Pencarian

Benteng Astral 1

Benteng Astral Tom Swift 5 Bagian 1


Tom Swift # 5 Benteng Astral Victor Appleton Ebook PDF: eomer eadig Http://ebukulawas.blogspot.com
Convert & Re edited by: Farid ZE
blog Pecinta Buku - PP Assalam Cepu
Chapter 1 "Sadarkah kalian bahwa belum ada manusia lain yang pernah melakukan apa yang akan kita laksanakan ini?" Tom Swift, berpaling dari papan pengontrol ruang angkasanya, Exedra, kepada teman-temannya.
Para awak memandangi dia dengan tegang. Masing-masing tahu, bahwa mereka akan menghadapi suatu bahaya yang belum mereka ketahui, walau mereka menaruh kepercayaan besar kepada ahli penemu muda itu.
"Aku tahu, kita telah berhasil menggunakan alat stardrive untuk meloncat dari tatasurya Bumi ke susunan Alpha Centauri melalui ruang angkasa luar," Tom menjelaskan. "Tetapi untuk kembali ke bumi, mungkin akan berbeda!"
"Aku tak melihat perbedaannya," kata Kate Reiko One Star.
Gadis Indian cantik jangkung, dengan mata agak sipit sebagai warisan ibunya yang berbangsa Jepang, membetulkan letak duduknya. "Memang, aku bukan ilmuwan seperti kalian. Tetapi bukankah meloncat menembus batas ruang itu, hanyalah menembus batas ruang?"
"Tidak persis begitu," kata sepupunya, Benyamin Franklin Walking Eagle. "Harap kauketahui, kita telah menguji alat stardrive dengan awalan kondisi tatasurya kita sendiri. Tetapi kondisi tatasurya di Skree berbeda. Sesuatu yang berhasil di tempat tertentu, belum tentu akan berhasil di tempat lain."
"Tetapi di lain pihak, kita memperoleh saran-saran ahli dari bangsa yang pertama kali menemukan alat stardrive itu, yaitu bangsa Skree sendiri," sambung Tom.
Semua menoleh ke makhluk asing, yang akan merupakan makhluk luar Bumi pertama yang mendarat di Bumi. Itu semua, kalau loncatan menembus batas ruang angkasa luar itu berhasil!
Mok N'Ghai, seorang perwira ketentaraan Skree, yang juga teman pribadi keluarga Kerajaan, bentuk tubuhnya seperti serangga raksasa setinggi dua meter lebih. Tetapi semua yang ada di pesawat itu mengagumi kecerdasan dan keanggunannya. Bertempur bersama pasukan Skree melawan musuh bangsa Chutan, telah meyakinkan mereka bahwa bentuk tubuh tidaklah terlalu penting. Makhluk asing yang sedang membetulkan letak duduknya itu hanya mengangguk.
"Tom! Perhitungan terakhir telah diperiksa tiga kali. Semua sistem beres." Aristotle, robot buatan dan kesayangan Tom memutar kepalanya seratus delapanpuluh derajat. Mata kameranya berkilat di wajah Tom. "Biarpun aku secara teknis tak punya suara dalam hal ini, aku harus mengatakan: setuju atas pendapat umum. Aku ingin sekali kembali ke tempat aku dilahirkan".eh"dibuat!"
Semuanya tertawa, dan Ben meletakkan tangannya pada terminal komputer. "Kita telah melaksanakan persiapan awal," katanya. "Belum pernah kita melakukan persiapan seperti sekarang ini!"
Tom berpaling kepada salah seorang awak yang sampai kini belum ikut berbicara. "Anita! Apakah engkau setuju?" ia bertanya.
Mata indah dari si rambut merah bersinar penuh gairah. "Sudah tentu! Tunggu apa lagi?"
"Oke, Ben," kata Tom kepada co-pilotnya. "Mulailah hitungan untuk pelaksanaan star drive!"
Ahli teknik komputer muda itu melepaskan sebuah handel hitam kecil. Semua orang bersandar pada kursi berlapis masing-masing sambil menahan napas.
"Tigapuluh detik menjelang loncatan menembus batas angkasa luar," terdengar dari sistem peringatan otomatis.
"Duapuluhsembilan" duapuluhdelapan"duapuluhtujuh?"
Tom tersenyum kepada Ben sambil mengacungkan ibu jarinya ke atas.
Ben membalas senyuman itu, tetapi tak kuasa menahan timbulnya keringat di atas bibir atasnya.
"Limabelas detik ... empatbelas tigabelas".duabelas?" Suara itu mendengung terus dengan nada datar.
Seribu satu pikiran muncul di benak Tom. Sebagai kapten dari Exedra, ia bukan saja harus bertanggungjawab atas kapal ruang angkasa itu, tetapi juga atas mati-hidup para awaknya! Bagaimana kalau perhitungan mereka salah" Kesalahan yang terkecil pun dapat berarti, bahwa mereka tak akan sampai di tatasurya Bumi! Bisa saja itu berarti, bahwa mereka akan tiba di salah satu bagian ruang angkasa luar yang sedemikian jauhnya dari bumi, hingga tak mungkin lagi menentukan arah pulang ke Bumi. Mereka akan hilang untuk selama-lamanya; tak dapat berhubungan dengan saudara dan teman-teman.
"Sudahlah!" ia berpikir tegas. "Berkonsentrasi! Siaplah menghadapi gaya gravitasi yang akan menghimpit dan memeras segala napas dari tubuh!"
"Lima detik..empat"tiga..dua"satu. Masuk stardrive! "
Tiba-tiba Tom merasakan tekanan yang makin tak tertahankan di belakang matanya yang tertutup rapat. Bagaikan hendak gila rasanya! Ia memaksakan diri untuk membuka matanya, dan mengamati angka-angka di layar papan pengontrol. Tak ada gunanya mempelajari indikator-indikator yang berubah demikian cepatnya!
Demikian memasuki ruang angkasa bergravitasi nol, Instrumen-instrumen kapal ruang angkasa itu seperti sudah menjadi gila!
Tom menghitung detik-detik yang berlalu itu dengan diam-diam, dan berusaha keras untuk tetap sadar. Meloncat menembus batas ruang angkasa luar adalah seperti gambaran pada film negatif. Semuanya serba terbalik. Hitam menjadi putih, atas menjadi bawah, dan segala-galanya bergerak, meloncat sedemikian cepatnya, hingga tak mungkin melakukan pengukuran-pengukuran. Semuanya seperti diputarbalikkan.
Tubuh Tom terasa sakit-sakit, telinganya mendenging. Ia berjuang keras untuk tidak menjadi mabok.
Tepat pada saat ia hendak jatuh pingsan tiba-tiba segalanya telah berlalu! Rasa sakit dan mual lenyap seketika. Apa-apa yang ada di sekelilingnya mulai dikenalinya kembali.
"Sudah sampai!" seru Ben. Ia segera mulai mengerjakan kunci-kunci komputernya. "Aku hendak memeriksa, untuk mengetahui di mana kita sekarang."
"Wow! Kukira aku tak mungkin dapat membiasakan diri pada pengalaman ini!" kata Kate.
"Aku juga tidak," Anita mengiakan. Ia mengibaskan rambutnya yang merah panjang. Tetapi tentu saja aku gembira telah berhasil!"
Tom memeriksa apa yang nampak pada layar di depannya.
"Kita masih ada di luar gugusan asteroid." Ia tertawa. "Kubilang, kita belum sampai tujuan!"
"Tetapi alat-alat navigasi telah terpadu pada Matahari," kata Ben. "Kalau semuanya normal, kita akan sampai di rumah sebelum kita menyadarinya."
"Engkau mengatakan Matahari?" tanya Anita. "Apakah engkau tak dapat membiasakan diri untuk mengatakan Matahari Kita atau Sol" Kata Matahari seolah-olah menunjukkan hanya ada satu Matahari di ruang angkasa. Kita kan baru saja kembali dari rasi bintang lain yang juga mempunyai Matahari-matahari sendiri" Di mana ada makhluk-makhluk cerdas lain yang juga mengitari Matahari-matahari tersebut" Kita harus mulai menyebut segalanya secara lebih terperinci menurut sebutannya yang tepat!"
Si rambut merah melepaskan topi pilotnya, lalu menggeliat meregangkan tubuhnya. Pesawat Exedra terlalu kecil untuk dilengkapi alat gravitasi buatan. Karena itu, gerakan-gerakan tersebut menyebabkan si rambut merah mental melayang ke luar dari kursi berlapisnya. Karena Anita memang ahli terjun bebas, ia tak suka memakai scpatu pemberat atau sepatu magnetik di dalam pesawat. Sebaliknya, kini ia melingkarkan tubuhnya meringkuk seperti bola untuk dapat mengendalikan dirinya. Kemudian ia meluruskan tubuhnya sambil meraih batang pegangan pada dinding pesawat.
Ben mengamati sambil tersenyum. "Engkau memang tidak sederhana dan rumit seperti kemauanmu! Aku hanya seorang anak kota kecil. Hampir tak sabar lagi untuk bertemu keluarga, duduk di meja makan menikmati masakan ibu!" Ia memandang ke arah Mok N'Ghai dan wajahnya menjadi merah. "Itu bukan berarti, bahwa makanan di planetmu Kosanth tidak enak masakannya, lho!" ia cepat-cepat menyambung.
Tom melirik ke prajurit bangsa Skree itu. Makhluk Skree yang cerdas itu bentuk tubuhnya seperti seekor belalang sembah setinggi dua meter lebih, adalah sesuatu yang pada akhirnya harus mereka biasakan. Setidak-tidaknya, hampir terbiasa!
Mungkin tak ada manusia yang benar-benar terbiasa pada makhluk setengah serangga yang jangkung dan cerdas serta menarik. Rasa xenophobia (takut terhadap orang asing) yang mula-mula menghinggapi diri sewaktu Tom bertemu makhluk Skree tersebut, semakin berkurang setelah mengalami petualangan-petualangan bersama Mok N'Ghai.
"Aku dapat memaklumi perasaanmu, Ben," kata prajurit Skree itu. Ia menggerak-gerakkan rahangnya yang menandakan rasa senang.
"Aku pernah terdampar beberapa jam pada sebuah planet kecil tak terkenal, sewaktu pesawat shuttleku mengalami kerusakan. Makanan yang tersedia pada waktu itu ternyata makanan kegemaran di planet tersebut. Penduduk asli menyebutnya "lapchis" kukira. Sayang sekali, bagiku rasanya seperti tanah liat dicampur minyak pelumas! Betul, makanan itu memang tak berbahaya, dan aku juga makan sedikit demi kesopanan. Tetapi bagaimana pun aku senang sekali ketika tiba kembali di pesawat induk!"
Semua tertawa, dan Mok N'Ghai meneruskan ceritanya. "Aku segera memesan seporsi sayur-sayuran kegemaranku, dan makan seperti orang yang kelaparan setelah beberapa hari tidak makan!"
Makhluk asing itu menggunakan alat TTU (eTcacher-Translator Unit - alat penterjemahan belajar) yang langsung menterjemahkan bahasa Inggris ke bahasa Skree.
Yang menemukan alat tersebut adalah Tom, dan telah memecahkan masalah bahasa yang mereka hadapi dalam penjelajahan mereka di ruang angkasa luar. Mereka menggunakan alat tersebut untuk berkomunikasi dengan makhluk Skree itu, dan hasilnya sangat memuaskan.
Keistimewaan dari alat itu ialah kegunaannya yang ganda. Dalam proses penterjemahan sekaligus menafsirkan apa saja yang dikatakan ke dalam alat tersebut ke bahasa si pemakai. Tetapi alat itu juga memberi cara belajar, untuk mengajar pemakainya tentang lafal yang belum dikenalnya dengan cara yang cepat.
Mok N'Ghai memang mengerti bahasa Inggris meskipun lafal aslinya sangat jelas.
Makhluk asing itu berkata perlahan-lahan agar dapat mengucapkannya dengan benar. Tom memuji kemajuannya yang pesat. Struktur dari wajah dan rahang bangsa Skree memang dimaksudkan untuk mengucapkan bahasa yang sangat berbeda dengan bahasa-bahasa yang ada di Bumi.
Tom sendiri harus berusaha keras untuk dapat berbahasa Skree.
Ia dapat berbicara dengan kalimat-kalimat sederhana, dan berusaha keras untuk menambah perbendaharaan kata-katanya. Hal itu tidak sesulit belajar bahasa Inggris. Tetapi Tom juga menghadapi kesulitan seperti yang juga dihadapi oleh Mok N'Ghai. Ia pernah mengatakan kepada Ben: "Seperti harus berbicara sambil minum, atau menirukan tekur burung dara!"
Perhatian Tom terarah pada Mok N'Ghai, yang sedang sibuk dengan kaitan tali helmnya. Helm itu memang dibuat untuk tangan manusia yang lebih cekatan daripada jari-jari makhluk Skree yang besar-besar.
Kate One Star menjangkaunya, dan dengan trampil membantunya. Melihat semuanya itu,membuat Tom berpikir: "Kalau tamu-tamu luar Bumi mulai berdatangan, banyak barang-barang sehari-hari di Bumi harus dirubah atau disesuaikan lagi!"
"Maksudmu, seperti yang dilakukan oleh Amerika pada abad keduapuluh dulu" Ketika mereka mulai membangun jalur landai dan memasang telepon yang lebih rendah bagi para penderita cacad yang berkursi roda?" tanya Anita.
"Rupa-rupanya Swift Enterprises sudah mulai merencanakan segala perubahan-perubahan teknis itu!" sambung Ben menggoda.
"Kita juga harus lebih toleran dan menyesuaikan diri, bila ingin mengunjungi mereka!" Tom menangkis.
"Kukira istilah yang paling tepat ialah pan-gallactic," kata Aristotle.
Sementara Tom mengamati alat-alat pengendali di depannya, ia juga memikirkan hari-hari mendatang. Manusia adalah salah satu bentuk dari makhluk cerdas yang selalu ada di semua tatasurya.
Mungkin ada beberapa yang lebih cerdas, tetapi ada pula beberapa yang kurang. Namun mereka itu adalah bentuk "masyarakat", biar bagaimana pun bentuknya aneh bila dibanding dengan bentuk tubuh manusia Bumi. Kecerdasan adalah suatu ikatan umum antara bangsa-bangsa dan ruang. Buktinya adalah Mok N'Ghai dan makhluk-makhluk lain yang menjadi teman selama mereka menjelajahi ruang angkasa.
Tiba-tiba Aristotle memutar tubuhnya dan berkata kepada Tom.
"Maaf, aku telah menerima isyarat-isyarat yang sangat mengganggu di layar navigasi. Lebih baik engkau melihatnya sendiri."
"Asteroid-asteroid?"
"Bukan. Mereka terlalu cepat bergerak dan terlalu?" Robot itu berhenti sejenak untuk menemukan kata-kata yang lebih tepat. "Dan terlalu sengaja menuju ke arah kita."
"Sengaja?" tanya Ben.
"Ya," jawab Aristotle tegas. "Tetapi komputer utama Exedra tak pernah membuat kesalahan, tidak seperti aku."
Tom menaikkan alisnya, tetapi tak berkata apa-apa. Rasa rendah diri Aristotle berakar entah di mana di dalam sirkuit-sirkuitnya yang rumit. Ahli penemu muda itu telah berusaha keras untuk menemukan kekurangan-kekurangan di dalam tubuh robot kesayangannya, tetapi tanpa hasil.
"Tangkap pada layar utama! Filter matahari maksimum!" Tom memerintah.
Pembicaraan-pembicaraan di anjungan terhenti, sementara semua pandangan mau pun alat-alat sensor terpaku pada sepuluh buah noktah-noktah berpijar yang nampak bergerak pada layar utama.
"Itu adalah kapal-kapal angkasa dalam formasi tempur!" seru Kate One Star.
"Dan mereka menuju tepat ke arah kita! Bergerak dengan kecepatan luar biasa!" kata Ben dengan geram.
Chapter 2 "Engkau yakin?" tanya Tom. "Periksa lagi semua informasi dari obyek-obyek!"
"Informasi sudah pasti," kata Aristotle.
"Itu formasi tempur," Kate memastikan. "Percayalah! Dulu aku sudah sering melihat formasi tempur." Ia mengibaskan rambutnya yang lurus panjang ke pundak kanannya, lalu memilin-milinnya. Suatu tanda bahwa ia sedang berpikir keras.
Tom tahu, bahwa Ben sebagai ahli peperangan juga ahli dalam mempertahankan kelangsungan hidup pada kondisi permusuhan. Ia juga jauh lebih berpengalaman dalam situasi demikian dari pada yang lain. Tom mengamati wajah Kate, mencari-cari tanda kekhawatiran yang mungkin terungkap. Tetapi nyatanya tidak ada. Wajahnya hanya menunjukkan sikap waspada.
Tetapi kalau Kate benar, mereka pasti akan menghadapi hal-hal yang mengkhawatirkan!
"Kita toh tak perlu dikejar-kejar begini, hanya karena meninggalkan Alpha Centauri tanpa minta izin!" Ben memprotes. Ia memasukkan data pada komputernya, minta identitas dari kapal-kapal yang mendekat.
Tom melihat pesan Ben muncul pada monitor dan menahan napas. Komputer itu menjawab dengan cepat: DATA NEGATIF.
"Aku sudah menduga," kata Tom.
Ben berpaling kepadanya, mulutnya ternganga heran.
"Coba lagi, Ben. Untuk meyakinkan. Anggaplah, agar jangan ada salah pengertian antara mesin dan manusia!"
Ben berpikir sejenak, dan sekali lagi jari-jari-nya bermain pada tuts-tuts komputernya membentuk kata-kata pada monitor.
Sekali lagi dijawab: DATA NEGATIF.
"Tanyakan, mengapa," kata Tom dengan cepat.
Ben memasukkan pertanyaan tersebut.
Jawaban: TRANSMISI UDARA-KE-UDARA TERPUTUS SEMENTARA.
Tanpa disuruh Ben mengetik: ALASAN PEMUTUSAN"
DATA NEGATIF, nampak pada layar.
Ben bersandar di kursinya, memandang ke kegelapan di luar melalui jendela kaca glasit yang diperkuat .
Tom tahu, bahwa temannya sedang buntu pikirannya. Hal itu hampir tak pernah terjadi pada diri Ben. Bagi ahli-ahli teknik komputer lain mungkin, tetapi bagi Ben tidak! Ben mampu menelusuri sirkuit-sirkuit komputer pribadi yang paling rumit dengan satu tangan diikat di punggungnya. Rahasia-rahasia semua komputer tak aman terhadap dia!
"Mereka segera dapat dikenali dengan penglihatan," kata Tom.
"Coba, apakah mereka mau menanggapi panggilan kita. "
Ia segera membuka saluran-saluran audio pesawat. "Exedra kepada kapal-kapal yang mendekat, Exedra kepada kapal-kapal yang mendekat: perkenalkan diri anda. Ganti."
Tak terdengar suara apa pun kecuali desis statik udara.
"Komandan!" Tom berpaling, heran melihat Mok N'Ghai melayang tanpa berat di sampingnya. Kedipan-kedipan cahaya dari papan pengontrol memantul pada mata majemuknya. Pada saat itu, satu-satunya cahaya di anjungan hanya berasal dari cahaya-cahaya redup indikator berwarna kuning, merah, biru dan hijau. Efeknya membuat duta bangsa Skree itu bagaikan tokoh horror dari film.
"Sulit untuk menafsirkan gerakan armada misterius itu kecuali sebagai sikap permusuhan," kata makhluk asing itu. "Penguasaan dirimu sungguh mengagumkan.
Tom menggeleng dengan agak sedih. "Pesawat Exedra ini bukanlah kapal tempur penjelajah seperti kapalmu Sword of Death," katanya. Ia teringat akan pertemuan pertama kali dengan perwira Skree itu, di susunan rasi Alpha Centauri. "Ini hanya pesawat tempur kecil. Kemampuannya sangat terbatas."
"Aku mendapat data lagi dari pesawat-pesawat itu, Tom," Aristotle menyela. "Ada sembilan pesawat tempur kecil dan satu kapal yang lebih besar di pusat formasi. Rupanya menjadi pusat komunikasi."
"Kapal benderanya," tanggapan Tom. "Dapatkah kautangkap komunikasi mereka?"
"Ya. Tetapi dalam sandi. Aku sedang menjabarkannya," jawab robot.
Tom memandang dengan khawatir kepada armada misterius yang makin mendekat. Ia merasakan adanya keganjilan, sesuatu yang menggelitik tengkuknya, yang sewaktu-waktu berubah menjadi rasa dingin dan merayap turun di sepanjang tulang belakang. Ia menduga sebagai peringatan indera keenam, sementara kelima indera lainnya telah terlalu lelah.
Jarak di ruang angkasa demikian besarnya, hingga sesuatu tak akan terjadi dengan segera. Tom juga belum mengetahui pesawat-pesawat itu secara terperinci.
"Gunakan pembesaran penuh terhadap kapal yang besar," kata Tom kepada Aristotle. "Mungkin hasilnya tak terlalu bagus, tetapi ..."
Ia terhenti di tengah kalimatnya, ketika melihat gambaran yang mengerikan di layar.
"Apa itu?" tanya Anita. Suaranya mengandung ketakutan.
"Rupanya seperti kapal ruang angkasa, tetapi punya landasan yang besar sekali! Seperti kapal induk Angkatan Laut zaman dulu!"
"Semacam benteng angkasa!" seru tom kagum. "Tetapi aku tak melihat suatu tanda pengenal pun. Tunggu!" Tiba-tiba ia menahan napas. "Ada sesuatu ..." Suaranya menghilang, sementara ia menatap pesawat-pesawat yang misterius itu dengan tajam.
Pembesaran yang berlebihan merusakkan bagian-bagian kecil, dan Tom memusatkan penglihatannya untuk mengamati sesuatu seperti lambang yang terlukis pada geladak yang datar lebar.
"Bukan Kapal Angkasa Angkatan Laut," katanya. Matanya tak beralih dari layar. Detik-detik merayap bagaikan jam, sementara kapal raksasa itu semakin membesar di layar. "Sejauh yang kuketahui, Angkatan Laut tak mempunyai kapal yang demikian."
Kate menahan napas, lalu menyela kata-kata Tom. "Tidak mungkin?" serunya.
Tom terbelalak melihat lingkaran putih tertusuk pedang dengan latar belakang hitam berbintik-bintik. Itu lambang musuh besarnya.
Pengusaha besar dan jutawan jahat David Luna!
Sebelum penjelajahan mereka ke Alpha Centauri, Kate hampir saja terjerat untuk bekerja bagi penjahat tersebut. Tetapi setelah tahu mana yang benar, ia kemudian pindah mengikuti Tom dan teman-temannya.
Petualangan mereka memang mendadak, hingga Kate belum sempat berganti pakaian. Ia masih mengenakan seragam pengawal khusus dari Luna, seperangkat jumpsuit putih dengan lambang perusahaan Luna di pundak.
"Kukira Luna telah menghilang secara misterius dari Bumi," kata Anita.
"Ya. Sekarang ia hanya bersembunyi di gugusan asteroid," kata Ben.
Tom tak perlu lagi memandang lama-lama di layar. "Aku punya firasat, kita akan segera tahu jawabannya. Siap tempur!" ia memerintahkan.
Teman-temannya dengan segera menanggapi. Ben menyuruh Airstotle mengawasi komputer, dan ia sendiri pindah ke kubah meriam laser yang ada di depan, dan segera memasang sabuk pengaman erat-erat. Pemuda Indian itu segera pula menyiapkan meriam laser.
Anita dan Kate ke belakang. Tom mendengar laporan kesiapan meriam belakang melalui sistem komunikasi.
"Aku sudah berpadu," kata Anita. Itu berarti, komputer pribadinya telah disambungkan pada terminal komputer meriam laser.
Anita adalah seorang kurban kecelakaan yang malang sewaktu masih kecil, yang menyebabkan kaki kanannya terpaksa diamputasi sebatas lutut. Dengan keajaiban teknologi, kaki palsunya diberi tenaga melalui komputer, yang membuat dia dapat menjalani kehidupan normal.
Fungsi utama dari komputer itu ialah mengubah rangsang saraf Anita menjadi pulsa-pulsa listrik bagi kaki palsunya. Tetapi Anita dapat memperluas kemampuan komputer tersebut. Sekarang ini, ia menghubungkan dirinya dengan meriam lasernya melalui komputer pribadinya. Dengan kata lain, ia kini telah menjadi satu dengan meriam.
"Aku merasa tak berguna!" kata Mok N'Ghai. "Aku dikirim ke dunia kalian sebagai duta perdamaian. Tetapi profesiku yang sesungguhnya adalah prajurit! Kapten pesawat antar bintang! Aku tak mau hanya menjadi penonton dalam pertempuran ini, Tom! Berilah aku tugas!"
Tom menunjuk pada kursi co-pilot yang kosong di sampingnya.
"Aku memerlukan bantuanmu," katanya. "Kita menghadapi musuh yang terlalu besar. Aku memerlukan pengalamanmu,"
Makhluk asing itu mengangguk tanpa berkata-kata, lalu duduk di tempat Ben. Tom membantu mengenakan sabuk pengamannya.
Bersama-sama, mereka memeriksa komputer-komputer. Monitor komputer pertempuran menunjukkan formasi kapal-kapal yang semakin mendekat.
"Mereka hendak mengurung kita, kukira," Mok N'Ghai menunjukkan jarinya ke pola formasi musuh. Kini formasi tersebut berbentuk huruf "C" atau tapal kuda. Bagian yang terbuka semakin mendekat bagaikan tang raksasa. Dan pada waktu ini, Exedra justru bergerak langsung menuju ke dalam mulut maut tersebut!
Chapter 3 "Semua tenaga siap untuk suatu gerakan mengelak!" seru Tom.
Ia menarik handel dengan kuat pada alat pengontrol planetdrive.
Pesawat yang langsing itu melompat bagaikan sesuatu yang hidup, menekan para penumpangnya kuat-kuat pada kursi masing-masing.
Pada layar komputer, noktah pijar yang menunjukkan Exedra tetap berada di tengah-tengah tetapi kapal-kapal musuh tak nampak lagi.
Layar nampak kosong ketika komputer sedang menyesuaikan jarak antara Exedra dengan musuh.
Tom melepaskan tombol pengemudi dan menarik napas panjang. Itu dilakukannya bukan hanya karena merasa lega, tetapi gaya gravitasi juga telah membuatnya bernapas berat.
Namun perasaan lega itu hanya sebentar. Pada radio, tiba-tiba terdengar suara gemeresiknya statik, kemudian suara tertawa, yang segera dikenal Tom sebagai suara Luna.
"Engkau lolos dari tanganku di luar New America, Tom, sebab pesawatmu, Exedra, memang pesawat yang hebat! Tetapi aku tidak hanya bertopang dagu sementara engkau pergi!" kata David Luna.
Mok N'Ghai mengeluarkan suara tak senang, lalu menunjuk ke layar monitor komputer. Tom merasakan sesuatu yang tegang di dalam perutnya. Ia mengamati, armada musuh itu mulai merapat lagi dengan cepat.
Tom meraba alat-alat pengendali, dan pesawat itu melompat lagi ke depan dengan kuat.
"Tak selamanya engkau dapat meloloskan diri dariku!" Luna mengejek.
"Aku selalu mengenal suara itu. Di mana pun!" terdengar Anita menukas.
"Ha, Anita sayang! Engkau tetap menarik!" Luna tertawa.
"Semua diam!" Tom menukas. Tiba-tiba saja ia merasa bersalah. "Luna sedang membuat aku marah, agar aku tak dapat berpikir secara benar!" pikirnya.
"Aku telah mempekerjakan ahli-ahli yang terbaik, Tom, untuk membuat kapal-kapalku secepat Exedra," sambung Luna. "Mereka telah bekerja baik sekali, bukan?"
Tom mematikan pemancar radio, lalu berpaling kepada Aristotle. "Carilah arah untuk kembali ke angkasa luar. Di mana saja, dalam jangka seperempat persec 3(unit pengukuran di luar angkasa sama dengan 19,2 triliun mil) !"
"Siap untuk menghitung!" jawab robot itu.
Tom menghidupkan pemancarnya lagi. "Ha! Jadi anda selama ini ada di luar sini untuk mencegat kami" Sewaktu kami pulang dari Alpha Centauri?" Ia berusaha memberi nada kelakar pada suaranya, meniru gaya Luna. "Saya sungguh-sungguh merasa terhormat!
Tiba-tiba cahaya yang menyilaukan melintas di baluan Exedra!
"Ya ampun!" seru Tom sambil membelokkan pesawat ke kanan.
"Setan alas! Mereka menembaki kita!" kata Ben geram.
"Eh, omong-omong! Kalau kalian berpikir bendak melompat ke ruang angkasa luar, aku tak ikut!" Luna berbicara lambat-lambat.
"Boleh dikatakan, akhir-akhir ini aku terlalu sibuk dengan masalah ruang angkasa luar. Aku juga banyak bertanya ke sana kemari. Mungkin engkau belum tahu, Tom. Dengan armadaku sedekat ini dengan pesawatmu, kalau engkau mau melompat ke angkasa luar perhitunganmu akan dirusak oleh gangguan magnetik pesawat-pesawatku." Luna berhenti sejenak sambil berdecak-decak. "Engkau mungkin tak dapat ke luar lagi, nak!"
Tom melirik ke Aristotle. Robot itu mengangguk, membenarkan teori Luna.
Kilatan cahaya melintas lagi di haluan, lebih dekat dari yang pertama.
"Aku tak tahu tentang perselisihan ini, Tom," kata Mok N'Ghai.
"Apakah planetmu mengirimkan Luna ini untuk menumpas engkau" Kalau demikian, semua ini tak masuk akal! Engkau dan teman-temanmu telah menyelamatkan planetku dari usaha penghancuran bangsa Chutan. Seharusnya planetmu menyambut engkau sebagai pahlawan!"
"David Luna tidak mewakili planet Bumi," Tom menjelaskan. "Ini adalah perang pribadi. Tuan Luna ini mengepalai sebuah perusahaan multinasional seperti Swift Enterprises. Bagi Luna, daripada menemukan sesuatu yang baru demi kemanusiaan seperti yang dilakukan ayah dan aku, ia lebih senang membeli dan mencuri penemuan-penemuan orang lain untuk kepentingan pribadi."
Tom melakukan penyesuaian-penyesuaian dengan tiga tombol di sisi komputernya, lalu meneruskan.
"David Luna mencuri pesawat penyelidikmu Aracta, setelah aku dan teman-teman menemukannya di Io, sebuah bulan dari planet yang terbesar di tatasurya sini. Ia menginginkan rahasia alat interstellar drive dari pesawatmu, hingga ia dapat membangun armada ruang angkasa yang kuat untuk menguasai bumi. Tetapi kami dapat menguasai kembali pesawatmu itu. Dari informasi-informasi pesawatmu, aku berhasil membangun alat stardrive bagi Exedra. Luna lalu berusaha mencuri Exedra, tetapi kita telah berangkat ke Alpha Centauri."
Tom menghela napas dengan kecewa. "Rupa-rupanya ia akan menang kali ini. Kecuali ...."
Tiba-tiba Exedra meliuk hebat, dan Tom mendengar suara benturan yang memekakkan, bergetar ke seluruh pesawat. Monitor kiri berkedip-kedip lalu mati.
"Laporkan kerusakan!" seru Tom.
"Kamera-kamera sebelah kiri kena," Aristotle welapor. "Kerusakan lain tidak ada."
"Itu sudah terlalu dekat, tolol!" terdengar Suara Luna menghardik di radio. Suara itu terdengar jauh. Tom tahu, bahwa makian itu seharusnya tidak boleh mereka dengar.
"Ia menginginkan kita tertangkap hidup-hidup," bisik Tom kepada Mok N'Ghai. "Itu memberikan kesempatan bagi kita untuk bermanuver."
"Aku tak mengerti, mengapa tak ada seorang pun dari Bumi yang menengahi perselisihan ini!" kata perwira Skree itu. "Baik engkau atau musuhmu dapat cedera atau mati!"
"Luna tak mau menghormati hukum kecuali hukumnya sendiri," Tom menjelaskan. "Ia tak mau tunduk pada campur tangan pihak resmi, juga tak pernah memenuhi janji-janjinya jika keadaan menguntungkan baginya."
Tom mematikan frekuensi untuk antar pesawat. "Anita, Kate dan Ben! Mulailah menembak, tetapi jangan kena sasaran. Yang penting asal mereka jangan mendekat saja. Aku akan melakukan sedikit terbang akrobatik. Luna berusaha mendahului kita ke angkasa luar, dan dia memiliki keuntungan. Aku hendak tiba-tiba berbalik ke bumi."
Indikator-indikator meriam laser mulai berkedip-kedip. Tom menggunakan tenaga planetary drive sepenuhnya dan menghidupkan pula jet-jet pengemudi, hingga pesawat itu melesat naik ke atas pesawat-pesawat pengejar.
Tiba-tiba sebuah noktah berpijar pada layar komputer, merekah lalu lenyap.
"Yaaah! Ia terbang tepat ke arah tembakanku!" seru Anita.
Saluran radio antara kedua kapal mendadak hidup.
"Tembakan yang bagus!" Tom mendengar Luna berbicara.
Tetapi kini suaranya telah berubah. Bukan suatu gurauan lagi. "Aku ingin engkau dan teman-temanmu tetap hidup. Sebab aku mempunyai proyek yang memerlukan kecerdasan dan ketrampilanmu. Tetapi jika kalian menjadi terlalu mahal mengenai waktu dan uang daripada harga kalian yang sebenarnya, aku akan meninjaunya kembali. Kalau engkau tahu maksudku: aku tak mempunyai tanda merah dalam pembukuanku. Jangan memaksa aku mencoret rekening koranmu!"
"Suhu dinding luar sudah mendekati titik toleransi maksimum!" Aristotle melapor.
"Armada itu sudah merubah formasi," kata Mok N'Ghai. "Mereka menggunakan jumlah keuntungan yang banyak untuk menghalangi engkau menuju ke tatasurya Bumi."
"Dan pesawat-pesawat itu pun cukup cepat untuk melakukan hal itu," kata Tom kecewa
Pada layar komputer, kedelapan titik kecil yang tertinggal itu menyebar. Pesawat yang besar tetap sebagai pusatnya.
"Kita dapat mencoba terbang menerobos formasi," usul Ben. "Exedra cukup cepat untuk itu!"
Tom menggeleng. "Tidak baik, Ben. Masih cukup jauh jarak antara mereka dengan kita. Mereka dapat melihat apa yang kita lakukan, lalu merapatkan formasi." Ia nampak ragu-ragu sebentar, lalu melanjutkan: "Aku tak ingin menerobos dengan menembak. Bagaimana pun pandai kita menembak, kita tetap kalah jumlah. Selain itu pasti ada orang yang ikut menjadi kurban meskipun ia tak bersalah. Perangku bukan melawan pilot-pilot mereka, melainkan hanya melawan David Luna."
"Kalau Luna yang terdesak seperti engkau, ia tak mau berhenti," kata Ben tak setuju.
"Tetapi kalau aku, lebih baik berhenti," kata Tom tegas.
Radio mulai bergemeresik lagi. "Sensor-sensor kapalku menunjukkan, bahwa penahan panas pesawatmu mengalami kesulitan," terdengar suara Luna. "Engkau seperti tak mau tahu, Tom. Hentikan main kucing-kucingan ini, dan marilah kita berbicara. Kalau engkau menyerah sekarang juga, engkau boleh datang ke kapalku. Tak seorang pun akan mengganggu. Itu janjiku."
"Janji anda?" Tom menggeram marah. "Berapa harga kata-kata anda akhir-akhir ini?"
"Kalau begitu, baiklah akan kukatakan dengan cara lain. Pikirkanlah, demi dapat hidup lebih lama lagi."
Tom memandangi Mok N'Ghai. Makhluk asing itu menggeleng dengan sedih. "Ia telah menguasai kita, Tom. Tak ada pilihan lain. Tetapi, selama kita masih hidup, kita dapat memikirkan cara untuk melepaskan diri."
"Oke, Luna. Mari kita berbicara," kata Tom dengan nada menyesal.
*** Ahli penemu muda itu sangat kagum melihat besarnya benteng terbang tersebut. Kapal itu merupakan sebuah kota yang melayang di angkasa!
"Bagaimana ia dapat membangunnya tanpa ada orang yang mengetahui" Sungguh besar sekali!" kata Anita.
"Ingat, pekerjaan pokok dari Luna ialah menambang di gugusan asteroid," kata Tom. "Tak seorang pun yang menentang hak-hak khususnya di daerah itu, karena tempatnya sama sekali tak menyenangkan. Di samping itu, akan sangat sulit untuk memerangi ia di sarangnya."
Kate One Star menggeleng dengan sedih. Selain itu, menambang di asteroid-asteroid hanya menarik bagi orang-orang tertentu. "Para pegawai Luna semuanya keras, tak banyak bicara dan mereka dibayar dengan baik. Ya, seharusnya aku tahu itu," katanya menyesal.
"Maksudmu, ia mampu membeli kepatuhan mereka," tukas Anita.
"Sejauh yang dapat dibeli dengan uang," jawab Kate. "Ingat, uang tidak dapat membeli segala-galanya!"
"Untung saja!" Ben menyahut.
"Aku sungguh-sungguh sangsi, apakah Luna menghiraukan pemeriksaan-pemeriksaan pihak pemerintah, semenjak ia memulai usahanya ini," kata Tom.
Beberapa saat kemudian, untuk terakhir kalinya Tom memberikan dorongan sebentar dengan jet-jet pengendalinya. Kapal antar bintang itu mendarat dengan ringan di tengah-tengah lingkaran lampu-lampu landasan, yang melingkari lambang benteng terbang tersebut. Di sekelilingnya, Tom melihat pesawat-pesawat tempur kecil ditempatkan pada tanda-tanda tertentu. Ia menyadari, bahwa ketelitian mereka memang sangat mengesankan.
"Nah, kita sudah mendarat," Anita menggerutu. "Lalu apa lagi?"
Terdengar suara-suara keras dari bawah Exedra, diikuti berderaknya alat-alat hidrolis.
"Kita diturunkan!" seru Kate. Ia menunjuk ke kanan depan pesawat. Nampak bintang-bintang bergerak tegak lurus ke atas.
"Kita berada pada semacam landasan yang dilengkapi dengan elevator. Rupanya kita sedang dimasukkan ke dalam benteng," Tom menjelaskan .
Suara-suara menjadi gelap gulita. Sementara itu pesawat terus diturunkan ke bawah landasan. Tom mendengar detak jantungnya sendiri. "Sungguh ciri-ciri khas dari David Luna, menggunakan cara-cara demikian ini, agar kita menjadi kurang waspada," pikir Tom.
Tetapi ia amat terkesan oleh konstruksi dan disain kapal tersebut.
"Apakah aku berkhayal, ataukah kita memang memasuki medan gravitasi buatan?" tanya Ben.
"Tak disangsikan lagi," jawab Anita sambil mengintip dari jendela. "Apa pun namanya benda ini, semuanya telah dirancang dengan sangat teliti."
Kate menghela napas. "David Luna memang tak pernah kerja setengah-setengah. Justru karena itulah, ia berhasil seperti sekarang ini."
Tom mengangguk. "Itulah yang membuat dia menjadi lawan yang sangat berat. Aku menyarankan, agar kita untuk sementara mau bekerjasama sebanyak-banyaknya dengan dia. Sementara itu kita harus menggunakan mata sebaik-baiknya, dan berusaha untuk memperoleh rencana bagaimana dapat melepaskan diri."
Landasan itu berhenti dengan menghentak. Kini terdengar lebih banyak lagi suara-suara mesin, baik di atas mau pun di bawah.
Kemudian semua menjadi hening.
Lima menit berlalu. Sementara itu di dalam Exedra tak seorang pun berbicara. Dari luar pun tak terdengar suara. Kemudian terdengar suara yang tak mereka kenal dari radio.
"Tuan Swift, di sini Pengawas Kepala Bagian Mesin-Mesin Perkinson. Silakan buka pintu tingkap anda."
Tom membuka saluran radionya, dan dengan menghela napas berat ia berkata: "Mengerti. Pintu segera dibuka."
Ia berpaling kepada teman-temannya dan berkata: "Mari kita turun. Jangan sampai tuan rumah menunggu!"
Tom dan teman-temannya turun melalui tangga pintu tanpa berkata-kata. Pikiran Tom bekerja keras. Ia melihat ke sekitarnya untuk mencari apa saja yang dapat disambar, serta mencari sesuatu untuk tempat menyembunyikan diri, yang mungkin dapat membantu pada waktu melarikan diri. Tetapi tak ada suatu pun yang dapat lolos bila ada pemeriksaan. Tom menyadari, bahwa itulah tindakan pertama yang dapat diharapkan dari Luna.
Anita melangkah melalui bagian dalam dari lorong pintu tingkap ke dalam ruang kedap udara, yang telah diberi tekanan udara bagi mereka yang akan masuk. Ia menoleh, tersenyum sedikit, lalu meneruskan jalan ke bagian luar pintu tingkap.
Tom menekan sebuah tombol, dan pintu tingkap terbuka perlahan-lahan. Cahaya segera menerangi ruang yang tadinya redup, menimbulkan bayang-bayang yang suram dari rombongan tersebut.
Sedikit demi sedikit mulai nampak para pengawal, mula-mula bagian kepala, wajah lalu seluruh tubuh dari kelima pengawal pribadi David Luna. Mereka berpakaian jumpsuit putih dan sepatu vakum yang putih pula. Masing-masing memegang senapan laser, ditujukan ke pintu yang terbuka.
Sesosok tubuh yang ramping dan cakap muncul dari kiri dan berhenti tepat di depan tangga beroda yang segera didorong ke bawah pintu pesawat.
"Sungguh baik hati kalian mau mampir kemari," kata David Luna sambil tersenyum.
Chapter 4 Pandangan Luna terarah kepada Tom, tanpa menunjukkan suatu perasaan. "Aku ingin bertemu engkau seorang diri, Swift, setelah orang-orangku selesai menjamu kalian di rumahku ini. Untuk sekarang ini, aku akan sangat menghargai bila kalian mau bekerjasama atas usul-usul kami. Aku yakin, kalian sadar akan hal itu dan mau mematuhi peraturan-peraturan."
Ia segera berbalik dan melangkah ke sudut serambi masuk. Tepat sebelum membelok di sudut itu, ia berhenti. "Khususnya, sungguh gembira melihat engkau kembali, Kate One Star. Aku benar-benar khawatir, karena engkau tiba-tiba menghilang dari jajaran pegawaiku." Dengan senyuman dingin ia menyambung: "Kulihat seragammu masih cocok bagimu!" Kemudian ia menghilang.
"Ke sana," kata seorang pengawal, menunjuk dengan senapan lasernya.
Ketika mereka berjalan melalui serambi yang sangat bersih dan bebas kuman, yang mungkin menuju ke kamar tahanan, Anita menarik perhatian Kate dan berkedip kepadanya. Kate hanya menatap langit-langit, menandakan bahwa mereka tak berdaya.
Mereka berhenti di depan pintu, yang dijaga oleh dua orang yang paling jangkung dan berwajah paling licik yang pernah Tom lihat.
Salah seorang membuka kunci pintu lalu masuk, sementara yang lain mengawasi mereka dengan menggertak. Pengawal yang pertama memberi tanda dengan kepalanya, menyuruh Tom dan teman-temannya masuk.
Mereka masuk dengan perlahan-lahan. Di dalam, pengawal itu menyuruh mereka duduk dan menunggu.
Satu jam kemudian, Tom digiring kembali di sepanjang koridor, elevator-elevator dan pintu-pintu katup menuju ke ruang pribadi David Luna. Akhirnya pengawal berwajah kaku itu memberi isyarat kepada Tom untuk masuk melalui pintu kayu berukir indah.
Perubahan dari koridor-koridor ke dalam-kamar kerja Luna yang mewah itu sedemikian mendadak, hingga Tom berdiri terpukau kagum. Jutawan jahat itu duduk di belakang meja kerja yang besar, berukir antik, sesuai dengan pintunya. Ia tersenyum dan berdecak.
"Sekarang aku akan melayani tamu kita," katanya kepada pengawal.
Dengan suara halus tetapi kuat, pintu itu menutup. Tom melihat, bahwa pintu itu dilengkapi katup pengaman yang rumit.
"Sebelum mengatakan sesuatu, biarlah aku meyakinkan engkau, bahwa teman-temanmu diperlakukan sebagai tamu-tamu terhormat," Luna memulai. "Aku hanya berpikir, sepantasnyalah engkau dan aku berbicara bersama. Tanpa diganggu oleh orang-orang bawahan. Boleh dikatakan pimpinan dengan pimpinan" Luna berseri-seri, seperti seorang ayah yang bangga atas anaknya.
Tom mendongkol mendengar teman-temannya dikatakan "orang bawahan!" Tetapi ia dapat mengendalikan diri. Yang terpenting, mengetahui maksud Luna!
"Aku percaya, engkau perlu penyegaran setelah menjalani penjelajahan yang panjang di ruang angkasa," kata Luna. Ia bangkit dan melangkah ke luar dari mejanya.
"Kalau anda menyebut, bahwa digeledah, pakaian dilemparkan ke dalam alat penghancur, lalu diguyur dengan desinfektans dan diberi pakaian seperti monyet ini semua sebagai penyegaran, maka jawabannya memang "Ya," jawab Tom dengan dingin.
"Aku tak pernah mengatakan bahwa engkau seperti monyet. Engkau hanya menjadi merah," kata Luna sambil menunjuk ke seragam jumpsuit merah yang kini dikenakan Tom.
"Setidak-tidaknya aku sangat menyolok di tengah-tengah kerumunan orang," kata Tom.
"Itulah maksudku," jawab Luna. "Perhiasan yang kaupakai itu memang sangat sederhana, tetapi sangat efektif untuk membuat seluruh seragammu itu makin "menyala", bukan?"
Tom menunduk melihat gelang identitas dari logam polos di pergelangan tangannya. Gelang itu dilas pada sambungannya, hingga tak mungkin dilepaskan. Ia merinding memikirkan, bahwa gelang itu tentu bukan hanya sekedar tanda pengenal. Ia tahu bagaimana telitinya David Luna!
"Silakan kemari," kata Luna. Ia berjalan menuju ke lorong yang beratapkan kaca buram. Kaca itu bergeser membuka dengan bersuara udara mendesah ketika Luna mendekat.
"Apakah ada pilihan lain bagiku?" tanya Tom sopan dibuat-buat.
"Memang tidak," jawab Luna. "Aku hanya ingin berlaku sopan. Sebenarnya tak ada maaf bagi tingkahlaku buruk. Tetapi bila engkau berpikir hendak berlaku kasar, misalnya menolak keramahanku, mungkin perlu dipertunjukkan suatu demonstrasi kecil."


Benteng Astral Tom Swift 5 di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Luna menggulung lengan bajunya yang berwarna coklat, memperlihatkan sebentuk gelang seperti yang dipakai Tom, tapi terlihat lebih rumit. Pada gelang itu, berderet tombol-tombol berwarna serta beberapa piringan-piringan angka. Mirip sekali dengan gelang Anita Thorwald untuk mengatur komputer pribadinya.
"Aku hanya akan mencobanya dengan singkat, agar engkau tidak menjadi jemu. Aku tahu, engkau sangat cerdas, tak memerlukan penjelasan yang berlebihan."
Luna memencet tombol merah.
Tiba-tiba Tom merasa sangat gembira dan agak lemas. Tak ada rasa sakit, rasa tak enak. Tetapi kemauan untuk menentukan sesuatu tak ada sama sekali. Ia seperti sangat puas berdiri dan tersenyum tolol kepada tuan rumahnya.
Tom berusaha keras untuk melawan perasaan aneh tersebut, tetapi sia-sia. Ia tetap saja merasa gembira dan malas. Tiba-tiba ia merasa seperti melayang-layang di angin sepoi-sepoi. Dalam angan-angannya, ia sedang bersantai, tidur-tiduran di panas matahari. Punggungnya merasakan hangatnya tanah.
Ia mencium bau rumput yang baru dipotong. Hangatnya matahari bagaikan melumerkan segala rasa tegang di tubuhnya. Untuk menggerakkan otot yang paling ringan pun memerlukan suatu usaha yang berat.
Dengan mendadak pula perasaan-perasaan tersebut lenyap! Ia telah berada kembali di dalam benteng angkasa, menghadapi David Luna.
Ia terengah-engah menghadapi perubahan yang drastis pada jiwanya.
"Dengan mempermainkan gelombang alfa, akan menyebabkan suasana yang berbeda-beda pada jiwa seseorang," senyum Luna menjengkelkan. "Beberapa di antaranya ada yang lebih tidak mengenakkan. Suatu cara yang mudah untuk menguasai pembangkang-pembangkang yang keras kepala, bukan" Nah, apakah kita teruskan omong-omong kita" Setelah demonstrasi selesai?"
Dengan diam-diam Tom meraba-raba gelangnya dan mengangguk.
Luna menunggu dia berjalan melalui lorong tertutup tersebut, lalu mengikuti sambil memegang tombol yang tersembunyi. Ruangan itu segera bermandikan cahaya lunak dari langit-langit. Karpet-karpet mewah seperti yang ada di kamar kerja Luna, juga dipasang di lantai mau pun di dinding. Tom terbelalak melihat perabotan yang luar biasa mewahnya itu. Permainan komputer berbagai macam dan ukuran diatur berkelompok mengitari meja perjamuan yng besar, yang telah siap dengan piring-piring berisi Hors D'oeuvres.
"Apakah anda sedang menunggu tamu?" tanya Tom.
"Hanya engkau, Swift!"
Luna melangkah ke meja, mengangkat sebuah piring porselen mengkilap, lalu mengisinya dengan makanan. Ia memberi isyarat kepada Tom untuk berbuat yang sama.
"Aku secara khusus meminta masakan ayam , Hawii ini," kata industrialis besar itu tanpa mengalihkan pandangannya.
Tom memilih sepotong dan diamatinya dengan teliti. Melihat pemuda itu ragu-ragu, Luna mengambil sepotong lagi dan langsung dimasukkan ke mulutnya.
Tom menggigit sedikit makanan itu dan segera merasakan suatu kombinasi dari rasa-rasa yang sangat lezat. Ia segera mengenali ayam, nenas dan kenari. Tetapi bumbunya terlalu halus untuk dikenali.
"Mengagumkan," komentarnya.
"Aku senang engkau menikmatinya," kata orang yang lebih tua itu. "Aku senang bila tamu-tamuku dapat melewatkan waktunya dengan baik."
Sepiring kaviar hitam-merah, dilingkari dengan lempengan telur cincang menarik perhatian Tom. Ia mengambil banyak-banyak di piringnya. Telur itu memang telur asli. Demikian pula kaviarnya. Tom cukup banyak menghadiri pesta-pesta, sehingga ia dapat mengetahui perbedaan rasa antara makanan asli dan makanan sintetis, yang biasa didapatkan pada pesawat ruang angkasa. Ada pula piring-piring berisi alpukat yang diisi dengan udang, kembang artichoke yang diisi dengan keju feta, moussaka dan sebagainya. Benak Tom berputar-putar memikirkan jumlah uang yang disediakan untuk mengadakan semua makanan tersebut.
Luna mengisi gelasnya dengan anggur dari sebuah kendi yang ada di tengah-tengah meja, lalu menawari Tom. Pemuda itu menolaknya dengan sopan.
"Aku lebih senang segelas susu," katanya.
"Aku akan memesannya," kata Luna sambil mengernyitkan dahi.
Susu segera datang, dan Tom mengucapkan terimakasih kepada pelayan. Ia mulai tak sabar pada Luna, yang hanya memperhatikan isi perut sambil omong kosong. Sudah tentu ia memanggil Tom bukan hanya untuk memamerkan kepandaian kokinya atau kekayaannya.
Luna mengisi piringnya, lalu memberi isyarat kepada Tom untuk mengikutinya ke salah satu kelompok permainan.
"Tahukah engkau cara memainkan "Cosmic Destroyer?" tanya Luna sambil duduk di depan salah satu komputer.
Layarnya menyuguhkan permainan yang selalu berulang. Tom melihat komputer itu memperlihatkan titik-titik kecil sebagai kapal-kapal angkasa yang bagaikan dikejar-kejar asteroid. Suatu saat salah satu dari kapal itu ditabrak asteroid dan hancur, tetapi segera diganti oleh kapal lain. Di bagian atas dari layar, ditunjukkan angka-angka yang tercatat dari hasil permainan yang terdahulu.
"Aku akan bermain dengan anda," kata Tom. "Tetapi aku tak mempunyai uang."
"Aku yang membayar," kata Luna.
"Boleh aku bertanya?" kata Tom.
"Apa saja yang ingin kauketahui" jawab Luna sambil merogoh sakunya, mencari sekeping uang untuk memulai permainan "Cosmic Destroyer."
Tom menunjuk ke sekeliling. "Bagaimana anda dapat menyelesaikan semua ini dalam waktu sedemikian singkat"
"Aku mengambil semua permainan ini dari beberapa lokasi Luna Corporation," jawab Luna. "Permainan-permainan ini telah membuat kehidupan di gugusan asteroid menjadi lebih menarik. Engkau tahu, di sekitar sini tak pernah terjadi sesuatu yang menarik."
Tom menyeringai. "Aku tak mengatakan tentang permainan-permainan ini. Yang kumaksud ialah benteng angkasa ini. Ini adalah hasil teknologi yang hebat. Sejauh ini, dari hanya sedikit yang telah kulihat, sudah jelas bahwa seluruh kekayaan anda tak mungkin membiayai pembangunan sebuah kapal ruang angkasa sebesar ini dalam waktu singkat!"
"Terimakasih," jawab Luna. "Kata-kata dari seorang jenius seperti engkau, sungguh merupakan pujian berharga."
"Pesawat ini tentu telah mulai dibangun, lama sebelum perselisihan kita mengenai pesawat penyelidik asing itu," kata Tom.
"Memang," Luna mengaku. "Ini dimulai sebagai markas besarku. Tetapi waktu pembangunan dimulai, aku kemudian menyadari bahwa ini lebih berguna daripada pesawat ruang angkasa biasa." Ia mempermainkan sekeping uang untuk beberapa saat.
Tom memutuskan untuk tidak memecahkan kesunyian. Luna nampaknya sangat santai dan kurang waspada. Barangkali saja ia keseleo lidah, dan mengatakan sesuatu yang sangat berguna!
"Kupikir sangat masuk akal untuk menggabungkan setiap bagian, sehingga para ilmiawan dan ahli teknik selalu dekat," Luna melanjutkan. "Lebih mudah untuk mengawasinya, bukan?" katanya sambil tersenyum. "Kemudian kami memerlukan ruang untuk menyimpan pesawat-pesawat shuttle dan alat-alat pertambangan. Ditambah lagi tempat untuk mereka yang bekerja di sini. Bukan saja para pekerja tambang dan teknisi, tetapi juga dari bagian keamanan, rumah-tangga dan sebagainya."
Luna menjentikkan mata uang itu ke udara lalu menangkapnya dengan mudah. "Boleh dikatakan, yang satu melibatkan yang lain. Banyak konstruksi dan rencana-rencana yang sedang berjalan, harus disesuaikan lagi agar cocok pada benteng ini. Jadi bukan seperti kalau memulai pekerjaan baru. Setelah aku mendapatkan pesawat penyelidik asing darimu itu, aku memutuskan untuk merubah lagi rencana-rencanaku. Untuk kemudian dilaksanakan sepenuhnya." Sekali lagi Luna tersenyum kepada Tom, tetapi kali ini tak mengandung humor.
"Tiba-tiba saja engkau lari ke Alpha Centauri! Untuk apa itu" Semula aku berharap, kita berdua dapat melakukan semacam kerjasama."
Sekali lagi ia menjentikkan mata uang itu ke udara.
Tom mengulurkan tangannya, lalu menangkap mata uang itu sebelum jatuh ke tangan Luna. "Kenyataan bahwa anda hendak merampas Exedra, apalagi dengan cara yang kurang menyenangkan, tentunya ada hubungannya dengan itu semua," ia menukas.
"O, memang! Nah, engkau telah cukup lama di sana. Bahkan berhasil membawa pulang suatu hantu asing!" kata Luna.
"Komandan Mok N'Ghai bukannya momok!" Tom membetulkan. "Ia adalah makhluk yang sangat cerdas dan sangat setia!"
"Ya, engkau benar. Aku sendiri ingin berbicara dengannya," Luna merogoh sakunya, mengambil mata uang lain. Kemudian dimasukkannya ke dalam lubang komputer, dan mulai bermain "Cosmic Destroyer."
Gambaran di layar menghilang. Luna mengajak Tom untuk duduk di sampingnya, dan ia segera memegangi tombol-tombol pengontrolnya.
Tom heran melihat kesungguhan Luna menghadapi layar sambil menunggu dimulainya permainan itu. Apa yang menyebabkan permainan lebih dari sekedar permainan baginya" Pikir Tom dalam hati.
Sebuah kapal muncul di layar, kemudian asteroid-asteroid mulai berseliweran dari segala penjuru. Luna menembakkan meriam-meriamnya. Tom terpaksa mengakui kecepatan daya refleksnya. Luna berhasil mengenai beberapa asteroid, yang lalu memijar pecah berkeping-keping, melesat di layar tanpa membahayakan kapal angkasanya. Sambil menjalankan kapalnya meliuk-liuk secara ahli di antara planet-planet mini, ia berkata kepada Tom lagi.
"Aku dapat terbang ke ruang angkasa luar untuk menghindar dari asteroid-asteroid yang besar. Nah, seperti ini," kata Luna. Tanpa mengalihkan pandangannya dari layar, ia menekan tombol yang menyala merah. Kapal itu segera menghilang dalam pijaran menyala, lalu muncul lagi setengah detik kemudian di sebelah kanan dari layar.
Sayang sekali kapal itu justru muncul di lintasan sebuah asteroid besar. Sebelum Luna dapat membelok dan menembaknya, kapal itu telah ditabrak. Kapal lenyap, tetapi segera diganti oleh kapal lain di tengah layar.
"Sulitnya penerbangan ruang angkasa luar ialah, kita tak tahu di mana kita akan tiba," kata Luna selanjutnya.
Kesungguhan Luna bermain membuat Tom mulai merasa bosan.
"Ya," sambung Luna. "Semua kapal kecil ini dapat diterbangkan ke ruang angkasa luar hanya dengan menekan tombol. Tetapi aku di sini, dengan uang jutaan dolar dan otak ahli-ahli yang terbaik di dunia, kapal angkasa besar milikku tidak dapat terbang ke ruang angkasa luar! Bagaimana, pendapatmu tentang hal itu?" Ia bangkit dan menyisih. "Nah, sekarang engkau yang main."
Tom memegang kontrol dan berusaha untuk memusatkan pikirannya pada kapal kecil di layar, agar jangan sampai ditabrak asteroid. Namun otaknya tetap saja berpikir. Akhirnya, Luna sampai juga pada tujuannya! Ia menginginkan sebuah mesin stardrive bagi benteng terbangnya! Pemuda itu menembak, dan beberapa asteroid meledak secara beruntun. Luna mengernyit, mengamati layar itu dengan gugup.
"Engkau memang seorang pilot yang baik," ia memberengut.
"Salah seorang dari yang terbaik."
Sementara Tom meneruskan permainannya, angka-angkanya terus meningkat, melampaui yang dicapai Luna. Ia tahu, Luna tentu tak senang dengan keadaan yang terbalik itu. Ia memberanikan melirik sebentar, hendak mengetahui apa permainan Luna yang sesungguhnya. Tetapi kapalnya lenyap tertabrak asteroid.
Luna merasa lega. "Ini hanyalah permainan tolol." Ia tertawa.
Tiba-tiba saja ia sudah berdiri, dan menatap Tom. "Baik, Swift, permainan sudah selesai."
Tom tidak dapat berbuat lain kecuali berkecut hati, menghadapi kebencian dan kemarahan yang memancar dari wajah yang beberapa detik yang lalu masih tertawa-tawa. Pandangan Luna menyingkapkan segala kejahatan yang selama ini tersembunyi di belakang keramahan dan kesopanan.
Kini ia menunjukkan diri yang sebenarnya, seorang penjahat yang kejam, dan nekad kalau hendak mencapai keinginannya, betapa pun mahal harganya bagi orang lain.
Tangannya meraba gelang perak di pergelangannya. "Apakah kau mau main sebagai teman seusaha, ataukah aku perlu menunjukkan lagi apa yang dapat dilakukan oleh gelombang-gelombang alpha?"
Tom menatap wajah yang menggertak di atasnya, dan berusaha mencari jalan untuk mengulur, waktu.
"Engkau mempunyai waktu sepuluh detik untuk menjawab," kata Luna dengan dingin. "Sekarang mulai!"
Chapter 5 Tom mencoba bermain nekad dan mengulur waktu. "Bolehkah aku bertanya?"
Hal yang tak terduga ini membuat Luna terkejut. Ia mundur selangkah dan nampak tak mengerti. Kemudian ia mengangguk.
"Untuk melakukan seluruh operasi ini jelas memerlukan uang yang banyak. Anda memegang kekuasaan penuh atas kapal ruang angkasa ini beserta usaha penambangan. Namun anda tentunya terputus dengan Luna Corporation, tak dapat lagi menggunakan keuangan mau pun sumber-sumber dan pegawai-pegawainya," kata Tom.
"Aku belum jelas tentang pertanyaanmu!" tukas Luna.
"Bagaimana anda dapat melaksanakannya?" tanya pemuda itu.
Bayangan kecerdikan melintas di wajah Luna. "Dalam beberapa hal engkau sungguh naif, Swift! Engkau seorang jenius, itu memang betul. Tetapi dalam beberapa masalah engkau seperti kurang mendalam. Aku membangun Luna Corporation dari barang rongsokan. Beberapa orang politik dan pihak polisi hendak merampasnya dari tanganku, di sana, jutaan kilometer dari sini!"
"Sekarang hentikanlah usahamu untuk mengulur waktu. Aku memerlukan jawabanmu," Luna mendesak. Sekali lagi ia memandang Tom dengan marah.
"Andaikata aku setuju membantu anda," kata Tom, "Memberi benteng terbang ini suatu kemampuan untuk stardrive sungguh lain sekali dengan pesawat Exedra. Aku harus tahu lebih dulu, apa dan sejauh mana yang telah anda lakukan."
Luna nampak agak mengendor sedikit. "Aku mengumpulkan pesawat asing itu," katanya. "Tetapi hanya beberapa data-data Skree dan data teknik mengenai stardrive, belum cukup untuk dilaksanakan. Sebenarnya ahli-ahli yang paling top telah mengerjakannya selama beberapa tahun, tetapi selalu menghadapi hambatan yang tak mungkin dilampaui."
Luna tersenyum kepada Tom seperti orang yang lebih tinggi derajatnya. "Engkau mungkin akan terkejut mendengar nama orang-orang yang bekerja padaku." Ia bangga atas kekayaannya! "Coleman dari Harvard, McCallum dari Cambridge, Flynn dari Princeton. Mereka semua telah menyumbangkan kepandaian mereka kepada Luna Corporation."
Ia tertawa melihat wajah Tom yang kecewa mendengar nama-nama tersebut. "Terkejut, ya" Mendengar nama-nama orang ternama itu melupakan prinsip-prinsip mereka hanya untuk mencari uang" Aku sudah mengatakan, engkau memang naif! Tetapi kembali kepada stardrive." Luna mulai berjalan hilir mudik di ruangan. "Orang-orang tersebut telah menemukan gagasan untuk sebuah prototip. Itu sudah dipasang di benteng ini. Semua rencana, pola-pola dan para ahli teknik mengatakan, bahwa prototip ini akan dapat bekerja. Sejauh ini, setiap percobaan telah menunjukkan seratus persen positif. Tetapi aku ingin kepastian yang mutlak, sebelum aku memberanikan diri mengambil risiko atas nyawa-nyawa dan atas benteng ini."
Ia berpaling lagi kepada Tom, pandangannya menyala-nyala dengan sinar yang aneh. "Engkau, anak muda, adalah satu-satunya yang telah berhasil membangun mesin stardrive dengan sukses. Aku ingin agar engkau mau mengatakan, apakah sistem yang kami gunakan di sini dapat membawa benteng ini dengan sukses melewati batas angkasa luar."
"Kalau aku tidak mau?" tanya Tom dengan sopan.
"Engkau dan teman-temanmu akan mati kecuali orang asing itu. Aku mempunyai rencana-rencana lain dengan dia," kata David Luna tanpa basa-basi.
"Aku berani bertaruh, anda tentu mempunyai segudang pikiran yang luar biasa bagi Mok N'Ghai," kata Tom dengan pahit.
"Ya, kukira ia akan lebih mudah diajak bicara daripada engkau," kata Luna.
"Lebih baik aku mati daripada melihat anda mampu menerbangkan benteng ini melewati batas ruang angkasa luar," Tom meledak. "Aku tahu apa sebenarnya yang akan anda lakukan dengan benteng ini. Anda akan memperbudak semua manusia dan siapa pun!"
Luna terdiam beberapa saat. Akhirnya dengan tenang ia berkata: "Tetapi apakah engkau tak melihat Tom, bahwa bukan itu masalahnya?"
"Bukan itu masalahnya?" tanya Tom tak mengerti.
"Bukan! Masalahnya ialah: Apakah teman-temanmu bersedia untuk mati" Apakah mereka mau mengurbankan diri untuk kode etikmu yang sudah kuno itu?" Luna membungkuk ke depan, hingga wajahnya hampir menyentuh muka pemuda itu. "Apakah rasa kehormatanmu dapat membiarkan engkau mengurbankan mereka demi teladan idamanmu?"
Tom sadar, ia tak dapat berbuat apa-apa. Di samping itu ia berpikir, kalau ia setuju barangkali ada kesempatan untuk berbuat sabotase, bahkan mungkin pula melarikan diri. Kalau ia mati tak ada gunanya bagi siapa pun!
"Aku perlu bantuan," ia berkata akhirnya. "Biarlah teman-temanku bekerja dengan aku."
"Tak perlu bantuan!" tukas Luna. "Aku tak mempercayai engkau."
"Aku tak dapat mengerjakannya sendiri. Aku memang tahu tentang stardrive. Memang akulah satu-satunya yang dapat mengatakan kepada anda, apa sebenarnya yang telah anda miliki itu. Anda dapat membunuh aku, tetapi itu juga tak akan memberikan stardrive kepada benteng anda, bukan?"
Tom sadar kini, bahwa ia mempunyai kekuasaan, dan ia akan menggunakannya terhadap apa pun, sementara ia masih memiliki keuntungan tersebut.
Luna mengernyitkan alisnya. "Aku memperingatkan engkau, begitu ada tanda-tanda pertama yang menunjukkan akal bulusmu atau teman-temanmu, engkau harus mempertanggungjawabkannya kepadaku!"
Ia berdiri, lalu berpaling kepada pengawal yang telah masuk tanpa diketahui oleh Tom. "Bawalah dia!"
"Eh, pak Luna. Anda lupa sesuatu!" kata Tom.
Dengan terkejut ia membalikkan diri.
"Kukira ini milik anda," kata Tom. Ia melemparkan mata uang itu kepada si jutawan. Itulah mata uang yang telah disambarnya beberapa waktu yang lalu. "Aku tak ingin anda berpikir bahwa aku telah mencuri dari tuan rumahku." Sambil berkata Tom melangkah cepat keluar. Ia merasa puas dengan apa yang telah terjadi secara keseluruhan.
*** Tiga hari kemudian, Tom dan Ben sambil bersimbah peluh sepanjang siang hari, melanjutkan penyelidikannya pada komputer utama dari benteng angkasa tersebut. Mesin itu sedemikian besarnya hingga memenuhi sebagian dari pesawat. Namun begitu, ruang gerak di dalam komputer itu sendiri sangat kecil dan sesak. Tom tak dapat melihat temannya ketika sedang bercakap-cakap.
"Berikan aku stopkontak lima-tigapuluh, Ben." Pemuda itu mengulurkan tangannya kepada si ahli komputer, sementara tangan yang satunya, yang penuh minyak memegangi papan sambungan kawat-kawat di tempatnya.
Ben meletakkan stopkontak yang kecil itu kuat-kuat di telapak tangan Tom. "Ini pisau bedahnya, dokter," ia melawak.
"Bekerja di sini seperti seorang dokter yang sedang melakukan operasi," kata Tom. "Luna mengatakan kepadaku, bahwa ia telah berubah pikiran tentang apa yang akan dilakukannya dengan benteng ini. Dan hasil pada alat ini telah menunjukkannya. Beberapa bagian di antaranya dikerjakan dengan baik, tetapi sisanya sungguh tak memuaskan!"
"Tentu mereka sangat tergesa-gesa untuk menyelesaikannya," kata Ben membenarkan. "Konstruksinya tidak rapih. Kulihat banyak bagian yang dikerjakan dengan tidak semestinya."
Tom merendahkan suaranya. "Tetapi dengan mengesampingkan pandangan profesional dari pihakku, alat stardrive mereka ini memang sudah hampir dapat bekerja. Ini yang mengkhawatirkan aku."
"Kita tentu tak ingin alat ini dapat bekerja, bukan?" tanya Ben, juga setengah berbisik.
"Tentu tidak. Tetapi kita harus menunjukkan kemajuan sedikit, agar Luna merasa senang"dan agar pengawas teknik si Parkinson itu jangan selalu membuntuti kita. Kalau mereka menjadi curiga sedikit saja, kita akan mendapat malapetaka!"
"Si Kepala Pengawas Teknik Parkinson itu! Demi Tuhan, semoga sebutan jabatannya itu benar," Ben menggerutu pura-pura takut. "Aku hampir saja mengira dia lebih jahat daripada Luna. Ia selalu mengawasi kita seperti burung elang. Menunggu kita berbuat salah, kemudian diadukan kepada majikannya, yang akan menyulitkan kita. Ia merasa dirinya terlalu besar. Itulah yang membuat dia menjadi sangat berbahaya!"
"Aku setuju," kata Tom. "Kita harus menghindar darinya."
Ben menjulur mendekat ke telinga Tom, pura-pura memeriksa sebuah sirkuit. "Apakah Aristotle sudah berhasil menemukan pola konstruksi benteng ini dan di mana mereka menyembunyikan Exedra?"
"Belum. Tetapi ia menduga sudah hampir mendapatkannya. Ia harus sembunyi-sembunyi kalau sedang menyadap sirkuit-sirkuit komputer. Dengan demikian ia tak akan tertangkap."
"Berbicara mengenai menyadap komputer, tahukah engkau berapa banyak komponen-komponen yang tak mempunyai tanda identifikasi?" tanya Ben.
"Sudah kulihat. Dari Swift Enterprises saja ada selusin disain yang telah dicurinya," jawab Tom. Beberapa dari General Transistor and Diode. Ada beberapa lagi yang merupakan tiruan dari Amalgamated Electronics. Begitulah ciri-ciri khas dari proyek David Luna."
"Sebagian dari masalahnya ialah, bahwa beberapa komponen tidak cocok," kata Ben. "Lagi pula banyak sistem yang dibuat kembar. Beberapa di antaranya tak dibutuhkan lagi."
Tom membeberkan gambar diagram komputer yang diberikan kepadanya. Kemudian ia menunjuk ke suatu bagian kecil. "Aku yakin, bahwa tombol M-89 dari sirkuit 459Y ini adalah kembaran dari tombol M-36 dari sirkuit 138W."
Ben mengamati diagram itu sejenak. "Aku sependapat. Ini tentu akan menyulitkan sistem otak bila mendapat dua tanda."
"M-89 berkapasitas lebih tinggi. Coba kita putuskan saja M-36. Barangkali saja dapat memperoleh satu tanda yang kuat."
"Akan kukerjakan," kata Ben. Ia mengambil alat solder dan pelindung muka. Ia baru saja hendak merangkak di samping Tom, ketika ditepuk lengan bajunya.
"Bagaimana dengan Kate?" tanya Tom berbisik. "Ia tak banyak bicara semenjak kita dipaksa naik ke benteng ini. Aku khawatir tentang dia. David Luna adalah orang yang suka balas dendam, dan Kate pernah melarikan diri dari sini. Tak tahulah bagaimana perlakuan Luna terhadapnya."
"Aku pernah melihat dia berjalan kemari setelah melakukan tugasnya yang berat," kata Ben. Tampaknya, ia sedang mengumpulkan tenaga. Kasihan! Ia kini dipaksa berlatih sebagai sparring partner bagi pengawal-pengawal khusus David Luna!"
"Luna tentu sedang memikirkan sesuatu. Kukira, ia masih mengharapkan Kate mau bekerja pada dia," kata Tom.
"Ia tak suka kehilangan sesuatu, Ya?" Wajah Ben nampak penuh pikiran. "Ada berapa orang di benteng ini, Tom?"
"Dari apa yang kulihat dan kutaksir, pesawat ini dapat memuat duaratus orang dengan leluasa. Tetapi kini sedang kekurangan tenaga. Apakah kaupikir kita dapat meloloskan diri dengan berkelahi?" Tom memandang Ben dengan mata bertanya.
Ben menghela napas. "Tak mungkin. Itu merupakan kebodohan. Luna mempunyai terlalu banyak pengawal, dan kita belum mengetahui tempat Exedra disembunyikan".atau entah lainnya."
"Jangan putus harapan," kata Tom. "Kita akan keluar dari sini. Entah bagaimana caranya."
"Yaaah." Ahli komputer itu merangkak dengan hati-hati di samping Tom.
"Aristotle! Bagaimana keadaanmu dan Anita di bagian kalian?" seru Tom. Ia mulai memutar baut-baut kecil pada papan hubungan secara berurutan. Alat roda gigi yang kecil diberi tenaga batu baterai, mendengung bergema di seluruh ruangan komputer.
"Semua sirkuit yang ditempatkan di bagian ini mempunyai kontinuitas yang semestinya," jawab si robot. Suaranya terdengar jauh. "Bekerja pada komputer ini menggugah aku untuk memuji kejeniusanmu." sambungnya.
Tom tertawa. "Jangan bilang begitu!" Anita menggoda. "Nanti ia besar kepala dan sulit untuk diajak bergaul!"
"Terimakasih banyak," kata Tom. Suaranya dibuat seperti marah, tetapi tak berhasil. "Kukira kita segera menghadapi lagi barang tiruan lain. Maukah kalian berdua membantu Mok N'Ghai sementara aku menyelesaikan pekerjaan di sini?"
"Baik, Tom," jawab Aristotle.
Sekali lagi merasakan perubahan penampilan si robot. Rupanya ia pun semakin merasa tertekan untuk bekerja pada alat stardrive Luna.
Tom berguling di dalam ruangan yang sempit dan menggelengkan kepalanya. Jaringan kabel-kabel, papan sirkuit dan papan-papan penghubung mencuat ke mana-mana. Komputernya tak perlu sebesar itu!
"He! Lepaskan dulu itu!" seru Ben mendadak di luar, entah di mana.
"Aku melihat engkau membongkarnya, anak muda!" terdengar suara marah. Tom segera mengenali suara Pengawas Teknik Perkinson. "Aku akan memanggil tuan Luna! Kukira kalian hendak melakukan sabotase pada benteng angkasa dan alat stardrive ini!"
Tom mendengar suara pluit yang tajam, diikuti oleh derap kaki yang berlarian ke arah komputer.
"Pengawal! Tangkap orang ini!" seru Perkinson.
Chapter 6 Jantung Tom tersumbat di tenggorokan! Mengerikan sekali kalau sampai Ben ditangkap. Kemungkinan malah semuanya. Apakah Parkinson benar-benar melihat Ben melakukan sesuatu" Ataukah ia hanya ingin menyingkirkan mereka dengan cara itu"
Dengan segera pemuda itu merangkak keluar dari dalam komputer, lalu bergegas ke tempat adu mulut.
"Apa yang terjadi?" tanya Luna sambil melangkah lebar ke arah Parkinson.
"Anak-anak ini hendak mencoba melakukan sabotase!" jawab orang itu. Suaranya menonjolkan kewibawaan. "Saya sendiri yang mengawasi konstruksi di bagian ini. Tak ada yang salah sedikit pun. Tetapi saya memergoki Walking Eagle sedang melepaskan beberapa elektronik. Rupanya sebagai sabotase!"
"Bohong!" kata Tom. Ia berpaling kepada Luna dan memandanginya dengan marah. "Aku menyuruh Ben melepaskan sebagian dari sirkuit, karena aku merasa itu perlu dikerjakan agar stardrive dapat bekerja. Untuk itulah anda menempatkan aku di sini! Aku hanya melakukan tugasku!"
"Salah satu tentu berkata tak benar. Tetapi aku segera menemukannya," kata Luna. Dengan sangat tenang ia meraba gelang perak di pergelangan tangannya.
"Jangan!" teriak Tom. Pemuda itu menan?kap tangan Luna, menahan agar jangan sampai orang itu menekan tombolnya.
"Harap dengarkan dulu," Tom meminta. "Itu tidak perlu."
Pengawal-pengawal Luna segera menanggapi. Tom merasa dirinya ditarik beberapa pasang tangan, lalu dilemparkan ke belakang.
Ia membentur komputer, benturan itu membuatnya terkejut. Dengan kepala pusing ia mengulurkan tangan untuk mencari pegangan agar jangan jatuh.
"Tom, jangaaan!" teriak Ben.
Tom menatap wajah temannya, belum sadar betul akibat perlakuan kasar para pengawal. "Ada apa, Ben?"
"Aku terpaksa memutuskan dulu sistem penyelamat-kegagalan untuk membetulkan tombol M-36. Baru saja aku hendak menyambungnya, orang itu mengganggu aku," tangannya menunjuk ke arah Parkinson yang kebingungan.
Tiba-tiba saja pengertian yang mendalam menguasai diri Tom, dan seluruh tubuhnya terasa lemas. "Maksudmu, alat stardrive telah kauhidupkan" Tanpa disertai alat penyelamat?"
"Begitulah!" jawab Ben.
Tom sadar sepenuhnya, jiwa semua orang sedang dipertaruhkan. Dalam beberapa detik lagi benteng angkasa itu akan melesat menembus batas ruang angkasa luar, ke tempat yang tak diketahui lebih dulu. Dan itu tetap akan terjadi bila stardrive memang bekerja. Kalau tidak"..benak Tom menolak untuk memikirkan akibatnya.
"Semua orang tiarap!" teriak Tom. "Semua segera bertiarap di geladak! Itu satu-satunya kesempatan"."
Tiba-tiba dunia bagaikan terbalik. Tom merasa perutnya mual dan kepalanya berputar-putar. Tekanan gravitasi hampir tak tertahankan.
Di seluruh kapal, para awak dan pengawal berteriak-teriak ketakutan.
Di tengah kekalutan orang-orang yang berlarian, Tom mencari Luna. Ia ternyata berbaring di geladak seperti yang diperintahkannya.
Untuk pertama kali Tom melihat perasaan takut yang mendalam terlukis di wajah jutawan itu. Itu memang beralasan, pikir Tom.
Benteng itu sedang melesat di ruang angkasa luar tanpa terkendalikan!
Kemudian ia pun tak sadarkan diri.
*** Tom merasakan logam yang dingin menyentuh kulit tubuhnya, dan ia tersentak bangun.
"Tom ... " kata Aristotle ragu-ragu.
"Sstt!" Tom mendesis sambil menutup mulut dengan jarinya.
Dengan cepat tanpa bersuara, ia berdiri lalu memandang ke sekeliling. Semuanya sunyi. Kapal itu telah kembali ke keadaan semula. Jadi, paling sedikit stardrive itu telah bekerja!
Tetapi semua orang, termasuk Mok N'Ghai, telah pingsan selama kapal berada dalam saat peralihan ke angkasa luar.
Mereka segera akan sadar kembali. Tom sadar, harus bertindak cepat bila ia menghendaki kebebasan diri dan teman-temannya.
David Luna masih terkapar di lantai. Tom merangkak ke arahnya, hampir-hampir tak berani bernapas. Kalau saja ia berhasil mengambil gelang pengontrol, dan mempersenjatai teman-temannya sebelum Luna dan pengawal-pengawalnya sadar kembali, ia akan mendapat kesempatan.
Masalahnya, Luna terbaring sambil menindih tangannya yang memakai gelang. Tom ingat, bagaimana sentuhan Aristotle telah menyadarkan dirinya. Karena itu ia harus berhati-hati sekali!
Di kejauhan, ia telah mendengar gejala-gejala pertama dari orang-orang yang mulai sadar. Ia tahu, ia hanya mempunyai waktu beberapa detik. Dengan sangat hati-hati dan sehalus mungkin Tom memegang lengan Luna, dan mulai menarik gelangnya.
Tanpa diketahuinya, Luna sadar dengan tiba-tiba, dan tangan Tom dipeganginya erat-erat, bagaikan dengan sebuah tang.
"Aku tak tahu bagaimana engkau dapat berbuat semua ini," tukas Luna sambil mengertakkan gigi. "Sebelum engkau mati, aku harus mengetahuinya!"
"Aku juga tak tahu apa yang terjadi," Tom menolak. Ia berusaha untuk melepaskan diri.
Di sekeliling mereka terdengar suara-suara ketakutan, ketika para pengawal mulai menyadari apa yang terjadi. Tom menelan ludah penuh kecewa, lalu menghentikan perlawanannya. Ia merasakan sentuhan baja dingin pada tenggorokannya, lalu mendongak, melihat senjata-senjata yang diarahkan kepadanya.
"Apa yang terjadi?" tanya seorang pengawal yang marah.
"Mengapa kita jadi pingsan?" tanya yang lain.
"Anda tak menyebutkan hal ini dalam kontrak!"
"Saya punya anak dan istri di Bumi!"
"Tenang," Luna memperingatkan. "Aku menguasai keadaan di sini. Aku juga sedang mencari tahu apa yang telah terjadi."
Tom melihat ke sekitarnya, ke wajah-wajah yang tegang dan khawatir dari orang-orang Luna. Wah, mereka dapat menjadi rombongan pembunuh tanpa pengadilan! Ia hanya berharap, semoga perasaan takut mereka itu jangan berubah menjadi kekerasan.
"Dengan sejujurnya, aku tak tahu apa yang terjadi," kata Tom.
"Rupa-rupanya kita telah memasuki ruang angkasa luar, kemudian ...."
"Ruang angkasa luar?" teriak seseorang. "Lalu di mana kita sekarang ini?"
"Untuk ini harus diberi tunjangan risiko jiwa!"
Terdengar gerutu-gerutu setuju. Luna mengangkat tangannya, dan kesunyian yang menggelisahkan mencekam orang-orang. Mereka semakin rapat mengelilingi Tom dan Luna.
"Kalian tahu, bahwa aku menginginkan alat untuk dapat mengarungi ruang angkasa luar dengan benteng ini," kata Luna. "Rupa-rupanya kita telah berhasil, berkat teman kita ini, Tom Swift. Selamat atas hasil yang brilyan, tuan Swift!"
Tom melihat, bahwa Luna telah menguasai kembali orang-orangnya. Itu tidak baik! Selama industriawan itu masih dalam keadaan terancam, maka masih ada kesempatan untuk Tom dan teman-temannya.
"Jangan mengucapkan selamat dulu," kata Tom. "Aku belum tahu di mana kita sekarang ini. Atau, apakah stardrive itu masih dapat bekerja lagi. Mungkin saja kita tak dapat kembali ke Bumi!"
Akal itu berhasil! Orang-orang itu mulai berdebat dan berteriak-teriak.
"Kita akan terdampar di angkasa luar untuk selamanya kalau kalian bingung!" teriak Luna marah. Ia berpaling kepada Tom sambil mengernyit. "Kalau ini hanya kebetulan, lebih baik kauusahakan bagaimana dapat bekerja lagi."
"Tom! Di mana engkau!" terdengar Anita memanggil.
Tom bangkit berdiri dan melangkah menerobos orang-orang, tak menghiraukan senjata-senjata yang diarahkan kepadanya.
Seseorang mengulurkan tangannya hendak menangkap. Tom hanya menatap padanya dan berkata: "Kalau engkau mencelakai aku atau teman-temanku, engkau tak dapat kembali lagi ke Bumi!"
Orang itu melepaskannya, lalu menggerutu ketakutan.
Beberapa pengawal menahan Ben, Anita, Aristotle dan Mok N'Ghai di dekat tempat komputer.
"Bagaimana posisi kita?" tanya Tom.
"Kita ada pada jarak tiga koma lima tahun cahaya dari Bumi," jawab Aristotle.
"Kita mungkin berada di tatasurya kecil, yang oleh kami bangsa Skree disebut Tanue," kata Mok N'Ghai. Aku sedang menyetel alat tiruan seperti yang kauperintahkan, dan atas kemauanku sendiri telah mengambil koordinat-koordinat yang dapat kuketahui. Sebuah bintang kuning kecil dengan tiga buah planet yang berinti zat besi. Mereka terlalu jauh untuk dapat dimanfaatkan. Dan bagi bangsaku tempat itu terlalu lembab untuk dihuni."
"Lakukan pemeriksaan pada petunjuk lembab!" kata Tom.
"Cobalah, apakah engkau dapat melacak kembali perjalanan kita tadi."
"Kembali ke tempat tugas masing-masing!" Luna berteriak pada anak buahnya. "Kita harus bekerja! Percayalah padaku. Aku kan tak menelantarkan kalian sebelumnya!"
Perlahan-lahan, kerumunan orang itu bubar bersama para pengawal. Tom tersenyum puas. Luna boleh mengua
sai anak buahnya pada saat ini, tetapi benih keragu-raguan telah tertanam. Mulai sekarang, Luna harus lebih keras mengawasi anak-buahnya. Tom berharap, musuhnya itu menjadi terlalu sibuk mengontrol anak-buahnya, hingga perhatiannya berkurang pada para tawanan.
Tiba-tiba gelang Luna berbunyi keras. Industriawan itu mengernyit. "Ada apa?" katanya sambil memijit tombol. "Laporkan yang sangat penting saja, karena engkau menggunakan saluran prioritas!"
"Di sini Doktor Cazier. Eh, tuan Luna! Dapatkah datang ke lantai ilmiah" Kami telah".eh".mendapatkan penemuan"sulit untuk dipercaya! Anda harus melihatnya sendiri!"
Sangat jelas, bahwa ilmiawan itu sedemikian tegang atas sesuatu, sehingga sulit berbicara.
"Engkau dan teman-temanmu barangkali tertarik juga, Swift," kata Luna. "Selain itu engkau telah berhasil menimbulkan suasana panik di antara anak-buahku, hingga aku tak berani meninggalkan engkau bersama mereka!"
Rombongan kecil itu mengikuti Luna ke lantai ilmiah. Luna membuka pintu ruang kerja Doktor Cazier lalu masuk. Baru beberapa langkah, jutawan itu berhenti dan terengah-engah.
Tom dan teman-temannya segera masuk untuk melihat apa gerangan yang membuat Luna menjadi demikian.
Di sana, di tengah-tengah layar utama laboratorium, nampak sebuah planet bagaikan hiasan pohon Natal! Berbagai warna bergetar gemerlapan, menyala di latar belakang hitam dari ruang angkasa luar.
Luna memandangi sejenak tanpa bersuara, lalu mengangkat bahu.
"Apakah hanya untuk ini saja engkau memanggil aku, Cazier?" ia menghardik.
Seorang sarjana jangkung berambut ikal melepaskan diri dari kerumunan di depan layar. Ia mengintip dari atas kacamatanya kepada industriawan itu. Rupa-rupanya ia bingung mendengar tanggapan Luna.
"Ini adalah planet nomor tiga," kata Cazier. "Sensor-sensor bergetar gila ketika kami menangkapnya. Karena itu kami lalu memusatkan perhatian kepadanya."
"Indah sekali!" kata Anita. "Apakah ada, penghuninya?" ,
"Sejauh yang kami ketahui, tak ada kehidupan yang menunjukkan kecerdasan," kata Cazier, gembira bahwa ada seseorang yang memperhatikan. "Kami tak menemukan kota atau tanda-tanda peradaban yang lain."
"Tanahnya tak kuat mendukung arsitektur yang rumit," kata Mok N'ghai. "Enampuluh persen berupa rawa-rawa, empatpuluh lainnya batu-batuan besi dengan beberapa jenis mineral lain."
Alis mata Luna naik! Tom hampir saja mendengar suara mesin penghitung uang sesaat ia melihat perhatian yang mendadak dari Luna ke planet!
"Karena itulah saya berpikir, bahwa anda harus tahu tentang planet itu," sambung Cazier. "Itu adalah tambang " eh tambang emas! Benar-benar tambang emas!"
"Mengapa bangsa anda tak menuntut planet itu bagi mereka sendiri" Dan mengeksploitasi sumber-sumber tersebut?" tanya Luna sambil berpaling kepada makhluk Skree.
"Ada beberapa alasannya," jawab Mok N'Ghai. "Terutama biaya penambangan dan transportasi ke Kosanth. Itu penghalang pertama. Masih banyak planet-planet yang mengandung mineral, yang letaknya lebih dekat dengan planet kami, sampai-sampai kami tak sanggup menambangnya semua. Tidak perlu untuk pergi sejauh ke Tanue. Lagi pula kondisi kerja tak sesuai bagi bangsa kami. Lembabnya udara menimbulkan masalah keringat bagi tubuh kami, hingga mengharuskan memakai pakaian khusus serta lingkungan hidup buatan."
Duta Perdamaian Skree itu berhenti sebentar, seperti tak tahu pasti bagaimana untuk melanjutkan. "Tetapi barangkali alasan yang utama ialah, bahwa tatasurya Tanue itu letaknya terlalu dekat dengan Kerajaan Sansoth. Bangsa Sansoth adalah bangsa yang ganas, tak mau berlaku ramah terhadap makhluk asing yang menduduki tempat di sekeliling mereka."
"Anda mengatakan, bahwa bangsa Skree yang gagah perkasa, yang telah mempunyai teknologi untuk mengirimkan pesawat penyelidik ke tata surya kami, takut terhadap bangsa Sansoth?" Luna mengejek.
"Karena kami mempunyai kecerdasan, sehingga kami tak melihat suatu kepentingan untuk menimbulkan permusuhan yang tak berguna," jawab makhluk Skree itu dengan datar. Tetapi Tom merasakan nada kemarahan.
Luna seperti lupa akan sekelilingnya. Ia berbalik untuk melihat ke planet itu lagi.
"Kalau aku dapat memperoleh hak atas planet itu bagi Luna Corporation, aku dapat mengeksploitasi sumber-sumbernya semauku! Untuk apa aku harus membuang waktu bercekcok dan tawar menawar perkara pajak dengan para pejabat di Bumi" Dengan masalah hubungan kerja para buruh, pemeriksaan keselamatan kerja dan kuota" Kalau aku mempunyai planet sendiri tanpa kekuasaan lain selain aku sendiri?"
"Ya, mengapa?" tanya Tom sarkastis.
Luna menatap ahli penemu muda dengan tersenyum penuh kemenangan. "Sekarang, setelah aku dapat keluar-masuk ruang angkasa luar sekehendakku, tak ada lagi yang dapat menghentikan usahaku. Kecuali engkau, Swift. Engkau, dengan Swift Enterprisesmu saja yang merupakan sainganku!"
"Kami belum tahu, apakah anda sudah dapat keluar-masuk angkasa luar," kata Tom. "Tetapi bagaimana pun, anda akan tetap menjadi raja dan pemilik tunggal dari sebuah planet, walaupun alat stardrive tak bekerja."
"Engkau memang belum mengerti seluk-beluk dan tetek-bengek kehidupan, Tom. Kemewahan dan kekuasaan hanya dapat dinikmati, kalau diakui oleh orang lain! Apa senangnya dapat menguasai sebuah planet yang jutaan kilometer jauhnya dari Bumi, kalau aku tak dapat kembali ke Bumi sewaktu-waktu" Engkau melupakan peribahasa kuno: Kalau engkau mendapatkan sesuatu, pamerkanlah!"
"Itu peribahasamu sendiri yang baru kali ini kudengar!" Tom menyatakan.
Luna tak berkomentar. Sebaliknya, ia kembali berpaling kepada planet. "Tahukah engkau" Ini mengingatkan aku kepada ibu, Genevieve Luna. Ia banyak persamaannya dengan planet itu cantik jelita di luarnya, tetapi berinti besi! Sepantasnyalah bila aku ingin memberikan nama ibuku kepada planet itu: Belle Genevieve! Aku senang mendengar nama itu. Nah, sekarang, sementara aku sibuk menuntut hak atas duniaku, Tom, engkau dapat memecahkan masalah bagaimana kita dapat kembali ke Bumi!"
"Bagaimana kalau aku menolak?" kata Tom.
"Apakah kita harus kembali ke soal itu lagi?" kata Luna sambil menghela napas.
"Menurut pendapatku," kata Anita marah, "kita hanya punya pilihan, mati sekarang atau mati kemudian. Karena suatu saat anda pasti akan melenyapkan kami, bukan?"
"Kecuali engkau, barangkali."
Anita mengeluarkan suara tak senang lalu berbalik membelakangi Luna.
"Bagaimana mengenai Sansoth?" tanya Tom.
"Aku tak mengkhawatirkan mereka. Benteng ini dapat menahan segala serangan. Sekarang izinkanlah aku. Masih banyak pekerjaan yang harus kulakukan." Luna berpaling kepada ilmiawan berambut ikal. "Berapa lama lagi kita dapat mengorbit di sekeliling Belle Genevieve, Cazier?"
"Kurang lebih duapuluh dua jam lagi, tuan."
"Bagus. Pada waktu itu kuharap engkau sudah dapat memecahkan masalah itu, Tom!"
"Jangan berharap terlalu muluk!" pikir Tom pada diri sendiri.
"Aku sudah bosan dengan permainan kucing dan tikus ini! Apalagi aku sebagai tikusnya! Anita benar. Entah sekarang entah kapan, engkau toh akan melenyapkan kami. Sejauh ini engkau masih dapat memeras aku, karena aku masih memegang janjiku. Tetapi saat sebagai anak manis tentu bisa berlalu!"
Pemuda itu menoleh, melihat Ben sedang memandangi dia penuh perhatian. Ia tersenyum kepada temannya, lalu bersiul menyanyikan sebuah lagu yang tentu akan dikenali oleh pemuda Indian itu. Lagu itu ialah "Dixie".
Chapter 7 Dua hari kemudian, pada waktu makan siang, Tom mengambil sebuah baki dan alat-alat yang steril untuk sekali pakai dari rak. Kemudian ia ikut antri dalam deretan yang panjang dari para pegawai menuju ke ruang makan. Dengan sengaja menunjukkan rasa bosan, ia menoleh ke belakang untuk memastikan apakah Kate One Star masih ada di belakangnya.
Luna telah memisahkan gadis itu dari teman-temannya. Tom merasa curiga karena Luna tak mungkin dapat melakukan sekongkol tanpa Kate. Inilah untuk pertama kali sejak penemuan Belle, Genevieve Tom melihat dia, yaitu setelah empat kali pergantian giliran kerja. Rupa-rupanya, dalam kekalutan dan kegairahan, ada salah perhitungan.
Antrian itu bergerak perlahan-lahan. Di depannya, Tom dapat melihat monitor komputer yang menunjukkan menu makanan. Seperti biasanya, disediakan pula pilihan: daging bakar, sayuran dan spageti dengan daging cincang merupakan hidangan pokok. Dari pengalaman sebelumnya, Tom tahu bahwa dagingnya memang asli, bukan kedelai yang didehidrasi seperti yang biasa dihidangkan di ruang angkasa.
Luna yang suka kemewahan, menyuruh orang-orangnya bekerja keras, tak seorang pun dapat mengatakan, bahwa ia tak mengurus mereka dengan baik.


Benteng Astral Tom Swift 5 di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Bau harum makanan panas terbawa oleh sistem ventilasi sampai ke hidung Tom. Ia harus mengakui, bahwa keuntungan yang ditimbulkan oleh penemuan Belle Genevieve ialah, bahwa kini ia dan teman-temannya boleh makan di ruang makan. Bukan lagi di kamar-kamar mereka sendiri. Setiap jam dikirimkan ekspedisi ke planet, dan benteng itu kini selalu kekurangan tenaga. Untuk menghemat, pengawal dikurangi hingga batas minimum. Itu berarti tak ada lagi pengawasan yang terus-menerus atas para tawanan.
Tom tersenyum pada diri sendiri. Itu bagus! Ia tak menunjukkan sikap melawan, tetapi pikirannya selalu bekerja keras untuk merencanakan pelarian. Dengan diam-diam ia telah mengamati pekerjaan rutin di benteng, mengingat segala kelemahan-kelemahannya, segala hal yang tidak tetap, dan akhirnya membuat rencana.
Kate One Star mengambil baki, lalu berjalan perlahan di belakang Tom.
"Aku harus mengadakan latihan hari ini," bisiknya kepada Tom tanpa menggerakkan bibirnya. "Orang-orang Luna sangat takut. Ada desas, desus bahwa kita tak akan melihat Bumi lagi sampai kapan pun. Apakah itu benar?"
"Barangkali," kata Tom, tetapi ia mengedipkan matanya.
Beberapa orang berhenti berbicara dan memandang ke arah mereka berdua. Tom pura-pura tak melihat mereka.
Sampai pada gilirannya, Tom mengambil banyak makanan: spageti, racikan slada, susu dan sepotong kue ceri. Kemudian ia melangkah ke meja Ben, Anita, Aristotle dan Mok N'Ghai.
Ruang makan itu penuh. Karena saat itu adalah waktu pergantian giliran kerja, maka orang yang makan ada dua kali lipat. Inilah waktu yang paling disukai Tom dan teman-temannya. Sebab pada waktu demikian pengawasan agak terlepas. Lagi pula keadaannya terlalu ribut hingga percakapan mereka tak akan didengar orang.
"Kami khawatir tentang engkau, Kate," kata Anita ketika Kate meletakkan baki di meja dan duduk di dekat Tom. Di sekitar mereka masih ada tempat duduk kosong. Bukan saja di meja mereka, tetapi juga pada meja lain di sebelah mereka. Masih banyak orang yang menjauhi Mok N'Ghai. Makhluk setinggi dua meter lebih itu menjadi pusat perhatian dan kecurigaan, pandangan bermusuhan dan menantang, tetapi ada pula pandangan yang menghargai dan ingin tahu.
Kate tersenyum kepada Anita, lalu memandang ke pengawal yang berdiri di dekat pintu ke luar. Pemudi yang berseragam indah itu batuk-batuk, lalu memandang ke sekeliling. Tom melihat, lalu menaikkan alis matanya bertanya-tanya.
"Aku masih punya teman-teman di antara para pengawal," bisik Kate.
Tom mengangguk. "Nah, apa pun yang kau lakukan, jangan menunjukkan reaksi," Tom mulai berbicara. Suaranya hanya cukup untuk didengar teman-temannya. "Aristotle baru saja mengetahui tempat Exedra. Ia telah menyelidiki setiap sudut benteng ini, dengan memeriksa daftar resmi dalam komputer. Satu-satunya masalah ialah, benteng ini terlalu besar hingga hanya dapat memeriksa satu atau dua bagian sekaligus. Ia khawatir kalau-kalau ada yang memergoki dia sedang mengutik-ngutik komputer."
"Di mana Exedra?" tanya Ben tanpa mengangkat wajahnya.
"Diparkir di hanggar pesawat pribadi Luna," jawab Tom.
"Kukira, kita sudah siap dengan rencana untuk melarikan diri. Aku telah mengutik-ngutik alat pengatur jarak jauh dan jarak pendek sementara mengerjakan alat mesin stardrive. Lampu-lampu indikator di papan pengontrol sudah dihubungkan dengan pusat tenaga, tetapi benteng ini secara efektif masih buta. Itu akan memakan waktu banyak sebelum kita dapat melarikan diri."
"Berbicara mengenai 'mereka ketahui', sekarang sudah tampak adanya kesulitan," Anita memperingatkan. "Lihat itu, beberapa pengawal sedang menuju kemari."
"Lebih baik kalau mau bekerjasama dengan mereka," kata Mok N'Ghai. "Sudah jelas kita menjadi pusat perhatian mereka."
"Tom Swift?" tanya seorang yang tegap besar, mungkin pimpinannya. Kedua pengawal yang lain memencar, hingga mereka mengurung meja makan.
"Saya Tom." "Anda dan teman-teman anda akan diangkut ke permukaan planet pada giliran berikut. Ini perintah tuan Luna. Dua pesawat tempur telah terperosok di lumpur. Dan semua tenaga cadangan dibutuhkan untuk membantu. Tuan Luna sendiri yang mengawasi."
"Bagaimana dengan tuan Mok N'Ghai?" tanya Tom. "Belle Genevieve terlalu lembab bagi dia dan ...."
"Tuan Luna tak memberikan pengecualian," jawab pengawal itu, agak merosot kewibawaannya melihat tubuh Mok N'Ghai.
"Tetapi ..." Tom mendebat.
"Lebih baik jangan berdebat dengan mereka, Tom," saran perwira Skree itu.
"Dengar saran teman seranggamu itu!" kata pengawal. "Nah, berdirilah."
Pesawat shuttle itu berupa sebuah pesawat kecil, tidak lebih dari sebuah taksi angkasa. Tom mengenalinya sebagai pesawat Workman-Six standar, dengan alat pendarat yang dapat dinaikkan dan beberapa batang flotasi yang dipasang di luar. Pesawat itu tidak cukup besar untuk mengangkut barang.
Mereka berdesakan di belakang penyekat besi, terpisah dari kedua pengawal dan pilot. Tom, menggapai Aristotle perlahan agar berdiri di dekat penyekat di belakang layar komputer. Ia dapat membaca angka-angka pada monitor tersebut, sehingga akan tahu kapan mereka dilepaskan dari pesawat induk untuk turun ke permukaan Belle Genevieve.
Tom mempertaruhkan diri pada reaksi-reaksi robotnya. Ia menekankan lututnya pada Anita dan memberi isyarat kepada Ben, Kate dan Mok N'Ghai. Dengan matanya, Tom memberi isyarat kepada Kate untuk membereskan kedua pengawal. Dengan hati-hati ia mempersiapkan kedua kakinya untuk memasang kuda-kuda.
Kemudian Tom mempersiapkan kedua tangannya di dekat sabuk pengaman, hanya itu benda yang dapat mempertahankan tubuhnya agar tidak melayang bebas di dalam kabin tanpa gravitasi.
ereka mendekati atmosfir planet, kabin mulai terasa panas.
Alat pendingin dan penangkis panas bekerja keras untuk menahan suhu, tetapi tak berdaya.
Tom mendengar salah seorang pilot menggerutu: "Cara turun secara langsung ini memang menghemat tenaga, tetapi kita seperti mandi sauna!"
Tom mengamati layar-layar pengontrol. Lengkungan planet nampak mendatar ketika mereka turun rendah. Pada ketinggian 50.000 kaki, ia berbisik kepada Aristotle: "Rusakkan penyekat besi itu!"
Lengan robot yang sangat kuat itu berkelebat, menerobos penyekat yang kuat, seperti hanya terbuat dari kertas. Tanpa menghiraukan pengawal, Tom menerobos melalui lubang, lalu dalam gravitasi nol itu ia pergi berputar memukul kepala kedua pilot dengan tinjunya.
Mereka jatuh terkulai ke depan, pingsan.
Di belakang Tom, Kate mendemonstrasikan kepada kedua pengawal, apa yang telah ia pelajari sejak lama. Kate dapat bergerak sangat cepat dan mematikan. Pengawal pertama mental membentur pintu, kaki Kate yang menendang pengawal itu melontarkan tubuh Kate tepat ke arah pengawal yang lain.
Pistol lasernya muncul, tetapi tak sempat meledak. Kate menghantam lengannya, kemudian memukulnya dua kali di tengkuknya, tepat sebelum pengawal itu jatuh.
Sebenarnya mereka bukan jatuh, melainkan melayang tak berdaya di dalam kabin. Anita mengikatnya di kursi. Pengawal yang lain juga diikat pada sebuah kursi, sementara Ben menarik kedua pilot dari kursinya, agar dapat diawasi.
Tom sudah duduk di kursi pilot, memperbaharui program komputer untuk pendaratan. Tiba-tiba sebuah lampu alarm menyala, dan pesawat itu berputar dengan hebat.
"Mereka menyetel komputer, untuk mengetahui bila ada penyimpangan pada pendaratan!" seru Tom. Ia berusaha untuk menguasai kemudi.
Ben menyelinap ke tempat co-pilot, memeriksa segala sesuatu, lalu mencabut sebuah obeng dari tempat perkakas di dinding.
Kemudian ia membuka sebuah papan hubungan. "Ada lebih dari satu cara untuk menyetel begini," ia menggumam.
"Sementara ini kita tepat berada di lintasan menuju ke pusat perkemahan mereka," kata Mok N'Ghai.
Radio pesawat berbunyi. "Percobaan yang bagus, Swift!" terdengar suara Luna mengejek. "Tak tahu, apa yang engkau lakukan itu, tetapi kukira engkau sedang merencanakan sesuatu. Sungguh sayang, aku telah mendahuluimu selangkah! Berhentilah menyusahkan aku. Turunlah kemari, ada pekerjaan bagimu." Ia tertawa jahat, dan hubungan radio putus.
"Bagaimana keadaanmu, Ben?" tanya Tom.
Kepala Ben menyusup ke dalam tempat komputer kemudi. Ia menggapai tempat perkakas. "Ambilkan sebuah tang berujung lancip."
Anita memberikannya, sementara Tom memeriksa alat pemberi udara.
"Ada yang dapat kulakukan" Atau Aristotle, barangkali?" tanya Tom.
"Haa" Ah, ini gampang saja, tetapi di sini hanya ada tempat untuk satu orang. Aku sedang memutuskan hubungan kemudi luar. Dan berharap, semoga mereka tidak memasang bom. Salah satu kotak hitam kecil ini mungkin sekali sebuah bom."
"Terimakasih," kata Anita. "Aku butuh itu!"
Tom berpaling kepada Kate. "Cepat benar engkau membereskan mereka."
Ia mengangkat bahu, lalu tersenyum. "Aku tahu, latihan praktek pada keadaan gravitasi nol di New America dulu tentu akan ada gunanya!"
Tom melihat keluar melalui jendela. Laut besar hijau pucat terbentang di bawah. Terlihat dangkal. Seperti lautan di rumah uap, pikirnya. Tanpa kedalaman yang dapat menyerap panas matahari.
Warna hijau itu barangkali saja lumut.
Serangkaian pulau nampak di cakrawala. Semakin dekat, ketika pesawat itu melayang mengitari planet, semakin lambat, lalu turun
Kemudian nampak daratan hijau, berhutan lebat, di sebelah pantai barat yang berbukit-bukit kasar.
Danau-danau; hutan-hutan; secercah padang gurun di ketinggian. Rawa-rawa luas yang berkilauan, sungai-sungai; dan pegunungan. Kini mereka cukup rendah untuk merasakan suasana hutan: pepohonan sebesar rumah, berbenjol-benjol bagaikan tali raksasa penuh simpul, berdaun hijau tua.
Ben merangkak keluar dari tempat komputer sambil menghela dua utas kawat. "Siap?" katanya kepada Tom.
Pemuda itu mengangguk dan keduanya siap di depan papan penuh dengan tombol-tombol. Ben mempertemukan kedua ujung kawat.
Bunga api bermuncratan diikuti oleh ledakan cahaya, dan pesawat miring ke kiri. Tom meluruskannya, tetapi sebuah ledakan api terjadi lagi di dalam tempat komputer, dan pesawat itu berputar kembali. Logam badan pesawat berderak-derak, ketika pesawat itu berusaha bergerak mengikuti program komputer.
"Sulit! Sulit!" Ben menggerutu, lalu merangkak lagi masuk ke dalam ruang di dalam komputer. "Aku coba menyambung kawat-kawat model kuno pada keping-keping yang sebetulnya bukan digunakan dengan cara ini.
Cakrawala hampir datar. Tom melihat rawa-rawa yang luas di depan. Di sana, entah di mana letak perkemahan itu.
Anita mengintip ke rawa-rawa di bawah dan, mengernyit.
"Tampaknya seperti bukan tempat yang nyaman," katanya.
"Engkau belajar meremehkan?" tanya Kate masam. "Atau itu memang bakatmu?"
Ben menjulurkan kepalanya ke luar. "Sekali saja," katanya.
"Mungkin hanya dapat bekerja sekali saja." Kembali ia masuk lalu berteriak: "Siap!"
"Siap!" Pesawat tiba-tiba bergerak menyimpang lagi, dan sekali lagi alarm berbunyi. Jari-jari Tom menekan-nekan untuk meluruskannya, kemudian tangannya menangkap tongkat kemudi. Ia memiringkan pesawat ke kiri, mencoba untuk tidak mendarat di rawa-rawa. Tetapi ada sesuatu yang putus.
Suatu ledakan kecil mengeluarkan bunga api dari tempat komputer. Kemudian mesin pesawat mati.
Pesawat menukik bagaikan sebuah batu. Dengan segera Tom menekan sebuah tombol. Mesin hidup lagi, cukup untuk mengangkatnya melewati puncak pepohonan. Dari sebuah cabang, terlihat sesuatu melemparkan sulur ke atas, tetapi tak mengenai sasaran.
Mesin mati lagi. Mereka tak punya waktu lagi untuk berbuat apa pun, kecuali bersandar untuk mempertahankan diri.
Pesawat mencebur di air yang hitam dengan kerasnya, mental tinggi ke udara, terbalik, lalu jatuh mencebur keras dan terbalik lagi. Pesawat itu meluncur di permukaan air seperti batu. Sebuah dari anak sayap menghunjam ke dalam air, dan pesawat mulai berputar-putar tak terkendalikan. Tom terlempar dari tempat duduknya, membentur tubuh Anita. Keduanya terguling membentur dinding yang berlapis lunak.
Pesawat yang rusak itu mulai tenggelam, tetapi hidungnya tertahan oleh timbunan tanah berlumpur. Beberapa saat kemudian pesawat itu sudah terbaring di dalam lumpur.
Para penumpang melepaskan diri. Ben lalu membuka pintu darurat. Baut-baut yang dapat meledak melemparkan pintu berkatup itu terlepas.
Dengan kalut Tom dan teman-temannya menarik para pengawal yang belum sadarkan diri ke luar dari pesawat. Mereka berjalan di air setinggi tumit, menuju ke sebidang tanah kecil yang agak tinggi.
Mereka merebahkan para awak pesawat ke rerumputan.
"Mari kita ambil kotak darurat," kata Tom. Ia kembali ke pesawat. Pesawat itu bergetar sejenak, lalu berguling tertelentang dan tenggelam lebih dalam. Ia terbaring dengan sebuah anak sayap mencuat ke atas, berlumuran lumpur dan, terpilin.
Mok N'Ghai mengeluarkan suara kecil melengking. Tom melihat ke sekeliling, mencari tahu apa yang terjadi. Dari dalam lumpur dan air payau muncul suatu makhluk besar yang aneh bentuknya!
Chapter 8 Uiiing, uiiing, uiiing! Suara itu ke luar dari kepala seekor hewan kecil yang berleher panjang. Tom berkedip-kedip. Suara itu bukan merupakan sesuatu yang ia dengar, melainkan yang dirasakan!
"Suara itu mengandung telepati!" seru Ben terengah-engah.
Tubuh hewan rawa itu sangat kokoh, kira-kira seperti Terran Brontosaurus dari zaman purba. Tetapi Tom merasa, bahwa itu bukan Brontosaurus yang pemakan tumbuhan, hewan itu adalah pemakan daging. Leher yang panjang melengkung tinggi, berkilauan karena lumpur dan air payau.
Uiiing, uiiing, uiiing! Kate One Star melangkah maju.
"Kembali!" perintah Tom. "Engkau tak bersenjata. Mungkin binatang itu juga tak akan naik ke darat."
Kate menurut dengan amat segan. Mereka, menarik para awak yang belum sadarkan diri ke tengah-tengah pulau kecil itu. Tetapi hewan itu naik, mengikuti mereka dari belakang. Kaki belakangnya berselaput renang yang tebal, dan ekornya yang panjang mencambuk ke kanan dan kiri, dengan dahsyat. Sebatang pohon kecil terpotong. dua, tanpa memperlambat jalannya.
"Akan kucoba mencegatnya!" Kate berkata, lalu lari sebelum Tom dapat mencegahnya.
Kate lari ke kanan, berbalik dengan cepat, tetapi kepala binatang itu bergoyang mengikuti. Tom melihat dua baris gigi yang runcing tajam.
Kemudian leher yang panjang itu berkelebat, kepalanya memagut seperti seekor ular ke arah manusia kecil itu.
Kate melompat mundur, hampir saja terserempet gigi-gigi hewan itu.
Uiiing, uiiing, uiiing! Pikiran tentang binatang besar yang mirip dinosaurus itu menusuk bagaikan ikan duyung perayu. Anita terengah-engah dan jatuh terjongkok. Mok N'Ghai berdiri terpaku di tanah, seluruh tubuh serangganya gemetar.
Uiiing, uiiing, uiiing! Dengan cara itulah binatang itu melumpuhkan mangsanya, pikir Tom. Kemudian, ia berkedip melihat Aristotle bergerak lambat ke depan. Kate masih saja berlompatan, lari maju mundur, tetapi tak punya ruang gerak yang cukup luas.
Robot itu tak terpengaruh oleh serangan telepati. Ia langsung maju mendatangi, yang rupanya tak terlihat oleh binatang itu.
Binatang itu memagut Kate, lalu memukul dengan sisi lehernya. Kate jatuh, kepalanya membentur sesuatu yang keras lalu tergeletak diam.
Binatang itu mengangkat kepalanya dan mendesis. Ia bersiap-siap untuk memberikan pukulan kematian!
Uiiing, uiiing, uiiing! Aristotle memukulnya. Binatang itu berputar kesakitan, kepalanya berayun mencari-cari. Tetapi ia seperti tak menyadari hubungan antara rasa sakit dengan robot itu!
Aristotle memukul lagi dua kali dengan tangannya yang bagaikan palu, mengenai pinggang binatang itu. Tumpukan daging yang basah berlumpur itu tersentak.
Uiiing, uiiing, uiiing! Sambil mengerang ia menjatuhkan diri ke air, menggoyang-goyangkan kepalanya, lalu menyelam. Dalam sesaat, mereka hanya melihat permukaan air beriak, dan binatang itu berenang menjauh.
Ben duduk di rumputan menghela napas. Tetapi ia segera melompat bangun. Ia memandangi sesuatu. "He, ada apa di sana!" serunya.
"Tom!" Mok N'Ghai berkata tiba-tiba. Ketakutannya telah hilang, tetapi tangannya masih gemetar sementara menunjuk ke arah barat. Dua titik hitam datang menghampiri. Dalam beberapa detik mereka mengenali dua buah helikopter. Yang satu melayang tinggi, dengan senjata-senjata terarah kepada mereka. Yang satu lagi melayang turun untuk menjemput mereka.
Tom memandangi sekelilingnya, ke rawa-rawa yang membentang ke segala jurusan. "Mari," katanya lemas, lalu mendahului berjalan ke helikopter.
Ia berhenti, untuk mempersilakan Aristotle naik lebih dulu.
"Sungguh berani engkau tadi," katanya. "Terimakasih."
"Ah, tidak Tom. Ketika aku tahu bahwa binatang itu mempengaruhi kalian, aku lalu mencari spektrum elektromagnetisnya, memisahkan gelombang-gelombang telepatisnya, dan reseptor-reseptorku menutupnya. Itulah cara binatang itu dapat mengetahui sesuatu. Sejauh yang kuketahui, binatang itu adalah buta. Jadi keberanianlah yang kutunjukkan tadi."
"Bagaimana pun, terimakasih," kata Tom. "Nah, naiklah!"
Hari sudah gelap ketika mereka tiba di perkemahan. Lampu-lampu darurat dipasang dengan tergesa-gesa, untuk menerangi tempat kecelakaan.
Udara pengap karena kabut, dan bau tumbuh-tumbuhan yang membusuk serta tanah yang panas lembab. Cahaya yang menerangi udara yang lembab itu nampak redup dan mengerikan. Tom melihat kedua pesawat tempur tergeletak di genangan air berlumpur. Di atasnya bergantungan dahan-dahan yang malang melintang dari pohon-pohon yang berbenjol-benjol. Beberapa di antaranya patah di tengah-tengah, menjadi kurban dari percobaan-percobaan yang terdahulu untuk menyelamatkan kedua pesawat.
Di segala penjuru, rawa-rawa itu hiruk-pikuk karena makhluk-makhluk hidup. Tom dapat mendengar suara-suara mencicit, siulan-siulan, riuh, desah air dan suara menggaruk-garuk dari kerimbunan pohon-pohon di sekelilingnya. Tanah yang becek penuh dengan jejak-jejak makhluk bukan manusia. Salah satu jejak mengatasi yang lain-lain. Ben Walking Eagle berjongkok, menelusuri jejak itu dengan telunjuknya.
"Ini jejak dari binatang pemakan daging yang besar, berat, berkaki dua kukira," katanya. "Lihatlah lekukan yang besar di tengah, empat lebih kecil, lebih dangkal di sekelilingnya." Ahli teknik komputer muda bangsa Indian itu menunjuk dengan jari-jarinya.
"Binatang pemakan tumbuhan biasanya tak mempunyai cakar yang sebesar dan setajam binatang buas. Aku tak ingin bertemu muka dengan binatang ini!" Dengan ujung jari-jarinya ia mengukur lekukan yang besar. Ujung jari itu hampir tak menyentuh pinggir-pinggirnya.
"Dapat kukatakan, binatang ini tingginya tentu sama dengan manusia," katanya memastikan.
"Daya observasimu sungguh mengagumkan!" kata Mok N'Ghai.
"Lihat ini," seru Anita, berjongkok di samping Ben. Ia menggali ke dalam lumpur dan mengeluarkan sebuah benda mirip pecahan tembikar. Ia memberikannya kepada Tom lalu mencari-cari lagi ke dalam lumpur. Tak lama kemudian ia menemukan lagi, tetapi lebih kecil.
Tom melirik ke pesawat, ingin tahu apakah penemuan mereka diketahui oleh orang-orang Luna. Tetapi para awak masih saja sibuk mengeluarkan perkakas-perkakas dari tempat barang. Ia mengawasi benda itu dengan teliti. Di bagian luar permukaannya hitam, dan tebalnya kira-kira tiga milimeter. Bagian dalamnya lebih halus, berwarna krem.
"Bagaimana analisamu?" tanya Tom, sambil memberikan pecahan itu kepada si robot. Robot itu tak menjawab sekaligus. Tetapi ia meneliti pecahan tembikar itu dengan sensor-sensornya.
"Tanah di sekitar sini penuh dengan pecahan-pecahan semacam ini," kata Anita. Ia memegangi beberapa keping lagi.
"Bukankah pecahan-pecahan tembikar ini menunjukkan adanya peradaban di planet ini?" tanya Kate.
"Aku tak ingat ada seseorang menyatakan yang demikian di dalam catatan-catatan kami," kata Mok N'Ghai. "Padahal para penyelidik kami terkenal sangat teliti."
"Ini bukan pecahan tembikar," kata Aristotle. "Ini adalah zat organik. Aku percaya, bahwa pecahan ini adalah pecahan kulit telur."
Mok N'Ghai terbelalak. Tetapi sebelum ia dapat mengatakan sesuatu, seorang pengawas giliran kerja berteriak memanggil mereka.
"Ayo kerja!," katanya kepada Tom dan teman-temannya dengan lesu.
Ia memakai seragam putih, mirip yang dipakai oleh Tom dan teman-temannya: jumpsuit yang berat, sepatu tinggi, sarung tangan dan topi berkelep yang dilapisi bahan fiber sebagai isolasi. Tetapi seragam orang itu sudah tidak putih lagi. Kotor penuh bercak-bercak lumpur coklat. Rupanya orang itu sudah kehabisan tenaga.
"Tuan Luna ada perintah-perintah untuk kalian," katanya lambat-lambat, seolah-olah setiap kata dipaksa ke luar dari mulutnya.
Tom mengawali setiap penjuru rawa-rawa. Tubuhnya bergetar karena senang. Kehidupan apa saja yang ada di Belle Genevieve ini"
Jejak-jejak di lumpur dan kulit telur hanya merupakan petunjuk permulaan dalam misteri itu. Rasa ingin tahunya mendorong untuk menyelidiki planet liar ini. Tetapi hal itu tak mungkin, sekarang. Ia sangsi, apakah dalam waktu dekat ini akan melihat makhluk-makhluk aneh itu. Mungkin, manusia dan peralatan-peralatan itu telah menakut-nakuti mereka hingga bersembunyi. Dengan segan-segan Tom melangkah mendekati pengawas itu, memberi isyarat kepada teman-temannya untuk mengikutinya.
"Rupa-rupanya ada dua joki udara yang mencoba mendarat di tanah yang lunak, tetapi terlalu cepat sehingga meleset dari sasaran," kata Tom kepada pengawas. Mereka telah datang mendekati. Pemuda itu menunjuk kepada bekas yang dalam, bekas pesawat itu mendarat di lumpur sebelum terperosok dalam kubangan. "Kuharap tak seorang pun yang cedera. Pendaratan yang sangat buruk!"
Pengawas itu mengomel. "Untung, pilot-pilotnya selamat dengan beberapa luka ringan. Pesawat-pesawat itu terlalu berat muatannya. Pilot-pilot itu belum berpengalaman untuk mengimbangi kelebihan muatan dengan tanah yang lunak. Mereka adalah pilot-pilot pesawat tempur".masih muda-muda!" Pengawas itu menyudahi kata-katanya dengan marah.
"Tidak semua orang merupakan pilot kawakan seperti engkau, Tom," sela Aristotle.
Tom menjadi merah wajahnya.
"Tak seorang pun dari kita mengharapkan pekerjaan semacam ini," pengawas itu menggerutu. Nama yang terpampang di saku bajunya berbunyi G. Gunn. Orangnya tegak kekar, kulitnya penuh bercak dan rambutnya pirang kemerahan. Tom menyaksikan, luka- luka pada tangannya menandakan bahwa orang itu tak biasa bekerja kasar.
Gunn merasa dipandangi Tom, lalu tertawa. "Aku adalah insinyur pembuat disain. Sebagian besar waktu kugunakan di depan meja gambar berkomputer," katanya. "Tetapi tugas memanggil, seperti kata mereka. Sebenarnya tak apa-apa kalau tidak seberat ini. Cazier dan para ilmiawan menjadi gempar. Mereka bosan mengembangkan sistem persenjataan bagi benteng angkasa itu. Aku tak dapat menyalahkannya! Tak seorang pun dari kami yang suka bekerja pada mesin perang!"
Tom menyingkir dengan cepat, ketika sebuah kendaraan yang disulap menjadi alat pengangkut merayap lewat. Roda-rodanya terbenam ke dalam lumpur dan melemparkan gumpalan-gumpalan tanah. "Mengapa anda bekerja pada Luna?" bertanya.
"Penerbangan ke ruang angkasa! Itulah keinginan utama dari kebanyakan orang-orang ini." Gunn menatap langsung ke mata Tom, dan merasakan perasaan iri membayang di wajah lelaki itu.
"Orangtuaku memiliki tanah pertanian kecil di Midwest. Aku harus membiayai diriku sendiri untuk bersekolah. Sejak kecil aku memang ingin ke ruang angkasa. Tetapi kalau tak mengenal orang-orang yang tepat dan tak memiliki pendidikan yang cocok, harus menunggu kesempatan yang datang. Dan inilah kesempatanku!" katanya.
"Anda salah tentang hal itu," kata Tom. "Bekerja pada Luna bukanlah suatu kesempatan yang baik!" Tom mendengar suara batuk-batu yang kering dan dalam. Ia menengok untuk melihat ke teman-temannya.
Mok N'Ghai tertinggal di belakang dan berusaha menahan batuknya. Tom menjadi khawatir akan kesehatan temannya itu. Di benteng tak ada pakaian pelindung yang cukup bagi si jangkung makhluk serangga itu, karena itu dibuatnya pakaian pelindung darurat dari bahan-bahan berisi fiber. Tetapi itu belum memadai. Makhluk Skree itu terserang masuk angin!
Gunn berpaling mengikuti pandangan Tom. "Kami mendengar desas-desus mengenai dia," ia berbisik. "Sulit dimengerti, makhluk seperti dia dapat sedemikian cerdas!"
Tom mengangkat bahu tanpa menjawab. Tidak sulit untuk melihat manusia setengah serangga itu dengan kacamata mereka.
Mereka sendiri pun harus mengalahkan tanggapan naluri mereka sendiri terhadap Mok N'Ghai. Tetapi semuanya kini telah berubah, dan manusia harus menyesuaikan diri terhadap makhluk-makhluk asing.
Sepatu-sepatu mereka membuat suara mendesah di lumpur, ketika Tom dan teman-temannya mengikuti Gunn ke perkemahan.
Perkemahan itu kasar pembangunannya, tetapi merupakan batu loncatan di permukaan planet itu. Tanue sedang turun mendekati cakrawala, dan terbenamnya matahari yang menyebabkan warna-warna menyala merah, kuning dan lembayung mengingatkan Tom pada Bumi. Apakah ia dapat melihatnya kembali"
Chapter 9 "Engkau mungkin bertanya-tanya, mengapa aku memanggil kalian kemari," kata Luna, melangkah menemui Tom dengan gagahnya.
"Sudah tentu," jawab Tom seenaknya.
Industriawan yang ramping berotot itu disertai dua pengawal. Mereka nampaknya bukan bagian dari awak di darat, karena bersih-bersih. Tom sangsi, apakah Luna pernah pergi ke mana-mana tanpa pengawalan.
Gunn minta diri, kemudian melirik sebentar kepada Tom serta teman-temannya dan pergi menemui kelompoknya untuk bekerja kembali.
"Di dalam air busuk itu ada dua pesawatku," kata Luna.
"Biasanya aku mencoret kecelakaan semacam ini dari bukuku, dan membiarkan rongsokan itu tenggelam dalam rawa-rawa. Seperti yang sekarang ini, keduanya terus terbenam semakin dalam. Celakanya, kedua pesawat tempur itu memuat beberapa alat-alat seismograf yang penting, yang sangat kubutuhkan untuk memulai menyelidiki planet ini. Sebegitu jauh, penyelamatan tanpa bantuan jeniusmu tetap gagal."
Tom dapat melihat itu. Pohon-pohon yang patah-patah, lumpur yang terinjak-injak dan kata-kata para awak yang kepayahan, jelas sekali menunjukkan adanya usaha yang terdahulu.
"Semua ini tentu menghilangkan keseimbangan anda, Luna," kata Kate One Star.
Tom melihat mata Luna menyala sebentar karena marah, tetapi segera ditekan. Penguasaan diri memang merupakan kunci rahasia kesuksesan dari Luna.
"Reruntuhan itu tenggelam dengan kecepatan dua senti setiap jam," kata Aristotle. "Apakah peralatan itu akan rusak jika tempat bagasi kemasukan air?"
"Semakin cepat kalian dapat memecahkan masalah ini, semakin cepat kita dapat menyelamatkan semuanya. Hal ini akan membuat keadaan di benteng lebih nyaman," jawab Luna.
Tom berpikir sejenak. "Yang dibutuhkan adalah daya tarik yang lebih besar daripada katrol. Kulihat anda telah menggunakan blok dan katrol. Tetapi pohon-pohon itu tidak cukup kuat menahan." Suaranya menghilang, sementara ia mencari-cari akal.
"Nah!" serunya tiba-tiba. Ia menunjuk ke kendaraan yang berdiri di dekat mereka. "Anda mempunyai kendaraan dengan tiga persneling. Kita dapat menggunakan roda-roda gigi persneling itu untuk menambah daya tarik."
"Itu peralatan yang terlalu mahal!" kata Luna menolak. "Gunakanlah yang lain!"
"Kukira, anda memanggil kami kemari untuk memperoleh akal kami," kata Tom dengan tenang. "Itulah akalku yang terbaik."
Industriawan itu menggerutu. "Gunakanlah apa yang kaukehendaki," ia menyerah. "Asal kaukeluarkan pesawat-pesawatku itu dari lumpur!" Dengan kata-kata itu ia melangkah pergi.
Beberapa jam kemudian, Tom menyeka tangan yang penuh minyak ke pakaiannya. Ia mendongak ke atas, melihat ke para awak yang ditugaskan oleh Luna untuk membantu dia. Mereka nampak terkulai kepayahan. Beberapa di antaranya telah bekerja terus-menerus selama delapanbelas jam.
Golok Sakti 7 Dewa Arak 87 Setan Bongkok Penggembala Mayat 2
^