Teror Di Satelit Yupiter 2
Teror Di Satelit Yupiter Tom Swift 2 Bagian 2
Tom memutar tubuhnya ke arah ke mana Anita pergi. Ia memaki-maki pandangannya yang terbatas serta sifat-sifat pakaian angkasa luar yang mematikan segala perasaan.
"Anita?" ia memanggil lagi.
Gadis itu tidak nampak di mana pun juga. Ia seperti menghilang begitu saja dari permukaan.
"Sirkuit-sirkuit Anita terekam pada ingatanku," kata Aristotle.
Robot itu lalu diam, tetapi Tom tahu ia sedang memusatkan segala sensornya untuk menemukan tempat Anita.
Tom melihat Ben melompat-lompat lari ke arahnya. Ia menggunakan gravitasi rendah untuk melompat-lompat di permukaan.
"Di mana Anita?" tanyanya khawatir.
"Lambatkan sedikit, Ben," kata Tom. "Kalau engkau jatuh, pakaianmu dapat robek. Kita akan dapat menemukan dia, jangan khawatir!"
Tetapi sesungguhnya Tom sangat khawatir tentang nasib temannya. Bagaimana ia dapat lenyap begitu saja"
Tanpa berkata apa-apa Aristotle mulai bergerak maju, pelan-pelan.
"Sonarku menunjukkan bahwa permukaan di sekitarku tidak pejal, Tom." kata Aristotle. "Kita harus mencari tanda-tanda dari pecahan-pecahan baru pada kerak permukaan es ini. Kukira Anita telah terjatuh ke dalamnya."
Tom melihat-lihat ke permukaan sulci lagi. Teori Aristotle itu masuk akal. Kerak permukaan es itu memang berbeda di sini.
Nampaknya seperti pernah terkena panas yang hebat hingga mencair.
Dulu, di masa yang lalu. Kini telah membeku kembali secara hampir seketika, namun meninggalkan puncak-puncak seperti bekas-bekas sumber air di sana-sini. Kalau itu memang benar tentu ada tempat-tempat yang lunak di sana-sini.
Aristotle berhenti. Robot itu mengamati daerah sekeliling dengan kamera-kameranya, lalu memutar kerangka sensornya ke arah Tom.
"Permukaan di sekeliling ini mungkin tidak kuat menahan berat tubuhku, Tom."
"Kalau demikian, engkau tunggu di sini saja," kata pemuda itu.
"Ben, tolong ambilkan tali darurat dan sesuatu untuk menggali!"
"Oke!" kata pemuda Indian itu.
Tom melihat Ben berlari ke arah kendaraan. Tanpa menunggu datangnya Ben, Tom mulai melangkah maju hati-hati sekali. Setiap kali ia mencobai permukaan es itu sebelum melangkah.
Tiba-tiba permukaan es itu runtuh di bawah paku-paku sepatunya. Tidak ayal ia terjerembab ke depan, berlutut. Ia terinjak pada 'kantong udara'. Tetapi di Ganymede tidak ada kantong udara.
Setidak-tidaknya sekarang tidak ada. Hawanya terlalu dingin. Setiap gas akan membeku.
Tetapi bagaimana kalau teori tentang permukaan itu memang benar" Bagaimana kalau panas yang mendadak membebaskan gas-gas yang beku dan hanya cukup lama bagi gas-gas itu untuk membentuk kantong-kantong di dalam es yang mencair" Kemudian seluruhnya membeku lagi, gas-gas itu juga membeku lagi dalam sekejap, tetapi kantong-kantong udara tetap pada tempatnya.
Lalu bagaimana dengan Anita"
Ia memandangi permukaan yang membentang luas, gersang dan beku itu dengan hati frustrasi. Apakah Anita terluka berat" Pingsan"
Bagaimana ia dapat tahu. Alat komunikasi yang penting dengan Anita, yaitu radio pakaian ruang angkasanya hanya memperdengarkan suara gangguan udara atau statistik.
Masih ada masalah lagi bagi Anita, yaitu persediaan udara. Tom dan Ben akan dapat memperoleh tangki udara baru di kendaraan mereka. Maka mereka harus dapat menemukan Anita sebelum persediaan udaranya habis.
Tom terus saja mengintai-intai, mencari-cari kalau-kalau ada bekas kerusakan pada permukaan es tersebut. Tetapi cuaca begitu gelap. Pelindung mata dari topi helmnya cenderung menghalangi bayangan pandangan. Semuanya itu sungguh menjadikan orang seperti gila rasanya.
Tom sedang melakukan pengamatan ketika Ben datang dengan kendaraan mereka. Ia memberikan isyarat agar menghentikan kendaraannya.
"Berhenti di sana!" katanya kepada Ben. "Kita tidak boleh ambil risiko untuk kehilangan kendaraan penjelajah yang tidak murah harganya."
"Paling tidak kita dapat menerangi daerah ini," kata Ben. "Ada lampu kerja darurat yang menggunakan batere kendaraan."
"Tetapi kita harus berhemat," kata Tom.
Ia mengeluarkan segulung besar kabel baja pintalan serta sebuah sekop dari kendaraan itu. "Kita tidak dapat mengisi batere lagi, dan kita harus pulang ke perkemahan."
Ben mengangguk setuju dan mulai memasang lampu kerja.
Tiba-tiba Aristotle bergerak maju.
Tom melihat bahwa robot itu bukannya melangkah lurus ke depan, melainkan berjalan secara zig-zag, ke kanan dan ke kiri.
"Ikuti dengan lampu-lampu itu, Ben!" kata Tom, berjalan mengikuti jejak robot.
"Aku gunakan sonar untuk mendapatkan pijakan yang keras," kata Aristotle. "Sonar itu juga akan memberitahu di mana permukaan es yang lunak. Yang terakhir aku lihat, Anita berjalan di sini."
Tom merasa senang robot itu menjadi mata dan telinga baginya di Ganymede. Kalau musibah semacam ini terjadi di Bumi, ia akan dapat mendengar tanah yang runtuh terpijak Anita itu, sedang pandangannya tidak akan terhalangi topi helmnya. Di luar sini pancainderanya sendiri tertutup dan tidak dapat digunakan karena pakaian ruang angkasa, yaitu alat untuk mempertahankan hidup.
Tiba-tiba Aristotle berhenti. Ia diam dan berdiri tegak.
Kemudian ia mengangkat lengannya yang satu dan menunjuk ke sebelah kanan. Tom melihat permukaan es yang ditunjuk oleh robot itu agak lebih tinggi sedikit dan bentuknya seperti busa raksasa. Tetapi sulit untuk melukiskannya lebih lanjut karena gelap.
"Aku mendapatkan gema-gema yang tidak biasa dan bentukan permukaan itu, Tom." kata robot. "Ada beberapa benda logam di bawah permukaan itu".dan sesuatu yang lain pula. Anita ada di sana. Aku tahu sirkuit-sirkuitnya."
Daerah itu tiba-tiba menjadi terang benderang. Ben telah memonitor percakapannya, lalu mengarahkan lampu-lampu kerja ke tempat Tom dan robotnya. Dalam penerangan cahaya itu permukaan es nampak lebih gersang dan asing.
Tom mencoba melihat sejauh-jauhnya. Apakah permukaan itu telah pecah" Ia tidak dapat mengatakannya. Gangguan udara atau statik di radionya hanya menambah rasa kecewanya. Anita dapat terkubur untuk selama-lamanya di bawah es yang berton-ton, atau dapat pula berusaha menggali dari kedalaman jurang. Tom tidak mengetahui.
"Tunjukkan padaku, di mana permukaan yang keras, Aristotle," kata Tom. "Aku akan ke sana untuk menyelidikinya."
"Berapa berat beban yang kaubawa, Tom." kata si robot.
"Jalanlah lima langkah ke kiri dari tempatmu sekarang, kemudian belok sembilan-puluh derajat ke kanan."
Tom melakukan apa yang dikatakan robot. Ia mulai merasakan permukaan itu melandai naik.
"Stop!" ia mendengar robot beberapa saat kemudian.
"Kuharap engkau menjajak permukaan dengan hati-hati. Gunakan sekopmu sekarang, Tom," kata si robot itu.
Dengan menggunakan sekop sebagai penjajak, Tom menjajaki setiap langkahnya. Hal itu membuatnya sangat lambat. Ia menusukkan sekop,lalu melangkah, tusuk".lalu".
Dengan mendadak lapisan es itu runtuh. Tom merasa melayang jatuh. Rasanya perlahan-lahan melayang jungkir balik. Ia mendengar panggilan Ben penuh rasa cemas.
"Menyesal, Tom," ia sempat mendengar suara Aristotle.
Tom membuka mata dan mendongak. Sesosok tubuh berpakaian ruang angkasa membungkuk melongok ke bawah. Anita!
Dari radio pada pakaian ruang angkasanya ia mendengar Ben memanggil-manggil secara kalang kabut.
"Tom! Jawablah, Tom!" pemuda Indian itu berteriak-teriak.
"Semuanya baik-baik saja, Ben," kata Tom. "Aku sudah menemukan Anita. Ia juga baik-baik saja!"
Tom dapat melihat Anita mengangguk-angguk. Anita menirukan gaya jatuhnya dari permukaan, menindih pemancarnya. Ia memberikan isyarat 'oke' dengan jari-jarinya yang berkaus tebal. Jadi ia dapat mendengar Tom. Tentu sangat mengerikan bagi Anita, dapat mendengarkan teman-temannya yang berusaha menyelamatkan dia, tetapi dia sendiri tidak mampu berbuat apa-apa. Begitulah Tom berpikir. Tom berdiri dan merangkul Anita dengan kikuk dalam pakaian yang serba kedodoran itu. Ia melihat airmata kegirangan meleleh di pipi Anita.
"Aku sungguh gembira menemukan Anita. Dan kalian berdua selamat!"
Tom dan Anita mendengar Aristotle berbicara.
"Kesalahan-kesalahanku yang menyebabkan kecelakaan ini," sambung Aristotle. "Aku tidak akan menyalahkannya kalau engkau menutup sirkuitku!"
Anita memandangi Tom penuh perhatian.
"Aristotle, maukah engkau berhenti menyalahkan dirimu sendiri, terhadap apa saja yang terjadi?" kata Tom dengan jengkel.
"Aku menyesal, Tom," kata si robot.
Tom menyeringai tersinggung. Ia akan segera membuat perhitungan dengan sifat rendah diri Aristotle. Anita melambaikan lengannya lebar-lebar memperlihatkan keadaan di sekeliling mereka.
Tom dapat melihat bahwa mereka telah terjerumus ke dalam sebuah gua es di bawah tanah.
Sisinya licin rata, tetapi dasarnya penuh dengan batu-batu berserakan, bongkahan es".dan potongan-potongan peralatan dari pesawat nomor empat. Karena itulah mereka tidak melihat reruntuhan itu. Dari permukaan di atas tidaklah mungkin mengetahui adanya sebuah gua, Tom menduga, paling tidak bergaris tengah satu kilometer dan di beberapa tempat dalamnya beberapa meter. Seluruh daerah itu mungkin banyak terdapat 'gua-gua busa' semacam itu.
"Pesawat itu ada di sini," kata Tom. "Rupanya cukup parah. Tetapi tidak mungkin diketahui apakah di antara peralatan-peralatan itu masih ada yang dapat digunakan, sebelum kita kembali ke perkemahan."
"Kita harus segera pula mendapatkan udara bagi kalian berdua," kata Ben. "Penunjuk isi udaraku baru saja berubah."
Tom melihat Anita menunjuk dirinya dan mengangguk-angguk keras. Alat-alat penunjuk pada pakaian ruang angkasa mereka berubah dari hijau ke oranye. Hal itu memberitahu si pemakai, bahwa udara tinggal untuk seperempat jam lagi. Kalau sudah menjadi merah, ya itulah!
"Dalam kendaraan masih ada kabel lagi," kata Tom. "Tetapi sayang sebagian besar sudah kubawa kemari. Akan aku lemparkan kepadamu, entah bagaimana caranya."
Pikiran Tom biasanya bekerja sangat cepat pada waktu menghadapi saat-saat krisis, dan kali ini pun tidak terkecuali. Dalam beberapa detik saja ia sudah punya rencana.
"Aku akan mencoba melemparkan ujung kabelku ke atas, Ben," katanya. Tom mencari-cari di dasar gua. Ia memerlukan sesuatu untuk beban pada ujung kabel. Ia melangkah ke arah reruntuhan dan memilih sesuatu yang sekiranya cukup berat. Ini cukuplah, pikirnya.
Ia melepaskan gulungan kabel. Ujungnya diikatkan pada potongan suatu kerangka yang baru saja dipungutnya. Anita hanya memandangi. Tom tahu bahwa ia harus segera bertindak. Mereka tidak punya waktu yang banyak sampai persediaan udaranya habis.
Ben harus menurunkan tangki-tangki udara itu dengan kabel. Kabel itu pun harus cukup panjang agar dapat mencapai mereka. Tangki-tangki yang lemah halus itu tidak akan tahan apabila harus dijatuhkan.
Setelah ia yakin bahwa potongan logam itu terikat erat pada ujung kabel, ia lalu berseru kepada Ben.
"Aku akan mencoba melemparkan kabel ini ke atas. Semoga saja aku dapat melemparkannya cukup tinggi!"
Kalau berada di Bumi, Tom tahu bahwa tidak akan mungkin melemparkan kabel setinggi itu. Tetapi dalam gravitasi seperenam, mungkin saja akalnya itu berhasil.
Ia memutar-mutar ujung kabel itu selama satu menit, dan menggunakan berat potongan logam untuk mendapatkan kecepatan.
Kemudian ia lemparkan kabel itu sekuat tenaga ke atas. Anita hanya memandangi benda itu melayang ke atas, kemudian jatuh lagi di depan mereka. Benda itu hanya sedikit saja muncul di atas lubang gua.
"Tidak sampai kali ini, Ben," seru Tom. "Akan kucoba lagi."
Kali ini pemuda itu melompat setinggi-tingginya sebelum tangannya berayun ke belakang untuk gerakan melempar. Ia kehilangan keseimbangan tetapi kabel itu dapat melayang keluar gua.
"Kena!" ia mendengar Ben berseru.
Anita melompat-lompat girang. Tangannya bertepuk-tepuk.
Tom melihat kabel itu ditarik ke atas. Namun ia merasa khawatir. Indikator di bajunya telah berganti oranye. Ia melirik ke Anita. Ia tentu juga hampir kehabisan udara, pikirnya. Tetapi Anita tidak menunjukkan kepanikan. Sungguh! Ia gadis yang mengagumkan, pikir Tom bangga.
Anita menunjuk ke pinggir atas gua. Sebuah tangki udara yang terikat pada kabel berayun-ayun turun. Kedua muda-mudi itu melangkah mundur untuk menghindar dari pecahan-pecahan es yang disebabkan oleh geseran kabel.
"Tenang saja, Ben," kata Tom ketika tangki itu semakin dekat dengan dasar gua. Begitu ia dapat meraihnya, Tom segera melepaskan tangki itu. Ia membawanya ke Anita untuk menukarkannya dengan yang sudah kosong. Kemudian tangki kosong diikatkan pada kabel.
"Tarik, Ben!" Biarpun tangki itu sudah kosong, tetapi masih amat berharga.
Beberapa saat lagi Tom melihat Ben menurunkan tangki yang kedua.
Setelah tangki kosong milik Tom dinaikkan, ia dan Anita lalu melihat-lihat ke sekeliling memeriksa potongan-potongan peralatan yang berserakan.
"Kita harus mengangkatnya sebanyak mungkin," kata Tom kepada Anita.
Bersama-sama mereka mulai mengikatkan bagian-bagian dari peralatan itu sebanyak mungkin. Tom kemudian memberi isyarat kepada Ben dan Aristotle untuk menariknya. Akhirnya mereka dapat menyelesaikan pekerjaan itu.
"Sekarang aku akan menaikkan kalian," kata Ben. "Kita hanya mempunyai persediaan udara cukup sampai ke perkemahan."
Tom memberi isyarat kepada Anita untuk naik lebih dulu. Anita seperti segan-segan. Tetapi Tom mendesak hingga akhirnya Anita mengalah. Tom mengikatkan kabel di pinggang erat-erat. Ia harus berlaku hati-hati untuk tidak mengganggu alat perlengkapan untuk mempertahankan hidup.
"Tarik! Hati-hati!' seru Tom kepada Ben. "Tolong Ben menarik Anita ke atas, Aristotle!" ia menyambung.
Tom memperhatikan Anita ditarik ke atas. Ketika gadis itu lenyap di balik tepi gua, Tom kembali ke sisa-sisa reruntuhan untuk sesaat. Ia mengais-ngais sebentar sampai ia menemukan sesuatu yang pernah dilihat sebelumnya.
Itulah komponen-komponen elektronik pesawat yang sudah penyok-penyok. Kalau ia mempunyai bukti-bukti barang, mungkin ia dapat membuktikan kepada Aristotle bahwa jatuhnya pesawat itu bukan karena kesalahan si robot. Ia sadar harus berbuat sesuatu. Kalau tidak maka kepercayaan diri robot itu akan tetap terganggu.
Chapter 9 "Gua-gua es itu merupakan penemuan hebat, Tom," pemuda itu mendengar seseorang berkata di belakangnya.
Ia memutar tubuh, berpegangan pada batang pegangan yang melekat pada dinding. Ia melihat Doktor Sung Vangumtorn melambai kepadanya dari lift utama Daniel Boone. Pintu lift itu segera tertutup.
Planetolog dari Muangthai itu bersama regunya sedang menuju ke perkemahan di darat dengan membawa alat-alat mereka yang terakhir. Kubah mereka sudah selesai. Sejak sekarang hingga Daniel Boone berangkat pulang, mereka akan melakukan percobaan-percobaan mereka di Ganymede. Tom tahu bahwa mereka sudah merencanakan perjalanan-perjalanan ke gua-gua es, sebuah formasi aneh yang hampir saja mengubur hidup-hidup temannya Anita.
Setidak-tidaknya beberapa regu ilmuwan telah melakukan tugas mereka dengan berhasil. Tom merasa sayang tidak dapat mengatakan demikian bagi keluarga Friedman beserta regu astronominya.
Tom melayang melewati pintu laboratorium. Ia memandangi lorong yang kosong. Setelah kini mereka berada dalam orbit geosinkron mengelilingi Ganymede, para awak itu lalu menghentikan perputaran kapal. Mereka yang tinggal di kapal harus merubah cara hidup mereka sesuai dengan keadaan tanpa berat. Namun tidak banyak lagi yang tinggal di kapal.
Setelah pangkalan Ganymede sudah mendekati selesai, semua orang kecuali para awak yang diperlukan untuk perawatan kapal antar planet yang sangat besar itu, akan berpindah ke darat. Semua orang, kecuali keluarga Friedman tidak mempunyai tempat yang harus dituju.
Kebanyakan dari bahan-bahan untuk kubah mereka dan juga hampir semua peralatan mereka telah rusak bersama jatuhnya pesawat angkut nomor empat.
Tom, ben dan Anita serta Aristotle telah berbuat sekuat tenaga untuk membantu para astronom itu memeriksa potongan-potongan peralatan yang dapat mereka selamatkan. Tetapi sebegitu jauh mereka hanya menemukan sedikit sekali untuk dapat digunakan bagi penyelidikan. Sedapat-dapatnya pemuda-pemuda itu telah menolong mereka agar jangan sampai terlalu dalam terjerumus dalam perasaan tertekan. Tom tahu bahwa mereka merasa sebagai beban yang mati pada ekspedisi itu.
Tom melayang keluar pintu tingkap laboratorium. Ia berhenti tanpa disadari, dan melihat Aristotle beserta teman-temannya sedang mengerumuni Ian Friedman. Ada sesuatu yang ada di tangga di meja kerja astronom muda itu.
Anita mendongak dan memberi isyarat kepadanya dengan gairah.
"Lihat, apa yang telah dipasang Ian semalam," katanya.
Ketika Tom melayang ke arah mereka, ia melihat bahwa Ian memang telah tidak tidur untuk beberapa waktu. Wajahnya pucat kuyu, dan di bawah matanya terdapat lingkaran-lingkaran hitam.
Tetapi pemuda itu tersenyum. Bangga!
Di meja kerjanya, di depannya, Tom melihat sebuah kapsul yang termasuk salah satu pesawat penjajak Friedman, yang direncanakan untuk diluncurkan ke bulan-bulan yang lain dari planet Jupiter. Data dari kamera-kamera pesawat penjajak itu. Maka ditambah contoh-contoh batuan yang harus diambil oleh pesawat itu akan menjadi bahan penyelidikan regu astronom mereka. Entah bagaimana, Ian berhasil mengumpulkan bagian-bagian dari keenam penjajak itu menjadi satu.
"Aku belum tahu apa gunanya menyetel ini menjadi satu," kata ilmuwan muda itu. "Tidak ada jalan untuk dapat meluncurkannya lagi ke mana pun. Ini hanyalah paket peralatannya. Bagian alat geraknya telah hancur. Aku hanya ingin berbuat sesuatu."
Tom memandangi penjajak itu sejenak. Ia lalu memandang ke luar jendela ke ruang angkasa. Bintang-bintang itu menatap balik kepadanya.
"Ini penjajak yang mana?" ia bertanya.
"Alat-alatnya kebanyakan dari paket untuk Io," jawab Ian.
"Tetapi ada pula yang dari paket ke Callisto, dan juga ke Amalthe."
"Apa kaukira masih akan dapat bekerja di Io" tanya Tom.
"Aku tidak tahu. Sudah tidak banyak lagi pelindung terhadap panas seperti aslinya. Ah! Tidak ada masalah! Benda ini toh tidak akan ke mana-mana!"
Ben memandangi Tom sambil tersenyum misterius sehingga Anita memandangi kedua pemuda itu berganti-ganti.
"Engkau punya gagasan, ya?" kata si ahli komputer. "Kudengar roda-roda gigi itu berderit-derit dalam otakmu!"
Ian memandangi ketiga teman-temannya itu, mengernyit tidak mengerti.
"Ada apa sih?" tanyanya tidak mengerti.
"Kalau aku kembali nanti, kalian aku harapkan sudah memikirkan pelindung panas untuk penjajak itu," kata Tom. "Aku harus pergi sebentar untuk menemui seseorang tentang sebuah kapal. Ini berlaku pula untukmu, Aristotle!" kata Tom, langsung menatap ke lensa-lensa kamera si robot.
Tanpa berucap kata-kata lain lagi Tom meninggalkan ruang laboratorium menuju ke lift utama.
"Anjungan!" katanya ke dalam komputer begitu masuk ke dalam lift.
Beberapa menit kemudian, ia melayang masuk ke dalam anjungan. Dua orang awak yang nampak bosan, dengan selempang pada seragamnya yang menandakan bahwa mereka itu anggota 'Patroli Kapal', menghadang di jalan.
"Kenalkan siapa diri anda! Sebutkan tugas anda di anjungan!" kata seorang Patroli Kapal dengan nada resmi.
"Aku Tom Swift Junior. Aku datang untuk bertemu kapten Barrot," kata Tom.
Kedua PK itu saling berpandangan yang tidak dimengerti artinya oleh Tom. Kemudian salah seorang melayang ke sebuah pintu tingkap dengan bertuliskan 'Navigasi'! Hanya untuk awak!' PK itu mengetuk pintu.
"Tuan Swift Junior minta izin bertemu Kapten!" katanya.
Pintu tingkap itu terbuka. Pak Rafe Barrot menjulurkan kepalanya.
"Izin diberikan!" katanya tersenyum. "Masuklah Tom!"
Tom melangkah ke pintu masuk.
"Terimakasih," katanya melewati kedua PK itu.
Wajah-wajah petugas itu seperti berkedok formalitas yang tidak dapat dimengerti. Sifat kemiliteran itu merasuki seseorang secara misterius, pikir Tom. Ia lalu masuk ke ruang navigasi.
"Memang tenang dan damai di atas sini, tanpa orang-orang sipil," kata pak Barrot menggoda.
Tom duduk di sebuah kursi di samping pak Barrot. Ia lalu mengikatkan sabuk pengaman agar jangan tanpa sengaja melayang ke salah satu peralatan yang halus di ruang yang sempit itu. Di sana terdapat saklar-saklar, tombol-tombol dan piringan-piringan angka digital.
Tom melihat ke luar jendela. Ia memandang Ganymade seperti berbingkaikan planet Jupiter. Ia masih saja terpesona melihatnya.
"Bagaimana keadaannya?" tanya Tom.
Ia tidak ingin langsung mengajukan permohonan meminta pesawat. Ia memang sudah agak lama tidak berjumpa Kapten Barrot.
Ia menyukainya dan sangat menghormati kapten itu.
"Dengan sejujurnya aku menjadi kaku karena bosan," kata pak Barrot sambil tertawa. "Hanya sedikit yang diperlukan untuk tetap dalam orbit. Dan orang-orang AL itu, sungguh membuat aku bagaikan gila dengan segala 'kerapihan' mereka. Aku lebih senang berada di bawah sana di mana terdapat segala kegiatan. Tetapi seorang kapten memang harus ada di kapalnya!"
Tom mengangguk penuh simpati. Ia tahu bahwa pak Barrot termasuk orang yang suka berpetualang. Orang macam itu tidak akan betah di bawah beban yang rutin, yang itu-itu juga. Tom teringat akan semua ceritera-ceritera tentang Rafe Barrot dengan temannya Martin Sanchez Nagayama, yang sekarang masih tetap sersan di AD. Ia pun heran bagaimana mungkin pak Barrot belum juga 'kacau pikirannya'.
Namun ia jarang bertemu orang dengan penguasaan diri seperti pak Barrot. Barangkali itulah alasannya.
"Apa yang menyebabkan engkau datang kemari, Tom?" tanya pak Barrot membuat Tom terkejut.
"Aku perlu pesawat," jawab Tom.
Barrot bersandar pada kursinya. Ia tersenyum kepada Tom.
Namun Tom merasa ia telah tergelitik rasa ingin tahu pak Kapten.
"Mengapa engkau membutuhkan pesawat?"
"Aku ingin meletakkan suatu instrumen di Io. Aku pun ingin tahu apa yang terjadi dengan pesawat penjajak Argus."
"Kalau begitu engkau membutuhkan pesawat pendarat jarak jauh. Siapa saja yang akan ikut pergi dengan kau?"
"Ben Walking Eagle, Anita dan Aristotle, robotku!"
"Aku tidak dapat memberikan engkau atas pesawat AL, Tom. Engkau harus merelakan orang lain yang bertanggungjawab atas pesawat itu."
"Itu aku mengerti, pak. Apakah itu berarti anda akan memberikan pesawat itu kepadaku, pak?"
"Mungkin! Ayahmu adalah temanku, Tom. Dan apa yang hendak kaulakukan itu sangat berbahaya, meskipun itu akan menyinggung keberhasilan misi penjelajahan Jupiter. Aku akan lebih merasa tenang kalau engkau mendapat izin dari ayahmu. Engkau sudah berbicara dengannya?"
"Belum!" "Kalau dia mengatakan 'oke', maka tidak ada alasan bagiku mengapa tidak memberikan pesawat kepadamu. Engkau lebih berpengalaman di ruang angkasa daripada kebanyakan orang lain di kapal ini. Dan aku juga tahu bagaimana engkau dapat menolong dirimu sendiri. Aku lihat daftar tugas sebentar!"
Pak Barrot memutar kursinya. Ia menghadapi sebuah CRT kecil, sebuah Tabung Sinar Katoda. Ia menekan-nekan suatu sandi pada terminal mini itu. Sebuah daftar nama-nama muncul. Nama yang terakhir berkedip-kedip.
"Letnan Muda Burt Foster itulah orangmu," kata kapten sambil tersenyum. "Ia seorang AL sampai ke tulang-tulangnya, jadi ia tentu mengharapkan segala yang resmi dari padamu. Kalau saja aku bisa ikut dengan engkau!"
"Aku tidak tahu bagaimana aku harus berterimakasih kepada anda, pak!"
"Nanti dulu! Engkau masih harus minta izin ayahmu!" kata pak Barrot.
Tom berjabatan tangan dengan pak kapten, lalu meninggalkan anjungan. Dari pada kembali ke laboratorium, ia langsung memakai pakaian ruang angkasa lalu terus ke geladak pesawat pulang-balik. Ia mengambil pesawat pendarat pertama yang menuju ke Pangkalan Ganymede. Ayahnya sudah menunggu ketika ia tiba.
"Aku terima pesanmu, nak," kata ayahnya. "Aku ingin tahu apa saja yang begitu penting sehingga tidak sabar menunggu sampai sehabis giliran kerja?"
Kedua Swift, ayah dan anak itu melangkah perlahan-lahan melintas jarak yang pendek dari lapangan pendaratan hingga ke ruang kedap udara di kubah. Pak Swift mengunci ruang itu dan beberapa detik kemudian mereka melangkah keluar ke ruang penyemprotan suci hama.
Setelah cairan itu menghapus segala radiasi Jupiter, Tom memusatkan pikirannya. Pemuda itu tidak suka menimbulkan kesulitan kepada orangtua, tetapi pesawat itu sungguh penting baginya, dan itu berarti segala-galanya bagi keluarga Friedman.
"Mari ikut!" kata ayah Tom, setelah mereka membuka pakaian ruang angkasa.
Bagian dalam kubah utama itu benar-benar suatu keajaiban.
Setiap kali Tom mengunjunginya, para pekerja serta penghuni selalu sudah memperbaikinya, yaitu agar semakin memberikan kenyamanan.
Kubah-kubah yang lebih kecil tidak ada yang mendekati keindahannya. Tidak mungkin untuk menyampaikan biarpun telah selesai nanti.
Kubah itu dibagi-bagi menjadi tempat tinggal, laboratorium dan ruangan-ruangan umum. Hal itu dilaksanakan dengan mendirikan kerangka-kerangka yang lalu disemprot dengan busa plastik. Prinsip yang sama digunakan pula bagi pembangunan lantai bawah dan lantai atas, dengan menggunakan tiang-tiang penguat di bagian dalam sebagai dasar untuk membuat lantai atas.
Lantai bawah sebenarnya ada di bawah permukaan tanah.
Bagian itulah yang harus diselesaikan pembangunannya lebih dulu.
'Sentuhan' manusia mengakhirinya dengan cat-cat yang berwarna hangat. Tom dapat melihat pula bahwa motif-motif geometris telah juga menjalar ke lantai atas.
Pak Swift memasuki sebuah bilik kecil dan memberi isyarat kepada anaknya untuk mengikutinya.
"Inilah tempat tinggalku sekarang. Anggaplah seperti di rumah!"
Tom harus mengakui bahwa bilik ayahnya memang sangat menyenangkan. Ia bertanya-tanya dalam hati apakah yang lain-lain juga demikian.
"Aku tidak ingin membuang-buang waktumu, ayah!" kata Tom. "Aku tahu betapa sibuk ayah. Aku hanya ingin mendapat izin untuk meminjam pesawat ke Io!"
Ayahnya memandangi dia beberapa saat. Ketika ayahnya bicara, Tom dapat merasakan adanya perhatian yang besar pada suaranya.
"Bolehkah aku bertanya mengapa engkau hendak pergi ke Io?"
"Ian Friedman telah berhasil menyelamatkan salah satu paket instrumen dari pesawat angkut nomor empat. Tetapi ia tidak dapat memperoleh jalan untuk meletakkannya di tempat yang seharusnya. Aku ingin agar keluarga Friedman bila pulang dari ekspedisi ini membawa sesuatu hasil. Selain itu, ayah tahu bagaimana kita ingin tahu tentang apa yang terjadi dengan Argus. Kalau aku dapat menemukannya mungkin aku akan dapat membereskannya pula."
"Engkau berkata begitu sederhana," kata ayahnya. "Tetapi apakah sudah kaupikirkan bahaya-bahayanya?"
"Yaa. Tetapi aku pun sudah melakukan hal-hal yang berbahaya sebelum ini. Dan ayah tidak pernah untuk menahan aku, bukan?"
"Kukira aku tidak dapat menolaknya, kalau pun aku mencobanya. Engkau terlalu mirip dengan aku. Namun tidak mudah bagiku untuk melihat engkau pergi. Engkau anakku satu-satunya. Dan aku sangat mencintaimu!"
Tom menelan ludah. Ia tahu bagaimana perasaan ayahnya.
Tidak pernah akan demikian mudah baginya melihat anaknya pergi melakukan tugas berbahaya, dan yang besar kemungkinannya tidak akan kembali lagi.
"Engkau punya naluri yang baik, Tom," kata ayahnya. "Dan aku tahu, bahwa engkau dapat menguasai dirimu dalam keadaan krisis. Apakah menurutmu perjalanan ini benar-benar penting?"
"Ya!" "Aku akan mengirimkan radiogram kepada Rafe. Hati-hati saja, nak!"
"Aku akan selalu hati-hati, ayah. Terimakasih!"
Chapter 10 Perwira jaga di landasan pesawat bolak-balik pada Daniel Boone memandangi Tom, Ben, Anita dan robot sejenak. Kemudian ia melihat ke CRT dari daftar kegiatan komputer yang dipegangnya.
"Engkau telah ditunjuk untuk pesawat Meriweather Lewis," katanya. "Ia ada di landasan dua. Usahakanlah agar pulang dengan utuh!"
"Eh"kami tentu akan melaksanakannya," kata Tom.
Dengan cepat ia melewati orang tersebut. Waktu itu saat gravitasi penuh di Daniel Boone. Yaitu saat yang lebih disenangi oleh para awak daripada 'siklus putar'. Diperkirakan, bahwa orang-orang yang tinggal di ruang angkasa akan mengalami kemunduran kondisi otot-ototnya. Orang-orang yang demikian itu telah belajar untuk menentukan waktu-waktu tertentu untuk berolahraga di ruang olahraga, untuk melawan apa yang diakibatkan oleh kurangnya gravitasi pada otot-otot mereka.
Karena lamanya misi penjelajahan Jupiter, maka hal demikian itu lebih diperhatikan lagi dengan memberikan sebanyak mungkin waktu bagi para awak untuk berada dalam keadaan gravitasi penuh selama perjalanan tersebut. Oleh karena kini Pangkalan Ganymede telah mendekati selesai pembangunannya, yaitu hanya tinggal siklus-siklus putar itulah yang memberikan kesempatan bagi mereka untuk menikmati gravitasi penuh.
"Ia tidak main-main," kata Anita, ketika mereka telah tidak dapat didengar oleh perwira jaga. "Itulah kesulitannya pada seorang empath"."
"Seorang apa?" tanya Ben.
"Seseorang yang mampu membaca atau ikut merasakan perasaan orang lain." kata Aristotle.
"Aristotle telah menolong melakukan riset tentang hal itu," kata si cantik berambut merah. Ia tersenyum mesra kepada si robot.
"Aristotle telah menolongmu?" tanya Tom.
"Aku telah meminta kepadanya agar jangan berkata apa pun tentang hal itu kepadamu sampai aku sendiri yang mengatakannya kepadamu," kata Anita. "Aku khawatir, engkau akan mengatakan aku sinting atau semacam itulah. Aku menginginkan bukti-bukti bahwa orang empath itu memang ada!"
"Ini bukanlah pelanggaran atas petunjuk utama padaku, Tom. Yaitu bahwa tidak kukatakan sendiri kepadamu," kata Aristotle.
"Kalau engkau menanyakannya kepadaku, aku tentu harus mengatakan rahasia Anita itu. Dan karena engkau tidak menanyakannya"."
"Aku tahu," kata Tom tertawa. "Aku tidak menanyakannya, karena itu engkau tidak harus mengatakannya!"
"Anita dan aku punya arus yang sama. Engkau toh tahu itu," kata Aristotle. "Ia adalah temanku."
"Jadi kalian berdua adalah 'saudara satu sirkuit', begitu?" kata Ben menggoda.
"Saudara apa?" tanya Anita.
"Ada suatu kebiasaan di antara suku-suku bangsa Indian, bahwa orang-orang yang berteman cocok akan menggores jari-jarinya dan mencampurkan darahnya. Mereka percaya bahwa mereka akan berteman seumur hidup, 'saudara sedarah'."
"Ketika pak Swift berkata kepadaku bahwa chip dari mikrokomputerku mempengaruhi sistem sarafku, aku semakin merasakan bagaimana hal itu mempengaruhi aku" Karena aku kini mengerti tentang segala perasaan aneh yang menghinggapiku, maka aku dapat menguasainya. Bahkan bisa menggunakannya untuk kepentinganku," kata Anita.
"Karena itu engkau bisa mengatakan bahwa perwira jaga itu tidak main-main," kata Ben. "Aku berani bertaruh bahwa semua orang AL itu menganggap bahwa kita akan menghancurkan pesawat mereka serta membunuh diri kita sendiri pada perjalanan nanti!"
"Ya, begitulah!" kata Anita.
"Orang sipil tidak diperkenankan masuk daerah tanpa izin. Kenalkan diri kalian!" terdengar suara menggerutu di belakang.
Tom membalikkan tubuh dengan heran dan marah. Ia merasa ditegur dengan kasar. Seorang perwira muda AL membawa sebuah ransel berjalan kaku ke arah Tom, lalu berhenti. "Aku bilang"."
"Siapa anda?" tanya Tom.
Ia memandang ke bawah dengan tajam, sebab perwira itu memang lebih rendah daripadanya, hanya setinggi bahunya.
"Bukan begitu caranya, tuan," jawab perwira itu. "Nah sebelum aku terpaksa panggil PK, siapa anda" Dan mengapa anda memimpin 'barisan sinting' ini di tempat terlarang dari sebuah kapal AL?"
"Aku Tom Swift! Ini bukan 'barisan sinting'. Ini teman-temanku dan aku diberi hak untuk berada di sini!"
Tom lalu memperlihatkan kartu pas-pas mereka.
"Kami akan pergi dengan Meriweather Lewis," Tom melanjutkan, "untuk melakukan misi penjelajahan ke Io. Kami adalah awak pesawat."
"O, tidak mungkin!" kata perwira muda itu. "Tidak ada orang yang mengatakan demikian kepadaku. Aku tidak ingin ke mana-mana dengan kalian!"
Perwira muda itu dengan kasar mendesak lewat, lalu masuk ke pintu ganda dengan tulisan 'Landasan Berangkat 2'.
"Kukira, ia adalah Letnan Muda Burt Foster," kata Tom.
"Wah! Ia pasti akan menjadi teman seperjalanan yang mengasyikkan," kata Ben menyindir.
"Dia menakut-nakuti aku, Tom," kata Anita. Tom melihat gadis cantik itu cemas. "Aku tidak mengerti mengapa engkau tidak boleh menjadi nakhoda pesawat itu?"
"Meriweather Lewis resminya adalah pesawat AL, meskipun Swift Enterprises yang merencanakan dan membangunnya. Aku bukan anggota AL. Kita tidak dapat pergi tanpa letnan Foster, karena itu kita harus belajar untuk tidak menghiraukan dia. Mari kita segera ke pesawat dan segera keluar dari sini! Aku sudah bergairah sekali untuk ke ruang angkasa lagi. Pangkalan Ganymede memang menarik, tetapi aku sudah dihinggapi 'demam petualangan' atau semacam itulah!"
"Aku di pihakmu, Tom," kata Aristotle. Kata-kata itu mengejutkan dan juga membuat hati mereka menjadi senang.
Mereka masih saja bersendagurau dengan si robot, ketika mereka melewati pintu-pintu landasan untuk berangkat. Tetapi tertawa mereka segera berhenti ketika melihat pandangan kebencian di wajah letnan yang memandangi mereka pada waktu mendekati pesawat.
Tom langsung menuju ke arah Foster sambil tersenyum walaupun perwira muda itu menatapnya dengan pandangan bermusuhan.
"Kukira kita akan berangkat dengan awal yang buruk," kata Tom.
Ia tidak berusaha agar keramahannya itu nampak dibuat-buat, tetapi sungguh-sungguh. Nampaknya tidak ada sesuatu pun yang dapat menyenangkan diri Foster.
"Marilah perselisihan pribadi kita disisihkan demi kebaikan tugas kita, oke?" kata Tom.
"Perselisihan kita bukan bersifat pribadi, tuan Swift," kata Foster dingin. "Ini persoalan profesional. Setiap kali seorang sipil dapat .... "
Dengan mendadak Foster menangkupkan tumitnya dan memberi hormat. Tom membalikkan tubuh untuk melihat kapten Rafe Barrot melangkah ke arah mereka.
Kapten itu tersenyum ketika mendekati kelompok muda-mudi itu. Tetapi Tom melihat bahwa di belakang senyuman itu nampak adanya ketegangan. Apakah ada kaitannya dengan keluhan-keluhan Foster tentang dia dan teman-temannya" Tom memperkirakan bahwa Foster telah berbicara dengan atasannya setelah pertemuan mereka yang pertama ketika mereka menuju ke landasan.
Apakah keluhan itu sampai sedemikian jauh sehingga mencapai kepada kapten itu sedemikian cepat" Memang hampir tidak pernah terdengar bahwa seorang kapten kapal seperti Daniel Boone secara pribadi mengirimkan suatu ekspedisi kecil seperti mereka, kecuali kalau mereka mengira ada sesuatu yang tidak beres.
Kapten membalas hormat Foster.
"Istirahat, Letnan!" katanya.
Tom melihat bahwa Foster mengubah sikap menurut perintah militer dengan tepat dan cermat. Namun letnan yang masih muda itu nampak jauh dari perasaan istirahat. Tom tidak yakin. Tetapi ia mengira bahwa pak Barrot pun melihatnya.
Kapten itu tersenyum kepada Tom, Ben dan Anita.
"Aku ingin meyakinkan diri bahwa kalian akan berangkat dengan awal yang baik," ia berpaling kepada Foster dan berkata dengan suara biasa yang bisa menjebak: "Tahukah engkau" Engkau tidak perlu mengemudikan pesawat ini seorang diri! Tom ini telah memiliki jam terbang yang banyak di ruang angkasa dan ia adalah pilot yang hebat. Aku ingin agar engkau mendengarkan dia kalau kau menerima saran-sarannya, letnan!"
"Siap, pak!" kata Foster.
Tom mendengar bahwa letnan itu cukup cerdas untuk dapat mengetahui bahwa ia sebenarnya menerima perintah. Hanya saja kata-kata itu diucapkan sedemikian agar letnan itu tidak merasa malu karena sikap-sikap sebelumnya.
Chapter 11 "Maukah engkau ikut aku memeriksa muatan, Tom," tanya Aristotle.
Tom duduk di kursi ko-pilot di anjungan Meriweather Lewis. Ia memutar kursinya dan memandangi robotnya dengan bertanya-tanya. Kemudian ia membuka sabuk pengamannya dan melayang bebas dari kursinya. Pesawat itu sedang melintas melewati bulan yang bercahaya merah oranye, yaitu Eropa, bulan nomor dua dan yang paling dekat dengan Jupiter. Kini pemandangan yang tanpa terhalang ke planet raksasa itu telah memikat perhatian Tom untuk sejenak. Ia akan diperlukan di anjungan lagi apabila telah terbang mendekatinya dan mulai menurun menuruti orbit. Tetapi ia dapat meninggalkan tempatnya sejenak, setidak-tidaknya.
"Mohon izin untuk memeriksa paket peralatan," pinta Tom.
Teror Di Satelit Yupiter Tom Swift 2 di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Foster tetap memaksakan formalitas seperti ini kepada 'anak buahnya'. Ia, yang duduk di samping Tom pada kursi kapten pilot menoleh pun tidak, seperti terpaku pada alat-alat navigasi.
"Izin diberikan!" ia menggumam.
Tom meninggalkan anjungan sambil menghela napas lega. Ia mengikuti si robot bergerak maju dengan bantuan pegangan yang dipasang dalam pesawat. Pesawat Meriweather Lewis itu tidak dilengkapi dengan peralatan pembangkit gravitasi buatan seperti halnya dengan kapal Daniel Boone. Aristotle menggunakan kerangka motornya sebagai elektromaknet hingga ia tidak perlu melayang pada gravitasi nol di ruang angkasa.
Tom memberi isyarat 'halo' kepada Ben dan Anita ketika ia dan Aristotle melewati mereka di lorong yang membatasi anjungan itu dengan bagian pesawat yang lain. Biasanya mereka akan berhenti dan mengobrol dengan bergairah tentang ekspedisi itu, serta membicarakan rencana-rencana untuk menjelajahi permukaan Io.
Tom lewat. Pemuda itu hampir dapat merasakan ketegangan yang diciptakan Foster dalam pesawat itu. Ia pun tahu bahwa Anita merasakan hal itu pula.
"Mengapa engkau tidak istirahat sebentar?" tanya Tom sambil meletakkan tangannya di pundak Anita. "Engkau tidak perlu berjalan dalam gravitasi nol. Dengan mematikan komputermu engkau tidak akan terlalu peka atas segala sesuatu yang sedang terjadi!"
"Saranmu itu baik," kata Anita.
Tom dapat merasakan rasa lelah dalam suara Anita. Ketegangan di dalam pesawat Meriweather Lewis telah meminta kurban penderitaan ketegangan kepada mereka semua.
"Aku akan membantu," kata Ben kepada Anita.
Kemudian ahli teknik komputer itu menatap Tom dan Aristotle.
"Ada sesuatu yang terjadi?" ia bertanya.
"Tidak!" jawab Tom acuh tak acuh. "Aristotle dan aku sedang hendak memeriksa muatan. Bagaimana pun juga aku perlu meregang-regang kakiku. Aku sudah duduk berjam-jam dan kalau kita sudah dekat dengan Io, aku tentu harus terus duduk untuk beberapa waktu lagi."
Ben menerima alasan itu tanpa komentar.
"Kalau engkau kembali ke anjungan, maukah engkau memeriksa kamera-kamera luar yang diatur oleh komputer itu?" tanya Tom. "Aku sudah berjanji kepada keluarga Friedman akan membuat gambar-gambar close-up dari Jupiter maupun Io."
"Tentu," kata Ben. "Tetapi lekas kembali, ya" Membosankan sekali di anjungan hanya dengan Foster!"
Ben dan Anita melanjutkan berjalan ke anjungan. Tom memandanginya dari belakang. Ia ingin mengatakan kepada mereka bahwa memang ada sesuatu yang harus mereka hadapi. Tetapi ia tidak ingin membuat mereka cemas sebelum ia berbicara dengan Aristotle.
Robot ini sedang resah mengenai sesuatu. Tom yakin akan hal itu.
Sebenarnya Aristotle mampu melakukan pemeriksaan muatan itu sendiri.
Mereka memasuki ruang tempat muatan. Tom menutup pintu tingkap di belakangnya.
"Oke! Apa sebenarnya yang tidak beres?" ia bertanya kepada si robot.
"Aku telah menghubungi bagian navigasi dari komputer pesawat, Tom. Secara relatif alat itu berinteligensi rendah. Tetapi kadang-kadang aku merasa perlu berbicara dengan mesin-mesin yang lain. Kuharap saja engkau dapat memaklumi. Yang jelas aku agak curiga tentang arah perjalanan kita. Karena itu aku meminta perincian-perinciannya. Apakah engkau sudah mengecek kalkulasi letnan Foster?"
"Tidak! Aku sudah mencoba mengajukan pertanyaan dan saran-saran. Tetapi setiap kali ia seperti menganggap aku hendak melakukan pemberontakan atau semacam itu. Apakah engkau tidak melihat ia memerintahkan kepada kita agar kita selalu sibuk sehingga ia bebas dari kita" Ia mencurigai kita, itu biarlah. Tetapi aku menjadi sasaran utamanya. Ia tidak mau mengatakan kepadaku! Apa kau memperolehnya?"
"Kita menghadapi bahaya besar! Letnan Foster menentukan arah ke Io yang akan membawa kita cukup dekat dengan Jupiter. Menurut perhitunganku terlalu dekat, Tom. Kita perlu segera dapat mengoreksi arah itu, agar menjadi cukup jauh dari Jupiter."
"Kita akan menyinggung Jupiter" Seperti berjalan memotong melalui rumputan untuk sampai ke jalan aspal?"
"Cek".ya! Kukira itulah penggambaran yang tepat. Menurut pendapatku yang sudah kutimbang-timbang, Tom, letnan Foster itu bukan pilot yang cukup ahli dalam penerbangan ini tanpa bahaya!"
"Oh,"." "Sebagai tambahan, rencana penerbangannya menunjukkan suatu usaha pendaratan di Io tanpa melakukan langkah-langkah pengamanan mengorbit di Io, yaitu untuk mendapatkan kelambatan yang cukup bagi suatu pendaratan atau pun memilih tempat mendarat yang baik."
"Pendeknya, ia ingin membuktikan dirinya sebagai pilot pemberani dengan mengabaikan cara-cara pengamanan menurut buku!" kata Tom. "Ia bukan tidak mempedulikan apakah Meriweather Lewis sanggup menghadapi perlakuan seperti itu."
Tom selalu senang dapat merasakan setiap pesawat yang dikemudikannya. Oleh karena itu ia telah melakukan pemeriksaan terhadap Meriweather Lewis seteliti mungkin tanpa menimbulkan kecurigaan dari Foster. Pesawat itu digerakkan dengan mesin peleburan inti seperti juga Daniel Boone, tetapi dengan desain yang berbeda sekali. Pesawat itu sebenarnya adalah pesawat penyelidik jarak pendek yang dikembangkan oleh Swift Enterprises untuk penerbangan cepat ke koloni-koloni ruang angkasa dan Pangkalan Armstrong di Bulan. Pesawat itu ramping dan streamline, agar dapat memasuki lapisan-lapisan atmosfir planet-planet, serta sangat mudah dikendalikan di tangan yang tepat.
Sampai kini hanya menimbulkan rasa kecewa bagi Tom melihat bagaimana Foster memperlakukan pesawat yang lincah itu tanpa ada perasaan menghargai. Dan sekarang hal itu telah membuatnya takut setengah mati. Foster harus dihentikan mengemudikannya. Tetapi bagaimana caranya"
"Engkau harus segera bertindak, Tom!" kata Aristotle.
"Kukira inilah waktunya aku menguji, apakah dia mau mengikuti perintah pak Barrot agar mendengarkan saran-saranku!"
"Aku duga ia tidak akan mau. Tetapi engkau harus mencobanya!"
"Bagaimana muatannya?" tanya Foster setelah Tom dan Aristotle kembali ke anjungan.
Tom duduk di kursinya, lalu menyambungkan topi helmnya.
"Alat-alat itu baik semua," katanya. "Mengapa engkau tidak mau istirahat, letnan" Biarlah aku gantikan mengemudikan pesawat itu sementara."
Ia berharap usul itu 'biasa-biasa' saja kedengarannya. Tetapi ia melihat rasa marah di wajah Foster. Ia yakin, Ben dan Anita pun melihat itu.
"Itu tidak perlu!" kata Foster dingin.
Tom memutuskan untuk melakukan pendekatan secara lain.
"Apakah anda sudah memeriksa arah penerbangan kita pada peta komputer" Barangkali kita perlu melakukannya."
Hal itu akan memberikan kesempatan bagi Foster untuk merubah pikirannya kalau ia mau, dan membetulkan perhitungan-perhitungannya tanpa merasa ditegur secara langsung oleh Tom.
"Biarlah aku yang memikirkannya," kata letnan itu tegang.
Jelaslah bahwa Foster telah menerima kata-kata itu sebagai tantangan. Jalan halus tidak ada gunanya lagi.
"Baik, letnan!" kata Tom. "Aristotle memperkirakan arah penerbangan anda terlalu besar risikonya. Aku mempercayai dia. Aku ingin tahu, anda akan memecah membuktikan dengan membahayakan hidup kita."
Tom heran. Foster menyandarkan punggungnya pada sandaran kursinya, lalu tersenyum.
"Aku tidak akan mencelakakan kita bersama. Aku hanya akan menghemat waktu. Hanya itu! Mengapa kalian orang-orang sipil tidak bersantai-santai saja" Dan hitung-hitung bertamasya" Serahkan penerbangan ini kepadaku!"
"Kalau aku berbuat begitu, kita semua akan mati!" Tom meledak marah. "Mengapa anda tidak mendengarkan saran-saran" Anda sangat merasa terganggu karena aku orang sipil hingga ingin mengorbankan hidup kita. Hanya untuk membuktikan, bahwa anda adalah pilot yang lebih baik daripada aku. Tetapi itu adalah tolol!"
Senyum Foster lenyap. "Aku tidak bisa membiarkan pembangkangan dalam pesawatku, tuan!"
"Lalu apa yang anda inginkan aku lakukan" Memaksa kami keluar dari kapal, kapten Black-beard" Anda diperintahkan menerima aku membantu anda, tetapi anda memaksakan menjalankan pesawat ini seorang diri! Itu bagus sekali bagi kami sampai sekarang. Tetapi kini anda hendak membunuh kami, dan aku tidak dapat membiarkan anda berbuat demikian."
"Anda akan ditahan!"
"Engkau gila, Foster?"
"Memang aku gila gila mau menerima tugas menjadi sopir ruang angkasa bagi sekelompok orang-orang sipil. Aku menjadi tertawaan seluruh Daniel Boone!"
"Itu hanya pikiranmu, Foster!" kata Tom.
"Aku tahu beberapa perwira di kapal Daniel Boone menganggap bahwa orang-orang AL merasa terlalu tinggi untuk bekerjasama dengan orang-orang sipil. Tetapi engkau melupakan sesuatu kenyataan penting. Orang-orang sipillah yang merencanakan dan membangun kapal-kapal 'AL'' yang kalian bangga-banggakan!"
"Tuan-tuan!" kata Aristotle menyela. "Dengan sangat, aku sarankan kalian agar merubah arah penerbangan sekarang juga! Hendaknya bereskanlah perselisihan kalian itu di hari kemudian!"
Nada-nada yang tajam dari si robot membuat Tom mendongak. Rasa merinding merayap naik turun di punggungnya. Jalur-jalur warna yang merupakan satu-satunya bentuk yang dapat dilihat oleh mata dari permukaan Jupiter semakin kabur garis-garis bentuknya.
Kini bahkan sudah tidak nampak lagi garis-garis batas yang nyata antara jalur-jalur warna itu. Yang satu seperti berbaur dengan yang lain dan mereka kini menampakkan sifat-sifat arus udara, berputar-putar dan bergulung-gulung berbaur satu sama lain.
"Arah tujuan tetap seperti dirancangkan!" kata Foster.
"Gila!" teriak Anita. "Tom, tidak dapatkah engkau mengambil alih kemudi pesawat atau".semacam itu" Ia".ia sudah hilang akal warasnya!"
"Kalau salah satu dari kalian hendak melakukannya, akan aku bunuh kalian! Itulah hakku sebagai kapten pilot dalam keadaan darurat!"
Tak seorang pun bergerak.
"Meriweather Lewis, di sini Daniel Boone. Silakan masuk! Apakah kalian menghadapi kesulitan?"
Foster terlonjak mendengar suara itu. Ia bagaikan tersengat.
Sudah jelas bagi Tom, bahwa letnan itu telah lupa segala-galanya, kecuali kebenciannya terhadap siapa pun yang berada di pesawat.
Tetapi ada seseorang yang selalu mengikuti mereka. Kapten Rafe Barrot"
Foster menjulurkan tubuhnya ke pesawat radio.
"Kami sedang mulai melakukan pendekatan terakhir ke Io. Kami tidak mengalami kesulitan. Ulang: Kami tidak mengalami kesulitan!"
"Meriweather Lewis! Kami melacak penerbanganmu. Dan ternyata tidak . . "
"Meriweather Lewis memutuskan pancaran radio!" tukas Foster.
Tom melihat rasa cemas melintas di wajah Foster untuk pertama kali.
"Kami akan mulai hubungan lagi kalau sudah mendarat di Io," Foster menyambung. Dan sebelum Daniel Boone sempat menjawab, ia telah mematikan saklar radio.
Foster kembali menghadapi Tom. Senyumnya kembali nampak di wajahnya. Namun Tom melihat senyum paksaan.
"Ketika diadakan lomba Three-corner Race yang kaumenangkan itu, aku baru saja menerima perintah untuk bertugas di Daniel Boone dalam rangka persiapan untuk melakukan ekspedisi ke Jupiter. AL tidak memberikan cuti kepadaku untuk mengikuti lomba itu. Sekarang engkau akan melihat siapa yang seharusnya menang, tuan Swift. Semua tenaga siap! Siap di tempat untuk terbang lintas di Jupiter!"
"Foster!" seru Tom. "Engkau akan membawa kita terlalu dekat! Tarikan gravitasinya terlalu besar!"
"Takut, Swift?" Foster mengejek. Rasa permusuhan kini kembali terbuka.
"Hanya orang gila yang tidak takut!" kata Tom.
Seketika itu pula ia sadar telah membuat kesalahan, melihat pandangan Foster kepadanya.
Jari-jari Foster menekan-nekan tombol. Semakin merubah arah penerbangan dengan mengarahkan pesawat kecil itu semakin mendekati planet raksasa itu.
"Tidak bisa!" teriak Ben sambil menerkam Foster. Kedua tangannya terulur untuk menangkap leher si letnan. Dalam gravitasi nol ia benar-benar terbang melintas anjungan.
"Jangan, Ben!" teriak Tom.
Pemuda itu melompat ke udara dan menghadang serangan Ben menggunakan tubuhnya.
Ben berjungkir-balik mundur dan menjauh dari Tom.
"Untuk apa engkau menghalangi aku?" katanya marah, tangannya berpegangan pada dinding.
Ben membalikkan tubuhnya dengan suatu keahlian seperti yang pernah dilihat oleh Tom pada permainan bola tangan gravitasi nol.
Kini Ben bersiap-siap lagi untuk menerkam Foster.
"Aku menghalangi engkau, karena tindakan pembangkangan tetap merupakan tindakan kriminal yang diancam hukuman mati!" tukas Tom. "Kita memang orang-orang sipil, tetapi bekerja di bawah AL!"
"Tetapi pilihan lain adalah akan membenturkan pesawat ini ke Jupiter!"
"Memang selalu ada alternatif-alternatif lain," kata Tom. "Tolong, Ben, biarkanlah aku menyelesaikannya dengan caraku!"
"Kalian telah diberi perintah!" Foster menjerit. "Peganglah itu baik-baik!"
Tom menatap Ben dengan pandangan bertanya.
"Oke!" kata ahli teknik komputer itu. "Kami akan melakukannya dengan caramu!"
Ia melayang pergi ke kursi di samping Anita, lalu mengikatkan dirinya dengan sabuk pengaman. Anita memandanginya dengan cemas, tetapi tidak berkata apa-apa. Memang tidak ada sesuatu yang perlu dikatakannya.
Tom merasa lega, namun bercampur dengan perasaan kecewa dan tidak berdaya seperti juga yang ditunjukkan oleh Ben.
"Aku mungkin salah, Tom," kata Aristotle. "Aku hanya mesin yang banyak kekurangan."
"Dalam beberapa menit lagi kita akan tahu apakah engkau benar demikian," kata Tom.
"Kuharap saja," jawab si robot.
Meskipun kaca jendela pengamat mengandung campuran yang bersifat menyaring cahaya, di anjungan mulai berwarna oranye semua yang dengan cepat berubah menjadi merah. Mereka sedang mendekati Bintik Merah Besar, satu-satunya badai raksasa di dalam seluruh tatasurya.
Pemandangan itu seperti punya daya hipnotik. Meskipun mereka yang berada di dalam pesawat itu tidak dapat melihat gerakan-gerakan yang sebenarnya di Bintik itu sebagai keseluruhan, namun mereka dapat melihat gumpalan-gumpalan badai kecil yang berpilin-pilin. Mereka tahu bahwa setiap dari 'badai kecil' itu hampir seluas Bumi. Pemandangan yang sungguh-sungguh mengagumkan:memandang melalui pusaran yang bagaikan sumur pada atmosfir berjalur-jalur sangat tebal dari planet raksasa tersebut.
Tom dapat mengetahui bahwa andaikata saja Jupiter mempunyai inti yang sedikit lebih besar saja, maka ia akan menjadi sebuah matahari. Dan tatasurya kita akan menjadi sebuah sistem bintang ganda atau binary.
Tom melepaskan pandangannya dari pemandangan yang dahsyat itu, lalu menatap Foster. Jari-jari perwira itu dengan tegang dan sibuk bergerak-gerak di atas lampu-lampu kontrol yang berkedip-kedip. Butiran-butiran keringat berkilat-kilat di dahinva.
"Gunakanlah mesin-mesin pengarah!" kata Tom. "Berikan seluruh tenaga kecepatan . . . keluarkan kita dari sini!"
"Tutup mulut!" jerit Foster.
Tetapi Tom melihat sebelah tangannya bergerak ke pengontrol mesin-mesin berbahan bakar cairan yang bertugas sebagai pengatur arah utama bagi pesawat. Tom dapat mengatakan bahwa Foster adalah seseorang yang terbelah dua oleh emosinya. Sebagian dari padanya ingin berlaku praktis dan hati-hati, namun sebagian lagi ingin menunjukkan kelebihannya. Maka tidak lama lagi tidak menjadi soal bagian yang mana yang menang.
Foster menghidupkan mesin-mesin pengarah di bagian kanan.
Bintik Merah Besar berpindah sedikit.
"Berikan seluruh tenaga!" kata Tom, tidak berusaha menyembunyikan urgensi dalam suaranya.
Pemandangan di luar jendela mulai kabur seperti mereka sedang memasuki awan yang berwarna oranye. Mereka telah menembus atmosfir Jupiter. Tom menatap layar-layar radar, tetapi mereka tidak menunjukkan apa-apa.
Setidak-tidaknya mereka tidak akan menabrak sesuatu yang melayang-layang di angkasa, pikir Tom.
Awan menebal menjadi kabut oranye. Hampir bersamaan dengan itu pesawat mulai bergetar.
Getaran itu berubah menjadi goncangan-goncangan hebat ketika pesawat itu mencoba melawan turbulensi badai Bintik Merah Besar.
Pesawat meliuk-liuk ke sana kemari, kemudian berguling-guling keras ke kanan. Foster menyeringai, berjuang keras untuk dapat menguasai kembali pesawatnya.
Tom sadar bahwa Foster telah kehilangan arah, ketika perwira muda itu menghidupkan jet-jet pengarah yang mendorong mereka semakin ke dalam, dan bukannya ke luar. Pesawat menjerit-jerit. Logamnya tersiksa membengkok. Rasanya seperti duduk dalam sebuah kereta kuda yang lari tunggang langgang.
"Kita menembus Bintik Merah Besar!" kata Anita. "Ini suatu badai raksasa!"
"Biarlah aku membantu," seru Tom kepada Foster. "Engkau tidak dapat lagi menanganinya seorang diri!"
"Tidak! Seumur hidupku tidak!" jerit Foster.
"Kalau engkau tidak dapat menerimanya, sungguh sayang!"
Tom menangkap alat-alat kemudi yang terpenting. Foster menampar keras rahangnya. Tom terhenyak terkena pukulan, tetapi segera menggeleng-gelengkan kepalanya untuk melontarkan rasa pening dan sakitnya. Kemudian dua buah lengan baja menekuk dan memeluk letnan Foster, menghimpit kedua lengannya. Foster meronta-ronta hendak melepaskan diri, tetapi otot manusia bukan tandingan bagi tenaga hidrolik.
"Aristotle," teriak Tom.
"Tidak ada hukum resmi yang mengatur hukuman mati bagi sebuah robot, Tom. Engkau harus segera mengambil alih kemudi, kalau kita ingin mempertahankan hidup."
"Kalian semua akan kubunuh untuk ini!" jerit Foster. "Aku akan berusaha agar kalian dihukum mati! Lepaskan aku!"
Tom segera memegang alat-alat kemudi. Dapatkah ia melepaskan Merlweather Lewis dari cengkeraman Jupiter pada waktunya" Lumpur bening telah melekat pada jendela-jendela glasit, sementara mereka semakin dalam menerobos atmosfir planet tersebut.
Tom tahu benar, itulah hidrogen yang mencair.
Chapter 12 Tom membuang jauh segala macam pikiran dari otaknya.
Kecuali hanya diri sendiri dan pesawatnya. Ia telah cukup melatih diri lama sebelumnya untuk berkonsentrasi penuh setiap kali ia kehendaki.
Ia telah belajar menolak apa pun kalau ia mau".suara, orang-orang yang mengganggu, cahaya yang terang".apa saja. Sebagai seorang penemu, Tom menganggap konsentrasi adalah suatu alat yang paling berharga baginya.
Ia membutuhkan itu sekarang ini.
Tidak ada waktu lagi untuk membetulkan komputer atau pun prosedur-prosedur rutin. Meriweather Lewis harus menjadi satu dengan dirinya. Ya, suatu perluasan daripada tubuhnya.
Di sekitarnya, Tom dapat merasakan dan mendengar jeritan pesawat yang tersiksa itu sedang keras berusaha, tidak saja untuk melawan gravitasi Jupiter, yaitu tiga kali besar gravitasi Bumi. Tetapi juga angin yang merobek-robek. Pesawat itu memang direncanakan untuk menghadapi tekanan-tekanan demikian.
Tom 'mendorong pedal gas' mesin peleburan inti. Sekaligus juga memberi tenaga penuh kepada mesin-mesin pengarah untuk keluar menjauh dari Jupiter. Ia memberanikan diri melihat sekilas pengukur bahan bakar untuk mesin-mesin pengarah: sudah rendah sekali. Mereka mungkin akan kehilangan kemampuan terbang dengan rapih di waktu nanti, tetapi kalau kehilangan yang ini, tidak akan ada waktu nanti lagi.
Di luar, atmosfir telah semakin pekat menjadi kabut berwarna oranye terbakar. Berapa 'tebalnya atmosfir Jupiter ini"
Betapa pun juga, Tom tidak ingin menjadi orang yang paling dulu mengetahuinya.
Berat tekanan gas yang ratusan kilometer itu akan menghancurkan pesawat mereka bagaikan kulit telur.
Tom sedang terbang dengan seperangkat perasaan atau naluri yang dimiliki oleh setiap penerbang ulung. Rasa 'tentu benar' bahwa Jupiter ada di sebelah sana dan lolos dari bahaya adalah di sebelah yang lain. Pada perasaan kabur itulah Tom mempertaruhkan bukan saja jiwanya sendiri tetapi juga jiwa yang lain-lain.
Mesin-mesin pengarah itu ditempatkan pada beberapa tempat yang strategis di sekeliling tubuh Meriweather Lewis. Mereka itu pada dasarnya berupa mesin-mesin roket standar, yang secara teknis telah dikembangkan semaksimal mungkin. Dalam keadaan biasa mesin-mesin itu digunakan untuk tenaga pendorong yang lembut ke dalam posisi untuk mendarat di atas kapal lain sebagai induknya, untuk mengerem pada pendaratan di permukaan planet-planet, atau sebagai tenaga bantuan untuk pembetulan arah penerbangan.
Meningkatnya gaya gravitasi mulai semakin menarik-narik pesawat dan para penumpangnya. Tom membutuhkan segala tenaga untuk dapat memegang alat-alat kontrol, dan ia merasa seperti ada dua tangan raksasa sedang menjerit menjepit kepalanya.
Tom berjuang melawan rasa pening yang hendak merampas kesadarannya. Kalau ia pingsan sekarang ini, pesawat tidak akan terkendali lagi dan hilang.
Mesin peleburan inti bekerja dengan tenaga penuh. Tom dapat merasakan getaran mesin-mesin pengarah. Tenaga peleburan inti itu mendorong mereka menembus atmosfir yang pekat, sedang mesin-mesin jet mendorong mereka keluar.
Gaya gravitasi menekan Tom kuat ke kursinya. Ia dapat mendengar Ben dan Anita merintih, sedangkan Foster menggeram.
Rasanya seperti semua udara diperas keluar dari paru-paru dan darah mengalir keluar mengeringkan otak. Ia melihat bintik-bintik hitam dan segalanya mengabur sampai ke tepi kesadaran.
Kemudian ia merasa semuanya mengendor . . Pesawat masih terlempar-lempar bagaikan ranting kecil di laut yang ganas. Tetapi Tom tahu bahwa mereka telah mengalahkan Jupiter. Tom dan teman-temannya masih bernapas berat ketika mereka mendengar Foster menggeram.
"Engkau kira bahwa engkau cerdik, Swift. Kalau kita lolos dari sini dan masih hidup, aku akan".."
Suara marah dan kecewa yang tercekik menyelesaikan kalimat itu.
Kabut pekat oranye berubah menjadi awan dan segera semakin menipis. Mereka kini dapat melihat bintang-bintang lagi.
"Ben, hubungi Daniel Boone. Dan jelaskan situasi kita. Tidak akan banyak manfaatnya, tetapi mereka harus tahu apa yang terjadi di sini," kata Tom dengan tidak menghiraukan ancaman-ancaman Foster.
"Dengan senang hati," kata Ben.
"Apa yang hendak kalian katakan kepada mereka?" Teriak Foster. "Barangkali setumpuk dusta! Mereka tidak akan percaya. Mereka akan tahu bahwa kalian telah merebut pesawat ini. Apabila kita telah kembali ke Daniel Boone, aku akan mengajukan tuntutan."
Foster memutar kepalanya sampai menatap Aristotle. "Aku juga akan berusaha agar engkau dihukum pula!"
"Kayu dan batu mematahkan tulang-tulangku," kata si robot.
Foster memandanginya dengan penuh kebencian.
"Dari mana engkau belajar itu?" Tom bertanya heran. "Aku tidak ingat kapan membuat program untuk kata-kata sehari-hari begitu dalam ingatan sirkuitmu!"
"Aku selalu mencoba membuka sensor dan menyerap semua pengetahuan tentang manusia," jawab Aristotle.
"Hanya saja aku harap engkau jangan belajar tentang sesuatu apa pun dari letnan itu," kata Anita.
"Apa, engkau ...."
"Di sini Daniel Boone. Panggilan untuk Meriweather Lewis."
Itu suara Rafe Barrot. Tom mengangkat alat komunikasi.
"Kapten Barrot ...."
"Mereka merampas pesawat!" teriak Foster sekeras-kerasnya. "Aku disandera oleh robot!"
Urat-urat di leher dan pelipis Foster sampai menonjol karena melawan cengkeraman Aristotle.
"Telah terjadi suatu masalah, kapten," kata Tom. "Aku tidak tahu bagaimana harus menjelaskannya, tetapi"."
"Kami telah menerima laporanmu, Tom. Ben telah menyampaikannya semua, termasuk rencana penerbangan letnan Foster. Dalam keadaan ini, letnan Foster ada dalam keadaan sebagai tahanan. Apakah engkau akan mengurung dia, atau memperbolehkan dia bertindak sebagai awak, itu kuserahkan kepadamu, Tom. Aku serahkan pimpinan Meriweather Lewis kepadamu."
"Tetapi".tetapi".." Foster menggagap.
"Jangan membuat dirimu semakin buruk dengan tidak menurut perintah, letnan!" kata Kapten Barrot. "Apakah perjalananmu selanjutnya masih berbahaya, Tom" Apakah engkau harus mengurungkan ekspedisi ini?"
"Tidak, kapten!" kata Tom. "Persediaan bahan bakar untuk mesin pengarah memang banyak berkurang, tetapi kami akan dapat mengatasinya."
"Kalau begitu teruskanlah. Tetapi laporkanlah selalu keadaanmu!"
"Kapten Barrot?"
"Ya, Tom?" "Kami mendapatkan"..eh . . . data yang tidak terduga dari lapisan atmosfir Jupiter. Sensor-sensor dan kamera-kamera luar selalu bekerja selama ini. Aku ingin memancarkannya sehingga keluarga Friedman dapat mulai menganalisanya.
Kapten Barrot tertawa. "Setidak-tidaknya ada sesuatu yang berharga yang kaudapatkan dari penerbangan yang tidak direncanakan itu, bukan" Kami siap di sini. Siarkanlah apa yang kaudapat. Selamat, Tom!"
"Sudah ada di bawah sana?" tanya Anita tidak percaya.
Gadis berambut merah itu melayang ke belakang kursi Tom, berpegangan kepadanya sambil melihat melalui kaca jendela glasit. Ia dan Tom memandangi, terpesona. Sementara itu Meriweather Lewis melayang perlahan-lahan di atas permukaan Io yang nampak seram.
Tom mengangguk. "Ini sudah orbit kita yang ketiga ke Io pada ketinggian rendah. Sensor pesawat menunjukkan bahwa Argus berada di dalam kawah, gunung berapi yang telah mati di depan itu."
Tom memutar pada kursinya melihat Ben Walking Eagle yang sedang membungkuk di komputernya seperti seekor induk ayam yang mencemaskan anak-anaknya.
"Kapan foto-foto dari lintasan yang pertama itu selesai?" Tom bertanya.
"Setiap saat," jawab Ben tanpa mengalihkan pandangannya. "Memakan waktu agak lama juga untuk mendapatkan gambar yang baik dari peralatan ini."
"Barang seni adalah benda yang mudah rusak, tidak dapat dibuat dengan tergesa-gesa," kata Aristotle.
Robot itu berdiri di samping Ben, membantu melayani komputer. Tom merasa bahwa meskipun Aristotle hanya sebuah mesin, ia pun ingin sekali melihat foto-foto itu seperti manusia juga.
Tom kembali memandang ke permukaan yang warna-warni dari bulan Galileo yang paling dekat dengan Jupiter, dengan perasaan ingin tahu dan ngeri. Pada beberapa tempat permukaan itu datar dengan garis-garis merah menyala, kuning belerang dan hitam arang".Seperti Yellowstone National Park, hanya tanpa pohon-pohonan. Tetapi lebih banyak berlekuk-lekuk karena banyak gunung-gunung api seperti yang sedang dituju pesawat itu nampaknya sudah mati. Lereng-lerengnya telah hitam karena lapisan magma zaman purba telah membatu, dan tidak ada lagi batu-batuan cair yang memancar dari lubang kepundan atau dari kawahnya. Namun masih banyak juga gunung api yang masih aktif penuh coreng-corengan aliran lava cair yang memijar, meluncur turun di lereng, merah membara dan menyebar maut.
Tom sangat hati-hati mengemudikan Meriweather Lewis mengitari kawah-kawah yang menganga penuh batu-batuan cair yang mendidih menggelegak.
"Tunggu, lihat apa saja yang diperoleh kamera-kamera!" seru Ben. "Foto-foto sedang keluar kini, dan komputer telah bekerja hebat menyatukan mereka!"
Anita melayang ke tempat Ben dan Aristotle yang sedang mengambil foto-foto tersebut dengan hati-hati dari rekaman komputer.
"Benar-benar luar biasa!" seru Anita.
"Hee," seru Tom dari kursi pilot. "Jangan hanya ber-'wah-wah dan waduh-waduh' saja! Aku juga ingin melihatnya! Aku tidak dapat ke sana, tidak dapat meninggalkan begitu saja apa yang sedang kulakukan!"
"Maaf!" kata Ben.
Ia lalu membawa setumpuk kecil foto-foto kepada Tom. Ia menunjuk ke sebuah benda yang tidak nyata, yang memancarkan pantulan logam.
"Aku yakin, itulah Argus. Foto ini diambil pada lintasan pertama melewati kawah itu. Rupa-rupanya kita telah terbang tepat di atasnya, seperti yang ditunjukkan oleh sensor-sensor."
"Tetapi benda itu jelas tidak seperti Argus yang pernah kulihat. Bentuknya lain sekali."
"Bayangannya mungkin rusak karena radiasi yang kuat," kata Anita. "Kita sedang memasuki 'tabung fluks'."
Ketiga muda-mudi dan Aristotle memandang lewat jendela ke
Jupiter yang kini nampak di atas cakrawala Io. Pada mulanya mereka tidak tahu apa yang akan mereka hadapi, apabila mereka memasuki daerah antara planet raksasa itu dengan Io, suatu daerah yang oleh para ilmuwan disebut 'tabung fluks'. Daerah itu mengandung gaya elektromaknetik tinggi yang misterius serta dengan radiasi intensitas tinggi pula.
Ada beberapa teori mengenai penyebab timbulnya tabung fluks tersebut dengan pengaruh-pengaruhnya. Yang paling terkenal ialah yang mengatakan bahwa susunan-susunan material dari Jupiter dan Io-lah yang menjadi sumber pengaruh-pengaruh itu. Bagaimana kira-kira apabila berada di permukaan Io di daerah tabung fluks tersebut" Tidak seorang pun dapat membayangkannya.
Tom Swift dan teman-temannya yang akan mengetahui untuk yang pertama-tama.
"Engkau mungkin benar, bahwa tabung fluks itu mempengaruhi hasil foto," kata Tom. "Tetapi bentuk benda itu tetap saja aneh bagiku."
Di depan mereka, sebuah gunung api yang telah mati menjulang dari permukaan. Tom langsung mengarahkan pesawatnya ke kawah itu.
"Kawah itu sungguh merupakan pilihan yang tidak menguntungkan bagi Argus sebagai tempat mendarat," kata Ben.
"Kalau masih aktif, jelas pesawat penjajak itu akan hilang."
"Kukira, Argus tertipu oleh luasnya kawah, kata Tom. "Tetapi itulah risiko yang harus dihadapi kalau mengirimkan suatu paket instrumen-instrumen ke suatu tempat tanpa disertai orang untuk melakukan pengamatan serta mengambil keputusan-keputusan dengan bebas. Paket yang kita bawa mempunyai kesempatan yang lebih baik, karena kita dapat memilih tempat yang kita kehendaki dengan setepat-tepatnya. Memang sebenarnya aku telah memilih tempat. Setelah kita menyelidiki Argus, segera kita tempatkan alat-alat itu."
"Kita harus mendarat di dalam kawah, ya?" tanya Anita.
"Aku khawatirkan begitu," kata Tom.
Ia merasakan adanya keprihatinan dalam suara Anita, ada alasan memang.
"Kalau kita di sana," Tom melanjutkan, "kita masih harus melakukan pendakian, dan itu mungkin malahan lebih berbahaya lagi. Sensor-sensor menunjukkan bahwa gunung itu sudah tidak aktif. Karena itu, kukira tidak terlalu banyak risiko kalau kita memang tidak ragu-ragu lagi."
"Kukira letnan Foster hendak ke anjungan, Tom," kata Aristotle.
Tom merasa seperti tersengat rasa salah bercampur khawatir.
Kapten Barrot telah memberi kuasa untuk memilih menahan Foster di tempatnya, atau membiarkan dia masih memberikan kebebasan di pesawat. Tom berpegangan atas jaminan kata-kata letnan itu, bahwa selanjutnya ia tidak akan menimbulkan kesulitan lagi. Tetapi letnan itu menjadi sangat menarik diri setelah menjadi 'tahanan'. Ia lebih banyak tinggal di kabinnya, membiarkan Tom sendiri yang mengemudikan pesawat. Ia jarang berbicara kecuali kalau diajak. Secara lahiriah ia nampak tenang, tetapi Anita tidak tahan berada di dekatnya kalau Anita sedang menjalankan komputer pribadinya. Dengan demikian Tom mengetahui bahwa Foster terpaksa menekan emosi-emosinya.
Apakah ia telah sadar setelah menghadapi situasi yang hampir fatal dengan Jupiter" Tom berharap demikian. Namun Anita, Ben dan bahkan Aristotle tidak sependapat.
Foster melangkah sambil berpegangan ke anjungan. Ia lalu berhenti dengan tidak pasti.
"Kita sudah siap untuk mendarat," kata Tom kepadanya. "Aku mengharap bantuanmu di sini."
Pemuda itu menunjuk ke kursi kosong sambil berharap bahwa Foster tidak merasa diperintah.
Foster hanya mengangkat bahu dan duduk tanpa berkata-kata.
Bagaimana pun juga itu sudah menunjukkan arah yang baik, pikir Tom.
Atau apakah memang demikian"
Chapter 13 Tom mematikan mesin-mesin pengarah dan menyandarkan diri di kursi. Sedetik kemudian Meriweather Lewis dengan kaki-kakinya menjamah permukaan Io dengan suatu benturan keras. Pesawat itu membal dua kali pada peredam benturannya, lalu berhenti.
"Yaah, aku merasa berat!" Ben mengeluh.
Ahli teknik komputer itu membuka sabuk pengamannya dan berdiri dengan perasaan berat. Meskipun gravitasi di Io hampir sama besar dengan di Bulan dari Bumi, tetapi setelah lama berada dalam keadaan tanpa berat di angkasa luar, hal itu sangat mempengaruhi tegangan otot-otot mereka.
"Sunyi amat! kata Anita.
"Memang," sambut Tom. "Orang tidak pernah menyadari bagaimana riuhnya karena tinggal di dunia yang penuh kehidupan, sampai orang itu datang di tempat begini. Di Bumi selalu ada suara-suara di darat: Suara bergeraknya binatang-binatang, serangga, angin dan air. Biarpun sedang 'sunyi', Bumi itu adalah tempat yang hiruk-pikuk."
Tom berdiri hendak meregangkan otot-ototnya.
"Tom ...." kata Aristotle keras-keras.
Tom berpaling. Ia terkejut mendengar suara robot yang kedengaran penting. Detik-detik berikutnya geladak Meriweather Lewis seperti ditarik dari bawah kakinya hingga ia jatuh berlutut.
Seluruh pesawat mulai berguncang-guncang hebat.
"Gempa bulan!" seru Foster.
"Semua tiaraaap!" perintah Tom.
Semua peralatan berkontrangan di tempatnya. Kerangka pesawat berderak-derak karena tenaga guncangan gempa bulan.
"Aku menyesal tidak memberitahu lebih dulu," kata Aristotle. "Sensor-sensorku menerima gempa itu hanya beberapa detik sebelum terjadi. Kukira boleh kukatakan gempa itu diam-diam menerkam aku. Ah, bagaimana engkau begitu sabar dengan mesin yang selalu berbuat salah seperti aku ini?" kata robot itu bernada sedih.
Gempa itu berhenti mendadak seperti juga datangnya.
Tom menghela napas lega. "Kukira engkau telah mengatakan bahwa gunung ini sudah mati," seru Foster dengan marah kepada Tom.
"Ben?" tanya Tom khawatir. "Apakah gunung ini akan erupsi?"
"Sensor-sensor tidak menunjukkan akan meletus," kata pemuda ahli teknik komputer itu. "Tetapi dapat saja salah tafsir. Aku akan segera mengeceknya untuk dapat lebih meyakinkan."
Tom dapat mengerti bahwa Ben sedang bingung disebabkan gempa yang datang mengejutkan. Apakah mereka dalam bahaya"
"Io secara keseluruhan memang merupakan vulkanik yang aktif," kata Anita. "Aku yakin bahwa gempa itu sering sekali terjadi di sini dan merupakan keadaan yang normal. Kita saja yang harus membiasakan diri."
"Kalau instrumen-instrumen itu dapat dipercaya, engkau memang benar," kata Tom. "Namun ...."
Ia tidak menyelesaikan kata-katanya. Memang tidak perlu.
Keragu-raguan memang sudah tertanam di benak mereka.
"Ben, tinggallah di sini. Selidikilah masalah gempa itu," kata Tom selanjutnya. "Aristotle akan membantumu. Aku akan membawa Anita dan letnan Foster."
Tom lalu memberi isyarat kepada Anita dan letnan Foster.
"Mari kita pakai perlengkapan ruang angkasa. Hati-hatilah agar kita dapat bekerja di luar!"
"Pikiran yang bagus!" sambut Anita.
Foster mengangkat bahu tanpa komentar.
Tom membuka pintu tingkap pesawat di ruang bertekanan. Segera ia merasakan sakit telinga dan otaknya karena gangguan udara atau statik radio berfrekuensi sangat tinggi. Jari-jarinya mencari-cari tombol pengatur radio pakaian ruang angkasanya, lalu mematikan radionya. Anita terjatuh berlutut mendekapkan kedua tangan pada topi helmnya sebagai gerak refleks menghadapi rasa sakit kepala. Foster terkulai dan nampaknya seperti pingsan.
Tom berlari ke Anita dan mengguncang-guncangkannya agar timbul perhatiannya. Kemudian ia memberi isyarat agar Anita mematikan radionya. Anita menanggapinya dengan setengah sadar, tetapi beberapa saat kemudian Tom melihat bahwa Anita sudah merasa lega.
Tom dan Anita mengguncang-guncang Foster dengan keras dan akhirnya berhasil sadar. Ketiga muda-mudi itu memandangi tangga dari pesawat hingga ke permukaan daratan dengan lesu.
Bagaimana pun juga mereka harus mempunyai radio di dalam perlengkapan pakaian ruang angkasanya. Tom melakukan percobaan.
Ia tekan antena radionya hingga melesak sampai ke pangkalnya. Ia lalu menyetel 'filter' radionya sepenuh-penuhnya. Dengan hati-hati ia menghidupkan radio dengan volume serendah-rendahnya.
Ia mengernyit merasakan statik radio kembali menyerang selaput dengar telinganya. Tetapi kali ini masih dapat ditahannya. Ia memberi isyarat kepada Anita dan Foster yang memperhatikannya, agar menirunya.
"Apa yang terjadi?" tanya Anita.
Teror Di Satelit Yupiter Tom Swift 2 di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tom hampir tidak mendengar karena gangguan statik.
"Pengaruh tabung fluks, aku kira," jawab Tom. "Radiasi radio antara Jupiter dan Io terlalu besar bagi radio di pakaian ruang angkasa kita. Aku harus mengadakan penyesuaian, nanti setelah kembali di kapal. Sekarang aku ingin melihat Argus. Kita dapat berjalan dengan radio yang dimatikan. Kita buat saja isyarat-isyarat kalau ingin berhubungan satu sama lain. Tetapi jagalah agar selalu dapat saling melihat."
Tom membalikkan tubuh, lalu menuruni tangga pesawat sambil melangkah mundur. Hal itu berjalan sangat lambat, karena setiap kali ia harus yakin akan pijakannya dengan memakai sepatu yang berat dan kaku. Demikian pula tangannya yang mengenakan kaus tangan yang tebal oleh sistem perlindungan.
Dengan mendadak ia kembali terserang pusing, lalu beristirahat di tangga untuk berusaha menguasai rasa mual yang menyertai rasa pusing tersebut. Akan sangat buruk kalau sampai muntah 'di dalam' pakaian ruang angkasa. Perasaan itu membuat Tom sedikit panik, sebab selama pengalamannya terbang, belum pernah ia merasa pusing, setengah sadar atau tidak tahu arah.
Mengapa justru sekarang"
Tom mendongak dan seketika itu pula ia tahu jawabannya. Pada tempat ia berdiri beristirahat di tangga, ia tepat berada di luar pesawat.
Wajah permukaan Jupiter yang berjalur-jalur itu kini nampak seluruhnya jauh lebih besar daripada yang pernah dilihatnya. Atmosfir berkabut dari kumpulan gas raksasa bergulung-gulung di depan matanya. Dari tempatnya di tangga ia tidak dapat melihat ruang angkasa atau permukaan daratan Io. Hanya atmosfir Jupiter itu yang memukau, beberapa ratus ribu kilometer jauhnya.
Tom melompat ke 'tanah' dan merasa sedikit lega. Ia melompat dari anak tangga terakhir ke darat. Loncatan itu hanya pendek saja, namun ia merasakan sakit menusuk-nusuk di lututnya disebabkan kakinya menyentuh lapisan lahar padat yang keras sekali di dasar kawah gunung api. Ia melangkah menyisih lalu memegangi tangga agar jangan bergerak selagi Anita turun.
"Mana Argus?" tanya si cantik berambut merah setelah melompat turun di samping Tom.
"Aku tidak ingin mendaratkan Meriweather Lewis terlalu dekat dengannya," jawab Tom.
"Udara panas akibat pendaratan kita mungkin akan mempengaruhinya, tetapi aku tidak ingin mengambil risiko merusak bukti-bukti fisik dari hal-hal yang membuatnya menjadi tidak berfungsi."
"Rupanya kita harus berjalan kaki," kata Anita.
Ketika Burt Foster selamat sampai di darat, ketiga-tiganya lalu berjalan menjadi penjajak dengan menggunakan alat lokator elektronik yang digantungkan pada sabuk serbaguna pakaian ruang angkasa Tom.
Tanah yang beberapa ratus meter di atas tadi nampak rata dan datar ternyata berbenjol-benjol. Sambil memperhatikan ke sekeliling, Tom dapat melihat bagaimana sensor-sensor Argus telah tertipu oleh luas dan bentukan geologis dari kawah tersebut. Kawah yang demikian luasnya hingga mengingatkan Tom kepada The Great Salt Lake Valley di Utah"..itu kalau dilihat kira-kira dua juta tahun yang lalu.
Tom kurang enak bergerak dalam pakaian ruang angkasanya. Ia rasakan keringatnya mengalir di punggungnya. Sulit juga mendapatkan pijakan pada batu-batu lahar yang demikian keras pejal yang di kebanyakan tempat merupakan bekas aliran yang rumit.
Meskipun berada pada gravitasi seperenam di Io, sangatlah sulit untuk melakukan perjalanan kaki.
Terutama bagi Anita. Meskipun si rambut merah itu telah menjaga kondisi tubuhnya dengan sebaik-baiknya, namun dalam keadaan yang demikian itu masih harus memeras peluh dan kekuatan kaki palsunya. Dalam pengamatan Tom hal itu sangat menyulitkan bagi Anita.
Ia bertanya-tanya dalam hati apakah tenaganya yang bersungguh-sungguh itu terhambat oleh keadaan pakaian ruang angkasa yang terlindung timbal yang berat. Dalam suasana demikian mereka akan segera menghabiskan persediaan udara mereka yang diperlukan untuk bernapas dalam waktu singkat.
Tom mendambakan sebuah kendaraan. Tetapi ia tahu bahwa lapangan di Io akan terlalu berat bagi setiap jenis kendaraan yang dibawa oleh suatu ekspedisi. Mesin-mesin memang membantu pada saat-saat tertentu, tetapi mereka itu lebih terbatas kegunaannya dan kurang dapat disesuaikan seperti halnya daya penyesuaian manusia.
Bahkan Aristotle pun ada batas-batasnya.
Tom mengecek alat lokator pada sabuknya. Lampu kecil di tengah-tengah berdenyut keras. Itu berarti mereka telah semakin dekat. Di depan mereka terdapat sebuah bukit lahar curam yang harus mereka daki atau dikitari. Tom memberi isyarat untuk berhenti.
Kemudian ia memberitahu Anita dan Foster untuk menghidupkan radio mereka.
"Istirahat sepuluh menit!" ia berkata melalui radio yang terganggu statik.
"Aku memang membutuhkannya," ia mendengar Anita menjawab.
Ia memandangi gadis itu melihat ke bawah dan menghindari setiap batu tajam yang mungkin akan merobek pakaian ruang angkasanya. Kemudian Anita baru duduk. Di lain pihak, Foster tetap berdiri. Dengan keras kepala ia menantang.
"Kita hambur-hamburkan udara saja untuk sepuluh menit," ia mendebat. "Kalau nona Thorwald tidak dapat ikut lebih baik ia kembali ke pesawat saja!"
"Beristirahatlah sepuluh menit, letnan," kata Tom. "Ini perintah. Aku tidak peduli bagaimana anda akan menggunakannya. Tetapi aku sarankan agar anda duduk dan istirahat. Sementara itu aku akan memperhitungkan arah ke mana harus dituju setelah ini."
Foster secara terang-terangan mematikan radionya. Kemudian yang membuat Tom heran ialah langkah-langkahnya mendaki bukit tanpa menoleh lagi. Itulah untuk pertama kali Tom melihat Burt Foster membangkang dengan terang-terangan. Apakah itu berarti bahwa disiplinnya telah runtuh" Tom berharap jangan. Satu-satunya cara menguasai Foster ialah dengan menggunakan cara Foster sendiri?"dengan kekerasan.
Tetapi Tom tidak ingin menggunakan kekerasan.
"Dari pesawat! Untuk regu di darat!" terdengar suara Ben memecahkan pikiran Tom. "Mayday! Mayday! Bersiaplah untuk hadapi gempa lagi! Aristotle katakan"."
Tom tidak menunggu selesainya kata-kata Ben, segera ia berbaring rata dengan tanah yang berbatu. Anita berbuat yang sama.
Mereka melihat ke arah ke mana Foster pergi. Tom melihat dia ada di bukit di atas mereka. Ia tentunya tidak mendengar peringatan dari Ben.
Tom merasakan ada getaran dari dalam tanah, lalu menegangkan otot-ototnya untuk menghadapi guncangan. Rasanya seperti Io sedang terserang penyakit sawan yang berat. Anita mulai menjerit ketika pecahan-pecahan batu mulai menghujani dan datangnya menggelinding dari atas.
Tom mendongak. Ia melihat Burt Foster meluncur turun ke arah mereka dengan cepat sekali dan tidak terkendalikan. Satu lubang saja pada pakaiannya dan darah Foster akan mendidih di ruang hampa.
"Kita harus menangkap dia!" seru Tom kepada Anita.
"Akan kucoba," jawabnya. "Tetapi kuharap saja ia tidak terlalu berat!"
Tom melihat bahwa Foster berusaha mencari pegangan di batu sementara ia meluncur turun. Tetapi ia meluncur terlalu cepat. Tom mengernyit ketika batu-batu kecil menghujaninya, batu-batu yang pecah oleh usaha Foster dalam mencari pegangan.
"Tahan dirimu, Anita," seru Tom. "Kita harus menggunakan tubuh kita untuk menahan jatuhnya! "
"Aku selalu senang tackling kalau bermain bola," jawabnya.
"Nah! Ini dia datang!" teriak Tom. "Tangkap!"
Tom dan Anita menangkap, mencari sesuatu pada pakaian Foster yang dapat dipegang. Mereka menahan diri masing-masing agar tidak ikut terseret. Tetapi mereka tidak kuat menahan dia.
Anita yang paling dulu melepaskan pegangannya, lalu dengan mati-matian mencari pegangan sendiri dalam guncangan-guncangan yang hebat itu.
"Maaf!" ia meratap.
Berat tubuh Foster terlalu besar bagi Tom. Ia merasa tidak berdaya ketika tubuh Foster meluncur di sampingnya. Tom memutar tubuhnya untuk menangkap Foster lagi. Suatu rasa takut yang menyakitkan menusuk hatinya ketika pakaian Foster yang diraihnya terlepas dari tangannya.
Kemudian ia melihatnya. Gempa bulan itu membuat tanah di bawah merekah. Sebuah jurang menganga lebar, cukup untuk menelan tubuh mereka beserta Meriweather Lewis sekaligus, tepat ada di bawah mereka berpegangan erat pada batu lahar. Foster tentu akan meluncur masuk kalau ia tidak berhasil menghentikan dirinya.
Tom mencoba untuk berdiri. Tetapi ia tidak dapat menjaga keseimbangan. Tanah yang bergelombang naik-turun itu melemparkannya jatuh kembali. Sungguh keras.
Ia memandangi Foster dengan tidak berdaya. Kaki letnan itu bergantung di tepi rekahan. Tom melihat ia berusaha yang terakhir untuk menghentikan meluncur dan berhasil menyambar batu untuk pegangan. Pegangannya itu bertahan. Kedua kakinya berayun-ayun ke dalam jurang di permukaan kawah. Dan selama ia masih dapat bertahan, ia tidak akan jatuh ke dalamnya.
Dengan melihat lewat samping Foster, Tom melihat Meriweather Lewis berayun-ayun pada alat pendaratnya yang dilengkapi alat peredam guncangan. Ia berpikir bagaimana Ben dan Aristotle merasakan gempa itu.
Mereka harus pula segera keluar. Tom merasa guncangan gempa berkurang. Ia berharap cukup untuk dapat pergi menolong Foster.
"Aku akan pergi dan mencoba menolong dia," katanya kepada Anita.
"Aku ikut!" ia menanggapi.
"Jangan! Nanti engkau dapat cedera!"
"Biarlah, Tom. Engkau mungkin memerlukan bantuanku."
Tom harus mengakui bahwa Anita memang benar. Hari-hari Anita yang tidak berdaya sudah lampau.
"Ya, ayolah!" akhirnya Tom setuju.
Tom dan Anita berhasil berdiri dan menjaga keseimbangan meskipun tanah masih bergoyang. Dengan cepat mereka dapat sampai di tempat Foster. Menarik Foster dari tepi jurang adalah perkara yang mudah. Tom memberanikan diri melongok ke dalam jurang. Tetapi ia terperangah ketika tidak dapat melihat dasarnya.
Begitu Foster sudah berdiri ia meronta melepaskan diri dari pegangan Tom dan Anita. Ia tidak berterimakasih sama sekali, justru sangat marah. Foster menghidupkan radionya.
"Mengapa kalian berdua berubah pikiran?" ia bertanya. "Kalian membiarkan aku jatuh dan berharap aku mati hingga kalian dapat mengarang cerita untuk menutupi kejadian sesungguhnya bagi kapten Barrot. Tetapi kalian tidak punya keberanian lagi pada saat-saat terakhir!"
"Kau bohong!" seru Tom di radio. "Engkau yang tidak mematuhi perintah. Kemudian kau mendaki dengan mematikan radiomu. Kami telah mencoba menangkapmu ketika jatuh meluncur. Itu kau tahu!"
Anita memandangi letnan yang cakap kehitaman itu melalui kaca muka dari topi helmnya.
"Engkau sungguh-sungguh licin-licik, Foster!" kata Anita menghina.
"Dari pesawat kepada regu pendarat," Ben menyela dengan nada khawatir. "Silakan masuk! Ada apa di luar sana?"
"Tidak ada masalah berat," kata Tom sambil memandangi Foster yang juga balas menatap. "Hanya sengketa sedikit. Terimakasih atas peringatanmu tentang gempa. Kukira itu telah menyelamatkan jiwa kami!"
"Engkau dapat mengucapkan terimakasihmu kepada Aristotle," kata Ben. "Waktu itu aku sedang sibuk menunggu foto gabungan dari komputer ketika ia memberi peringatan itu. Kalian hendak kembali sekarang?"
"Aku ingin mengambil kembali penjajak itu, Ben." kata Tom. Ia memandang penuh pertanyaan kepada Anita.
"Aku juga akan pergi!" katanya.
"Foster?" "Aku tidak ingin melihat kesempatan melihat Tom Swift yang besar itu ditelan gunung api!" jawab letnan yang masih muda itu.
"Aku akan tetap membuka saluran sejak sekarang," kata Ben.
"Aku akan berteriak begitu aku mendapatkan sesuatu!"
Tom membalikkan tubuh dan mulai mendaki bukit.
Chapter 14 Tom, Anita dan Foster berdiri di puncak bukit batu lahar yang baru saja mereka daki. Mereka melihat dengan setengah tak percaya ke lembah di bawah mereka.
Di tengah-tengah lembah itu terdapat Argus. Dan di dekatnya atau lebih tepat 'hampir menungganginya' sedang melayang-layang sebuah pesawat yang paling aneh yang pernah dilihat Tom. Kelihatannya seperti seekor serangga besi raksasa yang mengangkang di atas Argus hendak menelan mangsanya.
"I... itu apa?" tanya Anita menahan napas.
"Kelihatannya seperti bukan milik kita," kata Foster.
Letnan itu seperti telah melupakan akan kebenciannya kepada Tom dan Anita, setidak-tidaknya pada saat itu.
"Aku tentu tahu apabila Angkatan Bersenjata kita memiliki pesawat seperti itu," letnan itu melanjutkan.
Cara berpikir orang-orang militer kadang-kadang mengherankan juga, pikir Tom. Begitu mudah mereka itu untuk menganggap dunia ini dengan istilah-istilah seperti 'milik kita' dan 'milik mereka'. Yang demikian itu lalu memudahkan cara mengambil ketentuan mereka.
"Ada apa?" tanya Ben. "Apa yang kalian peroleh?"
"Argus mendapat teman!" jawab Tom. "Lebih baik kausuruh Aristotle segera kemari. Aku membutuhkan dia."
"Aku segera berangkat," jawab si robot.
"Swift Enterprises tidak pernah membuat sesuatu yang mirip dengan benda itu," kata Tom selanjutnya dengan terus berpikir.
"Bagaimana kalau Luna Corporation" Apakah ini barangkali salah satu pesawat penjajak jarak jauh mereka?"
Anita mendengus tidak senang mendengar disebut-sebutnya nama perusahaan yang nomor dua besarnya setelah Swift Enterprises.
"Kalau tidak seorang pun membuat pola pesawat penjajak seperti itu, maka Luna Corporation tidak mungkin bisa mengirimkan pesawat kemari. Tidak ada orang yang polanya dapat dicuri oleh David Luna."
Tom mengakui bahwa pesawat penjajak itu mempunyai desain yang unik. Pesawat itu terdiri atas tiga bagian yang nyata, berbentuk secara terbalik seperti tetesan air mata, memuat dua buah lensa multi-facet yang sangat besar, dan sesuatu yang mirip peralatan 'peraba' seperti dimiliki Aristotle di dalam kerangka sensornya. Kepala itu berakhir pada dua buah alat penjepit dari logam, yang nampak sangat kokoh dan rupanya merupakan tangan-tangan mekanik yang dilayani secara hidrolik.
Kepala itu disambungkan pada kerangka luar pesawat penjajak tersebut. Apa yang diketahui oleh Tom sebagai 'otak' pesawat itu ditempatkan di tengah-tengah kerangka luar. Bentuknya seperti telur halus-licin dengan tangkai berukir yang dilas ke dalam kerangka.
Tangkai itu rupanya untuk memasang dan membongkar.
Tom dapat melihat bahwa tangkai itu dibuat untuk dapat dipegang tangan seperti tangan manusia biasa.
'Kaki-kaki' pesawat penjajak itu terpasang pada kerangka utama. Seluruhnya ada delapan buah, dan masing-masing bersendi di beberapa tempat. Sekali lagi Tom dapat melihat kenyataan bahwa kaki-kaki itu pun dijalankan secara hidrolik. Hal itu berarti bahwa pesawat tersebut benar-benar dapat 'berjalan kaki'. Dua di antara kaki-kaki itu rupanya telah patah, dan dua lagi tertekuk dalam bentuk yang tidak wajar. Tetapi adalah sulit sekali untuk diketahui dari kejauhan.
"Barangkali pesawat penjajak asing," kata Tom.
"Lucu!" kata Foster. "AL sudah melakukan penyelidikan tentang kemungkinan adanya kehidupan di angkasa luar, dan hasilnya sudahlah pasti, yaitu bahwa di mana pun dalam tatasurya tidak ada kehidupan lain yang seperti kita."
"Mengapa harus bentuk kehidupan seperti manusia?" tanya Tom.
"Lihat saja bentuk-bentuk kehidupan itu pasti jauh di bawah kita," bantah Foster. "Tidak satu pun dari mereka yang mampu membangun dan meluncurkan sebuah pesawat penjajak ruang angkasa."
"Itu masih belum membuktikan apa-apa, menurut pendapatku," kata Anita. "Aku mendasarkan pernyataanku itu atas bukti pesawat penjajak yang di bawah sana, bahwa ia sedang memandangi kita."
Seperti untuk membuktikan kata-kata Anita pesawat itu memiringkan kepalanya ke sebelah, seolah-olah sedang bertanya-tanya tentang kelakuan manusia-manusia yang memandangi dia.
Gerakan itu mengingatkan Tom akan binatang Belalang Sembah yang pernah dilihatnya di kebun. Ia telah menghabiskan waktu satu jam untuk mengamati serangga itu memandangi dia, dan memikirkan pikiran apa saja yang tertanam di otak serangga itu.
"Engkau benar, Anita!" seru Tom. "Ia tahu kita ada di sini. Ia melihat!"
"Jadi ia lebih merupakan sebuah robot daripada sebuah pesawat penjajak yang sebenarnya, kalau kita gunakan istilahnya," kata Ben dari radio. "Mungkin ia punya kecerdasan. Sebaiknya berhati-hatilah!"
"Aku akan ke sana untuk melihatnya dari dekat!" kata Tom.
"Ini suatu pengungkapan yang sangat rahasia," kata Foster.
Ada sesuatu yang tidak disukai Tom dalam suaranya itu. Seolah-olah mengandung suatu kesulitan.
"Aku akan ikut kalian sebagai wakil dari Pemerintah Amerika Serikat," katanya melanjutkan.
"Mengapa tidak terus terang saja mengatakan bahwa anda khawatir kalau kami menemukan sesuatu di bawah sana dan segera hendak menjualnya kepada 'musuh', entah berwujud apa benda itu?" tanya Anita marah.
Foster memandangi Anita dengan mata menyala, tetapi tidak melayani perdebatan. Dengan cepat namun berhati-hati ketiga anak muda itu memilih jalan menuruni tebing batu lahar. Pandangan mereka selalu terarah kepada pesawat penjajak. Sepasang mata ganda yang berkilat-kilat tetap mengamati mereka.
Di dasar dari tebing itu tanahnya menjadi rata. Tom, Anita dan Foster bergerak dengan lambat-lambat mendekati pesawat penjajak itu. Mereka tidak ingin gerakan mereka akan ditafsirkan sebagai 'permusuhan'. Ketika mereka tinggal lebih kurang seratus meter dari pesawat itu, Tom mengajak mereka berhenti. Tinggi pesawat itu sedikit lebih daripada tinggi tubuhnya sendiri.
"Kaki pesawat itu terjepit di batu-batu!" seru Foster. "Rupa-rupanya pesawat itu mendarat ketika gunung sedang aktif, dan lahar menjadi padat di sekelilingnya sehingga telah menjebaknya."
"Patahnya kaki-kaki itu mungkin akibat usaha untuk melepaskan diri," kata Tom. "Aku heran mengapa Argus mendarat sedekat itu dengannya" Ben, aku akan memberi isyarat kepada Argus agar segera memancarkan data. Kalau kamera-kameranya masih bekerja, tentulah gambar-gambarnya dapat menjelaskan sesuatu kepada kita. Apakah engkau dan komputer siap untuk menerima apa yang disiarkannya?"
"Aku sudah siap sekarang," kata Ben dari pesawat. "Tetapi foto-foto dari lintasan kedua di atas Io sedang disusun. Bagaimana kalau data dari Argus itu dikumpulkan saja dulu untuk beberapa waktu" Aku masih saja mencoba mengetahui kalau-kalau terjadi erupsi setiap saat!"
"Tentu saja," kata Tom. "Siap?"
Tom menekan sebuah tombol pada lokator yang digunakan untuk melacak pesawat penjajak itu. Lokator itu memancarkan isyarat radio dalam berkas yang sangat ketat kepada benda setengah mesin tersebut. Seratus buah mata Argus, yaitu sensor-sensornya mulai memijar sebagai tanda mengenali isyarat tersebut.
Seketika itu juga dua berkas sinar merah delima memancar dari kedua mata pesawat penjajak berbentuk serangga itu yang menyatu beberapa senti dari sepatu Tom.
Tom melompat mundur dengan ketakutan. Sinar-sinar itu membakar batu dan membuat lubang ke dalam batu lahar tersebut bagaikan plastik saja.
"Ia telah menangkap isyaratku kepada Argus. Dan ia memperingatkan aku agar jangan mendekat," kata Tom.
Pemuda itu tahu bahwa bila pesawat itu hendak membunuhnya, kini ia tentu sudah mampus. Ia menggigil. Tetapi mengapa pesawat asing itu menghendaki agar ia jangan mendekati Argus"
"Sinyal dari Argus dihalangi, Tom!" kata Ben.
"Aku tahu," kata Tom gelisah," rupanya pesawat asing itu menyandera Argus."
"Apa?" tanya ahli teknik komputer itu. "Mengapa ..?"
Lanjutan suara Ben itu tertelan oleh suara tinggi yang melengking. Tiba-tiba saja suatu kilatan energi yang nampak melesat dari permukaan Jupiter bagaikan petir dan mengenai permukaan kawah berbatu-batu. Suatu hujan batu menghambur ke angkasa, beberapa kilometer dari mereka. Kepala pesawat penjajak itu berputar mengikuti petir yang aneh tersebut. Kejadian itu hanya berlangsung beberapa detik.
"Ada apa?" teriak Foster.
Tom dapat mengetahui bahwa letnan itu benar-benar takut. Itu memang beralasan. Kilatan energi itu dapat mengenai mereka.
"Itu sebagian dari pengaruh tabung Iluks," kata Tom. "Entah disebabkan oleh apa. Pertukaran energi yang kelihatan itu sering terjadi di sini. Mungkin ada hubungannya dengan inti Jupiter dan Io yang saling bereaksi."
"Itu jelas menimbulkan gangguan radio!" kata Ben.
"Awas!" seru Anita. "Ia akan menembak kita lagi!"
Mata pesawat penjajak itu nampak memijar merah. Tom sadar bahwa mereka tidak dapat lari menghindari sinar-sinar pesawat itu.
Mengapa pesawat itu menembaki mereka"
Dengan mendadak cahaya maut di mata pesawat itu padam.
Nampaknya ia memandangi lewat samping mereka. Tom membalikkan tubuhnya dan melihat Aristotle mendatangi mereka.
"Hanya salah paham, Tom," kata robot itu.
"Pesawat asing itu mengira engkau sedang akan mengakalinya. Suatu keajaiban energi yang sama telah mengirimkan dia kemari untuk mencari bentuk kehidupan yang memiliki kecerdasan. Ketika ia tiba, ia sadar bahwa telah keliru, karena tidak ada kehidupan di sini."
"Apakah engkau telah berhubungan dengan dia?" tanya Tom.
"Ya. Pesawat asing itu telah menganalisa program dari Argus, dan dapat melakukan komunikasi dalam sistem pasangan!"
"Apa ia datang untuk menghancurkan Bumi?" tanya Foster.
"Anda terlalu banyak menonton film science fiction, letnan," kata Tom. "Aku gembira engkau tepat pada waktunya menghindarkan musibah ini, Aristotle!"
"Aku merasa lega bahwa pesawat asing itu tidak menghancurkan penciptaku," jawab si robot.
Chapter 15 "Kenapa engkau menyebutnya 'asing', Aristotle?" tanya Tom.
"Pesawat penjajak itu datang dari gugusan Alfa Centauri. Kukira itu dapat disebut asing," kata si robot.
"Itu betul, di sini. Di Bimasakti!" seru Anita. "Aku pun berpikir demikian kalau mendapat tamu dari angkasa luar. Mereka datang dari galaksi lain".seperti Andromeda, misalnya!"
"Sebaliknya," kata Tom, "pikir saja tentang jarak-jarak yang mereka sebut apabila engkau menggunakan istilah "galaksi'. Matahari kita hanyalah sebuah bintang yang sangat kecil daripada galaksi Bimasakti kita. Alfa Centauri merupakan sebuah bintang kecil pula. Dan kebetulan ia merupakan tetangga kita, tetapi masih tetap satu parsec jauhnya dari kita. Itu berarti lebih dari tiga tahun cahaya jauhnya, atau untuk kita dapat sampai di sana memerlukan waktu kira-kira empat tahun. Galaksi Andromeda masih jauh lagi, jaraknya dua juta ribu tahun dari kita. Setiap peradaban yang mengirimkan pesawat penjajak dari galaksi Andromeda sudah akan mati sewaktu masih dalam perjalanan kemari walaupun dengan kecepatan cahaya sekalipun."
"Untuk waktu kini kita dapat terbang dengan kecepatan sepersepuluh kecepatan suara dengan menggunakan teknologi yang kita miliki, seperti dengan mesin bertenaga peleburan inti. Jadi biarpun dengan kecepatan itu, maka masih diperlukan waktu empat ratus tahun untuk dapat mencapai makhluk yang mengirimkan pesawat penjajak ini!"
"Jadi pesawat itu memerlukan waktu empat ratus tahun untuk kemari?" tanya Anita.
Tom melihat ke Aristotle dengan matanya yang bertanya.
"Ia sudah melakukan perjalanan selama itu" Lalu sudah berapa lama ia mogok di Io ini?"
Aristotle diam sejenak. Ketika ia berbicara Tom menjadi terkejut. Rupanya robot itu juga sudah bingung.
"Tidak, Tom. Pesawat asing itu tidak melakukan ... perjalanan selama itu. Ia tidak mengatakan kepadaku mengenai perjalanannya dari tempat asalnya yang tepat. Namun ia malahan sudah lebih lama berada di sini. Satu putaran dari gumpalan gas raksasa itu...Jupiter"."
"Itu berarti duabelas tahun Bumi," seru Tom. "Kalau ia sudah lebih lama nyangkut di Io daripada waktu penerbangannya".makhluk asing itu tentu sudah memiliki mesin pendorong star-drive!"
"Betul!" kata Aristotle. "Pesawat asing itu adalah suatu utusan, tetapi belum mau membuka rahasia misinya sebelum waktunya yang tepat. Aku tidak tahu maksud atau tujuannya. Tetapi pesan misinya itu sedemikian pentingnya hingga kita dianggap berharga untuk menerimanya. Kriteria apa yang digunakan makhluk asing itu, aku juga tidak tahu. Pesawat asing itu bersifat tidak sabaran dan mudah tersinggung, Tom. Itu karena telah lama terjebak dan pentingnya misi yang dibawanya. Maafkan aku, tidak berhasil mengetahui informasi ilmiahnya seperti yang kautanyakan itu!"
"Engkau tidak gagal, Aristotle," kata Tom. "Bagaimana pun juga, engkaulah satu-satunya yang dapat berbicara dengan pesawat asing itu.Apakah sulit bagimu untuk berbicara dengan dia?"
"Ya, Tom!" "Tom!" "Ada apa, Ben?"
"Aku baru saja selesai menganalisa foto-foto dari lintasan terbang kita yang kedua, dan nampaknya semuanya normal. Kemudian kucocokkan hasil-hasil lintasan kita yang pertama. Ada sebuah tempat yang menggembung semakin besar di sebelah utara gunung. Itu adalah suatu petunjuk adanya tekanan besar yang sedang menumpuk di bawah permukaan tanah. Frekuensi terjadinya gempa itu pun merupakan petunjuk pula. Kukira gunung ini sedang hendak meletus!"
"Kita justru sedang mendapatkan penemuan ilmiah terbesar untuk abad ini, dan harus pula melepaskannya lagi?" gerutu Tom.
"Katakan kepada pejajak itu bahwa aku mewakili Pemerintah Amerika Serikat. Dan aku diberi wewenang untuk menerima pesan apa pun yang dibawa penjajak itu. Aku adalah perwira AL, tahu?" kata Foster kepada Aristotle.
"Tidak bisa!" kata Anita. "Anda hanya seorang letnan, selain itu resminya anda berstatus tahanan!"
"Kukira lebih baik kalian kembali ke pesawat saja!" panggil Ben.
"Aku harus mendapatkan Argus!" kata Tom. "Argus mungkin sudah tidak berguna bagimu, Tom. Pikirannya sudah lenyap," kata Aristotle. Terdengar nada sedih pada suara robot.
"Pengaruh dari penjajak asing itu adalah terlalu berat bagi sirkuit-sirkuit Argus yang hanya sederhana itu."
"Kita dapat membawa pesawat penjajak asing itu. Tetapi ia tidak mau kita dekati," kata Tom. "Dapatkah engkau mengetahui pesan-pesannya?"
Tiba-tiba tanah mulai bergoyang.
"Kita harus pergi," Anita memohon.
Pesawat penjajak asing itu bergoyang-goyang di atas kakinya yang bagaikan kaki laba-laba itu untuk beberapa waktu, kemudian diam.
"Hanya getaran harmonis!" kata Tom dengan lega. "Tetapi gempa bulan pasti segera menyusul!"
"Pesawat asing itu memberitahu kepadaku, bahwa kejadian-kejadian seperti sekarang ini adalah sama dengan yang membuatnya terjebak!" kata Aristotle.
"Aku tidak suka keadaan begini," kata Ben menjadi tegang.
"Aristotle, katakan kepada makhluk asing itu bahwa kita ingin membawa dia bersama kita," kata Tom. "Kalau ia tidak ingin ikut pergi, ia harus menyampaikan pesannya sekarang juga karena kita akan pergi."
"Makhluk asing itu tidak menanggapi!" kata si robot.
"Penunjuk cadangan udaraku baru saja berubah, Tom," kata Anita. "Aku hanya sanggup beberapa menit lagi."
Tiba-tiba kilatan energi melesat dari Jupiter ke Io. Suatu ledakan pada batu-batu lahar menunjukkan tempat yang dikenainya.
"Io rupanya merupakan arde bagi tenaga listrik yang dibangkitkan di Jupiter dalam lapisan atmosfirnya pada waktu-waktu tertentu dalam perputarannya," kata Tom.
"Dan hal itu menghidupkan gunung api ini setiap dua belas tahun," sambung Foster. "Kita tidak dapat meninggalkannya di sini, Tom!"
"Kalau memang demikian, maka kegiatan di permukaan tanah itu hanya semakin memperburuk keadaan saja," kata Anita.
"Kalau kita dapat menganalisa mesin pendorong stardrive pesawat penjajak itu saja, maka kita akan memperoleh rahasia penerbangan antar bintang. Kita dapat membangun angkatan perang yang paling ampuh dalam galaksi kita!" seru Foster. "Apakah engkau tidak mengerti apa artinya itu?"
"Aku mengerti, bahwa kalau kita tidak segera meninggalkan tempat ini, kita semua segera akan dipanggang hidup-hidup!" kata Tom. "Mari kita keluar dari sini."
"Lihat pesawat penjajak asing itu!" seru Anita. "Ia bergerak!"
Muda-mudi itu memandanginya sementara pesawat penjajak asing itu menggunakan setiap tenaga hidroliknya pada kaki-kakinya yang terjebak.
"Mundur!" teriak Tom. "Ia mencoba melepaskan di dari batu-batu lahar itu!"
"Tidak akan berhasil!" sahut Anita kecewa. Tanah di bawah kaki mereka mulai bergetar. "Keluar dari sini, teman-teman!" teriak Ben. "Kawah itu akan pecah terbuka!"
"Gunung ini akan segera meletus?" tanya Foster.
"Rupanya begitu," jawab Tom. "Kalau kita tidak keluar dari sini maka kita akan terjebak seperti pesawat penjajak itu"atau lebih parah dari itu! Ayo, semua ke pesawat!"
Foster melemparkan pandangan sedih yang terakhir ke pesawat penjajak asing itu, kemudian ia dan Anita mulai berlari ke pesawat sendiri.
"Mari, Aristotle!" kata Tom.
"Tunggu!" teriak robot. "Penjajak itu adalah pembawa pesan dari makhluk yang menyebut diri mereka bangsa Skree. Ia datang untuk mencari bantuan melawan".sesuatu yang disebut bangsa Chutan"..makhluk yang menyerang bangsa Skree untuk dikuasai."
"Ayoo! Tidak ada waktu lagi!" kata Tom.
"Penjajak asing itu tahu bahwa ia tidak dapat keluar dari sini secara utuh dan memenuhi tugas misinya. Ia ingin agar engkau melepaskan inti ingatannya saja, Tom. Ia menawarkan rahasia-rahasia mesin stardrive sebagai balas jasa!"
Kini Tom merasa terbagi pikirannya antara risiko mempertahankan hidupnya dengan naluri ilmiahnya. Makhluk asing itu membuat tawarannya menjadi lebih sederhana. Tom dan Aristotle memandanginya dengan terpukau, ketika pesawat penjajak asing tersebut membuka kunci inti otaknya yang berbentuk seperti telur itu dari kerangka luarnya.
"Lepaskan kabel-kabel sensornya, Tom," Aristotle mendesak.
"Cepat!" Tom menyingkirkan perasaannya untuk berhati-hati, lalu mendekati pesawat penjajak asing tersebut. Begitu ia sampai, segera ia lepaskan kabel-kabel yang dilihatnya menghubungkan penjajak itu dengan kerangka luarnya. Satu demi satu, sistem-sistem pesawat penjajak asing itu seperti mati. Apakah sebuah mesin dapat mati"
Memang kenyataannya seperti segala daya hidup pesawat penjajak asing itu tiba-tiba lenyap. Tanpa inti otak, pesawat asing itu hanya berupa onggokan logam yang tidak hidup.
Tom mengangkat inti otak pesawat itu dari kerangka luarnya dengan mudah. Kemudian ia menimang-nimang di kedua tangannya.
"Lekas ke pesawat!" ia meneriaki Aristotle.
"Setelah inti otak itu dilepaskan, aku dapat bicara dengan leluasa, Tom," kata Aristotle. "Sulit bagiku untuk berkomunikasi dengannya sebab sirkuit-sirkuit logikanya telah mendapat tekanan berat sebagai akibat begitu lama menjadi tahanan di Io. Pesawat itu menurut istilah yang digunakan oleh manusia, sudah gila!"
"Apa?" kata Tom cemas. "Mengapa engkau tidak mengatakannya?"
"Pesawat asing itu tidak diberi program seperti diriku untuk jangan membunuh. Kukira engkau tahu bahwa ia tidak berfungsi semaksimalnya. Kalau ia tahu hal itu, kukira ia tidak punya rasa takut untuk menghancurkan engkau maupun Meriweather Lewis. Kemauan untuk memenuhi tugasnya terlalu kuat!"
"Kalau katamu itu benar, aku tidak dapat mengambil risiko untuk membawanya ke pesawat kita, Aristotle. Aku harus meninggalkannya di sini."
"Aku menyesal harus mengatakan bahwa itu tidak mungkin!"
"Mengapa" Pesawat penjajak asing itu sudah tidak berhubungan lagi dengan senjata-senjata pada kerangka luarnya!"
"Pesawat itu punya bahan peledak yang sangat kuat di dalam inti otak ini. Kalau engkau hendak meninggalkannya di sini, ia akan menghancurkan kita semua. Boleh dikatakan ia sudah buta, tetapi sangat berbahaya sekali. Aku menyesal, Tom. Aku tidak dapat mengatakan kepadamu, bahwa engkau telah berada dalam bahaya yang besar semenjak engkau melihatnya!"
"Jadi kita berada di tangan orang gila yang suka membunuh," kata Tom.
Daya pengetahuannya dengan penuh memasuki akal pikirannya. Dengan demikian lalu timbul rasa takut.
"Betul katamu, Tom," kata robot.
Tom Swift menghambur masuk melalui pintu katup ke anjungan Meriweather Lewis. Ia melepaskan topi helmnya. Tetapi ia tidak punya waktu lagi untuk melepaskan bagian pakaian ruang angkasanya yang lain. Ia segera melompat ke kursi pilot dan menyambar sabuk pengaman.
Ben, Anita dan Burt Foster telah lama mengikatkan sabuk pengamannya dan menunggu dengan cemas. Aristotle melekatkan diri pada geladak pesawat dengan kerangka motor elektromaknetiknya yang sangat kuat itu sambil membawa inti otak pesawat penjajak asing dengan sangat hati-hati.
"Semua siap?" teriak Tom. "Aku akan segera memberi tenaga penuh pada mesin peleburan inti! Kalau tidak, kita semua akan segera direbus!"
Tom merasakan tanah di bawah pesawat mulai bergoyang ketika ia menghidupkan mesin pesawatnya. Mesin itu bangkit dengan menderu menggelegar. Tom segera merasakan seperti ada seekor gajah yang menduduki dadanya. Pesawat itu segera naik dengan kecepatan tinggi memasuki kekelaman ruang angkasa.
"A.. a... aku tidak da... dapat bernapas!" Foster menggumam parau.
"Daniel Boone memanggil!" terdengar suara kapten Rafe Barrot dengan nada khawatir. "Kami baru saja mendapatkan kalian di layar, dan kalian terbang seperti sebutir peluru!"
Tom melambatkan sedikit mesin peridorongnya. Ia merasa senang segera terlepas dari tekanan. Ia pun mendengar yang lain-lain bernapas Iega.
"Daniel Boone," sambut Tom. "Kami sungguh senang mendengar anda!"
"Ada apa dengan kalian" Kalian tahu bahwa kami kehilangan kalian ketika memasuki tabung fluks. Dapatkah kalian mengetahui apa yang terjadi dengan Argus" Sinyal-sinyal mati beberapa waktu yang lalu!"
"Argus hancur dalam letusan sebuah gunung api di Io, pak. Kami sendiri dapat lolos dari lubang jarum!"
Tom ingin menceritakan kepada pak Barrot tentang segala sesuatu yang diperolehnya dari pesawat penjajak asing yang gila itu dan tentang bangsa Skree maupun tentang mesin pendorong stardrive.
Tetapi ia tahu bahwa paling tidak Foster itu benar dalam satu hal: yaitu bahwa itu merupakan sebuah penemuan rahasia yang besar. Kalau sampai informasi mengenai pesawat penjajak asing itu terjatuh ke tangan yang salah, maka akan merupakan sesuatu kehancuran dari Bumi.
Tom menghela napas dengan lelah.
"Kami akan segera masuk, kapten. Tolong agar ayah dan regu keamanan siap-siap menemui kami di hanggar geladak. Aku akan menyampaikan laporan secara menyeluruh dan lengkap!"
Hening sejenak. Kemudian terdengar suara kapten Rafe Barrot.
"Akan kulakukan semua, Tom. Selamat datang di pangkalan!"
Tom bertanya-tanya dalam hati, seberapa besar sambutan selamat datang yang akan diterimanya, kalau ia telah menceritakan tentang pesawat penjajak asing itu. Lalu Foster"
Mungkin ia akan dihadapkan mahkamah militer atas penanganannya terhadap Meriweather Lewis.
Ya! Tentu akan terjadi suatu penyambutan selamat datang!
Tom meregangkan tubuhnya di kursi pilotnya. Ia berpikir apakah pesan-pesan lainnya dari pesawat penjajak asing itu. Mungkin Foster sama sekali bukan terlalu banyak menonton film science fiction.
Ia harus mengetahuinya! END Ebook PDF: eomer eadig Http://ebukulawas.blogspot.com
Convert & Re edited by: Farid ZE
blog Pecinta Buku - PP Assalam Cepu
Babi Ngesot 2 Anak Tanpa Rumah The Suitcase Kid Karya Jacqueline Wilson Nona Berbunga Hijau 3
Tom memutar tubuhnya ke arah ke mana Anita pergi. Ia memaki-maki pandangannya yang terbatas serta sifat-sifat pakaian angkasa luar yang mematikan segala perasaan.
"Anita?" ia memanggil lagi.
Gadis itu tidak nampak di mana pun juga. Ia seperti menghilang begitu saja dari permukaan.
"Sirkuit-sirkuit Anita terekam pada ingatanku," kata Aristotle.
Robot itu lalu diam, tetapi Tom tahu ia sedang memusatkan segala sensornya untuk menemukan tempat Anita.
Tom melihat Ben melompat-lompat lari ke arahnya. Ia menggunakan gravitasi rendah untuk melompat-lompat di permukaan.
"Di mana Anita?" tanyanya khawatir.
"Lambatkan sedikit, Ben," kata Tom. "Kalau engkau jatuh, pakaianmu dapat robek. Kita akan dapat menemukan dia, jangan khawatir!"
Tetapi sesungguhnya Tom sangat khawatir tentang nasib temannya. Bagaimana ia dapat lenyap begitu saja"
Tanpa berkata apa-apa Aristotle mulai bergerak maju, pelan-pelan.
"Sonarku menunjukkan bahwa permukaan di sekitarku tidak pejal, Tom." kata Aristotle. "Kita harus mencari tanda-tanda dari pecahan-pecahan baru pada kerak permukaan es ini. Kukira Anita telah terjatuh ke dalamnya."
Tom melihat-lihat ke permukaan sulci lagi. Teori Aristotle itu masuk akal. Kerak permukaan es itu memang berbeda di sini.
Nampaknya seperti pernah terkena panas yang hebat hingga mencair.
Dulu, di masa yang lalu. Kini telah membeku kembali secara hampir seketika, namun meninggalkan puncak-puncak seperti bekas-bekas sumber air di sana-sini. Kalau itu memang benar tentu ada tempat-tempat yang lunak di sana-sini.
Aristotle berhenti. Robot itu mengamati daerah sekeliling dengan kamera-kameranya, lalu memutar kerangka sensornya ke arah Tom.
"Permukaan di sekeliling ini mungkin tidak kuat menahan berat tubuhku, Tom."
"Kalau demikian, engkau tunggu di sini saja," kata pemuda itu.
"Ben, tolong ambilkan tali darurat dan sesuatu untuk menggali!"
"Oke!" kata pemuda Indian itu.
Tom melihat Ben berlari ke arah kendaraan. Tanpa menunggu datangnya Ben, Tom mulai melangkah maju hati-hati sekali. Setiap kali ia mencobai permukaan es itu sebelum melangkah.
Tiba-tiba permukaan es itu runtuh di bawah paku-paku sepatunya. Tidak ayal ia terjerembab ke depan, berlutut. Ia terinjak pada 'kantong udara'. Tetapi di Ganymede tidak ada kantong udara.
Setidak-tidaknya sekarang tidak ada. Hawanya terlalu dingin. Setiap gas akan membeku.
Tetapi bagaimana kalau teori tentang permukaan itu memang benar" Bagaimana kalau panas yang mendadak membebaskan gas-gas yang beku dan hanya cukup lama bagi gas-gas itu untuk membentuk kantong-kantong di dalam es yang mencair" Kemudian seluruhnya membeku lagi, gas-gas itu juga membeku lagi dalam sekejap, tetapi kantong-kantong udara tetap pada tempatnya.
Lalu bagaimana dengan Anita"
Ia memandangi permukaan yang membentang luas, gersang dan beku itu dengan hati frustrasi. Apakah Anita terluka berat" Pingsan"
Bagaimana ia dapat tahu. Alat komunikasi yang penting dengan Anita, yaitu radio pakaian ruang angkasanya hanya memperdengarkan suara gangguan udara atau statistik.
Masih ada masalah lagi bagi Anita, yaitu persediaan udara. Tom dan Ben akan dapat memperoleh tangki udara baru di kendaraan mereka. Maka mereka harus dapat menemukan Anita sebelum persediaan udaranya habis.
Tom terus saja mengintai-intai, mencari-cari kalau-kalau ada bekas kerusakan pada permukaan es tersebut. Tetapi cuaca begitu gelap. Pelindung mata dari topi helmnya cenderung menghalangi bayangan pandangan. Semuanya itu sungguh menjadikan orang seperti gila rasanya.
Tom sedang melakukan pengamatan ketika Ben datang dengan kendaraan mereka. Ia memberikan isyarat agar menghentikan kendaraannya.
"Berhenti di sana!" katanya kepada Ben. "Kita tidak boleh ambil risiko untuk kehilangan kendaraan penjelajah yang tidak murah harganya."
"Paling tidak kita dapat menerangi daerah ini," kata Ben. "Ada lampu kerja darurat yang menggunakan batere kendaraan."
"Tetapi kita harus berhemat," kata Tom.
Ia mengeluarkan segulung besar kabel baja pintalan serta sebuah sekop dari kendaraan itu. "Kita tidak dapat mengisi batere lagi, dan kita harus pulang ke perkemahan."
Ben mengangguk setuju dan mulai memasang lampu kerja.
Tiba-tiba Aristotle bergerak maju.
Tom melihat bahwa robot itu bukannya melangkah lurus ke depan, melainkan berjalan secara zig-zag, ke kanan dan ke kiri.
"Ikuti dengan lampu-lampu itu, Ben!" kata Tom, berjalan mengikuti jejak robot.
"Aku gunakan sonar untuk mendapatkan pijakan yang keras," kata Aristotle. "Sonar itu juga akan memberitahu di mana permukaan es yang lunak. Yang terakhir aku lihat, Anita berjalan di sini."
Tom merasa senang robot itu menjadi mata dan telinga baginya di Ganymede. Kalau musibah semacam ini terjadi di Bumi, ia akan dapat mendengar tanah yang runtuh terpijak Anita itu, sedang pandangannya tidak akan terhalangi topi helmnya. Di luar sini pancainderanya sendiri tertutup dan tidak dapat digunakan karena pakaian ruang angkasa, yaitu alat untuk mempertahankan hidup.
Tiba-tiba Aristotle berhenti. Ia diam dan berdiri tegak.
Kemudian ia mengangkat lengannya yang satu dan menunjuk ke sebelah kanan. Tom melihat permukaan es yang ditunjuk oleh robot itu agak lebih tinggi sedikit dan bentuknya seperti busa raksasa. Tetapi sulit untuk melukiskannya lebih lanjut karena gelap.
"Aku mendapatkan gema-gema yang tidak biasa dan bentukan permukaan itu, Tom." kata robot. "Ada beberapa benda logam di bawah permukaan itu".dan sesuatu yang lain pula. Anita ada di sana. Aku tahu sirkuit-sirkuitnya."
Daerah itu tiba-tiba menjadi terang benderang. Ben telah memonitor percakapannya, lalu mengarahkan lampu-lampu kerja ke tempat Tom dan robotnya. Dalam penerangan cahaya itu permukaan es nampak lebih gersang dan asing.
Tom mencoba melihat sejauh-jauhnya. Apakah permukaan itu telah pecah" Ia tidak dapat mengatakannya. Gangguan udara atau statik di radionya hanya menambah rasa kecewanya. Anita dapat terkubur untuk selama-lamanya di bawah es yang berton-ton, atau dapat pula berusaha menggali dari kedalaman jurang. Tom tidak mengetahui.
"Tunjukkan padaku, di mana permukaan yang keras, Aristotle," kata Tom. "Aku akan ke sana untuk menyelidikinya."
"Berapa berat beban yang kaubawa, Tom." kata si robot.
"Jalanlah lima langkah ke kiri dari tempatmu sekarang, kemudian belok sembilan-puluh derajat ke kanan."
Tom melakukan apa yang dikatakan robot. Ia mulai merasakan permukaan itu melandai naik.
"Stop!" ia mendengar robot beberapa saat kemudian.
"Kuharap engkau menjajak permukaan dengan hati-hati. Gunakan sekopmu sekarang, Tom," kata si robot itu.
Dengan menggunakan sekop sebagai penjajak, Tom menjajaki setiap langkahnya. Hal itu membuatnya sangat lambat. Ia menusukkan sekop,lalu melangkah, tusuk".lalu".
Dengan mendadak lapisan es itu runtuh. Tom merasa melayang jatuh. Rasanya perlahan-lahan melayang jungkir balik. Ia mendengar panggilan Ben penuh rasa cemas.
"Menyesal, Tom," ia sempat mendengar suara Aristotle.
Tom membuka mata dan mendongak. Sesosok tubuh berpakaian ruang angkasa membungkuk melongok ke bawah. Anita!
Dari radio pada pakaian ruang angkasanya ia mendengar Ben memanggil-manggil secara kalang kabut.
"Tom! Jawablah, Tom!" pemuda Indian itu berteriak-teriak.
"Semuanya baik-baik saja, Ben," kata Tom. "Aku sudah menemukan Anita. Ia juga baik-baik saja!"
Tom dapat melihat Anita mengangguk-angguk. Anita menirukan gaya jatuhnya dari permukaan, menindih pemancarnya. Ia memberikan isyarat 'oke' dengan jari-jarinya yang berkaus tebal. Jadi ia dapat mendengar Tom. Tentu sangat mengerikan bagi Anita, dapat mendengarkan teman-temannya yang berusaha menyelamatkan dia, tetapi dia sendiri tidak mampu berbuat apa-apa. Begitulah Tom berpikir. Tom berdiri dan merangkul Anita dengan kikuk dalam pakaian yang serba kedodoran itu. Ia melihat airmata kegirangan meleleh di pipi Anita.
"Aku sungguh gembira menemukan Anita. Dan kalian berdua selamat!"
Tom dan Anita mendengar Aristotle berbicara.
"Kesalahan-kesalahanku yang menyebabkan kecelakaan ini," sambung Aristotle. "Aku tidak akan menyalahkannya kalau engkau menutup sirkuitku!"
Anita memandangi Tom penuh perhatian.
"Aristotle, maukah engkau berhenti menyalahkan dirimu sendiri, terhadap apa saja yang terjadi?" kata Tom dengan jengkel.
"Aku menyesal, Tom," kata si robot.
Tom menyeringai tersinggung. Ia akan segera membuat perhitungan dengan sifat rendah diri Aristotle. Anita melambaikan lengannya lebar-lebar memperlihatkan keadaan di sekeliling mereka.
Tom dapat melihat bahwa mereka telah terjerumus ke dalam sebuah gua es di bawah tanah.
Sisinya licin rata, tetapi dasarnya penuh dengan batu-batu berserakan, bongkahan es".dan potongan-potongan peralatan dari pesawat nomor empat. Karena itulah mereka tidak melihat reruntuhan itu. Dari permukaan di atas tidaklah mungkin mengetahui adanya sebuah gua, Tom menduga, paling tidak bergaris tengah satu kilometer dan di beberapa tempat dalamnya beberapa meter. Seluruh daerah itu mungkin banyak terdapat 'gua-gua busa' semacam itu.
"Pesawat itu ada di sini," kata Tom. "Rupanya cukup parah. Tetapi tidak mungkin diketahui apakah di antara peralatan-peralatan itu masih ada yang dapat digunakan, sebelum kita kembali ke perkemahan."
"Kita harus segera pula mendapatkan udara bagi kalian berdua," kata Ben. "Penunjuk isi udaraku baru saja berubah."
Tom melihat Anita menunjuk dirinya dan mengangguk-angguk keras. Alat-alat penunjuk pada pakaian ruang angkasa mereka berubah dari hijau ke oranye. Hal itu memberitahu si pemakai, bahwa udara tinggal untuk seperempat jam lagi. Kalau sudah menjadi merah, ya itulah!
"Dalam kendaraan masih ada kabel lagi," kata Tom. "Tetapi sayang sebagian besar sudah kubawa kemari. Akan aku lemparkan kepadamu, entah bagaimana caranya."
Pikiran Tom biasanya bekerja sangat cepat pada waktu menghadapi saat-saat krisis, dan kali ini pun tidak terkecuali. Dalam beberapa detik saja ia sudah punya rencana.
"Aku akan mencoba melemparkan ujung kabelku ke atas, Ben," katanya. Tom mencari-cari di dasar gua. Ia memerlukan sesuatu untuk beban pada ujung kabel. Ia melangkah ke arah reruntuhan dan memilih sesuatu yang sekiranya cukup berat. Ini cukuplah, pikirnya.
Ia melepaskan gulungan kabel. Ujungnya diikatkan pada potongan suatu kerangka yang baru saja dipungutnya. Anita hanya memandangi. Tom tahu bahwa ia harus segera bertindak. Mereka tidak punya waktu yang banyak sampai persediaan udaranya habis.
Ben harus menurunkan tangki-tangki udara itu dengan kabel. Kabel itu pun harus cukup panjang agar dapat mencapai mereka. Tangki-tangki yang lemah halus itu tidak akan tahan apabila harus dijatuhkan.
Setelah ia yakin bahwa potongan logam itu terikat erat pada ujung kabel, ia lalu berseru kepada Ben.
"Aku akan mencoba melemparkan kabel ini ke atas. Semoga saja aku dapat melemparkannya cukup tinggi!"
Kalau berada di Bumi, Tom tahu bahwa tidak akan mungkin melemparkan kabel setinggi itu. Tetapi dalam gravitasi seperenam, mungkin saja akalnya itu berhasil.
Ia memutar-mutar ujung kabel itu selama satu menit, dan menggunakan berat potongan logam untuk mendapatkan kecepatan.
Kemudian ia lemparkan kabel itu sekuat tenaga ke atas. Anita hanya memandangi benda itu melayang ke atas, kemudian jatuh lagi di depan mereka. Benda itu hanya sedikit saja muncul di atas lubang gua.
"Tidak sampai kali ini, Ben," seru Tom. "Akan kucoba lagi."
Kali ini pemuda itu melompat setinggi-tingginya sebelum tangannya berayun ke belakang untuk gerakan melempar. Ia kehilangan keseimbangan tetapi kabel itu dapat melayang keluar gua.
"Kena!" ia mendengar Ben berseru.
Anita melompat-lompat girang. Tangannya bertepuk-tepuk.
Tom melihat kabel itu ditarik ke atas. Namun ia merasa khawatir. Indikator di bajunya telah berganti oranye. Ia melirik ke Anita. Ia tentu juga hampir kehabisan udara, pikirnya. Tetapi Anita tidak menunjukkan kepanikan. Sungguh! Ia gadis yang mengagumkan, pikir Tom bangga.
Anita menunjuk ke pinggir atas gua. Sebuah tangki udara yang terikat pada kabel berayun-ayun turun. Kedua muda-mudi itu melangkah mundur untuk menghindar dari pecahan-pecahan es yang disebabkan oleh geseran kabel.
"Tenang saja, Ben," kata Tom ketika tangki itu semakin dekat dengan dasar gua. Begitu ia dapat meraihnya, Tom segera melepaskan tangki itu. Ia membawanya ke Anita untuk menukarkannya dengan yang sudah kosong. Kemudian tangki kosong diikatkan pada kabel.
"Tarik, Ben!" Biarpun tangki itu sudah kosong, tetapi masih amat berharga.
Beberapa saat lagi Tom melihat Ben menurunkan tangki yang kedua.
Setelah tangki kosong milik Tom dinaikkan, ia dan Anita lalu melihat-lihat ke sekeliling memeriksa potongan-potongan peralatan yang berserakan.
"Kita harus mengangkatnya sebanyak mungkin," kata Tom kepada Anita.
Bersama-sama mereka mulai mengikatkan bagian-bagian dari peralatan itu sebanyak mungkin. Tom kemudian memberi isyarat kepada Ben dan Aristotle untuk menariknya. Akhirnya mereka dapat menyelesaikan pekerjaan itu.
"Sekarang aku akan menaikkan kalian," kata Ben. "Kita hanya mempunyai persediaan udara cukup sampai ke perkemahan."
Tom memberi isyarat kepada Anita untuk naik lebih dulu. Anita seperti segan-segan. Tetapi Tom mendesak hingga akhirnya Anita mengalah. Tom mengikatkan kabel di pinggang erat-erat. Ia harus berlaku hati-hati untuk tidak mengganggu alat perlengkapan untuk mempertahankan hidup.
"Tarik! Hati-hati!' seru Tom kepada Ben. "Tolong Ben menarik Anita ke atas, Aristotle!" ia menyambung.
Tom memperhatikan Anita ditarik ke atas. Ketika gadis itu lenyap di balik tepi gua, Tom kembali ke sisa-sisa reruntuhan untuk sesaat. Ia mengais-ngais sebentar sampai ia menemukan sesuatu yang pernah dilihat sebelumnya.
Itulah komponen-komponen elektronik pesawat yang sudah penyok-penyok. Kalau ia mempunyai bukti-bukti barang, mungkin ia dapat membuktikan kepada Aristotle bahwa jatuhnya pesawat itu bukan karena kesalahan si robot. Ia sadar harus berbuat sesuatu. Kalau tidak maka kepercayaan diri robot itu akan tetap terganggu.
Chapter 9 "Gua-gua es itu merupakan penemuan hebat, Tom," pemuda itu mendengar seseorang berkata di belakangnya.
Ia memutar tubuh, berpegangan pada batang pegangan yang melekat pada dinding. Ia melihat Doktor Sung Vangumtorn melambai kepadanya dari lift utama Daniel Boone. Pintu lift itu segera tertutup.
Planetolog dari Muangthai itu bersama regunya sedang menuju ke perkemahan di darat dengan membawa alat-alat mereka yang terakhir. Kubah mereka sudah selesai. Sejak sekarang hingga Daniel Boone berangkat pulang, mereka akan melakukan percobaan-percobaan mereka di Ganymede. Tom tahu bahwa mereka sudah merencanakan perjalanan-perjalanan ke gua-gua es, sebuah formasi aneh yang hampir saja mengubur hidup-hidup temannya Anita.
Setidak-tidaknya beberapa regu ilmuwan telah melakukan tugas mereka dengan berhasil. Tom merasa sayang tidak dapat mengatakan demikian bagi keluarga Friedman beserta regu astronominya.
Tom melayang melewati pintu laboratorium. Ia memandangi lorong yang kosong. Setelah kini mereka berada dalam orbit geosinkron mengelilingi Ganymede, para awak itu lalu menghentikan perputaran kapal. Mereka yang tinggal di kapal harus merubah cara hidup mereka sesuai dengan keadaan tanpa berat. Namun tidak banyak lagi yang tinggal di kapal.
Setelah pangkalan Ganymede sudah mendekati selesai, semua orang kecuali para awak yang diperlukan untuk perawatan kapal antar planet yang sangat besar itu, akan berpindah ke darat. Semua orang, kecuali keluarga Friedman tidak mempunyai tempat yang harus dituju.
Kebanyakan dari bahan-bahan untuk kubah mereka dan juga hampir semua peralatan mereka telah rusak bersama jatuhnya pesawat angkut nomor empat.
Tom, ben dan Anita serta Aristotle telah berbuat sekuat tenaga untuk membantu para astronom itu memeriksa potongan-potongan peralatan yang dapat mereka selamatkan. Tetapi sebegitu jauh mereka hanya menemukan sedikit sekali untuk dapat digunakan bagi penyelidikan. Sedapat-dapatnya pemuda-pemuda itu telah menolong mereka agar jangan sampai terlalu dalam terjerumus dalam perasaan tertekan. Tom tahu bahwa mereka merasa sebagai beban yang mati pada ekspedisi itu.
Tom melayang keluar pintu tingkap laboratorium. Ia berhenti tanpa disadari, dan melihat Aristotle beserta teman-temannya sedang mengerumuni Ian Friedman. Ada sesuatu yang ada di tangga di meja kerja astronom muda itu.
Anita mendongak dan memberi isyarat kepadanya dengan gairah.
"Lihat, apa yang telah dipasang Ian semalam," katanya.
Ketika Tom melayang ke arah mereka, ia melihat bahwa Ian memang telah tidak tidur untuk beberapa waktu. Wajahnya pucat kuyu, dan di bawah matanya terdapat lingkaran-lingkaran hitam.
Tetapi pemuda itu tersenyum. Bangga!
Di meja kerjanya, di depannya, Tom melihat sebuah kapsul yang termasuk salah satu pesawat penjajak Friedman, yang direncanakan untuk diluncurkan ke bulan-bulan yang lain dari planet Jupiter. Data dari kamera-kamera pesawat penjajak itu. Maka ditambah contoh-contoh batuan yang harus diambil oleh pesawat itu akan menjadi bahan penyelidikan regu astronom mereka. Entah bagaimana, Ian berhasil mengumpulkan bagian-bagian dari keenam penjajak itu menjadi satu.
"Aku belum tahu apa gunanya menyetel ini menjadi satu," kata ilmuwan muda itu. "Tidak ada jalan untuk dapat meluncurkannya lagi ke mana pun. Ini hanyalah paket peralatannya. Bagian alat geraknya telah hancur. Aku hanya ingin berbuat sesuatu."
Tom memandangi penjajak itu sejenak. Ia lalu memandang ke luar jendela ke ruang angkasa. Bintang-bintang itu menatap balik kepadanya.
"Ini penjajak yang mana?" ia bertanya.
"Alat-alatnya kebanyakan dari paket untuk Io," jawab Ian.
"Tetapi ada pula yang dari paket ke Callisto, dan juga ke Amalthe."
"Apa kaukira masih akan dapat bekerja di Io" tanya Tom.
"Aku tidak tahu. Sudah tidak banyak lagi pelindung terhadap panas seperti aslinya. Ah! Tidak ada masalah! Benda ini toh tidak akan ke mana-mana!"
Ben memandangi Tom sambil tersenyum misterius sehingga Anita memandangi kedua pemuda itu berganti-ganti.
"Engkau punya gagasan, ya?" kata si ahli komputer. "Kudengar roda-roda gigi itu berderit-derit dalam otakmu!"
Ian memandangi ketiga teman-temannya itu, mengernyit tidak mengerti.
"Ada apa sih?" tanyanya tidak mengerti.
"Kalau aku kembali nanti, kalian aku harapkan sudah memikirkan pelindung panas untuk penjajak itu," kata Tom. "Aku harus pergi sebentar untuk menemui seseorang tentang sebuah kapal. Ini berlaku pula untukmu, Aristotle!" kata Tom, langsung menatap ke lensa-lensa kamera si robot.
Tanpa berucap kata-kata lain lagi Tom meninggalkan ruang laboratorium menuju ke lift utama.
"Anjungan!" katanya ke dalam komputer begitu masuk ke dalam lift.
Beberapa menit kemudian, ia melayang masuk ke dalam anjungan. Dua orang awak yang nampak bosan, dengan selempang pada seragamnya yang menandakan bahwa mereka itu anggota 'Patroli Kapal', menghadang di jalan.
"Kenalkan siapa diri anda! Sebutkan tugas anda di anjungan!" kata seorang Patroli Kapal dengan nada resmi.
"Aku Tom Swift Junior. Aku datang untuk bertemu kapten Barrot," kata Tom.
Kedua PK itu saling berpandangan yang tidak dimengerti artinya oleh Tom. Kemudian salah seorang melayang ke sebuah pintu tingkap dengan bertuliskan 'Navigasi'! Hanya untuk awak!' PK itu mengetuk pintu.
"Tuan Swift Junior minta izin bertemu Kapten!" katanya.
Pintu tingkap itu terbuka. Pak Rafe Barrot menjulurkan kepalanya.
"Izin diberikan!" katanya tersenyum. "Masuklah Tom!"
Tom melangkah ke pintu masuk.
"Terimakasih," katanya melewati kedua PK itu.
Wajah-wajah petugas itu seperti berkedok formalitas yang tidak dapat dimengerti. Sifat kemiliteran itu merasuki seseorang secara misterius, pikir Tom. Ia lalu masuk ke ruang navigasi.
"Memang tenang dan damai di atas sini, tanpa orang-orang sipil," kata pak Barrot menggoda.
Tom duduk di sebuah kursi di samping pak Barrot. Ia lalu mengikatkan sabuk pengaman agar jangan tanpa sengaja melayang ke salah satu peralatan yang halus di ruang yang sempit itu. Di sana terdapat saklar-saklar, tombol-tombol dan piringan-piringan angka digital.
Tom melihat ke luar jendela. Ia memandang Ganymade seperti berbingkaikan planet Jupiter. Ia masih saja terpesona melihatnya.
"Bagaimana keadaannya?" tanya Tom.
Ia tidak ingin langsung mengajukan permohonan meminta pesawat. Ia memang sudah agak lama tidak berjumpa Kapten Barrot.
Ia menyukainya dan sangat menghormati kapten itu.
"Dengan sejujurnya aku menjadi kaku karena bosan," kata pak Barrot sambil tertawa. "Hanya sedikit yang diperlukan untuk tetap dalam orbit. Dan orang-orang AL itu, sungguh membuat aku bagaikan gila dengan segala 'kerapihan' mereka. Aku lebih senang berada di bawah sana di mana terdapat segala kegiatan. Tetapi seorang kapten memang harus ada di kapalnya!"
Tom mengangguk penuh simpati. Ia tahu bahwa pak Barrot termasuk orang yang suka berpetualang. Orang macam itu tidak akan betah di bawah beban yang rutin, yang itu-itu juga. Tom teringat akan semua ceritera-ceritera tentang Rafe Barrot dengan temannya Martin Sanchez Nagayama, yang sekarang masih tetap sersan di AD. Ia pun heran bagaimana mungkin pak Barrot belum juga 'kacau pikirannya'.
Namun ia jarang bertemu orang dengan penguasaan diri seperti pak Barrot. Barangkali itulah alasannya.
"Apa yang menyebabkan engkau datang kemari, Tom?" tanya pak Barrot membuat Tom terkejut.
"Aku perlu pesawat," jawab Tom.
Barrot bersandar pada kursinya. Ia tersenyum kepada Tom.
Namun Tom merasa ia telah tergelitik rasa ingin tahu pak Kapten.
"Mengapa engkau membutuhkan pesawat?"
"Aku ingin meletakkan suatu instrumen di Io. Aku pun ingin tahu apa yang terjadi dengan pesawat penjajak Argus."
"Kalau begitu engkau membutuhkan pesawat pendarat jarak jauh. Siapa saja yang akan ikut pergi dengan kau?"
"Ben Walking Eagle, Anita dan Aristotle, robotku!"
"Aku tidak dapat memberikan engkau atas pesawat AL, Tom. Engkau harus merelakan orang lain yang bertanggungjawab atas pesawat itu."
"Itu aku mengerti, pak. Apakah itu berarti anda akan memberikan pesawat itu kepadaku, pak?"
"Mungkin! Ayahmu adalah temanku, Tom. Dan apa yang hendak kaulakukan itu sangat berbahaya, meskipun itu akan menyinggung keberhasilan misi penjelajahan Jupiter. Aku akan lebih merasa tenang kalau engkau mendapat izin dari ayahmu. Engkau sudah berbicara dengannya?"
"Belum!" "Kalau dia mengatakan 'oke', maka tidak ada alasan bagiku mengapa tidak memberikan pesawat kepadamu. Engkau lebih berpengalaman di ruang angkasa daripada kebanyakan orang lain di kapal ini. Dan aku juga tahu bagaimana engkau dapat menolong dirimu sendiri. Aku lihat daftar tugas sebentar!"
Pak Barrot memutar kursinya. Ia menghadapi sebuah CRT kecil, sebuah Tabung Sinar Katoda. Ia menekan-nekan suatu sandi pada terminal mini itu. Sebuah daftar nama-nama muncul. Nama yang terakhir berkedip-kedip.
"Letnan Muda Burt Foster itulah orangmu," kata kapten sambil tersenyum. "Ia seorang AL sampai ke tulang-tulangnya, jadi ia tentu mengharapkan segala yang resmi dari padamu. Kalau saja aku bisa ikut dengan engkau!"
"Aku tidak tahu bagaimana aku harus berterimakasih kepada anda, pak!"
"Nanti dulu! Engkau masih harus minta izin ayahmu!" kata pak Barrot.
Tom berjabatan tangan dengan pak kapten, lalu meninggalkan anjungan. Dari pada kembali ke laboratorium, ia langsung memakai pakaian ruang angkasa lalu terus ke geladak pesawat pulang-balik. Ia mengambil pesawat pendarat pertama yang menuju ke Pangkalan Ganymede. Ayahnya sudah menunggu ketika ia tiba.
"Aku terima pesanmu, nak," kata ayahnya. "Aku ingin tahu apa saja yang begitu penting sehingga tidak sabar menunggu sampai sehabis giliran kerja?"
Kedua Swift, ayah dan anak itu melangkah perlahan-lahan melintas jarak yang pendek dari lapangan pendaratan hingga ke ruang kedap udara di kubah. Pak Swift mengunci ruang itu dan beberapa detik kemudian mereka melangkah keluar ke ruang penyemprotan suci hama.
Setelah cairan itu menghapus segala radiasi Jupiter, Tom memusatkan pikirannya. Pemuda itu tidak suka menimbulkan kesulitan kepada orangtua, tetapi pesawat itu sungguh penting baginya, dan itu berarti segala-galanya bagi keluarga Friedman.
"Mari ikut!" kata ayah Tom, setelah mereka membuka pakaian ruang angkasa.
Bagian dalam kubah utama itu benar-benar suatu keajaiban.
Setiap kali Tom mengunjunginya, para pekerja serta penghuni selalu sudah memperbaikinya, yaitu agar semakin memberikan kenyamanan.
Kubah-kubah yang lebih kecil tidak ada yang mendekati keindahannya. Tidak mungkin untuk menyampaikan biarpun telah selesai nanti.
Kubah itu dibagi-bagi menjadi tempat tinggal, laboratorium dan ruangan-ruangan umum. Hal itu dilaksanakan dengan mendirikan kerangka-kerangka yang lalu disemprot dengan busa plastik. Prinsip yang sama digunakan pula bagi pembangunan lantai bawah dan lantai atas, dengan menggunakan tiang-tiang penguat di bagian dalam sebagai dasar untuk membuat lantai atas.
Lantai bawah sebenarnya ada di bawah permukaan tanah.
Bagian itulah yang harus diselesaikan pembangunannya lebih dulu.
'Sentuhan' manusia mengakhirinya dengan cat-cat yang berwarna hangat. Tom dapat melihat pula bahwa motif-motif geometris telah juga menjalar ke lantai atas.
Pak Swift memasuki sebuah bilik kecil dan memberi isyarat kepada anaknya untuk mengikutinya.
"Inilah tempat tinggalku sekarang. Anggaplah seperti di rumah!"
Tom harus mengakui bahwa bilik ayahnya memang sangat menyenangkan. Ia bertanya-tanya dalam hati apakah yang lain-lain juga demikian.
"Aku tidak ingin membuang-buang waktumu, ayah!" kata Tom. "Aku tahu betapa sibuk ayah. Aku hanya ingin mendapat izin untuk meminjam pesawat ke Io!"
Ayahnya memandangi dia beberapa saat. Ketika ayahnya bicara, Tom dapat merasakan adanya perhatian yang besar pada suaranya.
"Bolehkah aku bertanya mengapa engkau hendak pergi ke Io?"
"Ian Friedman telah berhasil menyelamatkan salah satu paket instrumen dari pesawat angkut nomor empat. Tetapi ia tidak dapat memperoleh jalan untuk meletakkannya di tempat yang seharusnya. Aku ingin agar keluarga Friedman bila pulang dari ekspedisi ini membawa sesuatu hasil. Selain itu, ayah tahu bagaimana kita ingin tahu tentang apa yang terjadi dengan Argus. Kalau aku dapat menemukannya mungkin aku akan dapat membereskannya pula."
"Engkau berkata begitu sederhana," kata ayahnya. "Tetapi apakah sudah kaupikirkan bahaya-bahayanya?"
"Yaa. Tetapi aku pun sudah melakukan hal-hal yang berbahaya sebelum ini. Dan ayah tidak pernah untuk menahan aku, bukan?"
"Kukira aku tidak dapat menolaknya, kalau pun aku mencobanya. Engkau terlalu mirip dengan aku. Namun tidak mudah bagiku untuk melihat engkau pergi. Engkau anakku satu-satunya. Dan aku sangat mencintaimu!"
Tom menelan ludah. Ia tahu bagaimana perasaan ayahnya.
Tidak pernah akan demikian mudah baginya melihat anaknya pergi melakukan tugas berbahaya, dan yang besar kemungkinannya tidak akan kembali lagi.
"Engkau punya naluri yang baik, Tom," kata ayahnya. "Dan aku tahu, bahwa engkau dapat menguasai dirimu dalam keadaan krisis. Apakah menurutmu perjalanan ini benar-benar penting?"
"Ya!" "Aku akan mengirimkan radiogram kepada Rafe. Hati-hati saja, nak!"
"Aku akan selalu hati-hati, ayah. Terimakasih!"
Chapter 10 Perwira jaga di landasan pesawat bolak-balik pada Daniel Boone memandangi Tom, Ben, Anita dan robot sejenak. Kemudian ia melihat ke CRT dari daftar kegiatan komputer yang dipegangnya.
"Engkau telah ditunjuk untuk pesawat Meriweather Lewis," katanya. "Ia ada di landasan dua. Usahakanlah agar pulang dengan utuh!"
"Eh"kami tentu akan melaksanakannya," kata Tom.
Dengan cepat ia melewati orang tersebut. Waktu itu saat gravitasi penuh di Daniel Boone. Yaitu saat yang lebih disenangi oleh para awak daripada 'siklus putar'. Diperkirakan, bahwa orang-orang yang tinggal di ruang angkasa akan mengalami kemunduran kondisi otot-ototnya. Orang-orang yang demikian itu telah belajar untuk menentukan waktu-waktu tertentu untuk berolahraga di ruang olahraga, untuk melawan apa yang diakibatkan oleh kurangnya gravitasi pada otot-otot mereka.
Karena lamanya misi penjelajahan Jupiter, maka hal demikian itu lebih diperhatikan lagi dengan memberikan sebanyak mungkin waktu bagi para awak untuk berada dalam keadaan gravitasi penuh selama perjalanan tersebut. Oleh karena kini Pangkalan Ganymede telah mendekati selesai pembangunannya, yaitu hanya tinggal siklus-siklus putar itulah yang memberikan kesempatan bagi mereka untuk menikmati gravitasi penuh.
"Ia tidak main-main," kata Anita, ketika mereka telah tidak dapat didengar oleh perwira jaga. "Itulah kesulitannya pada seorang empath"."
"Seorang apa?" tanya Ben.
"Seseorang yang mampu membaca atau ikut merasakan perasaan orang lain." kata Aristotle.
"Aristotle telah menolong melakukan riset tentang hal itu," kata si cantik berambut merah. Ia tersenyum mesra kepada si robot.
"Aristotle telah menolongmu?" tanya Tom.
"Aku telah meminta kepadanya agar jangan berkata apa pun tentang hal itu kepadamu sampai aku sendiri yang mengatakannya kepadamu," kata Anita. "Aku khawatir, engkau akan mengatakan aku sinting atau semacam itulah. Aku menginginkan bukti-bukti bahwa orang empath itu memang ada!"
"Ini bukanlah pelanggaran atas petunjuk utama padaku, Tom. Yaitu bahwa tidak kukatakan sendiri kepadamu," kata Aristotle.
"Kalau engkau menanyakannya kepadaku, aku tentu harus mengatakan rahasia Anita itu. Dan karena engkau tidak menanyakannya"."
"Aku tahu," kata Tom tertawa. "Aku tidak menanyakannya, karena itu engkau tidak harus mengatakannya!"
"Anita dan aku punya arus yang sama. Engkau toh tahu itu," kata Aristotle. "Ia adalah temanku."
"Jadi kalian berdua adalah 'saudara satu sirkuit', begitu?" kata Ben menggoda.
"Saudara apa?" tanya Anita.
"Ada suatu kebiasaan di antara suku-suku bangsa Indian, bahwa orang-orang yang berteman cocok akan menggores jari-jarinya dan mencampurkan darahnya. Mereka percaya bahwa mereka akan berteman seumur hidup, 'saudara sedarah'."
"Ketika pak Swift berkata kepadaku bahwa chip dari mikrokomputerku mempengaruhi sistem sarafku, aku semakin merasakan bagaimana hal itu mempengaruhi aku" Karena aku kini mengerti tentang segala perasaan aneh yang menghinggapiku, maka aku dapat menguasainya. Bahkan bisa menggunakannya untuk kepentinganku," kata Anita.
"Karena itu engkau bisa mengatakan bahwa perwira jaga itu tidak main-main," kata Ben. "Aku berani bertaruh bahwa semua orang AL itu menganggap bahwa kita akan menghancurkan pesawat mereka serta membunuh diri kita sendiri pada perjalanan nanti!"
"Ya, begitulah!" kata Anita.
"Orang sipil tidak diperkenankan masuk daerah tanpa izin. Kenalkan diri kalian!" terdengar suara menggerutu di belakang.
Tom membalikkan tubuh dengan heran dan marah. Ia merasa ditegur dengan kasar. Seorang perwira muda AL membawa sebuah ransel berjalan kaku ke arah Tom, lalu berhenti. "Aku bilang"."
"Siapa anda?" tanya Tom.
Ia memandang ke bawah dengan tajam, sebab perwira itu memang lebih rendah daripadanya, hanya setinggi bahunya.
"Bukan begitu caranya, tuan," jawab perwira itu. "Nah sebelum aku terpaksa panggil PK, siapa anda" Dan mengapa anda memimpin 'barisan sinting' ini di tempat terlarang dari sebuah kapal AL?"
"Aku Tom Swift! Ini bukan 'barisan sinting'. Ini teman-temanku dan aku diberi hak untuk berada di sini!"
Tom lalu memperlihatkan kartu pas-pas mereka.
"Kami akan pergi dengan Meriweather Lewis," Tom melanjutkan, "untuk melakukan misi penjelajahan ke Io. Kami adalah awak pesawat."
"O, tidak mungkin!" kata perwira muda itu. "Tidak ada orang yang mengatakan demikian kepadaku. Aku tidak ingin ke mana-mana dengan kalian!"
Perwira muda itu dengan kasar mendesak lewat, lalu masuk ke pintu ganda dengan tulisan 'Landasan Berangkat 2'.
"Kukira, ia adalah Letnan Muda Burt Foster," kata Tom.
"Wah! Ia pasti akan menjadi teman seperjalanan yang mengasyikkan," kata Ben menyindir.
"Dia menakut-nakuti aku, Tom," kata Anita. Tom melihat gadis cantik itu cemas. "Aku tidak mengerti mengapa engkau tidak boleh menjadi nakhoda pesawat itu?"
"Meriweather Lewis resminya adalah pesawat AL, meskipun Swift Enterprises yang merencanakan dan membangunnya. Aku bukan anggota AL. Kita tidak dapat pergi tanpa letnan Foster, karena itu kita harus belajar untuk tidak menghiraukan dia. Mari kita segera ke pesawat dan segera keluar dari sini! Aku sudah bergairah sekali untuk ke ruang angkasa lagi. Pangkalan Ganymede memang menarik, tetapi aku sudah dihinggapi 'demam petualangan' atau semacam itulah!"
"Aku di pihakmu, Tom," kata Aristotle. Kata-kata itu mengejutkan dan juga membuat hati mereka menjadi senang.
Mereka masih saja bersendagurau dengan si robot, ketika mereka melewati pintu-pintu landasan untuk berangkat. Tetapi tertawa mereka segera berhenti ketika melihat pandangan kebencian di wajah letnan yang memandangi mereka pada waktu mendekati pesawat.
Tom langsung menuju ke arah Foster sambil tersenyum walaupun perwira muda itu menatapnya dengan pandangan bermusuhan.
"Kukira kita akan berangkat dengan awal yang buruk," kata Tom.
Ia tidak berusaha agar keramahannya itu nampak dibuat-buat, tetapi sungguh-sungguh. Nampaknya tidak ada sesuatu pun yang dapat menyenangkan diri Foster.
"Marilah perselisihan pribadi kita disisihkan demi kebaikan tugas kita, oke?" kata Tom.
"Perselisihan kita bukan bersifat pribadi, tuan Swift," kata Foster dingin. "Ini persoalan profesional. Setiap kali seorang sipil dapat .... "
Dengan mendadak Foster menangkupkan tumitnya dan memberi hormat. Tom membalikkan tubuh untuk melihat kapten Rafe Barrot melangkah ke arah mereka.
Kapten itu tersenyum ketika mendekati kelompok muda-mudi itu. Tetapi Tom melihat bahwa di belakang senyuman itu nampak adanya ketegangan. Apakah ada kaitannya dengan keluhan-keluhan Foster tentang dia dan teman-temannya" Tom memperkirakan bahwa Foster telah berbicara dengan atasannya setelah pertemuan mereka yang pertama ketika mereka menuju ke landasan.
Apakah keluhan itu sampai sedemikian jauh sehingga mencapai kepada kapten itu sedemikian cepat" Memang hampir tidak pernah terdengar bahwa seorang kapten kapal seperti Daniel Boone secara pribadi mengirimkan suatu ekspedisi kecil seperti mereka, kecuali kalau mereka mengira ada sesuatu yang tidak beres.
Kapten membalas hormat Foster.
"Istirahat, Letnan!" katanya.
Tom melihat bahwa Foster mengubah sikap menurut perintah militer dengan tepat dan cermat. Namun letnan yang masih muda itu nampak jauh dari perasaan istirahat. Tom tidak yakin. Tetapi ia mengira bahwa pak Barrot pun melihatnya.
Kapten itu tersenyum kepada Tom, Ben dan Anita.
"Aku ingin meyakinkan diri bahwa kalian akan berangkat dengan awal yang baik," ia berpaling kepada Foster dan berkata dengan suara biasa yang bisa menjebak: "Tahukah engkau" Engkau tidak perlu mengemudikan pesawat ini seorang diri! Tom ini telah memiliki jam terbang yang banyak di ruang angkasa dan ia adalah pilot yang hebat. Aku ingin agar engkau mendengarkan dia kalau kau menerima saran-sarannya, letnan!"
"Siap, pak!" kata Foster.
Tom mendengar bahwa letnan itu cukup cerdas untuk dapat mengetahui bahwa ia sebenarnya menerima perintah. Hanya saja kata-kata itu diucapkan sedemikian agar letnan itu tidak merasa malu karena sikap-sikap sebelumnya.
Chapter 11 "Maukah engkau ikut aku memeriksa muatan, Tom," tanya Aristotle.
Tom duduk di kursi ko-pilot di anjungan Meriweather Lewis. Ia memutar kursinya dan memandangi robotnya dengan bertanya-tanya. Kemudian ia membuka sabuk pengamannya dan melayang bebas dari kursinya. Pesawat itu sedang melintas melewati bulan yang bercahaya merah oranye, yaitu Eropa, bulan nomor dua dan yang paling dekat dengan Jupiter. Kini pemandangan yang tanpa terhalang ke planet raksasa itu telah memikat perhatian Tom untuk sejenak. Ia akan diperlukan di anjungan lagi apabila telah terbang mendekatinya dan mulai menurun menuruti orbit. Tetapi ia dapat meninggalkan tempatnya sejenak, setidak-tidaknya.
"Mohon izin untuk memeriksa paket peralatan," pinta Tom.
Teror Di Satelit Yupiter Tom Swift 2 di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Foster tetap memaksakan formalitas seperti ini kepada 'anak buahnya'. Ia, yang duduk di samping Tom pada kursi kapten pilot menoleh pun tidak, seperti terpaku pada alat-alat navigasi.
"Izin diberikan!" ia menggumam.
Tom meninggalkan anjungan sambil menghela napas lega. Ia mengikuti si robot bergerak maju dengan bantuan pegangan yang dipasang dalam pesawat. Pesawat Meriweather Lewis itu tidak dilengkapi dengan peralatan pembangkit gravitasi buatan seperti halnya dengan kapal Daniel Boone. Aristotle menggunakan kerangka motornya sebagai elektromaknet hingga ia tidak perlu melayang pada gravitasi nol di ruang angkasa.
Tom memberi isyarat 'halo' kepada Ben dan Anita ketika ia dan Aristotle melewati mereka di lorong yang membatasi anjungan itu dengan bagian pesawat yang lain. Biasanya mereka akan berhenti dan mengobrol dengan bergairah tentang ekspedisi itu, serta membicarakan rencana-rencana untuk menjelajahi permukaan Io.
Tom lewat. Pemuda itu hampir dapat merasakan ketegangan yang diciptakan Foster dalam pesawat itu. Ia pun tahu bahwa Anita merasakan hal itu pula.
"Mengapa engkau tidak istirahat sebentar?" tanya Tom sambil meletakkan tangannya di pundak Anita. "Engkau tidak perlu berjalan dalam gravitasi nol. Dengan mematikan komputermu engkau tidak akan terlalu peka atas segala sesuatu yang sedang terjadi!"
"Saranmu itu baik," kata Anita.
Tom dapat merasakan rasa lelah dalam suara Anita. Ketegangan di dalam pesawat Meriweather Lewis telah meminta kurban penderitaan ketegangan kepada mereka semua.
"Aku akan membantu," kata Ben kepada Anita.
Kemudian ahli teknik komputer itu menatap Tom dan Aristotle.
"Ada sesuatu yang terjadi?" ia bertanya.
"Tidak!" jawab Tom acuh tak acuh. "Aristotle dan aku sedang hendak memeriksa muatan. Bagaimana pun juga aku perlu meregang-regang kakiku. Aku sudah duduk berjam-jam dan kalau kita sudah dekat dengan Io, aku tentu harus terus duduk untuk beberapa waktu lagi."
Ben menerima alasan itu tanpa komentar.
"Kalau engkau kembali ke anjungan, maukah engkau memeriksa kamera-kamera luar yang diatur oleh komputer itu?" tanya Tom. "Aku sudah berjanji kepada keluarga Friedman akan membuat gambar-gambar close-up dari Jupiter maupun Io."
"Tentu," kata Ben. "Tetapi lekas kembali, ya" Membosankan sekali di anjungan hanya dengan Foster!"
Ben dan Anita melanjutkan berjalan ke anjungan. Tom memandanginya dari belakang. Ia ingin mengatakan kepada mereka bahwa memang ada sesuatu yang harus mereka hadapi. Tetapi ia tidak ingin membuat mereka cemas sebelum ia berbicara dengan Aristotle.
Robot ini sedang resah mengenai sesuatu. Tom yakin akan hal itu.
Sebenarnya Aristotle mampu melakukan pemeriksaan muatan itu sendiri.
Mereka memasuki ruang tempat muatan. Tom menutup pintu tingkap di belakangnya.
"Oke! Apa sebenarnya yang tidak beres?" ia bertanya kepada si robot.
"Aku telah menghubungi bagian navigasi dari komputer pesawat, Tom. Secara relatif alat itu berinteligensi rendah. Tetapi kadang-kadang aku merasa perlu berbicara dengan mesin-mesin yang lain. Kuharap saja engkau dapat memaklumi. Yang jelas aku agak curiga tentang arah perjalanan kita. Karena itu aku meminta perincian-perinciannya. Apakah engkau sudah mengecek kalkulasi letnan Foster?"
"Tidak! Aku sudah mencoba mengajukan pertanyaan dan saran-saran. Tetapi setiap kali ia seperti menganggap aku hendak melakukan pemberontakan atau semacam itu. Apakah engkau tidak melihat ia memerintahkan kepada kita agar kita selalu sibuk sehingga ia bebas dari kita" Ia mencurigai kita, itu biarlah. Tetapi aku menjadi sasaran utamanya. Ia tidak mau mengatakan kepadaku! Apa kau memperolehnya?"
"Kita menghadapi bahaya besar! Letnan Foster menentukan arah ke Io yang akan membawa kita cukup dekat dengan Jupiter. Menurut perhitunganku terlalu dekat, Tom. Kita perlu segera dapat mengoreksi arah itu, agar menjadi cukup jauh dari Jupiter."
"Kita akan menyinggung Jupiter" Seperti berjalan memotong melalui rumputan untuk sampai ke jalan aspal?"
"Cek".ya! Kukira itulah penggambaran yang tepat. Menurut pendapatku yang sudah kutimbang-timbang, Tom, letnan Foster itu bukan pilot yang cukup ahli dalam penerbangan ini tanpa bahaya!"
"Oh,"." "Sebagai tambahan, rencana penerbangannya menunjukkan suatu usaha pendaratan di Io tanpa melakukan langkah-langkah pengamanan mengorbit di Io, yaitu untuk mendapatkan kelambatan yang cukup bagi suatu pendaratan atau pun memilih tempat mendarat yang baik."
"Pendeknya, ia ingin membuktikan dirinya sebagai pilot pemberani dengan mengabaikan cara-cara pengamanan menurut buku!" kata Tom. "Ia bukan tidak mempedulikan apakah Meriweather Lewis sanggup menghadapi perlakuan seperti itu."
Tom selalu senang dapat merasakan setiap pesawat yang dikemudikannya. Oleh karena itu ia telah melakukan pemeriksaan terhadap Meriweather Lewis seteliti mungkin tanpa menimbulkan kecurigaan dari Foster. Pesawat itu digerakkan dengan mesin peleburan inti seperti juga Daniel Boone, tetapi dengan desain yang berbeda sekali. Pesawat itu sebenarnya adalah pesawat penyelidik jarak pendek yang dikembangkan oleh Swift Enterprises untuk penerbangan cepat ke koloni-koloni ruang angkasa dan Pangkalan Armstrong di Bulan. Pesawat itu ramping dan streamline, agar dapat memasuki lapisan-lapisan atmosfir planet-planet, serta sangat mudah dikendalikan di tangan yang tepat.
Sampai kini hanya menimbulkan rasa kecewa bagi Tom melihat bagaimana Foster memperlakukan pesawat yang lincah itu tanpa ada perasaan menghargai. Dan sekarang hal itu telah membuatnya takut setengah mati. Foster harus dihentikan mengemudikannya. Tetapi bagaimana caranya"
"Engkau harus segera bertindak, Tom!" kata Aristotle.
"Kukira inilah waktunya aku menguji, apakah dia mau mengikuti perintah pak Barrot agar mendengarkan saran-saranku!"
"Aku duga ia tidak akan mau. Tetapi engkau harus mencobanya!"
"Bagaimana muatannya?" tanya Foster setelah Tom dan Aristotle kembali ke anjungan.
Tom duduk di kursinya, lalu menyambungkan topi helmnya.
"Alat-alat itu baik semua," katanya. "Mengapa engkau tidak mau istirahat, letnan" Biarlah aku gantikan mengemudikan pesawat itu sementara."
Ia berharap usul itu 'biasa-biasa' saja kedengarannya. Tetapi ia melihat rasa marah di wajah Foster. Ia yakin, Ben dan Anita pun melihat itu.
"Itu tidak perlu!" kata Foster dingin.
Tom memutuskan untuk melakukan pendekatan secara lain.
"Apakah anda sudah memeriksa arah penerbangan kita pada peta komputer" Barangkali kita perlu melakukannya."
Hal itu akan memberikan kesempatan bagi Foster untuk merubah pikirannya kalau ia mau, dan membetulkan perhitungan-perhitungannya tanpa merasa ditegur secara langsung oleh Tom.
"Biarlah aku yang memikirkannya," kata letnan itu tegang.
Jelaslah bahwa Foster telah menerima kata-kata itu sebagai tantangan. Jalan halus tidak ada gunanya lagi.
"Baik, letnan!" kata Tom. "Aristotle memperkirakan arah penerbangan anda terlalu besar risikonya. Aku mempercayai dia. Aku ingin tahu, anda akan memecah membuktikan dengan membahayakan hidup kita."
Tom heran. Foster menyandarkan punggungnya pada sandaran kursinya, lalu tersenyum.
"Aku tidak akan mencelakakan kita bersama. Aku hanya akan menghemat waktu. Hanya itu! Mengapa kalian orang-orang sipil tidak bersantai-santai saja" Dan hitung-hitung bertamasya" Serahkan penerbangan ini kepadaku!"
"Kalau aku berbuat begitu, kita semua akan mati!" Tom meledak marah. "Mengapa anda tidak mendengarkan saran-saran" Anda sangat merasa terganggu karena aku orang sipil hingga ingin mengorbankan hidup kita. Hanya untuk membuktikan, bahwa anda adalah pilot yang lebih baik daripada aku. Tetapi itu adalah tolol!"
Senyum Foster lenyap. "Aku tidak bisa membiarkan pembangkangan dalam pesawatku, tuan!"
"Lalu apa yang anda inginkan aku lakukan" Memaksa kami keluar dari kapal, kapten Black-beard" Anda diperintahkan menerima aku membantu anda, tetapi anda memaksakan menjalankan pesawat ini seorang diri! Itu bagus sekali bagi kami sampai sekarang. Tetapi kini anda hendak membunuh kami, dan aku tidak dapat membiarkan anda berbuat demikian."
"Anda akan ditahan!"
"Engkau gila, Foster?"
"Memang aku gila gila mau menerima tugas menjadi sopir ruang angkasa bagi sekelompok orang-orang sipil. Aku menjadi tertawaan seluruh Daniel Boone!"
"Itu hanya pikiranmu, Foster!" kata Tom.
"Aku tahu beberapa perwira di kapal Daniel Boone menganggap bahwa orang-orang AL merasa terlalu tinggi untuk bekerjasama dengan orang-orang sipil. Tetapi engkau melupakan sesuatu kenyataan penting. Orang-orang sipillah yang merencanakan dan membangun kapal-kapal 'AL'' yang kalian bangga-banggakan!"
"Tuan-tuan!" kata Aristotle menyela. "Dengan sangat, aku sarankan kalian agar merubah arah penerbangan sekarang juga! Hendaknya bereskanlah perselisihan kalian itu di hari kemudian!"
Nada-nada yang tajam dari si robot membuat Tom mendongak. Rasa merinding merayap naik turun di punggungnya. Jalur-jalur warna yang merupakan satu-satunya bentuk yang dapat dilihat oleh mata dari permukaan Jupiter semakin kabur garis-garis bentuknya.
Kini bahkan sudah tidak nampak lagi garis-garis batas yang nyata antara jalur-jalur warna itu. Yang satu seperti berbaur dengan yang lain dan mereka kini menampakkan sifat-sifat arus udara, berputar-putar dan bergulung-gulung berbaur satu sama lain.
"Arah tujuan tetap seperti dirancangkan!" kata Foster.
"Gila!" teriak Anita. "Tom, tidak dapatkah engkau mengambil alih kemudi pesawat atau".semacam itu" Ia".ia sudah hilang akal warasnya!"
"Kalau salah satu dari kalian hendak melakukannya, akan aku bunuh kalian! Itulah hakku sebagai kapten pilot dalam keadaan darurat!"
Tak seorang pun bergerak.
"Meriweather Lewis, di sini Daniel Boone. Silakan masuk! Apakah kalian menghadapi kesulitan?"
Foster terlonjak mendengar suara itu. Ia bagaikan tersengat.
Sudah jelas bagi Tom, bahwa letnan itu telah lupa segala-galanya, kecuali kebenciannya terhadap siapa pun yang berada di pesawat.
Tetapi ada seseorang yang selalu mengikuti mereka. Kapten Rafe Barrot"
Foster menjulurkan tubuhnya ke pesawat radio.
"Kami sedang mulai melakukan pendekatan terakhir ke Io. Kami tidak mengalami kesulitan. Ulang: Kami tidak mengalami kesulitan!"
"Meriweather Lewis! Kami melacak penerbanganmu. Dan ternyata tidak . . "
"Meriweather Lewis memutuskan pancaran radio!" tukas Foster.
Tom melihat rasa cemas melintas di wajah Foster untuk pertama kali.
"Kami akan mulai hubungan lagi kalau sudah mendarat di Io," Foster menyambung. Dan sebelum Daniel Boone sempat menjawab, ia telah mematikan saklar radio.
Foster kembali menghadapi Tom. Senyumnya kembali nampak di wajahnya. Namun Tom melihat senyum paksaan.
"Ketika diadakan lomba Three-corner Race yang kaumenangkan itu, aku baru saja menerima perintah untuk bertugas di Daniel Boone dalam rangka persiapan untuk melakukan ekspedisi ke Jupiter. AL tidak memberikan cuti kepadaku untuk mengikuti lomba itu. Sekarang engkau akan melihat siapa yang seharusnya menang, tuan Swift. Semua tenaga siap! Siap di tempat untuk terbang lintas di Jupiter!"
"Foster!" seru Tom. "Engkau akan membawa kita terlalu dekat! Tarikan gravitasinya terlalu besar!"
"Takut, Swift?" Foster mengejek. Rasa permusuhan kini kembali terbuka.
"Hanya orang gila yang tidak takut!" kata Tom.
Seketika itu pula ia sadar telah membuat kesalahan, melihat pandangan Foster kepadanya.
Jari-jari Foster menekan-nekan tombol. Semakin merubah arah penerbangan dengan mengarahkan pesawat kecil itu semakin mendekati planet raksasa itu.
"Tidak bisa!" teriak Ben sambil menerkam Foster. Kedua tangannya terulur untuk menangkap leher si letnan. Dalam gravitasi nol ia benar-benar terbang melintas anjungan.
"Jangan, Ben!" teriak Tom.
Pemuda itu melompat ke udara dan menghadang serangan Ben menggunakan tubuhnya.
Ben berjungkir-balik mundur dan menjauh dari Tom.
"Untuk apa engkau menghalangi aku?" katanya marah, tangannya berpegangan pada dinding.
Ben membalikkan tubuhnya dengan suatu keahlian seperti yang pernah dilihat oleh Tom pada permainan bola tangan gravitasi nol.
Kini Ben bersiap-siap lagi untuk menerkam Foster.
"Aku menghalangi engkau, karena tindakan pembangkangan tetap merupakan tindakan kriminal yang diancam hukuman mati!" tukas Tom. "Kita memang orang-orang sipil, tetapi bekerja di bawah AL!"
"Tetapi pilihan lain adalah akan membenturkan pesawat ini ke Jupiter!"
"Memang selalu ada alternatif-alternatif lain," kata Tom. "Tolong, Ben, biarkanlah aku menyelesaikannya dengan caraku!"
"Kalian telah diberi perintah!" Foster menjerit. "Peganglah itu baik-baik!"
Tom menatap Ben dengan pandangan bertanya.
"Oke!" kata ahli teknik komputer itu. "Kami akan melakukannya dengan caramu!"
Ia melayang pergi ke kursi di samping Anita, lalu mengikatkan dirinya dengan sabuk pengaman. Anita memandanginya dengan cemas, tetapi tidak berkata apa-apa. Memang tidak ada sesuatu yang perlu dikatakannya.
Tom merasa lega, namun bercampur dengan perasaan kecewa dan tidak berdaya seperti juga yang ditunjukkan oleh Ben.
"Aku mungkin salah, Tom," kata Aristotle. "Aku hanya mesin yang banyak kekurangan."
"Dalam beberapa menit lagi kita akan tahu apakah engkau benar demikian," kata Tom.
"Kuharap saja," jawab si robot.
Meskipun kaca jendela pengamat mengandung campuran yang bersifat menyaring cahaya, di anjungan mulai berwarna oranye semua yang dengan cepat berubah menjadi merah. Mereka sedang mendekati Bintik Merah Besar, satu-satunya badai raksasa di dalam seluruh tatasurya.
Pemandangan itu seperti punya daya hipnotik. Meskipun mereka yang berada di dalam pesawat itu tidak dapat melihat gerakan-gerakan yang sebenarnya di Bintik itu sebagai keseluruhan, namun mereka dapat melihat gumpalan-gumpalan badai kecil yang berpilin-pilin. Mereka tahu bahwa setiap dari 'badai kecil' itu hampir seluas Bumi. Pemandangan yang sungguh-sungguh mengagumkan:memandang melalui pusaran yang bagaikan sumur pada atmosfir berjalur-jalur sangat tebal dari planet raksasa tersebut.
Tom dapat mengetahui bahwa andaikata saja Jupiter mempunyai inti yang sedikit lebih besar saja, maka ia akan menjadi sebuah matahari. Dan tatasurya kita akan menjadi sebuah sistem bintang ganda atau binary.
Tom melepaskan pandangannya dari pemandangan yang dahsyat itu, lalu menatap Foster. Jari-jari perwira itu dengan tegang dan sibuk bergerak-gerak di atas lampu-lampu kontrol yang berkedip-kedip. Butiran-butiran keringat berkilat-kilat di dahinva.
"Gunakanlah mesin-mesin pengarah!" kata Tom. "Berikan seluruh tenaga kecepatan . . . keluarkan kita dari sini!"
"Tutup mulut!" jerit Foster.
Tetapi Tom melihat sebelah tangannya bergerak ke pengontrol mesin-mesin berbahan bakar cairan yang bertugas sebagai pengatur arah utama bagi pesawat. Tom dapat mengatakan bahwa Foster adalah seseorang yang terbelah dua oleh emosinya. Sebagian dari padanya ingin berlaku praktis dan hati-hati, namun sebagian lagi ingin menunjukkan kelebihannya. Maka tidak lama lagi tidak menjadi soal bagian yang mana yang menang.
Foster menghidupkan mesin-mesin pengarah di bagian kanan.
Bintik Merah Besar berpindah sedikit.
"Berikan seluruh tenaga!" kata Tom, tidak berusaha menyembunyikan urgensi dalam suaranya.
Pemandangan di luar jendela mulai kabur seperti mereka sedang memasuki awan yang berwarna oranye. Mereka telah menembus atmosfir Jupiter. Tom menatap layar-layar radar, tetapi mereka tidak menunjukkan apa-apa.
Setidak-tidaknya mereka tidak akan menabrak sesuatu yang melayang-layang di angkasa, pikir Tom.
Awan menebal menjadi kabut oranye. Hampir bersamaan dengan itu pesawat mulai bergetar.
Getaran itu berubah menjadi goncangan-goncangan hebat ketika pesawat itu mencoba melawan turbulensi badai Bintik Merah Besar.
Pesawat meliuk-liuk ke sana kemari, kemudian berguling-guling keras ke kanan. Foster menyeringai, berjuang keras untuk dapat menguasai kembali pesawatnya.
Tom sadar bahwa Foster telah kehilangan arah, ketika perwira muda itu menghidupkan jet-jet pengarah yang mendorong mereka semakin ke dalam, dan bukannya ke luar. Pesawat menjerit-jerit. Logamnya tersiksa membengkok. Rasanya seperti duduk dalam sebuah kereta kuda yang lari tunggang langgang.
"Kita menembus Bintik Merah Besar!" kata Anita. "Ini suatu badai raksasa!"
"Biarlah aku membantu," seru Tom kepada Foster. "Engkau tidak dapat lagi menanganinya seorang diri!"
"Tidak! Seumur hidupku tidak!" jerit Foster.
"Kalau engkau tidak dapat menerimanya, sungguh sayang!"
Tom menangkap alat-alat kemudi yang terpenting. Foster menampar keras rahangnya. Tom terhenyak terkena pukulan, tetapi segera menggeleng-gelengkan kepalanya untuk melontarkan rasa pening dan sakitnya. Kemudian dua buah lengan baja menekuk dan memeluk letnan Foster, menghimpit kedua lengannya. Foster meronta-ronta hendak melepaskan diri, tetapi otot manusia bukan tandingan bagi tenaga hidrolik.
"Aristotle," teriak Tom.
"Tidak ada hukum resmi yang mengatur hukuman mati bagi sebuah robot, Tom. Engkau harus segera mengambil alih kemudi, kalau kita ingin mempertahankan hidup."
"Kalian semua akan kubunuh untuk ini!" jerit Foster. "Aku akan berusaha agar kalian dihukum mati! Lepaskan aku!"
Tom segera memegang alat-alat kemudi. Dapatkah ia melepaskan Merlweather Lewis dari cengkeraman Jupiter pada waktunya" Lumpur bening telah melekat pada jendela-jendela glasit, sementara mereka semakin dalam menerobos atmosfir planet tersebut.
Tom tahu benar, itulah hidrogen yang mencair.
Chapter 12 Tom membuang jauh segala macam pikiran dari otaknya.
Kecuali hanya diri sendiri dan pesawatnya. Ia telah cukup melatih diri lama sebelumnya untuk berkonsentrasi penuh setiap kali ia kehendaki.
Ia telah belajar menolak apa pun kalau ia mau".suara, orang-orang yang mengganggu, cahaya yang terang".apa saja. Sebagai seorang penemu, Tom menganggap konsentrasi adalah suatu alat yang paling berharga baginya.
Ia membutuhkan itu sekarang ini.
Tidak ada waktu lagi untuk membetulkan komputer atau pun prosedur-prosedur rutin. Meriweather Lewis harus menjadi satu dengan dirinya. Ya, suatu perluasan daripada tubuhnya.
Di sekitarnya, Tom dapat merasakan dan mendengar jeritan pesawat yang tersiksa itu sedang keras berusaha, tidak saja untuk melawan gravitasi Jupiter, yaitu tiga kali besar gravitasi Bumi. Tetapi juga angin yang merobek-robek. Pesawat itu memang direncanakan untuk menghadapi tekanan-tekanan demikian.
Tom 'mendorong pedal gas' mesin peleburan inti. Sekaligus juga memberi tenaga penuh kepada mesin-mesin pengarah untuk keluar menjauh dari Jupiter. Ia memberanikan diri melihat sekilas pengukur bahan bakar untuk mesin-mesin pengarah: sudah rendah sekali. Mereka mungkin akan kehilangan kemampuan terbang dengan rapih di waktu nanti, tetapi kalau kehilangan yang ini, tidak akan ada waktu nanti lagi.
Di luar, atmosfir telah semakin pekat menjadi kabut berwarna oranye terbakar. Berapa 'tebalnya atmosfir Jupiter ini"
Betapa pun juga, Tom tidak ingin menjadi orang yang paling dulu mengetahuinya.
Berat tekanan gas yang ratusan kilometer itu akan menghancurkan pesawat mereka bagaikan kulit telur.
Tom sedang terbang dengan seperangkat perasaan atau naluri yang dimiliki oleh setiap penerbang ulung. Rasa 'tentu benar' bahwa Jupiter ada di sebelah sana dan lolos dari bahaya adalah di sebelah yang lain. Pada perasaan kabur itulah Tom mempertaruhkan bukan saja jiwanya sendiri tetapi juga jiwa yang lain-lain.
Mesin-mesin pengarah itu ditempatkan pada beberapa tempat yang strategis di sekeliling tubuh Meriweather Lewis. Mereka itu pada dasarnya berupa mesin-mesin roket standar, yang secara teknis telah dikembangkan semaksimal mungkin. Dalam keadaan biasa mesin-mesin itu digunakan untuk tenaga pendorong yang lembut ke dalam posisi untuk mendarat di atas kapal lain sebagai induknya, untuk mengerem pada pendaratan di permukaan planet-planet, atau sebagai tenaga bantuan untuk pembetulan arah penerbangan.
Meningkatnya gaya gravitasi mulai semakin menarik-narik pesawat dan para penumpangnya. Tom membutuhkan segala tenaga untuk dapat memegang alat-alat kontrol, dan ia merasa seperti ada dua tangan raksasa sedang menjerit menjepit kepalanya.
Tom berjuang melawan rasa pening yang hendak merampas kesadarannya. Kalau ia pingsan sekarang ini, pesawat tidak akan terkendali lagi dan hilang.
Mesin peleburan inti bekerja dengan tenaga penuh. Tom dapat merasakan getaran mesin-mesin pengarah. Tenaga peleburan inti itu mendorong mereka menembus atmosfir yang pekat, sedang mesin-mesin jet mendorong mereka keluar.
Gaya gravitasi menekan Tom kuat ke kursinya. Ia dapat mendengar Ben dan Anita merintih, sedangkan Foster menggeram.
Rasanya seperti semua udara diperas keluar dari paru-paru dan darah mengalir keluar mengeringkan otak. Ia melihat bintik-bintik hitam dan segalanya mengabur sampai ke tepi kesadaran.
Kemudian ia merasa semuanya mengendor . . Pesawat masih terlempar-lempar bagaikan ranting kecil di laut yang ganas. Tetapi Tom tahu bahwa mereka telah mengalahkan Jupiter. Tom dan teman-temannya masih bernapas berat ketika mereka mendengar Foster menggeram.
"Engkau kira bahwa engkau cerdik, Swift. Kalau kita lolos dari sini dan masih hidup, aku akan".."
Suara marah dan kecewa yang tercekik menyelesaikan kalimat itu.
Kabut pekat oranye berubah menjadi awan dan segera semakin menipis. Mereka kini dapat melihat bintang-bintang lagi.
"Ben, hubungi Daniel Boone. Dan jelaskan situasi kita. Tidak akan banyak manfaatnya, tetapi mereka harus tahu apa yang terjadi di sini," kata Tom dengan tidak menghiraukan ancaman-ancaman Foster.
"Dengan senang hati," kata Ben.
"Apa yang hendak kalian katakan kepada mereka?" Teriak Foster. "Barangkali setumpuk dusta! Mereka tidak akan percaya. Mereka akan tahu bahwa kalian telah merebut pesawat ini. Apabila kita telah kembali ke Daniel Boone, aku akan mengajukan tuntutan."
Foster memutar kepalanya sampai menatap Aristotle. "Aku juga akan berusaha agar engkau dihukum pula!"
"Kayu dan batu mematahkan tulang-tulangku," kata si robot.
Foster memandanginya dengan penuh kebencian.
"Dari mana engkau belajar itu?" Tom bertanya heran. "Aku tidak ingat kapan membuat program untuk kata-kata sehari-hari begitu dalam ingatan sirkuitmu!"
"Aku selalu mencoba membuka sensor dan menyerap semua pengetahuan tentang manusia," jawab Aristotle.
"Hanya saja aku harap engkau jangan belajar tentang sesuatu apa pun dari letnan itu," kata Anita.
"Apa, engkau ...."
"Di sini Daniel Boone. Panggilan untuk Meriweather Lewis."
Itu suara Rafe Barrot. Tom mengangkat alat komunikasi.
"Kapten Barrot ...."
"Mereka merampas pesawat!" teriak Foster sekeras-kerasnya. "Aku disandera oleh robot!"
Urat-urat di leher dan pelipis Foster sampai menonjol karena melawan cengkeraman Aristotle.
"Telah terjadi suatu masalah, kapten," kata Tom. "Aku tidak tahu bagaimana harus menjelaskannya, tetapi"."
"Kami telah menerima laporanmu, Tom. Ben telah menyampaikannya semua, termasuk rencana penerbangan letnan Foster. Dalam keadaan ini, letnan Foster ada dalam keadaan sebagai tahanan. Apakah engkau akan mengurung dia, atau memperbolehkan dia bertindak sebagai awak, itu kuserahkan kepadamu, Tom. Aku serahkan pimpinan Meriweather Lewis kepadamu."
"Tetapi".tetapi".." Foster menggagap.
"Jangan membuat dirimu semakin buruk dengan tidak menurut perintah, letnan!" kata Kapten Barrot. "Apakah perjalananmu selanjutnya masih berbahaya, Tom" Apakah engkau harus mengurungkan ekspedisi ini?"
"Tidak, kapten!" kata Tom. "Persediaan bahan bakar untuk mesin pengarah memang banyak berkurang, tetapi kami akan dapat mengatasinya."
"Kalau begitu teruskanlah. Tetapi laporkanlah selalu keadaanmu!"
"Kapten Barrot?"
"Ya, Tom?" "Kami mendapatkan"..eh . . . data yang tidak terduga dari lapisan atmosfir Jupiter. Sensor-sensor dan kamera-kamera luar selalu bekerja selama ini. Aku ingin memancarkannya sehingga keluarga Friedman dapat mulai menganalisanya.
Kapten Barrot tertawa. "Setidak-tidaknya ada sesuatu yang berharga yang kaudapatkan dari penerbangan yang tidak direncanakan itu, bukan" Kami siap di sini. Siarkanlah apa yang kaudapat. Selamat, Tom!"
"Sudah ada di bawah sana?" tanya Anita tidak percaya.
Gadis berambut merah itu melayang ke belakang kursi Tom, berpegangan kepadanya sambil melihat melalui kaca jendela glasit. Ia dan Tom memandangi, terpesona. Sementara itu Meriweather Lewis melayang perlahan-lahan di atas permukaan Io yang nampak seram.
Tom mengangguk. "Ini sudah orbit kita yang ketiga ke Io pada ketinggian rendah. Sensor pesawat menunjukkan bahwa Argus berada di dalam kawah, gunung berapi yang telah mati di depan itu."
Tom memutar pada kursinya melihat Ben Walking Eagle yang sedang membungkuk di komputernya seperti seekor induk ayam yang mencemaskan anak-anaknya.
"Kapan foto-foto dari lintasan yang pertama itu selesai?" Tom bertanya.
"Setiap saat," jawab Ben tanpa mengalihkan pandangannya. "Memakan waktu agak lama juga untuk mendapatkan gambar yang baik dari peralatan ini."
"Barang seni adalah benda yang mudah rusak, tidak dapat dibuat dengan tergesa-gesa," kata Aristotle.
Robot itu berdiri di samping Ben, membantu melayani komputer. Tom merasa bahwa meskipun Aristotle hanya sebuah mesin, ia pun ingin sekali melihat foto-foto itu seperti manusia juga.
Tom kembali memandang ke permukaan yang warna-warni dari bulan Galileo yang paling dekat dengan Jupiter, dengan perasaan ingin tahu dan ngeri. Pada beberapa tempat permukaan itu datar dengan garis-garis merah menyala, kuning belerang dan hitam arang".Seperti Yellowstone National Park, hanya tanpa pohon-pohonan. Tetapi lebih banyak berlekuk-lekuk karena banyak gunung-gunung api seperti yang sedang dituju pesawat itu nampaknya sudah mati. Lereng-lerengnya telah hitam karena lapisan magma zaman purba telah membatu, dan tidak ada lagi batu-batuan cair yang memancar dari lubang kepundan atau dari kawahnya. Namun masih banyak juga gunung api yang masih aktif penuh coreng-corengan aliran lava cair yang memijar, meluncur turun di lereng, merah membara dan menyebar maut.
Tom sangat hati-hati mengemudikan Meriweather Lewis mengitari kawah-kawah yang menganga penuh batu-batuan cair yang mendidih menggelegak.
"Tunggu, lihat apa saja yang diperoleh kamera-kamera!" seru Ben. "Foto-foto sedang keluar kini, dan komputer telah bekerja hebat menyatukan mereka!"
Anita melayang ke tempat Ben dan Aristotle yang sedang mengambil foto-foto tersebut dengan hati-hati dari rekaman komputer.
"Benar-benar luar biasa!" seru Anita.
"Hee," seru Tom dari kursi pilot. "Jangan hanya ber-'wah-wah dan waduh-waduh' saja! Aku juga ingin melihatnya! Aku tidak dapat ke sana, tidak dapat meninggalkan begitu saja apa yang sedang kulakukan!"
"Maaf!" kata Ben.
Ia lalu membawa setumpuk kecil foto-foto kepada Tom. Ia menunjuk ke sebuah benda yang tidak nyata, yang memancarkan pantulan logam.
"Aku yakin, itulah Argus. Foto ini diambil pada lintasan pertama melewati kawah itu. Rupa-rupanya kita telah terbang tepat di atasnya, seperti yang ditunjukkan oleh sensor-sensor."
"Tetapi benda itu jelas tidak seperti Argus yang pernah kulihat. Bentuknya lain sekali."
"Bayangannya mungkin rusak karena radiasi yang kuat," kata Anita. "Kita sedang memasuki 'tabung fluks'."
Ketiga muda-mudi dan Aristotle memandang lewat jendela ke
Jupiter yang kini nampak di atas cakrawala Io. Pada mulanya mereka tidak tahu apa yang akan mereka hadapi, apabila mereka memasuki daerah antara planet raksasa itu dengan Io, suatu daerah yang oleh para ilmuwan disebut 'tabung fluks'. Daerah itu mengandung gaya elektromaknetik tinggi yang misterius serta dengan radiasi intensitas tinggi pula.
Ada beberapa teori mengenai penyebab timbulnya tabung fluks tersebut dengan pengaruh-pengaruhnya. Yang paling terkenal ialah yang mengatakan bahwa susunan-susunan material dari Jupiter dan Io-lah yang menjadi sumber pengaruh-pengaruh itu. Bagaimana kira-kira apabila berada di permukaan Io di daerah tabung fluks tersebut" Tidak seorang pun dapat membayangkannya.
Tom Swift dan teman-temannya yang akan mengetahui untuk yang pertama-tama.
"Engkau mungkin benar, bahwa tabung fluks itu mempengaruhi hasil foto," kata Tom. "Tetapi bentuk benda itu tetap saja aneh bagiku."
Di depan mereka, sebuah gunung api yang telah mati menjulang dari permukaan. Tom langsung mengarahkan pesawatnya ke kawah itu.
"Kawah itu sungguh merupakan pilihan yang tidak menguntungkan bagi Argus sebagai tempat mendarat," kata Ben.
"Kalau masih aktif, jelas pesawat penjajak itu akan hilang."
"Kukira, Argus tertipu oleh luasnya kawah, kata Tom. "Tetapi itulah risiko yang harus dihadapi kalau mengirimkan suatu paket instrumen-instrumen ke suatu tempat tanpa disertai orang untuk melakukan pengamatan serta mengambil keputusan-keputusan dengan bebas. Paket yang kita bawa mempunyai kesempatan yang lebih baik, karena kita dapat memilih tempat yang kita kehendaki dengan setepat-tepatnya. Memang sebenarnya aku telah memilih tempat. Setelah kita menyelidiki Argus, segera kita tempatkan alat-alat itu."
"Kita harus mendarat di dalam kawah, ya?" tanya Anita.
"Aku khawatirkan begitu," kata Tom.
Ia merasakan adanya keprihatinan dalam suara Anita, ada alasan memang.
"Kalau kita di sana," Tom melanjutkan, "kita masih harus melakukan pendakian, dan itu mungkin malahan lebih berbahaya lagi. Sensor-sensor menunjukkan bahwa gunung itu sudah tidak aktif. Karena itu, kukira tidak terlalu banyak risiko kalau kita memang tidak ragu-ragu lagi."
"Kukira letnan Foster hendak ke anjungan, Tom," kata Aristotle.
Tom merasa seperti tersengat rasa salah bercampur khawatir.
Kapten Barrot telah memberi kuasa untuk memilih menahan Foster di tempatnya, atau membiarkan dia masih memberikan kebebasan di pesawat. Tom berpegangan atas jaminan kata-kata letnan itu, bahwa selanjutnya ia tidak akan menimbulkan kesulitan lagi. Tetapi letnan itu menjadi sangat menarik diri setelah menjadi 'tahanan'. Ia lebih banyak tinggal di kabinnya, membiarkan Tom sendiri yang mengemudikan pesawat. Ia jarang berbicara kecuali kalau diajak. Secara lahiriah ia nampak tenang, tetapi Anita tidak tahan berada di dekatnya kalau Anita sedang menjalankan komputer pribadinya. Dengan demikian Tom mengetahui bahwa Foster terpaksa menekan emosi-emosinya.
Apakah ia telah sadar setelah menghadapi situasi yang hampir fatal dengan Jupiter" Tom berharap demikian. Namun Anita, Ben dan bahkan Aristotle tidak sependapat.
Foster melangkah sambil berpegangan ke anjungan. Ia lalu berhenti dengan tidak pasti.
"Kita sudah siap untuk mendarat," kata Tom kepadanya. "Aku mengharap bantuanmu di sini."
Pemuda itu menunjuk ke kursi kosong sambil berharap bahwa Foster tidak merasa diperintah.
Foster hanya mengangkat bahu dan duduk tanpa berkata-kata.
Bagaimana pun juga itu sudah menunjukkan arah yang baik, pikir Tom.
Atau apakah memang demikian"
Chapter 13 Tom mematikan mesin-mesin pengarah dan menyandarkan diri di kursi. Sedetik kemudian Meriweather Lewis dengan kaki-kakinya menjamah permukaan Io dengan suatu benturan keras. Pesawat itu membal dua kali pada peredam benturannya, lalu berhenti.
"Yaah, aku merasa berat!" Ben mengeluh.
Ahli teknik komputer itu membuka sabuk pengamannya dan berdiri dengan perasaan berat. Meskipun gravitasi di Io hampir sama besar dengan di Bulan dari Bumi, tetapi setelah lama berada dalam keadaan tanpa berat di angkasa luar, hal itu sangat mempengaruhi tegangan otot-otot mereka.
"Sunyi amat! kata Anita.
"Memang," sambut Tom. "Orang tidak pernah menyadari bagaimana riuhnya karena tinggal di dunia yang penuh kehidupan, sampai orang itu datang di tempat begini. Di Bumi selalu ada suara-suara di darat: Suara bergeraknya binatang-binatang, serangga, angin dan air. Biarpun sedang 'sunyi', Bumi itu adalah tempat yang hiruk-pikuk."
Tom berdiri hendak meregangkan otot-ototnya.
"Tom ...." kata Aristotle keras-keras.
Tom berpaling. Ia terkejut mendengar suara robot yang kedengaran penting. Detik-detik berikutnya geladak Meriweather Lewis seperti ditarik dari bawah kakinya hingga ia jatuh berlutut.
Seluruh pesawat mulai berguncang-guncang hebat.
"Gempa bulan!" seru Foster.
"Semua tiaraaap!" perintah Tom.
Semua peralatan berkontrangan di tempatnya. Kerangka pesawat berderak-derak karena tenaga guncangan gempa bulan.
"Aku menyesal tidak memberitahu lebih dulu," kata Aristotle. "Sensor-sensorku menerima gempa itu hanya beberapa detik sebelum terjadi. Kukira boleh kukatakan gempa itu diam-diam menerkam aku. Ah, bagaimana engkau begitu sabar dengan mesin yang selalu berbuat salah seperti aku ini?" kata robot itu bernada sedih.
Gempa itu berhenti mendadak seperti juga datangnya.
Tom menghela napas lega. "Kukira engkau telah mengatakan bahwa gunung ini sudah mati," seru Foster dengan marah kepada Tom.
"Ben?" tanya Tom khawatir. "Apakah gunung ini akan erupsi?"
"Sensor-sensor tidak menunjukkan akan meletus," kata pemuda ahli teknik komputer itu. "Tetapi dapat saja salah tafsir. Aku akan segera mengeceknya untuk dapat lebih meyakinkan."
Tom dapat mengerti bahwa Ben sedang bingung disebabkan gempa yang datang mengejutkan. Apakah mereka dalam bahaya"
"Io secara keseluruhan memang merupakan vulkanik yang aktif," kata Anita. "Aku yakin bahwa gempa itu sering sekali terjadi di sini dan merupakan keadaan yang normal. Kita saja yang harus membiasakan diri."
"Kalau instrumen-instrumen itu dapat dipercaya, engkau memang benar," kata Tom. "Namun ...."
Ia tidak menyelesaikan kata-katanya. Memang tidak perlu.
Keragu-raguan memang sudah tertanam di benak mereka.
"Ben, tinggallah di sini. Selidikilah masalah gempa itu," kata Tom selanjutnya. "Aristotle akan membantumu. Aku akan membawa Anita dan letnan Foster."
Tom lalu memberi isyarat kepada Anita dan letnan Foster.
"Mari kita pakai perlengkapan ruang angkasa. Hati-hatilah agar kita dapat bekerja di luar!"
"Pikiran yang bagus!" sambut Anita.
Foster mengangkat bahu tanpa komentar.
Tom membuka pintu tingkap pesawat di ruang bertekanan. Segera ia merasakan sakit telinga dan otaknya karena gangguan udara atau statik radio berfrekuensi sangat tinggi. Jari-jarinya mencari-cari tombol pengatur radio pakaian ruang angkasanya, lalu mematikan radionya. Anita terjatuh berlutut mendekapkan kedua tangan pada topi helmnya sebagai gerak refleks menghadapi rasa sakit kepala. Foster terkulai dan nampaknya seperti pingsan.
Tom berlari ke Anita dan mengguncang-guncangkannya agar timbul perhatiannya. Kemudian ia memberi isyarat agar Anita mematikan radionya. Anita menanggapinya dengan setengah sadar, tetapi beberapa saat kemudian Tom melihat bahwa Anita sudah merasa lega.
Tom dan Anita mengguncang-guncang Foster dengan keras dan akhirnya berhasil sadar. Ketiga muda-mudi itu memandangi tangga dari pesawat hingga ke permukaan daratan dengan lesu.
Bagaimana pun juga mereka harus mempunyai radio di dalam perlengkapan pakaian ruang angkasanya. Tom melakukan percobaan.
Ia tekan antena radionya hingga melesak sampai ke pangkalnya. Ia lalu menyetel 'filter' radionya sepenuh-penuhnya. Dengan hati-hati ia menghidupkan radio dengan volume serendah-rendahnya.
Ia mengernyit merasakan statik radio kembali menyerang selaput dengar telinganya. Tetapi kali ini masih dapat ditahannya. Ia memberi isyarat kepada Anita dan Foster yang memperhatikannya, agar menirunya.
"Apa yang terjadi?" tanya Anita.
Teror Di Satelit Yupiter Tom Swift 2 di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Tom hampir tidak mendengar karena gangguan statik.
"Pengaruh tabung fluks, aku kira," jawab Tom. "Radiasi radio antara Jupiter dan Io terlalu besar bagi radio di pakaian ruang angkasa kita. Aku harus mengadakan penyesuaian, nanti setelah kembali di kapal. Sekarang aku ingin melihat Argus. Kita dapat berjalan dengan radio yang dimatikan. Kita buat saja isyarat-isyarat kalau ingin berhubungan satu sama lain. Tetapi jagalah agar selalu dapat saling melihat."
Tom membalikkan tubuh, lalu menuruni tangga pesawat sambil melangkah mundur. Hal itu berjalan sangat lambat, karena setiap kali ia harus yakin akan pijakannya dengan memakai sepatu yang berat dan kaku. Demikian pula tangannya yang mengenakan kaus tangan yang tebal oleh sistem perlindungan.
Dengan mendadak ia kembali terserang pusing, lalu beristirahat di tangga untuk berusaha menguasai rasa mual yang menyertai rasa pusing tersebut. Akan sangat buruk kalau sampai muntah 'di dalam' pakaian ruang angkasa. Perasaan itu membuat Tom sedikit panik, sebab selama pengalamannya terbang, belum pernah ia merasa pusing, setengah sadar atau tidak tahu arah.
Mengapa justru sekarang"
Tom mendongak dan seketika itu pula ia tahu jawabannya. Pada tempat ia berdiri beristirahat di tangga, ia tepat berada di luar pesawat.
Wajah permukaan Jupiter yang berjalur-jalur itu kini nampak seluruhnya jauh lebih besar daripada yang pernah dilihatnya. Atmosfir berkabut dari kumpulan gas raksasa bergulung-gulung di depan matanya. Dari tempatnya di tangga ia tidak dapat melihat ruang angkasa atau permukaan daratan Io. Hanya atmosfir Jupiter itu yang memukau, beberapa ratus ribu kilometer jauhnya.
Tom melompat ke 'tanah' dan merasa sedikit lega. Ia melompat dari anak tangga terakhir ke darat. Loncatan itu hanya pendek saja, namun ia merasakan sakit menusuk-nusuk di lututnya disebabkan kakinya menyentuh lapisan lahar padat yang keras sekali di dasar kawah gunung api. Ia melangkah menyisih lalu memegangi tangga agar jangan bergerak selagi Anita turun.
"Mana Argus?" tanya si cantik berambut merah setelah melompat turun di samping Tom.
"Aku tidak ingin mendaratkan Meriweather Lewis terlalu dekat dengannya," jawab Tom.
"Udara panas akibat pendaratan kita mungkin akan mempengaruhinya, tetapi aku tidak ingin mengambil risiko merusak bukti-bukti fisik dari hal-hal yang membuatnya menjadi tidak berfungsi."
"Rupanya kita harus berjalan kaki," kata Anita.
Ketika Burt Foster selamat sampai di darat, ketiga-tiganya lalu berjalan menjadi penjajak dengan menggunakan alat lokator elektronik yang digantungkan pada sabuk serbaguna pakaian ruang angkasa Tom.
Tanah yang beberapa ratus meter di atas tadi nampak rata dan datar ternyata berbenjol-benjol. Sambil memperhatikan ke sekeliling, Tom dapat melihat bagaimana sensor-sensor Argus telah tertipu oleh luas dan bentukan geologis dari kawah tersebut. Kawah yang demikian luasnya hingga mengingatkan Tom kepada The Great Salt Lake Valley di Utah"..itu kalau dilihat kira-kira dua juta tahun yang lalu.
Tom kurang enak bergerak dalam pakaian ruang angkasanya. Ia rasakan keringatnya mengalir di punggungnya. Sulit juga mendapatkan pijakan pada batu-batu lahar yang demikian keras pejal yang di kebanyakan tempat merupakan bekas aliran yang rumit.
Meskipun berada pada gravitasi seperenam di Io, sangatlah sulit untuk melakukan perjalanan kaki.
Terutama bagi Anita. Meskipun si rambut merah itu telah menjaga kondisi tubuhnya dengan sebaik-baiknya, namun dalam keadaan yang demikian itu masih harus memeras peluh dan kekuatan kaki palsunya. Dalam pengamatan Tom hal itu sangat menyulitkan bagi Anita.
Ia bertanya-tanya dalam hati apakah tenaganya yang bersungguh-sungguh itu terhambat oleh keadaan pakaian ruang angkasa yang terlindung timbal yang berat. Dalam suasana demikian mereka akan segera menghabiskan persediaan udara mereka yang diperlukan untuk bernapas dalam waktu singkat.
Tom mendambakan sebuah kendaraan. Tetapi ia tahu bahwa lapangan di Io akan terlalu berat bagi setiap jenis kendaraan yang dibawa oleh suatu ekspedisi. Mesin-mesin memang membantu pada saat-saat tertentu, tetapi mereka itu lebih terbatas kegunaannya dan kurang dapat disesuaikan seperti halnya daya penyesuaian manusia.
Bahkan Aristotle pun ada batas-batasnya.
Tom mengecek alat lokator pada sabuknya. Lampu kecil di tengah-tengah berdenyut keras. Itu berarti mereka telah semakin dekat. Di depan mereka terdapat sebuah bukit lahar curam yang harus mereka daki atau dikitari. Tom memberi isyarat untuk berhenti.
Kemudian ia memberitahu Anita dan Foster untuk menghidupkan radio mereka.
"Istirahat sepuluh menit!" ia berkata melalui radio yang terganggu statik.
"Aku memang membutuhkannya," ia mendengar Anita menjawab.
Ia memandangi gadis itu melihat ke bawah dan menghindari setiap batu tajam yang mungkin akan merobek pakaian ruang angkasanya. Kemudian Anita baru duduk. Di lain pihak, Foster tetap berdiri. Dengan keras kepala ia menantang.
"Kita hambur-hamburkan udara saja untuk sepuluh menit," ia mendebat. "Kalau nona Thorwald tidak dapat ikut lebih baik ia kembali ke pesawat saja!"
"Beristirahatlah sepuluh menit, letnan," kata Tom. "Ini perintah. Aku tidak peduli bagaimana anda akan menggunakannya. Tetapi aku sarankan agar anda duduk dan istirahat. Sementara itu aku akan memperhitungkan arah ke mana harus dituju setelah ini."
Foster secara terang-terangan mematikan radionya. Kemudian yang membuat Tom heran ialah langkah-langkahnya mendaki bukit tanpa menoleh lagi. Itulah untuk pertama kali Tom melihat Burt Foster membangkang dengan terang-terangan. Apakah itu berarti bahwa disiplinnya telah runtuh" Tom berharap jangan. Satu-satunya cara menguasai Foster ialah dengan menggunakan cara Foster sendiri?"dengan kekerasan.
Tetapi Tom tidak ingin menggunakan kekerasan.
"Dari pesawat! Untuk regu di darat!" terdengar suara Ben memecahkan pikiran Tom. "Mayday! Mayday! Bersiaplah untuk hadapi gempa lagi! Aristotle katakan"."
Tom tidak menunggu selesainya kata-kata Ben, segera ia berbaring rata dengan tanah yang berbatu. Anita berbuat yang sama.
Mereka melihat ke arah ke mana Foster pergi. Tom melihat dia ada di bukit di atas mereka. Ia tentunya tidak mendengar peringatan dari Ben.
Tom merasakan ada getaran dari dalam tanah, lalu menegangkan otot-ototnya untuk menghadapi guncangan. Rasanya seperti Io sedang terserang penyakit sawan yang berat. Anita mulai menjerit ketika pecahan-pecahan batu mulai menghujani dan datangnya menggelinding dari atas.
Tom mendongak. Ia melihat Burt Foster meluncur turun ke arah mereka dengan cepat sekali dan tidak terkendalikan. Satu lubang saja pada pakaiannya dan darah Foster akan mendidih di ruang hampa.
"Kita harus menangkap dia!" seru Tom kepada Anita.
"Akan kucoba," jawabnya. "Tetapi kuharap saja ia tidak terlalu berat!"
Tom melihat bahwa Foster berusaha mencari pegangan di batu sementara ia meluncur turun. Tetapi ia meluncur terlalu cepat. Tom mengernyit ketika batu-batu kecil menghujaninya, batu-batu yang pecah oleh usaha Foster dalam mencari pegangan.
"Tahan dirimu, Anita," seru Tom. "Kita harus menggunakan tubuh kita untuk menahan jatuhnya! "
"Aku selalu senang tackling kalau bermain bola," jawabnya.
"Nah! Ini dia datang!" teriak Tom. "Tangkap!"
Tom dan Anita menangkap, mencari sesuatu pada pakaian Foster yang dapat dipegang. Mereka menahan diri masing-masing agar tidak ikut terseret. Tetapi mereka tidak kuat menahan dia.
Anita yang paling dulu melepaskan pegangannya, lalu dengan mati-matian mencari pegangan sendiri dalam guncangan-guncangan yang hebat itu.
"Maaf!" ia meratap.
Berat tubuh Foster terlalu besar bagi Tom. Ia merasa tidak berdaya ketika tubuh Foster meluncur di sampingnya. Tom memutar tubuhnya untuk menangkap Foster lagi. Suatu rasa takut yang menyakitkan menusuk hatinya ketika pakaian Foster yang diraihnya terlepas dari tangannya.
Kemudian ia melihatnya. Gempa bulan itu membuat tanah di bawah merekah. Sebuah jurang menganga lebar, cukup untuk menelan tubuh mereka beserta Meriweather Lewis sekaligus, tepat ada di bawah mereka berpegangan erat pada batu lahar. Foster tentu akan meluncur masuk kalau ia tidak berhasil menghentikan dirinya.
Tom mencoba untuk berdiri. Tetapi ia tidak dapat menjaga keseimbangan. Tanah yang bergelombang naik-turun itu melemparkannya jatuh kembali. Sungguh keras.
Ia memandangi Foster dengan tidak berdaya. Kaki letnan itu bergantung di tepi rekahan. Tom melihat ia berusaha yang terakhir untuk menghentikan meluncur dan berhasil menyambar batu untuk pegangan. Pegangannya itu bertahan. Kedua kakinya berayun-ayun ke dalam jurang di permukaan kawah. Dan selama ia masih dapat bertahan, ia tidak akan jatuh ke dalamnya.
Dengan melihat lewat samping Foster, Tom melihat Meriweather Lewis berayun-ayun pada alat pendaratnya yang dilengkapi alat peredam guncangan. Ia berpikir bagaimana Ben dan Aristotle merasakan gempa itu.
Mereka harus pula segera keluar. Tom merasa guncangan gempa berkurang. Ia berharap cukup untuk dapat pergi menolong Foster.
"Aku akan pergi dan mencoba menolong dia," katanya kepada Anita.
"Aku ikut!" ia menanggapi.
"Jangan! Nanti engkau dapat cedera!"
"Biarlah, Tom. Engkau mungkin memerlukan bantuanku."
Tom harus mengakui bahwa Anita memang benar. Hari-hari Anita yang tidak berdaya sudah lampau.
"Ya, ayolah!" akhirnya Tom setuju.
Tom dan Anita berhasil berdiri dan menjaga keseimbangan meskipun tanah masih bergoyang. Dengan cepat mereka dapat sampai di tempat Foster. Menarik Foster dari tepi jurang adalah perkara yang mudah. Tom memberanikan diri melongok ke dalam jurang. Tetapi ia terperangah ketika tidak dapat melihat dasarnya.
Begitu Foster sudah berdiri ia meronta melepaskan diri dari pegangan Tom dan Anita. Ia tidak berterimakasih sama sekali, justru sangat marah. Foster menghidupkan radionya.
"Mengapa kalian berdua berubah pikiran?" ia bertanya. "Kalian membiarkan aku jatuh dan berharap aku mati hingga kalian dapat mengarang cerita untuk menutupi kejadian sesungguhnya bagi kapten Barrot. Tetapi kalian tidak punya keberanian lagi pada saat-saat terakhir!"
"Kau bohong!" seru Tom di radio. "Engkau yang tidak mematuhi perintah. Kemudian kau mendaki dengan mematikan radiomu. Kami telah mencoba menangkapmu ketika jatuh meluncur. Itu kau tahu!"
Anita memandangi letnan yang cakap kehitaman itu melalui kaca muka dari topi helmnya.
"Engkau sungguh-sungguh licin-licik, Foster!" kata Anita menghina.
"Dari pesawat kepada regu pendarat," Ben menyela dengan nada khawatir. "Silakan masuk! Ada apa di luar sana?"
"Tidak ada masalah berat," kata Tom sambil memandangi Foster yang juga balas menatap. "Hanya sengketa sedikit. Terimakasih atas peringatanmu tentang gempa. Kukira itu telah menyelamatkan jiwa kami!"
"Engkau dapat mengucapkan terimakasihmu kepada Aristotle," kata Ben. "Waktu itu aku sedang sibuk menunggu foto gabungan dari komputer ketika ia memberi peringatan itu. Kalian hendak kembali sekarang?"
"Aku ingin mengambil kembali penjajak itu, Ben." kata Tom. Ia memandang penuh pertanyaan kepada Anita.
"Aku juga akan pergi!" katanya.
"Foster?" "Aku tidak ingin melihat kesempatan melihat Tom Swift yang besar itu ditelan gunung api!" jawab letnan yang masih muda itu.
"Aku akan tetap membuka saluran sejak sekarang," kata Ben.
"Aku akan berteriak begitu aku mendapatkan sesuatu!"
Tom membalikkan tubuh dan mulai mendaki bukit.
Chapter 14 Tom, Anita dan Foster berdiri di puncak bukit batu lahar yang baru saja mereka daki. Mereka melihat dengan setengah tak percaya ke lembah di bawah mereka.
Di tengah-tengah lembah itu terdapat Argus. Dan di dekatnya atau lebih tepat 'hampir menungganginya' sedang melayang-layang sebuah pesawat yang paling aneh yang pernah dilihat Tom. Kelihatannya seperti seekor serangga besi raksasa yang mengangkang di atas Argus hendak menelan mangsanya.
"I... itu apa?" tanya Anita menahan napas.
"Kelihatannya seperti bukan milik kita," kata Foster.
Letnan itu seperti telah melupakan akan kebenciannya kepada Tom dan Anita, setidak-tidaknya pada saat itu.
"Aku tentu tahu apabila Angkatan Bersenjata kita memiliki pesawat seperti itu," letnan itu melanjutkan.
Cara berpikir orang-orang militer kadang-kadang mengherankan juga, pikir Tom. Begitu mudah mereka itu untuk menganggap dunia ini dengan istilah-istilah seperti 'milik kita' dan 'milik mereka'. Yang demikian itu lalu memudahkan cara mengambil ketentuan mereka.
"Ada apa?" tanya Ben. "Apa yang kalian peroleh?"
"Argus mendapat teman!" jawab Tom. "Lebih baik kausuruh Aristotle segera kemari. Aku membutuhkan dia."
"Aku segera berangkat," jawab si robot.
"Swift Enterprises tidak pernah membuat sesuatu yang mirip dengan benda itu," kata Tom selanjutnya dengan terus berpikir.
"Bagaimana kalau Luna Corporation" Apakah ini barangkali salah satu pesawat penjajak jarak jauh mereka?"
Anita mendengus tidak senang mendengar disebut-sebutnya nama perusahaan yang nomor dua besarnya setelah Swift Enterprises.
"Kalau tidak seorang pun membuat pola pesawat penjajak seperti itu, maka Luna Corporation tidak mungkin bisa mengirimkan pesawat kemari. Tidak ada orang yang polanya dapat dicuri oleh David Luna."
Tom mengakui bahwa pesawat penjajak itu mempunyai desain yang unik. Pesawat itu terdiri atas tiga bagian yang nyata, berbentuk secara terbalik seperti tetesan air mata, memuat dua buah lensa multi-facet yang sangat besar, dan sesuatu yang mirip peralatan 'peraba' seperti dimiliki Aristotle di dalam kerangka sensornya. Kepala itu berakhir pada dua buah alat penjepit dari logam, yang nampak sangat kokoh dan rupanya merupakan tangan-tangan mekanik yang dilayani secara hidrolik.
Kepala itu disambungkan pada kerangka luar pesawat penjajak tersebut. Apa yang diketahui oleh Tom sebagai 'otak' pesawat itu ditempatkan di tengah-tengah kerangka luar. Bentuknya seperti telur halus-licin dengan tangkai berukir yang dilas ke dalam kerangka.
Tangkai itu rupanya untuk memasang dan membongkar.
Tom dapat melihat bahwa tangkai itu dibuat untuk dapat dipegang tangan seperti tangan manusia biasa.
'Kaki-kaki' pesawat penjajak itu terpasang pada kerangka utama. Seluruhnya ada delapan buah, dan masing-masing bersendi di beberapa tempat. Sekali lagi Tom dapat melihat kenyataan bahwa kaki-kaki itu pun dijalankan secara hidrolik. Hal itu berarti bahwa pesawat tersebut benar-benar dapat 'berjalan kaki'. Dua di antara kaki-kaki itu rupanya telah patah, dan dua lagi tertekuk dalam bentuk yang tidak wajar. Tetapi adalah sulit sekali untuk diketahui dari kejauhan.
"Barangkali pesawat penjajak asing," kata Tom.
"Lucu!" kata Foster. "AL sudah melakukan penyelidikan tentang kemungkinan adanya kehidupan di angkasa luar, dan hasilnya sudahlah pasti, yaitu bahwa di mana pun dalam tatasurya tidak ada kehidupan lain yang seperti kita."
"Mengapa harus bentuk kehidupan seperti manusia?" tanya Tom.
"Lihat saja bentuk-bentuk kehidupan itu pasti jauh di bawah kita," bantah Foster. "Tidak satu pun dari mereka yang mampu membangun dan meluncurkan sebuah pesawat penjajak ruang angkasa."
"Itu masih belum membuktikan apa-apa, menurut pendapatku," kata Anita. "Aku mendasarkan pernyataanku itu atas bukti pesawat penjajak yang di bawah sana, bahwa ia sedang memandangi kita."
Seperti untuk membuktikan kata-kata Anita pesawat itu memiringkan kepalanya ke sebelah, seolah-olah sedang bertanya-tanya tentang kelakuan manusia-manusia yang memandangi dia.
Gerakan itu mengingatkan Tom akan binatang Belalang Sembah yang pernah dilihatnya di kebun. Ia telah menghabiskan waktu satu jam untuk mengamati serangga itu memandangi dia, dan memikirkan pikiran apa saja yang tertanam di otak serangga itu.
"Engkau benar, Anita!" seru Tom. "Ia tahu kita ada di sini. Ia melihat!"
"Jadi ia lebih merupakan sebuah robot daripada sebuah pesawat penjajak yang sebenarnya, kalau kita gunakan istilahnya," kata Ben dari radio. "Mungkin ia punya kecerdasan. Sebaiknya berhati-hatilah!"
"Aku akan ke sana untuk melihatnya dari dekat!" kata Tom.
"Ini suatu pengungkapan yang sangat rahasia," kata Foster.
Ada sesuatu yang tidak disukai Tom dalam suaranya itu. Seolah-olah mengandung suatu kesulitan.
"Aku akan ikut kalian sebagai wakil dari Pemerintah Amerika Serikat," katanya melanjutkan.
"Mengapa tidak terus terang saja mengatakan bahwa anda khawatir kalau kami menemukan sesuatu di bawah sana dan segera hendak menjualnya kepada 'musuh', entah berwujud apa benda itu?" tanya Anita marah.
Foster memandangi Anita dengan mata menyala, tetapi tidak melayani perdebatan. Dengan cepat namun berhati-hati ketiga anak muda itu memilih jalan menuruni tebing batu lahar. Pandangan mereka selalu terarah kepada pesawat penjajak. Sepasang mata ganda yang berkilat-kilat tetap mengamati mereka.
Di dasar dari tebing itu tanahnya menjadi rata. Tom, Anita dan Foster bergerak dengan lambat-lambat mendekati pesawat penjajak itu. Mereka tidak ingin gerakan mereka akan ditafsirkan sebagai 'permusuhan'. Ketika mereka tinggal lebih kurang seratus meter dari pesawat itu, Tom mengajak mereka berhenti. Tinggi pesawat itu sedikit lebih daripada tinggi tubuhnya sendiri.
"Kaki pesawat itu terjepit di batu-batu!" seru Foster. "Rupa-rupanya pesawat itu mendarat ketika gunung sedang aktif, dan lahar menjadi padat di sekelilingnya sehingga telah menjebaknya."
"Patahnya kaki-kaki itu mungkin akibat usaha untuk melepaskan diri," kata Tom. "Aku heran mengapa Argus mendarat sedekat itu dengannya" Ben, aku akan memberi isyarat kepada Argus agar segera memancarkan data. Kalau kamera-kameranya masih bekerja, tentulah gambar-gambarnya dapat menjelaskan sesuatu kepada kita. Apakah engkau dan komputer siap untuk menerima apa yang disiarkannya?"
"Aku sudah siap sekarang," kata Ben dari pesawat. "Tetapi foto-foto dari lintasan kedua di atas Io sedang disusun. Bagaimana kalau data dari Argus itu dikumpulkan saja dulu untuk beberapa waktu" Aku masih saja mencoba mengetahui kalau-kalau terjadi erupsi setiap saat!"
"Tentu saja," kata Tom. "Siap?"
Tom menekan sebuah tombol pada lokator yang digunakan untuk melacak pesawat penjajak itu. Lokator itu memancarkan isyarat radio dalam berkas yang sangat ketat kepada benda setengah mesin tersebut. Seratus buah mata Argus, yaitu sensor-sensornya mulai memijar sebagai tanda mengenali isyarat tersebut.
Seketika itu juga dua berkas sinar merah delima memancar dari kedua mata pesawat penjajak berbentuk serangga itu yang menyatu beberapa senti dari sepatu Tom.
Tom melompat mundur dengan ketakutan. Sinar-sinar itu membakar batu dan membuat lubang ke dalam batu lahar tersebut bagaikan plastik saja.
"Ia telah menangkap isyaratku kepada Argus. Dan ia memperingatkan aku agar jangan mendekat," kata Tom.
Pemuda itu tahu bahwa bila pesawat itu hendak membunuhnya, kini ia tentu sudah mampus. Ia menggigil. Tetapi mengapa pesawat asing itu menghendaki agar ia jangan mendekati Argus"
"Sinyal dari Argus dihalangi, Tom!" kata Ben.
"Aku tahu," kata Tom gelisah," rupanya pesawat asing itu menyandera Argus."
"Apa?" tanya ahli teknik komputer itu. "Mengapa ..?"
Lanjutan suara Ben itu tertelan oleh suara tinggi yang melengking. Tiba-tiba saja suatu kilatan energi yang nampak melesat dari permukaan Jupiter bagaikan petir dan mengenai permukaan kawah berbatu-batu. Suatu hujan batu menghambur ke angkasa, beberapa kilometer dari mereka. Kepala pesawat penjajak itu berputar mengikuti petir yang aneh tersebut. Kejadian itu hanya berlangsung beberapa detik.
"Ada apa?" teriak Foster.
Tom dapat mengetahui bahwa letnan itu benar-benar takut. Itu memang beralasan. Kilatan energi itu dapat mengenai mereka.
"Itu sebagian dari pengaruh tabung Iluks," kata Tom. "Entah disebabkan oleh apa. Pertukaran energi yang kelihatan itu sering terjadi di sini. Mungkin ada hubungannya dengan inti Jupiter dan Io yang saling bereaksi."
"Itu jelas menimbulkan gangguan radio!" kata Ben.
"Awas!" seru Anita. "Ia akan menembak kita lagi!"
Mata pesawat penjajak itu nampak memijar merah. Tom sadar bahwa mereka tidak dapat lari menghindari sinar-sinar pesawat itu.
Mengapa pesawat itu menembaki mereka"
Dengan mendadak cahaya maut di mata pesawat itu padam.
Nampaknya ia memandangi lewat samping mereka. Tom membalikkan tubuhnya dan melihat Aristotle mendatangi mereka.
"Hanya salah paham, Tom," kata robot itu.
"Pesawat asing itu mengira engkau sedang akan mengakalinya. Suatu keajaiban energi yang sama telah mengirimkan dia kemari untuk mencari bentuk kehidupan yang memiliki kecerdasan. Ketika ia tiba, ia sadar bahwa telah keliru, karena tidak ada kehidupan di sini."
"Apakah engkau telah berhubungan dengan dia?" tanya Tom.
"Ya. Pesawat asing itu telah menganalisa program dari Argus, dan dapat melakukan komunikasi dalam sistem pasangan!"
"Apa ia datang untuk menghancurkan Bumi?" tanya Foster.
"Anda terlalu banyak menonton film science fiction, letnan," kata Tom. "Aku gembira engkau tepat pada waktunya menghindarkan musibah ini, Aristotle!"
"Aku merasa lega bahwa pesawat asing itu tidak menghancurkan penciptaku," jawab si robot.
Chapter 15 "Kenapa engkau menyebutnya 'asing', Aristotle?" tanya Tom.
"Pesawat penjajak itu datang dari gugusan Alfa Centauri. Kukira itu dapat disebut asing," kata si robot.
"Itu betul, di sini. Di Bimasakti!" seru Anita. "Aku pun berpikir demikian kalau mendapat tamu dari angkasa luar. Mereka datang dari galaksi lain".seperti Andromeda, misalnya!"
"Sebaliknya," kata Tom, "pikir saja tentang jarak-jarak yang mereka sebut apabila engkau menggunakan istilah "galaksi'. Matahari kita hanyalah sebuah bintang yang sangat kecil daripada galaksi Bimasakti kita. Alfa Centauri merupakan sebuah bintang kecil pula. Dan kebetulan ia merupakan tetangga kita, tetapi masih tetap satu parsec jauhnya dari kita. Itu berarti lebih dari tiga tahun cahaya jauhnya, atau untuk kita dapat sampai di sana memerlukan waktu kira-kira empat tahun. Galaksi Andromeda masih jauh lagi, jaraknya dua juta ribu tahun dari kita. Setiap peradaban yang mengirimkan pesawat penjajak dari galaksi Andromeda sudah akan mati sewaktu masih dalam perjalanan kemari walaupun dengan kecepatan cahaya sekalipun."
"Untuk waktu kini kita dapat terbang dengan kecepatan sepersepuluh kecepatan suara dengan menggunakan teknologi yang kita miliki, seperti dengan mesin bertenaga peleburan inti. Jadi biarpun dengan kecepatan itu, maka masih diperlukan waktu empat ratus tahun untuk dapat mencapai makhluk yang mengirimkan pesawat penjajak ini!"
"Jadi pesawat itu memerlukan waktu empat ratus tahun untuk kemari?" tanya Anita.
Tom melihat ke Aristotle dengan matanya yang bertanya.
"Ia sudah melakukan perjalanan selama itu" Lalu sudah berapa lama ia mogok di Io ini?"
Aristotle diam sejenak. Ketika ia berbicara Tom menjadi terkejut. Rupanya robot itu juga sudah bingung.
"Tidak, Tom. Pesawat asing itu tidak melakukan ... perjalanan selama itu. Ia tidak mengatakan kepadaku mengenai perjalanannya dari tempat asalnya yang tepat. Namun ia malahan sudah lebih lama berada di sini. Satu putaran dari gumpalan gas raksasa itu...Jupiter"."
"Itu berarti duabelas tahun Bumi," seru Tom. "Kalau ia sudah lebih lama nyangkut di Io daripada waktu penerbangannya".makhluk asing itu tentu sudah memiliki mesin pendorong star-drive!"
"Betul!" kata Aristotle. "Pesawat asing itu adalah suatu utusan, tetapi belum mau membuka rahasia misinya sebelum waktunya yang tepat. Aku tidak tahu maksud atau tujuannya. Tetapi pesan misinya itu sedemikian pentingnya hingga kita dianggap berharga untuk menerimanya. Kriteria apa yang digunakan makhluk asing itu, aku juga tidak tahu. Pesawat asing itu bersifat tidak sabaran dan mudah tersinggung, Tom. Itu karena telah lama terjebak dan pentingnya misi yang dibawanya. Maafkan aku, tidak berhasil mengetahui informasi ilmiahnya seperti yang kautanyakan itu!"
"Engkau tidak gagal, Aristotle," kata Tom. "Bagaimana pun juga, engkaulah satu-satunya yang dapat berbicara dengan pesawat asing itu.Apakah sulit bagimu untuk berbicara dengan dia?"
"Ya, Tom!" "Tom!" "Ada apa, Ben?"
"Aku baru saja selesai menganalisa foto-foto dari lintasan terbang kita yang kedua, dan nampaknya semuanya normal. Kemudian kucocokkan hasil-hasil lintasan kita yang pertama. Ada sebuah tempat yang menggembung semakin besar di sebelah utara gunung. Itu adalah suatu petunjuk adanya tekanan besar yang sedang menumpuk di bawah permukaan tanah. Frekuensi terjadinya gempa itu pun merupakan petunjuk pula. Kukira gunung ini sedang hendak meletus!"
"Kita justru sedang mendapatkan penemuan ilmiah terbesar untuk abad ini, dan harus pula melepaskannya lagi?" gerutu Tom.
"Katakan kepada pejajak itu bahwa aku mewakili Pemerintah Amerika Serikat. Dan aku diberi wewenang untuk menerima pesan apa pun yang dibawa penjajak itu. Aku adalah perwira AL, tahu?" kata Foster kepada Aristotle.
"Tidak bisa!" kata Anita. "Anda hanya seorang letnan, selain itu resminya anda berstatus tahanan!"
"Kukira lebih baik kalian kembali ke pesawat saja!" panggil Ben.
"Aku harus mendapatkan Argus!" kata Tom. "Argus mungkin sudah tidak berguna bagimu, Tom. Pikirannya sudah lenyap," kata Aristotle. Terdengar nada sedih pada suara robot.
"Pengaruh dari penjajak asing itu adalah terlalu berat bagi sirkuit-sirkuit Argus yang hanya sederhana itu."
"Kita dapat membawa pesawat penjajak asing itu. Tetapi ia tidak mau kita dekati," kata Tom. "Dapatkah engkau mengetahui pesan-pesannya?"
Tiba-tiba tanah mulai bergoyang.
"Kita harus pergi," Anita memohon.
Pesawat penjajak asing itu bergoyang-goyang di atas kakinya yang bagaikan kaki laba-laba itu untuk beberapa waktu, kemudian diam.
"Hanya getaran harmonis!" kata Tom dengan lega. "Tetapi gempa bulan pasti segera menyusul!"
"Pesawat asing itu memberitahu kepadaku, bahwa kejadian-kejadian seperti sekarang ini adalah sama dengan yang membuatnya terjebak!" kata Aristotle.
"Aku tidak suka keadaan begini," kata Ben menjadi tegang.
"Aristotle, katakan kepada makhluk asing itu bahwa kita ingin membawa dia bersama kita," kata Tom. "Kalau ia tidak ingin ikut pergi, ia harus menyampaikan pesannya sekarang juga karena kita akan pergi."
"Makhluk asing itu tidak menanggapi!" kata si robot.
"Penunjuk cadangan udaraku baru saja berubah, Tom," kata Anita. "Aku hanya sanggup beberapa menit lagi."
Tiba-tiba kilatan energi melesat dari Jupiter ke Io. Suatu ledakan pada batu-batu lahar menunjukkan tempat yang dikenainya.
"Io rupanya merupakan arde bagi tenaga listrik yang dibangkitkan di Jupiter dalam lapisan atmosfirnya pada waktu-waktu tertentu dalam perputarannya," kata Tom.
"Dan hal itu menghidupkan gunung api ini setiap dua belas tahun," sambung Foster. "Kita tidak dapat meninggalkannya di sini, Tom!"
"Kalau memang demikian, maka kegiatan di permukaan tanah itu hanya semakin memperburuk keadaan saja," kata Anita.
"Kalau kita dapat menganalisa mesin pendorong stardrive pesawat penjajak itu saja, maka kita akan memperoleh rahasia penerbangan antar bintang. Kita dapat membangun angkatan perang yang paling ampuh dalam galaksi kita!" seru Foster. "Apakah engkau tidak mengerti apa artinya itu?"
"Aku mengerti, bahwa kalau kita tidak segera meninggalkan tempat ini, kita semua segera akan dipanggang hidup-hidup!" kata Tom. "Mari kita keluar dari sini."
"Lihat pesawat penjajak asing itu!" seru Anita. "Ia bergerak!"
Muda-mudi itu memandanginya sementara pesawat penjajak asing itu menggunakan setiap tenaga hidroliknya pada kaki-kakinya yang terjebak.
"Mundur!" teriak Tom. "Ia mencoba melepaskan di dari batu-batu lahar itu!"
"Tidak akan berhasil!" sahut Anita kecewa. Tanah di bawah kaki mereka mulai bergetar. "Keluar dari sini, teman-teman!" teriak Ben. "Kawah itu akan pecah terbuka!"
"Gunung ini akan segera meletus?" tanya Foster.
"Rupanya begitu," jawab Tom. "Kalau kita tidak keluar dari sini maka kita akan terjebak seperti pesawat penjajak itu"atau lebih parah dari itu! Ayo, semua ke pesawat!"
Foster melemparkan pandangan sedih yang terakhir ke pesawat penjajak asing itu, kemudian ia dan Anita mulai berlari ke pesawat sendiri.
"Mari, Aristotle!" kata Tom.
"Tunggu!" teriak robot. "Penjajak itu adalah pembawa pesan dari makhluk yang menyebut diri mereka bangsa Skree. Ia datang untuk mencari bantuan melawan".sesuatu yang disebut bangsa Chutan"..makhluk yang menyerang bangsa Skree untuk dikuasai."
"Ayoo! Tidak ada waktu lagi!" kata Tom.
"Penjajak asing itu tahu bahwa ia tidak dapat keluar dari sini secara utuh dan memenuhi tugas misinya. Ia ingin agar engkau melepaskan inti ingatannya saja, Tom. Ia menawarkan rahasia-rahasia mesin stardrive sebagai balas jasa!"
Kini Tom merasa terbagi pikirannya antara risiko mempertahankan hidupnya dengan naluri ilmiahnya. Makhluk asing itu membuat tawarannya menjadi lebih sederhana. Tom dan Aristotle memandanginya dengan terpukau, ketika pesawat penjajak asing tersebut membuka kunci inti otaknya yang berbentuk seperti telur itu dari kerangka luarnya.
"Lepaskan kabel-kabel sensornya, Tom," Aristotle mendesak.
"Cepat!" Tom menyingkirkan perasaannya untuk berhati-hati, lalu mendekati pesawat penjajak asing tersebut. Begitu ia sampai, segera ia lepaskan kabel-kabel yang dilihatnya menghubungkan penjajak itu dengan kerangka luarnya. Satu demi satu, sistem-sistem pesawat penjajak asing itu seperti mati. Apakah sebuah mesin dapat mati"
Memang kenyataannya seperti segala daya hidup pesawat penjajak asing itu tiba-tiba lenyap. Tanpa inti otak, pesawat asing itu hanya berupa onggokan logam yang tidak hidup.
Tom mengangkat inti otak pesawat itu dari kerangka luarnya dengan mudah. Kemudian ia menimang-nimang di kedua tangannya.
"Lekas ke pesawat!" ia meneriaki Aristotle.
"Setelah inti otak itu dilepaskan, aku dapat bicara dengan leluasa, Tom," kata Aristotle. "Sulit bagiku untuk berkomunikasi dengannya sebab sirkuit-sirkuit logikanya telah mendapat tekanan berat sebagai akibat begitu lama menjadi tahanan di Io. Pesawat itu menurut istilah yang digunakan oleh manusia, sudah gila!"
"Apa?" kata Tom cemas. "Mengapa engkau tidak mengatakannya?"
"Pesawat asing itu tidak diberi program seperti diriku untuk jangan membunuh. Kukira engkau tahu bahwa ia tidak berfungsi semaksimalnya. Kalau ia tahu hal itu, kukira ia tidak punya rasa takut untuk menghancurkan engkau maupun Meriweather Lewis. Kemauan untuk memenuhi tugasnya terlalu kuat!"
"Kalau katamu itu benar, aku tidak dapat mengambil risiko untuk membawanya ke pesawat kita, Aristotle. Aku harus meninggalkannya di sini."
"Aku menyesal harus mengatakan bahwa itu tidak mungkin!"
"Mengapa" Pesawat penjajak asing itu sudah tidak berhubungan lagi dengan senjata-senjata pada kerangka luarnya!"
"Pesawat itu punya bahan peledak yang sangat kuat di dalam inti otak ini. Kalau engkau hendak meninggalkannya di sini, ia akan menghancurkan kita semua. Boleh dikatakan ia sudah buta, tetapi sangat berbahaya sekali. Aku menyesal, Tom. Aku tidak dapat mengatakan kepadamu, bahwa engkau telah berada dalam bahaya yang besar semenjak engkau melihatnya!"
"Jadi kita berada di tangan orang gila yang suka membunuh," kata Tom.
Daya pengetahuannya dengan penuh memasuki akal pikirannya. Dengan demikian lalu timbul rasa takut.
"Betul katamu, Tom," kata robot.
Tom Swift menghambur masuk melalui pintu katup ke anjungan Meriweather Lewis. Ia melepaskan topi helmnya. Tetapi ia tidak punya waktu lagi untuk melepaskan bagian pakaian ruang angkasanya yang lain. Ia segera melompat ke kursi pilot dan menyambar sabuk pengaman.
Ben, Anita dan Burt Foster telah lama mengikatkan sabuk pengamannya dan menunggu dengan cemas. Aristotle melekatkan diri pada geladak pesawat dengan kerangka motor elektromaknetiknya yang sangat kuat itu sambil membawa inti otak pesawat penjajak asing dengan sangat hati-hati.
"Semua siap?" teriak Tom. "Aku akan segera memberi tenaga penuh pada mesin peleburan inti! Kalau tidak, kita semua akan segera direbus!"
Tom merasakan tanah di bawah pesawat mulai bergoyang ketika ia menghidupkan mesin pesawatnya. Mesin itu bangkit dengan menderu menggelegar. Tom segera merasakan seperti ada seekor gajah yang menduduki dadanya. Pesawat itu segera naik dengan kecepatan tinggi memasuki kekelaman ruang angkasa.
"A.. a... aku tidak da... dapat bernapas!" Foster menggumam parau.
"Daniel Boone memanggil!" terdengar suara kapten Rafe Barrot dengan nada khawatir. "Kami baru saja mendapatkan kalian di layar, dan kalian terbang seperti sebutir peluru!"
Tom melambatkan sedikit mesin peridorongnya. Ia merasa senang segera terlepas dari tekanan. Ia pun mendengar yang lain-lain bernapas Iega.
"Daniel Boone," sambut Tom. "Kami sungguh senang mendengar anda!"
"Ada apa dengan kalian" Kalian tahu bahwa kami kehilangan kalian ketika memasuki tabung fluks. Dapatkah kalian mengetahui apa yang terjadi dengan Argus" Sinyal-sinyal mati beberapa waktu yang lalu!"
"Argus hancur dalam letusan sebuah gunung api di Io, pak. Kami sendiri dapat lolos dari lubang jarum!"
Tom ingin menceritakan kepada pak Barrot tentang segala sesuatu yang diperolehnya dari pesawat penjajak asing yang gila itu dan tentang bangsa Skree maupun tentang mesin pendorong stardrive.
Tetapi ia tahu bahwa paling tidak Foster itu benar dalam satu hal: yaitu bahwa itu merupakan sebuah penemuan rahasia yang besar. Kalau sampai informasi mengenai pesawat penjajak asing itu terjatuh ke tangan yang salah, maka akan merupakan sesuatu kehancuran dari Bumi.
Tom menghela napas dengan lelah.
"Kami akan segera masuk, kapten. Tolong agar ayah dan regu keamanan siap-siap menemui kami di hanggar geladak. Aku akan menyampaikan laporan secara menyeluruh dan lengkap!"
Hening sejenak. Kemudian terdengar suara kapten Rafe Barrot.
"Akan kulakukan semua, Tom. Selamat datang di pangkalan!"
Tom bertanya-tanya dalam hati, seberapa besar sambutan selamat datang yang akan diterimanya, kalau ia telah menceritakan tentang pesawat penjajak asing itu. Lalu Foster"
Mungkin ia akan dihadapkan mahkamah militer atas penanganannya terhadap Meriweather Lewis.
Ya! Tentu akan terjadi suatu penyambutan selamat datang!
Tom meregangkan tubuhnya di kursi pilotnya. Ia berpikir apakah pesan-pesan lainnya dari pesawat penjajak asing itu. Mungkin Foster sama sekali bukan terlalu banyak menonton film science fiction.
Ia harus mengetahuinya! END Ebook PDF: eomer eadig Http://ebukulawas.blogspot.com
Convert & Re edited by: Farid ZE
blog Pecinta Buku - PP Assalam Cepu
Babi Ngesot 2 Anak Tanpa Rumah The Suitcase Kid Karya Jacqueline Wilson Nona Berbunga Hijau 3