Pencarian

Petualangan Sherlock Holmes 3

Sherlock Holmes - Petualangan Sherlock Holmes Bagian 3


supaya cepat kering. Saya lihat Anda datang dari daerah barat daya."
"Ya, dari Horsham."
"Dapat saya simpulkan itu dari campuran lumpur dan kapur yang menempel di ujung sepatu
Anda." "Saya datang untuk berkonsultasi."
"Tak susah bagi saya."
"Dan juga minta tolong."
"Nah, yang ini tidak selalu mudah."
"Saya mendengar tentang Anda, Mr. Holmes, dari Mayor Prendergast yang telah Anda
selamatkan dalam kasus Skandal Perkumpula Tankerville."
"Ah, ya. Waktu itu dia dituduh telah menipu dalam permainan kartu."
"Dia berkata bahwa Anda bisa memecahkan segala macam masalah."
"Dia terlalu membesar-besarkan."
"Dan bahwa Anda tak pernah gagal."
"Saya pernah gagal empat kali tiga kali digagalkan oleh pria, dan satu kali oleh wanita."
"Tapi kalau dibandingkan dengan banyaknya keberhasilan Anda, kegagalan itu tak seberapa,
kan"" "Benar, biasanya saya berhasil."
"Kalau begitu, Anda juga mungkin akan berhasil memecahkan masalah saya."
"Silakan tarik kursi Anda mendekat ke perapian, dan kemudian ceritakan kasus Anda."
"Kasus saya aneh sekali."
4 "Selama ini saya memang menangani kasus-kasus yang aneh-aneh. Orang biasanya minta
tolong kepada saya bila usaha lain telah gagal."
"Toh, saya tetap menganggap bahwa apa yang terjadi pada keluarga saya ini pasti lebih
misterius dan tak masuk akal dibandingkan semua kasus yang pernah Anda tangani."
"Saya jadi tertarik," kata Holmes. "Silakan langsung bercerita, dan bila perlu, saya akan
menanyakan beberapa rincian yang penting."
Pemuda itu menarik kursinya ke depan, dan menyorongkan kakinya yang basah ke dekat
perapian. "Nama saya," katanya, "John Openshaw, dan sejauh pengetahuan saya, kasus yang
menyedihkan ini tak ada hubungannya dengan diri saya secara langsung. Kasus ini ber
hubungan dengan masalah warisan. Untuk lebih jelasnya, saya merasa perlu untuk mengulang sedikit bagaimana
mulainya kasus ini. "Kakek saya mempunyai dua anak lelaki Paman Elias dan ayah saya, Joseph. Ayah saya dulu
memiliki pabrik kecil di Coventry, yang kemudian berkembang menjadi besar pada waktu sepeda mulai
diproduksi. Dia memegang hak paten dari ban sepeda anti bocor merek Openshaw. Bisnisnya amat
sukses sehingga menjelang pensiun, dia berhasil menjualnya dengan harga yang amat tinggi.
"Paman Elias pindah ke Amerika sejak dia masih muda, dan memiliki usaha pertanian di
Florida. Kabarnya, usahanya pun sukses. Waktu perang meletus, dia bergabung dengan dinas
ketentaraan di bawah pimpinan Jackson, yang lalu digantikan oleh Hood. Waktu itu dia naik pangkat
menjadi kolonel. Ketika Lee meletakkan senjata Paman kembali mengusahakan tanah pertaniannya
selama tiga atau empat tahun. Sekitar tahun 1869 atau 1870, dia kembali ke Inggris, dan membeli
sebidang tanah yang tak begitu luas di Sussex, dekat Horsham. Waktu di Amerika, dia menjadi kaya
raya, dan dia terpaksa pindah karena tak begitu suka dengan orang-orang Negro dan pada
kebijaksanaan Partai Republik yang memberikan hak suara semakin banyak kepada orang-orang
Negro. Paman saya orangnya aneh, pemarah dan berlidah tajam, serta suka menyendiri. Selama
bertahun-tahun hidup di Horsham, rasanya jarang sekali dia bepergian. Dia lebih suka menyendiri di
kebun dan ladang-ladangnya, dan mondar-mandir di sekitar rumahnya saja. Begitulah kegiatannya
sehari-hari. Bahkan dia sering pula mendekam di dalam kamarnya selama berminggu-minggu tanpa
5 pernah keluar sejenak pun. Dia suka minum brendi, dan perokok berat. Dia tak pernah berkecimpung di
masyarakat tak suka berteman, bahkan dengan saudara laki-lakinya sendiri sekalipun.
"Anehnya, agaknya dia menyukai saya. Ketika pertama kali melihat saya, waktu itu saya masih
berumur sekitar dua belas tahun. Itu terjadi pada tahun 1878 setelah dia menetap di Inggris selama
delapan atau sembilan tahun. Dia menemui ayah saya dan memohon agar, saya diizinkan tinggal
bersamanya. Sikapnya terhadap saya sangat baik. Kalau sedang tak minum-minum, dia sering
mengajak saya bermain backgammon. Saya dipercaya untuk mewakilinya baik di hadapan para pelayan
mau pun di hadapan para mitra usahanya, sehingga ketika saya berumur enam belas tahun, saya sudah
menjadi bos di rumahnya. Saya yang memegang semua kunci rumahnya. Saya bebas pergi ke mana
saja dan berbuat apa saja, asalkan tak mengganggunya kalau dia sedang menyendiri. Tapi, ada satu
kekecualian. Ada satu kamar di loteng yang selalu dikuncinya, dan tak boleh dibuka oleh siapa pun,
termasuk saya. Saya malah merasa penasaran, dan saya pernah mengintip dari lubang kunci ke dalam
kamar itu. Yang terlihat oleh saya hanyalah koper-koper dan bungkusan-bungkusan tua sebagaimana
biasanya disimpan di kamar seperti itu.
"Suatu hari pada bulan Maret 1883 paman saya menerima surat dari luar negeri. Tak
biasanya dia menerima surat, karena semua tagihan selalu langsung dibayarnya secara tunai, dan
rasanya dia tak punya teman seorang pun di luar negeri. Waktu itu kami sedang duduk di meja makan,
dan surat itu tergeletak di depan piringnya. 'Dari India!' katanya sambil mengambil surat itu. 'Cap
posnya dari Pondicherry! Apa gerangan isinya, ya"' Segera dibukanya surat itu, yang ternyata cuma
berisi lima butir biji jeruk yang sudah kering, yang lalu dituangnya ke piring di depannya. Saya mulai
tertawa, tapi tawa saya segera terhenti ketika saya menatap wajahnya. Bibir Paman terkatup rapat,
matanya mendelik, wajahnya memucat, dan ditatapnya amplop surat yang masih berada di genggaman
tangannya yang gemetaran. 'K.K.K.' katanya dengan tersendat, kemudian, 'Ya Tuhan, ya Tuhan. Aku
harus menanggung akibat dosaku.'
"'Ada apa, Paman"' tanya saya.
"'Maut,' katanya sambil berdiri lalu menghilang ke kamarnya, meninggalkan saya sendirian
dalam ketakutan yang mencekam. Saya ambil amplop itu, dan saya lihat tulisan tiga huruf K dalam
tinta merah di bagian dalam amplop itu. Hanya itu, disertai kelima butir biji jeruk yang kering tadi
. Apa gerangan yang telah begitu menimbulkan ketakutannya" Saya meninggalkan meja makan, dan ketika
6 saya menaiki tangga, saya berpapasan dengan paman saya yang sedang menuruni tangga. Di salah satu
tangannya tergenggam kunci yang sudah tua dan karatan. Pasti kunci kamar loteng itu. Di tangan
sebelahnya, dia memegang kotak kecil dari kuningan yang nampaknya seperti peti uang.
'"Biarlah mereka berbuat semaunya, tapi aku akan mengalahkan mereka,' katanya sambil
menyumpah-nyumpah. 'Suruh Mary menghidupkan perapian di kamarku, dan panggillah Pengacara
Fordham. Segera.' "Saya lakukan perintahnya, dan ketika pengacara itu tiba, saya diminta untuk masuk ke kamar
paman saya. Perapiannya menyala dengan terang, dan pada panggangannya terdapat abu halus
berwarna hitam, sepertinya bekas kertas yang dibakar. Peti kuningan yang dibawanya tadi terbuka di
samping perapian, dalam keadaan kosong. Ketika saya menoleh ke peti itu, saya terkejut, karena
tutupnya bertuliskan huruf K tiga kali seperti yang tertulis di amplop yang diterima Paman tadi pagi.
"'Kumohon, John,' kata paman saya, 'kau menjadi saksi atas surat wasiatku. Kutinggalkan
semua kekayaanku, dengan segala hak dan tanggung jawabnya, kepada saudara laki-lakiku, yaitu
ayahmu, yang pada waktunya kelak akan jadi milikmu juga. Kalau kau kelak bisa memanfaatkannya
dengan aman, bagus! Kalau tidak, dengar pesanku, Nak, serahkan saja ke musuhmu yang paling kejam.
Maaf, aku mewariskan sesuatu yang membingungkan seperti ini, karena aku tak tahu apa yang akan
terjadi. Silakan tanda tangani surat ini, di tempat yang akan ditunjukkan oleh Mr. Fordham.'
"Setelah saya membubuhkan tanda tangan, sang pengacara membawa pulang surat itu. Peristiwa
yang unik ini sangat membekas di ingatan saya, dan saya sering kali merenungkannya. Saya bertanya-tanya kepada diri sendiri, tetapi tak mampu menjelaskannya. Saya selalu dibayangi rasa ngeri,
walaupun lama-kelamaan rasa ngeri itu makin berkurang, karena ternyata tak terjadi apa-apa dalam
hidup kami selanjutnya. Paman saya juga gelisah seperti halnya diri saya. Dia mulai minum lebih
banyak dari biasanya, dan menarik diri dari semua pergaulan dengan orang luar. Dia lebih sering
mengunci diri di kamarnya. Kadang-kadang dia keluar dari kamarnya dalam keadaan mabuk berat, lalu
berlari ke halaman dan mondar mandir di sana dengan pistol di tangannya sambil ber teriak-teriak
bahwa dia tak takut kepada siapa pun, dan bahwa dia tak bisa dikurung, seperti domba di kandangnya,
oleh siapa pun atau setan mana pun. Tapi, kalau dia sudah berhenti berteriak-teriak, dia akan bergegas
masuk ke rumah, mengunci dan memasang palang pintu, bagaikan orang yang tak tahan lagi
menghadapi teror yang sedang menghantuinya. Pada saat-saat seperti itulah, saya melihat wajahnya
7 bercucuran keringat, seperti baru saja dicelupkannya ke seember air.
"Yah, akhir cerita, Mr. Holmes, supaya
Anda tak habis kesabaran, suatu malam dia
mabuk-mabukan lagi, dan tak pernah tersadar
lagi setelah itu. Ketika kami mencarinya, kami
menemukannya tertelungkup di kolam kecil di
ujung taman. Tak ada tanda-tanda telah terjadi
kekerasan, dan air kolam itu cuma enam puluh
sentimeter dalamnya. Hakim yang tahu betapa
eksentriknya paman saya ini, lalu memutuskan
bahwa paman saya telah melakukan bunuh
diri. Tapi saya, yang menyadari betapa dia
sangat ketakutan menghadapi maut, tak bisa menerima keputusan itu begitu saja. Setelah itu, ayah saya
mewarisi semua harta miliknya, termasuk simpanan uangnya di bank yang berjumlah sekitar 14.000
pound." "Sebentar." Holmes memotong. "Kisah Anda ini betul-betul luar biasa. Kapan tepatnya paman
Anda menerima surat aneh itu, dan juga kapan tepatnya dia melakukan apa yang diduga sebagai bunuh
dirinya itu"" "Surat itu tiba pada tanggal 10 Maret 1883. Dia mati tujuh minggu kemudian, yaitu pada malam
tanggal 2 Mei." "Terima kasih. Silakan dilanjutkan "
"Ketika ayah saya pindah ke Horsham, atas permintaan saya dia mengamati kamar loteng yang
dulu selalu terkunci itu, dengan saksama. Kami menemukan peti kuningan itu di sana, dalam keadaan
kosong. Bagian dalam tutupnya berlabel
kan kertas bertuliskan K.K.K. Di bawahnya tertulis 'Surat-surat, Catatan-catatan, Tanda Terima, dan Daftar'. Kami menduga barang-barang itulah yang telah
dibakar oleh Kolonel Openshaw. Selain itu, tak ada yang penting di loteng itu, kecuali kertas-kertas
yang berceceran dan buku-buku catatan yang dibawa Paman dari Amerika. Beberapa di antaranya
berisi laporan tentang Perang Saudara yang menjelaskan bahwa dia telah melakukan tugasnya dengan
8 baik dan dikenal sebagai tentara yang berani. Lainnya lagi berisi laporan tentang rekonstruksi negara-negara bagian di Amerika Serikat bagian selatan. Pokoknya berhubungan dengan politik, karena dia
dulu pernah menyalakan protesnya kepada politikus oportunis yang berasal dari utara.
"Yah, pada awal tahun 1884, ayah saya pindah ke Horsham, dan kami baik baik saja di sana
sampai bulan Januari 1885. Empat hari sesudah Tahun Baru, ayah saya berteriak dengan kaget ketika
kami sedang duduk di meja makan untuk makan pagi. Dia baru saja membuka amplop surat, dan di
dalamnya terdapat lima butir biji jeruk kering yang lalu dituangnya ke telapak tangan kirinya. Selama
ini dia selalu menertawakan kisah Paman yang dianggapnya cuma isapan jempol belaka. Tapi kini,
menerima kiriman yang sama, dia terheran-heran dan ketakutan juga.
"'Apa gerangan maksudnya ini, John"' dia
menggumam. "Jantung saya sendiri pun mulai berdegup
dengan lebih kencang. 'K.K.K.,' kata saya.
"Ayah melihat ke bagian dalam amplop. 'Ya,
benar,' teriaknya. 'Nih, tulisannya. Tapi, coba
lihat, ada catatan di atasnya.'
"'Taruhlah dokumen itu di atas jam
matahari,' begitu bunyi pesan itu.
"'Dokumen apa" Jam matahari apa"'
tanyanya. '"Pasti jam matahari di taman kata saya, 'tapi yang dimaksud dengan dokumen, pastilah yang
dulu telah dibakar oleh Paman.'
'"Macam-macam saja!' katanya sambil berusaha mengusir ketakutannya. 'Kita tinggal di negara
beradab, dan tindakan gila-gilaan semacam ini tak perlu ditanggapi. Dari mana surat ini dikirim"'
"'Dari Dundee,' jawab saya sambil melirik ke cap posnya.
"'Cuma lelucon yang tak masuk akal,' katanya. 'Apa urusanku dengan jam matahari dan
dokumen itu" Sebaiknya tak usah kuladeni saja.'
9 "'Bagaimana kalau Ayah lapor polisi"' usul saya.
"'Dan membiarkan diriku jadi bahan tertawaan mereka" Aku tak sudi.'
"'Kalau begitu, biar aku saja yang lapor.'
"'Jangan. Buat apa ribut-ribut soal sepele begini"'
"Percuma saja berdebat dengannya, karena dia sangat keras kepala. Saya menyerah pada
keinginannya, tapi dalam hati saya selalu merasa waswas.
"Tiga hari kemudian, Ayah pergi mengunjungi seorang teman lamanya, Mayor Freebody, yang
bertugas di benteng pertahanan di Portsdown Hill. Saya pikir, memang lebih baik dia tak di rumah,
supaya terhindar dari bahaya yang mungkin sedang mengintainya Tapi pemikiran saya itu ternyata
salah. Pada hari kedua setelah dia meninggalkan rumah, saya menerima telegram dari mayor temannya
itu. Saya dimintanya agar segera menuju ke rumahnya, karena Ayah telah mengalami kecelakaan. Ayah
terjatuh ke jurang batu kapur curam yang memang banyak terdapat di sekitar daerah yang
dikunjunginya itu. Dia kini terbaring koma, kepalanya pecah. Saya bergegas berangkat menyusulnya,
tapi sebelum saya tiba di sana, dia sudah meninggal tanpa pernah pulih kesadarannya. Nampaknya,
waktu itu dia dalam perjalanan pulang dari Fareham pada senja hari, dan karena desa itu tak begitu
dikenalnya, dan jurang-jurang sepanjang jalan itu tak berpagar, maka hakim telah memutuskan tanpa
ragu-ragu bahwa Ayah meninggal karena kecelakaan. Ketika saya mencoba menelusuri setiap rincian
fakta tentang kematiannya, memang tak saya temukan sedikit celah pun yang bisa membuat saya
mencurigai terjadinya pembunuhan. Tak ada tanda tanda kekerasan, tak ada jejak kaki, bukan
perampokan, dan tak ada orang yang terlihat sepanjang jalan itu ketika musibah terjadi. Tapi, terus
terang, pikiran saya menjadi tak tenang, dan saya yakin seyakin-yakinnya bahwa ada orang yang telah
merencanakan musibah ini dengan sangat rapi.
"Akibat musibah itu, saya jadi pewaris bekas kekayaan Paman. Mungkin Anda bertanya, kenapa
bekas rumah dan tan ah Paman itu tak dijual saja" Jawaban saya ialah karena saya merasa yakin bahwa
semua musibah yang menimpa keluarga kami ini pasti ada hubungannya dengan masa lalu Paman, dan
bahwa bahaya yang mengancam kami akan tetap mengejar kami di mana pun kami tinggal.
"Jadi, ayah saya yang malang meninggal pada bulan Januari 1885, dan itu berarti dua tahun
delapan bulan yang lalu. Selama ini, saya tetap tinggal di Horsham dengan tenang. Saya pikir kutukan
10 yang pernah mcnimpa keluarga kami tentunya sudah berlalu. Tapi ternyata tidak demikian halnya.
Kemarin pagi, ancaman yang sama terulang lagi."
Pemuda itu mengeluarkan sebuah amplop kumal
dari jaketnya. Dia mendekat ke meja, dan dari dalam
amplop itu dikeluarkannya lima butir biji jeruk kering.
"Ini amplopnya," lanjutnya. "Cap posnya dari
London sebelah timur. Di dalamnya ada pesan seperti
yang dulu diterima ayah saya. 'K.K.K.', lalu 'Taruh
dokumen itu di atas jam matahari'."
"Apa yang telah Anda lakukan"" tanya Holmes.
"Saya belum melakukan apa-apa."
"Belum melakukan apa-apa""
"Sebenarnya," ditelungkupkannya wajahnya
pada tangannya yang pucat dan kurus, "saya sudah
putus asa. Rasanya saya bagaikan seekor kelinci malang yang tak berdaya apa-apa, pada hal hendak
dicaplok oleh seekor ular. Saya merasa berada dalam cengkeraman iblis yang tak mungkin saya hindari,
tanpa ada kekuatan yang mampu melindungi saya."
"Wah! Wah!" teriak Sherlock Holmes. "Anda harus bertindak anak muda, atau Anda akan kalah
begitu saja. Hanya kekuatan yang bisa menyelamatkan Anda. Dan kini bukan waktunya untuk berputus
asa." "Saya sudah melapor ke polisi."
"Oh"" "Tapi mereka menertawakan saya. Saya yakin, inspektur polisi menganggap surat itu cuma
lelucon belaka, dan kematian paman dan ayah saya benar-benar diyakininya sebagai kecelakaan, seperti
yang dikatakan oleh hakim. Dia merasa kematian mereka tak perlu dihubung-hubungkan dengan surat
itu." Holmes mengacung-acungkan kepalan tangannya ke udara. "Bodoh sekali!" teriaknya.
11 "Tapi mereka mengirim seorang polisi untuk menemani saya."
"Apakah dia ikut kemari bersama Anda""
"Tidak. Dia hanya diperintahkan untuk menemani saya di rumah."
Holmes meninju-ninju udara lagi. "Lalu untuk apa Anda datang kemari"" tanyanya. "Dan
mengapa Anda tidak langsung kemari setelah menerima surat itu""
"Saya tak tahu tentang Anda. Saya baru tahu tadi pagi ketika saya menceritakan masalah saya
kepada Mayor Prendergast, yang lalu menyarankan saya agar menemui Anda."
"Anda menerima surat itu dua hari yang lalu. Sebenarnya, kita sudah bisa bertindak kemarin-kemarin. Hanya itu yang Anda tahu" Tak adakah rincian lain yang bisa menolong kami untuk
menyimpulkan sesuatu""
"Ada satu hal," kata John Openshaw. Dia merogoh saku jaketnya, dan mengambil secarik kertas
berwarna biru yang sudah hampir hilang warnanya. Ditaruhnya kertas itu di meja. "Seingat saya,
dokumen-dokumen yang dibakar Paman warnanya seperti ini. Dapat saya lihat itu dari sisa
pembakaran. Nah, kertas ini saya temukan di lantai kamarnya, dan bisa saja merupakan sebagian
dokumen yang tercecer di lantai, sehingga terlewatkan dibakar. Saya tak tahu apakah kertas ini bisa
banyak membantu kita. Saya sendiri cenderung menganggapnya sobekan dari buku harian pribadi.
Tulisannya jelas tulisan Paman."
Holmes mendekatkan lampu meja, dan kami berdua membungkuk untuk memperhatikan kertas
itu, yang ternyata memang disobek dari sebuah buku. Waktu yang tertera menunjukkan Maret 1869,
dan di bagian bawahnya ada pesan pesan rahasia sebagai berikut:
Tanggal 4 : Hudson datang. Peron tua itu masih tetap saja demikian.
Tanggal 7 : Mengirim biji ke McCauley, Paramore, dan John Swaine di St. Augustine.
Tanggal 9 : McCauley beres.
Tanggal 10 : John Swaine beres.


Sherlock Holmes - Petualangan Sherlock Holmes di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Tanggal 12 : Mengunjungi Paramore. Semua beres.
"Terima kasih!" kata Holmes sambil melipat kertas itu dan mengembalikannya ke tamu kami.
12 "Dan sekarang, Anda harus segera melakukan sesuatu. Kita bahkan tak punya waktu untuk
membicarakan kasus Anda. Anda harus segera pulang ke rumah, dan langsung bertindak."
"Apa yang harus saya lakukan""
"Hanya satu hal, dan harus segera. Masukkan k
ertas yang Anda tunjukkan tadi ke dalam peti
kuningan milik paman Anda yang pernah Anda lihat. Lalu tambahkan pesan bahwa semua dokumen
yang lain sudah dibakar oleh paman Anda, dan hanya selembar itu yang tersisa. Anda harus
menegaskan sedemikian rupa sehingga mereka benar-benar merasa yakin. Setelah itu, taruhlah peti itu
di atas jam matahari di halaman, sebagaimana diminta oleh mereka. Mengerti""
"Ya." "Jangan dulu memikirkan balas dendam dan semacamnya, biarlah hukum yang nanti akan
bicara. Kita baru mulai memasang jerat, sedangkan jerat mereka sudah ditebarkan. Yang penting kita
singkirkan dulu bahaya yang mengancam Anda. Setelah itu baru kita bongkar misteri ini, dan kita
usahakan agar yang bersalah menda pat hukuman yang setimpal."
"Terima kasih banyak," kata pemuda itu sambil berdiri dan mengenakan jaketnya. "Anda telah
memberikan harapan baru bagi hidup saya. Saya akan lakukan apa yang Anda sarankan tadi."
"Bergegaslah. Dan sementara itu, jaga diri Anda baik-baik, karena saya yakin bahaya yang
nyata sedang mengintai Anda. Anda pulang naik apa""
"Naik kereta api dari Waterloo."
"Sekarang belum jam sembilan. Jalan-jalan pasti ramai. Maka Anda tak perlu kuatir. Pokoknya,
hati-hati saja." "Saya bawa senjata."
"Baik. Besok saya akan mulai menangani kasus Anda."
"Jadi Anda akan berkunjung ke Horsham""
"Tidak. Rahasia kasus Anda ini ada di London. Di sinilah saya akan melacaknya."
"Kalau begitu, saya akan datang kemari lagi dalam satu atau dua hari dengan membawa kabar
tentang peti dan kertas itu. Saran Anda akan saya turuti sampai sekecil-kecilnya."
13 Dia menjabat tangan kami, lalu pergi.
Di luar, angin tetap berembus dengan ganasnya, dan hujan turun dengan derasnya sehingga
suaranya terdengar memekakkan telinga. Kisah yang aneh dan mengerikan yang baru saja kami dengar
ini seolah-olah muncul begitu saja dari gejala alam yang ganas di luar sana bagaikan selembar
ganggang laut yang dilemparkan ke arah kami oleh angin badai itu yang lalu dengan seketika pula
ditariknya kembali. Sherlock Holmes duduk terdiam selama
beberapa saat dengan kepala tunduk. Matanya nyalang
menatap cahaya merah yang berkilauan dari perapian.
Lalu dia menyulut pipa. Sambil duduk menyandar ke
kursinya, dia menatap lingkaran-lingkaran asap pipanya
yang berwarna kebiru-biruan yang saling susul-menyusul naik ke atas.
"Kurasa, Watson," komentarnya pada akhirnya,
"dari semua kasus kita, inilah yang paling fantastis."
"Kecuali, mungkin, kasus Sign of Four."
"Betul juga. Mungkin kecuali yang satu itu.
Namun si John Openshaw ini nampaknya akan
menghadapi bahaya yang lebih hebat, dibanding
keluarga Sholto." "Tapi apakah kau," tanyaku, "sudah tahu kira-kira bahaya macam apakah itu""
"Jelas sekali," jawabnya.
"Kalau begitu, apa" Siapakah K.K.K. itu, dan mengapa mereka meneror keluarga yang malang
ini"" Sherlock Holmes memejamkan matanya, dan menaruh kedua sikunya di lengan kursinya. Jari-jari kedua tangannya dikatupkannya.
"Kalau sudah mendapat fakta," komentarnya, "seseorang yang penuh pertimbangan akan
14 mampu menarik kesimpulan dari fakta itu. Bukan hanya memahami rangkaian kejadiannya, tapi juga
bisa tahu apa yang akan terjadi setelah peristiwa. itu. Kalau Cuvier bisa mengenali seekor binatang
hanya dari bentuk sepotong tulangnya, demikian juga seorang pengamat akan mampu menduga seluruh
rangkaian suatu peristiwa, baik motivasi maupun akibatnya, kalau dia sudah tahu satu mata rantainya.
Bagaimana hasilnya, itu tergantung dari alasannya. Suatu masalah perlu dipelajari dengan saksama.
Kalau cuma mengandalkan panca indera, pasti tak akan menemukan jalan keluar. Tapi, supaya tak
hilang seninya, maka sang pengamat perlu memanfaatkan semua fakta yang diketahuinya, dan ini
berarti, sebagaimana kau mungkin sudah tahu, dia harus mencari tahu semua yang perlu diketahuinya.
Dan inilah yang tak banyak dilakukan orang pada umumnya. Padahal pendidikan dan ensiklopedi ada
tersedia dengan bebas. Dan menambah pengetahuan yang bisa bermanfaat bagi pekerjaan seseorang itu
tak sulit, kok. Aku selalu berusaha demikian. Kalau aku tak salah mengingat, pada awal persahabatan
kita dulu, kau pernah menggambarkan keterbatasanku secara tepat sekali."
"Ya," jawabku sambil tertawa. "Dokumen aneh. Filsafat, astronomi, dan politik kuberi angka
nol. Botani lumayan, geologi cukup mendalam, dapat membedakan jenis-jenis tanah dalam radius
delapan puluh kilometer dari London. Kimia mendalam, anatomi kurang sistematis, pengetahuan
akan bacaan-bacaan sensasional dan kasus kasus
kriminal luar biasa. Kau juga kuanggap mahir
bermain biola, bertinju, dan bermain anggar. Kau
paham betul soal hukum Inggris, tapi sayang suka
meracuni diri dengan tembakau dan kokain. Kurasa,
begitulah garis besar analisisku."
Holmes menyeringai ketika mendengar bagian yang
terakhir. "Yah," katanya, "aku kan pernah bilang,
bahwa seseorang harus mempunyai persediaan
perlengkapan-perlengkapan yang sekali waktu kelak
gampang dikeluarkan kalau diperlukan. Nah, untuk
kasus yang kita terima malam ini, kita harus
manfaatkan segenap sumber yang bisa kita dapatkan.
Tolong ambilkan ensiklopedi Amerika seri K di rak
15 sebelahmu itu. Terima kasih. Sekarang, mari kita pertimbangkan situasinya, dan coba mengambil
kesimpulan. Pertama, kita bisa mulai dengan dugaan awal bahwa Kolonel Openshaw pasti punya
alasan kuat untuk meninggalkan Amerika. Orang seusianya biasanya tak suka mengubah kebiasaan-kebiasaannya, apalagi harus meninggalkan Florida yang hangat cuacanya itu untuk pindah dan hidup
sendirian di sebuah kota kecil di Inggris. Kesukaannya untuk hidup menyendiri menunjukkan bahwa
ada seseorang atau sesuatu yang ditakutinya. Maka untuk sementara, kita bisa membuat hipotesis
bahwa ketakutannya akan seseorang atau sesuatu inilah yang menyebabkannya meninggalkan Amerika.
Sedang mengenai apa atau siapa yang ditakutinya itu, hanya dapat kita duga dari surat-surat aneh yang
dikirim kepadanya dan kepada para ahli warisnya. Apakah kauperhatikan cap pos surat-surat itu""
"Surat pertama dikirim dari Pondicherry, yang kedua dari Dundee, dan yang ketiga dari
London." "Dari London Timur. Apa artinya semua ini""
"Ketiga tempat itu semuanya kota pelabuhan. Jadi, surat-surat itu dikirim dari kapal."
"Hebat. Kita sudah mendapat sebuah petunjuk. Tak diragukan lagi bahwa penulisnya ada di
kapal ketika menulis surat-surat itu. Mari kita lanjutkan pengamatan kita. Waktu surat itu dikirim dari
Pondicherry, tenggang waktu antara ancaman dan eksekusinya adalah tiga minggu. Waktu dikirim dari
Dundee, tenggang waktunya hanya tiga atau empat hari. Apa artinya ini""
"Pondicherry kan lebih jauh dari London."
"Tapi surat dari Pondicherry sampainya juga memakan waktu lebih lama."
"Wah, entahlah."
"Aku hanya bisa menduga bahwa kapal yang ditumpangi oleh pengirim surat itu adalah kapal
layar. Nampaknya, dia atau mereka selalu mengirim peringatan yang aneh itu sebelum menjalankan
tugasnya. Coba perhatikan. Surat ancaman yang dikirim dari Dundee, tak lama kemudian disusul
dengan eksekusinya. Seandainya mereka berangkat dari Pondicherry naik kapal uap, mereka pasti akan
sampai di London, hampir bersamaan dengan surat yang dikirimnya. Nyatanya, mereka baru bertindak
tujuh minggu sesudah surat tersebut diterima. Kurasa tenggang waktu yang cukup lama itu disebabkan
karena mereka naik kapal layar, sedangkan suratnya dibawa dengan kapal uap."
16 "Mungkin saja."
"Bukan cuma mungkin, tapi hampir dapat dipastikan. Nah, sekarang kita tahu betapa
mendesaknya kasus yang sedang kita tangani ini. Itulah sebabnya mengapa aku mengingatkan agar
pemuda Openshaw tadi berhati hati. Musibah itu selalu terjadi pada saat mereka tiba di London dari
pelayaran mereka. Tapi kali ini surat ancaman itu dikirim dari London, maka kita harus segera
bertindak." "Ya, Tuhan!" teriakku. "Mengapa mereka terus memburu tanpa ampun begitu""
"Dokumen yang berada di tangan sang paman pasti sangat penting bagi mereka; Aku yakin
mereka pasti lebih dari satu orang. Kalau cuma seorang, tak mungkin dia sanggup melakukan dua kali
pembunuhan tanpa menimbulkan kecurigaan hakim penyidik sedikit pun. Pasti ada beberapa orang
yang terlibat dan mereka semuanya orang-orang yang nekat dan ahli dalam hal bunuh-membunuh.
Mereka ha rus mendapatkan dokumen itu dari pihak yang memegangnya. Begitulah, K.K.K. itu bukan
kependekan nama orang, tapi simbol sebuah perkumpulan."
"Perkumpulan apa""
"Pernah dengar " tanya Holmes sambil membungkuk ke depan sehingga suaranya terdengar
lirih "pernah dengar tentang Ku Klux Klan""
"Belum." Holmes membuka-buka halaman ensiklopedi yang berada di atas lututnya. "Nah, ini dia,"
katanya kemudian: 'Ku Klux Klan. Nama yang diambil dari suara pistol yang dikokang. Perkumpulan rahasia yang
mengerikan ini didirikan oleh beberapa bekas tentara dari negara bagian sebelah selatan setelah
Perang Saudara di Amerika, dan dengan cepat menyebar ke mana-mana, sampai Tennessee,
Louisiana, Carolina, Georgia, dan Florida. Mereka mempunyai tujuan-tujuan politis, terutama
dengan meneror orang-orang Negro pada saat pemilihan umum. Siapa pun yang terlihat oleh
mereka menentang pandangan-pandangan mereka pasti akan dibunuh atau terpaksa melarikan
diri dari negeri itu. Sebelum melampiaskan kebrutalan mereka, biasanya mereka mengirim
peringatan dengan cara yang khas dengan menyertakan ranting daun ek, biji buah melon, atau
biji buah jeruk. Korban yang menerima peringatan ini biasanya akan menyatakan kepatuhan
17 secara terbuka kepada perkumpulan itu, atau lari ke luar negeri. Kalau dia nekat menghadapi
ancaman itu, dia pasti akan dibunuh dengan cara yang unik dan tak bisa dilacak. Perkumpulan
ini diorganisir dengan amat rapi dan sistematis, sehingga kalau ada yang bermaksud menentang
mereka, hampir tak ada yang berhasil lolos dari kebrutalan mereka. Bahkan jejak pelaku
kejahatan itu pun tak pemah terlacak. Organisasi ini berkembang selama beberapa tahun,
walaupun pemerintah dan masyarakat kelas tinggi di selatan berusaha meredam mereka.
Akhirnya, pada tahun 1869, gerakan ini sekonyong-konyong mereda, tapi masih muncul
beberapa kali secara sporadis setelah itu.'
"Coba perhatikan," kata Holmes sambil meletakkan buku tebal itu, "runtuhnya perkumpulan
tersebut secara mendadak bersamaan waktunya dengan larinya Openshaw dari Amerika dengan
membawa dokumen itu. Mungkin kedua hal itu saling berhubungan. Itulah sebabnya mereka nekat
begitu. Mungkin dokumen itu berisi daftar nama dan kegiatan mereka sejak awal, sehingga mereka
pasti merasa resah selama dokumen itu belum ditemukan."
"Lalu salah satu halaman dokumen yang sempat tertinggal itu..."
"Itulah satu satunya yang bisa kita harapkan. Kalau tak salah, halaman itu berisi pesan-pesan
seperti 'Kirim biji ke A, B, dan C yang berarti bahwa mereka telah mengirim peringatan-peringatan
kepada nama-nama itu. Lalu dilanjutkan dengan laporan bahwa A dan B sudah dibereskan, atau lari ke
luar negeri, dan ada juga laporan yang menyatakan bahwa C telah dikunjungi, yang pasti akan
berakibat fatal bagi C. Yah, kurasa, Dokter, kita sudah mendapatkan secercah titik terang di kegelapan.
Pemuda Openshaw ini cuma bisa selamat kalau dia melakukan saran saranku tadi. Tak ada yang perlu
dibicarakan atau dikerjakan lagi malam ini, jadi tolong ambilkan biolaku, dan mari kita lupakan sejenak
cuaca yang buruk di luar sana dan juga musibah-musibah yang terjadi di sekeliling kita."
Keesokan paginya cuaca cerah, dan matahari bersinar tipis bagaikan cadar samar-samar yang
tergantung melingkupi seluruh kota London. Sherlock Holmes sedang makan pagi ketika aku turun ke
lantai bawah. "Maaf, aku tak menunggumu," katanya. "Kurasa hari ini aku akan sibuk sekali menangani kasus
pemuda Openshaw." "Apa yang akan kaulakukan"" tanyaku.
18 "Tergantung dari hasil penyelidikanku pagi ini. Nampaknya, aku perlu pergi ke Horsham setelah
itu." "Bukannya pergi ke sana lebih dulu""
"Tidak, aku mau melacak ke City dulu. Silakan membunyikan bel, supaya pelayan menyiapkan
kopimu." Sambil menunggu, aku mengambil
koran yang masih belum dibuka dari meja, dan
melihat-lihat isi beritanya. Mataku segera
tertuju pada sebuah judul yang membuat
jantungku berdegup dengan sangat kencang.
"Holmes!" teriakku. "Kau sudah
terlambat." "Ah!" katanya sambil menaruh
cangkirnya. "Itulah yang kukuatirkan.
Bagaimana mereka melakukannya"" tanyanya
dengan tenang, tapi aku b
isa merasakan bahwa dia sangat terpukul. "Kulihat nama Openshaw, dan judulnya adalah 'Tragedi di Dekat Jembatan Waterloo'. Begini
beritanya: 'Antara jam sembilan dan jam sepuluh tadi malam, Polisi Jaga Cook dari Divisi H yang sedang
bertugas tak jauh dari Jembatan Waterloo, mendengar teriakan seseorang meminta tolong, lalu
diikuti suara sesuatu yang mencebur ke air. Berhubung malam itu gelap dan angin bertiup
dengan kencang, bantuan hanya bisa didapatkan dari beberapa orang yang sedang lewat.
Walaupun akhirnya tanda bahaya berhasil dibunyikan, dan polisi laut segera bertindak, korban
ditemukan sudah menjadi mayat. Dari amplop yang ditemukan di sakunya, korban diketahui
bernama John Openshaw dan tinggal dekat Horsham. Diduga, korban sedang terburu-buru
dalam kegelapan untuk mengejar kereta terakhir dari Stasiun Waterloo, sehingga dia tersesat
sampai ke ujung dermaga kapal di dekat sungai. Tak ada tanda-tanda kekerasan, dan tak
19 diragukan lagi bahwa dia telah mengalami kecelakaan yang merenggut nyawanya. Kejadian ini
diharapkan akan mendapat perhatian pihak penguasa agar memperhatikan keadaan tanggul
dermaga itu demi mencegah terulangnya peristiwa seperti itu.'"
Kami terdiam selama beberapa saat. Holmes sangat tertekan dan terpukul. Belum pernah dia
terguncang separah itu sebelum ini.
"Kejadian ini sangat memukul harga diriku, Watson," katanya. "Memang tak baik berperasaan
begitu, tapi sungguh, harga diriku terpukul. Kini masalahnya menjadi masalah pribadiku, dan kalau
Tuhan berkenan aku akan membuat perhitungan dengan komplotan ini. Sakit hatiku memikirkan
Openshaw yang datang meminta tolong padaku dan kemudian kusuruh pergi menyongsong
kematiannya...!" Dia mendadak bangun dari duduknya lalu mondar-mandir dengan kegelisahan yang tak
terkendali. Pipinya yang pucat menjadi merah, dan sebentar-sebentar dia mengatupkan dan membuka
kedua tangannya secara bergantian.
"Mereka ini benar-benar setan biadab," teriaknya
pada akhirnya. "Mereka pasti telah memasang
perangkap, karena tanggul tempat kejadian itu
bukan jalan yang menuju ke stasiun. Jembatan
Waterloo pasti ramai sekali walaupun cuaca malam
itu buruk, sehingga mereka tak bisa melancarkan
aksinya dengan leluasa di situ. Yah, Watson, kita
akan lihat nanti, siapa yang akan memenangkan
pertandingan yang berat ini. Aku mau berangkat
sekarang." "Ke kantor polisi""
"Tidak, aku mau jadi polisi sendiri. Kalau aku
sudah berhasil memasang jerat, biar mereka yang
menangkap mangsanya. Tapi sebelum itu, aku tak
memerlukan mereka." 20 Sepanjang hari aku sibuk praktek dan baru kembali ke Baker Street setelah larut malam. Tapi
Sherlock Holmes belum juga tiba. Waktu menunjukkan hampir jam sepuluh ketika dia mtincul dalam
keadaan pucat dan lesu. Dia langsung menuju ke rak di samping ruangan, menyambar sepotong roti
dan menyantapnya dengan rakus, lalu direguknya air banyak-banyak.
"Kau lapar, ya"" sapaku.
"Kelaparan. Aku lupa makan sejak pagi."
"Tak makan sama sekali""
"Ya. Aku tak punya waktu untuk memikirkan soal makan."
"Sukses"" "Yah!" "Dapat petunjuk""
"Sudah berada di genggaman tanganku. Tak lama lagi pemuda Openshaw akan terbalas
dendamnya. Begini, Watson, senjata mereka akan makan tuannya sendiri. Sudah kupikirkan dengan
masak, begitulah jadinya nanti."
"Apa maksudmu""
Dia mengambil sebutir jeruk dari lemari, dipotong-potongnya, dan diremasnya sehingga bijinya
bertebarari di meja. Diambilnya lima butir, dan dimasukkannya ke dalam sebuah amplop. Di bagian
dalam penutupnya ditulisnya, "S.H. untuk J.O." Direkatnya amplop itu dan dibubuhkannya alamat


Sherlock Holmes - Petualangan Sherlock Holmes di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kepada Kapten James Calhoun, kapal Lone Star, Savannah, Georgia."
"Surat ini akan diterimanya waktu dia memasuki pelabuhan," kata Holmes sambil tertawa kecil.
"Pasti tak bisa tidur dia. Sama halnya dengan Openshaw, biji-biji jeruk tadi merupakan pertanda
kematiannya." "Siapa Kapten Calhoun itu""
"Pemimpin komplotan. Yang lainnya pun akan kutangkap, tapi dia lebih dulu."
"Bagaimana kau bisa melacaknya""
Dikeluarkannya secarik kertas besar yang penuh dengan coretan tanggal dan nama dari sakunya.
21 "Sepanjang hari tadi," sahutnya, "aku me
meriksa daftar pelayaran dan berkas-berkas tua,
termasuk semua kapal yang pernah berlabuh di Pondicherry pada bulan Januari dan Februari 1883. Ada
tiga puluh enam kapal yang tercatat selama dua bulan itu, termasuk Lone Star yang langsung menarik
perhatianku, karena walaupun kapal itu bertolak dari London, namanya itu kan juga nama salah satu
negara bagian di Amerika."
"Texas, kan""
"Entahlah, tapi aku tahu bahwa kapal itu asalnya dari Amerika sana."
"Lalu"" "Aku meneliti catatan catatan di pelabuhan Dundee, dan aku menemukan bahwa kapal Lone
Star juga berlabuh di sana pada bulan Januari 1885. Jadi, kecurigaanku benar adanya. Aku lalu mencari
informasi tentang kapal-kapal yang sekarang sedang berlabuh di pelabuhan London."
"Ya"" "Lone Star tiba di sini minggu lalu. Aku lalu pergi ke dermaga Albert, dan ternyata kapal itu
telah berangkat tadi pagi, pulang ke Savannah. Aku menelepon ke pelabuhan Gravesend, dan mendapat
berita bahwa Lone Star sudah lewat beberapa waktu yang lalu, dan karena angin sedang berembus dari
timur, aku yakin kapal itu kini sudah melewati Goodwins, dan sedang berada tak jauh dari Pulau
Wight." "Lalu, apa yang akan kaulakukan""
"Oh, aku sudah mendapatkan jejaknya. Hanya dia dan dua temannya yang ternyata orang
Amerika asli di kapal itu. Lainnya orang Finlandia dan Jerman. Aku juga tahu bahwa ketiga orang itu
tadi malam meninggalkan kapal. Aku dapat informasi ini dari seorang buruh angkut di kapal itu. Begitu
kapal mereka tiba di Savannah nanti, suratku juga pasti sudah menunggu di sana, dan telegramku pun
pasti telah diterima oleh kepolisian Savannah. Aku mengabarkan bahwa ketiga orang itu sedang diburu
oleh polisi Inggris atas tuduhan pembunuhan."
Betapa sempurnanya pun rencana manusia, pasti ada kekurangannya. Para pembunuh John
Openshaw ternyata tak pernah menerima surat Holmes yang berisi lima butir biji jeruk yang
dimaksudkan untuk memperingatkan mereka bahwa ada pihak lain yang juga secerdik dan sehebat
22 mereka, dan yang kini sedang mengejar mereka. Begitu dahsyatnya badai musiman tahun itu. Kami
menunggu-nunggu berita tentang kapal Lone Star dari Savannah, tapi tak pernah muncul di koran.
Akhirnya kami mendapat kabar bahwa jauh di Samudra Atlantik ditemukan bangkai tiang buritan dari
sebuah kapal yang telah hancur, dan terombang-ambing oleh gelombang ombak. Ada ukiran singkatan
"L.S." di tiang itu. Hanya itulah yang kami ketahui tentang nasib Lone Star.
Petualangan Sherlock Holmes
PRIA BERBIBIR MIRING Isa Whitney adalah seorang pecandu berat. Padahal dia itu saudara Iaki-laki almarhum Elias Whitney,
D.D., Direktur Sekolah Tinggi Teologia St. George. Kejadian aneh menimpanya ketika dia masih mahasiswa,
yang menyebabkannya tertarik untuk mencoba mengisap candu. Dia membaca buku karangan De Quincey, yang
menggambarkan impian-impian dan perasaan-perasaan dalam kenikmatan yang melambung tinggi. Dia lalu
membubuhi rokoknya dengan candu, dalam upayanya untuk menghayati impian-impian dan perasaan-perasaan
yang digambarkan oleh penulis itu. Dia lalu menyadari, sebagaimana orang-orang lain yang pernah coba-coba
mengisap candu, bahwa dia mulai ketagihan dan tak bisa melepaskan diri dari keinginan untuk mengisapnya
secara terus-menerus. Selama bertahun-tahun dia menjadi budak obat bius itu, sampai menimbulkan rasa ngeri
dan kasihan teman-teman dan keluarganya. Dapat kubayangkan penampilan Isa Whitney kini, duduk meringkuk
di kursi dengan wajah pucat, kelopak dan bola mata terkulai. Orang pasti tak akan menyangka bahwa dulu dia
seorang pria terhormat. Suatu malam dalam bulan Juni 1889, bel di rumahku berdering. Saat itu sebetulnya sudah jam tidur. Aku
meluruskan punggungku di tempat duduk, dan istriku menaruh sulamannya di pangkuannya. Wajahnya agak
mendongkol. "Pasien lagi!" katanya. "Berarti kau harus pergi malam malam begini"'
Aku mengeluh, karena aku baru saja kembali dari praktek seharian yang melelahkan.
Kami mendengar pintu depan dibuka, pembicaraan singkat, lalu langkah langkah yang bergegas menuju
ruang duduk kami. Pintu dibuka, dan seorang wanita berbaju dan bercadar hitam memasuki ruangan.
" Maafkan aku, karena berkunjung malam-malam begini," katanya, lalu tiba-tiba dia tak bisa menguasai
dirinya. Dia lari ke depan, menjatuhkan dirinya ke pelukan istriku, dan menangis tersedu-sedu di pundaknya.
"Oh! Aku sedang dalam kesulitan!" isaknya. "Aku butuh pertolongan."
"Lho," kata istriku sambil mengangkat cadar di wajah tamu kami, "Kate Whitney. Aku kaget sekali tadi,
Kate! Aku tak mengenalimu."
"Aku tak tahu harus berbuat apa, maka aku langsung kemari"
Begitulah yang sering terjadi. Orang-orang yang sedang dalam kesusahan langsung berlari kepada istriku
bagaikan burung yang terpikat oleh cahaya mercu suar.
"Senang sekali kau datang kemari. Nah, sebaiknya kau minum dulu, duduk yang nyaman, lalu ceritakan
2 apa yang telah terjadi kepada kami berdua. Atau apakah James biar pergi tidur saja""
"Oh, tidak, tidak. Aku juga perlu nasihat dan bantuannya. Ini menyangkut diri Isa. Sudah dua hari dia tak
pulang. Aku sangat mencemaskan keadaannya!"
Sudah berkali-kali dia menceritakan masalah suaminya kepada kami. Aku bertindak sebagai dokter, dan
istriku bertindak sebagai teman lamanya sejak di sekolah dulu. Kami menenangkan dan menghiburnya dengan
segenap kemampuan kami. Apakah dia tahu di mana suaminya" Apakah kami bisa membawanya pulang"
Nampaknya bisa. Dia mendapat informasi bahwa akhir-akhir ini suaminya sering pergi ke pondok candu
di ujung timur City. Sebelum ini, kalaupun suaminya sedang ketagihan, malam harinya dia pasti pulang ke
rumah, walau dalam keadaan yang mengenaskan. Tapi kali ini, suaminya sudah pergi selama dua hari dua
malam... terbayang olehnya sang suami tergeletak teler di antara pecandu-pecandu lainnya. Suaminya harus
dijemput dari tempat bernama Emas Batangan itu, yang terletak di daerah Upper Swandam Lane. Tapi apa
dayanya" Bagaimana mungkin seorang wanita muda yang lemah seperti dia, harus pergi ke tempat semacam itu
untuk menarik suaminya dari antara bajingan-bajingan yang mengelilinginya"
Begitulah masalahnya, dan tentu saja hanya ada satu jalan untuk menyelesaikannya. Mungkin sebaiknya
aku menemaninya pergi ke sana" Tapi kemudian aku berpikir lebih jauh, untuk apa dia ikut" Aku kan penasihat
medis Isa Whitney, jadi aku mungkin bisa mengajaknya pulang. Ya, kurasa lebih baik aku pergi sendiri. Aku
berjanji pada wanita itu bahwa aku akan mengirim suaminya pulang dalam dua jam ini, kalau dia benar-benar
berada di tempat yang dikatakannya. Sepuluh menit kemudian aku telah meninggalkan rumah dan bergegas
menuju ke arah timur dengan kereta untuk tugas yang saat itu kurasakan sangat aneh bagiku walaupun baru
kemudianlah benar-benar terbukti betapa anehnya tugasku itu.
Aku tak mengalami kesulitan pada awal petualanganku. Upper Swandam Lane adalah sebuah gang
kumuh yang terletak di belakang dermaga yang menjulang tinggi di sepanjang sungai sebelah utara sampai
sebelah timur Jembatan London. Tempat yang kucari terletak di antara toko pakaian dan toko minuman keras.
Untuk sampai ke tempat itu yang ternyata di bawah tanah aku harus melewati tangga yang sempit dan curam,
lalu masuk ke celah yang gelap bagaikan mulut sebuah gua. Setelah meminta kusir kereta menunggu, aku
menuruni tangga itu. Aku harus berjalan dengan hati-hati karena bagian tengahnya bolong-bolong rupanya
karena keseringan dilewati orang mabuk. Akhirnya aku sampai ke pintu masuknya. Di atasnya ada lampu
minyak yang berkedip-kedip. Kubuka pintu itu, dan aku pun lalu masuk ke sebuah ruangan yang panjang beratap
rendah, penuh dengan asap candu berwarna coklat, dan dipetak-petak dengan dipan kayu, bagaikan kapal
bermuatan orang-orang yang hendak beremigrasi ke negara lain.
Samar-samar terlihat tubuh tubuh yang bergelimpangan dalam pose yang aneh-aneh. Ada yang bahunya
3 melengkung ke depan, ada yang lututnya dibengkokkan, ada yang kepalanya menengadah jauh ke belakang
sehingga dagunya mendongak ke atas, dan di sana-sini nampak pandangan mata yang sayu dan kelam menengok
ke arah tamu yang baru datang. Di balik bayang-bayang hitam itu, berkedip-kedip bulatan bulatan merah di
udara. Cahaya merah itu bersinar terahg saat pipa-pipa logam berisi candu d
isulut, dan meredup seiring dengan
menyusutnya isi pipa. Kebanyakan pemadat yang ada di situ dalam keadaan terbaring diam, tapi ada juga yang
komat-kamit berbicara tak menentu kepada dirinya sendiri, atau berbicara bersama-sama dalam suara yang aneh,
rendah, dan nadanya monoton. Pembicaraan itu tak terkendali, kadang-kadang ramai, kadang-kadang tiba-tiba
diam. Masing-masing mengucapkan pikirannya tanpa memperhatikan kata-kata teman di sebelahnya. Pada salah
satu sudut di kejauhan, aku melihat anglo kecil berisi arang yang menyala. Di sampingnya, di sebuah kursi
berkaki tiga tanpa sandaran, duduk seorang pria kurus, tua, dan tinggi. Rahangnya bertelekan pada kedua
kepalan tangannya, dan dahinya bertengger di lututnya. Dia sedang menatap api di sebelahnya.
Aku melangkah lebih ke dalam. Seorang pelayan
asal Malaysia yang berkulit kuning, langsung
menghampiriku dengan membawa pipa dan candu, dan
menunjukkan sebuah dipan kosong.
"Terima kasih, saya datang bukan untuk
mengisap candu," kataku. "Ada seorang teman saya di
sini. Namanya Isa Whitney, dan saya perlu bicara
dengannya." Tiba-tiba ada seseorang mendekatiku dari
samping kanan sambil berteriak, Ketika kutengok,
ternyata Whitney. Dia sedang menatapku. Wajahnya
pucat, cekung, dan rambutnya awut-awutan.
"Ya, Tuhan! Watson," katanya. Keadaannya
memelas sekali, suaranya gugup. "Katakan, Watson, jam
berapa sekarang""
"Hampir jam sebelas malam."
"Hari apa""
"Jumat, tanggal 19 Juni."
"Astaga! Kupikir masih hari Rabu. Tapi memang Rabu kan" Untuk apa kau mcnakut nakutiku""
4 Ditutupinya wajahnya dengan kedua tangannya, dan dia mulai tersedu-sedu secara tak terkendalikan.
"Dengar, ini sudah hari Jumat, Bung. Istrimu menunggumu selama dua hari ini. Kau mestinya merasa
malu pada dirimu sendiri!"
"Memang. Tapi kau keliru, Watson, karena aku baru beberapa jam berada di sini, cuma mengisap tiga,
empat, atau berapa ya, aku lupa sih. Tapi baiklah, aku akan pulang bersamamu. Aku tak ingin membuat Kate
cemas... Kate mungilku yang malang. Tolong tanganmu, aku perlu pegangan! Kaubawa kereta""
"Ya. Ada di luar sana."
"Baiklah, aku akan pergi bersamamu. Tapi rasanya aku punya utang, Watson. Tolong cari tahu berapa
utangku. Aku lemah sekali. Aku tak bisa berbuat apa-apa."
Aku berjalan melintasi orang-orang yang sedang terkapar, sambil menahan napasku dari asap candu
yang menjijikkan dan memusingkan kepala itu. Aku ingin bertemu dengan manajer tempat ini. Ketika aku
melewati pria tinggi yang duduk di dekat anglo, tiba-tiba celanaku ditarik oleh seseorang. Lalu terdengar suara
yang rendah berbisik, "Teruslah berjalan, lalu menengoklah ke arahku." Kata-kata itu terdengar jelas di
telingaku. Aku menengok. Suara tadi pasti berasal dari pria tua di sampingku, tapi kulihat dia sedang duduk
dalam keadaan teler. Tubuhnya kurus sekali dan bungkuk, wajahnya penuh kerut merut. Sebuah pipa candu
tergantung di antara kedua lututnya, seolah-olah telah terjatuh begitu saja dari tangannya. Aku melangkah maju
dua langkah, lalu menoleh ke belakang. Aku benar-benar harus mengendalikan diriku agar tidak berteriak
keheranan. Dia telah membalikkan badannya sehingga
cuma aku yang dapat melihat dirinya. Wujud pria tua
yang kulihat tadi sudah berubah, kerut merutnya
menghilang, mata yang kuyu tadi kini jadi bersinar,
dan di dekat api itu Sherlock Holmes sedang duduk
sambil menyeringai melihat keterkejutanku. Dia
memberi tanda agar aku mendekat kepadanya, dan
dalam sekejap ketika dia menengok ke arah lain, dia
kembali menjadi pria tua yang mengerikan tadi.
"Holmes!" bisikku "Apa gerangan yang kau
lakukan di tempat seperti ini""
"Bicaralah sepelan mungkin," jawabnya,
"telingaku masih baik. Kalau kau bisa melepaskan diri
5 dari temanmu yang lagi teler itu, aku perlu bicara denganmu sebentar."
"Aku ditunggu kereta di luar."
"Kalau begitu, biarlah temanmu pulang sendiri dengan kereta itu! Dia pasti akan sampai dengan selamat,
karena tubuhnya terlalu lemah untuk berbuat yang tidak-tidak. Titiplah pesan kepada pengemudi kereta, katakan
pada istrimu bahwa kau kebetulan bertemu denganku. Silakan tunggu di luar, akan kususul lim
a menit lagi." Tak mudah bagiku untuk menolak permintaan Holmes, karena permintaannya selalu begitu tegasnya,
dan bagaikan perintah yang tak bisa kuabaikan begitu saja. Lagi pula kalau Whitney sudah berada di kereta yang
akan mengantarnya pulang, berarti sudah selesailah tugasku, dan selanjutnya dengan senang hati aku akan
menemani Holmes bertualang. Dalam beberapa menit saja aku telah selesai menulis pesan untuk istriku,
membayar utang-utang Whitney, memapahnya keluar menuju kereta, dan melihatnya menghilang di kejauhan
bersama kereta itu. Sejenak kemudian, sesosok tubuh tua muncul dari pondok candu, dan aku pun lalu menemani
sosok itu yang sebenarnya adalah Sherlock Holmes. Selama melewati dua gang, dia berjalan dengan punggung
dibungkukkan dan langkah sempoyongan. Setelah itu, dia menoleh ke sekeliling dengan sigap, lalu menegakkan
tubuhnya kembali dan tertawa terpingkal-pingkal.
"Kurasa, Watson," katanya, "kau pasti menduga bahwa aku telah terjerumus ke praktek mengisap candu
sebagai lanjutan dari kebiasaan menyuntikkan kokain atau kebiasaan-kebiasaan lain yang dari segi medis amat
merugikan diriku." "Aku memang terkejut ketika melihatmu di dalam sana tadi!"
"Kaupikir aku tak terkejut ketika melihatmu""
"Aku kan cuma mau menjemput teman."
"Dan aku cuma mau menjemput musuh."
"Musuh"" "Ya, salah satu musuh biasa, atau lebih tepatnya, orang yang sedang kumangsa. Secara ringkas, Watson,
aku sedang menjalankan penyelidikan yang besar, dan aku mengharap akan menemukan petunjuk di antara para
pemabuk dan pecandu yang awut-awutan tadi, sebagaimana biasa kulakukan sebelum ini. Tapi kalau aku sampai
ketahuan berada di pondok itu, pasti nyawaku sudah melayang, karena aku pernah memakai tempat itu untuk
kepentingan penyelidikanku, dan si bajingan Lascar yang mengusahakan tempat itu telah bersumpah akan
membalas dendam kepadaku. Di bagian belakang gedung itu, yaitu di ujung Paul's Wharf, ada pintu jebakan.
Melalui pintu itulah pada malam buta dilakukan pembuangan benda benda yang sudah tak terpakai lagi."
6 "Apa" Maksudmu pasti bukan mayat manusia, kan""
"Ah, ya, memang mayat, Watson. Kita bisa jadi kaya, kalau bisa menemukan mayat pecandu-pecandu
yang menemui ajalnya di pondok itu dan menjualnya dengan harga seribu pound sebuahnya. Tempat itu
merupakan perangkap pembunuhan yang paling keji di seluruh daerah ini, dan jangan-jangan Neville St. Clair
telah masuk ke situ dan tak akan pernah muncul lagi. Nah, kereta kita ada di sana!"
Dia menaruh kedua jari telunjuk di mulutnya dan bersiul dengan nyaring. Kode ini segera dijawab
dengan siulan pula dari kejauhan lalu terdengar derak kereta yang pada kedua sisinya diterangi lampu. Kereta itu
mendekat ke arah kami. "Kau mau ikut aku, tidak""
"Hanya kalau ada gunanya."
"Oh, teman yang dapat dipercaya selalu ada gunanya. Apalagi kalau dia juga seorang penulis. Kamarku
di Vila Cedars bisa untuk berdua, kok"
"Vila Cedars""
"Ya, milik Mr. St. Clair. Aku tinggal di sana sementara melakukan penyelidikan."
"Di daerah mana itu""
"Dekat Lee, Kent, kira-kira sebelas kilometer
dari sini." "Tapi aku sama sekali tak tahu-menahu tentang
kasusmu ini." "Tentu saja. Tapi sebentar lagi kau akan tahu
semuanya. Yuk, naik sini! Baiklah, John, kami tak
memerlukanmu lagi. Nih, sedikit persen untukmu.
Besok pagi, ke tempatku jam sebelas, ya" Tolong
arahkan kudanya! Sampai besok!"
Dicambuknya kuda itu, dan kami pun melaju
menembus jalanan demi jalanan yang sepi dan suram.
Jalanan makin lama makin melebar, lalu kami melewati
sebuah jembatan lebar yang di bawahnya mengalir
sungai yang tak jelas terlihat. Di hadapan kami
7 terbentang bangunan-bangunan bata dan mortar, sunyi senyap menyelimuti sekeliling. Hanya kadang-kadang
saja terdengar langkah polisi yang sedang patroli, atau nyanyian dan teriakan segerombolan orang yang sedang
berhura-hura. Searak "buih" bergerak dengan lamban di langit, dan hanya ada satu atau dua bintang yang
berkedip samar-samar di atas sana, di antara arak-arakan awan. Holmes mengendarai kereta tanpa berkata
sepatah pun kepalanya tertunduk sebagaimana layaknya seorang yang sedang asyik be
rpikir, sementara aku duduk di sampingnya dengan penuh rasa ingin tahu. Penyelidikan macam apakah yang telah begitu menyita
energinya" Aku tak berani bertanya kepadanya, karena kuatir akan mengganggu keasyikannya berpikir. Kami
telah menempuh perjalanan sepanjang beberapa kilometer, dan sedang mendekati vila-vila pedesaan, ketika
temanku tiba-tiba menggelengkan kepalanya, mengangkat bahunya, dan menyulut pipa, seolah-olah merasa puas
karena telah melakukan sesuatu dengan sempurna.
"Kau memiliki karunia yang luar biasa untuk berdiam diri, Watson," katanya, "sehingga sebagai teman
seperjalananku, kau benar-benar hebat. Betapa beruntungnya aku mempunyai teman yangbisa diajak berbincang-bincang, karena pikiranku saat ini sedang agak kacau. Apa, ya, yang nanti harus kukatakan kepada wanita
mungil pemilik rumah itu, kalau dia menyambut kedatanganku""
"Kau lupa bahwa aku sama sekali tak tahu-menahu soal kasusmu yang baru ini."
"Masih ada waktu untuk menceritakannya kepadamu sebelum kita sampai ke Lee. Kasus ini
kelihatannya sepele, tapi aku tak tahu harus mulai dari mana. Ada banyak petunjuk, namun aku belum dapat
memutuskan yang mana yang harus kuikuti. Sekarang, akan kuceritakan kasus ini dengan tuntas kepadamu,
Watson, mungkin kau bisa menemukan sedikit titik terang."
"Silakan, kalau begitu."


Sherlock Holmes - Petualangan Sherlock Holmes di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Beberapa tahun yang lalu, tepatnya pada bulan Mei 1884, seseorang yang nampaknya cukup kaya
bernama Neville St. Clair menetap di Lee. Dia membeli sebuah vila yang besar, membenahi tanah sekelilingnya,
dan hidup dengan tenteram. Lama-kelamaan, dia mulai berteman dengan beberapa orang di lingkungan situ, dan
pada tahun 1887 dia menikah dengan putri seorang pembuat bir lokal. Mereka kini mempunyai dua anak. Dia tak
punya pekerjaan, tapi tertarik pada beberapa perusahaan. Tiap pagi dia pergi ke kota, lalu kembali naik kereta api
pukul 17.14 dari Cannon Street. Mr. St. Clair kini berusia tiga puluh tujuh tahun, dengan kebiasaan-kebiasaan
yang umum. Dia seorang suami yang baik, ayah yang penuh kasih sayang, dan populer di antara teman-temannya. Saat ini dia memang punya utang sebanyak 88 pound 10 shilling, tapi dia punya simpanan di Capital
& Counties Bank sebanyak 220 pound. Jadi, dia tak sedang menghadapi kesulitan ke-uangan.
"Pada hari Senin yang lalu, Mr. Neville St. Clair pergi ke kota agak lebih pagi dari biasanya. Sebelum
berangkat, dia sempat mengatakan kepada istrinya bahwa ada dua urusan penting yang harus ditanganinya, dan
8 berjanji akan membelikan balok-balok mainan untuk anaknya yang kecil. Nah, tak lama setelah kepergiannya,
istrinya menerima telegram yang mengabarkan bahwa kiriman paket yang sudah lama ditunggu-tunggunya telah
tiba, dan dia diminta mengambilnya di Aberdeen Shipping Company. Kalau kau kenal London dengan baik,
maka kau akan tahu bahwa kantor perusahaan ekspedisi itu letaknya di Fresno Street, yang tak jauh dari Upper
Swandam Lane, tempat kita bertemu tadi. Mrs. St. Clair lalu makan siang, berangkat ke City, belanja sebentar,
menuju ke kantor perusahaan itu, mengambil paketnya, dan pada jam 16.35 berjalan melintasi Swandam Lane
menuju stasiun. Sampai di sini, apakah kau bisa mengikuti kisah ini""
"Sangat jelas."
"Kalau kau ingat hari Senin yang lalu cuacanya sangat panas, dan Mrs. St. Clair berjalan perlahan lahan
dengan harapan akan ada kereta yang lewat, karena sekitar situ bukanlah lingkungan yang baik. Ketika dia
berjalan melewati Swandam Lane itu, tiba tiba dia mendengar seseorang berseru. Ketika dia mendongak,
alangkah terkejutnya dia, karena dia melihat suaminya sedang menatapnya dari atas, seolah-olah mengisyaratkan
sesuatu. Suaminya berada di jendela lantai atas sebuah gedung. Jendela itu terbuka, dan secara samar-samar dia
melihat wajah suaminya yang amat gelisah. Suaminya melambaikan tangan dengan bingung, lalu secara amat
tiba-tiba menghilang dari jendela itu seolah-olah ditarik oleh
sesuatu yang kuat di belakangnya. Mata wanita itu segera
menangkap adanya sesuatu yang aneh pada diri suaminya. Dia
masih mengenakan jas warna gelap yang dipakainya dari rumah,
tapi tanpa kemeja atau dasi.
"Dia merasa yakin bahwa telah terjadi sesuatu yang tak
beres pada suaminya, maka dia segera menuruni tangga karena
tempat di mana dia melihat suaminya itu adalah pondok candu
yang kita kunjungi tadi berlari melewati ruang depan, dan
langsung menghampiri tangga yang menuju ke lantai atas. Tapi
sesampainya di kaki tangga, dia dihadang oleh si bajingan Lascar
yang telah kusebutkan tadi, bersama asistennya yang orang
Denmark. Mereka lalu mendorongnya keluar. Dia menjadi
semakin marah dan cemas. Dia berlari sepanjang jalan itu, dan
kebetulan bertemu dengan beberapa polisi dan inspekturnya yang
sedang tugas keliling di Fresno Street. Inspektur polisi dan dua
bawahannya segera menemaninya kembali ke pondok candu itu,
dan memaksa masuk ke ruangan di mana Mr. St. Clair terlihat
9 olehnya tadi. Tapi sang suami tak ada dl situ. Bahkan tak ditemukan seorang pun di seluruh lantai atas itu,
kecuali seorang timpang buruk rupa yang nampaknya menetap di situ. Baik Lascar maupun si timpang dengan
ngotot bersumpah bahwa tak ada seorang pun yang telah naik dan berada di ruangan depan itu selama siang itu.
Begitu meyakinkannya sangkalan mereka sehingga sang inspektur mulai bimbang, dan hampir saja mengira Mrs.
St. Clair cuma salah lihat saja. Tapi tiba-tiba, Mrs. St. Clair berteriak dan mengambil sebuah kotak kecil yang
tergeletak di atas meja. Dirobeknya pembungkusnya, dan berjatuhanlah isinya, balok-balok mainan anak-anak.
Suaminya memang sudah berjanji akan membelikan mainan itu untuk anak mereka yang kecil.
"Ditemukannya mainan itu dan kebingungan yang jelas terlihat di wajah si timpang, menyadarkan
inspektur bahwa masalah ini cukup serius. Kamar-kamar di lantai atas itu lalu diperiksa. Mereka kemudian
menyimpulkan bahwa nampaknya telah terjadi tindak kriminal yang cukup mengerikan di situ. Kamar depannya
berfungsi sebagai kamar duduk yang sederhana, dan langsung bersebelahan dengan kamar tidur kecil. Kamar
tidur ini menghadap ke bagian belakang dermaga. Di antara dermaga dan jendela kamar tidur itu terbentang
daratan sempit, yang kering pada saat pasang surut, tapi dipenuhi air paling tidak setinggi 135 sentimeter pada
saat pasang naik. Jendela kamar tidur itu lebar, dan cara membukanya dengan menariknya dari bawah ke atas.
Selama pemeriksaan, ditemukan noda darah di ambang jendela dan juga di lantai papan kamar tidur itu. Di balik
gorden kamar depan ditemukan pakaian Mr. Neville St. Clair sepatu, kaus kaki, topi, dan jamnya, tapi jas
luarnya tak ada di situ. Tak nampak adanya tanda-tanda penganiayaan pada pakaian ini, tapi Mr. Neville St. Clair
tetap tak ditemukan. Rupanya dia telah menghilang dari
jendela besar di kamar tidur itu, karena tak ada jalan keluar
lain, namun noda darah di ambang jendela membuat mereka
pesimis. Kecil kemungkinannya dia bisa berenang
menyelamatkan diri, karena pada saat tragedi ini terjadi, air
sedang tinggi-tingginya. "Kini kita sampai pada nasib bajingan-bajingan yang
ada di situ. Lascar memang sudah terkenal sebagai
keturunan penjahat yang keji, tapi sebagaimana dikisahkan
oleh Mrs. St., Clair dia ada di kaki tangga hanya beberapa
detik setelah korban terlihat di jendela kamar depan. Jadi
paling-paling dia hanya bisa dituduh membantu
terlaksananya tindak kejahatan itu, bukan sebagai pelaku
utamanya. Dia menyangkal keras akan keterlibatannya dan
mengatakan bahwa dia tak tahu menahu apa saja yang
10 dilakukan oleh Hugh Boone, penyewa lantai atas itu. Dia juga tak mengerti bagaimana pakaian pria yang hilang
itu bisa sampai ke situ. "Sampai di sini saja cerita tentang manajer bernama Lascar. Sekarang tentang orang timpang aneh yang
tinggal di lantai atas pondok candu itu, dan yang tentu saja tadi melihat Neville St. Clair di situ. Namanya Hugh
Boone. Wajahnya yang menyeramkan dikenal oleh orang-orang yang sering ke City. Dia seorang pengemis,
walaupun untuk menghindari polisi dia pura-pura berjualan korek api. Tiap hari dia duduk dengan kaki
disilangkan di suatu pojok di Threadneedle Street. Korek apinya ditaruhnya di pangkuannya. Siapa pun yang
lewat dan melihatnya pasti akan merasa kasihan padanya, dan mereka lalu me
lemparkan uang ke topi kulit yang
ditaruh di trotoar di hadapannya. Aku sudah pernah melihat orang itu beberapa kali sebelumnya, bahkan pernah
berkenalan dengannya. Aku terkejut sekali karena penghasilannya dari mengemis ternyata sangat besar, padahal
dia cuma 'praktek' beberapa jam sehari. Penampilannya memang benar-benar menarik perhatian; orang pasti
menengok kalau melewatinya. Rambutnya berwarna jingga, wajahnya pucat, dan ada bekas luka yang
mengerikan, yang menyebabkan pinggiran bibir atasnya tertarik ke atas kalau wajahnya sedang bergerak-gerak.
Dagunya seperti bulldog, dan matanya yang gelap dan tajam sangat kontras dengan warna rambutnya. Pokoknya
dia lain dari pengemis-pengemis pada umumnya, lagi pula dia cukup jenaka. Dia selalu membalas setiap
cemoohan yang dilontarkan kepadanya oleh orang-orang yang
lewat. Orang inilah yang menyewa kamar di lantai atas pondok
candu itu, dan yang terakhir melihat Mr. Neville St. Clair."
"Tapi, dia kan cacat!" kataku. "Apa yang bisa
dilakukannya melawan seseorang yang masih kuat begitu""
"Dia cacat, dalam arti jalannya pincang, tapi dalam
hal-hal lain, dia masih cukup sehat dan kuat. Sebagai seorang
dokter, tentunya kau tahu, Watson, bahwa kelemahan salah
satu anggota badan sering kali terkompensasi dengan kekuatan
ekstra anggota badan lainnya."
"Silakan dilanjutkan kisahnya."
"Mrs. St. Clair pingsan ketika melihat darah di jendela
itu, dan dia diantar puiang oleh polisi, karena kehadirannya tak
banyak membantu penyelidikan mereka. Inspektur Barton
yang menangani kasus ini, mengamati tempat itu dengan teliti,
tapi tak menemukan sedikit petunjuk pun atas masalah ini. Dia
11 membuat satu kesalahan besar, karena tidak langsung menangkap Boone. Ada beberapa menit terlewatkan, yang
mungkin digunakan Boone untuk berbicara dengan Lascar. Tapi kesalahan ini akhirnya langsung disadari. Boone
segera ditangkap dan digeledah, tapi tak ditemukan sesuatu yang bisa menyudutkannya. Memang ada noda darah
di lengan bajunya sebelah kanan, tapi dia mengatakan bahwa itu berasal dari jari manisnya yang terluka, sambil
menambahkan bahwa dia tadi mendekat ke jendela, jadi noda darah di jendela itu pun menurutnya pasti berasal
dari luka di jarinya. Dia menyangkal keras bahwa dia tadi melihat Mr. Neville St. Clair, dan bersumpah bahwa
dia tak tahu-menahu bagaimana sampai pakaian pria itu bisa berada di kamarnya. Mengenai pernyataan Mrs. St.
Clair bahwa dia telah melihat suaminya di jendela atas itu, dia memberi komentar bahwa wanita itu pasti sudah
gila atau sedang melamun. Walaupun dia memprotes dengan keras, dia dibawa juga ke kantor polisi, sementara
Inspektur Barton tetap tinggal di tempat itu dengan harapan akan menemukan suatu petunjuk kalau air laut di
bawah jentdela itu surut.
"Dan benarlah. Mereka menemukan sesuatu di pinggiran situ, walaupun bukan yang dikuatirkan
sebelumnya. Yang ditemukan ialah jas Mr. Neville St. Clair, bukan orangnya. Jas itu terlihat tergeletak di daratan
yang tadi dipenuhi air. Dan, coba tebak, apa yang mereka temukan di saku-saku jas itu""
"Entahlah." "Benar, kau tak mungkin bisa menebak. Tiap sakunya penuh dengan uang logam 421 penny dan 270
half penny! Itulah sebabnya jas itu tak terseret air. Tapi tubuh manusia kan ringan. Ada putaran air yang ganas di
antara dermaga dan rumah itu. Mungkin jas yang berat ini terlepas ketika pemakainya tersedot ke laut."
"Tapi bukankah pakaian-pakaiannya yang lain ditemukan di kamar itu" Apakah orang yang malang itu
cuma memakai jas luarnya saja""
"Entahlah, tapi fakta-fakta ini cukup menolong. Seandainya Boone yang melempar Neville St. Clair
lewat jendela, takkan ada satu saksi mata pun yang melihat kejadian itu, bukan" Lalu, apa yang akan dia
lakukan" Dia pasti harus melenyapkan pakaian-pakaian korban. Waktu mau melempar jasnya, dia mungkin
teringat bahwa jas itu akan mengapung. Padahal waktunya sudah sangat mendesak, karena dia mendengar istri
korban berteriak-teriak ingin masuk ke atas, dan mungkin dia juga sudah mendengar dari temannya, si Lascar,
bahwa polisi sedang menuju ke tempatnya, Dia lalu bergegas mengambil uang simpana
nnya dan memasukkan koin-koin itu ke saku-saku jas, agar jas itu bisa tenggelam kalau dibuang ke air. Setelah membuang jas, dia
berniat membuang pakaian-pakaian yang lain, tapi dia keburu mendengar langkah-langkah yang memburu
mendekati kamarnya. Dia hanya sempat menutup jendela sebelum polisi memasuki kamarnya."
"Bisa jadi begitu."
12 "Yah, sementara ini hipotesisnya begitu, sampai kita mendapatkan yang lebih baik. Tadi kukatakan
bahwa Boone ditangkap dan dibawa ke kantor polisi. Tapi catatan tentang dirinya bersih sekali. Memang sudah
bertahun-tahun dia dikenal sebagai pengemis, tapi hidupnya tenang-tenang saja dan dia tak pernah berbuat
kejahatan. Begttulah masalahnya saat ini, dan pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab adalah: Sedang apa
Neville St. Clair di pondok candu waktu itu" Apa yang telah terjadi padanya" Di mana dia sekarang" Dan, apa
peran Hugh Boone atas menghilangnya Mr. St. Clair" Kuakui, seingatku, baru kali inilah aku menghadapi
masalah yang secara sepintas sepele, tapi yang ternyata rumit sekali."
Selama Sherlock Holmes berkisah, kami melaju melewati pinggiran kota, sampai deretan rumah-rumah
yang tak beraturan itu lenyap dari pandangan, dan sampailah kami ke kota kecil yang rumah-rumahnya
berpagarkan tanaman pedesaan yang khas. Setelah penuturan Holmes selesai, kami masih harus melewati dua
desa lagi, sampai akhirnya kami melihat beberapa lampu yang masih menyala di jendela-jendela rumah di
kejauhan. "Kita hampir sampai di Lee," kata temanku. "Kita telah melewati tiga kabupaten selama perjalanan kita
yang tak berapa jauh ini, mulai dari Middlesev-Surrey, dan Kent. Kaulihat lampu di antara pepohonan itu" Itulah
Vila Cedars, dan di samping lampu itu duduk seorang wanita yang pasti telah mendengar dencing kereta kita."
"Mengapa tak kautangani kasus ini di Baker Street saja"" tanyaku.
"Karena ada banyak penyelidikan yang harus kulakukan di sini. Mrs. St Clair telah berbaik hati
menyediakan dua kamar atas permintaanku dan kau tak perlu merasa sungkan menginap di sana bersamaku.
Wanita itu pasti akan menerima rekan sekerjaku dengan senang hati. Rasanya aku tak tega menemuinya tanpa
membawa kabar apa-apa tentang suaminya. Nah, kita sudah sampai. Hus, belok ke sana, hus!"
Kami berhenti di depan sebuah vila yang besar, dengan halaman luas di sekelilingnya. Seorang bocah
tukang kuda berlari menyambut kami, dan setelah turun dari kereta, aku mengikuti Holmes berjalan melewati
jalanan berkerikil yang menuju ke rumah itu. Ketika kami hampir sampai, pintu depan langsung terbuka, dan
seorang wanita mungil berambut pirang berdiri di ambang pintu. Bajunya terbuat dari sutera lembut, dihiasi
bulu-bulu berwarna merah jambu pada leher dan ujung lengannya. Dalam latar belakang cahaya lampu yang
terang benderang, postur tubuhnya yang ramping terlihat dengan jelas. Salah satu tangannya bersandar di pintu,
sedang tangannya yang lain agak terangkat karena rasa penasarannya, sehingga tubuh, kepala, dan wajahnya
agak menyorong ke depan. Matanya penuh rasa ingin tahu, bibirnya terbuka siap untuk menanyakan sesuatu.
"Bagaimana"" teriaknya. "Bagaimana""
Ketika dia menyadari bahwa ada dua orang yang mendekatinya, dia sempat berteriak kegirangan, tapi
13 segera berubah menjadi keluhan karena temanku menggeleng dan mengangkat bahu.
"Tak ada kabar baik""
"Belum." "Kabar buruk""
"Belum juga." "Syukurlah Silakan masuk, Anda pasti capek seharian tadi."
"Ini teman saya, Dr. Watson. Dia telah banyak menolong saya dalam beberapa kasus yang lalu, dan saya
sungguh beruntung karena dia bisa menemani saya dalam penyelidikan ini."
"Senang bertemu dengan Anda," katanya sambil menjabat tanganku dengan hangat. "Saya mohon maaf
apabila ada kekurangan dalam pelayanan kami. Maklumlah, kami sedang mengalami pukulan yang sangat tak
terduga." "Madam," kataku, "saya pernah tugas militer dan biasa hidup seadanya. Kalaupun tidak, jelas Anda tak
perlu minta maaf. Saya siap membantu Anda dan teman saya, kapan saja."
"Nah, Mr. Sherlock Holmes," kata wanita itu ketika kami memasuki ruang makan yang juga
bermandikan cahaya. Di atas meja sudah tersaji hidang
an santap malam. "Saya ingin mengajukan satu atau dua
pertanyaan sederhana, dan mohon dijawab dengan sejujur-jujurnya."
"Pasti, madam."
"Tak usah mencemaskan perasaan saya. Saya
bukan wanita histeris atau yang gampang pingsan
kalau mendengar sesuatu yang mengejutkan. Jadi
harap terus terang saja."
"Tentang apa, ya""
"Jauh di lubuk hati Anda, apakah menurut Anda
Neville masih hidup""
Sherlock Holmes kelihatannya malu mendengar
pertanyaan ini. "Jujurlah kepada saya!" ulang wanita itu sambil
berdiri di permadani dan memandangnya dengan
14 tajam. Ketika itulah temanku menjatuhkan dirinya ke sebuah kursi rotan.
"Kalau saya harus jujur, madam, jawabnya adalah tidak."
"Menurut Anda dia sudah mati""
"Ya." "Dibunuh orang""
"Saya tidak mengatakan demikian, tapi mungkin saja."
"Dan, kapan tepatnya dia meninggal""
"Hari Senin yang lalu."
"Kalau begitu, Mr. Holmes, bisakah Anda menjelaskan surat yang saya terima darinya tadi""
Sherlock Holmes berdiri dari duduknya bagaikan orang yang tersengat aliran listrik.
"Apa!" tanyanya dengan suara menggelegar.
"Ya, surat ini baru saya terima hari ini." Dia berdiri sambil tersenyum. Dilambaikannya sepucuk surat di
udara. "Boleh saya lihat""
"Silakan." Disambarnya surat itu dari tangan wanita itu dengan
penasaran. Lalu ditaruhnya di meja, didekatkannya lampu, dan
diamatinya surat itu dengan saksama. Aku pun berdiri di
belakangnya, ikut memperhatikan surat itu. Amplopnya
murahan, dan cap posnya dari Gravesend, bertanggalkan hari
itu juga, atau hari sebelumnya tepatnya, karena saat itu telah
lewat tengah malam. "Tulisannya jelek sekali!" gumam Holmes. "Pasti
bukan tulisan suami Anda, madam."
"Bukan, tapi isinya berasal dari dia."
"Menurut saya, orang yang menulis alamat di amplop
ini telah menanyakan alamat yang harus ditulisnya pada orang
15 lain." "Bagaimana Anda tahu hal itu""
"Lihatlah, tulisan namanya jelas sekali dengan tinta hitam yang mengering dengan sendirinya.
Selanjutnya tak begitu jelas, karena telah dibubuhi kertas isap tinta. Seandainya penulisnya langsung menulis
nama dan alamat, lalu baru dibubuhi kertas isap, pasti takkan ada bagian setebal tulisan nama itu. Jadi
penulisnya menuliskan nama dulu lalu dia berhenti karena tak tahu kemana surat itu harus dikirim, dan harus
bertanya pada orang lain. Sepele, ya" Tapi yang sepele-sepele itu biasanya penting sekali. Sekarang, mari kita
lihat isi surat ini! Ha! Ada sesuatu di dalamnya!"
"Ya, cincin. Cincin stempel milik suami saya."
"Dan Anda yakin ini tulisan tangan suami Anda""
"Salah satunya."
"Salah satunya""
"Ya, tulisannya begitu kalau dia sedang menulis dengan terburu-buru. Memang tak seperti tulisannya
yang biasa, tapi saya yakin itu tulisannya."
Sayang, jangan takut Semuanya akan beres. Ada kekeliruan besar yang perlu diluruskan. Dan ini
membutuhkan waktu. Tunggulah, dan bersabarlah. Neville.
"Ditulis dengan pensil pada kertas sobekan dari buku ukuran kecil, tanpa cap. Diposkan di Gravesend
hari ini oleh seseorang yang ibu jarinya kotor sekali. Ha! Dan kalau saya tak salah, tutup amplopnya dilem


Sherlock Holmes - Petualangan Sherlock Holmes di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

dengan ludah oleh orang yang suka mengunyah tembakau. Anda benar-benar yakin ini tulisan suami Anda,
madam"" "Ya. Surat ini ditulis oleh Neville."
"Dan diposkan tadi pagi di Gravesend. Yah, Mrs. St. Clair, sudah mulai ada titik terang, walaupun saya
belum berani mengatakan bahwa bahaya sudah lewat."
"Tapi bukankah ini berarti bahwa dia masih hidup, Mr. Holmes""
"Kecuali kalau telah terjadi pemalsuan yang lihai untuk mengelabui kita. Cincin itu tak membuktikan
apa-apa. Bisa saja telah diambil dari tangannya."
"Tidak, tidak, tulisan ini benar-benar tulisannya!"
"Baiklah. Mungkin saja ditulis hari Senin yang lalu dan baru diposkan tadi pagi."
16 "Ya, mungkin saja begitu."
"Kalau demikian halnya, banyak hal bisa terjadi setelah itu."
"Oh, jangan membuat saya putus asa, Mr. Holmes. Saya yakin dia baik baik saja. Hubungan kami begitu
dekatnya, hingga saya pasti merasakan kalau dia mengalami musibah. Waktu terakhir dia berada di rumah, dia
terluka ketika bercukur, dan saya yang waktu itu sedang berada di ruang makan bisa langsung berlari
mene muinya karena merasa ada sesuatu yang telah terjadi. Kalau untuk musibah yang sepele itu saja saya bisa
merasakannya, apalagi kalau yang menyangkut nyawanya."
"Saya memang sudah sering mengalami bahwa perasaan wanita lebih berharga daripada kesimpulan
analitis seorang pemikir. Dan surat ini menguatkan pandangan Anda. Tapi kalau memang suami Anda masih
hidup dan bisa menulis surat pada Anda, mengapa dia tak segera pulang""
"Entahlah, saya benar-benar tak tahu alasan-nya."
"Dan pada hari Senin yang lalu apakah suami Anda tak pesan apa-apa sebelum berangkat""
"Tidak." "Dan Anda terkejut melihatnya berada di Swandam Lane""
"Sangat terkejut"
"Apakah waktu itu jendelanya terbuka""
"Ya." "Jadi, dia seharusnya bisa memanggil Anda""
"Bisa." "Nyatanya dia hanya meneriakkan sesuatu yang tak Anda mengerti maksudnya""
"Ya." "Menurut Anda, mungkin dia minta tolong""
"Ya. Dia melambaikan tangannya."
"Itu bisa juga berarti bahwa dia pun terkejut karena tanpa disangka-sangka melihat Anda disitu""
"Mungkin juga."
"Dan menurut Anda, dia lalu ditarik ke belakang oleh seseorang""
17 "Pokoknya, tiba-tiba saja dia menghilang."
"Mungkin saja dia sendiri yang melompat ke belakang. Apakah Anda melihat orang lain di kamar itu""
"Tidak, tapi orang yang berwajah menakutkan itu bersumpah bahwa dia ada di sana, sedangkan Lascar
ada di kaki tangga."
"Begitu, ya. Waktu Anda lihat suami Anda, apakah dia berpakaian lengkap""
"Ya, tapi tanpa kemeja dan dasi. Secara samar samar saya melihat lehernya yang terbuka."
"Pernahkah dia menyinggung-nyinggung tentang Swandam Lane""
"Tidak." "Apakah ada tanda tanda dia pernah mengisap candu""
"Tidak." "Terima kasih, Mrs. St. Clair. Hal-hal itulah yang ingin saya ketahui dengan jelas. Kami mau makan
sekarang, lalu istirahat. Besok pagi, kami akan sibuk sekali."
Sebuah kamar tidur besar dengan dua tempat tidur telah disiapkan untuk kami, dan aku segera
meringkuk di bawah selimut. Aku capek sekali sehabis bertualang sepanjang malam ini. Tapi Sherlock Holmes
lain. Kalau sedang menghadapi masalah yang belum terpecahkan dia bisa tahan berhari-hari, bahkan seminggu
tanpa istirahat sama sekali. Dia akan terus memikirkan kasus itu, membolak-balik fakta-faktanya, mengujinya
dari setiap sudut pandang, sampai dia berhasil mengerti
pokok permasalahannya, atau menyadari bahwa datanya
kurang lengkap. Saat ini misalnya, aku tahu dia pasti tak akan
tidur semalaman. Dia akan duduk tepekur saja. Dia
menanggalkan mantel dan jasnya, mengenakan pakaian
tidur warna biru yang kedodoran, lalu mulai mengambil
bantal dari tempat tidurnya dan juga dari sofa dan kursi
kursi lain. Dengan bantal-bantal ini dibuatnya semacam
dipan, dan dia pun duduk dengan kaki menyilang di
atasnya. Di depannya tersedia potongan tembakau dan
sekotak korek api. Dalam keremangan cahaya lampu,
18 kulihat dia duduk di sana, dengan pipa tergantung di bibirnya, matanya menatap ke sudut langit langit dengan
pandangan kosong. Asap berwarna biru melingkar-lingkar ke atas. Dia duduk diam, tanpa bergerak, cahaya
menyinari sosoknya yang bagaikan rajawali. Begitulah kulihat dia sampai akhirnya aku tertidur.
Aku terbangun dengan gelagapan pada keesokan harinya mendengar seruan yang tiba-tiba meluncur dari
bibir Holmes. Matahari musim panas bersinar menerangi kamar kami. Pipa temanku masih tergantung di
bibirnya, masih terlihat asap melingkar-lingkar ke atas, dan kamar kami dipenuhi oleh asap tembakau pekat.
Onggokan tembakau di depannya yang kulihat tadi malam sudah tak tersisa lagi.
"Sudah bangun, Watson"" dia bertanya.
"Ya." "Siap berangkat""
"Tentu." "Kalau begitu, bergegaslah. Nampaknya seisi rumah belum ada yang bangun, tapi aku tahu letak kamar
bocah petugas kuda, dan kita bisa memintanya untuk mengeluarkan kereta kita." Dia tergelak ketika berbicara,
matanya berkilat, dan sikapnya lain sekali dari yang kulihat tadi malam.
Sambil berpakaian, aku menengok ke jam tanganku. Pantas, belum ada yang bangun. Baru jam empat
lewat dua puluh lima menit di pagi hari! Aku hampir selesai berpakaian ketika Holmes mengabarkan bahwa
keretanya sudah siap. "Aku ingin menguji sebuah teorik
u yang sederhana," katanya sambil mengenakan sepatu larsnya.
"Kurasa, Watson, kau kini sedang berdiri di hadapan salah satu manusia yang paling bodoh di Eropa. Aku pantas
ditendang keluar dari rumah ini. Tapi kupikir aku sudah menemukan kunci dari masalah ini."
"Kau dapat dari mana kunci itu"" tanyaku sambil tersenyum.
"Dari kamar mandi," jawabnya. "Oh, ya, aku tak bergurau," lanjutnya ketika melihat rasa tidak percaya
yang terpancar di mataku. "Baru saja kuambil dari sana, dan kutaruh di tas ini. Ayolah, sobat, dan kita akan
segera melihat apakah kunci ini cocok atau tidak."
Kami menuruni tangga dengan hati-hati, lalu meninggalkan rumah itu. Di luar, di jalanan. yang
bermandikan sinar matahari pagi, kereta kuda kami telah siap dengan bocah petugas kuda menunggu di
sampingnya. Pakaian bocah itu masih awut-awutan. Kami segera menaiki kereta itu, dan langsung berangkat
menuju London. Beberapa gerobak pedesaan terlihat melaju di jalanan, memuat sayur-sayuran untuk dibawa ke
kota, tapi vila-vila di sepanjang jalan masih sepi, bagaikan kota dalam mimpi.
19 "Ada beberapa hal yang unik dalam kasus ini," kata Holmes sambil memecut kuda. "Kuakui, aku telah
buta selama ini. Tapi bukankah lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali""
Sesampai di daerah Surrey, orang-orang baru bangun dari tidur mereka, dan jendela-jendela rumah baru
mulai dibuka. Setelah melewati Jembatan Waterloo, kami menuju Wellington Street, lalu belok kanan ke Bow
Street, di mana kantor polisi berada. Sherlock Holmes dikenal baik oleh kepolisian, dan dua orang polisi yang
berjaga di pintu depan memberi hormat padanya. Salah satunya memegangi kepala kuda kami, dan yang satunya
lagi mengantarkan kami masuk ke dalam.
"Siapa yang sedang bertugas"" tanya Holmes.
"Inspektur Bradstreet, sir."
"Ah, Bradstreet, apa kabar"" Seorang polisi tinggi besar telah menyambut kami di lorong berdinding
batu itu. Dia mengenakan topi tinggi dan jas panjang. "Saya ingin berbicara sejenak dengan Anda, Bradstreet."
"Tentu, Mr. Holmes. Silakan masuk ke kamar kerja saya, di sini."
Kamar kerjanya seperti ruangan kantor kecil. Di meja tergeletak buku yang amat besar, dan ada sebuah
telepon yang dipasang menempel di dinding. Inspektur Bradstreet duduk di depan mejanya.
"Apa yang bisa saya bantu, Mr. Holmes""
"Saya datang sehubungan dengan pengemis bernama Boone yang ditahan dalam kasus lenyapnya Mr.
Neville St. Clair dari Lee."
"Ya. Dia ditahan di sini untuk diselidiki lebih lanjut."
"Begitulah yang saya dengar. Dia ada di sini""
"Ada di sel." "Apa dia tenang-tenang saja""
"Oh, dia tak menjadi masalah. Tapi dia itu bajingan yang jorok sekali."
"Jorok"" "Ya, menyuruhnya cuci tangan saja susah sekali, dan mukanya betul betul dekil. Yah, kalau kasusnya
sudah jelas, seluruh tubuhnya perlu digosok sampai bersih. Memang, dia benar-benar perlu dimandikan."
"Saya ingin sekali bertemu dengannya."
"Oh, ya" Gampang. Mari saya antar. Anda bisa meninggalkan tas Anda di sini."
20 "Tidak, sebaiknya saya bawa saja."
"Baiklah. Mari, silakan."
Dia mengantarkan kami melewati sebuah lorong, membuka pintu yang dipalang, menuruni tangga putar,
lalu sampailah kami ke koridor yang bercat putih. Pada kedua sisi koridor itu banyak pintu-pintu. Di sinilah
kiranya sel yang dimaksud.
"Dia berada di sel ketiga sebelah kanan," kata Inspektur Bradstreet "Di sini."
Dengan hah-hati dia mengangkat semacam penutup di bagian atas pintu, lalu menengok ke dalam.
"Dia masih tidur," katanya. "Coba lihatlah sendiri,"
Kami berdua mengintip dari lubang di pintu itu. Sang
tahanan sedang terbaring tidur, wajahnya menghadap ke arah
kami, napasnya lambat dan berat. Orang itu tingginya
sedang-sedang saja, pakaiannya compang-camping, berupa
baju berwarna yang nongol dari jas bututnya yang robek.
Sebagaimana dikatakan oleh Inspektur Bradstreet tadi,
penampilannya benar-benar jorok, dan kotoran yang
memenuhi wajahnya benar-benar menjijikkan. Ada guratan
bekas luka yang lebar dari mata sampai ke dagunya, dan
kalau wajahnya bergerak, maka bibir atas nya tertarik,
sehingga tiga giginya kelihatan menyeringai. Warna merah
rambutnya amat me nyala, menjuntai sampai ke dahinya.
"Tampan, bukan"" kata Inspektur Bradstreet.
"Dia benar-benar perlu dicuci sampai bersih," komentar
Holmes. "Begitu menurut saya, dan secara sukarela saya
telah membawa alat untuk membersihkan badannya."
Dia membuka tas yang dibawanya dan dikeluarkannya
spons mandi yang sangat besar. Aku terperangah.
"He! He! Anda ini ada-ada saja." Inspektur Bradstreet tergelak.
"Nah, kalau Anda tidak keberatan membuka pintu itu dengan hati-hati, akan kita benahi penampilannya."
"Yah, mengapa tidak"" kata Inspektur Bradstreet. "Dia memalukan penjara Bow Street, bukan""
21 Dibukanya pintu, dan dengan perlahan-lahan kami masuk ke dalam sel itu. Tahanan yang sedang tidur
itu membalikkan badan sekejap, lalu kembali tidur dengan nyenyak. Holmes membungkuk di depan tempat air,
membasahi sponsnya, lalu menggosokkannya ke wajah tahanan itu dua kali dengan sekuat tenaga.
"Saya perkenalkan kepada Anda," teriaknya, "Mr. Neville. St. Clair yang berasal dari Lee, di daerah
Kent." Aku terperanjat sekali menyaksikan adegan di depanku yang tak pernah kualami seumur hidupku. Wajah
orang itu mengelupas bagaikan kulit kayu pada pepohonan. Wajah yang gelap mengerikan itu kini lenyap.
Lenyap pula guratan bekas luka dan bibir yang miring ke atas, yang selama ini membuat wajahnya terlihat
begitu menjijikkan! Dengan satu sentakan, rambut berwarna merah jingga itu pun tercabut, dan dia terjaga dari
tidurnya dan terduduk di tempat tidurnya. Wajahnya pucat, sedih, dan sopan. Rambutnya hitam, kulitnya halus.
Orang itu menggosok-gosok matanya dan memandang ke sekehlingnya dengan bingung, karena masih
mengantuk. Kemudian, ketika dia menyadari bahwa penyamarannya terbongkar, tiba-tiba dia berteriak, dan
menjatuhkan dirinya dengan wajahnya menutup ke bantal.
"Ya, Tuhan!" teriak Inspektur
Bradstreet. "Memang dia orang yang
dinyatakan hilang itu. Saya masih
mengenali wajahnya dari foto."
Sang tahanan menoleh dengan
pasrah. "Begitulah," katanya. "Dan tuduhan
apa yang akan Anda tuntut dari saya""
"Tuduhan telah melenyapkan Mr.
Neville St.... oh, wah, Anda tak mungkin
dituduh begitu, kecuali mungkin diganti
dengan tuduhan percobaan bunuh diri,"
kata Inspektur Bradstreet sambil menyeringai. "Yah, selama dua puluh tujuh tahun bertugas di kepolisian, baru
kali ini saya menjumpai kasus seperti ini."
"Karena saya sendirilah Mr. Neville St. Clair, maka jelas tak ada kejahatan yang telah saya lakukan.
Maka berarti, telah terjadi salah tangkap terhadap saya, kan""
"Memang bukan kejahatan, tapi kesalahan yang sangat besar," kata Holmes. "Untuk apa Anda
mengelabui istri Anda""
22 "Masalahnya bukan pada istri saya, tapi anak anak saya," rintih tahanan itu. "Semoga Tuhan menolong
saya, agar mereka tak merasa malu atas realitas tentang ayahnya. Ya, Tuhan! Betapa menyakitkannya, kalau
sampai mereka tahu! Apa yang harus saya lakukan""
Sherlock Holmes duduk di sampingnya dan menepuk-nepuk bahunya dengan lembut.
"Seandainya Anda melimpahkan masalah ini ke pengadilan, tentu saja nama Anda akan jadi bahan
berita. Tapi, kalau Anda bisa meyakinkan pihak yang berwenang bahwa Anda memang tak berbuat suatu
kejahatan pun, maka tak ada alasan untuk menggembar-gemborkan masalah ini, kan" Saya yakin Inspektur
Bradstreet bersedia mencatat pengalaman Anda untuk di serahkan ke pihak yang berwenang nantinya. Kasus ini
malah mungkin tak perlu masuk ke pengadilan sama sekali."
"Tuhan memberkati Anda," seru tahanan itu dengan terharu. "Lebih baik saya dipenjara, atau bahkan
dihukum mati, daripada anak-anak saya sampai mengetahui rahasia saya yang sangat memalukan ini.
"Kalian bertiga adalah yang pertama kali tahu tentang kisah keluarga saya. Ayah saya seorang kepala
sekolah di Chesterfield. Saya pun bersekolah di sana. Waktu masih muda saya sering bepergian, pernah main
sandiwara, dan akhirnya menjadi wartawan sebuah koran sore di London. Suatu hari atasan saya ingin
mendapatkan artikel tentang para pengemis di London, dan saya menyatakan kesediaan untuk mencari informasi
untuk penulisan artikel tersebut. Itulah awal petualangan saya. Saya harus terjun menjadi pengemis a
matir agar mendapatkan fakta-fakta untuk artikel saya. Karena pernah menjadi pemain sandiwara, tentu saja saya tahu
rahasia memoles wajah, dan saya memang pernah menjadi ahli rias wajah di belakang panggung. Keahlian itu
ternyata kini bisa saya manfaatkan. Saya mencat wajah saya, dan meriasnya sedemikian rupa sehingga kelihatan
mengenaskan. Saya bubuhkan bekas luka dan saya buat efek miring ke atas pada bibir saya dengan bantuan
plester kecil. Ditambah dengan rambut palsu warna merah menyala dan pakaian yang sesuai, saya duduk di
sebuah tempat di bagian paling sibuk City, pura-pura menjual korek api tapi sebenarnya menjadi pengemis. Saya
menjalankan usaha ini selama tujuh jam, dan coba bayangkan, saya berhasil membawa puiang tak kurang dari 26
shilling dan empat penny.
"Saya lalu menuliskan semua fakta yang saya dapatkan, dan mulai melupakan petualangan saya itu. Tapi
kemudian, saya harus membayar utang sebanyak 25 pound kepada seorang teman. Saya tak tahu harus berbuat
apa untuk mendapatkan uang sejumlah itu, lalu tiba-tiba saya punya ide. Saya minta waktu dua minggu untuk
membayar utang itu, mengambil cuti, dan kembali mengemis! Saya berhasil mengumpulkan uang itu dalam
sepuluh hari, lalu lunaslah utang saya.
"Nah, coba bayangkan. Pekerjaan saya yang resmi hanya menghasilkan dua pound seminggu. Padahal
dengan mencat wajah, menaruh topi terbalik di pinggir jalan, dan duduk-duduk saja, saya bisa mendapatkan
23 sejumlah itu dalam sehari. Saya sempat bergumul antara gengsi dan uang, tapi uanglah yang menang. Maka saya
pun berhenti bekerja sebagai wartawan, dan beralih profesi menjadi pengemis di sudut jalan yang telah saya
pilih. Dengan mengandalkan rasa iba orang yang lewat, uang pun bergelimang masuk ke saku saya. Hanya satu
orang yang tahu tentang rahasia saya, yaitu pemilik pondok yang saya sewa di Swandam Lane. Di situlah saya
berganti peran. Setiap pagi saya keluar dari situ menjadi seorang pengemis jembel, tapi pada malam harinya saya
keluar lagi dari situ sebagai seorang pria perlente. Saya membayar sewa kamar kepada pemilik pondok bernama
Lascar ini dengan cukup mahal, supaya dia menyimpan rahasia saya.
"Nah, tak lama kemudian saya sudah mempunyai simpanan yang cukup banyak. Memang tak semua
pengemis bisa menghasilkan 700 pound setahun seperti halnya yang saya alami, namun saya memiliki
kelebihan. Rias wajah dan kemampuan saya berkomunikasi dengan orang-orang yang lewat, membuat saya
makin dikenal di City. Sepanjang hari, uang logam dan bahkan kadang-kadang uang perak dilemparkan orang
kepada saya. Paling sial, saya mendapatkan dua pound sehari.
"Dengan bertambah kaya, saya jadi semakin ambisius. Saya membeli rumah di desa, dan menikah, tanpa
ada orang yang mempermasalahkan apa sebenarnya pekerjaan saya. Istri saya tahu bahwa saya punya pekerjaan
di City, tapi tak tahu pekerjaan macam apa itu.
"Hari Senin yang lalu saya sudah selesai mengemis, dan sedang berganti pakaian di kamar lantai atas
pondok candu itu. Ketika itu, saya kebetulan menoleh ke luar jendela. Saya terkejut setengah mati melihat istri
saya sedang berjalan di bawah jendela itu. Dia pun terbelalak melihat saya. Saya berteriak kaget, mengangkat
tangan untuk menutupi wajah saya, lalu segera berlari menemui Lascar agar dia mencegah siapa pun yang ingin
menjumpai saya. Saya mendengar suara istri saya di bawah sana, dan saya tahu dia tak diizinkan naik ke atas.
Dengan cepat saya melepas pakaian saya yang perlente, lalu mengenakan pakaian pengemis dan menyamar lagi.
"Saya yakin istri saya sendiri pun takkan mengenali saya. Tapi saya menyadari bahwa kamar saya
mungkin akan digeledah dan pakaian saya yang perlente itu bisa membuka rahasia saya. Saya lalu membuka
jendela. Karena tergesa-gesa, jari saya yang terluka pagi harinya berdarah lagi. Lalu saya mengambil jas saya
yang masih penuh dengan uang logam, karena perolehan saya hari itu baru saja saya masukkan ke situ. Saya
lempar jas itu beserta isinya ke luar jendela. Lega rasanya menyaksikan benda tersebut menghilang ditelan arus
Sungai Thames. Baru saja saya mau membuang pakaian yang lain, terdengar sua


Sherlock Holmes - Petualangan Sherlock Holmes di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

ra langkah-langkah polisi di
tangga menuju ke kamar saya. Beberapa menit kemudian, saya akui bahwa saya malah menjadi lega, karena
mereka tak mengenali saya sebagai Mr. Neville St. Clair, tetapi malah menahan saya dengan tuduhan telah
membunuh pria itu. "Begitulah penjelasan saya. Saya lalu memutuskan untuk terus menyamar dengan muka buruk seperti itu
24 selama mungkin. Karena istri saya mungkin sangat mencemaskan keadaan saya, saya lalu mencopot cincin saya,
dan menyerahkannya pada Lascar pada saat polisi sedang lengah dalam mengawasi saya. Juga saya sempat
menulis pesan dengan tergesa-gesa, yang isinya untuk menenteramkan hati istri saya dan berpesan agar dia tak
usah merasa cemas." "Pesan Anda baru tiba kemarin," kata Holmes.
"Ya, Tuhan! Betapa dia telah menderita selama satu minggu penuh."
"Polisi memata-matai Lascar," kata Inspektur Bradstreet, "jadi saya bisa mengerti bahwa dia tak
mungkin pergi mengeposkan surat itu tanpa terlihat oleh polisi. Dia mungkin menitipkan surat itu kepada salah
seorang pelaut langganannya, yang baru ingat untuk mengirimkannya beberapa hari kemudian."
"Tepat," kata Holmes sambil menganggukkan kepala tanda setuju. "Ya, tak diragukan lagi. Selama
mengemis, tak pernahkah Anda ditangkap polisi""
"Sering, tapi saya selalu bisa bebas kembali setelah membayar denda."
"Anda harus menghentikan kegiatan mengemis Anda sampai di sini," kata Inspektur Bradstreet. "Kalau
Anda mengharap agar polisi mengubur masalah ini, maka pengemis bernama Hugh Boone harus lenyap pula."
"Saya sudah bersumpah takkan mengemis lagi, sungguh!"
"Kalau begitu, masalahnya selesai sampai di sini. Tapi kalau Anda sampai tertangkap sedang mengemis
lagi, semua kisah Anda akan dibeberkan kepada publik. Mr. Holmes, kami amat berutang budi kepada Anda,
karena Anda telah membuat masalah ini menjadi jelas. Bolehkah saya mendapatkan penjelasan, bagaimana
caranya Anda bisa sampai pada kesimpulan seperti ini""
"Dengan duduk di atas lima bantal dan melahap habis satu ons tembakau irisan," kata temanku. "Kurasa,
Watson, sudah waktunya bagi kita untuk kembali ke Baker Street untuk makan pagi."
Petualangan Sherlock Holmes
BATU DELIMA BIRU Aku berkunjung ke tempat Holmes pada hari kedua setelah Natal untuk memberi ucapan
selamat padanya. Dia sedang berbaring di sofa dengan pakaian tidur ungu. Di sebelah kanannya
terdapat rak pipanya agar gampang dijangkau, dan terlihat pula setumpuk koran kumal di dekatnya
yang nampaknya baru saja dibolak-baliknya. Ada sebuah kursi kayu di samping sofa, dan sebuah topi
kumal yang nampaknya sudah lama sekali dipakai tergantung di situ. Kaca pembesar dan tang juga
tergeletak di kursi itu, nampaknya tadi dipakai untuk memeriksa topi itu.
"Kau sedang sibuk," kataku, "aku
mungkin mengganggumu."
"Oh, tidak. Aku senang kalau ada yang
menemaniku untuk mendiskusikan penemuan-penemuanku. Masalahnya sebetulnya sepele saja,"
(jempolnya menunjuk ke arah topi tadi) "tapi ada
hal-hal berkaitan dengan itu yang agak menarik
dan menantang." Aku duduk di kursi berlengan, dan
menghangatkan tanganku di depan perapian,
karena salju tebal telah turun, dan jendela-jendela dipenuhi kristal salju. "Kukira," komentarku, "topi
itu, walaupun nampaknya biasa saja, berkaitan dengan suatu kisah tragis dan dapat mengungkapkan
sebuah misteri, sehingga kejahatan akan menerima ganjarannya."
"Bukan, bukan kejahatan," kata Sherlock Holmes sambil tertawa. "Hanya salah satu dari
kejadian-kejadian aneh yang terjadi karena ada empat juta manusia yang tinggal berdesak-desakan di
wilayah yang luasnya cuma beberapa kilometer persegi. Mereka melakukan aksi dan reaksi, maka
peristiwa-peristiwanya jadi sangat bervariasi dan muncullah banyak masalah kecil yang aneh, tapi
bukan kejahatan. Kita sudah pernah menangani hal seperti ini sebelumnya."
"Betul juga," komentarku. "Dari enam kasus terakhir yang sempat kucatat, tiga di antaranya
benar-benar bukan kasus kejahatan resmi kan""
2 "Persis. Kau menyinggung upaya-upayaku untuk mengambil kembali surat-surat Raja Bohemia
yang dikirim kepada Irene Adler, kasus unik Miss Mary Sutherland, dan petualangan pria
berbibir miring. Yah, aku yakin masalah kecil ini juga termasuk kategori yang sama. Kenalkah kau pada
Peterson, petugas antar barang itu""
"Ya." "Tanda kemenangan ini miliknya."
"Maksudmu topi itu miliknya."
"Tidak, tidak; dia yang menemukannya. Pemiliknya tak diketahui. Kumohon kau bersedia
mengamatinya, bukan sebagai topi kumal biasa, tapi sebagai masalah intelektual. Dan, biar kujelaskan
dulu bagaimana topi itu sampai kemari. Topi itu dibawa ke sini, berikut seekor bebek gemuk, tepat
pada pagi hari Natal yang lalu. Aku yakin bebek itu kini sudah dipanggang oleh Peterson. Beginilah
kisahnya. Kira-kira jam empat pagi pada hari Natal, Peterson yang sebagaimana kau tahu adalah orang
yang sangat jujur, sedang dalam perjalanan pulang ke Tottenham Court Road setelah bersenang-senang
semalaman. Seorang pria jangkung berjalan sempoyongan di depannya sambil menggendong seekor
bebek putih di bahunya. Ketika dia sampai di ujung Goodge Street, terjadi pertengkaran antara pria ini
dengan sekelompok pemuda berandalan. Salah satu dari mereka memukul topi pria itu, yang dibalasnya
dengan mengacungkan tongkatnya untuk melindungi diri. Ketika dia mengayunkan tongkat itu di atas
kepalanya, tongkat itu menghantam kaca toko
di belakangnya. Peterson berlari untuk
menolongnya. tapi pria itu, yang menjadi
terkejut karena telah memecahkan kaca toko
milik orang lain, panik melihat seorang
berseragam berlari ke arahnya. Dia langsung
membuang bebeknya, melarikan diri, dan
menyusup di antara gang-gang di belakang
Tottenham Court Road. Pemuda-pemuda berandalan tadi pun
semuanya melarikan diri melihat kedatangan
3 Peterson, sehingga tinggallah dirinya di tempat bekas pertengkaran tadi, dan sebagai tanda kemenangan
dia mendapatkan topi penyok ini dan bebek Natal yang tak bercacat itu."
"Yang tentunya dikembalikannya kepada pemiliknya"'
"Sobat, itulah masalahnya. Memang ada kartu bertuliskan 'Kepada Mrs. Henry Baker' di kaki
kiri angsa itu, dan ada singkatan H.B. dipinggiran topi ini, tapi karena ada ribuan orang yang namanya
Baker, dan ratusan yang namanya Henry Baker di kota kita ini, tidaklah mudah untuk mengembalikan
barang hilang kepada salah satu dari mereka."
"Lalu apa yang diperbuat Peterson""
"Dia kemari bersama topi dan bebek itu pada pagi hari Natal, karena dia tahu bahwa masalah
sekecil apa pun pasti akan menarik perhatianku. Kami menyimpan bebek itu sampai pagi tadi. Lalu
walaupun salju turun, nampaknya bebek itu harus segera dimakan sebelum keburu busuk. Peterson
membawa pulang bebek itu untuk dinikmati karena dialah yang menemukannya, sedangkan aku
menyimpan topi milik orang tak dikenal yang telah pula kehilangan hidangan Natalnya itu".
"Dia tak memasang iklan""
"Tidak." "Lalu bagaimana kau akan mendapatkan identitasnya""
"Hanya dari apa yang bisa kita simpulkan."
"Dari topinya""
"Benar." "Kau bercanda, ya. Apa yang bisa kaudapatkan dari topi penyok ini""
"Coba lihatlah dengan kaca pembesar ini. Kau tahu cara-caraku, bukan" Informasi apa yang
kaudapatkan mengenai orang yang memiliki topi semacam ini""
Benda itu kutaruh di tanganku, lalu kuputar dengan agak mendongkol. Topi hitam yang
bentuknya bulat itu biasa-biasa saja, kumal karena dimakan usia. Pinggirannya terbuat dari sutera
merah, tapi warnanya sudah memudar. Tak ada mereknya, tapi sebagaimana telah dikatakan Holmes,
ada coretan singkatan "H.B." di salah satu sisinya. Ada alat pengaman di pinggirnya, tapi elastiknya
4 sudah copot. Secara keseluruhan, topi itu retak, penuh debu, dan belang-belang di beberapa tempat,
walaupun nampaknya pemiliknya sudah mengupayakan untuk menyemir bagian yang belang-belang itu
dengan tinta. "Aku tak dapat informasi apa-apa," kataku sambil mengembalikan topi itu kepada temanku.
"Sebaliknya, Watson, ada banyak informasi yang bisa kaudapatkan. Tapi kau tak melihatnya.
Kau kurang gesit dalam menarik kesimpulan."
"Kalau begitu, katakan saja padaku kesimpulan apa yang kau dapat dari topi ini."
Diambilnya topi itu, lalu dipandanginya seperti biasanya bila dia sedang mengintrospeksi
sesuatu. "Nampaknya tak mengandung informasi apa-apa," komentarnya, "pada
hal ada beberapa kesimpulan yang jelas dan kemungkinan-kemungkinan yang dapat ditarik. Penampilan topi ini
menunjukkan bahwa pemiliknya adalah seorang yang sangat pandai dan selama tiga tahun terakhir ini
cukup kaya, namun saat ini dia sedang bangkrut. Dulu, pemikirannya sangat mengacu ke masa depan.
Tapi sekarang tidak lagi karena kondisi morilnya yang mundur. Bila dikaitkan dengan
kebangkrutannya, pastilah ada pengaruh jahat dalam hidupnya, mungkin minuman keras. Ini pulalah
yang mungkin menyebabkan istrinya tak lagi mencintainya."
"Astaga, Holmes!"
"Tapi harga dirinya tinggi," lanjutnya tanpa mempedulikan protesku. "Hidupnya mapan, jarang
bepergian, sudah lama tak berolahraga, usianya setengah baya, rambutnya yang beruban dan selalu
diolesi krim beraroma jeruk limau, baru saja dipotong beberapa hari yang lalu. Demikianlah fakta fakta
yang bisa kita dapatkan dengan jelas dari topi ini. Dan juga, nampaknya sangat mungkin bahwa
rumahnya tak dilengkapi dengan penerangan gas."
"Kau tentunya sedang bercanda, Holmes."
"Sama sekali tidak. Apakah kau tetap tak mengerti walaupun sudah kukatakan hal-hal itu""
"Kuakui diriku memang tak secerdas dirimu, tapi terus terang aku tak bisa memahami
pemikiranmu. Misalnya, bagaimana kau bisa mengambil kesimpulan bahwa pemilik topi ini orangnya
pandai"" Untuk menjawabnya Holmes memakai topi itu di kepalanya. Topi itu menjorok ke dahinya
5 sampai ke ujung hidungnya. "Ini masalah ukuran," katanya. "Seseorang yang kepalanya begitu besar,
otaknya juga pasti lumayan."
"Lalu mengenai kebangkrutannya""
"Usia topi ini sudah tiga tahun. Buktinya pinggirnya sudah melesak ke dalam. Topi ini bagus
sekali buatannya. Lihatlah pita suteranya, dan lapisan dalamnya yang bagus. Kalau orang ini mampu
membeli topi semahal itu tiga tahun yang lalu, dan sejak itu tak membeli lagi yang baru, maka tentunya
karena dia kini sudah bangkrut."
"Yah, kalau itu cukup jelas. Tapi bagaimana mengenai pikirannya tentang masa depan, dan
kemunduran kondisi morilnya""
Sherlock Holmes tertawa. "Ini menunjukkan pemikirannya akan masa depan," katanya sambil
menaruh jarinya di alat pengaman topi itu. "Alat ini tambahan saja. Kalau orang ini minta dibuat
demikian, ini tandanya dia memikirkan masa depan, karena kalau keluar dia perlu menjaga agar
topinya tak dibawa kabur oleh angin. Tapi karena elastiknya sudah copot, dan dia tak berupaya
menggantinya maka itu berarti dia tak terlalu memikirkan masa depannya lagi. Bukankah ini
menunjukkan kemunduran kondisi moril seseorang" Sebaliknya, dia berupaya menutupi belang-belang
di bagian atas topinya dengan tinta. Bukankah ini menandakan bahwa dia masih punya harga diri""
"Pertimbanganmu cukup masuk akal."
"Lebih jauh lagi, mengenai usianya yang setengah baya, rambutnya yang beruban yang selalu
diolesinya dengan krim beraroma jeruk limau dan baru saja dipotong, semua ini kudapatkan setelah
mengawasi bagian bawah lapisan dalamnya dengan saksama. Lensa pembesar menunjukkan adanya
banyak potongan rambut yang baru saja dipangkas. Semuanya melekat, dan berbau jeruk limau. Debu
ini, lihatlah, bukan debu pasir jalanan yang biasanya berwarna abu-abu, tapi debu halus berwarna
coklat yang biasa ditemukan di dalam rumah, yang menandakan bahwa topi ini lebih sering tergantung
saja di dalam rumah; sementara bercak-bercak bekas cairan di bagian dalam menunjukkan bahwa
pemakainya banyak berkeringat, dan sudah lama tak berolahraga"
"Tapi mengenai istrinya... katamu dia sudah tak mencintainya lagi."
"Topi ini sudah berminggu-minggu tak dibersihkan. Misalnya aku melihatmu, Watson, memakai
topi penuh debu karena selama seminggu tak dibersihkan, dan istrimu membiarkanmu pergi ke luar
6 dalam keadaan demikian, menurutku istrimu sudah tak mencintaimu lagi."
"Tapi, mungkin saja dia seorang perjaka tua."
"Tak mungkin, saat itu dia menggotong bebek untuk diberikan pada istrinya, dengan harapan
mereka bisa berbaikan lagi. Ingat, ada kartu di kaki bebek itu."
"Kau bisa menjelaskan semuanya. Tapi bagaimana kau bisa tahu bahwa rumahnya tak
dilengkapi dengan penerangan gas""
"Kalau noda gemuknya cuma satu-dua, boleh
saja dikesampingkan, tapi kalau sampai ada lima,
kurasa itu menunjukkan bahwa dia sering berada di depan lilin yang menyala malam-malam
mungkin, dia sering berjalan masuk ke kamarnya dengan membawa topi di salah satu tangannya dan
lilin di tangan lainnya. Pokoknya, takkan ada noda gemuk kalau penerangannya memakai gas. Sudah
puas"" "Wah, kau betul-betul hebat," kataku sambil tertawa. "Tapi karena menurutmu tadi tak ada
kejahatan yang telah terjadi, dan tak ada kerugian kecuali hilangnya seekor bebek, apakah mengurus
hal ini tak akan buang-buang tenaga saja""
Baru saja Sherlock Holmes membuka mulutnya untuk menjawab, pintu terbuka, dan Peterson
berlari memasuki ruangan. Pipinya memerah dan wajahnya penuh keheranan.
"Bebek itu, Mr. Holmes! Bebek itu!" katanya dengan terengah-engah.
"Eh! Kenapa bebek itu" Kembali
hidup, lalu terbang ke jendela"" Holmes
menoleh agar bisa memandang wajah orang
yang sedang tercengang-cengang itu dengan
lebih jelas. "Lihatlah! Lihat apa yang ditemukan
istri saya di tembolok bebek itu!" Dibukanya
telapak tangannya, dan terlihatlah sebuah baru
delima berwarna biru yang gemerlapan,
besarnya sedikit lebih kecil dari biji buncis
7 tapi sinarnya berkilauan seperti sinar lampu listrik di tangannya yang gelap.
Sherlock Holmes berdiri sambil bersiul. "Wah, Peterson," katanya, "ini sungguh-sungguh harta
terpendam! Kukira kau sudah tahu barang apa itu yang kaudapatkan""
Pedang Keadilan 2 Pendekar Rajawali Sakti 113 Pembalasan Iblis Sesat Kisah Pedang Di Sungai Es 1
^