Pencarian

Mawar Merah 1

Mawar Merah Roses Are Red Karya James Patterson Bagian 1


ROSES ARE RED by James Patterson MAWAR MERAH Alih bahasa: B. Sendra Tanuwidjaja
Ucapan Terima Kasih Roses are Red untuk Charles dan Isabelle: Lorraine dan O.B.; Maryellen dan Andrew; Carole, Jimmy, Brigid, dan Meredith; Theresa dan Rick; Suzie dan Jack; Artie, Harriette, Richard, Nancy, Gideon, dan Adam-semua keluarga yang menginspirasikan keluarga Cross.
Prolog ABU, ABU Bab 1 Brianne parker tidak tampak seperti perampok atau pembunuh-wajahnya yang gemuk kekanak-kanakan dan menyenangkan menipu semua orang. Tapi wanita itu tahu kalau terpaksa ia siap membunuh pagi ini. Ia akan mengetahuinya dengan pasti pada pukul delapan lewat sepuluh menit.
Wanita berusia dua puluh empat tahun tersebut mengenakan celana khaki, jaket University of Maryland berwarna biru pucat, dan sepatu sneaker Nike putih. Tidak satu pun dari orang-orang yang berlalu-lalang pagi itu yang memerhatikan dirinya saat ia berjalan dari mobil Acura putih yang agak penyok ke deretan pepohonan tropis yang lebat, tempat ia bersembunyi.
Ia berada di luar Citibank di Silver Spring, Maryland, tepat sebelum pukul delapan. Kantor cabang bank tersebut dijadwalkan buka sembilan puluh detik lagi. Ia mengetahui dari percakapannya dengan Mastermind bahwa bank itu merupakan gedung yang berdiri terpisah dengan dua jalur drive-through. Gedung itu dikelilingi dengan apa yang disebut Mastermind sebagai toko kotak-besar: Target, PETsMART, Home Depot, Circuit City.
9 Tepat pukul delapan, Brianne mendekati bank dari tempat persembunyiannya di pepohonan tropis di bawah papan iklan warna-warni yang menawarkan sarapan McDonald's kepada publik. Dari sudut itu ia tidak bisa dilihat oleh kasir wanita yang baru saja membuka pintu depan yang terbuat dari kaca dan melangkah ke luar sejenak.
Beberapa langkah lagi dari kasir itu, Brianne mengenakan topeng karet Presiden Clinton, salah satu topeng paling populer di Amerika dan mungkin yang paling sulit dilacak. Ia mengetahui nama kasir bank itu, dan ia mengucapkannya dengan jelas saat mencabut pistol dan menekannya ke punggung bawah wanita tersebut.
"Masuk, Ms. Jeanne Galetta. Lalu berbalik dan kunci pintu depannya lagi. Kita akan menemui bosmu, Mrs. Buccieri."
Kata-katanya yang singkat di pintu masuk bank itu telah direncanakan, kata demi kata, bahkan jedanya. Pria yang dikenal sebagai Mastermind mengatakan bahwa dalam perampokan bank penting sekali menjalankan rencana berdasarkan urut-urutan yang spesifik, tidak boleh ada yang terlewat.
"Aku tidak ingin membunuhmu, Jeanne. Tapi aku akan membunuhmu kalau kau tidak mematuhi perintahku, pada saat kuperintahkan. Sekarang giliranmu berbicara, Sayang. Kau mengerti apa yang kukatakan padamu sejauh ini""
Jeanne Galetta menganggukkan kepalanya yang berambut cokelat pendek begitu kuat sehingga kacamata berbingkai kawatnya hampir jatuh. "Ya, aku mengerti. Tolong jangan sakiti aku," katanya dengan napas tercekat. Ia berusia akhir dua puluhan, menarik
untuk ukuran pinggir kota, tapi setelan poliester biru dan sepatu berhak tinggi yang dikenakannya menyebabkan ia tampak lebih tua.
"Kantor manajer. Sekarang, Ms. Jeanne. Kalau aku tidak keluar dari sini dalam delapan menit, kau akan tewas. Aku serius. Kalau aku tidak keluar dari sini dalam delapan menit, kau dan Mrs. Buccieri akan tewas. Jangan menganggap aku tidak akan melakukannya karena aku seorang wanita. Akan ku-tembak kalian berdua seperti menembak anjing."
Bab 2 Ia menyukai perasaan berkuasa ini dan ia benar-benar menyukai penghormatan baru yang tiba-tiba diperolehnya di bank ini. Saat mengikuti kasir yang gemetar melewati dua mesin ATM Diebold, kemudian melewati areal penyambutan di lobi, Brianne memikirkan detik-detik berharga yang telah digunakannya. Mastermind telah menjelaskan dengan tegas mengenai jadwal perampokan yang ketat. Pria itu telah mengulangi berkali-kali bahwa segala sesuatunya tergantung pada pelaksanaan yang sempurna.
Menit-menit itu penting, Brianne.
Detik-detik itu penting, Brianne.
Yang lebih penting lagi adalah kita memilih Citibank untuk dirampok hari ini, Brianne.
Perampokan itu harus berjalan tepat, sesuai, sempurna.
Brianne mengerti, ia mengerti. Mastermind sudah merencanakan apa yang disebutnya sebagai "skala numerik 9,9999 dari 10."
Dengan pangkal tangan kirinya, Brianne mendorong kasir tersebut memasuki ruangan manajer. Ia mendengar dengungan pelan komputer dari dalam ruangan. Lalu ia melihat Betsy Buccieri duduk di belakang meja besar bergaya eksekutif.
12 "Kau membuka lemari besimu setiap pagi pukul delapan lewat lima menit, jadi bukakan lemari besimu untukku," jerit Brianne kepada manajer, yang membelalak terkejut dan ketakutan. nBuka. SekarangF
"Aku tidak bisa membuka lemari besinya," kata Mrs. Buccieri memprotes. "Lemari besi itu dibuka secara otomatis dengan sinyal dari komputer di markas besar di Manhattan. Waktunya tidak selalu sama."
Perampok bank itu menunjuk ke telinga kirinya sendiri. Ia memberi isyarat dengan jarinya agar Mrs. Betsy Buccieri mendengarkan. Tapi mendengarkan apa" "Lima, empat, tiga, dua-" kata Brianne. Lalu ia meraih telepon di meja manajer. Telepon itu berdering. Pengaturan waktu yang sempurna.
"Ini untukmu," kata Brianne, suaranya agak teredam topeng Presiden Clinton. "Kau dengarkan baik-baik."
Ia memberikan telepon kepada Mrs. Buccieri, tapi ia mengetahui dengan tepat kata-kata yang didengar manajer bank itu, dan siapa yang berbicara di telepon.
Suara yang paling menakutkan bagi manajer bank itu bukanlah suara Mastermind yang menyampaikan ancaman nyata dengan santai, tapi seseorang yang bahkan lebih baik lagi. Yang lebih menakutkan.
"Betsy, ini Steve. Ada orang di rumah kita. Ia menodongkan pistol kepadaku. Katanya, kecuali wanita di ruanganmu meninggalkan bank dengan uangnya tepat pada pukul delapan lewat sepuluh, Tommy, Anna, dan aku akan dibunuh."
"Sekarang pukul delapan lewat empat."
Telepon tiba-tiba terputus. Suara suaminya menghilang.
"Steve" Steve!" Air mata mengalir dari mata Betsy Buccieri dan bergulir menuruni pipinya. Ia menatap
13 wanita bertopeng itu dan tidak bisa percaya bahwa ini benar-benar terjadi. "Jangan sakiti mereka. Please. Akan kubukakan lemari besinya. Akan kulakukan sekarang. Jangan sakiti siapa pun."
Brianne mengulangi pesan yang telah didengar manajer bank itu. "Tepat pukul delapan lewat sepuluh. Tidak terlambat satu detik pun. Dan tidak ada tipuan bodoh bank. Tidak ada alarm bisu. Tidak ada kantong pewarna."
"Ikuti aku. Tidak ada alarm," Betsy Buccieri berjanji. Ia nyaris tidak bisa berpikir. Steve, Tommy, Anna. Nama-nama itu menggaung keras dalam benaknya.
Mereka tiba di pintu ruang lemari besi Mosler bank tersebut. Waktu menunjukkan pukul 08.05.
"Buka pintunya, Betsy. Kita dikejar waktu. Kita kehabisan waktu. Keluargamu kehabisan waktu. Steve, Anna, Tommy kecil, mereka semua bisa tewas."
Betsy Buccieri membutuhkan waktu kurang dari dua menit untuk masuk ke dalam lemari besi, yang terbuat dari baja mengilap dengan piston-piston seperti lokomotif. Uang bertumpuk-tumpuk terlihat jelas di hampir semua rak yang ada-jauh lebih banyak daripada uang yang pernah dilihat Brianne seumur hidupnya. Ia membuka dua tas kanvas dan mulai mengisinya dengan uang itu. Mrs. Buccieri dan Jeanne Galetta mengawasi dirinya sambil membisu. Brianne senang melihat ketakutan dan penghormatan terhadap dirinya di wajah kedua wanita itu.
Sebagaimana instruksi yang diterimanya, Brianne menghitung menit-menit yang berlalu sambil mengisi kedua tasnya. "Delapan-kosong-tujuh... delapan-kosong-delapan..." Akhirnya, ia selesai.
"Akan kukunci kalian berdua di dalam lemari
14 besi. Jangan mengatakan apa-apa atau akan kutembak kalian, kemudian akan kukunci mayat-mayat kalian di dalam."
Ia mengangkat dua tas hitamnya.
"Jangan sakiti suamiku atau anakku," kata Betsy Buccieri. "Kami sudah memenuhi-"
Brianne membanting pintu logam yang berat sebelum Betsy Buccieri selesai memohon. Brianne menarik topeng Presiden Clinton hingga terlepas dari wajahnya yang berkeringat.
Ia sudah terlambat. Ia berjalan melintasi lobi, membuka kunci pintu depan dengan tangan terbungkus sarung tangan plastik, dan melangkah ke luar. Ia merasa ingin berlari secepat mungkin ke mobilnya, tapi ia berjalan dengan tenang, seakan-akan tidak p
eduli sama sekali di pagi musim semi yang indah ini. Ia tergoda untuk mencabut pistol enam pelurunya dan melubangi Egg McShit besar yang menunduk menatapnya. Yeah, ia memang hebat.
Sewaktu tiba di Acura, ia memandang arlojinya: 08.10 lewat 52 detik. Dan waktu terus berjalan. Ia terlambat-tapi memang begitulah seharusnya. Ia tersenyum.
Ia tidak menghubungi Errol di rumah keluarga Buccieri di mana Steve, Tommy, dan pengasuh bayinya, Anna, tengah disandera. Ia tidak memberitahu Errol bahwa ia sudah mendapatkan uangnya dan telah tiba di Acura dengan aman.
Mastermind telah memerintahkan dirinya untuk berbuat begitu.
Para sandera itu memang seharusnya mati.
Bagian Satu PERAMPOKAN -PEMBUNUHAN Bab 3 Ada pepatah lama yang akhirnya kupercayai selama masa kerjaku sebagai detektif: Jangan kira tidak ada buaya karena airnya tenang.
Airnya jelas indah dan tenang hari itu. Putriku yang masih muda dan tidak bisa dikekang, Jannie, tengah memaksa Rosie si kucing berdiri pada kaki belakangnya dengan memegangi kedua kaki depannya. Jannie dan "la chat rouge" itu berdansa, sebagaimana yang sering mereka lakukan.
"Mawar merah, violet biru," kata Jannie, menyanyi dengan suara yang merdu.
Aku tidak akan melupakan saat maupun pemandangan itu. Teman-teman, kerabat, dan tetangga mulai berdatangan untuk acara pembaptisan di rumah kami di Fifth Street. Aku sedang dalam suasana hati perayaan besar.
Nana Mama telah menyiapkan hidangan yang mengagumkan untuk acara khusus ini. Ada udang masak daun ketumbar, mussel panggang, ham segar, bawang Vidalia, dan jeruk musim panas. Aroma ayam dengan bawang putih, iga babi, dan empat macam roti buatan sendiri memenuhi udara. Aku bahkan membuat hidangan istimewaku malam itu.
19 Sumbanganku; kue keju dengan raspberry segar di atasnya.
Salah satu pesan Nana ditempelkan di pintu kulkas GE. Bunyinya: "Ada banyak keajaiban dan semangat dalam diri orang-orang kulit hitam yang tidak mampu dilenyapkan siapa pun. Tapi semua orang sudah pernah mencobanya'-Toni Morrison." Aku tersenyum pada keajaiban dan semangat nenekku yang sudah berusia lebih dari delapan puluh tahun.
Ini benar-benar menyenangkan. Jannie, Damon, Alex kecil, dan aku menyapa semua orang di serambi depan saat mereka tiba. Alex berada dalam pelukanku, dan ia bayi kecil yang sangat ramah. Ia melontarkan senyum gembira pada semua orang, bahkan pada rekanku, John Sampson, yang bisa menyebabkan anak kecil ketakutan karena ukuran tubuhnya yang luar biasa besar-dan menakutkan.
"Bocah ini jelas senang berpesta," kata Sampson, dan tersenyum lebar.
Alex balas tersenyum kepada Two-John, yang tingginya lebih dari dua meter dan beratnya sekitar 125 kilogram.
Sampson mengulurkan tangan dan mengambil bayi tersebut dari pelukanku. Alex hampir menghilang dalam pelukannya, yang seukuran sarung tangan penangkap bola. Lalu Sampson tertawa dan mulai bercakap-cakap dengan bayi itu dengan celoteh yang tidak bisa dipahami sama sekali.
Christine muncul dari dapur. Ia menggabungkan diri dengan kami bertiga. Sampai saat ini, ia dan Alex Jr. tidak tinggal bersama kami. Kami berharap mereka akan bergabung dengan Nana, Damon, Jannie, dan aku di rumah ini. Satu keluarga besar. Aku ingin Christine menjadi istriku, bukan sekadar kekasihku.
20 Aku ingin membangunkan Alex kecil di pagi hari, lalu menidurkannya di malam hari.
"Aku akan berjalan-jalan di pesta bersama Alex kecil. Memanfaatkan dia untuk mendapatkan gadis cantik tanpa malu-malu," kata Sampson. Ia berlalu sambil menggendong Alex.
"Menurutmu ia akan menikah"" tanya Christine.
"Alex Kecil" Si Bocah" Sudah pasti."
"Tidak, rekanmu yang setia, John Sampson. Apa ia akan menikah suatu hari nanti, berumah tangga"" Christine tampaknya tidak terganggu dengan kenyataan bahwa kami tidak menikah.
"Kupikir begitu-suatu hari nanti. John memiliki contoh keluarga yang buruk. Ayahnya pergi sewaktu John berusia setahun-sebelum akhirnya tewas karena overdosis. Ibu John pencandu narkoba. Ia tinggal di Southeast hingga dua tahun yang lalu. Sampson boleh dibilang dibesarkan oleh Bibi Tia-ku, dengan bantuan Nana."
Kami mengawasi Sampson berkeliaran di
pesta sambil menggendong Alex kecil. Ia berkenalan dengan seorang wanita cantik bernama De Shawn Hawkins, yang bekerja bersama Christine. "Ia benar-benar menggunakan bayiku untuk mendapatkan wanita," kata Christine terpana. "De Shawn, hati-hati," seru Christine kepada temannya.
Aku tertawa. "John selalu mengatakan apa yang akan dilakukannya, dan melakukan apa yang dikatakannya."
Pesta dimulai sekitar pukul dua sore itu. Tapi acara masih berjalan meriah pada pukul setengah sepuluh. Aku baru saja berduet dengan Sampson, melantunkan Joe Tex, Skinny Legs and AU. Duet tersebut sukses berat. Banyak yang tertawa dan
21 menyoraki kami. Sampson mulai menyanyikan You're the First, the Last, My Everything.
Pada saat itulah Kyle Craig dari FBI tiba. Seharusnya kuminta semua orang untuk pulang-pesta sudah berakhir.
Bab 4 Kyle membawa hadiah yang dibungkus warna-warni dan diberi pita untuk bayiku. Dan ia membawa balon! Hadiah-hadiah tersebut tidak bisa menipuku Kyle teman baik, mungkin polisi yang hebat, tapi ia bukan orang yang suka beramah-tamah dan meng hindari pesta seakan-akan acara tersebut merupakan penyakit menular.
"Jangan malam ini, Alex," kata Christine, dan ia tiba-tiba tampak khawatir, mungkin bahkan marah "Jangan terlibat kasus yang menakutkan dan mengeri kan. Kumohon, Alex, jangan lakukan. Tidak di malam pembaptisan ini."
Aku tahu apa maksudnya, dan kuterima sarannya atau peringatannya, dengan tulus. Suasana hatiku sudah suram.
Kyle Craig terkutuk. "Tidak, tidak, dan tidak," kataku sambil melangkah mendekati Kyle. Kugunakan dua jari telunjukku untuk membuat salib. "Pergi."
"Aku juga benar-benar gembira bertemu dengar mu," kata Kyle, dan tersenyum. Lalu ia memelukku "Pembunuhan ganda," bisiknya.
"Maaf, hubungi aku lagi besok atau lusa. Malam ini aku libur."
23 "Aku tahu, tapi ini sangat buruk, Alex. Yang satu ini benar-benar mengguncang saraf."
Sambil terus memelukku, Kyle mengatakan bahwa ia berada di Washington hanya malam ini dan ia sangat membutuhkan bantuanku. Ia merasa sangat tertekan. Aku menolak sekali lagi, tapi ia tidak mau mendengar, dan kami berdua tahu bahwa sebagian tugasku adalah membantu FBI dalam kasus-kasus penting di sini. Selain itu, aku berutang budi pada Kyle. Beberapa tahun yang lalu ia mengizinkan aku terlibat dalam kasus penculikan-dan-pembunuhan di North Carolina sewaktu keponakanku hilang dari Duke University.
Kyle mengenal Sampson dan beberapa teman detektifku yang lain. Mereka mendekat dan bercakap-cakap dengannya seakan-akan ini hanyalah kunjungan sosial. Orang-orang cenderung menyukai Kyle. Aku juga-tapi tidak sekarang, tidak malam ini. Ia mengatakan bahwa ia harus melihat Alex kecil sebelum kami membicarakan bisnis.
Bab 5 Kuikuti Kyle. Kami berdua berdiri di dekat si Bocah, yang sekarang sedang tidur di tengah-tengah boneka beruang dan bola warna-warni di buaian di kamar Nana. Ia memeluk boneka beruang kesayangannya, yang bernama Pinky.
"Bocah kecil yang malang. Pengalaman yang sangat buruk," bisik Kyle sambil menunduk memandang Alex. "Dia lebih mirip dirimu daripada Christine. Omong-omong, bagaimana hubungan kalian berdua""
"Kami kembali ke dalam kondisi baik-baik saja," kataku, yang sialnya bukanlah jawaban jujur. Christine sudah pergi dari Washington selama setahun, dan sejak ia kembali, hubungan kami tidak berjalan sebaik harapanku. Aku merindukan keintiman lebih dari yang bisa kukatakan. Kerinduan itu membunuhku. Tapi aku tidak mampu menceritakan masalah itu kepada siapa pun, bahkan kepada Sampson dan Nana.
"Tolong, Kyle. Jangan ganggu aku malam ini."
"Seandainya masalah ini bisa menunggu, Alex. Sayangnya tidak bisa. Aku sedang dalam perjalanan kembali ke Quantico sekarang ini. Di mana kita bisa berbicara""
Aku menggeleng dan merasakan kemarahan membesar dalam diriku. Kuajak ia ke serambi, tempat
25 kutaruh piano tua yang masih sebagus permainanku. Aku duduk di bangku piano yang berderit dan mengetukkan beberapa nada Let's Call the Whole Thing Off karya Gershwin.
Kyle mengenali lagu tersebut dan meringis. "Maafkan aku untuk masalah ini."
"Jelas kau tidak cukup menyesal. Silakan."
"Kau sudah mendengar tentang perampokan cabang Citibank di Silver Spring" Pembunuhan di rumah manajer banknya"" tanyanya. "Suami manajer bank, pengasuh anak mereka, putranya yang berusia tiga tahun""
"Bagaimana aku bisa tidak mendengar kejadian itu"" kataku, dan mengalihkan pandanganku dari Kyle. Pembunuhan brutal yang tidak logis itu telah membuatku sedih dan perutku terasa melilit sewaktu membaca kejadiannya. Cerita tersebut dimuat di seluruh surat kabar dan ditayangkan di semua saluran TV. Bahkan para polisi di D.C. murka karenanya.
"Aku tidak benar-benar memahami apa yang sudah kudengar sejauh ini. Apa yang terjadi di rumah manajer" Pelakunya sudah mendapatkan uangnya, bukan" Kenapa mereka harus membunuh para sandera kalau sudah mendapatkan uangnya" Itu yang sebenarnya ingin kauceritakan dengan datang kemari, bukan""
Kyle mengangguk. "Mereka terlambat keluar dari bank. Perintahnya adalah anggota perampok di dalam harus keluar membawa uang tepat pukul delapan lewat sepuluh. Alex, perampok di bank terlambat kurang dari satu menit. Kurang dari semenit! Jadi mereka membunuh ayah berusia tiga puluh tiga tahun, bayi berusia tiga tahun, dan pengasuh anak pasangan itu. Pengasuh anaknya berusia dua puluh lima tahun, dan sedang hamil. Mereka mengeksekusi ayah, bocah
26 tiga tahun, dan pengasuh anak itu. Kau melihat lokasi pembunuhannya, AIex""
Kuputar bahuku, memuntir leherku. Aku bisa merasakan ketegangan membanjiri tubuhku. Aku memang sudah melihatnya. Bagaimana mereka bisa membunuh orang-orang itu tanpa alasan"
Tapi aku benar-benar sedang tidak ingin menangani urusan polisi, bahkan untuk kasus yang seburuk ini. "Jadi itu yang membawamu ke rumahku malam ini" Pada hari pembaptisan putraku""
"Oh, hell." Kyle tiba-tiba tersenyum dan meringankan nadanya. "Aku memang harus mampir untuk melihat anak yang dijanjikan. Sialnya, kasus ini benar-benar mendesak. Ada kemungkinan pelakunya dari D.C. Bahkan kalau mereka bukan berasal dari Washington, masih ada kemungkinan seseorang di sini mengenal mereka, Alex. Aku membutuhkan bantuanmu untuk mencari pembunuhnya-sebelum mereka bertindak lagi. Kami merasa kejadian ini bukan satu kali saja. Tapi, Alex, bayimu tampan."
"Yeah, kau juga tampan," kataku kepada Kyle. "Kau benar-benar tidak ada bandingnya."
"Bocah tiga tahun, ayahnya, pengasuh anak," kata Kyle sekali lagi sebelum meninggalkan pesta. Ia hendak melewati pintu di serambi sewaktu berbalik memandangku dan berkata, "Kau orang yang tepat untuk menangani masalah ini. Mereka membunuh satu keluarga, Alex."
Begitu Kyle pergi, aku mencari Christine. Aku merasa sangat sedih. Ia mengambil Alex dan pergi tanpa mengucapkan selamat tinggal, tanpa sepatah kata pun.
Bab 6 Dengan enggan, Mastermind memarkir mobil di jalan, lalu berjalan menuju proyek yang terbengkalai tidak jauh dari Sungai Anacostia. Bulan purnama menghamburkan cahaya putih yang dingin dan keras pada setengah lusin rumah deret tiga lantai yang jendela-jendelanya terbuka tanpa kasa. Ia merasa penasaran apakah dirinya memiliki keberanian untuk berbuat ini. "Memasuki lembah kematian," bisiknya.
Yang membuatnya lebih merasa tidak nyaman, ia mendapati tempat persembunyian pasangan Parker ternyata rumah yang paling jauh dari jalan. Mereka bersembunyi di lantai tiga. Tempat tinggal mereka yang kecil dilengkapi matras kotor dan kursi taman karatan. Pembungkus berminyak dari KFC dan Mickey D's bertebaran di lantai.
Sewaktu memasuki ruangan mereka, ia mengacungkan dua kotak pizza hangat serta kantong kertas cokelat. "Chianti dan pizza! Ini perayaan, bukan""
Brianne dan Errol jelas kelaparan dan seketika menyerbu pizzanya. Mereka nyaris tidak menyapa dirinya. Tindakan yang dipandang Mastermind tidak sopan. Mastermind menyibukkan diri dengan menuang Chianti ke cangkir-cangkir plastik yang dibawanya
28 untuk acara ini. Ia membagi-bagikan cangkir tersebut lalu bersulang.
"Untuk kejahatan-kejahatan yang sempurna," katanya.
"Yeah, benar. Kejahatan yang sempurna." Errol Parker mengerutkan kening sambil meneguk Chianti-nya dua kali. "Kalau itu istilahmu untuk apa yang terjadi di Silver Spring. Tig
a pembunuhan yang bisa dihindari."
"Itu istilahku," kata Mastermind. "Sempurna sepenuhnya. Kalian akan mengerti."
Mereka makan dan minum tanpa bicara. Pasangan Parker tampak muram, bahkan menantang. Brianne terus mencuri-curi pandang kepadanya. Tiba-tiba, Errol Parker mulai menggosok lehernya. Ia terbatuk berulang-ulang. Lalu tersentak dengan suara keras, "Aaah! Aaaah!" Tenggorokan dan dadanya terasa seperti terbakar. Ia tidak mampu bernapas. Ia mencoba bangkit berdiri, tapi seketika terjatuh.
"Ada apa" Apa yang tidak beres, Errol" Errol"" tanya Brianne, terkejut dan takut.
Lalu ia juga memegangi lehernya. Tenggorokannya bagai terbakar. Begitu juga dadanya. Ia melesat dari matras. Ia menjatuhkan cangkir anggurnya dan memegangi lehernya dengan dua tangan.
"Apa yang terjadi" Apa yang terjadi pada kami"" jeritnya kepada Mastermind. "Apa yang sudah kaulakukan""
"Sudah jelas, bukan"" jawab Mastermind dengan suara paling dingin yang pernah didengar Brianne.
Ruangan itu terasa berputar-putar lepas kendali. Tubuh Errol kejang-kejang, lalu jatuh ke lantai bagai terserang ayan. Brianne menggigit lidahnya. Mereka berdua masih tetap mencengkeram leher masing-
29 masing. Mereka tercekik, tidak mampu bernapas. Wajah mereka mulai berubah pucat kelabu.
Mastermind berdiri di seberang ruangan dan mengawasi. Kelumpuhan akibat racun yang mereka telan bereaksi secara bertahap dan sangat menyakitkan. Dimulai dari otot-otot wajah, lalu terus ke otot di belakang tenggorokan. Pasangan Parker jelas tidak mampu menelan. Akhirnya, racun itu memengaruhi organ pernapasan. Anectine dalam dosis yang cukup tinggi bisa menyebabkan serangan jantung.
Hanya butuh waktu kurang dari lima belas menit bagi mereka untuk tewas, sama-sama tanpa ampunnya seperti mereka yang terbunuh di Silver Spring, Maryland. Mereka tergeletak tidak bergerak, telentang di lantai. Mastermind yakin mereka telah tewas, tapi ia tetap memeriksa tanda-tanda vitalnya. Wajah mereka mengerut mengerikan dan tubuh mereka terpuntir. Mereka tampak seperti jatuh dari ketinggian.
"Untuk kejahatan-kejahatan yang sempurna," kata Mastermind kepada mayat-mayat yang telentang mengerikan itu.
Bab 7 Kucoba menelepon Christine pagi-pagi sekali keesokan harinya, tapi wanita itu menyeleksi telepon yang diterimanya dan tidak bersedia menerima teleponku. Ia belum pernah berbuat begini kepadaku, dan tindakan ini sangat memukulku. Aku tidak bisa mengenyahkannya dari pikiranku selama mandi dan berpakaian. Akhirnya, aku berangkat kerja. Aku sakit hati, tapi aku juga agak marah.
Sampson dan aku telah berada di jalan sebelum pukul sembilan. Semakin aku membaca dan memikirkan perampokan Citibank di Silver Spring, aku semakin merasa terganggu dan bingung dengan rangkaian kejadian yang setepatnya. Tidak masuk akal. Tiga orang yang tidak bersalah dibunuh-untuk alasan apa" Para perampok bank itu sudah mendapatkan uangnya. Orang sinting yang kejam macam apa mereka" Kenapa membunuh ayah, anak, dan pengasuh anak"
Hari itu ternyata hari yang panjang dan terus-menerus menyebabkan frustrasi. Sampson dan aku masih bekerja pada pukul sembilan malam itu. Kucoba menelepon Christine di rumahnya sekali lagi. Ia masih belum mau menerimanya, atau mungkin ia sedang tidak ada di rumah.
31 Aku memiliki dua buku catatan bersampul hitam berisi nama-nama kontak jalananku. Sampson dan aku sudah bicara dengan lebih dari sepuluh kontak utama kami. Masih tersisa banyak kontak untuk dihubungi besok, dan besok lusa, dan besoknya lagi. Aku sudah sangat tertarik dengan kasus ini. Kenapa membunuh ketiga orang di rumah manajer" Kenapa menghancurkan keluarga yang tidak bersalah"
"Ada yang mencurigakan di sini," kata Sampson saat kami melaju melintasi Southeast dengan mobil tuaku. Kami baru saja selesai bercakap-cakap dengan pengedar kelas teri bernama Nomar Martinez. Ia tahu tentang perampokan bank di Maryland, tapi tidak mengetahui siapa yang melakukannya. Suara almarhum Marvin Gaye yang hebat melantun melalui radio mobil. Aku memikirkan Christine. Ia tidak ingin aku turun ke jalan lagi. Ia serius dengan permintaannya. Aku tidak yakin apakah ak
u bisa berhenti menjadi detektif. Aku menyukai pekerjaanku.
"Aku memiliki perasaan yang sama dengan Nomar. Mungkin kita harus membawanya ke kantor. Dia tegang, ada yang ditakutinya," kataku.
"Siapa yang tidak merasa takut di Southeast"" tanya Sampson. "Tapi, pertanyaannya masih sama. Siapa yang akan berbicara pada kita""
"Bagaimana kalau anjing jelek di sana itu"" kataku, dan menunjuk ke tikungan jalan yang kami dekati. "Dia mengetahui segala sesuatu yang terjadi di sekitar sini."
"Dia melihat kita," kata Sampson. "Sialan, dia melarikan diri!"
Bab 8 Kuputar kemudi ke kiri sekuat tenaga. Porsche itu mencicit berhenti, lalu melompat ke trotoar dengan debuman yang menyentak. Sampson dan aku melompat turun dan berlari memburu Cedric Montgomery.
"Berhenti! Polisi!" teriakku padanya.
Kami melesat melewati lorong sempit berliku-liku di belakang penjahat kelas teri dan pria-pria sok jagoan. Montgomery merupakan sumber informasi, tapi ia bukan pengadu. Ia hanya mengetahui banyak hal. Ia berusia awal dua puluhan; Sampson dan aku sama-sama sudah lebih dari empat puluh tahun. Kami berolahraga dan kami masih tetap cepat-sedikitnya menurut pemikiran kami.
Tapi Montgomery bisa bergerak sangat cepat. Ia telah berada jauh di depan kami.
"Dia pelari cepat, Sugar," kata Sampson sambil mengembuskan napas. Ia di sampingku, menjajari langkahku. "Kita lebih mirip pelari jarak jauh."
"Polisi!" teriakku lagi. "Kenapa kau lari, Montgomery""
Keringat telah mengucur di leher dan punggungku. Keringat menetes turun dari rambutku. Mataku terasa seperti terbakar. Tapi aku masih bisa lari, bukan"
"Kita bisa mengejarnya." kataku. Kukerahkan tenaga, mempercepat lariku. Tindakan itu merupakan
33 tantangan bagi Sampson, permainan yang sudah kami lakukan selama bertahun-tahun. Siapa yang bisa" Kami bisa.
Kami benar-benar berhasil memperpendek jarak dengan Montgomery. Ia berpaling-dan tidak bisa percaya bahwa kami berada tepat di belakangnya. Bagai dua kereta barang yang membuntutinya, dan ia tidak mungkin menyimpang dari jalurnya.
"Kerahkan seluruh tenaga, Sugar!" kata Sampson. "Bersiap-siap menghadapi tabrakan."
Kupenuhi permintaannya. Sampson dan aku masih sejajar. Kami sedang menjalani balap lari pribadi, dan Montgomery merupakan garis finisnya.
Kami berdua menghantamnya pada saat yang sama. Ia jatuh seperti penghadang bola yang terjepit rata di antara dua gelandang belakang yang sangat cepat. Aku takut ia tidak akan pernah bangkit lagi. Tapi Montgomery bergulingan beberapa kali, mengerang, lalu tertegun memandang kami berdua.
"Keparat!" bisiknya. Hanya itu yang dikatakannya.
Sampson dan aku menerima pujian itu, lalu memborgolnya.
Dua jam kemudian Montgomery sudah bicara dengan kami di kantor polisi di Third Street. Ia mengaku bahwa ia mendengar berita tentang perampokan dan pembunuhan di Silver Spring. Ia bersedia menukar informasi kalau kami melupakan enam kantong kecil yang ada pada dirinya sewaktu kami menangkapnya di jalan.
"Aku tahu siapa yang kalian cari," kata Montgomery, dan ia tampak percaya diri. 'Tapi kau tidak akan suka mendengar siapa orang ini."
Ia benar-aku tidak menyukai apa yang diceritakannya padaku. Tidak menyukainya sama sekali.
Bab 9 Aku tidak yakin apakah bisa memercayai informasi dari Cedric Montgomery, tapi ia memberiku petunjuk kuat yang harus kutelusuri. Ia benar mengenai satu hal: Informasinya sangat menggangguku. Salah satu orang yang dituduhnya terlibat dalam perampokan itu adalah saudara tiri almarhum istriku, Maria. Ia mendengar bahwa mungkin Errol Parker yang merampok bank di Silver Spring tersebut.
Sampson dan aku menghabiskan keesokan harinya dengan mencoba menemukan Errol, tapi ia tidak ada di rumah maupun di tempat nongkrongnya seperti biasa di sekitar Southeast. Istrinya, Brianne, juga tidak ada. Tidak ada yang bertemu pasangan suami-istri Parker selama paling tidak seminggu terakhir.
Sekitar pukul setengah enam aku mampir di Sojourner Truth School untuk melihat apakah Christine masih ada di sana. Aku memikirkan wanita itu sepanjang hari. Ia tidak menjawab teleponku maupun membalas pesanku.
Aku bertemu Christine J ohnson dua tahun lalu, dan kami hampir saja menikah. Lalu kejadian tragis serta menyedihkan terjadi, dan aku masih menimpakan kesalahan pada diriku: Ia diculik monster yang melaku
35 kan sejumlah pembunuhan di Southeast. Ia disandera selama hampir setahun. Christine diculik karena ia berpacaran denganku. Ia hilang selama setahun dan diyakini sudah tewas. Sewaktu Christine ditemukan, ada kejutan lain. Ia melahirkan anak, putra kami, Alex. Tapi penculikan tersebut telah mengubah dirinya, melukainya dengan cara-cara yang tidak dipahaminya. Dan ia tidak mampu mengatasinya. Aku sudah mencoba membantu sebisa mungkin. Sudah berbulan-bulan sejak kami terakhir berhubungan intim. Ia terus menjauh dariku. Sekarang Kyle Craig justru memperburuk keadaan.
Biasanya Nana menjaga bayinya sementara Christine bekerja di Sojourner Truth School. Lalu Christine dan Alex kecil pulang ke apartemennya di Mitchellville. Begitulah yang dibutuhkan Christine.
Aku memasuki sekolah melalui pintu samping dari logam dekat gedung olahraga dan mendengar suara bola basket memantul di kayu keras dan tawa serta jeritan riang anak-anak. Kutemukan Christine meringkuk di depan komputer di ruang kerjanya. Ia kepala sekolah di Sojourner Truth School. Jannie dan Damon bersekolah di sini.
"Alex"" kata Christine sewaktu ia melihatku di pintu.
Kubaca papan di dinding: Berdoalah dengan suara keras, menuduhlah dengan suara lembut. Apa Christine mampu berbuat begitu padaku"
"Pekerjaanku hampir selesai. Beri aku waktu sebentar."
Sedikitnya ia tidak tampak marah mengenai kemarin malam sewaktu Kyle Craig datang; ia tidak menyuruhku pergi.
"Aku datang untuk mengantarmu pulang dari seko-
36 lah. Aku bahkan akan membawakan buku-bukumu," kataku, dan tersenyum. "Kau tidak keberatan""
"Kurasa tidak," kata Christine, tapi ia tidak balas tersenyum dan tampak masih menerawang.
Bab 10 Sewaktu Christine sudah siap pulang, kami mengunci sekolah bersama-sama, lalu berjalan menyusuri School Street ke Fifth. Sesuai janjiku, kubawakan tas kerja Christine yang rasanya seperti berisi selusin buku. Kucoba untuk bergurau. "Kau tidak bilang kau juga memintaku membawakan bola boling."
"Sudah kubilang buku-bukunya berat. Aku pemikir berat, kau tahu. Sebenarnya, aku agak senang kau mampir malam ini," katanya.
"Aku tidak bisa menahan diri." Aku mengatakan yang sebenarnya tanpa peduli gengsi. Aku ingin meraih lengan Christine, atau paling tidak, tangannya. Tapi aku . menahan diri. Rasanya aneh dan keliru untuk berada sedekat itu tapi terasa begitu jauh dari dirinya. Aku sangat ingin memeluknya.
"Ada yang ingin kubicarakan denganmu, Alex," kata Christine akhirnya. Ia menatap lurus ke mataku. Aku bisa melihat dari ekspresi wajahnya bahwa pembicaraan ini mungkin bukan berita bagus.
"Tadinya aku berharap tidak akan terganggu-kau menangani kasus pembunuhan baru. Tapi hal itu ternyata menggangguku, Alex. Aku bisa gila. Aku mengkhawatirkan dirimu. Aku mengkhawatirkan bayi kita. Dan aku mengkhawatirkan keselamatanku sen-
38 diri. Aku tidak bisa menahannya sesudah apa yang terjadi di Bermuda. Aku belum tidur sejak pulang ke Washington."
Aku merasa tercabik-cabik mendengar Christine berbicara seperti ini. Aku merasa sangat tidak enak atas apa yang sudah menimpa dirinya. Tapi ia begitu berubah. Tampaknya tidak ada apa pun yang bisa kulakukan untuk memperbaikinya, untuk membantunya. Sudah berbulan-bulan aku berusaha, tapi tidak ada yang berhasil. Aku khawatir bukan saja aku akan kehilangan Christine, tapi juga Alex kecil.
"Aku ingat mimpi-mimpi yang kualami akhir-akhir ini. Mimpi-mimpi itu begitu brutal, Alex. Dan begitu nyata. Kemarin malam aku bermimpi kau mengejar si Musang lagi, dan dia membunuhmu. Dia berdiri di sana dengan tenang dan menembaki dirimu berulang-ulang. Lalu dia mendekat dan membunuh bayi kita serta aku. Aku terjaga sambil menjerit-jerit."
Aku akhirnya meraih tangannya. "Geofrrey Shafer sudah tewas, Christine," kataku.
"Kau tidak tahu itu. Maksudku tidak tahu pasti" kata Christine, sambil menarik tangannya. Ia kembali marah.
Kami berjalan sepanjang tepi Sungai Anacostia sambil membisu. Beb
erapa saat kemudian ia menceritakan mimpi-mimpinya yang lain. Aku merasa ia tidak ingin mimpi-mimpinya kutafsirkan. Hanya ingin kudengarkan. Mimpi-mimpi itu semuanya brutal- orang-orang yang dikenal dan disayangi Christine dicincang dan dibunuh.
Christine akhirnya berhenti berjalan di tikungan Fifth dekat rumahku. "Alex, ada lagi yang harus kukatakan padamu. Aku sudah menemui psikiater, Dr. Belair, di Mitchellville. Dia membantuku."
39 Christine terus menatapku lurus di mata. "Aku tidak ingin bertemu denganmu lagi, Alex. Aku sudah memikirkannya selama berminggu-minggu. Aku sudah membicarakannya dengan Dr. Belair. Kau tidak bisa mengubah pendirianku, dan kuhargai kalau kau tidak mencobanya."
Ia mengambil tas kerjanya dari tanganku, lalu berjalan pergi. Ia tidak membiarkan aku mengatakan apa-apa, tapi aku pasti akan sulit berbicara. Aku sudah melihat kebenaran di matanya. Ia tidak mencintaiku lagi. Yang menjadikannya begitu buruk adalah aku masih mencintainya, dan tentu saja aku mencintai bayi kami.
Bab 11 Aku benar-benar tidak punya pilihan, jadi kutengge-lamkan diriku dalam penyelidikan kasus perampokan bank dan pembunuhan ganda. Koran-koran dan TV masih sibuk memberitakan cerita-cerita sensasional mengenai ayah, anak, dan pengasuh anak yang tewas dibunuh itu. Foto Tommy Buccieri yang berusia tiga tahun tampak di mana-mana. Apa pembunuhnya ingin agar kami merasa murka" pikirku penasaran.
Sampson dan aku menghabiskan hampir satu hari penuh mencoba menemukan Errol dan Brianne Parker. Semakin kutelusuri jejak pasangan Parker melalui FBI, semakin jelas bahwa mereka mungkin sudah merampok bank-bank kecil di Maryland dan Virginia paling tidak selama setahun. Pekerjaan di Silver Spring berbeda. Kalau mereka yang melakukannya, ada kejadian yang sudah mengubah gaya mereka; mereka menjadi pembunuh brutal yang tidak berperasaan. Kenapa"
Sampson dan aku mampir untuk makan siang di Boston Market sekitar pukul satu siang. Tempat itu bukanlah pilihan pertama, atau bahkan pilihan kedua kami. Tapi tempat itu dekat dan John Sampson kelaparan, dan yang penting bisa mengisi perut. Aku bisa saja terus bekerja tanpa makan.
41 "Menurutmu pasangan Parker sedang pergi melakukan pekerjaan yang lain"" tanyanya kepadaku sementara kami menyantap daging panggang, jagung, dan kentang tumbuk.
"Kalau mereka yang merampok bank di Maryland itu, mereka mungkin sedang bersembunyi. Mereka tahu bahwa situasinya sedang panas. Errol kadang-kadang pergi South Carolina. Dia nelayan. Kyle sudah mengirim agen-agen FBI ke sana."
"Kau pernah melewatkan waktu bersama Errol"" tanya Sampson.
"Sebagian besar hanya acara pertemuan keluarga. Tapi dia sempat mampir beberapa kali seingatku. Aku pernah memancing bersamanya satu kali. Dia seperti anak kecil selama kami menangkap ikan bass dan lele seberat satu atau dua kilogram. Maria selau menyukai Errol."
Sampson terus menyantap daging panggang dan dua porsi kentang tumbuknya. "Kau sering memikirkan Maria""
Aku merosot di kursiku. Aku tidak yakin ingin membicarakan hal ini sekarang. "Hal-hal berbeda mengingatkanku padanya. Terutama hari Minggu. Kami terkadang tidur hingga tengah hari di hari Minggu, menyenangkan diri dengan sarapan di siang hari yang nikmat. Atau mengunjungi kolam bebek di dekat sungai. St. Tony's. Berjalan-jalan di Taman Garfield. Hal yang menyedihkan dan membingungkan, John-bahwa dia meninggal semuda itu. Yang paling menyakitkan adalah aku tidak pernah berhasil memecahkan pembunuhan terhadap dirinya."
Sampson terus menghujamku dengan pertanyaan. Ia terkadang begitu.
"Kau dan Christine baik-baik saja""
42 "Tidak," kataku akhirnya. Tapi aku tidak bisa mengutarakan yang sebenarnya. "Dia tidak mampu mengatasi apa yang terjadi dengan Geoffrey Shafer. Aku bahkan tidak yakin si Musang sudah tewas. Kita sudah selesai di sini""
Sampson tersenyum. "Makanannya, atau pemeriksaan silangku""
"Ayo pergi. Kita cari Errol dan Brianne Parker. Pecahkan kasus perampokan bank ini. Lalu libur sepanjang sisa hari ini."
Bab 12 Sekitar pukul tujuh Sampson dan aku memutuskan untuk makan malam. Kami memperkirakan bahwa kami akan
lembur, mungkin hingga lewat tengah malam. Ini jenis kasus yang butuh lembur. Aku pulang untuk makan malam bersama anak-anak dan Nana Mama.
Aku bersantap, dan memuji masakan Nana. Tapi aku tidak begitu menikmatinya. Aku terus memikirkan Christine. Bukan tindakan yang cerdas.
Sampson dan aku setuju untuk bertemu sekitar pukul sepuluh untuk memeriksa orang-orang malam yang akan lebih mudah ditemukan setelah kegelapan turun. Pada pukul sepuluh lewat seperempat, kami kembali menyusuri kawasan Southeast dengan mobilku.
Sampson melihat pengedar narkoba kelas teri dan juga mata-mata yang kami kenal. Darryl Snow sedang berkumpul dengan anak buahnya di depan bar dan restoran yang terus berganti nama dan sekarang disebut Used-To-Be's.
Sampson dan aku melompat turun dari Porsche dan dengan cepat mendekati Snow. Ia tidak bisa melarikan diri. Seperti biasa, Darryl adalah pengedar
44 yang penuh gaya, celana pendek nilon merah di luar celana panjang nilon biru, kaus Polo, jaket Tommy Hilfiger, kacamata hitam Oakley.
"Halo, manusia salju," kata Sampson dengan suaranya yang berat. "Kau mencair dan musnah."
Bahkan rekan-rekan pengedar Snow tertawa. Tinggi Darryl sekitar 165 sentimeter, dan aku tidak yakin beratnya mencapai 60 kilogram bahkan dengan pakaian menempel di tubuhnya, dengan label perancang dan segalanya.
"Ikut dan bicaralah denganku, Darryl," kataku kepadanya. "Ini bukan diskusi terbuka."
Kepalanya bergoyang-goyang seperti boneka dasbor, tapi dengan enggan ia mengikuti kami. "Aku tidak ingin berbicara denganmu, Cross."
"Errol dan Brianne Parker," kataku, begitu kami berada cukup jauh dari yang lain.
Darryl memandangku dan mengerutkan kening sementara kepalanya terus terayun-ayun. "Kau yang menikah dengan saudara perempuan atau apanya Errol itu" Kenapa kau bertanya padaku" Kenapa kau selalu menganiaya aku, man""
"Errol tidak menghabiskan banyak waktu bersama keluarga lagi. Dia terlalu sibuk merampok bank. Di mana dia, Darryl" Sampson dan aku tidak berutang apa pun padamu sekarang ini. Dan itu bisa jadi tidak menyenangkan."
"Tidak apa-apa, aku bisa tahan kok," kata Darryl, dan membuang muka memandang lampu jalan.


Mawar Merah Roses Are Red Karya James Patterson di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tanganku melesat dan mencengkeram jaket dan kemejanya. "Tidak, kau tidak bisa. Kau mestinya lebih tahu, Darryl."
Snow mendengus dan memaki dengan suara pelan. "Kudengar Brianne ada di proyek lama di First
45 Avenue. Gedung kumuh di First" Tapi aku tidak tahu apakah dia masih ada di sana. Hanya itu yang kuketahui." Ia mengacungkan kedua tangan, dengan telapak menghadap ke atas.
Sampson mendekati Snow dari belakang. "Dor," katanya.
Darryl terlonjak hingga hampir tidak menginjak tanah.
"Apa Darryl membantu"" tanya Sampson padaku. "Tampaknya dia agak gelisah."
"Apa kau membantu"" tanyaku kepada Snow.
Ia merengek menyedihkan. "Sudah kukatakan di mana Brianne Parker terlihat, bukan" Kenapa kalian tidak ke sana saja" Periksalah, man. Jangan ganggu aku. Kalian berdua mirip Blair Witch Project atau apa. Menakutkan, man."
"Lebih menakutkan," kata Sampson, dan ia tersenyum. "Blair Witch hanya film, Darryl. Kami nyata.
Bab 13 "Aku benci kerjaan tengah malam yang menakutkan ini," kata Sampson saat kami mendekati proyek First Avenue dengan berjalan kaki. Kami melihat gedung-gedung hunian kosong di depan kami, tempat para pencandu dan gelandangan hidup, kalau kau bisa menyebutnya sebagai kehidupan, di ibu kota Amerika.
"Night of the Living Dead lagi," gumam Sampson.
Ia benar; orang-orang yang berkeliaran di luar gedung-gedung itu memang tampak seperti mayat hidup.
"Errol Parker" Brianne Parker"" kataku dengan suara pelan saat aku berjalan melewati orang-orang yang sangat gelisah dengan wajah kosong dan tidak dicukur. Tidak ada yang menjawab. Kebanyakan dari mereka bahkan tidak mau memandangku atau Sampson. Mereka tahu kami polisi.
"Errol" Brianne Parker"" lanjutku, tapi masih tidak ada yang menjawab.
"Trims atas bantuannya. Tuhan mengasihimu," kata Sampson. Ia meniru rap dari para pedagang asongan yang lebih menjengkelkan di kota.
Kami mulai menelusuri setiap gedung, lantai demi lantai, dari ruang bawah tanah hingga atap. Gedung
47 terakhir yang kami datangi tampak kosong dan memiliki alasan yang baik untuk itu: Tempat itu yang paling reyot.
"Kau dulu, Alphonse," kata Sampson. Malam sudah larut dan ia jadi penggerutu.
Aku yang membawa lampu senter, jadi aku yang memimpin jalan. Sebagaimana yang kami lakukan di gedung-gedung lainnya, kami mulai dengan ruang bawah tanah. Lantainya dari semen yang berlubang-lubang dan sangat kotor. Sarang labah-labah berdebu membentang dari satu ujung ruang bawah tanah tersebut ke ujung yang lain.
Aku tiba di depan pintu kayu yang tertutup dan mendorongnya hingga terbuka dengan kakiku. Aku bisa mendengar suara hewan-hewan pengerat berbagai ukuran berhamburan di dalam ruangan itu, mencakar-cakar tanpa henti seakan-akan mereka terjebak. Kuayunkan lampu senterku. Tidak ada apa pun kecuali dua ekor tikus yang melotot.
"Errol" Brianne"" Sampson memanggil mereka. Keduanya hanya mencicit sebagai balasan.
Sampson dan aku melanjutkan pencarian dari lantai-ke-lantai. Bangunan itu lembap dan berbau pesing, kotoran manusia, jamur. Baunya luar biasa.
"Aku pernah melihat Holiday Inn yang lebih baik," kataku, dan Sampson akhirnya tertawa.
Kudorong pintu lain hingga terbuka dan, dari bau yang tajam menusuk, kami tahu bahwa kami sudah menemukan mayat. Kuayunkan lampu senter dan aku melihat Brianne serta Errol. Mereka tidak lagi tampak seperti manusia. Bangunan ini hangat dan pembusukan dimulai dengan cepat. Kuperhitungkan mereka sudah tewas selama sedikitnya satu hari, mungkin lebih lama lagi.
48 Kusorotkan lampu senter Maglite ke Errol terlebih dulu, lalu ke istrinya. Aku mendesah dan merasa mual. Aku teringat Maria dan bagaimana sayangnya Maria pada Errol. Sewaktu masih kecil, putraku Damon memanggilnya Paman Errol.
Kornea mata Brianne berkabut, seakan-akan menderita katarak. Mulutnya terbuka lebar, rahangnya lemas. Errol tampak kurang lebih sama. Aku teringat keluarga yang dibantai di Silver Spring. Pembunuh macam apa yang sedang kami hadapi ini" Kenapa mereka membunuh pasangan Parker"
Pakaian atas Brianne telah ditanggalkan, dan aku tidak melihatnya di mana pun dalam ruangan ini. Celana jinsnya ditarik ke bawah, memperlihatkan celana dalam merah dan pahanya.
Aku merasa penasaran apa artinya ini. Apa pembunuhnya yang mengambil pakaian atas Brianne" Apa ada orang lain yang kemari sejak pembunuhan" Apa mereka bermain-main dengan Brianne sesudah melihat wanita ini tewas" Apa pembunuhnya yang melakukan"
Sampson tampak terganggu dan kebingungan. "Tampaknya bukan karena kelebihan dosis," katanya. "Terlalu brutal. Kedua orang ini menderita."
"John," kataku pada akhirnya dengan suara pelan. "Kupikir mereka diracun. Mungkin mereka memang harus menderita."
Aku menelepon Kyle Craig dan memberitahunya tentang pasangan Parker ini. Apa kami sudah memecahkan sebagian dari perampokan Silver Spring" Apa sedikitnya ada satu pembunuh yang masih bebas di luar sana"
Bab 14 Autopsi yang dilakukan secara cepat membenarkan kecurigaanku bahwa Errol dan Brianne Parker telah diracun. Konsumsi sejumlah besar Anectine telah menyebabkan kontraksi otot yang cepat dan memicu serangan jantung. Racun tersebut dicampurkan dalam sebotol Chianti. Brianne Parker diperkosa setelah tewas. Benar-benar kacau.
Sampson dan aku menghabiskan dua jam lagi berbicara dengan orang-orang yang berkeliaran di sana, gelandangan dan pencandu yang tinggal di gedung-gedung proyek yang ditinggalkan di First Avenue. Tak seorang pun mengaku mengenal Errol atau Brianne; tak seorang pun melihat orang yang tidak biasa di gedung tempat pasangan itu bersembunyi.
Aku akhirnya pulang untuk tidur selama beberapa jam, tapi aku gelisah dalam kamar tidurku sendiri. Aku bangkit berdiri dan terhuyung-huyung turun ke lantai bawah sekitar pukul lima. Aku kembali memikirkan Christine dan Alex kecil.
Surat yang terakhir kali ditempelkan di lemari es oleh Nana, bunyinya: "Tidak pernah satu kali pun/ia ingin menjadi kulit putih/agar bisa diterima/bermimpi
50 hanya menjadi lebih hitam." Kubuka lemari es dan kukeluarkan root beer Stewart's, lalu keluar dari dapur. Puisi di pintu lemari es melintas dalam kepal
aku. Kuhidupkan televisi, lalu kupadamkan. Kumainkan piano di serambi-Crazy for You dan lalu beberapa karya Debussy. Kumainkan Moonglow, yang mengingatkan diriku akan saat-saat terbaik bersama Christine. Kubayangkan cara-cara untuk memperbaiki hubungan kami. Kucoba untuk berada di sana setiap hari sejak kepulangannya ke Washington. Christine terus mendorongku menjauh. Air mata akhirnya menggenang di mataku dan kuhapus. Ia sudah pergi. Kau harus memulai lagi. Tapi aku tidak yakin aku mampu melakukannya.
Lantai papan berderit. "Kudengar kau memainkan Clair de Lune. Sangat manis, kalau boleh kutambahkan." Nana berdiri di ambang pintu sambil membawa baki dengan dua tangan. Ada dua mug besar kopi yang mengepulkan uap di sana.
Ia memberikan satu padaku dan kuterima. Ia lalu duduk di kursi goyang rotan dekat piano, dengan tenang menghirup kopinya.
"Ini kopi instan"" tanyaku, menggodanya.
"Kalau kau menemukan kopi instan di dapurku, kuberikan rumah ini padamu."
"Ini rumahku," kataku mengingatkannya.
"Itu katamu, sonny boy. Konser pagi hari, Alex" Ada acara apa""
"Konser prasubuh. Aku tidak bisa tidur. Malam yang buruk, mimpi yang buruk. Sejauh ini pagi yang buruk." Kuhirup kopi yang lezat itu, yang dicampur chicory. "Tapi kopinya lezat."
Nana terus menghirup kopinya. "Mmm-hmmm. Katakan apa yang tidak kuketahui. Apa lagi""
51 "Kauingat saudara tiri Maria, Errol" Sampson dan aku menemukan mayatnya di proyek First Avenue semalam," kataku kepadanya.
Nana berdecak pelan, dan dengan lembut menggeleng. "Sayang sekali, sungguh memalukan, Alex. Mereka keluarga yang baik, orang-orang yang menyenangkan."
"Aku harus memberitahu keluarganya pagi ini. Mungkin itu sebabnya aku terjaga sepagi ini."
"Apa lagi"" tanya Nana lagi. Ia telah mengenalku dengan begitu baik, dan entah bagaimana hal itu terasa menenangkan sekarang. "Bicaralah denganku, Alex. Beritahu Nana-mu."
"Tentang Christine," kataku pada akhirnya. "Kupikir hubungan kami sudah berakhir. Ia tidak mau bertemu denganku lagi. Ia memberitahuku, mengatakannya dengan jelas. Aku tidak tahu bagaimana dengan Alex kecil, Nana, aku sudah berusaha sekuat tenaga. Aku bersumpah sudah berusaha."
Nana meletakkan mug kopinya dan memelukku dengan satu lengannya yang kurus. Ia masih memiliki banyak kekuatan dalam tubuhnya. Ia memelukku erat-erat. "Well, kalau begitu, kau sudah berusaha sebisa mungkin, bukan" Apa lagi yang bisa kaulakukan""
"Dia belum bisa mengatasi apa yang terjadi di Bermuda," bisikku. "Dia tidak ingin menjalin hubungan dengan detektif pembunuhan. Dia tidak bisa melakukannya. Dia tidak ingin bersamaku."
Nana balas berbisik padaku. "Kau mengambil beban yang terlalu banyak. Kau mengambil alih kesalahan yang seharusnya bukan kesalahanmu. Tindakanmu itu merusakmu, Alex. Kau bisa hancur. Kau sebaiknya mendengar apa kata Nana sekarang."
52 "Aku mendengarkan. Selalu." "Kau tidak pernah mendengar." "Dengar."
"Tidak, dan aku bisa terus seperti ini lebih lama daripada yang kau bisa," sergahnya. "Lagi pula, ini membuktikan pendapatku."
Nana selalu berhasil membuatku kehilangan kata-kata. Ia psikolog terbaik di rumah ini, atau begitulah yang selalu dikatakannya kepadaku.
Bab 15 Perampokan bank kedua meledak seperti bom waktu pada subuh hari itu di kota Falls Church, Virginia, sekitar sembilan mil di luar kota Washington.
Rumah manajer banknya adalah bangunan bergaya kolonial yang terawat baik di lingkungan manis dengan penduduk yang tampaknya benar-benar saling menyukai. Ada bukti kehadiran anak-anak yang cukup mendapat kasih sayang di mana-mana: mainan Tyco, sepeda, keranjang basket, ayunan, kios limun buatan sendiri. Ada taman yang cantik penuh dengan rumpun bunga. Burung-burung bertengger pada penunjuk arah angin yang unik-tukang sihir yang duduk di sapu- di atas atap garasi. Pagi itu kau bisa mendengar gelak tawa si tukang sihir.
Mastermind telah memberitahu kru barunya apa yang akan mereka temukan dan bagaimana mereka harus bertindak. Setiap langkah telah direncanakan dan dilatih dengan hati-hati.
Kru yang baru ini lebih unggul daripada pasangan Parker. Hanya dibutuhkan separo jumlah uang d
ari pekerjaan Citibank untuk menarik minat mereka, tapi uang itu layak. Mereka memanggil satu sama lain sebagai Mr. Red, Mr. White, Mr. Blue, dan Ms. Green. Mereka berambut panjang dan tampak seperti
54 pemain musik heavy metal, tapi mereka regu yang efisien, sangat menguasai teknologi tinggi.
Mr. Blue ada di cabang First Union sewaktu bank itu buka di tengah kota Falls Church. Ms. Green di sana bersamanya. Mereka berdua membawa senjata semiotomatis yang disarungkan di balik jaket masing-masing.
Mr. Red dan Mr. White mengunjungi rumah manajer. Katie Bartlett mendengar dentang bel dan mengira baby-sitter yang datang. Sewaktu ia membuka pintu depan, wajahnya berubah pucat dan kakinya lemas melihat seorang pria bersenjata, mengenakan topeng dengan headset dan mikrofon yang menonjol di bawah dagunya. Di belakang pria itu terdapat pria bersenjata lainnya.
"Masuk! Cepat!" jerit Red dengan suara keras dari balik topengnya. Ia mengacungkan pistolnya beberapa senti dari wajah Mrs. Bartlett.
Red dan White membimbing ibu dan ketiga anaknya yang masih kecil itu ke ruang keluarga di lantai utama. Ruangan tersebut berisi pusat hiburan rumah, dan video Tae Bo tengah ditayangkan. Ada jendela besar yang menghadap ke danau kecil yang tenang, tapi tak seorang pun bisa melihat mereka kecuali dengan menggunakan perahu. Dan pagi itu tidak ada perahu di danau.
"Nah, kita akan membuat film," kata Mr. Red, menjelaskan kepada Mrs. Bartlett dan anak-anaknya. Ia berbicara dengan nada biasa, hampir-hampir bersahabat.
"Kau tidak perlu menyakiti siapa pun," kata Katie Bartlett kepadanya. "Kami akan bekerja sama. Tolong singkirkan pistol kalian. Kumohon."
"Aku mendengarmu, Katie. Tapi kami harus
55 menunjukkan kepada suamimu bahwa kami serius, dan aku benar-benar ada di sini di rumahmu bersama kau dan anak-anak."
"Mereka berumur dua, tiga, dan empat tahun," kata ibu itu. Ia mulai menangis, tapi kemudian tampaknya memaksa diri untuk berhenti. "Mereka hanya bayi-bayi kecil. Bayi-bayiku."
Mr. Red menyelipkan pistolnya ke dalam sarung. "Sudah, sudah. Aku tidak ingin menyakiti anak-anak. Aku berjanji tidak akan menyakiti anak-anak."
Ia merasa senang dengan pekerjaannya sejauh ini. Katie tampaknya cerdas, dan anak-anak bersikap baik. Keluarga Bartlett ini keluarga yang menyenangkan. Tepat seperti yang dikatakan Mastermind.
"Kuminta kau yang menempelkan duet tape- lakban-ini ke mulut anak-anak," kata Mr. Red kepada Katie Bartlett. Ia mengulurkan segulung besar lakban.
"Mereka tidak akan ribut. Aku berjanji" kata Katie. "Mereka anak-anak yang baik."
Mr. Red merasa kasihan pada Katie. Katie cantik, dan wanita yang baik. Red teringat pasangan suami-istri dan si anak dalam film Life is Beautiful. Mr. Red berbicara langsung kepada anak-anak. "Ini duet tape, dan kita akan bermain-main dengannya. Permainan yang menyenangkan," katanya.
Dua anak melotot kepadanya, tapi anak yang berusia tiga tahun menyeringai. "Duck-bebek- tape""
"Benar. Duck tape. Kwek, kwek, kwek, kwek. Sekarang Mommy akan menempelkan lakban ini di mulut setiap orang. Lalu kita membuat film untuk Daddy agar Daddy melihat bagaimana penampilan kalian."
"Lalu apa"" tanya Dennis, yang berusia empat
56 tahun, yang sekarang tampaknya tertarik dengan permainan itu. "Kita ber-kwek-kwek pada Daddy."
Mr. Red tertawa. Bahkan Mr. White sempat menyeringai. Anak-anak ini manis. Ia berharap tidak perlu membunuh mereka beberapa menit lagi.
Bab 16 Akan ada yang tewas dalam beberapa menit lagi. Saat itu pukul 08.12. Perampokan di Falls Church berjalan tepat waktu dan tidak bisa dihentikan.
Ms. Green mengarahkan senapan laras pendek kepada dua kasir wanita yang ketakutan; keduanya berusia pertengahan hingga akhir dua puluhan.
Mr. Blue telah berada di ruang manajer cabang First Union. Ia menjelaskan aturan permainan "kebenaran atau konsekuensinya" kepada James Bartlett dan asisten manajernya.
"Tidak ada tombol panik pada mereka"" tanya Mr. Blue dengan suara melengking cepat yang memang disengaja untuk menunjukkan bahwa ia tegang dan mungkin hampir lepas kendali. "Itu kesalahan serius, dan tidak boleh ada kesalahan."
"Kami tidak memiliki tombol panik," kata manajer bank, yang tampaknya cukup pandai dan bersemangat untuk melayani. "Aku pasti akan memberitahu kalau ada."
"Kau pernah mendengarkan rekaman yang disebarkan Lembaga Keamanan Industri Amerika"" tanya Blue.
"Ti-tidak, belum pernah," jawab manajer bank ter-gagap-gagap. "Ma-maaf-kan aku."
"Well, rekomendasi nomor satu mereka kalau terjadi
58 perampokan adalah bekerja sama agar tidak ada yang terluka."
Manajer mengangguk-angguk dengan cepat. "Aku setuju. Aku mendengarmu. Aku bekerja sama, Sir."
"Kau cukup pandai untuk manajer bank. Segala sesuatu yang kukatakan kepadamu tentang keluargamu sedang disandera adalah kebenaran mutlak. Kuminta kau juga selalu mengatakan yang sebenarnya kepadaku. Atau akan ada konsekuensi yang tidak menyenangkan. Itu berarti tidak ada alarm, tidak ada uang umpan, tidak ada kantong pewarna, tidak ada kamera tersembunyi. Kalau Sonitrol memasang alatnya di sini yang sekarang merekamku, katakan."
"Aku tahu tentang perampokan Citibank di Silver Spring," kata manajer itu. Wajahnya yang lebar dan persegi merah padam. Keringat menetes di keningnya. Mata birunya berkedip berulang kali.
"Perhatikan layar komputermu," kata Mr. Blue, dan menunjuk dengan pistolnya. "Perhatikan."
Serangkaian film ditayangkan di sana, dan manajer melihat istrinya sedang menempelkan selotip hitam di mulut ketiga anaknya.
"Oh, Tuhan! Aku tahu manajer di Silver Spring terlambat. Ayo cepat," katanya kepada pria bertopeng ski di ruang kerjanya. "Keluargaku berarti segalanya bagiku."
"Kami tahu," kata Blue. Ia berpaling kepada asisten manajer. Ia mengarahkan pistol kepada wanita itu. "Kau bukan pahlawan, Ms. Collins""
Wanita itu menggelengkan rambut merahnya yang keriting. "Tidak, Sir, bukan. Uang bank bukanlah uangku. Tidak ada gunanya mati demi uang itu. Tidak ada gunanya bagi anak-anak Mr. Bartlett untuk mati demi uang itu."
59 Mr. Blue tersenyum di balik topengnya. "Kau memahami isi hatiku."
Ia kembali berpaling kepada manajer. "Aku memiliki anak, kau memiliki anak. Kita tidak ingin mereka jadi anak yatim," katanya. Kalimat rancangan Mastermind tersebut efektif, pikirnya. "Ayo bekerja."
Mereka bergegas menuju lemari besi utama, yang memiliki kombinasi ganda dan membutuhkan Bartlett dan asisten manajernya untuk bisa membukanya. Dalam waktu kurang dari enam puluh detik, lemari besi itu telah terbuka.
Mr. Blue lalu mengacungkan alat logam keperakan agar semuanya bisa melihat: benda itu tampak seperti remote control TV. "Ini pemindai frekuensi polisi," katanya. "Kalau polisi atau FBI disiagakan dan menuju kemari, aku akan mengetahuinya begitu mereka mengetahuinya. Lalu kalian berdua, dan juga kedua orang kasir di depan, akan mati. Apa ada alarm di dalam lemari besi""
Manajer menggeleng. "Tidak, Sir. Tidak ada alarm rahasia. Kau boleh memercayai kata-kataku."
Mr. Blue kembali tersenyum di balik topengnya. "Kalau begitu, ayo kita ambil uangku. Cepat!"
Blue hampir saja selesai memasukkan uang sewaktu pemindai frekuensi polisinya tiba-tiba berbunyi. "Perampokan sedang berlangsung di First Union Bank, tengah kota Falls Church."
Ia berputar ke arah James Bartlett dan menembak manajer bank tersebut hingga tewas. Lalu ia berpaling dan menembak Ms. Collins hingga menembus keningnya.
Tepat seperti yang telah direncanakan.
Bab 17 Sirene di atap mobilku menjerit-jerit. Begitu pula tubuhku. Dan otakku.
Aku tiba di First Union Bank di Falls Church, Virginia, pada saat yang hampir bersamaan dengan Kyle Craig dan regu FBI-nya.
Sebuah helikopter hitam baru saja mendarat di areal parkir pusat perbelanjaan yang sebagian besar kosong tepat di belakang bank. Kyle dan tiga agen lainnya turun dari helikopter dan mendekatiku dengan berlari-lari. Mereka membungkuk dan tampak seperti biarawan yang bergegas menuju kapel. Mereka berempat mengenakan jaket FBI, yang berarti Biro ingin masyarakat mengetahui bahwa FBI terlibat dalam penyelidikan. Para pembunuh sejauh ini sangat memuakkan dan menakutkan bagi semua orang. Orang-orang perlu diyakinkan kembali, perlu ditenangkan.
"Kau sudah masuk ke bank"" tanya Kyle sambil
berlari-lari mendekatiku. Tampaknya ia juga tidak tidur.
"Aku sendiri baru tiba. Kulihat Bell Jet besar dan buruk itu bergemuruh. Kuduga yang datang itu kau, atau Darth Vader. Ayo masuk sama-sama."
61 "Ini Agen Senior Betsey Cavalierre," kata Kyle, sambil menunjuk seorang wanita bertubuh kecil dengan rambut hitam lebat dan mata yang hampir sama gelapnya. Ia mengenakan jaket FBI yang terlalu besar di luar kaus putih, celana panjang khaki, sepatu lari. Ia mungkin berusia pertengahan tiga puluhan. Tampak serius dan juga cantik, sekalipun jelas tidak glamor.
"Ini anggota regu pertama lainya. Agen Michael Doud dan James Walsh," lanjut Kyle dengan perkenalannya. "Ini Alex Cross. Ia penghubung VICAP dengan kepolisian D.C. Alex yang menemukan mayat Errol dan Brianne Parker."
Jabat tangan dan sapaan dilakukan secara tergesa-gesa dan sopan. Agen Senior Betsey Cavalierre tampaknya menilai diriku. Mungkin karena bosnya dan aku bersahabat. Atau mungkin karena aku VICAP, penghubung resmi antara FBI dan kepolisian Metro. Kyle meraih sikuku dan mengajakku menjauhi para agennya.
"Kalau kedua perampok bank aslinya sudah tewas, siapa yang melakukan pekerjaan ini"" tanya Kyle sementara kami melewati pita-pita kuning pembatas lokasi kejahatan, yang tersentak sentak dengan suara keras tertiup angin kencang dari arah tenggara. "Ini buruk sekali. Kau mengerti kenapa aku melibatkan-mu""
"Karena orang senang ditemani saat menderita," kataku.
ADIC-Asisten Direktur Penanggung Jawab-FBI berjalan bersamaku ke lobi bank. Perutku bergolak. Dua kasir wanita tergeletak di lantai. Mereka mengenakan setelan kerja biru, sekarang ternoda darah masing-masing. Keduanya tewas. Luka di kepala
62 menunjukkan bahwa mereka ditembak dari jarak dekat.
"Dieksekusi. Terkutuk. Terkutuk" kata Agen Cavalierre saat kami berhenti di dekat mayat-mayat tersebut. Unit TKP FBI segera merekam lokasi dengan video dan memotret. Kami menuju lemari besi bank yang terbuka.
Bab 18 Keadaan segera menjadi lebih buruk. Dua korban lain ada di dalam lemari besi, seorang pria dan seorang wanita. Mereka, ditembak beberapa kali. Setelan kerja dan mayatnya tercincang peluru. Apa mereka juga dihukum" pikirku penasaran. Apa dosa mereka" Kenapa hal ini terjadi"
"Ini tidak masuk akal bagiku," kata Kyle, sambil menggosok wajahnya dengan dua tangan.
Tindakan itu merupakan kebiasaannya dan seketika mengingatkanku pada beberapa kasus yang pernah kami tangani bersama di masa lalu. Kami terkadang mengeluhkan kebiasaannya itu, tapi kami selalu saling mendukung.
"Perampok bank biasanya tidak membunuh siapa pun. Tidak kalau mereka profesional," kata Agen Cavalierre. "Jadi kenapa mereka melakukan perbuatan sinting ini""
"Apa keluarga manajer disandera seperti dalam perampokan di Silver Spring"" tanyaku. Aku nyaris tidak ingin mendengar jawabannya.
Kyle memandang ke arahku, mengangguk. "Ibu dan tiga anaknya. Kami baru saja mendapat kabar mengenai mereka. Syukurlah, mereka dibebaskan. Mereka tidak disakiti. Jadi kenapa keempat orang ini
64 dibantai dan keluarganya dilepaskan" Di mana polanya""
Aku masih belum mengetahuinya. Kyle benar: Perampokan-pembunuhan ini tidak masuk akal. Atau lebih tepatnya, kami tidak berpikir seperti para pembunuh itu. Kami tidak memahami mereka, bukan"
"Mungkin ada yang melakukan kesalahan di cabang ini. Kalau perampokan ini berkaitan dengan bank di Silver Spring."
"Kita harus menganggapnya begitu," kata Agen Cavalierre. "Ayah, pengasuh anak, dan anak dibunuh di Silver Spring karena manajer sudah diperingatkan bahwa kru perampok harus meninggalkan bank pada waktu yang sudah ditetapkan atau sanderanya tewas. Menurut monitor video di bank, mereka terlambat beberapa detik."
Seperti biasa, Kyle memiliki informasi yang tidak dimiliki oleh kami. Ia membagikan informasi itu sekarang. "Ada alarm yang memberitahu polisi di Falls Church ini. Kupikir itu yang sudah memicu pembunuhan atas keempat orang ini. Kami sedang melacak dari mana peringatan itu berasal."
"Dari mana kru perampok itu mengetahui ada alarm yang memberitahu polisi"" tanyaku.
"Mereka mungkin memiliki pemindai frekuensi pol
isi," kata Agen Cavalierre.
Kyle mengangguk. "Agen Cavalierre sangat pandai dalam kasus perampokan bank," katanya, "dan kurang-lebih pada semua hal lainnya."
"Aku mengincar pekerjaan Kyle," kata Cavalierre, sambil tersenyum tipis. Aku memercayai kata-kata Agen Cavalierre.
Bab 19 Kutemani Kyle dan rombongan regu pertamanya ke markas besar FBI di tengah kota Washington. Kami semua merasa agak mual menyaksikan lokasi pembunuhan tadi. Agen Cavalierre memang mengetahui banyak hal mengenai perampokan bank, termasuk beberapa perampokan di Midwest yang mirip dengan kejadian yang menimpa Citibank dan First Union.
Di markas besar, Cavalierre mengambil informasi yang relevan sebanyak mungkin dalam waktu singkat. Kami membaca cetakan laporan mengenai pasangan penjahat bernama Joseph Dougherty dan Terry Lee Connor. Aku penasaran apakah tindakan mereka mungkin jadi semacam teladan bagi kedua perampokan yang terjadi baru-baru ini. Dougherty dan Connor merampok beberapa bank di Midwest. Mereka biasanya menculik keluarga manajernya terlebih dulu. Sebelum melakukan perampokan, keduanya menyandera manajer dan keluarganya selama tiga hari sepanjang liburan akhir pekan, lalu merampok bank pada hari Selasa.
"Tapi ada perbedaan besar. Dougherty dan Connor tidak pernah menyakiti siapa pun dalam perampokan yang mereka lakukan," kata Cavalierre. "Mereka
66 bukan pembunuh seperti bajingan yang sedang kita hadapi sekarang. Apa yang mereka inginkan""
Kupaksa diriku untuk pulang sekitar pukul tujuh malam itu. Kunikmati makan malam buatan sendiri bersama Nana dan anak-anak: ayam goreng, keju, dan brokoli kukus. Setelah mencuci piring, Damon, Jannie, dan aku berbaris turun ke ruang bawah tanah untuk pelajaran tinju mingguan anak-anak. Pelajaran tinju itu sudah berjalan selama dua tahun dan tidak benar-benar diperlukan lagi oleh Damon dan Jannie. Damon pandai di usia sepuluh tahun, Jannie delapan, dan mereka berdua mampu membela diri. Tapi mereka menyukai latihan dan perasaan persahabatannya, juga.
Apa yang terjadi malam itu benar-benar tidak terduga. Kejadiannya tidak disangka-sangka dan sama sekali tidak terduga. Sesudahnya, begitu aku mengetahui apa yang telah terjadi, aku mengerti alasannya.
Jannie dan Damon sedang bermain-main, pamer sedikit, membanggakan kemampuan mereka. Jannie pasti telah melangkah masuk ke ayunan tinju Damon.
Pukulan melambung tersebut menghantam telak kening Jannie, tepat di atas mata kiri. Hal itu aku yakin. Sisanya tidak jelas bagiku. Benar-benar mengejutkan. Rasanya seperti aku melihat kehidupan sebagai serangkaian foto yang tidak bergerak.
Jannie miring ke kiri dan jatuh dengan menakutkan. Ia menghantam lantai dengan keras. Tubuhnya mendadak tersentak-sentak, lalu kaki dan tangannya menjadi kaku. Sama sekali tidak ada tanda-tanda sebelumnya.
"Jannie!" teriak Damon, menyadari ia telah memukul dan menyakiti adiknya, meskipun itu tidak disengaja.
Aku bergegas mendekatinya saat tubuh Jannie mu-
67 lai tersentak-sentak dan bergetar tidak terkendali. Erangan pelan, tercekik, terdengar dari tenggorokannya. Jannie jelas tidak mampu berbicara. Lalu matanya terbalik hingga hanya bagian putihnya yang terlihat.
Jannie mulai tercekik mengerikan. Kupikir ia akan menggigit lidahnya sendiri. Kusentakkan sabukku, kulipat, dan kujejalkan ke mulut Jannie agar ia tidak menelan lidahnya sendiri atau mungkin menggigitnya kuat-kuat hingga putus. Jantungnya berdebar cepat sementara kupegang sabukku erat-erat di mulutnya. Aku terus berkata kepadanya, 'Tidak apa-apa, tidak apa-apa, Jannie. Semuanya beres, Sayang."
Kucoba untuk menenangkan sebisa mungkin. Kucoba untuk tidak membiarkan ia melihat betapa ketakutannya diriku. Sentakan-sentakan hebatnya tidak berhenti. Aku yakin Jannie terserang ayan.
Bab 20 Semuanya beres, Sayang. Semuanya akan baik-baik saja.
Dua atau tiga menit yang mengerikan berlalu dalam keadaan seperti itu. Tapi segalanya sesuatunya tidak beres, mendekati beres pun tidak; segala sesuatunya begitu mengerikan, sama mengerikannya seperti sebelumnya.
Bibir Jannie telah membiru, dan liurnya membanjir keluar. Lalu ia kehilangan ken
dali atas kandung kemihnya dan ngompol di lantai. Ia masih tidak mampu berbicara.
Kuperintahkan Damon naik mencari bantuan. Ambulans tiba dalam waktu kurang dari sepuluh menit setelah serangan ayan Jannie berakhir. Sejauh ini serangan tersebut belum terulang. Aku berdoa tidak akan terulang lagi.
Dua petugas paramedis bergegas turun ke ruang bawah tanah, di sana aku masih berlutut di lantai di samping Jannie. Aku memegangi salah satu tangan Jannie; Nana memegang tangan yang lain. Kami telah menjejalkan bantal dari sofa ke bawah kepalanya dan menyelimutinya. Ini sinting, pikirku terus-menerus. Tidak mungkin terjadi.
69 "Kau baik-baik saja, Sayang," gumam Nana lembut.
Jannie akhirnya memandang kepadanya. 'Tidak, aku tidak baik-baik saja, Nana."
Ia telah sadar sepenuhnya sekarang, ketakutan dan kebingungan. Ia juga merasa malu karena ngompol. Ia mengetahui ada kejadian aneh dan menakutkan yang telah menimpa dirinya. Kedua petugas paramedis tersebut bersikap lembut dan menenangkan. Mereka memeriksa tanda-tanda vital Jannie: suhu, denyut nadi, dan tekanan darah. Lalu salah seorang di antara mereka memasukkan jarum infus ke lengannya sementara yang lain mengeluarkan kotak intubasi/alat bantu pernapasan.
Jantungku masih berdebar-debar tidak keruan. Aku merasa seakan-akan ikut berhenti bernapas.
Kuberitahu para petugas paramedis tersebut apa yang telah terjadi. "Dia tersentak-sentak hebat selama sekitar dua menit. Kaki dan tangannya sekaku papan. Bola matanya berputar balik." Kuceritakan tentang tinju bayangan dan pukulan yang mendarat di atas mata kiri Jannie.
"Kedengarannya memang seperti ayan," kata pemimpin di antara keduanya. Mata hijau wanita tersebut simpatik, menenangkan. "Bisa jadi karena pukulan yang diterimanya. Seandainya pukulan itu ringan, mungkin karena sudut serangannya. Kita harus membawanya ke St. Anthony's."
Aku mengangguk setuju, lalu mengawasi dengan ngeri sementara mereka mengikat gadis kecilku di kereta dorong dan membawanya keluar ke ambulans yang menunggu. Kedua kakiku masih goyah. Seluruh tubuhku bagai mati rasa dan pandanganku berkunang-kunang.
70 "Kau harus menggunakan sirenenya," bisik Jannie kepada petugas paramedis saat mereka mengangkatnya ke bagian belakang ambulans. "Kumohon""
Dan mereka memenuhi permintaannya-sepanjang perjalanan hingga ke Rumah Sakit St. Anthony's. Aku tahu-aku ada di ambulans bersama Jannie.
Perjalanan terpanjang seumur hidupku.
Bab 21 Di rumah sakit, Jannie menjalani pemeriksaan EEG, lalu menjalani pemeriksaan saraf seteliti yang bisa mereka lakukan pada waktu itu. Saraf-saraf di tengkoraknya diuji. Ia diminta berjalan menyusuri garis lurus, lalu melompat pada satu kaki untuk mengetahui apakah ia mengalami ketidakmampuan koordinasi gerak karena kerusakan sistem saraf. Ia melakukan apa yang diperintahkan, dan tampaknya lebih baik sekarang. Sekalipun demikian, aku mengawasinya seakan-akan ia mungkin akan hancur berantakan dengan tiba-tiba.
Tepat pada saat ia selesai menjalani tes, Jannie mengalami serangan ayan kedua. Serangan tersebut berlangsung lebih lama dan lebih hebat daripada yang pertama. Rasanya bahkan lebih buruk daripada kalau aku yang mengalami serangan. Sewaktu serangan itu akhirnya berhenti, Jannie diberi infus yang mengandung Valium. Staf rumah sakit ada di sana menjaganya, tapi keprihatinan mereka juga menakutkan. Seorang perawat bertanya padaku apakah ada gejala-gejala apa pun sebelum serangan ayan, seperti pandangan yang buram, pusing, mual, hilangnya koordinasi. Aku tidak pernah melihat adanya hal yang tidak biasa.
72 Sewaktu akhirnya selesai memeriksa Jannie, Dr. Bone dari gawat darurat mengajakku menjauh. "Sebaiknya Jannie menginap di sini untuk diperiksa lebih lanjut, Detektif Cross. Kami ingin ekstra hati-hati."
"Ekstra hati-hati bagus," kataku. Aku masih sedikit gemetar. Aku bisa melihatnya di tanganku.
"Dia mungkin akan dirawat di sini lebih lama dari itu," tambah Dr. Bone kemudian. "Kami perlu melakukan sejumlah tes lagi pada Jannie. Aku tidak menyukai fakta terjadinya serangan ayan kedua."
"Baiklah. Tentu saja, Dokter. Aku juga tidak menyukai adanya
serangan ayan kedua."
Ada ranjang yang tersedia di lantai empat, dan aku naik ke sana bersama Jannie. Kebijakan rumah sakit mengharuskan ia dibawa naik dengan kereta dorong, tapi aku harus mendorongnya. Jannie gelisah dan lebih diam daripada biasanya dalam lift yang menuju ke atas; ia tidak mengajukan pertanyaan apa pun kepadaku hingga kami berduaan di balik tirai di kamar rumah sakit.
"Oke," katanya pada waktu itu. "Katakan yang sebenarnya, Daddy. Kau harus mengatakan semuanya. Yang sebenarnya."
Aku menarik napas dalam-dalam. "Well, kau mungkin menderita apa yang disebut ayan grand mal. Dua kali. Terkadang penyakit itu datang begitu saja, Sayang. Secara mendadak, seperti malam ini. Mungkin pukulan Damon ada kaitannya."
Ia mengerutkan kening. "Damon hampir tidak menyentuhku." Jannie menatap lurus ke mataku, mencoba untuk membaca pikiranku. "Oke," katanya. "Itu tidak buruk, bukan" Sedikitnya aku masih di Planet Bumi untuk sekarang."
73 "Jangan berbicara seperti itu," kataku kepadanya. "Itu tidak lucu."
"Oke. Aku tidak akan menakut-nakutimu," bisiknya.
Jannie mengulurkan tangan dan meraih tanganku. Kami berpegangan erat-erat. Beberapa menit kemudian ia telah tertidur lelap, sambil tetap memegangi tanganku.
Bagian Dua SURAT KEBENCIAN Bab 22 TIDAK ada yang bisa memperkirakan apa yang telah terjadi, atau kenapa.
Ia menyukainya. Perasaan unggul yang dihasilkannya. Mereka semua benar-benar bodoh.
Pada skala numerik 9,9999 dari 10, situasinya berjalan dengan sangat baik. Mastermind merasa yakin ia tidak melakukan kesalahan yang berarti. Ia mendapat kepuasan khusus dalam perampokan di Falls Church dan terutama dari empat pembunuhan yang membingungkan.
Ia mengenang kembali setiap saat dari kejahatan berdarah itu seakan-akan dirinya juga berada di sana dan bukannya hanya Messrs. Red, White, dan Blue, dan Ms. Green yang beruntung. Ia memvisualisasikan setiap adegan di rumah si manajer, dan lalu pembunuhan-pembunuhan di bank, dengan kegembiraan dan kepuasan besar. Mastermind membayangkannya berulang-ulang dan tidak pernah merasa bosan dengan skenario tersebut, terutama pembunuhannya. Nilai seni dan simbolisme skenario tersebut menyuntikkan kepercayaan akan kepandaian pemikirannya-kebenaran pemikirannya.
Ia mendapati diri tersenyum karena memikirkan
77 teleponnya ke polisi: bocoran informasi bahwa ada perampokan yang sedang terjadi. Ia yang menelepon. Ia ingin karyawan First Union dibunuh. Itulah intinya. Apa masih belum ada yang memahaminya"
Ia sudah memilih regu lain untuk direkrut sekarang, regu yang paling penting, dan paling sulit ditemukan. Kru terakhir harus sangat kompeten dan swadaya, dan, karena keswadayaan mereka, mereka akan menjadi bahaya baginya. Ia paham benar bahwa orang-orang yang pandai sering kali memiliki ego yang besar dan tidak terkendali. Ia jelas begitu.
Ia mengeluarkan nama-nama kandidat potensial di layar komputernya. Ia membaca profil panjang dan bahkan catatan kriminal, yang menurut pandangannya merupakan resume mereka. Lalu, tiba-tiba, di siang yang menakutkan karena hujan tersebut, ia menemukan kru yang begitu berbeda dari kru yang lain seperti dirinya berbeda dari umat manusia lainnya.
Buktinya" Mereka tidak memiliki catatan kejahatan. Mereka tidak pernah tertangkap, bahkan tidak pernah dicurigai. Itu sebabnya begitu sulit baginya untuk menemukan mereka. Mereka tampaknya sempurna- untuk pekerjaannya yang sempurna-untuk mahakaryanya.
Tidak ada seorang pun yang bisa memperkirakan apa yang akan terjadi.
Bab 23 Pada pukul 09.00 aku bertemu dengan ahli saraf bernama Thomas Petito, yang dengan sabar menjelaskan tentang berbagai tes yang akan dijalani Jannie pada pagi itu juga. Ia mula-mula ingin menyingkirkan sejumlah kemungkinan penyebab serangan ayan tersebut. Ia mengatakan bahwa tidak ada gunanya khawatir, dan Jannie berada dalam perawatan yang sangat baik-perawatannya-dan saat itu tindakan terbaik yang bisa kulakukan adalah pergi bekerja. "Aku tidak ingin kau mengkhawatirkan yang tidak perlu," kata Petito. "Dan aku tidak ingin kau menghalangi pekerjaanku."
Aku melintasi 1-95 South ke Quantico sore i
tu setelah makan siang dengan Jannie. Aku perlu mengunjungi teknisi dan penyusun profil terbaik FBI, dan mereka ada di Quantico. Aku tidak senang meninggalkan Jannie di St. Anthony's tapi Nana menemaninya sekarang, dan tidak ada tes besar yang dijadwalkan hingga besok pagi.
Kyle Craig meneleponku sewaktu aku masih di rumah sakit dan menanyakan keadaan Jannie. Ia benar-benar prihatin. Kyle lalu memberitahuku bahwa Departemen Kehakiman, industri perbankan, dan media mengeroyok dirinya seperti semut mengerubu-
79 ngi gula. Jaring-jaring FBI sekarang meliputi sebagian besar Pantai Timur, tapi tidak memberikan hasil. Ia bahkan mendatangkan dengan pesawat salah seorang agen dari regu yang telah melacak pakar perampok bank Joseph Dougherty di pertengahan tahun delapan puluhan.
Kyle juga mengatakan bahwa Agen Senior Cavalierre yang memimpin satuan tugas tersebut. Aku tidak terlalu terkejut. Wanita itu memberikan kesan sebagai yang paling cerdas dan energik di antara para agen Biro yang pernah kutemui, selain Kyle sendiri.
Agen dari regu asli Dougherty bernama Sam Withers. Kyle, Agen Cavalierre, dan aku menemuinya di ruang konferensi Kyle di Quantico. Withers berusia pertengahan enam puluhan sekarang; ia sudah pensiun dan bercerita bahwa ia sering bermain golf di kawasan Scottsdale. Ia mengakui bahwa ia tidak begitu memerhatikan perampokan bank selama beberapa tahun terakhir, tapi kengerian dari perampokan-perampokan ini menarik perhatiannya.
Betsey Cavalierre langsung membicarakan pokok persoalan. "Sam, apa kau sempat membaca laporan kami tentang perampokan di Citibank dan First Union""
"Tentu saja. Aku membacanya dua kali dalam perjalanan kemari," kata Withers, sambil mengeluskan telapak tangannya ke rambutnya yang dipotong sangat pendek. Ia pria bertubuh besar, mungkin beratnya 120 kilogram atau lebih, dan mengingatkanku pada pensiunan pemain bisbol seperti Ted Klusewski dan Ralph Kiner.
"Kesan-kesan pertama"" tanya Cavalierre kepada mantan agen tersebut. "Apa pendapatmu, Sam" Apa ada kaitan dengan kekacauan yang sekarang ini""
"Ada perbedaan yang sangat besar antara
80 perampokan-perampokan ini dengan yang kutangani. Baik Dougherty maupun Connor bukanlah orang-orang yang menyukai kekerasan. Orang-orang itu pada dasarnya bajingan kota kecil, kelas teri. 'Orang-orang sopan,' seperti iklan-iklan yang kalian lihat di ESPN. Bahkan sandera-sanderanya menyebut mereka 'ramah' dan 'menyenangkan.' Connor selalu menjelaskan dengan hati-hati bahwa ia tidak ingin mencuri apa pun di rumah sandera. Katanya ia tidak ingin menyakiti siapa pun. Ia dan Dougherty sama-sama membenci bank, dan mereka membenci perusahaan asuransi. Mungkin itu kaitannya dengan pelaku yang kalian cari."
Withers terus menceritakan kenangan dan kesimpulannya dengan aksen Midwestern yang lembut meninabobokan. Aku bersandar di kursiku dan memikirkan apa yang dikatakannya. Mungkin ada juga orang lain di luar sana yang membenci bank dan perusahaan asuransi. Atau mungkin mereka membenci bankir dan keluarganya entah karena alasan apa. Seseorang dengan dendam yang cukup dalam bisa jadi berada di balik perampokan dan pembunuhan ini. Pemikiran tersebut terasa cukup masuk akal, sebagaimana dengan pemikiran-pemikiran lain yang kami dapatkan selama ini.
Sesudah Sam Withers meninggalkan ruang konferensi, kami membicarakan kasus-kasus lain yang mungkin berkaitan dengan yang satu ini. Salah satunya menarik perhatianku. Perampokan besar terjadi di luar kota Philadelphia di bulan Januari. Dua pria menculik suami seorang eksekutif bank dan putranya yang masih bayi. Mereka mengaku memiliki bom dan mengancam akan meledakkan sandera-sandera mereka kecuali lemari besi bank dibuka.
81 "Mereka berhubungan satu sama lain dengan walkie-talkie. Juga menggunakan pemindai frekuensi polisi. Mirip dengan pekerjaan di First Union," kata Betsey, melaporkan catatannya yang menyeluruh. "Mungkin orang-orang yang sama dengan yang merampok First Union."
"Ada kekerasan yang terjadi dalam perampokan di luar kota Philly"" tanyaku kepadanya.
Cavalierre menggeleng, dan rambut hitam mengilatnya terkibas ke satu
sisi. "Tidak, tidak ada."
Dengan semua sumber daya FBI dan ratusan departemen kepolisian setempat, kami masih belum mendapatkan kemajuan dalam kasus perampokan-pembunuhan ini. Ada yang sangat tidak beres dengan gambaran ini.. Kami masih belum berpikir seperti cara berpikir para pembunuh itu.
Bab 24 Aku kembali ke St. Anthony's sekitar pukul setengah lima sore. Jannie tidak ada di kamarnya, dan itu membuatku terkejut. Nana dan Damon sedang duduk dan membaca. Nana mengatakan Jannie dibawa untuk menjalani serangkaian tes yang diperintahkan ahli sarafnya, Dr. Petito.


Mawar Merah Roses Are Red Karya James Patterson di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Jannie kembali pukul lima kurang seperempat. Ia tampak kelelahan. Ia masih begitu muda untuk menjalani cobaan seperti ini. Ia dan Damon sejak dulu sehat, bahkan sewaktu masih bayi, sehingga menyebabkan kejadian ini terasa lebih mengguncang.
Sewaktu Jannie memasuki kamar dengan kursi roda, Damon tiba-tiba tercekat. Aku juga.
"Peluk aku erat-erat, Daddy." Jannie menengadah memandang kami, "seperti yang sering kaulakukan sewaktu kami masih kecil."
Kenangan yang jelas membanjiri diriku. Aku ingat perasaan saat memeluk mereka berdua sewaktu mereka jauh lebih kecil. Kupenuhi permintaan Jannie: kupeluk kedua bayiku erat-erat.
Sementara kami bertiga berpelukan, Nana kembali dari berjalan-jalan di koridor. Ada seseorang yang mengikutinya.
83 Christine Johnson memasuki kamar di belakang Nana. Ia mengenakan- blus kelabu keperakan dengan rok biru tua dan sepatu yang serasi. Ia pasti datang ke rumah sakit dari sekolah. Ia terasa agak jauh bagiku, tapi paling tidak ia mau datang menemui Jannie.
Akan kutanyakan nanti kepada Nana siapa yang merawat Alex.
"Semua ada di sini," kata Christine. Ia tidak pernah beradu pandang denganku. "Seandainya- kubawa kameraku."
"Oh, kami selalu seperti ini," kata Jannie kepadanya. "Beginilah keluarga kami."
Kami bercakap-cakap sebentar, tapi sebagian besar kami mendengarkan Jannie bercerita tentang harinya yang panjang dan menakutkan. Ia tiba-tiba tampak begitu rapuh, begitu kecil. Ia mendapat makan malam pukul lima. Bukannya mengeluhkan hidangan rumah sakit yang hambar, ia membandingkannya dengan hidangan kesukaannya buatan Nana.
Hal itu menyebabkan semua orang tertawa kecuali Nana, yang pura-pura tersinggung. "Well, kita bisa memesan makanan dari rumah sakit sepulangmu nanti," kata Nana sambil melontarkan pandangan nakal kepada Jannie. "Dengan begitu aku tidak akan kerepotan."
"Oh, kau senang bekerja," kata Jannie kepada Nana. "Dan kau senang direpotkan."
"Hampir sama seperti kesenanganmu menggodaku," balas Nana.
Saat Christine beranjak bangkit untuk pulang, perawat mengantarkan telepon dari pos perawat. Ia memberitahu bahwa ada telepon penting untuk Detektif Cross. Aku mengerang dan menggeleng.
84 Semua orang menatapku saat aku menerima telepon tersebut.
"Tidak apa-apa, Daddy," kata Jannie.
Kyle Craig yang menelepon. Ia menyampaikan kabar buruk. "Aku dalam perjalanan ke cabang First Virginia di Rosslyn. Mereka merampok bank lain lagi, Alex."
Nana melontarkan paser beracun dengan pandangannya kepadaku. Christine tidak mau memandangku. Aku merasa bersalah dan malu, padahal aku tidak melakukan kesalahan apa-apa.
"Aku harus pergi selama sekitar satu jam," kataku pada akhirnya. "Maafkan aku."
Bab 25 Perampokan-perampokan bank tersebut terjadi terlalu cepat, susul-menyusul, seperti kartu domino yang berjatuhan. Siapa pun di balik kegiatan tersebut tidak ingin memberi kami kesempatan untuk berpikir, untuk meredakan napas, atau untuk mengorganisir diri kami sendiri.
Rosslyn hanya sekitar lima belas menit dari Rumah Sakit St. Anthony's. Aku tidak tahu apa yang akan kutemukan di sana: kemungkinan kebrutalan, jumlah mayat.
Cabang First Virginia hanya satu blok jauhnya dari markas besar Bell Atlantic. Bank tersebut merupakan bank independen yang lain. Apa itu ada artinya bagi para pelaku" Mungkin. Tapi, apa" Beberapa petunjuk yang kami temukan sejauh, ini tidak berarti banyak. Setidaknya bagiku.
Kusadari ada Dunkin' Donuts dan Blockbuster Video tepat di seberang jalan. Orang-orang keluar-masuk. Lingkungan tepi kota ini sibuk dan beroperasi seperti t
idak terjadi apa-apa. Jelas ada yang sudah terjadi.
Kulihat empat sedan gelap berkerumun di areal parkir bank. Kuduga kendaraan-kendaraan tersebut
86 mobil FBI dan aku menghentikan mobilku di sampingnya. Belum ada mobil polisi yang tiba di lokasi. Kyle sudah meneleponku, tapi ia tidak menghubungi kepolisian Rosslyn. Bukan pertanda bagus.
Kutunjukkan lencana detektifku kepada seorang agen jangkung kurus yang ditugaskan menjaga pintu belakang. Ia tampaknya berusia akhir dua puluhan. Gugup dan takut.
"ADIC ada di dalam. Dia sudah menunggu kedatanganmu, Detektif Cross," kata agen tersebut dengan aksen Virginia yang mirip aksen Kyle.
"Berapa korban di dalam"" tanyaku.
Agen tersebut menggeleng-kepalanya berbentuk seperti peluru dengan rambut dipotong sangat pendek. Ia berusaha menunjukkan bahwa dirinya tidak gugup. "Kami baru saja tiba, Sir. Aku tidak mengetahui situasi korban di dalam. Aku diperintahkan untuk menunggu di sini oleh Agen Senior Cavalierre. Ini kasusnya."
"Ya, aku tahu."
Kubuka pintu kaca itu. Aku mampir sejenak di jajaran ATM di lobi depan. Memusatkan perhatian. Menyiapkan diriku sedikit. Aku melihat Kyle dan Betsey Cavalierre di seberang lobi.
Mereka sedang berbicara dengan pria berambut pirang yang tampaknya adalah manajer bank, atau mungkin asisten manajer. Tampaknya tidak ada yang terluka. Tuhan. Apa mungkin"
Kyle melihatku dan langsung melangkah mendekatiku. Agen Cavalierre mendampinginya, begitu dekat sehingga tampak seperti dilem ke Kyle.
"Ini keajaiban," kata Kyle. "Tidak ada yang terluka di sini. Tapi mereka berhasil mengambil uangnya dan melarikan diri. Kami akan pergi ke rumah
87 manajer. Istri dan putrinya disandera di sana, Alex. Telepon rumah putus."
"Hubungi kepolisian Rosslyn, Kyle. Mereka akan mengirim mobil patroli ke sana."
"Kita hanya tiga menit perjalanan ke sana. Ayo berangkat!" sergah Kyle. Ia dan Agen Cavalierre telah berjalan menuju pintu.
Bab 26 Pesan dari Kyle jelas dan lantang. FBI yang bertanggung jawab atas penyelidikan kasus perampokan-pembunuhan ini. Aku dipersilakan untuk bergabung, atau mengundurkan diri. Untuk saat ini, aku ikut saja. Kasus ini merupakan kasus Cavalierre dan Kyle, dan menimbulkan sakit kepala hebat bagi mereka, belum lagi tekanan yang luar biasa untuk kasus ini.
Tidak ada seorang pun yang berbicara saat kami melintasi Rosslyn dengan salah satu sedan FBI. Satu pola dari perampokan-perampokan ini telah jelas sejauh ini: Ada yang tewas kalau perampokan terjadi. Rasanya seperti seorang pembunuh berantai sedang merampoki bank-bank ini.
"Alarm bank langsung berhubungan dengan FBI"" kataku akhirnya, membicarakan sesuatu yang telah menggangguku sejak menerima telepon Kyle di St. Anthony's.
Betsey Cavalierre berpaling memandangku dari kursi depan. "First Union, Chase, First Virginia, dan Citibank semuanya dihubungkan kepada kami untuk saat ini. Itu keputusan mereka-kami tidak menekan mereka. Kami sudah memindahkan puluhan agen tambahan ke kawasan D.C. agar kami siap ketika
89 dan seandainya ada bank lain yang dirampok. Kami tiba di cabang Rosslyn dalam waktu kurang dari sepuluh menit. Tapi mereka berhasil melarikan diri."
"Kau belum menghubungi kepolisian Rosslyn"" tanyaku.
Kyle berkata, "Kami sudah menghubungi mereka, Alex. Kami tidak ingin menginjak-injak orang lain kalau tidak perlu. Mereka sedang dalam perjalanan ke cabang bank itu."
Aku menggeleng dan memutar bola mata. "Tapi tidak ke rumah manajer bank."
"Kami ingin memeriksa sendiri rumahnya terlebih dulu," jawab Agen Cavalierre mewakili Kyle. "Para pembunuh ini tidak melakukan kesalahan apa pun. Kami juga tidak."
Cavalierre bersikap tegas dan tidak sabar terhadapku. Aku tidak menyukai nada bicaranya, dan ia tampaknya tidak memedulikan pendapatku. "Rosslyn memiliki kepolisian yang sangat bagus," kataku kepadanya. "Aku pernah bekerja sama dengan mereka. Kau pernah"" Aku merasa harus membela beberapa orang yang kukenal dan kuhormati.
Kyle mendesah. "Kau tahu ini tergantung pada siapa yang menanggapi lebih dulu. Itu masalahnya. Betsey benar-kita tidak boleh melakukan kesalahan dalam yang satu ini. Mereka tidak me
lakukan kesalahan." Kami berbelok memasuki High Street di Rosslyn. Lingkungan tersebut tampak damai, tenang, makmur: halaman berumput yang dirawat rapi, garasi dua mobil, rumah-rumah besar baru dan lama.
Mereka selalu membunuh seseorang, aku tidak mampu menahan pemikiran tersebut. Mereka sudah melakukannya terhadap satu keluarga sebelumnya.
90 Kami memarkir mobil di depan rumah dengan nomor 315 besar berwarna merah pada kotak pos kuning pucat. Sedan kedua meluncur di tepi jalan di belakang kami-membawa agen-agen yang lain. Lebih banyak agar lebih menakutkan.
"Kru perampok mungkin sudah pergi," kata Kyle kepada walkie-talkie. "Tapi ingat, kau tidak pernah tahu. Orang-orang ini pembunuh. Mereka tampaknya juga menyukainya."
Bab 27 Kau tidak pernah tahu, pikirku. Betapa benar kata-kata itu, dan betapa menakutkannya kata-kata itu terkadang.
Apakah pemikiran tersebut merupakan bagian dari apa yang mempertahankan diriku dalam pekerjaan ini" Tusukan adrenalin seperti yang belum pernah kualami sebelumnya" Ketidakpastian setiap kasus baru" Gairah berburu" Sisi gelap diriku" Apa" Kebaikan sesekali menang atas kejahatan" Kejahatan sering kali menang atas kebaikan"
Saat aku mencabut Glock, kucoba untuk membersihkan benakku dari apa pun yang akan mencampuri pengaturan waktu atau refleksku selama beberapa saat ke depan. Kyle, Betsey Cavalierre, dan aku bergegas menuju pintu depan. Kami telah mencabut pistol masing-masing. Semua orang tampak mantap, profesional, dan gugup.
Kau tidak pernah tahu. Rumah tersebut tampak sangat sunyi dari luar. Dari suatu tempat di lingkungan tersebut seekor anjing melolong. Seorang bayi menangis. Tangisan bayi tersebut tidak berasal dari rumah manajer bank.
Ada yang tewas dalam kedua perampokan pertama.
92 Hanya itu satu-satunya pola sejauh ini. Ritual pembunuh" Peringatan" Apa" Mungkinkah perampokan-perampokan bank ini dilakukan oleh seorang pembunuh berpola" Demi Tuhan, apa yang terjadi"
"Aku masuk dulu," kataku kepada Kyle. Aku tidak meminta izinnya. "Kita di Washington. Paling tidak, dekat."
Kyle memilih untuk tidak berdebat denganku. Agen Cavalierre membisu. Matanya yang gelap memerhatikan wajahku. Apa ia pernah berada di garis depan sebelumnya" pikirku penasaran. Apa yang dirasakannya sekarang ini" Apa ia pernah menggunakan pistolnya"
Pintu rumah tidak dikunci. Mereka meninggalkannya dalam keadaan terbuka. Sengaja" Atau karena mereka pergi tergesa-gesa"
Aku bergerak ke dalam. Bergegas, tanpa suara, mengharapkan yang terbaik, memperkirakan yang terburuk. Ruang depan, ruang duduk, dan dapur di belakangnya gelap. Kecuali pancaran cahaya merah lemah yang berkedap-kedip dari jam digital di atas kompor. Satu-satunya suara yang terdengar hanyalah dengung lemari es.
Agen Cavalierre memberi isyarat kepada kami bertiga untuk berpencar. Bahkan bisikan pun tidak terdengar dalam rumah ini. Ini tidak bagus. Di mana keluarga itu"
Aku maju ke dapur sambil berjongkok rendah. Aku mengintip ke dalam. Tidak ada orang di sana.
Kubuka pintu kayu di bagian belakang dapur: lemari. Bau tajam bumbu dan rempah-rempah.
Kubuka pintu kedua: tangga belakang menuju lantai dua.
93 Pintu ketiga: tangga menuju gudang bawah tanah.
Gudang bawah tanah harus diperiksa. Kujentikkan sakelar lampu. Tidak ada lampu yang menyala. Sialan.
"Polisi," seruku. Tidak ada jawaban.
Aku menghela napas dalam-dalam. Aku tidak melihat adanya bahaya terhadap diriku, tapi aku takut apa yang mungkin akan kutemukan di bawah sana. Aku ragu-ragu selama satu atau dua detik, lalu melangkah ke anak tangga kayu yang berderit. Aku membenci gudang bawah tanah, sejak dulu.
"Polisi," ulangku. Sekali lagi tidak ada jawaban dari bawah sana. Memeriksa tempat-tempat gelap dalam rumah tidaklah menyenangkan. Bahkan kalau kau membawa pistol dan tahu cara menggunakannya dengan cukup baik. Kunyalakan senter Maglite-ku. Oke, ini dia.
Jantungku berdebar-debar liar saat aku bergegas menuruni tangga. Pistolku siap ditembakkan. Kutandukkan kepala dan aku memandang sekitarku dengan baik. Ya Tuhan!
Aku melihat mereka begitu meninggalkan balkon kayu. Aku merasakan sentakan adrenalin.
"Aku Detektif Cross. Aku polisi!"
Istri dan bayi perempuannya ada di sana. Ibunya terikat dan disumpal dengan selotip hitam di atas pakaian berbagai warna. Matanya membelalak dan seterang lampu sorot. Mulut bayinya tertutup selotip hitam. Dada bayi tersebut bergelombang karena isakan bisu.
Tapi mereka masih hidup. Tidak ada seorang yang pun yang disakiti di sini maupun di bank. Kenapa begitu" Polanya berubah!
"Apa yang terjadi di bawah sana" Kau baik-baik
94 saja, Alex"" kudengar panggilan Kyle Craig. Kuarah-kan senterku ke atas dan kulihat Kyle dan Agen Cavalierre berdiri di puncak tangga.
"Mereka di sini. Mereka aman. Semuanya masih hidup."
Apa yang terjadi" Bab 28 Mastermind-benar-benar nama yang aneh dan konyol. Bahkan nyaris seperti nama yang sinting. Ia menyukainya justru karena alasan itu.
Ia sebenarnya menyaksikan adegan di rumah manajer bank, dan ia merasa seperti sedang berada di luar tubuhnya sendiri. Ia teringat acara TV dari masa mudanya: You Are There. Dia ada di sana, bukan"
Ia mendapati kegiatan mengamati para teknisi FBI memasuki rumah sambil membawa kotak-kotak hitam ajaib mereka sangat menggairahkan. Ia tahu segala sesuatu tentang mereka, para VCU, atau Unit Kejahatan Brutal.
Ia mengamati dengan teliti wajah-wajah serius para agen yang berlalu-lalang.
Lalu polisi Rosslyn tiba. Enam mobil patroli dengan lampu atap berbinar-binar. Cantik juga.
Akhirnya, ia melihat Detektif Alex Cross meninggalkan rumah. Cross jangkung dan kekar. Pria itu berusia awal empat puluhan, mirip petinju Muhammad Ali di puncak kejayaannya. Tapi wajah Cross tidak rata. Mata cokelatnya berkilau terus-menerus. Sebenarnya ia lebih tampan dibandingkan Ali.
Cross merupakan salah seorang lawan utamanya.
96 Dan ini perkelahian hingga mati, bukan" Ini merupakan pertempuran kecerdasan yang ketat, tapi bahkan lebih dari itu, ini adalah pertempuran kemauan.
Mastermind yakin ia akan menang melawan Cross. Bagaimanapun juga, ini pertandingan yang tidak adil. Mastermind selalu menang, bukan" Namun, ia merasa tidak terlalu yakin. Cross juga memancarkan keyakinan, dan hal itu memicu kemarahannya. Beraninya dia" Memangnya detektif ini menganggap siapa dirinya"
Ia mengawasi rumah tersebut sedikit lebih lama lagi, dan tahu bahwa keadaan aman sepenuhnya bagi dirinya untuk berada di sana.
Aman sepenuhnya. Pada skala numerik 9,9999 dari 10.
Lalu ia mendapat pemikiran sinting, dan ia tahu dari mana asal pemikiran tersebut. Sewaktu masih kanak-kanak, ia sangat menyukai berbagai acara TV dan film koboi-dan Indian Ia selalu berpihak pada Indian. Dan ia sangat menyukai satu trik luar biasa orang-orang Indian-mereka akan menyelinap ke dalam kamp musuh dan menyentuh musuh sewaktu tidur. Ia percaya trik itu disebut uji keberanian.
Mastermind ingin menguji keberanian atas Alex Cross.
Bab 29 Begitu kami tahu bahwa semua orang di dalam rumah telah aman, kuhubungi Rumah Sakit St. Anthony's untuk memeriksa keadaan Jannie. Perasaan bersalah, takut, dan kewajiban semuanya menarik diriku sekuat tenaga. Kemurkaan menyebabkan aku sangat kesal. Keluarga manajer bank aman. Bagaimana dengan keluargaku sendiri"
Aku dihubungkan dengan pos perawat di lantai Jannie. Aku berbicara dengan perawat jaga, Julietta Newton, yang terkadang mampir ke kamar Jannie sewaktu aku datang berkunjung. Julietta mengingatkanku pada seorang teman lama, seorang perawat yang meninggal setahun sebelumnya, Nina Childs.
"Ini Alex Cross. Maaf mengganggumu, Julietta, tapi aku mencoba menghubungi nenekku. Atau putriku, Jannie."
"Nana sedang tidak di lantai ini sekarang," kata perawat tersebut. "Jannie baru saja turun untuk menjalani MRI. Ada kesempatan dan Dr. Petito ingin Jannie memanfaatkannya. Nenekmu menemaninya ke bawah."
"Aku dalam perjalanan ke sana. Jannie baik-baik saja""
98 Perawat tersebut ragu-ragu, lalu berbicara. "Dia mendapat serangan ayan lagi, Detektif. Tapi sudah stabil."
Aku bergegas kembali ke rumah sakit dari Rosslyn dan tiba di sana sekitar lima belas menit kemudian. Aku bergegas menuju B-l dan menemukan kawasan bertanda PENGUJIAN DIAGNOSTIK. Saat itu sudah larut, hampir pukul s
epuluh. Tidak ada seorang pun di meja depan, jadi aku berjalan masuk begitu saja melewati lorong biru cerah yang tampak menakutkan dan terlarang pada malam hari.
Saat mendekati ruangan bertanda TOMOGRAFI KOMPUTER dan MRI di pintunya, seorang teknisi, muncul dari ambang pintu di seberang lorong. Ia mengagetkanku-aku sedang linglung. Berpikir dan mengkhawatirkan Jannie.
"Bisa kubantu" Apa kepentingan Anda berada di sini, Sir""
"Aku ayah Jannie Cross. Aku Detektif Cross. Putriku sedang menjalani MRI. Dia mendapat serangan ayan malam ini."
Pria tersebut mengangguk. "Dia ada di sini. Aku akan mengantar Anda. Kurasa tesnya baru setengah jalan. Pasien terakhir kami malam ini."
Bab 30 Teknisi rumah sakit tersebut mengantarku memasuki ruangan MRI, di sana Nana duduk diam. Ia berusaha menampilkan sikap tenang, berusaha menjaga kendali dirinya seperti biasa. Untuk sekali ini, usahanya gagal. Aku melihat ketakutan terpancar di matanya, atau mungkin aku hanya memantulkan perasaanku sendiri.
Aku memandang ke mesin MRI yang canggih. Mesin tersebut lebih terbuka dan tidak semengikat mesin-mesin lain yang pernah kulihat. Aku pernah dua kali menjalani MRI, jadi aku mengetahui prosedurnya. Jannie berbaring telentang di dalam. Kepalanya akan. dimantapkan dengan "karung pasir" di kedua sisinya. Bayangan Jannie seorang diri di dalam mesin yang besar tersebut terasa mengganggu. Tapi begitu pula serangan ayan ketiganya dalam dua hari.
"Dia bisa mendengar kita"" tanyaku.
Nana menangkupkan tangan ke telinga. "Dia mendengarkan musik di dalam sana. Tapi kau bisa memegang tangannya, Alex. Dia mengenal sentuhanmu."
Kuulurkan tangan dan meraih salah satu tangan Jannie. Kuremas tangan Jannie dengan lembut, dan ia balas meremasnya. Ia tahu aku yang memegang tangannya.
100 "Apa yang terjadi selama aku pergi"" tanyaku kepada Nana.
"Kita beruntung, begitu beruntung," katanya. "Dr. Petito mampir dalam tugas kelilingnya. Dia sedang mengobrol dengan Jannie sewaktu ayannya kumat lagi. Dia memerintahkan MRI, dan ada kesempatan untuk itu. Sebenarnya, mereka membuka kesempatannya terus untuk Jannie."
Aku duduk karena memerlukannya. Hari ini panjang dan sangat melelahkan, dan masih belum berakhir. Jantungku masih berdebar-debar; kepalaku juga masih pusing. Seluruh anggota tubuhku lainnya berjuang untuk menyamai.
"Jangan mulai menyalahkan dirimu sendiri," kata Nana kepadaku. "Seperti yang sudah kukatakan, kita sangat beruntung. Dokter terbaik di rumah sakit sedang berada tepat di kamarnya."
"Aku tidak menyalahkan siapa pun," gumamku, tahu bahwa kata-kataku tidak benar.
Nana mengerutkan kening. "Kalau kau ada di sana sewaktu ayannya menyerang, dia masih tetap di sini menjalani MRI. Dan kalau menurutmu mungkin tinju yang menyebabkannya, Dr. Petito mengatakan hal itu hampir tidak mungkin. Kontaknya terlalu minim. Penyebabnya lain, Alex."
Justru itulah yang kutakutkan. Kami menunggu selesainya pengujian, dan penantian tersebut lama dan sulit. Akhirnya, Jannie perlahan-lahan bergeser keluar dari mesin. Wajah kecilnya berubah cerah saat melihatku.
"Fugees," katanya, lalu menanggalkan earphone agar aku bisa turut mendengar. "Killing me softly with his song" Jannie turut bernyanyi seiring lagunya. "Halo, Daddy. Katamu kau akan kembali. Kau menepati janji."
101 "Benar." Aku membungkuk untuk menciumnya. "Bagaimana kabarmu, Manis"" tanyaku. "Kau merasa lebih baik sekarang""
"Mereka memainkan musik yang benar-benar menyenangkan untukku," kata Jannie. "Aku bertahan, bertahan dengan kuat. Tapi aku tidak sabar untuk melihat gambar-gambar otakku."
Aku juga tidak sabar, aku juga tidak sabar. Dr. Petito juga menunggu kemunculan gambar-gambarnya. Ia tampaknya tidak pernah meninggalkan rumah sakit. Aku menemuinya di ruangannya pukul setengah dua belas lewat sedikit. Aku sudah lebih dari kelelahan. Kami berdua begitu.
"Hari yang panjang bagimu," kataku. Setiap hari terasa seperti itu bagi Petito. Jam kerja ahli saraf tersebut dimulai pukul setengah delapan pagi, dan ia masih berkeliaran di rumah sakit pada pukul sembilan dan sepuluh malam, terkadang lebih larut lagi. Ia benar-benar
mendorong pasien untuk meneleponnya di rumah kalau ada masalah atau sekadar ketakutan di malam hari.
"Ini hidupku." Ia mengangkat bahu. "Membantuku bercerai beberapa tahun yang lalu." Ia menguap. "Menjagaku tetap melajang sekarang. Itu dan ketakutanku akan keterikatan. Tapi aku menyukai pekerjaanku."
Aku mengangguk dan merasa bisa memahami. Lalu kuajukan pertanyaan yang sudah membakar dalam benakku. "Apa yang kautemukan" Apa Jannie baik-baik saja""
Ia menggeleng perlahan-lahan, lalu mengucapkan kata-kata yang tidak ingin kudengar. "Aku khawatir ada tumor. Aku rasa ini pilocytic astrocytoma, semacam tumor yang menyerang anak-anak. Kita akan memastikannya sesudah pembedahan. Tumor ini ada
102 di cerebellum. Besar, dan mengancam keselamatan. Aku menyesal harus menyampaikan kabar ini kepada-mu.
Kuhabiskan malam itu di rumah sakit bersama Jannie. Ia tidur sambil memegangi tanganku lagi.
Bab 31 Pagi hari keesokannya, penyerantaku berbunyi. Aku menelepon dan mendapat berita buruk dari Sandy Greenberg, seorang teman yang bekerja di markas besar Interpol di Lyon, Perancis.
Seorang wanita bernama Lucy Rhys-Cousins telah dibunuh secara kejam di pasar swalayan di London. Ia tewas di depan mata anak-anaknya. Sandy memberitahuku bahwa kepolisian di London mencurigai pelakunya adalah suami Lucy, Geoffrey Shafer, pria yang kukenal sebagai si Musang.
Aku tidak percaya. Jangan sekarang. Jangan si Musang. "Pelakunya Shafer atau bukan"" tanyaku kepada Sandy. "Apa kau tahu pasti""
"Memang dia pelakunya, Alex, sekalipun kami tidak akan mengkonfirmasinya untuk serangga-serangga pers. Scotland Yard positif. Anak-anak mengenalinya. Daddy mereka yang sinting! Ia membunuh ibu mereka tepat di depan mata mereka."
Geoffrey Shafer yang bertanggung jawab atas penculikan Christine. Ia juga melakukan sejumlah pembunuhan menjijikkan di kawasan Southeast Washington. Ia mengincar orang-orang miskin dan tidak berdaya. Berita bahwa ia mungkin masih hidup,
104 dan membunuh kembali, rasanya seperti pukulan curang yang terayun cepat dan mendadak. Aku tahu berita itu akan membawa pengaruh yang lebih buruk lagi terhadap Christine.
Kuhubungi Christine di rumahnya dari St. Anthony's tapi hanya diterima mesin penjawab telepon. Aku berbicara dengan tenang ke mesin itu. "Christine, terima teleponnya kalau kau ada di sana. Ini Alex. Tolong, terimalah. Penting sekali agar aku bisa berbicara denganmu."
Namun, tidak ada seorang pun yang menerima telepon di rumah Christine. Aku tahu Shafer tidak mungkin berada di Washington sekarang ini-tapi aku khawatir dengan kemungkinan bahwa ia bisa saja telah berada di sini. Polanya adalah melakukan yang tidak terduga. Musang terkutuk!
Kupandang arlojiku. Saat itu pukul 07.00. Terkadang Christine pergi ke sekolah di hari Sabtu. Kuputuskan untuk menuju Sojourner Truth School. Letaknya tidak jauh.
Bab 32 Dalam perjalanan ke sana, aku berpikir, Jangan biarkan ini terjadi. Jangan lagi! Kumohon, Tuhan, jangan berbuat begini kepadanya. Kau tidak bisa berbuat begini. Jangan.
Kuparkir mobil dekat sekolah dan melesat keluar dari mobil. Lalu aku berlari-lari menyusuri lorong menuju ruang kerja Christine di sudut gedung. Jantungku berdebam-debam dalam dadaku. Kakiku lemas. Aku bisa mendengar suara mesin tik sebelum tiba di pintu.
Kuintip ke dalam. Aku lega melihat Christine ada di sana, dalam ruangannya yang hangat dan meriah, penuh barang yang bertebaran. Ia selalu memusatkan perhatian sepenuhnya pada apa yang sedang dilakukannya. Karena tidak ingin mengejutkannya, aku berdiri diam dan mengawasinya sejenak. Lalu kuketuk ambang pintu dengan lembut.
"Ini aku," kataku dengan suara lembut.
Christine berhenti mengetik dan berpaling. Selama sesaat, ia memandangku seperti yang dulu selalu dilakukannya. Pandangan yang membuatku meleleh. Ia mengenakan celana panjang biru tua dan blus sutra kuning. Ia tidak tampak seperti sedang menjalani
106 masa-masa yang berat, tapi aku tahu itulah yang tengah dialaminya.
"Apa yang kaulakukan di sini"" tanya Christine akhirnya. "Aku sudah mendengarnya di CNN tadi pagi," lanjutnya. "Aku melihat lokasi pembunuhan yan
g meriah di pasar di London." Ia menggeleng, memejamkan mata.
"Kau baik-baik saja"" tanyaku.
Jawaban Christine terlontar tegas. "Aku tidak baik! Aku berjuta-juta mil jauhnya dari baik. Berita ini tidak membantu. Aku tidak bisa tidur di malam hari. Aku bermimpi buruk sepanjang waktu. Aku tidak bisa memusatkan perhatian di siang hari. Kubayangkan hal-hal mengerikan terjadi pada Alex kecil. Kepada Damon dan Jannie dan Nana, dan kepadamu. Aku tidak bisa menghentikannya!"
Kata-katanya terasa mengiris diriku. Rasanya sangat buruk karena aku tidak bisa membantu. "Kurasa dia tidak akan kembali kemari," kataku.
Kemarahan berkilat di mata Christine. "Kau tidak bisa tahu pasti."
"Shafer menganggap dirinya lebih tinggi dari kita. Kita tidak sepenting itu dalam dunia fantasinya. Istrinya yang penting. Aku heran dia tidak membunuh anak-anaknya juga."
"Kau lihat, kau heran. Tidak ada yang tahu pasti apa yang akan dilakukan orang-orang sinting ini! Dan sekarang kau terlibat dengan lebih banyak lagi: orang-orang yang membunuhi sandera-sandera tidak bersalah tanpa alasan. Karena mereka bisa melakukannya."
Aku melangkah memasuki ruangannya-tapi ia mengangkat tangan. "Jangan. Menjauhlah dariku." Christine lalu bangkit dari kursinya dan berjalan
107 melewatiku menuju kamar kecil guru. Ia menghilang ke dalam tanpa berpaling.
Aku tahu ia tidak akan keluar-tidak sebelum ia yakin aku sudah pergi. Saat akhirnya aku melangkah pergi, aku berpikir bahwa ia tidak menanyakan kabar Jannie.
Bab 33 Aku mampir di Rumah Sakit St. Anthony's lagi sebelum berangkat kerja. Jannie sudah bangun dan kami menikmati sarapan bersama-sama. Jannie bilang aku ayah terbaik di dunia, dan kukatakan bahwa ia putri terbaik. Lalu kuceritakan tentang tumornya dan ia harus menjalani pembedahan. Gadis kecilku menangis dalam pelukanku.
Nana tiba, dan Jannie kembali dibawa pergi untuk menjalani tes-tes lain. Tidak ada yang bisa kulakukan di rumah sakit selama beberapa jam. Aku pergi untuk menemui FBI lagi. Pekerjaan selalu ada. Christine pernah mengatakannya padaku. Pekerjaanmu adalah memburu maniak-maniak sinting yang menyedihkan. Pekerjaanku tampak tidak akan pernah berakhir.
Agen Khusus Penanggung Jawab Cavalierre tiba pada tepat pukul sebelas untuk memberikan penjelasan kepada regu di kantor lapangan Biro di Fourth Street di Northwest. Menurutku sepertinya setengah karyawan Biro ada di sana, dan pemandangan itu mengesankan, entah bagaimana jadi tampak meyakinkan.
Aku diingatkan bahwa kru perampok-bank menuntut ketepatan. Mungkin itu alasan Kyle Craig merasa Agen Cavalierre tepat untuk menangani kasus
109 ini. Ia memberitahuku bahwa Cavalierre adalah orang yang menuntut ketepatan, salah satu agen paling profesional yang pernah ditemuinya selama bertahun-tahun di Biro. Pemikiranku terus kembali ke perampokan bank dan pembunuhan yang disorot media massa itu. Kenapa mereka menginginkan publisitas, penghujatan" Apa para perampok menyiapkan karyawan bank dan perusahaan lain untuk perampokan di masa depan" Menakut-nakuti semua orang agar tidak ada perlawanan sama sekali" Atau pembunuhannya berkaitan dengan dendam" Masuk akal kalau salah satu atau lebih dari antara para pembunuhnya mungkin pernah bekerja di bank. Kami memburu petunjuk tersebut dengan segenap kemampuan kami.
Kupandang sekeliling ruangan krisis yang penuh sesak di dalam kantor lapangan FBI tersebut. Beberapa partisi di satu dinding telah dialokasikan untuk catatan-catatan dan foto-foto tersangka dan saksi. Sialnya, tidak satu pun dari para tersangka yang cukup menjanjikan. Berpotensi pun tidak. Partisi-partisi itu diberi judul "Pria Gendut," "Istri Manajer," "Kekasih Suami," "Kumis."
Kenapa kami tidak-mendapat satu tersangka yang bagus" Apa artinya itu" Apa yang sudah terlewatkan oleh kami semua"
"Hai dan selamat pagi. Terlebih dulu aku ingin berterima kasih kepada semua orang karena sudah membatalkan akhir pekannya," kata Agen Cavalierre dengan ironi dan humor dalam jumlah yang tepat. Ia mengenakan celana khaki dan kaus ungu muda. Ada jepit mungil berwarna ungu di rambutnya. Ia tampak percaya diri dan yang mengejutk
an ia juga tampak santai.
"Kalau kau tidak datang di hari Sabtu," kata
110 seorang agen dengan kumis menjuntai, berbicara dari bagian belakang ruangan, "jangan repot-repot datang hari Minggu."
"Kau pernah memerhatikan bahwa para pengacau selalu duduk di belakang"" Cavalierre tersenyum meyakinkan. Sikapnya tenang sekali.
Ia mengacungkan sehelai map biru tebal. "Semuanya sudah mendapatkan arsip besar dan buruk seperti yang satu ini, berisi kasus-kasus di masa lalu yang mungkin berkaitan. Perampokan-perampokan yang dilakukan Joseph Dougherty di Midwest sepanjang tahun delapan puluhan mirip dalam beberapa hal. Juga ada bahan mengenai David Grandstaff, yang menjadi otak satu-satunya perampokan terbesar sepanjang sejarah Amerika. Bagi yang tertarik, Grandstaff ditangkap oleh Biro. Tapi, dalam usaha mati-matian yang kita lakukan untuk menjatuhkannya, kita menggunakan sejumlah cara yang patut dipertanyakan. Sesudah sidang selama enam minggu, juri berdiskusi selama sepuluh menit, lalu membebaskan Grandstaff. Hingga hari ini, uang rampokan dari Tucson First National Bank sebesar tiga juta belum ditemukan."
Ada yang melambai dan mengajukan pertanyaan dari barisan depan. "Di mana Mr. Grandstaff sekarang""
"Oh, dia bersembunyi," kata Agen Cavalierre. "Sekitar dua meter di bawah tanah. Dia tidak terlibat dalam perampokan-perampokan ini, Agen Doud. Tapi dia mungkin yang mengilhaminya. Begitu pula Joseph Dougherty. Siapa pun yang melakukan perampokan ini mungkin menyadari karya mereka. Sebagaimana yang kudengar dikatakan dalam film-film, 'Dia mempelajari permainan ini dengan baik.'"
Setelah rapat berjalan selama sekitar setengah jam,
111 Agen Cavalierre memperkenalkanku kepada agen-agen yang lain.
"Beberapa di antara kalian sudah mengenal Alex Cross dari kepolisian D.C. Dia dari bagian Pembunuhan, dengan gelar Ph.D. di bidang psikologi. Dr. Cross seorang psikolog forensik. Omong-omong, dia teman akrab Kyle Craig. Mereka berdua sangat erat. Jadi apa pun pendapat kalian tentang kepolisian Metro, atau ADIC Craig, sebaiknya jangan diungkapkan."
Ia memandang ke arahku. "Sebenarnya, Dr. Cross yang menemukan mayat Brianne dan Errol Parker di D.C. Itu terobosan terbaik yang kita dapatkan dalam kasus sejauh ini. Perhatikan bagaimana aku menjilat pantat Dr. Cross dengan hati-hati."
Aku bangkit berdiri dan memandang ke sekeliling ruang rapat saat berbicara kepada agen-agen itu. "Well, aku khawatir pasangan Parker juga sudah bersembunyi di bawah tanah," kataku. Beberapa orang tertawa mendengarnya. "Brianne dan Errol hanyalah penjahat kelas teri, tapi pernah dipenjara karena merampok bank. Kami sedang memeriksa semua orang yang mereka kenal di Penjara Lorton. Sejauh ini belum ada hasilnya. Tidak banyak yang kami dapatkan dari usaha kami, dan hal itu mengganggu.
"Pasangan Parker merupakan pencuri yang kompeten, tapi tidak serapi siapa pun yang melibatkan mereka dalam perampokan ini-lalu memutuskan untuk membunuh mereka. Omong-omong, pasangan Parker diracun. Kupikir pembunuhnya menyaksikan mereka tewas, dan kematian mereka benar-benar mengerikan. Pembunuhnya mungkin berhubungan seks dengan Brianne Parker setelah dia tewas. Ini hanya tebakan untuk sekarang, tapi kurasa kekacauan ini bukan sekadar tentang perampokan bank."
Bab 34 Mastermjnd tidak bisa tidur! Terlalu banyak pemikiran yang ingin dienyahkannya mendengung-dengung seperti segerombolan kumbang marah yang menginvasi otaknya yang sudah kelebihan beban. Ia telah dikorbankan habis-habisan, didorong hingga mencapai kondisi yang tidak tertahankan ini. Ia memerlukan pembalasan. Ia mengabdikan hidupnya untuk itu-setiap saat ia terjaga selama empat tahun terakhir.
Mastermind akhirnya beranjak bangkit dari ranjang. Ia duduk merosot di mejanya, menunggu gelombang rasa mual mereda, menunggu tangannya berhenti gemetar. Ini kehidupanku yang menyedihkan, pikirnya. Aku benci. Aku membenci segala sesuatu tentang kehidupanku, setiap napas yang kuhirup.
Akhirnya, ia mulai menulis surat kebencian yang ada dalam benaknya saat berbaring di ranjang.
Ditujukan pada Pemimpin, Citibank
Ini panggilan untuk membangunk
an, dan serius. Konsekuensinya bagi Citibank sangat buruk.
Menurutmu kau aman dari rakyat kecil, tapi kau tidak aman.
113 Tanganku gemetar saat menulis surat ini. Seluruh tubuhku gemetar karena murka.
Bankirku tidur dengan mudah. Bagi seorang "bankir pribadi," wanita itu sama kakunya seperti salah satu partisi kelabu di bilik kerjanya. Aku selalu menganggap bankir sebagai orang-orang yang cerdas, dan rapi. Kalau begitu, bagaimana mungkin dalam puluhan kejadian aku mendapati kesalahan yang mengganggu, tidak wajar, pada rekeningku"
Teror Macan Putih 2 Pendekar Harpa Emas Karya Rajakelana Bende Mataram 19
^