Pencarian

Kekuatan Gaib 2

Kekuatan Gaib Serial Tom Swift Bagian 2


cara untuk tetap hidup dalam kerajaan Molvaar. Saya harus dapat
memberi alasan pada orang itu agar dapat mempertahankan kita tetap
utuh." "Saya mengerti," Tom meyakinkannya. Ia bersandar di dinding
metal yang keras, dan meregangkan kakinya sebisanya. Sel yang
sempit dalam pesawat Molvaar itu dibuat bukan untuk kesenangan
hidup. Lantainya dingin, dan bergetar oleh suara mesin. Tom mengirangira mereka berada di bagian belakang pesawat, tidak begitu jauh
dari mesin. "Apa kira-kira yang akan dilakukan mereka terhadap kita?"
tanya Anita. "Bukan karena saya betul-betul ingin tahu."
"Tidak terlalu sukar untuk menjawabnya," kata Mevaan dengan
tenang. "Dhekaan ini " ia adalah kapten kapal, ini " ia terlalu
berminat untuk membawa kita untuk mendapatkan perhatian Molvaar.
Kerajaan mempunyai jutaan orang yang bekerja untuknya. Dhekaan
tidak akan mendapat kesempatan sebagus ini lagi dan ia mengetahui
hal ini." "Jadi ia akan membawa kita langsung ke Molvaar," kata Tom.
"Saya kira begitu. Raja biasanya tinggal di dalam FH'ALEEN.
Itu adalah pesawat perang yang besar sekali, Tom. Lebih merupakan
sebuah planet kecil daripada pesawat ruang angkasa. Pasukan tidak
pernah dapat mendekatinya."
Ben berdiri dan melonjorkan kakinya, bergerak ke sekeliling
sebisanya. "Saya harap Aristotle tua baik-baik saja. Bila orang itu
mencoba untuk membongkarnya atau apa saja "."
"Mereka tidak akan," kata pemuda asing itu. "Pertama-tama,
mereka takut dengannya. Mereka belum pernah melihat robot
sebelumnya, ingat kan?"
"Dan kedua," Anita menyelesaikannya, "mereka tidak akan
merusak robot itu, betul bukan?"
"Betul. Kita akan diperlakukan dengan baik, Anita. Orang ini
telah menghitung-hitung medalinya dan libur tambahan. Setelah kita
memasuki FH'ALEEN, baru ...."
"Kita akan pikirkan lagi tentang itu kalau sampai waktunya,"
kata Tom. "Saya tahu," kata Mevaan tersenyum kecut. "Kita telah
mengalami bencana sebelumnya." Kemudian, senyumnya hilang dan
memukul dinding. "Saya sudah terlalu lama bersama-sama kalian
bertiga sehingga saya ikut percaya juga."
Ben duduk lalu menguap. "Saya akan ceritakan padamu satu
cerita yang kamu tidak akan percaya."
"Dan dia juga akan, bila kamu berikan padanya setengah
kesempatan," kata Anita dingin.
"Hei, jangan terlalu sungguh-sungguh."
"Tunggu dulu," kata Tom sambil tiba-tiba berdiri tegak.
"Karena terlalu banyaknya kejadian, saya hampir lupa apa yang terjadi
dengan teman kita Tach" Saya tidak melihatnya sejak, nah"kira-kira
sebelum perkelahian-bebas antara si mulut-gunung dengan si
penerbang." "Barangkali menjadi satu dengan pemandangan itu," kata Anita
sedih. "Meskipun kekacauan itu tidak mengganggu Tach."
Tom menggelengkan kepalanya. "Saya kehilangan budak kecil
itu. Kamu harus mengakui, dia sedikit pun tidak membosankan."
Orang-orang Molvaar telah melucuti mereka dengan teliti
sebelum mengurung mereka. Tom tidak lagi mempunyai jam tangan,
tetapi perkiraan Tom mereka telah terbang selama sedikitnya enam
atau tujuh jam. Tak seorang pun menawarkan mereka makanan atau
air, dan Mevaan menceritakan teman-temannya bahwa ia tidak heran.
Awak kapal Molvaar sudah terkenal dengan kebiadabannya.
Tom akhirnya tertidur, meskipun lantai sedingin es dan
perutnya kosong. Sekali, dia terbangun dan tahu kalau pesawat sedang
mempergunakan mesin penjelajah bintang. Setelah itu dengung mesin
berubah, dan dia mengira bahwa mereka telah mendekati tujuannya.
Dia baru saja mulai tertidur lagi ketika pintu terdengar membuka dan
membangunkan mereka semua.
"Berdiri," satu dari orang angkasa itu menggeram. "Ini adalah
akhir perjalanan kalian!"
"Saya tidak senang cara menyebutkannya," sungut Ben.
"Tutup mulutmu!" orang itu membentak, mendorong Ben kasar
dengan senjatanya. "Jalan!"
Tom dan teman-temannya terantuk-antuk di lorong yang sempit
itu, yang disinari lampu ungu yang redup.
"Apa kamu kira sudah berada di Fh'aleen?" bisik Anita pada
Tom. "Kita berada di suatu tempat," kata Tom pelan. "Mesin telah
berhenti sejak dua menit yang lalu."
Pengawal itu membawa mereka dengan cepat ke dalam sebuah
ruangan besar, kemudian ke dalam ruangan yang lebih besar lagi. Tom
mengenal tempat itu sebagai tempat pertukaran udara. Kapal orangorang Molvaar semuanya mempunyai tekukan-tekukan yang tajam
dan sudut-sudut yang aneh, tetapi tempat pertukaran udara berbentuk
sama dengan kebanyakan pesawat yang ditemuinya.
Orang-orang ruang angkasa yang berbaju perang itu berjalan
gemerincingan dan pergi. Dua orang perwira sedang berbicara dekat
tempat pertukaran udara, dan Tom mengenalnya sebagai Dhekaan,
kapten. Tepat waktu itu, Mevaan sedang memperhatikan Tom dan
memberi isyarat. Tom melangkah ke temannya itu, dan Mevaan
mengangguk ke arah bahunya.
"Saya dengar kamu dan Anita tadi bicara," katanya acuh tak
acuh. "Kita memang sudah di sini, sekarang. Tak ada satu pun di tata
surya kami yang berbentuk seperti ini." Dia bergerak ke samping, dan
Tom melihat sebuah lobang kecil di belakangnya. Dia melongok ke
situ dan melihat. Rasa dingin menjalar dari punggungnya ke belakang
lehernya. Sebuah bola logam yang besar sekali membayang di
kegelapan angkasa, satu sisinya diterangi sebuah bintang merah-darah.
Sebuah pesawat angkasa mengitari bulatannya, memberikan Tom
perkiraan dari ukurannya, seperti landak laut dari besi, dengan bulubulu ribuan kutil duri. Tom memperhatikan bahwa setiap 'duri'
mempunyai lampu ungu yang menyala redup. Dari ukuran pesawat
yang berputar-putar itu, diperkirakannya duri besi itu paling tidak dua
puluh mil tingginya dari bulatan itu.
"Saya " benar-benar tidak percaya apa yang saya lihat," kata
Tom, seketika mulutnya menjadi kering. "Saya belum pernah melihat
sesuatu dengan ukuran seperti itu selama hidup!"
"Saya sudah katakan padamu keistimewaannya," kata Mevaan.
"Kelihatannya lebih merupakan sebuah planet kecil bagi saya.
Sebuah planit yang dipersenjatai sampai ke gigi."
Mevaan mengangguk. "Kamu benar Tom. Itu adalah arti dari
Fh'aleen: dunia pembunuh."
Chapter 11 Pintu ruangan pertukaran udara berdesis membuka, Tom dan
teman-temannya dihalau ke dalam pesawat ulang alik yang telah
menunggu. Dalam beberapa saat kemudian, pesawat seperti kotak itu
terlepas dari pesawat, melaju dengan tenang ke arah Fh'aleen. Tak
lama, dunia-perang Molvaar memenuhi kaca jendela pesawat
pengangkut itu. Tom, Ben dan Anita terpaku diam melihat
pemandangan itu. Sukar untuk membayangkan bahwa manusiamanusia itu dapat membuat benda seperti itu. Tom telah melihat
tempat pemukiman besar yang mengelilingi Bumi, tetapi mereka
adalah kutu bila dibandingkan dengan Fh'aleen. Perkiraannya planit
besi itu paling tidak bergaris tengah seratus mil.
"Saya telah menduga sedikitnya sebesar ini," Mevaan
mengangguk. "Tak seorang pun tahu banyak mengenai planet besi ini
" kecuali bahwa benda ini sudah ada sejak kira-kira empat atau lima
ratus tahun yang lalu. Molvaar menggunakannya sebagai kapal induk
kalau ia sedang memerangi sistem planet baru."
"Saya tidak mengerti mengapa ia memerlukan sebuah armada
angkasa," kata Anita. "Apalagi setelah mereka mempunyai benda
seperti itu!" "Kamu benar," keluh Mevaan. "Armadanya tidak lagi perlu
untuk menyerang. Sekali sebuah planet sempat melihat Fh'aleen,
mereka biasanya menyerah di tempat."
APALAGI YANG DAPAT MEREKA LAKUKAN" pikir Tom.
TAK SATU PUN YANG BERHARAP DAPAT BERTAHAN
TERHADAPNYA. Pesawat angkut itu mengikuti satu dari duri yang besar itu ke
pangkalnya dan mengapung di situ, menunggu giliran masuk. Tom
memperhatikan bangunan besi itu. Sekelilingnya dipenuhi oleh
meriam sinar Laser, dan senjata-senjata raksasa lainnya yang
tenaganya tak dapat membayangkannya. Dia menghitung ratusan
pesawat tempur bertengger di pangkalannya, dan mengetahui ada
ribuan lagi yang tak terlihat olehnya.
Akhirnya, sebuah terowongan yang satu mil lebarnya, terang
benderang, terbuka di bawah, dan akhirnya pesawat angkut itu
berhenti. Tom dan teman-temannya disuruh lagi masuk ruangan
pertukaran udara yang berukuran sebesar gua kecil. Berbaris-baris
pesawat tempur dan pesawat pengangkut sedang dimuati di dekat situ.
Pasukan berbaju perang angkasa berbaris melewati mereka tak habishabisnya.
"Beberapa planet sengsara akan merasakannya bisik Ben.
"Kamu " diam!" seorang pengawal membentak.
Beberapa saat kemudian, Tom dan awak kapalnya didorong
masuk ke dalam kereta bawah tanah dan melejit dengan cepat di
dalam Fh'aleen. Setelah pintu yang bekerja berdasarkan tenaga angin
berdesis membuka, mereka menaiki lantai berjalan-cepat beberapa mil
lagi. Di ujung jalan itu terdapat sebuah pintu kuningan yang kokoh
hampir dua tingkat tingginya. Tom mengangkat lehernya melihat ke
atas dan terbelalak melihat pemandangan itu. Pintu itu diukir dengan
pemandangan-pemandangan perang, dan dibungkus dengan emas dan
perak. Pengawal dengan pakaian yang mengkilat berdiri dengan kaku
di depan pintu, dengan senjata siap tembak.
"Saya kira kita sudah mendekati arah ke mana kita harus pergi,"
bisik Tom. "Terlalu dekat, kalau itu yang kamu tanyakan," kata Ben di
sudut bibirnya. Tiba-tiba, penjaga itu tersentak siaga. Seorang manusia yang
kurus dalam jubah ungu tua berjalan menuju mereka, melihat dengan
asam ke tawanannya dan bicara pada penjaga, lalu berpaling kepada
Tom dan teman-temannya. "Kalian akan segera dihadapkan kepada Molvaar, Raja semua
matahari," katanya tajam. "Bicara hanya kalau kamu ditanya. Jawab
semua pertanyaan dengan lengkap dan jawab dengan segera. Kerjakan
apa yang diperintahkan. Kamu "." Ia menunjuk dengan jarinya yang
kurus pada Mevaan. "Ikut saya."
Mevaan pucat. "Untuk " untuk apa?"
"Penjaga," orang kurus itu memanggil, "Bawa dia segera!"
Mevaan melawan, tetapi serdadu yang kuat itu mencekam
bahunya dan menghelanya pergi ke dalam ruangan.
"Oh, Tom," gagap Anita, "kamu kira dia akan diapakan?"
"Saya tidak tahu," kata Tom sedih. "Yang jelas pasti tidak
menyenangkan, saya kira. Mereka tahu kalau dia adalah anggota
Pasukan Bintang Merdeka."
"Sebaiknya mereka tidak mengganggu dia," kata si Rambut
Merah itu dengan tegang. Matanya menyala-nyala karena geramnya,
dan Tom dapat melihat bahwa watak Thorwald yang terkenal itu
mulai mendidih. "Saya tidak pernah melihat orang begini rupa
sebelumnya. Apa kamu bisa membayangkannya" Mereka hanya tahu
lain tidak perang. Tak seorang pun mungkin berpikir lain dari itu.
Saya tidak dapat "."
"Anita, sabar ?" Ben memegang lengannya dan mengangguk
ke kanan. "Lihat, mereka telah membawanya kembali."
Mevaan terhuyung-huyung keluar dari pintu sempit itu. Penjaga
mendorong dia ke arah teman-temannya, Tom dan Ben bergerak maju
merangkulnya. "Mevaan, kau tidak apa-apa?" Tom melihat temannya ini
menggigil. Matanya yang merah membelalak dan keringat
bergantungan di alisnya. "Saya " baik." Dia berdiri tegak dan
menghapus keringat dari mukanya. "Benar-benar Tom, . . . , Saya
akan baik lagi dalam beberapa detik."
"Kamu tidak baik," kata Anita dengan marah. "Apa yang
dilakukan mereka padamu, Mevaan" Kamu kelihatan mengerikan!"
Mevaan memberikan senyum pahit. "Mereka tidak melukai
saya atau sebagainya. Hanya " menakut-nakuti saya setengah mati."
Dia berpaling dan melihat dengan sedih pada Tom. "Mereka
memasangkan pembaca ingatan pada saya Tom. Kami telah
mendengar selentingan mengenai hal itu sebelumnya, tetapi tak
seorang pun dari Pasukan percaya kalau itu benar."
Kerongkongan Tom Swift terasa kering. "Sebuah " alat
pembaca ingatan! Mevaan, apa kamu mencoba untuk mengatakan
pada saya bahwa"."
"Ya. Alat itu cepat dan tidak sakit dan berhasil. Bila kamu
mencoba untuk menyembunyikan sesuatu dari Molvaar, lupakan
sajalah. Serentak kita berada di situ, alat itu telah mengetahui segala
sesuatu yang saya ketahui " dan termasuk segala kejadian yang kita
alami sejak kita bertemu." Ia melihat ekspresi wajah Tom dan dapat
mengira apa yang sedang dipikirkannya. "Saya takut tata surya kalian
bukan merupakan rahasia lagi. Mereka mengetahui di mana tempatnya
dan bagaimana caranya ke sana."
"Oh, tidak," Ben mengerang. "Itu terlalu! Dengan segala
peralatan perang yang mereka punyai di luar sana "."
"Tepat," kata Mevaan. "Dan jangan kira kalau mereka tidak
senang menaklukkan seluruh tata surya baru yang akan mereka cari.
Ini akan menunjukkan pada seluruh raja-raja yang telah ditaklukkan
yang menjadi malu. Mereka mengambil juga ikat kepala saya "."
Ketika pintu kuningan itu membuka, Tom dan teman-temannya
melihat sebuah ruangan yang besar, seperti gua, langit-langitnya
hampir hilang dalam kegelapan bayangan. Pedang, perisai dan panji-
panji perang dari dunia yang ditaklukkannya seribu tahun yang lalu
terpampang di dinding berjejeran. Gang yang panjang seperti tidak
ada ujungnya. Tom melihat orang berseragam lapis baja yang
mengkilap kira-kira dua ratus meter dari situ, Tom mengira itu adalah
ruang pengadilan Molvaar. Di perjalanan mereka melewati
rombongan kecil terdiri dari orang-orang yang berasal dari planit lain.
Tak seorang pun memperhatikan mereka sedikit pun.
Ketika mereka mendekati ujung ruangan, seorang lain yang
berpakaian ungu mendekat menemui mereka. Ia berbicara kepada
pengawal dan menyuruh Tom dan teman-temannya memasuki tempat
yang banyak orangnya itu. Sementara serdadu yang berbaju lapis baja
menyibak dan membiarkan mereka lewat, Tom langsung berhadapan
dengan Raja dari semua Matahari. Dia adalah seorang yang kurus
kering berumur kira-kira tiga puluh lebih, dengan pipi yang cekung
dan mata merah berapi-api. Berpakaian mantel tanpa lengan penuh
permata, dia membungkuk dengan malas pada singgasana yang
berukiran berat di atas orang-orang banyak.
Setelah seorang pembantu berbicara dengan Molvaar, Ben
menyenggol Tom pada rusuknya. "Apakah kamu melihat apa yang
saya lihat" Lihat " itu di atas meja."
Tom melihat menembus cahaya yang ungu remang-remang itu.
Dia terkejut melihat bahwa di dekat meja Molvaar tergeletak dengan
rapi setumpuk ikat kepala " tepat sama seperti yang dipakai oleh
temannya. "Mereka tidak membuang-buang waktu di tempat ini, bukan"
Kalau tidak salah "."


Kekuatan Gaib Serial Tom Swift di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Penjaga di dekat Tom menyentakkan senjata Lasernya ke dada
Tom. "Diam, kamu " tidak boleh bicara!" gertaknya.
Orang yang berbaju ungu berbisik dengan Molvaar dan
menunjuk ke arah Tom dan teman-temannya. Raja yang lalim itu
menengok dengan curiga ke arah Tom.
"Kamu," katanya dalam suara yang serak dan tinggi. "Maju ke
depan." Penjaga di belakangnya mendorongnya ke depan. Pencipta
muda itu terhuyung-huyung dan berhenti di bawah singgasana
Molvaar. "Kamu adalah, ah " makhluk dari tata surya lain?"
"Ya, saya, betul," kata Tom.
Molvaar mendekap tangan di dadanya. "Kamu akan
menceritakan kepada saya tentang tempat itu. Apakah banyak dunia di
sana" Banyak planet-planet dan matahari?"
Pancaran mata Molvaar membuat kulit Tom meremang. "Ya,"
katanya dengan patuh. "Ada " banyak planet dan matahari."
"Bagus!" Molvaar gembira "Bagus," kepalanya bergerak turun
naik pada lehernya yang kurus. "Dan " dunia-dunia ini mempunyai
banyak manusia, banyak yang kaya?"
Tom tahu kalau tidak ada gunanya untuk berbohong. "Ya,"
katanya, menggigit bibirnya. "Betul."
Orang berbaju ungu membungkuk dan membisikkan sesuatu.
Molvaar kelihatannya senang dan tersenyum ke arah Tom. "Kamukah
orangnya yang membuat orang mesin?"
"Ya, saya dan "."
"Baik, bagus sekali!" Dia mengibaskan tangannya menyuruh
Tom pergi dengan tangannya yang penuh perhiasan dan berpaling.
Penjaga menghantamkan senjata pada punggung Tom dan
mendorongnya dengan kasar. Dari rusuknya, Tom dapat melihat Raja
dari Semua Matahari itu bermain-main dengan makhluk seperti
beruang dari dunia lain. Terlihat seolah-olah ia telah melupakan
kehadiran manusia-manusia Bumi.
***********************************
Kereta bawah tanah membawa mereka dengan cepat dalam
perjalanan di dalam Fh'aleen yang memusingkan. Ketika akhirnya
pengawal menghalau mereka keluar dari kereta, Tom telah kehilangan
arahnya. Seseorang yang kekar dan beruban pada sisi kepalanya serta
jubah yang berbentuk karung datang menemui mereka. Ia membaca
dengan cepat daftar yang ada di tangannya dan menyuruh mereka
dengan cepat keluar dari pelataran kereta menuju ke sebuah lorong
kosong yang mempunyai pintu bercat hijau sisi-sisinya.
"Ke dalam situ," katanya pada pengawal, menunjuk ke salah
satu pintu-pintu itu. "Dari sekarang nomor 14 A." Kemudian dia pergi.
Tom dan teman-temannya memperhatikan penjaga mengambil
sepotong besi yang pendek gemuk dari sakunya dan
menggosokkannya ke panel dari pintu yang ditunjuk oleh orang tadi.
Kunci besar itu membuka serta orang Molvaar itu mendorong mereka
masuk ke dalam. Ketika pintu berat itu menutup di belakang mereka, Anita
bernafas panjang dan memeriksa sekeliling. "Tempat kecil yang
menyenangkan, bukan?" Kamar itu adalah tiga meter lebar, tiga meter
panjang dan tiga meter tinggi. Tak ada satu perabot pun.
Tom melonjor di lantai dan bersender ke dinding. "Nah,
sekarang apa?" tanyanya kepada Mevaan. "Ada gagasan?"
"Tak satu pun yang kamu senang mendengarkannya," kata
pemuda asing itu dengan sopan.
"Apa kamu pikir mereka " akan membinasakan kita?" tanya
Ben. Mevaan mengangkat bahunya. "Kamu lihat sendiri bagaimana
perlakuan mereka di sini. Segala sesuatunya harus dilakukan dengan
tepat. Bila mereka menginginkan kita binasa, kita sudah tidak ada lagi
sekarang. Saya yakin pasti ada sesuatu " dengan cara pembuangan
yang lebih berguna, keluar dari ruang singgasana sana."
Muka Anita berubah. "Jangan katakan hal-hal seperti itu.
Meskipun itu benar!"
"Dia benar," kata Tom. "Molvaar tidak mengesankan saya
sebagai seorang yang suka membuang-buang waktu terlalu banyak.
Karena kita masih tetap hidup, mesti ada alasannya."
"Sebaiknya saya tidak akan mendengar tentang itu," kata Ben.
Tom berdiri dan mengitari ruangan. "Saya ingin tahu apa yang
dilakukannya pada Aristotle. Kita amat perlu bantuannya sekarang
ini." "Sebaiknya kita tidak memperhitungkannya sekarang ini," kata
Mevaan dengan suram. "Saya " sangsi kalau kamu akan melihat
Aristotle kembali. Atau siapa pun, mengenai itu."
Tom menatapnya. "Mevaan, kita tidak mungkin hanya "
menyerah," katanya dengan tegas. "Saya tahu kita dalam keadaan
terjepit, tetapi"."
"Terjepit?" Mevaan tertawa pendek. "Maaf Tom. Saya tahu
perasaanmu, tetapi percayalah saya, kamu tidak kenal dengan
gerombolan ini seperti saya. Saya telah berjuang melawan mereka
seumur hidup saya. Mereka menguasai gugusan bintang ini. Mereka
telah menangkap kita, dan mereka dapat melakukan apa saja yang
mereka inginkan dari kita!"
Tom melihat ketegangan pada muka temannya dan meletakkan
tangannya di bahunya. "Kita harus berusaha. Itulah yang kamu
lakukan bersama Pasukan Bintang Merdeka selama ini, bukan" Tetap
berjuang, meskipun angka keberuntungan masih jauh dari kamu?"
Mevaan menarik nafas. "Ya, tetapi syarat-syaratnya bebas,
Tom. Kau harus bebas dulu sebelum dapat berjuang."
"Kalau begitu kita harus berusaha untuk bebas," kata Tom
dengan seenaknya. "Bagaimanapun juga."
"Saya siap untuk segala sesuatu," Mevaan setuju, "Tetapi saya
tidak melihat jalan keluar. Saya menyangsikan bahwa siapa pun dapat
melarikan diri dari Fh'aleen."
"Kalau begitu kita harus merubah keadaan itu, bukan begitu?"
Tom melihat ke semua teman-temannya. "Pertama-tama, kita harus
mencari jalan keluar dari sel ini. Setelah itu "."
Desis yang tajam memutuskan pembicaraannya. Tom melompat
ke samping dan melihat sebagian kecil dinding membuka. Sebuah
bungkusan terlihat sebentar, mengeluarkan isinya ke lantai, kemudian
menghilang kembali. Tom dan lainnya mengelilingi tumpukan itu. Ada empat kardus
yang bertuliskan: MAKANAN/AIR, RANSUM PERTAMA. Tom
meletakkannya ke samping. Anita mengambil sebuah paket gepeng
yang dibungkus plastik. "Ini " pakaian," katanya. "Tom, lihat " ada nama Ben
tercantum di sini. Dan ini kepunyaan saya, dan kepunyaanmu. Dan
Mevaan juga." "Mereka mengambil alat Guru-Penterjemah yang kamu berikan
pada saya, Tom," kata Mevaan. "Setelah mereka selesai dengan alat
pembaca ingatan, mereka mengembalikannya, kemudian saya lupa
mengatakannya. Dari program alat itu, mereka pasti telah mempelajari
bahasa kalian." Ia melihat pada pakaian itu. "Pakaian-pakaian ini
adalah seragam pekerja," katanya meneruskan. "Saya bertaruh kalau
pakaian-pakaian itu cocok sekali ukurannya."
Ben memungut selembar kertas yang terletak paling bawah dari
tumpukan itu dan membacanya dengan cepat. Tiba-tiba mukanya
menjadi pucat dan diserahkannya pada Tom tanpa berkata sepatah
pun. Kertas itu adalah kertas cetakan komputer.
PENEMPATAN PERSONIL PEKERJA.
TANGGAL: 4322/17-22003:11
PERSONIL BERIKUT INI DITUGASKAN PENEMPATAN
SEGERA NAMA : SWIFT, TOM NP/ 444447600-C
PENUNJUKAN : PEMBENTUKAN BAGIAN BARU
MESIN/ ORANG TEMPAT : PLANIT XEROLL IV SEKTOR 91
JANGKA WAKTU: SEUMUR HIDUP.
NAMA PENUNJUKAN TEMPAT JANGKA WAKTU NAMA PENUNJUKAN TEMPAT JANGKA WAKTU : THORWALD, ANITA NP/ 44447601-C : BIO/TEK, KELAS II-L : PLANIT CH'EMM, SEKTOR 404
: SEUMUR HIDUP. : SI ELANG JALAN, BEN NP/44447602-C : KOMPUTER/TEK, KELAS III-E
: PLANIT ORGEEN X SEKTOR 77
: SEUMUR HIDUP NAMA : VHEEGEER CLAN, MEVAAN NP/44447603-C PENUNJUKAN : TAMBANG TIMAH, PEKERJAKELAS 000
TEMPAT : PLANIT F IREHOLE III SEKTOR 17 JANGKA- WAKTU : SEUMUR HIDUP.
Tom meremas kertas itu dalam tangannya. Terasa dingin di
punggungnya, dan berpaling ke arah teman-temannya.
"Apa pun yang akan kita lakukan, sebaiknya kita laksanakan
segera. Sebentar lagi mereka akan mengirim kita ke empat jurusan
dari gugusan!" Chapter 12 "Kamu benar," kata Ben suram. "Sekali kita terpisah-pisah, kita
tak mempunyai harapan lagi. Satu-satunya kesempatan untuk bebas
adalah sekarang ini. Sementara kita masih dekat dengan EXEDRA."
"Meskipun kita dapat keluar dari sini dan menguasai penjaga."
Mevaan keberatan, "kita tidak akan dapat menemukan pesawat.
Tahukah kamu berapa besarnya tempat itu?"
"Memang besar," kata Ben. "Tetapi juga diatur dengan baik.
Bila tidak, orang yang tinggal di sini dan bekerja di sini akan selalu
kehilangan jalan." Dia berpaling kepada Tom. "Angka-angka mereka
hampir sama dengan kita, meskipun mungkin mereka mengartikannya
lain. Saya telah mengingat sebanyak yang dapat saya ingat.
Barangkali kamu juga berbuat sama. Pintu tempat pesawat yang
membawa kita adalah 301. Ditulis dengan cat besar-besar di dinding.
Saya mengira mereka membawa EXEDRA ke situ juga. Saya tahu
kalau pesawat itu ditarik."
"Betul," kata Tom. "Dan stasiun bawah tanah yang baru kita
tinggalkan "." ?" adalah 4011," Anita meneruskan dengan gairah. "Tom,
kamu benar. Bila kita dapat lari dari sini bagaimanapun, barangkali
dengan memakai pakaian pekerja ini yang orang Molvaar telah
berbaik hati untuk memberikannya " saya pasti satu dari kereta
bawah tanah itu akan membawa kita ke tempat EXEDRA!"
"Yang berada dalam keadaan tidak laik terbang terakhir kita
lihat," Tom mengingatkannya.
"Jangan kuatir tentang itu," kata Mevaan dengan asam. "Kalian
lupa betapa efisiennya tempat ini. Saya berani bertaruh, beberapa
semut pekerja Molvaar telah memperbaiki EXEDRA menjadi pesawat
yang berkondisi istimewa. Dan sekarang ini para ahli tekniknya telah
membuat tiruan dari sesuatu yang disenanginya dalam pesawat "
termasuk mangkok-mangkok kotor dalam kakus."
"Makin begitu makin baik," kata Tom. "Bila pesawat tidak
dalam keadaan baik, kita tamat." Diusapnya rambutnya yang tebal dan
melihat sambil berpikir pada yang lainnya. "Bila tempat ini bekerja
selancar yang kamu katakan, Mevaan, tentu ada informasi di setiap
stasiun di seluruh daerah. Tepat seperti apa yang kita temui di
AMERIKA BARU." Anita menebak-nebak pikirannya. "Dan, coba cari " sebuah
komputer terminal yang dapat dipakai di dekat-dekat sini yang dapat
memberikan lebih banyak keterangan. Mungkin dapat menunjukkan di
mana mereka menyimpan Aristotle."
"Tunggu, sabar!" Mevaan mengangkat tangannya. "Kamu lupa
satu hal. Kita dipenjarakan di sini tanpa tahu jalan keluar. Apakah
kamu perhatikan penjaga tadi" Pintu itu dikunci dengan sebuah kunci
berisyarat. Baik pintu maupun kuncinya mungkin isyaratnya dirubahrubah setiap dua atau tiga detik. Jadi kamu harus mempunyai kunci
yang sama untuk dapat membuka pintu itu. Tak ada yang lain yang
bisa membukanya." "Kalau saya dapat mengintip transistor yang ada dalam pintu
itu," sungut Ben, "Saya kira kita dapat keluar dari kurungan ini dalam
sekejap mata." "Saya kira hal itu tidak bisa dilakukan," kata Tom. "Kamu tahu
siapa yang benar-benar kita perlukan sekarang" Teman kita Tach.
Seseorang yang dapat berada di berpuluh-puluh tempat dalam
seketika." "Sayangnya," kata Anita. "Tach berada di planet yang
mengerikan itu, beberapa ribu tahun cahaya dari sini. Saya takut ia
sedang "." "Yaaaaaaaaaach! Apa ini?" teriak Tom. "Ambil dari saya,
cepat!" Tiba-tiba, dia berjingkrakan di keliling ruangan, mengibasngibaskan tangannya dengan ketakutan ke dadanya. Ben bergerak ke
arahnya, kemudian mundur dengan ngeri melihat sesuatu dalam jaket
Tom bergerak ke arah bahunya, seperti sarang seekor ular biru,
kemudian tumpah ke lantai dalam bentuk gumpalan cair. Kemudian
terlihat letupan cahaya, dan satu makhluk berbulu biru berubah
menjadi hidup. "TACH!", jerit Tom. "Ini " ini kamu!"
"Saya tahu itu" kata Tach seenaknya. "Saya selamanya tahu
siapa saya, Tom." Tom dan lainnya berkumpul dengan gairah di sekeliling
makhluk itu, setiap orang bicara sekaligus. Akhirnya, Tom
melambaikan tangannya dan menghentikan mereka.
"Saya kira kamu meninggalkan kami," katanya pada Tach.
"Ketika makhluk-makhluk itu menyerang kita di sana "."
?" tidak senang dengan benda-benda itu," Tach menguap.
"Dan saya juga tidak perduli dengan dunia serba besi ini. Saya hanya
tidur istirahat dalam jaket kamu. Saya harap kamu tidak gusar, Tom."
"Saya tak mungkin lebih senang," Tom tertawa. "Mestinya
kamu menyebutkannya beberapa waktu sebelumnya. Kamu tahu "
kami ingin tahu kamu baik-baik saja."
"Baik" Apa itu baik, Tom?"
"Tak mengapa," kata Tom dengan kering. "Kita tidak banyak
waktu untuk hal-hal seperti itu sekarang. Tach, kami memerlukan
bantuanmu untuk keluar dari tempat ini secepatnya. Dapatkah kamu
membantu kita dalam hal itu?"
Tach menatapnya agak lama, pandangan yang ingin tahu,
seperti kalau ia tidak dapat membayangkan tinggal di tempat yang


Kekuatan Gaib Serial Tom Swift di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

tidak diinginkannya. "Dengan senang hati," katanya biasa. "Sekarang
apa tepatnya yang harus saya lakukan?"
"Kamu dapat mulai," kata Tom, "dengan memikirkan
bagaimana cara membuka pintu itu. Menurut Mevaan kuncinya
mempunyai isyarat dan saya setuju. Bila kamu "."
Tach tidak membiarkannya selesai. Dengan satu kilat dia
menghilang. Seketika, sebuah lembaran perak terlihat di bawah pintu.
Lembaran kecil itu bergoyang, kemudian bergerak, bergerak dengan
perlahan di permukaan pintu besi seperti gumpalan cairan air raksa
mengarah ke atas. Air raksa itu bergerak ke kanan dan menemukan
celah dari pintu kemudian menghilang keluar. Sekejap kemudian,
kunci pintu kedengaran beberapa kali berbunyi ceklekan. Tach
muncul di depan mereka dalam bentuk ulat bulu berdirinya.
"Nah, sudah. Sekarang apalagi?"
Tom memandang kepada makhluk itu dengan kagum.
"Sekarang," katanya, "Lebih baik kalau kita segera keluar dari sini
secepatnya " sebelum komputer Molvaar menentukan untuk
mengirim kita ke tempat libur seumur hidup . . . . "
************************************
Pegawai itu menengadah dan menjadi pucat ketika perwira
Molvaar yang besar itu muncul dari lorong dengan Tom dan temantemannya di belakangnya.
"Kamu," perwira itu berang, sambil menunjuk dengan jarinya
yang besar pada orang itu. "Pergi dari sini sebelum saya Laser kamu
menjadi lumpur! Ada kekeliruan besar telah terjadi di sini, dan saya
harap, demi keselamatan kamu, bukan kamu, yang melakukannya.
Orang-orang ini adalah tamu-tamu terhormat dari pribadi Molvaar.
Setelah saya temukan mereka dalam keadaan terpenjara, kepala
seseorang akan lepas!"
"Bu " bu " kan saya, Pak" orang itu menggagap. "Sa-saya hahanya mengikuti perintah!"
Dengan cepat dia melangkah ke samping, menjaga agar tidak
pingsan di tempat. Perwira itu adalah yang terjangkung, terburuk yang
pernah dilihatnya. Di samping itu ia memakai baju berlapis baja
berwarna hitam-emas yang menyolok dari seorang admiral armada
angkatan laut angkasa Molvaar. Di luar keluarga kerajaan, kamu tidak
akan dapat mencapai pangkat yang setinggi itu.
Di luar ruangan, apa yang dapat dilakukan Tom hanya
menunjukkan muka tegang. "Kamu telah melakukannya dengan baik,
Tach. Sekarang, mari kita lihat apakah kita dapat menemukan satu
penunjuk jalan dari kereta bawah tanah dengan cepat."
Perwira Molvaar yang besar itu melihat ke belakang dan
mengedipkan matanya. "Ini sangat menyenangkan. Saya biasanya
tidak bepergian dalam bentuk besar seperti ini, bentuk yang
menakutkan, tetapi tidak begitu jelek."
"Itu, Tom " lihat" Anita menunjuk, dan mereka dengan segera
bergerak ke kotak yang disinari samar-samar kurang dari dua puluh
meter jauhnya. Satu tombol yang rapi terdapat di bawahnya. Ketika
Tom berdiri di depannya, kotak itu memperlihatkan gambar yang
sempurna, tiga dimensi, dari planet perang Fh'aleen. Sebuah titik
merah yang berkedip-kedip, seperempat jalan ke permukaan.
Ben bernafas lega. "Itu adalah tempat di mana kita berada
sekarang," katanya. Diperhatikannya titik merah itu, kemudian memasukkan angka
dari tempat di mana EXEDRA dikerjakan. Sebuah garis putih keluar
dari titik itu ke suatu tempat dalam planet besi yang besar itu. "Ah"
Ben mundur selangkah dan tersenyum. "Saya duga apa yang
ditunjukkan oleh garis putih itu adalah jalan kereta bawah tanah yang
terbaik. Dan angka-angka di atasnya itu menunjukkan nomor dari
kereta yang diambil."
"Saya yakin kamu benar," kata Tom. Ia melihat ke samping,
berdoa agar lorong panjang itu tetap kosong. "Sekarang, coba kalau
kamu dapat mencari di mana Aristotle berada."
"Ini agak sedikit susah," Ben berkerut dan membungkuk ke
papan tombol bersama Mevaan yang bertindak sebagai penterjemah.
Jari-jarinya bergerak dengan cepat di antara tombol, kemudian melihat
ke atas dengan kesal. "Itu yang paling bisa saya kerjakan, Tom.
Karena mereka tidak mempunyai departemen untuk 'robot' atau 'orang
mesin' terdaftar, saya perkirakan mereka membawanya ke tempat
'riset'. Tentu itu hanya suatu perkiraan saja, tetapi "."
"Saya kira itu adalah harapan yang terbaik yang kita dapat,"
Tom setuju. "Ben, bagaimana kalau kamu dan Mevaan pergi mencari
Aristotle" Kamu mempunyai tugas yang lebih berat, jadi kamu bawa
Tach bersamamu. Anita dan saya akan mencari EXEDRA dan
menunggu kalian di sana, begitu?"
"Saya kira boleh juga." kata Ben.
"Selamat, dan hindarkan bahaya," Tom memperingatkan .
Ben tersenyum dan menyalamnya dengan erat. "Kamu juga
begitu, sobat. Dan jangan berangkat tanpa kami " kami akan datang!"
Tom dan Anita mengikuti yang lain beberapa langkah ke pintu
masuk kereta bawah tanah. Kereta pertama penuh dengan serdadu
yang berbaju lapis besi, dan mereka tetap bersembunyi sampai mereka
hilang dari pandangan. Yang kedua kosong, dan Ben, Mevaan dan
Tach melompat masuk dengan cepat. Kereta kemudian berjalan dan
menghilang. Tom dan Anita menunggu. Beberapa saat kemudian,
sebuah kereta kosong mendesis masuk stasiun.
"Ayoh, mari kita keluar dari sini." Tom tersenyum pada
temannya dengan lega dan lari menuju kereta. "Tempat ini membuat
saya "." "KAMU BERDUA " BERHENTI DI TEMPAT!"
Tom terkejut, menyentak ke belakang dan melihat dua orang
pasukan Molvaar itu. Mereka menerjang keluar pintu dan masuk ke
stasiun, senjata Laser siap di tangan.
Chapter 13 "Cepat," teriak Tom, "ke dalam kereta, Anita "jangan berhenti
sekarang!" Anita berlari dengan cepat ke arah kereta dan Tom di
belakangnya. Penjaga itu meneriakkan peringatan dan mengejar
mereka. Anita meloncat ke dalam kereta. Sebuah sinar Laser
membakar sebuah lobang di lantai di bawah kaki Tom. Yang satunya
menyayat di dekat bahunya ketika ia meloncat ke dalam kereta di
sebelah Anita, merangkak ke kursi dan dengan sembarangan menekan
alat pengatur. Kereta bergerak dengan lancar keluar dari stasiun,
dengan cepat kecepatannya meningkat. Tom dengan hati-hati melihat
ke belakang. Kedua serdadu itu berdiri di pelataran stasiun,
mengacungkan tinjunya. Dalam detik berikutnya, kereta memasuki
terowongan yang gelap dan meninggalkan mereka di belakang.
Tom bernafas lega dan tersenyum lemah pada Anita. "Itu akan
menahan mereka sebentar, tetapi kita harus turun dari kereta ini
segera. Mereka akan memberitahukan stasiun berikutnya pasti. Apa
stasiun berikutnya?"
Anita memperhatikan panel yang bercahaya kuning itu. Tepat
ketika itu kereta diterangi cahaya dalam beberapa detik.
"Wup! Baru saja melewatinya," kata si Rambut Merah. "Yang
itu adalah, uh " 706. 707 akan sampai dalam setengah menit lagi."
Muka Tom menegang. "Kita lebih baik turun di sana bila
mungkin. Mereka mempunyai waktu yang cukup untuk " uh-oh,
menyergap, Anita!" Stasiun itu muncul tanpa diduga-duga. Tom menangkap
pandangan sekilas dari nyala api mulut senjata ketika sebaris sinar
membuat lobang dari kaca depan di atas kepalanya. Anita melihat
pada puluhan lobang bulat, dan matanya membesar. "Orang-orang itu
sungguhan, Tom. Kamu tahu kita kira-kira di mana?"
"Tidak sama sekali." Tom mengakui. "Saya menekan beberapa
tombol sekedar untuk menggerakkan kereta." Matanya melihat pada
panel kuning itu. "Hey, kita menuju pemberhentian berikutnya."
Anita duduk dengan tenang di kursinya. Tom kelihatan santai.
"Kita mujur," katanya padanya, "Mereka belum sampai di sini.
Ayohlah!" Ditekannya telapak tangannya dengan keras ke sesuatu
yang menurut perkiraannya adalah alat untuk memberhentikan kereta
secara darurat. Roda-roda pada rel mencicit dan kereta mulai
melambat. Tom dan Anita telah berlari di pelataran sebelum kereta itu
berhenti dengan sempurna.
Tom berhenti di dalam terowongan, untuk mempelajari
penunjuk jalan lain, kemudian mengambil jalan melingkar tangga ke
bawah. Mendorong pintu ke samping dengan hati-hati, ia mengintip
ke dalam, kemudian mengisyaratkan Anita untuk maju ke depan.
Dia melihat kepada Tom dengan heran. "Ini " adalah kereta
yang lain Tom, bila kita "."
"Saya tahu kedengarannya sinting," katanya menerangkan,
"Tetapi ini adalah hal satu-satunya yang bisa kita kerjakan. Mereka
barangkali mengira kita turun di sana tadi itu, tetapi mereka belum
yakin. Komputer tidak tahu siapa yang naik dari sana. Bila kita cepat,
kita dapat dengan menyilang-nyilang menuju ke EXEDRA."
"Yach." Anita mengangguk sambil berfikir. "Saya pikir kita
mempunyai harapan untuk sampai ke sana. Saya sering lupa betapa
luasnya tempat ini. Kalau Fh'aleen mempunyai garis tengah lebih dari
seratus mil " aduh, berarti ada ribuan mil panjangnya jalan kereta
bawah tanah ini. Mereka tidak mungkin bisa menutup semua lobang
ulat, tanpa melumpuhkan seluruh apel."
"Itu adalah salah satu cara menjelaskannya," Tom tersenyum.
Dia menariknya ke tempat bersembunyi ketika sebuah kereta lain
memasuki stasiun. Ada dua orang pekerja duduk dalam gerbong
bertempat duduk enam itu di belakang, tetapi mereka tidak perduli
dengan kehadiran Tom dan Anita.
Di dalam, Tom mempelajari penunjuk jalan mini yang terdapat
pada panel. Penunjuk itu tidak memperinci keadaan stasiun yang
banyak itu, tetapi paling tidak dapat memberikan garis besar keadaan
dari planet besi itu. "Fh'aleen ini seperti sebuah bola yang dipotong dalam enam
belas bagian," Tom menerangkan. "Bagian yang kita inginkan " ada
di sini." Jarinya menunjuk satu bagian jauh di kulit luar dunia perang
itu. Setelah beberapa saat memperhatikan dengan tekun, dibuatnya
perencanaan untuk empat jurusan. Setiap jalur akan membawa mereka
mendekati EXEDRA. Tom berencana untuk memasukkan satu isyarat
setiap kali " bila satu komputer pengaman belum mencium jurusanjurusan yang mencurigakan, akan kelihatan seperti empat penumpang
menuju ke empat stasiun yang berlainan.
Paling tidak, pikirnya sendiri, saya harap itulah yang akan
terjadi. Tom tahu kalau mereka tidak akan dapat lolos dengan mudah.
Tangan besi Molvaar telah membuatnya aman selama beratus tahun.
Angkatan perangnya tidak akan menghentikan perjalanan kereta
bawah tanah, tetapi mereka akan melakukan segala sesuatu dalam
kekuasaannya untuk berbuat sesuatu agar tahanannya tidak lolos.
"Tom ?" Anita menghentikan pemikirannya. "Kita menuju ke
CC-4." Tom memegang lengan kursinya dan kemudian santai kembali.
Keberuntungannya masih bertahan. Stasiun itu ternyata kosong
kecuali dua orang pekerja yang letih. Kedua orang itu naik dan Tom
menekan tombol untuk tujuan berikutnya, seketika kereta telah
memasuki terowongan gelap lagi.
Mungkin sebaiknya mereka turun di tempat tadi dan berganti
kereta lain, pikir Tom. Bila komputer telah dapat membuat satu
gambaran, mereka dapat mengacaukan gambaran itu, membuat orangorang Molvaar terpaksa mencari ke segala pelosok.
Tiba-tiba Tom sadar bahwa keretanya menjadi perlahan.
Jantungnya berdebar-debar dengan cepat dan melihat kepada Anita.
"Tak ada stasiun yang disinggahi dalam beberapa menit lagi,"
katanya dengan gelisah. Rambutnya yang merah terlihat hitam dalam
cahaya kuning pucat itu. "Kita tidak seharusnya berhenti di sini,
Tom!" "Saya tahu, sesuatu yang tidak beres. Hei, lihat ke atas sana." Ia
menunjuk, membuat Anita menarik nafas dengan pendek. Ketika
kereta melambat, lampu putih terang menyala di terowongan.
Tom tahu seketika apa yang terjadi. Orang-orang Molvaar telah
menghentikan kereta di tengah-tengah terowongan. Dalam sekejap
mereka akan sampai ke tempat mereka berada!
Dengan mendorong jendela kereta ke belakang, Tom dengan
cepat melompat ke kegelapan, beserta Anita di belakangnya.
Terowongan yang dibuat dari campuran besi dan plastik itu membelok
di sebelah depan. Tom menghindar dengan cepat dari cahaya. Dia
menyentuh dinding terowongan, kemudian menyentakkan tangannya
dengan cepat. Dinding itu sedingin di luar angkasa jauh.
Langkah-langkah sepatu menggema di belakang Tom. Seorang
serdadu berteriak dan cahaya lampu berpantulan dari dinding
terowongan. Tom menggertakkan giginya dan terus maju. Sebuah
lampu pengaman yang redup terlihat dua puluh meter dari mereka.
Tom menjangkau tangan Anita dan lari ke kegelapan. Tiba-tiba, suatu
semburan udara yang lebih hangat keluar dari dinding.
"Ada lobang dalam terowongan, mungkin untuk ventilasi,"
bisik Tom. "Ayoh, inilah harapan kita." Anita meremas tangannya dan
mengikutinya. Terowongan itu menyempit, dan beberapa saat
kemudian mereka terpaksa bergerak satu persatu dengan kepala
ditundukkan rendah. Tom bernafas lega melihat sebuah lampu redup
lagi di depannya. Dia berhenti, mendengarkan suara-suara di
belakangnya dan tidak mendengar sesuatu. Terowongan itu bercabang
tiga jurusan. Tom memilih salah satu sembarangan dan bergerak maju.
"Ternyata kamu benar mengenai ventilasi," kata Anita di
belakangnya. "Udara menjadi lebih hangat, dan alirannya bertambah
kuat." "Tidak memerlukan waktu lama bagi mereka untuk memikirkan
kalau kita berada di tempat ini," kata Tom. "Kita harus keluar dengan
segera sebelum mereka memerangkap kita untuk selama-lamanya."
Setelah beberapa belokan dan putaran, Tom kehilangan
arahnya. Menurut pendapatnya, mereka sedang mengarah kembali ke
tempat semula, menuju langsung ke pasukan Molvaar.
"Tom, " tunggu!" jari-jari tangannya yang dingin memegang
lengan Tom. "Di situ " sesuatu di atas sana. Saya melihatnya
bergerak"..ketika melewati cahaya."
"Di mana?" Tom melihat dengan tajam ke dalam gelapnya
terowongan. Apa yang dapat dilihatnya adalah satu lingkaran cahaya
remang-remang yang berwarna hijau. Sepintas lalu, kelihatannya
seperti sebuah lampu senter. Sebuah lampu senter yang sudah lemah,
senter tanpa sebuah " "ANITA, AWAS!" Disentaknya dia di
samping ketika benda itu jatuh dengan suara yang memuakkan dari
loteng. Benda itu bergerak dengan lamban ke arah mereka, dengan
buta mengendus-endus ke arah mereka.
"Apa " apa ini?" Anita bergidik.
Makhluk itu berhenti dan memperhatikan udara sekelilingnya.
Tom dapat melihat lebih jelas sekarang. Sesuatu antara lintah dan
cacing " buruk, abu-abu hijau dan panjangnya dua kali manusia.
"Lihat," ia menunjuk, "kamu dapat melihat lainnya sekarang.
Mereka berkumpul di sekitar lobang ventilasi kecil dekat lampu
pengaman itu. Saya membayangkan mereka seperti tikus-tikus yang
hidup di tempat-tempat seperti ini di Bumi. Barangkali mereka
memakan apa saja barang-barang yang masuk ke dalam terowongan."
"Yach, barang-barang seperti kita," Anita menelan ludah.
"Saya kira kita terlalu besar untuk dijadikan makanan, tapi saya
tidak perduli untuk menguji teori itu. Ayohlah " lewat sini."
Tom mengambil tiga langkah mundur, kemudian berdiri kaku.
Cahaya memantul dinding tidak lebih dari sepuluh meter dari mereka
di belakang. Seorang serdadu berteriak memanggil yang lainnya, suara
menggema dengan parau dalam gelap.


Kekuatan Gaib Serial Tom Swift di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Apa pun terjadi," Tom mengeluh, "serdadu atau lintah?"
"Itu adalah suatu pilihan?" tanya Anita. "Bolehkah saya minta
beberapa hari untuk memikirkannya?"
"Saya kira tidak bisa. Ayoh! Coba lari di bawah mereka dengan
cepat dan jangan berhenti."
Anita mengangguk, menggigit bibirnya dan lari dengan cepat.
Tom mengikuti, menundukkan kepalanya ke bahu. Tiga dari makhluk
itu jatuh dari loteng di belakangnya, tetapi Tom tidak berhenti untuk
melihat ke belakang. Anita mengerutkan mukanya dan mencium udara. "Tom, udara
di sini tidak hangat lagi, " tetapi panas."
"Apa pun yang ada di situ, kita sudah tidak terlalu jauh
darinya," kata Tom setuju. "Dapatkah kamu merasakannya" Banyak
sumber tenaga di sekitar sini. Datangnya tepat dari bawah kaki saya.
Ayoh " secepatnya kita keluar dari tempat ini lebih baik."
Tom dan Anita bergerak dalam gelap yang panas beruap itu.
Beberapa saat kemudian mereka berhenti. Ada sebuah lampu
pengaman hijau di depannya. Lewat itu, terowongan itu habis tanpa
diduga. Sebuah lobang ventilasi yang tidak lebih dari satu meter
lebarnya masuk ke dalam dinding. Udara panas seperti gurun pasir
keluar dari lobang itu. "Berbicara mengenai pilihan yang hebat," kata Tom dengan
sedih, "Saya tidak terlalu bergairah dengan yang satu ini." Dia
jongkok dan meraba permukaan metal dari lobang ventilasi itu.
Hampir terlalu panas untuk dipegang. Dia menengadah dan
mengangkat alisnya kepada Anita.
"Tidak usah dikatakan, saya tahu apa yang kamu pikirkan. Tom
" terowongan itu dapat mengarah ke mana saja " termasuk alat
penghancur sampah setempat." Dia menghela nafas dan menengok ke
samping. "Baik. Saya tidak mau menemui serdadu-serdadu itu."
"Yach.. . " Tom membersihkan kerongkongannya. "Sampai
ketemu lagi di ujung sana, Anita " di mana pun sampainya." Ia
merendahkan dirinya ke dalam lobang dan merangkak ke lobang
ventilasi itu, sambil berpegangan dengan tangannya dan sepatunya ke
sisi dinding. Dengan cara begitu dia berhasil beberapa saat, kemudian
pipa itu menukik ke bawah dengan tajam. Jantung Tom hampir saja
berhenti berdenyut. Pegangannya terlepas dan ia mulai terluncur,
sebentar saja sudah cepat sekali. Tom menutup matanya, menutup
mukanya dengan lengannya dan mengangkat lututnya ke dada. Pipa
itu menyapunya ke bawah berbelok dengan lingkaran yang besar.
Udara panas menyesakkan dadanya. Makin lama makin cepat, sudah
mendekati tegak lurus ke bawah.
Tiba-tiba pipa itu membelok melingkar dan melemparkannya ke
luar. Tom mendarat pada lengan dan lututnya, menghantam bahunya
dan meluncur berhenti. Sambil menggoyang-goyangkan kepalanya,
dicobanya berdiri dengan terhuyung-huyung. Anita keluar dari pipa
dalam remang-remang, menghantamnya tepat di dadanya yang
membuatnya terjengkang ke belakang. Si Rambut Merah terengahengah, mencoba berdiri dan jatuh terkapar.
Tom membeliakkan matanya, seolah-olah ia belum pernah
melihat Anita sebelumnya. Anita mencoba untuk bicara, tetapi tak
satu pun kata-kata keluar dari mulutnya. Beribu-ribu angin puyuh
memadati telinga Tom, mengirim denyutan-denyutan ke kepalanya.
Dipaksakannya untuk berdiri. Usaha ini mengambil semua
tenaga yang ada padanya. Badannya seberat timah. Dipaksanya untuk
melihat ke atas, dan melihat dinding-dinding dari besi itu menjulang
di atasnya pada kedua sisinya. Cahaya peti ungu berkilat-kilat. Ujung
dari dinding tak terlihat karena tertutup gelombang panas.
Tiba-tiba, Tom tahu dengan tepat di mana mereka berada.
Lobang angin tadi telah menyapu mereka dengan cepat ke dalam
ruang mesin Fh'aleen yang luas. Ikat kepalanya tidak bekerja
sebagaimana mestinya. Terlalu banyak sumber tenaga di dalam sini,
menggiling bahan mentah untuk penggunaan angkasa.
TETAPI " APA YANG MENARIK SAYA KE BAWAH"
Tom heran dengan putus asa, APA YANG MENEKAN KAMI KE
LANTAI" Pikirannya bekerja cepat. Tenaga"enersi"Mesin-mesin,
tentu! Pasti mesin! Mesin penggerak dunia-perang ini yang sama
besarnya dengan sebuah kota yang besar " begitu besarnya mesin itu
sampai membuat gaya tariknya sendiri. Dan ia beserta Anita Thorwald
tanpa daya terperangkap karena beratnya sendiri!
Chapter 14 Ben dan Mevaan melintas dengan cepat ke seberang ruangan
yang panjang itu, admiral orang Molvaar mereka pakai sebagai
pembimbing mereka. Setelah beberapa meter, lorong itu bercabang
menjadi dua. "Ambil yang kiri," kata Ben, setelah Tach memberi tanda aman.
"Yang ini menuju ke kereta bawah tanah yang kita inginkan."
Tach mengangguk, memasuki ruangan yang berpenerangan
gemerlapan. Bentuk badannya yang besar, kekar dan tindaktanduknya demikian cocoknya, membuat Ben harus mengingatkan
dirinya sendiri bahwa itu adalah Tach dan bukan seorang dari perwira
Molvaar yang sombong. Memasuki pintu stasiun kereta bawah tanah, Tach membuka
pintu melongok dan menutupnya kembali dengan cepat. "Banyak
sekali pasukan yang bersenjata di dalam sana, dan mereka kelihatan
tegang," katanya. "Bagus," Ben mengusapkan tangannya ke mukanya.
"Tom dan Anita, kamu pikir?" kata Mevaan.
"Barangkali. Memang mereka bermaksud mempergunakan
kereta bawah tanah juga. Tapi saya memperkirakan pasukan itu telah
mendengar dan diperintahkan untuk mencari kita juga. Pegawai
stasiun itu kelihatan takut sekali, tetapi pasti dia telah menceritakan
tentang 'Admiral Tach'." Ben berpaling pada sosok yang berpakaian
lapis baja itu. "Kamu harus ganti dengan yang lain, Tach. Mereka
sedang mencari orang yang berseragam seperti ini sekarang."
"Oh?" Muka Tach berseri-seri. "Nah " bagaimana dengan
yang ini?" Seragam yang hitam-emas itu lenyap dalam sekejap.
Sebagai gantinya adalah satu pakaian seragam merah berkilauan
dengan bintik-bintik dari bintang perak. "Atau barangkali seperti ini,"
kata Tach sambil berpikir. "Sesuatu dengan sedikit lebih "
berwarna." Ben terbeliak dengan kagum. Dia melirik ke sampingnya untuk
meyakinkan tidak ada orang yang memperhatikan mereka. Pakaian
baru Tach adalah ungu, kuning dan oranye dengan bintik-bintik biru
muda dan kotak-kotak hijau yang menyakitkan mata.
"Uh, itu bagus sekali, Tach, tetapi saya " pikir lebih baik tidak
demikian, Ya?" Ben berkata dengan sopan.
"Sebetulnya bukan dia," kata Mevaan termenung. "Kita, Ben.
Tidak perduli bentuk apapun yang dipergunakan Tach, mereka telah
mengetahui ciri-ciri kita. Mungkin dengan berwarna di layar
komputer." "Kamu benar," Ben setuju. Dia mengecilkan matanya melihat
Tach. "Itulah persoalannya. Kamu dapat berbentuk apa saja yang
kamu senangi, tetapi kamu tidak dapat merubah kita, bukan"
Bukannya saya begitu ingin untuk mencoba."
"Sudah tentu saya tidak dapat!" Tach kelihatan ngeri dengan
pikiran itu. "Kita sebaiknya memikirkan cara lain. Saya "."
"Tunggu," Mevaan memperingatkan, "Seseorang sedang
mendekat." Ben merapatkan dirinya ke dinding dan mengintip ke ujung
lorong. Dunia-perang ini penuh dengan berbagai makhluk dari
bermacam-macam planet yang telah ditaklukkan, dan Ben tidak heran
melihat dua makhluk aneh yang sekarang sedang mendekat. Mereka
mempunyai potongan badan seperti balon yang besar. Kulit mereka
berwarna hijau dan kasar seperti kulit kadal, dan mukanya tak lebih
dari mata yang hitam dan mulut yang kecil. Di bagian bawah 'Balon'
itu terdapat beratus-ratus kaki seperti kelabang. Makhluk aneh itu
mengendarai sebuah gerobak rata yang bermotor menyeberangi
ruangan. Ketika Ben dan teman-temannya memperhatikan, makhluk itu
meninggalkan gerobaknya dan jalan dengan kaku melalui pintu. Ben
berpaling dengan senyum ke arah Tach. "Itu menunjukkan kita sebuah
gagasan, teman?" "Wah, tetapi mereka tidak begitu menarik." Tach mengeluh.
"Tapi saya akan coba. Saya tidak mempunyai gagasan lebih baik dari
itu." Tak berapa lama, badan Mevaan sudah berada dalam salah satu
gerobak, bergerak dengan cepat menyeberangi ruangan. Tach
menutupinya dengan sebuah tenda, badannya telah meniru dengan
sempurna balon berkulit kadal itu.
"Saya tidak menyenanginya," sungutnya. "Benar-benar tidak
merasa enak, Ben." "Bertahan sajalah sedikit lagi," Ben berkata padanya. "Kamu
telah melakukannya dengan baik." Ia telah melihat Tach mengubah
dirinya menjadi beratus-ratus bentuk yang aneh-aneh, dan heran
mengapa bentuk yang ini tidak disenanginya. Barangkali untuk alasan
yang sama mengapa kamu menyenangi satu kemeja dan tidak senang
dengan yang lain, pikirnya.
Tach berhenti sekali dan membiarkan Ben meneliti kemajuan
mereka. Kotak-layar komputer menunjukkan kalau mereka sudah
mendekati sektor Riset. "Kita mengetahui sesuatu yang baru juga," kata Ben pada
teman-temannya. "Riset berada kira-kira tiga-perempat jalan keluar
dari Fh'aleen. Setelah kita menemukan Aristotle, kita tidak begitu jauh
dari EXEDRA." "Kalau pesawat masih di sana," sungut Mevaan. "Dan bila
Aristotle benar-benar berada sesuai dengan perkiraan kita, Ben. Kamu
tahu, kita hanya mengira-ngira."
"Benar, Mevaan ?" kata Tach dengan tiba-tiba, "ada gangguan
di depan!" Tach membuatkan lobang kecil di tenda sehingga
penumpangnya dapat melihat. Seorang penjaga yang tegap berdiri
tepat di tengah jalan yang dituju mereka, dengan muka mengerut dan
senjata Laser di tangan. "Kamu di sana," geramnya. "Apa yang kamu lakukan di sini?"
"Hanya, uh " lewat, Pak," kata Tach dengan lugu.
"Lewat ke MANA?" kata penjaga mendesak. "Tidakkah kamu
tahu orang-orang asing tidak boleh pada Tingkat Hijau?" Matanya
yang hitam mengecil dan mengarahkan senjatanya ke Tach "Ayoh,
kamu. Kita akan menghadap kepada Satuan Pengamanan da "
UUUULP!" Sebelum penjaga sempat mengedip, Tach menyembulkan dua
tangannya yang kuat dari badannya yang bulat dan mengangkat
senjata itu ke udara. Penjaga itu menjerit dan menjatuhkan senjatanya,
kakinya yang pendek menendang-nendang di udara. Tach memutar
kendaraannya dalam lingkaran dan mengarah ke ujung ruangan
sampai tiba di sebuah kamar kecil. Dibukanya pintu kamar kecil itu
dan melemparkan penjaga ke dalamnya dan menguncinya dari luar.
"Saya tidak senang kekerasan," keluhnya, "Tetapi saya tidak
dapat memikirkan cara lain terhadap penjaga itu. Dia sudah
berketetapan untuk menghentikan kita, Ben."
Ben saling berpandangan heran dengan Mevaan dan tersenyum.
"Tach, kamu telah berlaku hebat. Saya tidak pernah melihat sesuatu
yang lebih cepat seumur hidup!"
"Saya tidak menganggap hal itu hebat," kata Tach dengan
sederhana. "Itu adalah pembawaan saya. Ke mana kita sekarang?"
"Kembali ke tempat semula," kata Ben dengan tegas. "Kalau
penjaga itu tidak membolehkan kita berada pada " Tingkat Hijau, itu
barangkali tepat di mana kita inginkan berada . . . ."
Tach memutar dan bergerak dengan cepat ke dalam ruangan.
Tepat di tempat di mana penjaga yang menghentikan mereka dengan
tiba-tiba tadi, lorong itu buntu. Sekali lagi, berdua mereka
memperhatikan bintik-bintik air raksa memanjat pintu dan
menghilang. Beberapa saat kemudian, Tach muncul dengan bentuk
ulat bulunya. "Sudah," katanya, "Tetapi sebelum kamu masuk ke dalam saya
peringatkan kamu, saya sudah mengintip ke dalam. Ada setengah
lusin orang di sana, kebanyakan dari mereka memakai pakaian jubah
putih panjang." "Ilmuwan atau pekerja laboratorium," kata Ben. "Tidak ada
penjaga?" "Sepenglihatan saya tidak ada," kata Tach.
"Bagus." Ben tersenyum pada makhluk berbulu emas itu.
"Bagaimana pendapat kamu untuk menjadi admiral Molvaar
kembali?" Tach girang. "Saya senang dengan itu, Ben. Tak ada persoalan
sama sekali." "Baik. Kamu tahu tugasmu." Ben mundur ke belakang, setelah
Tach merubah dirinya ke dalam bentuknya yang menyeramkan,
memutar gagang pintu dan mengamuk masuk. Orang-orang
berpakaian putih itu menoleh dan menjadi pucat. "Setiap orang di sini
ditangkap karena berkhianat!" Tach membentak. Pakaian lapis
bajanya yang berat berdencingan, dan dia mengarahkan jarinya yang
besar ke kanan. "Masuk ke dalam gudang itu dan diam. Pengawalpengawal saya akan datang untuk mengambil kalian segera. MAJU!"
Tach mengibaskan tangannya dan memperlihatkan giginya.
Orang-orang yang ketakutan itu berpencar dan saling tubrukan untuk
menghindarinya. Mevaan dan Ben dengan cepat masuk ke dalam
laboratorium dan dengan cepat mengunci gudang itu dari luar.
Kemudian Ben memeriksa keadaan ruangan itu sampai ia menemukan
sebuah senjata Laser, dan dengan gerak cepat melelehkan pintu itu ke
dinding. "Sekedar memastikan," katanya dengan tegas. "Sekarang " apa
yang kamu kira dilakukan mereka terhadap Aristotle?"
"Saya tidak tahu," kata Tach, kembali dalam bentuk biasanya.
Ben menyapu ruangan itu dengan matanya. Lorong yang
panjang seolah-olah tidak habis-habis sepanjang mata memandang.
Semua alat yang dibayangkan ada di sini " bentuk kristal raksasa
yang berdenyut-denyut sinar merah muda, metal persegi gelap yang
berdetak-detak dan mendengung. Di atas sebuah meja besar, terdapat
sebuah mesin dari perak yang halus yang mana Ben yakin bahwa alat
itu diputar oleh seekor laba-laba. Ia bersiul dan menggelengkan
kepalanya. "Wah, Tom pasti akan tergila-gila di sini. Saya pasti bahwa
semua yang ada di sini merupakan tempat para ilmuwan Molvaar
mengkaji seluk beluk teknologi yang dicurinya dari planet yang
ditaklukkannya. Di sinilah gudang ilmu pengetahuan!"
"Kita tidak punya waktu untuk melihatnya," Mevaan
mengingatkannya. "Bagaimana kiranya kita bisa menemukan Aristotle
di dalam semua ini" Ben, kita dapat mencarinya selama dua puluh
tahun dan masih belum menemukannya."
"Jangan kuatir, tidak akan memakan waktu begitu lama," Ben
menekankannya. "Molvaar boleh saja seorang raja lalim, tetapi dia
adalah seorang pemimpin yang ulung." Ia berjalan mengelilingi
ruangan dan menemukan apa yang diinginkannya. Komputer itu
terletak pada sebuah meja di pojok. Ben duduk, mempelajari tomboltombol hurufnya beberapa saat, kemudian dengan bantuan Mevaan,
menekan sesuatu persamaan untuk Orang Mesin. Kelihatannya semua
orang di Fh'aleen, termasuk Molvaar sendiri, mempergunakan istilah
itu. Sebaris huruf-huruf muncul di layar. "Ah," Mevaan berteriak.
"Kamu benar. Baris 117, sektor LX. Semua baik dan rapi, tepat seperti
suku cadang dalam gudang."
'GUDANG' itu jauh lebih besar dari perkiraan mereka, dan
sedikitnya memakan waktu sepuluh menit untuk menemukan tempat


Kekuatan Gaib Serial Tom Swift di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

penyimpanan Aristotle. Ia disimpan di antara tumpukan pipa kaca
yang bersinar biru dan sebuah mesin yang oleh Ben diperkirakan
untuk memotong rumput yang tinggi.
Dengan membuka pelat yang ada di dada robot besar itu, Ben
menceklekkan sebuah sakelar dan menghidupkan Aristotle kembali.
Mata robot itu mengedip sekali, kemudian dengan teratur berubah
menjadi titik cahaya yang terang.
"Ben " apa yang terjadi" Terakhir saya ingat"."
"Saya akan terangkan kemudian" janji Ben. "Ceritanya terlalu
panjang. Sekarang kita harus dengan segera keluar dari sini dan
mencari Tom dan Anita."
"Ben," Mevaan memanggil, "coba ke sini sebentar."
Ben dengan cepat menuju ke pemuda asing itu. Ia dan Tach
sedang menghadapi sebuah layar komputer yang berisikan petunjuk
denah. "Coba lihat ke sini," kata Mevaan. "Kamu benar. Tempat yang
kita cari berada di seberang sini "." Diikutinya dengan jarinya pada
gambar tiga dimensi itu. "Empat, mungkin lima mil lagi ke depan."
Ben mengangkat alisnya. "Dan apa ini "tepat di sebelah kita?"
Dimasukkannya beberapa angka pada tombol-tombol denah itu.
Mevaan menterjemahkan huruf kuning itu:
CLLX PERSENJATAAN, SERANGAN DARAT
KELAS VII "Itu berarti sesuatu bagimu?" tanyanya pada Mevaan.
"Tidak berarti apa-apa" kata Mevaan, "Tetapi di mana pun
adanya, kita mungkin dapat mempergunakan beberapa. Mari kita
lihat." Kendaraan listrik kecil ada pada mereka untuk bergerak dengan
cepat dari gudang yang lebar itu. Ben dan teman-temannya
meminjamnya dua buah dan bergerak dengan cepat ke arah ujung
sektor itu. Akhirnya mereka sampai ke sebuah pintu besi yang pudar
bertuliskan: CLLX YANG TIDAK BERWEWENANG DILARANG MASUK "Seperti biasa, itu tidak untuk kita," kata Ben dengan kecut.
"Tach, boleh dicoba?"
"Kalau tidak," keluh Tach. "Kita akan tetap di sini sepanjang
hari." Makhluk asing berbulu emas itu menghilang dan tangan air
raksanya memanjat ke pintu. Beberapa saat Tach muncul kembali.
Aristotle menguakkan pintu besar itu, dan Ben serta Mevaan masuk ke
dalam. Untuk beberapa saat, tak seorang pun yang bicara. Ruangan
yang luas itu samar-samar, hanya diterangi oleh cahaya ungu yang
redup. Membentang sejauh mata memandang terlihat berbaris-baris
mesin peralatan perang yang besar-besar.
Ben pernah melihat tank baja sebelumnya, di museum di Bumi,
tetapi peralatan itu adalah mainan dibandingkan dengan ini. Masingmasing berukuran sebesar tujuh kamar dalam rumah. Alat-alat itu
sebagian terbuat dari logam gelap, mengkilap, tanpa terlihat pakupaku keling atau sambungan-sambungan mesin. Mesin itu
dipersenjatai dengan senjata-senjata berwarna hitam yang bertonjolan
keluar. Senjata Laser utama terletak di puncak setinggi rumah tiga
tingkat. Ben melepaskan nafasnya dengan panjang. "Bila mereka
mengatakan senjata serang, mereka maksudkan adalah senjata
serang!" "Itu adalah Saber Tujuh," bisik Mevaan. "Saya telah melihat
alat itu beraksi sebelumnya. Kamu hanya memerlukan kira-kira dua
buah untuk menaklukkan seluruh benua."
"Dan Molvaar mempunyai ribuan," kata Ben dengan sedih.
"Mevaan, setiap kali saya berpikir saya mengerti apa arti penaklukan
sebuah gugusan bintang, sesuatu kejadian yang menunjukkan pada
saya bahwa tujuan saya terlalu kecil. Kalau Molvaar "."
"Ben, ada orang datang," Aristotle memotong. "Dari sana, dan
datang dengan cepat!"
"Saya tahu," kata Ben mengeluh. "Waktu masuk ke sini tadi
terlalu mudah. Kita barangkali telah membunyikan selusin tanda
bahaya ketika kita tadi membuka pintu!"
Tiba-tiba, lampu terang menyorot dari ujung seberang ruangan.
Pasukan Molvaar berteriak, dan sinar Laser biru menjilat di udara.
Aristotle mengeluarkan senjata yang tertanam dalam tangannya dan
membalas tembakan. Ben menunduk di belakang sebuah mesin raksasa itu. "Tach,"
panggilnya, "dapatkah kamu menolong kita masuk ke dalam barang
ini?" "Saya sudah lakukan," kata Tach dengan datar. "Hanya itu yang
saya kerjakan. Membuka pintu, membuka kunci "."
Mevaan merangkak ke dalam tank baja besar itu dan Ben
melompat di belakangnya. Aristotle memberi penyerangnya tembakan
perpisahan, kemudian mengangkat badan besinya masuk ke dalam dan
menutup pintunya. Ben memanjat ke tangga aluminium yang curam
dan sampai ke ruang pengemudi. Ada kursi komando dan dua kursi
pembantu. Seketika Ben menduduki kursinya, panel pengontrol
langsung menyala. "Kira-kira kamu dapat menjalankan mesin ini?"
tanya Mevaan dengan kuatir.
"Tentu," kata Ben. "Sesuatu yang besar mestinya sederhana." Ia
menekan tombol merah. Di suatu tempat di bawah sana, mesin
menggelegar hidup dan mesin raksasa itu bergerak mundur.
Ben bersusah payah memegang alat pengemudi, dan akhirnya
dapat menggerakkan mesin itu ke depan.
"Sederhana, heh?" sungut Mevaan.
"Berikan saya waktu sebentar, boleh"
"Saya telah menghubungkan diri dengan mesin ini," Aristotle
melapor. "Komputer perangnya cukup standar. Sebetulnya mesin ini
tidak begitu memerlukan manusia, Ben."
"Yach, nah kamu tidak keberatan kalau kami di sini, bukan?"
Dari kaca depan terlihat dua puluh atau lebih serdadu yang
berlarian dengan ketakutan dari mesin yang menyeramkan itu.
Beberapa berhenti untuk menembak, tetapi sinar Laser hanya
menggores kulit luar kerangka.
Ben mulai terbiasa dengan alat pengemudi. Dimajukannya
tongkat pengatur tenaga ke depan perlahan-lahan dan Saber Tujuh
melaju dengan cepat. Mevaan mengatur papan pengatur senjata di
sebelahnya. Sebuah sinar biru memecahkan udara, menyebabkan
serdadu-serdadu itu lari tunggang langgang.
"Dinding di depan," kata Aristotle. "Dua puluh meter, Ben."
"Bagus," sungut Ben, "Sekarang apa?"
"Terus jalan," kata Mevaan menyuruhnya. "Kalau di sana tidak
ada pintu, buat sendiri. Ini adalah Saber Tujuh, Ben."
Ben mengangguk dengan senang, dan memajukan tongkat
pengatur tenaga seluruhnya ke depan. Besi mencicit-cicit dan
merenyuk-renyuk. Mesin raksasa itu merobek dinding besi itu seperti
merobek kertas. Ben melihat bahwa sektor berikutnya adalah tempat
semacam pabrik. Beratus-ratus orang berpaling dari kerjaannya,
melihat apa yang muncul dan lari pontang-panting. Sebuah dinding
lagi terlihat di depan. Ben merobek dinding itu tanpa mengurangi
kecepatannya. Daerah di depan kosong dan gelap seperti di angkasa
luar. Secara otomatis tank baja itu menghidupkan lampu yang
menyorot ke dalam kegelapan.
"Mainan yang boleh juga, ya?" seru Ben. "Tak satu pun yang
dapat menghentikan kita sekarang!"
Kata-katanya terputus pendek ketika satu ledakan yang hebat
menggoncangkan mesin itu. Ben melihat dengan kaget, dan
mencekam lengan kursinya.
"Ada Saber Tujuh yang lain," kata Aristotle. "Dan ada dua di
belakang kita sekarang ini."
Chapter 15 Tom berjuang dengan keras untuk mencapai Anita. Setiap
pengisian paru-parunya merupakan suatu usaha yang sangat berat.
Gaya tarik dari ruang mesin menekannya rapat ke lantai besi yang
panas itu. Digerakkannya kepalanya sedikit. Kemudian sedikit dan
sedikit lagi. Mengangkat matanya sedapatnya, ia mencari jalan untuk
keluar " pintu, gang atau apa saja. Tak satu pun yang terlihat. Hanya
bentuk mesin raksasa yang bergetar dan berputar yang menjalankan
kegiatan seluruh Fh'aleen.
"Tom " TOM!"
Dengan susah payah ia melihat pada Anita. Ia berada pada jarak
kurang dari satu meter darinya, tetapi ia demikian jauhnya seperti
bermil-mil. "Tahan," katanya pada Anita. "Pasti " ada jalan keluar dari
sini." "Itu adalah apa yang saya " coba untuk menerangkannya
padamu," katanya memberengut. "Saya tak dapat menggerakkan "
bagian bawah badan saya, Tom. Tetapi selebihnya tidak apa-apa."
Tom membeliak ketika melihat Anita dapat menggerakkan
lengannya dengan bebas dan mengangguk-anggukkan kepalanya ke
depan dan ke belakang. "Coba " ke kiri dan ke kanan," kata Tom
padanya. "Coba kalau gaya berat mempengaruhi juga."
Anita mengangguk dan melebarkan tangannya ke samping.
"Tidak apa-apa," lapornya. "Ada batas dari gaya tarik di sini, kurang
dari satu meter lebarnya. Batas itu tetap ada sampai ke atas meskipun
tangan saya dijulurkan ke atas."
Kenapa" Tom heran. Bagaimana mungkin" Kalau sumber gaya
tarik berada di bawah, itu akan menarik ke segala penjuru, tidak hanya
pada ". Tiba-tiba, ia mengerti. Dalam hatinya ia menyesali dirinya
sendiri karena tidak melihat sebelumnya. Itulah sebabnya, sudah
tentu! Mesin itu bergerak secara otomatis, tetapi pasti ada jalan untuk
mencapainya bila para teknisi ingin memeriksa. Dan itulah yang
ditemukan oleh Anita " suatu daerah gaya tarik rendah melalui
ruangan, satu jalan pengamanan!
"Dapatkah kamu " gerakkan tanganmu lebih dekat?" tanya
Tom dengan parau, mulutnya begitu kering untuk bicara. "Saya "
kira saya tidak bisa " bergerak lebih jauh ke arahmu."
"Akan saya coba," katanya. "Hanya untuk beberapa inci atau
begitu ?" Akhirnya, jari-jarinya yang runcing melingkari pergelangannya.
Badan bagian bawahnya masih tetap terpaku di luar daerah gaya tarik
rendah, tetapi sekarang memberi keuntungan kepada mereka berdua.
Setengah dari Anita merupakan sauh yang diberati timah, sedang
setengahnya dipergunakan untuk menarik.
Kepala Tom dan bahunya telah mencapai daerah aman, bergaya
tarik biasa. Ia menarik nafas lega dan menghela bagian badannya yang
masih tertinggal. "Terima kasih," katanya lemah. "Semenit lagi atau begitu,
dengan keadaan seperti itu"."
"Kamu perlu mengurangi berat beberapa kilo," kata Anita
sopan. "Kamu merasa seperti beratmu satu ton."
Tom tertawa. "Tidak tepat, tapi mendekati." Dia berdiri dan
meregangkan kakinya sambil berhati-hati agar tidak keluar dari daerah
gaya tarik rendah. Meskipun demikian ikatan kepalanya masih belum
bekerja sebagaimana mestinya, dia melihat jalan seperti berpijar
cahaya kebiru-biruan mengikutinya dengan matanya, ia melihat jalan
itu bercabang ke tiga jurusan.
"Benar atau salah, saya memilih jalan yang itu," katanya sambil
menunjuk ke kiri. "Kelihatannya yang terpendek, dan itu cukup baik
bagi saya." Tom hanya berhenti sejenak di luar ruang mesin yang besar itu,
kemudian mencari layar " petunjuk yang terdekat. Ketika
ditemuinya, ia bersorak dan memandang Anita.
"Tepat seperti yang saya perkirakan. Kereta luncur yang kita
naiki tadi adalah lobang ventilasi yang menyimpang dari jalur kita.
Kita lebih menjauh dari EXEDRA."
"Apa kita berani lagi mencoba kereta bawah tanah?" tanya
Anita. "Atau apa ada jalan lain?"
"Mungkin tidak." Tom menggoyangkan kepalanya. "Kecuali"
." Dia berdiam dan mengerutkan dahinya berpikir, kemudian jalan
kembali ke layar-petunjuk. Komputer itu memberi jawaban hampir
seketika. "Tepat seperti apa yang saya pikirkan," katanya. "Bila kita
tadi tidak dikejar-kejar, mungkin kita telah mengetahui sebelumnya.
Sini".lihat "." Ditunjukkannya jaringan jalan dalam gambar tiga
dimensi itu. "Kalau ada sistem kereta bawah tanah untuk penumpang,
berarti juga ada kereta bawah tanah untuk mengangkut barang.
Faham" Kereta itu bergerak di bawah tingkat kereta penumpang "."
?" Berarti kita dapat menyelundup ke dalamnya, dan tidak
menarik perhatian." "Kalau kita beruntung," tambah Tom dengan hati-hati,
"Komputer Molvaar mengira tidak logis kalau kereta itu ditumpangi
manusia ...." Tom dan Anita harus menghindari pasukan Molvaar untuk
mencari pintu masuk ke dalam sistem kereta bawah tanah untuk
barang. Walaupun setelah mereka menemukannya ternyata mereka
benar " tak seorang pun berada di tempat itu, hanya mesin yang
bekerja memilih-milih dan memuat barang yang tak terkirakan
banyaknya. Tom menggelengkan kepalanya melihat pemandangan itu.
"Planet ini bekerja otomatis dalam segala bidang," katanya keheranheranan. "Komputer, mesin otomatis, pekerjaan. Biar begitu, tak
seorang pun yang memikirkan tentang sebuah robot."
"Saya tidak begitu heran," keluh Anita. "Seluruh penduduk
berpikir dan bertindak seperti sebuah mesin. Mereka telah punya
jutaan robot, Tom." Tom mau tak mau setuju. Itu adalah pikiran yang sedih dan
mengerikan, meskipun Anita benar.
Tom dan Anita menunggu. Kebanyakan barang yang
dimasukkan ke dalam kereta hampa udara sedingin ruang angkasa "
tidaklah setepat apa yang dibayangkan oleh kedua insan itu.
Akhirnya, satu kiriman tanaman yang dihidupkan di air untuk
pesawat ruang angkasa Molvaar sampai ke daerah muat. Tom melihat
nomor sektor yang tercantum di sisinya. Kedua manusia itu naik ke
dalam kereta, dan beberapa menit kemudian mereka telah berpacu
dalam kereta bawah tanah menuju ke EXEDRA.
Mereka berdua bersembunyi diam di antara tanaman air itu,
sampai Tom melongok untuk memeriksa nomor stasiun.
"Satu lagi," katanya pada Anita. "Waktu kita keluar nanti, kita
hanya dua blok dari EXEDRA.''
Ketika kereta sudah mulai lambat, Tom meletakkan jarinya
pada bibirnya dan mengisyaratkan agar Anita mundur. Pintu gerbong
terbuka. Sebuah tangga otomatis mengarah ke atas dari pelataran dan
menempel di lantai gerbang. Dua orang Molvaar yang berpakaian
kerja merah naik ke atas, beberapa tapak dari Tom dan Anita
bersembunyi. Seorang berbicara pada yang lain, kemudian keduanya
pergi. Tom dan Anita merangkak diam-diam keluar dari gerbong dan
menghilang di antara kotak-kotak dan peti-peti. Mereka lari melalui
sebuah lorong yang diterangi samar-samar dan penuh dengan pipa
yang berkeringat dan gulungan kabel hitam. Akhirnya Tom berhenti
dan menunjuk. Angka-angka yang tertera di atas pintu sempit di depan
adalah: "301". "Inilah dia," seru Tom. "Kita sudah mampu!"
Sementara Anita berjaga-jaga, didorongnya pintu itu ke
samping hati-hati. Suara orang-orang dan mesin yang mendadak
memenuhi telinganya. Seingatnya, di situ terdapat pesawat ruang


Kekuatan Gaib Serial Tom Swift di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

angkasa di mana-mana: gemuk, pesawat angkut yang lamban, pesawat
tempur yang ramping dan " jantung Tom berhenti berdenyut. Di
sana, agak ke kanan dan di bawah, " lekukan perak yang dikenalnya
pesawat EXEDRA! Tom memegang dengan erat lengan Anita dan
dengan gembira merangkulnya. "Itu dia di sana" katanya. "Kelihatan
rapi, bukan?" Wajah Anita berseri-seri. "Seperti baru! Tidak ada tanda
kerusakan yang terlihat!" Kemudian dia menggigit bibirnya dan
merengut. "Apakah kita akan jalan dengan terang-terangan melalui
begitu banyak orang dan lari ke pesawat?"
"Barangkali bukan gagasan yang bagus." Tom menyapu daerah
sekitar pintu itu dengan matanya. "Di sana," akhirnya ia berkata, "itu
dapat dipergunakan. Kita kan BEKERJA menuju jalan pulang, Anita."
Dibimbingnya Anita dengan aman ke sepotong logam ringan
yang berbentuk kulit kerang besar. Perkiraan Tom, benda itu adalah
tempat instrumen dari sebuah pesawat.
"Pegang saja ujungnya dan menunduk," kata Tom pada Anita.
"Seperti kita membawa sebuah kano ke danau."
Anita mengangguk, dan pasangan itu berjalan dengan hati-hati
menuruni tangga pendek ke tengah hanggar. Tom membimbing
mereka langsung ke EXEDRA " seolah-olah mereka itu di
tempatnya sendiri dan tahu apa yang akan mereka kerjakan. Tak
seorang pun seperti memperhatikan mereka sedikit pun. Tom terus
berjalan, memperhatikan pesawat itu semakin dekat. Tak seorang
penjaga pun yang ada dekat-dekat situ. MEREKA TIDAK MENGIRA
KAMI SAMPAI SEJAUH INI, pikirnya pada diri sendiri.
"Tom . " "Huh" Apa, Anita?"
"Pekerja-pekerja di sebelah sana. Jangan, jangan lihat. Ke kanan
. ..Tepat di bawah ekor pesawat peluru kendali itu. Saya kira mereka
memperhatikan kita."
Tom mengambil resiko untuk melihat dan tengkuknya dingin.
Anita benar. Meskipun mereka berpakaian kerja, matanya yang keras
dan hitam tidak dapat mengelabui mereka berdua.
"Serdadu," ketus Tom. "Mereka adalah tentara, Anita."
"Apa yang akan kita "."
"Jalan seperti biasa saja. Mungkin mereka?"
Tiba-tiba, orang-orang semua bergerak serentak. Dengan satu
tindakan, mereka menyentakkan senjata Laser mereka keluar dan
mengamuk dengan marah ke arah Tom dan Anita.
"Anita " sekarang!" teriak Tom. Berhenti dari jalannya,
mereka melemparkan tutup logam itu ke arah serdadu-serdadu itu dan
lari dengan cepat ke arah EXEDRA.
Teriakan-teriakan yang parau mengikuti langkah-langkah
mereka. Sinar biru yang mematikan itu ditembakkan menyeberangi
ruangan. Tom menukik menghindar dan mengguling. Anita mendarat
di sampingnya, langsung berdiri dan lari bersembunyi di bawah perut
ramping pesawat mereka. "Menunduk," ia memperingatkan. "Cari jalan ke sisi kanan
cepat dan lihat kalau Ben dan lainnya sudah di dalam."
Anita mengangguk, merangkak ke bawah badan pesawat dan
bergerak ke depan. Beberapa saat kemudian ia kembali, matanya yang
lebar terlihat takut. "Ada segerombolan lagi di belakang sana Tom.
Mereka akan menangkap kita."
Sinar Laser mengilat di sepanjang sisi EXEDRA, luput hanya
beberapa jari dari kepala mereka. Tom berpikir dengan cepat. Laser
itu semakin mendekat, menghalau mereka dari ekor ke lapangan
terbuka. "Kita tidak mungkin keluar ke sana," serunya. "Jelas mereka
akan membunuh kita."
"Kita tidak mungkin tinggal di sini," kata Anita. "Paling tidak
kita punya harapan kalau kita lari. Barangkali kita dapat mencapai
dinding. Ayoh." Tom mengangguk, berdiri dan lari dengan cepat melewati ekor
EXEDRA. Seorang serdadu keluar dari tempat sembunyinya dan
menyeringai, mengarahkan senjata Lasernya langsung di antara kedua
mata Tom. "Jangan berpikir untuk bergerak, "katanya dengan kasar.
"Semuanya selesai untukmu, sobat."
Chapter 16 Tom dan Anita berhenti kaku di tempat. Derap sepatu berpaku
menggendang di lantai, ketika satu pasukan lain mengurung di
belakang mereka. "Molvaar akan senang sekali bertemu dengan kalian" kata
penjaga itu. Ditempelkannya ujung bedilnya di rusuk Tom. "Saya
tidak akan mau berada dalam sepatu kamu lewat tiga puluh hari.
Sekarang. Mana yang lainnya" Teman kamu dan pengkhianat dari
Pasukan." Tom melihat tanpa berkedip ke matanya. "Kalau pun saya tahu,
saya tidak akan memberi tahu kalian."
Muka orang itu menjadi tegang. Dia mengangguk dan seorang
dari serdadu maju ke depan dan mencekam pergelangan tangan Anita.
"Lepaskan, kamu monyet besar!" teriaknya dengan marah.
Dipukulnya orang itu dengan tinjunya, tetapi ditangkapnya dengan
genggamannya. "Lepaskan dia!" ketus Tom. Kamu sakiti dia dan saya akan "."
Penjaga Tom menungkainya dan membuatnya terjerembab.
"Kamu akan APA, bocah?" Ia mengangkat kepalanya ke belakang dan
tertawa. "Setelah Molvaar selesai dengan kamu, kamu akan " ampun
Bintang, apa itu?" Muka serdadu itu menjadi kendor. Dia membeliak ke belakang
Tom ketika dinding hanggar yang besar itu merenyuk sobek.
Lembaran besi itu sobek dan koyak-koyak seperti kertas. Suara cicit
dan gesekan besi yang menyeramkan memenuhi udara. Sebuah bentuk
hitam yang besar muncul, penuh dengan senjata-senjata dan
melontarkan jilatan-jilatan sinar biru. Benda itu berhenti sebentar,
bergerak ke arah sebuah pesawat dan melindasnya, langsung
mengarah ke tempat Tom berada. Penjaga-penjaga menjatuhkan
senjatanya dan menyebar lari. Tom memungut sebuah senjata dan
menembaki lantai dekat kaki mereka. Serdadu-serdadu itu
berjingkrakan ketika logam yang meleleh itu membakar celana
mereka. "Tom " ." Anita memegang lengannya dan menariknya dengan
keras. "Lihat, itu BEN " di atas sana!"
Ben menyembul dari tempat pengatur meriam di atas mesin
yang gelap itu dan melambaikan tangannya, kemudian menunduk
untuk mengelakkan tembakan yang dilancarkan para serdadu itu.
Tom dan Anita lari mengamankan diri di pesawat. Saber Tujuh
menggiling ke arah mereka, membuat segala sesuatu yang dilaluinya
menjadi bangkai. Tom membuka dengan cepat pintu EXEDRA dan
lari ke ruang pengemudi, Anita mengikuti dari belakang.
"Periksa semua instrumen secepatnya," perintahnya, jari-jari
tangannya berpindah-pindah dengan cepat pada alat-alat pengatur.
"Saya harap teknisi Molvaar tidak mengusik komputer. Kita tidak
punya waktu untuk mengetahuinya."
Hiruk pikuk di luar mendekati memekakkan. Tom
menambahkan kebisingan itu dengan menghidupkan mesin nuklirnya.
Anita tersenyum mendengar suara itu. Tiba-tiba, sebuah ledakan yang
keras hampir saja mengjungkirkan EXEDRA.
"Apa pula yang terjadi?" Senyum si Rambut Merah itu dengan
cepat menghilang. Ia lari ke jendela sebelah kanan dan membeliak.
"Tom " Ben mendapatkan teman dalam perjalanan. Ada sebuah
mesin seperti itu di belakangnya dan " oh, bukan, dua buah!"
"Saya tidak heran," kata Tom dengan datar. "Ben selalu pintar
mencari teman. Ayoh, kalian di sana, mari cepat-cepat keluar dari
sini!" Sebuah ledakan keras memutuskan kata-katanya. Tom
menggenggam alat pengemudi ketika EXEDRA tergoncang lagi.
"Ben menghalangi mesinnya untuk menutupi kita," lapor Anita.
"Dia menerima tembakan-tembakan gencar, tetapi mesin yang lain
tidak dapat mencapai kita. Mereka " uh-oh "
"Apa?" "Sebuah dari mesin mengambil arah ke kiri, berputar untuk
dapat menembak dengan lurus. Ben tidak dapat menahan kedua mesin
itu sekaligus." Tom mengangkat sebuah sakelar yang menghidupkan meriam
Laser EXEDRA, dan senjata itu keluar dari bagian atas pesawat.
Komputer perang mulai mengatur sasarannya, melecutkan sinar
Lasernya ke Saber Tujuh itu. ?"?""L"W"S."?OG?"OT."?M
"Kamu mengenainya, tapi mesin itu melambat pun tidak," kata
Anita, "menuju ke arah kita seperti sebuah "."
Tom dan Anita menengok ketika Ben tiba-tiba muncul di pintu
masuk, Mevaan dan Tach berada di belakangnya.
"Ayoh keluar dari sini," kata Ben dengan geram, "CEPAT".
Tom tersenyum pada sobatnya itu. "Hanya menunggu kalian,
sobat. Saya melihat kamu masih belum bisa berkendaraan tanpa
menabrak sesuatu yang ada di depanmu. Di mana Aristotle" Apakah
kamu telah menemukannya?"
"Ada di belakang kita." Ben mengangguk tanpa bernafas.
"Mevaan ...." Sebelum pemuda asing itu sempat memeriksa, Aristotle muncul
di ruang pengemudi. "Saya telah pasang komputer perang Saber Tujuh
untuk bekerja secara otomatis," dengungnya. "Mesin itu akan tetap
menembak beberapa lama. Tetapi saya tidak menganjurkan untuk
berlama-lama di sini, Tom. Mungkin berbahaya."
Tom tertawa keras. "Aristotle tua yang baik. Kamu begitu
pandai bermain kata-kata."
Satu ledakan berantai tiga mengangkat hidung EXEDRA dan
menghempaskannya dengan keras.
"Bukan kita," kata Ben dengan sengit. "Mereka telah menembak
tank baja saya. Rumah meriam saya habis, dan hampir semua alat
lainnya. Ayoh berangkat, Tom. Kita akan kehabisan waktu. Tiga
puluh detik lagi kita akan menjadi sasaran empuk."
"Belum pernah tinggal landas dari dalam hanggar sebelumnya,"
kata Tom sengit. "Tetapi tidak apalah." Mendorong tongkat pengatur
mesin ke depan, Tom menembakkan pesawat ramping itu dari hanggar
yang penuh sesak. Pesawat-pesawat armada Molvaar berkilatan di
kedua sisi. Tom mengatur EXEDRA dengan tenang. Roda pesawat
yang kecil tidak dibuat untuk balapan, dan ia berdoa agar roda-roda itu
tidak pecah berantakan. Bola api yang menyilaukan meledak di sebelah kiri. Di kaca
spionnya ia dapat melihat dua tank baja raksasa itu mengejar dari
belakang, senjata mematikan meluncur keluar.
"Ruang pengganti udara ada di depan," lapor Anita. "Belok ke
kanan, Tom." "Tom, lihat!" Ben memegang bahunya dan menunjuk. Jantung
Tom berhenti. Seratus meter di depan, daun pintu besi yang besar
yang mengarah ke tempat peluncuran menutup seperti kelopak mata.
"Aristotle!" teriak Tom. "Hubungkan diri kamu ke komputer.
Kalau kamu belum siap, tembakkan senjata Laser kita ke pintu itu dan
jangan berhenti. Saya akan menembusnya! "
Tom memberi pesawat tenaga penuh. Mesin nuklir menderu
ketika EXEDRA memacu ke arah pintu yang menutup itu. Tom
melihat bayangan-bayangan kecil memencar. Tepat setelah itu, Laser
Aristotle mulai bekerja. Sinar cahaya biru mengarah ke lingkaran
raksasa itu di depan. Logam gelap, itu membara. Besi padat itu
berubah putih dan mulai meleleh.
"Jangan berhenti," kata Tom geram. "Tenaga penuh, Aristotle.
Kita mulai, semua " pegang erat-erat!"
Dalam beberapa detik, lingkaran yang menyala-nyala di depan
itu membuka. EXEDRA menggelegar melalui lobang dan menembus
ke kegelapan. Tom menghitung dalam hati: LIMA EMPAT TIGA
Seketika. Pesawat lepas bebas dari Fh'aleen ke kehitaman
angkasa. Tom dan teman-temannya senang. Ribuan sinar yang
mematikan dari tiang-tiang yang menyembul dari planit menerangi
kegelapan, tetapi Tom dengan cepat meninggalkan mereka.
"Saya tak pernah begini senang meninggalkan satu tempat
seumur hidupku." Anita lega.
"Kita masih belum sampai di rumah," Tom mengingatkannya.
"Molvaar tidak memberi tanggapan pada saya sebagai seorang yang
mudah menyerah." Dia setengah berputar dalam kursi pilotnya.
"Anita, barangkali kamu lebih baik memeriksa alat komunikasi dan
navigasi serta lihat apakah orang-orang itu membiarkannya dalam
keadaan utuh. Ben " sementara Aristotle mencari posisi awan
interstellar kita, coba periksa alat PBF kita " dan juga alat penjelajah
bintang. Saya ingin tahu apa-apa yang dapat kita pergunakan."
"Baik," jawab Ben, duduk dalam kursi ko-pilotnya.
Tom melihat lewat pundaknya kepada pemuda asing itu. "Nah,
kelihatannya kamu jadi pelarian lagi. Saya minta maaf, Mevaan. Kita
akan dikejar pesawat-pesawat Molvaar dalam beberapa menit. Saya
takut kalau kita tidak dapat mencari markas Pasukan kamu. Kamu
bersama kami beberapa waktu."
Mevaan tersenyum sedih. "Saya tidak menghendaki kamu untuk
mencobanya, Tom. Kita telah menyelamatkan jiwa kita, dan itu cukup
untuk sementara waktu. Saya pasti tidak mendambakan tambang
timah Molvaar." "Saya kira kami dapat berbuat lebih baik dari pada itu untuk
kamu. Kalau kita telah keluar dari kericuhan ini "."
"Kedua alat telah diperiksa dan baik," Ben menghilang. "Kamu
dapat katakan bahwa seseorang telah bekerja dengan sebuah sisir rapat
dan mengembalikannya kembali dengan rapi."
"Alat komunikasi dan navigasi bekerja baik," kata Anita. "Dan
semua alat lainnya baik," kata Anita. "Dan semua alat lainnya juga
baik, menurut penilaian saya." Dilingkarkannya tangannya ke
belakang kursi Tom dan mengerutkan dahinya. "Aristotle telah
menemukan koordinat pada gerbang keluar, Tom. Apakah kamu perlu
hitung balik untuk memasuki angkasa Hyper?"
"Saya kira begitu," kata Tom berpikir. "Saya tahu mereka dapat
mencari kita dengan penjelajah bintang, tetapi saya kira itu tidak
menjadi soal." Anita menganggukkan kepalanya dengan kaku. "Saya setuju.
Lebih baik kita juruskan pada gerbang dan menembus cepat dengan
PBF." "Saya anjurkan agar kamu membuat putusan segera," kata
Aristotle dengan sopan. "Saya mendapatkan titik-titik di belakang kita
lebih dari apa yang bisa saya hitung."
Tom menggerakkan sebuah sakelar pada panelnya dan
terbeliak. Dia memang memperkirakan pengejaran, tapi pemandangan
dalam layar itu sukar dipercaya. Sekumpulan besar pesawat ruang
angkasa membentuk embun. Terlihat seolah-olah sebuah kabut hijau
yang besar mengancam EXEDRA.
"Saya " kira sudah tiba waktunya untuk meninggalkan
tetangga," kata Tom dengan letih "Kumpulan itu akan melalap kita."
Mevaan menggoyangkan kepalanya dengan lesu. "Itu adalah
seluruh armada tempur. Sudah pasti!"
"Ben! Anita " masukkan alat penjelajah bintang segera!"
"Tom, tunggu sebentar." Tach mendadak muncul dalam bentuk
sinar biru di, antara Tom dan Ben Elang Jalan. "Saya tahu kalian
sibuk, tetapi ada sesuatu yang kalian harus tahu sekarang. Sementara
Aristotle sedang memeriksa koordinat kita, saya mengambil beberapa


Kekuatan Gaib Serial Tom Swift di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

saat untuk memeriksa kabel pesawat. Saya merasa agak senang dan"
." "Apa itu, Tach?" Tom menyela. "Saya tidak bermaksud kasar,
tetapi kita sedang tergesa-gesa."
"Saya tahu. Tetapi ini jauh lebih penting. Komandan Molvaar
tahu dengan tepat ke mana tujuan kita. Mereka tahu kamu datang dari
tata-surya lain ke sini."
"Tentu mereka tahu," Mevaan berkata tidak sabar. "Mereka
mengetahuinya dari saya melalui alat peneliti ingatan."
"Tepat, kata Tach. "Tetapi yang saya takuti adalah lebih dari
itu. Sadarkah kalian bahwa mereka juga telah mengetahui rahasia alat
PBF?" Tom mengangguk dengan kaku. "Kamu setengah benar, Tach.
Mereka tahu mengenai alat PBF dan apa gunanya. Mereka
mendapatkannya sebegitu jauh dari kepala Mevaan dan apa yang
mereka lihat pada instrumen. Tetapi itu tidak berarti mereka tahu
bagaimana mengerjakannya. Mevaan tidak tahu karena saya tidak
punya waktu untuk memperlihatkan ke padanya. Kalau itu tidak ada
dalam ingatannya . ..."
"Saya takut kamu meremehkan orang-orang Molvaar," kata
Tach. "Mereka memasukkannya ke dalam komputer raksasa dari
Fh'aleen untuk menyelesaikan persoalan ini. Tidak saja mereka tahu
cara memakai PBF " PABRIKNYA TELAH MEMBUAT
TIRUANNYA DAN MEMASANGKANNYA PADA SETIAP
PESAWAT DALAM ARMADA ITU."
Tom hampir terangkat dari kursinya. "Tach " kamu tidak
mengetahui kebenarannya!"
"Ya, saya mengetahui dengan tepat," Tach berkeras. "Saya
mengetahuinya seketika Molvaar mengirim armadanya untuk
mengejar. Ingat, saya tidak se " terbatas, seperti kalian. Isyarat
komunikasi Molvaar sama terlihatnya bagi saya seperti bola-bola
lampu pada mata Aristotle." Makhluk berbulu-emas itu memandang
pada Tom dan temannya. "Armada itu mencari kita. Tetapi mereka
tidak saja mencari kita. Mereka bermaksud mengikuti kalian masuk ke
dalam dimensi kalian " dengan lima ribu pesawat tempur berat kelas
" penakluk." Chapter 17 Tom merenung melihat pada Tach dan lainnya. Untuk beberapa
waktu, ia terlalu malas untuk bergerak. "Apa " ini benar, Tach?"
akhirnya ia bertanya. "Apa kamu pasti?"
"Ya, saya pasti. Tidak ada keraguan mengenai hal itu."
"Tach," tanya Anita dengan harapan, "bila kamu dapat
membaca isyarat-isyarat dari armada perang Molvaar "."
"Tidak." Tach telah menerka pertanyaan Anita dan
menggelengkan kepalanya. "Jaraknya terlalu jauh. Kalau saya dapat
memindahkan diri saya dalam pesawat mereka, saya akan senang
sekali. Saya dengan senang mengikat semua kabel-kabel menjadi satu
gumpalan dan menjadikan komputernya permen karet. Maaf".."
"Jangan," Tom meyakinkannya. "Kamu telah berbuat banyak.
Kita tidak akan bisa keluar dari Fh'aleen tanpa bantuanmu." Ia melirik
ke layar komputer pada kumpulan awan pesawat musuh yang
mendekat dengan cepat. "Saya tidak perlu menceritakan pada kalian
apa arti semua ini," katanya dengan sedih. "Kita tidak mungkin
pulang. Tidak kalau itu memimpin para penakluk itu masuk ke dalam
tata surya kita. Molvaar telah mempunyai alat PBF " tetapi mereka
tidak mengikuti kita kalau tidak mempunyai koordinat " di mana
pintu gerbang masuk yang membawa kita kembali ke tata surya kita."
Ben mengepalkan tinjunya dan mata Cerokee-nya menghitam.
"Yah, kita pasti tidak akan menunjukkan pada mereka, sudah pasti."
"Ini adalah gugusan bintang yang besar," kata Anita berharap.
"Kalau kita dapat menghilang dari mereka untuk beberapa waktu, baru
kemudian mencoba menuju awan interstellar . . . ."
"Bagaimana caranya" Ben terduduk dalam kursinya. "Mereka
telah menemukan kita sebelumnya, ingat?"
"Saya menyesal, kamu benar," kata Tom "Meskipun kalau kita
dapat menghilang dari mereka " kalau kita bersembunyi di sini
sampai kita semua menjadi tua " kita masih tidak yakin mereka tidak
mempunyai semacam koordinat untuk menemukan kita. Satu pesawat
patroli saja sudah cukup untuk itu."
"Kalau boleh saya mengganggu," Aristotle mendengung dari
belakang mereka, "saya menganjurkan untuk memutuskan persoalan
ini secepatnya. Armada Molvaar sudah mendekat dengan cepat."
"Baik, Aristotle." Tom berputar dalam kursinya dan menghadap
pada robot besar itu. "Kamu tidak beranggapan mereka mengelabui
kita, bukan?" tanyanya. "Tidak ada tanda-tanda dalam EXEDRA
bahwa mereka telah memasang alat pengisyarat, bukan?"
"Tidak ada, Tom. Saya dapat menjaminnya."
"Dia benar," Tach menambahkan. "Saya pribadi telah
memasuki semua transistor dan kabel-kabel di dalam pesawat. Mereka
sangat teliti " tetapi mereka tidak mengharapkan kita bisa masuk
EXEDRA kembali." "Bagus." Tom memukulkan tinjunya pada alat pengemudi dan
memaksakan sebuah senyuman. "Kalau begitu kita masih punya
harapan. Ben, Anita " buat mereka repot sedapat mungkin. Kita
meluncur cepat, dan kita dapat berpegang pada kemampuan mesin kita
untuk beberapa lama. Hindarkan jarak tembak Laser sedapat mungkin.
Kalau kamu harus membuat perubahan, lakukanlah dengan segera "
tetapi ingat apa yang terjadi waktu dulu. Mereka telah menghabiskan
bahan bakar kita dengan cepat."
"Kamu mendapatkan sesuatu dalam pikiran kamu, bukan?"
tanya Anita. "Saya telah melihat sinar mata kamu seperti itu
sebelumnya." Tom mengusap rambutnya. "Saya mau mencoba sesuatu.
Barangkali kita masih mempunyai beberapa tipuan yang belum dilihat
oleh orang-orang Molvaar."
Dia pergi dengan cepat melalui terowongan untuk merangkak
ke belakang, ke dalam ruangan kecil yang biasa dipakainya sebagai
laboratorium dan tempat kerja. Dalam perjalanan ia berhenti untuk
mengambil transistor chip dari tempat simpanannya, segulungan kabel
halus berwarna dan beberapa puluh bagian yang dianggapnya
diperlukan. Ketika ia mencapai laboratorium, tangannya sudah penuh
dan kantong jaketnya penuh dengan suku cadang. Sebelum ia mulai
kerja, diamankannya dirinya dengan mengikatkan sabuk pengaman
pada bangku kerja dan memasukkan semua alat dalam laci. Dalam
beberapa saat, dia tahu, Ben Elang Jalan akan mengatur EXEDRA
dalam pergerakannya. "Cukup sekali," sungutnya. "Saya ingin berkesempatan untuk
mengerjakan sesuatu terbalik. Bagaimana mestinya saya bekerja
dalam tempat duduk bagian belakang dari kereta luncur coaster?"
Di ruang pengemudi, Ben dan Anita bekerja keras untuk
membuat pesawat tetap berada di depan armada Molvaar. Aristottle
dan Tach dihubungkan dengan komputer pedoman dan komputer
perang EXEDRA. Mereka dengan tekun melaporkan keterangan pada
Ben dan Anita. Dengan adanya Mevaan dan Tach dalam pesawat,
awak pesawat mendapat bantuan tambahan. Sebagai seorang
penerbang pesawat tempur dari Pasukan Bintang Merdeka, Mevaan
sudah mengenal taktik Molvaar. Tach yang berbulu emas
memberitahu pemuda asing itu mengenai lintasan armada, terus
memberitahu Aristotle apa yang kira-kira akan dilakukan oleh armada
tempur itu selanjutnya. Robot itu memasukkan keterangan itu ke
dalam komputer perang, dan seketika melanjutkan keterangan itu
kepada Ben dan Anita. "Kita bermain-main dengan waktu," kata Ben, "tetapi kita tidak
selamanya dapat berbuat seperti ini." Matanya menyapu layar
komputer perang dan beralih kepada Anita. "Lihat ke situ, Sektor
Lima " mereka mendekat lebih cepat dari yang lainnya."
"Saya sedang memfokuskan pada mereka," kata Anita. "Wow,
betapa cepatnya. Mereka cepat sekali, Ben!"
"Pesawat perusak kelas Petir," kata Mevaan pada mereka.
"Semua mesin dan kepala peluru kendali. Mereka hanya mempunyai
satu tembakan. Tetapi kalau kita dikenai, satu tembakan sudah cukup."
Ben menunggu, memperhatikan sejalur angka-angka merah
yang berganti-ganti dengan cepat dalam layar. Pada waktu itu,
komputer perang berada dalam pengontrolan sempurna. Berdasarkan
arah dan kecepatan perusak itu, ditambah dengan data-data dari
Mevaan mengenai kemampuannya, komputer membuat satu rencana
untuk aksi penghindaran. "Saya menerima beberapa isyarat komunikasi," kata Tach.
"Datang dari perusak itu." Diberikannya informasi itu dengan cepat
pada Aristotle. Angka-angka baru muncul di layar dekat Ben. Komputer perang
merubah rencananya dengan teliti.
"Panas peluru kendali," kata Aristotle dengan tenang. "Mereka
telah meluncurkannya sekarang. Duapuluh-lima"..duapuluh tujuh
peluru kendali." "Saya melihat mereka," kata Anita.
Rambut Ben berdiri ketika melihat jarum hijau bercahaya itu
meninggalkan pesawat musuh itu dan meluncur dengan cepat ke arah
EXEDRA. AYOH KOMPUTER, katanya pada diri sendiri.
LAKUKAN SESUATU! Peluru kendali itu mendekat dengan cepat.
"Delapan detik"..tujuh".," Aristotle menghitung.
Anita melihat pada Ben dengan pandangan bertanya. Sebelum
ia sempat menjawab, EXEDRA berdiri di buntutnya dan melejit tiga
puluh derajat ke kiri. Seketika peluru kendali itu membelok
mengikuti. EXEDRA berpura-pura belok ke kanan. Peluru kendali
merubah arah yang sama. "Kita tidak akan menghindari mereka dengan cara begini," kata
Ben bingung. "Komputer tahu apa yang dikerjakannya," kata Anita. Ben
melirik padanya dan melihat Anita menelan dengan keras. EXEDRA
meluncur dalam bentuk lingkaran luar yang kecil. Peluru kendali itu
mengikuti, dan EXEDRA tetap melingkar dalam lingkaran yang lebih
kecil. Ben memperhatikan layar, dan ia tahu apa yang akan dikerjakan
komputer. Peluru kendali itu mempunyai batas jarak dan tenaga. Mereka
dibuat untuk mempunyai kecepatan maksimum dan mengenai sasaran
dengan segera. EXEDRA sedang membuatnya loyo, membuatnya
menghabiskan bahan bakarnya sendiri dengan cara satu rangkaian
penerbangan yang berbelit-belit.
Tiba-tiba pada ujung dari satu lingkaran panjang, mesin nuklir
EXEDRA menderu dengan gemuruh dan membelok patah ke kanan.
Mata Ben membelalak ketika pesawat membelok dengan cara yang
membahayakan dekat peluru kendali yang cepat itu, kemudian
memanah dengan cepat menjauh. Peluru kendali itu melambat untuk
mengatur arah mengikuti EXEDRA. Kebanyakan dari peluru kendali
dapat mengikutinya, tapi beberapa ada yang ketinggalan setengah
detik lebih pelan. Mereka berputar tak terkendalikan dan menghalangi
jalan peluru kendali lainnya. Cahaya putih dari nuklir memenuhi
ruang pengemudi ketika lebih dari dua lusin peluru kendali bom nuklir
meledak serentak. Pesawat terjungkir balik dua kali dan kemudian
terbang lurus lagi. "Wah, wah.... " Ben menyapu keringat di alisnya. "Ketegangan
seperti ini cukup untuk sementara waktu. Mereka "."
"Tunggu," Tach menyela. "Saya dapat isyarat. Ben, keluar dari
sini segera!" "Sektor Tujuh!" Aristotle berkata cepat. "Lima ratus pesawat
tempur memakai PBF."
"Cadangan alat penjelajah bintang!" teriak Ben. "Tak perlu
hitung balik, Anita!" Hampir tanpa berpikir dia langsung menekan
tombol penjelajah bintang. Untuk waktu dua detik berikutnya sebelum
alat untuk melemparkan mereka pergi dari situ, Ben berkesempatan
untuk melihat pemandangan yang mengerikan dari lima ratus pesawatpesawat berat Molvaar yang mengarah langsung ke EXEDRA.
Bintang-bintang berkeliaran dan menghilang. Konstelasi baru
terlihat dan EXEDRA berada sendiri.
"Kita memenangkan babak ini," kata Ben, "Tetapi mereka dapat
mengejar kita ke mana saja kita pergi, tepat seperti sebelumnya.
Mereka dapat mencari kita selamanya dengan penjelajah bintang,
sampai kita kehabisan tenaga."
"Dan tak perduli berapa pesawat yang mereka hancurkan,"
tambah Mevaan. "Molvaar selalu punya beberapa ribu lagi untuk
dipergunakan mengejar kita."
"Seperti kata mu, Ben," Aristotle menyela. "Kelihatannya kita
mendapat teman lagi."
Ben mengeluh, melirik ke layar komputer dan meluncurkan
EXEDRA dalam penjelajah bintang kembali. Untuk memberikan
mereka sedikit bernafas, dibuatnya pesawat meloncat sebanyak empat
kali. Yang terakhir mengirim mereka ke pinggir lingkaran selendang
berbintik-bintik dari bintang-bintang berwarna biru muda.
"Tom," panggil Ben melalui interkom, "saya harap kamu
mengerjakan sesuatu yang berguna di belakang sana. Seandainya
belum tahu, kita dikejar-kejar lagi."
Suara Tom terdengar dari Laboratorium, "Saya sedang
melakukan sesuatu sebaik-baiknya sobat. Berapa lama sebelum kita
harus keluar dari sini lagi?"
"Menurut perhitungan saya," jawab Aristotle, "Alat pencari
mereka akan menemukan tempat ini kira-kira . . . sembilan belas
menit." "Yah, paling tidak masih ada waktu sedikit," kata Tom. "Boleh
saya memberi saran, Ben" Buat beberapa loncatan PBF yang agak
lama ... kemudian penjelajah bintang. Alat PBF tidak memakan
banyak tenaga. Mungkin dapat membingungkan mereka kalau kita
tidak berada pada tempat yang mereka perhitungkan."
Hampir mendekati lima belas menit kemudian, Tom Swift
muncul di ruang pengemudi. Tak mungkin melihat mukanya, karena
tersembunyi di dalam sebuah kotak hitam dari logam. Pada kotak itu
terlihat beberapa lingkaran dan jarum penunjuk, dan berekorkan kirakira dua meter kabel yang berwarna-warni.
"Kamu paling bisa membuat orang berdebar-debar," kata Anita
dengan kering. "Menurut Aristotle, kita akan mendapatkan pesawatpesawat ruang angkasa yang banyaknya sepuas kamu melihat dalam
pangkuan kamu, dalam " empat-koma-dua menit lagi."
"Tambah atau kurang sembilan puluh detik," Aristotle
membetulkan. "Angka-angka saya tidak seluruhnya tepat, seperti
kalian tahu. Ada faktor"."
"Terima kasih," kata Tom, "itu cukup dekat. Ben " coba tolong
saya dengan ini" Saya kira saya telah mengambil waktu terlalu
banyak." Ia mengambil secarik kertas dari sakunya, dan dengan
tenang membeberkannya dengan rapi di sisi lengan kursi Ben. "Ini
adalah diagram kasar seluk beluk hubungan kabel ke dalam instrumen.
Sebetulnya tidak terlalu banyak sambungan."
Ben mempelajari kertas itu dan memberi Tom senyuman curiga.
"Apa kamu tidak keberatan kalau saya tanyakan apa yang harus saya
kerjakan?" "Tentu," Tom berkata dengan mudah, memasangkan kotak
hitamnya pada dinding. "Molvaar telah begitu pintar untuk dapat
mengikuti kita dengan penjelajah bintang. Saya pikir saya akan
membuatkan yang lebih mudah agar mereka mengikutinya. Suara
mesin kita akan terdengar dalam radio penerimaan mereka dengan
sepuluh kali lebih keras."
Ben mengangkat alisnya pada Anita. "Saya tidak dapat


Kekuatan Gaib Serial Tom Swift di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

memikirkan sesuatu yang kita perlukan lebih dari itu."
Tom menjawab dengan senyum. "Saya belum gila, Ben. Paling
tidak menurut saya."
"Ini mereka," kata Mevaan dengan tajam. "Sesuai dengan
perhitungan." Tiba-tiba, layar dipenuhi oleh pesawat musuh yang padat. Ben
nafasnya sesak. "Itu adalah seluruh " armada, Tom. Seluruhnya!"
"Bagus," kata Tom dengan kelabu, "makin banyak makin
gembira ...." Lengan besi Aristotle bergerak dengan cepat pada komputer
perang. "Jarak, tujuh-tujuh-kosong-dua," panggilnya, "dan mendekat
dengan cepat." "Peluru kendali ditembakkan," Tach menyela. "Akan kena "
sembilan belas detik. KALAU kita masih diam di sini," tambahnya.
"Kita tidak akan," kata Tom, mendudukkan dirinya dalam kursi
komandonya. Dilihatnya satu persatu instrumen pada panel dengan
cepat dan melihat pada Ben dan Anita. "Saya akan membawa kita ke
sektor dekat awan interstellar. Cukup dekat untuk loncatan PBF."
Ben kelihatan heran. Dia membuka mulutnya tetapi Anita
bicara lebih dulu. "Saya tahu kamu tidak akan membimbing armada
penakluk itu ke dalam tata surya kita. Apa yang akan kamu kerjakan?"
"Sebenarnya, itulah akan saya kerjakan, Anita. Hanya "."
"Maafkan saya, tetapi lebih baik hal itu diperbincangkan pada
kesempatan lain," kata Aristotle. "Koordinat kita sudah siap untuk
penjelajah bintang, Tom."
"Mari kita keluar dari sini." Tom menekan data-data untuk
masuk angkasa hyper. "Pegang erat-erat, semuanya!"
Konstelasi bintang-bintang itu mengabur dan Tom beserta
teman-temannya merasakan perasaan yang biasa pada kepalanya
untuk beberapa detik. Hampir seketika, bintang-bintang baru muncul.
"Awan interstellar berada di sebelah kiri," lapor Aristotle.
"Terlalu jauh untuk dapat terlihat jelas, tetapi di sana."
"Bagus," kata Tom. "Aristotle, beri saya semua keterangan
mengenai formasi pada armada Molvaar. Bagaimana mereka
menyusun diri ketika mengikuti kita dalam penjelajah bintang."
"Saya dapat membantu," kata Mevaan, tepat setelah gambar itu
muncul di layar. "Itu," sambil menunjuk ke layar. "Mereka lakukan
susunan yang hampir sama setiap kali. Armada utama mengirimkan
satu pasukan untuk mengejar. Pesawat tempur Laser ringan atau
perusak bersenjatakan peluru kendali."
"Terakhir mereka mengirimkan seluruh armadanya," Anita
mengingatkannya. "Ya," kata Tom, "itu betul. Tetapi kalau kita berputar-putar di
situ saja dan mencoba untuk melarikan diri, saya kira mereka akan
pergunakan siasat yang biasa."
"Kita akan mempunyai kesempatan untuk mengetahuinya
segera," Ben berteriak mendadak, "Ini mereka datang lagi."
Sekali lagi, layar komputer perang penuh dengan pesawat.
Hampir seketika, dua sayap memisahkan diri dari armada dan
mengarah langsung ke EXEDRA.
"Biarkan mereka datang," kata Tom. "Jaga agar tetap di depan."
Suatu awan hening memenuhi ruangan pengemudi. Kedua
skuadron pesawat musuh itu dengan cepat mendekati EXEDRA.
Tom memperhatikan angka-angka merah yang terang bergerakgerak di layar. Ia menunggu sejenak lagi, kemudian membelokkan
pesawat dengan lingkaran yang panjang ke kiri.
"Mereka membelok," lapor Ben. "Tepat di belakang kita.
Sepertinya mereka diikatkan pada ekor kita dengan sebuah tali."
"Memang," senyum Tom. "Suara berat yang saya pancarkan
menolong mereka menemukan kita dalam angkasa hyper."
"Hebat," kata Ben kaku.
Tom memberi temannya sebuah usapan di bahunya dan
membanting EXEDRA memasuki satu lingkaran penuh.
"Tom "," Anita menggigit bibirnya dalam ketegangan, "Kalau
kamu tetap dengan jalur ini, kita akan mengarah langsung ke dalam
Armada utama Molvaar."
"Betul," kata Tom. "Memang itu yang akan saya lakukan,
Anita. Lurus masuk ke tengah-tengah."
"Apa?" Ben, Anita dan Mevaan berbicara serentak. Tom
membungkuk dengan tekun pada alat pengemudinya dan mendorong
tongkat pengatur mesin seluruhnya ke depan. Mesin EXEDRA
menggemuruh, melontarkan pesawat ke depan dengan percepatan
penuh. "Tom, mereka akan membuka jalan untuk kita sewaktu-waktu
sekarang ini. "Ben memperingatkan. "Mereka "." Dia tertegun,
kemudian berkedip-kedip dengan tegang melihat ke layar komputer.
"Tetapi, mereka tidak " dan tak satu pun pesawat yang di
belakangnya. Memang begitu, bukan" Mereka tidak dapat menembak
tanpa mengenai menghancurkan mereka satu sama lain!"
"Saya HARAP mereka memperhitungkannya tepat demikian,"
kata Tom tegang. Armada itu makin lama makin dekat setiap detik. Dalam
sekejap mereka hampir terlihat tanpa bantuan layar. Tom memegang
erat alat pengemudi sampai sendi-sendi jarinya memutih. Itu adalah
yang dapat dilakukannya untuk menjaga pesawat jangan menyentak
ke samping dan terlempar kacau ke dalam gelapnya angkasa.
"Mesin sudah menjadi merah," Ben memperingatkan. "Kamu
tidak dapat lebih cepat dari ini, Tom."
"Harus," Tom menggoyangkan kepalanya. "Siap, Ben. Pegang
alat kemudi dan pegang dengan kuat." Diambilnya alat pengatur dari
kotak hitamnya. EXEDRA menjerit menembus angkasa, langsung
mengarah ke armada musuh. Skuadron pengejar masih tetap
mengikuti EXEDRA dari belakang. Seperti telah diperkirakan Tom,
tidak ada yang berani menembak. Pesawat-pesawat Molvaar yang
padat dan merapat satu sama lainnya di depan dan di belakangnya,
setiap senjata yang ditembakkan akan menyapu selusin pesawat
serentak. "Dekati mereka," teriak Ben, "lima detik".empat detik"."
Tom mencoba untuk mengabaikan armada besar di depan itu.
Jarinya mengatur jarum penunjuk dari alat ciptaannya. Setengah detik
kemudian, mereka melewati formasi yang besar itu dan melintas ke
angkasa. Tom melihat ke layar, kemudian duduk kembali dengan lemah
di kursinya. Ben mencekam lengan kursinya. "Astaga, apa yang kamu
lakukan terhadap mereka itu" Lihat " setiap orang menjadi gila!"
Ben benar. Pemandangan di belakang EXEDRA tiba-tiba
berubah menjadi kacau balau. Susunan yang tadinya rapi dan teratur
telah hilang. Sekarang, pesawat-pesawat berputar-putar tak
terkendalikan. Pesawat tempur, pembom besar dan perusak menjadi
sengit seperti sebuah layangan putus di angkasa gelap.
"Mereka telah menjadi gila," Tom tersenyum. "Paling tidak
sementara waktu. Saya pergunakan suara mesin sebagai pembawa
gelombang, Ben. Kemudian saya tempelkan gelombang ikat kepala
kita ke dalamnya, dan dipancarkan melalui pembawa gelombang tadi
dengan kekuatan dua ratus kali kekuatan biasa."
Mata Mevaan yang merah melebar. "Orang Molvaar
mendapatkan sebuah " penglihatan terbalik, bukan" Mereka melihat
benda-benda seperti yang terlihat oleh saya, ketika saya sadar dari
pingsan saya di tata surya kalian. Hebat!" Mevaan menghantamkan
tinjunya ke telapak tangannya. "Biar mereka rasa!"
"Aristotle, juruskan kita untuk loncatan PBF melalui
interstellar." kata Tom. "Saya ingin keluar dari sini sementara orangorang itu melihat benda-benda seperti piramid-piramid ungu dan
gelembung-gelembung dengan bintik yang menari-nari."
"Kita harus menaikkan kecepatan EXEDRA lebih dulu," kata
robot itu. "Kamu telah menghabiskan sebagian besar tenaga dengan
proyeksi terbalik itu."
"Tak ada waktu untuk itu," kata Ben protes. "Itu adalah seluruh
tujuan dari ciptaan Tom, Aristotle " membuat armada itu tidak
berdaya sehingga kita dapat masuk ke pintu gerbang tanpa
memberitahu posisi kita."
"Tidak, dia benar," kata Tom, dan membiarkan matanya
melekat pada jarum penunjuk. "Inilah yang saya takutkan, tetapi tidak
ada jalan untuk mengetahui berapa banyak tenaga yang telah kita
pergunakan." Dia mengambil nafas dalam dan memandang pada
seluruh awak pesawatnya. "Kita akan mengambil kesempatan ini. Kita
tidak mungkin menunggu lebih lama lagi."
Dia membungkuk pada alat pengemudinya. Mesin dalam
kondisi tenaga biasa, tetapi tidak ada waktu lagi.
"Pemindah Benda secara Foto siap," kata Tom dengan tenang,
"Selamat, semuanya."
Ada sekilas cahaya biru. Tom mengedip, kemudian jantungnya
berdenyut keras. Suatu gumpalan gas kosmos dan benda-benda
menerangi ruang pengemudi.
"Kita tak dapat menembusnya," katanya dengan parau. "Kita
masih berada pada sisi sini dari awan!"
"Saya mempunyai kabar yang lebih buruk dari itu," kata Anita
di belakangnya. "Coba lihat pada layar di belakang. Seseorang telah
bangun lebih pagi." Tom melihat pada layar itu. Lima puluh titik hijau berada tepat
di belakang EXEDRA. Ketika ia memperhatikannya, serombongan
lagi muncul dan kemudian satu lagi. Terlambat, ia tahu apa yang
terjadi. Alat bekerja dengan sempurna, beberapa dari pesawat musuh
terlalu jauh untuk dapat dipengaruhi oleh alatnya. Sekarang mereka
berada di sini, dan mendekat dengan cepat.
"Aristotle," serunya, "berikan saya pembacaan tenaga!"
"Untuk mengatakannya dalam istilah ilmu pengetahuan,"
dengung robot itu, "kita sedikit lebih baik daripada mati dalam air,
Tom." Chapter 18 "Laser!" teriak Anita. "Mereka menembaki kita, Tom!"
"Kita masih di luar jangkauan," lapor Ben, "tetapi tidak akan
lebih lama lagi." Ia menggelengkan kepalanya dengan kecewa. "Saya
tidak tahu kenapa EXEDRA menjadi begini lambat. Kita merangkak
seperti roket pos!" "Keadaan dari tenaga kita?" kata Tom setenang mungkin. Dia
takut ia sudah tahu jawabannya.
"Kita mampu untuk kecepatan penjelajah planet
seperdelapannya," kata Aristotle. Selebihnya "."
"Tidak bagus," Tom menghantamkan tangannya pada lengan
kursinya. "Kita akan menjadi bebek duduk dengan kecepatan
penjelajah planet. Kita harus mengambil risiko dengan
mempergunakan PBF kembali."
Ben dan Aristotle kelihatan terkejut. "Kita harus mempunyai
kecepatan untuk itu, Tom," kata Anita. Ia menutup matanya dan
mengeluarkan nafasnya. "Atau tidak ada pilihan lain lagi. Betul?"
"Betul," Tom setuju. "Jarak, Ben."
"Enam-oh unit. Kita punya waktu kira-kira satu menit."
Tom memandang dengan cepat pada sobatnya. "Saya tidak tahu
apa yang terjadi, kalau alat PBF tidak dapat membawa kita menembus
gerbang. Kita mempunyai tenaga penuh waktu kita datang, dan
makhluk luar-waktu itu hampir saja memusnahkan kita. Saya
membuat alat PBF ini dengan perhitungan masih selamat kalau gagal,
tetapi saya tidak tahu apa yang terjadi tanpa tenaga cukup."
Mevaan berbicara untuk yang lainnya. "Ini merupakan satusatunya pilihan yang kita punya. Dan tidak ada gunanya
menyembunyikan koordinat dari gerbang sekarang. Kamu boleh
bertaruh pesawat-pesawat itu tahu dengan tepat apa maksud kita di
sini." Ben, Anita dan Tach mengangguk menyetujuinya.
"Kamu mengira mereka akan mengikuti kita menembus?" tanya
Anita. "Saya boleh katakan pasti kalau mereka akan mengikuti kita,"
kata Tom. "Kapten Molvaar tidak akan berani kembali ke Fh'aleen
tanpa sebuah peta penunjuk jalan ke dimensi kita."
Dia menjulurkan tangannya ke belakang untuk mencapai bahu
Aristotle. "Berikan semua tenaga yang ada. Tak ada gunanya
memikirkan batas-batas keselamatan pada saat seperti ini.
"Pesawat Molvaar telah mendekati kita sekarang," Ben
memperingatkan. "Jangan biarkan lebih dekat."
Tom menghidupkan sakelar untuk menyalakan lampu pada
kotak alat PBF. "Selamat," teriaknya. "Saya mendapat firasat kita akan
berhasil " dengan sepiring bahan bakar nuklir yang ada!"
Warna yang menyolok dari awan interstellar terlihat di layar.
Tom menghela nafas dan menekan tombol alat Pemindah Benda
secara Foto, bertepatan dengan sinar-sinar Laser yang galak menuju
ke arah EXEDRA".. Sekali lagi, Tom Swift merasakan bumi berjungkir balik.
Melontarkan satu suara yang terasa jeruk, ia berjungkir balik dari
kepala ke tumit dalam topan warna yang tidak mungkin. Bentuk taring
berwarna ungu berbintik-bintik perak bergegas menuju kepadanya.
Tom mengedipkan matanya dan mereka hilang, terbenam dalam
lautan plastik merah muda.
TENANG, katanya sendiri. KITA TELAH MEMASUKI
AWAN HIDUP-HIDUP, DAN ITU ADALAH ISTIMEWA.
Dia menutup matanya untuk menghilangkan sebagian bayangan
itu, dan ingin tahu apakah yang lainnya juga ingat. Kegelapan
menolong. Tom merapatkan lengannya ke sisinya untuk memeriksa
apakah sabuk pengamannya masih ada di tempatnya. Ia telah lupa
bagaimana "bentuk sesungguhnya" dari dunia luar-waktu itu. Segala
jungkir balik melalui gunung-gunung ungu dan lautan plastik " dan
ia sebetulnya tidak bergerak setapak pun!
Sekarang, apakah ia dapat menemukan alat kemudi kembali
tanpa mempergunakan matanya". INI! Tangannya menyentuh bentuk
yang dikenalnya yaitu alat PBF. Kalau bahan bakar untuk bekerja
cukup, bila ia dapat menghidupkan mesin penjelajah bintang
kembali".Ia mendapat firasat bahwa tidak menjadi soal berapa
'Jauh'nya melalui dunia gaib dari pintu gerbang. Tanpa dimensi ruang
dan waktu, jarak tidak menjadi persoalan. Tak ada sesuatu seperti satu
'inci', satu 'Jam' atau 'Seratus juta mil' terdapat di sini. Dan kalau itu
betul, apa yang harus dilakukannya adalah membuat EXEDRA dalam
pergerakan " gerakan apa saja " dan mereka mempunyai harapan
untuk membebaskan diri, keluar dari awan dan menuju STASIUN
ANDROMEDA. KECUALI SAYA SALAH, pikir Tom geram, DAN ADA DUA
ATAU TIGA RATUS PERATURAN UNTUK TEMPAT GILA INI
YANG SAYA TIDAK TAHU MENAHU MENGENAINYA. DAN
KALAU BEGITU, SAYA"Tiba-tiba Tom menjerit dan membuka
matanya. Mereka muncul kembali, makhluk yang menyerang
sebelumnya, menakut-nakuti di sekelilingnya dengan lingkaran suara
gemuk Tom mengibas-ngibaskan tangannya, mencoba dengan putus
asa mengusir mereka dari kepalanya. Mereka berputar-putar di
sekelilingnya dalam bentuk awan berupa kertas-kertas kecil berwarna
kuning menyala. Ia tahu tidak ada gunanya melawan, tetapi ia tidak
tega untuk menyerah. Ia harus dapat menjalankan mesin kembali,
sebelum garis-garis sinar yang runcing itu mengisap semua zat asam
yang ada dalam pesawat. "Anita! Ben! Mevaan!" teriaknya. Tom tahu kalau itu hanya
membuang-buang nafasnya saja. Kalau teman-temannya mendengar,
mungkin kata-katanya berupa kuah apel atau kuku. Ia berusaha
mencari alat kemudi. Makhluk-makhluk aneh menghembus di
sekelilingnya sampai beribu-ribu.
Tiba-tiba, ia merasakan dirinya berjungkir balik kembali, langit


Kekuatan Gaib Serial Tom Swift di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

hijau berputar dan memusingkan di atasnya.
SESUNGGUHNYA INI TIDAK ADA, katanya sendiri.
TETAP PADA KURSIMU DAN TUTUP MATAMU.
Dipaksakannya menutup matanya dan meraba lengan kursinya.
Hanya saja"kursi itu tidak ditempatnya lagi! Ini bukan bayangan kali
ini " makhluk yang berbentuk potongan kertas kecil mengelilinginya,
mengangkatnya keluar dari kursi dan membawanya keluar dari ruang
pengemudi. Tom memukul-mukul dengan tangannya sembarangan,
mencoba melepaskan diri. Titik cahaya yang terang itu menolak
melepaskannya. Tangannya menyentuh terowongan untuk merangkak,
dinding-dinding kabin utama di belakang".
Tom kemudian menyadari dengan ngeri bahwa dia berada
dalam ruang pengganti udara dalam besawat EXEDRA "
MAKHLUK ITU TELAH MEMBAWANYA KELUAR PESAWAT,
MENUJU ANGKASA TANPA UDARA!
Ia berteriak dengan kekuatannya yang masih tertinggal. Langit
berwarna emas menyala dan ia terlempar jatuh yang dalam tak ada
habisnya, ke sesuatu yang tak ada"..
"TOM " TOM SWIFT " LIHAT PADA SAYA. AYOH!"
Tom membuka matanya dengan perlahan-lahan. "Tach" Tach,
kamukah itu?" Ia tersenyum pada makhluk berbulu emas itu. "Aduh,
betapa girangnya saya melihat kamu!"
"Saya juga senang melihat kamu," kata Tach. "Bagaimana
perasaan kamu?" "Saya baik-baik saja sekarang," kata Tom. "Tetapi saya tidak
yakin untuk beberapa saat." Dia duduk dan melihat ke sekitarnya.
Pesawat EXEDRA tidak kelihatan di mana-mana. Tanah di sekeliling
Tom tertutup semacam bahan berwarna abu-abu dan empuk. Horison
dan langit berwarna lunak yang sama. "Di mana kita, Tach"
Bagaimana kita dapat lepas dari makhluk-makhluk itu" Apakah yang
lainnya selamat" Saya pikir kita telah selesai. Di mana "."
"Hei, tunggu dulu, Tom," Tach senyum. "Pertanyaanmu terlalu
banyak. Semua selamat. Mereka berada, ah " di sebelah, saya kira
begitu kamu menyebutkannya. Mari. Mereka sedang menunggu
kamu." Sebelum Tom sempat menanyakan pertanyaan lain, Tach
menghilang melalui sebuah pintu yang empuk. Tom mengikuti. Anita,
Ben, Mevaan dan Aristotle telah menunggu. Ketika mereka
melihatnya, mereka berteriak dan lari menemuinya. Tom tertawa,
kemudian membentangkan tangannya dengan senang.
"Dapatkah seseorang menerangkan apa yang telah terjadi" Apa
yang terjadi dengan kita" Di mana kita berada?"
"Kami tidak tahu lebih banyak dari kamu," kata Anita. "Kecuali
bahwa semua selamat dan kita telah berhasil."
"Yakh, tapi di mana?" Sambung Ben.
"Saya dapat memberitahu kalian, kalau diijinkan," Tach
mengeluh. Mata merahnya yang besar memandangi mereka. "Saya
telah bercerita pada kalian, waktu pertama kita bertemu, bahwa ber'asal' dari suatu tempat adalah sesuatu yang tidak dapat dimengerti
oleh saya, ingat bukan" Nah, saya telah banyak mempelajari tata surya
kalian semenjak itu. Dan tata surya saya juga, saya kira." Ia tertegun
dan tertawa sendiri. "Saya kira saya sebenarnya berASAL dari suatu
tempat " paling tidak saya mengerti apa yang kalian maksud dengan
kata itu, sekarang. Dari mana asal saya, adalah dari sini."
"Kamu " APA?" Tom terbelalak. Setiap orang mulai berbicara
serentak, tetapi Tach mengangkat tangannya untuk mendiamkan
mereka. "Ada suatu gangguan di tempat ini, ah " tempat kami berada,
saya kira kalian menyebutnya demikian. Semacam bentuk
pengganggu telah masuk ke sini dan itu tidak pernah terjadi
sebelumnya. Kami pergi ke tempat lain " tempat apa saja yang kami
sukai " tetapi tak seorang pun pernah datang ke sini. Pengganggu itu
adalah kalian, Tom. Kamu dan teman-teman kamu di dalam
EXEDRA. Ketika kalian melewati pintu gerbang, menuju dimensi
Mevaan." Mevaan mengangkat alisnya. "Dan makhluk itu adalah kamu"
Maksud saya, orang-orang kamu, sesuatu yang berupa logam terang
benderang itu?" "Ya. Itu adalah kami," kata Tach. "Hanya 'sesuatu' adalah tidak
sebagaimana saya menyebutkannya. "
"Maaf," kata Mevaan padanya. "Kami, uh " tidak mengerti
waktu itu." "Nah, sesungguhnya," Tach meneruskan, "Saya tidak membuat
hubungan antara orang-orang kamu dengan pengganggu " sampai
kita kembali memasukinya lagi bersama-sama dan saya melihat, saya
kembali ke tempat mana saya " ah " berasal. Jadi, entah bagaimana
saya terkurung dalam EXEDRA ketika kalian meninggalkan tempat
ini. Kalian pikir saya berasal dari planet di mana kalian mendarat.
Saya berpikir saya baru timbul di suatu tempat yang baru. Terjadi
berulang kali dengan kami, mengerti bukan?"
"Ya, kami mengerti," senyum Tom.
"Keberatan kalau saya tanya kenapa orang-orang kamu
mencoba untuk mengambil semua zat asam dari pesawat?" tanya
Anita. "Kelihatannya kamu mempunyai banyak di tempat ini."
Tach kelihatan malu. "Itu adalah satu kesalahan yang tidak
menguntungkan, Anita. Bagi kami, tak ada satu pun di dalam pesawat
yang " dikenal sebagai makhluk hidup. Tidak dalam dimensi ini.
Kami secara sederhana mencoba menghilangkan zat asam dari tempat
kami. Zat asam itu tidak cocok " dengan segala sesuatu di sini."
Anita kelihatan heran. "Tetapi ada zat asam di seluruh tempat!"
Tach memperlihatkan pandangan letih. "Sekarang memang,"
katanya pada Anita. "Kamu orang berada dalam semacam " rumah
tamu yang dibuat bersama-sama. Kalian makhluk-makhluk dalamwaktu tidak akan betah di tempat kami, dalam bentuk yang
sesungguhnya." "Ya, saya ingat," kata Tom dengan lesu, teringat pada piramidpiramid ungu dan lautan sirup madu biru.
Tach tersenyum, dan menggoyangkan bulu-bulu emasnya.
"Tetapi itu tidak apa-apa. Saya menyenangi kalian semua
bagaimanapun juga " meskipun kalian datang dari tempat yang
mempunyai dimensi aneh."
Tach menyerah dalam percobaan untuk menerangkan
bagaimana EXEDRA diisi bahan bakar. "Begitulah," katanya.
"Percaya sajalah pada kata-kata saya, Tom." Dia mengakui orangorangnya tidak berminat dalam apa pun yang disebut atom, dan belum
pernah melihat pabrik pengolahan bahan bakar nuklir.
Tom dengan bijaksana menetapkan untuk tidak menanyakan
lebih mendalam. Banyak hal yang terjadi dalam ruang luar-waktu dari
Tach yang tidak mungkin terjadi di tempat lain.
Tom tahu dengan pasti bahwa beberapa ratus pesawat musuh
telah mengikuti mereka melalui pintu gerbang. Tach menolak
menjawab pertanyaan mengenai hal itu sampai waktu terakhir di mana
semuanya telah siap menaiki EXEDRA untuk perjalanan pulang.
"Jangan kuatir," akhirnya Tach berkata. "Mereka tidak
menemukan jalan ke dalam tata surya kalian, Tom."
Tom memandang pada makhluk berbulu-emas itu bertanyatanya. "Tidak" Apa " yang terjadi dengan mereka, kalau begitu?"
Tach kelihatan senang. "Tak terjadi apa-apa dengan mereka,
sungguh. Kami hanya memberi mereka perjalanan yang panjang ke
dalam ruang ini, dan mengirimnya kembali ke tempat asalnya." Dia
tertawa lebar pada Tom dan teman-temannya. "Pintu gerbang tertutup
sekarang, Tom. Kecuali terhadap teman-teman kami, tentunya. Kamu
boleh datang ke sini setiap waktu."
Tom bergidik dan tidak menanyakan bagaimana caranya. Dia
tahu pasti bahwa Tach berkata benar " tak seorang pun yang pernah
berada dalam pesawat Molvaar sudi mengulangi perjalanan itu
kembali. *************************************
Sebuah kilatan cahaya yang cepat dan awan interstellar sudah
jauh tertinggal di belakang EXEDRA. Tom dan teman-temannya
gembira setelah melihat gugusan yang mereka kenal, Gugusan
MILKY WAY muncul di depan. Mevaan kelihatan kecewa dan
senang sekaligus, Tom berputar menghadapinya.
"Kami akan membawa kamu kembali sekali waktu," katanya
tenang. "Saya tahu kamu punya pekerjaan yang belum selesai di sana,
Mevaan. Saya berperasaan sama jika Molvaar mengambil semua
kemerdekaan dalam tata surya saya."
"Itu adalah pekerjaan yang tak dapat diselesaikan dalam
semalam," pemuda asing itu mengeluh. "Tetapi Pasukan Bintang
Merdeka tidak akan berhenti sampai Molvaar dan sejenisnya
kehilangan kekuasaannya."
"Itu adalah satu hari yang saya tahu akan tiba," kata Tom.
"Kami sedang mempersiapkan untuk mempergunakan mesin
penjelajah bintang." Ben memanggil dari sampingnya. "Perhentian
berikutnya, STASIUN ANDROMEDA!" Teknisi komputer muda itu
tertawa serta mengeleng-gelengkan kepalanya. "Kamu tahu sesuatu"
Tach itu adalah orang yang bersifat mengerikan yang pernah saya
temui. Tetapi saya pasti akan merindukannya."
"Saya juga," Anita mengeluh
Aristotle mulai menghitung balik untuk memasuki penjelajah
bintang. Tom serta teman-temannya bersiap-siap memasuki angkasa
hyper yang pendek. Tak seorang pun dari mereka yang menyadari
pada waktu itu betapa sedikitnya waktu yang mereka punyai di
STASIUN ANDROMEDA, sebelum mereka terperangkap dalam
petualangan berikutnya: PLANET MENGERIKAN.END
Pendekar Elang Salju 5 Gento Guyon 12 Ki Anjeng Laknat Pendekar Pedang Dari Bu Tong 24
^