menyeringai lebar. 'Tidak. Terlalu pandai. Tapi dia mungkin sudah berbicara dengan beberapa polisi, mengingat dia mengetahui segalanya. Itu sebabnya aku tidak pergi dan mendengarkan perkataannya. Itu, ditambah kata-katanya bahwa ini kesempatan enam angka yang tinggi bagiku. Itu menarik perhatianku."
Agen Cavalierre dan aku sekarang hanya perlu mendengarkan. Begitu Brophy mulai, ia tak mungkin bisa dihentikan.
"Bagaimana tampangnya"" tanyaku.
"Kau mau tahu bagaimana tampangnya" Itu pertanyaan senilai sejuta dolar, Regis Philbin. Biar kujelaskan situasinya padamu. Sewaktu aku memasuki kamar hotelnya, ada lampu-lampu terang benderang yang disorotkan ke arahku. Seperti lampu-lampu pemutaran perdana film Hollywood. Aku tidak bisa melihat apa-apa."
"Bahkan sosoknya"" tanyaku kepada Brophy. "Pasti ada yang sempat kaulihat."
"Siluetnya. Dia berambut panjang. Atau mungkin dia mengenakan rambut palsu. Hidung besar, telinga besar. Seperti mobil dengan kedua pintunya dibuka. Kami bercakap-cakap dan dia berjanji akan menghubungi-tapi aku tidak pernah mendapat kabar darinya lagi. Kurasa dia tidak menginginkan aku sebagai anggotanya."
"Kenapa tidak"" tanyaku kepada Brophy. Pertanya-
131 an itu serius. "Kenapa dia tidak menginginkan orang sepertimu""
Brophy membentuk pistol dengan tangannya dan menembakku. "Dia menginginkan pembunu
h, dude. Aku bukan pembunuh. Aku pencinta. Betul kan, Betsey""
Bab 40 Apa yang diceritakan Brophy kepada kami menakutkan dan tidak boleh sampai bocor ke pers. Seseorang yang mengaku bernama Mastermind sedang berkeliaran di luar sana mewawancarai dan mempekerjakan para pembunuh profesional. Hanya pembunuh. Apa rencana Mastermind selanjutnya" Perampokan bank-sandera lagi" Apa yang dipikirkannya"
Sesudah menyelesaikan pekerjaan malam itu, aku pergi ke St. Anthony's. Jannie baik-baik saja, tapi aku kembali menginap di sana. Rumahku jauh dari rumah. Jannie mulai memanggilku "roomie"-teman sekamar.
Keesokan paginya aku mempelajari arsip-arsip mengenai mantan karyawan yang mendendam pada Citibank, First Union, dan First Virginia; dan juga catatan mengenai siapa pun yang pernah menyampaikan ancaman serius apa pun terhadap bank-bank. Suasana hati di kantor lapangan FBI tersebut menggambarkan keputusasaan bisu. Tidak terdengar keributan atau semangat yang mengiringi petunjuk atau kemajuan apa pun. Kami masih belum mendapatkan satu pun tersangka yang bagus.
Ancaman serius maupun kosong biasanya ditangani
133 oleh departemen penyelidikan internal perusahaan. Surat-surat kebencian umumnya sering kali berasal dari orang-orang yang ditolak permohonan pinjamannya atau yang disita rumahnya. Surat kebencian bisa berasal dari wanita atau pria dengan kemungkinan sama besar. Menurut profil-profil psikologis yang kubaca pagi itu, surat itu biasanya berasal dari orang yang mendapat masalah di tempat kerja, masalah keuangan, atau rumah tangga. Sesekali, ada ancaman serius karena praktik perburuhan bank atau afiliasinya dengan negara-negara asing seperti Afrika Selatan, Irak, dan Irlandia Utara. Surat-surat untuk bank-bank besar diperiksa dengan sinar-X di ruang surat. Dan sering kali terjadi kekeliruan. Kartu Natal bermusik terkadang memicu sistem tersebut.
Proses itu melelahkan tapi perlu. Proses itu merupakan bagian dari pekerjaan. Kulirik Betsey Cavalierre sekitar pukul satu. Ia ada di sana bersama dengan yang lainnya, duduk di depan meja logam sederhana. Ia nyaris tidak kelihatan di balik tumpukan dokumen.
"Aku akan keluar lagi sebentar," kataku kepadanya. "Ada orang yang ingin kuperiksa. Dia pernah mengancam Citibank beberapa kali. Dia tinggal tidak jauh dari sini."
Cavalierre meletakkan bolpoinnya. "Aku ikut denganmu. Kalau kau tidak keberatan. Kyle bilang dia percaya pada firasatmu."
"Lihat apa akibatnya bagi Kyle," kataku, dan tersenyum.
"Tepat sekali," kata Betsey, dan mengedipkan mata. "Ayo pergi."
Aku sudah membaca arsip Joseph Petrillo beberapa kali. Arsip itu lebih menonjol dibandingkan dengan yang lain. Setiap minggu selama dua tahun terakhir,
134 pimpinan Citibank di New York menerima surat penuh kemarahan, bahkan brutal, dari Petrillo. Ia bekerja sebagai satpam di bank tersebut mulai Januari 1990 hingga baru-baru ini. Ia dipecat karena pengurangan anggaran yang memengaruhi setiap departemen dalam bank, bukan hanya departemennya. Petrillo tidak menerima penjelasan tersebut, atau apa pun lainnya yang dilakukan bank dalam usahanya mengusir Petrillo.
Ada sesuatu dalam nada surat-surat itu yang membuatku waspada. Semuanya ditulis dengan baik dan cerdas, tapi surat-surat itu menunjukkan tanda-tanda paranoia, kemungkinan bahkan schizophrenia. Petrillo berpangkat kapten di Vietnam sebelum bekerja di bank tersebut. Ia pernah bertempur. Polisi pernah menemuinya sehubungan dengan surat-surat itu, tapi tidak ada tuntutan yang diajukan.
"Ini pasti salah satu dari firasatmu yang terkenal itu," kata Betsey saat kami melaju menuju rumah tersangka di Fifth Avenue.
"Ini salah satu firasat buruk yang terkenal," kataku. "Detektif yang mewawancarainya beberapa bulan yang lalu juga mendapat firasat buruk. Bank menolak untuk menindaklanjuti keluhannya."
Tidak seperti jalan dengan nama yang sama di New York, Fifth Avenue di D.C. merupakan kawasan hunian murah di pinggiran Capitol Hill. Dulu jalan itu banyak dihuni oleh orang Amerika keturunan Italia, tapi sekarang berbagai ras sudah bercampur baur. Mobil-mobil tua yang karatan berjajar di tepi jalan.
Sebuah sedan BMW, dengan aksesori lengkap, tampak menonjol dibandingkan kendaraan-kendaraan lainnya. Mungkin milik pengedar obat bius. "Masih sama," kata Betsey.
135 "Kau kenal kawasan ini"" tanyaku saat kami berbelok memasuki jalan tempat tinggal Petrillo.
Ia mengangguk dan mata cokelatnya menyipit. "Beberapa tahun yang lalu, kapan tepatnya tidak untuk diungkapkan sekarang. Aku dilahirkan tidak jauh dari sini. Empat blok, tepatnya."
Kulirik Betsey sekilas dan kulihat ekspresi muram di wajahnya saat ia menatap ke luar kaca depan. Ia sudah mengizinkan diriku mengetahui sedikit tentang masa lalunya. Ia tumbuh besar di sisi yang salah dari jalur Washington. Ia tidak tampak seperti itu.
"Kita tidak perlu menindaklanjuti firasat ini," kataku kepadanya. "Aku bisa memeriksanya nanti. Mungkin bukan apa-apa, tapi Petrillo tinggal begitu dekat dengan kantor lapangan."
Cavalierre menggeleng, mengangkat bahu. "Kau membaca banyak arsip hari ini. Yang satu ini menarik perhatianmu. Kita harus menindaklanjutinya. Aku tidak keberatan berada di sini."
Kami berhenti di depan rumah makan di tikungan jalan, tempat anak-anak setempat mungkin berkeliaran selama beberapa dekade terakhir. Kelompok saat ini tampaknya agak sedikit retro dengan pilihan jins kebesaran, kaus gelap, rambut yang disisir licin mengilat ke belakang. Mereka semuanya berkulit putih.
Kami menyeberangi jalan dan melangkah ke ujung blok. Kutunjuk rumah kuning kecil. "Itu rumah Petrillo."
"Ayo bicara dengannya," kata Cavalierre. "Coba kita cari tahu apakah ada bank yang dirampoknya akhir-akhir ini."
Kami menaiki tangga beton berlubang-lubang menuju pintu kasa logam kelabu. Kuketuk ambang pintunya dan berseru, "Kepolisian D.C. Aku ingin berbicara dengan Joseph Petrillo."
136 Aku berpaling kepada Betsey, yang berdiri di sebelah kiriku, satu anak tangga batu lebih rendah. Aku bahkan tidak yakin apa yang akan kukatakan kepadanya.
Apa pun itu-aku tidak sempat mengatakannya.
Terdengar gemuruh letusan senapan-mungkin senapan tabur. Sangat keras, memekakkan telinga, lebih menakutkan daripada sambaran kilat. Suara itu berasal dari dalam rumah, tidak jauh dari pintu depan.
Betsey menjerit. Bab 41 Aku menjatuhkan diri dari teras, sambil meraih Betsey. Kami tiarap di halaman rumput, bergegas mencabut pistol masing-masing, dengan napas terengah-engah.
"Ya Tuhan! Tuhan!" kata Betsey dengan napas tersentak.
Tidak satu pun dari kami yang tertembak, tapi kami ketakutan setengah mati. Aku juga begitu marah kepada diriku sendiri karena bersikap ceroboh di pintu.
"Sialan! Aku tidak menduga dia akan menembaki kita."
"Ini terakhir kalinya aku meragukan firasatmu," bisik Betsey. "Akan kupanggilkan bantuan."
"Panggil Metro lebih dulu" kataku kepadanya. "Ini kota kami."
Kami berjongkok di samping pagar tanaman yang tidak dirapikan dan beberapa sesemakan mawar yang tumbuh liar. Kami berdua telah menggenggam pistol masing-masing. Pistolku kuarahkan ke atas di samping wajahku. Apa Mastermind yang berada di sini" Apa kami sudah menemukannya"
Di seberang jalan, para remaja di depan rumah makan dengan berani mencari tahu apa yang tengah
138 terjadi, lebih tepatnya, dari mana asal suara tembakan. Mata mereka terbelalak dan mengawasi kami seakan-akan kami tokoh dari NYPD Blue atau Law & Order.
"Joe Sinting," kata salah seorang di antaranya dengan menangkupkan tangan di sekitar mulut dan berteriak sekeras-kerasnya.
"Paling tidak dia berhenti menembak untuk saat ini," bisik Betsey. "Joe Sinting."
"Sialnya, dia masih memiliki senapan taburnya. Dia bisa menembak lagi kalau mau."
Aku bergeser memutar di tanah agar bisa melihat bagian depan rumah dengan sedikit lebih baik. Tidak ada lubang di pintu. Tidak ada apa-apa.
"Joseph Petrillo!" teriakku lagi.
Tidak terdengar jawaban dari dalam rumah.
"Kepolisian D.C!" seruku. Kau menungguku untuk menunjukkan wajahku lagi, Joe Sinting" Kau mau sasaran yang sedikit lebih baik kali ini"
Aku merayap mendekati teras, tapi tetap merunduk di bawah pagar.
Anak-anak di seberang jalan mulai menirukan diriku. "Mr. Petrillo" Mr. Petrillo Sinting" Kau baik-baik saja di dalam sana, k
eparat gila"" Bantuan tiba beberapa menit kemudian. Dua mobil patroli dengan sirene melolong. Lalu dua lagi. Lalu dua sedan FBI. Semua orang bersenjata lengkap dan siap menghadapi masalah besar. Blokade didirikan di kedua ujung jalan. Rumah-rumah di seberang dikosongkan, juga toko di tikungan jalan. Sebuah helikopter berita TV muncul tidak terduga dan tidak diinginkan-terbang melintas.
Aku berpartisipasi dalam penembakan seperti ini lebih sering dari yang ingin kupikirkan. Tidak bagus.
139 Kami menunggu sekitar dua puluh menit lagi sebelum seregu SWAT tiba. Para kesatria biru. Mereka mengenakan perisai tubuh lengkap dan menggunakan alat pendobrak untuk merobohkan pintu depan. Lalu kami masuk.
Aku tidak perlu ikut, tapi kumasuki rumah di belakang regu utama. Aku mengenakan rompi Kevlar dan Agen Cavalierre juga. Aku senang melihat ia masuk bersama kami.
Di dalam situasinya lebih aneh dari yang aneh. Ruang duduk rumah itu tampak seperti loteng perpustakaan: buku-buku yang lembap, tanpa sampul, majalah yang tercabik-cabik, dan koran-koran lama bertumpuk hingga dua meter dan memenuhi sebagian besar ruangan. Di mana-mana ada kucing, lusinan jumlahnya. Kucing-kucing itu mengeong dengan suara keras, menyedihkan. Kucing-kucing itu tampak setengah kelaparan.
Joseph Petrillo juga ada di sana. Ia tergeletak di atas setumpuk majalah Newsweek, Time, Life, dan People edisi lama. Ia pasti jatuh ke atasnya sewaktu terjengkang. Mulutnya ternganga membentuk senyuman-setengah senyum.
Ia telah menembak dirinya sendiri dengan senapan tabur. Senapan itu tergeletak di lantai di samping kepalanya yang berlumuran darah. Sebagian besar bagian kanan wajahnya telah hilang. Darah menciprati dinding, kursi berlengan, dan beberapa buah buku. Salah seekor kucing menjilati tangannya dengan penuh semangat.
Aku menunduk memandang buku-buku dan koran-koran yang berserakan dekat mayatnya. Kulihat sehelai brosur Citibank. Juga beberapa laporan rekening bank Petrillo. Laporan itu menunjukkan saldo
140 7.711 dolar tiga tahun sebelumnya, tapi sekarang hanya tersisa 61 dolar.
Betsey Cavalierre berjongkok di dekat mayat. Aku merasa ia tengah berjuang keras agar tidak muntah. Dua ekor kucing menggosok-gosokkan diri ke kakinya, tapi Cavalierre tampaknya tidak menyadarinya.
"Dia tidak mungkin Mastermind," katanya.
Aku memandang lurus ke mata Cavalierre dan melihat ketakutan, tapi sebagian besar kesedihan yang ada di sana. "Tidak, aku yakin bukan, Betsey. Bukan Petrillo yang malang dan kucing-kucingnya yang kelaparan."
Bab 42 Akhirnya aku pulang untuk tidur di ranjangku sendiri. Jannie mengasihaniku karena sakit punggung akibat tidur di kursi di kamarnya. Aku tidur dengan cepat di rumah sewaktu telepon berdering. Kuterima telepon itu setelah berdering dua kali dengan suara keras.
Dari Christine. "Alex, ada orang di rumah. Kupikir Shafer. Dia datang untuk menangkapku. Tolong bantu aku!"
"Hubungi polisi. Aku segera ke sana," kataku pada corong telepon. "Kau dan Alex tinggalkan rumah sekarang juga!"
Biasanya aku membutuhkan waktu hampir setengah jam untuk tiba di Mitchellville. Aku tiba di sana dalam waktu kurang dari lima belas menit malam itu. Lampu-lampu menyala terang di jalan. Dua mobil polisi diparkir di depan town house tempat tinggal Christine. Saat itu hujan turun deras.
Aku melompat keluar dari Porsche dan berlari ke teras. Seorang petugas patroli tinggi besar mengenakan jas hujan biru tua mengangkat tangan menghentikan langkahku.
"Aku Detektif Alex Cross, Metro D.C. Aku teman baik Christine Johnson."
142 Ia mengangguk dan tidak memaksaku menunjukkan lencana. "Dia di dalam bersama petugas lainnya. Ms. Johnson baik-baik saja, Detektif. Begitu juga dengan bocah kecilnya."
Aku bisa mendengar suara Alex kecil menangis di dalam sana. Saat masuk ke ruang duduk, aku melihat dua petugas patroli menemani Christine. Christine menangis, tapi juga berbicara lantang dengan dua petugas polisi itu.
"Dia di sini! Sudah kubilang. Geoffrey Shafer-si Musang! Dia ada di sini entah di mana!" teriak Christine, dan menyisir rambut dengan kedua tangannya.
Bayinya sedang menangis dal
am gendongan Pack 'N Play. Aku mendekat ke sana dan mengangkatnya. Bocah itu langsung tenang begitu berada dalam pelukanku. Aku mendekati Christine dan kedua petugas patroli itu.
"Ceritakan tentang Geoffrey Shafer kepada mereka," Christine memohon kepadaku. "Ceritakan apa yang sudah terjadi. Betapa sintingnya orang itu!"
Kuberitahukan siapa diriku kepada kedua petugas itu, kemudian kuceritakan penculikan terhadap Christine yang menakutkan lebih dari setahun berselang di Bermuda. Kucoba untuk menceritakan versi ringkasnya, dan sesudah aku selesai mereka mengangguk. Mereka mengerti, memahami.
"Aku ingat kasus itu dari koran," kata salah seorang di antaranya. "Masalahnya, tidak ada bukti ada orang yang masuk kemari malam ini. Kami sudah memeriksa semua pintu, jendela, dan wilayah sekitar."
"Apa kalian keberatan kalau aku melihat-lihat"" tanyaku.
143 "Sama sekali tidak. Kami akan menunggu di sini bersama Ms. Johnson. Tidak perlu tergesa-gesa, Detektif."
Kuberikan bayi itu kepada Christine lalu kuperiksa rumah dengan hati-hati. Aku mencari ke mana-mana, tapi aku tidak menemukan tanda-tanda ada yang masuk dengan paksa. Aku berjalan mengelilingi rumah dan meskipun lahan tersebut basah, aku tidak melihat ada jejak kaki yang masih baru. Aku tidak yakin Shafer datang kemari malam ini.
Sewaktu kembali ke ruang duduk, Christine dan bayinya sedang meringkuk tenang di sofa. Kedua petugas patroli menunggu di teras depan di luar. Aku keluar dan berbicara dengan mereka.
"Bolehkah aku bicara sejujurnya"" tanya salah seorang dari antara mereka kepadaku. "Mungkinkah Ms. Johnson bermimpi buruk" Kedengarannya mirip mimpi buruk atau semacamnya. Dia merasa yakin si Shafer ini ada di rumahnya. Di kamar tidur. Kami tidak melihat apa pun yang mendukung keyakinan itu, Detektif. Pintu-pintunya terkunci. Alarm masih menyala. Apa dia pernah mengalami mimpi buruk""
"Terkadang begitu. Akhir-akhir ini. Terima kasih atas bantuan kalian. Biar kuambil alih sekarang."
Sesudah mobil patroli melaju pergi, aku kembali masuk ke rumah menemani Christine. Ia tampak agak lebih tenang sekarang, tapi matanya begitu sedih.
"Apa yang terjadi padaku"" tanyanya. "Aku mau kehidupanku kembali. Aku tidak bisa melarikan diri darinya"
Ia tidak mengizinkan aku memeluknya, bahkan pada saat itu. Ia tidak ingin mendengar bahwa mungkin ia bermimpi tentang Geoffrey Shafer, si
144 Musang. Christine mengucapkan terima kasih padaku karena mau datang, tapi kemudian ia memintaku pulang.
"Tidak ada yang bisa kaulakukan untukku," katanya.
Kucium bayinya, lalu aku pulang.
Bab 43 Tepat pukul 07.00 Mr. Blue mengambil posisi di hutan fir lebat di belakang sebuah rumah di kawasan Woodley Park, Washington.
Sebagaimana yang telah dilakukannya selama tiga pagi berturut-turut, manajer bank, Martin Casselman, meninggalkan rumahnya sekitar pukul tujuh lewat dua puluh. Casselman memandang lingkungan tempat tinggalnya terlebih dulu sebelum masuk ke mobil. Mungkin saja ia ketakutan mendengar kabar perampokan-perampokan bank yang belakangan ini terjadi di Maryland dan Virginia. Namun tetap saja, kebanyakan orang tidak pernah mengira kejadian seperti itu bisa menimpa mereka.
Istri Casselman adalah guru di SMA Dumbarton Oaks. Ia mengajar bahasa Inggris, yang sejak dulu dibenci Mr. Blue. Mrs. C. akan berangkat kerja mendekati pukul delapan. Pasangan Casselman orang-orang yang terorganisir dan bisa ditebak, yang menjadikan pekerjaan ini lebih mudah.
Mr. Blue berjongkok di samping pohon elm yang hampir mati; ia menunggu telepon melalui ponselnya. Sejauh ini segalanya berjalan sesuai jadwal, dan ia merasa santai. Kurang-lebih delapan menit setelah


Mawar Merah Roses Are Red Karya James Patterson di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

146 kepergian Martin Casselman, ponselnya berdering. Ja menekan tombol terima. "Mr. Blue. Bicaralah."
"C. tiba untuk janji temu kita. Dia di tempat parkir sementara kita berbicara. Ganti."
"Diterima, ganti. Semuanya tampak bagus untuk pertemuanku dengan Mrs. C."
Begitu Mr. Blue menekan tombol untuk mengakhiri pembicaraan, ia melihat Victoria Casselman melangkah keluar dari pintu depan rumah dan menguncinya. Ia mengenakan setelan merah muda dan mengingatkan Mr. Blu
e pada Farrah Fawcett di masa jayanya.
"Mau ke mana dia"" ucap Mr. Blue, terkejut. Seharusnya tidak ada kejutan dalam pekerjaan ini. Mastermind seharusnya sudah memperhitungkan segala sesuatunya dengan sempurna. Ini bukan kesempurnaan. Mr. Blue melangkah dengan cepat menerobos hutan yang lebat dan sesemakan tinggi yang memisahkan dirinya dengan rumah pasangan Casselman. Ia bisa melihat bahwa ia tidak akan tiba tepat pada waktunya.
Kesalahan. Dirinya, atau wanita itu"
Kesalahan kami berdua! Ia berangkat terlalu dini pagi ini; posisiku tidak tepat!
Ia berlari ke arah Hawthorne Street, tapi Victoria telah berada di dalam Toyota hitamnya dan memundurkan kendaraan tersebut di jalur masuk. Kalau Victoria berbelok ke kanan, segalanya benar-benar kacau. Kalau ia berbelok ke kiri, Mr. Blue masih memiliki kesempatan untuk menyelamatkan hari ini. Ayo Farrah, Sayang, belok kiri!
Mr. Blue berusaha memikirkan alasan untuk ber-
147 teriak pada Victoria-sesuatu yang akan menghentikan Victoria saat itu juga. Tapi apa" Pikir. Pikir.
Gadis yang baik! Ia berbelok ke kiri, tapi Mr. Blue masih merasa tidak akan tiba di jalan tepat pada waktunya untuk menghentikan wanita itu.
Ia mengerahkan tenaga, kepala menunduk. Ia merasakan semburan panas yang tiba-tiba, sangat menyengat, di dalam dadanya. Ia tidak ingat kapan terakhir kali harus berlari sekuat tenaga seperti ini.
"Hei! Hei! Kau bisa membantuku"" serunya dengan sekuat tenaga. "Tolong aku, kumohon! Tolong!"
Kepala Victoria Casselman yang berambut pirang berpaling sewaktu mendengar teriakan-teriakan itu. Ia agak melambatkan mobil, tapi masih tidak berhenti sepenuhnya.
Ia harus menghentikan wanita ini.
"Istriku akan melahirkan!" teriak Mr. Blue. "Tolong. Istriku akan melahirkan."
Ia mendesah dengan kelegaan hebat sewaktu melihat sedan hitam itu berhenti di tengah jalan. Ia berharap tidak ada tetangga usil yang mengawasi dari salah satu rumah yang berjajar di kedua tepi jalan. Tapi hal itu tidak jadi masalah. Ia harus menghentikan Victoria Casselman dengan cara apa pun. Ia masih terengah-engah sewaktu berlari-lari mendekati mobil.
"Ada apa" Di mana istrimu"" seru Victoria Casselman melalui jendela yang terbuka.
Mr. Blue terus terengah-engah hingga berada tepat di samping mobil. Lalu ia mencabut sepucuk pistol Sig Sauer dan menghantam rahang Victoria dengan gagangnya. Kepala Victoria Casselman tersentak ke satu sisi dan wanita itu menjerit kesakitan.
"Kita akan kembali ke dalam rumah!" teriak Mr.
148 Blue sambil melompat masuk ke dalam mobil. Ia mengacungkan pistol ke kening Victoria.
"Mau ke mana kau pukul setengah delapan pagi" Oh, tutup mulutmu. Aku tidak benar-benar peduli. Kau melakukan kesalahan, Victoria. Kau melakukan kesalahan besar." Hanya itu yang bisa dilakukan Mr. Blue agar tidak menembak mati Victoria di kursi depan mobilnya.
Bab 44 Perampokan sedang berlangsung di cabang Chase Manhattan Bank dekat Hotel Omni Shoreham di Washington. Betsey Cavalierre dan aku tidak banyak bicara dalam perjalanan dari kantor FBI ke bank tersebut. Kami berdua takut akan apa yang mungkin kami temukan.
Betsey bersikap resmi. Ia meletakkan sirene di atap mobil dan kami melesat melintasi Washington. Saat itu hujan turun lagi, dan air menghantam atap dan kaca depan mobil. Kota Washington sedang menangis. Mimpi buruk ini semakin dalam dan tampaknya semakin cepat. Kejadian ini sama menakutkan dan tidak terduganya seperti kasus pembunuhan ganda mana pun yang pernah kutangani sebelumnya. Tidak masuk akal bagiku. Anggota perampok bank, atau kemungkinan dua anggota perampok bank, beroperasi seperti segerombolan pembunuh masai. Liputan pers besar-besaran dan mengejutkan; publik ketakutan, dan mereka patut merasa takut; industri perbankan memprotes karena perampokan dan pembunuhan tersebut tidak dihentikan.
Aku terguncang dari lamunan mendengar raungan sirene polisi di depan. Lolongan tersebut membuat
150 bulu kudukku berdiri. Lalu aku melihat tanda biru-dan-putih cabang Chase Bank.
Betsey menghentikan mobil sekitar satu blok jauhnya di Twenty-eighth Street. Kami hanya bisa mendekat sampai di sana. Bahkan denga
n hujan deras, ada ratusan penonton, lusinan ambulans, mobil polisi, bahkan sebuah truk pemadam kebakaran telah tiba di lokasi.
Kami berlari menerobos hujan ke arah bangunan bata merah sederhana di tikungan Calvert. Aku beberapa langkah di depan Betsey, tapi ia menambah kecepatan.
"Kepolisian Metro. Detektif Cross," kataku, dan menunjukkan lencanaku pada petugas patroli yang berusaha menghalangi jalan ke areal parkir bank. Petugas patroli tersebut melihat lencana emasku dan menyingkir.
Berbagai sirene polisi dan kendaraan darurat terus melolong keras, dan aku bertanya-tanya apa alasannya. Begitu aku melangkah memasuki lobi bank, aku mengetahuinya. Kuhitung ada lima mayat Kasir dan eksekutif: tiga wanita, dua pria. Semuanya ditembak mati. Ini pembantaian yang lain, mungkin yang terburuk sejauh ini.
"Kenapa" Tuhan!" gumam Agen Cavalierre di sampingku. Selama sedetik ia berpegangan pada lenganku, tapi kemudian menyadari apa yang telah dilakukannya dan melepaskan pegangannya.
Seorang agen FBI bergegas mendekati kami. Namanya James Walsh dan aku mengingatnya dari pertemuan pertama kami di kantor lapangan. "Lima orang tewas di sini. Mereka semua staf, karyawan bank."
"Sandera di rumah"" tanya Betsey.
151 Walsh menggeleng. "Istri manajernya juga tewas. Ditembak dari jarak dekat. Dieksekusi untuk alasan yang tidak bisa kita tebak.... Betsey, mereka meninggalkan satu orang yang selamat di bank. Dia membawa pesan untukmu dan Detektif Cross. Dari seseorang bernama Mastermind."
Bab 45 Orang yang selamat itu bernama Arthur Strickland, dan ia dikurung dalam ruang kerja manajer yang dibantai, sejauh mungkin dari pers. Ia satpam bank.
Strickland bertubuh jangkung, ramping, berotot di usia akhir empat puluhan. Sekalipun secara fisik mengesankan, ia tampaknya dalam keadaan shock. Keringat besar-besar menutupi wajahnya dan kumisnya yang tebal. Kemeja seragam biru mudanya basah kuyup.
Betsey mendekati satpam bank tersebut dan berbicara dengan suara sangat lembut. "Aku Agen Senior Cavalierre dari FBI. Aku yang memimpin penyelidikan kasus ini, Mr. Strickland. Ini Detektif Cross dari kepolisian D.C. Katanya ada pesan untuk kami""
Pria yang tampak kuat itu tiba-tiba tidak bisa menahan diri lagi. Ia menangis terisak-isak sambil menutupi wajah dengan tangan. Ia membutuhkan waktu sekitar semenit sebelum berhasil menenangkan diri dan mampu berbicara.
"Orang-orang yang tewas dibunuh di sini hari ini merupakan orang-orang yang menyenangkan. Mereka teman-temanku," katanya. "Aku seharusnya melindungi mereka, dan para pelanggan kami tentunya."
"Kejadian ini memang menakutkan, tapi bukan
153 kesalahanmu," kata Betsey kepada satpam tersebut. Ia berusaha untuk bersikap ramah, menenangkan pria tersebut, dan ia melakukan pekerjaan yang bagus. "Kenapa para perampok membunuh mereka" Bagaimana caramu bisa lolos""
Satpam tersebut menggeleng jengkel. "Aku tidak lolos," katanya. "Mereka menahanku di lobi bersama yang lain. Perampoknya dua orang. Kami semua diperintahkan untuk tiarap di lantai. Mereka bilang mereka harus meninggalkan bank pukul delapan lewat seperempat. Tidak lebih dari itu. Tidak ada kesalahan, kata mereka beberapa kali. Tidak ada alarm. Tidak ada tombol panik."
"Mereka terlambat keluar dari bank"" tanyaku kepada Arthur Strickland.
"Tidak, Sir" kata satpam tersebut kepadaku. "Itu dia. Mereka bisa saja menyelesaikannya tepat waktu. Mereka tampaknya tidak ingin tepat waktu. Mereka memerintahkan aku berdiri. Kupikir mereka akan menembakku pada saat itu. Aku pernah di Vietnam, tapi aku belum pernah setakut ini."
"Mereka memberimu pesan untuk kami"" tanyaku kepadanya.
"Ya, Sir. Pesan untuk kalian berdua. 'Kau suka bank ini"' tanya salah seorang dari mereka kepadaku. Aku bilang aku menyukai pekerjaanku. Dia memanggilku keparat tolol. Lalu dia bilang aku harus menjadi kurir mereka. Aku harus memberitahu Agen Cavalierre dari FBI dan Detektif Cross bahwa ada kesalahan yang dilakukan di bank. Katanya tidak boleh ada kesalahan lagi. Dia mengulanginya beberapa kali. Tidak boleh ada kesalahan lagi. Katanya, 'Beri-tahu mereka pesan ini dari Mastermind.' Lalu
mereka menembak semua orang lainnya. Mereka menembak
154 begitu saja ke tempat rekan-rekanku berbaring di lantai sekarang. Semuanya kesalahanku. Aku satpam yang sedang bertugas di bank. Aku membiarkan hal itu terjadi."
"Tidak, Mr. Strickland," kata Betsey Cavalierre dengan suara lembut kepada satpam bank itu. "Kau tidak bersalah. Kami yang bersalah, bukan dirimu."
Bab 46 Tidak boleh ada kesalahan lagi.
Mastermind tahu segalanya tentang si FBI Betsey Cavalierre dan Detektif Cross. Ia berada di atas segalanya, bahkan para petugas polisi yang ditugaskan untuk menangani kasus ini. Mereka merupakan bagian dari rencananya sekarang.
Hari yang indah untuk perjalanan singkat ke wilayah pedesaan di luar kota Washington. Bunga-bunga lili tengah mekar, dan langit bersih; warnanya biru pucat kehijauan, dengan sedikit gumpalan awan tampak simetris di timur dan di barat.
Kelompok perampok bank sekarang ini menginap di tanah pertanian tepat di sebelah selatan Hayfield, Virginia. Tempat itu delapan puluh mil lebih di barat daya Washington, hampir berada di negara bagian West Virginia.
Ia mengitari tikungan jalan yang tidak diaspal dan melihat bagian belakang van Mr. Blue mencuat keluar dari sebuah lumbung merah pudar. Dua ekor anjing berkeliaran di halaman, menggigiti lalat kuda. Ia tidak melihat satu pun anggota kelompok, atau kekasih mereka, tapi ia mendengar suara musik rock-and-roll yang mereka putar keras-keras: lagu dengan banyak permainan gitar, musik rock gaya Selatan
156 yang mereka putar terus-menerus, pagi dan malam hari.
Ia masuk ke ruang duduk rumah pertanian, yang telah diubah hingga mirip ruang terbuka di dalam rumah. Ia melihat Mr. Blue, Mr. Red, Mr. White, dan kekasih mereka, termasuk Ms. Green. Ia bisa mencium bau kopi yang sedang diseduh. Sebatang sapu disandarkan ke satu dinding, yang artinya mereka telah membersihkan tempat ini sedikit sebelum ia tiba. Di samping sapu itu terdapat senapan penembak jitu buatan Heckler and Koch.
"Halo, semuanya," kata Mastermind, sambil melambai, gayanya. Ia tersenyum, tapi tahu bahwa mereka menganggapnya orang aneh. Terserah. Ms. Green memandangnya seakan-akan ia orang aneh yang tertarik pada wanita itu.
"Hei, mon professor" kata Blue, dan menyeringai gembira yang begitu tidak tulus hingga terasa menyakitkan. Mastermind tidak bisa dibodohi. Mr. Blue seorang pembunuh berdarah dingin. Itu sebabnya ia dipilih untuk perampokan First Union, First Virginia, dan Chase. Mereka semua pembunuh, bahkan ketiga gadis kekasih mereka.
"Pizza," kata Mastermind, sambil mengacungkan dua kotak dan sebuah kantong kertas. "Kubawakan pizza. Dan anggur Chianti yang nikmat."
Bab 47 Pembunuh kegembiraan, pikirnya. Mesin pembunuh. Membunuh waktu. Gagasan Mematikan. Medan pembunuhan.
Mastermind tersenyum tipis pada permainan katanya sendiri yang digandrunginya. Senyum seperti setengah senyum yang tidak terasa nyaman di wajahnya. Rasanya palsu dan agak dipaksakan. Saat itu baru pukul empat lewat, dan di luar matahari masih bersinar amat cerah. Ia berjalan-jalan di padang rumput. Ia memikirkan segala sesuatunya dengan saksama. Sekarang ia kembali ke rumah pertanian.
Ia masuk melalui pintu kasa depan dan membiarkan pandangannya merayapi mayat-mayat itu. Para anggota kelompok telah tewas, keenam-enamnya. Mayat mereka terpuntir dan mengerut dengan aneh, seperti yang bisa terjadi pada logam kalau ada badai api. Ia pernah melihat fenomena itu, setelah kebakaran yang mengamuk di lereng perbukitan di luar Berkeley, di California. Ia menyukai pemandangan itu: keindahan dari bencana alam.
Ia berhenti dan mengamati mayat-mayat itu. Mereka para pembunuh, dan mereka menderita karenanya. Ia telah menggunakan Marplan untuk racun kali
158 ini. Yang menarik, obat antidepresi tersebut paling ampuh kalau dicerna bersama keju atau anggur merah, terutama Chianti. Kombinasi bahan kimia yang aneh menimbulkan peningkatan tajam pada tekanan darah diikuti perdarahan otak, dan akhirnya menyumbat peredaran darah. Voila.
Ia mengamati mayat-mayat itu dengan lebih teliti, dan pemandangan itu luar biasa memesona. Pupil mereka mengecil. Mul
ut mereka terbuka membentuk teriakan yang menakutkan. Lidah yang membengkak kebiruan menjulur ke luar pada sisi mulut. Sekarang ia harus mengeluarkan mayat-mayat itu dari sini. Ia harus menghilangkan mayat-mayat itu, hampir seperti mereka tidak pernah ada.
Seorang gadis bernama Gersh Adamson terbaring telentang di lantai dekat pintu depan. Ia tadi mencoba berlari keluar, bukan" Baguslah. Gadis itu adalah Ms. Green, wanita kurus berambut pirang yang mengaku berusia 21 tahun, tapi tampak tidak lebih tua dari 15 tahun. Mulutnya membeku membentuk jeritan kemarahan yang sangat disukai Mastermind. Ia nyaris tidak bisa mengalihkan pandangan dari bibir Gersh Adamson.
Ia memperkirakan gadis itu yang paling ringan untuk dibawa; mungkin beratnya tidak lebih dari lima puluh kilogram.
"Halo, Ms. Green. Kau tahu, aku selalu menyukaimu. Tapi aku agak pemalu. Seharusnya kukatakan aku dulu pemalu. Aku berhasil mengatasinya."
Ia mengulurkan tangan dan menyentuh payudara mungil Ms. Green. Ia terkejut mendapati Ms. Green mengenakan bra dengan busa di balik blusnya. Tidak benar-benar hippie sebagaimana tampaknya. Mastermind membuka kancing blusnya, lalu menanggalkannya dan menatap payudara Ms. Green.
159 Ia membuka kancing celana jins gadis yang sudah tewas itu. Lalu ia memasukkan jarinya ke balik celana dalam Ms. Green. Dagingnya agak dingin. Pusar Ms. Green ditindik dengan cincin perak. Ia menyentuhnya. Mencabutnya bagai tutup kaleng.
Ms. Green mengenakan sepatu tumit tinggi berwarna abu-abu mengilap, dan Mastermind menanggalkannya dengan hati-hati. Ia menurunkan celana jins yang ketat itu dan lalu menanggalkannya juga. Kuku-kuku jemari kaki Ms. Green dicat biru cerah.
Mastermind melepaskan kaitan bra dan meremas-remas payudara mungil Ms. Green. Ia menggosok-gosok keduanya dengan tangan. Lalu mencubit keras-keras putingnya yang mungil dan sempurna. Ia ingin berbuat begitu sejak pertama kali melihat Ms. Green. Ia ingin menyakiti Ms. Green sedikit, atau mungkin banyak.
Ia memandang ke luar jendela rumah pertanian, lalu kembali memandangi mayat-mayat di sekitarnya. "Aku tidak membuat kalian merasa jijik, bukan"" tanyanya.
Ia menyeret kaki Ms. Green yang telanjang ke karpet lusuh di tengah-tengah ruangan. Lalu ia menanggalkan celana panjangnya sendiri. Gairahnya bangkit. Ia belum pernah seperti ini lagi. Mungkin FBI benar: bagaimanapun juga, ia mungkin pembunuh berpola. Mungkin ia baru saja mulai memahami siapa dirinya yang sebenarnya.
"Aku setan yang melahap mayat," kata Mastermind, lalu menyingkirkan celana dalam Ms. Green dan menjejalkan dirinya ke vagina wanita yang telah menjadi mayat itu. "Aku sinting, Ms. Green, dan itu lelucon yang paling lucu. Akulah yang sinting. Kalau saja polisi mengetahuinya. Benar-benar petunjuk yang hebat."
Bagian Tiga BERKUMPUL BERSAMA ANJING-ANJING BESAR
Bab 48 Tiga hari berlalu tanpa ada perampokan lagi. Salah satunya hari Sabtu, dan aku harus menghabiskan siang hari bersama Alex kecil. Pada sekitar pukul enam, aku akhirnya mengantar anak itu kembali ke rumah Christine.
Sebelum kami masuk, kubawa Alex kecil ke kebun bunga di belakang apartemen Christine di Mitchellville. "Lahan pedesaan," istilahku. Kebun itu megah. Christine sendiri yang menanami dan merawatnya. Kebun itu dipenuhi berbagai jenis mawar dan mengingatkanku pada Christine sebelum penculikan di Bermuda. Segala sesuatu mengenai kebun itu menyenangkan di mata. Dan mungkin itu sebabnya aku merasa amat sedih berada di sana tanpa Christine.
Kugendong AIex kecil dengan mudah, sambil bercakap-cakap dengannya, menunjuk ke halaman rumput yang terpotong rapi, pohon weeping willow, langit, matahari terbenam. Lalu kutunjukkan kepadanya kemiripan wajah kami: hidung dengan hidung, mata dengan mata, mulut dengan mulut. Setiap beberapa menit aku berhenti untuk mencium pipi atau leher atau puncak kepala Alex kecil.
"Cium bau mawarnya," bisikku.
163 Aku melihat Christine bergegas keluar dari rumah beberapa menit kemudian. Aku bisa melihat ada yang membebani pemikirannya. Adiknya Natalie mengikuti dekat di belakangnya. Untuk perlindungan" Aku mendapat perasaan b
ahwa mereka akan bersatu melawanku.
"Alex, kita harus bicara," kata Christine saat mendekatiku di kebun. "Natalie, bisa kaujaga bayinya sebentar""
Dengan enggan, kuberikan Alex kepada Natalie. Kedengarannya aku tidak memiliki banyak pilihan. Christine telah banyak berubah beberapa bulan terakhir. Terkadang, aku seperti tidak mengenalnya. Mungkin semua ada kaitannya dengan mimpi-mimpi buruknya. Mimpi-mimpi buruk itu tampaknya tidak bertambah baik.
"Ada yang harus kuungkapkan. Kumohon, jangan mengatakan apa-apa," katanya memulai.
Bab 49 Aku menahan keinginanku untuk berbicara. Inilah yang terjadi di antara kami selama berbulan-bulan. Kusadari mata Christine dikelilingi lingkaran merah. Ia baru menangis.
"Sekarang kau menangani kasus pembunuhan yang lain, Alex. Kurasa itu bagus-itu kehidupanmu. Kau jelas sangat ahli dalam hal ini."
Aku tidak bisa tetap berdiam diri. "Aku sudah menawarkan diri untuk meninggalkan kepolisian, untuk membuka praktik pribadi. Aku mau melakukannya, Christine."
Ia mengerutkan kening dan menggeleng. "Aku merasa tersanjung."
"Aku tidak berusaha bertengkar denganmu," kataku. "Maaf, silakan. Aku tidak bermaksud menyela."
"Aku tidak memiliki kehidupan lagi di Washington. Aku selalu ketakutan. Ngeri kata yang lebih tepat. Aku tidak suka berangkat ke sekolah sekarang. Aku merasa kehidupanku sudah dirampas dariku. Mula-mula George, kemudian kejadian di Bermuda. Aku takut Shafer datang kembali mencariku."
Aku harus berbicara. "Dia tidak akan kembali, Christine."
"Jangan berkata begitu!" Suara Christine meninggi. "Kau tidak tahu. Kau tidak bisa mengetahuinya!"
165 Udara dalam paru-paruku perlahan-lahan terisap ke luar. Aku tidak yakin ke mana arah pembicaraan Christine dengan semua ini, tapi ia tampak tegang. Seperti pada malam ia mengalami mimpi buruk Geoffrey Shafer ada di dalam rumahnya.
"Aku akan pergi dari wilayah Washington," katanya. "Aku pergi sesudah tahun ajaran selesai. Aku tidak ingin kau tahu ke mana aku pergi. Aku tidak mau kau mencariku. Tolong jangan menjadi detektif terhadapku, Alex. Atau psikiater."
Aku tidak bisa memercayai apa yang sudah kudengar. Aku tidak menduga kejadian seperti ini. Aku berdiri di sana tanpa mampu berbicara, hanya menatap Christine. Kurasa aku belum pernah merasa begitu hancur, begitu sedih dan kesepian seumur hidupku. Aku merasa kosong dan hampa.
"Bagaimana dengan bayinya"" kataku akhirnya dengan suara berbisik yang terdengar serak dan seperti tercekik.
Air mata tiba-tiba membanjir dari mata Christine yang cantik. Ia mulai terisak-isak, terguncang. Tidak terkendali. "Aku tidak bisa membawa Alex bersamaku. Tidak, dalam keadaanku ini. Tidak seperti ini. Alex kecil harus tinggal bersamamu dan Nana saat ini."
Aku hendak bicara, tapi tidak ada yang bisa kuucapkan, tidak sepatah kata pun. Sejenak Christine beradu pandang denganku. Matanya begitu sedih, begitu terluka dan kebingungan. Lalu ia berbalik dan melangkah kembali ke rumahnya. Ia menghilang ke dalam.
Bab 50 Aku merasa marah dan sedih, tapi menyimpan semuanya dalam hati. Aku tahu bahwa aku seharusnya tidak berbuat begitu, tindakan yang hanya memperburuk keadaan. Dokter, sembuhkan dirimu sendiri.
Aku kebetulan bertemu psikiaterku, Adele Finally, di gereja hari Minggu pagi. Kami menghadiri misa pukul sembilan bersama keluarga kami. Adele pasti melihat sesuatu di mataku. Tidak banyak yang dilewatkannya dan wanita itu mengenalku dengan baik, karena aku pernah berpacaran dengannya selama hampir empat tahun.
"Apa Rosie si Kucing mati"" tanyanya, dan tersenyum.
"Rosie baik-baik saja, Adele. Aku juga. Trims atas perhatianmu."
"O-oh. Kalau begitu kenapa tampangmu seperti Ali pada pagi hari sesudah bertanding melawan Joe Frazier di Manila" Bisa kaujelaskan hal itu padaku" Selain itu, kau tidak bercukur untuk pergi ke gereja."
"Pakaian yang bagus," kataku kepadanya. "Warnanya tampak cocok untukmu."
Adele mengerutkan kening dan tidak mau mendengar ocehanku. "Benar. Abu-abu memang warnaku, Alex. Ada apa""
"Tidak ada apa-apa."
167 Adele menyulut sebatang lilin permohonan. "Aku menyukai keajaiban," bisiknya, dan tersenyum naka
l. "Sudah lama kita tidak bertemu, Alex. Itu entah sangat bagus atau sangat buruk."
Aku juga menyulut sebatang lilin permohonan. Lalu berdoa. "Tuhan, jagalah Jannie terus. Aku juga berharap Christine tidak pindah dari Washington. Aku tahu Kau pasti sedang mengujiku lagi."
Adele mengernyit seakan-akan sedang dibakar. Ia mengalihkan pandangan dari api permohonan yang berkerlap-kerlip dan memandang lurus ke mataku. "Oh, Alex, maafkan aku. Kau tidak memerlukan ujian lagi."
"Aku baik-baik saja," kataku kepadanya. Aku tidak ingin membahasnya sekarang, dengan Adele pun tidak.
"Oh, Alex, Alex." Ia menggeleng kuat-kuat. "Kau lebih tahu daripada itu. Aku lebih tahu."
"Aku baik-baik saja, sungguh."
Adele tampaknya benar-benar jengkel menghadapi-ku. "Baik, kalau begitu. Ongkos kunjungannya seratus dolar. Kau bisa meletakkannya di keranjang kolekte."
Adele kembali ke keluarganya, yang telah duduk di pertengahan lorong tengah. Ia berpaling, dan memandangku. Ia tidak tersenyum sekarang.
Sewaktu aku tiba di bangku kami, Damon menanyakan siapa wanita cantik yang kuajak bercakap-cakap di bagian belakang gereja.
"Dia dokter. Temanku," kataku, dan kurasa aku tidak berbohong soal itu.
"Apa dia doktermu" Dokter macam apa" Dia tampaknya agak marah padamu," bisiknya. "Kesalahan apa yang kaulakukan""
168 "Aku tidak melakukan kesalahan apa-apa," bisikku. "Apa aku tidak boleh mendapat privasi""
"Tidak. Lagi pula, kita ada di gereja. Aku sedang mendengarkan pengakuan dosamu."
"Aku tidak memiliki pengakuan dosa apa pun untukmu. Aku baik-baik saja. Sungguh. Aku berdamai dengan dunia. Tidak mungkin lebih bahagia lagi."
Damon melontarkan pandangan jengkel yang sama seperti Adele tadi. Lalu ia menggeleng dan berpaling. Ia juga tidak percaya padaku. Sewaktu keranjang kolekte tiba, kumasukkan seratus dolar ke dalamnya.
Bab 51 Mastermind melakukan segala sesuatunya berdasarkan jadwal yang ketat. Jam di dalam kepalanya berdetik dengan keras, selalu berdetik.
Kelompok perampok bank terbaik, creme de la creme, dijadwalkan untuk bertemu dengannya di suite-nya di Holiday Inn dekat Colonial Village di Washington. Mereka tiba tepat waktu, tentu saja. Ia telah menetapkan hal itu sebagai persyaratan resmi pertemuan.
Brian Macdougall melangkah ke dalam suite mendului yang lain. Mastermind tersenyum melihat pembawaan Macdougall yang sombong tapi konyol. Ia tahu bahwa Macdougall akan memimpin jalan memasuki kamar. Ia diikuti anak-anak buahnya, B. J. Stringer dan Robert Shaw. Mereka bertiga sama sekali tidak tampak seperti pencuri tingkat tinggi, pikirnya. Dua di antara ketiganya mengenakan T-shirt biru-dan-putih dari liga sofbol Long Island yang sama.
"Mr. O'Malley dan Mr. Crews"" tanya Mastermind dari balik tirai cahaya yang menghalangi mereka memandang dirinya. "Di mana mereka, kalau boleh kutanyakan""
Macdougall berbicara mewakili kelompok. "Mereka
170 harus bekerja hari ini. Kau memberi kami waktu yang sangat singkat, partner. Tiga dari kami berangkat pagi ini. Akan tampak mencurigakan kalau kami semua mengaku sakit."
Mastermind terus mengamati ketiga pria New York yang duduk di belakang cahaya tersebut. Masing-masing tampak seperti orang biasa. Sebenarnya, mereka merupakan kelompok perampok bank paling berbahaya yang pernah digunakannya. Mereka tepat seperti yang dibutuhkannya untuk ujian berikutnya.
"Jadi apa ini, audisi"" tanya Macdougall. Ia mengenakan kemeja sutra hitam, celana panjang hitam, dan sepatu rata. Rambut hitamnya disisir licin ke belakang. Ia memiliki janggut kambing.
"Audisi" Tidak, sama sekali bukan. Pekerjaannya milikmu, kalau kau menginginkannya. Aku tahu cara kerja kalian. Aku tahu segalanya tentang kalian. Aku tahu prestasi kalian."
Macdougall menatap lurus ke depan ke cahaya yang terang benderang tersebut, seakan tatapannya mampu menembus lapisan cahaya tersebut. "Pertemuan ini seharusnya tatap muka," katanya dengan nada dingin. "Hanya itu satu-satunya cara kami melakukan pekerjaan."
Mastermind bergegas bangkit berdiri. Ia tertegun dan marah. Kaki-kaki kursinya menggeser lantai dengan suara keras. "Kau sudah diberitahu sejak awal bahwa ha
l itu tidak mungkin. Pertemuan ini selesai"
Kesunyian berat mengisi kamar hotel. Macdougall memandang Stringer dan Shaw. Ia menggaruk janggut kambingnya beberapa kali, lalu tertawa keras-keras. "Aku hanya menguji, partner. Kurasa kami bisa bertahan tanpa melihat wajahmu. Kau bawa upah kami""
"Kubawa uangnya, tuan-tuan. Lima puluh ribu
171 dolar. Hanya untuk menemuiku. Aku selalu menepati janji."
"Dan kami boleh menyimpan upahnya kalau tidak menyukai rencana pekerjaanmu""
Sekarang giliran Mastermind yang tersenyum. "Kalian semua akan menyukai rencananya," katanya. "Terutama tentang bagian upah kalian. Jumlahnya lima belas juta dolar. Akan kuhubungi kalian nanti."
Bab 52 "Apa dia bilang, lima belas juta""
"Itu yang dikatakannya. Apa yang harus kita rampok""
Vincent O'Malley dan Jimmy Crews tidak bekerja pada hari itu. Masing-masing sedang menunggu di dalam Toyota Camry dan Acura Legend. Mereka berhubungan satu sama lain melalui headset. Mobil-mobil mereka diparkir di sisi yang berlawanan dari Holiday Inn di Washington. Mereka menunggu kemunculan Mastermind, sehingga mungkin bisa mengikutinya, mencari tahu siapa sebenarnya orang itu.
O'Malley dan Crews mendengarkan pertemuan tersebut melalui Brian Macdougall, yang dipasangi alat penyadap. Mereka mendengar lima belas juta disebutkan dan penasaran pekerjaan apa yang tengah ditawarkan kepada mereka. Orang yang mengaku bernama Mastermind tersebut benar-benar berbeda. Ia berbicara, atau lebih tepatnya menguliahi, dan ia membuat pekerjaan yang rumit terdengar mudah. Pekerjaan selama enam hingga delapan jam; tiga puluh juta dibagi. Yang paling mengesankan adalah ia menjawab semua pertanyaan Brian Macdougall yang sulit.
O'Malley terus mengadakan kontak dengan Crews
173 di mobil yang lain. "Kau mendengarkan omong kosong ini, Jimmy" Kau percaya""
"Dia mendapat perhatianku sepenuhnya. Aku senang kalau bisa melihat ekspresi Macdougall sekarang ini. Keparat ini boleh juga. Rasanya dia memang mengetahui segalanya tentang Brian. Hei, kurasa pertemuannya sudah selesai."
O'Malley dan Crews membisu selama beberapa menit. Lalu O'Malley berbicara. "Dia keluar hotel. Aku melihatnya, Jimmy. Dia berjalan kaki. Dia berjalan ke selatan di Sixteenth Street. Tampaknya tidak peduli apakah diikuti atau tidak. Aku mengikutinya!"
"Mungkin dia ternyata tidak sepandai itu," kata Crews.
O'Malley tertawa. "Sialan. Tadinya aku berharap dia pandai."
Crews berkata, "Aku akan menyusuri Fourteenth. Bagaimana penampilannya" Apa yang dikenakannya""
"Jangkung, lebih dari 180 sentimeter. Kulit putih. Berjanggut, mungkin palsu. Rambut panjang. Pakaian biasa; mantel sport dan celana panjang gelap, kemeja biru.... Dia mempercepat langkahnya. Dia mulai berlari-lari kecil sekarang. Dia akan meninggalkan jalan utama, Jimmy. Dia berputar balik melewati lapangan. Dia berlari! Keparat itu melarikan diri! Ayo!"
Vincent O'Malley melompat keluar dari mobilnya dan mengikuti Mastermind. Ia berlari dekat pepohonan maple dan ek yang berbaris di jalan. Ia terus melapor kepada Crews. "Dia akan memasuki hutan di luar Shepherd Park. Keparat ini berusaha melarikan diri dari kita. Coba bayangkan."
O'Malley berusaha sebaik-baiknya mengikuti Mastermind, tapi ia tidak mampu mengejarnya. Pria
174 itu pelari. Penampilannya tidak mendukung, tapi ia mampu berlari dengan baik.
Lalu O'Malley kehilangan dia! "Dia hilang. Keparat. Aku kehilangan dia, Jimmy. Aku tidak melihatnya lagi. Ini tidak bagus."
Crews menemukannya lagi. "Aku melihatnya. Aku juga berjalan kaki. Dia masih berlari seperti pencopet yang membawa kabur dompetku."
"Kau berhasil mengejarnya""
"Kuharap begitu. Kita lihat saja. Untuk lima belas juta dolar aku akan mengikutinya entah dengan cara bagaimana."
Mastermind akhirnya keluar dari hutan dan memasuki jalan samping yang dipenuhi town house berbatu bata. Crews terengah-engah sewaktu berbicara ke mikrofon dari headset. "Untung aku berlari setiap hari. Dia juga berlari. Dia meninggalkan Morningside Drive.... Aw, sialan, dia masuk kembali ke hutan itu. Dia menambah kecepatan lagi. Keparat ini pasti berlatih di Appalachian Trail."
Sit uasinya berkembang menjadi permainan kucing dan tikus yang luar biasa. Meskipun mereka pandai dalam hal ini, O'Malley dan Crews kehilangan buruan mereka dua kali lagi selama dua puluh menit berikutnya. Mereka telah beberapa kilometer jauhnya dari Holiday Inn, di suatu tempat di selatan Pusat Medis Angkatan Darat Walter Reed.
Lalu Crews melihatnya di jalan samping yang sempit bernama Powhatan Place. Mastermind memasuki semacam jalur masuk lewat belakang. Crews mengikutinya. Ia melihat papan nama dari logam, dan nyaris tidak memercayai apa yang tertulis di sana.
Crews melapor ke O'Malley. Lalu ia berbicara
175 dengan Brian Macdougall, yang telah bergabung dalam pengejaran tersebut.
Crews tidak mampu menghilangkan ironi dalam suaranya. "Aku tahu di mana dia berada, fella. Dengar ya-dia ada di dalam rumah sakit jiwa. Dia berada rumah sakit jiwa bernama Hazelwood. Dan sekarang aku kehilangan dia lagi!"
Bab 53 Senin pagi, aku ditelepon untuk menemui Kyle Craig dan Betsey Cavalierre di Hoover Building di Tenth Street dan Pennsylvania Avenue. Mereka ingin aku berada di kantor direktur pada pukul delapan. Rapat "darurat" diselenggarakan di sana.
Hoover Building terkadang disebut "Istana Teka-Teki," dan untuk alasan yang jelas. Kyle dan Betsey telah menunggu sewaktu aku tiba di ruang konferensi direktur FBI. Betsey tampak tegang. Kedua tangannya yang kecil terkepal, buku-buku jarinya memutih.
Aku pura-pura jengkel karena Direktur Burns masih belum tiba. "Dia terlambat," gumamku. "Ayo pergi dari sini. Ada pekerjaan lain yang lebih baik kita tangani."
Tepat pada saat itu, salah satu dari dua pintu kayu ek mengilap di ruangan terbuka. Aku mengenal kedua pria yang melangkah masuk. Tidak satu pun dari mereka yang tampak sangat gembira. Salah satunya adalah Direktur FBI Ronald Buras, yang kukenal sewaktu menangani pembunuhan Casanova di Durham dan Chapel Hill, North Carolina. Pria kedua adalah Menteri Kehakiman Richard Pollett. Aku bertemu dengannya sewaktu menangani kasus yang melibatkan presiden.
177 "Kita mendapat banyak tekanan atas kasus pe-rampokan-pembunuhan ini. Bank-bank besar, Wall Street," kata Pollett kepada Kyle. Ia mengangguk ke arahku. "Halo, Detektif." Lalu ia memandang Betsey. "Maaf, kita belum pernah bertemu."
"Aku Agen Senior Cavalierre," kata Betsey, dan bangkit berdiri untuk menjabat tangan Menteri. "Aku SAC."
"Ms. Cavalierre agen yang memimpin penyelidikan"" tanya Pollett kepada Direktur Burns.
"Ya, benar," Kyle yang menjawab pertanyaan tersebut. "Ini kasusnya."
Menteri Pollett mengalihkan tatapannya lekat-lekat kepada Betsey. "Baiklah, kau SAC. Mana hasilnya, Ms. Cavalierre" Aku masuk ke ruangan ini siap untuk memenggal kepala. Katakan kenapa aku tidak perlu berbuat begitu." Richard Pollett memimpin perusahaan investasi yang besar dan sukses di Wall Street sebelum datang ke Washington. Ia tidak tahu apa-apa tentang penegakan hukum tapi percaya bahwa dirinya cukup pandai untuk memperkirakan apa pun begitu mendapatkan data-datanya.
"Anda pernah terlibat dalam perburuan penjahat berskala nasional"" Betsey balas menatap lurus ke matanya.
"Kurasa pertanyaan itu tidak relevan," jawab Pollett datar. "Aku pernah memimpin beberapa penyelidikan yang sangat penting, dan aku selalu mendapatkan hasil."
"Perampokan-perampokan ini dilakukan secara cepat." Kusadari diriku berbicara kepada Pollett. "Jelas sekali, kami tidak memiliki titik awal. Yang kami ketahui sejauh ini adalah seorang pria merencanakan perampokan dan pembunuhan di Citibank,
178 First Union, First Virginia, dan Chase. Kami tahu bahwa dia memilih anggota kelompok yang bersedia membunuh. Dia hanya tertarik merekrut para pembunuh.
"Profil kami menyatakan dia pria kulit putih berusia antara tiga puluh lima dan lima puluh tahun. Dia mungkin berpendidikan baik, dengan pengetahuan lengkap mengenai bank-bank dan sistem keamanan mereka. Dia mungkin pernah bekerja untuk lembaga keuangan sebelumnya, atau mungkin bahkan lebih dari satu tempat, dan mungkin menyimpan dendam terhadap mereka. Dia merampok bank-bank demi uang, tapi pembunuhannya mungkin untuk balas dendam. Itu
yang kami belum yakin."
Aku memandang ke sekeliling ruangan. Semua orang mendengarkan dan bukannya mendebat. "Beberapa hari yang lalu kami menemukan dan menanyai seorang pria bernama Tony Brophy. Dia direkrut untuk salah satu pekerjaan tapi ditolak. Darahnya tidak cukup dingin. Ia bukan pembunuh."
Betsey berbicara. "Kami sudah menerjunkan dua ratus agen di lapangan. Kami hanya terlambat dua menit dalam perampokan Chase di D.C.," katanya. "Kami tahu bahwa dia mengaku bernama Mastermind. Ada banyak kemajuan dalam waktu yang relatif singkat."
Pollett berpaling kepada Direktur FBI dan mengangguk singkat. "Aku tidak puas, tapi sedikitnya aku sudah mendapatkan beberapa jawaban. Sudah menjadi tugasmu untuk menangkap Mastermind ini, Ron. Lakukanlah. Kejadian ini menyebabkan sistem keuangan kita tampak rapuh. Jajak pendapat menyatakan keyakinan terhadap bank-bank menurun. Dan itu bencana bagi negara ini. Kuanggap Mastermind sudah memperkirakan situasi seperti ini,"
179 Sepuluh menit kemudian, Betsey Cavalierre dan aku telah berada dalam lift yang menuju garasi bawah tanah FBI. Kyle masih di atas bersama Direktur Burns.
Sewaktu kami tiba di ruang bawah tanah, Betsey akhirnya berbicara. "Aku berutang budi padamu di atas tadi. Kau sudah menyelamatkanku. Besar-besaran. Aku nyaris melampiaskan emosiku pada keparat Wall Street yang sombong itu."
Aku memandangnya dan tersenyum. "Kau jelas emosional. Kuharap kau tidak menyimpan dendam terhadap Bisnis Besar atau sistem perbankan""
Betsey akhirnya tersenyum. "Tentu saja aku mendendam. Siapa yang tidak""
Bab 54 Kuhabiskan dua jam berikutnya di rumah sakit bersama Jannie. Ia mengatakan padaku lagi bahwa ia akan menjadi dokter dan ia kedengarannya siap untuk menghadapi ujian kedokteran. Ia sangat senang menggunakan istilah-istilah seperti pilocytic astrocytoma (tumor yang dideritanya), prothrombin (protein plasma yang digunakan dalam membekukan darah), dan contrast material (pewarna yang digunakan dalam CT scan yang dijalani Jannie tadi pagi).
"Aku kembali," kata Jannie pada akhirnya, "dan model yang baru serta telah ditingkatkan ini lebih baik dari sebelumnya."
"Mungkin sebaiknya kau terjun ke bidang ke-humasan atau iklan kalau besar nanti," kataku menggodanya. "Bekerja untuk J. Walter Thompson atau Young and Rubicam di New York."
Ia mengerucutkan mulutnya dan tampak seperti baru saja menggigit jeruk asam. "Dr. Janelle Cross. Ingat di mana kau mendengarnya pertama kali."
"Jangan khawatir," kataku kepadanya. "Aku tidak akan melupakan satu pun dari kejadian ini."
Sekitar pukul satu aku pergi ke pusat krisis di kantor lapangan FBI di Fourth. Setelah bertemu dengan Pollett dan Burns, aku tahu bahwa kami akan
181 bekerja lembur. Lantai tiga diambil alih untuk ruang konferensi. Lebih dari seratus agen bekerja di luar sana. Juga sekitar enam puluh detektif dari D.C. dan kawasan sekitarnya.
Kami mendapatkan beberapa tersangka lain sekarang. Mereka semua perampok bank dengan keahlian dan pengalaman untuk melakukan pekerjaan besar. Aku mempelajari daftarnya dan menyusun catatan atas beberapa di antara mereka.
Mitchell Brand dicurigai atas beberapa perampokan yang tidak terpecahkan di D.C. dan sekitarnya Stephen Schnurmacher merupakan dalang sedikitnya dua perampokan bank yang berhasil di kawasan Philadelphia. Jimmy Doud seorang bartender di Boston yang tidak pernah tertangkap tapi pernah merampok puluhan bank di New England. Victor Kenyon memusatkan usahanya di Florida tengah. Mereka semua mengincar bank, dan mereka belum pernah tertangkap. Mereka pandai, dan menguasai bidangnya. Tapi apakah mereka Mastermind"
Segala yang berlangsung dalam sesi panjang di Fourth Avenue tersebut tegang, dan sangat mengesalkan. Aku menelepon beberapa kali sehubungan dengan para tersangka, terutama Mitchell Brand, karena ia bekerja dari D.C. Hampir pukul setengah dua belas sewaktu aku memandang arlojiku untuk pertama kali sepanjang malam.
Betsey Cavalierre dan aku tidak sempat bercakap-cakap sejak aku tiba sore harinya. Aku melangkah ke arahnya untuk mengucapkan selamat malam sebelum meninggalkan gedung. Ia masih beke
rja. Ia sedang mengobrol dengan dua orang agen tapi memberi isyarat agar aku menunggu.
Akhirnya ia mendekat. Ia masih tampak segar dan
182 waspada, dan aku penasaran bagaimana wanita itu melakukannya.
"Metro mendapat dua petunjuk mengenai Mitchell Brand," kataku kepadanya. "Dia cukup brutal untuk terlibat dalam kejadian seperti ini."
Tiba-tiba Betsey menguap. "Hari terpanjang dalam hidupku. Fiuh! Bagaimana kabar Jannie"" tanyanya.
Aku terkejut dan merasa senang dengan pertanyaannya.
"Oh, dia baik-baik saja; sangat baik, sebenarnya. Kuharap dia segera pulang. Dia sekarang ingin menjadi dokter."
"Alex," kata Betsey, "ayo kita minum. Ini hanya coba-coba, tapi aku punya firasat kau perlu berbicara dengan seseorang. Kenapa tidak bicara denganku""
Harus kuakui, tawaran tersebut benar-benar mengejutkanku. Aku tergagap sewaktu menjawabnya. "Aku senang sekali, tapi jangan malam ini. Aku harus pulang. Lain kali""
"Tentu saja, aku mengerti. Tidak apa-apa. Lain kali," katanya, tapi ekspresi terluka sempat melintas di wajahnya.
Aku tidak pernah menduga hal itu dari Agen Betsey Cavalierre. Ia menunjukkan keprihatinan terhadap keluargaku. Dan ia rapuh.


Mawar Merah Roses Are Red Karya James Patterson di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bab 55 Ini tempatnya, waktunya, kesempatannya.
Hotel Renaissance Mayflower, di Connecticut Avenue dekat Seventeenth.
Pagi itu sibuk sekali seperti biasanya, sibuk dan tampak penting. Mayflower merupakan lokasi acara pelantikan presiden sejak Calvin Coolidge. Hotel tersebut telah direnovasi seluruhnya tahun 1992, dengan para arsitek dan ahli sejarah bekerja sama untuk merestorasinya hingga mendapatkan kembali kemegahan awalnya. Tempat tersebut populer untuk konferensi perusahaan dan rapat dewan direktur. Begitulah cara Mastermind mengetahuinya.
Sebuah bus wisata sewaan berwarna biru-dan-emas telah menunggu di depan Mayflower sejak pukul sembilan kurang sedikit. Bus tersebut dijadwalkan berangkat pukul setengah sepuluh dan akan mampir di Kennedy Center, Gedung Putih, Lincoln dan Vietnam Memorial, Smithsonian Institute, dan objek-objek wisata favorit lainnya di sekitar Washington. Perusahaan bus tersebut bernama Washington on Wheels. Orang-orang yang sedang menumpang bus tersebut sekarang adalah karyawan Metro Hartford Insurance Company.
Enam belas wanita dan dua anak-anak berada di dalam bus sewaktu sopirnya, Joseph Denyeau, akhir-
184 nya menutup pintu pada pukul sembilan lewat empat puluh. "Semua naik untuk mengunjungi museum-museum, lokasi-lokasi bersejarah, dan makan siang" katanya melalui mikrofon.
Seorang asisten perusahaan bernama Mary Jordan berdiri di depan dan berbicara kepada rekan-rekannya. Jordan berusia awal tiga puluhan, menarik dan mudah disukai, sangat efisien. Ia bersikap sopan terhadap wanita-wanita penting dalam bus tanpa memberi kesan menjilat atau terdengar berlebihan. Julukannya di MetroHartford adalah Merry Mary.
"Kalian semua mengetahui jadwal pagi ini," katanya. Lalu ia tersenyum cemerlang. "Tapi mungkin sebaiknya kita lupakan saja seluruh rencana dan minum-minum. Hanya bercanda," tambahnya buru-buru.
"Boo" kata salah seorang wanita yang lebih tua. "Itu kedengarannya menyenangkan, Mary. Ayo kita cari bar minum sungguhan. Ke mana Teddy Kennedy pergi untuk menikmati minuman pagi harinya""
Orang-orang di bus tertawa.
Bus wisata tersebut melanjutkan perjalanan menyusuri jalur masuk hotel dengan kecepatan pelan, lalu berbelok memasuki Connecticut Avenue. Beberapa menit kemudian, bus tersebut berbelok memasuki Oliver, yang merupakan jalan hunian. Para sopir sering kali memotong jalan melewati jalan tersebut dari Mayflower.
Sebuah van Chevy biru tua mundur dari jalur masuk di pertengahan blok. Sopir van tersebut jelas tidak melihat busnya, tapi sopir bus melihat Chevy itu. Ia menginjak rem perlahan-lahan dan menghentikan bus di tengah jalan.
Sopir van tidak menggerakkan kendaraannya bahkan sesudah Joe Denyeau membunyikan klakson. Denyeau
185 memperkirakan pria itu pasti sudah muak dengan semua truk dan bus yang menggunakan jalan tersebut sebagai jalan pintas. Alasan apa lagi bagi seseorang untuk berdiam diri di sana, menatapnya marah"
Dua pria bertopeng tiba-tiba muncu
l dari balik sesemakan tinggi. Salah satunya melangkah langsung ke depan bus wisata; yang lainnya menjejalkan sepucuk senjata otomatis ke jendela samping yang terbuka, beberapa sentimeter dari kepala sopir.
"Buka pintunya atau kau mati, Joseph," teriak pria itu kepada sopir bus. "Tidak ada yang terluka kalau kau patuh. Kau punya waktu tiga detik untuk melakukan perintahku. Satu-"
"Kubuka, kubuka," kata Denyeau dengan suara melengking ketakutan. "Tenang."
Beberapa istri menghentikan percakapan mereka dan melihat apa yang terjadi di bagian depan bus. Mary Jordan merosot di kursi di belakang sopir, tempat ia duduk sendirian. Ia bisa melihat pria bersenjata itu. Lalu pria tersebut mengedipkan sebelah mata kepadanya.
"Patuhi perintahnya, Joe," bisik Jordan. "Jangan bermain menjadi pahlawan."
"Jangan khawatir. Terpikir pun tidak."
Pria bersenjata dan bertopeng itu tiba-tiba naik ke dalam bus. Ia mengacungkan sepucuk pistol Walther otomatis yang diarahkan kepada mereka. Beberapa penumpang mulai menjerit.
Pria bertopeng itu berteriak keras, "Ini pembajakan! Kami hanya tertarik untuk mendapatkan uang dari Metro Hartford. Aku berjanji, tidak akan ada yang dilukai. Aku punya anak, kalian punya anak. Mari kita pastikan anak-anak kita bisa bertemu dengan kita besok pagi."
Bab 56 Bus wisata itu berubah jadi sunyi senyap. Bahkan anak-anak pun membisu.
Brian Macdougall berhasil menguasai keadaan dan merasa sangat senang menjadi pusat perhatian. "Ada beberapa aturan. Satu, tidak boleh lagi ada yang menjerit. Dua, tidak ada yang menangis, bahkan anak-anak. Tiga, tidak ada yang berteriak minta tolong. Oke, sejauh ini" Kalian mengerti""
Para penumpang menatap pria bersenjata tersebut dengan mulut ternganga. Seorang pria lain telah memanjat ke atap bus dan mengubah petunjuk alfanu-meriknya, yang merupakan cara termudah bagi pesawat polisi untuk mengenalinya di jalan.
"Kataku-oke, sejauh ini"" teriak Brian Macdougall.
Wanita dan anak-anak mengangguk dan menjawabnya dengan suara teredam.
"Urusan selanjutnya, semua orang yang membawa ponsel harap menyerahkannya-sekarang juga. Sebagaimana yang kita semua ketahui, polisi bisa melacak ponsel. Tidak mudah, tapi bisa dilakukan. Kalau ada yang masih membawa telepon sewaktu kami geledah, dia akan dibunuh. Anak-anak sekalipun. Sesederhana itu. Mengerti" Oke, sejauh ini" Kita sudah jelas dalam segala hal""
187 Ponsel-ponsel bergegas dipindahtangankan ke depan. Ada sembilan buah. Para pembajak melemparkan ponsel-ponsel itu ke luar bus, ke sesemakan. Ia lalu menggunakan palu kecil dan menghancurkan radio dua-arah bus hingga tidak bisa diperbaiki lagi.
"Sekarang, semuanya, tundukkan kepala hingga lebih rendah dari jendela. Semua orang jangan bersuara. Termasuk anak-anak. Tundukkan kepala kalian sekarang dan jangan menengadah lagi kecuali diperintahkan. Lakukan."
Para wanita dan anak-anak dalam bus mematuhinya.
"Big Joe," kata pria itu kepada sopir bus, "kau hanya mendapat satu instruksi-ikuti van biru itu. Jangan main-main atau kau akan tewas seketika. Kau tidak ada artinya bagi kami, hidup atau mati. Sekarang, Joe, apa yang akan kaulakukan""
"Mengikuti van hitam itu."
"Bagus sekali, Joe. Luar biasa. Tapi van itu warnanya biru, Joe. Kaulihat van biru itu" Sekarang ikuti van itu, dan hati-hati mengemudi. Kita tidak ingin ada pelanggaran lalu lintas selama perjalanan."
Bab 57 Ada tiga asisten eksekutif yang sibuk menjawab telepon dan menerima surat serta faks bagi 36 direktur MetroHartford yang sedang bekerja di Ruang China Hotel Mayflower yang terkenal. Para asisten tersebut senang bisa berada di luar kantor, terutama karena kantor-kantor pusat perusahaan berada di Hartford, Connecticut.
Sara Wilson, asisten termuda, yang pertama kali melihat faks dari para penculik. Ia bergegas membacanya, lalu memberikannya kepada dua asisten yang lebih senior. Wajahnya berubah merah padam dan tangannya gemetar hebat.
"Apa ini semacam lelucon yang menjijikkan"" tanya Betsy Becton sewaktu melihat faks itu. "Ini sinting. Apa-apaan ini""
Nancy Hall adalah asisten eksekutif bagi CEO kelompok, John Dooner. Ia menerobos mas
uk ke ruang rapat tanpa mengetuk dan berseru memanggil dari seberang ruangan. Sebenarnya, ia tidak perlu mengeraskan suaranya. Ruang China di Mayflower punya masalah akustik. Langit-langitnya berupa kubah besar. Bahkan bisikan di satu sisi ruangan yang luas itu bisa didengar di sisi yang lain.
"Mr. Dooner, aku harus menemuimu sekarang
189 juga" kata Hall. Bosnya tidak pernah melihat ia segelisah dan sejengkel itu.
Kepergian CEO menyebabkan suasana dalam ruangan jadi lebih riang, tapi obrolan santai dan senyum yang muncul menghilang dengan cepat. Dooner kembali dalam waktu kurang dari lima menit. Wajahnya pucat saat ia bergegas melangkah ke podium.
"Waktu sangat penting," kata Dooner dengan suara gemetar yang mengejutkan para anggota dewan lainnya. "Harap dengarkan baik-baik. Bus wisata sewaan yang membawa istriku dan istri-istri kalian telah dibajak. Orang-orang yang mengaku bertanggung jawab adalah keparat-keparat sakit yang sama dengan yang sudah merampoki bank-bank dan melakukan penyanderaan di Maryland dan Virginia selama beberapa minggu terakhir. Mereka mengaku bahwa perampokan dan pembunuhan itu dilakukan sebagai 'pelajaran objektif' bagi orang-orang di ruangan ini. Mereka ingin kita tahu bahwa mereka serius dalam hal pemenuhan tuntutan-dan ingin dipenuhi tepat pada waktunya. Hingga ke detiknya."
Sang CEO melanjutkan, wajahnya secara dramatis diterangi lampu podium. "Tuntutan mereka sederhana dan jelas. Mereka ingin tiga puluh juta dolar dikirim kepada mereka dalam waktu tepat lima jam, atau semua sandera akan dibunuh. Kita tidak tahu bagaimana bus wisata itu dibajak. Steve Bolding dari Regu Pengendali Risiko kita sedang dalam perjalanan kemari. Dia yang akan memutuskan kepolisian mana yang akan dilibatkan. Mungkin FBI."
Dooner berhenti sejenak untuk mengambil napas. Rona pucat wajahnya perlahan-lahan menghilang. "Seperti yang sudah kalian ketahui, kita memiliki
190 polis asuransi penculikan untuk tebusan hingga lima puluh juta. Kurasa para penculik mengetahui hal ini. Mereka tampaknya teliti dan terorganisir. Mereka juga berpikiran tenang, dan itu menguntungkan mereka. Kupikir mereka juga tahu bahwa kita merupakan penanggung jawab atas polis kita sendiri. Oleh karena itu, kita bisa mendapatkan uangnya dalam waktu singkat.
"Sekarang, bapak dan ibu sekalian, marilah, kita harus membicarakan alternatifnya. Kalau ada alternatif. Para penculik sudah menjelaskan satu hal- tidak boleh ada kesalahan atau orang-orang akan mati."
Bab 58 Aku sedang berada di kantor lapangan FBI di Fourth Street sewaktu kami menerima teleponnya.
Sebuah bus wisata Washington on Wheels berisi delapan belas penumpang beserta sopir dibajak tidak lama sesudah meninggalkan Hotel Renaissance Mayflower. Beberapa menit kemudian, tuntutan tiga puluh juta dolar diajukan kepada MetroHartford Insurance Company.
Instruksi dari para penculiknya menyatakan bahwa kepolisian tidak boleh dilibatkan. Tapi tidak mungkin kami bisa mundur dan memercayai mereka. Kami menyiapkan tempat di Capitol Hilton, yang dekat dengan Mayflower, di Sixteenth dan K. Kami mengirim empat unit mobil komando ditambah lusinan agen yang telah beroperasi di dalam Mayflower. Tindakan tersebut berbahaya, tapi Betsey merasa kami membutuhkan pengintaian utama di hotel. Penyusupan teknis melibatkan alat penyadap tersembunyi dan pengintaian video dalam jumlah terbatas. Seluruh Kantor Lapangan Metropolitan FBI disiagakan.
Helikopter-helikopter berteknologi tinggi, Apache, menyebar mencari bus Washington on Wheels tersebut. Apache-Apache itu dilengkapi detektor panas untuk pelacakan, kalau dan pada saat para penculik
192 mencoba menyembunyikan bus dan para penumpangnya. Petunjuk alfa numerik di atap bus telah disebarkan kepada polisi udara, pesawat militer, kota, negara bagian, bahkan pesawat sipil. Tidak satu pun dari kelompok-kelompok tersebut diberitahu kenapa mereka mencari bus itu.
Capitol Hilton cukup dekat bagi kami untuk pergi ke Mayflower dalam waktu sekitar sembilan puluh detik kalau diperlukan. Kami berharap tempat itu cukup jauh sehingga para penculik tidak mengetahui kehadiran kam
i. Kami sekarang memiliki waktu tepat dua jam sebelum uang tebusan harus dikirim. Jadwalnya sangat ketat. Bagi mereka dan bagi kami.
Lalu pekerjaan itu menjadi semakin sulit.
Jill Abramson dari komite keamanan internal perusahaan asuransi dan Steve Bolding dari biro keamanannya sendiri tiba di Hilton. Abramson seorang wanita bertubuh kekar yang mengenakan setelan bisnis kuning bergaris-garis. Ia tampaknya berusia akhir empat puluhan. Bolding jangkung dan dalam kondisi prima, mungkin berusia awal lima puluhan. Ia mengenakan blazer biru, kemeja putih, dan jins. Mereka datang ke Hilton untuk mengajari kami bagaimana cara melakukan pekerjaan kami.
"Begini caranya. Kubiarkan kalian terlibat dalam masalah ini, tapi aku juga bisa mengusir kalian lagi. Aku mantan SAC di Biro jadi aku tahu langkah-langkah yang benar-dan semua langkah yang salah. Kita tidak punya waktu untuk ramah- tamah di sini. Agen Cavalierre, ada petunjuk apa pun mengenai identitas tersangka" Sekarang pukul 11.46. Tenggat waktu kita pukul 13.45. Tepat."
Betsey menghela napas pendek sebelum menjawab pertanyaan Bolding. Ia mempertahankan ketenangan-
193 nya lebih baik daripada yang bisa kulakukan terhadap pakar keamanan swasta ini.
"Tersangka, ya, tapi tidak ada yang bisa kami gunakan untuk membantu sandera. Seorang tetangga melihat pembajakan itu. Dua pria terlibat. Mereka mengenakan topeng ski. Bus itu terlihat di DeSales Street, tapi kami tidak tahu apakah hal itu terjadi sebelum atau sesudah penyanderaan. Sekarang pukul sebelas lewat empat puluh tujuh, Mr. Bolding."
Ms. Abramson mengatakan sesuatu yang mengejutkan kami semua. "Uangnya sedang dalam perjalanan ke Maryland sekarang ini. Tebusannya akan dibayar."
"Sesuai jadwal," kata Bolding. "Kami menunggu instruksi lebih lanjut dari para pembajak. Mereka tidak lagi mengadakan komunikasi sejak kontak pertama. Orang-orang kami akan melakukan pengiriman, dan kami akan melakukannya sendiri."
Betsey Cavalierre akhirnya meledak marah kepada Bolding. "Aku sudah mendengarkanmu, sekarang kaudengarkan aku, mister. Kau dulu SAC, aku sekarang SAC. Aku pasti akan menjadi atasanmu kalau kau tetap di Biro, dan aku atasanmu sekarang. Anak buahku yang akan melakukan pengiriman. Aku akan ada di sana-kalian tidak. Begitulah caranya!"
Abramson maupun Bolding hendak mendebatnya, tapi Betsey seketika memotong mereka.
"Sudah cukup omong kosong dari kalian berdua. Segala sesuatu akan ditangani dengan kesadaran penuh tentang betapa berbahayanya para pembajak ini. Kalau kalian tidak menyukai syarat-syaratku, kalian boleh pergi. Akan kutahan kau sekarang juga, Bolding. Itu juga berlaku bagimu, Ms. Abramson. Ada banyak pekerjaan yang harus kami lakukan- dalam satu jam dan lima puluh tujuh menit tepat"
Bab 59 Ia berjalan di antara orang-orang di lobi yang ramai dan koridor-koridor entah menuju ke mana yang luas di dalam hotel Capitol Hilton. Tidak satu pun dari mereka yang menyadari apa yang sebenarnya terjadi, dan itulah yang disukainya. Hanya ia yang memiliki jawabannya, dan juga pertanyaannya.
Ia telah melihat agen-agen FBI dan Detektif Cross dari Metro sewaktu mereka tiba. Tentu saja, mereka tidak melihat dirinya. Tapi seandainya mereka melihatnya, tidak ada kemungkinan ia akan dihentikan dan ditangkap. Tidak mungkin.
Ini benar-benar ketidakcocokan yang luar biasa- kepandaian dan pengalamannya melawan kepandaian dan pengalaman mereka. Terkadang, ia merasa ini bukan tantangan. Itulah masalahnya, satu-satunya yang bisa dilihatnya: Kalau ia menjadi terlalu bosan dan ceroboh, mungkin mereka akan punya kesempatan untuk menangkapnya.
Ia menyadari kehadiran rombongan kecil, yang gugup dan tampak khawatir, melintasi lobi dan menuju ruang-ruang pertemuan hotel yang penuh sesak. Di sanalah FBI mendirikan kampnya. Metro Hartford melanggar peringatannya, tapi ia sudah menduga mereka akan melanggarnya. Hal itu tidak benar-benar
195 penting. Kali ini tidak. Ia ingin FBI dan Cross dilibatkan dalam hal ini.
Akhirnya, ia memutuskan untuk meninggalkan Hilton. Ia berjalan ke Renaissance Mayflower-lokasi kejahatan yang menakutkan. Di sanalah aksi yang
sebenarnya akan berlangsung.
Dan di sanalah Mastermind ingin berada. Ia ingin menyaksikan, berada tepat di sana.
Bab 60 Para penculik akhirnya menghubungi dewan direktur MetroHartford pada pukul satu lewat sepuluh menit. Hanya tersisa waktu 35 menit sebelum tenggat waktu.
Kami tahu apa yang akan terjadi kalau kami melewati tenggat waktu. Atau kalau para penculiknya yang tidak tepat waktu, bahkan kalau mereka sengaja melakukannya.
Betsey dan aku bergegas ke Hotel Mayflower. Kami mendapat dua terobosan kecil, tapi melihat arah situasinya sejauh ini, keduanya terasa jauh lebih besar. Yang pertama adalah pintu karyawan menuju dapur yang mengarah ke lorong dan tempat bongkar muat. Sewaktu pelantikan Clinton, Secret Service memarkir mobil di sana. Kami menggunakan lorong tersebut untuk bisa masuk ke hotel tanpa terlihat. Terobosan kedua adalah agen-agen FBI di dalam hotel tahu bahwa ruangan yang digunakan untuk rapat dewan MetroHartford, Ruang China, memiliki keunikan yang berguna bagi kami. Ada tangga logam sempit tepat di belakang ruangan tersebut. Tangga tersebut menuju jalur jalan di atas panggung. Ada lubang-lubang pengintip kecil sehingga kami bisa mengawasi dan mendengarkan tanpa terlihat.
Betsey dan aku bergegas menyusuri jalur jalan
197 tersebut dan berjongkok jauh tinggi di atas ruang rapat. Kami tidak perlu bersusah payah.
Para penculik masih menelepon.
"Kami menganggap FBI dan kemungkinan kepolisian Washington sudah terlibat pada saat ini," kata salah seorang penculik melalui speakerphone di Ruang China. "Kami tidak keberatan. Kami sepenuhnya sudah menduga. Malahan, kami menyambut keterlibatan Biro. Kami sudah memasukkan Biro ke dalam rencana."
Betsey dan aku bertukar pandangan jengkel. Mastermind menyebabkan kami tampak buruk. Kenapa" Kami bergegas menuruni tangga dan menggabungkan diri dengan yang lain di Ruang China. Kepalaku pusing dengan berbagai pertanyaan. Mastermind pandai membuat kami kebingungan. Terlalu pandai.
"Mula-mula, akan kuulangi tuntutan kami atas uangnya," kata suara yang terdistorsi melalui speakerphone. "Ini penting. Harap ikuti instruksinya. Seperti yang sudah kalian ketahui, lima juta dari ketiga puluh juta itu harus berupa berlian yang belum diasah. Berlian-berlian itu harus dimasukkan dalam satu ransel. Tidak boleh ada lebih dari delapan ransel. Uang tunainya harus dalam lembaran dua puluhan dan lima puluhan. Tidak ada lembaran seratus dolaran. Tidak ada kantong pewarna. Tidak ada alat pelacak dalam bentuk apa pun. Sekarang, dengan siapa aku berbicara""
Betsey melangkah mendekati speakerphone. Aku juga.
"Ini Agen Khusus Elizabeth Cavalierre. Aku agen penanggung jawab dari FBI."
"Aku Alex Cross, kepolisian Washington dan penghubung Biro."
198 "Bagus. Aku mengenal nama-nama kalian berdua, reputasi kalian. Apa uang kami sudah siap sesuai permintaan""
"Ya. Uang dan berliannya ada di Mayflower ini," jawab Betsey.
"Bagus sekali! Nanti akan kami hubungi."
Kami mendengar klik saat ia menutup telepon.
CEO MetroHartford meledak marah. "Mereka mengetahui kehadiran kalian di sini! Oh, Tuhan, apa yang sudah kami lakukan! Mereka akan membunuh para sandera!"
Kupegang bahunya dengan mantap. "Tenanglah. Apa pembayarannya sudah diatur tepat seperti permintaan mereka"" tanyaku.
Ia mengangguk. "Tepat. Berlian-berliannya akan datang sebentar lagi. Uangnya sudah tiba. Kami sudah melakukan bagian tugas kami, segala sesuatu yang bisa kami lakukan. Apa yang kalian lakukan""
Aku terus berbicara dengan suara lembut. "Dan tidak ada seorang pun di MetroHartford yang mendengar kabar mengenai di mana uang dan berliannya harus diantarkan" Ini pertanyaan penting."
Eksekutif asuransi -tersebut ketakutan, dan untuk alasan bagus. "Kau dengar apa yang dikatakan orang itu melalui telepon. Dia bilang mereka akan menghubungi. Tidak, kami belum mendengar apa pun mengenai di mana kami harus mengirimkan uang dan berlian itu."
"Itu berita bagus, Mr. Dooner. Mereka bertindak dengan cara yang profesional. Kami juga. Aku tidak percaya mereka sudah menyakiti siapa pun. Kita akan menunggu telepon berikutnya. Pertukaran merupakan bagia
n yang paling berat bagi mereka."
199 "Istriku ada di bus itu," kata eksekutif kepala tersebut. "Begitu pula putriku."
"Aku tahu," kataku kepadanya. "Aku tahu."
Dan aku juga tahu Mastermind tampaknya senang menyakiti keluarga korban.
Bab 61 Bukannya kami tidak berusaha sekuat tenaga, tapi sejauh ini mereka berhasil mengalahkan kami, dan kami kehabisan waktu. Jam terus berdetak. Sangat cepat.
Tidak ada pesawat yang menemukan bus wisata itu, berarti bus tersebut sudah meninggalkan jalan dengan cepat, atau kemungkinan mereka sudah mengubah petunjuk.alfanumerik di atapnya. Helikopter-helikopter pencari panas milik angkatan darat juga tidak menemukan apa pun. Pada pukul satu lewat dua puluh menit, telepon lain masuk ke Ruang China di Mayflower. Suara terdistorsi mesin yang mengganggu itu lagi.
"Sudah waktunya bergerak. Ada kiriman di meja depan untuk Mr. Dooner. Di dalamnya akan kautemukan Handie-Talkie. Bawa semuanya."
"Kita ke mana"" tanya Betsey.
"Kami akan kaya. Kau akan memuat uang dan berlian itu ke dalam van dan bergerak ke utara di Connecticut Avenue. Kalau kau menyimpang dari rute yang sudah kuberikan, satu sandera akan ditembak."
Telepon kembali putus. Kami memarkir van di lorong di luar dapur hotel. Penculiknya tahu kami memarkir van di sana. Tapi
201 bagaimana caranya" Apa artinya itu bagi kami" Betsey Cavalierre dan aku serta dua agen lainnya bergegas keluar menuju van, lalu bergerak ke Connecticut Avenue.
Kami masih di Connecticut sewaktu Handie-Talkie. berbunyi. Agen-agen FBI menyebut walkie-talkie sebagai "Handie-Talkie." Begitu juga para penculik di telepon. Apa arti petunjuk itu" Apa itu bisa jadi petunjuk" Apa peneleponnya sekadar memberitahu bahwa ia mengetahui segalanya tentang kami"
"Detektif Cross""
"Aku di sini. Kami di Connecticut Avenue. Sekarang apa""
"Aku tahu kau akan ada di sana. Dengarkan baik-baik. Kalau kami melihat pesawat pengintai atau helikopter terbang di atas rutemu yang sudah ditentukan-satu sandera akan ditembak. Mengerti""
"Aku mengerti sepenuhnya," kataku. Aku memandang Betsey. Ia terpaksa menghentikan pengintaian udara seketika. Para penculik tampaknya mengetahui semua yang kami lakukan.
"Lanjutkan perjalanan secepat mungkin ke stasiun kereta Bandara Baltimore-Washington. Kau dan agen-agen FBI harus menaiki kereta Northeast Corridor pukul lima lewat sepuluh sore dari Baltimore ke Boston. Bawa ransel berisi uangnya. Bawa berliannya. Kereta pukul lima lewat sepuluh ke Boston! Kami sadar semua agen FBI di Northeast diperbantukan pada kalian. Bersiap-siaplah untuk menggunakan mereka. Tidak penting bagi kami. Kami menantangmu untuk menghentikan pembayaran tebusan. Hal itu tidak mungkin dilakukan!"
"Apa aku berbicara dengan Mastermind""
Handie-Talkie itu mati. Bab 62 Agen-agen FBI dan kepolisian setempat dikirim ke semua stasiun kereta di sepanjang rute kereta Northeast Corridor. Tapi untuk bisa mencakup seluruh rute hampir mustahil dilakukan. Para penculik mengetahui hal itu. Mereka telah mengatur hingga segalanya menguntungkan mereka sekarang.
Agen Cavalierre, Walsh, Doud, dan aku naik kereta dari Baltimore tersebut. Kami menempatkan diri di bagian depan gerbong kedua.
Kereta yang bergemuruh itu merupakan tempat yang ribut; kami tidak bisa berpikir dengan benar, atau bahkan bercakap-cakap dengan baik. Kami menunggu kontak selanjutnya dari para penculik. Setiap menit yang berlalu terasa lebih lama dari yang sebenarnya.
"Tidak lama lagi mereka akan menyuruh kita melemparkan ransel-ransel ini dari kereta yang sedang bergerak," kataku. "Bagaimana menurutmu" Ada gagasan lain""
Betsey mengangguk. "Kurasa mereka tidak akan mengambil risiko dengan menyambut kereta di salah satu stasiun. Kenapa tidak" Mereka tahu bahwa kita tidak bisa mencakup semua wilayah antara tempat ini dan Boston. Mereka tidak mau ada pesawat yang terbang dekat kereta, dan itulah kuncinya."
203 "Mereka tampaknya sudah memecahkan masalah rumit mengenai pengiriman uang serta pertukarannya. Pria ini benar-benar keparat yang cerdas," kata Agen Walsh.
Betsey berkata, "Bisa pria, atau" wanita."
Aku mengingatkan Betsey. "Tony
Brophy bilang dia bertemu dengan laki-laki, kalau kita bisa memercayai dirinya."
"Dan kalau orang yang dilihatnya memang benar-benar Mastermind," balas Cavalierre.
Agen Doud berkata, "Nama itu terasa mengganggu bagiku. Ia jadi kedengaran seperti orang aneh. Pecundang. Mastermind"
"Brophy juga bilang begitu. Katanya pria yang diajaknya bicara itu menjengkelkan. Tapi dia masih menginginkan pekerjaan yang ditawarkan," kata Betsey.
"Yeah, well, bayarannya bagus," kata Doud.
Betsey mengangkat bahu. "Mungkin dia memang orang aneh, mungkin semacam jenius komputer. Aku tidak akan terkejut kalau benar. Orang-orang aneh yang sekarang mengelola dunia, kan" Membalas perlakuan yang menimpa mereka di SMA. Aku jelas begitu."
"Aku lumayan populer di SMA," kataku, dan mengedipkan sebelah mata.
Handie-Talkie kembali berderak.
"Halo, para bintang penegakan hukum. Kesenangan yang sebenarnya akan dimulai. Ingat, kalau kami melihat ada helikopter atau pesawat dekat kereta, satu sandera akan ditembak" kata suara seorang pria yang kami kenali. Apa dia Mastermind"
"Dari mana kami tahu para sandera masih hidup"" tanya Betsey. "Kenapa kami harus percaya bahwa
204 kau mengatakan yang sejujurnya" Kau sudah membunuh orang-orang yang tidak bersalah sebelumnya."
"Memang kau tidak bisa tahu. Dan seharusnya kau tidak percaya. Kami memang pernah membunuh orang yang tidak bersalah. Tapi sandera-sandera dalam bus masih hidup. Baiklah-buka pintu kereta sekarang! Bersiap-siaplah untuk isyarat selanjutnya dariku. Bawa ransel-ranselnya ke pintu! Sekarang, sekarang, sekarang! Cepat! Jangan sampai kami membunuh orang."
Bab 63 Kami berempat bergegas membawa ransel-ransel berisi uang yang berat ke pintu kereta terdekat. Aku sudah mulai berkeringat. Wajah dan kulit kepalaku terasa basah kuyup.
"Bersiaplah! Bersiaplahr teriak suara dari Handie-Talkie. "Sekarang saatnya."
Betsey telah berbicara menggunakan radio dua-arah yang lain untuk menyiagakan anak buahnya. Wilayah pedesaan melintas di depan kami dengan warna hijau cerah dan cokelat lumpur. Kami berada di suatu tempat dekat Aberdeen, Maryland, setelah melewati stasiun terakhir sekitar tujuh menit yang lalu.
"Bersiaplah! Apa kalian sudah siap" Jangan me-ngecewakanku!" teriak suara tersebut keras-keras.
Sejauh ini, satu-satunya tipuan yang berhasil kami dapatkan hanyalah mencoba untuk menyebar di kawasan di mana uangnya diperkirakan akan dijatuhkan. Kami bahkan mempertimbangkan untuk mempertahankan satu tas di kereta, yang mungkin akan memaksa mereka mencari-cari sebentar. Tapi kami sepakat bahwa tindakan itu terlalu berbahaya bagi para sandera.
Handie-Talkie kembali membisu.
"Sial!" seru Doud.
206 "Apa kita lemparkan tas uangnya"" teriak Walsh mengalahkan raungan kereta dan embusan angin.
"Tidak! Tunggu!" teriakku padanya dan kepada Doud, yang sedang mencondongkan tubuh ke luar kereta. "Tunggu instruksi mereka! Dia pasti akan memberitahu kita untuk melemparkan tasnya. Jangan lemparkan tasnya sekarang!"
"Keparat!" teriak Betsey sambil mengayunkan lengannya dalam lengkungan yang cepat dan keras. "Mereka mempermainkan kita. Mereka menertawakan kita sekarang ini."
"Ya, mungkin begitu," kataku. "Sebaiknya kita tetap tenang. Kita harus menenangkan diri."
FBI mati-matian berusaha melacak saluran yang digunakan para penculik untuk radio dua arah mereka. Tindakan tersebut gagal. Dua arah merupakan teknologi canggih, jenis yang digunakan militer. Chip pengacak di dalamnya disandikan untuk mengubah frekuensi setiap kali digunakan. Bahkan ada kemungkinan para penculik memiliki beberapa radio dua-arah dan membuangnya setiap kali selesai digunakan.
Betsey masih mendidih marah. Mata cokelatnya berkilat. "Dia-sudah memikirkan segala sesuatunya, termasuk tidak memberi kita waktu untuk menyusun rencana. Siapa bangsat ini""
Handie-Talkie kembali berderak.
"Buka pintunya! Bersiap-siaplah untuk melempar tasnya ke luar," kata suara radio tersebut, tiba-tiba memerintah lagi.
Kuraih dua tas penuh lembaran dua puluh dan lima puluh dolaran. Jantungku seperti berada di tenggorokan sewaktu aku bergegas menuju pintu yang terbuka untuk kedu
a kalinya. Angin di luar meraung-raung.
207 Kereta sedang melesat menerobos hutan lebat sekarang, pepohonan elm, pinus, dan sesemakan lebat. Aku tidak melihat ada rumah-atau siapa pun yang mengintai dalam hutan. Rasanya tempat ini cukup bagus untuk meletakkan uangnya.
Handie-Talkie kembali membisu!
"Keparat!" teriak Agen Doud sekuat tenaga.
Kami mengerang dan menjatuhkan diri ke lantai.
Kami terus berbuat begitu hingga sebelas kali selama satu seperempat jam berikutnya. Tiga kali kami dipaksa untuk memindahkan semua uang ke gerbong yang berbeda.
Kami dikirim hingga ke gerbong terakhir-lalu kami diperintahkan untuk segera kembali ke gerbong depan.
"Kalian memang bagus. Sangat patuh," kata suara dari radio tersebut.
Lalu radio dua arah tersebut kembali membisu.
Bab 64 "Aku tidak tahan lagi!" teriak Betsey. "Dasar bajingan! Aku ingin membunuh keparat itu."
Tas-tas uang itu besar dan berat; kami kelelahan karena membawa-bawanya di kereta. Kami basah kuyup karena keringat, serta kotor kena debu. Gelisah dan tegang. Gemuruh konstan kereta terdengar lebih ribut daripada sebelumnya.
Kereta Amtrak itu melesat menerobos hutan lebat lagi. Peluitnya melengking keras. Agen Walsh terus memerhatikan stasiun-stasiun yang kami lewati.
Lalu Handie-Talkie kembali berbunyi. "Siapkan tas-tas berisi uang dan berliannya. Buka pintunya sekarang! Dan pada saat kalian melemparnya-lempar keluar hampir bersamaan. Kalau tidak, satu sandera akan ditembak! Kami mengawasi setiap langkahmu. Kau sangat cantik, Agen Cavalierre."
"Yeah, dan kau orang aneh," gumam Betsey. Kaus biru pucatnya tampak lebih gelap di beberapa tempat karena keringat. Rambut hitamnya melekat di kulit kepalanya. Kalau ia memiliki satu ons lemak pada tubuhnya sebelum ini, ia telah kehilangan lemak itu selama perjalanan kereta.
"Tidak jadi," kata suara radio dengan ejekan yang jelas. "Istirahat. Itu saja untuk saat ini."
209 Radio dua arah itu kembali membisu. "Sialan!"
Semua orang menjatuhkan diri ke atas ransel-ransel dan berbaring di sana dengan napas terengah-engah. Aku mencoba mempertahankan otakku bekerja dengan benar, tapi hal itu makin sulit setiap kali kami tidak jadi melempar uang. Aku tidak yakin diriku mampu berlari-lari ke ujung lain kereta sekali lagi.
"Mungkin kita harus turun dari kereta dengan membawa tas uangnya," kata Walsh dari tempat bertenggernya di atas tas. "Paling tidak mengacaukan pengaturan waktu mereka. Mengambil tindakan yang tidak mereka duga."
"Boleh juga, tapi terlalu berbahaya bagi para sandera," kata Betsey kepadanya.
Walsh dan Doud memaki keras-keras sewaktu radio dua arahnya kembali berbunyi. Kami hampir mencapai batas. Apa batas kami"
"Tidak ada istirahat bagi orang jahat," kata suara itu. Kami bisa mendengar letupan kaleng minuman ringan dibuka. Lalu desahan kelegaan. "Atau mungkin seharusnya, istirahat bagi orang jahat""
Suara di radio itu menjerit kepada kami. "Lemparkan tas-tas itu sekarang! Lakukan! Kami mengawasi kereta. Kami melihat kalian! Lemparkan tas-tas itu atau kami bunuh semuanya!"
Kami tidak memiliki pilihan; tidak ada pilihan yang diberikan untuk kami. Kami hanya mampu berusaha melemparkan tas-tas itu hampir bersamaan. Kami terlalu kelelahan untuk bergerak secepat mungkin. Aku merasa seperti sedang bergerak dalam mimpi. Pakaianku basah kuyup, lengan dan kakiku terasa sakit.
210 "Lemparkan tasnya lebih cepat!" perintah suara tersebut. "Coba tunjukkan otot-ototmu, Agen Cavalierre."
Mungkinkah ia bisa melihat kami" Mungkin. Kedengarannya begitu. Tidak ragu lagi ia berada di hutan membawa radio dua-arahnya. Berapa jumlah mereka di sana"
Sewaktu kesembilan tas itu telah hilang, kereta melesat melewati tikungan tajam pada jalurnya. Kami tidak bisa melihat apa yang terjadi lima puluh meter di belakang kami. Kami jatuh ke lantai, memaki dan mengerang.
Betsey tersentak. "Terkutuk mereka. Mereka berhasil. Mereka berhasil melakukannya. Oh, terkutuklah mereka di neraka."
Handie-Talkie kembali berbunyi. Ia belum selesai dengan kami. "Terima kasih atas bantuannya. Kalian yang terbaik. Kalian akan selalu bisa mendapat pekerjaan mengemas belanja
an di supermarket setempat. Mungkin bukan pilihan karier yang buruk sesudah ini."
"Apa kau Mastermind"" tanyaku. Alat itu kembali membisu.
Suara radio itu lenyap dan begitu pula dengan uang dan berliannya. Dan mereka masih menguasai sembilan belas sandera.
Bab 65 Tiga kilometer di depan, Agen Cavalierre, Doud, Walsh, dan aku terhuyung-huyung meninggalkan kereta di stasiun berikutnya.
Dua Suburban hitam telah menanti kami. Di sekitar kendaraan-kendaraan tersebut berdiri beberapa agen FBI bersenjatakan senapan. Segerombolan orang telah berkumpul di stasiun. Mereka menunjuk-nunjuk senjata dan para agen seakan-akan melihat pemain football Washington Redskins yang baru pulang berburu.
Kami diberitahu perkembangan situasinya. "Tampaknya mereka sudah keluar dari dalam hutan," kata seorang agen kepada kami. "Kyle Craig sedang dalam perjalanan kemari sekarang. Kami sudah menyiapkan blokade jalan, tapi kemungkinan besar tidak ada hasilnya. Tapi ada berita bagus. Kita mungkin mendapat terobosan mengenai bus wisata itu."
Beberapa saat kemudian, kami telah disambungkan dengan wanita dari Tinden, sebuah kota kecil di Virginia. Wanita tersebut dianggap memiliki informasi tentang keberadaan bus yang hilang. Ia mengatakan hanya mau berbicara dengan "polisi", dan ia tidak peduli dengan FBI maupun metode mereka.
Baru sesudah aku memperkenalkan diri wanita tua itu bersedia berbicara denganku. Ia terdengar gugup.
212 Namanya Isabelle Morris dan ia melihat sekilas bus wisata tersebut di tanah pertanian di Warren County. Ia curiga karena memiliki perusahaan bus setempat dan bus tersebut bukan salah satu miliknya.
"Bus biru dengan garis-garis emas"" tanya Betsey tanpa memperkenalkan diri sebagai FBI.
"Biru dan emas. Bukan salah satu milikku. Jadi aku tidak tahu apa yang dilakukan kendaraan wisata itu di sini," kata Mrs. Morris. "Tidak ada alasan bagi bus seperti itu untuk berada di kawasan ini. Ini kawasan redneck. Setahuku, Tinden tidak ada dalam daftar wisata mana pun."
"Apa Anda mencatat nomor pelatnya, atau paling tidak sebagian dari nomor itu"" tanyaku kepadanya.
Ia terdengar jengkel dengan pertanyaan itu. "Aku tidak punya alasan apa pun untuk memeriksa nomor pelat. Kenapa aku berbuat begitu""
"Mrs. Morris, kalau begitu kenapa Anda melaporkan bus itu kepada polisi setempat""
"Sudah kukatakan, kalau kau tadi mendengarkan. Tidak ada alasan bagi bus wisata untuk berada di sini. Selain itu, pacarku anggota keamanan masyarakat di sekitar sini. Aku ini janda, kau mengerti. Sebenarnya dia yang menelepon polisi. Kenapa kau begitu tertarik, kalau boleh kutanyakan""
"Mrs. Morris, sewaktu Anda melihat bus wisata itu, apa ada penumpang di dalamnya""
Betsey dan aku bertukar pandang sementara menunggu jawabannya.
"Tidak, hanya sopirnya. Dia pria bertubuh besar. Aku tidak melihat orang lain lagi. Bagaimana dengan polisi" Dan FBI sialan itu" Kenapa kalian semua begitu tertarik""
"Akan kujelaskan sebentar lagi. Apa Anda melihat
213 tanda pengenal apa pun pada bus itu" Tanda tujuan" Logo" Apa pun yang Anda lihat dan mungkin bisa membantu kami. Ada orang-orang yang terancam bahaya."
"Ya ampun," katanya pada waktu itu. "Ya, ada stiker di sisi bus: Visit Williamsburg. Aku ingat melihat stiker itu. Kau tahu apa lagi" Kupikir di panel samping bus itu ada tulisan Washington on Wheels. Ya, aku hampir yakin tulisan itu ada. Washington on Wheels. Apa itu membantumu""
Bab 66 Betsey telah menggunakan saluran lain untuk berbicara dengan Kyle Craig. Mereka menyusun rencana untuk mengantar kami ke Tinden, Virginia, secepatnya. Mrs. Morris terus berceloteh tidak ada habis-habisnya. Ia kembali mengingat beberapa hal. Ia memberitahuku bahwa ia melihat bus wisata itu berbelok memasuki jalan pedesaan kecil tidak jauh dari tempat tinggalnya.
"Hanya ada tiga tanah pertanian di jalan ini, dan aku kenal mereka semua dengan cukup baik. Dua di antaranya berbatasan dengan pangkalan angkatan darat yang sudah tidak terpakai yang dibangun tahun delapan puluhan. Aku harus memeriksa urusan aneh ini sendiri," katanya.
Kusela Mrs. Morris saat itu juga. "Tidak, tidak. Anda jangan bertin
dak apa-apa, Mrs. Morris. Jangan bergerak. Kami dalam perjalanan ke tempat Anda."
"Aku kenal kawasan ini. Aku bisa membantu kalian," katanya memprotes.
"Kami sedang dalam perjalanan. Harap tetap di tempat Anda."
Salah satu helikopter FBI yang mencari-cari di hutan dekat tempat kami dikirim ke stasiun kereta. Tepat pada saat helikopter itu tiba-Kyle juga tiba.
215 Aku belum pernah merasa segembira itu bertemu dengannya.
Betsey memberitahu Kyle apa yang ingin dilakukannya di Virginia. "Kita bawa helikopternya sedekat mungkin tanpa ketahuan. Satu atau satu setengah kilometer dari kota Tinden. Aku tidak ingin melibatkan terlalu banyak kekuatan darat. Dua belas orang yang bagus, mungkin kurang."
Kyle menyetujui rencana itu, karena rencana tersebut bagus, dan kami pun terbang menggunakan helikopter FBI. Ia kenal agen-agen di Quantico yang ingin dilibatkannya dan ia mengirim mereka ke Tinden.
Begitu naik ke helikopter, kami membahas kembali segala yang kami pelajari atas perampokan-pe-rampokan bank sebelumnya. Kami juga mulai menerima informasi mengenai kawasan tempat Mrs. Morris melihat bus tersebut. Pangkalan angkatan darat yang disebut Mrs. Morris adalah lokasi nuklir di tahun 1980-an. "Di beberapa pangkalan nuklir di luar kota Washington, rudal disimpan di bawah tanah," kata Kyle. "Kalau bus wisata itu ada di lokasi, liang beton akan melindunginya dari helikopter pencari yang dilengkapi alat detektor panas."
Pendekar Sakti 8 Pendekar Rajawali Sakti 150 Orang Orang Atas Angin Istana Gerbang Neraka 1
^