Misteri Biola Kuno 2
Sapta Siaga 10 Misteri Biola Kuno Bagian 2
Kemudian Peter berbicara pada George dan Colin, "Menurut keterangan polisi pada ayahku tadi pagi, rupanya tak ada yang melihat pencuri itu dengan jelas," kata Peter. "Tak ada yang tahu tampangnya, dan bagaimana pakaiannya. Apakah kalian berdua melihatnya" Mestinya ya - karena salah satu peraturan Sapta Siaga adalah: selalu awas dan siap siaga!" ,
"Yah - kurasa sedikit banyak bisa kukatakan bagaimana tampang orang itu," jawab George. Sedang Colin cuma melongo saja.
"Bukannya aku sempat memperhatikan tapi ketika ia berdiri di depan jendela yang terang sewaktu melemparkan batu, aku bisa melihatnya dengan jelas. Walau sekilas, tapi jelas!'
"Coba bilang apa yang kaulihat," kata Peter, sambil mengambil buku notesnya. "Mungkin akan besar gunanya. Kita bisa melacaknya - jika kita tahu bagaimana rupanya. Misalnya saja, pakaiannya bagaimana""
"Yah - kalau ukuran badannya - biasa-biasa saja," kata George. Ia memicingkan mata, mengingat-ingat kembali. "Ia memakai mantel yang sudah tua dan robek-robek. Warnanya kelabu muda, tapi sudah robek-robek! Celana panjangnya juga kelabu muda, dan sangat kotor. Pakai topi hitam yang sudah berlubang. 0 ya - lehernya dibalut syal merah berbintik-bintik putih!"
Peter berseru kaget. "George! Tahukah kamu, apa yang baru saja kausebutkan tadi" Itu kan pakaian yang dicuri dari orang-orangan kami!"
" Bab 11 Pembalasan PARA anggota Sapta Siaga tercengang memandang Peter. Apa" Pencuri biola itu memakai pakaian yang dicuri dari orang-orangan" Untuk apa"
"Kau kan tak menyangka orang-orangan itu yang menyelinap malam-malam, lalu mencuri biola"" kata Pam tiba-tiba sambil tertawa terkikik.
"Jangan konyol, ah! Kau tahu orang-orangan itu tak berpakaian lagi," kata Janet, "kecuali kalau sudah diberi lagi oleh Matt."
"Persoalan ini semakin menarik sekarang," kata Peter lambat-lambat. "Pelakunya pasti bukan anak iseng, seperti Susi atau Binki."
"Aku sudah bertanya pada mereka," kata Jack, "dan terus terang saja, aku -tak bisa memastikan apakah mereka tahu atau tidak hilangnya pakaian orang-orangan itu. Habis, mereka cekikikan terus sih! Aku merasa curiga, mereka pasti tahu!"
"Kurasa tak mungkin," kata Peter. "Mereka cekikikan, hanya untuk membuatmu bingung saja, Jack! Sekarang kita perlu memikirkan persoalan ini baik-baik. Kalau ada yang mempunyai pendapat, harap segera mengatakannya!" Peter berhenti sebentar, lalu melanjutkan, "Dua hal sudah kita ketahui. Yang pertama: kemarin malam ada seorang laki-laki mencuri biola antik yang sangat berharga. Dan kedua, entah kenapa, orang itu memakai pakaian yang diambilnya dari orang-orangan. Nah, kesimpulan apa yang bisa ditarik dari kedua hal itu"
Dengan segera Colin menyatakan pendapatnya.
"Jika biola itu antik dan berharga, dan pencuri itu jelas bermaksud mengambil barang itu saja," katanya, "maka tentu orang itu pemain biola. Atau paling sedikit, mengenal nilai alat musik kuno. Kalau dia bukan pemain biola, kemungkinan besar seorang pemusik."
"Dan ia memakai pakaian tua yang sudah rombeng itu sebagai samaran," kata Barbara menambahkan. "Jadi kalau ada orang yang melihat, tidak mungkin ketahuan dengan segera.
"Dan pencuri itu tidak mau membelinya di toko pakaian bekas, atau meminjam pada orang gelandangan," sambung Jack. "Ia khawatir, kalau dilakukan penyelidikan pasti akan terbongkar rahasianya."
"Jadi ketika ia melihat orang-orangan kami, ia lantas mengambil pakaian rombeng yang terpasang padanya," kata Peter. "Sekarang pakaian itu mungkin dibuang lagi olehnya - atau disembunyikan di salah satu tempat."
"Atau bisa juga dikembalikan ke orang-orangan," kata George.
""Tak mungkin!" bantah Peter. Pasti ia takut ada yang melihat. Lagipula orang-orangan itu sekarang pasti sudah diberi pakaian lagi. Tidak! Pakaian itu
, kalau tidak dibakar - tentunya dikuburkan oleh pencurinya."
"Kita bisa saja mencari pakaian itu - tapi besar kemungkinannya takkan pernah menemukan," kata Janet. "Maksudku - kan bisa disembunyikan di mana saja! Padahal daerah sini luas sekali!"
"Ya, betul," kata Peter setuju. "Nah - ada yang punya usul lain""
Ternyata tidak ada. Semua merasa mustahil bisa mencari seorang pemain biola yang tidak mereka kenai, yang pernah memakai pakaian yang mungkin sudah disembunyikan sekarang!
"Kenalkah kita pada pemain biola ulung, yang kiranya menyukai biola antik yang berharga"" Pam bertanya-tanya penuh harap.
"Ya - kita kenal beberapa orang," jawab Peter, "tapi di antara mereka, tak seorang pun yang akan mau mengenakan pakaian rombeng yang diambil dari orang-orangan, dan memecahkan kaca jendela toko. Yang kumaksudkan, misalnya saja Pak Scraper di sekolah kami, yang memberi pelajaran main biola. Tak bisa kubayangkan orang itu bisa berbuat demikian. Atau Pak Luton, penjaga gereja. Pak Luton biasa bermain biola, begitu pula istrinya. Tapi keduanya mustahil berbuat jahat, memecahkan kaca jendela. Tidak!
"Kur"sa pelakunya harus seseorang yang tidak begitu waras. Seseorang yang ingin mencuri biola antik, untuk dipakai sendiri!"
"Tapi di pihak lain cukup waras, menyamar dengan memakai baju orang-orangan - supaya tidak ketahuan!" sambung Jack.
"Betul! Kejadian ini benar-benar misterius. Saat ini aku sama sekali tidak melihat jalan bagi kita untuk memulai penyelidikan," kata Peter. "Kecuali jika kita mau mencari-cari pakaian bekas yang disembunyikan dalam parit atau semak - atau dikuburkan di salah satu tempat."
Tiba-tiba Skippy menggonggong dengan nyaring. Anak-anak dengan segera menoleh ke pintu.
"Pasti itu si Susi," kata Jack kesal. "Kami tadi disuruh ibu pergi menjenguk Nenek, dan kata Susi ia akan menjemputku di sini. Padahal sudah kularang, karena hanya akan mengganggu rapat kita saja!"
"Saat itu terdengar suara dua orang anak menyanyikan sebuah lagu. Lagu ejekan terhadap Sapta Siaga! Dan siapa lagi yang menyanyi - kalau bukan Susi dan Binki -
"Hail Sapta Siaga selalu megah
Menganggap diri yang nomor satu
Kalau berjalan sikapnya gagah
Awas! Nanti tersandung batu!
Mereka' mengira ..."
Saat itu juga, Colin melompat ke pintu dan langsung membukanya. Ia pun ikut bernyanyi sekuat-kuatnya.
"Hai! Kebiasaan si Binki
persis seperti kelinci Cuping hidung gemetar terus
dan di sela bibirnya ada gigi mencuat ke muka Begitulah tampang si Binki kurus.
Para anggota Sapta Siaga mendengarkan lagu itu dengan perasaan puas. Biar tahu rasa si Binki sekarang! Seenaknya saja mengarang syair, mengejek-ejek Sapta Siaga! Anak-anak baru saat itu mendengar akhir lagu Itu, karena memang baru saja dikarang oleh Colin!
Tahu-tahu Susi maju menghampiri Colin. Muka anak perempuan itu merah padam karena marah.
"Kau keterlaluan!" tukas Susi. "Binki menangis, karena lagumu yang mengejeknya itu! Awas, Sapta Siaga aku akan membalas dendam, karena kalian mengarang lagu jahat mengejek teman karibku!"
""Ya - tapi kan si Binki yang mulai lebih dulu! Dia yang lebih dulu mengarang syair, mengejek Sapta Siaga!" kata Colin gagah. Tapi dalam hati sebetulnya ia merasa agak malu, telah menyebabkan Binki menangis. Mungkin lagi karangannya itu memang terlalu menyakitkan hati
"Jack, kau harus ikut sekarang juga," kata Susi memerintah abangnya. "Kalau tidak, terlalu lama nanti Nenek menunggu."
"Ya deh, ya deh! Jangan seenaknya saja memerintah orang," kata Jack kesal. Kemudian ia berpaling pada kawan-kawannya, "Bagaimana dengan sore ini" Ada rencana kita ""
"Kita bisa pergi melihat keadaan Bu Bolan dalam caravan tempat tinggal untuk semen tara," kata Peter. "Ibu memberi kami beberapa potong pakaian bayi untuk diserahkan padanya. Dan aku berniat menghadiahkan bis main-mainanku yang tua pada Benny."
"Baiklah, kalau begitu aku datang pukul setengah tiga. Setuju"" tanya Jack.
"Lebih baik pukul tiga saja," jawab Peter.
Kawan-kawan mengangguk, tanda setuju. "Di tengah jalan ke sana, kita bisa memasang mata, kalau-kalau menemukan pakaian orang-orangan itu," t
ambah Peter lagi, sambil memelankan suara.
"Aku bisa mendengarnya," kata Susi dengan segera. "Lagipula, aku tahu kau beserta kawan-kawanmu menyangka aku dan Binki-lah yang mengambil pakaian dari orang-orangan itu. Padahal bukan kami! Jack menanyakannya pada kami. Sudah waktunya Sapta Siaga sekali keliru, karena kalian menyangka kalian terlalu pintar. Jadi hati-hati saja - kalau tidak, menyesal kalian nanti!"
Setelah itu Susi pergi, bersama Binki.
"Apa maksud Susi, dengan kata-katanya yang terakhir itu"" kata Peter.
" Bab 12 Skippy Menemukan Sesuatu
"PUKUL tiga sore itu, para anggota Sapta Siaga berangkat merintis padang, untuk menjenguk keluarga Bolan di caravan mereka. Seperti biasa, Skippy berlari-lari mendului.
"Nanti kita akan lewat di dekat orang-orangan," kata Colin. "Aku ingin tahu, bagaimana pakaian sekarang."
Ternyata orang-orangan itu sudah berpakaian lengkap kembali. Tapi yang dipakaikan macam-macam. Topi wanita dengan hiasan bulu-bulu, mantel hujan .yang sudah berlubang-lubang, serta celana panjang yang sudah usang dan robek-robek. Orang-orangan itu menyedihkan sekali kelihatannya. Sikapnya merunduk, seolah-olah malu berpakaian seperti itu.
Janet meledak tertawanya, ketika melihat topi yang tertengger di kepala orang-orangan itu.
"Itu kan topi yang biasa dipakai istri pekerja peternakan sapi kita kalau pergi ke gereja!" serunya geli "Aku sering memperhatikan bulu-bulu itu terangguk-angguk, apa- bila pemiliknya tertidur pada hari-hari Minggu yang panas!"
"Sedang celana panjang itu kepunyaan suaminya," kata Peter. "Rupanya ia punya celana panjang baru. Dan kurasa mantel itu
kepunyaan penggembala biri-biri. Wah - aneh sekali nampaknya orang-orangan itu sekarang! Hai, orang-orangan - mana pakaianmu yang lain""
Orang-orangan itu diam saja. Hanya lengan mantelnya saja yang melambai-lambai dengan lesu. Anak-anak lantas melanjutkan perjalanan. Mereka menuju ke caravan keluarga Bolan yang terletak di atas bukit, di dekat pondok Matt, penggembala biri-biri. .
Dalam perjalanan mereka menyeberangi sebuah jembatan kecil. Jembatan itu terbentang di atas parit yang deras arusnya. Begitu mendengar bunyi air menggeleguk, dengan segera Skippy berlari-lari mendatangi. Anjing itu sudah haus sekali, karena siang itu sangat panas.
Tapi sebelum sampai di tepi parit, tiba-tiba Skippy tertegun. Anjing itu mengendus-endus ke sana-sini, dalam sebuah parit yang tak berair. Kelihatannya seperti mencium sesuatu! .
"Ada apa,. Skip"" seru Peter dari belakang. "Apa yang kaucari di. situ""
Skippy nampak sibuk sekali. Sambil menggonggong-gonggong, ia mengeruk-ngeruk tanah dengan kedua kaki depannya. Sementara itu Sapta Siaga sudah sampai di sana. Mereka memandang kesibukan Sk"ppy dengan geli. Tiba-tiba Janet terpekik.
"Peter! Lihatlah - apakah itu, yang tersembul ke luar dari lubang yang digali Skippy" Kelihatannya seperti kain. Peter - mungkinkah itu pakaian orang-orangan kita""
"Yah - nampaknya memang seperti kain flanel kelabu yang sudah usang - dan kita tahu, celana panjang orang-orangan itu terbuat dari kain flanel!" kata Peter. Tiba-tiba timbul semangatnya. Ia menyuruh Skippy menggali terus. "Cari, Skip' Ayo, cari!
Skippy mengeruk tanah dengan cepat, sehingga tanah berhamburan ke belakang dan mengotori para anggota Sapta Siaga. Dengan segera anjing itu berhasil menggali kain yang tersembunyi di situ, lalu ditarik-tariknya ke luar. Setelah berhasil, ia lantas menggonggong-gonggong dengan ribut.
Peter memungut kain flanel kelabu yang sudah tua itu. Ternyata bukan kain celana, tapi lebih mirip rok yang robek. Peter memandang Skippy. Anjing itu sudah sibuk lagi menggali dalam lubang yang sama, sambil mendengking-dengking dengan bersemangat.
"Ia menemukan barang lain," kata Jack. "Mungkin topi tua!"
Betul - tak lama kemudian Skippy sudah menggondol sebuah topi tua. Tapi topi itu terbuat dari jerami. Kelihatannya sudah tua sekali, dihias dengan pita yang terlilit mengelilinginya. Pam dengan segera mengenali topi itu kembali!
"Peter! Itu kan topi sekolah kami yang dulu - itu, pita begitulah yang biasa kami pakai seba
gai hiasan topi! Bukan topi ini yang pernah kita lihat tertengger di kepala orang-orangan itu! Apa artinya ini""
Skippy menggonggong-gonggong dengan gembira, lalu membenamkan hidungnya ke dalam lubang yang baru saja digalinya. Kemudian dikeluarkannya sebongkah tulang yang besar dan bau sekali. Tulang itu diletakkannya dengan bangga di depan kaki Peter.
"Astaga!" seru Peter kaget. "Jadi inilah sebabnya, kenapa tiba-tiba kau menggali di sini! Rupanya kau mencium bau tulang ini. Tapi apa sebabnya pakaian -ini ...."
Tiba-tiba terdengar suara tertawa terbahak-bahak. Anak-anak kaget, lalu menoleh ke arah suara itu. Mereka melihat Susi dan Binki tertawa sambil berguling-guling di rumput. Rupanya dari tadi mereka mengintip di situ. Mereka hendak mengintai para anggota Sapta Siaga yang sedang bersemangat, karena menyangka menemukan sesuatu yang penting!
"Aduh, sakit perutku tertawa! Aduh, tak tahan lagi rasanya - Skip, kau benar-benar anjing hebat! Huahaha - sakit perutku melihat kekonyolan kalian!"
Susi tertawa lagi keras-keras, diikuti oleh Binki. Keduanya tertawa terjerit-jerit.
"Kaulihat muka mereka tadi, sewaktu menemukan topi sekolahmu yang tua, Susi"" tanya Binki sambil tertawa terus. "Aduh, setengah mati aku tertawa! Aku tak kuat lagi - dan tulang yang bau itu, memang Skippy anjing hebat!"
Skippy bingung. Anjing itu tak mengerti, apa sebabnya Susi dan Binki sampai begitu geli tertawa. Ia mengira kedua anak itu mengalami cedera. Ia merasa kasihan. Karena itu ia lari menghampiri dengan ekor terkulai, sambil mendengking-dengking pelan.
"Skippy! Ke sini!" seru Peter memanggil.
Dengan segera Skippy kembali. Ia heran, apa sebabnya Peter tiba-tiba kedengaran marah.
"Tentunya kalian menyangka ini lucu ya!" seru Peter pada kedua anak perempuan yang masih tertawa itu.
"Ya, memang lucu!" balas Susi, sambil mengusap air mata yang mengalir karena terlalu banyak tertawa. "Belum pernah kualami kejadian yang begini kocak. Hahaha - tampang kalian tadi serius sekali!"
"Sudahlah, kita tinggalkan saja mereka cekikikan terus," kata Jack marah. Para anggota Sapta Siaga lantas meneruskan langkah, menyeberangi jembatan. Sikap mereka semua serius, seperti tak terjadi apa-apa tadi. Tapi tiba-tiba Pam mencekikik sendiri. Dengan segera ia memandang berkeliling, dengan sikap menyesal.
"Maaf," katanya, "tapi kejadian itu memang lucu, Pam lantas tertawa lagi. Mau tidak mau, Barbara ikut merasa geli.
"Pasti tampang kita tadi kocak sekali - sibuk menatap rok sekolah Susi yang tua dengan kening berkerut," katanya, lalu tertawa. Tak lama kemudian ketujuh anak itu sudah tertawa semua, persis seperti Susi dan Binki tadi. Aduh - begitu gampang mereka bisa ditipu anak bandel itu!
"Pintar sekali mereka - menguburkan tulang di dasar lubang, dan kemudian ditimbun dengan rok dan topi," kata Janet. "Pasti mereka sudah merencanakannya dengan baik. Mereka tahu kita akan lewat di sini ..."
"Dan Skippy pasti akan mencium bau tulang, lalu menggali lubang," sambung Jack.
"Mereka sudah menyangka kita tentu akan bersemangat pada saat melihat kain kelabu itu. Wah - kita benar-benar tertipu oleh mereka. Ternyata mereka berhasil membalas dendam."
"Nah, kita sudah sampai di caravan," kata Peter. "Dan itu Bu Bolan - sedang sibuk mencuci pakaian di luar. Selamat sore, Bu Bolan!"
" Bab 13 Anak Aneh "BU BOLAN mendongak, ketika mendengar anak-anak datang.
"Ah - kalian rupanya," sapanya sambil tersenyum ramah. "Aduh, apa yang kaubawa itu"" tanyanya pada Janet. "Wah, bagus sekali mantel mungil ini - ditambah lagi dengan pakaian bayi! Bayiku pasti akan senang memakainya. "
"Dan ini untuk Benny," kata Peter, sambil menyodorkan bis main-mainannya. "Di mana dia""
"Ada, di sekitar sini," jawab ibu anak itu, lalu memanggil-manggil, "Benny! Di mana kau, Nak" Benny - ini ada hadiah untukmu,"
Tapi Benny tidak muncul. "Rupanya bersembunyi," kata ibunya. "Benny takut kalau ada tamu."
"Apakah ia tidak bersekolah"" tanya Pam. Ia memandang berkeliling, mencari-cari anak itu. "Atau mungkin masih terlalu kecil""
"Umurnya sudah delapan tahun," kata Bu Bolan. "Tapi sampai
sekarang belum pernah sekolah. Ia tidakkan senang, lagipula takkan ada manfaatnya. Kasihan dia - nasibnya malang! Aduh - coba lihat bayiku itu! Sudah mau keluar lagi dari kereta. Kalau dia sudah bisa berjalan nanti, entah bagaimana caraku harus "mengawasinya! Tapi mungkin Benny bisa menjaga karena dia sayang sekali pada adik perempuannya!" "".
Kemudian Janet, Pam dan Barbara pergi melihat-lihat keadaan di dalam caravan Bu Bolan. Kelihatannya cukup nyaman untuk
didiami. Tapi tidak begitu rapi, dan juga kurang bersih.
"Anda sudah memperoleh semuanya yang diperlukan"" tanya Janet pada wanita itu. "Kami sudah berusaha untuk memperhatikan semua yang mungkin Anda perlukan."
"Ya, sudah - kecuali jarum dan benang," kata Bu Bolan, sambil tertawa. "Kedua barang itu sangat kuperlukan. Untuk menjahit tirai jendela, menambal pakaian. Pakaianku yang ada, cuma yang sedang kupakai sekarang ini. Sisanya ikut terbakar semua!"
"Betul juga,-kami sama sekali tak teringat untuk membawakan jarum dan benang - begitu pula gunting," kata Janet menyesal. "Tentunya Anda juga memerlukan gunting kan, Bu Bolan""
"Memang - tapi Luke meninggalkan pisau lipatnya supaya bisa kupakai," kata Bu Bolan sambil memeras cuciannya. "Dan Matt, penggembala tua itu juga baik. hati. Ia membawakan barang-barang lain yang kuperlukan." .
"Begitu kami sempat, kami akan datang lagi Bu," kata Janet berjanji, "dan akan kami bawakan tempat jahitan bagi Anda. Aku punya satu, yang sudah tak kupakai lagi. Masih ada lagi yang Anda perlukan""
"Kalian mungkin masih punya ember bekas"" tanya Bu Bolan. "Kalian memang sudah membawakan satu, tapi kemudian dibawa Benny - entah ke mana. Ember itu dijadikannya gendang, dipukul-pukulnya dengan tongkat. Benny pintar berlagu dengan gendang, dan dengan begitu ia merasa senang."
"Baiklah - kalau begitu kami juga akan membawakan ember lagi, begitu kami sempat," kata Peter. Tiba-tiba ia menoleh. "Bunyi apa itu""
"Oh, itu dia si Benny, sedang main-main dengan ember!" kata Bu Bolan. "Kedengarannya seperti musik, Ya" Benny, bawa ke sini emberku!"
Bunyi ember dipukul terhenti setelah itu. Bu Bolan menggeleng-geleng.
"Tidak ada gunanya mengejar anak itu," katanya. "Ia akan bersembunyi diam-diam di salah satu tempat, seperti kelinci dalam liangnya."
"Suami Anda masih di pekan raya"" tanya Peter.
"Pekan raya sudah pindah lagi," jawab Bu Bolan. "Kalian belum tahu" Dan Luke ikut bersama mereka. Tadi pagi semuanya berangkat. Luke baru beberapa hari lagi akan kembali ke sini. Tidak enak hidup sendiri, di atas bukit yang sunyi. Tapi Matt masih ada! "Dia selalu datang, untuk menengok keadaan ku!"
Menurut perasaan Janet, Bu Bolan sangat tabah. Dan juga periang serta murah hati. Anak itu teringat ketika Bu Bolan menghadiahkan roti jahe yang masih hangat di pekan raya, yaitu sewaktu mereka ingin membeli tapi kehabisan uang.
"Itu Benny!" kata Jack dengan tiba-tiba. Ia melambaikan tangan, memanggil anak kecil itu. Tapi Benny tidak mengacuhkan. Tiba-tiba saja ia muncul dari balik sebuah semak. Ia menatap ke arah mereka nyaris tanpa berkedip. .
"Lihatlaht Apa kataku tadi - emberku disembunyikannya lagi," kata Bu Bolan. "Kemari, Benny! Ini - ada hadiah bagus untukmu. Sebuah bis! Kemarilah, Nak."
Benny diam saja di tempatnya, sambil memandang terus. Menurut perasaan Peter serta kawan-kawannya, anak itu sangat aneh. Tapi parasnya menarik. Janet ingin sekali mengelus-elus rambutnya yang hitam dan ikal. Sementara itu Benny mulai mendekat, dengan langkah lambat dan berhati-hati. Seolah-olah takut jatuh. Setelah cukup dekat, ia berhenti lagi dan menatap kembali.
Peter menghampirinya sambil menyodorkan bis main-mainan yang hendak dihadiahkan. Tapi Benny sama sekali tidak bersikap seperti akan menerima. Karena itu Peter lantas meletakkan mainan itu ke tangan Benny. Begitu berada dalam tangannya, Benny lantas memegang erat-erat. Mainan itu diusap-usapnya. Kelihatan bahwa ia senang sekali.
Ketika jarinya menyentuh tuter yang bisa berbunyi, wajahnya langsung berseri-seri. Benny tersenyum manis.
"Tut-tut-tut!" katanya berdendang dengan suara lembut. "I
ni bis, Bu. Bis, Ini untukku, Bu""
"Ya, Nak, untukmu," jawab ibunya. "Bilang terima kasih pada yang memberi, nak."
"Terima kasih," kata Benny. Tapi yang dipandangnya George, bukan Peter. Janet agak heran. Ia belum pernah melihat mata seperti mata anak itu. Hitam bulat dan indah - tapi tanpa seri sedikit pun. Mata Benny menatap kosong.
Saat itu Skippy datang mendekat, lalu menggeserkan kepalanya ke kaki Benny. Anak itu mundur. Kelihatannya agak takut. Peter langsung memanggil Skippy, sementara Benny kembali ke dalam semak sambil membawa bis mainannya.
Bayi Bu Bolan melonjak-lonjak dalam kereta, sambil berseru-seru. Rupanya ia juga ingin diperhatikan. Dengan segera Janet menghampirinya. Bayi itu lincah sekali berlawananan dengan Benny yang pendiam. Bayi itu menempelkan tangannya yang montok ke pipi Janet.
"Ia suka padamu," kata Bu Bolan, sambil tersenyum. "Sudah, jangan melonjak-lonjak terus, monyet cilik - nanti rusak per keretamu!" "
"Kita harus pulang sekarang," kata Peter kemudian, sambil memandang arlojinya. "Bu Bolan, begitu sempat kami akan datang lagi dengan membawa ember, peralatan menjahit serta barang-barang lain yang mungkin juga Anda perlukan. Untung Anda menyukai caravan ini."
"0 ya," jawab Bu Bolan dengan riang. Sementara itu ia sibuk menggantung pakaian pada tali jemuran yang direntangkan antara dua batang pohon. "Terima kasih atas kedatangan kalian."
Setelah itu anak-anak pergi, didului oleh Skippy yang berlari sambil mengendus-endus apa saja yang dijumpainya. Ketika sampai lagi di lubang tempatnya menemukan tulang, anjing itu teringat bahwa barangnya yang berharga itu tertinggal di dekat caravan.
Dengan segera Skippy lari kembali, untuk mengambil.
"Aku merasa senang, kita tadi mendatangi Bu Bolan," kata Janet. "Tapi aku agak heran melihat tingkah laku si Benny. Anak itu aneh! Dan menurut perasaanku, sepatutnya anak itu bersekolah; Bayangkan - umurnya sudah delapan tahun! Akan kuceritakan pada Ibu. Mungkin bisa mengurusnya."
"Nah - Skippy sudah datang lagi," kata Peter. "Uahh! Jangan dekat-dekat, Skip! Tulangmu bau sekali - belum pernah kucium bau sebusuk itu!"
" Bab 14 Bunyi Luar Biasa "DUA HARI berikutnya, anak-anak sibuk terus dengan berbagai tugas. Peter dan Janet mengapur kandang ayam. Skippy memperhatikan kesibukan mereka dengan penuh minat.
"Tampangmu aneh, Skip - berbelang-belang putih," kata Janet. "Itulah - kenapa duduk di bawah tempat kami bekerja. Sebagai akibatnya, kau terciprat kapur!"
George juga sibuk bekerja dengan Colin. Mereka memasang tali-temali perahu layar mainan yang mereka buat sendiri. Sedang Jack membantu di rumah. Pam dan Barbara mencari uang, dengan jalan menyiangi kebun bawang.
"Uhh! Pekerjaan tidak enak!" kata Pam pada Peter, ketika berjumpa pada suatu kali. "Rumput liar sukar sekali dibersihkan, karena tumbuh merayapi batang-batang tanaman bawang.. Setiap kali kami menarik, ikut pula tertarik tanaman bawang yang masih kecil. Terpaksa kami menanamkan lagi. Tapi tak apalah - karena pembayarannya lumayan!"
Mereka sering membicarakan perkara biola antik yang dicuri orang. Terutama Colin dan George, karena mereka sering bersama-sama, membuat perahu. Dan mereka pula yang melihat sendiri kaca jendela toko antik pecah "dilempar batu bata. Mereka masih selalu merasa asyik, membicarakan kejadian yang menarik perhatian itu. "
"Kurasa perkara biola yang dicuri itu sudah mulai dilupakan orang," kata Colin pada George. "Ayahku pernah bertanya pada polisi, apakah ada kabar baru mengenainya- tapi ternyata tidak ada! Polisi juga sama sekali tak ada sangkaan, mengenai siapa yang mungkin menjadi pencurinya."
"Yah, sekarang pasti tidak mungkin lagi tahu," jawab George. "Orang yang mencurinya, pasti sudah lari dengan barang itu! Pasti sudah jauh sekarang!"
Akhirnya Peter dan Janet selesai juga dengan pekerjaan mereka, mengapur kandang ayam. Mereka memutuskan untuk beristirahat satu hari.
"Hari ini kami ingin jalan-jalan, Bu," kata Peter pada ibu mereka. "Bolehkah kami membawa bekal roti sandwich""
"Tentu saja, Nak. Nanti kusiapkan," jawab Ibu. "Dan kalau kalian bermaksud
pergi ke dekat pondok Matt, tolong antarkan surat ini untuknya, ya! Surat ini datangnya setelah ia ke sini, mengantar susu tadi pagi."
"Baiklah, Bu," kata Peter. "Mungkin kami akan jalan-jalan dulu ke hutan, melihat bunga-bunga yang mungkin sudah mekar di sana. Dalam perjalanan pulang, kami akan lewat bukit tempat Matt menggembala biri-biri. "
""Dan kami juga mampir di tempat keluarga Bolan," sambung Janet. "Aku suka sekali pada bayi mereka. 0. ya - Bu, bolehkah aku meminta gunting Ibu yang sudah tua" Aku berjanji pada Bu Bolan, akan membawakan gunting, dan juga beberapa batang jarum. Ibu masih sempat menitipkan ember lewat Matt, Bu ""
"Tidak. Kata Matt, Bu Bolan bisa meminjam kepunyaannya kalau perlu," jawab Ibu.
"Pokoknya, sampai ember yang kita berikan dulu dikembalikan oleh anak bandel itu pada ibunya."
"Benny tidak bandel," kata Janet. Ia teringat pada anak laki-laki yang selalu kelihatan serius itu, yang selalu menatap dengan matanya yang hitam besar. "Anak itu aneh. Ia mengambil ember, untuk dijadikan gendang!"
Setelah Ibu selesai menyiapkan bekal roti untuk mereka, Peter dan Janet langsung berangkat. Seperti biasa, Skippy berlari-lari mendului. Cuaca hari itu nyaman, sehangat bulan Juni. Di mana-mana nampak mawar liar sudah mekar. Janet berjalan sambil melompat-lompat dengan gembira.
"Enak rasanya bisa berbuat bebas sehari penuh," katanya, "setelah selama itu sibuk mengapur terus."
Hutan penuh dengan bunga musim semi. . Peter dan Janet makan siang di situ, ditemani burung-burung yang berkicauan di atas kepala.
"Sehabis makan, keduanya melanjutkan perjalanan. Mendaki bukit tempat Matt menggembala biri-biri. Tapi laki-laki tua itu tak ada di pondoknya. Karena itu mereka meninggalkan surat yang dititipkan di tempat itu, lalu menuju ke tempat caravan yang ditinggali keluarga Bolan. Tapi di situ pun tidak ada orang. Pintu caravan terkunci.
"Rupanya biri-biri hari ini digembalakan di bukit seberang," kata Peter, sambil duduk di rumput. "Banyak sekali kepunyaan Ayah sekarang, ya" Dan anak biri-biri sudah pada besar!" ,
"Mestinya menyenangkan jadi gembala biri-biri di bukit," kata Janet, yang ikut duduk di samping abangnya. "Hidup seorang diri bersama binatang peliharaan ... He! Itu kan Matt, yang sedang kemari! Ia disertai anjingnya."
Matt tersenyum ketika melihat Peter dan Janet duduk di situ. Matanya yang biru nampak bersinar cerah, secerah langit. Dalam hati Janet bertanya-tanya, apa sebabnya orang-orang yang hidup di alam terbuka kebanyakan biru cerah warna matanya. Anak itu lantas lari menyongsong penggembala tua itu dan menyalaminya.
"Senang hatiku melihat kalian kemari," kata Matt, sambil bertopang pada tongkatnya yang kokoh. "Pak tua ini tidak sering kedatangan tamu. Aku dan anjingku ini - kami tidak banyak bergaul."
""Tapi keluarga Bolan" Anda kan suka ke sana, Matt"" tanya Peter.
"0 ya - Bu Bolan sangat ramah," kata Matt. "Kalau suaminya, aku belum berjumpa dengannya. Ia kalau pulang seenaknya, umumnya tengah malam. Ia kan bekerja di pekan raya. Tapi anak laki-laki yang bernama Benny - anak kecil itu aneh. Biasa duduk menyendiri berjam-jam, sambil menatap terus ke depan. Kurasa anak itu kurang waras otaknya. "
"Aduh - rupanya itulah sebabnya, kenapa ia tidak bersekolah," kata Janet. "Kasihan!"
"Aku kepingin memangku anak itu, dan menceritakan dongeng padanya," kata Matt. "Tapi begitu mendengar ada orang mendekat, ia langsung lari - seperti kelinci yang ketakutan. Aku ingin tahu apakah ia ketakutan tadi malam, apabila ia juga mendengar bunyi yang kudengar saat itu!"
"Kenapa" Anda mendengar bunyi apa"" tanya Peter ingin tahu.
"Aku tak tahu pasti, Peter," kata Matt, sambil mengerutkan kening. "Ketika aku mendengarnya, aku sedang tidur-tiduran dalam pondokku. Waktunya sekitar setengah sepuluh. Di luar sudah gelap-gulita. Ketika itulah aku mendengar bunyi aneh itu. Kedengarannya seperti suara tangisan - tapi bukan! Sedih sekali bunyi itu, bergelombang naik-turun. Lama-kelamaan aku tak tahan lagi, Aku lantas ke luar, untuk memeriksa barang- kali ada binatang sedang kesakitan. Tapi "bunyi yang ku
dengar itu tak menyerupai suara makhluk hidup. Dan ketika kuperiksa, tak ada apa-apa di luar. Begitu aku berseru untuk memeriksa, dengan segera bunyi itu terhenti."
Peter dan Janet saling berpandangan dengan heran. Aneh sekali kisah itu. Suara menangis! Siapakah yang menangis malam-malam" Dan apa sebabnya"
"Bunyinya naik-turun terus - belum pernah kudengar bunyi begitu seumur hidupku," kata Matt melanjutkan cerita. "Aku sampai merinding karenanya. Lega perasaanku, ketika bunyi itu akhirnya berhenti."
"Mungkinkah malam ini akan terdengar lagi"" tanya Peter. Matt menggeleng.
"Mana aku tahu" Mungkin ya - dan mungkin pula tidak. Tadi pagi aku tanyakan pada Bu Bolan mengenainya, tapi katanya ia tak mendengar apa-apa. Tapi aku yakin, yang kudengar itu suara tangisan."
"Janet, aku akan mengajak Jack ke sini malam nanti!" kata Peter, ketika Matt pergi sebentar untuk mengambil pipanya. "Aku kepingin mendengar bunyi aneh itu. Seperti menangis! Ada sesuatu yang aneh di sini - dan kita akan menyelidikinya!"
Bab 15 Malam-malam di Bukit
"PETER dan Janet bergegas menuruni bukit diikuti oleh Skippy. Keduanya ingin cepat-cepat mendatangi kawan-kawan, untuk menceritakan kejadian aneh itu.
Mereka mampir di rumah Jack. Teman mereka itu sedang bertanding adu cepat menyelesaikan teka-teki menyusun potongan-potongan gambar, melawan Susi dan Binki. Kedua anak perempuan itu begitu melihat Peter dan Janet muncul, langsung mulai menggumam pelan. Mereka menyanyikan lagu mengejek Sapta Siaga. Kedua anak itu benar-benar menjengkelkan!
"Jack - bisakah kita bicara sendiri sebentar"" kata Peter. "Kami ada kabar yang agak aneh." .
"Kabar apa"" tanya Susi dengan segera. Matanya yang lincah menatap Peter, penuh rasa ingin tahu.
"Sayang, ini berita khusus untuk Sapta Siaga," jawab Peter ketus. "Bisakah kau ikut sebentar, Jack. Teka-tekimu itu bisa kauteruskan nanti."
"Ya, tentu saja," jawab Jack, lalu berdiri. "Sebentar lagi aku kembali," katanya pada Susi dan Binki. Ia lantas ke luar, bersama Peter dan Janet.
""Untung kalian datang," kata Jack sambil mengajak kedua temannya itu ke kamar lain. "Aku disuruh ibuku main dengan kedua anak perempuan itu sepanjang hari. Aduh - anak-anak perempuan paling membosankan!"
"Terima kasih, Jack," kata Janet tersinggung, karena ia pun anak perempuan. "Kalau begitu lebih baik aku pergi saja. Biar Peter saja yang tinggal bersamamu."
"Wah, wah! Jangan begitu dong!" kata Jack panik. "Bukan kau yang kumaksudkan. Kalau kau sih baik. Kedua anak perempuan itu yang membuat diriku kesa!"
Peter mendengus. "Anak-anak tolol," cemoohnya. "Kau pasti tersiksa terus, harus menemani mereka, Jack. Tapi dengarlah - aku ingin mengajakmu malam ini. Sebetulnya niatku ini tak ada hubungannya dengan urusan yang sedang dihadapi Sapta Siaga - tapi biar begitu, persoalannya aneh."
Kemudian Peter menceritakan kejadian yang didengarnya dari Matt. Jack tercengang.
"Jangan-jangan pak tua itu cuma bermimpi saja," katanya. "Maksudku - siapakah yang melolong malam-malam di atas bukit! Jika ada binatang yang terjebak perangkap atau mengalami cedera karena salah satu sebab, Matt pasti akan mengenali bunyinya. Jadi kalau ia merasa mendengar tangisan yang tak dikenalnya, maka pasti ia mimpi!"
""Tak terpikir tadi kemungkinan itu olehku," kata Peter.. "Tentu saja - mungkin Matt cuma bermimpi mendengarnya. Tapi - katanya, ketika ia kemudian bangun dan ke luar, bunyi tangisan itu masih tetap terdengar. Lalu sewaktu ia berseru, barulah berhenti."
"Maksudnya ketika ia terjaga dari tidurnya," kata Jack mengomentari, sambil nyengir.
"Yah, mungkin saja - ah, kurasa urusan ini tak perlu terlalu kita pikirkan," kata Peter lesu.
"Tapi menurut pendapatku, menarik! Kalau kalian tidak pergi,. aku akan mengajak Pam dan. Barbara malam ini," kata Janet dengan tiba-tiba. Peter dan Jack memandang anak itu dengan heran.
"Jangan!" kata Jack dengan segen:i. "Tidak baik, jika anak perempuan berkeliaran sendiri malam-malam di bukit; Aku akan ikut ke sana dengan Peter. Tentu saja aku mau. Bagaimana, Peter - perlukah kita ajak Colin dan George""
"Ya, soal ini s ebaiknya kita jadikan semacam petualangan," kata Peter senang. Melihat Janet hendak membantah, dengan segera ia menyambung dengan kening dikerutkan, "Dan jangan minta ikut bersama Pam dan Barbara - karena kalian tidak boleh ikut!"
"Ya deh, ya deh!" jawab Janet agak merajuk. Tak enak rasanya jadi anak perempuan, karena selalu tidak boleh ikut dalam petualangan menarik!
"Peter dan Jack dengan segera menyusun rencana. Jack mengatakan, ia akan memberi tahu Colin dan George. Dan begitu hari sudah gelap nanti, mereka akan berkumpul di depan pintu pekarangan rumah Peter.
"Tapi jangan lupa membawa senter," kata Peter. "Malam ini tidak ada bulan - jadi kalau langit berawan, di atas bukit pasti gelap sekali."
"Yuk, kita pulang saja sekarang," kata Janet, sambil memandang arlojinya. "Sekarang sudah lewat saat minum teh."
Peter dan Janet bergegas-gegas keluar dari kamar itu. Tiba-tiba mereka mendengar tertawa ditahan. Keduanya langsung berhenti melangkah.
"Mungkinkah Susi dan Binki mendengarkan pembicaraan kita tadi"" tanya Peter kesal. "Padahal pintu sudah kita tutup. Atau mereka mengintip lewat lobang kunci!"
"Itu mungkin saja dilakukan oleh mereka berdua," kata Jack jengkel. Ia langsung mengejar kedua anak itu, yang cepat-cepat lari sambil tertawa-tawa.
Peter dan Janet sangat marah. Mereka menyesal, kenapa tadi tidak pergi ke pojok kebun. Di situ pasti takkan ada yang bisa ikut mendengarkan pembicaraan mereka. Untung saja mereka tadi berbicara sambil berbisik-bisik. Jadi mungkin saja Susi dan Binki tak banyak menangkap kata-kata mereka!
Setelah Peter dan Janet pergi, Jack lantas pergi ke rumah Colin.
""Sebetulnya malam ini kami hendak menonton," kata Colin, ketika diberi tahu. "Tapi kami akan datang, ikut bersamamu dan Peter."
"Kita berkumpul pukul setengah delapan, di depan rumah Peter," kata Jack. "Jangan bawa sepeda! Kita berjalan kaki mendaki bukit - dan mudah-mudahan nanti orang-orangan yang di ladang tidak mengejar, apabila kita lewat di dekatnya!"
"Aneh ya - urusan pakaiannya yang dicuri itu," kata Colin. "Kita tak berhasil menemukan . jejak sama sekali - pakaian itu dengan begitu saja lenyap. Jadi sampai nanti malam! Kami pasti datang."
Ketika hari sudah gelap, empat anak laki-laki berkumpul di depan rumah Peter. Janet juga datang, untuk mengucapkan selamat jalan. .
"Aku sebetulnya kepingin sekali ikut," katanya, dengan harapan akan diajak. Tapi percuma! Keempat anak laki-laki itu berangkat sendiri menyusur jalan yang gelap. Bahkan Skippy pun ditinggal di rumah.
Setelah agak lama berjalan mendaki bukit, barulah keempat anak itu sampai di pondok tempat tinggal Matt.
"Kita tak perlu memberi tahu kedatangan kita padanya, karena siapa tahu nanti dia marah," kata Peter pelan. "Kuusulkan kita duduk saja di balik semak itu. Matt ada di pondoknya atau tidak, ya""
""Aku melihat sinar terang lewat celah di pintu," kata George. "Jadi ia ada di dalam. Sekarang kita harus duduk diam-diam di sini, supaya tidak ketahuan bahwa kita ada di sini."
Keempat anak itu lantas bersembunyi dalam semak. Mereka sama sekali tidak bercakap-cakap. Sekali mereka kaget sekali, karena tiba-tiba terdengar suara burung hantu di dekat mereka. Keempat-empatnya memasang telinga, setiap kali ada sesuatu yang bergerak di sela rumput bukit.
Kemudian mereka mendengar suara melengking pelan. Astaga! Seram sekali kedengarannya - seperti ada yang menangis.
Anak-anak itu saling berpegangan karena kaget dan ngeri. Jantung mereka berdegup-degup dengan keras.
"Kedengarannya seperti dari belakang semak ini," kata Peter, setelah rasa kagetnya agak reda. "Yuk, kita merangkak ke sana - lalu kita sorotkan cahaya senter ke arah asal bunyi itu."
Sementara itu masih terus terdengar bunyi yang melengking-lengking.
"Cepat - sekarang!" kata Peter. Dengan segera keempat anak itu berbalik. :
" Bab 16 "Perbuatan Iseng
"MEREKA menyusup-nyusup di bawah semak lebat, sambil menyalakan senter. Sebelum sampai di tempat bunyi itu berasal, mereka sudah mendengar bunyi lain. Tidak- bukan bunyi menangis! Mendengar bunyi itu, keempat-empatnya langsung kaget dan marah.
Mereka menyorotkan sinar senter mereka ke arah dua sosok tubuh yang merunduk di situ sambil tertawa cekikikan.
. "Susil Binki! Jahat benar kalian!" seru Jack. Ia sangat marah. "Jadi ternyata kau mendengarkan pembicaraan kami di rumah tadi. Kalian merusak segala-galanya!"
"Hebat ya -lolongan kami tadi""-kata Susi, sambil terbatuk-batuk karena kebanyakan tertawa. "Apakah Matt juga mendengarnya, serta keluarga Bolan" Perkenalkan - kami inilah Pelolong Pilu yang terkenal di mana-mana!"
Tiba-tiba muncul sesosok tubuh yang jangkung. Matt, si penggembala tua datang dari pondoknya.
"Ada apa di sini!" katanya galak. "Apa yang kalian lakukan malam-malam di tempat ini" Dan kenapa berteriak-teriak1"
""Anda tadi bukan mendengar teriakan," kata Susi. "Aku dan Binki yang melolong. Itu kan bunyi yang Anda dengar kemarin malam, Matt""
"Yang kudengar kemarin malam, bukan lolongan anak konyol," kata ,Matt serius. "Kalian pergi saja cepat-cepat dari sini, sebelum bunyi yang sebenarnya mulai terdengar lagi. Ya - kalian semua! Dan Susi, kau akan kuadukan pada ayahmu. Anak bandel, datang ke sini pada malam segelap sekarang. Itu kan berbahaya!"
"Aduh - jangan adukan ayah," kata Susi. Ia cepat-cepat bangkit; karena ngeri kalau benar-benar dilaporkan pada ayahnya.
"Yuk, kita pulang," ajak Binki, yang ketakutan melihat penggembala yang sedang marah. "Ayo, cepatlah sedikit!"
Binki lantas lari menuruni bukit, sambil menyorotkan cahaya senternya ke depan. Susi menyusul, dikejar oleh Jack yang lari sambil berseru-seru.
"Tunggu aku, tolol! Tersesat kalian nanti. Tunggu, Susi! Kuantarkan kalian pulang!"
"Kalian sebaiknya pulang juga sekarang," kata-. Matt pada anak-anak yang tiga lagi. "Karena jika kalian mendengar bunyi yang kudengar kemarin, kalian pasti akan lari pontang-panting. Pergilah sekarang!"
Kemudian laki-laki tua kembali ke pondoknya. Terdengar bunyi pintu ditutup kembali. Anak-anak memadamkan senter mereka. Ketiga-tiganya merasa marah dan agak kikuk.
""Susi memang keterlaluan!" tukas George. "Dan Binki sama saja. Seenaknya saja mereka ke mari! Peter - kau kenapa setolol itu, membiarkan ceritamu pada Jack terdengar oleh Susi!"
"Memang- tapi siapa mengira ada yang mendengarkan lewat lubang kunci," kata Peter. "Tapi di pihak lain, Susi memang mau saja melakukan segala macam untuk menertawakan Sapta Siaga. Itulah yang menyebabkan ia ke mari."
"Nah, bagaimana sekarang"" tanya Colin. "Kita pulang saja sekarang" Petualangan ini mengecewakan akhirnya."
"Kita tunggu sebentar - karena siapa tahu bunyi menangis yang diceritakan oleh Matt akan terdengar lagi," kata Peter. "Tapi kata pak tua itu, ia mendengarnya kemarin malam sekitar pukul setengah sembilan. Dan sekarang pasti sudah lewat saat itu."
"Yah - kita tunggu lima menit lagi, kalau begitu," kata Colin. "Tapi kurasa semuanya itu cuma dimimpikan saja oleh penggembala tua itu." .
Lima menit berikutnya, ketiga anak laki-laki itu duduk dalam gelap, sambil berdiam diri. Langit mendung. Satu bintang pun tak nampak berkelip. Sekeliling mereka sunyi senyap. Cuma sekali terdengar bunyi burung hantu. Tiupan angin menggerak-gerakkan daun dalam samak. Tiba-tiba ada seekor burung mencicit sekali - lalu diam lagi.
""Kita pulang saja sekarang," bisik Peter sambil bangkit. Kawan-kawannya ikut berdiri, sementara Peter sudah mulai berjalan meninggalkan tempat itu. Tapi tiba-tiba mereka tertegun. Jantung mereka berdebar keras. Colin memegang lengan George.
Sapta Siaga 10 Misteri Biola Kuno di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sekonyong-konyong terdengar bunyi aneh. Kedengarannya seperti tangisan sedih! Bunyi itu meninggi. Indah sekali bunyinya, lalu menurun lagi. Memilukan perasaan - bersih dan sangat indah.
Hanya bunyi itu saja yang terdengar di tengah alam yang sunyi saat itu. Bahkan angin pun seakan-akan berhenti bertiup, karena ingin mendengarkannya. Peter dan kedua kawannya berdiri seperti terpaku di tempat mereka, sambil saling pegang-memegang.
Saat itu terdengar pintu pondok terbuka. Rupanya penggembala tua itu juga mendengarnya. Ternyata ia tidak bermimpi! Bunyi itu menggema lagi. Menyedihkan nadanya, tapi juga sangat indah! Bunyi yang terdengar itu
aneh sekali, di tengah bukit yang sunyi.
"Bunyi apa itu"" tanya Colin kemudian.
"Kau belum tahu"" jawab Peter. Rupanya ia berhasil mengenalinya. "Itu kan suara biola. Ada orang sedang main biola di sini. Itulah bunyi yang kita dengar itu! Tapi alangkah indahnya." Bunyi yang terdengar sama sekali bukan sebuah lagu. Cuma gesekan nada-nada, seperti bunyi angin yang bertiup di sela dedaunan.
"Bunyi biola!" kata George. "Ya, tentu saja! Tapi aku belum pernah mendengar orang main biola seperti begitu. Siapakah yang sedang menggeseknya" Dan kenapa malam-malam, di atas bukit""
Tiba-tiba terdengar suara Matt berseru. Terdengar nyaring dan jelas, memecah kesunyian malam.
"Siapa itu" Ayo ke mari, supaya aku bisa melihat!"
Seketika itu juga bunyi biota terhenti. Matt masih tegak di ambang pintu pondoknya selama beberapa menit. Kemudian ia berpaling, lalu menutup pintu kembali. Terdengar bunyi pintu dikunci dari dalam.
"Kita duduk sebentar di sini - karena aku ingin mengatakan sesuatu, kata Peter, dengan suara pelan tapi bersemangat. Begitu kawan-kawannya duduk, Peter lantas menyambung, "Biola yang dimainkan itu - pasti itulah biola antik yang dicuri orang! Bunyinya begitu bersih dan indah! Belum pernah aku mendengar biola yang begitu bagus bunyinya. Bayangkan - bunyi seindah itu, oleh Matt dikatakan seperti bunyi tangisan!"
"Yah - kedengarannya memang seperti tangisan, sih!" kata Colin. "Bunyi biola sering melengking tinggi seperti itu. Tapi katamu juga benar - bunyi tadi sangat indah. Ya- kurasa itu biola yang dicuri orang dari toko antik. Tapi siapa yang memainkannya""
""Luke Bolan!" jawab Peter dengan segera.
"Siapa" Luke Bolan"" tanya Colin dan George tercengang. "Dari mana kau tahu""
"Yah - dia kan bisa bermain banyo! Jadi mungkin saja dia pandai bermain biola pula," kata Peter. "Sedang banyonya kan ikut terbakar. Mungkin biola antik itu dicuri olehnya sebagai pengganti banyo!"
Sesaat ketiga anak itu membisu. Kemudian Peter berbicara lagi.
"Tugas kita yang berikut, mencari biola itu," katanya. "Mungkin ia menyembunyikan barang itu dalam caravan. Yuk - kita menyelinap ke sana.. Kita lihat dulu, apakah masih ada sinar lampu di dalam. Tapi kita harus berhati-hati! Sebab jika tadi memang Luke yang bermain biola di atas bukit, maka pasti sekarang ia masih ada di luar. Jangan nyalakan senter!"
Ketiga anak laki-laki itu bergerak menyelinap, mendekati caravan keluarga Bolan.
Bab 17 Di Manakah Biola Itu
MALAM begitu gelap, sehingga pada mulanya mereka sama sekali tidak bisa melihat apa-apa. Mereka melangkah maju sepelan mungkin. Tersandung-sandung, sambil merentangkan tangan jauh-jauh ke depan.
"Ssst!" desis Peter tiba-tiba. Ia berhenti, sehingga kawan-kawannya yang berjalan agak di belakang menubruknya.
"Lihatlahl" desisnya lagi. "Itu kan caravannya" Itu, nampak bayangannya, hitam di depan latar belakang langit gelap."
"Betu! jawab Colin sambil berbisik pula. "Tapi tempat itu gelap! Rupanya tak ada siapa-siapa di situ."
"Aneh," kata Peter. "Yuk - kita menghampirinya. Tapi begitu terdengar bunyi apa pun juga, kita harus segera berhenti."
Mereka merayap terus, sampai ke dekat caravan. Dari dalam sama sekali tidak kelihatan cahaya memancar ke luar. Peter menyelinap ke tangga, lalu memasang telinga. Ah - ia mendengar sesuatu di dalam! Bunyi apa itu"
"Ada yang menangis!" bisik Colin. Ya, betul - di dalam terdengar suara orang menangis pelan - seperti anak kecil. Mestinya itu Benny yang menangis, karena ditinggal sendiri di dalam caravan," kata Peter. "Adakah kereta bayi itu di sekitar sini"" la lantas menyalakan senternya, supaya bisa melihat lebih jelas. Ternyata kereta itu tak ada di tempat yang biasa di samping caravan. Di tempat lain, juga tak kelihatan, Sementara itu suara yang di dalam masih terus menangis.
Tiba-tiba Peter dan kedua kawannya terkejut setengah mati, ketika ada yang menyapa mereka. Itu Matt, penggembala! Rupanya ia melihat nyala senter, lalu keluar dari pondoknya untuk memeriksa;
"Bukankah sudah kukatakan pada kalian, agar segera pulang ke rumah"" katanya ketus. "Peter! Tahukah ayahmu bahwa k
au. keluar malam-malam" Dan apa yang kalian lakukan di situ""
"Matt! Bunyi aneh itu - itu suara biola!" kata Peter. Dilihatnya Matt tertegun sejenak.
"Wah, betul juga!" katanya kemudian dengan kagum. "Tapi belum pernah aku mendengar biola dimainkan secara begitu. Persis seperti tangisan! Siapakah yang memainkannya" Malam ini tak ada siapa-siapa di dalam caravan, kecuali si Benny. Aku tahu pasti, karena keluarga Bolan tadi minta tolong padaku untuk menjagakan. Saat ini mereka sedang ke desa, karena ada keperluan!"
"0 - kalau begitu yang menangis di dalam si Benny, karena ia juga takut mendengar bunyi tadi!" kata Peter menduga. "Bagaimana jika kita masuk dan membujuknya sekarang""
"Jangan," larang penggembala. Benny takut orang! Tapi kalau terhadapku, ia tidak takut. Biar aku saja yang masuk, Peter! Aku akan menimang"-nimangnya, sampai ia tertidur. Ia tadi takut mendengar bunyi biola itu. Aneh - kenapa main musik di sini, pada waktu malam lagi""
Matt lantas masuk ke dalam caravan yang gelap, sambil membujuk-bujuk dengan suara berat tapi ramah. Peter menyorotkan sinar senternya sekilas ke dalam. Dilihatnya kepala Benny di pojok ruangan, rebah di atas bantal. Matt berdiri membungkuk di depan anak itu. Peter, Colin dan George pergi dari tempat itu, berjalan pulang. Mereka semua membisu, karena masih merasa heran dan bingung.
Kemudian Peter yang lebih dulu berbicara.
"Aku benar-benar tak mengerti," katanya. "Mestinya Luke yang tadi bermain biola di atas bukit. Tapi untuk apa" Matt kelihatannya tahu pasti, Luke pergi bersama Bu Bolan ke desa, sedang Benny ditinggal seorang diri dalam caravan. Tentunya bayi ikut dibawa ke desa, karena kita tak melihat kereta bayi di sekitar caravan. Nah - kalau begitu kenapa Luke Bolan kembali seorang diri, lalu bermain biola ""
"Entah," kata Colin. "Tapi aku merasa yakin, pasti Luke yang mencuri biola, lalu memainkannya untuk menghibur diri karena banyonya ikut terbakar dalam pondok mere"ka. Mungkin saja ia meninggalkan istrinya di desa selama satu atau dua jam, karena ingin kembali ke sini untuk memainkan biola.
"Nah, kalau begitu di mana menurut perasaanmu ia menyembunyikan biola itu"" tanya George. "Mestinya ditaruh baik-baik di suatu tempat yang sangat terselip! Karena apabila ketahuan, pasti ia akan dimasukkan ke dalam penjara karena mencuri."
"Bisa saja disembunyikan di bawah kasur dalam caravan - atau dalam tempat menyimpan roti," kata Peter menebak-nebak, "pokoknya di tempat-tempat seperti itu! Kurasa ada baiknya jika kita datang lagi ke sana besok, lalu berusaha mencari biola itu. Luke pasti akan pergi lagi mencari nafkah, dan kita tahu Bu Bolan kalau pergi berbelanja tentu akan membawa serta kedua anaknya. Kemarin pagi aku dan Janet bertemu dengannya."
"Baiklah, jadi kita akan ke sana lagi besok," kata George. "Aku ingin sekali menyelidiki urusan ini sampai tuntas. Semua begitu aneh rasanya. Kebakaran, lalu pakaian orang-orangan yang hilang, disusul dengan pencurian biola antik - setelah itu bunyi tangisan malam-malam, tanpa ada yang memainkannya!"
"Awas!" " desis Colin dengan tiba-tiba. Ketika anak itu langsung berhenti berjalan. Tak jauh dari mereka nampak sesosok tubuh, yang berdiri diam-diam di tengah ladang.
Peter tertawa geli. ""Tolol! Itu kan orang-orangan kami," katanya. "Yuk, kita harus bergegas pulang - karena kalau sampai terlambat, pasti langsung didamprat di rumah!" .
"Pukul berapa kita berkumpul lagi besok"" tanya George. "Apakah kita akan pergi beramai-ramai - maksudku seluruh anggota Sapta Siaga" -Sebaiknya kita membawakan sesuatu, supaya ada alasan datang ke sana."
"Bagus idemu itu!" kata Peter. "Usahakan, agar kita semua berkumpul sekitar pukul sepuluh pagi. Dengan begitu cukup waktu kita, supaya bisa kembali pada saat makan siang."
Anak-anak berpisah di depan rumah Peter. Mereka lantas pulang ke rumah masing-masing, sibuk memikirkan petualangan malam itu. Petualangan mereka benar-benar asyik, kecuali kejadian konyol ketika Susi dan Binki menyelinap untuk merusak suasana!
"Mudah-mudahan saja kedua anak itu tidak mendengar lagi bahwa kita akan perg
i ke caravan besok pagi," kata George pada dirinya sendiri, sambil berjalan pulang. Jack perlu lebih berhati-hati! Kalau ia tak mampu mencegah gangguan Susi dan kawannya yang selalu cekikikan itu, sudah sepantasnya jika Jack dikeluarkan dari Sapta Siaga!"
Tapi ternyata Jack berhasil menyimpan rahasia. Susi masih tetap tak tahu-menahu, ketika Jack tiba pada. waktunya keesokan paginya di depan rumah Peter. Anak-anak sudah berkumpul semua. Mereka berembuk sebentar. Peter menjelaskan pada anak-anak perempuan - dan juga pada Jack - tentang kejadian yang dialami malam sebelumnya.
Mereka mendengarkan dengan tercengang dan sedikit iri. Apalagi Jack yang malang, yang saat itu terpaksa mengantarkan Susi dan Binki pulang,
"Astaga - bayangkan, ada orang memainkan biola!" kata Jack. "Sayang aku tak mendengarnya sendiri. Dasar Susi, selalu menjengkelkan! Pasti yang main biola itu Luke Bolan! Aduh, jahat sekali orang itu - memecahkan kaca toko, untuk mencuri biola kuno yang sangat berharga!"
"Yuk, kita berangkat,"" kata Peter kemudian. "Kau juga ikut, Skip! Tadi Ibu membekali kami dengan mentega dan biskuit untuk Bu Bolan."
"Untuk bekal kita"" tanya Jack, yang selalu lapar.
"Bukan, goblok," tukas Peter. "Ini untuk dijadikan alasan datang ke sana, apabila Bu Bolan ternyata belum pergi berbelanja. Tapi kalau ia tidak ada, maka akan ada kesempatan bagi kita untuk masuk ke dalam caravan. Kita akan bisa memeriksa, mungkin saja biola yang dicuri itu disembunyikan di salah satu tempat di situ."
Anak-anak lantas berangkat berbondong-bondong, Skippy berlari-lari di samping mereka. Mau ke mana lagi anak-anak ini" Skippy tidak peduli. pergi ke kebun pun boleh, asal ia diajak serta!
" Bab 18 Penemuan Tak Disangka
"SETIBA mereka di pondok pengembala, para anggota Sapta Siaga menjenguk sebentar ke dalam. Matt sedang tidak ada di situ. Sesaat kemudian, mereka melihatnya. Ternyata Matt sedang sibuk menggiring biri-biri yang merumput di bukit seberang. Ia melambai, dan dibalas oleh anak-anak. Anjing gembalanya ada bersama laki-laki tua itu. Kelihatan sibuk lari ke sana dan ke sini, mengejar biri-biri yang mau menjauh.
"Sekarang kita tilik dulu, apakah ada orang dalam caravan," kata Peter. Anak-anak lantas berduyun-duyun ke. tempat itu, sambil menenteng tempat mentega dan biskuit. Skippy berlari-lari lebih dulu, dengan ekor dikibas-kibaskan kian-kemari.
"Bu Bolan! Anda ada di rumah"" seru Peter memanggil-manggil. Tapi tak terdengar jawaban sama sekali.
:"Kereta bayi juga tak nampak," kata Janet. Ia agak menyesal, tidak bisa bermain-main dengan bayi yang mungil itu.
"Pintunya terkunci tidak"" tanya Peter. "Mudah-mudahan saja tidak!" Ia menaiki tangga, lalu mengetuk pintu. "Bu Bolan - Anda ada di dalam""
"Tak terdengar jawaban dari dalam. Dengan hati-hati Peter mendorong daun pintu. Ternyata tidak dikunci, karena langsung terbuka sedikit.
"Kutaruh saja mentega dan biskuit di atas rak!" serunya pada kawan-kawan yang berdiri di luar. Peter lantas masuk ke dalam. Tercium olehnya bau. agak pengap. Tempat. ini nampaknya jarang dirapikan, pikir Peter. Kasur yang besar masih tergelatak di lantai. Bahkan cangkir dan piring kotor bekas sarapan, masih berserakan di atas rak.
"Bolehkah kami ikut masuk"" seru Janet dari luar.
"Jangan," larang Peter. "Biar aku dulu yang mencari sebentar. Setelah itu seorang dari kalian masuk untuk mengecek, barangkali saja ada tempat yang belum kuperiksa. Kalau kita semua masuk sekaligus, paling-paling cuma akan saling merecoki saja - karena ruangan di sini sangat sempit. Kalau memang ada biola disembunyikan di sini, pasti takkan sulit menemukannya."
Karena itu anak-anak lantas menunggu di luar. -Ada yang berdiri di tangga, dan ada pula yang duduk-duduk di rumput. Semuanya mengintip ke dalam caravan, untuk melihat apa yang sedang dilakukan oleh Peter. Kelihatannya anak itu benar-benar mencari dengan seksama!
"Di bawah kasur tidak ada apa-apa! Di dalamnya, juga tidak," serunya memberi tahu. "Dalam lemari - sama saja. Eh, tunggu dulu - dekat atap caravan ada sebuah lemari gantung! Kulihat sebentar isinya - ah, ada
sebuah kotak persegi panjang! Mungkin di sini barang yang kita cari!"
Peter mengambil kotak itu, lalu membukanya. Tapi ternyata kosong. Isinya cuma beberapa lembar kertas yang sudah bulukan. Mungkin saja kotak itu kepunyaan Matt, dan tertinggal di situ ketika ia memindahkan barang-barang simpanannya.
Peter memeriksa ke mana-mana. Kemudian ia muncul di ambang pintu. Nampaknya kecewa.
"Percuma!" keluhnya. "Biola itu jelas tak ada dalam caravan ini. Kurasa mungkin disembunyikan di bawah semak. Tapi juga mustahil, karena pasti akan rusak. Kotaknya kan tertinggal dalam toko. Tapi dengan kotak pun, pasti rusak jika dibiarkan di luar. Nah, Janet! Sekarang giliranmu mencari."
Janet bergegas menaiki tangga, lalu mulai mencari dengan diperhatikan kawan-kawan nya. Sementara itu Peter menyuruh Jack dan Colin memeriksa ke bawah caravan. Di situ pun nampak ada beberapa barang. Tapi usaha kedua anak itu sia-sia.
Tiba-tiba terdengar Janet terpekik di dalam caravan. Anak-anak kaget.
"Ada apa" Ada apa"" seru mereka serempak.
"Lihatlah - apa yang kutemukan tergantung di balik pintu caravan!" seru Janet dari dalam. "Daun pintu tadi terbuka lebar sampai menempel ke dinding, dan tak terpikir olehku untuk menengok ke baliknya. Baru saat ini timbul pikiran begitu. Dan inilah yang kutemukan!"
Tangan Janet terangkat tinggi-tinggi, megang sesuatu. Para anggota Sapta Siaga memandang sambil melongo. Mereka memandang - bukan biola yang dicuri, tapi pakaian orang-orangan yang hilang! Ya, betul - semuanya lengkap di situ. Jas yang sudah usang, topi kumal dan celana panjang flanel berwarna kelabu!
Seketika itu juga anak-anak mengenali pakaian itu kembali.
"Tapi - Iho - kenapa tahu-tahu bisa ada dalam caravan"" tanya Janet heran.
"Gampang saja!" jawab Jack. "Luke mengambilnya untuk dipakai menyamar pada saat mencuri biola. Setelah itu ia kembali ke sini, dan menggantungkannya di balik pintu. Siapalah yang' mau mempedulikan pakaian usang yang ada dalam caravan!
Takkan ada yang menyangka, asalnya dari orang-orangan. "
"Aduh, kasihan Bu Bolan," keluh Pam. "Pasti ia tidak tahu bahwa Luke yang mengambil pakaian orang-orangan - dan mencuri biota antik. Tapi di manakah biola itu" Pasti disembunyikan di salah satu tempat!"
"Yang jelas, bukan di sini," kata Peter. "Dan karena aku yakin tak mungkin ditaruh di dalam semak, maka cuma masih ada satu tempat lagi yang mungkin!"
"Di mana"" tanya kawan-kawannya bersemangat.
"Dalam kereta bayi," jawab Peter. ''Takkan ada yang menyangka bahwa ada barang disembunyikan di situ - apalagi biola yang berharga. Aku berani taruhan, pasti barang Itu disembunyikan dalam kereta bayi!
"Tapi biola itu pasti rusak, jika ada yang melonjak-lonjak di atasnya," kata Pam. "Bayi Bu Bolan kan paling senang melonjak-lonjak!" .
"Bisa saja dibungkus dengan selimut tebal!" kata Peter. "Tanggung biola itu ada di situ!"
"Yah - kalau begitu, apa yang kita lakukan sekarang"" tanya Colin. "Kita menyangka Luke mengambil pakaian dari orang-orangan, untuk dipakainya sebagai samaran. Kita menyangka dialah yang mencuri biola, karena banyo kepunyaannya terbakar. Kita juga menyangka, dia yang main biola malam-malam di atas bukit - dan sekarang kita menyangka biola itu disembunyikan dalam kereta bayi. Tapi mana buktinya" Sama sekali tidak ada!"
"Asal kita bisa melihat ke dalam kereta, kita akan mengetahui apakah sangkaan kita itu tepat atau tidak," kata Jack.
"Tapi bagaimana caranya"" tanya Peter.
"Ssst!" Tiba-tiba Jack mendesis." Ada orang datang!"
"anak-anak berpaling. Nampak Bu Bolan bergegas-gegas datang, sambil m"ndorong kereta bayi. Bayi itu sedang menangis. Benny berlari-lari di sisi ibunya, sambil berpegangan pada kereta.
Mula-mula Bu Bolan tidak melihat anak-anak yang bergerombol, di sisi caravan. Cepat-cepat Peter menutup pintu kembali, lalu anak-anak bergegas menghampiri Bu Bolan. Mereka agak bingung, tak tahu apa yang harus dikatakan.
"Ssst - sudahlah, jangan menangis terus," kata Bu Bolan membujuk-bujuk bayinya. "Ibu tahu, kau lapar, Nak!" Diangkatnya bayi itu, lalu ia berpaling hendak menuju ke caravan. Bu Bolan tertegu
n. Ia kaget, karena baru saat itulah ia melihat ketujuh anggota Sapta Siaga yang ada di situ. Bu Bolan mencoba tersenyum ramah seperti biasanya. Tap"i wajahnya nampak bimbang. Sama sekali tidak riang, seperti biasa dilihat anak-anak.
"Selamat pagi," sapanya. "Aku baru saja hendak memberi makan bayiku ini. Sepagi ini aku sibuk terus di desa, dan sekarang ia sudah sangat lapar. Aku memang agak terlambat pulang!"
Bu Bolan lantas bergegas masuk ke dalam caravan diikuti oleh Benny.
"Bag"imana jika sekarang kita cepat-cepat memeriksa ke dalam kereta"" kata Pam pelan. "Ini satu-satunya kesempatan bagi kita. Mudah-mudahan saja biola itu tidak ada di dalamnya!"
"Pam menghampiri kereta, lalu menyibakkan kain kumal yang menutup bagian atasnya. Tangan Peter menggeretak, memeriksa sisi-sisi kereta. Jari-jarinya gemetar.
Tiba-tiba teraba olehnya sebuah benda yang panjang dan keras, terbungkus dalam kain tebal. Dengan segera ia menariknya ke luar. Begitu kain pembungkus disibakkan sedikit, langsung nampak gagang sebuah biola!
"Ya, betul! Inilah biolanya!" kata Peter. Ia sendiri kaget. "Sekarang apa yang harus kita lakukan""
" Bab 19 Benny yang Malang
"TIBA-TIBA terdengar suara orang berseru. Anak-anak terlompat kaget, lalu menoleh ke arah suara itu. Ada seorang laki-laki datang ke arah mereka. Orang itu jangkung. Jalannya agak membungkuk. Rambutnya hitam dan tebal. Matanya persis seperti mata Benny.
Itulah Luke Bolanl Ia kelihatan sangat marah.
"Kemarikan barang itu! Seenaknya saja membongkar-bongkar dan -mengacak-acak. Kutempeleng kalian semua nanti!"
"Anda Luke Bolan"" tanya Peter. "Kan ini biola yang dicuri dari toko barang-barang antik!"
Di belakang anak-anak terdengar jeritan melengking. Bu Bolan bergegas keluar dari caravan, diikuti oleh Benny.
"Lukel Luke, jangan kau apa-apakan anak-anak itu! Jangan berani menyakiti mereka. Aduh - mereka menemukan biota itu!"
Anak-anak tercengang dan bingung, ketika melihat Bu Bolan sekonyong-konyong menangkupkan tangan ke mukanya lalu menangis tersedu-sedu. Benny pun ikut menangis ketakutan, sambil menarik-narik baju ibunya.
Luke merampas biola dari tangan Peter. Diangkatnya barang antik itu tinggi-tinggi. "Kelihatannya seperti hendak dibantingnya ke tanah sampai pecah berantakan. Tapi Bu Bolan cepat-cepat memegang lengan suaminya.
"Jangan, Lukel Kalau kaupecahkan, persoalannya malah menjadi bertambah sulit bagi kita. Kalian tahu apa tentang soal ini" Bagaimana kalian sampai berhasil mengetahuinya""
"Ceritanya panjang," jawab Peter. "Pokoknya dia ini - Colin - melihat suami Anda "memecahkan. kaca jendela lalu mengambil biola Itu. Ia juga melihat bahwa Pak Bolan memakai pakaian usang yang diambil dari orang-orangan di ladang kami. -Dan baru saja kami melihat pakaian itu tergantung di balik pintu, dalam caravan. Lalu kini kami menemu kan biola dalam kereta bayi!"
Aduh, Luke," tangis Bu Bolan. "Kau pasti akan dipenjarakan - itu sudah pasti! Lalu bagaimana nasibku bersama anak-anak" Semua milik kita habis terbakar - dan sekarang aku harus sendiri, bersama Benny dan adiknya yang masih bayi."
Luke Bolan merangkul isterinya. Tampangnya sedih sekali saat itu. Tiba-tiba Bu Bolan berpaling dengan cepat, menatap anak-anak.
"Aku sudah bermaksud hendak mengembalikan biola itu, pagi ini juga. Sungguh, aku sudah- bermaksud begitu - tanya saja pada Luke ini! Kami sama sekali tidak tahu bahwa biola itu sangat berharga. Kata Luke, kelihatannya sudah begitu usang - jadi tak mungkin mahal harganya!"
"0, begitu," kata Peter. Tiba-tiba ia memahami persoalannya. ''Tentu saja - kelihatannya memang sudah sangat tua. Tapi apakah Pak Bolan tidak melihat kertas catatan yang terpasang di sebelahnya""
"Ya, aku melihatnya," jawab Luke. "Tapi kertas itu tak ada artinya sama sekali bagiku."
"Luke tidak bisa membaca," kata Bu Bolan, sambil mengusap air mata. "Ia tidak pernah bersekolah. Sewaktu kecil, ia selalu hidup berpindah-pindah dengan caravan. Tak per- nah lama di suatu tempat, sehingga tak sempat bersekolah. Jika ia bisa membaca tulisan yang menerangkan bahwa biola kuno ini sangat mahal harganya
, ia pasti tak jadi mengambilnya. Ya kan, Luke""
"Tentu saja tidak," kata Luke. "Sama sekali tak kusangka ini barang mahal. Kukira harganya cuma beberapa penny saja. Tapi setelah pondok kami terbakar, aku tak punya uang sedikit pun. Aku bermaksud membayarnya kemudian. Tapi biola ini kuperlukan saat itu juga."
"Kenapa" Apakah karena banyo Anda ikut terbakar"" tanya Colin. Kedengarannya agak mencemoohkan. Masa hanya karena banyo terbakar, lantas mencuri biola milik orang lain!
"Banyo" Ah, itu kan. tak begitu berarti bagiku!" jawab Luke agak heran. "Aku bisa saja meminjam, jika ingin main banyo. Tidak - biola itu kuambil untuk Benny!"
"Benny" Anak kecil ini kan tak mungkin bisa bermain biola"" seru Janet tercengang.
"Benny - coba mainkan sebuah lagu untuk kita, Nak," kata Bu Bolan, sambil menunduk ke arah anak kecil itu, yang nampak ketakutan. Ia tak bisa mengerti, apa yang sedang terjadi saat itu. Ia takut sekali. Kenapa ibunya menangis"
Luke mengambil biola dari dalam kereta bayi. Barang itu diletakkannya tadi di situ, ketika ia hendak membujuk istrinya yang sedang menangis. Disodorkannya alat musik antik itu ke tangan Benny. Anak itu kelihatan bergairah, begitu jari-jarinya menyentuh permukaan biola yang licin.
Benny pergi agak menjauh, lalu berdiri membelakangi mereka. Biola diselipkannya di bawah dagu, diangkatnya tongkat gesek - dan saat berikut terdengar lagi bunyi yang begitu aneh tapi indah, yang didengar oleh Peter beserta Colin dan George malam sebelumnya. Bukan lagu yang terdengar - cuma serangkaian nada merdu. Seakan-akan Benny sedang menyanyikan kata-kata yang cuma terbayang dalam perasaannya sendiri.
"Benny bermain untuk dirinya sendiri - sama seperti seekor burung yang sedang berkicau," pikir Janet.
"Bukan, Benny - jangan lagumu sendiri!" seru Bu Bolan. "Mainkan lagu Tarian Pohon Mei!"
"Seketika itu juga terdengar permainan lagu yang sangat lincah dan meriah. Belum pernah anak-anak mendengar orang bermain biola selincah itu. Napas mereka tersentak karena kagum.
Bu Bolan memandang berkeliling, sambil tersenyum gembira. .
"Nah! Itu sebuah lagu kelana, yang sudah tua sekali umurnya," kata Bu Bolan menjelaskan. "Benny bisa memainkan semua lagu kaum kami! Ya, si Benny-ku yang cilik! Kalian belum pernah mendengar dia bermain, kan" Dia ..."
"Sudah pernah, Bu! Kami mendengar permainannya kemarin malam," jawab Peter. "Dan Matt, penggembala tua itu mendengarnya satu malam sebelumnya. Tapi saat-saat itu Benny cuma memainkan lagu pilu karangannya sendiri. Matt bingung, tak tahu bunyi apa itu - lalu bercerita pada kami."
"Karena itulah kami lantas datang kemarin malam, karena juga ingin mendengarnya," sambung Colin. "Dan begitu bunyi itu
terdengar, dengan segera kami tahu bahwa itu permainan biola yang sangat indah. Kami juga lantas menduga, biolanya pasti sangat bermutu -- atau. tepatnya, biola antik yang hilang diambil orang!"
"Aduh, Benny - padahal ketika kau kutinggal, kau sudah tidur!" kata Bu Bolan. "Begitu pula malam sebelumnya. Ternyata kau kemudian bangun, mengambil biola lalu membawanya ke atas bukit dan bermain di sana! Itukah yang kaulakukan, Nak"" "
Benny tidak menjawab. Ia bahkan sama sekali tidak berpaling, untuk memandang ibunya. Ia menggesek-gesek senar biola dengan lembut, menimbulkan bunyi selirih angin yang bertiup di sela pepohonan.
Tiba-tiba Janet menyadari, memang itulah yang sedang dimainkan anak kecil itu. Bisikan angin lembut, di sela daun-daun pohon yang terdapat di dekat mereka!
"Anak ini jenius!" kata Janet dalam hati. "Aku nyaris tak bisa membedakan bunyi angin dan gesekan biola."
"Bu Bolan - Benny ini hebat sekali," katanya kemudian. "Dia seorang jenius. Kenapa Benny tidak disekolahkan saja, Bu" Kenapa tidak diberi kesempatan belajar musik secara benar""
"Benny takkan bisa apa-apa di sekolah, Nak," jawab Bu Bolan, sambil meraih Benny ke dekatnya. "Masakan kalian tak tahu - Benny-ku ini tak bisa melihat. Ia tunanetra!"
Tunanetra! Sekarang barulah anak-anak mengerti, apa. sebabnya Benny selalu menatap dengan pandangan kosong. Itulah sebabnya ia selalu berhati-hati pada
saat berjalan! Benny yang malang.
"Cuma musik saja yang bisa menyenangkan hatinya," kata Bu Bolan. "Lalu ketika ia kehilangan biolanya dalam pondok kami yang terbakar, ia patah hati. Karena. itulah maka suaminya mengambil biola tua itu - supaya Benny bisa bergembira lagi!"
Bab 20 Rapat Sapta Siaga
"ANAK-ANAK menatap Bu Bolan. Setelah itu berganti memandang Benny. Benny yang pendiam, dan aneh1 Tahu-tahu Janet merasa air matanya mulai meleleh. apakah yang bisa mereka lakukan, untuk menolong anak kecil yang berbakat besar itu" Mestinya ada - tapi anak-anak takkan mampu melakukannya!
Tidak - mereka harus meminta pertolongan orang dewasa. Orang dewasa biasanya tahu apa yang harus dilakukan!
Akhirnya anak-anak lantas mendatangi orang tua Peter dan Janet, lalu menceritakan segala-galanya pada mereka.
"Sekarang kami tidak tahu akal," kata Peter setelah selesai bercerita. "Biola harus dikembalikan pada pemilik toko, itu sudah jelas! Tapi Luke" Kasihan, janganlah ia sampai harus dipenjarakan. Lalu Benny harus bersekolah, dan perlu belajar musik. Ia pun harus diberi biola. Kami mau saja membelikan untuknya, biar pun untuk itu kami harus menabung selama setahun!"
"Kalian memang baik hati," kata ayah Peter senang. "Kejadian ini memang luar biasa! Aku tidak mengerti, bagaimana kalian bisa sampai terlibat dalam perkara seperti itu."
Ayah menggeleng-geleng, lalu melanjutkan. ""Tapi sekarang, mengenai urusan biola antik itu. Kita bisa saja mengembalikannya, tanpa menimbulkan kesulitan bagi Luke. Kata Matt, orang itu sebetulnya baik! Kurasa ia takkan mencuri biola antik, apabila tidak sedang bingung karena biola Benny terbakar!"
"Pak Bolan sayang sekali pada Benny!" kata Pam. "Tapi bagaimana caranya mengembalikan biola, tanpa membawa-bawa dia""
"Begini -" kata Ayah menjelaskan. "Pemilik toko menyediakan hadiah bagi orang yang mengembalikan biola antik itu. Dan jika kembalinya dalam keadaan utuh, maka takkan diajukan pertanyaan ke mana barang itu selama ini. Aku bermaksud mengantarkan sendiri biola itu. Jika ditanya, aku akan bilang tidak bisa menjelaskan dari mana datangnya. Pokoknya orang yang mengambil kemudian menyesal, lalu menyerahkannya padaku agar dikembalikan dan tentu saja pemiliknya tidak perlu memberi hadiah! Dengan begitu persoalan pasti beres!"
"Bagus!" seru para anggota Sapta Siaga serempak. Skippy ikut-ikut memukulkan ekornya ke lantai.
"Lalu bagaimana dengan Benny"" tanya Janet.
"Mengenai urusan itu, kurasa aku bisa membantu," kata ibunya. "Anak itu bisa disekolahkan di sekolah khusus untuk anak-anak tunanetra. Di situ bakat musiknya bisa dikembangkan dengan sempurna. Benny pasti takkan begitu sedih harus berpisah dengan ibunya, apabila ia bisa terus bermain musik. Lagipula, pada saat-saat libur sekolah mereka kan bisa bersama-sama kembali!"
"Syukurlah, kalau begitu!" kata Barbara dan Pam bersamaan. Anak-anak sangat kaget ketika menyadari bahwa Benny yang matanya begitu bagus, sebetulnya sama sekali tidak bisa melihat. Tapi sekarang keadaannya akan berubah. Benny akan bisa berbahagia dengan musiknya! .
"Ngomong-ngomong - tidak sering Sapta Siaga mengadakan rapat bersembilan," kata ayah Peter sambil tersenyum. "Aku dan ibumu merasa mendapat kehormatan besar karenanya, Peter. Orang dewasa kadang-kadang ada juga gunanya, ya"" ..
"Aduh, Yah - Kami takkan tahu akal, jika tidak dibantu Ayah dan Ibu!" seru Janet. Ia merangkul ayahnya. "Ayah tidak segan mengembalikan biola antik itu" Ayah tahu pasti, nanti tidak ditangkap polisi karena dituduh mencuri"'
"Aku tahu pasti," jawab Ayah. "Lagipula, jika kalian memang sungguh-sungguh ingin mengumpulkan uang guna membelikan biola untuk Benny, aku dan ibumu juga ingin ikut menyumbang. Aku bisa mampir di toko alat-alat musik, untuk melihat biola yang cocok untuk seorang anak. Dengan begitu Benny tidak perlu sedih lagi, terkenang pada biola kepunyaannya yang terbakar."
"Setuju!" seru anak-anak serempak. Skippy ikut ribut, memukul-mukulkan ekor ke lantai.
"Anjing itu sebetulnya sama sekali tak mengerti persoalannya. Tapi pokoknya ia gembira. Anjing lain mana yang diper
bolehkan ikut menghadiri rapat sepenting itu"
Urusan biola langsung ditangani oleh ayah Peter. Ia tidak menceritakan pada anak-anak, apa yang dibicarakannya dengan pemilik toko. Pokoknya, semua beres! Dan nama Luke Bolan sama sekali tidak disinggung-singgung dalam pembicaraan itu.
"Tapi aku masih perlu berbicara sedikit dengan dia," kata Ayah. "Untuk menjelaskan bahwa ia nyaris saja celaka. Biar dia sadar!"
"Dan Ayah berhasil memperoleh biola lain untuk Benny"" tanya Janet harap-harap cemas.
"Kalian pergi saja ke Bu Bolan," kata Ayah, "dan bilang padanya agar mengajak Benny besok ke toko alat-alat musik. Di sana ia bisa mencoba biola yang agak kecil ukurannya. Setelah itu Ibu ingin bicara pula dengannya, supaya ia mau menyekolahkan anak itu. Wah - tahu-tahu kita sudah mencampuri urusan orang lain!"
"Bukan mencampuri Yah - tapi membantu!" kata istrinya. Kemudian ia berbicara pada Peter. "Sekarang Sapta Siaga harus memegang janji! Menabung, guna ikut membelikan "biola untuk Benny!'"
Dengan sendirinya Sapta Siaga menepati janji. Selama liburan, mereka sibuk bekerja untuk mengumpulkan uang. Bahkan Susi pun ikut membantu.
""Untung Binki sudah pulang, jadi Susi sekarang tidak begitu iseng lagi, kata Jack lega.. "Menurut ibuku, biarlah adikku Itu ikut bekerja mencari uang - dan memberikan hasilnya pada kita, jika ia mau. Menurut Ibu, ada baiknya hal itu bagi Susi."
"Yah - kalau begitu, biarkan saja dia bekerja keras, kata Peter mengalah. "Tapi ia tetap tidak boleh ikut rapat Sapta Siaga!"
Dua hari sebelumnya bersekolah kembali, anak-anak mengadakan rapat. Sudah banyak uang yang terkumpul - cukup untuk membayar harga biola, yang sudah diberikan pada Benny! Anak itu sangat senang, dan alat musik itu akan dibawanya kalau ia masuk sekolah khusus untuk anak-anak tunanetra.
"Nah kita sudah bekerja keras selama ini," kata Peter, sambil memandang berkeliling. "Terima kasih atas sumbangan kalian, Sapta Siaga! 0 - ini masih ada sedikit lagi. Hampir saja aku lupa!" Peter meletakkan uang beberapa keping ke atas tumpukan yang terletak di atas kotak yang dijadikan meja di depannya.
"Dari siapa uang itu" Dari Susi"" tanya George.
"Bukan - dari Skippy!" jawab Peter tertawa. "Ia. menyumbangkan dua potong tulang besar dan sepotong lagi yang kecil, dan ini hasilnya. Terima kasih, Skip. Kau memang hebat!" .
Skippy menjawab seperti biasa, dengan gonggongan ribut.
" Kata Skippy, ia senang bisa menolong kita, kata Peter serius. Sambil tertawa-tawa, rapat kemudian bubar.
TAMAT tamat Ratu Pemikat 3 Dewa Arak 81 Mustika Ular Emas Gadis Penyelamat Bumi 1
Kemudian Peter berbicara pada George dan Colin, "Menurut keterangan polisi pada ayahku tadi pagi, rupanya tak ada yang melihat pencuri itu dengan jelas," kata Peter. "Tak ada yang tahu tampangnya, dan bagaimana pakaiannya. Apakah kalian berdua melihatnya" Mestinya ya - karena salah satu peraturan Sapta Siaga adalah: selalu awas dan siap siaga!" ,
"Yah - kurasa sedikit banyak bisa kukatakan bagaimana tampang orang itu," jawab George. Sedang Colin cuma melongo saja.
"Bukannya aku sempat memperhatikan tapi ketika ia berdiri di depan jendela yang terang sewaktu melemparkan batu, aku bisa melihatnya dengan jelas. Walau sekilas, tapi jelas!'
"Coba bilang apa yang kaulihat," kata Peter, sambil mengambil buku notesnya. "Mungkin akan besar gunanya. Kita bisa melacaknya - jika kita tahu bagaimana rupanya. Misalnya saja, pakaiannya bagaimana""
"Yah - kalau ukuran badannya - biasa-biasa saja," kata George. Ia memicingkan mata, mengingat-ingat kembali. "Ia memakai mantel yang sudah tua dan robek-robek. Warnanya kelabu muda, tapi sudah robek-robek! Celana panjangnya juga kelabu muda, dan sangat kotor. Pakai topi hitam yang sudah berlubang. 0 ya - lehernya dibalut syal merah berbintik-bintik putih!"
Peter berseru kaget. "George! Tahukah kamu, apa yang baru saja kausebutkan tadi" Itu kan pakaian yang dicuri dari orang-orangan kami!"
" Bab 11 Pembalasan PARA anggota Sapta Siaga tercengang memandang Peter. Apa" Pencuri biola itu memakai pakaian yang dicuri dari orang-orangan" Untuk apa"
"Kau kan tak menyangka orang-orangan itu yang menyelinap malam-malam, lalu mencuri biola"" kata Pam tiba-tiba sambil tertawa terkikik.
"Jangan konyol, ah! Kau tahu orang-orangan itu tak berpakaian lagi," kata Janet, "kecuali kalau sudah diberi lagi oleh Matt."
"Persoalan ini semakin menarik sekarang," kata Peter lambat-lambat. "Pelakunya pasti bukan anak iseng, seperti Susi atau Binki."
"Aku sudah bertanya pada mereka," kata Jack, "dan terus terang saja, aku -tak bisa memastikan apakah mereka tahu atau tidak hilangnya pakaian orang-orangan itu. Habis, mereka cekikikan terus sih! Aku merasa curiga, mereka pasti tahu!"
"Kurasa tak mungkin," kata Peter. "Mereka cekikikan, hanya untuk membuatmu bingung saja, Jack! Sekarang kita perlu memikirkan persoalan ini baik-baik. Kalau ada yang mempunyai pendapat, harap segera mengatakannya!" Peter berhenti sebentar, lalu melanjutkan, "Dua hal sudah kita ketahui. Yang pertama: kemarin malam ada seorang laki-laki mencuri biola antik yang sangat berharga. Dan kedua, entah kenapa, orang itu memakai pakaian yang diambilnya dari orang-orangan. Nah, kesimpulan apa yang bisa ditarik dari kedua hal itu"
Dengan segera Colin menyatakan pendapatnya.
"Jika biola itu antik dan berharga, dan pencuri itu jelas bermaksud mengambil barang itu saja," katanya, "maka tentu orang itu pemain biola. Atau paling sedikit, mengenal nilai alat musik kuno. Kalau dia bukan pemain biola, kemungkinan besar seorang pemusik."
"Dan ia memakai pakaian tua yang sudah rombeng itu sebagai samaran," kata Barbara menambahkan. "Jadi kalau ada orang yang melihat, tidak mungkin ketahuan dengan segera.
"Dan pencuri itu tidak mau membelinya di toko pakaian bekas, atau meminjam pada orang gelandangan," sambung Jack. "Ia khawatir, kalau dilakukan penyelidikan pasti akan terbongkar rahasianya."
"Jadi ketika ia melihat orang-orangan kami, ia lantas mengambil pakaian rombeng yang terpasang padanya," kata Peter. "Sekarang pakaian itu mungkin dibuang lagi olehnya - atau disembunyikan di salah satu tempat."
"Atau bisa juga dikembalikan ke orang-orangan," kata George.
""Tak mungkin!" bantah Peter. Pasti ia takut ada yang melihat. Lagipula orang-orangan itu sekarang pasti sudah diberi pakaian lagi. Tidak! Pakaian itu
, kalau tidak dibakar - tentunya dikuburkan oleh pencurinya."
"Kita bisa saja mencari pakaian itu - tapi besar kemungkinannya takkan pernah menemukan," kata Janet. "Maksudku - kan bisa disembunyikan di mana saja! Padahal daerah sini luas sekali!"
"Ya, betul," kata Peter setuju. "Nah - ada yang punya usul lain""
Ternyata tidak ada. Semua merasa mustahil bisa mencari seorang pemain biola yang tidak mereka kenai, yang pernah memakai pakaian yang mungkin sudah disembunyikan sekarang!
"Kenalkah kita pada pemain biola ulung, yang kiranya menyukai biola antik yang berharga"" Pam bertanya-tanya penuh harap.
"Ya - kita kenal beberapa orang," jawab Peter, "tapi di antara mereka, tak seorang pun yang akan mau mengenakan pakaian rombeng yang diambil dari orang-orangan, dan memecahkan kaca jendela toko. Yang kumaksudkan, misalnya saja Pak Scraper di sekolah kami, yang memberi pelajaran main biola. Tak bisa kubayangkan orang itu bisa berbuat demikian. Atau Pak Luton, penjaga gereja. Pak Luton biasa bermain biola, begitu pula istrinya. Tapi keduanya mustahil berbuat jahat, memecahkan kaca jendela. Tidak!
"Kur"sa pelakunya harus seseorang yang tidak begitu waras. Seseorang yang ingin mencuri biola antik, untuk dipakai sendiri!"
"Tapi di pihak lain cukup waras, menyamar dengan memakai baju orang-orangan - supaya tidak ketahuan!" sambung Jack.
"Betul! Kejadian ini benar-benar misterius. Saat ini aku sama sekali tidak melihat jalan bagi kita untuk memulai penyelidikan," kata Peter. "Kecuali jika kita mau mencari-cari pakaian bekas yang disembunyikan dalam parit atau semak - atau dikuburkan di salah satu tempat."
Tiba-tiba Skippy menggonggong dengan nyaring. Anak-anak dengan segera menoleh ke pintu.
"Pasti itu si Susi," kata Jack kesal. "Kami tadi disuruh ibu pergi menjenguk Nenek, dan kata Susi ia akan menjemputku di sini. Padahal sudah kularang, karena hanya akan mengganggu rapat kita saja!"
"Saat itu terdengar suara dua orang anak menyanyikan sebuah lagu. Lagu ejekan terhadap Sapta Siaga! Dan siapa lagi yang menyanyi - kalau bukan Susi dan Binki -
"Hail Sapta Siaga selalu megah
Menganggap diri yang nomor satu
Kalau berjalan sikapnya gagah
Awas! Nanti tersandung batu!
Mereka' mengira ..."
Saat itu juga, Colin melompat ke pintu dan langsung membukanya. Ia pun ikut bernyanyi sekuat-kuatnya.
"Hai! Kebiasaan si Binki
persis seperti kelinci Cuping hidung gemetar terus
dan di sela bibirnya ada gigi mencuat ke muka Begitulah tampang si Binki kurus.
Para anggota Sapta Siaga mendengarkan lagu itu dengan perasaan puas. Biar tahu rasa si Binki sekarang! Seenaknya saja mengarang syair, mengejek-ejek Sapta Siaga! Anak-anak baru saat itu mendengar akhir lagu Itu, karena memang baru saja dikarang oleh Colin!
Tahu-tahu Susi maju menghampiri Colin. Muka anak perempuan itu merah padam karena marah.
"Kau keterlaluan!" tukas Susi. "Binki menangis, karena lagumu yang mengejeknya itu! Awas, Sapta Siaga aku akan membalas dendam, karena kalian mengarang lagu jahat mengejek teman karibku!"
""Ya - tapi kan si Binki yang mulai lebih dulu! Dia yang lebih dulu mengarang syair, mengejek Sapta Siaga!" kata Colin gagah. Tapi dalam hati sebetulnya ia merasa agak malu, telah menyebabkan Binki menangis. Mungkin lagi karangannya itu memang terlalu menyakitkan hati
"Jack, kau harus ikut sekarang juga," kata Susi memerintah abangnya. "Kalau tidak, terlalu lama nanti Nenek menunggu."
"Ya deh, ya deh! Jangan seenaknya saja memerintah orang," kata Jack kesal. Kemudian ia berpaling pada kawan-kawannya, "Bagaimana dengan sore ini" Ada rencana kita ""
"Kita bisa pergi melihat keadaan Bu Bolan dalam caravan tempat tinggal untuk semen tara," kata Peter. "Ibu memberi kami beberapa potong pakaian bayi untuk diserahkan padanya. Dan aku berniat menghadiahkan bis main-mainanku yang tua pada Benny."
"Baiklah, kalau begitu aku datang pukul setengah tiga. Setuju"" tanya Jack.
"Lebih baik pukul tiga saja," jawab Peter.
Kawan-kawan mengangguk, tanda setuju. "Di tengah jalan ke sana, kita bisa memasang mata, kalau-kalau menemukan pakaian orang-orangan itu," t
ambah Peter lagi, sambil memelankan suara.
"Aku bisa mendengarnya," kata Susi dengan segera. "Lagipula, aku tahu kau beserta kawan-kawanmu menyangka aku dan Binki-lah yang mengambil pakaian dari orang-orangan itu. Padahal bukan kami! Jack menanyakannya pada kami. Sudah waktunya Sapta Siaga sekali keliru, karena kalian menyangka kalian terlalu pintar. Jadi hati-hati saja - kalau tidak, menyesal kalian nanti!"
Setelah itu Susi pergi, bersama Binki.
"Apa maksud Susi, dengan kata-katanya yang terakhir itu"" kata Peter.
" Bab 12 Skippy Menemukan Sesuatu
"PUKUL tiga sore itu, para anggota Sapta Siaga berangkat merintis padang, untuk menjenguk keluarga Bolan di caravan mereka. Seperti biasa, Skippy berlari-lari mendului.
"Nanti kita akan lewat di dekat orang-orangan," kata Colin. "Aku ingin tahu, bagaimana pakaian sekarang."
Ternyata orang-orangan itu sudah berpakaian lengkap kembali. Tapi yang dipakaikan macam-macam. Topi wanita dengan hiasan bulu-bulu, mantel hujan .yang sudah berlubang-lubang, serta celana panjang yang sudah usang dan robek-robek. Orang-orangan itu menyedihkan sekali kelihatannya. Sikapnya merunduk, seolah-olah malu berpakaian seperti itu.
Janet meledak tertawanya, ketika melihat topi yang tertengger di kepala orang-orangan itu.
"Itu kan topi yang biasa dipakai istri pekerja peternakan sapi kita kalau pergi ke gereja!" serunya geli "Aku sering memperhatikan bulu-bulu itu terangguk-angguk, apa- bila pemiliknya tertidur pada hari-hari Minggu yang panas!"
"Sedang celana panjang itu kepunyaan suaminya," kata Peter. "Rupanya ia punya celana panjang baru. Dan kurasa mantel itu
kepunyaan penggembala biri-biri. Wah - aneh sekali nampaknya orang-orangan itu sekarang! Hai, orang-orangan - mana pakaianmu yang lain""
Orang-orangan itu diam saja. Hanya lengan mantelnya saja yang melambai-lambai dengan lesu. Anak-anak lantas melanjutkan perjalanan. Mereka menuju ke caravan keluarga Bolan yang terletak di atas bukit, di dekat pondok Matt, penggembala biri-biri. .
Dalam perjalanan mereka menyeberangi sebuah jembatan kecil. Jembatan itu terbentang di atas parit yang deras arusnya. Begitu mendengar bunyi air menggeleguk, dengan segera Skippy berlari-lari mendatangi. Anjing itu sudah haus sekali, karena siang itu sangat panas.
Tapi sebelum sampai di tepi parit, tiba-tiba Skippy tertegun. Anjing itu mengendus-endus ke sana-sini, dalam sebuah parit yang tak berair. Kelihatannya seperti mencium sesuatu! .
"Ada apa,. Skip"" seru Peter dari belakang. "Apa yang kaucari di. situ""
Skippy nampak sibuk sekali. Sambil menggonggong-gonggong, ia mengeruk-ngeruk tanah dengan kedua kaki depannya. Sementara itu Sapta Siaga sudah sampai di sana. Mereka memandang kesibukan Sk"ppy dengan geli. Tiba-tiba Janet terpekik.
"Peter! Lihatlah - apakah itu, yang tersembul ke luar dari lubang yang digali Skippy" Kelihatannya seperti kain. Peter - mungkinkah itu pakaian orang-orangan kita""
"Yah - nampaknya memang seperti kain flanel kelabu yang sudah usang - dan kita tahu, celana panjang orang-orangan itu terbuat dari kain flanel!" kata Peter. Tiba-tiba timbul semangatnya. Ia menyuruh Skippy menggali terus. "Cari, Skip' Ayo, cari!
Skippy mengeruk tanah dengan cepat, sehingga tanah berhamburan ke belakang dan mengotori para anggota Sapta Siaga. Dengan segera anjing itu berhasil menggali kain yang tersembunyi di situ, lalu ditarik-tariknya ke luar. Setelah berhasil, ia lantas menggonggong-gonggong dengan ribut.
Peter memungut kain flanel kelabu yang sudah tua itu. Ternyata bukan kain celana, tapi lebih mirip rok yang robek. Peter memandang Skippy. Anjing itu sudah sibuk lagi menggali dalam lubang yang sama, sambil mendengking-dengking dengan bersemangat.
"Ia menemukan barang lain," kata Jack. "Mungkin topi tua!"
Betul - tak lama kemudian Skippy sudah menggondol sebuah topi tua. Tapi topi itu terbuat dari jerami. Kelihatannya sudah tua sekali, dihias dengan pita yang terlilit mengelilinginya. Pam dengan segera mengenali topi itu kembali!
"Peter! Itu kan topi sekolah kami yang dulu - itu, pita begitulah yang biasa kami pakai seba
gai hiasan topi! Bukan topi ini yang pernah kita lihat tertengger di kepala orang-orangan itu! Apa artinya ini""
Skippy menggonggong-gonggong dengan gembira, lalu membenamkan hidungnya ke dalam lubang yang baru saja digalinya. Kemudian dikeluarkannya sebongkah tulang yang besar dan bau sekali. Tulang itu diletakkannya dengan bangga di depan kaki Peter.
"Astaga!" seru Peter kaget. "Jadi inilah sebabnya, kenapa tiba-tiba kau menggali di sini! Rupanya kau mencium bau tulang ini. Tapi apa sebabnya pakaian -ini ...."
Tiba-tiba terdengar suara tertawa terbahak-bahak. Anak-anak kaget, lalu menoleh ke arah suara itu. Mereka melihat Susi dan Binki tertawa sambil berguling-guling di rumput. Rupanya dari tadi mereka mengintip di situ. Mereka hendak mengintai para anggota Sapta Siaga yang sedang bersemangat, karena menyangka menemukan sesuatu yang penting!
"Aduh, sakit perutku tertawa! Aduh, tak tahan lagi rasanya - Skip, kau benar-benar anjing hebat! Huahaha - sakit perutku melihat kekonyolan kalian!"
Susi tertawa lagi keras-keras, diikuti oleh Binki. Keduanya tertawa terjerit-jerit.
"Kaulihat muka mereka tadi, sewaktu menemukan topi sekolahmu yang tua, Susi"" tanya Binki sambil tertawa terus. "Aduh, setengah mati aku tertawa! Aku tak kuat lagi - dan tulang yang bau itu, memang Skippy anjing hebat!"
Skippy bingung. Anjing itu tak mengerti, apa sebabnya Susi dan Binki sampai begitu geli tertawa. Ia mengira kedua anak itu mengalami cedera. Ia merasa kasihan. Karena itu ia lari menghampiri dengan ekor terkulai, sambil mendengking-dengking pelan.
"Skippy! Ke sini!" seru Peter memanggil.
Dengan segera Skippy kembali. Ia heran, apa sebabnya Peter tiba-tiba kedengaran marah.
"Tentunya kalian menyangka ini lucu ya!" seru Peter pada kedua anak perempuan yang masih tertawa itu.
"Ya, memang lucu!" balas Susi, sambil mengusap air mata yang mengalir karena terlalu banyak tertawa. "Belum pernah kualami kejadian yang begini kocak. Hahaha - tampang kalian tadi serius sekali!"
"Sudahlah, kita tinggalkan saja mereka cekikikan terus," kata Jack marah. Para anggota Sapta Siaga lantas meneruskan langkah, menyeberangi jembatan. Sikap mereka semua serius, seperti tak terjadi apa-apa tadi. Tapi tiba-tiba Pam mencekikik sendiri. Dengan segera ia memandang berkeliling, dengan sikap menyesal.
"Maaf," katanya, "tapi kejadian itu memang lucu, Pam lantas tertawa lagi. Mau tidak mau, Barbara ikut merasa geli.
"Pasti tampang kita tadi kocak sekali - sibuk menatap rok sekolah Susi yang tua dengan kening berkerut," katanya, lalu tertawa. Tak lama kemudian ketujuh anak itu sudah tertawa semua, persis seperti Susi dan Binki tadi. Aduh - begitu gampang mereka bisa ditipu anak bandel itu!
"Pintar sekali mereka - menguburkan tulang di dasar lubang, dan kemudian ditimbun dengan rok dan topi," kata Janet. "Pasti mereka sudah merencanakannya dengan baik. Mereka tahu kita akan lewat di sini ..."
"Dan Skippy pasti akan mencium bau tulang, lalu menggali lubang," sambung Jack.
"Mereka sudah menyangka kita tentu akan bersemangat pada saat melihat kain kelabu itu. Wah - kita benar-benar tertipu oleh mereka. Ternyata mereka berhasil membalas dendam."
"Nah, kita sudah sampai di caravan," kata Peter. "Dan itu Bu Bolan - sedang sibuk mencuci pakaian di luar. Selamat sore, Bu Bolan!"
" Bab 13 Anak Aneh "BU BOLAN mendongak, ketika mendengar anak-anak datang.
"Ah - kalian rupanya," sapanya sambil tersenyum ramah. "Aduh, apa yang kaubawa itu"" tanyanya pada Janet. "Wah, bagus sekali mantel mungil ini - ditambah lagi dengan pakaian bayi! Bayiku pasti akan senang memakainya. "
"Dan ini untuk Benny," kata Peter, sambil menyodorkan bis main-mainannya. "Di mana dia""
"Ada, di sekitar sini," jawab ibu anak itu, lalu memanggil-manggil, "Benny! Di mana kau, Nak" Benny - ini ada hadiah untukmu,"
Tapi Benny tidak muncul. "Rupanya bersembunyi," kata ibunya. "Benny takut kalau ada tamu."
"Apakah ia tidak bersekolah"" tanya Pam. Ia memandang berkeliling, mencari-cari anak itu. "Atau mungkin masih terlalu kecil""
"Umurnya sudah delapan tahun," kata Bu Bolan. "Tapi sampai
sekarang belum pernah sekolah. Ia tidakkan senang, lagipula takkan ada manfaatnya. Kasihan dia - nasibnya malang! Aduh - coba lihat bayiku itu! Sudah mau keluar lagi dari kereta. Kalau dia sudah bisa berjalan nanti, entah bagaimana caraku harus "mengawasinya! Tapi mungkin Benny bisa menjaga karena dia sayang sekali pada adik perempuannya!" "".
Kemudian Janet, Pam dan Barbara pergi melihat-lihat keadaan di dalam caravan Bu Bolan. Kelihatannya cukup nyaman untuk
didiami. Tapi tidak begitu rapi, dan juga kurang bersih.
"Anda sudah memperoleh semuanya yang diperlukan"" tanya Janet pada wanita itu. "Kami sudah berusaha untuk memperhatikan semua yang mungkin Anda perlukan."
"Ya, sudah - kecuali jarum dan benang," kata Bu Bolan, sambil tertawa. "Kedua barang itu sangat kuperlukan. Untuk menjahit tirai jendela, menambal pakaian. Pakaianku yang ada, cuma yang sedang kupakai sekarang ini. Sisanya ikut terbakar semua!"
"Betul juga,-kami sama sekali tak teringat untuk membawakan jarum dan benang - begitu pula gunting," kata Janet menyesal. "Tentunya Anda juga memerlukan gunting kan, Bu Bolan""
"Memang - tapi Luke meninggalkan pisau lipatnya supaya bisa kupakai," kata Bu Bolan sambil memeras cuciannya. "Dan Matt, penggembala tua itu juga baik. hati. Ia membawakan barang-barang lain yang kuperlukan." .
"Begitu kami sempat, kami akan datang lagi Bu," kata Janet berjanji, "dan akan kami bawakan tempat jahitan bagi Anda. Aku punya satu, yang sudah tak kupakai lagi. Masih ada lagi yang Anda perlukan""
"Kalian mungkin masih punya ember bekas"" tanya Bu Bolan. "Kalian memang sudah membawakan satu, tapi kemudian dibawa Benny - entah ke mana. Ember itu dijadikannya gendang, dipukul-pukulnya dengan tongkat. Benny pintar berlagu dengan gendang, dan dengan begitu ia merasa senang."
"Baiklah - kalau begitu kami juga akan membawakan ember lagi, begitu kami sempat," kata Peter. Tiba-tiba ia menoleh. "Bunyi apa itu""
"Oh, itu dia si Benny, sedang main-main dengan ember!" kata Bu Bolan. "Kedengarannya seperti musik, Ya" Benny, bawa ke sini emberku!"
Bunyi ember dipukul terhenti setelah itu. Bu Bolan menggeleng-geleng.
"Tidak ada gunanya mengejar anak itu," katanya. "Ia akan bersembunyi diam-diam di salah satu tempat, seperti kelinci dalam liangnya."
"Suami Anda masih di pekan raya"" tanya Peter.
"Pekan raya sudah pindah lagi," jawab Bu Bolan. "Kalian belum tahu" Dan Luke ikut bersama mereka. Tadi pagi semuanya berangkat. Luke baru beberapa hari lagi akan kembali ke sini. Tidak enak hidup sendiri, di atas bukit yang sunyi. Tapi Matt masih ada! "Dia selalu datang, untuk menengok keadaan ku!"
Menurut perasaan Janet, Bu Bolan sangat tabah. Dan juga periang serta murah hati. Anak itu teringat ketika Bu Bolan menghadiahkan roti jahe yang masih hangat di pekan raya, yaitu sewaktu mereka ingin membeli tapi kehabisan uang.
"Itu Benny!" kata Jack dengan tiba-tiba. Ia melambaikan tangan, memanggil anak kecil itu. Tapi Benny tidak mengacuhkan. Tiba-tiba saja ia muncul dari balik sebuah semak. Ia menatap ke arah mereka nyaris tanpa berkedip. .
"Lihatlaht Apa kataku tadi - emberku disembunyikannya lagi," kata Bu Bolan. "Kemari, Benny! Ini - ada hadiah bagus untukmu. Sebuah bis! Kemarilah, Nak."
Benny diam saja di tempatnya, sambil memandang terus. Menurut perasaan Peter serta kawan-kawannya, anak itu sangat aneh. Tapi parasnya menarik. Janet ingin sekali mengelus-elus rambutnya yang hitam dan ikal. Sementara itu Benny mulai mendekat, dengan langkah lambat dan berhati-hati. Seolah-olah takut jatuh. Setelah cukup dekat, ia berhenti lagi dan menatap kembali.
Peter menghampirinya sambil menyodorkan bis main-mainan yang hendak dihadiahkan. Tapi Benny sama sekali tidak bersikap seperti akan menerima. Karena itu Peter lantas meletakkan mainan itu ke tangan Benny. Begitu berada dalam tangannya, Benny lantas memegang erat-erat. Mainan itu diusap-usapnya. Kelihatan bahwa ia senang sekali.
Ketika jarinya menyentuh tuter yang bisa berbunyi, wajahnya langsung berseri-seri. Benny tersenyum manis.
"Tut-tut-tut!" katanya berdendang dengan suara lembut. "I
ni bis, Bu. Bis, Ini untukku, Bu""
"Ya, Nak, untukmu," jawab ibunya. "Bilang terima kasih pada yang memberi, nak."
"Terima kasih," kata Benny. Tapi yang dipandangnya George, bukan Peter. Janet agak heran. Ia belum pernah melihat mata seperti mata anak itu. Hitam bulat dan indah - tapi tanpa seri sedikit pun. Mata Benny menatap kosong.
Saat itu Skippy datang mendekat, lalu menggeserkan kepalanya ke kaki Benny. Anak itu mundur. Kelihatannya agak takut. Peter langsung memanggil Skippy, sementara Benny kembali ke dalam semak sambil membawa bis mainannya.
Bayi Bu Bolan melonjak-lonjak dalam kereta, sambil berseru-seru. Rupanya ia juga ingin diperhatikan. Dengan segera Janet menghampirinya. Bayi itu lincah sekali berlawananan dengan Benny yang pendiam. Bayi itu menempelkan tangannya yang montok ke pipi Janet.
"Ia suka padamu," kata Bu Bolan, sambil tersenyum. "Sudah, jangan melonjak-lonjak terus, monyet cilik - nanti rusak per keretamu!" "
"Kita harus pulang sekarang," kata Peter kemudian, sambil memandang arlojinya. "Bu Bolan, begitu sempat kami akan datang lagi dengan membawa ember, peralatan menjahit serta barang-barang lain yang mungkin juga Anda perlukan. Untung Anda menyukai caravan ini."
"0 ya," jawab Bu Bolan dengan riang. Sementara itu ia sibuk menggantung pakaian pada tali jemuran yang direntangkan antara dua batang pohon. "Terima kasih atas kedatangan kalian."
Setelah itu anak-anak pergi, didului oleh Skippy yang berlari sambil mengendus-endus apa saja yang dijumpainya. Ketika sampai lagi di lubang tempatnya menemukan tulang, anjing itu teringat bahwa barangnya yang berharga itu tertinggal di dekat caravan.
Dengan segera Skippy lari kembali, untuk mengambil.
"Aku merasa senang, kita tadi mendatangi Bu Bolan," kata Janet. "Tapi aku agak heran melihat tingkah laku si Benny. Anak itu aneh! Dan menurut perasaanku, sepatutnya anak itu bersekolah; Bayangkan - umurnya sudah delapan tahun! Akan kuceritakan pada Ibu. Mungkin bisa mengurusnya."
"Nah - Skippy sudah datang lagi," kata Peter. "Uahh! Jangan dekat-dekat, Skip! Tulangmu bau sekali - belum pernah kucium bau sebusuk itu!"
" Bab 14 Bunyi Luar Biasa "DUA HARI berikutnya, anak-anak sibuk terus dengan berbagai tugas. Peter dan Janet mengapur kandang ayam. Skippy memperhatikan kesibukan mereka dengan penuh minat.
"Tampangmu aneh, Skip - berbelang-belang putih," kata Janet. "Itulah - kenapa duduk di bawah tempat kami bekerja. Sebagai akibatnya, kau terciprat kapur!"
George juga sibuk bekerja dengan Colin. Mereka memasang tali-temali perahu layar mainan yang mereka buat sendiri. Sedang Jack membantu di rumah. Pam dan Barbara mencari uang, dengan jalan menyiangi kebun bawang.
"Uhh! Pekerjaan tidak enak!" kata Pam pada Peter, ketika berjumpa pada suatu kali. "Rumput liar sukar sekali dibersihkan, karena tumbuh merayapi batang-batang tanaman bawang.. Setiap kali kami menarik, ikut pula tertarik tanaman bawang yang masih kecil. Terpaksa kami menanamkan lagi. Tapi tak apalah - karena pembayarannya lumayan!"
Mereka sering membicarakan perkara biola antik yang dicuri orang. Terutama Colin dan George, karena mereka sering bersama-sama, membuat perahu. Dan mereka pula yang melihat sendiri kaca jendela toko antik pecah "dilempar batu bata. Mereka masih selalu merasa asyik, membicarakan kejadian yang menarik perhatian itu. "
"Kurasa perkara biola yang dicuri itu sudah mulai dilupakan orang," kata Colin pada George. "Ayahku pernah bertanya pada polisi, apakah ada kabar baru mengenainya- tapi ternyata tidak ada! Polisi juga sama sekali tak ada sangkaan, mengenai siapa yang mungkin menjadi pencurinya."
"Yah, sekarang pasti tidak mungkin lagi tahu," jawab George. "Orang yang mencurinya, pasti sudah lari dengan barang itu! Pasti sudah jauh sekarang!"
Akhirnya Peter dan Janet selesai juga dengan pekerjaan mereka, mengapur kandang ayam. Mereka memutuskan untuk beristirahat satu hari.
"Hari ini kami ingin jalan-jalan, Bu," kata Peter pada ibu mereka. "Bolehkah kami membawa bekal roti sandwich""
"Tentu saja, Nak. Nanti kusiapkan," jawab Ibu. "Dan kalau kalian bermaksud
pergi ke dekat pondok Matt, tolong antarkan surat ini untuknya, ya! Surat ini datangnya setelah ia ke sini, mengantar susu tadi pagi."
"Baiklah, Bu," kata Peter. "Mungkin kami akan jalan-jalan dulu ke hutan, melihat bunga-bunga yang mungkin sudah mekar di sana. Dalam perjalanan pulang, kami akan lewat bukit tempat Matt menggembala biri-biri. "
""Dan kami juga mampir di tempat keluarga Bolan," sambung Janet. "Aku suka sekali pada bayi mereka. 0. ya - Bu, bolehkah aku meminta gunting Ibu yang sudah tua" Aku berjanji pada Bu Bolan, akan membawakan gunting, dan juga beberapa batang jarum. Ibu masih sempat menitipkan ember lewat Matt, Bu ""
"Tidak. Kata Matt, Bu Bolan bisa meminjam kepunyaannya kalau perlu," jawab Ibu.
"Pokoknya, sampai ember yang kita berikan dulu dikembalikan oleh anak bandel itu pada ibunya."
"Benny tidak bandel," kata Janet. Ia teringat pada anak laki-laki yang selalu kelihatan serius itu, yang selalu menatap dengan matanya yang hitam besar. "Anak itu aneh. Ia mengambil ember, untuk dijadikan gendang!"
Setelah Ibu selesai menyiapkan bekal roti untuk mereka, Peter dan Janet langsung berangkat. Seperti biasa, Skippy berlari-lari mendului. Cuaca hari itu nyaman, sehangat bulan Juni. Di mana-mana nampak mawar liar sudah mekar. Janet berjalan sambil melompat-lompat dengan gembira.
"Enak rasanya bisa berbuat bebas sehari penuh," katanya, "setelah selama itu sibuk mengapur terus."
Hutan penuh dengan bunga musim semi. . Peter dan Janet makan siang di situ, ditemani burung-burung yang berkicauan di atas kepala.
"Sehabis makan, keduanya melanjutkan perjalanan. Mendaki bukit tempat Matt menggembala biri-biri. Tapi laki-laki tua itu tak ada di pondoknya. Karena itu mereka meninggalkan surat yang dititipkan di tempat itu, lalu menuju ke tempat caravan yang ditinggali keluarga Bolan. Tapi di situ pun tidak ada orang. Pintu caravan terkunci.
"Rupanya biri-biri hari ini digembalakan di bukit seberang," kata Peter, sambil duduk di rumput. "Banyak sekali kepunyaan Ayah sekarang, ya" Dan anak biri-biri sudah pada besar!" ,
"Mestinya menyenangkan jadi gembala biri-biri di bukit," kata Janet, yang ikut duduk di samping abangnya. "Hidup seorang diri bersama binatang peliharaan ... He! Itu kan Matt, yang sedang kemari! Ia disertai anjingnya."
Matt tersenyum ketika melihat Peter dan Janet duduk di situ. Matanya yang biru nampak bersinar cerah, secerah langit. Dalam hati Janet bertanya-tanya, apa sebabnya orang-orang yang hidup di alam terbuka kebanyakan biru cerah warna matanya. Anak itu lantas lari menyongsong penggembala tua itu dan menyalaminya.
"Senang hatiku melihat kalian kemari," kata Matt, sambil bertopang pada tongkatnya yang kokoh. "Pak tua ini tidak sering kedatangan tamu. Aku dan anjingku ini - kami tidak banyak bergaul."
""Tapi keluarga Bolan" Anda kan suka ke sana, Matt"" tanya Peter.
"0 ya - Bu Bolan sangat ramah," kata Matt. "Kalau suaminya, aku belum berjumpa dengannya. Ia kalau pulang seenaknya, umumnya tengah malam. Ia kan bekerja di pekan raya. Tapi anak laki-laki yang bernama Benny - anak kecil itu aneh. Biasa duduk menyendiri berjam-jam, sambil menatap terus ke depan. Kurasa anak itu kurang waras otaknya. "
"Aduh - rupanya itulah sebabnya, kenapa ia tidak bersekolah," kata Janet. "Kasihan!"
"Aku kepingin memangku anak itu, dan menceritakan dongeng padanya," kata Matt. "Tapi begitu mendengar ada orang mendekat, ia langsung lari - seperti kelinci yang ketakutan. Aku ingin tahu apakah ia ketakutan tadi malam, apabila ia juga mendengar bunyi yang kudengar saat itu!"
"Kenapa" Anda mendengar bunyi apa"" tanya Peter ingin tahu.
"Aku tak tahu pasti, Peter," kata Matt, sambil mengerutkan kening. "Ketika aku mendengarnya, aku sedang tidur-tiduran dalam pondokku. Waktunya sekitar setengah sepuluh. Di luar sudah gelap-gulita. Ketika itulah aku mendengar bunyi aneh itu. Kedengarannya seperti suara tangisan - tapi bukan! Sedih sekali bunyi itu, bergelombang naik-turun. Lama-kelamaan aku tak tahan lagi, Aku lantas ke luar, untuk memeriksa barang- kali ada binatang sedang kesakitan. Tapi "bunyi yang ku
dengar itu tak menyerupai suara makhluk hidup. Dan ketika kuperiksa, tak ada apa-apa di luar. Begitu aku berseru untuk memeriksa, dengan segera bunyi itu terhenti."
Peter dan Janet saling berpandangan dengan heran. Aneh sekali kisah itu. Suara menangis! Siapakah yang menangis malam-malam" Dan apa sebabnya"
"Bunyinya naik-turun terus - belum pernah kudengar bunyi begitu seumur hidupku," kata Matt melanjutkan cerita. "Aku sampai merinding karenanya. Lega perasaanku, ketika bunyi itu akhirnya berhenti."
"Mungkinkah malam ini akan terdengar lagi"" tanya Peter. Matt menggeleng.
"Mana aku tahu" Mungkin ya - dan mungkin pula tidak. Tadi pagi aku tanyakan pada Bu Bolan mengenainya, tapi katanya ia tak mendengar apa-apa. Tapi aku yakin, yang kudengar itu suara tangisan."
"Janet, aku akan mengajak Jack ke sini malam nanti!" kata Peter, ketika Matt pergi sebentar untuk mengambil pipanya. "Aku kepingin mendengar bunyi aneh itu. Seperti menangis! Ada sesuatu yang aneh di sini - dan kita akan menyelidikinya!"
Bab 15 Malam-malam di Bukit
"PETER dan Janet bergegas menuruni bukit diikuti oleh Skippy. Keduanya ingin cepat-cepat mendatangi kawan-kawan, untuk menceritakan kejadian aneh itu.
Mereka mampir di rumah Jack. Teman mereka itu sedang bertanding adu cepat menyelesaikan teka-teki menyusun potongan-potongan gambar, melawan Susi dan Binki. Kedua anak perempuan itu begitu melihat Peter dan Janet muncul, langsung mulai menggumam pelan. Mereka menyanyikan lagu mengejek Sapta Siaga. Kedua anak itu benar-benar menjengkelkan!
"Jack - bisakah kita bicara sendiri sebentar"" kata Peter. "Kami ada kabar yang agak aneh." .
"Kabar apa"" tanya Susi dengan segera. Matanya yang lincah menatap Peter, penuh rasa ingin tahu.
"Sayang, ini berita khusus untuk Sapta Siaga," jawab Peter ketus. "Bisakah kau ikut sebentar, Jack. Teka-tekimu itu bisa kauteruskan nanti."
"Ya, tentu saja," jawab Jack, lalu berdiri. "Sebentar lagi aku kembali," katanya pada Susi dan Binki. Ia lantas ke luar, bersama Peter dan Janet.
""Untung kalian datang," kata Jack sambil mengajak kedua temannya itu ke kamar lain. "Aku disuruh ibuku main dengan kedua anak perempuan itu sepanjang hari. Aduh - anak-anak perempuan paling membosankan!"
"Terima kasih, Jack," kata Janet tersinggung, karena ia pun anak perempuan. "Kalau begitu lebih baik aku pergi saja. Biar Peter saja yang tinggal bersamamu."
"Wah, wah! Jangan begitu dong!" kata Jack panik. "Bukan kau yang kumaksudkan. Kalau kau sih baik. Kedua anak perempuan itu yang membuat diriku kesa!"
Peter mendengus. "Anak-anak tolol," cemoohnya. "Kau pasti tersiksa terus, harus menemani mereka, Jack. Tapi dengarlah - aku ingin mengajakmu malam ini. Sebetulnya niatku ini tak ada hubungannya dengan urusan yang sedang dihadapi Sapta Siaga - tapi biar begitu, persoalannya aneh."
Kemudian Peter menceritakan kejadian yang didengarnya dari Matt. Jack tercengang.
"Jangan-jangan pak tua itu cuma bermimpi saja," katanya. "Maksudku - siapakah yang melolong malam-malam di atas bukit! Jika ada binatang yang terjebak perangkap atau mengalami cedera karena salah satu sebab, Matt pasti akan mengenali bunyinya. Jadi kalau ia merasa mendengar tangisan yang tak dikenalnya, maka pasti ia mimpi!"
""Tak terpikir tadi kemungkinan itu olehku," kata Peter.. "Tentu saja - mungkin Matt cuma bermimpi mendengarnya. Tapi - katanya, ketika ia kemudian bangun dan ke luar, bunyi tangisan itu masih tetap terdengar. Lalu sewaktu ia berseru, barulah berhenti."
"Maksudnya ketika ia terjaga dari tidurnya," kata Jack mengomentari, sambil nyengir.
"Yah, mungkin saja - ah, kurasa urusan ini tak perlu terlalu kita pikirkan," kata Peter lesu.
"Tapi menurut pendapatku, menarik! Kalau kalian tidak pergi,. aku akan mengajak Pam dan. Barbara malam ini," kata Janet dengan tiba-tiba. Peter dan Jack memandang anak itu dengan heran.
"Jangan!" kata Jack dengan segen:i. "Tidak baik, jika anak perempuan berkeliaran sendiri malam-malam di bukit; Aku akan ikut ke sana dengan Peter. Tentu saja aku mau. Bagaimana, Peter - perlukah kita ajak Colin dan George""
"Ya, soal ini s ebaiknya kita jadikan semacam petualangan," kata Peter senang. Melihat Janet hendak membantah, dengan segera ia menyambung dengan kening dikerutkan, "Dan jangan minta ikut bersama Pam dan Barbara - karena kalian tidak boleh ikut!"
"Ya deh, ya deh!" jawab Janet agak merajuk. Tak enak rasanya jadi anak perempuan, karena selalu tidak boleh ikut dalam petualangan menarik!
"Peter dan Jack dengan segera menyusun rencana. Jack mengatakan, ia akan memberi tahu Colin dan George. Dan begitu hari sudah gelap nanti, mereka akan berkumpul di depan pintu pekarangan rumah Peter.
"Tapi jangan lupa membawa senter," kata Peter. "Malam ini tidak ada bulan - jadi kalau langit berawan, di atas bukit pasti gelap sekali."
"Yuk, kita pulang saja sekarang," kata Janet, sambil memandang arlojinya. "Sekarang sudah lewat saat minum teh."
Peter dan Janet bergegas-gegas keluar dari kamar itu. Tiba-tiba mereka mendengar tertawa ditahan. Keduanya langsung berhenti melangkah.
"Mungkinkah Susi dan Binki mendengarkan pembicaraan kita tadi"" tanya Peter kesal. "Padahal pintu sudah kita tutup. Atau mereka mengintip lewat lobang kunci!"
"Itu mungkin saja dilakukan oleh mereka berdua," kata Jack jengkel. Ia langsung mengejar kedua anak itu, yang cepat-cepat lari sambil tertawa-tawa.
Peter dan Janet sangat marah. Mereka menyesal, kenapa tadi tidak pergi ke pojok kebun. Di situ pasti takkan ada yang bisa ikut mendengarkan pembicaraan mereka. Untung saja mereka tadi berbicara sambil berbisik-bisik. Jadi mungkin saja Susi dan Binki tak banyak menangkap kata-kata mereka!
Setelah Peter dan Janet pergi, Jack lantas pergi ke rumah Colin.
""Sebetulnya malam ini kami hendak menonton," kata Colin, ketika diberi tahu. "Tapi kami akan datang, ikut bersamamu dan Peter."
"Kita berkumpul pukul setengah delapan, di depan rumah Peter," kata Jack. "Jangan bawa sepeda! Kita berjalan kaki mendaki bukit - dan mudah-mudahan nanti orang-orangan yang di ladang tidak mengejar, apabila kita lewat di dekatnya!"
"Aneh ya - urusan pakaiannya yang dicuri itu," kata Colin. "Kita tak berhasil menemukan . jejak sama sekali - pakaian itu dengan begitu saja lenyap. Jadi sampai nanti malam! Kami pasti datang."
Ketika hari sudah gelap, empat anak laki-laki berkumpul di depan rumah Peter. Janet juga datang, untuk mengucapkan selamat jalan. .
"Aku sebetulnya kepingin sekali ikut," katanya, dengan harapan akan diajak. Tapi percuma! Keempat anak laki-laki itu berangkat sendiri menyusur jalan yang gelap. Bahkan Skippy pun ditinggal di rumah.
Setelah agak lama berjalan mendaki bukit, barulah keempat anak itu sampai di pondok tempat tinggal Matt.
"Kita tak perlu memberi tahu kedatangan kita padanya, karena siapa tahu nanti dia marah," kata Peter pelan. "Kuusulkan kita duduk saja di balik semak itu. Matt ada di pondoknya atau tidak, ya""
""Aku melihat sinar terang lewat celah di pintu," kata George. "Jadi ia ada di dalam. Sekarang kita harus duduk diam-diam di sini, supaya tidak ketahuan bahwa kita ada di sini."
Keempat anak itu lantas bersembunyi dalam semak. Mereka sama sekali tidak bercakap-cakap. Sekali mereka kaget sekali, karena tiba-tiba terdengar suara burung hantu di dekat mereka. Keempat-empatnya memasang telinga, setiap kali ada sesuatu yang bergerak di sela rumput bukit.
Kemudian mereka mendengar suara melengking pelan. Astaga! Seram sekali kedengarannya - seperti ada yang menangis.
Anak-anak itu saling berpegangan karena kaget dan ngeri. Jantung mereka berdegup-degup dengan keras.
"Kedengarannya seperti dari belakang semak ini," kata Peter, setelah rasa kagetnya agak reda. "Yuk, kita merangkak ke sana - lalu kita sorotkan cahaya senter ke arah asal bunyi itu."
Sementara itu masih terus terdengar bunyi yang melengking-lengking.
"Cepat - sekarang!" kata Peter. Dengan segera keempat anak itu berbalik. :
" Bab 16 "Perbuatan Iseng
"MEREKA menyusup-nyusup di bawah semak lebat, sambil menyalakan senter. Sebelum sampai di tempat bunyi itu berasal, mereka sudah mendengar bunyi lain. Tidak- bukan bunyi menangis! Mendengar bunyi itu, keempat-empatnya langsung kaget dan marah.
Mereka menyorotkan sinar senter mereka ke arah dua sosok tubuh yang merunduk di situ sambil tertawa cekikikan.
. "Susil Binki! Jahat benar kalian!" seru Jack. Ia sangat marah. "Jadi ternyata kau mendengarkan pembicaraan kami di rumah tadi. Kalian merusak segala-galanya!"
"Hebat ya -lolongan kami tadi""-kata Susi, sambil terbatuk-batuk karena kebanyakan tertawa. "Apakah Matt juga mendengarnya, serta keluarga Bolan" Perkenalkan - kami inilah Pelolong Pilu yang terkenal di mana-mana!"
Tiba-tiba muncul sesosok tubuh yang jangkung. Matt, si penggembala tua datang dari pondoknya.
"Ada apa di sini!" katanya galak. "Apa yang kalian lakukan malam-malam di tempat ini" Dan kenapa berteriak-teriak1"
""Anda tadi bukan mendengar teriakan," kata Susi. "Aku dan Binki yang melolong. Itu kan bunyi yang Anda dengar kemarin malam, Matt""
"Yang kudengar kemarin malam, bukan lolongan anak konyol," kata ,Matt serius. "Kalian pergi saja cepat-cepat dari sini, sebelum bunyi yang sebenarnya mulai terdengar lagi. Ya - kalian semua! Dan Susi, kau akan kuadukan pada ayahmu. Anak bandel, datang ke sini pada malam segelap sekarang. Itu kan berbahaya!"
"Aduh - jangan adukan ayah," kata Susi. Ia cepat-cepat bangkit; karena ngeri kalau benar-benar dilaporkan pada ayahnya.
"Yuk, kita pulang," ajak Binki, yang ketakutan melihat penggembala yang sedang marah. "Ayo, cepatlah sedikit!"
Binki lantas lari menuruni bukit, sambil menyorotkan cahaya senternya ke depan. Susi menyusul, dikejar oleh Jack yang lari sambil berseru-seru.
"Tunggu aku, tolol! Tersesat kalian nanti. Tunggu, Susi! Kuantarkan kalian pulang!"
"Kalian sebaiknya pulang juga sekarang," kata-. Matt pada anak-anak yang tiga lagi. "Karena jika kalian mendengar bunyi yang kudengar kemarin, kalian pasti akan lari pontang-panting. Pergilah sekarang!"
Kemudian laki-laki tua kembali ke pondoknya. Terdengar bunyi pintu ditutup kembali. Anak-anak memadamkan senter mereka. Ketiga-tiganya merasa marah dan agak kikuk.
""Susi memang keterlaluan!" tukas George. "Dan Binki sama saja. Seenaknya saja mereka ke mari! Peter - kau kenapa setolol itu, membiarkan ceritamu pada Jack terdengar oleh Susi!"
"Memang- tapi siapa mengira ada yang mendengarkan lewat lubang kunci," kata Peter. "Tapi di pihak lain, Susi memang mau saja melakukan segala macam untuk menertawakan Sapta Siaga. Itulah yang menyebabkan ia ke mari."
"Nah, bagaimana sekarang"" tanya Colin. "Kita pulang saja sekarang" Petualangan ini mengecewakan akhirnya."
"Kita tunggu sebentar - karena siapa tahu bunyi menangis yang diceritakan oleh Matt akan terdengar lagi," kata Peter. "Tapi kata pak tua itu, ia mendengarnya kemarin malam sekitar pukul setengah sembilan. Dan sekarang pasti sudah lewat saat itu."
"Yah - kita tunggu lima menit lagi, kalau begitu," kata Colin. "Tapi kurasa semuanya itu cuma dimimpikan saja oleh penggembala tua itu." .
Lima menit berikutnya, ketiga anak laki-laki itu duduk dalam gelap, sambil berdiam diri. Langit mendung. Satu bintang pun tak nampak berkelip. Sekeliling mereka sunyi senyap. Cuma sekali terdengar bunyi burung hantu. Tiupan angin menggerak-gerakkan daun dalam samak. Tiba-tiba ada seekor burung mencicit sekali - lalu diam lagi.
""Kita pulang saja sekarang," bisik Peter sambil bangkit. Kawan-kawannya ikut berdiri, sementara Peter sudah mulai berjalan meninggalkan tempat itu. Tapi tiba-tiba mereka tertegun. Jantung mereka berdebar keras. Colin memegang lengan George.
Sapta Siaga 10 Misteri Biola Kuno di http://cerita-silat-novel.blogspot.com by Saiful Bahri Situbondo
Sekonyong-konyong terdengar bunyi aneh. Kedengarannya seperti tangisan sedih! Bunyi itu meninggi. Indah sekali bunyinya, lalu menurun lagi. Memilukan perasaan - bersih dan sangat indah.
Hanya bunyi itu saja yang terdengar di tengah alam yang sunyi saat itu. Bahkan angin pun seakan-akan berhenti bertiup, karena ingin mendengarkannya. Peter dan kedua kawannya berdiri seperti terpaku di tempat mereka, sambil saling pegang-memegang.
Saat itu terdengar pintu pondok terbuka. Rupanya penggembala tua itu juga mendengarnya. Ternyata ia tidak bermimpi! Bunyi itu menggema lagi. Menyedihkan nadanya, tapi juga sangat indah! Bunyi yang terdengar itu
aneh sekali, di tengah bukit yang sunyi.
"Bunyi apa itu"" tanya Colin kemudian.
"Kau belum tahu"" jawab Peter. Rupanya ia berhasil mengenalinya. "Itu kan suara biola. Ada orang sedang main biola di sini. Itulah bunyi yang kita dengar itu! Tapi alangkah indahnya." Bunyi yang terdengar sama sekali bukan sebuah lagu. Cuma gesekan nada-nada, seperti bunyi angin yang bertiup di sela dedaunan.
"Bunyi biola!" kata George. "Ya, tentu saja! Tapi aku belum pernah mendengar orang main biola seperti begitu. Siapakah yang sedang menggeseknya" Dan kenapa malam-malam, di atas bukit""
Tiba-tiba terdengar suara Matt berseru. Terdengar nyaring dan jelas, memecah kesunyian malam.
"Siapa itu" Ayo ke mari, supaya aku bisa melihat!"
Seketika itu juga bunyi biota terhenti. Matt masih tegak di ambang pintu pondoknya selama beberapa menit. Kemudian ia berpaling, lalu menutup pintu kembali. Terdengar bunyi pintu dikunci dari dalam.
"Kita duduk sebentar di sini - karena aku ingin mengatakan sesuatu, kata Peter, dengan suara pelan tapi bersemangat. Begitu kawan-kawannya duduk, Peter lantas menyambung, "Biola yang dimainkan itu - pasti itulah biola antik yang dicuri orang! Bunyinya begitu bersih dan indah! Belum pernah aku mendengar biola yang begitu bagus bunyinya. Bayangkan - bunyi seindah itu, oleh Matt dikatakan seperti bunyi tangisan!"
"Yah - kedengarannya memang seperti tangisan, sih!" kata Colin. "Bunyi biola sering melengking tinggi seperti itu. Tapi katamu juga benar - bunyi tadi sangat indah. Ya- kurasa itu biola yang dicuri orang dari toko antik. Tapi siapa yang memainkannya""
""Luke Bolan!" jawab Peter dengan segera.
"Siapa" Luke Bolan"" tanya Colin dan George tercengang. "Dari mana kau tahu""
"Yah - dia kan bisa bermain banyo! Jadi mungkin saja dia pandai bermain biola pula," kata Peter. "Sedang banyonya kan ikut terbakar. Mungkin biola antik itu dicuri olehnya sebagai pengganti banyo!"
Sesaat ketiga anak itu membisu. Kemudian Peter berbicara lagi.
"Tugas kita yang berikut, mencari biola itu," katanya. "Mungkin ia menyembunyikan barang itu dalam caravan. Yuk - kita menyelinap ke sana.. Kita lihat dulu, apakah masih ada sinar lampu di dalam. Tapi kita harus berhati-hati! Sebab jika tadi memang Luke yang bermain biola di atas bukit, maka pasti sekarang ia masih ada di luar. Jangan nyalakan senter!"
Ketiga anak laki-laki itu bergerak menyelinap, mendekati caravan keluarga Bolan.
Bab 17 Di Manakah Biola Itu
MALAM begitu gelap, sehingga pada mulanya mereka sama sekali tidak bisa melihat apa-apa. Mereka melangkah maju sepelan mungkin. Tersandung-sandung, sambil merentangkan tangan jauh-jauh ke depan.
"Ssst!" desis Peter tiba-tiba. Ia berhenti, sehingga kawan-kawannya yang berjalan agak di belakang menubruknya.
"Lihatlahl" desisnya lagi. "Itu kan caravannya" Itu, nampak bayangannya, hitam di depan latar belakang langit gelap."
"Betu! jawab Colin sambil berbisik pula. "Tapi tempat itu gelap! Rupanya tak ada siapa-siapa di situ."
"Aneh," kata Peter. "Yuk - kita menghampirinya. Tapi begitu terdengar bunyi apa pun juga, kita harus segera berhenti."
Mereka merayap terus, sampai ke dekat caravan. Dari dalam sama sekali tidak kelihatan cahaya memancar ke luar. Peter menyelinap ke tangga, lalu memasang telinga. Ah - ia mendengar sesuatu di dalam! Bunyi apa itu"
"Ada yang menangis!" bisik Colin. Ya, betul - di dalam terdengar suara orang menangis pelan - seperti anak kecil. Mestinya itu Benny yang menangis, karena ditinggal sendiri di dalam caravan," kata Peter. "Adakah kereta bayi itu di sekitar sini"" la lantas menyalakan senternya, supaya bisa melihat lebih jelas. Ternyata kereta itu tak ada di tempat yang biasa di samping caravan. Di tempat lain, juga tak kelihatan, Sementara itu suara yang di dalam masih terus menangis.
Tiba-tiba Peter dan kedua kawannya terkejut setengah mati, ketika ada yang menyapa mereka. Itu Matt, penggembala! Rupanya ia melihat nyala senter, lalu keluar dari pondoknya untuk memeriksa;
"Bukankah sudah kukatakan pada kalian, agar segera pulang ke rumah"" katanya ketus. "Peter! Tahukah ayahmu bahwa k
au. keluar malam-malam" Dan apa yang kalian lakukan di situ""
"Matt! Bunyi aneh itu - itu suara biola!" kata Peter. Dilihatnya Matt tertegun sejenak.
"Wah, betul juga!" katanya kemudian dengan kagum. "Tapi belum pernah aku mendengar biola dimainkan secara begitu. Persis seperti tangisan! Siapakah yang memainkannya" Malam ini tak ada siapa-siapa di dalam caravan, kecuali si Benny. Aku tahu pasti, karena keluarga Bolan tadi minta tolong padaku untuk menjagakan. Saat ini mereka sedang ke desa, karena ada keperluan!"
"0 - kalau begitu yang menangis di dalam si Benny, karena ia juga takut mendengar bunyi tadi!" kata Peter menduga. "Bagaimana jika kita masuk dan membujuknya sekarang""
"Jangan," larang penggembala. Benny takut orang! Tapi kalau terhadapku, ia tidak takut. Biar aku saja yang masuk, Peter! Aku akan menimang"-nimangnya, sampai ia tertidur. Ia tadi takut mendengar bunyi biola itu. Aneh - kenapa main musik di sini, pada waktu malam lagi""
Matt lantas masuk ke dalam caravan yang gelap, sambil membujuk-bujuk dengan suara berat tapi ramah. Peter menyorotkan sinar senternya sekilas ke dalam. Dilihatnya kepala Benny di pojok ruangan, rebah di atas bantal. Matt berdiri membungkuk di depan anak itu. Peter, Colin dan George pergi dari tempat itu, berjalan pulang. Mereka semua membisu, karena masih merasa heran dan bingung.
Kemudian Peter yang lebih dulu berbicara.
"Aku benar-benar tak mengerti," katanya. "Mestinya Luke yang tadi bermain biola di atas bukit. Tapi untuk apa" Matt kelihatannya tahu pasti, Luke pergi bersama Bu Bolan ke desa, sedang Benny ditinggal seorang diri dalam caravan. Tentunya bayi ikut dibawa ke desa, karena kita tak melihat kereta bayi di sekitar caravan. Nah - kalau begitu kenapa Luke Bolan kembali seorang diri, lalu bermain biola ""
"Entah," kata Colin. "Tapi aku merasa yakin, pasti Luke yang mencuri biola, lalu memainkannya untuk menghibur diri karena banyonya ikut terbakar dalam pondok mere"ka. Mungkin saja ia meninggalkan istrinya di desa selama satu atau dua jam, karena ingin kembali ke sini untuk memainkan biola.
"Nah, kalau begitu di mana menurut perasaanmu ia menyembunyikan biola itu"" tanya George. "Mestinya ditaruh baik-baik di suatu tempat yang sangat terselip! Karena apabila ketahuan, pasti ia akan dimasukkan ke dalam penjara karena mencuri."
"Bisa saja disembunyikan di bawah kasur dalam caravan - atau dalam tempat menyimpan roti," kata Peter menebak-nebak, "pokoknya di tempat-tempat seperti itu! Kurasa ada baiknya jika kita datang lagi ke sana besok, lalu berusaha mencari biola itu. Luke pasti akan pergi lagi mencari nafkah, dan kita tahu Bu Bolan kalau pergi berbelanja tentu akan membawa serta kedua anaknya. Kemarin pagi aku dan Janet bertemu dengannya."
"Baiklah, jadi kita akan ke sana lagi besok," kata George. "Aku ingin sekali menyelidiki urusan ini sampai tuntas. Semua begitu aneh rasanya. Kebakaran, lalu pakaian orang-orangan yang hilang, disusul dengan pencurian biola antik - setelah itu bunyi tangisan malam-malam, tanpa ada yang memainkannya!"
"Awas!" " desis Colin dengan tiba-tiba. Ketika anak itu langsung berhenti berjalan. Tak jauh dari mereka nampak sesosok tubuh, yang berdiri diam-diam di tengah ladang.
Peter tertawa geli. ""Tolol! Itu kan orang-orangan kami," katanya. "Yuk, kita harus bergegas pulang - karena kalau sampai terlambat, pasti langsung didamprat di rumah!" .
"Pukul berapa kita berkumpul lagi besok"" tanya George. "Apakah kita akan pergi beramai-ramai - maksudku seluruh anggota Sapta Siaga" -Sebaiknya kita membawakan sesuatu, supaya ada alasan datang ke sana."
"Bagus idemu itu!" kata Peter. "Usahakan, agar kita semua berkumpul sekitar pukul sepuluh pagi. Dengan begitu cukup waktu kita, supaya bisa kembali pada saat makan siang."
Anak-anak berpisah di depan rumah Peter. Mereka lantas pulang ke rumah masing-masing, sibuk memikirkan petualangan malam itu. Petualangan mereka benar-benar asyik, kecuali kejadian konyol ketika Susi dan Binki menyelinap untuk merusak suasana!
"Mudah-mudahan saja kedua anak itu tidak mendengar lagi bahwa kita akan perg
i ke caravan besok pagi," kata George pada dirinya sendiri, sambil berjalan pulang. Jack perlu lebih berhati-hati! Kalau ia tak mampu mencegah gangguan Susi dan kawannya yang selalu cekikikan itu, sudah sepantasnya jika Jack dikeluarkan dari Sapta Siaga!"
Tapi ternyata Jack berhasil menyimpan rahasia. Susi masih tetap tak tahu-menahu, ketika Jack tiba pada. waktunya keesokan paginya di depan rumah Peter. Anak-anak sudah berkumpul semua. Mereka berembuk sebentar. Peter menjelaskan pada anak-anak perempuan - dan juga pada Jack - tentang kejadian yang dialami malam sebelumnya.
Mereka mendengarkan dengan tercengang dan sedikit iri. Apalagi Jack yang malang, yang saat itu terpaksa mengantarkan Susi dan Binki pulang,
"Astaga - bayangkan, ada orang memainkan biola!" kata Jack. "Sayang aku tak mendengarnya sendiri. Dasar Susi, selalu menjengkelkan! Pasti yang main biola itu Luke Bolan! Aduh, jahat sekali orang itu - memecahkan kaca toko, untuk mencuri biola kuno yang sangat berharga!"
"Yuk, kita berangkat,"" kata Peter kemudian. "Kau juga ikut, Skip! Tadi Ibu membekali kami dengan mentega dan biskuit untuk Bu Bolan."
"Untuk bekal kita"" tanya Jack, yang selalu lapar.
"Bukan, goblok," tukas Peter. "Ini untuk dijadikan alasan datang ke sana, apabila Bu Bolan ternyata belum pergi berbelanja. Tapi kalau ia tidak ada, maka akan ada kesempatan bagi kita untuk masuk ke dalam caravan. Kita akan bisa memeriksa, mungkin saja biola yang dicuri itu disembunyikan di salah satu tempat di situ."
Anak-anak lantas berangkat berbondong-bondong, Skippy berlari-lari di samping mereka. Mau ke mana lagi anak-anak ini" Skippy tidak peduli. pergi ke kebun pun boleh, asal ia diajak serta!
" Bab 18 Penemuan Tak Disangka
"SETIBA mereka di pondok pengembala, para anggota Sapta Siaga menjenguk sebentar ke dalam. Matt sedang tidak ada di situ. Sesaat kemudian, mereka melihatnya. Ternyata Matt sedang sibuk menggiring biri-biri yang merumput di bukit seberang. Ia melambai, dan dibalas oleh anak-anak. Anjing gembalanya ada bersama laki-laki tua itu. Kelihatan sibuk lari ke sana dan ke sini, mengejar biri-biri yang mau menjauh.
"Sekarang kita tilik dulu, apakah ada orang dalam caravan," kata Peter. Anak-anak lantas berduyun-duyun ke. tempat itu, sambil menenteng tempat mentega dan biskuit. Skippy berlari-lari lebih dulu, dengan ekor dikibas-kibaskan kian-kemari.
"Bu Bolan! Anda ada di rumah"" seru Peter memanggil-manggil. Tapi tak terdengar jawaban sama sekali.
:"Kereta bayi juga tak nampak," kata Janet. Ia agak menyesal, tidak bisa bermain-main dengan bayi yang mungil itu.
"Pintunya terkunci tidak"" tanya Peter. "Mudah-mudahan saja tidak!" Ia menaiki tangga, lalu mengetuk pintu. "Bu Bolan - Anda ada di dalam""
"Tak terdengar jawaban dari dalam. Dengan hati-hati Peter mendorong daun pintu. Ternyata tidak dikunci, karena langsung terbuka sedikit.
"Kutaruh saja mentega dan biskuit di atas rak!" serunya pada kawan-kawan yang berdiri di luar. Peter lantas masuk ke dalam. Tercium olehnya bau. agak pengap. Tempat. ini nampaknya jarang dirapikan, pikir Peter. Kasur yang besar masih tergelatak di lantai. Bahkan cangkir dan piring kotor bekas sarapan, masih berserakan di atas rak.
"Bolehkah kami ikut masuk"" seru Janet dari luar.
"Jangan," larang Peter. "Biar aku dulu yang mencari sebentar. Setelah itu seorang dari kalian masuk untuk mengecek, barangkali saja ada tempat yang belum kuperiksa. Kalau kita semua masuk sekaligus, paling-paling cuma akan saling merecoki saja - karena ruangan di sini sangat sempit. Kalau memang ada biola disembunyikan di sini, pasti takkan sulit menemukannya."
Karena itu anak-anak lantas menunggu di luar. -Ada yang berdiri di tangga, dan ada pula yang duduk-duduk di rumput. Semuanya mengintip ke dalam caravan, untuk melihat apa yang sedang dilakukan oleh Peter. Kelihatannya anak itu benar-benar mencari dengan seksama!
"Di bawah kasur tidak ada apa-apa! Di dalamnya, juga tidak," serunya memberi tahu. "Dalam lemari - sama saja. Eh, tunggu dulu - dekat atap caravan ada sebuah lemari gantung! Kulihat sebentar isinya - ah, ada
sebuah kotak persegi panjang! Mungkin di sini barang yang kita cari!"
Peter mengambil kotak itu, lalu membukanya. Tapi ternyata kosong. Isinya cuma beberapa lembar kertas yang sudah bulukan. Mungkin saja kotak itu kepunyaan Matt, dan tertinggal di situ ketika ia memindahkan barang-barang simpanannya.
Peter memeriksa ke mana-mana. Kemudian ia muncul di ambang pintu. Nampaknya kecewa.
"Percuma!" keluhnya. "Biola itu jelas tak ada dalam caravan ini. Kurasa mungkin disembunyikan di bawah semak. Tapi juga mustahil, karena pasti akan rusak. Kotaknya kan tertinggal dalam toko. Tapi dengan kotak pun, pasti rusak jika dibiarkan di luar. Nah, Janet! Sekarang giliranmu mencari."
Janet bergegas menaiki tangga, lalu mulai mencari dengan diperhatikan kawan-kawan nya. Sementara itu Peter menyuruh Jack dan Colin memeriksa ke bawah caravan. Di situ pun nampak ada beberapa barang. Tapi usaha kedua anak itu sia-sia.
Tiba-tiba terdengar Janet terpekik di dalam caravan. Anak-anak kaget.
"Ada apa" Ada apa"" seru mereka serempak.
"Lihatlah - apa yang kutemukan tergantung di balik pintu caravan!" seru Janet dari dalam. "Daun pintu tadi terbuka lebar sampai menempel ke dinding, dan tak terpikir olehku untuk menengok ke baliknya. Baru saat ini timbul pikiran begitu. Dan inilah yang kutemukan!"
Tangan Janet terangkat tinggi-tinggi, megang sesuatu. Para anggota Sapta Siaga memandang sambil melongo. Mereka memandang - bukan biola yang dicuri, tapi pakaian orang-orangan yang hilang! Ya, betul - semuanya lengkap di situ. Jas yang sudah usang, topi kumal dan celana panjang flanel berwarna kelabu!
Seketika itu juga anak-anak mengenali pakaian itu kembali.
"Tapi - Iho - kenapa tahu-tahu bisa ada dalam caravan"" tanya Janet heran.
"Gampang saja!" jawab Jack. "Luke mengambilnya untuk dipakai menyamar pada saat mencuri biola. Setelah itu ia kembali ke sini, dan menggantungkannya di balik pintu. Siapalah yang' mau mempedulikan pakaian usang yang ada dalam caravan!
Takkan ada yang menyangka, asalnya dari orang-orangan. "
"Aduh, kasihan Bu Bolan," keluh Pam. "Pasti ia tidak tahu bahwa Luke yang mengambil pakaian orang-orangan - dan mencuri biota antik. Tapi di manakah biola itu" Pasti disembunyikan di salah satu tempat!"
"Yang jelas, bukan di sini," kata Peter. "Dan karena aku yakin tak mungkin ditaruh di dalam semak, maka cuma masih ada satu tempat lagi yang mungkin!"
"Di mana"" tanya kawan-kawannya bersemangat.
"Dalam kereta bayi," jawab Peter. ''Takkan ada yang menyangka bahwa ada barang disembunyikan di situ - apalagi biola yang berharga. Aku berani taruhan, pasti barang Itu disembunyikan dalam kereta bayi!
"Tapi biola itu pasti rusak, jika ada yang melonjak-lonjak di atasnya," kata Pam. "Bayi Bu Bolan kan paling senang melonjak-lonjak!" .
"Bisa saja dibungkus dengan selimut tebal!" kata Peter. "Tanggung biola itu ada di situ!"
"Yah - kalau begitu, apa yang kita lakukan sekarang"" tanya Colin. "Kita menyangka Luke mengambil pakaian dari orang-orangan, untuk dipakainya sebagai samaran. Kita menyangka dialah yang mencuri biola, karena banyo kepunyaannya terbakar. Kita juga menyangka, dia yang main biola malam-malam di atas bukit - dan sekarang kita menyangka biola itu disembunyikan dalam kereta bayi. Tapi mana buktinya" Sama sekali tidak ada!"
"Asal kita bisa melihat ke dalam kereta, kita akan mengetahui apakah sangkaan kita itu tepat atau tidak," kata Jack.
"Tapi bagaimana caranya"" tanya Peter.
"Ssst!" Tiba-tiba Jack mendesis." Ada orang datang!"
"anak-anak berpaling. Nampak Bu Bolan bergegas-gegas datang, sambil m"ndorong kereta bayi. Bayi itu sedang menangis. Benny berlari-lari di sisi ibunya, sambil berpegangan pada kereta.
Mula-mula Bu Bolan tidak melihat anak-anak yang bergerombol, di sisi caravan. Cepat-cepat Peter menutup pintu kembali, lalu anak-anak bergegas menghampiri Bu Bolan. Mereka agak bingung, tak tahu apa yang harus dikatakan.
"Ssst - sudahlah, jangan menangis terus," kata Bu Bolan membujuk-bujuk bayinya. "Ibu tahu, kau lapar, Nak!" Diangkatnya bayi itu, lalu ia berpaling hendak menuju ke caravan. Bu Bolan tertegu
n. Ia kaget, karena baru saat itulah ia melihat ketujuh anggota Sapta Siaga yang ada di situ. Bu Bolan mencoba tersenyum ramah seperti biasanya. Tap"i wajahnya nampak bimbang. Sama sekali tidak riang, seperti biasa dilihat anak-anak.
"Selamat pagi," sapanya. "Aku baru saja hendak memberi makan bayiku ini. Sepagi ini aku sibuk terus di desa, dan sekarang ia sudah sangat lapar. Aku memang agak terlambat pulang!"
Bu Bolan lantas bergegas masuk ke dalam caravan diikuti oleh Benny.
"Bag"imana jika sekarang kita cepat-cepat memeriksa ke dalam kereta"" kata Pam pelan. "Ini satu-satunya kesempatan bagi kita. Mudah-mudahan saja biola itu tidak ada di dalamnya!"
"Pam menghampiri kereta, lalu menyibakkan kain kumal yang menutup bagian atasnya. Tangan Peter menggeretak, memeriksa sisi-sisi kereta. Jari-jarinya gemetar.
Tiba-tiba teraba olehnya sebuah benda yang panjang dan keras, terbungkus dalam kain tebal. Dengan segera ia menariknya ke luar. Begitu kain pembungkus disibakkan sedikit, langsung nampak gagang sebuah biola!
"Ya, betul! Inilah biolanya!" kata Peter. Ia sendiri kaget. "Sekarang apa yang harus kita lakukan""
" Bab 19 Benny yang Malang
"TIBA-TIBA terdengar suara orang berseru. Anak-anak terlompat kaget, lalu menoleh ke arah suara itu. Ada seorang laki-laki datang ke arah mereka. Orang itu jangkung. Jalannya agak membungkuk. Rambutnya hitam dan tebal. Matanya persis seperti mata Benny.
Itulah Luke Bolanl Ia kelihatan sangat marah.
"Kemarikan barang itu! Seenaknya saja membongkar-bongkar dan -mengacak-acak. Kutempeleng kalian semua nanti!"
"Anda Luke Bolan"" tanya Peter. "Kan ini biola yang dicuri dari toko barang-barang antik!"
Di belakang anak-anak terdengar jeritan melengking. Bu Bolan bergegas keluar dari caravan, diikuti oleh Benny.
"Lukel Luke, jangan kau apa-apakan anak-anak itu! Jangan berani menyakiti mereka. Aduh - mereka menemukan biota itu!"
Anak-anak tercengang dan bingung, ketika melihat Bu Bolan sekonyong-konyong menangkupkan tangan ke mukanya lalu menangis tersedu-sedu. Benny pun ikut menangis ketakutan, sambil menarik-narik baju ibunya.
Luke merampas biola dari tangan Peter. Diangkatnya barang antik itu tinggi-tinggi. "Kelihatannya seperti hendak dibantingnya ke tanah sampai pecah berantakan. Tapi Bu Bolan cepat-cepat memegang lengan suaminya.
"Jangan, Lukel Kalau kaupecahkan, persoalannya malah menjadi bertambah sulit bagi kita. Kalian tahu apa tentang soal ini" Bagaimana kalian sampai berhasil mengetahuinya""
"Ceritanya panjang," jawab Peter. "Pokoknya dia ini - Colin - melihat suami Anda "memecahkan. kaca jendela lalu mengambil biola Itu. Ia juga melihat bahwa Pak Bolan memakai pakaian usang yang diambil dari orang-orangan di ladang kami. -Dan baru saja kami melihat pakaian itu tergantung di balik pintu, dalam caravan. Lalu kini kami menemu kan biola dalam kereta bayi!"
Aduh, Luke," tangis Bu Bolan. "Kau pasti akan dipenjarakan - itu sudah pasti! Lalu bagaimana nasibku bersama anak-anak" Semua milik kita habis terbakar - dan sekarang aku harus sendiri, bersama Benny dan adiknya yang masih bayi."
Luke Bolan merangkul isterinya. Tampangnya sedih sekali saat itu. Tiba-tiba Bu Bolan berpaling dengan cepat, menatap anak-anak.
"Aku sudah bermaksud hendak mengembalikan biola itu, pagi ini juga. Sungguh, aku sudah- bermaksud begitu - tanya saja pada Luke ini! Kami sama sekali tidak tahu bahwa biola itu sangat berharga. Kata Luke, kelihatannya sudah begitu usang - jadi tak mungkin mahal harganya!"
"0, begitu," kata Peter. Tiba-tiba ia memahami persoalannya. ''Tentu saja - kelihatannya memang sudah sangat tua. Tapi apakah Pak Bolan tidak melihat kertas catatan yang terpasang di sebelahnya""
"Ya, aku melihatnya," jawab Luke. "Tapi kertas itu tak ada artinya sama sekali bagiku."
"Luke tidak bisa membaca," kata Bu Bolan, sambil mengusap air mata. "Ia tidak pernah bersekolah. Sewaktu kecil, ia selalu hidup berpindah-pindah dengan caravan. Tak per- nah lama di suatu tempat, sehingga tak sempat bersekolah. Jika ia bisa membaca tulisan yang menerangkan bahwa biola kuno ini sangat mahal harganya
, ia pasti tak jadi mengambilnya. Ya kan, Luke""
"Tentu saja tidak," kata Luke. "Sama sekali tak kusangka ini barang mahal. Kukira harganya cuma beberapa penny saja. Tapi setelah pondok kami terbakar, aku tak punya uang sedikit pun. Aku bermaksud membayarnya kemudian. Tapi biola ini kuperlukan saat itu juga."
"Kenapa" Apakah karena banyo Anda ikut terbakar"" tanya Colin. Kedengarannya agak mencemoohkan. Masa hanya karena banyo terbakar, lantas mencuri biola milik orang lain!
"Banyo" Ah, itu kan. tak begitu berarti bagiku!" jawab Luke agak heran. "Aku bisa saja meminjam, jika ingin main banyo. Tidak - biola itu kuambil untuk Benny!"
"Benny" Anak kecil ini kan tak mungkin bisa bermain biola"" seru Janet tercengang.
"Benny - coba mainkan sebuah lagu untuk kita, Nak," kata Bu Bolan, sambil menunduk ke arah anak kecil itu, yang nampak ketakutan. Ia tak bisa mengerti, apa yang sedang terjadi saat itu. Ia takut sekali. Kenapa ibunya menangis"
Luke mengambil biola dari dalam kereta bayi. Barang itu diletakkannya tadi di situ, ketika ia hendak membujuk istrinya yang sedang menangis. Disodorkannya alat musik antik itu ke tangan Benny. Anak itu kelihatan bergairah, begitu jari-jarinya menyentuh permukaan biola yang licin.
Benny pergi agak menjauh, lalu berdiri membelakangi mereka. Biola diselipkannya di bawah dagu, diangkatnya tongkat gesek - dan saat berikut terdengar lagi bunyi yang begitu aneh tapi indah, yang didengar oleh Peter beserta Colin dan George malam sebelumnya. Bukan lagu yang terdengar - cuma serangkaian nada merdu. Seakan-akan Benny sedang menyanyikan kata-kata yang cuma terbayang dalam perasaannya sendiri.
"Benny bermain untuk dirinya sendiri - sama seperti seekor burung yang sedang berkicau," pikir Janet.
"Bukan, Benny - jangan lagumu sendiri!" seru Bu Bolan. "Mainkan lagu Tarian Pohon Mei!"
"Seketika itu juga terdengar permainan lagu yang sangat lincah dan meriah. Belum pernah anak-anak mendengar orang bermain biola selincah itu. Napas mereka tersentak karena kagum.
Bu Bolan memandang berkeliling, sambil tersenyum gembira. .
"Nah! Itu sebuah lagu kelana, yang sudah tua sekali umurnya," kata Bu Bolan menjelaskan. "Benny bisa memainkan semua lagu kaum kami! Ya, si Benny-ku yang cilik! Kalian belum pernah mendengar dia bermain, kan" Dia ..."
"Sudah pernah, Bu! Kami mendengar permainannya kemarin malam," jawab Peter. "Dan Matt, penggembala tua itu mendengarnya satu malam sebelumnya. Tapi saat-saat itu Benny cuma memainkan lagu pilu karangannya sendiri. Matt bingung, tak tahu bunyi apa itu - lalu bercerita pada kami."
"Karena itulah kami lantas datang kemarin malam, karena juga ingin mendengarnya," sambung Colin. "Dan begitu bunyi itu
terdengar, dengan segera kami tahu bahwa itu permainan biola yang sangat indah. Kami juga lantas menduga, biolanya pasti sangat bermutu -- atau. tepatnya, biola antik yang hilang diambil orang!"
"Aduh, Benny - padahal ketika kau kutinggal, kau sudah tidur!" kata Bu Bolan. "Begitu pula malam sebelumnya. Ternyata kau kemudian bangun, mengambil biola lalu membawanya ke atas bukit dan bermain di sana! Itukah yang kaulakukan, Nak"" "
Benny tidak menjawab. Ia bahkan sama sekali tidak berpaling, untuk memandang ibunya. Ia menggesek-gesek senar biola dengan lembut, menimbulkan bunyi selirih angin yang bertiup di sela pepohonan.
Tiba-tiba Janet menyadari, memang itulah yang sedang dimainkan anak kecil itu. Bisikan angin lembut, di sela daun-daun pohon yang terdapat di dekat mereka!
"Anak ini jenius!" kata Janet dalam hati. "Aku nyaris tak bisa membedakan bunyi angin dan gesekan biola."
"Bu Bolan - Benny ini hebat sekali," katanya kemudian. "Dia seorang jenius. Kenapa Benny tidak disekolahkan saja, Bu" Kenapa tidak diberi kesempatan belajar musik secara benar""
"Benny takkan bisa apa-apa di sekolah, Nak," jawab Bu Bolan, sambil meraih Benny ke dekatnya. "Masakan kalian tak tahu - Benny-ku ini tak bisa melihat. Ia tunanetra!"
Tunanetra! Sekarang barulah anak-anak mengerti, apa. sebabnya Benny selalu menatap dengan pandangan kosong. Itulah sebabnya ia selalu berhati-hati pada
saat berjalan! Benny yang malang.
"Cuma musik saja yang bisa menyenangkan hatinya," kata Bu Bolan. "Lalu ketika ia kehilangan biolanya dalam pondok kami yang terbakar, ia patah hati. Karena. itulah maka suaminya mengambil biola tua itu - supaya Benny bisa bergembira lagi!"
Bab 20 Rapat Sapta Siaga
"ANAK-ANAK menatap Bu Bolan. Setelah itu berganti memandang Benny. Benny yang pendiam, dan aneh1 Tahu-tahu Janet merasa air matanya mulai meleleh. apakah yang bisa mereka lakukan, untuk menolong anak kecil yang berbakat besar itu" Mestinya ada - tapi anak-anak takkan mampu melakukannya!
Tidak - mereka harus meminta pertolongan orang dewasa. Orang dewasa biasanya tahu apa yang harus dilakukan!
Akhirnya anak-anak lantas mendatangi orang tua Peter dan Janet, lalu menceritakan segala-galanya pada mereka.
"Sekarang kami tidak tahu akal," kata Peter setelah selesai bercerita. "Biola harus dikembalikan pada pemilik toko, itu sudah jelas! Tapi Luke" Kasihan, janganlah ia sampai harus dipenjarakan. Lalu Benny harus bersekolah, dan perlu belajar musik. Ia pun harus diberi biola. Kami mau saja membelikan untuknya, biar pun untuk itu kami harus menabung selama setahun!"
"Kalian memang baik hati," kata ayah Peter senang. "Kejadian ini memang luar biasa! Aku tidak mengerti, bagaimana kalian bisa sampai terlibat dalam perkara seperti itu."
Ayah menggeleng-geleng, lalu melanjutkan. ""Tapi sekarang, mengenai urusan biola antik itu. Kita bisa saja mengembalikannya, tanpa menimbulkan kesulitan bagi Luke. Kata Matt, orang itu sebetulnya baik! Kurasa ia takkan mencuri biola antik, apabila tidak sedang bingung karena biola Benny terbakar!"
"Pak Bolan sayang sekali pada Benny!" kata Pam. "Tapi bagaimana caranya mengembalikan biola, tanpa membawa-bawa dia""
"Begini -" kata Ayah menjelaskan. "Pemilik toko menyediakan hadiah bagi orang yang mengembalikan biola antik itu. Dan jika kembalinya dalam keadaan utuh, maka takkan diajukan pertanyaan ke mana barang itu selama ini. Aku bermaksud mengantarkan sendiri biola itu. Jika ditanya, aku akan bilang tidak bisa menjelaskan dari mana datangnya. Pokoknya orang yang mengambil kemudian menyesal, lalu menyerahkannya padaku agar dikembalikan dan tentu saja pemiliknya tidak perlu memberi hadiah! Dengan begitu persoalan pasti beres!"
"Bagus!" seru para anggota Sapta Siaga serempak. Skippy ikut-ikut memukulkan ekornya ke lantai.
"Lalu bagaimana dengan Benny"" tanya Janet.
"Mengenai urusan itu, kurasa aku bisa membantu," kata ibunya. "Anak itu bisa disekolahkan di sekolah khusus untuk anak-anak tunanetra. Di situ bakat musiknya bisa dikembangkan dengan sempurna. Benny pasti takkan begitu sedih harus berpisah dengan ibunya, apabila ia bisa terus bermain musik. Lagipula, pada saat-saat libur sekolah mereka kan bisa bersama-sama kembali!"
"Syukurlah, kalau begitu!" kata Barbara dan Pam bersamaan. Anak-anak sangat kaget ketika menyadari bahwa Benny yang matanya begitu bagus, sebetulnya sama sekali tidak bisa melihat. Tapi sekarang keadaannya akan berubah. Benny akan bisa berbahagia dengan musiknya! .
"Ngomong-ngomong - tidak sering Sapta Siaga mengadakan rapat bersembilan," kata ayah Peter sambil tersenyum. "Aku dan ibumu merasa mendapat kehormatan besar karenanya, Peter. Orang dewasa kadang-kadang ada juga gunanya, ya"" ..
"Aduh, Yah - Kami takkan tahu akal, jika tidak dibantu Ayah dan Ibu!" seru Janet. Ia merangkul ayahnya. "Ayah tidak segan mengembalikan biola antik itu" Ayah tahu pasti, nanti tidak ditangkap polisi karena dituduh mencuri"'
"Aku tahu pasti," jawab Ayah. "Lagipula, jika kalian memang sungguh-sungguh ingin mengumpulkan uang guna membelikan biola untuk Benny, aku dan ibumu juga ingin ikut menyumbang. Aku bisa mampir di toko alat-alat musik, untuk melihat biola yang cocok untuk seorang anak. Dengan begitu Benny tidak perlu sedih lagi, terkenang pada biola kepunyaannya yang terbakar."
"Setuju!" seru anak-anak serempak. Skippy ikut ribut, memukul-mukulkan ekor ke lantai.
"Anjing itu sebetulnya sama sekali tak mengerti persoalannya. Tapi pokoknya ia gembira. Anjing lain mana yang diper
bolehkan ikut menghadiri rapat sepenting itu"
Urusan biola langsung ditangani oleh ayah Peter. Ia tidak menceritakan pada anak-anak, apa yang dibicarakannya dengan pemilik toko. Pokoknya, semua beres! Dan nama Luke Bolan sama sekali tidak disinggung-singgung dalam pembicaraan itu.
"Tapi aku masih perlu berbicara sedikit dengan dia," kata Ayah. "Untuk menjelaskan bahwa ia nyaris saja celaka. Biar dia sadar!"
"Dan Ayah berhasil memperoleh biola lain untuk Benny"" tanya Janet harap-harap cemas.
"Kalian pergi saja ke Bu Bolan," kata Ayah, "dan bilang padanya agar mengajak Benny besok ke toko alat-alat musik. Di sana ia bisa mencoba biola yang agak kecil ukurannya. Setelah itu Ibu ingin bicara pula dengannya, supaya ia mau menyekolahkan anak itu. Wah - tahu-tahu kita sudah mencampuri urusan orang lain!"
"Bukan mencampuri Yah - tapi membantu!" kata istrinya. Kemudian ia berbicara pada Peter. "Sekarang Sapta Siaga harus memegang janji! Menabung, guna ikut membelikan "biola untuk Benny!'"
Dengan sendirinya Sapta Siaga menepati janji. Selama liburan, mereka sibuk bekerja untuk mengumpulkan uang. Bahkan Susi pun ikut membantu.
""Untung Binki sudah pulang, jadi Susi sekarang tidak begitu iseng lagi, kata Jack lega.. "Menurut ibuku, biarlah adikku Itu ikut bekerja mencari uang - dan memberikan hasilnya pada kita, jika ia mau. Menurut Ibu, ada baiknya hal itu bagi Susi."
"Yah - kalau begitu, biarkan saja dia bekerja keras, kata Peter mengalah. "Tapi ia tetap tidak boleh ikut rapat Sapta Siaga!"
Dua hari sebelumnya bersekolah kembali, anak-anak mengadakan rapat. Sudah banyak uang yang terkumpul - cukup untuk membayar harga biola, yang sudah diberikan pada Benny! Anak itu sangat senang, dan alat musik itu akan dibawanya kalau ia masuk sekolah khusus untuk anak-anak tunanetra.
"Nah kita sudah bekerja keras selama ini," kata Peter, sambil memandang berkeliling. "Terima kasih atas sumbangan kalian, Sapta Siaga! 0 - ini masih ada sedikit lagi. Hampir saja aku lupa!" Peter meletakkan uang beberapa keping ke atas tumpukan yang terletak di atas kotak yang dijadikan meja di depannya.
"Dari siapa uang itu" Dari Susi"" tanya George.
"Bukan - dari Skippy!" jawab Peter tertawa. "Ia. menyumbangkan dua potong tulang besar dan sepotong lagi yang kecil, dan ini hasilnya. Terima kasih, Skip. Kau memang hebat!" .
Skippy menjawab seperti biasa, dengan gonggongan ribut.
" Kata Skippy, ia senang bisa menolong kita, kata Peter serius. Sambil tertawa-tawa, rapat kemudian bubar.
TAMAT tamat Ratu Pemikat 3 Dewa Arak 81 Mustika Ular Emas Gadis Penyelamat Bumi 1