Pencarian

Geger Perawan Siluman 3

Jodoh Rajawali 11 Geger Perawan Siluman Bagian 3


kar penutup gua. Barangkali kepekaan firasatnya itu-
lah yang melarangnya. Akibatnya, Yoga menjadi pena-
saran dan tinggal di depan gua tersebut hingga bebe-
rapa hari lamanya. Ia ingin melihat keluar-masuknya
Lili di dalam gua tersebut. Namun sampai berhari-hari
ia tidak pernah melihat Lili keluar atau masuk ke da-
lam gua. Kemunculan Tua Usil dan Bocah Bodoh mem-
buat Yoga terkejut dan segera menemui mereka. Yoga
langsung ajukan tanya,
"Ada apa"! Seseorang menyerang pondok kita?"
"Tidak, Tuan," jawab Tua Usil.
"Lalu, mengapa kau ke sini menemuiku?".
"Saya kemari bukan untuk temui Tuan Yo, tapi
untuk membongkar tumpukan batu ini. Sekarang ada-
lah hari penghabisan; genap empat puluh hari Nona Li
ada di dalam gua. Saya harus membukanya!"
"Ooo...?" Yoga manggut-manggut. Ia benar-
benar merasa telah menjadi linglung gara-gara masa-
lah tersebut, sampai lupa menghitung hari, lupa men-
gurus diri hingga tampak sedikit kucel dan lusuh.
"Saya kira Tuan Yo pergi bersama perempuan
cantik dan burung beonya itu!" kata Bocah Bodoh. Yo-ga sempat terperanjat dan
bertanya, "Apakah kau kenal dengan perempuan dan bu-
rung beo itu?"
"Terpaksa kenal, Tuan," jawab Bocah Bodoh,
sebab sudah tiga kali perempuan cantik itu datang ke
pondok mencari Tuan Yo. Ia ingin sekali bertemu den-
gan Tuan Yo."
"Bukan mencari Lili?"
"Bukan, Tuan. Yang dia cari adalah Tuan Yo."
"Aneh..."!" gumam Yoga sambil termenung sejenak. Ia memang sudah ada lima hari
lebih berada di luar gua,
menyelidiki Lili, sehingga tak pernah bertemu dengan
siapa pun, kecuali dengan sepi. Wajarlah jika seseo-
rang mencarinya. Hanya dengan maksud yang bagai
mana orang itu mencarinya, Yoga belum tahu persis.
"Apakah dia marah-marah padamu?" tanya Yo-
ga kepada Bocah Bodoh, sementara Tua Usil mulai
mengangkat bebatuan satu-persatu.
"Tidak, Tuan. Perempuan cantik itu datang
dengan sikap baik. Tidak membentak-bentak kami, ti-
dak marah kepada kami, hanya sedikit kaku dalam bi-
caranya. Setiap kami bilang bahwa Tuan Yo belum pu-
lang, maka ia tampak kecewa, sedih, dan akhirnya pu-
lang sendiri setelah merenung lama di bawah pohon
buni, tak jauh dari pondok itu!"
"Di bawah pohon buni?" gumam hati Yoga. "Untuk apa dia merenung lama di tempat
pertama kali aku
bertemu dengannya itu" Ah, aneh sekali Lintang Ayu
itu. Tak tahulah apa maunya. Aku tak mau dibuat
pusing. Yang penting aku ingin buktikan apakah Lili
ada di dalam gua itu atau tidak"!"
Bocah Bodoh ikut membantu mengangkati ba-
tu-batu penutup gua. Yoga sengaja tidak ikut mem-
bantu, karena matanya mengawasi keadaan sekeliling,
kalau-kalau ia temukan Lili sudah di luar dan bergegas
mau masuk ke dalam gua lewat jalan lain. Tapi hara-
pannya itu sia-sia, Lili tak terlihat berkeliaran di luar gua. Cahaya menerobos
masuk ke dalam gua ketika
batu bagian terakhir sudah diangkat oleh Bocah Bodoh
dan Tua Usil. Kini mulut gua semakin terbuka lebar.
Mata Yoga memandang dengan hati berdebar-debar. Ia
menyuruh Tua Usil memanggil. Maka tua Usil pun
berseru dari mulut gua,
"Nona Li..."! Nona Li..."!"
Bocah Bodoh yang berkata kepada Yoga, "Tidak
ada jawaban, Tuan."
Yoga menjadi tambah tegang. Ia turun dari atas
batu besar yang dipakainya duduk sejak tadi. Semen-
tara itu, Tua Usil semakin memperlebar mulut gua,
sehingga akhirnya semua batu telah disingkirkan dari
mulut gua. Tapi Lili tak terlihat muncul dari dalam sa-
na. Hati Yoga menjadi bertambah gelisah. Ia bergegas
masuk ke dalam gua untuk memeriksa keadaan yang
sebenarnya. Tetapi langkahnya segera berhenti, karena se-
sosok tubuh berpakaian merah jambu itu sudah mun-
cul lebih dulu dari dalam gua. Lili mengerjapkan ma-
tanya menerima cahaya matahari. Setelah terbiasa, ia
segera memandang Yoga, lalu sunggingkan senyum.
Yoga membalas dengan senyuman kaku, karena be-
naknya masih dikacaukan dengan kemunculan-
kemunculan Lili di tempat lain.
"Sukar sekali membedakan apakah dia benar-
benar baru keluar dari gua atau sudah lama keluar-
masuk" Melihat kepucatan wajahnya, sepertinya ia
memang sudah cukup lama berada di dalam gua ini.
Tapi membayangkan tindakannya terhadap para kor-
ban itu, aku jadi sangsi apakah benar ia cukup lama di
dalam gua?" pikir Yoga dalam ketermenungannya. Lili yang segera menghampirinya
itu dibiarkan saja. Gadis
itu berkata sambil menggenggam tangan Yoga,
"Aku sudah berhasil kuasai jurus itu! Aku se-
nang sekali kau datang menjemputku!"
Hati Yoga menjadi luluh, tak berani langsung
menuduh. Bahkan untuk membicarakannya pun tak
tega, karena dilihatnya tubuh Lili menjadi lemah den-
gan wajah pucatnya yang menghiba hati. Karenanya,
Yoga putuskan untuk membawa Lili pulang ke pondok
dan membiarkan gadis itu pulih kesehatannya seperti
sediakala. Ternyata, tak sampai dua hari Lili sudah pulih
kembali. Ia mulai keluar dari pondok dan mencari Yo-
ga. Pada waktu itu Yoga ada di tepi sungai, diam mem-
pertimbangkan sikap yang harus diambilnya. Ketika
Lili datang mendekatinya, Yoga masih diam dengan
wajah tak memiliki keceriaan sama sekali. Hal itu
membuat Lili menjadi curiga dan segera berkata,
"Yo, empat puluh hari lamanya kita tidak ber-
temu. Tidakkah kau merasa ingin menggenggam tan-
ganku?" "Sudah ada yang bisa menggenggam tanganmu
sendiri!" jawab Yoga.
Pendekar Rajawali Putih pandangi mata Yoga.
Pemuda tampan itu cepat buat pandangan matanya ke
arah lain. Kemudian, terdengar lagi Lili berkata,
"Tidakkah kau rindu padaku, Yo?"
"Sudah ada orang lain yang merindukan kamu!"
jawab Yoga dingin,
Lili cepat berkata dengan nada dongkol, "Apa
maksudmu?"
"Maksudku banyak lelaki yang sekarang men-
cari mu karena rindu padamu, rindu pada cumbuan-
mu, rindu pada ciumanmu, dan rindu pada pelukan
mesramu!" Gadis yang cantiknya melebihi bidadari itu kian
berkerut tajam keningnya. Lama-lama ia menjadi ter-
tawa sumbang lalu berkata,
"Kau berubah sekali, Yo?"
"Karena kau pun berubah!" "Berubah bagaimana?" "Lurah Prawiba sekarang sudah
mati bunuh diri,"
jawab Yoga dengan suara datar. Dadanya bergemuruh
pada saat itu, karena sedang mati-matian menahan
murka yang ingin meledak. "Siapa Lurah Prawiba itu?"
"Jangan berlagak bodohlah!" Yoga bersungut-sungut.
"Kau telah mencuri cincinnya dan merusak rumah
tangganya."
"Hei, apa yang kau bicarakan sebenarnya, Yo?"
"Kau juga dicari oleh Lenggani, dia ingin menuntut balas padamu karena Sanjaya
suaminya kau bawa lari!
Kau juga dicari oleh Lintang Ayu, karena kau telah
membunuh Prabu Anom yang telah kau bawa lari, pa-
dahal Prabu Anom mestinya menikah dengan Putri Giri
Manca!" Terdengar Lili menggumam heran sambil ke-
rutkan dahi dari pandangan mata menerawang,
"Prabu Anom..." Sanjaya..." Lurah Prawiba..."!
Aku tidak kenal nama-nama itu!"
"Hmm...!" Yoga mencibir. "Apakah kau juga tak kenal dengan Raden Balelo, anak
raja dari Kerajaan
Wirawiri itu"!"
Lili geleng-gelengkan kepala sambil berkata,
"Aku benar-benar tak mengerti maksudmu.. Kau me-
nyebutkan beberapa nama tanpa ku tahu satu pun.
Ada apa sebenarnya, Yo" Katakanlah!"
Pendekar Rajawali Merah pandangi wajah Lili
lekat-lekat. Lalu hati kecilnya menemukan sesuatu
yang terbentang jelas di wajah cantik itu. Sesuatu ter-
sebut tak lain adalah kebingungan yang polos. Kebin-
gungan itu agaknya benar-benar menuntut suatu pen-
jelasan panjang-lebar, sehingga Yoga pun akhirnya
menceritakan segala sesuatu yang dialaminya selama
Lili mengaku berada di dalam gua tersebut.
Pendekar Rajawali Putih sangat terkejut dan
menjadi tajam pandangan matanya ketika ia berkata,
"Untuk apa kau mengarang sebuah cerita pan-
jang seperti itu?"
"Ini kenyataan. Ini bukan cerita hasil karangan
ku sendiri! Kau telah memalukan aliran Rajawali,
menghancurkan martabat kita sendiri, menghancur-
kan nama harum mendiang guru-guru kita, sehingga
aliran Rajawali dapat dianggap remeh oleh mereka, di-
pandang hina oleh dunia persilatan!"
"Aku tidak lakukan apa-apa!" bentak Lili. "Kau lihat sendiri aku keluar dari
dalam gua itu empat puluh hari lamanya!"
"Kau bisa keluar melalui jalan lain!"
"Carilah jalan lain dalam gua itu! Kalau kau
menemukannya, aku berani kau penggal kepalaku
saat itu juga!"
"Tentu saja tidak akan kutemukan, karena
hanya kau satu-satunya orang yang tahu jalan keluar
di dalam gua selain melalui mulutnya!"
"Kau keterlaluan! Kau sengaja menyakiti hatiku
karena kau iri tak bisa pelajari ilmu 'Mata Dewa' itu!
Tapi jangan begini caranya, Yo. Atau, barangkali kau
sudah terpikat dengan gadis lain dan ingin lepas dari-
ku" Kurasa tidak harus dengan memfitnah diriku, Yo.
Katakan saja apa adanya, mungkin aku lebih bisa me-
nerima ketimbang harus kau tuduh dengan berbagai
macam kepalsuan itu!"
Pendekar Rajawali Putih menahan tangis. Ia le-
kas-lekas pergi tinggalkan Yoga, ia kembali ke pondok
dan duduk merenung di belakang rumah kayu itu. Me-
lihat gerakan cepat begitu, Yoga paham kebiasaan ga-
dis tersebut; pasti marah dan luka hatinya. Biasanya
jika Lili tidak bersalah tapi dituduh sebagai pihak yang
bersalah, gadis itu cepat pergi tinggalkan Yoga dan tak mau bicara lagi. Tapi
jika ia salah dan dituduh bersalah, ia hanya bersungut-sungut pergi, namun masih
mau diajak bicara untuk mempertahankan alasan ke-
salahannya. Kali ini Pendekar Rajawali Merah menangkap
adanya firasat kebenaran di pihak Lili. Tapi ia sulit
mempercayai firasatnya sendiri. Maka, ia segera temui
Lili dan berkata,
"Jika kau memang di pihak yang benar, tun-
jukkan padaku bahwa kau memang benar dan tidak
lakukan semua itu!"
"Aku akan tinggalkan tempat ini sekarang juga.
Dan mungkin kita tidak akan bertemu lagi!" katanya dengan tajam dan menyentuh
hati. Yoga mulai tegang jika sudah melihat Lili kelua-
rkan ketegasannya. Biasanya ketegasan itu sudah tak
bisa dibujuk dengan cara apa pun. Namun kali ini Yo-
ga temukan satu cara yang tidak dijamin kebenaran-
nya. Dengan sikap dibuat tegas, Yoga berkata,
"Kalau kau pergi dan meninggalkan aku, berarti
kau mengakui semua tindakanmu yang kudengar dari
mulut mereka!"
Lili hanya berpaling cepat menatap Yoga den-
gan mata menatap tajam dan mulut terbungkam rapat.
Yoga tak berani memandangnya. Sorot mata itu mem-
punyai kekuatan yang membuat sekujur tubuh Yoga
terasa menjadi gemetar dan hatinya berdebar-debar.
Entah apa artinya hal itu"
*** 8 NYANYIAN pantai adalah gemuruh ombak me-
mecah karang dan riak-riak alun menyibak pasir. Ge-
mericik suara riak di sela bebatuan dan pasir mem-
buat hati bagai dibuai tipis oleh kemesraan. Dan ke-
mesraan pantai kala itu adalah perpaduan dua hati
yang saling merapat dan saling mendekap di sela-sela
senja. Ketika itu, mentari merah terbakar di langit ba-
rat, nyaris sembunyikan diri dari siang.
Pendekar Rajawali Merah bermaksud larikan
diri ke pantai di ujung senja. Ia ingin dapatkan kete-
nangan berpikir dalam kesendiriannya di pantai itu.
Namun alangkah kagetnya Pendekar Rajawali Merah
manakala pandangannya tertuju ke arah selatan, me-
natap dua makhluk yang saling dekap dan saling rapat
itu. Cepat-cepat Pendekar Rajawali Merah undur-
kan diri ke batik pohon, bersembunyi mengintai dua
makhluk yang saling dekat dan saling rapat itu. Sedikit demi sedikit ia bergerak
mendekat, sampai akhirnya ia
temukan dua raut wajah yang amat dikenalnya; wajah
Lili dan wajah seorang pemuda yang sejak dulu meng-


Jodoh Rajawali 11 Geger Perawan Siluman di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hendaki kematiannya, yaitu Tamtama. Dan wajah pe-
muda Itulah yang membuat jantung Yoga seolah-olah
meledak, darahnya menyembur panas sampai di kepa-
la. "Tamtama..."!" gumam Yoga penuh keheranan
dan nyaris tidak percaya dengan penglihatannya sendi-
ri. "Bukankah Tamtama telah mati bersama Bida-
dari Manja ketika Gua Bidadari itu ku runtuhkan" O,
ya... tunggu dulu. Samar-samar kuingat Tamtama
muncul dalam peristiwa di Candi Langu?" (Baca serial Jodoh Rajawali dalam
episode: "Gerombolan Bidadari Sadis" dan "Mempelai Liang Kubur")
Tamtama adalah seorang pemuda yang mencin-
tai Mahligai. Tapi ia merasa tersisih setelah Mahligai
mengenal Yoga, dan bahkan jatuh cinta kepada Yoga.
Tamtama merasa dikalahkan cintanya oleh kehadiran
Yoga, sehingga ia selalu berusaha membuat Yoga cela-
ka dan mati. Tetapi niatnya itu tak pernah berhasil se-
kalipun ia bergabung dengan perempuan keji yang ber-
juluk Bidadari Manja itu.
Sekarang Tamtama muncul di pantai bersama
Lili, mendekap gadis cantik itu, menciuminya beberapa
kali disela tawa Lili yang terkikik-kikik itu. Pendekar Rajawali Merah sempat
pejamkan mata lama di balik
persembunyiannya ketika Tamtama semakin liar mele-
paskan kemesraannya dan tangannya kian berani
menjamah ke mana-mana. Lili sendiri hanya membiar-
kan dan seolah-olah kian kegirangan mendapat jama-
han liar Tamtama itu.
Mata Pendekar Rajawali Merah seperti di hujam
tombak. Bukan hanya perih memandang, namun juga
panas terbakar dari dalam hatinya. Jika dulu Tamtama
selalu merasa bahwa Yoga merebut kekasihnya, seka-
rang ganti Yoga yang merasa diinjak-injak kepalanya
oleh Tamtama. Tentu saja hal itu membuat murka
Pendekar Rajawali Merah meledak-ledak dalam dada,
walaupun ia sempat bertanya-tanya dalam hati,
"Bukankah Lili sudah berjanji tak akan keluar
dari pondok" Bukankah Lili ingin buktikan bahwa di-
rinya tak pernah berbuat sehina itu dengan mengu-
rung diri ditemani Tua Usil" Mengapa ia sekarang ne-
kat dan berada di sini dengan pemuda itu". Mungkin-
kah ia sengaja membuatku murka?"
Hati Yoga tak mampu bertahan memendam
murkanya. Ia cepat lepaskan pukulan dahsyatnya yang
bernama jurus 'Rajawali Membelah Matahari'. Jurus
itu merupakan selarik sinar merah yang memecah ke
berbagai penjuru dan keluar dari pertengahan da-
danya. Zzzrraaat...! Sepuluh lawan di depan Yoga bisa
pecah bersama jika terkena sinar merah jurus
'Rajawali Membelah Matahari' itu.
Tetapi di luar dugaan, Lili berpaling ke bela-
kang dan cepat mendekap Tamtama. Pada saat itulah,
tubuh Lili dan Tamtama sama-sama memancarkan si-
nar hijau bening, sehingga ketika sinar merah yang
memecah arah itu mengenai tubuh mereka, yang ter-
jadi hanyalah sebuah ledakan besar menggelegar
menggema sampai ke langit senja.
Blegaaarrr...! Pendekar Rajawali Merah terpental ke semak-
semak mendapat hentakan gelombang ledak tadi. Tu-
buh Lili dan Tamtama pun terpental nyaris terbuang
ke tengah lautan. Delapan pohon kelapa yang ada di
sekitar mereka tumbang dalam keadaan hangus secara
serentak. Beberapa batuan karang yang menggunung
pecah mengerikan, seakan dilanda bencana alam yang
cukup dahsyat. Ombak laut pun tersentak naik, ting-
ginya lebih dari lima tombak. Menyembur ke segala
arah. Ada darah kecil yang meleleh dan mulut Yoga.
Tapi darah itu tidak membuat Pendekar Rajawali Me-
rah menjadi lemah. Ia cepat bangkit dan melompat ke
pasir pantai. Ternyata pada saat yang bersamaan, Lili
dan Tamtama pun melompat ke tempat yang sama da-
lam keadaan basah kuyup karena terlempar ke laut.
Hal yang membuat Yoga terkesima di tempat
adalah melihat keadaan Lili dan Tamtama yang tetap
utuh tanpa luka di bagian tubuh mereka. Hanya saja,
hidung Tamtama keluarkan darah dan mulut Lili juga
keluarkan darah. Padahal seharusnya tubuh mereka
hancur berkeping-keping jika terkena pukulan maut
yang jarang digunakan oleh Pendekar Rajawali Merah
itu. Barangkali kekuatan sinar hijau yang melapisi
tubuh mereka berdua itulah yang membuat mereka se-
lamat dari kehancuran. Dan Yoga berkata dalam ha-
tinya, "Sejak kapan Lili mempunyai jurus seperti itu"
Mungkinkah ia peroleh saat berada di dalam Sumur
Perut Setan"!"
Kini keduanya sama-sama berhadapan dengan
Yoga. Tamtama memandang dendam kepada Yoga,
demikian pula Yoga, memancarkan sinar permusuhan
yang. sepertinya sulit dipadamkan lagi itu. Sedangkan
Lili cepat hampiri Yoga lalu menghantam wajah Yoga
dengan kuat. Plaaak...!
Pendekar Rajawali Merah diam saja, walaupun
pukulan itu membuat hidungnya menjadi berdarah
dan tubuhnya tersentak tiga langkah ke belakang. Yo-
ga kembali berdiri dengan menarik napas, tak mau
membalas pukulan gadis cantik itu.
"Jahanam kau, Yoga!" bentak Lili. "Berani-beraninya kau mengganggu kemesraan ku
bersama Tamtama, hah"! Apakah kau menghendaki aku mem-
bunuhmu dengan pedang pusaka ini"!"
Pendekar Rajawali Merah diam saja. Sedikit
pun tak mau menjawab, kecuali hanya memandang Lili
dengan mata menyipit antara menahan murka dan
menahan kesabaran. Tetapi ketika Tamtama ikut men-
dekat dan berkata sambil menuding Yoga,
"Sekarang saatnya aku membalas sakit hatiku
kepadamu, Monyet! Lili telah jatuh cinta padaku, se-
perti halnya dulu Mahligai jatuh cinta padamu! Seka-
rang apa maumu, Setan"!"
"Pertarungan antara aku dan kau!" jawab Yoga
dengan geram kemarahan yang membuat suaranya
bergetar. "Balk! Kita lakukan sekarang juga!" kata Tam-
tama. "Tidak!" sahut Lili, lalu semakin maju berdiri di antara Yoga dan Tamtama.
Kedua tangan Lili bertolak
pinggang dan ia berseru,
"Kalau kau memang berani, hadapi aku seka-
rang juga! Akulah lawanmu, Yoga! Akulah yang akan
menyerangmu dan membunuhmu!"
Pendekar Rajawali Merah dibakar oleh kebim-
bangan yang mendidihkan sukmanya. Apa pun yang
terjadi, ia bertekad akan melawan Lili, tapi tidak di depan Tamtama, tidak di
depan siapa pun juga. Dengan
suaranya yang masih bergetar, Pendekar Rajawali Me-
rah akhirnya berkata kepada Lili,
"Datanglah ke makam Guru, dan kita bertarung
di sana sampai mati!"
"Mengapa harus ke sana-sana" Di sini saja aku
sudah bisa membunuhmu Yoga! Kau ingin bukti"!"
Wuuut...! Plaak! Buhg...! Plak, plak, duuhg...!
Praak...! Yoga dihajar habis oleh gadis cantik yang sea-
kan berubah menjadi ganas itu. Tamtama hanya ter-
tawa-tawa menyaksikan Pendekar Rajawali Merah ba-
bak belur dihajar Pendekar Rajawali Putih. Sejauh itu,
Yoga masih diam dan tidak memberikan perlawanan,
juga tidak memberikan tangkisan apa pun. Akibatnya,
wajah tampan itu hancur dihujani luka dan memar.
Bahkan Yoga sempat memuntahkan darah dari mulut-
nya karena pukulan tenaga dalam yang dilepaskan
oleh Lili. "Bangun kau, Bangsat!" teriak Lili kepada Yoga yang terkapar di pasir pantai.
"Cabut pedangmu dan kita tentukan siapa yang mati di sini! Lekas cabut pedang
mu!" Kemarahan gadis itu menjadi liar sekali. Pen-
dekar Rajawali Merah tak punya keluh dan ratap, tak
punya pembalasan dan cacian. Pemuda bertangan
buntung sebelah kiri itu berdiri dengan pelan-pelan.
Berusaha tegak kembali di depan Lili. Matanya yang
telah bengkak dan membiru itu masih berusaha me-
mandang Lili dengan penuh dendam dan kemarahan
yang tertahan. "Sudah puaskah kau melihatku begin!, Guru"!"
ucap Yoga dengan pelan sekali, karena bibirnya pun
pecah dan keluarkan darah. Lili hanya sunggingkan
senyum, lalu dekati Tamtama, merangkul pinggang
pemuda itu yang juga tersenyum sinis pandangi Yoga.
Kembali, Yoga berkata kepada Lili,
"Jika kau sudah puas melihatku begini, mari
kita ke makam Guru untuk tentukan siapa yang ber-
hak hidup sebagai penerus aliran Rajawali! Jika kau
tak berani, berarti kau harus bunuh diri sebagai kema-
tian penebus dosa sendiri!"
Tamtama menghardik, "Kalau kau tak mau
pergi, kuhabisi sendiri nyawamu, Yoga!"
"Guru," kata Yoga yang tidak hiraukan kata-
kata Tamtama Sedikit pun. "Kalau kau bimbang, kube-ri waktu untuk pertimbangkan
tantanganku ini! Tapi
ingat, aku hanya mau bertarung denganmu di makam
Guru. Karena di sanalah aliran Rajawali sejati tumbuh
dan bertahan!"
Wuuut...! Yoga segera pergi setelah berkata de-
mikian. Samar-samar ia mendengar suara tawa Lili
dan Tamtama menertawakan kepergiannya. Tapi Yoga
tak pernah gubris lagi mereka berdua. Hanya saja,
langkah Yoga jadi terhenti ketika ia melihat sekelebat
bayangan yang berlari menuju pantai melalui semak-
semak di sebelah utara.
"Iblis Mata Genit..."!" ucap Yoga dalam hatinya.
Ia mengenali perempuan cantik berpakaian hijau mu-
da. "Pasti ia masih mencari Lili untuk bikin perhitungan dengannya, karena Lili
telah lenyapkan seluruh
ilmu Wali Kubur dengan jurus Sirna Jati'. Iblis Mata
Genit tetap akan menuntut kepada Lili, membela adik-
nya yang menjadi ketua dan guru di Perguruan Lereng
Lawu itu?" (Baca serial Jodoh Rajawali dalam episode:
"Prasasti Tonggak Keramat").
Melihat kemunculan Iblis Mata Genit, Yoga jadi
penasaran ingin melihat pertemuan tokoh sakti itu
dengan Lili. Maka, ia pun kembali lagi ke tempat semu-
la, namun kali ini melalui dahan demi dahan, dan di
balik kerimbunan pohon itulah Yoga mengintai apa
yang dilakukan oleh Iblis Mata Genit dan Lili.
Lili sempat terkejut ketika melepaskan pelukan
Tamtama, ternyata sudah ada Iblis Mata Genit di de-
pan mereka. Tamtama tampak menggeram penuh ke-
jengkelan. Pemuda itu segera menegur dengan suara
lantang, "Apakah kau belum pernah berciuman dengan
seseorang" Mengapa kau memperhatikan kemesraan
kami" Kau iri?"
Iblis Mata Genit yang datang sendirian tanpa
mengajak kedua anak buahnya yang semula bersa-
manya, yaitu Gandul dan Brata, segera berkata, "Aku tak butuh suaramu, Tikus
Sawah! Yang kubutuhkan
adalah dia!" Iblis Mata Genit menuding Lili, Yang di-
tuding hanya tersenyum sinis dan segera renggangkan
jarak dari Tamtama. Kemudian Iblis Mata Genit kem-
bali perdengarkan suaranya,
"Kau tahu siapa aku, Lili?"
"Hmmm...! Iblis Mata Genit!"
"Syukurlah kalau kau sudah tahu siapa diriku."
Dari persembunyiannya Yoga bertanya dalam
hati, "Sejak kapan Lili pernah bertemu Iblis Mata Genit" Seingatku belum pernah.
Tapi ia bisa kenali la-
wannya itu. Apakah sebelumnya mereka pernah saling
jumpa di luar pengetahuanku?"
Terdengar lagi Iblis Mata Genit berkata kepada
Lili, "Sudah waktunya kau berhadapan denganku.
Kembalikan semua ilmu adikku, si Wali Kubur itu,
atau kubunuh kau sebagai imbalannya?"
Tamtama maju selangkah dan berkata, "Iblis
Mata Genit, kalau kau berniat membunuhnya, kau ha-
rus berhadapan dulu dengan aku!".
"Aku tak butuh bacotmu, Kambing Kampung!"
"Kurang ajar!" geram Tamtama. "Kau jangan sepelekan aku, Biadab! Coba terima
dulu pukulanku ini! Hiaah...!"
Wuuut...! Tamtama segera lepaskan pukulan
tenaga dalam dari tangan kanannya. Pukulan sinar
kuning itu berusaha menghantam kepala Iblis Mata
Genit. Namun dengan sekali berkelebat, tangan Iblis
Mata Genit telah keluarkan cahaya hijau yang memer-
cik. Cahaya itu menghantam pukulan sinar kuningnya
Tamtama. Blaaar...! Tamtama tersentak mundur tiga
langkah, demikian pula Lili terkena hentakan gelom-
bang ledak itu hingga mundur tiga langkah. Sementara
itu Iblis Mata Genit masih tetap diam di tempatnya
dengan mata indahnya memandang tajam. kepada
Tamtama. "Jangan dulu merasa menang, Perempuan La-
cur! Aku masih sekadar menjajal ilmumu!" kata Tam-
tama sambil melangkah maju. Ia berhenti dalam jarak
tiga langkah di depan Iblis Mata Genit.
"Kalau kau bisa kalahkan aku, kau boleh coba
mengadu ilmu dengan kekasihku" ini!" kata Tamtama dengan sesumbarnya.
Iblis Mata Genit diam memandang, demikian


Jodoh Rajawali 11 Geger Perawan Siluman di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

pula Tamtama. Tapi tiba-tiba Iblis Mata Genit kerling-
kan mata kirinya. Claap...! Pukulan jurus 'Surya Pen-
dar' telah dilepaskan oleh Iblis Mata Genit melalui kerlingan mata tersebut, dan
hal itu membuat tubuh
Tamtama terpental keras, membentur bongkahan ka-
rang, lalu memuntahkan darah segar dari mulutnya.
Hanya dengan kerlingan mata kiri saja Tamtama su-
dah dibuat parah oleh Iblis Mata Genit, padahal dulu
Yoga mampu menahan pukulan tersebut dan membuat
Iblis Mata Genit terkagum-kagum.
"Kau memang perempuan jahanam!" bentak Lili
setelah melihat Tamtama terluka parah.
Iblis Mata Genit sunggingkan senyuman sinis-
nya. Ketika ia melihat Lili bergegas maju untuk menye-
rang, ia kembali kerlingkan mata kirinya. Glaap...!
Wuuusss...! Buuhg...! Tubuh Lili bagaikan kapas ter-
hempas badai. Melayang dengan cepatnya dan jatuh di
tempat jauh. Terguling-guling sebentar, lalu memun-
tahkan darah segar.
Yoga ingin keluar dari persembunyiannya un-
tuk menolong Lili atau menyerang Iblis Mata Genit. Te-
tapi niat itu diurungkan setelah ia putuskan dalam ha-
tinya, bahwa ia hanya ingin melihat sampai di mana
kekuatan Lili menghadapi Iblis Mata Genit. Mampukah
Lili menggunakan jurus 'Sirna Jati'-nya untuk menye-
dot habis ilmu Iblis Mata Genit, sehingga perempuan
ganas itu kehilangan semua ilmu dan menjadi polos
serta kosong seperti Wali Kubur"
Tetapi agaknya Tamtama yang lebih penasaran.
Sikap berlagak membela kekasih terlalu berlebihan.
Sekalipun ia terluka parah dalam tubuhnya, namun ia
masih paksakan diri untuk bangkit dan kembali me-
nyerang Iblis Mata Genit.
"Tak kan kubiarkan kau meninggalkan tempat
ini dalam keadaan hidup, Iblis Keparat!" teriak Tamtama.
Namun, Iblis Mata Genit masih tetap berpe-
nampilan tenang. Ia menatap Tamtama, lalu segera
menggunakan jurus 'Soca Pelebur' yang dulu juga per-
nah dilepaskan untuk Yoga namun bisa ditahan oleh
Pendekar Rajawali Merah itu. Jurus 'Soca Pelebur' ada-
lah kerlingan mata kanan yang hanya dilakukan satu
kali; Claaap...! Jurus itu tak mempunyai kilatan sinar
apa pun, namun menghadirkan gelombang panas yang
menghentak ke tubuh Tamtama dan hanya Tamtama
yang bisa rasakan kehadiran gelombang panas terse-
but. Namun sayangnya ia tak dapat bertahan, sehing-
ga tubuhnya kembali terpental dan dadanya pun jebol
seketika itu juga. Blaaar...!
Tamtama terkapar di pasir pantai dalam kea-
daan pecah dadanya. Bagian dalam dada menyembur
ke mana-mana, dan tentu saja hal itu membuat Tam-
tama tak mampu menahan nyawanya. Maka, ia pun
menghembuskan napas terakhir, menemui ajalnya
dengan mengerikan.
"Tiba giliranmu, Gadis Keparat...!" teriak Iblis Mata Genit. Tetapi ia menjadi
tertegun melihat tempat
kosong di mana tadi Lili terpental. Iblis Mata Genit semakin tegang, ia telan
kehilangan buruannya. Ia me-
mekik berkali-kali memanggil Lili, menghamburkan
sebaris makian dan tantangan. Tetapi Lili tetap tak di-
temukannya. Diam-diam di atas pohon Yoga sendiri menjadi
heran dan kebingungan melihat Lili ternyata telah
tinggalkan tempat. Ia tak melihat gerakan Lili pergi da-ri tempatnya. Mata Yoga
ikut mencari Lili dari atas po-
hon, namun tetap saja tak ditemukannya kelebatan
gadis itu. Iblis Mata Genit segera berlari menuruti firasatnya, kejap berikut
Yoga pun segera tinggalkan tem-
pat itu dalam keadaan wajah babak belur dihajar Lili.
Ketika sampai di pondok, Tua Usil terkejut me-
lihat Pendekar Rajawali Merah hancur wajahnya. Ia se-
gera menyapa, "Tuan..."! Apa yang telah terjadi, Tuan Yo"!" Yo-ga tak menggubris teguran Tua
Usil, juga tak menghi-
raukan terperangahnya wajah Cola Colo yang berdiri di
depan pintu masuk. Yoga langsung saja masuk ke da-
lam pondok, dan tersentak kaget melihat Lili sudah
ada di dalam pondok tersebut.
"Cepat sekali kau tiba di sini!" gumam Yoga
sambil memendam kemarahan. Ia tak sadari bahwa Li-
li terperanjat kaget bukan kepalang melihat wajah Yo-
ga menjadi babak belur begitu.
"Yo..."! Apa yang terjadi?" wajah Lili menegang sambil hampiri Pendekar Rajawali
Merah. Tapi ketika
Lili ingin sentuh tangan Yoga, tangan itu dikibaskan
dan tak mau disentuh. Mata Yoga yang memar biru itu
menatap Lili dengan sikap bermusuhan. Lili semakin
berkerut dahi tajam-tajam, kemudian segera berkata,
"Siapa yang melukaimu sedemikian rupa"! Ja-
wab! Akan kuhancurkan wajah orang itu sekarang ju-
ga! Katakan, siapa orangnya"!" desak Lili.
Yoga menjawab dengan pelan, "Kau sendiri!"
"Yo..."! Katakan yang sebenarnya, siapa"!"
"Kau sendiri!" bentak Yoga yang membuat Tua
Usil dan Bocah Bodoh terlonjak kaget bersamaan. Ke-
pala Bocah Bodoh sempat membentur pintu dengan
lumayan keras. Mereka ada di pintu dan ikut meman-
dang heran kepada Yoga. Semakin heran setelah Yoga
menyatakan bahwa Lili adalah orang yang telah meng-
hajarnya hingga babak belur begitu.
Tapi Lili menyanggah tuduhan tersebut. "Tak
mungkin! Tak mungkin kau melemparkan hal ini ke-
pada ku! Kau tak punya alasan kuat untuk menuduh-
ku, Yo! Sejak tadi aku ada di rumah dan tidak pergi ke
mana-mana. Bahkan keluar dari rumah pun tidak!"
"Omong kosong!" bentak Yoga. "Cepat sekali kau memutar kata menghindar
kenyataan. Kulihat
dengan mata kepala sendiri kau sedang bermesraan
dengan Tamtama, bekas kekasihnya Mahligai itu! Ku
rasakan sendiri pukulanmu bertubi-tubi yang bersifat
membela Tamtama dan."
"Tidak mungkin!" teriak Lili semakin tinggi.
"Aku ada di rumah, dan Tua Usil serta Bocah Bodoh
menjadi saksi, bahwa aku tidak pergi ke mana-mana!"
Yoga segera menatap Bocah Bodoh dan Tua
Usil, lalu bertanya,
"Benarkah dia tidak pergi ke mana-mana?"
"Benar, Tuan," jawab Tua Usil. "Sayalah saksinya! Saya berani bersumpah!" Tua
Usil angkat tangannya menyatakan sumpahnya.
Bocah Bodoh menimpali, "Nona Li keluar ru-
mah hanya untuk meludah, Tuan. Setelah itu tetap be-
rada di dalam rumah sampai saat Tuan datang tadi.
Saya saksinya, dan saya berani sumpah sambar gele-
dek atau sambar apa saja, Tuan!"
Yoga tertegun, mereka pun termenung. Dalam
hati mereka masing-masing bertanya, "Siapa orang
yang bersama Tamtama itu?"
*** 9 KEADAAN yang aneh itu tak bisa terjangkau
oleh pikiran Pendekar Rajawali Merah, terutama diba-
rengi oleh perasaan dendam dan kebencian yang tidak
jelas tertuju untuk siapa. Karenanya, Yoga mencoba
meminta bantuan Sendang Suci, yang disebut pula
Tabib Perawan. Perempuan itu adalah perempuan yang
menyimpan kasih serta cinta sejati kepada Yoga, na-
mun tak pernah menuntut pembalasan yang setimpal
dari apa yang ada di dalam hatinya. Sikap seperti itu-
lah yang membuat hubungan Yoga dengan Sendang
Suci tetap baik dan semakin dekat dalam bicara jiwa.
Sendang Suci menempati pondoknya yang ada
di Bukit Berhala bersama sang keponakan yang juga
menjadi muridnya, yaitu Mahligai. Tapi keadaan Mah-
ligai kala datang ke situ, sungguh menyedihkan. Gadis
yang terluka hatinya oleh penolakan cinta Yoga itu ter-
bujur di atas pembaringan dalam keadaan kurus, pu-
cat, tak bisa bicara, dan tak bisa bergerak. Ia menga-
lami kelumpuhan dan hilang jati dirinya.
"Dia sangat mencintaimu, tapi dia sangat terlu-
ka olehmu. Dia telah mengalami goncangan jiwa. Seca-
ra tak sadar dia pernah mengaku padaku, bahwa di-
rinya telah membunuh beberapa gadis yang mencin-
taimu, termasuk Mutiara Naga. Aku tak bisa" berbuat apa-apa lagi, karena
segalanya telah telanjur terjadi.
Kini ia menderita sekali, dan tak ada obat yang bisa
menyembuhkan dirinya, karena dia terkena racun
yang dinamakan Racun Hati. Racun itu tak bisa dis-
embuhkan oleh obat apa pun, dan kalau toh terjadi
kesembuhan itu karena dirinya sendiri. Racun Hati
adalah racun yang datang dari dirinya dan sembuh
oleh dirinya pula," tutur Sendang Suci kepada Yoga.
Hati Yoga berdesir iba melihat keadaan Mahligai, na-
mun ia tak mampu berbuat apa-apa.
Tokoh sakti yang sudah berusia lanjut namun
masih tampak muda dan cantik itu menatap Yoga den-
gan sebentuk kelembutan dan kerinduan. Yoga dapat
rasakan hal itu, sehingga ia biarkan Tabib, Perawan
yang sampai saat itu belum hilang kesuciannya, meng-
genggam tangan Yoga erat-erat dan merasakan kehan-
gatan dari genggaman itu sebagai obat rindu baginya.
Kejap berikutnya, Sendang Suci berkata, "Ma-
sih ada sisa memar di sudut matamu, Yo. Apa yang
terjadi sebenarnya?"
Maka, Yoga pun menuturkan peristiwa-
peristiwa aneh yang dialaminya dan membuatnya ter-
siksa batin tanpa tahu harus melampiaskannya kepa-
da siapa. Semua yang berkenaan dengan diri Lili, dice-
ritakan oleh Yoga, sampai akhirnya Tabib Perawan itu
berkata, "Hati-hatilah, ada pihak yang ingin menghan-
curkan nama baik aliran Rajawali. Mungkin musuh
lama kalian. Orang itu pasti mempunyai Ilmu 'Perawan
Siluman'."
"Ilmu semacam apa itu, Bi?" tanya Yoga dengan lembut. "Orang yang menggunakan
ilmu 'Perawan Siluman' dapat merubah dirinya seperti orang yang di-
maksud. Segala tingkah laku, suara, wajah, potongan
tubuhnya, semuanya mirip dengan orang yang ditiru-
kan. Tapi kesaktiannya berbeda. Pakaian dan pedang
bisa ditiru juga. Jelas untuk meniru pakaian dan pe-
dang, bukan hal yang sulit. Tapi pedangnya itu tidak
mempunyai kekuatan yang sama dengan pedang as-
linya!" Yoga manggut-manggut. "Pantas Lili waktu melawan Iblis Mata Genit tidak
mau cabut pedangnya"!"
gumam Yoga dalam renungannya.
"Ilmu 'Perawan Siluman' jarang dimiliki orang.
Dulu yang kukenal sebagai pemilik ilmu 'Perawan. Si-
luman' adalah si Pagar Jagat. Tapi tokoh itu sudah la-
ma meninggal. Tak tahu siapa muridnya yang meneri-
ma warisan ilmu 'Perawan Siluman'. Itu adalah ilmu
yang bisa menggegerkan dunia persilatan dalam tempo
cepat, karena mereka bisa saling bunuh karena salah
duga. Sebaiknya...."
Ucapan perempuan cantik yang cukup dewasa
dalam pemikirannya itu, terpaksa terhenti oleh da-
tangnya suara di luar rumah. Suara itu berseru bagai
berkeliling di atas rumah.
"Pendekar Rajawali Putih di mana pun kau be-
rada, hadapilah tantanganku. Tiga hari lagi, kita bertarung di Bukit Batulima!
Pendekar Rajawali Putin di
mana pun kau berada, hadapilah tantanganku. Tiga
hari lagi, kita bertarung di Bukit Batulima...!"
Suara sedikit cadel itu berulang-ulang berseru
demikian mengitari rumah Sendang Suci. Mereka ber-
dua segera keluar dari dalam rumah untuk melihat
siapa yang bersuara. Ternyata seekor burung beo hi-
tam yang berkeliling ke mana-mana sambil serukan
kata tantangan buat Lili.
"Beo hitam...," gumam Tabib Perawan. "Kalau tak salah beo hitam itu milik
Lintang Ayu."
"Benar, Bi, Perempuan itulah yang tadi kuceri-
takan sebagai kakak dari Prabu Anom!"
"Hati-hati berhadapan dengan dia." "Setinggi apakah ilmunya, Bi?" "Bukan soal
tinggi ilmunya atau tidak, tapi... dia cantik dan mempunyai daya pikat
yang tinggi bagi setiap lelaki. Dia murid dari si Jubah Peri." "Benar. Dan...
agaknya Lintang Ayu terpaksa gunakan tantangan melalui burung beonya, karena ia
tak pernah berhasil temui Lili."
"Lili-mu yang asli jangan boleh keluar ke mana-
mana, nanti ia menjadi salah sasaran. Karena banyak
musuh yang sedang mengincarnya akibat ulah manu-
sia yang menggunakan ilmu 'Perawan Siluman' itu."
"Baik, Bi. Akan kuperingatkan kepadanya se-
perti pesan Bibi ini!"
"Sekali lagi ku ingatkan padamu pribadi, Yo;
hati-hati dengan Lintang Ayu. Dia pernah dijuluki se-
bagai 'Gadis Penakluk Hati'."
Yoga tersenyum, "Apakah aku tak berhak pakai
julukan seperti itu?"
Kini Sendang Suci yang tersenyum dan berkata,
"Kau satu tingkat di atasnya!"
Dalam perjalanan pulang dari pondok Tabib Pe-
rawan itu, secara kebetulan Yoga berpapasan dengan
seorang gadis berpakaian merah dan menyandang pe-
dang di punggung berwarna putih perak. Yoga sempat
tercekam keraguan sejenak, dan hatinya ber-
tanya-tanya, "Lili..." Benarkah dia Lili yang asli atau yang
palsu?" Sebelum ada keputusan di hati Yoga, gadis itu telah mendekatinya. Ia
sunggingkan senyum kepada
Yoga. Lesung pipitnya dipamerkan yang sering mem-


Jodoh Rajawali 11 Geger Perawan Siluman di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

buat hati Yoga luluh itu.
"Aku sengaja menyusulmu," kata Lili ketika sudah berhadapan dengan Yoga. Sikap
Yoga tetap tenang
walau otak berputar menentukan kepastian dugaan-
nya. "Mengapa kau menyusul ku" Bukankah aku bi-
lang, tak sampai sehari aku pasti sudah kembali,
Guru!" "Aku rindu. Rindu sekali. Tak tahu kenapa tiba-tiba kerinduan ku amat
menggebu-gebu padamu!" Lili segera memeluk Yoga, bahkan menciumi wajah pemuda
itu. Dengan cepat firasat Yoga mengatakan, bahwa
gadis itu bukanlah Lili yang sebenarnya. Dia pasti Lili palsu. Karena Lili tidak
pernah menciuminya seganas
itu. Ciuman Lili berupa ciuman lembut yang punya
keagungan cinta dan mendamaikan hati. Tapi gadis itu
justru sebaliknya. Bahkan ia sempat menarik tangan
Yoga agar mendekati semak-semak dan menuntut sua-
tu kemesraan yang lebih dalam lagi. Semakin yakinlah
Yoga, bahwa gadis itu bukan Lili yang asli. Karena Lili tidak pernah menuntut
kemesraan yang lebih dalam
dengan cara sekasar itu. Yoga pun segera menahan
hasrat gadis itu dengan mengalihkan pembicaraan ke
masalah lain. "Tidakkah kau dengar seruan burung beo itu,
Lili?" Yoga masih berlagak tidak tahu tentang kepalsuan tersebut.
"Ya. Aku mendengarnya, Tapi... rasa-rasanya
aku tak perlu melayani, tantangan orang gila!"
"Lintang Ayu yang menantangmu. Mungkin dia
sangka kaulah yang membunuh adiknya; Prabu Anom
itu." "Itulah sebabnya kukatakan tadi, aku merasa
tak "perlu melayani tantangan orang gila! Biar saja dia sangka aku yang membunuh
Prabu Anom. Kalau memang ia berilmu tinggi, mestinya ia bisa temukan aku
di mana saja aku berada."
"Benar juga!" kata Yoga sambil membatin dalam hati, "Dia tidak merasa asing
dengan nama Lintang
Ayu. Dia tidak menyanggah nama Prabu Anom. Ini bu-
kan watak Lili. Dan Lili yang asli tidak pernah men-
ganggap setiap tantangan siapa pun. Biarlah aku ber-
pura-pura menganggapnya Lili asli. Sebenarnya aku
bisa saja membunuhnya saat ini, tapi itu tidak akan
menyelesaikan masalah. Orang-orang tetap akan men-
ganggap aliran Rajawali telah cemar akibat ulah Lili.
Aku ingin gadis ini terbuka kedoknya di depan Lintang
Ayu, supaya Lintang Ayu sendiri tahu, siapa sebenar-
nya gadis ini. Aku yakin, banyak orang yang datang ke
Bukit Batulima, terutama orang-orang yang mempu-
nyai dendam kepada Lili. Di sanalah nanti mereka
akan mengetahui, bahwa Lili kekasihku, bukanlah Lili
si keparat ini!"
Kemudian Yoga berkata kepada gadis itu, "Tapi
untuk mengangkat harga diri kita sebagai pewaris ali-
ran Rajawali, kurasa kau perlu datang ke Bukit Batu-
lima dan mengalahkan Lintang Ayu. Aku akan bantu
kamu untuk mengalahkan Lintang Ayu dengan meng-
hantamnya dari belakang hingga dia lengah. Pada saat
ia lengah nanti, kau hantam dia dari depan dengan ju-
rus maut mu, Lintang Ayu pasti hancur di depan bebe-
rapa orang yang akan menyaksikan pertarungan mu
nanti. Dengan begitu, mereka tidak akan lagi berani
menantang kita dan akan semakin hormat kepada ki-
ta. Kurasa burung beo itu terbang ke mana-mana dan
membuat setiap orang tahu bahwa tiga hari lagi akan
ada pertarungan di Bukit Batulima. Jika kau tak ha-
dir, kau dianggap pengecut dan direndahkan. Karena
itu, sebaiknya kau hadir dan aku akan membantumu!"
"Kau sungguh-sungguh akan membantuku?"
"Ya, Karena aku tak ingin kau mati di tangan
siapa pun! Aku akan kehilangan dirimu jika kau mati.
Dan itu adalah siksaan terberat bagi hidupku, Lili."
"Baiklah kalau kau mau membantuku dan
memang begitu pertimbanganmu. Aku akan hadir di
Bukit Kakilima...."
"Bukit Batulima!" Yoga membetulkan.
"O, iya! Bukit Kakilima, eh.... Bukit Batulima.
Tapi... tapi kali ini aku ingin berlayar ke lautan cinta bersamamu, Yo. Dekatlah
padaku, Sayang...."
"Celaka!" gumam Yoga dalam hati dicekam ke-
cemasan. Ia berpikir mencari alasan untuk menolak.
Namun belum sempat ia temukan alasan yang kuat ti-
ba-tiba di hadapan mereka telah muncul sesosok tu-
buh tua berjubah merah darah.
Seorang nenek berjubah merah darah dengan
pakaian dalamnya yang kuning itu memandang Lili
dengan mata tajam. Rambutnya yang putih rata dis-
anggul sebagian. Nenek berjubah merah itu kenakan
giwang batu ungu yang berkerilap memancarkan sinar
jika terkena sorot matahari. Nenek itu juga menggeng-
gam sebatang tongkat yang ujung atasnya berukir se-
kuntum bunga teratai yang sedang mekar.
Ketika Lili palsu memandang nenek berusia se-
kitar tujuh puluh tahun, ia segera berdiri dan sung-
gingkan senyum kaku, lepaskan pelukan pada diri Yo-
ga. Nenek itu hanya berkata dengan wajah marah,
"Aku ingin bicara denganmu!"
"Baik!" Lili palsu berkata kepada Yoga, "Tetap-lah di sini, aku akan bicara
dengan orang ini sebentar
di tempat sepi. Nanti aku kembali lagi, Sayang."
"Akan kutunggu sampai kau datang!" jawab Yo-
ga sambil mengangguk dan tetap bersikap tenang.
Ketika gadis itu pergi dengan nenek berjubah
merah dan bergiwang ungu itu, Yoga bertanya dalam
hatinya, "Siapa nenek berjubah merah itu" Lawan atau teman gadis itu" Sikapnya
aneh, keras dan sepertinya
sedang memendam marah. Sebaiknya ku tinggalkan
saja gadis itu untuk memberitahukan pada Lili-ku,
agar ia jangan keluar dari rumah sebelum masalah ini
selesai!" *** Pada mulanya, Lili tak bisa menerima saran
tersebut. Ia tetap ngotot berkata, "Aku harus datang!
Aku akan lihat siapa orang yang gunakan ilmu
'Perawan Siluman' itu"! Aku ingin bantai dia di depan
mereka, supaya mereka tahu yang mana Pendekar Ra-
jawali Putih sebenarnya! Aku tak bisa menerima saran
mu!" "Guru Li, serahkan persoalan ini padaku. Aku akan selesaikan setuntas
mungkin. Kalau Guru Li datang ke Bukit Batulima, maka keadaan sedikit sulit ku
atasi. Percayalah, Guru jangan hadir dan aku yang
akan selesaikan dengan rencana yang sudah ku su-
sun. Aliran Rajawali harus bersih kembali dari keca-
man setiap orang.
Tolong, untuk sekali ini kau menurut padaku,
Guru Li yang cantik."
"Hhhaah....!" Lili cemberut dan segera me-
munggungi Yoga. Dalam hati Yoga hanya berkata,
"Nan, inilah watak asli kekasihku! Tak pernah
mau mundur dari pertarungan. Jika harus mundur,
harus melalui bujukan yang amat sulit! Pasti dia kece-
wa. Tapi biarlah dia pertimbangkan dulu saran dan
usulan ku tadi...!"
Selama tiga hari berturut-turut, burung beo itu
terbang ke mana-mana sambil serukan tantangan ke-
pada Lili. Pendekar Rajawali Putih yang asli mendengar
suara tantangan itu, hatinya bergolak dan menjadi tak
pernah tenteram. Tetapi Yoga selalu wanti-wanti untuk
tidak lakukan tindakan apa pun. Yoga mencoba meya-
kinkan diri bahwa ia pasti mampu selesaikan masalah
tersebut sampai tuntas.
"Terserah kau sajalah! Aku bosan mendengar
nasihatmu!" Lili asli merajuk dengan wajah cemberut yang makin cantik menurut
Yoga. Maka ketika hari pertarungan tiba, Yoga pun
segera pergi tinggalkan pondokannya sendirian. Ia tu-
gaskan Tua Usil dan Bocah Bodoh untuk menjaga Lili
dan berusaha menghalangi Lili jika Lili bermaksud ke
Bukit Batulima.
"Alihkan pikirannya dengan polah kalian yang
lucu, biar Lili tidak berpikiran ke pertarungan terus,"
pesan Yoga kepada Tua Usil dan Bocah Bodoh.
Dugaan Yoga memang benar, di bukit tersebut
telah berkumpul banyak orang selain Lintang Ayu sen-
diri, Lenggani juga hadir, Anggita, Iblis Mata Genit,
pengemis Paku Juling, dan beberapa orang lainnya
yang tak sempat dikenali oleh Yoga. Bahkan nenek
berjubah merah yang mengenakan giwang batu ungu
itu pun juga hadir di sela-sela orang banyak, seper-
tinya bersembunyi di balik mereka.
Pendekar Rajawali Merah tidak datang sendi-
rian. Sebenarnya ia cukup lama menunggu di kaki bu-
kit. Dari pagi hingga mencapai hampir tengah hari, ba-
rulah ia bertemu dengan Lili palsu. Itu pun karena ke-
tajaman firasatnya yang mengatakan, ada seseorang
bersembunyi di balik rumpun bambu seberang sana.
Ketika Yoga menghampirinya, ternyata Lili palsu ada di
sana. "Kau sudah siap?" tanya Yoga.
"Siap! Kau ingat rencanamu sendiri, bukan?"
"Ya. Aku akan ambil posisi berlawanan arah
denganmu, di belakang Lintang Ayu. Akan kugunakan
pukulan tanpa sinar supaya tak ada orang yang tahu.
Kau perhatikan saja dia, apabila tubuhnya limbung
secara tiba-tiba, itulah saatnya kau menghantamnya!"
"Baik. Rasa-rasanya aku tak pernah punya rasa
takut sedikit pun jika bersamamu, Yo!"
Yoga hanya sunggingkan senyum menawan,
walau hatinya simpan sejuta kedongkolan dan kema-
rahan. Maka, mereka pun segera mendaki bukit terse-
but yang tak seberapa tinggi. Mereka muncul di antara
orang-orang yang sudah membentuk lingkaran dengan
sendirinya. Suara kecaman dan kemarahan mereka saling
sahut-sahutan. Semua tertuju kepada Lili palsu. Ada
yang hendak menyerangnya secara tiba-tiba, tapi se-
rangan itu segera dipatahkan oleh Yoga. Lili palsu me-
rasa benar-benar dalam perlindungan Yoga.
"Diam semua!" bentak Lintang Ayu dengan sua-
ra yang menggelegar. Semuanya pun diam tak berucap
kata, Lintang Ayu berseru lagi,
"Ini acara ku, kalian hanya berhak menonton,
atau menggantikan aku jika aku mati di tangan gadis
busuk itu!"
Tapi seorang perempuan berambut panjang te-
rurai dan berwajah buruk segera mendekati Lili palsu.
Perempuan itu mempunyai Wajah seperti habis dis-
iram air panas, mengenakan pakaian serba hitam. Pe-
rempuan itu berkata dengan suara serak,
"Kalau kau berhasil tumbangkan Lintang Ayu,
aku si Iblis Hitam, akan menggantikannya! Kau akan
berhadapan denganku, Busuk!"
Suara serak yang ingin menggerakkan tangan-
nya untuk memukul Lili palsu itu segera dicegah Yoga.
Sambil menuding Iblis Hitam, Yoga mengeluarkan kata
ancaman, "Kau berhadapan denganku jika sekarang kau
memukul dia!"
Iblis Hitam mendengus, lalu undurkan diri. Yo-
ga pun segera hantarkan Lili palsu ke tengah arena
pertarungan. Ia segera dekati Lintang Ayu dalam jarak
hanya satu langkah di depan perempuan itu. Wajah-
nya memancarkan permusuhan. Kedua tangannya
menggenggam kuat. Giginya pun tampak menggeletuk,
lalu suara nya yang menggeram itu berkata dalam na-
da bisik yang hanya didengar oleh Lintang Ayu,
"Hancurkan dia! Jangan sampai kau gagal!"
Lintang Ayu segera tanggap, bahwa ternyata Pendekar
Rajawali Merah itu ada di pihaknya. Tapi Lintang Ayu
tidak beri jawaban apa pun, seakan tidak pedulikan
ucapan tersebut. Maka, Yoga pun segera bergerak ke
arah belakang Lintang Ayu, membuat Lili palsu merasa
bahwa Yoga datang dekati Lintang Ayu hanya sebagai
alasan untuk mengambil tempat di belakang lawannya.
"Pertarungan ini untuk menebus kebejatan
tingkah lakumu, Pendekar Rajawali Putih! Jangan me-
nyesal kalau kau mati di tanganku!" kata Lintang Ayu.
"Kau yang akan menyesal karena sebentar lagi
tidak akan bernyawa lagi!"
Sreet...! Lintang Ayu cabut pedang emasnya.
Pada saat itu, Lili palsu segera menyerangnya dengan
satu lompatan salto yang mengarah ke kepala Lintang
Ayu. Wyuut...! Wwwees...! Lintang Ayu tebaskan pe-
dang ke kaki Lili palsu, tapi tebasan itu bisa dihinda-
rinya. Pertarungan terjadi dengan sengitnya. Iblis Ma-
ta Genit memperhatikan jurus-jurus yang dipakai Lili
palsu. Ia mempelajari jurus-jurus itu mencari kelema-
han, karena punya niat menyerangnya jika pertarun-
gan itu telah usai.
Lili palsu menunggu rencana Yoga, tetapi Yoga
tampak tenang-tenang saja. Akibat sebentar-sebentar
mencuri pandang ke arah Yoga, pikirannya jadi kacau,
perhatiannya tidak terarah sepenuhnya pada lawan,
sehingga dalam satu gebrakan tertentu, Lintang Ayu
berhasil tebaskan pedangnya dengan kecepatan tinggi.
Zlaaap...! Craas! Pedang itu merobek perut. Lalu,
jruub-! Pedang emas itu menembus masuk di dada Lili
palsu." Gemuruh suara para penonton bertepuk tan-
gan dengan. wajah-wajah ceria. Mereka bersorak me-
muji kehebatan jurus pedang Lintang Ayu, sekaligus
menyatakan kegirangannya atas kematian Lili palsu
itu. Tetapi pada saat berikutnya, semua menjadi
bungkam, terdiam, dan tercekam. Lili palsu yang ter-
kapar berlumuran darah itu menghembuskan napas
terakhir. Tapi pada saat itu wajahnya berubah perla-
han-lahan. Wajah itu membentuk kecantikan memucat


Jodoh Rajawali 11 Geger Perawan Siluman di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

yang jauh berbeda dengan wajah Lili.
Semua orang, termasuk Yoga sendiri, meman-
dang tak berkedip dengan mulut terpengang melom-
pong. Lalu, tak sadar Yoga terucap kata,
"Gadis Linglung..."!"
Yang lainnya ikut berucap kata yang sama. Ga-
dis Linglung-lah ternyata orang yang gunakan ilmu
'Perawan Siluman' dan bikin geger dunia persilatan.
Tujuannya hanya ingin memisahkan Lili dari Yoga, dan
Lili akan dimusuhi banyak orang, sehingga ia tak perlu
susah-susah memusnahkan kekasih Yoga itu. Ternya-
ta, Gadis Linglung justru terjebak dengan rayuan Pen-
dekar Rajawali Merah itu, kedoknya terbongkar di per-
tarungan, di depan sekian banyak orang yang pernah
dikecewakan oleh tingkah lakunya selama empat pu-
luh lima hari lebih itu.
"Ternyata dia Gadis Linglung, muridnya Nyai
Mantera Dewi!" seru seseorang.
Nenek berjubah merah darah dan bergiwang
batu ungu itu segera tampil di tengah arena dan berse-
ru, "Saudara-saudara... memang benar, dia adalah
muridku!" "O, rupanya dia Nyai Mantera Dewi?" pikir Yo-
ga. "Tetapi ketahuilah, semua ini di luar rencana-
ku. Dia mencuri kitab pusakaku, yaitu kitab berisi il-
mu 'Perawan Siluman'. Semula kusangka muridku
yang lain yang mencurinya, tapi ternyata dialah pencu-
rinya. Ku coba untuk mengingatkan dia, tapi dia bersi-
keras untuk merebut Yoga dari tangan Lili. Sejujurnya
kukatakan, aku sangat berterima kasih kepada Lin-
tang Ayu, yang telah memadamkan perkara ini dengan
pertarungan yang sungguh bijaksana! Dan ku mohon-
kan beribu maaf kepada kalian semua yang dirugikan
dan dikecewakan oleh muridku ini. Kuharap, kematian
penebus dosa ini, tidak memperuncing hubungan ka-
lian dengan Perguruan Camar Sakti!"
Setelah Nyai Mantera Dewi selesai bicara, kini
tiba giliran Yoga yang berkata, "Saudara-saudara ter-cinta, dengan terbukanya
kedok ilmu 'Perawan Silu-
man', ku mohon kalian tidak menaruh dendam lagi
kepadaku, maupun kepada Pendekar Rajawali Putih.
Luruskan anggapan kalian, bahwa aliran Rajawali se-
benarnya adalah aliran putih yang tidak menyukai tin-
dakan-tindakan keji dan tak senonoh seperti yang te-
lah dilakukan oleh Lili palsu ini..."
Tiba-tiba gadis berwajah buruk yang berjuluk
Iblis Hitam itu juga tampil di tengah arena, ia berdiri di samping Yoga dan
berkata, "Jangan lagi timbulkan permusuhan denganku,
karena aku tidak ingin bermusuhan dengan kalian!"
"Siapa kau?" tanya Yoga dengan heran.
Iblis Hitam segera menarik kulit di bawah le-
hernya, mengelupasnya sampai seluruh wajah. Dan
orang-orang, termasuk Yoga, menjadi tercengang. Ka-
rena Iblis Hitam itu ternyata adalah Lili yang asli. Ia mengenakan topeng buatan
Tua Usil yang belum bisa
sempurna tapi harus sudah pakai, sehingga wajah to-
peng itu menjadi buruk.
Melihat wajah cantik di balik topeng buruk itu,
semua orang menjadi terperangah dalam senyum ke-
kaguman. Mereka tak punya sikap bermusuhan den-
gan Lili, karena mereka tahu yang mana Lili sebenar-
nya. Tetapi, Iblis Mata Genit segera menyerang Pen-
dekar Rajawali Putih setelah ia berseru,
"Sekaranglah saatnya untuk membalaskan sa-
kit hati adikku, si Wali Kubur, yang sekarang sudah
gantung diri karena kehilangan ilmunya! Heaaah...!"
Melihat Iblis Mata Genit melompat dan tak bisa
dibendung lagi, dengan cepat Lili lepaskan sinar putih
keperakan dari kedua tangannya. Zraaap...! Sinar pu-
tih keperakan itulah yang dinamakan jurus 'Sirna Ja-
ti'. Dan orang sesat bernama Iblis Mata Genit itu pun
jatuh tersungkur, seluruh ilmunya menjadi hilang.
Bahkan wajah dan tubuhnya berubah menjadi tua ren-
ta. Iblis Mata Genit menangis karena merasa senasib
dengan adiknya.
Rupanya banyak orang tak suka kepada Iblis
Mata Genit. Mereka menertawakan tangis perempuan
tua renta itu, dan merasa bersyukur bahwa orang se-
sat itu sekarang telah dilumpuhkan oleh Lili; si Pende-
kar Rajawali Putih itu.
Kini, perkara tersebut telah selesai secara tun-
tas. Walaupun banyak orang yang menaruh kekagu-
man dan pujian terhadap sepasang pendekar aliran
Rajawali itu, namun di dalam hati Lintang Ayu masih
terucap kata hati yang amat lirih,
"Aku tak tahan menghadapi getaran hatiku jika
melihat Yoga. Haruskah aku menyingkirkan Pendekar
Rajawali Putih itu?"
Sementara itu Yoga dan Lili telah melangkah
dalam damai sambil bergandengan tangan. Hal itu
membuat banyak hati para gadis merasa iri dan ingin
merasakan keindahan seperti itu.
SELESAI Segera terbit!!!
Pusaka Hantu Jagal
E-Book by Abu Keisel https://www.facebook.com/pages/Dunia-
Abu-Keisel/511652568860978
Panji Sakti 8 Pendekar Super Sakti Serial Bu Kek Siansu 7 Karya Kho Ping Hoo Matahari Esok Pagi 21
^