Pencarian

The Name Of Rose 7

The Name Of The Rose Karya Umberta Eco Bagian 7


William mengeluarkan catatan Venantius dari dalam jubahnya dan membacanya lagi: "Penyerahan karya idol pada yang pertama dan yang ketujuh dari empat." Ia memandang sekeliling. "Ha, tentu saja! 'Idolum' adalah gambar dalam cermin! Venantius berpikir dalam bahasa Yunani, dan dalam bahasa itu, apalagi dalam bahasa kita, 'eidolon' berarti gambar maupun hantu, dan cermin itu memantulkan gambar kita, yang bentuknya tidak keruan: kita sendiri salah mengiranya sebagai seorang hantu malam kemarin!
Tetapi apa, kalau begitu, maksud dari empat
'supra idolum'" Sesuatu di atas permukaan yang memantulkan" Kalau begitu kita harus berdiri di suatu sudut tertentu dengan maksud mendapat sesuatu yang dipantulkan dalam cermin yang cocok dengan deskripsi Venantius
Kami mencoba setiap posisi, tanpa ada hasilnya. Di samping gambar kami, cermin tersebut hanya memantulkan garis besar buram dari ruang itu yang selebihnya, samar-samar diterangi oleh cahaya lampu kami.
"Kalau begitu," William merenung, "dengan 'supra idolurn' ia mungkin bermaksud mengatakan di luar cermin itu ... yang akan membuat kita bisa masuk ke dalam ruang lain, karena cermin ini jelas sebuah pintu
Cermin itu lebih tinggi daripada seorang manusia
normal, dipasang pada dinding oleh suatu kerangka oak yang kuat. Kami menyentuhnya di setiap bagian, kami mencoba mencolekkan jari-jari kami, kuku-kuku kami di antara kerangka itu dan dinding, tetapi cermin itu tetap menempel seakan merupakan bagian dari dinding tersebut, sebuah batu di antara batu-batu.
"Dan jika tidak di luarnya, bisa jadi 'super idolum'," gumam William, dan sementara itu mengangkat lengannya, berjinjit, dan menelusurkan tangannya sepanjang tepi atas kerangka itu. Ia tidak menemukan apa-apa kecuali debu.
"Dalam hal ini," renung William sedih, "bahkan jika di baliknya ada sebuah ruangan, buku yang
sedang kita cari dan sudah dicari orang-orang lain itu tidak ada lagi di ruang itu, karena sudah diambil, mula mula oleh Venantius dan kemudian, hanya Tuhan yang tahu di mana, oleh Berengar."
"Tetapi mungkin Berengar sudah mengembalikannya."
"Tidak, malam itu kita berada dalam perpustakaan, dan segala sesuatunya memberi kesan bahwa dia meninggal tidak lama setelah pencurian itu, pada malam yang sama, di pemandian. Kalau tidak, tentunya kita sudah bertemu dia lagi paginya. Tidak apa-apa ....
Untuk sekarang kita sudah bisa menetapkan letak finis Africae itu dan kita punya hampir semua informasi yang perlu untuk menyempurnakan peta perpustakaan kita. Kau harus mengakui bahwa banyak dari misteri labirin itu sekarang sudah dijelaskan."
Kami berjalan melewati ruang-ruang lain, sambil merekam semua penemuan kami di atas petaku. Kami sampai di ruang-ruang yang hanya diisi tulisan tentang matematika dan astronomi, lainnya dengan karya-karya dalam huruf Aramaik yang tak satu pun dari kami berdua yang mengenalnya, lainnya dalam huruf yang bahkan lebih tidak bisa dikenali, mungkin teks dari India. Kami berjalan di antara dua urutan yang saling menumpuk yang berbunyi IUDAEA dan AEGYPTUS. Singkatnya, agar pembaca tidak bosan membaca kronik uraian ini, ketika nantinya peta itu secara pasti sudah sempurna, kami yakin bahwa perpustakaan itu benar-benar dirancang dan diatur
menurut gambar bola dunia. Ke arah utara kami menemukan ANGLIA dan GERMANI, yang sepanjang dinding barat dihubungkan dengan GALLIA, yang lalu belok, pada ujung barat, ke dalam HIBERNIA, dan ke arah dinding selatan ROMA (firdaus Latin klasik!) dan YSPANIA. Kemudian ke selatan ada LEONES dan AEGYPTUS, yang ke arah timur menjadi IUDAEA dan FONS ADAE. Di antara timur dan utara, sepanjang dinding, ACAIA, suatu sinekdoke yang bagus, menurut William, untuk menunjukkan Yunani, dan dalam keempat ruang itu ada, akhirnya, banyak sekali karya penyair dan filsuf dari zaman pemujaan berhala yang antik.
Sistem kata-kata itu eksentrik. Berkali-kali ini berlanjut dalam satu arah tunggal, lain kali berjalan mundur, dan lainnya ada yang berkeliling; kadang-kadang, seperti sudah kukatakan sebelumnya, huruf yang sama dipakai untuk menyusun dua kata yang berbeda (dan dalam hal ini, ruangan itu punya satu kotak yang hanya berisi buku dengan satu subjek dan satu lain yang isinya buku dengan subjek lainnya). Tetapi jelas tidak ada gunanya mencari suatu aturan emas dalam penataan ini. Ini murni suatu sarana mnemonik yang membuat pustakawan bisa menemukan suatu karya tertentu. Kalau dikatakan buku itu ditemukan dalam "quarta Acaiae" artinya buku itu berada di ruang keempat dihitung dari ruang dengan inisial A, dan kemudian, untuk mengidentifikasikannya, kemungkinan pustakawan itu hafal rute, memutar atau jalan terus, yang harus ia ikuti, karena ACAIA dibagi atas empat
ruangan yang ditata dalam suatu segiempat. Jadi, kami langsung mempelajari permainan dari dinding-dinding kosong itu.
Misalnya saja, kalau memasuki ACAIA dari timur, kau tidak menemukan satu pun ruang yang menuju ke ruang berikutnya: pada titik itu labirin berakhir, dan untuk mencapai menara utara kau harus melewati tiga ruang lainnya. Tetapi tentu saja pustakawan itu masuk dari FONS, karena tahu benar bahwa untuk masuk, katakan saja, ke dalam ANGLIA, mereka harus melewati AEGYPTUS, YSPANIA, GALLIA, dan GERMANI.
DENGAN ini, dan penemuan bagus lainnya, berakhirlah penjelajahan kami di perpustakaan itu. Tetapi
sebelum mengatakan bahwa kami siap, dengan puas, meninggalkannya (hanya untuk terlibat dalam kejadian lainnya yang akan kuceritakan dengan singkat), aku harus mengaku kepada pembacaku. Sudah kukatakan bahwa penjelajahan kami dilakukan, mulanya, untuk mencari kunci tempat misterius itu. Tetapi itu, sambil berjalan terus pelan-pelan dalam ruang-ruang yang kami tandai menurut subjek dan penataan, kami membuka-buka berbagai macam buku, seakan kami sedang menjelajahi suatu benua misterius atau suatu tanah tak dikenal. Dan penjelajahan kedua ini biasanya diikuti oleh kesepakatan umum: sementara kami membolak-balik halaman buku yang sama, aku menunjukkan yang paling aneh kepadanya, dan William menjelaskan banyak hal yang aku tidak
mampu memahaminya. Tetapi pada titik tertentu, dan tepat ketika kami akan berjalan mengelilingi ruang-ruang dari menara selatan, dikenal sebagai LEONES, kebetulan guruku berhenti dalam sebuah ruangan yang kaya akan buku berbahasa Arab dengan gambar-gambar optik ganjil; dan karena malam itu kami tidak hanya membawa satu lampu, melainkan dua, aku berjalan, dipenuhi rasa ingin tahu, ke dalam ruang berikutnya, karena menyadari dengan bijaksana dan cermat, sepanjang salah satu dinding perpustakaan itu telah dirancang untuk menyimpan buku-buku yang sudah pasti tidak bisa diserahkan kepada siapa saja untuk dibaca, karena dalam berbagai cara bukubuku itu membicarakan tentang penyakit jasmani dan rohani dan hampir selalu ditulis oleh ilmuwan kafir. Dan mataku menangkap sebuah buku, tidak tebal, tetapi dihiasi dengan miniatur-miniatur yang hampir tidak ada hubungannya (untungnya!) dengan isinya: bunga, sulur, binatang berpasangan, beberapa tanaman obat.
Judulnya Speculum amoris, oleh Maximus dari Bologna, dan juga berisi kutipan dari banyak buku lainnya, semua tentang kepedihan cinta. Pembaca tentu paham bahwa dengan sendirinya ini gampang memanaskan pikiranku, yang sejak pagi tadi terasa beku, dan membangkitkan lagi gambar tentang gadis tersebut.
Sepanjang hari itu aku sudah berusaha menghilangkan pikiranku pagi tadi, dengan mengatakan bahwa itu bukan pikiran seorang novis yang sadar
dan jiwanya seimbang. Lebih-lebih lagi, karena peristiwa-peristiwa hari itu sudah cukup banyak dan terus-menerus terjadi untuk melepaskan pikiranku sendiri, selera makanku sudah kembali, sehingga kupikir sekarang aku sudah bebas dari apa yang hanya sekadar suatu kegelisahan yang lewat. Karena itu aku justru harus sekadar melihat buku itu dan terpaksa mengatakan, "De tefabule narratur," dan ternyata aku merasa lebih sakit karena cinta daripada yang kukira sebelumnya. Kelak aku mempelajari bahwa, kalau membaca buku obat, kau selalu yakin bahwa kau merasakan sakit yang dibicarakan oleh buku itu. Jadi, hanya dengan sekadar membaca halaman-halaman itu, melirik cepat-cepat karena takut kalau William masuk ruang itu dan menanyakan apa yang sedang kuperiksa dengan tekun, aku jadi percaya bahwa aku sedang mengalami penyakit itu, yang gejala-gejalanya dijelaskan dengan begitu pintar bahwa jika, di satu pihak, aku tertekan karena tahu bahwa aku sakit (dan ada bukti tak terbantahkan dari begitu banyak penulis), di lain pihak aku senang melihat situasiku sendiri digambarkan dengan begitu jelas. Aku jadi yakin bahwa bahkan jika aku sakit, sakitku adalah, boleh dikata, normal, apalagi tak terhitung banyaknya orang lain yang juga menderita seperti itu, dan para pengarang yang dikutip mungkin secara pribadi menganggap aku model untuk uraiannya.
Maka hatiku tergerak oleh halaman-halaman dari Ibnu Hazim, yang menjelaskan cinta sebagai
suatu penyakit yang obatnya ada dalam diri penyakit itu sendiri, karena orang yang sakit itu tidak ingin disembuhkan dan enggan sembuh (dan Demi Tuhan, itu memang!). Aku menyadari mengapa, pagi itu, aku merasa begitu tergugah oleh segala sesuatu yang kulihat; seakan cinta masuk melalui mata, seperti juga dikatakan oleh Basil dari Ancira, dan gejala yang tak dapat diragukan lagi ia yang direnggut oleh penyakit semacam itu memperagakan suatu kegembiraan berlebihan, sementara pada waktu yang sama ia berharap untuk
merahasiakannya untuk dirinya sendiri dan mencari ketenangan (seperti yang telah kulakukan pagi tadi). Di samping itu, fenomena lain yang memengaruhinya adalah suatu kegelisahan kuat dan suatu kekaguman yang membuatnya tak bisa mengucapkan apa-apa .... Aku ketakutan membaca bahwa kekasih yang tulus itu, kalau menolak untuk melihat objek yang dicintainya, pasti jatuh ke dalam suatu keadaan siasia yang sering mencapai titik yang membuatnya hanya ingin tidur, dan kadang-kadang penyakit itu menguasai otak, dan subjek itu membuat pikirannya tersesat dan gila (jelas aku belum lagi mencapai tahap itu, karena selama ini aku masih sigap menjelajahi perpustakaan tersebut). Tetapi aku paham waktu membaca bahwa jika penyakitnya tambah parah, bisa membawa kematian, dan aku bertanya kepada diriku sendiri apakah kegembiraan yang kuperoleh dari memikirkan gadis itu sepadan dengan pengorbanan besar tubuh itu, lepas dari semua
pertimbangan yang ada tentang kesehatan jiwa.
Aku belajar, lebih lanjut, dari beberapa kata Santo Hildegard bahwa humor melankolis yang sudah kurasakan sepanjang hari itu, yang kuhubungkan dengan perasaan pedih yang manis karena tidak melihat gadis itu, hampir mendekati perasaan yang dialami oleh seseorang yang tersesat dari keadaan sempurna dan harmonis yang dialami manusia di firdaus, dan perasaan melankolis yang "nigra et amara"[Hitam dan pedih- penerj.], adalah hasil napas ular dan pengaruh Setan. Suatu gagasan yang juga disampaikan oleh orang-orang kafir yang sama bijaksananya, karena mataku jatuh pada baris-baris yang dihubungkan dengan Abu Bakar Muhammad bin Zakaria ar-Razi, yang dalam buku Liber continens mengidentifikasi melankoli cinta dengan likantropi, yang mendorong korbannya bertindak seperti seekor serigala.
Deskripsinya membuat tenggorokanku serasa tercekik: pertama, penampilan jasmaniah kedua kekasih itu seakan berubah, pandangan mata mereka melemah, mata mereka cekung dan air matanya kering, lidah mereka pelan-pelan mengering dan muncul bisul-bisul di atasnya, seluruh tubuh kering dan panas dan mereka menderita kehausan terus-menerus; pada titik ini mereka melewatkan hari dengan berbaring tengkurap, dan pada wajah dan tanda-tanda seperti gigitan anjing muncul pada tulang kering, dan akhirnya korban itu gentayangan di makam-makam pada malam hari
seperti serigala. Akhirnya, aku tidak ragu lagi akan gaya berat situasiku ketika aku membaca kutipan dari Avicenna yang agung, yang mendefinisikan cinta sebagai suatu pikiran melankolis yang terus-menerus, yang muncul sebagai akibat dari seseorang yang memikirkan dan memikirkan lagi sosok, sikap atau perilaku dari seseorang lawan seks (betapa jelasnya Avicenna menjelaskan keadaanku!): sebenarnya bukan suatu penyakit, tetapi berubah menjadi penyakit ketika, karena tetap tak terpuaskan, menjadi pikiran yang obsesif (dan mengapa tadi aku merasa begitu terobsesi, aku yang, Tuhan ampunilah aku, selama ini hidup dengan puas" Atau mungkinkah apa yang telah terjadi pada malam sebelumnya bukan pemuasan cinta"
Tetapi lalu bagaimana penyakit ini terpuaskan"), dan dengan begitu kelopak mata jadi bergetar-getar, napas tidak teratur, suatu ketika korbannya menangis, lain kali tertawa, dan jantung berdebar-debar (dan jantungku memang berdebar-debar, dan napasku tertahan ketika membaca kalimat-kalimat itu!). Avicenna menyarankan suatu metode mutlak yang sudah diusulkan oleh Galen untuk menemukan apakah seseorang sedang jatuh cinta: pegang pergelangan tangan penderita itu dan ucapkan banyak nama anggota lawan seks, sampai kau menemukan nama yang membuat pulsa itu bertambah cepat.
Aku jadi khawatir guruku akan masuk secara tiba-tiba, memegang pergelangan tanganku, dan
mengamati debar rahasia jantungku, yang tentunya aku akan jadi malu sekali .... Astaga, sebagai obat, Avicenna menyarankan untuk menyatukan kedua kekasih itu dalam perkawinan, yang akan menyembuhkan penyakit itu. Ia sungguh kafir, meski amat pintar, karena ia tidak mempertimbangkan kondisi seorang novis Benediktin, sehingga bakal terkutuk tidak akan pernah sembuh atau, lebih tepatnya, sudah disucikan, le
wat pilihannya sendiri atau pilihan bijak sanak keluarganya, agar tidak bakal jatuh sakit. Untungnya Avicenna, meskipun tidak berpikir tentang ordo Cluny, memang mempertimbangkan kasus kekasih yang tidak bisa dipersatukan, dan menyarankan pengobatan mandi air panas yang radikal. (Apa Berengar berusaha disembuhkan dari sakit cintanya kepada almarhum Adelmo" Tetapi dapatkah seseorang menderita sakit cinta kepada seorang makhluk dari jenis kelaminnya sendiri, atau apakah itu hanya nafsu kebinatangan" Dan apakah malam yang telah kulewati itu mungkin bukan bersifat binatang atau penuh nafsu" Aku langsung mengatakan kepada diriku sendiri, tidak, tentu saja tidak, itu paling manis dan kemudian langsung menambahkan: Tidak, kau salah, Adso, itu ilusi Setan, itu paling bersifat binatang, dan jika kau berdosa karena menjadi seekor binatang buas, kau lebih berdosa lagi kalau tidak mau mengakuinya!)
Tetapi kemudian aku membaca, juga dalam buku Avicenna, bahwa ada juga pengobatan lainnya: misalnya, minta bantuan perempuan yang sudah tua dan berpengalaman, yang mau menyediakan
waktu untuk menjelek-jelekkan orang yang dicintainya dan agaknya perempuan tua lebih berpengalaman daripada laki-laki dalam tugas ini. Mungkin ini solusinya, tetapi aku tidak dapat menemukan perempuan tua siapa saja di biara itu (apalagi perempuan muda), dan dengan begitu aku harus minta seorang rahib untuk menjelekjelekkan gadis itu di depanku, tetapi siapa" Dan di samping itu, mungkinkah seorang rahib kenal banyak perempuan maupun kenal gosip lama" Solusi terakhir yang disarankan Saracen benar-benar tidak sopan, karena menyuruh kekasih yang tidak bahagia itu berpasangan dengan banyak gadis budak, suatu pengobatan yang amat tidak cocok bagi seorang rahib. Dan karenanya, akhirnya aku bertanya kepada diriku sendiri, bagaimana seorang rahib muda bisa disembuhkan dari cinta" Apa benar-benar tidak ada penebusan baginya"
Apa mungkin seharusnya aku minta obat kepada Severinus"
Aku memang menemukan satu tulisan Arnold dari Villanova, William selalu menyebut pengarang itu dengan penuh rasa hormat, yang berpendapat bahwa penyakit cinta dilahirkan oleh humor dan pneuma yang berlebihan, kalau organisme manusia menemukan dirinya sendiri ternyata merasa keterlaluan lembap dan panas, karena darah (yang menghasilkan benih generatif itu), mulai meningkat terlalu banyak, menghasilkan benih berlebihan, suatu "compexio venerea", dan suatu hasrat besar untuk persatuan dalam laki-laki dan perempuan.
Ada suatu kemampuan menaksir dalam bagian belakang dari belahan tengah tengkorak kepala (Aku ingin tahu, apa itu") yang tujuannya adalah menerima intensi tidak peka yang diterima oleh indra, dan kalau hasrat terhadap objek yang diterima oleh indra itu jadi terlalu kuat, kemampuan menaksir itu jadi kecewa, dan hanya hidup dari bayangan orang yang dicintainya; lalu seluruh jiwa dan raga membengkak, ketika kesedihan silih berganti dengan kegembiraan, karena panas itu (yang pada saat-saat sedih turun ke dalam bagian-bagian paling mendalam dari tubuh dan membuat kulit menggigil) meningkat ke permukaan pada saat-saat gembira, membuat wajah terasa panas. Pengobatan yang disarankan oleh Arnold berupa upaya melepaskan keyakinan itu dan harapan untuk bertemu dengan objek yang dicintai, sehingga pikiran itu akan hilang.
Buat apa, dalam hal itu aku sudah sembuh, atau hampir sembuh, kataku kepada diriku sendiri, karena aku punya harapan kecil, atau tidak punya harapan bertemu dengan objek pikiranku lagi, tidak berharap dia tetap dekat denganku, dan jika aku melihatnya, tidak ada harapan untuk mendapatkannya, dan jika aku bakal mendapatkannya, aku sama sekali tidak kerasukan lagi, dan jika aku kerasukan, karena keadaanku sebagai rahib dan tugas-tugas yang dipaksakan kepadaku oleh kedudukan keluargaku ... aku selamat, kataku kepada diriku sendiri, dan aku menutup buku itu dan menenangkan diriku sendiri,
tepat pada saat William masuk. []
Malam Dalam cerita ini Salvatore membiarkan dirinya ditemukan dalam keadaan kacau oleh Bernard Gui, gadis yang dicintai Adso ditangkap sebagai seorang
penyihir, dan semua pergi tidur dengan perasaan lebih tidak bahagia dan lebih cemas daripada sebelumnya.
Kami baru mau turun ke ruang makan ketika
mendengar suara-suara keras dan samar-samar melihat beberapa kilas cahaya dari arah dapur. William langsung mematikan lampunya. Sambil meraba-raba dinding, kami mencapai pintu ke dapur: kami menyadari bahwa bunyi itu datang dari luar, tetapi pintu dapur terbuka. Kemudian suarasuara dan lampu-lampu itu menjauh, dan seseorang membanting pintu kuat-kuat. Ada keributan besar yang mencanangkan sesuatu yang tidak menyenangkan. Cepat-cepat kami kembali lewat osarium, muncul kembali dalam gereja yang sekarang kosong, keluar dari pintu selatan, dan sekilas melihat obor-obor menyala dalam kloster.
Kami mendekat, dan dalam kebingungan kami tentu terdesak keluar seperti banyak lainnya yang sudah berada di situ, yang sudah datang dari asrama ataupun rumah penginapan. Kami melihat para pemanah sedang memegangi Salvatore
kuat-kuat, yang putih seputih matanya, dan seorang perempuan, yang sedang menangis. Jantungku mengerut: itu adalah dia, gadis yang ada dalam pikiranku. Dan ia melihatku, ia mengenaliku dan melemparkan suatu pandangan memohon dan putus asa. Naluriku ingin maju dan membebaskannya, tetapi William mencegahku, sambil membisikkan suatu bentakan yang jauh dari kasih sayang. Para rahib dan tamu-tamu sekarang bergegas masuk dari segala penjuru.
Abbas tiba, demikian pula Bernard Gui, lalu kapten pasukan pemanah memberikan laporan singkat. Ini yang telah terjadi.
Atas perintah inkuisitor itu, mereka berpatroli di seluruh bagian biara itu pada malam hari, sambil memberikan perhatian khusus pada jalanan dari gerbang utama ke gereja, kebun-kebun, dan bagian depan Aedificium. (Aku jadi ingin tahu mengapa" Lalu aku paham: jelas karena Bernard Gui telah mendengar rumor dari pelayan atau bahkan tukang masak tentang lalu lintas pada malam hari di antara dinding-dinding sebelah luar dan dapur itu, mungkin tanpa tahu persis siapa yang bertanggung jawab; dan mungkin Salvatore yang tolol itu, karena sudah menyampaikan maksudnya kepadaku, sudah bicara di dapur atau di lumbung kepada seseorang yang malang, yang karena diintimidasi dengan pertanyaan petang itu, telah menyampaikan rumor itu untuk mengambil hati Bernard.) Sambil bergerak dengan hati-hati dan menembus kegelapan kabut, akhirnya para pemanah itu mencokok Salvatore
bersama perempuan itu, ketika sedang berusaha membuka pintu dapur.
"Seorang perempuan dalam tempat suci! Dan bersama seorang rahib!" kata Bernard dengan galak kepada Abbas itu. "Tuan yang paling hebat," lanjutnya, "jika ini hanya melibatkan pelanggaran kaul hidup suci, hukuman orang ini akan merupakan wewenang Anda. Tetapi karena kita tidak pasti bahwa lalu lintas kedua orang malang itu tidak ada hubungannya dengan keamanan semua tamu, pertama-tama misteri itu harus kita perjelas. Hai, kau bajingan di sana!" Dan dari dada Salvatore ia merampas bungkusan yang tampak jelas, yang mau disembunyikan oleh lelaki malang itu. "Apa ini""
Aku sudah tahu: sebilah pisau, seekor kucing hitam, yang, begitu bungkusan itu dibuka, akan lari sambil mengeong keraskeras; dua butir telur, sekarang pecah dan meleleh, yang di mata setiap orang lain terlihat seperti darah, atau air empedu kuning, atau semacam benda menjijikkan. Salvatore mau masuk ke dapur, membunuh kucing itu, mencungkil kedua matanya; dan entah dengan janji apa ia bisa membujuk gadis itu agar mau mengikutinya. Tidak lama kemudian aku tahu apa janji itu. Para pemanah menggeledah gadis itu, sambil tertawa-tawa dan mengucapkan kata-kata jorok, dan mereka menemukan seekor ayam kecil yang sudah mati, masih harus dicabuti bulunya. Malangnya, malam itu kebetulan semua kucing berwarna kelabu, ayam itu terlihat hitam, seperti
kucing tersebut. Bagaimanapun juga, aku berpikir, bahwa mudah sekali membujuk gadis itu, makhluk malang yang lapar, yang pada malam sebelumnya telah meninggalkan (dan demi cintanya kepadaku!) hati sapinya yang berharga
"Aha!" seru Bernard dengan nada amat prihatin. "Kucing hitam dan ayam jantan .... Ah, a
ku tahu ilmu sihir seperti itu Ia melihat William ada di antara yang hadir di situ. "Apa kau juga mengenali kedua binatang itu, Bruder William" Bukankah kau menjadi inkuisitor di Klkenny tiga tahun yang lalu, di mana seorang gadis berhubungan dengan setan yang muncul kepadanya dalam bentuk seekor kucing hitam""
Menurutku, agaknya guruku diam saja karena ciut hati. Aku menyentuh lengan bajunya, mengguncangnya, berbisik kepadanya dengan putus asa, "Katakan kepadanya, katakan kepadanya, itu untuk dimakan
William melepaskan peganganku dan dengan sopan berbicara kepada Bernard, "Kukira kau tidak memerlukan pengalaman masa laluku untuk mengambil kesimpulan," katanya.
"Oh, tidak, ada jauh lebih banyak saksi yang berwenang,"
Bernard tersenyum. "Stephen dari Bourbon, dalam risalatnya tentang Tujuh Karunia Roh Kudus, menceritakan bagaimana Santo Dominikus, setelah berkhotbah melawan orang bidah di Fanjeaux, mengumumkan kepada beberapa perempuan tertentu bahwa mereka bisa melihat majikan yang
sampai saat itu mereka layani. Dan tiba-tiba muncul seekor kucing yang ketakutan di tengah mereka, sebesar anjing yang besar, dengan mata besar bersinar, lidah berdarah yang menjulur sampai pusarnya, ekor pendek yang mencuat naik sehingga ke mana pun binatang itu berbalik ekor itu memamerkan kejelekan pantatnya, lebih busuk daripada apa saja, karena merupakan anus yang cocok untuk dicium oleh banyak pemuja Setan, tidak terkecuali Kesatria Templar. Dan setelah mondar-mandir di seputar para perempuan itu selama satu jam, kucing tersebut melompat ke tali lonceng dan memanjat naik sambil meninggalkan tahinya yang busuk. Dan bukankah kucing adalah binatang kesayangan kaum Kataris, yang menurut Alanus dari Insulis disebut begitu dari kata "catus"[Pintar- penerj.], karena itu pantat binatang ini yang mereka cium, karena menganggapnya inkarnasi dari Lucifer" Dan bukankah praktik menjijikkan ini juga tidak disetujui oleh William dari La Verna dalam bukunya De legibus" Dan kalau tidak salah Albertus Magnus mengatakan bahwa kucing itu setan yang potensial"
Dan tidakkah saudaraku yang saleh Jacques Fournier mengingatkan bahwa ada dua kucing hitam yang muncul pada saat inkuisitor Geoffrey dari Carcassonne hampir meninggal, yang tidak lain tidak bukan adalah setan-setan yang datang untuk mengejek mereka yang masih hidup""
Gumam ngeri muncul di seluruh kelompok rahib,
banyak dari mereka yang membuat tanda salib.
"Abbas yang mulia, Abbas yang mulia," kata Bernard Gui berbicara wajah saleh, "mungkin Yang Mulia tidak tahu apa yang biasa dilakukan para pendosa dengan benda-benda tersebut! Tetapi aku tahu betul. Tolonglah aku ya, Tuhan! Aku sudah melihat orangorang paling jahat, pada jam-jam malam yang paling gelap, bersama-sama dengan orang sejenis lainnya, menggunakan kucing hitam untuk mendapatkan keajaiban yang tidak pernah bisa mereka sangkal; untuk menunggang binatang-binatang tertentu dengan kaki mengangkang dan melakukan perjalanan jauh sekali dalam bayangan malam, sambil menyeret budak-budak mereka, yang berubah menjadi setan yang bernafsu .... Dan Setan itu menunjukkan dirinya kepada mereka, atau paling sedikit begitulah yang keyakinan mereka, dalam bentuk seekor ayam jantan, atau binatang hitam lainnya, dan bersama dia jangan tanya bagaimana caranya mereka bahkan berbaring bersama-sama. Dan aku benar-benar tahu bahwa belum lama ini, di Avignon sendiri, dalam upaya membunuh Paus kita sendiri, mereka menyiapkan semacam guna-guna dan salep dengan sihir semacam itu, untuk meracuni makanannya. Paus itu berhasil menyelamatkan diri dan mengenali racun itu hanya karena dia dipasok banyak sekali permata dalam bentuk lidah-lidah ular, dibetengi oleh zamrud dan rubi ajaib yang lewat kekuatan suci mampu menunjukkan bahwa makanan itu beracun. Raja Prancis telah memberinya sebelas lidah berharga
itu, syukurlah, dan hanya dengan begitu maka Paus kita terhindar dari kematian! Memang, musuh-musuh Paus masih berbuat lebih jauh, dan setiap orang tahu tentang Bernard Delicieux si bidah yang ditangkap sepuluh tahun yang lalu: dalam rumahnya ditemukan buku-buku te
ntang sihir hitam, penuh perkamen dengan catatan paling jahat, yang berisi semua instruksi untuk membuat patung lilin dengan tujuan menyakiti musuh. Dan apa kalian percaya" Dalam rumahnya kami juga menemukan patung-patung yang dengan keterampilan mengagumkan meniru citra Paus, dengan lingkaran merah kecil pada bagianbagian vital badannya. Dan setiap orang tahu bahwa patung semacam itu, kalau digantung dengan tali dan ditaruh di depan cermin, kemudian bagian-bagian vital itu ditusuk dengan jarum, dan .... Ah, mengapa aku terlalu banyak bicara tentang praktik kejahatan memalukan ini" Paus sendiri bicara tentang itu dan menjelaskan dan mengutuknya, baru tahun lalu, dalam konstitusinya Super illius specula! Dan terus terang aku berharap kalian punya satu salinannya dalam perpustakaan milik kalian yang kaya ini, yang pantas untuk direnungkan
"Kami punya, kami punya itu," Abbas itu cepat-cepat menegaskan, amat tertekan.
"Baiklah," Bernard menyimpulkan. "Sekarang masalahnya terlihat jelas bagiku. Seorang rahib dirayu, seorang penyihir, dan suatu upacara, yang untungnya belum terlaksana. Untuk tujuan apa" Itu akan kita ketahui nanti, dan aku siap mengorbankan
tidurku beberapa jam untuk mempelajarinya. Maukah Yang Tersuci menyediakan untukku sebuah tempat untuk menanyai orang ini""
"Kami punya beberapa bilik bawah tanah di bengkel tukang besi," kata Abbas itu, "yang untungnya jarang sekali dipakai dan sudah kosong selama bertahun-tahun
"Untungnya atau malangnya," komentar Bernard. Dan ia memerintahkan para pemanah untuk minta ditunjukkan jalannya dan membawa kedua tawanan itu ke bilik yang terpisah; dan mereka harus mengikat rahib itu kuat-kuat pada semacam cincin yang dipendam dalam dinding, dan Bernard sebentar lagi akan turun dan, menanyainya, sambil menatap wajahnya. Akan halnya si gadis, ia menambahkan, sudah jelas siapa dia, dan tidak perlu ditanyai malam ini. Akan diadakan pengadilan lain sebelum ia akan dibakar sebagai penyihir. Dan jika ia memang penyihir, ia tidak akan mudah buka mulut. Tetapi rahib itu masih bisa menyesal (dan ia membelalak ke arah Salvatore yang gemetaran, seakan ingin membuat Salvatore paham bahwa ia ditawari kesempatan terakhir), dengan menceritakan yang sebenarnya dan, Bernard menambahkan, menyangkal keterlibatannya.
Keduanya diseret pergi, yang satu diam saja dan hancur, hampir demam, yang lain menangis dan menendang-nendang dan menjerit bagai seekor binatang mau melepaskan diri. Tetapi Bernard maupun para pemanah maupun aku sendiri tidak bisa memahami apa yang ia katakan dalam bahasa
petani. Meskipun berteriak-teriak, itu sama saja dengan diam. Ada kata kata yang memberi kekuasaan, kata-kata lain membuat kita semua makin bingung, dan kata-kata vulgar orang biasa itu termasuk kategori yang kedua, kepada siapa Tuhan belum mengaruniai hikmah pengungkapan diri dalam bahasa universal pengetahuan dan kekuatan.
Sekali lagi aku tergoda untuk mengikuti gadis itu; sekali lagi William, dengan galak, menahanku. "Diam di sini, tolol," katanya.
"Gadis itu tersesat; dagingnya terbakar."
Sementara aku mengamati adegan itu dengan ngeri, sambil menatap gadis itu dalam suatu kancah pikiran-pikiran yang berlawanan, aku merasa seseorang menyentuh bahuku. Aku tidak tahu kenapa, tetapi bahkan sebelum menoleh aku sudah mengenali sentuhan Ubertino.
"Kau memandangi penyihir itu, kan"" tanyanya. Dan aku tahu ia tidak mungkin tahu kisahku, dan karenanya ia mengatakan ini hanya karena ia telah menangkap, dengan hasrat manusiawinya yang menembus mengerikan itu, tatapanku.
"Tidak," aku membela diri. "Aku tidak memandangnya ... atau, lebih tepatnya, mungkin aku memandangnya, tetapi ia bukan penyihir .... Kita tidak tahu, mungkin ia tidak bersalah
"Dan kau memandangnya karena ia cantik. Ia cantik, kan"" tanyanya dengan sangat mesra sambil menekan lenganku. "Jika kau memandangnya karena ia cantik, dan kau kecewa kepadanya (toh aku tahu kau kecewa, karena dosa yang dituduhkan
kepadanya membuat dia lebih tertarik kepadamu), jika kau memandangnya dan merasakan hasrat, itu sendiri membuatnya jadi penyihir. Waspadalah, A
nakku .... Kecantikan tubuh berhenti pada kulit. Jika lelaki bisa melihat apa yang ada di bawah kulit, seperti halnya lynx dari Boeotia itu, mereka akan gemetaran melihat seorang perempuan.
Semua keanggunan itu terdiri atas lendir dan darah, cairan-cairan dan empedu. Jika kau membayangkan apa yang tersembunyi dalam lubang hidung, dalam tenggorokan, dan dalam perut, kau hanya menemukan kotoran. Dan jika kau tergoda untuk menyentuh lendir atau kotoran itu dengan ujung jarimu, bagaimana mungkin kita berhasrat memeluk kantong yang berisi kotoran itu"" Aku jadi merasa mual. Aku tidak ingin mendengar lebih banyak.
Guruku, yang juga sudah mendengar, datang menyelamatkan diriku.
Cepat-cepat ia mendekati Ubertino, mencekal lengannya, dan melepaskannya dari lenganku.
"Cukup, Ubertino," katanya. "Gadis itu akan segera disiksa, lalu dibakar. Ia akan berubah jadi persis seperti yang kaukatakan, lendir, darah, cairan-cairan, dan empedu. Tetapi lelaki seperti kita yang bakal menggali dari balik kulitnya yang ingin dilindungi dan dihiasi kulit itu oleh Allah. Dan kalau sampai pada masalah tua, kau tidak lebih baik daripada gadis itu. Jangan ganggu anak itu."
Ubertino kecewa. "Mungkin aku sudah berdosa," gumamnya. "Jelas aku sudah berdosa. Apalagi
yang bisa dilakukan oleh seorang pendosa""
Sekarang setiap orang mulai masuk lagi ke dalam, sambil mengomentari kejadian tersebut. William tinggal sebentar bersama Michael dan orang Minorit lainnya yang menanyakan tentang kesankesannya.
"Sekarang Bernard punya argumentasi, meskipun tidak jelas. Dalam biara ini ada penyihir-penyihir berkeliaran yang melakukan hal yang sama seperti yang telah dilakukan terhadap Paus di Avignon. Tentu saja ini bukan bukti, dan, yang pertama-tama, tidak bisa dijadikan alasan untuk menghambat rapat besok. Malam ini ia akan berusaha memeras petunjuk lain dari orang malang itu, yang, aku yakin, Bernard tidak akan langsung menggunakannya besok pagi. Ia akan menyimpannya sebagai cadangan: ini akan digunakan kelak, untuk mengganggu jalannya diskusi itu jika mereka pernah mengambil arah yang tidak disukainya."
"Apa ia bisa memaksa rahib itu mengatakan sesuatu yang bisa dipakai untuk melawan kita"" tanya Michael dari Cesena.
William jadi bingung. "Harap saja, tidak," katanya. Aku menyadari bahwa, jika Salvatore menceritakan kepada Bernard apa yang sudah ia ceritakan kepada kami, tentang masa lalunya dan masa lalu Kepala Gudang itu, dan jika ia menunjukkan pertanda hubungan mereka dengan Ubertino, meskipun mungkin hanya sepintas, akan tercipta suatu situasi yang amat memalukan.
"Bagaimanapun juga, kita tunggu dan lihat saja
apa yang akan terjadi," kata William dengan murung. "Untuk masalah itu, Michael, segala sesuatunya sudah ditetapkan sebelumnya. Tetapi kau harus berusaha."
"Tentu," kata Michael, "dan Allah akan membantuku. Semoga Santo Fransiskus Assisi mendoakan kita semua."
"Amin," semua menjawab.
"Tetapi itu kiranya tidak perlu," itu komentar tidak sepakat dari William. "Santo Fransiskus mungkin berada jauh di suatu tempat sambil menunggu hari pengadilan, tanpa bertatap muka dengan Allah."
"Terkutuklah Yohanes yang bidah itu!" aku mendengar Guru Jerome menggerundel ketika masing-masing kembali ke bilik masingmasing untuk tidur. "Jika ia sekarang merampas bantuan para santo itu dari kita, kita mau jadi apa, para pendosa ini"" []
HARI KEEMPAT Prima Dalam cerita ini terjadi suatu perdebatan antarrahib tentang kemiskinan Yesus.
Hatiku terguncang oleh ribuan kecemasan setelah adegan malam itu, pada pagi hari kelima aku terbangun setelah lonceng tanda prima berbunyi, tatkala William mengguncangku keras-keras, sambil memperingatkan bahwa kedua rombongan duta itu akan segera mengadakan pertemuan. Aku melihat keluar jendela bilik itu, dan tidak melihat apa-apa. Kabut dari hari kemarin bak selimut putih yang sekarang betul-betul menutupi dataran tinggi tersebut.
Waktu keluar, aku melihat biara itu seperti belum pernah kulihat sebelumnya. Beberapa bangunan utama gereja, Aedificium, gedung pertemuan bisa dikenali bahkan di kejauhan, meski
pun tetap samar-samar, sementara bangunan selebihnya yang kelihatan cuma yang jaraknya beberapa langkah saja. Bentuk-bentuk benda dan binatang, seakan tiba-tiba muncul dari alam kosong; orang-orang membentuk dari kabut, mula-mula kelabu, seperti
hantu, lalu perlahan-lahan tampak meskipun tidak mudah dikenali.
Karena lahir dalam suatu iklim utara, aku bukannya tidak terbiasa dengan elemen itu, yang pada saat lainnya sudah tentu membuatku gembira karena mengingatkan akan dataran dan kastil tempat kelahiranku. Tetapi pagi itu, kondisi udara agaknya serupa dengan kondisi jiwaku yang sedih, dan kesedihan yang menemaniku ketika bangun justru makin besar tatkala aku berjalan pelan pelan ke gedung pertemuan.
Beberapa kaki dari bangunan itu, aku melihat seseorang yang tidak bisa langsung kukenali sedang berpamitan kepada Bernard Gui. Kemudian, sewaktu berpapasan, ternyata dia Maleakhi. Ia memandang sekeliling seperti orang yang tidak ingin ketahuan sedang melakukan suatu kejahatan.
Ia tidak mengenaliku dan langsung pergi. Terdorong oleh rasa ingin tahu, aku mengikuti Bernard dan melihat bahwa ia membalikbalik beberapa halaman kertas, yang mungkin sudah diserahkan oleh Maleakhi. Di pintu gedung pertemuan itu, sambil mengangguk, ia memanggil kapten pasukan pemanah, yang berdiri di dekat situ, dan menggumamkan beberapa kata kepada kapten itu. Lalu ia masuk. Aku terus mengikutinya.
Aku baru pertama kalinya menginjakkan kaki di tempat itu. Dari luar bangunan itu tampaknya sederhana dan desainnya biasa; aku menyadari bahwa bangunan itu belum lama didirikan di atas puing suatu gereja biara primitif, mungkin sebagian
dimakan api. Kalau masuk dari luar, kau lewat di bawah portal model baru, dengan pelengkung lancip dan tanpa dekorasi, di atasnya ada sebuah jendela bulat berhias. Namun di bagian dalam, ternyata kau berada di dalam sebuah lobi, dibangun mengikuti model lobi Byzantium. Di depanmu ada ambang pintu lain, pelengkungnya dalam gaya kuno, dan dengan timpanum setengah-rembulan yang diukir dengan amat bagus. Itu pasti ambang pintu gereja yang sekarang sudah tidak ada lagi itu.
Ukiran pada timpanum itu juga indah tetapi tidak begitu menggetarkan seperti ukiran pada gereja yang lebih baru. Di sini, timpanum itu juga didominasi oleh seorang Kristus yang bertakhta; tetapi di kedua sampingnya, dalam berbagai pose dan dengan berbagai objek dalam tangan mereka, adalah kedua belas rasul, yang telah menerima dari Dia, misi untuk melanjutkan dan berkhotbah di antara semua bangsa. Di atas kepala Kristus, ada suatu busur yang terbagi menjadi dua belas panel, dan di bawah kaki Kristus, dalam barisan rapi, digambarkan bangsa-bangsa di dunia ini, yang ditetapkan menerima sang Sabda. Dari busana mereka aku bisa mengenali orang Yahudi, Kapadokian, Arab, India, Phrygia, Byzantinum, Armenia, Scythia, dan Roma. Tetapi, bersama dengan mereka, dalam tiga puluh bingkai bulat yang membentuk busur di atas busur dua belas panel itu, adalah penghuni dunia-dunia tak dikenal, yang tentang mereka hanya sedikit dibicarakan dalam
buku Physiologus dan laporan tidak jelas dari mereka yang melakukan perjalanan. Banyak dari mereka tidak kukenal, lainnya bisa kukenali.
Sebagai contoh, orang kasar dengan enam jari pada masingmasing tangannya; fauna yang lahir dan cacing yang berkembang biak di antara kulit kayu dan ampas kayu pepohonan; ikan duyung dengan ekor bersisik yang merayu pelaut; orang Ethiopia, badannya semua hitam, yang melindungi diri mereka sendiri dari api matahari dengan menggali gua-gua bawah tanah; keledai-centaurus, yang dari pusar sampai pantatnya berbentuk manusia; Cyclop, masingmasing dengan satu mata sebesar perisai; Scylla, dengan dada dan kepala gadis, seorang gadis dengan perut serigala dan ekor ikan lumba-lumba; manusia berbulu dari India, yang tinggal di rawarawa dan di Sungai Epigmarides; cynocephali, yang tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun tanpa menggonggong; sciopod, yang bisa berlari kencang dengan kakinya yang cuma satu itu dan kalau ingin berlindung dari matahari menaikkan dan merentangkan kakinya yang besar seperti payung
; astomat dari Yunani, yang tidak punya mulut tetapi bernapas lewat lubang hidungnya dan hanya hidup dari udara; perempuan berjanggut dari Armenia; Pygmi; blemyae, yang lahir tanpa kepala, dengan mulut pada perut dan mata pada bahu; perempuan monster dari Laut Merah, dua belas kaki tingginya, dengan rambut sampai tumit dan ekor sapi di dasar punggung serta kuku unta; dan mereka yang telapak kakinya terbalik sehingga,
kalau jejak kakinya diikuti, orang selalu tiba di tempat dari mana ia datang dan tidak pernah ke mana ia pergi; orang-orang dengan tiga kepala, lainnya dengan mata yang berkilau bagai lampu, dan monter dari Pulau Circe, bertubuh manusia dengan kepala dari binatang paling aneh ....
Semua ini dan keajaiban lainnya diukir di atas ambang pintu tersebut. Tetapi tak satu pun menimbulkan kegelisahan karena tidak melukiskan setan-setan dunia ini atau siksa neraka, tetapi justru mengandung kesaksian bahwa Sabda itu sudah mencapai semua dunia yang dikenal dan meluas sampai ke dunia tak dikenal; maka ambang pintu itu merupakan janji perdamaian yang menggembirakan, tentang persatuan yang dicapai dalam sabda Kristus, ekumeni yang menakjubkan.
Pertanda baik, kataku dalam hati, karena pertemuan itu berlangsung melewati ambang ini, di mana orang-orang yang sudah saling bermusuhan lewat interpretasi Injil yang kontradiktif mungkin berhasil menyelesaikan pertikaian mereka hari ini. Dan aku mengutuk diriku sendiri, bahwa aku seorang pendosa lemah yang justu memikirkan masalah pribadiku pada saat akan terjadi peristiwa penting semacam itu bagi sejarah Kristianitas. Betapa kecilnya penderitaanku dibandingkan janji hebat perdamaian itu dan ketenangan yang ditegaskan dalam batu timpanum tersebut. Aku mohon pengampunan kepada Tuhan untuk kelemahanku, dan aku melewati ambang itu dengan ketenangan baru.
Tatkala masuk, aku melihat para anggota dari kedua rombongan duta itu, lengkap, duduk saling berhadapan di atas serangkaian bangku panjang yang ditata setengah lingkaran, kedua pihak dipisahkan oleh sebuah meja yang diduduki Abbas dan Kardinal Bertrand.
William, yang kuikuti dengan tujuan membuat catatan, menempatkan aku di antara kaum Minorit, tempat Michael duduk bersama para pengikutnya dan rahib Fransiskan lainnya dari pengadilan Avignon, karena pertemuan itu tidak dimaksudkan untuk seakan-akan merupakan duel antara orang Italia dan Prancis, tetapi suatu perdebatan antara yang mendukung Regula Fransiskan dan yang mengkritik, semua dipersatukan oleh kesetiaan kuat Katolik kepada takhta suci.
Bersama Michael dari Cesena, ada Bruder Arnold dari Aquitaine, Bruder Hugh dari Newcastle, dan Bruder William Alnwick, yang telah ikut ambil bagian dalam rapat umum Perugia, dan juga Uskup Kaffa dan Berengar Talloni, Bonagratia dari Bergamo, dan Minorit lainnya dari pengadilan Avignon. Di pihak lain, duduk Lawrence Decoin, sarjana dari Avignon, Uskup Padua, dan Jean d'Anneaux, doktor teologi di Paris. Di samping Bernard Gui, diam dan serius, duduk rahib Dominikan Jean de Baune, di Italia dipanggil Giovanni Dalbena. William sudah menceritakan bahwa bertahun-tahun yang lalu, Jean menjadi inkuisitor di Narbonne, di mana dia sudah mengadili banyak kaum Beghard; tetapi waktu ia menemukan kebidahan dalam suatu
dalil berkaitan dengan kemiskinan Kristus, Berengar Talloni, pembaca dalam biara kota itu, bangkit melawannya dan mengajukan permohonan kepada Paus. Waktu itu Yohanes masih ragu-ragu tentang masalah tersebut, maka ia memanggil keduanya ke istananya, di mana mereka berdebat tanpa mencapai kesimpulan apa-apa. Maka tidak lama kemudian, rahib Fransiskan mengambil sikap, yang sudah kujelaskan, di rapat umum Perugia. Akhirnya, masih ada beberapa orang lain di pihak orang Avignon, termasuk Uskup Alborea.
Acara itu dibuka oleh Abo, yang menganggap saatnya tepat untuk menyampaikan ringkasan kejadian terbaru. Ia mengingatkan bagaimana pada tahun Masehi 1322, pertemuan umum Rahib Minor, yang diadakan di Perugia di bawah pimpinan Michael dari Cesena, dengan pertimbangan yang cermat dan matang telah menetapkan bahwa untuk memberikan contoh dari kehi
dupan sempurna, maka Kristus dan, dengan mengikuti contohnya, para rasul tidak pernah memiliki apa saja secara umum, entah sebagai harta atau musuh, dan kebenaran ini adalah masalah iman dan doktrin Katolik, diambil dari berbagai ayat dalam buku kanonik. Oleh karena itu, menolak memiliki segala benda adalah tindakan suci dan bermanfaat, dan para biarawan gereja militan awal telah mengikuti aturan suci ini.
Konsili Wina pada 1312 juga telah menaati kebenaran ini, dan Paus Yohanes sendiri, pada 1317, dalam konstitusi berkaitan dengan kondisi Rahib Minor yang memulai "Quorundam exigit", telah
mengacu pada pertimbangan masak bahwa konsili itu telah disusun dengan cermat, jelas, kuat, dan matang. Dari sini, rapat umum Perugia, karena menganggap bahwa apa yang selalu disetujui oleh takhta apostolik sebagai doktrin yang kuat itu harus selalu dianggap diterima, dan seharusnya tidak diselewengkan dengan cara apa saja, hanya sekadar menegaskan keputusan konsili itu, yang ditandatangani oleh para pakar teologi suci seperti Bruder William dari Inggris, Bruder Henry dari Jerman, Bruder Arnold dari Aquitaine, para minister dan provinsial, dan juga dengan cap dari Bruder Nicholas, minister dari Prancis; Bruder William Block, sarjana; jenderal minister dan empat provinsial minister; Bruder Thomas dari Bologna; Bruder Peter dari provinsi Santo Fransiskus; Bruder Ferdinand dari Castello; dan Bruder Simon dari Touraine.
Bagaimanapun juga, tambah Abo, pada tahun berikutnya Paus mengeluarkan dekrit Ad conditorem canonum, yang menolak permohonan Bruder Bonagratia dari Bergamo karena menganggap itu bertentangan dengan kepentingan ordonya. Kemudian Paus menurunkan dekrit itu dari pintu-pintu gereja Avignon yang memajangnya, dan memperbaikinya di beberapa tempat. Tetapi sebenarnya Paus membuat dekrit itu lebih keras, seperti dibuktikan oleh kenyataan bahwa, sebagai akibat langsungnya, Bruder Bonagratia dipenjarakan selama setahun. Juga kekerasan Kepausan itu tidak mungkin diragukan, karena pada tahun yang sama ia mengeluarkan apa yang sekarang dikenal sebagai
Cum inter nonnullos, yang di dalamnya jelas mengutuk tesis rapat umum Perugia itu.
Sambil dengan sopan menyela Abo pada titik ini, Kardinal Bertrand angkat bicara, dengan mengatakan bahwa kami harus mengingat bagaimana, untuk mempersulit masalah dan menjengkelkan Paus, pada 1324 Louis orang Bavaria itu telah ikut campur dengan mengeluarkan Deklarasi Sachsen-hausen, yang di dalamnya ia menegaskan tesis-tesis Perugia itu tanpa alasan yang baik (juga tidak bisa dipahami, komentar Bertrand dengan senyum tipis, bahwa Kaisar dengan begitu antusias mau menyambut gembira kemiskinan yang sedikit pun tidak ia praktikkan), jadi dengan menempatkan dirinya sendiri melawan yang mulia Paus, dengan menyebut Paus itu inimicus pacis[Musuh perdamaian- penerj.], dan mengatakan bahwa Paus itu cenderung memicu skandal dan ketidakserasian, dan akhirnya menyebutnya bidah, sungguh-sungguh seorang pemimpin bidah.
"Tepatnya tidak begitu," sela Abo sambil berusaha menengahi.
"Pada dasarnya, ya," kata Bertrand pedas. Dan ia menambahkan bahwa ikut campur yang tidak tepat dari Kaisar yang persisnya telah mengharuskan yang mulia Paus mengeluarkan dekrit Quia quorundam, dan bahwa akhirnya dengan keras ia memerintahkan Michael dari Cesena untuk menghadapnya. Michael telah mengirim surat permohonan maaf, dengan menyatakan dirinya sakit sesuatu yang tidak diragukan oleh siapa saja dengan
sebagai gantinya ia mengirim Bruder John Fidanza dan Bruder Umile Custodio dari Perugia. Tetapi yang terjadi, lanjut Kardinal itu, kedua penjilat dari Perugia itu telah memberi tahu Paus bahwa lama sebelum sakit, Bruder Michael sudah mulai berkomunikasi dengan Louis dari Bavaria. Bagaimanapun juga, yang lalu biarlah berlalu, dan sekarang Bruder Michael tampak sehat dan tenang, dan begitulah yang diharapkan di Avignon. Namun, lebih baik, Kardinal itu mengakui, mempertimbangkan sebelumnya, seperti yang akan dilakukan oleh orang-orang saleh dari kedua pihak sekarang ini, apa yang akhirnya harus dikatakan Michael kepada Paus, karena tujua
n setiap orang tetap bukan untuk memperburuk keadaan, tetapi justru menyelesaikan pertikaian yang tidak perlu ada antara seorang ayah yang penuh kasih sayang dan putra-putranya yang setia secara persaudaraan, pertikaian yang sampai saat itu terus berkobar hanya karena campur tangan orang-orang sekuler, entah para kaisar atau raja muda, yang tidak ada hubungannya dengan masalah Ibu Gereja Suci.
Abo lalu angkat bicara dan mengatakan bahwa, meskipun ia orang gereja dan Abbas dari suatu ordo yang banyak berjasa bagi gereja (terdengar gumam hormat dan menghargai dari kedua sisi setengah lingkaran itu), menurutnya Kaisar tidak perlu tetap tidak mau tahu masalah seperti itu, karena banyak alasan yang pada saatnya akan dijelaskan oleh Bruder William dari Baskerville. Tetapi, lanjut Abo, adalah pantas kalau pada bagian pertama perlu
diadakan perdebatan antara para duta kepausan dari wakil-wakil putra Santo Fransiskus Assisi yang, dengan bersedia mengikuti pertemuan ini, telah menunjukkan diri mereka sendiri sebagai putra Paus yang paling berbakti. Dan kemudian dia minta agar Bruder Michael atau wakilnya menunjukkan sikap yang ingin ia junjung di Avignon.
Michael mengatakan bahwa, ia amat gembira dan bahagia karena pagi itu di tengah mereka ada Ubertino dari Casale, yang pada 1322, diminta membuat laporan terperinci tentang masalah kemiskinan oleh Paus sendiri. Dan Ubertino telah melakukan yang terbaik dalam menyimpulkan, dengan kejernihan, pengetahuan dan iman saleh yang dikenal oleh semua orang di dalam dirinya, pokok pokok gagasan yang sekarang ini, tanpa diragukan, adalah gagasan ordo Fransiskan.
Ubertino berdiri, dan segera setelah bicara, aku paham mengapa ia telah menimbulkan begitu banyak antusiasme, baik sebagai seorang pengkhotbah dan sebagai seorang anggota pengadilan.
Gerak-geriknya yang penuh semangat, suaranya yang persuasif, senyumnya yang menawan, penalarannya yang jelas dan urut, membuat pendengarnya tercekam selama ia bicara. Ia memulai dengan pendahuluan amat ilmiah tentang alasan-alasan yang mendukung tesis Perugia. Katanya, pertama-tama, harus diakui bahwa Kristus dan rasul-rasulnya berada dalam suatu kondisi ganda, karena mereka adalah prelat dari gereja Perjanjian
Baru, dan dalam hal ini mereka memiliki, sehubungan dengan kewenangan dispensasi dan pembagian, untuk memberi kepada yang miskin dan kepada para minister gereja, seperti ditulis dalam bab empat dari Kisah Para Rasul, dan tak seorang pun meributkan ini. Tetapi yang kedua, Kristus dan rasul-rasulnya harus dianggap sebagai pribadi-pribadi individual, dasar dari setiap kesempurnaan religius, orang-orang hina yang sempurna di dunia ini. Dan di atas pertimbangan ini, dapat disimpulkan bahwa ada dua cara untuk memiliki, yang salah satunya sipil dan duniawi, yang oleh undang-undang kekaisaran didefinisikan sebagai "in bonis nostris", perilaku kami yang baik, karena kita menyebut barang-barang yang sudah kita simpan sebagai milik kita dan yang, jika diambil dari kita, kita berhak menuntutnya kembali. Dengan cara itu, milik seseorang dalam artian sipil dan duniawi perlu dipertahankan dari dia yang akan mengambilnya, pertama dengan cara mengajukan tuntutan kepada hakim kekaisaran (menegaskan bahwa Kristus dan para rasul memiliki barang-barang dalam artian ini adalah bidah, karena, seperti dikatakan Mateus pada Bab 5, jika ada orang yang hendak menga- dukan kamu, dan mengambil bajumu, serahkan juga jubahmu; kata-kata Lukas pada Bab 6 juga tidak berbeda, di mana Kristus membuang semua kekuasaan dan ke-Allah-annya dari dirinya sendiri dan menyuruh para muridnya melakukan hal yang sama; dan renungkan lebih jauh Mateus Bab 19, yang di dalamnya Petrus mengatakan kepada Tuhan Yesus bahwa untuk
mengikutinya mereka telah meninggalkan segala sesuatunya); tetapi dalam cara lain, barang-barang bersifat duniawi itu masih bisa dipertahankan, dengan tujuan untuk didermakan kepada sesama saudara, dan karenanya Kristus dan para rasulnya memiliki beberapa benda berdasarkan hak alam, yang oleh beberapa orang hak itu disebut ius poli, yang maksudnya hukum surga, untuk mem
pertahankan alam, yang tanpa campur tangan manusia sejalan dengan alasan yang memadai, sedangkan ius fori adalah kekuatan yang diperoleh dari perjanjian manusia. Sebelum barang-barang dibagi untuk pertama kalinya, sejauh berkaitan dengan kepemilikan, itu seperti barang-barang yang sekarang ini bukan merupakan milik siapa saja dan boleh diambil siapa saja: barang-barang dalam artian tertentu umum bagi semua orang, sedangkan baru setelah terjadi dosa-asal maka nenek moyang kita mulai membagi kepemilikan barang-barang, dan dengan demikian dimulailah kekuasaan duniawi seperti yang sekarang kita kenal. Tetapi Kristus dan para rasulnya memiliki barang-barang dalam cara pertama, dan karenanya mereka punya pakaian dan roti dan ikan, dan seperti dikatakan oleh Paulus dalam surat pertama kepada Timotius: Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah. Karena itu Kristus dan para rasulnya tidak menganggap barang-barang itu sebagai milik, tetapi menggunakannya, jadi kemiskinan absolut mereka tetap kuat. Hal ini sudah diakui oleh Paus Nicholas II dalam dekrit Exiit qui seminat.
Namun di pihak lawan, Jean d'Anneaux berdiri untuk mengatakan bahwa menurutnya, dalih Ubertino bertentangan dengan alasan yang memadai sekaligus interpretasi Injil yang memadai. Sedangkan untuk barang-barang yang habis pakai, seperti roti dan makanan, itu hak pakai sederhana yang tidak bisa dipertimbangkan, pemakaian de facto juga tidak bisa diterapkan, kecuali disalah gunakan: segala sesuatu yang oleh orang beriman dianggap umum dalam gereja primitif, seperti disimpulkan dari Kisah Para Rasul 2 dan 3, mereka tetap mempertahankan jenis pemilikan yang sama seperti sebelum mereka jadi rasul. Para rasul, setelah turunnya Roh Kudus, memiliki ladang-ladang di Yudea; janji hidup tanpa tanah milik tidak diperluas sampai kepada hanya yang dibutuhkan orang agar bisa hidup, dan waktu Petrus mengatakan ia telah meninggalkan segala sesuatunya, ia tidak bermaksud melepaskan tanah miliknya; Adam punya kepemilikan dan memiliki barangbarang; pelayan yang menerima uang dari majikannya tentu saja tidak hanya menghabiskannya atau menyalah gunakannya. Kata-kata dalam Exiit qui seminat yang selalu diacu oleh kaum Minorit dan dipakai untuk menetapkan bahwa Rahib Minor hanya boleh menggunakan apa yang mereka butuhkan, tanpa menguasai dan memiliki, seharusnya hanya berkaitan dengan barang-barang tidak habis pakai. Nyatanya jika barang-barang habis pakai ikut dimasukkan, Exiit itu mendukung hal yang mustahil, pemakaian de facto tidak bisa dibedakan dari penguasaan yuridis; setiap
hak manusia, berdasar- kan benda materi apa yang dimiliki, termaktub dalam undang-undang para raja. Sebagai manusia yang tidak kekal, Kristus, sejak dalam kandungan, adalah pemilik semua benda duniawi, dan sebagai Tuhan ia menerima kekuasaan universal atas segala sesuatu dari Bapanya. Ia pemilik baju, makanan, uang upeti, dan persembahan pengikutnya yang setia. Dan jika ia miskin, ini bukan karena ia tidak memiliki harta, tetapi karena ia tidak menerima hasilnya; karena penguasaan yuridis biasa, lepas dari pengumpulan laba, tidak memperkaya pemilik itu. Dan akhirnya, bahkan jika Exiit berkata lain, maka Paus Roma, dalam segala sesuatu berkaitan dengan iman dan moral, dapat mencabut keputusan para pendahulunya, dan bahkan dapat membuat pernyataan yang berlawanan.
Saat itulah Bruder Jerome, Uskup dari Kaffa, berdiri dengan semangat berapi-api, janggutnya bergetar karena marah meskipun berusaha agar suaranya kedengaran tenang. Ia memulai suatu argumentasi yang menurutku terasa cukup membingungkan. "Apa yang akan kuhaturkan kepada Bapa Suci, dan diriku sendiri yang akan mengatakannya, aku sepakat kalau dikoreksi, karena aku sungguhsungguh percaya bahwa Yohanes adalah wakil Kristus, dan untuk pengakuan ini aku ditangkap oleh orang Saracen. Dan pertama-tama aku akan mengacu kepada suatu kejadian yang dicatat oleh seorang doktor agung, dalam pertikaian yang suatu hari muncul di antara para rahib
tentang siapa Bapa Melkisedek. Waktu itu Abbas Copes, ketika ditanya tentang ini, menggelengkan kepala dan menyatakan: Malangl
ah kau, Copes, karena kau hanya mencari benda-benda yang tidak diperintahkan Tuhan untuk kau cari dan menelantarkan semua yang sudah diperintahkan Tuhan. Nah, seperti dapat disimpulkan dari contohku, jelaslah bahwa Kristus dan Perawan Teberkati dan para rasul tidak punya apa-apa, secara pribadi maupun secara bersama, sehingga Yesus agak sulit dikenali sebagai manusia sekaligus Tuhan, dan menurutku kelihatannya jelas bahwa setiap orang yang tidak mau menerima bukti yang pertama, tentu akan menyangkal bukti yang kedua!"
Ia berbicara dengan nada penuh kemenangan, dan aku melihat William menengadahkan matanya ke langit. Kukira ia menganggap silogisme Jerome amat buruk, dan aku tidak bisa mengatakan bahwa ia salah, tetapi menurutku yang justru lebih buruk adalah argumentasi dari Jean de Baune yang menentang dan penuh kemarahan; ia mengatakan bahwa orang yang menegaskan sesuatu tentang kemiskinan Kristus juga menegaskan apa yang terlihat (atau tidak terlihat) oleh mata, sedangkan untuk menetapkan kemanusiaan sekaligus ke-Allah-annya, iman ikut bicara, sehingga kedua dalil itu tidak bisa dibandingkan.
Jerome menjawab lebih keras daripada lawannya, "Oh, tidak, Saudaraku terkasih," katanya. "Kukira justru yang sebaliknya yang betul, karena semua Kitab Injil menyatakan Kristus seorang
manusia dan makan dan minum, dan seperti ditunjukkan oleh mukjizat-mukjizatnya yang paling nyata, ia juga Tuhan, dan semua ini langsung jelas!"
"Tukang sihir dan tukang sulap juga membuat mukjizat," kata de Baune sinis.
"Betul," jawab Jerome, "tetapi melalui seni ilmu gaib.
Dapatkah kau membandingkan mukjizat Kristus dengan seni ilmu gaib"" Hadirin menggumam keras bahwa mereka tidak berpikir seperti itu. "Dan akhirnya," Jerome melanjutkan, karena merasa sekarang ia sudah hampir menang, "apakah yang mulia Kardinal del Poggetto ingin menganggap iman akan kemiskinan Kristus itu bidah, padahal dalil ini merupakan dasar dari Regula suatu ordo seperti ordo Fransiskan, yang putra-putranya sudah pergi ke setiap kerajaan untuk berkhotbah dan menumpahkan darah mereka, dari Maroko sampai ke India""
"Roh suci Petrus dari Spanyol," gumam William, "lindungi kami."
"Saudaraku paling terkasih," teriak de Baune sambil maju selangkah, "kau boleh bicara seenaknya tentang darah para rahibmu, tetapi jangan lupa, orang religius dari ordo lainnya juga membayar upeti yang sama
"Dengan rasa hormat kepada yang mulia Kardinal," teriak Jerome, "tak ada rahib Dominikan yang pernah mati oleh orang kafir, sementara pada zamanku saja, sembilan Minorit sudah menjadi martir!"
Uskup Dominikan dari Alborea, dengan wajah
merah, sekarang berdiri. "Aku bisa membuktikan bahwa sebelum ada Minorit di Tartary, Paus Innocent mengirim tiga rahib Dominikan ke sana!"
"Oh, ya"" kata Jerome sambil mencibir. "Yah, aku tahu bahwa orang Minorit sudah delapan tahun di Tartaru, dan mereka punya empat puluh gereja di seluruh negeri itu, sedangkan orang Dominikan cuma punya lima gereja, semua di tepi pantai, dan mungkin hanya ada lima belas rahib. Dan pertanyaannya sudah terjawab."
"Ini sama sekali tidak menjawab pertanyaan apa saja," teriak Uskup dari Alborea, "karena para Minorit tersebut, yang menghasilkan orang bidah seperti anjing melahirkan banyak anak, menuntut segala sesuatu bagi diri mereka sendiri, membual tentang para martir, tetapi punya gereja yang bagus, simpanan besar, dan melakukan jual beli seperti semua orang religius lainnya!"
"Tidak, Yang Mulia, tidak," tukas Jerome, "mereka tidak melakukan jual beli sendiri, tetapi melalui perantara dari takhta suci, dan para perantara itu yang memiliki, sementara kaum Minorit hanya menggunakan!"
"Oh, ya"" Uskup itu mengejek. "Dan berapa kali, kalau begitu, kalian telah menjual tanpa perantara" Aku tahu cerita tentang beberapa ladang yang"
"Jika aku berbuat begitu, aku salah," Jerome cepat-cepat menukas, "tidak menyerahkannya kepada ordo mungkin selama ini adalah kelemahan dari pihakku."
"Saudara-saudara yang saleh," sela Abo, "ma-
salah kita bukan apakah kaum Minorit itu miskin, tetapi apakah Tuhan kita itu miskin
"Baiklah kalau be gitu" waktu itu Jerome angkat suara lagi "tentang masalah itu aku punya suatu argumen yang tajam bagai pedang
"Santo Fransiskus, lindungi anak-anakmu kata William, agak ragu.
"Argumentasi itu," lanjut Jerome, "adalah bahwa bangsa bangsa Timur dan Yunani, yang lebih mengenal doktrin para Santo daripada kita, yakin tentang kemiskinan Kristus. Dan jika para bidah dan skismatik itu secara begitu nyata menjunjung suatu kebenaran yang jelas semacam itu, apa kita ingin lebih bidah dan lebih skismatik daripada mereka, dengan mengingkarinya" Bangsa-bangsa Timur ini, jika mendengar beberapa dari kita berkhotbah melawan kebenaran ini, akan melempari mereka dengan batu."
"Kau bilang apa"" tukas Uskup dari Alborea. "Mengapa, kalau begitu, mereka tidak melempari kaum Dominikan dengan batu, yang sungguh-sungguh berkhotbah melawan kebenaran ini""
"Kaum Dominikan" Mengapa, tak seorang pun pernah melihat mereka di sana!"
Alborea, wajahnya merona, mengomentari bahwa Rahib Jerome ini mungkin baru lima belas tahun tinggal di Yunani, sedangkan ia sudah tinggal di sana sejak masih kecil. Jerome menjawab bahwa Alborea yang Dominikan itu mungkin memang sejak kecil tinggal di Yunani, tetapi menjalani kehidupan sibaristik dalam istana-istana uskup yang bagus,
sedangkan dia, seorang Fransiskan, tidak hanya tinggal di sana selama lima belas tahun, tetapi dua puluh satu tahun, dan sudah berkhotbah di depan Kaisar di Konstantinopel.
Lalu Alborea, karena tidak punya argumentasi, mulai menyeberang ruang pertemuan yang memisahkannya dari kaum Minorit, sambil menunjukkan dalam suara keras dan dengan kata-kata yang tidak berani kuulangi, menyatakan ingin sekali menarik janggut Uskup dari Kaffa, yang kejantanannya ia ragukan, dan yang ia rencanakan untuk dihukum, dengan dalih mata ganti mata, sambil mengulurkan jarinya ke suatu tempat tertentu dalam janggut itu.
Para Minorit lainnya bergegas membentuk pagar dan membela saudara mereka; orang-orang Avignon menganggap perlu membantu orang Dominikan tersebut, dan (Ya, Tuhan, kasihanilah yang terbaik di antara putra-putramu!) terjadilah perkelahian, yang berusaha dilerai oleh Abbas dan kardinal itu. Dalam keributan yang selanjutnya terjadi, para Minorit dan para Dominikan saling mencaci, seakan masing-masing adalah seorang Kristen melawan orang Saracen. Satu-satunya yang tetap duduk adalah William, di satu pihak, dan Bernard Gui di lain pihak. William tampak sedih, dan Bernard bahagia, andaikan senyum tipis yang menghiasi bibir inkuisitor itu bisa kutafsirkan sebagai kebahagiaan.
"Apa tidak ada argumentasi yang lebih baik," aku bertanya kepada guruku ketika Alborea mau merenggut janggut Uskup Kaffa, "untuk
membuktikan atau menyangkal kemiskinan Kristus""
"Mengapa, kau bisa menegaskan kedua pendapat itu, Adso yang baik," kata William, "dan kau tidak akan pernah mampu menetapkan berdasarkan Injil apakah, dan sampai di mana, Kristus menganggap tunik yang dikenakannya sebagai harta, yang mungkin akan dibuangnya kalau sudah rusak. Dan, kalau mau tahu, doktrin Thomas Aquinas tentang kemiskinan lebih berani daripada doktrin kami orang Minorit. Kami mengatakan: Kami tidak punya apa-apa dan punya segala sesuatu untuk dipakai. Aquinas mengatakan: Anggap dirimu sendiri juga pemilik, asalkan, jika ada orang yang tidak punya apa yang kaupunyai, kauberikan kepada dia untuk dipakai, dan dengan tujuan kewajiban, bukan derma. Tetapi masalahnya bukan apakah Kristus itu miskin: tetapi apakah gereja harus miskin. Dan 'miskin' bukan berarti punya istana atau tidak; namun justru berarti menjaga atau menyangkal hak untuk mengesahkan masalah duniawi."
"Kalau begitu," katanya, "inilah sebabnya Kaisar begitu tertarik dalam apa yang dikatakan kaum Minorit tentang kemiskinan."
"Tepat. Kaum Minorit memainkan permainan Kaisar melawan Paus.
Tetapi Marsilius dan aku menganggap itu permainan dua arah, dan kami ingin Kaisar mendukung pandangan kami dan menerima gagasan kami tentang hukum manusia."
"Dan apakah Anda akan mengatakan ini kalau
diminta angkat bicara""
"Jika ya, aku akan memenuhi misiku, yaitu menjelaskan pendapat par
a teolog kekaisaran. Tetapi jika mengatakan begitu maka misiku gagal, karena seharusnya aku menyelenggarakan pertemuan kedua di Avignon, dan aku tidak yakin Yohanes akan setuju aku pergi ke sana untuk mengatakan hal-hal ini."
"Jadi-" "Jadi, aku terperangkap di antara dua kekuatan yang berlawanan, bagai seekor keledai yang tidak tahu harus makan rumput dari kantong yang mana. Saatnya belum matang. Marsilius menginginkan suatu perubahan yang mustahil, segera; tetapi Louis tidak lebih baik daripada pendahulunya, bahkan jika sekarang ini ia tetap satu-satunya benteng melawan seorang busuk seperti Yohanes.
Mungkin aku harus bicara, kecuali mereka berakhir dengan saling membunuh lebih dulu. Bagaimanapun juga, Adso, tulis itu semua: paling sedikit tinggalkan suatu jejak tentang apa yang tengah terjadi hari ini."
Sementara kami berdua bercakap-cakap dan terus terang aku tidak tahu bagaimana kami bisa saling mendengar percekcokan itu mencapai klimaksnya. Pasukan pemanah ikut campur, setelah diberi isyarat oleh Bernard Gui, untuk menjaga agar kedua belah pihak itu tetap terpisah. Tetapi baik pihak penyerbu dan pihak yang diserbu, di atas benteng masing-masing, mereka saling mengejek dan saling menangkis, yang asal-asalan kucatat di
sini, tanpa bisa menunjukkan siapa yang bicara, dan dengan alasan kata-kata itu tidak diucapkan secara bergiliran, seperti yang terjadi dalam pertikaian di negeriku, tetapi dalam gaya Laut Tengah, satu menimpali yang lain, bagaikan ombak berkejaran di suatu lautan yang marah.
"Injil mengatakan bahwa Kristus punya dompet!"
"Tutup mulutmu! Kalian bahkan melukis dompet itu pada waktu ia disalib! Jadi, kau mau bilang apa tentang kenyataan bahwa Tuhan kita, kalau ia memasuki Jerusalem, setiap malam pulang ke Betania""
"Jika Tuhan kita lebih suka pergi dan bermalam di Betania, beraninya kau mempertanyakan kepu-tusannya""
"Tidak, kau keledai tua, Tuhan kita pulang ke Betania karena tidak punya uang untuk membayar penginapan di Jerusalem!"
"Bonagratia, kau sendiri yang keledai! Tuhan kita makan apa di Jerusalem""
"Jadi, kau mau bilang bahwa seekor kuda yang menerima gandum dari majikannya agar tetap hidup adalah pemilik gandum itu""
"Nah, nah" Kau membandingkan Kristus dengan seekor kuda ...."
"Tidak, kau yang membandingkan Kristus dengan seorang prelat simoniak dari pengadilanmu, baskom tahi!"
"Oh, ya" Dan berapa banyak tuntutan pengadilan yang harus diselesaikan oleh takhta suci untuk melindungi tanah milikmu""
"Tanah milik gereja, bukan milik kami! Kami cuma memakai!"
"Dipakai untuk dihabiskan, untuk membangun gereja gereja indah dengan patung-patung emas, kau ini hipokrit, nisan yang diputihkan, kolam kejahatan! Kau tahu betul bahwa kemurahan hati, bukan kemiskinan, adalah prinsip hidup sempurna!"
"Itu yang dikatakan oleh Thomasmu yang penjilat!"
"Jangan sembarangan omong, bajingan! Orang yang kausebut 'penjilat' itu adalah seorang santo dari Gereja Roma yang suci!"
"Santo, astaga! Dikanonisasi oleh Yohanes agar kaum Fransiskan jengkel. Pausmu tidak bisa mencip-takan santo, karena ia bidah! Bukan, seorang heresiak!"
"Kami sudah pernah mendengar itu! Kata-kata yang diucapkan oleh boneka Bavaria di Sachsen-hausen, diulangi oleh Ubertinomu!"
"Hati-hati kalau bicara, babi, anak pelacur Babylonia dan juga pelacur lainnya! Kau tahu Ubertino tidak bersama Kaisar tahun itu; ia berada di Avignon sana, melayani Kardinal Orsini, dan Paus mau mengirimnya sebagai utusan ke Aragon!"
"Aku tahu, aku tahu, ia telah mengucapkan kaul kemiskinan di meja Kardinal, karena sekarang ia tinggal dalam biara paling kaya di semenanjung ini! Ubertino, andaikan kau tidak berada di sana, siapa mendorong Louis memanfaatkan tulisanmu""
"Apa aku salah jika Louis membaca tulisanku" Tentu saja dia tidak bisa membaca tulisanmu, kau
buta aksara!" "Aku" Buta-aksara" Apa Santo Fransiskusmu itu melek aksara, ia yang bicara dengan angsa-angsa""
"Kau menghujat!"
"Kau yang penghujat; kau tahu ritual keg!"
"Aku tidak pernah melihat hal semacam itu, dan kau tahu itu!"
"Ya, kau melakukannya, kau dan rahib-rahib kecilmu, keti
ka menyelinap naik ke ranjang Clare dari Montefalco!"
"Semoga Tuhan menghukummu! Waktu itu aku inkuisitor, dan Clare sudah siap mati dalam wangi kesucian!"
"Clare menebarkan wangi kesucian, tetapi kau mengendus bau lain waktu menyanyikan matina di hadapan biarawati itu!"
"Teruskan, teruskan, amarah Tuhan akan menimpamu, seperti yang menimpa gurumu, yang telah menyambut baik dua orang bidah seperti Ostrogoth Eckhart dan tukang sihir Inggris yang kau panggil Branucerton itu!"
"Saudara-saudara yang saleh, Saudara-saudara yang saleh!" teriak Kardinal Bertrand dan Abbas. []
Tersiat Dalam cerita ini Severinus memberi tahu William tentang sebuah buku aneh, dan William bicara kepada para duta tentang suatu konsep pemerintahan duniawi yang aneh.
percekcokan itu masih memanas ketika salah seorang novis yang menjaga pintu, masuk,
berjalan melewati kekacauan itu bagaikan seseorang yang menyeberangi padang dengan petir menyambar-nyambar.
Ia menghampiri William, untuk berbisik bahwa Severinus ingin sekali bicara kepadanya. Kami keluar menuju lobi, yang dipenuhi para rahib yang ingin tahu, yang berusaha, menembus teriakan dan bunyi riuh, mengetahui apa yang tengah terjadi di dalam sana. Di barisan pertama kami melihat Aymaro dari Alessandria, yang menyambut kami dengan sindiran simpatik namun meremehkan ketololan alam semesta ini. "Yang jelas, sejak kebangkitan ordo-ordo pengemis itu, agama Kristen jadi lebih saleh," katanya.
William mendorongnya ke samping dengan kasar dan langsung menghampiri Severinus. Severinus merasa tertekan dan ingin bicara dengan kami di tempat yang sepi, tapi tidak mungkin menemukan
tempat yang tenang dalam keributan itu. Kami berpikir untuk keluar, tetapi Michael dari Cesena melongok keluar lewat ambang lobi, sambil memberi isyarat kepada William untuk masuk kembali, karena, katanya, pertikaian itu sudah diselesaikan dan serangkaian pidato akan dilanjutkan lagi.
William, yang bingung memilih di antara dua kantong rumput itu, mendesak Severinus untuk bicara, dan herbalis itu bicara sambil berusaha jangan sampai kedengaran orang lain.
"Berengar pasti masuk ke klinik sebelum ke pemandian," katanya.
"Bagaimana kau tahu"" Beberapa orang rahib mendekat, keingintahuan mereka meningkat melihat kami bertiga berbisik-bisik. Suara Severinus makin lirih ketika memandang sekeliling.
"Kau bilang bahwa orang itu pasti punya sesuatu .... Nah, aku menemukan sesuatu dalam laboratoriumku, di antara buku-buku lain ... sebuah buku yang bukan milikku, suatu buku aneh
"Pasti itu," kata William bersemangat. "Bawa segera kepadaku."
"Aku tidak bisa," kata Severinus. "Nanti akan kujelaskan. Aku sudah menemukan .... Aku yakin telah menemukan sesuatu yang menarik .... Kau harus datang, aku harus menunjukkan buku itu kepadamu ... dengan hati-hati Ia berhenti
bicara. Kami menyadari bahwa, dengan diam-diam seperti biasanya, Jorge telah muncul di samping kami seakan mukjizat. Kedua tangannya terulur, tampaknya, karena tidak biasa berjalan di tempat
itu, berusaha merasakan arah jalannya. Seorang yang normal tidak mungkin memahami bisikan Severinus, tetapi beberapa waktu yang lalu kami jadi tahu bahwa pendengaran Jorge, seperti semua orang buta lainnya, luar biasa tajam.
Toh, orang tua itu terlihat tidak mendengar apa-apa. Ia berjalan terus, nyatanya, ke arah yang menjauhi kami, menyentuh salah seorang rahib, dan menanyakan sesuatu. Dengan ramah rahib itu menggandengnya dan membawanya keluar. Pada saat itu Michael muncul lagi, sekali lagi memanggil William, dan guruku mengambil keputusan, "Kumohon," katanya kepada Severinus, "kembalilah segera ke tempat dari mana kau datang. Kunci tempat itu dan tunggu aku. Kau" katanya kepadaku-"ikuti Jorge. Bahkan jika ia memang mendengar sesuatu, aku tidak percaya ia minta diantar ke klinik.
Apa pun yang terjadi, ceritakan kepadaku ke mana ia pergi."
Waktu mau kembali masuk gedung pertemuan, ia memerhatikan (seperti aku juga memerhatikan) Aymaro tengah mencari jalan di antara orang banyak yang berdempetan itu dengan tujuan mengikuti Jorge keluar. Di sini William bertindak
tidak bijaksana, karena sekarang dalam suara keras, dari satu ujung lobi ke ujung lain, mengatakan kepada Severinus, yang berada di ambang pintu sebelah luar. "Pastikan perkamen itu aman .... Jangan kembali ke ... tempat asal perkamen itu!" Tepat ketika aku bersiap membuntuti Jorge, aku melihat Kepala Gudang itu bersandar pada kosen
pintu luar; ia telah mendengar peringatan William dan mulai memandang dari guruku kepada herbalis itu, wajahnya tegang karena takut. Ia melihat Severinus mau keluar dan mengikutinya. Di ambang pintu, aku takut kehilangan Jorge, yang hampir tertelan kabut, tetapi kedua orang lain itu, menuju arah yang berlawanan, juga hampir lenyap tertelan kabut. Cepat-cepat aku memperhitungkan apa yang harus kulakukan. Aku telah diperintahkan untuk mengikuti orang buta itu, tetapi itu karena khawatir dia akan pergi ke klinik. Rahib yang membimbingnya justru membawanya ke arah lain; ia menyeberangi kloster dan menuju gereja atau Aedificium. Kepala Gudang itu, sebaliknya, jelas mengikuti si herbalis, dan William mencemaskan apa yang bisa terjadi dalam laboratorium. Jadi, aku mulai mengikuti kedua orang itu, sambil bertanya-tanya kepada diri sendiri, di antaranya, mau ke mana Aymaro, kecuali ia keluar untuk alasan yang amat berbeda dari tujuan kami.
Sambil menjaga jarak, aku tetap bisa melihat Kepala Gudang yang mulai memperlambat langkahnya karena menyadari bahwa aku mengikutinya. Ia tentu tidak bisa memastikan bahwa bayangan di dekat kakinya itu bayanganku, seperti juga aku tidak bisa memastikan bayangan kaki yang kuikuti itu bayangannya; tetapi kalau aku tidak ragu itu dia, ia tidak tahu itu aku.
Sambil memaksanya untuk terus memerhatikan diriku, aku mencegahnya mengikuti Severinus terlalu dekat. Maka ketika pintu klinik muncul di tengah
kabut, pintu itu tertutup. Severinus sudah masuk, syukurlah. Kepala Gudang itu menoleh sekali lagi untuk memandangku, sementara aku berdiri tak bergerak bagai sebatang pohon kebun itu; lalu tampaknya ia memutuskan untuk berjalan ke arah dapur. Aku merasa telah memenuhi misiku, jadi aku memutuskan untuk kembali dan melapor. Mungkin aku melakukan kesalahan: andaikan aku tetap tinggal situ, banyak kemalangan lain tentunya akan terhindarkan. Tetapi baru sekarang aku tahu; aku tidak tahu waktu itu.
Aku kembali ke gedung pertemuan itu. Orang yang suka ikut campur urusan orang lain itu, kelihatannya, tidak menunjukkan bahaya besar. Aku mendekati William lagi dan melapor secara singkat. Ia mengangguk mengiyakan, lalu memberi isyarat agar aku diam. Keributan sudah mulai reda. Para duta dari kedua belah pihak saling bertukar cium perdamaian. Uskup Alborea memuji iman kaum Minorit.
Jerome memuji kemurahan hati para pengkhotbah, semua mengungkapkan harapan akan suatu gereja yang tidak lagi diguncang oleh konflik internal. Ada yang memuji kekuatan suatu rombongan, ada yang memuji kesederhanaan rombongan lainnya, semua mendorong keadilan dan menyarankan kejujuran. Aku belum pernah melihat begitu banyak orang yang secara tulus merasa begitu prihatin akan kemenangan kardinal dan kebajikan teologis.
TETAPI sekarang Bertrand del Pogetto menyilakan William menjelaskan tesis dari para teolog kekaisaran. William berdiri, dengan enggan: ia mulai menyadari bahwa pertemuan itu tidak bermanfaat, dan bagaimanapun juga, ia ingin cepat-cepat pergi, karena baginya, buku misterius itu sekarang lebih mendesak daripada hasil pertemuan itu. Tetapi sudah jelas ia tidak bisa menghindari tugasnya.
Lalu ia mulai bicara, dengan "eh, eh" dan "oh, oh" yang mungkin lebih daripada biasanya dan lebih daripada yang seharusnya, seakan mau menjelaskan bahwa ia benar-benar tidak yakin tentang hal-hal yang akan ia katakan, dan ia membuka pidatonya dengan menegaskan bahwa ia sepenuhnya memahami pandangan dari mereka yang telah bicara sebelumnya, dan masalah yang oleh lainnya disebut "doktrin" dari para teolog kekaisaran sebenarnya tidak lebih daripada beberapa observasi di sana sini yang tidak menuntut untuk ditetapkan sebagai artikel keimanan.
Selanjutnya, ia mengatakan bahwa karena Tuhan telah menunjukkan kebai


The Name Of The Rose Karya Umberta Eco di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

kan luar biasa dengan menciptakan ras anak-anak-Nya, mencintai mereka semua tanpa pilih kasih, sambil mengingatkan halaman-halaman Kitab Kejadian yang di dalamnya belum menyebutkan adanya pendeta dan raja, juga dengan mempertimbangkan bahwa Allah telah memberikan kekuasaan atas segala sesuatu yang ada di bumi ini kepada Adam dan keturunannya, asalkan mereka menaati hukum suci, kita boleh juga menyimpulkan bahwa Allah tidak menolak ide
bahwa dalam hal barang-barang duniawi, orang banyak seharusnya menjadi legislator dan alasan pertama yang efektif dari hukum itu. Istilah "orang banyak", katanya, adalah yang terbaik untuk menyatakan semua penduduk, tetapi karena di antara penduduk tentu ada anak-anak, begitu pula orang idiot, penjahat, dan perempuan, mungkin secara nalar bisa dibuat definisi bahwa yang dimaksud dengan orang banyak itu adalah bagian penduduk yang lebih baik, meskipun saat itu ia sendiri tidak merasa layak untuk menentukan siapa yang sebenarnya termasuk bagian itu.
William menelan ludahnya, minta maaf kepada pendengarnya, sambil mengomentari bahwa udara benar-benar lembap, dan menyarankan suatu majelis umum pilihan yang mungkin bisa menjadi cara di dalam mana orang bisa mengungkapkan keinginannya. Ia mengatakan bahwa menurutnya majelis macam itu agaknya masuk akal kalau diberi kekuasaan untuk menginterpretasi, mengubah, atau mencabut hukum, karena jika hanya satu orang yang membuat hukum, ia bisa mencelakakan karena tidak tahu yang sebenarnya atau berkemauan jahat, dan William menambahkan bahwa tentunya tidak ada yang melupakan adanya begitu banyak contoh yang mutakhir. Aku memerhatikan bahwa para pendengar itu, agak bingung oleh kata-kata William yang sebelumnya, sekadar mengiyakan kata-katanya yang terakhir, karena masing-masing jelas memikirkan seseorang yang lain, dan masing-masing menganggap orang yang ia pikirkan
itu amat jahat. Baiklah kalau begitu, William melanjutkan, jika satu orang dapat membuat hukum dengan buruk, apa banyak orang tidak lebih baik" Tentu saja, ia menegaskan, yang ia maksud adalah hukum duniawi, berkaitan dengan pengaturan hal-hal sipil. Tuhan sudah memberi tahu Adam untuk tidak makan dari pohon pengetahuan tentang kebaikan dan kejahatan, dan itu hukum surga; tetapi kemudian Dia telah memberi kuasa, atau, lebih tepatnya, mendorong Adam untuk menamai benda-benda, dan berdasarkan hal itu Ia telah mengizinkan bumi-Nya dikuasai dengan bebas. Nyatanya, meskipun beberapa orang dari zaman kita mengatakan bahwa nomina sunt consequentia rerum[Nama itu konsekuensi dari benda-benda- penerj.], buktinya Kitab Kejadian amat eksplisit tentang hal ini: Dibawanya semua itu kepada manusia itu untuk melihat, bagaimana Ia menamainya: dan seperti nama yang diberikan manusia itu kepada tiap-tiap makhluk yang hidup, demikianlah nanti nama makhluk itu. Dan biarpun manusia pertama itu tentunya sudah cukup pandai untuk memberi nama, dalam bahasa Adam-nya, setiap benda dan binatang menurut sifatnya, toh ia menjalankan semacam hak memerintah waktu membayangkan nama yang dalam pikirannya paling cocok dengan sifat itu. Karena, nyatanya, sekarang semua orang sudah tahu bahwa manusia memaksakan nama yang berbeda-beda untuk menetapkan konsep, meskipun hanya konsepkonsep, tanda-tanda dari benda,
yang sama untuk semua. Karena itu jelaslah bahwa kata nomen berasal dari nomos, yang artinya 'hukum', karena nomina diberikan oleh manusia ad placitum, dengan kata lain, sesuka hatinya.
Para pendengar itu tidak berani menentang pembuktiannya yang ilmiah itu.
Oleh karena itu, William menyimpulkan, jelaslah bahwa pengesahan atas benda-benda bumi ini, dan karenanya atas barang-barang kota dan kerajaan, tidak ada hubungannya dengan penjagaan dan pelaksanaan sabda suci itu, suatu hak istimewa yang tidak dapat diambil dari hierarki hukum gereja. Memang menyedihkan, kata William, orang-orang kafir itu, yang tidak punya otoritas yang sama untuk menginterpretasi sabda Tuhan bagi mereka sendiri (dan semua merasa kasihan kepada orang kafir). Tetapi apakah ini mungkin membuat kita berhak untuk mengatakan bahwa orang kafir tidak
punya kecenderungan untuk membuat hukum dan menyelesaikan masalah mereka lewat pemerintah, raja, kaisar, atau sultan, kalifah, atau terserah kalian mau menyebut apa" Dan dapatkah disangkal bahwa banyak kaisar Roma Troya, misalnya telah menjalankan kekuasaan-duniawi mereka dengan bijaksana" Dan siapa yang memberi para penyembah berhala dan orang kafir kapasitas alami untuk mengesahkan hukum dan hidup dalam komunitas politik" Apa mungkin yang memberi dewa-dewa palsu mereka, yang merasa tidak usah muncul (atau tidak perlu muncul, terserah bagaimana kalian memahami sifat negatif
kata-bantu itu)" Tentu saja bukan. Ini sudah tentu hanya dapat diberikan oleh Allah umat, Allah Israel, Bapa dari Tuhan kita Yesus Kristus .... Bukti mengagumkan bahwa kebaikan sifat Tuhan juga memberikan kapasitas untuk menghakimi hal-hal politik kepada mereka yang menyangkal wewenang Paus Roma dan tidak mengakui misteri luar biasa, manis dan suci yang sama seperti orang Kristen! Tetapi peragaan apa yang lebih baik daripada ini tentang fakta bahwa pemerintahan duniawi dan yurisdiksi sekular tidak ada hubungannya dengan gereja dan dengan hukum Yesus Kristus dan ditahbiskan oleh Tuhan di luar semua konfirmasi hukum gereja dan bahkan sebelum agama suci kita didirikan"
Ia terbatuk-batuk lagi, tetapi kali ini tidak sendirian. Banyak yang hadir gelisah di atas bangku mereka dan berdehamdeham.
Aku melihat Kardinal membasahi bibirnya dengan lidahnya dan memberi isyarat, mendesak tapi sopan, agar William langsung kepada pokok masalahnya. Dan sekarang William berjuang dengan apa yang bagi semua, kelihatannya, bahkan bagi mereka yang tidak ikut merasakan, kesimpulannya dari penalaran tidak bisa dibantah yang mungkin tidak menyenangkan itu. William mengatakan bahwa kesimpulannya itu agaknya didukung oleh contoh yang diberikan Kristus sendiri, yang tidak datang ke dunia untuk memerintah, tetapi untuk tunduk kepada kondisi-kondisi yang ia temukan di dunia, paling sedikit sejauh berkaitan dengan undang-
undang Caesar. Ia tidak ingin para rasul punya wilayah kekuasaan dan memerintah, dan karena itu, agaknya bijaksana kalau para penerus rasul itu harus dibebaskan dari suatu kekuasaan untuk memaksa atau bersifat duniawi. Jika paus, uskup, dan imam tidak mau tunduk pada kekuasaan raja yang bersifat duniawi dan memaksa, maka otoritas pangeran itu seharusnya ditantang, dan karenanya, bersama dengan ini, suatu ordo dapat ditantang bahwa, seperti telah ditunjukkan sebelumnya, telah ditetapkan oleh Tuhan. Untuk pastinya, beberapa kasus rentan harus dipertimbangkan kata William misalnya, kasus kaum bidah, yang kebidahannya hanya bisa dinyatakan oleh gereja, penjaga kebenaran itu, meskipun hanya pasukan sekular yang bisa bertindak. Kalau gereja mengenali seorang bidah, jelas ia harus menunjukkannya kepada raja, yang berhak mendapat informasi tentang kondisi rakyatnya. Tetapi apa yang dapat dilakukan raja itu terhadap seorang bidah" Mengutuknya atas nama kebenaran suci padahal ia bukan penjaganya" Raja itu bisa dan harus mengutuk orang bidah itu jika tindakannya mengganggu masyarakat, yakni, jika orang bidah itu, dalam menyatakan kebidahannya, membunuh atau menindas mereka yang tidak mau mengikutinya. Tetapi kekuasaan raja hanya sampai di situ, karena tak seorang pun di atas bumi ini bisa dipaksa melalui penyiksaan untuk mengikuti perintah Injil: kalau tidak, akan jadi apa kehendak bebas untuk menjalankan perintah Injil padahal masing-masing
dari kita akan diadili di dunia berikutnya" Gereja bisa dan harus memperingatkan orang bidah itu bahwa ia mulai meninggalkan komunitas orang beriman, tetapi tidak bisa mengadilinya di atas bumi dan memaksanya jika ia menolak. Andaikan Kristus telah menghendaki para imamnya punya kekuasaan untuk memaksa, tentu ia telah memasukkan perintah-perintah khusus seperti yang dilakukan Musa dalam hukum kuno. Ia tidak melakukannya; oleh karenanya ia tidak menginginkannya. Atau mungkin ada yang punya ide bahwa Kristus memang menginginkannya tetapi tidak punya waktu atau kemampuan untuk mengatakan begitu selama tiga tahun berkhotbah" Tetapi mema
ng betul bahwa seharusnya Ia tidak menginginkannya, karena seandainya Ia menginginkannya, maka Paus akan mampu memaksakan kemauannya atas raja, dan Kristianitas tidak akan lagi menjadi suatu hukum kebebasan tetapi hukum perbudakan yang tidak bisa ditoleransi.
Semua ini, lanjut William dengan ekspresi ceria, tidak membatasi kekuasaan paus tertinggi, tetapi, justru memuliakan misinya: karena abdi dari para abdi Tuhan di bumi ini melayani dan tidak dilayani. Dan akhirnya, akan terasa aneh, paling tidak untuk dikatakan, jika Paus punya yurisdiksi atas harta milik Kekaisaran Roma dan tidak atas kerajaan lainnya di bumi. Seperti setiap orang tahu, bagi rakyat Raja Prancis, apa yang dikatakan Paus tentang masalah ketuhanan, sama sahihnya bagi rakyat Raja Inggris, tetapi tentunya juga sahih bagi
rakyat Khan Agung atau Sultan orang Kafir, yang tepatnya disebut kafir karena tidak setia kepada kebenaran indah ini. Dan dengan begitu, jika Paus dianggap punya yurisdiksi duniawi sebagai paus hanya atas masalah kekaisaran itu, yang mungkin membenarkan kecurigaan bahwa, dengan menyamakan yurisdiksi duniawi dengan yurisdiksi spiritual, dengan alasan yang sama ia tidak punya yurisdiksi spiritual bukan hanya atas bangsa Saracen atau Tartar, tetapi juga atas bangsa Prancis dan Inggris ini bisa menjadi suatu penghujatan kriminal. Dan ini alasannya, guruku menyimpulkan, mengapa agaknya ia merasa betul untuk memberi kesan bahwa gereja di Avignon mulai mencelakai semua umat manusia dengan menegaskan hak untuk menyetujui atau menurunkan dia yang telah dipilih sebagai Kaisar Roma. Paus tidak punya hak lebih besar atas kekaisaran itu daripada atas kerajaan lainnya, dan karena Raja Prancis dan Sultan tidak usah tunduk kepada persetujuan Paus, kelihatannya bukan alasan yang baik mengapa Kaisar Jerman dan Italia harus tunduk. Sikap tunduk macam itu bukan masalah hak suci, karena Injil tidak membicarakannya.
Juga tidak diberi sanksi menurut hak rakyat, karena alasan-alasan yang sudah dijelaskan. Tentang hubungannya dengan pertikaian tentang kemiskinan, tambah William, pendapatnya sendiri yang bersahaja, yang diperkuat oleh saran-saran hasil percakapan olehnya sendiri dan oleh beberapa yang lain seperti Marsilius dari Padua dan Yohanes
dari Jandun, sampai pada kesimpulan berikut: Jika orang Fransiskan ingin tetap miskin, Paus tidak bisa dan tidak boleh menentang keinginan baik seperti itu. Yang pasti, jika hipotesis tentang kemiskinan Kristus harus dibuktikan, ini tidak hanya akan membantu kaum Minorit tetapi juga memperkuat ide bahwa Yesus tidak menginginkan yurisdiksi duniawi apa pun. Tetapi pagi itu dia, William, telah mendengar orang-orang amat bijak menegaskan bahwa tidak mungkin membuktikan bahwa Yesus miskin selama hidupnya. Menurutnya, lebih cocok kalau pembuktian itu dibalik. Karena tak ada yang menegaskan, atau dapat menegaskan, bahwa Yesus telah berusaha mendapat yurisdiksi duniawi apa saja untuk dirinya sendiri dan rasul-rasulnya, bukti bahwa Yesus tidak acuh terhadap barang-barang duniawi ini agaknya sudah cukup untuk menyarankan kepercayaan, tanpa berbuat dosa, bahwa Yesus, sebaliknya, lebih menyukai kemiskinan.
William telah berbicara dalam nada yang lembek, ia mengungkapkan kepastiannya dalam semacam cara yang ragu-ragu, sehingga tak seorang pun hadirin berani berdiri dan menentang. Ini tidak berarti bahwa semua yakin akan apa yang telah dikatakan William.
Orang-orang Avignon itu sekarang resah duduknya, mengerutkan kening, dan saling menggumam memberi komentar, dan bahkan Abbas tampak menunjukkan kesan tidak menyukai kata-kata tersebut, seakan ia sedang berpikir bahwa ini bukan hubungan antara ordonya dan kekaisaran yang ia
inginkan. Dan akan halnya kaum Minorit, Michael dari Cesena bingung, Jerome diam saja, Ubertino termenung.
Kesunyian itu dipecahkan oleh Kardinal del Poggetto, masih tersenyum dan rileks ketika dengan sopan bertanya kepada William apa ia mau pergi ke Avignon untuk mengatakan hal yang sama itu kepada yang mulia Paus. William menanyakan pendapat Kardinal sendiri yang mengatakan bahwa selama hidupnya Paus sudah
mendengar banyak ungkapan pendapat yang bisa diperdebatkan dan adalah seorang bapa yang paling menyayangi semua putranya, tetapi sudah pasti dalil-dalil ini akan membuatnya amat sedih.
Bernard Gui, yang sampai saat itu belum membuka mulut, sekarang angkat bicara, "Aku akan gembira sekali jika Bruder William, begitu terampil dan fasih dalam menjelaskan ide-idenya sendiri, mau menyampaikannya untuk dinilai oleh Paus
"Anda sudah meyakinkan aku, yang mulia Bernard," kata William.
"Aku tidak akan datang." Kemudian, sambil berpaling kepada Kardinal ia berkata dengan nada minta maaf, "Anda tahu, aliran darah yang memengaruhi dadaku melarang aku untuk melakukan perjalanan jauh seperti itu dalam musim ini
"Lalu mengapa kau bicara sedemikian panjang"" tanya Kardinal itu.
"Untuk memberi kesaksian kepada kebenaran," kata William dengan rendah hati. "Kebenaran akan membuat kita bebas."
"Ah, tidak!" Saat itu Jean de Baune meledak. "Di sini kita tidak bicara tentang kebenaran yang membuat kita bebas, tetapi tentang kebebasan berkelebihan yang ingin membuat dirinya sendiri menjadi kebenaran!"
"Itu juga mungkin," William mengakui dengan ramah.
Tiba-tiba intuisiku memperingatkan bahwa badai hati dan lidah mulai bertiup, jauh lebih keras daripada yang sebelumnya. Tetapi tak ada apa-apa. Sementara de Baune masih bicara, kapten pasukan pemanah masuk dan membisikkan sesuatu ke telinga Bernard. Bernard langsung berdiri dan mengangkat tangan minta bicara.
"Saudara-saudara," katanya, "diskusi yang bermanfaat ini boleh saja dilanjutkan, tetapi untuk saat ini ada suatu kejadian amat sangat berat yang mengharuskan kita menunda sesi kita, atas izin Abbas. Ada sesuatu telah terjadi di sana Dengan tidak jelas ia menuding ke luar, lalu menyeberangi ruang pertemuan itu dan keluar. Banyak yang mengikutinya, William termasuk yang pertama, dan aku bersamanya.
Guruku memandangku dan berkata, "Aku khawatir telah terjadi sesuatu dengan Severinus." []
Sexta Dalam cerita ini Severinus ditemukan telah terbunuh, tetapi buku yang sudah ditemukan tidak ditemukan lagi.
Kami menyeberangi lapangan dengan langkah cepat, dengan cemas. Kapten pasukan pemanah itu telah mengantar kami ke klinik, dan waktu sampai di sana, sekilas kami menangkap banyak bayangan berwarna kelabu: para rahib dan pelayan berjalan tergesa-gesa, para pemanah berdiri di luar pintu untuk mencegah orang masuk.
"Para penjaga itu kuperintahkan, untuk mencari seseorang yang bisa menjelaskan tentang banyak misteri," kata Bernard.
"Saudaraku herbalis"" tanya Abbas itu, terpana. "Bukan. Kau akan melihat sekarang," kata Bernard sambil mencari jalan masuk.
Kami memasuki laboratorium Severinus, dan kami disambut oleh suatu pemandangan yang menyedihkan. Herbalis malang itu terbaring, sudah jadi mayat, di tengah genangan darah, kepalanya remuk. Isi setiap rak seakan diporak-porandakan oleh
badai: pot, botol, buku, dan dokumen berserakan di mana-mana, hancur. Di samping mayat itu ada sebuah bola dunia yang berukuran dua kali kepala manusia dan dengan salib emas di atasnya, dan tadinya ditaruh di atas sebuah tripod pendek berukir. Pada kesempatan lain aku sudah melihatnya di sebelah kiri pintu masuk.
Di ujung lain ruangan itu dua orang pemanah memegangi Kepala Gudang erat-erat, meskipun ia memberontak dan menyatakan tidak bersalah, sambil memperkeras suaranya ketika melihat Abbas masuk.
"Ya, Tuhan!" teriaknya. "Yang kulihat amat berbeda Severinus sudah mati waktu aku masuk, dan mereka menemukan aku tengah menatap pembantaian ini, tak bisa mengeluarkan kata-kata!"
Kapten pasukan pemanah menghampiri Bernard, dan setelah diizinkan, ia melapor di depan setiap orang. Para pemanah sudah diperintahkan untuk mencari Kepala Gudang itu dan menangkapnya, dan selama lebih dari dua jam mereka mencari-carinya di seluruh biara. Ini, pikirku, tentu perintah yang diberikan Bernard sebelum memasuki gedung pertemuan; dan para serdadu itu, orang asing di tempat ini, mungkin telah mencari-cari di tempat yang salah, tanpa menyadari bahwa Kepala Gudang itu, yang tidak menyadari nasibnya, berada bersam
a yang lainnya di lobi gedung pertemuan; kabut juga membuat perburuan mereka lebih sulit. Bagaimanapun juga, dari kata-kata kapten itu jelas bahwa Remigio, setelah ia kutinggalkan, pergi
menuju dapur, tempat seseorang melihatnya dan memberi tahu para pemanah, yang tiba di Aedificium setelah Remigio baru saja meninggalkan tempat itu lagi. Di dapur ada Jorge, yang menyatakan baru habis bicara dengan Kepala Gudang itu. Para pemanah itu lalu menjelajah bangunan ke arah kebunkebun, dan di sana, muncul dari kabut bagaikan hantu, mereka menemukan si tua Alinardo, yang agaknya tersesat. Alinardo itulah yang mengatakan telah melihat Kepala Gudang tersebut, tidak lama sebelumnya, mau pergi ke klinik. Para pemanah pergi ke sana dan menemukan pintu terbuka. Begitu masuk, mereka menemukan Severinus tak bernyawa dan Kepala Gudang itu dengan panik sedang mengobrakabrik rak-rak, melemparkan segala sesuatu ke lantai, seakan sedang berburu sesuatu. Mudah melihat apa yang telah terjadi, kapten itu menyimpulkan. Remigio telah masuk, telah menyerang herbalis itu dan membunuhnya, dan kemudian mencari-cari benda yang menjadi alasan kenapa ia membunuh.
Seorang pemanah mengambil bola dunia itu dari lantai dan menyerahkannya kepada Bernard. Bulat-an perak dan kuningan yang elok arsitekturnya itu, tadinya disangga oleh sebuah kerangka lingkaran tembaga lebih kuat yang menempel pada batang tripod itu, sudah dipukulkan dengan kuat ke tengkorak korban, dan akibatnya banyak hiasan di sekelilingnya yang remuk atau melesak.
Sisi ini yang telah dipukulkan ke kepala Severinus, karena ada bekas darah dan bahkan
beberapa helai rambutnya dan noda mengerikan dari otak manusia.
William membungkuk di atas Severinus untuk memeriksa kematiannya.
Mata orang malang itu, digenangi darah yang mengalir dari kepalanya, menatap, dan aku ingin tahu apa pernah ada kemungkinan untuk membaca dalam pupil yang sudah kaku itu, seperti dikatakan dalam beberapa kasus, gambaran dari si pembunuh, sisa terakhir dari persepsi korban itu. Aku melihat William memeriksa tangan mayat tersebut, untuk melihat apa ada noda hitam pada jarijarinya, meskipun, kali ini, penyebab kematian itu jelas amat berbeda: tetapi Severinus mengenakan sarung tangan kulit yang kebetulan pernah aku kulihat ia pakai sewaktu menangani tanaman berbahaya, kadal, serangga yang belum dikenal.
Sementara itu Bernard Gui mengajak bicara Kepala Gudang tersebut.
"Remigio dari Varagine itu namamu, kan" Aku telah memerintahkan orang-orangku untuk mengejar kamu atas dasar beberapa tuduhan dan untuk menegaskan kecurigaan lainnya. Sekarang aku tahu bahwa aku bertindak sepantasnya, meskipun, aku menyesal, terlalu lamban. Yang mulia," katanya kepada Abbas. "Aku menganggap diriku pada dasarnya bertanggung jawab atas kejahatan terakhir ini, karena aku sudah tahu sejak pagi tadi bahwa orang ini seharusnya dipenjarakan, setelah aku mendengar pengungkapan dari berandal lain, yang ditangkap tadi malam. Tetapi seperti kau lihat
sendiri, tadi pagi aku sibuk dengan tugas-tugas lain, dan orang-orangku telah melakukan sebaik mungkin
Ia bicara dengan suara keras sehingga semua yang hadir bisa mendengar (dan sementara itu ruang tersebut jadi penuh, orang-orang berkerumun di semua sudut, sambil memandang barang-barang yang berserakan dan dirusak, sambil menuding-nuding mayat itu dan dengan suara lirih mengomentari kejahatan itu), dan, ketika Bernard bicara, aku melihat sekilas Maleakhi di tengah kerumunan kecil, dengan murung mengamati adegan itu. Kepala Gudang tersebut, sudah hampir diseret pergi, juga melirik Maleakhi. Remigio meronta melepaskan diri dari cengkeraman pemanah itu dan lari kepada saudaranya tersebut, memegangi jubahnya dan bicara kepadanya dengan singkat dan putus asa, wajahnya mendekat wajah Maleakhi, sampai para pemanah itu menariknya lagi. Tetapi ketika ia akan diseret dengan kasar, ia menoleh lagi kepada Maleakhi dan berteriak, "Kau bersumpah, dan aku bersumpah."
Maleakhi tidak langsung menjawab, seakan-akan ia mulai mencari kata-kata yang tepat. Lalu, ketika Kepala Gudang itu diseret melewati ambang pintu,
ia berkata, "Aku tidak akan melakukan apa apa untuk menyakitimu."
William dan aku saling berpandangan, sambil membayangkan apa arti adegan ini. Bernard juga sudah mengamati itu, tetapi tidak tampak jengkel karenanya; justru, ia tersenyum kepada Maleakhi,
seakan menyetujui kata-kata Maleakhi dan mengesahkan suatu tawarmenawar yang jahat. Lalu ia mengumumkan bahwa langsung setelah makan, sidang pertama akan diadakan di gedung pertemuan untuk membuka penyidikan ini di depan umum. Dan ia keluar sambil memberi perintah agar Kepala Gudang itu dibawa ke penjara, tetapi tidak diizinkan bicara dengan Salvatore.
Saat itu kami mendengar Benno memanggil kami dari belakang.
"Aku masuk persis setelah kalian," katanya sambil berbisik, "ketika ruang ini masih setengah kosong, dan Maleakhi tidak ada di sini."
"Pasti ia masuk setelah itu," kata William.
"Tidak," Benno bersikeras, "aku berada dekat pintu, aku melihat orang-orang masuk. Mau tahu, Maleakhi sudah berada di dalam ... sebelumnya."
"Sebelum apa""
"Sebelum Kepala Gudang itu masuk. Aku tidak bisa bersumpah, tetapi aku yakin ia muncul dari balik tirai, ketika sudah banyak dari kita masuk." Dan ia mengangguk ke arah sehelai kain tergantung yang menutupi ranjang tempat Severinus biasa menyuruh siapa saja yang akan diobati berbaring dan beristirahat.
"Apa secara tidak langsung kau menuduh Maleakhi membunuh Severinus dan bersembunyi di sana ketika Kepala Gudang itu masuk"" tanya William.
"Atau bisa jadi, ia menyaksikan apa yang terjadi di sini dari balik tirai itu. Mengapa, kalau tidak,
mungkinkah Kepala Gudang itu mendesaknya untuk tidak menyakitinya, sambil berjanji untuk balas tidak menyakitinya juga""
"Itu mungkin saja," kata William. "Bagaimanapun juga, tadi ada sebuah buku di sini dan seharusnya masih ada di sini, karena Kepala Gudang maupun Maleakhi keluar tanpa membawa apa-apa." Dari laporanku William tahu bahwa Benno sudah tahu; dan saat itu ia butuh bantuan. Ia menghampiri Abbas, yang dengan sedih memandangi mayat Severinus; William minta agar semua orang disuruh keluar, karena ia ingin memeriksa tempat itu dengan lebih saksama. Abbas itu mengizinkan dan lalu pergi, bukannya tanpa memandang William dengan skeptis, seakan menuduhnya selalu datang terlalu terlambat. Maleakhi berusaha tinggal, sambil mencari-cari berbagai alasan, semua tidak jelas. William menjelaskan bahwa ini bukan perpustakaan, dan bahwa di sini Maleakhi tidak dapat menuntut haknya. William bersikap sopan tetapi tidak lentur, dan ia menemukan cara untuk membalas dendam atas sikap Maleakhi yang tidak mengizinkannya memeriksa meja Venansius.
WAKTU tinggal kami bertiga, William menyingkirkan barang-barang dan kertas dari salah satu meja dan menyuruhku mengulurkan kepadanya, satu per satu, buku-buku koleksi Severinus. Koleksi kecil, dibandingkan dengan koleksi labirin itu, tetapi toh ada berlusinlusin buku, dari berbagai ukuran, yang tadinya berjajar dengan
rapi di atas rak dan sekarang berserakan tidak teratur di atas lantai bersama barang-barang lainnya yang sudah dirusak oleh tangan-tangan panik Kepala Gudang itu. Beberapa bahkan robek, seakan Kepala Gudang itu tidak mencari sebuah buku tetapi sesuatu yang bisa dimasukkan di antara halaman-halaman sebuah buku. Ada yang telah disobek dengan keras, lepas dari jilidnya. Mengumpulkan buku-buku itu, dengan cepat memastikan isinya, dan menumpuknya di atas meja, bukan pekerjaan yang mudah; dan segalanya harus dilakukan dengan terburu-buru, karena Abbas hanya memberi waktu sebentar saja: para rahib harus masuk dan membersihkan tubuh Severinus yang luka-luka dan menyiapkan pemakamannya. Kami juga harus berjalan ke sana kemari, mencari di bawah meja-meja, di balik rak-rak, di dalam almari, untuk memeriksa kalau-kalau ada yang tidak ikut terperiksa. William tidak mau membiarkan Benno membantuku dan hanya menyuruhnya berdiri menjaga pintu.
Meskipun sudah ada perintah Abbas, banyak yang mendesak untuk masuk: para pelayan yang ketakutan mendengar berita itu, para rahib yang ingin meratapi saudara mereka, para novis yang membawa baskom air dan kain bersih untu
k mencuci dan membersihkan mayat itu .... Jadi, kami harus bertindak cepat. Aku mengambil buku-buku itu dan mengulurkannya kepada William, yang memeriksa dan menatanya di atas meja. Lalu kami menyadari bahwa itu pekerjaan yang lama, dan kami melanjutkan bersama-sama. Aku akan mengambil
sebuah buku, melicinkannya kalau lecek, membaca judulnya, dan menaruhnya. Dalam banyak kasus hanya ada halaman halaman yang lepas.
"De plantis libri tres. Keparat, bukan ini," kata William sambil membanting buku itu ke atas meja.
"Thesaurus herbarum," kataku, dan William membentak. "Letakkan itu, yang kita cari buku Yunani!"
"Ini"" tanyaku sambil menunjukkan sebuah karya yang halamannya dipenuhi huruf melingkar-lingkar. Dan William berkata, "Bukan, itu tulisan Arab, tolol! Bacon betul: tugas pertama ilmuwan adalah belajar bahasa!"
"Tapi Anda juga tidak bisa bahasa Arab!" jawabku, jengkel, dan untuk itu William menjawab, "Paling sedikit aku paham kalau itu bahasa Arab!" Dan aku tersipu, karena aku bisa mendengar Benno mengejek di belakangku.
Ada banyak buku, dan lebih banyak lagi catatan, gulungan perkamen dengan gambar-gambar kubah surgawi, katalog tanaman aneh, ditulis di atas halaman-halaman yang berserakan, mungkin oleh orang yang sudah mati itu. Kami bekerja lama sekali, memeriksa setiap sudut laboratorium itu. William, dengan sikap amat dingin, bahkan menggeser mayat itu untuk melihat apa ada sesuatu di bawahnya, dan ia merogoh-rogoh di dalam jubahnya.
Tidak ada apa-apa. "Harus ada," katanya. "Severinus mengunci dirinya di dalam sini bersama sebuah buku. Kepala
Gudang tidak membawanya "Mungkinkah ia menyembunyikannya di balik jubahnya"" tanyaku.
"Tidak, buku yang kulihat lusa pagi di atas meja Venansius itu tebal, dan gampang terlihat."
"Bagaimana jilidnya""
"Aku tidak tahu. Waktu itu buku tersebut terbuka, dan aku hanya melihatnya sebentar, hanya cukup lama untuk menyadari bahwa itu dalam bahasa Yunani, tetapi aku tidak ingat lainnya. Mari kita lanjutkan; Kepala Gudang itu tidak mengambilnya, dan juga, aku yakin, Maleakhi tidak."
"Jelas tidak," Benno menegaskan. "Waktu Kepala Gudang itu merenggut dadanya, jelas tidak ada apa-apa di bawah skapularnya."
"Bagus. Atau, lebih tepatnya, buruk. Jika buku itu tidak ada dalam ruang ini, jelaslah bahwa seseorang yang lain, di samping Maleakhi dan Kepala Gudang itu, sudah masuk ke sini sebelumnya."
"Orang ketiga, kalau begitu, yang membunuh Severinus."
"Terlalu banyak orang," kata William.
"Tetapi," tanyaku, "siapa yang mungkin tahu bahwa buku itu di sini""
Geger Dunia Persilatan 13 Pendekar Rajawali Sakti 190 Dedemit Pintu Neraka Geger Perawan Siluman 3
^