Pencarian

The Sign Of Four 2

Sherlock Holmes - The Sign Of The Four Bagian 2


"Kita jelas beruntung," katanya. "Sekarang seharusnya tidak hanyak masalah lagi. Nomor Satu sudah sial karena menginjak creosote. Kau bisa melihat bentuk kakinya di samping tumpukan berbau tajam ini. Tempatnya sudah retak, kaulihat, dan benda ini sudah bocor keluar."
"Lalu kenapa"" tanyaku.
"Kita berhasil mendapatkannya, itu saja," kata Holmes. "Ada anjing yang bisa mengikuti bau itu hingga ke ujung dunia. Kalau anjing geladak bisa melacak bau ikan melintasi negara, berapa jauh seekor anjing pelacak terlatih bisa mengikuti bau setajam ini" Kedengarannya sudah pasti. Jawabannya akan memberi kita-Halo! Pihak berwenang sudah datang."
Langkah-langkah berat dan keributan orang berbicara keras-keras terdengar dari lantai bawah, dan pintu ruang depan tertutup diiringi debuman keras.
"Sebelum mereka tiba di sini," kata Holmes, "coba pegang lengan orang malang ini, juga kakinya. Apa yang kaurasakan""
"Otot-ototnya sekeras papan," jawabku. "Benar. Otot-ototnya menegang sangat kencang, jauh melebihi kekakuan mayat biasa. Dikombinasikan dengan kernyitan wajahnya, senyum Hippokcrates ini, atau 'risus sardonicus,' sebagaimana istilah penulis-penulis lama, kesimpulan apa yang melintas dalam benakmu""
"Kematian akibat alkaloid sayuran yang sangat kuat," jawabku, "bahan berbasis mirip strychnine yang mengakibatkan tetanus."
"Itu yang melintas dalam benakku begitu melihat otot-otot wajah yang tertarik. Begitu memasuki ruangan, aku segera mencari alat yang sudah memasukkan racun itu ke dalam sistemnya. Sebagaimana sudah kaulihat, aku menemukan duri yang entah ditusukkan atau ditembakkan tanpa kekuatan besar ke kulit kepala. Kaulihat bahwa bagian yang terkena mengarah ke lubang di langit-langit apabila orang ini berdiri tegak di kursinya. Sekarang periksa durinya."
Aku mengambilnya dengan hati-hati dan mengacungkannya ke dekat lentera. Duri tersebut panjang, tajam, dan kehitaman, dengan bagian ujung mengilat, seakan ada cairan yang telah mengering di sana. Ujungnya yang tumpul telah dihaluskan dan dibulatkan dengan sebilah pisau.
"Apa itu duri dari Inggris"" tanya Holmes. "Jelas bukan."
"Dengan semua data ini, seharusnya kau mampu menarik kesimpulan yang layak. Tapi sekarang penegak hukum sudah datang."
Sementara ia berbicara, suara langkah-langkah terdengar semakin keras di lorong, dan
seorang pria pendek kekar bersetelan kelabu berderap memasuki ruangan. Wajahnya kemerahan, kasar, dengan sepasang mata sangat kecil yang berkilau-kilau di antara kantong-kantong mata yang membengkak. Ia segera diikuti seorang inspektur berseragam dan Thaddeus Sholto yang masih gemetaran.
"Ini dia!" seru pria bersetelan tersebut. "ini urusan yang sangat bagus! Tapi siapa semua ini" Kenapa rumah ini seperti sudah berubah menjadi liang kelinci""
"Kurasa Anda mengenaliku, Mr. Athelney Jones," kata Holmes pelan.
"Wah, tentu saja!" katanya. "Mr. Sherlock Holmes, si teoretis. Aku ingat Anda! Aku tak pernah lupa bagaimana Anda menguliahi kami semua mengenai sebab dan kesimpulan dan akibat dalam kasus perhiasan Bishopgate. Memang Anda berhasil mengembalikan kami ke jejak yang benar, tapi keberhasilan Anda lebih dikarenakan keberuntungan daripada keandalan."
"Semuanya hanya masalah logika yang sangat sederhana."
"Oh, yang benar saja! Tak perlu malu-malu. Tapi ada apa ini" Urusan yang buruk! Urusan yang buruk! Semuanya fakta di sini-tidak ada tempat untuk teori. Beruntung sekali aku sedang berada di Norwood, menangani kasus lain! Aku sedang di kantor sewaktu pesan itu tiba. Menurut Anda, apa penyebab kematian orang ini""
"Oh, kasus ini sulit untuk diteorikan," kata Holmes datar.
"Tidak, tidak. Sekalipun begitu, kami tak bisa mengingkari bahwa Anda terkadang berhasil. Wah, wah! Pintu terkunci, kalau tak salah. Perhiasan senilai setengah juta hilang. Bagaimana jendelanya""
"Terkunci, tapi ada jejak-jejak di kusennya."
"Well, well, kalau jendelanya dikunci, jejaknya pasti tidak ada hubungannya dengan masalah ini. Itu logika biasa. Orang ini mungkin tewas karena serangan ayan, tapi perhiasannya hilang. Ha! Aku punya teori. Gagasan-gagasan seperti ini terkadang melintas dalam benakku-Silakan keluar dulu, Sersan, dan kau juga, Mr. Sholto. Temanmu bisa tetap di sini-Apa pendapat Anda, Holmes" Sholto, sesuai pengakuannya sendiri, bersama dengan saudaranya semalam. Saudaranya tewas karena serangan ayan, dan Sholto membawa pergi hartanya" Bagaimana""
"Maksud Anda, sesudah itu almarhum bangkit berdiri untuk mengunci pintu dari dalam."
"Hmmm! Itu kelemahannya. Coba kita terapkan logika dalam masalah ini. Thaddeus Sholto ini ada bersama saudaranya, terjadi pertengkaran, itu yang kami ketahui. Saudaranya tewas dan perhiasannya hilang. Kami juga mengetahui hal itu. Tak seorang pun melihat saudaranya sejak Thaddeus meninggalkannya. Dia tidak tidur di ranjangnya semalam. Thaddeus jelas sedang kacau pikirannya. Penampilannya, well, tidak menarik. Anda lihat aku mulai merajut jaring-jaringku di sekitar Thaddeus. Jeratnya mulai merapat pada dirinya."
"Anda belum mengetahui fakta-faktanya," kata Holmes. "Potongan kayu ini, yang aku yakin beracun, menancap di kulit kepala orang ini, dan bekasnya bisa terlihat. Kertas ini, ditulisi sebagaimana Anda lihat, ada di meja, dan di sampingnya tergeletak alat berkepala batu yang aneh ini. Bagaimana penyesuaian semua ini dengan teori Anda""
"Mengkonfirmasinya dalam segala hal," kata detektif gendut tersebut dengan sikap sok. "Rumah ini penuh dengan barang-barang aneh dari India. Thaddeus yang meletakkannya di situ, dan kalau potongan kayu ini beracun, Thaddeus mungkin sudah menggunakannya untuk membunuh. Kertas itu hanya sulapan-pengalih perhatian. Satu-satunya pertanyaan adalah, bagaimana dia meninggalkan tempat ini" Ah, tentu saja, lubang di atap."
Dengan lincah, mengingat tubuhnya yang besar, ia menaiki tangga dan menerobos ke atas, dan tak lama kemudian kami mendengarnya berseru bahwa ia telah menemukan pintu.
"Pintar juga dia," komentar Holmes sambil angkat bahu. "Terkadang akalnya jalan juga. Il n'y a pas des sots si incommodes que ceux qui ont de l'esprit!-Tidak ada orang bodoh yang lebih menyulitkan daripada yang punya sedikit akal!"
"Anda lihat!" seru Athelney Jones, muncul kembali menuruni tangga. "Bagaimanapun, fakta lebih baik daripada teori. Pendapatku mengenai kasus ini sudah terkonfirmasi. Ada pintu kecil yang menuju atap, dan agak terbuka."
"Aku yang membukanya." "Oh, sungguh! Anda mengetahuinya kalau begitu"" Jones tampak kecewa mendengarnya. "Well, siapa pun yang menemukannya, pintu itu jelas merupakan jalan keluar orang yang kita cari. Inspektur!"
"Ya, Sir," jawab yang dipanggil dari lorong.
"Suruh Mr. Sholto masuk kemari-Mr. Sholto, sudah tugasku untuk memberitahumu bahwa apa pun yang akan kaukatakan mungkin digunakan untuk memberatkan posisimu. Kau kutangkap atas nama Ratu, dengan tuduhan membunuh saudaramu."
"Nah, lihat! Sudah kukatakan, bukan!" seru pria malang tersebut, sambil melontarkan tangan dan memandang kami bergantian.
"Jangan khawatir, Mr. Sholto," kata Holmes. "Kurasa aku bisa membebaskan Anda dari tuduhan itu."
"Jangan berjanji terlalu berlebihan, Mr. Teoretis, jangan berjanji terlalu berlebihan!" sergah Detektif Jones. "Anda mungkin akan mendapati masalah ini lebih sulit dari dugaan Anda."
"Bukan saja aku akan membebaskan dia, Mr. Jones, tapi aku juga akan memberikan hadiah gratis berupa nama dan deskripsi salah satu dari kedua orang yang berada di ruangan ini semalam. Namanya, aku yakin, adalah Jonathan Small. Dia seorang pria berpendidikan rendah, kecil, aktif, dengan kaki kanan sudah putus dan mengenakan tunggul kayu yang telah aus sisi dalamnya. Sepatu bot kirinya bersol kasar dan bergigi persegi, dengan pelat besi di bagian tumitnya. Dia sudah setengah baya, dengan kulit kecokelatan terbakar matahari, dan mantan narapidana. Beberapa indikasi ini mungkin bisa membantu Anda, ditambah fakta bahwa sebagian besar kulit telapak tangannya terkelupas. Orang yang satu lagi..."
"Ah! Orang yang satu lagi"" tanya Athelney Jones dengan nada mencibir, tapi tetap saja terkesan oleh keyakinan Holmes, sebagaimana bisa kulihat dengan mudah.
"Orang yang satu lagi menarik," kata Sherlock Holmes, sambil berputar pada tumitnya. "Kuharap tak lama lagi aku bisa memperkenalkan mereka berdua pada Anda. Bisa kita bicara, Watson""
Ia mengajakku ke puncak tangga.
"Kejadian yang tidak terduga ini," katanya, "telah menyebabkan kita agak melupakan tujuan awal kita kemari."
"Aku baru saja berpikir begitu," kataku, "tidak baik kalau Miss Morstan tetap berada di rumah ini."
"Benar. Kau harus mengantarnya pulang. Dia tinggal bersama Mrs. Cecil Forrester di Lower Camberwell, tidak jauh dari sini. Akan kutunggu kau di sini, kalau kau bersedia, atau mungkin kau sudah terlalu lelah""
"Sama sekali tidak. Kurasa aku tidak akan bisa beristirahat sampai mengetahui lebih banyak mengenai urusan yang fantastis ini. Aku pernah melihat sisi keras kehidupan, tapi kejutan-kejutan aneh malam ini sudah mengguncang sarafku sepenuhnya. Tapi aku ingin membongkar kasus ini bersamamu, berhubung aku sudah terlibat sejauh ini."
"Kehadiranmu akan sangat membantuku," jawab Holmes. "Kita harus menangani sendiri kasus ini dan membiarkan si Jones ini membangga-banggakan khayalan apa pun yang ingin diciptakannya. Sesudah mengantar Miss Morstan, kuminta kau pergi ke Pinchin Lane No. 3, di dekat batas air di Lambeth. Rumah ketiga di sebelah kanan merupakan rumah pembuat burung-isian, namanya Sherman. Kau bisa melihat seekor musang yang menggigit kelinci di jendelanya. Bangunkan Sherman dan katakan, dengan salam dariku, bahwa aku membutuhkan Toby sekarang juga. Bawa Toby kemari."
"Kurasa Toby itu seekor anjing""
"Ya, seekor anjing kampung yang aneh, dengan daya penciuman paling mengagumkan. Aku lebih suka mendapat bantuan Toby daripada seluruh satuan detektif di London."
"Kalau begitu, akan kuambilkan," kataku. "Sekarang sudah pukul satu. Kurasa aku bisa kembali sebelum pukul tiga, kalau bisa mendapatkan kuda yang masih segar."
"Dan aku," kata Holmes, "akan mencari tahu apa yang bisa kupelajari dari Mrs. Bernstone dan dari pelayan India, yang, kata Mr. Thaddeus kepadaku, tidur di bangunan sebelah. Sesudah itu aku akan mempelajari metode Jones yang agung dan mendengarkan kesinisannya yang tidak terlalu halus. Wir sind gewohnt dass die Menscben verh""hnen was sie nicht verstehen.-Kita sudah biasa melihat Manusia memandang rendah apa yang tidak bisa dip
ahaminya. Goethe memang lugas."
Bab 7 - Episode Tong Polisi tadi datang membawa kereta, dan dengan menggunakan kereta inilah aku mengantar Miss Morstan pulang ke rumahnya. Sesuai sifat mulia wanita, ia menghadapi masalah ini dengan ekspresi tenang, selama masih ada orang lain yang lebih lemah daripada dirinya yang harus dihibur, dan aku mendapatinya bersikap cerah dan tenang di samping pengurus rumah yang ketakutan. Tapi di kereta ia mula-mula berubah pucat pasi, lalu terisak-isak hebat-begitu menyakitkan ujian yang dihadapinya selama petualangan di malam hari ini. Kelak ia memberitahuku bahwa sepanjang perjalanan malam itu, ia merasa aku bersikap dingin dan menjauh. Ia tak bakal bisa menebak kebingungan dalam diriku, atau usaha menahan diri yang mencegahku. Aku bersimpati dan jatuh cinta kepadanya, bahkan sewaktu kami berpegangan tangan di kebun. Aku merasa bahwa pengenalan bertahun-tahun dengan cara konvensional tidak akan bisa mengajariku betapa manis dan beraninya wanita ini, sebagaimana pengalaman-pengalaman aneh yang kami alami sekarang. Sekalipun begitu, ada dua pemikiran yang mencegah terlontarnya kata-kata penuh perasaan dari bibirku. Ia sedang dalam keadaan lemah dan tak berdaya, terguncang benak dan sarafnya. Menyodorkan cinta dalam keadaannya sekarang jelas merupakan pengambilan kesempatan dalam kesempitan. Yang lebih buruk lagi, ia kaya. Kalau penyelidikan Holmes berhasil, ia akan menjadi jutawan. Apa adil, apa terhormat, bagi seorang ahli bedah dengan gaji minim untuk mengambil keintiman menguntungkan yang bisa diraihnya dari kesempatan ini" Apa tak mungkin ia akan menganggapku sekadar mengejar harta" Aku tidak berani mengambil risiko ia jadi punya pemikiran seperti itu. Harta karun Agra ini turut campur bagaikan sebuah penghalang yang tak tertembus di antara kami.
Hampir jam dua sewaktu kami tiba di rumah Mrs. Cecil Forrester. Para pelayan telah tidur berjam-jam yang lalu, tapi Mrs. Forrester begitu tertarik oleh surat aneh yang diterima Miss Morstan, sehingga ia masih terjaga menunggu kepulangan Miss Morstan. Ia sendiri yang membukakan pintu, seorang wanita setengah baya yang anggun, dan aku sangat senang melihat betapa ia memeluk pinggang Miss Morstan dengan lembut, dan betapa keibuan suaranya saat menyambut. Jelas Miss Morstan lebih dari sekadar karyawan, tapi juga teman yang dihormati. Aku diperkenalkan, dan Mrs. Forrester dengan tulus memintaku mampir dan menceritakan petualangan kami kepadanya. Tapi kujelaskan akan pentingnya tugasku, dan berjanji untuk melaporkan perkembangan apa pun yang mungkin kami raih dalam kasus ini. Saat melaju pergi aku berpaling, dan aku masih melihat keduanya di tangga-kedua sosok yang anggun dan saling memeluk tersebut, pintu yang separuh terbuka, cahaya dari ruang dalam menerobos kaca jendela mosaik, barometernya, tangga. Pemandangan rumah Inggris yang tenang benar-benar menenangkan di tengah-tengah urusan liar dan gelap yang tengah meliputi kami.
Dan semakin kupikirkan apa yang terjadi, semakin rumit kasusnya. Kupikirkan kembali seluruh rangkaian kejadian luar biasa saat melaju melewati jalan-jalan yang sunyi dan diterangi lampu-lampu gas. Masalah awal itu, paling tidak, sekarang sudah cukup jelas. Kematian Kapten Morstan, pengiriman mutiara-mutiaranya, iklannya, suratnya kami sudah memahami seluruhnya dengan jelas. Tapi semua itu hanya membawa kami menghadapi misteri yang jauh lebih dalam dan lebih tragis. Harta karun India, rancangan yang ditemukan di antara barang-barang Morstan, adegan aneh saat kematian Mayor Sholto, penemuan kembali hartanya yang segera diikuti pembunuhan terhadap penemunya, keanehan kejahatan ini, jejak-jejak kakinya, senjata yang luar biasa, tulisan di kertas, yang sesuai dengan peta milik Kapten Morstan-ini benar-benar sebuah labirin, dan orang yang tidak sehebat temanku pasti sudah putus asa untuk menemukan petunjuk-petunjuknya.
Pinchin Lane merupakan sederetan rumah bata dua tingkat yang kumuh di kawasan bawah Lambeth. Aku harus mengetuk beberapa lama di rumah No. 3 sebelum berhasil menarik perhatian. Tapi akhirnya tampak c
ahaya lilin dari balik tirai, dan seseorang memandang ke luar dari jendela atas.
"Pergi, pemabuk," katanya. "Kalau kau membuat keributan lagi, akan kubuka kandangnya, agar kau diserang 43 ekor anjing."
"Kalau kau mau mengeluarkan satu ekor saja, aku memang datang untuk itu," kataku.
"Pergi!" teriaknya. "Aku membawa ular dalam kantong ini, dan akan kujatuhkan ke kepalamu kalau kau tidak minggat!"
"Tapi aku mau mengambil anjing," seruku.
"Aku tidak mau berdebat!" teriak Mr. Sherman. "Sekarang mundur, kalau tidak, begitu kuhitung 'tiga' akan kujatuhkan ularnya."
"Mr. Sherlock Holmes..." Betapa ajaibnya kata-kata tersebut, karena jendelanya seketika dibanting menutup, dan semenit kemudian pintunya telah terbuka lebar. Mr. Sherman seorang pria tua yang kurus, dengan bahu bungkuk, leher kurus panjang, dan berkacamata kebiruan.
"Teman Mr. Sherlock selalu diterima," katanya. "Masuklah, Sir. Hati-hati dengan anjingnya, dia menggigit. Ah, nakal, nakal, apa kau mau menggigit tuan ini"" Ia mengatakan itu pada seekor anjing yang menjulurkan kepala dan matanya yang merah ke sela-sela jeruji kandangnya. "Jangan pedulikan, Sir, dia hanya seekor cacing yang lamban. Tidak ada taringnya, jadi kubiarkan dia berkeliaran bebas untuk mengurangi gangguan kutu. Harap jangan tersinggung dengan sikapku tadi, karena aku sering diganggu anak-anak kecil, dan banyak yang datang kemari hanya untuk mengetuk pintuku. Apa yang diinginkan Mr. Sherlock Holmes, Sir""
"Dia menginginkan salah satu anjingmu."
"Ah! Pasti Toby."
"Ya, Toby namanya."
"Toby tinggal di No. 7, sebelah kiri tempat ini."
Ia melangkah maju perlahan-lahan, sambil membawa lilin di antara berbagai jenis hewan yang dikumpulkannya. Dalam cahaya remang-remang, aku bisa melihat ada mata-mata tengah memandang kami dari setiap sudut dan ceruk. Bahkan balok penopang di atas kepala kami dipenuhi jajaran unggas, yang dengan malas memindahkan berat tubuh mereka dari satu kaki ke kaki yang lain, karena tidur mereka terganggu suara-suara kami.
Toby ternyata seekor makhluk jelek berbulu panjang, dengan telinga menjuntai, campuran spaniel dan anjing kampung, berwarna cokelat dan putih, dengan langkah sangat ceroboh dan terhuyung-huyung. Setelah ragu-ragu sejenak, ia menerima sebongkah gula yang kudapat dari pencinta hewan tua tersebut. Dan setelah mendapatkan kepercayaan Toby, hewan tersebut mengikutiku ke kereta dan dengan senang hati menemaniku. Jam Istana baru berdentang tiga kali saat aku kembali ke Pondicherry Lodge. McMurdo, si mantan petinju bayaran, telah ditangkap atas tuduhan membantu melakukan kejahatan, dan baik ia maupun Mr. Sholto telah dibawa ke kantor polisi. Dua orang petugas sekarang menjaga gerbangnya yang sempit, tapi mereka mengizinkan aku masuk membawa anjing begitu kusebutkan nama Holmes.
Holmes tengah berdiri di tangga pintu, dengan tangan di dalam saku, mengisap pipanya.
"Ah, kau membawanya!" katanya. "Anjing yang baik! Athelney Jones sudah pergi. Di sini ada pameran kekuasaan yang cukup besar sewaktu kau pergi. Dia bukan saja menangkap Thaddeus, tapi juga penjaga gerbang, pengurus rumah, dan pelayan India-nya. Tempat ini kosong, hanya ada seorang sersan di lantai atas. Tinggalkan anjingnya di sini dan ikut aku ke atas."
Kami mengikat Toby di meja ruang depan dan menaiki tangga. Kamarnya masih tetap sebagaimana sewaktu aku pergi, hanya saja sekarang ada selimut yang menutupi si korban. Seorang sersan polisi yang tampak bosan tengah duduk di sudut.
"Tolong pinjami aku lenteramu, Sersan," kata temanku. "Sekarang tolong ikatkan tali ini di leherku, sehingga menjuntai di depanku. Terima kasih. Sekarang aku harus menanggalkan sepatu bot dan kaus kakiku. Tolong bawa turun, Watson. Aku mau memanjat sedikit. Celupkan saputanganku ke dalam creosote itu. Cukup. Sekarang ikut aku ke atas sebentar."
Kami memanjat melewati lubang. Holmes mengarahkan lenteranya ke jejak-jejak kaki di debu sekali lagi.
"Tolong perhatikan jejak-jejak ini dengan lebih teliti," katanya. "Apa ada hal-hal penting yang kautemukan di sana""
"Jejak itu," katak
u, "milik seorang anak atau seorang wanita yang kecil."
"Selain ukurannya. Apa ada yang lain""
"Tampaknya sama seperti jejak-jejak kaki lainnya."
"Sama sekali tidak. Lihat ini! Ini jejak kaki kanan di debu. Sekarang aku akan membuat jejak kakiku sendiri di sampingnya. Apa perbedaan utamanya""
"Jemarimu semuanya rapat satu sama lain. Jejak yang itu masing-masing jarinya terpisah cukup lebar."
"Benar. Itu intinya. Ingat itu baik-baik. Sekarang, apa kau tidak keberatan ke pintu atap dan mencium tepi bingkainya" Aku akan tetap di sini, karena aku membawa saputangan ini."
Aku melakukan permintaannya, dan seketika menyadari bau aspal yang tajam.
"Kakinya menginjak itu saat dia keluar. Kalau kau saja bisa melacaknya, kupikir Toby tidak akan menemui kesulitan untuk itu. Sekarang turunlah ke bawah, lepaskan anjingnya, dan hati-hati terhadap penyusup itu."
Saat aku keluar di bawah, Sherlock Holmes telah berada di atap, dan aku bisa melihatnya bagai seekor ulat raksasa yang bercahaya, merayap perlahan-lahan di sepanjang tepi atap. Aku tak bisa melihatnya sewaktu ia berada di balik cerobong, tapi kemudian ia muncul dan kembali menghilang di sisi seberang. Sewaktu aku berputar, kulihat ia duduk di salah satu sudut rumah.
"Itu kau, Watson"" serunya.
"Ya." "Ini tempatnya. Benda apa yang berwarna hitam di bawah itu""
"Tong air." "Ada tutupnya""
"Ya." "Tidak terlihat ada tangga di sana""
"Tidak." "Benar-benar hebat! Ini tempat yang paling berbahaya. Kurasa aku bisa turun melalui jalur naiknya. Pipa airnya mungkin cukup kuat. Pokoknya, ini dia."
Terdengar kaki-kaki bergeser, dan lenteranya mulai turun dengan mantap di dinding. Lalu dengan loncatan ringan Sherlock Holmes mendarat di tongnya, dan dari sana melompat ke tanah.
"Mudah mengikutinya," katanya, sambil mengenakan kaus kaki dan sepatu botnya. "Banyak bata yang kendur di sepanjang jalurnya, dan karena tergesa-gesa dia tanpa sengaja menjatuhkan ini. Ini mengkonfirmasi diagnosaku, sebagaimana istilah kalian para dokter."
Benda yang diacungkan kepadaku adalah sebuah kantong kecil yang dianyam dari rerumputan berwarna-warni, dengan beberapa butir manik-manik diikatkan di sekelilingnya. Bentuk dan ukurannya sangat mirip kotak rokok. Di dalamnya terdapat setengah lusin kayu hitam, tajam di satu ujungnya dan bulat di ujung yang lain, seperti duri yang menancap di Bartholomew Sholto.
"Ini benda-benda jahat," kata Holmes. "Hati-hati, jangan sampai tertusuk. Aku gembira menemukannya, karena kemungkinan hanya ini miliknya. Kemungkinan kita menemukan salah satunya menancap di kulit kita sudah berkurang. Aku sendiri lebih suka berhadapan dengan peluru Martini. Kau siap berjalan sejauh sepuluh kilometer, Watson""
"Jelas," jawabku.
"Kakimu mampu bertahan""
"Oh, ya." "Ini dia, doggy! Toby tua yang baik! Cium, Toby, cium!" Holmes mengulurkan saputangan yang terendam creosote ke bawah hidung anjing tersebut, sementara makhluk tersebut berdiri dengan kaki terpentang, sambil memiringkan kepala dengan cara sangat lucu, seperti seorang pakar hidangan mengendus anggur terkenal. Holmes lalu melemparkan saputangan tersebut, mengaitkan tali ke kalung anjingnya, dan membawanya ke kaki tong air. Makhluk tersebut seketika menyalak-nyalak dan, dengan hidung menempel ke tanah dan ekor menunjuk ke atas, mengikuti jejaknya dengan kecepatan yang menyebabkan talinya menegang dan kami berlari-lari sekuat tenaga.
Kaki langit timur perlahan-lahan mulai terang, dan sekarang kami bisa melihat lebih jauh dalam keremangan yang dingin. Rumah persegi yang besar, dengan jendela-jendelanya yang hitam dan kosong, dindingnya yang tinggi dan telanjang, menjulang menyedihkan dan terpencil di belakang kami. Kami menyeberangi lahan, melewati bekas-bekas galian yang bertebaran tidak keruan. Seluruh tempat tersebut, dengan tumpukan tanah di sana-sini dan sesemakan yang tumbuh liar, tampak mengerikan tapi sesuai dengan tragedi menyedihkan yang menyelimutinya.
Saat tiba di dinding batas, Toby berlari-lari menyusurinya, sambil merengek-rengek penuh semangat,
di bawah bayang-bayangnya. Akhirnya ia berhenti di sebuah sudut yang terhalang sebatang pohon beech muda. Di titik temu kedua dinding, beberapa buah batanya telah lepas, dan ceruk yang ada aus pada bagian bawahnya, seakan-akan sering digunakan sebagai tangga. Holmes memanjat naik, dan setelah menerima anjingnya dari tanganku, ia melepaskan anjingnya di sisi seberang.
"Ada bekas tangan si Kaki Kayu," katanya saat aku naik ke sampingnya. "Kaulihat noda darah di semen putihnya. Benar-benar beruntung kemarin hujan tidak turun deras! Baunya akan ada di jalan, sekalipun mereka sudah dua puluh delapan jam mendului kita."
Kuakui aku sendiri ragu-ragu sewaktu memikirkan keramaian lalu lintas yang melintasi London sementara itu. Tapi ketakutanku menghilang tak lama kemudian. Toby tak pernah ragu-ragu atau berputar-putar, tapi terus melaju dengan gayanya yang aneh. Jelas bau tajam creosote menebar lebih tinggi daripada bau-bau lainnya.
"Jangan membayangkan aku mengandalkan keberhasilanku memecahkan kasus ini semata-mata pada ketidaksengajaan salah satu dari mereka mencelupkan kakinya ke bahan kimia," kata Holmes. "Aku punya pengetahuan untuk melacak mereka dalam beberapa cara berbeda. Tapi ini yang paling mudah. Dan karena kita sudah mendapatkan keberuntungan ini, sangat tidak layak kalau kusia-siakan. Tapi, dengan begini, kasus ini tidak menjadi masalah intelektual yang bagus, sebagaimana semula. Kalau bukan gara-gara petunjuk yang mencolok ini, kita mungkin bisa mendapat nama."
"Sebenarnya kau masih bisa mendapat nama," kataku. "Percayalah padaku, Holmes, kalau kukatakan aku kebingungan memikirkan caramu mendapatkan hasil dalam kasus ini, lebih dari kebingunganku sewaktu menghadapi kasus pembunuhan Jefferson Hope. Situasinya tampak lebih dalam dan lebih tidak bisa dijelaskan. Misalnya, bagaimana kau bisa menjabarkan pria berkaki kayu dengan seyakin itu""
"Aah, sobatku! Itu sederhana sekali. Aku tak ingin bersikap dramatis. Semuanya kokoh dan bisa dibuktikan. Dua orang perwira yang memimpin satuan pengamanan narapidana mengetahui rahasia penting tentang keberadaan harta karun. Mereka mendapat peta dari seorang Inggris bernama Jonathan Small. Kau tentu ingat, kita melihat nama itu di peta milik Kapten Morstan. Small menandatanganinya dengan namanya sendiri dan rekan-rekannya-tanda mereka berempat, sebagaimana dia menyebutnya. Dibantu peta ini, para perwira-atau salah satu di antaranya-mendapatkan harta itu dan mernbawanya kembali ke Inggris, dengan, kita anggap saja begitu, beberapa syarat yang menurutnya tidak bisa dipenuhi. Sekarang, kenapa Jonathan Small tidak mengambil sendiri hartanya" Jawabannya jelas. Peta itu diberi tanggal saat Morstan berhubungan cukup dekat dengan para narapidana. Jonathan Small tidak mengambil sendiri harta itu karena dia dan rekan-rekannya adalah narapidana dan tidak bisa melarikan diri."
"Tapi ini hanya spekulasi," kataku.
"Lebih dari itu. Ini satu-satunya hipotesis yang sesuai dengan fakta-faktanya. Kita lihat bagaimana kelanjutannya. Mayor Sholto hidup dengan damai selama beberapa tahun, berbahagia karena memiliki hartanya. Lalu dia menerima surat dari India, yang menyebabkan dia ketakutan hebat. Surat apa itu""
"Surat yang mengatakan bahwa orang yang telah diperdayainya telah dibebaskan."
"Atau telah melarikan diri. Itu lebih mungkin, karena dia pasti tahu berapa lama mereka dihukum. Kalau mereka memang sudah selesai menjalani masa hukuman, surat itu tidak akan mengejutkannya. Apa yang kemudian dia lakukan" Dia mewaspadai pria berkaki kayu-pria kulit putih, ingat, karena dia sudah keliru menyangka seorang pedagang kulit putih sebagai orang yang ditakutinya dan menembaknya dengan pistol. Sekarang, hanya ada satu nama pria kulit putih dalam peta itu. Yang lainnya nama orang India atau Pakistan. Tidak ada pria kulit putih lain. Oleh karena itu, kita bisa mengatakan dengan yakin bahwa pria berkaki kayu itu identik dengan Jonathan Small. Apa penjelasan ini ada kesalahan menurutmu""
"Tidak, penjelasanmu jelas dan singkat."
"Well, sekarang kita pikirkan seandainya kita men
jadi Jonathan Small. Kita lihat situasinya dari sudut pandangnya. Dia datang ke Inggris dengan gagasan ganda untuk mendapatkan haknya dan membalas dendamnya terhadap orang yang telah menipunya. Dia mencari tahu tempat tinggal Sholto, dan sangat mungkin dia mengadakan hubungan dengan seseorang di dalam rumah. Ada pengawas rumah, Lal Rao, yang belum kita temui. Menurut Mrs. Bernston, orang itu jauh dari baik. Tapi Small tidak bisa mengetahui di mana hartanya disembunyikan, karena tak seorang pun yang tahu, kecuali sang mayor dan seorang pelayan setia yang telah meninggal. Tiba-tiba Small mengetahui bahwa sang mayor sedang sekarat. Karena takut harta karun itu akan hilang bersama kematiannya, Small nekat menerobos masuk dan menuju jendela kamar tidur sang mayor. Satu-satunya penghalang hanyalah kehadiran kedua putra sang mayor. Tapi, karena gelap mata oleh kebenciannya terhadap mayor itu, dia masuk ke kamar tidur tersebut di malam harinya, menggeledah dokumen-dokumen pribadi sang mayor, dengan harapan menemukan semacam memorandum yang berhubungan dengan hartanya, dan akhirnya meninggalkan cindera mata kunjungannya dalam bentuk pesan singkat di sehelai kartu. Tidak ragu lagi dia sudah merencanakannya, bahwa kalau dia membunuh mayor itu, dia akan meninggalkan pesan seperti itu di mayatnya, sebagai tanda bahwa tindakannya bukanlah pembunuhan biasa, tapi merupakan tindakan keadilan, dari sudut pandang keempat rekanan itu. Hal-hal seperti ini sudah biasa dalam tindak kejahatan, dan biasanya memberi petunjuk berharga mengenai pelakunya. Kau mengerti semua ini""
"Sangat jelas."
"Sekarang, apa yang bisa dilakukan Jonathan Small" Dia hanya bisa terus mengawasi dengan diam-diam, usaha-usaha yang dilakukan untuk menemukan hartanya. Mungkin dia meninggalkan Inggris dan sesekali kembali. Lalu ruang di langit-langit ditemukan, dan dia segera diberitahu. Sekali lagi kita mendapat petunjuk keterlibatan orang dalam. Jonathan, dengan kaki kayunya, jelas tidak bakal mampu mencapai kamar tidur Bartholomew Sholto. Tapi dia mengajak seorang rekan yang agak menarik, yang mampu mengatasi kesulitan ini, tapi menginjak creosote dengan kaki telanjang. Karena itulah Toby terlibat, juga kau, perwira dengan gaji minim dan otot kaki terluka, yang harus menempuh sepuluh kilometer dengan susah payah."
"Tapi justru rekannya ini yang melakukan kejahatan, bukan Jonathan Small."
"Benar. Dan hal ini menimbulkan kemarahan Jonathan, kalau dilihat dari jejak-jejak bekas dia mengentakkan kakinya sewaktu masuk ke dalam kamar. Dia tidak punya masalah dengan Bartholomew Sholto, dan sudah puas kalau bisa sekadar mengikat dan menyumpalnya. Dia tidak ingin membunuh mayor itu. Tapi dia tak bisa mencegah naluri buas rekannya, dan begitulah.... Jadi, Jonathan Small meninggalkan pesannya, menurunkan kotak harta ke tanah, lalu dia sendiri turun. Itulah rangkaian kejadian sepanjang yang bisa kuduga. Mengenai penampilannya sendiri, dia pasti sudah setengah baya dan terbakar matahari sesudah menjalani hukuman di Kepulauan Andaman. Tingginya bisa diukur dari panjang langkahnya, dan kita mengetahui bahwa dia berjanggut. Kelebatan janggutnyalah yang menyebabkan Thaddeus Sholto sangat mengingat dirinya sewaktu melihatnya di jendela. Rasanya tidak ada hal lain lagi."
"Rekannya""
"Ah, well, tidak ada misteri besar dalam hal ini. Tapi kau akan mengetahui semuanya tidak lama lagi. Udara pagi ini segar sekali! Lihat awan kecil itu, melayang seperti sehelai bulu merah muda seekor flamingo raksasa. Sekarang tepi kemerahan matahari sudah mencapai tepi kota London. Matahari menyinari banyak orang, tapi aku berani bertaruh, tak seorang pun yang tengah melakukan tugas lebih aneh daripada apa yang kita lakukan. Betapa kecilnya kita, dengan ambisi sepele kita dalam kehadiran kekuatan Alam! Apa kau mengenai karya-karya Jean Paul, alias J.P.F. Richter, penulis Jerman itu""
"Ya. Aku mengenalnya melalui Carlyle- Thomas Carlyle. Dia yang memperkenalkan karya-karya Jean Paul pada para pembaca Inggris."
"Itu rasanya seperti mengikuti aliran sungai ke danau induknya. Salah satu k
omentarnya sangat menarik. Bukti utama kebesaran sejati manusia adalah persepsi akan kekecilan dirinya. Komentarnya itu memperdebatkan kemampuan membandingkan dan menghargai, yang merupakan bukti kemuliaan. Begitu banyak santapan bagi pikiran dalam karya Richter. Kau tidak membawa pistol, bukan""
"Hanya tongkatku."
"Ada kemungkinan kita memerlukan pistol pada saat tiba di sarang mereka. Kuserahkan Jonathan kepadamu, tapi kalau rekannya melawan, aku akan menembaknya hingga mati."
Ia mengeluarkan revolvernya sambil bicara, dan setelah mengisikan dua butir peluru, ia mengembalikan revolver itu ke saku kanan jasnya. Sebelumnya kami telah mengikuti Toby hingga tiba di jalan separuh pedalaman yang diapit vila-vila, yang menuju London. Tapi sekarang kami mulai menemui jalan-jalan lainnya, di mana para buruh dan kuli pelabuhan telah berkeliaran, dan wanita-wanita berpenampilan lusuh telah membuka jendela dan menyapu tangga depan. Di perumahan publik beratap datar ini bisnis baru saja dimulai, dan pria-pria bertampang kasar bermunculan, sambil menggosokkan lengan kemeja ke janggut mereka setelah mandi pagi. Anjing-anjing aneh berkeliaran dan menatap penasaran ke arah kami saat kami melintas, tapi Toby tidak berpaling ke kanan atau ke kiri. Toby terus maju, dengan hidung menempel ke tanah, dan sesekali merengek penuh semangat, yang menyatakan jejak yang masih hangat.
Kami telah melintasi Streatham, Brixton, Camberwell, dan sekarang tiba di Kennington Lane, setelah melewati jalan-jalan samping di sebelah timur Oval. Orang-orang yang kami buru tampaknya sengaja menempuh rutenya secara zigzag, mungkin untuk menghindari pengawasan. Mereka tidak pernah menggunakan jalan utama apabila ada jalan samping yang memenuhi kebutuhan mereka. Di ujung Kennington Lane mereka berbelok ke kiri, memasuki Bond Street dan Miles Street. Dari Miles mereka berbelok ke Knight's Place, di mana Toby berhenti dan mulai berlari ke sana kemari dengan satu telinga terangkat dan yang lainnya menjuntai, gambaran seekor anjing yang tengah kebingungan. Lalu ia berputar-putar, menengadah memandang kami dari waktu ke waktu, seakan-akan meminta pengertian akan kebingungannya.
"Ada apa dengan anjing ini"" geram Holmes. "Mereka jelas tidak menggunakan kereta atau balon."
"Mungkin mereka berdiri di sini selama beberapa saat," kataku.
"Ah! Tidak apa-apa. Dia sudah menemukan jejak lagi," kata temanku dengan nada lega.
Toby memang kembali berjalan, sebab setelah mengendus-endus beberapa saat, ia tiba-tiba mengambil keputusan dan melesat dengan energi dan kebulatan tekad yang sebelumnya tidak ia perlihatkan. Bau yang diikutinya rupanya jauh lebih kuat daripada sebelumnya, karena ia bahkan tak perlu menempelkan hidungnya ke tanah, tapi menarik-narik tali pengikatnya dan mencoba berlari. Aku bisa melihat dari kilau mata Holmes bahwa ia mengira kami hampir tiba di akhir perjalanan.
Kami sekarang berlari menyusuri Nine Elms hingga tiba di Broderick dan gudang kayu Nelson's, tepat di samping White-Eagle Tavern. Di sini Toby dengan penuh semangat berbelok melewati gerbangnya, ke tempat para pemotong kayu telah mulai bekerja. Anjing itu terus berlari menerobos serbuk gergaji, menyusuri sebuah lorong sempit, mengitari lorong lain di antara dua tumpukan kayu, dan akhirnya, diiringi salakan penuh kemenangan, melompat ke atas sebuah tong besar yang masih berada di kereta dorong. Dengan lidah terjulur dan mata berkedip-kedip, Toby berdiri di atas tong tersebut, memandang kami bergantian, meminta pujian. Tong dan roda-roda keretanya kotor oleh cairan kehitaman, dan bau creosote sangat tebal di udara.
Sherlock Holmes dan aku saling pandang, lalu tertawa terbahak-bahak.
Bab 8 - Gelandangan Baker Street
"Sekarang apa"" tanyaku. "Toby sudah menyerah."
"Dia bertindak menurut pengertiannya," kata Holmes sambil menurunkan anjing tersebut dari atas tong, dan menuntunnya keluar dari gudang kayu. "Kalau kauingat betapa banyaknya creosote yang lalu lalang di London dalam satu hari, tidak heran kalau jejak kita bersilangan. Sekarang cairan itu banyak diguna
kan, terutama untuk mengolah kayu. Toby yang malang tak bisa disalahkan."
"Kita harus ke jejak utamanya lagi, kurasa."
"Ya. Dan untungnya kita tidak terlalu jauh. Jelas yang membingungkan anjing ini di tikungan Knight's Place adalah dua jejak yang berbeda, menuju arah yang berlawanan. Kita sudah mengikuti jejak yang salah. Hanya perlu mengikuti jejak yang satu lagi."
Tidak ada kesulitan dalam hal ini. Setelah membawa Toby ke tempat ia melakukan kesalahan, ia berputar-putar cukup lebar, dan akhirnya melesat ke arah baru.
"Kita harus berhati-hati sekarang, agar dia tidak membawa kita ke tempat asal tong berisi creosote itu," kataku.
"Sudah kupikirkan. Tapi kaulihat dia terus berjalan di trotoar, sedangkan tongnya melewati jalan. Tidak, kita sudah mengikuti jejak yang benar sekarang."
Jejaknya menuju tepi sungai, menyusuri Belmont Place dan Prince's Street. Di ujung Broad Street jejaknya langsung menuju tepi sungai, di mana terdapat sebuah dermaga kayu kecil. Toby membawa kami ke ujung dermaga dan melolong di sana, memandang ke arus gelap di baliknya.
"Kita sedang sial," kata Holmes. "Mereka naik perahu di sini."
Ada beberapa perahu kecil yang ditambatkan di sungai dan di tepi dermaga. Kami mengajak Toby berkeliling, tapi sekalipun telah mengendus-endus mati-matian, ia tidak memberikan tanda apa pun.
Di dekat dermaga pendaratan yang kasar terdapat sebuah rumah bata kecil, dengan plakat kayu yang menjuntai melalui jendela kedua. "Mordecai Smith" tercetak di sana dengan huruf-huruf besar. Dan di bawahnya, "Perahu disewakan per jam atau per hari." Tulisan kedua di atas pintu memberitahukan bahwa mereka juga menyediakan kapal uap-pernyataan yang dikonfirmasi oleh setumpuk batu bara di atas dermaga. Sherlock Holmes perlahan-lahan memandang sekitarnya, dan wajahnya tampak melamun.
"Ini tampaknya buruk," katanya. "Orang-orang ini lebih cerdas dari dugaanku. Mereka tampaknya sudah menutupi jejak. Aku khawatir mereka sudah merencanakan semuanya."
Ketika ia mendekati pintu rumah, pintu itu terbuka, dan seorang bocah berambut keriting, berumur sekitar enam tahun, berlari keluar, diikuti seorang wanita gemuk pendek berwajah kemerahan yang membawa sebuah spons besar.
"Kembali kemari, Jack," teriak wanita tersebut. "Kembali kau, berandalan kecil. Kalau sampai ayahmu pulang dan melihatmu belum mandi, dia akan marah besar."
"Bocah kecil yang manis!" kata Holmes. "Benar-benar berandal kecil berpipi merah! Nah, Jack, apa ada yang kauinginkan""
Anak kecil tersebut mempertimbangkannya sejenak.
"Aku ingin satu shilling" katanya.
"Tidak ada yang lebih kauinginkan lagi""
"Aku mau dua shilling" jawabnya setelah berpikir sejenak.
"Ini dia! Tangkap!-Anak yang manis, Mrs. Smith!"
"Tuhan memberkati Anda, Sir, dia memang manis dan pandai. Aku sering kali kesulitan untuk mengendalikannya, terutama kalau suamiku pergi berhari-hari."
"Pergi"" kata Holmes dengan nada kecewa. "Sayang sekali, karena aku ingin bertemu dengan Mr. Smith."
"Dia sudah pergi sejak kemarin pagi, Sir, dan, sejujurnya, aku mulai khawatir dengannya. Tapi kalau ini urusan kapal, Sir, mungkin aku bisa membantu."
"Aku ingin menyewa kapal uapnya."
"Wah, Sir, dia justru pergi dengan kapal uapnya. Itu yang membingungkanku, karena aku tahu batu bara di kapal hanya cukup untuk membawanya ke Woolwich pulang-pergi. Kalau dia pergi membawa bargas, aku tidak akan kebingungan, karena dia banyak mendapat pekerjaan hingga ke Gravesend, dan kalau banyak dia terkadang menginap di sana. Tapi apa gunanya kapal uap tanpa batu bara""
"Mungkin dia membelinya di tengah jalan""
"Mungkin, Sir, tapi bukan begitu kebiasaannya. Berulang kali aku mendengar dia mengeluh mereka menjual batu bara terlalu mahal. Lagi pula, aku tidak menyukai pria berkaki kayu itu, dengan wajah jelek dan bicaranya yang kasar. Apa yang dia inginkan, datang kemari berulang-ulang""
"Pria berkaki kayu"" kata Holmes dengan terkejut.
"Ya, Sir, seorang pria kecokelatan dengan wajah mirip monyet sudah lebih dari sekali menemui suamiku. Dia yang membangunkan suami
ku beberapa malam yang lalu, dan yang lebih keterlaluan lagi, suamiku tahu dia akan datang, dan suamiku sudah menyiapkan kapal uapnya. Kuberitahu sejujurnya, Sir, aku merasa tidak enak karenanya."
"Tapi, Mis. Smith yang baik," kata Holmes sambil mengangkat bahu, "Anda ketakutan tanpa alasan. Dari mana Anda tahu kalau yang datang tengah malam itu pria berkaki kayu" Aku tidak mengerti, dari mana Anda bisa seyakin itu."
"Suaranya, Sir. Aku mengenali suaranya yang agak berat dan tidak jelas. Dia mengetuk jendela-sekitar pukul tiga. 'Keluarlah, matey,' katanya. 'Waktunya untuk bersiap-siap.' Suamiku membangunkan Jim-anak tertuaku-dan mereka pergi tanpa mengatakan apa pun padaku. Aku bisa mendengar suara langkah kaki kayunya di bebatuan."
"Apa pria berkaki kayu ini sendirian""
"Entah, Sir. Aku tidak mendengar ada suara orang lain lagi."
"Maafkan aku, Mrs. Smith, karena aku berniat menyewa kapal uapnya, dan aku mendengar laporan yang bagus tentang... sebentar, apa namanya""
"Aurora, Sir." "Ah! Dia bukan kapal tua berwarna hijau dengan garis kuning, berlunas lebar""
"Bukan. Kapal ini sama rampingnya seperti kapal-kapal lain di sungai. Suamiku baru saja mengecatnya, hitam dengan dua garis merah."
"Trims. Kuharap Anda segera mendapat kabar dari Mr. Smith. Aku akan menyusuri sungai, dan kalau melihat Aurora akan kuberitahu suami Anda bahwa Anda merasa khawatir. Cerobongnya hitam, kata Anda tadi""
"Tidak, Sir. Hitam dengan garis putih."
"Ah, tentu saja. Lambungnya yang hitam. Selamat pagi, Mrs. Smith. Masih ada kapal lain di sini, Watson. Kita ke seberang sungai dengan kapal itu saja."
"Masalah utama dengan orang-orang seperti itu," kata Holmes saat kami duduk di kapal, "adalah jangan pernah membiarkan mereka menganggap bahwa informasi yang mereka berikan punya arti penting bagimu. Kalau mereka sampai berpikiran begitu, mereka seketika akan menutup mulut serapat tiram. Kalau kau mendengarkan keluhan-keluhan mereka, kemungkinan besar kau akan mendapatkan apa yang kau butuhkan."
"Arah kita tampaknya cukup jelas," kataku.
"Kalau begitu, apa tindakanmu""
"Aku akan mencari kapal dan menyusuri sungai untuk melacak Aurora."
"Temanku yang baik, itu tugas yang kolosal. Kapal itu mungkin merapat di salah satu dermaga antara tempat ini dengan Greenwich. Di bawah jembatan ada labirin tempat merapat sepanjang bermil-mil. Kau perlu waktu berhari-hari untuk mencarinya sendiri."
"Kalau begitu, gunakan tenaga polisi."
"Tidak. Aku mungkin akan menghubungi Athelney Jones pada saat-saat terakhir. Dia bukan orang jahat, dan aku tidak ingin melakukan apa pun yang menyakitinya secara profesi. Tapi aku lebih suka menangani kasus ini sendiri, apalagi kita sudah sejauh ini."
"Kalau begitu, apa kita bisa pasang iklan, meminta informasi dari orang-orang di pelabuhan""
"Justru lebih buruk lagi! Buruan kita akan tahu bahwa mereka tengah dikejar dengan ketat, dan mereka akan kabur ke luar negeri. Sekarang pun mereka sangat mungkin untuk pergi, tapi selama mereka mengira masih aman, mereka tidak akan tergesa-gesa. Energi Jones berguna bagi kita dalam hal ini, karena pandangannya mengenai kasus ini jelas akan dimuat di koran-koran, dan para pelarian itu akan berpikir bahwa semua orang tengah mengikuti jejak yang salah."
"Kalau begitu, apa yang akan kita lakukan"" tanyaku sewaktu kami merapat di dekat Lembaga Pemasyarakatan Millbank.
"Gunakan kereta ini, pulanglah, sarapan, dan tidurlah selama satu jam. Kemungkinan besar nanti malam kita akan bekerja lagi. Mampir di kantor telegram, kusir! Toby tetap bersama kita, karena mungkin dia akan berguna."
Kami berhenti di Kantor Pos Great Peter Street, dan Holmes mengirimkan telegramnya.
"Menurutmu aku mengirim telegram pada siapa"" tanyanya sewaktu kami telah melanjutkan perjalanan.
"Aku tidak tahu."
"Kau ingat satuan detektif polisi divisi Baker Street yang kupekerjakan dalam kasus Jefferson Hope""
"Well," kataku sambil tertawa.
"Dalam keadaan seperti sekarang inilah mereka berharga. Kalau mereka gagal, aku masih memiliki sumber daya lain,
tapi aku akan mencoba dengan mereka dulu. Telegram itu untuk letnan kecilku yang kotor, Wiggins. Kurasa dia dan rekan-rekannya akan menjumpai kita sebelum kita selesai sarapan."
Sekarang antara pukul delapan dan sembilan, dan aku sadar akan reaksi kuat yang kualami akibat serangkaian kegiatan penuh semangat semalam. Aku tertatih-tatih dan kelelahan, otakku macet dan tubuhku kehabisan tenaga. Aku tidak memiliki antusiasme profesional seperti temanku, dan aku tak bisa memandang masalah ini sekadar sebagai sebuah masalah intelektual yang abstrak. Sepanjang berkaitan dengan kematian Bartholomew Sholto, aku hanya mendengar sedikit hal-hal baik tentangnya, dan aku tidak merasakan antipati yang besar terhadap pembunuhnya. Tapi hartanya... itu soal lain. Itu, atau sebagian harta itu, milik Miss Morstan. Selama ada kesempatan untuk mendapatkannya kembali, aku akan membaktikan hidupku untuk satu tujuan itu. Memang benar, kalau harta itu kutemukan, mungkin justru akan menjauhkan dia dariku. Sekalipun begitu, hanya cinta yang picik dan egois yang terpengaruh oleh pemikiran seperti itu. Kalau Holmes bersemangat untuk menangkap para penjahatnya, aku memiliki alasan sepuluh kali lebih kuat untuk menemukan hartanya.
Setelah mandi dan berganti pakaian di Baker Street, aku segar kembali scpenuhnya. Sewaktu turun ke ruangan kami, kudapati sarapan telah dihidangkan dan Holmes tengah menuang kopi.
"Ini dia," katanya, sambil tertawa dan menunjuk Iembaran koran. "Jones yang bersemangat dan wartawan yang tekun rupanya saling melengkapi. Tapi jangan pikirkan soal kasus itu sekarang. Sebaiknya kauhabiskan dulu ham dan telurmu."
Kuambil koran tersebut dari tangannya dan kubaca artikel pendeknya yang berjudul "Urusan Misterius di Upper Norwood."
Sekitar pukul dua belas semalam (menurut Standard), Mr. Bartholomew Sholto, dari Pondicherry Lodge, Upper Norwood, ditemukan tewas di kamarnya dalam situasi yang menunjukkan adanya permainan kotor. Sepanjang yang bisa kami ketahui, tidak ada tanda-tanda kekerasan yang nyata pada tubuh Mr. Sholto, tapi koleksi permata India yang tak ternilai, yang diwarisi almarhum dari ayahnya, telah hilang. Orang pertama yang menemukannya adalah Mr. Sherlock Holmes dan Dr. Watson, yang mengunjungi rumah tersebut bersama Mr. Thaddeus Sholto, saudara almarhum. Kebetulan sekali Mr. Athelney Jones, anggota satuan detektif polisi yang terkenal itu, berada di kantor polisi Norwood dan tiba di lokasi kejadian dalam waktu setengah jam setelah pemberitahuan awal. Latihan dan pengalamannya seketika mengarahkan detektif tersebut kepada penjahatnya, dengan hasil memuaskan bahwa saudara almarhum, Thaddeus Sholto, telah ditangkap bersama dengan pengurus rumah, Mrs. Bernstone, pelayan India bernama Lal Rao, dan seorang portir, atau penjaga gerbang bernama McMurdo. Bisa dipastikan hahwa pencuri atau para pencuri tersebut sangat mengenai rumahnya. karena pengetahuan teknis Mr. Jones yang terkenal dan pengamatannya yang teliti memungkinkannya untuk membuktikan bahwa pelakunya tidak mungkin masuk melalui pintu atau jendela tapi pasti melewati atap rumah, dan melalui pintu kecil yang ada di sana, menuju kamar tempat mayat ditemukan. Fakta ini, yang sangat jelas terlihat, membuktikan bahwa kejadian tersebut bukan sekadar pencurian yang salah perhitungan. Kesigapan dan semangat para penegak hukum menunjukkan pentingnya kehadiran orang yang ahli dan penuh semangat dalam kejadian semacam itu. Mau tak mau, kita menganggap ini sebagai argumentasi terhadap mereka yang ingin melihat para detektif kita lebih terdesentralisasi, dan dengan begitu menjadikan para detektif itu lebih dekat dan efektif dalam menangani kasus-kasus mereka.
"Luar biasa!" kata Holmes sambil menyeringai dari balik cangkir kopinya. "Apa pendapatmu""
"Kupikir kita sendiri nyaris ditangkap karena kejahatan itu."
"Aku juga. Aku tidak berani menjamin kita akan tetap aman kalau dia tiba-tiba tercengkam semangat seperti itu lagi."
Pada saat itu terdengar dering bel yang cukup keras, dan aku bisa mendengar suara Mrs. Hudson, induk semang kami, melolongkan pro
tes dan rasa jengkelnya. "Demi Tuhan, Holmes," kataku, setengah beranjak bangkit. "Aku yakin mereka benar-benar mengejar kita."
"Tidak, tidak seburuk itu. Ini satuan tidak resmi-para gelandangan Baker Street."
Sementara ia berbicara, terdengar suara halus langkah-langkah kaki telanjang menaiki tangga, dentang suara melengking, dan selusin bocah jalanan yang kotor dan kumuh berhamburan masuk. Walaupun masuk dengan ribut, mereka masih menunjukkan sedikit kedisiplinan, sebab mereka seketika berbaris dan memandang kami dengan wajah-wajah penuh harap. Salah satu dari mereka, yang paling jangkung dan paling tua, melangkah maju dengan sikap berkuasa yang terasa sangat lucu, mengingat sosoknya yang seperti itu.
"Pesanmu diterima, Sir," katanya, "dan aku langsung mengajak mereka. Biayanya tiga shilling dan enam pence."
"Ini dia," kata Holmes sambil mengeluarkan beberapa keping koin perak. "Untuk selanjutnya, mereka harus melapor padamu, Wiggins, dan kau melapor padaku. Aku tidak bisa menerima rumahku diinvasi seperti ini. Tapi kurasa ada baiknya juga kalau kalian semua mendengar instruksinya. Aku ingin tahu keberadaan kapal uap bernama Aurora, milik Mordecai Smith, hitam dengan dua garis merah, cerobong hitam dengan garis putih. Kapalnya ada di sungai entah di mana. Kuminta satu orang menjaga dermaga Mordecai Smith dari seberang Millbank untuk mengabarkan kalau kapalnya merapat. Kalian harus membagi tugas sendiri, dan memeriksa kedua tepi sungai secara menyeluruh. Beritahu aku begitu kalian mendapat kabar. Jelas""
"Ya, Gubernur," kata Wiggins.
"Pembayaran seperti biasa, dan satu guinea bagi yang menemukan kapalnya. Ini uang muka hari ini. Sekarang pergilah!"
Ia memberi mereka masing-masing satu shilling, dan mereka berhamburan menuruni tangga. Sesaat kemudian kulihat mereka telah berlari-lari di jalan.
"Kalau kapal itu masih di sungai, mereka akan menemukannya," kata Holmes sambil bangkit berdiri dan menyulut pipanya. "Mereka bisa pergi ke mana pun, melihat segalanya, mendengar semua orang. Kuharap sebelum malam tiba mereka sudah melaporkan di mana kapal itu. Sementara ini, kita tak bisa melakukan apa-apa, kecuali menunggu hasilnya. Kita tak bisa melanjutkan mengikuti jejak yang putus sebelum kita menemukan Aurora atau Mr. Mordecai Smith."
"Toby bisa menghabiskan sampah ini. Kau mau tidur, Holmes""
"Tidak, aku tidak lelah. Aku memiliki kebiasaan yang aneh. Aku tidak pernah merasa kelelahan karena bekerja, tapi bersantai justru menguras tenagaku. Aku akan merokok dan memikirkan kembali bisnis aneh yang diperkenalkan klien kita ini. Kalau ada tugas yang mudah bagi manusia, maka inilah tugas itu. Pria berkaki kayu tidaklah umum, tapi menurutku rekannya pasti sangat unik."
"Orang itu lagi!"
"Aku tak ingin membuatnya terdengar misterius bagimu. Tapi kau harus membentuk pendapatmu sendiri. Sekarang pertimbangkan data-datanya. Jejak kaki kecil, jemarinya tidak pernah terjepit sepatu bot, kaki telanjang, palu kayu berkepala batu, kelincahan tinggi, paser kecil beracun. Apa kesimpulanmu""
"Orang pribumi!" seruku. "Mungkin salah satu orang India yang menjadi rekan Jonathan Small."
"Kemungkinannya kecil," kata Holmes. "Sewaktu melihat tanda-tanda senjata aneh tersebut, aku cenderung berpikiran begitu, tapi karakteristik jejak kakinya yang luar biasa menyebabkan aku mempertimbangkan kembali pendapatku. Beberapa penghuni Semenanjung India memang berperawakan kecil, tapi tak satu pun bisa meninggalkan jejak seperti itu. Orang-orang India yang biasa, memiliki kaki panjang dan kurus. Orang-orang Pakistan yang biasa mengenakan sandal memiliki ibu jari kaki yang terpisah sangat jauh dengan jemari kaki lainnya, karena terbiasa menjepit sandal. Paser-paser kecil ini juga hanya bisa ditembakkan dengan satu cara. Paser-paser ini untuk sumpitan. Nah, kalau begitu, di mana kita bisa menemukan orang yang kita cari ini""
"Amerika Selatan," kataku.
Holmes mengulurkan tangan dan menurunkan sebuah buku rebal dari rak.
"Ini volume pertama dari kliping koran yang diterbitkan. Bisa dianggap sebagai sumber re
ferensi paling mutakhir. Apa yang ada di sini" 'Kepulauan Andaman, terktak 544 kilometer di utara Sumatra, di Teluk Bengali.' Hmm! Hmm! Apa lagi" Iklim lembap, deretan karang, ikan hiu, Port Blair, lembaga pemasyarakatan, Pulau Rutland, perkebunan kapas-Ah, ini dial 'Penduduk asli Kepulauan Andaman mungkin merupakan ras paling pendek di bumi ini, sekalipun beberapa ahli antropologi lebih memilih manusia semak Afrika, Indian Digger dari Amerika, dan orang-orang Terra del Fuegia. Tinggi rata-rata penduduk asli Andaman kurang dari 120 sentimeter, sekalipun banyak orang dewasanya yang jauh lebih pendek dari. itu. Mereka buas, pemarah, dan sulit didekati, namun mampu membina persahabatan yang sangat erat dengan orang yang sudah mendapatkan kepercayaan mereka.' Ingat itu, Watson. Sekarang dengarkan ini. 'Mereka memiliki tampang menakutkan, dengan kepala besar yang aneh, mata kecil yang buas, dan ciri-ciri wajah yang tidak normal. Tapi kaki dan tangan mereka luar biasa kecil. Begitu tertutup dan buasnya mereka, sehingga semua usaha pejabat lnggris untuk merebut hati mereka gagal total. Mereka selalu menjadi teror bagi para awak kapal yang karam; mereka suka menghantam kepala korban yang selamat dengan gada batu atau menyumpit dengan anak panah beracun. Pembantaian-pembantaian ini terkadang diikuti dengan pesta kanibal1. Orang-orang yang ramah dan menyenangkan, Watson! Kalau orang ini dibiarkan sendiri, mungkin hasilnya akan lebih buruk lagi. Kurasa Jonathan Small menyesal setengah mati telah mempekerjakan orang ini."
"Tapi bagaimana dia bisa mendapatkan teman seperti ini""
"Ah, itu tidak bisa kuketahui. Tapi, karena kita sudah memastikan bahwa Small datang dari Andaman, tidak mengherankan kalau dia mengajak salah satu penduduk asli. Kita akan tahu pada waktunya nanti. Watson, kau tampaknya sudah kelelahan. Berbaringlah di sofa, dan coba kulihat apa bisa membuatmu tidur."
Ia mengambil biolanya dari sudut, dan saat aku membaringkan diri, ia mulai memainkan nada-nada lembut yang menghanyutkan-nada-nadanya sendiri, tentu saja, karena ia sangat berbakat dalam improvisasi. Samar-samar aku teringat tangannya yang kurus, wajahnya yang serius, dan tongkat penggesek biolanya yang naik-turun. Lalu aku merasa melayang-layang dengan damai di lautan suara yang lembut, hingga kudapati diriku di alam mimpi, dengan wajah Mary Morstan yang manis menunduk memandangku.
Bab 9 - Kesempatan Baru menjelang sore aku terjaga, lebih kuat dan lebih segar. Sherlock Holmes masih duduk di tempatnya tadi, namun ia telah meletakkan biolanya dan tengah membaca buku. Ia memandang ke arahku saat aku bergerak, dan kusadari bahwa ekspresinya muram dan cemas.
"Kau tidur nyenyak sekali," katanya. "Aku takut pembicaraan kami tadi membangunkanmu."
"Aku tidak mendengar apa-apa," kataku. "Kalau begitu, kau sudah mendapat kabar baru""
"Sialnya tidak. Kuakui, aku terkejut dan kecewa. Aku berharap sudah mendapatkan informasi yang pasti saat ini. Wiggins baru saja menyampaikan laporannya. Katanya tidak ada jejak kapal itu. Ini membuatku gusar, karena setiap jam yang berlalu sangat penting artinya."
"Ada yang bisa kubantu" Aku sudah segar lagi sekarang, dan siap bertualang malam lagi."
"Tidak, kita tidak bisa berbuat apa-apa. Kita hanya bisa menunggu. Kalau kita pergi sendiri, pesannya mungkin datang sewaktu kita tidak ada, dan semuanya bisa tertunda. Kau boleh berbuat sesukamu, tapi aku harus tetap berjaga-jaga."
"Kalau begitu, aku mau pergi ke Camberwell, mengunjungi Mrs. Cecil Forrester. Dia memintaku datang kemarin."
"Mrs. Cecil Forrester"" tanya Holmes dengan mata berbinar-binar geli.
"Well, tentu saja Miss Morstan juga. Mereka sangat ingin tahu apa yang terjadi."
"Sebaiknya jangan memberitahu terlalu banyak," kata Holmes. "Wanita tidak boleh dipercayai sepenuhnya-sebagian besar di antaranya."
Aku tidak mendebat pendapatnya yang negatif itu.
"Aku akan kembali satu-dua jam lagi," kataku.
"Baik! Semoga beruntung! Tapi, berhubung kau akan menyeberangi sungai, ada baiknya kau kembalikan Toby juga, karena kurasa kita tida
k memerlukan tenaganya lagi sekarang."
Aku mengambil anjing tersebut dan mengantarnya, bersama uang sewanya, ke pemiliknya di Pinchin Lane. Di Camberwell aku mendapati Miss Morstan agak kelelahan karena petualangan kecilnya di malam hari, tapi sangat ingin mendengar kabar selanjutnya. Mrs. Forrester juga sangat penasaran. Kuceritakan semua yang sudah kami lakukan, dengan menahan bagian-bagian yang menakutkan. Karenanya, sekalipun membicarakan kematian Mr. Sholto, aku tidak mengatakan apa-apa mengenai kondisi mayat maupun metode pembunuhannya. Tapi apa yang kuceritakan sudah cukup untuk membuat mereka terkejut dan tercengang.
"Benar-benar hebat!" seru Mrs. Forrester. "Wanita yang terluka, harta karun senilai setengah juta, kanibal berkulit hitam, dan penjahat berkaki kayu. Mereka menandingi naga dan bangsawan yang jahat."
"Dan dua ksatria penyelamat," tambah Miss Morstan sambil melirikku dengan cerah.
"Wah, Mary, keberuntunganmu tergantung pada keberhasilan pencarian ini. Reaksimu kurang bersemangat. Bayangkan saja bagaimana rasanya sekaya itu dan bisa menaklukkan dunia!"


Sherlock Holmes - The Sign Of The Four di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo

Aku agak gembira melihat Miss Morstan tidak menunjukkan tanda-tanda senang dengan kemungkinan itu. Sebaliknya, ia agak menyentakkan kepalanya dengan sikap bangga, seakan-akan masalah itu hanya sedikit menarik perhatiannya.
"Aku justru mengkhawatirkan Mr. Thaddeus Sholto," katanya. "Tidak ada lagi yang penting sekarang, tapi kurasa dia sudah bersikap sangat baik dan terhormat sepanjang kasus ini. Sudah tugas kita untuk membersihkan namanya dari tuduhan yang menakutkan dan tidak berdasar ini."
Malam telah turun sewaktu aku meninggalkan Camberwell, dan sudah cukup gelap saat aku tiba di rumah. Buku dan pipa temanku tergeletak di samping kursinya, tapi orangnya tidak ada. Aku mencari-cari kalau-kalau ia meninggalkan pesan, tapi tidak ada.
"Mr. Sherlock Holmes sedang keluar"" tanyaku kepada Mrs. Hudson sewaktu ia naik untuk menurunkan tirai-tirai.
"Tidak, Sir. Dia masuk ke kamarnya. Sir," katanya sambil merendahkan suaranya. "Aku khawatir dengan kesehatannya."
"Kenapa begitu, Mrs. Hudson""
"Well, sikapnya aneh, Sir. Sesudah kepergian Anda, dia terus mondar-mandir, mondar-mandir, mondar-mandir, sampai aku bosan mendengar suara langkahnya. Lalu kudengar dia berbicara dan bergumam sendiri, dan setiap kali bel berbunyi dia muncul di puncak tangga, sambil menanyakan, 'Siapa itu, Mrs. Hudson"' Dan sekarang dia mengurung diri di kamar, tapi aku bisa mendengarnya terus mondar-mandir seperti tadi. Kuharap dia tidak akan jatuh sakit, Sir. Kuberanikan diri memberitahukan tentang obat-obat yang bisa menenangkan, tapi dia malah menatapku, Sir, dengan pandangan entah bagaimana, hingga aku keluar ruangan."
"Kurasa Anda tak perlu merasa tidak enak, Mrs. Hudson," jawabku. "Aku sudah pernah melihatnya seperti ini. Ada masalah kecil yang membebani pikirannya, sehingga dia gelisah."
Kucoba menenangkan induk semang kami, tapi aku sendiri merasa agak tidak enak sewaktu sepanjang malam aku masih mendengar suara langkahnya dari waktu ke waktu, dan mengetahui betapa tersiksa dirinya karena terpaksa berdiam diri.
Pada saat sarapan ia tampak lusuh dan kumuh, dengan pipi agak kemerahan.
"Kau merusak dirimu sendiri, pak tua," kataku. "Kudengar kau mondar-mandir terus sepanjang malam."
"Tidak, aku tidak bisa tidur," jawab Holmes. "Masalah ini sangat membebaniku, rasanya keterlaluan sekali terhambat halangan sekecil ini, sementara yang lainnya telah berhasil diatasi. Aku tahu orang-orangnya, kapalnya, semuanya, tapi aku tak bisa mendapatkan kabar. Aku sudah mengerahkan pihak-pihak lain, dan aku juga sudah menggunakan semua cara yang bisa kugunakan. Seluruh sungai telah digeledah di kedua sisi, tapi tidak ada berita. Mrs. Smith pun tidak mendapat kabar dari suaminya. Tak lama lagi aku terpaksa menyimpulkan bahwa mereka sudah meninggalkan kapal. Tapi ada beberapa hal yang meragukan kemungkinan itu."
"Atau mungkin Mrs. Smith sudah membawa kita ke jejak yang salah."
"Tidak, kupikir kemungkinan itu tidak ada. Aku sudah bertanya-tanya, dan me
mang ada kapal dengan deskripsi seperti itu."
"Apa mungkin mereka menuju hulu""
"Aku juga sudah mempertimbangkan kemungkinan itu, dan sudah ada kelompok pencari yang akan menyusuri ke hulu, hingga Richmond. Kalau tidak ada berita yang kuterima hari ini, besok aku akan mulai mencari sendiri. Mencari orang-orangnya, bukan perahunya. Tapi mestinya kita mendapat kabar."
Tapi tidak. Tak sepatah kata pun kami terima dari Wiggins atau dari pihak-pihak lainnya. Hampir semua koran memuat tentang tragedi Norwood. Semuanya tampak memberatkan Thaddeus Sholto yang malang. Tapi tidak ada rincian baru di sana, di mana pun, kecuali bahwa besok akan diselenggarakan dengar pendapat. Aku berjalan kaki ke Camberwell malam itu, untuk melaporkan kegagalan kami pada kedua wanita tersebut, dan saat kembali, kudapati Holmes melamun dan agak muram. Ia hampir-hampir tidak menjawab pertanyaanku, dan menyibukkan diri sepanjang malam dengan analisis kimia yang melibatkan pemanasan dan penyulingan, hingga menimbulkan bau yang hampir-hampir mengusirku keluar dari apartemen. Hingga menjelang subuh aku masih mendengar denting tabung-tabung uji yang memberitahukan bahwa ia masih terus melakukan percobaan berbau busuknya.
Aku terjaga saat subuh, dan terkejut mendapati ia berdiri di samping ranjangku, mengenakan pakaian kelasi yang kasar, dengan jaket dan syal merah melilit di lehernya.
"Aku mau menyusuri Sungai, Watson," katanya. "Aku sudah memikirkannya baik-baik, dan aku hanya melihat satu jalan keluar dari masalah ini. Lagi pula, ini ada gunanya dicoba."
"Kalau begitu, aku bisa ikut bersamamu"" tanyaku.
"Tidak, kau akan lebih berguna kalau tetap di sini mewakili diriku. Aku tidak senang pergi, karena ada kemungkinan kita akan mendapat pesan hari ini, sekalipun Wiggins tidak yakin mengenainya semalam. Kuminta kau membuka semua surat dan telegram, dan bertindaklah sesuai pertimbanganmu sendiri kalau ada berita apa pun yang masuk. Aku bisa mengandalkan dirimu""
"Jelas." "Sayangnya kau tidak akan bisa mengirimkan telegram padaku, karena aku sendiri tidak tahu akan berada di mana. Tapi, kalau beruntung, aku mungkin tidak pergi terlalu lama. Aku pasti akan mendapat berita sebelum kembali."
Aku tidak mendapat kabar darinya saat sarapan. Tapi, saat membuka Standard, ada perkembangan baru dalam masalah ini.
Dalam hal tragedi Upper Norwood (tulis koran tersebut), kami memiliki alasan untuk mempercayai bahwa masalahnya akan menjadi lebih rumit dan lebih misterius daripada yang diperkirakan semula. Bukti baru telah menunjukkan bahwa sangat mungkin Mr. Thaddeus Sholto tidak terlibat dalam hal ini. Ia dan pengurus rumahnya, Mrs. Bernstone, dibebaskan kemarin malam. Tapi diyakini bahwa polisi telah memiliki petunjuk akan penjahat sebenarnya. Dan Mr. Athelney Jones dari Scotland Yard tengah memburu penjahat tersebut, dengan seluruh energi dan semangatnya yang terkenal itu. Penangkapan lebih lanjut diperkirakan akan terjadi setiap saat.
"Sejauh ini memuaskan," pikirku. "Pokoknya Sholto sudah amah. Aku ingin tahu tentang petunjuk baru itu, walau sepertinya itu sudah biasa terjadi, setiap kali polisi melakukan kesalahan."
Kulemparkan koran ke meja, tapi pada saat itu pandanganku menangkap sebuah iklan di sana. Bunyinya sebagai berikut:
HILANG-Mordecai Smith, tukang perahu, dan putranya Jim, meninggalkan Dermaga Smith sekitar pukul tiga hari Selasa pagi, dengan menggunakan kapal uap Aurora, hitam dengan dua garis merah, cerobong hitam dengan garis putih. Siapa pun yang bisa memberikan informasi kepada Mrs. Smith, di Dermaga Smith, atau di Baker Street No, 221B, mengenai keberadaan Mordecai Smith dan kapal Aurora, akan mendapat lima pound.
Jelas ini perbuatan Holmes. Alamat Baker Street sudah cukup untuk membuktikannya. Aku merasa gagasan ini sangat sederhana, karena kalau orang-orang yang kami cari itu membacanya, mungkin mereka menganggapnya sekadar sebagai kegelisahan seorang istri yang kehilangan suami.
Hari tersebut terasa panjang. Setiap kali terdengar ketukan di pintu atau langkah-langkah ringan di jalan, kubayahgkan it
u Holmes yang pulang ke rumah, atau jawaban untuk iklannya. Kucoba membaca, tapi pikiranku selalu melayang ke petualangan aneh kami, dan kepada pasangan penjahat tidak serasi yang tengah kami buru. Mungkinkah ada kesalahan yang radikal dalam akal sehat temanku" pikirku penasaran. Apa tak mungkin ia tengah membohongi dirinya sendiri" Apa tak mungkin benaknya yang penuh spekulasi sudah membangun teori liar ini dengan dasar yang salah" Setahuku ia belum pernah melakukan kesalahan, tapi bahkan orang seperti dirinya pun bisa sesekali tertipu. Ada kemungkinan ia melakukan kesalahan karena menyaring logikanya secara berlebihan-karena ia lebih suka pada penjelasan yang lebih tidak kentara dan aneh, sementara penjelasan yang lebih sederhana dan umum sudah ada di tangannya. Sekalipun begitu, di sisi lain, aku sudah melihat sendiri buktinya, dan aku sudah mendengar alasan-alasan deduksinya. Kalau kupikirkan kembali rangkaian kejadian aneh ini, banyak di antaranya yang kelihatan tidak penting, tapi semuanya menuju ke arah yang sama. Aku tak bisa mengingkari bahwa kalaupun penjelasan Holmes keliru, teori yang sebenarnya pasti sama-sama outr"" dan mengejutkan.
Pada pukul tiga siang itu terdengar dering bel yang nyaring, diikuti suara yang berwibawa di ruang depan, dan yang membuatku terkejut, yang datang itu ternyata Mr. Athelney Jones sendiri. Tapi ia sangat berbeda dari kesan seorang pakar logika yang sigap dan pandai, yang telah mengambil alih kasus ini dengan begitu percaya diri di Upper Norwood. Ekspresinya muram dan sikapnya merendah, bahkan seperti hendak meminta maaf.
"Selamat sore, Sir, selamat sore," katanya. "Kudengar Mr. Sherlock Holmes sedang pergi."
"Ya, dan aku tidak tahu kapan dia akan kembali. Tapi mungkin Anda bersedia menunggu. Silakan duduk di kursi itu, dan cobalah cerutu ini."
"Terima kasih, aku tidak keberatan sama sekali," katanya, sambil mengusap wajahnya dengan saputangan merah yang lebar.
"Anda mau wiski dan soda""
"Well, setengah gelas. Sekarang ini cuaca sangat panas, dan banyak yang harus kukhawatirkan. Anda tahu teoriku mengenai kasus Norwood ini""
"Aku ingat Anda pernah mengatakannya."
"Well, aku terpaksa mempertimbangkannya kembali. Aku sudah yakin akan berhasil menangkap Mr. Sholto, Sir, sewaktu dia lolos begitu saja. Dia mampu memberikan alibi yang tidak tergoyahkan. Dari saat meninggalkan kamar saudaranya, dia selalu bersama orang lain. Jadi, tak mungkin dia yang memanjat ke atap dan masuk melalui pintu atap. Kasus ini buntu, dan nama baikku dipertaruhkan. Aku pasti senang sekali kalau mendapat bantuan."
"Kita semua terkadang memerlukan bantuan," kataku.
"Teman Anda, Mr. Sherlock Holmes, adalah orang yang luar biasa, Sir," katanya dengan suara mirip bisikan. "Dia orang yang tak bisa dikalahkan. Aku tahu dia sudah menangani banyak kasus, tapi aku belum pernah menemukan kasus yang tak bisa dipecahkannya. Metodenya tidak biasa, dan mungkin dia agak terlalu cepat menyusun teori, tapi, secara keseluruhan, kupikir dia bisa menjadi petugas polisi dengan masa depan paling cerah. Dan aku tidak peduli siapa yang mengetahui pendapatku ini. Aku mendapat telegram darinya tadi pagi, dan kuketahui bahwa dia sudah mendapat petunjuk mengenai masalah Sholto ini. Ini pesannya."
Ia mengeluarkan telegram dari sakunya dan memberikannya padaku. Telegram tersebut dikirim dari Poplar pada pukul dua belas.
Pergilah ke Baker Street sekarang juga (bunyi telegram tersebut). Kalau aku belum kembali, tunggu di sana. Aku sudah mendekati jejak kelompok Sholto. Kau boleh ikut bersama kami nanti malam, kalau kau ingin menghadiri akhir kasus ini.
"Kedengarannya bagus. Dia jelas sudah menemukan jejak lagi," kataku.
"Ah, kalau begitu dia juga melakukan kesalahan," seru Jones dengan kepuasan yang mencolok. "Bahkan yang terbaik di antara kita terkadang menemui kegagalan. Mungkin saja ini hanya tanda bahaya palsu, tapi sudah tugasku sebagai penegak hukum untuk tidak membiarkan kemungkinan apa pun berlalu begitu saja. Tapi ada orang di pintu. Mungkin Holmes."
Terdengar langkah berat menaiki tangg
a, diiringi napas terengah-engah seorang pria yang jelas telah kehabisan napas. Ia berhenti satu-dua kali, seakan-akan menaiki tangga ini sudah terlalu berat baginya, tapi akhirnya ia tiba di depan pintu kami dan melangkah masuk. Penampilannya sesuai dengan suara yang kami dengar tadi. Ia seorang pria tua, mengenakan pakaian pelaut, dengan jaket tua yang dikancing hingga tenggorokan. Punggungnya bungkuk, lututnya gemetar, dan napasnya menyuarakan asma berat. Sambil bertumpu pada tongkat tebal dari kayu ek, bahunya terguncang-guncang saat ia menghela napas. Sehelai syal warna-warni melilit di dagunya, dan aku hanya bisa melihat matanya yang hitam dan tajam, dengan alis dan jambang ubanan dan lebat. Menurutku ia mantan kapten kapal yang telah pensiun dan jatuh miskin.
"Ada apa, Bung"" tanyaku.
Ia memandang sekitarnya dengan kelambanan seorang tua.
"Apa Mr. Sherlock Holmes ada"" tanyanya.
"Tidak, tapi aku mewakilinya. Kau bisa menyampaikan pesanmu untuknya melalui aku."
"Aku harus bicara sendiri dengannya," katanya.
"Tapi sudah kukatakan aku mewakilinya. Apa ini tentang kapal Mordecai Smith""
"Ya. Aku tahu persis di mana kapal itu. Dan aku tahu di mana orang-orang yang dicarinya. Dan aku tahu di mana hartanya. Aku tahu semuanya."
"Kalau begitu katakan, dan nanti akan kuberitahukan padanya."
"Aku harus bicara sendiri dengannya," ulang pria tersebut dengan kekeraskepalaan orang yang sudah sangat tua.
"Well, kau harus menunggunya."
"Tidak, tidak, aku tidak akan menyia-nyiakan satu hari untuk orang lain. Kalau Mr. Holmes tidak ada di sini, Mr. Holmes harus mencari tahu sendiri. Aku tidak peduli dengan kalian berdua, dan aku tidak mau mengatakan apa-apa."
Ia terhuyung-huyung ke pintu, tapi Athelney Jones berhasil menduluinya.
"Tunggu dulu, teman," katanya. "Kau memiliki informasi penting, dan kau tidak boleh pergi begitu saja. Kami harus menahanmu, entah kau suka atau tidak, sampai teman kita kembali."
Pria tua tersebut berusaha lari ke pintu, tapi karena Athelney Jones menyandarkan punggungnya yang lebar ke sana, ia menyadari bahwa tidak ada gunanya melawan.
"Benar-benar perlakuan hebat!" jeritnya, sambil mengentakkan tongkatnya. "Aku datang kemari untuk menemui seorang pria terhormat, dan kalian berdua, yang tidak pernah kutemui seumur hidup, menangkapku dan mengancamku dengan cara seperti ini!"
"Kau tidak akan mendapat kesulitan," kataku.
"Kami akan mengganti kerugian waktumu. Duduklah di sofa, dan kau tidak perlu menunggu lama."
Ia menyeberangi kamar sambil cemberut, dan duduk bertopang dagu. Jones dan aku melanjutkan menikmat cerutu dan bercakap-cakap. Tapi, tiba-tiba, suara Holmes menyela percakapan kami.
"Kurasa aku juga mau cerutunya," katanya.
Kami berdua terlonjak di kursi masing-masing. Ternyata yang duduk di sana itu Holmes, dengan sikap keheranan bercampur geli.
"Holmes!" seruku. "Kau di sini! Tapi di mana pak tua tadi""
"Pak tuanya di sini," katanya, sambil mengacungkan setumpuk rambut ubanan. "Ini dia- rambut palsu, jambang, alis mata, semuanya. Kupikir samaranku cukup baik, tapi aku tidak menduga akan berhasil mengecoh kalian."
"Ah, kau sialan!" seru Jones, sangat gembira. "Kau bisa menjadi aktor hebat. Batukmu khas pekerja gudang, dan kakimu yang lemah layaknya dihargai sepuluh pound seminggu. Tapi rasanya tadi aku mengenali binar matamu. Kau tidak bisa meloloskan diri semudah itu dari kami, tahu""
"Aku sudah menyamar sepanjang hari," kata Holmes sambil menyulut cerutu. "Banyak penjahat mulai mengenal diriku-terutama sejak teman kita ini mulai mempublikasikan beberapa kasusku, jadi aku hanya bisa terjun ke medan pertempuran dengan penyamaran sederhana seperti ini. Kau menerima telegramku""
"Ya, itu yang membawaku kemari."
"Bagaimana kemungkinan kasusmu""
"Semuanya buntu. Aku terpaksa membebaskan dua orang tahananku, dan tidak ada bukti yang memberatkan dua orang tahanan lainnya."
"Tidak apa. Kami akan memberikan dua orang lagi sebagai ganti mereka. Tapi kau harus mematuhi perintahku. Kau boleh mendapatkan pujian resminya, tapi ka
u harus bertindak sesuai perintahku. Setuju""
"Sepenuhnya, kalau kau membantuku menangkap pelakunya."
"Well, kalau begitu, pertama-tama aku ingin kapal polisi yang tercepat-kapal uap-ada di Westminster Stairs pada pukul tujuh."
"Itu mudah diatur. Di sana selalu ada satu, tapi aku bisa menyeberang jalan dan menelepon untuk memastikannya."
"Lalu kuminta ada dua orang kuat untuk berjaga-jaga kalau ada perlawanan."
"Ada sekitar dua atau tiga orang di kapal. Apa lagi""
"Sesudah menangkap orang-orangnya, kita akan mendapatkan hartanya. Kupikir temanku ini pasti senang membawakan kotak itu ke seorang wanita muda yang berhak memiliki separuh isinya. Biar dia yang pertama kali membukanya. Eh, Watson""
"Aku akan senang sekali."
"Prosedur yang tidak biasa," kata Jones, sambil menggeleng. "Tapi seluruh kejadian ini memang tidak biasa, dan kurasa kita harus menerimanya. Tapi sesudahnya harta itu harus diserahkan kepada pihak berwenang, hingga penyelidikan resmi selesai."
"Tentu saja. Itu mudah diatur. Satu hal lagi. Aku sangat ingin mengetahui beberapa rincian kasus ini dari Jonathan Small sendiri. Kau tahu aku suka memperhatikan rincian untuk menyelesaikan kasusku. Aku harus diizinkan mengadakan interogasi tidak resmi terhadapnya, entah di rumahku ini atau di tempat lain, selama dia dikawal dengan ketat""
"Well, kau yang menguasai situasinya. Aku belum mendapatkan bukti apa pun akan keberadaan si Jonathan Small ini. Tapi, kalau kau bisa menangkapnya, aku tidak punya alasan melarangmu mewawancarainya."
"Kalau begitu, masalah ini beres""
"Ya. Apa ada yang lain lagi""
"Hanya kalau kau harus makan malam bersama kami. Setengah jam lagi hidangannya akan siap. Aku sudah meminta tiram dan saus, dengan beberapa pilihan anggur putih. Watson, kau belum tahu kemampuanku sebagai pengurus rumah."
Bab 10 - Akhir Penduduk Pulau
MAKAN malam kami benar-benar meriah. Holmes bisa bercakap-cakap tanpa henti kalau sedang ingin, dan malam itu ia banyak bicara. Ia tampaknya sangat gelisah karena kegembiraan yang meluap-luap. Aku belum pernah melihatnya secerah itu. Ia membicarakan serangkaian subjek secara cepat-mengenai drama-drama ajaib, gerabah abad pertengahan, biola Stradivarius, Buddhisme di Srilanka, dan mengenai kapal-kapal perang masa depan-dengan ketelitian seakan-akan ia telah mempelajari masing-masing subjek secara khusus. Selera humornya menunjukkan reaksi dari hari-hari suramnya yang lalu. Athelney Jones ternyata bisa juga bersikap ramah kalau sedang santai, dan ia menghadapi makan malamnya dengan sikap seorang bon vivant. Aku sendiri merasa gembira karena kami telah mendekati akhir tugas kami, dan aku agak terpengaruh oleh keceriaan Holmes. Selama makan malam, kami sama sekali tidak membicarakan hal yang telah membuat kami berkumpul malam ini.
Sesudah meja dibersihkan, Holmes memandang arlojinya dan mengisi tiga gelas dengan anggur.
"Sekadar demi keberuntungan," katanya, "untuk keberhasilan ekspedisi kecil kita. Dan sekarang sudah saatnya kita berangkat. Kau punya pistol, Watson""
"Ada revolver dinasku yang lama di meja."
"Kalau begitu, sebaiknya kaubawa. Lebih baik kita bersiap sedia. Kulihat kereta sudah tiba di depan pintu. Aku memesannya untuk pukul setengah tujuh."
Waktu menunjukkan pukul tujuh lebih sedikit sewaktu kami tiba di Dermaga Westminster dan mendapati kapal kami telah menanti. Holmes memandangnya dengan penuh penilaian.
"Apakah ada tanda-tanda yang menunjukkan bahwa ini kapal polisi""
"Ya, lampu hijau di sampingnya."
"Kalau begitu, tanggalkan."
Setelah perubahan kecil tersebut dilaksanakan kami naik ke kapal, dan tali-tali pun dilepaskan. Jones, Holmes, dan aku duduk di haluan. Ada satu orang yang memegang kemudi, satu menangani mesin, dan dua inspektur polisi bertubuh kekar di depan.
"Kita ke mana"" tanya Jones.
"Ke Tower of London. Beritahu mereka untuk berhenti di seberang Jacobson's Yard."
Kapal kami jelas cepat. Kami melesat melewati jajaran panjang bargas-bargas bermuatan, seakan akan mereka tidak bergerak. Holmes tersenyum puas sewaktu
kami mendahului sebuah kapal uap dan segera meninggalkannya jauh di belakang.
"Kita seharusnya bisa mengejar apa pun di sungai," katanya.
"Well, tidak tepat begitu. Tapi tidak banyak kapal yang bisa mengalahkan kita."
"Kita harus bisa mengejar Aurora, dan dia terkenal cepat. Akan kuceritakan apa yang terjadi, Watson. Kau ingat betapa jengkelnya aku karena terhambat sebuah masalah kecil""
"Ya." "Well, kuistirahatkan benakku sepenuhnya dengan membenamkan diri ke sebuah analisis kimiawi. Salah satu negarawan terbesar kita, William Ewart Gladstone, pernah menyatakan bahwa pergantian pekerjaan merupakan istirahat terbaik. Memang begitu. Sesudah berhasil menguraikan hidrokarbon, aku kembali memikirkan masalah Sholto, dan mempertimbangkan seluruh masalahnya sekali lagi. Anak buahku sudah menyusuri sungai ke hulu dan ke hilir, tanpa hasil. Kapalnya tidak terlihat di dermaga mana pun, dan juga belum kembali. Sebenarnya sulit untuk menyembunyikan jejak mereka, sekalipun hipotesa itu tetap mungkin apabila segala yang lainnya gagal. Aku tahu si Small ini cukup licin, tapi kurasa dia tidak mampu melakukan apa pun yang tergolong rumit. Kerumitan biasanya merupakan produk dari pendidikan yang lebih tinggi. Lalu terlintas dalam pikiranku bahwa berhubung dia jelas sudah berada di London selama beberapa waktu-sebagaimana bukti-bukti yang kita dapatkan bahwa dia terus-menerus mengawasi Pondicherry Lodge-tak mungkin dia bisa pergi setiap saat; dia perlu sedikit waktu, kalaupun hanya sehari, untuk membereskan segala urusannya. Itulah kemungkinannya."
"Bagiku kemungkinan itu agak lemah," kataku, "lebih mungkin kalau dia sudah mengatur persiapan sebelum memulai ekspedisinya."
"Tidak, kurasa tidak begitu. Sarangnya merupakan tempat persembunyian yang berharga, sebelum dia merasa yakin bisa melaksanakan rencananya tanpa tempat itu. Tapi pertimbangan kedua melintas dalam pikiranku. Jonathan Small pasti merasa bahwa penampilan aneh rekannya, tak peduli bagaimanapun dia menutupinya, akan menimbulkan gosip, dan kemungkinan akan dihubungkan dengan tragedi Norwood ini. Dia cukup cerdas untuk memahami hal itu. Mereka telah memulai dari markas besarnya, dalam perlindungan kegelapan, dan dia pasti ingin kembali ke sana sebelum terang tanah. Nah, menurut Mrs. Smith, saat itu pukul tiga lewat, sewaktu mereka tiba di perahu. Cuaca pasti sudah cukup terang, dan sekitar satu jam lagi orang-orang pasti sudah ramai. Karena itu, kupikir mereka tidak akan pergi terlalu jauh. Mereka membayar Smith cukup besar untuk menutup mulutnya, menyiapkan kapalnya untuk pelarian terakhir, dan bergegas ke tempat penginapan mereka dengan membawa kotak harta itu. Selama dua malam, sewaktu mereka sempat memastikan pandangan koran-koran atas kasus itu, dan apakah ada kecurigaan apa pun, mereka akan berusaha melarikan diri dalam kegelapan ke kapal di Gravesend atau di Downs; di sana tidak ragu lagi mereka sudah mengatur perjalanan ke Amerika atau ke Koloni."
"Tapi kapalnya" Mereka tidak mungkin membawa kapalnya ke tempat penginapan."
"Memang benar. Kuperkirakan kapalnya pasti tidak berada terlalu jauh, sekalipun tidak terlihat. Lalu kubayangkan diriku sendiri sebagai Small, dan kupikirkan masalah itu dari sudut pandang seseorang dengan kapasitas seperti dirinya. Dia mungkin sudah mempertimbangkan bahwa kalau dia memerintahkan kapalnya kembali, atau menyandarkannya ke dermaga, polisi bisa dengan mudah mengejarnya, seandainya mereka berhasil melacak dirinya. Kalau begitu, bagaimana caranya supaya kapal itu tetap tersembunyi, tapi bisa digunakan setiap saat dibutuhkan" Kupikirkan apa yang akan kulakukan seandainya menjadi dirinya. Aku hanya bisa memikirkan satu cara untuk itu. Mungkin aku akan mengirim kapal itu ke tukang kapal, dengan perintah untuk melakukan perubahan minim atasnya. Dengan begitu kapalnya akan berada di galangan, dan tersembunyi dengan baik, sementara pada saat yang sama aku bisa mengeluarkannya bila sewaktu-waktu memerlukannya."
"Rasanya itu cukup sederhana."
"Justru hal-hal yang sangat sederhanalah yang sering kali terlewatkan. Ta
pi aku memutuskan untuk bertindak dengan gagasan itu. Dengan kostum pelaut ini, aku langsung bertindak dan menanyai semua galangan di sepanjang tepi sungai. Aku tidak mendapatkan apa-apa di lima belas galangan, tapi di galangan keenam belas- Jacobson's-aku diberitahu bahwa Aurora diserahkan ke sana dua hari yang lalu oleh seorang pria berkaki kayu, dengan perintah remeh mengenai kemudinya. 'Tidak ada yang salah dengan kemudinya,' kata mandor galangan. 'Itu dia, dengan garis-garis merahnya.' Pada saat itu Mordecai Smith sendiri muncul, si pemilik yang hilang. Dia sedang mabuk berat. Tentu saja aku tidak mengenalinya, tapi dia meneriakkan namanya dan nama kapalnya. 'Kuminta kapalku siap pukul delapan nanti malam,' katanya-'pukul delapan tepat, karena ada dua orang tuan yang tidak bersedia menunggu.' Mereka jelas telah membayarnya cukup baik, karena dia punya banyak uang, membagi-bagikan shilling kepada para pekerja. Kuikuti dia selama beberapa waktu, tapi dia masuk ke dalam kedai minum; jadi aku kembali ke galangan dan, kebetulan, bertemu dengan salah seorang anak buahku di tengah jalan. Kutempatkan dia di galangan, untuk mengawasi kapal itu. Dia harus berdiri di tepi sungai dan melambai-lambaikan saputangannya kalau mereka berlayar. Kita akan mencegatnya di sungai, dan pasti aneh kalau kita tidak bisa mendapatkan orang, harta, dan semuanya."
"Kau sudah merencanakan semuanya dengan sangat rapi, tak peduli mereka orang yang tepat atau bukan," kata Jones, "tapi kalau semua ini terserah padaku, aku akan menyiapkan sepasukan polisi di Jacobson's Yard dan menangkap mereka saat tiba di sana."
"Kalau begitu caranya, kau tidak akan pernah menangkap mereka. Small ini cukup licik. Dia pasti mengirim orang untuk memeriksa keadaan, dan kalau ada apa pun yang mencurigakan baginya, dia akan bersembunyi seminggu lagi."
"Tapi kau bisa saja terus mengikuti Mordecai Smith, dan dengan begitu menemukan tempat persembunyian mereka," kataku.
"Dalam hal itu, aku akan membuang-buang waktu. Kecil sekali kemungkinan Smith mengetahui di mana mereka tinggal. Selama dia bisa membeli minuman keras dan mendapat bayaran bagus, untuk apa dia bertanya-tanya" Mereka mengirimkan pesan tentang apa-apa yang harus dilakukannya. Tidak, aku sudah memikirkan setiap cara yang mungkin, dan inilah yang terbaik."
Sementara percakapan berlangsung, kami telah melewati serangkaian jembatan panjang yang membentang di sepanjang Thames. Saat melewati London City, berkas terakhir matahari tengah meluncur di puncak St. Paul's. Senja telah turun sebelum kami tiba di Tower.
Dendam Sejagad 11 Lima Sekawan 17 Rahasia Logam Ajaib Kucing Ditengah Burung Dara 2
^