Pencarian

Petualangan Enam Napoleon 1

Sherlock Holmes - Petualangan Enam Napoleon Bagian 1


Kembalinya Sherlock Holmes
PETUALANGAN ENAM NAPOLEON Download Ebook Jar Lainnya Di
http://mobiku.tk http://inzomnia.wapka.mobi
BUKANLAH suatu hal yang luar biasa kalau Mr. Lestrade dari dinas kepolisian Scotland Yard
berkunjung ke tempat kami malam-malam. Dan seperti biasanya, Sherlock Holmes menyambut
kedatangannya dengan gembira, karena dengan kehadirannya Holmes dapat terus mengikuti
perkembangan-perkembangan yang sedang terjadi di markas besar kepolisian itu. Sebagai balasan atas
berita yang didapatkannya dari Lestrade, Holmes akan mendengarkan penuturan tentang kasus yang
sedang ditangani detektif polisi itu dengan penuh perhatian. Kadang-kadang, tanpa terlibat secara aktif,
Holmes memberikan petunjuk atau saran-saran yang bersumber dari pengetahuan dan pengalaman
pribadinya yang sangat luas.
Malam ini, Lestrade berbasa-basi tentang cuaca dan berita-berita dari surat kabar. Lalu dia
termenung selama beberapa saat, sambil mengisap cerutunya. Holmes menatapnya dengan tajam.
"Apakah ada sesuatu yang luar biasa"" tanyanya.
"Oh, tidak, Mr. Holmes biasa-biasa saja, kok."
"Kalau begitu, silakan diutarakan saja kepadaku."
Lestrade tertawa. "Well, Mr. Holmes, tak ada gunanya mengingkari bahwa memang ada sesuatu yang sedang
mengganggu pikiran saya. Tapi, apa yang saya maksudkan itu sungguh-sungguh tak masuk akal,
sehingga saya ragu-ragu apakah pantas saya merepotkan Anda dengan hal ini. Sebaliknya, saya tahu
pasti bahwa Anda senang dengan yang aneh-aneh. Hal ini nampaknya sepele, tapi benar-benar lain dari
yang lain. Namun saya kira, ini akan lebih berhubungan dengan Dr. Watson daripada dengan kita
berdua." "Tentang penyakit"" tanyaku.
"Sepertinya penyakit jiwa, tapi kok aneh sekali. Anda pasti tak percaya kalau di zaman sekarang
ini ada orang yang begitu benci kepada Kaisar Napoleon Pertama, sampai-sampai dia bermaksud
menghancurkan semua patung Napoleon yang dilihatnya."
2 Holmes menyandarkan tubuhnya ke kursi. "Yang semacam itu, bukan urusan saya," katanya.
"Tepat. Saya tadi kan sudah mengatakan begitu. Tetapi, kalau ada orang yang melakukan
perampokan hanya dengan tujuan untuk menghancurkan patung-patung Napoleon yang bukan
miliknya, tidakkah ini bukan lagi menjadi urusan dokter melainkan urusan polisi""
Holmes berdiri lagi. "Perampokan! Ini lebih menarik. Silakan, saya ingin mendengarkan rincian peristiwanya."
Lestrade mengeluarkan buku catatannya untuk membantunya mengingat apa yang akan
dikisahkannya. "Kejadian pertama dilaporkan empat hari
yang lalu," katanya. "Terjadi di toko milik Morse
Hudson di Kennington Road, yang menjual lukisan
dan patung-patung. Pelayan toko itu baru saja
meninggalkan toko sebentar, ketika dia mendengar
bunyi benturan yang keras. Dia bergegas kembali ke
toko itu, dan menemukan sebuah patung kepala
Napoleon yang terbuat dari gips, yang semula
berdiri berjajar dengan patung lain di atas meja,
tergeletak hancur berkeping-keping. Dia langsung
berlari menuju ke jalan, tetapi dia tak melihat
ataupun menemukan petunjuk untuk mengenali
pelaku perusakan itu. Beberapa orang yang lewat
mengatakan bahwa mereka tadi hanya sempat melihat adanya seorang pria yang lari keluar dari toko
itu. Nampaknya ini merupakan salah satu aksi brutal dari geng pengacau yang kadang-kadang melanda
kota. Polisi menerima laporan bahwa patung gips itu harganya cuma beberapa shilling, dan insiden itu
sepertinya dianggap terlalu kecil sehingga dirasa tidak perlu untuk mengadakan pengusutan khusus.
"Peristiwa kedua, yang baru terjadi tadi malam, lebih serius dan aneh. Di Kennington Road,
tidak jauh dari toko milik Morse Hudson, tinggal seorang dokter, bemama Dr. Barnicot Dokter ini laris
sekali prakteknya. Dia termasuk salah satu dokter terlaris di wilayah bagian selatan Sungai Thames.
3 Rumah dan tempat praktek utamanya ada di Kennington Street, tetapi dia punya cabang dan apotek di
Lower Brixton Street, kira-kira tiga kilometer jaraknya dari situ. Dr. Barnicot ini seorang pengagum
Napoleon yang fanatik dan rumahnya penuh dengan buku-buku, lukisan-lukisan, dan barang-barang
pusaka dari kaisar Prancis yang termasyhur
itu. Beberapa waktu yang lalu, dia membeli dua patung
kepala Napoleon yang terbuat dari gips tiruan hasil karya Devine, pemahat patung kondang dari
Prancis di toko milik Morse Hudson. Patung yang satu ditempatkannya di ruang depan rumahnya di
Kennington Street, dan yang satu lagi diletakkannya di atas perapian di tempat prakteknya di Lower
Brixton Street. Nah, ketika Dr. Barnicot masuk ke rumahnya pagi tadi, dia terkejut sekali karena
rumahnya telah kemasukan pencuri semalam, tetapi tidak ada barang berharga yang diambil kecuali
patung gips kepala Napoleon di ruang depan. Patung itu dibawa keluar dan dihantamkan ke dinding
taman dengan keras. Di tempat itu ditemukan kepingan-kepingan pecahannya."
Holmes menggosok-gosok kedua tangannya.
"Benar-benar unik," katanya.
"Ya, Anda mungkin akan menyukainya. Tapi, cerita saya belum selesai. Dr. Barnicot harus
bertugas di tempat prakteknya di Lower Brixton Street pada jam dua belas siang tadi. Dapat Anda
bayangkan betapa terkejutnya dia ketika sampai di sana dan menemukan jendela tempat prakteknya
telah didobrak oleh seseorang semalam, dan pecahan pecahan dari patung kepala Napoleonnya yang
satu lagi bertebaran di lantai. Patung itu dihancurkan di tempatnya diletakkan. Bukankah kedua
peristiwa itu menunjukkan bahwa pelakunya adalah seseorang yang brutal dan gila" Nah, Mr. Holmes,
sekarang Anda telah mendengar semua faktanya."
"Insiden-insiden itu memang aneh, kalau tak mau dikatakan fantastis," kata Holmes. "Aku ingin
tanya, apakah kedua patung Dr. Barnicot yang dihancurkan itu sama persis dengan yang dihancurkan di
toko Morse Hudson""
"Ya, ketiga-tiganya berasal dari cetakan yang sama."
"Kalau begitu, gugurlah teori bahwa pelakunya itu seseorang yang dirasuki rasa benci yang
umum terhadap Napoleon. Mengingat ada ratusan patung Napoleon di London, agak keterlaluan
rasanya kalau dalam aksi pertamanya orang itu 'kebetulan' memilih tiga patung yang sama."
"Well, saya pun tadinya berpikir begitu," kata Lestrade. "Di lain pihak, Morse Hudson adalah
4 satu-satunya penjual patung di daerah itu dan patung sejenis itu hanya ada tiga buah, telah terpajang di
tokonya selama bertahun-tahun. Jadi, walau tadi Anda mengatakan bahwa di London ada beratus-ratus
patung seperti itu, besar kemungkinan di daerah itu hanya ada ketiga patung itu. Maka kalau di daerah
itu memang ada orang yang secara fanatik membenci Napoleon, pasti ketiga patung itulah yang
menjadi sasaran pertamanya. Bagaimana pendapat Anda, Dr. Watson""
"Ada bermacam-macam kemungkinan penyakit monomania," jawabku. "Salah satunya
dinamakan id"e fixe oleh ahli-ahli psikologi modern dari Prancis, yaitu kondisi yang sifatnya tidak
begitu parah dan secara umum pikiran penderitanya benar-benar sehat dan utuh. Seseorang yang pernah
membaca secara mendalam mengenai Napoleon, atau yang terluka hatinya karena masalah peperangan
di masa lalu, bisa saja mengidap gejala id"e fixe ini, dan orang semacam ini akan mampu melakukan
tindakan tindakan yang membahayakan."
"Yang ini, sobatku Watson, bukanlah kasus demikian," kata Holmes sambil menggeleng, "sebab
seseorang yang mengidap id"e fixe tidak mungkin mampu melacak di mana patung-patung itu berada."
"Lalu, menurutmu, bagaimanakah penjelasan mengenai hal itu""
"Aku tidak bermaksud untuk memberikan penjelasan. Aku hanya ingin mengamati apakah
terdapat ciri-ciri yang khas dalam tindakan-tindakan aneh orang itu. Sebagai contoh, di ruang depan Dr.
Barnicot, di mana kalau terdengar suara dapat membangunkan keluarga itu, patung itu dibawa keluar
sebelum dihancurkan. Sedangkan di tempat prakteknya, di mana risiko keributan tak begitu
membahayakan, patung itu dihancurkan di tempat itu juga. Kasus ini nampaknya sepele, namun
menurutku tidaklah demikian halnya. Berdasarkan pengalamanku, kasus-kasus yang amat rumit
biasanya tidak menjanjikan apa-apa pada awalnya. Kau mungkin masih ingat, Watson, kasus keluarga
Abernetty yang mengerikan. Padahal aku jadi tertarik pada kasus itu hanya karena sesuatu yang sangat
sepele. Demikian juga kini, aku tidak merasa geli mendengar tentang tiga patung yang di
hancurkan itu, Lestrade, dan aku akan sangat berterima kasih kalau kau bersedia memberikan informasi-informasi
baru tentang peristiwa itu."
Perkembangan dari peristiwa tersebut datang lebih cepat dan lebih tragis daripada yang
mungkin dibayangkan oleh Holmes. Aku sedang berpakaian di kamarku keesokan harinya, ketika
Holmes mengetuk pintu dan masuk dengan membawa sepucuk telegram. Dia lalu membacanya dengan
5 keras: "Datanglah segera ke Pitt Street No. 131, Kensington.
LESTRADE." "Ada urusan apa"" tanyaku.
"Tidak tahu maksud telegram ini bisa macam-macam. Tapi kurasa ada hubungannya dengan
kisah tentang patung-patung itu. Kalau benar dugaanku, itu berarti si tukang pemecah patung telah
beroperasi lagi di bagian lain kota London. Kopi sudah tersedia di meja, Watson, dan kereta sudah
menunggu di luar." Dalam waktu setengah jam, kami telah tiba di Pitt Street, sebuah jalan yang sempit, sepi, dan
letaknya tepat di sebelah salah satu jalan paling ramai di London. Nomor 131 ternyata salah satu dari
deretan kompleks perumahan beratap datar yang tak begitu menarik, tetapi jelas terlihat bahwa
lingkungan itu adalah lingkungan orang-orang terhormat. Sampai di alamat yang kami tuju, kami
melihat segerombolan orang yang dipenuhi rasa ingin tahu berjubel di sekitar pagar depan rumah itu.
Holmes bersiul. "Ya Tuhan! Paling tidak, pasti telah terjadi usaha pembunuhan di sana. Kalau tidak, tak akan
sampai mengundang perhatian begitu banyak orang. Lihat pria di sana itu, Watson; bahunya bulat dan
lehernya dijulurkan menandakan dia tengah mengamati bekas-bekas tindak kekerasan. Lho, apa ini"
Tangga-tangga bagian atas basah, bekas disiram, sedangkan lainnya kering. Pokoknya ada terlihat
cukup banyak jejak kaki! Tuh, Lestrade ada di jendela depan. Kita akan segera tahu tentang apa yang
telah terjadi." Polisi itu menyambut kami dengan wajah yang sangat muram, dan membawa kami ke ruang
duduk, tempat seorang pria tua yang mengenakan baju tidur flanel, dengan rambut acak-acakan, sedang
berjalan mondar-mandir dengan gelisah. Kemudian dia diperkenalkan kepada kami sebagai pemilik
rumah itu Mr. Horace Harker, yang bekerja pada surat kabar Central Press Syndicate.
"Kasus patung Napoleon lagi," kata Lestrade. "Tadi malam, Anda menunjukkan minat pada
kasus ini, maka saya pikir Anda akan bersedia datang ke tempat ini untuk menyaksikan betapa kasus ini
telah menjadi lebih parah."
6 "Apa yang terjadi""
"Pembunuhan. Mr. Harker, tolong ceritakan apa yang telah
terjadi kepada tamu tamu kita ini."
Pria yang masih mengenakan baju tidur itu menoleh
kepada kami dengan wajah yang amat sedih.
"Aneh, ya," katanya, "selama hidup saya sudah banyak
mengumpulkan berita tentang orang lain, namun kini, di
saat berita mengenai diri saya sendiri muncul, saya
menjadi begitu bingung dan tertekan sehingga tidak
mampu merangkaikannya dalam kata kata. Andaikata saja
saat ini saya mampu berfungsi sebagai wartawan, saya
seharusnya mewawancarai diri saya sendiri, lalu
menuliskannya dalam dua kolom berita pada surat kabar
sore. Namun kenyataannya, saya hanya dapat menceritakan berita berharga ini berulang-ulang kepada
orang-orang yang berlainan tanpa dapat menggunakannya untuk diri saya sendiri. Bagaimanapun juga,
saya sudah pernah mendengar nama Anda, Mr. Sherlock Holmes, dan saya bersedia menceritakan
peristiwa ini kepada Anda, jika Anda berjanji akan menyingkapkan perkara yang aneh ini sebagai
imbalannya." Holmes duduk dan mendengarkan.
"Nampaknya semuanya berpusat pada patung kepala Napoleon yang saya beli sekitar empat
bulan yang lalu untuk menghias ruangan ini. Saya membelinya dengan harga murah dari toko Harding
Brothers, yang letaknya dekat stasiun kereta api High Street Saya biasanya mengerjakan pekerjaan
jurnalistik saya pada malam hari. Saya sering menulis sampai fajar. Demikian juga semalam. Waktu itu
saya sedang duduk di kamar kerja saya yang terletak di bagian belakang lantai atas. Jam menunjukkan
kira-kira pukul tiga fajar ketika saya merasa mendengar suara yang mencurigakan di lantai bawah.
Tetapi suara itu lalu menghilang begitu saja, sehingga say
a berkesimpulan bahwa tentunya suara itu
berasal dari luar. "Tiba-tiba, kira-kira lima menit kemudian, saya dikejutkan oleh suara jeritan yang sangat
7 mengerikan jeritan paling menakutkan yang pernah saya dengar seumur hidup saya, Mr. Holmes.
Suara jeritan itu pasti akan senantiasa terngiang-ngiang di telinga saya selama saya hidup. Saya
terenyak kaku karena ketakutan di tempat duduk saya selama satu atau dua menit. Kemudian saya
menyambar tongkat besi dan berlari ke bawah. Ketika saya masuk ke ruangan ini, saya melihat
jendelanya terbuka lebar, dan seketika itu saya menyadari bahwa patung Napoleon sudah tidak berada
di tempatnya lagi. Untuk apa pencuri mengambil barang seperti itu" Barang itu hanyalah terbuat dari
gips dan harganya murah sekali.
"Nah, Anda bisa melihat sendiri bahwa siapa saja yang melompat keluar dari jendela terbuka itu
akan sampai ke tangga pintu depan hanya dengan satu langkah panjang. Jelas itulah yang dilakukan
oleh si pencuri, maka saya berbalik dan menuju pintu depan. Ketika saya melangkah ke luar dalam
kegelapan, saya hampir terjatuh dan menimpa sesosok tubuh yang tergeletak di sana. Saya langsung
berlari masuk untuk mengambil lampu dan kemudian nampaklah oleh saya mayat seorang lelaki
malang yang terbujur di depan pintu rumah saya, dengan luka besar menganga di lehernya. Sekeliling
tempat itu banjir darah. Ia tergeletak dalam posisi telentang, lututnya terangkat, dan mulutnya terbuka
secara mengerikan. Ih, pemandangan itu pasti akan terus menghantui tidur saya setelah ini. Saya
sempat meniup peluit tanda bahaya sebelum saya terjatuh pingsan. Mestinya begitulah kejadiannya
karena saya tidak tahu apa yang terjadi kemudian, dan
tiba-tiba saja ketika saya sadarkan diri kembali, saya
melihat bapak polisi ini berdiri di samping saya di ruang
depan." "Well, siapakah korban yang dibunuh itu"" tanya
Holmes. "Tidak ada petunjuk mengenai orang itu," kata
Lestrade. "Silakan melihatnya di kamar mayat. Kami
sendiri sudah melihatnya, tetapi sampai saat ini kami
belum tahu siapa dia. Korban bertubuh tinggi-tegap,
berkulit hitam karena terbakar sinar matahari, dan berusia
kira-kira tiga puluh tahun. Pakaiannya sederhana sekali
tetapi rasanya dia itu bukanlah buruh rendahan. Sebuah
8 pisau lipat tergeletak di sampingnya, berlumuran darahnya. Saya tidak tahu siapa pemilik pisau itu
milik korban ataukah milik pelaku pembunuhan itu. Tidak terdapat nama pada pakaiannya dan tidak
ada identitas apa-apa dalam saku-saku pakaiannya kecuali sebuah apel, seutas tali pendek, sebuah peta
kota London yang sederhana, dan selembar foto. Nih, fotonya."
Jelas sekali bahwa foto itu diambil dengan menggunakan kamera kecil. Gambar dalam foto itu
menunjukkan seorang pria berbadan tegap, bentuk wajahnya tajam mirip monyet, dengan alis tebal dan
rahang yang sangat menonjol bagaikan moncong monyet babon.
"Apa yang terjadi dengan patung itu"" tanya Sherlock Holmes setelah memperhatikan foto
tersebut "Baru saja kami mendapat kabar, sebelum Anda tiba ke sini, bahwa patung itu ditemukan di
halaman depan sebuah rumah kosong, di Campden House Road. Barang itu dalam keadaan hancur
berkeping-keping. Sekarang ini, saya mau meninjau ke sana. Mau ikut""
"Tentu. Aku harus melihat situasi di sana."
Sebelum beranjak pergi, Holmes memeriksa karpet dan jendela di ruangan itu. Lalu katanya,
"Kaki pencuri itu pastilah panjang sekali, atau kalau tidak, ya langkahnya amat cekatan dan lincah.
Dari halaman di bawah sana itu, tidak terdapat alat yang bisa dipakai untuk mencapai dan membuka
jendela. Namun kembalinya jelas lebih mudah baginya. Apakah Anda akan ikut bersama kami untuk
melihat kepingan-kepingan patung Anda, Mr. Harker""
Saat itu, wartawan yang dalam keadaan terpukul itu telah duduk di kursi meja tulisnya.
"Saya harus mencoba menuliskan laporan dari kejadian ini," katanya, "walaupun saya yakin
terbitan pertama surat-surat kabar sore pastilah sudah memuatnya secara panjang-lebar. Beginilah
memang nasib saya! Kalian ingat waktu podium di Doncaster ambruk" Saat itu, hanya saya wartawan
yang berada di tempat kejadian, tapi malah surat kabar sayal
ah satu-satunya yang tidak memuat liputan
tentang kejadian itu, sebab saya dalam keadaan sangat terguncang sehingga tidak mampu
melaporkannya. Dan kini, saya pun rasanya sudah terlambat untuk meliput peristiwa pembunuhan yang
terjadi di depan rumah saya sendiri."
Ketika kami beranjak keluar dari ruangan itu, terdengar oleh kami suara pena bergerak cepat di
atas kertas. 9 Tempat pecahan-pecahan patung itu ditemukan hanya beberapa ratus meter jaraknya dari rumah
itu. Itulah kesempatan pertama bagi kami untuk dapat secara langsung memeriksa pecahan-pecahan
patung kaisar yang tersohor itu, yang telah menimbulkan kebencian yang amat sangat dalam hati
seseorang yang misterius. Kepingan-kepingan itu tercecer di rumput Holmes memungut beberapa di
antaranya dan memeriksanya dengan teliti. Melihat wajahnya yang serius dan sikapnya yang mantap,
yakinlah aku bahwa dia telah mendapatkan suatu petunjuk.
"Bagaimana"" tanya Lestrade.
Holmes mengangkat bahunya. "Masih panjang jalan yang harus kita tempuh," jawabnya.
"Tetapi... tetapi... ya, kita telah mendapat beberapa fekta yang berguna untuk langkah selanjutnya. Di
mata pencuri dan pembunuh misterius itu, patung yang nampaknya tidak berarti bagi kita ini jelas
mempunyai nilai yang tinggi, lebih berharga daripada nyawa manusia. Itu hal pertama. Kemudian, ada


Sherlock Holmes - Petualangan Enam Napoleon di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

fakta yang aneh. Kalau tujuan satu-satunya adalah menghancurkan patung itu, mengapa dia tidak
melakukannya di rumah Mr. Harker, atau langsung di depan rumahnya""
"Dia mungkin terkejut dan bingung dengan kehadiran orang lain yang tak diduga-duganya,
sehingga dia tidak tahu harus berbuat apa."
"Well, itu cukup masuk akal. Namun, coba perhatikan khususnya lokasi rumah ini, halaman
tempat dia menghancurkan patung itu."
"Rumah ini kan kosong, jadi dia merasa tak akan ada yang mengganggunya kalau dia berbuat
sesuatu di taman itu."
"Ya, tapi sebelum ini ada juga rumah kosong yang pasti telah dilewatinya dalam perjalanannya
ke rumah ini. Mengapa dia tidak menghancurkan patung itu di sana saja" Bukankah semakin lama dia
membawa patung itu, akan lebih besar risikonya untuk terlihat oleh orang lain""
"Saya menyerah," kata Lestrade.
Holmes menunjuk lampu jalan di atas halaman.
"Dia dapat melihat dengan jelas apa yang dia lakukan di sini, tetapi tidak di sana, karena di sana
gelap. Itulah alasannya."
"Ya Tuhan, itu memang benar!" seru sang detektif.
10 "Sekarang saya jadi ingat bahwa patung milik Dr.
Barnicot juga dihancurkan di dekat lampu di ruangan itu.
Mr. Holmes, apa yang dapat kita lakukan dengan fakta
ini"" "Ya diingat-ingat saja dan dianalisis. Nanti kita
mungkin akan sampai pada sesuatu yang ada
hubungannya dengan fakta itu. Sekarang apa yang akan
kaulakukan, Lestrade""
"Menurut saya, yang paling praktis adalah mencari
identitas korban. Pasti tidak sulit. Setelah kita tahu siapa
korban dan siapa kawan-kawannya, itu akan menjadi
titik awal yang baik untuk mempelajari apa yang sedang
dilakukannya di Pitt Street tadi malam, dan siapa pula
yang telah dipergokinya lalu membunuhnya di tangga
pintu rumah Mr. Horace Harker. Begitu, kan""
"Ya, tentu saja, tetapi aku akan menempuh cara lain
untuk mendekati kasus ini."
"Apa yang akan Anda lakukan""
"Oh, sebaiknya langkahku jangan sampai mempengaruhi langkahmu. Kita masing-masing akan
jalan sendiri-sendiri saja. Nanti kita bisa saling membandingkan catatan untuk saling melengkapi."
"Baiklah," kata Lestrade.
"Kalau kau nanti kembali ke Pitt Street dan bertemu Mr. Horace Harker, tolong sampaikan
kepadanya bahwa aku merasa yakin pencuri patung Napoleon semalam adalah seorang gila yang
berbahaya, yang memendam kebencian yang amat sangat terhadap Napoleon. Hal ini akan berguna
untuk artikel yang sedang disiapkannya." Lestrade melongo.
"Anda tidak bersungguh-sungguh, bukan"" Holmes tersenyum.
"Masa" Well, mungkin saja. Tapi aku yakin itu akan menarik perhatian Mr. Horace Harker dan
11 para pelanggan surat kabar Central Press Syndicate. Nah, Watson, kurasa kita akan menghadapi
pekerjaan yang agak berat dan banyak memakan waktu sepanjang hari ini. Senang sekali, Lestrad
e, jika kau bersedia menemui kami di Baker Street jam-enam sore nanti. Untuk sementara biar kupinjam dulu
foto yang ditemukan di dalam saku korban. Mungkin aku perlu kehadiran dan bantuanmu dalam
ekspedisi kecil yang akan kami lakukan nanti malam, jika apa yang kupikirkan ternyata benar. Sampai
jumpa nanti, dan semoga berhasil!"
Kami berdua, aku dan Sherlock Holmes, lalu berjalan ke High Street dan mampir di toko
Harding Brothers, tempat patung Napoleon itu dibeli. Seorang pelayan toko yang masih muda
memberitahu kami bahwa Mr. Harding sedang pergi, dan baru akan kembali pada siang hari. Dia juga
menambahkan bahwa dia karyawan baru, di situ sehingga tidak dapat memberikan informasi apa-apa.
Wajah Holmes nampak kecewa dan kesal.
"Well, well, memang kita tidak selalu berhasil mendapatkan apa yang kita inginkan, Watson,"
katanya pada akhirnya. "Karena Mr. Harding sedang tidak ada di tempat, baiklah, kita akan kembali ke
sini lagi siang nanti. Sebagaimana mungkin kau sudah menduga, aku sedang melacak patung-patung
Napoleon yang dicuri itu langsung dari sumbernya. Aku ingin tahu apakah ada suatu keganjilan yang
dapat menjelaskan mengapa patung patung itu bernasib luar biasa. Mari kita pergi ke tempat Mr. Morse
Hudson di Kennington Street dan melihat kalau mungkin ada titik terang bagi masalah ini di sana."
Perjalanan dengan kereta selama satu jam membawa kami ke tempat penjual gambar dan
barang-barang seni lainnya itu. Orangnya pendek-gemuk, wajahnya merah, dan temperamennya
emosional. "Ya, sir. Patung itu memang berada di toko saya, tepatnya saya letakkan di atas meja ini,"
katanya. "Saya sungguh tidak mengerti kenapa ada orang yang datang seenaknya bisa mencuri dan
merusak barang milik orang lain, padahal kita sudah payah-payah membayar pajak keamanan. Ya,
betul, sir, Dr. Barnicot membeli kedua patung itu dari toko saya. Memalukan sekali! Tak seorang pun
kecuali seorang anarkis akan menghancurkan patung. Orang seperti itu pantasnya disebut sebagai kaum
nihilis dungu. Dari mana saya mendapatkan patung-patung itu" Saya tidak melihat hal itu ada
hubungannya dengan masalah yang sedang Anda tangani. Tapi, baiklah, kalau kalian sungguh-sungguh
ingin mengetahuinya. Patung-patung itu saya dapatkan dari Gelder & Co. di Church Street, Stepney.
Perusahaan mereka sangat terkenal selama dua puluh tahun terakhir ini. Dari situ saya memperoleh tiga
12 patung Napoleon dua dibeli oleh Dr. Barnicot dan yang satu lagi dihancurkan oleh orang tak dikenal
pada siang hari bolong di toko saya sendiri. Apakah saya mengenal orang dalam foto itu" Rasanya
tidak. Hm... sebentar, rasanya saya ingat sekarang. Dia itu si Beppo, seniman berkebangsaan Italia yang
pernah bekerja serabutan di sini. Dia dapat memahat sedikit, menyepuh, membingkai, serta
mengerjakan tugas-tugas lain yang tidak rutin. Dia berhenti minggu lalu dan sejak itu saya tidak pernah
mendengar berita apa-apa lagi tentang dirinya. Tidak, saya tidak tahu dari mana dia berasal maupun ke
mana perginya. Selama bekerja di sini sikapnya biasa-biasa saja. Dia pergi dua hari sebelum patung itu
dihancurkan." "Well, kita sudah mendapat cukup banyak informasi dari Morse Hudson," kata Holmes ketika
kami meninggalkan toko itu. "Sekarang kita tahu bahwa si Beppo ini berperan baik di Kennington
maupun di Kensington. Jadi perjalanan enam belas kilometer yang kita tempuh ini tidak sia-sia.
Sekarang, Watson, kita akan pergi ke Gelder & Co. di Stepney, tempat patung-patung kepala itu
diproduksi. Aku yakin di sana kita akan mendapatkan banyak hal yang akan menolong penyelidikan
kita." Tak lama kemudian, kami menyusuri pinggiran kota London yang ramai, dengan hotel, bioskop,
gedung kesenian, pusat perdagangan, dan akhirnya daerah pelabuhan London, hingga sampailah kami
di suatu daerah di pinggir pantai yang berpenduduk seratus ribu jiwa. Gedung-gedung besar yang
terdiri atas flat-flat yang pengap menebarkan aroma Eropa. Di sini, di jalan utamanya yang lebar, yang
dulunya adalah tempat tinggal pedagang-pedagang kaya, kami menemukan perusahaan pembuat patung
yang kami cari. Di luarnya ada lapangan yang cukup lu
as, penuh dengan patung-patung peringatan dari
batu. Di dalamnya, ada ruangan besar tempat lima puluh pekerja sedang memahat dan mencetak
patung. Sang manajer, seorang Jerman berambut pirang dan berperawakan tinggi-besar, menerima kami
dengan sopan dan menjawab semua pertanyaan Holmes dengan jelas. Sebuah buku catatan
menunjukkan bahwa ratusan patung telah dicetak dari cetakan yang terbuat dari manner, berbentuk
kepala Napoleon, tiruan dari karya asli oleh Devine. Tiga patung yang dikirim ke Morse Hudson dan
tiga lainnya yang dikirim ke Harding Brothers di Kensington berasal dari satu set yang sama. Tak ada
alasan mengapa keenam patung itu mengalami nasib yang berbeda dengan ratusan patung lainnya. Dia
sendiri tidak bisa mengerti mengapa sampai ada orang yang ingin menghancurkan patung-patung itu
dia bahkan menertawakan hal itu. Harga sebuah patung enam shilling, tetapi pedagang eceran akan
13 menjualnya dengan harga dua betas shilling atau lebih. Bahan gips itu dimasukkan dalam dua cetakan,
kepala bagian depan dan belakang, kemudian dua penampang yang terbuat dari gips itu digabungkan,
sehingga menghasilkan patung kepala yang utuh. Pekerjaan itu biasanya dilakukan oleh pekerja-pekerja
berkebangsaan Italia di ruang ini. Setelah selesai, patung-patung kepala itu diletakkan di atas meja yang
terletak di lorong agar cepat menjadi kering, sebelum akhirnya disimpan. Hanya sejauh itulah yang bisa
dijelaskannya kepada kami.
Namun kemudian, ketika foto Beppo ditunjukkan kepadanya, manajer itu menunjukkan reaksi
yang mengejutkan. Wajahnya memerah karena marah dan kedua alisnya menyatu.
"Ah, bajingan itu!" dia berseru. "Ya, saya
memang mengenalnya dengan baik. Perusahaan ini amat
terpandang, dan baru sekali saja ada polisi datang ke
sini, karena mencari orang itu. Ini terjadi lebih dari
setahun yang lalu. Masalahnya, dia pernah menikam
seorang warga Italia lain di jalanan. Dia melamar
bekerja di sini sementara polisi memburunya, dan
akhirnya tertangkaplah dia. Sebenarnya dia itu pekerja
yang baik bahkan satu dari yang terbaik."
"Apakah dia dihukum""
"Dia dipenjara selama satu tahun. Pasti dia sudah
bebas sekarang, hanya saja dia tidak berani
menampakkan diri lagi di sini. Saudara sepupunya
bekerja di sini dan saya yakin dia dapat memberitahukan
di mana Beppo berada sekarang."
"Jangan, jangan," seru Holmes. "Saya mohon, Anda jangan mengatakan apa-apa kepadanya
sepatah kata pun jangan. Masalah ini sangat rawan, dan semakin jauh saya bertindak semakin kompleks
jadinya. Ketika tadi Anda menunjukkan buku catatan penjualan patung-patung itu, saya melihat
tanggalnya tiga Juni tahun lalu. Tahukah Anda, tanggal berapa Beppo ditangkap""
"Saya dapat mencari tanggalnya dari buku daftar gaji," kata manajer itu. Setelah membalik- 14
balik halaman buku itu dia menjawab, "Ya, dia terakhir kali mengambil gaji pada tanggal 20 Mei."
"Terima kasih," kata Holmes. "Saya kira, saya sudah cukup banyak mengambil waktu Anda." Ia
sekali lagi berpesan agar manajer itu tidak mengatakan apa-apa tentang penyelidikan kami, lalu kami
berlalu dari sana. Ketika hari sudah jauh lewat tengah hari, barulah kami sempat makan siang di sebuah restoran.
Di dekat pintu masuk terpampang poster berita surat kabar yang berbunyi, "Tindak kekerasan di
Kensington. Pembunuhan oleh seorang gila", dan isi surat kabar itu menunjukkan bahwa akhirnya Mr.
Horace berhasil juga memaparkan pengalamannya di depan sidang pembaca. Dua kolom penuh
mengulas peristiwa itu secara rinci. Holmes menyandarkan surat kabar itu pada sebuah botol cuka dan
membacanya sambil melahap makan siangnya. Sesekali dia tertawa kecil.
"Semuanya beres, Watson," katanya. "Dengar-kan ini:
"Lega sekali rasanya mengetahui bahwa tidak ada perbedaan pendapat mengenai kasus ini.
Baik Mr. Lestrade, petugas kepolisian yang sangat berpengalaman, maupun Mr. Sherlock
Holmes, penasihat kriminal terkenal, berkesimpulan bahwa rangkaian kejadian aneh yang
berakhir secara sangat tragis itu nampaknya dilakukan oleh seseorang yang mengalami
gangguan saraf, dan bukan oleh seorang penjahat yang berbahaya.
Tak ada penjelasan lain kecuali bahwa pelakunya pastilah seseorang yang mengalami gangguan jiwa.
"Sesungguhnya, Watson, pers adalah lembaga yang sangat berharga, kalau kau tahu cara
memanfaatkannya. Nah, sekarang, kalau kau sudah selesai makan, mari kita meninjau kembali ke
Kensington untuk mendengar apa kata pemilik toko Harding Brothers tentang masalah ini."
Pemilik toko besar itu ternyata bertubuh kecil, tapi cekatan dan gesit. Orangnya cerdas dan
pandai bicara. "Ya, sir, saya telah membaca penjelasan kasus itu di koran-koran sore hari ini. Mr. Horace
Harker memang pelanggan kami. Beberapa bulan yang lalu, kami menjual patung itu kepadanya. Kami
memesan tiga patung dengan model itu dari perusahaan Gelder & Co., Stepney. Semuanya sudah
terjual habis. Siapa saja pembelinya" Oh, dengan melihat buku penjualan, kami akan dapat menemukan
siapa pembelinya dengan mudah. Ya, ada nama-nama mereka di sini. Satu dibeli oleh Mr. Horace
Harker; satu lagi dibeli oleh Mr. Josiah Brown, pemilik vila Laburnum, di daerah Laburnum Vale,
15 Chiswick; dan yang terakhir dibeli oleh Mr. Sandeford, alamatnya di Lower Grove Road, Reading.
Tidak, saya tidak pernah melihat orang dalam foto ini. Saya tak mungkin melupakan wajah buruk
seperti itu, bukan" Apakah kami mempekerjakan orang orang Italia" Ya, sir, ada beberapa orang Italia
di antara pekerja dan petugas kebersiban. Saya berani mengatakan bahwa mereka bisa saja mengambil
kesempatan untuk mengintip isi buku penjualan itu jika mereka mau, sebab tidak ada alasan untuk
merahasiakan buku itu. Well, well, kasus ini sungguh unik, dan saya harap Anda bersedia mengabari
kami apabila ada perkembangan lain dalam penyelidikan Anda."
Holmes membuat beberapa catatan selama pengusutan di tempat Mr. Harding, dan aku dapat
merasakan bahwa dia amat puas dengan informasi-informasi baru yang didapatkannya di situ. Namun
demikian, dia tidak berkata apa-apa setelah itu. Dia hanya langsung mengajakku pulang agar dapat
menepati janji pertemuannya dengan Lestrade. Ketika kami tiba di Baker Street, detektif itu sudah
berada di sana, sedang berjalan mondar-mandir, seakan akan tak sabar menanti kedatangan kami.
Wajahnya amat serius; nampaknya jerih payahnya seharian itu ada hasilnya.
"Well"" tanyanya. "Ada hasil apa, Mr. Holmes""
"Kami benar-benar sibuk hari ini, namun tidak sia-sia," sobatku menjelaskan. "Kami menemui
baik pedagang-pedagang kecil maupun pedagang-pedagang besar. Kini aku dapat melacak setiap
patung itu sejak dari awalnya."
"Patung-patung itu!" teriak Lestrade. "Well, well, Anda memang punya metode penyelidikan
yang khas, Mr. Holmes, yang sebenarnya tak perlu saya tentang, tetapi saya merasa bahwa selama
seharian ini saya telah bekerja lebih baik dibandingkan dengan Anda. Saya berhasil mendapatkan
identitas korban pembunuhan itu."
"Benarkah""
"Di samping itu, saya juga menemukan alasan bagi tindak kejahatan itu."
"Hebat!" "Kami mempunyai seorang penyelidik bernama Saffron Hilt yang khusus bertugas di daerah
orang orang Italia. Well, korban ternyata mengenakan semacam simbol agama Katolik di lehernya, dan
dengan memperhatikan warna kulitnya, saya merasa bahwa dia itu berasal dari daerah Selatan.
Inspektur Hill langsung mengenali korban begitu dia melihat mayatnya. Nama korban ialah Pietro
16 Venucci, berasal dari Napoli, dan merupakan salah satu pembunuh kelas berat di London. Dia ada
hubungannya dengan Mafia, yang sebagaimana Anda tahu, merupakan kelompok politik rahasia yang
suka memaksakan peraturan-peraturan mereka dengan ancaman pembunuhan. Nah, sekarang Anda
lihat sendiri, bahwa kasus yang kita tangani ini mulai menjadi jelas. Pria satunya lagi mungkin juga
orang Italia, serta anggota Mafia pula. Dia pasti telah melanggar suatu peraturan. Pietro kemudian
diperintahkan untuk mengikuti jejaknya. Mungkin foto yang kami temukan dalam saku Pietro adalah
foto orang satunya itu, supaya dia tidak keliru mencari orang yang harus dibunuhnya. Ia menguntit
orang itu dan melihatnya memasuki sebuah rumah. Dia menunggunya di luar, dan dalam perkelahian
yang terjadi kemudian, Pietro sendirilah yang terluka da
n menemui ajalnya. Bagaimana menurut Anda,
Mr. Holmes"" Holmes bertepuk tangan tanda setuju.
"Hebat, Lestrade, hebat!" teriaknya. "Tapi aku sama sekali belum mendengar mengenai
penghancuran patung-patung dalam penjelasanmu, Lestrade."
"Patung-patung! Benda-benda itu melulu yang memenuhi pikiran Anda. Padahal, itu kan cuma
pencurian kecil. Paling-paling, pelakunya akan dihukum penjara selama enam bulan kalau dia
tertangkap. Konsentrasi kami justru pada pembunuhan itu, dan saya berani berkata bahwa kini saya
sedang mengumpulkan semua data dalam genggaman saya."
"Langkah berikutnya""
"Sangat sederhana. Saya akan pergi bersama Inspektur Hill ke daerah orang-orang Italia itu
untuk mencari orang dalam foto itu dan menangkapnya dengan tuduhan pembunuhan. Apakah Anda
mau ikut"" "Kukira tidak. Metode penyelesaianku akan lebih sederhana. Namun aku belum merasa terlalu
yakin sebab semuanya bergantung pada satu faktor yang betul-betul di luar kemampuan kami.
Bagaimanapun juga, aku merasa optimis kemungkinannya dua banding satu bahwa aku akan dapat
menolongmu menangkapnya, jika kau bersedia pergi bersama kami malam ini."
"Ke daerah orang-orang Italia""
"Tidak, menurutku Chiswick adalah alamat yang lebih tepat untuk menemukannya. Kalau kau
bersedia ikut kami malam ini, Lestrade, aku berjanji akan pergi bersamamu ke daerah orang Italia
17 besok. Tak ada ruginya kalau kepergian kita ke sana ditunda sehari, bukan" Sekarang, sebaiknya kita
beristirahat selama beberapa jam, karena kita baru akan berangkat pukul sebelas, dan paling cepat kita
mungkin akan pulang dini hari. Mari kita makan malam bersama dulu dan setelah itu, Lestrade, silakan
beristirahat di sofa sampai waktunya tiba untuk berangkat. Sementara itu, Watson, tolong panggilkan
petugas pengirim surat kilat khusus, karena aku perlu segera mengirim sepucuk surat yang sangat
penting." Sepanjang petang Holmes sibuk mencari sesuatu di antara tumpukan koran usang yang kami
simpan di gudang. Ketika dia akhirnya kembali turun, matanya berbinar penuh kemenangan, tapi dia
tak mengucapkan sepatah kata pun kepada kami berdua tentang apa yang telah didapatkannya. Bagiku
pribadi, rasanya aku dapat memahami langkah-langkahnya dalam mengusut kasus kompleks yang
berbelit-belit ini. Walau aku tak tahu bagaimana nanti akhirnya, aku tahu pasti bahwa Holmes kali ini
berkeyakinan bahwa penjahat aneh itu akan beraksi di tempat-tempat kedua patung Napoleon lainnya
itu berada. Dan aku ingat bahwa salah satunya ada di Chiswick. Maka tak diragukan lagi bahwa tujuan
perjalanan kami malam ini adalah menangkap basah penjahat gila itu, tepat pada saat dia sedang
beraksi. Di samping itu, aku juga mengagumi kelihaian Holmes yang telah memberikan petunjuk yang
menyesatkan kepada wartawan koran sore bernama Harker itu, sehingga sang penjahat tak akan merasa
terancam untuk melanjutkan aksinya. Aku pun maklum ketika Holmes memintaku membawa pistol,
sementara dia sendiri membawa senjata favoritnya, yaitu senapan berburu yang telah terisi penuh oleh
peluru. Jam menunjukkan pukul sebelas ketika sebuah kereta telah siap menunggu di halaman luar.
Kami menaiki kereta itu, lalu berangkat menuju suatu tempat di seberang Jembatan Hammersmith. Di
situlah kusir kereta itu disuruh menunggu. Kami melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki selama
beberapa saat, dan sampailah kami ke sebuah jalan yang terpencil, dipadati oleh rumah rumah mewah.
Akhirnya, dengan bantuan cahaya lampu jalan, kami dapat melihat tulisan "Vila Laburnum" pada papan
sebuah pintu gerbang. Para penghuninya jelas sudah tertidur lelap karena sekeliling tempat itu gelap
gulita kecuali lampu teras di atas pintu gerbang itu, yang membiaskan bayangan remang-remang


Sherlock Holmes - Petualangan Enam Napoleon di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

berbentuk lingkaran pada jalanan taman. Pagar kayu itu memisahkan halaman dengan jalanan, dan
menimbulkan bayangan gelap ke arah sisi bagian dalamnya. Di sinilah kami merunduk, bersembunyi.
"Aku kuatir, kalian harus menunggu lama," bisik Holmes. "Syukurlah hujan tidak turun. Kita
18 hanya dapat menunggu dengan diam karena merokok pun sebaiknya jangan kita Iakukan. Tapi
kemungkinan berhasil adalah du
a banding satu jadi pantaslah kalau kita sampai bersusah-susah begini."
Ternyata penantian kami tidaklah terlalu lama sebagaimana yang dikuatirkan oleh Holmes.
Beberapa waktu kemudian, dengan tiba-tiba dan secara sangat aneh karena tanpa terdengar suara yang
mengisyaratkan kedatangannya, pintu gerbang depan itu terbuka lebar dan tampaklah sosok hitam
membungkuk-bungkuk bagaikan burung, namun gerakannya gesit seperti kera. Dalam sekejap sosok
itu sampai di jalanan taman, lalu, kami melihatnya melewati bayangan lampu teras dengan cepat dan
menghilang dalam kegelapan di samping rumah. Selanjutnya, selama beberapa saat kami tidak
mendengar suara apa-apa saat itu kami menahan napas dan kemudian mulailah terdengar suara derit
perlahan. Jendela rumah itu terbuka. Lalu, kembali sunyi senyap selama beberapa saat.
Orang itu sedang memasuki rumah dan tiba-tiba kami melihat sinar lentera di dalam ruang
depan. Nampak oleh kami cahaya lentera itu diarahkan ke sana kemari untuk mencari sesuatu yang
diinginkannya. "Mari kita mendekat ke jendela yang terbuka itu. Kita akan tangkap dia waktu dia memanjat
keluar," bisik Lestrade.
Namun sebelum kami bergerak, orang itu sudah muncul
kembali dan berhenti sejenak dalam sorot lampu remang-remang. Kami melihat dia membawa sebuah benda putih di
tangannya. Dia memandang ke sekelilingnya. Keheningan
jalan yang terpencil itu meyakinkannya bahwa tak ada
seorang pun di sana. Kemudian dia berbalik dan
membelakangi kami, sambil meletakkan benda itu di tanah.
Selanjutnya terdengar suara pukulan yang keras, diikuti
bunyi gemeretak dan gemerencing. Orang itu begitu asyik
dengan apa yang sedang dilakukannya sehingga dia tidak
mendengar langkah kaki kami ketika menyeberangi
halaman berumput itu. Dengan lompatan segesit harimau,
Holmes menyergap bahu orang itu, dan sesaat kemudian
aku dan Lestrade menangkap kedua pergelangan tangannya
19 untuk diborgol. Ketika kami menolehkan wajahnya ke arah kami, tampaklah mukanya yang buruk dan
pucat, tubuhnya menggeliat-geliat, dan matanya menatap kami dengan marah sekali. Wajahnya ternyata
sama dengan wajah dalam foto yang kami simpan itu.
Tetapi yang diperhatikan Holmes bukanlah tahanan kami itu. Dia malah berjongkok dan dengan
amat hati-hati memeriksa pecahan-pecahan patung Napoleon yang berceceran di tanah, yang bentuknya
hampir sama dengan yang kami lihat tadi pagi. Dengan saksama Holmes memperhatikan tiap kepingan
di bawah sinar lampu di dekat pintu gerbang itu, namun kelihatannya tak ada sesuatu yang istimewa.
Dia baru saja selesai memeriksa semua kepingan itu, ketika cahaya dari arah dalam ruang depan
menerangi tempat kami, dan pintu depan terbuka. Pemilik rumah itu yang wajahnya jenaka, tubuhnya
pendek-gemuk, dan berpakaian lengkap, menuju ke arah kami.
"Mr. Josiah Brown, ya"" sapa Holmes.
"Ya, sir, dan Anda pastilah Mr. Sherlock Holmes. Saya
telah menerima surat Anda lewat pengantar surat kilat khusus, dan
saya pun telah melaksanakan apa yang Anda minta dengan baik.
Kami mengunci tiap pintu dari dalam dan menunggu
perkembangan selanjutnya. Well, saya gembira sekali karena
Anda telah berhasil menangkap bangsat itu. Saya harap kalian
bersedia mampir ke rumah untuk minum dulu."
Namun Lestrade ingin segera memasukkan tahanannya ke
sel, maka dalam beberapa menit kereta yang tadi kami naiki telah
dipanggil, dan kami berempat pun kembali menuju London.
Tahanan kami membisu seribu bahasa sambil menatap marah
pada kami bertiga dari balik rambutnya yang kusut. Suatu ketika,
tanganku berada cukup dekat dengan tangannya, dan dia langsung
mencakar bagaikan seekor serigala yang kelaparan. Di kantor
polisi, kami menunggu pemeriksaan cukup lama dan hasilnya
menyatakan bahwa di balik pakaiannya ditemukan uang sejumlah
beberapa shilling dan sebilah pisau panjang bersarung, yang
tangkainya menampakkan banyak bekas darah yang masih baru.
20 "Beres sudah," kata Lestrade ketika kami hendak meninggalkan kantor polisi. "Hill tahu
bagaimana mengurus orang-orang semacam itu. Bajingan itu akan membuka mulut dan
memberitahukan siapa yang menyuruhnya membunuh korban. Teori saya mengenai Mafia kelak akan
terbukti. Bagaimanapun juga, saya berterima kasih sekali kepada Anda, Mr. Holmes, atas cara yang
lihai dalam menangkap orang itu. Terus terang, saya belum sepenuhnya mengerti bagaimana Anda bisa
merencanakan semua ini."
"Wah, hari sudah terlalu malam untuk menjelaskannya," kata Holmes. "Dan lagi, masih ada satu
atau dua hal yang belum terselesaikan. Kasus ini benar-benar perlu segera dituntaskan. Jika kau
bersedia datang sekali lagi ke tempatku besok jam enam, aku akan siap menunjukkan apa yang saat ini
belum kau mengerti secara tuntas, Lestrade, karena justru hal-hal itu merupakan sesuatu yang baru
dalam sejarah kejahatan. Dan nanti bila aku mengizinkan kau, Watson, untuk menuliskan pengalaman
pengalaman praktek detektifku, kasus patung-patung Napoleon yang unik ini janganlah sampai
terlewatkan." Ketika kami bertiga bertemu lagi malam berikutnya, Lestrade bercerita banyak tentang tawanan
yang berhasil kami tangkap. Namanya Beppo. Dia dikenal luas di kalangan orang-orang Italia sebagai
seseorang yang tak pernah berkelakuan baik. Dia pernah menjadi pemahat patung yang andal dan
berusaha menjalani hidup secara baik-baik, tetapi dia kemudian memutuskan lebih suka menuruti
bisikan iblis. Sudah dua kali dia dipenjarakan sekali karena pencurian kecil-kecilan dan sekali lagi
karena menikam seorang Italia sampai mati, sebagaimana yang pernah kami dengar. Dia dapat
berbicara dalam bahasa Inggris dengan baik. Alasan mengapa dia menghancurkan patung-patung
Napoleon masih belum diketahui, karena dia menolak menjawab semua pertanyaan yang berhubungan
dengan itu. Tetapi polisi menduga bahwa patung-patung yang dihancurkannya itu semuanya buatannya
sendiri, karena di bagian itulah dia dulunya bekerja di perusahaan Gelder & Co. Holmes mendengar
semua penuturan Lestrade yang sebenarnya sudah kami ketahui ini dengan penuh perhatian. Begitu
santunnya sikap sobatku ini! Padahal aku tahu bahwa pikirannya sedang melayang ke tempat lain. Tapi
Holmes memang sudah terbiasa untuk bersandiwara seperti itu. Akhirnya dia beranjak dari tempat
duduknya, dan matanya berbinar. Baru saja terdengar dering bel. Semenit kemudian kami mendengar
langkah-langkah di tangga yang menuju ruangan kami. Tak lama setelah itu, seorang pria tua diantar
masuk. Wajahnya merah dan dipenuhi jambang putih di kedua sisinya. Dia membawa sebuah tas tebal
21 kuno di tangan kanannya, yang lalu ditaruhnya di atas meja.
"Apakah Mr. Sherlock Holmes ada di sini""
Temanku membungkuk sambil tersenyum. "Mr. Sandeford dari Reading, ya"" katanya.
"Ya, sir. Wah, jangan-jangan saya sudah agak terlambat, tapi kereta api yang saya tumpangi tadi
benar-benar payah. Anda menulis surat kepada saya tentang patung yang saya miliki."
"Benar." "Ini, surat Anda saya bawa. Anda menuliskan demikian, 'Saya berminat untuk memiliki sebuah
patung Napoleon tiruan karya Devine, dan saya bersedia membayar sepuluh pound untuk barang yang
Anda miliki itu.' Benarkah demikian""
"Tentu saja." "Saya sangat terkejut menerima surat Anda. Bagaimana Anda tahu kalau saya memiliki barang
itu"" "Ya, Anda pasti terkejut dan heran. Tapi penjelasannya sangat sederhana. Mr. Harding, pemilik
toko Harding Brothers, mengatakan pada saya bahwa dia menjual patung Napoleon yang terakhir itu
kepada Anda, dan dia jugalah yang memberikan alamat Anda."
"Oh, jadi begitu. Apakah dia mengatakan dengan harga berapa patung ini saya beli""
"Tidak, dia tidak mengatakannya."
"Baiklah, saya ini memang bukan orang kaya, tapi saya orang yang jujur. Saya membeli patung
ini dengan harga hanya lima belas shilling, dan saya pikir Anda sebaiknya tahu tentang hal itu sebelum
saya menerima sepuluh pound yang Anda tawarkan, Mr. Holmes."
"Saya yakin, perasaan tidak enak yang Anda miliki itu menunjukkan kebesaran hati Anda, Mr.
Sandeford. Tetapi saya akan tetap membayar seharga penawaran saya dalam surat itu."
"Wah, Anda baik sekali, Mr. Holmes. Patung itu sudah saya bawa, sebagaimana permintaan
dalam surat ini!" Dia membuka tasnya dan mengeluarkan isinya. Dan, untuk pertama kalin
ya, nampaklah oleh kami patung kepala Napoleon itu dalam keadaan utuh, sementara sebelum ini berkali-kali kami
22 melihatnya dalam bentuk kepingan-kepingan saja.
Holmes mengambil secarik kertas dari
sakunya dan meletakkan selembar uang
sepuluh pound di atas meja.
"Silakan tanda tangani surat jual-beli ini,
Mr. Sandeford, di hadapan para saksi. Sekadar
untuk menyatakan bahwa Anda telah
mengalihkan hak atas pemilikan patung ini
kepada saya. Saya ini orangnya suka bertindak
menurut peraturan, karena kita kan tak pernah
tahu apa yang mungkin terjadi di kemudian
hari. Terima kasih, Mr. Sandeford; dan ini
uangnya. Selamat malam."
Ketika tamu kami telah pergi, kelakuan
Holmes selanjutnya sungguh menarik perhatian kami berdua. Diawali dengan mengambil kain putih
bersih dari dalam laci yang lalu dihamparkannya di atas meja. Kemudian diletakkannya patung yang
baru saja dibelinya di tengah tengah hamparan kain itu. Lalu dia mengambil senapan berburunya dan
memukulkannya pada kepala patung itu dengan keras. Patung itu pun pecah berkeping-keping. Holmes
membungkukkan badannya untuk memeriksa pecahan-pecahan itu dengan penuh perhatian. Sejenak
kemudian, dia berteriak keras penuh kemenangan sambil menunjukkan sebuah serpihan kepingan, yang
pada tengahnya menempel sesuatu yang berwarna hitam bagaikan buah plum yang dimasukkan ke
dalam puding. "Saudara saudara," teriaknya, "aku ingin memperkenalkan kepada kalian mutiara hitam dari
Borgia yang sangat terkenal itu."
Lestrade dan aku terpaku selama beberapa saat, dan kemudian, secara spontan kami berdua
bertepuk tangan bagaikan baru saja menyaksikan sebuah drama yang penuh kemelut namun lalu
berakhir secara menggembirakan. Pipi Holmes yang pucat seketika menjadi merah dan dia
membungkukkan badan kepada kami seperti seorang sutradara yang menerima sanjungan dari segenap
23 hadirin. Di saat seperti itulah Holmes dalam sekejap berubah dari sebuah mesin pemikir menjadi
manusia biasa yang mabuk sanjungan dan tepuk tangan. Sikap angkuh dan pendiam yang biasa
menyelimuti dirinya, sehingga mengesankan bahwa dia meremehkan orang lain, saat ini benar-benar
berubah ketika dia merasakan keheranan dan pujian dari teman temannya
"Ya, Saudara-saudara," katanya, "ini mutiara paling termasyhur yang sekarang bisa ditemui di
dunia, dan aku beruntung karena melalui pertimbangan-pertimbangan pemikiran secara induktif, aku
bisa melacak mutiara itu mulai dari ruang tidur Pangeran Colonna di Hotel Dacre, tempat mutiara itu
dinyatakan hilang, sampai ke bagian dalam patung ini patung yang terakhir dari keenam patung
Napoleon yang dihasilkan oleh perusahaan Gelder & Co. Kau pasti ingat, Lestrade, pada kegemparan
yang disebabkan oleh lenyapnya permata berharga ini dan kegagalan polisi London untuk
menemukannya. Waktu itu, aku juga dimintai pendapat tentang kasus itu, tetapi tidak dapat
memberikan petunjuk apa-apa. Kecurigaanku jatuh pada pembantu istri pangeran itu, yang
berkebangsaan Italia. Penyelidikan menyatakan bahwa dia mempunyai saudara laki-laki di London,
namun aku tidak berhasil melacak keterlibatan saudaranya itu dengan permata yang hilang. Nama
pembantu itu Lucretia Venucci, dan aku yakin si Pietro yang dibunuh dua malam yang lalu itu adalah
saudaranya. Dalam dokumen usang yang kumiliki, aku menemukan tanggal-tanggal yang saling
berhubungan sebagai berikut: Hilangnya mutiara itu terjadi dua hari sebelum Beppo ditangkap karena
tindak kekerasan. Peristiwa penangkapan itu berlangsung di perusahaan Gelder & Co. pada saat
patung-patung Napoleon itu sedang dibuat.
"Nah, sekarang kalian pasti mengerti dengan jelas bagaimana rangkaian kejadiannya, walaupun
tentu saja secara terbalik dari apa yang kuketahui. Mutiara itu ada di tangan Beppo. Dia mungkin
mencurinya dari Pietro, dia mungkin kaki tangannya, atau mungkin juga dia adalah penghubung antara
Pietro dan saudara perempuannya, Lucretia. Mana yang benar tak jadi masalah bagi kita.
"Fakta yang terutama adalah bahwa dia mempunyai mutiara itu, dan pada saat mutiara itu di
tangannya, dia dikejar-kejar polisi sehingga dia
melarikan diri dengan bekerja di perusahaan itu.
Kemudian, beberapa menit sebelum polisi berhasil menangkapnya, dia mengambil kesempatan untuk
menyembunyikan mutiara yang sangat berharga itu. Karena apabila tidak, mutiara itu pasti akan disita
oleh polisi pada waktu dia digeledah. Pada saat itu ada enam patung gips Napoleon yang sedang
dikeringkan di lorong. Salah satunya masih sangat lembek. Dengan keahliannya, dalam sekejap Beppo
24 lalu melubangi gips yang masih basah itu, menyusupkan mutiara itu ke dalamnya, dan dengan sentuhan
tangannya yang ahli dia menutup kembali lubang itu. Tempat persembunyian yang mengagumkan! Tak
seorang pun akan dapat menemukannya. Namun Beppo dijatuhi hukuman penjara satu tahun,
sementara keenam patung hasil pekerjaannya telah terjual dan tersebar di beberapa tempat di London.
Dia tidak tahu lagi patung mana yang berisi mutiaranya, kecuali dengan menghancurkan semuanya.
Mengguncang-guncang patung itu pun tak ada gunanya sebab mutiara itu tentu telah melekat rapat ke
gips persis seperti yang kalian lihat. Walau begitu, Beppo tidak putus asa. Dia melakukan pencarian
dengan cerdik dan tekun. Melalui saudara sepupunya yang bekerja di Gelder & Co., dia mengetahui
toko-toko barang seni mana saja yang telah membeli patung-patung itu. Dia bahkan sempat bekerja di
toko Morse Hudson dan dari sana dia mendapatkan jejak dari tiga di antara keenam patung itu.
Ternyata mutiara itu tidak didapati pada ketiga-tiganya. Kemudian, dengan banluan seorang pekerja
bangsa Italia, dia berhasil mendapatkan informasi tempat ketiga patung lainnya berada. Yang pertama
berada di rumah Harker. Dan ketika beraksi di sana dia dibuntuti oleh komplotannya, yang
menganggap Beppo bertanggung jawab atas hilangnya mutiara itu. Dalam perkelahian itu Beppo
berhasil menikamnya, dan kejadian selanjutnya adalah seperti yang telah kita semua ketahui."
"Kalau dia adalah komplotannya mengapa dia membawa-bawa fotonya"" tanyaku.
"Hanya untuk melacak jejaknya, kalau-kalau dia perlu menanyakan tentang Beppo pada orang
lain. Jelas, itulah alasannya. Nah, aku lalu memperkirakan bahwa setelah pembunuhan itu, Beppo
malah akan mempercepat aksinya daripada menundanya. Pasti dia kuatir tindakan rahasianya itu
tercium oleh polisi, maka dia pun bertindak sebelum polisi menangkapnya. Tentu saja aku pun tak tahu
apakah dia sudah menemukan mutiara itu di patung milik Harker. Bahkan waktu itu aku belum berani
menyimpulkan bahwa dia sedang mengejar mutiara itu. Yang jelas, dia sedang mencari sesuatu, karena
dia sampai harus membawa patung itu melewati beberapa rumah, dan baru menghancurkannya di
taman yang ada cahaya lampunya. Karena patung milik Harker adalah satu di antara tiga yang terakhir,
kemungkinan mutiara itu berada di dalam kedua patung yang lain adalah dua berbanding satu seperti
yang kukatakan kemarin malam. Jadi ada dua tempat lagi yang harus dia datangi, dan aku yakin dia
akan beraksi di tempat yang dekat dulu, yaitu Chiswick. Itulah sebabnya aku lalu mengirim surat
peringatan kepada penghuni rumah itu, untuk menghindari tragedi kedua. Dan kita malah berhasil
meringkusnya di sana. Pada saat itu, tentu saja aku sudah tahu pasti bahwa yang sedang kita lacak
25 adalah mutiara Borgia, sebab nama korban yang dibunuh Beppo itu erat kaitannya dengan rangkaian
peristiwa sehubungan dengan kasus hilangnya mutiara itu. Maka tinggal ada satu patung gips Napoleon
yaitu yang berada di Reading dan mutiara itu pastilah berada di situ pula. Demikianlah aku telah
membeli patung ini dari pemiliknya, dengan kalian sebagai saksinya dan di dalamnya terdapat
mutiara ini." Kami terpaku sejenak.
"Well," kata Lestrade, "saya tahu Anda telah banyak menangani kasus secara memuaskan, Mr.
Holmes, tapi kali ini keahlian Anda benar-benar luar biasa. Kami dari Kepolisian Scotland Yard tidak
merasa iri kepada Anda. Tidak, sir. Kami justru merasa bangga sekali, dan kalau besok Anda datang ke
sana, Anda pasti akan menerima segudang ucapan selamat mulai dari polisi yang paling senior sampai
yang paling yunior."
"Terima kasih!" ucap Holmes. "Terima kasih!" ulangnya sambil m
embalikkan badan. Baru kali
itu aku melihatnya begitu terharu atas luapan emosi seseorang. Namun sejenak kemudian, dia kembali
menjadi ahli pikir yang serba praktis dan bersikap dingin.
"Tolong kausimpan mutiara ini dalam lemari besi, Watson," katanya, "lalu keluarkan berkas-berkas kasus pemalsuan Conk-Singleton. Sampai jumpa lagi, Lestrade. Kalau kau nanti menghadapi
masalah-masalah kecil lagi, dengan senang hati aku akan memberikan sedikit petunjuk untuk
menyelesaikannya itu pun kalau aku mampu, lho."
TAMAT tamat Dendam Kesumat 2 Pendekar Slebor 17 Piramida Kematian Alap Alap Laut Kidul 12
^