Pencarian

Petualangan Sherlock Holmes 5

Sherlock Holmes - Petualangan Sherlock Holmes Bagian 5


"'Memang. Datanglah nanti malam dengan kereta api terakhir.'
"'Ke mana"' "'Ke Eyfbrd, Berkshire. Kota kecil dekat perbatasan Oxfordshire, dan sekitar sebelas kilometer
dari Reading. Kalau Anda berangkat dari Paddington, Anda akan dba sekitar jam 23.15.'
"'Baiklah.' "'Saya akan menjemput Anda dengan kereta.'
"'Masih ada perjalanan lagi"'
"'Ya, tempat kami agak di luar kota, kira-kira sebelas kilometer dari Stasiun Eyford.'
"'Kalau begitu tengah malam kita baru akan tiba. Saya rasa sudah takkan ada kereta api lagi
untuk membawa saya pulang. Jadi saya harus menginap"'
"'Ya, kami akan sediakan tempat menginap.'
"'Wah, kok merepotkan begitu, ya" Bagaimana kalau saya datang lebih sore"'
9 "'Kami memutuskan agar Anda datang tengah malam. Itulah sebabnya kami bersedia membayar
mahal kepada Anda, padahal Anda masih muda dan belum terkenal. Imbalan itu seharusnya bisa untuk
membayar ahli-ahli yang sudah terkenal. Tapi kalau Anda keberatan, masih ada waktu untuk menolak.'
"Pikiran saya dipenuhi oleh lima puluh guinea yang sangat saya butuhkan itu. 'Sama sekali
tidak,' kata saya. 'Saya akan turuti keinginan Anda. Tapi saya ingin tahu lebih jelas tentang apa yang
harus saya kerjakan.' "'Baiklah. Saya mengerti mengapa Anda penasaran tentang kerahasiaan yang saya tekankan.
Saya tak ingin Anda membuat perjanjian tentang sesuatu tanpa penjelasan apa-apa. Apakah benar-benar
tidak ada orang yang menguping"'
"'Saya jamin.' "'Begini masalahnya. Anda tahu, kan, betapa berharganya tanah liat, dan bahwa tak banyak
tempat di Inggris ini yang mengandung tanah itu"'
"'Begitulah kata orang.'
"'Beberapa waktu yang lalu saya membeli sebidang tanah yang tak seberapa luas terletak kira-kira enam belas kilometer dari Reading. Saya beruntung karena salah satu bagian tanah itu
mengandung tanah liat. Setelah saya periksa, ternyata kandungan tanah liatnya hanya sedikit. Yang
lebih banyak mengandung tanah liat justru tanah di sebelah kiri dan kanannya, yaitu di halaman
tetangga saya. Kedua tetangga saya itu benar-benar tak tahu bahwa halamannya mengandung sesuatu
yang senilai tambang emas. Tentu saja saya lalu berminat membeli kedua tanah itu sebelum para
pemiliknya mengetahui tentang kandungan alam yang berharga itu, tapi sialnya saya tak punya cukup
uang untuk itu. Saya membicarakan rahasia ini dengan beberapa teman, yang lalu menyarankan agar
saya menambang dulu dari tanah saya dengan diam-diam, lalu dijual. Hasilnya dikumpulkan untuk
membeli tanah tetangga saya. Kami sudah melakukan ini selama beberapa saat, dan untuk
memudahkan pekerjaan itu kami memasang kempa hidrolik. Seperti sudah saya katakan sebelumnya,
mesin ini kini sedang rusak, dan kami mengharapkan saran Anda untuk perbaikannya. Tapi kami tetap
harus merahasiakan semuanya, karena kalau sampai ketahuan orang luar bahwa ada insinyur hidrolika
datang ke tempat kami, mereka pasti akan bertanya-tanya. Dan, kalau rahasia kami terbongkar,
hilanglah kesempatan kami untuk membeli tanah-tanah di sekitar itu seperti yang sedang kami rencana- 10
kan. Itulah sebabnya saya minta kesediaan Anda untuk berjanji tak akan mengatakan kepada siapa pun
kalau Anda hendak pergi ke Eyford malam nanti. Saya harap semuanya sudah jelas bagi Anda"'.
"'Ya,' kata saya, 'hanya ada satu hal yang tak dapat saya mengerti. Untuk apa Anda memasang
kempa hidrolik untuk mengeruk tanah liat" Bukankah cuma perlu digali dari lubangnya saja"'
"'Ah!' katanya sembarangan. 'Kami memprosesnya dengan cara kami sendiri. Kami
membentuknya seperti batu bata, sehingga bisa merahasiakan kandungan aslinya keti
ka diangkut. Tapi itu cuma rincian kecil saja. Saya sekarang benar-benar mantap mempekerjakan Anda, Mr. Hatherley,
dan semoga Anda pun tahu betapa saya mempercayai Anda.' Sambil berkata demikian, dia bangkit.
'Saya tunggu Anda di Eyford jam 23.15.'
"'Saya akan ke sana nanti.'
"'Jangan katakan kepergian Anda pada siapa pun.'
Ditatapnya saya dengan pandangannya yang tajam dan
penuh tanda tanya itu untuk terakhir kali sebelum dia
pergi, lalu dijabatnya tangan saya secara sepintas.
Kemudian dia berlalu dengan tergesa-gesa.
"Yah, Anda bisa bayangkan betapa terpananya diri
saya ketika mempertimbangkan tawaran kerja dengan
imbalan yang tinggi ini. Di satu segi, tentu saja saya
gembira, karena imbalannya sepuluh kali lipat dari yang
seharusnya, dan mungkin saja tawaran ini akan membuka
peluang bagi pekerjaan-pekerjaan selanjutnya. Di segi
Iain, wajah dan sikap klien saya itu sangat mengganggu
saya. Saya merasa penjelasannya tentang tanah liat tadi
bukanlah alasan yang cukup kuat untuk mendesak saya datang malam-malam. Saya juga terganggu
akan kekuatirannya kalau sampai saya mengatakan rencana kepergian ini kepada orang lain. Tapi, saya
buang jauh-jauh ketakutan saya, lalu saya makan malam sampai kenyang, pergi ke Stasiun Paddington,
dan berangkat dengan kereta api. Saya menuruti pesannya agar tak buka mulut pada siapa pun.
"Sesampainya di Reading, saya tak hanya harus berganti kereta api, tapi juga stasiunnya. Tapi
11 saya masih sempat memburu kereta api terakhir yang menuju Eyford, dan sampai di sana jam sebelas
lewat. Saya satu-satunya penumpang yang turun di sana, dan sudah tak ada seorang pun kecuali porter
yang terkantuk-kantuk membawa lentera di peron yang remang-remang itu.
"Ketika saya berjalan keluar dari gerbang samping stasiun tersebut, klien saya sudah menunggu
di seberang jalan yang gelap. Tanpa berkata sepatah pun, dicengkeramnya lengan saya dan kami berdua
bergegas menuju kereta yang pintunya sudah terbuka. Ditutupnya jendela-jendela di kedua sisi,
diketuknya bingkai kayu kereta itu, dan meluncurlah kami dengan kecepatan tinggi."
"Keretanya dihela oleh seekor kuda"" potong Holmes.
"Ya, kudanya hanya seekor."
"Apakah Anda memperhatikan warna kuda itu""
"Ya, saya lihat warnanya di bawah sinar lampu jalanan, ketika saya memasuki kereta itu. Coklat
kemerahan." "Kuda itu nampaknya lelah atau segar bugar""
"Oh, segar dan mengkilat."
"Terima kasih. Maaf, telah memotong Anda. Silakan dilanjutkan."
"Begitulah, kami menempuh perjalanan selama paling tidak satu jam. Kolonel Lysander Stark
mengatakan bahwa kami akan menempuh jarak sejauh sebelas kilometer dari stasiun, tapi menurut saya
jaraknya sekitar sembilan belas kilometer. Sepanjang perjalanan, dia duduk terdiam di samping saya,
dan ketika saya menoleh ke arahnya beberapa kali, saya tahu bahwa dia terus-menerus menatap ke arah
saya dengan pandangan yang tajam.
"Jalanan yang kami lewati tak begitu mulus, karena kereta terguncang-guncang dengan dahsyat.
Saya mencoba melihat ke luar jendela untuk mengetahui di mana kami berada, tapi jendelanya terbuat
dari kaca buram sehingga saya tak bisa melihat apa-apa kecuali kadang-kadang cahaya lampu yang
kami lewati. Beberapa kali saya mencoba membuka pembicaraan dengan teman seperjalanan saya ini
untuk memecah kesunyian, tapi dia hanya menjawab singkat-singkat saja, sehingga pembicaraan tak
berlanjut. Akhirnya, jalanan yang rusak berganti dengan jalanan berkerikil yang mulus dan kereta pun
berhenti. 12 "Kolonel Lysander Stark segera melompat turun, dan ketika saya mengikutinya, dia segera
mendorong saya masuk ke sebuah ruangan yang sudah dibuka pintunya di depan kami. Begitulah, kami
melangkah langsung dari kereta masuk ke ruang tamu, sehingga tak nampak oleh saya bagian depan
rumah itu sedikit pun. Begitu saya melewati ambang pintu, pintu itu langsung dibanting hingga tertutup
dengan keras, dan samar-samar saya mendengar bunyi derak roda kereta yang menjauh.
"Gelap gulita dalam rumah itu. dan Kolonel Stark meraba-raba mencari korek api sambil
mengomel. Tiba-tiba pintu di ujung yang lain terbuka, dan sorotan lampu keemasan menyor
ot ke arah kami. Sinar itu makin lama makin mendekat, dan seorang wanita muncul membawa lampu di
tangannya yang diangkatnya di atas kepalanya. Wajahnya disorongkannya ke depan sambil mengamati
kami. Wanita itu cantik, dan dari pantulan cahaya lampu yang dibawanya, saya lihat gaunnya berwarna
hitam terbuat dari bahan yang mahal. Dia mengucapkan beberapa kata dalam bahasa asing, sepertinya
menanyakan sesuatu, dan ketika teman seperjalanan saya hanya menjawab singkat-singkat saja dengan
kasar, wanita itu terkejut sekali sehingga lampu yang dibawanya hampir terjatuh dari tangannya.
Kolonel Stark menghampirinya, membisikkan sesuatu di telinganya, lalu didorongnya wanita itu ke
ruangan dari mana dia keluar tadi. Kolonel lalu kembali dengan lampu di tangannya.
"'Semoga Anda tidak keberatan untuk menunggu sebentar di ruangan ini,' katanya sambil
membuka sebuah pintu lain. Ruangan di mana saya berada tak seberapa besar dan perabotnya
sederhana. Ada meja bundar di tengah ruangan; beberapa buku berbahasa Jerman tergeletak di situ.
Kolonel Stark menaruh lampu di atas harmonium di samping pintu. 'Anda takkan lama menunggu,'
katanya, lalu menghilang dalam kegelapan.
"Saya menengok ke buku-buku di atas meja, dan walaupun saya tak begitu paham bahasa
Jerman, saya bisa menyimpulkan bahwa dua di antaranya adalah buku Iaporan ilmiah, sedang lainnya
adalah buku-buku puisi. Lalu saya berjalan ke arah jendela dengan harapan akan bisa melihat sedikit
pemandangan di luar. Tapi ternyata jendela itu dipalang dengan ketat. Rumah itu sunyi sekali. Dari
salah satu ruangan, entah di mana tepatnya, terdengar detak jam dinding kuno. Hanya itu. Selebihnya
sunyi senyap. Saya mulai merasa gelisah. Siapa orang-orang Jerman ini" Apa yang mereka lakukan di
tempat terisolir yang aneh begini" Dan di mana letaknya tempat ini" Kira-kira enam belas kilometer
dari Eyford. Hanya itu yang saya tahu. Tapi saya tak tahu apakah ke arah utara, selatan timur, atau
barat. Reading atau kota-kota lainnya termasuk dalam radius itu, jadi mungkin, tempat ini tak begitu
13 terpencil. Namun suasananya yang amat sunyi menunjukkan bahwa rumah ini terletak di luar kota.
Saya mondar-mandir di ruangan itu sambil mendendangkan sebuah lagu agar saya tak terlalu gelisah,
sambil membayangkan imbalan lima puluh guinea yang akan saya terima.
"Tiba-tiba, tanpa bersuara sedikit pun, pintu ruangan
terbuka dengan perlahan. Wanita yang tadi menemui kami
berdiri di celah pintu, membelakangi ruang tamu yang
gelap gulita. Lampu di ruangan saya menerangi wajahnya
yang cantik, yang penuh rasa ingin tahu. Sekilas saya
melihat bahwa dia sedang dalam ketakutan yang amat
sangat, dan hati saya pun mengerut karenanya. Digerak-gerakkannya sebuah jari dengan gemetar sebagai isyarat
agar saya tetap diam, lalu dia membisikkan beberapa kata
kepada saya dalam bahasa Inggris yang terpatah-patah.
Sebelumnya, dia sempat menoleh ke belakang dulu,
bagaikan kuda yang ketakutan.
"'Pergi,' katanya dengan susah payah sambil berusaha tetap
tenang, 'pergi. Jangan tinggal di sini. Tak ada gunanya.'
"'Tapi, madam,' kata saya, 'saya belum melaksanakan tugas saya. Tak mungkin saya pergi
sebelum saya melihat keadaan kempa itu.'
"'Sia-sia Anda menunggu,' lanjutnya. 'Anda bisa lewat pintu ini, tak ada yang bisa menghalangi.'
Lalu, ketika dia melihat saya tersenyum dan menggeleng, tiba-tiba dia maju ke depan sambil meremas
kedua tangannya. 'Demi Tuhan!' bisiknya. 'Kaburlah sebelum terlambat!'
"Tapi saya ini keras kepala, dan semakin bersemangat melakukan sesuatu bila ternyata banyak
rintangannya. Saya teringat akan imbalan lima puluh guinea yang akan saya terima, perjalanan
melelahkan yang sudah saya lalui, dan malam tak menyenangkan yang telah saya lewati. Apakah
semuanya ini harus saya sia-sia-kan begitu saja" Mengapa saya harus kabur tanpa menjalankan tugas
saya, dan tanpa membawa pulang uang imbalan yang dijanjikan" Menurut saya, mungkin saja wanita
ini menderita gangguan jiwa. Maka, walaupun saya terguncang juga oleh sikapnya, saya tetap
14 menggeleng dan menyatakan kepadanya bahwa saya tetap akan tinggal. Wanita itu baru
saja ingin mengulangi desakannya, ketika terdengar suara bantingan pintu dan langkah-langkah kaki di tangga.
Dia mendengarkan sekejap, mengangkat tangannya dengan putus asa, dan menghilang begitu saja
seperti waktu datangnya. "Yang datang adalah Kolonel Lysander Stark, dan seorang pria gemuk pendek yang berjenggot.
Jenggotnya seperti bulu binatang yang tumbuh dari lipatan-lipatan dagunya. Orang ini diperkenalkan
kepada saya sebagai Mr. Ferguson.
"'Ini sekretaris dan manajer saya,' kata Kolonel Stark. 'Omong-omong, rasanya pintu itu tadi
saya tutup. Jangan-jangan Anda masuk angin.'
"'Sebaliknya,' kata saya, 'sayalah yang membuka pintu itu, karena ruangan ini agak pengap.'
"Dia menatap saya dengan penuh curiga. 'Kalau begitu, mungkin sebaiknya kita langsung
bereskan saja urusan kita,' katanya. 'Kami akan mengantar Anda ke atas untuk memeriksa kempa itu.'
"'Sebaiknya saya mengenakan topi, kan"'
"'Oh, tak perlu. Kempa itu ada di dalam rumah.'
"'Apa" Anda menggali tanah liat dari dalam rumah"'
"'Tidak, tidak. Kami hanya mencetaknya di sini. Tapi sudahlah, tak usah ribut soal itu! Kami
hanya ingin Anda memeriksa kempa itu, lalu menjelaskan kepada kami apanya yang rusak.'
"Kami pergi ke atas. Kolonel Stark berjalan di depan membawa lampu, diikuti manajer gemuk
itu, dan saya paling belakang. Lantai atas rumah tua itu terdiri dari banyak koridor, gang, tangga
melingkar, dan pintu yang rendah. Ambang-ambang pintu itu berlubang-lubang karena terlalu sering
dilangkahi selama turun-temurun. Tak ada karpet dan perabotan di situ, dan plesteran dindingnya
banyak yang sudah copot dan lembap. Saya berusaha keras untuk santai, tapi saya tak dapat melupakan
peringatan wanita tadi, dan saya terus memandangi kedua teman saya. Nampaknya Ferguson itu
pendiam dan pemurung, tapi dari cara bicaranya dapat saya simpulkan bahwa dia orang Inggris.
"Kolonel Lysander Stark akhirnya berhenti di depan sebuah pintu yang rendah. Dibukanya
kunci pintu itu. Di dalamnya terdapat ruangan persegi kecil yang bahkan tak muat untuk kami bertiga.
Ferguson tinggal di luar, sementara atasannya mengantarkan saya masuk.
15 "'Sekarang,' katanya, 'kita sudah berada di kempa hidrolik yang saya maksud, dan kalau
mesinnya dijalankan suasana di dalam sini sangat tak menyenangkan. Atap ruangan ini sebenarnya
bagian dasar sebuah piston, dan kalau piston itu sedang turun, kekuatannya mencapai beberapa ton, dan
akan menekan lantai logam ini. Ada beberapa kolom air di samping luar yang akan menahan kekuatan
piston itu untuk diteruskan dan dilipatgandakan. Anda sudah biasa, kan, dengan proses semacam itu"
Kempa ini sebetulnya masih bisa jalan, tapi ada sesuatu yang menghalangi gerakannya sehingga
kekuatannya berkurang. Tolong diperiksa dan jelaskan kepada kami bagaimana cara memperbaikinya.'
"Saya mengambil lampu darinya dan memeriksa kempa itu dengan saksama. Kempa itu besar
sekali, dan daya tekannya sangat kuat. Ketika saya melangkah ke luar dan menekan tuas yang
menjalankan kempa itu, dari bunyi desir yang terdengar saya langsung tahu bahwa kempa itu
mengalami kebocoran yang mengakibatkan merembesnya air melalui salah satu pinggiran silindernya.
Saya juga menemukan bahwa salah satu gelang karet di sekeliling ujung kemudinya telah aus, sehingga
tak lagi memenuhi tempat semestinya. Jelas inilah yang menyebabkan kekuatan mesin itu berkurang.
Saya lalu menjelaskan hal itu kepada kedua orang yang menemani saya. Mereka mendengarkan
penjelasan saya dengan saksama, dan menanyakan beberapa pertanyaan praktis bagaimana cara
memperbaikinya. "Ketika saya selesai menjawab pertanyaan mereka, saya kembali ke ruang utama kempa itu, dan
memeriksa sekali lagi untuk memuaskan rasa ingin tahu saya. Jelas sekali bahwa cerita tentang tanah
liat tadi sore hanyalah dibuat-buat saja, karena kempa sekuat ini tak mungkin hanya dipergunakan
untuk hal sepele begitu. Tembok kamar mesin utama itu terbuat dari kayu, tapi lantainya terbuat dari
lempengan besi. Ketika saya memeriksa lantai itu, terlihat goresan-goresan logam di sekeliling lantai
itu. Saya membungkuk dan menggoreskan tangan saya ke lantai untuk
mencari tahu bekas goresan
apakah itu sebenarnya, tapi tiba-tiba terdengar teriakan dalam bahasa Jerman, dan nampak wajah
Kolonel Stark yang pucat pasi sedang melongok kepada saya.
"'Apa yang kau kerjakan di situ"' tanyanya.
"Saat saya itu sedang merasa jengkel karena dia telah menipu saya mentah-mentah dengan
cerita buatannya, sehingga saya menjawab dengan ketus, 'Saya sedang mengagumi tanah liat Anda.
Sebenarnya saya bisa memberi saran yang lebih baik kepada Anda mengenai kempa Anda ini, kalau
saja saya diberitahu dipakai untuk apa sebenarnya mesin ini.'
16 "Begitu kalimat saya selesai, saya langsung menyesali keketusan saya. Wajahnya jadi kaku dan
matanya yang kelabu bersinar dengan sangat mengerikan.
"'Baiklah,' katanya, 'kau akan segera tahu untuk apa sebenarnya mesin ini.' Dia melangkah
mundur, membanting pintu sempit itu dan menguncinya. Saya berlari ke arah pintu itu dan menarik
pegangannya, tapi pintu itu kuat sekali, dan tak bergeming sedikit pun walaupun sudah saya tendang
dan dorong sekuat tenaga.
"'Halo!' teriak saya. 'Halo! Kolonel! Keluarkan
saya dari sini.' "Lalu tiba-tiba saya mendengar suatu bunyi
yang membuat saya terperangah. Dentang tuas dan
desir silinder yang bocor. Dia telah menjalankan mesin
itu! Dari sinar lampu yang tadi saya taruh di lantai,
saya melihat atap hitam di atas saya sedang bergerak
turun dengan perlahan dan tersentak-sentak, tapi saya
tahu benar berapa besar kekuatannya, yang akan
mampu menggilas tubuh saya sampai hancur lebur
dalam sekejap. Saya meronta-ronta, berteriak,
memukul-mukul pintu, dan berusaha membuka kunci
dengan kuku jari saya. Saya memohon dengan sangat
agar Kolonel Stark mengeluarkan saya, tapi dentang
tuas yang mengerikan itu meredam teriakan saya. Atap
itu tinggal sekitar setengah meter di atas kepala saya,
dan ketika saya mengangkat tangan, saya bisa merasakan permukaannya yang kasar dan kuat.
"Dalam situasi meregang nyawa seperti itu, tiba-tiba saya lalu berpikir: Dengan posisi
bagaimana sebaiknya saya menjemput kematian saya" Kalau saya tengkurap, maka punggung saya
yang akan tergilas dulu. Tubuh saya bergetar membayangkan alternatif ini. Mungkin lebih enak
sebaliknya. Tapi, apakah saya punya nyali untuk berbaring sambil menatap bayangan hitam itu
berderak turun untuk menggilas diri saya" Saya sudah tak bisa berdiri tegak lagi, ketika tiba-tiba mata
saya menangkap sesuatu yang memancarkan harapan bagi hidup saya.
17 "Tadi saya katakan bahwa walaupun lantai dan atapnya terbuat dari besi, dindingnya terbuat
dari kayu. Waktu saya mengawasi sekeli-ling dalam kepanikan, saya melihat ada celah di antara dua


Sherlock Holmes - Petualangan Sherlock Holmes di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

belahan kayu di dinding yang makin lama makin membesar karena ada sepotong kayu kecil yang
terdorong ke belakang. Untuk sekejap saya ragu-ragu apakah celah itu akan mampu menyelamatkan
nyawa saya. Secepat kilat saya melompat melalui celah itu, dan terjatuh dalam keadaan setengah
pingsan di luar. Lalu, celah itu langsung menutup kembali! Saya masih bisa mendengar suara lampu
yang tergilas dari dalam kamar mesin itu, lalu bunyi baja yang saling beradu. Betapa saya nyaris mati
di dalam situ! "Saya tersadar karena ada sentuhan di pergelangan tangan saya. Saya mendapatkan diri saya
terbaring di lantai sebuah koridor yang sempit, sementara seorang wanita membungkuk di samping
saya, lalu menarik tubuh saya dengan tangan kirinya. Tangan kanannya memegang lilin. Dialah wanita
baik hati yang telah memperingatkan saya sebelumnya. Betapa bodohnya saya, karena telah
mengabaikan peringatannya.
"'Ayo! Ayo!' serunya dengan tersengal-sengal. 'Mereka akan kemari sebentar lagi. Mereka akan
tahu kalau Anda tak ditemukan di dalam ruangan itu. Oh, jangan membuang waktu Anda yang sangat
berharga ini, ayolah!' "Tentu saja kali ini saya tak mengabaikan sarannya. Saya bangkit dengan tertatih-tatih, dan
berlari mengikutinya di sepanjang koridor itu. Kami lalu menuruni tangga putar dan kami sampai di
sebuah lorong yang lebar. Begitu kami sampai di situ, kami mendengar suara kaki berlarian dan
teriakan dua orang yang saling bersahut-sahutan satu suara dari lantai atas yang baru saja kami
l ewati, dan suara lainnya dari arah bawah. Pengantar saya berhenti, lalu memandang sekelilingnya
bagaikan orang yang kehilangan akal. Lalu dibukanya sebuah pintu yang ternyata menuju ke kamar
tidur. Ada jendela di kamar itu sehingga sinar bulan bisa masuk ke situ.
"Inilah satu-satunya kesempatan Anda.' katanya. 'Jendela itu tinggi, tapi cobalah melompatinya.'
"Begitu selesai kata katanya, seberkas sinar mendekat ke arah kami dan di ujung lorong itu saya
melihat si kurus Kolonel Lysander Stark sedang berlari ke arah kami. Satu tangannya memegang
lentera, dan tangan lainnya menggenggam senjata seperti golok tukang daging.
"Saya berlari menuju jendela itu, membukanya, dan melongok ke luar. Tampak oleh saya taman
18 yang tenang dan indah, yang bertaburan sinar bulan. Tinggi jendela itu tak lebih dari sembilan meter di
atas taman di luar itu. Saya lalu merangkak naik ke daun jendela, tapi ketika saya hendak melompat,
saya merasa ragu-ragu. Saya harus tahu dulu bagaimana nasib penyelamat saya. Kalau dia sampai
diperlakukan buruk oleh bajingan yang sedang mengejar saya, saya bertekad akan kembali ke tempat
itu untuk menolongnya, apa pun risikonya. Ketika saya sedang berpikir demikian, pengejar saya sudah
sampai di pintu kamar, menyerobot masuk melewati wanita itu yang berusaha menghalanginya. Wanita
itu langsung memeluk pria itu dan berusaha mendorongnya ke luar kamar.
"'Fritz! Fritz!' teriaknya dalam bahasa Inggris. Ingatlah pada janjimu waktu itu. Kaubilang kau
takkan melakukannya lagi. Dia pasti akan tutup mulut! Oh, dia akan tutup mulut!'
"'Kau gila, Elise!' balas pria kurus itu sambil berontak dan
melepaskan diri dari pelukan wanita itu. 'Kau menghancurkan
kami. Sudah terlalu banyak yang dilihatnya. Minggir, cepat!'
Dia mendorong wanita itu ke samping dan berlari ke jendela,
lalu mengayunkan senjatanya yang berat ke arah saya. Saya
sedang hendak meloncat dan jari tangan saya masih bergayut
di ambang jendela ketika ayunannya mengenai saya. Rasa sakit
yang amat sangat menyentak tubuh saya, pegangan saya lepas,
dan saya terjatuh ke taman.
"Saya jatuh berdebum dengan keras sekali, tapi saya tak
terluka. Maka saya segera bangun dan berlari bagai dikejar
setan untuk bersembunyi di semak-semak, karena bahaya
masih mengancam saya. Tapi ketika saya berlari, kepala saya
rasanya pusing sekali dan sekujur tubuh saya terasa sakit. Saya
menengok ke tangan saya yang kesakitan, dan barulah saya
sadar bahwa ibu jari saya telah terpotong, dan darah mengalir dengan deras dari luka itu. Saya berusaha
mengikatkan saputangan saya untuk menutupi luka itu, tapi telinga saya berdengung, dan saya jatuh
pingsan di tengah-tengah gerumbulan pohon mawar.
"Saya tak tahu berapa lama saya pingsan. Tentunya lama sekali sebab ketika saya tersadar, bulan
telah hampir hilang, dan sinar pagi mulai menyembul. Pakaian saya basah kuyup oleh embun, dan
19 lengan jas saya berlumuran darah dari jempol yang terluka itu. Rasa sakit yang amat sangat membuat
saya teringat akan apa yang telah saya alami semalam. Saya segera bangkit karena ketakutan jangan-jangan saya masih dikejar-kejar orang. Tapi betapa terkejutnya saya, karena tak ada rumah ataupun
taman terlihat di sekeliling saya. Saya malah berada di pinggir jalan besar. Ketika saya menyusuri
jalanan yang menurun, saya menemukan gedung panjang yang ternyata adalah stasiun kereta api yang
tadi malam saya singgahi. Kalau tak ada bukti tangan saya yang terluka, pengalaman saya semalam
mungkin hanyalah mimpi buruk saja.
"Masih kebingungan, saya masuk ke stasiun dan menanyakan tentang jadwal pemberangkatan
kereta. Ada satu yang menuju ke Reading tak sampai sejam kemudian. Porter yang bertugas saat itu
sama dengan yang bertugas malam sebelumnya. Saya bertanya padanya apakah dia pernah mendengar
tentang orang bernama Kolonel Lysander Stark. Dia menggeleng. Apakah dia melihat kereta di dekat
stasiun tadi malam" Dia menggeleng. Apakah ada kantor polisi di dekat stasiun" Ada, tapi jaraknya
kira-kira lima kilometer dari stasiun.
"Terlalu jauh bagi saya yang lemas dan kesakitan. Saya memutuskan untuk kembali ke London
dulu, b arulah saya akan melapor. Saya sampai di London jam enam lewat sedikit, dan saya lalu diantar
ke seorang dokter untuk mengobati luka saya. Dokter Watson berbaik hati mengantarkan saya kemari.
Saya menyerahkan kasus ini ke tangan Anda, dan saya akan turuti apa pun saran Anda."
Kami berdua duduk terdiam selama beberapa saat setelah mendengarkan kisah yang luar biasa
ini. Lalu Sherlock Holmes mengambil sebuah buku tebal dari rak. Buku itu berisikan potongan-potongan berita.
"Ada iklan yang akan menarik perhatian Anda," katanya. "Dimuat di semua koran sekitar
setahun yang lalu. Coba dengarkan... 'Telah hilang pada tanggal 9, Mr. Jeremiah Hayling, usia 26,
seorang insinyur hidrolika. Meninggalkan tempat tinggalnya jam sepuluh malam, dan tak ada kabar
beritanya sejak itu. Berpakaian lengkap,' dst, dst. Ha! Saya kira dia juga jadi korban kempa hidrolik
tersebut." "Ya, Tuhan!" teriak pasien saya. "Kalau begitu, itulah yang dimaksud wanita tadi."
"Benar. Jelas bahwa kolonel itu seorang yang kejam dan berdarah dingin. Permainannya tak
boleh dihalangi oleh apa pun juga, bagaikan bajak laut yang tak akan memberi ampun kepada seorang
20 pun dari kapal yang berhasil ditawannya. Nah, waktu kita sangat berharga, maka kalau Anda tak
keberatan, mari kita berangkat ke Scotland Yard sekarang sebelum pergi ke Eyford."
Kira-kira dga jam kemudian, kami berlima Sherlock Holmes, si insinyur hidrolika, Inspektur
Bradstreet dari Scotland Yard, seorang polisi berpakaian preman, dan saya sendiri sudah berada di
dalam kereta api dari Reading menuju sebuah desa kecil di Berkshire. Bradstreet membuka sebuah peta
militer dan menaruhnya di kursi. Dia sibuk dengan kompasnya dan menggambarkan bulatan dengan
Eyford sebagai titik tengahnya.
"Nah," katanya, "lingkaran itu menunjukkan radius enam belas kilometer dari Eyford. Tempat
yang ingin kita kunjungi pasti terletak di dekat garis lingkaran itu. Saya rasa Anda tadi mengatakan
enam belas kilometer, sir""
"Pokoknya perjalanan kereta selama satu jam."
"Dan menurut Anda, merekalah yang mengangkat Anda ketika Anda masih dalam keadaan
pingsan"" "Mestinya demikian. Samar-samar teringat oleh saya saat saya diangkat dan dipindahkan."
"Yang tak saya mengerti," kataku, "mengapa mereka tak membunuh Anda ketika menemukan
Anda terbaring pingsan di taman. Atau mungkin bajingan itu menjadi agak lunak hatinya karena
permohonan wanita itu."
"Menurut saya, tak mungkin begitu. Wajah pria itu sangat keras sekali waktu itu."
"Oh, kita akan segera tahu semuanya," kata Inspektur Bradstreet. "Nah, lingkarannya sudah
saya gambar. Sayang kita belum tahu ke arah mana kita harus mencari."
"Saya rasa saya bisa menunjukkan," kata Holmes dengan tenang.
"Sungguhkah"" teriak Inspektur Bradstreet. "Jadi Anda sudah berhasil menarik kesimpulan!
Coba lihat, siapa di antara kami yang bisa menebak dengan tepat. Menurut saya arahnya ke selatan,
karena daerahnya lebih terisolir."
"Kalau menurut saya, arahnya ke timur," kata pasien saya.
"Saya pilih barat," kata polisi yang berpakaian preman. "Ada beberapa desa kecil yang sepi di
21 sana." "Saya pilih utara," kataku, "karena tak ada bukit-bukit di sana, dan teman kita menyatakan
bahwa perjalanannya waktu itu tak pernah menanjak."
"Wah," kata Inspektur Bradstreet sambil tertawa, "kok, lain-lain begitu pendapatnya. Nah,
semua arah telah kami pilih, yang mana yang benar, Mr. Holmes""
"Kalian semua salah."
"Tak mungkin. Salah satu pasti benar."
"Betul, semuanya salah. Menurut saya, begini." Holmes menunjuk ke titik tengah lingkaran itu.
"Di sinilah tempat yang kita cari itu."
"Bagaimana dengan perjalanan sejauh sembilan belas kilometer itu"" tanya Hatherley dengan
tercekat. "Anda sengaja disesatkan. Anda dibawa ke luar kota sejauh sembilan setengah kilometer, lalu
kembali lagi. Sederhana, kan" Anda sendiri mengatakan bahwa kuda itu dalam keadaan segar dan
mengkilat ketika Anda menaiki kereta itu tadi malam. Apakah akan demikian kalau telah menempuh
perjalanan sejauh sembilan belas kilometer melewati jalanan yang rusak""
"Wah, licik benar," komentar Inspektur Bradstreet dengan serius. 'Tentu saja kom
plotan ini tak bisa dianggap enteng."
"Tepat sekali," kata Holmes. "Mereka ini pembuat uang koin palsu dalam jumlah besar-besaran,
dan mesin itu dipakai untuk membuat campuran bahannya sebagai ganti perak."
"Kami memang sudah' mendeteksi beroperasinya komplotan lihai semacam itu selama beberapa
lama," kata Inspektur Bradstreet. "Mereka telah mencetak koin setengah crown ribuan banyaknya.
Kami sudah mencium jejaknya sampai ke Reading, tapi hanya sampai di situ. Mereka sangat rapi
dalam menutupi jejak mereka, sehingga mereka pastilah orang-orang yang sudah berpengalaman dalam
bidangnya. Tapi kini, syukurlah ada kesempatan baru. Saya rasa kita pasti akan berhasil menggulung
mereka." 22 Tapi Inspektur Bradstreet ternyata keliru. Rupanya belum saatnya kriminal-kriminal itu jatuh ke
tangan yang berwajib. Ketika kami tiba di Stasiun Eyford, kami melihat asap tebal yang berasal dari
sebuah tempat di balik pepohonan tak jauh dari stasiun. Asap itu menggantung di langit bagaikan sayap
burung unta raksasa yang melingkupi tanah di bawahnya.
"Ada rumah terbakar"" tanya Inspektur
Bradstreet ketika kereta api yang tadi kami tumpangi
sudah melanjutkan perjalanannya.
"Ya, sir," jawab kepala stasiun.
"Kapan terjadinya""
"Kata orang, tadi malam, sir, tapi api terus
membesar, dan tempat itu terkurung nyala api."
"Rumah siapa itu""
"Dr. Becher." "Apakah," potong si insinyur, "Dr. Becher itu
orang Jerman, kurus, dan hidungnya panjang
sekali"" Kepala stasiun itu tertawa terbahak-bahak.
"Tidak, sir. Dr. Becher itu orang Inggris, dan di
sekitar sini dialah orang yang paling rapi setelan jasnya. Tapi ada seorang pria lain yang tinggal
bersamanya, kalau tak salah pasiennya, dan dia itu memang kerempeng sekali."
Belum selesai kata-kata kepala stasiun itu, kami sudah bergegas menuju lokasi kebakaran itu.
Jalanannya menanjak ke sebuah bukit yang tak begitu tinggi, dan di depannya berdiri sebuah gedung
besar berwarna putih yang sedang di-landa api yang menyala-nyala. Apinya mencuat dari seluruh celah
dan jendela rumah itu. Tiga mobil pemadam kebakaran yang diparkir di halaman sedang berupaya
keras untuk memadamkan api.
"Itu dia!" teriak Hatherley dengan penuh semangat. "Itu jalanan kerikilnya, dan itu gerumbulan
tanaman mawar di mana saya terbaring pingsan semalam. Saya melompat dari jendela kedua dari
23 depan." "Yah, paling tidak, tindakan jahat mereka terhadap Anda telah terbalaskan," komentar Holmes.
"Penyebab kebakaran ini tentulah lampu minyak yang Anda tinggal kan di ruang mesin. Ketika tergilas,
api menyambar ke dinding kayu. Mungkin mereka terlalu sibuk mengejar Anda sehingga tak
memperhatikan hal lampu itu. Coba cari orang-orang yang Anda temui di rumah itu semalam di antara
kerumunan ini, walaupun saya hampir pasti mereka telah kabur."
Holmes ternyata benar. Sejak saat itu hingga kisah ini ditulis, tak ada kabar benta tentang wanita
cantik, orang Jerman mengerikan, atau orang Inggris yang bermuka murung itu. Pagi-pagi buta
sebelumnya, seorang petani dilaporkan telah melihat kereta bermuatan beberapa orang dan kotak-kotak
besar. Kereta itu melaju dengan kencang ke arah Reading. Tapi jejak para pelarian itu hilang sampai di
situ. Bahkan Holmes sendiri tak mampu mendapatkan petunjuk di mana kira-kira mereka berada.
Para petugas pemadam kebakaran sangat heran melihat isi rumah itu. Apalagi mereka juga
menemukan potongan ibu jari di ambang salah satu jendela di lantai dua. Api baru bisa dipadamkan
pada sore harinya, setelah atapnya roboh dan tempat itu benar-benar sudah menjadi puing-puing. Yang
tersisa hanyalah silinder-silinder yang telah bengkok dan pipa-pipa besi. Mesin pembawa petaka itu
habis terbakar. Tumpukan tumpukan besar berisi nikel dan timah ditemukan di gudang di samping
rumah. Tapi tak ditemukan sebuah koin pun. Tentunya sudah dibawa lari dalam kotak-kotak besar
sebagaimana dilaporkan oleh petani tadi.
Bagaimana si insinyur hidrolika, teman kami itu, bisa berpindah dari taman ke pinggir jalan,
mungkin akan tetap tinggal sebagai misteri, kalau saja tak ditemukan jejak kaki di halaman. Ternyata
dia telah diangkat oleh dua orang, s
atu di antaranya berkaki kecil, dan yang satunya berkaki besar
sekali. Kemungkinan besar, orang Inggris yang pendiam dan tak seberapa kejam dibanding pria satunya
itulah yang menolong wanita itu menyelamatkan sang insinyur.
"Well," kata insinyur teman kami dengan sangat menyesal ketika kami sudah duduk lagi dalam kereta
yang akan mengantar kami puiang ke London, "bisnis macam apa ini" Saya kehilangan satu jari
jempol, saya tak jadi mendapatkan imbalan lima puluh guinea, lalu apa yang saya dapatkan""
"Pengalaman," kata Holmes sambil tertawa. "Tahukah Anda, bahwa secara tak langsung
pengalaman ini cukup besar nilainya bagi Anda" Coba karanglah promosi dengan memanfaatkan
kejadian ini untuk meningkatkan reputasi perusahaan Anda selanjutnya."
Petualangan Sherlock Holmes
BANGSAWAN MUDA Pernikahan dan perceraian Lord St. Simon yang kurang beruntung, telah lama tak
dipergunjingkan lagi di lingkungan masyarakat kelas atas. Skandal-skandal baru yang lebih seru
banyak bermunculan, sehingga gosip tentang drama keluarganya yang terjadi empat tahun yang lalu itu
pun terkesampingkan. Tapi aku memiliki fakta-fakta lengkap yang tak pernah diketahui publik. Dan
temanku Sherlock Holmes telah berperan sangat besar dalam mengungkapkan kasus ini, sehingga
rasanya catatan kariernya tak lengkap kalau episode ini tidak kutuangkan dalam bentuk tulisan.
Saat itu beberapa minggu menjelang pernikahanku. Aku masih tinggal bersama Holmes di
Baker Street. Sekembali Holmes dari jalan-jalan sore, sepucuk surat menunggu di mejanya. Seharian
itu aku tinggal di rumah saja, karena cuaca di luar nampaknya akan hujan sewaktu-waktu, dan angin
musim gugur bertiup kencang sekali. Bekas peluru yang menembus bahuku waktu bertugas di
Afganistan dulu, terasa berdenyut-denyut karena rasa ngilu. Aku duduk santai sambil menyelonjorkan
kaki di kursi malas. Koran-koran bertebaran di sekitarku. Setelah jenuh membaca berita hari itu,
kulemparkan semua koran itu ke samping dan aku berbaring saja dengan lesu sambil memperhatikan
lambang kebesaran dan inisial yang tertera pada amplop surat di atas meja. Aku bertanya-tanya siapa
bangsawan yang mengirim surat pada temanku itu.
"Surat yang datang sore ini amat bergengsi,"
kataku ketika temanku memasuki ruangan. "Kalau
tak salah, surat-surat yang kau terima tadi pagi kan
cuma dari pedagang ikan dan penjaga dam air."
"Yang berkirim surat kepadaku memang
macam-macam, kok," jawabnya sambil tersenyum,
"dan yang lebih sepele justru biasanya yang lebih
menarik. Surat ini nampaknya mungkin cuma
undangan pesta basa-basi yang menjemukan, di
mana orang suka bergosip macam-macam."
Dibukanya amplop itu dan dibacanya isi suratnya.
2 "Eh, ternyata sesuatu yang cukup menarik."
"Bukan undangan pesta basa-basi, kalau begitu""
"Bukan, ini masalah pekerjaan."
"Dan kliennya seorang bangsawan""
"Salah seorang bangsawan paling terkenal di Inggris."
"Wah, sobat, selamat ya!"
"Sebenarnya, Watson, bukannya aku mau sok, tapi yang lebih penting bagiku adalah jenis
kasusnya dan bukan status sosial kliennya. Tapi mungkin saja penyelidikan yang baru ini cukup
menarik. Kau telah membaca koran-koran terbaru, kan""
"Kelihatannya begitu," kataku dengan lesu sambil menunjuk tumpukan koran di sudut ruangan.
"Soalnya aku tak punya kegiatan lain."
"Untunglah, sehingga kau mungkin bisa memberikan informasi kepadaku. Aku hanya membaca
berita kriminal dan kolom musibah. Yang kusebut terakhir itu biasanya sangat bermanfaat. Tapi, kalau
kau ikuti kejadian-kejadian terakhir dengan saksama, kau pasti telah membaca tentang Lord St. Simon
dan pernikahannya. Betulkah demikian""
"Oh ya, aku sangat tertarik membacanya."
"Bagus. Surat di tanganku ini dikirim oleh Lord St Simon. Akan kubacakan isinya, tapi sebagai
imbalannya kau harus membongkar koran-koran itu dan melaporkan berita-berita yang berhubungan
dengannya kepadaku. Begini bunyinya :
Mr. Sherlock Holmes yang terhormat,
Lord Backwater mengatakan kepada saya bahwa pertimbangan dan kesimpulan Anda dapat
dipercaya. Juga bahwa Anda dapat memegang rahasia. Itulah sebabnya saya memutuskan
untuk menghubungi Anda. Saya ingin b


Sherlock Holmes - Petualangan Sherlock Holmes di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

erkonsultasi tentang kejadian menyedihkan yang
menimpa pernikahan saya. Mr. Lestrade dari Scotland Yard telah menangani kasus ini, tapi dia
tak keberatan untuk bekerja sama dengan Anda, malah dia merasa keikutsertaan Anda akan
sangat menolongnya. Saya akan berkunjung ke tempat Anda pada jam empat sore ini. ]ika
3 Anda ada urusan lain, batalkan saja, karena masalah ini benar-benar penting bagi saya.
Hormat saya, ROBERT ST. SIMON
"Ditulis dari Istana Grosvenor dengan pena bulu angsa, dan bagian luar kelingking kanan
bangsawan ini telah terkena tinta, sehingga bekasnya tercetak di surat ini," komentar Holmes sambil
melipat surat itu. "Dia mengatakan akan datang jam empat. Sekarang sudah jam tiga, berarti sejam lagi dia akan
tiba." "Dengan bantuanmu, aku ingin memperjelas masalah ini. Coba cari di koran-koran itu, dan
aturlah artikelnya sesuai dengan urutan tanggal, sementara aku mempelajari diri klien kita yang baru
ini." Diambilnya sebuah buku tebal berwarna merah dari barisan buku di samping perapian.
"Ini dia," katanya sambil mengambil tempat duduk dan
menaruh buku yang sudah terbuka di halaman tertentu itu di
lututnya. "'Robert Walsingham de Vere St. Simon, putra kedua Duke
of Balmoral...' Hm! 'Dinas ketentaraan: Azure, Letnan Kepala
bintang tiga. Lahir tahun 1846. Usianya sudah 41 tahun,
cukup dewasa untuk menikah. Pernah bertugas sebagai Wakil
Sekretaris di Colonis * pada masa akhir pemerintahan Inggris
di sana. The Duke, ayahnya, pernah menjabat sebagai
Sekretaris Kementerian Luar Negeri. Dia masih keturunan
langsung Raja Henry II, dan juga masih keturunan bangsawan
Tudor dari pihak ibunya. Ha! Tak banyak manfaatnya
keterangan beginian. Aku rasa aku memerlukan banyak
penjelasan darimu, Watson."
"Tak susah mencari artikel-artikel yang berhubungan dengannya," kataku. "Kasusnya masih
baru dan sangat menarik perhatianku. Tapi sebelum ini memang sengaja tak kuceritakan padamu,
* Ketigabelas koloni Inggris di Amerika Utara yang pada tahun 1776 memerdekakan diri dan membentuk negara serikat
4 karena kau sedang menangani suatu kasus dan tak suka diganggu."
"Oh, maksudmu masalah kecil tentang kendaraan angkut mebel di Grosvenor Square itu" Sudah
selesai, kok... memang kesimpulannya sudah jelas sejak dari permulaan. Silakan laporkan hasil seleksi
koranmu padaku." "Pertama, terdapat di kolom pribadi koran Morning Post, dan kejadiannya beberapa minggu
yang lalu. 'Bila berita yang diperoleh benar,' begitu bunyi artikelnya, 'saat ini sedang dipersiapkan
pernikahan antara Lord Robert St. Simon, putra kedua Duke of Balmoral, dengan Miss Hatty Doran,
putri tunggal Mr. Aloysius Doran, dari San Francisco, California, U.S.A.' Cuma itu."
"Singkat dan jelas," komentar Holmes sambil menjulurkan kakinya yang kurus ke arah
perapian. "Ada artikel lain tentang hal ini di salah satu koran golongan atas pada waktu yang hampir
bersamaan. Ah, ini dia. 'Sebentar lagi mungkin gadis-gadis kita akan protes, karena persaingan bebas
yang berlaku sekarang ini nampaknya sangat merugikan mereka. Satu persatu penguasa istana-istana
kerajaan Inggris jatuh ke pelukan sepupu sepupu kita dari Amerika. Minggu lalu, hal ini bertambah
lagi. Lord St. Simon, yang selama lebih dari dua puluh tahun berhasil mengelak dari panah asmara,
telah mengumumkan rencana pernikahannya dengan Miss Hatty Doran, putri seorang milyuner dari
California yang cantik jelita. Miss Doran, yang kecantikannya pernah sangat memukau para tamu di
Festival Istana Westbury, adalah anak tunggal, dan dilaporkan akan membawa mas kawin bernilai
jutaan dolar dari ayahnya. Masa depannya benar-benar penuh harapan. Sudah merupakan rahasia
umum bahwa Duke of Balmoral harus menjual lukisan-lukisannya selama beberapa tahun terakhir ini,
dan bahwa Lord St. Simon tak memiliki harta apa-apa kecuali sebidang tanah di Birchmoor. Maka
jelaslah bahwa bukan hanya gadis ahli waris kaya raya dari California itu yang akan mendapat
keuntungan dari pernikahan ini dengan menerima gelar bangsawan Inggris.'"
"Ada lagi"" tanya Holmes sambil menguap.
"Oh ya, banyak. Ada laporan di koran Morning Post yang menyatakan bahwa
pernikahan itu akan dilangsungkan secara diam-diam di Gereja St. George, Hanover Square, dan hanya sekitar enam
teman dekat mereka yang diundang, dan bahwa perjamuannya akan dilangsungkan di sebuah rumah me
wah di Lancaster Gate yang telah dibeli oleh Mr. Aloysius Doran. Dua hari sesudah itu yaitu hari
5 Rabu yang lalu diberitakan pula bahwa pernikahan itu telah berlangsung, dan bulan madunya akan
dilewatkan di kediaman Lord Backwater, dekat Petersfield. Demikianlah berita-berita yang dimuat
sebelum pengandn wanita menghilang."
"Sebelum apa"" tanya Holmes dengan terkejut
"Pengantin wanita menghilang."
"Kapan menghilangnya""
"Pada jamuan makan pagi sesudah upacara pernikahan."
"Oh, ya" Sangat menarik dan dramatis sekali!"
"Ya, bukankah hal demikian tak umum terjadi""
"Menghilangnya pengantin biasanya sebelum upacara berlangsung, atau kadang-kadang selama
bulan madu, tapi tidak pada saat perjamuan berlangsung. Tolong bacakan rinciannya."
"Kuperingatkan dulu, bahwa rinciannya ddak begitu lengkap."
"Mungkin kita bisa melengkapinya."
"Begitulah, cuma satu artikel di koran kemarin pagi yang akan segera kubacakan untukmu.
Judulnya, 'Peristiwa Aneh pada Pesta Pernikahan Bergengsi'.
"'Keluarga Lord Robert St. Simon benar-benar terguncang oleh kejadian aneh dan menyedihkan
yang menimpa dirinya sehubungan dengan pernikahannya. Seperti diberitakan dalam surat-surat kabar
kemarin, upacaranya telah berlangsung kemarin pagi, tapi baru sekarang diperoleh konfirmasi
mengenai kisah simpang siur yang banyak beredar. Walaupun sahabat-sahabat Lord St. Simon berusaha
menutupi masalah tersebut, perhatian publik telah telanjur bangkit dan mereka ramai
menggunjingkannya, jadi sebaiknya kita beberkan saja fakta-faktanya.
"'Upacara pernikahan itu, yang dilangsungkan di Gereja St George di Hanover Square, hanya
dihadiri oleh ayah mempelai wanita, Mr. Aloysius Doran, Duchess of Balmoral, Lord Backwater, Lord
Eustace dan Lady Clara St. Simon (keduanya adik mempelai pria), serta Lady Alicia Whittington.
Sesudah upacara di gereja, rombongan menuju ke rumah Mr. Aloysius Doran di Lancaster Gate untuk
jamuan makan pagi. Nampaknya ada sedikit kekacauan di situ, yang ditimbulkan oleh seorang wanita
6 yang belum diketahui identitasnya. Wanita itu memaksa untuk diizinkan masuk saat perjamuan sedang
berlangsung, dan mengaku bahwa dia punya urusan dengan Lord St. Simon. Setelah beberapa saat
lamanya barulah dia berhasil diusir oleh kepala pelayan dan seorang pelayan lainnya. Mempelai
wanita, yang untungnya sudah masuk ke dalam rumah sebelum kejadian yang mengganggu ini, sudah
duduk di meja perjamuan bersama tamu tamu lainnya.
"'Tiba-tiba, pengantin wanita merasa kurang enak
badan dan mohon diri untuk istirahat di kamarnya. Tapi lama
sekali dia tak muncul-muncul, sehingga semua orang di
perjamuan itu mulai bertanya-tanya. Ayahnya menyusulnya,
tapi hanya menemukan pelayan wanita gadis itu yang lalu
mengabarkan bahwa sang mempelai hanya masuk ke
kamarnya sebentar, mengambil mantel dan topinya, lalu pergi
lagi. Salah seorang pelayan mengatakan bahwa dia telah
melihat seorang wanita meninggalkan rumah dengan
memakai mantel dan topi, tapi dia sama sekali tak menyangka
bahwa wanita itu putri tuan rumahnya, karena bukankah sang
putri seharusnya berada di tempat perjamuan"
"'Setelah yakin bahwa putrinya menghilang, Mr.
Aloysius Doran membicarakannya dengan mempelai pria.
Mereka berdua lalu menghubungi polisi, dan penyelidikan segera dilakukan supaya masalah itu bisa
segera diselesaikan. Tapi sampai tengah malam belum juga diketahui di mana gadis yang menghilang
itu berada. Desas-desus mengatakan bahwa telah terjadi tindak kejahatan dalam kasus ini, dan
dikatakan bahwa polisi telah memerintahkan agar wanita yang telah mengganggu perjamuan tadi
ditangkap, karena dia diyakini sebagai penyebab menghilangnya mempelai putri. Wanita itu mungkin
saja merasa iri hati atau punya tujuan tertentu lainnya.'"
"Sudah"" "Satu berita pendek lagi di koran pagi lainnya, tapi kelihatannya cukup penting."
"Apa isinya""
7 "Miss Flora Millar, wanita yang telah menyebabkan gangguan itu, tel
ah ditangkap. Ternyata dia
dulu seorang penari di Bar Allegro, dan dia sudah lama berhubungan dengan pengantin pria. Hanya itu.
Tak ada rincian lainnya lagi, dan sekarang kasus ini seluruhnya berada di tanganmu."
"Kasus yang amat menarik, tak akan kulewatkan begitu saja. Dengar, bel berbunyi, Watson, dan
karena jam menunjukkan pukul empat lewat sedikit, aku yakin yang datang itu tentulah klien
bangsawan kita. Jangan pergi dulu, Watson, karena aku perlu saksi yang sedikitnya dapat membantuku
mengingat-ingat." "Lord Robert St. Simon," kata penjaga pintu sambil membuka
pintu kamar kami. Seorang pria melangkah masuk. Wajahnya
menyenangkan, sopan, hidungnya mancung, kulitnya agak pucat,
mulutnya agak cemberut, matanya lebar mata orang yang seumur
hidupnya terbiasa memberi perintah dan dihormati. Sikapnya sigap,
tapi secara umum dia nampak lebih tua dari usia sebenarnya. Dia
agak bungkuk, dan kalau berjalan lututnya agak bengkok. Ketika dia
melepas topinya yang melengkung tepinya, tampaklah rambutnya
yang penuh uban di pinggirannya, dan sangat tipis di bagian atas
kepalanya. Pakaiannya ramai sekali: kerah tinggi jas panjang hitam,
rompi putih, sarung tangan kuning, sepatu kulit, dan kaus kaki
berwarna terang. Dia memasuki ruangan kami dengan perlahan
sambil melongok ke kiri dan ke kanan. Tangan kanannya mengayun-ayunkan tali kacamatanya yang berwarna keemasan.
"Selamat sore, Lord St. Simon," kata Holmes sambil berdiri dan
membungkuk memberi hormat. "Silakan duduk. Ini teman dan rekan sekerja saya, Dr. Watson. Silakan
mendekat ke perapian, dan mari kita bicarakan masalah Anda."
"Masalah yang amat menyedihkan bagi saya, Mr. Holmes, sebagaimana mungkin Anda bisa
bayangkan. Hati saya betul-betul terluka. Tentunya Anda sudah pernah menangani kasus-kasus peka
seperti ini, sir, walaupun mungkin bukan dari golongan bangsawan."
"Saya tak ingin menyombongkan diri."
8 "Maaf"" "Klien saya terakhir yang bermasalah sejenis ini adalah seorang raja."
"Oh, ya! Saya tak tahu itu. Raja dari mana""
"Dari Skandinavia."
"Apa! Apakah istrinya juga menghilang""
"Mohon Anda bisa memaklumi," kata Holmes dengan halus, "bahwa saya selalu berjanji untuk
merahasiakan masalah klien saya, termasuk Anda juga."
"Tentu! Betul! Betul sekali! Maafkan saya. Sedangkan mengenai kasus saya, saya telah siap
untuk memberikan informasi yang mungkin bisa menolong Anda untuk mengemukakan pendapat
Anda." "Terima kasih. Saya sudah tahu semua yang dimuat di koran-koran. Saya rasa semuanya benar
misalnya artikel ini, yang menyebutkan tentang menghilangnya pengantin wanita."
Lord St. Simon menatap artikel itu sekilas. "Ya, benar."
"Tetapi diperlukan kelengkapan informasi sebelum saya bisa menyatakan pendapat saya.
Bisakah saya mendapatkan itu secara langsung, yaitu dengan cara menanyakan beberapa hal kepada
Anda"" "Silakan." "Kapan Anda bertemu dengan Miss Hatty Doran untuk pertama kali""
"Setahun yang lalu, di San Francisco."
"Apakah pada waktu itu Anda sedang bepergian ke Amerika Serikat""
"Ya." "Apakah setelah itu kalian langsung bertunangan""
"Tidak." "Tapi Anda tetap berteman dengannya""
"Saya suka keluarganya, dan dia pun tahu hal itu."
9 "Ayahnya kaya sekali, ya""
"Kabarnya, dia orang paling kaya di sepanjang Semenanjung Pasifik."
"Apa bisnisnya""
"Pertambangan. Beberapa tahun yang lalu, dia masih belum apa-apa. Lalu dia menemukan
tambang emas, dan jadilah dia orang kaya."
"Sekarang, bagaimana pendapat Anda sendiri tentang sifat gadis itu maksud saya istri Anda""
Bangsawan itu memutar-mutar kacamatanya dengan lebih cepat, dan memandang ke perapian.
"Anda tahu, Mr. Holmes," katanya, "baru setelah istri saya berumur dua puluh tahun ayahnya menjadi
kaya raya. Sebelum itu, dia biasa bermain-main dengan bebas di pertambangan, hutan, atau gunung-gunung di sekeliling rumahnya. Dia lebih banyak mendapatkan pendidikannya dari alam daripada dari
guru sekolah. Dia itu tingkahnya seperti anak laki-laki. Kuat, bebas, dan tak bisa tinggal diam. Dia tak
mau dibelenggu oleh tradisi. Dia orangnya tak sabaran meletup-letup, begitulah. Dia cepat dalam
memutuskan sesuatu, dan tak kenal
rasa takut kalau sudah berniat untuk berbuat sesuatu. Sebaliknya,
tentu saja saya tak akan begitu saja memberikan gelar kebangsawanan saya kepadanya (dia terbatuk
dengan anggun) kalau saya tak yakin bahwa dia pada dasarnya adalah seorang wanita terhormat. Saya
yakin, dia akan mampu menyesuaikan diri walaupun untuk itu dia harus berkorban, dan tak akan
melakukan sesuatu yang memalukan."
"Anda punya fotonya""
"Saya bawa ini." Dia membuka sebuah leontin penyimpan foto, dan nampaklah wajah seorang
gadis yang cantik jelita. Itu ternyata bukan foto, tapi miniatur dari gading. Pengukirnya telah
menciptakan karya seni yang amat indah, sehingga rambut hitam gadis itu yang berkilat, mata gelapnya
yang besar, dan bentuk mulutnya yang elok, terlihat dengan jelas. Holmes menatap wajah gadis itu
dengan saksama selama beberapa saat. Lalu dikembalikannya leontin itu kepada Lord St. Simon.
"Gadis ini lalu datang ke London dan Anda melanjutkan hubungan dengannya""
"Ya. Dia berlibur ke London bersama ayahnya beberapa bulan yang lalu. Saya mengunjunginya
beberapa kali, bertunangan, kemudian menikahinya."
"Kalau tak salah, dia membawa mas kawin yang amat banyak""
10 "Biasa-biasa saja. Tak lebih banyak dari yang biasanya dibawa oleh seorang wanita yang
menikah dengan anggota keluarga saya."
"Dan mas kawin ini tentu saja menjadi milik Anda, karena pernikahan telah berlangsung""
"Saya belum sempat menanyakan soal itu."
"Oh ya, tentu saja belum. Apakah Anda menemui Miis Doran sehari sebelum pernikahan""
"Ya." "Apakah dia baik-baik saja""
"Baik sekali. Dia malah banyak berbicara tentang bagaimana kehidupan kami berdua nanti
setelah menikah." "Oh, ya" Ini menarik sekali. Bagaimana keadaannya pada keesokan harinya, pada hari
pernikahan kalian itu""
"Dia sangat gembira paling tidak, sampai setelah upacara pemberkatan di gereja."
"Apakah Anda memperhatikan perubahan yang terjadi pada dinnya waktu itu""
"Yah, baru saat itu saya menyadari bahwa dia agak
pemarah. Tapi kejadiannya cuma sepele saja, dan tak mungkin
ada hubungannya dengan kasus ini."
"Tak apa-apa. Ceritakan saja."
"Oh, tindakannya agak kekanak-kanakan. Buket
bunga yang dibawanya terjatuh ketika kami sedang berjalan
meninggalkan tempat upacara pemberkatan. Saat dia
melewati para tamu yang berdiri di samping kiri-kanannya,
buket itu terjatuh ke salah satu bangku. Prosesi terhenti
sejenak, dan pria yang kebetulan berdiri dekat bangku itu lalu
memungut buket itu dan menyerahkannya kembali
kepadanya. Buketnya tidak rusak, tapi ketika saya
menanyakan tentang hal itu kepadanya, dia menjawab
11 dengan ketus, dan pada waktu kami sudah berada di kereta untuk menuju ke perjamuan di rumah
ayahnya, kelihatan sekali bahwa perasaannya sangat terganggu dengan insiden kecil tadi."
"Oh, begitu. Tadi Anda mengatakan ada seorang pria yang kebetulan berdiri di dekat bangku
yang kejatuhan buket bunga itu. Kalau begitu ada orang luar yang hadir di upacara pemberkatan
pernikahan itu""
"Oh, ya. Kami tak bisa membendung masuknya orang luar, karena gereja itu terbuka untuk
umum." "Apakah pria itu salah seorang teman istri Anda""
"Tidak, tidak, penampilan pria itu biasa-biasa saja. Saya tak begitu memperhatikannya. Tapi
saya rasa kita telah membelok terlalu jauh dari pokok permasalahan yang ingin saya utarakan."
"Jadi, sepulang dari upacara di gereja, kegembiraan istri Anda berkurang. Apa yang
dilakukannya ketika tiba di rumah ayahnya""
"Dia berbincang-bincang dengan pelayan wanitanya."
"Siapa nama pelayannya itu""
"Alice. Dia seorang wanita Amerika yang dibawanya dari California."
"Pelayan pribadi""
"Kira-kira begitulah. Menurut saya, majikannya terlalu memberikan kebebasan kepadanya.
Tetapi tentu saja keadaan di Amerika memang amat berbeda dengan keadaan di Inggris sini."


Sherlock Holmes - Petualangan Sherlock Holmes di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

"Berapa lama istri Anda berbincang-bincang dengan si Alice ini""
"Oh, selama beberapa menit. Waktu itu pikiran saya sedang tertuju pada hal lain."
"Anda tak mendengar apa yang mereka perbincangkan""
"Lady St Simon mengatakan sesuatu tentang menerjang tuntutan. Dia suka sekali menggunakan slang
semacam itu. Saya tak tahu apa maksudnya."
"Slang A merika memang kadang-kadang amat dalam artinya. Lalu apa yang dilakukan istri
Anda setelah berbincang-bincang dengan pelayannya""
12 "Dia masuk ke ruang makan."
"Bergandengan tangan dengan Anda""
"Tidak, dia sendirian. Dia sangat mandiri dalam hal-hal sepele seperti itu. Lalu, ketika kami
baru saja duduk bersama selama kira-kira sepuluh menit, dia berdiri dengan terburu-buru dan meminta
maaf kepada para tamu karena dia harus meninggalkan ruangan. Dia tak muncul lagi."
"Bukankah pelayannya yang bernama Alice itu menyatakan bahwa dia kemudian melihat Lady
St. Simon masuk ke kamarnya, mengenakan mantel panjang yang dirangkapkan begitu saja ke gaun
pengantinnya, memakai topi lebar, lalu pergi meninggalkan rumah""
"Begitulah. Seseorang melihatnya berjalan menuju Hyde Park bersama Flora Millar, yang kini
sudah ditahan, dan yang pagi itu telah membuat keonaran di rumah Mr. Doran."
"Ah, ya. Saya ingin mendapatkan rincian mengenai wanita itu, dan apa hubungannya dengan
Anda." Lord St Simon mengangkat bahu dan juga alisnya. "Kami hanya berteman selama beberapa
tahun mungkin lebih tepat kalau saya katakan kami berkawan dekat. Dia dulu bekerja di Bar Allegro.
Saya selalu murah hati kepadanya, dan dia tak punya alasan sedikit pun untuk mengancam saya, tapi
Anda tentu tahu bagaimana perangai wanita, Mr. Holmes. Flora wanita mungil yang menarik, tapi
sangat pemarah, dan dia sangat mencintai diri saya. Dia mengirim beberapa surat yang menyatakan
kepedihannya ketika mendengar bahwa saya akan menikah dengan gadis lain. Dan terus terang,
pernikahan kami dilangsungkan dengan diam-diam untuk mencegah kemungkinan timbulnya keributan
di gereja. Ternyata dia muncul di rumah Mr. Doran, beberapa saat setelah rombongan kami memasuki
rumah itu. Dia bersikeras agar diizinkan masuk ke dalam rumah sambil mencaci-maki istri saya,
bahkan mengancamnya. Tapi saya sudah menduga akan kemungkinan terjadinya hal semacam itu, dan
saya sudah memerintahkan para pelayan untuk mengusirnya keluar. Dia lalu berhenti berteriak ketika
melihat bahwa usahanya sia-sia."
"Apakah istri Anda mendengar adanya keributan itu""
"Untungnya, tidak."
"Dan kemudian ada orang melihat istri Anda berjalan bersama wanita itu tak lama kemudian""
13 "Ya. Hal inilah yang dianggap sangat serius oleh Mr. Lestrade dari Scotland Yard. Diperkirakan,
Flora telah berhasil membujuk istri saya untuk menemuinya di luar rumah dan memasang perangkap
terhadapnya." "Well, mungkin saja."
"Begitu jugakah menurut Anda""
"Saya hanya mengatakan mungkin. Tapi menurut Anda tak mungkin begitu, kan""
"Menurut saya, Flora tak mungkin menyakiti bahkan seekor lalat pun."
"Tapi rasa cemburu bisa mengubah sifat seseorang secara aneh. Silakan mengemukakan
pendapat Anda tentang apa yang sebenarnya telah terjadi."
"Wah, sebenarnya saya datang kemari untuk meminta pendapat Anda, bukan sebaliknya. Semua
fakta sudah saya berikan kepada Anda. Tetapi karena Anda toh tadi menanyakan pendapat saya,
baiklah. Menurut saya, kegairahan sehubungan dengan pernikahan kami dan kesadaran bahwa
martabatnya telah terangkat begitu tinggi, sangat mengguncangkan istri saya."
"Pendek kata, pikirannya lalu tiba-tiba menjadi kacau, begitukah""
"Yah, mengingat dia dengan begitu saja mencampakkan kedudukan yang amat didambakan oleh
banyak orang itu, saya kira begitulah satu-satunya penjelasan yang masuk akal."
"Hm, hipotesis Anda itu ada kemungkinan nya juga," kata Holmes sambil tersenyum. "Nah, Lord St.
Simon, saya sudah mendapatkan hampir semua data yang saya perlukan. Tinggal satu pertanyaan lagi.
Apakah Anda waktu perjamuan itu duduk di dekat jendela dan bisa melihat ke luar""
"Kami berdua bisa melihat ke seberang jalan dan ke Hyde Park."
"Baiklah. Saya rasa saya tak perlu menahan Anda lebih lama lagi. Nanti saya akan
menghubungi Anda." "Seandainya Anda berhasil memecahkan masalah ini," kata klien kami sambil bangkit berdiri.
"Saya sudah mendapatkan penyelesaiannya."
"Eh" Bagaimanakah""
"Saya hanya ingin katakan bahwa saya sudah mendapatkan penyelesaiannya."
14 "Kalau demikian, di manakah istri saya""
"Akan segera saya beritahukan kepada
Anda nanti." Lord St. Simon menggelengkan kepalanya. "Saya rasa hal itu takkan terjangkau oleh otak Anda
maupun otak saya," komentarnya sambil membungkukkan badan dengan cara kuno dan formal. Dia
pun lalu pulang. "Baik hati benar Lord St. Simon itu, karena dia menyamakan otakku dengan otaknya sendiri,"
kata Sherlock Holmes sambil tertawa. "Aku rasa sebaiknya aku minum sedikit wiski dicampur soda,
lalu mengisap cerutu dengan tenang. Capek sekali rasanya setelah tanya jawab ini. Aku bahkan sudah
mendapatkan kesimpulan sehubungan dengan kasus ini, sebelum klien kita masuk ke sini tadi."
"Astaga, Holmes!"
"Aku punya beberapa catatan tentang kasus-kasus serupa, walaupun seperti kukatakan tadi,
kejadiannya tak secepat ini. Tanya-jawab tadi meyakinkan aku bahwa dugaanku benar. Bukti tak
langsung kadang-kadang sangat meyakinkan, bagaikan ikan yang tercebur ke dalam susu, pastilah akan
jelas terlihat. Demikianlah kutipan dari Thoreau
** ." "Padahal apa yang kaudengar, aku pun mendengarnya."
"Tapi kau tak tahu apa-apa tentang kasus-kasus serupa yang terjadi sebelum ini, yang telah
banyak menolongku. Kasus yang mirip terjadi di Aberdeen beberapa tahun yang lalu, lalu di Munich
setahun setelah perang Prancis-Prusia. Kasus semacam inilah yang... eh, halo, itu Lestrade datang!
Selamat sore, Lestrade! Masih tersedia segelas minuman di meja samping, dan cerutu di kotak itu."
Detektif pemerintah itu mengenakan jaket panjang dan syal, sehingga penampilannya seperti
pelaut. Dia membawa sebuah tas kanvas hitam. Setelah memberi salam sejenak, dia mengambil tempat
duduk dan menyulut cerutu yang ditawarkan kepadanya.
"Ada kabar apa"" tanya Holmes sambil mengedipkan mata. "Anda nampaknya sedang se-bal."
"Saya memang sedang merasa sebal. Gara-gara kasus pernikahan St. Simon yang brengsek ini.
Saya tak menemukan baik ujung maupun pangkalnya."
"Wah! Anda membuat saya heran."
**pengarang Amerika yang menganut aliran transendentalisme
15 "Mana pernah ada peristiwa yang begitu membingungkan" Setiap petunjuk bagaikan cuma
lewat saja dari jari tangan saya. Sudah seharian saya menangani kasus ini."
"Sampai Anda jadi basah kuyup karenanya," komentar Holmes sambil meletakkan tangannya di
lengan tamunya yang berjaket panjang itu.
"Ya, saya baru saja mengaduk-aduk Danau Serpentine!"
"Demi Tuhan, untuk apa""
"Mencari mayat Lady St Simon."
Sherlock Holmes menyandarkan punggung ke tempat duduknya dan tertawa terbahak bahak.
"Bagaimana dengan air mancur Trafalgar Square" Sudah Anda aduk-aduk juga atau belum"" tanyanya.
"Kenapa" Apa maksud Anda""
"Kalau mayat wanita itu bisa ditemukan di Danau Serpendne, berarti bisa pula ditemukan di
sana." Lestrade memelototi temanku dengan marah. "Memangnya Anda tahu apa tentang semua ini""
geramnya. "Well, saya baru saja mendengar fakta-faktanya, tapi saya sudah yakin tentang apa yang terjadi."
"Oh, ya!" Dan Anda pikir Danau Serpentine tak ada sangkut pautnya dengan kasus ini""
"Menurut saya sangat tak mungkin."
"Kalau begitu, coba jelaskan bagaimana
barang barang ini bisa saya temukan di danau
itu." Sambil berbicara, dia membuka tas yang
dibawanya, dan dijatuhkannya ke lantai sebuah
gaun pengantin sutera, sepasang sepatu satin
berwarna putih, serta hiasan bunga dan tudung
kepala pengantin wanita. Semuanya dalam
keadaan basah dan kotor. 16 "Nah," katanya sambil menaruh sebuah cincin kawin yang masih baru di atas onggokan barang
barang yang disebarkannya di lantai tadi. "Coba jelaskan semua hal sepele ini, Master Holmes."
"Oh, tentu saja," kata temanku sambil meniupkan bulatan-bulatan asap berwarna biru ke udara.
"Anda keruk semua ini dari dasar Serpentine""
"Tidak. Ditemukan terapung-apung di dekat pinggir danau itu oleh pengurus taman. Pakaian
dan semua perlengkapan ini milik pengantin wanita, dan menurut saya, kalau pakaiannya ditemukan di
situ, pasti mayatnya tak jauh dari situ."
"Ada pula penjelasan lain yang sama hebatnya, yaitu bahwa setiap orang pasti berada di dekat
lemari pakaiannya. Tapi, coba katakan, apa yang akan Anda simpulkan dari penemuan ini""
"Ini membuktikan bahwa Flora Millar terlibat dalam hilangnya m
empelai wanita itu."
"Saya rasa tak mudah untuk membuktikan itu."
"Sampai sekarang pun, Anda masih bersikap begitu"" teriak Lestrade dengan sengit "Saya rasa,
Holmes, kesimpulan-kesimpulan Anda tak begitu praktis. Anda telah membuat dua kesalahan fatal
dalam beberapa menit saja. Gaun pengantin ini benar-benar melibatkan Miss Flora Millar."
"Dan bagaimana Anda bisa berpendapat demikian""
"Ada saku di gaun itu. Di situ terdapat tempat kartu.
Di tempat kartu itu ada secarik catatan. Nih, catatan yang
saya maksud itu!" Dengan kasar diletakkannya secarik
kertas di meja. "Coba dengarkan isinya. 'Kalau semua sudah beres
aku akan datang. Susul aku, F.H.M.' Nah, menurut saya,
Lady St. Simon telah dibujuk untuk menemui Flora Millar,
dan dengan bantuan beberapa orang komplotannya, dia
melenyapkan Lady St. Simon. Nih, catatan bertanda tangan
inisial namanya, yang tentunya telah diselipkan ke tangan
mempelai wanita sebelum ia masuk ke rumah ayahnya, dan
telah berhasil mempengaruhinya untuk menemui mereka."
17 "Bagus sekali, Lestrade," kata Holmes sambil tertawa. "Anda benar-benar hebat. Coba saya
lihat catatan itu." Diambilnya kertas itu dengan malas, tapi perhatiannya semakin bertambah besar, dan
dia lalu berteriak dengan rasa puas. "Ini benar-benar penting," katanya.
"Ha! Benar, kan""
"Ya, benar. Selamat untuk Anda."
Lestrade bangkit dengan penuh kemenangan, dan memperhatikan kertas yang sedang dibaca
oleh Holmes. "Lho," katanya dengan tercekat, "Anda terbalik membacanya."
"Bukan, bagian baliknya ini justru yang benar."
"Itu yang benar" Anda gila! Ini, nih, catatan nya yang ditulis dengan pensil di sebelah baliknya
ini." "Dan baliknya ini nampaknya sobekan bon pembayaran dari hotel. Itulah yang sangat menarik
perhatian saya." "Tak ada yang istimewa di situ. Saya tadi sudah memperhatikannya," kata Lestrade. "'4 Okt,
sewa kamar 8 s., makan pagi 2 s. 6 d., minuman 1 s., makan siang 2 s. 6 d., anggur 8 d.' Tak ada apa-apanya, bukan""
"Mungkin memang tak ada apa-apanya, tapi bagi saya tetap penting. Sedangkan catatan ini
sendiri juga memang penting, paling tidak singkatan namanya itu, maka sekali lagi, saya ucapkan
selamat kepada Anda."
"Saya sudah banyak membuang waktu," kata Lestrade sambil berdiri, "saya hanya percaya pada
kerja keras, dan bukan cuma duduk-duduk di depan perapian sambil mereka-reka kesimpulan. Selamat
sore, Mr. Holmes, dan kita akan lihat nanti, siapa di antara kita yang akan berhasil menyelesaikan
masalah ini lebih dahulu." Diambilnya lagi barang barang yang tadi dijatuhkannya ke lantai,
dimasukkannya ke tas, dan dia pun berjalan meninggalkan ruangan kami.
"Saya beri Anda satu petunjuk, Lestrade," kata Holmes dengan tenang sebelum saingannya
menghilang, "atau, biarlah saya katakan jawaban sebenarnya dari masalah ini. Lady St. Simon itu cuma
dongeng saja. Tak ada, dan tak pernah ada wanita bernama itu, sebenarnya."
Lestrade memandang temanku dengan prihatin. Lalu dia menoleh ke arahku, mcnepuk dahinya
18 tiga kali, menggeleng dengan tenang, lalu menghilang.
Belum lagi pintu tertutup rapat, Holmes bangkit dan mengenakan mantelnya. "Orang dari
Scotland Yard tadi mengatakan pentingnya kerja keras," komentarnya, "maka, Watson, aku harus
meninggalkanmu sebentar."
Holmes pergi sekitar jam lima sore, tapi aku tak sempat merasa kesepian karena kira-kira sejam
kemudian seorang petugas katering datang dengan membawa sebuah kotak besar. Dibukanya kotak itu
dibantu oleh pemuda yang datang bersamanya. Aku jadi terheran-heran. Ternyata mereka sedang
menyiapkan hidangan makan malam untuk semacam pesta di meja mahoni kami yang sederhana.
Tak lama kemudian terhidanglah masakan ayam dingin, burung, pastel, dan beberapa minuman
segar tradisional. Setelah merapikan semua hidangan mewah ini, kedua orang itu menghilang bagaikan
jin-jin dalam Kisah Seribu Satu Malam. Petugas katering itu hanya mengatakan bahwa semua ini sudah
dibayar oleh seseorang dan diminta agar dikirim ke alamat di mana aku tinggal ini.
Ketika jam menunjukkan hampir pukul sembilan, Sherlock Holmes melangkah masuk dengan
tergesa-gesa. Air mukanya serius, tapi matanya
bersinar. Ini pertanda bahwa kesimpulan yang sudah
dibuatnya sebelum pergi tadi tak mengecewakannya.
"Jadi, makan malam nya sudah siap, ya"" katanya sambil mengusap-usap kedua tangannya.
"Kau sepertinya sedang menunggu tamu. Hidangan ini untuk lima orang."
"Ya, menurutku akan ada tamu yang singgah kemari," katanya. "Lord St. Simon kok belum
datang, ya" Ha! Kurasa dia sedang menaiki tangga sekarang."
Memang benar. Tamu kami yang tadi pagi itu, kini muncul kembali dengan tergopoh-gopoh
sambil memutar-mutar kacamatanya dengan gugup. Wajah ningratnya benar-benar sangat gelisah.
"Jadi, berita dari saya sampai juga kepada Anda, ya"" tanya Holmes.
"Ya, dan saya akui bahwa isinya sangat mengejutkan saya. Apakah sumber Anda itu bisa
dipercaya"" "Oh, pasti." Lord St. Simon menjatuhkan dirinya ke sebuah kursi, lalu mengusap dahinya.
19 "Apa kata Duke nanti," gumamnya, "kalau dia mendengar bahwa salah satu anggota
keluarganya telah mengalami suatu hal yang demikian memalukan."
"Ini benar-benar kebetulan saja. Saya tak merasa ada yang dipermalukan."
"Ah, Anda melihat masalah ini dari sudut pandang yang berbeda."
"Tak ada yang bisa disalahkan Juga gadis itu, walaupun caranya patut disesalkan. Dia tak
memiliki ibu lagi, maka tak ada yang memberinya nasihat pada saat dia menghadapi krisis seperti
ini." "Ini benar-benar penghinaan di depan publik," kata Lord St Simon sambil mengetuk-ngetukkan
jari di meja. "Anda harus merelakan gadis yang malang ini. Dia benar-benar berada dalam posisi yang sulit,
yang tak pernah diduganya sama sekali."
"Saya tak rela. Saya bahkan sangat marah, karena telah dipermalukan."
"Saya rasa saya mendengar bunyi bel," kata Holmes. "Ya, dan terdengar pula langkah-langkah
di halaman depan. Kalau saya tak bisa membujuk Anda agar berdamai saja dalam masalah ini, Lord St.
Simon, mungkin orang yang saya undang ini bisa." Holmes membuka pintu ruangan, dan
mempersilakan masuk seorang pria dan seorang wanita. "Lord St. Simon," katanya, "mari saya
perkenalkan Anda kepada Mr. dan Mrs. Francis Hay Moulton. Yang wanita, tentunya sudah Anda
kenal." Ketika melihat siapa yang datang, klien
kami terlonjak dari tempat duduknya, lalu
berdiri tegak. Matanya menatap ke bawah dan
tangannya mencengkeram bagian dada mantel
panjangnya. Benar-benar terluka harga dirinya!
Gadis itu maju ke depan dan mengulurkan
tangannya, tapi Lord St. Simon tctap menunduk
saja. Dia tak bergeming sedikit pun, padahal
gadis itu menatapnya dengan wajah yang amat
memelas. 20 "Kau marah, Robert"" sapa gadis itu. "Yah, kurasa kau berhak untuk itu."
"Tak usah minta maaf padaku," kata Lord St. Simon dengan getir.
"Oh, ya, aku tahu aku telah memperlakukanmu dengan sangat jahat, dan seharusnya aku
membicarakan hal itu denganmu dulu sebelum aku menghilang. Tapi waktu itu aku kalut, dan sejak
melihat Frank, aku tak sadar lagi pada apa yang kulakukan atau kukatakan. Untung saja, aku tak
terjatuh atau pingsan di depan altar."
"Mrs. Moulton, apakah mungkin sebaiknya saya dan teman saya masuk ke dalam, sementara
Anda menjelaskan masalah ini""
"Kalau boleh saya menyarankan," komentar pria asing yang datang bersama gadis itu, "kami tak
ingin merahasiakan hal ini lagi. Bahkan saya pribadi ingin agar semua orang di benua Eropa dan
Amerika mendengarkan kejelasan masalah ini." Pria itu agak kecil, kurus, dan kulitnya terbakar sinar
matahari. Wajahnya lancip, dan sikapnya hati-hati.
"Kalau begitu, baiklah, akan segera saya jelaskan," kata si gadis. "Saya dan Frank bertemu
pertama kali pada tahun 1881 di perkampungan McQuire, dekat Rockies, di mana waktu itu Ayah
bekerja. Saya dan Frank lalu bertunangan. Tapi Ayah kemudian mendapat rezeki besar dan langsung


Sherlock Holmes - Petualangan Sherlock Holmes di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

menjadi kaya raya, sedangkan Frank masih melarat dan pekerjaannya malah bangkrut. Ayah semakin
lama semakin kaya, sedangkan Frank sebaliknya, maka Ayah lalu menganggap pertunangan kami batal,
dan membawa saya bersamanya pindah ke San Francisco.
"Tapi Frank tak menyerah begitu saja. Dia menyusul saya, dan kami melanjutkan hubungan
tanpa sepengetahuan Ayah, karena dia pasti tak akan merestuinya. Jadi kami bertemu secara sembu
nyi-sembunyi. Frank lalu mengatakan bahwa dia akan pergi untuk mengumpulkan uang, dan dia berjanji
takkan kembali sebelum menjadi sekaya Ayah. Maka saya pun berjanji untuk menanti kedatangannya
sampai kapan pun, dan bersumpah untuk tidak menikah dengan pria lain selama dia masih hidup.
'Kalau begitu, bagaimana kalau kita menikah sekarang saja"' katanya. 'Dengan demikian aku takkan
meragukanmu lagi. Tapi aku akan tutup mulut sampai aku kembali lagi kelak.'
"Kami membicarakan hal itu selama beberapa saat, akhirnya dia memutuskan untuk mengatur
segalanya bagi pernikahan kami secara diam-diam. Begitulah, maka seorang pendeta mengesahkan
pernikahan kami. Setelah itu Frank langsung pergi mencari pekerjaan, dan saya kembali ke ayah saya.
21 "Tak lama kemudian, saya menerima kabar bahwa Frank berada di Montana, berikutnya di
Arizona, lalu di New Mexico. Lalu saya baca berita besar-besaran di surat kabar tentang penyerangan
orang-orang Indian Apache ke sebuah perkampungan pertambangan, dan nama Frank, suami saya,
tercantum di antara korban yang tewas. Saya pingsan setelah membaca berita itu, dan jatuh sakit
selama berbulan bulan. Ayah kuatir kalau keadaan saya terus memburuk, dan mengupayakan
pengobatan untuk saya dengan sekuat tenaga. Tak ada kabar berita dari Frank setelah itu, sampai satu
tahun lebih. Jadi, saya benar-benar yakin bahwa Frank sudah mati. Lalu saya berkenalan dengan Lord
St. Simon di San Francisco, dan saya pun berkesempatan mengunjungi London. Kemudian kami
merencanakan pernikahan kami. Ayah sangat gembira, tapi cinta saya terhadap Frank yang bernasib
malang, tak bisa digantikan oleh siapa pun.
"Tapi, kalaupun saya telanjur menikah dengan Lord St. Simon, tentu saja saya akan
melaksanakan kewajiban saya sebagai istri kepadanya. Kita tak bisa memaksakan perasaan cinta kita,
tapi kita bisa mengarahkan kelakuan kita. Maka, saya pun waktu itu sudah siap naik altar bersamanya,
dengan tekad akan menjadi istrinya yang baik.
"Dapat kalian bayangkan bagaimana kagetnya saya ketika saya lihat Frank berdiri di baris
pertama sedang menatap tajam ke arah saya yang sedang berjalan menuju altar. Pada mulanya saya
pikir saya cuma melihat hantunya saja, tapi waktu saya menengok lagi, dia masih tetap ada di sana
dengan matanya menghunjam ke mata saya, seolah bertanya apakah saya gembira atau bersedih atas
kehadirannya. Saya heran saya tak terjatuh waktu itu. Yang saya tahu ialah bahwa sekeliling saya jadi
berputar-putar dan kata kata pendeta yang sedang memberkati kami terdengar di telinga saya bagaikan
dengung lebah saja. Saya tak tahu harus berbuat apa. Haruskah upacara itu saya minta agar dihentikan"
Bukankah itu akan menimbulkan keributan di gereja" Saya menoleh lagi padanya, dan dia nampaknya
mengerti kegelisahan saya, karena dikatupkannya jari-jarinya ke mulutnya sebagai isyarat agar saya
tetap tenang. "Lalu, saya lihat dia menuliskan sesuatu pada secarik kertas. Saya yakin dia sedang berusaha
mengirim pesan untuk saya. Ketika upacara selesai dan kami berjalan balik ke luar gereja, saya
menjatuhkan buket bunga ke dekatnya, dan dia menyelipkan pesan itu ke tangan saya ketika dia
mengembalikan buket bunga yang terjatuh itu. Pesannya cuma singkat. Dia meminta saya untuk
menemuinya begitu dia memberi isyarat. Saat itu saya langsung merasa mantap bahwa dia lebih berhak
22 atas diri saya, dan saya berketetapan untuk menuruti permintaannya.
"Ketika sampai di rumah Ayah, saya menceritakan tentang kehadiran Frank kepada pelayan
wanita saya yang sudah mengenal Frank sejak di California. Mereka bahkan berteman. Saya minta agar
dia tutup mulut, dan saya menyuruhnya menyiapkan beberapa pakaian dan mantel panjang saya. Saya
tahu bahwa sebetulnya saya harus berbicara dulu kepada Lord St. Simon, tapi mana bisa saya lakukan
itu di hadapan ibunya dan tamu-tamu lainnya. Jadi, saya
memutuskan untuk melarikan diri saja, dan saya akan
menjelaskan semuanya kemudian.
"Saya baru duduk di meja perjamuan selama kira-kira sepuluh menit ketika saya melihat Frank dari jendela
yang menghadap ke jalan raya. Dia memberi isyarat sambil
berjalan menuju Hyde Park. Saya lalu menyelinap masuk,
mengenakan mantel, dan mengikutinya. Ada seorang
wanita yang sempat menemui saya, dan mengatakan
sesuatu tentang Lord St. Simon dari apa yang bisa saya
tangkap, nampaknya dia membeberkan sedikit tentang
rahasia pribadinya di waktu lalu tapi saya berhasil
melepaskan diri dari wanita itu, dan kemudian bergegas
menyusul Frank "Kami berdua masuk ke kereta, lalu menuju hotel di Gordon Square yang telah dipesan Frank.
Itulah pernikahan kami yang sebenarnya setelah berpisah selama bertahun-tahun. Ternyata Frank telah
ditangkap oleh orang-orang Indian Apache, lalu berhasil kabur. Dia langsung kembali ke San
Francisco, dan mendengar berita bahwa saya telah menganggapnya mati. Dia lalu menyusul saya ke
Inggris, dan tiba tepat pada hari pernikahan saya.
"Saya membaca berita pernikahan itu di surat kabar," pria Amerika itu menjelaskan "Di situ
disebutkan nama kedua pengantin dan nama gereja tempat pemberkatan, tapi tak disebutkan alamat
pengantin wanita." "Kami lalu membicarakan tentang apa yang harus kami lakukan, dan Frank ingin terbuka saja
23 tentang semua rahasia kami. Tapi saya sangat malu, sehingga saya merasa sebaiknya
saya menghilang saja, dan tak usah bertemu lagi dengan orang-orang yang berada di pesta itu. Saya
mungkin hanya perlu mengirim pesan, pendek kepada Ayah, agar dia tahu bahwa saya masih hidup.
Saya sangat menyesal kalau mem bayangkan betapa para tamu terhormat saat itu
menunggu-nunggu saya. Frank lalu membungkus pakaian dan perlengkapan pengantin saya,
membuangnya ke suatu tempat yang agak terpencil, untuk menghilangkan jejak saya.
"Sebetulnya kami akan berangkat ke Paris besok pagi. Tapi Mr. Holmes datang menemui kami
malam ini. Entah bagaimana caranya beliau bisa mengetahui alamat kami. Menurut beliau, rasa malu
saya tidaklah pada tempatnya, dan sebaliknya dia setuju dengan pemikiran Frank agar kami membuka
saja rahasia kami kepada umum. Lebih jauh dikatakannya, bahwa hidup kami ada dalam jalan yang
salah kalau kami terus-menerus menyembunyikan rahasia kami ini. Kemudian dia menawarkan
kesempatan untuk berbicara kepada Lord St. Simon secara pribadi. Itulah sebabnya kami segera datang
kemari. "Nah, Robert, kau telah mendengar semuanya, dan aku mohon maaf telah menyakiti hatimu.
Kuharap kau tak memandang rendah diriku."
Sikap Lord St. Simon tetap kaku, alisnya mengernyit dan
bibimya terkatup rapat selama dia mendengarkan kisah
yang panjang ini. "Maaf," katanya, "aku tak biasa membicarakan masalah
pribadiku di depan umum."
"Oh, jadi kau tak memaafkanku" Kau tak mau berjabat
tangan denganku sebelum kita berpisah""
"Oh, boleh saja, kalau itu yang kauinginkan".
Diulurkannya tangannya, dan dengan sikap dingin
dijabatnya tangan gadis itu.
"Tadinya saya mengharapkan," usul Holmes, "kalau
mungkin Anda bersedia makan malam bersama kami
sebagai tanda persahabatan."
24 "Saya kira itu permintaan yang terlalu berlebihan," jawab bangsawan itu. "Saya terpaksa
menerima kenyataan ini, tapi tentu saja saya tak siap untuk bergembira ria atas hal ini. Kalau Anda
sekalian tak keberatan, saya minta permisi dulu. Selamat malam." Dia membungkuk sedikit, lalu
menghilang dari pandangan kami.
"Kalau begitu, saya yakin paling tidak
Anda berdua bersedia menemani kami makan
malam"" tanya Holmes. "Saya selalu merasa
gembira kalau bertemu dengan orang Amerika,
Mr. Moulton, karena saya adalah salah satu
orang yang percaya bahwa perbedaan yang ada
saat ini antara monarki di sini dan sistem
pemerintahan di sana tak akan mencegah
keturunan kita kelak untuk bersatu di bawah satu
bendera." "Kasus ini menarik sekali," komentar Holmes ketika tamu kami sudah pulang, "karena
penjelasannya sangat sepele. Padahal pada awalnya nampaknya amat rumit. Benar-benar tak tertandingi
rumitnya. Urut-urutan kejadiannya sebenarnya biasa saja, tapi menjadi aneh kalau dilihat dari sudut
pandang Mr. Lestrade, misalnya."
"Pandanganmu sendiri ternyata tak meleset sedikit pun, begitukah""
"Sejak awal, ada dua hal yang kuketahui dengan jelas. Pertama, kesediaan gadis itu untuk
menikah dengan Lord St. Simon. Kedua, kekacauan yang melanda
dirinya sebelum dia sampai di
tempat pesta. Jelas, telah terjadi sesuatu sebelum pesta itu berlangsung, yang telah menyebabkannya
berubah pikiran. Apakah itu" Dia tak mungkin berbincang-bincang dengan orang lain dalam perjalanan
dari gereja ke rumah ayahnya, karena dia bersama-sama dengan mempelai pria. Atau mungkinkah dia
telah melihat seseorang" Kalau benar, pasti orang Amerika, karena dia belum lama tinggal di negeri ini,
sehingga tak mungkin ada orang sini yang begitu besar pengaruhnya pada dirinya. Melihat tampang
lelaki itu saja dia langsung berubah pikiran, kok!
25 "Nah, kita sudah sampai pada kesimpulan bahwa dia mungkin melihat seorang Amerika. Lalu,
siapakah orang Amerika ini, dan mengapa pengaruhnya sangat besar pada diri gadis itu" Mungkin
kekasihnya, mungkin suaminya. Aku tahu bahwa gadis itu dibesarkan di lingkungan yang kasar, dan
dalam keadaan yang tak umum. Semua ini sudah kuketahui sebelum Lord St. Simon memaparkan
kisahnya. Ketika dia mengatakan tentang hadirnya seorang pria di baris depan gereja, perubahan sikap
pengantin wanita, kesengajaannya menjatuhkan buket bunga sebagai upaya untuk menerima secarik
pesan, percakapannya dengan pelayan pribadinya, dan ucapannya tentang 'menerjang tuntutan', yang di
daerah pertambangan berarti menuntut kembali sesuatu yang sejak dulu sebenarnya menjadi hak
seseorang, maka jelaslah sudah semuanya ini. Gadis itu dulu pasti pernah berhubungan dengan seorang
pria, entah baru taraf berpacaran, atau sudah terikat pernikahan. Tapi aku lebih cenderung pada
kemungkinan yang terakhir."
"Dan bagaimana kau bisa tahu di mana mereka berada""
"Seharusnya memang tak mudah, tapi teman kita Lestrade membawa informasi yang sangat
berharga kemari. Tapi dia sendiri malah tak menyadari hal itu. Inisial yang tertulis di kertas yang
dibawanya itu memang penting juga, tapi yang lebih penting ialah indikasi bahwa pria Amerika itu
telah membayar sewa hotel selama seminggu. Dia menginap di salah satu hotel paling mewah di
London." "Dari mana kau tahu kalau hotel yang diinapinya mewah""
"Dari tarifnya. Kamar, 8 shilling. Segelas anggur, 8 penny. Bukankah itu tarif hotel mewah" Tak
banyak hotel di London yang setinggi itu tarifnya. Ketika aku mencari-cari hotel mana yang kira-kira
pernah ditinggalinya, aku berhasil mendapatkan nama seorang Amerika, Francis H. Moulton, pada
hotel kedua yang kumasuki di daerah Northumberland Avenue. Pria itu telah meninggalkan hotel itu
sehari sebelumnya. Ketika aku mengamati tagihan-tagihannya di hotel itu, ternyata cocok dengan yang
tertera di kertas yang dibawa Lestrade. Surat-surat untuknya dialamatkan ke Gordon Square 226. Dan
ke sanalah aku lalu berangkat.
"Aku beruntung karena pasangan itu kebetulan ada di tempat. Aku pun lalu menguliahi mereka,
dan menyarankan bahwa sebaiknya mereka tak merahasiakan hubungan mereka lagi, baik kepada
publik maupun khususnya, kepada Lord St. Simon. Aku mengundang mereka untuk menemui
26 bangsawan itu di sini, dan sebagaimana kau saksikan sendiri, bangsawan itu pun memenuhi
panggilanku." "Tapi hasilnya tak terlalu menyenangkan," komentarku. "Sikapnya tadi benar-benar norak."
"Ah! Watson," kata Holmes sambil tersenyum, "kau pun mungkin akan berbuat begitu kalau
setelah susah-susah berupaya macam-macam dan malah sudah dinikahkan di gereja, ternyata tiba-tiba
kau kehilangan istri sekaligus sumber kekayaan. Kasihan juga Lord St. Simon itu! Untunglah kita tak
akan mungkin mengalami hal seperti itu. Nah, sekarang coba tegakkan kursimu, dan tolong ambilkan
biolaku. Yang jadi masalah sekarang ialah bagaimana mengisi waktu senggang kita sepanjang malam
malam musim gugur yang membosankan ini."
Petualangan Sherlock Holmes
TIARA BERTATAHKAN PERMATA HIJAU "Holmes," kataku suatu pagi, ketika aku sedang berdiri di depan jendela sambil menatap ke
jalanan di bawah, di luar tempat tinggal kami, "ada orang gila lewat. Kenapa keluarganya membiarkan
dia berkeliaran sendirian begitu, ya""
Temanku bangkit dari kursi malas dengan enggan, lalu berdiri dengan kedua tangannya
terbenam dalam saku baju tidurnya. Dia pun lalu melongok ke bawah. Pagi
di bulan Februari itu sangat
cerah dan segar. Sisa salju masih menempel di tanah, berkilauan memantulkan sinar matahari. Di
sepanjang Baker Street salju itu berubah warnanya menjadi coklat karena terlindas mobil-mobil yang
lewat, tapi salju yang menumpuk di pinggir jalan masih seputih kapas. Trotoar yang kelabu telah disapu
bersih, tapi masih licin sekali, sehingga tak banyak orang yang lalu lalang di jalanan. Dari arah Stasiun
Metropolitan cuma satu orang yang lewat, yaitu lelaki sinting yang telah menarik perhatianku tadi.
Pria itu kira-kira berusia lima puluh tahun, tinggi, gemuk, dan gagah. Wajahnya lebar, dan profil
wajahnya khas sekali. Tubuhnya tegap berwibawa. Pakaiannya berwarna suram tapi gaya, dilengkapi
mantel panjang hitam, topi mengkilat, penutup kaki berwarna coklat yang amat rapi, dan celana
keperakan yang bagus jahitannya. Tapi sikapnya sangat kontras dengan pakaiannya yang "wah", karena
dia berlari dengan kencang, sambil kadang-kadang melompat-lompat kecil. bagaikan orang yang
keletihan yang tak biasa memakai perlengkapan kaki seberat itu. Sambil berlari, tangannya naik-turun,
kepalanya menggeleng-geleng, dan wajahnya menggeliat-geliat menahan rasa sakit.
"Kenapa dia, ya"' tanyaku. "Kini dia sedang meneliti nomor-nomor rumah."
"Menurutku, dia sedang menuju kemari," kata Holmes sambil menggosok-gosok kedua
tangannya. "Kemari"" "Ya, kukira dia akan berkonsultasi denganku. Kelihatan dari gejalanya, kok. Ha! Betul, kan""
Saat dia berkata demikian, pria itu sedang berlari menuju pintu depan tempat tinggal kami. Napasnya
terengah-engah, dan asap mengepul dari mulutnya. Ditariknya, bel dengan begitu kerasnya, sehingga
bunyi dentangnya memekakkan seisi rumah.
2 Beberapa saat kemudian, dia sudah
berada di kamar kami, masih terengah-engah, tangannya masih bergerak-gerak,
tapi pandangan matanya benar-benar
memancarkan kepedihan yang berbaur
dengan rasa putus asanya, sehingga
senyum di wajah kami langsung lenyap,
berganti dengan rasa ngeri dan kasihan.
Selama beberapa saat, dia tak mampu
berkata apa-apa. Dia hanya menggoyang-goyang tubuhnya dan menarik-narik
rambutnya seperti orang yang kehilangan akal. Lalu, tiba tiba dia melangkah ke pinggir ruangan dan
memukul-mukulkan kepalanya ke tembok dengan sekuat tenaga, sehingga kami langsung berlari
mencegahnya. Kami lalu menariknya ke tengah ruangan. Sherlock Holmes mendudukkannya di kursi
malas, dan dia sendiri duduk di sampingnya. Holmes menepuk-nepuk tangan tamunya, dan
menggumamkan beberapa kata untuk menenangkannya. Dia memang cukup mahir dalam hal yang satu
ini. "Anda datang kemari untuk berkonsultasi, kan"" tanyanya. "Anda kelelahan karena tergesa-
gesa. Silakan menenangkan diri dulu, lalu baru lah saya akan mendengarkan masalah Anda yang ingin
Anda percayakan kepada saya."
Pria itu terdiam selama beberapa menit. Dadanya naik-turun karena pergumulan perasaannya.
Kemudian diusapnya keningnya dengan saputangan, dikatupkannya bibirnya, lalu dia menoleh ke arah
kami. "Tak heran kalau Anda mengira saya orang gila," katanya.
"Saya lihat Anda sedang dilanda masalah yang berat," jawab Holmes.
"Ya, Tuhan! Memang benar! Masalah yang di luar jangkauan kemampuan saya. Begitu
mendadak, dan sangat gawat. Menanggung aib mungkin saya masih bisa, walau tak setitik cela pun
pernah saya lakukan selama ini. Menghadapi musibah pun saya mampu, karena itu toh merupakan
3 bagian dari hidup manusia. Tapi kali ini saya tertimpa aib sekaligus musibah, dan bentuknya begitu
menakutkan sehingga jiwa saya benar-benar terguncang. Di samping itu, bukan hanya saya yang akan
terkena akibatnya. Semua bangsawan di negeri ini akan ikut merasa prihatin, kecuali ada jalan keluar
bagi masalah ini." "Tenanglah, sir," kata Holmes, "dan tolong jelaskan siapa Anda, dan apa yang telah menimpa
Anda." "Nama saya," jawab tamu kami, "mungkin sudah Anda kenal. Saya Alexander Holder, dari
Holder & Stevenson Bank, yang beralamat di Threadneedle Street."
Kami memang sudah kenal nama itu, nama salah satu pemilik bank swasta terbesar kedua di
London. Lalu, apa yang telah terjadi, sehingga warga terhormat ini berada
dalam keadaan yang mengenaskan begini" Kami menunggu dengan sangat penasaran sampai dia sendirilah yang memulai
menuturkan kisahnya. "Saya kira, waktu kita sangat berharga," katanya. "Itulah sebabnya saya bergegas
kemari begitu inspektur polisi menyarankan agar saya meminta jasa Anda juga. Saya menuju ke Baker
Street dengan kereta api bawah tanah, dan dari sana langsung jalan kaki kemari. Kalau naik kereta akan
lebih lama lagi, karena jalanannya bersalju. Itulah sebabnya saya sampai kehabisan napas, karena saya
tak biasa lari-lari begitu. Tapi sekarang, saya sudah merasa agak baikan, dan saya akan langsung
membeberkan masalah saya dengan singkat dan jelas.
"Anda pasti tahu, bahwa keberhasilan bisnis bank tergantung pada perolehan investasi untuk
persediaan dana bank dan juga tergantung pada bertambahnya koneksi dan jumlah nasabah. Salah satu
pelayanan jasa kami yang menguntungkan adalah pinjaman kepada nasabah dengan jaminan yang
benar-benar tinggi nilainya. Beberapa tahun terakhir ini, kami berhasil meningkatkan kegiatan ini
dengan sangat memuaskan. Banyak keluarga bangsawan yang membutuhkan dana secepatnya
meminjam dari kami, dengan menyerahkan lukisan, perpustakaan, atau piring-piring berharga sebagai


Sherlock Holmes - Petualangan Sherlock Holmes di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

jaminannya. "Kemanan pagi saya sedang berada di kantor saya, ketika seorang pegawai membawa masuk
sebuah kartu nama. Saya sangat terkejut ketika membaca nama yang tertera di kartu itu, karena dia tak
lain adalah... Yah, mungkin sebaiknya tak usah saya sebut saja, karena nama itu sangat terkenal di
seantero negeri ini. Pokoknya beliau adalah salah seorang bangsawan dengan kedudukan tertinggi dan
4 termulia di Inggris. Saya merasa sangat mendapat kehormatan, dan berusaha mengatakan hal itu
kepadanya ketika beliau masuk ke kamar saya. Tapi dia langsung membicarakan bisnis, dan
nampaknya sedang amat terburu-buru.
"'Mr. Holder,' katanya, 'saya mendapat informasi bahwa Anda bisa meminjamkan dana untuk
jangka waktu singkat' "'Ya, dengan jaminan yang meyakinkan,' jawab saya.
"'Saya sedang sangat membutuhkan dana,' katanya, 'sejumlah 50.000 pound, segera. Tentu saya
bisa saja meminjam sepuluh kali lipat jumlah itu dari teman-teman saya, tapi saya lebih suka dengan
cara bisnis saja, dan melakukannya secara pribadi. Dalam posisi saya, Anda pasti akan menyadari
bahwa tidaklah bijaksana bagi saya kalau saya berutang budi pada orang lain.'
"'Bolehkah saya tahu, berapa lama pinjaman ini akan dikembalikan"' tanya saya.
"'Hari Senin depan saya akan menerima banyak dana, dan saya akan langsung mengembalikan
pinjaman ini bersama bunganya. Yang penting, dana itu dapat saya terima saat ini juga.'
"'Dengan senang hati sebetulnya ingin langsung saya ambilkan dari kas saya sendiri,' kataku,
'tapi saya tak memiliki dana sebesar itu. Sedangkan kalau dari kas bank, ada kesepakatan di antara
kami, yaitu di antara saya dan pasangan bisnis saya, maka maaf, Anda pun perlu memenuhi persyaratan
yang diminta.' "'Saya lebih suka begitu,' katanya sambil menunjukkan sebuah kotak kulit berwarna hitam yang
sejak tadi tergeletak di samping tempat duduknya. 'Anda pasti pernah mendengar tentang tiara
bertatahkan permata hijau"'
"'Salah satu kekayaan kerajaan ini, yang menjadi milik umum dan sangat tinggi nilainya,' kata
saya. "'Tepat sekali.' Dibukanya kotak itu, dan di dalamnya terdapat perhiasan yang tak ternilai
harganya yang dimaksudkannya itu, menempel pada beludru halus berwarna kuning.
"'Ada tiga puluh sembilan permata hijau pilihan pada tiara ini,' katanya, 'dan nilai emas yang
membalutnya pun tak terkatakan. Nilai tiara ini paling sedikit dua kali jumlah yang ingin saya pinjam.
Saya akan serahkan tiara ini sebagai jaminan.'
5 "Saya terima kotak itu, dan dengan tercengang-cengang saya memandang isi kotak itu dan
pembawanya secara bergantian
"'Anda meragukan nilai barang itu"' tanyanya.
"'Sama sekali tidak. Saya hanya meragukan...'
"'Apakah pantas bagi saya untuk meninggalkan
barang itu pada Anda" Tenang saja. Saya berani
melakukannya karena saya yakin akan mengambilnya
kembali dalam waktu empat hari. Ini benar-benar
hanya masalah persyaratan. Apakah j
aminan saya memenuhi syarat"' "'Lebih dari sekadar memenuhi.'
"'Anda tahu, Mr. Holder, ini menjadi bukti yang
kuat bahwa saya benar-benar mempercayai Anda
berdasarkan apa yang saya dengar tentang reputasi
Anda. Saya mempercayai Anda bukan saja agar Anda merahasiakan hal ini untuk mencegah gosip, tapi
lebih dari itu, agar Anda menyimpan tiara ini dengan sebaik-baiknya. Kalau sampai terjadi apa-apa
dengan tiara ini, masyarakat pasti akan heboh. Jangan sampai terjadi kerusakan sedikit pun, apalagi
sampai hilang, karena tak ada lagi permata hijau yang senilai itu di dunia ini, dan tak bisa digantikan
oleh apa pun juga. Maka saya serahkan ini kepada Anda dengan penuh kepercayaan, dan saya
sendirilah yang akan mengambilnya pada hari Senin pagi yang akan datang.'
"Menyadari bahwa klien saya dalam keadaan terburu-buru, saya tak berkata apa-apa lagi. Saya
panggil kasir, dan menyuruhnya menyediakan uang sebanyak 50.000 pound. Ketika klien saya sudah
pergi, saya mulai menyadari betapa besar tanggung jawab yang dipercayakan kepada saya. Karena
barang ini milik negara, kalau sampai terjadi sesuatu atasnya, pasti masyarakat akan heboh. Saya
langsung menyesal karena telah bersedia menerima jaminan itu. Tapi saya tak bisa mengubah keadaan,
maka saya lalu menyimpan tiara itu di dalam lemari besi saya, dan saya pun melanjutkan pekerjaan
saya. "Ketika malam tiba, saya merasa sebaiknya saya tidak meninggalkan tiara itu di situ. Bukankah
6 sudah sering terjadi lemari besi bank dibongkar pencuri" Bagaimana kalau itu terjadi di kantor saya"
Tamatlah riwayat saya! Maka saya memutuskan untuk membawa tiara itu ke mana pun saya pergi,
sehingga saya selalu bisa mengawasinya. Begitulah, saya lalu memanggil kereta, dan pulang ke rumah
saya di Streatham. Sepanjang perjalanan saya terus-menerus merasa waswas. Setelah saya sampai di
kamar pakaian saya di lantai atas, dan benda berharga itu aman tersimpan di dalam lemari, barulah saya
bisa bernapas dengan lega.
"Sekarang tentang penghuni rumah saya, Mr. Holmes, supaya Anda bisa memahami situasinya
dengan jelas. Tukang kuda dan pelayan pria saya tidur di luar rumah, dan mereka tak mungkin
dicurigai. Saya mempunyai tiga pelayan wanita yang sudah bekerja pada saya selama bertahun-tahun,
dan rasanya tak mungkin kalau mereka yang melakukannya. Lalu ada Lucy Parr, pelayan wanita yang
baru bekerja selama beberapa bulan. Tapi dia itu baik sekali, dan pekerjaannya sangat memuaskan.
Gadis ini cantik dan banyak pria di sekitar rumah saya yang meliriknya. Hanya itu kekurangannya, tapi
sebenarnya dia gadis yang amat baik.
"Itu tentang pelayan-pelayan saya. Keluarga saya cuma kecil saja, sehingga takkan lama untuk
menjelaskannya. Saya seorang duda, dan hanya punya seorang putra, Arthur. Saya kecewa padanya,
Mr. Holmes, sangat kecewa. Mungkin salah saya sendiri. Orang-orang mengatakan bahwa saya telah
terlalu memanjakannya. Memang, saya akui itu benar. Setelah istri tercinta saya meninggal, saya lalu
mencurahkan segenap kasih sayang saya kepadanya, karena tinggal dialah satu-satunya keluarga yang
saya miliki. Saya tak ingin melihatnya bersedih barang sedetik pun. Semua permintaanya saya
kabulkan. Mungkin seharusnya saya agak lebih tegas kepadanya. Tapi, saya pikir saya melakukan
semua itu untuk kebaikannya.
"Wajar toh, kalau saya berkeinginan agar dia melanjutkan usaha saya kelak, tapi dia tak
berminat terjun ke bidang bisnis. Putra saya itu susah diatur, suka melawan, dan terus terang, saya tak
mempercayainya untuk memegang uang dalam jumlah besar. Ketika meningkat dewasa, dia menjadi
anggota sebuah klub aristokrat, dan di sana dia langsung diterima dengan baik oleh anggota-anggota
lainnya. Tak lama kemudian, dia berteman dengan anak-anak
orang kaya, dan meniru gaya hidup
mereka yang berfoya-foya. Dia mulai ikut bermain judi, dan menghamburkan uang di taruhan pacuan
kuda. Uang saku yang saya berikan selalu habis sebelum waktunya, dan dia lalu meminta lagi jatah
berikutnya. Dia berbuat demikian agar teman-temannya menyukainya. Dia pernah beberapa kali
7 mencoba untuk melepaskan diri dari klubnya yang brengsek itu, ta
pi salah seorang temannya yang
bernama Sir George Burnwell selalu berhasil menariknya kembali.
"Tentu saja saya bisa memaklumi mengapa orang semacam Sir George Burnwell mampu
mempengaruhinya sedemikian rupa. Dia sering mengajak temannya itu mampir ke rumah kami, dan
saya sendiri juga mengagumi penampilannya. Sir George Burnwell lebih tua dari Arthur, luas
pengetahuannya karena sering bepergian ke luar negeri. Orangnya pandai berbicara, dan sangat tampan.
Tapi kalau saya memikirkannya setelah dia pergi, saya yakin bahwa kata-katanya yang sinis dan
pandangan matanya menunjukkan bahwa dia bukanlah orang yang bisa dipercaya. Mary juga
berpendapat begitu. Sebagai seorang wanita, dia dapat menilai karakter seseorang dengan cepat.
"Dan yang terakhir dalam lingkungan keluarga saya adalah gadis bernama Mary ini. Dia
keponakan saya. Ketika ayahnya, kakak saya, meninggal lima tahun yang lalu, dia sebatang kara di
dunia. Maka saya lalu mengadopsinya, dan sejak itu saya menganggapnya sebagai anak saya sendiri.
Dia membawa keceriaan dalam rumah saya... manis sikapnya, penyayang, cantik, pengurus rumah
tangga yang hebat, dan lemah lembut. Dialah tangan kanan saya. Saya tak tahu bagaimana hidup saya
tanpa dia. Hanya dalam satu hal saja dia tak menuruti kehendak saya. Dua kali putra saya
meminangnya, karena Arthur sangat mencintainya, tapi dia selalu menolak. Menurut saya, Mary-lah
satu-satunya orang yang bisa menarik anak saya kembali ke jalan yang benar. Kalau dia setuju menikah
dengan anak saya, saya yakin hidup anak saya akan berubah. Tapi kini semua sudah terlambat...
terlambat selama-lamanya!
"Nah, Mr. Holmes, Anda sudah tahu tentang penghuni rumah saya, dan akan saya teruskan
kisah yang sangat mengguncangkan, hati saya ini.
"Malam itu, kami sedang minum kopi di ruang tengah setelah makan malam. Saya
menceritakan pengalaman saya di kantor pagi tadi kepada Arthur dan Mary. Juga tentang benda
berharga yang saya simpan di rumah. Tapi saya tak menyebutkan nama klien saya. Saya tahu Lucy Parr
yang melayani kami waktu itu sudah meninggalkan ruangan, tapi mungkin saja pintunya tak tertutup.
Mary dan Arthur sangat tertarik pada cerita saya, dan keduanya ingin melihat tiara yang terkenal itu,
tapi tak saya izinkan. "'Ayah simpan di mana tiara itu"' tanya Arthur.
8 "'Di lemari pakaianku sendiri.'
"'Yah, moga-moga rumah ini tak
dimasuki pencuri nanti malam,' katanya.
"'Lemari itu terkunci,' jawab
saya. "'Oh, lemari Ayah gampang
sekali dibuka dengan kunci palsu.
Waktu kecil saya pernah membukanya
dengan kunci lemari gudang.'
"Anak saya itu kalau bicara sering ngelantur, jadi saya tak terlalu memikirkan ucapannya. Tapi
malam itu dia mengikuti saya ke kamar, wajahnya sangat serius.
"'Dengar, Ayah,' katanya tanpa berani menatap saya. 'Bolehkah saya minta uang" Dua
ratus pound saja.' "'Tidak!' jawab saya dengan ketus. 'Aku sudah terlalu royal kepadamu selama ini.'
"'Selama ini Ayah memang baik sekali,' katanya, 'tapi sekali ini saya benar-benar membutuhkan
uang itu. Kalau tidak, saya tak akan punya muka lagi untuk mengunjungi klub itu.'
"'Lebih baik demikian,' teriak saya.
"'Ya, tapi Ayah kan tak akan senang kalau nama saya jadi jelek,' katanya. 'Saya tak tahan
menanggung malu seperti itu. Saya harus mendapatkan uang itu. Kalau Ayah tak mau memberi, akan
saya usahakan sendiri.' "Saya menjadi marah sekali, karena sudah tiga kali ini dalam sebulan dia meminta tambahan
uang. 'Aku tak akan memberi sepeser pun,' teriak saya. Dia lalu membungkuk dan meninggalkan kamar
saya tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
"Ketika dia sudah pergi, saya membuka lemari pakaian saya, untuk meyakinkan diri bahwa tiara
itu masih ada di dalamnya. Lalu saya kunci lagi lemari itu. Kemudian saya mulai memeriksa keadaan
seluruh rumah, apakah semuanya aman. Pekerjaan ini biasanya dilakukan oleh Mary, tapi malam itu
saya merasa sebaiknya saya lakukan sendiri. Ketika saya menuruni tangga, saya melihat Mary sedang
9 berdiri di jendela samping ruang depan. Dia lalu menutup dan mengunci jendela itu ketika dilihatnya
saya mendekat ke arahnya.
"'Benarkah,' katanya sambil menatap saya
dengan agak gelisah, 'Ayah yang mengizinkan si pelayan,
Lucy, pergi ke luar malam ini"'
"'Tentu saja tidak.'
"'Dia baru saja masuk lewat pintu belakang. Pasti
dia baru saja menemui seseorang di pintu samping.
Saya rasa hal itu bisa membahayakan seisi rumah, dan
sebaiknya dia dilarang berbuat begitu lagi.'
"'Kau harus menegurnya besok pagi, ataukah
menurutmu sebaiknya aku yang melakukannya"
Apakah semua pintu dan jendela sudah dikunci"'
"'Sudah, Ayah.' "'Kalau begitu, selamat malam.' Saya menciumnya,
lalu masuk ke kamar. Saya langsung tertidur.
"Saya mencoba menceritakannya selengkap-lengkapnya, Mr. Holmes, agar kasus ini menjadi
jelas. Tapi silakan bertanya kalau ada yang kurang jelas."
"Tidak perlu, penuturan Anda jelas sekali."
"Sekarang kita tiba ke bagian yang penting. Saya ini kalau tidur tak terlalu nyenyak, lebih-lebih
malam itu pikiran saya dibebani kecemasan. Kira-kira jam dua pagi, saya terbangun oleh suatu suara.
Tak lama setelah saya terbangun, suara itu menghilang. Tapi nampaknya seperti suara jendela yang
dikatupkan. Saya masih terbaring sambil mendengarkan dengan sungguh-sungguh. Tiba-tiba saya
dikejutkan oleh suara langkah kaki samar-samar di ruang sebelah. Saya turun dari tempat tidur dengan
ketakutan, dan mengintip ke kamar pakaian.
"'Arthur!' teriak saya. 'Bajingan kau! Pencuri! Berani beraninya kau menjamah tiara itu!'
"Lampu gas menyala separonya seperti waktu saya tinggalkan sebelumnya. Anak laki-laki saya
10 yang malang itu sedang berdiri di samping lampu sambil memegang tiara di tangannya. Dia hanya
mengenakan celana panjang dan kaus oblong. Dia nampaknya sedang menekan tiara itu, atau lebih
tepatnya membengkokkannya dengan segenap kekuatannya. Mendengar teriakan saya, tiara itu terjatuh
dari tangannya, dan mukanya menjadi pucat pasi. Saya bergegas mengambil tiara itu dari lantai dan
memeriksanya. Salah satu ujungnya yang bertatahkan tiga permata hilang.
"'Bajingan kau!' teriak saya dengan
kemarahan yang meletup-letup. 'Kau telah
merusaknya! Kau telah mencemarkan nama
baikku untuk selamanya! Kautaruh di mana
permata yang kau curi itu, hah"'
"'Kucuri"!' teriaknya.
"'Ya, maling!" bentak saya sambil
mengguncang-guncang bahunya.
"'Tak ada yang hilang. Tak mungkin ada
yang hilang," katanya.
"'Ada tiga permata yang hilang. Dan kau
pasti tahu ada di mana. Haruskah kusebut kau
pembohong, di samping pencuri" Bukankah tadi
kulihat kau sedang berusaha mencopot permata
yang lainnya"' "'Cukup sudah Ayah mengata-ngatai saya,' katanya. 'Saya tak tahan lagi. Saya tak sudi
mengatakan sepatah kata pun tentang hal ini, karena Ayah telanjur menghina saya sedemikian rupa.
Saya akan meninggalkan rumah ini secepatnya, dan biarlah saya hidup sendiri saja.'
"'Kau akan berurusan dengan polisi!' teriak saya masih dengan marah, tapi kali ini bercampur
dengan rasa pilu. 'Masalah ini harus dituntaskan.'
"'Saya tak akan memberikan keterangan apa-apa,' katanya dengan tegar. Saya tak pernah
melihatnya setegar itu sebelum ini. 'Kalau Ayah mau panggil polisi, biarlah mereka sendiri yang akan
mencari keterangan keterangan yang diperlukan.'
11 "Saat itu seluruh rumah sudah terbangun oleh suara marah saya yang menggelegar. Mary yang
pertama kali masuk ke tempat kami, dan ketika melihat tiara itu dan ekspresi wajah Arthur, tahulah dia
apa yang telah terjadi. Dia berteriak pilu, lalu jatuh pingsan. Saya menyuruh seorang pelayan
memanggil polisi dan minta mereka mengadakan penyelidikan saat itu juga. Ketika inspektur dan
seorang anak buah nya tiba di rumah saya, Arthur yang selama itu hanya berdiri muram dengan kedua
tangan tersilang di dadanya, bertanya apakah saya akan menuduhnya telah mencuri tiara itu. Saya
jawab bahwa masalahnya bukan lagi masalah pribadi, tapi masalah publik, karena tiara yang rusak itu
Dendam Dan Prahara Di Bhumi Sriwijaya 5 Protokol Keempat Karya Frederick Forsyth Dewi Ular 5
^