Pencarian

Petualangan Sherlock Holmes 4

Sherlock Holmes - Petualangan Sherlock Holmes Bagian 4


"Berlian, sir! Batu mulia."
"Batu ini lebih dari sekadar batu mulia. Ini batu mulia khusus."
"Bukan batu delima biru milik Countess Morcar, kan"" kataku tiba-tiba.
"Tepat, memang itulah. Aku tahu ukuran dan bentuknya karena aku telah membaca iklannya di
The Times tiap hari akhir-akhir ini. Batu itu unik sekali, dan nilainya tak bisa diduga. Dan hadiah seribu
pound untuk siapa yang bisa menemukannya, jelas tak ada seperdua puluh nilai jualnya di pasaran."
"Seribu pound! Ya, Tuhan!" Petugas antar barang itu menjatuhkan diri di sebuah kursi, dan
memandang kami secara bergantian
"Itu hadiah yang dijanjikan, dan setahu saya, ada alasan sentimental tertentu sehingga
menyerahkan separo hartanya pun Countess bersedia, asalkan batu itu kembali padanya."
"Batu itu hilang, kalau tak salah, di Hotel Cosmopolitan," komentarku.
"Betul, kejadiannya pada tanggal 22 Desember, lima hari yang lalu. John Horner, seorang
tukang leding, dituduh mencuri batu itu dari kotak perhiasan wanita itu. Tuduhan atas dirinya itu begitu
kuatnya sampai sudah diajukan ke Pengadilan Assizes. Kukira aku punya beritanya." Dia mencari-cari
di antara beberapa surat kabar yang dibawanya, melihat tanggal-tanggal, lalu mengambil salah satunya,
dilipatnya menjadi dua, dan dibacanya paragraf berikut ini:
"Perampokan Perhiasan di Hotel Cosmopolitan. John Horner, 26, tukang leding,
ditangkap karena pada tanggal 22 Desember mengambil batu mulia yang dikenal
sebagai batu delima biru dari kotak perhiasan Countess Morcar. James Ryder,
pegawai hotel itu, memberikan kesaksiannya bahwa dia mengantar Horner masuk
ke ruang ganti Countess Morcar pada hari terjadinya perampokan itu untuk
mematri jeruji yang longgar. Dia menemani Horner selama beberapa saat, tapi
lalu meninggalkannya sendirian karena dia dipanggil ke tempat lain. Waktu dia
kembali ke kamar itu, Horner sudah tidak ada di situ, lemari pakaian telah
dibuka secara paksa, dan kotak kulit yang biasa dipakai Countess untuk
menyimpan perhiasannya tergeletak di meja rias. Isinya telah hilang. Ryder
8 segera melapor dan Horner ditangkap malam itu juga, tapi batu delima itu tak
dapat ditemukan walaupun Horner dan rumahnya telah digeledah. Catherine
Cusack, pelayan wanita Countess, menyatakan telah mendengar teriakan Ryder
ketika mengetahui terjadinya perampokan itu, dan begitu dia berlari menuju
kamar itu, dia menemukan kamar itu dalam keadaan seperti yang dijelaskan oleh
Ryder. Inspektur Bradstreet dari Divisi B memerintahkan agar Horner
ditangkap. Horner melawan ketika hendak ditangkap, dan dengan keras
menyangkal telah melakukan perampokan itu. Bukti bahwa tertuduh dulu pernah
dihukum juga dimunculkan. Hakim tak bersedia memutuskan mas
alah ini secepatnya, tapi malah melimpahkannya ke Pengadilan Assizes. Horner, yang
sangat emosional selama persidangan itu, jatuh pingsan mendengar hal itu, dan
digotong keluar pengadilan."
"Hm! Begitulah polisi mengadilinya, ya," kata Holmes dengan serius sambil menaruh koran.
"Pertanyaan yang harus kita cari jawabannya adalah rangkaian peristiwa sejak dari kotak perhiasan
yang dirampok di satu pihak sampai tembolok bebek di Tottenham Court Road di lain pihak. Kau lihat,
Watson, kesimpulan-kesimpulan kita tiba-tiba menjadi penting, dan melibatkan perkara kriminal. Batu
delima itu ada di sini; didapat dari seekor bebek, dan bebeknya berasal dari Mr. Henry Baker, pria yang
memiliki topi jelek itu dan semua ciri-ciri yang telah membosankanmu tadi. Maka sekarang kita harus
menemukan orang ini, dan memastikan peran apa yang dimainkannya dalam misteri kecil ini. Untuk
itu, mari kita mulai dari yang paling sederhana saja, yaitu dengan memasang iklan di koran-koran sore.
Kalau langkah ini tak ada hasilnya, barulah akan kupakai cara lain."
"Bagaimana bunyinya""
"Tolong minta pensil dan secarik kertas. Jadi, begini: 'Telah ditemukan di ujung jalan Goodge
Street, seekor bebek dan sebuah topi hitam. Silakan Mr. Henry Baker mengambilnya pada jam 6.30
malam ini di Baker Street No. 221B.' Singkat tapi jelas, kan""
"Ya, tapi apakah dia akan melihat iklan itu""
"Yah, dia pasti akan memperhatikan koran, karena bagi orang miskin, kehilangan itu cukup
berarti. Dia begitu ketakutan karena telah memecahkan jendela toko dan melihat kedatangan Peterson,
sehingga paling aman baginya adalah melarikan diri, tapi kemudian dia pasti sangat menyesal karena
telah membuang bebeknya begitu saja. Lagi pula, karena namanya tertulis di iklan ini, dia akan dapat
melihatnya dengan mudah, dan setiap orang yang mengenalnya pasti akan memberitahukan padanya.
9 Nih, Peterson, tolong pasang iklan ini di koran-koran sore."
"Koran-koran yang mana, sir""
"Oh, Globe, Star, Pall Mall, St. James's Gazette, Evening News, Standard, Echo, dan lain-lain
yang sempat kauingat namanya."
"Baiklah, sir, dan bagaimana dengan batu delima ini""
"Ah, ya. Biar kusimpan. Terima kasih. Dan, Peterson, beli juga seekor bebek dalam perjalanan
pulang, dan bawalah ke sini, karena kita perlu seekor untuk dikembalikan pada orang itu sebagai ganti
bebek yang tengah disantap keluargamu."
Ketika petugas antar barang itu telah pergi, Holmes mengambil batu itu dan mengamatinya di
bawah lampu. "Alangkah indahnya," katanya. "Coba lihat kemilau dan gemerlapnya. Tak heran batu ini
jadi objek dan mangsa empuk kejahatan. Semua batu mulia begitu, mereka adalah umpan setan. Pada
batu-batu mulia yang lebih besar dan lebih tua umurnya, setiap permukaannya bisa mengandung
peristiwa berdarah. Batu ini umurnya belum sampai dua puluh tahun. Ditemukan di pinggir Sungai
Amoy di Cina Selatan, dan terkenal karena ciri-ciri batu delimanya yang kuat, tapi anehnya warnanya
biru dan bukannya merah delima. Walaupun umurnya belum terlalu tua, sejarahnya sudah cukup seram.
Telah terjadi dua kali pembunuhan, sekali penganiayaan, sekali bunuh diri, dan beberapa kali
perampokan, sehubungan dengan biji arang seberat empat puluh grain yang telah mengkristal ini. Siapa
menyangka kalau mainan yang indah ini telah mengirim banyak orang ke tiang gantungan dan penjara"
Kini aku harus menyimpannya baik-baik dalam lemari besi, lalu memberitahu Countess bahwa batu
delimanya ada di sini."
"Apakah menurutmu Horner tak bersalah""
"Aku belum bisa mengatakannya."
"Kalau begitu, apakah menurutmu Henry Baker ada hubungannya dengan kasus ini""
"Menurutku, mungkin Henry Baker tak bersalah apa-apa, dan tak menduga bahwa bebek yang
dibawanya berisi sesuatu yang amat berharga, jauh lebih berharga daripada kalau umpamanya bebek itu
terbuat dari emas mumi. Tapi, itu baru bisa dipastikan kalau ada yang menanggapi iklan kita."
"Dan tak ada yang bisa kaulakukan sebelum itu""
10 "Ya." "Kalau begitu, sebaiknya aku kembali praktek. Aku akan ke sini nanti malam pada jam yang
kausebut tadi, karena aku ingin mengetahui jalan keluar atas masalah yang kus
ut ini." "Senang sekali kau mau datang. Aku makan malam jam tujuh. Kurasa menunya ayam. Omong-omong, sehubungan dengan apa yang baru saja terjadi, aku mungkin sebaiknya menyarankan Mrs.
Hudson untuk memeriksa tembolok ayam itu. Siapa tahu""
Aku kembali ke Baker Street jam setengah tujuh lewat sedikit, agak terlambat karena ada
sedikit kasus dengan pasien. Ketika aku hampir sampai ke situ aku melihat seorang pria jangkung
bertopi Skotlandia menunggu di luar di bawah lampu. Jasnya tertutup rapat sampai ke dagu. Begitu aku
sampai di sana, pintu terbuka, dan kami berdua dipersilakan masuk ke kamar Holmes.
"Mr. Henry Baker, ya"" kata Holmes sambil bangkit dari kursinya dan menyalami tamunya
dengan keramahtamahannya yang selalu siap. "Silakan duduk dekat perapian, Mr. Baker. Malam ini
dingin sekali, dan agaknya Anda lebih tahan musim panas daripada musim dingin. Ah, Watson, kau
datang tepat pada waktunya. Apakah topi itu milik Anda, Mr. Baker""
"Ya, sir, tak saya ragukan lagi."
Pria itu gemuk, bahunya bulat, kepalanya besar dan lebar, wajahnya menunjukkan bahwa dia
orang pandai, janggutnya beruban kecoklatan. Hidung dan pipinya yang kemerah-merahan, serta
tangannya yang terulur agak gemetaran, mengingatkanku pada dugaan Holmes sebelumnya akan
kebiasaan-kebiasaannya. Jas hitamnya yang kumal dikancingkannya sampai ke atas, kerahnya berdiri,
dan pergelangan tangannya yang ramping tersembul dari lengan jasnya. Tampaknya dia tak memakai
manset ataupun kemeja. Suaranya berat dan tajam, kata-katanya terpilih, dan penampilannya memberi
kesan bahwa dia orang terpelajar yang bernasib buruk
"Barang barang ini sudah ada di sini selama beberapa hari," kata Holmes. "Sebetulnya kami
menunggu kalau-kalau ada iklan kehilangan dari Anda supaya kami tahu alamat Anda. Saya tak
mengerti kenapa Anda tak memasang iklan."
Tamu kami tertawa dengan agak malu. "Saya tak lagi punya uang banyak," komentarnya. "Saya
kira gerombolan liar yang menyerang saya itulah yang telah mengambil barang-barang saya, sehingga
saya tak mau buang-buang uang untuk sesuatu yang tak mungkin kembali."
11 "Benar. Omong-omong, tentang bebek itu... kami terpaksa memakannya."
"Memakannya!" Tamu kami hampir berdiri dari duduknya karena kaget.
"Ya, malah akan mubazir kalau kami tak memakannya. Tapi moga-moga Anda tak keberatan
kalau kami menggantinya dengan bebek yang masih segar di bufet sana itu, yang beratnya hampir sama
dengan bebek Anda." "Oh, pasti, pasti!" jawab Mr. Baker dengan lega.
"Tentu saja, bagian-bagian yang tak dimakan dari bebek Anda seperti bulu, kaki, tembolok, dan
lain-lainnya masih ada semuanya. Apakah Anda ingin..."
Pria itu terbahak-bahak. "Untuk apa semua itu" Kenang-kenangan atas petualangan saya""
katanya. "Tidak, sir, kalau Anda tak keberatan, saya akan ambil bebek yang di bufet itu saja."
Sherlock Holmes memandang sejenak padaku dengan tajam sambil agak mengangkat bahunya.
"Kalau begitu, silakan mengambil topi dan bebek Anda," kata Holmes. "Omong-omong,
bisakah Anda memberitahu kami di mana Anda membeli bebek itu" Saya suka sekali bebek, dan saya
jarang menemukan bebek sebagus itu."
"Tentu saja, sir," kata Mr. Baker sambil berdiri dan mengempit barang-barangnya di bawah
lengannya. "Ada beberapa orang yang sering mengunjungi Alpha Inn dekat Museum kami bekerja di
Museum kalau siang. Tahun ini, tuan rumah kami yang baik
hati, namanya Windigate, menyelenggarakan klub bebek,
dan kami akan diberi seekor bebek pada hari Natal dengan
membayar beberapa penny setiap minggu. Saya sudah
membayar angsuran saya, dan lalu begitulah, cerita
selanjutnya sudah Anda ketahui. Saya sangat berutang budi
pada Anda, sir, karena topi Skotlandia ini tak cocok untuk
orang segemuk dan seumur saya." Dengan gaya angkuh
yang lucu, dia mengangguk dengan khidmat kepada kami
berdua, lalu keluar. "Itulah Mr. Henry Baker," kata Holmes setelah menutup
12 pintu. "Aku cukup yakin bahwa dia tak tahu-menahu tentang kasus itu. Apakah kau lapar, Watson""
"Belum." "Kalau begitu, makan malamnya ditunda saja, dan kita ikuti petunjuk ini dulu sementara masih
segar di ingatan." "Oke." Malam itu din ginnya sangat menggigit, sehingga kami harus memakai baju hangat panjang, dan
melilitkan syal di leher kami. Di luar, bintang bersinar redup di langit yang tak berawan, dan embusan
napas para pejalan kaki membentuk kepulan-kepulan asap bagaikan bekas tembakan-tembakan pistol.
Langkah kaki kami berdebum dengan keras ketika kami melewati perumahan dokter, Wimpole Street,
Harley Street, dan menyeberangi Wigmore Street menuju Oxford Street. Dalam seperempat jam kami
sudah berada di daerah Bloomsbury di depan Alpha Inn, yang merupakan kedai minuman di salah satu
ujung jalan yang menuju Holborn. Holmes mendorong pintu masuk bar pribadi, dan memesan dua
gelas bir dari pemilik kedai yang berwajah kemerah-merahan dan memakai celemek putih.
"Kalau bir Anda bisa sebagus bebek Anda, alangkah hebatnya," katanya.
"Bebek saya!" Orang itu nampak terkejut.
"Ya. Setengah jam yang lalu saya baru saja berbicara dengan Mr. Henry Baker yang menjadi
anggota klub bebek Anda."
"Oh, begitu. Tapi, sir, itu bukan bebek-bebek saya."
"Oh, ya" Lalu, punya siapa""
"Begini, saya menerima dua lusin bebek dari seorang penjual di Covent Garden."
"Oh, ya" Saya kenal beberapa di antara mereka. Yang mana, ya""
"Breckinridge namanya."
"Ah, kalau dia saya tak kenal. Baiklah, semoga Anda sehat-sehat saja dan sukses selalu. Selamat
malam!" "Sekarang kita temui Mr. Breckinridge," lanjutnya sambil mengancingkan baju hangatnya,
ketika kami keluar ke jalanan yang udaranya membeku. "Ingat, Watson, walaupun di satu pihak kita
13 hanya tahu soal bebek, di lain pihak ada orang yang bisa dituntut penjara selama tujuh tahun, kecuali
bila kita bisa membuktikannya sebagai orang yang tak bersalah. Mungkin saja penyelidikan kita malah
akan menegaskan kesalahannya, tapi yang jelas, penyelidikan yang kita lakukan terlewatkan oleh
polisi, dan kita mendapat kesempatan emas untuk melakukan itu. Mari kita selidiki sampai semampu
kita. Yuk, kita jalan cepat ke arah selatan!"
Kami menyeberangi Holborn ke Endell Street, lalu melewati perumahan kumuh yang tak teratur
sampai ke Covent Garden Market. Salah satu kios yang besar bernama Breckinridge. Pemiliknya,
seorang pria bermuka runcing dan bercambang di kedua pipinya, sedang membantu seorang anak untuk
menaikkan penutup kiosnya.
"Selamat malam, hawanya dingin sekali malam ini," kata Holmes.
Orang itu mengangguk dan menatap temanku dengan rasa ingin tahu.
"Bebek Anda sudah habis terjual, ya," lanjut Holmes sambil menunjuk ke meja-meja marmer
yang kosong. "Kalau besok pagi, mau beli lima ratus ekor juga ada."
"Wah, tidak bisa."
"Di kios yang pakai lampu gas sana masih ada beberapa ekor."
"Ah, tapi saya dianjurkan agar membeli di kios Anda."
"Oleh siapa""
"Pemilik Alpha."
"Ah, ya, saya pernah mengirim dua lusin padanya."
"Bebek Anda bagus bagus sekali. Dari mana Anda mendapatkannya""
Aku heran, karena pertanyaan itu telah membuat orang itu marah.
"Dengar, mister" katanya sambil mendongak dan berkacak pinggang, "mau apa Anda, ha" Ayo,
langsung saja." "Saya sudah langsung menanyakannya. Saya ingin tahu siapa yang menjual bebek yang Anda
kirim ke Alpha." 14 "Saya tak akan mengatakannya pada Anda. Ayo, mau apa lagi Anda sekarang""
"Oh, itu tak mengapa, tapi saya jadi tak mengerti mengapa ditanya begitu saja Anda marah."
"Marah! Anda pun mungkin akan marah kalau diganggu seperti ini. Kalau saya membayar
untuk barang dagangan saya, itu namanya bisnis, tapi kalau terus-terusan ditanya, 'Mana bebek-bebekmu"'... 'Kepada siapa saja kau menjual bebek"'... dan 'Berapa harga seekor bebekmu"', tentu saja
saya lalu berpikir memangnya hanya saya yang punya bebek di seluruh dunia ini, sehingga perlu
ditanya-tanya semacam itu""
"Yah, saya tak ada hubungannya dengan orang lain yang pernah bertanya begitu pada Anda,"
kata Holmes acuh tak acuh. "Kalau Anda tak mau mengatakannya, ya sudah. Tapi saya selalu ingin
mengecek kebenaran pendapat saya mengenai bebek yang saya makan. Saya berani taruhan lima
pound, bahwa bebek itu adalah bebek kampung."
"Kalau begitu Anda akan kehilangan lima pound, karena bebek itu diternak di kota," bentak
orang itu. "Tak mungkin. " "Betul." "Saya tak percaya."
"Anda kira Anda tahu lebih banyak tentang bebek dibanding saya yang sudah menjualnya sejak
kecil" Dengar kata saya, semua bebek yang saya kirim ke Alpha diternak di kota."
"Anda tak akan bisa membujuk saya untuk mempercayai hal itu."
"Kalau begitu, bagaimana kalau kita taruhan""
"Anda pasti kalah, karena saya yakin sayalah yang benar. Tapi, bolehlah taruhan satu koin emas
untuk memberi pelajaran pada Anda supaya jangan terlalu keras kepala."
Penjual bebek itu tergelak. "Coba bawa kemari buku-buku catatan itu, Bill," katanya.
Anak lelaki yang dipanggil Bill itu mengambil dua buah buku, yang satu tipis sedang satunya
lagi tebal dan bagian belakangnya penuh minyak, dan menaruhnya di bawah lampu gantung.
"Nah, Tuan sok tahu," kata penjual bebek itu, "mari kita buktikan ketololan Anda. Anda lihat
15 buku tipis ini""
"Ya"" "Ini daftar pemasok bebek saya. Sudah
lihat" Yang di halaman ini nama-nama pemasok
dari kampung, dan di belakangnya itu nomor-nomor mereka sebagaimana tercantum di buku
induk. Lalu, Anda lihat halaman berikutnya
yang bertinta merah" Nah, itu pemasok-pemasok dari kota. Kini, lihatlah nama ketiga
itu, dan bacalah keras-keras."
"Mrs. Oakshott, Brixton Road 117
249," Holmes membaca.
"Baik. Sekarang lihat di buku induk."
Holmes membuka halaman 249 dari buku induk "Tertulis, 'Mrs. Oakshott, Brixton Road 117,
pemasok telur dan unggas.'"
"Coba baca catatan terakhir!"
"22 Desember. Dua puluh empat bebek dengan harga 7s 6d."
"Betul, kan" Dan bawahnya itu""
"'Dibeli oleh Mr. Windigate dari Alpha dengan harga 12s.'"
"Apa komentar Anda sekarang""
Sherlock Holmes terlihat amat kecewa. Diambilnya sekeping koin emas dari sakunya dan
ditaruhnya di meja kios itu, lalu berbalik dengan rasa jengkel yang amat sangat. Setelah berjalan
beberapa meter, dia berhenti di bawah tiang lampu, lalu tertawa terbahak-bahak, tapi anehnya tanpa
bersuara.

Sherlock Holmes - Petualangan Sherlock Holmes di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Kalau kau berjumpa dengan pria bercambang seperti itu, dan ada saputangan merah jambu
tersembul dari kantong bajunya, itu tandanya dia suka bertaruh," katanya. "Aku berani mengatakan
16 bahwa dia lebih suka bertaruh, daripada kalau aku tawarkan uang seratus pound padanya untuk
memberiku informasi yang begitu lengkap. Nah, Watson, nampaknya kita hampir mendapatkan
jawaban atas teka-teki kita, dan yang masih perlu dipastikan adalah apakah kita perlu menemui Mrs.
Oakshott malam ini juga, atau besok pagi saja. Dari omelan penjual bebek yang kurang simpatik tadi
kita jadi tahu bahwa bukan hanya kita yang menyelidiki hal ini, dan sebaiknya aku..."
Kata-katanya tiba-tiba terhenti oleh suara ribut yang berasal dari kios yang baru saja kami
tinggalkan. Tampak seseorang yang bertubuh kecil dan berwajah tirus berdiri tepat di tengah pancaran
cahaya lampu ayun, sementara Breckinridge melongok dari pintu kiosnya sambil mengacung-acungkan
tinjunya ke arah orang yang ketakutan itu.
"Aku sudah muak melihat mukamu dan juga bebek-bebekmu," teriaknya. "Kalian setan semua.
Kalau ada yang berani menggangguku lagi dengan pertanyaan macam-macam, akan kulepaskan anjing
penggigit itu. Silakan bawa Mrs. Oakshott kemari, dan akan kuhadapi dia, tapi apa urusannya
denganmu" Aku kan tak membeli bebek darimu""
"Memang tidak, tapi salah satu bebek yang kaubeli dari Mrs. Oakshott itu milikku," rengek pria
kecil itu. "Kalau begitu, suruh saja Mrs. Oakshott untuk mengurus hal itu."
"Dia menyuruhku untuk menanyakannya padamu."
"Yah, kalau begitu tanya saja pada Raja Proosia. Muak aku jadinya. Pergi sana!" Dengan marah
Beckinridge lari mendekati pria itu, tapi dia telah menghilang di kegelapan.
"Ha, kita tak perlu pergi ke Brixton Road," bisik Holmes. "Yuk, kita lacak pria kecil tadi."
Kami menerobos orang banyak yang berkumpul di sekeliling kios kios yang terang itu. Tak
lama kemudian kami sudah menemukan pria kecil tadi dan Holmes menepuk pundaknya. Dia menoleh
dan wajahnya langsung menjadi pucat.
"Anda ini siapa" Apa yang Anda inginkan"" tanyanya dengan gemetar.
"Maafkan saya," kata Holmes dengan sopan. "Saya mendengar pertanyaan-pertanyaan yang
baru saja Anda ajukan pada penjual bebek itu.
Mungkin saya bisa membantu Anda."
"Anda" Anda ini siapa" Mana mungkin Anda tahu masalah ini""
17 "Nama saya Sherlock Holmes. Pekerjaan saya ialah mencari tahu apa yang tak diketahui orang
lain." "Tapi Anda tak mungkin tahu masalah yang ini."
"Maaf, saya tahu semuanya. Anda sedang berusaha melacak bebek-bebek yang telah dijual oleh
Mrs. Oakshott dari Brixton Road kepada penjual bebek bernama Breckinridge, yang lalu telah
menjualnya pada Mr. Windigate dari Alpha, dan dari situ lalu telah dijual ke klub di mana salah satu
anggotanya adalah Mr. Henry Baker."
"Oh, sir, kalau begitu Andalah orang yang
sebetulnya saya butuhkan," teriak pria kecil itu sambil
mengulurkan tangannya yang gemetaran. "Tak dapat saya
katakan betapa pentingnya urusan ini bagi saya."
Sherlock Holmes melambai ke sebuah kereta yang
lewat. "Kalau begitu, mari kita bicarakan di dalam ruangan
yang nyaman saja, daripada di pasar yang anginnya amat
kencang ini," katanya. "Tapi, sebelum membantu Anda
lebih jauh, bersediakah Anda menyebutkan nama Anda""
Pria itu ragu sejenak. "Nama saya John Robinson,"
jawabnya sambil melirik. "Bukan, bukan, nama Anda yang sebenarnya," kata
Holmes dengan manis. "Saya tak suka melakukan bisnis dengan orang yang memakai nama samaran."
Pipi pria asing yang pucat itu langsung menjadi merah. "Kalau begitu, baiklah," katanya. "Nama
saya sebenarnya James Ryder."
"Tepat sekali. Kepala pelayan Hotel Cosmopolitan. Silakan naik ke kereta, dan akan saya
ceritakan semua yang Anda butuhkan."
Pria kecil itu berdiri sambil memandangi kami satu per satu, setengah takut, setengah berharap,
bagaikan orang yang bingung, apakah dia akan mendapat rezeki atau malah malapetaka. Lalu dia
masuk ke kereta itu, dan setengah jam kemudian kami sudah berada di ruang duduk di Baker Street.
18 Selama perjalanan kami membisu, tapi napas teman baru kami yang agak tersengal dan tangannya yang
berkali-kali digenggam lalu dibukanya lagi, menunjukkan bahwa dia sedang gugup.
"Kita sudah sampai!" kata Holmes dengan gembira begitu kami masuk ke ruang duduk nya.
"Pada cuaca begini, paling enak duduk dekat perapian. Anda nampaknya kedinginan, Mr. Ryder.
Silakan duduk di kursi rotan itu. Saya mau pakai sandal dulu sebelum membicarakan masalah Anda.
Ya, sudah! Anda ingin tahu apa yang terjadi dengan bebek-bebek itu""
"Ya, sir." "Atau lebih tepatnya, Anda hanya tertarik pada salah satu di antaranya, yaitu yang warnanya
putih, dengan garis hitam di ekornya."
Ryder terperanjat. "Oh, sir," teriaknya, "tahukah Anda ke mana perginya bebek itu""
"Dia pernah mampir kemari."
"Ke sini""
"Ya, bebek yang luar biasa. Tak heran Anda menyukainya. Ternyata bebek itu sempat bertelur
sebelum dipanggang telurnya berwarna biru yang indah sekali. Saya simpan telur itu di tempat
penyimpanan khusus di kamar ini."
Tamu kami berdiri dan mencengkeram rak di atas perapian dengan tangan kanannya. Holmes
membuka lemari besinya, dan menunjukkan batu delima biru yang sinarnya berkilauan ke segala arah
seperti bintang gemerlapan itu. Ryder tertegun sambil memandang batu itu dengan wajah tegang, dia
ragu-ragu apakah sebaiknya menyatakan bahwa batu itu miliknya atau mengingkarinya.
"Permainan sudah selesai, Ryder" kata Holmes dengan tenang. "Tahanlah, atau kau akan jatuh
ke perapian. Tolong papah dia kembali ke kursinya, Watson. Dia belum terbiasa melakukan kejahatan
sebesar ini. Berilah dia minum sedikit brendi. Ya, begitu! Nah, kini agak baikan dia. Wah, kok penakut
sekali, ya!" Tadi pria kecil itu sempoyongan dan hampir jatuh, tapi setelah minum brendi, wajahnya kini
kelihatan agak merah. Dia duduk, memandangi temanku yang telah menangkap basah dirinya dengan
penuh ketakutan. "Hampir semuanya sudah kuketahui, dan hampir semua bukti yang diperlukan kumiliki, jadi
19 tinggal sedikit saja yang perlu kauceritakan padaku. Tapi baiklah kita bereskan sekalian yang sedikit
itu, untuk menuntaskan kasus ini. Jadi sebenarnya kau sudah tahu tentang batu delima biru milik
Countess Morcar ini, kan"'
"Catherine Cusack yang memberitahu saya,"
katanya dengan suara serak.
"Oh, pelayan wanita Countess itu. Yah, agaknya
kau tergoda untuk menjadi kaya mendadak
dengan gampang. Memang banyak orang berpikir begitu. Sayang kau kurang cermat dalam mengatur
semuanya. Tapi menurutku, Ryder, kau ini bajingan juga. Kau tahu bahwa Horner, si tukang leding itu,
pernah berbuat kejahatan sebelumnya, sehingga pasti dialah yang langsung dicurigai. Aku tahu apa
yang kaulakukan. Kau mengutak-atik jeruji perapian di kamar Countess bersama Cusack yang
bersekongkol denganmu dan kauatur supaya Horner dipanggil untuk memperbaikinya. Lalu, waktu
dia sudah selesai, kauambil kotak perhiasan itu, kau bunyikan tanda bahaya, dan tukang leding yang
sial itu pun ditangkap. Lalu, kau..."
Tiba-tiba Ryder menjatuhkan diri ke karpet dan
berlutut di depan temanku. "Demi Tuhan, kasihanilah
saya!" dia memohon. "Pikirkanlah ayah dan ibu saya!
Hati mereka akan hancur. Saya tak pernah melakukan
kejahatan sebelum ini! Dan saya berjanji tak akan
melakukannya lagi. Sungguh, saya berani sumpah
dengan Kitab Suci. Tapi, jangan bawa saya ke
pengadilan! Demi Tuhan, jangan!'
"Kembali ke kursimu!" kata Holmes dengan ketus.
"Bisa-bisanya kau memohon-mohon demikian,
padahal pernahkah kau berpikir bagaimana nasib
Horner seandainya dia dihukum padahal dia tak
bersalah apa-apa""
"Saya mau pergi, Mr. Holmes. Saya akan tinggalkan negeri ini, sir, sehingga tuntutan atas
dirinya akan dibatalkan."
"Hm! Nanti kita bicarakan soal itu lagi. Sekarang, kami ingin dengar kelanjutan ceritamu.
20 Bagaimana sampai batu itu bisa masuk ke dalam tubuh bebek, dan bagaimana sampai bebek itu bisa
sampai ke pasar" Katakan sejujurnya, kalau kau mengharap selamat."
Ryder membasahi bibirnya yang kering dengan lidahnya. "Akan saya ceritakan peristiwanya,
sir," katanya. "Ketika Horner sudah ditangkap, saya merasa sebaiknya batu itu saya singkirkan karena
mungkin saja polisi akan menggeledah saya dan kamar saya. Kalau saya sembunyikan di hotel, rasanya
tak aman juga. Maka saya lalu pergi, pura-pura ada keperluan di luar, dan saya menuju ke rumah adik
perempuan saya. Suaminya bernama Oakshott, dan mereka tinggal di Brixton Road. Pekerjaan adik
saya ialah mensuplai unggas ke pasar. Sepanjang perjalanan ke rumahnya, semua orang yang saya
jumpai di jalan tampak oleh saya bagai polisi atau detektif, sehingga walaupun udara saat itu dingin
sekali, muka saya bersimbah keringat sesampainya di Brixton Road. Adik saya bertanya apakah ada
masalah dengan saya dan mengapa saya pucat sekali. Saya jawab bahwa saya merasa kaget atas
terjadinya perampokan perhiasan di hotel. Lalu saya pergi ke halaman belakang, menyalakan rokok,
dan memikirkan apa yang sebaiknya saya perbuat.
"Saya pernah punya teman bernama Maudsley. Dia seorang penjahat, dan baru saja keluar dari
penjara Pentonville. Suatu hari dia mengunjungi saya, dan lalu bercerita panjang lebar tentang cara-cara pencuri beroperasi dan bagaimana mereka menyembunyikan barang curian mereka. Saya tahu dia
takkan mengkhianati saya, karena beberapa rahasianya ada di tangan saya. Jadi, saya putuskan untuk
mengunjunginya di Kilburn, dan mempercayakan masalah ini padanya. Dia akan mengajari saya
bagaimana menjual batu mulia tersebut. Tapi bagaimana saya bisa sampai di tempatnya dengan
selamat" Saya tak mungkin melupakan bagaimana ketakutannya diri saya ketika keluar dari hotel. Saya
bisa sewaktu-waktu ditangkap dan digeledah, dan akan ketahuanlah batu itu berada di kantong mantel
saya. Saat itu saya menyandar ke dinding sambil memandangi bebek-bebek yang berkeliaran di
sekeliling kaki saya, dan tiba-tiba saya mendapatkan ide yang jauh lebih brilian dibanding ide detektif
mana pun yang pernah ada.
"Beberapa minggu sebelumnya, adik saya mengatakan bahwa saya akan mendapat jatah seekor
bebek sebagai hadiah Natal, dan saya yakin dia bersungguh-sungguh. Nah, saya ambil saja bebek jatah
saya saat itu, dan setelah saya paksa bebek itu menelan batu itu, akan saya bawa dia ke Kilburn. Di
halaman itu ada kandang kecil, dan saya segera menuju ke belakang kandang itu untuk menangkap
salah satu bebek, yaitu yang besar, putih, dan ada garis hitam di ekornya. Setelah menangkap bebek itu,
21 saya buk a paruhnya dan saya masukkan batu itu ke dalam tenggorokannya sejauh-jauhnya. Bebek itu
mcnelannya, dan saya lihat batu itu bergerak melewati kerongkongannya dan terus ke temboloknya.
Tapi dia lalu mengepakkan sayapnya dan meronta-ronta, sehingga adik saya berlari dari dalam rumah
dan mendekati saya sambil menanyakan apa yang sedang terjadi. Ketika saya menoleh untuk
menjawab, bebek itu terlepas, dan bergabung dengan teman-temannya.
'"Kauapakan bebek itu, Jem"' tanya adik saya.
"'Yah,' kata saya, 'kaubilang kau akan memberiku seekor sebagai hadiah Natal, dan aku tadi
melihat-lihat mana yang paling gemuk.'
"'Oh,' katanya, 'kami sudah menyisihkan satu untukmu. Kami menyebutnya bebek si Jem. Yang
besar dan putih di sana itu. Saat ini ada dua puluh enam ekor. Seekor untukmu, seekor untuk kami
sendiri, dan yang dua puluh empat akan disuplai ke pasar untuk dijual.'
"'Terima kasih, Maggie,' kata saya, 'tapi kalau kau tak keberatan, aku mau yang baru saja
kupegang tadi.' "'Yang kami pilihkan untukmu malah jauh lebih gemuk,' katanya, 'dan memang sengaja
dipersiapkan untukmu.' "'Tak apa-apa. Aku ingin yang tadi itu saja, dan akan kubawa sekarang,' kata saya.
"'Sesukamulah,' katanya dengan agak gusar. 'Yang mana tadi yang kaupilih"'
"'Yang putih dan bergaris di ekornya, itu dia persis di tengah'.
"'Baiklah. Silakan kau sembelih dan bawa pulang.'
"Saya lakukan seperti apa katanya, Mr. Holmes, lalu saya bawa bebek itu ke Kilburn. Saya
ceritakan apa yang telah saya lakukan pada teman saya di sana, karena hal semacam itu tak aneh
baginya. Dia tertawa terbahak-bahak sampai tercekik, kemudian kami mengambil pisau untuk
memotong bebek itu, Jantung saya serasa berhenti berdetak, karena batu itu tak ditemukan. Saya
langsung menyadari bahwa saya telah salah ambil. Segera saya berlari ke rumah adik saya lagi, dan
langsung menuju halaman belakang. Tak terlihat seekor bebek pun di situ.
"'Di mana bebek-bebek itu, Maggie"' teriak saya.
22 "'Sudah kukirim ke penjualnya.'
"'Penjual yang mana"'
"'Breckinrigde, yang di Covent Garden.'
'"Apakah memang ada lebih dari satu yang memiliki garis di ekornya"' tanya saya. 'Sama seperti
yang kuambil"' "'Ya, Jem. Ada dua yang ekornya bergaris hitam, dan aku sendiri tak bisa membedakannya.'
"Yah, tentu saja saya jadi tahu duduk persoalannya dan saya segera berlari sekencang-kencangnya ke kios Breckinridge, tapi bebek-bebek itu sudah terjual semua, dan dia tak bersedia
memberitahu saya kepada siapa saja dia telah menjual bebek-bebek itu. Anda dengar sendiri tadi. Yah,
memang dia selalu begitu terhadap saya. Adik saya menganggap saya hampir gila. Saya sendiri pun
berpikir demikian. Dan kini... kini saya telah menjadi seorang pencuri, tanpa pernah menjamah harta
yang saya curi. Padahal untuk itu saya telah mempertaruhkan nama baik saya. Kiranya Tuhan
mengampuni saya! Tuhan, ampunilah saya!" Dia terisak-isak tertahan, wajahnya ditutupinya dengan
kedua belah tangannya. Kami terdiam selama beberapa saat.
Hanya terdengar helaan napasnya yang
panjang-panjang dan suara ujung jari
Sherlock Holmes yang mengetuk-ngetuk
pinggiran meja. Kemudian temanku berdiri,
dan membuka pintu. "Pergi!" katanya.
"Apa, sir! Oh, Tuhan memberkati
Anda!" "Tak usah ngomong apa-apa lagi. Pergi!"
Memang tak diperlukan kata-kata lagi. Segera terdengar suara orang menuruni tangga,
membanting pintu, dan berlari ke luar.
"Toh, Watson," kata Holmes sambil menggapai pipanya yang terbuat dari tanah liat, "aku tak
23 diminta polisi untuk mengemukakan apa yang tak diketahui mereka. Aku akan bertindak lain kalau
keadaan ini membahayakan Horner. Tapi orang ini tak akan tampil lagi sebagai saksi yang
memberatkan Horner, maka kasusnya akan dibatalkan. Mungkin aku sendiri telah melakukan tindak
kejahatan, ya. Tapi, ini kan dalam rangka menyelamatkan jiwa seseorang. Aku yakin orang ini tak akan
berani berbuat kejahatan lagi. Dia ketakutan sekali. Kalau kita kirim dia ke penjara, selama hidupnya
dia akan berlangganan dengan penjara, Lagi pula, bukankah saatnya tepat bagi kita untuk mengampuni
sesama pada masa Natal ini" Kita mendapat kesempatan menangani mas
alah yang aneh dan unik ini.
Bahwa akhirnya kasus ini dapat kita selesaikan, itu saja sudah merupakan upah yang memadai. Kalau
kau tak keberatan untuk membunyikan bel, Dokter, kita akan mulai penyelidikan baru, yang juga
melibatkan seekor unggas sebagai peran utamanya."
Petualangan Sherlock Holmes
LILITAN BINTIK-BINTIK Ketika kubolak balik catatan yang berisi tujuh puluh kasus aneh-aneh selama delapan tahun
terakhir ini, aku jadi tahu cara kerja temanku Holmes. Kasus-kasus itu ada yang tragis, unik, dan
bahkan menggelikan, tapi pokoknya tidak ada yang biasa-biasa saja; karena temanku ini bekerja
lebih karena dia mencintai seni menyelidiki kriminalitas daripada hanya sekadar menumpuk
kekayaan. Itulah sebabnya dia menolak menangani kasus yang biasa-biasa saja. Dia maunya kasus
yang fantastis. Tapi, di antara kasus yang macam-macam itu, menurutku tak ada yang lebih unik
dibandingkan kasus yang berhubungan dengan keluarga Roylott dari Stoke Moran, Surrey.
Peristiwa itu terjadi di awal perkenalanku dengan Holmes, yaitu ketika kami yang masih bujangan
ini tinggal bersama di sebuah kamar sewaan di Baker Street. Memang sebenarnya aku bisa
mencatatnya dari dulu-dulu, tapi aku sudah berjanji untuk merahasiakannya. Sebulan yang lalu
wanita kepada siapa aku berjanji itu mendadak meninggal, sehingga terbebaslah aku dari janjiku.
Mungkin sekaranglah saatnya untuk menuliskan kejadian yang sebenarnya, karena banyak berita
burung tersiar mengenai kematian Dr. Grimesby Roylott yang bisa membuat masalah ini lebih
menakutkan dibanding apa yang sebenarnya telah terjadi.
Di pagi awal bulan April 1883 itu aku terbangun dari tidurku, dan kulihat Sherlock Holmes
sedang berdiri di samping tempat tidurku, sudah rapi berpakaian. Dia biasanya bangun lebih siang
dariku, dan jam yang terletak di rak di atas perapian menunjukkan baru pukul tujuh lewat
seperempat. Jadi, aku menatapnya dengan heran, dan juga agak jengkel, karena tidak biasanya aku
bangun sepagi itu. "Maaf aku membangunkanmu, Watson," katanya, "tapi rupanya ada 'wabah' pagi ini. Mrs.
Hudson telah dipaksa bangun lebih pagi, lalu dia membangunkanku, dan aku pun lalu
membangunkanmu." "Ada masalah apa sebenarnya" Kebakaran""
"Tidak. Ada klien datang. Nampaknya wanita muda itu begitu gelisah ketika tiba di sini, lalu
bersikeras agar diizinkan untuk menemuiku. Dia sekarang menunggu di ruang duduk. Kalau
seorang wanita muda berkeliaran di ibu kota pagi-pagi begini, dan memaksa orang bangun dari
tidurnya, mestinya ada sesuatu yang amat mendesak yang ingin disampaikannya. Kalau kasusnya
menarik, aku yakin kau mau ikut serta. Itulah sebabnya, kupikir aku sebaiknya memberitahumu dan
menanyakan apakah kau akan mengambil kesempatan ini."
1 "Sobatku, aku tak ingin ketinggalan sedikit pun."
Tak ada yang lebih menggembirakan hatiku kecuali mengikuti penyelidikan-penyelidikan
profesional yang diiakukan oleh Holmes, dan mengagumi kesimpulan-kesimpulannya yang bisa
dengan begitu cepat didapatkannya seolah-olah langsung keluar dari intuisinya, tapi toh semua


Sherlock Holmes - Petualangan Sherlock Holmes di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

didukung oleh penjelasan yang logis. Begitulah cara Holmes menangani masalah yang
dipercayakan padanya. Cepat-cepat aku berpakaian, dan dalam beberapa menit aku sudah siap
menemani Holmes menuju ruang duduk. Seorang wanita yang tadinya duduk di dekat jendela
segera bangkit ketika kami memasuki ruangan itu. Dia berpakaian hitam dan wajahnya ditutup rapat
dengan cadar. "Selamat pagi, madam," kata Holmes dengan gembira. "Nama saya Sherlock Holmes. Dan
ini rekan sekerja saya, Dr. Watson, yang boleh Anda percayai untuk mendengarkan apa saja dari
Anda. Syukurlah Mrs. Hudson sudah menyalakan perapian. Mendekatlah ke situ, dan akan saya
pesankan secangkir kopi hangat, karena Anda menggigil."
"Saya menggigil bukan karena
kedinginan," kata wanita itu dengan suara
lirih sambil berpindah tempat duduk.
"Jadi karena apa""
"Karena ketakutan, Mr. Holmes. Teror."
Diangkatnya cadar yang menutupi
wajahnya dan kami bisa melihat bahwa dia
benar-benar sedang tercekam oleh
kerisauan yang luar biasa. Wajahnya layu
dan pucat, matanya memancarkan rasa
ngeri, mirip mata binatan
g yang sedang diburu. Melihat ciri-ciri tubuhnya, umurnya mungkin
sekitar tiga puluhan, tapi rambutnya sudah beruban dan air mukanya lesu dan letih. Sherlock
Holmes memandanginya dengan tatapannya yang tajam dan menyelidik.
"Anda tak usah takut," katanya menghibur sambil membungkuk ke depan dan menepuk-nepuk tangan wanita itu. "Kami yakin kami akan mampu meluruskan masalah Anda dengan segera.
Tadi pagi Anda datang dengan kereta api, ya""
"Kalau begitu, Anda kenal saya""
2 "Tidak, tapi saya lihat sobekan tiket kereta api di kaus tangan Anda sebelah kiri. Wah, Anda
tentunya naik dokar lewat jalanan yang kasar ke stasiun kereta api pagi-pagi sekali tadi."
Wanita itu terperanjat, dan memandang temanku dengan bingung.
"Tak ada misteri apa-apa, madam," katanya sambil tersenyum. "Ada tak kurang dari tujuh
percikan lumpur yang masih segar di lengan kanan jaket Anda. Hanya dokar yang memercikkan
lumpur seperti itu, dan juga tentunya karena Anda duduk di sebelah kiri kusirnya."
"Anda benar sekali,'' katanya. "Saya berangkat sebelum jam enam, tiba di Stasiun
Leatherhead jam enam lewat dua puluh, dan naik kereta pertama yang menuju ke Waterloo. Sir,
saya tak tahan lagi menghadapi ketegangan ini. Saya bisa jadi gila, kalau terus-terusan begini. Saya
tak bisa menceritakan ini pada siapa pun, ya, siapa pun. Hanya ada satu orang yang memperhatikan
saya, namun sayangnya dia tak bisa banyak menolong. Saya pernah mendengar tentang Anda, Mr.
Holmes, yaitu dari Mrs. Farintosh yang pernah Anda tolong. Dari dia pula saya mendapatkan alamat
Anda. Oh, sir, apakah Anda bisa menolong saya juga, paling tidak menunjukkan titik terang dalam
kegelapan yang mengelilingi saya" Saat ini, saya memang belum mampu membayar servis Anda,
tapi satu atau dua bulan lagi saya akan menikah, dan saya akan berhak atas harta warisan saya
seluruhnya. Saat itulah akan saya buktikan bahwa saya orang yang tahu berterima kasih."
Holmes pindah ke mejanya dan membuka lacinya. Dikeluarkannya buku catatan kasus-kasus
yang pernah ditanganinya.
"Farintosh," katanya. "Ah, ya, sekarang saya ingat. Kasusnya berhubungan dengan tiara
opal. Rasanya itu terjadi sebelum kau bersamaku, Watson. Saya hanya bisa mengatakan, madam,
bahwa dengan senang hati saya akan menangani kasus Anda sebaik saya menangani kasus teman
Anda. Sebagai bayarannya, pekerjaan saya itulah bayarannya, tapi silakan Anda mengganti ongkos-ongkos yang diperlukan saja dan ini pun bisa Anda lakukan kapan saja. Sekarang, silakan beberkan
kepada kami apa-apa yang bisa menolong kami menangani masalah Anda."
"Aduh!" jawab tamu kami. "Yang saya takutkan ialah karena ketakutan saya nampaknya tak
beralasan sama sekali, dan kecurigaan saya juga berdasarkan hal-hal sepele, yang mungkin bagi
orang lain tak berarti sama sekali. Bahkan satu-satunya orang yang saya anggap bisa membantu,
ketika mendengar masalah itu, menganggap saya sebagai wanita yang terlalu banyak merisaukan
sesuatu. Dia memang tak mengatakan begitu, tapi saya bisa membacanya dari tanggapan-tanggapannya yang cuma menganggap enteng masalah ini dan pandangan matanya yang sering
menghindar dari tatapan saya. Tapi saya dengar, Mr. Holmes, bahwa Anda bisa melihat jauh ke
3 dalam hati orang yang merencanakan bermacam-macam kejahatan. Mungkin Anda bisa memberi
saran, apa yang harus saya perbuat di tengah-tengah bahaya yang mengelilingi saya."
"Saya mendengarkan Anda dengan saksama, madam."
"Nama saya Helen Stoner, dan saya tinggal bersama ayah tiri saya. Dia keturunan terakhir
dari salah satu dinasti tertua di Inggris, yaitu keluarga Roylott dari Stoke Moran, di ujung sebelah
barat Surrey." Holmes mengangguk. "Saya pernah dengar nama itu," katanya.
"Dulu keluarga itu kaya raya, dan tanah milik mereka luas sekali, di sebelah utara sampai ke
Berkshire, dan di sebelah barat sampai ke Hampshire. Tapi, pada abad lalu empat keturunan mereka
memboroskan kekayaan mereka secara beruntun, dan pada Zaman Regency mereka malah gemar
berjudi, hingga akhirnya mereka benar-benar bangkrut. Tak ada yang tersisa dari kekayaan mereka
kecuali beberapa hektar tanah dan rumah berusia dua ra
tus tahun yang sudah digadaikan dengan
nilai yang cukup tinggi. Keturunan mereka yang terakhir bersikeras tetap tinggal di rumah tua itu,
walaupun dia sudah miskin sekali, tapi putra tunggalnya, yaitu ayah tiri saya, menyadari bahwa dia
harus memperbaiki kehidupannya. Dia berhasil mendapat dukungan dana dari seorang saudaranya
untuk biaya kuliahnya sampai dia menjadi seorang dokter. Lalu dia pergi ke Calcutta untuk praktek
di sana. Prakteknya laris, karena dia memang pandai dan keras hati. Tapi, suatu saat rumahnya
dirampok. Dia marah sekali pada penjaga rumahnya yang orang India asli, dan memukulnya sampai
mati. Dia nyaris dihukum mati karena kekejamannya itu. Akhirnya, dia harus mendekam di penjara
selama waktu yang lama. Setelah bebas, dia jadi pemurung dan dipenuhi kekecewaan yang
mendalam. Lalu dia memutuskan untuk kembali saja ke Inggris.
"Ketika Dr. Roylott berada di India, dia menikah dengan ibu saya, Mrs. Stoner, yang waktu
itu janda muda Mayor Jenderal Stoner, dari pasukan artileri Benggala. Saya mempunyai seorang
saudara kembar, Julia, dan kami baru berumur dua tahun ketika ibu kami menikah lagi. Ibu punya
cukup banyak uang, tak kurang dari seribu pound setahun, dan semuanya dia serahkan kepada Dr.
Roylott sementara kami lalu tinggal bersamanya. Ibu membuat ketentuan bahwa sejumlah uang
harus diberikan pada kami tiap tahunnya kalau kami sudah menikah. Belum lama kami pindah ke
Inggris, Ibu meninggal dalam kecelakaan kereta api di dekat Crewe. Itu terjadi delapan tahun yang
lalu. Dr. Roylott lalu berhenti mengupayakan kemungkinan praktek di London, dan mengajak kami
tinggal bersamanya di rumah nenek moyangnya di Stoke Moran. Uang yang ditinggalkan ibu saya
cukup untuk menghidupi kami semua, dan kelihatannya kami akan baik-baik saja.
4 "Tapi, perangai ayah tiri kami kemudian jadi berubah sama sekali. Dia tidak mau berteman
dengan siapa pun dan juga tidak pernah berkunjung ke tetangga-tetangga, padahal dulu mereka
menyambut kedatangan kami dengan gembira karena ada anggota keluarga Roylott yang kembali
menghuni Stoke Moran. Dia jarang keluar rumah kecuali kalau sedang bertengkar dengan orang-orang yang melewati halaman rumah. Sifat kasar yang mendekati maniak memang menurun pada
semua pria dari keluarga itu, dan pada ayah tiri saya, saya yakin sifatnya itu semakin menjadi-jadi
setelah pengalaman pahitnya di India. Terjadi beberapa kali keributan, dua di antaranya berakhir di
pengadilan, sehingga dia sangat ditakuti oleh seisi kampung, dan orang-orang akan segera
menyingkir kalau melihat dia mendekat. Maklumlah, dia kuat sekali dan kalau sudah marah tak bisa
mengendalikan diri. "Minggu lalu dia mencemplungkan seorang
pandai besi ke sungai, dan saya harus membayar
banyak sekali agar kasus itu tidak dimuat di surat
kabar. Dia tak memiliki teman lain kecuali orang-orang gipsi yang suka berkelana itu. Mereka
diizinkannya berkemah di tanah milik keluarganya
yang dipenuhi dengan semak belukar. Dia juga
bersedia menerima undangan mereka untuk
berkunjung ke tenda-tenda mereka, dan dia kadang-kadang berkeliaran bersama mereka selama
berminggu-minggu. Dia menyukai pula binatang-binatang dari India, yang dikirimkan kepadanya oleh
salah seorang kawannya. Saat ini, ada seekor macan
tutul dan seekor babun yang berkeliaran dengan
bebas di halaman. Binatang-binatang itu amat ditakuti oleh semua orang seperti halnya mereka
takut pada pemiliknya. "Dari kisah saya, Anda bisa membayangkan bagaimana tak nyamannya hidup Julia dan saya.
Tak ada pembantu yang betah tinggal bersama kami, dan selama ini kami sendirilah yang
mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga. Julia baru berusia tiga puluh tahun ketika meninggal,
tapi rambutnya sudah mulai memutih, seperti rambut saya."
"Jadi saudara kembar Anda sudah meninggal""
5 "Dia meninggal baru dua tahun yang lalu, dan kematiannya inilah yang ingin saya bicarakan
dengan Anda. Anda tentunya bisa memahami bahwa dengan keadaan hidup kami seperti yang sudah
saya ceritakan tadi, kami jadi jarang berhubungan dengan teman-teman seusia dan sederajat dengan
kami. Untungnya, kami mempunyai seorang bibi
, adik ibu saya yang tidak menikah, yaitu Miss
Honoria Westphail. Dia tinggal di dekat Harrow, dan kami diizinkan untuk sesekali
mengunjunginya. Julia berkunjung ke sana pada Natal dua tahun yang lalu, dan berkenalan dengan
seorang mayor angkatan laut. Mereka lalu bertunangan. Ayah tiri saya diberitahu soal ini ketika
Julia kembali ke rumah, dan dia tak keberatan dengan rencana pernikahan mereka. Tapi dua minggu
sebelum pernikahan dilangsungkan, terjadi peristiwa yang sangat mengerikan yang menyebabkan
saya kehilangan satu-satunya saudara saya."
Selama mendengarkan Miss Stoner berkisah, Sherlock Holmes berbaring di kursinya sambil
memejamkan matanya, dan kepalanya berganjalkan sebuah bantal. Tapi kini, dia agak membuka
matanya, dan memandang tamu kami.
"Tolong ceritakan sampai ke detail-detailnya," katanya.
"Tak sulit bagi saya untuk melakukannya, karena setiap bagian dari musibah itu benar-benar
tersimpan dengan baik dalam ingatan saya. Rumah bangsawan itu, seperti yang saya katakan tadi,
sudah sangat tua, dan hanya satu sayap yang kami tempati, yang terdiri dari tiga kamar tidur di
lantai dasar dan ruang duduk yang letaknya tepat di bagian tengah jgedung itu. Kamar pertama
adalah kamar Dr. Roylott, kamar kedua ditempati saudara kembar saya, dan kamar ketiga adalah
kamar saya. Tak ada pintu penghubung di antara ketiga kamar itu, tapi koridornya sama. Apakah
penuturan saya cukup jelas""
"Amat jelas." "Jendela ketiga kamar itu menghadap ke halaman. Pada malam yang mengerikan itu, Dr.
Roylott masuk ke kamarnya agak lebih awal, tapi kami tahu bahwa dia tidak langsung tertidur. Julia
menangkap bau cerutu India yang kuat, yang biasa diisapnya. Karenanya, Julia meninggalkan
kamarnya dan masuk ke kamar saya selama beberapa saat. Dia banyak membicarakan tentang
rencana pernikahannya yang sudah dekat. Pada jam sebelas, dia bangkit untuk kembali ke
kamarnya. Dia berhenti sejenak di pintu dan menengok ke arah saya.
"'Apakah kau pernah mendengar suara orang bersiul di tengah malam, Helen"'
"'Tidak,' kata saya.
6 "'Tapi kau sendiri tak pernah bersiul
dalam tidurmu, kan"'
"'Tidak. Memangnya kenapa"'
"'Beberapa malam terakhir ini, kira-kira
pada jam tiga dini hari, aku selalu mendengar
siulan lirih dengan jelas sekali. Tidurku tak
terlalu nyenyak, jadi siulan itu selalu
membangunkanku. Aku tak tahu dari mana
datangnya siulan itu mungkin dari kamar
sebelah, mungkin dari halaman. Maka aku ingin tahu apakah kau juga mendengarnya.'
"'Tidak, tak pernah. Mungkin gipsi-gipsi sialan di luar itu.'
"'Mungkin saja. Tapi, kalau suara itu berasal dari halaman, tentunya kau akan dengar juga.'
"'Ah, tapi aku kan tidur lebih nyenyak darimu.'
"'Yah, tak apa-apa, kok.' Dia tersenyum, menutup pintu, dan beberapa menit kemudian saya
mendengarnya mengunci pintu."
"Begitu," komentar Holmes. "Anda berdua selalu mengunci pintu pada malam hari""
"Selalu." "Kenapa"" "Tadi sudah saya katakan bahwa ayah tiri saya memelihara macan tutul dan babun. Kami tak
pernah merasa aman kalau tak mengunci pintu."
"Saya paham. Silakan dilanjutkan kisahnya."
"Malam itu saya tak bisa tidur. Hati saya merasa tak enak, seolah-olah akan terjadi sesuatu
yang mengerikan. Kami kan bersaudara kembar, dan Anda pasti tahu bahwa ada hubungan batin
yang sangat kuat di antara kami. Malam itu cuaca buruk sekali. Di luar angin bertiup keras dan
hujan turun dengan derasnya, menghantam jendela-jendela kami. Tiba-tiba, di tengah kebisingan
hujan dan angin ribut itu, terdengar teriakan yang memilukan dari seorang wanita yang ketakutan.
Saya tahu itu suara Julia. Saya segera melompat turun dari tempat tidur, mengenakan syal, dan
berlari ke koridor. Begitu saya membuka pintu kamar, sayup-sayup saya mendengar suara siulan
seperti yang diceritakan Julia, dan beberapa saat kemudian terdengar juga suara gemerencing,
7 sepertinya ada logam yang jatuh. Ketika saya berlari di lorong itu, terdengar suara kunci pintu
kamar Julia diputar dengan sangat pelan. Saya memandang pintu itu dengan sangat ketakutan
sambil mengira-ngira apa gerangan yang sedang terjadi. Ternyata Julia yang membuka pintu itu.
Wajahny a pucat karena ketakutan, tangannya menggapai-gapai mencari pertolongan, dan tubuhnya
sempoyongan bagaikan orang mabuk. Saya berlari mendekatinya dan memeluknya, tapi dia keburu
lemas dan jatuh ke lantai. Dia menggeliat kesakitan, dan semua anggota badannya menggigil. Pada
awalnya, saya pikir dia tak mengenali saya, tapi ketika saya membungkuk di sebelahnya, tiba-tiba
dia menjerit dengan suara mengerikan yang tak mungkin saya lupakan, 'Ya, Tuhan! Helen! Lilitan
itu! Lilitan bintik-bintik!' Ada yang ingin dia katakan lagi, tapi dia tak mampu mengucapkannya.
Hanya tangannya diangkatnya dengan susah payah dan dia menunjuk-nunjuk ke kamar ayah tiri
kami. Lalu tubuhnya mengejang. Saya segera berlari menuju kamar ayah tiri kami sambil berteriak-teriak memanggilnya. Dia pun segera bergegas keluar dari kamarnya, masih mengenakan pakaian
tidur. Ketika kami kembali ke tempat di mana Julia terbaring, dia sudah tak sadarkan diri, dan
walaupun ayah tiri kami menuangkan brendi ke tenggorokannya, dan menyuruh seseorang
memanggil dokter, semuanya sia-sia saja. Keadaan Julia menjadi gawat dengan cepatnya, dan
akhirnya dia mengembuskan napasnya yang terakhir tanpa sempat sadar kembali. Begitulah akhir
hidup saudara kembar saya."
"Sebentar," kata Holmes, "apakah Anda yakin
telah mendengar suara siulan dan logam jatuh itu"
Berani bersumpah""
"Petugas penyidik juga telah menanyakan hal
itu pada saya. Saya benar-benar yakin telah
mendengar suara-suara itu, tapi berhubung saat itu
hujan dan angin begitu dahsyatnya, dan rumah tua itu
pasti juga berkeriang-keriut, mungkin saja saya
keliru." "Apakah saudara kembar Anda berpakaian
rapi saat itu""
"Tidak, dia hanya mengenakan pakaian tidur.
Tangan kanannya menggenggam puntung korek api,
dan tangan kirinya menggenggam kotaknya."
8 "Berarti dia sempat menyalakan korek api untuk melihat ke sekeliling kamarnya, ketika
malapetaka tersebut menimpa dirinya. Itu penting. Apa kesimpulan petugas penyidik""
"Dia menyelidiki kasus ini dengan saksama, karena kebrutalan Dr. Roylott sudah termasyhur
di seluruh desa. Tapi dia tak berhasil menemukan penyebab kematian saudara kembar saya. Saya
menyatakan bahwa pintu kamar Julia memang terkunci dari dalam dan jendela-jendelanya selalu
terpalang dengan besi pada malam hari. Dinding-dinding dan lantai kamar juga diperiksa dengan
teliti, tapi hasilnya tetap nihil. Ada cerobong asap yang lubangnya memang cukup besar, tapi telah
disekat dengan empat jeruji besar. Jadi, saya yakin Julia sendirian di kamarnya ketika malapetaka
itu menimpanya. Di samping itu, tak ada tanda-tanda bahwa telah terjadi penganiayaan."
"Bagaimana dengan racun""
"Para dokter memeriksa kemungkinan itu, tapi tak ada hasilnya."
"Kalau begitu, menurut Anda, apa yang menyebabkan kemadan saudara kembar Anda""
"Saya yakin bahwa kematiannya disebabkan oleh ketakutan dan kengeriannya yang luar
biasa, tapi saya tidak tahu apa yang telah begitu menakutkannya."
"Apakah pada saat itu ada orang-orang gipsi berkemah di halaman""
"Ya, hampir setiap saat ada orang-orang gipsi di sana."
"Ah, dan menurut Anda, apa yang dimaksudkan oleh saudara kembar Anda dengan lilitan...
lilitan bintik-bintik itu""
"Kadang-kadang, saya berpikir mungkin dia hanya mengigau saja, atau mungkinkah
maksudnya iring-iringan orang gipsi di perkemahan itu" Saya tak tahu apakah saputangan bintik-bintik yang dililitkan di dahi para gipsi itu telah menimbulkan ide itu pada Julia."
Holmes menggelengkan kepalanya, nampaknya dia tak merasa puas.
"Wah, rumit sekali," katanya. "Silakan dilanjutkan ceritanya."
"Dua tahun telah berlalu sejak peristiwa itu, dan hidup saya jadi semakin sunyi. Tapi,
sebulan yang lalu, seorang teman lama melamar dan mengajak saya menikah. Namanya Armitage
Percy Armitage putra kedua Mr. Armitage yang tinggal di Crane Water, dekat Reading. Ayah tiri
saya tak keberatan dengan rencana kami ini, dan pernikahan kami akan dilangsungkan pada musim
semi yang akan datang. Dua hari yang lalu, tempat tinggal kami mulai diperbaiki, dan tembok
kamar saya juga perlu dijebol, sehingga untuk sementara saya terpaksa mengungsi ke kamar
9 saudara kembar saya. Jadi, saya tidur di tempat tidur yang dulu dipakai Julia, di kamar di mana Julia
menemui ajalnya. Dan bayangkan, betapa terkejutnya saya ketika tadi malam, sedang saya
merenungkan nasib Julia yang malang, tiba-tiba terdengar siulan lemah yang merupakan pertanda
kematiannya. Saya segera meloncat dan menyalakan lampu, tapi tak terlihat apa-apa di kamar itu.
Saya menjadi sangat ketakutan, dan tak ingin tidur lagi. Lalu saya berpakaian, dan begitu hari sudah
agak terang, saya diam-diam menyelinap ke luar rumah, memanggil dokar di Crown Inn, dan
berangkat ke Stasiun Leatherhead. Dari sana saya lalu menuju kemari untuk meminta bantuan
Anda." "Anda telah bertindak bijaksana," kata temanku. "Apakah Anda sudah menceritakan


Sherlock Holmes - Petualangan Sherlock Holmes di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

selengkapnya"" "Ya, sudah semua."
"Miss Stoner, ada yang belum. Anda menutup-nutupi tingkah laku ayah tiri Anda."
"Apa maksud Anda""
Untuk menjawab ini, Holmes menarik kerutan renda hitam di ujung lengan baju Miss
Stoner. Tampaklah noda-noda lebam di pergelangan tangannya yang putih, jelas bekas tindihan jari-jari seseorang.
"Anda diperlakukan dengan kejam oleh ayah tiri Anda," kata Holmes.
Wajah wanita itu memerah, dan dia segera menutupi pergelangan tangannya yang terluka
itu. "Dia orangnya susah dimengerti," katanya, "dan dia tak sadar akan kekuatannya."
Untuk beberapa saat kami terdiam. Holmes bertopang dagu sambil memandangi api yang
berkobar-kobar. "Kasus ini amat rumit," akhirnya dia berkata. "Ada ribuan detail yang ingin saya ketahui
sebelum memutuskan harus bertindak apa. Tapi, kita tak boleh membuang waktu. Kalau kami bisa
ke Stoke Moran hari ini, bisakah kami memeriksa semua kamar dan ruangan tanpa setahu ayah dri
Anda"" "Kebetulan, dia mengatakan mau ke kota hari ini karena ada urusan penting. Dia mungkin
akan pergi seharian, jadi Anda tak akan terganggu. Kini kami punya seorang pembantu, tapi dia
sudah tua dan agak tolol. Saya bisa mengatur agar dia keluar pada saat Anda berada di sana."
10 "Bagus. Kau mau ikut, Watson""
"Dengan senang hati."
"Jadi kami berangkat berdua. Apa yang akan Anda lakukan sekarang""
"Ada satu-dua hal yang perlu saya kerjakan di kota. Tapi saya akan pulang dengan kereta api
jam dua belas, supaya saya berada di rumah kalau Anda tiba di sana."
"Kami akan tiba selewat tengah hari. Saya juga harus menyelesaikan sedikit urusan dulu.
Mau tunggu di sini dan makan pagi bersama kami""
"Tidak, saya harus pergi. Hati saya sudah agak tenteram sehabis menceritakan apa yang
mengganggu saya kepada Anda. Kedatangan Anda sangat saya harapkan siang nanti." Dia
menurunkan penutup mukanya, lalu meninggalkan ruangan.
"Dan, apa komentarmu atas semua ini, Watson"" tanya Sherlock Holmes sambil kembali
berbaring di kursinya. "Kasus ini nampaknya amat rumit dan menakutkan."
"Memang." "Tapi kalau wanita tadi benar, yaitu bahwa lantai dan tembok kamarnya betul-betul kuat, dan
bahwa pintu, jendela, dan cerobong asapnya tak mungkin dilewati orang, maka tak diragukan lagi
bahwa saudara kembarnya hanya sendirian di dalam kamarnya waktu malapetaka itu terjadi."
"Lalu, apa maksudnya dengan siulan di malam hari itu, dan kata-katanya yang aneh
menjelang ajalnya""
"Aku tak tahu."
"Coba kalau dirangkaikan semuanya: siulan di malam hari, rombongan gipsi yang berteman
baik dengan dokter tua itu, upayanya untuk mencegah pernikahan anak tirinya, terlihatnya lilitan
yang mungkin menyebabkan kematian saudara kembar wanita tadi, dan akhirnya kenyataan bahwa
Miss Stoner mendengar suara logam jatuh, yang mungkin sekali merupakan suara seseorang yang
sedang mengembalikan salah satu palang besi yang telah dibuka sebelumnya. Kurasa misteri ini
bisa ditangani dari jalur-jalur ini."
"Tapi, apa gerangan yang telah dilakukan orang-orang gipsi itu""
"Entahlah." 11 "Aku keberatan dengan teori semacam itu."
"Aku juga demikian. Itulah sebabnya kita harus pergi ke Stoke Moran hari ini juga. Aku
ingin membuktikan apakah keberatan-keberatan kita cukup fatal, atau ada penjelasannya. Astaga,
apa itu!" Seruan itu terlontar dari mulut temanku
karena pintu ruangan tiba-tiba terbuka, dan
seseorang yang tinggi besar
berdiri di sana. Pakaiannya aneh, campuran antara seorang dokter
dan petani. Ia memakai topi yang ujungnya
berwarna hitam, mantel panjang, dan sepasang
penutup kaki yang ketat. Sebuah cemeti untuk
berburu tergantung di tangannya. Demikian
tingginya orang itu sehingga ujung topinya
menyentuh langit-langit pintu, dan lebar badannya
serasa memenuhi pintu itu. Wajahnya lebar, penuh
dengan kerutan, coklat terbakar matahari, dan
memancarkan kejahatan. Dia memandangi kami satu
per satu. Matanya yang dalam dan tajam, serta
hidungnya yang tinggi tapi kurus, membuatnya
mirip burung yang sedang mengintip mangsanya.
"Mana yang bernama Holmes"" tanya sosok yang tak diundang ini.
"Saya, sir, tapi saya belum tahu nama Anda," kata temanku dengan kalem.
"Aku Dr. Grimesby Roylott dari Stoke Moran."
"Begitu ya, Dokter," kata Holmes dengan sopan. "Silakan duduk."
"Tak usah. Anak tiriku tadi kemari. Aku ikuti dia. Apa saja yang diceritakannya padamu""
"Cuacanya agak dingin. Biasanya pada musim begini tak sedingin ini," kata Holmes.
"Apa saja yang diceritakannya padamu"" teriak pria tua itu dengan marah.
"Tapi nampaknya crocus tetap akan berbunga," lanjut temanku dengan tenang.
"Ha! Tak bersedia menjawab, ya"" kata tamu kami sambil melangkah maju, dan
12 mengguncang-guncang cemeti yang ada di tangannya. "Aku tahu kau ini siapa, bangsat! Aku
mendengar banyak tentangmu. Kau Holmes si tukang ikut campur urusan orang."
Temanku tersenyum. "Holmes yang sok sibuk!"
Senyum temanku bertambah lebar.
"Holmes boneka Scotland Yard."
Holmes tergelak. "Omongan Anda membuat hati saya gembira," katanya. "Tapi, kalau Anda
mau puiang, jangan lupa tutup pintu itu, ya, soalnya anginnya kencang sekali."
"Aku baru akan pergi setelah omonganku selesai. Jangan sekali-kali kau berani mencampuri
urusanku. Aku tahu Miss Stoner tadi kemari kuikuti dia! Awas, kalau kau berani mencemarkan
namaku! Lihat ini." Dia maju ke depan dengan sigap, mengambil alat pengorek api, dan
menekannya dengan kedua tangannya yang besar sehingga alat baja itu jadi melengkung.
"Lebih baik kau menjauh dariku," gertaknya sambil melemparkan alat itu ke perapian. Lalu
dia meninggalkan ruangan. "Ramah, ya," kata Holmes sambil tertawa. "Badanku memang tak
begitu besar, tapi kalau saja dia tak keburu pulang, mungkin akan kuperlihatkan padanya bahwa
tanganku tak lebih lemah dibanding tangannya." Sementara berkata demikian, dia mengambil alat
pengorek api tadi, dan tiba-tiba meluruskannya kembali.
"Bayangkan sikapnya yang sangat menghina pekerjaanku. Semangatku malah terbakar
karenanya. Moga-moga tamu kita yang datang lebih dulu tadi tak diapa-apakannya karena telah
lancang pergi tanpa sepengetahuannya. Dan sekarang, Watson, mari kita pesan makanan pagi, lalu
aku mau pergi ke Lembaga Kedokteran untuk mencari data yang mungkin berguna bagi kita dalam
menyelidiki kasus ini."
Holmes kembali dari lawatannya hampir jam satu siang dengan membawa secarik kertas
berwarna biru yang penuh dengan catatan dan angka-angka.
"Aku mendapatkan surat warisan istrinya yang telah meninggal," katanya. "Untuk mengerti
maksudnya aku harus menyesuaikan nilai uang yang ditanamkan itu. Jumlah warisan seluruhnya,
yang pada saat kematian istrinya berjumlah hampir 1.100 pound, sekarang nilainya tinggal 750
karena jatuhnya harga produk-produk pertanian. Masing-masing anak mendapat jatah 250 pada saat
pernikahan mereka. Jadi jelas, kalau kedua gadis itu menikah, jumlah uang untuknya akan tinggal
sangat sedikit. Bahkan kalau satu saja yang menikah, itu akan cukup mengganggu ekonominya.
13 Kepergianku sepagian tadi tidak sia-sia, karena aku mendapatkan bukti bahwa dia punya alasan
kuat untuk merintangi apa pun yang akan mengurangi pendapatannya. Dan sekarang, Watson, kita
tak boleh buang-buang waktu untuk hal yang cukup serius ini, apalagi orang tua itu tahu bahwa kita
bermaksud menyelidiki kasusnya. Kalau kau sudah siap, kita akan segera naik kereta ke Waterloo.
Sebaiknya kaubawa pistol Eley nomor 2, siapa tahu itu akan kita perlukan kalau kita sampai
bertengkar dengan orang tua yang telah membengkokkan alat pengorek api dari baja
itu. Juga silakan bawa sikat gigi. Kurasa itu saja cukup."
Setibanya di Waterloo kami cukup mujur karena masih bisa menumpang kereta api yang
menuju ke Leatherhead. Kami lalu menyewa kereta di penginapan stasiun, dan segera menuju ke
daerah pedesaan Surrey yang indah yang berjarak sekitar tujuh atau delapan kilometer dari situ.
Hari itu cerah sekali. Matahari bersinar terang, dan hanya ada beberapa awan tipis di langit. Pohon-pohon dan tanaman di sepanjang jalan baru saja menghijau, dan bau tanah yang lembap memenuhi
udara. Bagiku, suasana awal musim semi yang indah ini kontras sekali dengan masalah seram yang
sedang kami selidiki. Temanku duduk di depan, tangannya dilipat, topinya diturunkan sampai ke
dahinya, dan dagunya melorot sampai ke dadanya. Dia sedang berpikir keras. Tapi, tiba-tiba dia
menegakkan duduknya dan menepuk bahuku sambil menunjuk ke seberang padang rumput.
"Lihat di sana itu!" katanya.
Sebuah halaman yang dipenuhi kayu-kayuan memanjang sepanjang lereng, makin ke atas
makin lebat. Di antara cabang cabang pepohonan itu terlihatlah sebuah gedung kuno yang besar.
Dinding rumahnya berbentuk segi tiga berwarna abu-abu dan atapnya setinggi pohon.
"Stoke Moran"" tanyanya.
"Ya, sir, rumah Dr. Grimesby Roylott"
jawab kusir kereta. "Tempat itu sedang dibangun, kan"" kata
Holmes. "Kami mau ke sana."
"Desa ada di sebelah situ," kata kusir
kereta sambil menunjuk atap-atap rumah di
sebelah kiri di kejauhan. "Tapi kalau Anda
ingin masuk ke rumah itu, lebih dekat lewat
tangga ini, lalu ke jalan setapak melewati ladang-ladang. Itu... yang sedang dilewati wanita itu."
14 "Dia tentunya Miss Stoner," Holmes mengamati sambil melindungi matanya dari sinar
matahari. "Ya, saya kira kami akan melakukan apa yang Anda sarankan."
Kami turun dari kereta, membayar ongkosnya, dan kereta pun kembali ke Leatherhead.
"Kupikir," kata Holmes ketika kami menaiki tangga, "kusir ini sebaiknya menganggap
bahwa kita kemari sebagai arsitek atau sedang ada suatu bisnis. Dengan demikian dia tak akan
menyebarkan berita macam-macam. Selamat siang, Miss Stoner. Anda lihat, kami memenuhi janji
kami." Klien yang tadi pagi mengunjungi kami bergegas menyambut kami. Wajahnya
memancarkan kegembiraan. "Saya telah menunggu-nunggu kedatangan Anda berdua," teriaknya
sambil menyalami kami dengan hangat. "Semuanya beres. Dr. Roylott pergi ke kota, dan
nampaknya baru akan kembali nanti malam."
"Kami telah berjumpa dengan Dr. Roylott," kata Holmes, dan dengan singkat diceritakannya
apa yang telah terjadi. Miss Stoner menjadi pucat pasi ketika mendengar penuturan Holmes.
"Ya, Tuhan!" teriaknya. "Jadi dia tadi membuntuti saya."
"Nampaknya begitu."
"Dia begitu cerdik sehingga saya tak tahu kapan saya bisa melepaskan diri darinya. Apa
katanya nanti kalau dia pulang""
"Dia perlu berhati-hati, karena orang yang lebih cerdik darinya sedang membuntutinya.
Anda harus menghindar darinya malam nanti. Kalau dia berbuat kasar, kami akan ungsikan Anda ke
bibi Anda di Harrow. Sekarang, kami harus memanfaatkan waktu yang ada. Bisakah Anda langsung
mengantar kami ke kamar-kamar yang perlu diamati""
Gedung itu terbuat dari batu berwarna abu-abu yang sudah berlumut. Bagian tengahnya
tinggi sekali, sedangkan dua bangunan sampingnya membelok ke arah berlawanan bagaikan cakar
kepiting. Pada salah satu bangunan samping ini, jendelanya sudah banyak yang rusak dan dipalang
di sana-sini dengan papan, sedangkan atapnya sudah agak berlubang seperti mau runtuh. Bagian
tengahnya agak lumayan, dan bangunan samping sebelah kanan agak modern. Kerai-kerai yang
menutupi jendela, dan asap biru yang keluar dari cerobong, menandakan bahwa bagian inilah yang
berpenghuni. Beberapa perancah telah dibangun di ujung dinding, dan sebagian dinding batu telah
dirobohkan, tapi tak terlihat ada tukang sedang bekerja waktu kami di situ. Holmes berjalan
perlahan lahan di halaman yang tumbuhannya sudah lama tak dipangkas itu, dan mengamati bagian
15 bagian luar jendela dengan teiliti.
"Tentunya ini jendela kamar Anda, dan yang di
tengah itu jendela kamar saudara kembar Anda,
sedangkan yang satunya yang dekat g
edung utama milik Dr. Roylott. Betulkah""
"Tepat sekali. Tapi sekarang saya tidur di
kamar yang tengah." "Menunggu sampai perbaikan yang dilakukan
selesai, kan" Omong-omong, tembok ujung itu
rasanya tak perlu diperbaiki."
"Memang tak perlu. Saya yakin itu hanya
alasan saja supaya saya pindah dari kamar
saya." "Ah! Itu mencurigakan. Di sebelah sana ada
koridor yang menghubungkan ketiga kamar itu.
Tentunya ada jendela yang menghadap ke situ, kan""
"Ya, tapi jendela jendela itu kecil sekali, tak mungkin dilewati orang."
"Anda berdua juga selalu mengunci pintu pada malam hari, jadi tak mungkin orang masuk
dari arah koridor. Sekarang, bisakah Anda masuk ke kamar Anda dan memasang palang jendelanya
dari dalam"" Miss Stoner melakukan apa yang diminta, dan Holmes, setelah mengamati dengan saksama
lewat jendela yang terbuka, mencoba membuka palang itu dengan berbagai cara, tapi sia-sia. Tak
ada lubang sedikit pun yang bisa dipakai untuk menyelipkan pisau guna mengangkat palang itu.
Kemudian diamatinya engsel-engsel jendela dengan lensanya, tapi ternyata semuanya terbuat dari
besi yang kokoh, dan terpasang dengan kuat pula. "Hm!" katanya sambil menggaruk-garuk dagunya
tanda keheranan. "Teoriku mengalami kesulitan. Jendela ini tak mungkin dilewati orang kalau
sedang dipalang Yah, mari kita lihat bagian dalam kamar. Mungkin ada sesuatu yang berguna bagi
penyelesaian masalah ini."
Kami memasuki koridor yang bercat putih lewat pintu samping yang kecil. Ketiga kamar itu
membuka ke arah koridor ini. Holmes tak berminat mengamati kamar ketiga, maka kami langsung
16 menuju ke kamar kedua yang kini ditempati Miss Stoner. Di kamar inilah saudara kembarnya
menemui ajalnya. Kamar itu kecil dan bersahaja. Atapnya rendah dan perapiannya tak berfungsi.
Benar-benar seperti layaknya sebuah kamar di rumah pedesaan kuno. Ada lemari berlaci di salah
satu sudut, tempat tidur kecil berseprai putih di sudut lainnya, dan meja rias di sebelah kiri jendela.
Selain dua kursi anyaman kecil, dan karpet berbentuk persegi yang terletak di tengah ruangan, tak
ada lagi perabotan di kamar itu. Lantai dan lis pada dindingnya berwarna coklat muda, terbuat dari
kayu ek yang sudah dimakan ulat. Sudah begitu tua usianya, mungkin telah ada sejak rumah itu
dibangun. Holmes menarik sebuah kursi ke salah satu sudut kamar, lalu duduk di situ dengan tenang
sambil matanya mengitari semua sudut kamar itu, mengamati setiap detail yang ada.
"Dihubungkan ke mana bel itu"" tanyanya pada akhirnya sambil menunjuk tali bel yang
tebal yang tergantung di samping tempat tidur. Ujung tali bel itu tergeletak di bantal.
"Ke kamar pembantu rumah tangga."
"Nampaknya belum lama dipasang""
"Ya, baru dipasang dua tahun yang lalu."
"Saudara kembar Andakah yang minta dipasangi itu""
"Tidak, dia bahkan tak pernah mempergunakannya. Kami biasa melakukan apa-apa sendiri."
"Oh, begitu. Jadi, rasanya tali bel yang bagus itu sebenarnya tak perlu ada di situ. Maaf, saya
ingin mengamati lantai ini sebentar." Dia mem-bungkuk dengan membawa lensa pembesar di
tangannya. Lalu dia merangkak ke sana kemari dengan cepat, mengamati semua celah yang ada di
lantai papan itu. Kemudian diperiksanya dengan teliti lis kayu pada dindingnya. Akhirnya dia
berjalan ke tempat tidur dan memperhatikannya selama beberapa saat sambil matanya juga
memandangi tembok, ke atas dan ke bawah beberapa kali. Lalu diambilnya tali bel itu dan
ditariknya keras-keras. "Lho, bel ini cuma bohongan," katanya.
"Tak berbunyi""
"Tidak, bahkan tak ada sambungan listriknya. Wah, ini menarik sekali. Lihatlah, tali ini
diikat-kan ke cantelan tepat di atas lubang ventilasi itu."
"Aneh sekali! Saya tak pernah memperhatikannya sebelumnya."
"Ya, aneh sekali!" gumam Holmes sambil menarik tali itu. "Ada beberapa keganjilan di
17 kamar ini. Misalnya, tukangnya pasti tolol sekali karena telah membuat lubang ventilasi yang
membuka ke kamar lain, padahal seharusnya membuka ke udara luar!"
"Lubang ventilasi itu juga belum lama dibuat-nya," kata wanita itu.
"Hampir bersamaan dengan tali bel ini"" komentar Holmes.
"Ya, waktu itu ada beberapa bagian rumah yang
diubah." "Menarik sekali... tali bel bohongan dan lubang ventilasi yang salah penempatannya. Kalau
Anda mengizinkan, Miss Stoner, mari kita lanjutkan penyelidikan kita ke kamar sebelah."
Kamar Dr. Grimesby Roylott lebih luas dibanding kamar anak tirinya, tapi perabotannya
sama bersahajanya. Terlihat ada tempat tidur lipat, rak kayu yang penuh dengan buku-buku
kedokteran, kursi berlengan di samping tempat tidur, kursi kayu biasa di dekat dinding, meja
bundar, dan lemari besi yang besar. Holmes berjalan pelan-pelan mengitari kamar itu dan
mengamati setiap barang yang ada di situ dengan penuh minat.
"Apa isinya ini"" tanyanya
sambil mengetuk lemari besi.


Sherlock Holmes - Petualangan Sherlock Holmes di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Surat-surat bisnis ayah tiri
saya." "Oh! Kalau begitu Anda pernah
melihat isi lemari besi ini""
"Hanya sekali, beberapa tahun
yang lalu. Saya ingat isinya penuh
dengan surat-surat."
"Tak ada kucing di dalamnya, misalnya""
"Tentu tidak. Anda kok aneh-aneh saja."
"Tapi, coba lihat ini!" Dia mengangkat semangkuk kecil susu yang terletak di atas lemari
besi itu. "Tidak, kami tak memelihara kucing. Hanya macan tutul dan babun."
"Ah, ya, tentu saja! Yah, macan tutul memang sebangsa kucing, tapi menurut saya,
semangkuk kecil susu tak akan cukup untuknya. Ada satu hal yang ingin saya pastikan." Dia
18 berjongkok di depan kursi kayu itu, dan mengamati bagian tempat duduknya dengan penuh
perhatian. "Terima kasih. Sudah cukup sekarang," katanya sambil bangkit berdiri dan menaruh
lensanya kembali ke sakunya. "Hai! Ada sesuatu yang menarik dl sini!"
Yang menarik perhatiannya adalah cambuk kecil yang tergantung di salah satu ujung tempat
tidur. Tapi cambuk itu tergulung dan diikat bagaikan pusaran air.
"Apa pendapatmu tentang cambuk itu, Watson""
"Cambuk biasa saja. Cuma aku tak tahu, kenapa mesti diikat begitu."
"Biasanya tak diikat, ya" Ah, aku ini! Dunia penuh dengan kejahatan, dan kalau orang pintar
berpikiran jahat, alangkah mengerikan jadinya. Saya kira cukup sampai di sini pengamatan saya,
Miss Stoner, dan izinkanlah saya pulang melalui halaman yang berumput itu."
Tak pernah aku melihat wajah temanku begitu muram, atau keningnya begitu gelap, begitu
dia selesai dengan penyelidikannya kali ini. Kami telah mengitari padang rumput itu beberapa kali.
Baik Miss Stoner maupun aku sendiri tak ada yang berani mengajaknya bicara, karena kami tak
ingin mengganggu pikirannya yang sedang bekerja.
"Saya minta, Miss Stoner," katanya, "Anda betul-betul bersedia mengikuti nasihat saya sampai yang
sekecil-kecilnya." "Saya bersedia."
"Masalah ini amat serius, sehingga tak boleh ada
keragu-raguan sedikit pun. Hidup Anda tergantung pada
ketaatan Anda menjalankan petunjuk saya."
"Saya menjamin bahwa saya akan menuruti apa
pun perintah Anda." "Pertama, saya dan teman saya harus tinggal di
kamar Anda malam ini."
Kami berdua memandangnya dengan heran.
"Ya, harus begitu. Biar saya jelaskan. Saya rasa, di
seberang ada penginapan, kan""
19 "Ya, Penginapan Crown."
"Baik. Jendela Anda terlihat dari sana""
"Betul." "Kalau ayah tiri Anda kembali, Anda masuk dan tinggal saja di dalam kamar, pura-pura sakit
kepala. Kalau dia sudah tidur, bukalah jendela Anda, taruhlah lampu di jendela itu sebagai tanda
bagi kami. Lalu pindahlah ke kamar Anda sendiri dengan membawa perlengkapan-perlengkapan
yang Anda butuhkan. Saya yakin, walaupun kamar itu sedang diperbaiki, Anda pasti bisa
menggunakannya untuk semalam saja."
"Oh, ya. Gampang."
"Selanjutnya, semuanya urusan kami."
"Tapi, apa yang akan Anda berdua lakukan""
"Kami akan tinggal di kamar Anda, dan menyelidiki dari mana datangnya suara yang telah
mengganggu Anda itu."
"Mr. Holmes, Anda pasti telah menarik kesimpulan," kata Miss Stoner sambil memegang
lengan temanku. "Mungkin saja."
"Kalau begitu, saya mohon katakanlah apa yang menyebabkan kematian saudara kembar
saya." "Lebih baik dibuktikan dulu kebenarannya sebelum saya berkata apa-apa."
"Paling tidak, katakanlah apakah perkiraan saya benar, bahwa Julia meninggal karena rasa
terkejut yang amat sangat."
"Menurut saya, tidak. Saya rasa ada sebab lain yang lebih masuk akal. Sekarang, Miss
Stoner, kami permisi dulu,
karena kalau Dr. Roylott kembali dan melihat kami, maka perjalanan
kami kemari akan jadi sia-sia. Sampai nanti, dan jangan takut, karena kalau Anda kerjakan yang
saya pesankan, percayalah, Anda akan terhindar dari segala bahaya yang meng-ancam Anda."
Kami tak menemui kesulitan untuk mendapatkan kamar yang ada ruang duduknya di
Penginapan Crown. Kamar itu terletak di lantai atas, dan dari jendela kamar itu kami bisa melihat
pintu masuk dan bagian gedung Stoke Moran yang dihuni. Pada petang hari, kami melihat Dr.
20 Grimesby Roylott lewat berkereta di jalan, tubuhnya yang besar sangat kontras dengan tubuh
pemuda yang menjadi kusirnya. Anak muda itu mengalami sedikit kesulitan waktu hendak
membuka pintu gerbang besi yang berat itu, dan kami mendengar suara serak dokter itu yang
marah-marah kepadanya sambil mengepal-ngepalkan tinjunya. Kereta itu segera berlalu, dan
beberapa menit kemudian kami melihat cahaya lampu di antara pohon-pohon, bersamaan dengan
dinyalakannya lampu di salah satu ruang duduk rumah besar itu.
"Begini, Watson," kata Holmes ketika kami duduk berdua dalam kegelapan, "kurasa
sebaiknya kau tak usah ikut malam ini. Tugas ini mengandung bahaya."
"Apakah kehadiranku bisa membantu""
"Sangat berarti."
"Kalau begitu aku harus berangkat."
"Kau baik sekali."
"Kau katakan ada bahaya. Kau pasti telah melihat lebih banyak di kamar kamar tadi dan
padaku." "Tidak juga, tapi aku mungkin lebih banyak membuat kesimpulan. Sebetulnya apa yang
kulihat sama dengan apa yang kaulihat."
"Rasanya tak ada yang istimewa kecuali tali bel tadi, tapi untuk apa barang itu ada di situ,
aku tak bisa membayangkan."
"Kau juga lihat lubang ventilasi itu, kan""
"Ya, tapi kurasa kalau ada lubang macam begitu di antara dua kamar, itu kan biasa saja.
Lubang itu kecil sekali. Tikus saja susah melewatinya."
"Sebelum kita pergi ke Stoke Moran, aku sudah tahu bahwa kita akan menemukan lubang
ventilasi." "Ya ampun, Holmes!"
"Oh, ya, aku tak bohong. Kauingat ketika Miss Stoner mengatakan bahwa saudara
kembarnya mencium bau cerutu Dr. Roylott. Itu menunjukkan bahwa pasti ada celah di antara
kedua kamar itu. Tentunya amat kecil, karena kalau lubang itu besar pasti sudah ditanyakan oleh
petugas penyidik desa. Begitulah kenapa aku sampai menyimpulkan adanya lubang ven-tilasi."
21 "Kejahatan apa yang bisa dilakukan melalui lubang sekecil itu""
"Yah, paling tidak ada beberapa kebetulan soal waktu. Dibuatnya lubang ventilasi,
digantungkannya tali, dan meninggalnya wanita yang tidur di tempat tidur itu. Apakah kebetulan-kebetulan ini tak mengherankanmu""
"Aku tak melihat hubungannya."
"Apakah kauperhatikan bahwa tempat tidur itu agak aneh""
"Tidak." "Tempat tidur itu diikat ke lantai. Pernahkah kau melihat tempat tidur diikat seperti itu""
"Memang tak pernah."
"Jadi wanita itu tidak bisa menggeser tempat tidurnya. Posisinya terhadap lubang ventilasi
dan tali bel itu akan selalu begitu, karena jelas bahwa tali itu memang tak dimaksudkan untuk
membunyikan bel." "Holmes," teriakku, "aku mulai mengerti arah pembicaraanmu. Kalau begitu, kita datang
tepat pada waktunya untuk mencegah terjadinya kejahatan yang licik dan mengerikan."
"Cukup licik dan cukup mengerikan. Kalau seorang dokter tak beres hidupnya, dia akan
langsung jadi penjahat. Dia punya keberanian dan keahlian untuk itu. Contohnya Palmer dan
Pritchard yang sebenarnya adalah dokter-dokter terkenal. Dokter yang satu ini malah melakukan
sesuatu yang lebih canggih dari mereka. Tapi, Watson, kurasa kita akan bisa melakukan sesuatu
yang jauh lebih canggih lagi. Kita akan melewati malam yang cukup menakutkan nanti, jadi ayolah
santai sejenak dengan mengisap pipa sambil memikirkan hal-hal yang menyenangkan."
Kira-kira pukul sembilan malam, cahaya di antara pepohonan lenyap, dan rumah bangsawan
itu diselimuti kegelapan. Waktu terasa berlalu dengan lambat sekali. Dua jam kemudian, ketika jam
berdentang sebelas kali, sepercik sinar kecil bercahaya tepat di depan kami.
"Itu tanda untuk kita," kata Holmes sambil bersiap pergi. "Cahaya lampu itu berasal dari
jendela kamar yang di tengah."
Ketika kami hendak keluar
, dia menjelaskan kepada pemilik penginapan bahwa kami akan
mengunjungi saudara kami dan mungkin baru kembali esok hari. Sejenak kemudian kami sudah
berada di jalan yang gelap gulita. Angin dingin berembus menerpa wajah kami, dan hanya sinar
kecil di depan kami itulah yang menuntun kami menuju tugas yang tak menyenangkan ini.
22 Kami mengalami sedikit kesulitan ketika memasuki halaman, karena ada reruntuhan tembok
di sebagian halaman. Setelah melewati pepohonan, kami tiba di halaman yang berumput. Kami
menyeberang, dan tibalah saatnya untuk masuk lewat jendela. Tiba-tiba dari semak-semak, muncul
sesosok tubuh yang mengerikan mirip anak kecil. Ia menjatuhkan diri ke rerumputan dan
menggeliat-geliat, lalu berlari menghilang di kegelapan.
"Ya, Tuhan!" bisikku. "Kaulihat""
Untuk sesaat Holmes juga terperanjat seperti diriku.
Tangannya mencengkeram tanganku dengan erat karena
kagetnya. Kemudian dia tertawa tertahan, dan
mendekatkan bibirnya ke telingaku.
"Rumah yang menyenangkan," gumamnya. "Tadi itu si
babun." Aku lupa bahwa dokter itu memelihara binatang-binatang aneh. Masih ada macan tutul juga. Jangan-jangan malah tiba-tiba melompat ke bahu kami. Kuakui
betapa leganya hatiku setelah mengikuti Holmes
melompati jendela, dan masuk ke kamar itu. Dengan
hati-hati temanku mengembalikan palang jendela,
memindahkan lampu ke meja, dan mengamati
sekeliling ruangan. Semuanya masih tetap sama seperti yang kami lihat tadi siang. Kemudian dia
mendekatiku dan berbisik begitu perlahannya sehingga aku harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk
dapat menangkap kata-katanya, "Suara sedikit saja akan membuyarkan rencana kita."
Aku mengangguk untuk menyatakan bahwa aku mendengar bisikannya.
"Mari kita duduk, dan lampu harus dimatikan, karena dia bisa melihat sinarnya dari lubang
ventilasi." Kembali aku mengangguk. "Jangan sampai tertidur. Ini mempengaruhi hidup matimu. Siapkan pistolmu, siapa tahu kita
akan membutuhkannya. Aku akan duduk di samping tempat tidur, dan kau di kursi sana."
Kukeluarkan pistolku dan kutaruh di ujung meja. Holmes membawa pula sebuah tongkat
panjang pipih yang diletakkannya di tempat tidur di sampingnya bersama sekotak korek api dan
23 sebatang lilin. Kemudian dimatikannya lampu dan tinggallah kami dalam kegelapan.
Bagaimana mungkin aku bisa melupakan tugas jaga yang mengerikan itu" Tak ada suara
terdengar, bahkan helaan napas sekalipun Tapi aku tahu bahwa temanku sedang duduk dalam
keadaan siaga di pos jaganya, dan dia pun dalam keadaan tegang seperti diriku. Kami menunggu
dalam kegelapan. Dari luar sesekali terdengar teriakan burung malam, dan suatu saat terdengar
suara semacam geraman kucing yang panjang, yang menunjukkan bahwa macan tutul itu memang
dibiarkan berkeliaran di luar. Di kejauhan, kami mendengar suara jam desa yang berdentang tiap
seperempat jam. Betapa lamanya tiap seperempat jam itu berlalu! Jam dua belas, jam satu, jam dua,
dan jam tiga. Kami masih tetap duduk dalam diam menantikan sesuatu terjadi.
Tiba-tiba, ada sekilas cahaya di arah lubang ventilasi. Tapi cuma sekejap, lalu cahaya itu
padam lagi, dan digantikan dengan bau minyak menyala dan logam panas yang tajam. Penghuni
kamar sebelah telah menyalakan sebuah lentera. Terdengar suara seseorang yang bergerak dengan
amat hati-hati dan lalu sunyi lagi, tapi bau itu semakin menyengat. Selama setengah jam aku duduk
sambil menyiagakan telingaku. Lalu tiba-tiba terdengar suara lain suara menenangkan sesuatu
yang amat lembut, seperti suara uap yang terlepas dari ceret air yang kita panaskan. Pada saat suara
itu terdengar, Holmes meloncat dari tempat tidur, menyalakan korek, dan memukulkan tongkatnya
dengan geram ke tali bel di tempat tidur itu.
"Kaulihat, Watson"" teriaknya.
"Kaulihat""
Tapi aku tak melihat apa-apa.
Ketika Holmes menyalakan korek
kudengar dengan jelas suara siulan rendah,
tapi sinar yang tiba-tiba menyala
menyilaukan mataku sehingga aku tak bisa
mengatakan apa yang tadi dipukuli oleh
temanku. Tapi aku bisa melihat
tampangnya yang pucat pasi, penuh
dengan rasa ngeri dan jijik.
Dia sudah berhenti memukul dan matanya memandang dengan nyalan
g ke arah lubang ventilasi. Tiba-tiba terdengar teriakan yang amat memilukan di tengah keheningan malam. Tak
pernah aku mendengar teriakan sengeri itu sebelumnya. Teriakan itu makin lama makin keras,
24 antara lolongan kesakitan, ketakutan, dan kemarahan yang bercampur menjadi satu. Orang-orang
mengatakan bahwa pekikan itu terdengar sampai di kejauhan, bahkan sampai di rumah pendeta di
ujung desa, dan orang-orang pun terbangun dari tidur mereka. Jantung kami berdetak lebih keras,
dan aku berdiri sambil memandang Holmes. Dia pun sedang memandangku, sampai akhirnya
pekikan itu berhenti dan keheningan kembali merajai sekeliling kami.
"Apa artinya semua ini"" kataku dengan napas sesak.
"Artinya semuanya telah selesai," jawab Holmes. "Dan mungkin, memang sebaiknya begini.
Bawa pistolmu, dan mari masuk ke kamar Dr. Roylott."
Dengan wajah angker dinyalakannya lampu, lalu dia berjalan di depanku di sepanjang
koridor. Dua kali diketuknya pintu kamar Dr. Roylott, tapi tak ada sahutan dari dalam. Dia lalu
memutar pegangan pintu dan masuk ke kamar itu. Aku mengekor di belakangnya dengan pistol siap
di tangan. Sungguh pemandangan yang menyeramkan yang kami lihat! Di
meja terdapat lentera yang penutupnya
masih setengah terbuka, dan
cahayanya menyinari lemari besi yang
pintunya terbuka. Di samping meja,
terlihat Dr. Grimesby Roylott dalam
pakaian tidurnya yang panjang
terduduk di kursi kayu. Kedua
pergelangan kakinya tersembul ke
bawah, dan kakinya terdesak masuk ke sandal Turki-nya yang berwarna merah. Di pangkuannya
tergeletak tongkat pendek dan cambuk panjang yang telah kami lihat siang tadi. Dagunya
mendongak ke atas, dan matanya melotot ke pojok atap ruangan. Pada keningnya terdapat lilitan
berwarna kuning yang aneh. Lilitan itu berbintik-bintik coklat, dan nampaknya terikat dengan erat
di kepalanya. Ketika kami memasuki ruangan, dia tak bersuara ataupun bergerak.
"Lilitan itu! Lilitan bintik-bintik!" bisik Holmes.
Aku maju selangkah. Lilitan di kepalanya tiba-tiba bergerak, dan dari rambutnya tersembul
sebuah kepala ular berbentuk segi empat yang menjijikkan.
25 "Ular rawa yang berbisa!" teriak Holmes. "Jenis ular yang paling mematikan di India. Dia
pasti sudah mati dalam sepuluh detik setelah digigit. Begitulah jadinya, kekejaman akan dibalas
dengan kekejaman, dan orang yang merencanakan kekejaman ini telah jatuh ke perangkapnya
sendiri yang sebenarnya ditujukan untuk orang lain. Mari kita kembalikan binatang ini ke
kandangnya, lalu kita ungsikan Miss Stoner ke tempat yang aman, dan biarlah polisi setempat
mengetahui apa yang telah terjadi."
Setelah berkata begitu, dia mengambil cambuk panjang di pangkuan orang mati itu, dan
dilemparkannya simpulnya ke leher ular itu. Lalu ditariknya ular itu dari tempatnya bertengger, dan
dilemparkannya ke dalam lemari besi yang lalu segera ditutupnya.
Begitulah akhir hidup Dr. Grimesby Roylott dari Stoke Moran. Kurasa aku tak perlu
memperpanjang ceritaku yang sudah cukup panjang ini dengan mengisahkan bagaimana kami
mengabarkan berita menyedihkan ini kepada wanita yang sedang ketakutan itu, bagaimana kami
mengantarnya dengan kereta api pagi ke rumah bibinya yang baik hati di Harrow, tentang betapa
lamanya proses penyidikan resmi yang akhirnya menyimpulkan bahwa dokter itu telah menemui
ajalnya ketika sedang bermain-main dengan binatang peliharaannya yang berbahaya itu. Ketika
kami dalam perjalanan pulang keesokan harinya, Holmes menceritakan beberapa hal yang belum
kuketahui kepadaku. "Semula aku membuat kesimpulan yang sangat keliru, Watson," katanya. "Itu menunjukkan,
betapa bahayanya menyimpulkan sesuatu dari data yang kurang lengkap. Kehadiran para gipsi, dan
kata 'lilitan' yang dipakai wanita malang itu untuk menggambarkan ular yang hanya sekilas
dilihatnya, menempatkan aku pada alur yang salah. Aku baru menimbang-nimbang kembali
kesimpulanku setelah kulihat bahwa bahaya yang telah menimpa penghuni kamar itu, apa pun
bentuknya, tak mungkin masuk dari jendela atau pintu kamar. Perhatianku langsung terarah kepada
lubang ventilasi dan tali bel yang tergantung sampai di tempat tidur itu, se


Sherlock Holmes - Petualangan Sherlock Holmes di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

perti yang pernah kukatakan kepadamu. Kenyataan bahwa bel itu cuma bohongan, dan bahwa tempat tidurnya terikat
ke lantai, langsung menimbulkan kecurigaanku. Jangan-jangan tali itu digunakan untuk jalan lewat
sesuatu melalui lubang ventilasi menuju tempat tidur. Aku lalu mendapat ide bahwa sesuatu itu
mungkin seekor ular, apalagi setelah menyadari bahwa sang dokter memclihara banyak binatang
dari India. Maka aku semakin yakin akan dugaanku. Ide untuk memanfaatkan gigitan ular berbisa
yang tak mungkin dideteksi oleh tes kimia apa pun itu, pasti hanya mungkin dilakukan oleh
seseorang yang pandai sekaligus kejam, yang pernah tinggal di negeri Timur. Baginya cara kerja
racun ular yang amat cepat itu amat menguntungkannya. Hanya petugas penyidik mayat yang amat
26 jeli yang bisa mengenali adanya dua bekas tusukan berwarna hitam yang menunjukkan bagian
tubuh mana yang telah digigit oleh ular itu. Kemudian aku memikirkan soal siulan itu. Tentu saja,
sang dokter harus memanggil ular itu kembali sebelum sinar pagi menerangi kamar. Dia telah
dilatihnya untuk kembali ke termpatnya bila dipanggil, mungkin dengan imbalan susu yang pernah
kita lihat sebelumnya. Makhluk itu ditaruhnya di lubang ventilasi pada saat yang tepat menurut
perkiraannya, lalu tentunya dimaksudkan agar dia merayap turun melalui tali bel, menuju tempat
tidur. Mungkin dia menggigit penghuni tempat tidur itu... mungkin pula tidak. Selama seminggu
bisa saja si gadis selamat, tapi suatu saat dia pasti akan jadi korban gigitan ular itu.
"Aku sudah menduga hal ini bahkan sebelum masuk ke kamar sang dokter. Kursi di
kamarnya menunjukkan bahwa dia sering berdiri di atasnya agar dapat menggapai lubang ventilasi.
Ketika kulihat lemari besi itu, mangkuk susu, dan ikatan cambuk, yakinlah aku akan dugaan-dugaanku. Bunyi logam jatuh yang didengar oleh Miss Stoner pastilah bunyi pintu lemari besi, yang
ditutup oleh ayah tirinya dengan tergesa-gesa. Setelah mengambil keputusan aku lalu mengatur
rencana untuk membuktikannya. Kau sendiri tahu langkah-langkah apa yang kuambil. Aku
mendengar waktu ular itu mendesis kau juga pasti mendengarnya, dan aku langsung menyalakan
korek dan memukulnya "Sehingga ular itu kembali melalui lubang ventilasi."
"Dan akibatnya dia menggigit tuannya sendiri. Pukulanku-pukulanku menyebabkan ular itu
marah, sehingga dia menyerang siapa saja yang ditemuinya untuk pertama kali. Dengan demikian,
secara tak langsung aku bertanggung jawab atas kematian Dr. Grimesby Roylott tapi anehnya, hati
nuraniku tak terusik sedikit pun."
Petualangan Sherlock Holmes
IBU JARI SANG INSINYUR Dari semua kasus yang dipercayakan penyelesaiannya kepada temanku Sherlock Holmes
selama kami berteman akrab, hanya dua di antaranya yang didapatnya melalui perantaraan diriku, yaitu
kasus ibu jari Mr. Hatherley dan kasus Kolonel Warburton yang gila. Kasus yang disebut terakhir
mungkin lebih menarik bagi seorang pengamat yang teliti dan sungguh-sungguh, tapi kasus ibu jari
sang insinyur ini sangat unik kejadiannya dan dramatis rincian-rinciannya. Jadi menurutku kasus inilah
yang lebih pantas kutuangkan dalam bentuk tulisan, walaupun tak begitu menonjolkan kemampuan
metode deduktif temanku yang telah begitu tersohor keampuhannya. Kasus ini telah beberapa kali
dimuat di surat kabar, tapi tentu saja pemuatan seperti itu tak terlalu membawa efek yang berarti. Lain
halnya kalau fakta-faktanya kita lihat sendiri, sementara misterinya lambat laun terkuak bersamaan
dengan ditemukannya suatu perkembangan baru yang menuntun kita untuk menemukan kebenaran
yang sesungguhnya. Kasus yang satu ini memang sangat mengesankan bagiku, setelah lewat dua tahun
pun aku belum bisa melupakannya.
Peristiwa yang akan kuceritakan secara singkat ini terjadi pada musim panas 1889, tak lama
setelah pernikahanku. Saat itu aku kembali praktek umum, dan harus berpisah dari Holmes yang masih
tinggal di Baker Street. Aku tetap sering mengunjunginya, dan kadang-kadang memintanya untuk
berkunjung ke rumah kami, walaupun aku tahu bahwa kebiasaan Bohemia-nya menyebabkannya tak
suka akan hal seperti itu. Praktekku makin la
ma makin laris, dan karena kami tinggal tak jauh dari
Stasiun Paddington, petugas-petugas stasiun itu kadang-kadang berobat ke tempat praktekku. Salah
satu petugas stasiun yang berhasil kusembuhkan dari penyakitnya yang sangat parah dan sudah
menahun, tak henti-hentinya mempromosikan kehebatanku, dan selalu merekomendasikan diriku
kepada siapa saja yang bisa dipengaruhinya.
Suatu pagi, saat itu hampir jam tujuh, pelayanku mengetuk pintu kamarku. Aku terbangun dan
menerima berita bahwa ada dua pria dari Stasiun Paddington yang sedang menungguku di ruang
praktek. Aku bergegas berpakaian, karena pengalamanku selama ini membuktikan bahwa pasien-pasien
dari stasiun kereta biasanya cukup berat penyakit atau lukanya. Aku segera menuju ke ruang praktekku
di lantai bawah. Ketika sampai di bawah, petugas stasiun bekas pasienku itu berlari keluar dari kamar
2 praktekku untuk menyongsong kehadiranku, lalu menutup pintu di belakangnya dengan rapat.
"Saya bawa dia kemari," bisiknya sambil menunjuk ke dalam ruangan dengan ibu jarinya. "Dia
baik-baik saja, kok."
"Lalu untuk apa dia kaubawa kemari"" tanyaku ketika melihat sikapnya yang menunjukkan
seolah-olah orang yang dikurungnya di dalam kamar praktekku itu adalah makhluk aneh.
"Pasien baru," bisiknya. "Saya rasa saya harus membawanya sendiri ke sini, supaya dia tak lari
lagi. Nah, sekarang dia aman di sini. Saya harus pergi, Dokter, seperti Anda, saya juga punya tugas."
Pengagum setiaku ini langsung menghilang, bahkan sebelum aku sempat berterima kasih
padanya. Aku memasuki ruang praktekku. Di dalam kudapati seorang pria sedang duduk di depan
mejaku. Dia mengenakan jas wol, dan topi kainnya yang lembut ditaruhnya di atas tumpukan bukuku
di meja. Salah satu tangannya terbalut saputangan yang berlumuran darah. Pria itu masih muda,
menurutku usianya tak lebih dari dua puluh lima tahun. Wajahnya amat tampan, tapi pucat sekali.
Nampaknya seperti seorang yang sedang dilanda ketakutan yang amat sangat dan tak tertahankan lagi
"Maaf, mengganggu Anda pagi-pagi begini, Dokter," katanya, "tapi tadi malam saya mengalami
kecelakaan yang amat serius. Saya naik kereta api, dan tiba di kota tadi pagi. Ketika saya menanyakan
alamat dokter yang tinggal dekat stasiun, petugas stasiun yang baik hati tadi mengantar saya kemari.
Saya sudah menyerahkan kartu nama saya kepada pelayan Anda, tapi dia rupanya menaruhnya di meja
samping itu." Kuambil dan kuperhatikan kartu nama itu. "Mr. Victor Hatherley, insinyur hidrolika, Victoria
Street 16A (lantai 3)." Demikianlah nama, pekerjaan, dan alamat pasien yang datang pagi hari ini.
"Maaf, Anda harus menunggu dulu," kataku sambil duduk di kursi. "Jadi Anda baru tiba dari
perjalanan kereta api sepanjang malam yang menjemukan."
"Oh, semalam tak terlalu menjemukan," katanya sambil tertawa. Tawanya sangat keras dan
nyaring sehingga tubuhnya terguncang-guncang. Sebagai dokter dapat kutangkap ketidakberesan dalam
dirinya. "Hentikan!" teriakku. "Coba, tenanglah!" Lalu kutuang sedikit air dari sebuah botol.
3 Tapi itu tak berhasil menenangkannya. Dia sedang dalam keadaan histeris karena baru saja
terhindar dari krisis yang hebat. Lambat laun dia kembali tenang, kelelahan, dan pipinya langsung
memerah. "Saya telah bertindak tolol," katanya terengah-engah.
"Tak apa-apa. Minumlah ini!" Kutambahkan sedikit brendi ke air yang kutuang tadi, dan setelah
dia meminumnya, wajahnya mulai segar kembali.
"Saya merasa baikan," katanya. "Nah, Dokter, mungkin Anda tak keberatan untuk mengobati
jempol tangan saya, atau lebih tepatnya bekas jempol tangan saya."
Dibukanya balutan saputangannya dan
ditunjukkannya kepadaku. Begitu nampak isi
balutan itu, aku sangat terguncang. Terlihat
olehku empat jarinya dan bekas jempol yang
menganga berwarna merah darah. Mengerikan
sekali. Pasti jempolnya telah terpotong atau
tergilas sesuatu sampai putus.
"Ya, Tuhan!" seruku. "Lukanya parah sekali.
Pasti perdarahannya hebat semalam."
"Ya. Saya langsung pingsan cukup lama
setelah peristiwa itu terjadi. Ketika saya
siuman, luka itu masih saja mengeluarkan
darah, maka saya lalu mengikatnya erat-erat denga
n sapu-tangan dan saya jepit dengan ranting pohon."
"Bagus sekali! Anda pantas jadi ahli bedah"
"Ah, itu kan masalah hidrolika, masih termasuk bidang pekerjaan saya."
"Tangan Anda ini," kataku sambil memeriksa lukanya, "pasti tergilas alat yang amat tajam dan
berat." "Alatnya seperti golok," katanya.
"Kecelakaan, ya""
4 "Sama sekali tidak."
"Apa! Usaha pembunuhankah""
"Tepat sekali."
"Anda membuat saya ngeri."
Aku membersihkan lukanya, mengobatinya, menutupnya dengan kapas, dan terakhir
membalutnya. Dia berbaring tenang tanpa menggeliat kesakitan sedikit pun. Hanya kadang-kadang dia
menahan rasa sakit dengan menggigit bibirnya.
"Bagaimana sekarang"" tanyaku setelah selesai mengobatinya.
"Hebat! Setelah minum brendi tadi, dan setelah tangan saya Anda balut, saya kini benar-benar
merasa lain. Tadinya, saya lemas sekali karena harus mengalami banyak hal yang sangat menakutkan."
"Mungkin Anda sebaiknya tak usah membicarakan hal itu dulu, karena mungkin masih sangat
mcngguncangkan diri Anda."
"Tidak, sekarang tidak lagi. Lagi pula saya toh harus menceritakan peristiwa ini pada polisi.
Tapi terus terang saja, Dokter, seandainya tidak melihat luka ini, saya yakin polisi takkan mempercayai
laporan saya. Peristiwa yang saya alami ini sangat unik, dan tak ada bukti sedikit pun yang bisa
mendukungnya. Bahkan kalau mereka percaya pada omongan saya, saya hanya bisa menyajikan
petunjuk-petunjuk yang samar-samar. Saya jadi ragu-ragu apakah keadilan akan bisa ditegakkan dalam
kasus saya ini." "Ha!" teriakku. "Kalau kasus Anda ini merupakan masalah yang perlu diselesaikan, bagaimana
kalau saya menganjurkan agar Anda berkonsultasi dengan teman saya, Sherlock Holmes, sebelum Anda
melapor ke polisi secara resmi""
"Oh, saya pernah mendengar tentang teman Anda itu," jawab sang tamu, "dan saya senang
sekali kalau dia bersedia menangani kasus saya ini, walaupun tentu saja saya juga akan memakai jasa
polisi resmi. Bersediakah Anda memperkenalkan saya kepadanya""
"Tentu saja. Bahkan saya akan mengantarkan Anda ke tempat tinggalnya."
"Terima kasih banyak."
5 "Mari kita panggil kereta sekarang. Kita makan pagi di sana saja bersamanya, setuju""
"Baik. Saya baru akan merasa lega kalau saya sudah membeberkan kisah saya."
"Saya akan suruh pelayan saya memanggil kereta. Silakan tunggu sebentar."
Aku berlari ke atas, pamit kepada istriku, dan lima menit kemudian sudah berada dalam kereta
bersama kenalan baruku menuju ke Baker Street.
Sebagaimana dugaanku, Sherlock Holmes sedang duduk santai di ruang tamunya, masih
mengenakan pakaian tidur. Dia sedang membaca kolom kriminalitas koran The Times sambil menyulut
pipa sebagaimana selalu dilakukannya menjelang makan pagi. Pipa yang diisapnya itu berisi potongan-potongan sisa tembakau hari sebelumnya yang telah dikeringkan dan dikumpulkannya dengan hati-hati,
dan ditaruhnya di sudut rak perapian.
Dia menyambut kami dengan ramah,
memesan ham dan telur, lalu kami bertiga
bersama-sama menyantap makan pagi yang
masih hangat Setelah itu, dia mempersilakan
tamu kami berbaring di sofa. Ditaruhnya
bantal di bawah kepalanya, dan disediakannya
segelas brendi dan air di dekatnya agar tamu
kami itu bisa menjangkaunya.
"Agaknya Anda telah mengalami
sesuatu yang luar biasa, Mr. Hatherley,"
katanya. "Silakan berbaring di situ sambil
menceritakan pengalaman Anda dengan santai. Berhentilah berbicara jika Anda merasa capek. Silakan
minum agar badan Anda kuat."
"Terima kasih," kata pasienku, "saya sudah merasa jauh lebih baik setelah Dokter Watson
membalut luka saya, dan setelah makan pagi tadi. Saya kini benar-benar merasa sehat. Saya tak ingin
membuang waktu Anda yang sangat berharga. Jadi, sebaiknya saya langsung mengisahkan pengalaman
saya yang unik ini."
Holmes duduk di kursi besarnya yang berlengan. Wajahnya lesu dan matanya terkatup
6 sebagaimana biasanya kalau dia sedang penasaran dan ingin segera tahu. Aku duduk di hadapannya,
dan kami berdua tepekur diam ketika tamu kami mengisahkan pengalamannya.
"Anda perlu tahu," katanya, "bahwa saya ini yatim-piatu dan belum menikah. Saya tinggal
seorang diri di sebuah kamar sewa
an di London. Saya bekerja sebagai insinyur hidrolika. Saya pernah
magang selama tujuh tahun di Venner & Matheson perusahaan bergengsi di kota Greenwich. Dua
tahun yang lalu, masa magang saya di perusahaan itu berakhir. Dengan bekal uang yang cukup banyak
dari warisan almarhum ayah saya, saya memutuskan untuk berwiraswasta. Saya lalu menyewa sebuah
kantor di Victoria Street.
"Saya kira siapa pun yang baru untuk pertama kali berwiraswasta pasti mengalami banyak
hambatan, tapi hambatan yang saya alami benar-benar luar biasa. Selama dua tahun, saya hanya
mendapat tiga pekerjaan konsultasi dan satu proyek kecil. Cuma itu! Padahal pengeluaran saya sebulan
kira-kira 27 pound sepuluh penny. Tiap hari kerja saya cuma menunggu di kantor saya yang kecil, dari
jam sembilan pagi sampai jam empat sore. Akhirnya saya menjadi putus asa, dan merasa bahwa sampai
kapan pun saya takkan berhasil.
"Tapi kemarin, ketika saya hendak meninggalkan kantor saya, pegawai saya menemui saya dan
mengatakan bahwa ada seorang pria yang sedang menunggu untuk membicarakan pekerjaan dengan
saya. Pria itu telah menyerahkan kartu nama dan pada kartu itu tertera nama 'Kolonel Lysander Stark'.
Sang kolonel langsung muncul di belakang pegawai saya. Dia seorang pria dengan tinggi tubuh
sedang-sedang saja, tapi kurus sekali. Belum pernah sebelumnya saya melihat orang sekurus itu.
Hidung dan dagunya runcing. Kulit pipinya tertarik oleh tulang-tulang wajahnya yang menonjol.
Tubuhnya yang kurus kering itu nampaknya memang sudah pembawaannya, dan bukan karena
penyakit, karena matanya bersinar, langkahnya sigap, dan sikapnya meyakinkan. Pakaiannya sederhana
tapi rapi, dan menurut saya usianya sudah hampir empat puluh tahun.
"'Mr. Hatherley"' katanya dengan sedikit aksen Jerman. 'Seseorang menyarankan agar saya
menghubungi Anda, Mr. Hatherley. Bukan saja karena Anda berpengalaman dalam profesi Anda, tapi
juga karena Anda prang yang ber-hati-hati dan bisa menyimpan rahasia.'
"Saya membungkukkan badan dengan bangga atas pujiannya. 'Bolehkah saya tahu siapa yang
merekomendasikan saya kepada Anda"' tanya saya.
7 "Well, mungkin lebih baik tak usah saya katakan sekarang. Saya
juga tahu dari sumber ini bahwa Anda yatim-piatu, belum menikah,
dan tinggal sendirian di London.'
"'Benar,' jawab saya, 'tapi maaf, apa hubungannya semua ini
dengan kualifikasi profesi saya" Bukankah Anda kemari untuk
membicarakan bisnis dengan saya"'
"'Memang, dan apa yang saya katakan ini berhubungan erat
dengan bisnis yang akan kita bicarakan. Saya ada proyek untuk
Anda, tapi proyek ini harus benar-benar dirahasiakan amat
rahasia. Anda pasti mengerti sekarang mengapa kami lebih
mempercayai seseorang yang tinggal sendirian daripada yang sudah
berkeluarga.' "'Saya bersedia berjanji merahasiakan hal ini,' kata saya, 'dan saya
tak akan ingkar janji.' "Dia menatap saya dengan tajam ketika saya berbicara, dan saya
menangkap pandangan matanya yang penuh kecurigaan dan penuh tanda tanya.
"'Kalau begitu, maukah Anda berjanji sekarang"' katanya pada akhirnya.
"'Ya, saya berjanji.'
"'Untuk benar-benar merahasiakan hal ini sebelum, selama, dan sesudah proyek berlangsung"
Tak sepatah kata pun keluar dari mulut Anda tentang proyek ini, baik secara lisan maupun secara
tertulis"' "'Saya sudah berjanji.'
"'Bagus sekali.' Tiba-tiba dia meloncat dan berlari secepat kilat menyeberangi ruangan kantor
saya, lalu didorongnya pintu hingga terbuka. Tak ada siapa-siapa di balik pintu itu.
"'Baiklah,' katanya ketika kembali lagi ke dalam. 'Saya tahu bahwa pegawai kadang-kadang
ingin menguping urusan tuannya. Nah, sekarang mari kita berbicara dengan tenang.' Ditariknya
kursinya hingga dekat sekali dengan saya, dan dia mulai menatap saya lagi dengan pandangan yang
8 penuh tanda tanya dan penuh pertimbangan.
"Saya mulai merasa muak, bahkan ketakutan, atas sikap aneh pria kurus kering ini. Saya jadi tak
sabar lagi, walaupun dengan risiko kehilangan seorang klien.
"'Mohon Anda segera menjelaskan urusan Anda, sir,' kata saya, 'waktu saya sangat berharga.'
Semoga Tuhan mengampuni ucapan saya yang terakhir itu! Tapi kata-kata itu d
engan begitu saja telah meluncur dari mulut saya.
"'Bagaimana kalau saya bayar Anda lima puluh guinea untuk kerja semalaman"' tanyanya.
"'Jumlah yang banyak.'
"'Saya katakan kerja semalaman, padahal sebenarnya cuma sekitar satu jam. Saya hanya ingin
mendapatkan saran Anda tentang kempa hidrolik saya yang lepas roda giginya. Setelah Anda beritahu
kerusakannya pada kami, kami sendirilah yang akan memperbaikinya. Bagaimana pendapat Anda
tentang proyek yang saya tawarkan"'
"'Nampaknya pekerjaannya ringan saja, namun imbalannya besar sekali.'
Hong Lui Bun 11 Wiro Sableng 022 Siluman Teluk Gonggo Kutukan Berdarah 1
^