Pencarian

Kekuatan Gaib 1

Kekuatan Gaib Serial Tom Swift Bagian 1


Chapter 1 Tom Swift keluar dari bangku tidurnya dengan cepat, ketika
lonceng tanda bahaya menggema di seluruh pesawat ruang angkasa
EXEDRA. Berhenti sebentar terapung di udara tanpa gaya tarik bumi,
bertekan pada sebuah tiang dan meluncur ke lorong yang mengarah ke
ruang kemudi. Ben Si Elang Jalan sedang membungkukkan badannya
melewati alat kemudi, jari-jari tangannya berpindah-pindah dari satu
tombol ke tombol lainnya. Panel yang lebar di depannya berkedipkedip lampu merah dengan kacau.
"Apa yang terjadi?" geram Tom, sambil mengikatkan badannya
ke kursi di sebelah sahabatnya. "Kedengarannya seperti kita dilindas
sebuah truck!" "Pecahan-pecahan meteor," kata Ben bersungut. "Mengenai kita
di bagian depan. Paling tidak, saya pikir kira-kira di situlah yang kena.
Anita ada di bawah sana sekarang."
"Aristotle," Tom menengok ke samping, "coba berikan apa saja
yang terkena dan rusak!"
"Siap," robot itu menjawab dari bagian belakang ruang kemudi.
Dalam sekejap layar hijau di depan Tom menyala. Pencipta belia
berambut pirang itu memperhatikan dengan seksama ke layar, sebuah
gambar tiga dimensi dari EXEDRA. Sebuah titik putih berkedip-kedip
tepat di bawah ruang kemudi.
"Penunjang pengatur udara," Tom berkata kesal, sambil
menunjukkan jarinya ke layar. "Tepat di tengah-tengahnya!"
"Bagaimana dengan alat pembantunya?" tanya Ben.
"Kalian dapat melupakan sistem pembantu" kata suara dari
belakang mereka. "Simpanan utama dan sistem pembantunya
kelihatan seperti berlobang-lobang." Tom dan Ben menengok dan
melihat Anita Thorwald keluar dari pintu gerbang kabin. Gadis cantik
berambut merah itu menyelinap ke antara mereka, matanya kelihatan
tegang. "Telah saya periksa dengan cepat" katanya kepada mereka.
"Tetapi keadaannya agak repot. Kita telah kena setengah lusin
pecahan meteor halus Tom " tidak lebih besar dari kepala jarum
pentul, dan mengenai tempat-tempat yang tepat."
"Kira-kira rusaknya seberapa?"
"Saya pikir saya dapat memberikan lebih dari yang
diperkirakan," Aristotle memotong. "Kita tidak kehilangan udara.
Komputer telah menutup semua kebocoran."
"Kalau begitu berarti bagus" Ben menghela nafas lega.
"Tetapi," robot itu melanjutkan, "alat pencampur zat asam rusak
total dan tak mungkin diperbaiki."
"Itu berarti gawat," jawab Ben.
Tom bersandar ke belakang dan menyapu mukanya dengan
tangannya. "Dengan kata lain, kita mempunyai cukup udara yang kita
perlukan " tetapi tidak untuk bernafas."
"Sekarang masih," Aristotle membetulkan. "Hanya untuk "
empat puluh tujuh menit lagi."
"Empat puluh tujuh " !" Mulut Tom seketika menjadi kering.
Dia melirik dengan cepat dari Anita ke Ben.
"Saya baru saja memeriksa" kata pemuda Indian ahli komputer
itu. "Yang paling baik kita laksanakan adalah menuju ke daerah
tambang di sekitar Saturnus"Beta-6 atau Titan. Kita berada sekitar
sebelas jam dari mana saja, Tom."
"Tangki baju terbang?" usul Anita.
Tom cepat menghitung di kepalanya, kemudian memasukkan
beberapa angka ke dalam komputer untuk meyakinkannya. "Itu cepat
sekali. Lebih kurang tujuh menit. Bila ada sesuatu yang salah, kita
tidak akan mencapainya, sudah tentu." Ia berpaling dan menghadap
mereka berdua. "Motor penjelajah planet tidak akan mampu
melaksanakannya." Ben mengangkat alisnya: "Kamu akan mempergunakan motor
penjelajah bintang, bukan?"
"Kenapa tidak?" Tom mengangkat bahunya. "Ini adalah
kesempatan terbaik yang kita punyai. Beruntung EXEDRA berada
pada kecepatan yang diperlukan sekarang. Dalam hal ini, saya pikir
langkah yang panjang memberi harapan lebih baik untuk selamat dari
pada langkah yang pendek."
Anita mengangguk setuju. "Kita akan memasuki angkasa hyper
dalam " berapa, Aristotle?"
"Tujuh koma empat menit" kata Aristotle cepat.
"Dan kita telah mempergunakan enam dari empat puluh tujuh
menit hanya untuk bicara," Anita berkata dengan tajam "Saya bilang
lebih baik kita kerjakan dan keluar dari sini!"
"Benar" kata Ben seadanya. "Berikan saya suatu tujuan, Tom,
akan saya masukkan ke dalam komputer."
"Saya punya satu" kata Tom. "Kita sudah lama ingin
mengunjungi STASIUN ANDROMEDA. Sekarang sama baiknya
dengan waktu lainnya. Di samping itu juga akan memberi kesempatan
untuk mencoba mesin penjelajah bintang ke angkasa jauh."
"ANDROMEDA," keluh Ben. "Sangat jauh dari rumah."
Sudah tentu Ben tahu bahwa alasan Tom ada dasarnya,
EXEDRA hanya beberapa hari saja jauhnya dari Bumi dengan
mempergunakan motor penjelajah planit, sedangkan STASIUN
ANDROMEDA 20.000 tahun-cahaya jauhnya, di pinggir dari gugus
bintang itu sendiri. Meskipun jarak yang ditempuh untuk mencapai
STASIUN ANDROMEDA begitu jauh, namun tidak akan memakan
waktu yang lama. Motor penjelajah bintang, salah satu ciptaan Tom
yang terhebat, akan meluncurkan EXEDRA melalui satu jendela di
angkasa, dan melejit keluar " mendekati seperempat garis tengah
piringan luas gugusan Milky Way. Tidak sampai satu detik tercatat
dalam jam pesawat, karena angkasa hyper tidak mengikuti hukum
fisika mengenai waktu dan ruang.
"Delapan detik dan hitung," kata Aristotle.
"Bersiap-siap untuk memasuki H". "
Tom membungkuk pada alat pengemudi. Ben dan Anita terlihat
seperti bayangan karena lampu-lampu yang berkedip-kedip.
"Mendekati masuk," kata Tom.
"Tiga dua satu ZERO!"
Tekanan dari angkasa hyper yang aneh dan menakutkan
mencekam Tom dan seolah-olah mencekiknya. Ia berjuang untuk
mengambil nafas, dan matanya berkunang-kunang.
Tiba-tiba, secepat mulainya, kejutan itu berakhir. Tom
terhempas kembali di dalam kursinya dan mengambil nafas. "Semua
baik-baik saja" Kelihatannya kita ?"
Lengkingan tanda bahaya memutuskan kata-katanya. Pesawat
EXEDRA bergetar dan berputar-putar terpelanting ke kegelapan
angkasa. Cahaya biru yang tajam memenuhi ruangan. Cadar
pengaman jendela terlepas. Mesin pesawat menderu-deru, berusaha
mencoba EXEDRA kembali ke keadaan semula. Anita menjerit ketika
ikatan kursinya terlepas dan membuatnya terlempar. Tom
menangkapnya dan menarik ke arahnya tepat sebelum kepalanya
membentur loteng ruang kemudi.
Tiba-tiba, mesin pesawat dapat dikendalikan. Pesawat
EXEDRA berhenti berputar-putar dan ruangan kembali sunyi senyap.
Anita bersandar dengan gemetar di dinding.
"Semua baik?" tanya Tom.
"Sini," kata Ben tajam. "Cepat!"
Tom melepaskan sabuk pengamannya dan meluncur ke bagian
belakang ruangan. Ben Si Elang Jalan mencekam lengan kursinya,
matanya yang hitam membelalak mencemaskan.
"Ben " apa yang terjadi?"
"Dia yang terjadi," kata Ben datar, menunjuk dengan gemetar
ke arah robot mereka. "Saya tidak tahu kenapa atau bagaimana, Tom,
rupanya Aristotle sudah gila!"
"Dia APA?" Tom menggeleng-gelengkan kepalanya karena
tidak percaya. "Itu tidak mungkin. Ia tidak bisa jadi gila."
"Oh, tidak?" Ben menatapnya. "Saya sedang duduk di sini dan
saya melihatnya. Kita melampaui angkasa hyper dengan sukses.
Kemudian Aristotle mulai berteriak dan mengomel serta mengacau
komputer. Cahaya tajam yang kamu lihat tadi adalah bintang rambu
dari STASIUN ANDROMEDA, Tom. Aristotle mencoba
mengarahkan kita ke situ. Saya memutuskan hubungan tepat pada
waktunya." Tom kelihatan bingung, kemudian berpaling memperhatikan
robot yang besar itu, ciptaannya yang sangat dibanggakannya.
Aristotle memandang lurus ke depan, matanya yang cemerlang
merupakan titik-titik cahaya yang halus.
"Apa kamu sekarang baik?" tanya Tom. "Aristotle, apa yang
terjadi?" "Maafkan saya," kata Aristotle dengan tenang. "Saya tidak
mengerti pertanyaannya, Tom. Apa yang terjadi sehubungan dengan
apa?" Tom berpandang-pandangan dengan Ben, dan berkata, "Tadi,
Aristotle, waktu kita keluar dari motor penjelajah bintang, kamu
mencoba menghancurkan pesawat."
Mata Aristotle yang hijau berkedip-kedip. "Tom, saya tidak
ingin menanyakan alasan pertanyaan kamu, tetapi saya sudah
diprogram untuk melaksanakan sesuatu yang pantas dan masuk akal
" NGOMEL " pantas dan masuk-suk-suk-a-a-kal-kal! SKEEEECH!
AWAS " MEREKA DATANG! LANGSUNG MENUJU KITA,
TOM! TIGA PULUH DERAJAT SEBELAH KIRI " BEN,
NAIKKAN TENAGA MESIN, CEPAT! MEREKA SEDANG
MEMASUKI 'PESAWAT! KUNING BIRU MERANGKAK HIJAU
GEMUK " NGOOOO " MEL! MERAH KERITING PERSEGI
DAN BERBULU PANJANG HENTIKAN MEREKA, TOM,
SEBELUM MEREKA ?" Tom membuka piringan dari dada Aristotle dan cepat menekan
sebuah sakelar. Robot itu terus diam. Tom membalik sambil
menggelengkan kepalanya. "Sekiranya saya tidak mengetahui lebih banyak, saya akan
mengatakan dia sedang bermimpi yang menakutkan. Saya belum
pernah melihat dia seperti itu sebelumnya."
"Saya juga demikian," keluh Ben, "dan saya tidak ingin
menemukan hal seperti itu lagi."
************************************
Beberapa saat kemudian, Tom mengarahkan EXEDRA ke
tempat pendaratan di STASIUN ANDROMEDA. Kapal riset yang
besar itu berbentuk sebuah tandan dari bulatan logam yang berwarna
suram, secara terpisah dihubungkan satu sama lainnya dengan sebuah
anyaman kabel-kabel dan balok penunjang. Ketika Tom dan temantemannya melangkah keluar dari tabung udara, Glen Larson datang
menyambutnya. Larson adalah asisten kepala ayahnya Tom, dan
merupakan pejabat teras di Perusahaan SWIFT.
"Selamat datang di STASIUN ANDROMEDA," kata orang
yang besar itu dengan hangat. Dia langsung menatap Tom, tertarik
pada wajahnya yang tampak gusar. "Saya memang mengharapkan
kedatangan kalian sewaktu-waktu, tetapi tidak dalam keadaan begitu
" tiba-tiba. Apa sebetulnya yang terjadi di atas sana?"
"Kami tidak begitu yakin," kata Tom. "Aristotle menjadi kacau
dan melakukan hal yang aneh-aneh."
Larson memandang Tom dan mengerutkan dahinya. "Bila saya
kelihatan tidak heran, karena saya memang tidak heran. Kejadiankejadian yang aneh sering terjadi pada robot-robot di atas sana."
"Apa umpamanya?" kata Tom ingin tahu, "Bila anda dapat
memperkirakan, apa yang telah terjadi pada Aristotle . . . . "
Larson mengangkat sebelah tangannya. "Saya tidak, tetapi Dr.
McGinnis mungkin tahu. Ia kepala proyek di sini, dan dapat memberi
jawaban yang lebih baik dari saya. Kalian bertiga dapat menyimpan
peralatan kalian dan mari kita ke atas. Saya akan perkenalkan kalian
dengan Dr. McGinnis."
Larson tidak menjawab lagi pertanyaan-pertanyaan yang
ditujukan kepadanya, dan Tom juga tidak mendesaknya. Ia telah
bekerja dengan orang itu beberapa kali sebelumnya, dan menghargai
kejujurannya, sifat berterus terang. Bila Glen Larson mempunyai
sesuatu untuk diperbincangkan, ia akan mengatakannya " dan bila
tidak, ledakan nuklir pun tidak dapat merobahnya. STASIUN
ANDROMEDA adalah sebuah kapal kerja riset, sedikit sekali ruangan
yang tersisa untuk tidur, makan dan rekreasi. Tom dan temannya
mendapat sebuah ruangan kecil tetapi cukup menyenangkan, dan
sebuah tambahan laboratorium untuk penemuan Tom berupa
pemindahan benda dengan foto. Aristotle kelihatannya tidak apa-apa,
tetapi Tom meninggalkannya di dalam laboratorium.
Seorang ilmuwan yang berpakaian kerja biru menunjukkan
jalan, Tom, Ben beserta Anita berjalan berliku-liku di dalam
terowongan logam ke pusat bola stasiun. Kapal itu berputar perlahanlahan pada sumbunya, menyebabkan hampir seluruh daerah
mendapatkan gaya berat normal. Glen Larson telah menunggu dan
melambaikan tangannya kepada mereka bertiga untuk menemui
Elman McGinnis. Ruangan bulat itu cukup luas, tetapi dipenuhi
peralatan yang bertumpuk-tumpuk. McGinnis sendiri, orangnya
tinggi, berhidung bengkok, berumur tigapuluhan lebih, dengan bola
mata abu-abu yang tajam dan berambut hitam tidak beraturan.
"Selamat datang" kata McGinnis. "Glen menceritakan tentang
robot kalian, dan tentu saya melihat apa yang terjadi dalam pesawat
kalian melalui layar kami. Saya ingin mengetahui lebih banyak
mengenai itu." "Tidak banyak yang dapat kami ceritakan," kata Tom.
"Kejadian itu berjalan cepat sekali." Ia dengan ringkas menerangkan
kelakuan Aristotle dan bagaimana robot itu hampir saja
menghancurkan pesawat. Dr. McGinnis menggigit bibir dan mengerutkan keningnya
sambil berpikir. "Berapa banyak yang kamu ketahui mengenai proyek
ini" Ah " tak mengapa. Saya akan memberi kalian sedikit keterangan
mengenai kegiatan kami." Bergerak ke arah panel kecil, ditekannya
beberapa sakelar dan melihat ke atas. Layar perak di atas mereka
mulai bercahaya, kemudian bayangan gambar yang dalam mulai
kelihatan. Gambar itu menunjukkan kabut merah dan putih, berjuta
titik cahaya dalam kehitaman angkasa.
"Saya yakin kalian mengetahuinya" kata McGinnis. "Itu adalah
awan interstellar yang terdiri dari massa gas dan debu-debu cosmos.
Tidak terlalu istimewa, sesungguhnya " kecuali jaraknya yang terlalu
dekat, kira-kira setengah juta tahun-cahaya. Tepat berada pada, ah "
pantai dari gugusan pulau kita."
McGinnis berhenti sejenak dan mengusapkan tangannya, di
rambutnya. "Ada satu hal lagi mengenai awan ini, yang membuatnya
lain dari yang lain. Pada dasarnya, itulah sebabnya mengapa ayahmu
mendirikan proyek ini. Awan yang satu ini tidak berkelakuan seperti
awan lain yang pernah saya temukan."
"Apa yang anda maksud, Doktor?" tanya Anita.
McGinnis tersenyum letih pada Si Rambut Merah. "Kadangkadang, seperti sekarang ini, awan itu menunjukkan dalam instrumen
biasa-biasa saja " ukuran yang pantas, kepadatan, daya terang, unsurunsur campurannya dan lain-lainnya. Tetapi kadang-kadang, tanpa
alasan yang dapat saya bayangkan, awan itu, ah " pokoknya tidak
ada di situ." "Tidak ada di situ?" tanya Tom ingin tahu, "Maksud anda, awan
itu tidak terlihat?"
"Tidak" McGinnis menggelengkan kepalanya dengan kaku.
"Saya maksudkan awan itu tidak ada di sana. Hilang. Lenyap. Kami
ketahui itu karena kami dapat melihat gugusan galaktik di
belakangnya." "Dan kemudian awan itu kelihatan kembali?"
"O, ya" kata McGinnis dengan suram. "Awan itu selalu
kembali. Tetapi tidak pada tempat yang sama, kalian tahu. Beberapa
ratus ribu tahun-cahaya lebih dekat, atau lebih jauh. Atau lima atau


Kekuatan Gaib Serial Tom Swift di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

sepuluh derajat ke kiri atau ke kanan." Diusapnya mukanya dan
mengerutkan dahinya. "Kalian mengerti apa yang sedang kami hadapi,
bukan" Suatu proyek yang sangat menggairahkan, tetapi juga sangat
meresahkan. Awan debu yang terang di luar sana itu jelas tidak
mengikuti hukum waktu dan ruang."
Tom berpaling ke arah Glen Larson. "Anda mengatakan sesuatu
tentang adanya robot yang terkena pengaruh di luar sana."
"Ya, saya mengatakannya," Larson berkata dengan suram. "Tak
satu pun instrumen kami di sini yang mendapatkan mimpi, seperti
Aristotle, tetapi instrumen-instrumen itu menunjukkan hal-hal yang
aneh. Alat penunjuk waktu menjadi acak-acakan, jarum-jarum
menunjuk melampaui angka-angkanya atau tidak bekerja sama
sekali." McGinnis mendehem. "Memang tidak begitu ilmiah
mengatakan ini, tetapi kadang-kadang kelihatannya seluruh proyek
menjadi sial. Meskipun ketika instrumen-instrumen kami seperti
bekerja, saya tidak pasti apakah saya percaya apa yang saya lihat."
"Saya dapat memahaminya," kata Tom.
"Barangkali apa yang terjadi pada Aristotle dapat menolong,"
usul Anita. "Robot itu mesin yang sangat cerdas. Semua bahan yang
diocehkannya tidak jelas, tetapi itu berarti data tambahan."
"Kami akan memberi bantuan sedapat-dapatnya," keluh
McGinnis. "Bila kalian dapat memberikan rekaman suaranya kepada
saya, saya akan?" Suara ilmuwan itu terputus karena suara tanda bahaya di
seluruh stasiun. "Lihat!" Ben berteriak dengan kaget, "Pada layar."
Semua mata berpaling pada layar radar angkasa luas di dinding
agak jauh. Sebuah titik putih yang pucat bergerak dengan cepat
melintasi layar hijau dari radar.
"Itu sebuah pesawat" seru Tom, "Berpuntir-puntir tak
terkendalikan " tepat seperti pesawat EXEDRA!"
"Lebih buruk lagi" Dr. McGinnis berkata dengan gemas. "Yang
ini mengarah langsung ke STASIUN ANDROMEDA!"
Chapter 2 Tom bergegas ke sebuah komputer meja, memperhatikan
perobahan-perobahan cepat dari huruf-huruf di dalam layar, dan
memasukkan angka-angka perhitungan yang cepat. "Saya kira anda
benar," katanya dengan pendek. "Dengan kecepatan meluncur dari
pesawat itu sekarang, akan mengenai kita dalam " delapan, delapan
koma dua menit." McGinnis berkomat-kamit. "Ada lima rambu angkasa di
sekeliling stasiun. Missile pengontrol meteor akan menghancurkan
pesawat itu sebelum terlalu dekat." Dia mengepalkan tangannya dan
menatap Tom. "Bila ada yang hidup dalam pesawat ?"
"Tak cukup waktu," sambung Larson. "Kita tidak mempunyai
sesuatu yang cepat yang dapat memotongnya. Pesawat angkasa
penarik kita tak mungkin dapat mendekatinya."
"Kita mempunyai EXEDRA," kata Tom. "Pesawat itu cukup
cepat." Larson dan McGinnis saling berpandangan. "Tak mungkin,"
kata Larson dengan tegas. "EXEDRA tidak berada dalam kondisi
untuk melaksanakan hal seperti itu. Kalian sendiri hampir saja tidak
mampu sampai di sini."
Tom menggelengkan kepalanya. "Setahu kami, penunjang
pernafasan adalah satu-satunya yang tidak bekerja. Kami tidak
memperhitungkan itu. Kami akan mempergunakan baju terbang
dengan membawa tangki penuh udara."
"Saya tidak menyukai hal ini" sungut Larson.
"Saya juga tidak," kata Tom. "Tetapi saya tidak melihat pilihan
lain." Ia melirik sekali lagi ke layar komputer, dan bergerak ke arah
pintu. "Ben, Anita " kita telah membuang-buang waktu dengan
bicara. Tujuh puluh delapan, tujuh puluh sembilan menit tidaklah
terlalu lama." "Pembetulan," kata McGinnis dengan tajam. "Kalian tidak akan
mempunyai tujuh puluh sekian menit. Saya harus menembakkan
Missile itu tidak lebih dari " sembilan menit sebelum pesawat itu
mencapai ANDROMEDA." Mata abu-abunya menatap ketiga
sahabatnya. "Bila EXEDRA dapat mulai terbang pada " jam empat
belas-tiga puluh-dua".."
Tom memaksakan sebuah senyum. "Jangan kuatir, Doktor.
Saya tidak begitu senang mempelajari ledakan nuklir pada jarak
dekat." Tom mengudarakan EXEDRA dengan selamat keluar dari
stasiun dengan roket pendek bertenaga besar. Ketika pesawatnya lepas
landas dari stasiun, Exedra dibuatnya terbang tegak lurus ke atas.
Kedengaran raungan mesinnya yang besar. Tom dapat merasakannya
pada telapak kakinya. "Semua, siap," teriaknya melalui mike helmnya, "kita tak
banyak waktu untuk melakukannya dengan santai!" Dengan lirikan
terakhir pada papan instrumennya, Tom mendorong tongkat pengatur
tenaga mesin ke depan dengan teratur.
Pesawat yang ramping itu bergetar, serentak mesin nuklirnya
mengeluarkan ion-ion putih panas ke angkasa. Kecepatan membuat
Tom tertekan ke dalam kursinya, menarik kulit mukanya. EXEDRA
meluncur seperti sebuah komet melintas, mendapat kecepatannya
dalam beberapa detik saja.
Tom tak dapat bergerak, tetapi dia dapat melihat bayangan Ben
di sisinya, dan Anita yang duduk di belakang ahli komputer belia itu.
Ketiga mereka berpakaian berat untuk ruang angkasa dengan helm
yang menutup kepala mereka, gumpalan kabel yang keluar dari bagian
dada yang dihubungkan dengan tangki udara yang diikatkan di
dinding. "Perhatikan," kata Anita dengan tenang di kupingnya. "Kita
akan mencapai titik target dalam ... sepuluh detik."
Tom melirik ke angka-angka yang ada di dalam topi helmnya.
Angka-angka merah yang redup bergerak perlahan-lahan dalam satu
baris. Delapan detik".tujuh".Komputer mengikuti pergerakan
mereka dengan seksama, membuat EXEDRA melingkar dengan
radius yang panjang, mengikuti lingkaran kulit kerang. Perjalanan ini
membawa mereka dengan cepat ke arah pesawat yang tak
terkendalikan itu, mengikuti dan menyamakan garis terbang dan
kecepatannya. Dan ketika mereka mencapainya "terus bagaimana" Tom ingin
tahu. Pesawat itu berjungkir balik dengan kecepatan yang terlalu cepat
dan sangat berbahaya untuk memasukinya. Sekiranya masih ada yang
masih hidup di dalam pesawat yang tak terkendalikan itu . . . .
Dibuangnya pikiran itu jauh-jauh, dan memusatkan perhatiannya pada
angka-angka yang berjalan dengan cepat itu.
?"..Dan " sekarang!" cetus Anita.
Angka merah menyala. Pesawat EXEDRA meluncur pada
lingkarannya dan mengarah ke pesawat itu. Tom melirik pada angkaangka yang berkedip-kedip, kerongkongannya terasa kering.
JAM 14.09?"Kurang dua puluh satu menit sebelum
McGinnis menembakkan missile nuklir-nya untuk mengamankan
stasiun! "Apakah kita akan mengikuti jungkir baliknya pesawat itu atau
membuatnya diam," kata Tom dari dalam topi helmnya. "Ada di
antara kalian yang mempunyai gagasan lebih baik?"
"Saya sedang berpikir ketika kamu bertanya," Anita tertawa.
"Kita lebih baik mengikutinya, Tom. Kita pasti tidak akan bisa
menghentikannya." "Saya pikir tidak ada jalan lain" kata Tom dengan datar. "Saya
punya satu gagasan lain."
"Hah" Apa lagi?" tanya Ben.
"Bayangkan kalau pesawat itu sebuah bola sepak," kata Tom.
"Jungkir balik dari ujung ke ujung lagi. Kita adalah sebuah bola sepak
juga, bergerak di sampingnya " hanya saja kita tidak jungkir balik
tentunya. Bila kita dapat membuat lobang dengan sinar Laser di badan
pesawat itu, tepat di tengah sumbu putaran jungkir baliknya, kita akan
mempunyai satu titik yang kurang lebih berada dalam keadaan diam."
"Itu kurang lebih benar" kata Ben. "Tom, sekiranya itu berhasil,
tetapi tidak akan membantu kamu ke dalam."
"Tidak" Tom mengakui, "tetapi paling tidak ada satu jalan
untuk masuk." "Dan tidak akan bisa keluar!" Anita menentang dengan keras.
"Apakah kamu lupa pada kejadian di mana EXEDRA berjungkir balik
seperti itu, sobat" Kira-kira sama dengan telur yang dikocok dalam
tabung." "Saya tidak akan menyanggah hal itu" kata Tom dengan letih,
melirik pada angka-angka di topi pengamannya. "Bila di antara kalian
mempunyai gagasan yang lebih baik dalam " delapan belas menit
mendatang, katakanlah segera pada saya." Tom menunggu di depan
pintu kapsul udara dengan tangki udara terikat di belakangnya, alat
pemotong sinar Laser terpegang erat di sarung tangan kanannya.
"Bersiap-siap" suara Ben terdengar di telinganya. "Kita berada
tidak jauh dari belakang pesawat itu, cukup dekat untuk dilihat
jelas"..tidak berjungkir balik sejelek yang kita kira."
"Bagus" kata Tom.
"Saya dapat melihatnya sekarang. Warnanya abu-abu gelap dan
?" Ben menarik nafasnya. "Tom, saya belum pernah melihat pesawat
seperti ini! Seperti " tak apalah, kamu akan melihatnya sendiri dalam
lima detik." Tom menunggu, sambil pergi ke tempat yang kosong.
Lingkaran terang dari gugusan Bumi tak terlihat sama sekali.
Kemudian, dengan tiba-tiba, pesawat lain itu masuk dalam
penglihatannya. Tom Swift terbelalak, rasa dingin terasa di
tengkuknya. Dibandingkan dengan rampingnya EXEDRA pesawat itu
tidak ada apa-apanya, atau di bandingkan dengan pesawat-pesawat
bumi atau makhluk asing sekali pun. Menurut pandangannya, pesawat
itu tidak direncanakan dengan baik " hanya gabungan-gabungan
yang jelek dari segitiga-segitiga, persegi-persegian dan hampir tidak
masuk akal disambung menjadi satu.
MUNGKIN SIAPA PUN DI DALAMNYA TIDAK
MENGINGINKAN PERTOLONGAN, pikirnya dengan sedih,
MUNGKIN DIA SENANG BERJUNGKIR BALIK DI ANGKASA.
" "Tom, bagaimana pendapatmu?" suara Ben tiba-tiba
kedengarannya lebih keras.
"Saya berusaha keras untuk tidak berpikir, Ben, berapa waktu
yang tinggal sekarang?"
"Dua belas menit sebelum dinyalakan."
"Baik" kata Tom dengan datar. "Mulai sekarang sebutkan
menit-menit yang tersisa. Saya dapat melihat angka di helm saya
tetapi saya tidak punya waktu untuk melihat. Dan kalian berdua
jangan pergi dulu. Mengerti?"
Tom memeriksa tali pengamannya sekali lagi dan
mendorongkan badannya ke luar pesawat. Tali putih itu berkelokkelok di belakangnya, kelihatan terang di angkasa yang gelap.
Pesawat yang berputar-putar itu berada pada jarak kurang dari lima
puluh kaki .....empat puluh".tiga puluh.
Tom mengeluarkan pistol rocket dari pinggangnya, memberikan
dorongan-dorongan pendek, dan akhirnya berhenti. Pesawat abu-abu
yang tidak menyenangkan itu berputar-putar di depannya.
Dikeluarkannya pistol sinar Laser dari pinggangnya dan
ditembakkannya. Sinar biru yang tajam dari Laser keluar.
Tom tahu beberapa hal mungkin terjadi bila pesawat itu
dilobangi. Ia dapat mengeluarkan seluruh udara dari dalam ruangan
pesawat yang dapat meniupnya kembali ke arah EXEDRA dan
mungkin merobek baju angkasanya dengan pecahan-pecahannya. Dan
bila orang yang ada di dalamnya tidak memakai baju angkasa,
"penyelamatan" Tom akan membunuhnya seketika. Dibuangnya
pikiran itu. Terlalu banyak 'kalau' yang harus dipikirkan.
Dengan kekuatan Laser yang paling tinggi, ia bergerak agak ke
samping dan mengarahkan berkas dari sinar itu ke bagian perut
pesawat. Ia tidak perlu membuat lingkaran " pesawat itu berputar
sendiri dengan cepat dan membuat lobang padanya.
"Sebelas menit"." panggil Ben.
Tom tidak menjawab. Dengan suara perlahan, lingkaran logam
itu terlepas keluar dan hilang di angkasa. Kecepatannya lepas
memberi perkiraan pada Tom bahwa udara di dalam pesawat sudah
tinggal sedikit. Sambil menggantungkan kembali pistol Lasernya di
pinggang, dihidupkannya lampu topinya dan bergerak ke dalam
pesawat, menarik tali pengamannya dan mencantolkannya di
pinggiran lobang. Tali pengaman itu tidak banyak menolongnya
sekarang " mungkin akan mencekiknya dalam pesawat yang
berputar-putar itu. "Sepuluh menit" kata Ben. "Apa kamu baik-baik saja, Tom?"
"Baik," kata Tom. "Belum ada sesuatu sekarang. Saya akan
beritahukan nanti!" Berjuang melawan gaya-sentrifugal di dalam
pesawat, Tom merangkak ke dalam terowongan, yang mengarah ke
depan, dengan berharap siapa pun pembuat pesawat ini membuat
ruang kemudi seperti biasanya pesawat dibuat.
"Delapan menit," kata Ben.
"Delapan" Apa yang terjadi dengan sembilan?"
Terowongan berakhir dengan mendadak. Tom mendorong
sebuah pintu kecil dan menyelinap ke dalam. Suatu susunan lampulampu ungu berkedip-kedip dengan liar adalah yang pertama-tama
dilihatnya: sebuah panel pengatur " seperti sesuatu yang belum
pernah dilihatnya sebelumnya, tetapi mestinya itu adalah alat-alat
pengontrol. Terdapat sebuah jendela yang luas di atas panel. Ketika
Tom memperhatikan, sebuah sudut dari gugusan Milky Way menyala
dengan " lagi dan lagi dan lagi.
"Tujuh menit " Tom " apa yang kamu kerjakan" Kamu sudah
harus keluar dari situ sekarang juga!"
Tom komat kamit memberikan jawaban dan mendorong dirinya
ke dalam sebuah ruangan kecil, sambil memegang sebuah tiang untuk
menghindarkannya dari terbang. Kursi penerbang terlihat kosong,
tetapi sesuatu menggeletak di lantai tidak jauh. Tom merangkak dalam
kabin yang berputar-putar itu dan mengarahkan lampunya ke benda
itu. Serentak melihat, jantungnya berdebar keras. Orang! Atau paling
tidak, sesuatu dengan dua lengan dan dua kaki dan satu kepala. Apa
pun benda itu, ia menggunakan baju angkasa berwarna kuning
menyala, dan sesuatu seperti sebuah tangki udara di punggungnya.
"Ben " saya akan keluar" teriak Tom. "Saya menemukan
seseorang!" "Kamu hanya tinggal enam menit" kata Ben dengan pendek.
"Sedikit kurang dari itu. Cepat " keluar dari situ, Tom."
Tom mengangkat bentuk yang berbaju angkasa itu dan
menghelanya dengan cepat ke dalam terowongan. Tak ada waktu
untuk meyakinkan apakah bebannya sudah mati atau hidup. Bila
mereka masih tetap berada dalam pesawat, dalam waktu lima menit
lagi mereka berdua akan hancur menjadi atom.
Sosok Tubuh itu tidak mempunyai berat sama sekali, tetapi
menghelanya dalam terowongan yang berputar-putar sehingga
memerlukan tambahan tenaga.
"Lima menit" cetus Ben. "Di mana kamu" Kamu sudah harus
sampai di lobang sekarang!"
"Hampir" kata Tom. "Ben " jauhkan EXEDRA dari situ
sekarang. Kamu tidak mungkin menunggu lebih lama lagi. Saya akan
mempergunakan pistol pendorong untuk menjauh. Kalian dapat
menjemput saya dengan alat isyarat saya."
"Huh-huuh, tidak bisa, Ben membangkang. "Kami akan tetap
menunggu di sini. Keluarlah dengan cepat, setuju" Empat menit, Tom,


Kekuatan Gaib Serial Tom Swift di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ayoh!" "Tom, ayohlah!" kata Anita.
"Ben, laksanakanlah apa yang saya katakan," kata Tom dengan
tegas. "Saya tidak apa-apa. Jauhkan pesawat segera. Kamu tidak
punya waktu untuk bertahan di situ lebih lama lagi, saya tidak akan
apa-apa." "Tom, saya tidak dapat " !"
Tom mematikan alat komunikasinya dan melirik ke angka
dalam topi helmnya. Tiga menit " kurang dari itu. Ia memutar
otaknya. KELUAR DARI SITU, BEN " JAUHKAN PESAWAT
ITU DARI SINI! Sekarang ia dapat melihat lobang itu. Di luarnya
kelihatan kehitaman angkasa dan kelap-kelip bintang sekali-sekali.
Tom mencapai pinggiran lobang, menarik sosok tubuh yang pingsan
di belakangnya. Tinggal beberapa detik lagi KELUAR DAN
MELUNCUR DENGAN CEPAT ... roket pendorong akan memberi
mereka kecepatan menghindar dengan segera dan menjauhi ledakan.
Tom mengeluarkan kepalanya dari lobang, mengulurkan tangan
kirinya, dan membebaskan bahunya. Tiba-tiba, jantungnya berdenyut
keras. Dengan ngeri, dilihatnya tangan kanannya terjepit, di antara
lobang! Karena jungkir balik terus-menerus menyebabkan sesuatu
dalam pesawat terlepas dan mengubah kedudukan terowongan.
Angka-angka di dalam topi helmnya menunjukkan satu menit empat
puluh delapan detik. Ia terjebak dalam pesawat asing itu ... dan missile
dari STASIUN ANDROMEDA sudah mengarah ke targetnya.
Chapter 3 Butir-butir kecil keringat menetes dari alis mata Tom dan
bergantungan di bulu matanya. Sembari mengambil nafas panjang, ia
mengabaikan perubahan angka yang terdapat di topi pengamannya.
Baik. Dia terjebak. Bila terjebak yang menjadi persoalan, keluar dari
jebakan adalah jawabannya. Pintar, katanya pada diri sendiri dengan
kesal. Dicobanya sekali lagi mengangkat tangannya. Tak ada harapan.
Tangan itu terjepit dengan ketat. Bila ditariknya lebih kuat akan
menyobek baju angkasanya. Betapa kuatnya bahan pakaian itu akan
tetap saja sobek. Dengan panik, dia meraba-raba sekitar ikat
pinggangnya, merasa-rasakan kalau-kalau ada yang dapat
dipergunakannya, sesuatu yang dapat".
Tentu, alat pemotong sinar Laser! Tom hampir saja berteriak
girang. Kemudian, ia melirik ke angka-angka dalam topi helmnya dan
jantungnya hampir saja berhenti. ENAM PULUH " TIGA DETIK!
Tidak cukup. Ia tidak akan berhasil sekarang, meskipun ia dapat
melepaskan diri". Tom menggertakkan giginya, melepaskan alat pemotong
Lasernya dari ikat pinggangnya dan menyalakannya dengan kekuatan
"penuh". Sinar yang tajam menyembur dengan seketika. Dengan
menguasai tangannya yang gemetar, dibuatnya lingkaran yang lebar
dari bagian yang menahannya. Hati-hati, hati-hati".bila lengannya
ikut terpotong, membebaskan diri tidak berarti apa-apa lagi.
LIMA PULUH DETIK EMPAT PULUH DETIK Mendadak pelat yang menahannya terlepas. Tom menarik
tangannya bebas, mematikan alat Lasernya dan membuangnya ke
angkasa. Menumpukkan kakinya pada pinggiran lobang, menjambret
dari bawah bahu bebannya dan menendang jauh.
DUA PULUH DELAPAN DETIK Kerongkongan Tom sekering pasir. Dia hampir dapat
merasakan laju peluru missile dari bawah. Terapung bebas di luar
pesawat, dikeluarkannya pistol roketnya dari ikat pinggang dan
diarahkannya lurus ke depan. Mungkin ia tidak akan berhasil
sekarang; ia terlalu dekat dengan ledakan. Meskipun bila".
Sesuatu merenggut bahunya dengan keras. Tom berteriak dan
menoleh ke samping dengan cepat. Sesosok tubuh berpakaian angkasa
kelihatan di depannya, kaca helmnya hanya sejari dari mukanya.
"Ini saya" suatu suara terdengar di telinganya. "Ayoh, Tom,
peluru kendali itu telah ditembakkan."
"Anita," teriak Tom dengan kaget, "Apa yang kamu ?"
"Tidak ada waktu," kata Si Rambut Merah dengan pendek,"
pegang kuat-kuat." Sebelum Tom dapat menjawab, Anita mengikatkan tali pendek
dari pinggangnya kepadanya.
Seketika, Tom merasakan tarikan yang kuat.
Segumpalan api putih menyembur dari tangan Anita. Tali
pengikatnya menjadi tegang dan hampir saja melepaskan bebannya.
Pesawat yang berbentuk aneh itu menjauh dengan cepat ketika mereka
meluncur ke kegelapan angkasa. Tom melirik ke dalam topi
pengamannya dan membaca"EMPAT BELAS"..TIGA
BELAS".Dari sudut matanya ia dapat melihat kudung mengkilat dari
gugusan Milky way. Lima warna orange yang kabur terlihat naik ke atas dari
gugusan bintang-bintang. Dia tahu seketika, bahwa itu adalah: peluru
kendali " missile dari STASIUN ANDROMEDA!
SEMBILAN".DELAPAN . . . TUJUH .
Tom menutup matanya dan merangkul sosok tubuh berpakaian
angkasa itu ke dekatnya. Bulatan cahaya yang menyilaukan menerangi
kegelapan beberapa kejap, kemudian menghilang. Tiga detik
kemudian, goncangan dari ledakan nuklir memukul mereka seperti
dinding. Tom meneriaki Anita, tetapi suaranya lenyap karena
terjungkir balik dengan liar di angkasa. Gumpalan api dari tangan
Anita menyembur keluar. Diarahkannya searah dengan garis
terluncurnya mereka dan ditembakkannya berulang kali. Setahap demi
setahap kecepatan mereka berkurang sampai pelan sekali.
Untuk pertama kalinya, Tom memperhatikan benda besar yang
ada di tangan Anita. Ia mengikat beberapa pistol roket yang ada di
dalam pesawat EXEDRA menjadi satu, dan menghubungkannya
dengan satu penggerak. Tom tertawa lebar. "Hei, itu alat yang praktis. Saya pikir hanya
saya pencipta di sini."
"Kamu benar" kata Anita dengan cerah, "tetapi kamu, uh "
kelihatannya terlalu sibuk sekarang."
"Bagaimana pun juga" kata Tom padanya, "Saya belum pernah
begitu gembira bertemu seseorang seperti ini selama hidup saya "
meskipun telah saya katakan agar kamu tidak dekat-dekat."
"Pembetulan" kata Anita dengan datar, "Kamu mengatakan
pada Ben untuk tidak menunggu, bukan saya."
Tom tak dapat menjawab. Lewat bahu Anita, Tom dapat
melihat panah perak yang bergerak ke arah mereka. Tak lama
kemudian, bentuk yang dikenalnya, EXEDRA, sudah berada pada
jarak seratus meter dari mereka.
************************************
Tom dan Ben berdiri diam di depan jendela besar, dan melihat
ke dalam sebuah ruangan kecil di STASIUN ANDROMEDA, di mana
sosok tubuh berbaju hijau bekerja di bawah kerucut lampu pada
sesosok tubuh yang diam. Dr. Mc-Ginnis menengadah melihat ke
kedua anak muda itu. Dia mengangguk dan berjalan dengan cepat ke
dalam ruangan. "Dia tak apa-apa" senyum McGinnis. "Saya kira itu yang kalian
nantikan. "Hei, hebat!" kata Tom, saling tersenyum dengan Ben. "Tidak
ada hal lain, Doktor" Apakah anda tahu siapa dia, dari mana dia ?"
"Tunggu, berhenti dulu" kata McGinnis. Ia menggelengkan
kepalanya dan mengeluh. "Kami tahu banyak " dan juga sangat
sedikit. Dia manusia, saya kira seumur kamu, Tom. Delapan-belas,
bukan" Baik. Ramping tetapi tegap, kepala sedikit lebih besar dari
manusia Bumi. Tulang pipi agak tinggi dan bermata lebar. Rambutnya
mendekati putih dan sangat halus. Lebih menyerupai bulu burung,
sebetulnya." "Apakah ia terluka?" tanya Tom. "Seperti Anda tahu, Doktor,
dia sudah pingsan ketika saya menemukannya."
McGinnis terdiam sejenak dan memandang penuh pikiran ke
arah ruangan. "Kepalanya kena pukul, Tom, Tetapi itu tidak seberapa.
Keadaan " mentalnya yang menjadi pikiran kita."
Tom kelihatan tidak mengerti. "Maksud anda, dia ?"
"Saya tidak tahu apa yang saya maksudkan. Belum. Serentak
dia bangun terus saja mengoceh. Bahasa yang belum pernah saya
dengar. Dia tidak bisa menyesuaikan diri, ketakutan dan kehilangan
akal. Kami beri dia obat penenang, tetapi tentunya tidak bisa untuk
selama-lamanya." Ia memberikan sebuah piringan kecil sebesar uang
logam kepada Tom. "Kami telah merekam susunan gelombang
otaknya, itu sebabnya kami tahu keadaan emosinya."
"Saya kira kita tidak dapat menyalahkannya bila ia sekarang
merasa terganggu, bukan begitu?" kata Ben. "Mungkin dia tidak tahu
apa yang terjadi pada dirinya, atau di mana ia berada."
"Bukan, malah lebih dari itu" McGinnis berkata dengan
sungguh-sungguh. "Sesuatu yang lain. Seperti saya katakan, saya tidak
tahu tepatnya apa." Ia terdiam dan menatap langsung kepada Tom.
"Ketika pesawat asing itu terlihat dalam layar, saya beranggapan
bahwa pesawat itu keluar dari angkasa hyper dengan mesin penjelajah
bintang. Setelah kami tahu bahwa kalian kembali dengan selamat di
dalam EXEDRA, saya putar kembali rekaman tersebut. Saya tidak
tahu bagaimana pesawat asing itu muncul " tetapi jelas bukan
melalui angkasa hyper."
Tom mengerutkan keningnya. "Dr. McGinnis, dengan cara lain
bagaimana ia dapat sampai di sini?"
McGinnis mengangkat bahunya. "Saya sendiri ingin tahu
jawabannya. Saya harus kembali ke sana. Sampai ketemu lagi." Dia
berpaling, dan bergegas masuk ke dalam ruangan itu.
Ben menarik nafas panjang. "Nah, apa kira-kira pendapat kamu
tentang itu?" "Saya tidak tahu," kata Tom. "Tetapi saya tidak heran,
bagaimana dengan kamu" Kamu perhatikan pesawat itu, Ben. Kalau
barang itu merupakan contoh dari dunia mana teman kita itu datang,
tidak heran kalau ia ketakutan melihat apa yang ditemuinya di sini."
"Ya, tetapi ia serupa dengan kita" Ben menerangkan. "Paling
tidak, mirip. Tak mungkin begitu berbeda."
Tom bermaksud menjawab, ketika dilihatnya Anita Thorwald
mendekati mereka dari seberang ruangan. Tanpa disangka, Aristotle
yang besar ikut di belakangnya.
Anita menangkap air mukanya dan tersenyum. "Pasien kita ini
sekarang sudah jauh membaik. Bagaimana dengan yang satunya di
dalam sana?" "Menurut Dr. McGinnis, ada kabar baik dan ada kabar buruk,
Anita." Tom menceritakan dengan cepat apa yang dikatakan oleh
ilmuwan itu. "Tidak masuk akal, bukan?" Anita melipat tangannya dan
bergidik. "Dan kamu benar, Tom. Hanya membayangkan pesawat itu
saja membuat saya ngeri. Saya tidak yakin kalau saya ingin
mengetahui dari mana asalnya!"
Tom melihat ke belakangnya ke Aristotle. Robot itu bersandar
dengan kaku ke dinding, beberapa kaki darinya.
"Hei, mana sopan santun kamu" kata Tom menyeringai.
"Senang melihat kamu sudah tidak apa-apa."
Aristotle bergumam dan maju beberapa langkah ke depan,
"Saya tidak ingin mengganggu kalian, Tom. Di samping itu saya
adalah robot yang serba kekurangan. Saya tidak tahu apa yang terjadi
dengan saya di atas sana, tapi saya cukup sadar bahwasanya hampir
menghancurkan kalian semua. Saya takut saya tidak dapat lagi
memenuhi tugas saya sebagai sahabat dan teman sejalan. Barangkali
kamu dapat membuat robot yang lebih dapat dipercaya, robot yang "
" "Tunggu, coba berhenti dulu," Tom mengeluh. "Apa yang
terjadi di atas sana, bukan salah kamu Aristotle. Sesuatu yang aneh
sedang terjadi di sini, dan kamu bukan satu-satunya mesin yang
terpengaruh. Kita akan menemukan sebab-sebabnya bagaimana pun
juga dan pengalaman yang kamu peroleh sangat berguna untuk
mencari jawabannya."
"Apa kamu " sungguh-sungguh berpikir demikian?" mata
Aristotle berkedip-kedip seperti lebih terang. "Saya pasti akan
mengerjakan sedapat mungkin."
"Tentu" kata Tom "Kamu dapat mulai dengan menceritakan
segala sesuatu yang dapat kamu ingat."
"Sudah jelas, saya mengingat segalanya," kata Aristotle.
"Semua kejadian yang saya saksikan sejak kamu menjadikan saya,
tertanam secara permanen dalam struktur molekul yang saya punyai
?" "Baik" kata Tom. "Saya mengetahui mengenai hal itu, sobat
lama. Sekarang coba ceritakan mulai dari awal ketika keluar dari
angkasa hyper sampai di sini."
Aristotle memberikan suatu gerakan yang hampir sama dengan
manusia bila bergidik. "Segala sesuatu tidak nyata, Tom. Saya ingat
semua itu, tetapi hanya sedikit yang dapat saya terjemahkan dalam
kata-kata. Saya dengan tiba-tiba berada di tempat lain. Bentuk, warna
dan suara-suara adalah " sesuatu yang tidak mungkin. Mereka tidak
nyata. Saya pikir sesuatu bentuk kehidupan yang mengerikan
mencoba memusnahkan kita semua. Saya benar-benar tidak bisa
mengendalikan diri . . . . "
"Tom "," mata Ben seketika melebar. "Tom, hal itu hampir
sama dengan apa yang terjadi pada teman orang asing kita di dalam
sana!" "Hmm," kata Tom sambil berpikir. "Tetapi Aristotle adalah
sebuah mesin, begitu pula dengan instrumen-instrumen di STASIUN
ANDROMEDA. Semuanya rusak terkena pengaruh awan interstellar.
Padahal, teman yang di dalam situ bukan sebuah mesin."
"Saya kira, Ben benar," kata Anita. Ia memandang kepada Tom
dan menguakkan rambutnya yang merah dari bahunya. "Orang asing
itu berkelakuan sama seperti Aristotle sebelumnya. Hampir seperti
bila ?" Anita terdiam dan meneruskan. "Hampir seperti bila bendabenda yang dilihatnya sangat menakutkan seperti tak adanya kata-kata
Aristotle yang mungkin dapat menjelaskannya. "
"Tetapi bagaimana mungkin?" kata Ben menyela. "Dia
sebetulnya tidak terlalu asing. Bagaimanapun bentuk dunianya, tidak
akan banyak berbeda dengan kita."
"Secara logis, memang tidak" kata Anita. "Tetapi kita telah
melihat banyak dunia asing dan WEEEEEEEEGH AHHHHHHHH!"
Tiba-tiba kepalanya tertarik ke belakang, mukanya menyeringai
kesakitan. Tubuhnya yang ramping bergoncang-goncang dan
lengannya memukul-mukul dengan liar ke udara. Kemudian, dengan
tiba-tiba, ia lumpuh dan jatuh ke lantai.
Tom dengan cepat membungkuk, meraba lehernya dan
mengangkatnya ke pelukannya. "Buka pintu itu dengan segera,"
teriaknya pada Ben, "Anita sudah berhenti bernafas!"
Chapter 4 "Dia tidak apa-apa," kata Glen Larson. "Dr. Nagumi, salah
seorang dokter kami yang menangani dan merawat orang asing itu,
mengatakan tidak lebih dari kaget saja. Ia akan baik kembali setelah
istirahat semalam." Dia melihat kepada Tom dan menggoyangkan
kepalanya. "Hanya saja, Dr. Nagumi tidak yakin apa yang
menyebabkannya bereaksi seperti itu."
"Saya tahu," kata Tom dengan datar. Ia melangkah ke
laboratorium kecil di mana ia dan Ben bekerja menyelesaikan ciptaan
Tom yang terbaru, mesin pemindahan benda dengan foto. "Bila saya
pada waktu itu tidak lupa, saya tidak akan membiarkan Anita dekat


Kekuatan Gaib Serial Tom Swift di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan orang asing itu " tidak setelah kita tahu bahwa ada sesuatu
yang aneh sedang terjadi di sini yang mempengaruhi Aristotle dan
tamu asing kita." Glen Larson dan Ben kelihatan bingung, dan Tom
menerangkan. "Anita Thorwald adalah seorang telepatik, ingat bukan"
Pada waktu-waktu tertentu, dia dapat merasakan keadaan jiwa dan
perasaan orang lain. Terutama bila perasaan itu kuat sekali."
"Tentu!" seru Ben, sambil memukulkan tinjunya ke telapak
tangannya. "Teman asing kita baru sadar dari obat penenangnya,
sedangkan Anita sedang berdiri di situ di tengah-tengah ruangan . . . ."
?".Dan Anita menerima perasaan orang asing itu?" Larson
mengerutkan dahi sambil menggoyangkan kepalanya. "Teman yang
sengsara itu mesti sangat takut pada sesuatu, sehingga perasaan
hatinya sampai pada Anita seperti itu."
"Saya dapat memastikan bahwa perasaan itu paling
mengerikan," Aristotle berbicara dari pojok laboratorium. "Kalau
mimpi buruk ini dapat mempengaruhi robot, saya tidak dapat
membayangkan bagaimana kalau hal itu terjadi pada manusia "
makhluk dengan emosi lengkap."
"Kenyataan bahwa kekuatan misterius ini dapat mempengaruhi
robot dan manusia mungkin dapat memberi jawaban yang kita cari,"
sungut Tom. "Saya baru saja melakukan percobaan kecil sebelum
anda datang, Tuan Larson. Tunggu sebentar, kita lihat apakah saya
benar." Tom mengambil piringan yang diberikan oleh Dr. McGinnis
kepadanya, kemudian mengambil sebuah piringan yang bentuknya
sama dan meletakkan keduanya ke dalam sebuah alat perekam yang
berada di atas meja. Setelah membuat beberapa penyetelan pada
instrumennya, dia berdiri di samping. Alat perekam itu berkedip
merah dan sebuah layar yang ada di sampingnya mengeluarkan
gambar lingkaran hijau. "Kedua piringan yang saya masukkan ke dalam alat perekam
terbuat dari anyaman logam tungsten yang sangat peka,"
keterangannya. "Satu berisi rekaman susunan gelombang yang saya
ambil dari memori Aristotle ketika kita keluar dari angkasa hyper.
Yang satunya adalah rekaman gelombang ketakutan dari orang asing
yang diberikan oleh Dr. McGinnis sebelumnya. Bila saya benar".."
Tom menekan tombol alat perekam dan menyetel layar di
sebelahnya. Sebuah titik putih terlihat bergerak dalam layar
meninggalkan garis bergelombang dalam perjalanannya.
"Itu adalah rekaman Aristotle," kata Tom. "Sekarang mari kita
tambahkan rekaman orang asing." Tiba-tiba terlihat gelombang kedua
dalam layar, ketinggalan di belakang titik yang pertama beberapa
waktu dan kemudian menyatu.
"Keduanya tepat cocok benar!" kata Ben.
"Betul," Tom mengangguk. "Kami sedang membicarakan hal
ini ketika Anita pingsan. Saya memperkirakan bahwa bentuk
gelombangnya sama, tetapi saya harus yakin dulu."
"Ini membuktikan bahwa apa pun yang menjadi penyebab,
mempengaruhi mesin dan manusia," kata Larson. "Tetapi apa yang
dapat kita perbuat setelah mengetahui ini, Tom?"
"Bila anda bersabar dalam beberapa jam," kata Tom tersenyum.
"Saya kira saya dapat membuat sesuatu yang memungkinkan kita
berbicara dengan orang asing itu tanpa membuatnya ketakutan.
Kemudian, barangkali kita akan tahu apa sebetulnya yang terjadi di
sekeliling sini." *************************************
Setelah makan malam, Tom, Ben, dan Aristotle mengunjungi
Anita sebentar di ruangan rumah sakit kecil di stasiun. Anita geram
sekali pada dirinya sendiri karena pingsan, dan dengan tegas
mengatakan bahwa ia tidak apa-apa. Ketika mendengar apa yang akan
dilakukan Tom, tak seorang jururawat pun di seluruh stasiun yang
sanggup menahannya tetap di tempat tidur. Tom menjanjikan akan
melapor segera setelah percobaannya berhasil baik.
Tom dan Ben menyiapkan segala peralatannya di laboratorium
Dr. McGinnis. Glen Larson duduk menunggu, bersama Dr. Nagumi.
Orang asing itu diberi obat penenang yang lunak, dan Dr. Nagumi
telah memasangkan helm perak di kepala pasiennya. Kabel plastik
yang halus keluar dari topi itu dihubungkan dengan sebuah panel di
dada Aristotle; dari situ, kabel berwarna-warna dihubungkan ke
tempat peralatan Tom. "Apa yang akan saya kerjakan ini bukanlah sesuatu yang
rumit," kata Tom pada yang lain, "Dr. Nagumi telah setuju dengan
semua ini, sudah tentu, dan seandainya percobaan ini tidak berhasil,
tidak akan menyakiti orang asing ini." Tom berhenti sejenak,
kemudian meneruskan. "Apa yang kita lakukan adalah membuat
sebuah penghalang di dalam memori Aristotle. Itu berarti ia tak
mungkin dipengaruhi mimpi buruk yang menakutkan yang pernah
didapat sebelumnya. Dengan bantuan Dr. Nagumi, saya telah
menghubungkan orang asing ini ke dalam memori Aristotle. Bila
segala sesuatunya bekerja sebagaimana mestinya, penghalang yang
ada dalam memori Aristotle juga akan menyaring apa pun kekuatan
misterius yang mempengaruhi orang asing ini."
"Saya harap saja demikian," keluh Dr. Nagumi. "Keadaan fisik
pasien ini sempurna " tapi saya tidak dapat menjamin otaknya tidak
akan rusak bila, ah " gangguan-gangguan ini berlangsung terusmenerus."
"Yah, kita akan mengetahuinya segera," kata Tom. "Mudahmudahan berhasil, termasuk teman kita ini." Ia melangkah ke depan
peralatannya dan membuat persiapan terakhir, sedangkan Dr. Nagumi
memeriksa pasiennya. "Akan memerlukan beberapa waktu bagi Aristotle untuk
menterjemahkan bahasa orang asing ini dengan bantuan GuruPenterjemah," kata Tom, yang dimaksud adalah alat ciptaannya yang
selalu dibawa oleh mereka bila menjelajah angkasa. Alat ini dapat
menterjemahkan dan berkomunikasi dengan orang asing, bahkan
menolong mereka dengan cepat mempelajari bahasa lain.
"Saya sedang mengurangi obat penenang," kata Dr. Nagumi. "Ia
akan mulai sadar dalam waktu dekat."
Tom beserta lainnya menunggu, memperhatikan dengan tekun
pada orang asing itu. Kelopak matanya yang pucat mulai bergerak dan
membuka matanya dengan lebar. Dia mulai bicara, kemudian
mendadak duduk dan membelalak ke sekeliling ruangan. Ia
meneriakkan sesuatu yang tidak jelas, tetapi tidak lama alat
penterjemah mengubah pesan itu.
"Di mana saya?" Orang asing itu meminta. "Dan siapa kalian?"
Dr. Nagumi meletakkan tangannya di bahunya untuk
menenangkannya. "Harap kamu jangan merasa takut," katanya
lembut. "Kami semua adalah teman-teman kamu." Diperkenalkannya
semua orang yang ada di dalam ruangan, kemudian meneruskan.
"Pesawat kamu terbang tanpa dapat dikontrol. Tom menyelamatkan
kamu dan membawa kamu ke sini."
Orang asing itu menyapu ruangan dengan matanya, kemudian
duduk kembali dan mengeluarkan keluhan. Akhirnya, sebuah
senyuman terlihat di sudut bibirnya. "Kalian semua seperti saya, "
tapi berlainan. Siapa pun kalian, kalian bukanlah orang-orang
Molvaar, dan saya kira itu merupakan suatu keberuntungan!"
"Dapatkah kamu menceritakan siapa kamu sebenarnya dan dari
mana asal kamu?" tanya Tom.
"Nama saya Mevaan. Saya " tidak tahu apakah saya dapat
bercerita pada kalian lebih dari itu." Anak muda itu mengerutkan
dahinya sambil berpikir. "Segala sesuatu " bercampur aduk dalam
kepala saya. Saya " melarikan diri dengan pesawat tempur orangorang Molvaar " hanya itu yang dapat saya ingat. Kemudian saya ?"
Mevaan tiba-tiba berhenti. Matanya yang merah menjadi lebar dan
tangannya gemetar menunjuk melalui bahu Dr. Nagumi. "Itu "
cahaya itu" katanya dengan menggigil. "Itu adalah hal terakhir yang
saya ingat!" Dr. McGinnis berpaling ke arah mana orang asing itu
menunjuk. Ternyata itu adalah layar radar dari awan interstellar.
"Kamu mengingat itu?" tanyanya dengan heran. "Apa kamu tidak
salah, anak muda?" "Betul," kata Mevaan tegas. "Tidak tepat seperti itu, tetapi "."
"Tunggu, maafkan saya," Tom menyela. "Mevaan, saya adalah
Tom Swift, dan seperti kata Dr. Nagumi kamu berada di antara teman
sendiri sekarang. Saya mempunyai gagasan yang kira-kira dapat
menolong kita semua. Kamu ingat akan awan interstellar bukan?"
"Ya, itu adalah hal terakhir yang saya ingat."
"Dan kamu sedang mengarah ke situ waktu itu."
"Oh, ya, sudah tentu."
Tom berganti pandang dengan Dr. McGinnis. "Pak, tadi anda
menyebutkan bahwa pesawat itu datang dari arah awan " tetapi tanpa
mempergunakan mesin penjelajah bintang. Bila Mevaan dapat
mengingat waktu ia mendekati awan itu, ia mungkin mendekatinya
melalui sisi ini, bagaimana?"
Dr. McGinnis kelihatan tercengang. "Astaga, Tom, memang
betul. Tetapi . . . . "
"Itu hanya sebuah gagasan, tetapi bila saya benar, hal ini dapat
menerangkan banyak hal. Ada teori yang sudah bertahun-tahun
sekarang yang mengatakan bahwa ada tata surya lain yang berdimensi
lain di samping kita. Bila Mevaan dengan cara entah bagaimana
dilemparkan melalui awan interstellar, dari mana kira-kira asalnya?"
"Saya mengerti ke mana arah kamu," Kata Glen Larson dengan
gairah. "Tak ada satu bintang pun di luar sana, kecuali angkasa kosong
antara sini dan gugusan bintang berikutnya."
"Tepat," kata Tom. "Tetapi seandainya awan dari gas itu
merupakan sesuatu " gerbang, sebuah jendela antara dimensi kita
dengan yang lain" Ini akan menerangkan dari mana asal Mevaan "
dan bagaimana dengan tiba-tiba ia muncul entah dari mana."
"Itu akan dapat menerangkan lebih banyak lagi," McGinnis
berkata dengan sedih. Diusapnya pipinya dan memandang dengan
merenung kepada orang asing itu. "Anak muda, saya tahu kita telah
mengajukan banyak pertanyaan yang membingungkan kamu. Masih
bisa menerima satu lagi?"
"Tentu," senyum Mevaan. "Asal dapat menerangkan apa yang
saya lakukan di sini " di mana pun 'sini' ini."
"Bagus," McGinnis mengangguk. "Sekarang, apakah kamu
ingat mimpi buruk yang kamu alami?"
"Mimpi buruk?" Untuk beberapa saat Mevaan kelihatan
bingung. Kemudian, tiba-tiba, wajahnya menegang. "Aduh, benarkah
saya! Mereka adalah " saya tidak mengerti, bentuk dan warna yang
belum pernah saya lihat sebelumnya. Monster yang mengerikan ?"
"Kalau begitu, itulah dia," keluh McGinnis. Ia melirik kepada
Tom dan kepada yang lain.
"Bila teori kamu mengenai jendela 'tanpa-waktu' benar, Tom,
itu berarti awan interstellar di luar sana bertindak sebagai lensa,
sebuah jendela setengah terbuka di mana kadang-kadang benda dari
dunia kita dapat menembus tatasurya lain. Dan bila demikian, warna,
bentuk, suara " pokoknya segala sesuatunya akan terasa berbeda total
bagi makhluk yang hidup dalam dimensi masing-masing."
"Itulah yang terlihat oleh Aristotle, kalau begitu" tanya Ben.
"Sebagian dari itu, uh " tenaga yang bocor dari balik sana?"
"Ya," kata Tom sungguh-sungguh. "Dan saya takut itulah yang
dilihat oleh Mevaan mengenai kita " bila ia tidak dihubungkan
dengan sistem penghalang Aristotle."
"Apa?" Mevaan kelihatan bingung. "Dihubungkan dengan "."
Tiba-tiba ia sadar memegang helm perak di kepalanya. Dengan
gelisah, dia mengangkat tangannya untuk melepaskannya. Dr. Nagumi
menahannya untuk tidak melepaskannya.
"Doktor benar," kata Tom, "Saya kira lebih baik kamu tidak
melaksanakannya, Mevaan. Bentuk-bentuk dan warna-warna yang
mengerikan dalam mimpi kamu, dan monster yang kamu lihat dalam
mimpi buruk kamu, semua itu adalah kami ini. Tata surya kami telah
merubah pandangan kamu secara menyeluruh. Bila kami berada di
dalam tata surya kamu, kami pun akan terpengaruh seperti kamu
juga." "Ini adalah hal yang sukar dipercaya," kata Dr. McGinnis,
sambil menggelengkan kepalanya keheranan. "Tom, bila kamu benar,
ini akan menjungkirbalikkan dunia ilmu pengetahuan. Kita sekarang
mempunyai tamu dari dunia dimensi lain di dalam ruangan ini " satu
tempat yang tak pernah kita bayangkan, dan tak mungkin kita lihat!"
"Saya tidak yakin mengenai hal itu," Tom tersenyum, daya
ciptanya sudah penuh dengan gagasan-gagasan. "Mevaan keluar dari
awan itu ke dalam tata surya ini. Itu mungkin berarti jalan dua arah."
Chapter 5 Setelah Tom mengetahui bahwa sistem penghalangnya berhasil
membuat Mevaan dapat melihat dimensi tanpa perubahan,
dibuatkannya suatu alat lain yang dapat membuat orang asing itu
berjalan bebas ke mana-mana tanpa diiringi robot besar itu di
belakangnya. Besok sorenya, ia telah dapat menyelesaikan alat
penghalangnya berupa alat kecil yang dengan mudah dapat dipasang
pada helm peraknya. Helm perak itu sendiri dirubah menjadi kecil dan
sederhana, kira-kira satu sentimeter lebarnya dan dapat dipasang di
kepala seperti bondu. Selesai makan siang, Tom dan teman-temannya mendengarkan
cerita Mevaan yang menarik, karena cara berpikir dan tindak
tanduknya mirip sekali dengan manusia Bumi. Dia menceritakan
pengalamannya " bagaimana raja Molvaar yang lalim telah
menaklukkan seluruh gugusan dalam tata surya Mevaan.
"Itu sudah berjalan berabad-abad," orang asing itu
menerangkan. "Molvaar adalah satu-satunya penguasa dalam waktu
yang sudah lama. Dan sepanjang pengetahuan saya, dialah yang
terburuk." "Tetapi bagaimana dia bisa menguasai pengaturan dunia yang
begitu banyak?" tanya Anita. Si Rambut Merah itu sudah sehat
kembali, dan gembira dapat bersama-sama kembali.
Mevaan menarik nafas dan mengusap rambutnya yang halus.
"Satu hal yang harus kamu ingat adalah bahwa kerajaan itu tidak
terbentuk dalam semalam, Anita. Itu adalah hasil perjuangan beribu
tahun. Dan kalian benar " meskipun Molvaar tidak mempunyai
cukup pesawat tempur dan serdadu untuk menguasai semuanya.
Keluarganya telah berkuasa begitu lama, dan memerintah lebih
banyak dengan cara menakut-nakuti dengan menggunakan senjata."
"Bila kerajaan itu telah berkuasa begitu lama," kata Tom,
"mungkin tak seorang pun tahu bagaimana rasa merdeka."
Mevaan menggelengkan kepalanya, matanya yang merah
berkilat-kilat karena geram. "Ingat saya mengatakan bahwa saya lari
dari pesawat Molvaar, kemudian saya terlempar ke dimensi ini" Saya
berada di situ karena saya adalah anggota angkatan perang " suatu
serangan pada salah satu dunia Molvaar!"
Mevaan menerangkan bahwa dalam waktu dua ratus tahun
belakangan ini, satu kumpulan rahasia dari beberapa planit telah
bersatu sebagai Tentara Pembebas Bintang-bintang.
"Itu seperti kutu yang menggigit seekor anjing besar," senyum
pemuda asing itu. "Kami tidak berbuat banyak, tapi yang jelas kami
membuat anjing tua itu menggaruk!" Senyumannya menghilang dan
ekspresinya menjadi serius. "Kerusakan nyata yang kami perbuat tidak
ada sangkut pautnya dengan serangan skuadron kami. Setiap serangan
ke salah satu pangkalan Molvaar, tersebar berita bahwa ada seseorang
yang ingin melawan kekejaman. Hari demi hari kami mendapat
bantuan, dan Molvaar tidak senang dengan ini."
Dr. McGinnis dan para ilmuwan dari STASIUN
ANDROMEDA ingin sekali mempelajari lebih banyak tentang
dimensi 'Luar-Waktu' dari Mevaan. Dalam beberapa hari berikutnya,


Kekuatan Gaib Serial Tom Swift di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mereka membuat pemuda itu sibuk menjawab pertanyaan yang
bertubi-tubi. Tom sedikit sekali mempunyai kesempatan bicara
dengan teman barunya itu, ia mempergunakan waktunya untuk
mengerjakan ciptaan barunya. Kegunaan alat pemindah benda dengan
foto adalah untuk memindahkan sesuatu melalui angkasa, dari satu
titik ke titik lainnya, dengan cara mengubah sementara waktu benda
itu ke dalam sinar Laser. Bila alat itu telah sempurna, dapat mengubah
cara pengiriman dengan cara memutar barang-barang ke jarak yang
'pendek' antar planit. "Ini akan dapat menghilangkan pesawat pengangkut," Tom
menceritakan kepada Anita dalam laboratorium. "Kita dapat
menjadikan muatan ke dalam cahaya di Bumi, umpamanya, pancarkan
cahaya itu ke stasiun penerima di planit, kemudian mengubahnya
kembali menjadi benda."
"Anita mengerutkan dahinya berpikir. "Itu hampir " tapi tidak
tepat " seperti mesin penjelajah bintang, bukan?"
"Betul," kata Tom. "Sudah tentu mesin penjelajah bintang "
sedapat yang kita bisa sebutkan " membawa pesawat melalui, uh,
MENGERUT di dalam angkasa dari satu titik ke titik yang lain. Alat
ciptaan pemindahan benda-benda ini mempergunakan sinar Laser, jadi
dibatasi oleh kecepatan cahaya."
"Apakah perkiraan kamu akan berhasil, Tom?"
"Saya tahu saya akan berhasil," Tom menyeringai. "Saya telah
mencobanya tadi pagi sebelum kalian bangun. Saya rubah satu
bungkalan besi seberat satu kilo menjadi sinar dan mengarahkan ke
seberang laboratorium kemudian merubahnya kembali menjadi
bungkalan besi." "Hebat," teriak Anita. "Selamat!"
"Sudah tentu saya harus membuat beberapa test. Letakkan
stasiun penerima di luar angkasa. Jarak tidak mempengaruhinya sama
sekali. Saya mempunyai beberapa hal yang harus saya coba."
"Seperti?" "Oh, kamu tahu. Berbagai-bagai, uh " pemakaian dari alat."
Anita dapat menangkap ekspresinya, kemudian berdiri dan
menatap matanya. "Tom Swift, kita sudah kenal begitu lama, dan saya
tak perlu menjadi telepatik untuk mengetahui bahwa kamu
menyembunyikan sesuatu pada saya. Sekarang ayoh " sebutkan!"
Tom tersipu-sipu, dan sebisa-bisanya berlaku pura-pura
bingung. "Juga jangan berpura-pura tidak tahu seperti itu," kata Anita
dengan datar. "Kamu harus menceritakannya pada saya sewaktuwaktu."
"Saya berjanji," kata Tom. "Tunggulah sehari dua, oke" Saat
ini, banyak yang sedang saya kerjakan, seperti kamu lihat, masih di
dalam sini, dalam kepala saya."
Anita mencoba memaksanya lebih lanjut, sampai membawa
Ben dan Mevaan untuk membantunya. Tetapi Tom tetap bungkam.
Dia sukar ditemukan, dan kebanyakan waktunya dipergunakannya
antara laboratorium dan EXEDRA. Teknisi dari STASIUN
ANDROMEDA telah memperbaiki sistem penunjang udara dari
pesawat, dan pesawat ramping itu dianggap berada dalam kondisi top.
Mereka belum sempat mengeluarkan perkakas-perkakasnya ketika
Tom mulai mengangkut barang-barangnya satu demi satu ke dalam
pesawat " gulungan kabel seperti spageti, papan-papan hubungan
mikro dan komponen-komponen yang dapat diambil atau dipinjam
dari para ilmuwan stasiun.
Ben dan Anita akhirnya menyerah. Lebih dari sekali, mereka
melihat pencipta muda sedang bekerja, dan tahu kalau tak ada
gunanya mengganggu sebelum dia selesai.
Aristotle dengan sabar menunggu kesempatan berbicara dengan
Mevaan. Satu persoalan telah berkecamuk dalam memorinya
semenjak Tom menyelamatkan orang asing itu dari pesawat ruang
angkasa yang bernasib jelek itu.
"Tuan," kata robot itu dengan sopan, ketika Mevaan jauh dari
yang lain-lain. "Saya harap anda berkenan kalau saya mengambil
waktu anda sedikit."
"Tidak apa-apa, Aristotle," kata pemuda itu tersenyum. "Saya
sudah ingin sekali berbicara dengan kamu."
"Betul?" Aristotle kelihatan tercengang. "Anda baik sekali,
meskipun saya heran apa sebabnya anda ingin berbincang-bincang
dengan saya. Tom telah membuat program saya dengan sempurna,
tetapi tetap saja merupakan teman yang membosankan bagi manusia."
"Saya tidak mengira demikian," Mevaan meyakinkannya. "Dan
saya tidak pernah mendengar dari teman-temanmu mengenai hal itu.
Baik, apa yang hendak kamu bicarakan?"
Aristotle tertegun, kemudian mulai. "Betulkan bila saya salah,
Tuan, tetapi saya tahu bahwa tidak ada robot dalam tata surya anda?"
"Kamu betul. Mereka tidak ada."
"Tidak satu pun" Sama sekali tidak ada?"
"Tidak satu pun, Aristotle."
Aristotle menggoyangkan kepala besinya. "Saya sangat
menyayangkan mendengarnya," katanya dengan sedih. "Robot benarbenar sangat berguna. Bukan menunjuk saya pribadi, maksud saya,"
tambahnya dengan cepat. "Tidak seperti yang diharapkan, paling
tidak. Tetapi pengetahuan mengenai robot adalah satu lapangan yang
sangat menggairahkan. Harap anda tidak tersinggung dengan
perkataan saya, saya hampir tidak bisa membayangkan apa jadinya
suatu penghidupan modern tanpa robot."
Muka Mevaan yang lonjong menunjukkan sebuah senyuman.
"Sekarang setelah saya bertemu dengan kamu, Aristotle, saya tak
dapat mengatakan apa-apa selain setuju sepenuhnya. Saya kira saya
dapat menerangkan kenapa ahli-ahli pengetahuan kami tidak
memikirkan mengenai robot selama ini. Molvaar mempergunakan
segala daya dan dana seluruh kerajaan untuk perang. Saya tidak
memikirkan tak seorang pun akan mempunyai ciptaan baru dalam, oh
" dua atau tiga ratus tahun mendatang."
Mata hijau Aristotle berkedip-kedip. "Saya sangat menyesal
mendengarnya. Tidak bermaksud menyakiti, Tuan, tetapi
kedengarannya bukan suatu kehidupan yang berbahagia."
"Memang demikian" kata Mevaan dengan tegas. "Tetapi suatu
waktu nanti, pasti, Aristotle. Mungkin dalam waktu yang lama, tetapi
pasti." Beberapa hari kemudian, Tom Swift meminta semua orang
dalam stasiun menemuinya di ruang utama pada jam tujuh malam.
Setelah beberapa hari tidak mandi dan ganti pakaian, menyambar
sepotong roti dan bergegas ke ruang pertemuan.
"Hai," sapanya waktu memasuki ruangan. "Ada beberapa hal
yang harus saya selesaikan. Semua lengkap?"
Ben si Elang Jalan tertawa. "Semua sudah di sini setengah jam
yang lalu, Tom, kamu saja yang terlambat."
Tom melirik ke jam tangannya dan menggeram. "Hei, saya
minta maaf. Saya tidak mengira ingatan saya bekerja begitu jelek
beberapa hari belakangan ini."
"Itulah yang kami tunggu untuk mengetahuinya," kata Anita
dengan ketus. "Saya merasa bahwa saya akhir-akhir ini sedikit berahasia,"
Tom mengakui. "Saya ingin meyakinkan agar segala sesuatunya
berjalan sebagaimana mestinya."
"Dan apakah demikian?" tanya Dr. Mc.Ginnis.
"Saya kira begitu," kata Tom dengan lemah. "Bila tidak, berarti
malam-malam tanpa tidur terbuang percuma." Ia bersandar ke dinding
dan mengusap rambut pirangnya yang mengenai alisnya. "Ingat
pembicaraan kita beberapa hari yang lalu, Doktor" Tentang apakah
angkasa hyper ada hubungannya dengan tata surya "Luar-Waktu" dari
Mevaan?" "Ya, saya ingat betul," McGinnis mengangguk. "Menurut saya
hampir pasti bahwa itu tidak benar. Tata surya Mevaan, menurut
penglihatan saya, adalah suatu, ah " bidang nyata. Berlainan dengan
kita, tetapi sama nyatanya. Dari segi kita, itu merupakan 'Luar-Waktu',
tetapi jelas itu nyata. Angkasa Hyper tanpa waktu, tanpa ruang "
merupakan pemotongan waktu dari satu titik ke titik lain."
Tom mengangguk dengan gembira. "Ya, Pak, saya setuju
sepenuhnya. Dan menurut pendapat saya, tata surya Mevaan tidak
jauh dari sini." Dia diam sejenak dan tersenyum puas terlihat di
mukanya. "Bahkan saya sudah menemukan cara untuk mencapainya."
"Kamu " Apa?" McGinnis membelalak dan setengah berdiri
dari kursinya. Semua teman Tom meneriakkan pertanyaan hampir
bersamaan, dan dia mengangkat tangannya menyerah.
"Hai, tunggu sebentar. Saya akan terangkan semuanya bila saya
diberi kesempatan." "Saya tidak yakin apakah saya ingin mendengarkannya" Dr.
McGinnis berkata dengan kering. "Kita tidak tahu bentuk kekuatan
ajaib apa yang bekerja di dalam awan interstellar itu. Saya kira belum
waktunya kita berbicara tentang bepergian ke sana, Tom."
"Dalam satu hal, Pak, saya setuju," kata Tom berpikir. "Tetapi
saya kira kita harus ingat bahwa bila Mevaan keluar dari 'pintu' dalam
awan itu secara tidak sengaja, seseorang lain mungkin saja
mencobanya dengan sengaja. Dan Molvaar ini kedengarannya tidak
begitu bersahabat." Tom tertegun agak lama. "Bagaimanapun juga, saya ingin
sekali tahu apa yang terjadi bila melewati awan itu dan memasuki
dimensi lain. Dan kita tidak tahu apakah mesin penjelajah planit dapat
membawa kita ke sana. Saya pikir jawabannya ada di antara itu,
Doktor. Itulah sebabnya kenapa saya selesaikan alat pemindahan
benda dan memasangnya di EXEDRA sebagai alat pendorong. Tak
perduli apa pun perbedaan dunia Mevaan dengan kita, saya bertaruh
kalau hukum cahaya tetap berlaku."
Ben Si Elang Jalan menelan ludah dengan keras. "Uh, Tom "
biarkan saya mengerti dulu. Kamu akan merubah EXEDRA, dan kita,
menjadi sinar Laser dan mengirimkannya melalui awan interstellar,
bukan?" "Betul," Tom menyeringai melihat ekspresi muka Ben.
"Kamu tidak akan merasakan sesuatu, sobat."
"Itulah yang saya takuti," kata Ben dengan datar.
"Saya tahu ciptaan kamu berhasil melalui percobaan benda,"
Anita menyela. "Kamu telah menceritakan tentang pengiriman
sebatang besi ke seberang laboratorium. Tetapi "bagaimana dengan
manusia. Benda padat adalah satu hal, tetapi " .
?" darah daging lain lagi," Tom menyelesaikan. "Jangan kuatir
Anita. Saya merencanakan percobaan alat itu kepada diri saya sendiri
sebelum meminta orang lain untuk suatu perjalanan. Tetapi, saya
dapat memastikan bahwa alat itu bekerja dengan baik."
Dr. McGinnis menelan ludahnya. "Bagaimana kamu begitu
pasti, Tom, sedang kamu belum mencobanya terhadap barang hidup?"
"Sudah saya lakukan," senyum Tom. "Kenalkan Ben Si Tikus
Lari, semuanya. Dia saya beri nama untuk menghormatimu Ben."
Tom memasukkan tangannya ke dalam saku jaketnya dan
mengeluarkan seekor tikus hidup. Tikus itu duduk di telapak tangan
Tom dan menggoyangkan kumisnya. "Teman baik saya Tikus Lari ini
adalah seorang pionir ilmu pengetahuan," Tom menerangkan. "Dia
telah mengendarai sinar Laser di dalam laboratorium saya sebanyak
seratus lima puluh kali, dan dia masih seperti selembar uang dollar!"
Chapter 6 Setelah melalui serangkaian test selama seminggu, meskipun
Dr. McGinnis yang hati-hati, mengakui bahwa alat PBF ciptaan Tom
benar-benar suatu keberhasilan. Untuk pengujian terakhir, Tom
membawa Ben, Anita, Aristotle dan Mevaan, Dr. McGinnis dan Glen
Larson ke dalam EXEDRA dan menjalankan pesawat melalui
urutannya. Penumpang semua heran " dan menyenangi "
mengetahui bahwa tidak ada rasa aneh sama sekali ketika pesawat
berubah menjadi sinar Laser. Seperti penggunaan mesin penjelajah
bintang, tidak ada perasaan apa pun juga ketika memasuki gerbang
waktu " hanya seberkas cahaya yang cepat serta diikuti oleh yang
lain. "Mengagumkan!" seru Dr. McGinnis. "Ini seperti alat
penjelajah bintang di angkasa nyata."
Tom baru saja menyelesaikan salah satu lompatan, lima belas,
empat puluh "lima dan enam puluh detik. Dr. McGinnis menghitung
dengan instrumennya bahwa dalam enam puluh detik loncatan dengan
kecepatan cahaya " 186,000 mil per detik " EXEDRA berada 11
juta mil dari STASIUN ANDROMEDA.
"Kamu telah membuktikan alat PBF kamu berhasil," Dr.
McGinnis berkata pada Tom, "tetapi hanya pada ruang angkasadalam. Kamu tidak dapat memperkirakan apa yang terjadi bila
mendekati awan interstellar, atau bagaimana kekuatan yang tak
terlihat itu mempengaruhi kamu. Dan lagi kamu tidak tahu apakah
pesawat ini dapat masuk ke dalam tata surya Mevaan!"
"Ya, Pak, itu betul," Tom mengakui. "Tetapi perkiraan saya
mengenai fisika ada benarnya, bahwa cahaya akan mengikuti hukum
yang sama, di mana pun kita berada."
"Agar yakin saya akan mengatakan kepada ayahmu tentang apa
yang kamu sebut," kata Glen Larson mengeluh, "bila kamu tidak
kembali dan menanyakan kenapa saya membiarkan kamu
melaksanakan percobaan yang menakutkan ini!"
"Saya kira kalian mengerti apa yang saya lakukan," kata Tom.
"Dia tidak mendirikan Perusahaan Swift seperti apa yang terlihat
sekarang ini tanpa mengambil beberapa resiko. Dan alat PBF telah
terbukti bekerja dengan baik, Tn. Larson. Anda telah mengendarai
sinar Laser seharian."
"Saya tahu," kata Larson dengan sebal. "Saya sedang mencoba
melupakannya." Anita Thorwald ingin tahu bagaimana Tom menyelesaikan
persoalan untuk mengembalikan cahaya ke dalam benda aslinya tanpa
menggunakan alat penerima. "Kamu mengatakan bahwa kamu harus
mempunyai stasiun penerima di ujung lain," katanya mendesak.
"Bagaimana kamu menyelesaikannya?"
"Saya tidak memerlukannya," kata Tom menerangkan. "Stasiun
penerima dibuat menjadi satu dengan alat itu. Diprogram untuk mulai
membenda hampir bersamaan dengan waktu dikirimkan."
Anita kelihatannya berpikir. "Dan apa yang terjadi bila gagal?"
"Tidak mungkin," Tom meyakinkannya. "Saya juga telah
membuat suatu alat yang tahan uji dalam alat itu sendiri. Alat itu tidak
akan menggerakkan kita ke dalam cahaya, bila alat penerima belum
memulai urutan pem-'benda'- nya."
"Bagus," kata Anita, sambil memutar bola matanya ke loteng.
"Saya tentu gembira mendengarnya."
Malam sebelum keberangkatan mereka ke tata surya lain, Tom
Swift membagi-bagikan ikat kepala perak seperti yang dibuatnya
untuk Mevaan. "Bila perasaan Mevaan terbalik di dimensi kita,"
katanya menerangkan. "Saya kira kita mempunyai cukup alasan
bahwa kita akan menghadapi pengalaman yang serupa dalam
dimensinya." "Dia betul," kata Mevaan dengan muram. "Saya, uh, " coba
mengintip kalian suatu hari dengan hanya mengangkat bondu ini
sebentar." Kelihatan air mukanya bergidik. "Kalian kelihatan
mengerikan, percayailah saya!"
Ben dan Anita tertawa, dan Tom melirik ke arah pemuda asing
itu. "Dan jangan lupa membuka ikat kepala itu bila kita telah sampai
di sana, sobat." Untuk beberapa saat, Mevaan kelihatan takjub. "Hei, kamu
benar, saya hampir lupa. Bila saya melihat sesuatu benda di tata surya
saya adalah biasa, bagaimana kalau saya memakai alat ini?"
"Jangan coba-coba untuk memikirkan itu," Anita mengeluh.


Kekuatan Gaib Serial Tom Swift di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Saya kira kamu tak ingin tahu."
Meskipun nuklir melengking ke skala penuh, dan STASIUN
ANDROMEDA menciut menjadi titik cahaya kecil di belakang
EXEDRA, Tom duduk di lekukan kursi pilotnya, dengan seksama
memperhatikan cahaya hijau di depannya. Ben duduk di sisinya dan
Anita di kursi navigasi di belakangnya. Aristotle seperti biasa berdiri,
diikatkan ke dinding ruang pengemudi.
"Mesin pendorong bertambah dengan tetap," kata Tom. "Saya
kira sekarang saat yang tepat." Dimasukkannya beberapa angka ke
dalam komputer melalui beberapa tombol yang ada di lengan kursi
pilotnya. "Dr. McGinnis telah mengambil jarak yang tepat dari awan
interstellar kita," katanya tanpa tekanan. "Tepatnya adalah lima ratus
tujuh puluh dua juta tahun cahaya dari sini. Kita akan mencapai
pinggiran gugusan itu dengan penjelajah bintang dan melihat-lihat
sebelum menembusnya. Ben, hitung balik mulai dari " sekarang!"
Ben Si Elang Jalan menjangkau ke arah komputernya, jarijarinya menyapu dengan cepat ke tombol-tombol. "Masuk-H mulai...
tujuh...enam.. , lima.... "
Sesaat terasa pusing dan mual ketika bintang-bintang di depan
mengabur dan menghilang. Kemudian, tiba-tiba awan interstellar
mengisi kegelapan angkasa.
"Saya " saya belum pernah melihat seperti ini," gagap Anita.
"Begitu indah " dan menakutkan, semua menjadi satu!"
Tom berdiam diri beberapa lama. Awan raya itu merupakan
pemandangan yang dahsyat. Sinar yang mengerikan memenuhi
ruangan pengemudi, campuran gas berwarna putih dan merah
berlapis-lapis memenuhi angkasa. Dengan melihat awan yang
menakjubkan ini dari dekat, mudah bagi Tom untuk percaya bahwa
jaringan benda alam yang mahabesar ini merupakan tempat lahir
segala bintang. Kamera pesawat EXEDRA mendengung-dengung
ketika merekam pemandangan.
Tom memutar badannya di kursinya. "Pasang ikat kepala kalian
sekarang. Saya sedang menyiapkan penggunaan alat PBF. Semua
beres?" Ia sempat melihat Mevaan tersenyum dan melirik. "Bila
segala sesuatu bekerja dengan baik, kita akan membawa kamu pulang
sekejap lagi." Ben mengeluh atas sindiran itu.
Mevaan memperhatikan dengan putus asa pada awan
interstellar itu. "Saya kira saya senang pulang lagi." Ia mengeluh.
"Kecuali bahwa saya sudah mulai terbiasa di alam merdeka " tak
perlu takut melirik ke belakang seandainya ad
a salah satu pesawat tempur Molvaar." "Molvaar tak akan bisa mengatur seluruh gugusan selamanya"
kata Anita. "Tidak?" Mevaan memandangnya tanpa ekspresi. "Saya kira
mereka telah melakukan suatu usaha yang hebat selama ini."
Tom mempelajari pembacaan alat penghitung mini yang
disiapkan untuk menjalankan alat PBF nya. Ketika dia menyebutkan
beberapa angka pada Ben untuk dimasukkan ke dalam komputer,
dengungan seperti lebah terbang terdengar dalam kabin. Tom
memperhatikan bentuk-bentuk gelombang yang bercahaya dalam
layarnya, kemudian meluruskannya menjadi garis tenaga sinar. "Kita
bergerak masuk," katanya dengan tenang. "Jangan lupa ikat kepala
kalian".urutan PBF"mulai"dari".SEKARANG!"
Pesawat EXEDRA berubah menjadi seberkas sinar dan TOM
SWIFT MENJERIT KETAKUTAN. Dia dapat melihat jeritannya,
menggetar keluar dari mulutnya dalam bentuk gelombang cahaya
yang berwarna hijau-biru. Dia terjatuh, menggeliat-geliat, terlempar
dari tempat yang tidak jelas dan kembali melalui angin bintang,
berjuta-juta kali lebih cepat dari cahaya.
IKAT KEPALA ITU, pikirnya dengan tak berdaya, IKAT
KEPALA ITU TIDAK BEKERJA! Tapi ia tahu bukan itu soalnya.
EXEDRA terperangkap dalam sesuatu yang mengerikan dan topan
yang mematikan di antara satu tata surya dan tata surya lainnya.
Waktu dan ruang berdentingan di sekeliling Tom seperti gelas,
mengeluarkan cahaya yang membutakan seperti yang tak pernah
dikhayalkannya. Dia berusaha mempertahankan ingatannya agar dapat
dikuasai. Dengan hati-hati, diangkatnya tangannya ke mukanya.
Tangannya berbentuk ikatan api ungu. Tom menggerakkan jari-jarinya
dan api ungu itu berloncatan.
"Ben, Anita" DAPATKAH KALIAN MENDE-NGAR SAYA!"
ia memanggil dengan sia-sia. Kata-kata itu kedengaran baik di
kepalanya. Ketika keluar dari bibirnya, kata-kata itu menjadi awan
logam berupa sirup. Awan itu tiba-tiba meledak, mengeluarkan
berpercik-percik bola perak yang beribu-ribu arah. Kotak plastik
terapung keluar dari atas"..di buntutnya keluar gulungan seperti
spageti hijau. Tom tahu kalau teman-temannya mencoba untuk bicara,
tetapi dia tidak dapat menangkap apa yang mereka katakan.
Bagaimana kira-kira saya 'membaca' kotak-kotak merah dan ekor-ekor
spageti" Tiba-tiba, sesuatu yang keras dan dingin memukul
punggungnya dan membuat ia terlempar.
Tom berjungkir balik, kemudian berhenti dan mencoba berdiri.
Ia berada seorang diri, di dalam lautan lumpur biru sekental madu.
Bentuk yang aneh berkeliaran " kotak-kotak, gelembung dengan
bercak-bercak dan garis-garis sinar. Dia tahu bentuk-bentuk yang aneh
itu adalah teman-temannya " atau paling tidak, itulah yang terlihat
dalam dimensi ini. Ketika dia berjuang untuk keluar dari lautan yang biru gelap itu,
sesuatu memukulnya lagi dan membuatnya jatuh. Dipukulnya benda
itu dengan keras dan didorongnya jauh-jauh. Apa pun mereka,
sekarang langit yang berwarna oranye dan hijau itu penuh dengan
mereka " garis-garis sinar yang tajam, sekeras sinar besi lebur. Bila
mereka mencicit, udara dipenuhi balon-balon lonjong dari 'suara'.
Siapa pun mereka, pikir Tom dengan suram, mereka tidak
senang kita berada di sini"..Harus melakukan sesuatu atau kita akan
terperangkap dalam tempat gila ini selama-lamanya!
Apa ini" Ia heran. Apakah ia sedang bergulingan di lantai, atau
terikat rapat di kursinya" Tak satu pun terlihat seperti sediakalanya,
teman-temannya, pesawat, meskipun dirinya sendiri adalah sesuatu
yang lain. Apakah tali dari kotak kuning itu panel pengatur " Atau
Anita Thorwaid" Tom sama sekali tidak dapat mengetahuinya.
Sesuatu yang berbentuk seperti gumpalan tongkat-tongkat kuning
bergerak menakutkan ke arahnya. Ben" Aristotle" Mungkin benda itu
tidak ada sama sekali, hanya sebuah".
Ikatan tongkat itu meledak dan berjatuhan, pecah menjadi bolabola hijau seperti kacang raksasa. Tom mundur dengan cepat.
Makhluk besi-lebur itu terbang ke arahnya. Dengan putus asa, Tom
mendorongnya kuat-kuat dengan tangan ungunya. Makhluk itu tidak
menyerah. Lengan Tom seberat Timah. Ia menjerit ketika makhluk
aneh itu menyeret lututnya.
Tom Swift berjuang dengan gigih melawan kegugupan yang
menghantuinya. Dia megap-megap mengambil nafas berjuang agar
tetap hidup. Dia tidak dapat berpikir apakah makhluk-makhluk itu
memikirkan apa yang sedang dikerjakannya, tetapi dia tahu apa yang
sedang terjadi dengannya. Entah dengan cara bagaimana, benda logam
yang marah itu sedang mengambil setiap atom zat asam yang ada
dalam pesawat EXEDRA! Chapter 7 Tom memukul makhluk itu dengan kepalannya, dengan galak ia
mencoba menghindari makhluk itu dari mukanya. Mereka
bergantungan padanya, berat mereka seperti beban berat yang
menghimpit dadanya. Beribu-ribu dari mereka sekarang, menghisap
seluruh udara yang ada dalam kabin. Bila saya tidak dapat menghalau
mereka segera " Pikiran itu tiba-tiba merasukinya dan ia tertegun diam di
tempatnya. Kabin! Tentu, itulah dia! Dalam kegugupannya,
dibiarkannya ia percaya bahwa lautan biru madu, langit oranye dan
bentuk-bentuk yang menakutkan di sekelilingnya. Mereka nyata,
sebagaimana benda-benda terlihat dalam dunia luar-waktu yang
mengerikan ini, tetapi dia juga nyata, dan begitu juga EXEDRA.
Semua itu sama sebagaimana tadinya, kecuali apa yang terlihat
sekarang berbeda. Tom mengambil nafas, jatuh bangun, dan mencoba berdiri.
EXEDRA pasti ada di sana " kursi pilotnya, alat pengendali. Apa
yang harus dilakukannya adalah menemukannya.
Makhluk menyala terang itu menyerang ke arah mukanya. Tom
memukulnya, hilang keseimbangan dan jatuh lagi. Secara naluri,
ditutupnya mukanya dan mengangkat tangannya untuk menahan
waktu jatuh. Tangannya menyentuh sesuatu yang sudah dikenalnya.
Kabel! Satu bungkusan kabel yang keras, semacam yang biasanya
melingkar di dalam kabin. Dibukanya matanya. Kabel itu berubah
menjadi bubur yang dingin seperti es. Ditariknya tangannya kembali,
kemudian menutup matanya dan mengulurkan tangannya kembali.
Sekali lagi dia merasakan seperti kabel. Tom lega. Tepat seperti yang
diperkirakannya " 'luar-waktu' menyebabkan perasaan menjadi
bingung. Dia masih tetap mendengar suara-suara dari makhluk itu
bercicit-cicit dan beratus-ratus bau baru yang tak dikenal, TETAPI
DENGAN MENUTUP MATANYA IA DAPAT MERASAKAN
SEPERTI BIASA! Tom merangkak cepat dalam kegelapan yang menyenangkan,
jalannya meraba-raba ke bagian depan kabin. Dia agak pusing karena
kurang pernafasan, berjuang untuk mengisi paru-parunya dengan
udara yang sangat berharga. Ini " belakang kursi co-pilot ... lewat itu
adalah kursinya yang lekuk. Ditariknya dirinya untuk berdiri, sambil
menghindarkan diri dari kerumunan makhluk yang menyeramkan itu.
Digapainya dengan membuta, menempelkan tangannya pada alat
pengendali. Dia dapat melihat lampu-lampu yang berputar-putar di
balik pelupuk matanya dan tahu bahwa ia akan pingsan beberapa saat
lagi . . Kilat menyambar ke dalam kabin. Tom membuka mulutnya,
dan mengambil nafas panjang serta membuka matanya. Cahaya yang
sudah dikenalnya terlihat berkedip-kedip hijau di panel depannya.
Kaca jendela depan terlihat terang dengan bintang-bintang baru yang
asing. "Kita telah melampauinya," Tom berteriak dengan leganya.
"Kita telah selamat menembus awan! Semua selamat?"
"Saya " kira demikian," kata Ben dengan menggigil di
sampingnya. Tampang Cherokee yang coklat telah berubah menjadi
putih kapur. "Setan! Apa yang terjadi, Tom?"
Anita Thorwald berdiri terhuyung-huyung dan menyapu
rambutnya dari alisnya. "Saya pikir alat ikat kepala ini maksudnya
untuk menghentikan hal-hal yang gila itu" katanya dengan pendek.
"Saya akan menukar dengan lainnya yang baru!"
Tom menyeringai ke samping. "Ikat kepala itu tidak apa-apa,
Anita. Alat itu bekerja sempurna dalam tata surya Mevaan. Tetapi
tempat di belakang sana itu soal lain lagi. Saya tidak dapat
mengatakannya dengan yakin, tapi saya kira kita terperangkap dalam
pintu gerbang di antara dua dimensi." Ia melihat dengan hati-hati
kepada Mevaan. "Kamu tidak menyebutkan sedikit pun tentang ini,
sehingga saya pikir tidak pernah terjadi terhadap kamu sebelumnya."
Pemuda asing itu memegang kursi Tom dan memandang lewat
bahunya. "Sekiranya saya mengalaminya, saya pasti ingat," keluhnya.
Saya kira saya telah pingsan beberapa detik sebelum saya dilemparkan
melalui gerbang itu. Nah, itu?", katanya tiba-tiba sambil menunjuk
dengan tegang ke depan. "Saya sudah sampai di rumah. Kumpulan
bintang-bintang itu disebut Pedang dari Doveer . . . dan selendang
hijau itu adalah Nebula dari Tiga Bersaudara."
"Mevaan," kata Anita dengan tenang, "kamu mengatakan pada
kami bahwa kamu berada di satu daerah patroli Molvaar ketika kamu
disapu ke dalam gerbang dimensi kami. Itu berarti sekitar tempat ini,
bukan?" "Saya tahu apa yang kamu pikirkan," kata Mevaan. "Saya
mencoba mencari koordinat basis Pasukan Bintang Merdeka yang
terdekat. Sistem komputer kalian agak berbeda dengan kami." Ia
membungkukkan badannya ke samping Tom beberapa lama untuk
memusatkan angka-angka dalam pikirannya. Akhirnya, serangkaian
angka-angka keluar dari komputer. Mevaan mengangguk dan Tom
memasukkannya ke dalam sistem penunjuk pada pesawat EXEDRA.
Seketika isyarat tujuan menentukan arah pesawat.
"Tempat itu tidak terlalu jauh," kata pemuda asing itu.
"Setengah hari, mungkin, dengan mesin penjelajah planit."
"Tom menggigit bibirnya. "Ini memakan waktu, dan memberi
kesempatan kepada orang-orang Molvaar untuk menemukan kita "
tetapi mungkin lebih baik daripada mempergunakan alat PBF.
Mengeluarkan enersi yang begitu besar akan menarik perhatian."
"Tepat seperti apa yang saya pikirkan," Mevaan setuju. "Daerah
ini merupakan lintasan patroli pesawat-pesawat tempur Molvaar," ia
memutar bola matanya ke loteng. "Percayalah pada saya!"
"Apakah Pasukan Bintang Merdeka mempunyai banyak
pesawat?" tanya Ben.
"Tidak banyak," kata Mevaan dengan sedih. "Umumnya kami
curi apa adanya dari pangkalan Molvaar, dan itu merupakan tindakan
yang mengandung resiko, seperti dapat kamu bayangkan. Kami
mencoba untuk mendirikan pabrik di suatu planit yang tersembunyi.
Saya sedang membawa kalian ke sana sekarang ini " Harveen."
"Robot akan banyak menolong dalam pabrik seperti itu," kata
Aristotle dengan sopan. "Barangkali dapat membebaskan beberapa
orang untuk menjadi pilot pesawat dan pekerjaan-pekerjaan penting
lainnya." "Saya sedang memikirkan tentang itu," kata Mevaan padanya.
"Barangkali atas bantuan Tom dan kamu, kita da ?"
Kejutan suara tanda bahaya memutuskan perkataannya.
"Penyerang!" teriak Ben Si Elang Jalan, "Tiga dari mereka,
mendekat dengan cepat pada posisi jam dua!"
Malah sebelum Tom dapat bertindak, EXEDRA telah
mengambil alih dengan komputer perangnya, pesawat menyentak
tegak lurus ke atas dengan tenaga besar. Tom memegang alat
pengendali dengan kuat. "Kejar cepat" kata Ben tajam, "dua dari
mereka tidak lepas dari ekor kita, satunya melingkar ke depan!"
Disentakkannya layar perang hijau itu agar melihat dengan jelas,
"Tom, mereka cepat " EXEDRA bagus, tetapi orang-orang itu
mengagumkan!" Tom berpura-pura ke kanan, kemudian mematahkan pesawat ke
kiri dan kembali lagi ke kanan. Sinar biru mendesis dari depan. Sinar
senjata Laser seperti jaringan laba-laba tepat di depan EXEDRA. Tom
mengeluarkan seluruh tenaga yang dapat dicapainya sampai mesin
nuklirnya berbunyi menderu-deru. Pesawat dengan tajam membelok
ke kanan hampir sembilan puluh derajat.
"Mereka masih membuntuti kita," teriak Ben. "Tepat di jalur
kita, Tom!" "Para pemburu Kelas Mazaar," kata Mevaan dengan geram.
"Pesawat terbaik kerajaan."
"Hebat," keluh Tom. "Coba kita mulai dari atas. Pegang topi
kalian!" EXEDRA mengguling, meninggalkan ekor ion-ion yang
menyala di belakangnya. Pesawat tempur kerajaan itu mengikuti
pergerakan itu dengan otomatis. Dalam sekejap, pesawat musuh
membentuk tiga titik di dalam layar, mengisi ruangan di belakang
EXEDRA. Sebelum komputer perang Tom dapat bertindak, sinar
Laser telah merobek perut pesawat, meninggalkan kilat yang
membutakan di dalam kabin.


Kekuatan Gaib Serial Tom Swift di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Rusak!" Tom berteriak dengan garang. Exedra bergetar hebat
ketika tanda bahaya bersahut-sahutan di seluruh pesawat. Tiba-tiba,
seluruh alat kontrol di depan Tom menjadi merah.
"Penuntun Utama tidak bekerja," Aristotle menggerutu. "Alat
navigasi hilang, Seksi Dua listrik terputus pada Enam ...."
Sekali lagi, sinar biru yang marah itu menyilang di kegelapan
angkasa. "Cukup" kata Tom di antara giginya. "Saya tidak akan
menunggu di sini melihat kejadian berikutnya." Menekan beberapa
tombol angka ke dalam komputernya, dihempaskannya telapak
tangannya ke tombol pendorong penjelajah bintang.
Angkasa berjungkir balik, membawa isi perut Tom bersamanya.
Dia merasakan pusing seperti biasanya kemudian menghilang.
Gugusan bintang baru terlihat. Sebaris cahaya terang, matahari biruputih bersinar di sebelah kanan.
"Mestinya ini sudah cukup," Tom mengeluh. "Di mana pun kita
berada, ini ?" "Tidak," kata Mevaan dengan tegas, "Ini belum menghentikan
mereka, Tom. Keluar dari sini, " cepat!"
Tom memandang keheranan kepadanya. "Saya baru saja
membawa kita melalui penjelajah bintang ke sembarang tempat
dengan satu loncatan. Saya sendiri pun tidak tahu di mana kita berada.
Mungkin kita berada di sisi lain dari gugusan bintang."
"Tidak perduli," Mevaan berkata dengan putus asa. "Mereka
mempunyai banyak waktu untuk mengikuti kita " kami juga
mempunyai pelacak penjelajah bintang dalam dimensi kami, Tom!"
"Apa?" jantung Tom berdebar-debar dengan keras, "Saya belum
pernah mendengar tentang itu. Itu " tidak mungkin!"
Sekali lagi kejutan tanda bahaya memutuskan pembicaraannya.
"Katakanlah pada mereka," keluh Ben, "mereka muncul lagi!"
Tanpa berpikir lagi, Tom mengetuk isyarat dengan cepat dan
menyentakkan EXEDRA ke dalam angkasa hyper lagi. Angkasa yang
gelap dan bintang-bintang yang berputar terlihat di depan matanya.
Tom meloncat lagi"..matahari bercahayakan merah membuat
ruangan kabin berwarna darah.
Lagi"Bintang seperti permata terbungkus selendang beludru"
Lagi" Lagi" Dan lagi". PESAWAT AKAN PECAH BERANTAKAN, pikir Tom,
KITA TIDAK TAHAN LAGI BEGINI TERUS-TERUSAN.
Angkasa nyata terlihat lagi di sebelah kanan. Tom mengeluh
dan terbenam dalam kursinya.
"Kerusakan," Tom mengeluh, "coba sebutkan yang terberat,
Aristotle." "Saya tidak tahu harus mulai dari mana, Tom. Untuk
mengulangi persoalan-persoalan yang kita hadapi: Penuntun Utama
tidak bekerja, navigasi dan komunikasi tidak ada, Seksi Dua " dan
Tiga sekarang " ."
"Lupakan itu, tak ada gunanya lagi," Tom mengipaskan
tangannya dan berpaling kepada Ben. "Coba kamu periksa apakah
meriam Laser kita dapat digunakan. Kita harus bertahan dan melawan
bila mereka muncul kembali. Kita tidak punya cukup tenaga untuk
menyalakan rangkaian lampu-lampu pohon natal."
Pemuda asing itu meremas bahu Tom. "Itu merupakan teknik
terbang yang hebat, sobat. Mungkin kita telah membingungkan
mereka. Itu adalah satu-satunya cara melepaskan diri dari pelacak
penjelajah bintang."
Tom menggelengkan kepalanya. "Bila kita sempat keluar dari
sini, Mevaan, kita harus bicara tentang ciptaan tertentu itu. Ilmu fisika
dan matematik membuat kepala saya berenang hanya memikirkan hal
itu." "Saya telah mengatakan kita akan mempunyai kesempatan itu,"
Mevaan menyeringai. "Bila mereka belum muncul sekarang, mereka
tidak akan datang." "Maukah anda mengeluarkannya secara tertulis?" kata Anita.
"Tom, kamu benar-benar serius tentang mesin kita" Kita tidak dapat
pergi ke mana pun?" "Tidak sampai sebegitu jelek," Tom mengakui. "Tetapi saya
tidak bermaksud untuk liburan panjang." Dihidupkannya komputer
dan mempelajari angka di situ dan berputar di kursinya. "Kita dapat
melupakan penjelajah bintang sekarang. Dengan penjelajah planit, kita
dapat bergerak perlahan-lahan seperempat tenaga sejenak."
"Berarti sedikit lebih baik daripada tidak sama sekali," kata Ben
datar. "Saya sudah periksa. Tidak ada sistem planit terdekat. Dengan
SETENGAH-kecepatan, kita akan mencapai sesuatu dalam, oh "
delapan atau sembilan tahun. Dan kita malah tidak punya
SETENGAH-tenaga." Anita mengeluh. "Tinggal alat PBF," kata Tom. "Jadi pilihannya mudah. Kirakira kita cukup tenaga untuk sekali loncat."
"Kalau begitu lebih baik kita pergunakan sekarang," kata Ben.
"Mengerikan duduk di sini jauh dari mana-mana."
"Saya harap kamu betul," keluh Tom. "Karena kita bisa saja
dengan berkas sinar ke suatu tempat yang jauh dari mana-mana "
tepat seperti ini," Ia menggelengkan kepalanya dan menunduk ke
komputernya dengan tekun. Pertama, dimasukkannya tenaga yang
tersisa dari EXEDRA, Energi yang cukup untuk satu loncatan PBF.
Bersamaan dengan itu Anita menyetel sensor pesawat untuk mencari
setiap bintang di langit yang kira-kira sama dengan tipe planit Bumi
dalam orbitnya. Ada tujuh kemungkinan seluruhnya. Dua di antaranya
dianggap terbaik. Hanya satu yang cukup dekat dengan EXEDRA.
Yaitu sebuah matahari biru-putih sejauh 400 tahun cahaya.
"Nah," kata Anita dengan gembira, setelah berhasil. "Saya kira
kita terpaksa memilih yang satu itu."
"Ide yang baik," Tom setuju. "Mari kita ke sana, sebelum kita
membocorkan tenaga lebih banyak lagi." Ia memandang semuanya
bergantian. "Saya tahu kita akan berhasil sampai di sana. Tetapi
berdoalah agar kita berhasil."
Kembali ke alat pengemudinya, Tom memeriksa angka-angka
dalam komputernya sekali lagi, menerima anggukan dari Ben, yang
juga melakukan hal yang sama, dan menekan tombol alat PRF. Sekali
lagi, bunyi seperti dengung lebah terdengar memenuhi ruangan kabin.
Dalam sekejap, EXEDRA menjadi seberkas sinar tipis, Tom berpikir
tentang keanehan menemui sebuah planit".planit apa pun"..dan
setelah itu kesempatan menemukan dunia dengan atmosfir agar
mereka dapat bernafas, gaya tarik yang tidak akan menekannya
menjadi gepeng, sebuah".
Tom berkedip sekali. Bintang di sekelilingnya berpindah. Alat
pendorong melambat dan akhirnya diam. Anita yang pertama-tama
melihatnya dan menjerit. "Kita telah menemukannya," serunya, "Lihat, Tom, di sana!"
Tom membungkuk ke depan dari tempat duduknya dan
tersenyum. Di situ terlihat sesuatu yang terang, dunia seputih susu,
berkilauan di keluasan angkasa.
"Sekarang," katanya, "apa yang harus kita lakukan adalah "."
"Tom, tak ada gunanya," kata Ben tiba-tiba. "Sensor kita baru
saja memberikan data-data. Di situ tidak ada udara, kosong. Itu planit
mati di bawah sana!"
Chapter 8 EXEDRA berada dalam keadaan diam dan mati. Tom menatap
ke arah dunia yang dingin dan tanpa udara itu. Cahaya dari abunya
memantulkan sinar yang pucat ke wajah rombongan itu.
"Saya " kira instrumen kamu tidak salah lihat" kata Mevaan
dengan lemah. "Saya kira tidak," Anita menjawab. "Bila di bawah sana
terdapat sedikit saja atmosfir, akan menunjukkan zat asam, hidrogen,
nitrogen " apa saja. Bahkan gas-gas yang aneh sekali pun."
"Nah, sekarang bagaimana?" tanya Ben. Ekspresinya memberi
tahu Tom kalau ia sudah tahu jawabannya.
Pencipta muda itu memaksakan sebuah senyum. "Kita dapat
menelepon bengkel suku cadang terdekat untuk membeli sebuah
mesin nuklir yang baru dan seorang montir mesin penjelajah bintang
sekalian. Atau, kita dapat "."
"Tom, itu tidak lucu," kata Anita.
"Saya tahu. Saya hanya berolok-olok " dan sebetulnya tidak."
Dia berpaling ke arah si rambut merah itu. "Kita tidak mempunyai
cukup tenaga untuk berbuat sesuatu, Anita. Saya tak usah
menceritakannya padamu. Jadi kita dapat duduk di sini sampai udara
kita habis, atau kita pergunakan tenaga yang ada untuk mengirim
panggilan minta tolong. Satu panggilan ke seluruh penjuru, dan
berharap seseorang menerimanya."
Semua orang mengajukan protes serentak. Hanya Mevaan yang
mengangkat tangannya agar yang lain diam. "Bila 'seseorang' yang
menerima pesan itu, seharusnya itu adalah satu dari pesawat Molvaar.
Kalian tidak tahu bagaimana mereka seperti saya, Tom."
Tom mengusap mukanya. "Mevaan, saya tidak meragukan
sedikit pun perkataan kamu. Tetapi coba lihat kemungkinankemungkinan lain."
"Saya tahu," keluh pemuda asing itu. "Kamu benar, tentu."
"Kita barangkali tidak perlu kuatir," Anita menyela. "Apa
kemungkinannya bila satu isyarat tunggal dapat ditangkap di luar
sana?" "Saya kira keajaiban tidak begitu memberikan harapan," kata
Aristotle pada Anita. "Saya telah mengambil inisiatif untuk
memasukkan angka-angka di komputer. Berdasarkan jumlah bintang
yang terlihat dan kekuatan maksimum dari isyarat kita "."
"Saya tidak yakin ingin mendengarkannya," keluh Tom.
?" Angka kebetulan," Aristotle menyelesaikan, "sampai pada
angka kira-kira 412.793 terhadap satu yang kebetulan mendengarkan
isyarat kita. Tentu, ini hanya perkiraan kasar."
"Terima kasih," kata Tom dengan datar, "itu cukup mendekati."
"Ada lagi satu perhitungan yang membuat saya bingung,"
tambah robot itu. "Sepertinya kita "."
"Saya menghargai bantuanmu," kata Tom dengan sabar," tetapi
saya kira adalah angka kebetulan yang tak mungkin kita hadapi."
"Saya tidak senang memaksa," kata Aristotle dengan tegas,
"tetapi saya kira lebih penting kalian mendengarkan ini. Ini
berhubungan dengan planet tanpa udara di bawah sana."
Tom kelihatan bingung. "Bagaimana dengan planet itu"
Teruskan, Aristotle."
"Baik " Saya tidak begitu pasti apa sebetulnya, tetapi sifatsifat dari planet itu bertentangan untuk sebuah benda sebesar itu. Gaya
tarik buminya jauh lebih besar."
"Barangkali planet itu sebuah logam yang berat," Tom mengirangira.
"Tidak, dia benar." Kata Ben, melirik ke dalam komputernya.
"Gaya tariknya adalah "." Ia tiba-tiba duduk lurus, di wajahnya
terlihat kemasgulan. "Tom, sebagian dari gaya tarik tidak berasal dari
planet itu saja. Saya dapat membaca latar belakangnya!"
Mulut Anita terbuka lebar. "Maksud kamu dari planet lain"
Tetapi di mana dia?"
"Satu-satunya kemungkinan tempatnya," teriak Tom,
"tersembunyi di belakang dia itu!" Sambil memegang alat pengemudi
EXEDRA, dibelokkannya pesawat ramping itu ke kiri. Hampir
seketika, sebuah bola berwarna coklat pasir tersembul dari kutub
planit mati yang berwarna merah mawar. Kabin yang kecil itu
dipenuhi kegembiraan. "Alat sensor ternyata benar," kata Ben dengan heran. "Bola itu
berada di situ sejak tadi, Kita saja yang parkir di tempat yang salah di
belakang bulannya." Tom mendorong tongkat penambah tenaganya ke depan dan
senyum pada robot besar di belakangnya. "Aristotle, sobat lama, lain
kali kalau kamu sedang membeberkan angka-angka saya berjanji akan
diam dan mendengarkan!"
******************************************
Tom merangkak keluar dari pintu lipat di bawah perut
EXEDRA dan mengernyitkan matanya karena cahaya matahari yang
biru putih itu. "Kerusakan kita parah" katanya kecut. "Sinar Laser itu
telah merobek-robek kita." Ia menunjukkan hancuran dan lelehan
plastik pada Ben, kemudian melemparkannya ke tanah dengan kesal.
"Kamu lihat itu" Umpama kamu tidak mengenalnya, itu disebabkan
satu dari hubungan antara komputer utama dan alat navigasi."
"Saya mungkin bisa membuat sesuatu yang dapat bekerja," kata
Ben berharap. Tom meluncur ke tanah dan bersandar ke perut pesawat,
"Barangkali. Tetapi kita tak mungkin menambal semua yang robek,
Ben. Dan sekiranya kita bisa. Kita sangat kekurangan bahan bakar
nuklir. Mungkin di planit ini ada bahan radio aktip, tetapi kita
membutuhkan kapal tambang untuk mendapatkannya. Kita telah
banyak kehilangan pada satu tembakan itu, dan mempergunakan sisasisanya untuk mencapai planet ini."
"Saya mempunyai berita baik yang kecil," kata Ben. "Kita telah
kehilangan hampir seluruh hubungan ke instrumen kita, ingat" Cell
nuklir kita rusak, tetapi kita tidak tahu berapa banyak. Aristotle telah
menyelidiki bagian dalamnya, dan ditemukan kebocoran yang
berbahaya. Menurut pendapatnya kita mempunyai cukup tenaga untuk
satu loncatan pendek."
Tom menggelengkan kepalanya. "Gembira mendengarkannya,
tetapi berputar di sekitar satu blok, tidak akan "." Ia terdiam,
kemudian Ben memberikan kerutan muka yang minta penjelasan.
"Kamu mengatakan bahwa Aristotle telah menyelidiki " dengan
melihat sendiri" Bagaimana mungkin dia dapat melaksanakannya"
Sela-sela yang ada hanya antara enam atau tujuh inci paling lebar."
Ben mundur sambil tersenyum. "Saya tidak tahan untuk
memberitahukanmu. Kamu harus melihatnya sendiri."
Ben tidak berkata apa-apa lagi, dan mengisyaratkan Tom agar
mengikutinya ke samping pesawat. Aristotle berdiri di buritan, badan
logamnya mengkilat karena cahaya matahari.
"Setengah meter lebih jauh," sungutnya. "Itu dia".sekarang
berikan saya pembacaan tegangannya di sana. Baik, sangat
bagus".bergerak terus sekarang, cepat".kita tidak mempunyai
seluruh hari." Tom menatap robot itu dan berpaling pada Ben. "Dia hanya
berdiri di situ dan bicara sendiri. Apakah dia mempunyai kabel yang
putus, atau bagaimana?"
Ben meletakkan jari di bibirnya dan menunjuk. Ketika Tom
memperhatikan, sebuah bentuk metal setinggi sekaki meloncat keluar
dari bawah EXEDRA, bergulingan di punggungnya sebentar,
kemudian berdiri di atas kakinya seperti penyu. Setelah memungut
peralatannya, berputar-putar dalam satu lingkaran, melangkah dengan
ribut menuju Aristotle dan berhenti dengan mendadak di bawah kaki
robot yang besar itu. "Kalau masih ada lagi yang harus saya kerjakan," kata robot
kecil itu dengan berciut-ciut, "beritahukan saya, Pak, dengan segala
senang hati saya melaksanakannya."
"Ya." kata Aristotle. "Kamu betul, tentu".cukup berjagajaga".saya akan memanggilmu kalau saya perlu."
"Dengan senang hati, Pak," robot itu menghormat. "Bolehkah
saya mengatakan bahwa "."
"Cukup" kata Aristotle pendek. "Pergilah sekarang. Saya sangat
sibuk, seperti kamu lihat."
Tom dan Ben mundur ke belakang EXEDRA, berusaha keras
untuk tidak tertawa di sekitar Aristotle.
"Apakah robot kecil itu yang dimenangkan oleh Aristotle
dalam kontes?" Tom tersenyum.
"Saya takjub apa yang telah diperbuatnya dengan itu."


Kekuatan Gaib Serial Tom Swift di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Saya tahu apa yang sedang dikerjakannya," kata Ben dengan
datar. "Dia memprogram benda itu untuk kebutuhan pribadinya.
Apakah kamu dengar tadi segala 'Pak': Ampun, Tom, " robot kita
mempunyai robotnya sendiri sekarang!"
Pada sorenya, Tom dan Ben duduk di pintu gerbang EXEDRA
dan memperhatikan Anita dan Mevaan berjalan-jalan dengan santai
menyeberangi gurun pasir mengarah ke pesawat. Anita dengan senang
menerima segelas air dingin dan duduk di tanah.
"Kita dapat tetap tinggal di sini" katanya mengeluh. "Ke mana
saja kita pergi bentuknya sama saja. Tempat datar dan lagi tempat
datar. Tonjolan yang terdapat dalam geografi adalah tumpukan pasir
yang berwarna abu-abu di sana-sini."
"Jangan lupa tumpukan yang merah" tambah Mevaan.
"Oh, tentu," Anita mengeluh. "Mereka hampir sama
menggairahkan dengan yang abu-abu."
"Kira-kira apa itu?" tanya Tom.
"Semacam sisa-sisa batu karang yang mengenai permukaan,"
kata Anita. "Mungkin dulu mempunyai bentuk yang tinggi, sebelum
seluruh planet ini menjadi bulat."
"Sepintas lalu," kata Tom, "kelihatannya tidak ada bentuk hidup
di planet ini yang dapat mengganggu kita. Berarti kita dapat makan
malam di luar dan keluar dari ruangan yang sempit itu sekali-sekali."
"Bukan tempat piknik yang terhebat yang pernah saya lihat,"
kata Ben sambil menguap, "tetapi saya kira cukup memadai."
Beberapa saat kemudian, Aristotle membawa daging bakar yang
dipanggang dengan gelombang mikro, roti panas dan salad ke luar.
Malam itu cukup menyenangkan, setelah matahari biru-putih itu
terbenam dari horison yang lurus itu.
Tom memeriksa seluruh hal yang penting dalam daftarnya dan
meletakkannya ke samping. "Ada banyak hal yang dapat kita lakukan"
katanya mengumumkan, "tetapi saya kira akan membuang-buang
waktu saja. Kamu tidak melihat bengkel reparasi pesawat kelas satu di
luar sana, tadi, Anita?"
"Atau barangkali bengkel sepeda kelas dua?" kata Ben.
Anita menggelengkan kepalanya dan meletakkan piringnya di
tanah. "Saya kira kita tidak perlu memeriksa sisi lain dari planet,
bukan" Saya maksudkan adalah, Mevaan dan saya hanya berjalanjalan kira-kira dua mil."
"Apa pun mungkin terjadi," kata Tom. "Tetapi saya
berprasangka bahwa sisi lain dari planit ini tidak lebih baik dari sini."
Dia memandang kepada Anita lalu ke Ben, kemudian ia berpaling ke
arah pemuda asing itu. "Mevaan, saya tidak senang membicarakan ini,
tetapi "." "Saya tahu apa yang akan kamu sebutkan, Tom," Mevaan
berdiri dan menunduk ke tanah. "Kita harus mengirimkan isyarat itu.
Mungkin seseorang yang bukan tentara Molvaar yang mendengarnya.
Mereka tidak mempunyai seluruh gugusan dalam pengawasannya "
hanya hampir semua."
"Menurut perhitungan Aristotle, kita tidak usah khawatir," kata
Ben. "Tak seorang pun akan "."
"Tom," Aristotle memotong, "Saya merasakan isyarat-isyarat.
Sesuatu ada di sini " tepat di belakang pesawat."
Tom tidak perlu memberi perintah kepada robot itu. Sementara
yang lain berkumpul di belakangnya, Aristotle bergerak dengan cepat
untuk memotong penyelundup yang belum diketahui itu. Senjata
Laser di ujung jari metalnya membara biru. Tom melangkah di
sebelah robot yang besar itu dan memandang tajam ke kegelapan.
"Kelihatan sesuatu?" tanyanya berbisik.
"Tidak, tetapi saya dapat merasakannya. Ada di sana, Tom, dan
sesuatu yang sangat aneh. Saya belum pernah "."
Tiba-tiba, satu lingkaran cahaya kuning mengilat beberapa
meter dari situ. Aristotle mengangkat tangannya, tetapi Tom
melarangnya. Sinar itu menghilang, kemudian muncul kembali agak
lebih jauh. Cahaya yang aneh itu bergerak cepat, menghilang dan
muncul berpuluh kali dalam beberapa detik. Kemudian, sinar itu
berhenti tepat di bawah kaki Tom. Tom dan teman-temannya mundur,
terkejut melihat pemandangan itu. Cahaya kuning itu menghilang, dan
sebagai gantinya, di situ berdiri makhluk kecil dengan bulu-bulunya
yang keras. Tak lebih dari tiga kaki tingginya, mengingatkan Tom
pada ulat bulu yang berdiri pada buntutnya. Matanya yang kuning
terang penuh selidik seolah-olah menelan mereka semua.
Tom menghidupkan alat Guru-Penterjemahnya.
"Siapa " Siapa anda?", tanyanya.
Dengan mendadak makhluk itu menghilang.
"Sekarang ke mana perginya"," tanya Ben.
"Lihat " di atas sana!" teriak Anita.
Tom dan lain-lainnya berpaling. Makhluk itu melihat mereka
dengan curiga dari ekor pesawat EXEDRA. Sebentar terlihat makhluk
itu menggigil seluruh badannya, kemudian bulunya yang kuning
berubah menjadi bayangan ungu " kemudian biru, gading dan
beberapa warna sekaligus. Anita ternganga dan memegang lengan
Tom ketika makhluk itu berubah menjadi suatu bulatan cahaya yang
berputar-putar, mengasing tinggi ke kegelapan dan menghilang.
Ketika ia muncul kembali, terlihat mengapung dua meter dari tanah,
berubah menjadi satu bentuk piramid yang sempurna berwarna
tembaga, dan terbenam ke dalam tanah.
"Ini adalah tata surya kamu," kata Tom dengan tenang kepada
Mevaan. "Pernahkah kamu mengalami seperti ini sebelumnya?"
"Belum pernah," kata Mevaan menyatakan.
Ketika mereka perhatikan, piramid itu mengeluarkan kakikakinya seperti laba-laba berwarna merah dan membuatnya berdiri
tegak. Matanya yang seperti manik-manik melihat ke arah Tom.
Piramid itu berkedip dan menghilang. Sebagai gantinya terlihat
sebuah bola yang berdiri.
Tom dengan hati-hati melangkah ke depan. "Nama saya Tom
Swift" katanya hati-hati. "Saya tidak tahu kalau anda mengerti apa
yang saya katakan atau tidak. Bila anda dapat, saya ingin anda
mengetahui bahwa kami bermaksud damai dan tidak akan
mengganggu anda." "Sudah tentu saya mengerti anda," kata makhluk itu tiba-tiba.
Sebuah tangan keluar dari bola berduri itu memberi salam. "Nama
saya adalah Tach. Dan kamu Tom apa?"
Chapter 9 Setelah Tom dan teman-temannya memperkenalkan diri, tamu
aneh itu berlaku seperti sudah kenal lama. Di dalam EXEDRA, ia
melihat sekeliling ruang pengemudi dan langsung memperhatikan
komputer, baju terbang angkasa dan sebagian kabin. Setelah Tom
menyelesaikan perkenalannya dengan ruang pengemudi, dia
membawanya ke ruang tempat santai. Tach membuat satu tiruan dari
tempat tidur dan merasa seperti di rumahnya sendiri di satu pojok.
"Ulat bulu berdiri" merupakan bentuk aslinya " paling tidak, Tom
memutuskan, bentuk yang lebih disenanginya.
"Saya harap anda tidak keberatan bila saya bertanya," Tom
memulai. "Kami sedikit tersesat di sini dan kami perlu beberapa
jawaban." "Tersesat?" Tach melihat kepada Tom dan lainnya dengan
pandangan curiga. "Apa itu?"
Tom melihat kepada Mevaan, kemudian kembali pada Tach.
"Kami ah " terdampar di sini, Tach. Pesawat kami rusak berat dan
kami tidak bisa memperbaikinya."
"Pesawat" Apa itu " pesawat?"
"Pesawat adalah tempat kita sekarang," kata Tom sesabarsabarnya. Ia berhenti dan menarik nafasnya. "Dapatkah anda
menerangkan dari mana asal anda, Tach" Kami belum melihat bentukbentuk kehidupan lain, atau tanda-tanda kampung atau kota."
"Asal?" kedip Tach. "Apa itu asal, Tom?"
Tom mengusap rambutnya. "Siapa yang punya gagasan" Saya
kelihatannya tidak bisa berbuat banyak."
"Saya kira kita tidak perlu heran," kata Anita. "Seseorang yang
dapat merubah dirinya menjadi apa saja, sudah tentu melihat segala
sesuatunya dari segi yang berlainan. Saya heran kita masih dapat
berbicara dengannya."
"Coba saya sekarang," Mevaan mengajukan diri. "Saya tidak
menjanjikan apa-apa, tetapi paling tidak Tach dan saya berasal dari
satu tata surya. Kami mungkin mempunyai sesuatu yang sama."
Setengah jam kemudian, pemuda asing itu berkumpul lagi
dengan teman-temannya di ruang pengemudi. "Saya telah coba
semuanya," katanya letih, terbenam dalam kursinya. "Tach adalah
seorang yang baik, bersahabat, tetapi ada hal-hal tertentu pendeknya ia
tidak mengerti. Dia tidak pernah mendengar tentang kerajaan
Molvaar, apa lagi mengenai Pasukan Bintang Merdeka." Mevaan
menggeleng-gelengkan kepalanya bingung. "Saya dapat mengerti
mengenai itu " Ini adalah gugusan bintang yang luas, dan mestinya
ada beribu-ribu dunia planit yang mungkin belum pernah ditemukan
manusia. Tetapi Tach kelihatannya seperti belum mengetahui namanama planet sama sekali."
"Tidak masuk akal," kata Ben. "Bila ia bukan berasal dari sini,
mestinya ia datang dari tempat lain."
"Itulah," kata Mevaan menerangkan. "Kata-kata seperti 'asal',
'tempat', 'dunia' dan 'sini' kelihatannya, tidak terdapat dalam
kamusnya." "Seperti saya katakan," kata Anita mengangguk. "Karena
'berasal' dari mana tidak memberikan arti yang sama bagi seseorang
yang dapat merubah bentuknya menurut kehendak " dan dapat
berasal dari mana pun yang ia inginkan."
"Saya kira Anita benar," kata Tom. "Dalam satu segi, teman
baru kita itu merupakan alat Pemindah Benda secara Foto yang hidup.
Dia menghilang di suatu tempat dan muncul di suatu tempat lain yang
diinginkannya " dan merubah bentuknya dalam proses itu."
"Hebat!" erang Ben Si Elang Jalan. "Barangkali ia mau
merekatkan badannya di depan pesawat EXEDRA dan membawa kita
semua keluar dari sini!"
Tom dan teman-temannya membicarakan Tach sampai larut
malam. Mereka mempelajari bahwa masih banyak lagi makhluk
seperti orang asing berbulu itu " tetapi di mana saja mereka itu
berada adalah soal lain. Setelah semua pergi tidur, Tom berjalan keluar untuk bercakapcakap dengan Aristotle. Robot besar itu sedang berdiri berjaga-jaga,
berjalan di sekeliling EXEDRA. Tom melihat ke langit yang asing itu.
Meskipun ia telah mengunjungi banyak gugusan bintang di tata
suryanya sendiri, Tom Swift telah terbiasa dengan langit yang terlihat
dari Bumi. Hidup pada sebuah planet di ujung gugusan bintang tidak
ada apa-apanya bila dibanding dengan kecemerlangan bintang besar
yang dilihat dari dekat. Nirwana di atas planet ini gemerlap seperti permata yang
ditaburkan. Meskipun telah larut malam, permukaan yang rata di belakang
pesawat EXEDRA hampir seterang siang hari.
"Tak ada apa-apa?" tanya Tom. "Kelihatannya tenang-tenang
saja di luar sana." Aristotle dengan matanya yang berkelip-kelip melihat pada
Tom agak lama. "Tak terjadi satu apa pun, Tom. Tetapi terus terang,
saya tidak merasa sama sekali di planet ini."
Tom mendongak ke muka metal yang mengkilap itu.
"Tepatnya, apa yang kamu maksudkan, Aristotle?"
"Saya tidak begitu yakin. Sekiranya saya ini manusia, saya kira
saya akan mengatakan saya mempunyai 'sesuatu yang dingin di
tengkuk saya'. Saya pernah mendengar ekspresi itu sebelumnya. Bila
saya tidak salah, artinya kamu mempunyai perasaan aneh mengenai
sesuatu tanpa alasan yang jelas, bukan?"
"Ya," kata Tom. "Itulah artinya. Dapatkah, uh " kamu,
menerangkan lebih dekat lagi dari pada itu?"
"Saya ingin saya bisa," dia mengeluh panjang dalam dadanya,
suaranya hampir sama dengan kalau manusia mengeluh. "Barangkali
saya mungkin tidak berfungsi sebagaimana mestinya lagi. Saya takut
saya telah membuat kamu gusar, Tom. Sebuah Robot harus berperan
sebagai seseorang yang tindak-tanduknya wajar dan sempurna setiap
waktu. Tidak ada tempat dalam program kami untuk emosi manusia
seperti firasat dan perasaan "."
"Hei, kamu berhenti dulu bicara," Tom menyela dengan cepat.
"Kamu telah diprogram dengan beberapa sifat manusia yang cukup,
sobat lama. Tak ada salahnya dengan itu. Malah, itu membuat kamu
menjadi lebih berharga menurut saya."
Mata Aristotle yang hijau berkedip-kedip. "Sungguh" Apakah
kamu berkata demikian dengan jujur, Tom?"
"Sudah tentu, saya berkata jujur, dan saya pasti ingin
mendengarkan mengenai " apa itu 'tengkuk dingin' dari kamu."
Aristotle maju selangkah ke depan, melihat ke kiri dan ke
kanan, "Meskipun ini tidak logis, saya tidak dapat mengatasi perasaan
saya seolah-olah di luar sana terdapat kehidupan. Kehidupan yang
tidak dapat kamu lihat atau dengar. Tidak banyak yang masuk ke
dalam sensor saya. Sama seperti " listrik statis, saya kira. Suara yang
sayup-sayup. Tetapi ada di sana, Tom. Saya tidak dapat
menamakannya, tetapi ada."
Tom merasakan kengerian dalam suaranya.
"Bila kamu mengatakan 'di luar sana', apakah kamu maksud di
planit ini" Di sini?"
"Saya tidak tahu betul," pengakuan robot besar itu. "Kalau saya
mencatat sesuatu apa pun, mestinya dari sekitar sini. Saya tentu tidak
mampu untuk mendapatkan sesuatu dari tempat planit yang jauh. Saya
tahu di sini tidak ada apa-apa, tetapi saya tidak dapat menghindar dari
apa yang saya rasakan."
Tom memandang ke arah pemandangan yang disinari bintang
itu dengan ngeri. "Saya kira tidak ada sesuatu apa pun di sini,"
katanya sambil berpikir. "Tetapi bagaimanapun juga buka matamu
lebar-lebar, Aristotle. Dan beritahukan saya segera bila kamu
menerima firasat itu lagi. Baik?"
Aristotle mengangguk, Tom kembali ke EXEDRA langsung
masuk ke dalam kamarnya yang kecil, tempatnya berdua Ben.
"Kenapa kamu masih bangun?" kata pemuda Cerokee itu sambil
menguap. "Mestinya sudah tengah malam."
Tom menceritakan dengan cepat apa yang dikatakan Aristotle.
Ben bangun duduk, wajahnya yang berbentuk elang itu mengerut
berpikir. "Saya heran, Tom. Aristotle biasanya tahu apa yang
dikerjakannya. Tetapi mungkin saja ia sedang rusak atau semacam itu
yang kita tidak tahu. Dia telah mendapatkan tekanan yang kuat waktu
kita keluar dari angkasa hyper mendekati STASIUN ANDROMEDA
dulu." Tom merangkak dengan letih ke dalam bangku tidurnya. "Kita
akan periksa dia besok pagi. Bila kita temukan sesuatu yang
mencurigakan, kita?"
Kejutan suara tanda bahaya memutuskan kata-katanya. Pada
waktu yang bersamaan terdengar suara Aristotle dengan keras di alat
komunikasi. "Tom, ada sesuatu yang tidak benar. Saya tidak dapat
menyebutkan apa, tetapi " sesuatu sedang terjadi di luar sini!"
"Tunggu," Tom memutuskan, meloncat berdiri, "Saya akan ke
situ." "JANGAN" teriak Aristotle. "Jangan, Tom " jangan
tinggalkan EXEDRA! Saya akan masuk ke dalam!"
"Aristotle "."
Tiba-tiba, pesawat ruang angkasa itu goncang, mengangkat
Tom dari lantai dan melemparkannya dengan keras ke dinding. Dia
memegang erat bangku tidurnya ketika Ben berteriak dan terlempar
melewatinya. Tom mengulurkan tangannya dan menarik temannya
untuk menyelamatkannya. Pesawat bergoncang dengan keras lagi,


Kekuatan Gaib Serial Tom Swift di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

mengayunnya dari kiri ke kanan.
Gempa bumi, pikir Tom putus asa. Inilah akhir segalanya!
Dengan Ben di tumitnya, dia merambat keluar dari ruangan ke gang
yang menuju ke depan. Pesawat oleng ke kiri, kemudian terhempas ke
tanah dengan keras, terangkat dan jatuh lagi. Ben menjerit dan jatuh
dengan keras pada dengkulnya. Sebuah tangan besi memegang Tom
pada bahunya, mengangkatnya dari gang dan mendudukkannya
dengan kasar di kursi kaptennya.
Tom berterima kasih dengan menggerutu pada robot besar itu
dan dengan cepat mengikatkan tali pengamannya. Anita sudah berada
di sisinya, menekan tombol-tombol dengan tergesa-gesa.
"Berusahalah agar kita dapat terbang," katanya berteriak. "Apa
pun yang terjadi di luar sana akan menghancurkan kita berkepingkeping!"
Tom melihat dengan cepat ke panel di depannya, kemudian
mendorong tongkat pengatur mesin ke depan. Mesin besar itu
bergetar, kemudian mengangkat EXEDRA dengan perlahan dari
tanah. "Bertahan," sungutnya, "jangan mati dulu sekarang."
"Tom!" Anita terbelalak. "Lihat " di luar sana!" ia menunjuk
ke depan melalui jendela, dan Tom mengambil resiko melihat.
Pemandangan itu membuat hatinya ciut. Di sekeliling mereka,
pemandangan yang disinari bintang itu bergerak seperti bubur. Tanah
terangkat, terdorong ke atas dan runtuh. Beribu-ribu retakan halus
menutupi permukaan, kemudian melebar menjadi belahan yang
dalam. "Seluruh permukaan planit menjadi hancur," Mevaan ternganga
heran. "Saya pernah mengalami gempa bumi sekali di Kalvaan "
tetapi tidak sehebat ini!"
"Ini bukan gempa bumi," kata Aristotle. Ini adalah sesuatu yang
lebih buruk." Tiba-tiba, Tom tahu robot itu berkata benar. Ia ingat tentang
bercak-bercak merah dan abu-abu yang ditemukan Anita dan Mevaan
sebelumnya, dan ternyata bukan sisa-sisa batu karang sama sekali.
Kehidupan di planet ini bukannya mati, tetapi tidur " dan sekarang
adalah waktunya bangun! Ben memperingatkan sesuatu dengan berteriak, dan sebelum
Tom sempat mengedip, tanah timbul ke atas seperti hantu di depan
mereka. Tom menyentakkan EXEDRA dengan keras ke kanan. Benda
itu tetap mengikuti, makin lama makin tinggi sampai akhirnya
pesawat hilang dalam bayangannya. Tom berjuang dengan
kemudinya, berusaha dengan sengsara menggunakan mesinnya yang
sudah mulai melemah. Bentuk yang berwarna abu-abu gelap itu
akhirnya berbentuk sesuatu " berton-ton tanah remuk dari
belakangnya dan sesuatu mencuat keluar menggapai pesawat dengan
membabi buta. "Tarik ke atas, Tom. Cepat," kata Ben dengan parau, "Kita akan
kena!" "Tidak bisa," Tom berteriak kembali. "Tidak cukup tenaga!"
Tiba-tiba mesin besar EXEDRA terbatuk-batuk dan mati "
kemudian batuk lagi dan hidup lagi. Pesawat menukik dengan
menyakitkan dan mulai bergoncang. Tom mengangkat alat kemudinya
sekuat tenaga. Pesawat berjungkir balik, menuju ke tanah yang gelap
di depannya. Tom memukulkan telapak tangannya ke panel. Roket
penunjang menyala dan pesawat ramping itu kembali hidup. Tom
menyentakkan EXEDRA ke kiri, memeras seluruh tenaga yang masih
tertinggal. Anita menjerit, dan sekejap kemudian Tom melihatnya.
Sesuatu yang lebar, belahan horisontal membuka pada bentuk abu-abu
raksasa itu. Tom tahu apa yang dilihatnya " sebuah mulut yang
besar, hampir lima puluh meter lebarnya.
Chapter 10 Mesin EXEDRA menjerit ketika Tom mencoba untuk membuat
EXEDRA berdiri tegak lurus di buntutnya. Dia tahu bahwa usahanya
sia-sia. Bintang-bintang lenyap dari pandangan dan pesawatnya tak
terkendalikan. Tom mencekam tangan kursinya dan menyiapkan diri
terhadap benturan ke tanah. Seseorang berteriak di belakangnya.
Jeritan itu lenyap ketika sesuatu jungkir balik bergemuruh mencekam
EXEDRA. Tiba-tiba, kemudian, bayangan yang mempesona itu lenyap dan
pesawat terlepas bebas. Tom memegang alat kemudi dan membawa
pesawat kembali rata, beberapa detik sebelum terlempar ke tanah.
"Apa " apa yang terjadi?" gagap Anita. Dia menatap kosong
ke Tom, wajahnya pucat pasi.
"Saya kira kita baru saja dicicipi dan diludahkan," kata Tom
dengan suram. "Saya tidak tahu kenapa, tetapi yang jelas saya tidak
menyesal." "Itu alasan kamu," Ben menunjuk lewat bahunya, "benda itu
datang lagi " Tom, awas!"
Tom menarik EXEDRA ke samping tepat pada waktunya.
Seberkas sinar berwarna mengenai pesawat, kemudian lain lagi dan
lagi. Dalam waktu singkat, langit yang disinari bintang itu penuh
dengan makhluk-makhluk yang menakutkan. Mereka ada yang merah,
benda yang tidak berbentuk yang kelihatannya oleh Tom seperti tali
kasar yang bergantungan di udara. Mereka semuanya keluar dari
tanah, berterbangan dengan liar bersayap seperti gelas. Satu-satunya
yang dapat dikerjakan Tom adalah menghindar dari jalur mereka.
Setiap makhluk besarnya sebesar pesawat, dan bila satu dari mereka
bertabrakan dengan pesawat".
"Kamu benar, Tom, itulah sebabnya kita tidak jadi dimakan,"
kata Mevaan. Mulut-mulut sebesar rumah itu mempunyai semua yang
mereka perlukan!" Tom dengan seluruh kepandaiannya mempertahankan pesawat
agar tetap lurus. Persediaan tenaga yang sedikit makin menipis dengan
cepat. Dari sudut matanya ia masih melihat bahwa pemuda asing itu
benar. Bentuk abu-abu raksasa itu dengan lamban bergerak di
lapangan, sambil menangkap dengan cepat makhluk merah yang
berterbangan itu. Di sebelah kirinya, Tom melihat dua makhluk
bersayap gelas itu menancap langsung ke dalam mulut seperti gua itu
dan menghilang. Di depan, perkelahian menjadi terbalik. Selusin
makhluk terbang atau lebih membungkus binatang buas berbentuk
bayangan itu dengan tali-talinya dan menariknya ke bawah. Penerbang
lainnya mencium kemenangan, dan menutupi monster abu-abu itu
dengan sebuah jerat merah.
Anita bergidik di sebelah Tom. "Saya tidak percaya saya telah
berjalan kaki di atas benda-benda itu tadi. Ihhh! Kalau mereka
memutuskan bangun lebih pagi "."
?" berarti kita tidak perlu kuatir tentang kehabisan bahan
bakar," Tom menyelesaikan. "Seperti sekarang " dan cepat. Saya tak
mungkin mempertahankan pesawat ini lebih lama."
"Kamu harus," Ben membantah. "Kita tak mungkin mendarat di
bawah sana." "Kalau begitu salah satu dari kita harus keluar dan mendorong,"
cetus Anita "Dan saya memilih kamu Ben."
"Kadang-kadang saya berharap orang tua saya memberikan
nama Si Elang Membubung," keluh teknisi komputer muda itu. "Jalan
kelihatannya tidak banyak menolong saat ini."
Tiba-tiba, mesin nuklir itu mati. Tom menggenggam alat
pengemudi tetapi tak satu pun yang dapat diperbuatnya. Hidung
pesawat menukik ke bawah dan EXEDRA terbalik dengan perutnya
ke atas. "Berpegang," teriaknya, "kita akan jatuh, semuanya."
Tanah kelihatannya mengejar mereka. Tom mencoba untuk
membuat pesawat melayang tetapi EXEDRA sudah di luar kendali.
Pesawat ramping itu berputar-putar ke bawah seperti batu jatuh. Tom
memejamkan matanya dengan rapat " kemudian membukanya
kembali secepat sesuatu membuat pesawat itu berhenti. Tom terengahengah mencari nafas ketika sabuk pengamannya mencekam bahunya
dengan keras. Pesawat EXEDRA mendapatkan kecepatannya lagi dan
menanjak ke atas ke angkasa dengan tahap yang memusingkan kepala.
"Kamu berhasil" teriak Ben, "Saya tidak tahu bagaimana, tetapi
kamu telah kerjakan!"
"Saya,tidak mengerjakan sesuatu," kata Tom dengan tegas.
"Sesuatu telah menguasai kita, Ben. Kita tidak mempunyai tenaga,
bahkan saya tidak menyentuh alat pengemudi sama sekali."
"Kalau begitu, apa "."
Seolah-olah jawaban, suara hantaman yang keras dari metal
terdengar mengenai punggung EXEDRA.
"Gaya berat!" Ben menebak. "Seseorang menarik kita dengan
traktor sinar. Aristotle, coba hidupkan kamera bagian atas!"
"Segera," dengung robot itu.
Gambar terlihat di layar. "Benar," keluh Mevaan. "Itu adalah
satu dari pesawat perusak. Mereka mencari kita sampai ke sini, Tom.
Sekarang kita habis!"
"Kita telah mengalami bencana sebelumnya," kata Tom.
"Jangan putus asa dulu."
Mevaan menatap muka pencipta muda itu. "Kamu malah belum
mendapat bencana sampai kalian bertemu dengan orang-orang
Molvaar." "Saya takut kalau kejadian itu segera terjadi" Aristotle
melaporkan. "Mereka sudah berada dalam kapsul udara sekarang. Alat
perasa panas saya mengatakan bahwa mereka mempergunakan sinar
Lasernya untuk masuk ke dalam."
"Sebetulnya mereka bisa mengetuk atau bagaimana," kata Anita
dengan dingin. "Orang-orang Molvaar tidak pernah mengetuk," kata Mevaan
padanya. "Mereka pergi ke mana saja mereka senang."
Suara yang kasar terdengar memasuki lorong belakang, dan
beberapa saat kemudian empat manusia berbaju perang angkasa yang
besar dan tegap muncul di ruang pengemudi, senjata seperti pentung
mengarah langsung ke Tom dan teman-temannya.
"Siapa kalian?" pemimpin mereka menuntut.
"Tamu," jawab Tom. "Kita dalam perjalanan damai "."
"Betul?" makhluk asing itu menggeram. "Sekarang kalian
berjejer dalam satu garis sehingga kami tidak perlu menembak kalian
ke seluruh ruangan!"
"Jangan!" jerit Mevaan dan maju ke depan di antara penyerang
dan teman-temannya. "Sebelum kalian lakukan sesuatu yang membuat
kalian menyesal, silakan dengar. Nama saya adalah Mevaan dan saya
adalah seorang " seorang penerbang dari Pasukan Bintang-bintang
Merdeka"." "Mevaan, jangan!" Tom memperingatkan.
Pemuda asing itu menggelengkan kepalanya. "Ini adalah satusatunya jalan, Tom. kalau tidak, mereka akan menembak kita semua
di tempat." "Tidak kamu," kata pemimpin itu dengan senyum buasnya.
"Kami akan membawa kamu"Molvaar senang memakan penerbang
berontak hidup-hidup! Siapa lainnya?"
"Teman-teman saya dari tata surya lain. Molvaar akan memberi
hadiah kepada kalian, bila kamu bawa kita kepadanya."
Pemimpin itu ragu-ragu. "Saya kira kamu ada benarnya,"
katanya. "Kami tak akan rugi membiarkannya menentukan apa yang
akan diperbuatnya dengan kalian." Dia menatap pada anak-anak muda
dari Bumi itu. "Mereka tidak terlalu berlainan dengan kita. Bagaimana
saya tahu kalau mereka dari tata surya lain?"
"Kamu harus percaya pada saya," Mevaan mengatakan dengan
dingin. Manusia itu mengangguk. Kemudian dengan tiba-tiba ia
meloncat ke belakang dan mengarahkan senjatanya ke belakang kabin.
"Kamu!" perintahnya. "Lepaskan baju besi itu dan cepat ke sini!"
"Tuan, saya tidak memakai baju besi," Aristotle berkata dengan
kaku. "Apa yang anda lihat adalah saya, dan sudah tentu tidak akan
menanggalkan apa pun."
Penahan mereka kelihatan ketakutan terhadap makhluk yang
aneh itu. Mevaan hampir saja tersenyum terhadap ketakutan orang-orang
itu, tetapi ia menetapkan bahwa idenya kurang bagus. "Itu mesin,
bukan orang" katanya menerangkan.
"Jangan kelewatan," kata pemimpin itu. "Tidak ada mesin
seperti itu yang dapat bicara seperti orang."
"Silakan, kalau begitu," kata Mevaan dengan berani. "Bakarlah
orang berbaju besi itu dengan senjata kamu " dan tunggu hadiah apa
yang kamu dapat untuk itu"..!"
************************************
"Maaf," kata Mevaan. "Tak ada jalan lain yang bisa saya
lakukan. Percayalah, saya kenal tindak tanduk mereka ini, Tom.
Mereka menjalankan perintah dengan patuh, tetapi mereka tidak
mempergunakan pikirannya untuk mereka sendiri. Itu bukanlah satu
Setan Harpa 16 Sebilah Pedang Seribu Romansa Pedang Bilah Bambu Karya Mike Simons Burung Hoo Menggetarkan Kun Lun 9
^