Pencarian

Vampire Academy 3

Vampire Academy Karya Richelle Mead Bagian 3


Terutama aku" Apa maksudmu"
Kau boleh bertingkah seakan tak berdosa sesuka hatimu dan kau melakukannya dengan hebat tapi aku tahu yang sebenarnya.
Yang sebenarnya apa" Lissa tidak bisa menyembunyikan kegelisahannya baik dari diriku maupun Christian.
Christian membungkuk lebih dekat lagi. Bahwa sebenarnya kau menggunakan kompulsi. Setiap saat.
Tidak, aku tidak menggunakannya, Lissa buru-buru berkata.
Tentu saja kau menggunakannya. Aku sering terjaga di tengah malam, berusaha untuk memikirkan bagaimana mungkin kalian berdua sanggup menyewa tempat tinggal dan bersekolah tanpa ada yang meminta untuk bertemu dengan orangtua kalian. Lalu terpikir olehku. Kau pasti menggunakan kompulsi. Bahkan mungkin kalian pun kabur dari sini dengan cara itu.
Aku mengerti. Hal itu baru saja terpikir olehmu. Tanpa ada bukti apa pun.
Aku punya semua bukti yang kubutuhkan, hanya dengan mengawasimu.
Kau mengawasi aku memata-matai aku untuk membuktikan aku menggunakan kompulsi"
Christian mengedikkan bahu. Tidak. Sebenarnya, aku mengawasimu hanya karena aku suka melakukannya. Masalah kompulsi itu hanyalah bonus. Kemarin lusa aku melihatmu menggunakannya untuk mendapatkan tambahan waktu dalam tugas matematika. Dan kau menggunakannya pada Ms. Carmack saat dia memintamu untuk melakukan beberapa tes lagi.
Jadi kau menyimpulkan bahwa itu adalah kompulsi" Mungkin saja aku memang hebat meyakinkan orang-orang. Terdengar nada menantang dalam suara Lissa, mengingat amarah dan rasa takutnya. Hanya saja Lissa mengucapkannya sambil mengayunkan rambut yang jika aku tidak mengetahui yang sesungguhnya mungkin akan terlihat sebagai sebuah upaya menggoda. Dan aku memang mengetahui yang sesungguhnya & ya kan" Tiba-tiba saja aku tidak merasa seyakin itu.
Christian terus mengoceh, tapi ada sesuatu pada kedua matanya yang seakan memberitahuku bahwa dia memperhatikan rambut Lissa, bahwa dia selalu memperhatikan semua hal pada diri Lissa.
Orang-orang terlihat konyol saat kau sedang bicara pada mereka. Dan bukan hanya sembarang orang kau mampu melakukannya pada Moroi. Bahkan mungkin pada dhampir juga. Nah, itu baru gila. Aku bahkan tidak tahu kalau hal itu bisa dilakukan. Kau bisa dibilang seorang superstar. Seorang superstar jahat pengguna kompulsi. Ucapan Christian itu merupakan tuduhan, tapi nada bicara dan keberadaannya memancarkan godaan yang sama seperti yang dilakukan Lissa tadi.
Lissa tidak tahu harus berkata apa. Christian benar. Semua yang dikatakannya memang benar. Kompulsi yang dilakukan Lissa-lah yang sudah membantu kami menghindari pihak berwajib dan berhasil bertahan di dunia luar tanpa bant
uan orang dewasa. Kemampuan itulah yang sudah memungkinkan kami untuk meyakinkan pihak bank agar mengizinkan kami mengambil warisan Lissa.
Dan hal tersebut dianggap sama buruknya dengan menggunakan sihir sebagai senjata. Bagaimana tidak" Itu memang sebuah senjata. Sebuah senjata yang sangat kuat, senjata yang bisa dimanfaatkan dengan sangat mudah. Anak-anak Moroi sudah diajari sejak masih kecil bahwa menggunakan kompulsi adalah sesuatu yang sangat salah. Tidak ada seorang pun yang diajari untuk menggunakannya, tapi setiap Moroi secara teknis memiliki kemampuan tersebut. Lissa bisa dikatakan tersandung ke dalamnya dengan cukup dalam dan, seperti yang dikatakan Christian, dia bisa menggunakannya pada Moroi, begitu pula pada manusia dan dhampir.
Kalau begitu, apa yang akan kaulakukan" tanya Lissa. Apa kau akan mengadukan aku"
Christian menggelengkan kepala dan tersenyum. Tidak. Menurutku itu seksi.
Lissa menatapnya, kedua bola matanya melebar dan jantungnya berdebar. Aku sesuatu pada bentuk bibir Christian yang membuat Lissa tertarik. Menurut Rose, kau berbahaya, Lissa mencerocos dengan gugup. Dia pikir bisa saja kau yang membunuh rubahnya.
Aku tidak tahu apa yang kurasakan saat mengetahui diriku terseret dalam pembicaraan aneh ini. Beberapa orang merasa takut padaku. Mungkin saja Christian juga merasakan hal yang sama.
Jika menilai dari rasa geli yang terdengar saat Christian bicara, sepertinya dia tidak takut. Orang-orang berpikir kalau aku adalah orang yang labil, tapi kuberitahu ya, Rose sepuluh kali lipat lebih labil dariku. Tentu saja, hal itu membuat orang-orang lebih sulit untuk macam-macam dengan-mu, jadi aku tidak keberatan dengan hal itu. Christian berdiri tegak lagi dan akhirnya menyudahi kedekatan yang terasa intim di antara mereka. Dan sudah pasti aku tidak melakukan-nya. Tapi, jika aku menemukan siapa yang melakukannya & maka apa yang kulakukan pada Ralf tidak ada apa-apanya.
Tawaran gagah berani untuk melakukan balas dendam yang diucapkan Christian barusan tidak bisa dibilang berhasil meyakinkan Lissa & tapi hal itu membuatnya cukup senang. Aku tak mau kau melakukan hal seperti itu. Dan aku masih tidak tahu siapa yang melakukannya.
Christian membungkuk ke arah Lissa lagi dan meraih kedua pergelangan tangannya. Dia mulai mengatakan sesuatu, lalu berhenti, dan menunduk dengan kaget. Christian mengusap jempolnya pada bekas luka samar. Christian mendongak lagi pada Lissa, dan pada wajahnya terlihat sebuah ekspresi aneh untuk ukuran dirinya yang menyiratkan kelembutan.
Kau mungkin tidak tahu siapa yang melakukannya. Tapi kau tahu sesuatu. Sesuatu yang tidak kaukatakan.
Lissa menatap Christian, ada pusaran emosi yang bermain-main di dalam dadanya. Kau tak bisa mengetahui semua rahasiaku, gumam Lissa.
Christian menunduk untuk melihat pergelangan tangan Lissa lagi, lalu dia melepaskannya, senyuman hambar kembali menghiasi wajahnya. Tidak. Sepertinya tidak bisa.
Perasaan tenang menyelimuti Lissa, sebuah perasaan yang kupikir hanya aku yang bisa memberikannya. Aku kembali ke dalam kepala dan kamarku sendiri, duduk di lantai sambil memandangi buku matematika. Kemudian, karena alasan-alasan yang tidak kupahami, aku menutup buku dan melemparkannya ke dinding.
Aku menghabiskan sisa malam itu dengan merenung, hingga akhirnya tiba saatnya untuk menemui Jesse. Aku menyelinap ke lantai bawah, dan pergi ke dapur tempat yang bisa kudatangi asal tidak berlama-lama dan menangkap tatapan mata Jesse saat aku memotong jalan menuju aula berkunjung.
Aku berjalan melewatinya, berhenti sejenak, dan berbisik. Ada sebuah ruang duduk di lantai empat yang tidak pernah dipakai siapa pun. Naik lewat tangga di seberang kamar mandi dan temui aku di sana lima menit lagi. Kunci di pintunya sudah rusak.
Jesse langsung menyanggupinya saat itu juga, dan kami menemukan ruang duduk yang gelap, berdebu, dan kosong tersebut. Turunnya jumlah pengawal akhir-akhir ini mengakibatkan banyak kamar asrama yang kosong sebuah pertanda yang menyedihkan bagi kaum Moroi, tapi sangat menguntungkan bagiku sekarang.
Jesse duduk di sofa, dan aku
bersandar di sana, meletakkan kedua kaki di atas pangkuannya. Aku masih merasa kesal setelah melihat romansa aneh di loteng tadi, dan sangat ingin melupakannya sejenak.
Apa kau benar-benar ke sini untuk belajar, atau itu cuma alasan" tanyaku.
Tidak. Itu sungguhan. Aku harus mengerjakan sebuah tugas bersama Meredith. Nada suara Jesse menunjukkan bahwa dia tidak senang melakukannya.
Oooh, aku menggodanya. Apakah bekerja sama dengan seorang dhampir tidak memenuhi standar darah bangsawanmu" Apa aku harus merasa tersinggung"
Jesse tersenyum, memperlihatkan deretan gigi putih sempurna, dan juga taring. Kau jauh lebih seksi daripada dia.
Senang sekali aku bisa lolos seleksi. Ada semacam hawa panas dalam kedua mata Jesse yang membuatku bergairah, begitu pula saat tangannya meluncur naik di atas kakiku. Tapi aku harus melakukan sesuatu dulu. Sekarang saatnya untuk melakukan balas dendam. Mia pasti sudah lolos seleksi juga, karena kalian mengizinkannya bergabung dengan kelompok kalian. Dia kan bukan bangsawan.
Jari Jesse menusuk betisku dengan main-main. Dia berkencan dengan Aaron. Dan aku punya banyak teman yang bukan bangsawan. Dan banyak teman dhampir. Aku bukan bajingan sejati.
Yeah, tapi apakah kau tahu kalau orangtua Mia bisa dibilang budak keluarga Drozdov"
Tangan yang sedang bermain-main di atas kakiku berhenti. Aku sudah melebih-lebihkan, tapi Jesse sangat menyukai gosip dan dia sangat piawai dalam menyebarkannya.
Apa kau serius" Yeah. Menggosok lantai dan hal-hal semacamnya.
Hah. Aku bisa melihat roda yang seakan-akan sedang berputar di dalam kedua mata biru gelapnya, dan terpaksa menyembunyikan sebuah senyuman. Benihnya sudah ditanam.
Aku duduk tegak, bergeser lebih dekat pada cowok itu dan melingkarkan sebelah kaki pada pangkuannya. Aku memeluk tubuh Jesse, dan tanpa ditunda lagi, semua pikiran mengenai Mia langsung menguap pergi dari benak Jesse saat hormon testosteron mengambil alih. Jesse menciumku dengan sangat bergairah bahkan, bisa dibilang berlepotan lalu dia mendorong tubuhku ke punggung sofa, dan aku merasa santai berkat aktivitas fisik pertama yang bisa kunikmati selama berminggu-minggu ini.
Kami berciuman seperti itu untuk waktu yang cukup lama, dan aku tidak menghentikan Jesse saat dia membuka kausku.
Aku tidak akan bercinta denganmu, aku memperingatkannya di tengah-tengah ciuman kami. Aku tidak berniat kehilangan keperawananku di atas sofa sebuah ruang duduk.
Jesse berhenti sejenak, memikirkan semua ini, dan akhirnya memutuskan untuk membiarkannya mengalir begitu saja. Oke.
Namun, Jesse mendorongku ke atas sofa, berbaring di atas tubuhku, masih menciumku dengan keganasan yang sama. Bibirnya menjelajahi turun ke leherku, dan saat ujung taringnya yang tajam menggesek kulit, aku tak bisa menahan helaan napas senang.
Jesse mendongak, menatap wajahku dengan keterkejutan yang jelas terlihat. Selama sesaat, aku nyaris tak bisa bernapas, karena mengingat semburan rasa nikmat yang dihasilkan oleh gigitan vampir, dan berandai-andai mengenai rasanya jika aku melakukannya sambil bercumbu. Kemudian, aku teringat pada anggapan kuno yang menganggap semua ini sebagai tabu. Bahkan jika kami tidak bercinta pun, memberikan darah saat sedang melakukan ini adalah hal yang salah, semua ini tetap hal yang kotor.
Jangan, aku memperingatkan Jesse.
Kau menginginkannya. Suaranya terdengar menyembunyikan rasa takjub sekaligus penasaran. Aku bisa merasakannya.
Tidak, aku tidak menginginkannya.
Kedua mata Jesse berbinar. Kau menginginkannya. Bagaimana hei, apakah kau pernah melakukannya sebelum ini"
Tidak, aku berkata dengan nada mengejek. Tentu saja tidak.
Kedua mata biru yang indah itu menatapku, dan aku bisa melihat seakan ada roda yang berputar di baliknya. Jesse mungkin sering main mata dan bermulut besar, tapi dia tidak bodoh.
Kau bertingkah seperti sudah melakukannya. Kau senang saat aku menjelajahi lehermu.
Kau adalah pencium ulung, aku berdalih, meskipun hal itu tidak sepenuhnya benar. Jesse meneteskan lebih banyak air liur daripada yang kuharapkan. Bukankah semua orang akan men
getahuinya jika aku pernah memberikan darahku"
Jesse langsung tersadar. Kecuali kalau kau tidak pernah melakukannya sebelum meninggalkan tempat ini. Kau melakukannya selama pergi dari sini, ya kan" Kau memberi makan Lissa.
Tentu saja tidak, ulangku.
Namun, Jesse mencurigai sesuatu dan dia menyadarinya. Hanya itu satu-satunya jalan. Kalian tidak memiliki donor. Oh, astaga.
Lissa menemukan beberapa donor, aku berbohong. Ini adalah kebohongan yang sama dengan yang kukatakan pada Natalie, kebohongan yang disebutkannya dan tak ada seorang pun kecuali Christian yang mempertanyakannya. Banyak sekali manusia yang bersedia melakukannya.
Tentu, Jesse berkata sambil tersenyum. Dia meletakkan kembali bibirnya di leherku.
Aku bukan pelacur darah, bentakku, seraya melepaskan diri darinya.
Tapi kau menginginkannya. Kau menyukainya. Semua gadis dhampir menyukainya. Gigi Jesse ada di atas kulitku lagi. Tajam. Menyenangkan.
Aku punya firasat bahwa perlawanan hanya akan membuat keadaan semakin parah, maka aku mencairkan suasana dengan menggodanya. Hentikan, aku berkata dengan lembut, seraya menelusuri bibirnya dengan jariku. Sudah kukatakan padamu, aku tidak seperti itu. Tapi kalau kau ingin melakukan sesuatu dengan mulutmu, aku bisa memberikan beberapa ide.
Ucapanku itu berhasil memancing minat Jesse. Yeah" Seperti ap
Dan pada saat itulah pintunya terbuka.
Kami langsung melompat memisahkan diri. Aku sudah siap untuk menghadapi sesama murid, atau bahkan ibu asrama. Namun, aku tidak siap menghadapi Dimitri.
Dimitri menghambur masuk melalui pintu seakan-akan dia sudah menduga akan menemukan kami. Dan pada momen yang mengerikan tersebut, saat melihat Dimitri yang menerjang bagai badai, aku tahu mengapa Mason memanggilnya dewa. Dalam satu kedipan mata, Dimitri melintasi ruangan dan menarik kaus Jesse, nyaris mengangkat Moroi itu dari atas tanah.
Siapa namamu" bentak Dimitri.
J-Jesse, Sir. Jesse Zeklos, Sir.
Mr. Zeklos, apa kau punya izin untuk berada di bagian asrama ini"
Tidak, Sir. Apa kau tahu aturan mengenai interaksi antara laki-laki dan perempuan di tempat ini"
Ya, Sir. Kalau begitu, sebaiknya kau keluar dari sini secepat mungkin sebelum aku mengadukanmu pada seseorang yang akan menghukummu dengan pantas. Kalau aku melihatmu seperti ini lagi Dimitri menunjuk ke arahku yang sedang bergelung, setengah telanjang, di atas sofa aku yang akan menghukummu. Dan hukumannya akan menyakitkan. Sangat menyakitkan. Apa kau mengerti"
Jesse menelan ludah, kedua matanya terbelalak. Tak ada sedikit pun sikap sok yang biasanya terlihat pada dirinya. Kurasa ada perbedaan antara biasanya dan saat kau dicengkeram oleh seorang laki-laki Rusia yang sangat kuat, sangat tinggi, dan sangat marah. Ya, Sir!
Kalau begitu, pergilah. Dimitri melepaskan Jesse dan, kalau memang mungkin, Jesse berlari keluar dari sana lebih cepat daripada saat Dimitri menghambur masuk tadi. Kemudian, mentorku itu berpaling padaku. Matanya berkilat-kilat berbahaya. Dimitri tidak mengatakan apa-apa, namun pesan penuh amarah dan ketidaksukaan tersampaikan dengan jelas dan lantang.
Kemudian, tatapannya berubah.
Seakan-akan Dimitri merasa terkejut, seakan-akan dia tidak menyadari keberadaanku sebelumnya. Seandainya laki-laki lain yang ada di sana, aku pasti akan menduga kalau dia sedang memandangi tubuhku. Kenyataannya, Dimitri jelas-jelas sedang mengamati aku. Mengamati wajahku, tubuhku. Dan tiba-tiba aku tersadar bahwa aku hanya mengenakan celana jins dan bra tepatnya sebuah bra berwarna hitam. Aku tahu dengan pasti tidak banyak gadis di sekolah ini yang terlihat sehebat aku dalam balutan bra. Bahkan seorang laki-laki seperti Dimitri, orang yang sepertinya sangat serius dalam melakukan tugas, latihan, dan semacamnya, terpaksa harus mengakuinya.
Dan, akhirnya, aku sadar ada hawa panas yang menyebar pada seluruh tubuhku, dan ternyata tatapan mata Dimitri memiliki efek yang lebih dahsyat daripada ciuman Jesse tadi. Terkadang Dimitri orangnya pendiam dan menjaga jarak, tapi dia juga memiliki dedikasi dan keseriusan yang tidak pernah kulihat pada orang
lain. Aku penasaran bagaimana kekuasaan dan kekuatan seperti itu bisa diterjemahkan menjadi & well, seks. Aku penasaran bagaimana rasanya jika Dimitri menyentuhku dan sial!
Apa yang kupikirkan" Apa aku sudah tidak waras" Merasa malu, aku pun menutupi apa yang kurasakan dengan sedikit bertingkah.
Apa kau melihat sesuatu yang kausukai" aku bertanya.
Pakai bajumu. Mulut Dimitri terlihat mengencang, dan apa pun yang tadi dirasakannya sudah menghilang. Ketegasannya menyadarkan aku dan membuatku lupa akan reaksiku yang meresahkan tadi. Aku langsung memakai kaus lagi, merasa gelisah karena melihat sisi galak Dimitri.
Bagaimana kau bisa menemukan aku" Apa kau mengikuti aku untuk memastikan aku tidak kabur"
Diamlah, bentak Dimitri sambil menunduk hingga mata kami sejajar. Ada seorang penjaga kebersihan yang melihatmu dan melaporkannya. Apa kau tahu betapa bodohnya semua ini"
Aku tahu, aku tahu, masalah percobaan itu, kan"
Bukan hanya itu. Aku sedang membicarakan kebodohan karena terlihat dalam situasi seperti itu pada umumnya.
Aku selalu terlibat dalam situasi seperti itu setiap saat, Kamerad. Ini bukan masalah besar. Amarah menggantikan ketakutanku. Aku tidak suka diperlakukan seperti anak kecil.
Berhentilah memanggilku seperti itu. Kau bahkan tidak tahu apa yang sedang kaubicarakan.
Tentu saja aku tahu. Aku harus membuat laporan mengenai Rusia dan R.S.S.R tahun lalu.
U.S.S.R. dan itu merupakan masalah besar bagi seorang Moroi jika bisa bersama seorang dhampir. Mereka senang menyombongkan diri.
Jadi" Jadi" Dimitri terlihat muak. Jadi kau tak punya rasa hormat sedikit pun" Pikirkan mengenai Lissa. Kau membuat dirimu sendiri terlihat murahan. Kau membuktikan apa yang sudah diperkirakan oleh orang-orang mengenai gadis-gadis dhampir, dan hal itu akan berpengaruh pada Lissa. Dan padaku.
Oh, aku mengerti. Jadi semua ini mengenai hal itu" Apa aku sudah melukai harga dirimu sebagai laki-laki yang hebat dan tangguh" Apa kau takut aku akan menghancurkan reputasimu"
Reputasiku sudah terbentuk, Rose. Aku sudah menetapkan standar untuk diriku dan menjalaninya sejak lama. Apa yang kaulakukan dengan reputasimu masih harus diperhatikan lagi. Suara Dimitri terdengar tegas lagi. Sekarang kembalilah ke kamarmu kalau kau bisa melakukannya tanpa menyerahkan dirimu pada laki-laki lain.
Apa itu cara halusmu untuk mengataiku perempuan jalang"
Aku mendengar kisah-kisah yang diceritakan oleh kalian. Aku juga mendengar kisah mengenai dirimu.
Ouch. Aku ingin berteriak balik padanya dan mengatakan bahwa apa yang kulakukan dengan tubuhku bukanlah urusannya, tapi ada sesuatu dalam amarah dan kekecewaan yang tergambar pada wajah Dimitri yang mencegahku untuk melakukannya. Aku tidak tahu apa itu. Mengecewakan seseorang seperti Kirova sama sekali bukan masalah besar, tapi mengecewakan Dimitri" & Aku ingat betapa bangganya diriku saat dia memujiku beberapa kali selama sesi latihan kami. Melihat pujian itu menghilang dari diri Dimitri & well, tiba-tiba saja aku merasa murahan seperti yang tadi tersirat dalam ucapannya.
Ada sesuatu yang meledak di dalam diriku. Aku mengedipkan mata untuk mencegah air mata mengalir, dan berkata, Apa salahnya dengan & entahlah, bersenang-senang" Aku tujuh belas tahun, kau tahu kan" Seharusnya aku bisa menikmatinya.
Kau tujuh belas tahun, dan dalam waktu kurang dari satu tahun, hidup-mati seseorang akan berada dalam genggamanmu. Suara Dimitri masih terdengar tegas, tapi kali ini ada kelembutan dalam nada suaranya. Kalau kau seorang manusia atau Moroi, kau boleh saja bersenang-senang. Kau boleh melakukan semua hal yang dilakukan gadis lain.
Apa kau bermaksud berkata kalau aku tak bisa mendapatkannya.
Dimitri memalingkan wajah, dan kedua mata gelapnya terlihat menerawang. Dia sedang memikirkan sesuatu yang berada jauh dari tempat ini. Saat aku tujuh belas tahun, aku bertemu dengan Ivan Zeklos. Hubungan kami tidak seperti hubunganmu dan Lissa, tapi kami berteman, dan dia meminta agar aku menjadi pengawalnya saat aku lulus. Aku dulu murid teladan di sekolah. Aku memperhatikan semua pelajar
an di dalam kelas, tapi pada akhirnya, semua itu tidak cukup. Begitulah hidup ini berjalan. Satu kesalahan saja, satu gangguan saja & Dimitri menghela napas. Maka semuanya terlambat.
Tenggorokanku tercekat saat memikirkan sebuah kesalahan atau gangguan yang bisa mengakibatkan nyawa Lissa melayang.
Jesse adalah anggota keluarga Zeklos, aku berkata, tiba-tiba menyadari bahwa Dimitri baru saja mengusir seorang kerabat dari teman dan tanggung jawabnya dulu.
Aku tahu. Apa hal itu membuatmu emosi" Apa Jesse mengingatkanmu pada Ivan"
Apa yang kurasakan sama sekali tidak penting. Perasaan kita sama sekali tidak penting.
Tapi hal itu mengganggumu. Tiba-tiba saja semuanya menjadi jelas untukku. Aku bisa melihat rasa sakit yang dirasakan Dimitri, meskipun dia berusaha keras untuk menyembunyikannya. Kau menderita. Setiap hari. Ya kan" Kau merindukannya.
Dimitri terlihat kaget, seakan-akan dia tak mau aku mengetahui semua itu, seakan-akan aku sudah mengungkapkan beberapa rahasia yang sudah disimpannya. Selama ini aku berpikir kalau lelaki ini dingin dan menjaga jarak, seorang lelaki tangguh yang antisosial, tapi mungkin dia hanya menjaga jarak dari orang lain agar tidak menderita saat kehilangan orang-orang tersebut. Kematian Ivan sudah jelas meninggalkan bekas luka permanen pada diri Dimitri.
Aku penasaran apakah Dimitri merasa kesepian.
Ekspresi kaget itu menghilang, dan ekspresi serius yang biasa terlihat pada wajahnya sudah kembali. Apa yang kurasakan tidak penting. Mereka yang harus didahulukan. Melindungi mereka.
Aku memikirkan Lissa lagi. Yeah. Mereka memang harus didahulukan.
Suasana menjadi sunyi untuk waktu yang cukup lama hingga akhirnya Dimitri bicara lagi.
Kau bilang padaku kalau kau ingin bertarung, benar-benar bertarung. Apa kau masih menginginkannya"
Ya. Tentu saja. Rose & aku bisa mengajarimu, tapi aku harus yakin kalau kau memang berdedikasi. Benar-benar berdedikasi. Aku tak mau pikiranmu teralihkan oleh hal seperti ini. Dimitri mengayunkan tangan ke sekitar. Apa aku bisa memercayaimu"
Lagi-lagi, aku merasa ingin menangis akibat tatapan mata itu, akibat pertanyaan serius yang diajukan Dimitri. Aku tidak mengerti bagaimana Dimitri bisa memiliki pengaruh sekuat itu pada diriku. Aku tidak pernah peduli pada pendapat orang lain sebelumnya. Ya. Aku janji.
Baiklah. Aku akan mengajarimu, tapi kau harus kuat. Aku tahu kau tak suka lari, tapi lari sangat penting. Kau tidak bisa membayangkan Strigoi itu seperti apa. Sekolah ini berusaha mempersiapkanmu, tapi sampai kau melihat betapa kuat dan cepatnya mereka & well, kau takkan bisa membayangkannya. Jadi, aku tak dapat menghentikan latihan lari serta pelenturannya. Kalau kau mau belajar lebih banyak soal bertarung, kita harus menambah waktu latihan. Hal itu akan memakan lebih banyak waktumu. Kau takkan punya sisa waktu yang cukup banyak untuk mengerjakan pekerjaan rumah, atau hal lainnya. Kau akan kelelahan. Sangat kelelahan.
Aku memikirkan hal tersebut, memikirkan Dimitri, dan memikirkan Lissa. Tak masalah. Kalau kau menyuruhku, maka aku akan melakukannya.
Dimitri mengamatiku dengan serius, seakan-akan masih berusaha untuk memutuskan apakah dirinya bisa memercayaiku. Saat akhirnya merasa puas, Dimitri mengangguk tegas.
Kita akan mulai besok. BAB SEPULUH PERMISI, MR. NAGY" AKU tidak bisa konsentrasi karena Lissa dan Rose saling melempar pesan di sana.
Mia berusaha mengalihkan perhatian dari dirinya juga dari ketidakmampuannya menjawab pertanyaan Mr. Nagy dan hal itu merusak hari yang seharusnya terlihat menjanjikan ini. Beberapa kabar burung mengenai masalah rubah masih beredar, tapi sebagian besar hanya ingin menghubungkannya dengan Christian yang menyerang Ralf. Aku yakin kalau cowok itu cukup sinting melakukannya sebagai tanda ketertarikannya pada Lissa tapi apa pun motifnya, dia sudah berhasil mengalihkan perhatian dari Lissa, tepat seperti yang dikatakannya.
Mr. Nagy, yang terkenal akan kemampuannya untuk mempermalukan para murid dengan menyuruh mereka membaca pesannya keras-keras, melesat menghampiri kami bagaikan misil. Dia merebut
kertasnya, dan seisi kelas langsung bersemangat untuk mendengarkan keseluruhan isinya. Aku menelan erangan, sebisa mungkin untuk terlihat tanpa ekspresi dan tidak peduli. Di sampingku, Lissa terlihat seperti ingin mati saja.
Wah, wah, wah, Mr. Nagy berkata sambil menatap catatan yang ada di tangannya. Andai saja para murid mau menulis sebanyak ini untuk esai mereka. Salah satu dari kalian memiliki tulisan yang jauh lebih jelek daripada yang lainnya, jadi maafkan aku jika aku salah membaca sesuatu. Mr. Nagy berdeham. Jadi, aku bertemu J tadi malam, si penulis dengan tulisan jelek memulai cerita, yang dijawab dengan, Apa yang terjadi, dan diikuti tidak kurang dari lima tanda tanya. Bisa dimengerti, karena kadang-kadang satu tanda tanya apalagi empat tidak cukup mewakili, eh" Seisi kelas tertawa, dan aku melihat Mia melempar senyum kejam khusus untukku. Si pembicara pertama merespon: Menurutmu apa yang terjadi" Kami bercumbu di dalam salah satu ruang duduk kosong.
Mr. Nagy mendongak saat mendengar cekikikan di dalam kelas. Aksen Inggris-nya hanya menambah kelucuan semua ini.
Bolehkah kusimpulkan dari reaksi ini bahwa penggunaan kata bercumbu lebih cocok dengan, kita sebut saja, aplikasi yang lebih jasmaniah daripada arti yang lebih jinak yang kukenal saat remaja dulu"
Semakin banyak orang yang terkikik. Seraya menegakkan tubuh, aku berkata dengan nekad, Ya, Sir, Mr. Nagy. Itu memang benar, Sir. Beberapa orang di dalam kelas langsung meledak dalam tawa.
Terima kasih atas konfirmasinya, Miss Hathaway. Nah, sampai di mana aku tadi" Ah ya, pembicara yang lain lalu bertanya, Bagaimana rasanya" Responsnya adalah, Hebat, dipertegas oleh sebuah wajah tersenyum yang memperkuat kata sifat tadi. Well, kurasa pujian tepat untuk dialamatkan pada J yang misterius, hmmm" Jadi, sejauh apa kalian melakukannya" Uh, Nona-Nona, kata Mr. Nagy, Aku sungguh-sungguh berharap catatan ini tidak melebihi rating Bimbingan Orangtua. Tidak terlalu jauh. Kami tertangkap basah. Lagi-lagi, kita diberi petunjuk mengenai betapa seriusnya situasi saat itu, kali ini dengan penggunaan wajah tidak tersenyum. Apa yang terjadi" Dimitri muncul. Dia mengusir Jesse keluar dari ruangan dan mendampratku habis-habisan.
Akhirnya kelas tak terkendali ketika mendengar Mr. Nagy mengucapkan mendamprat serta menyebutkan nama-nama orang yang terlibat.
Oh, Mr. Zeklos, apakah kau yang di awal disebut J" Yang mendapatkan sebuah wajah tersenyum dari si penulis acak-acakan" Wajah Jesse berubah semerah buah bit, tapi dia tidak terlihat sepenuhnya kesal karena kehebatannya diungkapkan di hadapan teman-temannya. Tapi, dia tetap merahasiakan apa yang terjadi selanjutnya termasuk pembicaraan soal darah aku curiga karena Dimitri sudah membuatnya ketakutan setengah mati. Well, meskipun aku memuji sebuah bencana hebat sama seperti guru mana pun yang waktunya terbuang percuma, tolong ingatkan teman-teman kalian di masa mendatang kalau kelasku ini bukan sebuah chat room.
Mr. Nagy melemparkan kertasnya kembali ke meja Lissa. Miss Hathaway, sepertinya tidak ada cara tepat untuk menghukummu, karena kau sudah kehabisan penalti di tempat ini. Oleh karena itu, kau, Miss Dragomir, akan menjalani bukan hanya satu, melainkan dua hukuman atas nama temanmu. Tetaplah berada di dalam kelas saat bel berbunyi, tolong, ya.
Setelah kelas bubar, Jesse menghampiriku, wajahnya tampak gelisah.
Hei, em, mengenai kertas catatan tadi & kau tahu aku tidak terlibat dengan hal itu. Kalau Belikov mengetahui soal ini & apa kau akan memberitahunya" Maksudku, kau akan membiarkannya tahu kalau aku tidak
Yeah, yeah, selaku. Jangan takut, kau aman.
Lissa berdiri di sampingku dan memperhatikan Jesse keluar dari kelas. Memikirkan betapa mudahnya Dimitri mengusir Jesse dan sikap pengecut cowok itu aku tak bisa menahan diri untuk tidak berkomentar. Kau tahu, tiba-tiba saja Jesse tidak sekeren yang kupikir.
Lissa hanya tertawa. Sebaiknya kau cepat pergi. Aku harus mencuci banyak meja.
Aku meninggalkan Lissa, dan pergi menuju asramaku. Dalam perjalanan, aku melewati sejum
lah murid yang sedang berkumpul dalam kelompok-kelompok kecil di luar gedung. Aku menatap mereka dengan penuh harap, berharap memiliki waktu luang untuk bersosialisasi.
Tidak, itu memang benar, aku mendengar suatu suara yang terdengar percaya diri. Camille Conta. Cantik dan populer, berasal dari salah satu keluarga paling terpandang dalam klan Conta. Dia dan Lissa bisa dikatakan berteman sebelum kami pergi, dalam cara yang tidak nyaman saat dua pihak yang sangat kuat saling mengawasi satu sama lain. Mereka, bisa dibilang, membersihkan toilet atau semacamnya.
Ya Tuhan, temannya berkata. Aku lebih baik mati saja jika jadi Mia.
Aku tersenyum. Sepertinya Jesse sudah menyebarkan beberapa hal yang kuceritakan padanya semalam. Sayangnya, pembicaraan yang kudengar selanjutnya menghancurkan kemenanganku.
kudengar binatang itu masih hidup. Bisa dibilang berkedut-kedut di atas tempat tidurnya.
Itu sangat menjijikkan. Kenapa mereka meletakkannya begitu saja di sana"
Entahlah. Kenapa mereka sampai membunuhnya"
Apa menurutmu Ralf benar" Bahwa dia dan Rose melakukannya agar dikeluarkan
Mereka melihatku dan langsung terdiam.
Dengan marah, aku menyelinap melintasi alun-alun. Masih hidup, masih hidup.
Aku tidak membiarkan Lissa membicarakan kemiripan antara rubah dan kejadian dua tahun lalu. Aku tidak mau memercayai bahwa keduanya mungkin berhubungan, dan sudah jelas aku juga tidak mau Lissa memercayainya.
Namun, aku tidak sanggup berhenti memikirkan kejadian itu, bukan hanya karena mengerikan, tapi karena memang mengingatkanku pada apa yang terjadi di kamar Lissa kemarin.
Suatu malam, kami sedang ada di hutan yang terletak di dekat kampus, kami membolos kelas terakhir. Aku menukar sepasang sandal cantik bertabur rhinestone dengan sebotol peach schnapps pada Abby Badica emang menyedihkan, tapi di Montana kau terpaksa melakukan apa yang memang harus kaulakukan yang entah bagaimana dimilikinya. Lissa menggelengkan kepala sebagai tanda tidak setuju saat aku menyarankan agar kami membolos untuk mengakhiri penderitaan botol minuman tersebut dengan menandaskan isinya, tapi akhirnya dia ikut juga. Seperti biasanya.
Kami menemukan sebatang kayu tua di dekat rawa hijau yang permukaannya berbuih. Bulan separuh menyinari kami dengan seberkas kecil cahaya keperakan, tapi cahaya itu sudah cukup bagi para vampir dan setengah vampir untuk melihat. Kami bergantian minum dari botol, dan aku menanyai Lissa soal Aaron. Lissa mengaku bahwa mereka sudah bercinta akhir pekan sebelumnya, dan aku merasakan dorongan rasa iri karena Lissa menjadi orang pertama yang berhubungan seks di antara kami berdua.
Jadi, seperti apa rasanya"
Lissa mengedikkan bahu dan minum lagi. Entahlah. Biasa-biasa saja.
Apa maksudmu biasa-biasa saja" Apakah bumi tidak berguncang, atau planet-planet tiba-tiba berada dalam posisi sejajar, atau semacamnya"
Tidak, kata Lissa sambil menahan tawa. Tentu saja tidak.
Aku tidak mengerti mengapa dia menganggap hal itu lucu, tapi aku bisa lihat bahwa Lissa tidak ingin membicarakannya. Saat itu ikatan batin di antara kami mulai terbentuk, dan emosi yang dirasakan Lissa mulai menyelusup ke dalam diriku sesekali. Aku mengangkat botol dan memandangnya.
Kurasa minuman ini tidak ada efeknya.
Itu karena nyaris tidak ada alkohol dalam
Terdengar suara sesuatu yang bergerak di dalam semak-semak yang ada di dekat kami. Aku langsung berdiri, memosisikan tubuhku di antara Lissa dan semak-semak tempat suara ribut itu berasal.
Itu cuma seekor binatang, Lissa berkata setelah satu menit berlalu dalam kesunyian.
Bukan berarti binatang itu tidak berbahaya. Penangkal-penangkal sihir sekolah memang menghalau Strigoi, tapi sering kali ada binatang liar yang berkeliaran di pinggiran kampus, memberikan ancaman tersendiri. Beruang. Puma.
Ayo, kataku. Kita kembali saja.
Kami belum terlalu jauh berjalan saat aku mendengar sesuatu yang bergerak lagi, dan ada seseorang yang melangkah keluar ke hadapan kami. Nona-nona. Ms. Karp.
Kami membeku, dan reaksi cepat yang tadi kutunjukkan saat berada di rawa menghilang karena aku sibuk menyembu
nyikan botol di belakang punggung.
Senyuman setengah hati melintas pada wajah perempuan itu, lalu dia mengulurkan tangannya. Dengan malu-malu aku menyerahkan botolnya, dan dia menyelipkannya di bawah lengan. Ms. Karp berbalik tanpa mengatakan sepatah kata pun, dan kami mengikutinya, sadar pasti ada konsekuensi yang harus kami hadapi.
Apa kalian pikir tidak ada yang akan menyadari saat setengah isi kelas menghilang" Ms. Karp bertanya setelah beberapa saat.
Setengah kelas" Beberapa di antara kalian sepertinya memilih hari ini untuk membolos. Pasti karena cuacanya sedang bagus. Demam musim semi.
Aku dan Lissa terus berjalan. Aku tidak pernah merasa nyaman berada di dekat Ms. Karp sejak dia menyembuhkan kedua tanganku. Paranoid dan perilaku Ms. Karp yang ganjil membuatku merasa aneh melihatnya jauh lebih aneh daripada sebelumnya. Bahkan bisa dibilang menakutkan. Dan akhir-akhir ini aku tidak bisa menatapnya tanpa melihat bekas luka yang ada pada keningnya. Biasanya rambut merah tuanya menutupi bekas luka itu, tapi tidak selalu. Terkadang ada bekas luka baru; kadang bekas luka yang lama menghilang tak berbekas.
Aku mendengar suara gemeresik di sebelah kananku. Kami semua berhenti.
Pasti salah seorang teman sekelasmu, gumam Ms. Karp, seraya berpaling ke arah suara tersebut.
Namun, saat tiba ke tempat itu, kami menemukan seekor burung besar berwarna hitam yang tergeletak di tanah. Burung-burung dan sebagian besar binatang tidak membuatku terkesan, tapi bahkan aku pun harus mengagumi bulu mulus burung yang ini serta paruhnya yang tajam. Paruh itu mungkin sanggup mematuk mata seseorang hingga copot hanya dalam waktu tiga puluh detik jika burung itu tidak terlihat sekarat seperti sekarang. Dengan guncangan terakhir yang setengah hati, akhirnya burung itu benar-benar diam tak bergerak.
Apa itu" Apa itu burung gagak" tanyaku.
Terlalu besar, kata Ms. Karp. Itu raven.
Apa burung itu mati" tanya Lissa.
Aku memicingkan mata agar bisa melihatnya dengan lebih jelas. Yeah. Jelas-jelas mati. Jangan menyentuhnya.
Mungkin diserang oleh burung lain, kata Ms. Karp.
Mereka kadang-kadang memperebutkan daerah kekuasaan dan apa yang ada di dalamnya.
Lissa berlutut, wajahnya terlihat penuh perhatian. Aku tidak terkejut, karena Lissa selalu menyukai binatang. Lissa menceramahiku selama berhari-hari setelah aku menyebabkan terjadinya pertarungan antara marmut dan kepiting hermit. Aku melihat pertarungan tersebut sebagai percobaan pada dua lawan yang seimbang. Lissa melihatnya sebagai kekejaman pada binatang.
Lissa terpana, lalu dia mengulurkan tangan ke arah si burung raven.
Liss! aku berseru ketakutan. Burung itu mungkin punya penyakit.
Namun tangan Lissa terus bergerak seakan-akan dia tidak mendengarku. Ms. Karp hanya berdiri di sana bagaikan sebuah patung, wajahnya sangat pucat hingga terlihat seperti hantu. Jemari Lissa mengusap sayap si burung raven.
Liss, ulangku, seraya mulai bergerak menghampiri Lissa, untuk menariknya mundur. Tiba-tiba, sebuah sensasi aneh membanjiri kepalaku, sebuah rasa manis yang indah dan dipenuhi kehidupan. Perasaan tersebut sangat kuat hingga membuatku berhenti melangkah.
Kemudian, raven itu bergerak.
Lissa memekik pelan dan menarik tangannya kembali. Kami berdua memandanginya dengan mata terbelalak.
Burung raven itu mengepakkan sayap, perlahan-lahan berusaha untuk pulih dan bangkit. Saat berhasil melakukannya, ia berbalik menghadap kami, menatap Lissa dengan tatapan yang kelihatannya terlalu pintar untuk seekor burung.
Kedua mata burung tersebut terpaku pada mata Lissa, dan aku tak bisa membaca reaksi gadis itu melalui ikatan batin kami. Akhirnya, si burung raven berhenti menatapnya dan terbang ke udara, sayap-sayap kuatnya membawanya pergi.
Satu-satunya suara yang tersisa adalah suara angin yang menyapu dedaunan.
Ya Tuhan, seru Lissa di sela-sela napasnya. Apa yang barusan terjadi"
Aku juga tak tahu, kataku, berusaha menyembunyikan rasa takut.
Ms. Karp melangkah maju dan merenggut lengan Lissa. Dia memutar tubuh Lissa dengan keras hingga menghadapnya. Aku langsung menghampirinya secep
at kilat, siap untuk melakukan sesuatu jika Karp Sinting berusaha melukainya, meskipun aku agak ragu untuk menyerang seorang guru.
Tidak ada yang terjadi, Ms. Karp berkata dengan suara yang terdengar mendesak, kedua matanya terlihat liar. Apa kau mengerti" Tidak ada yang terjadi dan kau tak boleh mengatakannya pada siapa pun siapa pun mengenai apa yang kaulihat. Kalian berdua. Berjanjilah padaku. Berjanjilah padaku kalian tidak akan membicarakan masalah ini lagi.
Lissa dan aku bertukar pandang dengan gelisah. Oke, kata Lissa serak.
Cengkeraman Ms. Karp agak mengendur. Dan jangan melakukannya lagi. Kalau kau melakukannya lagi, mereka akan mengetahuinya. Mereka akan mencarimu. Ms. Karp berpaling padaku. Kau tak boleh membiarkannya melakukan itu lagi. Tidak boleh lagi.
Di alun-alun yang terletak di luar asramaku, seseorang memanggilku.
Hei, Rose" Aku sudah memanggilmu, mungkin untuk yang keseratus kali.
Aku melupakan masalah Ms. Karp dan si raven, lalu melirik ke arah Mason yang ternyata sudah mengiringi langkahku menuju asrama.
Maaf, gumamku. Aku tidak mendengarnya. Hanya & em, lelah.
Terlalu banyak bersenang-senang semalam"
Aku memicingkan mata menatapnya. Tidak sampai kewalahan.
Kurasa begitu, Mason tertawa, meskipun dia tidak sungguh-sungguh menganggapnya lucu. Sepertinya Jesse yang kewalahan.
Dia lumayan. Terserah apa katamu. Tapi menurutku, kau punya selera buruk.
Aku berhenti berjalan. Dan menurut-ku itu sama sekali bukan urusanmu.
Mason memalingkan wajah dengan marah. Kau menjadikannya urusan seisi kelas.
Hei, aku tidak melakukannya dengan sengaja.
Bagaimanapun, hal itu akan terjadi. Jesse bermulut besar.
Dia tak mungkin membicarakannya.
Yeah, kata Mason. Karena dia sangat imut dan memiliki keluarga yang sangat penting.
Berhentilah bersikap seperti idiot, bentakku. Dan kenapa kau peduli dengan semua ini" Apa kau cemburu karena aku tidak melakukannya bersamamu"
Wajah Mason memerah, terus menyebar hingga ke akar rambut merahnya. Aku hanya tidak suka mendengar orang-orang membicarakan hal jelek mengenai dirimu, hanya itu. Ada banyak lelucon kotor yang beredar. Mereka mengataimu murahan.
Aku tak peduli mereka memanggilku apa.
Oh, yeah. Kau memang tangguh. Kau tak butuh siapa pun.
Aku berhenti. Aku memang tidak butuh. Aku adalah salah satu novis terbaik di tempat terkutuk ini. Aku tak butuh kau yang bersikap sok ksatria dan bergegas membelaku. Jangan perlakukan aku seperti seorang gadis tak berdaya.
Aku berbalik dan terus berjalan, tapi Mason berhasil menyusul dengan mudah. Salah satu kerugian karena memiliki tinggi badan satu koma tujuh meter.
Dengar & aku tidak bermaksud membuatmu marah. Aku cuma mengkhawatirkanmu.
Aku tersenyum sinis. Aku serius. Tunggu & Mason berkata. Aku, uh, melakukan sesuatu untukmu. Bisa dibilang begitu. Semalam aku pergi ke perpustakaan dan berusaha mencari tahu soal St. Vladimir.
Aku berhenti. Kau melakukannya"
Yeah, tapi tidak banyak yang kutemukan soal Anna, lagi pula, isinya bisa dibilang sama. Hanya membicarakan bagaimana St. Vladimir menyembuhkan orang lain, membawa mereka kembali dari jurang kematian.
Informasi yang terakhir seakan menyengatku.
Apa & apa ada yang lain" aku tergagap.
Mason menggeleng. Tidak ada. Mungkin kau membutuhkan sumber primer, tapi kita tidak memilikinya di sini.
Sumber apa" Mason mendengus, senyuman merekah pada wajahnya. Apa kau melakukan sesuatu selain bertukar pesan" Kita baru saja membicarakannya di kelas Andrew kemarin lusa. Itu adalah buku-buku yang berasal dari periode waktu sesungguhnya yang ingin kaupelajari. Sedangkan sumber sekunder adalah buku-buku yang ditulis oleh orang-orang yang hidup pada masa sekarang. Kau akan mendapat informasi yang lebih baik jika bisa menemukan sesuatu yang ditulis langsung oleh laki-laki itu. Atau seseorang yang benar-benar mengenalnya.
Huh. Oke. Memangnya sekarang kau ini apa sih, semacam bocah genius"
Mason meninju lenganku dengan pelan. Aku memperhatikan pelajaran, cuma itu. Sementara kau tidak. Jadinya, kau melewatkan hal-hal seperti ini. Mason te
rtawa gugup. Dan, dengar & aku benar-benar minta maaf atas apa yang kukatakan tadi. Aku hanya
Cemburu, aku menyadari. Aku bisa melihat di dalam matanya. Bagaimana mungkin aku tidak menyadarinya sebelum ini" Mason tergila-gila padaku. Kurasa aku memang terlalu cuek.
Tak masalah, Mase. Lupakan saja. Aku tersenyum. Dan terima kasih sudah mencari tahu semua itu.
Mason balas tersenyum, dan aku pun masuk ke asrama, dengan perasaan sedih karena tidak merasakan hal yang sama padanya.
BAB SEBELAS APA KAU BUTUH PAKAIAN" tanya Lissa.
Hmmm" Aku melirik ke arah Lissa. Kami sedang menunggu kelas Seni Slavia yang diajarkan Mr. Nagy dimulai, dan aku sibuk mendengarkan Mia yang ngotot membantah tuduhan mengenai orangtuanya pada salah seorang temannya.
Mereka bukan pelayan atau semacamnya, seru Mia, jelas-jelas terlihat salah tingkah. Mia memasang tampang angkuh, dia mencoba bersikap sombong.
Orangtuaku bisa dibilang penasihat. Keluarga Drozdov tidak bisa memutuskan apa pun tanpa orangtuaku.
Aku tersedak oleh tawa saat mendengarnya, namun Lissa menggelengkan kepala.


Vampire Academy Karya Richelle Mead di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Kau terlalu menikmati semua ini.
Karena semua ini luar biasa. Tadi kau tanya apa" Aku merogoh ke dalam tas, mencari lip gloss dengan asal-asalan. Aku mengernyit saat menemukannya. Isinya hampir kosong; aku tidak tahu dari mana bisa mendapatkannya lagi.
Aku tadi bertanya apa kau butuh baju untuk dipakai malam ini, kata Lissa.
Yeah, tentu saja aku butuh. Tapi tak satu pun bajumu muat untukku.
Apa yang akan kaulakukan"
Aku mengedikkan bahu. Berimprovisasi, seperti biasanya. Lagi pula aku tidak terlalu peduli. Aku sudah cukup senang karena Kirova mengizinkanku pergi.
Nanti malam kami akan menghadiri sebuah pertemuan. Saat ini tanggal satu November, Hari para Santo yang artinya sekarang kami sudah berada di sekolah selama satu bulan.
Ada sekelompok bangsawan yang mengunjungi sekolah, termasuk Ratu Tatiana. Sejujurnya, bukan hal itu yang membuatku bersemangat menghadirinya. Sang Ratu sudah pernah mengunjungi sekolah sebelum ini. Jadi kunjungan tersebut bisa dibilang biasa dan tidak sekeren kedengarannya. Lagi pula, setelah tinggal di antara manusia dan memilih para pemimpin, aku tidak menganggap para bangsawan kaku itu sebagai sesuatu yang istimewa. Meskipun begitu, aku mendapat izin untuk menghadirinya karena semua orang akan datang. Ini merupakan perubahan suasana untukku, kesempatan untuk berkumpul dengan orang-orang dan tidak terus-menerus terkurung di dalam kamar asrama. Sedikit kebebasan yang kudapatkan itu jelas sepadan dengan penderitaan yang harus kualami karena terpaksa duduk sambil mendengarkan beberapa pidato yang membosankan.
Sepulang sekolah aku tidak mengobrol dengan Lissa seperti biasanya. Dimitri menepati janjinya mengenai latihan tambahan, dan aku juga berusaha untuk menepati janjiku. Sekarang aku punya dua jam tambahan untuk berlatih dengannya, satu jam sebelum dan satu jam sepulang sekolah. Semakin sering melihat Dimitri beraksi, aku semakin paham mengapa dia mendapatkan reputasi sebagai dewa yang hebat. Jelas-jelas Dimitri tahu banyak hal enam tanda molnija di lehernya sudah membuktikan itu dan aku tak sabar untuk diajari semuanya.
Saat tiba di ruang olahraga, aku menyadari kalau Dimitri memakai kaus dan celana lari yang longgar, sebagai ganti celana jins yang biasa dipakainya. Penampilan yang cocok untuknya. Sangat cocok. Berhentilah memandanginya, cepat-cepat aku memerintahkan diriku sendiri.
Dimitri menyuruhku mengambil posisi hingga kami berdiri berhadapan di atas matras, lalu dia menyilangkan kedua lengannya. Apa masalah pertama yang akan kauhadapi saat berhadapan dengan seorang Strigoi"
Mereka adalah makhluk abadi.
Pikirkan mengenai sesuatu yang lebih mendasar.
Lebih mendasar daripada hal itu" pikirku. Mereka lebih besar dariku. Dan lebih kuat.
Sebagian besar Strigoi kecuali dulunya mereka pernah jadi manusia memiliki tinggi tubuh yang sama dengan kerabat mereka, Moroi. Srigoi juga memiliki kekuatan, refleks, dan indra yang lebih kuat daripada dhampir. Karena itulah para pengawal dilatih dengan keras, kami memiliki kur
va belajar yang harus dipenuhi.
Dimitri mengangguk. Kenyataan tersebut membuat latihan ini menjadi sulit, tapi bukannya mustahil. Kau harus bisa memanfaatkan kelebihan tinggi dan berat badan seseorang untuk melawan mereka.
Dimitri berbalik dan mendemonstrasikan beberapa gerakan, menunjukkan ke mana harus bergerak dan bagaimana cara menyerang seseorang. Saat mempelajari gerakan-gerakan tersebut bersama Dimitri, aku mendapat beberapa pengetahuan tambahan dan menyadari mengapa aku sering kali dikalahkan saat latihan kelompok. Aku cepat-cepat menyerap teknik Dimitri dan tidak sabar untuk bisa segera menggunakannya. Menjelang akhir latihan, Dimitri membiarkan aku mencoba gerakannya.
Ayo, kata Dimitri. Cobalah memukulku.
Aku tidak perlu disuruh dua kali. Seraya melompat ke depan, aku berusaha untuk mendaratkan sebuah pukulan, dan langsung dihalau. Kemudian Dimitri menjatuhkanku ke atas matras. Rasa sakit menjalari tubuhku, tapi aku menolak untuk menyerah. Aku melompat bangun, berharap mendapati Dimitri lengah. Aku tidak berhasil.
Setelah beberapa percobaan gagal lainnya, aku berdiri dan mengulurkan tangan sebagai isyarat gencatan senjata. Oke, apa kesalahanku"
Tak ada. Aku tidak seyakin itu. Kalau aku tidak melakukan kesalahan apa pun, seharusnya aku sudah berhasil membuatmu tak sadarkan diri sekarang.
Tidak juga. Semua gerakanmu sudah benar, tapi ini kali pertama kau benar-benar mencobanya. Sedangkan aku sudah melakukannya selama bertahun-tahun.
Aku menggelengkan kepala dan memutar bola mata atas sikapnya yang sok-lebih-tua-dan-lebih-bijaksana. Dimitri pernah memberitahuku bahwa umurnya dua puluh empat tahun. Terserah apa katamu, Kek. Bisakah kita mencobanya lagi"
Kita tidak punya waktu lagi. Bukankah kau ingin bersiap-siap"
Aku melirik ke arah jam berdebu yang ada di dinding, dan langsung bersemangat. Hampir tiba waktunya untuk jamuan. Memikirkannya saja sudah membuatku senang. Aku merasa seperti Cinderella, hanya saja tanpa gaun.
Tentu saja aku mau bersiap-siap.
Dimitri berjalan mendahuluiku. Aku mengawasinya dengan saksama, dan menyadari bahwa aku tidak boleh membiarkan kesempatan ini pergi begitu saja. Aku melompat di belakangnya, dan memosisikan tubuhku tepat seperti yang diajarkannya. Aku memiliki elemen kejutan. Semuanya sudah sempurna, dan Dimitri bahkan tidak akan menduga aku bakal melakukannya.
Sebelum aku sempat menyentuhnya, Dimitri berputar ke arahku dengan sangat cepat. Dalam satu gerakan tak bersuara, Dimitri merenggutku seakan-akan tubuhku sangat ringan dan melemparkanku ke lantai, lalu menekan tubuhku di sana.
Aku mengerang. Aku tidak melakukan sesuatu yang salah.
Kedua mata Dimitri menatap lurus ke dalam mataku, sementara dia memegangi pergelangan tanganku. Tapi dia tidak terlihat seserius saat latihan. Sepertinya Dimitri menganggap ini lucu. Jeritan perang itu langsung membuatmu ketahuan. Lain kali cobalah untuk tidak berteriak.
Apa akan ada bedanya jika aku tidak bersuara"
Dimitri mempertimbangkannya. Tidak. Mungkin tidak.
Aku menghela napas keras-keras, suasana hatiku masih terlalu baik untuk merasakan putus asa akibat kekecewaan ini. Ada beberapa keuntungan yang kudapatkan dengan memiliki mentor yang sangat hebat seseorang yang kebetulan lebih tinggi beberapa sentimeter dariku, jauh lebih berat, dan juga lebih kuat. Tubuh Dimitri tidak besar, tapi berotot dan ramping. Jika aku bisa mengalahkan-nya, maka aku bisa mengalahkan siapa pun.
Tiba-tiba saja, aku teringat bahwa dia masih menekan tubuhku di atas lantai. Kulit jemarinya terasa hangat saat dia menggenggam pergelangan tanganku. Wajahnya hanya berjarak beberapa inci dari wajahku. Beberapa helai rambut cokelatnya menggantung di sekitar wajahnya, dan sepertinya dia juga sedang memperhatikan aku, nyaris seperti yang dilakukannya malam itu saat berada di ruang duduk. Dan ya Tuhan, dia wangi sekali. Aku jadi sulit bernapas, dan itu tidak ada hubungannya dengan latihan maupun paru-paruku yang tertekan.
Aku bersedia untuk memberikan apa pun agar bisa membaca pikiran Dimitri saat ini. Sejak malam itu di ruang duduk, aku sadar Dimi
tri memperhatikan aku dengan ekspresi yang sama. Dia tidak pernah melakukannya selama sesi latihan saat itu merupakan waktu serius. Tapi sebelum dan sesudahnya, kadang-kadang Dimitri menjadi sedikit lebih santai, dan aku sering melihatnya seperti sedang mengagumiku. Dan kadang-kadang, jika aku sedang sangat, sangat beruntung, Dimitri akan tersenyum padaku. Senyuman sungguhan bukan senyum hambar saat kami melontarkan kalimat sinis satu sama lain. Aku tidak mau mengakuinya pada siapa pun tidak pada Lissa, atau bahkan diriku sendiri tapi pada hari-hari tertentu, aku menunggu-nunggu senyumannya. Senyuman itu membuat wajah Dimitri terlihat hidup. Tampan tidak cukup untuk menggambarkan dirinya.
Berharap terlihat tenang, aku berusaha untuk memikirkan sesuatu untuk dikatakan, yang profesional dan berhubungan dengan masalah kepengawalan. Alih-alih, aku berkata, Jadi, em & apa ada gerakan lain yang ingin kautunjukkan"
Bibir Dimitri berkedut, dan selama sesaat, kupikir aku akan mendapatkan senyuman itu. Hatiku melonjak. Kemudian, dengan usaha yang jelas terlihat, Dimitri membatalkannya dan sekali lagi berubah menjadi mentor yang tegas. Dia bergeser dari atas tubuhku, bertumpu pada tumitnya, lalu berdiri. Ayo. Kita harus pergi.
Aku cepat-cepat berdiri dan mengikutinya keluar dari ruang olahraga. Dimitri tidak berpaling lagi. Dan saat berjalan menuju kamar, aku mengutuk diri sendiri dalam hati.
Aku naksir mentorku sendiri. Naksir mentorku yang lebih tua. Aku pasti sudah gila. Dimitri tujuh tahun lebih tua dariku. Cukup tua untuk menjadi & well, oke, tidak menjadi siapa pun. Tapi tetap saja lebih tua dariku. Tujuh tahun itu jumlah yang banyak. Dimitri sudah belajar menulis saat aku lahir. Saat aku belajar menulis dan melemparkan buku pada seorang guru, mungkin Dimitri sudah mencium para gadis. Mungkin banyak gadis, jika mengingat tampangnya.
Aku benar-benar sangat tidak membutuhkan komplikasi ini dalam hidupku sekarang.
Aku menemukan sebuah sweter yang cukup pantas, dan setelah mandi kilat, aku pergi melintasi kampus menuju tempat resepsi. Selain dinding-dinding batu yang menjulang, patung-patung mewah, serta menara-menara yang ada di luar bangunan, bagian dalam Akademi sebenarnya cukup modern. Kami memiliki jaringan Wi-Fi, lampu neon, dan hampir segala macam teknologi yang bisa kaubayangkan. Aula bersama terlihat sangat menyerupai kantin-kantin tempat aku makan di Portland dan Chicago. Lengkap dengan meja-meja persegi sederhana, dinding berwarna kelabu tua yang menenangkan, dan sebuah ruangan kecil di pojok, tempat makanan kami disajikan dengan sangat meragukan. Ada seseorang yang setidaknya berusaha untuk mendekorasi ruangan dengan menggantung foto hitam putih berpigura di sepanjang dinding, tapi menurutku gambar vas dan pohon tak berdaun tidak bisa disebut seni .
Meskipun begitu, malam ini ada seseorang yang sudah berhasil mengubah aula bersama yang biasanya membosankan menjadi sebuah ruang makan yang bonafide. Vas-vas bunga dipenuhi oleh mawar merah dan lili putih yang lembut. Lilin-lilin yang berpendar. Taplak meja yang terbuat dari coba tebak linen berwarna merah darah. Efek yang dihasilkannya sangat indah. Sulit untuk memercayai kalau ini adalah tempat yang sama di mana aku biasa makan sandwich isi patty ayam. Ruangan ini terlihat pantas untuk, well, seorang ratu.
Meja-mejanya diatur dalam barisan-barisan lurus, hingga menghasilkan sebuah lorong di tengah ruangan. Tempat duduk kami sudah diatur, dan sudah sewajarnya, aku tidak bisa duduk di dekat Lissa. Dia duduk di depan bersama Moroi lain; aku duduk di belakang bersama novis lain. Namun, Lissa melihatku saat aku masuk dan tersenyum. Gadis itu meminjam sebuah gaun dari Natalie warna biru, bahannya lembut bagai sutra, dan bermodel strapless 3yang terlihat mengagumkan pada kulit pucatnya. Siapa yang menyangka kalau Natalie memiliki barang sebagus itu" Gaun itu membuat sweterku kehilangan beberapa poin keren.
Mereka selalu mengadakan jamuan resmi seperti ini dengan cara yang sama. Sebuah meja utama diletakkan sebagai mimbar di depan ruangan, tempat kami semua bisa berser
u ooh dan ahh seraya melihat Ratu Tatiana dan bangsawan lain menikmati makan malam mereka. Para pengawal berjajar di sepanjang dinding, kaku dan resmi bagaikan patung. Dimitri berdiri di antara mereka, dan anehnya, perutku terasa terpuntir saat aku mengingat kejadian di ruang olahraga tadi. Kedua matanya memandang lurus ke depan; seakan-akan sedang menatap kosong sekaligus terpusat pada semua yang ada di dalam ruangan.
Saat para bangsawan masuk dan menyusuri lorong, kami semua berdiri penuh hormat. Aku mengenali beberapa di antara mereka, terutama yang anak-anaknya bersekolah di Akademi. Victor Dashkov salah satunya, berjalan pelan dengan menggunakan tongkat. Aku yang sebenarnya senang melihat lelaki itu, ikut mengernyit pada setiap langkahnya yang terlihat sangat menyiksa.
Setelah grup itu lewat, empat orang pengawal berwajah serius dan memakai jas bergaris-garis tipis merah hitam memasuki ruangan. Semua orang, kecuali para pengawal yang berjajar di dinding, langsung berlutut sebagai pertunjukan konyol akan kesetiaan kami.
Ini akan menjadi acara yang dipenuhi oleh tata krama dan penghormatan, pikirku dengan lelah. Monarki Moroi dipilih oleh monarki sebelumnya dari keluarga-keluarga bangsawan. Raja atau ratu tidak bisa memilih keturunannya langsung, dan sebuah dewan yang terdiri dari keluarga bangsawan dan keluarga terhormat bisa menolak dengan alasan yang cukup. Namun, hal itu nyaris tidak pernah terjadi.
Ratu Tatiana berjalan di belakang para pengawalnya, memakai sebuah gaun sutra merah dan jubah yang serasi. Ratu Tatiana berusia awal enam puluhan; kepalanya dibingkai rambut kelabu tua yang dipotong pendek sepanjang dagu dan dimahkotai sejenis tiara ala Miss America. Sang ratu berjalan dengan perlahan, seakan-akan sedang jalan-jalan sore, sementara di belakangnya ada empat pengawal lagi.
Sang ratu berjalan melewati bagian para novis dengan cukup cepat, meskipun dia sempat sesekali mengangguk dan tersenyum. Para dhampir memang hanya setengah manusia, anak haram kaum Moroi, tapi kami terlatih dan siap mengorbankan nyawa untuk melayani dan melindungi mereka. Mungkin saja sebagian besar dari kami yang berkumpul di sini mati muda, dan karena itulah sang ratu harus menunjukkan rasa hormatnya.
Saat tiba di bagian Moroi, sang ratu berhenti lebih lama dan bahkan bicara dengan beberapa murid. Mendapat pengakuan seperti itu sangatlah penting, terutama karena hal tersebut menjadi tanda kedekatan orangtua mereka dengan sang ratu. Sewajarnya, para bangsawanlah yang mendapat perhatian paling besar. Sang ratu tidak terlalu banyak mengucapkan hal menarik pada mereka, sering kali cuma basa-basi.
Vasilisa Dragomir. Kepalaku langsung terangkat. Perasaan waspada langsung mengalir melalui ikatan batin saat mendengar nama Lissa disebut. Aku melanggar protokol dengan mengubah posisi dan bergerak-gerak hingga mendapatkan jarak pandang yang lebih baik; aku tahu tidak ada yang akan memperhatikanku saat sang ratu sudah memilih untuk bicara dengan anggota keluarga Dragomir yang terakhir. Semua orang penasaran apa yang akan dikatakan sang monarki pada Lissa si putri yang melarikan diri.
Kami sudah mendengar bahwa kau sudah kembali. Kami senang mendapatkan kembali keluarga Dragomir, meskipun hanya tersisa satu orang. Kami sangat prihatin atas meninggalnya orangtua dan kakakmu; mereka termasuk Moroi terbaik, dan kematian mereka sungguh sebuah tragedi.
Aku tidak pernah benar-benar memahami mengapa kaum bangsawan selalu menggunakan istilah kami , tapi selain itu semuanya terdengar baik-baik saja.
Kau punya nama yang menarik, lanjut sang Ratu. Banyak pahlawan perempuan dalam dongeng Rusia yang bernama Vasilisa. Vasilisa sang Pemberani, Vasilisa si Cantik. Mereka semua perempuan muda yang berbeda, namun memiliki nama yang sama dan kualitas hebat yang sama: kekuatan, kepintaran, disiplin, serta kebaikan hati. Mereka semua berhasil meraih hal-hal hebat, mengalahkan lawan-lawan mereka.
Begitu pula dengan nama Dragomir yang mendapatkan rasa hormat tersendiri. Para raja dan ratu Dragomir sudah pernah memerintah dengan bijaksana dan adil dalam sejarah
kita. Mereka menggunakan kekuatan untuk mendapatkan akhir yang mengagumkan. Mereka membantai Strigoi, bertarung bersama para pengawal mereka. Mereka menjadi bangsawan untuk suatu alasan.
Sang ratu berhenti sejenak sebelum melanjutkan, membiarkan kata-katanya mengendap. Aku bisa merasakan suasana di dalam ruangan berubah, begitu pula dengan rasa terkejut dan rasa senang yang malu-malu menyelinap pada diri Lissa. Hal ini akan mengguncang keseimbangan sosial. Mungkin besok kami akan mendapati beberapa orang yang ingin berakrab-akrab dengannya.
Ya, lanjut Tatiana, kau dinamai dengan dua kekuatan. Namamu mewakili kualitas terbaik yang bisa dimiliki oleh seseorang dan pernah didengar di masa lalu atas tindakan hebat dan berani. Tatiana berhenti sejenak. Tapi, seperti yang sudah kautunjukkan, nama tidak membentuk seseorang ataupun menjamin perilakunya di kemudian hari.
Dengan tamparan verbal tersebut, sang ratu berbalik pergi dan melanjutkan prosesi.
Kekagetan muncul memenuhi ruangan. Aku merenung sejenak, tapi kemudian menepis desakan apa pun untuk melompat ke tengah lorong dan menyerang sang ratu. Setengah lusin pengawal akan menjatuhkanku ke lantai bahkan sebelum aku sempat berjalan lima langkah. Jadi, aku duduk dengan tidak sabar selama makan malam berlangsung. Dan selama itu pula aku terhubung dengan rasa malu yang sedang mendera Lissa.
Saat acara resepsi seusai makan malam dimulai, Lissa bergegas menuju pintu yang mengarah ke halaman. Aku mengikutinya, walau sempat tertunda karena terpaksa menyapa orang-orang di sekelilingku dan menghindari orang-orang yang sedang berbaur dan bersosialisasi di dalam pesta.
Lissa berjalan keluar menuju halaman samping, halaman yang cocok dengan eksterior Akademi yang megah. Sebuah atap hiasan dari kayu yang diukir dan dipilin menaunginya, dengan beberapa lubang di sana sini untuk membiarkan cahaya masuk, tapi tidak terlalu banyak hingga sanggup menyakiti Moroi. Pepohonan, yang dedaunannya sekarang sudah gugur menjelang musim dingin, memagari area tersebut dan membentengi jalan setapak yang mengarah ke taman dan halaman lain, juga ke alun-alun utama. Sebuah kolam, juga dikosongkan untuk menyambut musim dingin, berada di sudut; dan menjulang di atasnya, terdapat patung St. Vladimir berukuran besar yang terlihat mengagumkan. Santo itu memakai jubah panjang dan memiliki jenggot serta kumis.
Aku mengitari sudut halaman dan berhenti saat melihat Natalie sudah mendahuluiku menyusul Lissa. Aku sempat mempertimbangkan untuk menyela mereka, tapi memutuskan untuk cepat-cepat mundur sebelum mereka melihatku. Memata-matai mungkin hal yang tidak baik, tapi tiba-tiba aku merasa sangat penasaran ingin mendengar apa yang dikatakan Natalie pada sahabatku.
Seharusnya dia tidak perlu berkata seperti itu, kata Natalie. Natalie memakai gaun kuning yang potongannya mirip dengan gaun yang dipakai Lissa, tapi entah bagaimana kurang terlihat anggun dan luwes sehingga penampilannya tidak sebagus Lissa. Dan Natalie tidak cocok memakai kuning. Warna tersebut bertabrakan dengan rambut hitamnya, yang sekarang digelung di samping kepala. Itu hal yang salah, lanjut Natalie. Jangan biarkan hal itu membuatmu kesal.
Sudah terlambat. Kedua mata Lissa terpaku pada jalan setapak-batu di bawahnya.
Dia salah. Dia benar, seru Lissa. Kedua orangtuaku & dan Andre & mereka pasti akan membenciku jika mengetahui apa yang sudah kulakukan.
Tidak, mereka takkan membencimu. Natalie bicara dengan suara lembut.
Melarikan diri dari sini adalah hal yang bodoh. Tidak bertanggung jawab.
Memangnya kenapa" Kau membuat sebuah kesalahan. Aku sering membuat kesalahan. Kemarin lusa, saat sedang membuat tugas sains, aku malah membaca bab sebelas, padahal yang ditugaskan adalah bab sepul Natalie berhenti bicara dan, dengan menunjukkan kendali diri yang sangat hebat, memaksa dirinya kembali ke topik semula. Orang-orang berubah. Kita semua selalu berubah, ya kan" Kau tidak sama dengan dirimu yang dulu. Aku juga tidak sama dengan diriku yang dulu.
Sejujurnya, Natalie terlihat sama persis di mataku, tapi hal itu sudah tidak
terlalu mengganggu lagi. Aku sudah mulai menyukainya.
Lagi pula, tambah Natalie, apakah melarikan diri memang sebuah kesalahan" Kau pasti melakukannya karena alasan tertentu. Kau pasti melarikan diri dari sesuatu, ya kan" Kau mengalami banyak hal buruk, ya kan" Dengan kejadian yang menimpa orangtua dan saudara lelakimu. Maksudku, mungkin itu memang hal yang tepat untuk dilakukan.
Lissa berusaha menahan senyum. Kami berdua cukup yakin bahwa Natalie sedang berusaha mencari tahu alasan pelarian kami dulu sama seperti semua orang di sekolah ini. Natalie bisa dibilang payah dalam masalah tipu muslihat seperti ini.
Aku tidak yakin soal itu, tidak, jawab Lissa. Dulu aku lemah. Andre pasti takkan melarikan diri. Dia sangat hebat. Hebat dalam segala hal. Hebat dalam bergaul dengan orang-orang dan segala omong kosong para bangsawan.
Kau juga hebat melakukannya.
Kurasa memang begitu. Tapi aku tidak menyukainya. Maksudku, aku senang bergaul dengan orang-orang & tapi sebagian besar yang mereka lakukan itu sangat palsu. Itu yang tidak kusukai.
Jangan merasa tidak enak karena tidak terlibat dengan mereka, kata Natalie. Aku juga tidak bergaul dengan orang-orang itu, dan coba lihat aku. Aku baik-baik saja. Daddy bilang dia tidak peduli apakah aku bergaul dengan para bangsawan atau tidak. Dia hanya ingin aku bahagia.
Dan itulah, aku berkata, akhirnya menampakkan diri di depan mereka, alasan mengapa seharusnya ayahmu yang berkuasa, bukan ratu jalang itu. Ayahmu sudah dirampok.
Natalie nyaris melompat tinggi karena kaget. Aku cukup yakin kalau perbendaharaan umpatan Natalie hanya terdiri dari astaga dan sial.
Dari tadi aku penasaran kau ada di mana, kata Lissa.
Natalie menatap kami bergantian, tiba-tiba merasa sedikit malu karena berada di tengah-tengah tim sahabat idaman. Natalie bergeser dengan tidak nyaman dan merapikan rambut yang lepas ke belakang telinganya. Well & aku harus pergi mencari Daddy. Sampai ketemu lagi nanti di dalam.
Sampai ketemu nanti, kata Lissa. Dan terima kasih.
Natalie cepat-cepat pergi.
Apa dia benar-benar memanggilnya Daddy "
Lissa menatapku tajam. Jangan ganggu Natalie. Dia baik.
Dia memang baik. Aku mendengar apa yang dikatakannya, dan meskipun aku tidak suka mengakuinya, tidak ada yang bisa kujadikan bahan olokan. Semua itu memang benar. Aku berhenti sejenak. Aku ingin membunuhnya, kau tahu" Sang ratu, bukan Natalie. Persetan dengan para pengawal. Aku akan melakukannya. Dia tidak bisa menghindarinya.
Ya ampun, Rose! Jangan berkata seperti itu. Mereka bisa menangkapmu dengan alasan makar. Biarkan saja.
Biarkan saja" Setelah semua yang dikatakannya padamu" Di hadapan semua orang"
Lissa tidak menjawab maupun melihatku. Alih-alih, tanpa sadar dia mempermainkan batang semak-semak kering yang sudah meranggas menjelang musim dingin. Aku mengenali tatapan rapuh dan ketakutan itu.
Hei. Aku memelankan suara. Jangan terlihat seperti itu. Dia tidak tahu apa yang dikatakannya, oke" Jangan biarkan hal ini membuatmu sedih. Jangan melakukan hal-hal yang seharusnya tidak kaulakukan.
Lissa mendongak lagi menatapku. Itu akan terjadi lagi, ya kan" bisik Lissa. Tangannya, masih memegangi pohon, mulai gemetar.
Tidak kalau kau tidak membiarkannya terjadi. Aku berusaha untuk melihat ke arah pergelangan tangan tanpa terlihat terlalu kentara. Kau tidak &"
Tidak. Lissa menggeleng dan mengerjapkan mata untuk mencegah air matanya turun. Aku tidak ingin melakukannya. Aku kesal gara-gara masalah rubah, tapi semuanya baik-baik saja. Aku tidak suka menarik perhatian. Aku merindukan saat-saat bisa bertemu denganmu, tapi semuanya baik-baik saja. Aku suka & Lissa berhenti sejenak.
Aku bisa mendengar kata tersebut terbentuk di dalam pikirannya.
Christian. Kuharap kau tidak bisa membaca pikiranku. Atau tidak mau melakukannya.
Maaf. Haruskah aku memberikan ceramah soal Christian-adalah-seorang-pecundang-psikopat lagi"
Kurasa aku sudah bisa menghafalnya setelah sepuluh ceramah terakhir, gumam Lissa.
Aku baru saja akan memulai ceramah yang kesebelas saat mendengar suara tawa dan detakan
sepatu berhak tinggi di atas batu. Mia berjalan ke arah kami sambil menggandeng beberapa orang, tapi tidak ada Aaron. Saat itu juga benteng pertahananku langsung tegak.
Dalam hati, Lissa masih terguncang oleh komentar sang ratu. Kesedihan dan rasa malu berpusar di dalam dirinya. Lissa merasa malu karena memikirkan anggapan orang-orang mengenai dirinya sekarang, dan dia terus berpikir bagaimana keluarganya akan membencinya karena dia sudah melarikan diri. Aku tidak memercayainya, tapi semua itu terasa nyata bagi Lissa, dan semua emosi gelap yang dirasakan gadis itu terus-terusan membuatnya gelisah. Lissa tidak baik-baik saja, tak peduli betapa keras usahanya untuk bersikap santai, dan aku khawatir dia akan melakukan sesuatu yang ceroboh. Mia adalah orang terakhir yang ingin ditemui Lissa sekarang.
Apa maumu" tuntutku.
Mia tersenyum sombong pada Lissa dan mengabaikanku, lalu dia maju beberapa langkah. Hanya ingin tahu bagaimana rasanya menjadi sangat penting dan sangat bangsawan. Kau pasti sangat senang karena sang ratu bicara padamu. Terdengar suara cekikikan dari kelompoknya.
Kau berdiri terlalu dekat. Aku melangkah maju ke antara mereka, dan Mia sedikit tersentak, mungkin masih khawatir aku mematahkan lengannya. Dan kau tahu, setidaknya ratu tahu namanya, yang menurutku tidak sebanding denganmu maupun tingkah sok bangsawanmu itu. Atau orangtuamu.
Aku bisa melihat penderitaan yang dirasakan Mia. Ya ampun, dia memang sangat ingin menjadi bangsawan. Setidaknya aku bisa bertemu orangtuaku, balas Mia. Setidaknya aku tahu siapa kedua orangtuaku. Hanya Tuhan yang tahu siapa ayahmu. Dan ibumu memang salah seorang pengawal paling terkenal, tapi dia juga tidak peduli padamu. Semua orang tahu dia tidak pernah mengunjungimu. Bahkan mungkin dia merasa lega saat kau pergi. Itu pun kalau dia menyadarinya.
Itu sangat menyakitkan. Aku menggertakkan gigi. Yeah, well, setidaknya ibuku terkenal. Dan dia memang menjadi penasihat bagi para bangsawan dan kaum terhormat. Dia tidak membersihkan kotoran mereka.
Aku mendengar salah seorang teman Mia terkekeh. Cewek itu membuka mulut, tidak diragukan lagi hendak mengucapkan salah satu pernyataan yang sudah dikumpulkannya sejak kisah ini dimulai, saat lampu di dalam kepalanya tiba-tiba saja padam.
Ternyata kau, kata Mia dengan mata terbelalak. Ada yang bilang padaku kalau Jesse yang memulai semua cerita itu, tapi dia tak tahu apa-apa soal diriku. Jesse mendapatkan ceritanya darimu. Waktu kau tidur dengannya.
Sekarang dia benar-benar membuatku kesal. Aku tidak tidur dengannya.
Mia menunjuk ke arah Lissa dan memelototi aku lagi. Jadi begitu, hah" Kau melakukan pekerjaan kotor untuknya karena dia terlalu payah untuk melakukannya sendiri. Kau takkan selalu bisa melindunginya, Mia memperingatkan. Kau sendiri pun harus berhati-hati.
Gertak sambal. Aku mencondongkan tubuh ke arahnya, membuat suaraku terdengar semengerikan mungkin. Dengan suasana hati seperti sekarang, tidak sulit untuk melakukannya.
Yeah" Coba sentuh aku dan cari tahu.
Aku berharap Mia benar-benar melakukannya. Aku ingin dia melakukannya. Kami tidak membutuhkan pembalasan dendam Mia yang sinting di dalam kehidupan kami sekarang. Mia adalah gangguan gangguan yang sangat ingin kutinju saat ini.
Di balik Mia, aku melihat Dimitri yang beranjak menuju taman, kedua matanya terlihat sedang mencari-cari sesuatu atau seseorang. Aku punya firasat bagus siapa yang sedang dicarinya. Saat melihatku, Dimitri menghampiri. Perhatiannya teralih saat dia melihat orang-orang yang sedang mengerumuni kami. Para pengawal sanggup mencium bau perkelahian dari jarak berkilo-kilometer. Tentu saja, seorang anak berusia enam tahun pun bisa mencium perkelahian ini.
Dimitri berdiri di sampingku dan menyilangkan kedua lengan. Apa semuanya baik-baik saja"
Tentu saja, Garda Belikov. Aku tersenyum saat mengatakannya, tapi merasa sangat marah. Bahkan sampai taraf murka. Segala konfrontasi yang terjadi bersama Mia ini hanya membuat Lissa merasa lebih buruk. Kami hanya sedang bertukar kisah mengenai keluarga masing-masing. Pernah mendegar kisah
keluarga Mia" Kisahnya sangat menakjubkan.
Ayo, kata Mia pada para pengikutnya. Sebelum memimpin gerombolannya pergi, dia sempat memberiku tatapan terakhir yang sangat dingin. Aku tidak perlu membaca pikirannya untuk mengetahui apa arti tatapan itu. Semua ini belum berakhir. Mia akan berusaha untuk membalas dendam pada salah satu dari kami atau bahkan kami berdua sekaligus. Baiklah. Coba saja kalau berani, Mia.
Aku harus membawamu kembali ke asrama, kata Dimitri dengan datar padaku. Tadi itu kau bukan hendak memulai perkelahian, kan"
Tentu saja tidak, aku berkata, kedua mataku masih memandangi ambang pintu kosong yang baru saja dilewati Mia. Aku tidak akan memulai perkelahian di tempat yang bisa dilihat orang-orang.
Rose, erang Lissa. Ayo, kita pergi. Selamat malam, Putri.
Dimitri berbalik, tapi aku tetap tidak bergerak. Apa kau baik-baik saja, Liss"
Lissa mengangguk. Aku baik-baik saja.
Semua itu bohong. Aku tak percaya Lissa bahkan berani membohongiku seperti itu. Aku tidak perlu menggunakan ikatan batin untuk bisa melihat matanya yang berkaca-kaca. Seharusnya kami tidak usah kembali ke tempat ini, batinku dengan muram.
Liss & Lissa memberiku senyuman lemah dan sedih, lalu mengangguk ke arah Dimitri. Sudah kukatakan, aku baik-baik saja. Kau harus pergi.
Aku mengikuti Dimitri dengan enggan. Dia membimbingku keluar menuju sisi lain taman. Kita mungkin perlu menambah latihan pengendalian diri, kata Dimitri.
Aku punya pengendalian diri yang heb hei!
Aku berhenti bicara saat berpapasan dengan Christian. Cowok itu sedang menuju jalan setapak yang baru saja kami lewati. Aku tidak melihatnya saat resepsi tadi; tapi jika Kirova sudah memperbolehkan aku untuk datang malam ini, kurasa dia akan melakukan hal yang sama pada Christian.
Apa kau hendak menemui Lissa" tuntutku, mengalihkan amarah yang kurasakan dari Mia kepada Christian.
Christian memasukkan kedua tangan ke dalam saku dan menatapku dengan tampang cuek khas bocah badung. Memangnya kalau iya kenapa"
Rose, ini bukan saat yang tepat, kata Dimitri.
Tapi ini justru memang saat yang tepat. Lissa mengabaikan peringatanku soal Christian selama berminggu-minggu. Sekarang sudah saatnya untuk berhadapan dengan sumbernya langsung dan menghentikan semua kegenitan konyol di antara mereka untuk selamanya.
Bisakah kau tidak mengganggunya" Apa hidupmu sangat kacau dan sangat putus asa untuk mendapatkan perhatian hingga tak sanggup melihat bahwa seseorang tidak menyukaimu"
Christian mendengus. Kau adalah penguntit gila, dan Lissa juga tahu itu. Dia cerita soal semua obsesi gilamu bagaimana kalian berdua selalu menghabiskan waktu berdua di loteng, bagaimana kau membakar tubuh Ralf hanya untuk membuatnya terkesan. Lissa pikir kau aneh, tapi dia terlalu manis untuk mengatakan yang sesungguhnya.
Wajah Christian pucat, dan ada sesuatu yang gelap berkilat pada kedua matanya. Tapi kau tidak terlalu manis untuk mengatakannya"
Tidak. Tidak saat aku merasa kasihan pada seseorang.
Cukup, Dimitri berkata sambil menggiringku pergi.
Kalau begitu, terima kasih atas bantuanmu, bentak Christian, suaranya terdengar sarat dengan permusuhan.
Tak masalah, kataku sambil menoleh ke arahnya.
Saat kami sudah berjalan cukup jauh, aku mencuri pandang ke belakang dan melihat Christian berdiri tepat di luar taman. Dia sudah berhenti berjalan dan sekarang hanya berdiri sambil memandangi jalan setapak yang mengarah ke halaman tempat Lissa berada. Bayangan menutupi wajah Christian yang sedang berpikir, lalu, setelah beberapa saat, dia berbalik lagi dan kembali menuju asrama Moroi.
BAB DUA BELAS TIDURKU KURANG NYENYAK MALAM ITU, dan aku berguling ke sana kemari hingga akhirnya bisa terlelap.
Kira-kira satu jam kemudian, aku terduduk di tempat tidur, mencoba untuk merasa santai dan memilah-milah emosi yang mendatangiku. Lissa. Ketakutan dan kesal. Labil. Kejadian semalam tiba-tiba mendera lagi saat aku berusaha mengingat apa yang mungkin membuat Lissa kesal. Sang ratu mempermalukannya. Mia. Bahkan mungkin Christian dia mungkin saja berhasil menemukan Lissa.
Namun & tak satu pun dari masalah-masalah itu yang menjadi masalahnya sekarang. Ada sesuatu yang lain yang terkubur di dalam diri gadis itu. Sesuatu yang sangat salah. Aku turun dari ranjang, cepat-cepat berpakaian, dan mempertimbangkan semua pilihan yang kumiliki. Sekarang aku mendapat kamar di lantai tiga terlalu tinggi untuk bisa turun lewat jendela, terutama karena sekarang tak ada Ms. Karp yang bisa menambal lukaku. Sementara itu, aku takkan bisa menyelinap keluar dari selasar utama. Jadi, hanya tersisa pilihan untuk melewati jalur yang pantas.
Memangnya kaupikir kau ini mau ke mana"
Salah seorang ibu asrama yang mengawasi bagian selasarku mendongak dari kursinya. Perempuan itu ditempatkan di ujungnya, dekat tangga yang menuju ke lantai bawah. Pada siang hari, tangga tersebut sama sekali tidak diawasi. Pada malam hari, kami seperti sedang di dalam penjara. Aku menyilangkan kedua lengan. Aku harus bertemu dengan Dim Garda Belikov.
Sekarang sudah malam. Situasi darurat. Perempuan itu menatapku dari atas ke bawah. Menurutku kau kelihatan baik-baik saja.
Kau akan mendapat masalah besar saat semua orang tahu bahwa kau menghalangiku untuk melapor.
Katakan saja padaku. Ini urusan pengawal yang pribadi.
Aku menatapnya setajam mungkin. Sepertinya cara itu berhasil, karena tiba-tiba dia berdiri dan mengeluarkan sebuah ponsel. Dia menelepon seseorang kuharap Dimitri tapi gumamannya terlalu pelan untuk kudengar. Kami menunggu selama beberapa menit, lalu pintu yang menuju tangga terbuka. Dimitri muncul, berpakaian lengkap dengan waspada, meskipun aku cukup yakin kami baru saja membangunkannya.
Dia langsung menatapku. Lissa.
Aku mengangguk. Tanpa sepatah kata lain, Dimitri langsung berbalik dan mulai menuruni tangga. Aku mengikutinya. Kami berjalan melintasi alun-alun dalam diam, menuju asrama Moroi yang terlihat mengesankan. Saat itu adalah malam hari untuk para vampir, yang artinya siang hari bagi seisi dunia lain. Pertengahan sore hari dengan matahari yang memancarkan sinar keemasan yang terasa dingin pada tubuh kami. Gen manusia dalam tubuhku menyambut cahaya tersebut, dan bisa dibilang aku selalu menyesali betapa sensitifnya kaum Moroi akan cahaya matahari sehingga memaksa kami untuk menghabiskan sebagian besar waktu dengan hidup di dalam kegelapan.
Ibu asrama di selasar kamar Lissa ternganga saat melihat kami, tapi Dimitri terlalu menakutkan untuk dibantah. Dia ada di kamar mandi, aku memberitahu mereka. Saat ibu asrama mulai berjalan mengikuti aku ke dalam, aku mencegahnya. Lissa sedang sedih. Biarkan aku bicara sendirian dulu dengannya.
Dimitri mempertimbangkannya. Ya. Beri mereka waktu sebentar.
Aku mendorong pintunya hingga terbuka.
Liss" Suatu suara pelan, seperti isakan, terdengar dari dalam. Aku berjalan melewati lima bilik toilet dan menemukan satu yang pintunya tertutup. Aku mengetuk pelan.
Biarkan aku masuk, aku berkata, berharap terdengar tenang dan kuat.
Aku mendengar suara tersedu, lalu beberapa saat kemudian pintunya terbuka. Aku tidak siap melihat apa yang kulihat. Lissa berdiri di hadapanku &
& bersimbah darah. Aku ketakutan, menjerit dan nyaris memanggil bantuan. Setelah melihat dengan lebih saksama, aku melihat bahwa sebagian besar darahnya bukan berasal dari Lissa. Darah mengotori tubuhnya, seakan-akan cairan itu semula ada di tangannya, lalu dia mengusap mukanya. Lissa terpuruk ke lantai, aku mengikutinya dengan berlutut di hadapannya.
Apa kau baik-baik saja" bisikku. Apa yang terjadi"
Lissa hanya menggeleng, tapi aku melihat wajahnya berkerut saat lebih banyak lagi air mata membanjir keluar dari matanya. Aku meraih kedua tangannya.
Ayo. Kita bersihkan tubuhmu
Aku berdiri. Ternyata Lissa memang berdarah. Ada garis lurus sempurna yang melintang pada kedua pergelangan tangannya, tidak mendekati satu pun urat penting, tapi cukup untuk menghasilkan jejak-jejak merah yang basah pada kulitnya. Lissa tidak mengenai urat nadi saat melakukannya; kematian bukanlah tujuannya. Lissa menatap mataku.
Maafkan aku & aku tidak bermaksud &. Kumohon jangan biarkan mereka mengetahuinya & isaknya.
Saat aku melihat-nya, aku ketakutan. Lissa mengangguk ke arah pergelangan tangannya. Ini terjadi sebelum aku sempat mencegahnya. Aku sangat sedih &
Tak apa-apa, aku langsung berkata, bertanya-tanya apa yang dimaksud Lissa dengan nya.
Ayo. Aku mendengar ketukan di pintu. Rose"
Tunggu sebentar, jawabku.
Aku mengajak Lissa ke wastafel dan mencuci darah dari pergelangan tangannya. Aku meraih kotak pertolongan pertama dan cepat-cepat memasang beberapa lembar plester pada luka sayatan Lissa. Pendarahannya sudah mulai melambat.
Kami akan masuk, kata ibu asrama.
Aku melepas sweter bertudungku dan cepat-cepat menyerahkannya pada Lissa. Dia baru saja selesai memakainya saat Dimitri dan ibu asrama masuk. Dimitri langsung bergegas ke samping kami, dan aku baru menyadari bahwa aku lupa membersihkan darah yang ada di wajah Lissa karena sibuk menyembunyikan pergelangan tangannya.
Ini bukan darahku, Lissa buru-buru berkata saat melihat ekspresi pada wajah Dimitri. Ini & ini darah kelinci &
Dimitri mengamati Lissa, dan aku berharap dia takkan melihat pergelangan tangannya. Setelah merasa yakin tidak melihat adanya luka terbuka pada tubuh Lissa, Dimitri bertanya, Kelinci apa" aku juga bertanya-tanya hal yang sama.
Dengan tangan gemetar, Lissa menunjuk tempat sampah. Aku membersihkannya. Supaya Natalie tidak melihatnya.
Aku dan Dimitri berjalan menghampiri tempat sampah dan melihat isinya. Aku langsung menarik diri, menelan kembali semua hal yang ingin dimuntahkan oleh perutku. Aku tidak tahu bagaimana Lissa bisa tahu kalau itu adalah kelinci. Aku hanya bisa melihat darah. Darah dan tisu yang berlepotan darah. Gumpalan berdarah yang tidak bisa kukenali. Baunya sangat memualkan.
Dimitri bergeser mendekati Lissa, menunduk hingga mata mereka sejajar. Ceritakan padaku apa yang terjadi, katanya sambil menyerahkan beberapa lembar tisu pada Lissa.
Aku kembali sekitar sejam yang lalu. Dan kelinci itu ada di sana. Tepat di tengah-tengah lantai. Tercabik-cabik. Seakan-akan tubuhnya & meledak. Lissa tersedu. Aku tak mau Natalie melihatnya, tak mau membuatnya takut & jadi, aku aku membersihkannya. Lalu aku tak sanggup & aku tak sanggup kembali ke & Lissa mulai menangis dan bahunya berguncang.
Aku bisa menebak apa yang terjadi selanjutnya, bagian yang tidak diceritakannya pada Dimitri. Lissa menemukan kelinci itu, membersihkannya, dan panik. Kemudian dia menyayat pergelangan tangannya sendiri, itu adalah caranya yang aneh dalam menghadapi hal-hal yang membuatnya sedih.
Seharusnya tak seorang pun bisa masuk ke kamar-kamar itu! seru ibu asrama. Bagaimana ini bisa terjadi"
Apa kau tahu siapa yang melakukannya" Suara Dimitri terdengar lembut.
Lissa merogoh saku piamanya dan mengeluarkan selembar kertas yang sudah kusut. Kertasnya sudah berlepotan darah, hingga aku nyaris tak bisa membacanya saat Dimitri memegang dan merapikannya.
Aku tahu siapa kau. Kau takkan bertahan di sini. Aku akan memastikannya. Pergilah sekarang. Itulah satu-satunya cara agar kau bisa selamat dari semua ini.
Kekagetan ibu asrama berubah menjadi sikap penuh tekad, lalu dia berjalan menuju pintu. Aku akan memanggil Ellen. Butuh beberapa saat hingga akhirnya aku ingat bahwa itu adalah nama depan Kirova.
Katakan padanya kami akan berada di klinik, kata Dimitri. Saat ibu asrama pergi, Dimitri berpaling pada Lissa. Sebaiknya kau berbaring.
Saat Lissa tetap diam, aku meraih lengannya.
Ayo, Liss. Kita keluar dari sini.
Lissa melangkah perlahan-lahan, dan membiarkan kami membimbingnya menuju klinik Akademi. Biasanya klinik itu dijaga oleh beberapa dokter, tapi pada tengah malam begini hanya ada seorang suster jaga. Perempuan itu menawarkan diri untuk membangunkan salah seorang dokter, tapi Dimitri menahannya. Dia hanya butuh istirahat.
Saat Lissa baru saja berbaring di ranjang yang sempit, Kirova dan beberapa orang lain muncul dan mulai menanyainya macam-macam. Aku langsung maju ke hadapan mereka, menghalangi Lissa. Jangan ganggu dia! Apa kalian tak bisa melihat kalau Lissa tidak mau membicarakannya" Biarkan dia tidur dulu!
Miss Hathaway, kata Ki rova, kau keterlaluan seperti biasanya. Aku bahkan tak tahu apa yang sedang kaulakukan di sini.
Dimitri bertanya pada Kirova apa mereka bisa bicara empat mata, lalu mengajaknya pergi ke selasar. Aku mendengar bisikan marah Kirova dan suara bisikan Dimitri yang tenang dan tegas. Saat mereka kembali, Kirova berkata dengan kaku, Kau boleh tetap tinggal dengannya untuk sementara. Kami akan menyuruh penjaga kebersihan untuk melakukan pembersihan dan penyelidikan lebih lanjut di kamar mandi dan kamarmu, Miss Dragomir. Lalu kita akan membahas situasi ini dengan lebih detail besok pagi.
Jangan bangunkan Natalie, bisik Lissa. Aku tak mau membuatnya takut. Lagi pula aku sudah membersihkan kamarnya.
Kirova terlihat ragu. Grup tersebut membubarkan diri setelah perawat menanyakan apakah Lissa ingin makan atau minum sesuatu. Gadis itu menolak tawarannya. Saat kami tinggal berdua, aku berbaring di samping Lissa dan memeluknya.
Aku takkan membiarkan mereka mengetahuinya, aku berkata pada Lissa saat merasakan kekhawatirannya mengenai pergelangan tangan. Tapi aku berharap tadi kau memberitahuku sebelum aku pergi meninggalkan resepsi. Kau bilang kau akan selalu memberitahuku terlebih dulu.
Saat itu aku tak punya niat untuk melakukannya, kata Lissa, kedua matanya menatap kosong. Aku bersumpah, waktu itu aku tidak berniat melakukannya. Maksudku, aku memang sedih & tapi kupikir & kupikir aku sanggup menghadapinya. Aku berusaha dengan sangat keras & sungguh, Rose. Aku berusaha keras. Tapi kemudian aku kembali ke kamar dan melihat-nya, dan aku & kehilangan kendali. Seakan-akan tali yang terakhir untuk bergantung sudah putus, kau mengerti" Dan aku tahu aku harus membersihkannya. Aku harus membersihkannya sebelum mereka melihatnya, sebelum mereka menemukannya, tapi di sana ada banyak darah & dan setelahnya, sesudah semua itu selesai, semua itu terasa terlalu berat dan aku merasa seperti akan &. Entahlah & meledak, dan semua itu benar-benar terasa terlalu berat hingga aku merasa harus mengeluarkannya, kau mengerti" Aku harus
Aku menyela histeria yang dialami Lissa. Tak apa-apa, aku mengerti.
Semua itu bohong. Aku sama sekali tidak mengerti kebiasaan Lissa menyayat tubuhnya. Dia pernah melakukannya beberapa kali secara tak terduga, sejak kecelakaan dulu, dan aku selalu ketakutan setiap kali hal itu terjadi. Lissa pernah mencoba untuk menjelaskannya, bahwa dia tidak ingin mati entah bagaimana dia hanya butuh untuk mengeluarkan-nya. Dia merasa sangat emosional, terang Lissa, sehingga penyaluran secara fisik sakit fisik adalah satu-satunya cara untuk menghilangkan sakit di dalam hatinya, merupakan satu-satunya cara Lissa untuk mengendalikannya.
Kenapa semua ini harus terjadi" Lissa menangis ke atas bantal. Kenapa aku aneh"
Kau bukan orang aneh. Tak ada yang mengalami hal seperti ini. Tak seorang pun bisa melakukan sihir seperti aku.
Apa kau berusaha untuk melakukan sihir" Tidak ada jawaban. Liss" Apa kau berusaha menyembuhkan kelinci itu"
Aku mengulurkan tanganku, untuk mencoba siapa tahu aku bisa menyembuhkannya, tapi terlalu banyak darah & aku tak sanggup.
Semakin sering dia menggunakannya, maka akan semakin parah. Hentikan dia, Rose.
Lissa memang benar. Sihir Moroi bisa menciptakan api dan air, menggerakkan batu dan serpihan bumi lain. Tapi tak seorang pun bisa menyembuhkan atau menghidupkan kembali binatang yang sudah mati. Tak seorang pun kecuali Ms. Karp.
Hentikan dia sebelum mereka menyadarinya, sebelum mereka menyadari dan membawanya pergi juga. Bawa dia pergi dari sini.
Aku tak suka menyimpan rahasia ini, terutama karena aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. Aku tak suka merasa lemah. Aku harus melindungi Lissa dari semua ini dan dari dirinya sendiri. Namun, pada saat yang sama, aku harus melindungi Lissa dari mereka juga.
Kita harus pergi, cepat-cepat aku berkata. Kita harus pergi dari sini.
Rose Ini terjadi lagi. Dan sekarang lebih parah. Lebih para dari yang terakhir.
Kau takut karena pesan itu.
Aku tidak takut pada pesan apa pun. Tapi tempat ini tidak aman.
Tiba-tiba aku merindukan Portland.
Tempat itu mungkin lebih kotor dan lebih padat daripada tanah Montana yang berbukit, tapi setidaknya di sana kau tahu apa yang bisa kauharapkan tidak seperti di sini. Di Akademi, masa lalu dan masa depan saling memerangi satu sama lain. Tempat ini mungkin memang memiliki dinding tua dan taman yang indah, tapi di dalamnya, banyak hal modern yang menyelinap masuk. Orang-orang tidak tahu bagaimana cara menghadapinya. Semua itu persis seperti kaum Moroi sendiri. Di atas permukaan, keluarga-keluarga bangsawan kuno Moroi memegang kekuasaan, tapi orang-orang mulai merasa gelisah. Para dhampir yang menginginkan lebih dalam kehidupan mereka. Moroi seperti Christian yang ingin bertempur melawan Strigoi. Para bangsawan yang masih berpegang erat pada tradisi dan berusaha untuk memaksakan kekuasaan pada semua orang, sama seperti gerbang besi rumit Akademi yang menggambarkan tradisi dan ketangguhan.
Oh, juga semua kebohongan dan rahasia. Semua itu berkeliaran di sepanjang selasar dan bersembunyi di setiap sudut. Di sini ada seseorang yang membenci Lissa, seseorang yang mungkin di depan Lissa tersenyum manis dan berpura-pura menjadi temannya. Aku tak bisa membiarkan mereka menghancurkan gadis itu.
Kau butuh tidur, kataku.
Aku tak bisa tidur. Ya, kau bisa. Aku ada di sini. Kau takkan sendirian.
Kecemasan, ketakutan, dan emosi mengkhawatirkan lainnya merembes keluar dari diri Lissa. Namun, pada akhirnya kebutuhan tubuhnyalah yang menang. Setelah beberapa saat, aku melihat kedua mata Lissa terpejam. Napasnya menjadi teratur, dan ikatan batin di antara kami terasa sepi.
Aku mengawasi Lissa tidur, terlalu terpacu oleh adrenalin hingga tak bisa membiarkan tubuhku beristirahat. Kurasa satu jam sudah berlalu saat perawat muncul lagi dan menyuruhku pergi.
Aku tak bisa pergi, aku berkata. Aku sudah berjanji padanya bahwa dia takkan sendirian.
Perawat itu bertubuh tinggi, bahkan untuk ukuran seorang Moroi, dengan mata cokelat ramah. Dia takkan sendirian. Aku akan menemaninya.
Aku melihatnya dengan ragu.
Aku janji. Saat kembali ke kamar, aku langsung tumbang. Rasa takut dan kehebohan tadi sudah membuatku lelah, dan saat itu juga, aku berharap memiliki kehidupan dan sahabat yang normal. Aku langsung menyingkirkan pikiran tersebut. Tidak ada seorang pun yang normal, bisa dibilang begitu. Dan aku tak pernah memiliki teman yang lebih baik daripada Lissa & tapi, ya ampun, kadang-kadang semua ini terasa berat.
Aku tidur dengan nyenyak sampai pagi. Aku masuk ke kelas pertama dengan ragu-ragu, merasa gugup karena khawatir kejadian semalam sudah mulai menyebar. Ternyata, orang-orang memang membicarakan soal kejadian tadi malam, tapi perhatian mereka masih terpusat pada ratu dan resepsi. Mereka tidak tahu apa-apa soal kelinci itu. Walaupun sulit untuk dipercaya, aku nyaris melupakan masalah yang berhubungan dengan sang ratu. Tiba-tiba saja hal itu terkesan sepele jika dibandingkan dengan seseorang yang sudah menyebabkan ledakan darah di dalam kamar Lissa.
Namun, saat hari beranjak siang, aku menyadari ada sesuatu yang aneh. Orang-orang sudah tidak terlalu mengamati Lissa lagi. Mereka mulai mengamati aku. Terserah mereka saja. Aku mengabaikan tatapan itu, lalu mencari-cari ke sekeliling dan menemukan Lissa yang hampir selesai menemui seorang donor. Perasaan aneh yang selalu kurasakan muncul lagi saat memperhatikan mulut Lissa berada di atas leher si donor, meminum darahnya. Setetes darah menuruni leher laki-laki itu, terlihat mencolok pada kulit pucatnya. Para donor, meskipun mereka manusia, memiliki kulit sepucat kaum Moroi akibat sering kehilangan darah. Laki-laki itu nyaris tidak menyadari keberadaanku; dia sudah teler sejak tadi akibat gigitan Lissa. Merasa tenggelam dalam kecemburuan, aku memutuskan aku butuh terapi.
Kau baik-baik saja" aku bertanya pada Lissa sesudahnya, saat kami berjalan menuju kelas. Lissa memakai baju lengan panjang, sengaja menutupi kedua pergelangan tangannya.
Yeah & aku tak bisa berhenti memikirkan kelinci itu &. Sangat mengerikan. Gambarannya terus-terusan muncul di dalam kepalaku. Lalu aku teringat pada apa
yang sudah kulakukan. Lissa memejamkan mata, hanya sesaat, lalu membukanya lagi. Orang-orang membicarakan kita.
Aku tahu. Abaikan mereka.
Aku benci semua ini, sahut Lissa marah. Sebuah gelombang gelap membuncah di dalam dirinya dan mengalir melalui ikatan batin kami. Emosi itu membuatku mengernyit. Sahabatku adalah seorang yang riang dan baik hati. Lissa tidak pernah memiliki perasaan gelap. Aku benci semua gosip. Semua itu sangat bodoh. Bagaimana mereka bisa sepicik itu"
Abaikan mereka semua, ulangku dengan nada menenangkan. Keputusanmu untuk tidak bergaul lagi dengan mereka sangatlah cerdas.
Namun, mengabaikan mereka semakin sulit untuk dilakukan. Bisikan dan tatapan semakin sering kami dapatkan. Saat pelajaran Perilaku Binatang, semua itu bertambah parah, aku bahkan tak bisa menikmati pelajaran yang sekarang menjadi favoritku. Ms. Meissner sudah mulai bicara mengenai evolusi dan sintasan yang terkuat, serta bagaimana para binatang mencari pasangan hidup yang memiliki gen terbaik. Semua itu membuatku terkesan, tapi bahkan Ms. Meissner sendiri pun sulit untuk tetap fokus pada pelajaran ini, karena dia harus terus-menerus berteriak agar semua orang diam dan memperhatikan pelajaran.


Vampire Academy Karya Richelle Mead di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Ada sesuatu yang sedang terjadi, kataku pada Lissa saat pergantian pelajaran. Aku tidak tahu apa itu, tapi mereka semua sedang membahas sesuatu yang lain.
Sesuatu yang lain" Selain masalah ratu yang membenciku" Apa yang bisa menyaingi hal itu"
Kuharap aku tahu jawabannya.
Akhirnya semua itu terjawab pada jam pelajaran yang terakhir, Seni Slavia. Awalnya seorang murid lelaki yang nyaris tidak kukenal mengatakan sesuatu yang sangat eksplisit dan nyaris cabul padaku saat kami semua sedang mengerjakan proyek perorangan. Aku menjawab dengan ramah, membiarkannya yakin akan apa yang bisa dilakukannya dengan permintaannya.
Dia hanya tertawa. Ayolah, Rose. Aku bersedia berdarah untukmu.
Terdengar suara cekikikan keras, dan Mia menatap kami dengan pandangan mengejek.
Tunggu, yang berdarah itu Rose, ya kan"
Terdengar tawa yang lebih keras. Saat memahaminya, aku merasa seperti mendapat tamparan di wajah. Aku langsung menarik Lissa pergi. Mereka tahu.
Tahu apa" Soal kita. Mengenai bagaimana kau & kau tahu kan, bagaimana aku memberimu darah selama kita kabur.
Lissa ternganga. Bagaimana mungkin"
Menurutmu bagaimana lagi" Temanmu Christian.
Tidak, Lissa berkata dengan yakin. Dia tak mungkin melakukannya.
Siapa lagi yang tahu"
Keyakinan yang dirasakan Lissa pada Christian tergambar pada kedua matanya dan ikatan batin kami. Tapi Lissa tidak mengetahui apa yang kuketahui. Lissa tidak tahu bahwa aku sudah memaki Christian tadi malam, bagaimana aku sudah membuat cowok itu berpikir kalau Lissa membencinya. Cowok itu labil. Menyebarkan rahasia terbesar kami well, salah satu rahasia kami akan menjadi balas dendam yang pantas. Mungkin dia juga yang membunuh si kelinci. Lagi pula, binatang itu mati hanya beberapa jam setelah aku menyuruhnya menjauhi Lissa.
Tanpa menunggu protes dari Lissa, aku berjalan menuju sisi lain ruangan tempat Christian sedang bekerja sendirian, seperti biasanya. Lissa mengikutiku. Tanpa memedulikan seandainya orang-orang melihat kami, aku membungkuk di atas meja cowok itu, dan meletakkan wajahku hanya beberapa inci dari wajahnya.
Aku akan membunuhmu. Kedua mata Christian mendarat pada Lissa, terlihat kilatan samar rasa rindu di sana, kemudian ekspresi marah kembali tersirat di wajahnya. Kenapa" Apa hal itu semacam pelajaran tambahan bagi pengawal"
Berhentilah bersikap sok seperti itu, aku memperingatkannya dengan nada rendah. Kau menyebarkannya. Kau menyebarkan kabar burung bahwa Lissa meminum darahku.
Katakan padanya, Lissa berkata dengan putus asa. Katakan padanya kalau dia salah.
Christian mengalihkan pandangan dariku ke Lissa, dan saat mereka saling tatap beberapa lama. Aku merasakan gelombang ketertarikan yang sangat kuat, sampai-sampai aku heran kalau gelombang itu tidak membuatku terjungkal. Perasaan Lissa tergambar jelas pada kedua matanya. Di mataku juga terlihat bahwa Christian m
erasakan hal yang sama pada Lissa, tapi Lissa tidak bisa melihatnya, terutama karena sekarang Christian masih memelototinya.
Kau bisa menghentikannya, tahu" kata Christian. Kau tak perlu berpura-pura lagi.
Pendekar Guntur 4 Kutukan Jason Kisah Seri Misteri Friday The 13 Karya Eric Morse Pendekar Gunung Bromo 2
^