Pencarian

The Name Of Rose 8

The Name Of The Rose Karya Umberta Eco Bagian 8


"Jorge, misalnya, andai ia ikut mendengar percakapan kita."
"Ya," kataku, "tetapi Jorge tidak mungkin membunuh seorang lelaki kuat seperti Severinus, dan dengan kekuatan begitu besar."
"Tidak, jelas tidak. Apalagi kau melihatnya pergi ke arah Aedificium, dan para pemanah menemu-
kannya di dapur tidak lama sebelum mereka menemukan Kepala Gudang itu. Jadi, ia tidak mungkin punya waktu untuk datang ke sini dan sesudah itu kembali ke dapur."
"Biarkan aku berpikir dengan kepalaku sendiri," kataku, ingin menyamai guruku. "Alinardo sedang berjalan-jalan di seputar biara ini, tetapi ia, juga, hampir tidak bisa berdiri, dan tidak mungkin mengungguli Severinus. Kepala Gudang itu ada di sana, tetapi di antara saat ia meninggalkan dapur dan kedatangan para pemanah itu jangka waktunya begitu pendek sehingga kukira akan sulit baginya untuk menyuruh Severinus membuka pintu, menyerang dan membunuhnya, dan kemudian mengobrak-abrik segalanya. Bisa saja Maleakhi sudah datang sebelum mereka semua: Jorge mendengar kita bicara di lobi, ia lalu pergi ke skriptorium untuk memberi tahu Maleakhi bahwa sebuah buku dari perpustakaan ada di laboratorium Severinus. Maleakhi datang ke sini, membujuk Severinus untuk membuka pintu, dan membunuhnya, entah apa sebabnya. Tetapi jika ia mau mencari buku itu, seharusnya ia sudah mengenalinya tanpa mengobrak-abrik semuanya, karena dia pustakawan! Jadi, tinggal siapa lagi""
"Benno," kata William.
Benno menggelengkan kepala, menyangkal keras. "Tidak, Bruder William, kau tahu aku didorong oleh rasa ingin tah
u. Tetapi jika aku berhasil masuk ke sini dan membawa pergi buku itu, tentu aku tidak akan menemani kalian di sini; sudah tentu aku
sedang memeriksa hartaku itu di suatu tempat lain..."
"Suatu argumen yang hampir meyakinkan," kata William sambil tersenyum. "Bagaimanapun juga, kau juga tidak tahu buku itu seperti apa. Bisa saja kau telah membunuh dan sekarang kau berada di sini sambil berusaha mengenali buku itu."
Benno amat tersipu. "Aku bukan seorang pembunuh!" protesnya.
"Tak seorang pun jadi pembunuh sebelum melakukan kejahatannya yang pertama," kata William filosofis. "Apa pun yang terjadi, buku itu tidak ada, dan ini cukup membuktikan bahwa kau tidak meninggalkannya di sini."
Lalu ia membalikkan tubuh untuk merenungi jenazah itu. Baru saat itu ia terlihat sedih akan kematian temannya. "Severinus malang," katanya, "aku justru sudah mencurigaimu dan racun-racunmu.
Dan kau sedang berharap melakukan semacam muslihat dengan racun; kalau tidak kau tidak akan pakai sarung tangan. Kau takut akan suatu bahaya dari dunia ini dan bahaya itu justru datang dari ruang surgawi Ia mengangkat bola dunia itu
lagi, sambil mengamatinya dengan penuh perhatian. "Aku ingin tahu mengapa benda khusus ini dipakai sebagai senjata ...""
"Benda itu mudah dijangkau."
"Mungkin. Tetapi masih ada banyak benda lain, pot, peralatan berkebun .... Ini suatu contoh bagus dari kerajinan metal dan ilmu astronomi. Sekarang hancur dan .... Astaga!" teriaknya.
"Ada apa""
"Dan terpukullah sepertiga bagian dari matahari dan sepertiga bagian dari bulan dan sepertiga bagian dari bintang-bintang...," kutipnya.
Aku terlalu hafal surat rasul Yohanes itu. "Sangkakala keempat," seruku.
"Memang. Pertama, hujan es, lalu darah, kemudian air, dan sekarang bintang-bintang .... Jika ini masalahnya, maka segalanya harus diperiksa kembali; pembunuh itu tidak menyerang secara acak, ia sedang mengikuti suatu rencana .... Tetapi, mungkinkah membayangkan suatu pikiran yang begitu jahat sehingga ia membunuh hanya kalau ia bisa melakukannya sambil mengikuti apa yang dituliskan dalam Kitab Wahyu""
"Apa yang akan terjadi dengan sangkakala yang kelima"" tanyaku ngeri. Aku berusaha mengingat-ingat, "Dan aku melihat sebuah bintang yang jatuh dari langit ke atas bumi, dan kepadanya diberikan anak kunci lubang jurang maut .... Apa akan ada orang yang mati terbenam dalam sumur itu""
"Sangkakala kelima itu juga menjanjikan banyak hal lain," kata William. "Lalu naiklah asap dari lubang itu bagaikan asap tanur besar, dan berkeluaranlah belalang-belalang untuk menyiksa umat manusia dengan sengat seperti sengat kalajengking. Dan rupa belalang-belalang itu sama seperti kuda, dengan mahkota emas di atas kepala mereka dan gigi singa .... Teman kita ini punya wewenang menggunakan berbagai cara untuk melaksanakan
kata-kata buku itu .... Tetapi kita tidak boleh hanya berfantasi. Lebih baik kita berusaha mengingat-ingat apa yang dikatakan Severinus kepada kita waktu memberi tahu bahwa ia telah menemukan buku itu
"Anda menyuruh Severinus membawanya kepada Anda dan ia bilang tidak bisa
"Begitulah, dan kemudian kita terganggu. Mengapa dia tidak bisa" Sebuah buku bisa dijinjing. Dan mengapa dia pakai sarung tangan" Apa ada sesuatu dalam sampul buku itu yang berkaitan dengan racun yang membunuh Berengar dan Venansius" Suatu jebakan misterius, suatu ujung yang beracun
"Seekor ular"" kataku.
"Mengapa bukan seekor ikan paus" Tidak, kita berfantasi lagi. Racun itu, seperti sudah kita lihat, telah masuk lewat mulut. Di samping itu, Severinus tidak benar-benar mengatakan bahwa ia tidak bisa membawa buku itu. Ia bilang bahwa ia lebih suka menunjukkannya kepadaku di sini. Lalu ia mengenakan sarung tangannya .... Jadi, kita tahu buku ini harus dipegang dengan sarung tangan. Dan ini juga berlaku bagimu, Benno, jika kau menemukannya, seperti yang kauharapkan. Dan karena kau sangat membantu, kau boleh membantuku lebih jauh. Pergilah ke skriptorium lagi dan awasi Maleakhi. Jangan sampai dia lepas dari penglihatanmu."
"Tentu!" kata Benno, dan ia keluar, agaknya senang mendapat misi itu.
Kami tidak bisa menahan para rahib itu lebih
lama lagi, dan ruang itu jadi penuh. Saat makan sudah lewat, dan Bernard mungkin sudah mulai mengumpulkan orang-orang di gedung pertemuan.
"Tidak ada lagi yang bisa dilakukan di sini," kata William. Dengan klinik itu, kami menyingkirkan hipotesisku yang jelek, dan ketika menyeberangi kebun sayuran, aku bertanya kepada William apa dia sungguh-sungguh memercayai Benno. "Tidak sepenuhnya," kata William, "tetapi kita tidak menceritakan apaapa yang belum ia ketahui, dan kita sudah membuatnya takut kepada buku itu. Dan akhirnya, dengan merancang dia untuk mengamati Maleakhi, kita juga akan merancang Maleakhi untuk mengamatinya, dan Maleakhi sendiri jelas mencari buku itu."
"Kalau begitu, apa yang diinginkan Kepala Gudang itu""
"Sebentar lagi kita akan tahu. Sudah tentu ia menginginkan sesuatu, dan ia menginginkannya segera, untuk menghindari suatu bahaya yang menakutkannya. Sesuatu ini tentu diketahui oleh Maleakhi : kalau tidak permohonan putus asa Remigio kepadanya tidak bisa dijelaskan
"Bagaimanapun juga, buku itu sudah lenyap "Ini hal yang paling tidak mungkin," kata William, waktu kami tiba di gedung pertemuan. "Jika tadi ada di sana, seperti sudah dikatakan oleh Severinus, kalau tidak diambil orang, tentu masih di sana."
"Dan karena tidak ada di sana, pasti ada yang mengambilnya," aku menyimpulkan.
"Juga mungkin bahwa argumentasi itu harus mengikuti alasan kecil lainnya. Karena segala sesuatunya menegaskan kenyataan bahwa tidak ada yang mengambilnya
"Maka tentu masih di sana. Tetapi tidak ada." "Sebentar. Kita bilang buku itu tidak ada di sana karena tidak menemukannya. Tetapi mungkin kita tidak menemukannya karena kita belum tahu buku itu ada di mana."
"Tetapi kita sudah mencari di mana-mana!"
"Kita mencari tetapi tidak melihat. Atau bisa saja kita melihat, tetapi tidak mengenali .... Adso, bagaimana Severinus menjelaskan buku itu kepada kita" Ia pakai kata-kata apa saja""
"Dia bilang ia telah menemukan suatu buku yang bukan miliknya, berbahasa Yunani
"Tidak! Sekarang aku ingat. Ia mengatakan suatu buku asing.
Severinus orang terpelajar, dan untuk seorang terpelajar buku dengan tulisan Yunani tidak asing. Bahkan jika ia tidak bisa berbahasa Yunani, paling sedikit ia bisa mengenali hurufnya. Dan seorang terpelajar juga tidak akan mengatakan sebuah buku bertulisan Arab aneh, bahkan jika ia tidak bisa berbahasa Arab Ia berhenti.
"Dan buat apa buku dengan tulisan Arab di dalam laboratorium Severinus""
"Tetapi mengapa ia harus menyebut sebuah buku berbahasa Arab itu aneh""
"Ini masalahnya. Jika ia menyebutnya aneh, itu karena
penampilan buku itu tidak lazim, paling sedikit tidak lazim baginya, yang seorang herbalis dan bukan pustakawan .... Dan dalam perpustakaan bisa terjadi bahwa beberapa naskah kuno dijilid menjadi satu, berbagai teks aneh dikumpulkan dalam satu buku, satu dalam bahasa Yunani, satu dalam bahasa Aramaik
"... dan satu dalam bahasa Arab!" seruku, silau
oleh penjelasan ini. Dengan kasar William menarikku keluar dari lobi dan menyuruhku lari ke klinik. "Kau binatang Teutonik, lobak! Kau tolol! Kau cuma melihat halaman pertama dan bukan yang selebihnya!"
"Tetapi, Guru," aku menahan napas, "Anda yang memeriksa halaman-halaman yang kutunjukkan dan mengatakan bahwa itu berbahasa Arab dan bukan Yunani."
"Betul, Adso, betul: aku yang binatang. Sekarang cepat! Lari!"
Kami kembali ke laboratorium, tetapi mendapat kesulitan untuk masuk, karena para novis sedang mengangkat mayat itu keluar. Beberapa tamu yang ingin tahu mondar-mandir di ruangan itu. William bergegas menuju meja dan buku-buku itu, mencari buku yang fatal, sambil melemparkan satu demi satu di depan mata orang-orang yang keheranan itu. Astaga, naskah dengan tulisan Arab itu tidak ada lagi. Aku ingat jelas karena sampulnya tua, tidak kuat, amat lusuh, dengan pengikat dari metal tipis.
"Siapa yang masuk ke sini setelah aku pergi"" tanya William kepada seorang rahib. Rahib itu mengangkat bahu; jelaslah bahwa semua orang dan tak seorang pun sudah masuk ke sini.
Kami berusaha mempertimbangkan kemungki
nannya. Maleakhi" Mungkin; ia tahu apa yang ia inginkan, mungkin sudah memata-matai kami, telah melihat kami keluar dengan tangan kosong, dan telah kembali ke sini, yakin akan dirinya sendiri. Benno" Aku ingat bahwa ketika aku dan William saling bertengkar tentang teks Arab itu, ia telah tertawa. Waktu itu aku percaya ia menertawai kebodohanku, tetapi mungkin ia telah menertawai kebodohan William: ia tahu betul berbagai samaran dalam penampilan naskah kuno, dan mungkin ia sudah mengira kami tidak langsung berpikir tetapi seharusnya berpikir misalnya, Severinus tidak bisa berbahasa Arab, dan karenanya aneh kalau ia menyimpan buku yang tidak bisa dibacanya. Atau ada orang ketiga"
William merasa amat terhina. Aku berusaha menghiburnya: kukatakan kepadanya bahwa selama tiga hari ia mencari sebuah naskah berbahasa Yunani dan selama melakukan pemeriksaan adalah wajar jika ia menyingkirkan semua buku yang tidak dalam tulisan Yunani.
Dan ia menjawab bahwa berbuat kesalahan sudah tentu manusiawi, tetapi ada beberapa manusia yang melakukan lebih banyak kesalahan daripada orang lain, dan mereka disebut tolol, dan ia salah seorang dari mereka, dan ia ingin tahu apa ada
gunanya berupaya belajar di Paris dan Oxford jika sesudah itu seseorang tidak mampu berpikir bahwa juga ada naskah-naskah yang dijilid menjadi satu kumpulan. Ini satu kenyataan yang bahkan diketahui oleh novis, kecuali yang bodoh seperti aku, dan sepasang badut seperti kami berdua akan amat sukses di pasar malam. Dan seharusnya itu yang kami lakukan sebagai ganti berusaha menyelesaikan misteri, terutama ketika kami berhadapan dengan orang-orang yang jauh lebih pandai daripada kami.
"Tetapi tidak ada gunanya menangis," ia menyimpulkan. "Jika Maleakhi mengambilnya, ia sudah menaruhnya kembali di dalam perpustakaan.
Dan kita akan menemukannya asalkan tahu caranya memasuki finis Africae. Jika Benno mengambilnya, ia tentu sudah menduga bahwa lambat laun aku tentu sudah mempunyai kecurigaan dan akan kembali ke laboratorium, atau ia tidak mungkin bertindak sedemikian buru-buru. Dan karenanya ia tentu sedang bersembunyi, dan satu tempat di mana ia belum bersembunyi adalah tempat di mana kita akan langsung mencarinya: yakni, biliknya. Oleh karena itu, mari kita kembali ke gedung pertemuan dan melihat apakah selama interogasi itu Kepala Gudang mengatakan apa saja yang berguna. Karena, bagaimanapun juga, aku masih belum melihat rencana Bernard dengan jelas; waktu itu, ia sudah mulai mencari korbannya sebelum Severinus meninggal, dan untuk alasan lainnya."
Kami kembali ke gedung itu. Seharusnya lebih
baik kami pergi ke bilik Benno, karena seperti yang kelak kami ketahui, kawan kami yang masih muda itu tidak punya pemikiran canggih seperti William dan tidak mengira bahwa William akan kembali ke laboratorium sedemikian cepat; jadi, karena mengira ia tidak akan dibutuhkan di gedung pertemuan itu, ia langsung menuju biliknya untuk menyembunyikan buku itu.
Tetapi aku akan menceritakan ini kelak. Sementara itu, terjadi peristiwa yang mengganggu dan dramatis, cukup untuk membuat siapa saja melupakan buku misterius tersebut. Dan meskipun tidak melupakan buku, kami sibuk dengan tugas-tugas lain, yang berkaitan dengan misi yang bagaimanapun juga harus diselesaikan oleh William. []
Nona Dalam cerita ini semua menyaksikan keadilan, dan timbul kesan memalukan bahwa setiap orang salah.
Bernard Gui mengambil tempat duduknya di bagian tengah meja besar dari kayu kenari
dalam aula itu. Di sebelahnya duduk seorang Dominikan yang bertindak sebagai notulis, dan dua prelat dari duta Kepausan duduk mengapitnya, sebagai hakim. Kepala Gudang itu berdiri di depan meja, diapit dua orang pemanah.
Abbas itu menoleh kepada William dan berbisik, "Aku tidak tahu apakah prosedur ini sah. Dalam Kanon ketiga puluh tujuh Konsili Lateran 1215 ditetapkan bahwa seseorang tidak bisa dipanggil menghadap hakim yang kedudukannya berjarak lebih dari dua-hari perjalanan dari domisilinya. Mungkin di sini situasinya berbeda; justru hakimnya yang datang dari jauh, tetapi
"Inkuisitornya lepas dari s
emua yurisdiksi normal," kata William, "dan tidak perlu mengikuti dalil hukum biasa. Ia menyukai hak istimewa dan justru merasa perlu mendengarkan para ahli hukum."
Aku memandang Kepala Gudang itu. Remigio tampak kacau. Ia memandang sekeliling bagaikan seekor binatang ketakutan, seakan ia mengenali gerakan dan sikap dari suatu liturgi yang ia takuti.
Sekarang aku tahu bahwa ada dua alasan mengapa ia takut: satu, bahwa ia telah tertangkap, yang kelihatannya, karena kejahatan yang mencolok; lainnya, bahwa sehari sebelumnya, ketika Bernard memulai penyidikannya, dengan mengumpulkan rumor dan insinuasi, Remigio sudah merasa takut bahwa masa lalunya akan terbongkar; dan ia jadi makin takut waktu melihat Salvatore ditangkap.
Jika Remigio malang itu dicengkeram oleh ketakutannya sendiri, Bernard Gui, demi tugasnya, tahu caranya mengubah rasa takut korbannya itu menjadi teror. Ia diam saja: padahal sekarang semua orang mulai berharap ia memulai interogasi itu, sambil tetap berkutat dengan kertas-kertas yang sudah sedari tadi ia pegang, pura-pura menata kertas itu, tetapi dengan pikiran kosong.
Sebenarnya ia menatap terdakwa, dan dalam tatapan itu terasa adanya kesenangan munafik (seakan mau mengatakan: Jangan takut, kau berada di tangan sekumpulan saudara yang hanya menginginkan yang baik darimu) bercampur dengan ironi sedingin es (seakan mau mengatakan: Kau belum tahu apa yang baik dari dirimu, dan sebentar lagi akan kuberi tahu) dan kekerasan tanpa belas kasihan (seakan mau mengatakan: Tetapi bagaimanapun juga aku hakim di sini, dan kau berada di
dalam kekuasaanku). Kepala Gudang sudah tahu semua itu, tetapi diamnya hakim itu dan penundaan waktu membuatnya merasa lebih takut, sehingga, karena merasa makin lama makin terhina, kegelisahannya berubah menjadi rasa putus asa dan bukan rasa rileks, dan dia akan dikuasai sepenuhnya oleh hakim itu, bak lilin lembek dalam tangan hakim itu.
Akhirnya, Bernard mulai bicara. Ia mengucapkan beberapa kalimat ritual, mengatakan kepada para hakim bahwa sekarang mereka boleh menginterogasi terdakwa berkaitan dengan dua kejahatan yang sama-sama menjijikkan, yang pertama sudah jelas bagi semua tetapi lebih tercela daripada yang lainnya, karena terdakwa telah ditangkap secara tiba-tiba dalam tindakan pembunuhan padahal sebenarnya ia sedang dicari-cari untuk kejahatan kebidahan.
Itu yang dikatakan. Kepala Gudang itu menutupi wajahnya dengan kedua tangannya yang sulit ia gerakkan karena diikat dengan rantai.
Bernard Gui mulai mengajukan pertanyaan.
"Siapa kau"" tanyanya.
"Remigio dari Varagine. Saya lahir lima puluh dua tahun yang lalu, dan waktu masih pemuda, saya masuk biara Minorit di Varagine."
"Dan bagaimana bisa terjadi bahwa hari ini kau ditemukan dalam ordo Benediktin""
"Bertahun-tahun lalu, waktu Paus mengeluarkan bulla Sancta Romana, karena takut tertulari kebidahan kaum Fraticelli meskipun saya tidak
pernah menyetujui sikap mereka ... saya pikir lebih baik bagi jiwaku yang berdosa ini menghindari suatu suasana yang penuh bujukan, dan saya melamar dan diterima di kalangan rahib biara ini, di tempat ini saya sudah bekerja sebagai Kepala Gudang selama lebih dari delapan tahun."
"Kau menghindari bujukan yang bidah," cemooh Bernard, "atau, lebih tepatnya, kau menghindari penyidikan dari mereka yang berketetapan untuk menemukan kebidahan dan menggali sampai ke akarnya, dan para rahib Cluny yang baik itu percaya bahwa mereka melakukan tindakan murah hati dalam menerima kau dan mereka yang seperti kamu. Tetapi ganti jubah tidak cukup untuk menghapus iblis kebejatan bidah dari jiwa, dan karenanya sekarang kami datang ke sini untuk menemukan sisa-sisa yang masih ada dalam jiwamu yang tidak terampuni dan apa yang kaulakukan sebelum tiba di tempat suci ini."
"Jiwaku murni dan saya tidak tahu maksud Anda ketika bicara tentang kebejatan bidah," kata Kepala Gudang itu berhati-hati.
"Kalian dengar"" teriak Bernard sambil menoleh kepada hakim lainnya. "Mereka semua sama. Kalau salah seorang dari mereka ditangkap, ia menghadapi pengadilan dengan jiwa yang seakan damai dan tanpa penyesalan
. Dan mereka tidak menyadari bahwa ini pertanda paling jelas dari rasa bersalah mereka, karena seseorang yang merasa benar akan gelisah kalau diadili! Tanya saja kepadanya apa dia tahu alasan mengapa aku memerintahkan agar dia
ditangkap. Kau tahu itu, Remigio""
"Tuanku," jawab Kepala Gudang itu. "Saya akan berbahagia mendengarnya dari bibir Anda."
Aku heran, karena menurutku, agaknya Kepala Gudang itu mau menjawab pertanyaan ritual dengan kata-kata yang juga ritual, seakan ia hafal betul aturan penyidikan dan perangkapnya dan sudah lama terlatih menghadapi keadaan akhir seperti itu.
"Nah," kata Bernard, "jawaban khas dari orang bidah yang tak terampuni! Mereka menutupi jejak seperti rubah dan sulit sekali menangkap mereka, karena iman mereka memberi hak untuk berbohong dengan tujuan menghindari hukuman yang pantas. Berulang-ulang mereka akan memberi jawaban menyakitkan, sambil berusaha menjebak inkuisitor, yang harus tahan menghadapi orang-orang busuk. Kalau begitu, Remigio, kau belum pernah berhubungan dengan yang disebut Fraticelli atau Imam Hidup Dina, atau Beghard""
"Saya mengalami biara-biara Minorit ketika terjadi perdebatan lama tentang kemiskinan, tetapi saya tidak pernah masuk sekte Beghard!"
"Kalian lihat"" kata Bernard. "Ia menyangkal pernah menjadi seorang Beghard, karena kaum Beghard, meskipun ikut berbagi kebidahan Fraticelli, menganggap Fraticelli suatu cabang ordo Fransiskan yang sudah mati dan menganggap diri mereka sendiri lebih suci dan sempurna. Tetapi banyak perilaku satu kelompok yang serupa dengan perilaku kelompok lain. Dapatkah kau menyangkal, Remigio, bahwa kau pernah terlihat di gereja,
membungkuk dengan wajah menempel tembok, atau tiarap dengan tudung kepala menutup wajahmu, dan tidak berlutut dengan lengan terlipat seperti orang-orang lain""
"Rahib ordo Santo Benediktus juga bertiarap, pada saat saat tertentu
"Aku tidak bertanya apa kau melakukan pada saat-saat tertentu, tetapi pada saat-saat yang tidak tertentu! Jadi, jangan menyangkal bahwa kau mengambil satu sikap atau lainnya, yang khas Beghard! Tetapi kau bilang bahwa kau bukan Beghard .... Kalau begitu, katakan kepadaku, apa yang kaupercaya""
"Tuanku, saya percaya kepada segala sesuatu yang orang Kristen yang baik seharusnya
"Jawaban yang suci! Apa yang dipercaya orang Kristen yang baik""
"Apa yang diajarkan oleh gereja suci."
"Dan gereja suci yang mana" Gereja yang dianggap suci oleh para penganutnya yang menganggap diri mereka sendiri sempurna, Rasul Palsu, Fraticelli yang bidah, atau gereja yang mereka bandingkan dengan pelacur Babylonia, yang semua dari kita amat memercayainya""
"Tuanku," kata Kepala Gudang itu, jengkel, "tolong katakan kepada saya yang mana yang Anda percayai sebagai gereja yang benar
"Tentu saja Gereja Roma, satu, suci, apostolik, di bawah Paus dan uskup-uskupnya."
"Begitu pula yang saya percaya," kata Kepala Gudang itu.
"Kelicikan yang menakjubkan!" seru inkuisitor itu. "Kepintaran de dicto[Mengulang- penerj.] yang menakjubkan! Kalian semua mendengarnya: ia bermaksud mengatakan bahwa ia percaya bahwa aku memercayai gereja ini, dan ia menghindari tuntutan untuk menyatakan apa yang ia percayai! Tetapi kita tahu betul muslihat berang-berang ini! Kita langsung saja pada pokok masalahnya. Apa kau percaya bahwa sakramen-sakramen itu dilembagakan oleh Atasan kita, bahwa untuk betul-betul menyesal kau harus mengaku dosa kepada pelayan Tuhan, bahwa gereja Roma berkuasa untuk melonggarkan dan mengikat di atas bumi apa yang akan dilonggarkan dan diikat di surga""
"Mengapa saya tidak percaya""
"Aku tidak tanya apa yang seharusnya kaupercayai, tetapi apa yang kaupercayai!"
"Saya memercayai setiap hal yang diperintahkan Anda dan para doktor yang pandai untuk saya percayai," kata Kepala Gudang yang ketakutan itu.
"Ah! Tetapi apakah doktor-doktor pandai yang kausebutkan itu mungkin adalah mereka yang memerintah sektemu" Apa ini yang kaumaksudkan kalau kau bicara tentang doktor-doktor pandai" Apa orang-orang yang kauikuti dalam mengenali pasal-pasal kepercayaanmu adalah para pembohong jahat ini" Secara tidak
langsung kau mengatakan bahwa jika aku memercayai apa yang mereka percayai, maka kau akan memercayaiku; kalau tidak kau hanya akan percaya kepada mereka!"
"Saya tidak bilang begitu, Tuanku," Kepala Gudang itu tergagap. "Anda yang membuat saya mengatakan itu. Saya percaya kepada Anda, jika Anda mengajarkan apa yang baik."
"Oh, bebal sekali!" Bernard menjerit sambil menggebrak meja.
"Kau mengulangi hafalan formula yang mereka ajarkan dalam sektemu dengan kebebalan menyedihkan. Kau mengatakan bahwa kau akan memer-cayaiku hanya jika aku mengkhotbahkan apa yang oleh sektemu dianggap baik. Begitulah selalu jawaban para Rasul Palsu itu dan begitulah kau menjawabku sekarang, mungkin tanpa menyadarinya, karena dari bibirmu akan muncul lagi kata kata bahwa kau pernah dilatih untuk memperdayai inkuisitor. Dan karenanya kau mau menuduh dirimu sendiri dengan kata-katamu sendiri, dan aku bisa terjebak andaikan aku tidak punya pengalaman lama sebagai inkuisitor .... Tapi, sekarang pertanyaan yang sebenarnya, orang jahat! Apa kau pernah mendengar tentang Gherardo Segarelli dari Parma""
"Saya sudah mendengar orang membicarakan dia," kata Kepala Gudang itu, mulai pucat, jika orang masih bisa menyebutkan rona pada wajah yang rusak itu.
"Apa kau pernah mendengar tentang Fra Dolcino dari Novara""
"Saya sudah mendengar orang membicarakannya."
"Apa kau sudah menemuinya secara pribadi dan bercakap-cakap dengannya""
Kepala Gudang itu tetap diam selama beberapa saat, seakan mau mempertimbangkan seberapa banyak seharusnya ia menceritakan sebagian dari kebenaran itu. Lalu ia mengambil keputusan dan berkata, dalam suara lirih, "Saya sudah bertemu dan bicara dengannya."
"Lebih keras!" teriak Bernard. "Biarkan sepatah kata kebenaran akhirnya terdengar lepas dari bibirmu! Kapan kau bicara dengannya""
"Tuanku," kata Kepala Gudang itu. "Saya adalah seorang rahib dalam suatu biara dekat Novara tatkala orang-orang Dolcino berkumpul di bagian-bagian itu, dan mereka bahkan lewat di depan biara saya, dan mula-mula tak ada yang tahu jelas siapa mereka itu
"Kau bohong! Bagaimana mungkin seorang Fransiskan dari Varagine berada dalam suatu biara di dalam wilayah Novara" Kau tidak berada di dalam suatu biara, kau sudah jadi anggota gerombolan Fraticelli yang berkeliaran di seputar tanah-tanah itu dan hidup dari mengemis, dan kemudian kau bergabung dengan orang Dolcinian!"
"Bagaimana Anda bisa menyimpulkan itu, Tuan"" tanya Kepala Gudang itu dengan gemetar.
"Aku akan mengatakan kepadamu bagaimana aku bisa, nyatanya harus, menyimpulkan itu," kata Bernard dan memerintahkan agar Salvatore dibawa masuk.
Melihat orang malang itu, yang sudah tentu semalaman diinterogasi sendiri, tidak di depan umum dan secara lebih kejam dari yang ini, membuatku
Yohanes dari Yandun, ketika Kaisar tidak memintanya membuat Avignon terbenam ke dalam perut bumi
"Mari kita pergi, dan mengambil batu Severinus, dan sebuah mangkuk, dan sedikit air, dan sepotong gabus kataku penuh semangat.
"Nanti dulu," kata William. "Aku tidak tahu kenapa, tetapi aku belum pernah melihat sebuah alat yang, betapapun dijelaskan dengan sempurna oleh para filsuf, fungsi mekanisnya sempurna.
Sementara sebuah arit milik petani, yang belum pernah dijelaskan oleh seorang filsuf mana saja, selalu berfungsi sebagaimana mestinya .... Aku khawatir kalau berjalan mengelilingi labirin itu dengan sebuah lampu di tangan kanan dan semangkuk penuh air di tangan kiri .... Tetapi tunggu! Aku punya ide lain. Alat itu akan menunjuk arah utara meskipun jika kita berada di luar labirin, ya kan""
"Ya, tetapi saat itu tidak akan ada gunanya buat kita, karena kita tidak bakal punya matahari dan bintang kataku.
"Aku tahu, aku tahu. Tetapi jika alat itu berfungsi di dalam maupun di luar ruangan, mengapa itu tidak sama dengan kepala kita""
"Kepala kita" Tentu saja, kepala kita juga berfungsi di luar ruangan, dan nyatanya, di luar kita tahu betul rancangan Aedificium itu! Tetapi masalahnya, kalau kita berada di dalam, maka kita jadi bingung."
"Tepat. Tetapi lupakan alat itu dulu. Memikirkan tentang alat itu mengajakku b
erpikir tentang hukum alam dan hukum pikiran. Masalahnya: kita harus menemukan, dari luar, cara untuk menggambarkan bagian-dalam Aedificium itu..."
"Tetapi bagaimana""
"Kita pakai ilmu matematika. Hanya dalam ilmu matematika, seperti dikatakan oleh Averroes, ada benda-benda yang kita tahu, yang dikenali dengan benda-benda yang benar-benar diketahui."
"Nah, kalau begitu Guru mengakui pendapat universal."
"Pendapat matematis berupa dalil-dalil yang disusun oleh intelek kita dengan cara sedemikian rupa sehingga selalu berfungsi sebagai kebenaran, entah karena memang sudah ada atau karena matematika ditemukan sebelum ilmu-ilmu yang lain. Dan perpustakaan itu dibangun oleh suatu otak manusia yang berpikir secara matematika, karena tanpa matematika kau tidak bisa membangun labirin. Dan oleh karena itu, kita harus membandingkan dalil matematika kita dengan dalil dari mereka yang membangun itu, dan dari perbandingan ini dapat dihasilkan ilmu, karena ini suatu ilmu tentang istilah terhadap istilah. Dan, bagaimanapun juga, berhentilah menyeretku ke dalam diskusi tentang metafisika.
Setan apa yang merasuki otakmu hari ini" Sebagai gantinya, kau yang punya mata baik, ambil sehelai perkamen, batu tulis, sesuatu yang bisa kautulisi di atasnya, dan sepucuk pena .... Bagus, kau sudah punya" Kau pintar, Adso. Mari kita pergi
dan mengitari Aedificium itu sekali, sebelum hari terlalu gelap."
Maka kami mulai mengitari Aedificium itu. Artinya, dari kejauhan kami memeriksa menara timur, selatan, dan barat, dengan dinding-dinding yang menghubungkan menara-menara itu. Yang selebihnya muncul di atas jurang, meskipun untuk alasan-alasan simetri tentu tidak akan terlalu berbeda dari apa yang sedang kami saksikan.
Dan kami bisa melihat, William mengamati sambil menyuruhku membuat catatan yang tepat di atas batu tulisku, bahwa setiap dinding punya dua jendela, dan setiap menara punya lima jendela.
"Sekarang pikirkan," kata guruku kepadaku. "Setiap ruang yang sudah kita masuki punya sebuah jendela
"Kecuali ruang-ruang segitujuh itu," kataku.
"Dan tentu saja, itu ruang-ruang yang berada di tengah setiap menara."
"Dan kecuali beberapa lainnya yang kita temukan tanpa jendela tetapi tidak berbentuk segitujuh."
"Lupakan itu. Pertama-tama, kita cari dulu aturannya, kemudian kita akan mencoba menjelaskan perkecualian tersebut. Jadi: di bagian tepi, ada lima ruang di setiap menara, dan dua ruang pada masing-masing dinding lurus, masing-masing punya satu jendela.
Tetapi jika dari satu ruangan yang berjendela satu itu kita terus menuju ke bagian-dalam Aedificium itu, kita menemukan satu ruang lain dengan satu jendela. Suatu tanda bahwa ada
jendela yang menghadap bagian-dalam. Nah, bagaimana bentuk bagian-dalam sumur itu, kalau dilihat dari dapur dan dari skriptorium"" "Oktagonal," kataku.
"Bagus sekali. Dan mudah ditebak bahwa kedua jendela itu berada pada setiap sisi dari oktagon itu. Artinya, pada setiap sisi oktagon itu ada dua ruang bagian-dalam" Betul tidak""
"Ya, tetapi bagaimana dengan ruang-ruang yang tak berjendela""
"Semuanya ada delapan ruang. Nyatanya, ruang bagian dalam dari setiap menara, dengan tujuh sisi, punya lima dinding yang masingmasing membuka ke dalam salah satu dari lima ruangan menara itu.
Apa yang berbatasan dengan kedua dinding lainnya itu" Tidak dengan ruang-ruang yang dibangun berjajar sepanjang dinding sebelah-luar, atau ada jendelanya, dan tidak dengan ruang-ruang sepanjang oktagon itu, untuk alasan yang sama karena ruang-ruang itu bakal jadi terlalu panjang. Cobalah menggambar suatu sketsa tentang bagaimana kemungkinan perpustakaan itu tampak dari atas.
Kau lihat bahwa dalam setiap menara pasti ada dua ruang yang berbatasan dengan ruang heptagonal itu dan membuka ke dalam dua ruang yang berbatasan dengan sumur oktagonal bagian-dalam."
Aku mencoba menggambarkan sketsa yang disarankan guruku, dan berseru kemenangan. "Tetapi sekarang kita tahu segala sesuatu! Coba kuhitung .... Perpustakaan itu punya lima puluh
enam ruangan, empat di antaranya heptagonal, dan lima puluh dua lainnya hampir persegi, dan di ant
aranya, ada delapan ruang yang tanpa jendela, sementara dua puluh delapan jendela menghadap keluar dan enam belas ke bagian dalam."
"Dan keempat menara itu masing-masing punya lima ruang dengan empat dinding dan satu dengan tujuh .... Perpustakaan itu dibangun menurut suatu keselarasan surgawi yang bisa dikaitkan dengan makna yang beraneka ragam dan menakjubkan
"Suatu penemuan yang luar biasa," kataku, "tetapi mengapa jadi begitu sukar menentukan di mana kita berada""
"Karena penataan pintu pada dinding-dinding itu tidak cocok dengan hukum matematika apa pun. Dari beberapa ruang kau bisa masuk ke dalam beberapa ruang lain, dari beberapa lainnya hanya ke dalam satu ruang, dan kita harus bertanya dalam hati apakah tidak ada ruang yang membuat kau tidak bisa pergi ke mana-mana. Jika kau mempertimbangkan aspek ini, plus kurangnya cahaya atau petunjuk apa saja yang mungkin dibantu oleh posisi matahari (dan jika kau menambahkan bayangan-bayangan dan cermin itu), kau memahami bagaimana labirin itu membingungkan siapa saja yang memasukinya, terutama kalau orang itu sudah gelisah karena merasa bersalah. Ingat saja tadi malam, bagaimana kita merasa putus asa ketika tidak bisa lagi menemukan jalan keluar. Kebingungan yang maksimum bisa dicapai dengan urutan yang maksimum: tampaknya suatu kalkulasi yang sublim.
Mereka yang membangun perpustakaan ini adalah pakar-pakar luar biasa."
"Lalu bagaimana kita akan mengorientasi diri kita sendiri""
"Ini tidak sukar. Dengan peta yang sudah kaugambar, yang sedikit banyak akan cocok dengan rancang-bangun perpustakaan itu, begitu kita berada di ruang heptagonal pertama, kita akan langsung jalan untuk mencapai salah satu ruang buntu itu.
Kemudian, dengan selalu belok kanan, setelah dua atau tiga ruang, kita akan berada lagi dalam sebuah menara, yang pasti menara utara, sampai kita tiba di ruang buntu lainnya, pada sisi kiri, yang akan berbatasan dengan ruang heptagonal, dan dengan belok kanan kita akan bisa menemukan lagi rute yang serupa dengan apa yang baru saja kugambarkan, sampai kita mencapai menara barat."
"Ya, jika semua ruang itu membuka ke dalam semua ruang lainnya
"Itu betul. Dan untuk alasan ini kita akan membutuhkan petamu, dengan menandai dinding-dinding buntu itu, sehingga kita akan tahu kita sedang berjalan memutar ke mana. Tetapi itu tidak akan sulit."
"Tetapi apa kita yakin ini akan berhasil"" tanyaku, bingung; semuanya terlihat terlalu sederhana bagiku.
"Tentu berhasil," jawab William. "Tetapi sayangnya kita belum tahu segala sesuatunya. Kita sudah tahu caranya menghindari tersesat. Sekarang kita
harus tahu apakah ada suatu aturan yang dipakai untuk membagi buku-buku itu di antara ruang-ruang. Dan bait-bait dari Kitab Wahyu itu hanya sedikit sekali memberi kita informasi, paling sedikit karena banyak yang serupa diulang dalam berbagai ruangan
"Dan toh dalam buku para rasul seharusnya ditemukan lebih dari lima puluh enam bait!"
"Tidak diragukan lagi. Oleh karena itu, hanya bait-bait tertentu yang bagus. Aneh. Seakan hanya ada kurang dari lima puluh: tiga puluh atau dua puluh .... Oh, demi janggutnya Merlin!"
"Janggutnya siapa""
"Lupakan saja. Seorang tukang sihir di negeriku .... Mereka menggunakan sebanyak mungkin bait seperti jumlah huruf dalam alfabet! Tentu saja, itu dia! Teks dari bait itu tidak berarti, yang berarti adalah huruf pertamanya. Setiap ruang ditandai oleh satu huruf dari alfabet, dan keseluruhannya membentuk suatu teks yang harus kita temukan!"
"Seperti suatu puisi angka, dalam bentuk sebuah salib atau seekor ikan!"
"Kira-kira begitu, dan mungkin dalam periode ketika perpustakaan itu dibangun, puisi macam itu sedang mode."
"Tetapi dari mana teks itu dimulai""
"Dengan gulungan perkamen yang lebih besar daripada lainnya, dalam ruang heptagonal dari menara tempat masuk ... atau kalau tidak .... Hai, tentu saja, dengan kalimat-kalimat yang berwarna merah!"
"Tetapi ada banyak yang berwarna merah!"
"Dan karenanya pasti ada banyak teks, atau banyak kata. Sekarang salin petamu dengan lebih baik dan lebih besar; sementara kita mengunjungi perpustaka
an itu, kau akan menandai ruang-ruang yang kita lalui dengan penamu, posisi semua pintu dan dinding (juga jendela), dan juga huruf-huruf pertama dari bait-bait yang muncul di sana. Dan seperti pelukis yang baik, kau akan memperbesar huruf yang berwarna merah."
"Tetapi bagaimana mungkin," kataku dengan kagum, "Anda mampu memecahkan misteri perpustakaan itu hanya dengan melihatnya dari sebelah luar, dan Anda tidak mampu memecahkannya waktu berada di sebelah dalam""
"Begitulah Tuhan mengenal dunia, karena Ia menyusunnya dalam benak-Nya, seakan-akan dari luar, sebelum dunia diciptakan, dan kita tidak tahu aturannya, karena kita hidup di dalam dunia, pada waktu dunia sudah jadi."
"Jadi, orang bisa tahu apa-apa dengan memandangnya dari sebelah luar!"
"Penciptaan seni, karena kita melacak kembali cara kerja orang pintar itu di dalam pikiran kita. Bukan ciptaan alam, karena itu bukan cara kerja pikiran kita."
"Tetapi sudah mencukupi untuk perpustakaan ini, kan""
"Ya," kata William. "Tetapi hanya untuk perpustakaan ini. Sekarang mari kita pergi dan beristirahat. Aku tidak bisa berbuat apa-apa
sebelum besok pagi, kalau aku sudah punya, mudah-mudahan, kacamataku. Kita juga bisa pergi tidur, dan bangun pagi-pagi. Aku akan berusaha merefleksi."
"Dan makan malam""
"Ah, tentu saja. Sekarang sudah lewat. Para rahib sudah mulai dengan komplina. Tetapi mungkin dapur masih buka. Pergilah ke sana untuk mencari sesuatu."
"Dan mencurinya""
"Minta. Minta Salvatore yang sekarang sudah jadi temanmu."
"Tetapi ia akan mencuri!"
"Apa mungkin kau penjaga adikmu"" tanya William, menirukan kata-kata Kain. Tetapi aku melihat dia bergurau dan bermaksud mengatakan bahwa Tuhan itu kuasa dan penuh belas kasihan. Karenanya aku lalu mencari Salvatore dan menemukannya di dekat kandang kuda.
"Hewan yang bagus," kataku sambil mengangguk kepada Brunellus, sebagai cara memulai percakapan. "Aku ingin menungganginya."
"No se puede. Abbonis est. Tetapi kau tidak butuh seekor kuda cantik untuk lari cepat Ia menuding seekor kuda yang kuat tetapi dianggap jelek. "Yang itu juga sufficit ... Vide illuc, tertius equi ...."["Tidak boleh, milik Abbas. Tetapi kau tidak butuh seekor kuda cantik untuk lari cepat Ia menuding seekor kuda yang kuat tetapi dianggap jelek. "Yang itu juga cukup ... lihatlah ke situ, kuda yang ketiga penerj.]
Ia mau menunjukkan kepadaku kuda ketiga. Aku menertawakan bahasa Latinnya yang lucu.
"Dan mau kauapakan yang itu"" tanyaku.
Dan Salvatore menceritakan suatu kisah yang aneh. Ia katakan bahwa kuda apa saja, bahkan yang tertua dan paling lemah, dapat dibuat lari secepat Brunellus. Cukup dengan mencampur gandumnya dengan tanaman obat yang bernama satirion, dicacah lembut, dan kemudian melumasi pahanya dengan lemak rusa. Kemudian kau naiki kuda itu dan sebelum memacunya, kau buat mukanya menoleh ke arah timur dan bisikkan ke dalam telinganya, tiga kali, kata-kata, "Nicander, Melchior, dan Merchizard." Dan kuda itu akan lari cepat sekali dan dalam satu jam bisa menempuh jarak yang akan ditempuh Brunellus dalam delapan jam. Dan jika di seputar lehernya kaugantungkan gigi seekor serigala yang diinjak dan dibunuh oleh kuda itu sendiri, maka serigala bahkan tidak ingin mencoba menyerangnya.
Aku bertanya apa ia pernah mencoba ini. Ia katakan kepadaku, sambil mendekat dengan hati-hati dan membisikkan di telingaku dengan bau mulutnya yang benar-benar busuk itu, bahwa itu sulit sekali, karena satirion sekarang hanya ditanam oleh para uskup dan teman-temannya yang bangsawan, yang menggunakannya untuk meningkatkan keperkasaan mereka. Kemudian aku mengakhiri percakapannya dan mengatakan bahwa malam ini guruku ingin membaca buku-buku tertentu dalam biliknya dan ingin makan di sana.
"Akan kusediakan," katanya, "aku akan membuat keju kocok."
"Bagaimana membuatnya""
"Facilis. Kau ambil keju yang belum terlalu antiquum, tanpa terlalu banyak salis, dan potong persegi-persegi atau sesukamu.
Dan postea kau ambil sedikit butierro atau lar-do dan melunakkannya di atas api. Dan di dalamnya kaumasukkan dua potong keju, dan kalau sudah tenero, zucharu
m et cinnamon supra positurum du bis. Dan langsung ditaruh di atas meja, karena harus dimakan caldo caldo."["Gampang. Kau ambil keju yang belum terlalu tua, tanpa terlalu banyak garam, dan potong persegipersegi atau sesukamu. Dan kemudian kau ambil sedikit mentega atau lemak babi dan melunakkannya di atas api. Dan di dalamnya kaumasukkan dua potong keju, dan kalau sudah lunak, tambahkan gula dan kayu manis, Dan langsung ditaruh di atas meja, karena harus dimakan panas-panas"- penerj.]
"Keju kocok, boleh kalau begitu," kataku kepadanya. Dan ia melenyap ke dalam dapur sambil menyuruhku menunggu. Setengah jam kemudian ia datang dengan sebuah pinggan ditutup secarik kain. Aromanya sedap.
"Nih," katanya kepadaku, dan ia juga menyerahkan sebuah lampu besar penuh minyak.
"Untuk apa"" tanyaku.
"Sais pas, moi," katanya lirih. "Peut-etre gurumu ingin masuk ke dalam tempat gelap esta noche."
Jelaslah bahwa Salvatore tahu lebih banyak hal daripada yang sudah kuduga. Aku tidak bertanya lebih jauh, tetapi membawa makanan itu kepada William. Kami makan, dan aku masuk ke bilikku sendiri. Atau setidak-tidaknya itu maksudku. Aku ingin menemui Ubertino lagi, dan dengan sembunyi-sembunyi aku kembali ke gereja. []
Setelah Komplina Dalam cerita ini Ubertino bercerita kepada Adso tentang kisah Fra Dolcino, sesudah itu Adso ingat kisah-kisah lainnya atau membacanya sendiri di perpustakaan, dan kemudian ia mengalami pertemuan dengan seorang gadis, cantik dan mengerikan bagaikan pasukan yang teratur dari orang-orang murni.
Aku Menemukan Ubertino di depan patung
Perawan Maria. Tanpa mengatakan sesuatu, aku bergabung dengannya dan pura-pura (memang) berdoa sejenak. Kemudian aku memberanikan diri untuk mengajaknya berbicara.
"Bapa yang suci," kataku kepadanya, "bolehkah saya minta pencerahan dan nasihat dari Bapa""
Ubertino memandangku dan, sambil memegang tanganku, bangkit lalu mengajakku ke bangku, dan kami berdua duduk di situ. Ia memelukku erat-erat dan aku bisa merasakan napasnya pada wajahku.
"Anakku terkasih," kataku, "apa saja yang bisa dilakukan pendosa malang ini untuk jiwamu akan dilakukan dengan senang hati. Apa yang membuatmu sedih" Hasrat"" tanyanya, hampir berhasrat sendiri. "Hasrat jasmani""
"Tidak," jawabku, tersipu, "andaikan ada, hasrat pikiran, yang ingin tahu terlalu banyak hal
"Dan itu tidak baik. Allah tahu segala sesuatu,
dan kita harus hanya memuja pengetahuan-Nya."
"Tetapi kita juga harus membedakan kebaikan dari kejahatan dan memahami gairah manusia. Saya seorang novis, tetapi kelak akan jadi rahib dan imam, dan saya harus mempelajari di mana letaknya kejahatan, dan seperti apa rupanya, agar suatu hari bisa mengenalinya dan mengajarkan orang lain untuk mengenalinya."
"Itu betul, Anakku. Kalau begitu, apa yang ingin kauketahui""
"Intisari kebidahan, Bapa," kataku dengan keyakinan. Dan kemudian, dengan satu tarikan napas, "Saya sudah mendengar kisah seorang jahat yang telah mengajak orang lain menyeleweng: Fra Dolcino."
Ubertino diam saja, kemudian ia berkata, "Itu betul, kau mendengar Bruder William dan aku menyebutnya malam itu. Tetapi itu kisah yang menjijikkan, dan aku jadi sedih kalau membicarakannya, karena itu memberi pelajaran (ya, dalam hal ini seharusnya kau mengetahuinya, untuk menarik suatu pelajaran yang berguna dari itu) maksudku, kisah ini mengajarkan bagaimana cinta kepada pertobatan dan hasrat untuk memurnikan dunia dapat menimbulkan pertumpahan darah dan pembantaian." Ia mengubah posisi duduknya di atas bangku itu sambil mengendorkan cekalannya pada bahuku, tetapi masih menaruh satu tangannya pada leherku, seakan-akan untuk menyalurkan kepadaku pengetahuannya atau (aku tidak bisa menjelaskan) kehebatannya.
"Cerita itu dimulai sebelum Fra Dolcino," katanya, "lebih dari enam puluh tahun yang lalu, ketika aku masih kecil. Kejadiannya di Parma. Seseorang yang bernama Gherardo Segarelli mulai berkhotbah, mengajak semua orang untuk hidup bertobat, dan ia berkeliling sepanjang jalan sambil meneriakkan, 'Penitenziagite!' yang merupakan cara orang tidak terpelajar mengatakan, 'Peniten
tiam agite, appro-pinquabit enim regnum coelorum.'['Bertobatlah, karena kerajaan Allah sudah dekat'- penerj.] Ia mengajak pengikutnya meniru para rasul, dan lebih suka menyebut sektenya ordo Para Rasul, dan anak buahnya pergi ke seluruh dunia bak pengemis miskin, hidup hanya dari sedekah
"Seperti orang Fraticelli," kataku. "Bukankah ini perintah dari Allah kita dan Fransiskus Anda sendiri""
"Ya," Ubertino mengiyakan dengan suara agak ragu-ragu, sambil mendesah. "Tetapi mungkin Gherardo itu keterlaluan. Ia dan para pengikutnya dituduh mengingkari otoritas imam dan perayaan misa dan pengakuan dosa, dan menjadi pengelana pengangguran."
"Tetapi Fransiskan Spiritual dituduh melakukan hal yang sama.
Dan bukankah Minorit sekarang mengatakan bahwa otoritas Paus tidak perlu diakui""
"Ya, tetapi tidak otoritas imam. Kami orang Minorit sendiri adalah imam. Sulit, Nak, untuk membuat perbedaan dalam hal-hal ini. Garis yang membagi antara kebaikan dan kejahatan itu terlalu tipis .... Setidak-tidaknya, Gherardo khilaf dan
berbuat salah karena bidah .... Ia mohon untuk masuk ordo Minorit, tetapi saudara-saudara kita tidak mau menerimanya. Ia melewatkan hariharinya dalam gereja saudara-saudara kita, dan di sana ia melihat lukisan para rasul mengenakan sandal dan kedua bahunya dibungkus jubah, dan karenanya ia membiarkan rambut dan janggutnya tumbuh, memakai sandal pada kakinya, dan mengenakan jubah imam Minor, karena siapa saja yang ingin mendirikan jemaat baru selalu mengambil sesuatu dari ordo Fransiskus yang Terberkati."
"Kalau begitu, ia berada dijalan yang betul "Tetapi dalam satu hal ia memang salah .... Dengan mengenakan jubah putih di atas tunik putih, dengan rambut panjang, ia mendapatkan reputasi sebagai orang saleh di kalangan orang biasa. Ia menjual rumahnya yang kecil, dan setelah menerima uang itu, ia berdiri di atas sebuah batu yang pada zaman dulu biasa dipakai anggota dewan untuk berpidato, dan ia membawa kantong kecil berisi uang emas, dan ia tidak menyebar uang itu atau memberikannya kepada orang miskin, tetapi, setelah memanggil beberapa bandit yang sedang berjudi di dekat situ, ia melemparkan uang itu ke tengah-tengah mereka dan berkata, "Biarlah dia yang berkeinginan mengambilnya," dan para bandit itu mengambil uang tersebut dan membawanya pergi untuk berjudi, dan mereka menghujat Tuhan yang hidup, dan ia yang telah memberi uang kepada mereka itu mendengarnya dan tidak merasa malu."
"Tetapi Fransiskus juga telah melepaskan semua
bajunya, dan hari ini aku mendengar dari William bahwa ia memberi khotbah kepada burung elang dan burung bangkai, maupun kepada orang lepra yakni, kepada sampah masyarakat yang sudah disingkirkan oleh mereka yang menyebut diri orang baik
"Ya, tetapi entah bagaimana Gherardo khilaf: Fransiskus tidak pernah menempatkan dirinya dalam konflik dengan gereja suci, dan Injil menyuruh kita memberi orang miskin, bukan bandit. Gherardo memberi dan tidak mendapat pahala apa-apa karena telah memberi orang jahat, dan ia sudah punya awal yang buruk, suatu kelanjutan yang buruk, dan suatu akhir yang buruk, karena jemaatnya tidak disetujui oleh Paus Gregorius X."
"Mungkin," kataku, "ia seorang paus yang pikirannya kurang luas dibandingkan paus yang menyetujui Regula Fransiskus
"Memang, tetapi sedikit banyak Gherardo khilaf, dan Fransiskus, sebaliknya, tahu betul apa yang akan ia lakukan. Dan akhirnya, Nak, para penjaga babi dan sapi yang tiba-tiba menjadi Rasul Palsu itu ingin hidup teberkati dan tanpa mengucurkan keringat menerima sedekah dari mereka yang dengan susah payah telah dididik dan diberi contoh-contoh sedemikian rupa tentang kemiskinan oleh Imam-imam Minor! Tetapi bukan itu masalahnya," cepat-cepat ia menambahkan. "Masalahnya adalah, untuk menyerupai para rasul, yang bangsa Yahudi itu, Gherardo Segarelli menyunat dirinya sendiri, dan ini bertentangan dengan kata-kata Paulus kepada
"rang Galatia dan kau tahu bahwa banyak orang suci menyatakan bahwa Antikristus di masa depan akan datang dari ras yang disunat .... Tetapi Gherardo berbuat lebih buruk lagi; ia pergi ke mana-mana sambil m
engumpulkan orang biasa dan mengatakan, "Mari ikut aku ke kebun anggur," dan mereka yang tidak mengenalnya itu mengikutinya ke dalam kebun anggur milik orang lain, percaya bahwa itu miliknya, dan mereka makan anggur milik orang lain
"Tentu saja orang Minorit tidak membela tanah milik pribadi," kataku dengan tidak sopan.
Ubertino menatapku dengan galak. "Orang Minorit ingin jadi miskin, tetapi mereka tidak pernah menyuruh orang lain ikut miskin. Kau tidak bisa menyerang tanah milik orang Kristen yang baik tanpa mendapat hukuman; orang Kristen yang baik akan mengecapmu sebagai bandit. Dan begitulah yang terjadi dengan Gherardo. Akhirnya, terdengar kasak-kusuk tentang dia bahwa untuk menguji betapa kuat kemauan dan janji selibatnya, ia tidur dengan para perempuan tanpa menyetubuhi mereka; tetapi ketika para pengikutnya berusaha menirunya, akibatnya amat berbeda .... Oh, ini bukan hal-hal yang seharusnya diketahui anak kecil: perempuan adalah sebuah bejana Iblis .... Dan kemudian mereka mulai bertengkar di antara mereka sendiri tentang komando sekte itu, dan terjadilah hal-hal buruk. Dan toh banyak yang datang kepada Gherardo, bukan hanya petani tetapi juga orang kota, anggota gilda, dan Gherardo
menyuruh mereka mencopot baju mereka sendiri sehingga, dengan telanjang, mereka dapat mengikuti Kristus yang telanjang, dan ia mengirim mereka ke seluruh penjuru dunia untuk berkhotbah, tetapi dia sendiri minta dibikinkan sehelai tunik tanpa lengan untuk dirinya sendiri, putih, dari kain yang kuat, dan dalam busana ini ia tampak lebih seperti seorang badut daripada orang yang religius! Mereka tinggal di alam terbuka, tetapi kadang naik ke atas mimbar gereja-gereja, mengganggu kumpulan orang taat dan mengusir pengkhotbah mereka, dan mereka pernah meletakkan seorang anak kecil di atas takhta uskup di Gereja Sant'Orso di Ravenna. Dan mereka menyatakan diri mereka sendiri pewaris dari doktrin Joachim dari Floris
"Tetapi begitu pula orang Fransiskan," kataku, "dan juga Gerard dari Borgo San Donnino, dan Anda, juga!" aku menjerit.
"Tenang, Anakku. Joachim dari Floris adalah seorang nabi besar dan ia yang pertama memahami bahwa Fransiskus bakal memulai pembaruan gereja. Tetapi para Rasul Palsu menggunakan doktrinnya untuk membenarkan ketololan mereka. Segarelli mengajak seorang rasul perempuan, Tripia entah Ripia, yang dinyatakan sebagai punya bakat meramal. Seorang perempuan, kau paham""
"Tetapi Bapa," aku berusaha untuk menentang, "malam itu Anda sendiri bicara tentang kesalehan Clare dari Montefalco dan Angela dari Foligno
"Mereka orang saleh! Mereka hidup dengan kerendahan diri, mengakui kekuatan gereja; mereka


The Name Of The Rose Karya Umberta Eco di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tidak pernah menyatakan punya bakat meramal! Tetapi para Rasul Palsu itu mengatakan bahwa perempuan boleh berkhotbah dari satu kota ke lain kota, seperti juga dikatakan oleh banyak orang bidah lainnya. Dan mereka tidak mengakui perbedaan antara orang yang menikah dan yang tidak menikah, juga tidak ada kaul yang dianggap berlaku seumur hidup.
Pendek kata, untuk tidak terlalu menggelisahkan kau dengan cerita menyedihkan yang seluk-beluknya tidak bisa kaupahami dengan baik, Uskup Obizzo dari Parma akhirnya memutuskan untuk memasukkan Gherardo ke balik jeruji. Tetapi terjadi hal-hal aneh yang membuat kau tahu betapa lemahnya sifat manusia, dan betapa busuk benih kebidahan itu. Karena ujung-ujungnya, Uskup itu membebaskan Gherardo dan mengajaknya bersantap, tertawa mendengar ocehannya, dan mengangkatnya sebagai badutnya."
"Tetapi mengapa""
"Aku tidak tahu atau, tepatnya, kukira aku tidak tahu. Uskup itu seorang bangsawan dan tidak menyukai saudagar dan tukangtukang di kota. Mungkin ia tidak keberatan kalau Gherardo melawan mereka dengan khotbahnya tentang kemiskinan, atau tidak peduli bahwa dari mengemis sedekah Gherardo melanjutkan dengan merampok.
Tetapi akhirnya Paus campur tangan, dan tindakan Uskup itu jadi keras sekali, dan Gherardo berakhir dengan dibakar sebagai seorang bidah yang tak bisa diampuni. Itu terjadi pada awal abad
ini." "Dan apa hubungannya semua ini dengan Fra Dolcino""
"Mereka berkaitan, dan ini m
enunjukkan kepadamu bagaimana kebidahan terus hidup bahkan setelah seorang bidah dimusnahkan.
Dolcino ini adalah seorang imam bajingan, tinggal di diosese Novara, bagian dari Italia ini, agak jauh ke utara. Ia seorang pemuda yang cerdas dan dididik dalam kesusastraan, tetapi ia mencuri dari imam yang memberinya rumah dan lari ke arah timur, ke kota Trent.
Dan di sana ia mengulangi khotbah Gherardo,
tetapi dalam nada yang lebih bidah, dengan menyatakan bahwa ia adalah satu-satunya rasul Tuhan dan bahwa segala sesuatu harus sama dalam cinta, dan bahwa sah untuk tidur dengan semua perempuan tanpa membeda-bedakan, karenanya tak ada yang dapat dituduh berzina, bahkan jika ia meniduri seorang istri sekaligus putrinya
"Apa ia memang berkhotbah tentang hal-hal seperti itu, atau ia hanya dituduh berkhotbah seperti itu" Saya sudah mendengar bahwa kaum Spiritual, seperti para rahib dari Montefalco, dituduh melakukan kejahatan yang serupa
"De hoc Satis, "["Tentang hal ini, cukup"- penerj.] tukas Ubertino sambil membentak. "Mereka bukan rahib lagi. Mereka bidah. Dan dikotori oleh Fra Dolcino sendiri. Dan, lebih jauh lagi, dengarkan: kalau tahu apa yang dilakukan Fra
Dolcino sesudah itu, sudah cukup untuk mengatakan bahwa ia orang jahat. Bagaimana ia jadi kenal baik dengan ajaran Rasul Palsu, aku justru tidak tahu. Mungkin waktu muda ia mampir ke Parma dan mendengar tentang Gherardo. Orang sudah tahu bahwa di kawasan Bologna ia tetap berhubungan dengan orang-orang bidah itu setelah Segarelli meninggal. Dan jelas diketahui bahwa ia memulai khotbahnya di Trent. Di sana ia merayu seorang gadis amat cantik dari keluarga terhormat, Margaret, atau justru gadis itu yang merayunya, seperti Heloise merayu Abelard, karena jangan lupa Iblis merasuki hati lelaki lewat perempuan! Pada waktu itu, Uskup Trent mengusirnya dari dioses itu, tetapi waktu itu Dolcino telah mengumpulkan seribu pengikut. Dan ia mulai melakukan suatu perjalanan panjang, yang membawanya kembali ke wilayah tempat kelahiranku. Dan sepanjang jalan banyak orang tertipu yang bergabung dengannya, teperdaya oleh kata-katanya, dan mungkin banyak orang bidah Waldensian yang tinggal di pegunungan yang ia lewati juga bergabung dengannya, atau dia sendiri ingin bergabung dengan kaum Waldensian dari bagian utara negeri ini. Sesampainya di kawasan Novara, Dolcino menemukan suatu situasi yang menguntungkan bagi pemberontakannya, karena budak-budak yang menguasai kota Gattinara atas nama Uskup Vercelli telah diusir oleh penduduk, yang kemudian menyambut baik kelompok Dolcino yang liar itu sebagai sekutu mereka yang pantas."
"Apa yang telah dilakukan budak-budak Uskup
itu"" "Aku tidak tahu, dan aku tidak berhak mengadili. Tetapi seperti kau lihat, dalam banyak kasus kebidahan berpadu dengan pemberontakan melawan bangsawan, dan inilah sebabnya orang bidah mulai dengan berkhotbah tentang Madonna Papa, dan kemudian jatuh menjadi mangsa semua godaan kekuasaan, perang, kekerasan. Ada suatu pertikaian di antara keluarga-keluarga tertentu di kota Vercelli, dan Rasul Palsu mengambil keuntungan dari situ, dan keluarga-keluarga ini memanfaatkan kekacauan yang ditimbulkan oleh Rasul Palsu. Para bangsawan feodal menyewa tentara bayaran untuk merampok penduduk, dan penduduk minta perlindungan kepada Uskup Novara."
"Suatu cerita yang rumit. Tetapi Dolcino ada di pihak yang mana""
"Aku tidak tahu; ia merupakan fraksi tersendiri: ia masuk ke dalam semua pertikaian dan memanfaatkan semua itu sebagai kesempatan untuk berkhotbah tentang perjuangan atas nama kemiskinan melawan kepemilikan pribadi. Dolcino dan para pengikutnya, yang sekarang berkekuatan tiga ribu, berkemah di suatu bukit dekat Novara yang dikenal sebagai Gunung Bald, dan mereka membangun gubuk-gubuk dan benteng, dan Dolcino memerintah semua lelaki dan perempuan yang jumlahnya banyak itu, yang hidup dalam perzinaan paling memalukan. Dari sana mereka mengirim surat kepada para pengikutnya setianya, yang di
dalamnya ia menguraikan doktrin kebidanannya.
Ia mengatakan dan menulis bahwa cita-cita mereka adalah kemiskinan dan mereka tidak
terikat pada sumpah ketaatan eksternal apa saja, dan bahwa dia, Dolcino, telah dikirim oleh Tuhan untuk merusak meterai ramalan dan memahami tulisan dari Perjanjian Lama dan Baru. Dan ia menyebut pejabat gereja sekular pengkhotbah dan kaum Minorit menteri-menteri Iblis, dan setiap orang ia bebaskan dari tugas menaati mereka. Dan ia memperkenalkan empat zaman dalam kehidupan umat Tuhan: Pertama adalah zaman dari Perjanjian Lama, zaman para bapa bangsa dan nabi, sebelum kedatangan Kristus, ketika perkawinan adalah baik karena umat Tuhan harus bertambah banyak. Yang kedua adalah zaman Kristus dan para rasul, dan ini adalah zaman kesucian dan kemurnian. Lalu datang zaman ketiga, ketika paus untuk pertama kali mau menerima kekayaan duniawi dalam rangka memerintah umat, tetapi kemudian umat manusia mulai menyimpang dari cinta kepada Tuhan, Benediktus datang, dan bicara menentang semua harta milik duniawi. Lalu, ketika rahib Benediktin juga mengumpulkan kekayaan lagi, datang rahib Santo Fransiskus dan Santo Dominikus, justru lebih keras daripada rahib Benediktin dalam berkhotbah menentang kekuasaan dan kekayaan duniawi. Tetapi akhirnya sekarang, ketika kehidupan begitu banyak wali gereja mulai menentang lagi semua ajaran yang baik, kita telah mencapai zaman ketiga, dan adalah penting untuk mengikuti ajaran para Rasul itu."
"Kalau begitu, Dolcino mengkhotbahkan hal-hal yang sudah dikhotbahkan kaum Fransiskan, dan di kalangan Fransiskan, khususnya kaum Spiritual, dan Anda sendiri, Bapa!"
"Oh, ya, tetapi ia mengambil suatu silogisme durhaka dari mereka!
Ia katakan bahwa untuk mengakhiri zaman korupsi ketiga ini, semua pejabat gereja, rahib, dan imam harus mengalami kematian yang amat sadis; ia katakan bahwa semua wali gereja, semua pejabat gereja, biarawati, lelaki dan perempuan religius, semua yang termasuk ordo-ordo pengkhotbah dan kaum Minorit, petapa, dan bahkan Paus Bonifasius, harus dibinasakan oleh Kaisar yang sudah dia, Dolcino, pilih, dan itu adalah Frederik dari Sisilia."
"Tetapi bukankah Frederik yang sama itu menerima dengan baik kaum Spiritual yang diusir dari Umbria di Sisilia, dan bukankah kaum Minorit yang memohon agar Kaisar, meskipun sekarang, Kaisar Louis, menghancurkan kekuasaan duniawi Paus dan para kardinal""
"Itu ciri kebidahan, atau kegilaan, bahwa ini mengubah pikiran paling betul dan mengarahkannya kepada konsekuensi yang berlawanan dengan hukum Tuhan dan Manusia. Orang Minorit tidak pernah minta Kaisar untuk membunuh biarawan lainnya."
Sekarang aku tahu bahwa Ubertino keliru. Karena, beberapa bulan kemudian, ketika orang Bavaria itu, Marsilius, dan orang Minorit lainnya
mendirikan ordonya sendiri di Roma, mereka melakukan persis apa yang diminta untuk dilakukan oleh Dolcino terhadap orang orang religius yang setia kepada Paus. Dengan ini aku tidak bermaksud mengatakan bahwa Dolcino betul; jika ada apaapa yang terjadi, Marsilius sama bersalahnya. Tetapi aku jadi mulai ingin tahu, terutama setelah percakapan petang itu dengan William, apa mungkin orang biasa yang mengikuti Dolcino bisa membedakan antara janji-janji kaum Spiritual dan pemenuhan janjijanji itu oleh Dolcino. Apa tidak mungkin ia bersalah karena telah mempraktikkan apa yang kemungkinan telah dikhotbahkan oleh orang ortodoks, dalam suatu gaya mistik murni" Atau bisa jadi di situ letak perbedaannya" Apakah kesucian meliputi penantian sampai Tuhan memberi kepada kita apa yang telah dijanjikan oleh santo-santo-Nya, tanpa kita berusaha mendapatkannya lewat caracara duniawi Sekarang aku tahu ini masalahnya dan aku tahu mengapa Dolcino keliru: urutan hal-hal tidak boleh diubah, bahkan jika kita harus dengan penuh gairah berharap akan perubahannya.
Tetapi malam itu aku berada dalam cengkeraman pikiran-pikiran yang bertentangan.
"Akhirnya," kata Ubertino kepadaku, "kau selalu menemukan tanda kebidahan dalam kesombongan. Dalam suratnya yang kedua, tahun 1303, Dolcino mengangkat dirinya sendiri sebagai pemimpin tertinggi kongregasi Apostolik, dan mengangkat Margaret yang durhaka itu seorang perempuan dan
Longinus dari Bergamo, Frederick dari N
ovara, Albert Carentinus, dan Walderick dari Brescia sebagai letnan-letnannya. Dan dengan penuh semangat ia mulai memuji sederet paus yang berikutnya, dua baik yang pertama dan terakhir dan dua jahat, yang kedua dan ketiga. Yang pertama adalah Celestine, yang kedua adalah Bonifacius VIII, yang tentang dia para nabi mengatakan, 'Keangkuhan dalam hatimu telah merendahkan dirimu, Oh, kau yang hidup dalam celah-celah batu karang.' Paus yang ketiga tidak punya nama, tetapi tentang dia Jeremiah sudah tentu mengatakan, 'Itu, seperti seekor singa'. Dan mengerikan! Dolcino mengenali singa di dalam Frederick dari Sisilia. Bagi Dolcino, paus keempat itu masih belum diketahui, dan ia akan menjadi Paus Santo, Paus Malaikat yang sudah disebutkan oleh Abbas Joachim. Ia akan dipilih oleh Tuhan, dan kemudian Dolcino dan semua orangnya (yang saat itu sudah empat ribu) akan bersama-sama menerima kemuliaan dari Roh Kudus, dan ini akan memperbarui gereja sampai akhir dunia. Tetapi dalam tiga tahun setelah kedatangannya, semua kejahatan seharusnya sudah dilenyapkan. Dan Dolcino ini berusaha melakukannya, dengan mengadakan peperangan di mana-mana. Dan Paus keempat, dan di sini kau akan menyaksikan bagaimana Iblis mengejek keakrabannya, ternyata Clemens V, yang menyatakan perang terhadap Dolcino. Dan itu betul, karena dalam suratnya waktu itu Dolcino mempertahankan teori-teori yang tidak dapat direkonsiliasi dengan kekolotan. Dolcino
menyebut gereja seorang pelacur, mengatakan bahwa ketaatan bukan tugas imam, bahwa semua Rasul spiritual sekarang telah diserahkan kepada sekte Para Rasul, bahwa hanya Para Rasul yang mewakili gereja baru, Para Rasul bisa membatalkan ikatan perkawinan, tak seorang pun akan diselamatkan kecuali menjadi anggota sekte itu, tak ada paus yang bisa mengabsolusi dosa, zakat tidak perlu dibayar, suatu kehidupan tanpa sumpah lebih sempurna daripada hidup dengan sumpah, dan suatu gereja yang sudah ditahbiskan tidak berguna untuk berdoa, tidak lebih daripada sebuah kandang kuda, dan Kristus dapat dipuja di hutan sekaligus di dalam gereja."
"Apa dia sungguh-sungguh bilang begitu""
"Tentu saja, ini pasti. Ia menuliskannya. Tetapi sayangnya ia berbuat lebih buruk lagi. Setelah menetap di Gunung Bald, ia mulai merampok desa-desa di lembah, menyerang mereka untuk mendapatkan persediaan makanan mengobarkan peperangan, pendek kata, memerangi kota-kota terdekat."
"Apa semua melawannya""
"Kita tidak tahu. Mungkin ia menerima dukungan dari beberapa; sudah kukatakan kepadamu bahwa ia telah melibatkan dirinya sendiri dalam simpul kusut pertikaian setempat. Sementara itu musim dingin tiba, tahun 1305, salah satu musim paling keras dalam dekade belakangan ini, dan di mana-mana terjadi kelaparan.
Dolcino mengirim surat ketiga kepada pengi-
kutnya, dan banyak lagi yang bergabung dengannya, tetapi kehidupan di atas bukit itu tidak tertahankan lagi, dan mereka menjadi begitu lapar sampai makan daging kuda dan binatang lainnya, dan merebus rumput. Dan banyak yang mati."
"Tetapi mereka sekarang perang lawan siapa""
"Uskup Vercelli sudah memohon kepada Clemens V, dan telah diadakan upaya pemberantasan orang bidah. Indulgensi penuh diberikan kepada siapa saja yang ikut ambil bagian dalam upaya itu, dan Louis dari Savoy, para inkuisitor dari Lombardy, Uskup Agung Milan, terdorong untuk bertindak. Banyak yang mengangkat salib untuk membantu penduduk Vercelli dan Novara, bahkan dari Savoy, Provence, Prancis; dan Uskup Vercelli menjadi komandan tertinggi.
Terjadi pertempuran terus-menerus antara barisan depan kedua pasukan itu, tetapi benteng Dolcino tidak bisa ditembus, dan entah bagaimana orang jahat itu menerima bantuan."
"Dari siapa""
"Aku yakin dari orang-orang jahat lainnya, yang senang menimbulkan kekacauan ini. Menjelang akhir 1305, bagaimanapun juga, si bidah ini terpaksa meninggalkan Gunung Bald, sambil meninggalkan yang sakit dan luka, dan pindah ke dalam kawasan Trivero, di mana ia mengurung dirinya sendiri di atas sebuah gunung yang waktu itu bernama Zubello dan kelak dikenal sebagai Gunung Rubello atau Rebello, karena pernah
menjadi benteng pertahanan para pemberontak gereja. Bagaimanapun juga, aku
tidak bisa menceritakan segala sesuatu yang terjadi. Terjadilah pembantaian mengerikan, tetapi akhirnya para pemberontak itu terpaksa menyerah, Dolcino dan orang-orangnya ditangkap, dan secara adil mereka berakhir di api pembakaran."
"Juga Margaret yang cantik""
Ubertino memandangku. "Jadi, kau ingat bahwa dia cantik" Kata orang, dia memang cantik, dan banyak tuan tanah setempat berusaha mengambilnya menjadi istri untuk menyelamatkannya dari hukum bakar. Tetapi Margaret menolak; dia mati secara tidak sopan bersama kekasihnya yang tidak sopan itu. Dan biarlah ini jadi pelajaran bagimu: hati-hati kepada pelacur Babylon, bahkan jika ia mengambil bentuk makhluk yang paling indah."
"Tetapi sekarang katakan kepadaku, Bapa, saya dengar kepala gudang biara ini, dan mungkin juga Salvatore, bertemu dengan Dolcino dan entah bagaimana bersama dia
"Jangan bicara keras-keras! Jangan membuat pernyataan tergesagesa.
Aku menemukan penjaga gudang itu di biara
Minorit. Aku tidak tahu di mana Remigio sebelum itu.
Aku tahu ia selalu seorang rahib yang baik, paling
sedikit dari sudut pandangan kekolotan. Akan
halnya yang selebihnya, astaga, daging itu lemah..."
"Apa maksud Bapa""
"Itu bukan hal-hal yang seharusnya kauketahui." Ia menarikku lebih dekat lagi, sambil memelukku dan menuding ke arah patung Sang
Perawan. "Kau harus diperkenalkan kepada cinta tak bernoda.
Itulah dia, yang di dalam dirinya femininitas sudah dibuat sublim. Inilah sebabnya kau menyebutnya cantik, seperti kekasih dalam Kidung Agung. Dalam dia," katanya, wajahnya terbawa oleh suatu degup jantungnya, seperti Abbas itu ketika membicarakan tentang permata dan emas dari gudangnya kemarin. "Dalam dia, keanggunan tubuh itu justru merupakan simbol dari orang-orang cantik di surga, dan inilah sebabnya pemahat telah menggambarkannya dengan semua keanggunan yang seharusnya menghiasi seorang perempuan." Ia menuding ke arah dada Perawan itu yang ramping, diangkat tinggi dan diperketat oleh korset yang diikat kencang, yang dipakai main-main oleh tangan kecil Anak itu. "Kau lihat" Seperti dikatakan para doktor: Indahnya payudara, yang mungil, dan mekar sedang-sedang saja, ditekan tetapi tidak melesak .... Bagaimana perasaanmu di depan penampakan paling cantik ini""
Aku amat tersipu, sementara merasa diriku sendiri seolah diaduk oleh api di dalam diriku. Ubertino pasti menyadari hal ini, atau mungkin ia melihat sekilas pipiku yang merona, karena ia cepat-cepat menambahkan, "Tetapi kau harus belajar membedakan api cinta supraalami dari pesona indrawi. Ini sukar, bahkan bagi para santo."
"Tetapi bagaimana cinta yang baik bisa dikenali"" tanyaku sambil gemetaran.
"Apa cinta itu" Tidak ada sesuatu pun di dunia,
baik manusia maupun Iblis atau apa saja, yang kuanggap mencurigakan sebagai halnya cinta, karena cinta menembus jiwa lebih dari apa saja yang lainnya. Tidak ada keberadaan yang begitu memenuhi dan mengikat hati seperti halnya cinta. Oleh karena itu, kalau kau tidak punya senjata untuk menundukkannya, jiwamu tercebur melalui cinta ke dalam suatu jurang yang amat luas. Dan aku yakin tanpa rayuan Margaret, Dolcino sendiri tidak mungkin terkutuk, dan tanpa kehidupan di atas Gunung Bald yang tidak tenteram dan diisi dengan hubungan seks bebas, hasrat memberontak yang dirasakannya akan lebih kecil. Jangan lupa, aku tidak hanya mengatakan hal-hal ini tentang cinta yang jahat, yang tentu saja semua harus mengutuk sebagai suatu pekerjaan Iblis; aku mengatakan ini pula, dengan rasa amat takut, tentang hubungan cinta yang baik antara Tuhan dan manusia, antara manusia dan tetangganya, saling mengasihi dengan tulus dan sungguh timbal-balik, cinta yang khusus, dan hasrat untuk selalu hidup berdekatan, dan apa yang diinginkan satu pihak, diinginkan pula oleh pihak lain. Dan aku mengakui bahwa aku merasakan sesuatu dari cinta semacam itu terhadap para perempuan paling suci, seperti Angela dan Clare.
Yah, itu, juga, bisa dianggap salah, meskipun cinta itu spiritual dan terjadi dalam nama Tuhan .... Karena,
meskipun cinta dirasakan oleh jiwa, jika tidak dipersenjatai sebelumnya, jika dirasakan dengan mesra, maka akan jatuh, atau berlanjut ke
dalam kekacauan. Oh, cinta punya berbagai sifat: pertama jiwa menjadi makin lembut, kemudian pedih
tetapi kemudian terasa kehangatan yang sebenarnya dari cinta suci dan menjerit dan mengerang dan menjadi seperti batu dilemparkan ke dalam perapian sampai remuk menjadi kapur, dan retak, dijilat oleh nyala
"Dan ini cinta yang baik""
Ubertino mengusap kepalaku, dan ketika aku memandangnya, aku melihat matanya berkaca-kaca. "Ya, ini, akhirnya, adalah cinta yang baik." Ia melepaskan tangannya dari bahuku. "Tetapi betapa sukarnya ini," tambahnya, "betapa sukarnya dibedakan dari cinta lainnya. Dan kadang-kadang, kalau Iblis menggoda jiwamu, kau merasa seperti seseorang yang digantung dengan tali di leher dengan kedua tangan diikat di belakang dan mata ditutup, pada tiang penggantungan dan toh tetap hidup, tanpa ada yang membantu, mendukung, menghibur, terus berayun-ayun di udara kosong
Wajahnya tidak hanya basah oleh air mata, tetapi juga ditambah sedikit peluh. "Sekarang, pergilah," katanya cepat-cepat. "Aku sudah menceritakan apa yang ingin kauketahui. Di sebelah sini adalah tempat koor para malaikat; di sebelah sana, lubang neraka menganga, pergilah, dan terpujilah Allah." Ia kembali berlutut di hadapan Sang Perawan, dan aku mendengarnya menangis pelan. Ia mulai berdoa.
AKU tidak meninggalkan gereja. Percakapan dengan Ubertino telah menyalakan dalam sema-
ngatku, dan dalam rongga perutku, suatu api aneh dan suatu kegelisahan yang tidak bisa dijelaskan. Mungkin untuk alasan ini, aku jadi ingin memberontak dan memutuskan untuk kembali ke perpustakaan sendirian. Aku sendiri tidak tahu apa yang mau kucari. Aku ingin menggali sendiri suatu tempat tak dikenal; aku terpesona oleh gagasan untuk mampu mengorientasi diriku sendiri di sana tanpa bantuan guruku. Aku mendaki anak tangga bagaikan Dolcino mendaki Gunung Rubello.
Aku membawa sebuah lampu (mengapa aku telah membawanya apakah aku sudah sampai pada rencana rahasia ini") dan aku memasuki osarium dengan mata hampir terpejam. Tidak lama kemudian aku sudah berada dalam skriptorium.
Aku yakin itu malam yang fatal, karena waktu aku berkeliling di antara meja-meja, sekilas aku melihat satu meja yang di atasnya terbuka sebuah naskah yang selama ini tengah disalin oleh seorang rahib: Historia fratris Dulcini Heresiarche. Aku yakin ini meja Peter dari Sant' Albano, yang kata orang sedang menulis suatu sejarah besar kebidahan (setelah apa yang telah terjadi dalam biara itu, tentu saja ia berhenti menuliskannya tetapi kita tidak boleh mendahului cerita ini). Oleh karenanya, lazim kalau teks itu berada di sana, dan bersamanya ada teks-teks lain tentang berbagai masalah, tentang kaum Patarin dan kaum pengemis.
Tetapi aku menganggap keadaan ini sebagai suatu tanda supraalami, entah surgawi atau jahat, aku masih tidak tahu, dan dengan penuh rasa ingin
tahu aku membungkuk untuk membaca tulisan itu. Belum terlalu panjang, dan di sana aku juga menemukan apa yang belum diceritakan Ubertino kepadaku, jelas diceritakan oleh seseorang yang telah menyaksikan semua dan yang imajinasinya masih kuat.
Aku jadi tahu bahwa, pada bulan Maret 1307, pada hari Sabtu Suci, Dolcino, Margaret, dan Longinus, akhirnya ditangkap, dibawa ke kota Biella dan diserahkan kepada Uskup, yang sedang menunggu keputusan Paus. Ketika mendengar berita itu, Paus tersebut menyampaikannya kepada Raja Philip dari Prancis, dengan menulis: "Kami telah menerima berita yang paling dinantikan, penuh kegembiraan dan sukaria, karena iblis yang mengganggu itu, anak Belial, orang bidah paling mengerikan, Dolcino, setelah begitu banyak bahaya, upaya panjang, pembantaian, dan pertempuran, akhirnya dimasukkan penjara kita bersama pengikut-pengikutnya berkat saudara kita yang mulia, Ranier, Uskup Vercelli, ditangkap pada hari perjamuan terakhir Tuhan kita; dan banyak sekali orang yang bersamanya, yang terinfeksi oleh penyakit menular itu, dibunuh pada hari yang sama itu." Tanpa belas kasihan terhada
p para tawanan itu, Paus tersebut memerintahkan Uskup untuk menghukum mati mereka. Kemudian, pada bulan Juli tahun yang sama, hari pertama bulan itu, para bidah tersebut diserahkan ke tangan sekular. Pada saat lonceng kota berbunyi dengan gembira, orangorang bidah itu dinaikkan ke atas gerobak,
dikelilingi oleh para algojo, diikuti pasukan tentara, dan dibawa berkeliling kota, dan di setiap sudut, orang-orang dengan sepit merah membara menusuki kulit orang-orang bersalah itu. Margaret terbakar lebih dulu, baru kemudian Dolcino, yang tidak menggerakkan satu pun otot wajahnya, persis seperti ia tidak mengerang sedikit pun waktu sepit-sepit itu menusuk tangan dan kakinya. Kemudian gerobak itu berjalan terus, sementara para algojo memasukkan batang besi mereka ke dalam wadah-wadah berisi arang menyala. Dolcino mengalami siksaan lagi dan tetap diam, meskipun ketika mereka memotong hidungnya ia agak mendongak, dan waktu mereka menusuk anggota kelaki-lakiannya ia mengaduh panjang, seperti erangan.
Hal terakhir yang ia katakan kedengaran tajam, karena ia memperingatkan bahwa ia akan bangkit pada hari ketiga. Kemudian ia dibakar dan abunya disebarkan bersama angin.
Aku melipat naskah itu dengan tangan gemetaran. Aku sudah dengar bahwa Dolcino telah melakukan banyak kejahatan, tetapi ia sudah dibakar secara mengerikan sampai mati. Dan di tiang pembakaran ia telah bersikap ... bagaimana" Dengan ketabahan para martir atau dengan keangkuhan orang terkutuk" Sementara aku terhuyung-huyung mendaki anak tangga ke perpustakaan, aku menyadari mengapa aku begitu sedih. Tiba-tiba aku ingat adegan yang baru beberapa bulan sebelumnya telah kusaksikan, tidak lama
setelah aku tiba di Tuskania. Aku sungguh ingin tahu, mengapa waktu itu sudah aku hampir melupakannya, seakan-akan jiwaku yang sakit selama ini ingin menghapus suatu kenangan yang membebaniku bagaikan mimpi buruk. Atau, lebih tepatnya, aku belum melupakannya, karena setiap kali aku mendengar pembicaraan tentang Fraticelli, aku melihat lagi adegan-adegan kejadian itu, tetapi aku mendorongnya lagi turun ke dalam ceruk jiwaku, seolah-olah menyaksikan kengerian itu adalah dosa.
Aku pertama kali mendengar pembicaraan tentang Fraticelli pada hari-hari ketika, di Florence, aku menyaksikan seseorang dihukum bakar. Itu tidak lama sebelum aku bertemu Bruder William di Pisa.
Ia telah menunda kedatangannya di kota itu, dan ayahku mengizinkan aku mengunjungi Florence, yang konon gereja-gerejanya dipuji sebagai paling indah. Aku berjalan-jalan di seputar Tuskania, untuk belajar bahasa Italia kampungan secara lebih baik, dan akhirnya aku tinggal seminggu di Florence, karena sudah mendengar banyak orang membicarakan tentang kota itu dan aku ingin mengetahuinya.
Demikianlah, maka ketika baru saja tiba, aku mendengar akan dilaksanakannya suatu pengadilan besar yang membuat seluruh kota gelisah. Seorang bidah Fraticello, dituduh melakukan kejahatan menentang agama dan diseret di depan uskup dan pejabat gereja lainnya, akan diajukan ke depan
inkuisisi yang keras. Dan, dengan mengikuti mereka yang menceritakan kepadaku tentang itu, aku pergi ke tempat di mana pengadilan itu akan dilaksanakan, karena banyak yang bilang bahwa imam ini, namanya Michael, sungguhsungguh seorang suci yang telah berkhotbah tentang pengampunan dan kemiskinan, dengan mengulangi kata-kata Santo Fransiskus.
Michael telah diajukan ke depan para hakim akibat dendam beberapa perempuan tertentu yang, dengan pura-pura mengaku dosa kepadanya, lalu menghubungkan sikap-sikap kebidahan dengannya; dan dia memang diseret oleh orang-orang uskup itu dari dalam rumah para perempuan yang sama. Kenyataan ini membuatku heran, karena orang gereja seharusnya tidak boleh memberikan sakramen di tempat yang tidak memadai seperti itu; tetapi ini kelihatannya merupakan kelemahan dari Fraticelli, kegagalan untuk mempertimbangkan tempat yang memadai secara tepat, dan mungkin ada suatu kebenaran dalam kepercayaan umum yang menganggap mereka tidak hanya bidah tetapi juga berperilaku membingungkan (seperti kaum Kataris yang dituduh sodomit dan perampok)
. Aku tiba di Gereja San Salvatore, tempat inkuisisi itu tengah berlangsung, tetapi tidak bisa masuk karena banyak sekali orang di luar gereja. Bagaimanapun juga, beberapa orang telah melompat untuk meraih jeruji jendela-jendela dan sambil bergantung di sana, bisa melihat dan mendengar apa yang tengah terjadi, dan mereka
melaporkannya kepada mereka yang di bawah. Para inkuisitor mulai membacakan catatan tentang pengakuan yang telah dibuat Bruder Michael sehari sebelumnya. Menurut catatan itu, Michael mengatakan bahwa Kristus dan rasul-rasulnya "secara individual maupun secara bersama-sama tidak menganggap apa saja sebagai harta mereka", tetapi Michael memprotes bahwa notulis sekarang telah menambahkan "banyak konsekuensi palsu" dan Michael menjerit (ini kudengar sendiri dari luar), "Kalian harus membela diri sendiri pada hari kiamat!" Tetapi para inkuisitor itu membacakan pengakuan tersebut menurut apa yang sudah mereka susun, dan akhirnya menanyakan kepada Michael apakah dengan rendah hati ia mau mengikuti opini Gereja dan semua orang kota. Dan aku mendengar Michael berteriak dalam suara keras bahwa ia ingin mengikuti apa yang ia percayai, yakni bahwa ia "ingin Kristus tetap miskin dan disalib, dan Paus Yohanes XXII adalah seorang bidah karena mengatakan yang sebaliknya." Terjadi perdebatan seru, yang di dalamnya para inkuisitor, banyak dari mereka rahib Fransiskan, berusaha keras membuat Michael paham bahwa Kitab Suci tidak mengatakan seperti apa yang dikatakan Michael, dan Michael menuduh mereka mengingkari Regula ordo mereka sendiri. Dan mereka menyerang dengan bertanya apakah Michael mengira ia lebih memahami Kitab Suci daripada mereka yang memang pakar. Dan Fra Michael, memang bandel, menantang mereka, sehingga mereka mulai memancingnya dengan
kalimat seperti "Kalau begitu, kami ingin kau menganggap Kristus seorang pemilik harta kekayaan dan Paus Yohannes adalah seorang Katolik dan orang suci." Dan Michael, tak tergoyahkan, berkata, "Bukan, seorang bidah." Dan mereka mengatakan bahwa mereka belum pernah melihat siapa saja yang kukuh dalam kekejiannya sendiri. Tetapi di antara orang banyak di luar gedung itu aku mendengar banyak yang membandingkannya dengan Kristus di hadapan kaum Farisi, dan aku menyadari bahwa banyak di antara orang yang berkumpul itu percaya akan kesucian imam Michael.
Akhirnya, orang-orang uskup mengembalikannya ke balik jeruji besi penjara. Dan malam itu aku mendengar bahwa banyak rahib, teman-teman uskup itu, telah datang untuk mengejek Michael dan membujuknya untuk mencabut kembali pengakuannya, tetapi ia menjawab seperti seseorang yang yakin akan kebenarannya sendiri. Dan kepada masing-masing dari mereka, ia mengulangi bahwa Kristus itu miskin, dan bahwa Santo Fransiskus dan Santo Dominikus juga telah mengatakan begitu, dan bahwa jika untuk mengakui opini yang betul itu ia harus dikutuk ke pancang pembakaran, justru lebih baik, karena dalam waktu singkat ia akan bisa membuktikan apa yang dijelaskan oleh Kitab Suci, kedua puluh empat tua-tua dari Kitab Wahyu dan Yesus Kristus dan Santo Fransiskus dan para martir yang jaya. Dan konon ia berkata, "Jika kita membaca doktrin dari Abbas-abbas suci tertentu yang sedemikian rupa bersemangat, betapa kita
seharusnya lebih bersemangat dan bergembira untuk menginginkan tinggal di tengah mereka"" Dan setelah mengadakan percakapan semacam itu, para inkuisitor meninggalkan penjara dengan wajah murung, sambil berteriak dengan jengkel (dan aku mendengar ini), "Iblis telah merasukinya!"
Keesokan harinya kami mendapat berita bahwa keputusan sudah diumumkan; aku pergi ke istana uskup, di mana aku dapat melihat perkamen itu, dan aku menyalinnya dalam buku catatanku.
Keputusan ini dimulai dengan: "In nomine Domini amen. Hec est quedam condemnatio corporalis et sententia condemnationis corporalis lata, data et in hiis scriptis sententiaiiter pronum-ptiata et promulqata ...,"["Dalam nama Tuhan, amin. Ini adalah keputusan hukuman badan yang dijatuhkan, diberikan dan dinyatakan dengan rumusan hukum dalam dokumen ini dan disebarluaskan"- penerj.] dan seterusnya
, dan dilanjutkan dengan suatu deskripsi keras tentang dosa dan kejahatan dari Michael tersebut; di antaranya ada satu yang menurutku amat keji, meskipun aku tidak tahu (mengingat cara pengadilan itu) apakah ia benar-benar menegaskan ini, tetapi dikatakan, secara ringkas, bahwa Minorit tersebut di atas, telah menyatakan bahwa Santo Thomas Aquinas bukan seorang santo dan tidak menikmati penyelamatan kekal, tetapi sebaliknya, terkutuk dan berada dalam kutukan abadi! Dan keputusan itu diakhiri, dengan menetapkan hukuman, karena terdakwa tidak mau memperbaiki cara-caranya:
Idcirco, dictum Johannem vocatum fratrem Micchaelem hereticum et scismaticum quod ducatur ad locum iustitie consuetum, et ibidem igne et flammis igneis accensis concremetur et comburatur, ita quod penitus moriatur et anima a corpore separetur.[Maka dari itu diputuskan Yohanes yang dipanggil Frater Michael adalah bidah dan skismatik, kala ia harus dibawa ke tempat pengadilan yang biasa dan di sana hendaklah dibakar dan dihanguskan dengan api dan nyala api sedemikian rupa sehingga yang dihukum itu betul-betul mati dan jiwanya terpisah dari badannya- penerj.] Dan setelah keputusan itu diumumkan, lebih banyak orang yang datang ke penjara dan memperingatkan Michael akan apa yang bakal terjadi, dan waktu itu aku mendengar mereka mengatakan, "Bruder Michael, tudung dan mantel sudah dibuat, dan sudah ditulisi Fraticelli ditemani iblis." Untuk menakut-nakutinya, mereka memaksa agar akhirnya ia mencabut kembali pengakuannya. Tetapi Bruder Michael berlutut dan berkata, "Aku percaya bahwa di samping pembakaran itu akan berdiri bapa kita Fransiskus, dan lebih jauh aku percaya bahwa akan ada Yesus dan para rasul, martir Bartolomeus dan Antonius yang jaya." Itu adalah caranya menolak tawaran para inkuisitor untuk terakhir kalinya.
Keesokan harinya aku, juga, berada di atas jembatan di depan istana uskup, di mana para inkuisitor telah berkumpul: Bruder Michael masih dalam kurungan besi, dibawa untuk menghadap mereka.
Salah seorang pengikut setianya berlutut di hadapannya untuk menerima berkatnya, dan
pengikut ini diseret oleh orang-orang bersenjata dan langsung dimasukkan penjara. Setelah itu, sekali lagi para inkuisitor membacakan lagi keputusan tersebut kepada orang terkutuk itu dan sekali lagi menanyakan apa Michael ingin menyesal. Setiap kali keputusan itu menyebutkan bahwa ia seorang bidah, Michael menjawab, "Aku bukan bidah; pendosa, ya, tetapi Katolik," dan ketika teks itu menyebutkan "Paus Yohanes XXII yang suci dan paling mulia," Michael menjawab, "Bukan, seorang bidah."
Kemudian Uskup memerintahkan Michael maju dan berlutut di hadapannya, dan Michael mengatakan bahwa tidak seorang pun harus berlutut di hadapan orang bidah. Mereka memaksanya berlutut dan ia menggumam, "Tuhan akan mengampuniku." Dan setelah ia disuruh mengenakan semua busana keimamannya, upacara dimulai, dan satu per satu busana itu dilucuti sampai ia hanya mengenakan kain penutup kecil yang oleh orang Florence disebut "cioppa". Dan menurut kebiasaan kalau seorang imam dipecat, mereka menghanguskan bantalan jari-jarinya dengan besi panas dan mencukur rambutnya. Kemudian ia diserahkan kepada kapten dan anak buahnya, yang memperlakukannya dengan amat kasar dan memasukkannya ke dalam kurungan besi, untuk dibawa kembali ke penjara, dan Michael berkata kepada orang banyak, "Per Dominum moriemur."["Mati demi Tuhan"- penerj.]
Ternyata ia baru akan dibakar keesokan hari-
nya. Dan pada hari itu mereka juga pergi untuk menanyakan kepadanya apakah ia ingin mengaku dosa dan menerima komuni. Dan ia menolak, dengan mengatakan bahwa menerima sakramen dari seseorang yang berada dalam keadaan berdosa adalah dosa. Di sini, aku yakin, ia salah, dan ia menunjukkan bahwa ia telah dirusak oleh kebidahan kaum Patarin.
Akhirnya, hari pelaksanaan hukuman tiba, dan seorang pembawa panji gereja menghampirinya, tampaknya ramah, karena ia bertanya orang macam apa Michael itu dan mengapa ia begitu bandel padahal hanya harus mengiyakan apa yang disetujui seluruh penduduk dan menerima opini dari Ibu Gereja yang Suci. Tet
api Michael, dengan amat kasar, mengatakan, "Aku percaya kepada Kristus yang miskin dan tersalib." Dan pembawa panji itu pergi, sambil membuat gerakan putus asa. Kemudian kapten dan orang-orangnya datang dan membawa Michael ke lapangan, di mana wakil uskup membacakan lagi pengakuan dan keputusan pengadilan di hadapannya; ini sungguhsungguh suatu masalah yang pelik sehingga aku tidak bisa mengingat-ingatnya, dan waktu itu tidak memahaminya dengan jelas.
Tetapi itu jelas kalimat-kalimat yang memutuskan kematian Michael dan dihukumnya Fraticelli tersebut.
Aku tidak mengerti mengapa orang-orang gereja dan tentara sekuler begitu kejam terhadap orang yang ingin hidup dalam kemiskinan dan yakin bahwa
Kristus tidak memiliki barang duniawi.
Karena, aku berkata kepada diriku sendiri, andaikan ada, mereka seharusnya takut kepada orang-orang yang hidup dalam kekayaan dan mengambil uang dari orang lain, dan mendorong gereja ke dalam dosa dan memperkenalkan praktik-praktik simoniak ke dalamnya. Dan aku mengatakan ini meski ada seseorang yang berdiri di dekatku, karena aku tidak bisa tinggal diam lagi. Lelaki itu tersenyum mencemooh dan mengatakan kepadaku bahwa seorang rahib yang mempraktikkan kemiskinan membuat contoh buruk bagi penduduk, karena kemudian penduduk tidak dapat menerima rahib-rahib yang tidak mempraktikkannya. Dan, tambahnya, khotbah tentang kemiskinan menanamkan gagasan yang salah ke dalam kepala orang banyak, yang akan menganggap kemiskinan mereka sebagai sumber kebanggaan, dan kebanggaan dapat menimbulkan banyak tindakan sombong. Dan akhirnya, ia berkata bahwa aku juga harus tahu, berkat suatu silogisme yang tidak jelas baginya, bahwa mengkhotbahkan kemiskinan bagi para rahib membuat kau berada di pihak Kaisar, dan ini tidak berkenan bagi Paus. Bagiku semua alasan itu tampaknya bagus sekali, meskipun diutarakan oleh seseorang yang tidak terpelajar, kecuali bahwa saat itu aku tidak paham mengapa Bruder Michael ingin meninggal secara begitu mengerikan untuk menyenangkan hati Kaisar, atau untuk menyelesaikan suatu kontroversi di kalangan ordo-ordo religius. Dan nyatanya, bebe- rapa dari yang hadir
itu mengatakan, "Ia bukan santo, ia dikirim oleh Louis untuk menimbulkan perpecahan di kalangan penduduk, dan Fraticelli adalah orang Tuskania, tetapi di balik mereka ada agen Kaisar." Yang lain berkata, "Dia orang gila, dirasuki Iblis, besar kepala karena sombong, dan ia menikmati kesyahidan untuk kesombongannya yang jahat: daripada menyuruh para rahib terlalu banyak membaca buku tentang kehidupan para santo, lebih baik mereka mengambil istri!" Dan masih ada lagi yang menambahkan, "Tidak, semua orang Kristen seharusnya seperti dia, siap memberikan kesaksian imannya, seperti pada zaman pemujaan berhala." Sementara mendengarkan suara-suara itu, tanpa tahu apa yang kupikirkan sendiri, entah kenapa aku memandang langsung ke arah wajah orang yang dikutuk itu, yang berkali-kali tertutup oleh orang banyak di depanku. Dan aku melihat wajah seseorang yang tengah memandang sesuatu yang bukan dari dunia ini, seperti yang kadang-kadang kulihat pada patung santo-santo dalam ekstase. Dan aku mengerti bahwa, entah orang suci atau orang gila, ia memang ingin meninggal karena percaya bahwa dalam kematian ia akan mengalahkan musuhnya, siapa pun musuh itu. Dan aku paham bahwa contohnya akan menggiring lainnya kepada kematian. Dan aku tetap mengagumi orang-orang yang memiliki keteguhan hati itu, hanya karena aku tidak tahu, bahkan sekarang ini, apakah yang ada dalam diri mereka itu suatu keyakinan akan cinta kepada kebenaran yang membanggakan, atau suatu
keinginan sombong untuk mati, entah apa itu. Dan aku dikuasai oleh kekaguman dan ketakutan.
Tetapi mari kita kembali kepada pelaksanaan hukuman itu, karena sekarang semua orang menuju tempat Michael akan dijatuhi hukuman mati.
Kapten dan anak buahnya membawa Michael yang mengenakan gaun pendek dan beberapa kancingnya dilepas, keluar dari gerbang. Dan sementara ia berjalan dengan langkah lebar dan kepala menunduk, sambil mengucapkan doa, ia terlihat seperti salah seorang martir.
Kerumuna n orang itu mengherankan besarnya dan banyak yang berteriak, "Jangan mati!" dan Michael akan menjawab, "Aku ingin mati demi Kristus." "Tetapi kau tidak akan mati demi Kristus," kata mereka kepadanya, dan ia bilang, "Tidak, demi kebenaran." Ketika mereka sampai ke tempat yang disebut Sudut Prokonsul, salah seorang berteriak kepadanya untuk berdoa kepada Tuhan bagi mereka semua, dan Michael memberkati orang banyak itu. Di Gereja Baptis, mereka berteriak kepadanya, "Selamatkan hidupmu!" dan Michael menjawab, "Hindari dosa selamanya!"; di Pasar Lama mereka berteriak kepadanya, "Hidup, hidup!" dan Michael menjawab, "Selamatkan dirimu sendiri dari neraka"; di Pasar Baru mereka berteriak, "Bertobatlah, bertobatlah," dan ia menjawab, "Bertobatlah dari keserakahanmu." Dan ketika hampir sampai ke Santa Croce, ia melihat rahib-rahib dari ordonya di anak tangga, dan ia mengutuk mereka karena mereka tidak taat kepada Regula Santo Fransiskus.
Dan beberapa dari mereka mengangkat bahu, tetapi lainnya menarik tudung kepala untuk menutup wajah karena malu.
Dan di jalan menuju Gerbang Keadilan, banyak yang mengatakan kepadanya, "Akui kesalahanmu, akui kesalahanmu! Jangan bersikeras untuk mati," dan Michael berkata, "Kristus mati bagi kita!" Dan mereka berkata, "Tetapi kau bukan Kristus, kau tidak boleh mati bagi kami!" Dan Michael berkata, "Tetapi aku mau mati untuk Dia."
Di Padang Keadilan, seseorang mengatakan kepadanya bahwa ia seharusnya berbuat seperti yang dilakukan seorang rahib tertentu, atasannya, yaitu menyerah; tetapi Michael menjawab bahwa ia tidak mau menyerah, dan kulihat banyak dari mereka yang sepakat dan mendorong Michael agar kuat; maka aku dan banyak orang lainnya menyadari bahwa mereka itu pengikutnya dan kami menjauhi mereka.
Akhirnya, kami sampai di luar kota dan tampaklah pembakaran itu di depan kami, orang di situ menyebutnya "pondok", karena kayu pembakaran itu ditata menyerupai sebuah pondok, dan serdadu berkuda mulai membentuk lingkaran untuk mencegah orang maju terlalu dekat. Dan mereka mengikat Bruder Michael pada pancang.
Dan aku mendengar lagi seseorang berteriak kepadanya, "Tetapi untuk apa kau mati"" Dan Michael menjawab, "Untuk kebenaran yang berdiam dalam diriku, yang hanya bisa kunyatakan dengan kematian."
Mereka mulai membakar kayu itu. Dan Bruder Michael, yang telah menyanyikan "Credo" lalu melanjutkan dengan lagu "Te Deum".["Allah Mahaagung"- penerj.] Mungkin ia sudah menyanyikan delapan bait, lalu membungkuk seakan mau bersin, dan jatuh ke tanah, karena tali pengikatnya sudah terbakar. Ia sudah mati: sebelum terbakar habis, tubuh itu sudah mati karena panas yang hebat, yang menyebabkan jantungnya meledak, dan karena asap yang memenuhi paru parunya.
Lalu gubuk terbakar seluruhnya, bagaikan sebuah obor, dan menyala-nyala dengan hebat, dan kalau tubuh hangus Michael tidak tampak di antara arang yang menyala-nyala itu, aku tentu mengira sedang berdiri di depan semak menyala itu. Dan aku hampir saja mendapat suatu penampakan (aku ingat ketika mendaki anak tangga perpustakaan itu) yang membuat kata-kata spontan meluncur dari bibirku, bergetar penuh sukacita; kata-kata itu sudah kubaca dalam buku-buku karya Santo Hildegard: "Nyala api itu meliputi kejernihan luar biasa, suatu kekuatan istimewa, dan suatu semangat berapi-api, tetapi karena memiliki kejernihan luar biasa itu maka nyala api itu akan menerangi dan menjadi semangat berapi-api yang bisa dibakarnya."
Aku ingat beberapa kata Ubertino tentang cinta. Bayangan Michael di atas kayu pembakaran jadi rancu dengan bayangan Dolcino, dan bayangan Dolcino rancu dengan bayangan Margaret yang
jelita. Sekali lagi aku merasakan kegelisahan yang telah mencekamku di dalam gereja.
AKU berusaha untuk tidak memikirkan hal itu dan langsung berjalan menuju labirin.
Ini untuk pertama kalinya aku masuk sendirian; bayang bayang panjang yang diciptakan oleh lampu di atas lantai membuatku ketakutan, sama seperti ketika aku melihatnya malam kemarin. Setiap kali aku ketakutan kalau-kalau ternyata aku berada di depan cermin lagi, karena pesona cermin itu sedemikian
rupa sehingga bahkan jika sudah tahu itu cermin, kau tetap akan merasa ngeri.
Di lain pihak, aku tidak berusaha mengenali tempatku berada, atau menghindari ruangan dengan wangi-wangian yang menimbulkan bayangan itu. Aku berjalan terus seakan-akan tercekam oleh demam, juga aku tidak tahu mau ke mana. Nyatanya aku tidak bergerak jauh dari titik awalku, karena tidak lama kemudian aku menemukan diriku lagi dalam ruang heptagonal tempat aku masuk tadi. Di sini, di atas meja, ada beberapa buku yang malam kemarin rasanya tidak kulihat. Kukira itu buku-buku yang telah dikembalikan oleh Maleakhi dari skriptorium dan belum ditaruh kembali dalam rak yang seharusnya. Aku tidak dapat mengira-ngira seberapa jauh aku dari kamar dengan wangi-wangian itu, karena aku merasa pusing, yang bisa jadi efek dari effluvium yang bahkan mencapai tempat ini, atau karena hal-hal yang sampai
sekarang kupikirkan. Aku membuka suatu buku penuh gambar yang, melihat gayanya, menurutku berasal dari biara-biara Ultima Thule.
Pada halaman di mana Injil Markus dimulai, aku tersentak melihat gambar seekor singa. Aku yakin itu singa, meskipun belum pernah melihat singa hidup, dan pelukisnya telah mereproduksi bentuknya dengan cermat, boleh jadi terilhami oleh pemandangan singa-singa di Hibernia, tanah makhluk mengerikan, dan aku yakin bahwa binatang ini, dalam hal ini seperti dikatakan oleh buku Physiologus, dengan sendirinya menunjukkan ciri dari semua makhluk yang paling mengerikan sekaligus paling hebat. Jadi, gambar itu memberiku kesan gambar Musuh sekaligus gambar Kristus Tuhan kita, aku pun tidak tahu harus membacanya dengan kunci simbolik apa, dan aku merasa amat sangat gemetaran, karena ketakutan dan juga karena angin dingin yang bertiup lewat celah-celah dinding.
Singa yang kulihat itu mulutnya penuh gigi, dengan kepala berduri halus seperti kepala ular; badannya yang besar disangga empat kaki dengan cakar tajam, dan bulunya menyerupai permadani yang kelak kulihat dibeli dari Timur, dengan sisik merah dan zamrud yang di atasnya digambari garis-garis tulang yang kuat dan mengerikan, kuning bagai pes. Ekornya juga kuning, yang melekuk dari pantat sampai kepala dan berakhir dalam gulungan bergaris hitam dan putih.
Aku sudah terpesona oleh singa itu (dan lebih dari sekali aku memandang sekeliling seakan
berharap melihat seekor binatang seperti gambar itu tiba-tiba muncul) ketika aku memutuskan untuk melihat halaman-halaman lain dan mataku melihat, pada pembukaan Injil Mateus, gambar seorang laki-laki. Aku tidak tahu mengapa, tetapi gambar itu membuatku lebih takut daripada gambar singa tadi: wajahnya seorang manusia, tetapi orang ini mengenakan semacam kasula kaku yang menutupinya sampai ke kakinya, dan kasula ini, atau cuiras, bertatahkan batu semimulia berwarna kuning dan merah. Kepalanya, yang secara membingungkan muncul dari serentetan mirah dan topas, terlihat (Sungguh kurang ajar! Gambar itu membuatku ketakutan!) seperti kepala seorang pembunuh misterius yang jejaknya sedang kami ikuti. Dan kemudian aku menyadari mengapa aku secara erat menghubungkan binatang dan orang berbaju zirah itu dengan labirin; kedua ilustrasi itu, seperti semua dalam buku tersebut, muncul dari pola labirin yang membingungkan, yang semua rangkaian onyx dan permata, benangbenang krisofrase, pita beril, agaknya mengacu pada keruwetan ruangan dan gang-gang tempatku berada. Mataku jadi tersesat, di atas halaman itu, di sepanjang jalan-jalan berkilauan, sementara kakiku mulai tersesat dalam urutan berkelok-kelok dari ruangan perpustakaan itu, dan menyaksikan diriku sendiri digambarkan berjalan-jalan di atas perkamen itu, membuatku amat gelisah dan membuatku yakin bahwa masing-masing dari buku itu tengah menceritakan, sambil mengejek
misterius, kisahku yang sekarang. "De te fabula narratur,"["Tentang engkau dongeng ini diceritakan"- penerj.] kataku kepada diriku sendiri, dan aku ingin tahu apakah halaman-halaman itu sudah punya gudang kisahku di masa mendatang.
Aku membuka buku lain, dan ini agaknya dari aliran Hispanik.
Warna-warnanya kuat, warna merahnya memberi kesan ap
i atau darah. Itu adalah Kitab Wahyu rasul tersebut, dan sekali lagi, seperti malam sebelumnya, aku kebetulan melihat halaman dari mulier amicta sole. Tetapi ini bukan buku yang sama: lukisannya berbeda.
Di sini pelukisnya sudah memikirkan bentuk perempuan itu dengan lebih cermat. Aku membandingkan wajahnya, dadanya, pahanya yang melekuk itu dengan patung Sang Perawan yang sudah kulihat bersama Ubertino. Garisnya berbeda, tetapi menurutku perempuan ini juga tampak amat cantik. Kupikir aku tidak boleh terus memandang gambar itu, dan aku membalik beberapa halaman lagi. Aku menemukan seorang perempuan lain, tetapi kali ini adalah pelacur Babylonia.
Aku tidak terlalu kaget oleh bentuknya dari pada oleh pikiranku bahwa dia, juga, seorang perempuan seperti yang lain itu, namun yang ini adalah bejana setiap kejahatan, sedangkan yang lain itu adalah bejana setiap kebajikan. Tetapi keduanya berbentuk perempuan, dan pada suatu titik tertentu aku tidak bisa memahami lagi apa yang membuat keduanya berbeda. Sekali lagi hatiku
merasa amat gelisah; gambar Sang Perawan dalam gereja itu jadi rancu dengan gambar Margaret yang cantik. "Terkutuklah aku!" kataku kepada diriku sendiri. Atau, "Aku gila." Dan aku memutuskan harus meninggalkan perpustakaan itu.
Untungnya aku berada dekat anak tangga. Aku bergegas turun, dengan risiko terjatuh dan mematikan lampu itu. Aku menemukan diriku lagi di bawah relung besar skriptorium, tetapi aku justru tidak berhenti di sana, namun cepat-cepat menuruni anak tangga yang menuju ruang makan.
DI SINI aku berhenti sambil terengah-engah. Cahaya bulan masuk lewat jendela-jendela, amat terang, dan aku hampir tidak memerlukan lampu, yang tentunya dibutuhkan dalam ruang dan gang perpustakaan. Bagaimanapun juga, aku membiarkan lampu itu tetap menyala, seakan-akan mencari penghiburan. Tetapi aku masih terengah-engah, dan memutuskan untuk minum sedikit air untuk menenangkan keteganganku. Karena dapurnya dekat, aku menyeberang ruang makan dan pelan-pelan membuka salah satu pintu yang menuju paruh kedua dari lantai bawah Aedificium itu.
Tetapi pada saat itu, kengerianku, justru tidak berkurang, namun bertambah. Karena tiba-tiba aku menyadari ada orang lain di dalam dapur, dekat panggangan roti atau setidak-tidaknya aku menyadari ada lampu menyala di sudut itu. Dipenuhi
rasa takut, aku memadamkan lampuku. Karena ketakutan seperti diriku sendiri, aku menimbulkan ketakutan, dan nyatanya orang lain itu (atau orang-orang lain itu) langsung mematikan lampunya pula. Tetapi sia-sia, karena cahaya bulan yang menerangi dapur itu cukup untuk menciptakan di depanku satu atau dua bayang-bayang membingungkan di atas lantai.
Seperti membeku, aku tidak berani mundur, atau maju. Aku mendengar suara menggagap, dan kukira aku mendengar, dengan lembut, suara seorang perempuan. Kemudian dari kelompok tak berbentuk yang kelihatan samar-samar di dekat panggangan itu, suatu bentuk gelap, jongkok, berdiri dan melarikan diri ke arah pintu sebelah luar, jelas dibiarkan terbuka, sambil menutupnya di belakangnya.
Aku tetap berada di situ, di ambang pintu antara ruang makan dan dapur, dan begitu pula sesuatu yang samar-samar di dekat panggangan itu. Samar-samar dan bagaimana menggambarkannya" menggumamkan sesuatu. Dari bayang-bayang itu, nyatanya, muncul erangan, semacam tangis lirih, isakan ketakutan yang ritmis.
Tidak ada yang memberi keberanian lebih besar kepada seseorang yang ketakutan daripada ketakutan orang lain, tetapi bukan rasa takut yang mendorongku mendekati bayang-bayang tersebut. Sebaliknya, bisa kukatakan, aku didorong oleh rasa mabuk yang tidak seperti yang mencekamku ketika mendapat penampakan. Di dapur itu ada semacam
asap yang pada malam sebelumnya telah meliputiku dalam perpustakaan. Mungkin bahannya tidak sama, tetapi dalam indraku yang terlalu bergairah, efeknya sama. Aku menghirup bau menusuk dari traganth, alum, dan tartar, yang biasa dipakai tukang masak untuk membuat anggur aromatik. Atau mungkin, kelak aku jadi tahu, pada masa itu mereka akan memasak bir (yang di bagian utara semenanjung itu dikerjakan d
engan amat cermat) dan bir itu disiapkan dengan metode negeriku, dengan daun perdu, mur rawarawa dan rosemary liar. Semua bumbu yang membuat mabuk, bukan saja lubang hidungku, justru pikiranku.
Dan meskipun naluri rasionalku berteriak, "Vade retro!"["Mundur!"-penerj.] dan menjauhi benda menggumam yang jelas suatu panggilan untukku dari Yang Jahat, ada sesuatu dalam kekuatan hasratku yang mendorongku maju, seakan-akan ingin ikut ambil bagian dalam sesuatu yang menakjubkan.
Demikianlah, maka aku mendekati bayang-bayang tersebut, sampai, dalam cahaya bulan yang jatuh dari jendela-jendela yang tinggi, aku menyadari bahwa itu seorang perempuan, gemetaran, salah satu tangannya mendekap sebuah bungkusan di dadanya, dan mulai mundur, sambil menangis, ke arah mulut pemanggangan itu.
Semoga Tuhan, Perawan Teberkati, dan semua santo dari firdaus membantuku menceritakan apa yang kemudian terjadi. Kejujuran, kewibawaan posisiku (sekarang aku seorang rahib tua, dalam
Biara Melk yang indah, suatu pelabuhan kedamaian dan meditasi khusyuk), mulai menasihatiku untuk bertindak dengan amat hati hati.
Seharusnya aku sekadar mengatakan bahwa sesuatu yang jahat sedang terjadi dan bahwa itu tidak baik untuk diceritakan, sehingga aku tidak bakal mengecewakan diriku sendiri maupun pembacaku.
Tetapi aku sudah memutuskan untuk bercerita, tentang kejadian yang sudah begitu lama itu, seluruh kebenaran, dan kebenaran itu tidak bisa dibagi, kebenaran yang bersinar dengan kejelasannya sendiri dan tidak membiarkan dirinya sendiri dihapuskan oleh minat atau rasa malu kita. Masalahnya adalah, lebih tepatnya, bagaimana menceritakan apa yang telah terjadi, bukan seperti yang sekarang kupikirkan dan kuingat (bahkan jika aku ingat segala sesuatu dengan kejelasan yang tidak kenal belas kasihan, dan aku juga tidak tahu apakah penyesalanku sesudah itu membuat situasi dan pikiran ini begitu terpaku dalam memoriku, atau apakah hatiku masih didera karena penyesalanku belum cukup, sehingga pikiranku yang tertekan ini terus-menerus ingat akan perincian paling kecil dari rasa maluku), tetapi menceritakannya seperti yang kusaksikan dan kurasakan waktu itu. Dan aku bisa menceritakan dengan kejituan seorang penulis kronik, karena jika mataku dipejamkan, aku bisa mengulangi, bukan hanya segala sesuatu yang telah kulakukan, tetapi juga apa yang kupikirkan saat itu. Oleh karena itu, aku harus melanjutkan
Misteri Lukisan Tengkorak 8 Lembah Nirmala Karya Khu Lung Takanata Iblis Nippon 2
^