Mockingjay 6
Mockingjay Buku Terakhir Trilogi The Hunger Games Karya Suzanne Collins Bagian 6
bisa membuatku panjang umur. Tega sekali kata-kata itu keluar dari mulut Gale, dan Peeta tidak membantahnya. Padahal segala perasaan yang kumiliki sudah dirampas dan diekploitasi oleh Capitol dan para pemberontak. Pada saat itu, pilihannya sederhana. Aku bisa bertahan hidup tanpa salah satu dari mereka.
Pada pagi hari, aku tak punya waktu atau energi untuk mengobati sakit hatiku. Saat sarapan pate hati dan biskuit buah ara di kala subuh, kami berkumpul di depan televisi untuk menonton tayangan Beetee. Ada perkembangan baru dalam perang ini. tampaknya karena terinspirasi dari ombak hitam, sejumlah komandan pemberontak mendapat ide untuk menyita mobil-mobil yang ditinggalkan pemiliknya lalu mengirim mobil itu ke jalan tanpa pengemudi. Mobil-mobil itu tidak memicu semua kapsul, tapi paling tidak mereka mengenai banyak kapsul. Pada pukul empat pagi ini, para pemberontak mulai membuak tiga jalan berbeda yang disebut jalur A, B, dan C hingga menuju pusat kota. Hasilnya, mereka berhasil mengambil alih blok demi blok dengan korban jiwa yang sangat sedikit.
Ini tidak mungkin bertahan lama, kata Gale. Sesungguhnya aku kaget mereka bisa sejauh ini. capitol akan melawan dengan menonaktifkan kapsul-kapsul tertentu lalu menyalannya secara manual saat sasaran mereka berada dalam jangkauan. Nyaris seketika setelah dia memperkirakannya, kami bisa melihat apa yang dikatakan Gale di layar. Pasukan yang mengirim mobil melaju menyusuri blok, menyalakan empat kapsul. Sepertinya semua berlangsung dengan baik. Tiga orang mengikuti dan berhasil tiba dengan selamat di ujung jalan. Tapi ketika sekelompok pemberontak berisi dua puluh prajurit menyusul, mereka langsung diledakkan dengan deretan pot bunga mawar di depan toko bunga hingga hancur berkeping-keping.
Aku yakin Plutarch pasti sengsara tidak bisa berada di ruang kontrol untuk mengendalikan yang satu ini, kata Peeta.
Beetee mengembalikan siaran ke tangan Capitol, di layar tampak reporter berwajah muram mengumumkan bahwa blok-blok yang berisi penduduk sipil akan segera dievakuasi. Antara berita terbar tadi dan kisah sebelumnya, aku bisa menandai peta kertasku untuk menunjukkan di mana kira-kira posisi tentara lawan.
Aku mendengar bunyi baku hantam di jalan, lalu aku bergerak ke jendela, dan mengintip lewat celah di tirai. Dalam sorotan cahaya dini hari, aku melihat pemandangan aneh. Para pengungsi dari blok-blok yang berhasil diduduki kini berlari menuju pusat kota Capitol. Mereka yang paling panik hanya mengenakan pakaian tidur dan sandal, sementara mereka yang lebih siap memakai pakaian berlapis-lapis. Mereka membawa segala yang bisa mereka bawa, mulai dari anjing kecil sampai kotak-kotak perhiasan hingga pot tanaman. Seorang pria dengan jubah mandi berbulu hanya membawa pisang yang kelewat matang. Anak-anak yang mengantuk dan kebingungan berjalan sempoyongan bersama orangtua mereka, banyak di antara mereka yang terlalu kaget atau terlalu bingung untuk meangis. Satu per satu melintasi jarak pandangku. Sepasang mata cokelat yang lebar. Tangan yang memeluk boneka kesayangan. Sepasang kaki tanpa sepatu, beku kebiruang karena dingin, menapaki trotoar di gang. Melihat mereka membuatku teringat pada anak-anak di 12 yang tewas saat melarikan diri dari hujan bom. Aku menjauh dari jendela.
Tigris menawarkan diri menjadi mata-mata kami pada hari itu karena dia satu-satunya orang yang kepalanya tidak jadi buruan dengan bayaran. Setelah mengamankan persembunyian kami di lantai bawah, Tigris pergi ke Capitol untuk mencari informasi yang bisa membantu kami.
Aku berjalan mondar-mandir di dalam gudang bawah tanah, hingga membuat yang lain kesal. Firasatku berkata bahwa kami melakukan kesalahan dengan tidak memanfaatkan arus pengungsi yang membanjiri Capitol. Namun sebaliknya, setiap orang yang berdesakan di jalan berarti tambahan sepasang mata yang mencari lima pemberontak yang melarikan diri.tapi, apa utungnya kami berada di sini" Yang kami lakukan Cuma menghabiskan persediaan makanan yang tinggal sedikit dan menunggu... apa" Para pemberontak mengambil alih Capitol" Bisa berminggu-minggu sebelum pe
mberontak berhasil, dan aky tak tahu apa yang akan kulakukan jika mereka berhasil melakukannya. Yang pasti aku takkan lari keluar dan menyambut mereka. Coin akan memulangkanku ke 13 sebelum aku berkata, nightlock, nightlock, nightlock,. Aku tak jauh-jauh kemari, dan kehilangan orang-orangku, untuk menyerahkan diri pada wanita itu. Aku akan membunuh Snow. Lagi pula, banyak hal buruk yang tak bisa kujelaskan tentang beberapa hari terakhir yang sudah kami lewati. Jika dijelaskan, beberapa dari kejadian itu akan langsung membatalkan perjanjianku untuk memberi kekebalan hukum pada para pemenang. Aku tidak memikirkan diriku sendiri, tapi kupikir beberapa orang membutuhkannya. Seperti Peeta, misalnya. Mau dilihat dari sudut manapun, semiua orang bisa melihat rekaman Peeta melempar Mitchell ke kapsul jaring. Aku bisa membayangkan apa yang akan dilakukan dewan perang Coin dengan rekaman itu.
Menjelang sore, kami mulai gelisah karena Tigris lama tidak kembali. Kami mebicarakan kemungkinan dia ditangkap dan ditahan, lalu melaporkan keberadaan kami, atau mungkin terluka di dalam gelombang pengungsi. Tapi sekitar jam enam sore, kami mendengar dia kembali. Ada bunyi-bunyi benda tersenggol di lantai atas saat dia membuka papan. Aroma daging goreng yang nikmat memenuhi udara. Tigris sudah menyiapkan gorengan daging dan kentag cincang. Ini makanan hangat pertama yang kami makan setelah berhari-hari. dan ketika aku menunggu Tigris mengisi piringku, liurku sudah nyaris menetes.
Ketika mengunyah makanan, aku mendengarkan dengan saksama cerita Tigris tentang caranya memperoleh makanan ini, tapi yang terutama kucermati adalah betapa pakaian dalam berbahan bulu jadi benda yang berharga untuk ditukar saat ini. terutama untuk orang-orang yang meninggalkan rumah mereka tanpa membawa cukup pakaian. Banyak pengungsi yang masih berada di jalan, berusaha mencari tempat berlindung untuk malam ini. mereka yang tinggal di apartemen-apartemen pilihan di pusat kota tak mau membuka pintu mereka untuk orang-orang yang terlantar. Sebaliknya, kebanyakan dari mereka mengunci pintu rapat-rapat, menutup tirai jendela, dan pura-pura tak ada di rumah. Kini pusat kota penuh dengan pengungsi, dan para Penjaga Perdamaian mendatangi rumah ke rumah, menobrak masuk jika perlu, agar bisa menumpangkan para pengungsi ke dalam rumah.
Di layar televisi, kami melihat Pemimpin Penjaga Perdamaian dengan lugas menetapka aturan tentang berapa banyak orang per meter persegi yang harus ditampung di dalam rumah. Dia mengingatkan para penduduk di Capitol bahwa suhu udara akan turun hingga di bawah nol dan mengingatkan penduduk bahwa presiden mengharapkan mereka tidak hanya rela menjadi tuan rumah, tapi juga menyambut tamu dengan tangan terbuka pada saat krisis seperti ini. lalu mereka menunjukkan rekaman yang jelas akting, di mana para penduduk yang tampak kuatir menerima para pengungsi yang menunjukkan rasa syukur ke dalam rumah mereka. Pemimpin Penjaga Perdamaian mengatakan sang presiden bahkan memerintahkan agar sebagian ruangan di mansion-nya disiapkan untuk menerima penduduk besok. Dia menambahkan bahwa para penjaga toko juga harus bersiap-siap meminjamkan lantai toko mereka jika diminta.
Tigris, kau bisa saja diminta, kata Peeta. Aku sadar bahwa Peeta benar. Bahkan bagian depa tokonya yang sempit bisa menampung sejumlah pengungsi. Lalu kami akan terperangkap di dalam ruang bawah tanah, terus-menerus berada dalam bahaya karena bisa saja ketahuan. Berapa hari waktu yag kami miliki" Satu" Atau dua"
Pemimpin Penjaga Perdamaian kembali lagi dengan lebih banyak instruksi pada penduduk. Tampaknya malam ini ada kejadian buruk saat massa memukuli seorang pemuda yang mirip Peeta hingga tewas. Karena itu, mulai sekarang semua orang yang melihat tanda-tanda pemberontakan harus segera melaporkannya pada pihak berwajib, yang akan melakukan identifikasi dan menangkap tersangka. Mereka menunjukkan foto korban. Selain rambut ikalnya yang diwarnai pirang, dia sama sekali tidak mirip Peeta.
Orang-orang menggila, gumam Cressida.
Kami melihat liputan terbaru tentang para pemberontak dan menge
tahui bahwa mereka berhasil mengambil alih beberapa blok lagi hari ini. aku membuat catatan perempatan-perempatan itu di petaku dan memperlajarinya. Jalur C hanya empat blok dari sini, kataku. Entah bagaimana kenyataan itu lebih membuatku gelisah daripada gagasan bahwa para Penjaga Perdamaian sedang mencari tempat tinggal. Aku jadi suka menolong. Biar aku yang mencuci piringnya.
Aku bantu ya. Gale mengumpulkan piring-piring makan kami.
Aku merasakan tatapan Peeta mengikuti kami hingga keluar ruangan. Dalam dapur sempit di bagian belakang toko Tigris, aku mengisi bak cuci piring dengan air panas dan busa sabun. Menurutmu benar tidak" tanyaku. Bahwa Snow akan mengizinkan para pengungsi masuk ke mansion-nya"
Kurasa dia harus melakukannya, paling tidak di depan kamera, kata Gale.
Aku akan pergi besok pagi, kataku.
Aku ikut denganmu, kata Gale. Bagaimana dengan yang lain"
Pollux dan Cressida bisa berguna. Mereka penunjuk jalan yang baik, kataku. Pollux dan Cressida bukanlah masalah yang sebenarnya. Tapi Peeta terlalu...
Tak bisa diduga, Gale menyelesaikan ucapanku. Menurutmu dia masih mau kita meninggalkannya"
Kita bisa berargumen bahwa dia membahayakan kita, jawabku. Dia mungkin akan tinggal di sini, jika kita bisa meyakinkannya.
Peeta menerima saran kami dengan akal sehat. Dia setuju bahwa keikutsertaannya bisa membuat kami berempat dalam bahaya. Kupikir rencana ini bisa berhasil, dengan Peeta duduk di ruang bawah tanah Tigris sampai perang berakhir, ketika mendadak dia berkata bahwa dia akan keluar sendiri.
Untuk apa keluar" tanya Cressida.
Aku sendiri tidak yakin. Aku mungkin mash bisa dimanfaatkan untuk mengalihkan perhatian. Kaulihat apa yang terjadi pada pria yang mirip aku, jawabnya.
Bagaimana jika kau... kehilangan kendali" tanyaku.
Maksudku... jadi mutt" Jika aku merasa itu bakal terjadi, aku akan berusaha kembali kemari, kata Peeta menenangkanku.
Dan jika Snow menangkapmu lagi" tanya Gale. Kau tak punya pistol.
Akan kutanggung risikonya, jawab Peeta. Sama seperti kalian. Mereka berdua bertukar pandang, lalu Gale merogoh kantong sakunya. Dia menaruk tablet nightlock di tangan Peeta. Peeta hanya membiarkan racun itu di telapak tangannya yang terbuka, tidak menolak atau menerimanya. Bagaimana denganmu"
Jangan kuatir. Beetee sudah mengajariku cara meledakkan anak panah ledakku dengan tangan. Jika gagal, aku masih punya pisau. Dan aku juga punya Katniss, kata Gale sambil tersenyum. Dia takkan membuat mereka puas dengan menangkapku hidup-hidup.
Membayangkan para Penjaga Perdamaia menyeret Gale membuat otakku memaikan lagu itu lagi...
Apakah kau Akan datang ke pohon itu Ambil, Peeta, kataku dengan suara tertahan. Kuulurkan tanganku dan kukatupkan jemari Peeta membungkus pil itu. Tak ada seorang pun yang nanti bisa membantumu.
Kami melewati malam dengan resah, terbangunkarena mimpi buruk orang lain, pikiran kami penuh dengan rencana esok hari. aku lega saat sudah jam lima pagi dan kami bisa memulai apapun yang sudah direncanakan hari ini untuk kami. Kami menyantap sisa-sisa makanan buah peach kaleng, biskuit, siput menyisakan sekaleng salmon untuk Tirgis sebagai ucapan terima kasih atas segala yang dia lakukan. Perbuatan ini sepertinya memuat Tirgis terharu. Ekspresi wajah aneh dan dia langsung beraks. Selama satu jam berikutnya, dia mendandani kami. Dia memakaikan pakaian biasa untuk menyembunyikan seragam kami di baliknya sebelum memakaikan jaket dan mantel. Membungkus sepatu bot militer kami dengan semacam sandal berbulu. Menahan wig kami dengan jepitan rambut. Membersihkan kilau cat yang kami pakaikan asal-asalan di wajah kami, lalu merias wajah kami sekali lagi. Dia menutupi pakaian luar kami agar kami bisa menyembunyikan senjata. Kemudian Tigris memberi kami tas tangan dan buntelan. Akhirnya, kami mirip seperti para pengungsi yang kabur dari serangan pemberontak.
Jangan pernah meremehkan kekuatan penata gaya yang hebat, kata Peeta. Sulit melihatnya dengan jelas, tapi kurasa di balik lorengnya Tigris tersipu malu mendengar pujian Peeta.
Tak ada berita terbaru di televisi, tapi gang di depan toko sepertinya masih sepadat kemarin pagi, penuh dengan penungsi. Rencana kami adalah memecahkan diri dalam tiga kelompok lalu menyelinap ke dalam kerumunan. Kelompok pertama adalah Cressida dan Pollux yang akan bertindak sebagai penunjuk jalan dan membuka jalan kami dengan aman. Lalu aku dan Gale,yang berniat berada di antara pengungsi yang hendak masuk mansion hari ini. kemudian Peeta berjalan di belakang kami, siap menciptakan kekacauan jika diperlukan.
Tigris mengawasi tirai jendela, menunggu saat yang tepat, membuka kunci pintu, lalu mengangguk pada Cressida dan Pollux. Jaga dirimu, kata Cressida, dan mereka pun menghilang.
Tak lama kemudian kami mengikuti mereka. Kukeluarkan kunci, kubuka borgol Peeta, dan kumasukkan lagi kunci itu beserta borgolnya ke dalam kantongku. Peeta menggosok-gosok pergelangan tangannya. Kemudian ia merengangka kedua tangannya. Perlahan-lahan aku merasakan keputusasaan. Seakan aku kembali ke Quarter Quell, ketika Beetee memberiku dan Johanna gulungan kawat.
Dengar, kataku. Jangan berbuat konyol.
Tidak. Itu Cuma usaha terakhir. Sungguh, jawab Peeta.
Kukalungkan kedua lenganku di lehernya, merasakan kedua lengan Peeta ragu-ragu sebelum memelukku. Pelukanya tidak semantap pelukannya yang dulu, tapi masih tersisa hangat dan kuat. Sekian lama hanya kedua lengan ini yang melindungiku dari dunia ini. mungkin pelukan ini tak sepenuhnya kusadari saat itu, tapi terasa amat manis di ingatanku, dan kini hilang sudah. Baiklah, kalau begitu. Kulepaskan pelukanku.
Sudah waktunya, kata Tirgis. Aku mencium pipinya, menangkup rapat kepala mantel, menarik syal menutupi hidungku, dan mengikuti Gale berjalan menuju udara dingin.
Butir-butir salju yang dingin dan tajam menggigit kulitku yang terbuka. Matahari yang terbit dengan sia-sia berusaha memecah kesuraman. Hanya ada sedikit cahaya untuk melihat sosok-sosok yang berada di dekatmu. Ini sebenarnya situasi yang sempurna, namun sayangnya aku tidak bisa menemukan di mana Cressida dan Pollux. Aku dan Gale menunduk dan berjalan di antara para pengungsi. Aku bisa mendengar apa yang tak bisa kuintip dari celah tirai kemarin. Suara tangisa, erangan, dan tarikan napas berat. Dan tak jauh dari sini ada bunyi tembaka.
Paman, kemana kita pergi" seorang bocah lelaki bertaya pada pria yang berjalan susah payah membawa kotak penyimpanan kecil.
Ke istana presiden. Mereka akan memberi kita tempat tinggal baru, desis pria itu.
Kami berbelok keluar gang dan muncul di jalan utama. Tetaplah berada di sebelah kanan! terdengar suara memberi perintah, dan aku melihat para Penjaga Perdamaian berada di antara kerumunan, mengarahkan arus manusia. Wajah-wajah yang ketakutan mengintip dari balik jendela toko, yang sudah dibanjiri pengungsi. Melihat arus pengungsi yang masuk, toko Tirgis akan kebagian tamu pada jam makan siang. Untunglah kami sudah keluar dari tempat itu.
Langit sudah lebih terang sekarang, meskipun salju turun makin lebat. Aku melihat Cressida dan Pollux sekitar tiga puluh meter di depan kami, berjalan dengan susah payah diantara kerumunan massa. Aku melongokkan kepala ke sekelilingku untuk mencari Peeta. Aku tidak bisa menemukannya, tapi tatapanku bertemu dengan gadis kecil yang memakai mantel kuning jeruk yang terlihat penasaran padaku. Aku menyikut Gale dan memperlambat langkahku, agar makin banyak orang yang mengerubungi kami.
Kita mungkin perlu berpisah, bisikku. Ada gadis kecil...
Bunyi tembakan membelah kerumunan massa, dan beberapa orang yang ada di dekatku langsung tiarap. Jeritan demi jeritan memekik di udara ketika rentetan tembakan kedua membuat kerumunan ke belakang kami juga tiarap. Aku dan Gale menjatuhkan diri di jalan, bergegas merangkak ke toko-toko yang berjarak sekitar sepuluh meter, dan berlindung di balik display sepatu bot berhak lancip di luar toko sepatu.
Sederet sepatu berbulu menghalangi pandangan Gale. Siapa" Kau bisa melihatnya" Gale bertanya padaku. Di antara sepasang sepatu bot ungu dan hijau daun aku bisa melihat jalanan yang penuh mayat. Gadis kecil yang melihatku berlutut di sam
ping wanita yang tak bergerak, berteriak, dan berusaha membangkitkannya. Gelombang peluru yang lain menembus bagian dada mantel kuningnya, menodainya dengan warna merah, mengempaskan gadis itu hingga jatuh terlentang. Selama sesaat, aku hanya bisa memadangi sosok mungil itu tanpa bisa berkata apa-apa. Gale menyikutku. Katniss"
Mereka menembak dari atap di atas kita, kataku pada Gale. Aku melihat tembakan terus berlanjut, dan manusia-manusia berseragam putih jatuh di jalan bersalju. Mereka berusaha menghabisi para Penjaga Perdamaian, tapi mereka bukan penembak jitu. Pasti pemberontak. Aku tidak merasa gembira, meskipun itu berarti sekutu berhasil menembus kota. Aku masih terpaku pada mantel kuning jeruk tadi.
Jika kita mulai menembak, kata Gale. Seluruh dunia akan tahu kita ada di sini.
Benar sekali. Kami hanya dipersenjatai dengan paah-panah yang hebat. Melepaskan anak panah saat ini artinya mengumumkan pada kedua belah pihak bahwa kami ada di sini.
Tidak, kataku penuh tekad. Kita harus sampai ke Snow.
Kalau begitu sebaiknya kita bergerak sebelum seluruh blok ini habis, kata Gale. Kami harus berjalan, dengan memepetkan tubuh kami ke dinding. Namun dinding yang kami lewati kebanyakn jendela toko. Telapak tangan yang berkeringat dan wajah-wajah yang ternganga menempel di kaca itu. Kutarik syalku lebih tinggi menutupi pipiku ketika kami berlari di antara display-display di depan toko. Di balik rak foto-foto Snow yang berpigura, kami berpapasan dengan seorang Penjaga Perdamaian yang terluka yang sedang bersandar di dinding bata. Dia meminta tolong pada kami. Lutut Gale menghajar bagian sisi kepalanya lalu mengambil senjata pria itu. Di perempatan, Gale menembak Penjaga Perdamaian kedua sehingga kami berdua punya pistol.
Jadi sekarang kita jadi siapa" tanyaku.
Warga Capitol yang putus asa, jawab Gale. Para Penjaga Perdamaian akan menganggap kita punya sasaran yang lebih menarik daripada kita.
Aku merenungkan kata-kata Gale tentang peran kami ini ketika berlari cepat melintasi perempatan, tapi pada saat kami tiba di blok berikutnya, sudah tidak penting lagi siapa kami. Tidak penting lagi semua orang di sini. Karena tak ada seorang pun yang memperhatikan wajah. Para pemberontak ada di sini. Membanjiri jalan utama, berlindung di balik pintu, di balik kendaraan, senapan-senapan meletus, suara-suara serak memberi perintah ketika mereka bersiap-siap menghadapi pasukan Penjaga Perdamaian yang berbaris mendatangi kami. Di tengah baku tembak ada kelompok pengungsi yang tak bersenjata, bingung, dan banyak yang terluka.
Ada kapsul yang diaktifkan di depan kami, melepaskan semburan uap panas yang memgukus semua orang dalam jalurnya, meninggalkan korban-korbannya dengan kulit merah muda melepuh dan mati. Setelah itu, kekacauan tak bisa lagi dihentikan. Ketika sisa-sisa uap menyentuh salju, aku nyaris tidak bisa melihat apa-apa. Penjaga Perdamaian, pemberontak, penduduk, entahlah aku tidak tahu. Segala yang bergerak adalah sasaran. Orang-orang menembak secara refleks, tidak terkecuali aku. Jantung berdentam dalam diriku, semua orang adalah musuhku. Kecuali Gale. Pasangan berburuku, orang yang selalu melindungiku. Tak ada yang bisa kulakukan selain bergerak maju, membunuh siapa pun yang menghalangi jalan kami. Di mana-mana ada orang yang menjerit, berdarah, dan tewas. Ketika kami tiba di tikungan berikut, seluruh blok di depan kami menyala dengan sinar ungu terang. Kami mundur, lalu meringkuk di bawah tangga. Ada yang terjadi pada mereka yang kena sinar itu. Mereka diserang... entah apa" Suara" Gelombang" Laser" Senjata-senjata jatuh dari tangan mereka, jemari mencengkeram senjawajah, ketika darah menyembur keluar dari semua lubang mata, hidung, mulut, dan telinga. Kurang dari semenit, semua orang tewas dan sinar itu hilang. Aku mengertakkan gigiku lalu berlari, melompati mayat-mayat, dan kakiku terpeleset darah kental. Angin memecah salju hingga membentuk pusaran yang membutakan matatapi tidak menutupi bunyi langkah-langkah sepatu bot yang berjalan ke arah kami.
Merunduk! aku mendesis pada Gale. Kami langsung tiarap.
Wajahku mendarat di genangan darah yang masih hangat, tapi aku pura-pura mati, tetap tak bergerak ketika sepatu-sepatu bot melintasi kami. Sebagian orang menghindari mayat. Beberapa orang menginjak tanganku, punggungku, menendang kepalaku ketika lewat. Ketika seatu bot itu berlalu, aku membuka mata dan mangangguk pada Gale.
Di blok berikutnya, kami bertemu dengan para pengungsi yang ketakutan, tapi Cuma sedikit tentara. Tepat ketika kupikir kami bisa beristirahat sejenak, terdengar bunyi gemertak, seperti bunyi terlur yag membentur bagian tepi mangkuk tapi bunyi itu seribu kali lebih besar. Kami terhenti, mencari-cari kapsul.tidak ada apa-apa. Kemudian aku merasakan ujung sepatu botku sedikit bergerak miring. Lari! pekikku pada Gale. Tak ada waktu untuk menjelaskan, tapi dalam beberapa detik lagi kapsul akan terlihat jelas. Ada celah yang mulai terbuka di bagian tengah blok. Dua bagian jalan yang miring itu bergerak turun seperti sayap pesawat, perlahan-lahan menjatuhkan orang-orang ke dalam apa pun yang menunggu di bawah sana.
Aku bingung antara ingin kabur ke perempatan berikut atau berusaha mendobrak pintu yang berjejer di jalan ini dan masuk ke gedung. Akibatnnya, aku malah jadi bergerak agak menyudut. Ketika sayap itu makin turun, kakiku makin susah melangkah, karena jalan jadi makin licin. Seperti berlari di sisi bukit bersalju yang makin lama makin curam. Dua tujuanku perempatan dan gedung-gedung hanya beberapa meter jaraknya ketika aku merasakan sayap itu bergerak. Tak ada yang bisa kulakukan selain memanfaatkan detik-detik terakhir sayap yang makin turun itu untuk mendorong tubuhku agar bisa ke perempatan. Ketika tangaku berpegangan pada bagian sisi jalanan, aku menyadari bahwa sayap-sayap itu sudah tegak lurus. Kakiku menggantung di udara, tak ada pijakan di mana pun. Sekitar seratus lima puluh meter di bawah sana, tercium bau anyir, seperti mayat-mayat yang membusuk akibat matahari musim panas. Sosok-sosk hitam merangkak di dalam bayangan, memangsa siapa pun yang masih selamat akibat terjatuh.
Jeritan tersekat di leherku. Tak ada seorang pun yang datang menolongku. Aku nyaris kehilangan pegangan di tepian es, ketika aku melihat bahwa aku Cuma berjarak satu setengah meter dari kapsul.aku menggeserkan tanganku di sepanjang tepian, berusaha menghalau suara mengerikan dari bawah sana. Ketika tangaku sampai ke sudut, kuangkat kaki kananku ke samping. Kakiku berhasil menjangkau sesuatu dan dengan susah payah aku mengangkat tubuhku ke jalanan. Aku terengah-engah dan gemetar, merangkak keluar dari tepian dan memeluk tiang lampu sebagian pegangan, meskipun aku sudah berada di tanah yang rata.
Gale" aku berseru ke jurang tanpa dasar, tak peduli lagi jika ada yang mengenaliku. Gale"
Di sebelah sini! aku menoleh bingung ke sebelah kiri. Sayap itu menelan segala hingga ke pondasi gedung-gedung. Belasan orang berhasil mencapai jarak sejauh itu dan kini berpegangan pada apa pun yang bisa jadi pegangan. Kenop pintu, gagang pengetuk pintu, lubang surat. Berjarak tiga pintu dariku, Gale berpegangan pada besi tempa yang jadi hiasan di sekitar pintu apartemen. Dengan mudah dia bisa masuk ke apartemen jika pintu itu terbuka. Namun meskipun Gale menendang pintu itu berkali-kali, tak ada seorang pun yang datang menolongnya.
Lindungi dirimu! aku mengangkat pistolku. Gale berbalik ketika aku menembaki kunci pintu hingga pintu membuka kedalam. Gale melompat ke ambang pintu dan mendarat di lantai. Selama beberapa saat aku merasa gembira karena berhasil menyelamatkannya. Kemudian tangan-tangan bersarung tangan putih meraihnya.
Mata Gale bertemu dengan mataku, mulutnya mengucapkan sesuatu padaku tanpa suara namun tak bisa kupahami. Aku tak tahu harus berbuat apa. Aku tak bisa meninggalkannya, tapi aku juga tak bisa menolongnya. Bibir Gale bergerak lagi. Aku menggeleng menunjukkan ketidakmengertianku. Tak lama lagi mereka akan menyadari siapa orang yang mereka tangkap. Para Penjaga Perdamaian menariknya ke dalam. Pergi! Aku mendengar teriakan Gale.
Aku berbalik dan berlari menjauh dari kapsul. Kini aku sendirian. Gale jadi
tahanan. Cressida dan Pollux mungkin sudah tewas. Dan Peeta" Aku tak melihatnya sejak kami meninggalkan toko Tigris. Aku memikirkan kemungkinan bahwa dia kembali ke toko. Peeta merasa bakal ada serangan dan mundur ke ruang bawah tanah mumpung dia masih bisa mengendalikan diri. Dia sadar bahwa dirinya tak diperlukan lagi untuk mengalihkan perhatian. Dia sudah tak diperlukan sebagai umpan dan harus menelan racun nightlock! Gale tak punya nightlock. Dan Gale takkan pernah punya kesempatan untuk meledakkan anak panahnya dengan tangan. Yang pertama kali akan dilakukan oleh Penjaga Perdamaian adalah melucuti senjatanya.
Aku jatuh di ambang pintu, mataku perih karena air mata. Tembak aku. Itu yang diucapkannya. Seharusnya aku menembaknya! Itu tugasku. Itu janji yang tak terucap di antara kami, untuk satu sama lain. Aku tidak melakukannya dan sekarang Capitol akan membunuhnya atau menyiksanya atau membajaknya hatiku mulai retak, sebentar lagi aku bakal hancur berkeping-keping. Aku hanya punya satu harapan. Capitol gagal, mereka menyerahkan senjata, dan membebaskan para tahanan sebelum menyakiti Gale. Tapi aku tak melihat kemungkinan tersebut selama Snow masih hidup.
Dua orang Penjaga Perdamaian berlari, nyaris tak melihat gadis Capitol yang menangis ketakuta di ambang pintu. Kutahan air mataku, kuseka air mata di wajahku sebelum sempat membeku, dan kukuatkan diriku. Oke, aku masih jadi pengungsi tanpa nama. Atau apakah para Penjaga Perdamaian yang menangkap Gale sempat melihatku ketika aku kabur" Kulepaskan manterlu dan kubalik, dan kini bagian dalamnya yang bergaris-garis hitam berada di luar, bukannya berwarna merah. Kuatur penutup kepalaku agar menyembunyikan wajahku. Kugenggam senjataku erat-erat menempel di dadaku, sementara aku mengamati blok tersebut. Hanya ada beberapa orang yang keluyuran di jalan dengan wajah bingung. Aku berjalan tepat di belakang orang tua yang tak memperhatikanku. Tak ada seorang pun yang mengira aku akan bersama pria-pria tua. Saat kami tiba di ujung perempatan berikutnya, mereka berhenti berjalan dan aku hampir menubruk mereka. Ternyata kami berada di Bundaran Kota. Di seberang jalan. Dikelilingi gedung-gedung megah, itulah mansion sang presiden.
Bundaran ini penuh dengan orang-orang yang hilir-mudik, meratap, atau hanya duduk dan membiarkan salju menumpuk di sekitar mereka. Aku bisa bergabung di sini tanpa dikenali. Aku mulai berjalan menuju mansion, kakiku tersangkut kotak-kotak penyimpanan yang ditinggalkan dan kaki-tangan yang kaku tertimbun salju. Sekitar separo jalan, aku menjadari adanya barikade beton. Tingginya kurang-lebih 120 sentimeter dan membentuk persegi panjang di depan mansion. Kupikir beton ini kosong, tapi ternyata penuh dengan pengungsi. Mungkin ini kelompok yang dipilih untuk berlindung di mansion" Tapi ketika aku berjalan mendekat, aku memperhatikan ada sesuatu yang lain. Semua yang ada dibalik barikade ini adalah anak-anak. Mulai dari baliya sampai remaja. Ketakutan dan kedinginan. Mereka duduk berkelompok atau menggoyang-goyangkan tubuh mereka di atas tanah. Mereka tak dibawa masuk ke mansion. Mereka dikandangi, dijaga ketat oleh Penjaga Perdamaian. Aku tahu ini ini semua bukan untuk melindungi mereka. Jika Capitol ingin melindungi mereka, mereka pasti sudah ada di dalam bunker. Ini untuk perlindungan Snow. Anak-anak ini membentuk perisai manusia.
Terdengar keributan dan massa berdiri lalu bergerak ke sebelah kiri. Aku terperangkap di antara tubuh-tubuh yang besar, menuju ke samping, dan berjalan keluar arus. Aku mendengar teriakan Pemberontak! Pemberontak! dan tahu bahwa para pemberontak berhasil menembus masuk. Momentum membuatku terhantam ke tiang bendera dan aku berpegangan di sana. Dengan tali yang tergantung dari atas tiang, kuangkat tubuhku agar tidak terhantam oleh orang-orang yang lewat. Ya, aku bisa melihat pemberontak membanjiri Bundaran, mendesak pengungsi kembali ke jalan raya. Aku meengamati area yang kapsul-kapsulnya pasti akan diledakkan. Tapi ledakan itu tak terjadi. Inilah yang kemudian terjadi:
Pesawat ringan dengan lambang Capitol muncul tepat di atas
anak-anak yang jadi barikade. Parasut-parasut perak menghujani mereka. Bahkan dalam kekacauan ini, anak-anak tahu apa isi parasut tersebut. Makanan. Obat. Hadiah. Dengan tidak sabar mereka meraih parasut-parasut tersebut, jemari yang membeku kedinginan menarik tali-tali parasut. Pesawat ringan itu menghilang, lima detik berlalu, lalu dua puluh parasut tadi tadi meledak bebarengan.
Jeritan terdengar dari kerumunan. Salju memerah dan dikotori potongan-potongan tubuh berukuran kecil. Banyak anak-anak yang tewas seketika, tapi ada yang terbaring kesakitan di tanah. Sebagian lagi ada yang berdiri linglung, memandangi sisa-sisa parasut perak di tangan mereka, seakan mereka masih menunggu adanya benda berharga di dalamnya. Aku yakin para Penjaga Perdamaian tak tahu ini bakal terjadi dari cara mereka menjauhkan diri dari barikade, membuka jalan menuju anak-anak itu. Segerombolan orang berseragam putih masuk ke jalan itu. Tapi mereka bukanlah Penjaga Perdamaian. Mereka adalah petugas medis. Petugas medis pemberontak. Aku mengenali seraham mereka. Mereka langsung menolong anak-anak, mengeluarkan peralatan medis mereka.
Pertama-tama aku hanya melihat sekilas rambut pirang yang dikepang jatuh di punggungnya. Lalu, ketika dia melepaskan mantelnya untuk menutupi tubuh anak yang menjerit, aku memperhatikan ekor bebek yang terbentuk dari kemejanya yang tidak dimasukkan dengan benar. Reaksiku ketika melihatnya sama seperti yang kurasakan ketika Effie Trinket menyebut namanya pada hari pemungutan. Aku pasti langsung lumpuh seketika, karena aku sudah berada di bawah tiang bendera, tak mampu mengingat kejadian beberapa detik yang lalu. Lalu aku mendorong kerumunan orang, seperti yang dulu kulakukan. Berusaha memanggil namanya di antara teraka-teriakan lain. Aku hampir sampai di sana, hampir sampai ke barikade, saat kupikir dia mendengarku. Karena selama sedetik, dia melihatku, bibirnya menyebut namaku.
Dan pada saat itulah sisa parasut tadi meledak.
BAB DUA PULUH LIMA NYATA atau tidak nyata" Aku terbakar. Bola-bola api yang meletup dari parasut terlontar keluar dari barikade, melewati udara bersalju, dan mendarat di kerumunan massa. Aku baru saja berbalik ketika api menjilatku, membakar punggungku, dan mengubahku menjadi sesuatu yang baru. makhluk yang berkorban laksana matahari.
Mutt yang berbentuk api ini hanya tahu satu hal: rasa sakit. Tanpa bentuk, tanpa suara, tanpa rasa, kecuali kulit yang terbakar tanpa ampun. Mungkin ada jeda dari rasa sakit ketika aku tak sadarkan diri, tapi apa gunanya jika aku tak bisa berlindung di dalamnya" Aku burung Cinna, menyala, terbang dengan panik berusaha melarikan diri dari sesuatu yang tak bisa kuhindari. Bulu-bulu api tumbuh dari tubuhku. Jika aku mengepak-ngepakkan sayapku, aku hanya membuat api makin berkobar. Api melahap diriku, tapi tidak sampai membuatku mati.
Akhirnya, sayapku mulai lemah kepakannya, aku kehilangan ketinggian, dan gaya gravitasi menarikku ke laut berbuih yang warnanya sama dengan warna mata Finnick. Aku mengapung terlentang, dengan punggung yang masih terasa terbakar di dalam air, tapi rasa sakit itu berkurang menjadi nyeri. Saat aku mengapung tak tentu arah itulah mereka datang. Mereka yang sudah tewas.
Orang-orang yang kusayangi terbang laksana burung di udara di atasku. Terbang melayang, meliuk, memanggilku untuk bergabung bersama mereka. Aku amat sangat ingin mengikuti mereka, tapi air laut memenuhi sayapku, membuatku tak bisa mengangkatnya. Mereka yang kubenci berada di dalam air, menjadi makhluk-makhluk bersisik yang mengerikan yang mencabik-cabik kulitku yang asin dengan gigi tajam mereka. Menggigitku berkali-kali. Menarikku ke bawah air dari permukaan.
Burung putih kecil berbecak pink meluncur dari atas menancapkan cakarnya di dadaku, berusaha menahanku agar tetap mengambang. Jangan, Katniss! Jangan! Kau tak boleh pergi!
Jauh di dalam air, aku ditinggal seorang diri. Hanya ada suata napasku, butuh usaha yang amat besar untuk menghirup air, dan mengeluarkannya dari paru-paruku. Aku ingin berhenti, aku ingin menahan napasku, tapi air laut memaksa masuk dan keluar tan
pa kuhendaki. Biarkan aku mati. Biarkan aku mengikuti yang lain, aku memohon pada siapa pun yang menahanku di sini. Namun tak ada jawaban.
Aku terperangkap selama berhari-hari, bertahun-tahun, atau mungkin berabad-abad. Mati, tapi tak dibiarkan mati. Hidup, tapi sama dengan mati. Aku merasa sendirian, hingga siapa pun atau apa pun, tak peduli semenjijikkan apa pun aka kuterima kehadirannya di sini. Tapi ketika akhirnya aku mendapat pengunjung, rasanya manis. Morfin. Mengalir dalam aliran darahku, menghilangkan rasa nyeri, meringankan tubuhku sehingga tubuhku bisa melayang naik ke udara dan mengapung lagi di buih ombak.
Buih. Aku benar-benar mengapung di atas buih. Ujung jemariku bisa merasakannya, membuai bagian-bagian tubuhku yang telanjang. Masih terasa nyeri yang amat dalam, tapi juga ada semacam bentuk kenyataan. Tenggorokanku yang kering. Bau obat luka bakar seperti yang kudapatkan di arena pertama. Suara ibuku. Semua ini membuatku takut, dan aku berusaha kembali ke dalam kesunyian agar bisa mengartikanya. Tapi tak ada lagi jalan kembali. Perlahan-lahan, aku terpaksa menerima siapa diriku. Gadis tanpa sayap yang menderita luka bakar parah. Tak ada api. Dan tak ada lagi adik perempuan.
Dalam rumah sakit Capitol yang megah, para dokter menciptakan keajaiban dalam diriku. Membungkus kulitku yang luka dengan lembaran kulit baru. menipu sel-sel tubuhku agar berpikir bahwa itu kulitku sendiri. Memanipulasi bagian-bagian tubuhku, menekuk dan meregangkan sendi-sendiku untuk memastikan kulit baruku ini pas. Berkali-kali aku mendengar komentar betapa beruntungnya aku. Mataku tidak terluka. Wajahku nyaris tak terluka. Paru-paruku merespons pengobatan yang diberikan. Aku akan sembuh seperti sediakala.
Ketika kulitku yang perih sudah cukup kuat untuk menahan tekanana lapisan kulit baru, makin banyak pengunjung yang datang. Morfin membuatku jadi mencampuradukkan mereka yang masih hidup dan yang sudah mati. Haymitch, tampak kuning dan tak tersenyum. Cinna menjahit gaun pengantin baru. Delly, mengoceh tentang betapa baiknya orang-orang. Ayahku menyanyikan empat bait lagu Pohon Gantung dan mengingatkanku bahwa ibuku yang tertidur di kursi di antara sif jaganya tidak tahu tentang semua itu.
Suatu hari aku terbangun seperti yang sudah diperkirakan dan tahu bahwa mereka takkan membiarkanku hidup dalam alam mimpiku. Aku harus makan lewat mulut. Menggerakkan otot-ototku. Berjalan ke kamar mandi. Ditutup dengan penampilan singkat Presiden Coin.
Jangan kuatir, kata Coin. Kusisakan dia untukmu.
Dokter-dokter heran kenapa aku tak bisa bicara. Mereka sudah melakukan berbagai tes, dan tak ada kerusakan pada pita suaraku, jadi aku seharusnya bisa bicara. Akhirnya, Dr. Aurelius, dokter kepala, menyatakan teori bahwa secara mental bukan fisik, aku menjadi Avox. Ketidakmampuanku untuk bicara akibat trauma emosi. Walaupun dia memberikan ratusan cara pengobatan, Dr. Aurelius memberitahu mereka untuk memberikanku sendiri. Jadi aku tidak bertanya tentang siapa pun atau apa pun, tapi orang-orang datang memberiku informasi. Tentang perang: Capitol jatuh ke tangan pemberontak pada hari parasut itu meledak, Presiden Coin memimpin Panem sekarang, dan pasukan dikirim untuk memadamkan sisa-sisa perlawanan Capitol. Tentang Presiden Snow: Dia jadi tahanan, menunggu sidang dan pastinya akan dihukum mati. Tentang tim pembunuhku: Cressida dan Pollux dikirim ke distrik-distrik untuk meliputi kehancuran akibat perang. Gale, yang kena tembakan dua peluru ketika berusaha melarikan diri, membersihkan sisa-sisa Penjaga Perdamaian di Distrik 2. Peeta masih berada di unit luka bakar. Ternyata dia berhasil sampai di Bundaran Kota. Tentang keluargaku: Ibuku mengubur kesedihannya dalam pekerjaan.
Karena tak punya pekerjaan, kesedihan menguburku. Yang membuatku tetap bertahan adalah janji Coin. Bahwa aku bisa membunuh Snow. Dan setelah aku membunuhnya, takkan ada lagi yang tersisa buatku.
Akhirnya, aku dilepaskan dari rumah sakit dan diberi kamar di mansion presiden bersama ibuku. Ibuku hampir tak pernah ada di kamar, dia makan dan tidur di tempat kerja. Jadi tugas u
ntuk mengecekku, memastikan aku makan dan minum obat, jatuh ke tangan Haymitch. Itu bukan tugas yang mudah. Aku melakukan kebiasaan lamaku di Distrik 13. Keluyuran tanpa izin di sekitar mansion. Aku menjelajahi kamar-kamar tidur, kantor-kantor, ruang-ruang pesta dan kamar mandi. Mencari ruang-ruang kecil yang aneh untuk tempat sembunyi. Lemari berisi pakaian bulu. Kotak-kotak penyimpanan di perpustakaan. Bak mandi yang terlupakan di dalam ruangan berisi perabot yang tak terpakai lagi. Tempat-tempat persembunyianku suram dan sunyi dan tak mungkin ditemukan. Aku bergelung, membuat tubuhku menciut, berusaha menghilang sepenuhnya. Kubungkus diriku dalam keheningan, kuputar-putar gelangku yang bertuliskan GANGGUAN MENTAL.
Namaku Katniss Everdeen. Umurku tujuh belas tahun. Rumahku di Distrik 12. Tak ada lagi Distrik 12. Akulah Mockingjay. Aku menjatuhkan Capitol. Presiden Snow membenciku. Dia membunuh adikku. Sekarang aku akan membunuhnya. Dan Hunger Games akan berakhir...
Sesekali, aku berada di kamar, tak yakin apakah aku berada di kamar karena butuh morfin atau karena Haymitch merecokiku terus. Aku makan,minum obat, dan diharuskan mansi. Aku tidak keberatan kena air, tapi aku tak tahan melihat cermin yang memantulkan tubuh telanjangku yang terbakar mutt. Kulit yang dicangkok masih berwarna merah muda seperti kulit bayi yang baru lahir. Kulit yang dianggap rusak namun masih tertolong tampak merah, panas, dan meleleh. Potongan-potongan kulitku yang lama terlihat putih dan pucat. Rupaku seperti selimut kulit yang ditambal sulam. Ada beberapa bagian rambutku yang hangus sampai akarnya; sisanya ada yang harus digunting dengan potongan yang aneh. Katniss Everdeen, gadis yang terbakar. Aku sebenarnya tidak terlalu peduli, tapi melihat tubuhku lagi mengingatkanku pada rasa sakit. Kenapa aku kesakitan. Apa yang terjadi sebelum rasa sakit itu muncul. Dan bagaimana aku melihat adik perempuanku jadi manusia obor.
Memejamkan mata tak menolongku. Api berkobar makin terang dalam kegelapan.
Sesekali Dr. Aurelius datang. Aku menyukainya karena dia tidak mengatakan hal-hal bodoh seperti bahwa aku sepenuhnya aman di sini, atau dia tahu aku belum menyadarinya bahwa aku akan bahagia lagi suatu hari nanti, atau bahkan mengatakan bahwa keadaan di Panem lebih baik sekarang. Dia Cuma bertanya apakah aku kepingin bicara, dan saat aku tak menjawabnya, dia tertidur di kursinya. Sebenarnya, menurutku kunjungan-kunjunganya lebih didasari kebutuhannya untuk tidur siang. Keadaan ini sama-sama menguntungkan buat kami.
Waktu semakin dekat, meskipun aku tak tahu jam dan menitnya dengan tepat. Presiden Snow sudah disidang dan dinyatakan bersalah, dan dijatuhi hukuman mati. Haymitch memberitahuku, aku mendengarnya dari pembicaraan para penjaga di koridor. Seragam Mockingjay-ku tiba di kamar. Juga ada busurku, siap kugantung di bahu, tapi tak ada anak panah. Entah karena anak panahku rusak atau menyiapkan diri secara khusus untuk peristiwa tersebut, tapi tak ada ide yang terlintas dalam pikiranku.
Pada sore menjelang malam, setelah menghabiskan waktu lama di sofa di bawah jendela di belakan penyekat yang dicat aku bangkit berjala dan berbelok ke kiri bukannya ke kanan. Aku tiba di bagian mansion yang aneh, dan langsung tersesat. Tidak seperti area tempat tinggalku, di tempat ini tak ada seorang pun yang bisa kutanyai. Tapi aku menyukainya. Aku berharap aku menemukan tempat ini lebih awal. Tempat ini amat tenang, dengan karpet tebal dan permadani dinding yang menyerap suara. penerangan yang berpijar lembut. Warna-warna yang sejuk. Damai. Sampai aku mencium aroma bunga mawar. Aku merunduk di balik tirai, gemetar hebat hingga tak mampu lari, sementara aku menunggu mutt datang. Akhirnya, aku sadar tak ada mutt yang datang. Jadi bau apa yang kucium" Bunga mawar sungguhan" Mungkinkah aku berada di dekat taman tempat tanaman iblis itu tumbuh"
Ketika aku merayap di koridor, bau itu semakin menyengat. Mungkin tidak sekuat bau mawar mutt, tapi lebih murni baunya karena tidak bersaing dengan bau got dan peledak. Aku berbelok dan berhadapan dengan dua penjaga yang terkejut
melihatku. Mereka bukan Penjaga Perdamaian, tentunya. Tak ada lagi Penjaga Perdamaian. Tapi mereka juga bukan tentara bertubuh langsing berseragam abu-abu dari 13. Dua orang ini satu lelaki dan satu perempuan, memakai pakaian compang-camping asal pungut milik pemberontak. Masih dengan perban di tubuh mereka yang kurus, mereka mengawasi ambang pintu tempat bunga mawar itu. Saat aku bergerak hendak masuk, senapan mereka membentuk tanda silang di depanku.
Kau tak bisa masuk, Nona, kata si pria.
Prajurit, si wanita meralatnya. Kau tak boleh masuk, Prajurit Everdeen. Perintah Presiden.
Aku menunggu dengan sabar sampai mereka menurunkan senjata, menurunkan mereka mengerti, tanpa kuberitahu, bahwa di balik pintu itu ada sesuatu yang kubutuhkan. Hanya bunga mawar. Setangkai mawar yang mekar. Agar bisa kupasang di kelepak jas Snow sebelum aku menembaknya. Kehadiranku sepertinya membuat para penjaga kuatir. Mereka berdiskuis memanggil Haymitch, saat wanita dibelakangku bicara. Biarkan dia masuk.
Aku mengenali suara itu tapi tak bisa langsung mengetahui siapa si pemilik suara. bukan dari Seam, bukan 13, jelas bukan dari Capitol. Aku menoleh ke belakang dan berhadapan dengan Paylor, komandan dari Distrik 8. Dia tampak lebih berantakan daripada ketika aku melihatnya di rumah sakit, tapi siapa yang tidak kacau saat ini"
Atas wewenangku, kata Paylor. Dia berhak atas segala yang ada di balik pintu itu. Mereka tentara Paylor, bukan tentara Coin. Mereka langsung menurunkan senjata tanpa bertanya dan membiarkan aku masuk.
Di ujung koridor yang pendek, kudorong pintu-pintu kaca itu dan melangkah masuk. Saat ini bau bunga amat menyengat hingga tak bisa lebih semerbak lagi aromanya, seakan hidungku takkan bisa lagi menterap aroma ini lebih banyak. Udara yang lembap dan sejuk terasa menyenangkan menerpa kulitku yang panas. Dan bunga mawar itu tampak indah. Deretan demi deretan bunga mawar mekar, berwarna merah muda, oranye, bahkan biru pucat. Aku berjalan di antara lorong-lorong tanaman yang dipangkas rapi, melihat tanpa menyentuh, karena aku sedah mendapat pelajaran pahit, betapa mematikannya keindahan ini. aku tahu saat aku menemukannya, berada di puncak semak yang dipangkas ramping. Kuntum bunga putih yang amat indah mulai merekah. Kutarik lengan baju kiriku menutupi tangan agar kulitku tak perlu menyentuhnya, lalu kuambil gunting pemangkas tanaman, dan bersiap menggunting tangkai bunga itu ketika dia bicara.
Tanganku tersentak, gunting langsung menutup, menebas tangkainya.
Warnanya indah, tapi memang tak ada yang menunjukkan kesempurnaan selain warna putih.
Aku masih tak bisa melihatnya, tapi suaranya seakan berasal dari sela-sela tanaman bunga mawar merah. Dengan hati-hati aku menjepitkan kuntum bunga itu di kain lengan bajuku, aku bergerak perlahan-lahan berjalan memutar hingga ke ujung ruangan dan menemukannya dengan duduk di bangku menyender pada dinding. Dia berpenampilan rapi dan berpakaian necis seperti biasanya, tapi dia diikat belenggu, borgol kaki dan alat penjejak. Dalam cahaya terang, kulitnya pucat, malah terlihat sakit. Di tangannya ada saputangan putih dengan noda darah segar. Bahkan dalam kondisi kesehatan yang memburuk, mata ularnya berbinar licik dan keji. Aku memang berharap kau berhasil menemukan jalan ke tempat tinggalku.
Tempat tinggalnya. Aku sudah melanggar masuk kerumahnya, seperti caranya merayap masuk ke rumahku tahun lalu, mendesiskan ancaman dengan napasnya yang berbau amis darah dan bunga mawar. Rumah kaca ini adalah salah satu ruanga miliknya, mungkin ruangan favoritnya; mungkin pada saat berkuasa dia merawat tanaman ini sendiri. Tapi sekarang ruangan ini adalah bagian dari penjaranya. Itu sebabnya para penjanga menghentikanku. Dan itu sebabnya Paylor mengizinkanku masuk.
Kupikir dia akan terkurung di ruang bawah tanah yang paling dalam yang dimiliki Capitol, bukan menikmati kemewahan macam ini. Namun Coin membiarkannya di sini. Kurasa perlakuan ini segaja untuk dijadikan contoh. Agar jika di masa depan Coin jatuh dari tampuk kekuasaan, bisa dipahami sejak sekarang bahwa para presiden bahkan
yang paling menjijikkan sekalipun mendapat perlakuan khusus. Lagi pula, siapa yang bisa menebak kapan kekuasaan bisa pudar"
Banyak hal yang harus kita bicarakan, tapi aku punya firasat kunjunganmu ini bakal singkat. Jadi yang penting dulu. Snow mulai batuk, dan ketika dia melepaskan saputangan dari mulutnya, saputangan itu makin merah. Aku ingin memberitahumu betapa menyesalnya aku atas kematian adikmu.
Bahkan dalam kondisiku yang terpengaruh obat bius dan mati rasa, ucapannya menancapkan rasa sakit di sekujur tubuhku. Mengingatkanku bahwa tak ada batas untuk kekejamannya. Dan bagaimana dia akan menggali kuburnya sendiri demi untuk menghancurkanku.
Sia-sia, tak ada gunaya. Semua orang juga bisa melihat pada saat itu permainan sudah berakhir. Sebenarnya, ketika mereka melepaskan parasut-parasut itu aku hendak menyampaikan penyerahan diri secara resmi. Matanya memandang tajam padaku, tak berkedip, seakan tak mau kehilangan reaksiku sedetik pun. Tapi ucapannya tak masuk akal. Saat mereka melepaskan parasut-parasut itu" Well, kau tidak sungguh-sungguh mengira aku yang memberi perintah, kan" Lupakan fakta yang amat jelas bahwa jika aku punya pesawat ringan, aku pasti akan memakainya untuk melarikan diri. Tapi kita singkirkan dulu kenyataan itu, apa gunanya bagiku membunuh mereka" Kita berdua tahu aku tidak sungkan membunuh anak-anak, tapi aku bukan orang yang suka melakukan sesuatu yang sia-sua. Aku membunuh karena alasan-alasan khusus. Dan tak ada alasan bagiku untuk menghancurkan sekandang penuh anak-anak Capitol. Tak ada alasan sama sekali.
Aku penasaran apakah batuknya kali ini Cuma pura-pura agar aku punya waktu untuk menyerap kata-katanya. Dia berbohong. Tentu saja, dia bohong. Tapi ada sesuatu yang berusaha melepaskan diri dari dusta itu.
Namun, harus kuakui bahwa tindakan Coin ini amat lihai. Membahayakan aku mengebom anak-anak yang tak berdaya langsung memutuskan sisa-sisa kesetiaan rapuh yang masih dimiliki sebagian orang terhadapku. Tak ada perlawanan berarti setelah itu. Tahukah kau bahwa ledakan itu disiarkan langsung" Kau bisa melihat campur tangan Plutarch di sana. Dan di parasut-parasut itu. Hal-hal semacam itu yang kau harapkan terpikir oleh Ketua Juri Hunger Games, kan" Snow menepuk-nepuk sudut bibirnya. Aku yakin dia tidak sengaja meledakkan adikmu, tapi kejadian buruk macam itu bisa saja terjadi.
Aku tidak bersama Snow sekarang. Aku berada di persenjataan Khusus di 13 bersama Gale dan Beetee. Aku melihat rancangan-rancangan senjata berdasarkan perangkap buatan Gale. Senjata-senjata yang mennguji simpati mausia. Bom pertama membunuh korban-korbannya. Bom kedua membunuh para penolongnya. Aku mengingat kata-kata Gale.
Aku dan Beetee mengikuti aturan yang sama yang diterapkan Presiden Snow ketika dia membajak Peeta.
Salahku adalah, kata Snow, lambat mencerna rencana Coin. Membiarkan Capitol dan distrik-distrik saling menghancurkan, lalu datang mengambil alih kekuasaan dengan Tiga Belas yang lolos nyaris tanpa luka. Janga salah, sejak awal memang dia berniat mengambil alih kekuasaanku. Seharusnya aku tidak kaget. Lagi pula, memang Tiga Belas yang memulai pemberontakan yang membawa kita ke Masa Kegelapan, lalu meninggalkan distrik-distrik lain ketika mereka mulai kalah. Tapi aku tidak mengawasi Coin. Aku mengawasimu, Mockingjay. Dan kau mengawasiku. Aku kuatir kita berdua sudah dipermainkan.
Aku menolah menerima ini sebagai kebenaran. Ada hal-ha yang tak sanggup kuterima. Akhirnya aku mengucapkan kata-kata pertama kematian adikku. Aku tidak percaya padamu.
Snow menggeleng pura-pura kecewa. Oh, Miss Everdeen sayang. Kupikir kita sudah setuju untuk tidak saling membohongi.
BAB DUA PULUH ENAM DI koridor, aku melihat Paylor masih berdiri di tempat yang sama. Kau menemukan apa yang kau cari" tanyanya.
Kuangkat kuntum bunga sebagai jawabannya lalu aku berjalan melewatinya, menyenggolnya sedikit. Aku pasti berhasil kembali ke kamarku, karena tahu-tahu aku sedang mengisi gelas dengan air dari keran kamar mandiku dan memasukkan bunga mawarku ke dalam air. Aku berlutut di ubin kamar mandi yang d
ingin dan memandangi bunga itu lekat-lekat, karena sulit memfokuskan pandangan pada warna putihnya, akibat cahaya lampu neon yang terang benderang. Jemariku mengelus baian dalam gelangku, kuputar-putar gelangku seperti turniket, hingga pergelangan tanganku sakit. Aku berharap rasa sakit ini akan membantuku berpegangan pada kenyataan seperti yang dilakukan Peeta. Aku harus bertahan. Aku harus mengetahui kebenaran yang terjadi.
Ada dua kemungkinan, meskipun rincian kejadiannya bisa saja berbeda. Pertama, sebagian yang kupercayai, Capitol mengirim pesawat ringan itu, menjatuhkan parasut-parasut itu dan mengorbankan nyawa anak-anak, serta mengetahui bahwa para pemberontak yang baru tiba akan menolong mereka. Ada bukti yang mendukung hal ini. lambang Capitol di pesawat ringan, tak adanya usaha untuk meledakkan musuh di udara, dan sejarah panjang mereka dalam menggunakan anak-anak sebagai pion dalam pertempuran mereka terhadap distrik-distrik. Lalu ada cerita Snow. Bahwa pesawat ringan Capitol dikuasai oleh pemberontak untuk mengebom anak-anak untuk mengakhiri perang dengan segera. Tapi jika ini yang terjadi, kenapa Capitol tidak menembak musuh" Apakah mereka tak punya sisa pertahanan lagi" Anak-anak amat berharga di 13, atau mungkin seakan-akan seperti itu. Tapi mungkin tidak berlaku untukku. Setelah aku melewati masa kegunaanku, aku bisa disingkirkan. Walaupun kupikir sudah lama sekali aku tidak dianggap sebagai anak-anak dalam perang ini. dan kenapa mereka melakukannya padalah mereka tahu tim medis mereka akan segera menolong dan rewas dalam ledakan kedua" Merea takkan melakukannya. Mereka takkan tega. Snow berbohong. Dia memaipulasiku seperti yang biasa dilakukannya. Berharap bisa membuatku melawan pemberontak dan mungkin menghancurkan mereka. Ya. Tentu saja.
Lalu apa yang menggangguku" Salah satunya, bom yang meledak dua kali itu. Bukan berarti Capitol tak bisa senjata yang sama, tapi aku yakin para pemberontak memiliki bom-bom macam itu. Itu hasil kecerdasan Gale dan Beetee. Lalu ada fakta bahwa Snow tidak berusaha melarikan diri, padahal aku tahu dia paling jago menyelamatkan diri. Sulit dipercaya bahwa dia tidak bersembunyi di suatu tempat, di bunker dilengkapi sandang pangan dan dia bisa tinggal di sana seumur hidupnya. Dan terakhir, penilaiannya tentang Coin. Memang tak dapat dibantah bahwa Coin melakukan apa yang dikatakannya. Wanita itu membiarkan Capitol dan distrik-distrik saling mengancurkan lalu masuk dan mengambil alih kekuasaan. Seandainya itu memang rencana Coin, tetap tak ada bukti dia yang menjatuhkan parasut-parasut itu. Kemenangan sudah ada dalam genggamannya. Segalanya ada dalam genggamannya.
Kecuali aku. Kuingat jawaban Boggs saat aku mengakui bahwa aku tidak terlalu memikirkan siapa pengganti Snow. Jika jawaban pertamamu bukan Coin, maka kau adalah ancaman. Kaulah wajah pemberontakan. Kau mungkin punya pengaruh lebih banyak daripada siapa pun. Di luaran, yang kaulakukan hanyalah menyabarkan diri menghadapinya.
Tiba-tiba aku teringat pada Prim, umurnya belum empat belas tahun, belum cukup umur untuk mendapat gelar prajurit, tapi entah bagaimana dia bisa bekerja di garis depan. Bagaimana itu bisa terjadi" Aku yakin, adikku memang ingin ikut. Prim memiliki keahlian yang tak dimiliki sejumlah orang yang lebih tua daripada dia. Tapi untuk semua itu, pasti ada seseorang yang berkedudukan tinggi yang harus memberi izin agar anak tiga belas tahun bisa ikut perang. Apakah Coin sengaja melakukannya, dengan harapan aku langsung jadi gila saat kehilangan Prim" Atau paling tidak, membuatku memberinya dukungan mutlak. Aku bahkan tak perlu melihatnya secara langsung. Banyak kemera yang meliput di Bundaran Kota. Merekam momen itu hingga abadi selamanya.
Tidak, sekarang aku bakalan gila, masuk dalam kondisi paranoid. Terlalu banyak orang yang tahu tentamg misi itu. Berita tersebar. Betulkah begitu" Siapa yang tahu rencana itu selain Coin, Plutarch, dan krunya yang terdiri atas tim kecil, setia, dan mudah disingkirkan"
Aku butuh bantuan untuk memikirkan semua ini, namun semua yang kupercaya sudah mati. Cinna. Boggs.
Finnick. Prim. Ada Peeta, tapi yang bisa dia lakukan hanyalah berspekulasi. Lagi pula, aku tak tahu kondisi pikirannya saat ini. sisanya tinggal Gale. Dia berada jauh dariku, tapi jika dia ada di sini, apakah aku mampu memercayakan rahasia ini padanya" Apa yang bisa kukatakan padanya, dengan kalimat macam apa aku bisa mengatakan padanya, tanpa menyinggung bahwa bomnyalah yang membunuh Prim" Kemustahilan gagasan itu yang meyakinkanku bahwa Snow pasti berbohong.
Pada akhirnya, ada satu orang yang bisa kutanyai dan mungkin tahu apa yang terjadi dan mungkin masih ada di pihakku. Memulai topik pembicaraan semacam ini saja menjadi risiko tersendiri. Meskipun Haymitch rela mempertaruhkan nyawaku di arena, kupikir dia takkan mengadukanku pada Coin. Apa pun maslaah kami satu sama lain, kami lebih suka menyelesaikan persoalan-persoalan kami secara pribadi.
Aku berusaha keras bangkit dari ubin kamar mandi, melangkah ke luar pintu, melintasi koridor menuju kamarnya. Setelah ketukanku tak dijawab, aku membuka pintu dan melangkah masuk. Uh. Luar biasa memang kecepatan Haymitch dalam mengotori ruangan. Piring-piring yang isinya baru separo dimakan, botol-botol minuman keras yang pecah berantakan, dan perabotan yang rusak akibat amukan mabuknya tersebar berantakan di seantero kamar. Dia berbaring di ranjangnya, acak-acakan dan kelihatan tidak mandi, terbelit seprai di sana-sini.
Haymitch, panggilku, sambil menggoyang-goyang kakinya. Tentu saja, cara itu tak mempan membangunkannya. Tapi aku mencobanya beberapa kali sebelum menyang seteko air ke wajahnya. Dia terbangun dalam kondisi kaget, dengantangan mengayun-ayunkan pisau. Ternyata, akhir kekuasaan Snow tidak berarti akhir ketakutan Haymitch.
Oh. Kau, katanya. Dari suaranya, aku tahu dia masih setengah mabuk.
Haymitch, kataku. Coba dengar. Mockingjay menemukan suaranya kembali. Dia tertawa. Plutarch bakal senang. Haymitch menenggak minuman dari botol. Kenapa aku basah kuyup begini" Pelan-pelan aku menjatuhkan teko air di belakangku ke atas tumpukan pakaian kotor.
Aku butuh bantuanmu, ujarku.
Haymich bersendawa, mengisi udara dengan uap minuman kerasnya. Ada apa, sweetheart" Masalah cowok" aku tidak tahu kenapa, tapi kata-katanya menyakitiku padahal Haynitch jarang bisa membuatku sakit hati. Sakit hati itu pasti tersirat di wajahku, karena bahkan dalam kondisinya yang mabuk, dia berusaha menarik kembali ucapannya. Tidak lucu! Kembalilah! dari bunyi dentuman tubuhnya yang jatuh menghantam lantai, kuperkirakan dia berusaha mengikutiku, tapi tak ada gunanya.
Aku berjalan zigzag di dalam mansion dan menghilang kedalam lemari yang penuh pakaian sutra. Kutarik sutra-sutra itu dari gantungannya sampai aku bisa membentuk tumpukan lalu menenggelamkan diri di sana. Di dalam kantongku, aku menemukan sebutir morfin lalu menelannya tanpa air, bersiap-siap menghadapi histeria yang mulai memuncak dalam diriku. Namun, semua ini tak cukup untuk memperbaiki keadaan . aku mendengar suara Haymitch memanggilku di kejauhan, tapi dia takkan menemukanku dalam kondisinya. Terutama di tempat baruku ini. aku terbungkus dalam sutra, merasa seperti ulat dalam kepompong, menunggu saat bermetamorfosa. Aku selalu mengira keadaan ini akan membawaku ke dalam kondisi damai. Mulanya begitu. Tapi saat malam tiba, aku merasa makin terperangkap, sesak napas dalam kain-kain halus ini, tak sanggup bangkit sampai aku bertransformasi menjadi sesuatu yang indah. Aku menggeliat, berusaha melepaskan tubuhku yang rusak dan membuka rahasia untuk menumbuhkan sayap yang sempurna. Walaupun sudah berusaha keras, aku tetap jadi makhluk yang mengerikan, menjadi sosokku yang sekarang karena ledakan bom.
Pertemuan dengan Snow membuka deretan pertunjukkan mimpi buruk. Rasanya seperti disengat tawon penjejak lagi. Gelombang gambar-gambar mengerikan yang sesekali terhenti sebentar ketika aku merasa sudah bangun namun kemudian kembali dihantam gelombang kengerian. Ketika para penjaga akhirnya menemukanku, aku sedang duduk di lantai di atas tumpukan pakaian, terbelit kain sutra, berteriak-teriak kalap. Mulanya aku melawan merek
a, sampai mereka meyakinkanku bahwa mereka ingin membantuku, melepaskan kain-kain yang mencekikku, dan mengawalku kembali ke kamar. Dalam perjalanan ke kamar, aku melewati jendela dan aku melihat dini hari yang kelabu dan bersalju di Capitol.
Haymitch yang masih setengah sadar sehabis mabuk menungguku dengan segenggam pil dan senampan makanan yang tak sanggup dicerna kami berdua. Dengan susah payah dia berusaha mengajakku bicara, tapi melihat usahanya sia-sia, dia menyuruhku mandi dengan air yang sudah disiapkan. Bak mandinya dalam, dengan tiga anak tangga untuk sampai ke dasarnya. Aku melangkah ke dalam air hangat dan duduk, air penuh busa sabun hingga ke leherku, berharap obat tadi bisa segera bekerja. Mataku tertuju pada bunga mawar yang sudah mekar dalam satu malam, memenuhi udara yang beruap dengan aroma mawar yang kuat. Aku berdiri dan mengambil handuk untuk menutupi aromanya, saat terdengar ketukan ragu di pintu lalu pintu kamar madi terbuka, memperlihatkan tiga wajah yang sudah kukenal baik. Mereka berusaha tersenyum, tapi bahkan Venia pun tak bisa menyembunyikan keterkejutannya ketika melihat tubuhku yang rusak kena mutt. Kejutan! pekik Octavia, lalu dia langsung menangis. Aku bingung melihat kehadiran mereka saat aku kemudian menyadari pasti hari ini adalah hari eksekusi. Mereka datang untuk menyiapkanku tampil di depan kamera. Menata ulang diriku hingga sampai tahap Cantik Dasar Nol. Tidak heran Octavia menangis. Ini tugas yang tak mungkin berasil dilaksanakan.
Mereka nyaris tak sanggup menyentuh tambalan kulitku karena takut menyakitiku, jadi aku membasuh tubuhku dan mengelapnya sendiri. Kuberitahu mereka bahwa aku nyaris tak merasakan sakitnya lagi, tapi Flavia masih meringis ketika dia memakaikan jubah ke tubuhku. Di kamar tidur, aku menemukan kejutan lain. Sedang duduk tegak di kursi. Disepuh dengan warna emas mulai dari rambut palsu sampai ke sepatu berhak tingginya, dengan clipboard tergenggam erat di tangannya. Hebatnya tak ada yang berubah pada dirinya, kecuali tatapa matanya kini kosong.
Effie, panggilku. Halo, Katniss. Dia berdiri dan mencium pipiku seakan tak ada sesuatu yang terjadi setelah pertemuan terakhir kami, malam sebelum Quarter Quell. Tampaknya hari yang amat besar di depan kita. Kau mulai saja persiapanmu dan aku akan mampir dan memeriksa bermacam-macam pengaturan yang diperlukan.
Oke, kataku pada Effie yang sudah memunggungiku.
Mereka bilang Plutarch dan Haymitch susah payah menjaganya tetap hidup, bisik Venia. Dia dipenjara setelah kau melarikan diri.
Masa tahanannya cukup lama. Effie Trinket, pemberontak. Tapi aku tak mau Coin membunuhnya, jadi aku mengingat-ingat dalam hati untuk menampilkan seperti itu jika ditanya. Kurasa bagus juga Plutarch menculik kalian bertiga.
Kami satu-satunya tim persiapan yang masih hidup. Semua penata gaya dari Quarter Quell tewas, kata Venia. Dia tidak mengatakan siapa yang secara khusus membunuhi mereka. Aku mulai bertanya-tanya apakah pembunuhan itu penting. Dengan hati-hati Venia memegang salah satu tanganku yang rusak akibat luka bakar dan memeriksanya. Menurutmu kukumu kita beri warna apa" Merah atau mungkin hitam legam"
Flavius membuat keajaiban pada rambutku, bahkan bisa meratakan bagian depan rambutku sementara ikatan-ikatan rambutku yang panjang digunakannya untuk menutupi bagian yang botak di belakang. Wajahku tidak kena api sehingga tidak memberi kesulitan lebih daripada biasanya. Setelah aku memakai seragam Mockingjay buatan Cinna, bekas-bekas luka yang terlihat hanya di bagian leher, lengan atas, dan kedua tanganku. Octavia memasang pin Mockingjay di dadaku dan kami muncur untuk melihat diri kami di cermin. Aku tidak percaya bagaimana mereka bisa membuat penampilan luarku tampak normal padahal di dalamnya aku kosong hampa.
Terdengar ketukan di pintu dan Gale melangkah masuk. Kau ada waktu sebentar" tanyanya. Di cermin, aku melihat tim persiapank. Karena tidak tahu harus melangkah ke mana, mereka bertabrakkan beberapa kali lalu pergi mengurung diri di kamar mandi. Gale melangkah menghampiriku dari belakang kami saling mem
andang pantulan masing-masing di cermin. Aku mencari sesuatu yang bisa kujadikan pegangan, semacam pertanda bahwa sosok di cermin adalah anak perempuan dan anak lelaki yang kebetulan bertemu di hutan lima tahun lalu yang kemudia tak terpisahkan lagi. Aku bertanya-tanya apa yang terjadi jika Hunger Games tidak memungut gadis itu jadi peserta. Apakah anak perempuan itu akan jatuh cinta pada si anak lelaki, atau bahkan menikahinya. Dan di suatu saat di masa depan, ketika adik-adik mereka sudah besar, si anak perempuan akan melarikan diri dengan si anak lelaki itu ke hutan dan meninggalkan 12 selamanya. Apakah kelam di antara mereka berlahan-lahan membelit hidup mereka bahkan tanpa bantuan Capitol"
Kubawakan kau ini. gale mengangkat sarung panah. Saat kuperhatikan baik-baik ada sebatang anak panah biasa di dalamnya. Ini Cuma simbolis. Kau menembakkan anak panah terakhir dalam perang.
Bagaimana jika tembakanku meleset" tanyaku. Apakah Coin akan mengambilnya dan mengembalikan anak panah itu padaku" Atau dia akan menembak kepala Snow dengan tangannya sendiri"
Kau takkan meleset. Gale memperbaiki letak sarung panah dibahuku.
Kami berdiri, berhadapan, tidak saling menatap mata. Kau tidak menjengukku di rumah sakit. Gale tidak menjawab, jadi akhirnya aku mengatakannya. Apakah itu bommu"
Aku tidak tahu. Beetee juga tidak tahu, jawabnya. Apakah itu penting" Kau akan selalu memikirkannya.
Dia menungguku menyangkalnya; aku ingin menyangkalnya, tapi apa yang dikatakannya benar. Bahkan hingga kini aku bisa melihat api yang menyambarnya, merasakan panasnya kobaran api. Aku takkan pernah bisa memisahkan momen itu dengan Gale. Diamku adalah jawabanku.
Itu satu hal yang kulakukan selama ini. menjaga keluarhamu, kata Gale. Memanah yang lurus, oke" Gale menyentuh pipiku lalu pergi. Aku ingin memanggilnya agar kembali dan memberitahunya bahwa aku salah. Bahwa aku akan menemukan cara untuk bisa berdamai dengan semua ini. mengingat keadaan yang membuatnya menciptakan bom tersebut. Memperhitungkan kejahatan-kejahatanku yang tak terampuni. Mencari tahu kebenaran tentang siapa yang menjatuhkan parasut-parasut itu. Membuktikan bahwa itu bukaanlah perbuatan pemberontak. Memaafkan Gale. Tapi karena aku tak bisa melakukannya, aku terpaksa harus menghadapi rasa sakit ini.
Effie datang dan mengantarku ke semacam kegiatan rapat. Kuambil busurku dan pada saat terakhir aku teringat pada bunga mawarku, yang kutaruh dalam segelas air. Ketika aku membuka pintu kamar mandi, kulihat tim persiapanku duduk berderet di tepi bak mandi, membungkuk dan tak bersemangat. Aku ingat bahwa aku bukan satu-satunya orang yang luluh lantak karena perang. Ayo, kataku. Penonton menunggu kita.
Aku mengira akan ikut rapat produksi dengan Plutarch yang akan memberiku instruksi di mana aku harus berdiri dan tanda kapan aku harus memanah Snow. Namun ternyata, aku disuruh masuk ke ruangan dengan enam orang yang sudah duduk mengelilingi meja. Peeta, Johanna, Beetee, Haymitch, Annie, dan Enobaria. Mereka memakai seragam pemberontak berwarna abu-abu dari 13. Tak satu dari mereka yang terlihat sehat. Apa ini" tanyaku.
Kami tidak yakin, jawab Haymitch. Tapi sepertinya ini perkumpulan pemenang yang terssa.
Hanya kita" tanyaku.
Harga jadi selebrita, kata Beetee. Kita jadi sasaran dari dua belah pihak. Capitol membunuh para pemenang yang dicurigai sebagai pemberontak. Para pemberontak membunuh mereka yang diduga bersekutu dengan Capitol.
Johanna memberengut marah pada Enobaria. Lalu apa yang dia lakukan di sini"
Dia terlindung di bawah Perjanjian Mockingjay, tukas Coin, ketika dia masuk berjalan di belakangku. Di mana dalam perjanjian tersebut Katniss Everdeen setuju untuk mendukung pemberontak ditukar dengan pemberian kekebalanpada para pemenang yang tertangkap. Katniss sudah melaksanakan bagian dari perjanjiannya, dan kita juga akan melaksanakan bagian kita.
Enobaria tersenyum pada Johanna. Jangan senang dulu. Kata Johanna. Kami tetap akan membunuhmu.
Silakan duduk, Katniss, ujar Coin, sambil menutup pintu. Aku duduk diantara Annie dan Beete
e, perlahan-lahan menaruh bunga mawar Snow di atas meja. Seperti biasa, Coin tidak berbasa-basi. Aku memintamu datang kemari untuk menyudahi debat. Hari ini kita akan mengeksekusi Snow. Beberapa minggu terakhir ratusan kaki-tangannya dalam menindas Panem sudah disidang dan menunggu pelaksanaan hukuman mati. Akan tetapi, penderitaan yang dialami distrik-disterik sangatlah ekstrem sehingga tindakan hukuman mati ini dianggap tidak cukup membayar penderitaan para korban. Bahkan,. Banyak yang meminta agar seluruh warna negara Capitol dimusnahkan. Namun, demi mempertahankan jumlah penduduk, kita tidak bisa melakukannya.
Melalui air di gelas, aku melihat bayangan distorsi salah satu tangan Peeta. Kami berdua korban mutt api. Tatapanku bergerak naik, melihat bekas kobaran api yang menjilat dahinya, menghanguskan alisnya tapi tidak mengenai matanya. Sepasang mata biru yang sama yang biasa memandang mataku lalu membuang pandang di sekolah. Sama seperti yang dilakukannya sekarang.
Jadi, kita punya pilihan lain. Karena aku dan rekan-rekanku tak bisa mencapai kesepakatan, kami sependapat agar para pemenang yang memutuskannya. Empat orang menjadi suara mayoritas, yang artinya menyetujui rencana yang disebutkan. Tak ada seorang pun yang boleh abstain, ujar Coin. Rencana yang diajukan untuk mengganti pemusnahan seluruh penduduk Capitol adalah, kita melaksanakan Hunger Games terakhir secara simbolis, menggunakan anak-anak mereka yag memiliki kedudukan penting di Capitol.
Kami bertujuh langsung menoleh memandangnya. Apa" tanya Johanna.
Kita akan mengadakan Hunger Games lain menggunakan anak-anak Capitol, kata Coin.
Kau bercanda ya" tanya Peeta.
Tidak. Sekalian kuberitahu juga, jika kita mengadakan Hunger Games ini, kita akan mengumumkan pelaksanaannya dilakukan berdasarkan izin kalian. Walaupun demi keamanan kalian, kita akan merahasiakan apa pun pilihan yang kalian buat, ujar Coin.
Apakah ini ide Plutarch" tanya Haymitch.
Ini ideku, jawab Coin. Ide ini sepertinya bisa menyeimbangkan kebutuhan untuk balas dendam dengan mengorbankan nyawa paling sedikit. Kalian bisa memberikan pilihan sekarang.
Tidak! seru Peeta. Aku memilih tidak, tentu saja! Kita tidak boleh mengadakan Hunger Games lagi!
Kenapa tidak" tukas Johana. Buatku adil begini. Snow punya cucu perempuan. Aku memilih ya.
Aku juga, kata Enibaria, dengan tak acuh. Biar mereka rasakan sendiri ciptaan mereka.
Ini sebabnya kita memberontak! Ingat" Peeta memandang kami semua. Annie"
Aku memilih tidak bersama Peeta, katanya. Finnick juga akan memilih tidak jika dia ada di sini.
Tapi dia tak ada di sini, karena mutt Snow membunuhnya, Johanna mengingatkan Annie.
Tidak, kata Beetee. Ini akan jadi preseden buruk. Kita harus berhenti memandang satu sama lain sebagai musuh. Pada saat ini, persatuan amat penting demi kelangsungan hidup kita. Tidak.
Tinggal Katniss dan Haymitch, kata Coin.
Apakah dulu seperti ini" Tujuh puluh lima tahun lalu" Apakah ada sekelompok orang yang duduk dan memberikan suara mereka untuk memulai Hunger Games" Apakah ada perbedaan pendapat apakah ada yang menusulkan amounan yang dikalahkan oleh seruan kematian untuk anak-anak dari seluruh distrik" Bau bunga mawar milik Snow menerpa hidungku, turun ke tenggorokanku, menyelusupkan keputusasaan di dalam sana. Semua orang yang kucintai sudah tewas dan kami membicarakan Hunger Games berikutnya sebagai upaya untuk menghindari pembunuhan yang sia-sia. Tak ada yang berubah. Takkan ada yang bakal berubah sekarang.
Aku menimbang-nimbang pilihanku dengan saksama, memikirkan segalanya dengan menyeluruh. Kupandangi bunga itu lekat-lekat, lalu berkata, Aku memilih ya... untuk Prim.
Haymitch, sekarang tergantung padamu, kata Coin.
Peeta yang marah besar membentak-bentak Haymitch dengan sikap yang melanggar kesopanan, tapi aku bisa merasakan Haymitch memandangiku. Inilah saatnya. Saat kami menyadari seberapa miripnya kami, dan seberapa besar dia sungguh-sungguh memahamiku.
Aku ikut Mockingjay, jawabnya.
Bagus sekali. Pemungutan suara selesai, kata Coin.
Sekarang kita harus bersiap
-siap untuk pelaksanaan eksekusi.
Ketika Coin berjalan melewatiku, kuangkat gelas berisi bunga mawar. Bisakah kau memastikan agar Snow memakai bunga ini" tepat di bagian jantungnya"
Coin tersenyum. Tentu saja. Dan akan kupastikan juga dia tahu tentang Hunger Games berikutnya.
Terima kasih. Ujarku. Orang-orang memasuki ruangan, mengelilingiku. Polesan bedak terakhir, instruksi-instruksi dari Plutarch ketika aku dibimbing menuju pintu depan mansion. Bundaran Kota penuh sesak dengan massa hingga sampai ke tepi jalan. Yang lain-lain mengambil posisi mereka di luar. Para penjaga. Para pejabat. Para pemimpin pemberontak. Para pemenang. Aku mendengar sorak sorai yang menandakan Coin sudah berada di balkon. Lalu Effie menepuk bahku, dan aku melangkah menuju cahaya matahari musim dingin. Aku berjalan ke tempatku, diiringi raungan yang memekakkan telinga dari penonton. Sebagaimana yang sudah diperintahkan, aku berputar agar mereka bisa melihat raut wajahku, lalu menunggu. Ketika mereka menggiring Snow keluar pintu, penonton menggila. Mereka mengikat kedua tangan Snow di belakang tiang, yang sebenarnya berlebihan. Dia tak bakal ke maa-mana. Tak ada tempat yang ditujunya. Ini bukan panggung luas di depan Pusat Latihan tapi teras sempit di depan mansion presiden. Tidak heran tak ada seorang pun yang menyuruhku latihan. Jarak Snow Cuma sepuluh meter.
Aku merasakan busurku mendengung dalam genggamanku. Kuulurkan tanganku ke belakang, mengambil anak panah. Aku memasang anak panah di busur, membidik bunga mawar, tapi aku memperhatikan wajah Snow. Dia batuk dan darah menetes ke dagunya. Lidahnya menjilat bibirnya yang bengkak. Aku melihat matanya, mencari sedikit tanda-tanda, apa pun, rasa takut, penyesalan, kemarahan. Tapi hanya ada tatapan senang yang sama yang mengakhiri percakapan terakhir kami. Seakan dia mengucapkan kata-kata itu lagi. Oh, Miss Everdeen sayang. Kupikir kita sudah setuju untuk tidak saling membohongi.
Dia benar. Kami memang sudah setuju.
Ujung anak panahku bergerak naik. Lalu kulepaskan panahku. Presiden Coin terjatuh dari balkon dan mendarat di tanah. Tewas.
BAB DUA PULUH TUJUH DALAM reaksi keterkejutan yang terjadi selanjutnya, aku menyadari adanya satu suara. suara tawa Snow. Suara tawa cekikikan yang menjijikkan, lalu berlanjut dengan darah yang muncrat dari mulutnya ketika dia mulai batuk darah. Aku melihat tubuhnya tertunduk, muntah darah habis-habisan, sampai para penjaga menghalanginya dari pandanganku.
Ketika orang-orang berseragam abu-abu mulai mengelilingku, terlintas dalam pikiranku seperti apa masa depan pembunuh presiden baru Panem. Interogasi, mungkin siksaan, dan pastinya eksekusi di depan umum. Dan aku harus mengucapkan selamat tinggal untuk terakhir kalinya pada beberapa orang yang masih mengisi hatuku. Bayangan bahwa aku akan berhadapan dengan ibuku, yang akan sendirian di dunia ini, membuatku mengambil keputusan.
Selamat malam, aku berbisik pada busur di tanganku dan merasakannya tak bergerak. Kuangkat lenga kiriku dan kutundukkan kepalaku untuk merobek pil di lengan bajuku. Namun gigiku mengenai kulit dan daging. Aku mendongak bingung dan mataku memandang mata Peeta yang balas menatapku lekat-lekat. Darah mengalir dari bekas gigiku di tangannya yang menghalangiku dari pil nightlock. Lepaskan aku! bentakku, berusaha melepaskan lenganku dari genggamannya.
Aku tidak bisa, jawabnya. Saat mereka menarikku menjauh dari Peeta, aku merasakan sakuku ditarik lepas dari lengan pakaianku, dan kulihat pil berwarna ungu tua jatuh ke tanah. Aku melihat hadiah terakhir Cinna berinjak-injak sepatu bot para penjaga. Aku langsung menendang, mencakar, menggigit seperti hewan liar, melakukan apa pun yang bisa kulakukan agar dapat melepaskan diri dari tangan-tangan yang menjamahku dari orang-orang yang makin banyak. Para penjaga mengangkatku dari keributan, dan aku masih meronta ketika aku ditarik dari kerumunan massa. Aku berteriak memanggil Gale. Aku tak bisa menemukannya di kerumunan orang, tapi dia seharusnya tahu apa yang kuinginkan. Satu tembakan yang mengenai sasaran akan mengakhiri segalanya.
Namun tak ada panah, tak ada peluru. Mungkinkan Gale tidak melihatku" Tidak mungkin. Di atas kami, layar-layar televisi raksasa ditempatkan di sekeliling Bundaran Kota, semua orang bisa melihat apa yang terjadi. Gale melihatku, dia tahu, tapi dia tidak mengerti. Sama seperti aku tidak mengerti ketika dia ditangkap. Alasan-alasan yang menyedihkan bagi sepasang pemburu dan sahabat. Aku dan dia.
Aku sendirian. Aku berada di dalam mansion,mereka memborgol dan menutup mataku. Aku setengah diseret, setengah digendong melewati lorong yang panjang, naik dan turun evalator, lalu di dorong ke lantai berkarpet. Borgolku sudah dilepas dan pintu dibanting menutup di belakangku. Saat aku membuka penutup mataku, aku ternyata berada di dalam kamarku yang lama di Pusat Latihan. Kamar yang kudiami pada hari-hari Hunger Games dan Quarter Quell. Ranjangnya sudah dibongkar hingga tinggal kasur, lemari-lemari menganga terbuka, kosong di dalamnya, tapi aku mengenali kamar ini.
Dengan susah payah aku berdiri dan melepas seragam Mockingjay. Tubuhku memar-memar dan mungkin ada jariku yang patah, tapi kulitku yang rusak paling parah. Kulit merah mudaku yang baru robek seperti tisu dan darah merembes keluar dari sel-sel kulit hasil buatan laboratorium. Tak ada petugas medis yang datang, dan aku sama sekali tidak peduli. Aku merangkak ke kasur, dan berharap mati kehabisan darah.
Ternyata aku tak seberuntung itu. Pada malam hari, darahku membeku, memuat tubuhku kaku, sakit dan lengket, tapi hidup. Dengan lengkah terpincang-pincang aku masuk ke kamar mandi dan memprogram pancuran air dengan kucuran paling lembut yang bisa kuingat. Tanpa sabun dan sampo, aku berjongkok di bawah kucuran air hangat, dengan kedua siku di atas lutut dan kepala di kedua tanganku.
Namaku Katniss Everdeen. Kenapa aku belum mati" Seharusnya aku mati. Akan lebih baik buat semua orang jika aku mati...
Saat aku melangkah ke keset kaki, udara panas menggigit kulitku yang kering. Aku tak punya pakaian ganti. Bahkan aku tak punya haduk yang bisa membungkus tubuhku. Di dalam kamar, ternyata seragam Mockingjay sudah lenyap. Sebagai gantinya ada baju kertas. Ada makanan yang dikirim dari dapur misterius lengkap dengan sekotak obat untuk pencuci mulutnya. Aku makan, minum obat, mengoleskan salep ke kulitku. Aku perlu memusatkan pikiran pada cara bunuh diriku. Aku meringkuk kembali ke kasur yang bernoda darah, tak merasa kedinginan tapi merasa telanjang hanya membungkus kulitku dengan pakaian kertas. Melompat untuk mati bukanlah pilihan bagiku kaca jendela pasti tebalnya hampir tiga puluh senti meter. Aku bisa membuat jerat yang bagus, tapi tak ada tempat menggantung tali agar aku bisa gantung diri. Aku bisa saja mengumpulkan obat-obatku lalu menelannya sekaligus dalam dosis mematikan, tapi aku yakin mereka pasti mengawasiku selama 24 jam penuh. Berdasarkan pengalaman, aku pasti sedang ditayangkan secara langsung di televisi saat ini sementara para komentator berusaha menganalisis apa yang membuatku terdorong untuk membunuh Coin. Kamera-kamera pengawas tidak memungkinkanku bunuh diri. Mengambil nyawaku kini menjadi hak istimewa Capitol. Sekali lagi.
Tang bisa kulakukan hanyalah menyerah. Aku bertekad untuk berbaring tanpa makan, minum, atau minum obat. Aku bisa melakukannya. Mati begitu saja, seandainya ketagihan morfin tidak membunuhku lebih dulu. Penghentian morfin tidak dihentikan secara bertahap seperti di rumah sakit di 13, tapi langsung seketika. Aku pasti mendapat asupan morfin dosis besar karena ketika aku ketagihan, aku sampai gemetaran, sakit setengah mati, dan kedinginan, tekadku langsung rontok seketika. Aku berlutut, meraba-raba karpet mencari pil-pil berharga yang kubuang saat aku masih kuat. Kubatalkan rencana bunuh diriku dengan kematian pelan-pelan akibat morfin. Aku akan jadi sekantong tulang berkuli kuning, dengan mata besar. Rencana itu berjala baik, dan kemajuanku cukup bagus, ketika terjadi sesuatu di luar perkiraan.
Aku mulai bernyanyi. Di jendela, di kamar mandi, dalam tidurku. Berjam-jam waktu kuhabiskan menyanyikan balada, lagu-lagu cinta, dan udara pegunungan.
Semua lagu yang diajari ayahku sebelum dia meninggal, karena sejak dia meninggal nyaris tak ada musik dalam hidupku. Hebatnya aku masih mengingat lagu-lagu itu dengan jelas. Nadanya, liriknya. Suaraku, yang awalnya kasar dan pecah pada saat nada tinggi kemudian berubah jadi indah didengar. Suara yang membuat mockingjay-mockingjay terdiam lalu ikut bernyanyi. Hari demi hari berlalu, berganti jadi minggu demi minggu. Aku melihat salju turun di tepi luar jendelaku. Dan selama itu, hanya suarakulah yang kudengar.
Apa sih yang mereka lakukan" Apa yang menahan mereka" Sesulit apa sih mengatur eksekusi untuk gadis pembunuh" Aku terus melanjutkan usaha untuk menghancurkan diriku sendiri. Tubuhku makin kurus dan pertarunganku melawan rasa lapar amat brutal sehingga terkadang sisi binatangku menyerah pada godaan roti yang diolesi mentega atau daging panggang. Tapi, aku tetap menang. Selama beberapa hari aku merasa tidak sehat dan kupikir akhirnya aku akan pergi dari dunia ini, ketika aku menyadari pil-pil morfinku berkurang. Tapi kenapa" Tentunya Mockingjay yang kecanduan obat akan lebih mudah dibunuh di hadapan massa. Lalu pikiran mengerikan terlintas di benakku. Bagaimana jika mereka punya lebih banyak rencana untukku" Cara baru untuk mengubah, melatih, dan memanfaatkanku"
Aku tak mau melakukannya. Jika aku tidak bisa bunuh diri, aku akan memanfaatkan kesempatan pertama di luar sana untuk melakukannya. Mereka bisa membuatku gemuk. Mereka bisa memoles sekujur tubuhku, mendandaniku dengan pakaian indah, dan membuatku cantik lagi. Mereka bisa merancang senjata-senjata impian yang menjadi ampuh di tanganku, tapi mereka takkan pernah mencuci otakku hingga merasa perlu menggunakannya. Aku tak lagi merasa terhubung dengan monster-monster yang menyebuy diri mereka manusia ini, meskipun aku sendiri manusia. Kupikir Peeta sedang melakukan sesuatu terhadap kami yang saling menghancurkan dan membiarkan spesies yang lebih baik mengambil alih dunia ini. karena pasti asa sesuatu yang amat salah dengan makhluk hidup yang mengorbankan hidup anak-anak mereka untuk menyelesaikan perbedaan-perbedaan mereka. Kau bisa memutar balik fakta sedemikian rupa. Snow beranggapan Hunger Games adalah alat kontrol yang efisien. Coin pikir bom-bom parasut itu aka mempercepat perang berakhir. Tapi pada akhirnya, siapa yang mendapat keuntungan dari semua itu" Tak ada seorang pun. Sesungguhnya, tak ada seorang manusia pun yang untung tinggal di dunia tempat semua kejadian ini terjadi.
Setelah dua hari berbaring di atas kasurku tanpa ada niat untuk makan, minum, atau menelan morfin, pintu kamarku terbuka. Ada orang yang berjala masuk, lalu mengitari ranjang dan berada dalam jarak pandangku. Haymitch. Persidanganmu sudah selesai, katanya. Ayo. Kita pulang.
Pulang" Apa maksudnya" Rumahku sudah lenyap. Dan seadainya kami bisa pergi ke tempat khayalan ini, aku terlalu lemah untuk bergerak. Orang-orang asing masuk, mereka memberiku cairan dan makanan. Memandikan dan memakaikan pakaian. Ada yang menggendongku seperti mengangkat boneka kain dan membawaku ke atap, menuju pesawat ringan, dan mengikat sabuk pengaman di kursiku. Haymitch dan Plutarch duduk di depanku. Beberapa menit lagi kami akan terbang.
Aku tak pernah melihat Plutarch seriang itu. Bisa dibilang dia berkilau bahagia. Kau pasti punya jutaan pertanyaan! saat aku tidak menjawab, dia tetap memberi penjelasan.
Setelah aku memanah Coin, terjadi kekacauan. Setelah keributan mereda, mereka menemukan jasad Snow, masih terikat di tiang. Ada dua pendapat berbeda apakah dia tewas karena tersedak saat tertawa atau karena terinjak-injak massa. Tak ada yang peduli. Mereka langsung mengadakan pemilu darurat dan Paylor terpilih jadi Presden. Plutarch terpilih jadi menteri komunikasi, yang artinya dia mengatur program acara televisi. Acara televisi pertama yang terbesar adalah persidanganku, dengan dia sebagai saksi utama. Untuk membelaku, tentusaja. Walaupun orang yang amat berperan besar dalam membebaskanku dari tuduhan adalah Dr. Aurelius, yang layak mendapat tidur siang dengan menampilkanku sebagai orang sakit jiwa
yang putus asa dan mengalami gangguan saraf karena perang. Satu syarat yang harus dipenuhi agar aku bisa dibebaskan adalah aku tetap berada di bawah perawatanya, meskipun aku akan menjalaninya lewat telepon karena dia takkan pernah mau tinggal di tempat buangan seperti Distrik 12, dan aku ditahan di tempat ini sampai ada pemberitahuan lebih lanjut. Sesungguhnya, tak ada seorang pun yang tahu harus berbuat apa padaku setelah perang usai. Meskipun jika ada perang lagi, Plutarch pasti akan bisa menemukan peran untukku. Lalu Plutarch tertawa berbahak-bahak. Sepertinya dia tak pernah merasa terganggu meski tak seorang pun menanggapi leluconnya.
Apakah kau sedang menyiapkan perang lain, Plutarch" tanyaku.
Oh, tidak sekarang. Saat ini kita sedang berada dalam masa manis dan semua orang sependapat bahwa kengeria-kengerian yang kita alami baru-baru ini tak boleh sampai terulang, katanya. Tapi pikiran kolektif biasanya tak berumur panjang. Kita adalah makhluk plin-plan dan bodoh, dengan ingatan yang payah dan diberkahi kemampuan menghancurkan diri sendiri. Walaupun tak ada yang bisa menerka masa depan. Mungkin inilah saatnya, Katniss.
Apa" tanyaku. Saatnya perdamaian. Mungkin kita menyatakan evolusi manusia. Coba pikirkan. Kemudian Plutarch menanyakan padaku apakah aku mau ikut program nyanyi terbaru yang akan diluncurkannya beberapa minggu lagi. Musik yang riang akan bagus untukku. Dia akan mengirim kru kamera ke rumahku.
Kami mendarat di Distrik 3 sebentar untuk menurunkan Plutarch. Dia bertemu dengan Beetee untuk membicarakan teknologi terbaru dalam bidang penyiaran. Kata-kata perpisahannya padaku adalah Jangan sungkan padaku.
Ketika kami kembali terbang di awan, aku memandang Haymitch. Jadi kau kembali ke Dua Belas juga"
Mereka sepertinya juga tak bisa menempatkan aku di Capitol, jawab Haymitch.
Mulanya, aku tidak mempertanyakan jawabannya. Tapi keraguan demi keraguang menyelinap masuk benakku. Haymitch tak membunuh siapa pun. Dia bisa pergi kemana pun. Jika dia kembali ke 12, itu karena dia diperintahkan ke sana. Kau harus menjagaku ya" Sebagai mentorku. Dia angkat bahu. Lalu aku tahu apa artinya ini. Ibuku tidak ikut pulang.
Tidak, katanya. Haymitch mengeluarkan amplop dari jaketnya, lalu menyerahkannya padaku. Aku memperhatikan tulisan yang halus dan sempurna di bagian depan amplop. Dia membantu mendirikan rumah sakit di Distrik Empat. Ibumu ingin kau menelepn setibanya kau di rumah. Jariku menelusuri goresan anggun yang tertera di surat itu. Kau tahu kenapa dia tak bisa kembali. Ya, aku tahu kenapa. Karena antara ayahku, Prim, dan abu di distrik, tempat itu terlalu menyakitkan untuk ditinggali. Tapi nyatanya tidak untukku. Kau mau tahu siapa lagi yang takkan ada di sana"
Tidak, kataku. Aku ingin itu jadi kejutan.
Sebagai mentor yang baik, Haymitch menyuruhku makan sandwich, lalu pura-pura percaya aku tertidur sepanjang sisa perjalanan. Dia menyibukkan diri mencari-cari di setiap kompartemen dalam pesawat ringan, dan berhasil menemukan minuman keras, lalu menyimpannya ke dalam tas. Sudah malam ketika kami tiba di lapangan rumput di Desa Pemenang. Lampu-lampu menyala di separo rumah-rumah di sini, termasuk rumah Haymitch dan aku. Tapi tidak rumah Peeta. Ada orang yang menyalakan api di dapurku. Aku duduk di kursi goyang di depan perapuan, memeluk surat ibuku.
Sampai bertemu besok, kata Haymitch.
Mockingjay Buku Terakhir Trilogi The Hunger Games Karya Suzanne Collins di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Botol-botol minuman keras di dalam tasnya berdenting. Aku berbisik, Aku tidak yakin.
Aku tak sanggup bergerak dari kursi. Bagian lain rumahku terasa sangat dingin, kosong, dan gelap. Kubungkus tubuhku dengan selendang tua dan memandangi api yang berkobar. Kurasa aku ketiduran, karena tahu-tahu pagi sudah tiba dan Greasy Sae sudah sibuk di dapur. Dia membuatkanku telur dan roti panggang dan duduk di sana sampai aku selesai makan semuanya. Kami tak banyak bicara. Cucu perempuannya yang masih kecil, anak yang hidup di dunianya sendiri, mengambil gulungan benang berwarna biru terang dari keranjang merajut milik ibuku. Greasy Sae menyuruhnya menaruh gulungan benang itu, tapi kubilang dia boleh mengambi
lnya. Tak ada seorang pun di rumah ini yang merajut lagi. Setelah sarapan, Greasy Sae mencuci piring lalu pergi, tapi dia kembali lagi saat makan malam dan membuatkan makan lagi. Aku tak tahu apakah dia Cuma jadi tetangga yang baik atau dia digaji pemerintah, tapi dia datang sehari dua kali. Dia masak, aku makan. Aku berusaha memikirkan apa tindakanku selanjutnya. Tak ada penghalang lagi dalam hidupku. Tapi aku sepertinya menanti sesuatu.
Kadang-kadang telepon berdering dan terus berdering, tapi aku tidak menjawabnya. Haymitch tak pernah datang mengunjungiku. Mungkin dia berubah pikiran dan pergi, meskipun kupikir dia Cuma mabuk. Tak ada yang datang ke rumahku kecuali Greasy Sae dan cucunya. Setelah berbulan-bulan berada dalam kurungan soliter, keberadaan mereka sudah ramai buatku.
Musim semi terasa di udara hari ini. kau harus keluar, katanya. Pergilah berburu.
Aku belum pernah meninggalkan rumah. Aku bahkan tak pernah meninggalkan dapur, kecuali ke kamar madi kecil yang jaraknya hanya beberapa langkah. Aku masih mengenakan pakaian yang sama yang kupakai ketika meninggalkan Capitol. Aku Cuma duduk di dekat api. Memandang surat-surat yang tak terbuka dan menumpuk di atas tungku perapian. Aku tak punya busur.
Lihatlah di ruang depan. Ujar Greasy Sae.
Setelah dia pergi, aku mempertimbangkan keinginan untuk ke ruang depan. Tapi kusingkirkan keinginan itu. Namun setelah beberapa jam, aku berjalan ke sana, melangkah tanpa suara dengan kaki terbungkus kaus kaki. Di ruang belajar, tempat aku pernah minum teh bersama Presiden Snow, aku menemukan kotak berisi jaket berburu ayahku, buku tanaman, foto pernikahan orangtuaku, alat sadap yang dikirim Haymitch, dan bandul kalung yang diberikan Peeta padaku di arena jam. Dua busur dan sekantong panah yang berhasil diselamakan Gale pada malam pengeboma itu ada di atas meja. Kupakai jaket berburu dan kutinggalkan barang-barang lainnya di meja tanpa kusentuh. Aku tertidur di sofa ruang tamu. Aku mimpi buruk dalam tidurku, dalam mimpi aku berbaring di kuburan yang amat dalam dan semua orang yang sudah tewas yang kukenal datang dan menyekopkan abu kepadaku. Mimpi buruk itu amat panjang, bila mengingat banyaknya orang yang ada dalam mimpi itu, dan semakin dalam aku terkubur, semakin suliy aku bernapas. Aku berusaha berteriak, memohon pada mereka agar berhenti,tapi aku memenuhu mulut dan hidungku sehingga aku tak bisa bersuara. Dan sekap masih terus menyerok abu...
Aku kaget saat terbangun. Cahaya pagi yang pucat menyeruak di ujung tirai jendela. Bunyi sekop masih terdengar. Masih dalam keadaan separo tenggelam dalam mimpi buruk, aku berlari ke ruang depan, ke luar pintu depan, dan berjalan ke samping rumah, karena sekarang aku yakin aku bisa langsung bertemu dan berteriak pada mereka yang sudah mati. Saat aku melihatnya, aku berhenti mendadak. Wajahnya memerah karena menggali di bawah jendela. Di dalam gerobak sorong, ada lima semak yang berantakan.
Kau kembali, kataku. Dr. Aurelius baru mengizinkanku meninggalkan Capitol kemarin, kata Peeta. Ngomong-ngomong, dia menyuruhku memberitahumu bahwa dia tak bisa selamanya pura-pura merawatmu. Kau harus menjawab telepon.
Peeta tampak sehat. Kurus dan ada bekas-bekas luka bakar di tubuhnya seperti aku, tapi matanya tak lagi berkabut dan tersiksa. Dia mengutkan kening sedikit ketika membawaku masul. Tanganku asal-asalan menyeka rambut dari mataku dan menyadari bahwa rambutku sudah menggumpal. Aku merasa terpojok. Apa yang kau lakukan"
Aku pergi ke hutan pagi ini dan menggalinya. Untuk dia, kata Peeta. Kupikir kita bisa menanamnya di samping rumah.
Aku memandangi semak itu, ada tanah yang kotor menggumpal di akar-akarnya, dan aku menahan mapas ketika menyadari itu adalah bunga mawar. Aku baru saja hendak memaki-maki Peeta ketika aku menyadari mawar jenis apa yang dibawanya. Buka bunga mawar biasa, tapi primrose. Bunga yang menjadi asal nama adikku. Aku menganggugguk memberi persetujuan pada Peeta, lalu bergegas kembali ke dalam rumah dan mengunci pintu di belakangku. Tapi iblis ada di dalam, bukan di luar. Aku gemetar karena lemas d
an gelisah, lalu berlari menaiki tangga. Kakiku sampai di puncak tangga dan aku terjatuh ke lantai. Kupaksa tubuhku bangkit da masuk ke kamarku. Bau itu, walaupun samar, tercium di udara. Bunga mawar putih di antara bunga-bunga kering di vas. Mengerut dan rapuh, tapi masih mengandung kesempurnaan tak alami dari rumah kaca Snow. Kuambil vas bunga itu, berjalan terhuyung-huyung ke dapur, dan kulempar semua isinya ke bara api. Ketika bunga itu dilahap api, ada kobaran api biru yang melahap bunga mawar itu. Api mengalahkan bunga mawar lagi. Sekalian kubanting vas bunga itu ke lantai.
Aku kembali ke atas, membuka jendela kamar tidur untuk mengeluarkan bau busuk Snow. Tapi bau itu masih ada, di pakaianku, di pori-pori kulitku. Kubuka pakaianku, dan sepotong kulit seukuran kartu menempel di bajuku. Aku menghindari cermin, melangkah ke pancuran air dan menggosok bunga mawar dari rambut, tubuh, dan mulutku. Tubuhku merah muda terang dan gatal, lalu aku mencari pakaian yang bisa kupakai. Butuh waktu setengah jam bagiku untuk menyisir rambut. Greasy Sae membuka pintu depan. Sementara dia menyiapkan sarapan, kulempar pakaianku ke api. Seperti sarannya, kupotong kukuku dengan pisau.
Sambil menyantap telur, aku bertanya padanya, Kemana Gale"
Distrik Dua. Dia punya pekerjaan hebat di sana. Sesekali aku melihatnya di televisi, jawabnya.
Kukorek-korek perasaanku, berusaha menemukan rasa marah, benci, dan rindu. Yang kurasa hanya lega.
Aku akan berburu hari ini, kataku.
Aku tak keberatan dapat daging buruang segar, ujar Greasy Sae.
Aku mempersenjatai diriku dengan busur dan panah, lalu berjalan keluar, berniat keluar dari 12 melalui Padang Rumput. Di dekat alun-alun ada sekelompok orang yang memakai masker dan sarung tangan dengan gerobak-gerobak yang ditarik kuda. Mereka meyaring apa yang terkubur di bawah salju sepanjang musim dingin. Mengumpulkan sisa-sisa. Aku mengenali Thom, bekas teman sekerja Gale, yang berhenti sejenak dari kegiatannya untuk mengelap keringat dari dahinya. Aku ingat melihatnya di 13, tapi dia pasti pulang ke distrik ini. sambutannya memberiku keberanian untuk bertanga, Apakah mereka menemukan seseorang di sana"
Seluruh keluarga. Dan dua orang yang berkerja pada mereka. Thom menjelaskan padaku.
Madge. Gadis yang berani, baik hati, dan tak banyak bicara. Orang yang memberiku pin yang menjadi julukanku. Aku menelan ludah dengan susah payah. Aku penasaran apakah Madge akan bergabung dalam mimpi burukku malam ini. menyerokkan abu ke mulutku. Kupikir mungkin karena ayahnya wali kota...
Kurasa menjadi wali kota Dua Belas tidak memberinya keberuntungan, ujar Thom.
Aku mengagguk lalu terus berjalan, berusaha tidak memandang isi gerobak. Sepanjang jalan di kota dan Seam, semua sama. Pemungutan korban tewas. Saat aku makin dekat ke reruntuhan rumah lamaku, jalan makin penuh dengan gerobak. Padang Rumput sudah lenyap, atau tepatnya berubah secara mendadak. Ada liang yang digali dalam, dan mereka menderetkan tulang-belulang di dalamnya. Kuburan massal untuk penduduk kotaku. Aku berjalan memutari liang itu dan masuk kehutan lewat tempat yang sama. Tapi tak ada bedanya. Pagar sudah tak dialiri listrik dan ditopang dengan dahan-dahan panjang agar binatang pemangsa tidak masuk. Tapi kebiasaan lama sulit hilang. Aku berniat pergi ke danau, tapi tubuhku amat lemah, bahkan aku nyaris tak sanggup ke tempat aku biasa bertemu Gale. Aku duduk di batu tempat Cressida merekamku, tapi batu itu terlalu lebar tanpa keberadaan Gale disampingku. Aku memejamkan mata beberapa kali dan menghitung sampai sepuluh, berharap saat kubuka mataku, Gale akan muncul di hadapanku tanpa suara, sebagimana yang sering dilakukannya. Aku harus mengingatkan diriku sendiri bahwa Gale ada di 2 dengan pekerjaan hebat, mungkin mencium bibir gadis lain.
Ini hari favorit Katniss yang lama. Awal musim semi. Kayu-kayu mereka setelah musim dingin yang panjang. Tapi dorongan energi yang dimulai dari bunga primrose kini mulai memudar. Pada saat aku kembali ke pagar, aku pusing dan mual, hingga Thom harus mengantarku pulang dengan gerobak orang mati. Dia mema
pahku ke sofa ruang tamu, disana aku memperhatikan debu cahaya bergerak berputar dalam semburat tipis cahaya sore hari.
Kepalaku langsung menoleh mencari-cari suara desisan itu, tapi butuh waktu beberapa saat untuk percaya bahwa dia sungguh nyata. Bagaimana dia bisa tiba di sini" Kuperhatikan cakaran binatang liar di tubuhnya, salah satu kaki belakangnya yang sedikit terangkat, dan tulang yang menonjol di wajahnya. Dia pasti pulang berjalan kaki, berjalan begitu jauh dari 13. Mungkin mereka mengusirnya atau mungkin dia tak tahan berada di sana tanpa Prim, jadi dia datag kemari mencarinya.
Perjalanan yang sia-sia. Dia tak ada di sini, aku memberitahunya. Buttercup mendesis lagi. Dia tak ada di sini. Kau bisa mendesis semaumu. Kau takkan bisa menemuka Prim. Mendengar nama adikku, Buttercup langsung waspada. Telinganya yang lunglai langsung menegak. Dia mulai mengeong penuh harap. Keluar! dia menghindar dari bantal yang kulempar padanya. Pergi! Tak ada yang tersisa untukmu di sini! aku mulai gemetar, marah pada kucing itu. Dia takkan kembali! Dia takkan pernah kembali lagi! Kuambil bantal lain dan berdiri agar lemparanku lebih tepat sasaran. Mendadak, air mata mulai turun di pipiku. Dia sudah mati. Tanganku memelik perut untuk mengumpulkan rasa sakit yang kurasakan. Aku berlutut, menimang-nimang bantal, sambil menangis. Dia sudah mati, dasar kau kucing bodoh. Dia sudah mati. Suara baru, separo menangis, separo menyanyi, keluar dari ragaku, menyerukan keputusasaan. Buttercup juga ikut melolong. Dia tak mau pergi, apa pun yang kulakukan. Dia berjalan mengelilingiku, namun berada di luar jangkauanku, sementara gelombang tangis mengguncang tubuhku, hingga akhirnya aku tak sadarkan diri. Tapi dia pasti mengerti. Buttercup pasti tahu bahwa telah terjadi kejadian yang tak terduga, dan untuk selamat dari kejadian ini perlu tindakan yang tak terduga. Karena berjam-jam kemudian, ketika aku berbaring di ranjangku, dia ada di kamarku dalam sorotan cahaya bulan. Meringkuk di sampingku, mata kuningnya waspadam menjagaku sepanjang malam.
Pada pagi hari, dia duduk tenang ketika aku membersihkan luka-lukanya. Tapi dia mengeong berkali-kali ketika aku mencabut duri dari telapak kakinya. Kami pun menangis lagi, hanya saja kali ini kami saling memberi penghiburan. Dalam kekuatan yang kumiliki, aku membuka surat ibuku yang diberikan Haymitch, meneleponnya, lalu menangis bersamanya. Peeta membawakan sebongkah roti untukku, dan datang bersama Greasy Sae. Wanita tua itu membuatkan kami sarapa dan aku memberikan seluruh daging bacon untuk Buttercup.
Perlahan-lahan, setelah berhari-hari hilang, aku kembali ke kehidupan. Aku berusaha mengikuti saran dr. Aurelius, untuk menjalani hidup hari demi hari, dan aku bakal kaget ketika suatu hari hidupku punya arti lagi. Kuberitahu dia ideku untuk membuat buku, dan sekotak besar kertas tiba dalam kereta api berikut dari Capitol.
Aku mendapat ide dari buku tanaman keluargaku. Tempat kami bisa merekam segala hal yang tak dapat kami percayakan sebatas pada ingatan. Halaman pertama dimulai dengan gambar orang itu. Foto, kalau kami bisa menemukannya, jika tidak ada, sketsa atau lukisan dari Peeta. Lalu dengan tulisan tangan yang amat hati-hati, kutuliska semua detail yang tak boleh kulupakan. Lady mencium pipi Prim. Tawa ayahku. Ayah Peeta dan kuenya. Warna mata Finnick. Apa yang bisa dilakukan Cinna dengan sutra. Boggs memprogram ulang Holo. Rue berjinjit merentangkan kedua lengannya, seperti burung yang hendak terbang. Dan seterusnya. Kami menyegel surat dengan air asin dan berjanji untuk hidup dengan baik agar kematian mereka tak sia-sia. Haymitch akhirnya bergabung, menyumbangkan 23 tahun masanya terpaksa menjadi mentor. Semakin lama tambahan isi buku semakin sedikit. Kenangan yang muncul. Bunga primrose yang dikeringkan diselipkan di antara halaman. Ada kebahagiaan-kebahagiaan kecil yang aneh, seperti foto anak lelaki Finnick dan Annie yang baru lahir.
Kami baru belajar menyibukkan diri lagi. Peeta memanggang roti. Aku berburu. Haymitch minum sampai kehabisan minuman keras, lalu memelihara angsa
sampai kereta berikutnya tiba. Untungnya, mengurus angsa tidak terlalu merepotkan. Kami tidak sendirian. Ratusan orang kembali, karena apa pun yang terjadi ini adalah rumah kami. Setelah tambang ditutup, mereka membajak tanah bersarta abunya dan menanam tanaman. Mesin-mesin dari Capitol memecah tanah untuk membuat pondasi pabrik baru tempat kami membuat obat-obatan. Meskipun tak ada yang menaman bibit, Padang Rumput kembali menghijau.
Aku dan Peeta kembali bersama. Ada saat-saat ketika dia memegangi sandaran kursi sampai kilasan-kilasan yang ada dalam benaknya lenyap. Aku bangun sambil menjerit-jerit karena mimpi buruk dengan mutt dan anak-anak yang hilang. Tapi lengan Peeta yang selalu ada untuk menghiburku. Hingga akhirnya bibirnya juga. Pada malam ketika aku merasakan lagi rasa lapar yang menguasai di pantai dulu aku tahu ini memang akan terjadi. Bahwa yang kubutuhkan untuk bertahan hidup bukanlah api Gale, yang dikobarkan oleh kemarahan dan kebencian. Aku sendiri punya banyak api. Yang kubutuhkan adalah bunga dadelion pada musim semi. Warna kuning cerah yang berarti kelahiran kembali, bukannya kehancuran. Janji bahwa hidup bisa berlanjut, tak peduli seburuk apa pun kami kehilangan. Bahwa hidup bisa menjadi baik lagi. Dan hanya Peeta yang bisa memberiku semua itu.
Lalu setelahnya, ketika Peeta berbisik, Kau mencintaiku. Nyata atau tidak nyata"
Kujawab dia, Nyata. EPILOG MEREKA bermain di Padang Rumput. Anak perempuan yang sedang menari berambut hitam dan bermata biru. Anak lelaki dengan rambut ikal pirang dan mata kelabu, berjalan tertatih-tatih dengan kaki balitanya. Butuh waktu lima, sepuluh, lima belas tahun bagiku untuk setuju. Tapi Peeta amat menginginkannya. Ketika aku merasakannya bergerak di dalam diriku, aku dilanda kengerian yang sama purbanya dengan hidup itu sendiri. Hanya kebahagiaan saat menggendong bayi perempuanku yang bisa menaklukannya. Mengandung bayi lelakiku selanjutnya agak lebih mudah, meskipun tak sampai membuatku melupakaan kengerianku.
Pertanyaan-pertanyaan hanyalah awalnya. Arena-arena pertarunga sudah dihancurkan, tugu-tugu peringatan dibangun, tak ada lagi Hunger Games. Tapi mereka mengajarkanya di sekolah, aak perempuanku tahu bahwa kami berperan di dalamnya. Anak lelakiku akan mengetahuinya beberapa tahun lagi. Bagaimana aku bisa menceritakan pada mereka tentang dunia itu tanpa membuat mereka ketakutan setengah mati" Anak-anakku, yang hanya sambil lalu mendengarkan lirik lagu:
Jauh di padang rumput, di bawah pohon willow
Tempat tidur dari rumput, yang hijau, lembut dan kemilau
Letakkan kepalamu,dan tutup matamu yang mengantuk
Dan saat matamu kembali membuka, fajar akan mengetuk.
Di sini aman, di sini hangat
Di sini bunga-bunga aster menjagamu dari yang jahat
Di sini mimpi-mimpimu indah dan esok akan menjadikannya nyata
Di sini tempat aku membuatmu merasakan cinta.
Anak-anakku tidak tahu mereka bermain di atas kuburan.
Peeta bilang semua akan baik-baik saja. Kami saling memiliki. Dan ada buku itu. Kami bisa membuat mereka mengerti dengan cara yang akan membuat mereka makin berani. Tapi suatu hari nanti aku harus menjelaskan pada mereka tentang mimpi-mimpi burukku. Kenapa mimpi itu muncul. Kenapa mimpi-mimpi itu tak kunjung enyah.
Akan kuceritkan pada mereka bagaimana aku selamat dari semua itu. Akan kuceritakan pada mereka bahwa pada pagi-pagi yang buruk, rasanya aku nyaris tidak mungkin menikmati apa pun karena aku takut kebahagiaanku bakal di renggut. Pada saat itulah di dalam hati aku membuat daftar kebaikan yang dilakukan seseorang. Ini seperti permainan. Berulang-ulang. Bahkan agak membosankan setelah dua puluh tahun.
Tapi masih ada permainan yang jauh lebih buruk daripada itu.
==========TAMAT==========
Re-typing: Echi Edited by. Echi. Ebook maker by. Echi. ==================== Find me on: https://desyrindah.blogspot.com
http://desyrindah.wordpress.com
echi.potterhead@facebook.com
http://twitter.com/driechi
============== Ebook ini tidak untuk diperjual belikan. Saya hanya berniat untuk berbagi. Untuk mendukung penulis dan penerbit, harus beli koleksi aslinya yaa ;
))) Kalau ingin copas, harap cantumkan sumber ;))
============= Putera Sang Naga Langit 1 Pendekar Mabuk 088 Rahasia Bayangan Setan Pendekar Patung Emas 1
bisa membuatku panjang umur. Tega sekali kata-kata itu keluar dari mulut Gale, dan Peeta tidak membantahnya. Padahal segala perasaan yang kumiliki sudah dirampas dan diekploitasi oleh Capitol dan para pemberontak. Pada saat itu, pilihannya sederhana. Aku bisa bertahan hidup tanpa salah satu dari mereka.
Pada pagi hari, aku tak punya waktu atau energi untuk mengobati sakit hatiku. Saat sarapan pate hati dan biskuit buah ara di kala subuh, kami berkumpul di depan televisi untuk menonton tayangan Beetee. Ada perkembangan baru dalam perang ini. tampaknya karena terinspirasi dari ombak hitam, sejumlah komandan pemberontak mendapat ide untuk menyita mobil-mobil yang ditinggalkan pemiliknya lalu mengirim mobil itu ke jalan tanpa pengemudi. Mobil-mobil itu tidak memicu semua kapsul, tapi paling tidak mereka mengenai banyak kapsul. Pada pukul empat pagi ini, para pemberontak mulai membuak tiga jalan berbeda yang disebut jalur A, B, dan C hingga menuju pusat kota. Hasilnya, mereka berhasil mengambil alih blok demi blok dengan korban jiwa yang sangat sedikit.
Ini tidak mungkin bertahan lama, kata Gale. Sesungguhnya aku kaget mereka bisa sejauh ini. capitol akan melawan dengan menonaktifkan kapsul-kapsul tertentu lalu menyalannya secara manual saat sasaran mereka berada dalam jangkauan. Nyaris seketika setelah dia memperkirakannya, kami bisa melihat apa yang dikatakan Gale di layar. Pasukan yang mengirim mobil melaju menyusuri blok, menyalakan empat kapsul. Sepertinya semua berlangsung dengan baik. Tiga orang mengikuti dan berhasil tiba dengan selamat di ujung jalan. Tapi ketika sekelompok pemberontak berisi dua puluh prajurit menyusul, mereka langsung diledakkan dengan deretan pot bunga mawar di depan toko bunga hingga hancur berkeping-keping.
Aku yakin Plutarch pasti sengsara tidak bisa berada di ruang kontrol untuk mengendalikan yang satu ini, kata Peeta.
Beetee mengembalikan siaran ke tangan Capitol, di layar tampak reporter berwajah muram mengumumkan bahwa blok-blok yang berisi penduduk sipil akan segera dievakuasi. Antara berita terbar tadi dan kisah sebelumnya, aku bisa menandai peta kertasku untuk menunjukkan di mana kira-kira posisi tentara lawan.
Aku mendengar bunyi baku hantam di jalan, lalu aku bergerak ke jendela, dan mengintip lewat celah di tirai. Dalam sorotan cahaya dini hari, aku melihat pemandangan aneh. Para pengungsi dari blok-blok yang berhasil diduduki kini berlari menuju pusat kota Capitol. Mereka yang paling panik hanya mengenakan pakaian tidur dan sandal, sementara mereka yang lebih siap memakai pakaian berlapis-lapis. Mereka membawa segala yang bisa mereka bawa, mulai dari anjing kecil sampai kotak-kotak perhiasan hingga pot tanaman. Seorang pria dengan jubah mandi berbulu hanya membawa pisang yang kelewat matang. Anak-anak yang mengantuk dan kebingungan berjalan sempoyongan bersama orangtua mereka, banyak di antara mereka yang terlalu kaget atau terlalu bingung untuk meangis. Satu per satu melintasi jarak pandangku. Sepasang mata cokelat yang lebar. Tangan yang memeluk boneka kesayangan. Sepasang kaki tanpa sepatu, beku kebiruang karena dingin, menapaki trotoar di gang. Melihat mereka membuatku teringat pada anak-anak di 12 yang tewas saat melarikan diri dari hujan bom. Aku menjauh dari jendela.
Tigris menawarkan diri menjadi mata-mata kami pada hari itu karena dia satu-satunya orang yang kepalanya tidak jadi buruan dengan bayaran. Setelah mengamankan persembunyian kami di lantai bawah, Tigris pergi ke Capitol untuk mencari informasi yang bisa membantu kami.
Aku berjalan mondar-mandir di dalam gudang bawah tanah, hingga membuat yang lain kesal. Firasatku berkata bahwa kami melakukan kesalahan dengan tidak memanfaatkan arus pengungsi yang membanjiri Capitol. Namun sebaliknya, setiap orang yang berdesakan di jalan berarti tambahan sepasang mata yang mencari lima pemberontak yang melarikan diri.tapi, apa utungnya kami berada di sini" Yang kami lakukan Cuma menghabiskan persediaan makanan yang tinggal sedikit dan menunggu... apa" Para pemberontak mengambil alih Capitol" Bisa berminggu-minggu sebelum pe
mberontak berhasil, dan aky tak tahu apa yang akan kulakukan jika mereka berhasil melakukannya. Yang pasti aku takkan lari keluar dan menyambut mereka. Coin akan memulangkanku ke 13 sebelum aku berkata, nightlock, nightlock, nightlock,. Aku tak jauh-jauh kemari, dan kehilangan orang-orangku, untuk menyerahkan diri pada wanita itu. Aku akan membunuh Snow. Lagi pula, banyak hal buruk yang tak bisa kujelaskan tentang beberapa hari terakhir yang sudah kami lewati. Jika dijelaskan, beberapa dari kejadian itu akan langsung membatalkan perjanjianku untuk memberi kekebalan hukum pada para pemenang. Aku tidak memikirkan diriku sendiri, tapi kupikir beberapa orang membutuhkannya. Seperti Peeta, misalnya. Mau dilihat dari sudut manapun, semiua orang bisa melihat rekaman Peeta melempar Mitchell ke kapsul jaring. Aku bisa membayangkan apa yang akan dilakukan dewan perang Coin dengan rekaman itu.
Menjelang sore, kami mulai gelisah karena Tigris lama tidak kembali. Kami mebicarakan kemungkinan dia ditangkap dan ditahan, lalu melaporkan keberadaan kami, atau mungkin terluka di dalam gelombang pengungsi. Tapi sekitar jam enam sore, kami mendengar dia kembali. Ada bunyi-bunyi benda tersenggol di lantai atas saat dia membuka papan. Aroma daging goreng yang nikmat memenuhi udara. Tigris sudah menyiapkan gorengan daging dan kentag cincang. Ini makanan hangat pertama yang kami makan setelah berhari-hari. dan ketika aku menunggu Tigris mengisi piringku, liurku sudah nyaris menetes.
Ketika mengunyah makanan, aku mendengarkan dengan saksama cerita Tigris tentang caranya memperoleh makanan ini, tapi yang terutama kucermati adalah betapa pakaian dalam berbahan bulu jadi benda yang berharga untuk ditukar saat ini. terutama untuk orang-orang yang meninggalkan rumah mereka tanpa membawa cukup pakaian. Banyak pengungsi yang masih berada di jalan, berusaha mencari tempat berlindung untuk malam ini. mereka yang tinggal di apartemen-apartemen pilihan di pusat kota tak mau membuka pintu mereka untuk orang-orang yang terlantar. Sebaliknya, kebanyakan dari mereka mengunci pintu rapat-rapat, menutup tirai jendela, dan pura-pura tak ada di rumah. Kini pusat kota penuh dengan pengungsi, dan para Penjaga Perdamaian mendatangi rumah ke rumah, menobrak masuk jika perlu, agar bisa menumpangkan para pengungsi ke dalam rumah.
Di layar televisi, kami melihat Pemimpin Penjaga Perdamaian dengan lugas menetapka aturan tentang berapa banyak orang per meter persegi yang harus ditampung di dalam rumah. Dia mengingatkan para penduduk di Capitol bahwa suhu udara akan turun hingga di bawah nol dan mengingatkan penduduk bahwa presiden mengharapkan mereka tidak hanya rela menjadi tuan rumah, tapi juga menyambut tamu dengan tangan terbuka pada saat krisis seperti ini. lalu mereka menunjukkan rekaman yang jelas akting, di mana para penduduk yang tampak kuatir menerima para pengungsi yang menunjukkan rasa syukur ke dalam rumah mereka. Pemimpin Penjaga Perdamaian mengatakan sang presiden bahkan memerintahkan agar sebagian ruangan di mansion-nya disiapkan untuk menerima penduduk besok. Dia menambahkan bahwa para penjaga toko juga harus bersiap-siap meminjamkan lantai toko mereka jika diminta.
Tigris, kau bisa saja diminta, kata Peeta. Aku sadar bahwa Peeta benar. Bahkan bagian depa tokonya yang sempit bisa menampung sejumlah pengungsi. Lalu kami akan terperangkap di dalam ruang bawah tanah, terus-menerus berada dalam bahaya karena bisa saja ketahuan. Berapa hari waktu yag kami miliki" Satu" Atau dua"
Pemimpin Penjaga Perdamaian kembali lagi dengan lebih banyak instruksi pada penduduk. Tampaknya malam ini ada kejadian buruk saat massa memukuli seorang pemuda yang mirip Peeta hingga tewas. Karena itu, mulai sekarang semua orang yang melihat tanda-tanda pemberontakan harus segera melaporkannya pada pihak berwajib, yang akan melakukan identifikasi dan menangkap tersangka. Mereka menunjukkan foto korban. Selain rambut ikalnya yang diwarnai pirang, dia sama sekali tidak mirip Peeta.
Orang-orang menggila, gumam Cressida.
Kami melihat liputan terbaru tentang para pemberontak dan menge
tahui bahwa mereka berhasil mengambil alih beberapa blok lagi hari ini. aku membuat catatan perempatan-perempatan itu di petaku dan memperlajarinya. Jalur C hanya empat blok dari sini, kataku. Entah bagaimana kenyataan itu lebih membuatku gelisah daripada gagasan bahwa para Penjaga Perdamaian sedang mencari tempat tinggal. Aku jadi suka menolong. Biar aku yang mencuci piringnya.
Aku bantu ya. Gale mengumpulkan piring-piring makan kami.
Aku merasakan tatapan Peeta mengikuti kami hingga keluar ruangan. Dalam dapur sempit di bagian belakang toko Tigris, aku mengisi bak cuci piring dengan air panas dan busa sabun. Menurutmu benar tidak" tanyaku. Bahwa Snow akan mengizinkan para pengungsi masuk ke mansion-nya"
Kurasa dia harus melakukannya, paling tidak di depan kamera, kata Gale.
Aku akan pergi besok pagi, kataku.
Aku ikut denganmu, kata Gale. Bagaimana dengan yang lain"
Pollux dan Cressida bisa berguna. Mereka penunjuk jalan yang baik, kataku. Pollux dan Cressida bukanlah masalah yang sebenarnya. Tapi Peeta terlalu...
Tak bisa diduga, Gale menyelesaikan ucapanku. Menurutmu dia masih mau kita meninggalkannya"
Kita bisa berargumen bahwa dia membahayakan kita, jawabku. Dia mungkin akan tinggal di sini, jika kita bisa meyakinkannya.
Peeta menerima saran kami dengan akal sehat. Dia setuju bahwa keikutsertaannya bisa membuat kami berempat dalam bahaya. Kupikir rencana ini bisa berhasil, dengan Peeta duduk di ruang bawah tanah Tigris sampai perang berakhir, ketika mendadak dia berkata bahwa dia akan keluar sendiri.
Untuk apa keluar" tanya Cressida.
Aku sendiri tidak yakin. Aku mungkin mash bisa dimanfaatkan untuk mengalihkan perhatian. Kaulihat apa yang terjadi pada pria yang mirip aku, jawabnya.
Bagaimana jika kau... kehilangan kendali" tanyaku.
Maksudku... jadi mutt" Jika aku merasa itu bakal terjadi, aku akan berusaha kembali kemari, kata Peeta menenangkanku.
Dan jika Snow menangkapmu lagi" tanya Gale. Kau tak punya pistol.
Akan kutanggung risikonya, jawab Peeta. Sama seperti kalian. Mereka berdua bertukar pandang, lalu Gale merogoh kantong sakunya. Dia menaruk tablet nightlock di tangan Peeta. Peeta hanya membiarkan racun itu di telapak tangannya yang terbuka, tidak menolak atau menerimanya. Bagaimana denganmu"
Jangan kuatir. Beetee sudah mengajariku cara meledakkan anak panah ledakku dengan tangan. Jika gagal, aku masih punya pisau. Dan aku juga punya Katniss, kata Gale sambil tersenyum. Dia takkan membuat mereka puas dengan menangkapku hidup-hidup.
Membayangkan para Penjaga Perdamaia menyeret Gale membuat otakku memaikan lagu itu lagi...
Apakah kau Akan datang ke pohon itu Ambil, Peeta, kataku dengan suara tertahan. Kuulurkan tanganku dan kukatupkan jemari Peeta membungkus pil itu. Tak ada seorang pun yang nanti bisa membantumu.
Kami melewati malam dengan resah, terbangunkarena mimpi buruk orang lain, pikiran kami penuh dengan rencana esok hari. aku lega saat sudah jam lima pagi dan kami bisa memulai apapun yang sudah direncanakan hari ini untuk kami. Kami menyantap sisa-sisa makanan buah peach kaleng, biskuit, siput menyisakan sekaleng salmon untuk Tirgis sebagai ucapan terima kasih atas segala yang dia lakukan. Perbuatan ini sepertinya memuat Tirgis terharu. Ekspresi wajah aneh dan dia langsung beraks. Selama satu jam berikutnya, dia mendandani kami. Dia memakaikan pakaian biasa untuk menyembunyikan seragam kami di baliknya sebelum memakaikan jaket dan mantel. Membungkus sepatu bot militer kami dengan semacam sandal berbulu. Menahan wig kami dengan jepitan rambut. Membersihkan kilau cat yang kami pakaikan asal-asalan di wajah kami, lalu merias wajah kami sekali lagi. Dia menutupi pakaian luar kami agar kami bisa menyembunyikan senjata. Kemudian Tigris memberi kami tas tangan dan buntelan. Akhirnya, kami mirip seperti para pengungsi yang kabur dari serangan pemberontak.
Jangan pernah meremehkan kekuatan penata gaya yang hebat, kata Peeta. Sulit melihatnya dengan jelas, tapi kurasa di balik lorengnya Tigris tersipu malu mendengar pujian Peeta.
Tak ada berita terbaru di televisi, tapi gang di depan toko sepertinya masih sepadat kemarin pagi, penuh dengan penungsi. Rencana kami adalah memecahkan diri dalam tiga kelompok lalu menyelinap ke dalam kerumunan. Kelompok pertama adalah Cressida dan Pollux yang akan bertindak sebagai penunjuk jalan dan membuka jalan kami dengan aman. Lalu aku dan Gale,yang berniat berada di antara pengungsi yang hendak masuk mansion hari ini. kemudian Peeta berjalan di belakang kami, siap menciptakan kekacauan jika diperlukan.
Tigris mengawasi tirai jendela, menunggu saat yang tepat, membuka kunci pintu, lalu mengangguk pada Cressida dan Pollux. Jaga dirimu, kata Cressida, dan mereka pun menghilang.
Tak lama kemudian kami mengikuti mereka. Kukeluarkan kunci, kubuka borgol Peeta, dan kumasukkan lagi kunci itu beserta borgolnya ke dalam kantongku. Peeta menggosok-gosok pergelangan tangannya. Kemudian ia merengangka kedua tangannya. Perlahan-lahan aku merasakan keputusasaan. Seakan aku kembali ke Quarter Quell, ketika Beetee memberiku dan Johanna gulungan kawat.
Dengar, kataku. Jangan berbuat konyol.
Tidak. Itu Cuma usaha terakhir. Sungguh, jawab Peeta.
Kukalungkan kedua lenganku di lehernya, merasakan kedua lengan Peeta ragu-ragu sebelum memelukku. Pelukanya tidak semantap pelukannya yang dulu, tapi masih tersisa hangat dan kuat. Sekian lama hanya kedua lengan ini yang melindungiku dari dunia ini. mungkin pelukan ini tak sepenuhnya kusadari saat itu, tapi terasa amat manis di ingatanku, dan kini hilang sudah. Baiklah, kalau begitu. Kulepaskan pelukanku.
Sudah waktunya, kata Tirgis. Aku mencium pipinya, menangkup rapat kepala mantel, menarik syal menutupi hidungku, dan mengikuti Gale berjalan menuju udara dingin.
Butir-butir salju yang dingin dan tajam menggigit kulitku yang terbuka. Matahari yang terbit dengan sia-sia berusaha memecah kesuraman. Hanya ada sedikit cahaya untuk melihat sosok-sosok yang berada di dekatmu. Ini sebenarnya situasi yang sempurna, namun sayangnya aku tidak bisa menemukan di mana Cressida dan Pollux. Aku dan Gale menunduk dan berjalan di antara para pengungsi. Aku bisa mendengar apa yang tak bisa kuintip dari celah tirai kemarin. Suara tangisa, erangan, dan tarikan napas berat. Dan tak jauh dari sini ada bunyi tembaka.
Paman, kemana kita pergi" seorang bocah lelaki bertaya pada pria yang berjalan susah payah membawa kotak penyimpanan kecil.
Ke istana presiden. Mereka akan memberi kita tempat tinggal baru, desis pria itu.
Kami berbelok keluar gang dan muncul di jalan utama. Tetaplah berada di sebelah kanan! terdengar suara memberi perintah, dan aku melihat para Penjaga Perdamaian berada di antara kerumunan, mengarahkan arus manusia. Wajah-wajah yang ketakutan mengintip dari balik jendela toko, yang sudah dibanjiri pengungsi. Melihat arus pengungsi yang masuk, toko Tirgis akan kebagian tamu pada jam makan siang. Untunglah kami sudah keluar dari tempat itu.
Langit sudah lebih terang sekarang, meskipun salju turun makin lebat. Aku melihat Cressida dan Pollux sekitar tiga puluh meter di depan kami, berjalan dengan susah payah diantara kerumunan massa. Aku melongokkan kepala ke sekelilingku untuk mencari Peeta. Aku tidak bisa menemukannya, tapi tatapanku bertemu dengan gadis kecil yang memakai mantel kuning jeruk yang terlihat penasaran padaku. Aku menyikut Gale dan memperlambat langkahku, agar makin banyak orang yang mengerubungi kami.
Kita mungkin perlu berpisah, bisikku. Ada gadis kecil...
Bunyi tembakan membelah kerumunan massa, dan beberapa orang yang ada di dekatku langsung tiarap. Jeritan demi jeritan memekik di udara ketika rentetan tembakan kedua membuat kerumunan ke belakang kami juga tiarap. Aku dan Gale menjatuhkan diri di jalan, bergegas merangkak ke toko-toko yang berjarak sekitar sepuluh meter, dan berlindung di balik display sepatu bot berhak lancip di luar toko sepatu.
Sederet sepatu berbulu menghalangi pandangan Gale. Siapa" Kau bisa melihatnya" Gale bertanya padaku. Di antara sepasang sepatu bot ungu dan hijau daun aku bisa melihat jalanan yang penuh mayat. Gadis kecil yang melihatku berlutut di sam
ping wanita yang tak bergerak, berteriak, dan berusaha membangkitkannya. Gelombang peluru yang lain menembus bagian dada mantel kuningnya, menodainya dengan warna merah, mengempaskan gadis itu hingga jatuh terlentang. Selama sesaat, aku hanya bisa memadangi sosok mungil itu tanpa bisa berkata apa-apa. Gale menyikutku. Katniss"
Mereka menembak dari atap di atas kita, kataku pada Gale. Aku melihat tembakan terus berlanjut, dan manusia-manusia berseragam putih jatuh di jalan bersalju. Mereka berusaha menghabisi para Penjaga Perdamaian, tapi mereka bukan penembak jitu. Pasti pemberontak. Aku tidak merasa gembira, meskipun itu berarti sekutu berhasil menembus kota. Aku masih terpaku pada mantel kuning jeruk tadi.
Jika kita mulai menembak, kata Gale. Seluruh dunia akan tahu kita ada di sini.
Benar sekali. Kami hanya dipersenjatai dengan paah-panah yang hebat. Melepaskan anak panah saat ini artinya mengumumkan pada kedua belah pihak bahwa kami ada di sini.
Tidak, kataku penuh tekad. Kita harus sampai ke Snow.
Kalau begitu sebaiknya kita bergerak sebelum seluruh blok ini habis, kata Gale. Kami harus berjalan, dengan memepetkan tubuh kami ke dinding. Namun dinding yang kami lewati kebanyakn jendela toko. Telapak tangan yang berkeringat dan wajah-wajah yang ternganga menempel di kaca itu. Kutarik syalku lebih tinggi menutupi pipiku ketika kami berlari di antara display-display di depan toko. Di balik rak foto-foto Snow yang berpigura, kami berpapasan dengan seorang Penjaga Perdamaian yang terluka yang sedang bersandar di dinding bata. Dia meminta tolong pada kami. Lutut Gale menghajar bagian sisi kepalanya lalu mengambil senjata pria itu. Di perempatan, Gale menembak Penjaga Perdamaian kedua sehingga kami berdua punya pistol.
Jadi sekarang kita jadi siapa" tanyaku.
Warga Capitol yang putus asa, jawab Gale. Para Penjaga Perdamaian akan menganggap kita punya sasaran yang lebih menarik daripada kita.
Aku merenungkan kata-kata Gale tentang peran kami ini ketika berlari cepat melintasi perempatan, tapi pada saat kami tiba di blok berikutnya, sudah tidak penting lagi siapa kami. Tidak penting lagi semua orang di sini. Karena tak ada seorang pun yang memperhatikan wajah. Para pemberontak ada di sini. Membanjiri jalan utama, berlindung di balik pintu, di balik kendaraan, senapan-senapan meletus, suara-suara serak memberi perintah ketika mereka bersiap-siap menghadapi pasukan Penjaga Perdamaian yang berbaris mendatangi kami. Di tengah baku tembak ada kelompok pengungsi yang tak bersenjata, bingung, dan banyak yang terluka.
Ada kapsul yang diaktifkan di depan kami, melepaskan semburan uap panas yang memgukus semua orang dalam jalurnya, meninggalkan korban-korbannya dengan kulit merah muda melepuh dan mati. Setelah itu, kekacauan tak bisa lagi dihentikan. Ketika sisa-sisa uap menyentuh salju, aku nyaris tidak bisa melihat apa-apa. Penjaga Perdamaian, pemberontak, penduduk, entahlah aku tidak tahu. Segala yang bergerak adalah sasaran. Orang-orang menembak secara refleks, tidak terkecuali aku. Jantung berdentam dalam diriku, semua orang adalah musuhku. Kecuali Gale. Pasangan berburuku, orang yang selalu melindungiku. Tak ada yang bisa kulakukan selain bergerak maju, membunuh siapa pun yang menghalangi jalan kami. Di mana-mana ada orang yang menjerit, berdarah, dan tewas. Ketika kami tiba di tikungan berikut, seluruh blok di depan kami menyala dengan sinar ungu terang. Kami mundur, lalu meringkuk di bawah tangga. Ada yang terjadi pada mereka yang kena sinar itu. Mereka diserang... entah apa" Suara" Gelombang" Laser" Senjata-senjata jatuh dari tangan mereka, jemari mencengkeram senjawajah, ketika darah menyembur keluar dari semua lubang mata, hidung, mulut, dan telinga. Kurang dari semenit, semua orang tewas dan sinar itu hilang. Aku mengertakkan gigiku lalu berlari, melompati mayat-mayat, dan kakiku terpeleset darah kental. Angin memecah salju hingga membentuk pusaran yang membutakan matatapi tidak menutupi bunyi langkah-langkah sepatu bot yang berjalan ke arah kami.
Merunduk! aku mendesis pada Gale. Kami langsung tiarap.
Wajahku mendarat di genangan darah yang masih hangat, tapi aku pura-pura mati, tetap tak bergerak ketika sepatu-sepatu bot melintasi kami. Sebagian orang menghindari mayat. Beberapa orang menginjak tanganku, punggungku, menendang kepalaku ketika lewat. Ketika seatu bot itu berlalu, aku membuka mata dan mangangguk pada Gale.
Di blok berikutnya, kami bertemu dengan para pengungsi yang ketakutan, tapi Cuma sedikit tentara. Tepat ketika kupikir kami bisa beristirahat sejenak, terdengar bunyi gemertak, seperti bunyi terlur yag membentur bagian tepi mangkuk tapi bunyi itu seribu kali lebih besar. Kami terhenti, mencari-cari kapsul.tidak ada apa-apa. Kemudian aku merasakan ujung sepatu botku sedikit bergerak miring. Lari! pekikku pada Gale. Tak ada waktu untuk menjelaskan, tapi dalam beberapa detik lagi kapsul akan terlihat jelas. Ada celah yang mulai terbuka di bagian tengah blok. Dua bagian jalan yang miring itu bergerak turun seperti sayap pesawat, perlahan-lahan menjatuhkan orang-orang ke dalam apa pun yang menunggu di bawah sana.
Aku bingung antara ingin kabur ke perempatan berikut atau berusaha mendobrak pintu yang berjejer di jalan ini dan masuk ke gedung. Akibatnnya, aku malah jadi bergerak agak menyudut. Ketika sayap itu makin turun, kakiku makin susah melangkah, karena jalan jadi makin licin. Seperti berlari di sisi bukit bersalju yang makin lama makin curam. Dua tujuanku perempatan dan gedung-gedung hanya beberapa meter jaraknya ketika aku merasakan sayap itu bergerak. Tak ada yang bisa kulakukan selain memanfaatkan detik-detik terakhir sayap yang makin turun itu untuk mendorong tubuhku agar bisa ke perempatan. Ketika tangaku berpegangan pada bagian sisi jalanan, aku menyadari bahwa sayap-sayap itu sudah tegak lurus. Kakiku menggantung di udara, tak ada pijakan di mana pun. Sekitar seratus lima puluh meter di bawah sana, tercium bau anyir, seperti mayat-mayat yang membusuk akibat matahari musim panas. Sosok-sosk hitam merangkak di dalam bayangan, memangsa siapa pun yang masih selamat akibat terjatuh.
Jeritan tersekat di leherku. Tak ada seorang pun yang datang menolongku. Aku nyaris kehilangan pegangan di tepian es, ketika aku melihat bahwa aku Cuma berjarak satu setengah meter dari kapsul.aku menggeserkan tanganku di sepanjang tepian, berusaha menghalau suara mengerikan dari bawah sana. Ketika tangaku sampai ke sudut, kuangkat kaki kananku ke samping. Kakiku berhasil menjangkau sesuatu dan dengan susah payah aku mengangkat tubuhku ke jalanan. Aku terengah-engah dan gemetar, merangkak keluar dari tepian dan memeluk tiang lampu sebagian pegangan, meskipun aku sudah berada di tanah yang rata.
Gale" aku berseru ke jurang tanpa dasar, tak peduli lagi jika ada yang mengenaliku. Gale"
Di sebelah sini! aku menoleh bingung ke sebelah kiri. Sayap itu menelan segala hingga ke pondasi gedung-gedung. Belasan orang berhasil mencapai jarak sejauh itu dan kini berpegangan pada apa pun yang bisa jadi pegangan. Kenop pintu, gagang pengetuk pintu, lubang surat. Berjarak tiga pintu dariku, Gale berpegangan pada besi tempa yang jadi hiasan di sekitar pintu apartemen. Dengan mudah dia bisa masuk ke apartemen jika pintu itu terbuka. Namun meskipun Gale menendang pintu itu berkali-kali, tak ada seorang pun yang datang menolongnya.
Lindungi dirimu! aku mengangkat pistolku. Gale berbalik ketika aku menembaki kunci pintu hingga pintu membuka kedalam. Gale melompat ke ambang pintu dan mendarat di lantai. Selama beberapa saat aku merasa gembira karena berhasil menyelamatkannya. Kemudian tangan-tangan bersarung tangan putih meraihnya.
Mata Gale bertemu dengan mataku, mulutnya mengucapkan sesuatu padaku tanpa suara namun tak bisa kupahami. Aku tak tahu harus berbuat apa. Aku tak bisa meninggalkannya, tapi aku juga tak bisa menolongnya. Bibir Gale bergerak lagi. Aku menggeleng menunjukkan ketidakmengertianku. Tak lama lagi mereka akan menyadari siapa orang yang mereka tangkap. Para Penjaga Perdamaian menariknya ke dalam. Pergi! Aku mendengar teriakan Gale.
Aku berbalik dan berlari menjauh dari kapsul. Kini aku sendirian. Gale jadi
tahanan. Cressida dan Pollux mungkin sudah tewas. Dan Peeta" Aku tak melihatnya sejak kami meninggalkan toko Tigris. Aku memikirkan kemungkinan bahwa dia kembali ke toko. Peeta merasa bakal ada serangan dan mundur ke ruang bawah tanah mumpung dia masih bisa mengendalikan diri. Dia sadar bahwa dirinya tak diperlukan lagi untuk mengalihkan perhatian. Dia sudah tak diperlukan sebagai umpan dan harus menelan racun nightlock! Gale tak punya nightlock. Dan Gale takkan pernah punya kesempatan untuk meledakkan anak panahnya dengan tangan. Yang pertama kali akan dilakukan oleh Penjaga Perdamaian adalah melucuti senjatanya.
Aku jatuh di ambang pintu, mataku perih karena air mata. Tembak aku. Itu yang diucapkannya. Seharusnya aku menembaknya! Itu tugasku. Itu janji yang tak terucap di antara kami, untuk satu sama lain. Aku tidak melakukannya dan sekarang Capitol akan membunuhnya atau menyiksanya atau membajaknya hatiku mulai retak, sebentar lagi aku bakal hancur berkeping-keping. Aku hanya punya satu harapan. Capitol gagal, mereka menyerahkan senjata, dan membebaskan para tahanan sebelum menyakiti Gale. Tapi aku tak melihat kemungkinan tersebut selama Snow masih hidup.
Dua orang Penjaga Perdamaian berlari, nyaris tak melihat gadis Capitol yang menangis ketakuta di ambang pintu. Kutahan air mataku, kuseka air mata di wajahku sebelum sempat membeku, dan kukuatkan diriku. Oke, aku masih jadi pengungsi tanpa nama. Atau apakah para Penjaga Perdamaian yang menangkap Gale sempat melihatku ketika aku kabur" Kulepaskan manterlu dan kubalik, dan kini bagian dalamnya yang bergaris-garis hitam berada di luar, bukannya berwarna merah. Kuatur penutup kepalaku agar menyembunyikan wajahku. Kugenggam senjataku erat-erat menempel di dadaku, sementara aku mengamati blok tersebut. Hanya ada beberapa orang yang keluyuran di jalan dengan wajah bingung. Aku berjalan tepat di belakang orang tua yang tak memperhatikanku. Tak ada seorang pun yang mengira aku akan bersama pria-pria tua. Saat kami tiba di ujung perempatan berikutnya, mereka berhenti berjalan dan aku hampir menubruk mereka. Ternyata kami berada di Bundaran Kota. Di seberang jalan. Dikelilingi gedung-gedung megah, itulah mansion sang presiden.
Bundaran ini penuh dengan orang-orang yang hilir-mudik, meratap, atau hanya duduk dan membiarkan salju menumpuk di sekitar mereka. Aku bisa bergabung di sini tanpa dikenali. Aku mulai berjalan menuju mansion, kakiku tersangkut kotak-kotak penyimpanan yang ditinggalkan dan kaki-tangan yang kaku tertimbun salju. Sekitar separo jalan, aku menjadari adanya barikade beton. Tingginya kurang-lebih 120 sentimeter dan membentuk persegi panjang di depan mansion. Kupikir beton ini kosong, tapi ternyata penuh dengan pengungsi. Mungkin ini kelompok yang dipilih untuk berlindung di mansion" Tapi ketika aku berjalan mendekat, aku memperhatikan ada sesuatu yang lain. Semua yang ada dibalik barikade ini adalah anak-anak. Mulai dari baliya sampai remaja. Ketakutan dan kedinginan. Mereka duduk berkelompok atau menggoyang-goyangkan tubuh mereka di atas tanah. Mereka tak dibawa masuk ke mansion. Mereka dikandangi, dijaga ketat oleh Penjaga Perdamaian. Aku tahu ini ini semua bukan untuk melindungi mereka. Jika Capitol ingin melindungi mereka, mereka pasti sudah ada di dalam bunker. Ini untuk perlindungan Snow. Anak-anak ini membentuk perisai manusia.
Terdengar keributan dan massa berdiri lalu bergerak ke sebelah kiri. Aku terperangkap di antara tubuh-tubuh yang besar, menuju ke samping, dan berjalan keluar arus. Aku mendengar teriakan Pemberontak! Pemberontak! dan tahu bahwa para pemberontak berhasil menembus masuk. Momentum membuatku terhantam ke tiang bendera dan aku berpegangan di sana. Dengan tali yang tergantung dari atas tiang, kuangkat tubuhku agar tidak terhantam oleh orang-orang yang lewat. Ya, aku bisa melihat pemberontak membanjiri Bundaran, mendesak pengungsi kembali ke jalan raya. Aku meengamati area yang kapsul-kapsulnya pasti akan diledakkan. Tapi ledakan itu tak terjadi. Inilah yang kemudian terjadi:
Pesawat ringan dengan lambang Capitol muncul tepat di atas
anak-anak yang jadi barikade. Parasut-parasut perak menghujani mereka. Bahkan dalam kekacauan ini, anak-anak tahu apa isi parasut tersebut. Makanan. Obat. Hadiah. Dengan tidak sabar mereka meraih parasut-parasut tersebut, jemari yang membeku kedinginan menarik tali-tali parasut. Pesawat ringan itu menghilang, lima detik berlalu, lalu dua puluh parasut tadi tadi meledak bebarengan.
Jeritan terdengar dari kerumunan. Salju memerah dan dikotori potongan-potongan tubuh berukuran kecil. Banyak anak-anak yang tewas seketika, tapi ada yang terbaring kesakitan di tanah. Sebagian lagi ada yang berdiri linglung, memandangi sisa-sisa parasut perak di tangan mereka, seakan mereka masih menunggu adanya benda berharga di dalamnya. Aku yakin para Penjaga Perdamaian tak tahu ini bakal terjadi dari cara mereka menjauhkan diri dari barikade, membuka jalan menuju anak-anak itu. Segerombolan orang berseragam putih masuk ke jalan itu. Tapi mereka bukanlah Penjaga Perdamaian. Mereka adalah petugas medis. Petugas medis pemberontak. Aku mengenali seraham mereka. Mereka langsung menolong anak-anak, mengeluarkan peralatan medis mereka.
Pertama-tama aku hanya melihat sekilas rambut pirang yang dikepang jatuh di punggungnya. Lalu, ketika dia melepaskan mantelnya untuk menutupi tubuh anak yang menjerit, aku memperhatikan ekor bebek yang terbentuk dari kemejanya yang tidak dimasukkan dengan benar. Reaksiku ketika melihatnya sama seperti yang kurasakan ketika Effie Trinket menyebut namanya pada hari pemungutan. Aku pasti langsung lumpuh seketika, karena aku sudah berada di bawah tiang bendera, tak mampu mengingat kejadian beberapa detik yang lalu. Lalu aku mendorong kerumunan orang, seperti yang dulu kulakukan. Berusaha memanggil namanya di antara teraka-teriakan lain. Aku hampir sampai di sana, hampir sampai ke barikade, saat kupikir dia mendengarku. Karena selama sedetik, dia melihatku, bibirnya menyebut namaku.
Dan pada saat itulah sisa parasut tadi meledak.
BAB DUA PULUH LIMA NYATA atau tidak nyata" Aku terbakar. Bola-bola api yang meletup dari parasut terlontar keluar dari barikade, melewati udara bersalju, dan mendarat di kerumunan massa. Aku baru saja berbalik ketika api menjilatku, membakar punggungku, dan mengubahku menjadi sesuatu yang baru. makhluk yang berkorban laksana matahari.
Mutt yang berbentuk api ini hanya tahu satu hal: rasa sakit. Tanpa bentuk, tanpa suara, tanpa rasa, kecuali kulit yang terbakar tanpa ampun. Mungkin ada jeda dari rasa sakit ketika aku tak sadarkan diri, tapi apa gunanya jika aku tak bisa berlindung di dalamnya" Aku burung Cinna, menyala, terbang dengan panik berusaha melarikan diri dari sesuatu yang tak bisa kuhindari. Bulu-bulu api tumbuh dari tubuhku. Jika aku mengepak-ngepakkan sayapku, aku hanya membuat api makin berkobar. Api melahap diriku, tapi tidak sampai membuatku mati.
Akhirnya, sayapku mulai lemah kepakannya, aku kehilangan ketinggian, dan gaya gravitasi menarikku ke laut berbuih yang warnanya sama dengan warna mata Finnick. Aku mengapung terlentang, dengan punggung yang masih terasa terbakar di dalam air, tapi rasa sakit itu berkurang menjadi nyeri. Saat aku mengapung tak tentu arah itulah mereka datang. Mereka yang sudah tewas.
Orang-orang yang kusayangi terbang laksana burung di udara di atasku. Terbang melayang, meliuk, memanggilku untuk bergabung bersama mereka. Aku amat sangat ingin mengikuti mereka, tapi air laut memenuhi sayapku, membuatku tak bisa mengangkatnya. Mereka yang kubenci berada di dalam air, menjadi makhluk-makhluk bersisik yang mengerikan yang mencabik-cabik kulitku yang asin dengan gigi tajam mereka. Menggigitku berkali-kali. Menarikku ke bawah air dari permukaan.
Burung putih kecil berbecak pink meluncur dari atas menancapkan cakarnya di dadaku, berusaha menahanku agar tetap mengambang. Jangan, Katniss! Jangan! Kau tak boleh pergi!
Jauh di dalam air, aku ditinggal seorang diri. Hanya ada suata napasku, butuh usaha yang amat besar untuk menghirup air, dan mengeluarkannya dari paru-paruku. Aku ingin berhenti, aku ingin menahan napasku, tapi air laut memaksa masuk dan keluar tan
pa kuhendaki. Biarkan aku mati. Biarkan aku mengikuti yang lain, aku memohon pada siapa pun yang menahanku di sini. Namun tak ada jawaban.
Aku terperangkap selama berhari-hari, bertahun-tahun, atau mungkin berabad-abad. Mati, tapi tak dibiarkan mati. Hidup, tapi sama dengan mati. Aku merasa sendirian, hingga siapa pun atau apa pun, tak peduli semenjijikkan apa pun aka kuterima kehadirannya di sini. Tapi ketika akhirnya aku mendapat pengunjung, rasanya manis. Morfin. Mengalir dalam aliran darahku, menghilangkan rasa nyeri, meringankan tubuhku sehingga tubuhku bisa melayang naik ke udara dan mengapung lagi di buih ombak.
Buih. Aku benar-benar mengapung di atas buih. Ujung jemariku bisa merasakannya, membuai bagian-bagian tubuhku yang telanjang. Masih terasa nyeri yang amat dalam, tapi juga ada semacam bentuk kenyataan. Tenggorokanku yang kering. Bau obat luka bakar seperti yang kudapatkan di arena pertama. Suara ibuku. Semua ini membuatku takut, dan aku berusaha kembali ke dalam kesunyian agar bisa mengartikanya. Tapi tak ada lagi jalan kembali. Perlahan-lahan, aku terpaksa menerima siapa diriku. Gadis tanpa sayap yang menderita luka bakar parah. Tak ada api. Dan tak ada lagi adik perempuan.
Dalam rumah sakit Capitol yang megah, para dokter menciptakan keajaiban dalam diriku. Membungkus kulitku yang luka dengan lembaran kulit baru. menipu sel-sel tubuhku agar berpikir bahwa itu kulitku sendiri. Memanipulasi bagian-bagian tubuhku, menekuk dan meregangkan sendi-sendiku untuk memastikan kulit baruku ini pas. Berkali-kali aku mendengar komentar betapa beruntungnya aku. Mataku tidak terluka. Wajahku nyaris tak terluka. Paru-paruku merespons pengobatan yang diberikan. Aku akan sembuh seperti sediakala.
Ketika kulitku yang perih sudah cukup kuat untuk menahan tekanana lapisan kulit baru, makin banyak pengunjung yang datang. Morfin membuatku jadi mencampuradukkan mereka yang masih hidup dan yang sudah mati. Haymitch, tampak kuning dan tak tersenyum. Cinna menjahit gaun pengantin baru. Delly, mengoceh tentang betapa baiknya orang-orang. Ayahku menyanyikan empat bait lagu Pohon Gantung dan mengingatkanku bahwa ibuku yang tertidur di kursi di antara sif jaganya tidak tahu tentang semua itu.
Suatu hari aku terbangun seperti yang sudah diperkirakan dan tahu bahwa mereka takkan membiarkanku hidup dalam alam mimpiku. Aku harus makan lewat mulut. Menggerakkan otot-ototku. Berjalan ke kamar mandi. Ditutup dengan penampilan singkat Presiden Coin.
Jangan kuatir, kata Coin. Kusisakan dia untukmu.
Dokter-dokter heran kenapa aku tak bisa bicara. Mereka sudah melakukan berbagai tes, dan tak ada kerusakan pada pita suaraku, jadi aku seharusnya bisa bicara. Akhirnya, Dr. Aurelius, dokter kepala, menyatakan teori bahwa secara mental bukan fisik, aku menjadi Avox. Ketidakmampuanku untuk bicara akibat trauma emosi. Walaupun dia memberikan ratusan cara pengobatan, Dr. Aurelius memberitahu mereka untuk memberikanku sendiri. Jadi aku tidak bertanya tentang siapa pun atau apa pun, tapi orang-orang datang memberiku informasi. Tentang perang: Capitol jatuh ke tangan pemberontak pada hari parasut itu meledak, Presiden Coin memimpin Panem sekarang, dan pasukan dikirim untuk memadamkan sisa-sisa perlawanan Capitol. Tentang Presiden Snow: Dia jadi tahanan, menunggu sidang dan pastinya akan dihukum mati. Tentang tim pembunuhku: Cressida dan Pollux dikirim ke distrik-distrik untuk meliputi kehancuran akibat perang. Gale, yang kena tembakan dua peluru ketika berusaha melarikan diri, membersihkan sisa-sisa Penjaga Perdamaian di Distrik 2. Peeta masih berada di unit luka bakar. Ternyata dia berhasil sampai di Bundaran Kota. Tentang keluargaku: Ibuku mengubur kesedihannya dalam pekerjaan.
Karena tak punya pekerjaan, kesedihan menguburku. Yang membuatku tetap bertahan adalah janji Coin. Bahwa aku bisa membunuh Snow. Dan setelah aku membunuhnya, takkan ada lagi yang tersisa buatku.
Akhirnya, aku dilepaskan dari rumah sakit dan diberi kamar di mansion presiden bersama ibuku. Ibuku hampir tak pernah ada di kamar, dia makan dan tidur di tempat kerja. Jadi tugas u
ntuk mengecekku, memastikan aku makan dan minum obat, jatuh ke tangan Haymitch. Itu bukan tugas yang mudah. Aku melakukan kebiasaan lamaku di Distrik 13. Keluyuran tanpa izin di sekitar mansion. Aku menjelajahi kamar-kamar tidur, kantor-kantor, ruang-ruang pesta dan kamar mandi. Mencari ruang-ruang kecil yang aneh untuk tempat sembunyi. Lemari berisi pakaian bulu. Kotak-kotak penyimpanan di perpustakaan. Bak mandi yang terlupakan di dalam ruangan berisi perabot yang tak terpakai lagi. Tempat-tempat persembunyianku suram dan sunyi dan tak mungkin ditemukan. Aku bergelung, membuat tubuhku menciut, berusaha menghilang sepenuhnya. Kubungkus diriku dalam keheningan, kuputar-putar gelangku yang bertuliskan GANGGUAN MENTAL.
Namaku Katniss Everdeen. Umurku tujuh belas tahun. Rumahku di Distrik 12. Tak ada lagi Distrik 12. Akulah Mockingjay. Aku menjatuhkan Capitol. Presiden Snow membenciku. Dia membunuh adikku. Sekarang aku akan membunuhnya. Dan Hunger Games akan berakhir...
Sesekali, aku berada di kamar, tak yakin apakah aku berada di kamar karena butuh morfin atau karena Haymitch merecokiku terus. Aku makan,minum obat, dan diharuskan mansi. Aku tidak keberatan kena air, tapi aku tak tahan melihat cermin yang memantulkan tubuh telanjangku yang terbakar mutt. Kulit yang dicangkok masih berwarna merah muda seperti kulit bayi yang baru lahir. Kulit yang dianggap rusak namun masih tertolong tampak merah, panas, dan meleleh. Potongan-potongan kulitku yang lama terlihat putih dan pucat. Rupaku seperti selimut kulit yang ditambal sulam. Ada beberapa bagian rambutku yang hangus sampai akarnya; sisanya ada yang harus digunting dengan potongan yang aneh. Katniss Everdeen, gadis yang terbakar. Aku sebenarnya tidak terlalu peduli, tapi melihat tubuhku lagi mengingatkanku pada rasa sakit. Kenapa aku kesakitan. Apa yang terjadi sebelum rasa sakit itu muncul. Dan bagaimana aku melihat adik perempuanku jadi manusia obor.
Memejamkan mata tak menolongku. Api berkobar makin terang dalam kegelapan.
Sesekali Dr. Aurelius datang. Aku menyukainya karena dia tidak mengatakan hal-hal bodoh seperti bahwa aku sepenuhnya aman di sini, atau dia tahu aku belum menyadarinya bahwa aku akan bahagia lagi suatu hari nanti, atau bahkan mengatakan bahwa keadaan di Panem lebih baik sekarang. Dia Cuma bertanya apakah aku kepingin bicara, dan saat aku tak menjawabnya, dia tertidur di kursinya. Sebenarnya, menurutku kunjungan-kunjunganya lebih didasari kebutuhannya untuk tidur siang. Keadaan ini sama-sama menguntungkan buat kami.
Waktu semakin dekat, meskipun aku tak tahu jam dan menitnya dengan tepat. Presiden Snow sudah disidang dan dinyatakan bersalah, dan dijatuhi hukuman mati. Haymitch memberitahuku, aku mendengarnya dari pembicaraan para penjaga di koridor. Seragam Mockingjay-ku tiba di kamar. Juga ada busurku, siap kugantung di bahu, tapi tak ada anak panah. Entah karena anak panahku rusak atau menyiapkan diri secara khusus untuk peristiwa tersebut, tapi tak ada ide yang terlintas dalam pikiranku.
Pada sore menjelang malam, setelah menghabiskan waktu lama di sofa di bawah jendela di belakan penyekat yang dicat aku bangkit berjala dan berbelok ke kiri bukannya ke kanan. Aku tiba di bagian mansion yang aneh, dan langsung tersesat. Tidak seperti area tempat tinggalku, di tempat ini tak ada seorang pun yang bisa kutanyai. Tapi aku menyukainya. Aku berharap aku menemukan tempat ini lebih awal. Tempat ini amat tenang, dengan karpet tebal dan permadani dinding yang menyerap suara. penerangan yang berpijar lembut. Warna-warna yang sejuk. Damai. Sampai aku mencium aroma bunga mawar. Aku merunduk di balik tirai, gemetar hebat hingga tak mampu lari, sementara aku menunggu mutt datang. Akhirnya, aku sadar tak ada mutt yang datang. Jadi bau apa yang kucium" Bunga mawar sungguhan" Mungkinkah aku berada di dekat taman tempat tanaman iblis itu tumbuh"
Ketika aku merayap di koridor, bau itu semakin menyengat. Mungkin tidak sekuat bau mawar mutt, tapi lebih murni baunya karena tidak bersaing dengan bau got dan peledak. Aku berbelok dan berhadapan dengan dua penjaga yang terkejut
melihatku. Mereka bukan Penjaga Perdamaian, tentunya. Tak ada lagi Penjaga Perdamaian. Tapi mereka juga bukan tentara bertubuh langsing berseragam abu-abu dari 13. Dua orang ini satu lelaki dan satu perempuan, memakai pakaian compang-camping asal pungut milik pemberontak. Masih dengan perban di tubuh mereka yang kurus, mereka mengawasi ambang pintu tempat bunga mawar itu. Saat aku bergerak hendak masuk, senapan mereka membentuk tanda silang di depanku.
Kau tak bisa masuk, Nona, kata si pria.
Prajurit, si wanita meralatnya. Kau tak boleh masuk, Prajurit Everdeen. Perintah Presiden.
Aku menunggu dengan sabar sampai mereka menurunkan senjata, menurunkan mereka mengerti, tanpa kuberitahu, bahwa di balik pintu itu ada sesuatu yang kubutuhkan. Hanya bunga mawar. Setangkai mawar yang mekar. Agar bisa kupasang di kelepak jas Snow sebelum aku menembaknya. Kehadiranku sepertinya membuat para penjaga kuatir. Mereka berdiskuis memanggil Haymitch, saat wanita dibelakangku bicara. Biarkan dia masuk.
Aku mengenali suara itu tapi tak bisa langsung mengetahui siapa si pemilik suara. bukan dari Seam, bukan 13, jelas bukan dari Capitol. Aku menoleh ke belakang dan berhadapan dengan Paylor, komandan dari Distrik 8. Dia tampak lebih berantakan daripada ketika aku melihatnya di rumah sakit, tapi siapa yang tidak kacau saat ini"
Atas wewenangku, kata Paylor. Dia berhak atas segala yang ada di balik pintu itu. Mereka tentara Paylor, bukan tentara Coin. Mereka langsung menurunkan senjata tanpa bertanya dan membiarkan aku masuk.
Di ujung koridor yang pendek, kudorong pintu-pintu kaca itu dan melangkah masuk. Saat ini bau bunga amat menyengat hingga tak bisa lebih semerbak lagi aromanya, seakan hidungku takkan bisa lagi menterap aroma ini lebih banyak. Udara yang lembap dan sejuk terasa menyenangkan menerpa kulitku yang panas. Dan bunga mawar itu tampak indah. Deretan demi deretan bunga mawar mekar, berwarna merah muda, oranye, bahkan biru pucat. Aku berjalan di antara lorong-lorong tanaman yang dipangkas rapi, melihat tanpa menyentuh, karena aku sedah mendapat pelajaran pahit, betapa mematikannya keindahan ini. aku tahu saat aku menemukannya, berada di puncak semak yang dipangkas ramping. Kuntum bunga putih yang amat indah mulai merekah. Kutarik lengan baju kiriku menutupi tangan agar kulitku tak perlu menyentuhnya, lalu kuambil gunting pemangkas tanaman, dan bersiap menggunting tangkai bunga itu ketika dia bicara.
Tanganku tersentak, gunting langsung menutup, menebas tangkainya.
Warnanya indah, tapi memang tak ada yang menunjukkan kesempurnaan selain warna putih.
Aku masih tak bisa melihatnya, tapi suaranya seakan berasal dari sela-sela tanaman bunga mawar merah. Dengan hati-hati aku menjepitkan kuntum bunga itu di kain lengan bajuku, aku bergerak perlahan-lahan berjalan memutar hingga ke ujung ruangan dan menemukannya dengan duduk di bangku menyender pada dinding. Dia berpenampilan rapi dan berpakaian necis seperti biasanya, tapi dia diikat belenggu, borgol kaki dan alat penjejak. Dalam cahaya terang, kulitnya pucat, malah terlihat sakit. Di tangannya ada saputangan putih dengan noda darah segar. Bahkan dalam kondisi kesehatan yang memburuk, mata ularnya berbinar licik dan keji. Aku memang berharap kau berhasil menemukan jalan ke tempat tinggalku.
Tempat tinggalnya. Aku sudah melanggar masuk kerumahnya, seperti caranya merayap masuk ke rumahku tahun lalu, mendesiskan ancaman dengan napasnya yang berbau amis darah dan bunga mawar. Rumah kaca ini adalah salah satu ruanga miliknya, mungkin ruangan favoritnya; mungkin pada saat berkuasa dia merawat tanaman ini sendiri. Tapi sekarang ruangan ini adalah bagian dari penjaranya. Itu sebabnya para penjanga menghentikanku. Dan itu sebabnya Paylor mengizinkanku masuk.
Kupikir dia akan terkurung di ruang bawah tanah yang paling dalam yang dimiliki Capitol, bukan menikmati kemewahan macam ini. Namun Coin membiarkannya di sini. Kurasa perlakuan ini segaja untuk dijadikan contoh. Agar jika di masa depan Coin jatuh dari tampuk kekuasaan, bisa dipahami sejak sekarang bahwa para presiden bahkan
yang paling menjijikkan sekalipun mendapat perlakuan khusus. Lagi pula, siapa yang bisa menebak kapan kekuasaan bisa pudar"
Banyak hal yang harus kita bicarakan, tapi aku punya firasat kunjunganmu ini bakal singkat. Jadi yang penting dulu. Snow mulai batuk, dan ketika dia melepaskan saputangan dari mulutnya, saputangan itu makin merah. Aku ingin memberitahumu betapa menyesalnya aku atas kematian adikmu.
Bahkan dalam kondisiku yang terpengaruh obat bius dan mati rasa, ucapannya menancapkan rasa sakit di sekujur tubuhku. Mengingatkanku bahwa tak ada batas untuk kekejamannya. Dan bagaimana dia akan menggali kuburnya sendiri demi untuk menghancurkanku.
Sia-sia, tak ada gunaya. Semua orang juga bisa melihat pada saat itu permainan sudah berakhir. Sebenarnya, ketika mereka melepaskan parasut-parasut itu aku hendak menyampaikan penyerahan diri secara resmi. Matanya memandang tajam padaku, tak berkedip, seakan tak mau kehilangan reaksiku sedetik pun. Tapi ucapannya tak masuk akal. Saat mereka melepaskan parasut-parasut itu" Well, kau tidak sungguh-sungguh mengira aku yang memberi perintah, kan" Lupakan fakta yang amat jelas bahwa jika aku punya pesawat ringan, aku pasti akan memakainya untuk melarikan diri. Tapi kita singkirkan dulu kenyataan itu, apa gunanya bagiku membunuh mereka" Kita berdua tahu aku tidak sungkan membunuh anak-anak, tapi aku bukan orang yang suka melakukan sesuatu yang sia-sua. Aku membunuh karena alasan-alasan khusus. Dan tak ada alasan bagiku untuk menghancurkan sekandang penuh anak-anak Capitol. Tak ada alasan sama sekali.
Aku penasaran apakah batuknya kali ini Cuma pura-pura agar aku punya waktu untuk menyerap kata-katanya. Dia berbohong. Tentu saja, dia bohong. Tapi ada sesuatu yang berusaha melepaskan diri dari dusta itu.
Namun, harus kuakui bahwa tindakan Coin ini amat lihai. Membahayakan aku mengebom anak-anak yang tak berdaya langsung memutuskan sisa-sisa kesetiaan rapuh yang masih dimiliki sebagian orang terhadapku. Tak ada perlawanan berarti setelah itu. Tahukah kau bahwa ledakan itu disiarkan langsung" Kau bisa melihat campur tangan Plutarch di sana. Dan di parasut-parasut itu. Hal-hal semacam itu yang kau harapkan terpikir oleh Ketua Juri Hunger Games, kan" Snow menepuk-nepuk sudut bibirnya. Aku yakin dia tidak sengaja meledakkan adikmu, tapi kejadian buruk macam itu bisa saja terjadi.
Aku tidak bersama Snow sekarang. Aku berada di persenjataan Khusus di 13 bersama Gale dan Beetee. Aku melihat rancangan-rancangan senjata berdasarkan perangkap buatan Gale. Senjata-senjata yang mennguji simpati mausia. Bom pertama membunuh korban-korbannya. Bom kedua membunuh para penolongnya. Aku mengingat kata-kata Gale.
Aku dan Beetee mengikuti aturan yang sama yang diterapkan Presiden Snow ketika dia membajak Peeta.
Salahku adalah, kata Snow, lambat mencerna rencana Coin. Membiarkan Capitol dan distrik-distrik saling menghancurkan, lalu datang mengambil alih kekuasaan dengan Tiga Belas yang lolos nyaris tanpa luka. Janga salah, sejak awal memang dia berniat mengambil alih kekuasaanku. Seharusnya aku tidak kaget. Lagi pula, memang Tiga Belas yang memulai pemberontakan yang membawa kita ke Masa Kegelapan, lalu meninggalkan distrik-distrik lain ketika mereka mulai kalah. Tapi aku tidak mengawasi Coin. Aku mengawasimu, Mockingjay. Dan kau mengawasiku. Aku kuatir kita berdua sudah dipermainkan.
Aku menolah menerima ini sebagai kebenaran. Ada hal-ha yang tak sanggup kuterima. Akhirnya aku mengucapkan kata-kata pertama kematian adikku. Aku tidak percaya padamu.
Snow menggeleng pura-pura kecewa. Oh, Miss Everdeen sayang. Kupikir kita sudah setuju untuk tidak saling membohongi.
BAB DUA PULUH ENAM DI koridor, aku melihat Paylor masih berdiri di tempat yang sama. Kau menemukan apa yang kau cari" tanyanya.
Kuangkat kuntum bunga sebagai jawabannya lalu aku berjalan melewatinya, menyenggolnya sedikit. Aku pasti berhasil kembali ke kamarku, karena tahu-tahu aku sedang mengisi gelas dengan air dari keran kamar mandiku dan memasukkan bunga mawarku ke dalam air. Aku berlutut di ubin kamar mandi yang d
ingin dan memandangi bunga itu lekat-lekat, karena sulit memfokuskan pandangan pada warna putihnya, akibat cahaya lampu neon yang terang benderang. Jemariku mengelus baian dalam gelangku, kuputar-putar gelangku seperti turniket, hingga pergelangan tanganku sakit. Aku berharap rasa sakit ini akan membantuku berpegangan pada kenyataan seperti yang dilakukan Peeta. Aku harus bertahan. Aku harus mengetahui kebenaran yang terjadi.
Ada dua kemungkinan, meskipun rincian kejadiannya bisa saja berbeda. Pertama, sebagian yang kupercayai, Capitol mengirim pesawat ringan itu, menjatuhkan parasut-parasut itu dan mengorbankan nyawa anak-anak, serta mengetahui bahwa para pemberontak yang baru tiba akan menolong mereka. Ada bukti yang mendukung hal ini. lambang Capitol di pesawat ringan, tak adanya usaha untuk meledakkan musuh di udara, dan sejarah panjang mereka dalam menggunakan anak-anak sebagai pion dalam pertempuran mereka terhadap distrik-distrik. Lalu ada cerita Snow. Bahwa pesawat ringan Capitol dikuasai oleh pemberontak untuk mengebom anak-anak untuk mengakhiri perang dengan segera. Tapi jika ini yang terjadi, kenapa Capitol tidak menembak musuh" Apakah mereka tak punya sisa pertahanan lagi" Anak-anak amat berharga di 13, atau mungkin seakan-akan seperti itu. Tapi mungkin tidak berlaku untukku. Setelah aku melewati masa kegunaanku, aku bisa disingkirkan. Walaupun kupikir sudah lama sekali aku tidak dianggap sebagai anak-anak dalam perang ini. dan kenapa mereka melakukannya padalah mereka tahu tim medis mereka akan segera menolong dan rewas dalam ledakan kedua" Merea takkan melakukannya. Mereka takkan tega. Snow berbohong. Dia memaipulasiku seperti yang biasa dilakukannya. Berharap bisa membuatku melawan pemberontak dan mungkin menghancurkan mereka. Ya. Tentu saja.
Lalu apa yang menggangguku" Salah satunya, bom yang meledak dua kali itu. Bukan berarti Capitol tak bisa senjata yang sama, tapi aku yakin para pemberontak memiliki bom-bom macam itu. Itu hasil kecerdasan Gale dan Beetee. Lalu ada fakta bahwa Snow tidak berusaha melarikan diri, padahal aku tahu dia paling jago menyelamatkan diri. Sulit dipercaya bahwa dia tidak bersembunyi di suatu tempat, di bunker dilengkapi sandang pangan dan dia bisa tinggal di sana seumur hidupnya. Dan terakhir, penilaiannya tentang Coin. Memang tak dapat dibantah bahwa Coin melakukan apa yang dikatakannya. Wanita itu membiarkan Capitol dan distrik-distrik saling mengancurkan lalu masuk dan mengambil alih kekuasaan. Seandainya itu memang rencana Coin, tetap tak ada bukti dia yang menjatuhkan parasut-parasut itu. Kemenangan sudah ada dalam genggamannya. Segalanya ada dalam genggamannya.
Kecuali aku. Kuingat jawaban Boggs saat aku mengakui bahwa aku tidak terlalu memikirkan siapa pengganti Snow. Jika jawaban pertamamu bukan Coin, maka kau adalah ancaman. Kaulah wajah pemberontakan. Kau mungkin punya pengaruh lebih banyak daripada siapa pun. Di luaran, yang kaulakukan hanyalah menyabarkan diri menghadapinya.
Tiba-tiba aku teringat pada Prim, umurnya belum empat belas tahun, belum cukup umur untuk mendapat gelar prajurit, tapi entah bagaimana dia bisa bekerja di garis depan. Bagaimana itu bisa terjadi" Aku yakin, adikku memang ingin ikut. Prim memiliki keahlian yang tak dimiliki sejumlah orang yang lebih tua daripada dia. Tapi untuk semua itu, pasti ada seseorang yang berkedudukan tinggi yang harus memberi izin agar anak tiga belas tahun bisa ikut perang. Apakah Coin sengaja melakukannya, dengan harapan aku langsung jadi gila saat kehilangan Prim" Atau paling tidak, membuatku memberinya dukungan mutlak. Aku bahkan tak perlu melihatnya secara langsung. Banyak kemera yang meliput di Bundaran Kota. Merekam momen itu hingga abadi selamanya.
Tidak, sekarang aku bakalan gila, masuk dalam kondisi paranoid. Terlalu banyak orang yang tahu tentamg misi itu. Berita tersebar. Betulkah begitu" Siapa yang tahu rencana itu selain Coin, Plutarch, dan krunya yang terdiri atas tim kecil, setia, dan mudah disingkirkan"
Aku butuh bantuan untuk memikirkan semua ini, namun semua yang kupercaya sudah mati. Cinna. Boggs.
Finnick. Prim. Ada Peeta, tapi yang bisa dia lakukan hanyalah berspekulasi. Lagi pula, aku tak tahu kondisi pikirannya saat ini. sisanya tinggal Gale. Dia berada jauh dariku, tapi jika dia ada di sini, apakah aku mampu memercayakan rahasia ini padanya" Apa yang bisa kukatakan padanya, dengan kalimat macam apa aku bisa mengatakan padanya, tanpa menyinggung bahwa bomnyalah yang membunuh Prim" Kemustahilan gagasan itu yang meyakinkanku bahwa Snow pasti berbohong.
Pada akhirnya, ada satu orang yang bisa kutanyai dan mungkin tahu apa yang terjadi dan mungkin masih ada di pihakku. Memulai topik pembicaraan semacam ini saja menjadi risiko tersendiri. Meskipun Haymitch rela mempertaruhkan nyawaku di arena, kupikir dia takkan mengadukanku pada Coin. Apa pun maslaah kami satu sama lain, kami lebih suka menyelesaikan persoalan-persoalan kami secara pribadi.
Aku berusaha keras bangkit dari ubin kamar mandi, melangkah ke luar pintu, melintasi koridor menuju kamarnya. Setelah ketukanku tak dijawab, aku membuka pintu dan melangkah masuk. Uh. Luar biasa memang kecepatan Haymitch dalam mengotori ruangan. Piring-piring yang isinya baru separo dimakan, botol-botol minuman keras yang pecah berantakan, dan perabotan yang rusak akibat amukan mabuknya tersebar berantakan di seantero kamar. Dia berbaring di ranjangnya, acak-acakan dan kelihatan tidak mandi, terbelit seprai di sana-sini.
Haymitch, panggilku, sambil menggoyang-goyang kakinya. Tentu saja, cara itu tak mempan membangunkannya. Tapi aku mencobanya beberapa kali sebelum menyang seteko air ke wajahnya. Dia terbangun dalam kondisi kaget, dengantangan mengayun-ayunkan pisau. Ternyata, akhir kekuasaan Snow tidak berarti akhir ketakutan Haymitch.
Oh. Kau, katanya. Dari suaranya, aku tahu dia masih setengah mabuk.
Haymitch, kataku. Coba dengar. Mockingjay menemukan suaranya kembali. Dia tertawa. Plutarch bakal senang. Haymitch menenggak minuman dari botol. Kenapa aku basah kuyup begini" Pelan-pelan aku menjatuhkan teko air di belakangku ke atas tumpukan pakaian kotor.
Aku butuh bantuanmu, ujarku.
Haymich bersendawa, mengisi udara dengan uap minuman kerasnya. Ada apa, sweetheart" Masalah cowok" aku tidak tahu kenapa, tapi kata-katanya menyakitiku padahal Haynitch jarang bisa membuatku sakit hati. Sakit hati itu pasti tersirat di wajahku, karena bahkan dalam kondisinya yang mabuk, dia berusaha menarik kembali ucapannya. Tidak lucu! Kembalilah! dari bunyi dentuman tubuhnya yang jatuh menghantam lantai, kuperkirakan dia berusaha mengikutiku, tapi tak ada gunanya.
Aku berjalan zigzag di dalam mansion dan menghilang kedalam lemari yang penuh pakaian sutra. Kutarik sutra-sutra itu dari gantungannya sampai aku bisa membentuk tumpukan lalu menenggelamkan diri di sana. Di dalam kantongku, aku menemukan sebutir morfin lalu menelannya tanpa air, bersiap-siap menghadapi histeria yang mulai memuncak dalam diriku. Namun, semua ini tak cukup untuk memperbaiki keadaan . aku mendengar suara Haymitch memanggilku di kejauhan, tapi dia takkan menemukanku dalam kondisinya. Terutama di tempat baruku ini. aku terbungkus dalam sutra, merasa seperti ulat dalam kepompong, menunggu saat bermetamorfosa. Aku selalu mengira keadaan ini akan membawaku ke dalam kondisi damai. Mulanya begitu. Tapi saat malam tiba, aku merasa makin terperangkap, sesak napas dalam kain-kain halus ini, tak sanggup bangkit sampai aku bertransformasi menjadi sesuatu yang indah. Aku menggeliat, berusaha melepaskan tubuhku yang rusak dan membuka rahasia untuk menumbuhkan sayap yang sempurna. Walaupun sudah berusaha keras, aku tetap jadi makhluk yang mengerikan, menjadi sosokku yang sekarang karena ledakan bom.
Pertemuan dengan Snow membuka deretan pertunjukkan mimpi buruk. Rasanya seperti disengat tawon penjejak lagi. Gelombang gambar-gambar mengerikan yang sesekali terhenti sebentar ketika aku merasa sudah bangun namun kemudian kembali dihantam gelombang kengerian. Ketika para penjaga akhirnya menemukanku, aku sedang duduk di lantai di atas tumpukan pakaian, terbelit kain sutra, berteriak-teriak kalap. Mulanya aku melawan merek
a, sampai mereka meyakinkanku bahwa mereka ingin membantuku, melepaskan kain-kain yang mencekikku, dan mengawalku kembali ke kamar. Dalam perjalanan ke kamar, aku melewati jendela dan aku melihat dini hari yang kelabu dan bersalju di Capitol.
Haymitch yang masih setengah sadar sehabis mabuk menungguku dengan segenggam pil dan senampan makanan yang tak sanggup dicerna kami berdua. Dengan susah payah dia berusaha mengajakku bicara, tapi melihat usahanya sia-sia, dia menyuruhku mandi dengan air yang sudah disiapkan. Bak mandinya dalam, dengan tiga anak tangga untuk sampai ke dasarnya. Aku melangkah ke dalam air hangat dan duduk, air penuh busa sabun hingga ke leherku, berharap obat tadi bisa segera bekerja. Mataku tertuju pada bunga mawar yang sudah mekar dalam satu malam, memenuhi udara yang beruap dengan aroma mawar yang kuat. Aku berdiri dan mengambil handuk untuk menutupi aromanya, saat terdengar ketukan ragu di pintu lalu pintu kamar madi terbuka, memperlihatkan tiga wajah yang sudah kukenal baik. Mereka berusaha tersenyum, tapi bahkan Venia pun tak bisa menyembunyikan keterkejutannya ketika melihat tubuhku yang rusak kena mutt. Kejutan! pekik Octavia, lalu dia langsung menangis. Aku bingung melihat kehadiran mereka saat aku kemudian menyadari pasti hari ini adalah hari eksekusi. Mereka datang untuk menyiapkanku tampil di depan kamera. Menata ulang diriku hingga sampai tahap Cantik Dasar Nol. Tidak heran Octavia menangis. Ini tugas yang tak mungkin berasil dilaksanakan.
Mereka nyaris tak sanggup menyentuh tambalan kulitku karena takut menyakitiku, jadi aku membasuh tubuhku dan mengelapnya sendiri. Kuberitahu mereka bahwa aku nyaris tak merasakan sakitnya lagi, tapi Flavia masih meringis ketika dia memakaikan jubah ke tubuhku. Di kamar tidur, aku menemukan kejutan lain. Sedang duduk tegak di kursi. Disepuh dengan warna emas mulai dari rambut palsu sampai ke sepatu berhak tingginya, dengan clipboard tergenggam erat di tangannya. Hebatnya tak ada yang berubah pada dirinya, kecuali tatapa matanya kini kosong.
Effie, panggilku. Halo, Katniss. Dia berdiri dan mencium pipiku seakan tak ada sesuatu yang terjadi setelah pertemuan terakhir kami, malam sebelum Quarter Quell. Tampaknya hari yang amat besar di depan kita. Kau mulai saja persiapanmu dan aku akan mampir dan memeriksa bermacam-macam pengaturan yang diperlukan.
Oke, kataku pada Effie yang sudah memunggungiku.
Mereka bilang Plutarch dan Haymitch susah payah menjaganya tetap hidup, bisik Venia. Dia dipenjara setelah kau melarikan diri.
Masa tahanannya cukup lama. Effie Trinket, pemberontak. Tapi aku tak mau Coin membunuhnya, jadi aku mengingat-ingat dalam hati untuk menampilkan seperti itu jika ditanya. Kurasa bagus juga Plutarch menculik kalian bertiga.
Kami satu-satunya tim persiapan yang masih hidup. Semua penata gaya dari Quarter Quell tewas, kata Venia. Dia tidak mengatakan siapa yang secara khusus membunuhi mereka. Aku mulai bertanya-tanya apakah pembunuhan itu penting. Dengan hati-hati Venia memegang salah satu tanganku yang rusak akibat luka bakar dan memeriksanya. Menurutmu kukumu kita beri warna apa" Merah atau mungkin hitam legam"
Flavius membuat keajaiban pada rambutku, bahkan bisa meratakan bagian depan rambutku sementara ikatan-ikatan rambutku yang panjang digunakannya untuk menutupi bagian yang botak di belakang. Wajahku tidak kena api sehingga tidak memberi kesulitan lebih daripada biasanya. Setelah aku memakai seragam Mockingjay buatan Cinna, bekas-bekas luka yang terlihat hanya di bagian leher, lengan atas, dan kedua tanganku. Octavia memasang pin Mockingjay di dadaku dan kami muncur untuk melihat diri kami di cermin. Aku tidak percaya bagaimana mereka bisa membuat penampilan luarku tampak normal padahal di dalamnya aku kosong hampa.
Terdengar ketukan di pintu dan Gale melangkah masuk. Kau ada waktu sebentar" tanyanya. Di cermin, aku melihat tim persiapank. Karena tidak tahu harus melangkah ke mana, mereka bertabrakkan beberapa kali lalu pergi mengurung diri di kamar mandi. Gale melangkah menghampiriku dari belakang kami saling mem
andang pantulan masing-masing di cermin. Aku mencari sesuatu yang bisa kujadikan pegangan, semacam pertanda bahwa sosok di cermin adalah anak perempuan dan anak lelaki yang kebetulan bertemu di hutan lima tahun lalu yang kemudia tak terpisahkan lagi. Aku bertanya-tanya apa yang terjadi jika Hunger Games tidak memungut gadis itu jadi peserta. Apakah anak perempuan itu akan jatuh cinta pada si anak lelaki, atau bahkan menikahinya. Dan di suatu saat di masa depan, ketika adik-adik mereka sudah besar, si anak perempuan akan melarikan diri dengan si anak lelaki itu ke hutan dan meninggalkan 12 selamanya. Apakah kelam di antara mereka berlahan-lahan membelit hidup mereka bahkan tanpa bantuan Capitol"
Kubawakan kau ini. gale mengangkat sarung panah. Saat kuperhatikan baik-baik ada sebatang anak panah biasa di dalamnya. Ini Cuma simbolis. Kau menembakkan anak panah terakhir dalam perang.
Bagaimana jika tembakanku meleset" tanyaku. Apakah Coin akan mengambilnya dan mengembalikan anak panah itu padaku" Atau dia akan menembak kepala Snow dengan tangannya sendiri"
Kau takkan meleset. Gale memperbaiki letak sarung panah dibahuku.
Kami berdiri, berhadapan, tidak saling menatap mata. Kau tidak menjengukku di rumah sakit. Gale tidak menjawab, jadi akhirnya aku mengatakannya. Apakah itu bommu"
Aku tidak tahu. Beetee juga tidak tahu, jawabnya. Apakah itu penting" Kau akan selalu memikirkannya.
Dia menungguku menyangkalnya; aku ingin menyangkalnya, tapi apa yang dikatakannya benar. Bahkan hingga kini aku bisa melihat api yang menyambarnya, merasakan panasnya kobaran api. Aku takkan pernah bisa memisahkan momen itu dengan Gale. Diamku adalah jawabanku.
Itu satu hal yang kulakukan selama ini. menjaga keluarhamu, kata Gale. Memanah yang lurus, oke" Gale menyentuh pipiku lalu pergi. Aku ingin memanggilnya agar kembali dan memberitahunya bahwa aku salah. Bahwa aku akan menemukan cara untuk bisa berdamai dengan semua ini. mengingat keadaan yang membuatnya menciptakan bom tersebut. Memperhitungkan kejahatan-kejahatanku yang tak terampuni. Mencari tahu kebenaran tentang siapa yang menjatuhkan parasut-parasut itu. Membuktikan bahwa itu bukaanlah perbuatan pemberontak. Memaafkan Gale. Tapi karena aku tak bisa melakukannya, aku terpaksa harus menghadapi rasa sakit ini.
Effie datang dan mengantarku ke semacam kegiatan rapat. Kuambil busurku dan pada saat terakhir aku teringat pada bunga mawarku, yang kutaruh dalam segelas air. Ketika aku membuka pintu kamar mandi, kulihat tim persiapanku duduk berderet di tepi bak mandi, membungkuk dan tak bersemangat. Aku ingat bahwa aku bukan satu-satunya orang yang luluh lantak karena perang. Ayo, kataku. Penonton menunggu kita.
Aku mengira akan ikut rapat produksi dengan Plutarch yang akan memberiku instruksi di mana aku harus berdiri dan tanda kapan aku harus memanah Snow. Namun ternyata, aku disuruh masuk ke ruangan dengan enam orang yang sudah duduk mengelilingi meja. Peeta, Johanna, Beetee, Haymitch, Annie, dan Enobaria. Mereka memakai seragam pemberontak berwarna abu-abu dari 13. Tak satu dari mereka yang terlihat sehat. Apa ini" tanyaku.
Kami tidak yakin, jawab Haymitch. Tapi sepertinya ini perkumpulan pemenang yang terssa.
Hanya kita" tanyaku.
Harga jadi selebrita, kata Beetee. Kita jadi sasaran dari dua belah pihak. Capitol membunuh para pemenang yang dicurigai sebagai pemberontak. Para pemberontak membunuh mereka yang diduga bersekutu dengan Capitol.
Johanna memberengut marah pada Enobaria. Lalu apa yang dia lakukan di sini"
Dia terlindung di bawah Perjanjian Mockingjay, tukas Coin, ketika dia masuk berjalan di belakangku. Di mana dalam perjanjian tersebut Katniss Everdeen setuju untuk mendukung pemberontak ditukar dengan pemberian kekebalanpada para pemenang yang tertangkap. Katniss sudah melaksanakan bagian dari perjanjiannya, dan kita juga akan melaksanakan bagian kita.
Enobaria tersenyum pada Johanna. Jangan senang dulu. Kata Johanna. Kami tetap akan membunuhmu.
Silakan duduk, Katniss, ujar Coin, sambil menutup pintu. Aku duduk diantara Annie dan Beete
e, perlahan-lahan menaruh bunga mawar Snow di atas meja. Seperti biasa, Coin tidak berbasa-basi. Aku memintamu datang kemari untuk menyudahi debat. Hari ini kita akan mengeksekusi Snow. Beberapa minggu terakhir ratusan kaki-tangannya dalam menindas Panem sudah disidang dan menunggu pelaksanaan hukuman mati. Akan tetapi, penderitaan yang dialami distrik-disterik sangatlah ekstrem sehingga tindakan hukuman mati ini dianggap tidak cukup membayar penderitaan para korban. Bahkan,. Banyak yang meminta agar seluruh warna negara Capitol dimusnahkan. Namun, demi mempertahankan jumlah penduduk, kita tidak bisa melakukannya.
Melalui air di gelas, aku melihat bayangan distorsi salah satu tangan Peeta. Kami berdua korban mutt api. Tatapanku bergerak naik, melihat bekas kobaran api yang menjilat dahinya, menghanguskan alisnya tapi tidak mengenai matanya. Sepasang mata biru yang sama yang biasa memandang mataku lalu membuang pandang di sekolah. Sama seperti yang dilakukannya sekarang.
Jadi, kita punya pilihan lain. Karena aku dan rekan-rekanku tak bisa mencapai kesepakatan, kami sependapat agar para pemenang yang memutuskannya. Empat orang menjadi suara mayoritas, yang artinya menyetujui rencana yang disebutkan. Tak ada seorang pun yang boleh abstain, ujar Coin. Rencana yang diajukan untuk mengganti pemusnahan seluruh penduduk Capitol adalah, kita melaksanakan Hunger Games terakhir secara simbolis, menggunakan anak-anak mereka yag memiliki kedudukan penting di Capitol.
Kami bertujuh langsung menoleh memandangnya. Apa" tanya Johanna.
Kita akan mengadakan Hunger Games lain menggunakan anak-anak Capitol, kata Coin.
Kau bercanda ya" tanya Peeta.
Tidak. Sekalian kuberitahu juga, jika kita mengadakan Hunger Games ini, kita akan mengumumkan pelaksanaannya dilakukan berdasarkan izin kalian. Walaupun demi keamanan kalian, kita akan merahasiakan apa pun pilihan yang kalian buat, ujar Coin.
Apakah ini ide Plutarch" tanya Haymitch.
Ini ideku, jawab Coin. Ide ini sepertinya bisa menyeimbangkan kebutuhan untuk balas dendam dengan mengorbankan nyawa paling sedikit. Kalian bisa memberikan pilihan sekarang.
Tidak! seru Peeta. Aku memilih tidak, tentu saja! Kita tidak boleh mengadakan Hunger Games lagi!
Kenapa tidak" tukas Johana. Buatku adil begini. Snow punya cucu perempuan. Aku memilih ya.
Aku juga, kata Enibaria, dengan tak acuh. Biar mereka rasakan sendiri ciptaan mereka.
Ini sebabnya kita memberontak! Ingat" Peeta memandang kami semua. Annie"
Aku memilih tidak bersama Peeta, katanya. Finnick juga akan memilih tidak jika dia ada di sini.
Tapi dia tak ada di sini, karena mutt Snow membunuhnya, Johanna mengingatkan Annie.
Tidak, kata Beetee. Ini akan jadi preseden buruk. Kita harus berhenti memandang satu sama lain sebagai musuh. Pada saat ini, persatuan amat penting demi kelangsungan hidup kita. Tidak.
Tinggal Katniss dan Haymitch, kata Coin.
Apakah dulu seperti ini" Tujuh puluh lima tahun lalu" Apakah ada sekelompok orang yang duduk dan memberikan suara mereka untuk memulai Hunger Games" Apakah ada perbedaan pendapat apakah ada yang menusulkan amounan yang dikalahkan oleh seruan kematian untuk anak-anak dari seluruh distrik" Bau bunga mawar milik Snow menerpa hidungku, turun ke tenggorokanku, menyelusupkan keputusasaan di dalam sana. Semua orang yang kucintai sudah tewas dan kami membicarakan Hunger Games berikutnya sebagai upaya untuk menghindari pembunuhan yang sia-sia. Tak ada yang berubah. Takkan ada yang bakal berubah sekarang.
Aku menimbang-nimbang pilihanku dengan saksama, memikirkan segalanya dengan menyeluruh. Kupandangi bunga itu lekat-lekat, lalu berkata, Aku memilih ya... untuk Prim.
Haymitch, sekarang tergantung padamu, kata Coin.
Peeta yang marah besar membentak-bentak Haymitch dengan sikap yang melanggar kesopanan, tapi aku bisa merasakan Haymitch memandangiku. Inilah saatnya. Saat kami menyadari seberapa miripnya kami, dan seberapa besar dia sungguh-sungguh memahamiku.
Aku ikut Mockingjay, jawabnya.
Bagus sekali. Pemungutan suara selesai, kata Coin.
Sekarang kita harus bersiap
-siap untuk pelaksanaan eksekusi.
Ketika Coin berjalan melewatiku, kuangkat gelas berisi bunga mawar. Bisakah kau memastikan agar Snow memakai bunga ini" tepat di bagian jantungnya"
Coin tersenyum. Tentu saja. Dan akan kupastikan juga dia tahu tentang Hunger Games berikutnya.
Terima kasih. Ujarku. Orang-orang memasuki ruangan, mengelilingiku. Polesan bedak terakhir, instruksi-instruksi dari Plutarch ketika aku dibimbing menuju pintu depan mansion. Bundaran Kota penuh sesak dengan massa hingga sampai ke tepi jalan. Yang lain-lain mengambil posisi mereka di luar. Para penjaga. Para pejabat. Para pemimpin pemberontak. Para pemenang. Aku mendengar sorak sorai yang menandakan Coin sudah berada di balkon. Lalu Effie menepuk bahku, dan aku melangkah menuju cahaya matahari musim dingin. Aku berjalan ke tempatku, diiringi raungan yang memekakkan telinga dari penonton. Sebagaimana yang sudah diperintahkan, aku berputar agar mereka bisa melihat raut wajahku, lalu menunggu. Ketika mereka menggiring Snow keluar pintu, penonton menggila. Mereka mengikat kedua tangan Snow di belakang tiang, yang sebenarnya berlebihan. Dia tak bakal ke maa-mana. Tak ada tempat yang ditujunya. Ini bukan panggung luas di depan Pusat Latihan tapi teras sempit di depan mansion presiden. Tidak heran tak ada seorang pun yang menyuruhku latihan. Jarak Snow Cuma sepuluh meter.
Aku merasakan busurku mendengung dalam genggamanku. Kuulurkan tanganku ke belakang, mengambil anak panah. Aku memasang anak panah di busur, membidik bunga mawar, tapi aku memperhatikan wajah Snow. Dia batuk dan darah menetes ke dagunya. Lidahnya menjilat bibirnya yang bengkak. Aku melihat matanya, mencari sedikit tanda-tanda, apa pun, rasa takut, penyesalan, kemarahan. Tapi hanya ada tatapan senang yang sama yang mengakhiri percakapan terakhir kami. Seakan dia mengucapkan kata-kata itu lagi. Oh, Miss Everdeen sayang. Kupikir kita sudah setuju untuk tidak saling membohongi.
Dia benar. Kami memang sudah setuju.
Ujung anak panahku bergerak naik. Lalu kulepaskan panahku. Presiden Coin terjatuh dari balkon dan mendarat di tanah. Tewas.
BAB DUA PULUH TUJUH DALAM reaksi keterkejutan yang terjadi selanjutnya, aku menyadari adanya satu suara. suara tawa Snow. Suara tawa cekikikan yang menjijikkan, lalu berlanjut dengan darah yang muncrat dari mulutnya ketika dia mulai batuk darah. Aku melihat tubuhnya tertunduk, muntah darah habis-habisan, sampai para penjaga menghalanginya dari pandanganku.
Ketika orang-orang berseragam abu-abu mulai mengelilingku, terlintas dalam pikiranku seperti apa masa depan pembunuh presiden baru Panem. Interogasi, mungkin siksaan, dan pastinya eksekusi di depan umum. Dan aku harus mengucapkan selamat tinggal untuk terakhir kalinya pada beberapa orang yang masih mengisi hatuku. Bayangan bahwa aku akan berhadapan dengan ibuku, yang akan sendirian di dunia ini, membuatku mengambil keputusan.
Selamat malam, aku berbisik pada busur di tanganku dan merasakannya tak bergerak. Kuangkat lenga kiriku dan kutundukkan kepalaku untuk merobek pil di lengan bajuku. Namun gigiku mengenai kulit dan daging. Aku mendongak bingung dan mataku memandang mata Peeta yang balas menatapku lekat-lekat. Darah mengalir dari bekas gigiku di tangannya yang menghalangiku dari pil nightlock. Lepaskan aku! bentakku, berusaha melepaskan lenganku dari genggamannya.
Aku tidak bisa, jawabnya. Saat mereka menarikku menjauh dari Peeta, aku merasakan sakuku ditarik lepas dari lengan pakaianku, dan kulihat pil berwarna ungu tua jatuh ke tanah. Aku melihat hadiah terakhir Cinna berinjak-injak sepatu bot para penjaga. Aku langsung menendang, mencakar, menggigit seperti hewan liar, melakukan apa pun yang bisa kulakukan agar dapat melepaskan diri dari tangan-tangan yang menjamahku dari orang-orang yang makin banyak. Para penjaga mengangkatku dari keributan, dan aku masih meronta ketika aku ditarik dari kerumunan massa. Aku berteriak memanggil Gale. Aku tak bisa menemukannya di kerumunan orang, tapi dia seharusnya tahu apa yang kuinginkan. Satu tembakan yang mengenai sasaran akan mengakhiri segalanya.
Namun tak ada panah, tak ada peluru. Mungkinkan Gale tidak melihatku" Tidak mungkin. Di atas kami, layar-layar televisi raksasa ditempatkan di sekeliling Bundaran Kota, semua orang bisa melihat apa yang terjadi. Gale melihatku, dia tahu, tapi dia tidak mengerti. Sama seperti aku tidak mengerti ketika dia ditangkap. Alasan-alasan yang menyedihkan bagi sepasang pemburu dan sahabat. Aku dan dia.
Aku sendirian. Aku berada di dalam mansion,mereka memborgol dan menutup mataku. Aku setengah diseret, setengah digendong melewati lorong yang panjang, naik dan turun evalator, lalu di dorong ke lantai berkarpet. Borgolku sudah dilepas dan pintu dibanting menutup di belakangku. Saat aku membuka penutup mataku, aku ternyata berada di dalam kamarku yang lama di Pusat Latihan. Kamar yang kudiami pada hari-hari Hunger Games dan Quarter Quell. Ranjangnya sudah dibongkar hingga tinggal kasur, lemari-lemari menganga terbuka, kosong di dalamnya, tapi aku mengenali kamar ini.
Dengan susah payah aku berdiri dan melepas seragam Mockingjay. Tubuhku memar-memar dan mungkin ada jariku yang patah, tapi kulitku yang rusak paling parah. Kulit merah mudaku yang baru robek seperti tisu dan darah merembes keluar dari sel-sel kulit hasil buatan laboratorium. Tak ada petugas medis yang datang, dan aku sama sekali tidak peduli. Aku merangkak ke kasur, dan berharap mati kehabisan darah.
Ternyata aku tak seberuntung itu. Pada malam hari, darahku membeku, memuat tubuhku kaku, sakit dan lengket, tapi hidup. Dengan lengkah terpincang-pincang aku masuk ke kamar mandi dan memprogram pancuran air dengan kucuran paling lembut yang bisa kuingat. Tanpa sabun dan sampo, aku berjongkok di bawah kucuran air hangat, dengan kedua siku di atas lutut dan kepala di kedua tanganku.
Namaku Katniss Everdeen. Kenapa aku belum mati" Seharusnya aku mati. Akan lebih baik buat semua orang jika aku mati...
Saat aku melangkah ke keset kaki, udara panas menggigit kulitku yang kering. Aku tak punya pakaian ganti. Bahkan aku tak punya haduk yang bisa membungkus tubuhku. Di dalam kamar, ternyata seragam Mockingjay sudah lenyap. Sebagai gantinya ada baju kertas. Ada makanan yang dikirim dari dapur misterius lengkap dengan sekotak obat untuk pencuci mulutnya. Aku makan, minum obat, mengoleskan salep ke kulitku. Aku perlu memusatkan pikiran pada cara bunuh diriku. Aku meringkuk kembali ke kasur yang bernoda darah, tak merasa kedinginan tapi merasa telanjang hanya membungkus kulitku dengan pakaian kertas. Melompat untuk mati bukanlah pilihan bagiku kaca jendela pasti tebalnya hampir tiga puluh senti meter. Aku bisa membuat jerat yang bagus, tapi tak ada tempat menggantung tali agar aku bisa gantung diri. Aku bisa saja mengumpulkan obat-obatku lalu menelannya sekaligus dalam dosis mematikan, tapi aku yakin mereka pasti mengawasiku selama 24 jam penuh. Berdasarkan pengalaman, aku pasti sedang ditayangkan secara langsung di televisi saat ini sementara para komentator berusaha menganalisis apa yang membuatku terdorong untuk membunuh Coin. Kamera-kamera pengawas tidak memungkinkanku bunuh diri. Mengambil nyawaku kini menjadi hak istimewa Capitol. Sekali lagi.
Tang bisa kulakukan hanyalah menyerah. Aku bertekad untuk berbaring tanpa makan, minum, atau minum obat. Aku bisa melakukannya. Mati begitu saja, seandainya ketagihan morfin tidak membunuhku lebih dulu. Penghentian morfin tidak dihentikan secara bertahap seperti di rumah sakit di 13, tapi langsung seketika. Aku pasti mendapat asupan morfin dosis besar karena ketika aku ketagihan, aku sampai gemetaran, sakit setengah mati, dan kedinginan, tekadku langsung rontok seketika. Aku berlutut, meraba-raba karpet mencari pil-pil berharga yang kubuang saat aku masih kuat. Kubatalkan rencana bunuh diriku dengan kematian pelan-pelan akibat morfin. Aku akan jadi sekantong tulang berkuli kuning, dengan mata besar. Rencana itu berjala baik, dan kemajuanku cukup bagus, ketika terjadi sesuatu di luar perkiraan.
Aku mulai bernyanyi. Di jendela, di kamar mandi, dalam tidurku. Berjam-jam waktu kuhabiskan menyanyikan balada, lagu-lagu cinta, dan udara pegunungan.
Semua lagu yang diajari ayahku sebelum dia meninggal, karena sejak dia meninggal nyaris tak ada musik dalam hidupku. Hebatnya aku masih mengingat lagu-lagu itu dengan jelas. Nadanya, liriknya. Suaraku, yang awalnya kasar dan pecah pada saat nada tinggi kemudian berubah jadi indah didengar. Suara yang membuat mockingjay-mockingjay terdiam lalu ikut bernyanyi. Hari demi hari berlalu, berganti jadi minggu demi minggu. Aku melihat salju turun di tepi luar jendelaku. Dan selama itu, hanya suarakulah yang kudengar.
Apa sih yang mereka lakukan" Apa yang menahan mereka" Sesulit apa sih mengatur eksekusi untuk gadis pembunuh" Aku terus melanjutkan usaha untuk menghancurkan diriku sendiri. Tubuhku makin kurus dan pertarunganku melawan rasa lapar amat brutal sehingga terkadang sisi binatangku menyerah pada godaan roti yang diolesi mentega atau daging panggang. Tapi, aku tetap menang. Selama beberapa hari aku merasa tidak sehat dan kupikir akhirnya aku akan pergi dari dunia ini, ketika aku menyadari pil-pil morfinku berkurang. Tapi kenapa" Tentunya Mockingjay yang kecanduan obat akan lebih mudah dibunuh di hadapan massa. Lalu pikiran mengerikan terlintas di benakku. Bagaimana jika mereka punya lebih banyak rencana untukku" Cara baru untuk mengubah, melatih, dan memanfaatkanku"
Aku tak mau melakukannya. Jika aku tidak bisa bunuh diri, aku akan memanfaatkan kesempatan pertama di luar sana untuk melakukannya. Mereka bisa membuatku gemuk. Mereka bisa memoles sekujur tubuhku, mendandaniku dengan pakaian indah, dan membuatku cantik lagi. Mereka bisa merancang senjata-senjata impian yang menjadi ampuh di tanganku, tapi mereka takkan pernah mencuci otakku hingga merasa perlu menggunakannya. Aku tak lagi merasa terhubung dengan monster-monster yang menyebuy diri mereka manusia ini, meskipun aku sendiri manusia. Kupikir Peeta sedang melakukan sesuatu terhadap kami yang saling menghancurkan dan membiarkan spesies yang lebih baik mengambil alih dunia ini. karena pasti asa sesuatu yang amat salah dengan makhluk hidup yang mengorbankan hidup anak-anak mereka untuk menyelesaikan perbedaan-perbedaan mereka. Kau bisa memutar balik fakta sedemikian rupa. Snow beranggapan Hunger Games adalah alat kontrol yang efisien. Coin pikir bom-bom parasut itu aka mempercepat perang berakhir. Tapi pada akhirnya, siapa yang mendapat keuntungan dari semua itu" Tak ada seorang pun. Sesungguhnya, tak ada seorang manusia pun yang untung tinggal di dunia tempat semua kejadian ini terjadi.
Setelah dua hari berbaring di atas kasurku tanpa ada niat untuk makan, minum, atau menelan morfin, pintu kamarku terbuka. Ada orang yang berjala masuk, lalu mengitari ranjang dan berada dalam jarak pandangku. Haymitch. Persidanganmu sudah selesai, katanya. Ayo. Kita pulang.
Pulang" Apa maksudnya" Rumahku sudah lenyap. Dan seadainya kami bisa pergi ke tempat khayalan ini, aku terlalu lemah untuk bergerak. Orang-orang asing masuk, mereka memberiku cairan dan makanan. Memandikan dan memakaikan pakaian. Ada yang menggendongku seperti mengangkat boneka kain dan membawaku ke atap, menuju pesawat ringan, dan mengikat sabuk pengaman di kursiku. Haymitch dan Plutarch duduk di depanku. Beberapa menit lagi kami akan terbang.
Aku tak pernah melihat Plutarch seriang itu. Bisa dibilang dia berkilau bahagia. Kau pasti punya jutaan pertanyaan! saat aku tidak menjawab, dia tetap memberi penjelasan.
Setelah aku memanah Coin, terjadi kekacauan. Setelah keributan mereda, mereka menemukan jasad Snow, masih terikat di tiang. Ada dua pendapat berbeda apakah dia tewas karena tersedak saat tertawa atau karena terinjak-injak massa. Tak ada yang peduli. Mereka langsung mengadakan pemilu darurat dan Paylor terpilih jadi Presden. Plutarch terpilih jadi menteri komunikasi, yang artinya dia mengatur program acara televisi. Acara televisi pertama yang terbesar adalah persidanganku, dengan dia sebagai saksi utama. Untuk membelaku, tentusaja. Walaupun orang yang amat berperan besar dalam membebaskanku dari tuduhan adalah Dr. Aurelius, yang layak mendapat tidur siang dengan menampilkanku sebagai orang sakit jiwa
yang putus asa dan mengalami gangguan saraf karena perang. Satu syarat yang harus dipenuhi agar aku bisa dibebaskan adalah aku tetap berada di bawah perawatanya, meskipun aku akan menjalaninya lewat telepon karena dia takkan pernah mau tinggal di tempat buangan seperti Distrik 12, dan aku ditahan di tempat ini sampai ada pemberitahuan lebih lanjut. Sesungguhnya, tak ada seorang pun yang tahu harus berbuat apa padaku setelah perang usai. Meskipun jika ada perang lagi, Plutarch pasti akan bisa menemukan peran untukku. Lalu Plutarch tertawa berbahak-bahak. Sepertinya dia tak pernah merasa terganggu meski tak seorang pun menanggapi leluconnya.
Apakah kau sedang menyiapkan perang lain, Plutarch" tanyaku.
Oh, tidak sekarang. Saat ini kita sedang berada dalam masa manis dan semua orang sependapat bahwa kengeria-kengerian yang kita alami baru-baru ini tak boleh sampai terulang, katanya. Tapi pikiran kolektif biasanya tak berumur panjang. Kita adalah makhluk plin-plan dan bodoh, dengan ingatan yang payah dan diberkahi kemampuan menghancurkan diri sendiri. Walaupun tak ada yang bisa menerka masa depan. Mungkin inilah saatnya, Katniss.
Apa" tanyaku. Saatnya perdamaian. Mungkin kita menyatakan evolusi manusia. Coba pikirkan. Kemudian Plutarch menanyakan padaku apakah aku mau ikut program nyanyi terbaru yang akan diluncurkannya beberapa minggu lagi. Musik yang riang akan bagus untukku. Dia akan mengirim kru kamera ke rumahku.
Kami mendarat di Distrik 3 sebentar untuk menurunkan Plutarch. Dia bertemu dengan Beetee untuk membicarakan teknologi terbaru dalam bidang penyiaran. Kata-kata perpisahannya padaku adalah Jangan sungkan padaku.
Ketika kami kembali terbang di awan, aku memandang Haymitch. Jadi kau kembali ke Dua Belas juga"
Mereka sepertinya juga tak bisa menempatkan aku di Capitol, jawab Haymitch.
Mulanya, aku tidak mempertanyakan jawabannya. Tapi keraguan demi keraguang menyelinap masuk benakku. Haymitch tak membunuh siapa pun. Dia bisa pergi kemana pun. Jika dia kembali ke 12, itu karena dia diperintahkan ke sana. Kau harus menjagaku ya" Sebagai mentorku. Dia angkat bahu. Lalu aku tahu apa artinya ini. Ibuku tidak ikut pulang.
Tidak, katanya. Haymitch mengeluarkan amplop dari jaketnya, lalu menyerahkannya padaku. Aku memperhatikan tulisan yang halus dan sempurna di bagian depan amplop. Dia membantu mendirikan rumah sakit di Distrik Empat. Ibumu ingin kau menelepn setibanya kau di rumah. Jariku menelusuri goresan anggun yang tertera di surat itu. Kau tahu kenapa dia tak bisa kembali. Ya, aku tahu kenapa. Karena antara ayahku, Prim, dan abu di distrik, tempat itu terlalu menyakitkan untuk ditinggali. Tapi nyatanya tidak untukku. Kau mau tahu siapa lagi yang takkan ada di sana"
Tidak, kataku. Aku ingin itu jadi kejutan.
Sebagai mentor yang baik, Haymitch menyuruhku makan sandwich, lalu pura-pura percaya aku tertidur sepanjang sisa perjalanan. Dia menyibukkan diri mencari-cari di setiap kompartemen dalam pesawat ringan, dan berhasil menemukan minuman keras, lalu menyimpannya ke dalam tas. Sudah malam ketika kami tiba di lapangan rumput di Desa Pemenang. Lampu-lampu menyala di separo rumah-rumah di sini, termasuk rumah Haymitch dan aku. Tapi tidak rumah Peeta. Ada orang yang menyalakan api di dapurku. Aku duduk di kursi goyang di depan perapuan, memeluk surat ibuku.
Sampai bertemu besok, kata Haymitch.
Mockingjay Buku Terakhir Trilogi The Hunger Games Karya Suzanne Collins di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Botol-botol minuman keras di dalam tasnya berdenting. Aku berbisik, Aku tidak yakin.
Aku tak sanggup bergerak dari kursi. Bagian lain rumahku terasa sangat dingin, kosong, dan gelap. Kubungkus tubuhku dengan selendang tua dan memandangi api yang berkobar. Kurasa aku ketiduran, karena tahu-tahu pagi sudah tiba dan Greasy Sae sudah sibuk di dapur. Dia membuatkanku telur dan roti panggang dan duduk di sana sampai aku selesai makan semuanya. Kami tak banyak bicara. Cucu perempuannya yang masih kecil, anak yang hidup di dunianya sendiri, mengambil gulungan benang berwarna biru terang dari keranjang merajut milik ibuku. Greasy Sae menyuruhnya menaruh gulungan benang itu, tapi kubilang dia boleh mengambi
lnya. Tak ada seorang pun di rumah ini yang merajut lagi. Setelah sarapan, Greasy Sae mencuci piring lalu pergi, tapi dia kembali lagi saat makan malam dan membuatkan makan lagi. Aku tak tahu apakah dia Cuma jadi tetangga yang baik atau dia digaji pemerintah, tapi dia datang sehari dua kali. Dia masak, aku makan. Aku berusaha memikirkan apa tindakanku selanjutnya. Tak ada penghalang lagi dalam hidupku. Tapi aku sepertinya menanti sesuatu.
Kadang-kadang telepon berdering dan terus berdering, tapi aku tidak menjawabnya. Haymitch tak pernah datang mengunjungiku. Mungkin dia berubah pikiran dan pergi, meskipun kupikir dia Cuma mabuk. Tak ada yang datang ke rumahku kecuali Greasy Sae dan cucunya. Setelah berbulan-bulan berada dalam kurungan soliter, keberadaan mereka sudah ramai buatku.
Musim semi terasa di udara hari ini. kau harus keluar, katanya. Pergilah berburu.
Aku belum pernah meninggalkan rumah. Aku bahkan tak pernah meninggalkan dapur, kecuali ke kamar madi kecil yang jaraknya hanya beberapa langkah. Aku masih mengenakan pakaian yang sama yang kupakai ketika meninggalkan Capitol. Aku Cuma duduk di dekat api. Memandang surat-surat yang tak terbuka dan menumpuk di atas tungku perapian. Aku tak punya busur.
Lihatlah di ruang depan. Ujar Greasy Sae.
Setelah dia pergi, aku mempertimbangkan keinginan untuk ke ruang depan. Tapi kusingkirkan keinginan itu. Namun setelah beberapa jam, aku berjalan ke sana, melangkah tanpa suara dengan kaki terbungkus kaus kaki. Di ruang belajar, tempat aku pernah minum teh bersama Presiden Snow, aku menemukan kotak berisi jaket berburu ayahku, buku tanaman, foto pernikahan orangtuaku, alat sadap yang dikirim Haymitch, dan bandul kalung yang diberikan Peeta padaku di arena jam. Dua busur dan sekantong panah yang berhasil diselamakan Gale pada malam pengeboma itu ada di atas meja. Kupakai jaket berburu dan kutinggalkan barang-barang lainnya di meja tanpa kusentuh. Aku tertidur di sofa ruang tamu. Aku mimpi buruk dalam tidurku, dalam mimpi aku berbaring di kuburan yang amat dalam dan semua orang yang sudah tewas yang kukenal datang dan menyekopkan abu kepadaku. Mimpi buruk itu amat panjang, bila mengingat banyaknya orang yang ada dalam mimpi itu, dan semakin dalam aku terkubur, semakin suliy aku bernapas. Aku berusaha berteriak, memohon pada mereka agar berhenti,tapi aku memenuhu mulut dan hidungku sehingga aku tak bisa bersuara. Dan sekap masih terus menyerok abu...
Aku kaget saat terbangun. Cahaya pagi yang pucat menyeruak di ujung tirai jendela. Bunyi sekop masih terdengar. Masih dalam keadaan separo tenggelam dalam mimpi buruk, aku berlari ke ruang depan, ke luar pintu depan, dan berjalan ke samping rumah, karena sekarang aku yakin aku bisa langsung bertemu dan berteriak pada mereka yang sudah mati. Saat aku melihatnya, aku berhenti mendadak. Wajahnya memerah karena menggali di bawah jendela. Di dalam gerobak sorong, ada lima semak yang berantakan.
Kau kembali, kataku. Dr. Aurelius baru mengizinkanku meninggalkan Capitol kemarin, kata Peeta. Ngomong-ngomong, dia menyuruhku memberitahumu bahwa dia tak bisa selamanya pura-pura merawatmu. Kau harus menjawab telepon.
Peeta tampak sehat. Kurus dan ada bekas-bekas luka bakar di tubuhnya seperti aku, tapi matanya tak lagi berkabut dan tersiksa. Dia mengutkan kening sedikit ketika membawaku masul. Tanganku asal-asalan menyeka rambut dari mataku dan menyadari bahwa rambutku sudah menggumpal. Aku merasa terpojok. Apa yang kau lakukan"
Aku pergi ke hutan pagi ini dan menggalinya. Untuk dia, kata Peeta. Kupikir kita bisa menanamnya di samping rumah.
Aku memandangi semak itu, ada tanah yang kotor menggumpal di akar-akarnya, dan aku menahan mapas ketika menyadari itu adalah bunga mawar. Aku baru saja hendak memaki-maki Peeta ketika aku menyadari mawar jenis apa yang dibawanya. Buka bunga mawar biasa, tapi primrose. Bunga yang menjadi asal nama adikku. Aku menganggugguk memberi persetujuan pada Peeta, lalu bergegas kembali ke dalam rumah dan mengunci pintu di belakangku. Tapi iblis ada di dalam, bukan di luar. Aku gemetar karena lemas d
an gelisah, lalu berlari menaiki tangga. Kakiku sampai di puncak tangga dan aku terjatuh ke lantai. Kupaksa tubuhku bangkit da masuk ke kamarku. Bau itu, walaupun samar, tercium di udara. Bunga mawar putih di antara bunga-bunga kering di vas. Mengerut dan rapuh, tapi masih mengandung kesempurnaan tak alami dari rumah kaca Snow. Kuambil vas bunga itu, berjalan terhuyung-huyung ke dapur, dan kulempar semua isinya ke bara api. Ketika bunga itu dilahap api, ada kobaran api biru yang melahap bunga mawar itu. Api mengalahkan bunga mawar lagi. Sekalian kubanting vas bunga itu ke lantai.
Aku kembali ke atas, membuka jendela kamar tidur untuk mengeluarkan bau busuk Snow. Tapi bau itu masih ada, di pakaianku, di pori-pori kulitku. Kubuka pakaianku, dan sepotong kulit seukuran kartu menempel di bajuku. Aku menghindari cermin, melangkah ke pancuran air dan menggosok bunga mawar dari rambut, tubuh, dan mulutku. Tubuhku merah muda terang dan gatal, lalu aku mencari pakaian yang bisa kupakai. Butuh waktu setengah jam bagiku untuk menyisir rambut. Greasy Sae membuka pintu depan. Sementara dia menyiapkan sarapan, kulempar pakaianku ke api. Seperti sarannya, kupotong kukuku dengan pisau.
Sambil menyantap telur, aku bertanya padanya, Kemana Gale"
Distrik Dua. Dia punya pekerjaan hebat di sana. Sesekali aku melihatnya di televisi, jawabnya.
Kukorek-korek perasaanku, berusaha menemukan rasa marah, benci, dan rindu. Yang kurasa hanya lega.
Aku akan berburu hari ini, kataku.
Aku tak keberatan dapat daging buruang segar, ujar Greasy Sae.
Aku mempersenjatai diriku dengan busur dan panah, lalu berjalan keluar, berniat keluar dari 12 melalui Padang Rumput. Di dekat alun-alun ada sekelompok orang yang memakai masker dan sarung tangan dengan gerobak-gerobak yang ditarik kuda. Mereka meyaring apa yang terkubur di bawah salju sepanjang musim dingin. Mengumpulkan sisa-sisa. Aku mengenali Thom, bekas teman sekerja Gale, yang berhenti sejenak dari kegiatannya untuk mengelap keringat dari dahinya. Aku ingat melihatnya di 13, tapi dia pasti pulang ke distrik ini. sambutannya memberiku keberanian untuk bertanga, Apakah mereka menemukan seseorang di sana"
Seluruh keluarga. Dan dua orang yang berkerja pada mereka. Thom menjelaskan padaku.
Madge. Gadis yang berani, baik hati, dan tak banyak bicara. Orang yang memberiku pin yang menjadi julukanku. Aku menelan ludah dengan susah payah. Aku penasaran apakah Madge akan bergabung dalam mimpi burukku malam ini. menyerokkan abu ke mulutku. Kupikir mungkin karena ayahnya wali kota...
Kurasa menjadi wali kota Dua Belas tidak memberinya keberuntungan, ujar Thom.
Aku mengagguk lalu terus berjalan, berusaha tidak memandang isi gerobak. Sepanjang jalan di kota dan Seam, semua sama. Pemungutan korban tewas. Saat aku makin dekat ke reruntuhan rumah lamaku, jalan makin penuh dengan gerobak. Padang Rumput sudah lenyap, atau tepatnya berubah secara mendadak. Ada liang yang digali dalam, dan mereka menderetkan tulang-belulang di dalamnya. Kuburan massal untuk penduduk kotaku. Aku berjalan memutari liang itu dan masuk kehutan lewat tempat yang sama. Tapi tak ada bedanya. Pagar sudah tak dialiri listrik dan ditopang dengan dahan-dahan panjang agar binatang pemangsa tidak masuk. Tapi kebiasaan lama sulit hilang. Aku berniat pergi ke danau, tapi tubuhku amat lemah, bahkan aku nyaris tak sanggup ke tempat aku biasa bertemu Gale. Aku duduk di batu tempat Cressida merekamku, tapi batu itu terlalu lebar tanpa keberadaan Gale disampingku. Aku memejamkan mata beberapa kali dan menghitung sampai sepuluh, berharap saat kubuka mataku, Gale akan muncul di hadapanku tanpa suara, sebagimana yang sering dilakukannya. Aku harus mengingatkan diriku sendiri bahwa Gale ada di 2 dengan pekerjaan hebat, mungkin mencium bibir gadis lain.
Ini hari favorit Katniss yang lama. Awal musim semi. Kayu-kayu mereka setelah musim dingin yang panjang. Tapi dorongan energi yang dimulai dari bunga primrose kini mulai memudar. Pada saat aku kembali ke pagar, aku pusing dan mual, hingga Thom harus mengantarku pulang dengan gerobak orang mati. Dia mema
pahku ke sofa ruang tamu, disana aku memperhatikan debu cahaya bergerak berputar dalam semburat tipis cahaya sore hari.
Kepalaku langsung menoleh mencari-cari suara desisan itu, tapi butuh waktu beberapa saat untuk percaya bahwa dia sungguh nyata. Bagaimana dia bisa tiba di sini" Kuperhatikan cakaran binatang liar di tubuhnya, salah satu kaki belakangnya yang sedikit terangkat, dan tulang yang menonjol di wajahnya. Dia pasti pulang berjalan kaki, berjalan begitu jauh dari 13. Mungkin mereka mengusirnya atau mungkin dia tak tahan berada di sana tanpa Prim, jadi dia datag kemari mencarinya.
Perjalanan yang sia-sia. Dia tak ada di sini, aku memberitahunya. Buttercup mendesis lagi. Dia tak ada di sini. Kau bisa mendesis semaumu. Kau takkan bisa menemuka Prim. Mendengar nama adikku, Buttercup langsung waspada. Telinganya yang lunglai langsung menegak. Dia mulai mengeong penuh harap. Keluar! dia menghindar dari bantal yang kulempar padanya. Pergi! Tak ada yang tersisa untukmu di sini! aku mulai gemetar, marah pada kucing itu. Dia takkan kembali! Dia takkan pernah kembali lagi! Kuambil bantal lain dan berdiri agar lemparanku lebih tepat sasaran. Mendadak, air mata mulai turun di pipiku. Dia sudah mati. Tanganku memelik perut untuk mengumpulkan rasa sakit yang kurasakan. Aku berlutut, menimang-nimang bantal, sambil menangis. Dia sudah mati, dasar kau kucing bodoh. Dia sudah mati. Suara baru, separo menangis, separo menyanyi, keluar dari ragaku, menyerukan keputusasaan. Buttercup juga ikut melolong. Dia tak mau pergi, apa pun yang kulakukan. Dia berjalan mengelilingiku, namun berada di luar jangkauanku, sementara gelombang tangis mengguncang tubuhku, hingga akhirnya aku tak sadarkan diri. Tapi dia pasti mengerti. Buttercup pasti tahu bahwa telah terjadi kejadian yang tak terduga, dan untuk selamat dari kejadian ini perlu tindakan yang tak terduga. Karena berjam-jam kemudian, ketika aku berbaring di ranjangku, dia ada di kamarku dalam sorotan cahaya bulan. Meringkuk di sampingku, mata kuningnya waspadam menjagaku sepanjang malam.
Pada pagi hari, dia duduk tenang ketika aku membersihkan luka-lukanya. Tapi dia mengeong berkali-kali ketika aku mencabut duri dari telapak kakinya. Kami pun menangis lagi, hanya saja kali ini kami saling memberi penghiburan. Dalam kekuatan yang kumiliki, aku membuka surat ibuku yang diberikan Haymitch, meneleponnya, lalu menangis bersamanya. Peeta membawakan sebongkah roti untukku, dan datang bersama Greasy Sae. Wanita tua itu membuatkan kami sarapa dan aku memberikan seluruh daging bacon untuk Buttercup.
Perlahan-lahan, setelah berhari-hari hilang, aku kembali ke kehidupan. Aku berusaha mengikuti saran dr. Aurelius, untuk menjalani hidup hari demi hari, dan aku bakal kaget ketika suatu hari hidupku punya arti lagi. Kuberitahu dia ideku untuk membuat buku, dan sekotak besar kertas tiba dalam kereta api berikut dari Capitol.
Aku mendapat ide dari buku tanaman keluargaku. Tempat kami bisa merekam segala hal yang tak dapat kami percayakan sebatas pada ingatan. Halaman pertama dimulai dengan gambar orang itu. Foto, kalau kami bisa menemukannya, jika tidak ada, sketsa atau lukisan dari Peeta. Lalu dengan tulisan tangan yang amat hati-hati, kutuliska semua detail yang tak boleh kulupakan. Lady mencium pipi Prim. Tawa ayahku. Ayah Peeta dan kuenya. Warna mata Finnick. Apa yang bisa dilakukan Cinna dengan sutra. Boggs memprogram ulang Holo. Rue berjinjit merentangkan kedua lengannya, seperti burung yang hendak terbang. Dan seterusnya. Kami menyegel surat dengan air asin dan berjanji untuk hidup dengan baik agar kematian mereka tak sia-sia. Haymitch akhirnya bergabung, menyumbangkan 23 tahun masanya terpaksa menjadi mentor. Semakin lama tambahan isi buku semakin sedikit. Kenangan yang muncul. Bunga primrose yang dikeringkan diselipkan di antara halaman. Ada kebahagiaan-kebahagiaan kecil yang aneh, seperti foto anak lelaki Finnick dan Annie yang baru lahir.
Kami baru belajar menyibukkan diri lagi. Peeta memanggang roti. Aku berburu. Haymitch minum sampai kehabisan minuman keras, lalu memelihara angsa
sampai kereta berikutnya tiba. Untungnya, mengurus angsa tidak terlalu merepotkan. Kami tidak sendirian. Ratusan orang kembali, karena apa pun yang terjadi ini adalah rumah kami. Setelah tambang ditutup, mereka membajak tanah bersarta abunya dan menanam tanaman. Mesin-mesin dari Capitol memecah tanah untuk membuat pondasi pabrik baru tempat kami membuat obat-obatan. Meskipun tak ada yang menaman bibit, Padang Rumput kembali menghijau.
Aku dan Peeta kembali bersama. Ada saat-saat ketika dia memegangi sandaran kursi sampai kilasan-kilasan yang ada dalam benaknya lenyap. Aku bangun sambil menjerit-jerit karena mimpi buruk dengan mutt dan anak-anak yang hilang. Tapi lengan Peeta yang selalu ada untuk menghiburku. Hingga akhirnya bibirnya juga. Pada malam ketika aku merasakan lagi rasa lapar yang menguasai di pantai dulu aku tahu ini memang akan terjadi. Bahwa yang kubutuhkan untuk bertahan hidup bukanlah api Gale, yang dikobarkan oleh kemarahan dan kebencian. Aku sendiri punya banyak api. Yang kubutuhkan adalah bunga dadelion pada musim semi. Warna kuning cerah yang berarti kelahiran kembali, bukannya kehancuran. Janji bahwa hidup bisa berlanjut, tak peduli seburuk apa pun kami kehilangan. Bahwa hidup bisa menjadi baik lagi. Dan hanya Peeta yang bisa memberiku semua itu.
Lalu setelahnya, ketika Peeta berbisik, Kau mencintaiku. Nyata atau tidak nyata"
Kujawab dia, Nyata. EPILOG MEREKA bermain di Padang Rumput. Anak perempuan yang sedang menari berambut hitam dan bermata biru. Anak lelaki dengan rambut ikal pirang dan mata kelabu, berjalan tertatih-tatih dengan kaki balitanya. Butuh waktu lima, sepuluh, lima belas tahun bagiku untuk setuju. Tapi Peeta amat menginginkannya. Ketika aku merasakannya bergerak di dalam diriku, aku dilanda kengerian yang sama purbanya dengan hidup itu sendiri. Hanya kebahagiaan saat menggendong bayi perempuanku yang bisa menaklukannya. Mengandung bayi lelakiku selanjutnya agak lebih mudah, meskipun tak sampai membuatku melupakaan kengerianku.
Pertanyaan-pertanyaan hanyalah awalnya. Arena-arena pertarunga sudah dihancurkan, tugu-tugu peringatan dibangun, tak ada lagi Hunger Games. Tapi mereka mengajarkanya di sekolah, aak perempuanku tahu bahwa kami berperan di dalamnya. Anak lelakiku akan mengetahuinya beberapa tahun lagi. Bagaimana aku bisa menceritakan pada mereka tentang dunia itu tanpa membuat mereka ketakutan setengah mati" Anak-anakku, yang hanya sambil lalu mendengarkan lirik lagu:
Jauh di padang rumput, di bawah pohon willow
Tempat tidur dari rumput, yang hijau, lembut dan kemilau
Letakkan kepalamu,dan tutup matamu yang mengantuk
Dan saat matamu kembali membuka, fajar akan mengetuk.
Di sini aman, di sini hangat
Di sini bunga-bunga aster menjagamu dari yang jahat
Di sini mimpi-mimpimu indah dan esok akan menjadikannya nyata
Di sini tempat aku membuatmu merasakan cinta.
Anak-anakku tidak tahu mereka bermain di atas kuburan.
Peeta bilang semua akan baik-baik saja. Kami saling memiliki. Dan ada buku itu. Kami bisa membuat mereka mengerti dengan cara yang akan membuat mereka makin berani. Tapi suatu hari nanti aku harus menjelaskan pada mereka tentang mimpi-mimpi burukku. Kenapa mimpi itu muncul. Kenapa mimpi-mimpi itu tak kunjung enyah.
Akan kuceritkan pada mereka bagaimana aku selamat dari semua itu. Akan kuceritakan pada mereka bahwa pada pagi-pagi yang buruk, rasanya aku nyaris tidak mungkin menikmati apa pun karena aku takut kebahagiaanku bakal di renggut. Pada saat itulah di dalam hati aku membuat daftar kebaikan yang dilakukan seseorang. Ini seperti permainan. Berulang-ulang. Bahkan agak membosankan setelah dua puluh tahun.
Tapi masih ada permainan yang jauh lebih buruk daripada itu.
==========TAMAT==========
Re-typing: Echi Edited by. Echi. Ebook maker by. Echi. ==================== Find me on: https://desyrindah.blogspot.com
http://desyrindah.wordpress.com
echi.potterhead@facebook.com
http://twitter.com/driechi
============== Ebook ini tidak untuk diperjual belikan. Saya hanya berniat untuk berbagi. Untuk mendukung penulis dan penerbit, harus beli koleksi aslinya yaa ;
))) Kalau ingin copas, harap cantumkan sumber ;))
============= Putera Sang Naga Langit 1 Pendekar Mabuk 088 Rahasia Bayangan Setan Pendekar Patung Emas 1