Bermain Api 1
Sapta Siaga 11 Bermain Api Bagian 1
SAPTA SIAGA - BERMAIN API
Download Ebook Jar Lainnya Di
http://mobiku.tk http://inzomnia.wapka.mobi
Bab 1 "Ada apa dengan Sapta Siaga"
""SAAT itu sudah bulan Oktober. Walau musim gugur sudah tiba, tapi cuaca cerah. Peter, Jack dan Janet berjalan kaki bersama-sama, pulang dari sekolah. Terdengar langkah berjingkrak-jingkrak, menghampiri dari belakang. Susi menyusul mereka., Susi adik perempuan Jack. Anak itu bandel!
"Hai, kalian bertiga!" sapa Susi setelah dekat. "Ada apa dengan Sapta Siaga" Rasanya kalian sudah tak pernah lagi mengadakan rapat!"
"Jangan konyol," kata Peter jengkel. "Sapta Siaga masih tetap seperti biasa."
Sambil menari-nari di belakang ketiga anak itu, Susi menyanyikan sebuah lagu karangannya sendiri.
" Sapta Siaga sudah rusak,
Tak pernah berapat kayak dulu.
Satu-satunya yang masih nampak,
Hanya SS konyol di depan pintu.
"Susi! Anak bandel!" sergah Jack. "Seenaknya saja nyanyi-nyanyi di tengah jalan, mengejek Sapta Siaga! Siapa bilang serikat kami sudah rusak. Ngomong seenaknya saja! "
"Tapi kenyataannya kan begitu," kata Susi, yang sekarang berganti menandak-nandak di depan mereka. "Aku tahu, kalian sudah lama tidak mengadakan rapat. Ya, aku tahu! Jack kehilangan lencana anggotanya. Aku juga tahu, kalian tidak bisa mengadakan rapat dalam gudang di belakang kebun di rumah Peter! Ya - aku tahu ...." Susi menandak-nandak lagi.
Peter, Janet dan Jack memandang Susi sambil melotot. Anak itu tidak peduli dipelototi. Ia malah tersenyum, sambil menandak-nandak "terus.
"Apa maksudmu, kami tidak bisa memakai gudang"" tanya Peter. "Kau mendengarkan pembicaraan kami ya!"
"Ah, tidak! Sewaktu aku sedang bermain-main, bolaku melejit ke atas tembok lalu masuk ke kebun kalian, Peter. Aku mengejarnya ke dalam. Nah, saat itulah kulihat gudang kalian penuh bawang. Bawang!" Susi tertawa keras. "Karena itulah aku lantas tahu kalian tidak bisa rapat di situ! Dan aku punya alasan tertentu, kenapa aku menanyakan apakah Sapta Siaga masih ada atau tidak."
Peter berhenti berjalan. Jack dan Janet juga. Apa lagi maksud Susi" Apa sebabnya ia sangat ingin mengetahui keadaan Sapta Siaga"
"Apa alasanmu yang tertentu itu"" tanya Peter dengan tajam. "Ayo, coba bilang!"
""Soalnya begini! Jika Sapta Siaga kalian sudah bubar, aku ingin mendirikan Serikat Sapta Siaga-ku sendiri," kata Susi serius. Tapi matanya berkilat-kilat, tak mampu menyembunyikan kenakalannya. "Maksudku hendak mengajak serta leonard, lalu Harry dan ...."
"Apa" Kau hendak menjiplak kami"" tukas Janet sengit. "Kalau aku, aku tak mau menjiplak-jiplak seperti begitu!"
"lagipula, lupakan saja niatmu itu," kata Peter. "Hari Sabtu ini juga, Sapta Siaga akan rapat lagi. Ya kan, Jack""
Jack baru saat itu mendengar mereka akan mengadakan rapat. Tapi ia mengangguk dengan tegas.
"Betul! Nanti dulu - pukul sepuluh pagi kan, Peter""
"Ya," kata Peter. Ia menyenggol Janet dengan sembunyi-sembunyi, untuk memperingatkan agar jangan sampai berkata belum mendengar kabar mengenai rapat itu.
"Wah, kalau begitu kalian akan mengadakan rapat bau, karena duduk di tengah bawang yang begitu banyak bertumpuk-tumpuk," kata Susi. "Kalian memerlukan bantuanku, mengeluarkannya dari dalam gudang""
"Tidak!" bentak Peter dan Jack serempak. Janet mendorong Susi.
"Pergi!" katanya galak. "Kau cuma ingin mengganggu saja! Mana mungkin anak kayak dirimu, memimpin perkumpulan!
""Ah, itu kan gampang," kata Susi. "Lihat saja nanti."
Su"si pergi sambil berjingkrak-jingkrak, meninggalkan ketiga anak itu dalam keadaan Marah.
"Tidak bisakah kau mengatur adikmu itu, Jack"" tanya Peter. "Seperti aku mengatur Janet""
"Aku sama sekali tidak diatur olehmu Peter," tukas Janet dengan segera. Ia lantas berjalan mendahului dengan ujung hidung terangkat tinggi-tinggi. Peter dan Jack saling berpandangan.
"Dasar anak perempuan!" kata Jack kesal. Tapi tidak keras-keras; karena khawatir akan terdengar oleh Janet. "Mereka semuanya sama saja."
"Tapi Susi lebih payah lagi," kata Peter. Jack, kurasa sekarang kita terpaksa mengadakan rapat, karena tadi kita sudah mengatakan begitu. Sebetulnya saat ini tida
k enak mengadakan rapat dalam gudang, Sebelumnya, bawang harus kita pindahkan dulu ke tempat lain. Mudah-mudahan saja Ayah tidak berkeberatan!"
"Sebaiknya kita sudah berkumpul pukul sepuluh kurang seperempat, untuk membantumu memindahkan bawang dulu " kata Jack.
"Masih banyak waktu kita untuk memberi tahu kawan-kawan."
"Baiklah," kata Peter, "jadi pukul sepuluh kurang seperempat. Dan tolong bilang pada Susi, jika ia berani dekat-dekat lagi ke gudang akan ku .... akan ku - yah, aku tak tahu akan kuapakan - pokoknya bilang saja jangan berani-berani mendekat!"
"lalu rapat kita itu akan membicarakan apa"" tanya Jack. "Akhir-akhir ini keadaan tenang terus! Sama sekali tak ada kejadian misterius misalnya, yang bisa kita selidiki. Tapi dalam rapat itu, kan harus ada yang dibicarakan! "
"Memang ada," kata Peter. Tiba-tiba ia mendapat akal. "Bagaimana jika kita merencanakan kegiatan untuk Malam Pesta Api" Kan tinggal satu atau dua minggu lagi! Kita perlu mulai menabung untuk membeli mercon dan kembang api, dan juga memutus kan tentang boneka Guy - serta di mana kita akan membakarnya!"
"0 ya, betul juga," kata Jack bersemangat. "Mengenai itu saja kita rapat! Jika kita tidak lekas-lekas mulai menabung, nanti tidak bisa memasang mercon pada Malam Guy Fawkes. Idemu hebat, Peter!"
"Dan ,kau - carilah lencanamu sampai ketemu" kata Peter. Kata SUSI tadi, lencanamu hilang!"
"Huh, anak lancang mulut," kata Jack mengumpat adiknya yang sudah pergi. Memang, lencanaku itu pernah lenyap. Rupanya masih terpasang pada kelepak jas sekolahku, ketika dibawa ke binatu. Ibu juga tidak memperhatikan. Aku mengomel ketika "jasku kembali tanpa lencana itu. Karena itulah Susi tahu barang itu hilang."
"Yah, kalau begitu minta saja pada ibumu agar membuatkan yang baru," kata Peter. "Anggota yang muncul tanpa lencana, takkan diizinkan masuk."
"Ya deh, ya deh. Kenapa sekali-sekali bukan kau yang kehilangan kepunyaanmu," tukas Jack. "Biar kau bisa mengalami sendiri bagaimana rasanya! Dari mana aku bisa menduga, ibuku tahu-tahu membawa jasku itu ke penatu untuk dibersihkan""
Peter menjotos Jack sambil main-main.
"Aduh, jangan marah dong!" kata Peter. "Tolong sampaikan pada George, tentang rapat hari Sabtu itu, ya" Aku akan memberi tahu Colin. Sedang Janet akan menyampaikannya pada Pam dan Barbara."
"Baiklah," kata Jack, sementara Peter membelok, masuk ke pekarangan rumahnya. "Susi itu ada juga gunanya - karena dia, kita akan mengadakan rapat lagi! Yuk Peter, aku pulang."
Peter membalas salam Jack, lalu lari ke belakang. ia menuju ke gudang, tempat Sapta Siaga mengadakan rapat. Sesampai di tempat itu ia membuka pintu - disambut bawang yang berguling-guling ke luar. Peter menendang kiri kanan, memasukkan butir-butir bawang itu kembali ke dalam gudang.
"Tunggu saja sampai Sabtu," katanya gemas. "Kalian harus keluar semua dari sini, memberi tempat pada Sapta Siaga. Janet! Janet!" Peter memanggil-manggil adiknya.
"Kau di mana" Janet, asyik ya - kita akan rapat lagi!"
" Bab 2 "Rapat Sapta Siaga
"HARI Sabtu, pagi-pagi Janet dan Peter sudah ada di dekat gudang. Mereka membawa gerobak-gerobak dorong, siap untuk mengangkut bawang yang disimpan dalam gudang ke luar. Tukang kebun sama sekali tidak senang, ketika mendengar bahwa bawangnya yang berharga itu akan dipindahkan dari gudang yang kering ke tempat lain.
"Tapi kami sudah minta izin pada Ayah," kata Peter, "dan katanya, kami boleh memindahkannya ke rumah peranginan.
"Tempat itu tempias kalau hujan," kata tukang kebun.
"Kata Ayah, kita boleh memakai kain terpal yang sudah tua untuk menyelubunginya," kata Janet. "Pak, gudang ini sebenarnya kan tempat kami. Kami selalu rapat di sini Anda kan tahu!"
"Sudah beberapa minggu kalian tak pernah rapat lagi," bantah tukang kebun. "Pokoknya, saat ini aku sedang sibuk! Kalau memindahkannya, lakukan sendiri. Pasti lama kalian harus bekerja!"
""Kami bertujuh, Pak," jawab Peter. "Secara bergotong-royong, pekerjaan akan lekas selesai."
"Tapi ingat kata pepatah: "Biar lambat, asal selamat'," kata pekerja itu lagi, lalu pergi sambil memanggul penggaruk.
"Wah , dia mengenal peribahasa juga rupanya," kata Janet tercengang. "Kawan-kawan pasti tidak menyangka! Sekarang kita periksa dulu apa yang ada di sini. Tiga buah gerobak dorong untuk mengangkut -" tiba-tiba ia mendapat akal. "He, apakah tidak lebih gampang jika bawang ini kita masukkan ke gerobak dengan sekop, daripada dipungut satu-satu seperti niat kita semula""
"Nah, itu dia akal bagus!" kata Peter memuji. "Aku pergi saja ke gudang peralatan sekarang untuk melihat apa saja yang bisa kita pakai. Mudah-mudahan Pak Kebun sedang tidak ada di sana. Pagi ini kelihatannya ia sedang kurang enak! 0 ya - kalau kawan-kawan datang nanti, suruh mereka menyebutkan kata semboyan. Dan periksa, apakah semua memakai lencana!"
Peter pergi ke gudang peralatan. Sedang Janet mulai memasukkan bawang ke dalam gerobak. Ketika. ia sudah memasukkan kira-kira dua puluh butir, muncullah Colin bersama George.
"Hai!" sapa Janet. "Bagaimana semboyan kita""
"Aduh, sudah sangat lama kita tidak mengadakan rapat," keluh Colin, "terus terang saja, aku sudah lupa! Tapi nanti pada saat kawan-kawan datang, kami pasti akan mendengarnya. lagipula, kita kan hanya wajib menyebutkannya kalau hendak masuk ke tempat rapat. Kau sendiri masih tahu kata semboyan itu, Janet""
"Tentu dong," jawab Janet. "Tapi aku harus melihatnya dulu dalam buku harianku. lebih baik aku tidak mengatakannya pada kalian, karena nanti Peter marah. Ayo, tolong aku memasukkan bawang ke gerobak! Eh, nanti dulu! Kalian memakai lencana perkumpulan kita" Ya - bagus! Aku tadi disuruh Peter memeriksa."
"Rasanya seperti dulu-dulu lagi," kata Colin. "Kita sebenarnya tidak boleh terlalu lama tidak mengadakan rapat." Anak itu mulai meraup bawang, lalu memasukkannya ke dalam gerobak.
"Nah, sekarang Pam dan Barbara datang," kata Janet, ketika terdengar langkah orang dari arah depan. "Hai, kalian berdua - apa kata semboyan kita""
Colin dan George memasang telinga. Nah - sebentar lagi mereka akan sudah tahu lagi!
"Si Cilik Willie Winkie," kata kedua anak perempuan yang baru datang dengan serempak. Janet mengangguk.
"Betul," katanya. "Nah, sekarang kalian berdua," sambung Janet sambil memandang George dan Colin. "Apa kata semboyan kita""
"Kedua anak itu mengulangi ucapan Pam dan Barbara dengan sikap serius. Pam terkikik.
"Kalian lupa ya," katanya geli. Kemudian perhatiannya beralih ke tumpukan bawang dalam gudang. "Wah, bukan main banyaknya!"
Saat itu Peter kembali dari gudang peralatan, diikuti oleh Skippy. Peter memanggul tiga buah sekop. Dua buah kecil, sedang yang satu lagi besar.
"Kata semboyan!" seru George, sambil menuding Peter. "Dan kalau kausebut Jack si Pembunuh Raksasa - salah!"
Willie, Winkie dan Jack merupakan nama dongeng.
"Memang salah, karena semboyan kita kali ini Willie Winkie," kata Peter sambil nyengir. "Ya kan, Skippy""
Skippy menggonggong. Anjing itu senang, melihat anak-anak berkumpul lagi.
"Jack belum datang"" tanya Peter. Tepat pada saat itu, nampak Jack berlari-lari datang dari depan. "Ah, itu dia anaknya! Ia memakai lencana atau tidak" Katanya, lencananya itu terbawa dengan jas sekolahnya yang dibersihkan ke penatu, tapi masih belum kembali. lalu kukatakan, ia terpaksa harus minta dibikinkan yang baru pada ibunya."
"Halo, halo," seru Jack sambil bergegas menghampiri. "Aku yang terakhir, ya" Maaf deh - tapi tadi aku lupa bahwa lencanaku hilang. lalu aku minta dibikinkan yang baru pada Ibu ...."
"Tapi yang terpasang di jasmu itu, kelihatannya seperti kepunyaanmu yang lama," kata Janet, sambil memperhatikan dengan seksama. "Sudah agak lusuh sih!"
"Memang ini kepunyaanku yang lama," jawab Jack. "Yang lebih konyol lagi, Susi yang menemukannya untukku! Menurut katanya, jika di penatu ditemukan barang-barang dalam kantong pakaian yang akan dibersihkan - misalnya peniti, atau lencana - maka barang-barang itu ditaruh dalam sebuah sampul, lalu dimasukkan ke dalam kantong pakaian yang sudah bersih. lalu Susi memeriksa kantong dada jas sekolahku. Eh, ternyata lencanaku yang kusangka hilang itu ada di situ, ditaruh dalam sampul. Coba kalau Susi tidak menemukannya tadi, pa
sti aku akan sangat terlambat."
"Wah! Susi berbuat baik padam,u" Bayangkan!" kata George tercengang. "Baik juga anak itu! Nah, kita semua sudah hadir di sini sekarang -yuk, kita mulai saja memindahkan tumpukan bawang ini, supaya bisa lekas-lekas mengadakan rapat!"
Tidak lama waktu yang diperlukan para anggota Sapta Siaga, untuk memasukkan bawang dengan sekop ke gerobak-gerobak, lalu mendorongnya pergi ke rumah peranginan. Dengan segera hasil pertanian itu sudah ditumpukkan dengan rapi di sana. Peter dan Jack menyelubungi tumpukan itu dengan kain terpal, supaya jangan basah.
"Sekarang kita kembali ke gudang, lalu memulai rapat," kata Peter. "Kita ambil beberapa kotak untuk tempat duduk, Nanti selesai berapat, gudang kita bereskan lagi."
Anak-anak kembali ke gudang di belakang rumah. Sesampai di sana Peter tercengang. Dilihatnya pintu gudang tertutup. Skippy berdiri di depan pintu, sambil menggeram-geram! Kenapa Skippy begitu"
Peter mencoba membuka pintu, Ternyata terkunci dari dalam! Saat itu terdengar suara seseorang yang mereka kenai baik, menyapa dari dalam gudang.
"Apa semboyan kita"" Yang bertanya itu kemudian terkikik pelan.
"Susi!" seru anak-anak serempak. Peter marah, lalu menggoncang-goncang pintu.
"Seenaknya saja kau masuk, Susi!" sergahnya. "Ini tempat pertemuan kami. Ayo cepat - buka pintu!"
"Tunggu sebentar. Aku masih ingin duduk di sini sebentar," jawab Susi santai. "Aduh, gudang ini tidak enak! Uahh, baunya bukan main! Kalau aku punya perkumpulan, kami takkan mengadakan pertemuan dalam gudang tempat menyimpan bawang. Aku akan mengadakan pertemuan di ...."
"Susi! Ayo, buka pintu!" teriak Peter, sambil menggedor-gedor.
"Ya deh! Tapi dengan satu syarat," kata Susi lagi, "kalian tidak boleh mengapa-apakan aku, apabila aku keluar nanti. Kalau kalian tidak mau berjanji begitu, aku akan terus duduk di sini sepanjang pagi. Aku akan mengadakan rapat seorang diri."
Peter terpaksa mengalah. "Ya deh, Anak bandel," katanya. "Ayo cepat keluar. Kami ingin mengadakan rapat pagi ini juga, bukan nanti siang! Tapi awas, kapan-kapan akan ada pembalasan dari kami."
Saat itu pintu terbuka, dan Susi berlenggang ke luar. Anak itu nyengir bandel. Anak-anak Sapta Siaga membisu. Padahal dalam hati, ingin rasanya berteriak-teriak mengumpatnya. Susi berjalan terus menuju ke depan, diiringi gonggongan pelan Skippy. Anjing itu agak heran, apa sebabnya anak-anak tidak marah-marah seperti biasanya jika Susi ada di dekat mereka.
"Syukurlah, anak iseng itu sudah pergi!" kata Pam lega. "Yuk - kita mulai saja rapat. Wah - untung Susi bukan anggota Sapta Siaga! Pasti ia cuma akan mengganggu terus."
" Bab 3 "Mengatur Rencana
"ANAK-ANAK masuk ke dalam gudang, dan memandang berkeliling ruangan. Tempat itu kosong sekarang. lantai kotor, karena kulit bawang yang berceceran.
"Kita perlu mengambil beberapa kotak untuk tempat duduk, seperti kaukatakan, Peter," kata Janet. "Pam, kau ikut dengan aku! Aku tahu, di mana ada beberapa kotak yang tak terpakai. Sementara itu anak laki-laki menyapu lantai!"
Tak lama kemudian anak-anak sudah duduk di atas kotak-kotak dalam gudang. Mereka capek, sehabis memindahkan bawang dan kemudian membersihkan ruangan.
"Sekarang kita mulai dengan rencana untuk Malam Pesta Api," kata Peter dengan gaya lugas. "Memang waktunya masih agak lama. Tapi menabung uang untuk membeli mercon, juga tidak cukup sebentar. Kecuali itu, kita jika perlu membicarakan soal pembikinan boneka Guy."
"Kuusulkan, kita membuat boneka mirip Susi," kata Pam. "Anak bandel!" .
"Tidak. Susi malah akan kesenangan," bentak Jack dengan segera. "Ia pasti akan menyombong-nyombongkannya ke mana-mana. Kalau aku, lebih baik kita membuat boneka yang besar - yang mengasyikkan pada saat dibakar di atas api unggun."
"0 ya! Kita sekali ini membuat api unggun yang gegap gempita!" kata Barbara. "Api unggun terbesar yang pernah kita buat. Tahun lalu sudah besar, tapi aku ingin membuat yang besarnya luar biasa! Aku senang melihat nyala api menjulang tinggi ke atas."
"Betul! Kita menyalakan api yang besar - serta Guy yang sepadan dengannya," kata
Peter. "Itu berarti, kita harus segera mulai mengumpulkan barang-barang yang bisa dibakar. Menyusun tumpukan yang sangat besar, memakan waktu lama."
"Di mana enaknya kita membuat api unggun"" tanya Colin.
"Dalam kebun di rumahku," kata Barbara. "Dengan begitu anak-anak tetangga bisa melihatnya pula."
"Tidak'! Rumahmu terlalu jauh," bantah Peter, "repot kalau harus mengangkut kayu bakar ke sana. Sebetulnya aku ingin mengusulkan lapangan luas di ujung belakang pekarangan kami ini. Soalnya, dalam semak pagar, dan juga dalam hutan yang di dekat sini banyak kayu kering. Kita tak perlu jauh-jauh mengangkutnya."
"Ya itu ide baik," kata Jack. Kita bisa membuat api unggun yang sangat besar di situ. Kita bersama-sama ke hutan untuk mengumpulkan dahan-dahan dan ranting-ranting kering. Itu lebih menyenangkan, daripada mengumpulkannya sendiri-sendiri lalu mengangkutnya ke sini."
"Jadi kalau begitu beres," kata Peter. "Sekarang saat menabung untuk membeli mercon dan kembang api."
"Kita semua menyumbangkan sebisa-bisa kita," kata Barbara, "seperti biasanya sajalah! Dalam kotak tabunganku masih ada uang, yang bisa kuserahkan sekarang juga. Siapa yang menjadi bendahara""
"Kita pilih saja sekarang," kata Peter. Ia mengeluarkan buku notesnya, dan merobek halamannya selembar. Kertas itu dibagi-baginya menjadi tujuh carik, yang masing-masing diberikan pada kawan-kawan.
"Semua punya pensil"" tanyanya. "Kau tidak punya, Pam" Kalau begitu kupinjamkan sebentar. Nah - sekarang tuliskan nama salah seorang di antara. kita yang kalian anggap cocok untuk menjadi bendahara. Tugasnya menyimpan dan menjaga uang tabungan kita, serta menghitungnya setiap kali ada tambahan. Jumlahnya harus dicatat dalam buku, supaya kita tahu sudah ada berapa dan siapa yang menyumbangkan. Kalian sudah siap" Sekarang tuliskan nama yang kalian pilih. Tentu saja orang yang kalian inginkan menjadi bendahara, harus pandai berhitung. Jangan sampai keuangan kita kacau!"
"Anak-anak berpikir dengan kening berkerut, sambil mengulum pensil. Bendahara yang baik" Dia harus pandai berhitung, supaya keuangan jangan kacau"
Kemudian masing-masing anak menuliskan nama seseorang pada carik kertas yang dipegangnya. Setelah itu kertas dilipat, lalu dikembalikan pada Peter. Anak itu membuka lipatan kertas satu-satu. Begitu membaca nama yang tertera pada ketujuh carik kertas, ia lantas nyengir.
"Hmm," katanya senang, "kelihatannya kalian semua beranggapan, aku yang paling cocok. Enam suara untukku! Terima kasih."
"Tapi kita kan bertujuh!" kata Pam heran. "Siapa yang tidak memberikan suaranya untukmu""
"Jangan konyol, ah!" kata Peter. "Masakan aku memilih diriku sendiri! Suaraku kuberikan untuk Jack. Tapi dengan begitu soal ini sudah selesai. Setiap Sabtu kita berkumpul pukul sepuluh pagi di sini. Tentunya, kecuali jika ada rencana lain! Kalau sudah ada uang, langsung saja bawa ke sini untuk ditabung. Setelah jumlah yang disumbangkan sudah dicatat dalam buku kas, kita ke hutan untuk mengumpulkan bahan bakar untuk api unggun."
"Bagus," kata George gembira. "Enak rasanya, ada kegiatan kembali. Sebaiknya kita jangan lama-lama tidak mengadakan rapat."
"Lalu ba9aimana dengan bonekanya"" tanya Colin. "itu urusan siapa""
""Kurasa anak-anak perempuanlah sebaiknya yang membikin tubuhnya," kata Peter. "Sebab, bagi mereka tugas itu lebih mudah daripada kita. lagipula, mereka juga lebih cekatan menjahit, kalau dibandingkan dengan kita."
"Alaah - kayak yang bisa menjahit saja aksimu!" kata Janet. "Tapi ngomong-ngomong aku teringat pada sesuatu. Kata Ibu, selimut tebal yang berisi bulu bebek yang ada di tempat tidurmu, sudah tidak bisa dipakai lagi, Peter! Sudah dimakan ngengat. Kita bisa memakainya untuk dijadikan tubuh boneka - jika kita jejal-jejalkan bentuknya."
"0 ya!" seru Barbara girang. "Bagus sekali idemu itu. Dan kurasa di atas loteng rumah kami juga masih ada selimut tua yang sudah kumal. Itu pun bisa dipakai, supaya tubuh Guy kita semakin gemuk!"
"Bagus-bagus ide kalian itu," kata Peter. "Mengenai pakaiannya, kita tentukan dalam rapat berikut. Sebaiknya kita lihat dulu berapa bes
ar tubuh Guy itu, sebelum kita melengkapi pakaiannya."
"Jangan bikin terlalu besar!" kata Jack. "Nanti sulit mencari pakaian yang masih bisa pas!"
"Yah - kurasa sudah waktunya sekarang untuk mengakhiri rapat ini," kata Peter. "Sekarang bagaimana jika kita menyapu dulu ruangan ini sampai bersih, lalu memasukkan kembali meja yang dulu serta memasang rak ""
""Setuju," kata Colin, sambil berdiri. "He - kudengar langkah orang datang di luar! Siapakah itu" Kalau Susi, kita usir beramai-ramai!"
Tapi ternyata yang datang bukan Susi, tapi ibu Peter. la membawa baki berisi limun dan biskuit.
"Aku tak tahu apa kata semboyan kalian," katanya. "Tapi perbolehkanlah aku masuk. Jika kukatakan, 'limun dan biskuit', apakah itu bisa dijadikan pengganti semboyan kalian""
"Aduh, Ibu benar-benar baik hati," kata Peter girang. Ia membukakan pintu. Silakan masuk, Bu! Kami hadir semua, dan baru saja kami akhiri pertemuan menarik. Banyak sekali rencana kami!"
"Senang rasanya melihat Sapta Siaga berkumpul lagi," kata Ibu sambil meletakkan baki di atas sebuah kotak. "Ini untuk kalian! Aku juga membawakan biskuit khusus untuk Skippy, karena aku tahu ia selalu minta bagian."
Anak-anak menikmati hidangan yang diantar oleh ibu Janet dan Peter. Mereka merasa berbahagia. Mereka sudah menyusun rencana. Rencana baik! Mereka bisa bekerja sama kembali, serta bertemu seminggu sekali. Bahkan mungkin pula lebih sering daripada itu!
" Bab 4 "Sabtu Pagi "SABTU pagi yang berikut, Sapta Siaga mengadakan rapat lagi. Setiap anggota membisikkan kata semboyan, "Willie Winkie", lalu cepat-cepat disuruh masuk ke dalam gudang. Peter meneliti tiap anak yang masuk. Ya, syukurlah! Tak ada yang lupa memakai lencana.
Ruangan gudang sudah nampak rapi sekarang. Peter menaburkan pasir di lantai kecuali di atas selembar karpet tua hadiah ibu Pam. Di dinding terpasang dua buah rak, tempat menaruh cangkir-cangkir plastik serta beberapa buah piring. Di situ juga ada kaleng berisi permen, serta sebuah kaleng lagi tempat menaruh biskuit buatan ibu Peter dan Janet.
Skippy duduk di bawah rak tempat biskuit. Anjing itu menengadah dengan pandangan kepingin. Sekali-sekali ia melolong pelan.
"Tidak, Skippy - sekarang waktunya makan biskuit," kata Peter. "Jangan pedulikan Skippy, Kawan-kawan. Baru saja ia sarapan, sampai kenyang. Jangan ribut, Skip!"
""Aku ingin menyampaikan laporan tentang boneka kita," kata Pam, dengan gaya penting. "Pembuatannya berlanjut dengan memuaskan !"
"Bagus!" kata Peter. "Ceritakan hasilnya."
"Yah, kami mempergunakan selimut tua dari Barbara," kata Pam, "begitu pula selimut bulu yang diberikan Janet. Aduh, selimut itu benar-benar sudah rusak, dimakan ngengat! Untung saja akan kita bakar nanti!"
"Kedua selimut itulah yang kami pakai untuk membentuk tubuh Guy," sambung Janet, "dan hasilnya tidak mengecewakan! Kalian mau melihatnya" Kami menaruhnya di belakang gudang, ditutup selembar alas karet."
"Jangan disimpan di situ," kata Jack. "Sebab kalau ketahuan Susi, pasti diambil olehnya."
Janet keluar mengambil boneka bikinannya bersama Pam dan Barbara. Boneka itu ternyata benar-benar gemuk bentuknya. Wujudnya sudah nampak mirip orang-orangan. Kepalanya bundar, sedang tubuhnya yang gemuk diikat dengan tali di bagian tengah untuk membentuk pinggang. Tungkai dan lengannya juga montok.
"Kaki dan tangannya belum kami buat," kata Janet. "Tapi sudah lumayan, kan""
Skippy heran melihat makhluk berwujud aneh itu, la menggonggong-gonggong. Kelihatannya seperti takut, Anak-anak tertawa geli.
""Tunggu sampai Guy kami ini sudah didandani, Skip," kata Janet. "Kau pasti akan lebih ribut lagi menggonggong!"
"Kalau di antara kalian ada yang mempunyai pakaian tua yang kiranya pas untuk si Gendut ini, harap membawanya pada pertemuan berikut," kata Peter. "Atau kalau bisa, berikan sebelumnya pada Janet."
"Kurasa lebih baik Guy ini disimpan dalam gudang," kata Jack mengusulkan. "Sebab jika Susi ke mari lagi untuk mengintip-intip, dan kita membiarkan Guy di luar, mungkin akan ditemukan oleh Susi! Adikku itu kan masih tetap berniat ingin mendirikan perkumpulannya send
iri. Dan kalau niat itu jadi dilaksanakan, pasti ia beserta kawan-kawannya akan mengadakan penyerbuan terhadap gudang kita!" .
"Baiklah, kalau begitu kita simpan di dalam," kata Janet. "Kita taruh di sebelah belakang, terbungkus alas karet! Untung kalian setuju dengan tampangnya. Jangan lupa mencari pakaian yang longgar - serta topi atau peci yang bagus! Kalau sudah diberi bertopeng, tampangnya pasti akan sangat menarik."
"Sekarang soal uang," kata Peter. "Ada yang membawa sumbangan""
Ternyata sumbangan mengalir dengan deras. lima penny dari Pam, sepuluh dari Barbara Colin menyumbangkan delapan penny. George sembilan, tiga dari Jack. Sedang Peter dan Janet bersama-sama menyumbangkan dua puluh penny.
"Lima puluh lima penny," kata Peter. Ia sibuk mencatat nama dan jumlah uang yang disumbangkan dalam buku kas. "Sudah lumayan! "
"Sayang, kali ini aku cuma bisa menyerahkan tiga penny," kata Jack. "Soalnya, nenekku berulang tahun minggu ini, dan sebagian besar uangku kupakai untuk membelikan hadiah untuknya. Minggu depan, aku akan menyumbangkan lebih banyak. Ayahku sudah berjanji akan memberi lima belas penny, asal aku membersihkan garasi. Uang itu akan kusumbangkan!"
"Boleh saja," jawab Peter, "Untuk permulaan, ini pun sudah lumayan. Sekarang bagaimana jika kita makan biskuit dulu. Setelah itu kita mencari kayu bakar untuk api unggun itu nanti."
Mendengar kata 'biskuit', Skippy langsung menggonggong gembira, sambil memukul-mukul ekor ke lantai. Anak-anak tertawa melihat tingkahnya.
"Aku tak tahu, apakah kau pantas diberi biskuit, Skip," kata Peter. "Kau tadi sama sekali tidak ikut menyumbang, dan kau juga tidak ikut membuat tubuh boneka ...."
Skippy menggonggong, lalu menghampiri Peter. Anjing itu meletakkan kaki depannya ke lutut Peter.
"Kata Skippy, ia berhak mendapat biskuit jika ia ikut mengumpulkan kayu bakar," kata Peter, berlagak serius. "Bagaimana - bolehkah Skippy ikut mencari kayu bakar""
"Ya," seru anak-anak. Skippy lantas paling dulu mendapat biskuit. Anak-anak juga mengambil satu-satu. Sambil makan kue, mereka berangkat ke hutan yang terletak di belakang kebun rumah Peter. Pintu gudang sudah dikunci sebelumnya.
"Kita memilih tempat untuk api unggun dulu," kata Peter. "Jangan terlalu dekat ke pagar, untuk menghindarkan bahaya kebakaran."
"Kalau begitu di sini saja," kata Jack,sambil menuju ke suatu tempat yang lapang dan rata. "Cukup jauh dari pagar, dan kita bisa menari-nari dengan leluasa mengelilingi api. Kita juga bisa menyalakan mercon serta kembang api dengan aman di sini!"
Anak-anak semua setuju. Peter mengangguk.
"Jadi soal itu juga sudah beres," katanya. "He - itu Pak Burton! Barangkali kita boleh meminta ranting-ranting kering, untuk dijadikan kayu bakar!"
Pak Burton sudah tua. Ia bekerja untuk ayah Peter dan Janet. Tugasnya membersihkan parit dan semak pagar. Saat itu ia sedang menebang ranting-ranting semak dengan parang tajam. Rapi sekali kerjanya! Semua ranting yang terlalu panjang ditebasnya, sehingga pagar nampak lebih dan enak dipandang. Anak-anak menonton kerjanya. "Mereka kagum melihat kerapian kerja Pak Burton.
"Selamat pagi, Pak," sapa Peter. "Rapi benar pekerjaan Anda. Anda senang membersihkan parit dan pagar" Parit juga sudah bersih sekali kelihatannya."
"Aku suka pekerjaan apa saja, asal aku bisa berada di luar," kata laki-laki tua itu. "Aku paling senang merasakan sinar matahari, hembusan angin serta tetesan air hujan."
"Pak, bolehkah kami meminta ranting-ranting yang Anda potong ini"" tanya Peter. "Kami memerlukannya untuk api unggun Malam Guy Fawkes nanti." .
"Ambil saja, kalau mau," kata Pak Burton. "Kalau begitu kubiarkan saja di sini. Kalian boleh mengambilnya kapan mau."
"Bagus," kata Peter. "Kami pasti akan mengambilnya. Nah, sekarang kita ke hutan, Kawan-kawan! Mudah-mudahan di sana banyak kayu kering. Kelihatannya pagi ini kita akan sibuk sekali!"
Anak-anak menuju ke hutan, diikuti oleh Skippy yang lari sambil menggonggong-gonggong. Apakah yang akan dikerjakan Sapta Siaga sekarang" Apa pun yang hendak dikerjakan, Skippy selalu bersedia membantu!
" Bab 5 "Ka wanan Bertampang Seram Bertampang
"ANAK-ANAK menyusur hutan, berjalan di atas daun-daun kering. Pohon-pohon sudah gundul semua, kecuali beberapa batang yang memang selalu hijau daunnya. Peter menyepak sepotong cabang kering.
"Kayu ini bagus untuk api unggun kita. Sebaiknya semua kayu kering yang ditemukan, kita kumpulkan saja di bawah pohon ini. Aku dan Jack membawa tali yang panjang. Nanti kalau sudah banyak yang terkumpul, semua kita ikat lalu diseret pulang."
"Ide bagus," kata Colin. "Jadi kita berpisah saja sekarang, dan mencari sendiri-sendiri."
Dalam hutan sangat banyak dahan jatuh dan ranting kering. Tiga minggu sebelumnya ada badai kencang, menyebabkan semua kayu mati dan lapuk berjatuhan ke tanah. Anak-anak bergembira, melihat begitu banyak kayu bakar berserakan. Dengan cepat sudah banyak yang terkumpul, lalu digabungkan membentuk berkas yang besar-besar.
"Kayuku akan kubawa ke tempat pengumpulan kita,'" kata Pam. "Aku akan membawanya sedikit demi sedikit; karena sudah banyak sekali yang kuperoleh."
""Aku juga mau begitu," kata Janet. "Astaga! Coba lihat Jack! Ia menyeret setengah pohon sekaligus! Mujur nasibnya."
Anak-anak asyik mencari kayu bakar dalam hutan, sambil berjalan di atas dedaunan kering. Semua kayu yang ditemukan, diseret ke tempat pengumpulan. Dengan segera sudah banyak yang tertumpuk di situ. Ranting dan dahan, besar kecil. Kemudian Peter, Jack dan Colin datang ke situ bersama-sama. Mereka menyeret dahan pohon yang sangat besar!
"Yang ini perlu kita potong-potong," kata Peter dengan napas tersengal-sengal karena capek. Wah - sudah banyak juga yang terkumpul!"
"Yuk, kita istirahat dulu sebentar, sambil duduk-duduk di pondok Pak Burton" kata Jack. "Aku capek sekali. Kebetulan aku membawa bekal permen dua bungkus. Sambil istirahat, kita makan permen."
"Ide bagus," kata Peter. Anak-anak lantas pergi ke pondok kecil, di mana Pak Burton biasanya istirahat tengah hari sambil makan, kalau kebetulan sedang hujan. Pondok itu letaknya tak begitu jauh masuk ke dalam hutan. Dinding dan atapnya penuh ditumbuhi tanaman menjalar. Pada musim panas, pondok itu nyaris tak nampak karena ditutupi dedaunan hijau.
"Aku belum pernah ke mari," kata Pam ketika mereka sudah hampir sampai di pondok. "Mestinya menyenangkan, jika mempunyai pondok sendiri seperti ini. Apakah Pak Burton tidak marah, jika kita duduk-duduk dalam pondoknya""
"Ah, tidak! Aku dan Janet sudah sering ke mari," jawab Peter.
Tapi tiba-tiba Skippy menggonggong. Peter memandang kepadanya dengan heran.
"Ada apa, Skip" Di sini kan tidak ada siapa-siapa! Kelinci saja juga tidak nampak!"
Anjing spanil itu berdiri kaku, dengan hidung dihadapkan ke arah pondok. Sementara itu ia terus menggonggong.
"Tak mungkin ada orang di situ," kata Peter. "Periksalah, kalau tidak percaya. Kau ini cuma mau bikin ribut saja, Skip!"
Dengan langkah berhati-hati, Skippy mendekati pondok. Ia menggeram. Anak-anak memperhatikan dengan heran. Skippy berjalan terus sampai berada di depan pintu. Di situ ia menggonggong keras-keras. Dari dalam pondok terdengar suara seseorang berseru dengan marah.
"Ayo pergi!" Serentak dengan bentakan itu, sebutir batu melayang. Nyaris kena Skippy. Peter lari ke pondok, lalu berdiri sambil mendelik di depan pintu. Dilihatnya di dalam ada tiga laki-laki.
"Kenapa kalian melempar anjingku dengan batu" Nyaris saja dia kena. Kalau sampai cedera bagaimana""
"Terdengar suara tertawa mengejek. Sebutir batu melayang lagi, mengenai mata kaki Peter. "
Skippy menggeram galak, lalu melesat maju. Untung Peter masih sempat memegang, sebelum anjing itu masuk ke dalam pondok.
"Kalian harus keluar dari pondok ini," seru Peter marah. "Tempat ini bukan kepunyaan kalian. Ini pondok Pak Burton. Kalau kalian tidak cepat-cepat pergi, akan kupanggil dia!"
Peter berdiri di depan pintu, sambil mendelik menatap ketiga orang yang ada di dalam. Salah seorang di antaranya memungut batu, lalu melemparkannya ke arah Skippy. Nyaris saja kena!
"Kupanggil Pak Burton," seru Peter, lalu berpaling dan menghampiri kawan-kawannya yang berdiri keheranan.
"Aku akan mema nggil Pak Burton," kata Peter dengan napas terengah-engah. "Tolong jaga di sini, untuk melihat apakah orang-orang itu pergi atau tidak."
Peter lantas bergegas pergi mencari Pak Burton. Tapi sebelum ia kembali, ketiga orang yang mengejeknya tadi keluar dari pondok. Mereka tegak sejenak di ambang pintu, sambil memandang ke arah anak-anak yang memperhatikan mereka. Seorang dari ketiga laki-laki itu mengancam dengan kepalan tinju.
Para anggota Sapta Siaga yang laki-laki menarik kawan-kawan perempuan mereka ke belakang, melihat ketiga laki-laki itu datang menghampiri. Tapi ternyata mereka kemudian membelok, lalu menghilang di sela pepohonan, sambil bercakap-cakap dengan suara pelan.
"Tampang mereka seram-seram," kata Janet. Ia merasa lega, melihat ketiga laki-laki itu pergi. "'Apa yang mereka perbuat dalam pondok itu tadi""
"Kurasa pasti sedang menyusun salah satu rencana buruk," kata Colin. "Tempat itu memang ,cocok untuk dijadikan tempat berkumpul tiga orang penjahat."
"Aku membawa buku notes," kata Jack. "Akan ku buat bagaimana tampang ketiga orang tadi! Siapa tahu, barangkali nanti ada gunanya."
"Untuk apa, maksudmu"" tanya Pam.
"Yah, siapa tahu," jawab Jack. "Nah, Peter sudah kembali! Mana Pak Burton" Tidak ketemu""
""Tidak! Rupanya ia pergi, entah ke mana," kata Peter dengan napas tersengal-sengal "arena berlari terus. "Orang-orang itu sudah pergi""
"Ya," jawab Colin. "Dan Jack baru saja hendak membuat catatan tentang tampang mereka bertiga. Menurut perasaan kami, mereka mungkin sedang merencanakan salah satu perbuatan jahat. Nanti dulu - orang yang satu bertubuh pendek, dan kulitnya agak coklat. Hidungnya bengkok ...."
"Ya," kata Jack, sambil sibuk mencatat. "Satu lagi tinggi gemuk, dengan kumis tebal. Rambut berwarna kemerah-merahan. Tidak memakai topi."
"Sedang yang ketiga kurus. Jalannya pincang," kata Pam. "Telinganya lebar, kayak kuping gajah. Ya, betul - aku melihatnya dengan jelas."
Jack terus menulis sampai semua keterangan itu selesai dicatat olehnya. Kemudian buku notes dimasukkannya kembali ke dalam kantong.
"Sekarang kita mengangkut kayu bakar kita," katanya. "Mana talinya, Peter" Nanti saja kita makan permen dalam pondok kita. Aku tak mau lagi duduk-duduk dalam pondok Pak Burton, setelah ditempati ketiga laki-laki bertampang seram tadi!"
"Bab 6 Sehabis Rapat
"PETER melepaskan tiga utas tali yang terlilit ke pinggangnya, lalu menyodorkan masing-masing satu pada Jack dan George.
"Berkaskan kayu banyak-banyak, lalu ikat dengan tali," katanya. Kemudian ia berkata pada anak-anak perempuan, "Ayo - kalian membantuku dengan berkas ini!"
Anak-anak sibuk memberkas kayu bakar mereka. Setelah itu mereka menyeretnya sambil merintis hutan, melintasi lapangan menuju ke tempat di mana mereka akan membuat api unggun.
Dalam waktu setengah jam, semua ranting kering dan dahan lapuk sudah menumpuk di situ. Para anggota Sapta Siaga memandang tumpukan itu dengan bangga. Skippy mengibas-ibaskan ekor, seakan-akan ikut bangga karena sudah bekerja keras! Padahal ia cuma menggondol sebatang ranting panjang, yang saban kali mengenai betis Peter sewaktu berjalan.
"Nah, beres!" kata Peter. "lumayan juga, ya! He, aku punya ide lagi! Siapa pun di antara kita, kalau pada suatu saat kebetulan sedang tidak ada kesibukan selama setengah jam, sebaiknya datang ke sini dan mengumpulkan lagi kayu bakar! Aku dan Janet, mungkin akan bisa minggu depan - pada saat istirahat siang!"
"Dan aku mungkin bisa cepat-cepat naik sepeda pada suatu sore, sehabis sekolah slang," kata George. "Begitulah, sekitar pukul empat. Kan hari masih cukup terang, untuk mencari selama beberapa saat."
"Bagus," kata Peter. "Sedikit-sedikit menjadi bukit, seperti kata ayahku jika ia menyuruh kami menyiangi rumput liar, dengan harapan bahwa setengah kebun kami bersihkan."
"Sekarang kita duduk dulu, sambil menikmati permen yang dibawa Jack," kata Pam. Aku capek sekali."
Tumpukan kayu mereka tinggalkan. Mereka masuk ke dalam gudang tempat rapat, setelah Peter membuka pintu yang sebelumnya dikunci.
"Pintu ini sekarang selalu kukunci, karena uang tabungan
mercon kita kusimpan dalam kotak atas rak itu," katanya menjelaskan. Dan juga mengingat boneka kita. Mungkin saja Susi datang, lalu berbuat iseng dengannya."
"Tapi uang kita pasti takkan disentuhnya," kata Jack dengan segera, membela adiknya. Kau sendiri Juga tahu, adikku bukan pencuri."
Peter mengangguk. "Ya, tentu saja aku juga mengetahuinya. "Ayo dong Jack mana permennya" Sekarang sudah hampir tiba saat makan siang, tapi kurasa selera kita takkan rusak karenanya. Yang jelas seleraku tidak, karena siang ini kami akan mendapat daging steak serta perkedel ginjal."
"Aduh, kenapa kau menyebut-nyebutnya"" keluh George. Sekarang perutku terasa lapar sekali, sehingga mampu rasanya menghabiskan permen kepunyaan Jack dengan sekali gasak saja!"
Mendengar kata George, Jack cepat-cepat mengantongi permennya. Saat itu tangannya menyentuh buku notes. Ia lantas teringat, tadi ia mencatat ciri-ciri ketiga laki-laki yang muncul dari pondok. Diambilnya buku catatan itu, lalu membaca catatannya keras-keras.
"Jika kita berjumpa lagi dengan mereka, kita akan bisa menduga ke mana tujuan mereka," katanya. "Mungkin ke pondok Pak Burton dalam hutan."
"Ah, kurasa kita takkan berjumpa lagi dengan ketiga orang itu," kata Colin. "Dalam pondok Pak Burton tidak, dan juga tidak tempat lain. Mereka itu cuma kaum gelandangan, yang luntang-lantung. Kurasa mereka tadi cuma ingin beristirahat saja sebentar dalam pondok itu.
"Yah - siapa tahu," kata Jack yang mengendur semangatnya mendengar sanggahan Colin. Buku notes dikantonginya kembali. "Kapan kita rapat lagi, Peter""
""Bagaimana kalau hari Kamis sore, sehabis sekolah"" kata Peter. "Bukan untuk mengumpulkan kayu bakar, tapi cuma untuk mengetahui pakaian apa saja yang sudah berhasil dikumpulkan, serta untuk melihat apakah ada di antara kita yang punya uang lagi. Dengan begitu dalam rapat hari Sabtu berikut kita tidak perlu terlalu lama-lama mengurus persoalan itu. Kita bisa langsung pergi mengumpulkan kayu bakar."
"Setuju," kata Colin, sementara George dan Jack ikut menganggukkan kepala.
"Aku dan Pam mungkin tidak bisa datang," kata Barbara. "Mungkin kami harus les menari. Tak lama lagi kami akan ikut dalam pertunjukan."
"Tapi kalau masih sempat, datang saja," kata Peter. "Kata semboyan masih tetap yang lama. Dan jangan lupa memakai lencana. Nah, itu bunyi lonceng, memanggil kami makan. Sampai Senin di sekolah!"
Anak-anak berpisah setelah itu. Peter dan Janet menuju ke rumah.
"Cuci tangan dulu!" seru Ibu memperingatkan. "Aduh, bukan main kotornya kalian!"
Kami habis mengumpulkan kayu bakar, untuk api unggun nanti," kata Janet. "Kami takkan lama-lama, Bu!"
Sapta Siaga 11 Bermain Api di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kemudian, sambil makan dengan lahap, kedua anak itu bercerita pada Ibu tentang kesibukan mereka sepagi itu. Ibu nampak kaget, ketika mereka mengisahkan perjumpaan dengan ketiga laki-laki yang muncul dari dalam pondok di hutan.
"Lain kali aku tidak mau kalian ada yang sendiri masuk ke hutan," kata Ibu. "paling sedikit harus bertiga, atau berempat. Dewasa ini banyak orang jahat berkeliaran."
"Ah, Bu - mereka itu gelandangan biasa," kata Peter. "lagipula, Skippy kan ada bersama kami."
"Yah, kalau masuk hutan, Skippy harus selalu ikut," kata Ibu. "Sedang anak-anak perempuan, jangan berkeliaran sendiri, tanpa ditemani anak laki-laki. Anak laki-laki harus menemani! Mengerti" Atau harus kuminta agar Ayah yang mengatakannya""
"Tidak - tidak perlu, Bu. Kami akan mematuhi kata Ibu," kata Peter. Ia heran melihat sikap Ibu. "Bu, Ibu harus melihat tumpukan kayu bakar kami. Sudah tinggi sekali, Bu!"
"Aku akan datang menonton, pada saat kalian menyalakannya," kata ibu mereka. "Aku juga ingin melihat kembang api. 0 ya, Janet - jika kau ingin memperoleh uang untuk tabungan kembang api kalian, aku ada pekerjaan sedikit untukmu."
"Ya, Bu. Pekerjaan apa"" tanya Janet.
"Tolong rapikan isi lemari seprai, Nak," kata Ibu. "Jika pekerjaanmu rapi, nanti akan kuberi uang lima penny."
"Beres, Bu!" kata Janet senang. "Aku senang kalau disuruh mengatur barang-barang. Akan kukerjakan malam ini juga. Kami akan rapat lagi hari Kamis yang akan datang."
Tapi kemudian ternyata, Sapta Siaga sudah harus mengadakan rapat sebelum hari itu.
Soalnya, ada kejadian yang mengasyikkan. Dan sekali itu yang memanggil berapat bukan Peter tapi Colin!
" Bab 7 Kabar Penting "SENIN malam. Peter dan Janet sedang sibuk membuat pekerjaan rumah. Tiba-tiba telepon berdering. Ibu pergi menerimanya. Kemudian ia memanggil Peter.
"Untukmu, Peter," kata Ibu. "Colin ingin bicara sebentar. Katanya ada urusan penting."
Peter melesat ke pesawat telepon, diikuti oleh Janet. Ada apa lagi sekarang" Siang tadi Colin berjalan seiring dengan Peter, ketika pulang sekolah. Dan Colin tadi tidak mengatakan apa-apa!
"Ya - di sini Peter," kata Peter di pesawat.
"Peter" Bisakah aku datang sekarang ke rumahmu"" Suara Colin bersemangat. "Ada kejadian penting! Aku ingin memanggil Sapta Siaga berapat selekas mungkin. Kalau bisa besok, sehabis bersekolah! Bagaimana, bisakah aku datang sekarang juga" Kan cepat, kalau naik sepeda."
"Astaga! Ada apa, Colin"" kata Peter tercengang: "Mengadakan rapat" Untuk apa""
"Belum bisa kuceritakan sekarang. Nanti didengar orang lain," kata Colin lagi. Wah!Persoalan yang benar-benar misterius rupanya.
"Ya deh, datang saja dengan segera," kata Peter. "Sebaiknya kita bertemu dalam gudang, karena di situ tak ada orang lain. Sampai nanti!"
Peter menaruh gagang pesawat kembali ke tempatnya, sambil menatap Janet yang berdiri di sebelahnya.
"Ada apa"" tanya Janet bergairah.
"Entah, aku juga tidak tahu," jawab Peter. "Tapi sebentar lagi ia akan datang - langsung ke gudang. Colin ingin memanggil Sapta Siaga berapat besok. Ada apa ya""
"Aku ikut ke gudang," kata Janet.
"Jangan!" kata Peter. Tapi melihat Janet melotot, ia cepat-cepat menambah, "Ya deh, ya deh! Jangan mendelik kayak begitu dong! Kau boleh ikut - tapi ingat, jangan bercerita pada orang lain selama tidak kuizinkan."
"Kayaknya aku ini gemar bergunjing," kata Janet tersinggung. "Bu, Ibu! Kami hendak pergi ke gudang sebentar. Colin ingin bicara dengan kami, mengenai urusan penting."
"0 ya" Urusan Sapta Siaga tentunya," kata ibu mereka. "Baiklah, tapi pakai mantel dulu! Di luar dingin."
Setelah mengenakan mantel, kedua anak itu bergegas pergi ke gudang. Skippy membuntuti. Peter membuka kunci pintu, lalu menyalakan lampu minyak yang diberikan oleh Ibu untuk dipakai di gudang. Diletakkannya lampu itu dengan hati-hati pada sebuah kotak.
Kemudian Peter dan Janet menunggu kedatangan Colin dengan sabar. Sementara itu keduanya mereka-reka, apakah kiranya yang menyebabkan teman mereka itu begitu bersemangat. Mestinya ada urusan yang sangat penting, sampai meminta agar para anggota Sapta Siaga dipanggil berapat! Memang, setiap anggota memiliki hak itu. Tapi biasanya, Peter yang memanggil kawan-kawan untuk menghadiri rapat.
Kring, kringg! Di jalan terdengar bunyi bel sepeda. Disusul pagar depan dibuka, lalu langkah bergegas-gegas. Colin menyusur kebun menuju ke belakang, sambil menuntun sepedanya. Sesaat kemudian, pintu gudang diketok dari luar.
"Willie Winkie," kata Colin pelan, Peter cepat-cepat membukakan pintu.
""Ada apa"" tanya Peter. "Ayo cepat duduk, dan ceritakan pada kami."
"Kumulai saja dari awal," kata Colin dengan napas tersengal-sengal. Mukanya merah, karena bersemangat serta tadi naik sepeda cepat-cepat. "Kalian kan tahu, di mana nenekku tinggal" Tidak jauh dari rumahku, tapi membelok sedikit."
"Ya, kami tahu," jawab Peter dan Janet serempak.
"Nah, saat ini nenekku sedang bepergian," kata Colin. "Tapi besok akan kembali! Karena itu aku tadi disuruh ibuku mengantarkan telur segar ke rumah Nenek. Kalian kan tahu, kami memelihara ayam petelur. Telur-telur itu harus kuberikan pada Greta, pembantu nenekku yang berasal dari Austria. Dengan begitu jika Nenek kembali, akan ada telur segar untuk sarapan. Nenek suka sekali sara pan telur rebus,"
Colin berhenti sebentar, untuk mengusap mukanya yang berkeringat dengan sapu tangan.
"Teruslah bercerita," desak Peter. "langsung saja ke persoalan sebenarnya!"
"Ini sudah persoalan yang sebenarnya," kata Colin. "Nah! Aku lantas cepat-cepat mengantar telur ke rumah Nenek. Ses
ampai di sana, kulihat lampu di serambi dalam menyala, seperti biasanya. Aku tidak mengetuk pintu depan, karena biasanya aku masuk lewat jalan belakang. Dengan begitu Greta tidak perlu repot-repot pergi ke depan, untuk membukakan pintu, Yah - pokoknya aku langsung pergi ke pintu dapur. Pintu itu tertutup, tapi tidak terkunci."
Tiba-tiba Skippy menggonggong. Ketiga anak itu kaget dibuatnya, "Tidak ada apa-apa," kata Janet kemudian. "Skippy melihat tikus lari. Teruskan ceritamu, Colin!"
"Kemudian aku masuk," sambung Colin. "Ternyata Greta tidak ada di dapur. Karena itu aku lantas terus, masuk ke kamar duduk. Lampu di situ menyala. Timbul sangkaanku, mungkin Nenek sudah kembali satu hari lebih cepat. Pintu kamar duduk kubuka dan aku melongo. Kamar itu kocar-kacir. Huahh!"
"Kocar-kacir bagaimana maksudmu"" tanya Peter tegang.
"Ya kocar-kacir! Segala-galanya jungkir balik. laci-laci terbuka, dan semua isinya berantakan di lantai. Pintu lemari terlepas dari engselnya. Kemudian kulihat lemari besi Nenek. Itu pun ikut terbongkar! Lemari besi tersembunyi letaknya, di belakang sebuah cermin besar. Mula-mula aku tidak tahu, di situ ada lemari besi. Rupanya ada orang masuk, menyingkirkan cermin , lalu membongkar lemari besi. lemari itu sudah kosong, ketika aku datang!"
"Aduh,.Colin!" seru Janet kaget bercampur ngeri.
"lalu Greta di mana"" tanya Peter. "Kan bukan dia pelakunya"!"
""Tentu saja bukan!" jawab Colin. "Ketika aku sedang melongo memandang keadaan dalam kamar duduk, tiba-tiba kudengar suara seperti orang menangis. Kuikuti arah datangnya suara itu. Aku pergi ke dapur, lalu menuju ke kamar tempat menyimpan persediaan makanan. Kamar itu terkunci pintunya dari luar. Aku cepat-cepat membukanya - dan ternyata Greta terkurung dalam kamar itu!"
"lalu setelah itu, apa yang kaukerjakan"" tanya Peter, semakin bersemangat.
Aku menelepon polisi," kata Colin. "Gagah rasanya, sewaktu aku menghubungi kantor polisi. Dan dengan segera datang dua orang petugas. Tapi saat itu orang tuaku juga sudah tiba, karena aku juga menelepon mereka."
""Tapi apa sebabnya kau lantas minta diadakan rapat Sapta Siaga"" tanya Peter bingung. "Kita kan tidak bisa berbuat apa-apa tentang soal ini!"
"Dengar dulu dong!" kata Colin. "Aku mendengar keterangan Greta pada polisi, tentang ciri-ciri para perampok. Katanya, mereka datang bertiga. Dan dua di antaranya, ciri-ciri mereka persis seperti yang dicatat oleh Jack dalam buku notesnya. Maksudku, orang-orang yang kita jumpai dalam pondok di hutan. Greta tidak melihat tampang orang yang ketiga. Tapi aku merasa pasti, mereka itu sama dengan orang-orang yang kita lihat di pondok Pak Burton. Mungkin saja ketika itu mereka sedang menyusun rencana perampokan sekarang ini!"
"Wah!" kata Peter. "Bayangkan! Ya, kurasa perlu sekali kita mengadakan rapat besok. Sehabis bersekolah, pukul empat lewat seperempat. Aduh, kita kembali menghadapi persoalan seru!"
" Bab 8 "Rapat Lagi "MENURUT perasaan para anggota Sapta Siaga, kali itu hari Selasa terasa panjang sekali. Mereka sudah tidak sabar lagi menunggu sekolah siang berakhir. Mereka ingin cepat-cepat pergi ke gudang tempat rapat, untuk mendengarkan apa yang akan diceritakan oleh Colin. Bayangkan, pagi itu ia dijemput dari sekolah oleh polisi! Mereka hendak mengajukan beberapa pertanyaan padanya.
"Pasti ia sekarang merasa dirinya orang penting," kata Jack pada Peter. "Aku ingin cepat-cepat memulai rapat kita!"
Akhirnya saat rapat yang ditunggu-tunggu tiba. Para anggota datang tepat pada waktunya. Cuma Jack saja yang datang paling akhir, lari menuju gudang dengan napas terengah-engah.
"Willie Winkie," katanya. "Maaf jika aku datang agak lambat. Tapi Susi lagi yang membikin gara-gara. Ia ingin tahu kenapa kita tiba-tiba mengadakan rapat Karena aku tidak mau mengatakan, sepedaku lantas disembunyikan olehnya. Bukan itu saja, sepedanya sendiri pun ikut disembunyikan, supaya tidak bisa kurampas. Jadi aku terpaksa lari-lari ke sini!"
"Sudahlah, duduk saja," kata Peter. "Colin, kau bisa mulai bercerita!"
Colin mengulangi ceritanya. Ia agak menyesal, kenapa justru rum
ah neneknya yang dirampok orang. Tapi di pihak lain, ia juga senang karena ialah yang mula-mula mengetahui kejadian itu, serta yang kemudian menelepon polisi.
"Jadi Greta sempat melihat tampang perampok yang dua orang - tapi orang yang ketiga tidak," kata Peter, ketika Colin sudah sampai ke akhir laporannya. "Kau membawa buku catatanmu, Jack" Kurasa dalam catatanmu waktu itu, ada keterangan mengenai perampok yang satu lagi!"
Jack merogoh kantong untuk mengambil buku catatannya. Wajahnya bersemangat. "Bayangkan - aku mencatat ciri-ciri para perampok itu!" katanya. "Padahal cuma kebetulan saja, karena aku mempunyai buku notes! Tunggu dulu - ya, ini catatannya! Colin, bagaimana keterangan Greta tentang kedua perampok yang sempat dilihat olehnya""
"Katanya, yang satu pendek sekali, sedang kulitnya agak coklat," kata Colin mengingat-ingat. "Yang paling menyolok baginya, hidung orang itu bengkok. Dan giginya jelek."
"Wah, persis dengan catatan yang ada padaku," kata Jack bersemangat. "Di sini kutulis, 'Yang satu pendek berkulit coklat, hidungnya bengkok'. Aku tak mencatat apa-apa tentang keadaan giginya yang jelek."
"Tapi hidung bengkok saja sudah cukup," kata Colin. "Nah, itu orang yang satu. lalu menurut Greta, yang satu lagi berbadan kurus, dengan telinga lebar kayak kuping gajah. Greta juga mengatakan, kelihatannya orang itu jalannya agak pincang. Tapi ia tidak yakin."
"Nah - penglihatannya benar!" kata Jack, sambil meneliti catatannya dalam buku notes. "Coba dengar! Di sini kutulis, yang kedua kurus, dan kalau berjalan pincang. Jadi sudah pasti, dialah perampok kedua yang dilihat oleh Greta! Bagaimana katamu tadi, Greta tidak sempat melihat orang yang ketiga""
"Tidak! Katanya, ketiga orang itu secara tiba-tiba mendobrak masuk ke dalam dapur, dan ia masih sempat melihat yang dua dengan jelas. Tapi perampok yang ketiga berdiri agak ke belakang, sehingga bagaimana tampangnya tak sempat dilihat olehnya. Kedua perampok yang masuk lebih dulu langsung menyergap, sehingga Greta terbanting ke lantai. Kasihan dia! Greta ditelungkupkan,oleh kedua perampok pertama, lalu yang ketiga mengikat tangannya ke punggung. Sesudah itu Greta dijebloskan ke dalam kamar tempat menyimpan makanan. Pintu kamar dikunci dari luar. Greta sama sekali tidak mengalami cedera. Tapi ia setengah mati ketakutan!"
""Tentunya ia merasa lega melihatmu, ketika kau datang lalu membuka pintu!" kata Janet.
"Memang! Begitu tangannya yang terikat ke punggung kubuka, aku lantas dipeluk olehnya. Greta berceloteh ribut dalam bahasa Jerman. Mana aku bisa mengerti, apa katanya," kata Colin geli. "Setelah itu ia lantas menghenyakkan diri ke kursi. Sialnya, justru di kursi itu aku meletakkan bungkusan berisi telur."
Anak-anak terbahak-bahak. Tapi detik berikutnya semua terdiam. Mereka saling berpandangan" dengan agak malu.
"Sebetulnya kita tidak boleh tertawa," kata Janet. "Kejadian ini serius - tapi ketika kubayangkan Greta yang malang, terhenyak duduk di atas telur yang dibawa Colin, tahu-tahu tertawaku sudah meledak tanpa sempat kutahan lagi!"
"Ah, Greta sendiri juga tertawa, ketika mengetahui bahwa ia menduduki telur," kata Colin. "Ia tertawa dan menangis pada waktu bersamaan! Wah, aku sibuk sekali kemarin malam! Menghibur Greta yang bingung, menelepon polisi, lalu orang tuaku - setelah itu menunggu sampai polisi datang! Aku saat itu merasa seperti sedang bermimpi!"
"Aku bisa membayangkannya," kata Peter. "lalu, kau juga lapor pada polisi, bahwa menurut perasaanmu kita pernah melihat ketiga orang itu""
""Ya," jawab Colin. "Tapi aku tidak mengatakan bahwa Jack sempat menuliskan catatan mengenainya, karena kurasa barangkali ia sendiri hendak mengatakannya pada polisi. Maksudku - mungkin saja itu petunjuk penting."
"Wah, kau baik hati!" kata Jack. "Bagaimana - apakah kita langsung saja pergi ke polisi sekarang, Colin - dengan membawa buku catatanku""
"Ya, kurasa sebaiknya begitu," kata Peter. "Mereka pasti tertarik, jika mendengar bahwa kita memiliki'catatan mengenai ciri-ciri ketiga perampok itu. Atau tepatnya, kau yang punya, Jack. Untung waktu itu kau me
ncatatnya! Memang, siapa tahu ada gunanya - seperti ternyata sekarang."
"Kalau begitu kita berangkat saja sekarang," kata Jack. Ia berdiri, dengan sikap gagah. "Yuk, Colin!"
"Terima kasih atas kesediaanmu mengadakan rapat, Peter," kata Colin. "Bisakah kita rapat lagi dalam waktu dekat" Supaya kami bisa memberi laporan tentang kejadian di kantor polisi, apabila aku dan Jack menyampaikan keterangan tentang ciri-ciri orang yang nomor tiga!"
"Tentu saja bisa," kata Peter bergairah. "Besok, pada waktu yang sama. Aku akan minta pada ibu kami, apakah kita bisa minum teh di sini saja. Nah, sampai besok, Jack dan Colin!"
"Baru saja anak-anak berdiri hendak pamit. ketika tiba-tiba Skippy menggonggong dengan ribut. Pintu diketok dari luar. Bunyinya keras sekali, sampai anak-anak terlonjak karena kaget.
"Buka pintu! Polisi!" Terdengar suara berat berseru dari luar. Kedengarannya agak aneh!
"Wah - polisi lagi," kata Colin, lalu bergegas membukakan pintu.
Tapi di luar tidak ada orang! Para anggota Sapta Siaga memandang ke dalam kegelapan. Mereka merasa agak takut. Tapi Skippy tidak mengenal kata takut! Anjing itu lari menghampiri serumpun semak, sambil menggonggong-gonggong. Peter menyusul, lalu menyorotkan senternya ke situ. Kedatangannya disambut suara tertawa cekikikan.
"Susi!" seru anak-anak, dengan marah.
Aku kan cuma datang mengantarkan sepeda Jack, supaya ia tidak perlu lari kalau pulang nanti," kata Susi dengan seenaknya. "Kusangka ia senang - eh, ternyata malah marah!" .
"Anak nakal! Pengintip!" teriak Jack. Tapi Susi sudah menghilang ke tempat gelap. Apa saja yang sempat ikut didengar olehnya tadi"
" "Bab 9 "Susi Memang Bandel
"SAAT ITU juga Colin dan Jack naik sepeda ke kantor polisi. Jack membawa buku notes yang penting itu dalam kantongnya. Sesampai, "di sana, mereka berjumpa dengan sersan polisi.
Mereka menyukai orang itu, karena ia baik hati. la sudah dua kali ketemu dengan Colin, dalam hubungan dengan perampokan kali itu. Pertama-tama ketika polisi datang ke rumah Nenek, karena dipanggil oleh Colin lewat telepon. Setelah itu ketika Colin dipanggil dari kelasnya pagi itu, karena ada beberapa pertanyaan yang perlu diajukan padanya.
"Halo Colin," kata Pak Sersan, sambil tersenyum. "Kau muncul lagi" Apakah ada lagi peristiwa perampokan yang hendak kaulaporkan""
"Tidak, Pak," jawab Colin. "Tapi Jack memiliki catatan mengenai ciri-ciri perampok yang ketiga, yaitu orang yang tidak sempat dilihat Greta."
"Astaga!" kata Pak Sersan, sambil menarik buku catatan yang ada di depannya di atas meja. "Kami sudah memperoleh keterangan yang jelas tentang ciri-ciri dua di antara ketiga perampok. Tapi tentang yang ketiga, kami tidak tahu apa-apa. Seperti baru saja kaukatakan, Greta tidak sempat melihat tampangnya. Jadi bagaimana kau bisa tahu, seperti bagaimana rupa orang itu" Menurut katamu, di rumah nenekmu kau tidak melihat siapa-siapa."
"Memang betul, Pak," kata Colin. "Soalnya begini. Hari Sabtu yang lalu kami pergi ke hutan. Di sana kami sampai di sebuah pondok. Dalam pondok itu ada tiga orang laki-laki. Mereka bersikap jahat terhadap kami. Kami lantas menduga, mereka itu pasti sedang merencanakan perbuatan jahat. Karena itu, Jack mencatat ciri-ciri mereka dalam buku notesnya. Jack, tunjukkan catatanmu pada Pak Sersan!"
Jack menyodorkan. buku notesnya. Pak Sersan membaca catatannya dengan cepat. Petugas itu bersiul kagum, ketika membaca,
Satu lagi tinggi gemuk, dengan kumis tebal. Rambut berwarna kemerah-merahan. Tidak memakai topi'. Buku catatan itu diletakkan di atas meja. Pak Sersan memandang Jack.
"Bagus, Nak!" pujinya. "Anak-anak jaman sekarang memang pintar-pintar. Catatanmu tentang yang dua lagi sangat baik! Kami merasa yakin bahwa kami tahu siapa mereka, walau saat ini tidak tahu di mana mereka berada. Tapi yang ketiga tidak kukenal, yaitu orang yang tinggi gemuk, berkumis dan rambutnya kemerah-merahan. Ia memakai pakaian apa" Kau memperhatikannya atau tidak""
""Wah, tidak," kata Jack, sambil berusaha mengingat-ingat. "Ketiga-tiganya kelihatan kumal. Seingatku, pakaian mereka biasa saja. Menurut ingat
anmu, ada yang menyolok pada pakaian mereka, Colin""
"Tidak! Cuma menurut perasaanku, mereka memakai mantel," kata Colin dengan kening berkerut. "Dua di antaranya memakai topi atau peci - dan aku tahu seorang tidak memakai topi. Itu laki-laki yang berambut kemerah-merahan, tentunya! Kami semua melihat warna rambut orang itu, karena ia tidak memakai topi."
"Keterangan ini sangat membantu kami," kata Pak Sersan, sambil mengembalikan buku notes pada Jack. "Kurasa para perampok saat ini sudah jauh! Tapi walaupun begitu, kalian semua harap waspada, ya!"
"Tentu saja, Pak!" kata Colin dan Jack serempak. Mereka mengucapkan selamat malam, lalu meninggalkan kantor polisi. Keduanya bersemangat, karena merasa sudah bisa membantu polisi.
"Pengalaman kita ini kita ceritakan pada kawan-kawan, dalam rapat besok malam," kata Jack. "Wah, aku harus cepat-cepat pulang sekarang. Masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Awas kalau aku nanti menjumpai Susi! Pura-pura jadi polisi, sehingga kita tertipu dan membukakan pintu gudang untuknya! Tapi mungkin setelah ini ia takkan sering mengganggu lagi. Di rumah kami akan menginap dua orang kawannya, Dua-duanya anak perempuan. Keduanya kakak-adik, dan ibu mereka saat ini sedang dirawat di rumah sakit. Susi akan sibuk sekali menemani mereka, sehingga mudah-mudahan tak ada waktu lagi untuk mengganggu Sapta Siaga."
"Syukurlah," kata Colin. Ia benar-benar tidak suka pada adik Jack yang bandel itu. "Tidak enak, jika ia campur tangan dalam urusan kita yang ini."
Setelah itu keduanya berpisah. Begitu sampai di rumah, Jack langsung mencari Susi. Maksudnya hendak memarahi adiknya itu, karena mengganggu rapat tadi.
"Susi!" teriak Jack, begitu ia masuk ke dalam rumah. "Kau di mana"" Apa maksudmu, berpura-pura menjadi .... eh, maaf, kukira kau Susi,"
"Bukan, aku Doris, anak yang akan menginap di sini selama beberapa waktu," kata anak perempuan, yang dikira Jack adiknya itu. "Dan ini Hilda, adikku. Ibu kalian baik hati, mau menampung kami. Mudah-mudahan kami tidak sangat mengganggu."
Jack memperhatikan kedua anak perempuan itu. Ia langsung merasa tidak suka pada mereka. Menurut perasaan Jack, kedua anak itu menatapnya sambil nyengir bandel. Ia sudah sebal saja, membayangkan tiga anak perempuan membicarakan dirinya sambil cekikikan serta saling menyikut. Satu anak saja sudah repot, apalagi tiga orang!
""Buka pintu! Polisi!" kata seseorang. Dan siapa lagi orang itu, kalau bukan Susi. "0 Jack - kau tadi sungguh-sungguh mengira aku..."
""Perbuatanmu tadi konyol!" kata Jack. "Seenaknya saja mengganggu rapat kami. Aku malu jadinya, karena perbuatanmu itu."
"Kami bertiga akan membentuk perkumpulan," kata Susi. "Aku, Doris dan Hilda. Nama perkumpulan kami Trio Rewel."
"Wah, betul-betul nama yang cocok," kata Jack. "Pokoknya kalian jangan rewel terhadap kami, serta tidak mengganggu rapat kami, silakan membentuk perkumpulan kalian sendiri."
"Aduh, rapat rahasia Sapta Siaga yang hebat!" kata Susi mengejek. Ia berpaling pada Hilda dan Doris, yang tertawa cekikikan.
"Kalian tidak bisa membayangkan, betapa serius rapat konyol mereka itu," kata Susi lagi. "Para anggota harus memakai lencana, menyebutkan semboyan rahasia, orang lain tidak diizinkan masuk! Sungguh, aksi mereka itu kayak mereka hebatnya bukan main. Jaga-jaga saja, Jack, pada suatu malam Trio Rewel mungkin akan datang menggabungkan diri."
"Bagaimana jika kita serbu saja gudang tempat mereka mengadakan rapat," kata Doris mengusulkan pada Susi. "Itulah yang dilakukan perkumpulan abang kami terhadap perkumpulan saingan mereka. Banyak sekali barang yang dirampas, misalnya ...,"
""Kalau kalian berani coba-coba mengganggu kami, aku akan kujambak rambut kalian!" seru Jack sebal. Ia keluar sambil marah-marah.
"Aduh, abangmu pemarah, Susi!" kata Hilda: Jack, masih sempat mendengarnya. Nyaris saja ia masuk kembali, untuk menjambak rambut Hilda. Tapi ia masuk ke kamarnya sendiri, lalu duduk di situ sambil mengerutkan kening. Biarlah! Biar saja mereka cekikikan sendiri. Sapta Siaga membantu pekerjaan Polisi, tapi Jack tidak melihat Trio Rewel me
mbantu, siapa pun juga! Sapta Siaga perlu kuberi tahu bahwa Susi serta kedua kawannya bermaksud untuk mengadakan gangguan," pikirnya, sambil mengeluarkan buku pekerjaan rumah dari tas sekolahnya. "Untung kita punya Skippy! Ia selalu menggonggong, jika ada yang mendekati gudang. SUSI itu seenaknya saja!"
" Bab 10 "Boneka Bagus
"PETER meminta izin pada ibunya, apakah Sapta Siaga boleh diundang minum teh di rumah keesokan harinya. Jadi hari Rabu.
"Soalnya, banyak yang_ perlu dibicarakan serta direncanakan, Bu," katanya. "Misalnya saja Malam Pesta Api, lalu urusan rumah nenek Colin yang didatangi perampok, serta kenyataan bahwa kami melihat ketiga laki-laki itu.
"Kami sendiri yang akan menyiapkan hidangan," kata Janet. "Ibu tidak perlu bikin apa-apa. Dan kami juga takkan melupakan pekerjaan rumah kami. Kami berjanji, Bu!"
"Baiklah - kalian boleh mengadakan rapat Sapta Siaga," jawab Ibu. "Aku akan menyiapkan hidangan roti dan membikin biskuit, dan kalian boleh membeli kue-kue di tukang roti. Aku sendiri tidak sempat membuatnya. Kalian ingin minum apa nanti" Limun atau teh""
"Limun, Bu - ah, jangan - sekali-sekali sari jeruk, sebagai selingan!" kata Peter. "Kami sendiri akan membawa hidangan ke gudang. Dan selesai rapat, piring dan cangkir akan kami cuci pula sendiri. Wah, Ibu memang baik hati terhadap Sapta Siaga!"
""Tapi aku juga sangat senang punya anak laki-laki yang baik, yang memimpin suatu perkumpulan baik, dibantu oleh adiknya yang baik sekali! kata Ibu sambil tertawa.
Para anggota Sapta Siaga datang tepat pada waktu yang ditentukan, untuk menghadiri rapat hari Rabu. Mata mereka bersinar-sinar, ketika melihat hidangan yang disiapkan untuk mereka.
"Wah. untung tadi siang aku makan tidak terlalu banyak," kata Colin. Anak-anak lantas mulai makan, sambil mengobrol. Jack bercerita tentang Susi, serta perkumpulan Trio Rewel yang didirikan mereka akan berbuat iseng lagi terhadap kita."
"Boleh saja mereka mencoba menyerbu, apabila kita ada di sini," kata Janet. "Pintu kan dikunci dari dalam! Dan jika mereka datang sewaktu kita sedang tidak ada, pintu juga tetap dikunci. Bahkan Susi pun, kurasa pasti takkan sampai tega memecahkan kaca untuk masuk ke dalam!"
"Bagaimana perkembangan boneka Guy yang kalian bikin"" tanya Jack.
"Nanti kami pamerkan, apabila rapat sudah dimulai," jawab Janet. "Kami berhasil menemukan pakaian yang cocok untuknya! Ayah Pam baik hati. Ketika ia mendengar bahwa kami membikin boneka Guy, ia lantas memberikan beberapa pakaiannya yang sudah tua."
"Ya, dan kalian kan tahu - ayahku berbadan besar dan agak gemuk," sambung Pam. "Jadi pakaiannya pas sekali untuk boneka kita."
"Dan ayah George menyumbangkan pet yang bagus," kata Janet lagi. "Kepala ayahmu rupanya besar sekali, George - karena petnya berukuran raksasa!"
"Memang!" kata George bangga. "kepala ayahku memang besar. Sudah sepantasnya begitu, karena ia sangat pintar!"
"Dan ayah kami menyumbangkan sepasang sepatu karet," kata Peter. "Sepatu tinggi, yang biasa dipakainya kalau bekerja di ladang. Ukurannya besar sekali - bahkan mungkin masih terlalu besar bagi kaki boneka yang gemuk itu!"
"Sehabis rapat kita akan mendandaninya," kata Janet. "Tapi kita masih memerlukan topeng !"
"Sehabis makan, aku akan membelinya sebentar ke toko," kata Colin. "Aku tak suka boneka yang tidak memakai topeng - kelihatannya jelek! Tapi jangan-jangan kalau dipakaikan topeng. nanti Skippy yang tidak suka padanya!"
"Mudah-mudahan saja kalian tidak lupa membawa uang sumbangan untuk tabungan mercon," kata Peter.
"Tentu saja tidak," kata anak-anak serempak. Peter tersenyum senang. Menurut perasaannya, perkumpulan Sapta Siaga adalah perkumpulan yang paling baik di seluruh Inggris. Bahkan anjing perkumpulan pun, bersikap sopan!
"Selesai makan dan minum, anak-anak membereskan piring dan cangkir kotor dulu. Setelah itu, rapat dibuka. Peter mengumpulkan uang sumbangan untuk tabungan mercon. Kemudian dijumlahkannya uang yang sudah terkumpul sampai saat itu.
"Bukan main!" katanya kagum. "Satu pound dan lima penny! Padahal waktu masih cukup lama. Kita tidak boleh l
upa, tumpukan kayu bakar untuk api unggun kita masih perlu dibuat lebih tinggi lagi."
"Sabtu pagi kita bisa mengumpulkan kayu kering lagi," kata George. "Sekarang - bagaimana jika kita mulai saja mendandani boneka Guy kita""
Anak-anak lantas menyingkapkan selubung karet yang menutupi tubuh boneka bikinan anak-anak perempuan, dan mendudukkan boneka itu di atas sebuah kotak. Skippy langsung menggeram-geram. Anjing itu sama sekali tidak senang melihat orang-orangan yang bertubuh gendut itu.
Anak-anak mulai mendandani boneka mereka, sambil tertawa-tawa. Pekerjaan itu ternyata sama sekali tidak mudah.
"Kelihatannya boneka ini tidak suka didandani," kata Jack, yang sedang sibuk menyarungkan sepasang celana panjang yang longgar ke kaki boneka yang gemuk. "Ayo, duduk yang benar, Guy!"
"Untung saja ayah Pam bertubuh besar," kata Barbara. "Boneka ini ternyata lebih besar daripada sangkaan kita! Perlu memakai ikat pinggang atau tidak""
"Ah, tidak usah! Celana ini kita penitikan saja ke perut," kata Janet. ."Nah, sekarang boneka kita sudah memakai celana. Kelihatannya lebih mirip orang-orangan!"
"Kini menyusul jasnya," kata Jack. Diambilnya jas wol tua yang sudah agak kotor. Jas Itu sama sekali tidak cocok dengan celana panjang yang sudah dipakaikan ke boneka.
"Jas ini biasa dipakai ayahku, jika ia sedang membetulkan dan mengecat dapur rumah kami," kata Pam. "Menurut Ibu, ia senang melihat jas ini tak ada lagi di rumah! Kancing-kancingnya bagus sekali, ya" Warnanya belang-belang, kuning dan coklat. Terlalu bagus bagi boneka ini!"
""Ah, malah benar-benar cocok," kata Peter tertawa, sambil mengancingkan jas itu. "Nah, sudah lebih hangat tubuhmu sekarang, Pak Guy" Colin, katamu kau hendak pergi sebentar ke toko untuk membeli topeng! Cepatlah, sebelum tutup!"
"0 ya, hampir saja lupa," kata Colin sambil bergegas keluar. Sementara itu kawan-kawannya sudah mulai sibuk, memasangkan sepatu karet tinggi ke tungkai boneka yang gemuk. Pekerjaan itu cukup merepotkan mereka.
"Boneka ini keras kepala," kata Jack. "Barangkali lebih suka tidak memakai sepatu! Nah, syukurlah - akhirnya berhasil juga kita memasangnya. Sudahlah, Skip - jangan menggeram-geram terus. Tidak suka pada boneka yang bagus ini ya!"
Tapi Skippy malah lebih keras menggeram, lalu lari ke pintu.
"Pasti Susi dengan Trio Rewel-nya,'" kata anak-anak menebak. Tapi mereka keliru, karena yang datang ternyata Colin. Ia bergegas masuk, sambil melambai-lambaikan surat kabar sore. Topeng yang dibelinya, dipegang dengan tangannya yang satu lagi.
"He - dalam koran ada kabar tentang para perampok. yang masuk ke rumah nenekku," katanya bersemangat. "Sudahlah, tinggalkan dulu boneka itu! Dengarlah - dua di antara mereka sudah berhasil ditangkap. Beritanya ada di sini!"
""Tutup pintu!" kata Peter cepat-cepat. Ia merasa khawatir, jangan-jangan ada Susi di luar. Colin lantas buru-buru membanting pintu, lalu duduk di atas sebuah kotak sambil membentangkan koran yang dibawanya.
"Ini dia beritanya - di sudut ini," katanya. "Berita aktual! Kubacakan saja -"
" Bab 11 Trio Rewel Beraksi
""Ayo CEPAT - bacakanlah berita itu," kata Janet tidak sabar. Colin mulai membaca.
Menurut berita yang baru saja masuk siang ini, dua di antara ketiga pelaku perampokan Senin malam "i rumah Nyonya Strangeway, sudah berhasil ditangkap polisi. Ternyata mereka masih berada di daerah sini. Sayangg pelaku nomor tiga berhasil lolos. Tapi polisi sudah, memiliki keterangan lengkap mengenal dirinya. Orang itu bertubuh tinggi kekar, berkumis dan berambut kemerah-merahan. Sampai kini barang-barang yang dirampok belum berhasil ditemukan kembali. Barang siapa melihat orang yang ciri-cirinya seperti dijelaskan di atas, harap menghubungi polisi."
"Astaga!" kata Peter, ketika Colin sudah selesai membacakan berita itu. "Jadi yang sudah tertangkap kini dua orang. Sayang, yang ketiga berhasil lolos!"
"Ya --- dan kurasa hasil perampokan dibawa lari olehnya," kata Colin sedih.
"Kasihan nenekku, ia sangat bingung. Ia kaget sekali Mendengar berita itu begitu ia kembali, sampai terpaksa masuk ke tempat tidur. Ibuku "mema
Tembang Tantangan 20 Sumpah Palapa Karya S D Djatilaksana Wanita Iblis 1
SAPTA SIAGA - BERMAIN API
Download Ebook Jar Lainnya Di
http://mobiku.tk http://inzomnia.wapka.mobi
Bab 1 "Ada apa dengan Sapta Siaga"
""SAAT itu sudah bulan Oktober. Walau musim gugur sudah tiba, tapi cuaca cerah. Peter, Jack dan Janet berjalan kaki bersama-sama, pulang dari sekolah. Terdengar langkah berjingkrak-jingkrak, menghampiri dari belakang. Susi menyusul mereka., Susi adik perempuan Jack. Anak itu bandel!
"Hai, kalian bertiga!" sapa Susi setelah dekat. "Ada apa dengan Sapta Siaga" Rasanya kalian sudah tak pernah lagi mengadakan rapat!"
"Jangan konyol," kata Peter jengkel. "Sapta Siaga masih tetap seperti biasa."
Sambil menari-nari di belakang ketiga anak itu, Susi menyanyikan sebuah lagu karangannya sendiri.
" Sapta Siaga sudah rusak,
Tak pernah berapat kayak dulu.
Satu-satunya yang masih nampak,
Hanya SS konyol di depan pintu.
"Susi! Anak bandel!" sergah Jack. "Seenaknya saja nyanyi-nyanyi di tengah jalan, mengejek Sapta Siaga! Siapa bilang serikat kami sudah rusak. Ngomong seenaknya saja! "
"Tapi kenyataannya kan begitu," kata Susi, yang sekarang berganti menandak-nandak di depan mereka. "Aku tahu, kalian sudah lama tidak mengadakan rapat. Ya, aku tahu! Jack kehilangan lencana anggotanya. Aku juga tahu, kalian tidak bisa mengadakan rapat dalam gudang di belakang kebun di rumah Peter! Ya - aku tahu ...." Susi menandak-nandak lagi.
Peter, Janet dan Jack memandang Susi sambil melotot. Anak itu tidak peduli dipelototi. Ia malah tersenyum, sambil menandak-nandak "terus.
"Apa maksudmu, kami tidak bisa memakai gudang"" tanya Peter. "Kau mendengarkan pembicaraan kami ya!"
"Ah, tidak! Sewaktu aku sedang bermain-main, bolaku melejit ke atas tembok lalu masuk ke kebun kalian, Peter. Aku mengejarnya ke dalam. Nah, saat itulah kulihat gudang kalian penuh bawang. Bawang!" Susi tertawa keras. "Karena itulah aku lantas tahu kalian tidak bisa rapat di situ! Dan aku punya alasan tertentu, kenapa aku menanyakan apakah Sapta Siaga masih ada atau tidak."
Peter berhenti berjalan. Jack dan Janet juga. Apa lagi maksud Susi" Apa sebabnya ia sangat ingin mengetahui keadaan Sapta Siaga"
"Apa alasanmu yang tertentu itu"" tanya Peter dengan tajam. "Ayo, coba bilang!"
""Soalnya begini! Jika Sapta Siaga kalian sudah bubar, aku ingin mendirikan Serikat Sapta Siaga-ku sendiri," kata Susi serius. Tapi matanya berkilat-kilat, tak mampu menyembunyikan kenakalannya. "Maksudku hendak mengajak serta leonard, lalu Harry dan ...."
"Apa" Kau hendak menjiplak kami"" tukas Janet sengit. "Kalau aku, aku tak mau menjiplak-jiplak seperti begitu!"
"lagipula, lupakan saja niatmu itu," kata Peter. "Hari Sabtu ini juga, Sapta Siaga akan rapat lagi. Ya kan, Jack""
Jack baru saat itu mendengar mereka akan mengadakan rapat. Tapi ia mengangguk dengan tegas.
"Betul! Nanti dulu - pukul sepuluh pagi kan, Peter""
"Ya," kata Peter. Ia menyenggol Janet dengan sembunyi-sembunyi, untuk memperingatkan agar jangan sampai berkata belum mendengar kabar mengenai rapat itu.
"Wah, kalau begitu kalian akan mengadakan rapat bau, karena duduk di tengah bawang yang begitu banyak bertumpuk-tumpuk," kata Susi. "Kalian memerlukan bantuanku, mengeluarkannya dari dalam gudang""
"Tidak!" bentak Peter dan Jack serempak. Janet mendorong Susi.
"Pergi!" katanya galak. "Kau cuma ingin mengganggu saja! Mana mungkin anak kayak dirimu, memimpin perkumpulan!
""Ah, itu kan gampang," kata Susi. "Lihat saja nanti."
Su"si pergi sambil berjingkrak-jingkrak, meninggalkan ketiga anak itu dalam keadaan Marah.
"Tidak bisakah kau mengatur adikmu itu, Jack"" tanya Peter. "Seperti aku mengatur Janet""
"Aku sama sekali tidak diatur olehmu Peter," tukas Janet dengan segera. Ia lantas berjalan mendahului dengan ujung hidung terangkat tinggi-tinggi. Peter dan Jack saling berpandangan.
"Dasar anak perempuan!" kata Jack kesal. Tapi tidak keras-keras; karena khawatir akan terdengar oleh Janet. "Mereka semuanya sama saja."
"Tapi Susi lebih payah lagi," kata Peter. Jack, kurasa sekarang kita terpaksa mengadakan rapat, karena tadi kita sudah mengatakan begitu. Sebetulnya saat ini tida
k enak mengadakan rapat dalam gudang, Sebelumnya, bawang harus kita pindahkan dulu ke tempat lain. Mudah-mudahan saja Ayah tidak berkeberatan!"
"Sebaiknya kita sudah berkumpul pukul sepuluh kurang seperempat, untuk membantumu memindahkan bawang dulu " kata Jack.
"Masih banyak waktu kita untuk memberi tahu kawan-kawan."
"Baiklah," kata Peter, "jadi pukul sepuluh kurang seperempat. Dan tolong bilang pada Susi, jika ia berani dekat-dekat lagi ke gudang akan ku .... akan ku - yah, aku tak tahu akan kuapakan - pokoknya bilang saja jangan berani-berani mendekat!"
"lalu rapat kita itu akan membicarakan apa"" tanya Jack. "Akhir-akhir ini keadaan tenang terus! Sama sekali tak ada kejadian misterius misalnya, yang bisa kita selidiki. Tapi dalam rapat itu, kan harus ada yang dibicarakan! "
"Memang ada," kata Peter. Tiba-tiba ia mendapat akal. "Bagaimana jika kita merencanakan kegiatan untuk Malam Pesta Api" Kan tinggal satu atau dua minggu lagi! Kita perlu mulai menabung untuk membeli mercon dan kembang api, dan juga memutus kan tentang boneka Guy - serta di mana kita akan membakarnya!"
"0 ya, betul juga," kata Jack bersemangat. "Mengenai itu saja kita rapat! Jika kita tidak lekas-lekas mulai menabung, nanti tidak bisa memasang mercon pada Malam Guy Fawkes. Idemu hebat, Peter!"
"Dan ,kau - carilah lencanamu sampai ketemu" kata Peter. Kata SUSI tadi, lencanamu hilang!"
"Huh, anak lancang mulut," kata Jack mengumpat adiknya yang sudah pergi. Memang, lencanaku itu pernah lenyap. Rupanya masih terpasang pada kelepak jas sekolahku, ketika dibawa ke binatu. Ibu juga tidak memperhatikan. Aku mengomel ketika "jasku kembali tanpa lencana itu. Karena itulah Susi tahu barang itu hilang."
"Yah, kalau begitu minta saja pada ibumu agar membuatkan yang baru," kata Peter. "Anggota yang muncul tanpa lencana, takkan diizinkan masuk."
"Ya deh, ya deh. Kenapa sekali-sekali bukan kau yang kehilangan kepunyaanmu," tukas Jack. "Biar kau bisa mengalami sendiri bagaimana rasanya! Dari mana aku bisa menduga, ibuku tahu-tahu membawa jasku itu ke penatu untuk dibersihkan""
Peter menjotos Jack sambil main-main.
"Aduh, jangan marah dong!" kata Peter. "Tolong sampaikan pada George, tentang rapat hari Sabtu itu, ya" Aku akan memberi tahu Colin. Sedang Janet akan menyampaikannya pada Pam dan Barbara."
"Baiklah," kata Jack, sementara Peter membelok, masuk ke pekarangan rumahnya. "Susi itu ada juga gunanya - karena dia, kita akan mengadakan rapat lagi! Yuk Peter, aku pulang."
Peter membalas salam Jack, lalu lari ke belakang. ia menuju ke gudang, tempat Sapta Siaga mengadakan rapat. Sesampai di tempat itu ia membuka pintu - disambut bawang yang berguling-guling ke luar. Peter menendang kiri kanan, memasukkan butir-butir bawang itu kembali ke dalam gudang.
"Tunggu saja sampai Sabtu," katanya gemas. "Kalian harus keluar semua dari sini, memberi tempat pada Sapta Siaga. Janet! Janet!" Peter memanggil-manggil adiknya.
"Kau di mana" Janet, asyik ya - kita akan rapat lagi!"
" Bab 2 "Rapat Sapta Siaga
"HARI Sabtu, pagi-pagi Janet dan Peter sudah ada di dekat gudang. Mereka membawa gerobak-gerobak dorong, siap untuk mengangkut bawang yang disimpan dalam gudang ke luar. Tukang kebun sama sekali tidak senang, ketika mendengar bahwa bawangnya yang berharga itu akan dipindahkan dari gudang yang kering ke tempat lain.
"Tapi kami sudah minta izin pada Ayah," kata Peter, "dan katanya, kami boleh memindahkannya ke rumah peranginan.
"Tempat itu tempias kalau hujan," kata tukang kebun.
"Kata Ayah, kita boleh memakai kain terpal yang sudah tua untuk menyelubunginya," kata Janet. "Pak, gudang ini sebenarnya kan tempat kami. Kami selalu rapat di sini Anda kan tahu!"
"Sudah beberapa minggu kalian tak pernah rapat lagi," bantah tukang kebun. "Pokoknya, saat ini aku sedang sibuk! Kalau memindahkannya, lakukan sendiri. Pasti lama kalian harus bekerja!"
""Kami bertujuh, Pak," jawab Peter. "Secara bergotong-royong, pekerjaan akan lekas selesai."
"Tapi ingat kata pepatah: "Biar lambat, asal selamat'," kata pekerja itu lagi, lalu pergi sambil memanggul penggaruk.
"Wah , dia mengenal peribahasa juga rupanya," kata Janet tercengang. "Kawan-kawan pasti tidak menyangka! Sekarang kita periksa dulu apa yang ada di sini. Tiga buah gerobak dorong untuk mengangkut -" tiba-tiba ia mendapat akal. "He, apakah tidak lebih gampang jika bawang ini kita masukkan ke gerobak dengan sekop, daripada dipungut satu-satu seperti niat kita semula""
"Nah, itu dia akal bagus!" kata Peter memuji. "Aku pergi saja ke gudang peralatan sekarang untuk melihat apa saja yang bisa kita pakai. Mudah-mudahan Pak Kebun sedang tidak ada di sana. Pagi ini kelihatannya ia sedang kurang enak! 0 ya - kalau kawan-kawan datang nanti, suruh mereka menyebutkan kata semboyan. Dan periksa, apakah semua memakai lencana!"
Peter pergi ke gudang peralatan. Sedang Janet mulai memasukkan bawang ke dalam gerobak. Ketika. ia sudah memasukkan kira-kira dua puluh butir, muncullah Colin bersama George.
"Hai!" sapa Janet. "Bagaimana semboyan kita""
"Aduh, sudah sangat lama kita tidak mengadakan rapat," keluh Colin, "terus terang saja, aku sudah lupa! Tapi nanti pada saat kawan-kawan datang, kami pasti akan mendengarnya. lagipula, kita kan hanya wajib menyebutkannya kalau hendak masuk ke tempat rapat. Kau sendiri masih tahu kata semboyan itu, Janet""
"Tentu dong," jawab Janet. "Tapi aku harus melihatnya dulu dalam buku harianku. lebih baik aku tidak mengatakannya pada kalian, karena nanti Peter marah. Ayo, tolong aku memasukkan bawang ke gerobak! Eh, nanti dulu! Kalian memakai lencana perkumpulan kita" Ya - bagus! Aku tadi disuruh Peter memeriksa."
"Rasanya seperti dulu-dulu lagi," kata Colin. "Kita sebenarnya tidak boleh terlalu lama tidak mengadakan rapat." Anak itu mulai meraup bawang, lalu memasukkannya ke dalam gerobak.
"Nah, sekarang Pam dan Barbara datang," kata Janet, ketika terdengar langkah orang dari arah depan. "Hai, kalian berdua - apa kata semboyan kita""
Colin dan George memasang telinga. Nah - sebentar lagi mereka akan sudah tahu lagi!
"Si Cilik Willie Winkie," kata kedua anak perempuan yang baru datang dengan serempak. Janet mengangguk.
"Betul," katanya. "Nah, sekarang kalian berdua," sambung Janet sambil memandang George dan Colin. "Apa kata semboyan kita""
"Kedua anak itu mengulangi ucapan Pam dan Barbara dengan sikap serius. Pam terkikik.
"Kalian lupa ya," katanya geli. Kemudian perhatiannya beralih ke tumpukan bawang dalam gudang. "Wah, bukan main banyaknya!"
Saat itu Peter kembali dari gudang peralatan, diikuti oleh Skippy. Peter memanggul tiga buah sekop. Dua buah kecil, sedang yang satu lagi besar.
"Kata semboyan!" seru George, sambil menuding Peter. "Dan kalau kausebut Jack si Pembunuh Raksasa - salah!"
Willie, Winkie dan Jack merupakan nama dongeng.
"Memang salah, karena semboyan kita kali ini Willie Winkie," kata Peter sambil nyengir. "Ya kan, Skippy""
Skippy menggonggong. Anjing itu senang, melihat anak-anak berkumpul lagi.
"Jack belum datang"" tanya Peter. Tepat pada saat itu, nampak Jack berlari-lari datang dari depan. "Ah, itu dia anaknya! Ia memakai lencana atau tidak" Katanya, lencananya itu terbawa dengan jas sekolahnya yang dibersihkan ke penatu, tapi masih belum kembali. lalu kukatakan, ia terpaksa harus minta dibikinkan yang baru pada ibunya."
"Halo, halo," seru Jack sambil bergegas menghampiri. "Aku yang terakhir, ya" Maaf deh - tapi tadi aku lupa bahwa lencanaku hilang. lalu aku minta dibikinkan yang baru pada Ibu ...."
"Tapi yang terpasang di jasmu itu, kelihatannya seperti kepunyaanmu yang lama," kata Janet, sambil memperhatikan dengan seksama. "Sudah agak lusuh sih!"
"Memang ini kepunyaanku yang lama," jawab Jack. "Yang lebih konyol lagi, Susi yang menemukannya untukku! Menurut katanya, jika di penatu ditemukan barang-barang dalam kantong pakaian yang akan dibersihkan - misalnya peniti, atau lencana - maka barang-barang itu ditaruh dalam sebuah sampul, lalu dimasukkan ke dalam kantong pakaian yang sudah bersih. lalu Susi memeriksa kantong dada jas sekolahku. Eh, ternyata lencanaku yang kusangka hilang itu ada di situ, ditaruh dalam sampul. Coba kalau Susi tidak menemukannya tadi, pa
sti aku akan sangat terlambat."
"Wah! Susi berbuat baik padam,u" Bayangkan!" kata George tercengang. "Baik juga anak itu! Nah, kita semua sudah hadir di sini sekarang -yuk, kita mulai saja memindahkan tumpukan bawang ini, supaya bisa lekas-lekas mengadakan rapat!"
Tidak lama waktu yang diperlukan para anggota Sapta Siaga, untuk memasukkan bawang dengan sekop ke gerobak-gerobak, lalu mendorongnya pergi ke rumah peranginan. Dengan segera hasil pertanian itu sudah ditumpukkan dengan rapi di sana. Peter dan Jack menyelubungi tumpukan itu dengan kain terpal, supaya jangan basah.
"Sekarang kita kembali ke gudang, lalu memulai rapat," kata Peter. "Kita ambil beberapa kotak untuk tempat duduk, Nanti selesai berapat, gudang kita bereskan lagi."
Anak-anak kembali ke gudang di belakang rumah. Sesampai di sana Peter tercengang. Dilihatnya pintu gudang tertutup. Skippy berdiri di depan pintu, sambil menggeram-geram! Kenapa Skippy begitu"
Peter mencoba membuka pintu, Ternyata terkunci dari dalam! Saat itu terdengar suara seseorang yang mereka kenai baik, menyapa dari dalam gudang.
"Apa semboyan kita"" Yang bertanya itu kemudian terkikik pelan.
"Susi!" seru anak-anak serempak. Peter marah, lalu menggoncang-goncang pintu.
"Seenaknya saja kau masuk, Susi!" sergahnya. "Ini tempat pertemuan kami. Ayo cepat - buka pintu!"
"Tunggu sebentar. Aku masih ingin duduk di sini sebentar," jawab Susi santai. "Aduh, gudang ini tidak enak! Uahh, baunya bukan main! Kalau aku punya perkumpulan, kami takkan mengadakan pertemuan dalam gudang tempat menyimpan bawang. Aku akan mengadakan pertemuan di ...."
"Susi! Ayo, buka pintu!" teriak Peter, sambil menggedor-gedor.
"Ya deh! Tapi dengan satu syarat," kata Susi lagi, "kalian tidak boleh mengapa-apakan aku, apabila aku keluar nanti. Kalau kalian tidak mau berjanji begitu, aku akan terus duduk di sini sepanjang pagi. Aku akan mengadakan rapat seorang diri."
Peter terpaksa mengalah. "Ya deh, Anak bandel," katanya. "Ayo cepat keluar. Kami ingin mengadakan rapat pagi ini juga, bukan nanti siang! Tapi awas, kapan-kapan akan ada pembalasan dari kami."
Saat itu pintu terbuka, dan Susi berlenggang ke luar. Anak itu nyengir bandel. Anak-anak Sapta Siaga membisu. Padahal dalam hati, ingin rasanya berteriak-teriak mengumpatnya. Susi berjalan terus menuju ke depan, diiringi gonggongan pelan Skippy. Anjing itu agak heran, apa sebabnya anak-anak tidak marah-marah seperti biasanya jika Susi ada di dekat mereka.
"Syukurlah, anak iseng itu sudah pergi!" kata Pam lega. "Yuk - kita mulai saja rapat. Wah - untung Susi bukan anggota Sapta Siaga! Pasti ia cuma akan mengganggu terus."
" Bab 3 "Mengatur Rencana
"ANAK-ANAK masuk ke dalam gudang, dan memandang berkeliling ruangan. Tempat itu kosong sekarang. lantai kotor, karena kulit bawang yang berceceran.
"Kita perlu mengambil beberapa kotak untuk tempat duduk, seperti kaukatakan, Peter," kata Janet. "Pam, kau ikut dengan aku! Aku tahu, di mana ada beberapa kotak yang tak terpakai. Sementara itu anak laki-laki menyapu lantai!"
Tak lama kemudian anak-anak sudah duduk di atas kotak-kotak dalam gudang. Mereka capek, sehabis memindahkan bawang dan kemudian membersihkan ruangan.
"Sekarang kita mulai dengan rencana untuk Malam Pesta Api," kata Peter dengan gaya lugas. "Memang waktunya masih agak lama. Tapi menabung uang untuk membeli mercon, juga tidak cukup sebentar. Kecuali itu, kita jika perlu membicarakan soal pembikinan boneka Guy."
"Kuusulkan, kita membuat boneka mirip Susi," kata Pam. "Anak bandel!" .
"Tidak. Susi malah akan kesenangan," bentak Jack dengan segera. "Ia pasti akan menyombong-nyombongkannya ke mana-mana. Kalau aku, lebih baik kita membuat boneka yang besar - yang mengasyikkan pada saat dibakar di atas api unggun."
"0 ya! Kita sekali ini membuat api unggun yang gegap gempita!" kata Barbara. "Api unggun terbesar yang pernah kita buat. Tahun lalu sudah besar, tapi aku ingin membuat yang besarnya luar biasa! Aku senang melihat nyala api menjulang tinggi ke atas."
"Betul! Kita menyalakan api yang besar - serta Guy yang sepadan dengannya," kata
Peter. "Itu berarti, kita harus segera mulai mengumpulkan barang-barang yang bisa dibakar. Menyusun tumpukan yang sangat besar, memakan waktu lama."
"Di mana enaknya kita membuat api unggun"" tanya Colin.
"Dalam kebun di rumahku," kata Barbara. "Dengan begitu anak-anak tetangga bisa melihatnya pula."
"Tidak'! Rumahmu terlalu jauh," bantah Peter, "repot kalau harus mengangkut kayu bakar ke sana. Sebetulnya aku ingin mengusulkan lapangan luas di ujung belakang pekarangan kami ini. Soalnya, dalam semak pagar, dan juga dalam hutan yang di dekat sini banyak kayu kering. Kita tak perlu jauh-jauh mengangkutnya."
"Ya itu ide baik," kata Jack. Kita bisa membuat api unggun yang sangat besar di situ. Kita bersama-sama ke hutan untuk mengumpulkan dahan-dahan dan ranting-ranting kering. Itu lebih menyenangkan, daripada mengumpulkannya sendiri-sendiri lalu mengangkutnya ke sini."
"Jadi kalau begitu beres," kata Peter. "Sekarang saat menabung untuk membeli mercon dan kembang api."
"Kita semua menyumbangkan sebisa-bisa kita," kata Barbara, "seperti biasanya sajalah! Dalam kotak tabunganku masih ada uang, yang bisa kuserahkan sekarang juga. Siapa yang menjadi bendahara""
"Kita pilih saja sekarang," kata Peter. Ia mengeluarkan buku notesnya, dan merobek halamannya selembar. Kertas itu dibagi-baginya menjadi tujuh carik, yang masing-masing diberikan pada kawan-kawan.
"Semua punya pensil"" tanyanya. "Kau tidak punya, Pam" Kalau begitu kupinjamkan sebentar. Nah - sekarang tuliskan nama salah seorang di antara. kita yang kalian anggap cocok untuk menjadi bendahara. Tugasnya menyimpan dan menjaga uang tabungan kita, serta menghitungnya setiap kali ada tambahan. Jumlahnya harus dicatat dalam buku, supaya kita tahu sudah ada berapa dan siapa yang menyumbangkan. Kalian sudah siap" Sekarang tuliskan nama yang kalian pilih. Tentu saja orang yang kalian inginkan menjadi bendahara, harus pandai berhitung. Jangan sampai keuangan kita kacau!"
"Anak-anak berpikir dengan kening berkerut, sambil mengulum pensil. Bendahara yang baik" Dia harus pandai berhitung, supaya keuangan jangan kacau"
Kemudian masing-masing anak menuliskan nama seseorang pada carik kertas yang dipegangnya. Setelah itu kertas dilipat, lalu dikembalikan pada Peter. Anak itu membuka lipatan kertas satu-satu. Begitu membaca nama yang tertera pada ketujuh carik kertas, ia lantas nyengir.
"Hmm," katanya senang, "kelihatannya kalian semua beranggapan, aku yang paling cocok. Enam suara untukku! Terima kasih."
"Tapi kita kan bertujuh!" kata Pam heran. "Siapa yang tidak memberikan suaranya untukmu""
"Jangan konyol, ah!" kata Peter. "Masakan aku memilih diriku sendiri! Suaraku kuberikan untuk Jack. Tapi dengan begitu soal ini sudah selesai. Setiap Sabtu kita berkumpul pukul sepuluh pagi di sini. Tentunya, kecuali jika ada rencana lain! Kalau sudah ada uang, langsung saja bawa ke sini untuk ditabung. Setelah jumlah yang disumbangkan sudah dicatat dalam buku kas, kita ke hutan untuk mengumpulkan bahan bakar untuk api unggun."
"Bagus," kata George gembira. "Enak rasanya, ada kegiatan kembali. Sebaiknya kita jangan lama-lama tidak mengadakan rapat."
"Lalu ba9aimana dengan bonekanya"" tanya Colin. "itu urusan siapa""
""Kurasa anak-anak perempuanlah sebaiknya yang membikin tubuhnya," kata Peter. "Sebab, bagi mereka tugas itu lebih mudah daripada kita. lagipula, mereka juga lebih cekatan menjahit, kalau dibandingkan dengan kita."
"Alaah - kayak yang bisa menjahit saja aksimu!" kata Janet. "Tapi ngomong-ngomong aku teringat pada sesuatu. Kata Ibu, selimut tebal yang berisi bulu bebek yang ada di tempat tidurmu, sudah tidak bisa dipakai lagi, Peter! Sudah dimakan ngengat. Kita bisa memakainya untuk dijadikan tubuh boneka - jika kita jejal-jejalkan bentuknya."
"0 ya!" seru Barbara girang. "Bagus sekali idemu itu. Dan kurasa di atas loteng rumah kami juga masih ada selimut tua yang sudah kumal. Itu pun bisa dipakai, supaya tubuh Guy kita semakin gemuk!"
"Bagus-bagus ide kalian itu," kata Peter. "Mengenai pakaiannya, kita tentukan dalam rapat berikut. Sebaiknya kita lihat dulu berapa bes
ar tubuh Guy itu, sebelum kita melengkapi pakaiannya."
"Jangan bikin terlalu besar!" kata Jack. "Nanti sulit mencari pakaian yang masih bisa pas!"
"Yah - kurasa sudah waktunya sekarang untuk mengakhiri rapat ini," kata Peter. "Sekarang bagaimana jika kita menyapu dulu ruangan ini sampai bersih, lalu memasukkan kembali meja yang dulu serta memasang rak ""
""Setuju," kata Colin, sambil berdiri. "He - kudengar langkah orang datang di luar! Siapakah itu" Kalau Susi, kita usir beramai-ramai!"
Tapi ternyata yang datang bukan Susi, tapi ibu Peter. la membawa baki berisi limun dan biskuit.
"Aku tak tahu apa kata semboyan kalian," katanya. "Tapi perbolehkanlah aku masuk. Jika kukatakan, 'limun dan biskuit', apakah itu bisa dijadikan pengganti semboyan kalian""
"Aduh, Ibu benar-benar baik hati," kata Peter girang. Ia membukakan pintu. Silakan masuk, Bu! Kami hadir semua, dan baru saja kami akhiri pertemuan menarik. Banyak sekali rencana kami!"
"Senang rasanya melihat Sapta Siaga berkumpul lagi," kata Ibu sambil meletakkan baki di atas sebuah kotak. "Ini untuk kalian! Aku juga membawakan biskuit khusus untuk Skippy, karena aku tahu ia selalu minta bagian."
Anak-anak menikmati hidangan yang diantar oleh ibu Janet dan Peter. Mereka merasa berbahagia. Mereka sudah menyusun rencana. Rencana baik! Mereka bisa bekerja sama kembali, serta bertemu seminggu sekali. Bahkan mungkin pula lebih sering daripada itu!
" Bab 4 "Sabtu Pagi "SABTU pagi yang berikut, Sapta Siaga mengadakan rapat lagi. Setiap anggota membisikkan kata semboyan, "Willie Winkie", lalu cepat-cepat disuruh masuk ke dalam gudang. Peter meneliti tiap anak yang masuk. Ya, syukurlah! Tak ada yang lupa memakai lencana.
Ruangan gudang sudah nampak rapi sekarang. Peter menaburkan pasir di lantai kecuali di atas selembar karpet tua hadiah ibu Pam. Di dinding terpasang dua buah rak, tempat menaruh cangkir-cangkir plastik serta beberapa buah piring. Di situ juga ada kaleng berisi permen, serta sebuah kaleng lagi tempat menaruh biskuit buatan ibu Peter dan Janet.
Skippy duduk di bawah rak tempat biskuit. Anjing itu menengadah dengan pandangan kepingin. Sekali-sekali ia melolong pelan.
"Tidak, Skippy - sekarang waktunya makan biskuit," kata Peter. "Jangan pedulikan Skippy, Kawan-kawan. Baru saja ia sarapan, sampai kenyang. Jangan ribut, Skip!"
""Aku ingin menyampaikan laporan tentang boneka kita," kata Pam, dengan gaya penting. "Pembuatannya berlanjut dengan memuaskan !"
"Bagus!" kata Peter. "Ceritakan hasilnya."
"Yah, kami mempergunakan selimut tua dari Barbara," kata Pam, "begitu pula selimut bulu yang diberikan Janet. Aduh, selimut itu benar-benar sudah rusak, dimakan ngengat! Untung saja akan kita bakar nanti!"
"Kedua selimut itulah yang kami pakai untuk membentuk tubuh Guy," sambung Janet, "dan hasilnya tidak mengecewakan! Kalian mau melihatnya" Kami menaruhnya di belakang gudang, ditutup selembar alas karet."
"Jangan disimpan di situ," kata Jack. "Sebab kalau ketahuan Susi, pasti diambil olehnya."
Janet keluar mengambil boneka bikinannya bersama Pam dan Barbara. Boneka itu ternyata benar-benar gemuk bentuknya. Wujudnya sudah nampak mirip orang-orangan. Kepalanya bundar, sedang tubuhnya yang gemuk diikat dengan tali di bagian tengah untuk membentuk pinggang. Tungkai dan lengannya juga montok.
"Kaki dan tangannya belum kami buat," kata Janet. "Tapi sudah lumayan, kan""
Skippy heran melihat makhluk berwujud aneh itu, la menggonggong-gonggong. Kelihatannya seperti takut, Anak-anak tertawa geli.
""Tunggu sampai Guy kami ini sudah didandani, Skip," kata Janet. "Kau pasti akan lebih ribut lagi menggonggong!"
"Kalau di antara kalian ada yang mempunyai pakaian tua yang kiranya pas untuk si Gendut ini, harap membawanya pada pertemuan berikut," kata Peter. "Atau kalau bisa, berikan sebelumnya pada Janet."
"Kurasa lebih baik Guy ini disimpan dalam gudang," kata Jack mengusulkan. "Sebab jika Susi ke mari lagi untuk mengintip-intip, dan kita membiarkan Guy di luar, mungkin akan ditemukan oleh Susi! Adikku itu kan masih tetap berniat ingin mendirikan perkumpulannya send
iri. Dan kalau niat itu jadi dilaksanakan, pasti ia beserta kawan-kawannya akan mengadakan penyerbuan terhadap gudang kita!" .
"Baiklah, kalau begitu kita simpan di dalam," kata Janet. "Kita taruh di sebelah belakang, terbungkus alas karet! Untung kalian setuju dengan tampangnya. Jangan lupa mencari pakaian yang longgar - serta topi atau peci yang bagus! Kalau sudah diberi bertopeng, tampangnya pasti akan sangat menarik."
"Sekarang soal uang," kata Peter. "Ada yang membawa sumbangan""
Ternyata sumbangan mengalir dengan deras. lima penny dari Pam, sepuluh dari Barbara Colin menyumbangkan delapan penny. George sembilan, tiga dari Jack. Sedang Peter dan Janet bersama-sama menyumbangkan dua puluh penny.
"Lima puluh lima penny," kata Peter. Ia sibuk mencatat nama dan jumlah uang yang disumbangkan dalam buku kas. "Sudah lumayan! "
"Sayang, kali ini aku cuma bisa menyerahkan tiga penny," kata Jack. "Soalnya, nenekku berulang tahun minggu ini, dan sebagian besar uangku kupakai untuk membelikan hadiah untuknya. Minggu depan, aku akan menyumbangkan lebih banyak. Ayahku sudah berjanji akan memberi lima belas penny, asal aku membersihkan garasi. Uang itu akan kusumbangkan!"
"Boleh saja," jawab Peter, "Untuk permulaan, ini pun sudah lumayan. Sekarang bagaimana jika kita makan biskuit dulu. Setelah itu kita mencari kayu bakar untuk api unggun itu nanti."
Mendengar kata 'biskuit', Skippy langsung menggonggong gembira, sambil memukul-mukul ekor ke lantai. Anak-anak tertawa melihat tingkahnya.
"Aku tak tahu, apakah kau pantas diberi biskuit, Skip," kata Peter. "Kau tadi sama sekali tidak ikut menyumbang, dan kau juga tidak ikut membuat tubuh boneka ...."
Skippy menggonggong, lalu menghampiri Peter. Anjing itu meletakkan kaki depannya ke lutut Peter.
"Kata Skippy, ia berhak mendapat biskuit jika ia ikut mengumpulkan kayu bakar," kata Peter, berlagak serius. "Bagaimana - bolehkah Skippy ikut mencari kayu bakar""
"Ya," seru anak-anak. Skippy lantas paling dulu mendapat biskuit. Anak-anak juga mengambil satu-satu. Sambil makan kue, mereka berangkat ke hutan yang terletak di belakang kebun rumah Peter. Pintu gudang sudah dikunci sebelumnya.
"Kita memilih tempat untuk api unggun dulu," kata Peter. "Jangan terlalu dekat ke pagar, untuk menghindarkan bahaya kebakaran."
"Kalau begitu di sini saja," kata Jack,sambil menuju ke suatu tempat yang lapang dan rata. "Cukup jauh dari pagar, dan kita bisa menari-nari dengan leluasa mengelilingi api. Kita juga bisa menyalakan mercon serta kembang api dengan aman di sini!"
Anak-anak semua setuju. Peter mengangguk.
"Jadi soal itu juga sudah beres," katanya. "He - itu Pak Burton! Barangkali kita boleh meminta ranting-ranting kering, untuk dijadikan kayu bakar!"
Pak Burton sudah tua. Ia bekerja untuk ayah Peter dan Janet. Tugasnya membersihkan parit dan semak pagar. Saat itu ia sedang menebang ranting-ranting semak dengan parang tajam. Rapi sekali kerjanya! Semua ranting yang terlalu panjang ditebasnya, sehingga pagar nampak lebih dan enak dipandang. Anak-anak menonton kerjanya. "Mereka kagum melihat kerapian kerja Pak Burton.
"Selamat pagi, Pak," sapa Peter. "Rapi benar pekerjaan Anda. Anda senang membersihkan parit dan pagar" Parit juga sudah bersih sekali kelihatannya."
"Aku suka pekerjaan apa saja, asal aku bisa berada di luar," kata laki-laki tua itu. "Aku paling senang merasakan sinar matahari, hembusan angin serta tetesan air hujan."
"Pak, bolehkah kami meminta ranting-ranting yang Anda potong ini"" tanya Peter. "Kami memerlukannya untuk api unggun Malam Guy Fawkes nanti." .
"Ambil saja, kalau mau," kata Pak Burton. "Kalau begitu kubiarkan saja di sini. Kalian boleh mengambilnya kapan mau."
"Bagus," kata Peter. "Kami pasti akan mengambilnya. Nah, sekarang kita ke hutan, Kawan-kawan! Mudah-mudahan di sana banyak kayu kering. Kelihatannya pagi ini kita akan sibuk sekali!"
Anak-anak menuju ke hutan, diikuti oleh Skippy yang lari sambil menggonggong-gonggong. Apakah yang akan dikerjakan Sapta Siaga sekarang" Apa pun yang hendak dikerjakan, Skippy selalu bersedia membantu!
" Bab 5 "Ka wanan Bertampang Seram Bertampang
"ANAK-ANAK menyusur hutan, berjalan di atas daun-daun kering. Pohon-pohon sudah gundul semua, kecuali beberapa batang yang memang selalu hijau daunnya. Peter menyepak sepotong cabang kering.
"Kayu ini bagus untuk api unggun kita. Sebaiknya semua kayu kering yang ditemukan, kita kumpulkan saja di bawah pohon ini. Aku dan Jack membawa tali yang panjang. Nanti kalau sudah banyak yang terkumpul, semua kita ikat lalu diseret pulang."
"Ide bagus," kata Colin. "Jadi kita berpisah saja sekarang, dan mencari sendiri-sendiri."
Dalam hutan sangat banyak dahan jatuh dan ranting kering. Tiga minggu sebelumnya ada badai kencang, menyebabkan semua kayu mati dan lapuk berjatuhan ke tanah. Anak-anak bergembira, melihat begitu banyak kayu bakar berserakan. Dengan cepat sudah banyak yang terkumpul, lalu digabungkan membentuk berkas yang besar-besar.
"Kayuku akan kubawa ke tempat pengumpulan kita,'" kata Pam. "Aku akan membawanya sedikit demi sedikit; karena sudah banyak sekali yang kuperoleh."
""Aku juga mau begitu," kata Janet. "Astaga! Coba lihat Jack! Ia menyeret setengah pohon sekaligus! Mujur nasibnya."
Anak-anak asyik mencari kayu bakar dalam hutan, sambil berjalan di atas dedaunan kering. Semua kayu yang ditemukan, diseret ke tempat pengumpulan. Dengan segera sudah banyak yang tertumpuk di situ. Ranting dan dahan, besar kecil. Kemudian Peter, Jack dan Colin datang ke situ bersama-sama. Mereka menyeret dahan pohon yang sangat besar!
"Yang ini perlu kita potong-potong," kata Peter dengan napas tersengal-sengal karena capek. Wah - sudah banyak juga yang terkumpul!"
"Yuk, kita istirahat dulu sebentar, sambil duduk-duduk di pondok Pak Burton" kata Jack. "Aku capek sekali. Kebetulan aku membawa bekal permen dua bungkus. Sambil istirahat, kita makan permen."
"Ide bagus," kata Peter. Anak-anak lantas pergi ke pondok kecil, di mana Pak Burton biasanya istirahat tengah hari sambil makan, kalau kebetulan sedang hujan. Pondok itu letaknya tak begitu jauh masuk ke dalam hutan. Dinding dan atapnya penuh ditumbuhi tanaman menjalar. Pada musim panas, pondok itu nyaris tak nampak karena ditutupi dedaunan hijau.
"Aku belum pernah ke mari," kata Pam ketika mereka sudah hampir sampai di pondok. "Mestinya menyenangkan, jika mempunyai pondok sendiri seperti ini. Apakah Pak Burton tidak marah, jika kita duduk-duduk dalam pondoknya""
"Ah, tidak! Aku dan Janet sudah sering ke mari," jawab Peter.
Tapi tiba-tiba Skippy menggonggong. Peter memandang kepadanya dengan heran.
"Ada apa, Skip" Di sini kan tidak ada siapa-siapa! Kelinci saja juga tidak nampak!"
Anjing spanil itu berdiri kaku, dengan hidung dihadapkan ke arah pondok. Sementara itu ia terus menggonggong.
"Tak mungkin ada orang di situ," kata Peter. "Periksalah, kalau tidak percaya. Kau ini cuma mau bikin ribut saja, Skip!"
Dengan langkah berhati-hati, Skippy mendekati pondok. Ia menggeram. Anak-anak memperhatikan dengan heran. Skippy berjalan terus sampai berada di depan pintu. Di situ ia menggonggong keras-keras. Dari dalam pondok terdengar suara seseorang berseru dengan marah.
"Ayo pergi!" Serentak dengan bentakan itu, sebutir batu melayang. Nyaris kena Skippy. Peter lari ke pondok, lalu berdiri sambil mendelik di depan pintu. Dilihatnya di dalam ada tiga laki-laki.
"Kenapa kalian melempar anjingku dengan batu" Nyaris saja dia kena. Kalau sampai cedera bagaimana""
"Terdengar suara tertawa mengejek. Sebutir batu melayang lagi, mengenai mata kaki Peter. "
Skippy menggeram galak, lalu melesat maju. Untung Peter masih sempat memegang, sebelum anjing itu masuk ke dalam pondok.
"Kalian harus keluar dari pondok ini," seru Peter marah. "Tempat ini bukan kepunyaan kalian. Ini pondok Pak Burton. Kalau kalian tidak cepat-cepat pergi, akan kupanggil dia!"
Peter berdiri di depan pintu, sambil mendelik menatap ketiga orang yang ada di dalam. Salah seorang di antaranya memungut batu, lalu melemparkannya ke arah Skippy. Nyaris saja kena!
"Kupanggil Pak Burton," seru Peter, lalu berpaling dan menghampiri kawan-kawannya yang berdiri keheranan.
"Aku akan mema nggil Pak Burton," kata Peter dengan napas terengah-engah. "Tolong jaga di sini, untuk melihat apakah orang-orang itu pergi atau tidak."
Peter lantas bergegas pergi mencari Pak Burton. Tapi sebelum ia kembali, ketiga orang yang mengejeknya tadi keluar dari pondok. Mereka tegak sejenak di ambang pintu, sambil memandang ke arah anak-anak yang memperhatikan mereka. Seorang dari ketiga laki-laki itu mengancam dengan kepalan tinju.
Para anggota Sapta Siaga yang laki-laki menarik kawan-kawan perempuan mereka ke belakang, melihat ketiga laki-laki itu datang menghampiri. Tapi ternyata mereka kemudian membelok, lalu menghilang di sela pepohonan, sambil bercakap-cakap dengan suara pelan.
"Tampang mereka seram-seram," kata Janet. Ia merasa lega, melihat ketiga laki-laki itu pergi. "'Apa yang mereka perbuat dalam pondok itu tadi""
"Kurasa pasti sedang menyusun salah satu rencana buruk," kata Colin. "Tempat itu memang ,cocok untuk dijadikan tempat berkumpul tiga orang penjahat."
"Aku membawa buku notes," kata Jack. "Akan ku buat bagaimana tampang ketiga orang tadi! Siapa tahu, barangkali nanti ada gunanya."
"Untuk apa, maksudmu"" tanya Pam.
"Yah, siapa tahu," jawab Jack. "Nah, Peter sudah kembali! Mana Pak Burton" Tidak ketemu""
""Tidak! Rupanya ia pergi, entah ke mana," kata Peter dengan napas tersengal-sengal "arena berlari terus. "Orang-orang itu sudah pergi""
"Ya," jawab Colin. "Dan Jack baru saja hendak membuat catatan tentang tampang mereka bertiga. Menurut perasaan kami, mereka mungkin sedang merencanakan salah satu perbuatan jahat. Nanti dulu - orang yang satu bertubuh pendek, dan kulitnya agak coklat. Hidungnya bengkok ...."
"Ya," kata Jack, sambil sibuk mencatat. "Satu lagi tinggi gemuk, dengan kumis tebal. Rambut berwarna kemerah-merahan. Tidak memakai topi."
"Sedang yang ketiga kurus. Jalannya pincang," kata Pam. "Telinganya lebar, kayak kuping gajah. Ya, betul - aku melihatnya dengan jelas."
Jack terus menulis sampai semua keterangan itu selesai dicatat olehnya. Kemudian buku notes dimasukkannya kembali ke dalam kantong.
"Sekarang kita mengangkut kayu bakar kita," katanya. "Mana talinya, Peter" Nanti saja kita makan permen dalam pondok kita. Aku tak mau lagi duduk-duduk dalam pondok Pak Burton, setelah ditempati ketiga laki-laki bertampang seram tadi!"
"Bab 6 Sehabis Rapat
"PETER melepaskan tiga utas tali yang terlilit ke pinggangnya, lalu menyodorkan masing-masing satu pada Jack dan George.
"Berkaskan kayu banyak-banyak, lalu ikat dengan tali," katanya. Kemudian ia berkata pada anak-anak perempuan, "Ayo - kalian membantuku dengan berkas ini!"
Anak-anak sibuk memberkas kayu bakar mereka. Setelah itu mereka menyeretnya sambil merintis hutan, melintasi lapangan menuju ke tempat di mana mereka akan membuat api unggun.
Dalam waktu setengah jam, semua ranting kering dan dahan lapuk sudah menumpuk di situ. Para anggota Sapta Siaga memandang tumpukan itu dengan bangga. Skippy mengibas-ibaskan ekor, seakan-akan ikut bangga karena sudah bekerja keras! Padahal ia cuma menggondol sebatang ranting panjang, yang saban kali mengenai betis Peter sewaktu berjalan.
"Nah, beres!" kata Peter. "lumayan juga, ya! He, aku punya ide lagi! Siapa pun di antara kita, kalau pada suatu saat kebetulan sedang tidak ada kesibukan selama setengah jam, sebaiknya datang ke sini dan mengumpulkan lagi kayu bakar! Aku dan Janet, mungkin akan bisa minggu depan - pada saat istirahat siang!"
"Dan aku mungkin bisa cepat-cepat naik sepeda pada suatu sore, sehabis sekolah slang," kata George. "Begitulah, sekitar pukul empat. Kan hari masih cukup terang, untuk mencari selama beberapa saat."
"Bagus," kata Peter. "Sedikit-sedikit menjadi bukit, seperti kata ayahku jika ia menyuruh kami menyiangi rumput liar, dengan harapan bahwa setengah kebun kami bersihkan."
"Sekarang kita duduk dulu, sambil menikmati permen yang dibawa Jack," kata Pam. Aku capek sekali."
Tumpukan kayu mereka tinggalkan. Mereka masuk ke dalam gudang tempat rapat, setelah Peter membuka pintu yang sebelumnya dikunci.
"Pintu ini sekarang selalu kukunci, karena uang tabungan
mercon kita kusimpan dalam kotak atas rak itu," katanya menjelaskan. Dan juga mengingat boneka kita. Mungkin saja Susi datang, lalu berbuat iseng dengannya."
"Tapi uang kita pasti takkan disentuhnya," kata Jack dengan segera, membela adiknya. Kau sendiri Juga tahu, adikku bukan pencuri."
Peter mengangguk. "Ya, tentu saja aku juga mengetahuinya. "Ayo dong Jack mana permennya" Sekarang sudah hampir tiba saat makan siang, tapi kurasa selera kita takkan rusak karenanya. Yang jelas seleraku tidak, karena siang ini kami akan mendapat daging steak serta perkedel ginjal."
"Aduh, kenapa kau menyebut-nyebutnya"" keluh George. Sekarang perutku terasa lapar sekali, sehingga mampu rasanya menghabiskan permen kepunyaan Jack dengan sekali gasak saja!"
Mendengar kata George, Jack cepat-cepat mengantongi permennya. Saat itu tangannya menyentuh buku notes. Ia lantas teringat, tadi ia mencatat ciri-ciri ketiga laki-laki yang muncul dari pondok. Diambilnya buku catatan itu, lalu membaca catatannya keras-keras.
"Jika kita berjumpa lagi dengan mereka, kita akan bisa menduga ke mana tujuan mereka," katanya. "Mungkin ke pondok Pak Burton dalam hutan."
"Ah, kurasa kita takkan berjumpa lagi dengan ketiga orang itu," kata Colin. "Dalam pondok Pak Burton tidak, dan juga tidak tempat lain. Mereka itu cuma kaum gelandangan, yang luntang-lantung. Kurasa mereka tadi cuma ingin beristirahat saja sebentar dalam pondok itu.
"Yah - siapa tahu," kata Jack yang mengendur semangatnya mendengar sanggahan Colin. Buku notes dikantonginya kembali. "Kapan kita rapat lagi, Peter""
""Bagaimana kalau hari Kamis sore, sehabis sekolah"" kata Peter. "Bukan untuk mengumpulkan kayu bakar, tapi cuma untuk mengetahui pakaian apa saja yang sudah berhasil dikumpulkan, serta untuk melihat apakah ada di antara kita yang punya uang lagi. Dengan begitu dalam rapat hari Sabtu berikut kita tidak perlu terlalu lama-lama mengurus persoalan itu. Kita bisa langsung pergi mengumpulkan kayu bakar."
"Setuju," kata Colin, sementara George dan Jack ikut menganggukkan kepala.
"Aku dan Pam mungkin tidak bisa datang," kata Barbara. "Mungkin kami harus les menari. Tak lama lagi kami akan ikut dalam pertunjukan."
"Tapi kalau masih sempat, datang saja," kata Peter. "Kata semboyan masih tetap yang lama. Dan jangan lupa memakai lencana. Nah, itu bunyi lonceng, memanggil kami makan. Sampai Senin di sekolah!"
Anak-anak berpisah setelah itu. Peter dan Janet menuju ke rumah.
"Cuci tangan dulu!" seru Ibu memperingatkan. "Aduh, bukan main kotornya kalian!"
Kami habis mengumpulkan kayu bakar, untuk api unggun nanti," kata Janet. "Kami takkan lama-lama, Bu!"
Sapta Siaga 11 Bermain Api di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Kemudian, sambil makan dengan lahap, kedua anak itu bercerita pada Ibu tentang kesibukan mereka sepagi itu. Ibu nampak kaget, ketika mereka mengisahkan perjumpaan dengan ketiga laki-laki yang muncul dari dalam pondok di hutan.
"Lain kali aku tidak mau kalian ada yang sendiri masuk ke hutan," kata Ibu. "paling sedikit harus bertiga, atau berempat. Dewasa ini banyak orang jahat berkeliaran."
"Ah, Bu - mereka itu gelandangan biasa," kata Peter. "lagipula, Skippy kan ada bersama kami."
"Yah, kalau masuk hutan, Skippy harus selalu ikut," kata Ibu. "Sedang anak-anak perempuan, jangan berkeliaran sendiri, tanpa ditemani anak laki-laki. Anak laki-laki harus menemani! Mengerti" Atau harus kuminta agar Ayah yang mengatakannya""
"Tidak - tidak perlu, Bu. Kami akan mematuhi kata Ibu," kata Peter. Ia heran melihat sikap Ibu. "Bu, Ibu harus melihat tumpukan kayu bakar kami. Sudah tinggi sekali, Bu!"
"Aku akan datang menonton, pada saat kalian menyalakannya," kata ibu mereka. "Aku juga ingin melihat kembang api. 0 ya, Janet - jika kau ingin memperoleh uang untuk tabungan kembang api kalian, aku ada pekerjaan sedikit untukmu."
"Ya, Bu. Pekerjaan apa"" tanya Janet.
"Tolong rapikan isi lemari seprai, Nak," kata Ibu. "Jika pekerjaanmu rapi, nanti akan kuberi uang lima penny."
"Beres, Bu!" kata Janet senang. "Aku senang kalau disuruh mengatur barang-barang. Akan kukerjakan malam ini juga. Kami akan rapat lagi hari Kamis yang akan datang."
Tapi kemudian ternyata, Sapta Siaga sudah harus mengadakan rapat sebelum hari itu.
Soalnya, ada kejadian yang mengasyikkan. Dan sekali itu yang memanggil berapat bukan Peter tapi Colin!
" Bab 7 Kabar Penting "SENIN malam. Peter dan Janet sedang sibuk membuat pekerjaan rumah. Tiba-tiba telepon berdering. Ibu pergi menerimanya. Kemudian ia memanggil Peter.
"Untukmu, Peter," kata Ibu. "Colin ingin bicara sebentar. Katanya ada urusan penting."
Peter melesat ke pesawat telepon, diikuti oleh Janet. Ada apa lagi sekarang" Siang tadi Colin berjalan seiring dengan Peter, ketika pulang sekolah. Dan Colin tadi tidak mengatakan apa-apa!
"Ya - di sini Peter," kata Peter di pesawat.
"Peter" Bisakah aku datang sekarang ke rumahmu"" Suara Colin bersemangat. "Ada kejadian penting! Aku ingin memanggil Sapta Siaga berapat selekas mungkin. Kalau bisa besok, sehabis bersekolah! Bagaimana, bisakah aku datang sekarang juga" Kan cepat, kalau naik sepeda."
"Astaga! Ada apa, Colin"" kata Peter tercengang: "Mengadakan rapat" Untuk apa""
"Belum bisa kuceritakan sekarang. Nanti didengar orang lain," kata Colin lagi. Wah!Persoalan yang benar-benar misterius rupanya.
"Ya deh, datang saja dengan segera," kata Peter. "Sebaiknya kita bertemu dalam gudang, karena di situ tak ada orang lain. Sampai nanti!"
Peter menaruh gagang pesawat kembali ke tempatnya, sambil menatap Janet yang berdiri di sebelahnya.
"Ada apa"" tanya Janet bergairah.
"Entah, aku juga tidak tahu," jawab Peter. "Tapi sebentar lagi ia akan datang - langsung ke gudang. Colin ingin memanggil Sapta Siaga berapat besok. Ada apa ya""
"Aku ikut ke gudang," kata Janet.
"Jangan!" kata Peter. Tapi melihat Janet melotot, ia cepat-cepat menambah, "Ya deh, ya deh! Jangan mendelik kayak begitu dong! Kau boleh ikut - tapi ingat, jangan bercerita pada orang lain selama tidak kuizinkan."
"Kayaknya aku ini gemar bergunjing," kata Janet tersinggung. "Bu, Ibu! Kami hendak pergi ke gudang sebentar. Colin ingin bicara dengan kami, mengenai urusan penting."
"0 ya" Urusan Sapta Siaga tentunya," kata ibu mereka. "Baiklah, tapi pakai mantel dulu! Di luar dingin."
Setelah mengenakan mantel, kedua anak itu bergegas pergi ke gudang. Skippy membuntuti. Peter membuka kunci pintu, lalu menyalakan lampu minyak yang diberikan oleh Ibu untuk dipakai di gudang. Diletakkannya lampu itu dengan hati-hati pada sebuah kotak.
Kemudian Peter dan Janet menunggu kedatangan Colin dengan sabar. Sementara itu keduanya mereka-reka, apakah kiranya yang menyebabkan teman mereka itu begitu bersemangat. Mestinya ada urusan yang sangat penting, sampai meminta agar para anggota Sapta Siaga dipanggil berapat! Memang, setiap anggota memiliki hak itu. Tapi biasanya, Peter yang memanggil kawan-kawan untuk menghadiri rapat.
Kring, kringg! Di jalan terdengar bunyi bel sepeda. Disusul pagar depan dibuka, lalu langkah bergegas-gegas. Colin menyusur kebun menuju ke belakang, sambil menuntun sepedanya. Sesaat kemudian, pintu gudang diketok dari luar.
"Willie Winkie," kata Colin pelan, Peter cepat-cepat membukakan pintu.
""Ada apa"" tanya Peter. "Ayo cepat duduk, dan ceritakan pada kami."
"Kumulai saja dari awal," kata Colin dengan napas tersengal-sengal. Mukanya merah, karena bersemangat serta tadi naik sepeda cepat-cepat. "Kalian kan tahu, di mana nenekku tinggal" Tidak jauh dari rumahku, tapi membelok sedikit."
"Ya, kami tahu," jawab Peter dan Janet serempak.
"Nah, saat ini nenekku sedang bepergian," kata Colin. "Tapi besok akan kembali! Karena itu aku tadi disuruh ibuku mengantarkan telur segar ke rumah Nenek. Kalian kan tahu, kami memelihara ayam petelur. Telur-telur itu harus kuberikan pada Greta, pembantu nenekku yang berasal dari Austria. Dengan begitu jika Nenek kembali, akan ada telur segar untuk sarapan. Nenek suka sekali sara pan telur rebus,"
Colin berhenti sebentar, untuk mengusap mukanya yang berkeringat dengan sapu tangan.
"Teruslah bercerita," desak Peter. "langsung saja ke persoalan sebenarnya!"
"Ini sudah persoalan yang sebenarnya," kata Colin. "Nah! Aku lantas cepat-cepat mengantar telur ke rumah Nenek. Ses
ampai di sana, kulihat lampu di serambi dalam menyala, seperti biasanya. Aku tidak mengetuk pintu depan, karena biasanya aku masuk lewat jalan belakang. Dengan begitu Greta tidak perlu repot-repot pergi ke depan, untuk membukakan pintu, Yah - pokoknya aku langsung pergi ke pintu dapur. Pintu itu tertutup, tapi tidak terkunci."
Tiba-tiba Skippy menggonggong. Ketiga anak itu kaget dibuatnya, "Tidak ada apa-apa," kata Janet kemudian. "Skippy melihat tikus lari. Teruskan ceritamu, Colin!"
"Kemudian aku masuk," sambung Colin. "Ternyata Greta tidak ada di dapur. Karena itu aku lantas terus, masuk ke kamar duduk. Lampu di situ menyala. Timbul sangkaanku, mungkin Nenek sudah kembali satu hari lebih cepat. Pintu kamar duduk kubuka dan aku melongo. Kamar itu kocar-kacir. Huahh!"
"Kocar-kacir bagaimana maksudmu"" tanya Peter tegang.
"Ya kocar-kacir! Segala-galanya jungkir balik. laci-laci terbuka, dan semua isinya berantakan di lantai. Pintu lemari terlepas dari engselnya. Kemudian kulihat lemari besi Nenek. Itu pun ikut terbongkar! Lemari besi tersembunyi letaknya, di belakang sebuah cermin besar. Mula-mula aku tidak tahu, di situ ada lemari besi. Rupanya ada orang masuk, menyingkirkan cermin , lalu membongkar lemari besi. lemari itu sudah kosong, ketika aku datang!"
"Aduh,.Colin!" seru Janet kaget bercampur ngeri.
"lalu Greta di mana"" tanya Peter. "Kan bukan dia pelakunya"!"
""Tentu saja bukan!" jawab Colin. "Ketika aku sedang melongo memandang keadaan dalam kamar duduk, tiba-tiba kudengar suara seperti orang menangis. Kuikuti arah datangnya suara itu. Aku pergi ke dapur, lalu menuju ke kamar tempat menyimpan persediaan makanan. Kamar itu terkunci pintunya dari luar. Aku cepat-cepat membukanya - dan ternyata Greta terkurung dalam kamar itu!"
"lalu setelah itu, apa yang kaukerjakan"" tanya Peter, semakin bersemangat.
Aku menelepon polisi," kata Colin. "Gagah rasanya, sewaktu aku menghubungi kantor polisi. Dan dengan segera datang dua orang petugas. Tapi saat itu orang tuaku juga sudah tiba, karena aku juga menelepon mereka."
""Tapi apa sebabnya kau lantas minta diadakan rapat Sapta Siaga"" tanya Peter bingung. "Kita kan tidak bisa berbuat apa-apa tentang soal ini!"
"Dengar dulu dong!" kata Colin. "Aku mendengar keterangan Greta pada polisi, tentang ciri-ciri para perampok. Katanya, mereka datang bertiga. Dan dua di antaranya, ciri-ciri mereka persis seperti yang dicatat oleh Jack dalam buku notesnya. Maksudku, orang-orang yang kita jumpai dalam pondok di hutan. Greta tidak melihat tampang orang yang ketiga. Tapi aku merasa pasti, mereka itu sama dengan orang-orang yang kita lihat di pondok Pak Burton. Mungkin saja ketika itu mereka sedang menyusun rencana perampokan sekarang ini!"
"Wah!" kata Peter. "Bayangkan! Ya, kurasa perlu sekali kita mengadakan rapat besok. Sehabis bersekolah, pukul empat lewat seperempat. Aduh, kita kembali menghadapi persoalan seru!"
" Bab 8 "Rapat Lagi "MENURUT perasaan para anggota Sapta Siaga, kali itu hari Selasa terasa panjang sekali. Mereka sudah tidak sabar lagi menunggu sekolah siang berakhir. Mereka ingin cepat-cepat pergi ke gudang tempat rapat, untuk mendengarkan apa yang akan diceritakan oleh Colin. Bayangkan, pagi itu ia dijemput dari sekolah oleh polisi! Mereka hendak mengajukan beberapa pertanyaan padanya.
"Pasti ia sekarang merasa dirinya orang penting," kata Jack pada Peter. "Aku ingin cepat-cepat memulai rapat kita!"
Akhirnya saat rapat yang ditunggu-tunggu tiba. Para anggota datang tepat pada waktunya. Cuma Jack saja yang datang paling akhir, lari menuju gudang dengan napas terengah-engah.
"Willie Winkie," katanya. "Maaf jika aku datang agak lambat. Tapi Susi lagi yang membikin gara-gara. Ia ingin tahu kenapa kita tiba-tiba mengadakan rapat Karena aku tidak mau mengatakan, sepedaku lantas disembunyikan olehnya. Bukan itu saja, sepedanya sendiri pun ikut disembunyikan, supaya tidak bisa kurampas. Jadi aku terpaksa lari-lari ke sini!"
"Sudahlah, duduk saja," kata Peter. "Colin, kau bisa mulai bercerita!"
Colin mengulangi ceritanya. Ia agak menyesal, kenapa justru rum
ah neneknya yang dirampok orang. Tapi di pihak lain, ia juga senang karena ialah yang mula-mula mengetahui kejadian itu, serta yang kemudian menelepon polisi.
"Jadi Greta sempat melihat tampang perampok yang dua orang - tapi orang yang ketiga tidak," kata Peter, ketika Colin sudah sampai ke akhir laporannya. "Kau membawa buku catatanmu, Jack" Kurasa dalam catatanmu waktu itu, ada keterangan mengenai perampok yang satu lagi!"
Jack merogoh kantong untuk mengambil buku catatannya. Wajahnya bersemangat. "Bayangkan - aku mencatat ciri-ciri para perampok itu!" katanya. "Padahal cuma kebetulan saja, karena aku mempunyai buku notes! Tunggu dulu - ya, ini catatannya! Colin, bagaimana keterangan Greta tentang kedua perampok yang sempat dilihat olehnya""
"Katanya, yang satu pendek sekali, sedang kulitnya agak coklat," kata Colin mengingat-ingat. "Yang paling menyolok baginya, hidung orang itu bengkok. Dan giginya jelek."
"Wah, persis dengan catatan yang ada padaku," kata Jack bersemangat. "Di sini kutulis, 'Yang satu pendek berkulit coklat, hidungnya bengkok'. Aku tak mencatat apa-apa tentang keadaan giginya yang jelek."
"Tapi hidung bengkok saja sudah cukup," kata Colin. "Nah, itu orang yang satu. lalu menurut Greta, yang satu lagi berbadan kurus, dengan telinga lebar kayak kuping gajah. Greta juga mengatakan, kelihatannya orang itu jalannya agak pincang. Tapi ia tidak yakin."
"Nah - penglihatannya benar!" kata Jack, sambil meneliti catatannya dalam buku notes. "Coba dengar! Di sini kutulis, yang kedua kurus, dan kalau berjalan pincang. Jadi sudah pasti, dialah perampok kedua yang dilihat oleh Greta! Bagaimana katamu tadi, Greta tidak sempat melihat orang yang ketiga""
"Tidak! Katanya, ketiga orang itu secara tiba-tiba mendobrak masuk ke dalam dapur, dan ia masih sempat melihat yang dua dengan jelas. Tapi perampok yang ketiga berdiri agak ke belakang, sehingga bagaimana tampangnya tak sempat dilihat olehnya. Kedua perampok yang masuk lebih dulu langsung menyergap, sehingga Greta terbanting ke lantai. Kasihan dia! Greta ditelungkupkan,oleh kedua perampok pertama, lalu yang ketiga mengikat tangannya ke punggung. Sesudah itu Greta dijebloskan ke dalam kamar tempat menyimpan makanan. Pintu kamar dikunci dari luar. Greta sama sekali tidak mengalami cedera. Tapi ia setengah mati ketakutan!"
""Tentunya ia merasa lega melihatmu, ketika kau datang lalu membuka pintu!" kata Janet.
"Memang! Begitu tangannya yang terikat ke punggung kubuka, aku lantas dipeluk olehnya. Greta berceloteh ribut dalam bahasa Jerman. Mana aku bisa mengerti, apa katanya," kata Colin geli. "Setelah itu ia lantas menghenyakkan diri ke kursi. Sialnya, justru di kursi itu aku meletakkan bungkusan berisi telur."
Anak-anak terbahak-bahak. Tapi detik berikutnya semua terdiam. Mereka saling berpandangan" dengan agak malu.
"Sebetulnya kita tidak boleh tertawa," kata Janet. "Kejadian ini serius - tapi ketika kubayangkan Greta yang malang, terhenyak duduk di atas telur yang dibawa Colin, tahu-tahu tertawaku sudah meledak tanpa sempat kutahan lagi!"
"Ah, Greta sendiri juga tertawa, ketika mengetahui bahwa ia menduduki telur," kata Colin. "Ia tertawa dan menangis pada waktu bersamaan! Wah, aku sibuk sekali kemarin malam! Menghibur Greta yang bingung, menelepon polisi, lalu orang tuaku - setelah itu menunggu sampai polisi datang! Aku saat itu merasa seperti sedang bermimpi!"
"Aku bisa membayangkannya," kata Peter. "lalu, kau juga lapor pada polisi, bahwa menurut perasaanmu kita pernah melihat ketiga orang itu""
""Ya," jawab Colin. "Tapi aku tidak mengatakan bahwa Jack sempat menuliskan catatan mengenainya, karena kurasa barangkali ia sendiri hendak mengatakannya pada polisi. Maksudku - mungkin saja itu petunjuk penting."
"Wah, kau baik hati!" kata Jack. "Bagaimana - apakah kita langsung saja pergi ke polisi sekarang, Colin - dengan membawa buku catatanku""
"Ya, kurasa sebaiknya begitu," kata Peter. "Mereka pasti tertarik, jika mendengar bahwa kita memiliki'catatan mengenai ciri-ciri ketiga perampok itu. Atau tepatnya, kau yang punya, Jack. Untung waktu itu kau me
ncatatnya! Memang, siapa tahu ada gunanya - seperti ternyata sekarang."
"Kalau begitu kita berangkat saja sekarang," kata Jack. Ia berdiri, dengan sikap gagah. "Yuk, Colin!"
"Terima kasih atas kesediaanmu mengadakan rapat, Peter," kata Colin. "Bisakah kita rapat lagi dalam waktu dekat" Supaya kami bisa memberi laporan tentang kejadian di kantor polisi, apabila aku dan Jack menyampaikan keterangan tentang ciri-ciri orang yang nomor tiga!"
"Tentu saja bisa," kata Peter bergairah. "Besok, pada waktu yang sama. Aku akan minta pada ibu kami, apakah kita bisa minum teh di sini saja. Nah, sampai besok, Jack dan Colin!"
"Baru saja anak-anak berdiri hendak pamit. ketika tiba-tiba Skippy menggonggong dengan ribut. Pintu diketok dari luar. Bunyinya keras sekali, sampai anak-anak terlonjak karena kaget.
"Buka pintu! Polisi!" Terdengar suara berat berseru dari luar. Kedengarannya agak aneh!
"Wah - polisi lagi," kata Colin, lalu bergegas membukakan pintu.
Tapi di luar tidak ada orang! Para anggota Sapta Siaga memandang ke dalam kegelapan. Mereka merasa agak takut. Tapi Skippy tidak mengenal kata takut! Anjing itu lari menghampiri serumpun semak, sambil menggonggong-gonggong. Peter menyusul, lalu menyorotkan senternya ke situ. Kedatangannya disambut suara tertawa cekikikan.
"Susi!" seru anak-anak, dengan marah.
Aku kan cuma datang mengantarkan sepeda Jack, supaya ia tidak perlu lari kalau pulang nanti," kata Susi dengan seenaknya. "Kusangka ia senang - eh, ternyata malah marah!" .
"Anak nakal! Pengintip!" teriak Jack. Tapi Susi sudah menghilang ke tempat gelap. Apa saja yang sempat ikut didengar olehnya tadi"
" "Bab 9 "Susi Memang Bandel
"SAAT ITU juga Colin dan Jack naik sepeda ke kantor polisi. Jack membawa buku notes yang penting itu dalam kantongnya. Sesampai, "di sana, mereka berjumpa dengan sersan polisi.
Mereka menyukai orang itu, karena ia baik hati. la sudah dua kali ketemu dengan Colin, dalam hubungan dengan perampokan kali itu. Pertama-tama ketika polisi datang ke rumah Nenek, karena dipanggil oleh Colin lewat telepon. Setelah itu ketika Colin dipanggil dari kelasnya pagi itu, karena ada beberapa pertanyaan yang perlu diajukan padanya.
"Halo Colin," kata Pak Sersan, sambil tersenyum. "Kau muncul lagi" Apakah ada lagi peristiwa perampokan yang hendak kaulaporkan""
"Tidak, Pak," jawab Colin. "Tapi Jack memiliki catatan mengenai ciri-ciri perampok yang ketiga, yaitu orang yang tidak sempat dilihat Greta."
"Astaga!" kata Pak Sersan, sambil menarik buku catatan yang ada di depannya di atas meja. "Kami sudah memperoleh keterangan yang jelas tentang ciri-ciri dua di antara ketiga perampok. Tapi tentang yang ketiga, kami tidak tahu apa-apa. Seperti baru saja kaukatakan, Greta tidak sempat melihat tampangnya. Jadi bagaimana kau bisa tahu, seperti bagaimana rupa orang itu" Menurut katamu, di rumah nenekmu kau tidak melihat siapa-siapa."
"Memang betul, Pak," kata Colin. "Soalnya begini. Hari Sabtu yang lalu kami pergi ke hutan. Di sana kami sampai di sebuah pondok. Dalam pondok itu ada tiga orang laki-laki. Mereka bersikap jahat terhadap kami. Kami lantas menduga, mereka itu pasti sedang merencanakan perbuatan jahat. Karena itu, Jack mencatat ciri-ciri mereka dalam buku notesnya. Jack, tunjukkan catatanmu pada Pak Sersan!"
Jack menyodorkan. buku notesnya. Pak Sersan membaca catatannya dengan cepat. Petugas itu bersiul kagum, ketika membaca,
Satu lagi tinggi gemuk, dengan kumis tebal. Rambut berwarna kemerah-merahan. Tidak memakai topi'. Buku catatan itu diletakkan di atas meja. Pak Sersan memandang Jack.
"Bagus, Nak!" pujinya. "Anak-anak jaman sekarang memang pintar-pintar. Catatanmu tentang yang dua lagi sangat baik! Kami merasa yakin bahwa kami tahu siapa mereka, walau saat ini tidak tahu di mana mereka berada. Tapi yang ketiga tidak kukenal, yaitu orang yang tinggi gemuk, berkumis dan rambutnya kemerah-merahan. Ia memakai pakaian apa" Kau memperhatikannya atau tidak""
""Wah, tidak," kata Jack, sambil berusaha mengingat-ingat. "Ketiga-tiganya kelihatan kumal. Seingatku, pakaian mereka biasa saja. Menurut ingat
anmu, ada yang menyolok pada pakaian mereka, Colin""
"Tidak! Cuma menurut perasaanku, mereka memakai mantel," kata Colin dengan kening berkerut. "Dua di antaranya memakai topi atau peci - dan aku tahu seorang tidak memakai topi. Itu laki-laki yang berambut kemerah-merahan, tentunya! Kami semua melihat warna rambut orang itu, karena ia tidak memakai topi."
"Keterangan ini sangat membantu kami," kata Pak Sersan, sambil mengembalikan buku notes pada Jack. "Kurasa para perampok saat ini sudah jauh! Tapi walaupun begitu, kalian semua harap waspada, ya!"
"Tentu saja, Pak!" kata Colin dan Jack serempak. Mereka mengucapkan selamat malam, lalu meninggalkan kantor polisi. Keduanya bersemangat, karena merasa sudah bisa membantu polisi.
"Pengalaman kita ini kita ceritakan pada kawan-kawan, dalam rapat besok malam," kata Jack. "Wah, aku harus cepat-cepat pulang sekarang. Masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Awas kalau aku nanti menjumpai Susi! Pura-pura jadi polisi, sehingga kita tertipu dan membukakan pintu gudang untuknya! Tapi mungkin setelah ini ia takkan sering mengganggu lagi. Di rumah kami akan menginap dua orang kawannya, Dua-duanya anak perempuan. Keduanya kakak-adik, dan ibu mereka saat ini sedang dirawat di rumah sakit. Susi akan sibuk sekali menemani mereka, sehingga mudah-mudahan tak ada waktu lagi untuk mengganggu Sapta Siaga."
"Syukurlah," kata Colin. Ia benar-benar tidak suka pada adik Jack yang bandel itu. "Tidak enak, jika ia campur tangan dalam urusan kita yang ini."
Setelah itu keduanya berpisah. Begitu sampai di rumah, Jack langsung mencari Susi. Maksudnya hendak memarahi adiknya itu, karena mengganggu rapat tadi.
"Susi!" teriak Jack, begitu ia masuk ke dalam rumah. "Kau di mana"" Apa maksudmu, berpura-pura menjadi .... eh, maaf, kukira kau Susi,"
"Bukan, aku Doris, anak yang akan menginap di sini selama beberapa waktu," kata anak perempuan, yang dikira Jack adiknya itu. "Dan ini Hilda, adikku. Ibu kalian baik hati, mau menampung kami. Mudah-mudahan kami tidak sangat mengganggu."
Jack memperhatikan kedua anak perempuan itu. Ia langsung merasa tidak suka pada mereka. Menurut perasaan Jack, kedua anak itu menatapnya sambil nyengir bandel. Ia sudah sebal saja, membayangkan tiga anak perempuan membicarakan dirinya sambil cekikikan serta saling menyikut. Satu anak saja sudah repot, apalagi tiga orang!
""Buka pintu! Polisi!" kata seseorang. Dan siapa lagi orang itu, kalau bukan Susi. "0 Jack - kau tadi sungguh-sungguh mengira aku..."
""Perbuatanmu tadi konyol!" kata Jack. "Seenaknya saja mengganggu rapat kami. Aku malu jadinya, karena perbuatanmu itu."
"Kami bertiga akan membentuk perkumpulan," kata Susi. "Aku, Doris dan Hilda. Nama perkumpulan kami Trio Rewel."
"Wah, betul-betul nama yang cocok," kata Jack. "Pokoknya kalian jangan rewel terhadap kami, serta tidak mengganggu rapat kami, silakan membentuk perkumpulan kalian sendiri."
"Aduh, rapat rahasia Sapta Siaga yang hebat!" kata Susi mengejek. Ia berpaling pada Hilda dan Doris, yang tertawa cekikikan.
"Kalian tidak bisa membayangkan, betapa serius rapat konyol mereka itu," kata Susi lagi. "Para anggota harus memakai lencana, menyebutkan semboyan rahasia, orang lain tidak diizinkan masuk! Sungguh, aksi mereka itu kayak mereka hebatnya bukan main. Jaga-jaga saja, Jack, pada suatu malam Trio Rewel mungkin akan datang menggabungkan diri."
"Bagaimana jika kita serbu saja gudang tempat mereka mengadakan rapat," kata Doris mengusulkan pada Susi. "Itulah yang dilakukan perkumpulan abang kami terhadap perkumpulan saingan mereka. Banyak sekali barang yang dirampas, misalnya ...,"
""Kalau kalian berani coba-coba mengganggu kami, aku akan kujambak rambut kalian!" seru Jack sebal. Ia keluar sambil marah-marah.
"Aduh, abangmu pemarah, Susi!" kata Hilda: Jack, masih sempat mendengarnya. Nyaris saja ia masuk kembali, untuk menjambak rambut Hilda. Tapi ia masuk ke kamarnya sendiri, lalu duduk di situ sambil mengerutkan kening. Biarlah! Biar saja mereka cekikikan sendiri. Sapta Siaga membantu pekerjaan Polisi, tapi Jack tidak melihat Trio Rewel me
mbantu, siapa pun juga! Sapta Siaga perlu kuberi tahu bahwa Susi serta kedua kawannya bermaksud untuk mengadakan gangguan," pikirnya, sambil mengeluarkan buku pekerjaan rumah dari tas sekolahnya. "Untung kita punya Skippy! Ia selalu menggonggong, jika ada yang mendekati gudang. SUSI itu seenaknya saja!"
" Bab 10 "Boneka Bagus
"PETER meminta izin pada ibunya, apakah Sapta Siaga boleh diundang minum teh di rumah keesokan harinya. Jadi hari Rabu.
"Soalnya, banyak yang_ perlu dibicarakan serta direncanakan, Bu," katanya. "Misalnya saja Malam Pesta Api, lalu urusan rumah nenek Colin yang didatangi perampok, serta kenyataan bahwa kami melihat ketiga laki-laki itu.
"Kami sendiri yang akan menyiapkan hidangan," kata Janet. "Ibu tidak perlu bikin apa-apa. Dan kami juga takkan melupakan pekerjaan rumah kami. Kami berjanji, Bu!"
"Baiklah - kalian boleh mengadakan rapat Sapta Siaga," jawab Ibu. "Aku akan menyiapkan hidangan roti dan membikin biskuit, dan kalian boleh membeli kue-kue di tukang roti. Aku sendiri tidak sempat membuatnya. Kalian ingin minum apa nanti" Limun atau teh""
"Limun, Bu - ah, jangan - sekali-sekali sari jeruk, sebagai selingan!" kata Peter. "Kami sendiri akan membawa hidangan ke gudang. Dan selesai rapat, piring dan cangkir akan kami cuci pula sendiri. Wah, Ibu memang baik hati terhadap Sapta Siaga!"
""Tapi aku juga sangat senang punya anak laki-laki yang baik, yang memimpin suatu perkumpulan baik, dibantu oleh adiknya yang baik sekali! kata Ibu sambil tertawa.
Para anggota Sapta Siaga datang tepat pada waktu yang ditentukan, untuk menghadiri rapat hari Rabu. Mata mereka bersinar-sinar, ketika melihat hidangan yang disiapkan untuk mereka.
"Wah. untung tadi siang aku makan tidak terlalu banyak," kata Colin. Anak-anak lantas mulai makan, sambil mengobrol. Jack bercerita tentang Susi, serta perkumpulan Trio Rewel yang didirikan mereka akan berbuat iseng lagi terhadap kita."
"Boleh saja mereka mencoba menyerbu, apabila kita ada di sini," kata Janet. "Pintu kan dikunci dari dalam! Dan jika mereka datang sewaktu kita sedang tidak ada, pintu juga tetap dikunci. Bahkan Susi pun, kurasa pasti takkan sampai tega memecahkan kaca untuk masuk ke dalam!"
"Bagaimana perkembangan boneka Guy yang kalian bikin"" tanya Jack.
"Nanti kami pamerkan, apabila rapat sudah dimulai," jawab Janet. "Kami berhasil menemukan pakaian yang cocok untuknya! Ayah Pam baik hati. Ketika ia mendengar bahwa kami membikin boneka Guy, ia lantas memberikan beberapa pakaiannya yang sudah tua."
"Ya, dan kalian kan tahu - ayahku berbadan besar dan agak gemuk," sambung Pam. "Jadi pakaiannya pas sekali untuk boneka kita."
"Dan ayah George menyumbangkan pet yang bagus," kata Janet lagi. "Kepala ayahmu rupanya besar sekali, George - karena petnya berukuran raksasa!"
"Memang!" kata George bangga. "kepala ayahku memang besar. Sudah sepantasnya begitu, karena ia sangat pintar!"
"Dan ayah kami menyumbangkan sepasang sepatu karet," kata Peter. "Sepatu tinggi, yang biasa dipakainya kalau bekerja di ladang. Ukurannya besar sekali - bahkan mungkin masih terlalu besar bagi kaki boneka yang gemuk itu!"
"Sehabis rapat kita akan mendandaninya," kata Janet. "Tapi kita masih memerlukan topeng !"
"Sehabis makan, aku akan membelinya sebentar ke toko," kata Colin. "Aku tak suka boneka yang tidak memakai topeng - kelihatannya jelek! Tapi jangan-jangan kalau dipakaikan topeng. nanti Skippy yang tidak suka padanya!"
"Mudah-mudahan saja kalian tidak lupa membawa uang sumbangan untuk tabungan mercon," kata Peter.
"Tentu saja tidak," kata anak-anak serempak. Peter tersenyum senang. Menurut perasaannya, perkumpulan Sapta Siaga adalah perkumpulan yang paling baik di seluruh Inggris. Bahkan anjing perkumpulan pun, bersikap sopan!
"Selesai makan dan minum, anak-anak membereskan piring dan cangkir kotor dulu. Setelah itu, rapat dibuka. Peter mengumpulkan uang sumbangan untuk tabungan mercon. Kemudian dijumlahkannya uang yang sudah terkumpul sampai saat itu.
"Bukan main!" katanya kagum. "Satu pound dan lima penny! Padahal waktu masih cukup lama. Kita tidak boleh l
upa, tumpukan kayu bakar untuk api unggun kita masih perlu dibuat lebih tinggi lagi."
"Sabtu pagi kita bisa mengumpulkan kayu kering lagi," kata George. "Sekarang - bagaimana jika kita mulai saja mendandani boneka Guy kita""
Anak-anak lantas menyingkapkan selubung karet yang menutupi tubuh boneka bikinan anak-anak perempuan, dan mendudukkan boneka itu di atas sebuah kotak. Skippy langsung menggeram-geram. Anjing itu sama sekali tidak senang melihat orang-orangan yang bertubuh gendut itu.
Anak-anak mulai mendandani boneka mereka, sambil tertawa-tawa. Pekerjaan itu ternyata sama sekali tidak mudah.
"Kelihatannya boneka ini tidak suka didandani," kata Jack, yang sedang sibuk menyarungkan sepasang celana panjang yang longgar ke kaki boneka yang gemuk. "Ayo, duduk yang benar, Guy!"
"Untung saja ayah Pam bertubuh besar," kata Barbara. "Boneka ini ternyata lebih besar daripada sangkaan kita! Perlu memakai ikat pinggang atau tidak""
"Ah, tidak usah! Celana ini kita penitikan saja ke perut," kata Janet. ."Nah, sekarang boneka kita sudah memakai celana. Kelihatannya lebih mirip orang-orangan!"
"Kini menyusul jasnya," kata Jack. Diambilnya jas wol tua yang sudah agak kotor. Jas Itu sama sekali tidak cocok dengan celana panjang yang sudah dipakaikan ke boneka.
"Jas ini biasa dipakai ayahku, jika ia sedang membetulkan dan mengecat dapur rumah kami," kata Pam. "Menurut Ibu, ia senang melihat jas ini tak ada lagi di rumah! Kancing-kancingnya bagus sekali, ya" Warnanya belang-belang, kuning dan coklat. Terlalu bagus bagi boneka ini!"
""Ah, malah benar-benar cocok," kata Peter tertawa, sambil mengancingkan jas itu. "Nah, sudah lebih hangat tubuhmu sekarang, Pak Guy" Colin, katamu kau hendak pergi sebentar ke toko untuk membeli topeng! Cepatlah, sebelum tutup!"
"0 ya, hampir saja lupa," kata Colin sambil bergegas keluar. Sementara itu kawan-kawannya sudah mulai sibuk, memasangkan sepatu karet tinggi ke tungkai boneka yang gemuk. Pekerjaan itu cukup merepotkan mereka.
"Boneka ini keras kepala," kata Jack. "Barangkali lebih suka tidak memakai sepatu! Nah, syukurlah - akhirnya berhasil juga kita memasangnya. Sudahlah, Skip - jangan menggeram-geram terus. Tidak suka pada boneka yang bagus ini ya!"
Tapi Skippy malah lebih keras menggeram, lalu lari ke pintu.
"Pasti Susi dengan Trio Rewel-nya,'" kata anak-anak menebak. Tapi mereka keliru, karena yang datang ternyata Colin. Ia bergegas masuk, sambil melambai-lambaikan surat kabar sore. Topeng yang dibelinya, dipegang dengan tangannya yang satu lagi.
"He - dalam koran ada kabar tentang para perampok. yang masuk ke rumah nenekku," katanya bersemangat. "Sudahlah, tinggalkan dulu boneka itu! Dengarlah - dua di antara mereka sudah berhasil ditangkap. Beritanya ada di sini!"
""Tutup pintu!" kata Peter cepat-cepat. Ia merasa khawatir, jangan-jangan ada Susi di luar. Colin lantas buru-buru membanting pintu, lalu duduk di atas sebuah kotak sambil membentangkan koran yang dibawanya.
"Ini dia beritanya - di sudut ini," katanya. "Berita aktual! Kubacakan saja -"
" Bab 11 Trio Rewel Beraksi
""Ayo CEPAT - bacakanlah berita itu," kata Janet tidak sabar. Colin mulai membaca.
Menurut berita yang baru saja masuk siang ini, dua di antara ketiga pelaku perampokan Senin malam "i rumah Nyonya Strangeway, sudah berhasil ditangkap polisi. Ternyata mereka masih berada di daerah sini. Sayangg pelaku nomor tiga berhasil lolos. Tapi polisi sudah, memiliki keterangan lengkap mengenal dirinya. Orang itu bertubuh tinggi kekar, berkumis dan berambut kemerah-merahan. Sampai kini barang-barang yang dirampok belum berhasil ditemukan kembali. Barang siapa melihat orang yang ciri-cirinya seperti dijelaskan di atas, harap menghubungi polisi."
"Astaga!" kata Peter, ketika Colin sudah selesai membacakan berita itu. "Jadi yang sudah tertangkap kini dua orang. Sayang, yang ketiga berhasil lolos!"
"Ya --- dan kurasa hasil perampokan dibawa lari olehnya," kata Colin sedih.
"Kasihan nenekku, ia sangat bingung. Ia kaget sekali Mendengar berita itu begitu ia kembali, sampai terpaksa masuk ke tempat tidur. Ibuku "mema
Tembang Tantangan 20 Sumpah Palapa Karya S D Djatilaksana Wanita Iblis 1