Pencarian

Strangers 6

Strangers Karya Barbara Elsborg Bagian 6


Charlie menatapnya tak percaya. "Kau belum pernah ke luar negeri""
"Tidak." Charlie menekan wajahnya ke rambutnya.
"Kau bisa membuatkannya satu, ya kan, Ethan""
"Tidak pada hari Minggu dan tidak secepat itu. Biarkan aku membawa Kate pulang. Ini akan menyingkirkan mereka."
"Mengapa aku ingin mereka disingkirkan" Mereka tahu kita bersama-sama sekarang. Kami bersama-sama," kata Charlie.
"Jadi, saat kau pergi, kau ingin mereka duduk di depan pintu rumahnya, mengganggu dirinya, mengambil foto dari gulungan toilet yg dia beli dan meniup hidungnya" Ini adalah cara kita akan menanganinya. Kita akan berpura-pura itu perselingkuhan. Beberapa kencan. Dengan cara itu mereka mungkin akan meninggalkannya sendirian. Hanya saja lebih berhati-hatilah ketika kau sudah kembali."
"Tidak. Aku tak akan pergi," kata Charlie.
"Aku tidak akan meninggalkan Kate."
"Kau benar-benar harus pergi," bentak Ethan.
"Kau tidak punya pilihan. Ini adalah karirmu. Tidak akan ada kesempatan lagi. Aku yang akan mengurus Kate."
Charlie mengambil tangan Kate. "Bagaimana menurutmu" Aku tidak ingin kau harus menangani ini sendirian."
"Aku tidak suka orang memberitahuku apa yang harus dilakukan."
Kate menatap Ethan, tahu Ethan ingin menyingkirkan dirinya, bertanya-tanya bagaimana Charlie tidak bisa melihatnya.
"Aku tidak akan pergi," ulang Charlie, mengangkat jari-jarinya ke pipi Kate.
Kate menaruh tangannya di tangan Charlie dan menatap matanya.
"Aku akan baik-baik saja, Charlie. Kau harus pergi."
Charlie menghela napas. "Isilah aplikasi paspor sementara aku pergi. Biarkan Ethan menanganinya." Langkahi dulu mayatnya.
"Kapan kau akan kembali"" Tanya Kate.
Charlie menatap Ethan. "Rabu." "Itu malam pameran di galeri Rachel," kata Kate.
"Aku akan datang dan kita akan pergi keluar untuk makan setelah itu."
Kate tersenyum. Ethan dan Kate keluar melalui belakang rumah, sementara Charlie pergi untuk mengalihkan perhatian para jurnalis di depan. Kate harus memakai pakaian Charlie celana dan t-shirt putihnya, gaun Kate, masih basah, tergeletak di lantai kamar mandi.
"Ada apa dengan pakaian"" Tanya Ethan saat mereka duduk di dalam mobil.
"Charlie mencoba gaunku dan merobeknya."
"Benarkah"" Ethan berpaling untuk melirik ke arahnya.
"Tidak," kata Kate dengan tertawa dipaksakan.
"Aku terkejut menemukanmu di sana pagi ini setelah apa yang terjadi di Armageddon." Kate berbalik di kursinya untuk menatap Ethan.
"Tidak ada yang terjadi di Armageddon." Ethan tidak suka padanya dan Kate tidak yakin apa yang harus dilakukan tentan
g hal itu. Ketika Ethan berbelok menuju Elm Gardens, sekelompok fotografer menunggu di luar pintu masuk ke blok Kate.
"Aku sudah bilang. Apa ini kehidupan yang kau inginkan, Kate" Diganggu oleh pers""
"Aku menginginkan Charlie. Aku akan menghadapi apa pun yang akan datang bersamanya."
Suaranya tegas dan jelas. Ethan menatapnya sejenak sebelum ia bicara.
"Aku akan mengalihkan perhatian mereka sementara kau masuk ke dalam. Jangan bicara dengan siapa pun. Bahkan jangan bilang no comment."
Kate melarikan diri ke dalam gedung. Dia berlari menaiki tangga, langsung melewati seorang pria yang duduk di tangga paling atas, terlalu lambat untuk menangkapnya, dan menarik napas lega setelah dia aman di dalam apartemennya. Saat Kate menutup pintu, telepon berdering. Kemudian pria itu menggedor pintu kamarnya. The Mirror yang menelepon. Kate memutuskan hubungan, namun saat ia mulai menelepon Charlie, telepon berdering lagi. Kali ini dari seorang reporter dari The Star. Kate mencabut sambungan kabel dan menghubungi Charlie lewat ponselnya.
"Aku baru saja masuk," kata Kate.
"Kembalilah," pinta Charlie.
"Bukankah kau akan segera pergi ke bandara"" Charlie mengerang.
"Kenapa kau tidak punya paspor""
"Aku tidak pernah membutuhkannya."
"Aku ingin membawamu ke seluruh dunia dan aku bahkan tidak bisa membawamu untuk makan tanpa seseorang mengganggu kita. Dan siapa yang menggedor-gedor itu""
"Seorang wartawan di pintu."
"Jangan membukanya." Kate melihat melalui lubang mata di pintu.
"Oh, tidak apa-apa. Itu Dan. Baik-baiklah, Charlie. Aku akan menemuimu hari Rabu. Kau ingin bertemu denganku di galeri" Kau ingat di mana itu""
"Yep. Bellingham. Taman Holland. Sampai jumpa nanti." Charlie berhenti.
"Kate"" "Ya"" "Terima kasih untuk kemarin dengan Mom dan Dad, untuk...well, kau tahu."
"Terima kasih kembali. Bye, Charlie."
Kate membuka pintu dan membiarkan Dan masuk. Dia menawarkan Kate segenggam kertas.
"Pesan. Mereka telah memasukkannya dalam kotak surat semua orang mencoba untuk berhubungan denganmu. Aku sudah menyingkirkan orang di luar pintumu. Mengancamnya dengan polisi. Kami kabur ke atap."
"Oh Tuhan, maaf."
"Kau lebih baik datang. Aku harus memperingatkanmu, Rachel dan Lucy sedikit kesal. Well, sangat kesal. Mereka marah di samping pada diri mereka sendiri bahwa kau tidak memberitahu mereka kau keluar dengan Charlie Storm dan marah denganku karena mereka pikir aku seharusnya tahu setelah insiden di Crispies."
"Ah." Bahu Kate merosot.
"Meski begitu, pantat yang bagus."
Dan menyeringai. "Siapa"" "Tentu saja pantatmu, tapi jangan beritahu Rachel. Bukan berarti ada sesuatu yang salah dengan miliknya," tambah Dan.
"Benar." Kate tertawa melihat ekspresi malunya.
"Dan, bisakah aku minta bantuanmu""
"Kau bisa meminta."
Kate mengeluarkan foto Michael Storm dari tasnya.
"Ini adalah saudara Charlie."
"Dia sudah meninggal, kan" Itu ada di koran."
"Jika kau tidak terlalu sibuk, kau pikir kau bisa melukis dia dan Charlie seakan sedang bergumul bersama" Aku tidak memiliki foto Charlie, tapi kuharap ada satu di koran yang bisa kau gunakan. Hanya saja buat dia berpakaian." Dan tertawa.
"Aku harus membayarmu dengan cara mencicil."
"Kau tak perlu membayarku sama sekali, Kate. Aku akan melakukannya sebagai hadiah. Jika kau tidak mengatakan sesuatu pekan lalu, aku masih akan menatap putus asa pada Rachel."
"Aku asumsikan segalanya sudah berubah"" Dan menyeringai.
Kate mengirim Dan kembali ke atap. Mengganti baju dengan bikini, lega melihat bikininya menutupi bekas gigitan pada dadanya, dan menyelinap ke dalam t-shirt panjang. Charlie lebih marah tentang apa yang terjadi daripada Kate. Kate tahu dia tidak akan melakukannya lagi. Kate mendesah. Itu terdengar sedikit terlalu akrab.
Ketika Kate berjalan ke atap datar, tiba-tiba ia berhenti. Lucy, Dan dan Rachel berdiri bersandar di dinding tembok pembatas menatap jalan. Di sebelah Lucy berdiri Nick yang bertelanjang dada, dalam jeans yang dipakai rendah di pinggul, tangannya meremas pantat Lucy.
Kate menatap ke kejauhan. Ke kanan ia hanya bisa melihat penyangga emas dari Mil
lennium Dome, ke kiri, blok bangunan gedung pencakar langit dari Canary Wharf yang menjulang ke langit berkabut. Kate berjalan melintasi dan menyelinap di samping Dan.
"Hei, apa kau gila" Jangan biarkan mereka melihatmu," kata Dan dan menariknya mundur. "Sini, minum segelas anggur."
Dia mengambil botol dari meja dan menuangnya ke gelas. Lucy dan Rachel melangkah di depannya. Lucy mengenakan bikini terkecil yang pernah Kate lihat. Tiga segitiga perak seukuran crackers keju.
"Charlie Storm," kata Rachel.
"Kau sudah berkencan dengan selebriti dan tidak memberi tahu kami" Kupikir kami adalah temanmu""
"Kalian temanku." kata Kate dan melirik Nick. Tiga dari mereka yang teman Kate.
"Alasanku tidak memberitahumu adalah di jalan di bawah sana."
Nick duduk di kursi dan menarik Lucy ke pangkuannya.
"Foto yang bagus. Ingin memberiku sebuah penjelasan eksklusif bagaimana rasanya kencan dengan badboy Storm""
"Tidak." "Apa kau tahu apa yang kau lakukan, Kate"" Tanya Lucy. "
Maksudku Charlie Storm" Dia akan mengunyahmu dan memuntahkanmu. Dia pasti sedang memanfaatkanmu."
Sebuah plat besi seakan mengetat di jantung Kate. Dia duduk di pinggiran beton gedung dengan anggurnya.
"Bagaimana kau bertemu dengannya"" Tanya Rachel. "Apa itu benar-benar di pantai"" Kate mengangguk.
"Dia akan mencampakkanmu," kata Lucy. "Dia memiliki reputasi buruk." Jari Kate menegang di sekitar gagang gelas.
"Kau bisa menghasilkan uang dari ini," kata Nick. "Kenapa kau tidak memberiku kisah dari sudut padangmu" Aku bisa membuatmu tampil di acara besok." Kate menyesal telah datang ke atap. Dia menelan seteguk anggur putih yang hangat.
"Kami akan membayarnya dengan uang yang banyak, Kate," kata Nick. "Toh,, kau adalah seorang teman." Tangannya menangkup payudara Lucy.
Kate membuka mulutnya dan kemudian menutupnya lagi.
"Apa dia sudah membawamu ke tempat yang bagus"" Tanya Rachel. "Seperti apa dia" Kau pernah ke rumahnya" Pernahkah kau bertemu seseorang yang terkenal" Dan yang paling penting, apa ia akan datang ke pembukaan pada hari Rabu""
"Hei." Dan meletakkan tangannya di lengan Rachel.
"Kate datang ke sini untuk melarikan diri dari pertanyaan."
"Satu saja, kalau begitu," pinta Rachel.
"Apa dia akan datang ke pembukaan"" Kate membuang jawaban yang sudah ada di kepalanya sebelum ia bicara.
"Aku memintanya, tapi aku tak tahu apa dia akan datang." Kate bertanya-tanya apa yang akan dia lakukan pada Nick.
Dia duduk mengawasi Kate dan di balik senyum ularnya itu, Kate tahu Nick bertanya-tanya apa Kate akan mengatakan sesuatu kepada Lucy.
"Bisakah dia membawa beberapa seleb lain untuk datang juga"" Tanya Rachel.
"Siapa yang dia kenal""
"Aku tak tahu." Kate memalingkan wajahnya ke matahari, berharap pertanyaan akan berhenti. Mungkin ia harus memperingatkan Charlie supaya tidak datang.
"Nick bilang padaku apa yang terjadi di Armageddon," kata Lucy. Kate membuka matanya dan berbalik ke arahnya.
"Benarkah"" Nick menyampirkan lengannya di atas bahu Lucy, jari-jarinya menggoda segitiga yang menutupi putingnya.
"Maaf, Kate," katanya meminta maaf.
"Aku tahu aku menjerumuskanmu di dalamnya dengan Charlie. Aku panik karena Gemma. Aku tidak ingin dia tahu aku sudah membeli beberapa paket kokain untukku dan Lucy, jadi aku membuat sebuah kebohongan tentang seorang wanita berpakaian merah muda datang kepadaku. Aku tidak pernah melihat, apalagi mengenalimu mengenakan atasan merah muda. Hal berikutnya yang aku tahu, itu Gemma yang melemparkan minumannya di wajahmu. Tentu saja, sekarang dia membaca koran tentang kau dan Charlie Storm, dia tahu kau tak akan tertarik pada idiot menyedihkan sepertiku. Dia sangat ingin datang dan meminta maaf, terutama jika ada Charlie."
"Kau bukan idiot menyedihkan." Lucy berpaling untuk menciumnya di bibir.
Ya, kau idiot menyedihkan, pikir Kate. Kau sudah menikah dan mempermainkan Lucy dan menyetubuhi wanita lain di toilet ketika kau punya kesempatan.
"Aku akan mengirim Gemma. Dan yang akan melukis potretnya, jadi aku akan membawanya ke sini untuk duduk." Nick menggigiti tulang selangka Lucy.
"Dan semakin lama ia meluki
snya, semakin baik."
*** Charlie baru saja duduk di kursi kelas 1A dan mengulurkan kakinya yang panjang, ketika Natalie Glass muncul. Dia menundukkan kepala dan mencium pipi Charlie. Aroma musky yang dipakainya begitu menyengat, Charlie hanya bisa menekan keinginan untuk bersin. Dia bertanya-tanya tentang membelikan parfum untuk Kate dan menyadari bahwa Kate tak pernah mengenakan apapun. Tapi apakah itu karena Kate tidak suka atau tidak mampu membelinya" Sesuatu yang lain yang dia tidak tahu tentang Kate.
"Charlie! Kau tampak sehat."
"Hai, Natalie. Ingin duduk di sebelah jendela""
"Tidak, aku baik-baik saja di lorong. Aku sedikit gugup naik pesawat."
Itu tidak terlintas dalam pikirannya bahwa Natalie akan datang ke pertemuan itu. Masuk akal, meskipun ia bertanya-tanya mengapa Ethan tidak memberitahunya.
"Aku benar-benar menantikan untuk bekerja sama denganmu." Natalie berseri-seri. "Kita akan bersenang-senang." Natalie mengangkat alis sedikit satu demi satu dan mengedipkan mata.
Kedipan mata ini cukup menjelaskan kepada Charlie jenis kesenangan apa yang ada dalam pikirannya dan ia tidak tertarik.
Natalie sangat cantik. Matanya yang besar berwarna gelap dengan bulu mata hitam tebal. Senyum yang menyilaukan. Gigi yang sempurna. Rambut gelapnya halus dan panjang. Payudara besar (operasi plastik). Dan Charlie tidak menginginkannya.
Charlie tersenyum. Charlie bahkan tak ingin kencan semalam dengannya. Senyumnya melebar. Jika dia tidak menyadari itu karena Kate, Charlie mungkin berpikir ia sedang sakit. Charlie bersandar di kursinya dan memikirkan lekuk kecil di salah satu gigi bawah Kate, rambut spiky yang acak-acakan dengan tampilan habis-bangun-tidurnya, payudaranya yang pas di telapak tangan Charlie. Dan matanya. Oh Tuhan, ia sangat suka mata Kate, cara mereka berubah sesuai suasana hatinya. Charlie bahkan lebih menyukainya lagi ketika Kate sedang jengkel dengannya.
Pesawat meluncur dari landasan pacu dan Natalie menggeliat.
"Maukah kau memegang tanganku"" Bisiknya. Charlie mengambil lalu memegang jari-jarinya dan Natalie tersenyum terima kasih.
"Melihat kau di koran hari ini," katanya. "Pantat yang bagus."
"Ya, pantat dia memang bagus, ya kan"" Charlie senang melihat senyum menghilang dari wajah Natalie. Namun tidak berhasil menjauhkan dirinya.
"Aku punya perasaan aku akan menjadi berita utama minggu depan. Seorang pecundang dari 24/7 membujuk mantanku untuk mengungkapkan rincian intim tentang kehidupan seks kami." Natalie cemberut. "Awalnya bukan aku yang ingin pergi ke klub terkutuk itu."
Charlie ingin duduk di samping Kate saat pertama kalinya Kate naik ke dalam pesawat, ingin melihat ekspresi wajahnya ketika Kate melihat awan. Natalie mendekatkan mulutnya ke telinga Charlie.
"Klub Rascal. Pernahkah kau" Apa pun terjadi dan maksudku, apapun. Ethan mencoba untuk menghentikan mereka menerbitkannya, tapi dia tidak terlalu berharap."
"Kurasa edisi terbaru dari Hello! penuh dengan foto-foto rumah dan kebunmu." Charlie melepas genggaman tangannya karena sekarang mereka sudah mengudara.
"Apa kau membacanya" Mereka begitu baik. Mereka terus meminta pendapatku tentang tempat terbaik untuk mengambil foto. Mereka memberikan bunga dan pakaian dan mereka membiarkanku memiliki salinan dari setiap foto setelah aku setuju mana yang bisa mereka gunakan. Dan mereka membayar. Semacam itulah pers yang aku suka."
"Aku tak yakin kau dapat memiliki kedua-duanya. Kami memilih untuk menempatkan diri di mata publik dan harus mengambil apa yang datang dengan itu. Kami cukup senang dengan publisitas yang baik dan uang. Kami hanya marah ketika kami pikir mereka tidak adil. Kita tidak bisa mendikte perhatian yang kita inginkan."
Itu sangat filosofis baginya. Charlie bertanya-tanya apakah ia terdengar seolah-olah ia bersungguh-sungguh. Dia sungguh-sungguh.
"Meskipun bukan hanya kita yang terluka, ya kan"" Kata Natalie.
"Tidak. Kadang-kadang mereka kelewatan. Hari ini adalah contoh kasus yang sangat jelas dan permintaan maaf yang mereka tidak akan ragu akhirnya akan dipermasalahkan tidak memperbaiki kerusakan yang telah mereka
sebabkan, tapi pers tak akan pernah berubah."
*** Pada saat pesawat mendarat di Dublin, Charlie yakin akan dua hal Natalie Glass sangat ingin masuk ke balik celananya dan Charlie sangat ingin menjaga dia tetap diluar. Ini bukan berarti bahwa Charlie tidak suka padanya. Setiap pria akan menyukainya. Well, setiap pria normal.
Tidak ada yang salah dengan berangan-angan, tapi Charlie tak akan melakukan lebih jauh dari itu. Charlie bertekad untuk membuktikan bahwa ia bisa setia. Kate percaya padanya dan ia tidak akan membiarkan Kate kecewa.
Tapi saat Natalie menekan tubuhnya ke tubuh Charlie di taksi dalam perjalanan ke hotel mereka, Charlie mengakui itu akan menjadi beberapa hari yang sulit.
Benar saja, permintaan untuk bertemu di kamar Natalie jam tujuh sehingga mereka bisa turun bersama-sama untuk makan malam, telah menyebabkan Charlie menemukan Natalie masih basah sehabis mandi. Handuk minim yang berada di antara Charlie dan tubuh Natalie yang telanjang dengan sengaja jatuh ke karpet saat Natalie berjalan kembali ke kamar mandi. Tentu saja, Natalie membungkuk untuk mengambilnya, memberikan Charlie pemandangan spektakuler dari pantat Natalie. Natalie membiarkan pintu kamar mandi terbuka. Charlie mengatupkan rahangnya.
"Tuangkan aku minuman, Charlie," seru Natalie.
Charlie membuka mini bar, memperhatikan segelnya yang sudah dibuak. "Kau mau apa""
"Vodka dan jeruk."
Charlie menemukan dua botol kecil di tempat sampah. Dia punya perasaan setelah beberapa gelas vodka, bra Natalie dengan misterius akan terlepas sendiri kaitannya. Tapi, mungkin juga Natalie tidak akan memakai bra.
"Tarikkan gaunku, Sayang."
Yep, Charlie benar. Gaun itu terbuka di seluruh bagian punggung. Charlie menarik risletingnya dan Natalie berbalik dan meluncurkan tubuhnya ke arah Charlie. Charlie mencegat dengan pipinya. Menggigit bibir sehingga ia tidak tertawa. Gaun sutra biru berpotongan rendah di bagian depan, dengan dua bayangan di balik sutra dimana putingnya menonjol ke arah Charlie seperti moncong senapan.
Charlie melangkah mundur, meraih gelas dan mendorongnya ke tangan Natalie.
"Tidakkah kau ingin minum"" dengung Natalie dan menjilat bibirnya.
"Sedang detoksifikasi," kata Charlie.
Charlie membutuhkan semua akal sehatnya untuk menjaga agar kejujuran yang baru-baru ini diperolehnya tetap utuh.
Pada saat mereka sampai di putaran terakhir, Natalie mabuk dan Charlie sangat sadar.
Charlie mencoba untuk mengatur jumlah alkohol yang dikonsumsi Natalie, tapi dia makan terlalu sedikit, alkohol itu pasti berlari melalui aliran darahnya lebih cepat daripada ular yang memagut. Hal lain yang Natalie lakukan adalah makan secara perlahan, mengunyah setiap suap lama sekali. Hanya untuk melakukan sesuatu, Charlie mulai menghitung. Enam puluh lima detik untuk setiap potong kecil yang dia taruh di antara bibirnya. Hidangan itu pasti sudah benar-benar dingin pada saat Natalie akan menghabiskannya. Charlie tak pernah merasa begitu bosan dalam hidupnya.
Natalie mencoba untuk memaksa Charlie makan makanan penutup, tapi Charlie tahu benar ia akan menjadi satu-satunya yang memakan itu. Charlie menolak kopi. Charlie ingin pergi ke kamar dan menelpon Kate. Ketika Natalie berdiri, dia terhuyung.
"Ups," dia terkikik dan menangkap lengan Charlie.
Charlie tidak suka pandangan sok tahu orang-orang saat mereka meninggalkan restoran dan menuju ke lift. Natalie menempel pada dirinya seperti gurita.
"Ini salahmu aku mabuk. Aku seharusnya meminum sebagian anggurmu dengan baik."
"Maaf." Padahal Charlie tidak menyesal sama sekali. Bahkan, ia berharap Natalie pingsan saat Charlie mengembalikannya ke kamarnya.
"Di mana kuncimu"" Tanya Charlie.
Setelah berusaha keras, Natalie berhasil mengambil dari tasnya.
"Aku merasa tidak enak badan," gumamnya. Charlie tidak terkejut. Charlie menyeret Natalie melewati pintu dan Natalie tiba-tiba melesat ke arah kamar mandi. Jatuhnya terlihat tidak dibuat-buat dan Charlie pergi untuk membantu.
"Aku mau muntah," ujar Natalie terengah.
Natalie muntah. Di seluruh lantai kamar mandi dan di seluruh tubuh Charlie. Di satu sisi, Cha
rlie bersyukur karena sekarang tidak ada godaan sama sekali.
Ponsel berdering ketika Charlie mencoba untuk membersihkan muntahan itu.
"Hei, apa yang kau lakukan"" Tanya Kate.
"Kau tidak ingin tahu." Charlie memandang handuk yang dia dilemparkan ke dalam bak mandi.
"Ya, aku ingin tahu," katanya."
Membersihkan muntahan. Dan sebelum kau bertanya, itu bukan muntahku. Aku berharap kau ada di sini."
"Kenapa" Jadi aku bisa membantumu""
"Ya." Charlie tertawa.
Natalie mengerang dari tempat tidur dan berlari kembali ke kamar mandi.
"Siapa yang muntah"" Tanya Kate.
"Natalie." "Campbell""
"Natalie Glass. Dia punya peran dalam The Green."
"Yang memakai gaun setrip merah di Armageddon"" Charlie mendengar perubahan nada dalam suara Kate. Dan kebohongan.
"Aku tidak ingat."
"Charlie, kau berkata bohong. Apa kau di kamarnya""
"Ya, tapi aku tidak melakukan apa-apa." Charlie berpaling saat Natalie muntah lagi.
"Hanya membersihkan muntahan," koreksi Kate.
"Ini tidak dalam deskripsi pekerjaanku."
"Biarkan orang lain yang melakukannya kalau begitu."
"Aku tidak berpikir ini adalah deskripsi pekerjaan untuk siapa pun. Tembakan yang bagus, Natalie. Setidaknya sebagian besar kau mengenai pinnya sekarang."
"Ketika kau sudah sendiri, telepon aku," kata Kate. "Dan kami akan memainkan sedikit permainan dokter dan pasien."
"Aku ingin mandi dulu."
"Apa ponselnya kedap air"" Tanya Kate.
Charlie langsung bersemangat. Dia akan menemukan kantong plastik dan membuatnya kedap air.
*** Strangers Bab 21 Pada Senin pagi, Kate berjalan ke Crispies melewati pintu yang dibukakan Dan untuknya. Kate melirik jam. Tepat waktu. Tapi senyum lebar Mel menyebabkan senyum Kate lenyap seperti es krim di atas trotoar panas. Ada sesuatu yang tidak beres.
"Bagaimana perasaanmu, Kate"" Tanya seseorang yang mirip Mel.
Dan meletakkan telapak tangannya di dahi kakaknya.
"Kau tidak demam." Ia menyelipkan tangannya ke hidung Mel dan meremasnya. "Ah, ini hangat. Bukan pertanda baik." Dan mengedipkan mata pada Kate. "Oh tidak, aku salah. Itu hidung anjing yang seharusnya dingin. Kukira kau sehat, Mel."
"Pergilah, Dan." bentak Mel.
Dan tertawa. "Harusnya seperti itu. Kupikir kau benar-benar sakit." Kate melepas jaketnya dan menggantungkannya di ruang istirahat staf. Lois berjalan melewati, mulut dan matanya terbuka lebar saat ia menatap Kate dengan sesuatu yang mendekati kagum. Dua dari para pelayan lainnya meringkuk di pojokan, berbisik-bisik.
Ini akan menjadi hari yang panjang.
Kate berjalan menuju dapur, berharap Tony akan menghiburnya, tapi bukannya menggoda seperti yang biasa Kate nikmati, Tony terus memotong wortel dengan kecepatan yang sangat tinggi.
Kate merasa jengkel, sadar diri dan khawatir, semua pada waktu yang sama. Dia kembali ke ruang makan untuk mencari Mel yang masih bicara dengan Dan.
"Kita akan menjadi sangat sibuk hari ini," kata Mel. "Aku harus ikut melayani kemarin karena seseorang tidak datang dan membantu." Mel melototi kearah adiknya.
"Aku sudah bilang aku sedang sibuk. Aku punya pekerjaanku sendiri." Mel memutar matanya dan berpaling pada Kate. "Mengalami akhir pekan yang menyenangkan"" Mulut Kate langsung terbuka. Dia mengatupkan bibirnya. Mel tak pernah tertarik pada urusan apa pun yang staf lakukan di luar.
"Apa yang kau lakukan bersama Charlie"" Tanya Mel.
Mendengar nama Charlie disebut, suara gemericik memenuhi udara karena setiap orang di sekeliling tertuju pada percakapan itu. Lois beringsut dan membersihkan debu kursi di belakang mereka.
"Dia mengajakku untuk bertemu dengan orangtuanya." Tangan Kate langsung membekap mulutnya. Sial, apa dia benar-benar idiot"
"Oh. Tuhan. Ku. Dia pasti serius. Apa dia akan datang hari ini" Please, bisakah dia datang hari ini"" Tangan Mel menari-nari dengan kegembiraan.
"Dia di Irlandia. Jangan bilang siapa-siapa kami pergi untuk melihat orang tuanya," Kate memohon.
Mel mengerutkan kening kemudian wajahnya cerah seolah-olah dia telah melihat Santa Claus turun ke cerobong asapnya membawa hadiah untuknya dan bukan untuk Dan.
"Oke, tapi fakta bahwa dia di Irlandia menjadi rahasi
a juga. Jika pelanggan bertanya, katakan kau menunggunya kapan saja."
"Tapi " Kate berhenti saat melihat cara Mel menatapnya. Suatu perintah, bukan permintaan. "Hanya " Kate membuat satu usaha lagi.
"Orang-orang akan berbondong-bondong ke sini jika mereka berpikir ada kemungkinan Charlie Storm akan muncul," bentak Mel.
"Tapi surat kabar tidak mengatakan secara tepat di mana aku bekerja. Ada banyak kafe di Greenwich."
"Aku yakin itu tidak akan butuh waktu lama bagi orang-orang untuk mencari tahu." Mel menghindari mata Kate.
"Toh, Charlie sudah berada di sini minggu lalu. Mereka akan berpikir dia langganan disini. Kita akan menarik kerumunan yang berbeda."
"Satu-satunya bintang yang akan berada di matamu," kata Dan dan tertawa.
Kate tahu dengan baik ekspresi wajah Mel. Marah dan dilecehkan.
"Apa kau menelepon dan memberitahu mereka"" tanya Dan.
Tatapan Mel bergeser ke langit-langit kaca.
Sialan, pikir Kate. "Mel, bilang padaku kau tidak melakukan itu," kata Dan. "Tolong beritahu aku kau belum menggunakan nama Charlie dalam rangka untuk memenuhi tempat ini."
Tapi Kate tahu bahwa Mel melakukannya, karena menyebarkan berita bahwa Charlie mungkin masuk kesini kapan saja akan menjadi suatu yang bagus untuk bisnis.
"Tentu saja tidak."
Dan mendesah. "Maukah kau menjadi saudara yang baik bukannya menjadi saudara yang kejam dan mengatur pengiriman anggur"" Tanya Mel.
Kate tahu mengapa dia menyingkirkan Dan. Saat Dan keluar dari pandangan, Mel mengikuti Kate seperti anak anjing yang bersemangat untuk mendapat setiap remah makanan.
"Jadi apa yang disukai Charlie"" Tanya Mel.
Kate membersihkan meja dengan kain dan menekan bibirnya.
"Bagaimana kau bertemu dengannya"" Kate pindah ke meja berikutnya.
"Kau bisa bilang padaku. Kita berteman."
Kate berbalik dan menyilangkan lengannya. "Siapa kau dan apa yang telah kau lakukan dengan bosku""
"Oh, sangat lucu. Ayolah, Kate. Beberkan rahasianya."
"Aku tidak bisa bicara tentang dia." jelas Kate. "Pers akan memutar balikkan segalanya."
"Kita bukan pers." Mel berusaha memberikan tatapan tulus berseri dan gagal.
Kate tersentak saat sapu menghantam kakinya. Lois menyapu lantai di belakangnya, membungkuk dengan antena yang bergerak-gerak.
"Bagaimana kau bertemu dengannya"" Tanya Mel. "Apa kemaluannya benar-benar "
"Mel," Tony berteriak dari dapur. "Kemarilah." Kate menarik napas lega. Mel selalu melompat untuk Tony.
"Apa dia menyanyikan Just One Look untukmu" Aku suka yang satu itu." gumam Lois dengan suara melamun di bahu Kate.
"Aku punya semua albumnya. Apa kau pikir kau bisa membuatnya untuk menandatanganinya untukku""
"Aku tidak tahu," kata Kate, hampir berharap Mel memecatnya.
Kate mendengar ketukan di jendela depan. Matanya terangkat. Dia tidak bisa percaya. Sepuluh menit sebelum kafe dibuka dan satu baris orang berdiri menunggu di trotoar.
Dan melesat lewat. "Aku harus pergi ke grosir. Sampai jumpa nanti." Mel muncul dari dapur, melirik bersalah pada Kate dan mulai mengelap cermin. Pertama kalinya Mel bekerja.
Kekacauan tentang Charlie mulai saat pintu terbuka. Tatapan penasaran dan pertanyaan yang kurang sopan membuat Kate sakit kepala yang berdenyut-denyut. Keirian yang blak-blakan masih bisa Kate atasi, tapi kebencian yang mendalam membuatnya segera ingin melarikan diri.
Waktu istirahat tidak bisa datang cukup cepat.
Kate bersembunyi di lemari toko, duduk di drum minyak goreng dan beralih pada ponsel nya. Charlie mengirimkan sms.
Memikirkanmu dan sekarang aku punya masalah yang sangat besar untuk dihadapi sebelum aku pergi untuk sarapan. Ingin kau ada di sini. xx Hippo
Kau juga telah memberiku masalah besar. Jutaan orang ada @ Crispies karena mereka pikir mungkin kau ada disini. xxx Mermaid
Baru saja "pesan terkirim" di layar muncul, telepon berdering. "Bagaimana aku bisa menghubungimu jika kau terus mematikan ponselmu"" Tuntut Charlie.
Kate tersenyum. "Selamat pagi juga untukmu."
"Aku menginginkan kau," bisik Charlie. "Aku ingin melanjutkan diskusi kita tadi malam." Kate merasa denyutan akrab di antara kedua kakinya hanya dari bunyi suara Charlie.
"Kau tidak membereskan masalah kecilmu"" tanya Kate.


Strangers Karya Barbara Elsborg di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Itu bukan masalah kecil dan ya, aku sudah membereskannya. Aku sedang sarapan. Hei, jauhkan tanganmu dari roti panggangku." Kate mendengar wanita tertawa dan tiba-tiba merasa resah.
"Natalie"" Kate berharap dia tidak bertanya.
"Ya." Ada suara dari pergumulan dan kemudian seorang wanita bicara di telepon.
"Dia seperti penggoda, Kate. Aku tidak tahu bagaimana kau bisa tahan dengan dia." Kemudian telepon itu kembali ke tangan Charlie.
"Aku akan meneleponmu malam ini," kata Charlie. "Aku akan sibuk sepanjang hari." Kate mendengar Natalie terkikik.
"Dalam meeting," tambah Charlie.
"Oke, aku harus pergi sekarang," kata Kate dengan suara tenang.
"Bye, Mermaid."
Kate mendengar tawa lagi dan kemudian telepon terputus. Kate menutupnya dan memasukkan ke dalam sakunya, kakinya menendang drum. Suara cekikikan Natalie menggema dalam kepalanya. Kate ingin pulang dan mengubur kepalanya di bawah bantal namun dia memaksa diri melewati pintu.
Kate menyelinap melewati Tony, yang sibuk memasak ekstra dari segala sesuatunya, dan mengintip melalui lingkaran jendela kaca dari pintu ayun. Tempat ini dipenuhi dengan orang-orang yang mengobrol. Hebat, pikir Kate, Charlie sedang sarapan dengan seorang wanita cantik, yang masih cantik meskipun dia muntah di tubuh Charlie, sementara Kate harus melayani sarapan untuk beberapa pelanggan galak dan orang-orang yang selalu ingin tahu dan tampak bahagia tentang hal itu. Kate tidak cemburu. Tidak. Kate tidak pernah membiarkan dirinya menjadi cukup terikat dengan siapa pun untuk merasa seperti itu.
Meskipun hidupnya yang sulit, Kate tidak merasa tidak aman. Kate tidak memiliki dilema tentang penampilannya atau tubuhnya. Dia belajar untuk tidak pernah menunjukkan kelemahan semacam itu. Itu adalah undangan untuk di bully. Kate menempatkan diri dengan menerima pada apa yang dia punya, meskipun itu tidak berarti dia terkadang tidak iri pada orang lain. Bukan karena uang atau mobil atau rumah mereka, tapi untuk kasih sayang keluarga mereka, teman-teman mereka, fakta bahwa mereka memiliki orang-orang yang peduli tentang mereka. Kate tidak pernah merasa cemburu tentang seorang pria sebelumnya.
Kate berharap dia punya paspor.
*** Satu hal tentang menjadi sibuk itu membuat Kate berhenti berpikir. Semua orang bergesa-gesa.
"Ya, kami mengharapkan dia nanti."
"Tidak, kau tidak melewatkannya. Bisa datang kapan saja sekarang."
"Oh ya, dia pelanggan di sini." Mel menjawab pertanyaan-pertanyaan yang Kate abaikan. Pelanggan yang ingin berlama-lama dipaksa untuk tetap memesan dan jika mereka mencoba untuk tetap bertahan pada teh atau kopi, Mel menunjukkan ancaman pesanan minimum yang dia tancap di bagian bawah setiap menu pagi itu.
Kate mengantarkan sepiring lasagna ke meja dua belas dan tersenyum pada pria muda yang duduk di sana, pria berwajah bulat, berambut pirang dengan senyum yang manis. Tipe pria yang biasanya memberikan Kate tip besar.
"Apa selalu sesibuk ini"" Tanyanya.
"Crispies sangat populer."
"Bekerja di sini sudah lama""
"Tidak. Apa ada hal lain yang bisa kubantu" "Kate tersenyum padanya.
"Aku ingin segelas anggur merah. Aku juga akan mentraktirmu satu."
"Sedikit terlalu pagi untukku, terima kasih. Jadi, anda bekerja untuk koran apa"" Dia tertawa.
"The Star. Andy Swift. Ingin memberiku sebuah wawancara eksklusif, Kate" Bagaimana kau bertemu" Seperti apa dia di ranjang" Hal-hal semacam itu. Lima ribu pound""
"Tidak." "Sepuluh." Kate menelan ludah. "Tidak."
"Dua puluh," Andy menawarkan.
Kate berjalan pergi, jantungnya berdebar kencang. Setiap kali Kate lewat di dekat meja pria itu, ia menaikkan harganya beberapa ribu.
"Berikan aku beberapa ide jika aku menjadi semakin hangat," keluhnya.
"Max bilang padaku untuk tidak bicara dengan siapa pun." Wajah reporter itu redup. Kate tahu dia akan berpikir maksud Kate adalah ahli PR, Max Clifford. Kate berpaling dari meja, menyeringai, dan menemukan dirinya menghadapi seorang wanita pirang tinggi kira-kira seusia dengannya. Sebelum Kate bisa melangkah ke satu sisi, sebuah tangan melayang da
n menamparnya keras di pipi. Kate tersentak dan tangannya sendiri naik dalam upaya terlambat untuk melindungi wajahnya.
"Pelacur," pekiknya pada Kate.
Kate melangkah mundur, mengusap pipinya yang kesemutan. Seluruh ruangan menjadi hening.
"Tinggalkan dia sendiri. Dia milikku."
"Benar." Kate berbalik.
Ini menjadi pedih. Kate bisa melihat apa yang Charlie terima dengan sabar. Orang gila yang bodoh. Sebelum Kate berjalan dua langkah, dia merasa pukulan di atas bahunya dan terhuyung-huyung ke depan.
"Astaga!" bentak Kate dan mengepalkan tinjunya.
Ada jeritan melengking dari suatu tempat, bukan dari Kate, dan kemudian tempat itu gempar. Kate berbalik dan melihat reporter dari The Star memegang pergelangan tangan wanita berambut pirang itu. Dia mengguncangkan pisau dari jari-jari si pirang. Kate menyaksikan pisau itu jatuh ke lantai dan berputar jauh di bawah meja. Gila, pikir Kate, hal yang baik dia berada di sini setelah semua itu.
Ketika kesadaran menghantam bahwa reporter itu sudah mendapatkan ceritanya, tidak hanya satu yang telah ia harapkan, Kate menghela napas berat.
"Kate." Tony muncul di depannya dan mengambil lengannya, menariknya keluar dari kekacauan ruang makan dan masuk ke dapur. Hanya setelah Tony meletakkan jari-jarinya di punggung Kate dan menunjukkan darah, Kate menyadari dia telah ditusuk.
"Oh Tuhan," Kate tersentak dan bergetar. Tony menyeret bangku dengan kakinya, mendudukkan Kate dan melepaskan kemejanya. Mel datang mengamuk ke dapur dari kantornya.
"Sebenarnya ada kegaduhan apa ini"
Apa Tony apa yang kau lakukan""
Kate melirik, melihat kesedihan di wajah Mel dan tahu itu bukan untuknya.
"Sudah berapa lama ini terjadi"" Mulut Mel membentuk garis keras. "Demi Tuhan, Mel. Tak bisakah kau melihat darah" Seorang gila menikam Kate."
"Apa"" "Dia menusukku"" Kate masih belum bisa percaya.
"Aku akan menelepon polisi. Bagaimana dengan ambulans"" tanya Mel.
"Tidak," kata Kate. "Tidak dua-duanya."
"Tapi dia menusukmu," teriak Mel.
"Please. Aku akan baik-baik saja. Aku tidak ingin kau menghubungi siapapun. Ini tidak terlalu parah, ya kan""
"Jangan khawatir," Tony meyakinkan dirinya.
"Dia mengenai tulang belikatmu."
"Sial." Kate mengerang saat Tony memegang selembar handuk di atas lukanya.
"Pergilah ke luar sana dan lihat apa yang terjadi," kata Tony pada Mel.
"Seorang pria menangkap wanita yang melakukan itu dan membuatnya menjatuhkan pisau, tapi hati-hati. Jangan pergi ke mana pun di dekatnya." punggung Kate sakit sekarang. Berdenyut-denyut. Air mata mengalir di mata Kate dan dia berkedip. Apakah ini apa yang Kate dapatkan untuk mengencani Charlie"
"Aku tahu bahwa mata pelajaran kesehatan dan keselamatan tentu akan berguna. Tidak pernah terpikir aku harus melepas atasan seorang wanita sekalipun." Tony mengedipkan mata.
"Ini hanya membutuhkan beberapa strip kupu-kupu. Tanganmu tetap di sini." Tony menarik lengan Kate ke dadanya dan ke atas bahunya, dan kemudian mengangkat kotak pertolongan pertama dari dinding. "Apa kau sudah memperbarui suntik tetanusmu""
"Ya." "Tidak tertarik pada rumah sakit, kan"" Kate menggelengkan kepalanya.
Kate telah menolak untuk pergi ketika Mel meminta relawan. Kate melengkungkan tulang belikatnya saat Tony memberikan sapuan antiseptik di seluruh punggungnya.
"Kelihatannya ini bukan pertama kalinya seseorang melakukan itu padamu." Jari Tony menyentuh bekas luka Kate.
"Kecelakaan masa kecil," kata Kate.
"Ini tidak terlalu buruk. Aku hanya akan mengamankan tepi lukanya."
"Dan kenapa kau mengatakan itu""
"Kita harus meyakinkan pasien. Kau salah satu pasien pertamaku. Aku tidak menghitung serpihan batu pada Lois."
"Aku yang mengeluarkannya."
"Oh ya. Untuk memastikan stripnya tetap di tempat, aku akan melekatkan lagi dua garis sejajar pada luka untuk tetap kering. Tidak boleh melakukan seks dengan penuh semangat, kecuali denganku." Kate mengerang.
"Jujur saja, itu tidak terlalu buruk."
Selain mencoba untuk menenangkan Kate, Tony sebenarnya mengkhawatirkan dirinya.
"Apa yang tidak terlalu buruk seks denganmu"" Tanya Kate, berusaha untuk meringankan ketega
ngan. "Tidak, itu brilian," kata Tony, tertawa.
"Kau sebaiknya pulang. Aku yang akan membayar taksinya."
"Aku baik-baik saja, Tony. Aku hanya terkejut."
Pintu terbuka dan keduanya berpaling untuk melihat wanita yang telah menikam Kate berdiri di samping reporter. Tony melangkah di depan Kate yang bertelanjang dada.
"Keluar dari dapurku," katanya.
"Apa kau baik-baik saja"" Tanya Andy.
"Keluar." "Ini adalah Tiffany Samuels," kata Andy. "Dia ingin meminta maaf dan menjelaskan."
"Baiklah," kata Kate. Permintaan maaf itu sia-sia tapi Kate ingin penjelasan.
"Kau yakin, Kate"" Tanya Tony. Kate mengangguk.
"Ayo, Tiffany," desak Andy.
"Sampai sebulan yang lalu, aku bertunangan dengan Charlie. Itu rahasia. Kami tidak ingin pers untuk mencari tahu. Hanya saja...dia memutuskannya dan aku patah hati." Air mata mulai bergulir di pipinya. Kate tidak terkesan.
"Maaf aku melukaimu. Kumohon jangan menelepon polisi. Sesuatu dalam diriku tersentak ketika aku melihat koran kemarin. Kupikir Charlie putus denganku karena aku adalah orang biasa. Maksudku, aku bukan seorang bintang film atau penyanyi, tapi tidak ada yang spesial tentangmu.
Kau hanya seorang pelayan, jadi pasti bukan karena itu."
Aww thanks, pikir Kate. "Aku " Tiffany mulai mengatakan dia tidak mengenal Charlie terlalu lama dan kemudian melihat mata reptil dari wartawan dan menutup mulutnya.
"Aku masih mencintainya," isak Tiffany. "Kurasa jika aku bisa membuatmu pergi, dia akan kembali padaku. Kuharap aku mempertahankan bayinya. Lalu aku masih punya sedikit bagian dari dirinya."
Oh Tuhan, wanita ini gila.
"Tapi dia tidak menginginkannya," bisiknya. "Dia bilang itu akan merusak karirnya. Dia memintaku untuk melakukan aborsi."
"Berapa lama kau sudah berkencan dengannya"" Tanya Andy. Kate bertanya-tanya apa ia sedang merekam semua ini.
"Tiga bulan." "Apa reaksimu terhadap hal ini, Kate"" Andy berbalik ke Kate.
Kate berjalan keluar dari ruangan. Apa yang harus ia katakan" Mata pria itu berkilau. Dia tak peduli apakah itu benar atau tidak. Dia sudah punya ceritanya sendiri. Kate pergi ke toilet staf dan mengunci diri di bilik. Dia mengirim sms ke Charlie.
Apa kau kenal Tiffany Samuels"
xx Mermaid. Kate bertekad untuk tidak bergerak sampai dia mendengar kabar dari Charlie. Kate tidak percaya wanita itu. Dia menduga ada segala macam orang aneh di luar sana, menunggu kesempatan melompat keluar dari suatu celah. Tapi Kate berharap Charlie belum pernah mendengar tentang yang satu ini. Teleponnya berbunyi tanda sms.
Tidak. Sedang berburu perhiasan"
xxx Hippo "Kate, kau di sana""
Itu Mel. Kate menyiram toilet yang tidak terpakai dan keluar.
"Kau baik-baik saja"" Tanya Mel. "Ya."
"Kau terlihat sedikit pucat."
"Aku baik-baik saja."
"Aku membawa ini untuk kau pakai. Ngomong-ngomong bra yang bagus. Darimana kau mendapatkannya" Apa Charlie membelikannya untukmu""
"Tidak." Mel menawarkan Kate salah satu dari atasannya, sesuatu yang mengerikan dengan bunga merah dan kuning. Kate menggigit bibirnya untuk menghentikannya ekspresi ngerinya.
"Terima kasih."
"Kau bisa pulang jika kau ingin."
"Kurasa aku lebih suka bekerja." Kate memakai atasan itu dan bersandar di bak pencuci untuk melihat wajahnya yang pucat. Seorang pelarian dari masa lalunya balas menatap.
Mel membuka pintu. "Lagipula itu tidak akan berlangsung lama. Mereka akan berakhir dengan orang sepergaulan mereka sendiri. Orang-orang seperti kita adalah sensasi murahan."
Ejekan itu lebih menyakitkan daripada tusukan di punggung. Apakah itu Kate bagi Charlie" Sebuah sensasi murahan" Mungkin ini adalah sebuah ujian. Apa yang akan Charlie lakukan ketika ia mendengar apa yang terjadi"
Mengambil napas dalam-dalam, Kate masuk ke ruang makan. Ada lebih banyak pelanggan daripada sebelumnya. Setiap kursi terisi dan orang-orang masih berbaris di luar. Kate bertanya-tanya berapa lama lagi akan seperti ini sebelum Mel memutuskan penghasilan tambahan itu tidak layak diributkan. Crispies akan kehilangan pelanggannya dan orang-orang bermuka bodoh ini akan pergi setelah mereka menyadari bahwa mereka tidak akan dianggap
di dalam fly-past* yang spektakuler oleh kontingen akting Inggris.
Kate terus melanjutkan pekerjaannya, tersenyum dan berkata sesedikit mungkin. Punggungnya terasa nyeri, tapi itu bukan masalah besar. "kau baik-baik saja"" yang terus-menerus jauh lebih mengganggunya.
Kate tidak suka ketika orang membuat kehebohan. Sisi positifnya, Kate mendapat tip yang besar.
Ketika dia melihat dua polisi berjalan masuk, Kate mengerang dalam hati. Tiffany sudah lama pergi, tidak diragukan lagi untuk mengungkapkan semuanya, termasuk payudaranya, dengan reporter dari The Star.
Kate bertanya-tanya apa dia harus menelepon Charlie dan memperingatkan dia, atau mungkin ia harus menelepon Ethan.
"Kate Snow"" Salah satu polisi bertanya pada Lois.
Polisi itu tidak perlu bertanya. Semua mata tertuju pada Kate. Setiap telinga berusaha mendengarkan.
"Apa ada tempat kita bisa bicara"" Kata polisi itu.
Mel membiarkan mereka menggunakan kantornya. Kate tidak berniat mengajukan tuntutan, tapi ia tahu itu tidak terserah padanya. Pada saat Kate selesai bicara, ia berharap telah meyakinkan mereka segala sesuatunya tidak layak untuk dihiraukan, tapi Kate meragukannya. Mereka ingin Kate pergi ke rumah sakit, namun Kate menolak. Saat polisi pergi, serombongan lain dari para wartawan dan fotografer tiba.
Kate tak tahu bagaimana Charlie bisa tahan. Kenapa orang-orang begitu terobsesi dengan selebriti" Mengapa mereka merasa berhak untuk tahu rincian setiap menit kehidupan mereka" Mereka menginginkan tur di rumah mereka, memeriksa toilet mereka, mengintip di lemari es mereka. Itu seolah-olah mereka merasa punya hak untuk tahu. Kate tahu dia telah membuat dirinya tidak populer dengan menolak untuk bicara dengan siapa pun.
"Berapa lama anda telah berkencan dengan Charlie""
"Apa ini jebakan" Publisitas untuk film berikutnya""
"Apa anda hamil""
Ya Tuhan! "Bicaralah kepada kami, Kate. Kami akan menulis tentang anda walaupun anda mau bicara dengan kami atau tidak. Tidakkah anda ingin memastikan bahwa kami telah melakukannya dengan benar""
Kate tahu surat kabar akan mencetak kebenaran mereka, bukan kebenaran miliknya dan memutuskan cukup adalah cukup.
"Tony, bisakah aku pulang"" "Tentu saja bisa. Kau harusnya pulang lebih awal. Persetan kau harus pergi ke rumah sakit dan aku mengalami waktu yang sulit meyakinkan diriku sendiri bahwa aku melakukan hal yang benar dengan tidak membuatmu kesana. Ambil libur sebanyak yang kau butuhkan. Sebenarnya, ambil libur selama sisa minggu ini. Menyelinaplah lewat jalan belakang. Aku yang akan menyelesaikannya dengan Yang Mulia."
Setelah Kate mencapai Taman Greenwich dengan selamat dan tahu tak ada yang mengikuti, dia rileks meskipun ia memiliki kecurigaan yang mengerikan akan ada pers yang lebih banyak di luar apartemen. Kate berjalan di sepanjang jalan sampai ia menemukan bangku kosong, lalu duduk dan mengambil teleponnya. Nomor Charlie diluar jangkauan. Kate meletakkan telepon kembali ke dalam tasnya. Dia tidak punya orang lain untuk dihubungi.
Ini adalah apa yang seharusnya menjadi seperti Charlie, dikejar tanpa henti, tidak pernah diizinkan untuk menjadi dirinya sendiri kecuali di dalam rumahnya. Bahkan kemudian Charlie tidak aman. Kemungkinan lain Tiffany dalam bayang-bayang membuat Kate khawatir. Charlie selalu akan difoto, pada hari libur, di bioskop, di restoran, bahkan di supermarket. Saat ia menjadi tua, jika ia sedang sakit, jika ia kehilangan celananya, akan ada seseorang yang siap untuk mengabadikan momen tersebut. Jika Kate tinggal bersama Charlie, itu yang akan menjadi hidupnya, juga.
Kate memejamkan mata dan memiringkan wajahnya ke matahari. Kate bisa menghindar dari semua ini tapi Charlie tidak bisa. Mungkinkah keduanya berurusan dengan itu lebih baik daripada sendiri" Ponselnya berdering dan membuat Kate terkejut. Itu bukan Charlie.
"Di mana kau"" Tuntut Ethan. "Berjalan ke rumah lewat Taman Greenwich."
"Jangan bicara dengan siapa pun. Langsung kembali ke apartemenmu dan tunggu aku." Kate hendak bertanya mengapa, tapi Ethan menutup telepon. Ethan benar tentang pers. Ketika Kate berbelok di tikunga
n terakhir, dia melihat beberapa fotografer menunggu di luar pintu masuk. Mereka berdiri mengobrol sampai mereka melihatnya dan kemudian mengerumuninya seperti burung nasar. Kate menutup telinganya dan mendorong langsung melewati. Itu tidak ada gunanya mengkhawatirkan foto sekarang. Wajahnya sudah ada di koran. Jika Kate akan ditemukan, dia pasti ditemukan.
*** Ethan tidaklah yakin apakah ini adalah kesempatan untuk membuang Kate menjauh dari Charlie. Ini belum menjadi apa yang ia rencanakan, jadi mungkin dia akan menjaganya untuk cadangan dan melihat bagaimana ini akan mengalir. Kate cukup menyenangkan, tapi tidak ada nilai untuk Charlie dan oleh sebab itu tidak ada nilai untuk Ethan. Ethan sudah bertanya lagi tentang penyelamatan-hidup Charlie, tetapi ia menolak untuk membicarakannya. Bahkan, ia lebih atau kurang mengancam bahwa jika Ethan menyebutnya lagi, Charlie akan mencari agen lain. Ethan tidak mampu kehilangan dia, tidak sekarang saat ia mendapat peran dalam The Green dan apalagi setelah percakapan Ethan baru-baru ini dengan Jody Morton. Ketika sekretarisnya mendapat panggilan telepon, Ethan tidak percaya itu Jody.
Pada saat mereka selesai berbicara, hidup yang baru terbuka di depan Ethan. Dia sudah menjalani menjadi agen yang sukses, tetapi memiliki Jody Morton dalam daftarnya akan memindahkannya menjadi big-time. Mega-time. Jody menginginkan Charlie dan jika Ethan bisa memberikan dia padanya, Jody akan meninggalkan agennya dan tanda tangan dengan Ethan. Mudah dan sederhana. Satu hadiah untuk hadiah yang lain.
Kecuali sejauh yang Charlie perhatikan, tidak ada yang pernah bisa mudah dan sederhana. Namun, Ethan berpikir, semua yang Charlie perlu lakukan adalah tinggal bersama Jody cukup lama baginya untuk ditarik ke dalam kontrak kedap air dan kemudian mereka bisa putus. Ethan agak terkejut melihat semua pers di luar blok Kate. Ethan pikir dia telah sepenuhnya waspada pada cerita Veronica Ward, tapi ia bisa melihat kata-kata telah menyebar. Dia sedikit kesal dengan Malcolm Ward karena Ethan mengira ia merahasiakan kebenaran setelah Charlie setuju untuk melakukan konser amal pada bulan September. Mengingat Charlie telah meniduri istri Malcolm dan kedua putrinya, Ethan mengira pria itu tidak memberi hukuman dengan enteng pada Charlie, namun Ethan tidak menduga Veronica Ward untuk membuat tsunami sendirian.
Apa nama pepatah tentang wanita yang mencemooh" Veronica Ward adalah bom waktu berjalan. Ethan menghubungi Kate untuk membuka gerbang elektrik sehingga ia bisa menyetir masuk dan kemudian kembali ke pagar. Bangkai tinggal di luar. Pers tahu tempat mereka. Ethan telah membuat beberapa panggilan telepon tentang pelanggaran privasi Charlie dan mencetak beberapa poin untuk tidak mengejar materi, tetapi membuatnya jelas melakukan pelanggaran lagi di properti pribadi berarti masalah yang serius. Itu adalah tindakan penyeimbangan. Ethan membutuhkan pers sebanyak pers membutuhkannya.
"Hei, Ethan, bagaimana kalau wawancara eksklusif"" panggil seseorang.
"Untuk apa"" Tanya Ethan, berharap seorang idiot akan memberinya petunjuk. Dia berharap itu tidak ada hubungannya dengan Veronica Ward, jika tidak, ia bisa mencium selamat tinggal pada kontrak Jody Morton.
"Apa dia benar-benar memiliki anak Charlie"" Salah satu wartawan berteriak. Sesuatu meringkuk di dalam dadanya, tapi wajah Ethan tidak menunjukkan apa-apa.
"Charlie sendiri masih anak-anak," kata Ethan sambil tertawa paksa pada upaya lemahnya pada lelucon itu saat ia bergegas ke dalam gedung.
"Sial," gumamnya melalui gigi terkatup saat ia melompat menaiki tangga.
"Sialan, sialan, sialan."
Kate membuka pintu. "Apakah itu benar"" Desak Ethan.
"Apa"" Ethan melangkah masuk dan membanting pintu di belakangnya.
"Tentang bayi itu"" Ethan menatap mata Kate.
Kate memucat dan bergerak mundur.
"Charlie bilang dia tidak mengenalnya."
Sekarang Ethan adalah satu-satunya yang bingung.
"Siapa"" "Tiffany Samuels." Ethan menempatkan kepingan puzzle bersama-sama dan mendapat jawaban yang benar, meskipun ia tidak terlalu yakin tentang pertanyaannya. Ethan tahu Tiffany.
Dia adalah salah satu penggemar Charlie yang paling setia. Terlalu setia. Dan penggemar, itu bukan kata yang tepat. Dia lebih seperti penguntit yang terobsesi. Tiffany sudah menjadi fuckwit paling gigih, menjengkelkan dan histeris yang pernah Ethan temui dan ia akan menemukan lebih dari bagiannya secara adil. Tiffany mencoba segalanya untuk mencari tahu di mana kegiatan Charlie pada hari tertentu agar ia bisa muncul juga.
Begitu mereka menyadari Tiffany seperti apa, karyawan Ethan tahu lebih baik daripada untuk mengatakan apapun padanya. Tiffany tidak pernah berada di dekat Charlie. Ethan menduga ia melihat koran pada hari Minggu, membaca Kate bekerja di sebuah restoran di Greenwich dan menjadi proses penyisihan yang sederhana untuk melacak Kate.
"Apa yang dia inginkan"" Tanya Ethan. Dia mendengarkan cerita Kate.
"Apa kau bicara dengan siapa pun" Tidak mengatakan apapun kepada siapa pun sama sekali""
"Aku sudah bilang apa yang terjadi. Aku tidak mengatakan apa-apa. Kalau begitu apa Charlie kenal dia"" tanya Kate.
Ethan tidak melewatkan fakta bahwa tingkat kecemasan Kate sudah naik satu atau dua derajat. "Ya, dia salah satu fans yang paling bersemangat, seorang gadis yang benar-benar baik."
"Apa Charlie keluar dengan dia"" Ethan memastikan Kate melihat kemerosotan bahunya.
"Kate, aku tahu kau tidak ingin mendengar ini, tetapi hubunganmu dengan Charlie akan berakhir dengan bencana. Semua hubungan itu berakhir dengan bencana dan kaulah yang akan terluka. Charlie tidur dengan wanita yang berbeda setiap minggu. Aku baru saja berbicara pada salah satu dari mereka di telepon memberitahuku bagaimana Charlie tidur dengan dia dan kedua putrinya."
"Charlie bilang padaku tentang itu."
Ethan terkejut. "Apa yang dia belum tahu adalah bahwa Veronica mengancam untuk pergi ke surat kabar kecuali Charlie mau mengakui bahwa dia seorang pecandu."
"Dia sudah berhenti dari coke dan rokok. Dan dia tidak memiliki masalah dengan alkohol. Dia tidak minum," kata Kate.
Ethan tertawa. "Yang Veronica maksud adalah bahwa Charlie seorang pecandu seks."
"Oh." "Charlie tidak bisa menahan dirinya sendiri, Kate. Dia tidak akan berubah."
"Dia bisa. Dia sudah berubah." Ethan memasang senyum pemahaman terbaik.
"Ini hanya affairnya yang lain yang singkat dan penuh gairah, Kate, tidak lebih. Kau sudah menjadi pengaruh yang baik pada dirinya, tetapi itu tidak akan bertahan. "
Ethan melihat mulut Kate menegang. "Hei, lihat sisi baiknya. Bersama dengan Charlie telah membuatmu sangat dikejar-kejar. Kau bisa memiliki kencan setiap malam minggu. " Ethan meringis..
Pandangan cemberut mengatakan kepada Ethan bahwa itu bukan hal yang tepat untuk dikatakan. Cepat ubah topik pembicaraan.
"Apa kau sudah membuat seleksi pakaian dalam untuk kutunjukkan pada temanku"" Kate membawanya keluar dari kamar tidur cadangan dan membungkusnya dalam beberapa plastik supermarket.
"Hebat, aku akan menghubungimu," kata Ethan. Ethan tertawa saat dia berjalan menuruni tangga. Hal ini seharusnya tidak bisa diselesaikan dengan lebih baik. Ada kebingungan yang menarik saat ia membuka pintu luar.
"Bukankah seharusnya Kate berada di rumah sakit""
"Apakah Charlie datang untuk melihatnya""
"Hei, Ethan. Bagaimana perasaan Kate""
Itu hanya sesaat kemudian Ethan menyadari bahwa ia bahkan tidak menanyakannya pada Kate.
*** *penerbangan pada ketinggian rendah (biasanya dari pesawat militer) di atas para penonton yang ada di tanah
Strangers Bab 22 "Kate, ini aku. Bukalah." Kate membuka pintu dan menemukan Lucy mencengkeram botol anggur putih yang terbuka.
"Kau baik-baik saja"" Tanya Lucy. "Ya."
"Terima kasih Tuhan. Apa yang terjadi"" Lucy meluncur dengan cepat ke dalam apartemen.
Kate mendesah dan menutup pintu. "Bagaimana kau tahu""
"Jika kau punya TV, kau akan tahu. Sudah ada di berita jam enam." Kate merasa seolah-olah sebuah tinju telah memukul kepalanya. Sakit kepala mendadak dalam lebih dari satu cara.
"Apa mereka menyebut namaku""
"Ya." Lutut Kate bergetar dan dia duduk sebelum terjatuh.
"Aku harus menanyakan ini, Kate," kata Lucy,
"Nick bersikeras. Aku t
ak ingin berbohong padanya dan mengatakan aku bertanya ketika aku tidak."
"Tidak, aku tidak akan melakukan wawancara."
"Itu yang aku katakan padanya. Baiklah, sekarang mari kita minum dan kau bisa menceritakan semuanya." Lucy berjalan ke dapur Kate, membuka lemari, mengambil dua gelas dan menuangkan anggur.
Pikiran Kate berpacu saat ia memikirkan implikasi bahwa peristiwa tadi masuk berita. Tak satu pun ada yang bagus. Lucy menyerahkan gelas.
"Apa itu sakit""
"Hanya ketika aku menyadari apa yang telah dilakukannya."
"Bisakah aku melihatnya""
Kate meletakkan gelasnya dan menarik atasannya.
"Wah, parah. Apa yang Charlie katakan""
"Belum bicara dengannya."
Kate mulai berpikir dia tak akan pernah bicara dengan Charlie lagi. Apa yang Charlie lakukan itu begitu penting sehingga ia tak punya waktu untuk memeriksa bagaimana keadaan Kate" Kate ingat suara tawa menggoda dari Natalie dan menegang.
Lucy merosot di sofa. "Mengapa wanita bernama Tiffany ini berpikir menikammu akan membuat Charlie kembali padanya""
"Dia tidak berpikir, langsung menyerang begitu saja."
Kate ragu-ragu. Sekarang mereka hanya berdua, ini adalah kesempatan untuk mengatakan sesuatu tentang Nick dan Armageddon, tapi Kate merasa terkoyak.
"Jika kau tahu sesuatu yang buruk tentang Charlie, akankah kau mengatakannya padaku""
"Setelah tidak menyadari betapa brengseknya Richard, ya," kata Lucy. "Tapi ya Tuhan, Kate, kau hanya perlu membaca koran. Charlie selalu dalam masalah."
"Apa kau ingin aku memberitahumu sesuatu yang buruk tentang Nick"" Ada jeda panjang sebelum Lucy menjawab. "Kalau begitu lanjutkan." Ponsel Lucy berdering dan mereka terlonjak.
"Hai, ada apa"" Kata Lucy.
Kate menunggu. "Ini Fax. Dia di bawah dan ingin bicara denganmu. Bolehkan aku menyuruhnya naik"" Kate mengangguk.
Beberapa saat kemudian, Fax berdiri di apartemennya, tas kamera di atas bahunya. Dia berwajah pucat dan gemetar.
"Kate, aku minta maaf. Ini semua salahku."
"Kupikir kau sudah menghancurkan foto-fotonya," kata Lucy pada Fax.
"Aku melakukannya, di komputerku. Maafkan aku, Kate. Maaf aku telah mengambil fotonya, bahkan lebih menyesal ketika aku memberikannya pada Richard. Kupikir itu akan membuat dia melihat apa yang telah dilakukannya. Bajingan itu mungkin menjualnya pada Simon dan seorang wanita hampir membunuhmu karena itu." Fax menarik jari-jarinya ke rambutnya.
"Aku tidak hampir tewas," kata Kate.
"Ini, kau tampak lebih parah daripada Kate." Lucy menyerahkan anggur ke tangan Fax.
"Aku merasa sangat tidak enak. Andai saja aku tak pernah bertemu Richard Winter, atau berteman dengan Simon Baxter. "Fax menyesap anggurnya dan terbatuk.
"Kau tahu, kupikir kau tidak cocok untuk menjadi seorang fotografer pers," kata Lucy.
"Aku tahu." Desah Fax.
"Kecuali kau adalah seorang fotografer dan kau berada di apartemenku dan semua fotografer pers lainnya berada di luar di trotoar." Kate tersenyum.
"Aku tak akan mengambil fotomu," sembur Fax.
Lucy mendesah. "Kau lihat kan" Terlalu baik."
"Kau pikir aku baik"" mulut Fax mengejang.
Mata Kate melompat di antara pasangan itu.
"Kau lumayan lucu," kata Lucy. "Dengan cara yang kadang-kadang menjengkelkan."
"Dan belum menikah," kata Kate.
Ketika mereka berpaling untuk menatapnya, Kate mengangkat bahu.
"Jika kau mengajak Lucy keluar untuk minum, aku akan membiarkanmu mengambil foto punggungku. Menjualnya dan menggunakan uang itu untuk pergi ke suatu tempat yang bagus." Fax tersipu. "Aku tidak bisa melakukan itu, tapi..kau ingin pergi untuk minum kapan-kapan, Lucy"" Jari-jari Fax memutar gagang gelas bolak-balik, memutar cairan di dalamnya.
"Aku tidak bisa malam ini," kata Lucy.
"Besok"" "Kerja." Kate mendengar kepercayaan diri Fax menggelegak hilang.
"Rabu"" Tanya Fax, merosot lebih dalam ke sofa seperti anjing kelelahan.
"Kita akan ke galeri Rachel di Holland Park," kata Kate. "Kau bisa datang juga."
"Kau tahu aku sedang bersama seseorang" Semacam itu." Mata Lucy bertemu mata Kate.
Fax menegakkan diri dan mengambil napas dalam-dalam. "Ya, tapi mungkin kau lebih baik bersamaku."
"Mungkin aku akan melakukann
ya." Lucy tersenyum dan senyum Fax mengembang.
Kate berpikir Fax memiliki senyum yang indah, tapi tidak seindah Charlie. Pikiran itu membuat hati Kate kram.
"Jam berapa di galeri"" Tanya Fax.
"Sekitar jam tujuh," kata Lucy.
"Bagus." Fax melompat berdiri. "Well, sebaiknya aku pergi."
Fax tampak sangat ingin untuk pergi sebelum Lucy berubah pikiran.
"Ambil foto punggungku, Fax." Fax ragu-ragu.
"Apa kau yakin" Aku tidak membawa tasku bukan karena kupikir aku akan mendapatkan gambar. Aku tidak meninggalkannya di motor seandainya "
"Ambil saja fotonya." Kate melemparkan atasannya ke kursi dan berbalik menghadap dinding.
"Mereka sudah punya wajahku. Ini hanya punggungku. Mungkin mereka akan meninggalkanku sendiri nanti." Dan mungkin Charlie akan melihatnya, pikir Kate.


Strangers Karya Barbara Elsborg di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Apa itu sakit"" Tanya Fax.
"Nyeri sedikit."
"Terima kasih, Kate." Lucy pergi bersama Fax ke pintu dan kembali menyeringai. Kate bertanya-tanya apa Lucy lupa pada apa yang mereka sudah bicarakan sebelum Fax tiba. Lucy menjatuhkan diri di sofa, tersenyum dan mengucapkan satu kata, "Nick." Ah itu akan menjadi tidak.
"Dia berada di toilet wanita di Armagedon dengan seorang wanita bernama Sylvie. Mereka berada di sebuah bilik. Bersetubuh. Nick memintaku untuk tidak memberitahumu."
Ketika Kate menceritakan semuanya, Lucy menaruh kepalanya di tangannya.
"Maafkan aku," kata Kate.
"Aku kenal dia. Sylvie Dacre. Dia bekerja untuk BBC, bajingan pembohong bermuka dua. Keduanya." Lucy berdiri dan mengambil napas dalam-dalam. "Nick seharusnya...Dia akan datang kesini malam ini. Aku harus pergi."
Kate berharap dia melakukan hal yang benar. Apakah itu akan lebih baik untuk mengetahui kebenaran, bahkan jika itu menyakitkan"
Kabel telepon Kate tetap dicabut, bel pintu terputus, namun ponselnya tetap di dekatnya. Kate tidak akan mengejar Charlie, tapi ia mengirimkan satu pesan.
Aku baik, tapi rindu padamu
xx Mermaid Charlie tidak menelepon atau sms. Kate mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa Charlie tidak tahu apa yang telah terjadi, namun kekecewaannya tumbuh ke titik dimana ia tenggelam perlahan-lahan secara fisik dan emosional.
Kate menghabiskan hari berikutnya di apartemen, menjauh dari jendela dan mengabaikan semua ketukan di pintu. Kate berkonsentrasi pada menjahit dan jigsawnya. Dia tidak mendengar apapun dari Charlie. Bagaimana bisa Charlie tak tahu apa yang terjadi" Atau apakah ia berbohong tentang Tiffany dan tidak menelepon karena dia sudah tertangkap basah. Tapi Charlie tak punya alasan untuk berbohong. Kate curiga Ethan berada di balik semua ini, Ethan memastikan Charlie tak tahu Kate telah ditusuk. Ataukah Kate hanya membuat alasan" Ketika ia berpikir terlalu banyak itu seperti pusaran yang merusak berputar di kepalanya.
Kate duduk di tempat tidur ketika ia mendengar gedoran keras di pintu. Wartawan lagi atau Charlie" Kate menarik t-shirt ke atas tubuh telanjangnya dan pergi untuk memeriksa di lubang pintu. Nadi Kate melonjak. Charlie tampak marah sekali. Mata gelap dan pandangan muramnya mengatakan semuanya. Charlie baru saja mengetahuinya.
Kate menyentak lepas t-shirtnya dan membuka pintu. Saat mulut Charlie menganga melihat tubuh Kate yang telanjang, Kate mengulurkan tangan, mencengkeram kerah dan menarik menarik tubuh Charlie ke dalam.
Tas Charlie jatuh dari tangannya saat ia meraih Kate.
"Kau baik-baik saja"" Tanyanya.
"Ya sekarang." Charlie memutar tubuh Kate dan menghela napas panjang. Kate berbalik untuk menghadapnya.
"Kau mengubahku menjadi tak bisa bicara," keluh Charlie.
"Dan bagaimana itu akan menjadi berbeda dari normal""
Tubuhnya bergetar saat Charlie tertawa.
"Aku ingin menjadi berlawanan denganmu," kata Charlie sambil menanam ciuman di seluruh wajah Kate.
"Apa kau berubah pikiran""
"Pikiran apa"" Tangan Charlie bergerak ke atas sisi rusuk Kate dan kemudian ke bawah patatnya sehingga ia bisa menarik tubuh Kate kearahnya.
"Aku bisa membunuhmu," gumam Charlie di rambut Kate.
"Kenapa"" "Tebak." "Aku menelpon tapi kau tidak menjawab. Aku mengirim sms."
Charlie mengerang. "Aku kehilangan teleponku, lagi. Tapi kau
bisa menelepon Ethan. Dia akan menemukan cara untuk menghubungiku."
Kate teralihkan oleh komentar pertama. "Jika kau kehilangan ponselmu, bagaimana aku bisa meneleponmu""
"Telepon itu muncul lagi pagi ini. Kupikir Natalie yang mencurinya. Aku punya nomormu di speed dial dan aku tidak bisa mengingat nomormu, tapi aku sudah memecahkan masalah itu. Aku akan menunjukkan padamu bagaimana caranya nanti."
Charlie mengangkat tangannya ke wajah Kate dan meluncurkan ibu jarinya di pipi Kate. "Aku tak bisa percaya ada orang gila yang menikammu."
"Ini tidak serius, Charlie." Charlie mengetuk dahinya ke dahi Kate. "Tentu saja serius. Dia menancapkan pisau di punggungmu. Ya Tuhan Kate, dia bisa saja membunuhmu."
"Kenapa kau bilang kau belum pernah mendengar tentang dia""
"Karena aku tidak pernah. Tiffany Samuels" Kupikir kau bercanda, membuat nama dari nama dua toko perhiasan."
"Aku tidak suka perhiasan."
Charlie mendesah. "Ah, kalau begitu aku telah menyia-nyiakan uangku di bandara Dublin pada hadiah yang luar biasa."
Charlie meniup rambut Kate dari matanya dan meluncurkan jempolnya ke tulang rusuk Kate, ke payudaranya, berputar-putar di putingnya. Ketika putingnya mengeras merespon, Charlie mendesah bahagia.
"Apa itu lebih luar biasa dari milikmu"" Tangan Kate menangkup tonjolan di pangkal paha Charlie.
"Ada dilema di sini. Membuka celanaku atau membuka tasku." Kate tertawa dan dengan lembut Charlie mendorong punggung Kate ke dinding. Dia menangkap kepala Kate di tangannya sambil membungkuk untuk mencium lehernya.
"Mengapa Ethan membuatku berpikir kau kenal Tiffany Samuels"" Kate tidak bisa membiarkan hal ini lepas begitu saja.
"Aku tak tahu. Kapan kau bicara dengan Ethan""
"Dia datang ke sini kemarin."
Kepala Charlie terangkat, api berkobar di matanya. "Kemarin" Mengapa dia tidak memberitahuku apa yang terjadi" Dia bisa mengirim pesan untukku, bahkan menelepon Natalie. Aku tak tahu apa-apa tentang hal ini sampai pagi tadi. Itu seorang pelayan yang mengatakan padaku ketika aku sedang sarapan. Ya Tuhan, aku sangat takut. Aku langsung pergi ke bandara, tapi aku harus menunggu sepanjang hari untuk sebuah penerbangan karena kabut. Jalang itu bisa saja membunuhmu. Ya Tuhan, Kate." Tangannya gemetar saat ia menggenggam tangan Kate.
"Aku tak paham kenapa Ethan tidak memberitahuku""
"Mungkin dia tak ingin kau terganggu."
"Dia seharusnya memberitahuku," kata Charlie. "Aku ingin menyewa seseorang untuk melindungimu."
"Tidak." Kate mencoba melepaskan diri, tapi Charlie memegangnya erat-erat.
"Aku serius. Kau tak akan tahu mereka ada di sana, tapi aku perlu tahu apa kau aman atau tidak aman di apartemen ini."
"Kau berlebihan. Aku baik-baik saja."
"Tidak. Kau memutuskan kabel bel pintumu. Aku harus mendapatkan Rachel untuk membiarkanku masuk."
"Charlie, tenanglah. Tak ada yang perlu dikhawatirkan. Ini adalah insiden yang terisolasi. Kupikir dia tidak mencoba untuk membunuhku. Dia ingin memperingatkanku. Dia gila. Dia bilang dia pernah hamil dengan bayimu."
Charlie menegang. "Aku tidak kenal dia, aku bersumpah."
"Hei, aku percaya padamu. Bagaimana orang-orang bisa jadi terobsesi denganmu" Maksudku, kau mendengkur, kau kentut, kau menaruh tanganmu di balik celanamu dan menggaruk testismu dan kau mengoleskan Marmite* setebal kau mengoleskan selai."
"Aku sudah berhenti menggigit kuku." Charlie mengangkat tangannya.
"Dengan bantuanku."
Charlie mengangkat jari-jarinya ke mulut Kate dan Kate menutup rapat bibirnya. Charlie menurunkan tangannya dan tersenyum. "Bawa aku ke tempat tidur dan aku akan menunjukkan padamu apa yang sudah aku dapat untukku."
"Um, masih ada sedikit masalah dengan itu."
"Apa"" Charlie mencium Kate di sepanjang tulang selangkanya."
Aku bertanya-tanya bagaimana kau mungkin merasa tentang tidak berhubungan seks""
"Kenapa" Apa kau...eh, kau tahu""
Kate tersenyum ketika Charlie tersipu. "Tidak."
"Lalu apa masalahnya"" Charlie terlihat bingung.
"Hanya untuk membuktikan bahwa kau bisa," kata Kate.
Charlie membuka mulutnya, menutupnya lagi dan kemudian berkata, "Oke." Charlie mengikuti Kate ke kamar
tidur, bertanya-tanya apa yang akan Kate lakukan. Membuka pintu tanpa pakaian memiliki efek instan di seluruh tubuh Charlie, terutama kemaluannya meskipun ia sudah semi-ereksi di sebagian besar perjalanan dari bandara dengan hanya memikirkan tentang Kate.
Sekarang Kate mengatakan bahwa ia tidak ingin berhubungan seks" Mungkin Kate tidak percaya kepadanya tentang orang bernama Tiffany ini, namun Charlie belum pernah mendengar tentang dia. Setidaknya, Charlie tidak berpikir dia pernah.
Charlie membelikan Kate sebuah kalung perak berliontin bintang kecil karena Kate adalah bintang Charlie, tapi ini bukan saat yang tepat untuk memberikannya pada Kate. Charlie tak ingin terlihat seolah-olah dia sedang berusaha membeli Kate. Kate berarti lebih banyak dari sebuah kalung bagi Charlie, hanya seperti itu ketika Charlie berada di dekat Kate, setiap sel dalam tubuh Charlie ingin bercinta dengannya.
Charlie melepas pakaiannya dan membiarkannya jatuh di lantai. Charlie naik ke tempat tidur dan menarik punggung Kate ke dadanya, berhati-hati agar tidak menyakitinya. Charlie menghela napas panjang. Rasanya sangat tepat berada di sini, memeluk Kate dengan aman dalam pelukannya. Kemaluan Charlie berdenyut-denyut, tapi kecemasannya mulai menghilang.
"Jadi apa yang sudah aku lakukan sekarang"" Tanya Charlie, bernapas di leher Kate.
"Ethan bilang kau adalah seorang pecandu seks."
"Apa-apaan"" Terlalu banyak untuk bersantai, seluruh tubuh Charlie menegang untuk menyesuaikan dengan kejantanannya.
"Apa-apaan itu yang dimaksud pecandu seks"" Jari-jari Charlie melayang di atas pinggul Kate, hati-hati sekarang untuk menyentuhnya.
"Seseorang yang berpikir tentang seks dengan mengesampingkan segala sesuatu yang lain."
Charlie mempertimbangkan itu. Dia menyukai seks. Dia tidak akan menyangkalnya. Oke, mencintai seks tepatnya. Seorang wanita baru di ranjangnya selalu membawa gelombang euforia, tapi ia semakin lelah harus memberitahu para wanita bahwa mereka seks terbaik yang pernah Charlie lakukan, bahwa tubuh kurus mereka indah, bahwa Charlie pasti akan menelepon mereka, ketika Charlie tahu betul ia tak akan melakukannya.
Charlie menginginkan sesuatu yang lebih dan ia telah menemukannya bersama Kate. Sahabat sekaligus kekasih, Charlie memuja bercinta dengannya, memberikan Kate kenikmatan, membiarkan Kate memberikan kenikmatan pada Charlie. Charlie senang berada bersamanya. Dia tak perlu berhubungan seks dengan Kate untuk menjadi bahagia.
Ereksi Charlie menekan punggung Kate dan Kate bertanya-tanya apa yang sedang dipikirkannya.
"Kau pikir aku seorang pecandu seks"" Tanya Charlie.
"Bagaimana menurutmu""
"Aku tidak bisa memikirkan apa pun yang aku inginkan selain ingin bercinta denganmu tapi aku tidak langsung berhubungan seks denganmu saat aku melihatmu," kata Charlie.
"Benar." "Apa kau selalu membuka pintu telanjang bulat""
"Hanya ketika itu seorang teman."
"Hanya ketika itu teman yang ingin kau siksa untuk membuktikan sesuatu." Kate tertawa dan berbalik. Dia menelusuri jemarinya di sepanjang tulang rusuk Charlie.
"Hentikan," kata Charlie. "Untuk membuktikan itu tidak benar, kita akan tidur bersama dan hanya berpelukan."
"Aku sudah berubah pikiran."
Kate meluncurkan tangannya ke bawah dada Charlie, membungkus jari-jarinya di sekitar kejantanannya dan meremas dengan lembut. Ketika ibu jarinya menyapu bagian kepalanya, Charlie mengerang.
"Itu tidak adil. Bagaimana bisa kau mengharapkanku untuk tidak menginginkan seks ketika kau melakukan itu"" Kate mencium hidungnya.
"Kau bukan pecandu seks, Charlie, tapi aku agak khawatir Ethan sudah mempercayai Veronica Ward."
Charlie menegang lagi."Apa yang sebenarnya sudah Ethan katakan" Apa yang Veronica harus lakukan dengan apapun itu""
"Dia adalah orang yang memberitahu Ethan tentang masalahmu."
"Aku tidak punya masalah apapun," teriak Charlie, lalu memelankan suaranya. "Apa aku punya""
"Tidak, kurasa kau tak punya masalah, Charlie. Hubungan kita bukan hubungan yang tidak sehat dan itu bukan hanya sekedar seks."
Saat kata-kata itu keluar dari mulut Kate, udara membeku di tenggorokannya
. Dia menunggu Charlie untuk mengatakan sesuatu, tapi Charlie tidak bicara.
"Aku tahu kita berbaring di sini telanjang, tapi kau tidak bergegas untuk menyeretku ke ranjang. Kau datang karena aku terluka," kata Kate, lebih ragu-ragu sekarang.
"Kate, kau harus berhenti melakukan itu dengan tanganmu, jika tidak secepatnya aku akan membuktikan bahwa Ethan benar."
Kate tertawa. "Mungkin bukan kau sama sekali. Mungkin itu adalah aku yang kecanduan seks."
"Ya Tuhan, kuharap begitu," kata Charlie. "Aku akan menjadi pria paling beruntung di dunia."
"Kalau begitu, bercintalah denganku, pria yang beruntung. Aku bersikeras. Aku ingin kau dalam diriku sekarang karena jika tidak aku "
Bibir Charlie mendarat di bibir Kate dan Charlie menurunkan punggung Kate pelan-pelan sehingga Charlie bisa bersandar di antara kedua kaki Kate. Charlie bahkan tidak berhenti menciumi Kate saat ia meluncur ke dalam dirinya dalam satu gerakan lambat dan kemudian tidak bergerak.
Charlie memisahkan diri dari bibirnya. "Oh Tuhan, kau terasa sempurna. Tapi setiap kali kita melakukan ini, aku kesulitan untuk melakukannya dengan perlahan."
Tangan Kate menggenggam pinggul Charlie saat ia mendorong melawan Charlie, menariknya lebih dekat saat Charlie mendorong masuk ke dalam dirinya. Kepala Kate berputar karena betapa banyak dia menginginkan Charlie. Setiap bagian dari tubuhnya bereaksi terhadap Charlie kulitnya tergelitik, denyut nadinya berpacu dan napasnya tercekat di tenggorokan. Setiap ujung saraf mendesis penuh kegembiraan.
Charlie membangkitkan gairah Kate dengan irama gigih yang membuat Kate terengah-engah memohon Charlie untuk bergegas. Tapi Charlie mengenal Kate dengan baik, dia menggoda dan bermain-main sampai Kate berpikir ia tak bisa menahannya lebih lama lagi. Orgasme meledak dalam diri Kate pada saat Charlie menyembur di dalam dirinya dalam kobaran sinar matahari yang melelehkan mereka bersama-sama.
Kate mencintai Charlie. Mencintai. Mencintai. Mencintainya.
*** Charlie terbangun keesokan harinya karena suara menggedor-gedor di pintu.
"Jam berapa sekarang"" Erang Charlie.
"Sepuluh tiga puluh."
"Mengapa selalu ada seseorang yang menggedor pintumu"" Kate melempar selimut untuk bangun dan Charlie menangkap dan memegang lengan Kate.
"Kau mau pergi kemana" Kau tak tahu siapa yang ada di luar sana."
"Itu mungkin Lucy atau Rachel." Kate menatap pangkal paha Charlie. "Apa-apaan itu""
"Nomor teleponmu. Aku melakukannya dengan tinta yang tak terhapuskan, meskipun aku pikir kau bisa mencoba menjilat dan menghapusnya." Charlie memberikan Kate senyum malu-malu.
Kate tertawa. "Dan bagaimana kau berniat untuk mengakses itu di depan umum""
"Dengan sangat hati-hati."
"Kau gila." Kate membungkuk dan menciumnya. Lengan Charlie melingkari pinggang Kate dan menariknya ke bawah. Suara nyaring di pintu mulai lagi dan Kate melepas dirinya pergi. Dia menarik t-shirt panjang lewat atas kepalanya.
"Jangan dibuka sampai aku ada di sana." Charlie memakai celana boxer biru rajutnya dan mengikuti Kate. Kate berpaling dari lubang pintu.
"Itu Nick." "Siapa itu Nick""
"Dari Armageddon. Ingat""
"Kate, buka pintunya!" Teriak Nick.
Kate memutar gagang pintu dan membukanya.
"Kau benar-benar pelacur," teriak Nick. "Kenapa kau harus mengatakan sesuatu"" Charlie bergeser di antara mereka. "Jangan bicara padanya seperti itu."
"Kau berbohong. Lucy layak mendapatkan yang lebih baik." kata Kate.
"Aku mencintainya."
"Well, kau memiliki cara yang aneh untuk menunjukkannya, menyetubuhi Sylvie Dacre di toilet," bentak Kate.
"Aku bukan satu-satunya yang menyetubuhi sesuatu hanya karena mereka berada di sana." Nick melihat ke Charlie dan mencemooh. "Kuharap kau memakai kondom. Tak bisa dibilang apa yang akan kau idap. Kalian berdua."
Charlie melingkar ibarat ular yang akan menyerang, namun Kate membanting pintu di wajah Nick.
"Dia tidak berharga." Kate bersandar ke pintu saat Charlie mengulurkan tangan untuk membukanya.
Kate menaruh tangannya ke pipi Charlie. "Aku menyukai gigimu. Aku lebih suka mereka tetap ada di mulutmu."
"Apa kau mengira aku akan kalah dalam
perkelahian"" "Kupikir Nick akan berkelahi dengan cara kotor."
Mata Charlie menyipit. "Aku juga." "Kembalilah ke ranjang." Kate meluncurkan tangannya ke atas pangkal paha Charlie. Charlie membiarkan Kate membawanya kembali ke kamar.
"Ohh, kau terlalu mudah untuk dialihkan perhatiannya," kata Kate sambil tertawa.
Charlie meringis. "Aku hanya mencoba untuk memanfaatkan waktu sebaik-baiknya sebelum kau harus pergi bekerja."
"Tidak ada pekerjaan hari ini."
Wajah Charlie berseri dan ia menarik lepas celana pendeknya. "Bagus, kau bisa ikut denganku."
"Kemana kau akan pergi""
"Aku harus kembali ke tempatku karena ada script yang datang. Aku harus melakukan beberapa wawancara untuk channel TV Amerika dan setelah itu, satu untuk majalah dan sorenya, acara bincang-bincang menginginkan aku dan Natalie di sofa mereka." Charlie menarik t-shirt dari atas kepala Kate.
"Masihkah kau bisa datang ke gallery Rachel malam ini"" Kate menjatuhkan diri di tempat tidur.
"Aku akan membawa kartu kreditku."
"Kau tak perlu membeli apapun."
"Aku tahu, tapi aku ingin."
"Aku akan bertemu denganmu di sana. Kau tak butuh aku untuk menempelmu sepanjang hari, Charlie." Charlie berbaring di sampingnya dan melingkari pusar Kate dengan jari-jarinya.
"Aku perlu tahu bahwa kau aman. Itu salahku kau ditikam. Kupikir kau tidak memahami betapa sangat berartinya kau bagiku, Kate."
"Itu bukan salahmu."
"Jika kau belum tak pernah bertemu denganku, itu tidak akan terjadi." Kate meraih jari-jari Charlie dan menggenggamnya dengan erat.
"Bertemu denganmu adalah hal terbaik yang pernah terjadi padaku."
Tercekat penuh emosi, Charlie berjuang untuk mengatakan pada Kate apa yang ia rasakan. Charlie mencari nafkah dengan bermain dengan kata-kata, membuat orang percaya apa yang dia katakan dan dia tak bisa mengucapkan tiga kata yang dia genggam di dalam hatinya untuk Kate. Charlie pikir ia tidak mencintai Kate, ia mengetahuinya. Mengapa Charlie tidak bisa mengatakannya"
"Bertemu denganmu adalah hal terbaik yang pernah terjadi padaku juga," bisik Charlie.
"Selain mendapatkan peran utama dalam film The Green."
"Jelas sekali." kata Charlie dan menjentikkan puting Kate dengan jarinya. Charlie melihat jauh ke dalam mata abu-abu gelap Kate.
"Aku serius, Kate. Hidup kita terjalin sekarang dan aku tidak ingin itu terurai."
"Aku masih tidak perlu mengikutimu kemana saja hari ini. Aku bukan anak anjing." Charlie mendesah, kemudian melompat turun dari tempat tidur dan kembali dengan sebuah kotak biru kecil.
"Ini untukmu. Hanya saja sekarang kau sudah bilang kau tidak suka perhiasan, apa aku harus membuangnya""
Dia melihat saat Kate membukanya. Apakah Kate kecewa itu bukan cincin" Tapi mata Kate bersinar dan dia tersenyum, senyum tulus cantik Kate yang menyinari wajahnya dan jantung Charlie mulai berdetak lagi.
"Oh, Charlie. Terima kasih."
"Karena kau adalah bintangku, Kate."
Kate mencium hidung Charlie.
"Aku sangat ingin mengatakan padamu bahwa itu memiliki kekuatan magis untuk membelamu dari orang-orang gila, tapi sayangnya tidak. Kate, kumohon ikutlah denganku hari ini."
"Aku akan baik-baik saja. Aku akan naik taksi malam ini dengan Lucy dan bertemu denganmu di galeri."
"Kau tidak akan pergi keluar ke manapun sebelum itu," pinta Charlie. Kate memutar matanya.
"Jangan khawatir tentangku."
"Benar," kata Charlie dan menyentuh luka di punggung Kate. "Karena jelas tidak ada yang terjadi padamu ketika aku tak ada."
*** *Marmite: semacam merek olesan roti yang terbuat dari ekstrak ragi, berbentuk pasta berwarna coklat gelap, lengket dan memiliki rasa yang harum, kuat, asin dan gurih.
Strangers Bab 23 Kate dan Lucy tidak meninggalkan gedung sampai taksi berhenti di luar. Kate menghela napas lega saat tak ada wartawan atau fotografer berkeliaran di situ.
"Kau menjadi berita kemarin," kata Lucy. Kate berharap itu benar.
"Jadi, kau baik-baik saja"" Tanya Lucy saat taksi mulai berjalan.
"Bagaimana punggungmu""
"Baik." "Apakah Charlie akan datang"" Kate mengangguk.
"Nick mencoba untuk memintaku kembali. Dia mengatakan setelah Gemma pergi ke univers
itas pada bulan September, dia akan memberitahu istrinya tentang kami dan minta cerai." Kate tidak mengatakan apapun tentang kunjungan Nick tadi pagi.
"Dan ketika kami sampai di akhir September, aku tidak akan terkejut jika ayah dari istrinya jatuh sakit, sehingga Nick tidak mau membuat istrinya sedih atau dia menabrak anjingnya dan tidak ingin membuat istrinya sedih. Dan kemudian saat Natal, akan ada lagi alasan untuk tidak membuat istrinya sedih juga. Aku tahu kedengarannya munafik, tapi saat itu hanya aku dan istrinya, aku tidak keberatan, tapi aku tak akan membiarkan itu terjadi jika aku harus berbagi dia dengan orang lain."
"Bagaimana dengan Fax""
Lucy menyeringai. "Dia akan terus memikirkanku."
Taksi berhenti di tengah jalan di luar galeri. Tidak ada ruang untuk berhenti di pinggir jalan.
"Aku yang bayar," kata Lucy. "Akan aku klaim di pengeluaran." Pada saat supir menulis tanda terima, lalu lintas menjadi macet di belakang dan klakson-klakson meraung. Galeri menyala dengan cahaya, orang-orang tumpah ke trotoar seperti permen berjatuhan dari tas, bermacam-macam orang yang berpakaian dan bersepatu bagus, dengan minuman di tangan.
"Wow," kata Lucy. "Rachel pasti senang dengan banyaknya pengunjung. Kadang-kadang dia hanya punya dua orang pengunjung di sepanjang hari."
"Dua tidak apa-apa asal mereka membeli sesuatu," kata Kate.
Mereka melihat Rachel saat berjalan masuk. Dia melambaikan tangan dan bergegas menghampiri.
"Apakah kau membutuhkan kita untuk membantu sesuatu"" Tanya Kate.
"Aku lebih suka kau berbaur, memberitahu semua orang betapa indahnya lukisan-lukisan ini dan bahwa lukisan itu adalah investasi yang brilian. Tak seorangpun yang membeli satupun."
"Ini masih terlalu awal," kata Lucy. "Oh, ada Fax."
Ditinggal oleh teman-temannya, Kate mengangkat segelas anggur dari nampan pelayan yang lewat dan berjalan menuju bagian belakang galeri. Seorang pria berdiri di samping lukisan "Ready For Bed", memastikan orang-orang tahu bahwa itu adalah karyanya. Sangat kurus dengan wajah panjang dan rambut abu-abu dikuncir ekor kuda, dia mengingatkan Kate pada seekor kuda.
Rachel telah salah tentang lukisan yang tidak menjual. Stiker merah muncul seperti cacar air.
Lukisan "Sister" karya Dan telah terjual dan Kate menganga ketika Dan menunjukkan siapa yang akan membelinya. Tony dari Crispies. Dia berdiri dengan lengannya yang mengelilingi Mel. Kate bertanya-tanya bagaimana dia bisa menangkap hal itu begitu salah.
Kate beringsut melewati kerumunan untuk lukisan favoritnya, gambar cahaya di lemari es. Ini belum terjual, tapi ketika Kate melihat label harga yang hampir dua puluh ribu pound, ia tidak terkejut.
"Apa pendapatmu tentang lukisan ini"" Tanya sebuah suara.
Setelah mendapat instruksi Rachel, Kate mencoba yang terbaik. "Ini sempurna. Aku suka keseimbangan goresan pelukis antara bagian yang tersembunyi dan yang terungkap."
"Dan"" "Dan bagaimana kita ditarik ke dalam cahaya, tapi pada saat yang sama tergoda untuk tetap ada di kegelapan. Kukira itu adalah undangan untuk mengeksplorasi ambiguitas dari sebuah dapur, sebuah tempat yang berada di ambang kerusakan yang disfungsional. Itu cerdas dan diselesaikan dengan sangat baik."
"Bagaimana dengan lukisan 'Wall'""
Kate tersentak. Sial, sekarang dia harus berbohong. Kate berbalik untuk melihat orang yang berbicara dengannya, tapi pria itu memutar darinya untuk melihat keganjilan dari batu bata dan dengan canggung memposisikan diri dengan menekan tubuhnya. Dia adalah seorang pria setengah baya, tinggi dan langsing dengan rambut perak abu-abu pendek dan anting-anting emas.
Kate mulai lagi. "Kontradiksi yang lain. Perasaan dislokasi dari "
"Ah, kau yang menulis katalognya," katanya.
"Ups, ketahuan ya." Kate tersenyum.
Lalu pria itu berbalik untuk menghadap Kate. "Halo, Kate."
Senyum menghilang dari wajah Kate. Dia membeku dari jari-jari kaki ke atas. Otaknya mengatakan kakinya untuk bergerak, tapi tak ada yang terjadi.
"Kau terlihat sangat mirip ibumu."
Kate sangat ingin untuk melarikan diri, tapi hanya hatinya yang bergerak, mengamuk, memukul-mukul
di rusuknya, merobek - mencabik dirinya dalam upaya untuk melarikan diri.
"Apa pendapatmu yang sebenarnya tentang lukisan 'Wall'""
"Itu sampah," kata Kate tersendat.
Pria itu tersenyum. "Masih gadis kecilku yang cepat tersinggung."
Kate tidak bisa bernapas. Jari-jari yang tak terlihat seakan telah melilit lehernya. Kate bertanya-tanya apakah dia akan pingsan.
"Aku ingat pernah mengajakmu ke Galeri Nasional ketika kau masih setinggi lutut dan kau berjalan berkeliling mengatakan 'suka yang itu' dan 'tidak suka yang itu' dengan suara keras. Apa kau ingat""
"Tidak," Kate berbohong.
"Salah satu lukisanku ada di sana," katanya.
Kepala Kate berputar, dan nafas bergegas masuk ke tenggorokannya.
"Kukira kau melukis langsung di plester""
"Benar, kau sudah melihat tempat Charlie Storm." Pria itu menatap lukisan, yang disebut "Tree Down".
"Apakah kau mengenali gaya lukisanku""
Kate belum melihatnya. Satu-satunya lukisan yang telah ditunggu Rachel dan jika itu sudah ada, semua ini tidak akan terjadi karena Kate akan tahu untuk tidak datang malam ini. Tanpa Kate sadari, pria itu telah mengambil lengannya dan menggandengnya berjalan menuju hasil karyanya. Kate memandang lukisannya dengan hati-hati.
"Ini sangat bagus." Sebuah lukisan dari pohon yang tumbang, cabang-cabangnya patah, dahannya bengkok seolah-olah itu adalah sesuatu yang hidup yang sedang menggeliat kesakitan. Semua karyanya menyiksa.
"Jangan terdengar begitu kecewa," katanya. "Dengar, aku ingin bicara denganmu, Sayang. Apakah kau pikir kita bisa pergi ke suatu tempat dan mengobrol"" Kate ingin mengatakan padanya untuk tidak memanggilnya sayang. "Tidak, kurasa itu bukan ide yang bagus."
Sekarang Kate bisa bergerak, ia beringsut mundur, tapi pria itu mengikuti.
"Aku datang malam ini karena aku tahu akan ada banyak orang di sekitar sini. Aku tidak ingin menakutimu. Aku ingin melihatmu hari ini karena aku ingin berharap kau bahagia "
"Tidak," kata Kate, berbalik dan berjalan ke pelukan Charlie.
"Aku ingin pergi sekarang." Kate mendorong Charlie ke arah pintu.
"Tidakkah kau ingin aku membeli sesuatu"" Tanya Charlie bingung.
"Tidak, ayo pergi saja." Saat mereka berkelok-kelok berjalan keluar dari galeri, Charlie menangkap dan memegang bahu Kate.
"Ada apa" Apakah pria itu yang tadi bicara denganmu membuatmu kesal" Ingin agar aku menghajarnya""
"Bawa aku pulang ke tempatmu." Kate tak mampu berpikir yang lain selain menyeret Charlie keluar dari galeri sejauh yang ia bisa.
"Katakan padaku apa yang terjadi"" Pinta Charlie.
"Aku akan mengatakannya, tapi aku ingin pergi."
Kate tidak bicara di dalam taksi, namun menekankan tubuhnya ke dalam pelukan Charlie, melirik ke belakang berulang kali untuk melihat apakah mereka sedang diikuti. Charlie tetap tenang dan hanya memeluknya. Begitu ia berada di rumah Charlie, Kate menyuruh Charlie berkeliling dan memastikan semua pintu dan jendela terkunci. Kate tahu dia sedang paranoid, tapi ia tidak bisa menahannya. Kate berada di tangga sementara Charlie memeriksa. Kate bersandar ke dinding, mencoba tenggelam ke dalamnya.
Setelah beberapa menit, Charlie kembali duduk di samping Kate dan memegang tangannya, menekan buku-buku jari Kate ke bibirnya.
"Oke, Fort Knox sudah aman. Satu-satunya bahaya adalah dariku dan itu tidak sedikit, terutama jika kau tidak memberitahuku apa yang terjadi."
"Aku berbohong. Ayahku tidak mati. Itu dia yang sedang bicara denganku." Charlie mengambil napas dalam-dalam. "Kenapa kau bilang dia sudah mati"" Kate menekan semakin keras ke dinding. "Karena ketika aku berusia tujuh tahun, dia membunuh ibuku dan dia hampir membunuhku. Aku ingin dia mati juga, jadi aku bilang dia mati. Aku yang membuat dia mati."
"Astaga." Charlie menggosok bibirnya pada tangan Kate. "Apa yang terjadi""
"Aku berada di tempat tidur. Aku mendengar orang tuaku berdebat dan turun ke bawah. Mereka berada di dapur. Ayahku memegang pisau di tangannya, dan dia berlumuran darah. Berlumuran, seperti seseorang telah melemparkan seember darah ke seluruh tubuhnya," Kate mengambil napas panjang gemetar.
"Ibuku berteriak, menjerit,
melambai-lambaikan tangannya. Ada darah di seluruh tubuhnya, juga. Aku berlari langsung pada mereka, meraih memegang lengan Dad dan Mom mencoba menarikku mundur. Kami semua meronta. Aku ingat tergelincir dan rambutku ditarik.
Ada pukulan keras di punggungku dan aku terjatuh lagi. " Mata Kate tetap pada suatu titik di tangga.
"Bekas lukamu."
"Aku tersadar di rumah sakit. Seorang polisi wanita duduk di samping tempat tidurku. Mereka tidak memberitahuku langsung, tapi ketika tak ada yang datang menemuiku, aku tahu. Seorang wanita memakai setelan merah muda muncul dan mengatakan ibuku sudah meninggal. Ayahku terbaring tak sadarkan diri di bangsal lain di rumah sakit, namun polisi akan menahannya. Mereka ingin menemukan seorang kerabat untuk menyampaikan kabar tentangku, tapi tak ada satupun. Tak ada kakek-nenek, bibi atau paman, tidak ada siapapun sehingga aku bisa dibawa untuk dirawat. Aku bersaksi di persidangan ayahku dan dia masuk penjara seumur hidup."
"Ya Tuhan, Kate."
Kate berbalik untuk menatap Charlie. "Ternyata bukan seumur hidup. Dia sudah keluar cukup lama."
"Apa dia mencoba untuk menghubungimu sebelumnya"" Charlie menempatkan salah satu tangannya di belakang leher Kate, memeluknya ke dadanya dan tangan yang lain tetap menggenggam jari-jari Kate.
"Ya, tapi dia tahu aku tak akan menemuinya."
"Kenapa tidak""
"Apa yang bisa dia katakan padaku yang akan membuat perbedaan dengan apa yang kupikir tentang dia" Dia menghancurkan hidupku. Aku membisu selama enam bulan dan mengompol selama setahun. Aku kehilangan duniaku. Semuanya telah diambil dariku keluargaku, rumah, mainan, teman-teman, sekolah. Aku benci semua orang, menyalahkan semua orang. Aku adalah anak dari seorang pembunuh. Dapatkah kau bayangkan bagaimana anak-anak lain memperlakukanku" Aku berpindah dari rasa sakit, ke benci lalu marah, dan hanya terjebak di sana. Aku menghancurkan semua yang diberikan padaku. Tidak heran tidak ada yang menginginkanku. Aku tidak ingin orang menginginkanku."


Strangers Karya Barbara Elsborg di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Charlie mendesah. "Kau pikir kenapa dia datang ke galeri" Apakah itu suatu kebetulan""
Kate melirik ke langit-langit. "Tidak, kupikir dia tahu di mana aku berada untuk waktu yang lama. Dia punya lukisan untuk dijual di sana. Ia datang terlambat kalau tidak aku akan tahu dan pergi menjauh. Dia ingin menghadapiku malam ini di depan orang-orang jadi aku tidak bisa membuat keributan. Dia yang melukis di langit-langitmu."
"Langit-langitku" Bagaimana kau tahu""
"Kau lihat ekor-ekor iblis yang melengkung dengan tiga ujungnya berbentuk garpu" Dia biasanya menggambar itu pada lukisan yang dia lukis untukku. Dia selalu menjadi pelukis. Dia melukis di penjara dan karyanya dijual lalu dikumpulkan uangnya untuk amal. Dia membuat dirinya sendiri cukup terkenal."
"Aku tak tahu harus berkata apa," bisik Charlie.
"Pengacaranya menghubungiku dan menawarkanku uang. Itulah kenapa aku bisa membeli apartemenku. Kupikir aku bisa mengubah hidupku. Tidak ada lagi pria seperti Dex. Tidak ada lagi kasur usang di daerah berbahaya. Aku memutuskan dia berutang itu padaku." Kate menggeliat di bawah lengan Charlie.
"Bagaimana hasilnya talkshow hari ini"" Kate berharap Charlie akan membiarkan dia mengubah topik pembicaraan.
"Kau tidak menonton""
"Semua orang pergi keluar."
"Aku akan membelikanmu TV."
"Aku tak ingin TV. Aku punya hal yang lebih baik untuk dilakukan."
"Misalnya""
"Mari kita ke atas dan aku akan menunjukkannya padamu."
"Kau mencoba mengalihkan perhatianku."
"Dan apakah itu berhasil""
"Bagaimana menurutmu"" Charlie menciumnya.
Tangan Charlie meluncur naik ke paha Kate, di bawah gaunnya menuju celana dalamnya. Charlie menyelipkan jarinya di balik pinggir material dan menjalankannya sampai ia mencapai tempat yang lembut, lembab di antara kedua kaki Kate dan Kate gemetar.
"Aku tak ingin bicara lagi, Charlie."
"Aku juga tidak."
Kate hanya ingin melupakannya.
Charlie membuat Kate menjerit saat ia mengangkat Kate ke dalam pelukannya dan membawanya ke lantai atas. Kate menjerit lagi ketika Charlie pura-pura tersandung pada langkah terakhir. Charlie menurunkan Kate di la
ntai, merosot di sampingnya dan mengerang.
"Kau beratnya satu ton."
"Taruhan aku bisa mengangkatmu."
Tatapan Charlie bertemu dengan tatapan Kate. "Aku bertaruh kau tidak bisa."
Kate melompat berdiri, melebarkan kakinya dan menyokong tangannya terhadap dinding.
"Naik." Charlie tertawa. "Benar-benar sebuah tawaran."
"Ayolah," desak Kate. "Asalkan jangan melempar tubuhmu padaku."
"Kau tidak menyenangkan."
Kate memantapkan dirinya saat satu kaki Charlie tersampir di atas pinggul Kate, lalu mengunci lututnya sambil meletakkan tangannya di bahu Kate dan mengangkat yang lain. Charlie itu berat tapi tidak terlalu berat.
Kate mendorong dirinya dari dinding, meraih ke belakang untuk melingkarkan lengannya dan memeluk kaki Charlie dan mengambil langkah gemetar.
"Oke. Kau sudah membuktikan maksudmu. Turunkan aku sebelum kita mencium lantai dan luka tergores karpet dengan cara yang tidak seksi," kata Charlie.
Kate mengertakkan gigi dan terhuyung-huyung menuju kamar tidur Charlie. Tangan Charlie berliku-liku di bahunya menuju payudaranya untuk mencubit puting Kate dan Kate mengeluarkan erangan tertahan.
"Curang." Pintu ke kamarnya. Sepuluh langkah ke tempat tidurnya. Kate pasti bisa melakukannya.
"Bawa aku berkeliling kamar beberapa kali, horsey," kata Charlie. "Oh, aku berharap aku punya cambuk, dasar kau binatang malas."
Kate roboh telungkup di tempat tidur dengan Charlie masih menempel di punggungnya, menegakkan pantatnya.
"Oh tidak, Lucky Lady telah jatuh pada rintangan pertama di pancang kamar tidur," teriak Charlie. "Jokinya sedang mencoba untuk merangsangnya. Akankah dia harus dimatikan" Apakah pria berani di punggungnya itu tidak terluka" Yippiii, joki yang tampan, berbakat ini kembali berdiri," Charlie berdiri.
"Tapi dia khawatir pada kudanya. Apakah dia akan sehat untuk ditunggangi lagi" Dia harus memeriksanya."
Charlie menggelitik kaki Kate dan Kate mencoba menggeliat di tempat tidur. Charlie menarik punggung Kate, melepas gaunnya dan menariknya melewati bahunya. Kate mendengar sentakan dalam napas Charlie dan tahu ia melihat pakaian dalam putih Kate yang banyak beruntai, dengan banyak-manik di belakang branya.
"Tidak ada kaki yang patah. Itu melegakan, namun pemeriksaan lebih lanjut pasti diperlukan." Charlie menarik gaun itu ke bawah dan keluar dari kaki Kate.
"Aarrggh," rintih Charlie. "Thong renda putih."
Kate mendesah saat Charlie melepaskan sepatunya dan mencium jari-jari kakinya.
"Penyelidikan Steward pada hasil dari balapan Islington pukul 10.40 malam. Dicurigai terjadi kecurangan. Tidak tampak seperti kuda sama sekali."
Sesaat kemudian, Charlie telanjang berbaring menempel di punggung Kate, kemaluannya yang panjang keras menekan pantatnya, ujungnya yang basah menggelitik Kate di atas pita dari thongnya.
"Tidak suka berhubungan seks dengan binatang kalau begitu"" Tanya Kate. Charlie tertawa di telinganya.
"Aku sudah pernah menuju kesana tapi sejauh yang kupikir akan aman." Charlie bergeser ke satu sisi dan menggulingkan Kate dengannya.
"Oh Tuhanku," bisik Charlie. "Apa-apaan ini"" Kate pikir Charlie tidak butuh jawaban. Kate menyusun dan menjahit crotchless thong* ini di malam hari sebelum saat dia pergi bersama Lucy.
"Celana dalam kesukaan pria," katanya. "Dasar kau gadis nakal."
Kate mendesah saat Charlie menelusuri jarinya di sekeliling tepi hati berenda yang membingkai seksnya. Charlie menyelipkan jari di dalam dirinya.
"Kenapa bisa kau selalu basah""
"Kenapa bisa kau selalu keras""
"Setidaknya tidak ada yang bisa melihatmu basah. Saat aku berada di dekatmu, aku takut aku akan ditangkap. Ini semua salahmu."
Kate tersenyum. Charlie menenggelamkan jarinya masuk dan keluar dari lipatan merah mudanya, pada saat yang bersamaan ibu jarinya bekerja pada klitorisnya.
"Aku sangat suka celana dalam ini. Jika kau mengenakan ini ketika kita keluar, kita bisa bersenang-senang."
Charlie meluncur ke bawah di tempat tidur dan menekan wajahnya ke dalam celah material. Saat lidahnya menyentuh, Kate gemetar. Lidah, bibir, jari, ibu jari dan Kate merasakan penguraian dimulai. Gempa tremor ke
cil di intinya bertambah besar, menyebar sampai napasnya menjadi gemetar dan pandangannya berpendar di percikan cahaya. Merasakan kepala Charlie di antara kedua kaki Kate, rambutnya yang lembut menggosok paha Kate, lidahnya bergelombang ke dalam dirinya, tujuannya yang penuh arti saat ibu jarinya memainkan klitorisnya berulang-ulang membuat Kate lebih cepat dan lebih cepat sampai Kate terdesak ke dalam kehampaan.
"Oh Tuhan," Kate tersentak dan saat Charlie meraih tangannya dan meremasnya erat, Kate jatuh ke kegelapan.
Ketika Kate membuka matanya, wajah Charlie berada satu inci dari wajahnya, dagu dan bibirnya berkilau terlapisi dengan cairan milik Kate. Kate menjulurkan lidahnya dan menjilat mulut Charlie. Sesaat kemudian, mereka berciuman seolah-olah mereka tidak bertemu satu sama lain selama berminggu-minggu.
Charlie akhirnya menarik kembali dan mendorong kaki Kate. "Kau terasa lezat dan kau terlihat sangat indah."
Charlie menggoyangkan pinggulnya dan menggoda seks Kate dengan kepala kejantanannya. Tidak mendorong ke dalam, hanya menekan-nekan.
"Kadang-kadang aku berharap aku bisa melakukan ini sepanjang hari," bisik Charlie. "Seperti salah satu robot-robot itu. Membuat kita berdua gila."
Kate ingin Charlie dalam dirinya dan berusaha untuk bergoyang pada dirinya.
"Tidak, jangan melakukannya," kata Charlie dan mengubah sudut geser sehingga puncak kemaluannya membentur klitorisnya.
"Ya, aku melakukannya." Kate melemparkan diri ke belakang dan menyandangkan kakinya di bahu Charlie untuk menyeretnya turun.
Kejantanan Charlie masuk ke dalam lipatan basah dan ia mengerutkan kening. "Kupikir aku yang berkuasa."
"Ya, memang." Kate berbohong. Ketika Kate menyilangkan kakinya di belakang leher Charlie dan menarik Charlie ke bawah dengan keras, Charlie langsung masuk seluruhnya ke dalam diri Kate dengan terkesiap kaget.
"Dasar kau..." "Apa"" tanya Kate.
Charlie mengerang saat Kate memutar pinggulnya. "Malaikat kecil. Kecuali..."
"Kecuali apa""
"Aku tak yakin aku bisa bergerak."
"Well, cobalah."
Charlie membawa lututnya lebih dekat ke pantat Kate dan Kate melonggarkan cengkeramannya di leher Charlie ketika dia menekan tubuhnya lebih dekat dengan tubuh Kate. Ketika Charlie mulai bergerak di dalam dirinya dalam dorongan yang lambat dan lama untuk mengubur dirinya dalam tubuh Kate, Kate merasakan kejantanannya yang penuh, ujungnya yang melebar, dan mendesah dalam kenikmatan. Berat Charlie yang bersandar pada tubuh Kate membuatnya sulit untuk bernapas, tapi mengintensifkan sensasi setiap gerakan yang dibuatnya.
Kate bisa merasakan segalanya. Panas kejantanannya saat memompa ke dalam celah basahnya, sapuan napas Charlie yang terengah-engah, suara tumbukan yang basah tubuh mereka. Kate bisa mencium aroma Charlie yang unik, gairahnya, keringatnya dan aroma setelah bercukurnya yang tajam. Mata Charlie makin liar dan gelap saat ia bergerak lebih cepat. Charlie beralih membelai bagian dalam paha Kate dengan pipinya dan saat lidahnya mencecap di sana, kejantanannya bergerak seirama dengan ciuman.
Kate tersentak pada setiap dorongan yang masuk ke dalam tubuhnya, mengerang pada setiap penarikan. Lengan Charlie tersebar di atas Kate, menekannya ke kasur di atas kepala Kate dan menengadah di atas Kate.
"Ya Tuhan, Kate." Kate kira Charlie tidak bisa lebih dalam, tidak bisa mendorong lebih keras, tapi ia bisa melakukan keduanya.
Otot-otot Kate kejang, tubuhnya bergetar dan dia hanyut dalam gelombang kenikmatan, menghantam ke dalam ombak saat setiap kontraksi sedikit lebih dalam. Wajah Charlie berkerut dan kemudian Kate merasakan kejantanannya membengkak. Saat Charlie memancar ke dalam dirinya, otot-otot Kate mencengkeram kejantanannya, menyedot benihnya keluar.
Malaikat Berdarah Biru 2 Soccer Love Karya Ida Farida Dewi Penyebar Maut V I 1
^