The Broker 2
The Broker Karya John Grisham Bagian 2
pemandangan yang berkelebat lewat. Tanah di sana sepertinya sangat subur,
walaupun saat itu akhir bulan Januari dan tak seorang pun berada di ladang-ladang tersebut. Sesekali tampak vila-vila kuno di punggung bukit berundak-undak.
Ia pernah menyewa vila semacam itu. Sekitar dua belas tahun sebelumnya,
istri nomor dua mengancam akan pergi bila Backman tidak mengajaknya ke
suatu tempat untuk berlibur panjang. Saat itu Joel bekerja delapan puluh jam
per minggu, dengan waktu luang yang diisinya dengan bekerja lagi. Ia lebih
suka tinggal di kantor, dan menilik keadaan di rumah, hidupnya akan lebih
tenang di sana. Namun perceraian makan biaya terlalu besar, maka Joel
mengumumkan pada semua orang bahwa ia dan istri tercintanya akan
melewatkan liburan satu bulan penuh di Tuscany. Seolah semua itu adalah
gagasannya-"sebulan penuh bertualang kuliner dan menikmati anggur di
kawasan Chianti!" Mereka menemukan biara dari abad keempat belas di dekat desa abad
pertengahan bernama San Gimignano, lengkap dengan para pengurus rumah
tangga dan tukang masak, bahkan sopir. Namun pada hari keempat
petualangan, Joel menerima berita mencemaskan bahwa Komite Penilaian
Senat sedang mempectimbangkan akan menghapus satu
klausul yang akan merenggut penghasilan dua miliar dolar yang bisa
diperolehnya dari salah satu klien kontraktor bidang pertahanan. Joel terbang
pulang menggunakan pesawat carteran dan bekerja keras mencambuki Senat
agar kembali ke jalan yang benar. Istri nomor dua tetap tinggal di Tuscany,
tempat ia-Joel belakangan mengetahui-tidur dengan si sopir yang masih belia.
Selama seminggu berikutnya Joel menelepon setiap hari dan berjanji akan
kembali ke vila untuk menuntaskan liburan mereka, namun sesudah minggu
kedua, istrinya tidak mau lagi menerima telepon Joel.
I Undang-Undang Penilaian diluruskan dengan
fcaik Sebulan kemudian istrinya menuntut perceraian, pertempuran yang ramai
dan pada akhirnya harus dibayar seharga tiga juta dolar.
Padahal istri nomor dua inilah yang paling disukainya dari ketiga istrinya.
Mereka semua sudah pergi sekarang, selamanya tercerai-berai. Istri yang
pertama, ibu dari dua anaknya, telah menikah dua kali sejak bercerai dari Joel,
dan suaminya yang sekarang menjadi kaya dengan menjual pupuk cair kepada
negara-negara dunia ketiga. Istri pertama sempat menulis surat padanya ketika
Joel di penjara, catatan singkat dan kejam yang menyatakan pujiannya pada
sistem peradilan karena akhirnya berhasil membekuk salah satu bajingan yang paling berkuasa.
Joel tidak menyalahkannya. Istrinya itu mengemasi barang-barangnya
setelah menangkap basah Joel bersama si pirang seksi yang menjadi istri nomor
dua. Istri nomor tiga langsung terjun dari kapal begitu vonisnya diputuskan.
Hidup yang sungguh berantakan. Lima puluh dua tahun, dan apa yang bisa
dipamerkan dari kariernya mencurangi klien, mengejar-ngejar sekretaris di
kantor, menekan politisi-politisi kecil yang licik, bekerja tujuh hari seminggu,
mengabaikan tiga anak yang entah bagaimana berhasil hidup stabil,
membentuk citra publik, membangun ego tak terbendung, serta mengejar uang
uang uang" Apakah upah dari pengejaran impian besar Amerika yang dilakukan
dengan sembrono ini"
Enam tahun mendekam dalam penjara. Dan sekarang nama palsu karena
namanya yang dulu tetlalu berbahaya. Dan uang se
kitar seratus dolar dalam
sakunya. Marco" Bagaimana ia bisa menatap wajahnya di cermin setiap hari dan
berkata, "Buon giorno, Marco""
Tapi jelas jauh lebih baik daripada "Selamat pagi, Tuan Pesakitan". Stennett
lebih banyak bergumul dengan kertas-kertas korannya daripada membacanya. Di bawal pengawasannya, kertas-kertas koran itu terlipat, tertarik, dan kusut, dan dari waktu ke waktu si
pengemudi melirik frustrasi.
Sebuah papan penunjuk jalan menyatakan Venesia enam puluh kilometer
jauhnya ke sebelah selatan, dan Joel memutuskan untuk memecahkan suasana
monoton itu. "Aku ingin tinggal di Venesia, kalau White House
memperbolehkan." Si pengemudi mengernyit dan koran Stennett jatuh lima belas sentimeter
dari tangannya. Atmosfer j dalam mobil itu sesaat menjadi tegang sampai
Stennett berhasil menggeram dan mengangkat bahu "Sori," jawabnya.
"Aku benar-benar harus buang air," ujar Joel. I "Bisakah kau mendapatkan
izin untuk istirahat dan pipis sebentar""
Mereka berhenti di sebelah utara kota Conegliano, di servizio (WC umum)
modern di tepi jalan, Stennett membeli beberapa cangkir espresso. Joef
membawa kopinya ke jendela depan toko dan mengamati lalu lintas sementara
ia mendengarkan pasangan yang sedang saling membentak dalam bahasa Italia
Tak sekali pun ia berhasil menangkap! salah satu dari dua ratus kata yang
berusaha di-1 hafalkannya. Sepertinya itu tugas yang mustahil. I Stennett
muncul di sebelahnya dan memandangi
lalu lintas. "Kau pernah cukup lama berada di Italia"" ia bertanya.
"Satu bulan, di Tuscany."
"Benarkah" Satu bulan penuh" Pasti menyenangkan."
"Empat hari sebenarnya, tapi istriku tinggal sebulan penuh. Ia bertemu
beberapa temannya. Bagaimana denganmu" Apakah ini salah satu tempat
nongkrongmu"" "Aku sering pindah." Ekspresi wajahnya tak menunjukkan apa-apa, sama
seperti jawabannya Dihirupnya kopinya dan ia berkata, "Conegliano, terkenal
karena Prosecco-nya."
"Sampanye Italia," timpal Joel.
"Benar. Kau suka minum""
"Tak pernah minum setetes pun selama enam tahun."
"Mereka tidak menyediakannya di penjara""
"Tidak." "Dan sekarang""
"Aku akan kembali menyesuaikan diri. Dulu pernah jadi kebiasaan."
"Sebaiknya kita berangkat sekarang." "Berapa lama lagi"" "Tidak jauh."
Stennett berjalan ke arah pintu, tapi Joel menghentikannya. "Hei, aku lapar
sekali. Bolehkah aku mendapat bekal sandwich untuk perjalanan""
Stennett mengamati rak penuh berisi paniri siap saji. Tentu." "Dua boleh""
"Tidak masalah."
Jalan raya A27 mengarah ke selatan menuju Treviso, dan ketika tak terlihat
tanda-tanda mereka hanya akan melewati kota itu, Joel pun berasumsi
perjalanan ini akan segera berakhir. Pengemudi memperlambat laju mobilnya,
berbelok dua kali, dan tak lama kemudian mereka terbanting-banting di atas
jalanan sempit kota itu. "Berapa populasi Treviso"" tanya Joel.
"Delapan puluh lima ribu," sahut Stennett.
"Apa yang kauketahui tentang kota ini""
"Treviso kota kecil yang kaya, yang tidak banyak berubah selama lima ratus
tahun. Dulunya bersekutu erat dengan Venesia, ketika kota-kota ini berseteru
satu sama lain. Kita mengebom kota ini pada Perang Dunia Kedua. Tempat yang
menyenangkan, tidak terlalu banyak turis."
Tempat yang baik untuk bersembunyi, pikir Joel, "Aku turun di sini""
"Bisa jadi" Sesosok menara jam yang tinggi memanggil semua pengguna jalan menuju
pusat kota yang mengelilingi Piazza del Signori. Skuter dan moped melejit di
antara mobil-mobil, pengendaranya seperti tak kenal rasa takut. Joel
menyerap peman-dangan toko-toko tua yang kecil-tabaccheria yang memajang rak surat
kabar yang menghalangi pintu toko, farmacia dengan lampu neon hijau
membentuk tanda salib, kafe-kafe kecil pinggir jalan dengan meja-meja berisi
orang-orang yang sepertinya sangat menikmati duduk, membaca, bergosip,
atau menyesap espresso selama berjam-jam. Saat itu sudah hampir pukul
sebelas siang. Apa pekerjaan orang-orang ini sehingga mereka bisa mengambil
rehat minum kopi satu jam sebelum waktu makan siang" -Ia tertantang untuk mencari tahu jawabnya, Joel memutuskan.
Pengemudi yang tak diketahui namanya itu mengarahkan mobil ke tempat
parkir sementar a. Stennett memencet tombol-tombol angka di ponsel-nya,
menunggu, lalu berbicara cepat dalam bahasa Italia. Sesudahnya, ia menuding
ke arah depan dan berkata, "Kaulihat kafe yang ada di sana, di bawah naungan
garis-garis merah-purih itu" Caffe Donati""
Joel menjulurkan kepala dari bangku belakang dan menjawab, "Yeah, aku
lihat." "Jalanlah ke pintu depan, melewati bar di sebelah kananmu, menuju bagian
belakang yang memuat delapan meja. Duduklah di sana, pesan kopi, lalu
tunggu." "Tunggu apa""
"Seorang pria akan mendekatimu setelah kurang, lebih sepuluh menit. Kau
harus menuruti kata-katanya."
"Dan kalau tidak""
"Jangan main-main, Mr. Backman. Kami akan mengamati." "Siapa pria ini""
"Sahabat barumu Ikuti kata-katanya, dan kemungkinan kau akan selamat.
Kalau kau melakukan sesuatu yang tolol, kau takkan bertahan hidup lebih dari
enam bulan." Stennett mengatakannya dengan puas hati, seolah dia memang
senang memancing ketegangan Marco yang malang.
"Jadi kalau begitu kita adios sekarang"" tanya Joel sambil mengemasi
tasnya. "Arrivederci, Marco, bukan adios. Surat-suratmu sudah lengkap"" "Sudah."
"Kalau begitu, arrivederci."
Perlahan-lahan Joel turun dari mobil dan mulai berjalan menjauh.
Dilawannya dorongan kuat untuk menoleh ke belakang dan memastikan
Stennett, pelindungnya, masih mengawasinya dan ada di belakang sana,
menjauhkannya dari sesuatu yang tak diketahui. Namun ia tidak berpaling.
Sebaliknya, ia berlagak sebiasa mungkin sembari menyusuri jalan dan
membawa tas kanvas, satu-satunya tas kanvas yang dilihatnya saat ini di pusat
kota Treviso. Tentu saja Stennett mengawasinya. Dan siapa lagi" Sahabat barunya pasti
ada di suatu tempat, setengah bersembunyi di balik surat kabar, memberikan
tanda pada Stennett dan gelombang statis lainnya. Joel berhenti sebentar di
depan tabaccheria dan mengamati dengan cepat kepala-kepala berita di koran-koran Italia, walau ia tak tahu satu patah kata pun yang tertulis di sana. Ia
berhenti berjalan karena ia bisa berhenti berjalan, karena ia manusia bebas
yang memiliki kekuasaan dan hak untuk berhenti berjalan kapan pun ia mau,
dan mulai bergerak lagi kapan pun ia menghendakinya.
Joel memasuki Caffe Donati dan mendapat sapaan pelan "Buon giorno" dari
pemuda yang sedang mengelap meja bar.
"Buon giorno," Joel berhasil menjawab, kata-kata pertamanya pada orang
Italia. Untuk mencegah pembicaraan lebih lanjut, ia terus berjalan, melewati
bar, melewati tangga melingkar dengan tanda yang menunjukkan ada kafe di
atas, melewati etalase besar yang memamerkan berbagai macam kue pastri
yang cantik. Ruang belakang gelap dan pengap, sumpek oleh kabut asap rokok
yang mencekik udara. Ia duduk di salah satu dari dua meja kosong dan
mengabaikan tatapan para pengunjung yang lain. Ia takut bila pelayan datang,
takut bila harus memesan, takut penyamarannya terbongkar begitu cepat saat
pelariannya baru dimulai. Jadi ia hanya
duduk sambil menunduk dan membaca surat-surat identitasnya yang baru.
"Buon giorno," ujar seorang wanka di sebelah bahu kirinya.
"Buon giorno," Joel berhasil menjawab. Dan sebelum wanita itu sempat
mencerocos tentang daftar menu, ia berkata, "Espresso." Wanira itu tersenyum,
lalu mengatakan sesuatu yang tak dapat ia pahami, dan dijawabnya dengan,
"No." Siasatnya berhasil, wanita itu pergi, dan bagi Joel itu merupakan
kemenangan besar. Tak ada yang menatapnya seolah ia orang asing yang tidak
tahu apa-apa. Ketika wanita itu membawakan espresso-nya, Joel
mengucapkan, "Grazie," dengan perlahan, dan wanita itu bahkan tersenyum
padanya. Joel menghirupnya lambat-lambat, tidak tahu sampai berapa lama ia
harus bertahan dengan kopi ini, tidak ingin kopinya segera habis dan ia
terpaksa memesan sesuatu yang lain.
Percakapan dalam bahasa Italia berdengung di sekelilingnya, obrolan tak
henti antarteman yang bergosip dengan kecepatan luar biasa. Apakah bahasa
Inggris terdengar secepat ini" Mungkin juga. Gagasan untuk mempelajari suatu
bahasa dengan cukup baik sehingga ia bisa memahami percakapan di sekitarnya
terasa sangat mustahil baginya. Dipandanginya daftar menyedihkan berisi dua
ratus kata itu, lalu selama beberapa menit ia berusaha menangkap salah satu
kata tersebut. Pelayan kafe lewat dan menanyakan sesuatu. Joel menyahutnya dengan
jawaban standar, "No," dan sekali lagi itu berhasil.
Jadi Joel Backman menikmati espresso di bar kecil di Via Verde, di Piazza
dei Signori, di tengah kota Treviso, di wilayah Veneto, di timur laut Italia,
sementara di Lembaga Pemasyarakatan Rudley teman-teman lamanya masih
dikurung di sayap isolasi, dengan makanan buruk dan kopi yang encer, dengan
penjaga-penjaga sadis, peraturan-peraturan bodoh, serta beberapa tahun yang
harus dilalui bahkan sebelum mereka mampu memimpikan kehidupan di luar
penjara. Berlawanan dengan rencana semula, Joel Backman tidak akan mati di balik
jeruji besi di Rudley. Pikiran, tubuh, dan jiwanya tidak akan layu dan
mengering. Ia relah merebut empat belas tahun hidupnya dari para
penyiksahya, dan sekarang ia duduk tanpa borgol di kafe yang menarik, satu
jam jauhnya dari Venesia.
Mengapa ia malah memikirkan penjara" Karena orang tak bisa melenggang
pergi begitu saja tanpa mengalami guncangan, setelah enam tahun lamanya
melewatkan sesuatu. Kau membawa sebagian masa lalu bersamamu, tak peduli
sepahit apa kenangan itu. Kengerian penjara menjadikan kebebasannya
ini terasa sangat manis. Semua butuh waktu d ia berjanji pada diri sendiri
untuk memu^ perhatiannya pada masa sekarang. Jangan berp-" tentang masa
depan. ' Dengarkan suara-suara itu, obrolan cepat ant teman, suara tawa, lelaki di
sebelah sana yang be bisik lewat ponselnya, pelayan wanita yang
bersem ke arah dapur. Nikmati baunya-i rokok, kopi yang kaya citarasa,
kue pastri yan baru dipanggang, kehangatan ruangan kecil tempat
---...i^aj penduduk setempat telah berkumpul selama berabad-abad.
Dan untuk kesekian ratus kalinya ia bertanya pada diri sendiri, Mengapa ia
ada di sini" Mengapa ia dilarikan dengan cepat dari penjara, lalu ke luar negeri"
k bisa memahami pengampunan hukuman, tapi mengapa harus disertai kabur
ke luar negeri dengan rancangan yang begitu rumit" Mengapa mereka tidak
memberikan surat-surat pembebasan padanya, membiarkannya mengucapkan
selamat tinggal pada Rudley yang tersayang, dan membiar kannya menjalani
hidup, seperti semua penjahai yang baru diampuni"
Ia punya firasat. Ia bisa memikirkan dugaan yang lumayan akurat. Dan
dugaannya itu membuatnya takut. Kemudian Luigi muncul entah dari mana.
6 Luigi berusia awal tiga puluhan, dengan mata berwarna gelap yang tampak
sedih, rambut gelap menutupi sebagian telinganya, serta jenggot yang belum
dicukur selama paling tidak empat hari. Tubuhnya terbungkus semacam jaket
berburu tebal yang, dikombinasikan dengan wajah yang tak bercukur,
memberinya penampilan tampan ala petani pedesaan. Ia memesan espresso
dan banyak tersenyum. Joel langsung memerhatikan tangan dan kukunya yang
bersih, geliginya yang rapi. Jaket berburu dan jenggot pendek itu hanya Bagian
dari peran yang dimainkannya. Bisa jadi Luigi ini lulusan Harvard.
Bahasa Inggris-nya yang sempurna dihiasi sedikit aksen' cukup untuk
meyakinkan orang bahwa ia *ungguh-8ungguh orang Italia. Katanya ia berasal
Milan. Ayahnya diplomat Italia yang membawa
istrinya yang berasaJ dari Amerika beserta dua anaknya keliling dunia dalam
rangka pengabdiannya pada negara. Joel berasumsi Luigi tahu banyak tentang
dirinya, jadi ia terus menggali untuk mengetahui lebih banyak tentang
pengawasnya. Ia tidak mendapatkan banyak informasi. Menikah-tidak. Sarjana muda-
Bologna. Kuliah di Amerika Serikat-ya, di suatu tempat di Midwest, Pekerjaan
-di pemerintahan. Yang mana-tidak j bisa bilang. Senyumnya mudah
terkembang dan ia gunakan untuk mengelak dari pertanyaan-pertanyaan yang
tidak ingin dijawabnya. Joel berhadapan dengan profesional, dan ia tahu itu.
"Kuanggap kau mengetahui satu-dua hal tentang diriku," kata Joel.
Senyum itu, deretan gigi yang sempurna. Mata yang tampak sedih itu nyaris
tertutup ketika ia tersenyum. Pria ini pasti digila-gilai wanita. "Aku sudah
The Broker Karya John Grisham di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
melihat arsipnya" "Arsip" Seluruh arsip mengenai diriku tidak akan muat masuk ke ruangan
ini." "Aku sudah melihat arsipnya." "Oke, Berapa lama Jacy Hubbard
duduk di Senat AS"" "Terlalu lama, menurutku. Dengar, Marco, kita tidak akan mengingat-ingat
masa lalu lagi. Teriak) banyak yang harus kita lakukan sekarang."
"Bolehkah aku meminta nama lain" Aku tidak terlalu suka nama Marco."
"Bukan aku yang memilihnya."
" Well, siapa yang memilih nama Marco""
"Entahlah. Yang jelas bukan aku. Kau banyak mengajukan pertanyaan yang
tak berguna." "Aku jadi pengacara selama dua puluh lima tahun. Mengajukan pertanyaan
adalah kebiasaan lama."
Luigi menenggak habis apa yang tersisa di cangkir espresso-nya. dan
meletakkan beberapa euro di meja. "Mari kita berjalan-jalan," ajaknya, lalu
berdiri. Joel mengangkat tasnya dan mengikuti pengawasnya keluar dari kafe,
ke trotoar, dan berbelok ke jalan kecil yang lalu lintasnya lebih sedikit. Mereka
baru berjalan beberapa langkah ketika Lugi berhenti di depan Albergo
Campeol. "Ini perhentianmu yang pertama," ujarnya.
"Apa ini"" tanya Joel. Itu bangunan empat lantai yang terjepit di antara dua
bangunan sejenis. Bendera warna-warni tergantung di atas kanopi.
"Hotel kecil yang menyenangkan. 'Albergo' artinya hotel. Kau juga bisa
menggunakan kata 'hotel' kalau mau, tapi di kota-kota kecil orang lebih suka
menyebutnya albergo."
"Jadi bahasa ini tidak sulit, ya"" Joel melayangkan pandangan ke kedua
ujung jalan yang padat-inilah lingkungan tempat tinggalnya yang baru.
"Lebih mudah daripada bahasa Inggris." "Kita lihat saja nanti. Berapa bahasa
asing yang kaukuasai"" "Lima atau enam."
Mereka masuk dan berjalan melalui selasar kecil. Luigi mengangguk,
menunjukkan isyarat ia mengenal petugas di meja depan. Joel berhasil
mengucapkan "Buon giorno" yang bisa diterima, namun terus berjalan,
-berusaha menghindari percakapan lebih jauh. Mereka naik tiga lantai dan
kemudian berjalan menuju ujung koridor yang sempit. Luigi memiliki kunci
kamar nomor 30, suite yang sederhana namun diatur menarik, dengan jen-'<
dela-jendela di tiga sisi dan pemandangan ke arah kanal di bawah.
"Ini kamar yang paling bagus," ujar Luigi. "Tidak mewah, tapi memadai."
"Seharusnya kau melihat kamar yang terakhir ku-tempati" Joel melemparkan
tasnya ke tempat tidur dan mulai menyibakkan tirai-tirai.
Luigi membuka pintu lemari kecil. "Lihat ini. Kau punya empat kemeja,
empat celana panjang, dua jaket, dua pasang sepatu, semua sesuai dengan
ukuranmu. Ada juga mantel wol tebal-cuaca bisa lumayan dingin di Treviso."
Joel memandangi pakaian-pakaiannya yang baru. Semua tergantung sempurna,
sudah disetrika, dan siap dipakai. Warna-warnanya teduh, berselera, dan
masing-masing kemeja dapat dipadankan dengan setiap jaket maupun celana panjang.
Akhirnya ia mengangkat bahu dan berkata, "Trims."
"Di laci sana itu kau bisa menemukan ikat pinggang, kaus kaki, pakaian
dalam, dan semua yang kaubutuhkan. Di kamar mandi ada perlengkapan mandi
lengkap." "Apa mau dikata""
"Dan di meja ada dua kacamata." Luigi mengambil salah satunya dan
mengarahkannya ke cahaya. Lensa persegi kecil yang berbingkai baja hitam
tipis, sangat bergaya Eropa. "Armani," ujar Luigi, dengan sedikit nada bangga.
"Kacamata baca""
"Ya, dan tidak. Kusarankan kau mengenakan kacamata ini setiap kali kau
keluar dari ruangan. Bagian dari penyamaranmu, Marco. Bagian dari dirimu
yang baru." "Seharusnya kau bertemu diriku yang lama."
"Tidak usah, terima kasih. Penampilan sangat penting bagi orang Italia,
terutama kami yang tinggal di daerah utara. Pakaianmu, kacamatamu,
potongan rambutmu, semua harus diatur dengan saksama, karena kalau tidak
kau akan menarik perhatian."
Joel mendadak merasa salah tingkah, tapi kemudian berpikir, persetan. Ia
telah mengenakan baju penjara untuk waktu lama, lebih lama daripada
yang ingin diingamya. Pada masa-masa jayanya, secara teratur ia
menghabiskan tiga ribu dolar untut setelan jas berkualitas tinggi.
Luigi masih menguliahinya. "Jangan pakai celana pendek, jangan pakai kaus
kaki hitam dengan sepatu sport putih, jangan pakai celana poliester, jangan
pakai kaus golf, dan tolong jangan bertambah gemuk."
"Bagaimana cara mengatakan 'Cium saja pantatku' dalam bahasa Italia""
"Suaru hari nanri kita akan sampai di sana. Keb
iasaan sangat penting di sini.
Mudah dipelajari dan cukup menyenangkan. Contdhnya, jangan sekali-kali
memesan cappuccino setelah, pukul setengah sebelas pagi. Tapi espresso bisa
dipesan sepanjang hari. Apakah kau tahu itu"" "Tidak"
"Hanya turis yang memesan cappuccino setelah makan siang atau makan
malam. Sungguh memalukan. Minum minuman yang mengandung begitu banyak
susu setelah perut penuh." Sejenak Luigi mengernyit, seolah mau muntah
sekalian. Joel mengangkat tangan kanannya dan berkata, "Sumpah aku tak akan
melakukannya." "Duduklah," saran Luigi, melambai ke arah meja kedi dengan dua kursi.
Mereka duduk dan berusaha menempatkan diri dengan nyaman. Luigi
melanjutkan, "Pertama-tama, kamar ini. Kamar ini
dipesan atas namaku, tapi stafnya mengira seorang pengusaha Kanada akan
tinggal di sini selama beberapa minggu." "Beberapa minggu""
"Ya, lalu kau akan pindah ke lokasi lain," Luigi mengatakan hal ini dengan
begitu menakutkan, seolah sepasukan pembunuh bayaran telah menjelajahi
Treviso, mencari-cari Joel Backman. "Mulai saat ini, kau akan meninggalkan
jejak. Ingatlah hal itu: segala hal yang kaulakukan, semua orang yang kautemui
-mereka adalah- bagian dari jejakmu. Kunci keberhasilan bertahan hidup
adalah meninggalkan sesedikit mungkin jejak. Jangan bicara pada banyak
orang, termasuk petugas meja depan dan pelayan kamar. Pegawai hotel
mengawasi tamu-tamu mereka, dan mereka memiliki ingatan yang panjang.
Enam bulan dari sekarang seseorang mungkin akan datang ke hotel ini dan
mulai bertanya-tanya tentang dirimu. Ia mungkin punya foto. Ia mungkin
menawarkan uang sogokan. Dan petugas itu mendadak teringat padamu, juga
fakta bahwa kau nyaris tak bisa berbahasa Italia." "Aku punya satu pertanyaan."
"Aku hanya punya sedikit jawaban." "Mengapa di sini" Mengapa aku dibawa ke
negara yang bahasanya sama sekali tak kukuasai" Mengapa bukan Inggris atau
Australia, di mana aku bisa membaur dengan lebih mudah""
"Keputusan itu diambil oleh orang lain, Marco Bukan olehku.'5 "Sudah
kuduga." "Jadi mengapa kautanyakan"" "Entahlah. Bolehkah aku mengajukan
permohonan pindah""
"Pertanyaan yang juga tak berguna." "Gurauan buruk, tapi bukan pertanyaan
buruk." "Bisakah kita lanjutkan"" "Ya"
"Selama beberapa hari pertama aku akan mengajakmu makan siang dan
makan malam. Kita akan bergerak terus, selalu pergi ke tempat yang berbeda.
Treviso kota yang menyenangkan dengan banyak kafe, dan kita akan mencoba
semuanya Kau harus mulai berpikir kalau aku sudah tak ada di sini. Hati-hatilah
dengan orang-orang yang kau-jumpai."
"Aku punya pertanyaan lagi." "Ya, Marco."
"Mengenai uang. Aku sungguh-sungguh tak menyukai keadaan tak punya
uang. Apakah kalian berencana memberiku uang saku atau apa" Aku bersedia
mencuci mobilmu dan melakukan tugas-tugas lain."
"Apa itu uang saku""
"Uang tunai, oke" Uang yang tersedia di kantongku."
"Jangan khawatir, tentang uang. Sementara ini, aku yang akan membayar
tagihan-tagihan. Kau tidak akan kelaparan."
"Baiklah." Luigi merogoh dalam-dalam saku jaket berburu itu dan mengeluarkan
ponsel. "Ini untukmu."
"Dan siapa, tepatnya, yang akan kutelepon""
"Aku, kalau kau membutuhkan sesuatu. Nomorku ada di bagian belakang."
Joel menerima ponsel itu dan meletakkannya di meja. "Aku lapar. Aku
membayangkan menikmati makan siang yang panjang dengan pasta dan anggur
serta hidangan pencuci mulut, dan tentu saja espresso-jelas bukan cappuccino
pada jam-jam sekarang ini. Sudah empat hari aku berada di Italia, dan belum
makan apa pun kecuali keripik jagung dan sandwich. Bagaimana""
Luigi melirik jam tangannya. "Aku tahu tempat yang ideal, tapi sebelumnya
urusan bisnis dulu. Kau tidak bisa bahasa Italia, bukan""
Joel memutar matanya dan mengembuskan napas keras-keras karena
frustrasi. Lalu ia berusaha tersenyum dan berkata, "Tidak, aku belum
memperoleh kesempatan untuk mempelajari bahasa Italia, atau Prancis, atau
Jerman, atau apa pun. Aku orang Amerika, oke, Luigi" Negaraku lebih luas
daripada seluruh Eropa digabung jadi satu. Kau hanya perlu bicara bahasa
Inggris di sana." "Kau orang Kanada, ingat"" "Oke, terserah, pokoknya kami sama-sama tet
isolasi. Hanya ada kami orang-orang Kanada dai orang-orang Amerika." "Tugasku
adalah menjagamu retap hidup." "Terima kasih."
"Dan untuk membantu pencapaian tujuan itu, kau perlu belajar bahasa Italia
secepat mungkin." "Aku mengerti."
"Kau akan mendapat guru, mahasiswa muda bernama Ermanno. Kau akan
belajar dengannya pada pagi dan siang hari. Pekerjaan itu akan sulit." "Untuk
berapa lama"" "Selama yang diperlukan. Tergantung padamu. Kalau kau mau bekerja
keras, dalam tiga atau empat bulan kau akan mampu mandiri."
"Buruh berapa lama kau mempelajari bahasa Inggris""
"Ibuku orang Amerika. Kami bicara bahasa Inggris di rumah, bahasa Italia di
tempat-tempat lain."
"Curang. Kau bisa bahasa apa lagi""
"Spanyol, Prancis, beberapa lagi yang lain. Ermanno guru yang baik. Ruang
kelasnya tak jauh dari sini"
"Bukan di sini, di hotel""
Tidak, tidak, Marco. Kau harus ingat jejak yang
dapat kautinggalkan. Apa yang akan dipikirkan bellboy dan pelayan kamar
jika ada seorang pemuda yang menghabiskan empat jam sehari di dalam kamar
ini bersamamu"" "Astaganaga."
"Pelayan kamar akan menguping di pintu kamar dan mendengar kalian
sedang belajar bahasa. Dia akan berbisik-bisik pada atasannya. Dalam satu-dua
hari seluruh staf akan mengetahui bahwa pengusaha Kanada ini sedang belajar
dengan intensif. Bayangkan, empat jam sehari!"
"Mengerti. Sekarang tentang makan siang."
Ketika meninggalkan hotel, Joel tersenyum pada petugas meja depan,
petugas kebersihan, dan beli captain tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Mereka berjalan sejauh satu blok ke pusat kota Treviso, Piazza dei Signori,
alun-alun utama yang dikelilingi deretan toko dan kafe. Saat itu tengah hari
dan lalu lintas orang yang berjalan kaki cukup padat ketika penduduk setempat
hendak makan siang. Udata bertambah dingin, walaupun Joel cukup nyaman
tetbungkus mantel luarnya yang terbuat dari wol. Ia berusaha semampunya
agar kelihatan seperti orang Italia.
"Di dalam atau di luar"" tanya Luigi.
"Di dalam," sahut Joel, dan mereka pun masuk ke Caffe Beltrame,
menghadap ke piazza. Oven batu bata yang ada di bagian depan kafe
menghangatkan tempat itu, dan aroma masaku sehari-hari menebar dari
bagian belakang. Luig dan kepala pelayan berbicara bersamaan, lalu mereka
rertawa, dan sebuah meja di dekat jendel; disediakan untuk mereka.
"Kita beruntung," ujar Luigi sementara mereka menanggalkan mantel dan
duduk. "Hidangan spesial hari ini adalah faraona con polenta" "Dan makanan
apakah itu"" "Sejenis burung puyuh dengan polenta." "Apa lagi""
Luigi mempelajari salah satu papan tulis yang tergantung di balok kayu
kasar yang melintang di atas. "Panzerotti di junghi al burro-pastri jamur yang
ditumis dengan mentega. Conchkk cm cavalfiori-pasta kerang dengan
kembang kol. j Spiedino di carne misto alia grigiia-kebab bermacam-macam
daging yang dipanggang." "Aku mau semuanya." "Anggur mereka lumayan enak."
"Aku suka anggur merah." Dalam beberapa menit kafe tersebut dipenuhi
penduduk setempat, semua orang tampak mengenal satu sama lain. Seorang
lelaki pendek yang periang dengan celemek putih kotor melesat menghampiri
meja, melambat sejenak untuk berkontak mata dengan Joel, lalu hanya
mendengar tanpa menulis apa-apa sementara Luigi menccrocos tentang ma-kanan apa saja yang mereka inginkan. Seguci anggur merah setempat
datang bersama semangkuk minyak zaitun hangat dan sepiring roti focaccia
yang sudah diiris-iris, dan Joel pun mulai makan. Luigi sibuk menerangkan
kompleksitas makan siang dan sarapan, kebiasaan dan tradisi serta kesalahan-kesalahan umum yang dilakukan para turis yang berusaha meniru orang Italia
sejati. Bersama Luigi, segalanya bisa menjadi pengalaman belajar.
Walaupun Joel hanya menyesap sedikit-sedikit dan menikmati perlahan-lahan gelas anggurnya yang pertama, alkohol langsung menyerbu otaknya. Rasa
hangat dan kebas menguasai tubuhnya. Ia bebas, bertahun-tahun lebih cepat
daripada jadwal semula, duduk di kafe kecil yang menarik di sebuah kota di
Italia yang tak pernah ia dengar namanya, minum anggur setempat yang
nikmat, dan menghirup aroma masakan yang sedap. Ia tersenyum pada Luigi
seraya pen jelasan itu terus dilanjutkan, namun pada suatu titik Joel pun
melayang ke dunia lain. Ermanno mengaku berusia 23 tahun, tapi tampangnya tak lebih tua dari
enam belas. Ia jangkung dan amat kurus, dan dengan rambut berwarna seperti
pasir serta mata cokelat muda, ia lebih mirip orang
Jerman daripada Italia. Ia juga sangat pemalu dan penggugup, dan Joel
tidak menyukai kesan pertama itu.
Mereka menemui Ermanno di apartemennya yang kecil, di lantai tiga suatu
gedung tak tetawat, enam blok atau lebih dari hotel Joel. Ada tiga ruangan
sempit-dapur, kamar tidur, ruang duduk-dengan perabotan seadanya, tapi toh
Ermanno masih mahasiswa dan keadaan seperti itu tidak mengherankan.
Masalahnya, Ermanno seperti baru pindah kemari dan mungkin akan pindah lagi
sewaktu-waktu. Mereka duduk mengelilingi meja kecil di tengah-tengah ruang duduk. Tidak
ada televisi. Ruangan itu dingin dan penerangannya kurang, dan Joel merasa
seperti ditempatkan di jalur bawah tanah tempat para pelarian dijaga tetap
bernyawa dan dipindahkan ke tempat lain dengan diam-diam. Kehangatan
acara makan siang yang berlangsung dua jam tadi pun pudar dalam waktu
singkat. Kegugupan gurunya juga tidak membantu. Ketika Ermanno tidak
mampu mengendalikan jalannya pertemuan, Luigi dengan segera mengambil
alih dan memulainya. Ia menyarankan mereka belajar setiap pagi mulai pukul
sembilan hingga pukul sebelas, istirahat dua jam, lalu mulai lagi pada pukul
13.30 dan belajar sampai mereka lelah. Pengaturan ini rupanya tidak
menimbulkan masalah baik bagi Ermanno maupun Joel, yang berpikir akan mengajukan pertanyaan
yang paling jelas: Kalau guruku yang baru ini mahasiswa, bagaimana ia bisa
punya waktu untuk mengajarku sepanjang hari" Tapi Joel membiarkan
pertanyaan itu berlalu. Ia akan mengejarnya lagi lain kali.
Oh, betapa banyak pertanyaan yang menumpuk di kepalanya!
Ermanno akhirnya bisa santai dan menjelaskan materi pelajaran. Kalau ia
berbicara lambat-lambat, aksennya tidak mengganggu. Namun bila ia terburu-buru, seperti yang cenderung ia lakukan, bahasa Inggris-nya itu boleh dibilang
kedengaran sama seperti bahasa Italia. Sekali Luigi menyela dan berkata,
"Ermanno, sebaiknya kau bicara dengan sangat lambat, paling tidak selama
hari-hari pertama." "Tetima kasih," ucap Joel, seperti penjilat kelas
satu. Pipi Ermanno benar-benar merona merah dan dengan tersipu-sipu ia
berkata, "Maaf."
Ia memberikan bahan pelajarannya yang pertama-buku pegangan pertama,
bersama tape kecil dan dua kaset. "Kaset ini sesuai dengan isi buku," ujarnya,
dengan sangat perlahan. "Malam ini kau harus mempelajari bab satu dan
mendengarkan kedua kaset itu beberapa kali. Besok kita akan mulai dari sana."
"Akan sangat berat," Luigi menambahkan, mem. berikan lebih banyak
tekanan, seolah masih diperlu-kan.
"Di mana kau belajar bahasa Inggris"" tanya Joel.
"Di universitas," sahut Ermanno. "Di Bologna." "Jadi kau tidak pernah sekolah
di Amerika Serikat""
"Pernah juga," katanya, melirik cepat ke arah Luigi, seolah ia tidak
The Broker Karya John Grisham di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
membicarakan apa pun yang terjadi di Amerika. Tidak seperti Luigi, Ermanno
mudah terbaca; jelas ia bukan profesional. "Di mana"" tanya Joel, mengorek-ngorek lagi, I ingin melihat seberapa dalam ia bisa menggali. "Furman," jawab
Ermanno, "sekolah kecil di South Carolina." "Kapan kau pergi ke sana"" Luigi
berdeham-deham, bertindak sebagai juru selamat. "Kalian akan punya banyak
waktu untuk berbasa-basi nanti. Penting bagimu untuk melupakan bahasa
Inggris, Marco. Mulai hari ini, kau akan hidup di dunia orang Italia. Semua
benda yang kaupegang memiliki nama dalam bahasa Italia. Semua pikiran harus
diterjemahkan, Dalam satu minggu kau harus bisa memesan makanan di
restoran. Dalam dua minggu kau harus bisa bermimpi dalam bahasa Italia. Kau
harus membenamkan diri secara mutlak dan total dalam
bahasa dan kebudayaan Italia, tidak ada jalan kembali lagi."
"Kita bisa mulai pukul delapan pagi"" tanya joel.
Ermanno melirik dan beringsut gelisah, kemudian akhirnya berkata,
"Mungkin jam setengah sembilan saja."
"Bagus. Aku akan datang ke sini pukul setengah sembilan pagi."
Mereka meninggalkan apartemen itu dan
berjalan kembali ke Piazza dei
Signori. Saat itu sore hari, lalu lintas terlihat lebih tenang, trotoar nyaris
kosong. Luigi berhenti di depan Trattoria del Monte. Ia mengangguk ke arah
pintu, dan berkata, "Aku akan menemuimu di sini pukul delapan untuk makan
malam, oke"" "Ya. Oke." "Kau tahu di mana letak hotelmu""
"Ya, albergo itu."
"Dan kau memiliki peta kota""
"Ya." "Bagus. Sekarang kau sendirian, Marco." Dan sesudah betkata demikian Luigi
masuk ke gang kecil dan menghilang. Joel memandanginya sejenak, lalu
kembali menyusuri alun-alun utama.
Ia merasa sangat kesepian. Empat hari setelah meninggalkan Rudley,
akhirnya ia bebas, tanpa seorang pun mendampinginya, mungkin juga tidak
diawasi, walau ia meragukan dugaan iru. Seketika itu " ia memutuskan untuk
berjalan-jalan keliling k^ menularkan urusannya sendin, seakan tidak ^ yang
sedang mengawasinya. Dan lebih lanjut I memutuskan, sementara berlagak
meneliti bend, benda yang dipajang di eralase toko kecil yan menjual barang-
barang dari kulit, bahwa ia tidak akan menghabiskan seluruh hidupnya
menengok ke belakang. Mereka tidak akan menemukannya. Ia melangkah santai
sampai mendapati dirinya berada di Piazza San Vito, alun-alun kecil dengan dua
gereja yang sudah berdiri selama tujuh ratus tahun. Gereja Santa Lucia dan San
Vito sama-sama rutup, tapi, menurut plakat kuningan kuno yang menempel di
sana, kedua gereja itu akan buka kembali pada pukul 16.00 sampai 18.00.
Tempat macam apa yang tutup dari tengah hari sampai pukul empar sore"
Tapi bar-bar yang ada di sekitarnya tidak tutup, hanya nyaris tak
berpengunjung. Akhirnya Joel berhasil mengumpulkan keberanian untuk masuk
ke salah satu bar tersebut. Ditariknya bangku tinggi sambil menahan napas, lalu
diucapkannya kata "birra" ketika bartender mendekat.
Bartender itu balas melontarkan rentetan kata-kata, menunggu tanggapan,
dan sesaat Joel nyaris tergoda untuk segera kabur dari sana. Tapi kemu-a melihat keran bir, menudingnya seolah jelas !Jj^h yang ia inginkan, lalu si
bartender meraih lelas bir kosong.
Bir pertamanya setelah enam tahun. Rasanya (jingin, berat, sedap, dan ia
menikmati setiap tetesnya Opera sabun berceloteh di televisi, di suatu tempat
di ujung bar. Sesekali ia mendengarkan, tidak memahami sepatah kata pun,
dan berusaha keras meyakinkan diri bahwa ia akan mampu menguasai bahasa
tersebut. Ketika sedang mempertimbangkan untuk meninggalkan tempat itu
dan berjalan santai kembali ke hotelnya, Joel menatap ke luar jendela.
Stennett berjalan lewat. Joel memesan bir lagi. 7 Kasus Backman telah ^dokumentasikan dengan saksama oleh Dan Sandberg,
wartawan veteran dari The Washington Post. Pada tahun 1988, ia yang telah
mengungkap berita tentang dokumen-dokumen rahasia tertentu yang
meninggalkan Pentagon tanpa izin. Penyelidikan FBI yang kemudian mengikuti
membuatnya sibuk selama setengah tahun, dan selama itu ia telah menulis
delapan belas berita, sebagian besar dimuat di halaman depan. Ia memiliki
kontak-kontak yang dapat diandalkan di CIA dan FBI. Ia mengenal para parmer
di Backman, Pratt and Boiling, dan pernah melewatkan waktu di dalam ruang-ruang kantor mereka. Ia mengejar-ngejar Departemen Kehakiman untuk
mencari informasi. Ia ada di ruang sidang
., gackman tergesa-gesa menyatakan dirinya
bersalah dan kemudian menghilang. Setahun kemudian ia telah menulis dua
buku ntang skandal tersebut. Ia berhasil menjual edisi
^ard cover sebanyak 24.000 eksemplar, jumlah yang
lumayan, dan sekitar separo jumlah itu dalam edisi
paperback. Selama proses itu, Sandberg berhasil membina beberapa relasi yang
penting. Salah satunya berkembang menjadi sumber yang berharga, selain juga
tak disangka-sangka. Sebulan sebelum kematian Jacy Hubbard, Carl Pratt, yang
pada saat itu masih menjadi tersangka utama, seperti juga sebagian besar
partner lain di biro hukum itu, menghubungi Sandberg dan mengatur
pertemuan. Akhirnya mereka bertemu belasan kali,, selama skandal itu
berlangsung, dan selama tahun-tahun berikutnya mereka menjadi teman
minum bir. Mereka menyisihkan waktu untuk bertemu diam-diam paling tidak
dua kali setahun untuk bertukar
gosip. Tiga hari setelah berita pengampunan hukuman mi tersiar, Sandberg
menelepon Pratt dan mengatur pertemuan di tempat favorit mereka, sebuah
bar mahasiswa di dekat Georgetown University.
Pratt tampak kacau-balau, sepertinya ia banyak minum selama berhari-hari
terakhir. Ia memesan vodka; Sandberg memesan bir seperti biasa.
"Jadi, di mana kawan kita berada"" tanya Sandb sambil menyeringai.
"Ia tidak lagi di penjara, itu jelas." Pratt mene gak vodkanya dengan
tegukan yang mematilt lalu mendecakkan bibir. "Tidak ada kabar dari dia""
"Tidak. Aku tidak dapat kabar, orang-orang 1 di biro juga tidak."
"Apakah kau akan terkejut kalau ia menelep atau mampir""
"Ya dan tidak. Kalau menyangkut Backrna rak ada yang membuatku
terkejut." Segelas vodl lagi. "Kalau ia tidak akan menginjakkan kaki i D.C. lagi,
aku tidak akan terkejut. Kalau besok; muncul dan mengumumkan akan
membuka biro hukum baru, aku tidak akan terkejut."
"Tapi pengampunan hukuman itu membuatmu kaget."
"Ya, tapi karena itu tidak termasuk dalam kesepakatan Backman."
"Aku tidak yakin." Seorang mahasiswi berjalan masuk dan Sandberg
mengamatinya. Sebagai duda yang sudah dua kali cerai, ia mencari mangsa
setiap saat Dihirupnya birnya, lalu berkata, "Ia tidak bisa berpraktik hukum
lagi, bukan" Kupikir mereka telah mencabut izinnya."
"Hal itu tidak akan menghalangi Backman Ia bisa menyebutnya 'koneksi
pemerintah' atau 'konsultasi' atau apalah. Tetap saja itu pekerjaan melobi, di situlah letak
keahliannya, dan kau tidak perlu izin untuk melakukan pekerjaan itu. Persetan,
pengacara-pengacara yang ada di kota ini separonya bahkan tidak bisa
menemukan gedung pengadilan terdekar. Tapi tenru saja mereka tahu persis di
mana letak Capitol Hill."
"Bagaimana dengan para klien""
"Tidak mungkin terjadi. Backman tidak akan kembali ke D.C. Kecuali kau
mendengar berita lain""
"Aku tidak dengar apa-apa. Ia menghilang begitu saja. Di penjara tak ada
orang yang mau buka mulut. Aku tidak mendapatkan apa pun dari para
pemgasbersiap untuk memesan lagi.
"Hari ini aku mendapat kabar bahwa Teddy Maynard pergi ke White House
pada larut malam tanggal sembilan belas. Hanya orang seperti Teddy yang
mampu memaksa Morgan melakukan hal itu. Backman keluar dari penjara,
mungkin dengan pengawalan, lalu lenyap."
"Program perlindungan saksi""
"Semacam itulah. CIA sudah sering menyembunyikan orang sebelumnya.
Harus begitu. Tidak ada catatan resmi, namun mereka mempunyai sumber daya
untuk itu." "Mengapa mereka menyembunyikan Backman"" "Balas dendam. Ingat Aldrich
Ames, mata-mata paling berbahaya yang pernah menyusupi CIA"" "Tentu."
"Sekarang dikurung dengan aman di penjara J federal Tahukah kau bahwa
CIA akan senang sekali kalau bisa menghabisinya" Mereka tidak bisa
melakukannya karena itu melanggar hukum-mereka tidak boleh membunuh
warga negara Amerika Serikat, baik di dalam maupun di luar negeri."
"Backman bukan mara-mata CIA. Ia membenci Teddy Maynard, dan perasaan
Maynard padanya juga sama."
"Maynard tidak akan membunuhnya. Ia hanya mengatur agar orang lain yang
memperoleh kesenangan itu."
Pratt sudah berdiri lagi. "Kau mau minum lagi"" ia bertanya, sambil
menuding gelas bir Sandberg.
"Mungkin nanti." Sandberg mengangkat gelasnya untuk kedua kalinya, dan
minum. Sewaktu Pratt kembali sambil membawa vodka dobel, ia duduk dan berkata,
"Jadi menurutmu Backman tinggal menunggu waktu""
"Kau tadi menanyakan teoriku. Aku mau dengar teorimu."
Sam tegukan besar vodka, lalu, "Kesimpulan yang sama, tapi dari sudut
pandang yang sedikit berbeda." Pratt memasukkan telunjuknya ke dalam
minuman tersebut, mengaduknya, lalu menjilat jarinya sambil berpikir
beberapa jenak. "Off the
record, oke"" "Tentu saja." Begitu banyak yang mereka bicarakan selama tahun-tahun
yang telah lewat sehingga semuanya masuk kategori off the record.
"Ada selang delapan hari antara kematian Hubbard dan pernyataan
bersalah Backman. Itu saat-saat yang sangat menakutkan. Kim Boiling dan aku
berada di bawah perlindungan FBI, dua puluh empat jam sehari, di mana pun,
k e mana pun. Aneh juga sebenarnya. Sejak lama FBI berupaya sekuat tenaga
untuk memenjarakan kami, namun pada saat yang sama terpaksa harus
melindungi kami." Sambil menyesap minuman, ia melirik ke sekelilingnya untuk
memeriksa kalau-kalau ada mahasiswa college yang mencuri dengar. Tidak ada.
"Ada banyak ancaman serius dari orang-orang yang membunuh Jacy Hubbard.
FBI menginterogasi kami sesudah itu, berbulan-bulan setelah Backman
dipenjara dan situasi mulai reda. Kami merasa sedikit aman, tapi Boiling dan
aku menyewa petugas keamanan bersenjata selama dua tahun sesudahnya.
Sampai sekarang aku masih sering melirik ke kaca spion. Kim yang malang
kehilangan kewarasannya."
"Siapa yang mengancam kalian""
"Orang-orang yang akan gembira kalau bisa menemukan Joel Backman."
"Siapa"" "Backman dan Hubbard membuat kesepakatan untuk menjual produk
mereka itu pada pikat Saudi dengan imbalan banyak uang. Sangat mahal, tapi
jauh lebih murah ketimbang harus membangun sistem satelit yang benar-benar
baru, Hubbard terbunuh. Backman buru-buru masuk ke penjara, dan pihak
Saudi sama sekali tidak senang. Begitu juga Israel, karena mereka juga
menginginkan kesepakatan itu. Ditambah lagi, mereka marah karena Hubbard
dan Backman mau berunding dengan Saudi." Ia terdiam dan menyesap
minumannya, seolah membutuhkan keteguhan hati untuk menyelesaikan
kisahnya. "Selain itu, ada orang-orang yang membuat sistem itu pertama kali."
"Rusia"" "Barangkali bukan mereka. Jacy Hubbard menyukai cewek-cewek Asia.
Terakhir kali ia terlihat sedang bersama wanita cantik bertungkai jenjang,
dengan rambut hitam panjang dan wajah bulat, yang berasal dari bagian dunia
yang lain. Cina Merah menggunakan ribuan orang mereka untuk mengumpulkan
informasi. Semua mahasiswa, pengusaha, diplomat mereka yang ada di
Amerika. Tempat ini penuh orang-orang Cina yang mengendus-endus.
Tambahan lagi, dinas intelijen mereka memiliki banyak agen yang efektii.
Untuk masalah semacam ini, mereka tidak akan ragu-ragu mem-; buru Hubbard dan
Backman." "Kau yakin Cina Merah yang bertanggung ja-I wab""
"Tidak ada yang bisa yakin, oke" Mungkin Backman tahu persis, tapi ia tidak
pernah memberitahu siapa pun. Asal kau tahu, CIA bahkan tidak tahu tentang
sistem itu. Mereka kecolongan dan sampai kini Teddy masih berusaha
menebusnya." "Teddy pasti bersenang-senang, ya"" "Jelas. Ia mencekoki Morgan
dengan alasan keamanan nasional. Tak perlu heran, Morgan langsung percaya.
Backman bebas. Teddy menyelundupkannya ke luar negeri, lalu mengamati
siapa yang muncul sambil membawa senapan. Bagaimana pun hasil permainan
ini, Teddy tidak rugi apa-apa."
"Rencana brilian."
"Jauh melampaui itu, Dan. Pikirkan saja. Ketika Joel Backman menghadap
penciptanya, tidak akan ada orang yang mengetahuinya. Sekarang ini tak ada
orang yang tahu di mana ia berada. Tak ada ada orang yang tahu siapa dia
sesungguhnya ketika mayatnya ditemukan."
"Kalau mayatnya bisa ditemukan."
"Tepat sekali."
"Apakah Backman menyadari hal ini""
Pratt menghabiskan gelas keduanya dan mengu. sap mulurnya dengan
lengan baju. Keningnya berkerut dalam. "Backman bukan orang bodoh. Tapi
banyak hal yang kita ketahui sekarang baru ketahuan setelah ia dipenjara. Ia
berhasil bertahan hidup selama enam tahun dalam kurungan, jadi ia mungkin
beranggapan dapat bertahan hidup dalam situasi apa pun."
Critz masuk ke pub yang tak jauh dari Hotel Connaught di London. Gerimis
tipis menjadi semakin deras dan ia perlu tempat berteduh. Mrs, Critz berada di
apartemen kecil yang dipinjamkan oleh majikan mereka yang baru, jadi Critz
memiliki kemewahan untuk duduk di pub yang ramai, tanpa ada orang yang
mengenalinya, dan menenggak beberapa gelas minuman. Seminggu di London
telah berlalu, dengan satu minggu lagi sebelum ia harus memaksa diri
menyeberangi Atlantik, kembali ke D.C., tempat ia akan me mulai pekerjaan
melobi yang mengenaskan bagi perusahaan yang memproduksi rudal rongsokan,
di samping perangkat keras lainnya, yang diberid Pentagon namun
bagaimanapun terpaksa diterima karena perusahaan tersebut memiliki pelobi-pelobi yang tepat.
Ia menemukan bilik kosong, yang masih t
erlihat di balik kabut asap cerutu, lalu menyusup ke sana dan mencari posisi yang
nyaman di balik gelas birnya. Sungguh mengasyikkan bisa minum sendiri tanpa
khawatir akan dipergoki seseorang yang menghampirinya dan berkata, "Hei,
Critz, apa yang dipikirkan kalian kaum idiot ketika menjatuhkan veto Berman""
Bla bla bla. Ia menyerap suara-suara Inggris yang riang, orang-orang setempat yang
datang dan pergi. Ia bahkan tidak keberatan dengan asapnya. Ia seorang diri
dan tak seorang pun mengenalnya, dan diam-diam ia menikmati saat-saat
pribadi itu. Namun status anonim itu tidak bisa ia nikmati sepenuhnya. Dari
belakangnya, seorang pria kecil yang mengenakan topi pelaut muncul dan
menyusup ke biliknya di seberang meja, membuat Critz terkejut.
"Keberatan bila aku duduk di sini, Mr. Critz"" tanya si pelaut sambil
tersenyum dan memperlihatkan gigi-gigi besar yang kuning. Kelak Critz akan
selalu mengingat gigi jelek itu.
"Duduklah," ujar Critz dengan waspada. "Kau punya nama""
"Ben." Lelaki itu bukan orang Inggris, dan bahasa ibunya jelas bukan bahasa
Inggris. Ben berumur sekitar tiga puluh, rambut gelap, mata cokelat tua, dan
hidung panjang runcing membuatnya mirip orang Yunani.
Tak ada nama keluarga, ya"" Critz menyesap ^ gelasnya dan bertanya,
"Bagaimana persisnya ^ bisa tahu namaku"" "Aku tahu segala hal tentang
curimu." "Aku tak menyadari aku setenar itu." "Aku tidak akan menyebutnya
tenar, Mr. Cri^ Biar kupersingkat saja. Aku bekerja untuk beberap, orang yang
sangat ingin menemukan Joel Backman Mereka bersedia membayar mahal,
tunai. Tunai dalam peti uang, atau tunai dalam rekening bank! Swiss, terserah.
Semua bisa dilakukan dengan cepat, dalam beberapa jam. Beritahu saja di
mana di berada, dan kau akan mendapat.jutaan dolar, tanpa ada orang yang
tahu." "Bagaimana kau bisa menemukanku"" "Mudah saja, Mr. Critz. Kami ini,
The Broker Karya John Grisham di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
katakan saja, profesional." "Mata-mata""
"Itu tidak penting. Kami adalah kami, dan kami akan menemukan Mr.
Backman. Pertanyaannya, apakah kau menginginkan jutaan dolar itu""
"Aku tidak tahu di mana dia berada."
Tapi kau bisa mencari tahu."
"Mungkin." "Apakah kau bersedia melakukan transaksi"" "Tidak dengan bayaran jutaan
dolar." "Kalau begitu, berapa"" "Aku harus memikirkannya dulu."
"Berpikirlah dengan cepat."
"Dan kalau aku tidak bisa menemukan informasi
itu"" "Kami tidak akan mencarimu lagi. Pertemuan ini tidak pernah terjadi.
Sesederhana itu." Critz meneguk birnya lambat-lambat dan merenungkannya. "Oke,
katakanlah aku bisa mendapatkan informasi itu-aku tidak terlalu optimistis;-
tapi bagaimana kalau aku beruntung" Lalu bagaimana""
"Ambil penerbangan Lufthansa dari Dulles ke Amsterdam, kelas satu.
Mendaftarlah ke Hotel Amstel di Biddenham Street. Kami akan menemukanmu,
seperti kami telah menemukanmu di
sini." Critz terdiam dan menghafal detail-detail itu. "Kapan"" tanya Critz.
"Secepat mungkin, Mr. Critz. Ada pihak-pihak lain yang juga sedang
mencarinya." Ben pun menghilang secepat kemunculannya, meninggalkan Critz yang
menajamkan pandangan di tengah kabut asap dan bertanya-tanya sendiri
apakah ia baru saja bermimpi. Ia meninggalkan pub itu satu jam kemudian,
dengan wajah tersembunyi di bawah payung, yakin bahwa ia tengah diawasi.
Apakah mereka juga mengawasinya di Washington" Ia mendapat perasaan
tak enak bahwa mereka melakukannya juga di sana.
8 Siesta itu tidak berhasil. Anggur saat makan siang dan dua gelas bir di sore
harinya juga tidak men,, bantu. Terlalu banyak yang harus dipikirkan.
Lagi pula ia sudah cukup banyak beristirahat; | dalam sistem mbuhnya
sudah banyak menumpul walau tidur. Enam tahun di penjara soliter mampu
merendahkan kondisi tubuh manusia menjadi begitu pasif sehingga tidur
menjadi aktivitas yang utama. Setelah beberapa bulan di Rudley, Joel tidur
delapan jam di malam hari dan tidur siang cukup lama setelah makan siang,
namun itu dapat dipahami karena ia sangat kurang tidur selama dua pnhih
tahun sebelumnya, ketika harus menjaga keutuhan republik pada siang hari dan
mengejar ngejar perempuan sampai pagi. Setelah satu tahun ia bisa
mengandalkan sembilan, bahkan sepul"1
jam metn tidu r. Tidak banyak yang bisa dilakukan selain baca dan menonton TV.
Hanya karena bosan, ia pern ah mengadakan survei, salah satu dari sekian banyak survei rahasianya,
dengan mengedarkan i Uar kertas dari satu sel ke sel yang lain, semen-tara
para penjaga menikmati tidur siang mereka sendiri Dari 37 responden dalam
bloknya, rata-rata tidur sebelas jam sehari. Mo, si informan Mafia, menyatakan
ia bisa tidur enam belas jam dan sering -kali dengkurannya terdengar pada
tengah hari. Mad Cow Miller yang paling rendah angkanya dengan hanya tiga
jam tidur, namun pria malang itu sudah kehilangan kewarasan beberapa tahun
sebelumnya, sehingga Joel terpaksa tidak menyertakan pria itu dalam
surveinya. Ada juga serangan-serangan insomnia, periode-periode panjang
memandangi kegelapan dan memikirkan kesalahan-kesalahan, anak-cucu, rasa
malu di masa lalu, dan rasa takut akan masa depan. Dan ada juga minggu-minggu ketika pil-pil tidur dikirim ke selnya, satu demi satu, tanpa memberikan
hasil. Joel selalu curiga pil-pil itu hanya obat penenang.
Tetapi enam tahun di sana adalah masa tidur yang panjang. Tubuhnya sudah
cukup beristirahat. Sekarang otaknya bekerja lembur.
Perlahan-lahan ia beranjak dari tempatnya berbaring selama satu jam tanpa
mampu memejamkan mata, dan berjalan ke meja kecil, mengambil ponsel
ia* yang dmerikan Luigi padanya. Dibawanya pon" itu ke jendela, ditekannya
nomor yang direkatkai di bagian belakang, dan setelah empat deringan i
mendengar suara yang familier. "Ciao, Marco. Come stat" "Hanya ingin
mengecek apakah benda ini berfungsi," ujar Joel.
"Kaupikir aku mau memberimu barang rusak"" tanya Luigi. Tidak, tentu saja
tidak." "Bagaimana tidur siangmu"" "Uh, lumayan, lumayan. Sampai jumpa saat
makan malam nanti." "Ciao."
Di manakah Luigi berada" Mengendap-endap di sekitar sini dengan ponsel di
saku, hanya menunggu Joel menelepon" Mengawasi hotel" Kalau Stennett dan
sopirnya masih ada di Treviso, bersama Luigi dan Ermanno, berarti ada empat
"kawan" dari berbagai variasi yang ditugaskan untuk mengawasi setiap gerak-gerik Joel Backman.
Digenggamnya erat-erat ponsel itu dan ia bertanya-tanya siapa saja di luar
sana yang tahu tentang panggilan telepon tadi. StApiL lagi yang mendengarkan"
la melirik jalanan di bawah dan penasaran siapa lagi yang ada di bawah sana.
Hanya Luigi" ' Ditepiskannya }t . , u oan ia pun duduk di meja. Ia ingin minum kopi, mungkin espresso dobel untuk menyiagakan
saraf-sarafnya, yang jelas bukan cappuccino karena ini sudah sore. Tapi ia
belum siap mengangkat telepon dan memesan. Ia bisa sejauh "halo" dan "kopi",
tapi pasti akan ada banjir kata-kata yang tidak dipahaminya.
Bagaimana orang bisa bertahan tanpa kopi yang kental" Sekretaris
favoritnya dulu selalu menyediakan secangkir kopi Turki kentalnya yang
pertama tepat pada pukul 06.30 setiap pagi, enam hari seminggu. Ia nyaris
menikahi wanita itu. Pada pukul sepuluh saraf sang broker begitu tegang dan ia
mulai melempar barang-barang, membentak-bentak bawahannya, dan
menerima tiga telepon sekaligus sementara para senator disuruhnya menunggu.
Kenangan itu tidak membuatnya gembira. Memang tidak pernah
menyenangkan. Ada banyak saat-saat seperti itu, dan selama enam tahun
dalam pengasingan, ia mencanangkan perang mental hebat untuk
membersihkan masa lalunya.
Kembali ke masalah kopi, yang takut dipesannya karena kendala bahasa.
Joel Backman tidak pernah takut pada apa pun, dan kalau ia bisa
mengendalikan tiga ratus rancangan undang-undang bergerak di antara labirin
Kongres, dan bila ia bisa melakukan seratus panggilan telepon dalam sehari
nyaris tanpa melirik Rolodex maupun daftar telepon, ia pasti dapat
mempelajari bahasa Italia
yang sederhana untuk memesan kopi. Diaturnya bahan-bahan peJajaran
Ermanno dengan rapi baterai tape kecil itu dan mencoba tombol-tombolnya. Halaman pertama
berupa gambar kasar berwarna sebuah ruang keluarga, dengan Mom dan Pop
serta anak-anak sedang menonton televisi. Objek-objeknya diberi label dalam
bahasa Inggris dan Italia-pintu dan porta, sofa dan sofa, jendela dan finestra
, lukisan dan quadro, demikian seterusnya. Anak laki-laki itu ragazzo, ibu madu,
pria tua yang berdiri di sudut dengan tongkat itu adalah si kakek, atau //
nonno. Beberapa halaman kemudian ada dapur, lalu kamar tidur, dan kamar mandi.
Setelah satu jam, masih tanpa kopi, Joel mulai berjalan pelan mengelilingi
kamarnya, menuding dan membisikkan nama-nama semua benda yang
dilihatnya: ranja letto; lampu, lampoda; jam dinding, orobgio; sapone. Ada
beberapa kata kerja yang ditambahkannya demi kewaspadaan: berbicara,
porldre; joa-kan, mangiare, minum, here, berpikir, pensare. h berdiri di depan
cermin (specchio) kecil di kamu mandi (bagno), dan berusaha meyakinkan diri
sendiri bahwa ia adalah Marco. "Sono Marco, sono Marco," begitu ucapnya
berulang-ulang. Aku Marco. Aku Marco. Pada mulanya terasa kc tapi perasaan
itu harus disingkirkan. Taruhanr
(rlalu mahal kalau ia ingin bertahan dengan nama ma yang bisa
membuatnya terbunuh. Kalau men-li Marco dapat menyelamatkan nyawanya,
jadilah Marco. Marco. Marco. Marco. Ia mulai mencari kata-kata yang tidak ada
di lam gambar. Di kamusnya yang baru, ia menemu-a carta igienica untuk tisu
toilet, guanciale untuk ratal, soffitto yang berarti langit-langit. Semua ida
mempunyai nama baru, semua objek di da-\ kamar tidurnya, dalam dunianya
yang kecil, f semua yang bisa ia lihat pada saat itu menjadi I sesuatu yang
baru. Berulang-ulang, sementara matanya berpindah dari satu benda ke benda
lain, ia ; menggumamkan namanya dalam bahasa Italia. Bagaimana dengan
dirinya sendiri" Ia punya otak, cervelb. Ia menyentuh tangannya, mono; lengan,
braccio; tungkai, gamba. Ia harus bernapas, respirare; melihat, vederc,
menyentuh, mcart, mendengar, sentire; tidur, dormire, bwmimpi, sognare. Ia
mulai meracau, dan ia berhenti. Besok Ermanno akan mulai dengan pelajaran
pertama, serangan pertama kosa kata dengan penekanan pada hal-hal
mendasar: perkenalan, salam, basa-basi, angka satu sampai seratus, nama-nama hari, nama-nama bulan, bahkan alfabet. Kata kerja to be (essere) dan to
have (avere), keduanya dikonjugasikan ke bentuk kini, lampau, dan yang akan
dat Ketika riba saat makan malam, Marco menghafal seluruh pelajaran pertama
dan men dengarkan kaset itu belasan kali. Ia melangkah ke udara malam yang
sangat sejuk dan berjalan riang ke arah Trattoria del Monte, tempat ia tahu
Luigi akan menunggu dengan meja pilihan dan saran-saran terbaik dari daftar
menu. Di jalan, pikirannya masih-berputar kencang setelah berjam-jam
menghafal. Ia melihat skuter, sepeda, anjing, sepasang gadis kembar, dan
seperti ditempeleng kenyataan bahwa ia tidak mengetahui kata-Hua itu dalam
bahasanya yang baru. Semuanya (h'tinggalkan di kamar hotelnya. Namun
dengan harapan akan datangnya makanan, ia maju terus, tidak khawatir, dan
masih yakin bahwa ia, Marco, entah bagaimana akan bisa dipercaya sebagai
orang Italia. Di meja sudut, ia menyapa Luigi dengan penuh gaya. "Buona sera,
Signore, come sta""
"Sto bene, grazie, e tu"" Luigi menjawab dengan senyum senang. Baik,
terima kasih, dan kau sendiri"
"Molto bene, grazie,9 sahut Marco. Baik sekali, terima kasih. "Jadi kau sudah
belajar, ya"" tanya Luigi. "Ya, tidak ada kegiatan lain." Sebelum Marco
membuka lipatan serbetnya, seorang pramusaji berhenti di meja mereka sambil
membawa sebotol anggur merah setempat yang
dibungkus anyaman jerami. Dengan cekatan ia menuangkan dua gelas, lalu
menghilang. "Ermanno
guru yang baik," ujar Luigi.
"Kau pernah menggunakannya sebelum ini"" tanya Marco dengan lagak biasa-biasa saja.
"Ya" "Seberapa sering kau membawa orang seperti aku
dan mengubahnya menjadi orang Italia"" Luigi tersenyum dan menjawab,
"Dari waktu ke waktu." "Sulit dipercaya."
"Percayalah apa yang ingin kaupercayai, Marco.
Semua itu fiksi belaka." "Cara bicaramu seperti mata-mata." '-^fm
Kedikan bahu, tanpa tanggapan yang jelas. "Kau bekerja untuk siapa, Luigi""
"Menurutmu siapa""
"Kau bagian dari alfabet itu-CIA, FBI, NSA. Mungkin suatu cabang rahasia
intelijen militer." "Kau senang bertemu denganku di restoran-restoran Italia yang kecil dan
menarik seperti ini"" Luigi bertanya.
"Memangnya aku punya pilihan""
"Ya. Kalau kau terus mengajukan pertanyaan-pertanyaan semacam itu,
pertemuan kita akan dihentikan. Dan bila kita tidak lagi bertemu, hidupmu
yang sudah rentan itu akan semakin rapuh."
"Kupikir tugasmu adalah untuk menjagaku teta
hidup." "Memang benar. Jadi berhentilah bertanya-tam/, tentang diriku. Aku yakin
jawabannya tidak tersedia."
Pramusaji muncul pada saat yang tepat, seolah ia bagian dari semua ini,
dan menjatuhkan dua daftar menu besar di antara mereka, dengan efektif
mengalihkan topik apa pun yang sedang mereka bicarakan. Marco mengernyit
melihat daftar makanan itu dan sekali lagi diingatkan betapa masih banyak
bahasa Italia yang harus dipelajarinya. Di bagian bawah ia mengenali kata-kata
cafe, vino, dan bina. "Apa yang kelihatan enak"" ia bertanya. "Kokinya berasal dari Siena, jadi ia
menyukai hidangan Tuscany. Risotto dengan jamur porcini enak juga sebagai
hidangan pertama. Aku pernah mencicipi steak florentine-nyz, luar biasa."
Marco menutup menunya dan menghirup aroma yang datang dari arah
dapur. "Aku mau dua-duanya"
Luigi juga menutup menunya dan melambai memanggil pramusaji. Setelah
ia memesan, mereka menyesap anggur selama beberapa menit tanpa suara.
"Beberapa tahun lalu," Luigi memulai, "pada suatu pagi aku terjaga di kamar
hotel kecil di Istambul. Seorang diri, dengan uang lima ratu*
I dolar dalam kantongku. Dan paspor palsu. Aku f tidak bisa bicara separah
kata pun dalam bahasa ; Turki. Petugas yang menanganiku ada di kota itu, i
tapi kalau aku mengontaknya, aku akan terpaksa f mencari pekerjaan baru.
Dalam waktu tepat se-Ipuluh bulan lagi, aku harus kembali ke hotel yang sama
untuk bertemu seorang teman yang akan f membawaku ke luar negeri."
F"Kedengarannya seperti pelatihan dasar CIA." "Alfabet yang keliru,"
komentar Luigi, lalu terdiam, menyesap anggurnya, dan melanjutkan. . "Karena
aku suka makan, aku belajar bertahan hidup. Aku menyerap bahasa,
kebudayaan, dan ; semua yang ada di sekitarku. Aku cukup berhasil, [membaur
dengan lingkungan, dan sepuluh bulan kemudian ketika aku bertemu temanku,
uangku sudah berjumlah lebih dari sepuluh ribu dolar."
"Bahasa Italia, Inggris, Prancis, Spanyol, Turki- apa lagi""
"Rusia. Mereka melemparku ke Stalingrad selama
satu tahun." Marco nyaris saja bertanya siapa "mereka" itu, tapi ditepiskannya
pertanyaan itu. Tidak akan ada jawaban; lagi pula, menurutnya ia sudah tahu.
"Jadi aku dilemparkan ke sini"" tanya Marco.
Pramusaji membanting sekeranjang roti dan mangkuk kecil berisi -l#nyak
zaitun. Luigi mulai mencelupkan rotinya dan makan, dan pertanyaan
Marco pun Terlupakan atau diabaikan. Hidanga, lain mengikuti, senampan
kecil ham dan salami, 1 sertai buah zaitun, dan percakapan pun menyurut.
Luigi mungkin agen spionase, atau kontraspionase, atau operatif, atau agen
dalam bentuk lain, atau sekadar pengawas atau kontak, atau mungkin juga
agen lokal, tapi yang pertama dan terutama, ia orang Italia. Segala bentuk
pelatihan tidak dapat mengalihkan perhatiannya dari tantangan di hadapan
ketika meja penuh dengan sajian. '
Sembari makan, ia mengubah topik pembicaraan. Ia menjelaskan aturan
makan malam ala Italia. Pertama, antipasti-biasanya berupa sepiring daging
dalam berbagai variasi, seperti yang baru saja merek rukmati. Lalu hidangan
pertama, primi, yang umumnya berupa seporsi sedang pasta, nasi, sup, atau
polenta, yang pada dasarnya merupakan pemanasan bagi perut untuk
mempersiapkan diri menyambut hidangan utama, atau secondi-seporsi besar
daging sapi, ikan, babi, ayam, atau kambing. Berhati-hatilah dengan hidangan
pencuci mulut, ia memperingatkan dengan galak, sambil melirik kiri-kanan
untuk memastikan si pramusaji tidak mendengar. Ia menggeleng-geleng sedih
sambil menjelaskan bahwa banyak restoran bagus sekarang memesannya dari
tempat lain, dan hidangan itu begitu banyak mengandung gula atau minuman
keras murahan sehingga boleh dibilang membtJ gigimu busuk
Marco berhasil menampilkan ekspresi terguncang
ketika mendengar skandal nasional ini.
"Belajarlah mengucapkan kata gelato'" kata Luigi, matanya berbinar-binar
lagi. "Es krim," timpal Marco.
"Bra vo. Yang terbaik di dunia. Ada gelateria di ujung jalan ini. Kita akan ke
sana setelah makan malam."
Layanan kamar tutup pada tengah malam. Pada . pukul 23.55 Marco
perlahan-lahan mengangkat telepon dan menekan angka empat dua kali. Ia
menarik napas panjang-panjang dan menahannya. Ia telah melatih dialog itu
selama setengah jam. Setelah beberapa deringan malas, selama itu Marco nyaris meletakkan
gagang telepon dua kali, suara yang mengantuk menjawab dan berkata, "Buona
sera."
The Broker Karya John Grisham di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Marco memejamkan mata dan terjun. "Buona sera. Vorrei un caffe, per
favore. Un espresso doppio."
"Si, latte e zucchero"" Susu dan gula"
"No, senza latte e zucchero."
"Si, cinque minutt." I
"Grazie." Marco cepat-cepat menutup telepon sebelum terpaksa mengambil
risiko terlibat dalam pembicaraan yang lebih jauh, walau menilik antusiasme
orang yang di ujung sana ia amat me-ragukan kemungkinan tersebut. Ia pun melompat, mengepalkan tinjunya di
udara, dan memuji diri sendiri karena berhasil menuntaskan percakapan
pertamanya dalam bahasa Italia. Tidak ada ganjalan sedikit pun. Kedua belah
pihak saling memahami apa yang dikatakan pihak lain.
Pada pukul saru dini hari, ia masih menyesap espresso dobelnya,
menikmatinya pelan-pelan meskipun minuman itu tak lagi hangat. Ia sedang
mendalami pelajaran ketiga, kantuk sama sekali tak terlintas di benaknya.
Pileknya, barangkali ia bisa melahap seluruh isi buku ini pada pelajaran
pertamanya dengan Ermanno.
Ia mengetuk pintu apartemen itu sepuluh menit lebih awal. Ini masalah
siapa yang pegang kendali Walaupun pada mulanya ia melawan dorongan itu,
secara impulsif ia kembali ke kebiasaan lamanya. Ia lebih suka dirinyalah yang
memutuskan pada pukul berapa pelajaran dimulai. Sepuluh menit lebih dini
atau dua puluh menit lebih iambar, waktunya tidak Denting. Sementara
menunggu di koridor yang suram itu, ia teringat suatu rapat penting yang
pernah dipimpinnya di ruang rapatnya, yang luas. Ruangan itu dipenuhi
eksekutif korporm dan pentolan beberapa biro federal, yang dipanpd
menghadap oleh sang broker. Walaupur
Irapat itu hanya lima puluh langkah jauhnya dari
[ ruang kantornya, ia terlambat dua puluh menit, Imeminta maaf dan
menjelaskan bahwa ia barusan
bertelepon dengajn kantor perdana menteri suatu
negara kecil. t Remeh, remeh, remeh sekali permainan yang
dimainkannya. I Ermanno sepertinya tidak terkesan. Ia menyuruh I muridnya menunggu
paling tidak lima menit se-".belum membuka pintu sambil tersenyum malu-I
malu dan mengucapkan, "Buon giorno, Signore
f Lazzeri." "Buon giorno, Ermanno. Come staif "Molto bene, grazie, e tu"" "Molto bene,
grazie." : Ermanno menguakkan daun pintu lebih lebar, dan sambil
mengembangkan sebelah tangan ia berkata, "Prego." Silakan.
Marco melangkah masuk dan sekali lagi tersentak melihat betapa kuat kesan
kosong dan sementara di apartemen ini. Diletakkannya buku-bukunya di meja
kecil di tengah-tengah ruang depan dan ia memutuskan untuk tetap
mengenakan mantelnya. Suhu udara di luar sekitar empat derajat Celsius dan
tidak lebih hangat di dalam sini. "Vorrebbe un caffe"" Anda mau minum kopi"
"Si, grazie."Ia tidur sekitar dua jam, dari pukul empat hingga pukul enam, lalu
mandi, berpakaian, lalu mondar-mandir di jalanan Treviso, dan menemukan bar yang buka pagi-pagi di mani para pria berumur berkumpul untuk menikmati espresso dan
semua orang berbicara berbarengan. Ia ingin minum kopi lagi, tahu bahwa yang
sebenarnya ia buruhkan adalah makanan. Croissant atau muffin atau yang
sejenis itu, sesuatu yang belum ia pelajari namanya. Ia memuruskan bahwa ia
sanggup menahan lapar sampai tengah hari, saat ia kembali akan bertemu Luigi
untuk berrualang dalam kekayaan kuliner Italia.
"Kau mahasiswa, bukan"" tanya Marco ketika Ermanno kembali dari dapur
sambil membawa dua cangkir kecil. "Non inglese, Marco, non inglese." Dan
itulah akhir riwayat bahasa Inggris. Akhir yang tiba-tiba; ucapan selamat
tinggal yang dingin dan final pada bahasa ibu. Ermanno duduk di salah satu
ujung meja, Marco di sisi yang lain, dan tepat I pada pukul 08.30, mereka,
bersama-sama, membuka I pelajaran pertama. Marco membaca dialog per
tama I dalam bahasa Italia, Ermanno sesekali mengoreksi I dengan halus, walaupun ia
terkesan juga dengan I persiapan yang telah dilakukan muridnya. Kosa I kata
telah dihafalkan dengan baik, tapi aksennya 1 perlu diperbaiki. Satu jam
kemudian, Ermanno I mulai menuding benda-benda yang ada di sekitar I
ruangan-karpet, buku, majalah, kursi, selimut I
I perca, gorden, radio, lantai, dinding, tas ransel-dan I Marco menimpalinya
dengan mudah. Dengan aksen I yang semakin disempurnakan, ia menuntaskan
de-[ ngan cepat seluruh isi daftar sapaan sopan-selamat f siang, apa kabar,
baik terima kasih, tolong, sampai < jumpa, selamat tinggal, selamat malam-
dan tiga puluh lainnya. Pelajaran pertama selesai hanya dalam waktu dua jam
dan Ermanno bertanya apakah mereka perlu istirahat. "No." Mereka pun
membuka I pelajaran kedua, dengan kosa kata baru yang j sudah dikuasai
Marco dan percakapan lain yang di-I lafalkannya dengan amat mengagumkan.
"Kau sudah belajar," gumam Ermanno dalam [ bahasa Inggris.
"Non inglese, Ermanno, "0" inglese" Marco mengoreksinya. Permainannya
kini sudah berubah- siapa yang lebih tekun. Pada tengah hari, sang gum sudah
kecapekan dan siap beristirahat, dan mereka sama-sama lega mendengar
ketukan di pintu dan suara Luigi di lorong luar. Luigi masuk dan melihat kedua
orang itu duduk berseberangan di meja kecil yang berantakan, seolah sudah
berjam-jam mereka main panco.
"Come va"" tanya Luigi. Bagaimana" Ermanno menatapnya dengan
pandangan lelah dan menjawab, "Molto intensp. | Sangat intens.
"Vorrei pranzare," ujar Marco, dan dengan lambat berdiri. Aku ingin makan.
Marco mengharapkan makan siang yang meft nangka* dengan sedikit bahasa
Inggris ^ lebih meringankan "luasi dan mungkin ^ melepaskan ketegangan
mental karena beru^ menerjemahkan setiap kata yang didengar-Akan tetapi,
secelah mendengar penjelasan ringj^ Ermanno yang penuh pujian mengenai
sesi pela. jaran pagi, Luigi ingin melanjutkan penyerapan bahasa selama makan
siang, atau paling tidak pada awalnya ia berusaha, Menunya tidak
mencantumkan separah Iran pun dalam bahasa Inggris, dan setelah Luigi
menjelaskan setiap hidangan dalam bahasa Italia yang tidak dapat dimengerti,
Marco mengangkat kedua tangannya dan berkata* "Cukup sudah. Aku tidak mau
bicara ataupun mendengar bahasa Italia selama satu jam mendatang."
"Bagaimana dengan makan siangmu"" J
^ *** makan punyamu." Diteguknya anggur
merah dan ia berusaha santai
--*" santai. "ke' kalau beg
Inggris selama satif^ bisa berban:m
"Grazte,- Uca .. )am. "nya 9 Pada pertengahan sesi pelajaran pagi keesokan harinya, tiba-tiba Marco
mengubah arah pembicaraan. Di tengah-tengah percakapan yang
membosankan, ia meninggalkan bahasa Italia dan berkata, "Kau
bukan mahasiswa." . Ermanno mendongak dari bukunya, terdiam sejenak, lalu berkata, "Non
ingUst, Marco. Sokanto Italiano" Hanya bahasa Italia.
"Aku sedang bosan berbahasa Italia, oke" Kau
bukan mahasiswa." Berbohong bukan keahlian Ermanno, dan ia terdiam agak terlalu lama. "Aku
mahasiswa." ujarnya, sama sekali tidak meyakinkan.
"Tidak, kurasa kau bukan mahasiswa. Jelas-jelas kau tidak kuliah, karena
kalau kuliah kau pasti tidak akan menghabiskan waktu sepanjang hari
mengajarku." "Siapa tahu aku mengambil kelas malam" Mcnga-pa hal itu penting""
"Kau tidak kuliah di mana pun. Di sini tidak ada buku, tidak ada koran
mahasiswa, tidak ada sampah seperti yang bisa ditinggalkan mahasiswa di
segala tempat." "Mungkin sampah itu ada di ruangan lain."
"Aku mau lihat."
"Kenapa" Kenapa itu penting""
"Karena menurutku kau dan Luigi bekerja untuk orang-orang yang sama."
"Memangnya kenapa kalau benar begitu"" I
"Aku ingin tahu siapa mereka."
"Bagaimana kalau aku tidak tahu" Mengapa kau peduli" Tugasmu adalah
mempelajari bahasa ini."
"Sudah berapa lama kau tinggal di sini, di apartemen ini""
"Aku tidak harus menjawab pertanyaan."
"Masalahnya, menurutku kau baru pindah ke sini minggu lalu. Ini semacam
rumah persembunyian atau apa, dan kau tidak mengatakan yang sebenarnya
tentang dirimu." "Kalau begitu kita sama." Ermanno tiba-tiba berdiri dan berjalan melewati
dapur yang sempit ke arah b
elakang apartemen. Ia kembali $ambil membawa
beberapa lembar kertas yang
I diangsurkannya ke arah Marco. Ternyata paket formulir pendaftaran dari
Universitas Bologna, de-ngan label surat menyatakan bahwa dokumen itu
[ditujukan kepada Ermanno Rossini, dengan alamat apartemen tempat mereka
berada saat itu. "Aku akan kembali kuliah dalam waktu dekat," Ermanno menjelaskan. "Kau
mau kopi lagi""
Marco mengamati formulir-formulir itu, cukup memahami maksudnya. "Ya,
mau," jawabnya. Ini cuma dokumen biasa-mudah dipalsukan. Tapi kalaupun
palsu, ini dokumen aspal yang bagus. Ermanno menghilang ke dapur dan mulai
membuka keran air. Marco mendorong kursinya ke belakang dan berkata, "Aku mau berjalan-jalan berkeliling blok. Aku perlu menjernihkan pikiran."
Rutinitas mereka berubah pada saat makan malam. Luigi menjumpainya, di
depan toko rokok yang menghadap ke Piazza dei Signori, dan mereka menyusuri
jalan yang padat sementara para penjaga toko mulai menutup toko-tokonya.
Saat itu hari mulai gelap dan cuaca sangat dingin, dan para pekerja yang
terbungkus dalam pakaian tebal yang necis bergegas-gegas pulang ke rumah,
kepala mereka tertutup topi dan syal. Luigi membenamkan kedua tangannya
yang ter-bungkus sarung tangan di saku mantel woJ selutut yang tampak kasar, yang
barangkali telah diwariskan oleh kakeknya atau dibeli minggu lalu di Milan, di
butik perancang yang mahal. Bagaimanapun, Luigi
mengenakan mantelnya dengan gaya, dan sekak' lagi Marco iri melihat gaya
elegan-kasual petugas yang menanganinya ini.
Sepertinya Luigi sedang tidak terburu-buru dan tampak menikmati cuaca
dingin itu. Ia mencoba melontarkan komentar-komentar dalam bahasa Italia,
tapi Marco menolak ikut serta. "Bahasa Inggris, Luigi," ujarnya unruk kedua
kalinya. "Aku perlu bahasa Inggris." "Baiklah. Bagaimana hari kedua
pelajaranmu"" "Baik Ermanno lumayan juga. Tidak punya selera humor, tapi ia
guru yang cukup andal." "Ada kemajuan""
"Bagaimana mungkin tidak ada kemajuan"" "Ermanno bilang, kau cepat
menguasai bahasa itu."
"Ermanno tidak pintar bohong, dan kau tahu itu. Aku bekerja mati-matian
karena Taruhannya besar. Aku dicecar olehnya enam jam sehari, lalu
menghabiskan tiga jam pada malam hari mencerna semuanya. Tidak mungkin
tidak ada kemajuan."
"Kau bekerja mati-matian," ulang Luigi. MeOr dadak ia berhenti dan melihat
sesuatu yang tampak seperti deli kecil. "Marco, inilah makan malam kita."
Marco memandang tidak setuju. Bagian depan toko itu tidak lebih dari lima
meter lebarnya. Tiga meja berdesak-desakan di dekat jendela dan tempat itu
sepertinya penuh orang. "Kau yakin"" tanya
i Marco. "Ya, enak juga kok Makanan yang lebih ringan, sandwich dan sebagainya.
Kau akan makan sendiri. Aku tidak ikut masuk."
Marco menatap Luigi dan sudah hampir memprotes, tapi kemudian menahan
diri dan rersenyum, seolah menerima tantangan tersebur.
"Menunya ada di papan tulis di atas kasir, tanpa bahasa Inggris. Pesan dulu,
bayar, lalu ambil makananmu di ujung konter sebelah sana, tempat yang
nyaman untuk duduk kalau kau tidak dapat bangku. Harganya sudah termasuk
tip." Marco bertanya, "Apa hidangan spesial tempat ini""
"Pizza ham dan artichoke-rxyz enak. Panim-nyz juga. Aku akan menemuimu
lagi di sana, di dekat air mancur, satu jam lagi."
Marco mengenakkan rahang dan memasuki kafe, merasa amat kesepian.
Sambil mengantre di belakang dua wanita muda, dengan putus asa ia membaca
papan tulis, mencari-cari sesuatu yang bisa diucapkannya. Tak usah pedulikan
rasa. Yang penting adalah memesan dan membayar. Untungnya, petugas kasir
adalah wanita separo baya yang
153 senang tersenyum. Marco melontarkan "Buona seni" yang ramah, dan
sebelum wanita itu sempat membalas, ia memesan satu "pan i no prosciutto t
formavgio"-roti ham dan keju-dan Coca-Cola.
Coca-Cola yang setia. Sama pengucapannya dalam semua bahasa.
Mesin kasir berderak dan berdenting, wanita itu menyemprotkan rentetan
kata tak jelas yang tidak mpahaminya. Tapi ia tetap tersenyum dan berkata,
'S","lalu mengulurkan selembar uang pecahan dua puluh euro, yang pasti cukup
untuk membayar semua dan memberinya uang kembalian. Berhasil. Ber
sama uang kembalian, ia menerima secarik tiket. "Numero sessantasette," ujar
wanita itu. Nomor 77. Marco memegang tiket itu dan beringsut perlahan sepanjang konter, ke arah
dapur. Tidak ada orang yang memandanginya, tidak ada orang yang sepertinya
memethatikannya secara khusus. Apakah ia memang dikira orang Italia,
penduduk setempat" Ataukah ia jelas-jelas makhluk asing di tengah-tengah
penduduk setempat yang tak pedulian" Dalam waktu singkat, ia
mengembangkan kebiasaan menuai cara pria-pria lain berpakaian, dan
menurutnya penampilannya tidak kalah. Seperti yang pernah dikatakan Luigi
padanya, pria-pria^ Italia utara lebih peduli pada gaya dan penampilan
ketimbang orang-orang Amerika. Lebih banyak jas dan celana panjang rapi,
lebih banyak sweter dan dasi. Jarang terlihat denim, dan jelas tidak ada yang memakai kaus
lengan panjang atau apa puri yang menunjukkan ketidakpedulian terhadap
penampilan. Luigi, atau siapa pun yang memilih pakaian-pakaiannya, yang tentu saja
dibayar oleh para wajib ; pajak Amerika, telah melakukan tugasnya dengan j
baik. Untuk ukuran pria yang mengenakan baju I penjara selama enam tahun,
Marco dengan cepat menyesuaikan diri dengan segala sesuatu yang ber-I gaya
Italia. Marco mengamati piring-piring makanan yang I bermunculan di konter dekat
tempat pemanggangan. Sekitar sepuluh menit kemudian, sandwich yang tebal
muncul. Seorang pelayan mengambilnya, mencabut nketnya, dan berteriak,
"Numero sessantasette." Marco maju tanpa bersuara dan' mengeluarkan
tiketnya, minuman ringannya muncul kemudian. Ia menemukan tempat duduk
di meja sudut yang kecil dan dengan sepenuh hati menikmati kesendiriannya
bersantap malam. Deli itu penuh dan ribut, tempat makan penduduk setempat
yang pengunjungnya saling mengenal. Mereka menyapa satu sama lain dengan
pelukan, ciuman, dan basa-basi perjumpaan [ yang panjang, serta ucapan
selamat tinggal yang t bahkan lebih lama lagi. Berdiri dalam barisan untuk
memesan makanan ternyata tidak menimbulkan masalah, meskipun orang Italia
sepertinya punya kesulitan memahami konsep dasar berdiri di bel", kang orang iain untuk
mengantre. Di kampung halaman pasti akan terlontar kata-kata tajam dari
pelanggan yang lain dan mungkin semprotan dan' petugas kasir.
Di negara yang menganggap rumah berusia tiga ratus tahun terbilang baru,
waktu seperti memiliki arti yang berbeda. Makanan tersedia untuk dinikmati,
bahkan di deli yang hanya menyediakan sedikit meja. Orang-orang yang duduk
di sekitarnya kelihatan siap menyisihkan waktu berjam-jam untuk mencerna
pizza dan sandwich mereka. Terlalu banyak yang harus dibicarakan!
Irama hidup di penjara yang mematikan fungsi otak telah memperhalus
gerigi-gerigi dsdarn dirinya. Ia menjaga kewarasannya dengan membaca
delapan buku dalam seminggu, -namun kebiasaan itu pun lebih untuk melarikan
diri, bukan mempelajari sesuatu. Dua hari menghafal, mengkonjugasi,
melafalkan, dan mendengarkan secara Intensif telah membuatnya kelelahan
secara mental. Jadi sekarang ia menyerap serbuan bahasa Italia tanpa berusaha memahami
satu patah kata pun. Ia menikmati ritme, aksen, dan tawa. Sesekali ia
The Broker Karya John Grisham di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menangkap sepatah-dua patah kata, terutama sapaan dan ucapan selamat
tinggal, dan menganggapnya semacam kemajuan. Melihat keluarga dan teman-teman membuatnya merasa kesepian,
vwlaupun ia tidak mau membiarkan diri tenggelam dalam perasaan itu.
Kesepian adalah 23 jam berada di dalam sel sempit dengan sedikit surat datang
dan novel paperback murahan sebagai teman: Ia sudah pernah mengalami
kesepian; ini boleh dibilang hari yang cerah di pantai.
Sebisa mungkin ia menyantap sandwich ham dan kejunya lambat-lambat,
tapi usahanya itu ada batasnya juga. Ia mengingatkan diri agar memesan
kentang goreng lain kali, karena kentang goreng dapat dimain-mainkan untuk
waktu yang lama sampai dingin, hingga memperpanjang waktu makan melebihi
apa yang dianggap normal di negeri asalnya. Dengan berat hati ia merelakan
mejanya. Hampir satu jam setelah memasuki kafe, ia meninggalkan udara yang
hangat dan berjalan ke air mancur yang airnya dimatikan supaya tidak
membeku. Luigi berjalan menghampirinya
beberapa menit kemudian, seolah
selama ini ia berkeliaran dalam gelap, menunggu. Dengan berani ia
mengusulkan membeli gelato, es krim, tapi Marco sudah menggigil kedinginan.
Mereka berjalan ke hotel lalu saling mengucapkan selamat malam.
Penyelia lapangan Luigi wm""!" 7 . ,. " _.Ur AS di Milan. Namanya
diplomatik di Komukt AS J ^ >*
Whitaker, dan Backman be"a g
bawah dalam daftar prioritasnya. Backman terlibat dalam kegiatan
intelijen, atau ke intelijen, padahal Whitaker sudah punya c banyak masalah
dalam hal ini tanpa harus ke bahan beban seorang broker Washington
disembunyikan di Italia. Namun dengan patuh menyiapkan laporan hariannya
dan mengirimnya Langley. Di sana, laporan-laporan itu diterima diteliti oleh
Julia Javier, orang lama yang pui akses langsung ke Mr. Maynard. Karena
berada bawah pengawasan Ms. Javier-lah Whitaker beke begitu rajin di Milan.
Bila tidak, laporan harian t sebut tidak akan secepat itu datangnya. Teddy-menginginkan taklimat lengkap. Ms. Javier dipanggil ke kantornya di lantai ni
juh, ke "Sayap Teddy", begitu istilah yang beredar di Langley. Ia memasuki
"stasiun" Teddy, begit istilah yang disukai Teddy, dan lagi-lagi mendapai pria
tua itu diparkir di ujung meja rapat j besar, duduk menjulang di kursi rodanya
yang sudah ditinggutan, terbungkus selimut dari d ke bawah,- mengenakan
setelan hitamnya yang biasa, mendiri setumpuk laporan, dengan Hoby
berkeliaran di dekatnya, siap mengambilkan secangkir teh hijau menjijikkan
yang diyakini Teddy mampu membuatnya bertahan hidup. - Sebenarnya ia
nyaris sudah tidak hidup lagi, tapi Julta Jav"r sudah bertahun-tahun berpikir
begitu Karena Julia Javier tidak minum kopi dan tidak sudi menyentuh teh hijau
itu, ia tidak ditawari apa-apa. Ia menempatkan diri di kursinya yang biasa, di
sebelah kanan Teddy, semacam kursi saksi, dan diharapkan semua tamu
mengambil tempat duduk tersebut-telinga kanan Teddy jauh lebih tajam
daripada telinga kirinya-dan Teddy berhasil melontarkan sapaan lelah, "Halo,
Julia." Hoby, seperti biasa, duduk di seberang Julia dan siap menulis notulen.
Suara apa pun di dalam "stasiun" ini ditangkap salah satu alat perekam paling
canggih yang pernah diciptakan dunia teknologi modern, tapi tetap saja Hoby
pura-pura mencatat. "Ceritakan tentang Backman," perintah Teddy. Laporan verbal semacam ini
diharapkan padat, langsung ke intinya, tanpa sepatah kata pun yang tak perlu.
Julia melirik catatannya, berdeham, dan mulai berbicara untuk perekam
yang tersembunyi itu. "Ia ada di suatu tempat di Treviso, kota kecil yang
menyenangkan di - Italia utara. Sudah tiga hari di sana dan sepertinya bisa
menyesuaikan diri dengan baik. Agen kita bisa dikontak sewaktu-waktu dan
guru bahasanya orang setempat yang melakukan pekerjaannya dengan baik.
Backman tidak punya uang maupun paspor, dan sejauh ini masih bersedia
menempel pada si agen. la tidak pernah menggunakan telepon di kamar
hotelnya dan ia tidak mencoba memanfaatkan ponseW,
selain untuk menghubungi agen kita. Ia tidak merrj.
perlihatkan keinginan untuk mondar-mandir dan
bereksplorasi. Sepertinya kebiasaan penjara sulit ^tinggalkan. Ia selalu
berada dekat-dekat hotelnya. Kalau tidak sedang belajar bersama gurunya,
atau makan, ia tinggal di dalam kamar dan mempelajari bahasa Italia."
"Bagaimana perkembangan bahasanya""
"Lumayan. Ia sudah lima puluh dua tahun, jadi tidak bisa cepat."
"Aku belajar bahasa Arab pada usia enam puluh tahun," ujar Teddy bangga,
seolah umur enam puluh sudah berlalu seabad lalu.
"Ya, aku tahu," timpal Julia. Semua orang di Langley tahu. "Ia belajar mati-matian dan sudah menunjukkan kemajuan, tapi sekarang kan baru tiga hari.
Gurunya cukup terkesan."
"Apa saja yang dibicarakannya""
"Bukan masa lalu, teman-teman, maupun musuh-musuh lama. Tidak ada
yang menarik untuk kita. Ia sudah menutup buku, paling tidak untuk sekarang
ini. Percakapan ringan menyangkut tempatnya yang baru, kebudayaan, dan
bahasanya." "Suasana hatinya""
"Ia baru keluar dari penjara empat belas tahun lebih cepat dari jadwal, dan
ia makan berlama-lama serta menikmati anggur yang enak. Ia cukup I senang. Sepertinya
tidak dilanda rindu rumah, tapi f tentu saja sebenarnya ia tidak punya rumah. Tidak
! pernah membicarakan keluarganya." "Kesehatannya""
"Sepertinya cukup baik. Batuk-batuknya sudah hilang. Kelihatan cukup tidur.
Tidak ada keluhan." "Ia banyak minum""
"Ia berhati-hati. Senang minum anggur pada waktu makan siang dan makan
malam, dan minum bir : di bar, tapi tidak berlebihan."
'Kita coba tingkatkan konsumsi minuman kerasnya, oke" Kita lihat apakah
dengan begitu ia bicara lebih banyak." "Rencana kita memang begitu." "Apakah
ia cukup aman"" "Semuanya disadap-telepon, kamar, kursus bahasa, makan
siang, makan malam. Bahkan sepatunya ditanami mikrofon. Keduanya. Di
keiiman mantel luarnya tersemat Peak 30. Kita bisa melacak keberadaannya
nyaris di mana saja." "Jadi kau tidak mungkin kehilangan dia"" "Ia pengacara,
bukan mata-mata. Sampai sejauh ini, ia sepertinya sangat puas menikmati
kebebasannya dan melakukan apa pun yang diperintahkan padanya." "Tapi ia
bukan orang bodoh. Ingat itu, Julia.
1"n t ATT Backman tahu ada orang-orang jahat yang akan gembira kalau bisa
menemukannya." "Memang benar, rapi sekarang ini ia seperti balita yang menggondeii
ibunya." "Jadi ia merasa aman""
"Mengingat situasinya, ya."
"Kalau begitu, mari kita takut-takuti dia."
"Sekarang""
"Ya" Teddy mengucak-ngucak matanya dan menyesap tehnya. "Bagaimana
dengan anaknya""
"Pengintaian tingkat tiga, tidak banyak yang terjadi di Culpeper, Virginia.
Bila Backman mencoba mengontak seseorang, ia pasti akan mengontak Neal
Backman. Namun kita akan memergokinya di Italia, sebelum kita
mengetahuinya di Culpeper."
"Putranya satu-satunya orang yang ia percaya," kata Teddy, mengutarakan
apa yang telah dikatakan Julia berulang kali.
"Benar sekak'."
Setelah jeda yang panjang, Teddy bertanya, "Ada yang lain, Julia""
"Ia menulis surat untuk ibunya di Oakland."
Teddy tersenyum singkat. "Manis sekali. Kita memiliki salinannya""
"Ya, agen kita memotretnya kemarin, kita baru saja rnencrimarrya.
Backman menyembunyikan surat I itu di antara halaman-halaman majalah
pariwisata I lokal di kamar hotelnya." I
I "Sepanjang apa surat itu""
'I "Dua paragraf panjang. Sepertinya belum se-B lesai."
"Bacakan untukku," pinta Teddy sementara ia I menyandarkan kepala ke
kursi rodanya dan me-I mejamkan mata.
Julia sibuk dengan kertas-kertasnya dan men-I dorong kacamatanya ke
puncak hidung. "Tidak tercantum tanggal, ditulis dengan tangan, yang i
memerlukan upaya keras karena tulisan tangan Backman buruk sekali. 'Ibu
sayang; aku tidak yakin f kapan atau apakah kau akan pernah menerima i surat
ini. Aku tidak yakin apakah aku akan mengirimnya, yang tentu akan berdampak
apakah kau akan menerimanya atau tidak. Pokoknya, aku sudah keluar dari
penjara dan keadaanku lebih baik sekarang. Di suratku yang terakhir kukatakan
bahwa keadaanku cukup lumayan di dataran Oklahoma. Waktu itu aku belum
tahu bahwa aku akan diberi pengampunan hukuman oleh Presiden. Kejadiannya
begitu cepat sehingga aku pun masih sulit memercayainya.' Paragraf kedua.
'Aku tinggal di belahan lain dunia, aku tidak bisa memberitahumu di mana
tepatnya, karena beberapa orang bisa gusar jika itu kulakukan'. Aku tidak
memiliki hak suara dalam hal ini. Bukan kehidupan yang sempurna, tapi jelas
lebih baik daripada hidupku seminggu yang lalu. Aku sekarat
di dalam penjara, kendati apa pun yang kutulis , surat. Aku hanya tidak
ingin membuatmu kh* Di sini aku bebas, dan itu yang paling periU|. di dunia.
Aku bisa berjalan-jalan, makan di ^ datang dan pergi sesukaku, nyaris bisa
melaku-apa pun yang Icuinginkan. Kebebasan, Ibu, adalah sesuatu yang
kudambakan selama bertahun-tahun dan kupikir takkan pernah kuperoleh lagi.'"
Julia meletakkan kertas dan berkata, "Hanya sejauh itu yang ditulisnya."
Teddy membuka mata dan berujar, "Apakah menurutmu ia cukup tolol untuk
mengirim surat itu pada ibunya""
"Tidak. Namun untuk beberapa waktu yang cukup lama ia menulis surat
pada ibunya setiap dua minggu. Sudah jadi kebiasaan, dan mungkin
memberinya ketenangan. Ia harus bicara pada seseorang."
wta masih mengawasi surat-surat wanita itu"" jfe, dan sedikit kirima
n yang diterimanya." "Baiklah. Buat Backman ketakutan setengah lapor kembali
padaku." ^ Sir." Julia membereskan berkas-berkasnya
TrJT^i lcUk """""L bacanya. Hoby pergi ke dapm l^-ji , . 7
Pesawat Z^f-^J^ ^ di Oakland J^l ^ Backman di rumah jompo menghasilkan
apa ^ dan sejauh ini tidak pa' Pada hari pembebasan W
ican> dua teman lamanya menelepon de-^ium banyak pertanyaan dan
ucapan selamat yang ar raP1 ^rs' Bac^anan begitu kebingungan sehingga harus
diberi obat penenang dan dibiarkan tidur selama beberapa jam. Cucu-cucunya-
dari tiga anak Joel dengan berbagai istri-tidak pernah meneleponnya selama
enam bulan belakangan. Lydia Backman telah melewati dua serangan stroke dan sekarang duduk di
kursi roda. Ketika putranya sedang jaya, ia hidup dalam kemewahan, di
kondominium yang luas bersama perawat yang bekerja penuh waktu. Vonis
yang dijatuhkan pada Joel memaksanya meninggalkan hidup yang nyaman dan
tinggal di rumah perawatan jompo bersama ratusan orang lainnya.
Tak mungkin Backman akan mencoba menghubungi ibunya.
165 10 Setelah beberapa hari memimpikan uangnya, I Critz mulai
membelanjakannya, paling tidak dalam J angan-angan. Dengan semua uang
tunai itu, ia tidak perlu terpaksa bekerja untuk kontraktot pertahanan yang
licik itu, ia juga tidak usah harus membujuk paksa para peserta ceramahnya.
(Ia sendiri tidak yakin akan ada peserta yang berminat, kendati segala yang
telah dijanjikan agennya.)
Critz sudah berpikir tentang pensiun! Jauh dari Washington dan semua
musuh yang didapatnya di sana, di suatu tempat di pantai dengan per*^ layar
rak jauh darinya. Atau mungkin ia ^ pmdah ke Swiss dan berada dekat dengan
har* yang terkubur di bank barunya, bebas pajak bertumbuh terus setiap hari.
la menelepon dan ~__ , P ""V*** flat di London W
untuk beberapa hari lagi. Ia mendorong Mrs. Critz berbelanja lebih agresif.
Istrinya pun sudah muak dengan Washington dan layak menikmati hidup yang
lebih nyaman. Sebagian karena antusiasmenya yang serakah, dan sebagian karena sifatnya
yang memang kurang perhitungan, juga karena kurangnya kecanggihan
inteligensianya, Critz melakukan kesalahan fatal sejak dari mula. Untuk ukuran
pemain lama Washington, kesalahan-kesalahan yang dilakukannya sungguh tak
termaafkan. Pertama-tama, ia menggunakan telepon di i flat sewaannya, mempermudah
orang melacak lokasinya dengan tepat. Ia menelepon Jeb Priddy, penghubung
CIA yang ditempatkan di White House selama empat tahun terakhir. Priddy
masih menempati posnya, tapi diharapkan akan segera dipanggil kembali ke
Langley. Presiden yang baru sudah mulai nyaman menempati posisinya, situasi
jadi kacau-balau, dan sebagainya, begitu menurut Priddy, yang sepertinya agak
jengkel mendapat panggilan telepon itu. Ia dan Critz tidak pernah t akrab, dan
Priddy langsung tahu orang itu sedang memancing-mancing sesuatu. Critz
akhirnya mengaku ia sedang mencari seorang teman lama, analis senior CIA
yang dulu sering bermain golf bersamanya. Namanya Daly, Addison Daly, dan ia
meninggalkan Washington untuk penugasan singkat
di Asia. Mungkin Priddy tahu di mana ia berad sekarang"
Addison Daly tersembunyi di LangJey dan Priddy mengenainya dengan baik.
"Aku pernah dengar namanya," jawab Priddy. "Mungkin aku bisa
menemukannya. Di mana aku harus menghubungimu"*
Critz memberinya nomor telepon flat. Priddy menghubungi Addison Daly dan
menyampaikan kecurigaannya, Daly mengaktifkan alat perekam dan menelepon
London melalui saluran aman. Critz menjawabnya dan langsung menyatakan ia
gembira sekali mendengar kabar dari kawan lama Ia berceloteh panjang-lebar
tentang betapa menyenangkannya hidup seusai pengabdian di White House,
setelah bertahun-tahun memainkan permainan politik, betapa nyamannya
menjadi warga negara biasa. Ia ingin sekali memperbarui pertemanan lama dan
mulai serius dengan permainan golfnya.
Daly ikut bermain saja. Ia menyatakan bahwa ia pun sedang
mempertimbangkan hendak pensiun- hampir tiga puluh tahun mengabdi-dan
ia sendiri ingin menjalani hidup yang lebih nyaman.
Bagaimana keadaan Teddy sekarang" Critz bertanya. Dan bagaimana
presiden yang baru" Ba- ' gaimaaa atmosfer
di Washington dengan adanya
pemerintahan baru" |
Tidak banyak yang berubah, komentar Daly, ha-[ nya segerombolan orang
tolol baru. Omong-omong, bagaimana kabar mantan presiden Morgan"
Critz tidak tahu,' sudah lama tidak bertukar kabar dengannya, bahkan
mungkin sudah berminggu-II minggu lamanya. Sementara percakapan mulai [ dingin, Critz bertanya
sambil tertawa canggung, " "Kurasa tidak ada yang melihat Joel Backman, ya""
Daly juga ikut tertawa-semua ini cuma lelucon besar. "Tidak," jawabnya,
"kurasa orang itu disembunyikan rapat-rapat."
"Memang sebaiknya begitu."
Critz berjanji akan menelepon lagi begitu ia kembali ke D.C. Mereka harus
bermain 18 hole di klub yang bagus, lalu minum-minum, sepati di masa lalui
Masa lalu apa" tanya Daly dalam hati setelah ia menutup telepon.
Satu jam kemudian, rekaman percakapan telepon tersebut diputar di
hadapan Teddy Maynard. Karena dua telepon pertama kelihatan menjanjikan, Critz melanjutkan
usahanya. Ia yang selalu bertugas menelepon ke sana kemari seperti maniak. Ia
penganut teori senapan tabur-hujani udara dengan panggilan telepon, maka
sesuatu akan terjadi. Rencana kasar mulai terbentuk. Seorang reman lama yang
lain dulu menjadi staf senior Ketua Komite
Intelijen Senat, dan sekalipun sekarang ia menjadi peJobi dengan koneksi
luas, ia pun, kabarnya, menjaga hubungan dekat dengan CIA.
Mereka membicarakan politik dan golf, dan akhirnya, yang membuat Critz
gembira, kawannya ini bertanya apa sebenarnya yang dipikirkan Presiden
Morgan ketika ia memberikan pengampunan hukuman kepada Duke Mongo,
penipu pajak terbesar dalam sejarah Amerika" Critz mengatakan ia
sesungguhnya menentang keputusan tersebut, rapi berhasil menggiring
percakapan ke arah topik pengampunan hukuman kin yang juga kontroversiaL
"Dengar gosip tentang Backman"" ia bertanya
"Kau kan ada di sana waktu itu," ujar temannya.
"Ya, tapi di mana Maynard menyembunyikannya" Itulah pertanyaan
besarnya." "Jadi itu pekerjaan CIA"" tanya temannya.
The Broker Karya John Grisham di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tentu saja," sahut Critz dengan penuh wibawa. Siapa lagi yang bisa
menyelundupkan Backman ke luar negeri pada tengah malam buta"
"Menarik juga," kata temannya, yang kemudian menjadi sangat pendiam.
Critz mendesak mereka harus makan riang bersama minggu berikutnya, dan di
situlah percakapan mereka berakhir.
Sementara Critz sibuk menelepon, sekali lagi ia mengagumi daftar
koneksinya yang tak terbatas. Kekuasaan ternyata ada imbalannya juga.
Joel, atau Marco, mengucapkan selamat berpisah pada Ermanno tepat pukul
setengah enam petang, menyudahi sesi tiga jam yang berjalan tanpa henti.
Keduanya sudah kecapekan.
Udara yang menggigit membantu menjenuhkan pikirannya ketika ia
menyusuri jalan-jalan sempit di Treviso. Untuk kedua kalinya, ia mampir di bar
kecil di sudut jalan dan memesan bir. Ia duduk di dekat jendela dan
memandangi penduduk setempat berjalan cepat, beberapa bergegas pulang
dari tempat kerja, yang lain berbelanja sebentar untuk makan malam. Bar itu
hangat dan penuh asap, dan ingatan Marco sekali lagi kembali ke penjara. Ia
tak bisa mencegahnya-perubahan ini begini drastis, kebebasan ini begitu
mendadak. Masih ada rasa takut bahwa ia akan terbangun dan mendapati
dirinya tersekap di sel sementara seorang pembuat lelucon yang tak terlihat
tertawa histeris di suatu tempat di kejauhan.
Sehabis minum bir ia memesan espresso, dan sesudahnya ia melangkah
kembali dalam kegelapan dan menjejalkan kedua tangannya dalam-dalam ke
sakunya. Sewaktu berbelok dan melihat hotelnya, ia juga melihat Luigi mondar-mandir gelisah di trotoar, sambil merokok. Ketika Marco menyeberang jalan,
Luigi menyongsongnya. "Kita harus pergi, segera," ujarnya.
"Kenapa"" tanya Marco sambi) melirik ke sekelilingnya, mencari orang-orang
jahat. "Akan kujelaskan nanti. Sudah tersedia tas bepergian di tempat tidurmu.
Kemasi barang-barangmu secepat mungkin. Aku akan menunggu di sini."
"Bagaimana kalau aku tidak mau pergi"" tanya Marco.
Luigi mencengkeram pergelangan tangan kirinya, berpikir sejenak, lalu
menyunggingkan senyum kaku. "Kalau begitu kau tidak akan bertahan hidup
sampai dua puluh empat jam," katanya sesangar mungkin.
"Percayalah padaku."
Marco berlari menaiki tangga dan sepanjang koridor, dan sudah hampir riba
di kamarnya ketika ia menyadari rasa nyeri tajam di perutnya itu bukan karena
ia kehabisan napas, tapi karena rasa takut.
Apa yang telah terjadi" Apa yang telah didengar atau dilihat Luigi, atau apa
yang telah diberitahukan kepadanya" Siapa sebenarnya Luigi dan dari siapa ia
mendapat perintah" Sembari Marco menyambar pakaian-pakaiannya dari lemari
kecil dan melemparkannya ke ranjang, ia mengajukan semua pertanyaan itu,
dan banyak lagi. Sewaktu semua barang sudah dikemasi, ia duduk sejenak dan
berusaha menata pikirannya. Ditariknya napas dalam-dalam, dikeluarkannya
perlahan-lahan, lalu ia meyakinkan diri sendiri bahwa -.
".l. ill. wa aPa pun yang
terjadi hanyalah bagian permainan
Apakah ia akan selamanya melarikan diri" Selalu berkemas dalam
ketergesaan, kabur dari satu ruangan untuk mencari ruangan lain" Memang
masih jauh lebih baik daripada penjara, tapi pasti akan ada akibatnya juga.
Dan bagaimana mungkin ada orang yang bisa secepat ini menemukannya" Ia
baru empat hari berada di Treviso.
Sewaktu akhirnya ia mulai bisa menenangkan diri, ia berjalan dengan
langkah biasa di koridor, menuruni tangga, melalui lobi tempat ia mengangguk
pada pegawai yang melongo tapi tidak berkata apa-apa, dan keluar melalui
pintu. Luigi menyambar tasnya dan melemparkannya ke bagasi mobil Fiat kecil.
Mereka sudah berada di luar kota Treviso sebelum sepatah kata pun terucap.
"Oke, Luigi, ada apa"" tanya Marco.
Ganti pemandangan." "Ngerti. Kenapa""
Ada alasan-alasan yang sangat bagus." "Oh, well, jadi jelas semua kalau
Darah Dan Cinta Di Kota Medang 7 Wiro Sableng 066 Singa Gurun Bromo Perawan Lembah Wilis 25
pemandangan yang berkelebat lewat. Tanah di sana sepertinya sangat subur,
walaupun saat itu akhir bulan Januari dan tak seorang pun berada di ladang-ladang tersebut. Sesekali tampak vila-vila kuno di punggung bukit berundak-undak.
Ia pernah menyewa vila semacam itu. Sekitar dua belas tahun sebelumnya,
istri nomor dua mengancam akan pergi bila Backman tidak mengajaknya ke
suatu tempat untuk berlibur panjang. Saat itu Joel bekerja delapan puluh jam
per minggu, dengan waktu luang yang diisinya dengan bekerja lagi. Ia lebih
suka tinggal di kantor, dan menilik keadaan di rumah, hidupnya akan lebih
tenang di sana. Namun perceraian makan biaya terlalu besar, maka Joel
mengumumkan pada semua orang bahwa ia dan istri tercintanya akan
melewatkan liburan satu bulan penuh di Tuscany. Seolah semua itu adalah
gagasannya-"sebulan penuh bertualang kuliner dan menikmati anggur di
kawasan Chianti!" Mereka menemukan biara dari abad keempat belas di dekat desa abad
pertengahan bernama San Gimignano, lengkap dengan para pengurus rumah
tangga dan tukang masak, bahkan sopir. Namun pada hari keempat
petualangan, Joel menerima berita mencemaskan bahwa Komite Penilaian
Senat sedang mempectimbangkan akan menghapus satu
klausul yang akan merenggut penghasilan dua miliar dolar yang bisa
diperolehnya dari salah satu klien kontraktor bidang pertahanan. Joel terbang
pulang menggunakan pesawat carteran dan bekerja keras mencambuki Senat
agar kembali ke jalan yang benar. Istri nomor dua tetap tinggal di Tuscany,
tempat ia-Joel belakangan mengetahui-tidur dengan si sopir yang masih belia.
Selama seminggu berikutnya Joel menelepon setiap hari dan berjanji akan
kembali ke vila untuk menuntaskan liburan mereka, namun sesudah minggu
kedua, istrinya tidak mau lagi menerima telepon Joel.
I Undang-Undang Penilaian diluruskan dengan
fcaik Sebulan kemudian istrinya menuntut perceraian, pertempuran yang ramai
dan pada akhirnya harus dibayar seharga tiga juta dolar.
Padahal istri nomor dua inilah yang paling disukainya dari ketiga istrinya.
Mereka semua sudah pergi sekarang, selamanya tercerai-berai. Istri yang
pertama, ibu dari dua anaknya, telah menikah dua kali sejak bercerai dari Joel,
dan suaminya yang sekarang menjadi kaya dengan menjual pupuk cair kepada
negara-negara dunia ketiga. Istri pertama sempat menulis surat padanya ketika
Joel di penjara, catatan singkat dan kejam yang menyatakan pujiannya pada
sistem peradilan karena akhirnya berhasil membekuk salah satu bajingan yang paling berkuasa.
Joel tidak menyalahkannya. Istrinya itu mengemasi barang-barangnya
setelah menangkap basah Joel bersama si pirang seksi yang menjadi istri nomor
dua. Istri nomor tiga langsung terjun dari kapal begitu vonisnya diputuskan.
Hidup yang sungguh berantakan. Lima puluh dua tahun, dan apa yang bisa
dipamerkan dari kariernya mencurangi klien, mengejar-ngejar sekretaris di
kantor, menekan politisi-politisi kecil yang licik, bekerja tujuh hari seminggu,
mengabaikan tiga anak yang entah bagaimana berhasil hidup stabil,
membentuk citra publik, membangun ego tak terbendung, serta mengejar uang
uang uang" Apakah upah dari pengejaran impian besar Amerika yang dilakukan
dengan sembrono ini"
Enam tahun mendekam dalam penjara. Dan sekarang nama palsu karena
namanya yang dulu tetlalu berbahaya. Dan uang se
kitar seratus dolar dalam
sakunya. Marco" Bagaimana ia bisa menatap wajahnya di cermin setiap hari dan
berkata, "Buon giorno, Marco""
Tapi jelas jauh lebih baik daripada "Selamat pagi, Tuan Pesakitan". Stennett
lebih banyak bergumul dengan kertas-kertas korannya daripada membacanya. Di bawal pengawasannya, kertas-kertas koran itu terlipat, tertarik, dan kusut, dan dari waktu ke waktu si
pengemudi melirik frustrasi.
Sebuah papan penunjuk jalan menyatakan Venesia enam puluh kilometer
jauhnya ke sebelah selatan, dan Joel memutuskan untuk memecahkan suasana
monoton itu. "Aku ingin tinggal di Venesia, kalau White House
memperbolehkan." Si pengemudi mengernyit dan koran Stennett jatuh lima belas sentimeter
dari tangannya. Atmosfer j dalam mobil itu sesaat menjadi tegang sampai
Stennett berhasil menggeram dan mengangkat bahu "Sori," jawabnya.
"Aku benar-benar harus buang air," ujar Joel. I "Bisakah kau mendapatkan
izin untuk istirahat dan pipis sebentar""
Mereka berhenti di sebelah utara kota Conegliano, di servizio (WC umum)
modern di tepi jalan, Stennett membeli beberapa cangkir espresso. Joef
membawa kopinya ke jendela depan toko dan mengamati lalu lintas sementara
ia mendengarkan pasangan yang sedang saling membentak dalam bahasa Italia
Tak sekali pun ia berhasil menangkap! salah satu dari dua ratus kata yang
berusaha di-1 hafalkannya. Sepertinya itu tugas yang mustahil. I Stennett
muncul di sebelahnya dan memandangi
lalu lintas. "Kau pernah cukup lama berada di Italia"" ia bertanya.
"Satu bulan, di Tuscany."
"Benarkah" Satu bulan penuh" Pasti menyenangkan."
"Empat hari sebenarnya, tapi istriku tinggal sebulan penuh. Ia bertemu
beberapa temannya. Bagaimana denganmu" Apakah ini salah satu tempat
nongkrongmu"" "Aku sering pindah." Ekspresi wajahnya tak menunjukkan apa-apa, sama
seperti jawabannya Dihirupnya kopinya dan ia berkata, "Conegliano, terkenal
karena Prosecco-nya."
"Sampanye Italia," timpal Joel.
"Benar. Kau suka minum""
"Tak pernah minum setetes pun selama enam tahun."
"Mereka tidak menyediakannya di penjara""
"Tidak." "Dan sekarang""
"Aku akan kembali menyesuaikan diri. Dulu pernah jadi kebiasaan."
"Sebaiknya kita berangkat sekarang." "Berapa lama lagi"" "Tidak jauh."
Stennett berjalan ke arah pintu, tapi Joel menghentikannya. "Hei, aku lapar
sekali. Bolehkah aku mendapat bekal sandwich untuk perjalanan""
Stennett mengamati rak penuh berisi paniri siap saji. Tentu." "Dua boleh""
"Tidak masalah."
Jalan raya A27 mengarah ke selatan menuju Treviso, dan ketika tak terlihat
tanda-tanda mereka hanya akan melewati kota itu, Joel pun berasumsi
perjalanan ini akan segera berakhir. Pengemudi memperlambat laju mobilnya,
berbelok dua kali, dan tak lama kemudian mereka terbanting-banting di atas
jalanan sempit kota itu. "Berapa populasi Treviso"" tanya Joel.
"Delapan puluh lima ribu," sahut Stennett.
"Apa yang kauketahui tentang kota ini""
"Treviso kota kecil yang kaya, yang tidak banyak berubah selama lima ratus
tahun. Dulunya bersekutu erat dengan Venesia, ketika kota-kota ini berseteru
satu sama lain. Kita mengebom kota ini pada Perang Dunia Kedua. Tempat yang
menyenangkan, tidak terlalu banyak turis."
Tempat yang baik untuk bersembunyi, pikir Joel, "Aku turun di sini""
"Bisa jadi" Sesosok menara jam yang tinggi memanggil semua pengguna jalan menuju
pusat kota yang mengelilingi Piazza del Signori. Skuter dan moped melejit di
antara mobil-mobil, pengendaranya seperti tak kenal rasa takut. Joel
menyerap peman-dangan toko-toko tua yang kecil-tabaccheria yang memajang rak surat
kabar yang menghalangi pintu toko, farmacia dengan lampu neon hijau
membentuk tanda salib, kafe-kafe kecil pinggir jalan dengan meja-meja berisi
orang-orang yang sepertinya sangat menikmati duduk, membaca, bergosip,
atau menyesap espresso selama berjam-jam. Saat itu sudah hampir pukul
sebelas siang. Apa pekerjaan orang-orang ini sehingga mereka bisa mengambil
rehat minum kopi satu jam sebelum waktu makan siang" -Ia tertantang untuk mencari tahu jawabnya, Joel memutuskan.
Pengemudi yang tak diketahui namanya itu mengarahkan mobil ke tempat
parkir sementar a. Stennett memencet tombol-tombol angka di ponsel-nya,
menunggu, lalu berbicara cepat dalam bahasa Italia. Sesudahnya, ia menuding
ke arah depan dan berkata, "Kaulihat kafe yang ada di sana, di bawah naungan
garis-garis merah-purih itu" Caffe Donati""
Joel menjulurkan kepala dari bangku belakang dan menjawab, "Yeah, aku
lihat." "Jalanlah ke pintu depan, melewati bar di sebelah kananmu, menuju bagian
belakang yang memuat delapan meja. Duduklah di sana, pesan kopi, lalu
tunggu." "Tunggu apa""
"Seorang pria akan mendekatimu setelah kurang, lebih sepuluh menit. Kau
harus menuruti kata-katanya."
"Dan kalau tidak""
"Jangan main-main, Mr. Backman. Kami akan mengamati." "Siapa pria ini""
"Sahabat barumu Ikuti kata-katanya, dan kemungkinan kau akan selamat.
Kalau kau melakukan sesuatu yang tolol, kau takkan bertahan hidup lebih dari
enam bulan." Stennett mengatakannya dengan puas hati, seolah dia memang
senang memancing ketegangan Marco yang malang.
"Jadi kalau begitu kita adios sekarang"" tanya Joel sambil mengemasi
tasnya. "Arrivederci, Marco, bukan adios. Surat-suratmu sudah lengkap"" "Sudah."
"Kalau begitu, arrivederci."
Perlahan-lahan Joel turun dari mobil dan mulai berjalan menjauh.
Dilawannya dorongan kuat untuk menoleh ke belakang dan memastikan
Stennett, pelindungnya, masih mengawasinya dan ada di belakang sana,
menjauhkannya dari sesuatu yang tak diketahui. Namun ia tidak berpaling.
Sebaliknya, ia berlagak sebiasa mungkin sembari menyusuri jalan dan
membawa tas kanvas, satu-satunya tas kanvas yang dilihatnya saat ini di pusat
kota Treviso. Tentu saja Stennett mengawasinya. Dan siapa lagi" Sahabat barunya pasti
ada di suatu tempat, setengah bersembunyi di balik surat kabar, memberikan
tanda pada Stennett dan gelombang statis lainnya. Joel berhenti sebentar di
depan tabaccheria dan mengamati dengan cepat kepala-kepala berita di koran-koran Italia, walau ia tak tahu satu patah kata pun yang tertulis di sana. Ia
berhenti berjalan karena ia bisa berhenti berjalan, karena ia manusia bebas
yang memiliki kekuasaan dan hak untuk berhenti berjalan kapan pun ia mau,
dan mulai bergerak lagi kapan pun ia menghendakinya.
Joel memasuki Caffe Donati dan mendapat sapaan pelan "Buon giorno" dari
pemuda yang sedang mengelap meja bar.
"Buon giorno," Joel berhasil menjawab, kata-kata pertamanya pada orang
Italia. Untuk mencegah pembicaraan lebih lanjut, ia terus berjalan, melewati
bar, melewati tangga melingkar dengan tanda yang menunjukkan ada kafe di
atas, melewati etalase besar yang memamerkan berbagai macam kue pastri
yang cantik. Ruang belakang gelap dan pengap, sumpek oleh kabut asap rokok
yang mencekik udara. Ia duduk di salah satu dari dua meja kosong dan
mengabaikan tatapan para pengunjung yang lain. Ia takut bila pelayan datang,
takut bila harus memesan, takut penyamarannya terbongkar begitu cepat saat
pelariannya baru dimulai. Jadi ia hanya
duduk sambil menunduk dan membaca surat-surat identitasnya yang baru.
"Buon giorno," ujar seorang wanka di sebelah bahu kirinya.
"Buon giorno," Joel berhasil menjawab. Dan sebelum wanita itu sempat
mencerocos tentang daftar menu, ia berkata, "Espresso." Wanira itu tersenyum,
lalu mengatakan sesuatu yang tak dapat ia pahami, dan dijawabnya dengan,
"No." Siasatnya berhasil, wanita itu pergi, dan bagi Joel itu merupakan
kemenangan besar. Tak ada yang menatapnya seolah ia orang asing yang tidak
tahu apa-apa. Ketika wanita itu membawakan espresso-nya, Joel
mengucapkan, "Grazie," dengan perlahan, dan wanita itu bahkan tersenyum
padanya. Joel menghirupnya lambat-lambat, tidak tahu sampai berapa lama ia
harus bertahan dengan kopi ini, tidak ingin kopinya segera habis dan ia
terpaksa memesan sesuatu yang lain.
Percakapan dalam bahasa Italia berdengung di sekelilingnya, obrolan tak
henti antarteman yang bergosip dengan kecepatan luar biasa. Apakah bahasa
Inggris terdengar secepat ini" Mungkin juga. Gagasan untuk mempelajari suatu
bahasa dengan cukup baik sehingga ia bisa memahami percakapan di sekitarnya
terasa sangat mustahil baginya. Dipandanginya daftar menyedihkan berisi dua
ratus kata itu, lalu selama beberapa menit ia berusaha menangkap salah satu
kata tersebut. Pelayan kafe lewat dan menanyakan sesuatu. Joel menyahutnya dengan
jawaban standar, "No," dan sekali lagi itu berhasil.
Jadi Joel Backman menikmati espresso di bar kecil di Via Verde, di Piazza
dei Signori, di tengah kota Treviso, di wilayah Veneto, di timur laut Italia,
sementara di Lembaga Pemasyarakatan Rudley teman-teman lamanya masih
dikurung di sayap isolasi, dengan makanan buruk dan kopi yang encer, dengan
penjaga-penjaga sadis, peraturan-peraturan bodoh, serta beberapa tahun yang
harus dilalui bahkan sebelum mereka mampu memimpikan kehidupan di luar
penjara. Berlawanan dengan rencana semula, Joel Backman tidak akan mati di balik
jeruji besi di Rudley. Pikiran, tubuh, dan jiwanya tidak akan layu dan
mengering. Ia relah merebut empat belas tahun hidupnya dari para
penyiksahya, dan sekarang ia duduk tanpa borgol di kafe yang menarik, satu
jam jauhnya dari Venesia.
Mengapa ia malah memikirkan penjara" Karena orang tak bisa melenggang
pergi begitu saja tanpa mengalami guncangan, setelah enam tahun lamanya
melewatkan sesuatu. Kau membawa sebagian masa lalu bersamamu, tak peduli
sepahit apa kenangan itu. Kengerian penjara menjadikan kebebasannya
ini terasa sangat manis. Semua butuh waktu d ia berjanji pada diri sendiri
untuk memu^ perhatiannya pada masa sekarang. Jangan berp-" tentang masa
depan. ' Dengarkan suara-suara itu, obrolan cepat ant teman, suara tawa, lelaki di
sebelah sana yang be bisik lewat ponselnya, pelayan wanita yang
bersem ke arah dapur. Nikmati baunya-i rokok, kopi yang kaya citarasa,
kue pastri yan baru dipanggang, kehangatan ruangan kecil tempat
---...i^aj penduduk setempat telah berkumpul selama berabad-abad.
Dan untuk kesekian ratus kalinya ia bertanya pada diri sendiri, Mengapa ia
ada di sini" Mengapa ia dilarikan dengan cepat dari penjara, lalu ke luar negeri"
k bisa memahami pengampunan hukuman, tapi mengapa harus disertai kabur
ke luar negeri dengan rancangan yang begitu rumit" Mengapa mereka tidak
memberikan surat-surat pembebasan padanya, membiarkannya mengucapkan
selamat tinggal pada Rudley yang tersayang, dan membiar kannya menjalani
hidup, seperti semua penjahai yang baru diampuni"
Ia punya firasat. Ia bisa memikirkan dugaan yang lumayan akurat. Dan
dugaannya itu membuatnya takut. Kemudian Luigi muncul entah dari mana.
6 Luigi berusia awal tiga puluhan, dengan mata berwarna gelap yang tampak
sedih, rambut gelap menutupi sebagian telinganya, serta jenggot yang belum
dicukur selama paling tidak empat hari. Tubuhnya terbungkus semacam jaket
berburu tebal yang, dikombinasikan dengan wajah yang tak bercukur,
memberinya penampilan tampan ala petani pedesaan. Ia memesan espresso
dan banyak tersenyum. Joel langsung memerhatikan tangan dan kukunya yang
bersih, geliginya yang rapi. Jaket berburu dan jenggot pendek itu hanya Bagian
dari peran yang dimainkannya. Bisa jadi Luigi ini lulusan Harvard.
Bahasa Inggris-nya yang sempurna dihiasi sedikit aksen' cukup untuk
meyakinkan orang bahwa ia *ungguh-8ungguh orang Italia. Katanya ia berasal
Milan. Ayahnya diplomat Italia yang membawa
istrinya yang berasaJ dari Amerika beserta dua anaknya keliling dunia dalam
rangka pengabdiannya pada negara. Joel berasumsi Luigi tahu banyak tentang
dirinya, jadi ia terus menggali untuk mengetahui lebih banyak tentang
pengawasnya. Ia tidak mendapatkan banyak informasi. Menikah-tidak. Sarjana muda-
Bologna. Kuliah di Amerika Serikat-ya, di suatu tempat di Midwest, Pekerjaan
-di pemerintahan. Yang mana-tidak j bisa bilang. Senyumnya mudah
terkembang dan ia gunakan untuk mengelak dari pertanyaan-pertanyaan yang
tidak ingin dijawabnya. Joel berhadapan dengan profesional, dan ia tahu itu.
"Kuanggap kau mengetahui satu-dua hal tentang diriku," kata Joel.
Senyum itu, deretan gigi yang sempurna. Mata yang tampak sedih itu nyaris
tertutup ketika ia tersenyum. Pria ini pasti digila-gilai wanita. "Aku sudah
The Broker Karya John Grisham di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
melihat arsipnya" "Arsip" Seluruh arsip mengenai diriku tidak akan muat masuk ke ruangan
ini." "Aku sudah melihat arsipnya." "Oke, Berapa lama Jacy Hubbard
duduk di Senat AS"" "Terlalu lama, menurutku. Dengar, Marco, kita tidak akan mengingat-ingat
masa lalu lagi. Teriak) banyak yang harus kita lakukan sekarang."
"Bolehkah aku meminta nama lain" Aku tidak terlalu suka nama Marco."
"Bukan aku yang memilihnya."
" Well, siapa yang memilih nama Marco""
"Entahlah. Yang jelas bukan aku. Kau banyak mengajukan pertanyaan yang
tak berguna." "Aku jadi pengacara selama dua puluh lima tahun. Mengajukan pertanyaan
adalah kebiasaan lama."
Luigi menenggak habis apa yang tersisa di cangkir espresso-nya. dan
meletakkan beberapa euro di meja. "Mari kita berjalan-jalan," ajaknya, lalu
berdiri. Joel mengangkat tasnya dan mengikuti pengawasnya keluar dari kafe,
ke trotoar, dan berbelok ke jalan kecil yang lalu lintasnya lebih sedikit. Mereka
baru berjalan beberapa langkah ketika Lugi berhenti di depan Albergo
Campeol. "Ini perhentianmu yang pertama," ujarnya.
"Apa ini"" tanya Joel. Itu bangunan empat lantai yang terjepit di antara dua
bangunan sejenis. Bendera warna-warni tergantung di atas kanopi.
"Hotel kecil yang menyenangkan. 'Albergo' artinya hotel. Kau juga bisa
menggunakan kata 'hotel' kalau mau, tapi di kota-kota kecil orang lebih suka
menyebutnya albergo."
"Jadi bahasa ini tidak sulit, ya"" Joel melayangkan pandangan ke kedua
ujung jalan yang padat-inilah lingkungan tempat tinggalnya yang baru.
"Lebih mudah daripada bahasa Inggris." "Kita lihat saja nanti. Berapa bahasa
asing yang kaukuasai"" "Lima atau enam."
Mereka masuk dan berjalan melalui selasar kecil. Luigi mengangguk,
menunjukkan isyarat ia mengenal petugas di meja depan. Joel berhasil
mengucapkan "Buon giorno" yang bisa diterima, namun terus berjalan,
-berusaha menghindari percakapan lebih jauh. Mereka naik tiga lantai dan
kemudian berjalan menuju ujung koridor yang sempit. Luigi memiliki kunci
kamar nomor 30, suite yang sederhana namun diatur menarik, dengan jen-'<
dela-jendela di tiga sisi dan pemandangan ke arah kanal di bawah.
"Ini kamar yang paling bagus," ujar Luigi. "Tidak mewah, tapi memadai."
"Seharusnya kau melihat kamar yang terakhir ku-tempati" Joel melemparkan
tasnya ke tempat tidur dan mulai menyibakkan tirai-tirai.
Luigi membuka pintu lemari kecil. "Lihat ini. Kau punya empat kemeja,
empat celana panjang, dua jaket, dua pasang sepatu, semua sesuai dengan
ukuranmu. Ada juga mantel wol tebal-cuaca bisa lumayan dingin di Treviso."
Joel memandangi pakaian-pakaiannya yang baru. Semua tergantung sempurna,
sudah disetrika, dan siap dipakai. Warna-warnanya teduh, berselera, dan
masing-masing kemeja dapat dipadankan dengan setiap jaket maupun celana panjang.
Akhirnya ia mengangkat bahu dan berkata, "Trims."
"Di laci sana itu kau bisa menemukan ikat pinggang, kaus kaki, pakaian
dalam, dan semua yang kaubutuhkan. Di kamar mandi ada perlengkapan mandi
lengkap." "Apa mau dikata""
"Dan di meja ada dua kacamata." Luigi mengambil salah satunya dan
mengarahkannya ke cahaya. Lensa persegi kecil yang berbingkai baja hitam
tipis, sangat bergaya Eropa. "Armani," ujar Luigi, dengan sedikit nada bangga.
"Kacamata baca""
"Ya, dan tidak. Kusarankan kau mengenakan kacamata ini setiap kali kau
keluar dari ruangan. Bagian dari penyamaranmu, Marco. Bagian dari dirimu
yang baru." "Seharusnya kau bertemu diriku yang lama."
"Tidak usah, terima kasih. Penampilan sangat penting bagi orang Italia,
terutama kami yang tinggal di daerah utara. Pakaianmu, kacamatamu,
potongan rambutmu, semua harus diatur dengan saksama, karena kalau tidak
kau akan menarik perhatian."
Joel mendadak merasa salah tingkah, tapi kemudian berpikir, persetan. Ia
telah mengenakan baju penjara untuk waktu lama, lebih lama daripada
yang ingin diingamya. Pada masa-masa jayanya, secara teratur ia
menghabiskan tiga ribu dolar untut setelan jas berkualitas tinggi.
Luigi masih menguliahinya. "Jangan pakai celana pendek, jangan pakai kaus
kaki hitam dengan sepatu sport putih, jangan pakai celana poliester, jangan
pakai kaus golf, dan tolong jangan bertambah gemuk."
"Bagaimana cara mengatakan 'Cium saja pantatku' dalam bahasa Italia""
"Suaru hari nanri kita akan sampai di sana. Keb
iasaan sangat penting di sini.
Mudah dipelajari dan cukup menyenangkan. Contdhnya, jangan sekali-kali
memesan cappuccino setelah, pukul setengah sebelas pagi. Tapi espresso bisa
dipesan sepanjang hari. Apakah kau tahu itu"" "Tidak"
"Hanya turis yang memesan cappuccino setelah makan siang atau makan
malam. Sungguh memalukan. Minum minuman yang mengandung begitu banyak
susu setelah perut penuh." Sejenak Luigi mengernyit, seolah mau muntah
sekalian. Joel mengangkat tangan kanannya dan berkata, "Sumpah aku tak akan
melakukannya." "Duduklah," saran Luigi, melambai ke arah meja kedi dengan dua kursi.
Mereka duduk dan berusaha menempatkan diri dengan nyaman. Luigi
melanjutkan, "Pertama-tama, kamar ini. Kamar ini
dipesan atas namaku, tapi stafnya mengira seorang pengusaha Kanada akan
tinggal di sini selama beberapa minggu." "Beberapa minggu""
"Ya, lalu kau akan pindah ke lokasi lain," Luigi mengatakan hal ini dengan
begitu menakutkan, seolah sepasukan pembunuh bayaran telah menjelajahi
Treviso, mencari-cari Joel Backman. "Mulai saat ini, kau akan meninggalkan
jejak. Ingatlah hal itu: segala hal yang kaulakukan, semua orang yang kautemui
-mereka adalah- bagian dari jejakmu. Kunci keberhasilan bertahan hidup
adalah meninggalkan sesedikit mungkin jejak. Jangan bicara pada banyak
orang, termasuk petugas meja depan dan pelayan kamar. Pegawai hotel
mengawasi tamu-tamu mereka, dan mereka memiliki ingatan yang panjang.
Enam bulan dari sekarang seseorang mungkin akan datang ke hotel ini dan
mulai bertanya-tanya tentang dirimu. Ia mungkin punya foto. Ia mungkin
menawarkan uang sogokan. Dan petugas itu mendadak teringat padamu, juga
fakta bahwa kau nyaris tak bisa berbahasa Italia." "Aku punya satu pertanyaan."
"Aku hanya punya sedikit jawaban." "Mengapa di sini" Mengapa aku dibawa ke
negara yang bahasanya sama sekali tak kukuasai" Mengapa bukan Inggris atau
Australia, di mana aku bisa membaur dengan lebih mudah""
"Keputusan itu diambil oleh orang lain, Marco Bukan olehku.'5 "Sudah
kuduga." "Jadi mengapa kautanyakan"" "Entahlah. Bolehkah aku mengajukan
permohonan pindah""
"Pertanyaan yang juga tak berguna." "Gurauan buruk, tapi bukan pertanyaan
buruk." "Bisakah kita lanjutkan"" "Ya"
"Selama beberapa hari pertama aku akan mengajakmu makan siang dan
makan malam. Kita akan bergerak terus, selalu pergi ke tempat yang berbeda.
Treviso kota yang menyenangkan dengan banyak kafe, dan kita akan mencoba
semuanya Kau harus mulai berpikir kalau aku sudah tak ada di sini. Hati-hatilah
dengan orang-orang yang kau-jumpai."
"Aku punya pertanyaan lagi." "Ya, Marco."
"Mengenai uang. Aku sungguh-sungguh tak menyukai keadaan tak punya
uang. Apakah kalian berencana memberiku uang saku atau apa" Aku bersedia
mencuci mobilmu dan melakukan tugas-tugas lain."
"Apa itu uang saku""
"Uang tunai, oke" Uang yang tersedia di kantongku."
"Jangan khawatir, tentang uang. Sementara ini, aku yang akan membayar
tagihan-tagihan. Kau tidak akan kelaparan."
"Baiklah." Luigi merogoh dalam-dalam saku jaket berburu itu dan mengeluarkan
ponsel. "Ini untukmu."
"Dan siapa, tepatnya, yang akan kutelepon""
"Aku, kalau kau membutuhkan sesuatu. Nomorku ada di bagian belakang."
Joel menerima ponsel itu dan meletakkannya di meja. "Aku lapar. Aku
membayangkan menikmati makan siang yang panjang dengan pasta dan anggur
serta hidangan pencuci mulut, dan tentu saja espresso-jelas bukan cappuccino
pada jam-jam sekarang ini. Sudah empat hari aku berada di Italia, dan belum
makan apa pun kecuali keripik jagung dan sandwich. Bagaimana""
Luigi melirik jam tangannya. "Aku tahu tempat yang ideal, tapi sebelumnya
urusan bisnis dulu. Kau tidak bisa bahasa Italia, bukan""
Joel memutar matanya dan mengembuskan napas keras-keras karena
frustrasi. Lalu ia berusaha tersenyum dan berkata, "Tidak, aku belum
memperoleh kesempatan untuk mempelajari bahasa Italia, atau Prancis, atau
Jerman, atau apa pun. Aku orang Amerika, oke, Luigi" Negaraku lebih luas
daripada seluruh Eropa digabung jadi satu. Kau hanya perlu bicara bahasa
Inggris di sana." "Kau orang Kanada, ingat"" "Oke, terserah, pokoknya kami sama-sama tet
isolasi. Hanya ada kami orang-orang Kanada dai orang-orang Amerika." "Tugasku
adalah menjagamu retap hidup." "Terima kasih."
"Dan untuk membantu pencapaian tujuan itu, kau perlu belajar bahasa Italia
secepat mungkin." "Aku mengerti."
"Kau akan mendapat guru, mahasiswa muda bernama Ermanno. Kau akan
belajar dengannya pada pagi dan siang hari. Pekerjaan itu akan sulit." "Untuk
berapa lama"" "Selama yang diperlukan. Tergantung padamu. Kalau kau mau bekerja
keras, dalam tiga atau empat bulan kau akan mampu mandiri."
"Buruh berapa lama kau mempelajari bahasa Inggris""
"Ibuku orang Amerika. Kami bicara bahasa Inggris di rumah, bahasa Italia di
tempat-tempat lain."
"Curang. Kau bisa bahasa apa lagi""
"Spanyol, Prancis, beberapa lagi yang lain. Ermanno guru yang baik. Ruang
kelasnya tak jauh dari sini"
"Bukan di sini, di hotel""
Tidak, tidak, Marco. Kau harus ingat jejak yang
dapat kautinggalkan. Apa yang akan dipikirkan bellboy dan pelayan kamar
jika ada seorang pemuda yang menghabiskan empat jam sehari di dalam kamar
ini bersamamu"" "Astaganaga."
"Pelayan kamar akan menguping di pintu kamar dan mendengar kalian
sedang belajar bahasa. Dia akan berbisik-bisik pada atasannya. Dalam satu-dua
hari seluruh staf akan mengetahui bahwa pengusaha Kanada ini sedang belajar
dengan intensif. Bayangkan, empat jam sehari!"
"Mengerti. Sekarang tentang makan siang."
Ketika meninggalkan hotel, Joel tersenyum pada petugas meja depan,
petugas kebersihan, dan beli captain tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Mereka berjalan sejauh satu blok ke pusat kota Treviso, Piazza dei Signori,
alun-alun utama yang dikelilingi deretan toko dan kafe. Saat itu tengah hari
dan lalu lintas orang yang berjalan kaki cukup padat ketika penduduk setempat
hendak makan siang. Udata bertambah dingin, walaupun Joel cukup nyaman
tetbungkus mantel luarnya yang terbuat dari wol. Ia berusaha semampunya
agar kelihatan seperti orang Italia.
"Di dalam atau di luar"" tanya Luigi.
"Di dalam," sahut Joel, dan mereka pun masuk ke Caffe Beltrame,
menghadap ke piazza. Oven batu bata yang ada di bagian depan kafe
menghangatkan tempat itu, dan aroma masaku sehari-hari menebar dari
bagian belakang. Luig dan kepala pelayan berbicara bersamaan, lalu mereka
rertawa, dan sebuah meja di dekat jendel; disediakan untuk mereka.
"Kita beruntung," ujar Luigi sementara mereka menanggalkan mantel dan
duduk. "Hidangan spesial hari ini adalah faraona con polenta" "Dan makanan
apakah itu"" "Sejenis burung puyuh dengan polenta." "Apa lagi""
Luigi mempelajari salah satu papan tulis yang tergantung di balok kayu
kasar yang melintang di atas. "Panzerotti di junghi al burro-pastri jamur yang
ditumis dengan mentega. Conchkk cm cavalfiori-pasta kerang dengan
kembang kol. j Spiedino di carne misto alia grigiia-kebab bermacam-macam
daging yang dipanggang." "Aku mau semuanya." "Anggur mereka lumayan enak."
"Aku suka anggur merah." Dalam beberapa menit kafe tersebut dipenuhi
penduduk setempat, semua orang tampak mengenal satu sama lain. Seorang
lelaki pendek yang periang dengan celemek putih kotor melesat menghampiri
meja, melambat sejenak untuk berkontak mata dengan Joel, lalu hanya
mendengar tanpa menulis apa-apa sementara Luigi menccrocos tentang ma-kanan apa saja yang mereka inginkan. Seguci anggur merah setempat
datang bersama semangkuk minyak zaitun hangat dan sepiring roti focaccia
yang sudah diiris-iris, dan Joel pun mulai makan. Luigi sibuk menerangkan
kompleksitas makan siang dan sarapan, kebiasaan dan tradisi serta kesalahan-kesalahan umum yang dilakukan para turis yang berusaha meniru orang Italia
sejati. Bersama Luigi, segalanya bisa menjadi pengalaman belajar.
Walaupun Joel hanya menyesap sedikit-sedikit dan menikmati perlahan-lahan gelas anggurnya yang pertama, alkohol langsung menyerbu otaknya. Rasa
hangat dan kebas menguasai tubuhnya. Ia bebas, bertahun-tahun lebih cepat
daripada jadwal semula, duduk di kafe kecil yang menarik di sebuah kota di
Italia yang tak pernah ia dengar namanya, minum anggur setempat yang
nikmat, dan menghirup aroma masakan yang sedap. Ia tersenyum pada Luigi
seraya pen jelasan itu terus dilanjutkan, namun pada suatu titik Joel pun
melayang ke dunia lain. Ermanno mengaku berusia 23 tahun, tapi tampangnya tak lebih tua dari
enam belas. Ia jangkung dan amat kurus, dan dengan rambut berwarna seperti
pasir serta mata cokelat muda, ia lebih mirip orang
Jerman daripada Italia. Ia juga sangat pemalu dan penggugup, dan Joel
tidak menyukai kesan pertama itu.
Mereka menemui Ermanno di apartemennya yang kecil, di lantai tiga suatu
gedung tak tetawat, enam blok atau lebih dari hotel Joel. Ada tiga ruangan
sempit-dapur, kamar tidur, ruang duduk-dengan perabotan seadanya, tapi toh
Ermanno masih mahasiswa dan keadaan seperti itu tidak mengherankan.
Masalahnya, Ermanno seperti baru pindah kemari dan mungkin akan pindah lagi
sewaktu-waktu. Mereka duduk mengelilingi meja kecil di tengah-tengah ruang duduk. Tidak
ada televisi. Ruangan itu dingin dan penerangannya kurang, dan Joel merasa
seperti ditempatkan di jalur bawah tanah tempat para pelarian dijaga tetap
bernyawa dan dipindahkan ke tempat lain dengan diam-diam. Kehangatan
acara makan siang yang berlangsung dua jam tadi pun pudar dalam waktu
singkat. Kegugupan gurunya juga tidak membantu. Ketika Ermanno tidak
mampu mengendalikan jalannya pertemuan, Luigi dengan segera mengambil
alih dan memulainya. Ia menyarankan mereka belajar setiap pagi mulai pukul
sembilan hingga pukul sebelas, istirahat dua jam, lalu mulai lagi pada pukul
13.30 dan belajar sampai mereka lelah. Pengaturan ini rupanya tidak
menimbulkan masalah baik bagi Ermanno maupun Joel, yang berpikir akan mengajukan pertanyaan
yang paling jelas: Kalau guruku yang baru ini mahasiswa, bagaimana ia bisa
punya waktu untuk mengajarku sepanjang hari" Tapi Joel membiarkan
pertanyaan itu berlalu. Ia akan mengejarnya lagi lain kali.
Oh, betapa banyak pertanyaan yang menumpuk di kepalanya!
Ermanno akhirnya bisa santai dan menjelaskan materi pelajaran. Kalau ia
berbicara lambat-lambat, aksennya tidak mengganggu. Namun bila ia terburu-buru, seperti yang cenderung ia lakukan, bahasa Inggris-nya itu boleh dibilang
kedengaran sama seperti bahasa Italia. Sekali Luigi menyela dan berkata,
"Ermanno, sebaiknya kau bicara dengan sangat lambat, paling tidak selama
hari-hari pertama." "Tetima kasih," ucap Joel, seperti penjilat kelas
satu. Pipi Ermanno benar-benar merona merah dan dengan tersipu-sipu ia
berkata, "Maaf."
Ia memberikan bahan pelajarannya yang pertama-buku pegangan pertama,
bersama tape kecil dan dua kaset. "Kaset ini sesuai dengan isi buku," ujarnya,
dengan sangat perlahan. "Malam ini kau harus mempelajari bab satu dan
mendengarkan kedua kaset itu beberapa kali. Besok kita akan mulai dari sana."
"Akan sangat berat," Luigi menambahkan, mem. berikan lebih banyak
tekanan, seolah masih diperlu-kan.
"Di mana kau belajar bahasa Inggris"" tanya Joel.
"Di universitas," sahut Ermanno. "Di Bologna." "Jadi kau tidak pernah sekolah
di Amerika Serikat""
"Pernah juga," katanya, melirik cepat ke arah Luigi, seolah ia tidak
The Broker Karya John Grisham di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
membicarakan apa pun yang terjadi di Amerika. Tidak seperti Luigi, Ermanno
mudah terbaca; jelas ia bukan profesional. "Di mana"" tanya Joel, mengorek-ngorek lagi, I ingin melihat seberapa dalam ia bisa menggali. "Furman," jawab
Ermanno, "sekolah kecil di South Carolina." "Kapan kau pergi ke sana"" Luigi
berdeham-deham, bertindak sebagai juru selamat. "Kalian akan punya banyak
waktu untuk berbasa-basi nanti. Penting bagimu untuk melupakan bahasa
Inggris, Marco. Mulai hari ini, kau akan hidup di dunia orang Italia. Semua
benda yang kaupegang memiliki nama dalam bahasa Italia. Semua pikiran harus
diterjemahkan, Dalam satu minggu kau harus bisa memesan makanan di
restoran. Dalam dua minggu kau harus bisa bermimpi dalam bahasa Italia. Kau
harus membenamkan diri secara mutlak dan total dalam
bahasa dan kebudayaan Italia, tidak ada jalan kembali lagi."
"Kita bisa mulai pukul delapan pagi"" tanya joel.
Ermanno melirik dan beringsut gelisah, kemudian akhirnya berkata,
"Mungkin jam setengah sembilan saja."
"Bagus. Aku akan datang ke sini pukul setengah sembilan pagi."
Mereka meninggalkan apartemen itu dan
berjalan kembali ke Piazza dei
Signori. Saat itu sore hari, lalu lintas terlihat lebih tenang, trotoar nyaris
kosong. Luigi berhenti di depan Trattoria del Monte. Ia mengangguk ke arah
pintu, dan berkata, "Aku akan menemuimu di sini pukul delapan untuk makan
malam, oke"" "Ya. Oke." "Kau tahu di mana letak hotelmu""
"Ya, albergo itu."
"Dan kau memiliki peta kota""
"Ya." "Bagus. Sekarang kau sendirian, Marco." Dan sesudah betkata demikian Luigi
masuk ke gang kecil dan menghilang. Joel memandanginya sejenak, lalu
kembali menyusuri alun-alun utama.
Ia merasa sangat kesepian. Empat hari setelah meninggalkan Rudley,
akhirnya ia bebas, tanpa seorang pun mendampinginya, mungkin juga tidak
diawasi, walau ia meragukan dugaan iru. Seketika itu " ia memutuskan untuk
berjalan-jalan keliling k^ menularkan urusannya sendin, seakan tidak ^ yang
sedang mengawasinya. Dan lebih lanjut I memutuskan, sementara berlagak
meneliti bend, benda yang dipajang di eralase toko kecil yan menjual barang-
barang dari kulit, bahwa ia tidak akan menghabiskan seluruh hidupnya
menengok ke belakang. Mereka tidak akan menemukannya. Ia melangkah santai
sampai mendapati dirinya berada di Piazza San Vito, alun-alun kecil dengan dua
gereja yang sudah berdiri selama tujuh ratus tahun. Gereja Santa Lucia dan San
Vito sama-sama rutup, tapi, menurut plakat kuningan kuno yang menempel di
sana, kedua gereja itu akan buka kembali pada pukul 16.00 sampai 18.00.
Tempat macam apa yang tutup dari tengah hari sampai pukul empar sore"
Tapi bar-bar yang ada di sekitarnya tidak tutup, hanya nyaris tak
berpengunjung. Akhirnya Joel berhasil mengumpulkan keberanian untuk masuk
ke salah satu bar tersebut. Ditariknya bangku tinggi sambil menahan napas, lalu
diucapkannya kata "birra" ketika bartender mendekat.
Bartender itu balas melontarkan rentetan kata-kata, menunggu tanggapan,
dan sesaat Joel nyaris tergoda untuk segera kabur dari sana. Tapi kemu-a melihat keran bir, menudingnya seolah jelas !Jj^h yang ia inginkan, lalu si
bartender meraih lelas bir kosong.
Bir pertamanya setelah enam tahun. Rasanya (jingin, berat, sedap, dan ia
menikmati setiap tetesnya Opera sabun berceloteh di televisi, di suatu tempat
di ujung bar. Sesekali ia mendengarkan, tidak memahami sepatah kata pun,
dan berusaha keras meyakinkan diri bahwa ia akan mampu menguasai bahasa
tersebut. Ketika sedang mempertimbangkan untuk meninggalkan tempat itu
dan berjalan santai kembali ke hotelnya, Joel menatap ke luar jendela.
Stennett berjalan lewat. Joel memesan bir lagi. 7 Kasus Backman telah ^dokumentasikan dengan saksama oleh Dan Sandberg,
wartawan veteran dari The Washington Post. Pada tahun 1988, ia yang telah
mengungkap berita tentang dokumen-dokumen rahasia tertentu yang
meninggalkan Pentagon tanpa izin. Penyelidikan FBI yang kemudian mengikuti
membuatnya sibuk selama setengah tahun, dan selama itu ia telah menulis
delapan belas berita, sebagian besar dimuat di halaman depan. Ia memiliki
kontak-kontak yang dapat diandalkan di CIA dan FBI. Ia mengenal para parmer
di Backman, Pratt and Boiling, dan pernah melewatkan waktu di dalam ruang-ruang kantor mereka. Ia mengejar-ngejar Departemen Kehakiman untuk
mencari informasi. Ia ada di ruang sidang
., gackman tergesa-gesa menyatakan dirinya
bersalah dan kemudian menghilang. Setahun kemudian ia telah menulis dua
buku ntang skandal tersebut. Ia berhasil menjual edisi
^ard cover sebanyak 24.000 eksemplar, jumlah yang
lumayan, dan sekitar separo jumlah itu dalam edisi
paperback. Selama proses itu, Sandberg berhasil membina beberapa relasi yang
penting. Salah satunya berkembang menjadi sumber yang berharga, selain juga
tak disangka-sangka. Sebulan sebelum kematian Jacy Hubbard, Carl Pratt, yang
pada saat itu masih menjadi tersangka utama, seperti juga sebagian besar
partner lain di biro hukum itu, menghubungi Sandberg dan mengatur
pertemuan. Akhirnya mereka bertemu belasan kali,, selama skandal itu
berlangsung, dan selama tahun-tahun berikutnya mereka menjadi teman
minum bir. Mereka menyisihkan waktu untuk bertemu diam-diam paling tidak
dua kali setahun untuk bertukar
gosip. Tiga hari setelah berita pengampunan hukuman mi tersiar, Sandberg
menelepon Pratt dan mengatur pertemuan di tempat favorit mereka, sebuah
bar mahasiswa di dekat Georgetown University.
Pratt tampak kacau-balau, sepertinya ia banyak minum selama berhari-hari
terakhir. Ia memesan vodka; Sandberg memesan bir seperti biasa.
"Jadi, di mana kawan kita berada"" tanya Sandb sambil menyeringai.
"Ia tidak lagi di penjara, itu jelas." Pratt mene gak vodkanya dengan
tegukan yang mematilt lalu mendecakkan bibir. "Tidak ada kabar dari dia""
"Tidak. Aku tidak dapat kabar, orang-orang 1 di biro juga tidak."
"Apakah kau akan terkejut kalau ia menelep atau mampir""
"Ya dan tidak. Kalau menyangkut Backrna rak ada yang membuatku
terkejut." Segelas vodl lagi. "Kalau ia tidak akan menginjakkan kaki i D.C. lagi,
aku tidak akan terkejut. Kalau besok; muncul dan mengumumkan akan
membuka biro hukum baru, aku tidak akan terkejut."
"Tapi pengampunan hukuman itu membuatmu kaget."
"Ya, tapi karena itu tidak termasuk dalam kesepakatan Backman."
"Aku tidak yakin." Seorang mahasiswi berjalan masuk dan Sandberg
mengamatinya. Sebagai duda yang sudah dua kali cerai, ia mencari mangsa
setiap saat Dihirupnya birnya, lalu berkata, "Ia tidak bisa berpraktik hukum
lagi, bukan" Kupikir mereka telah mencabut izinnya."
"Hal itu tidak akan menghalangi Backman Ia bisa menyebutnya 'koneksi
pemerintah' atau 'konsultasi' atau apalah. Tetap saja itu pekerjaan melobi, di situlah letak
keahliannya, dan kau tidak perlu izin untuk melakukan pekerjaan itu. Persetan,
pengacara-pengacara yang ada di kota ini separonya bahkan tidak bisa
menemukan gedung pengadilan terdekar. Tapi tenru saja mereka tahu persis di
mana letak Capitol Hill."
"Bagaimana dengan para klien""
"Tidak mungkin terjadi. Backman tidak akan kembali ke D.C. Kecuali kau
mendengar berita lain""
"Aku tidak dengar apa-apa. Ia menghilang begitu saja. Di penjara tak ada
orang yang mau buka mulut. Aku tidak mendapatkan apa pun dari para
pemgasbersiap untuk memesan lagi.
"Hari ini aku mendapat kabar bahwa Teddy Maynard pergi ke White House
pada larut malam tanggal sembilan belas. Hanya orang seperti Teddy yang
mampu memaksa Morgan melakukan hal itu. Backman keluar dari penjara,
mungkin dengan pengawalan, lalu lenyap."
"Program perlindungan saksi""
"Semacam itulah. CIA sudah sering menyembunyikan orang sebelumnya.
Harus begitu. Tidak ada catatan resmi, namun mereka mempunyai sumber daya
untuk itu." "Mengapa mereka menyembunyikan Backman"" "Balas dendam. Ingat Aldrich
Ames, mata-mata paling berbahaya yang pernah menyusupi CIA"" "Tentu."
"Sekarang dikurung dengan aman di penjara J federal Tahukah kau bahwa
CIA akan senang sekali kalau bisa menghabisinya" Mereka tidak bisa
melakukannya karena itu melanggar hukum-mereka tidak boleh membunuh
warga negara Amerika Serikat, baik di dalam maupun di luar negeri."
"Backman bukan mara-mata CIA. Ia membenci Teddy Maynard, dan perasaan
Maynard padanya juga sama."
"Maynard tidak akan membunuhnya. Ia hanya mengatur agar orang lain yang
memperoleh kesenangan itu."
Pratt sudah berdiri lagi. "Kau mau minum lagi"" ia bertanya, sambil
menuding gelas bir Sandberg.
"Mungkin nanti." Sandberg mengangkat gelasnya untuk kedua kalinya, dan
minum. Sewaktu Pratt kembali sambil membawa vodka dobel, ia duduk dan berkata,
"Jadi menurutmu Backman tinggal menunggu waktu""
"Kau tadi menanyakan teoriku. Aku mau dengar teorimu."
Sam tegukan besar vodka, lalu, "Kesimpulan yang sama, tapi dari sudut
pandang yang sedikit berbeda." Pratt memasukkan telunjuknya ke dalam
minuman tersebut, mengaduknya, lalu menjilat jarinya sambil berpikir
beberapa jenak. "Off the
record, oke"" "Tentu saja." Begitu banyak yang mereka bicarakan selama tahun-tahun
yang telah lewat sehingga semuanya masuk kategori off the record.
"Ada selang delapan hari antara kematian Hubbard dan pernyataan
bersalah Backman. Itu saat-saat yang sangat menakutkan. Kim Boiling dan aku
berada di bawah perlindungan FBI, dua puluh empat jam sehari, di mana pun,
k e mana pun. Aneh juga sebenarnya. Sejak lama FBI berupaya sekuat tenaga
untuk memenjarakan kami, namun pada saat yang sama terpaksa harus
melindungi kami." Sambil menyesap minuman, ia melirik ke sekelilingnya untuk
memeriksa kalau-kalau ada mahasiswa college yang mencuri dengar. Tidak ada.
"Ada banyak ancaman serius dari orang-orang yang membunuh Jacy Hubbard.
FBI menginterogasi kami sesudah itu, berbulan-bulan setelah Backman
dipenjara dan situasi mulai reda. Kami merasa sedikit aman, tapi Boiling dan
aku menyewa petugas keamanan bersenjata selama dua tahun sesudahnya.
Sampai sekarang aku masih sering melirik ke kaca spion. Kim yang malang
kehilangan kewarasannya."
"Siapa yang mengancam kalian""
"Orang-orang yang akan gembira kalau bisa menemukan Joel Backman."
"Siapa"" "Backman dan Hubbard membuat kesepakatan untuk menjual produk
mereka itu pada pikat Saudi dengan imbalan banyak uang. Sangat mahal, tapi
jauh lebih murah ketimbang harus membangun sistem satelit yang benar-benar
baru, Hubbard terbunuh. Backman buru-buru masuk ke penjara, dan pihak
Saudi sama sekali tidak senang. Begitu juga Israel, karena mereka juga
menginginkan kesepakatan itu. Ditambah lagi, mereka marah karena Hubbard
dan Backman mau berunding dengan Saudi." Ia terdiam dan menyesap
minumannya, seolah membutuhkan keteguhan hati untuk menyelesaikan
kisahnya. "Selain itu, ada orang-orang yang membuat sistem itu pertama kali."
"Rusia"" "Barangkali bukan mereka. Jacy Hubbard menyukai cewek-cewek Asia.
Terakhir kali ia terlihat sedang bersama wanita cantik bertungkai jenjang,
dengan rambut hitam panjang dan wajah bulat, yang berasal dari bagian dunia
yang lain. Cina Merah menggunakan ribuan orang mereka untuk mengumpulkan
informasi. Semua mahasiswa, pengusaha, diplomat mereka yang ada di
Amerika. Tempat ini penuh orang-orang Cina yang mengendus-endus.
Tambahan lagi, dinas intelijen mereka memiliki banyak agen yang efektii.
Untuk masalah semacam ini, mereka tidak akan ragu-ragu mem-; buru Hubbard dan
Backman." "Kau yakin Cina Merah yang bertanggung ja-I wab""
"Tidak ada yang bisa yakin, oke" Mungkin Backman tahu persis, tapi ia tidak
pernah memberitahu siapa pun. Asal kau tahu, CIA bahkan tidak tahu tentang
sistem itu. Mereka kecolongan dan sampai kini Teddy masih berusaha
menebusnya." "Teddy pasti bersenang-senang, ya"" "Jelas. Ia mencekoki Morgan
dengan alasan keamanan nasional. Tak perlu heran, Morgan langsung percaya.
Backman bebas. Teddy menyelundupkannya ke luar negeri, lalu mengamati
siapa yang muncul sambil membawa senapan. Bagaimana pun hasil permainan
ini, Teddy tidak rugi apa-apa."
"Rencana brilian."
"Jauh melampaui itu, Dan. Pikirkan saja. Ketika Joel Backman menghadap
penciptanya, tidak akan ada orang yang mengetahuinya. Sekarang ini tak ada
orang yang tahu di mana ia berada. Tak ada ada orang yang tahu siapa dia
sesungguhnya ketika mayatnya ditemukan."
"Kalau mayatnya bisa ditemukan."
"Tepat sekali."
"Apakah Backman menyadari hal ini""
Pratt menghabiskan gelas keduanya dan mengu. sap mulurnya dengan
lengan baju. Keningnya berkerut dalam. "Backman bukan orang bodoh. Tapi
banyak hal yang kita ketahui sekarang baru ketahuan setelah ia dipenjara. Ia
berhasil bertahan hidup selama enam tahun dalam kurungan, jadi ia mungkin
beranggapan dapat bertahan hidup dalam situasi apa pun."
Critz masuk ke pub yang tak jauh dari Hotel Connaught di London. Gerimis
tipis menjadi semakin deras dan ia perlu tempat berteduh. Mrs, Critz berada di
apartemen kecil yang dipinjamkan oleh majikan mereka yang baru, jadi Critz
memiliki kemewahan untuk duduk di pub yang ramai, tanpa ada orang yang
mengenalinya, dan menenggak beberapa gelas minuman. Seminggu di London
telah berlalu, dengan satu minggu lagi sebelum ia harus memaksa diri
menyeberangi Atlantik, kembali ke D.C., tempat ia akan me mulai pekerjaan
melobi yang mengenaskan bagi perusahaan yang memproduksi rudal rongsokan,
di samping perangkat keras lainnya, yang diberid Pentagon namun
bagaimanapun terpaksa diterima karena perusahaan tersebut memiliki pelobi-pelobi yang tepat.
Ia menemukan bilik kosong, yang masih t
erlihat di balik kabut asap cerutu, lalu menyusup ke sana dan mencari posisi yang
nyaman di balik gelas birnya. Sungguh mengasyikkan bisa minum sendiri tanpa
khawatir akan dipergoki seseorang yang menghampirinya dan berkata, "Hei,
Critz, apa yang dipikirkan kalian kaum idiot ketika menjatuhkan veto Berman""
Bla bla bla. Ia menyerap suara-suara Inggris yang riang, orang-orang setempat yang
datang dan pergi. Ia bahkan tidak keberatan dengan asapnya. Ia seorang diri
dan tak seorang pun mengenalnya, dan diam-diam ia menikmati saat-saat
pribadi itu. Namun status anonim itu tidak bisa ia nikmati sepenuhnya. Dari
belakangnya, seorang pria kecil yang mengenakan topi pelaut muncul dan
menyusup ke biliknya di seberang meja, membuat Critz terkejut.
"Keberatan bila aku duduk di sini, Mr. Critz"" tanya si pelaut sambil
tersenyum dan memperlihatkan gigi-gigi besar yang kuning. Kelak Critz akan
selalu mengingat gigi jelek itu.
"Duduklah," ujar Critz dengan waspada. "Kau punya nama""
"Ben." Lelaki itu bukan orang Inggris, dan bahasa ibunya jelas bukan bahasa
Inggris. Ben berumur sekitar tiga puluh, rambut gelap, mata cokelat tua, dan
hidung panjang runcing membuatnya mirip orang Yunani.
Tak ada nama keluarga, ya"" Critz menyesap ^ gelasnya dan bertanya,
"Bagaimana persisnya ^ bisa tahu namaku"" "Aku tahu segala hal tentang
curimu." "Aku tak menyadari aku setenar itu." "Aku tidak akan menyebutnya
tenar, Mr. Cri^ Biar kupersingkat saja. Aku bekerja untuk beberap, orang yang
sangat ingin menemukan Joel Backman Mereka bersedia membayar mahal,
tunai. Tunai dalam peti uang, atau tunai dalam rekening bank! Swiss, terserah.
Semua bisa dilakukan dengan cepat, dalam beberapa jam. Beritahu saja di
mana di berada, dan kau akan mendapat.jutaan dolar, tanpa ada orang yang
tahu." "Bagaimana kau bisa menemukanku"" "Mudah saja, Mr. Critz. Kami ini,
The Broker Karya John Grisham di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
katakan saja, profesional." "Mata-mata""
"Itu tidak penting. Kami adalah kami, dan kami akan menemukan Mr.
Backman. Pertanyaannya, apakah kau menginginkan jutaan dolar itu""
"Aku tidak tahu di mana dia berada."
Tapi kau bisa mencari tahu."
"Mungkin." "Apakah kau bersedia melakukan transaksi"" "Tidak dengan bayaran jutaan
dolar." "Kalau begitu, berapa"" "Aku harus memikirkannya dulu."
"Berpikirlah dengan cepat."
"Dan kalau aku tidak bisa menemukan informasi
itu"" "Kami tidak akan mencarimu lagi. Pertemuan ini tidak pernah terjadi.
Sesederhana itu." Critz meneguk birnya lambat-lambat dan merenungkannya. "Oke,
katakanlah aku bisa mendapatkan informasi itu-aku tidak terlalu optimistis;-
tapi bagaimana kalau aku beruntung" Lalu bagaimana""
"Ambil penerbangan Lufthansa dari Dulles ke Amsterdam, kelas satu.
Mendaftarlah ke Hotel Amstel di Biddenham Street. Kami akan menemukanmu,
seperti kami telah menemukanmu di
sini." Critz terdiam dan menghafal detail-detail itu. "Kapan"" tanya Critz.
"Secepat mungkin, Mr. Critz. Ada pihak-pihak lain yang juga sedang
mencarinya." Ben pun menghilang secepat kemunculannya, meninggalkan Critz yang
menajamkan pandangan di tengah kabut asap dan bertanya-tanya sendiri
apakah ia baru saja bermimpi. Ia meninggalkan pub itu satu jam kemudian,
dengan wajah tersembunyi di bawah payung, yakin bahwa ia tengah diawasi.
Apakah mereka juga mengawasinya di Washington" Ia mendapat perasaan
tak enak bahwa mereka melakukannya juga di sana.
8 Siesta itu tidak berhasil. Anggur saat makan siang dan dua gelas bir di sore
harinya juga tidak men,, bantu. Terlalu banyak yang harus dipikirkan.
Lagi pula ia sudah cukup banyak beristirahat; | dalam sistem mbuhnya
sudah banyak menumpul walau tidur. Enam tahun di penjara soliter mampu
merendahkan kondisi tubuh manusia menjadi begitu pasif sehingga tidur
menjadi aktivitas yang utama. Setelah beberapa bulan di Rudley, Joel tidur
delapan jam di malam hari dan tidur siang cukup lama setelah makan siang,
namun itu dapat dipahami karena ia sangat kurang tidur selama dua pnhih
tahun sebelumnya, ketika harus menjaga keutuhan republik pada siang hari dan
mengejar ngejar perempuan sampai pagi. Setelah satu tahun ia bisa
mengandalkan sembilan, bahkan sepul"1
jam metn tidu r. Tidak banyak yang bisa dilakukan selain baca dan menonton TV.
Hanya karena bosan, ia pern ah mengadakan survei, salah satu dari sekian banyak survei rahasianya,
dengan mengedarkan i Uar kertas dari satu sel ke sel yang lain, semen-tara
para penjaga menikmati tidur siang mereka sendiri Dari 37 responden dalam
bloknya, rata-rata tidur sebelas jam sehari. Mo, si informan Mafia, menyatakan
ia bisa tidur enam belas jam dan sering -kali dengkurannya terdengar pada
tengah hari. Mad Cow Miller yang paling rendah angkanya dengan hanya tiga
jam tidur, namun pria malang itu sudah kehilangan kewarasan beberapa tahun
sebelumnya, sehingga Joel terpaksa tidak menyertakan pria itu dalam
surveinya. Ada juga serangan-serangan insomnia, periode-periode panjang
memandangi kegelapan dan memikirkan kesalahan-kesalahan, anak-cucu, rasa
malu di masa lalu, dan rasa takut akan masa depan. Dan ada juga minggu-minggu ketika pil-pil tidur dikirim ke selnya, satu demi satu, tanpa memberikan
hasil. Joel selalu curiga pil-pil itu hanya obat penenang.
Tetapi enam tahun di sana adalah masa tidur yang panjang. Tubuhnya sudah
cukup beristirahat. Sekarang otaknya bekerja lembur.
Perlahan-lahan ia beranjak dari tempatnya berbaring selama satu jam tanpa
mampu memejamkan mata, dan berjalan ke meja kecil, mengambil ponsel
ia* yang dmerikan Luigi padanya. Dibawanya pon" itu ke jendela, ditekannya
nomor yang direkatkai di bagian belakang, dan setelah empat deringan i
mendengar suara yang familier. "Ciao, Marco. Come stat" "Hanya ingin
mengecek apakah benda ini berfungsi," ujar Joel.
"Kaupikir aku mau memberimu barang rusak"" tanya Luigi. Tidak, tentu saja
tidak." "Bagaimana tidur siangmu"" "Uh, lumayan, lumayan. Sampai jumpa saat
makan malam nanti." "Ciao."
Di manakah Luigi berada" Mengendap-endap di sekitar sini dengan ponsel di
saku, hanya menunggu Joel menelepon" Mengawasi hotel" Kalau Stennett dan
sopirnya masih ada di Treviso, bersama Luigi dan Ermanno, berarti ada empat
"kawan" dari berbagai variasi yang ditugaskan untuk mengawasi setiap gerak-gerik Joel Backman.
Digenggamnya erat-erat ponsel itu dan ia bertanya-tanya siapa saja di luar
sana yang tahu tentang panggilan telepon tadi. StApiL lagi yang mendengarkan"
la melirik jalanan di bawah dan penasaran siapa lagi yang ada di bawah sana.
Hanya Luigi" ' Ditepiskannya }t . , u oan ia pun duduk di meja. Ia ingin minum kopi, mungkin espresso dobel untuk menyiagakan
saraf-sarafnya, yang jelas bukan cappuccino karena ini sudah sore. Tapi ia
belum siap mengangkat telepon dan memesan. Ia bisa sejauh "halo" dan "kopi",
tapi pasti akan ada banjir kata-kata yang tidak dipahaminya.
Bagaimana orang bisa bertahan tanpa kopi yang kental" Sekretaris
favoritnya dulu selalu menyediakan secangkir kopi Turki kentalnya yang
pertama tepat pada pukul 06.30 setiap pagi, enam hari seminggu. Ia nyaris
menikahi wanita itu. Pada pukul sepuluh saraf sang broker begitu tegang dan ia
mulai melempar barang-barang, membentak-bentak bawahannya, dan
menerima tiga telepon sekaligus sementara para senator disuruhnya menunggu.
Kenangan itu tidak membuatnya gembira. Memang tidak pernah
menyenangkan. Ada banyak saat-saat seperti itu, dan selama enam tahun
dalam pengasingan, ia mencanangkan perang mental hebat untuk
membersihkan masa lalunya.
Kembali ke masalah kopi, yang takut dipesannya karena kendala bahasa.
Joel Backman tidak pernah takut pada apa pun, dan kalau ia bisa
mengendalikan tiga ratus rancangan undang-undang bergerak di antara labirin
Kongres, dan bila ia bisa melakukan seratus panggilan telepon dalam sehari
nyaris tanpa melirik Rolodex maupun daftar telepon, ia pasti dapat
mempelajari bahasa Italia
yang sederhana untuk memesan kopi. Diaturnya bahan-bahan peJajaran
Ermanno dengan rapi
berupa gambar kasar berwarna sebuah ruang keluarga, dengan Mom dan Pop
serta anak-anak sedang menonton televisi. Objek-objeknya diberi label dalam
bahasa Inggris dan Italia-pintu dan porta, sofa dan sofa, jendela dan finestra
, lukisan dan quadro, demikian seterusnya. Anak laki-laki itu ragazzo, ibu madu,
pria tua yang berdiri di sudut dengan tongkat itu adalah si kakek, atau //
nonno. Beberapa halaman kemudian ada dapur, lalu kamar tidur, dan kamar mandi.
Setelah satu jam, masih tanpa kopi, Joel mulai berjalan pelan mengelilingi
kamarnya, menuding dan membisikkan nama-nama semua benda yang
dilihatnya: ranja letto; lampu, lampoda; jam dinding, orobgio; sapone. Ada
beberapa kata kerja yang ditambahkannya demi kewaspadaan: berbicara,
porldre; joa-kan, mangiare, minum, here, berpikir, pensare. h berdiri di depan
cermin (specchio) kecil di kamu mandi (bagno), dan berusaha meyakinkan diri
sendiri bahwa ia adalah Marco. "Sono Marco, sono Marco," begitu ucapnya
berulang-ulang. Aku Marco. Aku Marco. Pada mulanya terasa kc tapi perasaan
itu harus disingkirkan. Taruhanr
(rlalu mahal kalau ia ingin bertahan dengan nama ma yang bisa
membuatnya terbunuh. Kalau men-li Marco dapat menyelamatkan nyawanya,
jadilah Marco. Marco. Marco. Marco. Ia mulai mencari kata-kata yang tidak ada
di lam gambar. Di kamusnya yang baru, ia menemu-a carta igienica untuk tisu
toilet, guanciale untuk ratal, soffitto yang berarti langit-langit. Semua ida
mempunyai nama baru, semua objek di da-\ kamar tidurnya, dalam dunianya
yang kecil, f semua yang bisa ia lihat pada saat itu menjadi I sesuatu yang
baru. Berulang-ulang, sementara matanya berpindah dari satu benda ke benda
lain, ia ; menggumamkan namanya dalam bahasa Italia. Bagaimana dengan
dirinya sendiri" Ia punya otak, cervelb. Ia menyentuh tangannya, mono; lengan,
braccio; tungkai, gamba. Ia harus bernapas, respirare; melihat, vederc,
menyentuh, mcart, mendengar, sentire; tidur, dormire, bwmimpi, sognare. Ia
mulai meracau, dan ia berhenti. Besok Ermanno akan mulai dengan pelajaran
pertama, serangan pertama kosa kata dengan penekanan pada hal-hal
mendasar: perkenalan, salam, basa-basi, angka satu sampai seratus, nama-nama hari, nama-nama bulan, bahkan alfabet. Kata kerja to be (essere) dan to
have (avere), keduanya dikonjugasikan ke bentuk kini, lampau, dan yang akan
dat Ketika riba saat makan malam, Marco menghafal seluruh pelajaran pertama
dan men dengarkan kaset itu belasan kali. Ia melangkah ke udara malam yang
sangat sejuk dan berjalan riang ke arah Trattoria del Monte, tempat ia tahu
Luigi akan menunggu dengan meja pilihan dan saran-saran terbaik dari daftar
menu. Di jalan, pikirannya masih-berputar kencang setelah berjam-jam
menghafal. Ia melihat skuter, sepeda, anjing, sepasang gadis kembar, dan
seperti ditempeleng kenyataan bahwa ia tidak mengetahui kata-Hua itu dalam
bahasanya yang baru. Semuanya (h'tinggalkan di kamar hotelnya. Namun
dengan harapan akan datangnya makanan, ia maju terus, tidak khawatir, dan
masih yakin bahwa ia, Marco, entah bagaimana akan bisa dipercaya sebagai
orang Italia. Di meja sudut, ia menyapa Luigi dengan penuh gaya. "Buona sera,
Signore, come sta""
"Sto bene, grazie, e tu"" Luigi menjawab dengan senyum senang. Baik,
terima kasih, dan kau sendiri"
"Molto bene, grazie,9 sahut Marco. Baik sekali, terima kasih. "Jadi kau sudah
belajar, ya"" tanya Luigi. "Ya, tidak ada kegiatan lain." Sebelum Marco
membuka lipatan serbetnya, seorang pramusaji berhenti di meja mereka sambil
membawa sebotol anggur merah setempat yang
dibungkus anyaman jerami. Dengan cekatan ia menuangkan dua gelas, lalu
menghilang. "Ermanno
guru yang baik," ujar Luigi.
"Kau pernah menggunakannya sebelum ini"" tanya Marco dengan lagak biasa-biasa saja.
"Ya" "Seberapa sering kau membawa orang seperti aku
dan mengubahnya menjadi orang Italia"" Luigi tersenyum dan menjawab,
"Dari waktu ke waktu." "Sulit dipercaya."
"Percayalah apa yang ingin kaupercayai, Marco.
Semua itu fiksi belaka." "Cara bicaramu seperti mata-mata." '-^fm
Kedikan bahu, tanpa tanggapan yang jelas. "Kau bekerja untuk siapa, Luigi""
"Menurutmu siapa""
"Kau bagian dari alfabet itu-CIA, FBI, NSA. Mungkin suatu cabang rahasia
intelijen militer." "Kau senang bertemu denganku di restoran-restoran Italia yang kecil dan
menarik seperti ini"" Luigi bertanya.
"Memangnya aku punya pilihan""
"Ya. Kalau kau terus mengajukan pertanyaan-pertanyaan semacam itu,
pertemuan kita akan dihentikan. Dan bila kita tidak lagi bertemu, hidupmu
yang sudah rentan itu akan semakin rapuh."
"Kupikir tugasmu adalah untuk menjagaku teta
hidup." "Memang benar. Jadi berhentilah bertanya-tam/, tentang diriku. Aku yakin
jawabannya tidak tersedia."
Pramusaji muncul pada saat yang tepat, seolah ia bagian dari semua ini,
dan menjatuhkan dua daftar menu besar di antara mereka, dengan efektif
mengalihkan topik apa pun yang sedang mereka bicarakan. Marco mengernyit
melihat daftar makanan itu dan sekali lagi diingatkan betapa masih banyak
bahasa Italia yang harus dipelajarinya. Di bagian bawah ia mengenali kata-kata
cafe, vino, dan bina. "Apa yang kelihatan enak"" ia bertanya. "Kokinya berasal dari Siena, jadi ia
menyukai hidangan Tuscany. Risotto dengan jamur porcini enak juga sebagai
hidangan pertama. Aku pernah mencicipi steak florentine-nyz, luar biasa."
Marco menutup menunya dan menghirup aroma yang datang dari arah
dapur. "Aku mau dua-duanya"
Luigi juga menutup menunya dan melambai memanggil pramusaji. Setelah
ia memesan, mereka menyesap anggur selama beberapa menit tanpa suara.
"Beberapa tahun lalu," Luigi memulai, "pada suatu pagi aku terjaga di kamar
hotel kecil di Istambul. Seorang diri, dengan uang lima ratu*
I dolar dalam kantongku. Dan paspor palsu. Aku f tidak bisa bicara separah
kata pun dalam bahasa ; Turki. Petugas yang menanganiku ada di kota itu, i
tapi kalau aku mengontaknya, aku akan terpaksa f mencari pekerjaan baru.
Dalam waktu tepat se-Ipuluh bulan lagi, aku harus kembali ke hotel yang sama
untuk bertemu seorang teman yang akan f membawaku ke luar negeri."
F"Kedengarannya seperti pelatihan dasar CIA." "Alfabet yang keliru,"
komentar Luigi, lalu terdiam, menyesap anggurnya, dan melanjutkan. . "Karena
aku suka makan, aku belajar bertahan hidup. Aku menyerap bahasa,
kebudayaan, dan ; semua yang ada di sekitarku. Aku cukup berhasil, [membaur
dengan lingkungan, dan sepuluh bulan kemudian ketika aku bertemu temanku,
uangku sudah berjumlah lebih dari sepuluh ribu dolar."
"Bahasa Italia, Inggris, Prancis, Spanyol, Turki- apa lagi""
"Rusia. Mereka melemparku ke Stalingrad selama
satu tahun." Marco nyaris saja bertanya siapa "mereka" itu, tapi ditepiskannya
pertanyaan itu. Tidak akan ada jawaban; lagi pula, menurutnya ia sudah tahu.
"Jadi aku dilemparkan ke sini"" tanya Marco.
Pramusaji membanting sekeranjang roti dan mangkuk kecil berisi -l#nyak
zaitun. Luigi mulai mencelupkan rotinya dan makan, dan pertanyaan
Marco pun Terlupakan atau diabaikan. Hidanga, lain mengikuti, senampan
kecil ham dan salami, 1 sertai buah zaitun, dan percakapan pun menyurut.
Luigi mungkin agen spionase, atau kontraspionase, atau operatif, atau agen
dalam bentuk lain, atau sekadar pengawas atau kontak, atau mungkin juga
agen lokal, tapi yang pertama dan terutama, ia orang Italia. Segala bentuk
pelatihan tidak dapat mengalihkan perhatiannya dari tantangan di hadapan
ketika meja penuh dengan sajian. '
Sembari makan, ia mengubah topik pembicaraan. Ia menjelaskan aturan
makan malam ala Italia. Pertama, antipasti-biasanya berupa sepiring daging
dalam berbagai variasi, seperti yang baru saja merek rukmati. Lalu hidangan
pertama, primi, yang umumnya berupa seporsi sedang pasta, nasi, sup, atau
polenta, yang pada dasarnya merupakan pemanasan bagi perut untuk
mempersiapkan diri menyambut hidangan utama, atau secondi-seporsi besar
daging sapi, ikan, babi, ayam, atau kambing. Berhati-hatilah dengan hidangan
pencuci mulut, ia memperingatkan dengan galak, sambil melirik kiri-kanan
untuk memastikan si pramusaji tidak mendengar. Ia menggeleng-geleng sedih
sambil menjelaskan bahwa banyak restoran bagus sekarang memesannya dari
tempat lain, dan hidangan itu begitu banyak mengandung gula atau minuman
keras murahan sehingga boleh dibilang membtJ gigimu busuk
Marco berhasil menampilkan ekspresi terguncang
ketika mendengar skandal nasional ini.
"Belajarlah mengucapkan kata gelato'" kata Luigi, matanya berbinar-binar
lagi. "Es krim," timpal Marco.
"Bra vo. Yang terbaik di dunia. Ada gelateria di ujung jalan ini. Kita akan ke
sana setelah makan malam."
Layanan kamar tutup pada tengah malam. Pada . pukul 23.55 Marco
perlahan-lahan mengangkat telepon dan menekan angka empat dua kali. Ia
menarik napas panjang-panjang dan menahannya. Ia telah melatih dialog itu
selama setengah jam. Setelah beberapa deringan malas, selama itu Marco nyaris meletakkan
gagang telepon dua kali, suara yang mengantuk menjawab dan berkata, "Buona
sera."
The Broker Karya John Grisham di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Marco memejamkan mata dan terjun. "Buona sera. Vorrei un caffe, per
favore. Un espresso doppio."
"Si, latte e zucchero"" Susu dan gula"
"No, senza latte e zucchero."
"Si, cinque minutt." I
"Grazie." Marco cepat-cepat menutup telepon sebelum terpaksa mengambil
risiko terlibat dalam pembicaraan yang lebih jauh, walau menilik antusiasme
orang yang di ujung sana ia amat me-ragukan kemungkinan tersebut. Ia pun melompat, mengepalkan tinjunya di
udara, dan memuji diri sendiri karena berhasil menuntaskan percakapan
pertamanya dalam bahasa Italia. Tidak ada ganjalan sedikit pun. Kedua belah
pihak saling memahami apa yang dikatakan pihak lain.
Pada pukul saru dini hari, ia masih menyesap espresso dobelnya,
menikmatinya pelan-pelan meskipun minuman itu tak lagi hangat. Ia sedang
mendalami pelajaran ketiga, kantuk sama sekali tak terlintas di benaknya.
Pileknya, barangkali ia bisa melahap seluruh isi buku ini pada pelajaran
pertamanya dengan Ermanno.
Ia mengetuk pintu apartemen itu sepuluh menit lebih awal. Ini masalah
siapa yang pegang kendali Walaupun pada mulanya ia melawan dorongan itu,
secara impulsif ia kembali ke kebiasaan lamanya. Ia lebih suka dirinyalah yang
memutuskan pada pukul berapa pelajaran dimulai. Sepuluh menit lebih dini
atau dua puluh menit lebih iambar, waktunya tidak Denting. Sementara
menunggu di koridor yang suram itu, ia teringat suatu rapat penting yang
pernah dipimpinnya di ruang rapatnya, yang luas. Ruangan itu dipenuhi
eksekutif korporm dan pentolan beberapa biro federal, yang dipanpd
menghadap oleh sang broker. Walaupur
Irapat itu hanya lima puluh langkah jauhnya dari
[ ruang kantornya, ia terlambat dua puluh menit, Imeminta maaf dan
menjelaskan bahwa ia barusan
bertelepon dengajn kantor perdana menteri suatu
negara kecil. t Remeh, remeh, remeh sekali permainan yang
dimainkannya. I Ermanno sepertinya tidak terkesan. Ia menyuruh I muridnya menunggu
paling tidak lima menit se-".belum membuka pintu sambil tersenyum malu-I
malu dan mengucapkan, "Buon giorno, Signore
f Lazzeri." "Buon giorno, Ermanno. Come staif "Molto bene, grazie, e tu"" "Molto bene,
grazie." : Ermanno menguakkan daun pintu lebih lebar, dan sambil
mengembangkan sebelah tangan ia berkata, "Prego." Silakan.
Marco melangkah masuk dan sekali lagi tersentak melihat betapa kuat kesan
kosong dan sementara di apartemen ini. Diletakkannya buku-bukunya di meja
kecil di tengah-tengah ruang depan dan ia memutuskan untuk tetap
mengenakan mantelnya. Suhu udara di luar sekitar empat derajat Celsius dan
tidak lebih hangat di dalam sini. "Vorrebbe un caffe"" Anda mau minum kopi"
"Si, grazie."Ia tidur sekitar dua jam, dari pukul empat hingga pukul enam, lalu
mandi, berpakaian, lalu mondar-mandir di jalanan Treviso, dan menemukan bar yang buka pagi-pagi di mani para pria berumur berkumpul untuk menikmati espresso dan
semua orang berbicara berbarengan. Ia ingin minum kopi lagi, tahu bahwa yang
sebenarnya ia buruhkan adalah makanan. Croissant atau muffin atau yang
sejenis itu, sesuatu yang belum ia pelajari namanya. Ia memuruskan bahwa ia
sanggup menahan lapar sampai tengah hari, saat ia kembali akan bertemu Luigi
untuk berrualang dalam kekayaan kuliner Italia.
"Kau mahasiswa, bukan"" tanya Marco ketika Ermanno kembali dari dapur
sambil membawa dua cangkir kecil. "Non inglese, Marco, non inglese." Dan
itulah akhir riwayat bahasa Inggris. Akhir yang tiba-tiba; ucapan selamat
tinggal yang dingin dan final pada bahasa ibu. Ermanno duduk di salah satu
ujung meja, Marco di sisi yang lain, dan tepat I pada pukul 08.30, mereka,
bersama-sama, membuka I pelajaran pertama. Marco membaca dialog per
tama I dalam bahasa Italia, Ermanno sesekali mengoreksi I dengan halus, walaupun ia
terkesan juga dengan I persiapan yang telah dilakukan muridnya. Kosa I kata
telah dihafalkan dengan baik, tapi aksennya 1 perlu diperbaiki. Satu jam
kemudian, Ermanno I mulai menuding benda-benda yang ada di sekitar I
ruangan-karpet, buku, majalah, kursi, selimut I
I perca, gorden, radio, lantai, dinding, tas ransel-dan I Marco menimpalinya
dengan mudah. Dengan aksen I yang semakin disempurnakan, ia menuntaskan
de-[ ngan cepat seluruh isi daftar sapaan sopan-selamat f siang, apa kabar,
baik terima kasih, tolong, sampai < jumpa, selamat tinggal, selamat malam-
dan tiga puluh lainnya. Pelajaran pertama selesai hanya dalam waktu dua jam
dan Ermanno bertanya apakah mereka perlu istirahat. "No." Mereka pun
membuka I pelajaran kedua, dengan kosa kata baru yang j sudah dikuasai
Marco dan percakapan lain yang di-I lafalkannya dengan amat mengagumkan.
"Kau sudah belajar," gumam Ermanno dalam [ bahasa Inggris.
"Non inglese, Ermanno, "0" inglese" Marco mengoreksinya. Permainannya
kini sudah berubah- siapa yang lebih tekun. Pada tengah hari, sang gum sudah
kecapekan dan siap beristirahat, dan mereka sama-sama lega mendengar
ketukan di pintu dan suara Luigi di lorong luar. Luigi masuk dan melihat kedua
orang itu duduk berseberangan di meja kecil yang berantakan, seolah sudah
berjam-jam mereka main panco.
"Come va"" tanya Luigi. Bagaimana" Ermanno menatapnya dengan
pandangan lelah dan menjawab, "Molto intensp. | Sangat intens.
"Vorrei pranzare," ujar Marco, dan dengan lambat berdiri. Aku ingin makan.
Marco mengharapkan makan siang yang meft nangka* dengan sedikit bahasa
Inggris ^ lebih meringankan "luasi dan mungkin ^ melepaskan ketegangan
mental karena beru^ menerjemahkan setiap kata yang didengar-Akan tetapi,
secelah mendengar penjelasan ringj^ Ermanno yang penuh pujian mengenai
sesi pela. jaran pagi, Luigi ingin melanjutkan penyerapan bahasa selama makan
siang, atau paling tidak pada awalnya ia berusaha, Menunya tidak
mencantumkan separah Iran pun dalam bahasa Inggris, dan setelah Luigi
menjelaskan setiap hidangan dalam bahasa Italia yang tidak dapat dimengerti,
Marco mengangkat kedua tangannya dan berkata* "Cukup sudah. Aku tidak mau
bicara ataupun mendengar bahasa Italia selama satu jam mendatang."
"Bagaimana dengan makan siangmu"" J
^ *** makan punyamu." Diteguknya anggur
merah dan ia berusaha santai
--*" santai. "ke' kalau beg
Inggris selama satif^ bisa berban:m
"Grazte,- Uca .. )am. "nya 9 Pada pertengahan sesi pelajaran pagi keesokan harinya, tiba-tiba Marco
mengubah arah pembicaraan. Di tengah-tengah percakapan yang
membosankan, ia meninggalkan bahasa Italia dan berkata, "Kau
bukan mahasiswa." . Ermanno mendongak dari bukunya, terdiam sejenak, lalu berkata, "Non
ingUst, Marco. Sokanto Italiano" Hanya bahasa Italia.
"Aku sedang bosan berbahasa Italia, oke" Kau
bukan mahasiswa." Berbohong bukan keahlian Ermanno, dan ia terdiam agak terlalu lama. "Aku
mahasiswa." ujarnya, sama sekali tidak meyakinkan.
"Tidak, kurasa kau bukan mahasiswa. Jelas-jelas kau tidak kuliah, karena
kalau kuliah kau pasti tidak akan menghabiskan waktu sepanjang hari
mengajarku." "Siapa tahu aku mengambil kelas malam" Mcnga-pa hal itu penting""
"Kau tidak kuliah di mana pun. Di sini tidak ada buku, tidak ada koran
mahasiswa, tidak ada sampah seperti yang bisa ditinggalkan mahasiswa di
segala tempat." "Mungkin sampah itu ada di ruangan lain."
"Aku mau lihat."
"Kenapa" Kenapa itu penting""
"Karena menurutku kau dan Luigi bekerja untuk orang-orang yang sama."
"Memangnya kenapa kalau benar begitu"" I
"Aku ingin tahu siapa mereka."
"Bagaimana kalau aku tidak tahu" Mengapa kau peduli" Tugasmu adalah
mempelajari bahasa ini."
"Sudah berapa lama kau tinggal di sini, di apartemen ini""
"Aku tidak harus menjawab pertanyaan."
"Masalahnya, menurutku kau baru pindah ke sini minggu lalu. Ini semacam
rumah persembunyian atau apa, dan kau tidak mengatakan yang sebenarnya
tentang dirimu." "Kalau begitu kita sama." Ermanno tiba-tiba berdiri dan berjalan melewati
dapur yang sempit ke arah b
elakang apartemen. Ia kembali $ambil membawa
beberapa lembar kertas yang
I diangsurkannya ke arah Marco. Ternyata paket formulir pendaftaran dari
Universitas Bologna, de-ngan label surat menyatakan bahwa dokumen itu
[ditujukan kepada Ermanno Rossini, dengan alamat apartemen tempat mereka
berada saat itu. "Aku akan kembali kuliah dalam waktu dekat," Ermanno menjelaskan. "Kau
mau kopi lagi""
Marco mengamati formulir-formulir itu, cukup memahami maksudnya. "Ya,
mau," jawabnya. Ini cuma dokumen biasa-mudah dipalsukan. Tapi kalaupun
palsu, ini dokumen aspal yang bagus. Ermanno menghilang ke dapur dan mulai
membuka keran air. Marco mendorong kursinya ke belakang dan berkata, "Aku mau berjalan-jalan berkeliling blok. Aku perlu menjernihkan pikiran."
Rutinitas mereka berubah pada saat makan malam. Luigi menjumpainya, di
depan toko rokok yang menghadap ke Piazza dei Signori, dan mereka menyusuri
jalan yang padat sementara para penjaga toko mulai menutup toko-tokonya.
Saat itu hari mulai gelap dan cuaca sangat dingin, dan para pekerja yang
terbungkus dalam pakaian tebal yang necis bergegas-gegas pulang ke rumah,
kepala mereka tertutup topi dan syal. Luigi membenamkan kedua tangannya
yang ter-bungkus sarung tangan di saku mantel woJ selutut yang tampak kasar, yang
barangkali telah diwariskan oleh kakeknya atau dibeli minggu lalu di Milan, di
butik perancang yang mahal. Bagaimanapun, Luigi
mengenakan mantelnya dengan gaya, dan sekak' lagi Marco iri melihat gaya
elegan-kasual petugas yang menanganinya ini.
Sepertinya Luigi sedang tidak terburu-buru dan tampak menikmati cuaca
dingin itu. Ia mencoba melontarkan komentar-komentar dalam bahasa Italia,
tapi Marco menolak ikut serta. "Bahasa Inggris, Luigi," ujarnya unruk kedua
kalinya. "Aku perlu bahasa Inggris." "Baiklah. Bagaimana hari kedua
pelajaranmu"" "Baik Ermanno lumayan juga. Tidak punya selera humor, tapi ia
guru yang cukup andal." "Ada kemajuan""
"Bagaimana mungkin tidak ada kemajuan"" "Ermanno bilang, kau cepat
menguasai bahasa itu."
"Ermanno tidak pintar bohong, dan kau tahu itu. Aku bekerja mati-matian
karena Taruhannya besar. Aku dicecar olehnya enam jam sehari, lalu
menghabiskan tiga jam pada malam hari mencerna semuanya. Tidak mungkin
tidak ada kemajuan."
"Kau bekerja mati-matian," ulang Luigi. MeOr dadak ia berhenti dan melihat
sesuatu yang tampak seperti deli kecil. "Marco, inilah makan malam kita."
Marco memandang tidak setuju. Bagian depan toko itu tidak lebih dari lima
meter lebarnya. Tiga meja berdesak-desakan di dekat jendela dan tempat itu
sepertinya penuh orang. "Kau yakin"" tanya
i Marco. "Ya, enak juga kok Makanan yang lebih ringan, sandwich dan sebagainya.
Kau akan makan sendiri. Aku tidak ikut masuk."
Marco menatap Luigi dan sudah hampir memprotes, tapi kemudian menahan
diri dan rersenyum, seolah menerima tantangan tersebur.
"Menunya ada di papan tulis di atas kasir, tanpa bahasa Inggris. Pesan dulu,
bayar, lalu ambil makananmu di ujung konter sebelah sana, tempat yang
nyaman untuk duduk kalau kau tidak dapat bangku. Harganya sudah termasuk
tip." Marco bertanya, "Apa hidangan spesial tempat ini""
"Pizza ham dan artichoke-rxyz enak. Panim-nyz juga. Aku akan menemuimu
lagi di sana, di dekat air mancur, satu jam lagi."
Marco mengenakkan rahang dan memasuki kafe, merasa amat kesepian.
Sambil mengantre di belakang dua wanita muda, dengan putus asa ia membaca
papan tulis, mencari-cari sesuatu yang bisa diucapkannya. Tak usah pedulikan
rasa. Yang penting adalah memesan dan membayar. Untungnya, petugas kasir
adalah wanita separo baya yang
153 senang tersenyum. Marco melontarkan "Buona seni" yang ramah, dan
sebelum wanita itu sempat membalas, ia memesan satu "pan i no prosciutto t
formavgio"-roti ham dan keju-dan Coca-Cola.
Coca-Cola yang setia. Sama pengucapannya dalam semua bahasa.
Mesin kasir berderak dan berdenting, wanita itu menyemprotkan rentetan
kata tak jelas yang tidak mpahaminya. Tapi ia tetap tersenyum dan berkata,
'S","lalu mengulurkan selembar uang pecahan dua puluh euro, yang pasti cukup
untuk membayar semua dan memberinya uang kembalian. Berhasil. Ber
sama uang kembalian, ia menerima secarik tiket. "Numero sessantasette," ujar
wanita itu. Nomor 77. Marco memegang tiket itu dan beringsut perlahan sepanjang konter, ke arah
dapur. Tidak ada orang yang memandanginya, tidak ada orang yang sepertinya
memethatikannya secara khusus. Apakah ia memang dikira orang Italia,
penduduk setempat" Ataukah ia jelas-jelas makhluk asing di tengah-tengah
penduduk setempat yang tak pedulian" Dalam waktu singkat, ia
mengembangkan kebiasaan menuai cara pria-pria lain berpakaian, dan
menurutnya penampilannya tidak kalah. Seperti yang pernah dikatakan Luigi
padanya, pria-pria^ Italia utara lebih peduli pada gaya dan penampilan
ketimbang orang-orang Amerika. Lebih banyak jas dan celana panjang rapi,
lebih banyak sweter dan dasi. Jarang terlihat denim, dan jelas tidak ada yang memakai kaus
lengan panjang atau apa puri yang menunjukkan ketidakpedulian terhadap
penampilan. Luigi, atau siapa pun yang memilih pakaian-pakaiannya, yang tentu saja
dibayar oleh para wajib ; pajak Amerika, telah melakukan tugasnya dengan j
baik. Untuk ukuran pria yang mengenakan baju I penjara selama enam tahun,
Marco dengan cepat menyesuaikan diri dengan segala sesuatu yang ber-I gaya
Italia. Marco mengamati piring-piring makanan yang I bermunculan di konter dekat
tempat pemanggangan. Sekitar sepuluh menit kemudian, sandwich yang tebal
muncul. Seorang pelayan mengambilnya, mencabut nketnya, dan berteriak,
"Numero sessantasette." Marco maju tanpa bersuara dan' mengeluarkan
tiketnya, minuman ringannya muncul kemudian. Ia menemukan tempat duduk
di meja sudut yang kecil dan dengan sepenuh hati menikmati kesendiriannya
bersantap malam. Deli itu penuh dan ribut, tempat makan penduduk setempat
yang pengunjungnya saling mengenal. Mereka menyapa satu sama lain dengan
pelukan, ciuman, dan basa-basi perjumpaan [ yang panjang, serta ucapan
selamat tinggal yang t bahkan lebih lama lagi. Berdiri dalam barisan untuk
memesan makanan ternyata tidak menimbulkan masalah, meskipun orang Italia
sepertinya punya kesulitan memahami konsep dasar berdiri di bel", kang orang iain untuk
mengantre. Di kampung halaman pasti akan terlontar kata-kata tajam dari
pelanggan yang lain dan mungkin semprotan dan' petugas kasir.
Di negara yang menganggap rumah berusia tiga ratus tahun terbilang baru,
waktu seperti memiliki arti yang berbeda. Makanan tersedia untuk dinikmati,
bahkan di deli yang hanya menyediakan sedikit meja. Orang-orang yang duduk
di sekitarnya kelihatan siap menyisihkan waktu berjam-jam untuk mencerna
pizza dan sandwich mereka. Terlalu banyak yang harus dibicarakan!
Irama hidup di penjara yang mematikan fungsi otak telah memperhalus
gerigi-gerigi dsdarn dirinya. Ia menjaga kewarasannya dengan membaca
delapan buku dalam seminggu, -namun kebiasaan itu pun lebih untuk melarikan
diri, bukan mempelajari sesuatu. Dua hari menghafal, mengkonjugasi,
melafalkan, dan mendengarkan secara Intensif telah membuatnya kelelahan
secara mental. Jadi sekarang ia menyerap serbuan bahasa Italia tanpa berusaha memahami
satu patah kata pun. Ia menikmati ritme, aksen, dan tawa. Sesekali ia
The Broker Karya John Grisham di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
menangkap sepatah-dua patah kata, terutama sapaan dan ucapan selamat
tinggal, dan menganggapnya semacam kemajuan. Melihat keluarga dan teman-teman membuatnya merasa kesepian,
vwlaupun ia tidak mau membiarkan diri tenggelam dalam perasaan itu.
Kesepian adalah 23 jam berada di dalam sel sempit dengan sedikit surat datang
dan novel paperback murahan sebagai teman: Ia sudah pernah mengalami
kesepian; ini boleh dibilang hari yang cerah di pantai.
Sebisa mungkin ia menyantap sandwich ham dan kejunya lambat-lambat,
tapi usahanya itu ada batasnya juga. Ia mengingatkan diri agar memesan
kentang goreng lain kali, karena kentang goreng dapat dimain-mainkan untuk
waktu yang lama sampai dingin, hingga memperpanjang waktu makan melebihi
apa yang dianggap normal di negeri asalnya. Dengan berat hati ia merelakan
mejanya. Hampir satu jam setelah memasuki kafe, ia meninggalkan udara yang
hangat dan berjalan ke air mancur yang airnya dimatikan supaya tidak
membeku. Luigi berjalan menghampirinya
beberapa menit kemudian, seolah
selama ini ia berkeliaran dalam gelap, menunggu. Dengan berani ia
mengusulkan membeli gelato, es krim, tapi Marco sudah menggigil kedinginan.
Mereka berjalan ke hotel lalu saling mengucapkan selamat malam.
Penyelia lapangan Luigi wm""!" 7 . ,. " _.Ur AS di Milan. Namanya
diplomatik di Komukt AS J ^ >*
Whitaker, dan Backman be"a g
bawah dalam daftar prioritasnya. Backman terlibat dalam kegiatan
intelijen, atau ke intelijen, padahal Whitaker sudah punya c banyak masalah
dalam hal ini tanpa harus ke bahan beban seorang broker Washington
disembunyikan di Italia. Namun dengan patuh menyiapkan laporan hariannya
dan mengirimnya Langley. Di sana, laporan-laporan itu diterima diteliti oleh
Julia Javier, orang lama yang pui akses langsung ke Mr. Maynard. Karena
berada bawah pengawasan Ms. Javier-lah Whitaker beke begitu rajin di Milan.
Bila tidak, laporan harian t sebut tidak akan secepat itu datangnya. Teddy-menginginkan taklimat lengkap. Ms. Javier dipanggil ke kantornya di lantai ni
juh, ke "Sayap Teddy", begitu istilah yang beredar di Langley. Ia memasuki
"stasiun" Teddy, begit istilah yang disukai Teddy, dan lagi-lagi mendapai pria
tua itu diparkir di ujung meja rapat j besar, duduk menjulang di kursi rodanya
yang sudah ditinggutan, terbungkus selimut dari d ke bawah,- mengenakan
setelan hitamnya yang biasa, mendiri setumpuk laporan, dengan Hoby
berkeliaran di dekatnya, siap mengambilkan secangkir teh hijau menjijikkan
yang diyakini Teddy mampu membuatnya bertahan hidup. - Sebenarnya ia
nyaris sudah tidak hidup lagi, tapi Julta Jav"r sudah bertahun-tahun berpikir
begitu Karena Julia Javier tidak minum kopi dan tidak sudi menyentuh teh hijau
itu, ia tidak ditawari apa-apa. Ia menempatkan diri di kursinya yang biasa, di
sebelah kanan Teddy, semacam kursi saksi, dan diharapkan semua tamu
mengambil tempat duduk tersebut-telinga kanan Teddy jauh lebih tajam
daripada telinga kirinya-dan Teddy berhasil melontarkan sapaan lelah, "Halo,
Julia." Hoby, seperti biasa, duduk di seberang Julia dan siap menulis notulen.
Suara apa pun di dalam "stasiun" ini ditangkap salah satu alat perekam paling
canggih yang pernah diciptakan dunia teknologi modern, tapi tetap saja Hoby
pura-pura mencatat. "Ceritakan tentang Backman," perintah Teddy. Laporan verbal semacam ini
diharapkan padat, langsung ke intinya, tanpa sepatah kata pun yang tak perlu.
Julia melirik catatannya, berdeham, dan mulai berbicara untuk perekam
yang tersembunyi itu. "Ia ada di suatu tempat di Treviso, kota kecil yang
menyenangkan di - Italia utara. Sudah tiga hari di sana dan sepertinya bisa
menyesuaikan diri dengan baik. Agen kita bisa dikontak sewaktu-waktu dan
guru bahasanya orang setempat yang melakukan pekerjaannya dengan baik.
Backman tidak punya uang maupun paspor, dan sejauh ini masih bersedia
menempel pada si agen. la tidak pernah menggunakan telepon di kamar
hotelnya dan ia tidak mencoba memanfaatkan ponseW,
selain untuk menghubungi agen kita. Ia tidak merrj.
perlihatkan keinginan untuk mondar-mandir dan
bereksplorasi. Sepertinya kebiasaan penjara sulit ^tinggalkan. Ia selalu
berada dekat-dekat hotelnya. Kalau tidak sedang belajar bersama gurunya,
atau makan, ia tinggal di dalam kamar dan mempelajari bahasa Italia."
"Bagaimana perkembangan bahasanya""
"Lumayan. Ia sudah lima puluh dua tahun, jadi tidak bisa cepat."
"Aku belajar bahasa Arab pada usia enam puluh tahun," ujar Teddy bangga,
seolah umur enam puluh sudah berlalu seabad lalu.
"Ya, aku tahu," timpal Julia. Semua orang di Langley tahu. "Ia belajar mati-matian dan sudah menunjukkan kemajuan, tapi sekarang kan baru tiga hari.
Gurunya cukup terkesan."
"Apa saja yang dibicarakannya""
"Bukan masa lalu, teman-teman, maupun musuh-musuh lama. Tidak ada
yang menarik untuk kita. Ia sudah menutup buku, paling tidak untuk sekarang
ini. Percakapan ringan menyangkut tempatnya yang baru, kebudayaan, dan
bahasanya." "Suasana hatinya""
"Ia baru keluar dari penjara empat belas tahun lebih cepat dari jadwal, dan
ia makan berlama-lama serta menikmati anggur yang enak. Ia cukup I senang. Sepertinya
tidak dilanda rindu rumah, tapi f tentu saja sebenarnya ia tidak punya rumah. Tidak
! pernah membicarakan keluarganya." "Kesehatannya""
"Sepertinya cukup baik. Batuk-batuknya sudah hilang. Kelihatan cukup tidur.
Tidak ada keluhan." "Ia banyak minum""
"Ia berhati-hati. Senang minum anggur pada waktu makan siang dan makan
malam, dan minum bir : di bar, tapi tidak berlebihan."
'Kita coba tingkatkan konsumsi minuman kerasnya, oke" Kita lihat apakah
dengan begitu ia bicara lebih banyak." "Rencana kita memang begitu." "Apakah
ia cukup aman"" "Semuanya disadap-telepon, kamar, kursus bahasa, makan
siang, makan malam. Bahkan sepatunya ditanami mikrofon. Keduanya. Di
keiiman mantel luarnya tersemat Peak 30. Kita bisa melacak keberadaannya
nyaris di mana saja." "Jadi kau tidak mungkin kehilangan dia"" "Ia pengacara,
bukan mata-mata. Sampai sejauh ini, ia sepertinya sangat puas menikmati
kebebasannya dan melakukan apa pun yang diperintahkan padanya." "Tapi ia
bukan orang bodoh. Ingat itu, Julia.
1"n t ATT Backman tahu ada orang-orang jahat yang akan gembira kalau bisa
menemukannya." "Memang benar, rapi sekarang ini ia seperti balita yang menggondeii
ibunya." "Jadi ia merasa aman""
"Mengingat situasinya, ya."
"Kalau begitu, mari kita takut-takuti dia."
"Sekarang""
"Ya" Teddy mengucak-ngucak matanya dan menyesap tehnya. "Bagaimana
dengan anaknya""
"Pengintaian tingkat tiga, tidak banyak yang terjadi di Culpeper, Virginia.
Bila Backman mencoba mengontak seseorang, ia pasti akan mengontak Neal
Backman. Namun kita akan memergokinya di Italia, sebelum kita
mengetahuinya di Culpeper."
"Putranya satu-satunya orang yang ia percaya," kata Teddy, mengutarakan
apa yang telah dikatakan Julia berulang kali.
"Benar sekak'."
Setelah jeda yang panjang, Teddy bertanya, "Ada yang lain, Julia""
"Ia menulis surat untuk ibunya di Oakland."
Teddy tersenyum singkat. "Manis sekali. Kita memiliki salinannya""
"Ya, agen kita memotretnya kemarin, kita baru saja rnencrimarrya.
Backman menyembunyikan surat I itu di antara halaman-halaman majalah
pariwisata I lokal di kamar hotelnya." I
I "Sepanjang apa surat itu""
'I "Dua paragraf panjang. Sepertinya belum se-B lesai."
"Bacakan untukku," pinta Teddy sementara ia I menyandarkan kepala ke
kursi rodanya dan me-I mejamkan mata.
Julia sibuk dengan kertas-kertasnya dan men-I dorong kacamatanya ke
puncak hidung. "Tidak tercantum tanggal, ditulis dengan tangan, yang i
memerlukan upaya keras karena tulisan tangan Backman buruk sekali. 'Ibu
sayang; aku tidak yakin f kapan atau apakah kau akan pernah menerima i surat
ini. Aku tidak yakin apakah aku akan mengirimnya, yang tentu akan berdampak
apakah kau akan menerimanya atau tidak. Pokoknya, aku sudah keluar dari
penjara dan keadaanku lebih baik sekarang. Di suratku yang terakhir kukatakan
bahwa keadaanku cukup lumayan di dataran Oklahoma. Waktu itu aku belum
tahu bahwa aku akan diberi pengampunan hukuman oleh Presiden. Kejadiannya
begitu cepat sehingga aku pun masih sulit memercayainya.' Paragraf kedua.
'Aku tinggal di belahan lain dunia, aku tidak bisa memberitahumu di mana
tepatnya, karena beberapa orang bisa gusar jika itu kulakukan'. Aku tidak
memiliki hak suara dalam hal ini. Bukan kehidupan yang sempurna, tapi jelas
lebih baik daripada hidupku seminggu yang lalu. Aku sekarat
di dalam penjara, kendati apa pun yang kutulis , surat. Aku hanya tidak
ingin membuatmu kh* Di sini aku bebas, dan itu yang paling periU|. di dunia.
Aku bisa berjalan-jalan, makan di ^ datang dan pergi sesukaku, nyaris bisa
melaku-apa pun yang Icuinginkan. Kebebasan, Ibu, adalah sesuatu yang
kudambakan selama bertahun-tahun dan kupikir takkan pernah kuperoleh lagi.'"
Julia meletakkan kertas dan berkata, "Hanya sejauh itu yang ditulisnya."
Teddy membuka mata dan berujar, "Apakah menurutmu ia cukup tolol untuk
mengirim surat itu pada ibunya""
"Tidak. Namun untuk beberapa waktu yang cukup lama ia menulis surat
pada ibunya setiap dua minggu. Sudah jadi kebiasaan, dan mungkin
memberinya ketenangan. Ia harus bicara pada seseorang."
wta masih mengawasi surat-surat wanita itu"" jfe, dan sedikit kirima
n yang diterimanya." "Baiklah. Buat Backman ketakutan setengah lapor kembali
padaku." ^ Sir." Julia membereskan berkas-berkasnya
TrJT^i lcUk """""L bacanya. Hoby pergi ke dapm l^-ji , . 7
Pesawat Z^f-^J^ ^ di Oakland J^l ^ Backman di rumah jompo menghasilkan
apa ^ dan sejauh ini tidak pa' Pada hari pembebasan W
ican> dua teman lamanya menelepon de-^ium banyak pertanyaan dan
ucapan selamat yang ar raP1 ^rs' Bac^anan begitu kebingungan sehingga harus
diberi obat penenang dan dibiarkan tidur selama beberapa jam. Cucu-cucunya-
dari tiga anak Joel dengan berbagai istri-tidak pernah meneleponnya selama
enam bulan belakangan. Lydia Backman telah melewati dua serangan stroke dan sekarang duduk di
kursi roda. Ketika putranya sedang jaya, ia hidup dalam kemewahan, di
kondominium yang luas bersama perawat yang bekerja penuh waktu. Vonis
yang dijatuhkan pada Joel memaksanya meninggalkan hidup yang nyaman dan
tinggal di rumah perawatan jompo bersama ratusan orang lainnya.
Tak mungkin Backman akan mencoba menghubungi ibunya.
165 10 Setelah beberapa hari memimpikan uangnya, I Critz mulai
membelanjakannya, paling tidak dalam J angan-angan. Dengan semua uang
tunai itu, ia tidak perlu terpaksa bekerja untuk kontraktot pertahanan yang
licik itu, ia juga tidak usah harus membujuk paksa para peserta ceramahnya.
(Ia sendiri tidak yakin akan ada peserta yang berminat, kendati segala yang
telah dijanjikan agennya.)
Critz sudah berpikir tentang pensiun! Jauh dari Washington dan semua
musuh yang didapatnya di sana, di suatu tempat di pantai dengan per*^ layar
rak jauh darinya. Atau mungkin ia ^ pmdah ke Swiss dan berada dekat dengan
har* yang terkubur di bank barunya, bebas pajak bertumbuh terus setiap hari.
la menelepon dan ~__ , P ""V*** flat di London W
untuk beberapa hari lagi. Ia mendorong Mrs. Critz berbelanja lebih agresif.
Istrinya pun sudah muak dengan Washington dan layak menikmati hidup yang
lebih nyaman. Sebagian karena antusiasmenya yang serakah, dan sebagian karena sifatnya
yang memang kurang perhitungan, juga karena kurangnya kecanggihan
inteligensianya, Critz melakukan kesalahan fatal sejak dari mula. Untuk ukuran
pemain lama Washington, kesalahan-kesalahan yang dilakukannya sungguh tak
termaafkan. Pertama-tama, ia menggunakan telepon di i flat sewaannya, mempermudah
orang melacak lokasinya dengan tepat. Ia menelepon Jeb Priddy, penghubung
CIA yang ditempatkan di White House selama empat tahun terakhir. Priddy
masih menempati posnya, tapi diharapkan akan segera dipanggil kembali ke
Langley. Presiden yang baru sudah mulai nyaman menempati posisinya, situasi
jadi kacau-balau, dan sebagainya, begitu menurut Priddy, yang sepertinya agak
jengkel mendapat panggilan telepon itu. Ia dan Critz tidak pernah t akrab, dan
Priddy langsung tahu orang itu sedang memancing-mancing sesuatu. Critz
akhirnya mengaku ia sedang mencari seorang teman lama, analis senior CIA
yang dulu sering bermain golf bersamanya. Namanya Daly, Addison Daly, dan ia
meninggalkan Washington untuk penugasan singkat
di Asia. Mungkin Priddy tahu di mana ia berad sekarang"
Addison Daly tersembunyi di LangJey dan Priddy mengenainya dengan baik.
"Aku pernah dengar namanya," jawab Priddy. "Mungkin aku bisa
menemukannya. Di mana aku harus menghubungimu"*
Critz memberinya nomor telepon flat. Priddy menghubungi Addison Daly dan
menyampaikan kecurigaannya, Daly mengaktifkan alat perekam dan menelepon
London melalui saluran aman. Critz menjawabnya dan langsung menyatakan ia
gembira sekali mendengar kabar dari kawan lama Ia berceloteh panjang-lebar
tentang betapa menyenangkannya hidup seusai pengabdian di White House,
setelah bertahun-tahun memainkan permainan politik, betapa nyamannya
menjadi warga negara biasa. Ia ingin sekali memperbarui pertemanan lama dan
mulai serius dengan permainan golfnya.
Daly ikut bermain saja. Ia menyatakan bahwa ia pun sedang
mempertimbangkan hendak pensiun- hampir tiga puluh tahun mengabdi-dan
ia sendiri ingin menjalani hidup yang lebih nyaman.
Bagaimana keadaan Teddy sekarang" Critz bertanya. Dan bagaimana
presiden yang baru" Ba- ' gaimaaa atmosfer
di Washington dengan adanya
pemerintahan baru" |
Tidak banyak yang berubah, komentar Daly, ha-[ nya segerombolan orang
tolol baru. Omong-omong, bagaimana kabar mantan presiden Morgan"
Critz tidak tahu,' sudah lama tidak bertukar kabar dengannya, bahkan
mungkin sudah berminggu-II minggu lamanya. Sementara percakapan mulai [ dingin, Critz bertanya
sambil tertawa canggung, " "Kurasa tidak ada yang melihat Joel Backman, ya""
Daly juga ikut tertawa-semua ini cuma lelucon besar. "Tidak," jawabnya,
"kurasa orang itu disembunyikan rapat-rapat."
"Memang sebaiknya begitu."
Critz berjanji akan menelepon lagi begitu ia kembali ke D.C. Mereka harus
bermain 18 hole di klub yang bagus, lalu minum-minum, sepati di masa lalui
Masa lalu apa" tanya Daly dalam hati setelah ia menutup telepon.
Satu jam kemudian, rekaman percakapan telepon tersebut diputar di
hadapan Teddy Maynard. Karena dua telepon pertama kelihatan menjanjikan, Critz melanjutkan
usahanya. Ia yang selalu bertugas menelepon ke sana kemari seperti maniak. Ia
penganut teori senapan tabur-hujani udara dengan panggilan telepon, maka
sesuatu akan terjadi. Rencana kasar mulai terbentuk. Seorang reman lama yang
lain dulu menjadi staf senior Ketua Komite
Intelijen Senat, dan sekalipun sekarang ia menjadi peJobi dengan koneksi
luas, ia pun, kabarnya, menjaga hubungan dekat dengan CIA.
Mereka membicarakan politik dan golf, dan akhirnya, yang membuat Critz
gembira, kawannya ini bertanya apa sebenarnya yang dipikirkan Presiden
Morgan ketika ia memberikan pengampunan hukuman kepada Duke Mongo,
penipu pajak terbesar dalam sejarah Amerika" Critz mengatakan ia
sesungguhnya menentang keputusan tersebut, rapi berhasil menggiring
percakapan ke arah topik pengampunan hukuman kin yang juga kontroversiaL
"Dengar gosip tentang Backman"" ia bertanya
"Kau kan ada di sana waktu itu," ujar temannya.
"Ya, tapi di mana Maynard menyembunyikannya" Itulah pertanyaan
besarnya." "Jadi itu pekerjaan CIA"" tanya temannya.
The Broker Karya John Grisham di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tentu saja," sahut Critz dengan penuh wibawa. Siapa lagi yang bisa
menyelundupkan Backman ke luar negeri pada tengah malam buta"
"Menarik juga," kata temannya, yang kemudian menjadi sangat pendiam.
Critz mendesak mereka harus makan riang bersama minggu berikutnya, dan di
situlah percakapan mereka berakhir.
Sementara Critz sibuk menelepon, sekali lagi ia mengagumi daftar
koneksinya yang tak terbatas. Kekuasaan ternyata ada imbalannya juga.
Joel, atau Marco, mengucapkan selamat berpisah pada Ermanno tepat pukul
setengah enam petang, menyudahi sesi tiga jam yang berjalan tanpa henti.
Keduanya sudah kecapekan.
Udara yang menggigit membantu menjenuhkan pikirannya ketika ia
menyusuri jalan-jalan sempit di Treviso. Untuk kedua kalinya, ia mampir di bar
kecil di sudut jalan dan memesan bir. Ia duduk di dekat jendela dan
memandangi penduduk setempat berjalan cepat, beberapa bergegas pulang
dari tempat kerja, yang lain berbelanja sebentar untuk makan malam. Bar itu
hangat dan penuh asap, dan ingatan Marco sekali lagi kembali ke penjara. Ia
tak bisa mencegahnya-perubahan ini begini drastis, kebebasan ini begitu
mendadak. Masih ada rasa takut bahwa ia akan terbangun dan mendapati
dirinya tersekap di sel sementara seorang pembuat lelucon yang tak terlihat
tertawa histeris di suatu tempat di kejauhan.
Sehabis minum bir ia memesan espresso, dan sesudahnya ia melangkah
kembali dalam kegelapan dan menjejalkan kedua tangannya dalam-dalam ke
sakunya. Sewaktu berbelok dan melihat hotelnya, ia juga melihat Luigi mondar-mandir gelisah di trotoar, sambil merokok. Ketika Marco menyeberang jalan,
Luigi menyongsongnya. "Kita harus pergi, segera," ujarnya.
"Kenapa"" tanya Marco sambi) melirik ke sekelilingnya, mencari orang-orang
jahat. "Akan kujelaskan nanti. Sudah tersedia tas bepergian di tempat tidurmu.
Kemasi barang-barangmu secepat mungkin. Aku akan menunggu di sini."
"Bagaimana kalau aku tidak mau pergi"" tanya Marco.
Luigi mencengkeram pergelangan tangan kirinya, berpikir sejenak, lalu
menyunggingkan senyum kaku. "Kalau begitu kau tidak akan bertahan hidup
sampai dua puluh empat jam," katanya sesangar mungkin.
"Percayalah padaku."
Marco berlari menaiki tangga dan sepanjang koridor, dan sudah hampir riba
di kamarnya ketika ia menyadari rasa nyeri tajam di perutnya itu bukan karena
ia kehabisan napas, tapi karena rasa takut.
Apa yang telah terjadi" Apa yang telah didengar atau dilihat Luigi, atau apa
yang telah diberitahukan kepadanya" Siapa sebenarnya Luigi dan dari siapa ia
mendapat perintah" Sembari Marco menyambar pakaian-pakaiannya dari lemari
kecil dan melemparkannya ke ranjang, ia mengajukan semua pertanyaan itu,
dan banyak lagi. Sewaktu semua barang sudah dikemasi, ia duduk sejenak dan
berusaha menata pikirannya. Ditariknya napas dalam-dalam, dikeluarkannya
perlahan-lahan, lalu ia meyakinkan diri sendiri bahwa -.
".l. ill. wa aPa pun yang
terjadi hanyalah bagian permainan
Apakah ia akan selamanya melarikan diri" Selalu berkemas dalam
ketergesaan, kabur dari satu ruangan untuk mencari ruangan lain" Memang
masih jauh lebih baik daripada penjara, tapi pasti akan ada akibatnya juga.
Dan bagaimana mungkin ada orang yang bisa secepat ini menemukannya" Ia
baru empat hari berada di Treviso.
Sewaktu akhirnya ia mulai bisa menenangkan diri, ia berjalan dengan
langkah biasa di koridor, menuruni tangga, melalui lobi tempat ia mengangguk
pada pegawai yang melongo tapi tidak berkata apa-apa, dan keluar melalui
pintu. Luigi menyambar tasnya dan melemparkannya ke bagasi mobil Fiat kecil.
Mereka sudah berada di luar kota Treviso sebelum sepatah kata pun terucap.
"Oke, Luigi, ada apa"" tanya Marco.
Ganti pemandangan." "Ngerti. Kenapa""
Ada alasan-alasan yang sangat bagus." "Oh, well, jadi jelas semua kalau
Darah Dan Cinta Di Kota Medang 7 Wiro Sableng 066 Singa Gurun Bromo Perawan Lembah Wilis 25