Pencarian

The Broker 5

The Broker Karya John Grisham Bagian 5


tadi, rombongan yang menyenangkan dan mudah diurus. Di tepi kota lama,
mereka berjalan ke arah Porta Saragozza dan Marco menyadari di mana ia
berada, ke mana ia akan menuju.
"Naik ke San Luca," katanya. "Ya. Cuaca hari ini sangat cerah, malam hari
nanti pasti cantik sekali. Kau tidak apa-apa""
Kedua kakinya sudah sangat pegal, tapi Marco tak pernah bermimpi akan
menolaknya. "Andiamo," ajaknya. Mari.
Hampir tiga ratus meter di atas kota, di Colle della Guardia, salah satu kaki
bukit pertama dalam rangkaian Pegunungan Apennine, terdapat Santuario di
San Luca, yang selama delapan abad telah berdiri mengawasi Bologna sebagai
pelindung dan penjaga. Untuk naik ke sana, tanpa basah karena hujan maupun
terbakar sinar matahari, . Bolognesi memutuskan untuk melakukan sesuatu
yang menjadi k eahlian mereka-membangun jalur pejalan kaki yang
bernaungan. Dimulai pada tahun 1674, dan berlanjut tanpa henti selama 65
tahun, mereka membuat naungan melengkung; 666 lengkingan di atas jalur
pejalan kaki, 3,6 kilometer jauhnya, menjadikannya trotoar beratap yang
paling panjang di dunia. .... , Walaupun Marco sudah mempelajari sejarahnya,
detail-detailnya jauh lebih menarik ketika didengar-nya dari mulur
Francesca. Perjalanan naik itu terus mendaki, dan mereka mengukur kecepatan
masing-masing. Setelah beberapa ratus lengkungan, betis Marco mulai menjerit
minta istirahat. Di lain pihak, Francesca terus melaju seolah ia sanggup
mendaki gunung. Marco masih menunggu sampai akibat banyaknya rokok
memperlambat Jangkah Francesca.
Untuk mendanai proyek raksasa dan megah itu, Bologna menggunakan
kekayaannya yang lumayan. Dalam kekompakan langka antara faksi-faksi yang
berseteru, masing-masing portico tersebut didanai oleh kelompok-kelompok
pedagang, perajin, mahasiswa, gereja, dan keluarga-keluarga bangsawan.
Untuk mencatat pencapaian mereka, dan demi mengukuhkan keabadian,
mereka diperbolehkan menggantungkan plakat di lengkungan masing-masing
Kebanyakan sudah hilang seiring tahun-tahun berlalu.
Francesca berhenti sejenak di lengkungan ke-170, satu di antara sedikit
plakat yang masih tergantung. Lengkungan itu dikenal dengan nama "la
Madonna gratsa", atau Madonna gemuk. Ada lima belas kapel sepanjang jalan
ke sana. Mereka berhenti lagi di antara kapel kedelapan dan kesembilan,
tempat terdapat jembatan di atas jalan. Bayang-bayang panjang mulai tercipta
& portico sementara mereka
terus mendaki bagian paling terjal di tanjakan
tersebut. "Tempat ini terang pada malam hari," Francesca meyakinkannya.
"Untuk perjalanan turun.
Marco tidak memikirkan perjalanan turun. Ia masih mendongak, menatap
gereja di atas, yang sesekali kelihatan lebih dekat dan pada saat yang lain
seperti menjauh dari mereka. Pahanya sudah berdenyut-denyut sekarang,
langkahnya semakin berat.
Sewaktu mereka mencapai puncak dan keluar dari bawah naungan ke-666,
sebuah basilika yang mengagumkan terbentang di hadapan mereka. Lampu-lampunya mulai menyala sementara kegelapan mengelilingi perbukitan di aras
kota Bologna, dan kubahnya bersinar dalam nuansa keemasan. "Sekarang sudah
tutup," kata Francesca. "Kita akan kembali untuk melihatnya lain kali."
Saat mendaki, Marco melihat sebuah bus yang menuruni bukit. Kalau suatu
saat ia bermaksud mengunjungi San Luca lagi hanya untuk melihat-lihat
katedral lain, sudah pasti ia akan naik bus.
"Lewat sini," kata Francesca pelan, memanggilnya. "Aku tahu jalan rahasia."
Marco mengikutinya melalui jalan setapak berkerikil di belakang gerejai
menuju tepi tebing di mana mereka berhenti dan memandang kota di bawah
mereka. "Ini tempat favoritku," kata
Francesca lalu menarik napas dalam-dalam, seolah berusaha menghirup
keindahan Bologna. "Seberapa sering kau datang kemari"" "Beberapa kali dalam
setahun, biasanya bersama rombongan. Mereka selalu naik bus. Kadang-kadang
aku suka mendaki kemari pada hari Minggu sore." "Sendiri"" "Ya, sendiri."
"Bisakah kita duduk di suatu tempat""
"Ya, ada bangku kecil tersembunyi di sebelah sana Tidak ada yang
mengetahuinya." Marco mengikuti Francesca menuruni beberapa undakan, lalu
menyusuri jalan setapak berbatu-batu menuju tepi tebing lain yang juga
menyajikan pemandangan menakjubkan.
"Kakimu pegal"" tanya Francesca.
Tentu saja tidak," dusta Marco.
Wanita itu menyulut sebatang rokok dan menikmatinya dengan gaya yang
hanya bisa dilakukan sedikit orang Mereka duduk dalam keheningan untuk
waktu yang lama, keduanya beristirahat, keduanya berpikir dan memandangi
lampu-lampu yang berpendar di Bologna.
Marco akhirnya berbicara, "Luigi memberitahuku bahwa suamimu sakit
parah. Aku ikut prihatin."
Francesca meliriknya, pandangannya terkejut, Wu membuang muka. "Luigi
pernah berkata hal-hal pribadi tak boleh dibicarakan."
"Luigi sudah mengubah peraturannya. Apa yang
dikatakannya tentang diriku""
"Aku belum pernah bertanya. Kau berasal dari Kanada, sedang bepergian,
berusaha mempelajari bahasa Italia" "Kau percaya
"" Tidak juga." "Mengapa tidak""
"Karena kau mengatakan punya istri dan keluarga, tapi kau meninggakkan
mereka untuk perjalanan panjang ke Italia. Dan kalau kau pengusaha yang
sedang berlibur, Luigi itu siapa" Dan Ermanno" Mengapa kau membutuhkan
orang-orang itu""
"Pertanyaan bagus. Aku tidak punya istri." "Jadi semua itu bohong."
"Ya." "Seperti apa kebenarannya""
Aku tidak bisa memberitahumu."
"Bagus. Aku tidak ingin tahu,"
"Kau sudah punya cukup banyak masalah, kan, Francesca""
"Masalahku adalah urusanku sendiri."
Francesca menyulut rokok lagi. "Aku boleh minta satu"" tanya Marco.
"Kau merokok""
"Bertahun-tahun yang lalu." Marco mengambil sebatang dari kotaknya dan
menyulutnya. Lampu-lampu kota tampak semakin cemerlang sernentan malam melingkupi
mereka. "Apakah kau memberitahu Luigi segala hal yang kita lakukan"" tanya Marco.
"Hanya sedikit yang kuberitahukan padanya."
348 20 Kunjungan Teddy yang terakhir ke White House dijadwalkan pada pukul
sepuluh pagi. Ia berencana akan datang terlambat. Mulai pukul tujuh pagi itu,
la roengumpulkan tim transisi tak resminya-empat deputi direktur dan orang-orang seniornya. Dalam raPat kecil diam-diam tersebut, ia memberitahu orang-orang yang menjadi kepercayaannya selama bertahun-tahun bahwa ia akan
segera keluar, bahwa hal itu sebenarnya sudah sekian lama rak terhindarkan
lagi, bahwa lembaga mereka dalam kondisi prima, dan hidup terus berjalan.
Orang-orang yang mengenalnya merasakan armos-fer kelegaan. Lagi pula,
usianya sudah mendekat. Alapan puluh tahun dan kesehatannya yang buruk
"tenjadi semakin parah. , , .
Pada pukul 08.45 tepat, ketika sedang berb.caradengan William Lucat,
deputi direktur operasinya, Teddy Maynard memanggil Julia Javier untuk
membicarakan Backman. Kasus Backman masih penting, tapi dalam tataran
intelijen global, prioritasnya masih di tengah-tengah.
Betapa aneh operasi yang berkaitan dengan seorang mantan pelobi menjadi
penanda kejatuhan Teddy. Julia Javier duduk di sebelah Hoby yang selalu awas, yang masih saja
menulis catatan yang tidak akan pernah dilihat siapa pun. Julia Javier memulai
kata-katanya dengan lugas, "Ia berada di tempat, masih di Bologna, jadi kalau
kita mau bergerak sekarang, kita bisa melakukannya."
"Aku mengira rencananya adalah memindahkan dia ke pedesaan, tempat
kita bisa mengawasinya dengan lebih ketat," kata Teddy. "Itu masih beberapa
bulan lagi." "Kita tidak punya waktu beberapa bulan lagi." Teddy berpaling pada
Lucat dan berkata, "Apa yang terjadi kaku kita memencet tombolnya sekarang""
"Bisa berhasil. Mereka akan menemukannya di suatu tempat di Bologna.
Tempat itu menyenangkan, kota yang nyaris tak memiliki angka kriminalitas.
Pembunuhan tak pernah terjadi disana, jadi kematiannya akan menarik
perhatian bila mayatnya ditemukan di sana. Orang-orang Italia akan segera
menyadari bahwa ia bukan-siapa namanya JuliaT
"Marco," sahut Teddy tanpa melirik catatan, "Marco Lazzeri."
"Ya. Mereka akan garuk-garuk kepala dan bertanya-tanya siapa dia
sebenarnya." Julia menyela, "Tidak ada tanda-tanda identitas aslinya. Mereka akan
menemukan mayat, kartu identitas palsu, tanpa keluarga, alamat, pekerjaan, :
tanpa apa pun juga. Mereka akan menguburnya seperti orang kere dan
membiarkan kasusnya tetap . terbuka selama setahun. Sesudah itu kasusnya
akan dipetieskan." "Itu bukan urusan kita," ujar Teddy. "Bukan kita yang akan melakukan
pembunuhan." "Benar," kata Lucat. "Akan sedikit lebih sulit di- " lakukan di
kota, tapi orang itu senang jalan-jalan i ke mana-mana. Mereka akan bisa
menemukannya. Barangkali akan ada mobil yang menabraknya. Orang-orang
Italia mengemudi seperti orang gila, kan."
"Tidak akan terlalu sulit, bukan""
"Kurasa tidak."
"Dan berapa kemungkinan kita mengetahui pembunuhan itu sudah terjadi""
tanya Teddy. Lucat menggaruk kepala dan menatap ke seberang meja pada Julia, yang
sedang menggigit kukunya dan menoleh pada Hoby, yang sedang I mengaduk
teh hijau dengan pengaduk plastik. Lucat akhirnya menjawab, "Lima puiuh-lima
puluh, paling tidak pada tempat kejadian. Kita akan mengawasinya dua puluh
empat jam sehari dan tujuh hari seminggu,
tapi yang akan menghabisinya pasti
orang-orang yang terbaik. Kemungkinan tidak akan ada saksi."
Julia menambahkan, "Kemungkinan besar kita akan mendengarnya
kemudian, beberapa minggu setelah mereka mengubur si kere itu. Kita punya
orang-orang yang bagus di sana. Kita akan mendengarkan dengan saksama.
Kurasa kita baru akan mendengar kabarnya kemudian."
Lucat berkata, "Seperti biasa, kalau bukan kita sendiri yang menekan
picunya, ada kemungkinan kita tidak bisa yakin sepenuhnya."
"Kita tidak boleh mengacaukan kasus ini, mengerti" Senang juga kalau
mengetahui Backman sudah mati-hanya Tuhan yang tahu ia memang layak
mendapatkannya-tapi tujuan utama operasi ini adalah mengetahui siapa yang
membunuhnya," kau Teddy sementara tangannya yang putih berkerut-kerut
perlahan mengangkat cangkir kertas berisi teh hijau ke mulutnya. Ia
menghirupnya dengan bunyi keras dan tidak sopan.
Mungkin sudah saatnya pak tua ini membusuk di panti jompo.
"Aku cukup yakin " kata Lucat. Hoby mencatatnya
"Kalau kita membocorkan informasi ini, berapa
lama waktu yang dibutuhkan sebelum ia mati"" tanya Teddy.
Lucat mengangkat bahu dan membuang muka seraya memikirkan
pertanyaan itu. Julia menggigiti kuku yang lain. "Tergantung " jawab Julia hati-hati. "Kalau Israel yang bergerak, bisa seminggu. Cina biasanya lebih lambat.
Saudi barangkali akan menyewa agen lepas; bisa makan waktu sebulan untuk
menempatkan agen lepas di sana."
"Rusia bisa melakukannya dalam seminggu," tambah Lucat.
"Aku tidak akan berada di sini ketika itu terjadi," ujar Teddy sedih. "Dan tak
seorang pun di sisi Adantik sini yang akan mengetahuinya. Berjanjilah kalian
akan meneleponku." "Jadi ini lampu hijau"" tanya Lucat. Ya. Tapi hati-hati dengan caramu
membocorkannya. Semua pemburu harus diberi kesempatan yang sama untuk
mengincar sasaran." Mereka mengucapkan selamat tinggal pada Teddy untuk terakhir kali dan
meninggalkan kantornya. Pada pukul setengah sepuluh, Hoby mendorong kursi
rodanya ke koridor, ke depan pintu lift. Mereka turun delapan lantai ke tingkat
bawah tanah, tempat mobil van putih antipeluru itu sudah menunggu
mengantarnya dalam perjalanan yang terakhir ke White House.
Pertemuan itu berlangsung singkat saja. Dan Sandberg sedang duduk di
mejanya di Post ketika pertemuan itu dimulai di Oval Office beberapa menit
selepas pukul sepuluh. Dan ia belum bergerak dari sana ketika Rusty Lowell
meneleponnya dua puluh menit kemudian. "Sudah selesai/5 katanya.
"Apa yang terjadi"" tanya Sandberg, tangannya sudah siap di atas papan
ketik. "Seperti yang diperkirakan. Presiden ingin tahu tentang Backman. Teddy
tetap bergeming. Presiden berkata ia berhak mengetahui segalanya. Teddy
membenarkan, tapi berkata bahwa informasi itu akan disalahgunakan untuk
kepentingan politik dan akan membongkar operasi yang sensitif. Mereka
berdebat sebentar. Teddy akhirnya dipecat. Tepat seperti yang pernah
kukatakan padamu." "Wow."
"White House akan memberikan pernyataan beberapa menit lagi. Kau
mungkin ingin menontonnya."
Seperti biasa, semua berjalan seketika. Sekretaris Pers yang berwajah
muram mengumumkan bahwa Presiden telah memutuskan untuk "mengejar
tujuan di jalur berbeda dalam hal operasi-operasi intelijen". Ia memuji Direktur
Maynard atas ke-354 pemimpinannya yang legendaris dan tampak sangat sedih karena harus
mencari penggantinya. Pertanyaan pertama yang diajukan dari baris depan:
Maynard mengundurkan diri atau dipecat" "Presiden dan Direktur Maynard
telah mencapai kesepahaman bersama." "Apa artinya""
"Tepat seperti yang sudah saya katakan." Dan begitulah yang berlangsung
selama tiga puluh menit. Tulisan Sandberg di halaman pertama keesokan harinya menjatuhkan dua
bom sekaligus. Tulisan itu dimulai dengan penegasan bahwa Maynard telah
dipecat setelah menolak memberikan informasi sensitif yang menurutnya hanya
akan dimanfaatkan untuk kepentingan politik semata. Tidak ada pengunduran
diri, tidak ada "pencapaian kesepahaman bersama". Itu hanya PHK dalam arti
sebenarnya. Ledakan kedua mengumumkan pada dunia bahwa sikap keras
Presiden menyangkut pengumpulan data intelijen itu berkaitan langsung
deng an investigasi baru FBI yang menyelidiki jual-beli pengampunan hukuman.
Bisik-bisik mengenai skandal jual-beli abolisi tersebut memang sudah
terdengar, hingga Sandberg membuka pintu bendungan. Tulisannya boleh
dibilang menghentikan lalu lintas di Jembatan Arlington Memorial. Sementara
Sandberg berada di ruang pers, me-nikmati pukulan yang dilancarkannya, ponselnya berdering. Dari Rusty
Lowell, yang langsung ber kata, "Telepon aku dari jalur land line. Cepat"
Sandberg pergi ke ruang kantor kecil untuk men-dapatkan privasi dan
menghubungi nomor telepon Lowell di Langley.
"Lucat baru saja dipecat," kata Lowell, "Pada pukul delapan pagi ini, ia
dipanggil Presiden ke Oval Office. Ia diminta menjadi pejabat sementara I
direktur. Ia mau. Mereka berbicara selama satu jam. Presiden menekannya soal
kasus Backman. Lucat bergeming. Jadi ia dipecat, seperti Teddy." "Sial, sudah
ratusan tahun ia ada di sana." Tiga puluh delapan tahun, tepatnya. Salah satu
orang kami yang terbaik di sini. Administrator hebat."
"Siapa yang berikut""
"Pertanyaan bagus. Kami semua takut mendengar ketukan di pintu,"
"Harus ada orang yang mau mengurus lembaga itu,"
"Kau pernah bertemu Susan Penn"" "Tidak. Aku tahu siapa dia, tapi belum
pernah bertemu dengannya."
"Deputi direktur bidang sains dan teknologi. Sa ngat setia pada Teddy, tapi
kami semua pun begitu Tapi dia juga tidak gampang kalah. Dia ada d Oval
Office sekarang. Kalau ditawari jabatan g
dia akan menerimanya. Dan dia akan menyerahkan
Backman untuk mendapatkannya."
"Dia presiden, Rusty. Dia bethak tahu semuanya."
"Tentu saja. Dan ini masalah prinsip. Aku tak bisa menyalahkan otang itu. Ia
masih baru, ingin memamerkan kekuatannya. Sepertinya ia siap memecat kami
semua sampai mendapatkan apa yang diinginkannya. Kusuruh Susan Penn
menerima jabatan itu untuk menghentikan banjir datah."
"Jadi FBI akan tahu segalanya tentang Backman dalam waktu dekat""


The Broker Karya John Grisham di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Dugaanku hari ini juga. Aku sendiri tidak yakin apa yang akan mereka
perbuat ketika mengetahui di mana ia betada. Kasus mereka masih dalam
proses panjang. Barangkali mereka hanya akan mengacaukan operasi kami." "la
ada di mana"" "Tidak tahu."
"Ayolah, Rusty, keadaan sudah berubah sekarang."
"Jawabannya tetap tidak. Titik. Aku akan terus memberitahumu tentang
banjir darah itu." Satu jam kemudian, sekretaris pers White House mengumumkan
pengangkatan Susan Penn sebagai pejabat sementara direktur C1A. Ia
membesar-besar-kan fakta bahwa Susan Penn adalah wanita pertama yang
memegang tampuk kepemimpinan tersebut,
dan sekali lagi membuktikan betapa bulat tekad Presiden untuk bekerja
keras demi kesetaraan hak
Luigi sedang duduk di tepi ranjangnya, seorang diri dan berpakaian lengkap,
menunggu tanda dari apartemen sebelah. Yang ditunggunya tiba pada menit
keempat belas selepas pukul enam pagi-Marco sudah menjadi makhluk yang
didikte kebiasaan. Luigi berjalan ke ruang kontrol dan menekan tombol untuk
menghentikan dengung yang menandakan temannya baru saja keluar dari pintu
depan. Komputer mencatat waktu setepatnya dan dalam beberapa detik,
seseorang di Langley akan mengetahui bahwa Marco Lazzeri baru saja
meninggalkan rumah persembunyian di Via Fondazza pada pukul 06.14.
Sudah beberapa hari Luigi tidak membuntutinya. Simona menginap di
apartemennya. Ia menunggu beberapa saat, menyelinap keluar dari pintu
belakang, mengambil jalan pintas melalui gang sempit, lalu mengintip dari
balik bayang-bayang trotoar Via Fondazza. Marco ada di sebelah kirinya,
mengarah ke selatan dan berjalan dengan langkah sigapnya seperti biasa, yang
bertambah cepat seiring lamanya ia tinggal di Bologna. Usianya paling sedikit
dua puluh tahun lebih tua daripada Luigi, namun dengan kesukaannya berjalan-jalan selama berkilo-kilometer setiap hari, tubuhnya menjadi semakin bugar. Tambahan lagi, ia
tidak merokok, tidak banyak minum, sepertinya tidak tertarik pada perempuan
ataupun kehidupan malam, dan ia telah melewatkan enam tahun terakhir di
balik tetali besi. Tak heran ia bisa menjejalah jalanan selama berjam-jam,
tanpa melakukan sesuatu yang lain.
Marco mengenakan sepatu botnya yang baru seti
ap hari. Luigi belum bisa
menyentuhnya. Sepasang sepatu itu masih bebas dari penyadap, tidak
meninggalkan jejak sedikit pun. "Whitaker mengkhawatirkan hal ini di Milan,
tapi ia memang mengkhawatiikan segala hal. Luigi yakin Marco berjalan
berkilo-kilometer di dalam wilayah kota, tapi tak pernah keluar dari garis. Ia
memang pernah menghilang sebentar, menjelajah atau melihat-lihat, tapi ia
selalu bisa ditemukan kembali.
Marco berbelok di Via Santo Stefano, jalan besar di sudut tenggara kota
lama Bologna yang mengarah ke keramaian di sekitar Piazza Maggiore. Luigi
menyeberang dan mengikutinya dari sisi lain. Sementara ia nyaris berlari kecil,
dengan segera ia menghubungi Zellman lewat radio. Zellman adalah orang baru
mereka di kota ini, dikirim Whitaker untuk merapatkan jaring-jaring. Zellman
sudah menunggu di Strada Maggiore, jalan besar yang sibuk di antara rumah
persembunyian dan universitas. Kedatangan Zellman merupakan tanda bahwa
"rencana ini bergerak maju. Luigi mengetahui hampir seluruh detailnya
sekarang, dan entah bagaimana merasa sedih karena hari-hari Marco sudah bisa
cfchitung jumlahnya. Ia tidak yakin siapa yang akan membunuhnya, dan ia.
mendapat kesan Whitaker pun tidak tahu.
Luigi berdoa, semoga bukan dia yang diperintahkan untuk melaksanakan
pekerjaan tersebut. Ia pernah membunuh dua orang, dan memilih untuk
mengiiindari kerepotan tersebut. Lagi pula, ia menyukai Marco.
Sebelum Zellman sempat melanjutkan penguntitan, Marco menghilang. Luigi
berhenti dan mendengarkan. Ia menyelinap di kegelapan sebuah pintu, kalau-kalau Marco telah berhenti juga.
Ia mendengarnya di belakang sana, langkah-langkahnya agak terialu berat,
napasnya agak terlalu memburu. Ia berbelok kiri dengan sigap di jalan yang
sempit, Via Castellata, berlari cepat sejauh lima puluh meter, lalu belok kiri
lagi di Via de Chiari. Dengan berganti haluan dari utara ke barat, lalu berjalan
cepat cukup jauh, maka tibalah ia di tempat terbuka, alun-alun kecil bernama
Piazza Cavour. Ia mengenal kota lama itu dengan baik; ja-' lan besar, gang
jalan buntu, persimpangan, labirin berkelok-kelok yang terdiri atas jalan-jalan
sempit, nama setiap alun-alun, dan toko serta warung. Ia tahu warung rokok mana
yang buka pada pukul enam dan mana yang menunggu sampai jam tujuh. Ia
bisa menemukan lima warung kopi yang sudah penuh menjelang fajar, walau
kebanyakan buka ketika hari sudah terang. Ia tahu di mana ia bisa duduk di
depan jendela depan, bersembunyi di balik koran, memandang ke arah trotoar,
dan menunggu Luigi berjalan lewat.
Ia bisa melepaskan diri dari Luigi kapan pun ia mau, walau seringnya ia ikut
bermain dan membiarkan dirinya mudah diikuti. Namun kenyataan bahwa ia
selalu diawasi dengan ketat membuktikan sesuatu yang lebih penting.
Mereka tidak ingin aku menghilang begitu katanya selalu pada diri sendiri.
Mengapa" Karena aku ada di sini untuk tujuan tertentu.
Ia mengambil jalur melambung lebar ke arah barat kota, jauh dari yang
diperkirakan pengekor-nya. Setelah hampir satu jam berzig-zag melalui
puluhan jalan dan gang, ia sampai di Via Irnerio dan mengamati lalu lintas
pejalan kaki. Bar Fontana ada di seberang jalan persis di depannya. Tidak ada
orang yang mengawasinya. Rudolph duduk menyempii di belakang, wajahnya terkubur rendah di balik
koran pagi, asap pipa membubung dalam spiral biru yang bergerak malas.
Sudah sepuluh hari mereka tidak bertemu, dan se-telah bertukar salam hangat yang biasa, Rudolph bertanya, "Kau jadi ke
Venesia"" Ya, kunjungan yang menyenangkan. Marco menyebut nama-nama tempat
yang dihafalkannya dari buku panduan. Dengan berbunga-bunga, ia
menggambarkan keindahan kanal-kanal, pelbagai jenis jembatan, gelombang
turis yang menyesakkan. Tempat yang menakjubkan. Tak sabar untuk kembali
ke sana. Rudolph menambahkan kenangan-kenangannya sendiri. Marco
menggambarkan Basilika San Marco seolah ia telah melewatkan seminggu di
sana. Berikutnya ke mana" Rudolph ingin tahu. Mungkin ke selatan, ke tempat
yang lebih hangat. Barangkali Sisilia, atau pesisir Amalfi. Rudolph tentu saja
mengagumi Sisilia dan menceritakan kunjungannya ke sana. Se
telah setengah jam mengobrol tentang perjalanan, Marco akhirnya sampai pada tujuannya.
"Aku bepergian terus, sehingga tidak punya alamat tetap. Seorang teman di
Amerika mengirimkan paket untukku. Kuberikan alamatmu di Fakultas Hukum.
Kuharap kau tidak keberatan."
Rudolph menyulut kembali pipanya. "Sudah datang kok. Kemarin," ujarnya,
sementara asap tebal mengiringi setiap kata yang diucapkan.
Jantung Marco berhenti berdetak sekejap. "Ads alamat pengirimnya""
"Suatu tempat di Virginia."
"Bagus." Mulutnya langsung terasa kering, la menyesap air dan berusaha
menyembunyikan kegairahannya. "Kuharap itu tidak merepotkan."
"Sama sekali tidak."
"Aku akan mampir nanti untuk mengambilnya." "Aku ada di kantot dari pukul
sebelas sampai setengah satu." "Bagus, terima kasih." Seteguk ait lagi. "Ingin tahu saja, sebesar apa
paketnya"" Rudolph menggigiti pipanya dan berkata, "Ku-rang-lebih seukuran kotak cetutu."
Hujan yang dingin turun sebelum tengah hari. Marco dan Ermanno sedang
berjalan-jalan di lingkungan universitas dan menemukan tempat ber-teduh di
bar yang tenang. Mereka menyelesaikan pelajaran lebih dini hari itu, terutama
karena si murid belajar dengan giat. Ermanno selalu lebih suka pelajaran
mereka cepat selesai. Karena Luigi belum datang untuk makan siang, Marco punya waktu bebas
betjalan-jalan, dengan anggapan ia tidak diikuti. Namun ia tetap berhati-hati.
Ia melakukan manuver melambung dan mengubah arah, dan merasa konyol
seperti biasa. Konyol atau tidak, itu adalah prosedur standarnya sekarang. Di
Via Zamboni, ia mengikuti arus sekelompok mahasiswa yang berjalan tak tentu
arah. Di depan pintu gedung Fakultas Hukum, ia menyusup masuk dengan
cepat, melompati beberapa anak tangga sekaligus, dan dalam beberapa detik
sudah mengetuk pintu ruang kerja Rudolph yang terkuak.
Rudolph duduk di depan mesin tik kunonya, mengetuk-ngetuk tuts, sibuk
mengetik sesuatu yang tampak seperti surat pribadi. "Di sana," ujar Rudolph,
menuding ke tumpukan barang-barang di atas meja yang kelihatannya sudah
puluhan tahun tak pernah dibereskan. "Kotak cokelat yang paling atas."
Marco mengambil paket itu dengan sebisa mungkin berlagak tak berminat
sedikit pun. "Sekali lagi terima kasih, Rudolph," ujarnya, tapi Rudolph sudah
sibuk lagi dan tampaknya sedang tidak ingin menerima tamu. Jelas sekali
kedatangannya telah mengganggu.
"Kembali," sahurnya dari balik bahu, menguarkan segumpal awan asap dari
pipanya. "Apakah ada kamar kecil di dekat sini"" tanya Marco.
"Di lorong, sebelah kiri." "Trims. Sampai ketemu." Ada urinoar kuno dan tiga
bilik kayu di dalamnya. Marco masuk ke bilik paling jauh, mengunci pintu,
menurunkan dudukan toilet, dan duduk di sana. Dengan hati-hati, ia membuka
paket itu dan pembuka lipatan kertas-kertas yang menyertainya, kembar yang pertama
adalah secarik kertas putih polos tanpa kepala surat. Ketika melihat kata-kata
Dear Marco, ia nyaris menangis.
Dear Marco: Tak perlu dikatakan lagi bahwa aku sangat gembira mendengar kabar
darimu. Aku bersyukur pada Tuhan ketika mendengar berita kau dibebaskan
dan aku berdoa untuk keselamatanmu sekarang. Seperti yang kauketahui, aku
bersedia melakukan apa pun untuk membantu.
Di dalam paket ini terdapat smattphone yang sangat canggih. Teknologi
ponsel dan Internet di Eropa lebih maju daripada kita, jadi alat ini akan
memadai untuk digunakan di sana. Aku sudah menuliskan instruksi di kertas
yang lain. Aku tahu kedengarannya rumit sekali, tapi sebenarnya tidak.
Jangan mencoba menelepon dengan ponsel ini-terlalu mudah dilacak. Lagi
pula, kau harus memberikan nama dan berlangganan. Satu-satunya jalan adalah
e-mail Dengan menggunakan KwyteMail yang disandikan, pesan-pesan kita tidak
mungkin dilacak. Kusarankan kau mengirim e-mail hanya padaku. Aku yang
kemudian akan meneruskannya.
Di sini, aku memiliki laptop baru yang kusimpan di dekatku setiap waktu.
Kita akan berhasil, Marco. Percayalah padaku. Begitu kau bisa online, e-mail
aku dan kita akan bercakap-cakap. Semoga berbasil, Grinch.
(5 Maret) Grinch" Pasti semacam sandi. Ia tidak menggunakan nama asli mereka.
Marco mengamari alat canggih itu, b
enar-benar kebingungan, tapi juga
bertekad untuk bisa menguasainya. Ia merogoh-rogoh ke dalam kotak kecil itu,
menemukan uang tunai, dan menghitungnya lambat-lambat seolah itu emas.
Pintu terbuka dan tertutup, seseorang menggunakan urinoar. Marco nyaris tak
sanggup bernapas. Tenang, perintahnya pada diri sendiri berkali-kali.
Pintu kamar kecil terbuka dan terrutup, dan ia pun sendiri lagi. Halaman
insrruksi tersebut ditulis tangan, Jelas dilakukan ketika Neal tidak memiliki
banyak waktu. Isinya: Ankyo 850 PC Pocket Smartphone-baterai penuh-6 jam waktu bicara
sebelum perlu di-recharge. Charger termasuk dalam paket. Langkah 1) Cari
kafe Internet dengan akses nirkabel-daftar terlampir j
langkah 2) Masuk ke kafe atau berada dalam
radius 60 meter darinya Langkah 3) Hidupkan alat, tombolnya ada di
sudut kanan atas Langkah 4) Layar akan menampilkan "Access
Area" lalu pertanyaan "Access Now""
Tekan "Yes" di bawah layar, lalu
tunggu Langkah 5) Tekan tombol keypad, kanan bawah,
dan buka keypad-"y<2 Langkah 6) Tekan akses Wi-Fi di layar Langkah
7) Tekan "Start" untuk Internet
browser Langkah 8) Di kursor, ketik "www.kwytemaiL
com" Langkah 9) Ketik nama pengguna "Grinch456" Langkah 10) Ketik password
"post hoc ergo propter
hoc" Langkah 11) Tekan "Compose" untuk menampilkan New Message Form
Langkah 12) Pilih alamat e-mailku: 123Grinch@ kwytemailcom
Langkah 13) Ketik pesanmu padaku
Langkah 14) Klik "Encrypt Message"
Langkah 15) Klik "Send"
Langkah 16) Bingo--aku mendapatkan pesanmu
Masih ada catatan lagi di baliknya, tapi Mate perlu berhenti. Smartphone itu
terasa semakin berat ketika memunculkan lebih banyak pertanyaan daripada
jawaban. Sebagai orang yang tidak pernah masuk ke kafe Internet, ia tidak
pernah bisa memahami bagaimana orang bisa menggunakannya dari seberang
jalan. Atau dalam radius 60 meter.
Para sekretarislah yang dulu menangani banjir e-mailnya. Ia terlalu sibuk
untuk duduk di depan komputer.
Ada buku kecil panduan penggunaan yang dibukanya secara acak. Ia
membaca beberapa kalimat dan tidak memahaminya sedikit pun. Percaya saja
pada Neal, perintahnya pada diri sendiri.
Kau tidak punya pilihan, Marco. Kau harus menguasai benda tetkutuk ini.
Dari sebuah website bernama www.AxEss. com, Neal telah mencetak daftar
tempat yang menyediakan sambungan Internet nirkabel gratis di Bologna-ada
tiga kafe, dua hotel, satu perpustakaan, dan satu toko buku.
Marco melipat uangnya, memasukkannya ke saku, lalu pelan-pelan
menyusun paket itu kembali. Ia berdiri, menggelontor toilet entah untuk alasan
apa, kemudian meninggalkan kamar kecil itu. Telepon, kertas-kertas, kotak,
dan charger kecil itu dengan mudah disembunyikan di dalam jaket
Hujan sudah berubah menjadi gerimis salju ketika ia meninggalkan gedung
Fakultas Hukum, tapi trotoar beratap itu melindunginya, juga segerombol
mahasiswa yang sedang bergegas hendak pergi makan siang. Ketika semakin
menjauh dari kompleks universitas, ia memikirkan cara-cara untuk
menyembunyikan aset-aset kecil berharga yang dikirimkan Neal kepadanya.
Ponsel itu akan terus menempel padanya. Juga uang tunainya. Tapi kertas-kettas yang lain-surat, instruksi, manual-di mana ia bisa menyimpannya"
Tidak ada tempat yang tetlindung di apartemennya. Di sebuah etalase toko, ia
melihat semacam tas sandang yang menarik. Ia masuk dan bertanya. Tas itu
adalah tas laptop bermerek Silvio warna biru tua, tahan air, terbuat dari bahan
sintetis yang tidak bisa dijelaskan oleh si petugas penjualan. Harganya enam
puluh euro, dan Marco dengan enggan meletakkan uang itu di atas meja konter.
Sementara petugas penjualan itu menyelesaikan transaksi, dengan hati-hati
Marco memasukkan smartphone dan semuanya ke dalam tas. Di luat, ia
menyandang tas tersebut di bahunya dan mengepitnya di bawah lengan kanan.
Tas itu melupakan lambang kebebasan Marco Lazzeri. Ia akan menjaganya
dengan nyawanya. Ia menemukan toko buku itu di Via Ugo Bassi. Majalah-majalah dipajang di
lantai dua. Ia berdiri di dekat rak majalah selama lima menit, memegano mingguan sepak bola
sambil mengawasi pintu de pan kalau-kalau ada orang yang mencurigakan.
Konyol. Tapi itu sudah menjadi kebiasaan sekarang. Sambungan Internet ada di
lantai tiga di sebuah kafe kecil. Ia membeli pastri dan Coke, dan menemukan
bilik kecil tempat ia bisa duduk dan mengamati semua orang yang datang dan
pergi. Tidak ada orang yang bisa menemukannya di sini.
Ia mengeluarkan Ankyo 850-nya dengan sebanyak mungkin kepercayaan diri
yang bisa dikerahkannya, dan melirik buku manual. Dibacanya kembali instruksi
Neal. Ia mengikuti langkah demi langkah dengan gugup, mengetik di keypad
kecil itu dengan kedua ibu jarinya, seperti yang digambarkan di buku manual.
Sesudah setiap langkah, ia mendongak untuk memeriksa kesibukan di sekitar
kafe. Langkah-langkah itu sempurna. Tak berapa lama kemudian, ia sudah online,
walau agak kaget juga. Sesudah password-nyz dimasukkan, ia melihat layar
yang memberinya isyarat bahwa ia sudah bisa menulis pesan. Perlahan-lahan,
ia menggerakkan kedua ibu jarinya dan mengetik pesan Internet nirkabelnya
yang pertama:

The Broker Karya John Grisham di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Grinch: Paket sudah sampai. Kau tidak akan pernah mengetahui betapa
besar aninya ini buatku. Terima kasih atas pertolonganmu, kau yakin pesan kita benar-benar aman" Kalau ya, aku akan memberitahukan padamu lebih banyak tentang
situasiku. Aku khawatir aku tidak sepenuhnya aman. Sekarang sekitar pukul
0830 di tempatmu berada. Aku akan mengirim pesan ini sekarang dan
mengeceknya lagi dalam beberapa jam. Love, Marco.
la mengirim pesan, mematikan alat tersebut, lalu tetap di tempat itu
selama satu jam sambil membaca manual. Sebelum meninggalkan kafe untuk
beitemu Prancesca, ia menyalakan alat itu : lagi dan mengikuti petunjuk untuk
bisa online. Di layar ia mengetik "Google Search", lalu mengetik ""Washington
Post". Tulisan Sandberg menarik perhatiannya, dan ia membacanya hingga
selesai. la tidak pernah bertemu Teddy Maynard, namun mereka pernah, berbicara
beberapa kali lewat telepon. Percakapan yang sangat menegangkan. Orang itu
boleh dibilang sudah mati sepuluh tahun berselang. Dalam kehidupannya yang
lalu, Joel pernah beberapa kali adu kuat dengan CLA, terutama menyangkut
tipuan dan trik yang dnakukan klien-kliennya di bidang kontraktor pertahanan.
Di luar toko buku, Marco mengamati jalan, tidak melihat sesuatu pun yang
mengusik perhatiannya, dan mulai berjalan lagi.
Jual-beli pengampunan hukuman" jq sensasional, tapi terlalu sulit dipercaya
^ ^ siden yang mau menerima sogokan sepem Pte" Selama proses kejatuhannya
yang spektakuler kekuasaan, Joel pernah membaca banyak tulisan ngenai
dirinya sendiri, sekitar separonya mem"* benar. Dengan cara yang tidak
menyenangkan, * belajar untuk menaruh sangat sedikit kepercayaan pada apa
pun yang tercetak. 21 Di sebuah bangunan yang tak bernama, tak bernomor, dan biasa-biasa saja
di Pinsker Street di pusat kota Tel Aviv, seorang agen bernama Efraim masuk
dari trotoar dan berjalan melewati lift, menuju koridor buntu dengan pintu
terkunci di ujungnya. Tidak ada kenop, tidak ada pegangan pintu.
Dikeluarkannya alat yang mirip remote control televisi dari sakunya dan
diarahkannya ke pintu tersebut. Sebuah gelas tebal jatuh di suatu tempat di
dalam, bunyi klik tajam, dan pintu itu pun terbuka menuju salah satu dari
begitu banyak rumah persembunyian yang dikelola oleh Mossad, polisi rahasia
Israel. Rumah itu memiliki empat ruangan-dua dengan ranjang susun tempat
Firaim dan tiga rekannya tidur, dapur kecil tempat mereka memasak makanan
sederhana, dan ruang kerja
berantakan tempat mereka, menghabiskan banyaj waktu setiap hari
merencanakan operasi yanj boieh dibilang tidur selama enam tahun namun
mendadak menjadi salah satu prioritas tertinggi Mossad.
Keempat orang itu anggota kidon, unit kecil kompak yang terdiri atas agen-agen lapangan piawai, dengan fungsi utama melakukan pembunuhan.
Pembunuhan yang cepat, efisien, tanpa suara. Target mereka adalah musuh
Israel yang tidak bisa diseret ke pengadilan karena pengadilan tidak bisa
mendapatkan yuridiksi. Kebanyakan target berada di Arab dan negara-negara
Islam, tapi kidon sering kali bekerja di blok Soviet, Eropa, Asia, bahkan Korea
Utara dan Amerika Serikat. Mereka tidak memiliki batas, tidak mempunyai
keterikatan, tidak ada yang dapat menghentikan mereka untuk menghabisi
siapa pun yang ingin menghancurkan hrad. Pria dan wanita anggota kidon
memiliki lisensi penuh untuk membunuh dari negaranya. Begitu saru target
sudah di-ACC, hitam di atas putih, oleh perdana menteri saat itu, rencana
operasi akan disusun, sebuah unit diorganisasi, dan musuh Israel tersebut boleh
dibilang sudah tamat riwayatnya. Jarang sekali mereka kesulitan mendapatkan
izin dasi puncak Efraim melemparkan sebungkus pasrri ke salah satu meja lipat tempat Rafi
dan Shaul sedang teng-gelam dalam hasil riset. Amos ada di sudut, di de-I pan komputer,
mempelajari peta Bologna, Italia.
Sebagian besar hasil riset mereka sudah kedalu-[ warsa; terdiri atas
halaman-halaman berisi latar bela-f kang Joel Backman yang kebanyakan tak
berguna, i informasi yang dikumpulkan bertahun-tahun yang r lalu. Mereka
mengetahui segala aspek kehidupan pribadinya yang kacau-balau-ketiga
mantan istri, \ ketiga anak, mantan-mantan partner, pacar-pacar, f klien-klien, kawan-kawan lama dari lingkaran ke-[ kuasaan D.C. Sewaktu
pembunuhannya disetujui I enam tahun berselang, kidon lain segera bekerja ;
keras menyusun latar belakang profil Backman. Rencana awal untuk
membunuhnya dalam kecelakaan mobil di D.C. langsung disingkirkan ketika
riba-tiba Backman mengaku bersalah dan dilarikan ke penjara. Bahkan kidon
pun tidak mampu menjangkaunya di balik perlindungan penjara Rudley.
Latar belakang itu bernilai penting sekarang hanya karena keberadaan putra
Backman. Sejak pengampunan hukuman yang mengejutkan dan lenyapnya
Backman tujuh minggu sebelumnya, Mossad telah menempatkan dua agen
untuk mengawasi Neal Backman dengan ketat. Mereka bekerja bergiliran setiap
tiga atau empat hari supaya tak seorang pun di Culpeper, Virginia, menaruh
kecurigaan-kota kecil dengan tetangga yang usil dan polisi yang jemu
merupakan tantangan yang cukup besar. Salah satu agen, wanita cantik dengan aksen Jerman, bahkan
sempat berbicara dengan Neal di Main Street. Ia mengaku turis dan
menanyakan arah menuju Montpelier, kota asal Presiden James Madison yang
tak jauh dari sana. Wanita itu merayu, atau setidaknya berusaha
melakukannya, dan jelas bersedia melakukan sesuatu yang lebih jauh. Neal
tidak memakan umpan. Mereka menyadap rumah dan kantornya, dan mereka
mendengarkan percakapan ponselnya. Dari laboratorium di Tel Aviv, mereka
membaca setiap e-mail kantor dan yang di rumahnya. Mereka memonitor
rekening bank dan pengeluaran kartu kreditnya. Mereka tahu Neal melakukan
perjalanan singkat ke Alexandria enam hari lalu, tapi mereka tidak tahu
alasannya. Ibu Backman di Oakland pun mereka awasi, tapi wanita tua itu sudah
hampir mati. Selama bertahun-tahun mereka mempertimbangkan gagasan
untuk menghabisi nyawanya dengan salah satu pil betacun dari lemari
persediaan mereka yang mengagumkan. Kemudian mereka akan menyergap
putranya di pemakaman. Masalahnya, manual kidon melarang pembunuhan
anggota keluarga kecuali anggota keluarga yang bersangkutan juga mengancam
keutuhan Israel. Namun gagasan tersebut masih diperdebatkan, dan Amos-lah pendukungnya
yang paling kuat. Mereka menginginkan kematian Backman, tapi juga m&n menjaganya tetap
hidup selama beberapa jam sebelumnya. Mereka ingin mengobrol dengannya,
mengajukan beberapa pertanyaan, dan bila jawaban-jawabannya tidak
teidengar juga, mereka tahu cara untuk membujuknya buka mulut. Semua
orang buka mulut kalau Mossad sungguh-sungguh menginginkan jawaban.
"Kita sudah menemukan enam agen yang bisa berbahasa Italia," kata Efraim.
"Dua akan datang kemari sote ini pukul tiga untuk rapat." Keempat agen
tetsebut tidak bisa berbahasa Italia, tapi semua menguasai bahasa Inggris
dengan sempurna, juga bahasa Arab. Bila digabungkan, mereka menguasai
[ delapan bahasa lain. Masing-masing memiliki pengalaman perang, pe-I latihan komputet intensif,
dan ahli menyeberangi perbatasan (dengan atau tanpa dokumen), interogasi,
penyamaran, dan pemalsuan. Dan mereka mempunyai keterampilan membunuh
dengan darah dingin tanpa penyesalan. Rata-rata usia mereka 34 tahun, dan
masing-masing telah terlib
at paling tidak dalam lima pembunuhan yang berhasil
dilakukan kidon. -Dengan formasi penuh, kidon mereka mempunyai dua belas anggota. Empat
akan melakukan pembunuhan sebenarnya, dan delapan yang lain akan
melakukan penyamaran, pengintaian, dan menyedia-kan dukungan taktis, serta membereskan tempat 1 kejadian sesudah semua
berlangsung. "Kita sudah dapat alamat"" tanya Amos dari de- I pan komputer.
"Belum," sahut Efraim. "Dan aku tidak yakin kita bisa mendapatkan alamat
apa pun. Ini asalnya dari kontra-intelijen."
"Ada setengah juta manusia di Bologna," ujar Amos, seolah bicara sendiri.
"Empat ratus ribu," tukas Shaul. "Dan seratus ribu di antaranya adalah
mahasiswa." "Kita harus mendapatkan fotonya," kau Efraim, dan ketiga orang lainnya
berhenti bekerja dan berpaling. "Ada foto Backman di suatu tempat, yang
diambil baru-baru ini, setelah keluar dari penjara. Ada kemungkinan
mendapatkan salinannya."
"Tentu saja itu akan sangat membantu," kata Rafi.
Mereka memiliki seratus foto lama Joel Backman. Mereka sudah
mempelajari setiap sentimeter persegi wajahnya, setiap kerut, setiap
pembuluh darah di matanya, setiap utas rambutnya. Mereka sudah menghitung
jumlah giginya, dan mereka punya salinan catatan giginya. Spesialis mereka di
bagian kota yang lain, di markas besar Badan Intelijen dan Tugas-Tugas Khusus
Israel, yang lebih dikenal dengan nama Mossad, telah menyiapkan hasil
pencitraan komputer yang memperkirakan
seperti apa wajah Backman sekarang, enam tahun sesudah terakhir kali
dunia melihat wajahnya. Ada serangkaian proyeksi digital wajah Backman
dengan berat tubuh 120 kilogram, berat tubuhnya ketika ia mengaku bersalah.
Dan ada serangkaian foto Backman dengan berat tubuh 90 kilogram,
berdasarkan desas-desus yang beredar sekarang. Mereka mengira-ngira bentuk
rambutnya, membiarkannya seperti adanya, dan mereka-reka warna rambut
pria berusia 52 tahun. Mereka memberinya warna hitam, merah, dan cokelat.
Mereka memangkasnya dan membiarkannya panjang. Mereka me- ~ nambahkan
berbagai model kacamata di wajahnya, lalu menempelkan jenggot, mula-mula
berwarna gelap, kemudian kelabu. Semua kembali ke mau. Pelajari matanya.
Walaupun Efraim adalah pemimpin unit tersebut, Amos lebih senior. Ia sudah
ditugaskan pada kasus Backman pada tahun 1998 ketika Mossad pertama kali
mendengar kabar burung tenung perangkat lunak JAM yang ditawar-tawarkan
oleh pelobi besar Washington. Melalui duta besar mereka di Washington, Israel
berupaya keras membeli JAM, mengira mereka telah mendapatkan
kesepakatan, tapi kecele ketika Backman dan Jacy Hubbard membawa barang
dagangan mereka kepada pihak lain. Harga jualnya tak pernah diketahui. Hasil
ke-sepakatan itu rait pernah dinikmati. Sejumlah uang berpindah tangan, tapi
Backman, entah untuk alasan apa, tidak pernah menyerahkan produknya.
Di mana barang itu sekarang" Apakah barang itu benar-benar ada" Hanya
Backman yang tahu. Masa istirahat enam tahun dalam perburuan JoeJ Backman
memberi Amos cukup waktu untuk mengisi beberapa kekosongan. Ia yakin,
begitu pula para atasannya, bahwa sistem satelit Neptunus itu adalah ciptaan
Cina Komunis; bahwa Cina telah merogoh kantong kekayaan nasional mereka
cukup dalam untuk mengembangkannya,- bahwa untuk melakukannya mereka
telah mencuri teknolog berharga itu dari Amerika; bahwa dengan pintar mereka
telah menutup-nutupi peluncurannya dan mengelabui satelit-satelit AS, Rusia,
dan Israel; dm bahwa mereka tidak bisa memprogram ulang sistem tersebut
untuk mengambil alih kendali perangkat lunak yang ditempelkan oleh JAM.
Neptunus tak berguna tanpa JAM, dan Cina bersedia menyerahkan Tembok
Besar demi mendapatkan Backman dan program tersebut.
Amos, dan Mossad, juga percaya bahwa Farooq Khan, anggota terakhir tiga
sekawan dan pencipta utama perangkat lunak tersebut, berhasil dilacak oleh
Cina dan dibunuh delapan bulan lalu. Mossad sedang membuntutinya ketika ia
menghilang. Mereka juga yakin Amerika masih belum tahu persis siapa sebenarnya yang
mengembangkan Neptunus, dan kegagalan intelijen ini merupakan aib besar
yang berlarut-larut dan nyaris tercoreng permanen di wajah merek
a. Satelit-satelit Amerika telah mendominasi langit selama empat puluh tahun dan begitu
hebatnya sehingga bisa melihat menembus awan, menemukan senapan mesin di
balik tenda, mencegat transfer kawat pedagang obat-obatan terlarang,
menguping pembicaraan di dalam gedung, dan menemukan minyak di bawah
padang pasir dengan pencitraan inframerah. Mereka jauh lebih superior
dibandingkan apa pun yang ditempatkan Rusia di atas sana. Mustahil bila ada
sistem lain dengan teknologi yang setara atau lebih baik dapat dirancang,
dikembangkan, diluncurkan, dan dioperasikan tanpa sepengetahuan CIA dan
Pentagon. Satelit-satelit Israel juga sangat bagus, tapi tidak sebagus milik Amerika.
Sekarang, dunia intelijen menganggap Neptunus lebih maju daripada apa pun
yang pernah diluncurkan oleh Amerika Serikat.
Itu semua hanya asumsi; hanya sedikit yang telah dikonfirmasi
kebenarannya. Satu-satunya salinan program JAM disembunyikan. Para
pendptanya sudah tewas. Amos telah hidup dengan kasus ini selama ham-"J^^Kti-1
pir tujuh tahun, dan ia bersemangat dengan adanya kidon baru dan segera
membuat rencana-rencana. Waktu yang tersedia sangat singkat. Cina pasti mau
meledakkan setengah wilayah Italia bila mereka berpikir Backman akan mati di
antara reruntuhan. Amerika mungkin akan berusaha membunuhnya juga. Di
wilayah negara mereka, ia terlindungi Konstitusi, dengan berbagai lapisan
pendukungnya. Hukum mengharuskan mereka memperlakukan Backman dengan
adil, lalu mengurungnya di penjara dan melindunginya sepanjang waktu.
Namun,di seberang dunia, ia sasaran yang setara.
Kidon pernah menetralisasi beberapa orang Istael yang membangkang, tapi
tak pernah di wilayah mereka sendiri. Amerika pun akan melakukan hal yang
sama. *0"'"% Neal Backman menyimpan laptop-nya yang baru dan sangat tipis di tas
kerjanya yang sudah lusuh dan ditentengnya pulang setiap malam. Lisa tidak
memerhatikan karena Neal tidak pernah mengeluarkannya, la menjaganya
tetap dekat, tak lebih dari satu atau dua langkah jauhnya.
Ia sedikit mengubah rutinitas paginya. Ia membeli kartu di Jerry's Java, kafe
kopi dan donat yang berusaha memikat pelanggannya dengan kopi mahal, koran
gratis, majalah, dan akses Internet
nirkabel. Bisnis waralaba tersebut telah mengubah ^kas warung taco di tepi
kota, menghiasinya dengan dekorasi funky, dan dalam dua bulan bisnisnya meledak
Ada tiga mobil di depannya, mengantre di loket > drive-through. Laptop ada
di pangkuannya, tepat [ di bawah roda kemudi. Di tepi jalan, ia memesan t
mocha ukutan besar, tanpa krim, dan menunggu I mobil-mobil di depannya
beranjak sejengkal demi sejengkal. Sambil menunggu, ia mengetik dengan
kedua tangannya. Begitu bisa online, ia langsung terhubung ke KwyteMail.
Diketikkannya user name-nya-Grinchl23-lalu password-nya-post hoc ergo
propter hoc. Beberapa detik kemudian-itu dia, pesan pettama dari ayahnya.
Neal menahan napas sembari membaca, lalu mengembuskannya keras-keras
dan memajukan mobilnya sedikit. Berhasil! Pak tua itu bethasil melakukannya!
Dengan cepat, ia mengetik:
Marco: Pesan-pesan kita tidak dapat dilacak. Kau bisa mengatakan apa pun
yang ingin kaukatakan,' tapi lebih baik sesedikit mungkin. Senang mendengar
kau ada di sana dan sudah keluar dari Rudley. Aku akan online setiap (jari-
tepatnya pukul 07-50 EST. Sudah dulu. Grinch.
382 383 Ia meletakkan laptop di kursi penumpang, menurunkan jendela, dan
membayar hampir empat dolar untuk secangkir kopi. Ketika menjauh, ia terus
melirik komputernya, melihat sampai berapa lama sinyal aksesnya bertahan. Ia
berbelok ke jalan, mengemudi sampai 60 meter, dan sinyalnya pun hilang.
Bulan November lalu, setelah kekalahan Arthur Morgan yang
mencengangkan, Teddy Maynard mulai merancang strategi pengampunan
hukuman Backman. Dengan perencanaannya yang teliti seperti biasa, ia
menyiapkan hari tertentu ketika informan-informan mulai membocorkan lokasi
keberadaan Backman. Untuk memberikan kisikan pada pihak Cina, dan
melakukannya sedemikian rupa tanpa menimbulkan kecurigaan, Teddy mulai
mencari mata-mata yang tepat.
Namanya Helen Wang, warga Cina-Amerika generasi kelima yang sudah
bekerja d i Langley selama delapan tahun sebagai analis masalah-masalah Asia.
Wanita itu sangat cerdas, sangat menarik, dan dapat berbicara bahasa
Mandarin. Teddy mendapatkan pekerjaan temporer untuknya di Departemen
Luar Negeri, dan di sana ia mulai mengembangkan kontak dengan diplomat-diplomat dari Cina Komunis, beberapa di antaranya juga mata-mata dan selalu
berburu mencari agen baru.
Cina sangat terkenal dalam hal taktik agresifnya perekrut mata-mata.
Setiap tahun, 25.000 mahasiswa meteka mendaftarkan diri di universitas
Amerika, dan polisi rahasia melacak mereka semua. Para pengusaha Cina
diharapkan bekerja sama dengan badan intelijen begitu mereka kembali ke
tanah air. Ribuan petusahaan Amerika yang berbisnis di Cina daratan dimonitor
sepanjang waktu. Eksekutif-eksekutif mereka diawasi dan diteliti latar
belakangnya. Prospek-prospek yang potensial terkadang didekati.
Ketika Helen Wang "tanpa sengaja" menyinggung ia sempat bekerja
beberapa tahun di CIA, dan berharap bisa kembali ke sana segera, seketika ia
menarik pethatian kepala-kepala intelijen di Beijing. Helen Wang menerima


The Broker Karya John Grisham di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

undangan teman untuk makan siang di restoran mewah di D.C, lalu makan
malam. Ia memainkan perannya dengan cantik, selalu ragu-ragu menanggapi
pendekatan mereka, tapi selalu mengiyakan dengan enggan. Memo-memonya
yang mendetail diberikan langsung kepada Teddy sesudah setiap penemuan.
Sewaktu Backman tiba-tiba dibebaskan, dan jelas bahwa ia disembunyikan
dan tidak akan muncul kembali, Cina mulai menekan Helen Wang. Mereka
menawarkan seratus ribu dolar sebagai imbalan informasi tentang keberadaan
Backman. Helen pura-pura takut mendengar tawaran tersebut, dan
selama beberapa hari tidak mengadakan kontak. Dengan perhitungan waktu
yang sempurna, Teddy membatalkan penugasan Helen di Deplu dan
memanggilnya kembali ke Langley. Selama dua minggu, Helen tidak
berhubungan dengan teman-teman lamanya yang menyamar di Kedutaan RRC.
Kemudian ia menelepon mereka dan penawarannya pun menanjak menjadi
lima ratus ribu dolar. Helen menjadi serakah dan menuntut imbalan satu juta
dolar, mengaku ia mempertaruhkan karier dan kebebasannya, dan mengatakan
bahwa nilai informasi tersebut pasti jauh lebih besar daripada itu. Cina setuju.
Sehari sesudah Teddy dipecat, Helen menelepon pengendalinya dan
meminta pertemuan rahasia. Ia menyerahkan selembar kertas berisi instruksi
transfer kawat ke rekening bank di Panama, yang diam-diam diniiliki oleh CIA.
Kalau uang itu sudah diterima, Helen berkata, mereka akan bertemu lagi dan ia
akan memberitahukan lokasi Joel Backman. Ia juga akan memberikan foto
terbaru Joel Backman. Penyerahan informasi itu hanya berupa "senggolan", pertemuan fisik antara
mata-mata dan pengendalinya, yang dilakukan sedemikian rupa sehingga tak
seorang pun akan menyadari sesuatu yang lain daripada biasa. Sepulang kerja,
Helen Wang mampir di Toko Kroger di Bethesda. la berjalan ke ujung gang dua
belas, tempat tak pajangan majalah dan novel saku. Pengendalinya sedang
betada di dekat rak sambil membawa lacrosse Magazine. Helen mengambil
majalah yang sama dan dengan cepat menyelipkan amplop ke dalamnya. Ia
membuka-buka majalah itu dengan gaya jemu, lalu mengembdikannya ke rak.
Pengendalinya memilih-milih di antata majalah mingguan olahraga. Helen
berjalan menjauh, hanya sesudah ia melihat pengendalinya mengambil
Lacrosse Magazine yang diletakkannya tadi.
Sebenarnya tutinitas itu tidak perlu dilakukan. Teman-teman Helen di CIA
tidak mengawasi karena metekalah yang mengatur penyerahan informasi
tetsebut. Mereka juga sudah bertahun-tahun mengenal si pengendali.
Amplop itu betisi selembat kertas-fotokopi berwarna foto Joel Backman
yang tampak sedang menyusuri jalan, la jauh lebih kurus, di dagunya tumbuh
jenggot kelabu, kacamatanya bergaya Eropa, dan ia berpakaian seperti
penduduk setempat. Tulisan tangan di bagian bawah menyebutkan: Joel
Backman, Via Fondazza, Bologna, Italia. Si pengendali melongo ketika
melihamya di dalam mobilnya, lalu ia melesat secepat mungkin ke Kedutaan
Republik Rakyat Cina di Wisconsin Avenue NW di Washington.
Pada mulanya, Rusia seolah tak men
unjukkan minat dengan keberadaan
Joel Backman. Di Langley, isyarat-isyarat mereka diterjemahkan dengan
berbagai variasi. Tidak ada kesimpulan awal yang dibuat, karena hal itu
mustahil. Selama bertahun-tahun, Rusia diam-diam menjaga kesan bahwa
sistem yang disebut Neptunus itu adalah milik mereka, dan hal ini membuat CIA
kebingungan setengah mati.
Dunia intelijen terkejut karena Rusia berhasil mempertahankan sekitar 160
satelit pengintaian setahun, kurang-lebih sama banyaknya dengan satelit
mantan Uni Soviet. Keberadaannya yang kuat di angkasa luar belum terkikis,
berlawanan dengan prediksi Pentagon dan CIA.
Pada tahun 1999, seorang pembelot GRU, badan intelijen militer Rusia dan
penerus KGB, memberikan informasi pada CIA bahwa Neptunus bukanlah milik
Rusia. Mereka sama kagetnya dengan Amerika. Kecurigaan terfokus pada Cina
Komunis, yang jauh tertinggal dalam bisnis satelit. Atau tidak demikian
kenyataannya" Rusia ingin tahu tentang Neptunus, tapi mereka tidak ingin
membayar untuk informasi mengenai Backman. Ketika pendekatan dari Langley
diabaikan sama sekali, foto berwarna yang dijual kepada Cins
100 ^ juga melalui e-mail secara anonim ke anpat kepala operasi intelijen yang
bekerja dalam penyamaran sebagai diplomat di Eropa.
Kebocoran ke pihak Saudi dilakukan melalui pejabat eksekutif perusahaan
minyak Amerika yang ditempatkan di Riyadh. Namanya Taggett dan ia sudah
tinggal di sana lebih dari dua puluh tahun. Ia fasih betbahasa Arab dan
bergerak dalam lingkaran pergaulan sosial dengan mudah seperu orang-orang
asing lainnya. Terutama ia dekat dengan birokrat menengah di Kementetian
Luar Negeri Saudi, dan pada acara minum teh sore hari, Taggett memberitahu
bahwa petusahaannya pernah diwakili oleh ]oel Backman. Lebih jauh lagi, dan
yang lebih penting, Taggett mengaku tahu di mana Backman betsembunyi.
Lima jam kemudian, Taggett dibangunkan dengung bel pintu. Tiga pria
muda beisetelan jas masuk begitu saja ke apartemennya dan menuntut
waktunya sebentar. Mereka meminta maaf, menjelaskan bahwa meteka berasal
dari suatu cabang kepolisian Saudi, dan perlu bicara dengannya. Ketika
ditekan, dengan enggan Taggett memberikan informasi yang sudah dilatih
untuk dibocorkannya. ]oe\ Backman betsembunyi di Bologna, Italia,
1 menggunakan nama lain. Hanya itu yam,
nya. 11 Bisakah ia mencari tahu lebih jauh" mereka b tanya.
Barangkali. Mereka bertanya apakah ia bisa pergi keesokan paginya, kembali ke kantor
pusatnya di New York dan menggali informasi lebih banyak mengenai Backman.
Informasi itu sangat penting bagi Pemerintah Saudi dan keluarga kerajaan.
Taggett setuju melakukannya. Apa pun mau di-lakukannya demi Raja.
22 Setiap tahun pada bulan Mei, tepat sebelum Hari Kenaikan, penduduk
Bologna berbaris sepanjang Colle della Guardia dari gerbang Saragoza,
menyusuri trotoar bernaungan terpanjang di dunia, melewati 666 lengkingan
dan lima belas kapel, menuju puncak ke Santuario di San Luca. Di katedral itu,
mereka menurunkan dan membawa patung Madonna, lalu turun kembali ke
kota, tempat mereka mengarak Madonna melalui jalan-jalan yang dipadati
penduduk dan akhirnya menempatkannya di Katedral San Pietro, tempat
Madonna diam di sana selama delapan hari hingga ^k|r^ang mengantarnya
pulang kembali. Fesa terse u hanya ada di Bologna, dan rak pernah lekang d.-lakukan sejak tahun l47> Santuario
Sementara Franceses dan Joel dua
di San Luca, Francesca menjelaskan ritual tersebut dan betapa hal itu amat
berani bagi penduduk Bologna. Cantik memang, tapi menurut Marco sama saja
seperti gereja yang kosong.
Mereka naik bus kali ini, menghindari 666 leng-kungan dan 3,6 kilometer
tanjakan yang harus mereka daki menuju puncak bukit. Betisnya masih nyeri
dari pendakian terakhir ke San Luca, tiga hari yang lalu.
Francesca begitu teralihkan perhatiannya oleh hal-hal lain sehingga sesekali
ia berbahasa Inggris tanpa menyadarinya. Marco tidak mengeluh. Ketika
Francesca selesai bercerita tentang festival tersebut, ia mulai menunjukkan
elemen-elemen yang menarik di katedral tersebut-arsitektut dan konstruksi
kubahnya, lukisan-lukisan dinding. Marco berjuang sekuat
tenaga untuk berkonsentrasi. Kubah, fresco, dan kubur marmer para santo mulai berbaur
kacau di Bologna, dan tiba-tiba ia merindukan cuaca yang lebih hangat. Pada
cuaca yang demikian, mereka bisa duduk di luar dan mengobrol. Mereka bisa
mengunjungi taman-taman cantik di kota ini dan
kalau Ftancesca berani menyebut-nyebut katedral,
ia akan mengamuk. Francesca tidak sedang memikirkan cuaca yang
lebih hangat. Pikirannya ada di tempat lain. "Kau sudah menjelaskan yang
itu," sela Marco ketika Francesca menuding lukisan yang dipajang
di atas baptistery. "Maaf. Apakah aku membuatmu bosan"" Marco nyaris menyemburkan yang
sebenarnya, tapi ia berkata, "Tidak, tapi aku sudah puas melihat-lihat."
Mereka meninggalkan sanctuary dan keluar ke belakang gereja, ke jalan
setapak tahasia Francesca yang membawa mereka beberapa langkah menuju
pemandangan tetbaik ke arah kota. Salju terakhir mulai meleleh dengan cepat
di atas genting-genting merah. Saat itu tanggal 18 Maret.
Francesca menyulut rokok dan sepertinya cukup puas berdiam membisu
sambil mengagumi Bologna. "Kau menyukai kotaku"" tanya Francesca akhirnya.
"Ya, amat sangat." "Apa yang kausukai""
Setelah enam tahun di dalam penjara, kota mana pun bolehlah. Marco
berpikir sebentar, lalu menjawab, "Ini kota sungguhan, penduduknya tinggal di
tempat meteka bekerja. Kota ini aman dan bersih, tak lekang waktu. Tak
banyak yang berubah selama berabad-abad. Rakyatnya mencintai sejarah
mereka dan bangga dengan segala sesuatu yang telah dicapainya."
Ftancesca mengangguk sedikit, menyetujui analisisnya. "Aku bingung dengan
orang-orang Amerika," ujarnya. "Ketika aku memandu meteka mengelilingi
Bologna, mereka selalu tergesa-gesa, se-lalu ingin segera melihat satu situs sehingga mereka bisa mencoretnya dari
daftar dan pergi ke situs beri- I kutnya. Mereka selalu bertanya tentang esok
hati, atau lusa. Mengapa begitu""
"Kau keliru bertanya padaku."
"Mengapa""
"Aku orang Kanada, ingat"" "Kau bukan orang Kanada." "Tidak, memang
bukan. Aku dari Washington." "Aku pernah ke sana. Aku pernah melihat orang
banyak lalu-lalang dengan tergesa-gesa, tidak menuju ke mana-mana. Aku
tidak memahami keinginan menjalani kehidupan yang begitu sibuk Semuanya
harus cepat-pekerjaan, makanan, seks."
"Sudah enam tahun aku tidak melakukan hubungan seks."
Francesca menatapnya dengan pandangan yang sarat pertanyaan. "Aku
benar-benar tidak ingin membicarakan hal itu."
"Kau sendiri yang menyinggungnya." Wanita itu mengembuskan asap rokok
ketika udara mulai tampak bersih dari asap. "Mengapa kau tidak berhubungan
seks selama enam tahun"" "Karena aku dikurung dalam penjara soliter."
Francesca mengernyit sedikit dan tulang belakangnya diluruskan. "Kau
membunuh orang""
"Tidak, bukan hal seperti itu. Aku tidak ber bahaya kok."
Sunyi lagi, embusan asap lagi. "Mengapa kau
ada di sini"" "Aku sungguh-sungguh tidak tahu." "Berapa lama kau akan
tinggal"" "Mungkin Luigi bisa menjawabnya." "Luigi," ucap Francesca seolah ia
ingin meludah. Ia berbalik dan mulai berjalan. Marco mengikutinya karena
memang itulah yang harus dilakukannya. "Kau bersembunyi dari sesuatu"" tanya
wanita itu. "Ceritanya amat sangat panjang, dan kau pasti tidak ingin tahu." "Kau dalam
bahaya"" "Kurasa begitu. Aku tidak tahu petsis sebeiapa besar bahaya itu, tapi anggap
saja cukup besat sehingga aku takut menggunakan nama asliku dan takut
pulang ke negaraku."
"Kedengarannya cukup berbahaya bagiku. Apa peran Luigi dalam hal ini"" "Ia
melindungiku, kurasa." "Untuk berapa lama"" "Aku sungguh-sungguh tidak tahu"
"Mengapa kau tidak menghilang saja"" ritulah yang sedang kulakukan sekarang.
Aku sedang dalam proses menghilang. Dan dari sini, ke mana aku akan pergi"
Aku tidak punya uang, tidak punya paspor, tidak punya identifikasi. Secara
resmi aku tidak eksis."
"Benar-benar membingungkan."
Marco memalingkan muka sejenak dan tidak melihat Francesca jatuh. Ia
mengenakan sepatu bot kulit hitam bertumit rendah, dan kak kirinya terpeleset
tajam di atas batu di jalan setapak itu. Francesca terkesiap dan jatuh keras,
menahan tubuhnya pada detik terakhir dengan kedua tangannya. Tasnya
melayang. Ia memekikkan sesuatu dalam bahasa Italia. Marco dengan cepat
betjongkok dan menariknya.
"Pergelangan kakiku," kata Francesca sambil meringis. Matanya sudah basah,
wajahnya yang antik mengernyit kesakitan.
Dengan lembut Marco menariknya dari jalan setapak yang basah dan
membawanya ke bangku, lalu mengambil tasnya. "Aku pasti terpeleset," kata
Francesca terus-menerus. "Maafkan aku." Ia menahan tangis tapi segera
menyerah. "Tidak apa-apa," ujar Marco, berlutut di depannya. "Boleh kupegang""
Perlahan-lahan Francesca mengangkat kak kirinya, tapi tasa sakitnya terlalu
hebat. "Sebaiknya sepatunya tak usah dilepas," kata Marco, memegangnya dengan
amat hati-hati. "Kutasa ada yang patah," kata Francesca. Ia menarik tisu dari tasnya dan
menyeka matanya Napasnya memburu dan ia mengenakkan gigi "Maafkan aku."
Tidak apa-apa." Marco melihat sekelilingnya; ^leh dibilang tidak ada siapa-siapa selain mereka berdua. Bus yang membawa mereka ke San Luca hampir
kosong, dan selama sepuluh menit ini me-reka tidak melihat siapa-siapa. "Aku,
mm, mau masuk dan cari bantuan." "Ya, tolonglah."
"Jangan betgetak. Aku akan segera kenibali." Marco menepuk lutut
Francesca dan ia berhasil tersenyum. Lalu ia pergi tetgesa-gesa, hampir
terjatuh, la berlari ke belakang gereja dan tidak melihat siapa pun. Di mana
tepatnya otang bisa menemukan kantor katedral" Di mana kurator, manajer,
atau pastot kepala" Siapa yang beitanggung jawab atas tempat ini" Di luar, ia
mengelilingi San Luca dua kali sebelum melihat petugas kebetsihan muncul dari
pintu yang setengah tetsembunyi dekat taman.
"Mi pub aiutare"" teriaknya. Bisakah kau membantuku"
Petugas itu melongo dan diam saja Marco yakin ia bicara dengan jelas. Ia
berjalan mendekat dan berkata, "La mia arnica si e fatta male."Teman
perempuanku terluka. "Dove"" getam lelaki itu. Di mana"
Marco menuding dan menjawab, "Li, dietro alk
Ichiesa." Di sana, di belakang gereja. "Aspetti." Tunggu. Orang itu berbalik
berjalan kembali ke pintu dan masuk.
"Si sbrigbi, per favore." Cepatlah, kumohon.
Satu-dua menit berlalu sementara Marco menung, gu dengan gugup, ingin
melesat kembali untuk menengok keadaan Francesca. Kalau ada tulang yang
patah, bisa jadi ia akan kena shock. Pintu yang lebih besar di bawah baptistery
terbuka, dan seorang pria bersetelan jas berlari keluar dengan petugas tadi di
belakangnya. "La mia arnica e caduta," kata Marco. Temanku jatuh.
"Di mana dia"" tanya pria itu dalam bahasa Inggris yang fasih. Mereka
memotong jalan melalui teras kecil berbatu bata, menembus salju yang belum
meleleh. "Di belakang sana, dekat tepi tebing yang rendah. Pergelangan kakinya-
menurutnya ada tulang yang patah. Kita mungkin perlu ambulans."
Sambil menoleh ke belakang, pria itu menguapkan sesuatu kepada si
petugas, yang langsung menghilang.
Francesca duduk di tepi bangku dengan sebisa mungkin menjaga
martabatnya. Ia menggigit tisu, tapi tangisnya sudah berhenti. Pria tadi tidak
tahu namanya, tapi pasti pernah melihat Francesca di San Luca. Meteka
berbicara dalam bahasa Italia, dan Marco nyaris tak memahami seluruhnya.
Sepatu yang sebelah kiri tetap menempel di kaki Francesca, dan disepakati
bahwa sepati itu sebaiknya tidak dilepas untuk mencegah kebengkakan. Pria itu, Mr.
Coletta, sepertinya mengetahui pertolongan pertama. Ia memeriksa lutut dan
tangan Francesca. Memang tergores-gores dan perih, tapi tidak ada yang
berdarah. "Cuma keseleo parah," kata Francesca. "Menurutku tidak ada yang
patah." "Ambulans akan lama sekali datangnya," kata pria itu. "Aku akan mengantar
Anda ke rumah sakit." Klakson mobil terdengat di dekat mereka. Petugas kebersihan tadi telah
mengambil mobil dan berhenti sedekat mungkin.
"Kurasa aku bisa berjalan," kata Francesca dengan berani, berusaha berdiri.
"Tidak, kami akan membantumu," tukas Marco. Masing-masing pria itu
memegang siku dan dengan perlahan menolong Ftancesca berdiri. Ia
mengernyit ketika menapakkan kakinya, tapi berbta, "Tidak patah kok. Hanya
terkilir." Ia berkeras berjalan sendiri. Mereka setengah mengangkatnya ke


The Broker Karya John Grisham di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mobil. Mr. Coletta mengambil alih dan mengatur mereka di bangku
belakang sehingga kaki Francesca berada di pangkuan Marco, terangkat, dan
punggungnya bersandar ke pintu kiri belakang. Sesudah penumpang-penumpangnya berada di tempat yang sesuai, Mr. Coletta melompat ke
belakang kemudi dan memasukkan persneling. Mereka merayap
mundur sepanjang jalan setapak yang dirimbuni sesemakan, lalu ke jalan
sempit yang beraspal. Tak lama, mereka mulai menuruni bukit, menuju
Bologna. Francesca mengenakan kacamata hitamnya. Marco memerhatikan ada
setitik darah di lutut kirinya. Diambilnya tisu dari tangan Francesca, lalu
ditutul-tutulkannya ke luka itu. "Terima kasih," bisik Francesca. "Maaf aku
mengacaukan harimu." "Sudahlah," kata Marco sambil tersenyum. Sebenarnya
itu hari terbaik bersama Francesca. Kejadian tadi membuat Francesca
merendahkan diri dan menjadikannya lebih manusiawi. Meski tak diinginkan,
hal itu menggugah emosi yang jujur. Mengizinkan terjadinya kontak fisik yang
tulus, manusia yang benar-benar ingin menolong manusia lain. Kejadian itu
menyurukkan Marco ke dalam kehidupan Francesca. Apa pun yang terjadi
kemudian, entah di rumah sakit atau di rumahnya, paling tidak Marco akan
berada di sana selama beberapa saat. Dalam situasi darurat, Francesca
membutuhkannya, walaupun jelas sekali wanita itu tidak mengharapkannya.
Sambil memegangi kaki Francesca dan menatap kosong ke. luar jendela,
Marco menyadari betapa besar ia mendambakan hubungan dalam bentuk apa
pun, dengan siapa pun. Siapa pun bisa menjadi teman.
Di kaki bukit, Francesca berkata kepada Mr.
Coletta, "Aku ingin pulang ke apartemenku." Mr. Coletta melirik spion dan
menyahut, "Tapi menurutku Anda perlu diperiksa dokter." "Mungkin nanti. Aku mau istirahat
sebentat dan melihat bagaimana tasanya nanti." Keputusannya
sudah bulat, tak ada gunanya membantah.
Marco sebenarnya juga punya saran, tapi ia menahan diri. la ingin melihat di
mana Francesca tinggal. "Baiklah," ujar Mr. Coletta. "Via Minzoni, dekat stasiun keteta." Marco
tersenyum dalam hati, bangga karena ia tahu jalan itu. Ia bisa
membayangkannya di peta, di tepi utara kota lama, daerah yang
menyenangkan namun bukan distrik mahal. Ia pernah melewatinya paling tidak
sekali. Bahkan, ia menemukan bar kopi yang buka pagi-pagi di suatu tempat di
ujung jalan itu, yang bermuara di Piazza dei Martiri. Sementara mereka
melesat di jalan lingkar melalui lalu lintas sore hari, Marco melirik petunjuk-petunjuk jalan, mengamati setiap petsimpangan, dan tahu dengan tepat di
mana ia betada. Tak ada lagi kata-kata yang diucapkan. Ia memegangi kaki Francesca,
sepatu bot hitamnya yang gaya namun tak lagi baru mengotori celana wolnya.
Saat ini, ia sama sekali tidak hirau. Ketika mereka berbelok ke Via Minzoni,
Francesca memberitahu, "Terus sepanjang dua blok, di sebelah kanan." Sesaat kemudian ia berkata,
"Di depan sana. Ada tempat kosong di belakang mobil BMW hijau itu."
Dengan lembut mereka mengeluarkan Francesca dari bangku belakang dan
membantunya berdiri di trotoar, dan Francesca melepaskan pegangan mereka
serta berusaha berjalan. Pergelangan kaki itu langsung goyah; mereka seketika
menangkapnya. "Apartemenku di lantai dua," ujarnya sambil mengenakkan gigi.
Di sana ada delapan apartemen. Marco mengamati dengan saksama ketika
Francesca menekan tombol di sebelah nama Giovanni Ferro. Ada suara wanita
menjawab. "Francesca," sahutnya, lalu terdengar bunyi klik di pintu. Mereka masuk ke
selasar yang gelap dan kusam. Di sebelah kanan ada lift yang pintunya terbuka,
menunggu. Ketiga orang itu berjejalan masuk "Aku sudah tidak apa-apa," ujar
Francesca, berusaha keras mengusir Marco dan Mr. Coletta.
"Kita harus mengompresnya dengan es," kata Marco ketika lift mulai naik.
Lift itu berhenti dengan bunyi berisik, pintunya akhirnya terbuka, dan
mereka bersusah payah keluar, kedua pria itu masih memegangi siku
Francesca. Apartemennya hanya bebetapa langkah dari sana, dan ketika
mereka sampai, Mr. Coletta merasa sudah terlalu jauh.
"Aku prihatin atas semua ini," ujarnya. "Kak ada tagihan medis, maukah
Anda meneleponku""
Tidak apa-apa, Anda baik sekali. Terima kasih
banyak" "Teruna kasih," timpal Marco, m
asih menempel pada Francesca. Ia menekan
bel pintu dan menunggu sementara Mr. Coletta masuk ke lift dan meninggalkan
mereka. Ftancesca menjauh dan berkata, "Sudah tidak apa-apa, Matco. Aku
bisa sendiri. Ibuku sedang menjaga tumah hari ini."
Marco menunggu diundang masuk, tapi ia tahu tidak sepantasnya ia
mendesak. Petannya dalam episode ini sudah hampir usai, dan ia sudah
mengetahui lebih banyak hal daripada yang diharapkannya. Ia tetsenyum,
melepaskan lengan Francesca, dan hendak mengucapkan selamat tinggal ketika
tetdengar kunci berdetak keras dari dalam. Francesca berpaling ke pintu, dan
ketika melakukannya memberikan tekanan pada pergelangan kakinya yang
cedera. Kakinya goyah lagi, membuatnya terkesiap dan mengulurkan tangan ke
atah Marco. Pintu terbuka tepat ketika Francesca jatuh pingsan.
Ibunya bernama Signora Altonelli, wanita tujuh puluhan tahun yang tidak
bisa berbahasa Inggris sama sekali dan selama beberapa menit penama yang
panik mengira Marco telah mencederai putrinya.
Bahasa Italia Marco yang patah-patah terbukti tidak memadai, terlebih di
bawah tekanan saat itu. Marco membopong Francesca ke sofa, menaikkan
kakinya, dan berusaha menyampaikan konsep "Ghiaccio, ghiaccio." Es, ambilkan
es. Dengan amat enggan, wanita itu mundur, lalu menghilang ke dapur.
Francesca terjaga ketika ibunya kembali dengan membawa handuk kecil
basah dan seplastik kecil es.
"Kau pingsan," Marco menjelaskan, merunduk di atasnya. Francesca
memegangi tangan Marco, melihat berkeliling dengan pandangan liar. "Chi e""
tanya ibunya curiga. Siapa dia" "Un amico." Teman. Marco menyeka wajah
Francesca dengan handuk basah dan Francesca berbicara cepat. Dengan bahasa
Italia paling cepat yang pernah didengarnya, Francesca menjelaskan kepada
ibunya apa yang telah terjadi. Senapan-senapan mesin itu saling menyembur
berbalasan, membuat Marco bingung ketika berusaha mengenali satu-dua kata,
namun akhirnya menyerah. Mendadak, Signora Altonelli tersenyum dan
menepuk-nepuk pundak Marco tanda setuju. Anak baik.
Ketika wanita tua itu menghilang, Francesca berkata, "Ia akan membuat
kopi." "Bagus." Marco menarik bangku pendek mendekati sofa dan duduk,
menunggu. "Kita perlu mengompresnya dengan es," ujarnya.
"Ya, sebaiknya begitu."
Mereka menatap sepatu bot itu. "Kau mau melepasnya"" tanya Francesca.
"Tentu." Marco membuka ritsleting bot kanan dan melepasnya seolah kaki
itu juga cedeta. Ia lebih berhati-hati lagi dengan yang sebelah kiri. Setiap
gerakan kecil menimbulkan tasa nyeri, dan akhirnya Marco berkata, "Kau mau
melepasnya sendiri""
'Tidak, kau saja." Ritsleting itu bethenti hampir tepat di atas pergelangan
kaki yang bengkak. Sepatu bot itu jadi lebih sulit dilepaskan. Setelah satu
menit yang panjang menggoyang-goyangkannya dengan hati-hati, sementara si
pasien mengenakkan gigi, bot itu pun lepas.
la mengenakan stoking hitam. Marco mengamatinya, lalu berkata, "Ini juga
harus dilepas." "Ya, benar." Ibu Francesca kembali dan menembakkan sesuatu dalam bahasa
Italia. "Bagaimana kalau kau menunggu di dapur"" pinta Francesca pada Marco.
Dapur itu kecil, tapi segalanya teratur di tempatnya, sangat modern dengan
krom dan kaca, tanpa satu senti pun tuang yang terbuang sia-sia. Alat pembuat
kopi canggih berdeguk-deguk di meja dapur. Dinding di atas ceruk meja
sarapan tertutup lukisan abstrak berwarna cerah. Marco menunggu dan
mendengarkan kedua wanita itu berceloteh pada saat bersamaan.
Mereka berhasil melepas stoking tanpa cedera lebih lanjut. Sewaktu Marco
kembali ke ruang duduk, Signora Altonelli sedang mengatur es di sekitar
pergelangan kaki kiri. "Ia bilang tidak patah," Francesca memberitahu Marco. "Ia dulu bekerja di
rumah sakit bertahun-tahun."
"Ia tinggal di Bologna""
"Imola, beberapa mil dari sini."
Marco tahu tempat itu, paling tidak di atas peta. "Kurasa sebaiknya aku
pergi sekarang," ujarnya, tidak ingin pergi tapi mendadak merasa seperti tamu
tak diundang. "Kurasa kau perlu minum kopi," tukas Ftancesca. Ibunya melesat pergi,
kembali ke daput. "Aku merasa seperti orang yang tidak diundang," kata Marco.
"Tidak, setelah semua yang kaulakukan hati in
i, hanya ini yang bisa kulakukan sebagai balasan."
Ibunya kembali, dengan segelas air dan dua butir pil. Francesca menelannya
dan mengganjal kepalanya dengan bantal. Ia bertukar kalimat pendek dengan
ibunya, lalu menoleh pada Marco dan berkata, "Ibuku punya torta cokelat di
lemari es. Kau mau""
"Ya, terima kasih."
Lalu ibunya petgi lagi, sekarang sambil bersenan-dung senang karena ada
orang yang bisa dirawatnya
dan satu orang lagi yang diberi makan. Marco kembali ke tempatnya di
bangku pendek. "Sakit""
"Ya," jawab Ftancesca, tersenyum. "Aku tidak bisa bohong. Sakit sekali."
Marco tidak bisa menemukan jawaban yang pantas, maka ia kembali ke
wilayah netral. "Semua terjadi begitu cepat," katanya. Mereka melewatkan
beberapa menit mengulangi kejadian tadi. Lalu mereka terdiam. Francesca
memejamkan mata dan sepertinya tertidut sejenak. Marco bersedekap dan
memandangi lukisan besar dan aneh yang menutupi > hampir seluruh dinding.
Bangunan itu sudah tua, tapi dati dalam Francesca dan suaminya melawan
dengan penuh tekad modern. Perabotannya rendah, dengan kulit hitam licin
dan rangka baja mengilap, sangat minimalis. Dinding-dindingnya tertutup
karya-karya kontemporer yang membingungkan.
"Kita tidak boleh memberitahu Luigi tentang hal ini," bisik Francesca.
"Kenapa tidak""
Ftancesca ragu-ragu sejenak, lalu menyerah. "Ia membayarku dua ratus
euro seminggu untuk mengajarmu, Matco, dan ia selalu mengeluh dengan
jumlahnya. Kami bertengkar. Ia mengancam akan mencari orang lain.
Sejujurnya, aku membutuhkan uang itu. Aku punya peketjaan satu-dua kali
seminggu-sekarang masih musim sepi. Keadaan akan
lebih baik sebulan lagi ketika turis berdatangan, tap saat ini penghasilanku
tidak banyak." Ekspresi pasif itu sudah lama lenyap. Marco tidak percaya Francesca
mengizinkan dirinya tampak sedemikian rapuh. Wanira itu ketakutan, dan
Marco bersedia mempertaruhkan lehernya demi membantu Francesca.
"Wanita itu melanjutkan, "Aku yakin ia akan berhenti mempekerjakanku
kalau aku membolos beberapa hari."
"WelL kau memang akan membolos beberapa hari." Marco melirik es yang
membungkus per-gelangan kakinya.
"Bisakah kita merahasiakan hal ini" Aku pasti sudah bisa berjalan tak lama
lagi, bukan"" "Kita bisa mencoba merahasiakannya, tapi Luigi punya cara mencari tahu
segala sesuatu. Ia mem-bunturiku dengan ketat. Aku akan pura-pura sakit
besok, lalu kira bisa merencanakan sesuatu untuk lusa. Mungkin kita bisa
belajar di sini." "Tidak. Suamiku ada di sini." Marco tak dapat menahan diri
menoleh ke belakang. "Di sini"" "Ia ada di kamar. Sakit parah." "Apa-"
"Kanker. Stadium akhir. Ibuku menjaganya saat aku bekerja. Perawat rumah
sakit datang setiap sok untuk memberikan obat."
I"Aku prihatin mendengarnya." "Aku juga." "Jangan risau tentang Luigi. Aku
akan mengatakan bahwa aku menyukai gayamu mengajar dan " aku tidak mau
bekerja dengan orang lain." "Itu dusta, bukan"" "Begitulah."
Signora Altonelli kembali dengan senampan torta dan espresso. Ia
meletakkannya di meja pendek warna merah manyala di tengah ruangan dan
mulai memotong-motong kue. Francesca mengambil cangkir kopi, tapi tidak
ingin makan. Marco makan sepelan mungkin dan menyesap kopi dari cangkir
kecil seolah itu kopinya yang terakhir. Sewaktu Signora Altonelli mendesak
mengambilkannya seiris kue dan secangkir kopi lagi, Marco akhirnya meng-iyakan dengan enggan.
Marco duduk di sana selama satu jam. Ketika turun dengan lift, ia
menyadari bahwa Giovanni Ferro tak bersuara sama sekali.
23 Badan intelijen utama Cina Komunis, Kementerian Keamanan Negara, atau
MSS, menggunakan unit-unit kecil yang sangat terlatih untuk melaksanakan
pembunuhan di seluruh dunia, tak beda jauh dari Rusia, Israel, Inggris, dan
Amerika. Namun ada satu perbedaan yang penting, yaitu Cina menjadi terbiasa
mengandalkan satu unit tertentu. Bukannya menyebarkan pekerjaan kotor
mereka seperti negara-negara lain, pilihan pertama MSS adalah seorang
pemuda yang sudah diaman dengan penuh kekaguman oleh CIA dan Mossad
selama beberapa tahun. Namanya Sammy Tin, produk dari dua diplomat Cina
Komunis yang kabarnya dipilih oleh MSS untuk menikah
dan bereproduksi. Bila ada klon agen yang sempurna, itu adalah Sammy Tin. Ia lahir di New York City
410 oan dibesarkan di kawasan hunian tepi kota D.C, mendapat pendidikan
privat dari guru yang membombardirnya dengan bahasa-bahasa asing sejak ia
lepas dari popok, la masuk University of Maryland pada usia enam belas tahun,
lulus dengan dua - gdar pada usia 21, lalu belajar teknik di Hamburg, f Jerman.
Dalam proses tersebut, ia mengembangkan hobi membuat bom. Bahan peledak
menjadi sum-X ber kegirangannya, dengan penekanan pada ledakan
[ terkendali dari benda-benda biasa-amplop, cangkir kenas, bolpoin, kotak
rokok, la penembak jitu yang piawai, tapi senapan tetlalu sederhana dan
I membuatnya bosan. Tin Man menyukai bom. Kemudian ia belajar kimia
dengan nama samaran di Tokyo, dan di sana ia menguasai seni dan ilmu
membunuh dengan racun. Pada usia 24 tahun, ia telah memiliki belasan nama
berbeda, menguasai bahasa yang kurang-lebih sama banyaknya, dan melewati
banyak perbatasan dengan betbagai paspor dan samaran. la bisa meyakinkan
petugas imigtasi mana pun bahwa ia orang Jepang, Korea, atau Taiwan.
Untuk menyelesaikan pendidikannya, ia melewatkan satu tahun yang
melelahkan dalam pelatihan bersama kelompok elite angkatan bersenjata Cina.
la belajar berkemah, memasak di atas api, menyeberangi sungai deras,
bertahan hidup di laut, dan hidup di alam Uar selama berhari-hari. Ketika usia-411
nya 26 tahun, MSS memutuskan bahwa anak i sudah belajar cukup banyak.
Sudah tiba saati membunuh. 1
Sejauh yang diketahui CIA, ia mulai mencatatkan angka kematiannya yang
mencengangkan dengan pembunuhan tiga ilmuwan Cina Komunis yang menjadi
terlalu akrab dengan Rusia. Ia mengun-dang mereka makan malam di restoran
di Moskow, ' Sementara para tukang pukul mereka menunggu di luar, salah
satunya digorok di toilet pria ketika sedang kencing di urinoar. Perlu waktu
satu jam untuk menemukan mayatnya, dijejalkan ke tong sampah yang
lumayan kecil. Orang kedua membuat kesalahan dengan mengkhawatirkan
orang pertama. Ia masuk ke toilet pria, tempat Tin Man sudah menunggu dan
berpakaian sebagai petugas kebersihan. Mereka menemukan orang itu dengan
kepala disurukkan ke lubang kakus, yang tersumbat dan mampet. Orang ketiga
tewas be-berapa detik kemudian di meja, tempat ia sedang duduk sendiri dan
menjadi sangat khawatir dengan kedua kawannya yang menghilang. Seorang
lelaki dengan jas pelayan berlalu dengan cepat, dan tanpa mempetlambat
langkah menusukkan anak panah beracun ke tengkuknya.
Bila dinilai, pembunuhan-pembunuhan itu cukup cetoboh. Terlalu banyak
darah, terlalu banyak sakst. Kesempatan melarikan diri sangat tipis, tapi
Tin Man mendapatkannya dan berhasil melesat melalui dapur yang sibuk
tanpa diketahui, Ia sudah lolos dan berlari cepat di gang kecil ketika para
tukang pukul itu dipanggil. Ia menghilang di kota yang gelap, memanggil taksi,
dan dua puluh menit kemudian sudah memasuki Kedutaan Cina. Esok harinya ia
sudah berada di Beijing, merayakan ke-I suksesannya yang pertama.
Nyali besat yang dipamerkan pada penyeiangan t tersebut mengguncang
dunia intelijen. Badan-badan


The Broker Karya John Grisham di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

1intelijen saingan mulai geragapan mencari siapa , yang telah
melakukannya. Peristiwa tersebut sangat berlawanan dengan gaya Cina yang
biasa dalam melenyapkan musuh-musuhnya. Mereka terkenal memiliki
kesabaran, disiplin untuk menunggu dan menunggu hingga waktunya tepat.
Meteka berburu hingga mangsa mereka akhirnya menyerah. Atau mereka akan
meninggalkan satu tencana dan ganti rencana lain, dengan hati-hati menunggu
kesempatan. Ketika hal itu tetjadi lagi beberapa bulan kemudian di Berlin, legenda Tin
Man pun lahir. Seorang eksekutif Ptancvs melakukan kesepakatan rahasia
tipuan menyangkut teknologi tinggi radar bergerak, la dilontarkan dari balkon
kamar hotel di lantai empat belas, dan ketika mendarat di dekat kolam renang,
hal itu menimbulkan kemarahan bebetapa otang yang sedang berjemur. Sekali
lagi, pembunuhan itu tetlalu mudah dilihat.
Di London, Tin Man meledakkan kepala seseorang dengan ponsel. Seorang
pembelot di Chinatown New York kehilangan sebagian besar wajahnya ketika
r okoknya meledak. Sammy Tin segera mendapar nama dari berbagai
pembunuhan intelijen yang dramatis di dunia bawah tanah. Legendanya
tumbuh dengan cepat. Walaupun ia memiliki empat atau lima anggota
tepercaya dalam unitnya, ia sering kali bekerja sendiri. Ia pernah kehilangan
sasaran di Singapura ketika targetnya mendadak muncul bersama beberapa
teman, semuanya membawa pistol. Itu adalah kegagalan yang jarang terjadi,
dan pelajaran yang didapat dari sana adalah menjaga dirinya tetap
tersembunyi, menyerang dengan cepat, dan jangan melibatkan terlalu banyak
orang. Semakin dewasa, pembunuhan-pembunuhannya menjadi tak sedramatis
dulu, tak sekejam dulu, dan lebih mudah dimtup-tutupi. Sekarang umurnya 33
tahun, dan tak (hragukan lagi ia adalah agen yang paling .ditakuti di dunia. CIA
menghabiskan banyak dana untuk berusaha melacak gerakannya. Mereb tahu ia
ada di Beijing, tinggal di apartemennya yang mewah. Ketika ia pergi, mereka
melacaknya di Hong Kong. Interpol diberi peringatan ketika Tin Man
menumpang penerbangan nonstop ke London, tempat ia berganti paspor dan
pada detik terakhir naik penerbangan Alitalia ke Milan. Interpol hanya bisa
mengawasi. Sammy Tin se-jjflg kali bepergian dengan samaran diplomatik.
[a bukan kriminal; ia agen, diplomat, pengusaha,
dosen, apa pun yang dibutuhkannya.
Sebuah mobil sudah menunggunya di Bandata Malpensa Milan, dan ia pun
lenyap dalam keramaian kota. Sejauh yang diketahui CIA, sudah empat
setengah tahun berlalu sejak tetakhir kali Tin Man menjejakkan kaki di Italia.
Penampilan Mt. Elya jelas-jelas menyatakan dirinya pengusaha Saudi yang
kaya raya, walau setelan jas wolnya yang tebal warnanya hampir hitam, agak
terlalu gelap bagi Bologna, dan garis-garisnya terlalu tebal untuk tekstil yang
didesain di Italia. Kemejanya metah jambu, dengan kerah putih yang mengilap
-bukan paduan yang buruk, tapi, yah, tetap saja itu merah jambu.
Menghubungkan kancing teratas kemejanya ada jepit emas, juga terlalu tebal,
yang mendorong simpul dasinya terlalu tinggi sehingga menimbulkan kesan
tercekik, dan pada kedua ujung jepit itu ada sebutir berlian. Mr. Elya menyukai
berlian-ada berlian besar di masing-masing tangannya, belasan butir yang
lebih kecil mengelilingi arloji Rolex-nya, beberapa lagi di manset kemejanya.
Menurut Stefano, sepatunya tampak seperti buatan Italia, baru gres, cokelat,
tapi warnanya terlalu muda untuk setelan jasnya.
Secara keseluruhan, paduan itu tidak tampak bagus. Meski demikian, jelas
bahwa ia telah berusaha keras. Stefano punya waktu mempelajari kliennya
sementara mereka berkendara tanpa suara dari ban- j dara, tempat Mr. Elya
dan asistennya tiba dengan jet pribadi, menuju pusat kota Bologna. Mereka du-
i duk di bangku belakang Mercedes hitam, salah satu i syarat Mr. Elya, dengan
pengemudi yang membisu | di kursi depan, dan asisten yang sepertinya hanya
bisa berbahasa Arab. Bahasa Inggris Mr. Elya cepat tapi bisa dimengerti,
biasanya diikuti ucapan dalam bahasa Arab kepada si asisten, yang merasa
wajib mencatat apa pun yang dikatakan majikannya.
Setelah sepuluh menit di dalam mobil bersama mereka, Stefano berharap
urusan ini bisa selesai sebelum waktu makan siang.
Apartemen pertama yang ditunjukkannya ada di dekat universitas, tempat
putra Mr. Elya akan datang tak lama lagi untuk belajar kedokteran. Empat
ruangan di lantai dua, tanpa lift, bangunan tua yang kokoh, perabotannya baik,
jelas kelewat mewah untuk mahasiswa mana pun-1.800 euro sebulan, satu
tahun masa sewa, dengan tambahan biaya petawatan. Mr. Elya tidak
mengucapkan apa pun, hanya mengerutkan kening, seolah putranya yang manja
membutuhkan sesuatu yang lebih baik. Si asisten juga mengerutkan kening.
Mereka semua mengerutkan kening menuruni tangga, masuk kf
ffl0bil, dan tak mengucapkan sepatah kata pun sementara si pengemudi
membawa mereka ke perhentian kedua.
Apartemen itu ada di Via Remorsella, satu blok sebelah barat Via Fondazza.
Sedikit lebih besar daripada yang pertama, dengan dapur seperti lemari
penyimpanan sapu, perabotannya buruk, tidak mempunyai pemandangan, dua
puluh menit dari universitas, harga sewanya 2.60
0 euro sebulan, dan bahkan
ada bau-bauan aneh yang menyertainya. Mereka tak lagi mengerutkan kening,
mereka me-: nyukai tempat itu. "Ini boleh juga," ujar Mr. Elya, dan Stefano
mengembuskan napas lega. Dengan sedikit keberuntungan, ia tidak perlu
menjamu mereka makan siang. Dan ia baru saja mendapat komisi yang
lumayan. Mereka cepat-cepat kembali ke kantor tempat j Stefano bekerja, dan di
sana dokumen-dokumen diselesaikan dengan kecepatan rekor. Mr. Elya orang
yang sibuk dan memiliki janji penting di Roma, dan bila urusan sewa-menyewa
tidak bisa1 diselesaikan saat itu juga, lupakan saja semuanya!
Metcedes hitam itu melesat membawa mereka kembali ke bandara. Di sana,
Stefano yang gugup dan kelelahan mengucapkan terima kasih dan selamat
tinggal, lalu berlalu dari sana secepat-cepatnya. Mr. Elya dan asistennya
menanggalkan setelan bisnis mereka dan mengenakan pakaian santai biasa.
* 416 Mereka bergabung dengan tiga anggota tim ya% lain. Setelah menanti
sekitar satu jam, akhirnya myailg besar-besar ke terminal pesawat pribadi, lalu naik ke mobil van yang
sudah menunggu. Luigi mulai curiga pada tas Silvio biru tua itu. Marco tidak pernah
meninggalkannya di apartemen. Tidak pernah lepas dari pandangannya, la
membawanya ke mana-mana, diselempangkan di bahu, dan dijepit rapat di
bawah lengan kanannya seolah berisi emas.
Apa yang dimilikinya sekarang yang harus dilindungi sedemikian rupa" Ia
jarang membawa bahan-bahan pelajarannya ke mana pun. Kalau ia dan
Ermanno tidak belajar di luar, mereka melakukannya di apartemen Marco. Jika
belajar di luar, mereka melakukan percakapan dan tidak perlu menggunakan
buku. Whitaker di Milano juga mulai curiga, terutama sejak Marco ketahuan
berada di kafe Internet di dekat universitas. Ia mengirim agen bernama Krater
ke Bologna untuk membantu Zellman dan Luigi mengawasi lebih ketat Marco
dan tasnya yang bermasalah itu. Dengan tali laso mulai mengetat dan kembang
api akan segera dimulai, Whitaker meminta Langley mengirim lebih banyak
tenaga ke jalan. 418 tfamun Langley sedang heboh. Kepergian Teddy, walau bukannya tak
terduga, telah mengacaukan tempat itu. Gelombang kejut dari pemecatan
Lucat roasih terasa sama saat itu. Presiden mengancam jkan melakukan
pembongkaran besar-besaran, dan para deputi direktur serta pejabat atas
tinggi mulai menghabiskan waktu melindungi pantat mereka, tak lagi
menggubris operasi-operasi mereka.
Krater-lah yang mendapat pesan radio dari Luigi bahwa Marco sedang
berjalan ke arah Piazza Maggiore, mungkin mencari kopi sore. Krater
melihatnya ketika Marco menyeberangi alun-alun, tas biru tua dijepit di bawah
lengan kanan, tampak se-| perti penduduk setempat. Setelah mempelajari
arsip cukup tebal mengenai Joel Backman, senang juga akhirnya bisa
melihatnya. Kalau saja pria malang itu tahu.
Namun Marco tidak haus. Belum. Ia melewati kafe dan toko, lalu tiba-tiba,
setelah melirik diam-diam, masuk ke Albergo Nettuno, hotel butik dengan lima
puluh kamar tak jauh dari piazza. Krater memberitahu Zellman dan Luigi
melalui radio, yang kebingungan karena Marco tidak punya alasan apa pun
untuk masuk ke hotel. Krater menunggu lima menit, lalu masuk ke lobinya yang
kecil, menyetap segala yang bisa dilihatnya. Di sebelah kanan area lobi
terdapat beberapa kursi dan majalah liburan yang ditebarkan di meja pendek
lebar. Di sebelah kiri ada ruang kecil telep0tl umum yang kosong dengan
pintu terbuka, laju ruangan lain yang tidak kosong. Marco duduk di sana,
sendiri, membungkuk di atas meja kecil di ba-wah telepon dinding, tas birunya
terbuka. Ia terlalu sibuk sehingga ridak melihat Krater masuk.
"Bisa saya bantu"" tanya petugas meja depan.
"Ya, terima kasih, saya ingin memesan kamar," ujar Krater dalam bahasa
Italia. "Untuk kapan""
"Malam ini." "Maaf, malam ini kamar-kamar kami sudah penuh"
Krater mengambil brosur dari meja. "Tempat ini selalu penuh," katanya
sambil tersenyum. "Hotel ini sangat terkenal."
"Memang benar. Mungkin lain kali""
"Apakah di sini tersedia akses Internet""
"Tentu." "Nirkabel""
"Ya, hotel pertama di kota ini yang menyed
iakan akses nirkabel."
Kratet mundur sambil berkata, "Terima kasih Saya akan mencoba lagi lain
kali." "Silakan." Sebelum keluar, ia melewati ruang telepon it lagi. Marco tidak mendongak.
Dengan kedua ibu jati Marco mengetik pesan dan berharap ia tidak diminta
pergi oleh petugas meja depan. Akses nirkabel adalah fasilitas baru yang
diiklankan oleh Nettuno, tapi hanya untuk tamu-tamu hotel. Kafe,
perpustakaan, dan toko buku menyediakan layanan gratis kepada siapa pun
yang masuk, tapi hotel tidak begitu. Isi e-mailnya:
Grinch: Aku pernah berurusan dengan seorang bankir di Zurich, namanya
Mikel Van Thiessen, di Rhineland Bank, Bahnhofitrasse, pusat kota Zurich. Coba
periksa apakah ia masih di sana. Kalau tidak, siapa yang menggantikannya"
Jangan meninggalkan jejak!
Marco Ia menekan tombol Send, dan sekali lagi berharap ia melakukannya dengan
benar. Dengan segera, dimatikannya Ankyo 850 dan dimasuk-L " kannya
kembali ke tas. Ketika pergi, ia mengangguk kepada petugas yang sedang
menelepon. Dua menit setelah Krater keluar dari hotel, j Marco pun keluar. Mereka
mengamatinya dari tiga titik, lalu membuntutinya ketika dengan mudah ia
bergabung dengan keramaian orang yang pulang
kerja. Zellman berbalik, masuk ke Nett
ke ruang relepon di sebelah kiri, duduk- Pergi
Marco duduk tak sampai dua puluh
belumnya. Petugas meja depan, yang seCT* ^'
ngung, pura-pura sibuk di balik mejanya. 8 bl"
Satu jam kemudian, mereka bertemu di b
dan membahas kembali pergerakan Marco V " ^ " i " i. . ' ^esim-pulannya jelas, tapi tetap sulit ditelan--karen
Marco tidak menggunakan telepon, ia menumpang akses Internet gratis yang
disediakan hotel. Tidak ada alasan lain untuk memasuki lobi hotel secara acak,
duduk di ruang telepon tak lebih dari sepuluh menit, lalu pergi lagi. Tapi
bagaimana ia melakukannya" Ia tidak punya laptop, tidak punya ponsel selain
yang dipinjamkan Luigi padanya, alat kuno yang hanya bisa digunakan di dalam
kota dan tidak mungkin di-upgrade untuk menjelajah Internet. Apakah ia
mendapat alat berteknologi canggih" Ia kan tidak punya uang. Kemungkinannya
pencurian. Mereka mencoba-coba berbagai skenario. Zellman bertugas
mengirimkan berita mencemaskan itu melalui e-mail kepada Whitaker. Krater
disuruh mulai melihat-lihat tas Silvio biru yang serupa. Luigi diberi tugas
memikirkan makan malam. Pikirannya terusik panggilan- telepon W Marco- k
ada di apartemennya, sedang tidak cnaK
utnya melilit sepanjang sore. la ^ba^inS-P^makanmal^
24 Jika telepon Dan Sandberg berdering sebelum pukul enam pagi, beritanya
pasti tidak bagus, la burung hantu, makhluk malam yang sering kalj tidur
melewati waktu sarapan sekaligus makan siang. Semua orang yang
mengenalnya juga tahu; percuma saja meneleponnya pagi-pagi.
Telepon itu dari rekannya di Post. "Kau didului, buddy" ujarnya muram, j
"Apa"" Sandberg meledak.
"Times baru saja menyeka ingusmu."
"Siapa"" "Backman." "Apa"" "Lihat saja sendiri."
Sandberg berlari ke ruang kerja di apartemennya yang berantakan dan
menyerbu komputernya, k menemukan berita itu, ditulis oleh Heath Frick, rival yang dibenci dari The
New York Times, judul utama halaman depan berbunyi JOEL BACKMAN TERKAIT
PENYIDIKAN JUAL-BELI ABOLISI.
Mengutip dari sumber-sumber yang tak disebutkan namanya, Frick
melaporkan bahwa penyidikan yang dilakukan FBI sehubungan dengan jual-beli
pengampunan hukuman semakin intensif dan ber-kembang sehingga melibatkan
individu-individu [ tertentu yang dibebaskan oleh Presiden Arthur i Morgan.
Duke Mongo disebut sebagai "orang yang I dicurigai", istilah halus yang
dilontarkan pihak berwenang jika ingin mencoreng muka orang yang tak bisa
didakwa secara formal. Namun Mongo sedang dirawat di rumah sakit dan
kabarnya sedang me-i regang nyawa.
Penyidikan itu sekarang memusatkan perhatian pada Joel Backman, yang
pengampunannya pada detik-detik terakhir telah menggegerkan dan membuat
marah banyak orang, menurut analisis Frick yang tak perlu. Misteri lenyapnya
Backman semakin memicu spekulasi bahwa ia telah membeli pengampunan
hukuman itu dan kabur untuk menghindari pertanyaan-pertanyaan yang akan
i timbul. Desas-desus lama masih berkembang di I masyarakat, Frick
mengingatkan semua orang, dan berbagai sumber tepercaya yang tak ingin
disebut namanya memberi petunjuk bahwa teori mengenai
425 424 Backman yang menimbun harta karun belum lagi j dilupakan.
"Sampah!" umpat Sandberg sambil terus mern- I baca ke bawah. Ia lebih
tahu fakta-faktanya daripada orang lain. Omong kosong ini tidak ada isinya.
Backman tidak pernah membeli pengampunan hukuman itu.
Tak satu pun orang-orang yang terkait dengan mantan presiden mau buka
mulut. Sementara ini, penyidikan itu tetap sekadar penyidikan, tanpa
dikembangkan menjadi penyelidikan resmi, namun artileri berat federal tak
beranjak jauh-jauh darinya. Seorang jaksa tinggi sudah gembar-gembor ingin
segera mulai bekerja. Ia belum mendapatkan juri, tapi kantornya sudah siap,
menunggu perintah dari Departemen Kehakiman.
Frick menutup tulisannya dengan dua paragraf mengenai Backman,
pengulangan historis yang pernah ditulis koran tersebut sebelumnya.
Tak ada isinya!" Sandberg mendidih.
Presiden tnembacanya juga, tapi reaksinya berbeda. Ia membuat beberapa
catatan dan menyimpannya sampai pukul setengah delapan, saat Susan Penn,
pejabat direktur CIA, datang untuk taklimat pagi. Taklimat harian presiden
secara tradisi ditangani oleh direktur sendiri, selalu di Oval Office, dar
biasanya merupakan acara pertama hari kerjanya. Namun Teddy Maynard
dan kesehatannya yang buruk telah mengubah rutinitas tersebut, dan selama
sepuluh tahun taklimat tersebut dilakukan oleh orang lain. Sekarang ttadisi
kembali dihormati. Rangkuman masalah intelijen sebanyak delapan hingga sepuluh halaman
diletakkan di meja Presiden pada pukul tujuh tepat. Setelah hampir dua bulan
beketja, ia mengembangkan kebiasaan membaca setiap patah kata.


The Broker Karya John Grisham di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Menurutnya, hal itu sangat menarik. Pendahulunya sesumbar hampir tak pernah
membaca apa pun-buku, surat kabar, majalah. Apalagi dokumen legislasi,
kebijakan, perjanjian, atau taklimat harian. Ia bahkan sering kesulitan
membaca naskah pidatonya sendiri. Keadaan berbeda sekali sekarang.
Susan Penn diantar dengan mobil antipeluru dari rumahnya di Georgetown
ke White House, tempat ia tiba setiap pagi pada pukul 07.15. Sepanjang
perjalanan ia membaca rangkuman harian, yang I disiapkan oleh CIA. Pada
halaman empat pagi itu, I ada laporan mengenai Joel Backman. Ia menarik
i perhatian beberapa orang berbahaya, bahkan mungkin Sammy Tin.
Presiden menyambutnya dengan hangat dan kopi sudah menunggu di dekat
sofa. Mereka berdua saja, seperti biasa, dan langsung mulai beketja.
"Kau sudah membaca The New York Times pagj ini"" tanya Presiden.
"Sudah." "Bagaimana kemungkinan Backman membeli pengampunan hukuman itu""
"Sangat tipis. Seperti yang sudah saya jelaskan, ia tidak tahu
pengampunannya sudah disiapkan. Ia tidak punya waktu mengatur segala
sesuatu. Lagi pula, kami yakin ia tidak punya uang yang cukup."
"Lalu mengapa Backman diampuni""
Kesetiaan Susan Penn pada Teddy Maynard dengan cepat tenggelam dalam
sejarah. Teddy sudah pergi, dan tak lama lagi mati, tapi ia, pada usia 44 tahun,
masih memiliki karier. Mungkin cukup panjang. Ia dan Presiden bekerja sama
dengan baik Sepertinya ia tidak buru-buru ingin menunjuk direktur baru.
"Sejujurnya, Teddy ingin dia mati."
"Mengapa" Apa yang kauingat tentang alasan-alasan Mr. Maynard
menghendaki ia mati"" "Ceritanya panjang-" "Tidak."
"Kami tidak tahu seluruhnya." "Kau tahu cukup banyak. Katakan apa yang
kauketahui." Susan Penn melemparkan salinan rangkuman itu ke sofa dan menarik napas
dalam-dalam. "Backmat]
daIl]acy Hubbard kejatuhan durian runtuh. Mereka rnenuliki perangkat lunak
ini, JAM, yang dengan bodoh dibawa klien-klien mereka ke Amerika Serikat, ke
kantor mereka, untuk mendapat banyak
uang." " "Klien-klien ini adalah pemuda-pemuda Pakistan
itu, bukan"" "Ya, dan mereka semua sudah mati." "Kau tahu siapa yang
membunuh meteka""
"Tidak." "Kau tahu siapa yang membunuh Jacy Hubbard""
"Tidak." Presiden berdiri sambil membawa kopinya dan berjalan ke meja kerja, la
Pendekar Sakti Suling Pualam 10 Si Tolol 5 Duka Lara Dewi Tatoo Diburu Topeng Reges 1
^