Pencarian

Pasien Rawat Inap 1

Sherlock Holmes - Pasien Rawat Inap Bagian 1


Memoar Sherlock Holmes PASIEN RAWAT INAP Download Ebook Jar Lainnya Di
http://mobiku.tk http://inzomnia.wapka.mobi
SEPINTAS kalau aku menengok sejumlah kenangan yang tak saling berkaitan untuk
menggambarkan keanehan temanku, Sherlock Holmes, aku selalu mengalami kesulitan untuk
mendapatkan contoh-contoh yang bisa mendukung maksudku. Karena pada kasus-kasus di mana
Holmes telah menunjukkan kelihaiannya dalam mengemukakan dalih-dalih analitis dan metode-metode
investigasinya yang aneh, fakta-faktanya sendiri sering amat sepele atau biasa saja sehingga menurutku
tidak cukup pantas dibeberkan di hadapan umum. Sebaliknya, sering pula terjadi dia sangat serius
dengan suatu riset yang fakta-faktanya menarik dan dramatis, tapi yang dalih-dalihnya kurang
meyakinkan dibandingkan dengan apa yang kubayangkan sebagai penulis riwayat hidupnya. Masalah
kecil yang pernah kutulis dengan judul A Study in Scarlet, dan kemudian satu lagi yang berhubungan
dengan lenyapnya kapal Gloria Scott bisa menjadi contoh betapa tak enaknya menjadi penulis yang
menuangkan kisah-kisah Sherlock Holmes. Dalam kisah pertama berikut ini, peran temanku ini
mungkin tak begitu menonjol, tapi ceritanya begitu menarik sehingga aku tak bisa menghapuskannya
begitu saja dari seri cerita ini.
Waktu itu bulan Agustus, hujan turun sepanjang hari dan udara terasa pengap. Kerai jendela
ruangan kami setengah tertutup, dan Holmes meringkuk di sofa sambil membaca surat yang
diterimanya pagi harinya berulang kali. Sedangkan aku sendiri, karena pernah bertugas di India, lebih
tahan cuaca panas daripada cuaca dingin, dan merasa tak terganggu walaupun suhu udara mencapai 32
derajat. Koran tak menarik perhatianku. Parlemen bangkit. Orang-orang bepergian ke luar kota, dan
aku jadi mendambakan padang-padang rumput di New Forest dan atap-atap rumah yang khas di
Southsea. Karena tak punya uang, aku tak merencanakan untuk pergi berlibur. Dan bagi temanku yang
satu ini, pemandangan pedesaan atau laut tak menarik perhatiannya. Dia lebih suka berada di tengah-tengah jutaan orang, dengan benang-benang kusut yang perlu dibenahinya, menanggapi desas-desus
peristiwa kriminal yang belum terpecahkan. Dia tidak memiliki karunia untuk menikmati alam semesta,
dan satu-satunya pergantian suasana baginya ialah bila dia melacak seorang penjahat di desa.
Holmes nampaknya sedang asyik sendiri dan tak berminat untuk berbicara, maka aku pun lalu
menyingkirkan koran, menyandarkan tubuh ke kursi, dan membiarkan pikiranku berkelana. Tiba-tiba
2 suara temanku memotong lamunanku.
"Kau benar, Watson," katanya. "Mustahil dapat menyelesaikan masalah dengan cara begitu."
"Sangat mustahil!" teriakku, lalu tiba-tiba aku menyadari bahwa dia telah mengutarakan
pikiranku yang terdalam. Aku terbangun dari tempat duduk dan memandangnya dengan heran.
"Apa-apaan ini, Holmes"" seruku. "Aku tak bisa membayangkan."
Dia terbahak-bahak melihat kebingunganku.
"Ingat tidak," katanya, "ketika beberapa waktu yang lalu kubacakan karangan Poe tentang
seorang pemikir yang bisa membaca pikiran temannya yang tak diucapkan, kau ngotot berpendapat
bahwa hal itu hanya buatan pengarangnya saja" Waktu kukatakan bahwa aku juga bisa begitu, kau tak
percaya." "Ah, tidak, kok."
"Mungkin kau tak mengakuinya dengan kata-kata, tapi alismu tak bisa bohong. Maka ketika
kulihat kau menyingkirkan koran itu dan mulai melamun, aku senang sekali, karena mendapat
kesempatan untuk membaca pikiranmu, agar aku bisa membuktikan kebenaran hal itu kepadamu."
Tapi aku masih tetap penasaran. "Pada contoh yang kaubacakan dulu," kataku, "sang pemikir
mengambil kesimpulan dari tindakan orang itu yang bisa diperhatikannya. Kalau aku tak salah ingat,
dia menabrak setumpuk batu, memandang ke langit, dan lain-lain. Sedangkan aku cuma duduk diam di
kursi. Aku kan tak memberimu petunjuk apa-apa."
"Kau terlalu meremehkan dirim
u. Mimik wajah menunjukkan perasaan seseorang, dan mimik
wajahmu benar-benar tak bisa berbohong."
"Maksudmu, kau dapat membaca pikiranku dari mimik wajahku""
"Ya, khususnya matamu. Mungkin kau sendiri malah tak ingat awal lamunanmu tadi."
"Memang tidak."
"Kalau begitu kuberitahu saja. Setelah menyingkirkan koran tindakan yang menyebabkan aku
memperhatikanmu kau terdiam selama setengah menit dengan pandangan hampa. Lalu matamu
tertuju pada foto Jenderal Gordon yang baru kau bingkai itu, dan perubahan wajahmu menunjukkan
3 bahwa kau mulai berpikir. Tapi tak lama. Matamu lalu beralih ke foto Henry Ward Beecher yang tak
berbingkai, yang ada di atas tumpukan bukumu. Lalu kau menatap ke dinding, dan aku tahu
maksudmu. Kau berpikir bahwa kalau saja foto itu dibingkai, maka tembok kosong di atas tumpukan
buku itu akan tertutupi olehnya dan akan sesuai dengan foto Gordon di sebelah sana."
"Hebat, kau bisa membaca pikiranku!" teriakku.
"Sejauh ini, begitulah. Tapi lalu pikiranmu kembali ke Beecher, dan kau menatap fotonya
seolah-olah sedang menilai sifatnya melalui mimik wajahnya. Lalu pandanganmu tak seserius tadi lagi,
tapi kau tetap memandanginya sambil berpikir. Kau mengingat-ingat kejadian yang berhubungan
dengan karier Beecher. Dan aku tahu kau pasti memikirkan misi yang diembannya atas nama pihak
Utara pada saat Perang Saudara, sebab aku ingat kau pernah mengungkapkan rasa marahmu karena dia
ternyata tidak diterima dengan baik oleh beberapa golongan di negeri kita. Kemarahanmu begitu besar,
sehingga aku tahu kau tak mungkin memikirkan Beecher tanpa mengingat hal itu. Ketika kemudian
matamu tidak lagi melihat foto itu, menurutku pikiranmu kini beralih ke Perang Saudara, dan ketika
kuperhatikan bahwa bibirmu terkatup rapat, matamu berbinar, dan tinjumu terkepal, aku merasa pasti
bahwa kau sedang membayangkan keberanian yang ditunjukkan oleh kedua belah pihak yang
berperang. Tapi lalu wajahmu kembali menjadi sedih, dan kau menggeleng-geleng. Kau tentunya
sedang merenungkan kepedihan dan kengerian atas banyaknya jiwa yang terbunuh. Tanganmu
menyentuh bekas luka di badanmu dan kau tersenyum, yang menunjukkan bahwa terlintas di benakmu,
betapa konyolnya pemerintah mengatasi masalah-masalah internasional dengan cara seperti itu. Pada
saat itulah aku menyatakan bahwa hal itu mustahil, dan alangkah senangnya aku karena kesimpulanku
ternyata benar." "Wah!" kataku. "Harus kuakui bahwa setelah dijelaskan pun aku masih merasa heran."
"Sangat sepele, Watson. Betul. Aku takkan mempraktekkannya, kalau saja kau percaya sejak
dulu. Tapi malam ini angin berembus sepoi-sepoi. Bagaimana kalau kita jalan jalan keliling kota
London"" Aku bosan tinggal di ruang duduk kami yang sempit, dan dengan senang hati menyetujuinya.
Selama tiga jam kami jalan-jalan berkeliling, memperhatikan dinamika kehidupan yang terus-menerus
berlalu sepanjang Fleet Street dan Strand. Celoteh Holmes yang khas, yang penuh dengan detail-detail
4 dan kesimpulan, membuatku tertarik dan merasa gembira.
Kami tiba kembali di Baker Street pukul sepuluh
lewat. Sebuah kereta sedang menunggu di depan
tempat tinggal kami. "Hm! Nampaknya seorang dokter umum," kata
Holmes. "Belum lama buka praktek, tapi sudah
lumayan hasilnya. Kurasa, dia datang untuk ber
konsultasi dengan kita. Untung kita sudah pulang!"
Aku cukup mengenal cara-cara Holmes, sehingga
bisa memaklumi kesimpulan-kesimpulannya itu.
Terlihat dengan jelas macam-macam alat
kedokteran dalam keranjang anyaman yang
tergantung di kereta itu, dan ini memberinya data
untuk menarik kesimpulan. Lampu ruangan kami di
atas menyala. Ini menunjukkan bahwa tamu itu
memang ingin menemui kami. Dengan penuh rasa
ingin tahu untuk apa seorang dokter mengunjungi
kami malam malam begini, aku mengikuti Holmes masuk ke apartemen kami.
Seoran g pria pucat berwajah lonjong dan berkumis berdiri dari duduknya di dekat perapian
ketika kami masuk. Umurnya mungkin tidak lebih dari 33 atau 34 tahun, tapi wajahnya yang letih dan
pucat membuatnya tampak lesu dan tua. Sikapnya gelisah dan pemalu, dan nampaknya dia agak
sensitif. Tangannya yang kurus dan putih, yang diletakkan di atas rak ketika dia bangkit berdiri,
nampak lebih mirip tangan seniman daripada tangan dokter. Pakaiannya sederhana berwarna suram. Jas
panjangnya hitam, celananya gelap, dan hanya dasinya yang agak cerah warnanya.
"Selamat malam, Dokter," kata Holmes dengan ceria, "untunglah Anda hanya menunggu
sebentar." "Anda tahu dari kusir saya""
5 "Tidak, lilin di samping meja itu yang memberi petunjuk. Silakan duduk kembali dan katakan
apa yang bisa saya lakukan untuk Anda."
"Saya Dokter Percy Trevelyan," kata tamu kami, "dan saya tinggal di Brook Street Nomor 403."
"Bukankah Anda yang menulis risalah tentang gangguan-gangguan saraf yang tak jelas
penyebabnya"" tanyaku.
Pipinya yang pucat memerah karena dia senang karya tulisnya kukenal.
"Saya jarang sekali mendengar tentang tulisan saya itu, sehingga saya kira sudah tak beredar
lagi," katanya. "Pihak penerbit pesimis dengan daya jual buku itu. Apakah Anda sendiri juga seorang
dokter"" "Pensiunan ahli bedah dari Dinas Ketentaraan."
"Saya tertarik pada penyakit saraf. Saya berharap dapat menjadi spesialis saraf, tapi yah,
keadaannya belum memungkinkan. Namun ini tak ada kaitannya dengan permasalahan saya saat ini,
Mr. Sherlock Holmes, dan saya tahu bahwa waktu Anda sangat berharga. Begini, akhir-akhir ini telah
terjadi serangkaian peristiwa aneh di rumah saya di Brook Street, dan malam ini benar-benar mencapai
puncaknya sehingga saya perlu segera minta nasihat dan bantuan Anda."
Sherlock Holmes duduk dan menyalakan pipanya. "Silakan," katanya. "Moga-moga Anda bisa
memberikan rincian tentang kejadian yang telah mengganggu Anda itu."
"Satu atau dua di antaranya sangat sepele," kata Dr. Trevelyan, "sehingga malu rasanya untuk
mengatakannya. Tapi masalahnya sulit untuk dijelaskan, dan yang terakhir begitu ruwet sehingga
sebaiknya saya beberkan semuanya saja, dan sudilah Anda menentukan mana yang penting dan mana
yang tidak. "Saya akan mulai dengan karier saya. Anda tahu, saya lulusan Universitas London, dan saya
tidak menyombongkan diri kalau mengatakan bahwa para dosen menganggap masa depan saya
gemilang. Sesudah lulus, saya mengerjakan riset di Rumah Sakit King's College, dan saya beruntung
karena riset patologi penyakit ayan saya diperhatikan orang. Saya memenangkan penghargaan Bruce
Pinkerton untuk karya tulis tentang gangguan saraf yang tadi disebutkan oleh teman Anda. Mungkin
tak keterlaluan kalau saya katakan bahwa pada saat itu nampaknya karier saya akan segera menanjak.
6 "Tapi saya terbentur pada masalah modal. Anda tentu tahu, seorang spesialis yang bercita-cita
tinggi harus memulai prakteknya di salah satu jalan terkemuka di daerah Cavendish Square, yang biaya
sewa dan perabotannya mahal sekali. Di samping itu, dia harus memiliki cukup uang untuk menghidupi
dirinya sendiri selama bertahun-tahun dan untuk menyewa kereta kuda yang pantas. Semua ini di luar
jangkauan saya, dan melihat keadaan ekonomi saya, semua itu mungkin baru bisa terwujud dalam
waktu sepuluh tahun. Tiba-tiba ada kejadian tak terduga yang memberi harapan kepada saya.
"Suatu pagi, seorang pria bernama Blessington mendatangi saya. Saya tak kenal padanya
sebelumnya, tapi kami langsung berbicara bisnis.
"'Benarkah kau Percy Trevelyan yang terkenal itu dan yang baru-baru ini memenangkan
penghargaan"' tanyanya.
"Saya mengangguk. "'Jawablah dengan terus terang,' dia melanjutkan, 'karena kau pasti berminat dengan apa yang
akan kusampaikan. Kau punya keahlian yang bisa membuatmu sukses. Tapi, kau bijaksana tidak"'
"Saya tersenyum atas perta
nyaannya yang begitu mendadak.
"'Saya kira begitulah,' kata saya.
"'Apakah kau punya kebiasaan jelek" Peminum., misalnya"'
"'Yang benar saja, sir"' teriakku.
"'Baiklah! Tak apa-apa! Aku cuma mau tahu saja. Kalau begitu, kenapa kau tak buka praktek"'
"Saya mengangkat bahu.
"'Ayolah!' katanya dengan terburu-buru. 'Cerita kuno. Ada kemampuan, tapi tak ada uang, eh"
Bagaimana kalau kau kumodali praktek di Brook Street"'
"Saya memandangnya dengan heran.
"'Oh, ini demi kepentinganku, bukan kepentinganmu,' dia berteriak. 'Aku mau terus terang saja
padamu, dan aku akan senang sekali kalau kau setuju. Begini, aku punya beberapa ribu pound, dan aku
mau menanamkan uang itu padamu.'
7 "'Tapi kenapa"' saya tergagap.
"'Yah, cuma spekulasi, dan lebih aman dibanding lainnya.'
"'Lalu apa yang harus saya lakukan"'
"'Begini. Aku akan menyewa rumah,
mengisinya dengan perabot, menggaji pelayan,
dan mengurusi macam-macam. Tugasmu
hanyalah memanfaatkan ruang praktek. Kau
akan terima uang saku dan lain-lain. Lalu
kauserahkan tiga perempat penghasilanmu
padaku, dan sisanya untukmu.'
"Usul Blessington ini aneh, Mr. Holmes.
Saya tak perlu berpanjang-lebar lagi tentang
bagaimana kami tawar-menawar dan berunding.
Pokoknya, beberapa waktu kemudian saya
pindah rumah, dan mulai buka praktek dengan
syarat-syarat yang telah kami setujui bersama.
Dia tinggal serumah dengan saya sebagai pasien
rawat inap, karena jantungnya agak lemah dan membutuhkan perawatan medis yang teratur. Dua
ruangan terbaik di lantai satu dijadikannya ruang duduk dan kamar tidurnya. Dia orang yang agak aneh,
tak suka berkawan dan jarang keluar rumah. Hidupnya tak menentu, tapi ada satu hal yang
dilakukannya secara teratur. Tiap malam pada jam yang sama dia masuk ke ruang praktek, memeriksa
buku-buku, mengambil bagiannya dari pendapatan praktek saya, dan menaruhnya di sebuah kotak yang
berat di kamarnya. "Saya berani katakan dengan pasti bahwa dia tak menyesali spekulasinya. Sejak awal, praktek
saya sudah sukses. Kasus-kasus penting dan reputasi saya selama di rumah sakit telah membuat saya
terkenal, dan selama satu-dua tahun terakhir ini saya telah membuatnya kaya raya.
"Demikianlah, Mr. Holmes, masa lalu dan hubungan saya dengan Mr. Blessington. Sekarang
saya mau menceritakan apa yang menyebabkan saya datang kemari malam ini.
8 "Beberapa minggu yang lalu Mr. Blessington menemui saya dalam keadaan sangat gelisah. Dia
bercerita tentang pencurian yang katanya telah terjadi di West End, dan dia nampaknya sangat
khawatir. Lalu dia mengatakan bahwa saat itu juga kami harus memperkuat kunci-kunci pintu dan
jendela. Selama seminggu dia terus saja tegang, mengintip-intip ke luar jendela, tak lagi keluar jalan-jalan seperti biasa dilakukannya sebelum makan malam. Kelakuannya itu menunjukkan bahwa dia
sedang ketakutan tapi ketika saya tanyakan hal itu padanya, dia menjadi marah sehingga saya terpaksa
tutup mulut. Berangsur-angsur ketakutannya mereda, dan dia kembali melakukan kebiasaannya seperti
dulu. Tapi, kemudian ada kejadian yang sangat memukulnya.
"Begini. Dua hari yang lalu saya menerima surat yang kini akan saya bacakan pada Anda. Surat
ini tanpa alamat dan tanpa tanggal.
"'Seorang bangsawan Rusia yang kini tinggal di Inggris,' tulisnya, 'ingin berkonsultasi dengan
Dr. Percy Trevelyan. Sudah beberapa tahun ini dia menderita sakit ayan, dan dia dengar Dr.
Trevelyan terkenal ahli dalam menangani penyakit ini. Dia mau datang kira-kira jam 6.15
besok malam, kalau Dr. Trevelyan bersedia.'
"Saya sangat tertarik, karena selama
mempelajari penyakit ini, saya sulit
mendapatkan pasien seperti itu sebagai bahan
penyelidikan saya. Lalu begitulah, pada jam
yang telah dijanjikan pasien itu diantar
pesuruh saya masuk ke ruang praktek.
"Orangnya sudah tua, kurus, sopan, dan
biasa-biasa saja sama sekali tak nampak
sebagai ba ngsawan Rusia. Saya lebih terkejut
melihat penampilan pengantarnya. Orangnya
masih muda, tinggi, dan sangat tampan.
Wajahnya gelap dan keras, tubuhnya
bagaikan Hercules. Dia menggandeng orang
tua itu waktu memasuki ruang praktek saya,
9 dan menolong mendudukkannya dengan sangat lembut. Orang pasti tak menduga bahwa dia bisa
selembut itu kalau melihat penampilan fisiknya.
"'Maaf, saya ikut masuk, Dokter,' katanya pada saya dalam bahasa Inggris yang agak pelat. 'Ini
ayah saya, dan masalah kesehatannya sangat penting bagi saya.'
"Saya terharu melihat dia mencemaskan kesehatan ayahnya. 'Anda akan menunggui selama
saya memeriksa ayah Anda"' tanya saya kepadanya.
"'Tidak,' teriaknya ketakutan. 'Saya tak tahan kalau melihat ayah saya tiba-tiba kambuh.
Sungguh. Saraf saya juga lemah. Kalau Anda tak keberatan, saya akan duduk di ruang tunggu selama
Anda memeriksa.' "Tentu saja saya tak keberatan, dan pemuda itu lalu keluar. Saya lalu terlibat diskusi dengan
pasien saya, dan saya mencatat keluhan-keluhannya. Dia agak lamban, dan jawabannya serba kabur,
mungkin karena keterbatasannya berbahasa Inggris. Tapi tiba-tiba, ketika saya masih menulis, dia tidak
lagi menjawab pertanyaan saya, dan ketika saya menoleh padanya, saya amat terkejut karena duduknya
sudah amat tegap, dan dia sedang memandangi saya dengan wajah yang hampa dan kaku. Wah,
rupanya dia mau kumat. "Perasaan saya mula-mula, seperti sudah saya katakan tadi, adalah kasihan dan takut. Lalu rasa
puas atas profesi saya. Saya mencatat denyut jantung dan suhu badannya, menguji ketegangan otot-ototnya, dan memeriksa refleksnya. Semuanya normal-normal saja, dan ini sesuai dengan pengalaman-pengalaman saya sebelumnya. Gejala seperti itu biasanya tertolong dengan amil nitrat, maka saya
gunakan kesempatan itu untuk membuktikan keampuhannya. Botol obat itu ada di ruang laboratorium
di lantai bawah, jadi saya tinggalkan sang pasien sejenak dan berlari untuk mengambilnya. Kira-kira


Sherlock Holmes - Pasien Rawat Inap di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

lima menit kemudian barulah saya kembali. Bayangkan, betapa kagetnya saya karena ruang praktek
sudah kosong dan pasien saya tadi sudah lenyap!
"Tentu saja saya langsung berlari ke ruang tunggu. Anaknya juga sudah menghilang. Pintu
depan tertutup, tapi tak terkunci. Pesuruh saya masih baru dan kurang cekatan. Dia biasanya menunggu
di bawah, dan akan segera naik untuk mengantar pasien keluar kalau saya membunyikan bel. Dia tadi
tak mendengar apa-apa, dan urusan itu tetap merupakan misteri. Mr. Blessington kembali dari jalan-jalan tak lama kemudian, tapi saya tak memberitahukan apa-apa padanya, karena terus terang lama- 10
kelamaan saya enggan berkomunikasi dengannya.
"Yah, saya pikir saya takkan bertemu dengan orang Rusia dan anaknya itu lagi. Jadi Anda bisa
bayangkan, betapa terkejutnya saya ketika sore tadi, pada jam yang sama, mereka berdua muncul lagi
di ruang praktek saya. "'Saya mau minta maaf karena kemarin menghilang begitu saja, Dokter,' kata pasien saya.
"'Saya memang terkejut,' kata saya.
"'Yah, begitulah selalu,' komentarnya, 'kalau kumat saya mereda, saya lalu jadi tak ingat apa
yang baru saja terjadi. Saya terbangun dan merasa berada di ruangan yang asing, sehingga secara tak
sadar saya langsung lari keluar ketika Anda tak berada di ruangan ini saat itu.'
"'Dan saya,' kata anaknya, 'begitu melihat Ayah keluar dari ruang tunggu, tentu saja mengira
pemeriksaan sudah selesai. Ketika sampai di rumah barulah saya tahu apa yang sebenarnya telah
terjadi.' "'Yah,' kata saya sambil tertawa, 'tak apa-apa, saya hanya sangat terkejut. Jadi silakan Anda
tunggu di luar, sir, sementara saya melanjutkan konsultasi yang kemarin sempat terpotong begitu saja.'
"Selama kira-kira setengah jam saya berbincang-bincang tentang gejala-gejala penyakit orang
tua itu, lalu setelah menulis resep untuknya, saya mengawasinya ketika dia berjalan pulang digandeng
oleh anaknya. "Telah saya katakan bahwa pada saat yang sama itu Mr. Blessington bi
asanya pergi berjalan-jalan. Dia tiba tak lama kemudian dan naik ke atas. Sesaat kemudian saya dengar langkah-langkahnya
menuruni tangga, dan dia menerobos masuk ruang praktek saya dengan amat panik.
"'Siapa yang telah masuk kamarku"' teriaknya.
"'Tak ada,' kataku. "'Bohong!' teriaknya lebih keras lagi. 'Ayo, naik dan lihatlah!'
"Saya tak tersinggung dengan kata-katanya yang kasar. Nampaknya pikirannya sedang amat
kacau karena ketakutan yang amat sangat. Ketika kami sudah berada di atas, dia menunjukkan
beberapa bekas kaki di karpetnya yang berwarna terang.
11 "'Apa kau mau bilang itu bekas kakiku"'
teriaknya. "Memang tidak, karena bekas kaki itu
jauh lebih besar dari ukuran kakinya, dan
masih baru. Tadi hujan turun dengan lebat, dan
Anda tahu, hanya merekalah pasien yang
datang. Jadi berarti orang yang menunggu tadi,
entah dengan alasan apa, telah masuk ke kamar
pasien rawat inap saya ketika saya sedang
sibuk memeriksa orang satunya. Tak ada
barang lain yang dijamah atau diambil, tapi
dari jejak kaki itu jelas sekali ada seseorang
yang memasuki kamarnya. "Mr. Blessington sangat terpukul oleh kejadian itu, lebih parah dari yang saya duga, walaupun
tentu saja siapa pun akan terganggu kalau mengalami hal seperti itu. Dia duduk di kursi malas sambil
menangis, dan saya tak berhasil membujuknya untuk membicarakannya dengan baik-baik. Dialah yang
mengusulkan agar saya menemui Anda, dan saya pun menganggap hal itu perlu dilakukan, karena
walaupun peristiwanya cuma begitu, tapi baginya penting sekali. Kalau Anda bersedia ikut saya, paling
tidak Anda akan bisa membuatnya tenang, walaupun mungkin masalahnya tak akan bisa dijelaskan."
Sherlock Holmes mendengarkan uraian yang panjang ini dengan saksama, yang menandakan
bahwa dia tertarik pada kasus itu. Wajahnya tenang seperti biasanya, tapi kelopak matanya menyipit,
dan asap pipanya mengepul dengan lebih pekat setiap ada bagian cerita sang dokter yang dirasanya
aneh. Ketika tamu kami selesai berkisah, Holmes bangkit tanpa berkata sepatah pun, menyerahkan topi
saya, mengambil topinya sendiri dari meja, dan mengikuti Dr. Trevelyan keluar. Dalam waktu lima
belas menit, kami sudah sampai di depan kediaman sang dokter di Brook Street, salah satu rumah yang
berkesan suram di daerah West End. Seorang pesuruh bertubuh kecil membukakan pintu, dan kami
langsung menaiki tangga lebar yang berlapis karpet.
Tapi, tiba-tiba langkah kami terhenti, karena lampu di ruangan atas dimatikan. Dan dari
12 kegelapan terdengar suara yang meninggi dan gemetaran.
"Aku bawa pistol," suara itu berteriak, "akan kutembak kalau kalian datang mendekat."
"Anda keterlaluan, Mr. Blessington," teriak Dr. Trevelyan.
"Oh, kaukah itu, Dokter"" kata suara itu dengan amat lega. "Tapi yang lainnya, apakah mereka
tidak berpura-pura""
Sejenak sunyi, dan pasti orang yang dalam kegelapan itu sedang memperhatikan kami.
"Ya, ya, baiklah," kata suara itu akhirnya. "Kalian boleh naik, dan maafkan saya telah
mengagetkan kalian."
Dia menyalakan lampu tangga kembali, dan
di depan kami tampaklah Mr. Blessington
yang wajah dan suaranya benar-benar
menunjukkan kegalauannya. Dia sangat
gemuk, tapi rupanya akhir-akhir ini berat
badannya turun secara drastis, sehingga kulit
menggantung di wajahnya yang nampak
seperti anjing polisi itu. Warna kulitnya
pucat, dan rambutnya yang tipis dan beruban
kelihatannya ikut berdiri karena lonjakan
emosinya. Di tangannya tergenggam sebuah
pistol, tapi lalu dimasukkannya ke saku
celananya ketika dia menghampiri kami.
"Selamat malam, Mr. Holmes," katanya, "terima kasih, Anda mau datang. Saya sangat
memerlukan nasihat Anda. Saya yakin Dr. Trevelyan telah memberitahu Anda tentang pengacauan di
kamar saya"" "Demikianlah," kata Holmes. "Siapa kedua pria itu, Mr. Blessington, dan mengapa mereka ingin
mengganggu Anda""
"Yah , yah," kata pasien rawat inap itu dengan gugup, "tentu saja susah mengatakannya. Anda
13 tentunya tak mengharapkan jawaban dari saya, Mr. Holmes."
"Maksud Anda, Anda tak tahu jawabnya""
"Tolong masuk ke sini saja. Mari."
Dia mengajak kami ke kamar tidurnya yang besar dan ditata dengan nyaman.
"Anda lihat"" katanya, sambil menunjuk ke kotak besar berwarna hitam di ujung ranjangnya.
"Saya bukan orang kaya, Mr. Holmes modal pun hanya saya tanam di satu tempat, seperti yang
tentunya sudah dijelaskan Dr. Trevelyan. Saya tak percaya pada bank. Saya tak akan pernah percaya
pada bank, Mr. Holmes. Terus terang, semua milik saya ada di dalam kotak itu, jadi kalian bisa
mengerti apa artinya kalau sampai ada orang yang mencurinya."
Holmes memandang Blessington dengan heran, dan menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Saya tak bisa memberi saran kalau Anda mencoba membohongi saya," katanya.
"Tapi, semuanya sudah saya utarakan."
Holmes berbalik dengan sikap jijik. "Selamat malam, Dr. Trevelyan," katanya.
"Tak ada saran untuk saya"" teriak Blessington dengan suara tersendat.
"Saran saya, sir, jangan berbohong."
Semenit kemudian kami sudah berada di luar, lalu berjalan kaki pulang. Kami menyeberangi
Oxford Street, dan sedang menyusuri Harley Street ketika temanku mulai berbicara.
"Maaf, telah membawamu untuk urusan konyol, Watson," katanya pada akhirnya. "Sebenarnya,
kasus ini cukup menarik."
"Hanya sedikit yang kumengerti," aku mengaku.
"Yah, cukup jelas bahwa ada dua orang mungkin juga lebih, tapi paling sedikit dua yang
merencanakan untuk mengganggu orang yang bernama Blessington ini. Aku yakin orang muda yang
mengantar pasien ayan itu telah masuk dua kali ke kamar Blessington, sementara rekannya
memperdaya dokter itu dengan cerdiknya."
"Dan mengaku sakit ayan!"
14 "Penipuan yang licik, Watson, tapi aku tak berani mengisyaratkan itu di hadapan dokter tadi.
Sakit ayan itu gampang ditirukan. Aku juga pernah melakukannya."
"Lalu"" "Kebetulan Blessington selalu sedang keluar waktu orang muda itu masuk ke kamarnya.
Mereka sengaja memilih waktu yang tak umum, sehingga ketika mereka berada di sana tak ada seorang
pasien pun di ruang tunggu. Tapi ternyata waktu yang mereka pilih bertepatan dengan saat jalan-jalan
Blessington, dan mereka tak menduga hal ini. Tentu saja kalau tujuan mereka cuma mau mencuri,
mereka akan membongkar kamar itu. Lagi pula dari sinar mata Blessington dapat kulihat bahwa yang
dia khawatirkan adalah nyawanya. Tak mungkin dia punya dua musuh yang begitu ingin balas dendam
padanya tanpa dia sendiri menyadarinya. Jadi, aku yakin dia pasti tahu siapa mereka, tapi karena alasan
tertentu dia tidak mengakuinya. Mungkin besok dia mau agak lebih terbuka."
"Apakah tak ada kemungkinan," aku menyarankan, "walaupun kecil, bahwa cerita tentang
orang Rusia yang sakit ayan dan anaknya itu hanyalah rekaan Dr. Trevelyan, yang untuk
kepentingannya sendiri masuk ke kamar Blessington""
Kulihat Holmes tersenyum atas ideku yang cemerlang.
"Sobat," katanya, "mulanya aku pun mengira begitu, tapi aku lalu bisa membuktikan kebenaran
ceritanya. Aku melihat jejak kaki sang pemuda di karpet tangga dan lalu mengecek jejak kaki yang ada
di karpet kamar. Bekas hak sepatu itu persegi, bukannya runcing seperti milik Blessington, dan
ukurannya kurang lebih tiga sentimeter lebih panjang dari sepatu sang dokter, jadi dapat kupastikan
bahwa pemuda itu bukan sekadar rekaan. Tapi sekarang mari kita bawa tidur masalah ini, karena aku
tak akan terkejut kalau besok kita akan mendapat kabar lagi dari Brook Street"
Ramalan Sherlock Holmes terbukti benar dengan sangat dramatis. Pada jam setengah delapan
keesokan paginya, ketika cahaya pagi baru saja muncul, temanku sudah berdiri di samping ranjangku
dan sudah rapi berpakaian.
"Kereta sudah menunggu kita, Watson," katanya.
"Apa yang terjadi""
"Urusan Brook Street"
15 "Ada perkembangan baru""
"Tragis, tapi membingungkan,
" katanya sambil menaikkan kerai jendeia. "Lihatlah secarik
kertas yang dirobek dari buku notes dengan coretan pensil. Demi Tuhan, datanglah segera P.T. Dokter
teman kita itu tentunya sedang gugup ketika menulis surat ini. Ayo ikut, teman, karena ini mendesak."
Kira-kira seperempat jam kemudian, kami sudah berada di kediaman dokter itu. Dia berlari
menemui kami dengan penuh ketakutan.
"Oh, urusannya jadi gawat!" teriaknya sambil menempelkan tangannya di dahi.
"Ada apa""
"Blessington bunuh diri!"
Holmes bersiul. "Ya, dia gantung diri tadi malam!"
Kami berjalan masuk, dan dokter itu mendahului kami menuju ruang tunggunya.
"Saya benar-benar bingung!" teriaknya. "Polisi sudah ada di atas. Saya benar-benar
terguncang." "Kapan Anda mengetahuinya""
"Tiap pagi pelayan membawakannya secangkir teh. Ketika dia masuk sekitar jam tujuh, orang
tua malang itu telah tergantung di tengah kamarnya. Dia telah mengikatkan talinya di kaitan yang
dulunya dipakai untuk menggantung lampu, dan dia melompat dari atas kotak yang ditunjukkannya
pada kita kemarin." Holmes berdiri sambil berpikir untuk beberapa saat lamanya.
"Kalau Anda mengizinkan," katanya kemudian, "saya ingin melihat ke atas." Kami berdua naik
ke atas, diikuti dokter itu.
Pemandangan yang kami temui ketika kami memasuki kamar tidur Blessington benar-benar
mengerikan. Sebelum ini, aku sudah pernah menggambarkan kekenduran orang tua ini. Kini, dalam
keadaan terjuntai demikian, dia benar-benar tidak mirip manusia. Lehernya terjulur ke depan seperti
16 ayam yang dicabuti bulunya, sehingga bagian tubuhnya yang lain nampak sangat besar dan tidak wajar.
Dia hanya mengenakan pakaian tidurnya yang panjang, dan pergelangan kakinya yang bengkak serta
telapak kakinya yang kaku menyembul dari sebelah bawahnya. Di sampingnya berdiri seorang
inspektur polisi yang kelihatannya amat cekatan. Dia sedang mencatat sesuatu di buku sakunya.
"Ah, Mr. Holmes," sapanya, ketika temanku masuk ke kamar itu. "Saya senang Anda datang."
"Selamat pagi, Lanner," balas Holmes. "Saya tak mengganggu Anda, kan" Sudah dengar
kejadian-kejadian yang berkaitan dengan musibah ini""
"Ya, begitulah."
"Bagaimana menurut Anda""
"Sejauh pengamatan saya, orang yang malang ini telah berbuat di luar kesadarannya karena
dicekam rasa takut yang amat sangat. Anda lihat, semalam dia masih tidur nyenyak di ranjangnya.
Bunuh diri biasanya dilakukan sekitar jam lima pagi, begitu pula nampaknya dalam kasus ini.
Kelihatannya perbuatan itu telah direncanakan sebelumnya."
"Menurut saya, dia sudah meninggal selama kira-kira tiga jam, kalau melihat otot-ototnya yang
telah menjadi kaku," kataku.
"Adakah terlihat sesuatu yang mencurigakan di kamar ini"" kata Holmes.
"Ditemukan obeng dan beberapa sekrup di tempat cuci tangan. Juga, tadi malam nampaknya dia
merokok terus. Ini, empat puntung cerutu yang saya temukan di perapian."
"Hm!" kata Holmes. "Apakah Anda temukan pipanya""
"Tidak." "Kotak cerutunya""
"Ada di kantong jasnya."
Holmes membuka kotak itu dan mencium bau cerutu yang ada di dalamnya.
"Oh, ini cerutu Havana, sedangkan yang tadi cerutu yang diimpor Belanda dari India Timur.
Anda tahu, bungkusnya biasanya terbuat dari jerami dan ukurannya lebih kecil dari cerutu merek lain."
17 Diambilnya keempat puntung tadi dan diamatinya dengan lensa pembesarnya.
"Dua di antaranya diisap dengan pipa, sedang dua lainnya
tidak," katanya. "Yang dua dipotong dengan pisau yang tak begitu
tajam, dan dua lainnya digigit saja dengan gigi yang kuat." Ini bukan
kasus bunuh diri, Mr. Lanner. Ini pembunuhan berdarah dingin yang
telah direncanakan dengan rapi."
"Mustahil!" teriak Pak Inspektur.
"Kenapa"" "Untuk apa orang membunuh orang tua ini dengan
menggantungnya""
"Itulah yang harus kita temukan."
"Bagaimana caranya mereka bisa masuk kemari"''
"Lewat pintu depan."
"Pintu itu dipalang pagi tadi."
"Pasti dipalang setelah mereka kabur."
"B agaimana Anda tahu""
"Saya melihat jejak mereka. Permisi sebentar, nanti akan saya jelaskan lebih lanjut."
Dia menuju ke pintu, dan memutar gerendelnya sambil memeriksa dengan gayanya yang khas.
Lalu ditariknya kunci yang berada di sebelah dalam dan diperiksanya pula. Kemudian secara
bergantian diperiksanya tempat tidur, karpet, kursi-kursi, rak di atas perapian, mayat itu sendiri, dan
juga tali penggantungnya sampai dia merasa puas. Lalu, dia minta agar mayat yang malang itu di
turunkan. Kami lalu membaringkannya dengan hati-hati dan menutupinya dengan seprai.
"Bagaimana dengan tali ini"" tanyanya.
"Diambil dari sini," kata Dr. Trevelyan sambil menarik gulungan kawat yang besar dari bawah
tempat tidur. "Dia itu aneh, amat takut pada api, dan selalu menyimpan ini di dekatnya, sehingga dia
18 bisa menyelamatkan diri lewat jendela kalau-kalau terjadi kebakaran di tangga."
"Itu memudahkan pembunuhnya," kata Holmes serius. "Ya, fakta-faktanya cukup jelas, dan
nanti siang saya pasti sudah bisa menjelaskan mengapa mereka membunuh Mr. Blessington. Saya akan
bawa foto Mr. Blessington yang ada di atas perapian itu, karena akan membantu saya dalam
mengadakan penyelidikan."
"Tapi Anda belum menjelaskan apa-apa pada kami!" teriak Dr. Trevelyan.
"Oh, rangkaian peristiwanya cukup gamblang," kata Holmes. "Ada tiga orang yang terlihat:
sang pemuda, orang tua itu, dan orang ketiga yang identitasnya belum saya ketahui. Dua orang yang
saya sebut pertama kali adalah yang mengaku sebagai bangsawan Rusia dan anaknya. Jadi ciri-ciri
mereka sudah jelas. Mereka bisa masuk ke sini karena ada komplotannya yang bekerja di dalam rumah
ini. Kalau boleh saya sarankan, Inspektur, tangkaplah si pesuruh. Dia belum lama bekerja di sini, kan,
Dokter"" "Setan kecil itu telah menghilang," kata Dr. Trevelyan. "Pelayan wanita dan juru masak sedang
mencarinya." Holmes mengangkat bahunya.
"Perannya cukup penting dalam kasus ini," katanya. "Mereka bertiga naik tangga sambil
berjingkat, yang tua duluan, lalu orang muda itu, dan orang yang masih belum ketahuan ini paling
belakang..." "Astaga, Holmes!" seruku dengan terperanjat.
"Jejak-jejak kaki mereka jelas sekali. Tadi malam sudah saya amati, yang mana jejak si pemuda,
yang mana jejak si tua. Mereka lalu naik ke kamar Mr. Blessington yang pintunya terkunci. Tapi
mereka berhasil mencongkelnya dengan kawat. Anda bahkan bisa melihat bekas goresannya tanpa
menggunakan kaca pembesar.
"Setelah masuk, pertama-tama mereka menyumbat mulut Mr. Blessington. Dia mungkin sedang
tidur, atau dia mungkin langsung menjadi lemas karena kagetnya sehingga tak mampu berteriak.


Sherlock Holmes - Pasien Rawat Inap di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Dinding di sini tebal, sehingga kalaupun dia sempat berteriak, tak ada orang yang akan mendengarnya.
"Sesudah membereskan dia, nampaknya mereka merundingkan sesuatu. Mungkin urusan tata
19 cara pengadilan. Mereka berunding cukup lama, karena sempat merokok. Yang tua duduk di kursi rotan
itu sambil merokok dengan pipa. Orang muda itu duduk di sana, dia menjentikkan puntung cerutunya
pada lemari berlaci itu. Orang ketiga cuma mondar-mandir. Saya kira, saat itu Blessington terduduk di
ranjangnya, tapi saya tak pasti benar.
"Yah, akhirnya mereka setuju
menggantungnya. Mereka sudah
merencanakan ini sebelumnya
sehingga saya yakin mereka pasti
membawa kerekan atau katrol agar
dapat menggantungnya. Obeng dan
sekrup, menurut saya, merupakan
alat bantu. Melihat bekas gantungan
lampu itu, mereka tentu saja tidak
jadi menggunakan alat-alat yang telah mereka siapkan. Pekerjaan mereka malah lebih mudah jadinya.
Sesudah tugas mereka selesai, mereka lalu kabur, dan pintu depan dipalang oleh orang yang
berkomplot dengan mereka itu."
Kami semua mendengarkan rangkaian peristiwa semalam versi Holmes dengan penuh minat.
Kesimpulannya didapatnya dari tanda-tanda yang begitu kecil dan tak kentar
a, sehingga walaupun dia membeberkannya pada kami, kami tetap tak dapat memahami jalan pikirannya. Pak Inspektur bergegas
pergi untuk menyelidiki pesuruh itu, sementara aku dan Holmes kembali ke Baker Street untuk makan
pagi. "Aku akan kembali jam tiga siang," katanya ketika selesai makan. "Inspektur dan dokter itu
akan menemuiku di sini. Semoga saat itu aku sudah berhasil membereskan hal-hal kecil yang masih
kabur." Tamu-tamu kami tiba pada waktu yang telah ditentukan, tapi temanku Holmes baru kembali
pada jam empat kurang seperempat. Wajahnya menunjukkan bahwa semuanya beres.
"Ada berita, Inspektur""
"Pesuruh itu sudah ditemukan, sir."
20 "Bagus, dan yang lainnya sudah saya temukan."
"Kau menangkap mereka"" kami bertiga berteriak berbarengan.
"Yah, paling tidak identitasnya sudah
saya ketahui. Seperti yang saya duga, orang
yang mengaku sebagai Blessington itu sudah
terkenal di markas besar kepolisian. Demikian
juga para pembunuhnya. Mereka adalah Biddle,
Hayward, dan Moffat."
"Komplotan yang merampok Bank
Worthingdon," teriak Pak Inspektur.
"Benar," sambut Holmes.
"Kalau begitu Blessington itu sebenarnya
bernama Sutton""
"Tepat," kata Holmes lagi.
"Wah, kalau begitu semuanya jadi amat jelas," kata Pak Inspektur. Tapi aku dan Trevelyan
berpandangan karena bingung.
"Kalian pasti ingat perampokan besar-besaran di Bank Worthingdon," kata Holmes. "Ada lima
orang perampoknya, keempat orang ini dan satu lagi bernama Cartwright. Tobin, penjaga bank itu,
terbunuh dan para perampok melarikan diri dengan membawa tujuh ribu pound. Waktu itu tahun 1875.
Mereka berlima akhirnya tertangkap, tapi bukti-buktinya kurang meyakinkan. Lalu Blessington atau
Sutton ini, yang ternyata paling jahat di antara mereka, berkhianat kepada gerombolannya dengan
menjadi informan. Karena kesaksiannya, Cartwright dijatuhi hukuman gantung dan tiga komplotan
lainnya dihukum penjara masing-masing lima belas tahun. Ketika mereka bebas beberapa hari yang
lalu, yaitu beberapa tahun lebih awal dari seharusnya, mereka lalu sepakat untuk mengejar sang
pengkhianat dan menuntut balas atas kematian rekan mereka. Dua kali mereka gagal melaksanakannya,
tapi, seperti Anda lihat, kali ketiga mereka berhasil. Apakah ada hal lain yang perlu saya jelaskan, Dr.
Trevelyan"" 21 "Saya rasa sudah cukup jelas," kata dokter itu. "Makanya dia sangat ketakutan ketika membaca
berita pembebasan mereka di surat kabar."
"Begitulah. Ceritanya tentang pencurian cuma dibuat buat saja."
"Tapi, kenapa dia tak mau mengatakan hal ini pada Anda""
"Yah, sir, mengingat sifat komplotannya yang penuh dendam, dia sedapat mungkin ingin
menyembunyikan identitasnya dari orang lain. Dia punya rahasia masa lalu yang memalukan, dan tak
berani menceritakannya pada siapa pun. Tapi, betapapun jahatnya dia, dia hidup di bawah hukum
negara Inggris, dan saya yakin, Inspektur, Anda akan lihat nanti, walaupun hukum sudah terlambat
melindunginya, pedang keadilan akan menuntut balas."
Demikianlah kejadian yang berkaitan dengan pasien rawat inap dan dokter yang tinggal di
Brook Street itu. Sejak malam itu, polisi tak pernah menemukan ketiga pembunuh itu, dan Scotland
Yard menduga bahwa mereka termasuk penumpang kapal Norah Creina yang malang, yang dilaporkan
hilang bersama seluruh awaknya di pantai Portugis, sebelah utara Oporto, beberapa tahun yang lalu.
Proses pengadilan terhadap pesuruh itu juga terhalang oleh tidak adanya bukti yang kuat, dan begitulah,
apa yang dikenal sebagai Misteri Brook Street ini tak pernah muncul beritanya di surat kabar sama
sekali. TAMAT tamat Raja Silat 19 Roro Centil 04 Siluman Hitam Menuntut Balas 29
^